Pencarian

Senyuman Dewa Pedang 3

Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Bagian 3


Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
105 "Jika kau ingin membunuh orang, apakah kau akan melakukan dalam rumahmu sendiri?"
"Tentu saja tidak."
"Bukankah lebih mudah menggotong sesosok mayat dan memindahkannya ke tempat lain daripada meminta seseorang untuk berjalan sendiri ke tempat lain?"
"Betul."
Kini Siau-hong mengerti, pengemis cilik telah digelandang ke tempat lain oleh Kiong So-so, di situ ia dibungkam, dibantai.
Orang lain takkan menemukan tempat itu, siapa pun tak ada yang tahu dimana tempat itu.
Siau-hong pun tidak tahu.
Ia sudah banyak melakukan pekerjaan yang tak mampu dikerjakan orang lain, ia minum arak bagai minum air, bermain nyawa seperti main kartu, menggunakan kedua jarinya menjepit senjata lawan, bahkan di saat nyawanya berada di ujung tanduk pun masih bergurau. Namun bagaimanapun ia tetap manusia, tetap banyak hal yang tak mungkin bisa dikerjakannya.
Di tengah hembusan angin fajar yang dingin, dari balik kabut putih yang menyelimuti udara, tiba-tiba muncul sebuah layang-layang di hadapannya.
Tak pernah terbayang, pertanda apa layang-layang ini. Layang-layang itu sangat besar, mirip seekor burung elang raksasa yang terbang di atas puncak bukit bersalju.
Dalam keremangan pergantian malam yang kelam menuju fajar yang cerah, terbaca beberapa huruf besar tertera di atas layang-layang besar itu:
"Untuk menemukan bibit bencana, pecahkan gentong ikan".
Apa maksud tulisan itu" Apakah sebuah lelucon seperti cerita burung yang tak bisa bertelur"
"Untuk menemukan bibit ikan, pecahkan gentong ikan", kata-kata ini masih masuk akal, sekalipun di dalam gentong tidak terlihat bayangan ikan. Tapi Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
106 "untuk menemukan bibit bencana, pecahkan gentong ikan", perkataan ini tak jelas.
Untuk membuat layang-layang sebesar ini bukan pekerjaan yang gampang, untuk menulis huruf-huruf sebesar itupun pasti cukup sulit dan membutuh cukup banyak biaya.
Siapa yang rela membuang uang dan tenaga untuk melakukan gurauan kentut anjing yang justru merugikan diri sendiri"
Siau-hong tidak merasa geli, justru paras mukanya berubah keren dan serius. Jelas ini bukan sembarang gurauan.
Ia segera menghampiri deretan gentong ikan itu dan mulai memeriksanya satu per satu, kedelapan gentong itu sama bentuk, warna dan ukurannya, tidak ada berbeda dengan gentong ikan yang sering dijumpai di ibukota, satu-satunya yang perbedaan adalah umur gentong-gentong ikan itu.
Delapan buah gentong ikan telah diperiksa dengan teliti, kecuali tanah, debu dan lumpur, tidak dijumpai sesuatu yang aneh.
Kiong Peng tidak ikut mendekat, dari atas tanah ia pungut sebuah batu, lalu dilemparkan ke depan dengan kuat. Diiringi suara keras, sebuah gentong hancur berantakan.
Ketika gentong ditimpuk hancur, apa yang bisa ditemukan"
Tidak seharusnya gentong itu ditimpuk hancur.
Siau-hong tertawa getir, ujarnya sambil menggeleng kepala berulang kali,
"Inilah hasil pekerjaan perempuan, ia selalu menganggap dirinya pintar dan hebat. Perempuan yang benar-benar melakukan sesuatu hingga membuat kaum lelaki merasa kagum dan bangga, maka perempuan itu bukanlah perempuan."
Kiong Peng tidak menanggapi ejekan itu, melirik sekejap pun tidak, seolah-olah tidak mendengar ucapan pemuda itu.
Sejak tadi ia hanya mengawasi terus gentong ikan yang disambitnya itu.
Apa bagusnya gentong yang telah hancur"
Mendadak dari dasar gentong yang pecah itu tertampak sebuah lubang bawah tanah.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
107 Perlahan-lahan Kiong Peng berpaling, mengawasi wajah Siau-hong, lalu tanyanya, "Apa yang barusan kau katakan?"
"Tidak, aku tidak mengatakan apa-apa. Rasanya baru saja aku kentut!"
Lorong di dasar gentong ikan itu tentu saja jalan masuk sebuah lorong rahasia, bila Kiong Peng tidak kebetulan bernasib baik hingga sekali sambit menemukan lubang rahasia itu, maka mereka harus memecahkan seluruh gentong ikan itu.
Mulut lorong itu amat sempit, tapi setelah turun bertambah luas dan lebar, di situ terdapat ruang tamu kecil yang terbuat dari batu hijau.
Ruang tamu itu kosong, hanya terlihat sebuah pintu, pintu dari tembaga.
Melewati pintu tembaga itu tampak sebuah ruangan besar dengan pintu di ujung ruangan, dalam ruangan terdapat beberapa perangkat alat siksa kuno, bahkan ada alat siksa paling kejam zaman dulu. Banyak di antara alat siksaan itu hanya pernah terdengar dalam cerita saja, tapi hari ini Liok Siau-hong menyaksikan dengan matakepala sendiri.
Tiba-tiba ia ingin muntah, biarpun yang dipajang hanya alat siksa tanpa orang, namun perutnya terasa mual, ingin muntah.
Pintu kedua ternyata tak dapat dibuka, di atas pintu itu tergantung sebuah papan bertuliskan beberapa huruf kecil: "Bila kau seorang kuncu, harap ketuk pintu".
Siau-hong pun mengetuk pintu. Kadang Siau-hong memang seorang penurut, suruh ia minum arak, ia pun minum, suruh ia mengetuk pintu, ia pun mengetuk pintu, apalagi mengetuk pintu rumah seorang gadis jelita, ia mengetuk jauh lebih cepat ketimbang siapa pun, bahkan menoel lebih nyaring dari siapa pun.
Baru saja pintu diketuk, ternyata yang membukakan adalah seorang gadis cantik.
Paling tidak dua puluh tahun berselang ia adalah seorang gadis cantik.
Laopan Nio! Siau-hong berdiri tertegun.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
108 Ia bukan dibuat bodoh lantaran bertemu Laopan Nio di situ, tapi dibuat bodoh lantaran ruang batu di bawah tanah.
Pada pandangan pertama, Siau-hong telah menyaksikan si telur busuk cilik itu. Ia sama sekali tak menyangka lagak si pengemis cilik saat ini tak ubahnya seorang bos besar, duduk di sebuah bangku lebar, tangan kiri-kanan memegang kepala orang.
Mimpi pun Siau-hong tidak menyangka batok kepala kedua orang itu bisa ditekan pengemis cilik dengan seenaknya. Kedua orang itu tak lain adalah Sah Toa-hu yang kaya raya serta Sam-jiu-sian-koh Kho Pat yang amat termashur. Yang lebih aneh, ternyata si Buta Tio, Ong Toa-yan, Kho Lo-thay serta Kiong So-so berkumpul di situ, sama seperti keadaan Sah Toa-hu, mereka telah menjadi tawanan si pengemis cilik.
Siau-hong mengernyitkan alis.
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Pengemis cilik hanya tertawa tak bersuara, yang bicara justru Laopan Nio, ujarnya, "Liu Ji-kong adalah sahabatmu, juga sahabal kami, kematiannya mengenaskan, kami pun ingin menemukan pembunuhnya sehingga dapat membalas dendam sakit hatinya."
Yang dimaksud "kami" adalah Kiong Peng, pengemis cilik serta ia sendiri.
Sisanya patut dicurigai sebagai pembunuh. Paling tidak salah seorang adalah pembunuhnya.
"Sah Toa-hu, si Buta Tio, Kho Lo-thay, Kiong So-so serta suamiku yang memuakkan, bisa jadi salah satu di antara mereka adalah pembunuh Liu Ji-kong. Hari ini kau melihatku di ranjang Sah Toa-hu, karena aku sedang berusaha mengorek keterangan dari mulutnynya."
Setelah menghela napas panjang, lanjutnya, "Aku percaya kau pun paham, untuk bisa mengorek keterangan dari lelaki macam Sah Toa-hu, aku harus naik ranjang lebih dulu dengannya."
Siau-hong tidak mengerti, baru sekarang mulai sedikit mengerti hal yang sebenarnya.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
109 Tiba-tiba si pengemis cilik berkata, "Bila sudah naik ranjang, persoalan apapun akan meluncur keluar dari mulutnya, kalau orang macam Sah Toa-hu saja masuk perangkap, apalagi si telur busuk tua itu?"
Dia menuding ke arah Kiong So-so dan Kho Pat.
"Lain dengan kedua orang nenek tua itu, paling tidak aku telah menggunakan siasat Bi-lam-ki (siasat lelaki tampan)."
Siau-hong tertawa. Di saat ia tertawa, tiba-tiba dua jenis senjata mematikan meluncur ke arah tubuhnya, mengancam tempat mematikan. Sebuah adalah tangan Laopan Nio, sedang yang lain adalah kaki Kiong Peng.
Sepuluh jari Laopan Nio runcing dan tajam, setiap kuku jari dilapisi sarung yang terbuat dari lempengan tembaga tipis, tajamnya melebihi pedang.
Sementara kaki Kiong Peng dibalut sepatu berlapis lempengan baja, bila terkena tendangan mautnya, batu cadas pun akan hancur. Kedua jenis senjata itu memang merupakan senjata khas kaum perempuan, seperti juga hati perempuan, keji, ganas, buas, telengas dan susah ditebak.
Seandainya Siau-hong bukan Liok Siau-hong, kemungkinan ia sudah mampus, tak perlu menunggu sampai hari ini, paling tidak ia sudah mampus tiga ratus tujuh puluh delapan kali. Malah ada orang yang beranggapan bahwa Siau-hong tidak bakal mampus.
"Sepanjang hidupku, banyak sekali kejadian kritis dan berbahaya kualami, bahkan nyaris mampus, tapi keadaan paling berbahaya adalah sekarang.
Aku tidak pernah menyangka Kiong Peng dan Laopan Nio akan membunuhku, terlebih tak pernah mengira serangan yang mereka lancarkan begitu ganas, buas dan telengas!"
"Bila sekarang aku harus menentukan perempuan mana yang ilmu silatnya paling menakutkan, aku akan memasukkan kedua orang ini, tidak banyak orang persilatan yang dapat mengungguli kedua perempuan ini," kata Siau-hong pada suatu ketika.
la memang berkata jujur.
Bisa lolos dari lubang jarum pada keadaan seperti ini memang sesuatu yang luar biasa.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
110 Ternyata Laopan Nio lebih terperanjat ketimbang Siau-hong. la telah berlatih ilmu silatnya dengan tekun, untuk mencapai taraf sehebat itu, telapak tangan dan kakinya ibarat sudah 'kapalan'. Agar tetap cantik, mulus dan halus, disukai lelaki, ia harus mengeluarkan banyak tenaga dan biaya untuk menghilangkan 'kapalan' itu dalam larutan obat.
Untuk itu ia sudah banyak menderita, mengeluarkan tenaga, maka ia percaya dan yakin dengan kemampuannya, sekalipun ia tahu Liok Siau-hong bukan orang yang gampang dihadapi, namun ia tetap yakin dengan kemampuan dan keberhasilannya.
Tapi dalam waktu singkat ia segera sadar bahwa dugaannya keliru, perkiraannya meleset.
Sewaktu melancarkan serangan tadi, sasarannya adalah pinggang Siau-hong, dengan menggunakan kelima jarinya yang terbungkus sarung tembaga tipis bagai pisau, ia mencengkeram jalan darah Siau-yau-hiat di pinggang lawan.
Siapa sangka sasarannya tahu-tahu berubah jadi mengarah celana Kiong Peng. Enlah bagaimana tahu-tahu Siau-hong sudah melejit ke udara dan menyingkir jauh ke sana.
Celana Kiong Peng langsung tersambar hingga robek besar, pahanya kontan terlihat jelas. Sepasang paha yang kuat, mulus, dan kenyal! Paha indah yang tak akan terlupakan oleh pria yang pernah menyaksikannya.
Siau-hong juga pernah menyaksikan paha mulus semacam ini! Ketika berada di halaman belakang toko penjual peti mati, saat gaun panjang berwarna ungu tersingkap oleh hembusan angin, ia telah menyaksikan paha mulus itu, tak mungkin pandangannya salah.
Ia termangu, tertegun dibuatnya.
Bila secara tiba-tiba menyaksikan paha halus dan mulus, muncul dari balik celana panjang yang robek, lelaki mana pun pasti akan tertegun dibuatnya.
Namun yang membuat Siau-hong tertegun berbeda dengan alasan kebanyakan lelaki di dunia ini. Ia tertegun karena sejak berkenalan dengan Kiong Peng, sama sekali tak pernah menyangka paha yang pernah dilihatnya dari balik gaun panjang si nenek berbaju ungu itu ternyata tak lain adalah paha Kiong Peng.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
111 Perasaan seseorang kadang mirip penutup mata, seringkali menutupi mata agar tak bisa melihat hal-hal yang seharusnya dapat disaksikan dengan jelas. Untung sekarang ia telah melihatnya, yang tidak beruntung pun kini terlihat semua.
Jarak antara untung dan tidak untung seringkali merupakan sebuah halaman kosong.
Saat kosong adalah saat tertegun, saat terkesima. Ketika tertegun, itulah kesempatan emas bagi orang lain.
Mendadak semua orang yang tadinya tak berkutik, telah dapat bergerak dengan bebas, bahkan gerakan mereka cepat, juga ganas, telengas dan tepat sasaran. Gerakan macam ini mustahil bisa dilakukan oleh sekawanan manusia pribumi yang sejak lahir hidup di kota kecil yang terpencil itu.
Bila serangan itu begitu cepat, tepat sasaran dan telengas, bisa dipastikan mereka termasuk di antara lima puluh jagoan tangguh dunia persilatan.
Pada saat itulah mendadak Siau-hong roboh terkapar.
Bila ada orang yang tidak roboh ketika dikerubut banyak jago tangguh dalam situasi dan kondisi yang sama sekali tak terduga ini maka di dunia ini mungkin tak ada lagi orang yang bisa roboh terkapar.
Bagi seorang yang sudah lama berkelana dalam dunia persilatan, memiliki nama besar, punya banyak teman dan musuh, roboh terkapar artinya mati.
Benarkah Liok Siau-hong mati"
Tidak seorang pun percaya Liok Siau-hong mati, sekalipun ada orang melintangkan golok di atas tengkuknya, tak ada yang mau percaya bahwa Liok Siau-hong telah menemui ajalnya.
Tapi kali ini Liok Siau-hong benar-benar telah tewas, berangkat ke langit barat.
Sebenarnya apa yang telah terjadi"
Bersambung ke bagian 5
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
112 Bagian 5 Malam yang gelap di musim semi, hujan membasahi seluruh tanah perbukitan gunung Pa-san. Hujan di musim semi memang selalu mendatangkan kemurungan, apalagi bila berada di gunung Pa-san, tanah perbukitan yang sepi, jalan setapak yang berliku-liku, tebing dengan lumut yang hitam...
Banyak kejadian tragis yang menimpa para jago kenamaan dunia persilatan, terkubur di balik lumut tebal itu, entah berapa banyak kuntum bunga yang gagal mekar dan berubah jadi lumpur" Di atas tanah berlumpur tersisa bekas telapak kaki, tertinggal ketika hujan berhenti.
Malam ini hujan turun dengan derasnya. Hujan turun begitu deras hingga membentuk lapisan kabut berwarna putih, di ujung jalan setapak yang berliku-liku, berdiri sebuah To-koan (kuil kaum Tosu), sudah lama tak ada yang berziarah ke sana, jarang ada orang berkunjung ke sana hingga suasana angker di masa lampau kini mulai memudar.
Semenjak jago pedang dari bukit Pa-san yang sangat menggetarkan sungai telaga dengan ilmu pedangnya Si-cap-kau-jiu-hwe-hong-wu-liu-kiam (empat puluh sembilan jurus ilmu pedang tarian Hu), Ku-tojin, lenyap tak ada kabar beritanya, anak muridnya membubarkan diri. Dengan bubarnya para anggota kuil itu, lambat-laun kuil itu pun sepi dan terpencil, yang tersisa hanya cerita serta bekas guratan pedang di atas lapisan lumut.
Dalam dua tahun terakhir, setiap menjelang malam bulan purnama, para pemburu dan pencari kayu yang berdiam di sekitar sana kerap menyaksikan dari dalam ruang To-koan itu lamat-lamat muncul secercah cahaya lentera.
Ada lentera berarti ada orang. Siapa yang tinggal di situ" Kenapa"
Ketika hujan turun dengan derasnya, kembali cahaya lentera muncul di tempat itu. Seseorang duduk di bawah cahaya lentera, ia bukan anggota Pasan-bun, juga bukan seorang Tosu. Ternyata orang yang berdiam di kuil To-koan yang hening dan telantar selama dua tahun ini adalah seorang Hwesio.
Seorang Hwesio yang sering tidak makan sampai berhari-hari dan tidak mandi selama berbulan-bulan. Bahkan Hwesio ini tidak bicara dengan siapa pun sepanjang tahun.
Malam itu ternyata ada dua orang lagi yang muncul dalam To-koan itu. Dua orang itu mempunyai perawakan seimbang, mengenakan jas hujan Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
113 berwarna hitam dengan topi bulu berwarna hitam pula, topi lebar dikenakan rendah hingga nyaris menutupi seluruh mukanya.
Berjalan dari jalan setapak yang meliuk-liuk hingga ke tempat itu, entah berapa banyak rontokan bunga yang mereka injak hingga hancur, salah seorang di antaranya kelihatan amat lelah, sementara seorang yang lain harus sering berhenti untuk menggandengnya.
Hwesio di bawah lentera itu tahu kedatangan mereka. Tapi ia tidak bergerak, berpaling pun tidak. Walaupun cahaya lentera berkedip terhembus angin, Hwesio itu tetap tidak bergeming, bahkan bereaksi pun tidak, menanti kedua orang itu menyeberangi halaman di depan To-koan dan tiba di depan rumah kecil itu, Hwesio itu tetap tidak menunjukkan reaksi apapun, seakan sedang bersemedi.
Ketika ketukan pintu tidak ditanggapi, dua orang yang sedang kehujanan itu segera membuka pintu ruangan. Walaupun cahaya lentera tidak terlampau terang, namun lebih dari cukup untuk menerangi wajah kedua orang itu, juga menerangi mulut serta janggut mereka yang disembunyikan di bawah topi bulu. Janggut kedua orang itu runcing dengan guratan halus dan lembut, bibir mereka pun indah dan menawan.
Hanya perempuan yang memiliki bibir semacam ini, perempuan dengan bibir seindah itu jelas perempuan yang memiliki daya tarik luar biasa. Dua orang perempuan cantik, di tengah malam hujan deras naik ke bukit Pa-san untuk bertemu seorang Hwesio yang duduk bersemedi. Apakah mereka sudah gila"
Atau punya penyakit"
Kalau mereka tidak gila, tidak berpenyakit, kedatangannya pasti karena suatu masalah yang gawat dan serius. Persoalan apa yang telah memaksa kedua perempuan cantik itu naik ke atas gunung sepi untuk bertemu seorang Hwesio" Ketika kedua orang perempuan datang menemui seorang Hwesio, peristiwa apa yang bakal terjadi"
Hwesio yang belum kelihatan tua itu masih duduk tenang bagaikan pendeta tua.
Perempuan yang berjalan lebih cepat, kondisi badannya lebih baik dan perawakannya lebih tinggi, menggerakkan tangannya yang putih, gerakan yang indah bagai seorang penari, melepas topi bulu yang dikenakan di kepalanya, ketika tangannya diayunkan, butiran air hujan segera Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
114 berhamburan dari topinya, di bawah cahaya lentera, butiran air itu mirip seuntai mutiara yang berkilauan.
Rambut panjangnya yang semula terikat di balik topi segera terurai bersama dengan rontoknya butiran air hujan, lagi-lagi menutupi separoh wajahnya, tapi separoh wajahnya yang lain terlihat jelas, alis matanya yang hitam memanjang, matanya yang haius bening dengan sekulum senyuman yang lebih cerah daripada matahari di musim semi.
Hwesio itu tetap duduk tenang dengan mata memandang hidung, memandang ke hati, seakan tidak melihat di hadapannya telah berdiri seorang perempuan cantik.
Kelihatannya perempuan itu kenal si Hwesio, malah dengan sikap yang ramah dan hangat berseru, "Hwesio, orang lain bilang kau Lau-sit (JuJur) walau di dunia terdapat sepuluh laksa manusia, paling tidak ada sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang mengatakan kau jujur."
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "Tapi menurut aku, kau sama sekali tidak jujur!"
Perempuan ini memiliki perawakan tinggi semampai, ayu dan indah, bahkan gerak-geriknya halus dan lembut, hanya perempuan keturunan bangsawan atau berpendidikan tinggi yang memiliki penampilan seperti ini. Tapi begitu ia mulai berbicara dengan Hwesio rudin yang aneh dan misterius itu, sikapnya tiba-tiba berubah seperti seorang nikoh cilik yang tiap hari luntang-lantung dalam kuil Hwesio.
"Bagian mana yang tidak jujur?" akhirnya Hwesio itu buka suara.
"Terhadap orang lain kau mengaku hendak bersemedi di gunung Ngo-thay-san, tapi kau justru bersembunyi dalam To-koan ini, untuk menemukan kau, aku mesti naik ke langit turun ke bumi sampai berbulan bulan sebelum akhirnya menemukan kau, coba katakan, apakah ini jujur?"
Hwesio itu menghela napas panjang.
"Mau apa kau mencari aku?" tanyanya dengan wajah masam, "aku toh tidak suka makan kuah daging."
Ternyata perempuan ini tak lain adalah si Kuah daging yang belakangan termashur namanya karena kenakalan serta keusilannya. Bahkan Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
115 belakangan ada orang yang secara diam-diam memberi julukan lain kepadanya, si gula manis terbungkus kulit kerbau.
"Padahal kau seharusnya mengerti, aku mencarimu sudah pasti bukan kejadian baik."
"Omitohud, semoga Buddha melindungi, aku hanya berharap kedatanganmu kali ini bukan lantaran urusan jelek."
"Tidak, malah bagus sekali."
"Oya?"
"Kedatanganku karena ingin mewujudkan cita-citamu melakukan perbuatan setia-kawan, amal serta menanam kebajikan, bila kau bersedia melakukan dua kali lebih banyak, cepat atau lambat cita-citamu menjadi seorang Hohan pasti akan terwujud."
"Jadi Hohan" Hohan pencuri ayam?"
Si Kuah daging mengedipkan mata sambil tertawa cekikikan.
"Jadi Hohan pencuri ayam pun bagus, besar atau kecil tetap seorang Hohan, tidak selisih banyak jika dibanding Ciang-liong-hu-hou (menjinakkan naga menaklukkan harimau)."
"Siocia, ampunilah aku kali ini, kau kira aku benar-benar tak tahu apa maksud kedatangan kalian?"
"Jadi kau tahu?"
"Biarpun dipikir pakai pantat juga aku tahu, kalian datang pasti lantaran Liok Siau-hong hilang bukan" Maka sengaja minta aku pergi mencarinya. Namun aku tak akan melakukan perbuatan tolol itu."
Tiba-tiba sorot mata si Kuah daging berubah, bahkan seakan mengandung perasaan gelisah dan cemas.
"Kau memang tidak salah duga, Liok Siau-hong memang lenyap, hanya saja berbeda dengan keadaan sebelumnya."
"Apa bedanya?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
116 "Sebelum kepergjannya, ia tidak mengajakku cekcok, kepergiannya juga bukan lantaran perempuan lain. Sesaat sebelum pergi, aku sempat bertemu dengannya, konon ia pergi lantaran seorang sahabat karibnya tiba-tiba lenyap, ia ingin pergi ke tempat yang jauh sekali untuk mencari jejaknya, bahkan besar kemungkinanakan menjumpai mara bahaya."
Tampangnya seperti orang yang mau menangis. Katanya pula, "Sebetulnya aku sudah memutuskan untuk ikut pergi bersamanya, tapi diam-diam ia telah mengeluyur pergi, sejak itu, berita tentang dirinya hilang tak berbekas, coba, membikin cemas tidak?"
"Tidak, sedikitpun tidak mencemaskan, aku pernah meramal nasibnya, ia tak bakal mati."
"Bagaimanapun juga kau harus pergi mencarinya."
"Kenapa?"
"Karena kau adalah sahabat karibnya, siapa yang tidak tahu Lau-sit Hwesio adalah sahabat karib Liok Siau-hong, jika ia menjumpai bahaya dan kau menolak pergi mencarinya, apa kau tidak takut orang lain akan mati karena geli?"
Hwesio ini memang pendekar pengelana nomor wahid dari kalangan Buddha, orang memanggilnya Lau-sit Hwesio. Konon sepanjang hidup ia tak pernah mengucapkan kata-kata yang tidak jujur, tapi bila ada orang memaksanya bicara jujur, kemungkinan besar dalam waktu singkat orang itu sudah tak sanggup membuka mulut lagi.
Suatu ketika ia naik perahu menyeberangi sungai Huang-ho dan bertemu kawanan penyamun, ia bilang kantongnya kosong tak ada isinya, penyamun pun percaya perkataannya, ketika mereka pergi, ia segera menyusulnya sambil mengaku ia berbohong, bahkan menyerahkan uang perak yang dimilikinya kepada penyamun itu. Keesokan harinya, kawanan penyamun itu ditemukan tewas secara misterius dalam sarangnya.
Untuk menarik perhatian orang, si Kuah daging telah bersilat lidah mengemukakan banyak hal, sayang Lau-sit Hwesio seakan tak mendengar perkataannya itu.
"Percuma kau banyak bicara, aku sudah bilang tidak pergi. sampai mati pun tetap tidak pergi."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
117 "Sungguhkah?"
"Sungguh!"
"Tidak bohong?"
"Tidak."
Si Kuah daging menghela hapas panjang.
"Kalau begitu terpaksa aku harus bercerita."
Setelah menarik napas panjang, ia mulai bercerita, "Dulu ada seorang Hwesio, orang bilang ia sangat jujur, selama hidup tidak pernah makan barang berjiwa, terlebih tak pernah dekat perempuan bila bertemu perempuan, melirik pun tak berani ia lakukan, sebab sekali memandang, paling tidak ia akan memandang tujuh delapan ratus kali. Suatu kali, ternyata ia mulai berbicara soal cinta dengan seorang gadis, gadis cilik itu bernama Siau-to si kedelai kecil. Latar belakang kehidupan gadis cilik itu memang sangat mengenaskan, ia lahir dan tumbuh dewasa dalam rumah hiburan, badannya lemah dan penyakitan, maka si Hwesio yang konon amat jujur ini menaruh simpati kepadanya, kasihan kepadanya. Kalau terbatas kasihan saja sih tidak mengapa, lantaran kasihan tumbuh perasaan cintanya, sekali jatuh cinta habis sudah segalanya.
"Satu-satunya masalah yang patut disesali adalah ia lahir sebagai seorang Hwesio, tentu saja mustahil baginya untuk menebus gadis cilik itu dari rumah hiburan dengan uang tebusan ribuan tahil perak, tentu saja ia pun tak bisa merebut gadis itu secara terang-terangan dan membawanya lari dari situ. Maka si Hwesio yang sedang kasmaran itu terpaksa pergi dengan air mata bercucuran, ia bersembunyi di suatu tempat yang dianggapnya tak mungkin bisa ditemukan orang, menyesali semua perbuatan yang telah dilakukannya."
Bicara sampai di sini, si Kuah daging menghentikan ceritanya dan menatap wajah Lau-sit Hwesio sambil bertanya, "Menurut kau, menarik tidak cerita ini?"
Waktu itu paras Lau-sit Hwesio telah berubah pucat-pasi, kemudian baru ia menjawab, "Tidak menarik."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
118 "Ya, sama sekali tidak menarik, aku paling tidak suka mendengar cerita sedih yang memilukan hati."
Setelah menghela napas panjang, katanya pula, "Cerita ini adalah sebuah kisah nyata, ada orangnya dan kejadian sebenarnya."
"Oya?"
Kembali si Kuah daging menatap Hwesio itu, mendadak ia bertanya lagi,
"Tahukah kau, siapa si Hwesio yang kuceritakan tadi?"
"Aku ... ak tahu."
"Katakan saja!"
Keringat sebesar kedelai mulai bercucuran membasahi jidat Lau-sit Hwesio, jawabnya, "Hwesio itu adalah aku!"
Si Kuah daging segera tersenyum dan menghela napas panjang.
"Bagaimanapun Lau-sit Hwesio tetap adalah Lau-sit Hwesio, ternyata ia memang tak pernah berbohong."
Tiba-tiba ia menarik perempuan bermantel hitam di sisinya itu ke hadapan Lau-sit Hwesio, membantu melepas topi bulunya hingga tampak wajahnya yang kurus lemah dan basah oleh air mata.
"Coba kau perhatikan, siapa dia?"
Lau-sit Hwesio tertegun. Tentu saja ia tahu siapa perempuan itu, biar langit gersang bumi menua, rembulan sirna bintang berguguran, ia tak pernah akan melupakan perempuan ini.
Siau-to-cu, si kedelai cilik.
Air mata Siau-to-cu bercucuran membasahi pipinya bagaikan biji kedelai.
Menyaksikan wajah mereka berdua, sebetulnya si Kuah daging ingin tertawa, namun tak sanggup tertawa. Ia bahkan ingin pergi, pergi ke tempat yang jauh, agar mereka berdua bisa melakukan pertemuan tanpa diganggu siapa pun, agar mereka saling meluapkan perasaannya tanpa canggung.
Belum sempat ia berlalu, tiba-tiba Lau-sit Hwesio berseru, "Aku pun punya sebuah benda yang ingin kutunjukkan kepadamu."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
119 "Apa itu?"
Lau-sit Hwesio tidak menjawab, ia hanya menyingkap jubah pendetanya yang lebar dan bobrok itu perlahan, memperlihatkan sepasang kakinya.
Sekali lagi si Kuah daging tertegun. Ia saksikah sepasang kaki itu tidak mirip kaki, lebih tepat kalau dibilang dua batang ranting pohon yang baru ditebang, selain kurus dan lemah, pada hakikatnya seperti lapuk. Yang lebih tak terduga lagi adalah kedua kaki itu telah diborgol dengan seutas rantai yang besar.
"Gembokan ini buatan Jit-kiau-tong, sementara anak kuncinya telah kubuang ke dasar jurang, tak seorang pun di dunia ini yang sanggup membukanya lagi," Lau-sit menerangkan, "tiap hari dari bawah bukit sana akan datang seorang penebang kayu yang mengantar semangkuk nasi dan sayur serta sebotol air."
"Mengapa kau berbuat begitu?" tak tahan si Kuah daging bertanya.
Padahal ia pun tahu, tidak seharusnya ia bertanya, lagi pula pertanyaan itu cuma membuang waktu saja. Seseorang yang hidup terpencil di bawah cahaya lentera, di bawah hujan, di tengah gunung Pa-san, namun pikiran dan perasaannya justru berada di sisi seorang perempuan yang patut dikasihani, yang hidup di rumah bordil ....
Dalam keadaan seperti ini, mampukah ia mengendalikan diri" Sanggupkah ia mencegah keinginannya untuk bertemu kekasih hatinya"
Jika seseorang yang belum pernah jatuh cinta tiba-tiba jatuh hati, maka luapan perasaan cintanya pasti sukar dibendung, mampukah ia membendung luapan arus cinta yang tiba-tiba menjebol bendungan dan meluap kemana mana"
Bagaimanapun Lau-sit Hwesio adalah manusia, bahkan hidup dalam dunia persilatan, Rasul saja susah membendung perasaan cinta apalagi orang biasa"
Itulah sebabnya terpaksa ia gunakan cara itu untuk membelenggu diri sendiri, agar tidak menyusahkan orang lain, juga menyulitkan diri sendiri.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
120 Kelopak mata si Kuah daging mulai basah, basah oleh linangan air mata.
Apa lagi yang bisa ia katakan" Terpaksa ia pergi dari situ, tak disangka tiba-tiba Lau-sit Hwesio memanggilnya kembali.
Tentu saja dalam keadaan seperti ini sulit baginya untuk pergi mencari Liok Siau-hong, biarpun ia hadir, belum tentu Liok Siau-hong dapat tertolong.
Maka ujarnya kepada si Kuah daging, "Biarpun Liok Siau-hong liar, tidak pakai aturan dan suka cengar-cengir, bahkan kadangkala bicara ngawur dan seenaknya sendiri, namun ada kalanya ia pun bicara tulus dan jujur. Suatu ketika dalam mabuknya ia pernah mengucapkan sepatah kata, yang hingga kini tak pernah kulupakan."
"Apa itu?"
"Ia bilang, di hadapan orang ini, ia tak pernah bicara sembarangan"
"Kenapa?"
"Karena hanya orang ini yang sanggup membunuhnya, bila sudah tiba saat yang paling berbahaya dan kritis, hanya dia seorang yang sanggup menolongnya."
"Siapa?"
"Sebun Jui-soat!"
--00-- Sebun Jui-soat, baju putihnya bersih bagai salju, perasaannya juga dingin dan membeku bagaikan salju. Sepanjang hidup belum pernah ia mencintai seseorang, sekalipun pernah jatuh cinta, ia tak pernah mau mengenang kembali kisah masa lampau yang memedihkan hati itu. Ia tak punya sanak saudara, juga tak punya teman, bahkan musuh besar pun tak punya, kecuali sebilah pedang, ia tak memiliki apapun.
Bagaimana mungkin menggerakkan hati orang semacam ini"
"Aku tahu, suatu kali hanya gara-gara ingin menjajal apakah kedua jari Liok Siau-hong mampu menjepit pedangnya, ia bahkan tak segan menantangnya berduel," ujar si Kuah daging, "ia bahkan tak ragu membantai Siau-hong."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
121 "Aku pun pernah mendengar cerita ini, peristiwa itu terjadi setelah kejadian di Yu-leng-san-ceng (perkampungan roh), tepatnya tepi Ciat-kiam-ti (kolam melepaskan pedang) Bu-tong-san."
"Tapi ia toh tidak turun tangan?"
"Ya, karena ia anggap perasaan Siau-hong sudah mati, artinya orangnya pun sudah mati."
"Tapi sekarang kemungkinan besar Liok Siau-hong benar-benar sudah mati,"
ujar si Kuah daging sedih.
"Selama ia belum mati, hanya Sebun Jui-soat yang dapar menyelamatkan jiwanya, aku tak pernah berbohong, ilmu pedarig Sebun Jui-soat bukan cuma nomor satu, ketenangan serta kecerdasannya pun tiada tandingan di kolong langit."
"Hwesio, kau jujur, aku percaya padamu, tapi aku tidak tahu dengan cara apa membujuknya agar ia mau pergi menolong Liok Siau-hong?"
"Aku sendiri tak tahu."
"Mana mungkin kau tidak tahu?" desak si Kuah daging.
"Karena aku kehabisan akal, biarpun kau bisa menyuruh orang mati bicara lagi, terhadapnya benar-benar tak ada cara lain."
Dengan sorot mata jujur terselip kelicikan dan kemisteriusan, ditatapnya si Kuah daging beberapa saat, lalu ujarnya, "Aku punya satu perkataan untukmu dan kau mesti mengingatnya baik-baik."
Apa yang diucapkan Lau-sit Hwesio tentu saja merupakan kata yang jujur, biasanya perkataan jujur banyak gunanya, tak heran si Kuah daging mendengarkan perkataannya dengan seksama.
Siapa sangka Lau-sit Hwesio hanya mengucapkan delapan patah kata, cukup membuat orang mati lantaran dongkol.
"Kalau tak ada cara, berarti pasti ada cara".
Hwesio memang suka bicara terselubung, dialah Hwesio yang tahu aturan.
Namun dalam pendengaran si Kuah daging, ucapan itu tak beda dengan serentetan kentut, kentut yang paling bau!
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
122 --00" Waktu itu Sebun Jui-soat sedang duduk di sebuah batu karang di puncak bukit sambil memandang kejauhan.
Menjelang senja, awan tipis melayang di atas permukaan nan menyelimuti seluruh pemandangan, tak ada yang bisa dilihat, apapun tak terlihat.
Bagi pandangan seseorang yang kehidupannya belum dimulai atau sudah puas dengan kehidupannya, pemandangan semacam ini nanyalah selapis kehampaan, mungkin juga sebuah lukisan belaka, yang dapat membuat gembira, memperoleh sedikit kenikmatan dalam ketenangan.
Namun bagi pandangan Sebun Jui-soat, lapisan kehampaan itu justru wadah kehidupan itu sendiri.
Dari balik kehampaan, ia dapat melihat banyak hal yang tak dapat dilihat di tempat lain, pada saat dan keadaan seperti ini, ia bisa melihat bagian mana dari dirinya yang paling sempurna.
Dalam sepuluh tahun terakhir, Sebun Jui-soat nyaris tak punya kesempatan melihat diri sendiri, karena hati serta matanya sudah tertutup oleh lapisan darah, juga selapis salju. Salju yang sangat dingin dan membeku.


Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Manusia seperti apakah Sebun Jui-soat" Orang tahu siapa Sebun Jui-soat, tapi berapa banyak di antara mereka yang mengetahui asal-usul, pikiran, perasaaan serta masa lalunya"
Jangankan orang lain, ia sendiri pun tidak tahu. Bukannya tak tahu, tapi sudah melupakannya.
Mampukah ia melupakannya" Dalam kehidupan, hal apa lagi yang lebih sulit daripada melupakan semua urusan"
Ia harus membayar mahal untuk melupakan segalanya.
Tiba-tiba Sebun Jui-soat teringat Liok Siau-hong, tidak seharusnya dalam keadaan dan saat seperti ini teringat padanya.
Kesedihan paling besar manusia adalah seringkali teringat orang yang tidak seharusnya diingat dan masalah yang tidak seharusnya dibayangkan.
Sudah hampir dua puluh tahun lamanya Sebun Jui-soat kenal Liok Siau-hong.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
123 Dua puluh tahun adalah waktu yang sangat panjang, ada orang yang begitu dilahirkan langsung mati, ada yang baru hidup beberapa hari sudah mati, bagi mereka, dua puluh tahun boleh dibilan waktu yang luar biasa.
Bagi seorang istri yang belum lama dinikahi, bila suaminya mati setelah tiga tahun menempuh perkawinan yang bahagia, maka dua puluh tahun akan amat menyiksa dan tak bahagia.
Bagi seorang tua renta, walaupun ia tahu mustahil hidup dua puluh tahun lagi, namun kenangan dua puluh tahun berselang tetap akan menjadi kenangan yang sulit dilupakan.
Karena dalam kehidupan, tentu terdapat dua puluh tahun kehidupan yang penting, tiap hari selama dua puluh tahun itu bisa terjadi suatu peristiwa yang dapat mengubah jalan hidupnya.
Itulah sebabnya tiba-tiba Sebun Jui-soat teringat Liok Siau-hong.
Sudah dua puluh tahun ia berkenalan dengan Siau-hong, tapi pengetahuannya tentang orang itu tetap amat sedikit.
Ia belum pernah tahu Liok Siau-hong dilahirkan dari keluarga macam apa, ia pun tak tahu orang yang bernama Siau-hong ini tumbuh dewasa dalam lingkungan bagaimana.
Mungkin disebabkan ia memang tak pernah mencari tahu.
Keadaan seperti ini memang sering terjadi antar teman, biarpun sering berkumpul dan bergaul, namun tak pernah terlintas dalam benak mereka untuk menggali lebih jauh masa lalu sahabatnya, terlebih ingin tahu rahasia pribadinya.
Pergaulan dalam dunia persilatan didasari rasa saling percaya serta setia-kawan, selama kau menghadapi aku dengan sikap seorang jantan, biarpun kau cuma seorang telur busuk, hal itu bukan masalah.
Sayang di dunia ini tidak banyak lelaki yang benar-benar jantan, tak banyak lagi yang berjiwa ksatria.
Kalau ada orang mengatakan Liok Siau-hong bukan lelaki jantan, bukan seorang ksatria, lebih baik orang itu segera bersembunyi di kuil tengah gunung dan minta perlindungan Buddha agar ia tidak ditemukan para sahabat Siau-hong.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
124 Minta perlindungan Buddha agar tidak ditemukan Sebun Jui-soat.
Sebun Jui-soat sanggup melakukan perjalanan jauh, tidak mandi tidak tidur, puasa lima hari lima malam dan melakukan pembunuhan demi seorang yang sama sekali tak dikenalnya, bahkan demi seseorang yang belum pernah dijumpainya.
Ia melakukan karena rela dan senang. Dan ia tidak pernah memikirkan berhasil atau gagal, menang atau kalah, mati atau hidup dalam tugasnya itu.
Bagaimana kalau ia tak mau"
Kalau begitu, menyerah saja, karena biarpun kau ajak semua temannya, berlutut tujuh hari tujuh malam di depan pintu rumahnya, ia akan menganggap dirimu seperti angin, seakan tak ada bayangan manusia di situ.
Termasuk demi Liok Siau-hong sekalipun!
Bila ia tak mau, sekalipun ada orang menusuk mampus Liok Siau-hong di depan matanya, ia pun seakan tidak melihat.
Yang terlihat oleh Sebun Jui-soat hanya pedangnya!
Matahari senja tiba-tiba muncul dari balik kabut putih yang menyelimuti permukaan tanah, sinar yang terpancar tampak berwarna merah.
Di saat matahari senja memancarkan sinarnya yang paling merah, itulah pertanda sang surya akan tenggelam.
Bagaimana dengan manusia" Apakah manusia pun akan menunjukkan gejala seperti ini"
Sebun Jui-soat tak pernah berpikir ke situ, tak ada manusia yang bisa lolos dari kesedihan, kenapa harus dipikirkan" Kalau sudah dipikir, lantas apa yang dapat diperbuat"
Ia hanya tahu, sekarang tentu sudah ada orang hendak menantangnya berduel.
Meski pikiran itu hanya merupakan firasatnya.
Sudah dua puluh tahun ia malang melintang di sungai telaga, tak terhitung berapa kali keluar masuk antara mati dan hidup, kini ia masih segar bugar, Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
125 tentunya sama seperti para pembunuh lain yang termashur di kolong langit, memiliki firasat, memiliki daya cium melebihi hewan buas.
Kali ini dengan menempuh perjalanan ribuan li, tanpa tidur tanpa mandi, bahkan berpuasa, mendatangi puncak bukit ini kedatangannya karena ia punya janji.
Janji pada saat ini, bertemu di tempat ini.
Ia tidak tahu siapa yang telah membuat janji dengannya, tapi orang itu berani mengundangnya, tentu orang yang berbobot, penuh percaya diri, percaya pada kekuatan serta ilmu pedangnya.
Tidak semua orang dapat berbuat demikian, tak semua orang punya keberanian untuk berbuat begitu.
Siapakah dia"
MenGapa ia mengundang Sebun Jui-soat yang tak pernah kalah, tak pernah meninggalkan mangsanya dalam keadaan hidup untuk bertemu di sini"
Di saat matahari senja mulai tenggelam di balik bukit, cahayanya merah bagai pipi seorang gadis pemalu, tapi kini lebih mirip darah segar yang menetes dari tubuh seorang musuh besar.
Seseorang perlahan-Iahan berjalan menaiki puncak bukit itu.
Jika ia meluncur datang dengan menggunakan Ginkang atau melompati tebing dengan gerakan tubuh yang lincah dan gesit, orang ini belum terhitung lawan yang patut diperhatikan.
Orang itu berjalan sangat lambat, seperti seorang suami yang sedang menuntun bininya balik ke dalam kamar di tengah malam buta, begitu ringan, lambat dan hati-hati, seakan takut bersuara, berjalan dengan melepas sepatu agar tidak bersuara.
Tapi orang yang berjalan naik ke puncak bukit justru mengenakan sepatu laras panjang yang amat berat, rasanya tidak ada yang lebih berat dari sepatu itu.
Sepatunya itu terbuat dari besi.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
126 Seandainya di situ hadir seorang pandai besi berpengalaman dan menyuruhnya memperkirakan berat sepatu yang dikenakan orang itu, paling tidak berbobot lebih dari paha orang tergemuk di dunia.
Bobotnya memang sulit diperkirakan, paling tidak mencapai empat belas kati.
Jika bobot sebuah kaki adalah sepuluh kati, berarti sepasang kaki dua puluh kati, dengan mengenakan sepatu besi berbobot dua puluh kati, tentu akan menimbulkan suara gemuruh, apalagi rnenelusuri jalanan gunung yang berliku-liku, naik turun dan curam, terlebih lagi orang ini termasuk super gemuk.
Si super gemuk dengan sepasang sepatu besinya itu dapat berjalan santai menelusuri jalan perbukitan yang curam, bahkan suaranya begitu ringan, nyaris tidak menimbulkan suara, seperti seorang yang sedang menyelinap ke dalam dapur untuk mencuri makanan.
Perawakan orang ini tinggi besar, kekar dan gendut, tapi bisa bergerak seenteng kupu-kupu.
Kepala besar dengan telinga lebar, alis tipis, muka bersih, sekulum senyuman selalu menghias ujung bibirnya hingga mirip Buddha tertawa, tapi begitu tahu orang ini, orang lebih suka melihat setan jelek ketimbang bertemu dengannya.
Sebun Jui-soat tidak berpaling, baginya tak seorang pun di dunia ini yang berharga untuk ditengok.
Orang itu tak berniat mengusiknya, juga tidak menendangnya memakai sepatu besinya, pelan-pelan dari bungkusan kain di punggungnya ia keluarkan sepotong daging sapi, dua ekor ayam goreng, delapan belas potong daging panggang Cha-siu, seekor babi panggang utuh, empat puluh biji bakpao, tujuh puluh potong kue lapis, ditatanya dengan rapi di atas selembarkain bersih, kemudian ia duduk di sisinya dengan tenang.
Duduk di situ, tidak menggerakkan tangan, tidak pula menggerakkan mulut, duduk persis berhadapan dengan tumpukan makanan yang lezat, ia hanya menonton tanpa mencicipi.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
127 Sebun Jui-soat tidak bergerak, apalagi meliriknya, tiba-tiba katanya, "He, si kurus, aku tahu bukan kau, maka kau tak bakal mati, tapi tidak seharusnya kau kemari."
Orang bersepatu besi itu tiba-tiba gemetar keras, persis seekor babi yang sedang direndam dalam kuali berminyak.
Ia bukan si kurus, ia sangat gemuk, kalau Sebun Jui-soat sedang memperingatkan si kurus, kenapa si gemuk yang ketakutan"
Si gemuk takut kurus, karena sejak kecil ia kurus, maka ia mengenakan sepatu besi yang besar, karena itu setiap hari ia melalap berbagai hidangan yang bisa membuatnya gemuk.
Jika seorang bersantap dengan cara begini, bagaimana mungkin tidak menjadi gemuk"
Demi menambah bobot badannya, sejak kecil ia mulai membiasakan diri berjalan memakai sepatu besi, kalau manusia semacam ini tidak memiliki Ginkang yang tinggi, siapa yang mau percaya"
Sekarang ia sudah gemuk, sedemikian gendutnya hingga tak mungkin lebih gemuk lagi.
Biarpun ia membawa berbagai hidangan kegemarannya, ia hanya bisa menonton, tak bisa mencicipinya.
Si kurus ceking ini tak lain adalah Toa-ku (si Genderang besar), pembunuh bayaran paling tersohor yang telah menggetarkan sungai telaga sejak tiga tahun berselang.
Perutnya memang gemuk bagai genderang, napasnya juga keras seperti genderang, bahkan bentuk tubuhnya tak jauh beda dengan sebuah genderang.
Orang itu sangat bersahaja, tak ada yang aneh, tak ada yang mencolok dan menarik perhatian, siapa yang menaruh waspada terhadap manusia macam ini"
Tidak heran dalam sembilan belas bulan terakhir, jagoan tangguh yang tewas di tangannya melebihi orang yang tewas di ujung pedang Sebun Jui-soat.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
128 Tapi Sebun Jui-soat tahu, kedatangan orang ini bukanlah untuk memenuhi janji.
Si kurus yang-sangat gemuk ini, biar sudah menelan obat pemabuk milik Mokau pun tak akan berani mengusik Sebun Jui-soat.
Lalu siapa yang berani mengganggu Sebun Jui-soat"
Tiba-tiba dari bawah tebing kembali berkumandang suara derap langkah manusia, suara langkah yang amat berat, seakan ada orang gemuk dengan berat delapan ratus kati sedang berjalan dengan memakai sepatu besi.
Belum orang itu tiba di atas puncak bukit, Sebun Jui-soat sudah tahu orang ini tidak gemuk, tidak berat, bahkan memakai sepasang sepatu sulam yang halus, tipis dan lembut.
Begitu mendengar suara langkah orang itu, perasaan tegang yang semula mencekam wajah manusia bersepatu besi itu lambat-laun kendor kembali, sebaliknya sorot mata Sebun Jui-soat justru berubah merah bagai darah, dingin bagai salju.
Seorang perempuan muncul di puncak bukit, perawakannya tinggi kurus dengan wajah tirus, alis matanya lentik, di balik kegarangan terselip sifat genit. Biarpun tidak cantik, tapi penuh daya tarik.
Dia hanya mengenakan mantel bulu rase yang pendek sekali, sedemikian pendeknya sampai kelihatan sepasang kakinya yang ramping dan jenjang, mengenakan sepatu kain bersulam bunga.
Perempuan itu begitu ramping, tinggi semampai, mengapa waktu berjalan justru menimbulkan suara langkah yang lebih nyaring ketimbang langkah si Genderang besar"
Jawabannya hanya satu.
Ia memang sengaja berbuat begini, sengaja menarik perhatian, untuk memamerkan kepandaian silatnya.
Gwakangnya sangat istimewa, kepandaian yang sudah lama punah dari dunia persilatan, di saat diperlukan, ia mampu merubah tubuhnya menjadi lebih berat beberapa ratus kati.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
129 Belum pernah ada perempuan berlatih Gwakang, terlebih belum ada perempuan yang berhasil mempelajarinya.
Itulah sebabnya ia selalu bangga atas kemampuannya ini.
Ia menyebut diri si Sepatu bersulam bunga.
Tentu saja itu bukan nama asli, tapi mereka yang kenal perempuan ini, siapa pun tidak tahu ia masih memiliki nama lain.
Ketika si Sepatu bersulam bunga naik ke atas bukit, sama halnya si Genderang besar, ia pun membawa sejumlah barang yang sangat aneh.
Tentu saja barang yang dibawanya bukan makanan.
Yang ia bawa adalah sebuah sending, almari sisir, seperangkat alat judi yang disimpan dalam sebuah kotak gading, di antaranya termasuk juga sepasang gundu, seperangkat kartu pay-kiu serta empat pasang kartu.
Di belakang perempuan itu mengintil seorang bocah lelaki bertampang ganteng, ia memikul seperangkat kain selimut dan sebuah permadani.
Seorang perempuan yang benar-benar sangat aneh.
Sebun Jui-soat masih memandang kejauhan, tak berpaling.
Paras muka si Genderang besar mulai berubah, sepasang matanya melotot.
Mereka tahu asal-usul serta latar belakang perempuan ini.
Ia termasuk salah satu pembunuh besar yang muncul beberapa tahun belakangan ini, kemampuannya melebihi si Genderang besar, ia menguasai kepandaian istimewa yang tak dapat dilakukan orang lain.
Konon uang yang berhasil ia kumpulkan jauh lebih banyak ketimbang gabungan uang yang dikumpulkan keempat rekannya.
Begitu bersua si Genderang besar, si Sepatu bersulam bunga tertawa, ketika tertawa ia nampak genit dan merangsang.
"Genderang besar, orang bilang bila hati lega badan pun gemuk, kelihatannya kau selalu hidup lega dan gembira sehingga badanmu makin lama semakin bertambah mekar."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
130 "Apa gunanya badan bertambah mekar, berapa sih harga sekilo daging"
Kalau bisa membuat kaya, itu baru kepandaian."
"Betul juga perkataanmu."
"Makin hari kau makin bertambah kaya, bahkan beberapa bank di wilayah San-say pinjam uang darimu?"
"Memang benar apa yang kau dengar, biarpun duit makin banyak tapi masalah makin menumpuk, aku memang sejak lahir sudah berbakat mencari duit."
Dengan bersungguh-sungguh, tanyanya lagi, "Pernahkah kau mendengar uang yang berhasil kukumpulkan jauh lebih banyak ketimbang uang kalian?"
"Ya, betul."
"Padahal kau tahu, tarifku membunuh orang sama seperti tarif yang kalian tawarkan?"
"Aku tahu."
"Kenapa bisa begitu?"
Tanpa menunggu jawaban, ia meneruskan, "Sebab aku pandai mencari duit, pekerjaan apapun kukerjakan, tidak seperti kalian, hanya mau mengerjakan pekerjaan kuno nomor dua saja, padahal pekerjaan kuno nomor satu pun tetap kulakukan."
"Aku tahu pekerjaan kuno nomor dua adalah membunuh orang, tapi apa pekerjaan kuno nomor satu?"
"Tentu saja menjual badan!" sahut si Sepatu dengan wajah tak berubah,
"usaha dagang paling kuno sepanjang sejarah adalah menjual badan."
Si Genderang tersenyum mirip senyuman orang yang mau muntah. Tapi si Sepatu seperti belum merasakan hal itu.
"Apa yang diinginkan orang lain, aku berusaha memenuhi, minta aku membunuh orang, boleh saja, asal membayar sepuluh laksa tahil, akan kucabut nyawa orang itu dan tak bakal meleset. Minta aku berjudi, boleh saja, aku punya sekeping lencana, siapa pun yang mau bertaruh denganku pasti akan kulayani, peduli uangnya baru digali dari kuburan nenek moyangnya atau bukan, aku tetap akan menangkan habis-habisan."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
131 "Bagus," puji si Genderang sambil bertepuk tangan.
"Orang lain ingin aku menyanyi, asal mau membayar lima ribu tahil per lagu, aku akan menyanyi untuknya."
"Lima ribu tahil per lagu" Apa tidak terlalu mahal?"
"Tidak, malah terlalu murah."
"Siapa yang sudi membayar lima ribu tahil perak hanya untuk mendengar sebuah lagumu?"
"Banyak."
"Memangnya mereka sudah gila?"
"Tidak."
"Apakah suaramu lebih merdu daripada orang lain?"
"Tidak, bedanya hanya status si penyanyi, coba bayangkan, betapa bangga dan bergengsinya para orang kaya mendadak itu bila dapat mengundang salah satu pembunuh bayaran paling tersohor membawakan sebuah lagu dalam pestanya?"
"Betul juga perkataanmu."
"Jika mereka mau membayar, lantas kau bernyanyi?"
"Tentu."
"Jadi lumrah bukan uang yang berhasil kukumpulkan jauh lebih banyak ketimbang kalian" Apalagi aku pun bersedia tidur dengan orang."
"Tak heran kau selalu membawa permadani dan selimut."
"Betul, kalau permadani dan selimut selalu tersedia, aku jadi lebih leluasa, kalau kau ingin tidur denganku, boleh saja, bayar sepuluh laksa tahil, begitu uang kuterima, aku segera buka celana."
"Masa harga menidurimu sama mahalnya dengan membunuh orang?"
"Tentu."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
132 Si Genderang besar mengamati perempuan itu dari atas hingga ke bawah berulang kali, kemudian menggeleng kepala sambil bergumam, "Tidak kusangka, sungguh tidak kusangka."
"Aku paham maksudmu," Sepatu bersulam mengangguk sambil tertawa, ia sama sekali tak marah, "kau anggap wajahku jelek, badanku kurang montok dan menurutmu tak berharga sepuluh laksa tahil, cuma ...."
Belum perempuan itu selesai bicara, si Genderang segera menyela, "Cuma lantaran kau adalah si Sepatu bersulam bunga yang termashur, biar mukamu jelek, badan kerempeng, payudara lembek, umur sudah tua, tapi masih banyak orang yang mau tertipu dan mengajak kau tidur?"
"Tepat sekali. Bila kau ingin mencicipi badanku, boleh saja, aku akan memberi diskon separoh harga."
Langit lambat laun bertambah gelap, malam sudah tiba, Sebun Jui-soat masih duduk tak bergerak, duduk di atas batu cadas bagai sebuah patung.
"Siapa sih orang itu?" bisik si Sepatu bersulam bunga tiba-tiba.
"Masa kau tidak tahu?"
"Sejak tadi hanya kau yang kuperhatikan."
"Dan sekarang?"
"Seorang yang bukan patung batu juga bukan patung kayu, tapi duduk tanpa gerak sejak tadi, biarpun tidak menarik terpaksa harus kau perhatikan juga, apalagi setiap kali aku memandang ke situ, tanpa terasa badanku bergidik."
"Kalau begitu, aku ingin bertanya."
"Tanyakan saja."
"Apa maksud kedatanganmu" Apa ada orang menyewamu untuk membunuh orang?"
"Mungkin begitu! Orang itu sudah membayar sepuluh laksa tahil, memangnya aku disuruh kemari untuk menemaninya tidur?"
"Jadi kau sudah tahu siapa korbanmu?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
133 "Belum."
"Kalau begitu, cepatlah berdoa kepada Buddha untuk mohon perlindungannya."
"Berdoa kepada Buddha?"
"Ya, berdoa pada Buddha minta perlindungan. Langgananmu belum gila, jadi tak mungkin dia menjadi sasaranmu."
Tanpa terasa si Sepatu bersulam bunga berpaling, orang itu masih duduk mematung di atas batu cadas.
"Darimana kau tahu kalau bukan dia" Siapa dia?"
"Sebun Jui-soat!"
Sepatu bersulam bunga tertegun, benar-benar terkesima dan berdiri mematung.
Sebun Jui-soat" Belum pernah ia ketakutan sehebat ini sehabis mendengar nama itu, padahal selama hidup ia tak pernah takut kepada siapa pun.
Tapi kini tiba-tiba tubuhnya membeku, menggigil kedinginan, bulu kuduknya berdiri.
Di balik kegelapan malam yang mulai mencekam, baju putih Sebun Jui-soat nampak bersih bagaikan salju.
Saat itulah sekonyong konyong muncul dua buah cahaya lentera membelah kegelapan, sambil menggendong tangan di belakang, mereka muncul dari ujung jalan dan berjalan mendekat, mereka pun mengenakan baju serba putih.
Kedua orang yang membawa lentera itu adalah perempuan cantik dengan dandanan keraton, rambutnya disanggul tinggi pinggangnya ramping, kakinya jenjang dan mulus, penampilannya anggun, sekalipun bukan dayang keraton, paling tidak mereka adalah "perempuan cantik berkarya" yang dididik Ban-hujin.
Kedua orang gadis itu tidak hanya cantik dan indah dalam penampilan, mereka pun memiliki gerak tubuh yang ringan dan lincah, jelas kepandaiannya cukup hebat, kalau tidak, mana mungkin mereka dapat menelusuri jalan perbukitan di tengah malam buta dengan ringannya.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
134 Di belakang mereka menyusul seorang berbaju putih, seorang pemuda berwajah putih dengan pakaian putih bagai salju, putih wajahnya tak beda dengan putihnya baju.
Sebuah ikat pinggang melilit di pinggangnya dengan sebilah pedang tergantung di sana, baik pedang maupun ikat pinggang, semuanya tak ternilai.
"Menurutmu bagaimana dengan orang irii?" kembali si Sepatu bertanya kepada si Genderang.
"Orang ini ganteng sekali, benar-benar menarik, bukan cuma tampangnya, lagaknya pun hebat, penuh semangat."
"Dia pun berduit!"
"Benar."
"Diakah yang telah membayarmu?"
"Tepat sekali."
"Kebetulan sekali, aku pun disewa olehnya, maka sejak tadi aku sudah berdoa minta perlindungan Buddha," kata si Genderang sambil tertawa getir.
Tiba-tiba pemuda berbaju putih itu tersenyum, katanya, "Aku tidak minta kalian datang membunuh Sebun Jui-soat, hanya orang gila yang akan berbuat begitu!"
Tampaknya si Sepatu merasa tidak puas, tanyanya cepat, "Kau anggap Sebun Jui-soat takkan mempedulikan kita?"
"Bukan begitu maksudku, bila sekarang aku minta kalian membunuh Sebun Jui-soat, kalian pasti akan membunuhku terlebih dulu."
Sambil tersenyum ia pun melanjutkan, "Membunuhku tentu jauh lebih mudah ketimbang membunuhnya."
"Benar," Sebun Jui-soat yang sejak tadi bungkam tiba-tiba bicara,
"membunuh kau gampang, membunuh aku susah!"
Lalu dengan suara yang lebih dingin dari es, katanya pula, "Sayang, mereka pun tak sanggup mernbunuhmu!"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
135 "Kenapa?"
"Sebab begitu mereka bergerak, kedua orang itu akan tewas lebih dulu di ujung pedangku."
"Pedangmu?"
"BeNar, pedangku!"
"Kenapa aku tidak melihat pedangmu?"
Sebun Jui-soat tidak menjawab, ia memang tak perlu menjawab, untuk apa ia memperlihatkan pedangnya"
"Kau tak ingin mereka membunuhku, lalu untuk apa mereka kemari?"
tanyanya dingin.
"Karena aku ingin kau tahu bahwa aku adalah seorang yang mempunyai kedudukan terhormat, bukan cuma bisa mengundangmu kemari, bahkan dapat pula memerintahkan kedua orang pembunuh kenamaan itu membukakan jalan bagiku dan menanti kedatanganku di sini," jelas pemuda berbaju putih itu, "paling tidak aku ingin kau paham bahwa aku bukan manusia sederhana."
"Oh, jadi kau menghamburkan uang hanya untuk mengundang mereka, ingin menunjukkan kepadaku status sosialmu?"
"Benar."
"Kalau kau memang berkedudukan tinggi, apa pula maumu datang kemari"
Kenapa mengundangku untuk bertemu di sini?"
"Menurut kau?"
"Menurut pendapatku, kedatanganmu hanya untuk mengantar kematian."
Pemuda berbaju putih itu tertawa keras.
"Jika aku yang masih muda, banyak duit, gagah, ganteng, punya kedudukan, bahkan punya kekayaan berlimpah ingin mati, mungkin orang lain di dunia ini sudah mampus semua."
Memang ucapan ini benar dan sangat tepat.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
136 Katanya pula, "Maksud kedatanganku tak lain hanya ingjn meminjam pedangmu."
Sebun Jui-soat tidak menjawab, ia bungkam. Yang bisa ia lakukan memang hanya tutup mulut karena tak tahu harus bicara apa. Sejenak kemudian baru ia berkata, "Pedangku hanya untuk membunuh manusia."
Ia memang hanya mampu mengucapkan beberapa patah kata, sebab sudah lama tidak bicara.
"Bagus," pemuda berbaju putih itu bertepuk tangan memuji, "pedang ksatria kalau bukan dipakai untuk membunuh orang, memangnya mau dipakai membunuh babi atau anjing" Aku ingin meminjam pedangmu karena ingin memintamu pergi membunuh orang."
"Membunuh siapa?"
"Membunuh orang yang ingin mencelakai jiwa Liok Siau-hong."
Liok Siau-hong" Sudah lama ia tak bersua dengan Liok Siau-hong, sejak duel dua jago pedang di istana terlarang, entah sudah berapa tahun mereka tak berjumpa.
Sorot mata Sebun Jui-soat mencorong terang, namun dingin dan membeku, menatap pemuda berbaju putih itu.
"Bila kau ingin membunuh orang yang berencana mencelakai Liok Siau-hong, tidak seharusnya kau datang mencariku."
"Kenapa?"
"Karena yang menjadi sasaran adalah Liok Siau-hong, bukan aku, apa sangkut-pautnya dengan aku," jawab Sebun Jui-soat ketus. "Bila kau ingin membunuhnya, carilah orang lain."
"Siapa?"
"Liok Siau-hong! Bila kau ingin membunuh musuh besarnya, tentu saja harus mencari dia lebih dulu."
Ucapan yang masuk akal dan sejujurnya. Tapi intinya adalah "Urusan yang dapat ditangani Liok Siau-hong, kenapa aku mesti ikut campur?"
"Kalau dia sendiri pun tak sanggup menangani?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
137 "Biarkan saja dia mati!"
"Kalau aku nekat memaksamu melakukan pekerjaan ini, apakah kau akan membunuhku lebih dulu?"
"Benar."
"Dan aku harus segera mati?"
"Benar."
Jawaban Sebun Jui-soat memang selalu singkat, langsung dan tegas, persis seperti gerakannya ketika membunuh orang.
Pemuda berbaju putih itu tertawa. Apabila Sebun Jui-soat memutuskan untuk membunuh, berarti orang itu pasti mati. Kini Sebun Jui-soat memutuskan akan membunuhnya, tapi ia masih sanggup tertawa, bahkan riang sekali suara tawanya.
Kejadian yang mencengangkan, bahkan si Genderang besar serta si Sepatu bersulam bunga pun ikut terkesima.
"Sebun Jui-soat, aku tahu kau memang hebat, kemampuanmu membunuh orang ibarat orang lain memotong wortel, bila ingin membunuhku, gampang sekali," kata pemuda baju putih.
Suara tawa pemuda berbaju putih bukan saja sangat riang, bahkan membuat orang lain merasa gembira.
"Tadi kau mengatakan ilmu silatku sangat cetek, sedang si Genderang besar dan si Sepatu bersulam bunga walau terhitung pembunuh bayaran kelas satu, namun berhadapan dengan Sebun Jui-soat, mungkin mau bergerak pun mereka tak berani."
Si Genderang maupun si Sepatu tak bisa menyangkal, juga tak berani menyangkal.
Maka pemuda berbaju putih melanjutkan, "Ketika mendengar kau akan membunuhku, semestinya aku merasa ketakutan setengah mati, tapi nyatanya aku tidak takut kepadamu."


Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lalu tanyanya pada Sebun Jui-soat, "Kau tahu kenapa?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
138 Sebun Jui-soat memandangnya. sorot matanya tidak sedingin tadi, seakan tidak melihat apapun, seolah sedang melihat sebuah kekosongan.
"Aku tidak takut kepadamu karena aku tahu kau tak akan membunuhku, dan tak bisa membunuhku," kembali pemuda ilu melanjutkan.
Ternyata Sebun Jui-soat memang tidak mencabut pedangnya.
"Sebun Jui-soat membunuh orang dalam sekejap mata, dalam sekedipan mata dapat membunuh berpuluh orang, tapi terhadap seorang rakyal kecil yang lemah tak berdaya, atas dasar apa aku katanya Sebun Jui-soat tak berani membunuhku?"
Kembali pemuda berbaju putih itu memperlihatkan sinar mata aneh, lanjutnya, "Tentu saja aku berani bicara karena punya alasan paling tidak, ada beberapa alasan."
Tak seorang pun dapat menduga apa alasannya, karena setiap kali Sebun Jui-soat ingin membunuh orang, tak ada alasan apapun di dunia ini yang sanggup menghalangi niatnya.
Tapi pemuda berbaju putih itu begitu yakin, benarkah alasan itu sangat manjur" Apa alasannya"
Alasan yang dikemukakan pemuda berbaju putih itu tentu saja sangat kuat, bahkan alasan yang tidak terduga siapa pun.
Masih banyak persoalan yang hendak diucapkan, siapa sangka Sebun Jui-soat telah menukas, "Padahal kau tak punya alasan apapun, sedang aku pun tak akan melukai seujung rambutmu."
"Sungguh?"
Tentu saja sungguh, setiap perkataan yang diucapkan Sebun Jui-soat memang tak perlu diragukan siapa pun.
"Jika Sebun Jui-soat ingin membunuh orang, ia tidak butuh alasan, begitu juga jika Sebun Jui-soat tak ingin membunuh orang."
"Itu memang benar dan aku percaya," pemuda berbaju putih itu mengangguk.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
139 "Bila Sebun Jui-soat ingin membunuhmu, biar kau adalah seorang perempuan lemah, biar kau adalah kekasih Liok Siau-hong atau si Kuah daging, sekarang kau sudah tewas di ujung pedangku."
"Kenapa sampai sekarang aku belum mati?"
"Karena alasan yang sangat bagus, aku percaya tak ada alasan lain yang lebih bagus daripada alasan itu."
"Oya?"
"Ehmm!"
"Apa alasannya" Kenapa?"
"Sebab biarpun kau bukan lelaki, biarpun kau adalah si Kuah daging yang paling disukai Liok Siau-hong, sayang, aku bukan Sebun Jui-soat, sedikitpun tak mirip Sebun Jui-soat."
Si Genderang besar, si Sepatu bersulam bunga, si Kuah daging berdiri bodoh.
Ia cukup tahu Sebun Jui-soat, tampang, gaya dan gerak-gerik orang itu semuanya adalah Sebun Jui-soat, ia menyendiri, kesepian dan dingin.
Sudah jelas ia adalah Sebun Jui-soat, si Dewa pedang yang tiada duanya di kolong langit, mengapa bicara seperti itu" Bila Sebun Jui-soat menghendaki kematian seseorang, mengapa orang itu bisa hidup hingga kini"
"Sekarang aku tahu, kau memang bukan Sebun Jui-soat," ujar si Kuah daging sambil menatap tajam orang itu, "kalau kau bukan dia, siapa kau?"
Ia percaya orang ini adalah Sebun Jui-soat, karena ia sudah mulai merasakan keangkuhan, keseriusan serta dinginnya Sebun Jui-soat, ia pun dapat merasakan hawa pedangnya yang tajam, dahsyat dan tiada duanya itu.
Selain Sebun Jui-soat, siapa lagi yang dapat memberikan perasaan semacam ini kepada orang lain"
"Wajah Sebun Jui-soat macam orang mati, selain pucat, ia tak memiliki mimik lain," kata si Kuah daging, "orang sudah ketakutan setengah mati dan kakinya lemas ketika melihat manusia berbaju putih dari kejauhan, apalagi Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
140 orang itu membawa sebilah pedang sempit dan panjang, siapa lagi yang berani memandang wajahnya."
Katanya pula setelah menghela napas, "Bukan pekerjaan yang sulit untuk berperan sebagai Sebun Jui-soat."
Kata-katanya memang masuk akal, maka si Kuah daging berkata lebih lanjut, "Kenyataan, berperan sebagai Sebun Jui-soat adalah perbuatan yang amat sulit."
"Kenapa?"
"Karena hawa pedangnya."
Siapa pun yang bertemu dengannya, segera akan merasakan hawa pedang yang sangat menggidikkan, bahkan perasaan orang itu segera akan tergetar.
"Tidak banyak orang di dunia ini yang sanggup menyamar sebagai Sebun Jui-soat, menurut pendapatku, rasanya cuma ada tiga orang."
"Tiga orang yang mana?"
"Giok-lo-sat dari Se-hong, Liok Siau-hong serta Sukong tising," si Kuah daging menjelaskan, "Giok-lo-sat dari barat adalah Mokau-kaucu wilayah barat, Sukong Ti-sing adalah si pencuri sakti, sementara Liok Siau-hong adalah Liok Siau-hong si pendekar empat alis."
"Semenjak peristiwa Rumah judi pancing perak, rasanya Giok-lo-sat sudah tak mungkin muncul lagi," kata pemuda berbaju putih itu.
"Rasanya memang begitu."
"Oleh sebab itu pasti bukan dia."
"Memang bukan."
"Juga tak mungkin Liok Siau-hong si telur busuk itu."
"Aku rasa tidak mirip!"
"Pasti dia adalah Sukong Ti-sing."
"Kemungkinan besar memang dia."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
141 Pemuda berbaju putih itu menghela napas panjang, katanya. "Pandanganmu memang bagus, sayang kau salah dalam satu hal."
"Hal apa?"
"Sukong Ti-sing bukan pencuri biasa, ia pencuri sakti, raja segala pencuri, sampai Liok Siau-hong pun dibuat pusing tujuh keliling. Selain dia, tidak ada orang kedua yang sanggup menyuruh Liok Siau-hong merangkak di dalam lumpur mencari 680 ekor cacing."
Tiba-tiba Sukong Ti-sing tertawa terbahak-bahak, hawa membunuh yang dingin, begitu menggidikkan seketika hilang tak berbekas.
Kini si Kuah daging baru percaya dengan perkataan Liok Siau-hong, si Raja di antara raja pencuri memang seorang berbakat, mau menyamar jadi siapa pun dapat diperankan dengan pas.
Bersambung ke 6
Bagian 6 Liok Siau-hong pernah bercerita, "Ketika berada di Yu-leng-san-ceng, aku sempat melihat seorang menyamar menjadi seekor anjing, tapi orang itu mengatakan kepandaiannya baru sepertiga kemampuan Sukong Ti-sing."
Kini si Genderang dan si Sepatu betul-betul berdiri bodoh, meskipun nama besar Sukong Ti-sing sering mereka dengar, dan mereka pun tahu nama besar si Raja pencuri tak kalah dengan Sebun Jui-soat, namun mereka tidak mengira si Raja pencuri bisa menyamar jadi Dewa pedang, bahkan berhasil mengelabui mereka.
Padahal mereka pun pandai menyamar, syarat mutlak bagi orang yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran.
Mereka tak menyangka kemampuan orang ini mengubah nada suara serta hawa membunuh dapat dilakukan dalam waktu singkat.
Untuk menyamar adalah pekerjaaan mudah, tapi untuk mengubah suara dan logat, jelas bukan pekerjaan gampang, ia mesti belajar mengendalikan otot-otot tenggorokannya, kepandaian langka yang sudah lama punah.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
142 Si Genderang besar tidak bicara lagi, dari sakunya ia ambil setumpuk uang kertas, lalu diangsurkan ke hadapan si Kuah daging, dan bagaikan seekor kupu-kupu yang gemuk, pergi meninggalkan tempat itu.
Si Sepatu bersulam bunga juga tidak bicara, ia ikut angkat kaki dari situ, suara langkahnya jauh lebih enteng bila dibandingkan sewaktu datang tadi.
Memandang kepergian kedua orang itu, Sukong Ti-sing tertawa, tiba-tiba tanyanya kepada si Kuah daging, "Kenapa kau tidak berusaha menahannya?"
"Untuk apa?"
"Sepertinya ia lupa memberikan suatu barang padamu!" yang dimaksud Sukong Ti-sing adalah duit, seperti yang dilakukan si Genderang besar,
"Dalam hal ini, tidak seharusnya ia lupa, kau pun bukan seorang pelupa"
Kalian pun sama-sama perempuan."
Sesudah berhenti sejenak, kembali kata Sukong Ti-sing, "Biarpun pengalamanku tentang perempuan tidak sehebat Liok Siau-hong, tapi terhitung tidak rendah juga, menurut pengalamanku, jika emas, perak dan intan berlian sudah berada di tangan perempuan, ibarat satu guci arak Li-ji-ang masuk ke perut Liok Siau-hong, jangan harap bisa menyuruhnya memuntahkan keluar."
"Kau keliru besar," tukas si Kuah daging.
"Oya?"
"Justru lantaran aku pun perempuan, maka tak menahannya."
"Kenapa?"
"Karena aku pun seorang pelupa," sahut si Kuah daging tertawa cerah, secerah bunga mawar yang sedang mekar, "aku pun lupa menyerahkan uang kepadanya."
"Kau tidak lupa memberi si Genderang besar segepok duit masakah lupa memberinya pula"''
"Ehmm."
"Kenapa?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
143 "Sebab ia perempuan, kalau ada orang mengatakan perempuan mesti waspada terhadap kaum pria, pendapat itu keliru besar."
"Jadi yang mesti diwaspadai kaum perempuan adalah perempuan?" sela Sukong Ti-sing.
"Tepat sekali!"
Perempuan memang lebih mengerti kaumnya. "Kini tinggal satu hal yang belum kupahami, dapatkah kau beritahukan kepadaku?" pinta si Kuah daging pada si Pencuri sakti.
"Dapat!" Sukong Ti-sing mengangguk, "biarpun aku bukan Liok Siau-hong, tapi aku pun tak bisa menampik permintaan seorang gadis cantik yang menawan."
"Aku lihat kau punya kesamaan dengannya, mulutmu semanis mulutnya," si Kuah daging tertawa.
Kau sudah mencicipi mulutnya, apakah ingin juga mencicipi mulutku"
Si Kuah daging selain cantik dan menawan, juga pandai, tentu saja apa yang sedang dibayangkan lelaki busuk macam Liok Siau-hong serta Sukong Ti-sing dapat dipahami olehnya, kendati belum mereka utarakan.
Oleh sebab itu ia tak memberi kesempatan kepada lelaki itu unluk bicara, segera ujarnya, "Darimana kau bisa membaca surat tantangan duelku dengan Sebun Jui-soat yang kuminta Lau-sit Hwesio membuat?"
"Darimana kau tahu aku telah membacanya?"
"Kalau belum membaca, kenapa kau bisa menyamar sebagai Sebun Jui-soat menungguku di sini?"
"Jawabannya mudah," Sukong Ti-sing menghela napas panjang, "aku yakin kau pun pasti beranggapan memang begitu kejadiannya. Sayang, dugaanmu kali ini keliru."
"Jadi bukan begitu?"
"Ya."
"Lantas bagaimana?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
144 "Aku tak ingin menjawab pertanyaanmu, sekarang aku hanya ingin mencicipi semangkuk besar kuah daging yang masih panas dan mengepul
...." "Bahkan harus aku sendiri yang menyediakan untukmu."
"Tepat sekali," Sukong Ti-sing tertawa tergelak.
--0o0-- Kuah daging sapi telah dihidangkan, masih panas dan mengepul, bahkan memakai mangkuk besar ukuran istimewa, kuahnya kental melebihi tajin beras, daging yang digunakan juga daging sapi yang paling lembut, dari jenis sapi terbaik.
Kuah daging semacam ini bila dikombinasi dengan tiga biji kue keras, semangkuk sawi dari Yinlam, ditambah sepiring tahu, sebungkus kacang serta seguci arak wangi, biar ditukar dengan 286 jenis sayur lain pun jawabannya tetap satu, "ogah ah!".
Tentu saja tak boleh ditukar, ia bukan seekor kura-kura.
Sukong Ti-sing bukan kura-kura, juga bukan telur busuk, Sukong Ti-sing hanya seorang tamu yang ditraktir makan, seorang penikmat makanan, bahkan ahli di bidang makanan.
Setelah meneguk beberapa suap kuah dan mengunyah daging, ia pejamkan mata dan pelan-pelan menghembuskan napas.
"Daging has dalam ditambah daging paha dicampur sedikit koyor, wah, sedapnya, apakah sapinya sejak kecil sudah disusui arak?" tanya Sukong Tising sambil menghela napas.
"Benar."
"Apakah kuah daging ini sudah di tim selama empat lima jam?"
"Benar."
"Baru saja aku duduk, kuah daging ini sudah kau hidangkan."
"Sebelum berangkat, kuah daging sudah kusiapkan lebih dulu aku tak pernah melupakan kata-kata nenekku."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
145 "Apa ia bilang?"
"Dia sering mengatakan, bila ingin menangkap hati seorang lelaki, cara tercepat adalah memperlancar lambung dan ususnya lebih dulu."
"Tepat sekali," Sukong Ti-sing lertawa terbahak-bahak, "aku yakin kakekmu pasti lelaki paling bahagia di dunia ini."
"Ia pun lelaki paling gemuk di dunia ini," sambung si Kuah daging sambil tertawa.
Sukong Ti-sing tertawa, si Kuah daging juga tertawa, tiba-tiba gelak tawa mereka terhenti, menyusul kau pandang aku dan aku memandangmu.
Lama kemudian baru Sukong Ti-sing buka suara lebih dulu, ia sudah menghabiskan kuah daging, ia tahu kuah daging itu bukan disajikan kepadanya dengan percuma.
"Semestinya kau tahu orang macam apa Sebun Jui-soat," katanya pelan,
"memangnya surat yang ditujukan kepadanya bisa sembarangan dilihat orang?"
"Tentu saja tidak."
"Aku pun tak sempat melihat isi surat itu, aku telah bertemu Lau-sit Hwesio, si Hwesio jujur yang tidak jujur."
"Hwesio itu memang tidak terlalu jujur," si Kuah daging menimpali sambil tertawa.
"Tapi ia cerdik, jauh lebih cerdik ketimbang kau."
"Lebih cerdik dari aku?"
"Dia tahu Sebun Jui-soat sudah membaca surat itu, surat itu membuat seorang gadis ingin bunuh diri."
"Maksudmu?"
"Kau tahu kenapa si gadis ingin bunuh diri?"
"Karena perasaannya hancur."
"Begitu pula dengan surat itu," sela Sukong Ti-sing sambil tertawa, "surat itu sudah dihancurkan oleh Sebun Jui-soat."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
146 Si Kuah daging ingin tertawa, namun tak dapat tertawa.
"Dia tahu, Sebun Jui-soat pasti tak akan berangkat memenuhi janji duel dengan bocah ingusan tak ternama."
"Jika dia selalu memenuhi tantangan duel semacam ini, bisa jadi waktu untuk bikin anak pun tak punya."
"Lantaran ia pasti tak datang, maka kau yang datang?" tanya si Kuah daging, "kenapa kau menggantikannya?"
"Karena aku adalah sahabat Liok-sam-tan (tiga telur), kalau Sebun Jui-soat enggan pergi menolongnya, tentu aku yang harus berangkat."
"Liok-sam-tan?" si Kuah daging heran, "siapa dia?"
"Liok-sam-tan adalah Liok Siau-hong, sebab bukan saja ia telur busuk, si telur miskin, bahkan seorang telur goblok!"
Kembali si Kuah daging ingin tertawa, tapi tak sanggup tertawa.
"Lagi-lagi kau keliru besar, Liok Siau-hong pasti bukan sebutir telur, mungkin saja ia adalah barang busuk yang lain, tapi aku berani jamin ia pasti bukan sebutir telur."
"Bukan telur lalu apa?"
Si Kuah daging tertawa tergelak.
"Kau pernah melihat sebutir telur yang tumbuh di alis" Kau pernah melihat sebutir telur memiliki empat alis?"
Sukong Ti-sing tak pernah menyerah, biarpun berduel lawan Liok Siau-hong, ia tak pernah menyerah. Tapi kali ini ia benar-benar menyerah.
Sebun Jui-soat belum pernah meniup salju (jui-soat), di dunia ini memang tak seorang pun mau meniup salju. Yang ditiup Sebun Jui-soat hanya darah, darah di ujung pedangnya, darah musuhnya.
--00" Air dalam bak mandi masih terasa hangat, lamat-lamat terendus pula bau harum bunga yang semerbak. Sebun Jui-soat selesai membersihkan tubuh dengan seksama, debu yang semula melekat sudah bersih.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
147 Sekarang ia mengenakan pakaian dan berdandan, kukunya digunting dan dibersihkan. la mengenakan pakaian baru, dari pakaian dalam sampai jubah panjang berwarna putih, putih bagai salju.
la bahkan sudah 'mutih' selama dua hari, hanya makan segumpal nasi putih dan segelas air putih. la beranggapan pekerjaan yang hendak dilakukannya adalah pekerjaan yang paling sakral, pekerjaan suci. la akan pergi membunuh orang.
Cong-goan-lau merupakan rumah makan terbesar di kota ini, selain ramai juga paling gaduh. Saat bersantap, suasana Cong-goan-lau yang semula ribut secara tiba-tiba berubah tenang.
Rupanya ada dua orang muncul dari anak tangga bawah. Orang yang berjalan di depan adalah seorang nona cantik, badannya sehat, kuat penuh daya lentur serta sifat liar. Perempuan semacam ini selalu menjadi pusat perhatian siapa pun, muncul dimana pun tetap akan menarik perhatian.
Tapi hari ini, orang yang hadir dalam rumah makan itu seakan tak ada yang memandang ke arahnya, seakan tak seorang pun yang menaruh perhatian kepadanya.
Begitu orang kedua muncul, sinar mata semua orang nyaris terhisap padanya. Orang ini berwajah pucat, kurus, dingin, angkuh dan sadis, pakaian yang dikenakan berwarna putih, seputih salju. Dari balik badannya seolah terpancar hawa dingin yang menggidikkan, seakan bisa membuat beku semua suara dan tawa seliap orang yang hadir di situ.
Mereka tak lain adalah Sukong Ti-sing serta si Kuah daging.
Kemunculan Sukong Ti-sing selalu memancing perhatian orang, padahal ia paling tak senang bila diperhatikan. Yang paling ia sukai adalah menyelesaikan pekerjaan yang harus dilakukan dalam keadaan aman, tenang dan tanpa menarik perhatian siapa pun. Maklum pekerjaan yang ia lakukan adalah mencuri.
Jika seorang selalu mendapat perhatian berlebihan, bagaimana mungkin ia bisa mencuri" Mana mungkin jadi raja pencuri"
Jika ia melakukan pencurian, mustahil baginya muncul dalam rumah makan yang terang benderang, sudah pasti ia akan meringkuk dalam penjara yang sempit dan gelap, yang cuma bisa berharap suatu hari nanti bisa melihat Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
148 cahaya matahari secara bebas, tidak seperti saat dalam sel dimana cahaya hanya bisa masuk lewat jendela kecil, berharap suatu saat bisa bebas dari gigitan kutu busuk dan kutu rambut.
Seorang yang berpengalaman dalam hal ini pernah berkata, bila di badanmu terdapat dua tiga ekor kutu busuk, maka gigitannya bisa membuat kau gatal sampai mampus. Tapi jika terdapat dua tiga ratus ekor, kau tak bakal merasa gatal walau digigit sampai semua kutu busuk itu mampus.
Benarkah Sukong Ti-sing termasuk orang yang selalu diperhatikan" Tak ada yang tahu, siapa pun tak pernah melihat tampang aslinya.
Semua orang tahu, dimana pun ia muncul, tampangnya selalu mirip kakek yang tak menyenangkan atau nenek yang menyebalkan, biarpun ia berlutut di depan orang dan minta kepada mereka untuk memperhatikan sekejap, belum tentu orang mau.
Tapi penampilannya hari ini sangat berbeda. Hari ini ia bukan seekor ulat mengenaskan yang patut dikasihani, bukan orang tengik yang tidak diperhatikan orang, hari ini ia juga bukan Sukong Ti-sing. Hari ini ia bukan siapa-siapa, kini ia tampil sebagai Sebun Jui-soat.
Sebun Jui-soat yang tiada duanya di kolong langit. Si Dewa pedang yang tiada tandingannya!
Ketika pedang tergantung di pinggang, ibarat anak panah di atas busur.
Sebelum usia tiga puluh tahun, pedang Sebun Jui-soat selalu tergantung di belakang punggung, diikat dengan sebuah tali yang kuat dan indah, disarungkan dalam sebuah sarung pedang yang sempit panjang, antik dan kuno.
Menurutnya, bila pedang digembol dengan cara begini, maka ia bisa bergerak lebih lincah, bertindak lebih cekatan, ia pun bisa mencabut pedangnya dalam waktu singkat.
Tapi sekarang kelincahan maupun kecepatan sudah bukan hal penting baginya. Dalam hal ini ia sudah jauh melampaui kemampuan sendiri, melampaui kemampuan pedang itu. Ia telah melampaui titik batas kemampuan sendiri, melampaui titik batas kemampuan pedang.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
149 Melampaui bukan pekerjaan yang sederhana, tidak mudah mencapainya, bila ingin melampaui segala sesuatu, maka harus membayar dengan mahal, penuh pengorbanan.
Mandi, berpakaian rapi, menyisir rambut, memelihara kuku ... pekerjaan tetek-bengek semacam ini semestinya tak bakal dilakukan Sebun Jui-soat.
Perempuan cantik, pelacur kenamaan atau perempuan apapun, mungkin akan membantunya melakukan serriua pekerjaan itu, tapi ia sendiri tak akan melakukannya, karena ia adalah Dewa pedang.
Bahkan Liok Siau-hong pernah mengatakan: Sebun Jui-soat sesungguhnya bukan manusia!
Pekerjaan yang disukai orang tidak ia sukai, pekerjaan yang dilakukan orang, tidak ia lakukan, seakan ia sudah meninggalkan keduniawian, pedang serta pribadinya seolah sudah terpisah dari kehidupan dunia.
Ia sendiri berharap dirinya bisa berbuat begitu.
Di luar dugaan ia telah bertemu seorang gadis, gadis yang memaksanya balik ke kehidupan duniawi.
Peristiwa yang susah dihindari siapa pun, termasuk Sebun Jui-soat!
Oleh sebab itu ia melaksanakan semua pekerjaan sebagai seorang manusia, jatuh cinta, menikah, berkeluarga dan punya anak. Bahkan ia pun sudah memiliki perasaan sebagai manusia.
Gara-gara itu ia nyaris kalah, hampir mati. Kekalahan adalah kematian.
Dalam pertarungan sengit, duel maut di istana terlarang, Di bawah sinar bulan purnama, ia nyaris tewas di ujung pedang Pek-in sengcu Yap Koh-seng.
Bagi Sebun Jui-soat, ia boleh mati tapi tak boleh kalah. Pedang Sebun Jui-soat selamanya tak boleh kalah, ia harus berhasil dengan serangannya. Ia wajib mempertahankan, sebab ini adalah kewajiban serta tanggungjawabnya, juga nasibnya.
Untuk itu ia merasa perlu sekali lagi memasuki "alam dewa", dewa pedang, ia harus berpisah dengan kehidupan duniawi.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
150 Ketika istrinya melahirkan, melahirkan darah daging yang akan meneruskan keturunannya, ia pun berpisah dengan mereka. Inilah pengorbanan terbesar yang harus ia bayar!
Tanpa menimbulkan suara Sebun Jui-soat menggantung pedangnya, berjalan keluar pintu sempit rumahnya. Tidak peduli pintu itu dimana, pintu itu tetap jadi miliknya, karena dia adalah Sebun Jui-soat, karena pintu itu adalah pintu kehidupannya.
Di luar pintu hanya ada bulan, bulan yang sedang purnama.
Sukong Ti-sing telah memesan hidangan.
Pelayan rumah makan berdiri di hadapannya dengan sikap sangat menghormat, berdiri menunggu tamunya memesan hidangan, biarpun tubuhnya tegak, namun sepasang kakinya justru gemetar keras.
Ketika hidangan telah disampaikan, tampang pelayan itu seketika sedikit berubah.
Hidangan yang dipesan Sukong Ti-sing adalah sepiring ca sawi putih, sepiring tahu kukus, dua butir elur ayam, dua biji bakpao kosong dan sepoci air putih.
Di dunia ini terdapat banyak kota, kota kecil dan dusun, di setiap tempat entah ada berapa banyk warung dan rumah makan, entah ada berapa banyak pelayan.
Jika paras sang pelayan tidak berubah setelah mendengar tamunya hanya memesan beberapa macam hidangan itu, itu baru aneh namanya.
Paras si pelayan rumah makan Cong-goan-lau yang sedang mengawasi wajah Sukong Ti-sing saat ini persis seperti muka lelaki hidung belang yang tiba-tiba menemukan dirinya telah berubah jadi seorang thaykam, thaykam yang sedang didampingi seorang gadis cantik dalam keadaan telanjang bulat.
Si Kuah daging tidak terperanjat, mukanya juga tak berubah mengenaskan, walau sempat sedikit berubah.
"Eh, apa yang kau pesan?" teriaknya kepada Sukong Ti-sing.
"Kau tuli?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
151 "Tidak."
"Lantas tidak kau mendengar apa pesananku tadi?"
"Mendengar, aku cuma sangsi."
"Sangsi bagaimana?"
"Aku sangsi, jangan-jangan kau bukan si Raja pencuri yang memandang emas bagai sampah."
"Oya?"
"Konon si Raja pencuri mesti tak pernah mencuri barang berharga, namun duitnya lebih banyak dari siapa pun, karena ia hanya mencuri atas dasar pesanan, untuk mengundangnya mencuri barang pesanan, orang mesti mengeluarkan banyak uang. Aku dengar suatu kali ia mencuri sebuah toilet untuk seseorang, ternyata orang itu membayar 50 laksa tahil."
Sambil berpaling ke arah Sukong Ti-sing, tanyanya pula, "Apa benar ada kejadian itu?"
Sukong Ti-sing menghela napas panjang.
"Jika seorang nona cilik cantik dan menyenangkan bersikeras mengatakan ada kejadian ini, apa yang bisa kukatakan?"
Kuah daging tertawa. Senyumannya ternyata tidak mirip sapi, tapi bila ada orang mengatakan sewaktu tertawa ia mirip semangkuk kuah, yang jelas kuah itu pasti bukan kuah daging tapi semangkuk kuah bunga terate yang merah, segar dan manis.
"Kalau untuk mencuri sebuah toilet saja ia bisa memperoleh 50 laksa tahil perak, mestinya si Raja pencuri punya banyak uang"
"Semestinya begitu."
"Orang berduit biasanya pelit, lebih hitungan dan rewel, tapi orang ini terkecuali."
"Oya?"
"Apalagi caranya memakai uang persis seperti Liok Siau-hong, malah kadang ia lebih royal."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
152 "Mencari duit bukan pekerjaan hebat, pandai menghamburkan duit baru hebat, tapi kalau bisanya hanya menghambur tanpa mampu mencari, itu namanya telur busuk, telur busuk yang paling memuakkan!"
Si Kuah daging tertawa tergelak.
"Mendingan jadi telur busuk ketimbang telur busuk yang paling memuakkan."
"Sudah pasti!"
"Makanya kau adalah telur busuk yang paling memuakkan, kau bukan telur busuk yang bisa menghambur tak bisa cari duit, kau juga bukan Raja pencuri yang bisa mencuri barang berharga, kau tak lebih hanya seorang telur busuk yang bisa cari duit tapi tak mampu menghamburkan, kau adalah raja telur busuk."
Sukong Ti-sing dibikin termangu oleh umpatan itu, selama hdup belum pernah ia diumpat orang.
Ia adalah Raja pencuri, raja copet, seperti juga Dewa pedang Sebun Jui-soat, seperti juga Liok Siau-hong adalah Liok Siau-hong.
Mana ada orang berani mengumpatnya" Atau mungkin si Kuah daging sudah mabuk air kata-kata"
"He, kau sudah mabuk?" tegur Sukong Ti-sing.
"Mana ada air putih yang bisa membikin orang mabuk" Aku hanya heran, orang yang bisa mencari 50 laksa tahil perak hanya untuk mencuri sebuah toilet, kenapa hanya memesan serba putih ketika mengundang makan seorang gadis cantik?"
"Serba putih?"
"Sawi putih, tahu putih, bakpao putih, ditambah air putih" Menurutku, hidangan yang disantap Lau-sit Hwesio yang Put-lausit (tidak jujur) jauh lebih enak ketimbang pesananmu."
"Kenapa?"
"Kalau hanya makan hidangan seperti ini, mana punya tenaga untuk membuat seorang Hwesio cilik?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
153 Sukong Ti-sing tidak tertawa, justru menghela napas panjang. "Sekarang aku baru tahu kenapa Liok-siau-khe (ayam cilik) menyukaimu, caramu bicara persis dia."
"Sebetulnya dia itu Liok-sam-tan atau Liok-siau-khe?"
"Sama saja, kadang ia bernama Liok Siau-hong, malah sering jadi Liok-siau-kau (anjing cilik). Sebab penciumannya amat tajam, seonggok tahi yang berada delapan ribu li dari hadapannya pun sanggup ia endus secara tepat."
Si Kuah daging manahan tawa, ditatapnya Sukong Ti-sing dengan mata melotot.
"Bagaimana dengan kau" Namamu sebetulnya Sukong Ti-sing atau Boan-te-cia-say (makan tahi yang menumpuk di tanah)?"
"Mana ada manusia begitu?" sahut Sukong Ti-sing tertegun. "Sukong dan boan-te kan sama artinya, begitu juga Ti-sing dan cia-say kan serasi, apalagi makanan yang kau santap selama ini lebih banyak ketimbang tahi anjing yang berserakan di tanah."


Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau keliru," ternyata Sukong Ti-sing tidak marah, "aku sengaja memesan hidangan seperti ini lantaran saat ini aku bukan Sukong Ti-sing."
"Lantas siapa kau?"
"Sebun Jui-soat! Jadi boan-te bagi Sebun dan cia-say untuk Jui-soat, lebih pas."
"Betul," mendadak seseorang menimpali, "saking pasnya sampai ia berhak menikmati seonggok tahi anjing ditambah satu bacokan golok."
Di belakang sebuah meja di sudut rumah makan, duduk sepasang suami istri, usia mereka sudah lanjut, yang lelaki kurus kecil sementara si nenek gemuk dan putih, jika si kakek selalu bermuram durja sebaliknya si nenek penuh senyum keriangan.
Banyak sekali suami istri di dunia ini bertampang begitu, bila suami istri melakukan pekerjaan bersama, maka sang suami selalu yang dirugikan, sang suami selalu berusaha menyenangkan sang bini, sampai-sampai badan sendiri kurus kering dan wajah pucat.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
154 Sebetulnya suami istri itu duduk di sudut ruangan yang jauh, tiba-tiba saja si kakek kurus itu sudah duduk di samping Sukong Ti-sing serta si Kuah daging.
Ucapan itu tentu saja berasal dari mulut kakek kurus ini.
"Barusan kau bilang aku harus dibacok dengan golok?" tegur Sukong Tising.
"Betul."
"Kenapa?"
"Sebab kau bukan Sebun Jui-soat, jika kau adalah dia, maka akulah yang akan makan tahi anjing."
Sekali lagi Sukong Ti-sing tertegun.
Sebetulnya kakek itu duduk di tempat yang jauh, sementara suara pembicaraannya dengan si Kuah daging sangat lirih, bahkan orang yang duduk di meja samping pun tidak mendengar, tapi si kakek itu justru dapat mendengar dengan jelas.
Siapakah kakek itu" Seandainya Sukong Ti-sing tahu, mungkin ia akan langsung jatuh pingsan.
Kejadian apa di dunia ini yang mampu membuat Sukong Ti-sing pingsan"
Seandainya ada orang berkata ilmu menyamar Sukong Ti-sing bukan nomor satu di dunia, mungkin tak ada lagi manusia di dunia ini yang berani mengaku ilmu menyamarnya adalah nomor wahid di kolong langit.
Ilmu menyamar memang misterius, selalu mendatangkan perasaan seakan ada sangkut-pautnya dengan suatu misteri, serasa terlibat dalam persekongkolan busuk dunia persilatan.
Padahal ilmu menyamar, hanya tehnik mengubah wajah yang sangat biasa, gadis muda yang cantik jelita dapat berperan sebagai seorang lelaki penuh cambang.
Sama seperti mempelajari kepandaian lain, tidak sulit untuk mempelajarinya, sulit bila ingin menguasai secara sempurna.
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
155 Sampai taraf mana ilmu menyamar Sukong Ti-sing" Susah untuk dijelaskan, seperti halnya dua jari Liok Siau-hong, pedang Sebun Jui-soat. Tak ada tahu sampai taraf mana kepandaian mereka, bahkan tak seorang pun bisa membayangkannya.
Paling tidak, bisa dipastikan ilmu menyamar ada batasnya. Tak ada ilmu menyamar di dunia ini yang sanggup mengubah orang menjadi orang lain, bahkan dapat mengelabui sahabat serta keluarganya yang paling dekat.
Ilmu menyamar tingkat tinggi yang paling sempurna, tak lebih hanya mampu mengubah menjadi seorang lain yang sesungguhnya tak ada, atau menjadi seorang yang di sekitarnya tak ada keluarga atau sahabat karibnya, agar orang lain tidak mengenalinya. Asal dapat mencapai ke tingkat itu, maka ilmu menyamarnya sudah memiliki nilai dan pantas serta berharga untuk dipelajari.
Ilmu menyamar Sukong Ti-sing telah mencapai ke taraf itu, bahkan sudah melebihi, ia bahkan rnampu membuat Liok Siau-hong tidak mengenalinya lagi. Kalau bisa membuat Liok Siau-hong sisetan licik yang jeli matanya dan cerdas pun tidak mengenalinya, maka kepandaian itu sudah luar biasa.
Sekarang seorang kakek kurus kering; yang duduk di sudut rumah makan itu dapat mengenalinya, bukankah kepandaian kakek itu luar biasa hebatnya"
Kehebatan kakek kurus itu sudah cukup membuat Sukong Ti-sing terperaiijat. Kakek kurus itu sanggup mendengar pembicaraan mereka, walau dalam ruangan yang hiruk pikuk dan terpisah oleh berpuluh meja.
Kenyataannya Sukong Ti-sing sama, sekali tak mengetahui asal-usul kakek itu, bagaimana ia tidak terkesiap"
Akhirnya ia menghela napas dan berkata sambil tertawa getir, "Aku kagum kehebatanmu, aku tabu kau juga telah menyamar, hanya aku belum mengetahui siapa kau, sebaliknya kau justru telah tahu siapa aku.".
Kakek kurus itu mencibir, javvabnya, "Kau tak perlu kagum, juga tak perlu tahu siapa aku, aku pun tak ingin tahu siapa kau. Aku hanya tahu satu hal, kau seratus persen bukan Sebun Jui-soat."
Dengan sikap sangat memuakkan,.kembali kakek kurus itu berkata, "Tak masalah kau adalah Thio Sam, Li Su atau kura-kura telur busuk, yang Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
156 penting aku tahu kau bukan Sebun Jui-soat, aku rasa bukan hanya aku yang mengetahui hal ini."
Setelah berhenti sejenak, kembali katanya, "Orang persilatan yang tajam pendengaran dan luas pergaulannya pasti tak percaya jika saat ini Sebun Jui-soat mau menemani seorang nona cilik yang cantik jelita untuk bersantap bakpao tanpa isi di tempat seperti ini."
"Kenapa?"
"Karena mereka tahu saat ini Sebun Jui-soat tidak berada di wilayah Kanglam, juga tidak berada di Tionggoan, bagaimana mungkin bisa muncul seorang Sebun Jui-soat lagi di tempat ini?"
Jawaban pertanyaan ini hanya satu, Sebun Jui-soat yang ini pasti gadungan!
"Maka aku tahu bahwa kau bukan Sebun Jui-soat, apalagi dengan ilmu menyamarmu, siapa yang bisa mengetahui?"
Sukong Ti-sing benar-benar takluk, ia mulai merasa kakek kurus itu tidak terlalu memuakkan, bahkan menyenangkan.
"Kalau Sebun Jui-soat memang tak ada di Kanglam, juga tidak berada di daratan Tionggoan, lalu dimana dia?"
"Pergi ke sebuah tempat yang ada setannya."
"Apakah tempat yang ada setannya itu berada di luar perbatasan?"
Sukong Ti-sing dan Kuah daging saling pandang sekejap.
"Benar."
"Dan tempat itu bernama Ui-sik?"
"Benar."
Kembali si Kuah daging saling pandang dengan Sukong Ti-sing, mereka tertegun.
"Biarpun Sebun Jui-soat hanya minum air putih serta dahar hidangan paling sederhana, namun ia amat memperhatikan masalah sekecil apapun, ia juga pandai menikmati," kata Sukong Ti-sing, "tapi kenapa kali ini ia meninggalkan perkampungannya yang makmur dan indah, justru pergi Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
157 mendatangi tempat setan dimana burung tak bisa berkicau, kelinci tak bisa berak itu" Mau apa ia ke sana dan karena apa?"
"Tahukah kau, hanya demi seorang yang tak dikenalnya, ia pun rela melakukan perjalanan ribuan li hanya untuk membalas dendam sakit hatinya?"
"Pernah kudengar cerita itu."
Bukan hanya Sukong Ti-sing yang pernah mendengar cerita itu, hampir semua orang pernah mendengar kisah ini.
"Demi seorang jago yang bernama It-to-tin-kiu-ciu (golok menggetarkan sembilan telaga) Tio Kong, ia pernah naik kuda siang malam selama tiga hari tiga malam untuk membunuh Yang-tiam-to (golok berpijar) Ang To, padahal ilmu golok Giok-lian-hoan-yang-tiam-pat-to (ilmu golok Berpijar kemala berantai) Ang To sangat mematikan dan jarang membiarkan korbannya lolos dalam keadaan hidup, sementara Tio Kong hanya seorang asing yang belum pernah dijumpai sebelumnya," kata Sukong Ti-sing. "Dia seringkali melakukan perbuatan semacam ini hanya karena alasan kecil."
Kemudian tanyanya, "Menurut kau, ia hebat tidak?"
"Tidak, sama sekali tidak hebat, semua orang bisa melakukan hal yang membingungkan, tidak terkecuali kau."
"Berarti kepergian Sebun Jui-soat ke kota Ui-sik juga lantaran alasan yang membingungkan?"
"Benar, kali inipun ia pergi lantaran seseorang, hanya saja ia lelah melanggar satu kebiasaannya."
"Melanggar kebiasaan?"
"Ya."
"Apa itu?"
"Selama ini ia selalu turun tangan demi orang lain, jarang demi sahabat sendiri, nyaris ia tak punya teman, biarpun ada teman juga tak mungkin minta pertolongannya, ia hanya mau berjuang demi orang lain."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
158 "Ia selalu menganggap tindakannya itu adalah demi din sendiri, belum pernah kujumpai orang yang begitu jumawa macam dia, paling tidak demi kepentinganku."
Kakek kurus itu tertawa tergelak.
Sukong Ti-sing tak pernah menghargai Sebun Jui-soat, semua jago dunia persilatan mengetahui hal ini masalahnya Sebun Jui-soat juga tak pernah menghargainya.
"Apa yang kau ucapkan memang benar, tapi kali ini bukan derni diri sendiri juga bukan demi orang asing, ia lakukan demi seorang sahabatnya."
Sukong Ti-sing menenggak habis air putih dalam cawan bagai rnenenggak arak, jengeknya sambil tertawa dingin, "Masakah Dewa pedang mau melakukan demi seorang sahabatnya?"
"Benar."
"Temannya tidak banyak, orang yang mati dibunuhnya seratus kali lipat lebih banyak ketimbang sahabatnya."
"Mungkin tak sampai seratus kali lipat, sebab temannya mungkin cuma seorang."
"Berarti temannya pasti Liok-siau-kau si anjing kecil itu?"
"Liok-siau-kau tentu sama dengan Liok-siau-khe si ayam cilik, Liok-siau-jong si ulat kecil, Liok-siau-kui si setan cilik dan-Liok-sam-tan si tiga telur atau dari gabungan anjing, ayam, ulat, setan dan telur terbentuklah seorang Liok Siau-hong."
Selama pembicaraan, penampilan si Kuah daging nampak alim, tenang dan pendiam, mirip penampilan seorang nona besar keluarga bangsawan.
Mendadak ia melompat bangun, seperti seekor kucing betina yang mendadak ekornya diinjak orang, melompat sambil melototi kakek kurus itu, tapi sekejap kemudian dengan alim, lembut dan halus ia duduk kembali, menutup rapat mulutnya, tak sepatah kata pun yang diucapkan. Seakan seorang gadis yang betul-betul alim, ingin kentut pun takberani.
"Kau bilang Sebun Jui-soat pergi ke kota Ui-sik demi Liok Siau-hong?" teriak Sukong Ti-sing sambil mengawasi kakek itu, "he, apakah kau sedang kentut?"
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
159 "Tidak, berada di hadapanmu, aku belum pantas untuk kentut, mau kentut pun harus ditahan, kalau sekarang ada yang kentut, dapat dipastikan bukan aku."
Bukan ia yang kentut, berarti Sukong Ti-sing yang kentut.
Waktu itu Sebun Jui-soat sedang membuka pintu dan berjalan keluar. Di luar pintu adalah selapis 'pasir kuning bagaikan emas', rembulan bulat bagai roda.
Sukong Ti-sing melahap bakpao tanpa isi, makan lantaran perutnya lapar, kelaparan setengah mati, di saat harus memeras otak dan perang mulut, perut memang lebih gampang lapar. Bagaimanapun ia memeras otak, tetap saja tidak diketahuinya siapa gerangan kakek kurus di hadapannya, darimana ia tahu begitu banyak persoalan"
Sekalipun otaknya sudah diperas sedemikian rupa, hasilnya tetap nihil.
Sebaliknya kakek kurus itu bukan cuma tahu apa yang sedang ia pikirkan, bahkan tahu siapa dirinya.
"Sukong-heng, sekarang apakah kau sudah bisa mengundang nona yang cantik jelita ini untuk menikmati hidangan yang tidak putih?"
Sukong Ti-sing nyaris terjatuh dan tempat duduknya.
"Apa kau bilang?" teriaknya.
"Mungkin Sukong Ti-sing bukan satu orang, bisa jadi Sukong Ti-sing ada beberapa puluh orang, karena ilmu menyamar Raja pencuri ini sangat hebat dan sempurna, belum ada yang mampu menandingi kepandaiannya di dunia ini."
Menjilat pantat memang bisa membuat pantat seseorang jadi dingin, apalagi jilatan pantat kakek kurus itu bertubi-tubi.
"Aku tahu kau bukan Sebun Jui-soat karena aku tahu Dewa pedang itu berada di luar perbatasan," kakek kurus itu berkata pula, "aku pun tahu kau adalah Sukong Ti-sing, karena aku tahu selain Sukong Ti-sing di kolong langit tak ada orang kedua yang sanggup menyamar sebagai Sebun Jui-soat, lagi pula tak ada yang berani melakukan hal itu."
Koleksi KANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
160 Sukong Ti-sing tertawa, ia mulai merasa kakek kurus yang misterius itu makin menarik, yang menjadi persoalan sekarang adalah siapa gerangan kakek itu"
Selama pertanyaan ini belum terjawab, biarpun Sukong Ti-sing adalah seekor kuda dan pantatnya dicambuk orang, ia tetap tak akan melepaskan kakek kurus itu.
"Sekarang kau sudah tahu siapa aku, boleh aku tahu siapa dirimu?"
tanyanya kemudian.
"Boleh saja."
"Boleh" Sungguh?"
"Sungguh."
"Kalau begitu bolehkah beritahukan padaku sekarang?"
"Tidak boleh!"
"Kenapa?"
"Karena aku send
Jodoh Si Mata Keranjang 5 Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Anak Berandalan 6
^