Kisah Pedang Bersatu Padu 15
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Bagian 15
merasa pasti si nona tidak bakal
lolos dari tangannya.
"Siu Lan," katanya, "bencana yang kau terbitkan ini
hebat bukan main! Tahukah kau siapa dua orang yang
kau binasakan ini" Merekalah opsir-opsir dari pasukan
pengiring raja!"
Siu Lan tidak takut, sebaliknya, dengan dingin ia kata:
"Kau tangkaplah aku untuk kau pergi menagih jasa! Buat
apa kau banyak omong?"
Pemuda itu tertawa.
"Dengan berkata begini kau jadinya telah memandang
aku sebagai orang luar!" ia bilang. "Mana dapat aku
menangkap kau untuk menagih jasa seperti katamu ini"
Syukur kau bertemu denganku, biar ada perkara
bagaimana besar juga, aku akan dapat bertanggung
jawab! Mana ibumu" Aku telah mengutus Le Kong Thian
mencari ibumu itu. Apakah dia telah bertemu dangan
kamu?" 1047 Siu Lan jadi sangat bersedih. Ia diingatkan akan
ibunya "Pergilah kamu ke alam baka mencarinya!" sahutnya
sengit. Siauw Siauw terperanjat. Hanya sejenak, lantas ia
mengasi lihat roman berduka.
"Apa?" katanya, balik bertanya. "Apakah ibu mertuaku
telah menutup mata?"
"Jangan ngaco-belo!" Siu Lan membentak. "Siapakah
ibu mertuamu?"
Siauw-Siauw tidak menggubris dia dimaki. Dia maju
satu tindak. "Bagaimana dengan Pektok Cinkeng?" dia tanya, "ibu
mati karena kecelakaan atau lantaran sakit" Apakah
Pektok Cinkeng ada padamu?"
Kedua matanya Siu Lan memain. Ia mendapat akal. Ia
lantas mengasi lihat roman gusar.
"Hm, kiranya kau mengarah Pektok Cinkeng?"
katanya. "Itulah kitab pusaka keluargaku, kau tidak usah
memikirkannya!"
Sengaja si nona seperti membilangi kitab obat-obatan
beracun itu berada padanya.
Kiauw Siauw Siauw percaya itu, diam-diam ia
bergirang. Lantas ia menguras keluar air matanya,
sembari sesegukan, ia kata: "Kasihan ibu mertuaku itu,
yang telah meninggal dunia, hingga aku, menantunya,
tidak dapat mengurus dan mengantar dia ke tempat
pekuburannya... Di manakah dikuburnya ibu mertuaku
1048 itu" Siu Lan, aku minta sukalah kau mengantarkan aku
kesana, aku ingin menyembahyanginya..."
"Apakah benar-benar kau begini berhati baik?" Siu Lan
tanya tawar. Siauw Siauw mendengar suara orang dingin, tetapi di
dalam situ telah berkurang nada bermusuhnya, hal ini
membuat hatinya lega. Ia menggoyang-goyang kipasnya,
ia pun mendekati lagi satu tindak, lantas ia menunjuki
sikap sangat memperhatikan sekali.
"Siu Lan." katanya, lembut, "meskipun ibumu belum
menerima antar panjar dari keluargaku tetapi ayahmu
sendiri telah menerima baik lamaran pihakku, maka itu,
di antara kita sudah ada kepastiannya ialah kau calon
isteriku! Dengan begini, dapatkah aku tidak
memperhatikan kau" Siu Lan, sekarang ini tidak ada
orang kepada siapa kau dapat mengandalkan diri, maka
itu, jikalau kau suka kau boleh anggap rumahku sebagai
rumahmu..."
Si nona berdiam, nampaknya ia sedang berpikir.
Kembali Siauw Siauw maju satu tindak.
"Tentang kitab Pektok Cinkeng, Siu Lan, kau salah
mengerti." katanya pula. "Ilmu silat kami Keluarga Kiauw
sudah terkenal di kolong langit ini tanpa lawan, maka itu,
mana dapat aku mengarah ilmu kepandaian keluargamu
itu" Aku hanya memikir, orang yang hendak merampas
kitab itu bukan sedikit jumlahnya jadi aku berkuatir
untukmu..."
Si nona mengawasi.
1049 "Jikalau benar kau demikian memperhatikannya,
baiklah, akan aku serahkan itu kepada kau untuk kau
yang simpan," ia kata.
Siauw Siauw menjadi girang sekali.
"Memang," katanya, "kita memang sudah menjadi
seperti satu tubuh! Kau percaya aku. mana dapat aku
menampik" Apakah kitab itu sekarang ada pada kau?"
"Benar," Sine Lan menjawab pula. "Inilah kitab itu,
kau boleh terima!"
Belum berhenti kata-kata gadisnya Cit Im Kauwcu ini,
maka terdengarlah suara menghembus, lantas dari
tangannya menyembur segulung asap. yang terus
meledak, mengasi lihat warna api biru, terus suaranya
menjerujus! Nona ini telah menggunakan akal, sengaja ia bersikap
lunak, untuk membikin si pemuda alpa, lantas dia
menyerang dengan senjata rahasianya itu, yang bukan
cuma mengeluarkan asap dan api tapi pun ada jarumnya
yang halus umpama kata seperti bulu kerbau, setelah
meledak, jarumnya lantas menyambar.
Kiauw Siauw Siauw menjerit hebat, dia segera
mengipas berulang-ulang, tetapi dia kalah sebat, api
telah lantas membakar bajunya, sebab begitu meledak,
lengannya yang kiri kena dibikin patah. Tapi dasarnya
gagah luar biasa, dia masih sempat berlompat mundur
satu tombak, dengan kipasnya dia menangkis berulangulang,
membikin jarum-jarum beracun runtuh ke tanah,
cuma, dua batang mengenai juga kedua jalan darahnya,
kioktie di lengan kanan dan loktwi di punggung. Dengan
cepat dia menutup jalan darahnya, untuk membikin
1050 racun tidak bisa terus mengalir masuk dan menyerang ke
dalam. Pula dengan membanting diri dan bergulingan di
tanah, dia membikin api padam.
Habis menyerang itu, Siu Lan lari keluar. Baru ia tiba
di luar pintu, ia sudah mendengar angin menyambar di
belakang kepalanya, dan belum sempat ia menoleh atau
menangkis, pundaknya sudah kena disambar, hingga
sekejap itu juga, ia tidak bisa berkutik lagi!
"Perempuan hina dina yang kejam!" kata Siauw Siauw
dingin. Pemuda ini menotokjalan darah si nona, habis itu ia
menggeledah tubuhnya, akan mengasi keluar semua
obat berikut segala macam senjata rahasia, tetapi obat
pemunah ada banyak macamnya, ia tidak tahu yang
mana ia butuhkan. Juga ia tidak dapat membedakan,
yang mana obat racun dan yang mana obat pemunah,
maka semua itu, ia tidak berani sekalipun untuk
membukanya... Tubuh Siu Lan lantas diletaki di atas tanah, terus
dadanya diinjak, segera dia dibentak: "Lekas keluarkan
obat pemunah!"
Nona itu rebah terlentang, matanya mengawasi tajam.
Ia melihat muka orang telah terbakar hangus, maka
muka yang tadinya tampan sekali, sekarang menjadi
jelek tidak keruan. Ia menampak roman orang yang
bengis yang menyeramkan.
"Meski kau bunuh aku, tidak nanti aku memberikan
obat padamu!" ia menyahut. Terus ia merapatkan
matanya, tidak mau ia memandang pula wajah orang.
1051 "Hm!" Kiauw Siauw Siauw mengasi ejekannya.
"Membunuh kau" Itulah tidak nanti!" katanya, dingin.
"Kau meminta mampus, aku sebaliknya menghendaki
kau hidup terus! Hendak aku siksa kau perlahan-lahan.
Hm. apakah kau kira, tanpa obatmu itu, aku tidak bakal
hidup?" Habis berkata, Siauw Siauw merogoh keluar besi
berani, dengan itu ia menekan dan menggosok di
keduajalan darahnya, kioktie hiat dan taytoei hiat,
sembari menekan ia mengerahkan tenaga dalamnya. Ia
berhasil mencabut keluar dua batang jarum bweehoa
ciam. Hanyalah, sekitar tempat yang tertusuk itu telah
menjadi bengkak dan keras, walaupun ditekan keras
dengan besi berani, tidak terasa sakit lagi. Apa yang
terasa sekarang ialah gatal yang bukan main, yang
hampir tak tertahankan.
Bukan kepalang kagetnya putera Kiauw Pak Beng itu.
"Sebenarnya racun ini racun ajaib bagaimana?" ia
tanya dirinya sendiri.
Memang biasanya, racun yang tidak memberi rasa
sakit ialah racun yang terlebih lihai, sebagaimana lihainya
racun yang kerjanya lambat. Kiauw Siauw Siauw bukan
ahli racun akan tetapi ia cukup menginsyafinya. Maka itu
ia lantas mengerahkan tenaga dalamnya, untuk menolak
keluar desakan racun, berbareng ia menutup tujuh jalan
darah, untuk tak dapat dimasuki, di lain pihak, ia lekas
menelan sebutir pel buatan keluarga Kiauw. obat mana
istimewa untuk membasmi racun. Habis menelan itu,
rasa pusingnya kurangan, tetapi gatalnya bertambah.
1052 Semua obat yang ia rampas dari Siu Lan, Siauw Siauw
masuki ke dalam sakunya, la periksa kitab Pektok
Cinkeng, yang ia rampasjuga. Ia tertawa dingin.
"Akhir-akhirma toh berada di tanganku!" katanya. Ia
melihat banyak resep obat racun, aneka macam. Di
antaranya, ada juga bagian yang ia tidak mengerti. Ia
telah merasa, mesti penting sekali kitab itu, maka itu, ia
mencoba menipu Siu Lan, supaya si nona berkesan baik
terhadapnya, supaya si nona suka mengajari ia ilmu
obat-obatan racun itu. Tapi sekarang mereka sudah
bentrok, tidak dapat ia menggunakan akal muslihat lagi,
atau cara lunak. Walaupun demikian, ia ingin melindungi
jiwanya si nona...
Sesudah membalut sebelah tangannya yang patah,
Siauw Siauw perintah pelayan hotel menyiapkan ia
sepaso air, untuk ia mencuci mukanya yang penuh
darah. Ia mengacai mukanya, ia melihat mukanya
menjadi jelek. Tadinya ia tampan sekali dan sangat
bangga dengan ketampanannya itu. Maka sekarang ia
menjadi sangat gusar. Berulangkah ia menampar Siu
Lan. Kemudian ia kempit tubuh si nona, untuk dibawa
keluar. Di luar ada sebuah kereta kuda. yang tuan rumah
sediakan untuk menyambut tetamu. Melihat kendaraan
itu, Siauw Siauw menghampirkan ke depannya. Sambil
membentak, ia sampok si kusir, hingga kusir itu roboh,
setelah mana, ia menyusuli dengan satu tendangan,
maka terjungkallah kusir itu. Ia sendiri, lantas ia
lemparkan Siu Lan ke dalam kereta!
"Baik, kau boleh tertawa!" katanya, sengit. "Meskipun
aku menjadi jelek bagaikan memedi, kau tetap menjadi
1053 isteriku! Sekarang kau ikut aku untuk kau memberi
hormat kepada mertuamu!"
Ia lantas lompat naik ke atas kereta, untuk memegang
lesnya, buat menariknya, membikin kudanya berjalan.
Melihat orang demikian galak, pegawai-pegawai hotel
tidak berani mencegah.
Siu Lan sudah bertekad untuk binasa bersama, maka
itu barusan, meskipun ia dihajar berulangkah, ia tertawa
lebar. Sekarang, mendengar perkataannya Siauw Siauw
itu, ia kaget, ia kuatir sekali. Ia telah ditotok jalan
darahnya, tidak dapat ia berkutik, dengan begitu,
meskipun ia mau, ia tidak dapat mati, sedang untuk
meminta hidup, ia tidak sudi. Ia takut ialah kalau ia
dipaksa dinikah pemuda ini! Itulah lebih hebat daripada
mati! Oleh karena Siauw Siauw mengumbar amarahnya,
mendadak ia merasakan kepalanya pusing sekali,
dadanya pun sesak. Ia kaget bukan main. Dengan lekas
ia menetapkan hati, terus ia bersamedhi, untuk
meluruskan pernapasannya. Sekian lama, baru ia merasa
mendingan. Siauw Siauw terluka oleh racun yang sifatnya lambat.
Keracunan semacam itu pantang besar terlalu girang
atau terlalu murka, tidak boleh juga terlalu bersedih,
sebaliknya, orang harus menenangkan diri. lalu orang
mengerahkan tenaga dalamnya, nanti bekerjanya racun
dapat ditahan. Tadi, saking gusar, ia sudah
melampiaskan kegusarannya.
Meskipun ia benci sangat si nona, Siauw Siauw tidak
berani menyiksa di tengah jalan, untuk menghinanya, la
1054 masih mengandung sedikit harapan, ialah agar Siu Lan
tahu takut, supaya dia mengeluarkan obat pemunahnya.
Semua obat si nona telah ia pindahkan ke dalam
sakunya, dari itu belumlah ia putus asa...
Di sepanjang waktu itu, Siu Lan diperhina, disiksa,
tetap ia tidak mau menyerah. Ia telah berkeputusan
nekad, bersedia untuk terbinasa. Cuma ia merasa sangat
menyesal. Ialah ia belum dapat bertemu Kiam Hong,
untuk membeber rahasia hatinya. Karena itu, biar
bagaimana, ia masih tidak memikir untuk membunuh diri.
Sementara itu Leng In Hong dan Liong Kiam Hong
berada dalam perjalanan mereka. Sangat cocok mereka
satu dengan lain. mereka tidak menjadi kesepian. In
Hong telah mengajari ilmu pedangnya kepada kawannya,
ia lakukan itu di waktu siang dan juga malam sebelum
mereka tidur. Setiap waktu mereka pun saling
merundingkan, untuk memperoleh kemajuan. Dalam ilmu
pedang, Kiam Hong kalah jauh, tetapi ia cerdas, maka itu
kadang-kadang ia dapat mengutarakan pikiran yang baik,
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menambah keindahan atau kelihaian ilmu pedang
yang sedang diyakinkan itu. Kedua pihak memperoleh
faedah, yang lebih besar dapatnya ialah Kiam Hong.
Demikian selama belasan hari, In Hong telah
mewariskan ilmu pedangnya itu.
Pada suatu hari tibalah mereka di padang rumput. Hari
sudah magrib. Di situ tidak ada tempat singgah, sedang
tadi mereka melewatinya. Sudah mendekati sore, cuaca
pun buruk. Mega tebal dan hitam, tanda dari bakal
turunnya air langit. Tidak bisa lain, terpaksa mereka
maju terus, dengan niatan mendaki bukit di depan
mereka, untuk mencari guha guna melindungi diri. Baru
1055 saja mereka memasuki lembah, mereka melihat sebuah
kuil di depan mereka.
Kiam Hong tertawa.
"Berterima kasih kepada Thian, yang tak suka
membuat orang putus jalan!" katanya. "Mari kita pergi
kesana, untuk menumpang bermalam."
In Hong pun girang. Keduanya lekas maju.
Tengah mereka memasuki pintu kuil, hidung mereka
menangkap bau arak, lalu telinga mereka mendengar
tertawa lebar yang disusul dengan kata-kata: "Dengan
Koan Locianpwee demikian ternama besar, kenapa Kiauw
Laokoay tidak sudi bersahabat dengannya" Haha-haha!
Dua guru besar dari Selatan dan Utara telah bersatu, lalu
ditambah dengan Tek Seng Siangjin, dengan begitu apa
perlu takuti lagi Thio Tan Hong" Kecewa Yang Cong Hay
lari-larian ke empat penjuru dunia, pahalanya tidak dapat
dia tidak menyerahkannya kepada kita!"
In Hong terkejut. Pula ia seperti kenali suara itu. Ia
lantas menghentikan tindakannya, dengan tangannya, ia
memberi tanda kepada Kiam Hong. Akan tetapi sudah
terlambat. Orang di dalam itu sudah mengetahui
kedatangannya. "Siapa di luar?" tanya orang itu, suaranya nyaring.
Justeru itu kilat menyamber, guntur menggelegar,
disusul dengan turunnya hujan yang lantas menjadi
besar. "Orang yang menyelindung dari hujan!" Nona Leng
menjawab. Ia tidak takut meskipun ia tahu, orang di
1056 dalam itu ialah musuh. Bersama Kiam Hong, ia lari
masuk. Di depan pendopo ada setumpuk perapian, di
pinggirnya dua orang berduduk sambil minum arak.
Orang yang satu bertubuh kate dan romannya gesit,
usianya sudah tinggi, orang yang lain baru berumur lebih
kurang tiga puluh tahun, badannya kasar. Mereka itu
nampak heran melihat datangnya dua nona.
Segera setelah kedua pihak saling mengawasi, si
orang tua kate itu tercengang, lalu dengan cepat dia
tertawa terbahak-bahak.
"Kiranya Leng Lihiap!" katanya nyaring. "Setelah
sepuluh tahun kita tidak bertemu, tidak disangka-sangka
sekarang kita bertemu di sini!"
In Hong menyahuti, dengan suara dingin: "Sungguh
beruntung aku yang LawToatongnia masih mengenali
aku! Apakah gurumu kembali turun gunung?"
"Guruku telah meninggal dunia pada tahun yang lalu,"
sahut orang tua itu. "Kabarnya Leng Lihiap bersama Hok
Tayhiap telah bekerja sama di gunung Thiansan
memahami semacam ilmu pedang, sungguh aku si orang
tua kagum mendengarnya. Kiranya kamu suami isteri
masih belum melupakan dunia Kangouw! Eh, mana Hok
Tayhiap" Kenapa dia tidak nampak?"
Orang tua itu, yang hidungnya pun bengkung, adalah
Law Tong Sun, bekas tongnia, atau komandan Gilimkun,
yang dulu hari bekerja sama dengan Yang Cong Hay.
Dialah yang pada sepuluh tahun dulu, dalam
pertempuran di Hangciu, telah dihajar Ie Sin Cu, tulang
piepee-nya sudah ditoblosi kimhoa, atau bunga emas,
1057 tetapi beruntung ia. ia keburu ditolong gurunya, maka
lukanya itu diobati, tulangnya dapat disambung pula,
dengan begitu, ilmu silatnya tidak jadi musna.
Gurunya Law Tong Sun ini, sebagaimana diketahui,
ialah Cio Hong Po jago Rimba Persilatan yang kenamaan,
hanyalah dia, sebelum terlukanya muridnya itu, pernah
dikalahkan oleh suami isteri Thio Tan Hong. yang
menggunakan ilmu silat mereka siangkiam happek,
pedang bersatu padu. karenanya, dia malu untuk
menaruh kaki lebih lama pula dalam dunia Kangouw,
maka habis mengobati muridnya, ia larang Tong Sun
turun gunung. Ia tidak mau muridnya itu memangku
pangkat pula. Tong Sun tidak berani membantah, ia
lantas hidup menyendiri bersama gurunya itu. Selama
sepuluh tahun, ia menahan diri. Ketika Cio Hong Po
menutup mata, Tong Sun bersedih tiga bagian, bergirang
tujuh bagian. Sekarang ia tak usah dikekang lagi
gurunya. Seperti Yang Cong Hay, ia masih menggemari
pangkat dan hidup mewah dan berpengaruh, maka ingin
ia mencarinya pula. Taylwee Congkoan telah bertukar
orang menjadi Hu Kun Cip dan Gilimkun Tongnia ialah
Chian Tiang Cun, itulah tidak menjadi soal bagi Tong
Sun. Justeru telah terjadi peristiwa perampasan
bingkisan pelbagai propinsi untuk raja dan ia mendengar
perampasan itu dilakukan muridnya Thio Tan Hong, ia
mau bekerja dari ini jurusan. Itulah jalan pertama untuk
membalas sakit hati dan kedua untuk mendapat pangkat.
Sebagai seorang cerdik. Law Tong Sun tahu
bagaimana harus bersiasat. Demikian ia mau menempel
orang-orang kosen yang istimewa, seperti Kiauw Pak
Beng, untuk menempur Thio Tan Hong. Iamerasa pasti,
jikalau Thio Tan Hong sudah dapat dirobohkan, maka
1058 Yap Seng Lim di Selatan dan Ciu San Bin di Utara, akan
kehilangan tulang punggungnya, hingga mereka itu
gampang ia yang membereskannya
Orang dengan siapa Tong Sun berkumpul dan minum
arak ini bernama Tonghong Hek. Dia pun seorang yang
berkenamaan. Gurunya ialah Tokpie Khengthian Koan Sin
Liong, si Satu Tangan Menunjang Langit, yang pada tiga
puluh tahun dulu sudah dikutungi sebelah tangannya
oleh Huithian Lipngli Yap Eng Eng, sedang Koan Sin
Liong itu ialah keponakannya Ci Hee Tojin. Bedanya
umur di antara Ci Hee Tojin dan Koan Sin Liong
melainkan belasan tahun, karenanya sekarang dia sudah
berumur hampir tujuh puluh, hingga bicara tentang
tingkat derajat, dia seimbang dengan Cit Im Kauwcu dan
Yang Cong Hay. sebaliknya mengenai ilmu silat, dia
hampir menyamakan paman gurunya itu. Ci Hee Tojin.
Setelah kehilangan sebelah tangannya, sambil mengeram
diri, dia meyakini terlebih jauh ilmu silatnya selama tiga
puluh tahun, hingga dia memperoleh kemajuan. Dia
masih ingin menuntut balas. Hanya sekarang ini, semua
murid generasi kedua dari Hian Ki Itsu, berikut Yap Eng
Eng. sudah pada menutup mata. sedang dari generasi
ketiga, tinggal Thio Tan Hong seorang. Benar dengan
Tan Hong dia tidak bermusuh pribadi tetapi dia
menganggapnya demikian. Sekarang dia muncul dan
bersahabat dengan Law Tong Sun.
Tong Sun ketahui urusan Koan Sin Liong itu, ia
menganjurkan Sin Liong bergabung dengan Kiauw Pak
Beng. Sin Liong setuju, dia menyuruh Tonghong Hek pergi
bersama Tong Sun mengunjungi Pak Beng, untuk
membicarakan soal bekerja sama itu. Tidak disangkaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1059 sangka di tengah jalan ini, di dalam kuil, mereka bertemu
dengan In Hong dan Kiam Hong. Kedua pihak lantas
berlaku waspada. In Hong tahu Tong Sun lihai dengan
ilmunya Hunkin Coku Ciu, dan Tong Sun memalui ilmu
pedang Thiansan Kiamhoat.
Tong Sun telah lantas berpikir: "Aku berdua, mereka
juga berdua. In Hong lihai ilmu pedangnya, inilah aku
ketahui. Entah bagaimana dengan kawannya ini, yang
pun membawa pedang dan romannya cantik dan gagah.
Rasanya dia berilmu silat tidak rendah. Kalau kita
bentrok, belum tentu pihakku akan menang di atas
angin. In Hong ini tidak pernah berpisah dari Thian
Touw, suaminya, sekarang dia ada di sini, mungkin
Thian Touw ada di belakangnya. Dalam ilmu pedang.
Thian Touw cuma kalah sedikit daripada Thio Tan Hong.
Maka baiklah aku berlaku sabar..." Demikian ia berlaku
ramah-tamah, niatnya untuk mencari tahu maksud
Nyonya Hok Thian Touw itu.
Di pihak lain, In Hong pun tidak mau bentrok, maka ia
bersenyum dan berkata: "Law Tongnia juga tidak dapat,
melupakan dunia Kangouw, maka itu, jikalau aku keluar
untuk berjalan-jalan, ada apakah yang aneh" Suamiku
mendengar, juga Yang Cong Hay telah muncul kembali,
ia ingin sekali menemuinya untuk kedua pihak mencoba
pula ilmu silat pedang mereka! Kami tahu Yang Cong Hay
mengambil jalan ini, apakah Law Tongnia pernah
bertemu dengannya?"
Hati Tong Sun bercekat.
"Tidak, tidak," sahutnya. "Sudah beberapa tahun aku
tidak bertemu dengan dia." Di mulut dia mengatakan
demikian, dalam hatinya, dia pikir: "Kiranya mereka lagi
1060 mencari Yang Cong Hay. Kalau begitu, meskipun Hok
Than Touw tidak bisa di sembarang waktu datang
kemari, dia mesti ada di dekat-dekat sini. Syukur barusan
aku tidak berlaku sembrono..."
"Jikalau Law Tongnia tidak pernah bertemu padanya
tidak apalah." kata In Hong. "Biarlah sebentar, kapan
hujan sudah berhenti, kami pergi mencari dia."
"Jangan sungkan, nona, mari di sini kita sama-sama
menghangati tubuh!" kata Tong Sun, mengundang.
"Apakah nona-nona mau minum arak?"
"Tidak, kami cuma ingin beristirahat sebentar saja.
Apakah kuil ini ada penghuni pendetanya?"
"Aku tidak melihat pendeta. Dua kamar di samping itu
pun kosong semua."
Memang kuil itu kosong. Gara-gara peperangan,
pendetanya pergi mengungsi.
"Terima kasih," In Hong mengucap. "Adik Hong, mari
kita beristirahat dalam kamar pendeta di sana."
Kiam Hong menurut. Setelah berada di dalam kamar
dan pintunya sudah dirapatkan, ia menanya perlahan:
"Siapa dua orang itu?"
"Orang yang bicara denganku bekas komandan
Gilimkun, namanya Law Tong Sun," In Hong
menerangkan, "yang satunya lagi, aku tidak kenal, tetapi
Tong Sun menyebut gurunya Koan Locianpwee, dia
tentulah muridnya Koan Sin Liong."
Koan Sin Liong itu, Kiam Hong kenal namanya. Dialah
si orangjahat pembunuh ayahnya Ban Thian Peng.
1061 "Mereka berdua bukan manusia baik-baik, kenapa enci
tidak mau turun tangan untuk menyingkirkan mereka?" ia
tanya. "Law Tong Sun itu dulu pernah diberi ampun Thio
Tayhiap," In Hong menyahut, "tetapi barusan mendengar
suara mereka, dia rupanya masih membenci tayhiap,
karena belum ada kepastiannya, baik kita bersabar dulu,
kitajangan usil padanya."
In Hong mengatakan demikian karena ia merasa tidak
ungkulan dapat mengalahkan dua orang itu, hingga ia
sama dengan Tong Sun, yang merasa jeri terhadapnya.
Tonghong Hek mengawasi orang berlalu, setelah itu ia
memainkan matanya dan sembari tertawa berkata
kepada Law Tong Sun: "Sungguh nona-nona yang cantik
manis!" Tong Sun menggoyangi tangan.
"Bunga mawar ada durinya, tidak dapat kita petik!"
katanya, tertawa. "Yang tuaan itu isterinya Thiansan
Kiamkek Hok Thian Touw!"
Ketika itu hujan turun bagaikan dituang-tuang,
suaranya sangat berisik, jikalau tidak, tidak nanti bekas
komandan Gilimkun itu berani melayani Tonghong Hek
bicara sambil tertawa-tertawa.
Selagi hujan masih turun secara besar-besaran itu, di
luar kuil terdengar suara kuda meringkik. Tong Sun
lantas saja menjadi kaget.
"Jangan-jangan Hok Thian Touw datang!" pikirnya.
Segera juga terlihat pintu pekarangan dibuka dan
sebuah kereta kuda masuk ke dalam, sampai di muka
1062 kuil. terus dari dalam kereta kelihatan turunnya seorang
laki-laki yang sebelah mukanya berkulit hitam, tangannya
mengempit seorang wanita. Dengan tindakan lebar dia
masuk ke dalam pendopo, sinar matanya yang dingin
mengawasi tajam kepada Tong Sun dan Tonghong Hek.
"Numpang, numpang!" katanya. "Ajaklah aku
menghangatkan diri!"
Orang itu ialah Kiauw Siauw Siauw serta kurbannya,
Im Siu Lan. Tonghong Hek tidak kenal puteranya Kiauw Pak Beng
itu, melihat tingkah orang jumawa, ia menjadi tidak
senang, ia bukan saja tidak mau minggir, untuk membagi
tempat, dia bahkan menggeser kedua kakinya, bagaikan
menghalang, untuk tidak mengajak orang
menghangatkan diri.
Kiauw Siauw Siauw melihat lagak orang, ia pun tidak
mau berlaku sungkan. Lebih dulu ia menurunkan Siu Lan
dekat api, habis itu, dengan congkak dia duduk di
tengah-tengah-di antara kedua orang itu sedang dengan
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebelah tangannya, ia sengaja menyikut Tonghong Hek,
mulutnya sendiri mengatakan berulang-ulang:
"Numpang, numpang!" Suaranya itu sangat dingin.
Tonghong Hek gusar sekali, hingga ia tidak dapat
mengendalikan diri.
"Eh. kenapa kau tidak tahu adat?" tegurnya, kedua
tangannya bergerak, hendak menangkap tangan orang,
untuk membanting orang itu.
Di luar dugaannya, Kiauw Siauw
1063 Siauw membalik tangannya, terus mendahulukan
menangkap. "Kau mau berkelahi" tanyanya sambil tertawa
mengejek. Tonghong Hek gusar sekali, tetapi dia kalah tenaga,
ketika dia meronta, dia tidak dapat melepaskan
tangannya. Dalam gusarnya, dia hendak menendang,
atau Law Tong Sun segera datang sama tengah.
"Orang-orang perantauan siapa yang tidak gemar
mengikat persahabatan?" katanya. "Tuan-tuan, mengapa
untuk urusan sekecil ini kamu menuruti napsu amarah
sendiri" Aku minta sukalah kamu bicara secara baikbaik!"
Mendengar itu, Tonghong Hek suka memberi muka.
Juga Kiauw Siauw Siauw merasa tak enak sendirinya.
Maka keduanya saling melepaskan cekalan mereka.
luga Tonghong Hek lantas minggir sedikit, untuk
memberi tempat agar orang baru itu dapat
menghangatkan tubuhnya.
Pada lebih daripada sepuluh tahun yang lalu Law Tong
Sun pernah diajak gurunya, Cio Hong Po, mendaki
gunung Kunlun San mengunjungi Kiauw Pak Beng.
Karena ini juga tak malu-malu dia mengajukan diri untuk
menjadi orang perantara di antara Koan Sin Liong dan
Kiauw Pak Beng, supaya mereka itu berdua berserikat.
Ketika kunjungannya itu. dia melihat Kiauw Siauw Siauw
mendampingi ayahnya. Waktu itu Siauw Siauw baru
berumur empat atau lima belas tahun. Dalam usia
semuda itu ia sudah tampan sekali. Tidak seperti
sekarang, ia menjadi jelek luar biasa. Benar sekarang
1064 Tong Sun tidak mengenali Siauw Siauw akan tetapi ia
melihat gerakan tangan orang. Itulah gerakan yang luar
biasa, yang tidak dipunyakan oleh ahli-ahli silat
Tionghoa. Maka ia mau menyangka kepada muridnya Le
Kong Thian si manusia raksasa.
Roman Tong Sun tidak berubah, akan tetapi Kiauw
Siauw Siauw tidak mengenali dia. Ketika ia masih muda
dan berada di rumahnya, ayahnya menerima banyak
sekali kunjungan, ia tidak ingat satu demi satu, ia cuma
memperhatikan orang-orang yang ternama.
"Tuan she apa?" Tong Sun tanya setelah orang
berduduk. "She Kiauw!" sahut Siauw Sianw, ringkas, tanpa
menoleh. Hatinya bekas tongnia Gilimkun itu bercekat.
Sebenarnya ia ingin menanya pula, akan tetapi karena
orang bersikap demikian angkuh, ia batal, iajengah
sendirinya. Ia sekarang memikir, kalau nanti orang
menoleh, baru ia hendak menanya. Maka itu, ia terus
mengawasi. Habis menghangatkan tubuh, Siauw Siauw berbangkit,
dari pinggangnya dia meloloskan joanpian, ialah ruyung
lemas yang mirip cambuk. Begitu dia minggir sedikit
lantas dia menyabet, ke arah si nona, yang sedari tadi
berdiam saja, tanpa berkutik, tanpa berbicara. Cambukan
itu membebaskan si nona dari totokan urat gagunya,
maka sekarang ia masih tidak bisa menggeraki tubuh,
tangan atau kakinya.
Siauw Siauw tidak berhenti dengan satu cambukan itu,
dia mengulangi, dia mengulanginya. Dari itu robeklah
1065 bajunya Siu Lan bagian depan, hingga dadanya terlihat
putih dan halus, hanya sekarang dada itu balan dan
mengeluarkan darah. Begitu memang cara Siauw Siauw
menganiaya si nona, untuk menyiksanya. Dia ditimpa
hujan, dia baru saja diejek Tonghong Hek, sekarang dia
melampiaskan kemendongkolannya terhadap nona
tawanannya ini. Dia mengertak gigi, menyambuknya
makin keras dan makin keras.
Siu Lan menahan sakit, ia menggigit rapat kedua baris
giginya, tidak urung ia merintih juga.
Setelah menghajar enam atau tujuh kali. Siauw Siauw
berhenti. "Siu Lan, kau mau bicara atau tidak?" dia tanya.
Belum lagi berhenti pertanyaan itu, atau Tonghong
Hek sudah berseru: "Sungguh tidak tahu malu! Menghina
wanita!" Tangannya pun menjemput sepotong kayu yang
menyala dengan apa dia menimpuk ke muka si anak
muda. Semenjak tadi ia mengeluarkan cambuknya terus
sampai ia mulai menyambuk Siu Lan, Siauw Siauw sudah
memperhatikan orang di sisinya itu, yang ia lihat
mengawasi ia dengan tnata tajam bersorot gusar, hanya
disebabkan orang cuma mengawasi saja, ia tidak
bertindak apa-apa. Ia menyangka orang itu jeri. Sebagai
orang jumawa dan tak takut apa juga, ia terus membawa
lagaknya itu. Di luar dugaannya, akhirnya orang turun
tangan juga. Gurunya Tonghong Hek itu, yaitu Koan Sin Liong,
pernah keponakan dari Ci Hee Tojin. Di samping itu, Cit
Im Kauwcu ialah muridnya Ci Hee Tojin itu, bahkan
1066 dialah murid yang murtad karena dia telah berganti guru
kepada Ki Hoan. Perbuatan menukar guru itu adalah
pantangan besar dalam dunia Rimba Persilatan. Hanyalah
Cit Im Kauwcu dibiarkan oleh Ci Hee disebabkan guru ini
juga bukan seorang manusia bersih, karena sebagai
guru, ia pernah mencoba memperkosa muridnya.
Tentang perbuatannya yang keji itu, Ci Hee tidak berani
memberitahukan siapa juga, malah ia ingin jangan ada
lain orang yang mengetahuinya, juga jangan ada yang
tahu Cit Im itulah muridnya. Setelah Ci Hee menutup
mata, sebagai ciangbunjin, ketua partai ia digantikan
Koan Sin Liong. Dia ini tahu Cit Tm Kauwcu murtad, dia
membencinya. Tapi Cit Im lihai racunnya, dia tidak berani
secara berterang menentangnya, dia tidak berani
menghukum, cuma kepada beberapa muridnya dia telah
menerangkan urusan itu, agar semua murid ketahui Cit
Im itu murid murtad partai mereka, supaya dipasang
mata terhadap Cit Im apabila ada saatnya, supaya
mereka turun tangan, untuk memberi hukuman. Karena
itu, terang sekali merekajuga ketahui Cit Im Kauwcu
mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Im
Siu Lan. Bahkan orang ketahui juga. kitab ilmu racun
Pektok Cinkeng dari Ki Hoan telah diwariskan pada Cit Im
Kauwcu. Dalam perjalanan Tonghong Hek mengikuti Law Tong
Sun itu untuk mengunjungi Kiauw Pak Beng, mereka
pernah lewat di Bang keepo. Di sana Tonghong Hek telah
mendengar kabar hal kematiannya Cit Im Kauwcu. Coba
ia bukan lagi bertugas, tentu ia sudah mencari Im Siu
Lan, untuk memberi hukuman, siapa tahu sekarang, ia
bertemu nona itu secara begini kebetulan. Begitu ia
mendengar Siauw Siauw menyebut Siu Lan, tahulah dia
1067 siapa si nona. Maka ingin ia membekuk nona itu, untuk
sekalian merampas kitabnya. Ia tidak mau membuka
rahasia partainya, dari itu ia lantas beraksi, berpura-pura
hendak membelai nona yang lagi disiksa itu. Ia ingin
setelah membereskan Siauw Siauw lalu menawan Siu
Lan. Ia percaya, kalau ia turun tangan, Law Tong Sun
bakal membantu padanya, dengan begitu pasti ia bakal
dapat mengalahkan pemuda kosen itu.
Sesudah Kiauw Siauw Siauw mati, ia percaya juga, Siu
Lan bakal berhutang budi padanya, dengan begitu,
dengan cara halus, ia mau bawa si nona pulang ke
gunungnya. Atau kalau perlu, ia tak segan menggunakan
kekerasan. Dengan begitu juga kitab Pektok Cinkeng
bakal terjatuh dalam tangannya.
Tidak dapat Kiauw Siauw Siauw mengelakkan diri dari
serangan tiba-tiba itu. Benar ia mencoba berkelit, tangan
kirinya toh terkena juga. Tangan kirinya itu memang
masih sakit. Ia terkena api, ia merasakan sangat sakit
dan panas. Balutannya terbakar dan terlepas, lukanya
pun pecah pula. Bukan main gusarnya ia. Ia lantas
memadamkan api, ia menahan rasa nyerinya. Sedangnya
ia repot seorang diri itu, Tonghong Hek bekerja terus.
Dia ini berlompat, bergerak untuk merampas cambuk di
tangannya. Berhasillah dia, sebab Siauw Siauw kembali
tidak menyangka.
Sekarang, tidak menanti sampai dia diserang pula,
sambil berseru, Siauw Siauw mengeluarkan kipasnya,
dengan itu dia mendahului menyerang, untuk melakukan
pembalasan, bahkan dengan bengis dia mendesak.
Tonghong Hek menjadi repot. Celaka dia, segera
lengannya kena dihajar kipas, hingga tulangnya pecah.
1068 Rasa sakit itu seperti menusuk jantungnya. Dia menjadi
sangat gusar, dia berteriak, dia menghunus pedangnya,
untuk menikam! Sebelum mereka dapat bertempur terlebih jauh, duadua
Tonghong Hek dan Kiauw Siauw Siauw merasakan
lengannya masing-masing seperti terjepit besi. Sebab
Law Tong Sun sudah berlompat kepada mereka,
menyambar tangan mereka itu. untuk dipisahkan.
Siauw Siauw kaget untuk lihainya Tong Sun itu.
"Eh, toako, apa maksudmu?" Tonghong Hek tanya.
Dia heran. Siauw Siauw sendiri tidak menanya atau menegur, ia
hendak mengerahkan tenaga, untuk berontak, karena
mana mendadak Tong Sun merasakan tangannya dingin
sekali, hingga ia lekas-lekas melepaskan cekatannya Tapi
ia sadar, maka ia lantas berseru, menjawab kawannya:
"Tonghong Toako, ini dia yang dibilang air bah
menerjang kuil si raja naga! Tuan ini ialah puteranya
Locianpwee Kiauw Pak Beng!"
Siauw Siauw menggunakan Siulo Imsat Kang, ia baru
menyampaikan tingkat kedua, ia tidak bisa melukai Tong
Sun. tetapi karena ia menggunakan tangan dinginnya itu,
si orang she Law lantas menduga tepat tentang dirinya
Sebab di jamannya itu, yang mengerti Siulo Imsat Kang
cuma Pak Beng ayah dan anak, tidak ada orang yang ke
empat. Kalau orang muda ini bukan Le Kong Thian,
pastilah dia anak Pak Beng.
Tonghong Hek melengak, Ia menjadi bingung.
Justeru itu terdengar Siu Lan berseru: "Enci Liong!"
1069 Itu waktu segera terlihat In Hong dan Kiam Hong
datang memburu: Si nyonya ke arah Siauw Siauw, si
nona ke arah Nona Im.
Sebat sekali Tong Sun bergerak, untuk menghalangi
Nona Liong. Ia tidak kenal Siu Lan, tak tahu dia hal
ichwalnya, tetapi sebab nona itu menjadi lantaran dari
bentroknya Tonghong Hek dengan Kiauw Siauw Siauw,
dia menganggapnya sebagai nona penting. Pula, dengan
rintangan ini, dia hendak memancing kemurkaannya In
Hong. Bukankah sekarang ia dapat mengharap
bantuannya Siauw Siauw"
"Minggir!" bentak Kiam Hong dengan gusar. Ia belum
tahu lihainya si bekas tongnia Gilimkun. Ia pun segera
menikam. Tong Sun tertawa, dia menyambut dengan
kepandaiannya berkelahi dengan tangan kosong.
Mulanya dia berkelit, lantas dia mengulur tangannya,
dengan berniat menangkap sikut si nona, guna
merampas pedangnya. Ketika itu, Kiam Hong telah
menikam tempat kosong, hingga pedangnya meluncur
lewat. Kiam Hong terkejut. Dengan cepat ia mengelakkan diri
dengan tipu silat "Liu In Ciu" atau "Tangan baju mega
hanyut." Ketika tangan Law Tong Sun mengenai bajunya,
tangan itu kena ia sampok. Akan tetapi: "Bret!" demikian
satu suara nyaring, ujung bajunya kena juga kesambar
robek. Meski demikian, ia terus dapat menghalau diri dan
pedangnya tak sampai terampas.
Di pihak lain, saking gesit, In Hong telah segera
sampai kepada Kiauw Siauw Siauw, yang terus ia serang.
1070 Pemuda itu menggunakan kipasnya yang lihai, untuk
menangkis, hingga bebaslah dia dari bahaya.
In Hong cerdik. Ia telah melihat luka Siauw Siauw di
tangan kiri. ia mengancam ke lengan kanan, di tengah
jalan, ia mengubah tujuannya, terus ia menyerang ke
tangan yang luka itu.
Di saat Siauw Siauw sangat terancam, hingga
lengannya yang luka itu bakal menjadi buntung, maka di
situ terdengarlah suara bentrokan keras, disusul dengan
jeritan menyayatkan hati. Itulah Tonghong Hek, yang
hendak membelai anaknya Kiauw Pak Beng, dia sudah
menghadang di depan si nyonya muda, yangtikamannya
dia menalangi menangkisnya, apamau pedang nyonya itu
meluncur terus, mengenakan pundaknya. Sebenarnya dia
tidak terluka parah, tetapi dia mengasi dengarjeritan
yang luar biasa itu, sengaja untuk didengar Kiauw Siauw
Siauw! Mendengar demikian, pemuda she Kiauw itu berkata
nyaring: "Bagus! Benarlah kau sahabat baik! Budi ini
biarlah lain kali aku membalasnya!"
Setelah berkata begitu, dia lari ke arah Siu Lan.
Law Tong Sun segera berkata kepada pemuda itu:
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tolong kongcu menyampaikan kata-kataku kepada
ayahmu! Bilang bahwa Law Tong Sun muridnya Cio Hong
Po dan Tonghong Hek muridnya Koan Sin Liong, bakal
mendaki gunung untuk memberi selamat!"
Kiauw Siauw Siauw dapat mendengar kata-kata orang
itu, ia menyahuti: "Baiklah. Law Tong Sun! Kamu
menyusullah belakangan!"
1071 Sembari berkata begitu, Kiauw Siauw Siauw
memondong Siu Lan, untuk dibawa lari. Dia merasa,
menyingkir ada jalan yang paling baik. Di situ ada Law
Tong Sun dan Tonghong Hek, yang dapat merintangi
musuh-musuhnya Siu Lan masih sempat berteriak: "Enci Liong! Enci
Liong! Engko Houw, dia... dia..." atau segera suaranya
berhenti. Sebenarnya ia ingin membilangi: "...Engko
Houw, dia menyintai kau..." tetapi ia telah lantas ditotok
Siauw Siauw. ditotok urat gagunya, hingga tidak dapat ia
meneruskannya. Kiam Hong kaget dan berkuatir, ia lompat untuk
mengejar, akan tetapi ia tidak dapat mewujudkan niatnya
itu, ia lantas dirintangi Law Tong Sun. Bahkan lagi sekali,
ujung bajunya kena dirobek. Tong Sun merupakan
tandingan berat.
In Hong menempur Tonghong
Hek. ia dapat mendesak, akan tetapi kapan ia melihat
Kiam Hong terdesak si orang she Law, ia menjadi
berkuatir. Ia tahu lihainyaTong Sun dengan ilmu silatnya
Hunkin Coku Ciu, siapa kena disambar dia, tulangtulangnya
bisa patah dan otot-ototnya putus, hingga
seumurnya si kurban bakal bercacad, maka itu, ia lantas
berlompat untuk membantui si nona.
Law Tong Sun lihai. dia lantas mendengar suara
sambarannya senjata di belakangnya, sembari tertawa
dia menggeser kakinya, mengelit tubuhnya, hingga dia
lolos dari bahaya. Itulah gerakan bagus dan lincah yang
dinamakan "Hutin pauwgoat" atau "Mengebut awan,
memeluk rembulan." Dia pun tertawa dan berkata: "Leng
1072 Lihiap. kita sama-sama bekerja untuk sahabat kita, sama
sekali tidak ingin aku bentrok, dengan kau!"
"Tapi ingat!" In Hong membentak. "Apa katamu ketika
dulu hari Thio Tayhiap mengampuni jiwamu" Bukannya
kau mengunci pintu dan memikirkan kesalahanmu,
mengapa sekarang kau muncul pula dan berbuat jahat"
Aku kenal kau tetapi pedangku tidak!"
Tong Sun tidak takut, dia masih tertawa.
"Oh, kau tidak dapat memaafkan aku?" katanya.
"Baiklah, akan aku melayani kau beberapa jurus, untuk
membikin lenyap kemendongkolanmu!"
Meskipun dia bicara demikian macam, di dalam
hatinya. Tong Sun memikir untuk berlaku waspada. Ia
percaya pasti, setelah berselang delapan tahun, entah
berapa besar kemajuannya ilmu pedang dari nyonya
muda ini. Dulu hari itu, ia menang unggul, akan tetapi
sekarang, kekuatan mereka agak berimbang.
Dengan begini mereka berempat menjadi bertukar
lawan. Menghadapi In Hong, Tonghong Hek terdesak,
sekarang melayani Liong Kiam Hong, dia seperti dapat
semangat. Nyata dia menang tenaga dalam, sedang si
nona menang ilmu pedangnya. Sesudah melewati lima
puluh jurus, mereka masih seri saja.
Law Tong Sun, sambil menjagai pintu, melayani Leng
In Hong. Ia berkelahi sambil menanti waktu. Setelah
banyak jurus, ia merasa bahwa Kiauw Siauw Siauw
sudah lari jauh bersama Siu Lan, maka mendadak ia
tertawa dan berkata: "Leng Lihiap, kau telah tidak
mendongkol pula, bukan" Maafkan aku. tidak dapat aku
melayani kau terlebih lama! --- Sahabat, mari kita pergi!"
1073 Kata-kata yang terakhir ditujukan kepada Tonghong
Hek, habis berkata, ia lantas bersiul, setelah melakukan
satu tangkisan, ia lompat keluar pintu, untuk segera
mengangkat kaki.
Tonghong Hek yang cerdik sudah menurut buat, maka
itu, keduanya lantas lari kabur. Tong Sun tidak mau
berkelahi lebih lama, lantaran iakuatir Hok Thian Touw
nanti keburu datang...
Ketika itu, meskipun sudah tak lebat lagi, hujan masih
belum berhenti, dan jagat gelap petang.
Ketika mereka datang, In Hong berdua Kiam Hong
menambat kuda mereka di pohon di kiri kuil, ketika Kiam
Hong pergi kesana, untuk melihat kuda mereka, ia
mendapatkan dua-dua binatang tunggang itu lagi rebah
sebagai bangkai, sebab ketika tadi Tong Sun lari keluar,
sekalian dia hajar roboh kuda itu dengan pukulan Hunkin
Coku Ciu. Tanpa kuda, tidak dapat Kiam Hong dan In Hong
mengejar musuh.
"Sudahlah, adik Hong!" kata In Hong, mengajak. "Mari
kita garang dulu pakaian kita."
Kiam Hong tidak menyahuti, ia hanya sangat berduka.
"Enci Siu Lan, enci Siu Lan!" katanya sedih. Sia-sia
saja ia memanggil Nona Im, tidak ada jawaban
untuknya. Maka ia memeriksa tapak kaki.
In Hong mencekal tangan orang, untuk ditarik.
"Sudah, tak usah kau mencari," katanya, menghibur.
"Mereka bertiga pergi ke Kunlun San kepada Kiauw Pak
Beng, tidak dapat kita susul mereka."
1074 Di dalam, tabunan masih menyala. In Hong
menambahkan beberapa potong kayu kering. Ia ajak
Kiam Hong berduduk, untuk menggarang diri.
Sekian lama Kiam Hong masih berdiam, akhirnya ia
menghela napas. Ia kata; "Enci Siu Lan dibawa pergi
kepada tua bangka she Kiauw itu, entah
bagaimanajadinya. Bagaimana sekarang, apa daya?"
"Siluman tua she Kiauw itu bukannya tanpa tanding,
kenapa tidak ada daya?" berkata In Hong.
"Apakah kita minta bantuannya Thio Tayhiap?" Kiam
Hong tanya. "Itulah seperti air yang jauh sukar dipakai
menolong memadamkan kebakaran yang dekat" Jikalau
terjadi sesuatu atas diri enci Siu Lan, bagaimana aku
dapat bertanggung jawab terhadap ibunya?"
"Baiklah kau jangan terlalu berkuatir," In Hong
membujuk. "Aku merasa bahwa Kiauw Siauw Siauw tidak
menghendaki jiwanya Siu Lan..."
"Tapi tadi kita telah melihat Siauw Siauw menganiaya
enci Siu Lan, itulah sungguh menggiriskan..."
"Itulah tentu disebabkan hatinya sedang panas. Kita
telah melihat, sebelah mukanya Siauw Siauw hangus
melepuh dan sebelahnya lagi hitam guram. Aku mau
percaya, dia tentu telah terkena senjata rahasia yang
beracun dari Siu Lan. Kaum lurus tidak nanti
menggunakan senjata rahasia semacam itu."
"Dengan begitu, Siauw Siauw pasti jadi semakin benci
padanya..."
1075 "Benar. Makajuga dia menganiaya secara tadi itu. Tapi
juga benar, karena kebenciannya itu, tidak nanti dia
merampas jiwa Siu Lan."
Kiam Hong cerdas, dia dapat dikasih mengerti, dengan
begitu, hatinya menjadi sedikit lega.
"Kau benar, enci," katanya mengangguk. "Tentu Siauw
Siauw menganiaya dia, untuk memaksa dia
mengeluarkan obat pemunahnya. Atau mungkin itu
berhubung dengan kitab racun Pektok Cinkeng."
Walaupun ia menduga tepat, nona ini tidak dapat
melegakan hati seluruhnya. Ia sekarang memikirkan,
bagaimana Nona Im dapat ditolong. Apakah ia mesti
melakukan perjalanan jauh beribu-ribu li ke Selatan
untuk memohon bantuan Thio Tan Hong"
In Hong mengawasi kawan itu, ia dapat membade hati
orang. "Untuk melindungi jiwa Siu Lan, ada dayanya!" ia kata
tertawa. "Jikalau sekarang kita menyusul dia tanpa
memperhitungkan segala apa, perbuatan kita itu tidak
bakal ada hasilnya. Jangan kata memangnya kita berdua
tidak dapat melawan Kiauw Pak Beng si siluman tua,
umpama kata Siauw Siauw bertiga bekerja sama, mana
bisa kita melawan mereka itu" Maka itu, tidak ada
keuntungannya untuk kita sekarang menyusul mereka."
Mukanya Kiam Hong menjadi merah, iajengah
sendirinya. Baru sekarang ia sadar.
"Enci benar." ia mengakui. "Saking kerasnya
keinginanku menolongi enci Siu Lan, pikiranku menjadi
butek..." 1076 "Ketika dulu hari bersama Thian Touw aku melayani si
siluman tua she Kiauw, kekuatan kita hampir
berimbang," berkata In Hong, menjelaskan, "sekarang
ilmu pedangku memperoleh kemajuan, jikalau aku
melawan pula dia bersama Thian Touw, mungkin kita
berimbang. Maka di dalam ini hal, baiklah aku mencoba
dulu, jikalau aku gagal, baru terpaksa kita minta
bantuannya Thio Tayhiap."
"Benar, lagi delapan atau sepuluh hari, kita bakal
sampai di Thiansan," kata Kiam Hong. "Di sana ada Hok
Toako. mengapa aku tidak dapat mengingatnya?"
In Hong kata dalam hatinya: "Kau mungkin tidak
mengingat dia sebab dia sangat tidak gemar membantui
urusan lain orang, kau cuma ingat Thio Tayhiap saja..."
Tapi, begitu ia memikir demikian, begitu hatinya
nyonya muda ini pepat dan pedih. Ia seperti diliputi awan
gelap. Lantas ia ingat peristiwa di selat Cheeliong Kiap,
tempo orang menempur Pak Beng ayah dan anak.
Walaupun orang sudah keteter dan tinggal runtuhnya
saja, Thian Touw masih tidak berniat memberikan
bantuannya. Setelah ia bicara, hingga ia bentrok dengan
suami itu, baru suaminya suka membantu.
"Bukankah untuk dia, Siu Lan itu orang luar?" ia
berpikir. "Mana dia suka menolongi orang yang tidak ada
hubungannya dengannya?"
Ia menjadi bingung, ia bersangsi. Dapatkah ia
membujuk suaminya itu"
Meskipun kesangsiannya ini, In Hong tidak
mengutarakan itu pada Kiam Hong.
1077 Kiam Hong berduka dan berkuatir sendirinya. Ia tidak
dapat menerka apa yang dipikir dan diberati In Hong. Ia
tidak tahu soalnya Thian Touw. Yang ia pikirkan ialah
keselamatannya Siu Lan, urusannya Siu Lan dan Giok
Houw. Ia heran kenapa Siu Lan terjatuh dalam
tangannya Siauw Siauw. Bukankah di tempat Ciu San Bin
ada banyak orang" Mungkinkah karena Siu Lan turun
gunung maka dia tertawan Siauw Siauw" Kalau benar dia
turun gunung, apakah perlunya" Apakah Giok Houw
telah menampik dia" Atau dia menyadari siasatnya
menjauhkan diri dari Giok Houw dan dia tak sudi
menerima itu"
"Kenapa barusan Siu Lan memanggil-manggil aku dan
menyebut nama Giok Houw?" pikirnya lebih jauh. "Dia
tidak dapat bicara terus, mungkin dia kena ditotok Siauw
Siauw. Apakah yang dia hendak bilang" Kenapakah Giok
Houw?" Kiam Hong cerdas tetapi sekarang pikirannya gelap. Ia
mencoba memikir terus. Rasanya ia dapat menerka. Tapi
ini justeru membuatnya berduka, membikin ia merasa
makin berkasihan terhadap Siu Lan.
Besoknya kedua kawan ini meninggalkan kuil tua itu.
Mereka berangkat tanpa mensia-siakan waktu, kecuali di
saat singgah atau bersantap. Mereka melintasi gurun
pasir dan tanah datar. Maka selang setengah bulan,
tibalah mereka di kaki gunung Thiansan.
Dongak ke atas, memandangi gunung itu, In Hong
menghela napas.
"Thian Touw berada di atas puncak, dia seperti
terpisah dari dunia, dia mana tahu manusia dalam dunia
banyak sekali penderitaannya?" ia kata dalam hatinya.
1078 Sebenarnya tenang penghidupan di duniayang
dinamakan Tho Hoa Goan atau Sumber Bunga Tho tetapi
In Hong masih belum ingin mengicipi penghidupan
tenang dan merdeka itu, ia masih mempunyai citacitanya
yang besar, maka sayanglah Thian Touw, setelah
berkenalan demikian lama dan sudah menjadi suami
isteri belasan tahun, dia masih belum dapat menyelami
hati isterinya itu.
Thiansan itu tinggi dan hawanya dingin. Umumnya
orang banyak, dia baru dapat mendaki sesudah tujuh
atau delapan hari. Tidaklah demikian bagi ln Hong dan
Kiam Hong, mereka ini telah mengenal baik gunung itu,
tahu di mana bagian yang berbahaya dan mahir ilmu
ringan tubuh mereka. Maka juga di hari ketiga, magrib,
tibalah sudah mereka di puncak, hingga di sini terbukalah
mata mereka. Mereka melihat telaga kecil yang airnya
jernih dan bercahaya. Di samping telaga itu In Hong dan
Thian Touw telah membangun beberapa rumah batu,
dan In Hong segera dapat melihat rumahnya itu.
Tanpa merasa, hati nyonya muda ini goncang. Ia telah
memikir, lebih suka ia berpisah dari Thian Touw, tak sudi
ia terikat hingga lenyap kemerdekaannya. Toh senantiasa
ia memikirkan suaminya itu. Sekarang, sesudah berada di
Thiansan dan segera ia bakal bertemu sang suami,
hatinya menjadi tidak tenang.
"Jikalau sebentar aku bertemu Thian Touw, apakah
kata-katanya yang pertama?" begitu iatanya dirinya
sendiri. "Jikalau Thian Touw tidak terlebih dulu memohon
perdamaian, bagaimana dengan aku?"
Tengah berpikir itu, kaki In Hong bertindak. Kiam
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong mendampingi ia
1079 Tiba-tiba di dalam kesunyiannya puncak gunung, In
Hong mendengar suara bentrokan senjata. Ia menjadi
heran, hingga ia memasang telinganya, matanya
mengawasi ke arah dari mana suara itu datang, ialah
bagian belakang rumahnya.
"Yang satu itu ialah suara pedangnya Thian Touw..."
kata isteri ini dalam hatinya Ia dapat mengenali suara
pedang suaminya itu, sebab ia dapat membayangi gerakgerik
ilmu silatnya. "Siapakah berada di atas gunung"
Kenapa ada bentrokan senjata" Apakah Thian Touw lagi
bertarung" Kalau benar, pihak lawan itu mesti orang
lihai..." "Tapi Thian Touw hidup menyendiri," pikir pula isteri
ini, herannya tak berkurang. "Kecuali dulu hari dia
mengalahkan Yang Cong Hay, ia tidak mempunyai
lainnya musuh" Siapakah orang ini" Dia bermusuh atau
cuma hendak menguji ilmu silatnya Thian Touw?"
Setelah mendengar sekian lama, lega juga hati isteri
ini. Ia mendapat kenyataan, yang bertempur itu cuma
dua orang. Itu artinya pertempuran satu lawan satu.
Ilmu pedang Thian Touw sudah mencapai puncak
kemahiran, dari itu orang yang dapat mengalahkan dia
tak ada beberapa gelintir lagi. Karena ini. dengan hatinya
lega, In Hong tak memikir lekas-lekas maju membantui,
sebaliknya, ia ingin menyaksikan dulu. Maka bersama
Kiam Hong, ia berjalan memutari rumahnya.
Segera juga terlihat, lawannya Thian Touw ialah
seorang pendeta tua yang bertubuh jangkung dan kurus.
Tidak jauh dari mereka itu, ada berdiri seorang umur kira
lima puluh tahun, yang tubuhnya gemuk. Dia berdiri
1080 menonton. Si pendeta bergegaman golok Kayto, gesit
gerak-geriknya Hebat pertempuran itu, walaupun In Hong pandai
silat, matanya toh kabur juga menyaksikan
berkelebatannya pedang dan golok mereka yang lagi
bertarung itu. Thian Touw bersilat dengan ilmu silat
"Liusengkangoat," atau "bintang meteor mengejar
rembulan," suatu ilmu pedang ciptaannya yang paling
baru. Ilmu pedang itu sangat cepat tikamannya saling
susul. Mulanya In Hong menduga, si pendeta cuma akan
bertahan dua tiga jurus. Tapi ia menerka keliru. Pendeta
itu pun lihai sekali Dengan goloknya, dia dapat melayani
pedang yang berbahaya itu. Tetap mereka berimbang
satu dengan lain. Segera senjata mereka beradu,
suaranya menulikan telinga. Sebagai kesudahan dari itu,
keduanya sama-sama lompat mundur.
Si pendeta tertawa lebar dan berkata: "Si siluman tua
she Kiauw nyata tidak memuji secara yang berlebihan! Di
jaman ini benarlah ilmu pedangmu tergolong yang nomor
satu! Tidak kecewa aku telah menjelajah gunung
Thiansan ini!"
Hok Thian Touw menahan pedangnya.
"Locianpwee," ia berkata, tenang, "bukankah kau Tek
Seng Siangjin dari Sengsiu Hay, Kunlun San?"
Pendeta itu tertawa pula. "Matamu tajam sekali!"
katanya. "Dengan melihat ilmu golokku, kau dapat
mengenali aku. Eh, tahukah kau maksud kedatanganku
ini?" 1081 "Mengenai itu, aku mohon pengajaran," sahut Thian
Touw. "Kabarnya kau telah mengumpul belasan kitab ilmu
pedang," berkata Tek Seng Siangjin. "kau pula telah
menciptakan ilmu pedang Thiansan Kiamhoat. Kau tahu,
si siluman tua she Kiauw sangat memuji kau, aku tidak
percaya, maka aku datang kemari untuk mencoba.
Sekarang aku mendapat kenyataan benar ilmu
pedangmu luar biasa Itu artinya, kitab pedangmu itu ada
harganya untuk aku pinjam!"
Pendeta ini bicara dengan merdeka sekali, dia seperti
tidak memikir lain orang sudi meminjamkan kitabnya
atau tidak, dia seperti menganggap, kalau dia meminjam
barang orang, itu artinya dia memberi muka kepada
orang yang barangnya dipinjam itu!
In Hong mendengar tegas kata-kata si pendeta,
diajadi berpikir: "Kiranya dia inilah Tek Seng Siangjin.
Katanya dulu hari di dalam istana raja dia dikalahkan
Thio Tan Hong, habis itu dia menyembunyikan diri, siapa
sangka sekarang dia datang kemari untuk mencari garagara!
Thian Touw memandang kitab ilmu pedangnya
sebagai jiwa raganya, tidak nanti dia sudi gampanggampang
meminjamkannya!"
Benar-benar lantas terdengar suaranya suami itu ---
suara yang menyatakan tak puas hati.
"Locianpwee bergurau!" demikian katanya. "Orang
dengan derajat sebagai locianpwee, bagaimana
locianpwee dapat memikir kitab ilmu pedangku?"
1082 "Aku bukan menghendakinya," kata Tek Seng. "Aku
cuma mau meminjam lihat untuk satu tahun, nanti aku
membayarnya pulang."
"Ilmu pedang Thiansan Kiamhoat dari aku masih
belum sempurna," Thian Touw mengasi keterangan,
"tidak dapat aku memberi pinjam kitabku. Locianpwee,
maaf, tidak dapat aku menerima baik perintahmu ini!"
Pendeta itu mementang lebar kedua matanya.
"Aku sudi pinjam kitabmu, itu artinya aku menghargai
kau!" katanya, lagu suaranya aneh. "Oh, bocah cilik,
mengapa kau begini tidak tahu diri" Kau diberi selamat
dengan arak kegirangan, kau tidak sudi terima, kau
sebaliknya lebih suka minum arak hukuman! Tadi aku
cuma mencoba ilmu pedangmu, sekarang aku tidak
sungkan-sungkan lagi!"
Thian Touw habis sabar.
"Aku memandang usiamu yang tinggi, aku memanggil
kau locianpwee!" katanya keras. "Sekarang kau sendiri
yang tidak menghargai kehormatan dirimu, maka jangan
kau sesalkan aku tidak memakai adat peradatan lagi!"
Sembari berkata begitu, Thian Touw bahkan
mendahului menyerang. Ia menikam dengan jurus
"Guntur dan kilat saling sambar." Itulah salah satu jurus
Thiansan Kiamhoat. Benar sekali, anginnya tikaman
bersuara bergemuruh.
Tek Seng Siangjin tertawa terbahak.
"Jikalau aku tidak kasih rasa padamu, kau belum tahu
lihaiku!" katanya nyaring. "Apakah kau sangka karena
1083 kepandaian ilmu pedangmu ini aku jadi tidak dapat
berbuat suatu apa atas dirimu" Hm!"
Lantas pendeta ini mengangkat goloknya, begitu ia
berkelit, begitu ia menyerang. Tangan kirinya bergerak
mengikuti goloknya itu. Dengan begitu, golok dan
tangannya itu bergerak bersama-tangannya itu
mengarah dada. Jikalau Thian Touw kena tertepuk, dia bisa celaka,
tidak perduli ilmu dalamnya sudah mahir. Ia lantas
berkelit, perutnya dikasih kosong, dadanya ditarik
pulang. Maka itu, tangannya si pendeta cuma mengenai
baju. Lantaran ini. ia jadi kena terdesak.
Tek Seng Siangjin menjadi lihai begini karena sejak
dikalahkan Thio Tan Hong, dia telah menyekap diri untuk
meyakinkan lebih jauh ilmu silatnya. Dia panas hati. dia
ingin mencari balas. Bersama-sama Kiauw Pak Beng, dia
berdiam di gunung Kunlun San, masing-masing di bagian
gunung depan dan belakang, jaraknya satu dari lain
sekira tiga ratus li. Walaupun mereka terpisah jauh,
kadang-kadang mereka membuat pertemuan. Demikian
dari Kiauw Pak Beng, Tek Seng mendapat tahu halnya
Thian Touw lihai. Dia jadi ketarik hati, ingin dia
mendapatkan kitab Thian Touw itu. sekalipun dengan
paksa. Dia tahu. dalam tenaga dalam, dia tidak kalah dari
Thio Tan Hong, yang membuatnya dia kalah, ialah ilmu
pedang bersatu padu dari Tan Hong. Dia pikir, kalau dia
bisa mempelajari ilmu pedang hingga mahir, dia boleh
menempur pulajago she Thio itu.
Kiauw Pak Beng mendapat tahu apa yang dipikir si
pendeta, dia menganjurkan pendeta itu. Dia sendiri tidak
1084 mau turun gunung karena dia lagi meyakinkan ilmu
silatnya yang luar biasa, yaitu Siulo Imsat Kang.
Untuk menyateroni Hok Thian Touw. Tek Seng
Siangjin mengajak sahabat akrabnya ialah si orang tua
umur kira lima puluh tahun itu. namanya Kiok Ya Ciauw.
Bersama-sama mereka mendaki gunung Thiansan. Ketika
In Hong tiba, mereka pun baru sampai. Tanpa banyak
omong, Tek Seng Siangjin menantang Thian Touw. Inilah
berhubung dengan maksudnya menguji jago Thiansan
itu. Sesudah itu, baru ia mengutarakan maksudnya ingin
meminjam kitab pedang, walaupun dengan cara paksa.
Ia menganggap sudah tua dan gagah, ia memangnya
jumawa, maka juga ia percaya dengan ia minta pinjam
kitab, ia sudah memberi muka pada Thian Touw!
Tek Seng Siangjin sudah berhasil menciptakan ilmu
silat yang diberi nama "Tek Seng Ciu," atau "Tangan
Memetik Bintang." Tadi dia telah mencoba Thian Touw,
maka selanjutnya, dia hendak menggunakan ilmu
silatnya ini. Tangan kirinya itu terlebih hebat dari tangan
kanannya, tangan kosongnya seperti lebih unggul
daripada goloknya. Karena dia segera mendesak, baru
selang dua puluh jurus, dia sudah berhasil merangsak
hingga lawannya terus main mundur.
Sampai di situ, kembali pendeta ini tertawa.
"Sekarang kau ketahui lihaiku, bukan?" ejeknya
jumawa. "Maka, meski kau tidak sudi mengasi pinjam
kitab pedangmu, aku toh mesti
mendapatkannya juga! - Kiok
Laotee. pergi kau geledah rumahnya, kau cari kitab
ilmu pedangnya, aku sendiri, hendak aku membikin dia
1085 bercacad. supaya habis ilmu silatnya hingga di belakang
hari dia tak usah banyak rewel lagi!"
Perkataan yang belakangan itu ditujukan kepada
kawannya. Kiok Ya Ciauw tertawa.
"Aku sudah kata, memang paling benar kita bertindak
begini!" bilangnya. "Kau sendiri yang mau kebanyakan
mulut berbicara dulu dengannya! --- Eh, siapakah itu
wanita di sana?"
Orang she Kiok ini mendapat lihat In Hong, yang
berlompat keluar dari tempatnya sembunyi.
Nyonya muda itu merasa waktunya sudah sampai
untuk keluar. Ia tertawa dan menegur: "Orang tidak
punya muka! Kamu memikir untuk mencuri barang
orang" Hm! Lihat, ada aku di sini yang memasang mata
padamu!" Kata-kata itu disusul dengan tikaman pedang, yang
berkelebat seperti bianglala perak.
Poan Kimkong Kiok Ya Ciauw, si Arhat Gemuk, ada
orang gagah kelas satu, ilmunya bagian luar, gwakang,
telah mencapai puncak kemahirannya, golok atau pedang
biasa, tidak mempan terhadap tubuhnya, akan tetapi
kapan ia melihat datangnya penyerang ini, ia tidak berani
memandang enteng. Ketika tikaman tiba, ia sudah
mengeluarkan senjatanya, sepasang Patkak Kimci twi
atau gembolan emas merah segi delapan, senjata yang
surup dengan namanya, sebab benar-benar seluruhnya
terbuat dari emas merah tulen dan beratnya tujuh puluh
dua kati, harganya sepuluh ribu tail perak. Asalnya ia
begal tunggal, ia berhasil mengumpul uang membeli
1086 emas merah, untuk membikin gembolannya itu. Selama
merantau, dengan senjata itu ia menjagoi. Ada orangorang
yang mengarah senjatanya tapi mereka gagal,
mereka roboh ditangan ini begal tunggal yang gagah.
Setelah belasan tahun dan telah mengumpul banyak
uang, ia berhenti bekerja tanpa modal itu, ia hidup aman
dan damai. Ia membangun rumahnya di propinsi
Kamsiok, di kaki gunung Kilian San. Baru tiga bulan yang
lalu, ia menghadapi peristiwa hebat. Tiba-tiba ia
didatangi sepasang muda-mudi, ia diserang si pemuda,
yang kekosenannya berimbang dengan kekosenannya,
justeru karena itu, selagi ia seperti dilibat si pemuda, si
pemudi sudah menyerbu ke dalam rumahnya,
membunuh anggauta-anggauta keluarganya, juga muridmuridnya,
hingga ia kena dikalahkan dan terpaksa mesti
kabur, hingga habislah harta bandanya dirampas mudamudi
itu, cuma senjatanya yang ia bawa kabur.
Kemudian baru ia mendapat keterangan, sepasang pria
dan wanita muda itu ialah murid-muridnya Kiamkek Ouw
Bong Hu, ahli silat pedang kenamaan di Utara, bahwa
mereka itu baru pernah pertama kali masuk dalam dunia
Kangouw, apamau, pertama kali juga mereka turun
tangan atas dirinya. Katanya harta rampasan itu hendak
dihadiahkan kepada Kimto Cecu Ciu San Bin. Ia jeri
terhadap Ouw Bong Hu dan Ciu San Bin. Karena Tek
Seng Siangjin itu sahabat kekalnya, ia pergi ke gunung
Kunlun San, mohon bantuan sahabatnya itu. Juga Tek
Seng Siangjin tidak berani sembarang menempur Ouw
Bong Hu, ia suka membantu kalau Kiok Ya Ciauw suka
pergi dulu ke Thiansan meminjam kitab pedang Hok
Thian Touw. Demikian mereka pergi ke gunung
1087 Thiansan di mana mereka bentrok dengan jago dari
Thiansan itu, sampai akhirnya tibalah In Hong dan Kiam
Hong. Kaget juga In Hong ketika senjata mereka bentrok,
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangannya sesemutan. Inilah tidak heran karena pedang
enteng membentur gembolan tebal dan berat.
Kiok Ya Ciauw sebaliknya berkata dalam hatinya: "Ah,
wanita ini gampang diurusnya!" Ia lantas memikir
menyampok terlebih jauh, untuk membikin pedang lawan
terbang. Tapi ia salah menerka. In Hong tidak dapat
dipandang enteng. Justeru pedangnya mental, si nyonya
meneruskan menarik pulang, untuk dipakai menikam ke
bawah, tepat mengenai paha!
Kiok Ya Ciauw menjerit saking sakit. Pedang mengenai
ototnya. Saking gusar ia menghajar hebat dengan kedua
gembolannya. In Hong sudah kenal tenaga orang, ia tidak mau
melayani sama kerasnya. Ia berkelit. Ia hanya heran
mendapatkan musuh tertikam tetapi tidak berdarah.
Ketika ia mengambil ketika memeriksa pedangnya,
mengertilah ia apa sebabnya. Ujung pedangnya bengkok
bekas bentrokan pertama tadi, pantas musuh tidak
terlukakan. Karena ini, ia menggunakan kelincahannya,
di satu pihak ia berkelit dari setiap hajaran gembolan, di
lain pihak ia mendesak, ia mengurung lawan dengan
pelbagai tikaman dan sabatan, hingga Ya Ciauw menjadi
repot, terpaksa dia mengurung diri dengan gembolannya
itu. Thian Touw tengah terdesak Tek Seng Siangjin ketika
ia mendengar suaranya In Hong serta diberikuti
1088 munculnya isteri itu, ia menjadi heran berbareng girang,
hingga tanpa merasa ia berseru: "In Hong, kau datang!"
Dalam pertempuran jago lawan jago, pantangan ialah
jangan pemusatan pikiran terbagi, demikian dengan
Thian Touw ini, lantaran menyapa isterinya, ia ayal
sedikit, lantas keayalannya digunai musuhnya. Tek Seng
Siangjin menyerang hebat sekali. Cuma karena
kelincahannya, ia lolos dari bahaya, cuma bajunya yang
kena terbacok robek!
Ketika itu kembali terdengar bentakan, kali ini Kiam
Hong yang muncul sambil memutar pedangnya.
"Bagus!" berseru In Hong, menyambut kawannya itu.
"Bangsat ini aku serahkan pada kau! Tapi senjatanya
berat, kau harus waspada!"
"Aku mengerti!" menjawab Nona Liong. "Nanti aku
bereskan dia!"
Segera Kiam Hong sampai, segera ia menggantikan In
Hong melawan si Arhat Gemuk!
In Hong kata dalam hatinya: "Bangsat ini kuat, dia
menang tenaga dalam dari Kiam Hong, tetapi untuk
dapat mengalahkan si Hong, dia sedikitnya harus
berkelahi dulu seratus jurus." Maka itu, ia berlega hati
menyerahkan Kiok Ya Ciauw untuk dilibat Kiam Hong. Ia
lantas pergi kepada Thian Touw, guna mengepung Tek
Seng Siangj in.
Pendeta itu lagi mendesak keras tatkala ia merasakan
sambaran angin di belakangnya. Tahulah ia, itulah
serangan gelap. Tidak ayal lagi, ia menangkis ke
belakang. Ketika tadi In Hong menempur Kiok Ya Ciauw,
ia pun diam-diam
1089 memperhatikannya, ia mendapat kenyataan, nyonya
muda itu kalah tenaga dalam dari Thian Touw, dia cuma
mempunyai ilmu silat pedang yang tak dapat dicela. Dari
itu, di waktu menangkis ini, ia menggunakan tenaganya,
ia percaya si nyonya bakal tidak sanggup bertahan. Tapi,
untuk kagetnya, ia menangkis angin!
In Hong dapat melihat bagaimana orang menangkis
ia, ia membatalkan serangannya, tak sudi ia mengadu
tenaga. Dari hendak menyerang iga, setelah menarik
pulang pedangnya, ia membabat ke atas.
Tek Seng Siangjin kaget, hampir kepalanya kena
terpapas! Menampak demikian, Thian Touw girang sekali.
Pikirnya: "Baru beberapa bulan tidak bertemu, ilmu
pedang In Hong maju pesat sekali!" Maka bangunlah
semangatnya, lantas ia menyerang Tek Seng. Sebelum
pendeta itu dapat memperbaiki diri.
Tek Seng Siangjin menjadi sangat mendongkol, ia
menyambut Thian Touw, ia membacok dengan hebat,
sedang di lain pihak, dengan tangan kosong ia
menyerang In Hong, yang maju terus menyusuli ia.
Hebat orang beribadat ini tetapi ia tidak dapat
mencapai maksudnya, bahkan sebaliknya, dengan lantas
ia terdesak mundur, setindak demi setindak. Karena
suami isteri itu segera juga dapat mempersatukan diri,
dan ilmu pedangnya bersatu padu, Siangkiam happek,
sudah lantas tergabung. Umpama kata, desakan
sepasang pedang berat seperti gunung.
Tek Seng Siangjin menjadi heran sekali. Inilah di luar
sangkaannya. Ini pun tidak heran. Thian Touw sendiri
1090 turut dibikin heran karenanya. Nyatalah kemajuan
isterinya itu membikin perpaduan mereka berdua
menjadi hebat sekali. Thian Touw telah menduga, kalau
ia berkelahi berendeng dengan isterinya, kekuatannya
akan berimbang dengan kekuatannya Kiauw Pak Beng.
Melayani Tek Seng Siangjin, tentu mereka bakal menang,
tetapi sedikitnya sesudah lima puluh jurus lebih.
Sekarang kenyataannya lain, baru dua jurus, mereka
sudah menang unggul!
Bagaikan naga-naga bermain-main, demikian
sepasang suami isteri ini merangsak lawannya. Dengan
lantas mereka membikin Tek Seng cuma bisa menangkis,
sama sekali tak dapat dia membalas menyerang.
Ketika Kiok Ya Ciauw, yang lagi menempur Kiam
Hong, melirik kawannya itu, ia terperanjat. Dengan
terpaksa ia menyampok tikaman si nona, habis itu ia
berlompat meninggalkannya, guna
menghampirkan Tek Seng Siangjin, buat memberikan
bantuannya. "Bagus!" In Hong berseru melihat orang datang
padanya. Ia meninggalkan Tek Seng, ia lantas
menyambut Kiok Ya Ciauw. Begitu ia dihajar gembolan
dan ia berkelit, sembari berkelit itu ia membalas
menyerang. Tek Seng Siangjin melihat pedang si nyonya meluncur
ke arah Kiok Ya Ciauw, ia tidak memperdulikan itu,
sebaliknya, dengan mengerahkan tenaga, ia menyerang
Thian Touw. Ia anggap bahwa ia telah diberikan ketika
lolos dari kepungan. Lantas ia mencoba menahan pedang
musuh pria ini. Karena ia berada dekat dengan In Hong,
selagi si nyonya melayani Kiok Ya Ciauw, mendadak ia
1091 lompat sambil menyambar dengann tangan kirinya, guna
menjambak punggung orang.
Itulah jambakan yang sangat berbahaya, yang
dibarengi dengan lompatan yang sangat pesat, yaitu
lompatan "leheng hoanwi" atau "Memindahkan wujud,
menukar kedudukan."
Tapi In Hong juga bukan anak kemarin dulu. Ia
menyambuti Kiok Ya Ciauw bukan berarti menyambut dia
belaka, dia juga memasang mata kepada lawan
suaminya. Demikian selagi ia dijambak itu, mendadak ia
menarik pulang pedangnya, untuk dipakai menanggap
tangan orang! Tek Seng Siangjin kaget tidak terkira! Baru sekarang ia
merasa bahwa ia kena dipedayakan. Dengan kecepatan
luar biasa, ia menarik pulang tangannya, untuk ditolongi
dari ancaman mara bahaya.
Hok Thian Touw tidak berdiam saja, ia pun maju
menyerang! Tek Seng Siangjin dapat menghindarkan diri dari
pedang In Hong, yang ia kena sampok, tapi ia terancam
pedangnya Thian Touw. Itu waktu, Kiok Ya Ciauw pun
menyerang, tetapi dengan berkelitnya In Hong,
gembolannya menuju ke arah Tek Seng!
Dalam saat mati atau hidup itu, Tek Seng yang kaget
bukan kepalang telah menggunakan tipu silatnya yang
paling mahir, yang mungkin belum perna ia gunakan.
Dengan itu ia membuat dirinya "lolos dari kematian."
Ialah dengan terpaksa ia melepaskan dan menimpukkan
golok kayto-nya. Sebaliknya dengan kedua tangannya, ia
menyambar tangannya Kiok Ya Ciauw, yang
1092 gembolannya mengarah tubuhnya. Dengan keras,
sedang ia pun berkelit, ia menolak tangan kawannya,
untuk dibikin nyasar, hingga gembolan itu akhirnya
bentrok dengan pedang Thian Touw dan In Hong.
Dengan lompat mencelat, Tek Seng Siangjin
menyelamatkan dirinya, tetapi ketika ia berlompat, ia
meminjam tenaga lengannya Kiok Ya Ciauw itu. maka dia
ini, terlepas cekalannya pada gembolannya, hingga
senjatanya itu jatuh ke tanah!
Tek Seng Siangjin melepaskan goloknya bukan hanya
melepaskan dengan begitu saja, ia sembari menimpuk
Thian Touw, selagi ia ini menyerang padanya. Serangan
ini dilihat Thian Touw, dia berkelit. Maka itu, gerakannya
sendiri kena terhalang.
Celaka ialah Kiok Ya Ciauw, selagi gembolannya
ditahan Tek Seng Siangjin, ujung pedang In Hong
mampir di lengannya, hingga ia merasakan sangat sakit.
Inilah sebab utama kenapa senjatanyajadi terlepas dari
tangannya. Sudah begitu, pedang Thian Touw juga
menyambar ke dengkulnya. Syukur dia tertolak Tek
Seng, dia terhuyung, maka dia bebas,dari tikaman itu.
Tek Seng Siangjin berlompat berjumpalitan, ketika ia
turun menginjak tanah, ia terpisah jauh dari lawannya,
tanpa menoleh lagi, ia kabur terus turun gunung, untuk
menyingkirkan diri.
In Hong kagum untuk kelihaian Tek Seng bisa
menyelamatkan diri cara demikian.
Ketika Kiam Hong menghampirkan In Hong, Kiok Ya
Ciauw pun telah melarikan diri, hanyalah dia bergulingan
turun, terbawa angin terdengar keluhannya: "Gembolan
1093 emasku! Gembolan emasku!" Atas itu terdengar juga
suara sengit dari Tek Seng Siangjin: "Jikalau gunung
hijau masih ada, takut apa tak ada kayu bakar?"
Tegasnya, Tek Seng penasaran dan ingin menuntut
balas kelak di belakang hari.
In Hong tertawa. "Bangsat terokmok itu rugi besar!"
katanya. Kiam Hong memungut gembolan orang. Dia tertawa
dan berkata: "Bagus kita memperoleh harta karun ini!
Gembolan ini dapat dipakai memelihara saudara-saudara
kita di atas gunung selama setengah bulan!"
Mendengar suara nona itu, Thian Touw mengerutkan
alis. Katanya dalam hatinya: "Baru mereka pulang, sudah
mereka ingat pula gunung mereka..." Tapi isterinya itu
sudah pulang, biar bagaimana, girangnya bukan buatan,
sedikit juga tak nampak roman dukanya, sebab
kemasgulannya barusan lantas lenyap seperti disapu
angin. Suami isteri itu lantas berpegangan tangan erat-erat,
mau mereka mengutarakan ribuan kata-kata tetapi tak
satu yang dapat dikeluarkan, tak tahu mereka bagaimana
harus mulai bicara.
"In Hong, terima kasih!" akhirnya kata Thian Touw
selang sekian lama. "Jikalau kau tidak pulang tepat di ini
detik, pastilah kitab pedangku kena dirampas dua
manusia jahat itu..."
In Hong tertawa
"Ai," katanya, "baru beberapa bulan tidak bertemu,
kau lantas berlaku sungkan begini! Di antara suami isteri
1094 di mana ada ucapan terima kasih" Mustahilkah, jikalau
aku menghadapi bencana, kau pun akan berdiam saja?"
Thian Touw kagum dan terharu, ia menatap isterinya
Kiam Hong melihat kelakuan suami isteri itu, ia girang
bukan main. Mereka itu telah akur kembali. Sembari
tertawa, ia kata pada mereka:
"Nanti aku pergi kedalam untuk mematangi sesuatu,
kamu sendiri boleh pasang omong sesuka kamu!"
In Hong bersenyum, kemudian ia mengawasi
suaminya. Tiba-tiba ia melihat alis orang berkerut. Ia
heran. Ia tidak tahu apa yang membikin suami itu
masgul, hingga untuk sedetik, ia tercengang.
"Thian Touw, kau pikirkan apa?" tanyanya kemudian,
memaksakan tertawa.
"In Hong," berkata sang suami, bukan menyahuti,
hanya menanya, "ilmu pedangmu barusan aneh sekali,
adakah itu kau ciptakan sendiri atau kau dapatkan dari
lain orang?"
Sang isteri tidak menjadi kecil hati sebaliknya, ia
tertawa. "Thio Tayhiap telah memberikan petunjuk padaku,"
sahutnya. "Aku pun telah diberi pinjam Hiankong
Yauwkoat. Setelah membaca itu, aku lantas menyadari
intisarinya ilmu silat yang luhur. Tentang tipu silatku tadi,
itulah ciptaanku sendiri setelah aku memikirkannya
pulang pergi sekian lama. Tak tahulah aku, tipu itu dapat
dipakai atau tidak..."
"Oh!" seru suami itu, "rejeki kau, besar sekali,
peruntungan kau sangat bagus! Aku girang kau dapat
1095 membaca kitab luar biasa itu! Ayah bersama aku telah
bersusah payah dua turunan, baru kami berhasil
menciptakan Thiansan Kiamhoat yang tidak lengkap,
tetapi kau, cuma dalam tempo dua tiga bulan, kau sudah
menciptakan jurusmu itu!"
"Tapi juga ilmu pedangku itu belum sempurna,"
berkata In Hong. "Jangan kau terlalu memuji kepadaku!
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kau tahu, berhasilku ini pun ada karena jasamu."
Kata-kata itu membuat Thian Touw puas, ia
bersenyum. "Mana ada jasaku?" katanya. "Itulah disebabkan
peruntunganmu yang bagus serta kecerdasanmu!"
"Aku bukannya omong merendah," kata In Hong pula.
"Dengan sebenarnya tipu silatku ini aku ciptakan karena
perubahan Thiansan Kiamhoat kau itu. Bukankah kau
pun telah melihatnya?"
Thian Touw mengangguk.
"Benar," sahutnya. "Mulanya pun aku sedikit sangsi
dan berniat menanyakan kau karena jalannya mirip
dengan ilmu pedangku. Bukankah sifatnya itu selalu
kebalikan daripada tipu silatku?"
"Sedikit pun tidak salah," jawab In Hong. "Ini juga
hasil petunjuknya Thio Tayhiap. Tayhiap menganjurkan
aku jangan berkukuh kepada cara lama, supaya aku
berani mengubah, untuk menciptakan yang baru. Lurus
atau aneh, akhirnya toh sama saja, pokok dasarnya ialah
satu. Tayhiap membilang juga, apabila aku telah
menyempurnakannya, maka bersama-sama Thiansan
Kiamhoat kau, ilmu pedang kita menjadi satu lurus dan
satu aneh, kita berdua dapat saling mengandal atau
1096 saling bantu, tidak bisa kita saling mengalahkan,
sebaliknya jikalau kita tergabung, faedahnya sangat
besar, katanya biar musuh dari partai mana juga, tidak
dapat musuh melawan kita. Tayhiap bahkan kata, juga
ilmu pedangnya sendiri, ilmu pedang bersatu padu ?"
siangkiam happek --- tidak dapat bertahan. Semua ini
ada kata-katanya Thio Tayhiap, mungkin karena ia
hendak menganjuri aku."
"Tidak nanti Thio Tayhiap sembarang mengatakan
sesuatu," Thian Touw bilang. "Ah, apakah itu benarbenar"..."
Thian Touw percaya ia sudah berhasil menciptakan
ilmu pedangnya, ilmu yang tidak ada bandingnya, tetapi
sekarang, mendengar perkataan In Hong, isterinya-atau
lebih benar kata katanya Tan Hong --- ia menjadi raguragu.
Ia sangsi In Hong benar-benar dapat berendeng
dengannya. Hanya, kata-kata Tan Hong itu tak dapat ia
tak mempercayainya..."
In Hong mengawasi suaminya, ia dapat menerka hati
orang. "Bagaimanajikalau kita mencoba-coba?" tanyanya
bersenyum. "Kita lihat, benar atau tidak kata-katanya
Thio Tayhiap itu, yaitu bahwa kita sama-sama tak dapat
saling mengalahkan."
Thian Touw berpikir sejenak.
"Kau baru pulang," katanya, "kau habis membuat
perjalanan jauh berhari-hari, dan barusan baru saja kau
mengeluarkan tenaga banyak, maka marilah kita pulang
dulu, habis beristirahat baru kita mencoba-coba."
1097 Maka suami isteri, yang telah lama berpisahan itu,
berendeng berjalan pulang.
"Lihat pohon bunga bwee itu," kata sang suami
setibanya di dalam pekarangan, tangannya menunjuk,
"oleh karena kau tidak ada di rumah, lantas tidak ada
yang rawat."
Inilah kata-kata yang berputar. Thian Touw mau
membilang bahwa ia sangat pikirkan isterinya tetapi tidak
berani mengutarakannya langsung. Dengan ini juga ia
dapat mencari tahu pikiran isterinya itu.
In Hong tertawa. Ia menjawab: "Bukankah bunga itu
mekar indah?"
Isteri ini tahu maksud suaminya, ia tapinya berlagak
pilon. Tiba di rumah, mereka lantas duduk bersantap
bersama-sama Kiam Hong, yang telah menyiapkan
barang hidangan. Habis itu, setelah beristirahat, sang
Puteri Malam tampak sudah memancarkan sinarnya yang
permai. "Mari, mari kita mencoba!" In Hong mengajak,
bergembira. Thian Touw lantas menyambut dengan girang. Ia
memang kegilaan ilmu pedang dan semenjak tadi telah
memikirkan bagaimana harus memecahkan ilmu pedang
isterinya itu. "Mari!" katanya. Setibanya di luar, ia tertawa dan kata:
"Kau yang mulai!"
In Hong bersenyum, ia bersiap.
1098 "Sambutlah!" katanya. Mendadak ia menyerang
dengan tipu silat "Burung walet menggaris pasir."
Mulanya pedangnya diputar dulu di depannya.
"Bagus!" sang suami menyambut sambil tubuhnya
mengegos ke samping, dari mana pedangnya diluncurkan
ke nadi sang isteri. la membalas menyerang dengan
lantas. Ia melihat serangan isterinya serupa dengan
serangannya sendiri, ia bagaikan telah mengetahui
terlebih dulu ke mana isterinya hendak menyerang. Maka
ia berkelit berbareng menyerang. Ia bahkan memikir,
dengan dua tiga gebrak akan membikin isteri itu
melepaskan pedangnya dan menyerah...
Sempurna Thian Touw berpikir, akan tetapi
kenyataannya beda sekali dengan pikirannya itu.
Memang serangan In Hong serupa, maksudmaksudnya
yang bermula ?" tetapi habis itu ada
ekornya, ekor yang berlainan, yang di luar dugaan.
Seharusnya, setelah diancam nadinya itu, In Hong mesti
menyerah, tetapi ia memikir lain. Dengan gampang ia
bisa mengelit tangannya itu, lalu dengan cepat ia
menyerang pula, dengan hebat. Maka bentroklah pedang
mereka dengan menerbitkan suara berisik!
Keduanya lantas memeriksa pedang masing-masing.
Mereka girang untuk mendapatkan pedang mereka tidak
gompal. Thian Touw heran, ia kagum. Tapi ia tidak berhenti,
dengan sebat ia memutar tubuh, untuk melesat ke
samping isterinya, buat pergi ke belakang isteri itu. Di
sini ia menyerang dengan jurusnya "Asap tunggal di
gurun pasir." Itulah jurus yang terbaru, yang diciptakan
sepulangnya ia ke gunungnya. Sembari menyerang ia
1099 kata di dalam hatinya: "Aku hendak lihat, bagaimana kau
menangkisnya?"
Kembali In Hong seperti telah mengetahui ilmu silat
suaminya itu, dengan sebat, bagaikan mendadak, ia
menangkis ke belakang, hingga Thian Touw terkejut.
Itulah tidak pernah dia sangka. Dia lantas menarik
pulang pedangnya.
"Traang!" kembali terdengar suara, dari beradunya
pedang mereka. Baru setelah itu, mereka memisahkan diri.
"Benar-benar rada aneh!" sang suami berpikir. Tapi ia
tidak berpikir lama, lantas ia menyerang pula. Kali ini ia
bersilat dengan ilmu pedang Twihong Kiamsut, atau
"Pedang Mengejar Angin." yang pun ada jurus-jurus dari
Thiansan Kiamhoat. Saking cepatnya pedang bergerak,
sinar pedang sampai berkelebatan.
"Pasti kau terdesak mundur," pikir Thian Touw.
Lagi sekali dugaan itu meleset. In Hong tidak mundur,
dia bergerak lincah mengikuti pelbagai serangan. Dia
bagaikan bayangan. Dia mirip dengan kata-kata tua:
"Suami bernyanyi, isteri bernyanyi." Tidak perduli berapa
cepat pedang Thian Touw meluncur, tidak pernah ia
berhasil mengenai sasarannya, pedang mereka tidak mau
bentrok. Thian Touw kewalahan, lantas ia menggunakan akal,
mulanya ia mendesak, lalu mendadak ia berhenti, habis
berhenti sejenak, segera ia menyerang pula.
Inilah akal yang tak terpikirkan In Hong, lantas
pedangnya kena ditempel. Suami itu mengerahkan
1100 tenaga dalamnya, dia menekan. Sang isteri kalah tenaga
dalam, pedangnya kena tertindih.
"Cukup sudah!" kata Thian Touw tertawa, seraya dia
menarik pulang pedangnya. "Benarlah kata-katanya
Tayhiap Thio Tan Hong!"
Kelihatannya Thian Touw menang, tetapi ia tidak
menang seluruhnya, sebab ia baru saja dapat menempel
dan menindih, belum merobohkan. Ia hanya menang
tenaga dalam. In Hong mengerti, ia tertawa.
"Sekarang ini Thian Touw gemar kemenangan," pikir
sang isteri. Sedang sebenarnya, suami itu bersikap
demikian saking girangnya.
Thian Touw pun berpikir: "Benarlah pedangnya dapat
berendeng dengan pedangku! Dengan begini,
kekuranganku dapat dia tambal. Baik selanjutnya aku
sering berlatih dengannya, untuk kita memperoleh
kemajuan bersama, supaya Thiansan Kiamhoat lekas
sempurna, agar kita berdua tak ada tandingannya!..."
"Bagaimana sekarang," tanya In Hong tertawa,
"apakah kita berdua bergabung dapat mengalahkan
Kiauw PakBeng?"
"Sedikitnya kita dapat berimbang dengannya," jawab
Thian Touw. "Lewat lagi beberapa tahun, baru aku
merasa pasti akan dapat mengalahkan dia."
"Jikalau begitu, aku hendak minta bantuanmu,"
berkata sang isteri. "Apakah itu?"
1101 "Aku minta kau suka bersama aku pergi ke Kunlun San
untuk menemui Kiauw Pak Beng, buat minta satu orang,"
sang isteri menjelaskan.
Thian Touw kaget, lenyap senyumannya.
"Ah, kembali kau hendak main gila dengan iblis itu?"
katanya, berseru.
Isteri itu tertawa.
"Apakah kau jeri terhadapnya?" dia tanya. "Bukankah
kau bilang barusan bahwa kalau kita berdua bergabung,
kita dapat melawan dia dengan seimbang?"
Thian Touw mengerutkan alis.
"Aku bukannya takut," dia menjawab. "Aku hanya
pikir, buat apa tidak keruan-keruan kita mengganggu
dia" Bukankah dia tidak mengganggu kita?"
"Memang dia bukan mengganggu kita tetapi mirip
dengan itu," sahut In Hong. "Aku mempunyai seorang
sahabat akrab yang terjatuh ke dalam tangannya,
sahabat itu sekarang tengah menderita. Tidak dapat
tidak, aku mesti tolong sahabatku itu. Jadinya bukan tak
keruan-keruan aku mengganggu dia."
"Ah, In Hong, buat apa kau mencampur banyak
urusan luar" Bukankah urusan sangat banyak" Mana
dapat kau mengurusnya semua" Jikalau aku menerima
baik kali ini, aku kuatir tidak lama lagi, lantas datang
keruwetan yang kedua... Dengan demikian dapatkah
nanti kita hidup dengan tenteram?"
In Hong menahan hawa amarahnya. Ketika ia berkata,
dingin suaranya.
1102 "Paling benar kalau aku menutup mata lebih dulu!"
katanya, "dengan begitu untuk selama-lamanya tak
usahlah aku membikin kau pusing!"
"Aku cuma menasihati kau jangan banyak campur
urusan orang luar itu," kata Thian Touw sabar, "dan ini
pun untuk kebaikan kau. Mengapa kau bicara begini rupa
kepadaku?"
"Tetapi aku bukannya gusar," In Hong jawab. "Tanpa
sahabat itu, siang-siang aku sudah mati. Thian Touw,
kita telah menikah sepuluh tahun lebih, maka sekarang
ingin aku tanya kau: Jikalau jiwaku terancam, dapat atau
tidak kau menolongi aku?"
"Meski mesti mengurbankan jiwaku, pasti aku akan
menolongi kau," jawab Thian Touw lantas.
"Bagus kalau begitu." kata sang isteri. "Di sana ada
satu orang yang pernah menolong jiwaku sekarang jiwa
dia lagi terancam bahaya kematian, maka itu untuk
gunaku, aku minta sukalah kau tolongi dia!"
Tanpa menanti jawaban, atau pertanyaan lebih jauh
dari suaminya, In Hong lantas menyebutkan bahwa
sahabatnya itu ialah Im Siu Lan, dan dengan jelas ia
menuturkan duduknya kejadian hingga Cit Im Kauwcu
atau Nona Im, telah menolong padanya hingga jiwanya
terampas dari tangan malaikat maut.
Kiam Hong mendengari suami isteri "adu lidah," tetapi
kapan ia mendengar penuturan tentang Im Siu Lan itu, ia
mengucurkan air mata. Ia berkasihan dan berkuatir
untuk keselamatannya nona yang bernasib malang itu
Dia yatim piatu, dia mengandung sakit hati. dia pun tak
1103 terbalas cintanya... dan sekarang dia tengah terancam
bahaya... Thian Touw berdiri diam, ia tercengang.
"Tanpa Im Siu Lan yang memberikan obat pemunah
kepadaku, sudah lama aku tidak hidup lagi hingga
sekarang ini pasti aku tidak dapat bertemu pula
denganmu," In Hong berkata pula "Dengan aku sudah
tidak ada dalam dunia ini, buat apakah bicara pula
tentang ilmu pedang" Thian Touw, sekarang ini aku tidak
minta kau mengurbankan jiwamu, aku cuma mohon kau
suka menemani aku pergi ke Kunlun San, untuk
menolongi Nona Im dari mulut harimau."
Thian Touw berdiam sekian lama. baru ia menghela
napas. "Dengan begitu, tidak dapat tidak, kau mesti
menolongi nona itu," katanya. "Baiklah, buat guna kau
lagi sekali aku akan turun gunung! Tapi aku minta
dengan sangat, lain kali janganlah kau ada pula urusan
semacam ini..."
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar jawaban itu, Kiam Hong berhenti
menangis, bahkan dia dapat bersenyum dan tertawa.
Memang selama belasan hari ini, ia sangat menguatirkan
keselamatannya Siu Lan. Ia masih berkuatir, tetapi
harapannya timbul, maka itu, ia bisa tertawa!
In Hong sebaliknya tidak dapat bersenyum atau
tertawa. Jawaban Thian Touw cuma membuatnya lega
sedikit. Ia tetap putus asa karena sikap keras dari
suaminya ini. Karenanya, ia jadi berpikir keras sekali.
Thian Touw tidak ketahui beratnya hati isteri itu, ia
juga tidak dapat menerka. Ia mengira, setelah ia
1104 meluluskan permintaan si isteri, beres sudah urusan di
antara mereka. Sendirinya, ia merasa lega, karena ia
merasa bahwa ia sudah melakukan suatu kebaikan.
Demikian sambil tersenyum ia menegur isterinya: "In
Hong aku telah menerima baik, apakah kau masih tidak
bergembira" Oh, aku mengerti! Kau tentunya tidak puas
karena jawabanku tidak diberikan lantas, mungkin kau
menyangka aku kurang sungguh-sungguh. Hal
sebenarnya tidak demikian. Aku tidak tahu bahwa dia
telah menolong jiwamu. Bicara terus terang, jikalau
bukan urusan seperti ini, masih aku tidak suka pergi, dan
aku tidak suka juga kau pergi merantau kembali. Ah, In
Hong, lagi sekali ingin aku menasihati kau, janganlah kau
menaruh diri dalam dunia Kangouw lagi. Jikalau kau suka
mendengar perkataanku, pasti tidak kau terancam
bahaya seperti itu, hingga juga tak usahlah kau
berhutang budi demikian besar."
In Hong memandang suaminya, ia menjawab, dengan
dingin: "Tabiatku sama dengan tabiatmu, tabiat kita
sama-sama tak dapat diubah! Ah, aku juga mengharap
supaya kali ini ialah yang terakhir aku membikin kau
pusing!" Thian Touw melihat roman orang tak wajar, ia
terperanjat. Tapi ia tidak mengentarakan sesuatu,
bahkan ia tertawa dan kata: "Kita baru bertemu pula
habis kita berpisah lama, untuk bicara, dari hal-hal yang
menggirangkan masih kekurangan temponya, kenapa
kita mesti omong dari hal yang tak menyenangi hati"
Ya, semua-semua salahku, aku membuat kau gusar.
Akan tetapi, aku mempunyai pengharapanku, yaitu
supaya kita untuk selama-lamanya tinggal berkumpul,
untuk bersama-sama meyakinkan lebih jauh ilmu pedang
1105 kita, agar di jaman kita ini, kita dapat membangun
Thiansan Pay, partai baru yang mengutamakan ilmu silat
pedang! Aku menasihati kau mengurangi mencampuri
urusan lainnya, itulah melulu karena pengharapan atau
cita-citaku itu!"
Thian Touw bicara dengan sabar, bahkan merendah.
Selama yang belakangan ini, belum pernah ia bicara
demikian rupa terhadap isterinya itu. Dulu-dulu ia
memandang In Hong sebagai muridnya, atau sebagai
adiknya yang membutuhkan perlindungannya, sekarang
ia menganggap sama rata. Ia telah mulai mengenal sifat
atau sikap keras dari isterinya itu, ia pun telah
memperoleh pengajaran mereka hampir tercerai berai.
Pula ia telah melihat tegas ilmu pedang In Hong telah
maju pesat sekali, hingga ia merasa ia semakin perlu
bantuannya isteri itu untuk melatih ilmu pedangnya yang
bersatu padu. Guna menciptakan ilmu pedangnya
dengan sempurna, ia ingin perhatian In Hong tak terbagi
atau terkacau, supaya isteri itu tetap mendampinginya.
In Hong sebaliknya mengenal suaminya lebih banyak
daripada suaminya itu mengenal ia, maka itu ia dapat
menerka hati sang suami. Karena sikap kukuh dari
suaminya itu, ia kurang puas. Akan tetapi sekarang,
mendengar suara halus dari Thian Touw, ia tidak mau
mengumbar suara hatinya. Meski demikian, ketika ia
berkata, ia berkata sambil tertawa tawar: "Thian Touw,
kau hendak menyempurnakan ilmu pedangmu, aku
harap kau akan lekas mencapainya! Hanyalah kau
nampaknya telah berpikir terlalu baik! Kau hendak hidup
menyendiri, kau ingin menjaga dirimu, supaya kau tidak
mendatangkan gangguan orang, akan tetapi, dengan
begitu, benarkah kau akan berhasil dapat
1106 mempelajarinya dengan tenang dan tenteram" Kau lihat
sendiri kali ini! Kau tidak berniat mengganggu orang,
sebaliknya orang datang sendiri mengganggu kau! Hari
ini baru datang satu Tek Seng Siangjin, siapa tahu kalau
kemudian tak datang lain orang yang lihainya
melebihkannya?"
Mukanya Thian Touw menjadi merah. Ia ingat
bagaimana ia mengandal isterinya untuk mengundurkan
Tek Seng. Benar ia tidak dapat menerima baik semua
kata-kata isteri itu tetapi ia tidak mau menyangkalnya.
Tegasnya, ia tidak mau mengadu mulut dengan isteri itu.
In Hong berniat berangkat di hari kedua akan tetapi
Thian Touw minta ia berdiam tiga hari, untuk melatih diri
bersama. Ia terima baik permintaan itu.
Dalam ilmu pedang, Thian Touw menang daripada
isterinya, makajuga ia dapat menunjuki pelbagai
kelemahan sang isteri dan memperbaikinya. Dengan
bekerja sama, ia juga berhasil menciptakan beberapa
jurus yang baru. Maka itu, selama tiga hari, bukan sedikit
penambahan yang mereka peroleh.
Liong Kiam Hong girang melihat suami isteri itu
mendapat pulang keakurannya. Ia kata: "HokToako ada
cacadnya akan tetapi semangatnya meyakinkan ilmu
pedang harus dipuji, lain orang tak dapat menyamainya!
Dia dengan enci Leng belum mempunyai anak, biarlah
ilmu pedangnya menjadi ganti anak mereka yang nanti
mengikat mengkekalkan cinta mereka, supaya mereka
dapat hidup bersama hingga usia lanjut mereka!"
Oleh karena ia memikirkan suami isteri itu. Kiam Hong
kemudian ingat halnya sendiri serta Thio Giok Houw. Ia
percaya ia dan pemuda itu dapat menjadi suami isteri
1107 yang setimpal. Ia lantas pikirkan lebih jauh, bagaimana
nantinya pergaulan mereka. Ia pun berduka kalau ia
ingat halnya ia sebatangkara...
Di hari ke empat Hok Thian Touw simpan kitab ilmu
pedangnya di dalam gua batunya. Bertiga bersama
isterinya dan Kiam Hong, ia turun gunung. Kepada
isterinya sembari tertawa ia kata: "Inilah yang ketiga kali
aku meninggalkan gunung Thiansan! Tiga kali aku
melakukannya, semua itu buat guna kau! Yang pertama
ialah ketika aku mencari kau. Itulah peristiwa pada
sepuluh tahun yang lampau. Aku ingat bagaimana
kegirangan kita ketika kita berhasil bertemu satu pada
lain! Ketika itu kita tidak menyangka bahwa kita berdua
masih sama-sama hidup!"
In Hong menginsafi kebenaran kata-kata suaminya itu.
Ia ingat bagaimana cinta mereka ketika itu. Kalau ia
ingat sekarang, ia merasa ia tengah bermimpi. Maka ia
pun tertawa. "Ketika itu aku masih menjadi ratu gunung!" katanya.
"Kau tentunya tidak menyangka-nyangka, bukankah?"
Thian Touw mengangguk.
"Buat apakah menimbulkan hal itu?" ia kata.
"Ketika itu kau turun gunung," berkata In Hong, "kau
telah memperoleh petunjuk ilmu pedang dari Thio
Tayhiap, kau pun telah mengalahkan Yang Cong Hay
hingga kau mengambil alih kedudukannya menjadi ahli
pedang yang nomor empat! Kau lihat, turun gunungjuga
bukannya tidak ada faedahnya!"
"Akan tetapi itulah nama kosong belaka! Apakah
artinya itu?" Thian Touw bilang. "Ketika itu, yang paling
1108 membikin aku puas, ialah aku telah menemukan kau.
Siapa tahu, ketika kedua kalinya aku turun gunung, itulah
untuk menyusul dan mencari kau. Kau pergi membantu
mereka merampas entah bingkisan apa, hatiku tak
tenang sekali. Maka syukurlah kau akhirnya telah
kembali!..." Ia hening sejenak, ia bersenyum dan
menambahkan: "Sekarang ini untuk ketiga kalinya aku
turun gunung, kali ini kita turun gunung bersama! Aku
harap tidak akan terjadi turun gunung yang ke empat
kali!" "Tentang itu aku tidak berani memberi jaminan!" kata
In Hong tertawa. "Umpama kata kau tidak turun gunung,
aku sendiri mungkin."
Thian Touw nampak menyesal.
"Urusan di belakang hari baik kita bicarakan di
belakang hari saja," katanya memaksa tertawa.
Di sepanjang jalan ini, suami isteri itu dapat bicara dan
tertawa, akan tetapi keasyikan mereka melainkan
keasyikan di luar, di dalam hatinya, mereka tetap tawar.
Di antara mereka tetap ada pertentangan cita-cita,
hingga mereka sama-sama mempunyai tujuan sendiri,
yang mereka saling berkelahikan. Thian Touw ingin
mencoba menghapuskan kegemaran merantau dari
isterinya, dan In Hong menghendaki sang suami buang
pikirannya untuk hidup menyendiri terus menerus. Jadi di
antara mereka tetap ada perpisahan...
Di padang rumput jarang sekali terdapat orang, dari
itu mereka bertiga dapat berjalan dengan cepat. Dengan
merdeka mereka dapat berlari-lari keras menggunakan
ilmu ringan tubuh mereka. Dengan begitu belum sampai
1109 dua puluh hari tibalah mereka di kaki gunung Kunlun
San. Hati Thian Touw lantas menjadi tegang sendirinya. Dia
merasa, bersama isterinya tidak nanti mereka kalah dari
Kiauw Pak Beng, sebaliknya, untuk memperoleh
kemenangan, ia ragu-ragu. Ia tahu baik sekali Pak Beng
telah memahamkan sempurna ilmu silatnya yang
diutamakan, yaitu Siulo Imsat Kang.
"Ilmu pedang bersatu padu kita maju pesat, tetapi
musuh memperoleh kemajuan juga. Juga Le Kong Thian
ada bersama Pak Beng, bukankah itu sulit" Bagaimana
mudah akan bicara untuk menolong orang dari mulut
harimau" --- Ah, jikalau kita tidak berhasil, sudah tentu
In Hong tidak bakal mau sudah saja! Jikalau In Hong
berkukuh, bagaimana kesudahannya nanti?"
In Hong sebaliknya memikirkan Siu Lan. Ia percaya
nona itu menderita hebat, hingga mungkin, dia tak
sanggup bertahan lama. Karenanya, ia menjadi sangat
berkuatir, hatinya menjadi tidak tenteram.
Sementara itu Kiauw Siauw Siauw telah kabur dari
dalam kuil dengan hatinya sangat cemas. Ia terus
bergelisah dan berkuatir. Benar ia bisa membawa lolos
pada Im Siu Lan, akan tetapi ia telah terluka, sampai
sebelah tangannya patah, lepas sambungan tulangnya,
yang mana ditambah luka ujung pedang In Hong, hingga
ia semakin menderita. Di sebelah itu, ia sangat
mendongkol dan bergusar. Maka semua itu ia"
tumpahkan atas dirinya Nona Im.
Sesudah lari serintasan, cuaca nampak sedikit terang.
Begitu lekas mendapat kenyataan tidak ada orang yang
mengejarnya, Siauw Siauw menghentikan keretanya.
1110 Lantas ia sadarkan Siu Lan, untuk segera menghujani
cambukan. Siu Lan merasakan sakit hebat, tetapi lebih sakit rasa
hatinya karena ia telah bertemu dengan Kiam Hong tapi
gagal berbicara, karena itu, tak tahan lagi, ia lantas
menangis. "Haha-haha!" Siauw Siauw tertawa. "Aku menyangka
kau berkulit tembaga dan bertulang besi, hingga kau
tidak takuti cambukan, kiranya kau juga bisa menangis!"
Puteranya Pak Beng mengejek tanpa ia ketahui orang
menangis disebabkan apa. Ia lagi panas hatinya, semakin
orang menangis, semakin keras ia mencambuki!
Cuaca menjadi semakin terang. Ketika matahari mulai
naik, di padang rumput nampak dua penunggang kuda
lagi mendatangi cepat sekali, hingga lekas juga mereka
sampai di depan Kiauw Siauw Siauw berdua, di depan
kuda keretanya jago muda itu.
"He, kenapa kau menganiaya seorang wanita?"
demikian satu penunggang kuda menegur. "Pernah
apakah dia dengan kau?"
Siauw Siauw mengawasi dua orang itu, muda-mudi
umur lebih kurang dua puluh tahun, si pemuda
membekal sebatang pedang, si pemudi sepasang gaetan.
Ia percaya merekalah anak-anak pitik, maka ia tertawa
dan kata: "Dia ini isteriku! Tak berhak kamu mencampur
tahu urusan kami! Lekas pergi! Jikalau tidak, aku nanti
beri rasa cambuk kepada kamu!"
Nona muda itu menjadi gusar sekali.
1111 "Walaupun isterimu sendiri tidak dapat kau
menganiayanya secara begini!" bentaknya. "Aku tidak
takut kau galak, urusan ini aku hendak mencampur
tahu!" "Dia ngaco belo!" berteriak Im Siu Lan. "Dia penjahat
besar! Dia menculik aku!"
Nona itu tertawa dingin, lantas ia memegang gagang
siangkauw, sepasang gaetannya.
"Benar-benar dia bangsat besar!" teriaknya.
"Bouwyong Suheng, aku membunuh si penjahat, kau
menolongi orang!"
"Tidak!" menjawab si anak muda tertawa. "Akulah
yang membunuh si penjahat dan kau yang menolongi
orang!" Nona itu melengak, hanya sedetik, lantas ia dapat
membade pikiran anak muda itu. Maka ia bersenyum.
Orang yang hendak ditolong itu seorang wanita, sudah
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepantasnyalah ia yang menolonginya. Tapi ia membenci,
tingkah lakunya Kiauw siauw Siauw, ia toh memburu
kepada anaknya Kiauw Pak Beng.
Siauw Siauw tidak memandang mata kepada nona ini.
Ia pun melihat orang cantik, ingin ia
mempermainkannya. Maka ia lantas memutar
cambuknya, hingga ujung cambuk menjadi bundar.
Dengan begitu ingin ia menyambut si nona untuk terus
menggulungnya. Lihai ilmu silat gaetan nona itu. Ia tidak takut pada
cambuk. Ia memang mau menyerang, maka setelah
didului dicambuk, ia lantas menyambut! cambuk dengan
1112 senjatanya itu, tatkala cambuk kena menjadi sasarannya,
ia menarik. Siauw Siauw menarik cambuknya, ia tidak berhasil
membetot si nona, ia juga gagal meloloskan cambuknya.
Cambuk itu lolos sesudah kena terkutungkan gaetan si
nona. Tapi ia tidak takut, bahkan ia tertawa.
"Ilmu silatmu baik," katanya. "Baiklah kau turut aku!"
Nona itu mendongkol bukan main, sepasang alisnya
berdiri. Ia lantas menyerang. Ia menggunakan jurus
"Menunjuk langit, menggaris bumi." Maka sepasang
gaetannya menjadi bersilang.
"Bangsat anjing, serahkan jiwamu!" ia membentak.
Kiauw Siauw Siauw tertawa dingin.
"Kau menghendaki jiwaku?" ia mengejek. "Aku rasa
tak demikian gampang!"
Ia melepaskan cambuknya, untuk ditukar dengan
kipasnya. Ketika si nona menyerang, ia segera
menempel, terus ia menolak, membikin gaetan kiri nona
itu bentrok sendiri dengan gaetan kanannya, hingga
berbunyilah suara "Traang!"
Mau atau tidak, nona itu mundur sendirinya hingga
tiga tindak. Siauw Siauw tertawa lebar. Di dalam hatinya ia heran
juga, yang ia tidak berhasil menarik terlepas senjatanya
nona itu. Si anak muda terkejut melihat kawannya terpukul
mundur. Mulanya ia menyangka, culik ini culik biasa saja.
1113 Karena ini ia lantas menghunus pedangnya, ia maju
untuk menyerang.
Kiauw Siauw Siauw mendengar suara angin di
belakangnya, ia menangkis ke belakang, membikin
terpental pedang si penyerang.
Justeru itu, datang pula serangan si nona. Ia ini heran
dan penasaran, karena ia pun tidak menduga, lawan ini
gagah. Siauw Siauw berkelit, setelah itu sebelah kakinya
dipakai mendupak dengkul si nona. Maka nona itu mesti
berlompat mundur untuk menolong dirinya.
Anaknya Kiauw Pak Beng terluka, tidak dapat ia
bergerak leluasa seperti biasanya, tidak dapat ia
mengejar si nona, terpaksa ia memutar tubuh, untuk
melayani si anak muda, yang sudah maju pula.
Si nona memikir untuk menolongi nona yang diculik
itu, atau mendadak kupingnya mendapat dengar satu
suara keras. Ia terkejut. Kiranya si anak muda, yang ia
panggil Bouwyong Suheng, kakak seperguruan she
Bouwyong, telah kena diserang musuhnya, sebaliknya,
baju culik itu kena dirobek pedang sang suheng. Suheng
itu terpukul pundaknya.
Melihat musuh demikian gagah, si nona batal pergi
menolongi Siu Lan. Ia menghampirkan suheng-nya itu,
untuk membantui. Maka di lain detik, Siauw Siauw sudah
dikepung berdua.
Siauw Siauw pun heran yang ia terobek bajunya. Ia
pikir: "Dari mana datangnya muda-mudi ini" Mungkin
mereka murid-muridnya seorang lihai."
1114 Sesaat itu, tidak bisa ia menerka siapa orang gagah
yang bersenjatakan sepasang gaetan. Ia sebenarnya
berniat menanya she dan nama orang serta siapa guru
mereka, tetapi ia tidak diberi kesempatan lagi, mereka itu
sudah lantas menyerang hebat padanya. Saking didesak
itu, ia menjadi mendongkol.
"Baiklah, tidak perduli mereka murid siapa, aku
binasakan dulu pada mereka!" pikirnya. Lantas ia
menggunakan pesawat rahasia pada kipasnya, membuat
terbang sebatang tulang kipasnya!
Kipas Siauw Siauw ini kipas istimewa, sudah dalam
keadaan biasa bisa dipakai sebagai senjata peranti
menotok jalan darah, juga bila perlu, pesawatnya bisa
dipencet, untuk membikin tulang-tulangnya melesat,
menyerang musuh sebagai senjata rahasia mirip anak
panah. Adalah si pemuda yang disambar tulang kipas itu. Ia
terancam bahaya. Nyata ia lihai. Ketika tulang kipas tiba,
ia menghalau dengan jalan menyentil, hingga tulang itu
mental balik. Tangan kiri Siauw Siauw terluka, belum tersambung,
tangan itu tidak dapat digunakan, sedang tangan
kanannya, yang memegang kipasnya, lagi dipakai
menangkis serangan si pemudi, maka atas kembalinya
tulang kipasnya itu, ia terancam bahaya; tidak ada jalan
lain, ia membuka mulutnya, untuk memapakinya. Tulang
itu mental keras sekali, waktu bentrok dengan gigi. dua
buah gigi kena terhajar copot!
Bukan main kaget dan gusarnya Siauw Siauw. Ia
merasa sakit dan mulutnya menjadi penuh darah. Ia
tidak menyangka pemuda itu berkepandaian menyentil
1115 senjata rahasia demikian hebat. Karena ini, ia tidak mau
menggunakan lagi senjata rahasianya itu, ia tetap
melayani bertempur dengan kipasnya, benar ia kalah
angin akan tetapi ia tidak dapat dikalahkan dengan
mudah. Muda-mudi itu menyerang makin keras. Terutama
sepasang gaetan si nona, hebatnya bukan buatan.
Siauw Siauw masih melayani terus sampai tiba-tiba
otaknya bagaikan sadar.
"Apakah kamu murid-muridnya Ouw Bong Hu?" ia
tanya mereka. "Kurang ajar!" berseru si pemuda. "Apakah nama guru
kami dapat kau sembarang menyebutnya?"
Bentakan itu merupakan jawaban. Siauw Siauw lantas
tertawa. "Saudara, jangan gusar!" ia berkata. "Akulah Kiauw
Siauw Siauw dari Kunlun San. Gurumu dan ayahku kenal
satu dengan lain, boleh dikatakan kita bukanlah orang
lain..." "Fui!" si nona berludah. "Kau kiranya anak dari si
siluman tua she Kiauw! Kamu ayah dan anak telah
banyak melakukan kejahatan! Kejahatan itu diketahui
baik sekali oleh guru kami, sayang guru kami belum
sempat pergi ke Kunlun San untuk membasmi kamu!
Bagus betul ya, kau berani bicara tentang persahabatan!"
Siauw Siauw merasa sangat terhina. Ia malu sekali,
kegusarannya jadi bertambah. Tapi ia tertawa dingin.
"Telah aku memberi muka kepada kamu, kamu tidak
suka menerima!" katanya. "Hm! Sekalipun guru kamu,
1116 dia masih tidak berani banyak lagak di gunung Kunlun
San, maka bagaimana kamu kedua bangsat cilik, kamu
berani bertingkah di depan tuan kecilmu?"
Muda-mudi ini tidak menggubris apa yang orang kata,
setelah mengetahui siapa musuh mereka ini, mereka
perhebat kepungan mereka, masing-masing menyerang
dengan dahsyat sekali. Mereka mendesak hingga mereka
membikin Siauw Siauw seperti sukar bernapas.
Sebenarnya juga mereka murid-muridnya Ouw Bong
Hu dan Lim Sian In suami isteri. Si anak muda, yang bershe
Bouwyong, bernama Hoa. Dialah muridnya Ouw
Bong Hu. Dan si pemudi, bernama Tiangsun Giok, dialah
muridnya Lim Sian In.
Ouw Bong Hu suami isteri tinggal di gunung Tangkula,
yang terpisah kira seribu li dari Sengsiu Hay di gunung
Kunlun San. Mereka ini dengan Kiauw Pak Beng jeri satu
pada lain, sebab kedua-dua pihak tidak berani
memastikan akan beroleh kemenangan apabila mereka
bentrok, dengan begitu, merekajadi sama-sama hidup
tenang. Pernah satu kali, di waktu merayakan ulang tahunnya
yang ke lima puluh, Kiauw Pak Beng telah mengirim
undangan kepada Ouw Bong Hu suami isteri. Ketika itu ia
tengah meyakinkan Siulo Imsat Kang, kepandaian silat
yang luar biasa itu, dan tatkala itu. ia belum terdengar
tentang kejahatannya. Ouw Bong Hu dan isterinya tidak
berniat menghadiri pesta, maka itu, meski mereka tidak
menampik, mereka toh mengirim karcis nama untuk
memberi selamat. Hal ini diketahui Siauw Siauw, dari itu
barusan ia menyebut-nyebut tentang persahabatan
orang tua mereka kedua belah pihak. Siauw Siauw
1117 mengharap, taruh kata mereka ini tidak mengingat
persahabatan, sedikitnya mereka merasa jeri. Siapa tahil
mereka adalah mirip gudel alias anak kerbau yang tidak
takut harimau, bahkan mereka menyerang sehebathebatnya!
Jika Siauw Siauw tidak lagi terluka, dengan satu
melawan dua, dia tentu bisa membikin kekuatan mereka
berimbang, sekarang dia tidak bisa menggunakan
tangannya yang kiri, karena itu, dia menjadi terdesak, dia
cuma bisa menangkis, tidak bisa menyerang.
Setelah bergebrak pula beberapa jurus, hampir Siauw
Siauw menjerit. Saking sakitnya, ia cuma dapat
mengeluh. Itulah sebab lengan kirinya itu, yang sakit,
telah disentuh gaetannya si nona, hingga dagingnya kena
tersontek. Ia menahan napas.
"Biarlah aku adu jiwa denganmu!" kemudian ia
berteriak. Ia pindahkan kipasnya ke tangan kiri, lantas ia
menyerang dengan tangan kanannya.
Tiangsun Giok terkejut. Secara tiba-tiba ia merasakan
dorongan keras hawa yang dingin sekali, hingga ia
menggigil. Ia heran bukan main.
Bouwyong Hoa juga tidak kurang herannya. Ia turut
merasakan hawa dingin itu. Maka ia lompat ke depan
Nona Tiangsun, untuk menghadang lawan. Ia menyentil
pula begitu lekas ia merasakan dorongan hawa dingin.
Saking kerasnya hawa, ia mundur tiga tindak. Tapi Siauw
Siauw, dia menjerit keras, dia terpental mundur
setombak lebih dan roboh.
Anaknya Kiauw Pak Beng menyerang dengan Siulo
Imsat Kang, yang dia baru dapat pelajarkan hingga di
1118 tingkat kedua, di lain pihak, ilmu menyentil, yaitu Itci
Siankang dari Bouwyong Hoa, sudah menyampaikan
empat bagian latihan, jadi ia ini dapat melawan hawa
dingin itu. Pula, Siulo Imsat Kang paling meminta
pengurbanan tenaga dalam, sedang itu waktu, Siauw
Siauw lagi kesakitan dan sudah letih sekali. Maka
celakalah dia, tenaga dalamnya itu buyar!
Tiangsun Giok tertawa dingin.
"Aku mau lihat sekarang!" katanya. "Bangsat, apakah
kau masih dapat bertingkah?" Ia lantas maju untuk
menikam. "Tunggu, sumoay!" mencegah Bouwyong Hoa.
"Pergi kau menolongi orang!" kata si nona. "Kau
serahkan jahanam ini padaku!"
Bouwyong Hoa belum tahu Kiauw Siauw Siauw
menggunakan ilmu apa, ia tidak kenal Siulo Imsat Kang
dengan hawa dinginnya yang luar biasa itu, maka ia
kuatir ini adik seperguruan nanti dicelakai musuh. Ia
tidak tahu, dengan tenaga dalamnya telah terbuyarkan,
Siauw Siauw tidak dapat menggunakan lagi pukulan
dinginnya itu. Umpama kata mereka menyerang terus,
pasti sudah jiwa anaknya Pak Beng bakal habis.
Tiangsun Giok lantas bergerak, untuk lari kekereta.
Siauw Siauw melihat sikap orang, ia menekan pula
kipasnya, untuk menyerang dengan tiga batang tulang
kipas. Si nona mendapat lihat serangan itu, ia menangkis
dengan pedangnya.
1119 Justeru itu waktu terdengar suatu suara yang nyaring:
"Di waktu langit terang benderang begini, siapakah
berani merampas dan membunuh orang di sini?"
Bouwyong Hoa mendengar itu. ia terkejut. Itu waktu
ia lagi menggunakan tenaga dalamnya mengusir keluar
hawa dingin akibat serangannya Siauw Siauw barusan. Ia
lantas menoleh ke arah dari mana suara itu datang.
Di sana terlihat dua penunggang kuda lagi mendatangi
dengan mengaburkan kuda mereka. Orang yang satu
ialah seorang tua berhidung bengkung seperti patuk
burung ulung-ulung, dan yang lain bertubuh besar dan
kekar. Sebentar saja mereka itu sudah sampai.
"Orang itu ialah si penjahat!" berkata Bouwyong Hoa.
"Dia telah merampas seorang nona. Kami menemuinya
dia di tengah jalan ini, kami lantas mencoba menolongi
nona yang dia culik!"
"Hm, kau ngaco belo!" bentak si orang tua. "Kau yang
melukai orang, sekarang kau menuduh lain orang!"
Lantas dia lompat turun dari kudanya, menghampirkan si
anak muda untuk menyerang. Dengan lantas dia
menggunakan tipu silat Hunkin Coku Ciu.
Bouwyong Hoa terkejut, untuk membela diri, ia lantas
menyentil. Tapi: "Bret!" ia mendengar suara nyaring.
Tahu-tahu, ujung bajunya telah dirobek tangan si orang
tua, sedang tangannya sendiri, yang memegang pedang,
terasa panas. Coba ia telah tidak menyentil, mungkin
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pedangnya kena dirampas orang tua itu.
Muda-mudi itu tidak kenal siapa dua orang ini yang
sebenarnya ialah Law Tong Sun bersama Tanghong Hek.
Mereka menyusul Kiauw Siauw Siauw dengan mengikuti
1120 tapak roda kereta. Selagi Tong Sun melayani si anak
muda, Tonghong Hek menghampirkan si nona.
Bouwyong Hoa hendak memberi penjelasan pula
tetapi Tong Sun terus menyerang kepadanya, ia didesak,
hingga terpaksa ia mesti membuat perlawana
Istana Pulau Es 12 Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Rahasia Peti Wasiat 3
merasa pasti si nona tidak bakal
lolos dari tangannya.
"Siu Lan," katanya, "bencana yang kau terbitkan ini
hebat bukan main! Tahukah kau siapa dua orang yang
kau binasakan ini" Merekalah opsir-opsir dari pasukan
pengiring raja!"
Siu Lan tidak takut, sebaliknya, dengan dingin ia kata:
"Kau tangkaplah aku untuk kau pergi menagih jasa! Buat
apa kau banyak omong?"
Pemuda itu tertawa.
"Dengan berkata begini kau jadinya telah memandang
aku sebagai orang luar!" ia bilang. "Mana dapat aku
menangkap kau untuk menagih jasa seperti katamu ini"
Syukur kau bertemu denganku, biar ada perkara
bagaimana besar juga, aku akan dapat bertanggung
jawab! Mana ibumu" Aku telah mengutus Le Kong Thian
mencari ibumu itu. Apakah dia telah bertemu dangan
kamu?" 1047 Siu Lan jadi sangat bersedih. Ia diingatkan akan
ibunya "Pergilah kamu ke alam baka mencarinya!" sahutnya
sengit. Siauw Siauw terperanjat. Hanya sejenak, lantas ia
mengasi lihat roman berduka.
"Apa?" katanya, balik bertanya. "Apakah ibu mertuaku
telah menutup mata?"
"Jangan ngaco-belo!" Siu Lan membentak. "Siapakah
ibu mertuamu?"
Siauw-Siauw tidak menggubris dia dimaki. Dia maju
satu tindak. "Bagaimana dengan Pektok Cinkeng?" dia tanya, "ibu
mati karena kecelakaan atau lantaran sakit" Apakah
Pektok Cinkeng ada padamu?"
Kedua matanya Siu Lan memain. Ia mendapat akal. Ia
lantas mengasi lihat roman gusar.
"Hm, kiranya kau mengarah Pektok Cinkeng?"
katanya. "Itulah kitab pusaka keluargaku, kau tidak usah
memikirkannya!"
Sengaja si nona seperti membilangi kitab obat-obatan
beracun itu berada padanya.
Kiauw Siauw Siauw percaya itu, diam-diam ia
bergirang. Lantas ia menguras keluar air matanya,
sembari sesegukan, ia kata: "Kasihan ibu mertuaku itu,
yang telah meninggal dunia, hingga aku, menantunya,
tidak dapat mengurus dan mengantar dia ke tempat
pekuburannya... Di manakah dikuburnya ibu mertuaku
1048 itu" Siu Lan, aku minta sukalah kau mengantarkan aku
kesana, aku ingin menyembahyanginya..."
"Apakah benar-benar kau begini berhati baik?" Siu Lan
tanya tawar. Siauw Siauw mendengar suara orang dingin, tetapi di
dalam situ telah berkurang nada bermusuhnya, hal ini
membuat hatinya lega. Ia menggoyang-goyang kipasnya,
ia pun mendekati lagi satu tindak, lantas ia menunjuki
sikap sangat memperhatikan sekali.
"Siu Lan." katanya, lembut, "meskipun ibumu belum
menerima antar panjar dari keluargaku tetapi ayahmu
sendiri telah menerima baik lamaran pihakku, maka itu,
di antara kita sudah ada kepastiannya ialah kau calon
isteriku! Dengan begini, dapatkah aku tidak
memperhatikan kau" Siu Lan, sekarang ini tidak ada
orang kepada siapa kau dapat mengandalkan diri, maka
itu, jikalau kau suka kau boleh anggap rumahku sebagai
rumahmu..."
Si nona berdiam, nampaknya ia sedang berpikir.
Kembali Siauw Siauw maju satu tindak.
"Tentang kitab Pektok Cinkeng, Siu Lan, kau salah
mengerti." katanya pula. "Ilmu silat kami Keluarga Kiauw
sudah terkenal di kolong langit ini tanpa lawan, maka itu,
mana dapat aku mengarah ilmu kepandaian keluargamu
itu" Aku hanya memikir, orang yang hendak merampas
kitab itu bukan sedikit jumlahnya jadi aku berkuatir
untukmu..."
Si nona mengawasi.
1049 "Jikalau benar kau demikian memperhatikannya,
baiklah, akan aku serahkan itu kepada kau untuk kau
yang simpan," ia kata.
Siauw Siauw menjadi girang sekali.
"Memang," katanya, "kita memang sudah menjadi
seperti satu tubuh! Kau percaya aku. mana dapat aku
menampik" Apakah kitab itu sekarang ada pada kau?"
"Benar," Sine Lan menjawab pula. "Inilah kitab itu,
kau boleh terima!"
Belum berhenti kata-kata gadisnya Cit Im Kauwcu ini,
maka terdengarlah suara menghembus, lantas dari
tangannya menyembur segulung asap. yang terus
meledak, mengasi lihat warna api biru, terus suaranya
menjerujus! Nona ini telah menggunakan akal, sengaja ia bersikap
lunak, untuk membikin si pemuda alpa, lantas dia
menyerang dengan senjata rahasianya itu, yang bukan
cuma mengeluarkan asap dan api tapi pun ada jarumnya
yang halus umpama kata seperti bulu kerbau, setelah
meledak, jarumnya lantas menyambar.
Kiauw Siauw Siauw menjerit hebat, dia segera
mengipas berulang-ulang, tetapi dia kalah sebat, api
telah lantas membakar bajunya, sebab begitu meledak,
lengannya yang kiri kena dibikin patah. Tapi dasarnya
gagah luar biasa, dia masih sempat berlompat mundur
satu tombak, dengan kipasnya dia menangkis berulangulang,
membikin jarum-jarum beracun runtuh ke tanah,
cuma, dua batang mengenai juga kedua jalan darahnya,
kioktie di lengan kanan dan loktwi di punggung. Dengan
cepat dia menutup jalan darahnya, untuk membikin
1050 racun tidak bisa terus mengalir masuk dan menyerang ke
dalam. Pula dengan membanting diri dan bergulingan di
tanah, dia membikin api padam.
Habis menyerang itu, Siu Lan lari keluar. Baru ia tiba
di luar pintu, ia sudah mendengar angin menyambar di
belakang kepalanya, dan belum sempat ia menoleh atau
menangkis, pundaknya sudah kena disambar, hingga
sekejap itu juga, ia tidak bisa berkutik lagi!
"Perempuan hina dina yang kejam!" kata Siauw Siauw
dingin. Pemuda ini menotokjalan darah si nona, habis itu ia
menggeledah tubuhnya, akan mengasi keluar semua
obat berikut segala macam senjata rahasia, tetapi obat
pemunah ada banyak macamnya, ia tidak tahu yang
mana ia butuhkan. Juga ia tidak dapat membedakan,
yang mana obat racun dan yang mana obat pemunah,
maka semua itu, ia tidak berani sekalipun untuk
membukanya... Tubuh Siu Lan lantas diletaki di atas tanah, terus
dadanya diinjak, segera dia dibentak: "Lekas keluarkan
obat pemunah!"
Nona itu rebah terlentang, matanya mengawasi tajam.
Ia melihat muka orang telah terbakar hangus, maka
muka yang tadinya tampan sekali, sekarang menjadi
jelek tidak keruan. Ia menampak roman orang yang
bengis yang menyeramkan.
"Meski kau bunuh aku, tidak nanti aku memberikan
obat padamu!" ia menyahut. Terus ia merapatkan
matanya, tidak mau ia memandang pula wajah orang.
1051 "Hm!" Kiauw Siauw Siauw mengasi ejekannya.
"Membunuh kau" Itulah tidak nanti!" katanya, dingin.
"Kau meminta mampus, aku sebaliknya menghendaki
kau hidup terus! Hendak aku siksa kau perlahan-lahan.
Hm. apakah kau kira, tanpa obatmu itu, aku tidak bakal
hidup?" Habis berkata, Siauw Siauw merogoh keluar besi
berani, dengan itu ia menekan dan menggosok di
keduajalan darahnya, kioktie hiat dan taytoei hiat,
sembari menekan ia mengerahkan tenaga dalamnya. Ia
berhasil mencabut keluar dua batang jarum bweehoa
ciam. Hanyalah, sekitar tempat yang tertusuk itu telah
menjadi bengkak dan keras, walaupun ditekan keras
dengan besi berani, tidak terasa sakit lagi. Apa yang
terasa sekarang ialah gatal yang bukan main, yang
hampir tak tertahankan.
Bukan kepalang kagetnya putera Kiauw Pak Beng itu.
"Sebenarnya racun ini racun ajaib bagaimana?" ia
tanya dirinya sendiri.
Memang biasanya, racun yang tidak memberi rasa
sakit ialah racun yang terlebih lihai, sebagaimana lihainya
racun yang kerjanya lambat. Kiauw Siauw Siauw bukan
ahli racun akan tetapi ia cukup menginsyafinya. Maka itu
ia lantas mengerahkan tenaga dalamnya, untuk menolak
keluar desakan racun, berbareng ia menutup tujuh jalan
darah, untuk tak dapat dimasuki, di lain pihak, ia lekas
menelan sebutir pel buatan keluarga Kiauw. obat mana
istimewa untuk membasmi racun. Habis menelan itu,
rasa pusingnya kurangan, tetapi gatalnya bertambah.
1052 Semua obat yang ia rampas dari Siu Lan, Siauw Siauw
masuki ke dalam sakunya, la periksa kitab Pektok
Cinkeng, yang ia rampasjuga. Ia tertawa dingin.
"Akhir-akhirma toh berada di tanganku!" katanya. Ia
melihat banyak resep obat racun, aneka macam. Di
antaranya, ada juga bagian yang ia tidak mengerti. Ia
telah merasa, mesti penting sekali kitab itu, maka itu, ia
mencoba menipu Siu Lan, supaya si nona berkesan baik
terhadapnya, supaya si nona suka mengajari ia ilmu
obat-obatan racun itu. Tapi sekarang mereka sudah
bentrok, tidak dapat ia menggunakan akal muslihat lagi,
atau cara lunak. Walaupun demikian, ia ingin melindungi
jiwanya si nona...
Sesudah membalut sebelah tangannya yang patah,
Siauw Siauw perintah pelayan hotel menyiapkan ia
sepaso air, untuk ia mencuci mukanya yang penuh
darah. Ia mengacai mukanya, ia melihat mukanya
menjadi jelek. Tadinya ia tampan sekali dan sangat
bangga dengan ketampanannya itu. Maka sekarang ia
menjadi sangat gusar. Berulangkah ia menampar Siu
Lan. Kemudian ia kempit tubuh si nona, untuk dibawa
keluar. Di luar ada sebuah kereta kuda. yang tuan rumah
sediakan untuk menyambut tetamu. Melihat kendaraan
itu, Siauw Siauw menghampirkan ke depannya. Sambil
membentak, ia sampok si kusir, hingga kusir itu roboh,
setelah mana, ia menyusuli dengan satu tendangan,
maka terjungkallah kusir itu. Ia sendiri, lantas ia
lemparkan Siu Lan ke dalam kereta!
"Baik, kau boleh tertawa!" katanya, sengit. "Meskipun
aku menjadi jelek bagaikan memedi, kau tetap menjadi
1053 isteriku! Sekarang kau ikut aku untuk kau memberi
hormat kepada mertuamu!"
Ia lantas lompat naik ke atas kereta, untuk memegang
lesnya, buat menariknya, membikin kudanya berjalan.
Melihat orang demikian galak, pegawai-pegawai hotel
tidak berani mencegah.
Siu Lan sudah bertekad untuk binasa bersama, maka
itu barusan, meskipun ia dihajar berulangkah, ia tertawa
lebar. Sekarang, mendengar perkataannya Siauw Siauw
itu, ia kaget, ia kuatir sekali. Ia telah ditotok jalan
darahnya, tidak dapat ia berkutik, dengan begitu,
meskipun ia mau, ia tidak dapat mati, sedang untuk
meminta hidup, ia tidak sudi. Ia takut ialah kalau ia
dipaksa dinikah pemuda ini! Itulah lebih hebat daripada
mati! Oleh karena Siauw Siauw mengumbar amarahnya,
mendadak ia merasakan kepalanya pusing sekali,
dadanya pun sesak. Ia kaget bukan main. Dengan lekas
ia menetapkan hati, terus ia bersamedhi, untuk
meluruskan pernapasannya. Sekian lama, baru ia merasa
mendingan. Siauw Siauw terluka oleh racun yang sifatnya lambat.
Keracunan semacam itu pantang besar terlalu girang
atau terlalu murka, tidak boleh juga terlalu bersedih,
sebaliknya, orang harus menenangkan diri. lalu orang
mengerahkan tenaga dalamnya, nanti bekerjanya racun
dapat ditahan. Tadi, saking gusar, ia sudah
melampiaskan kegusarannya.
Meskipun ia benci sangat si nona, Siauw Siauw tidak
berani menyiksa di tengah jalan, untuk menghinanya, la
1054 masih mengandung sedikit harapan, ialah agar Siu Lan
tahu takut, supaya dia mengeluarkan obat pemunahnya.
Semua obat si nona telah ia pindahkan ke dalam
sakunya, dari itu belumlah ia putus asa...
Di sepanjang waktu itu, Siu Lan diperhina, disiksa,
tetap ia tidak mau menyerah. Ia telah berkeputusan
nekad, bersedia untuk terbinasa. Cuma ia merasa sangat
menyesal. Ialah ia belum dapat bertemu Kiam Hong,
untuk membeber rahasia hatinya. Karena itu, biar
bagaimana, ia masih tidak memikir untuk membunuh diri.
Sementara itu Leng In Hong dan Liong Kiam Hong
berada dalam perjalanan mereka. Sangat cocok mereka
satu dengan lain. mereka tidak menjadi kesepian. In
Hong telah mengajari ilmu pedangnya kepada kawannya,
ia lakukan itu di waktu siang dan juga malam sebelum
mereka tidur. Setiap waktu mereka pun saling
merundingkan, untuk memperoleh kemajuan. Dalam ilmu
pedang, Kiam Hong kalah jauh, tetapi ia cerdas, maka itu
kadang-kadang ia dapat mengutarakan pikiran yang baik,
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menambah keindahan atau kelihaian ilmu pedang
yang sedang diyakinkan itu. Kedua pihak memperoleh
faedah, yang lebih besar dapatnya ialah Kiam Hong.
Demikian selama belasan hari, In Hong telah
mewariskan ilmu pedangnya itu.
Pada suatu hari tibalah mereka di padang rumput. Hari
sudah magrib. Di situ tidak ada tempat singgah, sedang
tadi mereka melewatinya. Sudah mendekati sore, cuaca
pun buruk. Mega tebal dan hitam, tanda dari bakal
turunnya air langit. Tidak bisa lain, terpaksa mereka
maju terus, dengan niatan mendaki bukit di depan
mereka, untuk mencari guha guna melindungi diri. Baru
1055 saja mereka memasuki lembah, mereka melihat sebuah
kuil di depan mereka.
Kiam Hong tertawa.
"Berterima kasih kepada Thian, yang tak suka
membuat orang putus jalan!" katanya. "Mari kita pergi
kesana, untuk menumpang bermalam."
In Hong pun girang. Keduanya lekas maju.
Tengah mereka memasuki pintu kuil, hidung mereka
menangkap bau arak, lalu telinga mereka mendengar
tertawa lebar yang disusul dengan kata-kata: "Dengan
Koan Locianpwee demikian ternama besar, kenapa Kiauw
Laokoay tidak sudi bersahabat dengannya" Haha-haha!
Dua guru besar dari Selatan dan Utara telah bersatu, lalu
ditambah dengan Tek Seng Siangjin, dengan begitu apa
perlu takuti lagi Thio Tan Hong" Kecewa Yang Cong Hay
lari-larian ke empat penjuru dunia, pahalanya tidak dapat
dia tidak menyerahkannya kepada kita!"
In Hong terkejut. Pula ia seperti kenali suara itu. Ia
lantas menghentikan tindakannya, dengan tangannya, ia
memberi tanda kepada Kiam Hong. Akan tetapi sudah
terlambat. Orang di dalam itu sudah mengetahui
kedatangannya. "Siapa di luar?" tanya orang itu, suaranya nyaring.
Justeru itu kilat menyamber, guntur menggelegar,
disusul dengan turunnya hujan yang lantas menjadi
besar. "Orang yang menyelindung dari hujan!" Nona Leng
menjawab. Ia tidak takut meskipun ia tahu, orang di
1056 dalam itu ialah musuh. Bersama Kiam Hong, ia lari
masuk. Di depan pendopo ada setumpuk perapian, di
pinggirnya dua orang berduduk sambil minum arak.
Orang yang satu bertubuh kate dan romannya gesit,
usianya sudah tinggi, orang yang lain baru berumur lebih
kurang tiga puluh tahun, badannya kasar. Mereka itu
nampak heran melihat datangnya dua nona.
Segera setelah kedua pihak saling mengawasi, si
orang tua kate itu tercengang, lalu dengan cepat dia
tertawa terbahak-bahak.
"Kiranya Leng Lihiap!" katanya nyaring. "Setelah
sepuluh tahun kita tidak bertemu, tidak disangka-sangka
sekarang kita bertemu di sini!"
In Hong menyahuti, dengan suara dingin: "Sungguh
beruntung aku yang LawToatongnia masih mengenali
aku! Apakah gurumu kembali turun gunung?"
"Guruku telah meninggal dunia pada tahun yang lalu,"
sahut orang tua itu. "Kabarnya Leng Lihiap bersama Hok
Tayhiap telah bekerja sama di gunung Thiansan
memahami semacam ilmu pedang, sungguh aku si orang
tua kagum mendengarnya. Kiranya kamu suami isteri
masih belum melupakan dunia Kangouw! Eh, mana Hok
Tayhiap" Kenapa dia tidak nampak?"
Orang tua itu, yang hidungnya pun bengkung, adalah
Law Tong Sun, bekas tongnia, atau komandan Gilimkun,
yang dulu hari bekerja sama dengan Yang Cong Hay.
Dialah yang pada sepuluh tahun dulu, dalam
pertempuran di Hangciu, telah dihajar Ie Sin Cu, tulang
piepee-nya sudah ditoblosi kimhoa, atau bunga emas,
1057 tetapi beruntung ia. ia keburu ditolong gurunya, maka
lukanya itu diobati, tulangnya dapat disambung pula,
dengan begitu, ilmu silatnya tidak jadi musna.
Gurunya Law Tong Sun ini, sebagaimana diketahui,
ialah Cio Hong Po jago Rimba Persilatan yang kenamaan,
hanyalah dia, sebelum terlukanya muridnya itu, pernah
dikalahkan oleh suami isteri Thio Tan Hong. yang
menggunakan ilmu silat mereka siangkiam happek,
pedang bersatu padu. karenanya, dia malu untuk
menaruh kaki lebih lama pula dalam dunia Kangouw,
maka habis mengobati muridnya, ia larang Tong Sun
turun gunung. Ia tidak mau muridnya itu memangku
pangkat pula. Tong Sun tidak berani membantah, ia
lantas hidup menyendiri bersama gurunya itu. Selama
sepuluh tahun, ia menahan diri. Ketika Cio Hong Po
menutup mata, Tong Sun bersedih tiga bagian, bergirang
tujuh bagian. Sekarang ia tak usah dikekang lagi
gurunya. Seperti Yang Cong Hay, ia masih menggemari
pangkat dan hidup mewah dan berpengaruh, maka ingin
ia mencarinya pula. Taylwee Congkoan telah bertukar
orang menjadi Hu Kun Cip dan Gilimkun Tongnia ialah
Chian Tiang Cun, itulah tidak menjadi soal bagi Tong
Sun. Justeru telah terjadi peristiwa perampasan
bingkisan pelbagai propinsi untuk raja dan ia mendengar
perampasan itu dilakukan muridnya Thio Tan Hong, ia
mau bekerja dari ini jurusan. Itulah jalan pertama untuk
membalas sakit hati dan kedua untuk mendapat pangkat.
Sebagai seorang cerdik. Law Tong Sun tahu
bagaimana harus bersiasat. Demikian ia mau menempel
orang-orang kosen yang istimewa, seperti Kiauw Pak
Beng, untuk menempur Thio Tan Hong. Iamerasa pasti,
jikalau Thio Tan Hong sudah dapat dirobohkan, maka
1058 Yap Seng Lim di Selatan dan Ciu San Bin di Utara, akan
kehilangan tulang punggungnya, hingga mereka itu
gampang ia yang membereskannya
Orang dengan siapa Tong Sun berkumpul dan minum
arak ini bernama Tonghong Hek. Dia pun seorang yang
berkenamaan. Gurunya ialah Tokpie Khengthian Koan Sin
Liong, si Satu Tangan Menunjang Langit, yang pada tiga
puluh tahun dulu sudah dikutungi sebelah tangannya
oleh Huithian Lipngli Yap Eng Eng, sedang Koan Sin
Liong itu ialah keponakannya Ci Hee Tojin. Bedanya
umur di antara Ci Hee Tojin dan Koan Sin Liong
melainkan belasan tahun, karenanya sekarang dia sudah
berumur hampir tujuh puluh, hingga bicara tentang
tingkat derajat, dia seimbang dengan Cit Im Kauwcu dan
Yang Cong Hay. sebaliknya mengenai ilmu silat, dia
hampir menyamakan paman gurunya itu. Ci Hee Tojin.
Setelah kehilangan sebelah tangannya, sambil mengeram
diri, dia meyakini terlebih jauh ilmu silatnya selama tiga
puluh tahun, hingga dia memperoleh kemajuan. Dia
masih ingin menuntut balas. Hanya sekarang ini, semua
murid generasi kedua dari Hian Ki Itsu, berikut Yap Eng
Eng. sudah pada menutup mata. sedang dari generasi
ketiga, tinggal Thio Tan Hong seorang. Benar dengan
Tan Hong dia tidak bermusuh pribadi tetapi dia
menganggapnya demikian. Sekarang dia muncul dan
bersahabat dengan Law Tong Sun.
Tong Sun ketahui urusan Koan Sin Liong itu, ia
menganjurkan Sin Liong bergabung dengan Kiauw Pak
Beng. Sin Liong setuju, dia menyuruh Tonghong Hek pergi
bersama Tong Sun mengunjungi Pak Beng, untuk
membicarakan soal bekerja sama itu. Tidak disangkaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1059 sangka di tengah jalan ini, di dalam kuil, mereka bertemu
dengan In Hong dan Kiam Hong. Kedua pihak lantas
berlaku waspada. In Hong tahu Tong Sun lihai dengan
ilmunya Hunkin Coku Ciu, dan Tong Sun memalui ilmu
pedang Thiansan Kiamhoat.
Tong Sun telah lantas berpikir: "Aku berdua, mereka
juga berdua. In Hong lihai ilmu pedangnya, inilah aku
ketahui. Entah bagaimana dengan kawannya ini, yang
pun membawa pedang dan romannya cantik dan gagah.
Rasanya dia berilmu silat tidak rendah. Kalau kita
bentrok, belum tentu pihakku akan menang di atas
angin. In Hong ini tidak pernah berpisah dari Thian
Touw, suaminya, sekarang dia ada di sini, mungkin
Thian Touw ada di belakangnya. Dalam ilmu pedang.
Thian Touw cuma kalah sedikit daripada Thio Tan Hong.
Maka baiklah aku berlaku sabar..." Demikian ia berlaku
ramah-tamah, niatnya untuk mencari tahu maksud
Nyonya Hok Thian Touw itu.
Di pihak lain, In Hong pun tidak mau bentrok, maka ia
bersenyum dan berkata: "Law Tongnia juga tidak dapat,
melupakan dunia Kangouw, maka itu, jikalau aku keluar
untuk berjalan-jalan, ada apakah yang aneh" Suamiku
mendengar, juga Yang Cong Hay telah muncul kembali,
ia ingin sekali menemuinya untuk kedua pihak mencoba
pula ilmu silat pedang mereka! Kami tahu Yang Cong Hay
mengambil jalan ini, apakah Law Tongnia pernah
bertemu dengannya?"
Hati Tong Sun bercekat.
"Tidak, tidak," sahutnya. "Sudah beberapa tahun aku
tidak bertemu dengan dia." Di mulut dia mengatakan
demikian, dalam hatinya, dia pikir: "Kiranya mereka lagi
1060 mencari Yang Cong Hay. Kalau begitu, meskipun Hok
Than Touw tidak bisa di sembarang waktu datang
kemari, dia mesti ada di dekat-dekat sini. Syukur barusan
aku tidak berlaku sembrono..."
"Jikalau Law Tongnia tidak pernah bertemu padanya
tidak apalah." kata In Hong. "Biarlah sebentar, kapan
hujan sudah berhenti, kami pergi mencari dia."
"Jangan sungkan, nona, mari di sini kita sama-sama
menghangati tubuh!" kata Tong Sun, mengundang.
"Apakah nona-nona mau minum arak?"
"Tidak, kami cuma ingin beristirahat sebentar saja.
Apakah kuil ini ada penghuni pendetanya?"
"Aku tidak melihat pendeta. Dua kamar di samping itu
pun kosong semua."
Memang kuil itu kosong. Gara-gara peperangan,
pendetanya pergi mengungsi.
"Terima kasih," In Hong mengucap. "Adik Hong, mari
kita beristirahat dalam kamar pendeta di sana."
Kiam Hong menurut. Setelah berada di dalam kamar
dan pintunya sudah dirapatkan, ia menanya perlahan:
"Siapa dua orang itu?"
"Orang yang bicara denganku bekas komandan
Gilimkun, namanya Law Tong Sun," In Hong
menerangkan, "yang satunya lagi, aku tidak kenal, tetapi
Tong Sun menyebut gurunya Koan Locianpwee, dia
tentulah muridnya Koan Sin Liong."
Koan Sin Liong itu, Kiam Hong kenal namanya. Dialah
si orangjahat pembunuh ayahnya Ban Thian Peng.
1061 "Mereka berdua bukan manusia baik-baik, kenapa enci
tidak mau turun tangan untuk menyingkirkan mereka?" ia
tanya. "Law Tong Sun itu dulu pernah diberi ampun Thio
Tayhiap," In Hong menyahut, "tetapi barusan mendengar
suara mereka, dia rupanya masih membenci tayhiap,
karena belum ada kepastiannya, baik kita bersabar dulu,
kitajangan usil padanya."
In Hong mengatakan demikian karena ia merasa tidak
ungkulan dapat mengalahkan dua orang itu, hingga ia
sama dengan Tong Sun, yang merasa jeri terhadapnya.
Tonghong Hek mengawasi orang berlalu, setelah itu ia
memainkan matanya dan sembari tertawa berkata
kepada Law Tong Sun: "Sungguh nona-nona yang cantik
manis!" Tong Sun menggoyangi tangan.
"Bunga mawar ada durinya, tidak dapat kita petik!"
katanya, tertawa. "Yang tuaan itu isterinya Thiansan
Kiamkek Hok Thian Touw!"
Ketika itu hujan turun bagaikan dituang-tuang,
suaranya sangat berisik, jikalau tidak, tidak nanti bekas
komandan Gilimkun itu berani melayani Tonghong Hek
bicara sambil tertawa-tertawa.
Selagi hujan masih turun secara besar-besaran itu, di
luar kuil terdengar suara kuda meringkik. Tong Sun
lantas saja menjadi kaget.
"Jangan-jangan Hok Thian Touw datang!" pikirnya.
Segera juga terlihat pintu pekarangan dibuka dan
sebuah kereta kuda masuk ke dalam, sampai di muka
1062 kuil. terus dari dalam kereta kelihatan turunnya seorang
laki-laki yang sebelah mukanya berkulit hitam, tangannya
mengempit seorang wanita. Dengan tindakan lebar dia
masuk ke dalam pendopo, sinar matanya yang dingin
mengawasi tajam kepada Tong Sun dan Tonghong Hek.
"Numpang, numpang!" katanya. "Ajaklah aku
menghangatkan diri!"
Orang itu ialah Kiauw Siauw Siauw serta kurbannya,
Im Siu Lan. Tonghong Hek tidak kenal puteranya Kiauw Pak Beng
itu, melihat tingkah orang jumawa, ia menjadi tidak
senang, ia bukan saja tidak mau minggir, untuk membagi
tempat, dia bahkan menggeser kedua kakinya, bagaikan
menghalang, untuk tidak mengajak orang
menghangatkan diri.
Kiauw Siauw Siauw melihat lagak orang, ia pun tidak
mau berlaku sungkan. Lebih dulu ia menurunkan Siu Lan
dekat api, habis itu, dengan congkak dia duduk di
tengah-tengah-di antara kedua orang itu sedang dengan
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebelah tangannya, ia sengaja menyikut Tonghong Hek,
mulutnya sendiri mengatakan berulang-ulang:
"Numpang, numpang!" Suaranya itu sangat dingin.
Tonghong Hek gusar sekali, hingga ia tidak dapat
mengendalikan diri.
"Eh. kenapa kau tidak tahu adat?" tegurnya, kedua
tangannya bergerak, hendak menangkap tangan orang,
untuk membanting orang itu.
Di luar dugaannya, Kiauw Siauw
1063 Siauw membalik tangannya, terus mendahulukan
menangkap. "Kau mau berkelahi" tanyanya sambil tertawa
mengejek. Tonghong Hek gusar sekali, tetapi dia kalah tenaga,
ketika dia meronta, dia tidak dapat melepaskan
tangannya. Dalam gusarnya, dia hendak menendang,
atau Law Tong Sun segera datang sama tengah.
"Orang-orang perantauan siapa yang tidak gemar
mengikat persahabatan?" katanya. "Tuan-tuan, mengapa
untuk urusan sekecil ini kamu menuruti napsu amarah
sendiri" Aku minta sukalah kamu bicara secara baikbaik!"
Mendengar itu, Tonghong Hek suka memberi muka.
Juga Kiauw Siauw Siauw merasa tak enak sendirinya.
Maka keduanya saling melepaskan cekalan mereka.
luga Tonghong Hek lantas minggir sedikit, untuk
memberi tempat agar orang baru itu dapat
menghangatkan tubuhnya.
Pada lebih daripada sepuluh tahun yang lalu Law Tong
Sun pernah diajak gurunya, Cio Hong Po, mendaki
gunung Kunlun San mengunjungi Kiauw Pak Beng.
Karena ini juga tak malu-malu dia mengajukan diri untuk
menjadi orang perantara di antara Koan Sin Liong dan
Kiauw Pak Beng, supaya mereka itu berdua berserikat.
Ketika kunjungannya itu. dia melihat Kiauw Siauw Siauw
mendampingi ayahnya. Waktu itu Siauw Siauw baru
berumur empat atau lima belas tahun. Dalam usia
semuda itu ia sudah tampan sekali. Tidak seperti
sekarang, ia menjadi jelek luar biasa. Benar sekarang
1064 Tong Sun tidak mengenali Siauw Siauw akan tetapi ia
melihat gerakan tangan orang. Itulah gerakan yang luar
biasa, yang tidak dipunyakan oleh ahli-ahli silat
Tionghoa. Maka ia mau menyangka kepada muridnya Le
Kong Thian si manusia raksasa.
Roman Tong Sun tidak berubah, akan tetapi Kiauw
Siauw Siauw tidak mengenali dia. Ketika ia masih muda
dan berada di rumahnya, ayahnya menerima banyak
sekali kunjungan, ia tidak ingat satu demi satu, ia cuma
memperhatikan orang-orang yang ternama.
"Tuan she apa?" Tong Sun tanya setelah orang
berduduk. "She Kiauw!" sahut Siauw Sianw, ringkas, tanpa
menoleh. Hatinya bekas tongnia Gilimkun itu bercekat.
Sebenarnya ia ingin menanya pula, akan tetapi karena
orang bersikap demikian angkuh, ia batal, iajengah
sendirinya. Ia sekarang memikir, kalau nanti orang
menoleh, baru ia hendak menanya. Maka itu, ia terus
mengawasi. Habis menghangatkan tubuh, Siauw Siauw berbangkit,
dari pinggangnya dia meloloskan joanpian, ialah ruyung
lemas yang mirip cambuk. Begitu dia minggir sedikit
lantas dia menyabet, ke arah si nona, yang sedari tadi
berdiam saja, tanpa berkutik, tanpa berbicara. Cambukan
itu membebaskan si nona dari totokan urat gagunya,
maka sekarang ia masih tidak bisa menggeraki tubuh,
tangan atau kakinya.
Siauw Siauw tidak berhenti dengan satu cambukan itu,
dia mengulangi, dia mengulanginya. Dari itu robeklah
1065 bajunya Siu Lan bagian depan, hingga dadanya terlihat
putih dan halus, hanya sekarang dada itu balan dan
mengeluarkan darah. Begitu memang cara Siauw Siauw
menganiaya si nona, untuk menyiksanya. Dia ditimpa
hujan, dia baru saja diejek Tonghong Hek, sekarang dia
melampiaskan kemendongkolannya terhadap nona
tawanannya ini. Dia mengertak gigi, menyambuknya
makin keras dan makin keras.
Siu Lan menahan sakit, ia menggigit rapat kedua baris
giginya, tidak urung ia merintih juga.
Setelah menghajar enam atau tujuh kali. Siauw Siauw
berhenti. "Siu Lan, kau mau bicara atau tidak?" dia tanya.
Belum lagi berhenti pertanyaan itu, atau Tonghong
Hek sudah berseru: "Sungguh tidak tahu malu! Menghina
wanita!" Tangannya pun menjemput sepotong kayu yang
menyala dengan apa dia menimpuk ke muka si anak
muda. Semenjak tadi ia mengeluarkan cambuknya terus
sampai ia mulai menyambuk Siu Lan, Siauw Siauw sudah
memperhatikan orang di sisinya itu, yang ia lihat
mengawasi ia dengan tnata tajam bersorot gusar, hanya
disebabkan orang cuma mengawasi saja, ia tidak
bertindak apa-apa. Ia menyangka orang itu jeri. Sebagai
orang jumawa dan tak takut apa juga, ia terus membawa
lagaknya itu. Di luar dugaannya, akhirnya orang turun
tangan juga. Gurunya Tonghong Hek itu, yaitu Koan Sin Liong,
pernah keponakan dari Ci Hee Tojin. Di samping itu, Cit
Im Kauwcu ialah muridnya Ci Hee Tojin itu, bahkan
1066 dialah murid yang murtad karena dia telah berganti guru
kepada Ki Hoan. Perbuatan menukar guru itu adalah
pantangan besar dalam dunia Rimba Persilatan. Hanyalah
Cit Im Kauwcu dibiarkan oleh Ci Hee disebabkan guru ini
juga bukan seorang manusia bersih, karena sebagai
guru, ia pernah mencoba memperkosa muridnya.
Tentang perbuatannya yang keji itu, Ci Hee tidak berani
memberitahukan siapa juga, malah ia ingin jangan ada
lain orang yang mengetahuinya, juga jangan ada yang
tahu Cit Im itulah muridnya. Setelah Ci Hee menutup
mata, sebagai ciangbunjin, ketua partai ia digantikan
Koan Sin Liong. Dia ini tahu Cit Tm Kauwcu murtad, dia
membencinya. Tapi Cit Im lihai racunnya, dia tidak berani
secara berterang menentangnya, dia tidak berani
menghukum, cuma kepada beberapa muridnya dia telah
menerangkan urusan itu, agar semua murid ketahui Cit
Im itu murid murtad partai mereka, supaya dipasang
mata terhadap Cit Im apabila ada saatnya, supaya
mereka turun tangan, untuk memberi hukuman. Karena
itu, terang sekali merekajuga ketahui Cit Im Kauwcu
mempunyai seorang anak perempuan yang bernama Im
Siu Lan. Bahkan orang ketahui juga. kitab ilmu racun
Pektok Cinkeng dari Ki Hoan telah diwariskan pada Cit Im
Kauwcu. Dalam perjalanan Tonghong Hek mengikuti Law Tong
Sun itu untuk mengunjungi Kiauw Pak Beng, mereka
pernah lewat di Bang keepo. Di sana Tonghong Hek telah
mendengar kabar hal kematiannya Cit Im Kauwcu. Coba
ia bukan lagi bertugas, tentu ia sudah mencari Im Siu
Lan, untuk memberi hukuman, siapa tahu sekarang, ia
bertemu nona itu secara begini kebetulan. Begitu ia
mendengar Siauw Siauw menyebut Siu Lan, tahulah dia
1067 siapa si nona. Maka ingin ia membekuk nona itu, untuk
sekalian merampas kitabnya. Ia tidak mau membuka
rahasia partainya, dari itu ia lantas beraksi, berpura-pura
hendak membelai nona yang lagi disiksa itu. Ia ingin
setelah membereskan Siauw Siauw lalu menawan Siu
Lan. Ia percaya, kalau ia turun tangan, Law Tong Sun
bakal membantu padanya, dengan begitu pasti ia bakal
dapat mengalahkan pemuda kosen itu.
Sesudah Kiauw Siauw Siauw mati, ia percaya juga, Siu
Lan bakal berhutang budi padanya, dengan begitu,
dengan cara halus, ia mau bawa si nona pulang ke
gunungnya. Atau kalau perlu, ia tak segan menggunakan
kekerasan. Dengan begitu juga kitab Pektok Cinkeng
bakal terjatuh dalam tangannya.
Tidak dapat Kiauw Siauw Siauw mengelakkan diri dari
serangan tiba-tiba itu. Benar ia mencoba berkelit, tangan
kirinya toh terkena juga. Tangan kirinya itu memang
masih sakit. Ia terkena api, ia merasakan sangat sakit
dan panas. Balutannya terbakar dan terlepas, lukanya
pun pecah pula. Bukan main gusarnya ia. Ia lantas
memadamkan api, ia menahan rasa nyerinya. Sedangnya
ia repot seorang diri itu, Tonghong Hek bekerja terus.
Dia ini berlompat, bergerak untuk merampas cambuk di
tangannya. Berhasillah dia, sebab Siauw Siauw kembali
tidak menyangka.
Sekarang, tidak menanti sampai dia diserang pula,
sambil berseru, Siauw Siauw mengeluarkan kipasnya,
dengan itu dia mendahului menyerang, untuk melakukan
pembalasan, bahkan dengan bengis dia mendesak.
Tonghong Hek menjadi repot. Celaka dia, segera
lengannya kena dihajar kipas, hingga tulangnya pecah.
1068 Rasa sakit itu seperti menusuk jantungnya. Dia menjadi
sangat gusar, dia berteriak, dia menghunus pedangnya,
untuk menikam! Sebelum mereka dapat bertempur terlebih jauh, duadua
Tonghong Hek dan Kiauw Siauw Siauw merasakan
lengannya masing-masing seperti terjepit besi. Sebab
Law Tong Sun sudah berlompat kepada mereka,
menyambar tangan mereka itu. untuk dipisahkan.
Siauw Siauw kaget untuk lihainya Tong Sun itu.
"Eh, toako, apa maksudmu?" Tonghong Hek tanya.
Dia heran. Siauw Siauw sendiri tidak menanya atau menegur, ia
hendak mengerahkan tenaga, untuk berontak, karena
mana mendadak Tong Sun merasakan tangannya dingin
sekali, hingga ia lekas-lekas melepaskan cekatannya Tapi
ia sadar, maka ia lantas berseru, menjawab kawannya:
"Tonghong Toako, ini dia yang dibilang air bah
menerjang kuil si raja naga! Tuan ini ialah puteranya
Locianpwee Kiauw Pak Beng!"
Siauw Siauw menggunakan Siulo Imsat Kang, ia baru
menyampaikan tingkat kedua, ia tidak bisa melukai Tong
Sun. tetapi karena ia menggunakan tangan dinginnya itu,
si orang she Law lantas menduga tepat tentang dirinya
Sebab di jamannya itu, yang mengerti Siulo Imsat Kang
cuma Pak Beng ayah dan anak, tidak ada orang yang ke
empat. Kalau orang muda ini bukan Le Kong Thian,
pastilah dia anak Pak Beng.
Tonghong Hek melengak, Ia menjadi bingung.
Justeru itu terdengar Siu Lan berseru: "Enci Liong!"
1069 Itu waktu segera terlihat In Hong dan Kiam Hong
datang memburu: Si nyonya ke arah Siauw Siauw, si
nona ke arah Nona Im.
Sebat sekali Tong Sun bergerak, untuk menghalangi
Nona Liong. Ia tidak kenal Siu Lan, tak tahu dia hal
ichwalnya, tetapi sebab nona itu menjadi lantaran dari
bentroknya Tonghong Hek dengan Kiauw Siauw Siauw,
dia menganggapnya sebagai nona penting. Pula, dengan
rintangan ini, dia hendak memancing kemurkaannya In
Hong. Bukankah sekarang ia dapat mengharap
bantuannya Siauw Siauw"
"Minggir!" bentak Kiam Hong dengan gusar. Ia belum
tahu lihainya si bekas tongnia Gilimkun. Ia pun segera
menikam. Tong Sun tertawa, dia menyambut dengan
kepandaiannya berkelahi dengan tangan kosong.
Mulanya dia berkelit, lantas dia mengulur tangannya,
dengan berniat menangkap sikut si nona, guna
merampas pedangnya. Ketika itu, Kiam Hong telah
menikam tempat kosong, hingga pedangnya meluncur
lewat. Kiam Hong terkejut. Dengan cepat ia mengelakkan diri
dengan tipu silat "Liu In Ciu" atau "Tangan baju mega
hanyut." Ketika tangan Law Tong Sun mengenai bajunya,
tangan itu kena ia sampok. Akan tetapi: "Bret!" demikian
satu suara nyaring, ujung bajunya kena juga kesambar
robek. Meski demikian, ia terus dapat menghalau diri dan
pedangnya tak sampai terampas.
Di pihak lain, saking gesit, In Hong telah segera
sampai kepada Kiauw Siauw Siauw, yang terus ia serang.
1070 Pemuda itu menggunakan kipasnya yang lihai, untuk
menangkis, hingga bebaslah dia dari bahaya.
In Hong cerdik. Ia telah melihat luka Siauw Siauw di
tangan kiri. ia mengancam ke lengan kanan, di tengah
jalan, ia mengubah tujuannya, terus ia menyerang ke
tangan yang luka itu.
Di saat Siauw Siauw sangat terancam, hingga
lengannya yang luka itu bakal menjadi buntung, maka di
situ terdengarlah suara bentrokan keras, disusul dengan
jeritan menyayatkan hati. Itulah Tonghong Hek, yang
hendak membelai anaknya Kiauw Pak Beng, dia sudah
menghadang di depan si nyonya muda, yangtikamannya
dia menalangi menangkisnya, apamau pedang nyonya itu
meluncur terus, mengenakan pundaknya. Sebenarnya dia
tidak terluka parah, tetapi dia mengasi dengarjeritan
yang luar biasa itu, sengaja untuk didengar Kiauw Siauw
Siauw! Mendengar demikian, pemuda she Kiauw itu berkata
nyaring: "Bagus! Benarlah kau sahabat baik! Budi ini
biarlah lain kali aku membalasnya!"
Setelah berkata begitu, dia lari ke arah Siu Lan.
Law Tong Sun segera berkata kepada pemuda itu:
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tolong kongcu menyampaikan kata-kataku kepada
ayahmu! Bilang bahwa Law Tong Sun muridnya Cio Hong
Po dan Tonghong Hek muridnya Koan Sin Liong, bakal
mendaki gunung untuk memberi selamat!"
Kiauw Siauw Siauw dapat mendengar kata-kata orang
itu, ia menyahuti: "Baiklah. Law Tong Sun! Kamu
menyusullah belakangan!"
1071 Sembari berkata begitu, Kiauw Siauw Siauw
memondong Siu Lan, untuk dibawa lari. Dia merasa,
menyingkir ada jalan yang paling baik. Di situ ada Law
Tong Sun dan Tonghong Hek, yang dapat merintangi
musuh-musuhnya Siu Lan masih sempat berteriak: "Enci Liong! Enci
Liong! Engko Houw, dia... dia..." atau segera suaranya
berhenti. Sebenarnya ia ingin membilangi: "...Engko
Houw, dia menyintai kau..." tetapi ia telah lantas ditotok
Siauw Siauw. ditotok urat gagunya, hingga tidak dapat ia
meneruskannya. Kiam Hong kaget dan berkuatir, ia lompat untuk
mengejar, akan tetapi ia tidak dapat mewujudkan niatnya
itu, ia lantas dirintangi Law Tong Sun. Bahkan lagi sekali,
ujung bajunya kena dirobek. Tong Sun merupakan
tandingan berat.
In Hong menempur Tonghong
Hek. ia dapat mendesak, akan tetapi kapan ia melihat
Kiam Hong terdesak si orang she Law, ia menjadi
berkuatir. Ia tahu lihainyaTong Sun dengan ilmu silatnya
Hunkin Coku Ciu, siapa kena disambar dia, tulangtulangnya
bisa patah dan otot-ototnya putus, hingga
seumurnya si kurban bakal bercacad, maka itu, ia lantas
berlompat untuk membantui si nona.
Law Tong Sun lihai. dia lantas mendengar suara
sambarannya senjata di belakangnya, sembari tertawa
dia menggeser kakinya, mengelit tubuhnya, hingga dia
lolos dari bahaya. Itulah gerakan bagus dan lincah yang
dinamakan "Hutin pauwgoat" atau "Mengebut awan,
memeluk rembulan." Dia pun tertawa dan berkata: "Leng
1072 Lihiap. kita sama-sama bekerja untuk sahabat kita, sama
sekali tidak ingin aku bentrok, dengan kau!"
"Tapi ingat!" In Hong membentak. "Apa katamu ketika
dulu hari Thio Tayhiap mengampuni jiwamu" Bukannya
kau mengunci pintu dan memikirkan kesalahanmu,
mengapa sekarang kau muncul pula dan berbuat jahat"
Aku kenal kau tetapi pedangku tidak!"
Tong Sun tidak takut, dia masih tertawa.
"Oh, kau tidak dapat memaafkan aku?" katanya.
"Baiklah, akan aku melayani kau beberapa jurus, untuk
membikin lenyap kemendongkolanmu!"
Meskipun dia bicara demikian macam, di dalam
hatinya. Tong Sun memikir untuk berlaku waspada. Ia
percaya pasti, setelah berselang delapan tahun, entah
berapa besar kemajuannya ilmu pedang dari nyonya
muda ini. Dulu hari itu, ia menang unggul, akan tetapi
sekarang, kekuatan mereka agak berimbang.
Dengan begini mereka berempat menjadi bertukar
lawan. Menghadapi In Hong, Tonghong Hek terdesak,
sekarang melayani Liong Kiam Hong, dia seperti dapat
semangat. Nyata dia menang tenaga dalam, sedang si
nona menang ilmu pedangnya. Sesudah melewati lima
puluh jurus, mereka masih seri saja.
Law Tong Sun, sambil menjagai pintu, melayani Leng
In Hong. Ia berkelahi sambil menanti waktu. Setelah
banyak jurus, ia merasa bahwa Kiauw Siauw Siauw
sudah lari jauh bersama Siu Lan, maka mendadak ia
tertawa dan berkata: "Leng Lihiap, kau telah tidak
mendongkol pula, bukan" Maafkan aku. tidak dapat aku
melayani kau terlebih lama! --- Sahabat, mari kita pergi!"
1073 Kata-kata yang terakhir ditujukan kepada Tonghong
Hek, habis berkata, ia lantas bersiul, setelah melakukan
satu tangkisan, ia lompat keluar pintu, untuk segera
mengangkat kaki.
Tonghong Hek yang cerdik sudah menurut buat, maka
itu, keduanya lantas lari kabur. Tong Sun tidak mau
berkelahi lebih lama, lantaran iakuatir Hok Thian Touw
nanti keburu datang...
Ketika itu, meskipun sudah tak lebat lagi, hujan masih
belum berhenti, dan jagat gelap petang.
Ketika mereka datang, In Hong berdua Kiam Hong
menambat kuda mereka di pohon di kiri kuil, ketika Kiam
Hong pergi kesana, untuk melihat kuda mereka, ia
mendapatkan dua-dua binatang tunggang itu lagi rebah
sebagai bangkai, sebab ketika tadi Tong Sun lari keluar,
sekalian dia hajar roboh kuda itu dengan pukulan Hunkin
Coku Ciu. Tanpa kuda, tidak dapat Kiam Hong dan In Hong
mengejar musuh.
"Sudahlah, adik Hong!" kata In Hong, mengajak. "Mari
kita garang dulu pakaian kita."
Kiam Hong tidak menyahuti, ia hanya sangat berduka.
"Enci Siu Lan, enci Siu Lan!" katanya sedih. Sia-sia
saja ia memanggil Nona Im, tidak ada jawaban
untuknya. Maka ia memeriksa tapak kaki.
In Hong mencekal tangan orang, untuk ditarik.
"Sudah, tak usah kau mencari," katanya, menghibur.
"Mereka bertiga pergi ke Kunlun San kepada Kiauw Pak
Beng, tidak dapat kita susul mereka."
1074 Di dalam, tabunan masih menyala. In Hong
menambahkan beberapa potong kayu kering. Ia ajak
Kiam Hong berduduk, untuk menggarang diri.
Sekian lama Kiam Hong masih berdiam, akhirnya ia
menghela napas. Ia kata; "Enci Siu Lan dibawa pergi
kepada tua bangka she Kiauw itu, entah
bagaimanajadinya. Bagaimana sekarang, apa daya?"
"Siluman tua she Kiauw itu bukannya tanpa tanding,
kenapa tidak ada daya?" berkata In Hong.
"Apakah kita minta bantuannya Thio Tayhiap?" Kiam
Hong tanya. "Itulah seperti air yang jauh sukar dipakai
menolong memadamkan kebakaran yang dekat" Jikalau
terjadi sesuatu atas diri enci Siu Lan, bagaimana aku
dapat bertanggung jawab terhadap ibunya?"
"Baiklah kau jangan terlalu berkuatir," In Hong
membujuk. "Aku merasa bahwa Kiauw Siauw Siauw tidak
menghendaki jiwanya Siu Lan..."
"Tapi tadi kita telah melihat Siauw Siauw menganiaya
enci Siu Lan, itulah sungguh menggiriskan..."
"Itulah tentu disebabkan hatinya sedang panas. Kita
telah melihat, sebelah mukanya Siauw Siauw hangus
melepuh dan sebelahnya lagi hitam guram. Aku mau
percaya, dia tentu telah terkena senjata rahasia yang
beracun dari Siu Lan. Kaum lurus tidak nanti
menggunakan senjata rahasia semacam itu."
"Dengan begitu, Siauw Siauw pasti jadi semakin benci
padanya..."
1075 "Benar. Makajuga dia menganiaya secara tadi itu. Tapi
juga benar, karena kebenciannya itu, tidak nanti dia
merampas jiwa Siu Lan."
Kiam Hong cerdas, dia dapat dikasih mengerti, dengan
begitu, hatinya menjadi sedikit lega.
"Kau benar, enci," katanya mengangguk. "Tentu Siauw
Siauw menganiaya dia, untuk memaksa dia
mengeluarkan obat pemunahnya. Atau mungkin itu
berhubung dengan kitab racun Pektok Cinkeng."
Walaupun ia menduga tepat, nona ini tidak dapat
melegakan hati seluruhnya. Ia sekarang memikirkan,
bagaimana Nona Im dapat ditolong. Apakah ia mesti
melakukan perjalanan jauh beribu-ribu li ke Selatan
untuk memohon bantuan Thio Tan Hong"
In Hong mengawasi kawan itu, ia dapat membade hati
orang. "Untuk melindungi jiwa Siu Lan, ada dayanya!" ia kata
tertawa. "Jikalau sekarang kita menyusul dia tanpa
memperhitungkan segala apa, perbuatan kita itu tidak
bakal ada hasilnya. Jangan kata memangnya kita berdua
tidak dapat melawan Kiauw Pak Beng si siluman tua,
umpama kata Siauw Siauw bertiga bekerja sama, mana
bisa kita melawan mereka itu" Maka itu, tidak ada
keuntungannya untuk kita sekarang menyusul mereka."
Mukanya Kiam Hong menjadi merah, iajengah
sendirinya. Baru sekarang ia sadar.
"Enci benar." ia mengakui. "Saking kerasnya
keinginanku menolongi enci Siu Lan, pikiranku menjadi
butek..." 1076 "Ketika dulu hari bersama Thian Touw aku melayani si
siluman tua she Kiauw, kekuatan kita hampir
berimbang," berkata In Hong, menjelaskan, "sekarang
ilmu pedangku memperoleh kemajuan, jikalau aku
melawan pula dia bersama Thian Touw, mungkin kita
berimbang. Maka di dalam ini hal, baiklah aku mencoba
dulu, jikalau aku gagal, baru terpaksa kita minta
bantuannya Thio Tayhiap."
"Benar, lagi delapan atau sepuluh hari, kita bakal
sampai di Thiansan," kata Kiam Hong. "Di sana ada Hok
Toako. mengapa aku tidak dapat mengingatnya?"
In Hong kata dalam hatinya: "Kau mungkin tidak
mengingat dia sebab dia sangat tidak gemar membantui
urusan lain orang, kau cuma ingat Thio Tayhiap saja..."
Tapi, begitu ia memikir demikian, begitu hatinya
nyonya muda ini pepat dan pedih. Ia seperti diliputi awan
gelap. Lantas ia ingat peristiwa di selat Cheeliong Kiap,
tempo orang menempur Pak Beng ayah dan anak.
Walaupun orang sudah keteter dan tinggal runtuhnya
saja, Thian Touw masih tidak berniat memberikan
bantuannya. Setelah ia bicara, hingga ia bentrok dengan
suami itu, baru suaminya suka membantu.
"Bukankah untuk dia, Siu Lan itu orang luar?" ia
berpikir. "Mana dia suka menolongi orang yang tidak ada
hubungannya dengannya?"
Ia menjadi bingung, ia bersangsi. Dapatkah ia
membujuk suaminya itu"
Meskipun kesangsiannya ini, In Hong tidak
mengutarakan itu pada Kiam Hong.
1077 Kiam Hong berduka dan berkuatir sendirinya. Ia tidak
dapat menerka apa yang dipikir dan diberati In Hong. Ia
tidak tahu soalnya Thian Touw. Yang ia pikirkan ialah
keselamatannya Siu Lan, urusannya Siu Lan dan Giok
Houw. Ia heran kenapa Siu Lan terjatuh dalam
tangannya Siauw Siauw. Bukankah di tempat Ciu San Bin
ada banyak orang" Mungkinkah karena Siu Lan turun
gunung maka dia tertawan Siauw Siauw" Kalau benar dia
turun gunung, apakah perlunya" Apakah Giok Houw
telah menampik dia" Atau dia menyadari siasatnya
menjauhkan diri dari Giok Houw dan dia tak sudi
menerima itu"
"Kenapa barusan Siu Lan memanggil-manggil aku dan
menyebut nama Giok Houw?" pikirnya lebih jauh. "Dia
tidak dapat bicara terus, mungkin dia kena ditotok Siauw
Siauw. Apakah yang dia hendak bilang" Kenapakah Giok
Houw?" Kiam Hong cerdas tetapi sekarang pikirannya gelap. Ia
mencoba memikir terus. Rasanya ia dapat menerka. Tapi
ini justeru membuatnya berduka, membikin ia merasa
makin berkasihan terhadap Siu Lan.
Besoknya kedua kawan ini meninggalkan kuil tua itu.
Mereka berangkat tanpa mensia-siakan waktu, kecuali di
saat singgah atau bersantap. Mereka melintasi gurun
pasir dan tanah datar. Maka selang setengah bulan,
tibalah mereka di kaki gunung Thiansan.
Dongak ke atas, memandangi gunung itu, In Hong
menghela napas.
"Thian Touw berada di atas puncak, dia seperti
terpisah dari dunia, dia mana tahu manusia dalam dunia
banyak sekali penderitaannya?" ia kata dalam hatinya.
1078 Sebenarnya tenang penghidupan di duniayang
dinamakan Tho Hoa Goan atau Sumber Bunga Tho tetapi
In Hong masih belum ingin mengicipi penghidupan
tenang dan merdeka itu, ia masih mempunyai citacitanya
yang besar, maka sayanglah Thian Touw, setelah
berkenalan demikian lama dan sudah menjadi suami
isteri belasan tahun, dia masih belum dapat menyelami
hati isterinya itu.
Thiansan itu tinggi dan hawanya dingin. Umumnya
orang banyak, dia baru dapat mendaki sesudah tujuh
atau delapan hari. Tidaklah demikian bagi ln Hong dan
Kiam Hong, mereka ini telah mengenal baik gunung itu,
tahu di mana bagian yang berbahaya dan mahir ilmu
ringan tubuh mereka. Maka juga di hari ketiga, magrib,
tibalah sudah mereka di puncak, hingga di sini terbukalah
mata mereka. Mereka melihat telaga kecil yang airnya
jernih dan bercahaya. Di samping telaga itu In Hong dan
Thian Touw telah membangun beberapa rumah batu,
dan In Hong segera dapat melihat rumahnya itu.
Tanpa merasa, hati nyonya muda ini goncang. Ia telah
memikir, lebih suka ia berpisah dari Thian Touw, tak sudi
ia terikat hingga lenyap kemerdekaannya. Toh senantiasa
ia memikirkan suaminya itu. Sekarang, sesudah berada di
Thiansan dan segera ia bakal bertemu sang suami,
hatinya menjadi tidak tenang.
"Jikalau sebentar aku bertemu Thian Touw, apakah
kata-katanya yang pertama?" begitu iatanya dirinya
sendiri. "Jikalau Thian Touw tidak terlebih dulu memohon
perdamaian, bagaimana dengan aku?"
Tengah berpikir itu, kaki In Hong bertindak. Kiam
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong mendampingi ia
1079 Tiba-tiba di dalam kesunyiannya puncak gunung, In
Hong mendengar suara bentrokan senjata. Ia menjadi
heran, hingga ia memasang telinganya, matanya
mengawasi ke arah dari mana suara itu datang, ialah
bagian belakang rumahnya.
"Yang satu itu ialah suara pedangnya Thian Touw..."
kata isteri ini dalam hatinya Ia dapat mengenali suara
pedang suaminya itu, sebab ia dapat membayangi gerakgerik
ilmu silatnya. "Siapakah berada di atas gunung"
Kenapa ada bentrokan senjata" Apakah Thian Touw lagi
bertarung" Kalau benar, pihak lawan itu mesti orang
lihai..." "Tapi Thian Touw hidup menyendiri," pikir pula isteri
ini, herannya tak berkurang. "Kecuali dulu hari dia
mengalahkan Yang Cong Hay, ia tidak mempunyai
lainnya musuh" Siapakah orang ini" Dia bermusuh atau
cuma hendak menguji ilmu silatnya Thian Touw?"
Setelah mendengar sekian lama, lega juga hati isteri
ini. Ia mendapat kenyataan, yang bertempur itu cuma
dua orang. Itu artinya pertempuran satu lawan satu.
Ilmu pedang Thian Touw sudah mencapai puncak
kemahiran, dari itu orang yang dapat mengalahkan dia
tak ada beberapa gelintir lagi. Karena ini. dengan hatinya
lega, In Hong tak memikir lekas-lekas maju membantui,
sebaliknya, ia ingin menyaksikan dulu. Maka bersama
Kiam Hong, ia berjalan memutari rumahnya.
Segera juga terlihat, lawannya Thian Touw ialah
seorang pendeta tua yang bertubuh jangkung dan kurus.
Tidak jauh dari mereka itu, ada berdiri seorang umur kira
lima puluh tahun, yang tubuhnya gemuk. Dia berdiri
1080 menonton. Si pendeta bergegaman golok Kayto, gesit
gerak-geriknya Hebat pertempuran itu, walaupun In Hong pandai
silat, matanya toh kabur juga menyaksikan
berkelebatannya pedang dan golok mereka yang lagi
bertarung itu. Thian Touw bersilat dengan ilmu silat
"Liusengkangoat," atau "bintang meteor mengejar
rembulan," suatu ilmu pedang ciptaannya yang paling
baru. Ilmu pedang itu sangat cepat tikamannya saling
susul. Mulanya In Hong menduga, si pendeta cuma akan
bertahan dua tiga jurus. Tapi ia menerka keliru. Pendeta
itu pun lihai sekali Dengan goloknya, dia dapat melayani
pedang yang berbahaya itu. Tetap mereka berimbang
satu dengan lain. Segera senjata mereka beradu,
suaranya menulikan telinga. Sebagai kesudahan dari itu,
keduanya sama-sama lompat mundur.
Si pendeta tertawa lebar dan berkata: "Si siluman tua
she Kiauw nyata tidak memuji secara yang berlebihan! Di
jaman ini benarlah ilmu pedangmu tergolong yang nomor
satu! Tidak kecewa aku telah menjelajah gunung
Thiansan ini!"
Hok Thian Touw menahan pedangnya.
"Locianpwee," ia berkata, tenang, "bukankah kau Tek
Seng Siangjin dari Sengsiu Hay, Kunlun San?"
Pendeta itu tertawa pula. "Matamu tajam sekali!"
katanya. "Dengan melihat ilmu golokku, kau dapat
mengenali aku. Eh, tahukah kau maksud kedatanganku
ini?" 1081 "Mengenai itu, aku mohon pengajaran," sahut Thian
Touw. "Kabarnya kau telah mengumpul belasan kitab ilmu
pedang," berkata Tek Seng Siangjin. "kau pula telah
menciptakan ilmu pedang Thiansan Kiamhoat. Kau tahu,
si siluman tua she Kiauw sangat memuji kau, aku tidak
percaya, maka aku datang kemari untuk mencoba.
Sekarang aku mendapat kenyataan benar ilmu
pedangmu luar biasa Itu artinya, kitab pedangmu itu ada
harganya untuk aku pinjam!"
Pendeta ini bicara dengan merdeka sekali, dia seperti
tidak memikir lain orang sudi meminjamkan kitabnya
atau tidak, dia seperti menganggap, kalau dia meminjam
barang orang, itu artinya dia memberi muka kepada
orang yang barangnya dipinjam itu!
In Hong mendengar tegas kata-kata si pendeta,
diajadi berpikir: "Kiranya dia inilah Tek Seng Siangjin.
Katanya dulu hari di dalam istana raja dia dikalahkan
Thio Tan Hong, habis itu dia menyembunyikan diri, siapa
sangka sekarang dia datang kemari untuk mencari garagara!
Thian Touw memandang kitab ilmu pedangnya
sebagai jiwa raganya, tidak nanti dia sudi gampanggampang
meminjamkannya!"
Benar-benar lantas terdengar suaranya suami itu ---
suara yang menyatakan tak puas hati.
"Locianpwee bergurau!" demikian katanya. "Orang
dengan derajat sebagai locianpwee, bagaimana
locianpwee dapat memikir kitab ilmu pedangku?"
1082 "Aku bukan menghendakinya," kata Tek Seng. "Aku
cuma mau meminjam lihat untuk satu tahun, nanti aku
membayarnya pulang."
"Ilmu pedang Thiansan Kiamhoat dari aku masih
belum sempurna," Thian Touw mengasi keterangan,
"tidak dapat aku memberi pinjam kitabku. Locianpwee,
maaf, tidak dapat aku menerima baik perintahmu ini!"
Pendeta itu mementang lebar kedua matanya.
"Aku sudi pinjam kitabmu, itu artinya aku menghargai
kau!" katanya, lagu suaranya aneh. "Oh, bocah cilik,
mengapa kau begini tidak tahu diri" Kau diberi selamat
dengan arak kegirangan, kau tidak sudi terima, kau
sebaliknya lebih suka minum arak hukuman! Tadi aku
cuma mencoba ilmu pedangmu, sekarang aku tidak
sungkan-sungkan lagi!"
Thian Touw habis sabar.
"Aku memandang usiamu yang tinggi, aku memanggil
kau locianpwee!" katanya keras. "Sekarang kau sendiri
yang tidak menghargai kehormatan dirimu, maka jangan
kau sesalkan aku tidak memakai adat peradatan lagi!"
Sembari berkata begitu, Thian Touw bahkan
mendahului menyerang. Ia menikam dengan jurus
"Guntur dan kilat saling sambar." Itulah salah satu jurus
Thiansan Kiamhoat. Benar sekali, anginnya tikaman
bersuara bergemuruh.
Tek Seng Siangjin tertawa terbahak.
"Jikalau aku tidak kasih rasa padamu, kau belum tahu
lihaiku!" katanya nyaring. "Apakah kau sangka karena
1083 kepandaian ilmu pedangmu ini aku jadi tidak dapat
berbuat suatu apa atas dirimu" Hm!"
Lantas pendeta ini mengangkat goloknya, begitu ia
berkelit, begitu ia menyerang. Tangan kirinya bergerak
mengikuti goloknya itu. Dengan begitu, golok dan
tangannya itu bergerak bersama-tangannya itu
mengarah dada. Jikalau Thian Touw kena tertepuk, dia bisa celaka,
tidak perduli ilmu dalamnya sudah mahir. Ia lantas
berkelit, perutnya dikasih kosong, dadanya ditarik
pulang. Maka itu, tangannya si pendeta cuma mengenai
baju. Lantaran ini. ia jadi kena terdesak.
Tek Seng Siangjin menjadi lihai begini karena sejak
dikalahkan Thio Tan Hong, dia telah menyekap diri untuk
meyakinkan lebih jauh ilmu silatnya. Dia panas hati. dia
ingin mencari balas. Bersama-sama Kiauw Pak Beng, dia
berdiam di gunung Kunlun San, masing-masing di bagian
gunung depan dan belakang, jaraknya satu dari lain
sekira tiga ratus li. Walaupun mereka terpisah jauh,
kadang-kadang mereka membuat pertemuan. Demikian
dari Kiauw Pak Beng, Tek Seng mendapat tahu halnya
Thian Touw lihai. Dia jadi ketarik hati, ingin dia
mendapatkan kitab Thian Touw itu. sekalipun dengan
paksa. Dia tahu. dalam tenaga dalam, dia tidak kalah dari
Thio Tan Hong, yang membuatnya dia kalah, ialah ilmu
pedang bersatu padu dari Tan Hong. Dia pikir, kalau dia
bisa mempelajari ilmu pedang hingga mahir, dia boleh
menempur pulajago she Thio itu.
Kiauw Pak Beng mendapat tahu apa yang dipikir si
pendeta, dia menganjurkan pendeta itu. Dia sendiri tidak
1084 mau turun gunung karena dia lagi meyakinkan ilmu
silatnya yang luar biasa, yaitu Siulo Imsat Kang.
Untuk menyateroni Hok Thian Touw. Tek Seng
Siangjin mengajak sahabat akrabnya ialah si orang tua
umur kira lima puluh tahun itu. namanya Kiok Ya Ciauw.
Bersama-sama mereka mendaki gunung Thiansan. Ketika
In Hong tiba, mereka pun baru sampai. Tanpa banyak
omong, Tek Seng Siangjin menantang Thian Touw. Inilah
berhubung dengan maksudnya menguji jago Thiansan
itu. Sesudah itu, baru ia mengutarakan maksudnya ingin
meminjam kitab pedang, walaupun dengan cara paksa.
Ia menganggap sudah tua dan gagah, ia memangnya
jumawa, maka juga ia percaya dengan ia minta pinjam
kitab, ia sudah memberi muka pada Thian Touw!
Tek Seng Siangjin sudah berhasil menciptakan ilmu
silat yang diberi nama "Tek Seng Ciu," atau "Tangan
Memetik Bintang." Tadi dia telah mencoba Thian Touw,
maka selanjutnya, dia hendak menggunakan ilmu
silatnya ini. Tangan kirinya itu terlebih hebat dari tangan
kanannya, tangan kosongnya seperti lebih unggul
daripada goloknya. Karena dia segera mendesak, baru
selang dua puluh jurus, dia sudah berhasil merangsak
hingga lawannya terus main mundur.
Sampai di situ, kembali pendeta ini tertawa.
"Sekarang kau ketahui lihaiku, bukan?" ejeknya
jumawa. "Maka, meski kau tidak sudi mengasi pinjam
kitab pedangmu, aku toh mesti
mendapatkannya juga! - Kiok
Laotee. pergi kau geledah rumahnya, kau cari kitab
ilmu pedangnya, aku sendiri, hendak aku membikin dia
1085 bercacad. supaya habis ilmu silatnya hingga di belakang
hari dia tak usah banyak rewel lagi!"
Perkataan yang belakangan itu ditujukan kepada
kawannya. Kiok Ya Ciauw tertawa.
"Aku sudah kata, memang paling benar kita bertindak
begini!" bilangnya. "Kau sendiri yang mau kebanyakan
mulut berbicara dulu dengannya! --- Eh, siapakah itu
wanita di sana?"
Orang she Kiok ini mendapat lihat In Hong, yang
berlompat keluar dari tempatnya sembunyi.
Nyonya muda itu merasa waktunya sudah sampai
untuk keluar. Ia tertawa dan menegur: "Orang tidak
punya muka! Kamu memikir untuk mencuri barang
orang" Hm! Lihat, ada aku di sini yang memasang mata
padamu!" Kata-kata itu disusul dengan tikaman pedang, yang
berkelebat seperti bianglala perak.
Poan Kimkong Kiok Ya Ciauw, si Arhat Gemuk, ada
orang gagah kelas satu, ilmunya bagian luar, gwakang,
telah mencapai puncak kemahirannya, golok atau pedang
biasa, tidak mempan terhadap tubuhnya, akan tetapi
kapan ia melihat datangnya penyerang ini, ia tidak berani
memandang enteng. Ketika tikaman tiba, ia sudah
mengeluarkan senjatanya, sepasang Patkak Kimci twi
atau gembolan emas merah segi delapan, senjata yang
surup dengan namanya, sebab benar-benar seluruhnya
terbuat dari emas merah tulen dan beratnya tujuh puluh
dua kati, harganya sepuluh ribu tail perak. Asalnya ia
begal tunggal, ia berhasil mengumpul uang membeli
1086 emas merah, untuk membikin gembolannya itu. Selama
merantau, dengan senjata itu ia menjagoi. Ada orangorang
yang mengarah senjatanya tapi mereka gagal,
mereka roboh ditangan ini begal tunggal yang gagah.
Setelah belasan tahun dan telah mengumpul banyak
uang, ia berhenti bekerja tanpa modal itu, ia hidup aman
dan damai. Ia membangun rumahnya di propinsi
Kamsiok, di kaki gunung Kilian San. Baru tiga bulan yang
lalu, ia menghadapi peristiwa hebat. Tiba-tiba ia
didatangi sepasang muda-mudi, ia diserang si pemuda,
yang kekosenannya berimbang dengan kekosenannya,
justeru karena itu, selagi ia seperti dilibat si pemuda, si
pemudi sudah menyerbu ke dalam rumahnya,
membunuh anggauta-anggauta keluarganya, juga muridmuridnya,
hingga ia kena dikalahkan dan terpaksa mesti
kabur, hingga habislah harta bandanya dirampas mudamudi
itu, cuma senjatanya yang ia bawa kabur.
Kemudian baru ia mendapat keterangan, sepasang pria
dan wanita muda itu ialah murid-muridnya Kiamkek Ouw
Bong Hu, ahli silat pedang kenamaan di Utara, bahwa
mereka itu baru pernah pertama kali masuk dalam dunia
Kangouw, apamau, pertama kali juga mereka turun
tangan atas dirinya. Katanya harta rampasan itu hendak
dihadiahkan kepada Kimto Cecu Ciu San Bin. Ia jeri
terhadap Ouw Bong Hu dan Ciu San Bin. Karena Tek
Seng Siangjin itu sahabat kekalnya, ia pergi ke gunung
Kunlun San, mohon bantuan sahabatnya itu. Juga Tek
Seng Siangjin tidak berani sembarang menempur Ouw
Bong Hu, ia suka membantu kalau Kiok Ya Ciauw suka
pergi dulu ke Thiansan meminjam kitab pedang Hok
Thian Touw. Demikian mereka pergi ke gunung
1087 Thiansan di mana mereka bentrok dengan jago dari
Thiansan itu, sampai akhirnya tibalah In Hong dan Kiam
Hong. Kaget juga In Hong ketika senjata mereka bentrok,
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangannya sesemutan. Inilah tidak heran karena pedang
enteng membentur gembolan tebal dan berat.
Kiok Ya Ciauw sebaliknya berkata dalam hatinya: "Ah,
wanita ini gampang diurusnya!" Ia lantas memikir
menyampok terlebih jauh, untuk membikin pedang lawan
terbang. Tapi ia salah menerka. In Hong tidak dapat
dipandang enteng. Justeru pedangnya mental, si nyonya
meneruskan menarik pulang, untuk dipakai menikam ke
bawah, tepat mengenai paha!
Kiok Ya Ciauw menjerit saking sakit. Pedang mengenai
ototnya. Saking gusar ia menghajar hebat dengan kedua
gembolannya. In Hong sudah kenal tenaga orang, ia tidak mau
melayani sama kerasnya. Ia berkelit. Ia hanya heran
mendapatkan musuh tertikam tetapi tidak berdarah.
Ketika ia mengambil ketika memeriksa pedangnya,
mengertilah ia apa sebabnya. Ujung pedangnya bengkok
bekas bentrokan pertama tadi, pantas musuh tidak
terlukakan. Karena ini, ia menggunakan kelincahannya,
di satu pihak ia berkelit dari setiap hajaran gembolan, di
lain pihak ia mendesak, ia mengurung lawan dengan
pelbagai tikaman dan sabatan, hingga Ya Ciauw menjadi
repot, terpaksa dia mengurung diri dengan gembolannya
itu. Thian Touw tengah terdesak Tek Seng Siangjin ketika
ia mendengar suaranya In Hong serta diberikuti
1088 munculnya isteri itu, ia menjadi heran berbareng girang,
hingga tanpa merasa ia berseru: "In Hong, kau datang!"
Dalam pertempuran jago lawan jago, pantangan ialah
jangan pemusatan pikiran terbagi, demikian dengan
Thian Touw ini, lantaran menyapa isterinya, ia ayal
sedikit, lantas keayalannya digunai musuhnya. Tek Seng
Siangjin menyerang hebat sekali. Cuma karena
kelincahannya, ia lolos dari bahaya, cuma bajunya yang
kena terbacok robek!
Ketika itu kembali terdengar bentakan, kali ini Kiam
Hong yang muncul sambil memutar pedangnya.
"Bagus!" berseru In Hong, menyambut kawannya itu.
"Bangsat ini aku serahkan pada kau! Tapi senjatanya
berat, kau harus waspada!"
"Aku mengerti!" menjawab Nona Liong. "Nanti aku
bereskan dia!"
Segera Kiam Hong sampai, segera ia menggantikan In
Hong melawan si Arhat Gemuk!
In Hong kata dalam hatinya: "Bangsat ini kuat, dia
menang tenaga dalam dari Kiam Hong, tetapi untuk
dapat mengalahkan si Hong, dia sedikitnya harus
berkelahi dulu seratus jurus." Maka itu, ia berlega hati
menyerahkan Kiok Ya Ciauw untuk dilibat Kiam Hong. Ia
lantas pergi kepada Thian Touw, guna mengepung Tek
Seng Siangj in.
Pendeta itu lagi mendesak keras tatkala ia merasakan
sambaran angin di belakangnya. Tahulah ia, itulah
serangan gelap. Tidak ayal lagi, ia menangkis ke
belakang. Ketika tadi In Hong menempur Kiok Ya Ciauw,
ia pun diam-diam
1089 memperhatikannya, ia mendapat kenyataan, nyonya
muda itu kalah tenaga dalam dari Thian Touw, dia cuma
mempunyai ilmu silat pedang yang tak dapat dicela. Dari
itu, di waktu menangkis ini, ia menggunakan tenaganya,
ia percaya si nyonya bakal tidak sanggup bertahan. Tapi,
untuk kagetnya, ia menangkis angin!
In Hong dapat melihat bagaimana orang menangkis
ia, ia membatalkan serangannya, tak sudi ia mengadu
tenaga. Dari hendak menyerang iga, setelah menarik
pulang pedangnya, ia membabat ke atas.
Tek Seng Siangjin kaget, hampir kepalanya kena
terpapas! Menampak demikian, Thian Touw girang sekali.
Pikirnya: "Baru beberapa bulan tidak bertemu, ilmu
pedang In Hong maju pesat sekali!" Maka bangunlah
semangatnya, lantas ia menyerang Tek Seng. Sebelum
pendeta itu dapat memperbaiki diri.
Tek Seng Siangjin menjadi sangat mendongkol, ia
menyambut Thian Touw, ia membacok dengan hebat,
sedang di lain pihak, dengan tangan kosong ia
menyerang In Hong, yang maju terus menyusuli ia.
Hebat orang beribadat ini tetapi ia tidak dapat
mencapai maksudnya, bahkan sebaliknya, dengan lantas
ia terdesak mundur, setindak demi setindak. Karena
suami isteri itu segera juga dapat mempersatukan diri,
dan ilmu pedangnya bersatu padu, Siangkiam happek,
sudah lantas tergabung. Umpama kata, desakan
sepasang pedang berat seperti gunung.
Tek Seng Siangjin menjadi heran sekali. Inilah di luar
sangkaannya. Ini pun tidak heran. Thian Touw sendiri
1090 turut dibikin heran karenanya. Nyatalah kemajuan
isterinya itu membikin perpaduan mereka berdua
menjadi hebat sekali. Thian Touw telah menduga, kalau
ia berkelahi berendeng dengan isterinya, kekuatannya
akan berimbang dengan kekuatannya Kiauw Pak Beng.
Melayani Tek Seng Siangjin, tentu mereka bakal menang,
tetapi sedikitnya sesudah lima puluh jurus lebih.
Sekarang kenyataannya lain, baru dua jurus, mereka
sudah menang unggul!
Bagaikan naga-naga bermain-main, demikian
sepasang suami isteri ini merangsak lawannya. Dengan
lantas mereka membikin Tek Seng cuma bisa menangkis,
sama sekali tak dapat dia membalas menyerang.
Ketika Kiok Ya Ciauw, yang lagi menempur Kiam
Hong, melirik kawannya itu, ia terperanjat. Dengan
terpaksa ia menyampok tikaman si nona, habis itu ia
berlompat meninggalkannya, guna
menghampirkan Tek Seng Siangjin, buat memberikan
bantuannya. "Bagus!" In Hong berseru melihat orang datang
padanya. Ia meninggalkan Tek Seng, ia lantas
menyambut Kiok Ya Ciauw. Begitu ia dihajar gembolan
dan ia berkelit, sembari berkelit itu ia membalas
menyerang. Tek Seng Siangjin melihat pedang si nyonya meluncur
ke arah Kiok Ya Ciauw, ia tidak memperdulikan itu,
sebaliknya, dengan mengerahkan tenaga, ia menyerang
Thian Touw. Ia anggap bahwa ia telah diberikan ketika
lolos dari kepungan. Lantas ia mencoba menahan pedang
musuh pria ini. Karena ia berada dekat dengan In Hong,
selagi si nyonya melayani Kiok Ya Ciauw, mendadak ia
1091 lompat sambil menyambar dengann tangan kirinya, guna
menjambak punggung orang.
Itulah jambakan yang sangat berbahaya, yang
dibarengi dengan lompatan yang sangat pesat, yaitu
lompatan "leheng hoanwi" atau "Memindahkan wujud,
menukar kedudukan."
Tapi In Hong juga bukan anak kemarin dulu. Ia
menyambuti Kiok Ya Ciauw bukan berarti menyambut dia
belaka, dia juga memasang mata kepada lawan
suaminya. Demikian selagi ia dijambak itu, mendadak ia
menarik pulang pedangnya, untuk dipakai menanggap
tangan orang! Tek Seng Siangjin kaget tidak terkira! Baru sekarang ia
merasa bahwa ia kena dipedayakan. Dengan kecepatan
luar biasa, ia menarik pulang tangannya, untuk ditolongi
dari ancaman mara bahaya.
Hok Thian Touw tidak berdiam saja, ia pun maju
menyerang! Tek Seng Siangjin dapat menghindarkan diri dari
pedang In Hong, yang ia kena sampok, tapi ia terancam
pedangnya Thian Touw. Itu waktu, Kiok Ya Ciauw pun
menyerang, tetapi dengan berkelitnya In Hong,
gembolannya menuju ke arah Tek Seng!
Dalam saat mati atau hidup itu, Tek Seng yang kaget
bukan kepalang telah menggunakan tipu silatnya yang
paling mahir, yang mungkin belum perna ia gunakan.
Dengan itu ia membuat dirinya "lolos dari kematian."
Ialah dengan terpaksa ia melepaskan dan menimpukkan
golok kayto-nya. Sebaliknya dengan kedua tangannya, ia
menyambar tangannya Kiok Ya Ciauw, yang
1092 gembolannya mengarah tubuhnya. Dengan keras,
sedang ia pun berkelit, ia menolak tangan kawannya,
untuk dibikin nyasar, hingga gembolan itu akhirnya
bentrok dengan pedang Thian Touw dan In Hong.
Dengan lompat mencelat, Tek Seng Siangjin
menyelamatkan dirinya, tetapi ketika ia berlompat, ia
meminjam tenaga lengannya Kiok Ya Ciauw itu. maka dia
ini, terlepas cekalannya pada gembolannya, hingga
senjatanya itu jatuh ke tanah!
Tek Seng Siangjin melepaskan goloknya bukan hanya
melepaskan dengan begitu saja, ia sembari menimpuk
Thian Touw, selagi ia ini menyerang padanya. Serangan
ini dilihat Thian Touw, dia berkelit. Maka itu, gerakannya
sendiri kena terhalang.
Celaka ialah Kiok Ya Ciauw, selagi gembolannya
ditahan Tek Seng Siangjin, ujung pedang In Hong
mampir di lengannya, hingga ia merasakan sangat sakit.
Inilah sebab utama kenapa senjatanyajadi terlepas dari
tangannya. Sudah begitu, pedang Thian Touw juga
menyambar ke dengkulnya. Syukur dia tertolak Tek
Seng, dia terhuyung, maka dia bebas,dari tikaman itu.
Tek Seng Siangjin berlompat berjumpalitan, ketika ia
turun menginjak tanah, ia terpisah jauh dari lawannya,
tanpa menoleh lagi, ia kabur terus turun gunung, untuk
menyingkirkan diri.
In Hong kagum untuk kelihaian Tek Seng bisa
menyelamatkan diri cara demikian.
Ketika Kiam Hong menghampirkan In Hong, Kiok Ya
Ciauw pun telah melarikan diri, hanyalah dia bergulingan
turun, terbawa angin terdengar keluhannya: "Gembolan
1093 emasku! Gembolan emasku!" Atas itu terdengar juga
suara sengit dari Tek Seng Siangjin: "Jikalau gunung
hijau masih ada, takut apa tak ada kayu bakar?"
Tegasnya, Tek Seng penasaran dan ingin menuntut
balas kelak di belakang hari.
In Hong tertawa. "Bangsat terokmok itu rugi besar!"
katanya. Kiam Hong memungut gembolan orang. Dia tertawa
dan berkata: "Bagus kita memperoleh harta karun ini!
Gembolan ini dapat dipakai memelihara saudara-saudara
kita di atas gunung selama setengah bulan!"
Mendengar suara nona itu, Thian Touw mengerutkan
alis. Katanya dalam hatinya: "Baru mereka pulang, sudah
mereka ingat pula gunung mereka..." Tapi isterinya itu
sudah pulang, biar bagaimana, girangnya bukan buatan,
sedikit juga tak nampak roman dukanya, sebab
kemasgulannya barusan lantas lenyap seperti disapu
angin. Suami isteri itu lantas berpegangan tangan erat-erat,
mau mereka mengutarakan ribuan kata-kata tetapi tak
satu yang dapat dikeluarkan, tak tahu mereka bagaimana
harus mulai bicara.
"In Hong, terima kasih!" akhirnya kata Thian Touw
selang sekian lama. "Jikalau kau tidak pulang tepat di ini
detik, pastilah kitab pedangku kena dirampas dua
manusia jahat itu..."
In Hong tertawa
"Ai," katanya, "baru beberapa bulan tidak bertemu,
kau lantas berlaku sungkan begini! Di antara suami isteri
1094 di mana ada ucapan terima kasih" Mustahilkah, jikalau
aku menghadapi bencana, kau pun akan berdiam saja?"
Thian Touw kagum dan terharu, ia menatap isterinya
Kiam Hong melihat kelakuan suami isteri itu, ia girang
bukan main. Mereka itu telah akur kembali. Sembari
tertawa, ia kata pada mereka:
"Nanti aku pergi kedalam untuk mematangi sesuatu,
kamu sendiri boleh pasang omong sesuka kamu!"
In Hong bersenyum, kemudian ia mengawasi
suaminya. Tiba-tiba ia melihat alis orang berkerut. Ia
heran. Ia tidak tahu apa yang membikin suami itu
masgul, hingga untuk sedetik, ia tercengang.
"Thian Touw, kau pikirkan apa?" tanyanya kemudian,
memaksakan tertawa.
"In Hong," berkata sang suami, bukan menyahuti,
hanya menanya, "ilmu pedangmu barusan aneh sekali,
adakah itu kau ciptakan sendiri atau kau dapatkan dari
lain orang?"
Sang isteri tidak menjadi kecil hati sebaliknya, ia
tertawa. "Thio Tayhiap telah memberikan petunjuk padaku,"
sahutnya. "Aku pun telah diberi pinjam Hiankong
Yauwkoat. Setelah membaca itu, aku lantas menyadari
intisarinya ilmu silat yang luhur. Tentang tipu silatku tadi,
itulah ciptaanku sendiri setelah aku memikirkannya
pulang pergi sekian lama. Tak tahulah aku, tipu itu dapat
dipakai atau tidak..."
"Oh!" seru suami itu, "rejeki kau, besar sekali,
peruntungan kau sangat bagus! Aku girang kau dapat
1095 membaca kitab luar biasa itu! Ayah bersama aku telah
bersusah payah dua turunan, baru kami berhasil
menciptakan Thiansan Kiamhoat yang tidak lengkap,
tetapi kau, cuma dalam tempo dua tiga bulan, kau sudah
menciptakan jurusmu itu!"
"Tapi juga ilmu pedangku itu belum sempurna,"
berkata In Hong. "Jangan kau terlalu memuji kepadaku!
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kau tahu, berhasilku ini pun ada karena jasamu."
Kata-kata itu membuat Thian Touw puas, ia
bersenyum. "Mana ada jasaku?" katanya. "Itulah disebabkan
peruntunganmu yang bagus serta kecerdasanmu!"
"Aku bukannya omong merendah," kata In Hong pula.
"Dengan sebenarnya tipu silatku ini aku ciptakan karena
perubahan Thiansan Kiamhoat kau itu. Bukankah kau
pun telah melihatnya?"
Thian Touw mengangguk.
"Benar," sahutnya. "Mulanya pun aku sedikit sangsi
dan berniat menanyakan kau karena jalannya mirip
dengan ilmu pedangku. Bukankah sifatnya itu selalu
kebalikan daripada tipu silatku?"
"Sedikit pun tidak salah," jawab In Hong. "Ini juga
hasil petunjuknya Thio Tayhiap. Tayhiap menganjurkan
aku jangan berkukuh kepada cara lama, supaya aku
berani mengubah, untuk menciptakan yang baru. Lurus
atau aneh, akhirnya toh sama saja, pokok dasarnya ialah
satu. Tayhiap membilang juga, apabila aku telah
menyempurnakannya, maka bersama-sama Thiansan
Kiamhoat kau, ilmu pedang kita menjadi satu lurus dan
satu aneh, kita berdua dapat saling mengandal atau
1096 saling bantu, tidak bisa kita saling mengalahkan,
sebaliknya jikalau kita tergabung, faedahnya sangat
besar, katanya biar musuh dari partai mana juga, tidak
dapat musuh melawan kita. Tayhiap bahkan kata, juga
ilmu pedangnya sendiri, ilmu pedang bersatu padu ?"
siangkiam happek --- tidak dapat bertahan. Semua ini
ada kata-katanya Thio Tayhiap, mungkin karena ia
hendak menganjuri aku."
"Tidak nanti Thio Tayhiap sembarang mengatakan
sesuatu," Thian Touw bilang. "Ah, apakah itu benarbenar"..."
Thian Touw percaya ia sudah berhasil menciptakan
ilmu pedangnya, ilmu yang tidak ada bandingnya, tetapi
sekarang, mendengar perkataan In Hong, isterinya-atau
lebih benar kata katanya Tan Hong --- ia menjadi raguragu.
Ia sangsi In Hong benar-benar dapat berendeng
dengannya. Hanya, kata-kata Tan Hong itu tak dapat ia
tak mempercayainya..."
In Hong mengawasi suaminya, ia dapat menerka hati
orang. "Bagaimanajikalau kita mencoba-coba?" tanyanya
bersenyum. "Kita lihat, benar atau tidak kata-katanya
Thio Tayhiap itu, yaitu bahwa kita sama-sama tak dapat
saling mengalahkan."
Thian Touw berpikir sejenak.
"Kau baru pulang," katanya, "kau habis membuat
perjalanan jauh berhari-hari, dan barusan baru saja kau
mengeluarkan tenaga banyak, maka marilah kita pulang
dulu, habis beristirahat baru kita mencoba-coba."
1097 Maka suami isteri, yang telah lama berpisahan itu,
berendeng berjalan pulang.
"Lihat pohon bunga bwee itu," kata sang suami
setibanya di dalam pekarangan, tangannya menunjuk,
"oleh karena kau tidak ada di rumah, lantas tidak ada
yang rawat."
Inilah kata-kata yang berputar. Thian Touw mau
membilang bahwa ia sangat pikirkan isterinya tetapi tidak
berani mengutarakannya langsung. Dengan ini juga ia
dapat mencari tahu pikiran isterinya itu.
In Hong tertawa. Ia menjawab: "Bukankah bunga itu
mekar indah?"
Isteri ini tahu maksud suaminya, ia tapinya berlagak
pilon. Tiba di rumah, mereka lantas duduk bersantap
bersama-sama Kiam Hong, yang telah menyiapkan
barang hidangan. Habis itu, setelah beristirahat, sang
Puteri Malam tampak sudah memancarkan sinarnya yang
permai. "Mari, mari kita mencoba!" In Hong mengajak,
bergembira. Thian Touw lantas menyambut dengan girang. Ia
memang kegilaan ilmu pedang dan semenjak tadi telah
memikirkan bagaimana harus memecahkan ilmu pedang
isterinya itu. "Mari!" katanya. Setibanya di luar, ia tertawa dan kata:
"Kau yang mulai!"
In Hong bersenyum, ia bersiap.
1098 "Sambutlah!" katanya. Mendadak ia menyerang
dengan tipu silat "Burung walet menggaris pasir."
Mulanya pedangnya diputar dulu di depannya.
"Bagus!" sang suami menyambut sambil tubuhnya
mengegos ke samping, dari mana pedangnya diluncurkan
ke nadi sang isteri. la membalas menyerang dengan
lantas. Ia melihat serangan isterinya serupa dengan
serangannya sendiri, ia bagaikan telah mengetahui
terlebih dulu ke mana isterinya hendak menyerang. Maka
ia berkelit berbareng menyerang. Ia bahkan memikir,
dengan dua tiga gebrak akan membikin isteri itu
melepaskan pedangnya dan menyerah...
Sempurna Thian Touw berpikir, akan tetapi
kenyataannya beda sekali dengan pikirannya itu.
Memang serangan In Hong serupa, maksudmaksudnya
yang bermula ?" tetapi habis itu ada
ekornya, ekor yang berlainan, yang di luar dugaan.
Seharusnya, setelah diancam nadinya itu, In Hong mesti
menyerah, tetapi ia memikir lain. Dengan gampang ia
bisa mengelit tangannya itu, lalu dengan cepat ia
menyerang pula, dengan hebat. Maka bentroklah pedang
mereka dengan menerbitkan suara berisik!
Keduanya lantas memeriksa pedang masing-masing.
Mereka girang untuk mendapatkan pedang mereka tidak
gompal. Thian Touw heran, ia kagum. Tapi ia tidak berhenti,
dengan sebat ia memutar tubuh, untuk melesat ke
samping isterinya, buat pergi ke belakang isteri itu. Di
sini ia menyerang dengan jurusnya "Asap tunggal di
gurun pasir." Itulah jurus yang terbaru, yang diciptakan
sepulangnya ia ke gunungnya. Sembari menyerang ia
1099 kata di dalam hatinya: "Aku hendak lihat, bagaimana kau
menangkisnya?"
Kembali In Hong seperti telah mengetahui ilmu silat
suaminya itu, dengan sebat, bagaikan mendadak, ia
menangkis ke belakang, hingga Thian Touw terkejut.
Itulah tidak pernah dia sangka. Dia lantas menarik
pulang pedangnya.
"Traang!" kembali terdengar suara, dari beradunya
pedang mereka. Baru setelah itu, mereka memisahkan diri.
"Benar-benar rada aneh!" sang suami berpikir. Tapi ia
tidak berpikir lama, lantas ia menyerang pula. Kali ini ia
bersilat dengan ilmu pedang Twihong Kiamsut, atau
"Pedang Mengejar Angin." yang pun ada jurus-jurus dari
Thiansan Kiamhoat. Saking cepatnya pedang bergerak,
sinar pedang sampai berkelebatan.
"Pasti kau terdesak mundur," pikir Thian Touw.
Lagi sekali dugaan itu meleset. In Hong tidak mundur,
dia bergerak lincah mengikuti pelbagai serangan. Dia
bagaikan bayangan. Dia mirip dengan kata-kata tua:
"Suami bernyanyi, isteri bernyanyi." Tidak perduli berapa
cepat pedang Thian Touw meluncur, tidak pernah ia
berhasil mengenai sasarannya, pedang mereka tidak mau
bentrok. Thian Touw kewalahan, lantas ia menggunakan akal,
mulanya ia mendesak, lalu mendadak ia berhenti, habis
berhenti sejenak, segera ia menyerang pula.
Inilah akal yang tak terpikirkan In Hong, lantas
pedangnya kena ditempel. Suami itu mengerahkan
1100 tenaga dalamnya, dia menekan. Sang isteri kalah tenaga
dalam, pedangnya kena tertindih.
"Cukup sudah!" kata Thian Touw tertawa, seraya dia
menarik pulang pedangnya. "Benarlah kata-katanya
Tayhiap Thio Tan Hong!"
Kelihatannya Thian Touw menang, tetapi ia tidak
menang seluruhnya, sebab ia baru saja dapat menempel
dan menindih, belum merobohkan. Ia hanya menang
tenaga dalam. In Hong mengerti, ia tertawa.
"Sekarang ini Thian Touw gemar kemenangan," pikir
sang isteri. Sedang sebenarnya, suami itu bersikap
demikian saking girangnya.
Thian Touw pun berpikir: "Benarlah pedangnya dapat
berendeng dengan pedangku! Dengan begini,
kekuranganku dapat dia tambal. Baik selanjutnya aku
sering berlatih dengannya, untuk kita memperoleh
kemajuan bersama, supaya Thiansan Kiamhoat lekas
sempurna, agar kita berdua tak ada tandingannya!..."
"Bagaimana sekarang," tanya In Hong tertawa,
"apakah kita berdua bergabung dapat mengalahkan
Kiauw PakBeng?"
"Sedikitnya kita dapat berimbang dengannya," jawab
Thian Touw. "Lewat lagi beberapa tahun, baru aku
merasa pasti akan dapat mengalahkan dia."
"Jikalau begitu, aku hendak minta bantuanmu,"
berkata sang isteri. "Apakah itu?"
1101 "Aku minta kau suka bersama aku pergi ke Kunlun San
untuk menemui Kiauw Pak Beng, buat minta satu orang,"
sang isteri menjelaskan.
Thian Touw kaget, lenyap senyumannya.
"Ah, kembali kau hendak main gila dengan iblis itu?"
katanya, berseru.
Isteri itu tertawa.
"Apakah kau jeri terhadapnya?" dia tanya. "Bukankah
kau bilang barusan bahwa kalau kita berdua bergabung,
kita dapat melawan dia dengan seimbang?"
Thian Touw mengerutkan alis.
"Aku bukannya takut," dia menjawab. "Aku hanya
pikir, buat apa tidak keruan-keruan kita mengganggu
dia" Bukankah dia tidak mengganggu kita?"
"Memang dia bukan mengganggu kita tetapi mirip
dengan itu," sahut In Hong. "Aku mempunyai seorang
sahabat akrab yang terjatuh ke dalam tangannya,
sahabat itu sekarang tengah menderita. Tidak dapat
tidak, aku mesti tolong sahabatku itu. Jadinya bukan tak
keruan-keruan aku mengganggu dia."
"Ah, In Hong, buat apa kau mencampur banyak
urusan luar" Bukankah urusan sangat banyak" Mana
dapat kau mengurusnya semua" Jikalau aku menerima
baik kali ini, aku kuatir tidak lama lagi, lantas datang
keruwetan yang kedua... Dengan demikian dapatkah
nanti kita hidup dengan tenteram?"
In Hong menahan hawa amarahnya. Ketika ia berkata,
dingin suaranya.
1102 "Paling benar kalau aku menutup mata lebih dulu!"
katanya, "dengan begitu untuk selama-lamanya tak
usahlah aku membikin kau pusing!"
"Aku cuma menasihati kau jangan banyak campur
urusan orang luar itu," kata Thian Touw sabar, "dan ini
pun untuk kebaikan kau. Mengapa kau bicara begini rupa
kepadaku?"
"Tetapi aku bukannya gusar," In Hong jawab. "Tanpa
sahabat itu, siang-siang aku sudah mati. Thian Touw,
kita telah menikah sepuluh tahun lebih, maka sekarang
ingin aku tanya kau: Jikalau jiwaku terancam, dapat atau
tidak kau menolongi aku?"
"Meski mesti mengurbankan jiwaku, pasti aku akan
menolongi kau," jawab Thian Touw lantas.
"Bagus kalau begitu." kata sang isteri. "Di sana ada
satu orang yang pernah menolong jiwaku sekarang jiwa
dia lagi terancam bahaya kematian, maka itu untuk
gunaku, aku minta sukalah kau tolongi dia!"
Tanpa menanti jawaban, atau pertanyaan lebih jauh
dari suaminya, In Hong lantas menyebutkan bahwa
sahabatnya itu ialah Im Siu Lan, dan dengan jelas ia
menuturkan duduknya kejadian hingga Cit Im Kauwcu
atau Nona Im, telah menolong padanya hingga jiwanya
terampas dari tangan malaikat maut.
Kiam Hong mendengari suami isteri "adu lidah," tetapi
kapan ia mendengar penuturan tentang Im Siu Lan itu, ia
mengucurkan air mata. Ia berkasihan dan berkuatir
untuk keselamatannya nona yang bernasib malang itu
Dia yatim piatu, dia mengandung sakit hati. dia pun tak
1103 terbalas cintanya... dan sekarang dia tengah terancam
bahaya... Thian Touw berdiri diam, ia tercengang.
"Tanpa Im Siu Lan yang memberikan obat pemunah
kepadaku, sudah lama aku tidak hidup lagi hingga
sekarang ini pasti aku tidak dapat bertemu pula
denganmu," In Hong berkata pula "Dengan aku sudah
tidak ada dalam dunia ini, buat apakah bicara pula
tentang ilmu pedang" Thian Touw, sekarang ini aku tidak
minta kau mengurbankan jiwamu, aku cuma mohon kau
suka menemani aku pergi ke Kunlun San, untuk
menolongi Nona Im dari mulut harimau."
Thian Touw berdiam sekian lama. baru ia menghela
napas. "Dengan begitu, tidak dapat tidak, kau mesti
menolongi nona itu," katanya. "Baiklah, buat guna kau
lagi sekali aku akan turun gunung! Tapi aku minta
dengan sangat, lain kali janganlah kau ada pula urusan
semacam ini..."
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar jawaban itu, Kiam Hong berhenti
menangis, bahkan dia dapat bersenyum dan tertawa.
Memang selama belasan hari ini, ia sangat menguatirkan
keselamatannya Siu Lan. Ia masih berkuatir, tetapi
harapannya timbul, maka itu, ia bisa tertawa!
In Hong sebaliknya tidak dapat bersenyum atau
tertawa. Jawaban Thian Touw cuma membuatnya lega
sedikit. Ia tetap putus asa karena sikap keras dari
suaminya ini. Karenanya, ia jadi berpikir keras sekali.
Thian Touw tidak ketahui beratnya hati isteri itu, ia
juga tidak dapat menerka. Ia mengira, setelah ia
1104 meluluskan permintaan si isteri, beres sudah urusan di
antara mereka. Sendirinya, ia merasa lega, karena ia
merasa bahwa ia sudah melakukan suatu kebaikan.
Demikian sambil tersenyum ia menegur isterinya: "In
Hong aku telah menerima baik, apakah kau masih tidak
bergembira" Oh, aku mengerti! Kau tentunya tidak puas
karena jawabanku tidak diberikan lantas, mungkin kau
menyangka aku kurang sungguh-sungguh. Hal
sebenarnya tidak demikian. Aku tidak tahu bahwa dia
telah menolong jiwamu. Bicara terus terang, jikalau
bukan urusan seperti ini, masih aku tidak suka pergi, dan
aku tidak suka juga kau pergi merantau kembali. Ah, In
Hong, lagi sekali ingin aku menasihati kau, janganlah kau
menaruh diri dalam dunia Kangouw lagi. Jikalau kau suka
mendengar perkataanku, pasti tidak kau terancam
bahaya seperti itu, hingga juga tak usahlah kau
berhutang budi demikian besar."
In Hong memandang suaminya, ia menjawab, dengan
dingin: "Tabiatku sama dengan tabiatmu, tabiat kita
sama-sama tak dapat diubah! Ah, aku juga mengharap
supaya kali ini ialah yang terakhir aku membikin kau
pusing!" Thian Touw melihat roman orang tak wajar, ia
terperanjat. Tapi ia tidak mengentarakan sesuatu,
bahkan ia tertawa dan kata: "Kita baru bertemu pula
habis kita berpisah lama, untuk bicara, dari hal-hal yang
menggirangkan masih kekurangan temponya, kenapa
kita mesti omong dari hal yang tak menyenangi hati"
Ya, semua-semua salahku, aku membuat kau gusar.
Akan tetapi, aku mempunyai pengharapanku, yaitu
supaya kita untuk selama-lamanya tinggal berkumpul,
untuk bersama-sama meyakinkan lebih jauh ilmu pedang
1105 kita, agar di jaman kita ini, kita dapat membangun
Thiansan Pay, partai baru yang mengutamakan ilmu silat
pedang! Aku menasihati kau mengurangi mencampuri
urusan lainnya, itulah melulu karena pengharapan atau
cita-citaku itu!"
Thian Touw bicara dengan sabar, bahkan merendah.
Selama yang belakangan ini, belum pernah ia bicara
demikian rupa terhadap isterinya itu. Dulu-dulu ia
memandang In Hong sebagai muridnya, atau sebagai
adiknya yang membutuhkan perlindungannya, sekarang
ia menganggap sama rata. Ia telah mulai mengenal sifat
atau sikap keras dari isterinya itu, ia pun telah
memperoleh pengajaran mereka hampir tercerai berai.
Pula ia telah melihat tegas ilmu pedang In Hong telah
maju pesat sekali, hingga ia merasa ia semakin perlu
bantuannya isteri itu untuk melatih ilmu pedangnya yang
bersatu padu. Guna menciptakan ilmu pedangnya
dengan sempurna, ia ingin perhatian In Hong tak terbagi
atau terkacau, supaya isteri itu tetap mendampinginya.
In Hong sebaliknya mengenal suaminya lebih banyak
daripada suaminya itu mengenal ia, maka itu ia dapat
menerka hati sang suami. Karena sikap kukuh dari
suaminya itu, ia kurang puas. Akan tetapi sekarang,
mendengar suara halus dari Thian Touw, ia tidak mau
mengumbar suara hatinya. Meski demikian, ketika ia
berkata, ia berkata sambil tertawa tawar: "Thian Touw,
kau hendak menyempurnakan ilmu pedangmu, aku
harap kau akan lekas mencapainya! Hanyalah kau
nampaknya telah berpikir terlalu baik! Kau hendak hidup
menyendiri, kau ingin menjaga dirimu, supaya kau tidak
mendatangkan gangguan orang, akan tetapi, dengan
begitu, benarkah kau akan berhasil dapat
1106 mempelajarinya dengan tenang dan tenteram" Kau lihat
sendiri kali ini! Kau tidak berniat mengganggu orang,
sebaliknya orang datang sendiri mengganggu kau! Hari
ini baru datang satu Tek Seng Siangjin, siapa tahu kalau
kemudian tak datang lain orang yang lihainya
melebihkannya?"
Mukanya Thian Touw menjadi merah. Ia ingat
bagaimana ia mengandal isterinya untuk mengundurkan
Tek Seng. Benar ia tidak dapat menerima baik semua
kata-kata isteri itu tetapi ia tidak mau menyangkalnya.
Tegasnya, ia tidak mau mengadu mulut dengan isteri itu.
In Hong berniat berangkat di hari kedua akan tetapi
Thian Touw minta ia berdiam tiga hari, untuk melatih diri
bersama. Ia terima baik permintaan itu.
Dalam ilmu pedang, Thian Touw menang daripada
isterinya, makajuga ia dapat menunjuki pelbagai
kelemahan sang isteri dan memperbaikinya. Dengan
bekerja sama, ia juga berhasil menciptakan beberapa
jurus yang baru. Maka itu, selama tiga hari, bukan sedikit
penambahan yang mereka peroleh.
Liong Kiam Hong girang melihat suami isteri itu
mendapat pulang keakurannya. Ia kata: "HokToako ada
cacadnya akan tetapi semangatnya meyakinkan ilmu
pedang harus dipuji, lain orang tak dapat menyamainya!
Dia dengan enci Leng belum mempunyai anak, biarlah
ilmu pedangnya menjadi ganti anak mereka yang nanti
mengikat mengkekalkan cinta mereka, supaya mereka
dapat hidup bersama hingga usia lanjut mereka!"
Oleh karena ia memikirkan suami isteri itu. Kiam Hong
kemudian ingat halnya sendiri serta Thio Giok Houw. Ia
percaya ia dan pemuda itu dapat menjadi suami isteri
1107 yang setimpal. Ia lantas pikirkan lebih jauh, bagaimana
nantinya pergaulan mereka. Ia pun berduka kalau ia
ingat halnya ia sebatangkara...
Di hari ke empat Hok Thian Touw simpan kitab ilmu
pedangnya di dalam gua batunya. Bertiga bersama
isterinya dan Kiam Hong, ia turun gunung. Kepada
isterinya sembari tertawa ia kata: "Inilah yang ketiga kali
aku meninggalkan gunung Thiansan! Tiga kali aku
melakukannya, semua itu buat guna kau! Yang pertama
ialah ketika aku mencari kau. Itulah peristiwa pada
sepuluh tahun yang lampau. Aku ingat bagaimana
kegirangan kita ketika kita berhasil bertemu satu pada
lain! Ketika itu kita tidak menyangka bahwa kita berdua
masih sama-sama hidup!"
In Hong menginsafi kebenaran kata-kata suaminya itu.
Ia ingat bagaimana cinta mereka ketika itu. Kalau ia
ingat sekarang, ia merasa ia tengah bermimpi. Maka ia
pun tertawa. "Ketika itu aku masih menjadi ratu gunung!" katanya.
"Kau tentunya tidak menyangka-nyangka, bukankah?"
Thian Touw mengangguk.
"Buat apakah menimbulkan hal itu?" ia kata.
"Ketika itu kau turun gunung," berkata In Hong, "kau
telah memperoleh petunjuk ilmu pedang dari Thio
Tayhiap, kau pun telah mengalahkan Yang Cong Hay
hingga kau mengambil alih kedudukannya menjadi ahli
pedang yang nomor empat! Kau lihat, turun gunungjuga
bukannya tidak ada faedahnya!"
"Akan tetapi itulah nama kosong belaka! Apakah
artinya itu?" Thian Touw bilang. "Ketika itu, yang paling
1108 membikin aku puas, ialah aku telah menemukan kau.
Siapa tahu, ketika kedua kalinya aku turun gunung, itulah
untuk menyusul dan mencari kau. Kau pergi membantu
mereka merampas entah bingkisan apa, hatiku tak
tenang sekali. Maka syukurlah kau akhirnya telah
kembali!..." Ia hening sejenak, ia bersenyum dan
menambahkan: "Sekarang ini untuk ketiga kalinya aku
turun gunung, kali ini kita turun gunung bersama! Aku
harap tidak akan terjadi turun gunung yang ke empat
kali!" "Tentang itu aku tidak berani memberi jaminan!" kata
In Hong tertawa. "Umpama kata kau tidak turun gunung,
aku sendiri mungkin."
Thian Touw nampak menyesal.
"Urusan di belakang hari baik kita bicarakan di
belakang hari saja," katanya memaksa tertawa.
Di sepanjang jalan ini, suami isteri itu dapat bicara dan
tertawa, akan tetapi keasyikan mereka melainkan
keasyikan di luar, di dalam hatinya, mereka tetap tawar.
Di antara mereka tetap ada pertentangan cita-cita,
hingga mereka sama-sama mempunyai tujuan sendiri,
yang mereka saling berkelahikan. Thian Touw ingin
mencoba menghapuskan kegemaran merantau dari
isterinya, dan In Hong menghendaki sang suami buang
pikirannya untuk hidup menyendiri terus menerus. Jadi di
antara mereka tetap ada perpisahan...
Di padang rumput jarang sekali terdapat orang, dari
itu mereka bertiga dapat berjalan dengan cepat. Dengan
merdeka mereka dapat berlari-lari keras menggunakan
ilmu ringan tubuh mereka. Dengan begitu belum sampai
1109 dua puluh hari tibalah mereka di kaki gunung Kunlun
San. Hati Thian Touw lantas menjadi tegang sendirinya. Dia
merasa, bersama isterinya tidak nanti mereka kalah dari
Kiauw Pak Beng, sebaliknya, untuk memperoleh
kemenangan, ia ragu-ragu. Ia tahu baik sekali Pak Beng
telah memahamkan sempurna ilmu silatnya yang
diutamakan, yaitu Siulo Imsat Kang.
"Ilmu pedang bersatu padu kita maju pesat, tetapi
musuh memperoleh kemajuan juga. Juga Le Kong Thian
ada bersama Pak Beng, bukankah itu sulit" Bagaimana
mudah akan bicara untuk menolong orang dari mulut
harimau" --- Ah, jikalau kita tidak berhasil, sudah tentu
In Hong tidak bakal mau sudah saja! Jikalau In Hong
berkukuh, bagaimana kesudahannya nanti?"
In Hong sebaliknya memikirkan Siu Lan. Ia percaya
nona itu menderita hebat, hingga mungkin, dia tak
sanggup bertahan lama. Karenanya, ia menjadi sangat
berkuatir, hatinya menjadi tidak tenteram.
Sementara itu Kiauw Siauw Siauw telah kabur dari
dalam kuil dengan hatinya sangat cemas. Ia terus
bergelisah dan berkuatir. Benar ia bisa membawa lolos
pada Im Siu Lan, akan tetapi ia telah terluka, sampai
sebelah tangannya patah, lepas sambungan tulangnya,
yang mana ditambah luka ujung pedang In Hong, hingga
ia semakin menderita. Di sebelah itu, ia sangat
mendongkol dan bergusar. Maka semua itu ia"
tumpahkan atas dirinya Nona Im.
Sesudah lari serintasan, cuaca nampak sedikit terang.
Begitu lekas mendapat kenyataan tidak ada orang yang
mengejarnya, Siauw Siauw menghentikan keretanya.
1110 Lantas ia sadarkan Siu Lan, untuk segera menghujani
cambukan. Siu Lan merasakan sakit hebat, tetapi lebih sakit rasa
hatinya karena ia telah bertemu dengan Kiam Hong tapi
gagal berbicara, karena itu, tak tahan lagi, ia lantas
menangis. "Haha-haha!" Siauw Siauw tertawa. "Aku menyangka
kau berkulit tembaga dan bertulang besi, hingga kau
tidak takuti cambukan, kiranya kau juga bisa menangis!"
Puteranya Pak Beng mengejek tanpa ia ketahui orang
menangis disebabkan apa. Ia lagi panas hatinya, semakin
orang menangis, semakin keras ia mencambuki!
Cuaca menjadi semakin terang. Ketika matahari mulai
naik, di padang rumput nampak dua penunggang kuda
lagi mendatangi cepat sekali, hingga lekas juga mereka
sampai di depan Kiauw Siauw Siauw berdua, di depan
kuda keretanya jago muda itu.
"He, kenapa kau menganiaya seorang wanita?"
demikian satu penunggang kuda menegur. "Pernah
apakah dia dengan kau?"
Siauw Siauw mengawasi dua orang itu, muda-mudi
umur lebih kurang dua puluh tahun, si pemuda
membekal sebatang pedang, si pemudi sepasang gaetan.
Ia percaya merekalah anak-anak pitik, maka ia tertawa
dan kata: "Dia ini isteriku! Tak berhak kamu mencampur
tahu urusan kami! Lekas pergi! Jikalau tidak, aku nanti
beri rasa cambuk kepada kamu!"
Nona muda itu menjadi gusar sekali.
1111 "Walaupun isterimu sendiri tidak dapat kau
menganiayanya secara begini!" bentaknya. "Aku tidak
takut kau galak, urusan ini aku hendak mencampur
tahu!" "Dia ngaco belo!" berteriak Im Siu Lan. "Dia penjahat
besar! Dia menculik aku!"
Nona itu tertawa dingin, lantas ia memegang gagang
siangkauw, sepasang gaetannya.
"Benar-benar dia bangsat besar!" teriaknya.
"Bouwyong Suheng, aku membunuh si penjahat, kau
menolongi orang!"
"Tidak!" menjawab si anak muda tertawa. "Akulah
yang membunuh si penjahat dan kau yang menolongi
orang!" Nona itu melengak, hanya sedetik, lantas ia dapat
membade pikiran anak muda itu. Maka ia bersenyum.
Orang yang hendak ditolong itu seorang wanita, sudah
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepantasnyalah ia yang menolonginya. Tapi ia membenci,
tingkah lakunya Kiauw siauw Siauw, ia toh memburu
kepada anaknya Kiauw Pak Beng.
Siauw Siauw tidak memandang mata kepada nona ini.
Ia pun melihat orang cantik, ingin ia
mempermainkannya. Maka ia lantas memutar
cambuknya, hingga ujung cambuk menjadi bundar.
Dengan begitu ingin ia menyambut si nona untuk terus
menggulungnya. Lihai ilmu silat gaetan nona itu. Ia tidak takut pada
cambuk. Ia memang mau menyerang, maka setelah
didului dicambuk, ia lantas menyambut! cambuk dengan
1112 senjatanya itu, tatkala cambuk kena menjadi sasarannya,
ia menarik. Siauw Siauw menarik cambuknya, ia tidak berhasil
membetot si nona, ia juga gagal meloloskan cambuknya.
Cambuk itu lolos sesudah kena terkutungkan gaetan si
nona. Tapi ia tidak takut, bahkan ia tertawa.
"Ilmu silatmu baik," katanya. "Baiklah kau turut aku!"
Nona itu mendongkol bukan main, sepasang alisnya
berdiri. Ia lantas menyerang. Ia menggunakan jurus
"Menunjuk langit, menggaris bumi." Maka sepasang
gaetannya menjadi bersilang.
"Bangsat anjing, serahkan jiwamu!" ia membentak.
Kiauw Siauw Siauw tertawa dingin.
"Kau menghendaki jiwaku?" ia mengejek. "Aku rasa
tak demikian gampang!"
Ia melepaskan cambuknya, untuk ditukar dengan
kipasnya. Ketika si nona menyerang, ia segera
menempel, terus ia menolak, membikin gaetan kiri nona
itu bentrok sendiri dengan gaetan kanannya, hingga
berbunyilah suara "Traang!"
Mau atau tidak, nona itu mundur sendirinya hingga
tiga tindak. Siauw Siauw tertawa lebar. Di dalam hatinya ia heran
juga, yang ia tidak berhasil menarik terlepas senjatanya
nona itu. Si anak muda terkejut melihat kawannya terpukul
mundur. Mulanya ia menyangka, culik ini culik biasa saja.
1113 Karena ini ia lantas menghunus pedangnya, ia maju
untuk menyerang.
Kiauw Siauw Siauw mendengar suara angin di
belakangnya, ia menangkis ke belakang, membikin
terpental pedang si penyerang.
Justeru itu, datang pula serangan si nona. Ia ini heran
dan penasaran, karena ia pun tidak menduga, lawan ini
gagah. Siauw Siauw berkelit, setelah itu sebelah kakinya
dipakai mendupak dengkul si nona. Maka nona itu mesti
berlompat mundur untuk menolong dirinya.
Anaknya Kiauw Pak Beng terluka, tidak dapat ia
bergerak leluasa seperti biasanya, tidak dapat ia
mengejar si nona, terpaksa ia memutar tubuh, untuk
melayani si anak muda, yang sudah maju pula.
Si nona memikir untuk menolongi nona yang diculik
itu, atau mendadak kupingnya mendapat dengar satu
suara keras. Ia terkejut. Kiranya si anak muda, yang ia
panggil Bouwyong Suheng, kakak seperguruan she
Bouwyong, telah kena diserang musuhnya, sebaliknya,
baju culik itu kena dirobek pedang sang suheng. Suheng
itu terpukul pundaknya.
Melihat musuh demikian gagah, si nona batal pergi
menolongi Siu Lan. Ia menghampirkan suheng-nya itu,
untuk membantui. Maka di lain detik, Siauw Siauw sudah
dikepung berdua.
Siauw Siauw pun heran yang ia terobek bajunya. Ia
pikir: "Dari mana datangnya muda-mudi ini" Mungkin
mereka murid-muridnya seorang lihai."
1114 Sesaat itu, tidak bisa ia menerka siapa orang gagah
yang bersenjatakan sepasang gaetan. Ia sebenarnya
berniat menanya she dan nama orang serta siapa guru
mereka, tetapi ia tidak diberi kesempatan lagi, mereka itu
sudah lantas menyerang hebat padanya. Saking didesak
itu, ia menjadi mendongkol.
"Baiklah, tidak perduli mereka murid siapa, aku
binasakan dulu pada mereka!" pikirnya. Lantas ia
menggunakan pesawat rahasia pada kipasnya, membuat
terbang sebatang tulang kipasnya!
Kipas Siauw Siauw ini kipas istimewa, sudah dalam
keadaan biasa bisa dipakai sebagai senjata peranti
menotok jalan darah, juga bila perlu, pesawatnya bisa
dipencet, untuk membikin tulang-tulangnya melesat,
menyerang musuh sebagai senjata rahasia mirip anak
panah. Adalah si pemuda yang disambar tulang kipas itu. Ia
terancam bahaya. Nyata ia lihai. Ketika tulang kipas tiba,
ia menghalau dengan jalan menyentil, hingga tulang itu
mental balik. Tangan kiri Siauw Siauw terluka, belum tersambung,
tangan itu tidak dapat digunakan, sedang tangan
kanannya, yang memegang kipasnya, lagi dipakai
menangkis serangan si pemudi, maka atas kembalinya
tulang kipasnya itu, ia terancam bahaya; tidak ada jalan
lain, ia membuka mulutnya, untuk memapakinya. Tulang
itu mental keras sekali, waktu bentrok dengan gigi. dua
buah gigi kena terhajar copot!
Bukan main kaget dan gusarnya Siauw Siauw. Ia
merasa sakit dan mulutnya menjadi penuh darah. Ia
tidak menyangka pemuda itu berkepandaian menyentil
1115 senjata rahasia demikian hebat. Karena ini, ia tidak mau
menggunakan lagi senjata rahasianya itu, ia tetap
melayani bertempur dengan kipasnya, benar ia kalah
angin akan tetapi ia tidak dapat dikalahkan dengan
mudah. Muda-mudi itu menyerang makin keras. Terutama
sepasang gaetan si nona, hebatnya bukan buatan.
Siauw Siauw masih melayani terus sampai tiba-tiba
otaknya bagaikan sadar.
"Apakah kamu murid-muridnya Ouw Bong Hu?" ia
tanya mereka. "Kurang ajar!" berseru si pemuda. "Apakah nama guru
kami dapat kau sembarang menyebutnya?"
Bentakan itu merupakan jawaban. Siauw Siauw lantas
tertawa. "Saudara, jangan gusar!" ia berkata. "Akulah Kiauw
Siauw Siauw dari Kunlun San. Gurumu dan ayahku kenal
satu dengan lain, boleh dikatakan kita bukanlah orang
lain..." "Fui!" si nona berludah. "Kau kiranya anak dari si
siluman tua she Kiauw! Kamu ayah dan anak telah
banyak melakukan kejahatan! Kejahatan itu diketahui
baik sekali oleh guru kami, sayang guru kami belum
sempat pergi ke Kunlun San untuk membasmi kamu!
Bagus betul ya, kau berani bicara tentang persahabatan!"
Siauw Siauw merasa sangat terhina. Ia malu sekali,
kegusarannya jadi bertambah. Tapi ia tertawa dingin.
"Telah aku memberi muka kepada kamu, kamu tidak
suka menerima!" katanya. "Hm! Sekalipun guru kamu,
1116 dia masih tidak berani banyak lagak di gunung Kunlun
San, maka bagaimana kamu kedua bangsat cilik, kamu
berani bertingkah di depan tuan kecilmu?"
Muda-mudi ini tidak menggubris apa yang orang kata,
setelah mengetahui siapa musuh mereka ini, mereka
perhebat kepungan mereka, masing-masing menyerang
dengan dahsyat sekali. Mereka mendesak hingga mereka
membikin Siauw Siauw seperti sukar bernapas.
Sebenarnya juga mereka murid-muridnya Ouw Bong
Hu dan Lim Sian In suami isteri. Si anak muda, yang bershe
Bouwyong, bernama Hoa. Dialah muridnya Ouw
Bong Hu. Dan si pemudi, bernama Tiangsun Giok, dialah
muridnya Lim Sian In.
Ouw Bong Hu suami isteri tinggal di gunung Tangkula,
yang terpisah kira seribu li dari Sengsiu Hay di gunung
Kunlun San. Mereka ini dengan Kiauw Pak Beng jeri satu
pada lain, sebab kedua-dua pihak tidak berani
memastikan akan beroleh kemenangan apabila mereka
bentrok, dengan begitu, merekajadi sama-sama hidup
tenang. Pernah satu kali, di waktu merayakan ulang tahunnya
yang ke lima puluh, Kiauw Pak Beng telah mengirim
undangan kepada Ouw Bong Hu suami isteri. Ketika itu ia
tengah meyakinkan Siulo Imsat Kang, kepandaian silat
yang luar biasa itu, dan tatkala itu. ia belum terdengar
tentang kejahatannya. Ouw Bong Hu dan isterinya tidak
berniat menghadiri pesta, maka itu, meski mereka tidak
menampik, mereka toh mengirim karcis nama untuk
memberi selamat. Hal ini diketahui Siauw Siauw, dari itu
barusan ia menyebut-nyebut tentang persahabatan
orang tua mereka kedua belah pihak. Siauw Siauw
1117 mengharap, taruh kata mereka ini tidak mengingat
persahabatan, sedikitnya mereka merasa jeri. Siapa tahil
mereka adalah mirip gudel alias anak kerbau yang tidak
takut harimau, bahkan mereka menyerang sehebathebatnya!
Jika Siauw Siauw tidak lagi terluka, dengan satu
melawan dua, dia tentu bisa membikin kekuatan mereka
berimbang, sekarang dia tidak bisa menggunakan
tangannya yang kiri, karena itu, dia menjadi terdesak, dia
cuma bisa menangkis, tidak bisa menyerang.
Setelah bergebrak pula beberapa jurus, hampir Siauw
Siauw menjerit. Saking sakitnya, ia cuma dapat
mengeluh. Itulah sebab lengan kirinya itu, yang sakit,
telah disentuh gaetannya si nona, hingga dagingnya kena
tersontek. Ia menahan napas.
"Biarlah aku adu jiwa denganmu!" kemudian ia
berteriak. Ia pindahkan kipasnya ke tangan kiri, lantas ia
menyerang dengan tangan kanannya.
Tiangsun Giok terkejut. Secara tiba-tiba ia merasakan
dorongan keras hawa yang dingin sekali, hingga ia
menggigil. Ia heran bukan main.
Bouwyong Hoa juga tidak kurang herannya. Ia turut
merasakan hawa dingin itu. Maka ia lompat ke depan
Nona Tiangsun, untuk menghadang lawan. Ia menyentil
pula begitu lekas ia merasakan dorongan hawa dingin.
Saking kerasnya hawa, ia mundur tiga tindak. Tapi Siauw
Siauw, dia menjerit keras, dia terpental mundur
setombak lebih dan roboh.
Anaknya Kiauw Pak Beng menyerang dengan Siulo
Imsat Kang, yang dia baru dapat pelajarkan hingga di
1118 tingkat kedua, di lain pihak, ilmu menyentil, yaitu Itci
Siankang dari Bouwyong Hoa, sudah menyampaikan
empat bagian latihan, jadi ia ini dapat melawan hawa
dingin itu. Pula, Siulo Imsat Kang paling meminta
pengurbanan tenaga dalam, sedang itu waktu, Siauw
Siauw lagi kesakitan dan sudah letih sekali. Maka
celakalah dia, tenaga dalamnya itu buyar!
Tiangsun Giok tertawa dingin.
"Aku mau lihat sekarang!" katanya. "Bangsat, apakah
kau masih dapat bertingkah?" Ia lantas maju untuk
menikam. "Tunggu, sumoay!" mencegah Bouwyong Hoa.
"Pergi kau menolongi orang!" kata si nona. "Kau
serahkan jahanam ini padaku!"
Bouwyong Hoa belum tahu Kiauw Siauw Siauw
menggunakan ilmu apa, ia tidak kenal Siulo Imsat Kang
dengan hawa dinginnya yang luar biasa itu, maka ia
kuatir ini adik seperguruan nanti dicelakai musuh. Ia
tidak tahu, dengan tenaga dalamnya telah terbuyarkan,
Siauw Siauw tidak dapat menggunakan lagi pukulan
dinginnya itu. Umpama kata mereka menyerang terus,
pasti sudah jiwa anaknya Pak Beng bakal habis.
Tiangsun Giok lantas bergerak, untuk lari kekereta.
Siauw Siauw melihat sikap orang, ia menekan pula
kipasnya, untuk menyerang dengan tiga batang tulang
kipas. Si nona mendapat lihat serangan itu, ia menangkis
dengan pedangnya.
1119 Justeru itu waktu terdengar suatu suara yang nyaring:
"Di waktu langit terang benderang begini, siapakah
berani merampas dan membunuh orang di sini?"
Bouwyong Hoa mendengar itu. ia terkejut. Itu waktu
ia lagi menggunakan tenaga dalamnya mengusir keluar
hawa dingin akibat serangannya Siauw Siauw barusan. Ia
lantas menoleh ke arah dari mana suara itu datang.
Di sana terlihat dua penunggang kuda lagi mendatangi
dengan mengaburkan kuda mereka. Orang yang satu
ialah seorang tua berhidung bengkung seperti patuk
burung ulung-ulung, dan yang lain bertubuh besar dan
kekar. Sebentar saja mereka itu sudah sampai.
"Orang itu ialah si penjahat!" berkata Bouwyong Hoa.
"Dia telah merampas seorang nona. Kami menemuinya
dia di tengah jalan ini, kami lantas mencoba menolongi
nona yang dia culik!"
"Hm, kau ngaco belo!" bentak si orang tua. "Kau yang
melukai orang, sekarang kau menuduh lain orang!"
Lantas dia lompat turun dari kudanya, menghampirkan si
anak muda untuk menyerang. Dengan lantas dia
menggunakan tipu silat Hunkin Coku Ciu.
Bouwyong Hoa terkejut, untuk membela diri, ia lantas
menyentil. Tapi: "Bret!" ia mendengar suara nyaring.
Tahu-tahu, ujung bajunya telah dirobek tangan si orang
tua, sedang tangannya sendiri, yang memegang pedang,
terasa panas. Coba ia telah tidak menyentil, mungkin
Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pedangnya kena dirampas orang tua itu.
Muda-mudi itu tidak kenal siapa dua orang ini yang
sebenarnya ialah Law Tong Sun bersama Tanghong Hek.
Mereka menyusul Kiauw Siauw Siauw dengan mengikuti
1120 tapak roda kereta. Selagi Tong Sun melayani si anak
muda, Tonghong Hek menghampirkan si nona.
Bouwyong Hoa hendak memberi penjelasan pula
tetapi Tong Sun terus menyerang kepadanya, ia didesak,
hingga terpaksa ia mesti membuat perlawana
Istana Pulau Es 12 Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Rahasia Peti Wasiat 3