Kitab Pusaka 14
Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 14
teriaknya gusar "ayo ganti seekor kelabang
untuk ku!"
Agaknya kelabang beracun berkaki seratus andalannya
telah menyusul nasib dari ular emas kecil tadi mampus
ditangan lawan.
Suma Thian yu tertawa sambil berkelit kesamping, dia
menyodorkan bangkai kelabang tersebut ke depan Raja iblis
kelabang beracun, kemudian ujarnya:
"Jangan terburu napsu, bukankah di dalam hutan
kelabangmu penuh dengan kelabang, apa sih artinya kematian
seekor kelabang mengapa kau tidak berpikir, aku Suma Thian
yu hanya ada satu didunia ini, bila mati tak bakal muncul lagi
ke duanya....."
Lalu kepada nenek iblis laba laba beracun dia berkata pula:
"Hei si nenek, sekarang tiba giliranmu, apakah kau
mempunyai permainan baru?"
"Betul!" si nenek mengangguk.
"Apakah pelajaran yang diterima ke dua orang itu masih
belum cukup sebagai contoh soal bagimu?" kembali Suma
Thian yu tertawa.
Nenek iblis laba beracun mendengus dingin, umpatnya:
"Setan cilik, kau tak usah takabur, lo nio sudah mengetahui
siasat busukmu itu, dua kali pertarungan tadi kau selalu
menghadapi serangan dengan telepak tangan kiri, ini
menunjukkan kalau telapak tangan kirimu telah di rendam
dengan obat penawar racun. Mari, mari, lo nio akan menukar
dengan cara lain saja"
Dari atas kipas bambunya dia menangkap seekor laba laba,
kemudian ujarnya sambil terkekeh-kekeh:
"Lihatlah permainanku ini!"
Suma Thian yu dibuat terkejut juga setelah mendengar
ucapan dari si nenek iblis itu, diam-diam pikirnya:
"Lihay amat nenek ini!"
Dalam pada itu, si nenek iblis laba laba beracun telah
menggenggam laba labanya dan diiringi tertawa seram dia
telan laba laba tersebut kedalam perut, sebagai bukti, dia
malah memperhatikan mulutnya kepada anak muda tersebut.
Muak perut Suma Thian yu menyaksikan adegan tersebut,
nyaris isi perutnya ikut tumpah keluar.
Pemuda itu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali, katanya kemudian:
"Dalam babak ini aku mengaku kalah saja, berbicara
sesungguhnya, aku tidak mempunyai keberanian untuk
menelan laba laba tersebut. Maaf, permainan orang
pedalaman yang liar seperti ini tak berani kucoba ikuti"
Nenek iblis laba laba beracun segera mendongakkan
kepalanya dan tertewa seram, suaranya mengerikan seperti
jeritan setan, buat siapapun yang mendengarkan merasakan
hatinya jeri dan tak enak.
Seusai tertawa, sambil menuding ke arah Suma Thian yu
kembali dia berkata:
"Setan cilik, aku akau melanggar kebiasaan ku, asal kau
bersedia berlutut dan menyembah tiga kali kepadaku, akan
kuijinkan kau untuk meninggalkan bukit Jit yang san ini, kalau
tidak, hmmmm...!
Semenjak berhasil menangkan dua babak pertama,
kepercayaan Suma Thian yu terhadap diri sendiri semakin
bertambah kuat, sesungguhnya dia tidak menandang sebelah
matapun ter hadap laba laba beracun itu, namun kalau dia
disuruh menelannya, ia benar-benar tak berani untuk
mencobanya. "Hei si nenek, kau jangan kelewat memojok kan orang"
kata Suma Thian yu kemudian, "aku bukannya takut dengan
laba labamu itu, hakekatnya aku tak ingin mencari gara-gara
denganmu, bila kau menginginkan aku telan binatang, biar
kita ambil jalan tengah dengan menyudahi pertarungan ini
dengan seri saja, toh lebih baik kita sudahi saja masalah ini
sampai disini saja!"
"Tidak bisa, kau masih belum berhak untuk mengajukan
usul! bentak nenek iblis laba laba beracun sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau begitu, aku harus melaksanakan janjiku?"
"Benar!" jawaban dari si nenek iblis ini teramat tegas.
Tak kuasa lagi Suma Thian yu mendongakkan kepalanya
dan tertawa nyaring, dengan cepat dia mengangsurkan
tangan kirinya ke hadapan nenek iblis tersebut.
Dari atas kipas bambunya nenek iblis menangkap seekor
laba laba dan diserahkan ke tangan anak muda itu, tanpa ragu
Suma Thian yu segera memencet laba laba itu sampai mati
lalu setelah diletakkan berapa saat diatas telapak tangan
kirinya, menanti kadar racun sudah berkurang, ia baru
menelannya. Namun ketika sorot matanya membentur dengan gumpalan
laba laba itu, dia menjadi ragu kembali.
Memandang sikap dari Suma thian yu, si nenek iblis laba
laba beracun tertawa penuh kebanggan.
Dia mensanggap hal ini merupakan kemenangan baginya,
dia mengira inilah penampilannya yang melebihi orang lain,
paling tidak ia sanggup membuat lawan mengalami kesulitan.
Suma Thian yu mendongkol sekali menyaksikan kesombongan
lawan, segera pikirnya.
"Hutan golok, kuali berisi minyak mendidih pun sanggup
kulakukan, masa aku tak berani menelan seekor laba laba
kecil yang sudah di punahkan kadar racunnya?"
Berpikir, demikian, tanpa ragu-ragu lagi dia lantas menelan
laba laba tersebut kedalam perut.
Nenek Iblis laba laba beracun menjadi tertegun setelah
menyaksikan kejadian mana, sebelum ia sempat berbicara
sesuatu, Suma Thian ya telah berkata lebih dulu:
"Hei si nenek, sauyamu telah berhasil menyelesaikan ketiga
permintaan kalian, dan menangkan semua pertarungan ini,
sekarang tiba giliran sauyamu untuk mengajukan persoalan"
Ketiga orang gembong iblis itu segera berdiri tertegun
belaka sambil mengawasi Suma thian yu, mereka
menganggap pemuda ini sebagai malaikat yang baru turun
dari kahyangan.
Yang lain jangan dibicarakan, seandainya si raja iblis ular
beracun disuruh menelan laba laba beracun, atau si nenek
iblis laba laba beracun disuruh menerima gigitan dari kelabang
beracun niscaya mereka akan tewas dengan segera.
ATau dengan perkataan lain ketiga orang itu sama-sama
tak akan mampu untuk menyelesaikan pertarungan ini, tapi
pemuda yang berada dihadapan mereka sekarang sanggup
menyelesaikan semua tugas itu secara baik, jelss hal semacam
ini diluar kemampuan orang biasa.
Raja iblis ular beracun benar-benar takluk, terdengar ia
berkata dengan cepat:
"Masuklah kedalam, orang yang hendak kau cari belum
mati" Suma Thian yu gembira sekali mendengar perkataan itu.
"Terima kasih" serunya kemudian.
Siapa tahu si Raja iblis kelabang berseru secara tiba-tiba:
"Bocah keparat, kau jangan pergi dulu, kalau akan pergi,
bayar dulu kerugian yang kami derita"
"Hah! ganti rugi apa?" tanya Suma thian yu kaget.
"Seekor ular emas, seekor kelabang berkaki seratus dan
dua ekor laba laba beracun!"
Mendengar perkataan tersebut Suma thian yu segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terba hak-babak:
"Seandainya selembar jiwaku sampai melayang, siapa pula
yang akan membayar ganti rugi kepadaku?"
Kemudian sambil mengalihkan pandangan matanya ke
wajah nenek iblis laba laba beracun, dia bertanya:
"Apakah kau minta ganti rugi dariku?"
"Tentu Saja!"
Suma thian yu segera berpaling pula kearah raja iblis ular
beracun sambil bertanya lagi:
"Dan kau?"
Raja iblis ular beracun nampak agak ragu, akhirnya dia
menjawab agak tergagap:
"Ter.....terserah...."
Suma Thian yu manggut-manggut.
"Kalau toh kalian bertiga begitu liar, terpaksa aku harus
membayar ganti kerugian kepada kalian, nah siapa yang akan
maju duluan?"
Raja iblis kelabang beracun melompat kedepan Suma Thian
yu, telapak tangan-nya di silangkan didepan dada, sementara
tongkatnya membuat gerakan setengah lingkaran diudara lalu
dihantamkan kearah kepala lawan sambil membentak gusar:
"Setan cilik, locu akan mencabut nyawamu!"
Amarah Suma Thian yu benar-benar sudah mencapai pada
puncaknya, pedang Kit hong kiamnya diputar menciptakan
selapis cahaya bianglala biru yang amat menyilaukan mata,
kemudian.... "Kraaakkk!" tongkat berkepala kelabang milik
raja iblis kelabang beracun sudah terpapas kutung menjadi
dua bagian. Suma Thian yu memang berniat untuk menghabisi nyawa
musuhnya, dengan cepat pedang Kit hong kiamnya diputar
menggunakan jurus Ciong liong hong ji hay (naga masuk
samura) secepat sambaran petir menusuk keperut musuh.
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
dari mulut raja iblis kelabang beracun, perutnya robek dan
ususnya mengalir keluar, toyanya yang tinggal separuhpun
terjatuh ke tanah.
Sambil memegangi perutnya yang robek dan wajah pucat
pias, sekujur badannya gemetar keras, akhirnya dia roboh, dia
tak pernah bangun kembali.
Sehabis membereskan 1awannya, Suma Thian yu berpaling
ke arah nenek iblis laba laba beracun, lalu bentaknya lagi:
"Apakah kau masih bermaksud untuk menuntut ganti rugi?"
Bergidik sekujur badan nenek iblis itu selesai melihat
keampuhan sang pemuda yang menghabisi nyawa raja iblis
kelabang beracun dalam sekali ayunan pedang, dia tak berani
banyak berkutik lagi.
Suma Thian yu tidak memberi kesempatan lagi kepada
lawannya, dengan cepat dia menerobos kedepan nenek iblis,
pedang Kit hong kiamnya dengm jurus Tui san tiam hay
(mendorong bukit membendung samudra) membacok ke
muka. Cahaya biru berkelebat lewat, sebelum si nenek iblis
sempat melakukan sesuatu tindakan, tahu-tahu sebuah
lengannya sudah terpapas kutung menjadi dua bagian.
Diiringi jerit kesakitan yang memilukan
hati, nenek itu segera membalikkan badannya dan
melarikan diri terbirit-birit.
Suma Thian yu menarik kembali pedangnya, kepada si raja
iblis ular beracun katanya:
"Kau boleh pergi! Tapi ingat dengan pelajaran yang kau
saksikan hari ini, bila dikemudian hari sikapmu masih tetap
kejam dan tak berperikemanusiaan, inilah contoh yang paling
baik untukmu"
Pada mulanya si raja iblis ular beracun mengira Suma Thian
yu tidak akan melepaskan pula dirinya setelah terdengar
ucapan tersebut hatinya baru merasa lega.
Buru-buru dia menjura kepada Suma Thiah yu, kemudian
membalikkan badan dan berlalu dari situ, dalam waktu singkat
bayangan tubuh nya sudab lenyap dari pandangan mata.
Memandang bayangan punggung orang itu, Suma Thian yu
menghela napas panjang seraya berguman:
"Moga-moga saja si raja iblis lebah beracun dan Ha hou sia
sian dapat meniru sikap raja iblis ular beracun.
Belum habis dia bergumam, terdengar Sin sian siangsu
yang benda dibelakangnya telah menukas:
"Hiantit, kau telah melanggar sebuah pantangan besar,
masa depanmu selanjutnya akan banyak menjumpai bahaya
maut" "Maksud ciaopwee...." tanya Suma Thian yu tercengang.
"Aaai..." Sin sian siangsu menghela napas panjang,
"menghadapi manusia liar seperti mereka kau hanya boleh
menaklukan hati mereka dengan kata-kata, bukan dengan
kekerasan. Mereka adalah manusia tak berbudaya yang tidak
memandang penting arti kehidupan, dengan dibiarkannya
mereka berlalu, itu berarti kau telah mengundang banyak
kesulitan dikemudian hari"
"Mengapa?" Suma Thian yu balik bertarya, "bukankah
sewaktu berlalu tadi, si raja iblis ular beracun telah
menunjukkan sikap yang begitu munduk dan hormat?"
"Haaaah... haah.... haaah...ini merupakan suatu firasat
yang salah dari hiantit, tahukah kau mengapa aku enggan
melakukan pembunuhan" Misalkan saja, ketika aku
menghadapi dua ekor harimau milik Hu hou sia sian dilembah
lebah beracun serta dalam menghadapi si Raja iblis ular
beracun tadi, aku selalu berusaha untuk mempertahankan
suatu selisih jarak dengan tidak mau mencelakai mereka.
Bahkan terhadap binatang peliharaan mereka pun aku
sama saja enggan mengusiknya, mengertikah kau?"
"Boanpwee bodoh dan tidak memahami teori tersebut"
"Daerah dimana kita berada sekarang merupakan daerah
kekuasaan mereka"
Manusia memang makhluk yang aneh, asalkan saja seorang
ibu yang mengetahui anaknya berbuat kesalahan, andaikata
anaknya di hukum mati, mereka pasti akan penasaran dan
berusaha membelanya. Demikian juga dengan keadaan
mereka, sekalipun raja iblis ular be racun sekalian terhitung
manusia liar toh mereka mempunyai hubungan batin satu
sama lainnya, apakah mereka rela membiarkan rekan nya
diusik orang" Bila kejadian tersebut sampai menimbulkan
amarah mereka sehingga turun tangan bersama, biar ada
sayappun mungkin sulit bagi mu untuk melepaskan diri,
mengerti?"
"Aku mengerti"
"Bagus sekali, kalau begitu mari kita berangkat, mumpung
mereka belum sempat melakukan pengejaran kemari"
"Chin Siau masih berada diangan orang, kita harus
menolongnya secepat mungkin, bisa jadi selembar jiwanya
terancam bahaya maut. Apa lagi bila kita tidak memasuki
sarang harimau bagaimana mungkin bisa berhasil dengan
sukses" Mendengar ucapan mana, diam-diam Sin sian siangsu
mengagumi keberanian pemuda ini, diapun semakin kagum
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kegagahan dan kesetiaan kawan-nya.
"Hiantit, aku benar-benar takluk kepadamu" kata Sin sian
siangsu kemudian sambil manggut-manggut, "terus terang
saja, biarkan harus mengorbankan selembar jiwa tua ku, aku
takkan menampik maksud baikmu itu, ayo berangkat, kita
terjang kedalam!"
Kedua orang itu segera menembusi hutan dan masuk
kedalam sebuah rimba yang lebat.
Anehnya hutan itu sangat teratur, bahkan besar kecilnya
pun tidak jauh berbeda.
Mendadak Sin sian siangsu menarik tangan Suma Thian yu
sambil berbisik.
"Hiantit, tunggu dulu, jangan sampai tersesat, kalau sampai
terjebak oleh perangkap musuh, bisa berabe kita"
Suma Thian yu dapat merasakan juga kalau keadaan rada
kurang beres, dengan cepat dia amati sekejap sekeliling
tempat itu, mendadak pada jarak tiga kaki disebelah kiri
terlihat sebuah kain panjang yang berkibar terhembus angin.
Tanpa berpikir panjang lagi dia melejit dan meluncur ke situ
dengan kecepatan bagai kan anak panah yang terlepas dari
busur. "Cianpwe, cepat kemari" teriaknya keras-keras, "gua air
tersebut terletak didepan sana!"
Dalam dua kali lompatan saja Sin sian siangsu sudah tiba
didepan Suma Thian yu, mengikuti arah yang ditunjuk oleh
pemuda itu, benar juga, dia saksikan sebuah gua muncul di
tengah hutan. Dengan seksama Sin sian siangsu memperhatikan sekejap
keadaan disekeliling itu, lalu sambil menggelengkan kepalanya
dia berkata: "Kita sudah tertipu, gua itu bukan Jit yang sui tong!"
"Dari mana kau bisa tahu?" tanya Suma thian yu dengan
wajah tercengang.
"Sederhana sekali, didepan gua Sui yang jit tong
semestinya berdiri sebatang pohon siong, gua itu berada
persis pada bagian akarnya...."
"Mengapa cianpwee bisa mengetahui begitu jelas?"
pemuda itu bertanya sambil tertawa hambar.
Pertanyaan itu segera menimbulkan kesan kurang baik bagi
Sin sian siangsu, dia merasa Suma Thian yu kelewat cerewet,
segera tegurnya dengan marah:
"Bila kau tidak percaya, turun saja sendiri untuk
membuktikan keberaran dari perkataanku"
Suma Thian yu tahu, pertanyaan yang ber lebihan darinya
telah menimbulkan amarah dari kakek tersebut, maka diapun
lantas bertanya:
"Harap cianpwee sudi memberi petunjuk, bila kita tidak
bertindak cepat, sampai terlambat Chin Siau bisa terancam
bahaya" "Ikutilah aku, sepanjang jalan tak usah banyak bertanya,
kedua, bila menjumpai kejadian apapun harus minta
persetujuan dariku sebelum melakukan suatu tindikan"
Suma Thian yu mengiyakan berulang kali, dia tak berani
berayal lagi dan berdua memasuki hutan menuju kearah gua.
Siapa tahu, biarpun sudah berjalan dua jam lamanya,
mereka masih belum berhasil juga menemukan mulut masuk
menuju ke gua Jit yang sui tong itu.
Suma Thian yu jadi habis ke sabarannya, tapi dia enggan
banyak menimbrung, apa lagi selama ini Sin sian siangsu
membungkam terus tanpa berbicara, terpaksa dia harus
menahan diri sambil mengikutinya.
Tapi lama kelamaan habis sudah kesabaran Suma Thian yu,
mendadak dia bertanya:
"Ciancwee, bukankah kau bilang mulut masuk menuju ke
gua terletak pada bagian akar pohon siong?"
"Ehmm...!" jawab Sin sian siangsu sekenanya, dia seperti
lagi memusatkan segenap pikirannya untuk menemukan jalan
tembus. "Aku lihat hutan ini seperti diaturr menurut berisan Pat
kwa, susunannya sangat teratur"
"Hmmm, memang benar"
Kalau kita mesti berjalan terus dengan cara ini harus
berjalan sampai kapan" Padahal senja telah tiba, bila malam
sudah menjelang, mana mungkin kita bisa melanjutkan
perjalanan?"
"Dicoba saja, aku pikir tak menjadi soal" kembali jawaban
dari Sin sian siangsu acuh tak acuh.
"Mengapa kita tidak berusaha mencari jalan lain?"
"Cara apa" Kecuali memecahkan barisan apakah meski
memasuki tanah...!" Sin sian siangsu nampak amat kesal.
"Biarpun masuk ketanah mustahil, kita kan bisa terbang
kelangit...?"
"Hei, jangan bergurau saja, masa dalam keadaan beginipun
kau masih berniat untuk bergurau?"
Biar kecil orangnya, besar sekali otak licik Suma Thian yu,
sekali lagi dia tertawa.
"Pohon siong yang berusia seribu tahun pasti tinggi
menjulang ke angkasa, kalau kita menuju kepuncaknya,
bukankah dengan cepat tempat tersebut akan ditemukan?"
Mendengar perkataan itu Sin Sian Siansu segera berseru
tertahan. "Aah, benar, suatu siasat yang bagus, suatu pemikiran
yang sangat jitu"
Dia lantas menepuk bahu Suma Thian yu sambil barkata
lagi: "Hiantit, kau memang punya aksi bagus, yang tua begini
memang sungguh tak becus, mengapa tidak kau katakan dari
tadi" Bikin aku menjadi gelisah saja"
"Aah, boanpwe hanya teringat secara tidak sebgaja saja...."
Sin sian siangsu tidak banyak berbicara lagi, buru-buru dia
menjejakkan kakinya ke tanah dan melejit ke puncak pohon
dengan gerakan It bok ciong thian (burung bangau ter bang
ke udara) Betul juga, tak jauh dari tempat itu, mereka menyaksikan
sebuah pohon siong yang amat besar.
"Itu dia!" Sin sian siangsu segera barteriak kegirangan,
"disitu pohon yang kita cari, ayo cepat turun!"
Tapi Suma Thian yu menggelengkan kepalanya
berulang kali, ceegahnya: "Cianpwee, kita tak perlu turun,
kalau kita berjalan melewati puncak pohon, bukankah
keadaannya akan lebih gampang?"
Sin sian siangsu yang mendengar perkataan ini menjadi
kagum sekali atas kecerdasan otak pemuda itu.
Begitulah, mereka berdua segera mergerahkan ilmu
meringankan tubuh Cau sang hui (terbang diatas rumput) dan
meluncur kearah pohon siong tadi dengan melalui puncak
pohon. Suatu ketika, mendadak Suma Thian yu menjerit kaget:
"Aah, tahan!"
Bagaikan burung elang yang menyambar kelinci, dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat dia segera meluncur
kebawah. Sin sian siangsu dengan mengerahkan pula ilmu
meringankan tubuh ceng sah lok eng (burung manyar hinggap
dipasir) melompat turun pula keatas tanah.
Ternyata mereka saksikan seorang kakek sedang bersiap
sedia membunuh seorang pemuda, dan pemuda itu bukan lain
adalah musuh Suma Thian yu, Chin Siau.
Ketika mendengar bentakan tadi, si kakek tersebut
kelihatan kaget dan berdiri melongo, saat itulah dua sosok
bayangan manusia telah meluncur turun dengan kecepatan
tinggi. Begitu mencapai permukaan tanah, Suma Thian yu
langsung berjalan menuju kehadapan Chin Siau.
Waktu itu sepasang tangan Chin Siau terikat kencang dan
kesadarannya hampir punah, secepat kilat Suma Thian yu
membebaskan belenggunya, membebaskan totokan jalan
darahnya dan mengeluarkan dua butir pil sambil melancarkan
peredaran darahnya.
Chin Siau membuka matanya lebar-lebar, ketika menjumpai
Suma thian yu, mendadak dia mencaci maki:
Jilid : 26 BOCAH KEPARAT, mau apa kau datang kemari" Enyah,
cepat enyah dari sini, aku orang she Chin tak sudi menerima
kebaikanmu itu, aku tak sudi menerima uluran tanganmu...."
Belum habis dia berkata, mendadak....
"Plaaak!" sebuah tamparan yang amat keras telah
membuat kepala Chin Siau pening dan pipinya membengkak
besar "Siapa kau?" teriak Chin Siu dengan mata melotot, "atas
dasar apa kau memukulku?"
"Binatang bedebah! Kau manusia berhati binatang yang tak
tahu budi, dengan susah payah orang lain mengorbankan
segala sesuatunya untuk datang menolongmu, kau malah
membalas air susu dengan air tuba. Manusia keparat, kau
pernah mendengar nama Yu Seng-see belum?"
Itulah aku! Paras muka Chin Siau bebulah hebat, kepalanya tertunduk
rendah-rendah dan tak berani diangkat kembali.
Ternyata dari gurunya "Bu bok ceng" ia pernah mendapat
tahu tentang Sin sian siangsu. Konon dia mempunyai
hubungan yang amat akrab dengan perguruannya, berbicara
soal tingkatan, Chin Siau semestinya menyebut "Susiok" atau
paman guru kepadanya.
Melihat Chin Siau sudah tak berbicara lagi, Sin sian siangsu
baru membalikkan badan sambil mengawasi kakek itu.
Sementara si kakek itu sudah mundur kesisi pohon siong
dan duduk bersila disitu, sikapnya acuh tak acuh seakan-akan
tidak ambil peduli terhadap orang yang hadir.
Jelas terlihat tadi bahwa dia bersikap seakan-akan
membunuh Chin Siau, mengapa setelah kehadiran kedua
orang itu, bukan saja kakek itu tidak gusar, malahan mundur
ke samping dan bersemedi"
Suma Thian yu merasa tercengang sehingga tanpa terasa
memandang sekejap lebih lama, dia lihat kakek itu berusia
lima puluh tahunan, panca inderanya utuh, wajahnya tampan,
jenggot hitamnya sepanjang dada dan mengenakan pakaian
rapi, wajah alim tidak mirip kaum penjahat, tapi anehnya
mengapa berhati kejam dan buas"
Sin sian siangsu segera bertanya:
"Siapakah kau" Apakah kau Jit yang san sin (dewa gunung
Jit yang)....?"
Dengan mata masih terpejam rapat, kakek itu menjawab
dingin: "Jit yang san sin adalah guruku, aku sendiri bernama Jit
yang sian ang (dewa sakti Jit yang) Bun Thian lui. Kalian
berdua berani memasuki daerah terlarang, berarti kalian
adalah orang kenamaan, ayo cepat sebutkan nama kalian
untuk menerima kematian."
Baru saja Sin sian siangsu hendak menjawab, Chin Siau
yang berada di belakang nya telah membentak nyaring:
"Dia adalah saudara Tee, kalian jangan tertipu!"
"Jadi dia adalah kakak seperguruanmu yang memberi
pelajaran silat kepadamu" Kau tidak bohong?" tanya Sin sian
siangsu sambil berpaling.
"Aku tidak bohong kata Chin Siau bersungguhsungguh"
coba kau linat saja sepasang matanya buta, dia
adalah murid pertama guruku"
Sin sian siangsu menjadi tertegun dan berdiri bodoh, sudah
lama dia bersahabat dengan Bu bok ceng namun belum
pernah mendengar kalau dia mempunyai murid, mengapa saat
ini bisa muncul seorang muridnya...?"
Jit yang sian ang Bun Thian lui tertawa dingin.
"Benar, aku adalah murid pertama dari Bu bok ceng, cuma
ini sudah berjalan lama sekali, lebih baik kalian tak usah
menanyakan lebih jauh daripada menyesal dikemudian hari!"
Tiba-tiba Sin sian siangsu mendongakkan kepalanya dan
berpekik panjang:
"Oooh, rupanya kau adalah murid penghianat dari Bu bok
ceng yang lari kesini untuk menjadi muridnya Jit yang san sin,
kalau begitu Jit yang san sin sudah tidak ada didunia lagi?"
"Naco belo, dia orang tua masih menutup diri untuk melatih
semacam kepandaian yang maha tinggi"
"Mendengar itu, Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.. haaa.. kau si anjing bedebah, selama Jit yang san
sin masih hidup didunia ini, belum pernah dia membunuh
orang dengan sembarangan, jelas dia sudah mati terbunuh
olehmu, kau anggap tipu dayamu masih dapat mengelabuhi
orang banyak?"
Jit yang sian ang Bun thian hui menjadi tertegun, kemudian
bentaknya keras:
"Hei, siapa kau si setan tua?"
Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa... haaa... aku she Yu, orang menyebutku sin sian
siangsu, kepandaianku bisa meramalkan kejadian dimasa
mendatang dan bisa tahu pula peristiwa yang sudah lewat"
Kemudian setelah maju dua langkah, katanya lebih jauh:
"Kalau dilihat dari jidatmu yang berwarna hijau, matamu
yang merah darah, jelas banyak sudah kejahatan yang telah
kau lakukan, pembunuhanpun sering kau lakukan ini
mengakibatkan jalan kematianmu semakin dekat..."
Belum habis perkataan itu diutarakan, Jit yang sian ang
Bun Thian lui sudah membentak gusar, mendadak ia
melompat bangun, telapak tangannya dilontarkan kedepan
melepaskan sebuah pukulan dengan angin pukulan yang maha
dahsyat. Tampaknya Sin sian siangsu sudah menduga sampai kesitu,
padahal dia memang sengaja berkata begitu untuk
membangkitkan amarah lawan, begitu melihat datangnya
ancaman, ia lantas mengegos kesam ping dan berkata sambil
tertawa: "Bun Thian lui, sukma-sukma penasaran didepan hutan
sedang memanggilmu, coba kau lihat apa yang sedang
mengepungmu dari empat penjuru...?"
Jit yang sian ang Bun Thian lui adalah manusia licik, dia
segera tertawa seram, sepasang telapak tangannya di
lontarkan bersama ke depan, dua gulung angin pukulan
segera bergabung menjadi satu dan menyambar ke tubuh Sin
sian siangsu. Sejak berjumpa dengan Sin sian siangsu, belum pernah
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suma Thian yu menyaksikan kemampuan dari orang itu,
sewaktu bertarung melawan orang-orang pedalaman tadi,
diapun merasa penampilan dari Sin sian siangsu kurang
gagah, selalu menjaga diri sehingga tidak mencerminkan
kegagahan seorang pendekar besar dari dunia persilatan.
Mungkinkah dia menpunyai kesulitan yang tak bisa
diutarakan" Ambil contoh ketika dia memasuki hutan tadi serta
caranya memecahkan barisan, tidak seharusnya seorang
pendekar menunjukkan penampilan seperti ini.
Pokoknya, penampilan dari Sin sian siangsu amat
sederhana tanpa suatu keistimewaan, bahkan banyak hal
menunjukkan kelemahan.
Dan sekarang merupakan kesempatan yang paling baik
baginya untuk menguji kemampuan orang ini, Suma thian yu
berharap dengan memanfaatkan kesempatan ini ia dapat
menyaksikan kelihayan dari Yu seng see.
Sayang sekali, dia hanya menghindarkan diri terus, meski
kadangkala melepaskan serangan balasan, tapi tidak terlihat
suatu keistimewaan apapun, hal mana membuat pemuda ini
makin menggerutu.
Jit yang sian ang Bun Thian lui memang buta sepasang
matanya, ternyata hal itu tidak mempengaruhi gerak-geriknya,
seringkali serangan-nya dilancarkan secara tepat dan jitu.
dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah bertarung
sebanyak dua puluh gebrakan tanpa diketahui siapa unggul
siapa kalah. Sementara itu Jit yang sian ang makin bertarung makin
bertambah kosen, sebaliknya keadaan dari Sin sian siangsu
tidak jauh berbeda, dia masih tetap bergerak selincah kupu
lupu yang terbang diantara aneka bunga, saban kali
menempuh bahaya, tiba-tiba dia sudah lolos dari tekanan.
Makin dipandang, Suma thianyu makin paham, akhirnya dia
berhasil melihat keadaan yang sebenarnya, hal ini segera
menimbulkan rasa kekaguman.
Perlu diketahui, setiap jurus serangan yang dilancarkan Jit
yang sian ang hampir semuanya merupakan jurus-jurus
mematikan, bila berganti orang lain, sudah pasti orang tua
terluka sedari tadi.
Tapi SIn sian siangsu tetap santai seperti sedia kala, dari
sini dapat disimpulkan bahwa dia memang memiliki
kemampuan yang melebihi siapapun.
Mendadak Jit yang sian ang Bun thian lui membentak keras
lalu mundur beberapa langkah, setelah itu dari punggungnya
dia meloloskan sebilah pedang mestika. Terdengar dia
membentak dengan penuh kegusaran:
"Orang she yu, ayo kita tentukan kehebatan kita di ujung
senjata....!"
Sin sian singsu tertawa hambar.
"Buat apa sih?" katanya, "senjata tidak bermata, terluka
bahkan tewas bisa terjadi setiap saat, buat apa kita musti
saling ngotot sehingga tak karuan?"
Jit yang siang ang Bun Thian lui mendengus dingin.
"Hmmm! Aku orang she Bun tak sudi mendengarkan
obrolanmu yang palsu itu, ayo cepat loloskan senjatamu"
Didesak terus menerus, akhirnya Sim sian siangsu
menghela napas panjang, gumannya:
"Yaa, kalau tetap keras kepala percuma saja aku mesti
bersusah payah"
Berguman sampai disini, mencorong sinar tajam dari balik
matanya, di tatapnya Jit yang sian ang Bun Thian lui dengan
penuh amarah, kemudian sambil menggertak gigi, bentaknya:
"Kalau kesalahan yang tak disengaja bisa dimaafkan kalau
kesalahan yang disengaja tak boleh diampuni, Bun Thian lui,
kau gemar membunuh, maka hari ini akan merupakan saat
terakhir bagimu untuk melaku kan kejahatan, aku terpaksa
harus memenuhi keiginanmu, nah, lancarkan serangan mu!"
"Selamanya aku orang she Bun tak akan menghabisi nyawa
orang yang tak bersenjata!" Jit yang sian ang Bun thian lui
tertawa seram. "Kali ini kau boleh membuat pergecualian, aku memang tak
pernah bersenjata, sekalipun bertangan telanjang, aku yakin
masih dapat menaklukkan dirimu" Begitu perkataan tersebut
diutarakan, bukan
hanya Jit yang sian ang Bun thian lui yang terkejut
bercampur tercengang, bahkan Chin Siau dan Suma Thian yu
pun turut terkejut.
Bayangkan saja ilmu silat dari Chin Siau pun bisa dibilang
setaraf dengan Suma Thian yu, sebagai kakak
seperguruannya, sudah pasti Bun Thian lui memiliki
keistimewaan tersendiri.
Tapi kenyataannya, Sin sian siangsu berani menghadapinya
dengan tangan kosong belaka, seandainya dia belum gila,
keberanian orang ini benar-benar mengagumkan.
Terdengar Jit yang sian ang Bun Thian lui membentak
keras: "Kalau toh kau bosan hidup, jangan salahkan aku lagi!"
Begitu selesai berkata, cahaya perak berkelebat lewat dan
secepat kilat menusuk ketubuh Sin sian siangsu.
Kali ini Sin sian siangsu tidak menghindar lagi, dia bergeser
sambil mengawasi pedang lawan, sampai ujung pedang lawan
hampir menyentuh tubuhnya, tiba-tiba tangannya balik
mencengkeram,dua jari tangan kirinya dengan mengerahkan
sepuluh bagian ilmu Lim kong ci khi menjepit gagang pedang
lawan, semenara jari tangan kanannya secepat petir menotok
jalan darah sian ki hiat ditubuh musuh.
"Lepas tangan!" hardiknya.
Mendadak terdengar Jit yang sian ang Bun Thian lui
mendengus tertahan, pergelangan tangannya menjadi kaku
dan pedang nya terlepas dari pegangannya. Menjepit pedang,
menotok jalan darah, merampas senjata, semuanya dilakukan
Sin sian singsu dengan cepat dan serentak, belum lagi orang
melihat jelas, tahu-tahu peristiwa nya telah berlangsung
hingga selesai.
Sim sian siangsu menyambut pedang pusaka lalu
munculnya di tengah udara, jalan darah Jit yang sian ang
yang tertotok pun segera dibebaskan kembali.
Jit yang siang ang yang secara tak sadar dibuat tak
berkutik, seolah-olah baru saja mendapat impian yang buruk,
begitu jalan darahnya dibebaskan, kontan saja dia mencaci
maki kalang kabut:
"Bajingan tua, kau hanya pandainya mengunakan ilmu
sihir, mengapa tidak sekalian kau bunuh diriku?"
Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh... haaahh... haaahhh... membunuh orang palingpaling
cuma mengedip kan mata apanya yang luar biasa" Aku
ingin melihat sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki,
nih, sambutlah pedang tersebut"
Sambil berkata, dia lantas melemparkan pedang itu ke
depan. Jangan dilihat sepasang mata Jit yang sian ang buta,
ternyata ia pandai sekali membedakan datangnva suara, sekali
menyambar, pedang tersebut sudah digenggam olehnya.
Tiba-tiba terdengar Sin sian siangsu berkata lagi:
"Kau boleh menusuk jalan darah dise luruh tubuhku secara
bebas sekehendak hati mu dengan batas sepuluh jurus, aku
hendak membuat kau kalah secara benar-benar puas"
Baru sslesai perkataan itu diuatakan, mendadak terdengar
Jit yang sian ang meraung gusar, pedangnya dengan jurus
perselisihan langit dan bumi menciptakan beribu-ribu titik
hujan pedang yang semuanya mengurung seluruh tubuh Sin
sian siangsu. Menyaksikan hujan pedang yang menyelimuti seluruh
angkasa itu Sin sian siangsu malah tertawa keras, kemudian
bentaknya nyaring:
Jurus pertama, hati-hati dengan telinga mu!"
Begitu ucapan terakhir diutarakan, bayangan tubuhnya
seketika hilang lenyap dari arena sementara Suma Thian yu
masih tertegun karena keheranan, mendadak terdengar Jit
yang sian ang menjerit kelakitan, lalu sambil memutar badan
pedang nya dimainkan semakin ketat lagi untuk mengurung
seluruh badan Sin sian siangsu.
"Bajingan tua, serahkan jiwa anjingmu!" umpatnya keraskeras.
Ditengah gelak tertawa keras yang menggema lagi di
angkasa, untuk kedua kalinya terdengar Jit yang sian ang
menjerit kesakitan.
Anehnya, kedua orang pemuda yang mengikuti jalannya
pertarungan dari sisi arena itu hampir tak pernah melihat
bayangan tubuh dari Sin sian siangsu.
Diam-diam Suma Thian yu menggerutu didalam hatinya:
"Jangan-jangan dia memang benar-benar pandai ilmu sihir
atau ilmu untuk melenyapkan badan" Kalau tidak, mengapa
bayangan tubuhnya sama sekali tidak terlihat?"
Dalam tertegun serta rasa herannya, tiba-tiba dia jumpai
bayangan tubuh dari Sin sian siangsu sebentar nampak
sebentar 1enyap dibalik kabut pedang yang menyelimuti
angkasa itu. Kejadian mana dengan cepat menyadarkan Suma Thian yu
akan apa yang sebenarnya telah terjadi, rupanya ia
sudahmempelajari semacam ilmu gerakan tubuh yang benarbenar
luar biasa. Dengan begitu Suma Thian yu menjadi sama sekali paham,
bisa melihat ilmu simpanan dari Sin sian siangsu, dia merasa
kagum disamping amat puas.
Pikirnya kemudian dalam hati kecilnya:
"Pertarungan semacam ini baru bisa dibilang suatu
pertarungan yang benar-benar asli, ooah... benar-benar puas
melihat kejadian tersebut...."
Mendadak dari tengah arena berkumandang suara gelak
tertawa yang amat keras, menyusul kemudian kedengaran Sin
sian siangsu berteriak keras:
"Jurus kesepuluh, Bun tayhiap, kau mesti berhati-hati
dengan pedang mestikamu!"
Jit yang sian ang membentak penuh amarah, pedangnya
diputar membentuk lingkaran cahaya bianglala berwarna
perak yang melindungi seluruh tubuhnya, ia berusaha
mempertahankan diri mati-matian pada jurus yang terakhir
itu. Mendadak terdengar suara bentakan keras menggelegar
ditengah udara:
"Lepas tangan!"
Bayangan manusia nampak berkelebat lewar, Sin sian
siangsu dengan senyuman dikulum telah mengundurkan diri
kembali keposisi semula, malah dalam tangannya
mencengkeram sebilah pedang.
Ketika memandang pula kearah Jit yang sian ang, dia
seperti ayam jago yang kalah beradu, tubuhnya berubah
menjadi marah karena darah yang mengucur keluar tiada
hentinya, sepasang telinganya sudah terpapas kutung
sehingga keadaannya sungguh mengenaskan.
Melihat keadaan musuhnya itu, Sin sian Siangsu menjadi
tak tega sendiri, ia serahan kembali pedang itu ketangan Jit
yang sian ang, kemudian hiburnya:
"Menang atau kalah adalah suatu kejadian yang lumrah
dalam setiap pertarungan aku cuma berharap kau bisa
bertobat serta kembali ke jalan yang benar, kembalilah
kegurumu Bu bok ceng serta menyesali perbuatan mu dimasa
lampau, aku tahu kau memang seorang lelaki yang gagah
perkasa. Jit yang sian ang menerima kembali pedangnya dengan
sepasang tangan gemetar keras, sepasang matanya yang
pada dasarnya sudah berwarna merah, kini semakin merah
membara. Ketika selesai berkata tadi, Sin sian siangsu segera
membalikkan badan dan menghampiri Suma thian yu.
Tiba-tiba Suma thian yu menjerit kaget:
"Tahan!"
Sin sian singasu mengira Jit yang sian ang melancarkan
sergapan dari belakang, serentak dia membalikkan badan
sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang
tidak di inginkan.
Namun dengan cepat dia mendapat tahu bahwa dugaannya
tidak benar, sebab ditemuinya Jit yang sian ang sedang
mundur sempoyongan, pedangnya telah menembusi perutnya
sehingga darah dan usus berceceran dimana-mana, kemudian
dia roboh terjengkang dan mati seketika....
Sin sian siangsu berniat untuk memberi pertolongan,
sayang sekali tindakannya terlambat selangkah, dengan
perasaan sedih ia segera menghampiri korban serta
membangunkan tubuhnya, sayang sekali jiwa nya telah
melayang. "Huuuh, tolol!" akhinya Sin sian siangsu hanya bisa
mengumpat sambil menggigit bibir.
Sementara hati kecilnya merasa sakit seperti ditusuk
dengan jarum tajam, ia menyesal dan amat sedih.
Suma Thian yu telah menghampiri pula Jit yang sian ang,
sambil menggelengkan kepala dan menghela katanya
kemudian: "Orang ini memang tak malu disebut seorang lelaki sejati,
begitu kalah lantas merobek perut untuk bunuh diri, heran,
mengapa sih jalan pemikiran orang ini tak bisa terbuka?"
Sin sian singsu menghela napas panjang.
"Perguruan yang dipimpin oleh pendeta buta Bu bok ceng
memang mempunyai peraturan yang sangat ekstrim, barang
siapa ilmu silatnya kalah dari orang dan mengakibatkan dirinya
malu atau terhina, hanya kematian baru bisa menebus
kejadian itu, gara-gara lupa akan hal ini, membuat aku jadi
menyesal sekali. Aaaiii....biarpun aku tidak membunuh pek jin,
pek jin justru mati karena aku, dosa..dosa.."
Setelah mendengar perkataan tersebut, Suma thian yu jadi
teringat kembali dengan Chin Siau, dia segera berpaling, tapi
sayang bayangan tubuh Chin Siau sudah tak nampak lagi.
Didalam gelisahnya, tanpa sadar Suma thian yu berteriak
keras sekali. "Saudara Chin... saudara Chin...."
"Dia sudah pergi, diteriakan sampai tenggorokanmu serak
juga percuma" seru Sin sian siangsu sama sekali tanpa
berpaling. "Cianpwe, darimana kau bisa tahu kalau dia sudah pergi
meninggalkan kita?"
"Apa susahnya" Kesalahan paham diantara kalian toh
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belum beres, mau apa dia tetap tinggal di sini?"
"Jadi kalau begitu, dia masih membenci ku?"
"Tentu saja, masa tidak kau lihat pancaran sinar amarah
dibalik sorot matanya?"
"Aaah, kalau begitu tindakan bunuh diri yang dilakukan Jit
yang sian ang, tentu semakin mengobarkan amarahnya,
bagaimana baiknya sekarang" Andaikata gurunya main tuduh
tanpa melakukan penyelidikan, bukankah berarti kita akan
mendapat musuh baru?"
"Betapapun besarnya masalah itu, biar aku si peramal nasib
yang memutuskan, tanggung tak bakal terjadi masalah" kata
Sin sian siangsu kemudian sambil tertawa, tampaknya ia
sudah mempunyai suatu rencana yang matang.
Lalu setelah berhenti sejenak, terusnya:
"Mari kita kubur dulu jenasahnya sebelum berbicara lebih
jauh!" "Mengapa tidak kita taruh dalam gua pohon disana" Kan
lebih menghemat waktu dan tenaga?" seru Suma Thian yu
kemudian sambil menunjuk gua yang berada dibagian batang
pohon besar. "Suatu ide yang bagus sekali, hianit, aku paling suka
dengan otakmu yang encer itu"
Batang pohon siong yang berusia ribuan tahun itu besarnya
mencapai dua puluh rangkulan manusia, pada dasar akar
dengan batang terdapat sebuah gua setinggi manusia, gua
inilah yang dinamakan gua air Jit yang sin tong.
Memandang lubang pohon itu, Suma Thian yu kembali
berkata: Orang persilatan memang suka sok aneh, sudah jelas gua
itu merupakan sebuah lubang pohon, tapi mereka justru
mengatakan sebagai gua air, sudah jelas gua ini sederhana
tanpa sesuatu yang aneh, mereka justru mengatakan sebagai
tempat yang berbahaya sekali, betul-betul membingungkan
orang. Hari ini kita sudah berkunjung sendiri kemari, hitunghitung
sebagai penambah pengalaman saja"
Kemudian setelah memandang sekejap kearah Sin sian
siangsu, terus lanjutnya:
"Kalau dibilang sejak seratus tahun yang lampau tiada jago
persilatan yang bisa ke luar dalam keadaan hidup, jelas itu
omong kosong, aku sudah mencoba kemampuan Jit yang sian
ang, ilmu silatnya sama sekali tiada yang aneh atau luar biasa,
masakah orang-orang yang mampus disini mati di tangan Jit
yang sian ang?"
Perkataan itu seakan-akan diutarakan sebagai gumanan,
padahal tujuannya hendak menyindir rekannya Sin sian
siangsu. Sebagai seorang yang berpengalaman luas, tentu saja Sin
sian siangsu dapat menangkap arti lain dibalik perkataan itu.
Ia cuma tertawa hambar saja menanggapi sindiran mana,
malah sama sekali tak memberikan tanggapannya.
Suma thian yu berjalan menuju kedalam gua ditengah
batang pohon itu serta melongok kedalam, suasana disitu
gelap gulita dan tidak nampak sesuatu apapun.
Maka kepada Sin sian siangsu katanya"
"Gua ini begini kecil lagi sempit, bagaimana cara Jit yang
sian ang melanjutkan hidupnya?"
"Darimana kau bisa tahu?" sahut Sin sian siangsu tak sabar.
"Benar-benar menghilangkan kegembiraan aku orang"
kembali Suma thian yu berkata sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali, "tahu begini, buat apa kita mesti
menyerempet bahaya datang kemari?" Yu cianpwe, "ayo
secepatnya kita letakkan jenazah Jit yang sian ang disitu lalu
meninggalkan tempat ini selekasnya".
Sin sian siangsu menganggap pemuda ini polos, lincah dan
menarik, ada kalanya bahkan bersifat kekanak-kanakan, tapi
cara kerjanya justru cekatan dan amat teratur.
Dalam pergaulannya selama beberapa hari ini, Sin sian
siangsu boleh dibilang sudah dapat meraba watak sebenarnya
dari Suma thian yu, dia merasa pemuda ini berbakat baik,
cerdas dan hatinya putih bersih seperti selembar kertas, setitik
noda pun belum mengotori hatinya. Kalau dibilang dia
mencelakai orang dengan siasat untuk kejadian semacam ini
benar-benar suatu fitnahan yang keji.
Begitulah, Sin sian siangsu segera membopong jenasah Jit
yang sian ang dan masuk ke dalam gua pohon, Suma Thian
yu mengikuti dibelakangnya.
Sebagai penerangan, dia mengeluarkan mutiara Ya beng
yu, dengan ketajaman matanya yang bisa melihat dalam
kegelapan pun ternyata kali ini gagal menyaksikan sesuatu.
Dengan keheranan Suma Thian yu segera bertanya:
"Cianpee, bagaimana mungkin Jit yang sian ang bisa hidup
dalam gua yang begini gelap?"
Tolol, sepasang mata Jit yang sian ang sudah buta, baginya
gelap gulita atau terang benderang adalah sama saja, sama
sekali tidak berpengaruh baginya.
Suma Thian yu mengangkat mutiaranya tinggi-tinggi,
suasana dalam ruang gua itu menjadi terang benderang
seperti siang hari.
Menggunakan cahaya itu, sang pemuda memeriksa sekejap
sekitar situ, namun ia segera tertegun.
Rupanya keadaan didalam ruang gua itu sangat lebar,
keempat dindingnya terbuat dari batu granit, sedang
dihadapannya terbentang sebuah lorong yang entah
berhubungan sampai dimana"
Segulung angin kencang berhembus lewat dari dalam
lorong gua tersebut, udara menjadi sangat dingin dan
mendirikan bulu roma....
Sin sian siangsu segera menurunkan jenazah Jit yang sian
ang keatas tanah, lalu ujarnya kepada Suma thian yu:
"lorong ini tembus sampai kemana, hingga kini belum
diketahui siapa pun, sebab pernah pernah ada orang yang
berhasil menembusinya. Tatkala Jit yang san sin menemukan
gua ini dulu, untuk mencegah orang lain menyerempet
bahaya, maka ia pun berdiam disini sambil berusaha
membujuk orang lain agar tahu diri dan mengundurkan diri
tetapi masih ada juga yang membandel, enggan menuruti
nasehat dan nekad menyerempet bahaya, akhirnya mereka
pun pergi untuk tak kembali lagi"
"Apakah ujung lorong tersebut adalah gua air Jit yang sui
tong?" "Menurut penyelidikan, lorong ini memang merupakan jalan
utama menuju ke gua air Jit yang sui tong, bisa jadi ujung
lorong tersebut adalah sungai perak!"
Kata terakhir dari Sin sian siangsu itu tak lebih hanya katakata
gurauan belaka namun Suma Thian yu menganggapnya
sebagai sungguhan, pelan-pelan dia mulai bergeser menuju
kearah lorong itu.
Tiba-tiba terasa lagi segulung angin puyuh berhembus
lewat membuat kulit tubuhnya terasa sakit.
Terdorong oleh rasa ingin tahunya, Suma Thian yu
meneruskan perjalanannya menuju kedalam lorong itu, dia
ridak ingin pulang tanpa hasil setelah bersusah payah datang
kesitu. Mendadak terdengar Sin sian siangsu menegur dengan
marah: "Keponakan, kau sudah bosan hidup rupanya?"
Suma Thian yu membuat wajah setan sambil membalikkan
badan, ketika dia balik kesisi Sin sian siangsu dan
mendongakkan kepaknya, mendadak dilihatnya dia atas
dinding terdapat ukiran huruf.
Cepat dia mengangkat tinggi mutiaranya dan berseru:
"Cianpwee, cepat kau lihat, disini ada tulisan!"
"Lebih baik kau jangan membaca tulisan itu, banyak orang
yang telah menjadi korban gara-gara tulisan tersebut!" sahut
Sin slan siangsu lagi dengan suara hambar.
Suma Thian yu menjadi keheranan, segera pikirnya:
"Sungguh aneh, masa tulisan pun bisa mencelakai orang,
sungguh suatu lelucon besar, sayang aku justru tak akan
percaya dengan kata-kata tersebut"
Berpikir demikian, tanpa terasa ia mengangkat kepalanya
dan memperhatikan tulisan itu dengan seksama.
Diatas dinding tertera empat baris kalimat yang
kesemuanya diukir dengan gaya tulisan yang kuat dan
bertenaga, sudah jelas tulisan yang dibuat seorang jago
persilatan dengan ilmu jari Kim kong ci.
Bila dilihat dari ukiran kalimat yang mendesak sampai
kedalam dinding batu tersebut dapat diketahui kalau tenaga
dalam yang dimiliki orang tersebut amat sempurna.
Adapun kalimat kalimat tersebut berbunyi begini:
Dalam gua Jit yang tersimpan matahari dan rembulan.
Matahari bersembunyi rembulan bergeser air mengalir. Bila
ingin memperdalam ilmu dewa. Silahkan menyerempet bahaya
menemui dewa"
Dibawahnya tertanda "Wan wan cu" tiga huruf.
Sementara Suma Thian yu masih mencoba untuk
memikirkan arti yang sebenarnya dari kalimat diatas,
mendadak terdengar Sin sian siangsu menjelaskan:
"Yang dimaksud 'Dalam gua Jit yang tersimpan matahari
dan rembulan' adalah didalam gua ini tersimpan sebilah
pedang mestika yang dinamakan pedang matahari rembulan
yakni pedang mestika yang berada ditangan Jit yang sian ang
tersebut, sedang kalimat kedua mungkin mengartikan didasar
lorong ini terdapat sebuah sumber air yang sangat dalam,
barang siapa bisa memasuki sumber air itu, maka dia akan
peroleh ilmu silat yang tinggi"
oooOooo SUMA THIAN YU merasa gembira sekali sesudah
mendengar penjelasan tersebut, buru-buru serunya:
"Cianpwee, harap kau menunggu disini, biarboanpwe
memasuki lorong tersebut untuk mmeeriksa keadaan yang
sebenarnya"
"Jangan, hal ini tidak dapat kau lakukan!" teriak Sin sian
siangsu sambil melototkan matanya penuh amarah.
Suma Thian yu segera memutar otak dan mencari akal,
tubuhnya segera meluncur keluar dari gua itu tak selang
berapa saat kemudian ia masuk kembali kedalam gua, hanya
didalam tangannya telah bertambah dengan seutas tali rotan
sepanjang sepuluh kaki.
Tali rotan itu disambung-sambung satu dengan lainnya,
sambil menyerahkan ujung yang satu kehadapan Sin sian
singsu, ujar si anak muda tersebut:
"Cianpwee, harap kau mengikat ujang yang satu itu disini,
biar boanpwe menelusuri lorong tersebut sampai kedalam, jika
menemui bahaya, aku akan menarik tali itu untuk memohon
pertolongan, pada saat itu, kau boleh menarik tali tersebut,
aku pikir dengan cara begini bisa terhindar dari segalamusibah
yang tak diinginkan.
Melihat ketidak puasan anak muda tersebut, Sin sian
siangsu merasa mendongkol disamping geli, terpaksa dengan
perasaan apa boleh buat dia menghela napas panjang serta
menerima ujung tali rotan itu, kemudian katanya:
"Hiantit, kau mesti berhati-hati, andaikata sampai terjadi
sesuatu kesalahan, bagaimana aku bisa mempertanggung
jawabkan diri terhadap Cong liong lo siansu?"
"Boanpwee mengerti"
Kemudian ia membuat lingkaran tali simpul pada ujung
rotan yang lain yang mengikatnya diatas pinggang sendiri,
kemudian dengan tangan kiri membawa mutiara Ya beng cu
dia memasuki lorong tersebut selangkah demi selangkah....
Akan tetapi, ketika ia melihat dasar lorong yang rasanya
begitu dalam dan tak berdasar, tiba-tiba muncul perasaan
seram di dalam hati kecilnya.
Segulung angin kencang seperti hembusan angin dingin
yang menggidikan hati menerjang wajahnya yang
menimbulkan rasa sakit seperti ditusuk dengan jarum yang
amat tajam. Tapi operkataan seorang lelaki sejati yang telah diucapkan
harus dilaksanakan, bila ia mundur dalam keadaan begini,
sudah jelas perbuatannya itu akan ditertawakan orang.
Tentu saja pemuda itu tak ingin dicemooh orang lain, maka
tanpa ragu-ragu lagi, pelan-pelan dia melanjutkan
perjalanannya menerobo lorong rahasia tersebut.
Tiba-tiba..... Segulung angin kencang kembali berhembus lewat
menyeret badan bagian bawahnya, begitu kencang angin itu
berhembus sehingga tubuhnya bagaikan mengambang di
udara dan tak dapat meluncur ke bawah lagi.
Tak terlukiskan rasa gelisah Suma Thian yu menghadapi
kejadian tersebut, buru-buru dia pergunakan ilmu bobot seribu
untuk memaksa badannya merosot jatuh kebawah.
Namun hembusan angin makin lama semakin kencang, kini
pendengaran pemuda itu sudah dipenuhi oleh suara gemuruh
yang memekikkan telinga, membuat dia seakan-akan
kehilangan perasaan.
Perasaan ngeri dan tak tenang mulai mencekam perasaan
Suma Thian yu, ia mencoba untuk mendongakkan kepalanya,
satu kaki di kejauhan sana terlihat olenhya awan hitam yang
amat tebal, ketika diperiksa ke bagian bawah disitupun hanya
kegelapan yang gulita.
Hawa dingin mulai menyusup masuk lewat sepasang
kakinya serta menimbulkan rasa sakit seperti ditusuk-tusuk
dengan jarum, begitu hebatnya rasa dingin itu, membuat
sekujur badannya gemetar keras.
Seketika itu juga perasaan ngeri dan seram menyelimuti
seluruh perasaannya, dia mulai menyesal mengapa tidak
menuruti nasihat da ri Sin sian siangcu.
Dalam keadian begini, sekali lagi terlintas ingatan untuk
mengundurkan diri dari situ.
Namun sebelum ingatan tersebut menjadi padam, ingatan
yang lain kembali menyerang didalam benaknya. Belakangan
di menggeretak gigi dan bertekad untuk melanjutkan
usahanya untuk melakukan penyelidikan lebih jauh.
Tiba-tiba saja hembusan angin puyuh terhenti secara tibatiba.
Seketika juga Suma Thian yu tak dapat menahan tubuhnya
lagi, bagaikan bintang yang jatuh, secepat kilat dia meluncur
menuju kearah bawah.
Mendadak tubuhnya terhenti, agaknya rotan pemikat
tubuhnya sudah habis digunakan padahal dia belum mencapai
ujung dari lorong tersebut.
Dengan demikian tubuhnya jadi bergelantungan ditengah
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
udara. Suma Thian yu segera mengerti bahwa usahanya telah
menemui kegagalan total, maka dia pun menarik tali rotan
dengan maksud memberi tahu kepada Sin sian siangsu yang
berada diatas agar mengereknya naik keatas.
Tali rotan itu mulai bergerak, tubuh Suma Thian yu pelanpelan
ikut terderek naik pula keatas.
Mendadak dari balik lorong itu berkumandang suara
hembusan angin yang amat ken cang, Suma Thian yu segera
merasakan segulung tenaga hisapan yang sangat kuat
menahan tubuhnya yang sedang bergerak naik.
Kejadian tersebut membuat hatinya bergetar keras, sekuat
tenaga dia menggoncang-goncangkan tali tersebut,
maksudnya hendak memberitahukan kepada Sin sian siangsu
agar mempercepat tarikannya.
Sin sian siangsu yang berada diatas, agaknya sudah
mendapat tanda bahaya tersebut, dengan cepat Suma thian
yu tertarik lebih tinggi ke udara.
Tapi sayang tenaga hisapan yang muncul dari balik lorong
tersebut makin lama semakin bertambah kuat.
"Tarik.....!"
Mendadak dari balik lorong berkumandang suara yang
amat nyaring. Rupanya tali rotan itu sudah putus menjadi dua,
putus persis pada bagian tali simpulnya.
Dengan begitu tubuh Suma thian yu pun kehilangan
keseimbangan tubuhnya, tak ampun lagi tubuhnya segera
merosot jatuh kebawah.
Jeritan kaget yang penuh rasa kejut dan ngeri segera
bergema dalam lorong itu, dari keras menjaidi kecil dan
akhirnya hilang lenyap tak berbekas.
Sin sian siangsu yang berada diatas lorong menjadi sedih
sekali hatinya, dia berpekik panjang sementara air matanya
jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Sementara itu tubuh Suma Thian yu telah meluncur
kedalam jurang dengan kecepatan luar biasa.
Dalam kejut dan ngerinya, pemuda tersebut segera terjatuh
tak sadarkan diri.
Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba saja Suma Thian
yu merasakan sekujur badan-nya terasa dingin dan ia menjadi
sadar kembali dari pingsannya.
Sewaktu membuka matanya kembali, pemuda itu
menemukan dirinya berbaring di dalam air.
Pada mulanya dia masih mengira hal tersebut merupakan
suatu impian belaka, namun setelah merasakan bagaimana tali
rotan masih melilit pada punggungnya, dia baru sadar bahwa
jiwanya telah selamat dari kematian.
Tak kuasa lagi dia menghela napas panjang sambil
bergumam: "Sungguh berbahaya! Untung saja ujung lorong ini terdapat
air, coba kalau tidak, sudah dapat dipastikan tubuhku akan
hancur berantakan tak karuan lagi wujudnya"
Ternyata dasar dari lorong tersebut adalah sebuah sungai
besar dibawa tanah, hembusan angin kencang tadi timbul
karena desakan tekanan udara akibat pasangnya air sungai
tersebut, dengan surutnya permukaan air sungai, dengan
sendirinya hembusan angin puyuh itu pun merosot kebawah
sehingga berubah menjadi tenaga hisapan.
Apa yang dialami Suma Thian yu barusan tidak lain adalah
gejala alam yang normal, pemuda itu hanya merasa bahwa
sungai di bawah tanah ini membentang bagaikan samudra
luas, sekilas pandangan tak nampak tepian, hal tersebut
membuat perasaannya amat tak tenang...
Dalam tubuhnya sekarang, selain tali rotan yang telah
putus itu sudah tidak terdapat lagi benda lainnya, bila ia
diharuskan berenang sampai ditepi daratan situ, dengan ilmu
berenangnya yang baru mencapai taraf permulaan, jelas hal
ini tak mungkin bisa dilakukan olehnya.
Mendadak.... Seekor ikan besar berenang siap menerkam tubuhnya.....
"Mampus aku kali ini!" pekik Suma thian yu dengan perasan
gelisah. Buru-buru dia membalikkan badannya berusaha untuk
melarikan diri, siapa sangka baru berenang sejauh depa lebih
tiba-tiba ia merasakan gerakan tubuhnya menjadi sangat
berat. Serta merta dia berpaling, rupanya ikan besar tadi telah
berhasil mengigit ujung tali rotan yang masih melilit diatas
pinggangnya itu.
Peluh dingin segera jatuh bercucuran membasahi
tubuhnya, dia semakin ngeri lagi menghadapi kejadian seperti
itu. Andaikata dia berada didarata, jangankan seekor ikan
besar, biarpun sedang menghadapi sepuluh ekor harimau
buas pun, dia masih mampu untuk melarikan diri.
Tapi setelah didalam air, dia hanya bisa pasrahkan nasib
pada kemauan takdir.
Setelah menghela napas panjang, anak muda itu segera
mengendorkan segenap kekuatan yang dimilikinya dan
menyerahkan nasib pada kemauan ikan besar tadi.
Ikan tersebut panjangnya mencapai dua kaki dan beratnya
luar biasa, sambil menggigit ujung tali rotan tadi, dia
membalikkan badan sambil berenang kedepan, dengan
menyeret tubuh Suma thian yu, ikan tesebut meluncur ke
muka dengan kecepatan luar biasa.
Sepanjang tubahnya terseret, Suma thian yu hanya bisa
menongolkan kepalanya untuk menarik napas, sekarang dia
sudah menyerahkan soal mati hidupnyakepada takdir.
Anggapannya, toh bagaimanapun dia mencoba meronta,
mustahil keadaan yang berbahaya ini bisa diatasi olehnya.
Dalam keadaan begitu, dia hanya bisa menanti
perkembangan selanjunya, sebab banyak berpikir malah akan
mendatangkan bibit bencana bagi diri serdiri.
Matahari sudah tenggelam 1agi dibalik air, senja yang
merah menyelimuti ketengah angkasa.
Setelah seharian penuh dicekam perasaan tegang, Suma
thian yu mulai terlelap tidur tanpa terasa.
Sebaliknya ikan besar itu malah bergerak semakin lincah,
kecepatan berenangnya bukan saja tidak berkurang, malah
kian lama Kian bertambah cepat.
Kini perasaan Suma Thian yu sudan semakin tenang,
menurut pengamatannya selama satu harian itu, ikan besar
yang menyeretnya itu hanya berenang terus ke depan tanpa
menunjukkan gejala atau sikap yang tidak menguntungkan
baginya. Bukan cuma begitu, atas perlindungan si ikan, banyak mara
bahaya yang justru dapat ter atasi olehnya.
Setiap kali terdapat ikan pemakan manusia berusaha
mendekati tubuhnya, setelan melihat ikan besar tadi, si ikan
ikan buas itu malah melarikan diri terbirit-birit.
Hal tersebut membuat si ikan besar tanpa terasa sudah
berubah menjadi sang pelindung keselamatan anak muda
tersebut. Satu-satunya yang membuat ia menderita adalah tubuhnya
yang mesti berendam sehari penuh didalam air, hal mana
membuat tubuh bagian bawahnya menjadi kaku dan
kesemutan. Selain itu, dia pun kuatir akan nasibnya setelah ini,
samudra begitu luas, kemanakah dia hendak diseret oleh ikan
besar tersebut,kalau seandainya ikan tersebut menyeretnya
terus menerus, bukankah pada akhirnya dia bakal tewas juga.
Matahari sudah mulai lenyap dibalik air, malampun
mencekam seantero jagad.
Angin malam berhembus kencang, ombaknya makin
membesar, kian lama suasana kian bertambah mengerikan.
Suma thian yu mencoba untuk memperhatikan keadaan di
sekitar situ, tapi semuanya gelap gulita sekali, dia merasa
seolah-olah sedang menghadapi dunia yang hampir kiamat.
Mendadak.......
Hembusan angin malam yang menyapu lewat membawa
suara pekikkan panjang yang sangat nyaring, suara itu guntur
yang menembusi angkasa, luas, begitu keras, nyaring dan
memekikan telingga.
Sungguh aneh, begitu mendengar suara pekikan tersebut,
Suma Thian yu segera merasakan semangatnya bangkit
kembali, rasa mengantuk yang semula mencekam
perasaannya seketika hilang lenyap tak berbekas.
Ketika si ikan besar tersebut mendengar suara pekikan
tersebut, binatang itu segera timbul dari permukaan air dan
menggerakkan ekornya dengan riang gembira, kemudian
dengan gerakan cepat bergerak menuju ke arah mana
berasalnya suara itu.
Suma Thian yu menjadi tertegunmenghadapi keadaan
begitu, satu ingatan segera melintas dalam benaknya, tanpa
terasa pemuda itu berpikir dihati:
"Jangan-jangan ikan besar itupun hasil pemeliharaan
orang?" Sementara dia masih termenung, tiba-tiba terasa lagi
segulung angin puyuh berhembus lewat disusul suara pekikan
burung bangau yang keras.
Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu mendongakkan
kepalanya, ternyata ada seekor burang bangau raksasa
berwarna putih keperak-perakan sedang menukik kebawah.
"Habi sudah riwayatku kali ini, bisa mampus aku bila
diserang burung itu!" pekiik Suma Thian yu terkejut.
Sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat siap
menerima kematian.
Tahu-tahu punggungnya terasa amat sakit,
sepisang cakar yang amat tajam mencengkeram
pakaiannya dan membetotnya ketengah udara.
Bersamaan itu pula si ikan besar yang menggigit ujung tali
rotan tadi segera melepaskan gigitannya dan menyelam
kedalam air, hanya sekejap saja bayangan tubuhnya sudah
lenyap dari pandangan mata.
Suma Thian yu merasa dirinya dibawah terbang bangau
raksasa tadi, dalam keadaan begini dia hanya bisa berdiam diri
saja pasrah kepada nasib, berapa kali dia mencoba untuk
meronta, namun niat tersebut segera diurungkan kembali.
Tak selang beberapa saat kemudian, bangau raksasa itu
sudah berpekik keras sambil meluncur kebawah dan hinggap
ditengah hutan yang lebat, begitu melepaskan anak muda ter
sebut diatas tanah, burung bangau itu terbang kembali
keudara dan lenyap dibalik awan.
Suma Tnian yu cepat bangkit berdiri, namun sebelum ia
sempat melakukan sesuatu, mendadak dari balakang
tubuhnya terdengar seseorang tertawa tergelak dengan suara
yang amat nyaring.
Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu membalikkan
badan, ternyata dibelakang tubuhnya sudah berdiri seorang
kakek berjenggot panjang berwarna perak.
Kakek itu mempunyai sepasang mata yang memancarkan
sinar tajam, sambil mengawasi anak muda itu dari atas sampai
kebawah, pelan-pelan dia menegur:
"Hei bocah cilik, siapa namamu?"
"Aku She Suma bernama Thian yu, boleh aku tahu siapa
nama besar locianpwee?"
"Aku bernama Wan Wan cu"
Begitu mendengar nama Wan Wan cu, Suma Thian yu
segera merasakan hatinya menjadi tegang, dia segera teringat
kembali dengan bait syair yang tertera diatas dinding Jit yang
sui tong tadi, bukankah si pembuat itu pun mengaku bernama
Wan Wan cu"
Mungkinkah si kakek yang berada dihadapannya sekarang
adalah Wan Wan cu si pembuat syair" Kalau memang begitu,
sungguh aneh sekali, kalau toh dia berdiam di sini, mengapa
pula harus meninggalkan syair nya di atas bukit Jit yang san"
Agaknya kakek itu dapat menebak suara hati Suma Thian
yu, setelah tertawa dingin segera ujarnya:
"Hei bocah, apakah kau datang kemari karena melihat
tulisan yang ditinggalkan aku?"
Sebenarnya Suma Thian yu hendak membenarkan, namun
setelah menyaksikan sikap engkuh, dingin dan takabur dari si
kakek tersebut, timbul perasaan antipati dalam hati kecilnya.
"Bukan" jawabnya kemudian.
Jawaban tersebut nampaknya sama sekali diluar dugaan si
kakek berjenggot perak itu, dia tertegun beberapa saat, lalu
bentaknya lagi:
"Lantas, mengapa kau harus menyerempet bahaya?"
"Aku hanya terdorong oleh perasaan ingin tahu, lain tidak!"
Ternyata kakek berjenggot perak ini tak lain adalah Wan
Wancu, seorang manusia aneh yang disegani manusia diri
golongan putih maupun hitam dalam dunia persilatan enam
puluh tahun berselang.
Kakek ini berasal dari Khong tong pay, kepandiaan silatnya
berasal dari aliran Khong tong pay yang kemudian secara
kebetulan memperoleh pennemuan luar biasa, dimana ia
berhasil mendapatkan sejilid kitab pusaka pe ninggalan
seorang gembong iblis.
Hanya sayangnya orang ini berwatak aneh dan berjiwa
kejam, dia tak pernah berkedip bila membunuh orang.
Karenanya, pembunuhan demi pembunuhan yang seringkali
dilakukan olehnya lama kelamaan menimbulkan amarah bagi
umat persilatan, akhirnya dalam suatu serangan yang tiba-tiba
ia kena diusir dari keramaian dunia, waktu itu Wan Wancu
melarikan diri ke bukit Jit yang san dan menemukan gua
tersebut, dia sengaja menimbulkan syair diatas dinding gua
mana dengan harapan kejadian ini bisa memancing datangnya
kawanan jago lihay ke tempat tinggalnya.
Dan dia sendiri segera memanfaatkan kesem patan yang
sangat baik itu untuk membunuh mereka satu per satu
sebagai rangka pembalasan dendamnya.
Titik kelemahan dari umat persilatan adalah kemaruk akan
ilmu silat atau benda mestika serta sebangsanya, menurut
kebiasaan pada umumnya, bila disuatu tempat terdapat
memacam mestika, maka berbondong-bondong mereka akan
mendatangi tempat tersebut dan berusaha untuk
mendapatkannya, entah secara halal maupun tidak.
Wan wancu justru telah mempergunakan titik kelemahan
ini sebagai umpannya untuk memancing kedatangan kawanan
manusia tersebut.
Wan Wan cu benar-benar merasa tercengang dan diluar
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dugaan setelah melihat orang yang ditawan bangau
raksasanya hari ini tak lebih hanya seorang pemuda, terutama
seka1i setelah mendengar perkataannya, dia semakin
bertambah curiga.
Dari dalam sakunya diapun mengeluarkan sejilid kitab kecil
berwarna kuning kemudian sambil diiming-imingkan
dihadapan pemuda itu, katanya lagi sambil tertawa licik:
"Bocah, aku tak menyangka kalau kau bisa sampai disini
dalam keadaan selamat. Coba kau lihat, kitab kecil ini
berisikan Ilmu silat yang luar bisa sekali, biar kuhadiahkan
saja kepadamu sebagai tanda mata perjumpaan kita hari ini"
"Terima kasih banyak atas kebaikan mu, sahut Suma Thian
yu sambil menggelengkan kepalanya, "biarlah maksud baikmu
kuterima didalam hati saja. Ilmu sakti tiada gunanya bagiku,
yang kupersoalkan sekarang adalah bagaimana caranya untuk
kembali ke daratan Tionggoan, harap cianpwe sudi memberi
petunjuk" "Bocah, kau benar-benar tidak menghendaki kitab pusaka
ini?" tanya Wan Wancu dengan wajah menyelidik.
"Tidak, aku tidak membutuhkan benda itu"
"Aaah..aaaah, sungguh aneh!" Wan Wancu menggelengan
kepalanya berulang kali sambil menyatakan keheranannya.
Suma Thian yu tertawa.
"Pusaka ilmu silat atau pedang mestika hanya kan
diperoleh mereka yang berbudi luhur, sedang aku sama sekali
tidak berbudi, sedang dengan aku pun hanya berjumpa begini
saja, orang kuno bilang: Tiada pahala tak akan menerima
balas jasa, apa sih yang perlu diherankan?"
Wan Wancu segera tertawa terbahak:
"Haah...haah...haah....haah... bagus sekali!, memang tanpa
jasa jangan menerima pahala. Hei bocah, aku lihat kau pasti
pernah belajar silat, siapa sih nama gurumu?"
"Guruku adalah Put Gho chu" jawab pemuda itu tanpa
berpikir panjang lagi.
"Put Gho cu" dari Bu tong pay" tanya Wan Wancu dengan
wajah diliputi selapis hawa dingin.
Suma Thian yu sama sekali tak memperhatikan perubahan
tersebut, kembali sahutnya:
"Yaa betul, dia memang guruku!"
Sekali lagi Wan Wan cu men dongakkan kepalanya sambil
tertawa terbahak-bahak, suaranya begitu keras dan nyaring
membuat seluruh bukit terasa bergoncang keras.
Suma Thian yu merasa jantungnya berdebar keras oleh
gelak tertawa ini, diam-diam pikirnya:
"Sempurna amat tenaga dalam orang ini, agaknya
kepandaian silat yang dimilikinya tidak berada dibawah
kepandaian guruku"
Ketika selesai tertawa, mencorons sinar buas di balik mata
Wan Wancu, bagaik ular berbisa yang siap memagut
mangsanya, dia mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat,
kemudian serunya lagi:
"Bocah, kau pernah mendengar nama ku ini" Dulu gurumu
pernah memimpin kawanan manusia dari golongan putih
untuk mengerubutiku dan memaksa aku hingga tak dapat
menancapkan kaki lagi di daratan Tionggoan sehingga harus
mengungsi disini. Beruntung sekali Thian telah mengirim kau
kehadapanku hari ini, hmm, hmm, terpaksa kau harus
mewakili gurumu untuk menerima hukuman!"
Tiba-tiba saja Suma Thian yu merasakan sekujur badannya
bergetar keras tanpa sadar dia mundur beberapa langkah
kebelakang. Sambil tertawa seram kembali Wan Wancu berkata:
"Hei bocah, kau jangan mencoba untuk melarikan diri.
Sejak dulu hinngga sekarang belum pernah ada seorang
manusia pun yang dapat lolos dari bukit bangau putih ini
dalam keadaan selamat. Percuma saja kau mencoba
melakukan perlawanan, sebab hal semacam ini hanya akan
menambah siksaan saja bagi dirimu"
Suma Thian yu segera meraba gagang pedangnya sambil
bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak
diinginkan, sorot matanya yang tajam mengawasi setiap
gerak-gerik Wan Wancu tanpa berkedip, bilamana perlu, dia
berniat melepaskan serangan yang mematikan untuk
mengajak lawannya beradu jiwa.
Wan Wancu tertawa seram, dengan sikap yang angkuh dia
maju kedepan, sementara sekulum senyuman dingin
menghiasi ujung bibirnya.
"Lepaskan tanganmu, percuma kau lakukan kegiatan yang
tak bermanfaat, sebab biarpun gurumu yang hadir sendiri
ditempat ini pun, dia akan segera kutumpas, apalagi kau" Bila
kau memang pintar, ayo cepat berlutut minta ampun, siapa
tahu aku masih bersedia memberikan kematian yang
memuaskan bagimu"
Sembari berkata, selangkah demi selangkah dia maju terus
kedepan.... Mendadak terdengar Suma Thian yu membentak keras:
"Jangan sembarangan bergerak, bila kau berani maju lagi,
sauya akan bertindak tegas kepadamu!"
Wan Wancu mendengus dingin sambil maju melangkah lagi
kedepan, dengan wajah menyeringai seram, serunya:
"Cabut saja pedangmu, disaat pedangmu sebelum lolos dari
sarung nanti, aku hendak menotok tiga buah jalan darah
penting diatas tubuhmu!"
Suma Thian yu segera menekan tombol rahasia pedangnya,
diiringi kiluauan cahaya biru pedang tersebut sudah tercabut
keluar, bersamaan waktunya dengan saat Wan Wancu
menyelesaikan perkataannya. Orang kuno bilang: Diri gerakan
seseorang, dapat diketahui apakah dia berilmu atau tidak.
Wan Wancu menjadi tertegun setelah melihat cara Suma
Thian yu meloloskan senjata nya, mau tak mau dia harus
menilai kembali kemampuan anak muda tersebut.
Sambil tertawa dingin, Suma Thian yu berkata lagi:
"Kalau masalahnya sudah terjadi lama sekali, biarkan saja
masalah itu mengalir lewat dengan begitu saja, buat apa sih
kau masih memikirkannya dalam hati" Guruku sudah enam
puluh tahan lamanya meninggalkan dunia persilatan dan hidup
mengasingkan diri, jika cianpwe masih saja teringat akan
dendam lama, tidakkah kau merasa bahwa cara pemikiranmu
itu terlalu sempit?"
Dengan penuh amarah Wan wancu segera menukas:
"Kau mengerti apa bocah dungu" Kalau punya dendam tak
mampu membalas, bukan lelaki namanya. Dulu aku
mempunyai keluarga yang berbahagia, tapi gara-gara ulah Put
gho cu, bukan saja isteri kabur anak hilang, aku pun tak dapat
menancapkan kaki kembali di daratan Tionggoan, bayangkan
saja apakah dendam kesumat semacam ini tak boleh
kubalas?" "Aku tidak melarang atas niatmu untuk membalas dendam,
tapi cara yang kau tempuh justru licik dan sangat memalukan,
andaikata kau ingin membalas dendam, toh secara terangterangan
kau bisa pergi ke Gi im hong untuk mencarinya dan
menantangnya berduel, janganlah meniru cara kura kura,
bersembunyi terus ditempat ini, tapi justru melakukan lempar
batu sembunyi tangan, terhitung jagoan macam apakah diri
mu itu...?"
Wan Wan cu segera mendongakkan kepalanya sambil
menyeringai seram:
"Betul, betul sekali, bocah muda, aku memang berniat
kembali ke daratan Tionggoan sambil membuat perhitungan,
walau pun demikian, kau masih tetap tiada kesempatan untuk
melanjutkan hidup"
Sembari berkata tubuhnya bergerak maju, serangan
telapak tangan berubah menjadi serangan jari, kelima jari
tangannya di pentangkan lebar-lebar seperti cakar dan segera
memenyerang kedepan.
Lima gulung desingan angin jari dengan ddiikuti suara yang
tajam langsung menyerang si anak muda itu.
Buru-buru Suima Thian yu memutar pedangnya
menciptakan lingkaran cahaya biru untuk melindungi badan.
"Triiing, traaang, triing traang...." Suara dentingan nyaring
berkumandang silih berganti, Suma Thian yu segera
merasakan pergelangan tangannya yang menggenggam
pedang menjadi kesemutan dan sakit sekali, kejadian ini
membuatnya merasa sangat terkejut.
"Betul-betul kuat sekali tenaga dalam yang dimiliki orang
ini!" demikian dia berpikir.
Rupanya dentingan nyaring tsdi terjadi karena jari tangan
wan wan cu yang saling beradu dengan tubuh pedang, dari
sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki wan
wancu memang benar-benar sudah mencapai puncak
kesempurnaan. Suma Thian yu segera berkerut kening, paras mukanya
berubah hebat, dalam sekejap mata pemuda itu sudah dibuat
terkesiap oleh kehebatan musuhnya.
Wan wan cu segera dapat melihat perasaan takut dan ngeri
yang mencekam perasaan Suma Thian yu, untuk kesekian
kalinya di menyentilkan jari tangannya ke depan dan
melepaskan lima gulung serangan jari lagi, seru nya kemudian
sambil tertawa seram:
"Ayo, sambutlah sebuah serangan lagi!"
Suma Thian yu segera mengem bangkan ilmu pedang Kit
hong kiam hoat ajaran paman wan nya untuk
mempertahankan diri, disamping memaainkan selapis kabut
pedang untuk melindungi badan, secara beruntun dia
melepaskan tiga buah serangan berantai yang semuanya
menggunakan tiga jurus mematikan dari ilmu pedang ajaran
wan Liang. Wan wan cu tidak malu disebut seorang jagoan yang
berilmu tinggi, dengan cekatan, dia segera mengegos kekiri
menghindar kekanan. ke tiga serangan dahsyat tersebut
dengan mudah sekali berhasil dihindari semua.
Kemudian tiba-tiba ia menjerit kaget.
"Aaaah...!"
Dengan cepat dia melompat mundur ke belakang,
kemudian hardiknya keras-keras:
"Apa hubunganmu dengan Wan Liang?"
Suma Thian yu semakin bergairah melepaskan serangannya
setelah melancarkan tiga buah serangan lagi, lapisan hawa
pedang segera menyelimuti seluruh angkasa, sembari
memburu ke depan, sahurnya lantang:
"Dia dalah paman dari sauyamu"
Mendadak wan wan cu melepaskan dua pukulan dengan
menggunakan sepasang telapak tanganya, dua gulung angin
pukulan dengan cepat bersatu padu menggulung tubuh anak
muda itu dengan kekuatan luar biasa.
"Heehh... Heehh... Heehh... bocah keparat! serunya sambil
tertawa seram, "dua dendam bergabung menjadi satu, kau
lebih-lebih tiada kesempatan lagi untuk melanjutkan
hiduppmu!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, angin
serangan telah menggulung tiba.
Senjata Suma Thian yu kontan tersapu miring oleh tenaga
pukulan lawan yang maha dahsyat tersebut, bahkan tubuhnya
turut ter hantam sampai mundur sejauh beberapa langkah
dengan sempoyongan, dia harus berupaya dengan segenap
kemampuan sebelum akhirnya bisa berdiri tegak kembali.
Namun dengan peristiwa tersebut Suma thian yu
merasakan hatinya menjadi dingin separuh.
Dengan mengandalkan kepandaian yang dimilikinya
sekarang, nyatanya dia masihj belum mampu untuk
menghadapi serangan musuh yang begitu sederhana,
terpaksa dia menarik kembali pedangnya dan sambil
menggertak gigi, bentaknya penuh amarah:
"Setan tua, sauya akan beradu jiwa denganmu, pokoknya
hari ini kalau bukan kau yang musti mampus, aku yang
mampus!" "Bocah keparat, kau sedang bermimpi" jengek Wan Wancu
sambil tertawa seram.
Telapak tangan tunggalnya diputar setengah lingkaran
diudara kemudian diayunkan kedepan.
Ledakan keras segera berkumandang ditengah udara,
menyusul kemudian desingan angin tajam menyebar ke empat
penjuru dengan amat dahsyatnya.
Belum pernah Suma Thian yu menjumpsi ilmu iblis yang
begitu hebatnya, ia terkesiap, lalu sambil menghimpun tenaga
dalamnya sebesar sepuluh bagian, ia lepaskan pula sebuah serangan
dengan ilmu Sian poo shui hong ciang.
Begitu serangan dilontarkan, desingan angin tajam segera
membelah angkasa, empat penjuru seolah-olah dipenuhi
dengan angin pukulaa yang mampu menenggelamkan kapal,
di mana serangan tersebut bersama-sama meluncur serta
menggulung tubuh Wan Wancu.
Mendadak..... Kembali terjadi ledakan keras yang memekikkan telinga
diudara, begitu dua gulungan tenaga pukulan itu saling
beradu, terjadilah pusaran angin berpusing yang memancar
keempat penjuru.
Menyusul kemudian tampak pula dua sosok bayangan
manusia terpental kebelakang:
Untuk beberapa saat lamanya, suasana di sekelling tempat
itu menjadi sangat kalut dan tak karuan lagi bentuknya.
Pasir dan debu menyelimuti angkasa, burung dan binatang
tercerai-berai ketakutan, dunia bagaikan menghadapi hari
kiamat. Lambat laun....
Angin puyuh mulai mereda, suasana yang semula gaduh
pun kian lama kian menjadi tenang kembali.
Setitik cahaya mulai muncul disekitar tempat itu.
Suma Thian yu nampak duduk disisi timur hutan dengan
mata terpejam rapat, noda darah membasahi ujung bibirnya,
ia kelihatan begitu lemah bagaikan baru sembuh dari sakit
parah..... Disudut barat hutan duduklah Wan Wan cu.
Sorot matanya nampak memudar, wajahnya hijau
membesi, darah membasahi pula hidung serta bibirnya,
keadaannya tidak jauh berbeda dengan Suma Thian yu,
mengenaskan sekali.
Jilid : 27 SiAN POO HUT HONG CIANG atau ilmu pukulan Angin
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
puyuh bergelombang, merupakan ilmu pukulan hasil ciptaan
dari Cong Liong Lo sianjin, manusia paling aneh didalam dunia
persilatan. Kini Suma Thian yu telah mengerahkan tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian untuk menghadapi serangan
musuhnya, bisa dibayangkan betapa hebatnya keadaan
tesebut. Coba kalau kondisi badan Suma Thian yu tidak terpengaruh
lebih dulu oleh keletihan akibat perjalanan sepanjang hari,
hasil pengaruh yang dihasilkan dari serangannya tersebut
tentu setingkat lebih hebat lagi.
Gara-gara sikapnya yang memandang enteng musuh, Wan
Wan cu telah menderita luka dalam yang sangat parah, dia
sama sekali tak menyangka kalau bocah ingusan yang berada
dihadapannya ini ternyata memiliki ilmu Silat yang luar biasa.
Begitulah, kedua orang itu sama-sama duduk bersila sambil
memejamkan matanya rapat-rapat, keadaan mereka tak jauh
berbeda seperti dua orang pendeta tua yang sedang
bersemedi. Suma Thian yu betul-betul kehabisan tenaga, dia
memerlukan waktu yang cukup lama uutuk memulihkan
kembali kekuatannya.
Luka pukulan yang di derita oleh Wan Wancu pun cukup
parah, luka tersebut mustahil bisa dipulihkan kembali dalam
waktu yang relatif singkat.
Sementara kedua orang itu sedang bersemedi dan
mencapai pada keadaan yang paling keritis...
Mendadak dari kejauhan sana terdengar suara ujung baju
yang terhembus angin, nampaknya ada seseorang sedang
mendekat bahkan jumlahnya lebih dari satu orang saja.
Mereka berdua sama-sama tidak menggubris mereka pun
tak ambil pusing si pendatang itu musuh atau teman, karena
keadaan yang dihadapi kedua orang itu sama-sama
berbahaya. Selang beberapa saat kemudian....
Tiba-tiba dari luar hutan sana kedengaran seseorang
berseru lantang:
"Wan Wan cu locianpwee, Wi goan khusus datang
menyambangi dirimu..."
Bersamaan dengan bergemanya seruan tadi, suara ujung
baju yang terhembus angin kedengaran semakin jelas.
Suma Thian yu terkejut sekali setelah mendengar nama "Wi
goan" disebutkan, dia tahu orang itu adalah musuh
bebuyutannya, si Kun lun indah Siau Wi goan.
Bila gembong iblis tersebut sudah menampakkan diri, maka
bisa dipastikan Suma Thian yu lebih banyak menghadapi
bencana daripada rejeki.
Sementara Suma Thian yu masih gelisah bercampur cemas,
dari balik hutan telah muncul dua sosok manusia, seorang
tua dan seorang muda.
Tatkala kedua orang itu menjumpai keadaan Suma Thian
yu serta Wan Wan cu, mereka serentak menjerit kaget:
"Aaaaah...!"
Kemudian bersama-sama lari menuju ke arah Wan Wan cu
berada. Kakek berusia lima puluh tahunan itu bukan lain adalah Kun
lun indah Siau Wi goan, sedangkan sang pemuda adalah
Siucay berwajah tampan Si Kok Seng.
Dengan sikap yang hormat Kun lun indah berjalan menuju
kehadapan Wan Wan cu, setelah memberi hormat diapun
bertanya: "Apakah locianpwee menderita luka" Wi goan telah datang
terlambat sehingga tak dapat membantu apa-apa, kejadian
semacam ini benar-benar merupakan suatu dosa yang besar"
Wan Wan cu membuka sedikit matanya untuk memandang
sekejap kearah Kun lun indah Siau Wi goan, lalu setelah
tersenyum dia menjawab:
"Hanya sedikit luka saja sih tak berarti apa-apa, Wi goan,
suratmu sudah kuterima, memang isinya sesuai dengan jalan
pemikiran ku, satelah bermalas-malasan cukup lama, memang
aku harus berjalan-jalan dalam dunia persilatan, apalagi
dendam sakit hati dimasa lampau pun sudah sepantasnya
dibereskan. Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak.
Namun isi perutnya segera mengalami goncangan keras,
setelah mendehem beberapa kali, dengan cepat dia
memejamkan matanya kembali sambil melanjutkan
semedinya. Buru-buru Kun lun indah Siau Wi goan menghibur:
"Luka yang locianpwee derita belum sembuh kembali, kau
tak usah repot-repot, urusan disini biar diserahkan saja
kepada Wi goan untuk menyelesaikan"
Wan Wan cu mengangguk dan tidak berbicara lagi.
Semua peristiwa itu terlihat semua oleh Suma Thian yu
dengan jelas, diam-diam dia mengumpat kemunafikan dan
kelicikan Sian Wi goan, dimana hari ini ekor rasenya baru
kelihatan. Tiba-tiba ia melihat Kun lun indah Siau Wi goan bangkit
berdiri dan berjalan menuju ke arah Suma Thian yu berada,
Siucay berwajah tampan Si Kok seng mengikuti pula
dibelakangnya. Diam-diam Suma Thian yu merasa amat gelisah dia tahu ke
dua orang itu tidak bermaksud baik, mungkinkah dia harus
mengorbankan selembar jiwanya disini"
Setibanya didepan Suma Thian yu, Kun lun indah Sian Wi
goan baru tertawa terbahak-bahak sambil serunya:
"Suma siauhiap, kau sudah terluka, aaai... kau pun akan
mengalami kejadian seperti hari ini, haaahh...haaahh...
haaahh..."
Pada waktu itu kekuatan tubuh Suma Thian yu belum pulih
kembali, ditambah pula dengan luka yang dideritanya, ia tahu
bangkit berdiripun bakal mampus juga, maka diputuskan
untuk tetap memejamkan matanya sambil tak ambil perduli.
Melihat mimik wajah Suma Thian yu itu, Kun lun indah Siau
Wi goan kembali tertawa bangga.
Kemudian serunya dengan suara yang menyeramkan:
"Suma siauhiap, sayang sekali kau dilahirkan pada jam
yang sial sehingga akhirnya mesti bertemu aku disini, setelah
terjatuh kembali ke tangan aku Siau Wi goan hari ini,
anggaplah arwah nenek moyangmu memang tak
melindungimu, haaahh... haaahh... sebentar, setibanya
dihiadapan raja akhirat, kau boleh melaporkan semua
perbuatan mu ini kepadanya. Haaah... haaa... haah... kok
seng mengapa kau tidak segera turun tangan?"
Siucay berwajah tampan Si Kok seng tertawa seram, tibatiba
dia meloloskan pedangnya, lalu sambil menuding ke arah
Suma Thian yu, serunya:
"Orang she Suma, jangan lupa sekalian adukan juga
sauyumu didepan raja Akhirat!"
Selesai berkata pedangnya secepat sambaran petir
langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu.
Dengan senyuman dikulum Suma Thian yu menantikan
datangnya saat maut, jangan lagi gemetar, memandang
sekejap kearah Si Kok seng pun tidak.
Nampaknya ujung pedang itu segera akan menembusi
dadanya... Di saat yang amat kritis inilah, tiba-tiba terdengar
seseorang membentak keras"
"Lihat serangan!"
Siucay berwajah tampan Si Kok seng tidak sempat lagi
menghindarkan diri, tiba-tiba pergelangan tangan kanannya
terasa kaku, tahu-tahu pedangnya sudah rontok keatas tanah.
Kun lun indah Siau Wi goan menjadi tertegun melihat
kejadian ini, dia tahu pasti sudah terjadi sesuatu yang tak
beres. Dengan suatu lompatan cepat dia memburu ke sisi Siucay
berwajah tampan Si Kok seng dan menariknya ke belakang,
kemudian sambil mengawasi sekeliling tempat itu, bentaknya
penuh amarah: "Siapa disitu" Jagoan dari manakah yang sudah datang"
Ayo segera menampilkan diri!"
Mendadak dari atas sebatang pohon dimana Suma Thian yu
berada, melompat turun seorang pemuda, ternyata pemuda
itu bukan lain adalah Chin Siau, orang yang dicari-cari Suma
Thian yu selama ini...
Dengan senyuman angkuhnya menghiasi bibir, Chin Siau
berjalan santai menuju kehadapan Kun lun indah Siau Wi goan
serta Siaucay berwajah tampan Si Kok seng
Begitu melihat wajah Chin Siau, Siucay berwajah tampan Si
kok seng segera berseru:
Lapor susiok, orang ini pernah bersua dengan bibi, dia
adalah orang sendiri.
"Haahh...haahahha... jadi pendekar kecil yang dijumpai Lan
eng sewaktu berada di bukit Ngo tan san adalah orang ini,
kalau begitu kita memang orang sendiri, hampir saja saling
gebuk-gebukan sendiri."
000oo000 Dari pembicaraan yang barusan berlangsung, Chin Siau
segera mendapat tahu kalau orang yang berada dihadapannya
sekarang adalah Kun lun indah Siau wi goan, tanpa terasa ia
mendengus dingin:
"Hmmm, kita tak pernah saling berkenalan, siapa bilang
orang sendiri" Lagipula aku Chin Siau adalah seorang lelaki
sejati, aku tak sudi melakukan perbuatan munafik seperti
kaum pencoleng yang beraninya main licik, apalagi cara
persekongkelan kalian berdua, huuuh! Bikin hatiku merasa
muak saja"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melotot sekejap ke
arah Siau Wi goan dengan sorot mata tajam, katanya lebih
jauh: "Mungkin kau adalah Bengcu kaum hitam dan putih dari
dunia persilatan, Kun lun indah Siau Wi goan" Sungguh hatiku
meras pedih bagi kebutaan mata kawanan jago persilatan
yang mendukung dirimu, aaai.. belakangan ini memang dunia
sudah terbalik, mereka yang mempunyai mata terang justru
lebih tolol ketimbang mereka yang matanya secara
sungguhan"
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia
menghela napas, dari kata katanya yang penuh penghinaan,
boleh di bilang ia kelewat memandang rendah orang-orang
tersebut. Siucay berwajah tampan Si Kok seng tak bisa menahan
cemoohan tersebut dengan begitu saja, tiba-tiba dia
menyambar pedangnya lalu melompat ke hadapan Chin Siau
teriaknya sambil mengumpat:
"Bocah keparat, kau benar-benar tak tahu diri, sauya perlu
memberi pelajaran kepadamu!"
Kata 'mu' masih di mulut, pedangnya dengan jurus benih
bunga baru tumbuh sudah melepaskan sebuah bacokan kilat.
Chin siau sama sekali tak bergerak dari posisi semula,
mengawasi datangnya sambaran ujung pedang lawan, ia tidak
terburu-buru untuk meloloskan senjatanya.
Menanti ujung pedang sudah berada dihadapannya ia
berkelit kesamping secara tiba-tiba, kemudian sambil
meloloskan pedang, dia menyapu dua inci diujung pedang
Siucay berwajah tampan Si Kok seng dengan jurus menyapu
rata seribu prajurit.
Bukan begitu saja, bahkan secepat sambaran kilat
pedangnya menyambar ke dalam mengancam lambungnya.
Tampaknya seperti dua jurus, padahal bersamaan
waktunya dengan serangan dari Si Kok seng, hanya tahu-tahu
saja senjata itu sudah bersarang di perut lawan.
Tahu-tahu Si Kok seng menjerit kesakitan, perutnya robek,
ususnya berhamburan dan darah segar bercucuran ke manamana,
sambil memegangi perutnya dengan ke dua belah
tangan dia roboh terjengkang diatas tanah dan tak pernah
berkutik lagi. Gerak serangan tersebut benar-benar cepat dan sangat luar
biasa... Tanpa terasa Bi Kun lun indah Siau Wi goan
menghembuskan napas dingin, seluruh tubuhnya menjadi
dingin separuh.
Bila kita mau perhatikan dengan seksama maka tidak sulit
untuk mengetahui kunci keberhasilan Chin Siau barusan, yakni
taktik menghadapi gerak dengan ketenangan, suatu taktik
yang hebat sekali.
Biarpun Kun lun indah Siau wi goan sudah hidup sekian
puluh tahun, baru pertama kali ini ia saksikan ilmu pedang
yang begitu aneh, cepat dan cekatan, hal ini membuatnya
berdiri termangu-mangu sesaat sambil mengawasi pemuda
tersebut. Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya:
"Yaa, apabila jago pedang muda ini bersedia
menggabungkan diri menjadi anak buahku, biar kehilangan Si
Kok seng, aku toh tak akan merasa rugi sebab kepandaian
orang ini nampaknya jauh lebih bebat dari padanya..."
Berpikir begitu, bukan saja ia segera melupakan kematian
dari Si Kok seng malahan dari marah dia menjadi tertawa.
Sambil menunjukkan sikap serta mimik wajah yang sok alim
dan lembut, segera pujinya kepada Chin Siau:
Sebuah ilmu gerakan tubuh yang hebat, sunguh membuat
aku Siauw wi goan merasa sangat kagum, bila Chin siauhiap
tidak keberatan, wi goan memberanikan diri untuk mengajak
kau mengangkat saudara..."
Belum habis ia berkata, tiba-tiba Chin Siau menyela:
"Jadi kau tak akan menjadi marah karena kematian
pemuda itu?"
Kun lun indah Sini wi goan tertawa terbahak-bahak:
"Haaa...haaa... dalam suatu pertarungan, luka atau tewas
adalah kejadian yang lumrah, apalagi bagi oramg persilatan
yang kehidupannya sehari-hari bergelimpangan di ujung
golok, siapa sih yang dapat menjamin bakal panjang usia?"
Mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa lagi Chin Siau
tertawa terbahak-bahak.
"Haaa... haaa... barang siapa berteman denganmu, orang
itu benar-benar lagi sial delapan keturunan, bila sang korban
ini masih bisa mendapat tahu, dia tentu akan berubah jadi
setan untuk memakan daging dan tulangmu. Orang she Siau,
aku Chin Siau tak kenal dengan manusia macam dirimu itu,
lebib baik padamkan saja niatmu tersebut!"
Didamprat secara terang-terangan oleh pemuda itu, Kun
lun indah Siau wi goan merasakan wajahnya menjadi panas
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena jengah, ia betul-betul menderita sekali.
Dari malunya, ia menjadi marah, selembar wajahnya
berubah lagi menjadi beringas dengan hawa napsu
membunuh menyelimuti di mukanya, ia berseru sambil
tertawa seram: "Ternyata kau tak lebih hanya seorang cecunguk yang tak
tahu diri, kuberitahukan kepada mu, lebih baik jangan
menolak arak kemenangan dengan memilih arak hukuman,
Siau wi goan bukan manusia yang gampang dihadapi.
Walaupun Chin Siau belum cukup berpengalaman, namun
ia masih dapat mengetahui sikap Kun lun indah yang panas
dingin tak menentu itu, timbul perasaan jengah dan muakk
dalam hati kecilnya.
Ketika Siau Wi goan baru selesai berkata, ia sudah
mencibirkan bibir sambil mengekek:
"Bajingan tua yang munafik dan terkutuk, sauya tidak
doyan dengan permainan macam itu, bila kau memang
menganggap dirimu sebagai seorang lelaki sejati cabutlah
pedangmu dan hadapilah aku secara jantan, bila tidak berani
lebih baik sipat ekormu dan cepat menggelinding pergi, sauya
tidak punya banyak waktu untuk berurusan denganmu lagi"
Meledak hawa amarah Kun lun indah SiauWi goan sesudah
diejek habis-habisan oleh lawan, dia berpekik nyaring, tahutahu
diantara dentingan pedang tajam genggamannya telah
bertambah dengan sebilah pedang mestika.
Chin Siau hanya menyaksikan semua gerak-geriknya itu
tanpa komentar, kemudian setelah mendengus sinis, dia
alihkan pedangnya ketengah, lalu sambil melepaskan tusukan
katanya: "Siau tayhiap, beginilah baru terhitung seorang lelaki sejati,
sekarang waktu berharga sekali, silahkan kau lepaskan serang
anmu...!" Selama ini Kun lun indah Siau Wi goan masih ragu-ragu
melancarkan serangan karena terpengaruh oleh kehebatan
Chin Siau terutama sekali kematian dari Si Kok seng boleh
dibilang merupakan contoh yang terbaik baginya.
Maka dari itu dia tidak berani memandang enteng
musuhnya, ia selalu berjaga-jaga dengan ketat, sebab sedikit
saja teledor dalam keadaan demikian, hal tersebut akan
mengakibatkan kematian bagi dirinya.
Itulah sebabnya Kun lun indah tidak berani bergerak secara
sembarangan, dia kuatir bila sampai salah bertindak bisa jadi
selembar jiwanya malah akan lenyap dibukit Pek hok nia
tersebut. Sebagai pemuda yang pintar sudah barang tentu Chin Siau
dapat melihat hal ini sambil mendengus dingin, kembali
ejeknya: "Bagaimana" Ketakutan rupanya! Oya, aku bisa mendengar
debaran jantungmu yang berdetak keras, yaa sudahlah, siau
tayhiap memang ada baiknya kau pertahankan jiwamu itu
agar bisa pulang kerumah untuk melakukan kesenangan hidup
lebih lama!"
Kata-kata ejekan semacam ini bagi pendengaran Kun lun
indah merupakan pisau tajam yang menusuk-nusuk hatinya,
menghancur lumatkan harga dirinya.
Ya, berbicara sejujurnya, dia memang ketakutan. Terutama
sekali ketenangan dan sikap teguh yang diperlihatkan Chin
Siau, benar-benar telah menggetarkan perasaannya. Sebab
semakin tenang seseorang menghadapi ancaman, berarti
semakin berbahaya manusia tersebut.
Akhirnya Kun lun indah Siau Wi goan menurunkan
pedangnya kembali....
Dia sudah kalah sama sekali, mati kutu. Suatu kekalahan
yang benar-benar mengenaskan dan memalukan sekali.
Seorang pemimpim dunia persilatan yang memimpin kaum
hitam maupun putih ternyata keok dan menyerah kepada
jagopedang yang masih muda beliau.
Dengan penuh kebencian serta perasaan dendam ia
mengundurkan diri dari situ, pikirannya sangat kalut, tak bisa
disangkal lagi ia sedang menyusun suatu rencana busuk.
Dia tidak mengaku sudah menyerah, bagi manusia yang
pandai menyusun rencana keji macam dia, tak pernah ia
letakkan pancing ikannya terlalu jauh.
Atau dengan perkataan lain, dia menganggap dengan
mundur mencari keberhasilan merupakan tindakan yang lebih
tepat dari pada menerima kekalahan dan kerugian yang
berada didepan mata.
Malah kepada diri sendiri ia bersumpah:
"Lihat saja nanti, coba kita buktikan siapakah yang akan
muncul sebagai pemenang nya"
Ia berjalan menuju ke hadapan Wan wancu, waktu itu Wan
wancu juga telah selesai mengatur napas untuk
menyembuhkan luka dalamnya.
Kun lun indah Siau Wi goan segera memayang badan wan
wancu sambil katanya:
"Mari kita pergi saja!"
Wan wancu mengawasi Chin Siau dan Suma Thian yu
sekejap, kemudian bibirnya bergerak seperti hendak
mengucapkan sesuatu, namun niat tadi segera diurungkan
kembali. Kun lun indah Siau Wi goan yang melihat hal ini, dengan
cepat berkata: "Mereka tak bakal balik ke daratan Tionggoan lagi, sebab
disaat kaki mereka kembali daratan Tionggoan, maka saat
itulah nyawa mereka akan berakhir!"
Kemudian dengan cepat dia melanjutkan perjalanannya
meninggalkan tempat itu.
Memandang bayangan punggung ke dua orang itu, Chin
Siau tertawa senang, sejak terjun ke dunia persilatan baru
pertama kali ini dia benar-benar dapat merasakan bagaimana
enaknya suatu kemenangan.
Setelah bayangan kedua orang tadi lenyap, tanpa berpaling
lagi ke arah Suma Thian yu, Chin Siau segera beranjak pergi
pula meninggalkan tempat tersebut.
Mendadak dari arah belakang ia mendengar Suma Thian yu
berteriak keras:
"Saudara Chin, tunggu dulu!"
Waktu itu Chin Siau telah berada di tepi hutan, mendengar
seruan tersebut ia berhenti, lalu sambil membalikkan badan
tanyanya: "Ada apa?"
Suma thian yu berhasil memulihkan kembali kekuatannya,
ia segera berjalan kehadapan Chin Siau, lalu sambil menjura
katanya: "Terima kasih banyak atas pertolonganmu!"
"Anggap saja sebagai balasanku atas sebuah hutangku
kepadamu, tak usah berterima kasih" jawan Chin Siau ketus.
"Tidak, aku perlu berterima kasih kepadamu, sebab bila kau
tak muncul pada waktunya, mungkin habis sudah riwayatku"
sewaktu berbicara, sekulum senyum menghiasi wajah Suma
thian yu. "Hanya disebabkan perkataan inikah kau memanggilku?"
tegur Chin Siau dingin, "kalau begitu aku tak bisa melayanimu
lagi" Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan segera
beranjak pergi.
Cepat-cepat Suma thian yu menyusul dibelakangnya sambil
berteriak lagi:
"Harap tunggu sebentar, masa kau masih membenciku?"
Tiba-tiba Chin Siau membalikan tubuhnya, kemudian
berseru dengan marah:
"Jangan kau kira setelah kubantu dirimu untuk mengusir
musuh tadi berarti aku telah memaafkan dirimu. pokoknya
urusan diantara kita berdua bakal di selesaikan suatu ketika,
sekarang kau tak usah banyak berbicara lagi, lebih-lebih tak
perlu menggunakan berbagai muslihat untuk melemahkan
hatiku!" Selesai berkata dia membalikan badan dan segera
meninggalkan tempat itu.
Suma Thian yu yang bermaksud bersahabat dengnnya
ternyata harus menerima dampratan yang ibaratnya guyuran
sebaskom air dingin, memandang bayangan punggung Chin
Siau yang menjauh, dia hanya bisa nggelengkan kepalanya
sambil menghela napas panjang, lalu gumamnya seorang diri:
"Benar-benar seorang pemuda yaeg keras kepala, biarpun
mendendam namun masih dapat membedakan mana yang
benar mana yang salah, manusia seperti inilah baru dapat
disebut seorang lelaki sejati..."
Hari ini, Suma Thian yu telah kembali ke Eng bun kwan.
Dari sini menuju ke propinsi Hopak, orang mesti melalui
bukit Ngo tay san, terbayang kembali Manusia iblis penghisap
darah Pi Ciang hay, ia segera merasa jalan tersebut
merupakan sebuah jalan yang penuh resiko.
Maka selewatnya Eng bun kwan, dia mengambil jalan
menuju benteng Yang beng poo, menjelang magrib tibalah
dikaki bukit Ki ciok san.
Sepanjang perjalanan dalam benaknya ia teringat selalu
ucapan dari Siau Wi goan dan Wan wancu, akibat ia kelewat
berhati-hati sehingga setiap bayangan yang terlihat di
anggapnya sebagai bayangan musuh.
Tentu saja perjalanan yang ditempuh dalam suasana begini
terasa berat sekali.
Tapi didalam kenyataan dia memang harus berbuat begini,
sebab bagi manusia durjana berhati hitam seperti Siau Wi
goan, apa yang pernah diucapkan memang dapat pula
dilaksanakan olehnya.
Tapi dalam kenyataannya kemudian, selama beberapa hari
dia selalu aman tenteram tidak menjumpai marusia yang
mecurigakan. Biar begitu, Suma Thian yu sama sekali tidak berarti
mengendorkan kewaspadaannya.
Mendadak dari tengah jalan berkumandang suara
keleningan, pada mulanya dia mengira suara keleningan kuda,
tapi alhasil yang muncul dari tikungan halan adalah orang
penjajah barang yang menarik sebuah pedati.
Melihat orang itu cuma seorang pedagang kecil, akhirnya
Suma Thian yu mengendorkan kembali kewaspadaannya.
Jalanan dimana ia tempuh amat sempit, buru-buru Suma
Thian yu menyingkir kesamping untuk memberi jalan.
Apa mau dibilang, 'manusia tidak berniat melukai sang
harimau, si harimau justru berniat mencelakai orang',
pedagang itu justru mendorong keretanya langsung
menumbuk ke tubuh Sama Thian yu.
Menghadapi kejadian seperti ini, Suma Thian yu menjadi
terkesiap, dengan cepat satu ingatan melintas didalam
benaknya. Tergesa-gesa dia menggerakkan tubuhnya sambil
mengegos ke samping, kemudian tegurnya:
"Hei, kalau jalan kenapa tidak hati-hati?"
Pedagang itu berusia tiga puluh tahun, bertubuh kekar dan
bertelanjang dada sehingga kelihatan bulu dadanya yang
lebat. Orang itu segera mendengus dingin:
"Suruh aku berhati-hati" Hai bocah kunyuk, kenapa tidak
kau cari kabar dari orang, apakah si penjual obat Kho Ciu sui
dari bukti Ki ciok san adalah seorang manusia yang gampang
diusik" Suruh aku berhati-hati....."
"Hmm, nampaknya kau sudah meminjam nyali dari Lo
Thian ya....?"
Selama beberapa hari belakangan ini, Suma Thian yu selalu
dicekam perasaan murung dan kesal, ia menjadi teramat
mendongkol atas perkataan si tukang jual obat tersebut,
jawabnya kemudian ketus:
"Biar pun aku tak pernah meminjam nyali dari Lo Thian ya,
tapi aku justru dibesarkan karena selalu makan nyali
beruang!" Mendadak si tukang obat Kbo Cui Sui meletakkan keretanya
dan bertolak pinggang, hardiknya penuh amarah:
"Bocah keparat, tak heran kalau kau berani memusuhi Siau
tayhiap, rupanya kau memang punya tiga kepala enam lengan
hanya sayang, kau salah jalan, sebab jalan ini adalah jalan
kematian, kau sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk
melanjutkan hidup"
"Waah sungguhkah itu?" Suma Thian yu pura-pura kaget,
"celaka... kalau begitu aku mesti kabur ke belakang..."
Sambil berkata tiba-tiba saja dia membalikkan badan, tapi
apa yang kemudian terlihat membuatnya kembali tertegun.
Entah sejak kapan, ternyata dibelakang tubuhnya telah
berhenti pula sebuah kereta, orang yang menarik kereta itu
juga seorang lelaki kekar berusia tiga puluh tahunan yang
berwajah mirip sekali dengan si penjual obai Kho Cui sui.
Suma Thian yu mengira syarafnya kelewat tegang sehingga
menimbulkan bayangan yang keliru, serta merta dia berpaling
lagi, alhasil si penjual obat Kho Ciu sui masih tetap berdiri
tegak ditempat semula.
Ketika melihat pemuda itu berpaling dengan wajah
tercengang, penjual obat Kho Cui sui segera berkata sambil
tertawa angkuh:
"Bocan keparat, toaya lupa memperkenalkan, si penjual
obat yang berdiri dibelakang mu itu bernama Kho Tong sui,
dia adalah adik kandung toaya mu, kenapa" Dengan ke
munculan kami berdua, tentunya tak sampai mengecewakan
kau bukan?"
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
berpikir didalam hati:
"Dikolong langit ini menang banyak terdapat kejadiankejadian
aneh, Wu san siang gi sudah terhitung sepasang
saudara kembar yang luar biasa, nampaknya kedua orang ini
pun merupakan saudara kembar juga"
Berpikir demikian, dia lantas berseru sambil tertawa
terbahak-bahak:
Haah...haah... haah... kalau cuma sepasang siluman kerbau
dan kuda mah masih belum cukup untuk menakut-nakuti
sauya, kalau dilihat dari perbuatan kalian yang menghadang
dari depan maupun dari belakang, tampaknya kalian benarbenar
bermaksud untuk turun tangan?"
Si penjual obat Kho cui sui tertawa seram:
"Suma thian yu, sikap Siau tayhiap terhadapmu cukup baik,
dengan berbagai cara dia berusaha mengajakmu masuk
rombongan, tapi kenyataannya kau tak tahu diri dan selalu
saja memusuhi dirinya, toaya benar-benar tidak mengerti,
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebenarnya apa sih maksud tujuanmu?"
Suma thian yu tertawa tergelak.
"Setiap orang mempunyai cita-cita dan tujuan yang
berbeda dan tiada orang yang dapat memaksakan
kehendaknya, orang kuno bilang, mereka yang tak sepaham
tak akan berkelompok, sauya tak ingin sampai sepasang
tanganku turut berlepotan darah pula!"
"Apa maksudmu berkata demikian?" seru Kho cui sui
keheranan, "Siau tayhiap adalah seorang lelaki yang berjiwa
besar, penegak keadilan dan suka membantu kaum lemah,
siapa yang tak kagum dan hormat kepadanya" Boleh dibilang
setiap umat persilatan yang bergerak dalam dunia persilatan
sama-sama menaruh hormat dan salut kepadanya, kau
enggan berlepotan darah, apa kau anggap perbuataanmu itu
tidak menodai tangan mu dengan darah?"
Suma thian yu segera menggelengkan kepalanya sambil
menghela napas setelah mendengar perkataan itu, ujarnya:
"Perjalanan yang jauh akan memperlihatkan kekuatan
kuda, pergaulan yang lama akan menunjukkan watak
manusia. Bin kun lun Siau wi goan adalah seorang manusia
licik yang berjiwa pengecut, munafik dan keji, dia hanya
pandai berbicara serta memikat hati orang sehingga sembilan
puluh persen umat persilatan tertipu olehnya serta bersedia
menaati perintahnya. Ku anjurkan kepada kalian berdua biar
tahu diri serta membatasi diri dalam pergaulannya dengan
orang itu, kalau tidak, sekali tersesat kau akan menyesal
sepanjang masa...."
Mendengar perkataan tersebut, si penjual obat Kho cui sui
segera tertawa seram, tiba-tiba ia mendorong keretanya kesisi
jalan, lalu dari balik kotak kereta diambilnya sebuah senjata
tajam. Diiringi suara gemerincing keras, tahu-tahu didalam
genggaman Kho Ciu sui telah bertambah dengan sebuah
senjata rantai besi.
Kho Tong sui yang berdiri dibelakangnya tidak ambil diam,
dari balik peti keretanya dia mengeluarkan sepasang palu
gada, senjata tersebut paling tidak berbobot seratus kati, tapi
dalam genggaman Kho Tong sui justru seperti enteng sekali.
Melihat hal mana, Suma Thian yu tertawa lagi, katanya
sambil menggelengkan kepala.
"Tampaknya kalian berdua ada maksud untuk mencari
gara-gara denganku" Baiklah, terpaksa aku akan menyertai
kalian dengan pertaruhkan selembar jiwaku"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak
terdengar suara gemerincingan nyaring berkumandang
memecahkan keheningan, pedang Kit hong kiam telah
digenggam dalam tangannya.
Cahaya biru yang menyilaukan mata dengan cepat
memancar ke empat penjuru.
Ketika menjumpai pedang Kit hong kiam tersebut si penjual
obat Kho Ciu sui nampak agak tertegun, menyusul kemudian
serunya sambil tertawa tergelak:
"Haaah...haah...haah...rupanya kau adalah ahli waris Wan
Liang, tak heran kalau kelicikanmu luar biasa"
Diiringi suara gemerincinq nyaring, dengan jurus naga
panjang menghisap air' dia serang tubuh Suma Thian yu.
Dengan suatu pandangan kilat Suma Thian yu telah
memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, dengan cepat
ia sudah mempunyai suatu garis besar pandangan atas
keadaan di sana
Menghadapi serangan musuh yang mengcagatnya dijalan
bukit yang sempit ini, tiba-tiba saja ia mendapatkan sebuah
akal bagus untuk menghadapi kepungan ini.
Mendadak dia melompat mundur sejauh dua langkah untuk
menghindarkan diri dari sergapan tersebut, tapi desingan
angin tajam telah menyapu tiba dari belakang punggungnya,
Kho tong sui dengan memutar sepasang senjata palunya telah
menyergap dari belakang tanpa menimbulkan sedikit
suarapun. Tindakan ini sudah diduga sebelumnya oleh Suma thian yu
dan justru cocok sekali dengan taktik pertarungannya.
Serta merta pemuda itu merendahkan tubuhnya sampai
separuh bagian, sepasang kakinya menjejak tanah lalu melejit
ke udara dengan suatu gerakan yang luar biasa. Lejitan
tersebut boleh dibilang mencapai ketinggian enam kaki, dari
situ dia bertekuk pinggang sambil menjejakkan kakinya
kebelakang, setelah berjumpalitan beberapa kali dan melewati
kepala Kho Tong sui, dia melayang turun dibelakang tubuh
mereka. Dengan demikian, Suma Thian yu telah terlepas dari
kepungan lawan, dan sebagai akibatnya dua bersaudara Kho
menjadi saling ber hadapan muka.
Tapi dua bersaudara Kho pun bukan manusia
sembarangan, dengan kepandaian silat yang mereka miliki,
mereka merupakan jago kelas satu yang termashur dalam
dunia persilatan.
Dengan jurus pelangi panjang membungkus bulan, Kho Ciu
sui mengayunkan rantai panjangnya menyerang dada Suma
Thian yu dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Kho Tong sui tak berani berayal, dia membalikkan badan
sambil memutar sepasang palunya, bayangan hitam segera
menderu-deru diudara untuk mengacaukan pandangan lawan,
tujuannya untuk memecahkan perhatian musuh sehingga ia
berkesempatan untuk mele paskan sergapan mautnya.
Kerja sama kedua orang bersaudara dengan senjata
panjang dan pendek yang berbeda ini boleh dibilang amat
rapat dan luar biasa.
Semenjak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah
Suma Thian yu mendengar tentang nama sepasang
bersaudara tersebut, mungkin juga hal ini disebabkan ia tak
pernah berserak diwilayah San say.
Oleh sebab itu dia selalu menggunakan sikap yang
memandang enteng untuk menghadapi lawannya, dengan
ilmu silatnya yang melebihi orang, memang tak ada salahnya
memandang enteng lawan, cuma kali ini dia telah salah
perhitungan. Sejak kecil dua saudara Kho telah menerima didikan ilmu
silat dari tokoh sakti, mereka mempunyai kemampuan yang
hebat terutama dalam pertarungan dimana mereka turun
tangan bersama, kerja sama yang terbina oleh kedua orang
itu sangat ketat dan kuat, ditambah lagi mereka berdua
memiliki ilmu gerakan tubuh yang aneh tapi sakti,
kesemuanya itu membuat mereka ganas bagaikan serigala.
Seketika itu juga Suma Thian yu dipaksa mundur berulang
kali, posisinya pun mulai goyah.
Melihat kejadian ini, sambil meneruskan serangannya, Kho
Ciu sui berkata:
"Toaya mengira kau memiliki tiga kepala enam lengan,
ternyata tak lebih cuma tombak terbuat dari lilin, sama sekali
tak berguna....
Kemudian kepada adiknya Kho Tong sui serunya:
"Adikku, kau mundur saja lebih dulu, biar aku seorang diri
yang membekuk cunguk ini!"
Kho Tong sui benar-benar mengundurkan diri.
Kho Ciu sui segera memutar senjata rantainya menyelimuti
seluruh angkasa, secara beruntun dia lepaskan tiga buah
serangan berantai yang sekali lagi memaksa Suma Thian yu
mundur sejauh beberapa langkah.
Atas desakan demi desakan yang menghimpitnya, meledak
juga amarah Suma Thian yu, sebetulnya dia tak ingin
menyusahkan lawannya selama urusan belum memerlukan.
Sebab selama ini dia selalu menganggap ke dua Kho
bersaudara itu belum bejad betul moralnya, asal diberi
bimbingan yang benar mereka tentu akan mengerti dan sadar.
Siapa tahu musuh malah mendesaknya semakin hebat,
bahkan berniat untuk membunuhnya, jangan lagi Suma Thian
yu tak mampu menahan diri lagi, biar manusia yang terbuat
dari tanah liat pun akan naik darah juga dibuatnya.
Disaat dia sudah bersiap melancarkan serangan yang
mematikan, tiba-tiba terdengar Kho cui sui mengejek sambil
tertawa. "Bocah keparat, kau masih belum juga mau menyerah?"
Suma Thian yu segera memutar otak, kemudian sahutnya
sambil tersenyum:
"Kho tayhiap, kau mesti sadar bagaimana akibarnya bila
mengikuti jejak Siau wi goan, kau bakal rusak nama dan
kehilangan pamor, akhirnya keadaanmu sendiri akan
mengenaskan"
"Hmm!" Kho cui sui mendengus dingin, "lebih baik ucapan
semacam itu kau utarakan bila sudah berhasil mengalahkan
toayamu nanti"
Melihat kekerasan kepala lawannya, Suma thian yu segera
berpikir: "Tampaknya aku tak akan berhasil membujuknya hanya
Cinta Bernoda Darah 13 Pendekar Riang Karya Khu Lung Pendekar Sadis 17
teriaknya gusar "ayo ganti seekor kelabang
untuk ku!"
Agaknya kelabang beracun berkaki seratus andalannya
telah menyusul nasib dari ular emas kecil tadi mampus
ditangan lawan.
Suma Thian yu tertawa sambil berkelit kesamping, dia
menyodorkan bangkai kelabang tersebut ke depan Raja iblis
kelabang beracun, kemudian ujarnya:
"Jangan terburu napsu, bukankah di dalam hutan
kelabangmu penuh dengan kelabang, apa sih artinya kematian
seekor kelabang mengapa kau tidak berpikir, aku Suma Thian
yu hanya ada satu didunia ini, bila mati tak bakal muncul lagi
ke duanya....."
Lalu kepada nenek iblis laba laba beracun dia berkata pula:
"Hei si nenek, sekarang tiba giliranmu, apakah kau
mempunyai permainan baru?"
"Betul!" si nenek mengangguk.
"Apakah pelajaran yang diterima ke dua orang itu masih
belum cukup sebagai contoh soal bagimu?" kembali Suma
Thian yu tertawa.
Nenek iblis laba beracun mendengus dingin, umpatnya:
"Setan cilik, kau tak usah takabur, lo nio sudah mengetahui
siasat busukmu itu, dua kali pertarungan tadi kau selalu
menghadapi serangan dengan telepak tangan kiri, ini
menunjukkan kalau telapak tangan kirimu telah di rendam
dengan obat penawar racun. Mari, mari, lo nio akan menukar
dengan cara lain saja"
Dari atas kipas bambunya dia menangkap seekor laba laba,
kemudian ujarnya sambil terkekeh-kekeh:
"Lihatlah permainanku ini!"
Suma Thian yu dibuat terkejut juga setelah mendengar
ucapan dari si nenek iblis itu, diam-diam pikirnya:
"Lihay amat nenek ini!"
Dalam pada itu, si nenek iblis laba laba beracun telah
menggenggam laba labanya dan diiringi tertawa seram dia
telan laba laba tersebut kedalam perut, sebagai bukti, dia
malah memperhatikan mulutnya kepada anak muda tersebut.
Muak perut Suma Thian yu menyaksikan adegan tersebut,
nyaris isi perutnya ikut tumpah keluar.
Pemuda itu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali, katanya kemudian:
"Dalam babak ini aku mengaku kalah saja, berbicara
sesungguhnya, aku tidak mempunyai keberanian untuk
menelan laba laba tersebut. Maaf, permainan orang
pedalaman yang liar seperti ini tak berani kucoba ikuti"
Nenek iblis laba laba beracun segera mendongakkan
kepalanya dan tertewa seram, suaranya mengerikan seperti
jeritan setan, buat siapapun yang mendengarkan merasakan
hatinya jeri dan tak enak.
Seusai tertawa, sambil menuding ke arah Suma Thian yu
kembali dia berkata:
"Setan cilik, aku akau melanggar kebiasaan ku, asal kau
bersedia berlutut dan menyembah tiga kali kepadaku, akan
kuijinkan kau untuk meninggalkan bukit Jit yang san ini, kalau
tidak, hmmmm...!
Semenjak berhasil menangkan dua babak pertama,
kepercayaan Suma Thian yu terhadap diri sendiri semakin
bertambah kuat, sesungguhnya dia tidak menandang sebelah
matapun ter hadap laba laba beracun itu, namun kalau dia
disuruh menelannya, ia benar-benar tak berani untuk
mencobanya. "Hei si nenek, kau jangan kelewat memojok kan orang"
kata Suma Thian yu kemudian, "aku bukannya takut dengan
laba labamu itu, hakekatnya aku tak ingin mencari gara-gara
denganmu, bila kau menginginkan aku telan binatang, biar
kita ambil jalan tengah dengan menyudahi pertarungan ini
dengan seri saja, toh lebih baik kita sudahi saja masalah ini
sampai disini saja!"
"Tidak bisa, kau masih belum berhak untuk mengajukan
usul! bentak nenek iblis laba laba beracun sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kalau begitu, aku harus melaksanakan janjiku?"
"Benar!" jawaban dari si nenek iblis ini teramat tegas.
Tak kuasa lagi Suma Thian yu mendongakkan kepalanya
dan tertawa nyaring, dengan cepat dia mengangsurkan
tangan kirinya ke hadapan nenek iblis tersebut.
Dari atas kipas bambunya nenek iblis menangkap seekor
laba laba dan diserahkan ke tangan anak muda itu, tanpa ragu
Suma Thian yu segera memencet laba laba itu sampai mati
lalu setelah diletakkan berapa saat diatas telapak tangan
kirinya, menanti kadar racun sudah berkurang, ia baru
menelannya. Namun ketika sorot matanya membentur dengan gumpalan
laba laba itu, dia menjadi ragu kembali.
Memandang sikap dari Suma thian yu, si nenek iblis laba
laba beracun tertawa penuh kebanggan.
Dia mensanggap hal ini merupakan kemenangan baginya,
dia mengira inilah penampilannya yang melebihi orang lain,
paling tidak ia sanggup membuat lawan mengalami kesulitan.
Suma Thian yu mendongkol sekali menyaksikan kesombongan
lawan, segera pikirnya.
"Hutan golok, kuali berisi minyak mendidih pun sanggup
kulakukan, masa aku tak berani menelan seekor laba laba
kecil yang sudah di punahkan kadar racunnya?"
Berpikir, demikian, tanpa ragu-ragu lagi dia lantas menelan
laba laba tersebut kedalam perut.
Nenek Iblis laba laba beracun menjadi tertegun setelah
menyaksikan kejadian mana, sebelum ia sempat berbicara
sesuatu, Suma Thian ya telah berkata lebih dulu:
"Hei si nenek, sauyamu telah berhasil menyelesaikan ketiga
permintaan kalian, dan menangkan semua pertarungan ini,
sekarang tiba giliran sauyamu untuk mengajukan persoalan"
Ketiga orang gembong iblis itu segera berdiri tertegun
belaka sambil mengawasi Suma thian yu, mereka
menganggap pemuda ini sebagai malaikat yang baru turun
dari kahyangan.
Yang lain jangan dibicarakan, seandainya si raja iblis ular
beracun disuruh menelan laba laba beracun, atau si nenek
iblis laba laba beracun disuruh menerima gigitan dari kelabang
beracun niscaya mereka akan tewas dengan segera.
ATau dengan perkataan lain ketiga orang itu sama-sama
tak akan mampu untuk menyelesaikan pertarungan ini, tapi
pemuda yang berada dihadapan mereka sekarang sanggup
menyelesaikan semua tugas itu secara baik, jelss hal semacam
ini diluar kemampuan orang biasa.
Raja iblis ular beracun benar-benar takluk, terdengar ia
berkata dengan cepat:
"Masuklah kedalam, orang yang hendak kau cari belum
mati" Suma Thian yu gembira sekali mendengar perkataan itu.
"Terima kasih" serunya kemudian.
Siapa tahu si Raja iblis kelabang berseru secara tiba-tiba:
"Bocah keparat, kau jangan pergi dulu, kalau akan pergi,
bayar dulu kerugian yang kami derita"
"Hah! ganti rugi apa?" tanya Suma thian yu kaget.
"Seekor ular emas, seekor kelabang berkaki seratus dan
dua ekor laba laba beracun!"
Mendengar perkataan tersebut Suma thian yu segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terba hak-babak:
"Seandainya selembar jiwaku sampai melayang, siapa pula
yang akan membayar ganti rugi kepadaku?"
Kemudian sambil mengalihkan pandangan matanya ke
wajah nenek iblis laba laba beracun, dia bertanya:
"Apakah kau minta ganti rugi dariku?"
"Tentu Saja!"
Suma thian yu segera berpaling pula kearah raja iblis ular
beracun sambil bertanya lagi:
"Dan kau?"
Raja iblis ular beracun nampak agak ragu, akhirnya dia
menjawab agak tergagap:
"Ter.....terserah...."
Suma Thian yu manggut-manggut.
"Kalau toh kalian bertiga begitu liar, terpaksa aku harus
membayar ganti kerugian kepada kalian, nah siapa yang akan
maju duluan?"
Raja iblis kelabang beracun melompat kedepan Suma Thian
yu, telapak tangan-nya di silangkan didepan dada, sementara
tongkatnya membuat gerakan setengah lingkaran diudara lalu
dihantamkan kearah kepala lawan sambil membentak gusar:
"Setan cilik, locu akan mencabut nyawamu!"
Amarah Suma Thian yu benar-benar sudah mencapai pada
puncaknya, pedang Kit hong kiamnya diputar menciptakan
selapis cahaya bianglala biru yang amat menyilaukan mata,
kemudian.... "Kraaakkk!" tongkat berkepala kelabang milik
raja iblis kelabang beracun sudah terpapas kutung menjadi
dua bagian. Suma Thian yu memang berniat untuk menghabisi nyawa
musuhnya, dengan cepat pedang Kit hong kiamnya diputar
menggunakan jurus Ciong liong hong ji hay (naga masuk
samura) secepat sambaran petir menusuk keperut musuh.
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
dari mulut raja iblis kelabang beracun, perutnya robek dan
ususnya mengalir keluar, toyanya yang tinggal separuhpun
terjatuh ke tanah.
Sambil memegangi perutnya yang robek dan wajah pucat
pias, sekujur badannya gemetar keras, akhirnya dia roboh, dia
tak pernah bangun kembali.
Sehabis membereskan 1awannya, Suma Thian yu berpaling
ke arah nenek iblis laba laba beracun, lalu bentaknya lagi:
"Apakah kau masih bermaksud untuk menuntut ganti rugi?"
Bergidik sekujur badan nenek iblis itu selesai melihat
keampuhan sang pemuda yang menghabisi nyawa raja iblis
kelabang beracun dalam sekali ayunan pedang, dia tak berani
banyak berkutik lagi.
Suma Thian yu tidak memberi kesempatan lagi kepada
lawannya, dengan cepat dia menerobos kedepan nenek iblis,
pedang Kit hong kiamnya dengm jurus Tui san tiam hay
(mendorong bukit membendung samudra) membacok ke
muka. Cahaya biru berkelebat lewat, sebelum si nenek iblis
sempat melakukan sesuatu tindakan, tahu-tahu sebuah
lengannya sudah terpapas kutung menjadi dua bagian.
Diiringi jerit kesakitan yang memilukan
hati, nenek itu segera membalikkan badannya dan
melarikan diri terbirit-birit.
Suma Thian yu menarik kembali pedangnya, kepada si raja
iblis ular beracun katanya:
"Kau boleh pergi! Tapi ingat dengan pelajaran yang kau
saksikan hari ini, bila dikemudian hari sikapmu masih tetap
kejam dan tak berperikemanusiaan, inilah contoh yang paling
baik untukmu"
Pada mulanya si raja iblis ular beracun mengira Suma Thian
yu tidak akan melepaskan pula dirinya setelah terdengar
ucapan tersebut hatinya baru merasa lega.
Buru-buru dia menjura kepada Suma Thiah yu, kemudian
membalikkan badan dan berlalu dari situ, dalam waktu singkat
bayangan tubuh nya sudab lenyap dari pandangan mata.
Memandang bayangan punggung orang itu, Suma Thian yu
menghela napas panjang seraya berguman:
"Moga-moga saja si raja iblis lebah beracun dan Ha hou sia
sian dapat meniru sikap raja iblis ular beracun.
Belum habis dia bergumam, terdengar Sin sian siangsu
yang benda dibelakangnya telah menukas:
"Hiantit, kau telah melanggar sebuah pantangan besar,
masa depanmu selanjutnya akan banyak menjumpai bahaya
maut" "Maksud ciaopwee...." tanya Suma Thian yu tercengang.
"Aaai..." Sin sian siangsu menghela napas panjang,
"menghadapi manusia liar seperti mereka kau hanya boleh
menaklukan hati mereka dengan kata-kata, bukan dengan
kekerasan. Mereka adalah manusia tak berbudaya yang tidak
memandang penting arti kehidupan, dengan dibiarkannya
mereka berlalu, itu berarti kau telah mengundang banyak
kesulitan dikemudian hari"
"Mengapa?" Suma Thian yu balik bertarya, "bukankah
sewaktu berlalu tadi, si raja iblis ular beracun telah
menunjukkan sikap yang begitu munduk dan hormat?"
"Haaaah... haah.... haaah...ini merupakan suatu firasat
yang salah dari hiantit, tahukah kau mengapa aku enggan
melakukan pembunuhan" Misalkan saja, ketika aku
menghadapi dua ekor harimau milik Hu hou sia sian dilembah
lebah beracun serta dalam menghadapi si Raja iblis ular
beracun tadi, aku selalu berusaha untuk mempertahankan
suatu selisih jarak dengan tidak mau mencelakai mereka.
Bahkan terhadap binatang peliharaan mereka pun aku
sama saja enggan mengusiknya, mengertikah kau?"
"Boanpwee bodoh dan tidak memahami teori tersebut"
"Daerah dimana kita berada sekarang merupakan daerah
kekuasaan mereka"
Manusia memang makhluk yang aneh, asalkan saja seorang
ibu yang mengetahui anaknya berbuat kesalahan, andaikata
anaknya di hukum mati, mereka pasti akan penasaran dan
berusaha membelanya. Demikian juga dengan keadaan
mereka, sekalipun raja iblis ular be racun sekalian terhitung
manusia liar toh mereka mempunyai hubungan batin satu
sama lainnya, apakah mereka rela membiarkan rekan nya
diusik orang" Bila kejadian tersebut sampai menimbulkan
amarah mereka sehingga turun tangan bersama, biar ada
sayappun mungkin sulit bagi mu untuk melepaskan diri,
mengerti?"
"Aku mengerti"
"Bagus sekali, kalau begitu mari kita berangkat, mumpung
mereka belum sempat melakukan pengejaran kemari"
"Chin Siau masih berada diangan orang, kita harus
menolongnya secepat mungkin, bisa jadi selembar jiwanya
terancam bahaya maut. Apa lagi bila kita tidak memasuki
sarang harimau bagaimana mungkin bisa berhasil dengan
sukses" Mendengar ucapan mana, diam-diam Sin sian siangsu
mengagumi keberanian pemuda ini, diapun semakin kagum
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan kegagahan dan kesetiaan kawan-nya.
"Hiantit, aku benar-benar takluk kepadamu" kata Sin sian
siangsu kemudian sambil manggut-manggut, "terus terang
saja, biarkan harus mengorbankan selembar jiwa tua ku, aku
takkan menampik maksud baikmu itu, ayo berangkat, kita
terjang kedalam!"
Kedua orang itu segera menembusi hutan dan masuk
kedalam sebuah rimba yang lebat.
Anehnya hutan itu sangat teratur, bahkan besar kecilnya
pun tidak jauh berbeda.
Mendadak Sin sian siangsu menarik tangan Suma Thian yu
sambil berbisik.
"Hiantit, tunggu dulu, jangan sampai tersesat, kalau sampai
terjebak oleh perangkap musuh, bisa berabe kita"
Suma Thian yu dapat merasakan juga kalau keadaan rada
kurang beres, dengan cepat dia amati sekejap sekeliling
tempat itu, mendadak pada jarak tiga kaki disebelah kiri
terlihat sebuah kain panjang yang berkibar terhembus angin.
Tanpa berpikir panjang lagi dia melejit dan meluncur ke situ
dengan kecepatan bagai kan anak panah yang terlepas dari
busur. "Cianpwe, cepat kemari" teriaknya keras-keras, "gua air
tersebut terletak didepan sana!"
Dalam dua kali lompatan saja Sin sian siangsu sudah tiba
didepan Suma Thian yu, mengikuti arah yang ditunjuk oleh
pemuda itu, benar juga, dia saksikan sebuah gua muncul di
tengah hutan. Dengan seksama Sin sian siangsu memperhatikan sekejap
keadaan disekeliling itu, lalu sambil menggelengkan kepalanya
dia berkata: "Kita sudah tertipu, gua itu bukan Jit yang sui tong!"
"Dari mana kau bisa tahu?" tanya Suma thian yu dengan
wajah tercengang.
"Sederhana sekali, didepan gua Sui yang jit tong
semestinya berdiri sebatang pohon siong, gua itu berada
persis pada bagian akarnya...."
"Mengapa cianpwee bisa mengetahui begitu jelas?"
pemuda itu bertanya sambil tertawa hambar.
Pertanyaan itu segera menimbulkan kesan kurang baik bagi
Sin sian siangsu, dia merasa Suma Thian yu kelewat cerewet,
segera tegurnya dengan marah:
"Bila kau tidak percaya, turun saja sendiri untuk
membuktikan keberaran dari perkataanku"
Suma Thian yu tahu, pertanyaan yang ber lebihan darinya
telah menimbulkan amarah dari kakek tersebut, maka diapun
lantas bertanya:
"Harap cianpwee sudi memberi petunjuk, bila kita tidak
bertindak cepat, sampai terlambat Chin Siau bisa terancam
bahaya" "Ikutilah aku, sepanjang jalan tak usah banyak bertanya,
kedua, bila menjumpai kejadian apapun harus minta
persetujuan dariku sebelum melakukan suatu tindikan"
Suma Thian yu mengiyakan berulang kali, dia tak berani
berayal lagi dan berdua memasuki hutan menuju kearah gua.
Siapa tahu, biarpun sudah berjalan dua jam lamanya,
mereka masih belum berhasil juga menemukan mulut masuk
menuju ke gua Jit yang sui tong itu.
Suma Thian yu jadi habis ke sabarannya, tapi dia enggan
banyak menimbrung, apa lagi selama ini Sin sian siangsu
membungkam terus tanpa berbicara, terpaksa dia harus
menahan diri sambil mengikutinya.
Tapi lama kelamaan habis sudah kesabaran Suma Thian yu,
mendadak dia bertanya:
"Ciancwee, bukankah kau bilang mulut masuk menuju ke
gua terletak pada bagian akar pohon siong?"
"Ehmm...!" jawab Sin sian siangsu sekenanya, dia seperti
lagi memusatkan segenap pikirannya untuk menemukan jalan
tembus. "Aku lihat hutan ini seperti diaturr menurut berisan Pat
kwa, susunannya sangat teratur"
"Hmmm, memang benar"
Kalau kita mesti berjalan terus dengan cara ini harus
berjalan sampai kapan" Padahal senja telah tiba, bila malam
sudah menjelang, mana mungkin kita bisa melanjutkan
perjalanan?"
"Dicoba saja, aku pikir tak menjadi soal" kembali jawaban
dari Sin sian siangsu acuh tak acuh.
"Mengapa kita tidak berusaha mencari jalan lain?"
"Cara apa" Kecuali memecahkan barisan apakah meski
memasuki tanah...!" Sin sian siangsu nampak amat kesal.
"Biarpun masuk ketanah mustahil, kita kan bisa terbang
kelangit...?"
"Hei, jangan bergurau saja, masa dalam keadaan beginipun
kau masih berniat untuk bergurau?"
Biar kecil orangnya, besar sekali otak licik Suma Thian yu,
sekali lagi dia tertawa.
"Pohon siong yang berusia seribu tahun pasti tinggi
menjulang ke angkasa, kalau kita menuju kepuncaknya,
bukankah dengan cepat tempat tersebut akan ditemukan?"
Mendengar perkataan itu Sin Sian Siansu segera berseru
tertahan. "Aah, benar, suatu siasat yang bagus, suatu pemikiran
yang sangat jitu"
Dia lantas menepuk bahu Suma Thian yu sambil barkata
lagi: "Hiantit, kau memang punya aksi bagus, yang tua begini
memang sungguh tak becus, mengapa tidak kau katakan dari
tadi" Bikin aku menjadi gelisah saja"
"Aah, boanpwe hanya teringat secara tidak sebgaja saja...."
Sin sian siangsu tidak banyak berbicara lagi, buru-buru dia
menjejakkan kakinya ke tanah dan melejit ke puncak pohon
dengan gerakan It bok ciong thian (burung bangau ter bang
ke udara) Betul juga, tak jauh dari tempat itu, mereka menyaksikan
sebuah pohon siong yang amat besar.
"Itu dia!" Sin sian siangsu segera barteriak kegirangan,
"disitu pohon yang kita cari, ayo cepat turun!"
Tapi Suma Thian yu menggelengkan kepalanya
berulang kali, ceegahnya: "Cianpwee, kita tak perlu turun,
kalau kita berjalan melewati puncak pohon, bukankah
keadaannya akan lebih gampang?"
Sin sian siangsu yang mendengar perkataan ini menjadi
kagum sekali atas kecerdasan otak pemuda itu.
Begitulah, mereka berdua segera mergerahkan ilmu
meringankan tubuh Cau sang hui (terbang diatas rumput) dan
meluncur kearah pohon siong tadi dengan melalui puncak
pohon. Suatu ketika, mendadak Suma Thian yu menjerit kaget:
"Aah, tahan!"
Bagaikan burung elang yang menyambar kelinci, dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat dia segera meluncur
kebawah. Sin sian siangsu dengan mengerahkan pula ilmu
meringankan tubuh ceng sah lok eng (burung manyar hinggap
dipasir) melompat turun pula keatas tanah.
Ternyata mereka saksikan seorang kakek sedang bersiap
sedia membunuh seorang pemuda, dan pemuda itu bukan lain
adalah musuh Suma Thian yu, Chin Siau.
Ketika mendengar bentakan tadi, si kakek tersebut
kelihatan kaget dan berdiri melongo, saat itulah dua sosok
bayangan manusia telah meluncur turun dengan kecepatan
tinggi. Begitu mencapai permukaan tanah, Suma Thian yu
langsung berjalan menuju kehadapan Chin Siau.
Waktu itu sepasang tangan Chin Siau terikat kencang dan
kesadarannya hampir punah, secepat kilat Suma Thian yu
membebaskan belenggunya, membebaskan totokan jalan
darahnya dan mengeluarkan dua butir pil sambil melancarkan
peredaran darahnya.
Chin Siau membuka matanya lebar-lebar, ketika menjumpai
Suma thian yu, mendadak dia mencaci maki:
Jilid : 26 BOCAH KEPARAT, mau apa kau datang kemari" Enyah,
cepat enyah dari sini, aku orang she Chin tak sudi menerima
kebaikanmu itu, aku tak sudi menerima uluran tanganmu...."
Belum habis dia berkata, mendadak....
"Plaaak!" sebuah tamparan yang amat keras telah
membuat kepala Chin Siau pening dan pipinya membengkak
besar "Siapa kau?" teriak Chin Siu dengan mata melotot, "atas
dasar apa kau memukulku?"
"Binatang bedebah! Kau manusia berhati binatang yang tak
tahu budi, dengan susah payah orang lain mengorbankan
segala sesuatunya untuk datang menolongmu, kau malah
membalas air susu dengan air tuba. Manusia keparat, kau
pernah mendengar nama Yu Seng-see belum?"
Itulah aku! Paras muka Chin Siau bebulah hebat, kepalanya tertunduk
rendah-rendah dan tak berani diangkat kembali.
Ternyata dari gurunya "Bu bok ceng" ia pernah mendapat
tahu tentang Sin sian siangsu. Konon dia mempunyai
hubungan yang amat akrab dengan perguruannya, berbicara
soal tingkatan, Chin Siau semestinya menyebut "Susiok" atau
paman guru kepadanya.
Melihat Chin Siau sudah tak berbicara lagi, Sin sian siangsu
baru membalikkan badan sambil mengawasi kakek itu.
Sementara si kakek itu sudah mundur kesisi pohon siong
dan duduk bersila disitu, sikapnya acuh tak acuh seakan-akan
tidak ambil peduli terhadap orang yang hadir.
Jelas terlihat tadi bahwa dia bersikap seakan-akan
membunuh Chin Siau, mengapa setelah kehadiran kedua
orang itu, bukan saja kakek itu tidak gusar, malahan mundur
ke samping dan bersemedi"
Suma Thian yu merasa tercengang sehingga tanpa terasa
memandang sekejap lebih lama, dia lihat kakek itu berusia
lima puluh tahunan, panca inderanya utuh, wajahnya tampan,
jenggot hitamnya sepanjang dada dan mengenakan pakaian
rapi, wajah alim tidak mirip kaum penjahat, tapi anehnya
mengapa berhati kejam dan buas"
Sin sian siangsu segera bertanya:
"Siapakah kau" Apakah kau Jit yang san sin (dewa gunung
Jit yang)....?"
Dengan mata masih terpejam rapat, kakek itu menjawab
dingin: "Jit yang san sin adalah guruku, aku sendiri bernama Jit
yang sian ang (dewa sakti Jit yang) Bun Thian lui. Kalian
berdua berani memasuki daerah terlarang, berarti kalian
adalah orang kenamaan, ayo cepat sebutkan nama kalian
untuk menerima kematian."
Baru saja Sin sian siangsu hendak menjawab, Chin Siau
yang berada di belakang nya telah membentak nyaring:
"Dia adalah saudara Tee, kalian jangan tertipu!"
"Jadi dia adalah kakak seperguruanmu yang memberi
pelajaran silat kepadamu" Kau tidak bohong?" tanya Sin sian
siangsu sambil berpaling.
"Aku tidak bohong kata Chin Siau bersungguhsungguh"
coba kau linat saja sepasang matanya buta, dia
adalah murid pertama guruku"
Sin sian siangsu menjadi tertegun dan berdiri bodoh, sudah
lama dia bersahabat dengan Bu bok ceng namun belum
pernah mendengar kalau dia mempunyai murid, mengapa saat
ini bisa muncul seorang muridnya...?"
Jit yang sian ang Bun Thian lui tertawa dingin.
"Benar, aku adalah murid pertama dari Bu bok ceng, cuma
ini sudah berjalan lama sekali, lebih baik kalian tak usah
menanyakan lebih jauh daripada menyesal dikemudian hari!"
Tiba-tiba Sin sian siangsu mendongakkan kepalanya dan
berpekik panjang:
"Oooh, rupanya kau adalah murid penghianat dari Bu bok
ceng yang lari kesini untuk menjadi muridnya Jit yang san sin,
kalau begitu Jit yang san sin sudah tidak ada didunia lagi?"
"Naco belo, dia orang tua masih menutup diri untuk melatih
semacam kepandaian yang maha tinggi"
"Mendengar itu, Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.. haaa.. kau si anjing bedebah, selama Jit yang san
sin masih hidup didunia ini, belum pernah dia membunuh
orang dengan sembarangan, jelas dia sudah mati terbunuh
olehmu, kau anggap tipu dayamu masih dapat mengelabuhi
orang banyak?"
Jit yang sian ang Bun thian hui menjadi tertegun, kemudian
bentaknya keras:
"Hei, siapa kau si setan tua?"
Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa... haaa... aku she Yu, orang menyebutku sin sian
siangsu, kepandaianku bisa meramalkan kejadian dimasa
mendatang dan bisa tahu pula peristiwa yang sudah lewat"
Kemudian setelah maju dua langkah, katanya lebih jauh:
"Kalau dilihat dari jidatmu yang berwarna hijau, matamu
yang merah darah, jelas banyak sudah kejahatan yang telah
kau lakukan, pembunuhanpun sering kau lakukan ini
mengakibatkan jalan kematianmu semakin dekat..."
Belum habis perkataan itu diutarakan, Jit yang sian ang
Bun Thian lui sudah membentak gusar, mendadak ia
melompat bangun, telapak tangannya dilontarkan kedepan
melepaskan sebuah pukulan dengan angin pukulan yang maha
dahsyat. Tampaknya Sin sian siangsu sudah menduga sampai kesitu,
padahal dia memang sengaja berkata begitu untuk
membangkitkan amarah lawan, begitu melihat datangnya
ancaman, ia lantas mengegos kesam ping dan berkata sambil
tertawa: "Bun Thian lui, sukma-sukma penasaran didepan hutan
sedang memanggilmu, coba kau lihat apa yang sedang
mengepungmu dari empat penjuru...?"
Jit yang sian ang Bun Thian lui adalah manusia licik, dia
segera tertawa seram, sepasang telapak tangannya di
lontarkan bersama ke depan, dua gulung angin pukulan
segera bergabung menjadi satu dan menyambar ke tubuh Sin
sian siangsu. Sejak berjumpa dengan Sin sian siangsu, belum pernah
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Suma Thian yu menyaksikan kemampuan dari orang itu,
sewaktu bertarung melawan orang-orang pedalaman tadi,
diapun merasa penampilan dari Sin sian siangsu kurang
gagah, selalu menjaga diri sehingga tidak mencerminkan
kegagahan seorang pendekar besar dari dunia persilatan.
Mungkinkah dia menpunyai kesulitan yang tak bisa
diutarakan" Ambil contoh ketika dia memasuki hutan tadi serta
caranya memecahkan barisan, tidak seharusnya seorang
pendekar menunjukkan penampilan seperti ini.
Pokoknya, penampilan dari Sin sian siangsu amat
sederhana tanpa suatu keistimewaan, bahkan banyak hal
menunjukkan kelemahan.
Dan sekarang merupakan kesempatan yang paling baik
baginya untuk menguji kemampuan orang ini, Suma thian yu
berharap dengan memanfaatkan kesempatan ini ia dapat
menyaksikan kelihayan dari Yu seng see.
Sayang sekali, dia hanya menghindarkan diri terus, meski
kadangkala melepaskan serangan balasan, tapi tidak terlihat
suatu keistimewaan apapun, hal mana membuat pemuda ini
makin menggerutu.
Jit yang sian ang Bun Thian lui memang buta sepasang
matanya, ternyata hal itu tidak mempengaruhi gerak-geriknya,
seringkali serangan-nya dilancarkan secara tepat dan jitu.
dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah bertarung
sebanyak dua puluh gebrakan tanpa diketahui siapa unggul
siapa kalah. Sementara itu Jit yang sian ang makin bertarung makin
bertambah kosen, sebaliknya keadaan dari Sin sian siangsu
tidak jauh berbeda, dia masih tetap bergerak selincah kupu
lupu yang terbang diantara aneka bunga, saban kali
menempuh bahaya, tiba-tiba dia sudah lolos dari tekanan.
Makin dipandang, Suma thianyu makin paham, akhirnya dia
berhasil melihat keadaan yang sebenarnya, hal ini segera
menimbulkan rasa kekaguman.
Perlu diketahui, setiap jurus serangan yang dilancarkan Jit
yang sian ang hampir semuanya merupakan jurus-jurus
mematikan, bila berganti orang lain, sudah pasti orang tua
terluka sedari tadi.
Tapi SIn sian siangsu tetap santai seperti sedia kala, dari
sini dapat disimpulkan bahwa dia memang memiliki
kemampuan yang melebihi siapapun.
Mendadak Jit yang sian ang Bun thian lui membentak keras
lalu mundur beberapa langkah, setelah itu dari punggungnya
dia meloloskan sebilah pedang mestika. Terdengar dia
membentak dengan penuh kegusaran:
"Orang she yu, ayo kita tentukan kehebatan kita di ujung
senjata....!"
Sin sian singsu tertawa hambar.
"Buat apa sih?" katanya, "senjata tidak bermata, terluka
bahkan tewas bisa terjadi setiap saat, buat apa kita musti
saling ngotot sehingga tak karuan?"
Jit yang siang ang Bun Thian lui mendengus dingin.
"Hmmm! Aku orang she Bun tak sudi mendengarkan
obrolanmu yang palsu itu, ayo cepat loloskan senjatamu"
Didesak terus menerus, akhirnya Sim sian siangsu
menghela napas panjang, gumannya:
"Yaa, kalau tetap keras kepala percuma saja aku mesti
bersusah payah"
Berguman sampai disini, mencorong sinar tajam dari balik
matanya, di tatapnya Jit yang sian ang Bun Thian lui dengan
penuh amarah, kemudian sambil menggertak gigi, bentaknya:
"Kalau kesalahan yang tak disengaja bisa dimaafkan kalau
kesalahan yang disengaja tak boleh diampuni, Bun Thian lui,
kau gemar membunuh, maka hari ini akan merupakan saat
terakhir bagimu untuk melaku kan kejahatan, aku terpaksa
harus memenuhi keiginanmu, nah, lancarkan serangan mu!"
"Selamanya aku orang she Bun tak akan menghabisi nyawa
orang yang tak bersenjata!" Jit yang sian ang Bun thian lui
tertawa seram. "Kali ini kau boleh membuat pergecualian, aku memang tak
pernah bersenjata, sekalipun bertangan telanjang, aku yakin
masih dapat menaklukkan dirimu" Begitu perkataan tersebut
diutarakan, bukan
hanya Jit yang sian ang Bun thian lui yang terkejut
bercampur tercengang, bahkan Chin Siau dan Suma Thian yu
pun turut terkejut.
Bayangkan saja ilmu silat dari Chin Siau pun bisa dibilang
setaraf dengan Suma Thian yu, sebagai kakak
seperguruannya, sudah pasti Bun Thian lui memiliki
keistimewaan tersendiri.
Tapi kenyataannya, Sin sian siangsu berani menghadapinya
dengan tangan kosong belaka, seandainya dia belum gila,
keberanian orang ini benar-benar mengagumkan.
Terdengar Jit yang sian ang Bun Thian lui membentak
keras: "Kalau toh kau bosan hidup, jangan salahkan aku lagi!"
Begitu selesai berkata, cahaya perak berkelebat lewat dan
secepat kilat menusuk ketubuh Sin sian siangsu.
Kali ini Sin sian siangsu tidak menghindar lagi, dia bergeser
sambil mengawasi pedang lawan, sampai ujung pedang lawan
hampir menyentuh tubuhnya, tiba-tiba tangannya balik
mencengkeram,dua jari tangan kirinya dengan mengerahkan
sepuluh bagian ilmu Lim kong ci khi menjepit gagang pedang
lawan, semenara jari tangan kanannya secepat petir menotok
jalan darah sian ki hiat ditubuh musuh.
"Lepas tangan!" hardiknya.
Mendadak terdengar Jit yang sian ang Bun Thian lui
mendengus tertahan, pergelangan tangannya menjadi kaku
dan pedang nya terlepas dari pegangannya. Menjepit pedang,
menotok jalan darah, merampas senjata, semuanya dilakukan
Sin sian singsu dengan cepat dan serentak, belum lagi orang
melihat jelas, tahu-tahu peristiwa nya telah berlangsung
hingga selesai.
Sim sian siangsu menyambut pedang pusaka lalu
munculnya di tengah udara, jalan darah Jit yang sian ang
yang tertotok pun segera dibebaskan kembali.
Jit yang siang ang yang secara tak sadar dibuat tak
berkutik, seolah-olah baru saja mendapat impian yang buruk,
begitu jalan darahnya dibebaskan, kontan saja dia mencaci
maki kalang kabut:
"Bajingan tua, kau hanya pandainya mengunakan ilmu
sihir, mengapa tidak sekalian kau bunuh diriku?"
Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh... haaahh... haaahhh... membunuh orang palingpaling
cuma mengedip kan mata apanya yang luar biasa" Aku
ingin melihat sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki,
nih, sambutlah pedang tersebut"
Sambil berkata, dia lantas melemparkan pedang itu ke
depan. Jangan dilihat sepasang mata Jit yang sian ang buta,
ternyata ia pandai sekali membedakan datangnva suara, sekali
menyambar, pedang tersebut sudah digenggam olehnya.
Tiba-tiba terdengar Sin sian siangsu berkata lagi:
"Kau boleh menusuk jalan darah dise luruh tubuhku secara
bebas sekehendak hati mu dengan batas sepuluh jurus, aku
hendak membuat kau kalah secara benar-benar puas"
Baru sslesai perkataan itu diuatakan, mendadak terdengar
Jit yang sian ang meraung gusar, pedangnya dengan jurus
perselisihan langit dan bumi menciptakan beribu-ribu titik
hujan pedang yang semuanya mengurung seluruh tubuh Sin
sian siangsu. Menyaksikan hujan pedang yang menyelimuti seluruh
angkasa itu Sin sian siangsu malah tertawa keras, kemudian
bentaknya nyaring:
Jurus pertama, hati-hati dengan telinga mu!"
Begitu ucapan terakhir diutarakan, bayangan tubuhnya
seketika hilang lenyap dari arena sementara Suma Thian yu
masih tertegun karena keheranan, mendadak terdengar Jit
yang sian ang menjerit kelakitan, lalu sambil memutar badan
pedang nya dimainkan semakin ketat lagi untuk mengurung
seluruh badan Sin sian siangsu.
"Bajingan tua, serahkan jiwa anjingmu!" umpatnya keraskeras.
Ditengah gelak tertawa keras yang menggema lagi di
angkasa, untuk kedua kalinya terdengar Jit yang sian ang
menjerit kesakitan.
Anehnya, kedua orang pemuda yang mengikuti jalannya
pertarungan dari sisi arena itu hampir tak pernah melihat
bayangan tubuh dari Sin sian siangsu.
Diam-diam Suma Thian yu menggerutu didalam hatinya:
"Jangan-jangan dia memang benar-benar pandai ilmu sihir
atau ilmu untuk melenyapkan badan" Kalau tidak, mengapa
bayangan tubuhnya sama sekali tidak terlihat?"
Dalam tertegun serta rasa herannya, tiba-tiba dia jumpai
bayangan tubuh dari Sin sian siangsu sebentar nampak
sebentar 1enyap dibalik kabut pedang yang menyelimuti
angkasa itu. Kejadian mana dengan cepat menyadarkan Suma Thian yu
akan apa yang sebenarnya telah terjadi, rupanya ia
sudahmempelajari semacam ilmu gerakan tubuh yang benarbenar
luar biasa. Dengan begitu Suma Thian yu menjadi sama sekali paham,
bisa melihat ilmu simpanan dari Sin sian siangsu, dia merasa
kagum disamping amat puas.
Pikirnya kemudian dalam hati kecilnya:
"Pertarungan semacam ini baru bisa dibilang suatu
pertarungan yang benar-benar asli, ooah... benar-benar puas
melihat kejadian tersebut...."
Mendadak dari tengah arena berkumandang suara gelak
tertawa yang amat keras, menyusul kemudian kedengaran Sin
sian siangsu berteriak keras:
"Jurus kesepuluh, Bun tayhiap, kau mesti berhati-hati
dengan pedang mestikamu!"
Jit yang sian ang membentak penuh amarah, pedangnya
diputar membentuk lingkaran cahaya bianglala berwarna
perak yang melindungi seluruh tubuhnya, ia berusaha
mempertahankan diri mati-matian pada jurus yang terakhir
itu. Mendadak terdengar suara bentakan keras menggelegar
ditengah udara:
"Lepas tangan!"
Bayangan manusia nampak berkelebat lewar, Sin sian
siangsu dengan senyuman dikulum telah mengundurkan diri
kembali keposisi semula, malah dalam tangannya
mencengkeram sebilah pedang.
Ketika memandang pula kearah Jit yang sian ang, dia
seperti ayam jago yang kalah beradu, tubuhnya berubah
menjadi marah karena darah yang mengucur keluar tiada
hentinya, sepasang telinganya sudah terpapas kutung
sehingga keadaannya sungguh mengenaskan.
Melihat keadaan musuhnya itu, Sin sian Siangsu menjadi
tak tega sendiri, ia serahan kembali pedang itu ketangan Jit
yang sian ang, kemudian hiburnya:
"Menang atau kalah adalah suatu kejadian yang lumrah
dalam setiap pertarungan aku cuma berharap kau bisa
bertobat serta kembali ke jalan yang benar, kembalilah
kegurumu Bu bok ceng serta menyesali perbuatan mu dimasa
lampau, aku tahu kau memang seorang lelaki yang gagah
perkasa. Jit yang sian ang menerima kembali pedangnya dengan
sepasang tangan gemetar keras, sepasang matanya yang
pada dasarnya sudah berwarna merah, kini semakin merah
membara. Ketika selesai berkata tadi, Sin sian siangsu segera
membalikkan badan dan menghampiri Suma thian yu.
Tiba-tiba Suma thian yu menjerit kaget:
"Tahan!"
Sin sian singasu mengira Jit yang sian ang melancarkan
sergapan dari belakang, serentak dia membalikkan badan
sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang
tidak di inginkan.
Namun dengan cepat dia mendapat tahu bahwa dugaannya
tidak benar, sebab ditemuinya Jit yang sian ang sedang
mundur sempoyongan, pedangnya telah menembusi perutnya
sehingga darah dan usus berceceran dimana-mana, kemudian
dia roboh terjengkang dan mati seketika....
Sin sian siangsu berniat untuk memberi pertolongan,
sayang sekali tindakannya terlambat selangkah, dengan
perasaan sedih ia segera menghampiri korban serta
membangunkan tubuhnya, sayang sekali jiwa nya telah
melayang. "Huuuh, tolol!" akhinya Sin sian siangsu hanya bisa
mengumpat sambil menggigit bibir.
Sementara hati kecilnya merasa sakit seperti ditusuk
dengan jarum tajam, ia menyesal dan amat sedih.
Suma Thian yu telah menghampiri pula Jit yang sian ang,
sambil menggelengkan kepala dan menghela katanya
kemudian: "Orang ini memang tak malu disebut seorang lelaki sejati,
begitu kalah lantas merobek perut untuk bunuh diri, heran,
mengapa sih jalan pemikiran orang ini tak bisa terbuka?"
Sin sian singsu menghela napas panjang.
"Perguruan yang dipimpin oleh pendeta buta Bu bok ceng
memang mempunyai peraturan yang sangat ekstrim, barang
siapa ilmu silatnya kalah dari orang dan mengakibatkan dirinya
malu atau terhina, hanya kematian baru bisa menebus
kejadian itu, gara-gara lupa akan hal ini, membuat aku jadi
menyesal sekali. Aaaiii....biarpun aku tidak membunuh pek jin,
pek jin justru mati karena aku, dosa..dosa.."
Setelah mendengar perkataan tersebut, Suma thian yu jadi
teringat kembali dengan Chin Siau, dia segera berpaling, tapi
sayang bayangan tubuh Chin Siau sudah tak nampak lagi.
Didalam gelisahnya, tanpa sadar Suma thian yu berteriak
keras sekali. "Saudara Chin... saudara Chin...."
"Dia sudah pergi, diteriakan sampai tenggorokanmu serak
juga percuma" seru Sin sian siangsu sama sekali tanpa
berpaling. "Cianpwe, darimana kau bisa tahu kalau dia sudah pergi
meninggalkan kita?"
"Apa susahnya" Kesalahan paham diantara kalian toh
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
belum beres, mau apa dia tetap tinggal di sini?"
"Jadi kalau begitu, dia masih membenci ku?"
"Tentu saja, masa tidak kau lihat pancaran sinar amarah
dibalik sorot matanya?"
"Aaah, kalau begitu tindakan bunuh diri yang dilakukan Jit
yang sian ang, tentu semakin mengobarkan amarahnya,
bagaimana baiknya sekarang" Andaikata gurunya main tuduh
tanpa melakukan penyelidikan, bukankah berarti kita akan
mendapat musuh baru?"
"Betapapun besarnya masalah itu, biar aku si peramal nasib
yang memutuskan, tanggung tak bakal terjadi masalah" kata
Sin sian siangsu kemudian sambil tertawa, tampaknya ia
sudah mempunyai suatu rencana yang matang.
Lalu setelah berhenti sejenak, terusnya:
"Mari kita kubur dulu jenasahnya sebelum berbicara lebih
jauh!" "Mengapa tidak kita taruh dalam gua pohon disana" Kan
lebih menghemat waktu dan tenaga?" seru Suma Thian yu
kemudian sambil menunjuk gua yang berada dibagian batang
pohon besar. "Suatu ide yang bagus sekali, hianit, aku paling suka
dengan otakmu yang encer itu"
Batang pohon siong yang berusia ribuan tahun itu besarnya
mencapai dua puluh rangkulan manusia, pada dasar akar
dengan batang terdapat sebuah gua setinggi manusia, gua
inilah yang dinamakan gua air Jit yang sin tong.
Memandang lubang pohon itu, Suma Thian yu kembali
berkata: Orang persilatan memang suka sok aneh, sudah jelas gua
itu merupakan sebuah lubang pohon, tapi mereka justru
mengatakan sebagai gua air, sudah jelas gua ini sederhana
tanpa sesuatu yang aneh, mereka justru mengatakan sebagai
tempat yang berbahaya sekali, betul-betul membingungkan
orang. Hari ini kita sudah berkunjung sendiri kemari, hitunghitung
sebagai penambah pengalaman saja"
Kemudian setelah memandang sekejap kearah Sin sian
siangsu, terus lanjutnya:
"Kalau dibilang sejak seratus tahun yang lampau tiada jago
persilatan yang bisa ke luar dalam keadaan hidup, jelas itu
omong kosong, aku sudah mencoba kemampuan Jit yang sian
ang, ilmu silatnya sama sekali tiada yang aneh atau luar biasa,
masakah orang-orang yang mampus disini mati di tangan Jit
yang sian ang?"
Perkataan itu seakan-akan diutarakan sebagai gumanan,
padahal tujuannya hendak menyindir rekannya Sin sian
siangsu. Sebagai seorang yang berpengalaman luas, tentu saja Sin
sian siangsu dapat menangkap arti lain dibalik perkataan itu.
Ia cuma tertawa hambar saja menanggapi sindiran mana,
malah sama sekali tak memberikan tanggapannya.
Suma thian yu berjalan menuju kedalam gua ditengah
batang pohon itu serta melongok kedalam, suasana disitu
gelap gulita dan tidak nampak sesuatu apapun.
Maka kepada Sin sian siangsu katanya"
"Gua ini begini kecil lagi sempit, bagaimana cara Jit yang
sian ang melanjutkan hidupnya?"
"Darimana kau bisa tahu?" sahut Sin sian siangsu tak sabar.
"Benar-benar menghilangkan kegembiraan aku orang"
kembali Suma thian yu berkata sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali, "tahu begini, buat apa kita mesti
menyerempet bahaya datang kemari?" Yu cianpwe, "ayo
secepatnya kita letakkan jenazah Jit yang sian ang disitu lalu
meninggalkan tempat ini selekasnya".
Sin sian siangsu menganggap pemuda ini polos, lincah dan
menarik, ada kalanya bahkan bersifat kekanak-kanakan, tapi
cara kerjanya justru cekatan dan amat teratur.
Dalam pergaulannya selama beberapa hari ini, Sin sian
siangsu boleh dibilang sudah dapat meraba watak sebenarnya
dari Suma thian yu, dia merasa pemuda ini berbakat baik,
cerdas dan hatinya putih bersih seperti selembar kertas, setitik
noda pun belum mengotori hatinya. Kalau dibilang dia
mencelakai orang dengan siasat untuk kejadian semacam ini
benar-benar suatu fitnahan yang keji.
Begitulah, Sin sian siangsu segera membopong jenasah Jit
yang sian ang dan masuk ke dalam gua pohon, Suma Thian
yu mengikuti dibelakangnya.
Sebagai penerangan, dia mengeluarkan mutiara Ya beng
yu, dengan ketajaman matanya yang bisa melihat dalam
kegelapan pun ternyata kali ini gagal menyaksikan sesuatu.
Dengan keheranan Suma Thian yu segera bertanya:
"Cianpee, bagaimana mungkin Jit yang sian ang bisa hidup
dalam gua yang begini gelap?"
Tolol, sepasang mata Jit yang sian ang sudah buta, baginya
gelap gulita atau terang benderang adalah sama saja, sama
sekali tidak berpengaruh baginya.
Suma Thian yu mengangkat mutiaranya tinggi-tinggi,
suasana dalam ruang gua itu menjadi terang benderang
seperti siang hari.
Menggunakan cahaya itu, sang pemuda memeriksa sekejap
sekitar situ, namun ia segera tertegun.
Rupanya keadaan didalam ruang gua itu sangat lebar,
keempat dindingnya terbuat dari batu granit, sedang
dihadapannya terbentang sebuah lorong yang entah
berhubungan sampai dimana"
Segulung angin kencang berhembus lewat dari dalam
lorong gua tersebut, udara menjadi sangat dingin dan
mendirikan bulu roma....
Sin sian siangsu segera menurunkan jenazah Jit yang sian
ang keatas tanah, lalu ujarnya kepada Suma thian yu:
"lorong ini tembus sampai kemana, hingga kini belum
diketahui siapa pun, sebab pernah pernah ada orang yang
berhasil menembusinya. Tatkala Jit yang san sin menemukan
gua ini dulu, untuk mencegah orang lain menyerempet
bahaya, maka ia pun berdiam disini sambil berusaha
membujuk orang lain agar tahu diri dan mengundurkan diri
tetapi masih ada juga yang membandel, enggan menuruti
nasehat dan nekad menyerempet bahaya, akhirnya mereka
pun pergi untuk tak kembali lagi"
"Apakah ujung lorong tersebut adalah gua air Jit yang sui
tong?" "Menurut penyelidikan, lorong ini memang merupakan jalan
utama menuju ke gua air Jit yang sui tong, bisa jadi ujung
lorong tersebut adalah sungai perak!"
Kata terakhir dari Sin sian siangsu itu tak lebih hanya katakata
gurauan belaka namun Suma Thian yu menganggapnya
sebagai sungguhan, pelan-pelan dia mulai bergeser menuju
kearah lorong itu.
Tiba-tiba terasa lagi segulung angin puyuh berhembus
lewat membuat kulit tubuhnya terasa sakit.
Terdorong oleh rasa ingin tahunya, Suma Thian yu
meneruskan perjalanannya menuju kedalam lorong itu, dia
ridak ingin pulang tanpa hasil setelah bersusah payah datang
kesitu. Mendadak terdengar Sin sian siangsu menegur dengan
marah: "Keponakan, kau sudah bosan hidup rupanya?"
Suma Thian yu membuat wajah setan sambil membalikkan
badan, ketika dia balik kesisi Sin sian siangsu dan
mendongakkan kepaknya, mendadak dilihatnya dia atas
dinding terdapat ukiran huruf.
Cepat dia mengangkat tinggi mutiaranya dan berseru:
"Cianpwee, cepat kau lihat, disini ada tulisan!"
"Lebih baik kau jangan membaca tulisan itu, banyak orang
yang telah menjadi korban gara-gara tulisan tersebut!" sahut
Sin slan siangsu lagi dengan suara hambar.
Suma Thian yu menjadi keheranan, segera pikirnya:
"Sungguh aneh, masa tulisan pun bisa mencelakai orang,
sungguh suatu lelucon besar, sayang aku justru tak akan
percaya dengan kata-kata tersebut"
Berpikir demikian, tanpa terasa ia mengangkat kepalanya
dan memperhatikan tulisan itu dengan seksama.
Diatas dinding tertera empat baris kalimat yang
kesemuanya diukir dengan gaya tulisan yang kuat dan
bertenaga, sudah jelas tulisan yang dibuat seorang jago
persilatan dengan ilmu jari Kim kong ci.
Bila dilihat dari ukiran kalimat yang mendesak sampai
kedalam dinding batu tersebut dapat diketahui kalau tenaga
dalam yang dimiliki orang tersebut amat sempurna.
Adapun kalimat kalimat tersebut berbunyi begini:
Dalam gua Jit yang tersimpan matahari dan rembulan.
Matahari bersembunyi rembulan bergeser air mengalir. Bila
ingin memperdalam ilmu dewa. Silahkan menyerempet bahaya
menemui dewa"
Dibawahnya tertanda "Wan wan cu" tiga huruf.
Sementara Suma Thian yu masih mencoba untuk
memikirkan arti yang sebenarnya dari kalimat diatas,
mendadak terdengar Sin sian siangsu menjelaskan:
"Yang dimaksud 'Dalam gua Jit yang tersimpan matahari
dan rembulan' adalah didalam gua ini tersimpan sebilah
pedang mestika yang dinamakan pedang matahari rembulan
yakni pedang mestika yang berada ditangan Jit yang sian ang
tersebut, sedang kalimat kedua mungkin mengartikan didasar
lorong ini terdapat sebuah sumber air yang sangat dalam,
barang siapa bisa memasuki sumber air itu, maka dia akan
peroleh ilmu silat yang tinggi"
oooOooo SUMA THIAN YU merasa gembira sekali sesudah
mendengar penjelasan tersebut, buru-buru serunya:
"Cianpwee, harap kau menunggu disini, biarboanpwe
memasuki lorong tersebut untuk mmeeriksa keadaan yang
sebenarnya"
"Jangan, hal ini tidak dapat kau lakukan!" teriak Sin sian
siangsu sambil melototkan matanya penuh amarah.
Suma Thian yu segera memutar otak dan mencari akal,
tubuhnya segera meluncur keluar dari gua itu tak selang
berapa saat kemudian ia masuk kembali kedalam gua, hanya
didalam tangannya telah bertambah dengan seutas tali rotan
sepanjang sepuluh kaki.
Tali rotan itu disambung-sambung satu dengan lainnya,
sambil menyerahkan ujung yang satu kehadapan Sin sian
singsu, ujar si anak muda tersebut:
"Cianpwee, harap kau mengikat ujang yang satu itu disini,
biar boanpwe menelusuri lorong tersebut sampai kedalam, jika
menemui bahaya, aku akan menarik tali itu untuk memohon
pertolongan, pada saat itu, kau boleh menarik tali tersebut,
aku pikir dengan cara begini bisa terhindar dari segalamusibah
yang tak diinginkan.
Melihat ketidak puasan anak muda tersebut, Sin sian
siangsu merasa mendongkol disamping geli, terpaksa dengan
perasaan apa boleh buat dia menghela napas panjang serta
menerima ujung tali rotan itu, kemudian katanya:
"Hiantit, kau mesti berhati-hati, andaikata sampai terjadi
sesuatu kesalahan, bagaimana aku bisa mempertanggung
jawabkan diri terhadap Cong liong lo siansu?"
"Boanpwee mengerti"
Kemudian ia membuat lingkaran tali simpul pada ujung
rotan yang lain yang mengikatnya diatas pinggang sendiri,
kemudian dengan tangan kiri membawa mutiara Ya beng cu
dia memasuki lorong tersebut selangkah demi selangkah....
Akan tetapi, ketika ia melihat dasar lorong yang rasanya
begitu dalam dan tak berdasar, tiba-tiba muncul perasaan
seram di dalam hati kecilnya.
Segulung angin kencang seperti hembusan angin dingin
yang menggidikan hati menerjang wajahnya yang
menimbulkan rasa sakit seperti ditusuk dengan jarum yang
amat tajam. Tapi operkataan seorang lelaki sejati yang telah diucapkan
harus dilaksanakan, bila ia mundur dalam keadaan begini,
sudah jelas perbuatannya itu akan ditertawakan orang.
Tentu saja pemuda itu tak ingin dicemooh orang lain, maka
tanpa ragu-ragu lagi, pelan-pelan dia melanjutkan
perjalanannya menerobo lorong rahasia tersebut.
Tiba-tiba..... Segulung angin kencang kembali berhembus lewat
menyeret badan bagian bawahnya, begitu kencang angin itu
berhembus sehingga tubuhnya bagaikan mengambang di
udara dan tak dapat meluncur ke bawah lagi.
Tak terlukiskan rasa gelisah Suma Thian yu menghadapi
kejadian tersebut, buru-buru dia pergunakan ilmu bobot seribu
untuk memaksa badannya merosot jatuh kebawah.
Namun hembusan angin makin lama semakin kencang, kini
pendengaran pemuda itu sudah dipenuhi oleh suara gemuruh
yang memekikkan telinga, membuat dia seakan-akan
kehilangan perasaan.
Perasaan ngeri dan tak tenang mulai mencekam perasaan
Suma Thian yu, ia mencoba untuk mendongakkan kepalanya,
satu kaki di kejauhan sana terlihat olenhya awan hitam yang
amat tebal, ketika diperiksa ke bagian bawah disitupun hanya
kegelapan yang gulita.
Hawa dingin mulai menyusup masuk lewat sepasang
kakinya serta menimbulkan rasa sakit seperti ditusuk-tusuk
dengan jarum, begitu hebatnya rasa dingin itu, membuat
sekujur badannya gemetar keras.
Seketika itu juga perasaan ngeri dan seram menyelimuti
seluruh perasaannya, dia mulai menyesal mengapa tidak
menuruti nasihat da ri Sin sian siangcu.
Dalam keadian begini, sekali lagi terlintas ingatan untuk
mengundurkan diri dari situ.
Namun sebelum ingatan tersebut menjadi padam, ingatan
yang lain kembali menyerang didalam benaknya. Belakangan
di menggeretak gigi dan bertekad untuk melanjutkan
usahanya untuk melakukan penyelidikan lebih jauh.
Tiba-tiba saja hembusan angin puyuh terhenti secara tibatiba.
Seketika juga Suma Thian yu tak dapat menahan tubuhnya
lagi, bagaikan bintang yang jatuh, secepat kilat dia meluncur
menuju kearah bawah.
Mendadak tubuhnya terhenti, agaknya rotan pemikat
tubuhnya sudah habis digunakan padahal dia belum mencapai
ujung dari lorong tersebut.
Dengan demikian tubuhnya jadi bergelantungan ditengah
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
udara. Suma Thian yu segera mengerti bahwa usahanya telah
menemui kegagalan total, maka dia pun menarik tali rotan
dengan maksud memberi tahu kepada Sin sian siangsu yang
berada diatas agar mengereknya naik keatas.
Tali rotan itu mulai bergerak, tubuh Suma Thian yu pelanpelan
ikut terderek naik pula keatas.
Mendadak dari balik lorong itu berkumandang suara
hembusan angin yang amat ken cang, Suma Thian yu segera
merasakan segulung tenaga hisapan yang sangat kuat
menahan tubuhnya yang sedang bergerak naik.
Kejadian tersebut membuat hatinya bergetar keras, sekuat
tenaga dia menggoncang-goncangkan tali tersebut,
maksudnya hendak memberitahukan kepada Sin sian siangsu
agar mempercepat tarikannya.
Sin sian siangsu yang berada diatas, agaknya sudah
mendapat tanda bahaya tersebut, dengan cepat Suma thian
yu tertarik lebih tinggi ke udara.
Tapi sayang tenaga hisapan yang muncul dari balik lorong
tersebut makin lama semakin bertambah kuat.
"Tarik.....!"
Mendadak dari balik lorong berkumandang suara yang
amat nyaring. Rupanya tali rotan itu sudah putus menjadi dua,
putus persis pada bagian tali simpulnya.
Dengan begitu tubuh Suma thian yu pun kehilangan
keseimbangan tubuhnya, tak ampun lagi tubuhnya segera
merosot jatuh kebawah.
Jeritan kaget yang penuh rasa kejut dan ngeri segera
bergema dalam lorong itu, dari keras menjaidi kecil dan
akhirnya hilang lenyap tak berbekas.
Sin sian siangsu yang berada diatas lorong menjadi sedih
sekali hatinya, dia berpekik panjang sementara air matanya
jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Sementara itu tubuh Suma Thian yu telah meluncur
kedalam jurang dengan kecepatan luar biasa.
Dalam kejut dan ngerinya, pemuda tersebut segera terjatuh
tak sadarkan diri.
Entah berapa lama sudah lewat, tiba-tiba saja Suma Thian
yu merasakan sekujur badan-nya terasa dingin dan ia menjadi
sadar kembali dari pingsannya.
Sewaktu membuka matanya kembali, pemuda itu
menemukan dirinya berbaring di dalam air.
Pada mulanya dia masih mengira hal tersebut merupakan
suatu impian belaka, namun setelah merasakan bagaimana tali
rotan masih melilit pada punggungnya, dia baru sadar bahwa
jiwanya telah selamat dari kematian.
Tak kuasa lagi dia menghela napas panjang sambil
bergumam: "Sungguh berbahaya! Untung saja ujung lorong ini terdapat
air, coba kalau tidak, sudah dapat dipastikan tubuhku akan
hancur berantakan tak karuan lagi wujudnya"
Ternyata dasar dari lorong tersebut adalah sebuah sungai
besar dibawa tanah, hembusan angin kencang tadi timbul
karena desakan tekanan udara akibat pasangnya air sungai
tersebut, dengan surutnya permukaan air sungai, dengan
sendirinya hembusan angin puyuh itu pun merosot kebawah
sehingga berubah menjadi tenaga hisapan.
Apa yang dialami Suma Thian yu barusan tidak lain adalah
gejala alam yang normal, pemuda itu hanya merasa bahwa
sungai di bawah tanah ini membentang bagaikan samudra
luas, sekilas pandangan tak nampak tepian, hal tersebut
membuat perasaannya amat tak tenang...
Dalam tubuhnya sekarang, selain tali rotan yang telah
putus itu sudah tidak terdapat lagi benda lainnya, bila ia
diharuskan berenang sampai ditepi daratan situ, dengan ilmu
berenangnya yang baru mencapai taraf permulaan, jelas hal
ini tak mungkin bisa dilakukan olehnya.
Mendadak.... Seekor ikan besar berenang siap menerkam tubuhnya.....
"Mampus aku kali ini!" pekik Suma thian yu dengan perasan
gelisah. Buru-buru dia membalikkan badannya berusaha untuk
melarikan diri, siapa sangka baru berenang sejauh depa lebih
tiba-tiba ia merasakan gerakan tubuhnya menjadi sangat
berat. Serta merta dia berpaling, rupanya ikan besar tadi telah
berhasil mengigit ujung tali rotan yang masih melilit diatas
pinggangnya itu.
Peluh dingin segera jatuh bercucuran membasahi
tubuhnya, dia semakin ngeri lagi menghadapi kejadian seperti
itu. Andaikata dia berada didarata, jangankan seekor ikan
besar, biarpun sedang menghadapi sepuluh ekor harimau
buas pun, dia masih mampu untuk melarikan diri.
Tapi setelah didalam air, dia hanya bisa pasrahkan nasib
pada kemauan takdir.
Setelah menghela napas panjang, anak muda itu segera
mengendorkan segenap kekuatan yang dimilikinya dan
menyerahkan nasib pada kemauan ikan besar tadi.
Ikan tersebut panjangnya mencapai dua kaki dan beratnya
luar biasa, sambil menggigit ujung tali rotan tadi, dia
membalikkan badan sambil berenang kedepan, dengan
menyeret tubuh Suma thian yu, ikan tesebut meluncur ke
muka dengan kecepatan luar biasa.
Sepanjang tubahnya terseret, Suma thian yu hanya bisa
menongolkan kepalanya untuk menarik napas, sekarang dia
sudah menyerahkan soal mati hidupnyakepada takdir.
Anggapannya, toh bagaimanapun dia mencoba meronta,
mustahil keadaan yang berbahaya ini bisa diatasi olehnya.
Dalam keadaan begitu, dia hanya bisa menanti
perkembangan selanjunya, sebab banyak berpikir malah akan
mendatangkan bibit bencana bagi diri serdiri.
Matahari sudah tenggelam 1agi dibalik air, senja yang
merah menyelimuti ketengah angkasa.
Setelah seharian penuh dicekam perasaan tegang, Suma
thian yu mulai terlelap tidur tanpa terasa.
Sebaliknya ikan besar itu malah bergerak semakin lincah,
kecepatan berenangnya bukan saja tidak berkurang, malah
kian lama Kian bertambah cepat.
Kini perasaan Suma Thian yu sudan semakin tenang,
menurut pengamatannya selama satu harian itu, ikan besar
yang menyeretnya itu hanya berenang terus ke depan tanpa
menunjukkan gejala atau sikap yang tidak menguntungkan
baginya. Bukan cuma begitu, atas perlindungan si ikan, banyak mara
bahaya yang justru dapat ter atasi olehnya.
Setiap kali terdapat ikan pemakan manusia berusaha
mendekati tubuhnya, setelan melihat ikan besar tadi, si ikan
ikan buas itu malah melarikan diri terbirit-birit.
Hal tersebut membuat si ikan besar tanpa terasa sudah
berubah menjadi sang pelindung keselamatan anak muda
tersebut. Satu-satunya yang membuat ia menderita adalah tubuhnya
yang mesti berendam sehari penuh didalam air, hal mana
membuat tubuh bagian bawahnya menjadi kaku dan
kesemutan. Selain itu, dia pun kuatir akan nasibnya setelah ini,
samudra begitu luas, kemanakah dia hendak diseret oleh ikan
besar tersebut,kalau seandainya ikan tersebut menyeretnya
terus menerus, bukankah pada akhirnya dia bakal tewas juga.
Matahari sudah mulai lenyap dibalik air, malampun
mencekam seantero jagad.
Angin malam berhembus kencang, ombaknya makin
membesar, kian lama suasana kian bertambah mengerikan.
Suma thian yu mencoba untuk memperhatikan keadaan di
sekitar situ, tapi semuanya gelap gulita sekali, dia merasa
seolah-olah sedang menghadapi dunia yang hampir kiamat.
Mendadak.......
Hembusan angin malam yang menyapu lewat membawa
suara pekikkan panjang yang sangat nyaring, suara itu guntur
yang menembusi angkasa, luas, begitu keras, nyaring dan
memekikan telingga.
Sungguh aneh, begitu mendengar suara pekikan tersebut,
Suma Thian yu segera merasakan semangatnya bangkit
kembali, rasa mengantuk yang semula mencekam
perasaannya seketika hilang lenyap tak berbekas.
Ketika si ikan besar tersebut mendengar suara pekikan
tersebut, binatang itu segera timbul dari permukaan air dan
menggerakkan ekornya dengan riang gembira, kemudian
dengan gerakan cepat bergerak menuju ke arah mana
berasalnya suara itu.
Suma Thian yu menjadi tertegunmenghadapi keadaan
begitu, satu ingatan segera melintas dalam benaknya, tanpa
terasa pemuda itu berpikir dihati:
"Jangan-jangan ikan besar itupun hasil pemeliharaan
orang?" Sementara dia masih termenung, tiba-tiba terasa lagi
segulung angin puyuh berhembus lewat disusul suara pekikan
burung bangau yang keras.
Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu mendongakkan
kepalanya, ternyata ada seekor burang bangau raksasa
berwarna putih keperak-perakan sedang menukik kebawah.
"Habi sudah riwayatku kali ini, bisa mampus aku bila
diserang burung itu!" pekiik Suma Thian yu terkejut.
Sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat siap
menerima kematian.
Tahu-tahu punggungnya terasa amat sakit,
sepisang cakar yang amat tajam mencengkeram
pakaiannya dan membetotnya ketengah udara.
Bersamaan itu pula si ikan besar yang menggigit ujung tali
rotan tadi segera melepaskan gigitannya dan menyelam
kedalam air, hanya sekejap saja bayangan tubuhnya sudah
lenyap dari pandangan mata.
Suma Thian yu merasa dirinya dibawah terbang bangau
raksasa tadi, dalam keadaan begini dia hanya bisa berdiam diri
saja pasrah kepada nasib, berapa kali dia mencoba untuk
meronta, namun niat tersebut segera diurungkan kembali.
Tak selang beberapa saat kemudian, bangau raksasa itu
sudah berpekik keras sambil meluncur kebawah dan hinggap
ditengah hutan yang lebat, begitu melepaskan anak muda ter
sebut diatas tanah, burung bangau itu terbang kembali
keudara dan lenyap dibalik awan.
Suma Tnian yu cepat bangkit berdiri, namun sebelum ia
sempat melakukan sesuatu, mendadak dari balakang
tubuhnya terdengar seseorang tertawa tergelak dengan suara
yang amat nyaring.
Dengan perasaan terkejut Suma Thian yu membalikkan
badan, ternyata dibelakang tubuhnya sudah berdiri seorang
kakek berjenggot panjang berwarna perak.
Kakek itu mempunyai sepasang mata yang memancarkan
sinar tajam, sambil mengawasi anak muda itu dari atas sampai
kebawah, pelan-pelan dia menegur:
"Hei bocah cilik, siapa namamu?"
"Aku She Suma bernama Thian yu, boleh aku tahu siapa
nama besar locianpwee?"
"Aku bernama Wan Wan cu"
Begitu mendengar nama Wan Wan cu, Suma Thian yu
segera merasakan hatinya menjadi tegang, dia segera teringat
kembali dengan bait syair yang tertera diatas dinding Jit yang
sui tong tadi, bukankah si pembuat itu pun mengaku bernama
Wan Wan cu"
Mungkinkah si kakek yang berada dihadapannya sekarang
adalah Wan Wan cu si pembuat syair" Kalau memang begitu,
sungguh aneh sekali, kalau toh dia berdiam di sini, mengapa
pula harus meninggalkan syair nya di atas bukit Jit yang san"
Agaknya kakek itu dapat menebak suara hati Suma Thian
yu, setelah tertawa dingin segera ujarnya:
"Hei bocah, apakah kau datang kemari karena melihat
tulisan yang ditinggalkan aku?"
Sebenarnya Suma Thian yu hendak membenarkan, namun
setelah menyaksikan sikap engkuh, dingin dan takabur dari si
kakek tersebut, timbul perasaan antipati dalam hati kecilnya.
"Bukan" jawabnya kemudian.
Jawaban tersebut nampaknya sama sekali diluar dugaan si
kakek berjenggot perak itu, dia tertegun beberapa saat, lalu
bentaknya lagi:
"Lantas, mengapa kau harus menyerempet bahaya?"
"Aku hanya terdorong oleh perasaan ingin tahu, lain tidak!"
Ternyata kakek berjenggot perak ini tak lain adalah Wan
Wancu, seorang manusia aneh yang disegani manusia diri
golongan putih maupun hitam dalam dunia persilatan enam
puluh tahun berselang.
Kakek ini berasal dari Khong tong pay, kepandiaan silatnya
berasal dari aliran Khong tong pay yang kemudian secara
kebetulan memperoleh pennemuan luar biasa, dimana ia
berhasil mendapatkan sejilid kitab pusaka pe ninggalan
seorang gembong iblis.
Hanya sayangnya orang ini berwatak aneh dan berjiwa
kejam, dia tak pernah berkedip bila membunuh orang.
Karenanya, pembunuhan demi pembunuhan yang seringkali
dilakukan olehnya lama kelamaan menimbulkan amarah bagi
umat persilatan, akhirnya dalam suatu serangan yang tiba-tiba
ia kena diusir dari keramaian dunia, waktu itu Wan Wancu
melarikan diri ke bukit Jit yang san dan menemukan gua
tersebut, dia sengaja menimbulkan syair diatas dinding gua
mana dengan harapan kejadian ini bisa memancing datangnya
kawanan jago lihay ke tempat tinggalnya.
Dan dia sendiri segera memanfaatkan kesem patan yang
sangat baik itu untuk membunuh mereka satu per satu
sebagai rangka pembalasan dendamnya.
Titik kelemahan dari umat persilatan adalah kemaruk akan
ilmu silat atau benda mestika serta sebangsanya, menurut
kebiasaan pada umumnya, bila disuatu tempat terdapat
memacam mestika, maka berbondong-bondong mereka akan
mendatangi tempat tersebut dan berusaha untuk
mendapatkannya, entah secara halal maupun tidak.
Wan wancu justru telah mempergunakan titik kelemahan
ini sebagai umpannya untuk memancing kedatangan kawanan
manusia tersebut.
Wan Wan cu benar-benar merasa tercengang dan diluar
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dugaan setelah melihat orang yang ditawan bangau
raksasanya hari ini tak lebih hanya seorang pemuda, terutama
seka1i setelah mendengar perkataannya, dia semakin
bertambah curiga.
Dari dalam sakunya diapun mengeluarkan sejilid kitab kecil
berwarna kuning kemudian sambil diiming-imingkan
dihadapan pemuda itu, katanya lagi sambil tertawa licik:
"Bocah, aku tak menyangka kalau kau bisa sampai disini
dalam keadaan selamat. Coba kau lihat, kitab kecil ini
berisikan Ilmu silat yang luar bisa sekali, biar kuhadiahkan
saja kepadamu sebagai tanda mata perjumpaan kita hari ini"
"Terima kasih banyak atas kebaikan mu, sahut Suma Thian
yu sambil menggelengkan kepalanya, "biarlah maksud baikmu
kuterima didalam hati saja. Ilmu sakti tiada gunanya bagiku,
yang kupersoalkan sekarang adalah bagaimana caranya untuk
kembali ke daratan Tionggoan, harap cianpwe sudi memberi
petunjuk" "Bocah, kau benar-benar tidak menghendaki kitab pusaka
ini?" tanya Wan Wancu dengan wajah menyelidik.
"Tidak, aku tidak membutuhkan benda itu"
"Aaah..aaaah, sungguh aneh!" Wan Wancu menggelengan
kepalanya berulang kali sambil menyatakan keheranannya.
Suma Thian yu tertawa.
"Pusaka ilmu silat atau pedang mestika hanya kan
diperoleh mereka yang berbudi luhur, sedang aku sama sekali
tidak berbudi, sedang dengan aku pun hanya berjumpa begini
saja, orang kuno bilang: Tiada pahala tak akan menerima
balas jasa, apa sih yang perlu diherankan?"
Wan Wancu segera tertawa terbahak:
"Haah...haah...haah....haah... bagus sekali!, memang tanpa
jasa jangan menerima pahala. Hei bocah, aku lihat kau pasti
pernah belajar silat, siapa sih nama gurumu?"
"Guruku adalah Put Gho chu" jawab pemuda itu tanpa
berpikir panjang lagi.
"Put Gho cu" dari Bu tong pay" tanya Wan Wancu dengan
wajah diliputi selapis hawa dingin.
Suma Thian yu sama sekali tak memperhatikan perubahan
tersebut, kembali sahutnya:
"Yaa betul, dia memang guruku!"
Sekali lagi Wan Wan cu men dongakkan kepalanya sambil
tertawa terbahak-bahak, suaranya begitu keras dan nyaring
membuat seluruh bukit terasa bergoncang keras.
Suma Thian yu merasa jantungnya berdebar keras oleh
gelak tertawa ini, diam-diam pikirnya:
"Sempurna amat tenaga dalam orang ini, agaknya
kepandaian silat yang dimilikinya tidak berada dibawah
kepandaian guruku"
Ketika selesai tertawa, mencorons sinar buas di balik mata
Wan Wancu, bagaik ular berbisa yang siap memagut
mangsanya, dia mengawasi wajah Suma Thian yu lekat-lekat,
kemudian serunya lagi:
"Bocah, kau pernah mendengar nama ku ini" Dulu gurumu
pernah memimpin kawanan manusia dari golongan putih
untuk mengerubutiku dan memaksa aku hingga tak dapat
menancapkan kaki lagi di daratan Tionggoan sehingga harus
mengungsi disini. Beruntung sekali Thian telah mengirim kau
kehadapanku hari ini, hmm, hmm, terpaksa kau harus
mewakili gurumu untuk menerima hukuman!"
Tiba-tiba saja Suma Thian yu merasakan sekujur badannya
bergetar keras tanpa sadar dia mundur beberapa langkah
kebelakang. Sambil tertawa seram kembali Wan Wancu berkata:
"Hei bocah, kau jangan mencoba untuk melarikan diri.
Sejak dulu hinngga sekarang belum pernah ada seorang
manusia pun yang dapat lolos dari bukit bangau putih ini
dalam keadaan selamat. Percuma saja kau mencoba
melakukan perlawanan, sebab hal semacam ini hanya akan
menambah siksaan saja bagi dirimu"
Suma Thian yu segera meraba gagang pedangnya sambil
bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak
diinginkan, sorot matanya yang tajam mengawasi setiap
gerak-gerik Wan Wancu tanpa berkedip, bilamana perlu, dia
berniat melepaskan serangan yang mematikan untuk
mengajak lawannya beradu jiwa.
Wan Wancu tertawa seram, dengan sikap yang angkuh dia
maju kedepan, sementara sekulum senyuman dingin
menghiasi ujung bibirnya.
"Lepaskan tanganmu, percuma kau lakukan kegiatan yang
tak bermanfaat, sebab biarpun gurumu yang hadir sendiri
ditempat ini pun, dia akan segera kutumpas, apalagi kau" Bila
kau memang pintar, ayo cepat berlutut minta ampun, siapa
tahu aku masih bersedia memberikan kematian yang
memuaskan bagimu"
Sembari berkata, selangkah demi selangkah dia maju terus
kedepan.... Mendadak terdengar Suma Thian yu membentak keras:
"Jangan sembarangan bergerak, bila kau berani maju lagi,
sauya akan bertindak tegas kepadamu!"
Wan Wancu mendengus dingin sambil maju melangkah lagi
kedepan, dengan wajah menyeringai seram, serunya:
"Cabut saja pedangmu, disaat pedangmu sebelum lolos dari
sarung nanti, aku hendak menotok tiga buah jalan darah
penting diatas tubuhmu!"
Suma Thian yu segera menekan tombol rahasia pedangnya,
diiringi kiluauan cahaya biru pedang tersebut sudah tercabut
keluar, bersamaan waktunya dengan saat Wan Wancu
menyelesaikan perkataannya. Orang kuno bilang: Diri gerakan
seseorang, dapat diketahui apakah dia berilmu atau tidak.
Wan Wancu menjadi tertegun setelah melihat cara Suma
Thian yu meloloskan senjata nya, mau tak mau dia harus
menilai kembali kemampuan anak muda tersebut.
Sambil tertawa dingin, Suma Thian yu berkata lagi:
"Kalau masalahnya sudah terjadi lama sekali, biarkan saja
masalah itu mengalir lewat dengan begitu saja, buat apa sih
kau masih memikirkannya dalam hati" Guruku sudah enam
puluh tahan lamanya meninggalkan dunia persilatan dan hidup
mengasingkan diri, jika cianpwe masih saja teringat akan
dendam lama, tidakkah kau merasa bahwa cara pemikiranmu
itu terlalu sempit?"
Dengan penuh amarah Wan wancu segera menukas:
"Kau mengerti apa bocah dungu" Kalau punya dendam tak
mampu membalas, bukan lelaki namanya. Dulu aku
mempunyai keluarga yang berbahagia, tapi gara-gara ulah Put
gho cu, bukan saja isteri kabur anak hilang, aku pun tak dapat
menancapkan kaki kembali di daratan Tionggoan, bayangkan
saja apakah dendam kesumat semacam ini tak boleh
kubalas?" "Aku tidak melarang atas niatmu untuk membalas dendam,
tapi cara yang kau tempuh justru licik dan sangat memalukan,
andaikata kau ingin membalas dendam, toh secara terangterangan
kau bisa pergi ke Gi im hong untuk mencarinya dan
menantangnya berduel, janganlah meniru cara kura kura,
bersembunyi terus ditempat ini, tapi justru melakukan lempar
batu sembunyi tangan, terhitung jagoan macam apakah diri
mu itu...?"
Wan Wan cu segera mendongakkan kepalanya sambil
menyeringai seram:
"Betul, betul sekali, bocah muda, aku memang berniat
kembali ke daratan Tionggoan sambil membuat perhitungan,
walau pun demikian, kau masih tetap tiada kesempatan untuk
melanjutkan hidup"
Sembari berkata tubuhnya bergerak maju, serangan
telapak tangan berubah menjadi serangan jari, kelima jari
tangannya di pentangkan lebar-lebar seperti cakar dan segera
memenyerang kedepan.
Lima gulung desingan angin jari dengan ddiikuti suara yang
tajam langsung menyerang si anak muda itu.
Buru-buru Suima Thian yu memutar pedangnya
menciptakan lingkaran cahaya biru untuk melindungi badan.
"Triiing, traaang, triing traang...." Suara dentingan nyaring
berkumandang silih berganti, Suma Thian yu segera
merasakan pergelangan tangannya yang menggenggam
pedang menjadi kesemutan dan sakit sekali, kejadian ini
membuatnya merasa sangat terkejut.
"Betul-betul kuat sekali tenaga dalam yang dimiliki orang
ini!" demikian dia berpikir.
Rupanya dentingan nyaring tsdi terjadi karena jari tangan
wan wan cu yang saling beradu dengan tubuh pedang, dari
sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki wan
wancu memang benar-benar sudah mencapai puncak
kesempurnaan. Suma Thian yu segera berkerut kening, paras mukanya
berubah hebat, dalam sekejap mata pemuda itu sudah dibuat
terkesiap oleh kehebatan musuhnya.
Wan wan cu segera dapat melihat perasaan takut dan ngeri
yang mencekam perasaan Suma Thian yu, untuk kesekian
kalinya di menyentilkan jari tangannya ke depan dan
melepaskan lima gulung serangan jari lagi, seru nya kemudian
sambil tertawa seram:
"Ayo, sambutlah sebuah serangan lagi!"
Suma Thian yu segera mengem bangkan ilmu pedang Kit
hong kiam hoat ajaran paman wan nya untuk
mempertahankan diri, disamping memaainkan selapis kabut
pedang untuk melindungi badan, secara beruntun dia
melepaskan tiga buah serangan berantai yang semuanya
menggunakan tiga jurus mematikan dari ilmu pedang ajaran
wan Liang. Wan wan cu tidak malu disebut seorang jagoan yang
berilmu tinggi, dengan cekatan, dia segera mengegos kekiri
menghindar kekanan. ke tiga serangan dahsyat tersebut
dengan mudah sekali berhasil dihindari semua.
Kemudian tiba-tiba ia menjerit kaget.
"Aaaah...!"
Dengan cepat dia melompat mundur ke belakang,
kemudian hardiknya keras-keras:
"Apa hubunganmu dengan Wan Liang?"
Suma Thian yu semakin bergairah melepaskan serangannya
setelah melancarkan tiga buah serangan lagi, lapisan hawa
pedang segera menyelimuti seluruh angkasa, sembari
memburu ke depan, sahurnya lantang:
"Dia dalah paman dari sauyamu"
Mendadak wan wan cu melepaskan dua pukulan dengan
menggunakan sepasang telapak tanganya, dua gulung angin
pukulan dengan cepat bersatu padu menggulung tubuh anak
muda itu dengan kekuatan luar biasa.
"Heehh... Heehh... Heehh... bocah keparat! serunya sambil
tertawa seram, "dua dendam bergabung menjadi satu, kau
lebih-lebih tiada kesempatan lagi untuk melanjutkan
hiduppmu!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, angin
serangan telah menggulung tiba.
Senjata Suma Thian yu kontan tersapu miring oleh tenaga
pukulan lawan yang maha dahsyat tersebut, bahkan tubuhnya
turut ter hantam sampai mundur sejauh beberapa langkah
dengan sempoyongan, dia harus berupaya dengan segenap
kemampuan sebelum akhirnya bisa berdiri tegak kembali.
Namun dengan peristiwa tersebut Suma thian yu
merasakan hatinya menjadi dingin separuh.
Dengan mengandalkan kepandaian yang dimilikinya
sekarang, nyatanya dia masihj belum mampu untuk
menghadapi serangan musuh yang begitu sederhana,
terpaksa dia menarik kembali pedangnya dan sambil
menggertak gigi, bentaknya penuh amarah:
"Setan tua, sauya akan beradu jiwa denganmu, pokoknya
hari ini kalau bukan kau yang musti mampus, aku yang
mampus!" "Bocah keparat, kau sedang bermimpi" jengek Wan Wancu
sambil tertawa seram.
Telapak tangan tunggalnya diputar setengah lingkaran
diudara kemudian diayunkan kedepan.
Ledakan keras segera berkumandang ditengah udara,
menyusul kemudian desingan angin tajam menyebar ke empat
penjuru dengan amat dahsyatnya.
Belum pernah Suma Thian yu menjumpsi ilmu iblis yang
begitu hebatnya, ia terkesiap, lalu sambil menghimpun tenaga
dalamnya sebesar sepuluh bagian, ia lepaskan pula sebuah serangan
dengan ilmu Sian poo shui hong ciang.
Begitu serangan dilontarkan, desingan angin tajam segera
membelah angkasa, empat penjuru seolah-olah dipenuhi
dengan angin pukulaa yang mampu menenggelamkan kapal,
di mana serangan tersebut bersama-sama meluncur serta
menggulung tubuh Wan Wancu.
Mendadak..... Kembali terjadi ledakan keras yang memekikkan telinga
diudara, begitu dua gulungan tenaga pukulan itu saling
beradu, terjadilah pusaran angin berpusing yang memancar
keempat penjuru.
Menyusul kemudian tampak pula dua sosok bayangan
manusia terpental kebelakang:
Untuk beberapa saat lamanya, suasana di sekelling tempat
itu menjadi sangat kalut dan tak karuan lagi bentuknya.
Pasir dan debu menyelimuti angkasa, burung dan binatang
tercerai-berai ketakutan, dunia bagaikan menghadapi hari
kiamat. Lambat laun....
Angin puyuh mulai mereda, suasana yang semula gaduh
pun kian lama kian menjadi tenang kembali.
Setitik cahaya mulai muncul disekitar tempat itu.
Suma Thian yu nampak duduk disisi timur hutan dengan
mata terpejam rapat, noda darah membasahi ujung bibirnya,
ia kelihatan begitu lemah bagaikan baru sembuh dari sakit
parah..... Disudut barat hutan duduklah Wan Wan cu.
Sorot matanya nampak memudar, wajahnya hijau
membesi, darah membasahi pula hidung serta bibirnya,
keadaannya tidak jauh berbeda dengan Suma Thian yu,
mengenaskan sekali.
Jilid : 27 SiAN POO HUT HONG CIANG atau ilmu pukulan Angin
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
puyuh bergelombang, merupakan ilmu pukulan hasil ciptaan
dari Cong Liong Lo sianjin, manusia paling aneh didalam dunia
persilatan. Kini Suma Thian yu telah mengerahkan tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian untuk menghadapi serangan
musuhnya, bisa dibayangkan betapa hebatnya keadaan
tesebut. Coba kalau kondisi badan Suma Thian yu tidak terpengaruh
lebih dulu oleh keletihan akibat perjalanan sepanjang hari,
hasil pengaruh yang dihasilkan dari serangannya tersebut
tentu setingkat lebih hebat lagi.
Gara-gara sikapnya yang memandang enteng musuh, Wan
Wan cu telah menderita luka dalam yang sangat parah, dia
sama sekali tak menyangka kalau bocah ingusan yang berada
dihadapannya ini ternyata memiliki ilmu Silat yang luar biasa.
Begitulah, kedua orang itu sama-sama duduk bersila sambil
memejamkan matanya rapat-rapat, keadaan mereka tak jauh
berbeda seperti dua orang pendeta tua yang sedang
bersemedi. Suma Thian yu betul-betul kehabisan tenaga, dia
memerlukan waktu yang cukup lama uutuk memulihkan
kembali kekuatannya.
Luka pukulan yang di derita oleh Wan Wancu pun cukup
parah, luka tersebut mustahil bisa dipulihkan kembali dalam
waktu yang relatif singkat.
Sementara kedua orang itu sedang bersemedi dan
mencapai pada keadaan yang paling keritis...
Mendadak dari kejauhan sana terdengar suara ujung baju
yang terhembus angin, nampaknya ada seseorang sedang
mendekat bahkan jumlahnya lebih dari satu orang saja.
Mereka berdua sama-sama tidak menggubris mereka pun
tak ambil pusing si pendatang itu musuh atau teman, karena
keadaan yang dihadapi kedua orang itu sama-sama
berbahaya. Selang beberapa saat kemudian....
Tiba-tiba dari luar hutan sana kedengaran seseorang
berseru lantang:
"Wan Wan cu locianpwee, Wi goan khusus datang
menyambangi dirimu..."
Bersamaan dengan bergemanya seruan tadi, suara ujung
baju yang terhembus angin kedengaran semakin jelas.
Suma Thian yu terkejut sekali setelah mendengar nama "Wi
goan" disebutkan, dia tahu orang itu adalah musuh
bebuyutannya, si Kun lun indah Siau Wi goan.
Bila gembong iblis tersebut sudah menampakkan diri, maka
bisa dipastikan Suma Thian yu lebih banyak menghadapi
bencana daripada rejeki.
Sementara Suma Thian yu masih gelisah bercampur cemas,
dari balik hutan telah muncul dua sosok manusia, seorang
tua dan seorang muda.
Tatkala kedua orang itu menjumpai keadaan Suma Thian
yu serta Wan Wan cu, mereka serentak menjerit kaget:
"Aaaaah...!"
Kemudian bersama-sama lari menuju ke arah Wan Wan cu
berada. Kakek berusia lima puluh tahunan itu bukan lain adalah Kun
lun indah Siau Wi goan, sedangkan sang pemuda adalah
Siucay berwajah tampan Si Kok Seng.
Dengan sikap yang hormat Kun lun indah berjalan menuju
kehadapan Wan Wan cu, setelah memberi hormat diapun
bertanya: "Apakah locianpwee menderita luka" Wi goan telah datang
terlambat sehingga tak dapat membantu apa-apa, kejadian
semacam ini benar-benar merupakan suatu dosa yang besar"
Wan Wan cu membuka sedikit matanya untuk memandang
sekejap kearah Kun lun indah Siau Wi goan, lalu setelah
tersenyum dia menjawab:
"Hanya sedikit luka saja sih tak berarti apa-apa, Wi goan,
suratmu sudah kuterima, memang isinya sesuai dengan jalan
pemikiran ku, satelah bermalas-malasan cukup lama, memang
aku harus berjalan-jalan dalam dunia persilatan, apalagi
dendam sakit hati dimasa lampau pun sudah sepantasnya
dibereskan. Selesai berkata, kembali dia tertawa terbahak-bahak.
Namun isi perutnya segera mengalami goncangan keras,
setelah mendehem beberapa kali, dengan cepat dia
memejamkan matanya kembali sambil melanjutkan
semedinya. Buru-buru Kun lun indah Siau Wi goan menghibur:
"Luka yang locianpwee derita belum sembuh kembali, kau
tak usah repot-repot, urusan disini biar diserahkan saja
kepada Wi goan untuk menyelesaikan"
Wan Wan cu mengangguk dan tidak berbicara lagi.
Semua peristiwa itu terlihat semua oleh Suma Thian yu
dengan jelas, diam-diam dia mengumpat kemunafikan dan
kelicikan Sian Wi goan, dimana hari ini ekor rasenya baru
kelihatan. Tiba-tiba ia melihat Kun lun indah Siau Wi goan bangkit
berdiri dan berjalan menuju ke arah Suma Thian yu berada,
Siucay berwajah tampan Si Kok seng mengikuti pula
dibelakangnya. Diam-diam Suma Thian yu merasa amat gelisah dia tahu ke
dua orang itu tidak bermaksud baik, mungkinkah dia harus
mengorbankan selembar jiwanya disini"
Setibanya didepan Suma Thian yu, Kun lun indah Sian Wi
goan baru tertawa terbahak-bahak sambil serunya:
"Suma siauhiap, kau sudah terluka, aaai... kau pun akan
mengalami kejadian seperti hari ini, haaahh...haaahh...
haaahh..."
Pada waktu itu kekuatan tubuh Suma Thian yu belum pulih
kembali, ditambah pula dengan luka yang dideritanya, ia tahu
bangkit berdiripun bakal mampus juga, maka diputuskan
untuk tetap memejamkan matanya sambil tak ambil perduli.
Melihat mimik wajah Suma Thian yu itu, Kun lun indah Siau
Wi goan kembali tertawa bangga.
Kemudian serunya dengan suara yang menyeramkan:
"Suma siauhiap, sayang sekali kau dilahirkan pada jam
yang sial sehingga akhirnya mesti bertemu aku disini, setelah
terjatuh kembali ke tangan aku Siau Wi goan hari ini,
anggaplah arwah nenek moyangmu memang tak
melindungimu, haaahh... haaahh... sebentar, setibanya
dihiadapan raja akhirat, kau boleh melaporkan semua
perbuatan mu ini kepadanya. Haaah... haaa... haah... kok
seng mengapa kau tidak segera turun tangan?"
Siucay berwajah tampan Si Kok seng tertawa seram, tibatiba
dia meloloskan pedangnya, lalu sambil menuding ke arah
Suma Thian yu, serunya:
"Orang she Suma, jangan lupa sekalian adukan juga
sauyumu didepan raja Akhirat!"
Selesai berkata pedangnya secepat sambaran petir
langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu.
Dengan senyuman dikulum Suma Thian yu menantikan
datangnya saat maut, jangan lagi gemetar, memandang
sekejap kearah Si Kok seng pun tidak.
Nampaknya ujung pedang itu segera akan menembusi
dadanya... Di saat yang amat kritis inilah, tiba-tiba terdengar
seseorang membentak keras"
"Lihat serangan!"
Siucay berwajah tampan Si Kok seng tidak sempat lagi
menghindarkan diri, tiba-tiba pergelangan tangan kanannya
terasa kaku, tahu-tahu pedangnya sudah rontok keatas tanah.
Kun lun indah Siau Wi goan menjadi tertegun melihat
kejadian ini, dia tahu pasti sudah terjadi sesuatu yang tak
beres. Dengan suatu lompatan cepat dia memburu ke sisi Siucay
berwajah tampan Si Kok seng dan menariknya ke belakang,
kemudian sambil mengawasi sekeliling tempat itu, bentaknya
penuh amarah: "Siapa disitu" Jagoan dari manakah yang sudah datang"
Ayo segera menampilkan diri!"
Mendadak dari atas sebatang pohon dimana Suma Thian yu
berada, melompat turun seorang pemuda, ternyata pemuda
itu bukan lain adalah Chin Siau, orang yang dicari-cari Suma
Thian yu selama ini...
Dengan senyuman angkuhnya menghiasi bibir, Chin Siau
berjalan santai menuju kehadapan Kun lun indah Siau Wi goan
serta Siaucay berwajah tampan Si Kok seng
Begitu melihat wajah Chin Siau, Siucay berwajah tampan Si
kok seng segera berseru:
Lapor susiok, orang ini pernah bersua dengan bibi, dia
adalah orang sendiri.
"Haahh...haahahha... jadi pendekar kecil yang dijumpai Lan
eng sewaktu berada di bukit Ngo tan san adalah orang ini,
kalau begitu kita memang orang sendiri, hampir saja saling
gebuk-gebukan sendiri."
000oo000 Dari pembicaraan yang barusan berlangsung, Chin Siau
segera mendapat tahu kalau orang yang berada dihadapannya
sekarang adalah Kun lun indah Siau wi goan, tanpa terasa ia
mendengus dingin:
"Hmmm, kita tak pernah saling berkenalan, siapa bilang
orang sendiri" Lagipula aku Chin Siau adalah seorang lelaki
sejati, aku tak sudi melakukan perbuatan munafik seperti
kaum pencoleng yang beraninya main licik, apalagi cara
persekongkelan kalian berdua, huuuh! Bikin hatiku merasa
muak saja"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melotot sekejap ke
arah Siau Wi goan dengan sorot mata tajam, katanya lebih
jauh: "Mungkin kau adalah Bengcu kaum hitam dan putih dari
dunia persilatan, Kun lun indah Siau Wi goan" Sungguh hatiku
meras pedih bagi kebutaan mata kawanan jago persilatan
yang mendukung dirimu, aaai.. belakangan ini memang dunia
sudah terbalik, mereka yang mempunyai mata terang justru
lebih tolol ketimbang mereka yang matanya secara
sungguhan"
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia
menghela napas, dari kata katanya yang penuh penghinaan,
boleh di bilang ia kelewat memandang rendah orang-orang
tersebut. Siucay berwajah tampan Si Kok seng tak bisa menahan
cemoohan tersebut dengan begitu saja, tiba-tiba dia
menyambar pedangnya lalu melompat ke hadapan Chin Siau
teriaknya sambil mengumpat:
"Bocah keparat, kau benar-benar tak tahu diri, sauya perlu
memberi pelajaran kepadamu!"
Kata 'mu' masih di mulut, pedangnya dengan jurus benih
bunga baru tumbuh sudah melepaskan sebuah bacokan kilat.
Chin siau sama sekali tak bergerak dari posisi semula,
mengawasi datangnya sambaran ujung pedang lawan, ia tidak
terburu-buru untuk meloloskan senjatanya.
Menanti ujung pedang sudah berada dihadapannya ia
berkelit kesamping secara tiba-tiba, kemudian sambil
meloloskan pedang, dia menyapu dua inci diujung pedang
Siucay berwajah tampan Si Kok seng dengan jurus menyapu
rata seribu prajurit.
Bukan begitu saja, bahkan secepat sambaran kilat
pedangnya menyambar ke dalam mengancam lambungnya.
Tampaknya seperti dua jurus, padahal bersamaan
waktunya dengan serangan dari Si Kok seng, hanya tahu-tahu
saja senjata itu sudah bersarang di perut lawan.
Tahu-tahu Si Kok seng menjerit kesakitan, perutnya robek,
ususnya berhamburan dan darah segar bercucuran ke manamana,
sambil memegangi perutnya dengan ke dua belah
tangan dia roboh terjengkang diatas tanah dan tak pernah
berkutik lagi. Gerak serangan tersebut benar-benar cepat dan sangat luar
biasa... Tanpa terasa Bi Kun lun indah Siau Wi goan
menghembuskan napas dingin, seluruh tubuhnya menjadi
dingin separuh.
Bila kita mau perhatikan dengan seksama maka tidak sulit
untuk mengetahui kunci keberhasilan Chin Siau barusan, yakni
taktik menghadapi gerak dengan ketenangan, suatu taktik
yang hebat sekali.
Biarpun Kun lun indah Siau wi goan sudah hidup sekian
puluh tahun, baru pertama kali ini ia saksikan ilmu pedang
yang begitu aneh, cepat dan cekatan, hal ini membuatnya
berdiri termangu-mangu sesaat sambil mengawasi pemuda
tersebut. Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya:
"Yaa, apabila jago pedang muda ini bersedia
menggabungkan diri menjadi anak buahku, biar kehilangan Si
Kok seng, aku toh tak akan merasa rugi sebab kepandaian
orang ini nampaknya jauh lebih bebat dari padanya..."
Berpikir begitu, bukan saja ia segera melupakan kematian
dari Si Kok seng malahan dari marah dia menjadi tertawa.
Sambil menunjukkan sikap serta mimik wajah yang sok alim
dan lembut, segera pujinya kepada Chin Siau:
Sebuah ilmu gerakan tubuh yang hebat, sunguh membuat
aku Siauw wi goan merasa sangat kagum, bila Chin siauhiap
tidak keberatan, wi goan memberanikan diri untuk mengajak
kau mengangkat saudara..."
Belum habis ia berkata, tiba-tiba Chin Siau menyela:
"Jadi kau tak akan menjadi marah karena kematian
pemuda itu?"
Kun lun indah Sini wi goan tertawa terbahak-bahak:
"Haaa...haaa... dalam suatu pertarungan, luka atau tewas
adalah kejadian yang lumrah, apalagi bagi oramg persilatan
yang kehidupannya sehari-hari bergelimpangan di ujung
golok, siapa sih yang dapat menjamin bakal panjang usia?"
Mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa lagi Chin Siau
tertawa terbahak-bahak.
"Haaa... haaa... barang siapa berteman denganmu, orang
itu benar-benar lagi sial delapan keturunan, bila sang korban
ini masih bisa mendapat tahu, dia tentu akan berubah jadi
setan untuk memakan daging dan tulangmu. Orang she Siau,
aku Chin Siau tak kenal dengan manusia macam dirimu itu,
lebib baik padamkan saja niatmu tersebut!"
Didamprat secara terang-terangan oleh pemuda itu, Kun
lun indah Siau wi goan merasakan wajahnya menjadi panas
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
karena jengah, ia betul-betul menderita sekali.
Dari malunya, ia menjadi marah, selembar wajahnya
berubah lagi menjadi beringas dengan hawa napsu
membunuh menyelimuti di mukanya, ia berseru sambil
tertawa seram: "Ternyata kau tak lebih hanya seorang cecunguk yang tak
tahu diri, kuberitahukan kepada mu, lebih baik jangan
menolak arak kemenangan dengan memilih arak hukuman,
Siau wi goan bukan manusia yang gampang dihadapi.
Walaupun Chin Siau belum cukup berpengalaman, namun
ia masih dapat mengetahui sikap Kun lun indah yang panas
dingin tak menentu itu, timbul perasaan jengah dan muakk
dalam hati kecilnya.
Ketika Siau Wi goan baru selesai berkata, ia sudah
mencibirkan bibir sambil mengekek:
"Bajingan tua yang munafik dan terkutuk, sauya tidak
doyan dengan permainan macam itu, bila kau memang
menganggap dirimu sebagai seorang lelaki sejati cabutlah
pedangmu dan hadapilah aku secara jantan, bila tidak berani
lebih baik sipat ekormu dan cepat menggelinding pergi, sauya
tidak punya banyak waktu untuk berurusan denganmu lagi"
Meledak hawa amarah Kun lun indah SiauWi goan sesudah
diejek habis-habisan oleh lawan, dia berpekik nyaring, tahutahu
diantara dentingan pedang tajam genggamannya telah
bertambah dengan sebilah pedang mestika.
Chin Siau hanya menyaksikan semua gerak-geriknya itu
tanpa komentar, kemudian setelah mendengus sinis, dia
alihkan pedangnya ketengah, lalu sambil melepaskan tusukan
katanya: "Siau tayhiap, beginilah baru terhitung seorang lelaki sejati,
sekarang waktu berharga sekali, silahkan kau lepaskan serang
anmu...!" Selama ini Kun lun indah Siau Wi goan masih ragu-ragu
melancarkan serangan karena terpengaruh oleh kehebatan
Chin Siau terutama sekali kematian dari Si Kok seng boleh
dibilang merupakan contoh yang terbaik baginya.
Maka dari itu dia tidak berani memandang enteng
musuhnya, ia selalu berjaga-jaga dengan ketat, sebab sedikit
saja teledor dalam keadaan demikian, hal tersebut akan
mengakibatkan kematian bagi dirinya.
Itulah sebabnya Kun lun indah tidak berani bergerak secara
sembarangan, dia kuatir bila sampai salah bertindak bisa jadi
selembar jiwanya malah akan lenyap dibukit Pek hok nia
tersebut. Sebagai pemuda yang pintar sudah barang tentu Chin Siau
dapat melihat hal ini sambil mendengus dingin, kembali
ejeknya: "Bagaimana" Ketakutan rupanya! Oya, aku bisa mendengar
debaran jantungmu yang berdetak keras, yaa sudahlah, siau
tayhiap memang ada baiknya kau pertahankan jiwamu itu
agar bisa pulang kerumah untuk melakukan kesenangan hidup
lebih lama!"
Kata-kata ejekan semacam ini bagi pendengaran Kun lun
indah merupakan pisau tajam yang menusuk-nusuk hatinya,
menghancur lumatkan harga dirinya.
Ya, berbicara sejujurnya, dia memang ketakutan. Terutama
sekali ketenangan dan sikap teguh yang diperlihatkan Chin
Siau, benar-benar telah menggetarkan perasaannya. Sebab
semakin tenang seseorang menghadapi ancaman, berarti
semakin berbahaya manusia tersebut.
Akhirnya Kun lun indah Siau Wi goan menurunkan
pedangnya kembali....
Dia sudah kalah sama sekali, mati kutu. Suatu kekalahan
yang benar-benar mengenaskan dan memalukan sekali.
Seorang pemimpim dunia persilatan yang memimpin kaum
hitam maupun putih ternyata keok dan menyerah kepada
jagopedang yang masih muda beliau.
Dengan penuh kebencian serta perasaan dendam ia
mengundurkan diri dari situ, pikirannya sangat kalut, tak bisa
disangkal lagi ia sedang menyusun suatu rencana busuk.
Dia tidak mengaku sudah menyerah, bagi manusia yang
pandai menyusun rencana keji macam dia, tak pernah ia
letakkan pancing ikannya terlalu jauh.
Atau dengan perkataan lain, dia menganggap dengan
mundur mencari keberhasilan merupakan tindakan yang lebih
tepat dari pada menerima kekalahan dan kerugian yang
berada didepan mata.
Malah kepada diri sendiri ia bersumpah:
"Lihat saja nanti, coba kita buktikan siapakah yang akan
muncul sebagai pemenang nya"
Ia berjalan menuju ke hadapan Wan wancu, waktu itu Wan
wancu juga telah selesai mengatur napas untuk
menyembuhkan luka dalamnya.
Kun lun indah Siau Wi goan segera memayang badan wan
wancu sambil katanya:
"Mari kita pergi saja!"
Wan wancu mengawasi Chin Siau dan Suma Thian yu
sekejap, kemudian bibirnya bergerak seperti hendak
mengucapkan sesuatu, namun niat tadi segera diurungkan
kembali. Kun lun indah Siau Wi goan yang melihat hal ini, dengan
cepat berkata: "Mereka tak bakal balik ke daratan Tionggoan lagi, sebab
disaat kaki mereka kembali daratan Tionggoan, maka saat
itulah nyawa mereka akan berakhir!"
Kemudian dengan cepat dia melanjutkan perjalanannya
meninggalkan tempat itu.
Memandang bayangan punggung ke dua orang itu, Chin
Siau tertawa senang, sejak terjun ke dunia persilatan baru
pertama kali ini dia benar-benar dapat merasakan bagaimana
enaknya suatu kemenangan.
Setelah bayangan kedua orang tadi lenyap, tanpa berpaling
lagi ke arah Suma Thian yu, Chin Siau segera beranjak pergi
pula meninggalkan tempat tersebut.
Mendadak dari arah belakang ia mendengar Suma Thian yu
berteriak keras:
"Saudara Chin, tunggu dulu!"
Waktu itu Chin Siau telah berada di tepi hutan, mendengar
seruan tersebut ia berhenti, lalu sambil membalikkan badan
tanyanya: "Ada apa?"
Suma thian yu berhasil memulihkan kembali kekuatannya,
ia segera berjalan kehadapan Chin Siau, lalu sambil menjura
katanya: "Terima kasih banyak atas pertolonganmu!"
"Anggap saja sebagai balasanku atas sebuah hutangku
kepadamu, tak usah berterima kasih" jawan Chin Siau ketus.
"Tidak, aku perlu berterima kasih kepadamu, sebab bila kau
tak muncul pada waktunya, mungkin habis sudah riwayatku"
sewaktu berbicara, sekulum senyum menghiasi wajah Suma
thian yu. "Hanya disebabkan perkataan inikah kau memanggilku?"
tegur Chin Siau dingin, "kalau begitu aku tak bisa melayanimu
lagi" Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan segera
beranjak pergi.
Cepat-cepat Suma thian yu menyusul dibelakangnya sambil
berteriak lagi:
"Harap tunggu sebentar, masa kau masih membenciku?"
Tiba-tiba Chin Siau membalikan tubuhnya, kemudian
berseru dengan marah:
"Jangan kau kira setelah kubantu dirimu untuk mengusir
musuh tadi berarti aku telah memaafkan dirimu. pokoknya
urusan diantara kita berdua bakal di selesaikan suatu ketika,
sekarang kau tak usah banyak berbicara lagi, lebih-lebih tak
perlu menggunakan berbagai muslihat untuk melemahkan
hatiku!" Selesai berkata dia membalikan badan dan segera
meninggalkan tempat itu.
Suma Thian yu yang bermaksud bersahabat dengnnya
ternyata harus menerima dampratan yang ibaratnya guyuran
sebaskom air dingin, memandang bayangan punggung Chin
Siau yang menjauh, dia hanya bisa nggelengkan kepalanya
sambil menghela napas panjang, lalu gumamnya seorang diri:
"Benar-benar seorang pemuda yaeg keras kepala, biarpun
mendendam namun masih dapat membedakan mana yang
benar mana yang salah, manusia seperti inilah baru dapat
disebut seorang lelaki sejati..."
Hari ini, Suma Thian yu telah kembali ke Eng bun kwan.
Dari sini menuju ke propinsi Hopak, orang mesti melalui
bukit Ngo tay san, terbayang kembali Manusia iblis penghisap
darah Pi Ciang hay, ia segera merasa jalan tersebut
merupakan sebuah jalan yang penuh resiko.
Maka selewatnya Eng bun kwan, dia mengambil jalan
menuju benteng Yang beng poo, menjelang magrib tibalah
dikaki bukit Ki ciok san.
Sepanjang perjalanan dalam benaknya ia teringat selalu
ucapan dari Siau Wi goan dan Wan wancu, akibat ia kelewat
berhati-hati sehingga setiap bayangan yang terlihat di
anggapnya sebagai bayangan musuh.
Tentu saja perjalanan yang ditempuh dalam suasana begini
terasa berat sekali.
Tapi didalam kenyataan dia memang harus berbuat begini,
sebab bagi manusia durjana berhati hitam seperti Siau Wi
goan, apa yang pernah diucapkan memang dapat pula
dilaksanakan olehnya.
Tapi dalam kenyataannya kemudian, selama beberapa hari
dia selalu aman tenteram tidak menjumpai marusia yang
mecurigakan. Biar begitu, Suma Thian yu sama sekali tidak berarti
mengendorkan kewaspadaannya.
Mendadak dari tengah jalan berkumandang suara
keleningan, pada mulanya dia mengira suara keleningan kuda,
tapi alhasil yang muncul dari tikungan halan adalah orang
penjajah barang yang menarik sebuah pedati.
Melihat orang itu cuma seorang pedagang kecil, akhirnya
Suma Thian yu mengendorkan kembali kewaspadaannya.
Jalanan dimana ia tempuh amat sempit, buru-buru Suma
Thian yu menyingkir kesamping untuk memberi jalan.
Apa mau dibilang, 'manusia tidak berniat melukai sang
harimau, si harimau justru berniat mencelakai orang',
pedagang itu justru mendorong keretanya langsung
menumbuk ke tubuh Sama Thian yu.
Menghadapi kejadian seperti ini, Suma Thian yu menjadi
terkesiap, dengan cepat satu ingatan melintas didalam
benaknya. Tergesa-gesa dia menggerakkan tubuhnya sambil
mengegos ke samping, kemudian tegurnya:
"Hei, kalau jalan kenapa tidak hati-hati?"
Pedagang itu berusia tiga puluh tahun, bertubuh kekar dan
bertelanjang dada sehingga kelihatan bulu dadanya yang
lebat. Orang itu segera mendengus dingin:
"Suruh aku berhati-hati" Hai bocah kunyuk, kenapa tidak
kau cari kabar dari orang, apakah si penjual obat Kho Ciu sui
dari bukti Ki ciok san adalah seorang manusia yang gampang
diusik" Suruh aku berhati-hati....."
"Hmm, nampaknya kau sudah meminjam nyali dari Lo
Thian ya....?"
Selama beberapa hari belakangan ini, Suma Thian yu selalu
dicekam perasaan murung dan kesal, ia menjadi teramat
mendongkol atas perkataan si tukang jual obat tersebut,
jawabnya kemudian ketus:
"Biar pun aku tak pernah meminjam nyali dari Lo Thian ya,
tapi aku justru dibesarkan karena selalu makan nyali
beruang!" Mendadak si tukang obat Kbo Cui Sui meletakkan keretanya
dan bertolak pinggang, hardiknya penuh amarah:
"Bocah keparat, tak heran kalau kau berani memusuhi Siau
tayhiap, rupanya kau memang punya tiga kepala enam lengan
hanya sayang, kau salah jalan, sebab jalan ini adalah jalan
kematian, kau sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk
melanjutkan hidup"
"Waah sungguhkah itu?" Suma Thian yu pura-pura kaget,
"celaka... kalau begitu aku mesti kabur ke belakang..."
Sambil berkata tiba-tiba saja dia membalikkan badan, tapi
apa yang kemudian terlihat membuatnya kembali tertegun.
Entah sejak kapan, ternyata dibelakang tubuhnya telah
berhenti pula sebuah kereta, orang yang menarik kereta itu
juga seorang lelaki kekar berusia tiga puluh tahunan yang
berwajah mirip sekali dengan si penjual obai Kho Cui sui.
Suma Thian yu mengira syarafnya kelewat tegang sehingga
menimbulkan bayangan yang keliru, serta merta dia berpaling
lagi, alhasil si penjual obat Kho Ciu sui masih tetap berdiri
tegak ditempat semula.
Ketika melihat pemuda itu berpaling dengan wajah
tercengang, penjual obat Kho Cui sui segera berkata sambil
tertawa angkuh:
"Bocan keparat, toaya lupa memperkenalkan, si penjual
obat yang berdiri dibelakang mu itu bernama Kho Tong sui,
dia adalah adik kandung toaya mu, kenapa" Dengan ke
munculan kami berdua, tentunya tak sampai mengecewakan
kau bukan?"
Mendengar perkataan tersebut, Suma Thian yu segera
berpikir didalam hati:
"Dikolong langit ini menang banyak terdapat kejadiankejadian
aneh, Wu san siang gi sudah terhitung sepasang
saudara kembar yang luar biasa, nampaknya kedua orang ini
pun merupakan saudara kembar juga"
Berpikir demikian, dia lantas berseru sambil tertawa
terbahak-bahak:
Haah...haah... haah... kalau cuma sepasang siluman kerbau
dan kuda mah masih belum cukup untuk menakut-nakuti
sauya, kalau dilihat dari perbuatan kalian yang menghadang
dari depan maupun dari belakang, tampaknya kalian benarbenar
bermaksud untuk turun tangan?"
Si penjual obat Kho cui sui tertawa seram:
"Suma thian yu, sikap Siau tayhiap terhadapmu cukup baik,
dengan berbagai cara dia berusaha mengajakmu masuk
rombongan, tapi kenyataannya kau tak tahu diri dan selalu
saja memusuhi dirinya, toaya benar-benar tidak mengerti,
Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebenarnya apa sih maksud tujuanmu?"
Suma thian yu tertawa tergelak.
"Setiap orang mempunyai cita-cita dan tujuan yang
berbeda dan tiada orang yang dapat memaksakan
kehendaknya, orang kuno bilang, mereka yang tak sepaham
tak akan berkelompok, sauya tak ingin sampai sepasang
tanganku turut berlepotan darah pula!"
"Apa maksudmu berkata demikian?" seru Kho cui sui
keheranan, "Siau tayhiap adalah seorang lelaki yang berjiwa
besar, penegak keadilan dan suka membantu kaum lemah,
siapa yang tak kagum dan hormat kepadanya" Boleh dibilang
setiap umat persilatan yang bergerak dalam dunia persilatan
sama-sama menaruh hormat dan salut kepadanya, kau
enggan berlepotan darah, apa kau anggap perbuataanmu itu
tidak menodai tangan mu dengan darah?"
Suma thian yu segera menggelengkan kepalanya sambil
menghela napas setelah mendengar perkataan itu, ujarnya:
"Perjalanan yang jauh akan memperlihatkan kekuatan
kuda, pergaulan yang lama akan menunjukkan watak
manusia. Bin kun lun Siau wi goan adalah seorang manusia
licik yang berjiwa pengecut, munafik dan keji, dia hanya
pandai berbicara serta memikat hati orang sehingga sembilan
puluh persen umat persilatan tertipu olehnya serta bersedia
menaati perintahnya. Ku anjurkan kepada kalian berdua biar
tahu diri serta membatasi diri dalam pergaulannya dengan
orang itu, kalau tidak, sekali tersesat kau akan menyesal
sepanjang masa...."
Mendengar perkataan tersebut, si penjual obat Kho cui sui
segera tertawa seram, tiba-tiba ia mendorong keretanya kesisi
jalan, lalu dari balik kotak kereta diambilnya sebuah senjata
tajam. Diiringi suara gemerincing keras, tahu-tahu didalam
genggaman Kho Ciu sui telah bertambah dengan sebuah
senjata rantai besi.
Kho Tong sui yang berdiri dibelakangnya tidak ambil diam,
dari balik peti keretanya dia mengeluarkan sepasang palu
gada, senjata tersebut paling tidak berbobot seratus kati, tapi
dalam genggaman Kho Tong sui justru seperti enteng sekali.
Melihat hal mana, Suma Thian yu tertawa lagi, katanya
sambil menggelengkan kepala.
"Tampaknya kalian berdua ada maksud untuk mencari
gara-gara denganku" Baiklah, terpaksa aku akan menyertai
kalian dengan pertaruhkan selembar jiwaku"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, mendadak
terdengar suara gemerincingan nyaring berkumandang
memecahkan keheningan, pedang Kit hong kiam telah
digenggam dalam tangannya.
Cahaya biru yang menyilaukan mata dengan cepat
memancar ke empat penjuru.
Ketika menjumpai pedang Kit hong kiam tersebut si penjual
obat Kho Ciu sui nampak agak tertegun, menyusul kemudian
serunya sambil tertawa tergelak:
"Haaah...haah...haah...rupanya kau adalah ahli waris Wan
Liang, tak heran kalau kelicikanmu luar biasa"
Diiringi suara gemerincinq nyaring, dengan jurus naga
panjang menghisap air' dia serang tubuh Suma Thian yu.
Dengan suatu pandangan kilat Suma Thian yu telah
memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, dengan cepat
ia sudah mempunyai suatu garis besar pandangan atas
keadaan di sana
Menghadapi serangan musuh yang mengcagatnya dijalan
bukit yang sempit ini, tiba-tiba saja ia mendapatkan sebuah
akal bagus untuk menghadapi kepungan ini.
Mendadak dia melompat mundur sejauh dua langkah untuk
menghindarkan diri dari sergapan tersebut, tapi desingan
angin tajam telah menyapu tiba dari belakang punggungnya,
Kho tong sui dengan memutar sepasang senjata palunya telah
menyergap dari belakang tanpa menimbulkan sedikit
suarapun. Tindakan ini sudah diduga sebelumnya oleh Suma thian yu
dan justru cocok sekali dengan taktik pertarungannya.
Serta merta pemuda itu merendahkan tubuhnya sampai
separuh bagian, sepasang kakinya menjejak tanah lalu melejit
ke udara dengan suatu gerakan yang luar biasa. Lejitan
tersebut boleh dibilang mencapai ketinggian enam kaki, dari
situ dia bertekuk pinggang sambil menjejakkan kakinya
kebelakang, setelah berjumpalitan beberapa kali dan melewati
kepala Kho Tong sui, dia melayang turun dibelakang tubuh
mereka. Dengan demikian, Suma Thian yu telah terlepas dari
kepungan lawan, dan sebagai akibatnya dua bersaudara Kho
menjadi saling ber hadapan muka.
Tapi dua bersaudara Kho pun bukan manusia
sembarangan, dengan kepandaian silat yang mereka miliki,
mereka merupakan jago kelas satu yang termashur dalam
dunia persilatan.
Dengan jurus pelangi panjang membungkus bulan, Kho Ciu
sui mengayunkan rantai panjangnya menyerang dada Suma
Thian yu dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Kho Tong sui tak berani berayal, dia membalikkan badan
sambil memutar sepasang palunya, bayangan hitam segera
menderu-deru diudara untuk mengacaukan pandangan lawan,
tujuannya untuk memecahkan perhatian musuh sehingga ia
berkesempatan untuk mele paskan sergapan mautnya.
Kerja sama kedua orang bersaudara dengan senjata
panjang dan pendek yang berbeda ini boleh dibilang amat
rapat dan luar biasa.
Semenjak terjun kedalam dunia persilatan, belum pernah
Suma Thian yu mendengar tentang nama sepasang
bersaudara tersebut, mungkin juga hal ini disebabkan ia tak
pernah berserak diwilayah San say.
Oleh sebab itu dia selalu menggunakan sikap yang
memandang enteng untuk menghadapi lawannya, dengan
ilmu silatnya yang melebihi orang, memang tak ada salahnya
memandang enteng lawan, cuma kali ini dia telah salah
perhitungan. Sejak kecil dua saudara Kho telah menerima didikan ilmu
silat dari tokoh sakti, mereka mempunyai kemampuan yang
hebat terutama dalam pertarungan dimana mereka turun
tangan bersama, kerja sama yang terbina oleh kedua orang
itu sangat ketat dan kuat, ditambah lagi mereka berdua
memiliki ilmu gerakan tubuh yang aneh tapi sakti,
kesemuanya itu membuat mereka ganas bagaikan serigala.
Seketika itu juga Suma Thian yu dipaksa mundur berulang
kali, posisinya pun mulai goyah.
Melihat kejadian ini, sambil meneruskan serangannya, Kho
Ciu sui berkata:
"Toaya mengira kau memiliki tiga kepala enam lengan,
ternyata tak lebih cuma tombak terbuat dari lilin, sama sekali
tak berguna....
Kemudian kepada adiknya Kho Tong sui serunya:
"Adikku, kau mundur saja lebih dulu, biar aku seorang diri
yang membekuk cunguk ini!"
Kho Tong sui benar-benar mengundurkan diri.
Kho Ciu sui segera memutar senjata rantainya menyelimuti
seluruh angkasa, secara beruntun dia lepaskan tiga buah
serangan berantai yang sekali lagi memaksa Suma Thian yu
mundur sejauh beberapa langkah.
Atas desakan demi desakan yang menghimpitnya, meledak
juga amarah Suma Thian yu, sebetulnya dia tak ingin
menyusahkan lawannya selama urusan belum memerlukan.
Sebab selama ini dia selalu menganggap ke dua Kho
bersaudara itu belum bejad betul moralnya, asal diberi
bimbingan yang benar mereka tentu akan mengerti dan sadar.
Siapa tahu musuh malah mendesaknya semakin hebat,
bahkan berniat untuk membunuhnya, jangan lagi Suma Thian
yu tak mampu menahan diri lagi, biar manusia yang terbuat
dari tanah liat pun akan naik darah juga dibuatnya.
Disaat dia sudah bersiap melancarkan serangan yang
mematikan, tiba-tiba terdengar Kho cui sui mengejek sambil
tertawa. "Bocah keparat, kau masih belum juga mau menyerah?"
Suma Thian yu segera memutar otak, kemudian sahutnya
sambil tersenyum:
"Kho tayhiap, kau mesti sadar bagaimana akibarnya bila
mengikuti jejak Siau wi goan, kau bakal rusak nama dan
kehilangan pamor, akhirnya keadaanmu sendiri akan
mengenaskan"
"Hmm!" Kho cui sui mendengus dingin, "lebih baik ucapan
semacam itu kau utarakan bila sudah berhasil mengalahkan
toayamu nanti"
Melihat kekerasan kepala lawannya, Suma thian yu segera
berpikir: "Tampaknya aku tak akan berhasil membujuknya hanya
Cinta Bernoda Darah 13 Pendekar Riang Karya Khu Lung Pendekar Sadis 17