Pencarian

Kitab Pusaka 18

Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 18


kami?" "Aaah, mana mungkin" Baiklah biar aku perkenalkan
dengan kalian besok pagi"
Keesokan harinya Sin sian siangsu dengan mengajak Chin
Siau telah berkunjung, ketika mereka berkumpul, pembicaraan
pun segera berlangsung hangat.
Yang paling hebat adalah Toan im siancu Thia yong segera
tertarik pada ketampanan Chin Siau sejak pertemuan pertama
sehingga dalam pembicaraan selanjutnya sorot matanya yang
jeli sering melirik kearah Chin Siau.
Begitu pula keadaan-nya dengan Chin Siau, ia segera
terpikat oleh kecantikan wajah Toan im siancu sejak
pertemuan pertama bertemu, seakan-akan tergetar oleh aliran
listrik bertegangan tinggi, keduanya merasa tergetar dan
cepat-cepat melengos kearah lain.
Betapa gembiranya Sin sian siangsu yang menyaksikan
peristiwa tersebut, dengan perasaan lega dia terbahak-bahak
sambil katanya:
"Kali ini aku si pelajar rudin benar-benar bisa hidup santai
dan menganggur.
Perkataan yang diutarakan sangat tiba-tiba ini kontan saja
membuat Thia Cuan dan Suma Thian yu menjadi tertegun,
apalagi setelah menyaksikan keadaan dari Sin sian siangsu itu,
mereka semakin terheran-heran dibuatnya. Sin sian siangsu
memandang sekejap ke arah Chin Siau dan Thia Yong berdua,
kemudian sambil memejamkan matanya dan tertawa misterius
ia berkata: "Ayoh berangkat, pertunjukan yang menarik selalu
berlangsung belakangan disaat permainan akan berakhir, kini
langkah pertama sudah mulai, berarti aku si pelajar rudin akan
menyakstkan tontonan yang menarik hati"
Maka berangkatlah ke enam orang itu melanjutkan
perjalanannya lagi.
Menjelang tengah hari mereka sudah berada dua puluh li
dari perkampungan Lu ming ceng dibawah kaki bukit Hoa san,
itu berarti menjelang senja nanti mereka sudah akan
mencapai tempat tujuan.
Lu ming ceng disebut sebuah perkampungan, padahal yang
benar hanya terdiri dari lima enam keluarga saja yang diharihari
biasa hidup sebagai pemburu, diantaranya terdapat
sebuah keluarga yang hidup terpisah dari kelompok keluarga
lain-nya. Keluarga ini mendirikan bangunan-nya dibawah kaki bukit,
selain megah pun indah dengan bunga dan bambu yang
mengelilingi seputar bangunan.
Pemiliknya berasal dari marga Chin, ia pindah ketempat
tersebut sejak setahun berselang.
Sebagai seorang kakek berusia enam puluh tahunan, dia
sangat ramah terhadap semua penduduk perkampungan, hal
ini dikarenakan kakek Chin ini memang seorang yang saleh,
ramah dan suka menolong kaum yang lemah.
Orang ini tak lain adalah Tay Hoa kitsu (pertapa dari Tay
hoa) Chin leng hui, seorang pendekar besar dari Bu tong pay
dimasa lalu, yang tak lain adalah ayah kandung dari Hu yong
siancu Chin Lan eng, perempuan cabul yang berhati keji itu.
Sejak disia-siakan anaknya yang menempuh jalan sesat,
kakek ini menjadi tawar terhadap segala macam urusan
keduniawian, sejak berdiam disini, saban hari dia menanam
sayur di pagi hari dan melatih diri di malam hari, tak heran
kalau ilmu silat yang dimilikinya dapat mencapai tingkatan
yang lebih sempurna.
Entah dari mana Ciong liong lo sianjin mendapat tahu
tentang alamatnya itu, ternyata dia telah memilih tempat
tersebut sebagai pusat berkumpulnya para jago dari golongan
lurus dalam pertarungan antara kaum sesat dan lurus yang
akan berlangsung tak lama kemudian.
Ketika senja menjelang tiba, matahari sudah mulai
tenggelam dibalik bukit sana. Suara burung yang berkicau
kembali kesarangnya membuat suasana diperkampungan Lu
ming ceng tersebut terasa lebih ramai dan meriah.
Tiba-tiba dari dari luar perkampungan terdengar suara
derap kaki kuda yang amat ramai, ternyata Suma Thian yu
berenam telah tiba ditempat tersebut.
Tampaknya penduduk perkampungan Lu ming ceng sudah
terlatih secara ketat dalam hal begini, segera ada orang yang
lari ketempat kediaman Chin Leng hui untuk melaporkan
kedatangan rombongan tersebut.
Tatkala Suma Thian yu sekalian sedang mencari tahu
tempat tinggal dari Ciong liong lo sianjin dari penduduk
setempat, Tay hoa kitsu Chin Leng hui dengan mengajak
seorang bocah cilik telah muncul dimuka perkampungan.
Begitu bersua dengan Suma Thian yu, bocah cilik itu segera
berteriak gembira:
"Engkoh Yu, kau telah membuatku menderita karena selalu
memikirkan kau, aku harus meninjumu keras-keras"
Dengan kepalan tinjunya dia segera memukul tubuh Suma
Thian yu dengan perasaan gemas.
Suma Thian yu sama sekali tidak membeti perlawanan, ia
membiarkan dirinya dipukul, kemudian sambil tertawa tergelak
baru katanya: "Adik Liong, sudab cukupkah kau memukuli aku?"
"Belum puas"
"Tapi kau toh mesti memberitahukan sebab musababnya
lebih dahulu"
Gak Sin liong, si bocah cilik itu menghentikan pukulannya,
lalu sambil cemberut katanya:
"Engkoh Yu, mengapa kau tidak memberi kabar
secepatnya" Tahukah kau aku sudah setahun lebih
menantikan kabarmu di dalam gua Hui im tong, hmm! Coba
bayangkan sendiri pantaskah kau dipukul?"
Mengetahui apa alasannya, Suma Thian yu segera tertawa
terbahak-bahak, dia tangkap tubuh Gak Sin liong lantas
memukul pantatnya dua kali kemudian ia baru membawanya
masuk kedalam. Sementara itu Tay hoa kitsu yang melihat kedatangan Sin
sian siansu pu tampak gembira sekali, mereka sudah
berangkat duluan kembali kerumahnya.
Ketika semua orang menuju kerumah kediaman Tay hoa
kitsu, tampak Siau yau kay berjongkok didepan pintu macam
pengemis kelaparan saja, disisinya nampak cawan bobroknya
itu. Sepasang manusia bodoh dari Wu san juga berada disitu,
mereka hanya duduk ditepi sumur sedangkan didepan pintu
berdiri seorang nyonya muda yang lembut dan cantik, dia
adalah ibu dari Gak Sin liong, yakni Hui im tongcu Gak Say
bwee. Ketika orang-orang itu melihat kemunculan Suma Thian yu
yang sama sekali tak terduga itu, mula-mula tertegun
bercampur keheranan, sebab dalam anggapan mereka semua,
Suma Thian yu sudah tewas.
Tak heran kalau mereka semua serentak maju
mengerubungi Suma Thian yu.
Sambil tersenyum Hui tim tongcu Gak Say bwee segera
berseru: "Harap kalian masuk kedalam, mari kita berbincangbincang
didalam saja"
Mereka semua pun bersama-sama masuk kedalam ruangan
tengah, sementara Hui im tongcu segera menitahkan kepada
Gak Sin liong untuk masuk kedalam dan mengundang keluar
sucou nya. Suasana dalam ruanganpun menjadi ramai sekali, semua
orang berebut mengajukan pertanyaan kepada Suma Thian
yu. Dalam keadaan beginilah tiba-tiba terdengar Gak Sin liong
berseru keras: "Sucou ku datang!"
Serentak semua orang menghentikan pembicaraan sambil
berdiri disamping dengan serius, tampak dibelakang Gak Sin
liong mengikuti Ciong liong lo sianjin yang segera manggutmanggutkan
kepalanya dan berkata sambil tersenyum:
"Silahkan duduk saudara sekalian, atas kehadiran kalian
lolap ucapkan banyak terima kasih"
Setelah semua orang duduk, Suma thian yu baru maju
kedepan dan berlutut dihadapan ciong liong lo sianjin dan Put
Gho cu sambil berkata:
"Thian yu yang tidak berbakti baru sekaranng pulang
kembali, untuk keterlambatan ini harap sudi dimaafkan"
Ciong liong lo sianjin tertawa terbahak-bahak.
"Haah...haah...haah... sudah kuduga kalau anak Thian yu
dilindungi oleh rejeki dan umur panjang, ternyata dugaanku
memang tidak meleset"
Sebaliknya Put Gho cu yang menyaksikan murid
kesayangan-nya dapat kembali dengan selamat pun segera
memperlihatkan perasaan yang sangat gembira.
Kedua orang tua itu segera memerintahkan kepada
pemuda itu untuk duduk, menyusul kemudian Sin sian
siangsu, Chin Siau, dua bersaudara Thia dan Bi hong siancu
sekalian maju memberi hormat.
Ketika didesak oleh semua orang, Suma Thian yu pun
segera menceritakan kisah perjalanannya semenjak berangkat
ke Tibet sampai pulang kembali kerumah.
Selesai mendengarkan penuturan tersebut, Put Gho cu
segera berkata:
"Anak Yu, benarkan kokcu dari lembah put kui kok adalah
Hui thian long cay (srigala bengis terbang kelangit) yang
dulu pernah merajai wilayah See ih?"
Suma Thian yu segera menggelengkan kepalanya berulang
kali, sahutnya:
"Tecu tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, tapi
tampang orang itu..."
"Tak usah dikatakan lagi, aku kenal dengan orang ini, bila
ucapanmu benar maka kokcu dari lembah Put kui kok tersebut
sudah benar adalah srigala bengis terbang kelangit dan
bininya pun sudah pasti San hoa popo"
Ketika pembicaraan sampai disitu, Put gho cu pun
menceritakan pula kisah pengalaman-nya dulu.
Peristiwa tersebut terjadi pada lima puluh tahun berselang
sewaktu Put gho cu sedang dalam perjalanan menuju
kewilayah See ih, dia telah berkunjung kerumah srigala bengis
itu. Tapi dalam suatu pembicaraan yang berbeda pendapat
akhirnya kedua orang itu saling bermusuhan sendiri.
Sementara itu nama besar Put Gho cu termashur dan
menggetarkan seluruh dunia persilatan, bahkan namanya
sempat termasyur sampai wilayah See ih, karena itulah Hui
thian long pay atau srigala bengis ini sudah bersiap
mengajaknya berduel.
Akhir dari pertarungan tersebut, Put Gho cu menderita luka
parah sedangkan serigala bengis itu terjerumus kedalam
jurang dan tidak diketahui nasibnya.
Sungguh tidak disangka lima puluh tahun kemudian
ternyata srigala bengis itu masih hidup bahkan menjadi kokcu
dalam lembah Put kui kok, peristiwa tersebut benar-benar
jauh diluar dugaan siapa pun.
Mendengar penuturan dari Put Gho cu tersebur, semua
orang pun menaruh kesan yang lebih mendalam terhadap
serigala bengis itu.
Terdengar Hut Gho cu berkata lebih jauh:
"Menurut pendapatku, sudah pasti srigala bengis terbang
dilangit telah bersengkongkol dengan Kun lun indah untuk
melakukan perbagai macam kejahatan"
"Dari nana kau bisa tahu?" tanya Toa gi Khong Sian segera.
"Hal ini menurut penilaianku saja, ketika Thian yu berhasil
kabur dari penjara, dia telah membunuh pula ketiga orang
jago dari srigala bengis itu, dalam keadaan demikian siapapun
tak akan mampu menahan diri, apalagi bagi srigala bengis
yang selalu angkuh dan tinggi hati"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia pun berkata lebih
jauh: "Sekalipun Kun lun indah tidak mengundangnyapun, dia
sama saja akan mengajak anak buahnya untuk bergabung.
Orang ini berhati keji dan buas, sudah pasti dia akan berusaha
untuk membalas dendam dan tak akan melepaskan Thian yu
dengan begitu saja"
Sian yau kay segera tertawa terbahak-bahak:
"Ha ha ha ha, kalau mau datang biarkan saja datang, kalau
ingin pergi biarkan pergi, buat apa kita mesti merisaukan" Kali
ini kita bertindak tegas, bukankah tujuannya untuk
membersihkan dunia persilatan dari manusia-manusia kurcaci
seperti mereka itu" Kalau dia datang sendiri kemari, hal ini
malah kebetulan jadi kitapun tak usah repot-repot sendiri"
"Benar sih benar" kata Put Gho cu kembali, "cuma kau
mesti tahu, serigala bengis terbang dilangit adalah manusia
yang tidak mudah dihadapi"
"Bagi aku si pengemis, yang penting adalah menghabisi
riwayat manusia durjana semacam itu, sampai waktunya aku
si pengemis yang pertama-tama akan mencobanya"
Begitulah setelah pembicaraan berlangsung amat asyik,
Ciong liong lo sianjin pun segera memanggil Suma Thian yu
agar mendekatinya, lalu berbisik:
"Anak yu, mata kitab pusaka itu?"
"Berada disaku anak Yu" cepat-cepat Suma Thian yu
mengeluarkan kitab tersebut dari sakunya dan diserahkan
kepada Cong liong lo sianjin.
Setelah menerima kitab itu, Ciong liong lo sianjin pun tidak
memeriksanya lagi, kepada semua orang dia berkata dengan
suara dalam: "Saudara sekalian, badai berdarah yang mengancam dunia
persilatan saat ini sesungguhnya timbul karena kitab pusaka
ini, sepintas lalu saja peristiwa ini terjadi seakan-akan karena
perselisihan antar pribadi yang kemudian dihimpun menjadi
satu, padahal yang sebenarnya adalah disebabkan kitab
pusaka tersebut"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia
menyambung: "Nasiblah yang mempermainkan manusia, sejak kitab
pusaka ini muncul kembali, suasana didalam dunia persilatan
sudah dicekam ketakutan, tampaknya Thian telah mengutus
Thian yu untuk bertanggung jawab atas badai pembunuhan
ini"

Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kata-kata yang sederhana dari Ciong liong lo sianjin ini
sesungguhnya kalau diperhatikan kembali justru mengandung
arti yang lebih mendalam.
"Sebagai contoh adalah nasib Thian yu, sejak kecil sudah
tertimpa bercana, lalu dia ikut Kit hong kiam kek, dan diterima
sebagai murid oleh Put Gho cu, bahkan mendapat
perlindungan dan kasih sayang dari kalian semua, hingga
sekarang nasibnya boleh dibilang kurang bahagia atau lebih
tepat dikatakan penuh diliputi kemisteriusan. Setelah beberapa
kali menemui musibah, dia selalu berhasil lolos dalam keadaan
hidup sampai akhirnya membawa kembali kitab pusaka yang
hilang, bukankah kesemuanya ini merupakan permainan dari
takdir?" Ketika Ciong liong lo sianjin menyelesaikan kata-katanya,
sorot mata semua orang pun bersama-sama dialihkan ke
wajah Suma Thian yu, membuat wajah pemuda itu berubah
menjadi merah padam bagai kepiting rebus.
Tay gi Siu Khong Sian segera tertawa terbahak-bahak,
serunya kemudian:
"Haaah...haah... haah...untung saja setan cilik ini berhasil
merebut kembali kitab pusaka itu, kalau tidak, akulah yang
pertama-tama tak akan membiarkannya hidup"
Kemudian sambil terpaling kearah adiknya Ji gi siu,
terusnya: "Bukankah begitu adikku?"
"Hmmmm" Ji gi siu segera menyahut.
Sementara semua orang sedang berbincang-bincang
dengan riang gembira, tiba-tiba dari belakang pintu muncul
seorang penduduk yang berseru dengan napas tersengkalsengkal.
"Diluar ada tamu"
Tay hoa Kitsu sebagai tuan rumah kembali bangkit berdiri
siap beranjak keluar, tapi Siau yau kay segera memanggilnya
sambil berseru:
"Tak usah kesana, suruh saja dia mengajak kemari"
Tay hoa kitsu Chin leng hui pun mengurungkan niatnya dan
memerintahkan penduduk itu untuk mengajak tamu tersebut
masuk. Tak lama kemudian penduduk itu sudah muncul kembali
dengan seorang penunggang kuda, ketika Tay hoa kitsu
melihat orang itu tak dikenal, diapun menjadi menyesal karena
membiarkan tamu asing itu masuk sampai kedalam.
Orang itu adalah seorang lelaki kekar berusia tiga puluh
tahunan yang berpakaian ringkas dan menyoren golok
dipunggungnya, ia menunggang kuda hitam yang amat kekar.
Tiba di ruang depan, orang itu sama sekali tidak melompat
turun dari kudanya, dia menjura kepada Tay hoa kitsu dengan
hambar dan berseru lantang:
"Aku mendapat perintah dari Siau tayhiap menyampaikan
kabar, besok malam pada kentongan pertama, dia akan
datang tepat pada waktunya di lapangan Koan jit Pang!"
Sementara Tay hoa kitsu hendak menjawab, tiba-tiba Siau
yau kay telah munculkan diri dan berseru kepada lelaki itu:
"Hey, apakah orang she Siau sudah datang?"
"Aku merasa kurang leluasa untuk menjawab pertanyaan
itu!" "Aku bilang orang she Siau itu sudah datang belum?" sekali
lagi Siau yau kay mengulangi lagi kata-katanya.
"Aku tidak tahu!"
"Sepulangnya nanti beritahu kepadanya, aku si pengemis
menyuruh dia datang membawa dupa besok malam" seru Siau
yau kay kemudian sambil tertawa ketolol-tololan.
Mendengar perkataan yang tak genah dari pengemis tua
itu, lelaki tersebut tidak banyak bicara lagi, dia segera
menggebrak kudanya dan berlalu dari situ.
Tay hoa kitsu pun segera melaporkan kejadian ini kepada
Ciong liong lo sianjin. Mendapat laporan itu, lo sianjin hanya
manggut-manggut saja kemudian meneruskan kembali katakatanya.
"Aku rasa isi dari kitab pusaka ini sudah dipelajari semua
oleh Thian yu, dan dia pun sudah memahami semua
rahasianya, berarti tak ada gunanya untuk disimpan lagi dari
pada mendatangkan bencana dikemudian hari, maka lolap
bermaksud hendak memusnahkan saja kitab ini"
Semua orang merasa amat terkejut setelah mendengar
ucapan ini, sedangkan Put Gho cu segera menimbrung pula.
"Maksud cianpwe memang bagus, cuma kalau kita rusak
kitab pusaka ini apakah tidak melanggar cita-cita dari Ku hay
siansu yang dulu menciptakan kitab tersebut?"
Ciong liong lo sinjin segera manggut-manggut.
"Ketika Ku hay siansu membuat kitab ini sebenarnya dia
bermaksud untuk menyiapkan kitab ini demi mengatasi
bencana berdarah yang bakal terjadi, kini bila kitab tersebut
tidak dimusnahkan, berarti pada generasi mendatang masih
akan terjadi kekacauan demi kekacauan, sampai kapan dunia
persilatan baru akan menjadi tenang?"
Mendengar ini, samua orang pun memberikan persetujuannya,
maka Ciong lo sianjin pun segera memusnahkan kitab
pusaka tersebut.
Sementara itu Hui im tongcu bangkit berdiri dan berkata
sambil tersenyum:
"Sekarang Suma hiantit sudah kembali dengan selamat,
aku rasa kedudukan sebagai pemimpin rombongan pun harus
dipikul oleh hiantit, entah bagaimana dengan pendapat kalian
semua?" Cepat-cepat Suma Thian yu menampik usul tersebut,
sedangkan semua orang pun berpendapat lebih baik Hui im
tongcu saja yang meneruskan mamegang jabatan itu.
Sebab ia sudah lama mempersiapkan diri, disamping itupun
sudah mempunyai gambaran terhadap situasi pada umumnya,
maka jabatan harus dialihkan kepada Thian yu, mereka kuatir
hal ini justru akan ditunggangi musuh.
Melihat semua orang masih tetap mendukungnya, terpaksa
Hui im tongcu pun harus meneruskan kembali jabatan-nya
untuk menjadi pemimpin rombongan. Maka dia pun
membeberkan semua rencananya yang telah dipersiapkan
selama ini. Mendadak ia merasa masih ada dua orang yang belum
hadir, segera tanyanya:
"Heran, mengapa Tam pak cu locianpwee dan Hian cing
totiang belum nampak juga?"
Suma Thian yu segera menceritakan pengalamannya
sewaktu berjumpa dengan Hian cing suheng.
Mendengar itu Put Gho cu berkata:
"Mereka tak mungkin akan mengingkari janji, hanya
masalahnya mereka terlalu nakal, sudah jelas telah datang,
siapa tahu justru bersembunyi diatas tiang rumah jadi pencuri
kecil, apakah hal ini tidak menggemaskan saja!"
Mendengar perkataan itu semua orang segera mengangkat
kepalanya dan memandang keatas, namun mereka tidak
berbasil menemukan sesuatu apapun, maka tanpa terasa
mereka pun mengalihkan kembali sorot matanya ke wajah Put
Gho cu. Melihat hal ini, Put gho cu hanya tersenyum saja tanpa
menjawab. Sebaliknya Ciong liong lo sianjin segera berkata sambil
tertawa terbahak-bahak:
"Haa...haa...haah...sudah, sudahlah, kalian tak usah
bermain-main lagi, waktu yang tersedia buat kita sudah tak
banyak lagi, harus segera berangkat"
Semua orang mengira perkataan dari Ciong liong lo sianjin
ini ditujukan kepada Put gho cu, siapa tahu Siau yau kay
segera membentak keras:
"Hey, masih juga belum mau menampakan diri, apakah
menunggu sampai aku si pengemis tua yang membekuk
batang leher kalian?"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba
terdengar seseorang tertawa nyaring, lalu bersamaan dengan
berkelebatnya bayangan manusia, Tam pak cu telah
munculkan dirinya.
Tay gi siu Kong Sian kontan saja mengumpat:
"Main sembunyi macam tikus, rupanya kau hendak jadi
mata-mata untuk menyelidiki kami?"
"Haah... haaah... yang lagi menjadi mata-mata berada di
dapan" Kemudian menghadap keluar pintu dia berteriak pula:
"Hidung kerbau, mengapa kau belum masuk juga?"
Ketika semua orang berpaling, tampak Hian cing tojin telah
muncul didepan pintu, dibawah ketiaknya nampak menjepit
seorang lelaki, ternyata lelaki itu tak lain adalah manusia yang
mendapat perintah untuk menyampaikan kabar dari Siau wi
goan tadi. Rupanya setelah meninggalkan tempat itu tadi,
lelaki tersebut telah balik kembali dan secara diam-diam
menyelundup masuk ke dalam.
Siapa tahu gerak-geriknya itu sudah diamati terus oleh Tam
Pak cu dan Hian cing to liang, belum lagi berhasil menyusup,
ia sudah ditangkap oleh Hian cing tojin.
Hui im tongcu berseru dengan gembira:
"Tak nyana kalian bisa datang engan membawa hadiah,
sungguh bagus sekali, totiang, letakkan bajingan itu ke tanah,
silahkan minum secawan air teh sebagai jasa bagi jerih
payahmu" Hian cing tojin meletakkan lelaki ke atas tanah, kemudian ia
memberi hormat kepada Ciong liong lo sianjin, setelah itu baru
memberi salam kepada gurunya, Put gho cu.
Dalam pada itu, Hui im tongcu telah memberi tanda kepada
Gak Sin liong agar menyekap lelaki itu ke dalam penjara,
kemudian ia baru menanyakan banyak soal rahasia dari Tam
pak cu sebagai persiapan untuk menghadapi musuh esok
malam. Sesungguhnya bentrokan yang terjadi antara golongan
lurus dan sesat dimasa lalu sudah seringkali terjadi, hanya
saja belum pernah diselenggarakan secara besar-besaran
seperti kali ini.
Kalau dimasa lalu, pertarungan selalu diselenggarakan
dipusat suatu partai atau perkumpulan, hanya kali ini kedua
belah pihak setuju untuk melangsungkan pertarungan di
lapangan Koan jit peng dipuncak bukit Hoa san.
Dengan cara demikian, maka tiada kemungkinan bagi ke
dua belah pihak untuk mempergunakan akal muslihat yang
licik keji ataupun persiapan jebakan serta alat perangkap yang
licik, semua pertarungan akan diselenggarakan dengan
mengandalkan kekuatan yang murnii dan ilmu silat yang
sejati. Disamping itu, pertarungan pun bukan di langsungkan demi
memperebutkan semacam benda mustika atau dendam
kesumat, seandainya adapun hanya merupakan urusan pribadi
segelintir manusia saja, seperti misalnya Suma Thian yu
terhadap Kun lun indah, Siau yau kay terhadap Kun lun indah
dan Chin Siau terhadap Siau hu yong.
Pertarungan yang berlangsung kali lni hanya boleh dibilang
untuk mengadu kekuatan dan melihat siapa yang mampu
merajai seluruh dunia persilatan, atau tegasnya pertarungan
ini demi memperebutkan nama dan kedudukan.
Begitulah, keesokan harinya setelah Hui im tongcu
mengatur segala sesuatunya, berangkatlah dia bersama
rombongan besar menuju ketebing Koan jit pang dibukit Hoa
san. Bagi angkatan yang lebih tua, perjalanan ini ditempuh
penuh dengan senda gurau, seakan-akan sedang berpesiar
saja, sama sekali tidak dicekam oleh suasana tegang.
Sedangkan kaum mudanya sama-sama menggosok kepalan
sambil bersiap sedia menjajal kemampuan yang dimiliki,
meski pun harus disertai dengan debaran jantung yang keras,
diantaranya Gak Sin liong yang memperlihatkan penampilan
paling tegang. Sepanjang perjalanan tiada hentinya dia bertanya ini itu,
sebentar berada disisi ibunya, sebentar lagi kembali kesisi
Suma Thian yu, gerak-geriknya seperti tak ada tenang.
Sedangkan Chin Siau, mungkin ilmu silat yang dipelajari
termasuk ilmu yang bersifat tenang, maka sepanjang jalan dia
hanya membungkam diri dengan sikap yang tenang sekali,
sekalipun Toan im siancu beberapa kali mengajaknya
berbincang-bincang, dia selalu menjawab dengan ringkas dan
tak banyak bicara.
Semakin demikian sikapnya, justru semakin besar perhatian
Toan im siancu terhadapnya, olen sebab itu Toan im siancu
belum pernah meninggalkan sisi tubuhnya.
Berbeda sekali dengan Bi hong siancu, dia selalu
menunjukkan sikap yang murung dan mulut yang
terbungkam, seringkali dia melirik kearah Suma Thian yu
sambil menghela napas panjang.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian tersebut,
segera bertanya dengan penuh perhatian:
"Adik Lan, apakah kau merasa tidak sehat?"
"Tidak"
"Lantas mengapa selalu bermuram durja?"
"Aku....aku menguatirkan dirimu"
Koan jit peng, terletak di puncak bukit Hoa san.
Hui im tongcu memimpin kawanan jago mencapai tanah
lapang dipuncak tersebut dan menuju ke arah barat laut,
karena dari arah barat daya sudah dipenuhi pihak musuh.
Sesudah masing-masing mengambil tempat duduk, Suma
Thian yu pun mulai memperhatikan keadaan dari pihak lawan.
Dari sekian jago yang hadir, diantara hanya seorang kakek
aneh yang belum pernah dijumpai selama ini. Tapi kalau
ditinjau dari dandanan serta potongan wajahnya, tak sulit
untuk menduga orang itu sebagai raja iblis nomor wahid dari
rimba hijau, si mayat hidup Ciu Jit bwe.
Sementara itu, Kun lun indah, Siau wi goan telah tampil ke
tengah lapangan dan memberi hormat kepada semua orang
sambil berkata:
"Sungguh gembira hatiku menyaksikan kehadiran anda
sekalian tepat pada waktunya, malam ini udara cerah dan
rembulan bersinar terang, sesunggulnya Wi goan sengaja
memilih tempat ini dengan harapan tak ingin mengusik
ketenangan orang lain. Baiklah, perkataan bertele-tele rasanya
percuma untuk diutarakan, bagaimana kalau kita selesaikan
saja masalahnya dengan kekerasan"
Sambil berkata ia sudah bersiap sedia untuk mengundurkan
diri dari situ Mendadak terdengar si harimau hitam Lim Kong berseru


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keras: "Siiau tayhiap, apakah kau telah memberikan keterangan
kepada mereka?"
"Oyaa..." Kun lun indah Siau Wi goan segera membalikkan
badan dan berkata lagi:
"Benar, hampir saja Wi goan melupakan suatu masalah
besar, mumpung pertarungan belum dilangsungkan, aku
memang merasa perlu untuk memberi penjelasan lebih dulu.
Kita sebagai anggota persilatan sudah sewajarnya kalau
bertindak jujur dan terbuka, maka didalam pertarungan nanti,
lebih baik kita bertarung seorang melawan seorang saja
daripada terjadi suatu pertarungan secara massal"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia
melanjutkan: "Umat persilatan sebenarnya berasal diri satu keluarga, tapi
selanjutnya dikuasai oleh segolongan kaum yang mengangkat
dirinya paling murni, akibatnya banyak pendekar yang
terdesak sehingga menyebabkan terjadinya gontokmenggontok
diantara sesama sendiri. Kuanjurkan dalam
pertarungan nanti, harap kalian semua bisa mengeluarkan
segenap ilmu silat yang dimilikinya tanpa sungkan-sungkan,
sehingga biar matipun tak perlu sayang, entah bagaimanakah
pendapat kalian semua...?"
"Segala sesuatunya kami akan turut perintah, silahkan Siau
tayhiap mengutus orang untuk bertarung" kata Hui im tongcu
mewakili golongan lurus.
Siau wi goan segera mundur kembali ke barisan, tak lama
muncullah seorang kakek ke arena, dia adalah Boan thian hui
(terbang memenuhi angkasa) Ya Nu, seorang piausu yang
berhianat dari perusahaan Sin liong piankiok.
Orang ini langsung turun ke arena tanpa minta persetujuan
lebih dulu dari Kun lun indah, sebenarnya Siau Wi goan
hendak menghalanginya, namun niat tersebut kemudian
diurungkan. Begitu bertemu dengan Ya Nu, amarah Bi hong siancu
segera berkobar, baru saja dia akan tampilkan diri, mendadak
tubuhnya di tarik seseorang dari belakang ketika ia berpaling
ternyata orang itu adalah Gak Sin liong.
Terdengar bocah itu berkata:
"Enci Wan, bagaimana kalau Liong ji yang turun ke arena
dalam babak pertama ini?"
Melihat wajahnya yang patut dikasihani itu, Bi hong siancu
segera mengangguk.
"Adik Liong mesti berbaik hati, ketahuilah setan tua itu
liciknya bukan kepalang"
Melihat nona itu menyetujui, Gak Sin liong menjadi girang
setengah mati, dia segara berjalan menuju ke tengah arena.
Tak terlukiskan rasa gusar Ya Nu ketika melihat seorang
bocah berusia dua tiga belas tahunan terjun ke arena untuk
menghadapinya, dia mengira Hui im tongcu sengaja hendak
membuatnya malu, hal ini segera menimbulkan niatnya untuk
menghabisi nyawa bocah tersebut.
Sementara itu Gak Sin liong sudah tiba didepan Ya Nu
segera menjura seraya berkata:
"Setan tua, ayoh sebutkan dulu namamu sebelum
menerima kematian..."
HAWA AMARAH YA NU semakin berkobar lagi setelah
mendengar ucapan ini, dengan penuh amarah dia
membentak: "Enyah kau dari sini!"
Sebuah tendangan kilat langsung diarahkan keperut Liong
ji, serangan tersebut dilancarkan sangat kuat dan dahsyat,
didalam anggapannya dalam sekali serangan saja Gak Sin
liong tentu akan terpental seperti sebuah bola karet.
Siapa tahu perhitungannya sama sekali melesat, baru saja
tendangan itu dilancarkan, tiba-tiba Sin Liong merendahkan
tubuhnya sambil menyambut datangnya serangan, kemudian
dengan tehnik meminjam tenaga memanfaatkan tenaga, dia
betot tubuh Ya Nu lebih kemuka.
Akibat dari betotan ini, Ya Nu menjadi kehilangan
keseimbangan badannya sehingga tak ampun lagi tubuhnya
segera terjerembab kearah depan.
Gik Sin liong yang jeli dan pandai, sudah barang tentu tak
mau menyia-nyiakan kesempatan itu lagi, begitu melihat Ya
Nu sudah roboh, ia segera menerjang kedepan sambil balas
melancarkan sebuah tendangan.
"Duukk...!"
Tendangan tersebut bersarang telak sekali membuat Ya Nu
segera menjerit kesakitan dan muntah darah segar, seketika
itu juga ia roboh tak sadarkan diri.
Gak sin liong segera bertepuk tangan sambil tertawa
tergelak, jengeknya:
"Rupanya dia tak lain hanya seorang gentong nasi yang
sama sekali tak berguna"
Dia membalikkan badan siap mengundurkan diri.
Mendadak terasa desingan angin tajam menyambar tiba
dari belakang tubuhnya, menyusul kemudian tampak sesosok
bayangan manusia melayang melewati atas kepalanya dan
turun tepat dihadapannya.
Ketika Gak Sin liong mencoba untuk mengamati orang itu,
ternyata dia adalah lotoa dari Tiang pek sam sat, si makhluk
berekor sembilan Li Gi.
Sebagaimana diketahui, si makhluk berkepala sembilan Li
Gi sudah pernah merasakan kekalahan secara tragis di tangan
Gak Sin liong, itulah sebabnya begitu menghadang
dihadapannya, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia
mengayunkan kepalan-nya menghantam tubuh bocah
tersebut. Biarpun Gak Sin liong belum cukup berpengalaman,
bagaimanapun juga dia sudah terdidik oleh seorang guru
kenamaan, ia sama sekali tidak gugup atau pun panik
menghadapi datangnya ancaman, sambil miringkan badannya
menghindarkan diri, segera ejeknya sambil tertawa cekikikan:
"Hey, apakah kaupun kepingin mampus?"
Makhluk berkepala sembilan Li Gi sama sekali tidak
mengucapkan sepatah katapun, secara beruntun dia
melancarkan dua buah serangan, tapi semuanya berhasil
dihindari Gak Sin liong secara mudah, lama kelamaan Gak Sin
Hong yang masih muda dan berdarah panas habis juga
kesabaran-nya. Suatu ketika dia sengaja membuka pertahanan sendiri
untuk memancing masuknya serangan dari Li Gi.
Nampaknya nasib Li Gi harus berakhir secara tragis,
sekalipun selama ini dia malang melintang dibukit Tiang pek
san, namun mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau
seorang bocah cilik yang masih berbau tetek pun bisa
mengambil resiko untuk mencari kemenangan.
Begitu melihat pertahanan bocah itu terbuka, dia lantas
menyangka lawannya masih kurang berpengalaman sehingga
tanpa sadar membuka titik kelemahan sendiri, dengan
perasaan girang ia segera menggempur Gak sin liong dengan
jurus harimau hitam mencuri hati.
"Serangan yang bagus!" bentak Gak Sin liong keras-keras.
Dengan cekatan dia mundur kebelakang sambil miringkan
tubuhnya, menyusul kemudian sepasang tangannya
mencengkeram lengan Li Gi erat-erat dan membetotnya
kemuka. Lalu dengan manfaatkan posisi badan lawan yang
terhuyung kemuka, sebuah tendangan kilat langsung
ditujukan kelambung musuh.
Tiba-tiba saja terdengar Li Gi mengerang kesakitan,
lambungnya pecah terkena tendangan yang menggeledek itu
sehingga ususnya berhamburan keluar, tentu saja tubuhnya
ikut roboh terkapar keatas tanah.
Penampilan Gak Sin liong yang cemerlang dan berhasil
merontokan dua orang jago lawan secara beruntun, segera
disambut kawanan jago dari golongan lurus dengan tepuk
sorak yang gegap gempita.
Mimpipun Kun lun indah tak menyangka kalau bocah cilik
itu memiliki kepandaian silat sedemikian hebatnya, dia merasa
mendongkol di samping gelisah, cepat-cepat serunya kepada
ketua perkumpulan Tiang ciau pang dari Hoang hoo yang
bernama Kang Hong siang itu:
"Saudara Kang, lebih baik kau saja yang turun arena,
bilamana perlu bunuh saja keparat itu!"
Kang Hong siang menyahut dan pelan-pelan menuju ke
arena, siapa tahu pada saat itulah si malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Eng hui sudah memburu lebih dulu kedalam
arena, terpaksa Kang Hong siang balik kembali ke tempat
semula. Gak Sin liong sama sekali tidak kenal dengan malaikat sakti
bermata tunggal, tapi dia sedang dibuat asyik oleh
pertarungan, maklumlah bagi seorang bocah yang secara
beruntun sanggup merobohkan dua orang lawan, rasa
gembiranya tentu tak terlukiskan dengan kata-kata.
Oleh sebab itu ia tak ambil peduli siapakah musuhnya kali
ini, bahkan kendatipun lawan-nya adalah seekor harimau pun
tak akan dipandang sebelah mata.
Sambil bertolak pinggang dan mata melotot segera
serunya: "Hey, apakah kaupun sudah bosan hidup?"
Malaikat sakti bermata tunggal Ciong Eng hui sama sekali
tidak menggubris, ditatapnya bocah itu dengan wajah dingin
tapi serius, Kemudian setibanya di depan Sin liong sepasang
tangannya segera dipentang lebar-lebar untuk mencengkeram
tubuh bocah tersebut.
Sepuluh gulung desingan angin tajam yang berhawa dingin
dan menusuk tulang segera menyambar kedepan dengan
kecepatan luar biasa.
Tapi Gak Sin Liong adalah seorang bocah yang tak takut
terhadap langit maupun bumi, dia menunggu sampai
kesepuluh jari tangan lawan tiba didepan mata kemudian
sepasang telapak tangannya baru di rangkap menjadi satu dan
di angkat keatas, menyusul kemudian lengannya di
rentangkan untuk menangkis kedua lengan Ciong Eng hui.
Bukan begitu saja, menyusul gerak mata, sebuah
lengannya dipakai untuk melindungi dada, lengan yang lain
diayunkan ke depan melancarkan bacokan ke dada musuh.
Gerakan itu panjang untuk diceritakan tapi cepat bagaikan
kilat dalam kenyataan-nya, Ciong Eng hui benar-benar dibuat
terkecoh oleh musuhnya, dia tidak menyangka kalau Gak Sin
liong bakal mengambil tindakan tersebut, ketika sadar
keadaan sudah terlambat, terpaksa ia sambut pukulan itu
dengan kekerasan.
"Blaaammm.....!"
Sambil menggertak gigi menahan diri, Ciong Eng hui
sambut serangan tersebut, namun akibatnya dia harus
mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, wajahnya
berubah menjadi hijau membesi.
Sekali lagi berhasil meraih kemenangan membuat Gak Sin
Hong semakin percaya dengan kemampuan yang dimilikinya,
namun dengan cepat, dia mendesak maju lebih ke muka,
kemudian melepaskan sebuah bacokan lagi dengan jurus
membunuh naga di balik ombak.
Membara sorot mata tunggal Malaikat sakti bermata
tunggal Ciong Eng hui, dia berkaok-kaok penuh amarah,
gerakan tubuhnya segera dirubah, ia sambut serangan lawan
dengan jurus angin menyapu sisa awan lalu sekejap kemudian
dirubah menjadi serangan kepalan yang disodokkan kemuka
dengan jurus menyambut datangnya gempuran ombak.
Gak Sin liong bukan seorang bocah bodoh yang mudah
dipecudangi lawan, dia meski kecil orangnya tapi lincah dan
cerdas, akibatnya Ciong Eng hui benar-benar dibuat bulanbulanan
oleh lawannya. Meski demikian pihak kaum lurus mengikuti pertarungan
tersebut dengan perasaan yang berdebar juga, terutama
sekali Bi hong siansu Wan Pek lan, dia benar-benar merasa
kuatir sekali. Mendadak dari arena bergema suara jerit kesakitan yang
memilukan hati, segera Bi hong siansu memandang kedepan,
setelah mengetahui apa yang terjadi, dia baru menghela
napas panjang sambil berbisik didalam hati.
"Sungguh berbahaya"
Menyusul kemudian dia baru bertepuk tangan sambil
berseru: "Adik Liong, suatu prestasi yang bagus, ayoh kembali, kau
harus menunggu giliran dilain saat"
Sekali lagi Gak Sin liong berhasil menghajar malaikat sakti
bermata tunggal Ciong Eng hui sehingga terluka parah dan
roboh terjengkang diatas tanah.
Adapun kepandaian yang dipergunakan bocah itu dalam
serangannya kali ini tak lain adalah ilmu pukulan Sian poo hui
hong ciang ajaran suciu nya, Ciong liong lo sian jin, tidak
heran kalau tak seorang pun di antara lawan-lawannya
berhasil meloloskan diri.
Ketua Tiang ciau pang Kang Heng hui segera merasakan
hatinya bergidik setelah menyaksikan malaikat sakti bermata
tunggal kembali dibikin keok oleh musuhnya, tapi urusan
sudah berkembang menjadi begini, tentu saja dia tak bisa
mundur dengan begitu saja kalau tak ingin ditertawakan
orang. Maka setelah mempersiapkan diri, pelan-pelan dia terjun
kedalam arena. Hui im tongcu Gak Say bwee yang menyaksikan putra
kesayangannya berhasil mengalahkan tiga musuh sekaligus,
dalam hati kecilnya pun merasa gembira sekali, begitu melihat
Kang Hong Siang tampilkan diri, ia kuatir Liong ji terluka,
maka segera teriaknya:
"Liong ji, ayoh kembali, kali ini harus tiba giliran dari enci
Thia mu!" Mendengar namanya di sebut, Toan im sian segera
melompat turun kearena, namun sesaat sebelum melangkah
keluar dia sempat melirik sekejap kearah Chin Siau.
Secara kebetulan Chin Siau pun sedang memandang
kearahnya, maka ketika empat mata saling bertemu bagaikan
di sambar aliran listrik, perasaan kedua orang itu sama-sama
merasa nyaman. Setibanya ditengah arena, Toan im sian cu Thia Yong
segera menjura sambil berkata:
"Sudah lama kudengar nama besar Kang pangcu, sungguh


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beruntung kita dapat saling bersua pada malam ini"
Kang Hong siang tertawa tergelak:
"Haaaah...haaah...haaa... lebih baik nona Thia tak usah
banyak bicara, cepat loloskan pedangmu!"
Toam im siancu yang menghadapi musuhnya dengan sopan
ternyata malah bibalas dengan sikap yang ketus membuat
nona itu naik pitam, diapun tidak sungkan-sungkan lagi,
sambil mencabut pedangnya ia berseru keras:
"Lantas mengapa Kang pangcu tidak meloloskan
senjatamu?"
Sekali lagi Kong Hong siang tertawa tergelak:
"Haaa...haah...haaah... biar kulayani dirimu dengan tangan
kosong belaka, daripada ditertawakan orang sebagai orang
tua yang menganiaya anak kecil"
Amarah yang berkobar dalam dada Toan im siancu semakin
membara, pikirnya:
"Bagus sekali....kalau toh kau bersedia menghantar
kematianmu, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji"
Berpikir demikian, dia segera memusatkan seluruh
perhatiannya sambil mengawasi lawan tanpa bergerak.
Kang Hong sing benar-benar amat jumawa, dia berdiri
seenaknya dan berkata sambil tertawa angkuh:
"Silahkan melancarkan serangan!"
"Lihat pedang! bentak Toan im siancu Kemudian sambil
menhimpun tenaga dalamnya kedalam lengan kanan.
Lalu dengan jurus walet terbang mengejutkan naga,
secepat kilat dia tusuk tubuh Kang Hong siang dengan diiringi
desingan angin tajam.
Dalam pertarungan yang berlangsung kali ini kedua belah
pihak sama-sama mengandalkan kecepatan masing masing
untuk saling menyambar, dalam sekejap mata bayangan
kepalan dan cahaya pedang telah menyelimuti angkasa.
Kang Hong siang dapat menjadi ketua terkumpulan Tiang
ciau pang tentu saja memiliki kepandaian yang tangguh,
buktinya dia sanggup menghadapi serangan pedang lawan
dengan tangan kosong belaka.
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah
bergebrak dua puluh jurus, lambat laun kang hong siang mulai
tak mampu menahan diri.
Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan kejadian ini
menjadi gelisah sekali, cepat-cepat dia memerintahkan si
setan muka hijiu Siang Tham agar tampilkan diri untuk
berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tak
diinginkan. Pelan-pelan Setan muka hijau Siang Tham bangkit berdiri
dan berjalan menuju ke tengah arena.
Hui im tongcu Gak Say bwee memang tak malu menjadi
pemimpin wanita yang cekatan, melihat kejadian tersebut dia
segera memerintahkan kepada sastrawan berpena baja Thia
cuan untuk segera tampilkan diri pula kearena.
Sementara itu setan muka hijau Siang Tham sudah tiba
ditengah arena, sastrawan berpena baja Thia cuan segera
melompat kehadapan-nya dan berseru sambil menjura:
"Apablia saudara Siang punya keinginan untuk bermain,
bagaimana kalau kita bermain-main sendiri?"
"Persis dengan selera toayamu" jengek Siang Tham ketus.
Dari sakunya Sastrawan berpena baja mengeluarkan
sepasang senjata poan koan pit nya, maka pertarunganpun
segera berlangsung.
Setan muka hijau memutar goloknya dengan jurus dewa
menunjuk jalan membacok ketubuh sastrawan berpena baja.
Sebagai murid dari Heng see cinjin, sudah belasan tahun
lamanya sastrawan berpena baja mendalami ilmu poan koan
pit nya, boleh dibilang kepandaian tersebut telah dilatihnya
mencapai puncak kesempurnaan, tentu saja ia tak mau unjuk
kelemahan-nya, dengan cepat dia menangkis sambil
melancarkan serangan balasan.
Dengan demikian, setan muka hijau Siang Tham pun tidak
mempunyai kesempatan lagi untuk memperhatikan keadaan
dari Kang Hong siang.
Dua pasangan yang sedang bertempur di arena sama-sama
melangsungkan pertarungan-nya dengan amat seru.
Kali ini Kang Hong siang sudah berada dalam keadaan
hanya bisa menangkis tanpa berkemampuan melancarkan
serangan balasan lagi, Toan im siancu yang menyaksikan
peluang baik tersebut tentu saja tidak menyia-nyiakan
kesempatan tersebut dengan begitu saja.
Dia segera merubah gerakan tubuhnya, pedangnya
diayunkan keangkasa dengan jurus bintang dan bulan saling
bersinar untuk menciptakan beritik-titik cahaya bintang
kemudian menusuk tubuh Kang Hong siang secara ganas.
Mendadak saja Kang Hong siang merasakan sekujur badannya
bergetar keras dan mundur dua langkah kebelakang.
Siapa sangka jurus serangan dari toan im siancu ini justru
bertujuan untuk memancing lawan, begitu melihat kang hong
siang mundur, ia segera membentak keras:
"Lihat serangan!"
Ditengah jalan pedangnya berubah jurus dengan gerakan
bintang bergerak awan berubah, lalu secepat sambaran petir,
cahaya tajam itu menyambar kemuka.
Tahu-tahu saja terdengar Kang Hong siang mengerang
kesakitan: "Aduuh....!"
Bunga darah segar memercik kemana-mana, ketua
perkumpulan Tiang ciau pang yang sudah cukup lama malang
melintang dalam dunia persilatan ini mati seketika dengan
keadaan mengerikan.
Belum habis jerit kesakitan dari Kang Hong siang, dari
pihak lain terdengar pula suara jeritan kesakitan.
Ketika mendengar suara jeritan tersebut, Toan im siancu
segera merasakan tubuhnya bergetar keras, dengan cepat dia
berpaling dan berseru kaget:
"Aaah, toako!"
Secepat kilat tubuhnya menerjang kearah arena
pertarungan, rupanya sebuah lengan dari sastrawan berpena
baja telah dipapas kutung oleh setan muka hiju Siang Tham,
bahkan pada saat itu si setan muka hijau sudah siap
mengayunkan goloknya untuk menghabisi nyawa lawan-nya.
Untung saja Toan im siancu bertindak cepat dengan
menangkis bacokan goloknya secara keras lawan keras.
Sastrawan berpena baja Thia Cuan segera manfaatkan
kesempatan itu untuk menjatuhan diri menggelinding ke
samping, akhirnya ia berhasil juga menghindarkan diri dari
ancaman bahaya.
Hui im tongcu Gak Say bwee segera bertindak cepat
dengan menyerobotnya dan membantu untuk menghentikan
aliran darahnya.
Dalam pada itu, Toan im siancu dan setan muka hijau telah
terlibat dalam pertempuran yang amat seru.
Sambil melancarkan serangkaian serangan-nya, Tham
Siang mulai mencaci maki:
"Bocah perempuan, kau sakit hati bukan" Heeh...heeeh...
heeeh... berikut ini adalah giliranmu. Aai sayang, sayang
sekali, seorang nona yang begitu cantik sebentar lagi harus
kehilangan sebuah lengannya, apakah hal ini tidak patut
dikasihani?"
Perkataan dari Siang Tham ini semakin membangkitkan
hawa amarah bagi Toan im siancu tapi menggusarkan pula
Chin Siau yang sedang duduk menonton.
Dengan cepat Chin Siau melompat bangun dan minta ijin
kepada Hui im tongcu, kemudian melompat ketengah arena
sambil serunya kepada Thia Yong:
"Nona Thia, kau boleh mengundurkan diri, biar aku yang
membalaskan dendam untukmu!"
Toan im siancu merasa gembira sekali melihat kekasihnya
turun tangan, dia segera melancarkan sebuah bacokan
kemudian melompat mundur kebelakang.
Melihat bocah perempuan itu mundur, semua amarah dari
setan muka hijau Siang Tham segera dilampiaskan kepada
Chin Siau, teriaknya dengan gusar:
"Bocah keparat, kau ingin mencari mampus?"
Dengan wajah serius Chin Siau tertawa tergelak sambil
sahutnya cepat:
"Lebih baik tak usah banyak bicara, kalau ingin mampus
lebih baik pasang lehermu baik-baik untuk kubacok!"
"Anjing sialan!" teriak setan muka hijau Siang Tham penuh
amarah. Goloknya dengan jurus Angin puyuh menggetarkan ombak
langsung membacok ketubuh Chin Siau.
Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Chin Siau
tertawa dan tidak sampai golok musuh menyambar datang,
pedangnya sudah ditutulkan keujung golok lawan sambil
bentaknya: "Serahkan nyawamu!" tiba-tiba cahaya tajam berkilauan,
setan muka hijau Siang Tham hanya merasakan pandangan
matanya menjadi kabur, tahu-tahu tengkuknya terasa dingin.
Belum sempat dia menjerit, darah segar sudah menyembur
keluar dengan derasnya, tidak ampun tubuhnya segera roboh
terjengkang keatas tanah dan tewas seketika.
Tampaknya Chin Siau merasa lega hatinya sesudah berhasil
membalaskan sakit hati kekasihnya, tanpa memperdulikan
orang ia dia balik kembali ketempat duduknya.
Sementara itu Toan im siancu telah kembali pula setelah
menengok keadaan luka dari kakaknya, melihat mayat Siang
Tham menggelepar diatas genangan darah, ia tahu kekasihnya
berhasil membunuh orang tersebut, hatinya benar-benar
gembira sekali.
Kalau bisa dia ingin segera memeluknya kencang-kencang
dan memberikan sebuah ciuman sebagai perasaan terima
kasihnya. "Ooooh saudara Chin, aku sangat berterima kasih
kepadamu" serunya dengan gembira.
Chin Siau tersenyum, dia merendah dulu kemudian baru
mengambil tempat duduk.
Dengan tewasnya setan muka hijau Siang Tham, maka
peristiwa ini segera bangkitkan amarah dari si mayat hidup,
demikian pula si harimau angin hitam Lim Khong, sekujur
tubuhnya segera gemetar keras karena gusarnya, sambil
membalikkan badan dia segera menerobos maju ketengah
arena sambil bentaknya:
"Orang she Chin, ayoh tampil ke depan untuk menerima
kematian!"
Chin Siau sama sekali tidak menggubris, dia duduk di
tempat dengan sikap yang tenang sekali tanpa ambil perduli,
sebab dalam hatinya hanya terdapat seorang musuh, orang itu
adalah Siau hu yong Chin Lan eng yang banyak akal muslihat
dan berdaya upaya untuk mencelakai dirinya.
Itulah sebabnya terhadap umpatan dan tantangan dari
harimau angin hitam Lim Khong, boleh dibilang dia
menganggapnya sebagai angin berlalu saja.
Tentu saja Hui im tongcu Gak Say bwee cukup mengetahui
tentang maksud hati Chin Siau tersebut, ia segera meminta
kepada Sin sian siangsu untuk menampilkan diri.
Dengan langkah yang seenaknya, Sin sian siangsu segera
tampil kedalam arena, sebaliknya harimau angin hitam segera
merasa terkesiap setelah mengetahui siapa lawan-nya.
Sin sian siangsu dengan lagaknya yang ketolol-tololan
langsung menghampiri lawan-nya, lalu serunya sambil tertawa
cekikikan: "Kita berdua harus bergaul dengan lebih akrab lagi, tentu
saja Lim tayhiap tidak menampik bukan?"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba dari arah lain telah
berkumandang pula suara bentakan keras.
"Lim lote, silahkan mundur dulu. Serahkan saja setan tua
ini kepadaku"
Sin sian siangsu segera berpaling, ternyata orang itu adalah
musuh bebuyutannya, kakek tujuh bisa Kwa Lun.
Tanpa terasa Sin sian siangsu tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh...haaahh...haaahh...hey musuh bebuyutanku,
nampaknya sebelum seorang diantara kita mampus,
pertarungan diantara kita berdua tak pernah akan berakhir,
hiiiih...hiiiihh...hari ini kita mesti bermain sampai puas"
Kakek tujuh bisa Kwa Lun tertawa seram pula.
"Setan rudin, Koan jit peng adalah tempat untuk mengubur
mayatmu, percuma banyak bicara, lihat kampak!"
Begitu selesai berkata, dia lantas mengayunkan kampaknya
kedepan dengan jurus menyapu rata lima bukit, serangan
tersebut langsung membacok kearah batok kepalanya.
Sin sian siangsu segera berteriak kesakitan sambil jeritnya:
"Aduuh mak, besar nian kampakmu!"
Dengan cekatan sekali dia menyelinap kesamping, memang
benar, senjata yang di pergunakan kakek tujuh bisa Kwa Lun
saat ini adalah sebuah kampak yang besar, panjang lagi berat.
Gagal dengan serangan yang pertama, kakek tujuh bisa
segera melepaskan sebuah bacokan lagi kearah pinggang.
Sin sian siangsu segera merendahkan bahunya sambil
menyelinap kebelakang, sebagai dua orang musuh bebuyutan,
mereka sama-sama bergerak cepat dan jurus serangan pun
seringkali ditujukan kebagian yang mematikan, hakekatnya
semua ancaman merupakan serangan untuk beradu jiwa.
Pada mulanya Sin sian siangsu masih dapat bergerak santai
dan sekehendak hati sendiri, malah disertai pula dengan
senyuman dan ejekan, namun kemudian ia segera terjerumus
dalam suatu pertempuran yang amat seru, terpaksa dia mesti
mengeluarkan segenap ilmu simpanannya untuk bertarung
melawan kakek tujuh bisa.
Dengan mengandalkan kampak raksasanya, dalam waktu
singkat si kakek tujuh bisa telah berhasil menempati posisi
diatas angin, dia selalu berada dipihak penyerang dan
melancarkan serangannya dengan kekuatan yang luar biasa.
Hui im tongcu Gak Say bwee yang menjumpai peristiwa ini
diam-diam mengucurkan keringat dingin karena menguatirkan
keselamatan Sin sian siangsu, katanya kemudian kepada Siau
yau kay: "Saudara Wi, apakah kau ingin mencoba untuk melemaskan
otot-ototmu?"
Siau yau kay segera menggeleng:
"Kekalahan sudah berada didepan mata Kwa Lun, kenapa
aku mesti ikut kuatir?"
"Benarkah begitu" Aku justru kuatir kalau dia sampai


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menderita kalah....."
"Coba kau perhatikan, tidak sampai tiga gebrakan lagi Kwa
lun sudah pasti akan keok!"
Hui im tongcu mengalihkan sorot matanya mengikuti jalannya
pertarungan di tengah arena, betul juga, tiba-tiba saja
terdengar Sin sian siangsu berseru sambil tertawa keras:
"Maaf, maaf...."
Semua orang segera menjumpai diatas dada dari kakek
tujuh bisa telah bertambah dengan sejumlah lubang sebesar
jari tangan, terbukti bahwa Sin sian siangsu berhasil
mengungguli lawan-nya.
Sin sian siangsu adalah seorang tokoh silat kenamaan,
begitu berhasil dengan serangan-nya, dia enggan mendesak
lebih jauh, setelah memberi hormat dia pun membalik-kan
badan dan mengundurkan diri.
Siapa tahu baru saja berjalan dua langkah, mendadak
terdengar dari para jago dari golongan lurus berteriak keras:
"Hati-hati dengan belakangmu!"
Sin sian siangsu terkejut, ia segera merasakan desingan
angin tajam menyambar tiba dari belakang, tergopoh-gopoh
dia menghindar kesamping.
Siapa tahu gerakan itu toh masih terlambat setengah
langkah, kakek tujuh bisa yang menyergap dari belakang
dengan ayunan kampak raksasanya telah membacok secara
telak. Sin sian siangsu yang terbokong oleh serangan lawan
hanya merasakan bahunya sakit bukan main sehingga
merasuk ke tulang, cepat ia menghimpun tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian kedalam lengan kanan-nya bersamaan
dengan terkena serangan lawan, dia melancarkan pula
serangan kilat.
"Blaammm!"
Diiringi suara benturan keras, tiba-tiba saja terdengar
kakek tujuh bisa mengerang kesakitan, perutnya robek dan isi
perutnya segera berhamburan keluar, tewaslah iblis tersebut
seketika. Sin sian siangsu sendiripun segera mundur terhuyung dan
roboh keatas tanah, darah segar mengucur keluar dengan
deras dari bahu kirinya ditambah pula dia mesti menggunakan
tenaga kelewat batas dalam seranggan-nya yang terakhir,
maka begitu selesai menyerang, roboh pingsanlah si tukang
ramal rudin ini.
Dengan demikian, pertarungan babak ini diakhiri dengan
keadaan sama-sama terluka.
Siau yau kay segera melompat masuk ke dalam arena
untuk menolong Sin sian siangsu, sedang pihak lawanpun
muncul untuk menarik jenazah rekannya.
Setelah arena dibersihkan, Sam yap koay mo dan dan
wanita seribu tahun Bwee ciang terjun ke arena dan
menantang para jago bertarung.
Berdasarkan beberapa kali pertarungan yang berlangsung
sebelumnya, bisa disimpulkan kalau taktik bertarung dari Kun
lun indah Siau Wi goan sudah kehilangan bobotnya,
persoalannya yaitu dia selalu mengutus orang lebih dulu untuk
terjun ke arena, dengan begitu memberi kesempatan kepada
Hui im tongcu untuk mengira-ngira dulu kekuatan lawan
sebelum mengutus jago dari pihaknya.
Demikian pula keadaannya dengan pertarungan kali ini,
setelah Sam yap koay mo dan ibiis perempuan seribu tahun
terjun ke arena, Hui im Tongcu segera mempertimbangkan
dulu kekuatan lawannya, setelah itu ia baru mengutus
sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san untuk menghadapi
pertarungan kali ini.
Berbicara soal kekuatan dan kedudukan dari sepasang
manusia bodoh bukit Wu san ini, sudah barang tentu masih
jauh di atas kedua orang gembong iblis tersebut, hingga
sebelum pertarungan dilangsungkan pun setiap orang sudah
menduga kalau Sam yap koay mo dan iblis perempuan seribu
tahun akan menderita kekalahan.
Begitu melihat sepasang manusia bodoh dari Wu san yang
terjun ke arena, Kun lun indah Siau wi goan menjadi panik,
cepat-cepat dia memerintahkan si pedang bunga satu huruf
Yu Liang gi agar terjun pula kedalam arena.
Tay gi siu Khong Sian segera berpaling kepada Ji gi siu dan
berkata: "Si nenek dan bocah muda itu kuserahkan kepadamu,
jangan lupa untuk membendung gerakan mereka, menanti
aku sudah selesai membereskan Sam yap koay mo, barulah
kita beresi mereka secara bersama-sama"
Ji gi siu tidak mengucapkan sepatah katapun, sesudah
mengangguk dia langsung berjalan mendekati iblis perempuan
seribu tahun dan pedang bunga satu huruf.
Si pedang bunga satu huruf merupakan jago lihay angkatan
kedua dari partai Thiam cong, pedangnya segera diloloskan
dan tubuhnya menerjang kemuka sambil melancarkan
serangan dengan jurus Seribu lelaki menuding, dia tusuk
perut lawan-nya.
Iblis perempuan seribu tahun pun tidak ambil diam,
bersamaan waktunya dia melancarkan sebuah pukulan
kearah Ji gi siu.
Selama ini Ji gi siu jarang sekali berbicara dan suka
membungkam diri dalam seribu bahasa, namun kepandaian
silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang luar
biasa. Melihat serangan gabungan dari kedua orang lawannya, dia
segera mengembangkan ilmu gerakan tubuhnya, dalam sekali
kelebatan saja tahu-tahu dia sudah lolos dari arena
pertarungan. Bagaikan sedang menangkap kelinci liar saja, kedua orang
tersebut menyerang Ji gi siu dari kiri dan kanan, tapi lawannya
begitu cekatan dan selalu berhasil menghindar, maka
terjadilah adegan saling kejar mengejar bagaikan anak kecil
yang sedang bermain petak umpat.
Dipihak lain Sam yap koay mo dan Tay gi siu pun sudah
terlibat dalam suatu pertarungan yang seru, bila berbicara soal
tenaga dalam maka kemampuan yang dimiliki sam yap koay
mo masih ketinggalan jauh sekali.
Tidak sampai sepuluh gebrakan kemudian sekujur badan
Sam yap koay mo sudah penuh luka, darah bercucuran
membasahi wajahnya dan pakaian yang pada dasarnya
memang tak karuan semakin compang-camping dibuatnya
sehingga boleh dibilang sama jeleknya dengan pakaian tambal
sulam yang dikenakan si pengemis Siau yau kay.
Tay gi siu merupakan tokoh silat yang termashur karena
kebijaksanaan dan kebaikan hatinya, dia tak pernah
membunuh orang tanpa alasan yang kuat, meski begitu
siksaan yang diberikan kepada lawannya sekarang cukup
mendatangkan penderitaan dan siksaan yang lebih hebat bagi
Sam yap koay mo.
Sambil tetap bertarung, Tay gi siu Khong sian mengejek
sambil tertawa:
"Hey tua bangka yang tidak mampus-mampus, apakah kau
belum mau menyerah kalah" Cepatlah pulang kerumah untuk
belajar beberapa tahun lagi, dengan mengandalkan
kemampuan itu masih jauh dari cukup untuk menjagoi dunia
persilatan, tidakkah kau rasakan bahwa kulit mukamu kelewat
tebal?" Sam yap koay mo merasa amat sakit hati, begitu
menderitanya dia hingga perasaan-nya bagaikan diiris-iris
dengan pisau tajam, sambil meraung penuh amarah teriaknya:
"Tolol, aku menginginkan nyawa anjing mu itu!"
Bersamaan dengan selesainya teriakan mana secara
membabi buta dia menubruk kedepan.
Melihat kenekadan dan cara menyerang lawannya yang
membabi buta, Tay gi siu Khong sian menggelengkan
kepalanya berulang kali sambil menghela napas.
Begitu tubrukan musuh tiba, dia segera mengegos
kesamping, tapi serangan Sam yap koay mo sungguh teramat
cepat, tahu-tahu saja dia sudah menerjang kembali kesisi
tubuhnya. Dengan gusar Tay gi siu Khong Sian mengumpat:
"Rupanya kau benar-benar sudah bosan hidup!"
Secara beruntun dia lancarkan beberapa pikulan keatas
panggung lawan, Sam yap koay segera berteriak:
"Aduuuhh!"
Sam yap koay mo menjerit kesakitan dan memuntahkan
darah segar, tubuhnya segera terguling keatas tanah dengan
selembar wajahnya menempel diatas permukaan tanah, lama
sekali tubuh itu tak bergerak lagi, rupanye ia sudah tewas
seketika. Dengan kematian dari Sam yap koay mo, Tay gi siu khong
Sian segera berjalan menghampiri rekannya Ji gi siu.
Sebaliknya ketika Ji gi siu menjumpai kawan-nya telah
berhasil sukses, dia segara merubah gerakan tubuhnya,
seperti seekor kupu-kupu dia mulai bergerak cepat diantara
kedua orang lawan-nya.
Tahu-tahu terdengar dua kali dengusan tertahan bergema
memecahkan keheningan, Ji gi siu tertawa panjang dan
mengundurkan diri kesisi Tay gi siu, rupanya dia telah berhasil
menaklukkan pula kedua orang lawan-nya, demonstrasi
kepandaian yang dilakukan sepasang manusia bodoh dari
bukit Wu san ini, selain hebat, lagi pula sangat mengagumkan,
justru karena kemuliaan dan kebajikan mereka inilah maka
kedua orang itu disambut dengan perasaan kagum oleh setiap
jago. Dengan senyuman gembira menghiasi wajahnya, Hui im
Tongcu Gak Siy bwee segera menyambut kedatangan mereka
berdua sambil berkata:
"Kalian berdua tentu cukup lelah..."
Dalam pada itu paras muka si Kun lun indah Siau Wi goan
telah berubah menjadi merah padam seperti babi panggang.
Sudah jelas terlihat sekarang bahwa pertarungan malam ini
berakhir dengan kekalahan total di pihaknya, bila ia masih
juga tak tahu diri serta tidak mau segera berganti lain haluan,
sudah jelas lebih banyak ancaman bahaya baginya daripada
keberuntungan. Maka dengan cepat dia mengajak si mayat hidup Ciu Jit
hwe dan Manusia penghisap darah Pi Ciang hay untuk
merundingkan situasi tersebut.
Dengan wajah angkuh dan senyum dingin menghiasi
wajahnya, si mayat hidup Ciu jit hwee segera berkata:
"Biar aku yang turun ke gelanggang"
"Tapi...tapi...hal ini mana boleh jadi" kata Kun lun indah
Siau Wi goan dengan perasaan keberatan.
"Atau kau bermaksud untuk turun tangan sendiri?"
Kun lun indah Siau Wi goan semakin sangsi sehabis
mendengar perkataan itu, untuk sesaat dia menjadi
terbungkam. Melihat itu si mayat hidup Ciu Jit hwee segera berkata
sambil tertawa dingin:
"Aku cukup mengerti tentang perasaanmu sekarang, hmm!
Andaikata kita bukan lagi menghadapi musuh tangguh, kaulah
orang pertama yang ku bacok sampai mampus!"
Keringat dingin segera bercucuran keluar membasahi
seluruh tubuh Kun lun indah Siau wi goan sehabis mendengar
perkataan ini, terutama sesudah menyaksikan mimik wajah si
Mayat hidup Ciu Jit hwee yang begitu buas dan bengis, ia
semakin terkesiap lagi dibuatnya.
Tanpa sadar dia segera bangkit berdiri dan bersiap-siap
untuk terjun kearena.
Dengan suara yang menyeramkan si Mayat hidup Ciu jit
hwee kembali berkata:
"Lebih baik kau terjun pada babak yang terakhir nanti, biar
aku yang turun tangan lebih dulu untuk membereskan
beberapa orang itu...."
Dengan langkah pelan, si mayat bidup Ciu Jit hwe terjun
kearena, setelah mengalihkan sorot matanya yang bengis
untuk me mandang sekejap kawanan pendekar tersebut
jengeknya dingin:
"Siapa yang akan turun kegelanggang lebih dulu?"
Menjumpai Si Mayat hidup Ciu Jit hwee turun tangan
sendiri, diam-diam Hui im Tongcu dibuat panik, dia tak tahu
siapa yang harus diutus untuk turun ke gelanggang kali ini.
Mendadak tampak olehnya Siau yau kay bangkit berdiri,
melihat pengemis tersebut, Hui im tongcu pun segera
manggut-manggut menyatakan persetujuan-nya.
Dengan langkah yang setengah terseret Siau yau kay terjun
kearena pertarungan dan langsung menghampiri si mayat
hidup Ciu Jit hwee, lalu katanya sambil tertawa:
"Tua bangka Ciu, orang tua seusia mu sudah sepantasnya
hidup santai sambil menikmati sisa hidup, buat apa sih kau
mesti menampilkan diri untuk menyerempet bahaya?"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee sama sekali tidak menggubris
ejekan tersebut, malahan bentaknya dengan marah:
"Kembali kau!"
"Hee...hee...hee...apakah aku si pengemis tua kurang
pantas untuk melawanmu?" kembali Siau yau kay berseru
sambil tertawa.
"Betul, suruh Ciong liong si keledai gundul itu untuk
keluar...!"
"Waduh...waduuuh... kenapa sih mesti mengumbar hawa
amarah dengan percuma" orang yang sudah tua, semestinya
punya jiwa yang lebih terbuka dan watak lebih lembut, kalau
dia yang keluar maka kehadiran-nya tak bakal
mermenguntungkan dirimu, kalau pingin makan, silahkan
mencicipi aku si tulang lembek saja"
"Pergi kau dari sini! Dengan kedudukanmu dan
kemampuanmu, kau masih belum berhak untuk bertarung
melawanku"
Sekalipun perkataan dari si Mayat hidup ini tidak kelewatan
namun nadanya toh kedengaran rada jumawa, bayangkan
saja bagaimana pun juga Siau yau kay termasuk seorang jago
lihay yang punya nama dan kedudukan didalam dunia
persilatan, berbicara soal kedudukan diapun hanya setingkat
dibawah Ciong liong lo sianjin, tidak seharusnya dia
menggunakan kata-kata semacam itu untuk menghadapinya.
Akan tetapi Siau yau kay masih saja menunjukkan
wajahnya yang penuh senyum sambil berkata:
"Tua bangka, setelah hidup sekian lama didunia ini, aku si
pengemis sudah bosan hidup, tolonglah kau suka berbuat


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebajikan dengan memenuhi pengharapanku ini, berilah
kematian kepadaka secepatnya, jasa dan budi mu itu tentu
akan kuingat selalu"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee paling benci mendengarkan
perkataan gila semacam itu, amarahnya semakin membara
selesai mendengarkan perkataan tersebut, dengan wajah
menyeringai seram dia segera menghimpun tenaga dalamnya
lalu sambil membentak keras melontarkan telapak tangan-nya
kemuka. Segulung angin serangan yang amat dahsyat pun segera
menggelung dan meluncur ke depan.
Sepintas lalu orang mengira Siau yau kay adalah manusia
yang hidup semaunya sendiri, padahal dalam otaknya justru
penuh siasat, begitu melihat datangnya serangan musuh, ia
tak berani menyambut dengan kekerasan.
Dengan cekatan tubuhnya berputar untuk menghindar
sejauh dua kaki lebih, serta meloloskan diri dari ancaman
tersebut. Si Mayat hidup Ciu Jit hwee tetap mempertahankan
kewibawaan-nya dengan tidak mendesak musuhnya lebih
jauh, ketika lawan-nya menghindar maka diapun segera
menghentikan pula gerakan tubuhnya.
Pelan-pelan Siau yau kay berjalan kembali menuju
kehadapan-nya, lalu sambil tertawa katanya:
"Tua bangka Ciu, tenaga yang kau pergunakan masih
kurang kuat, kumohon kepadamu tolonglah memperketat
seranganmu itu"
Sesungguhnya si Mayat hidup Ciu Jit hwee memang tak
pernah memandang sebelah matapun terhadap lawannya,
tampak dia menggerakkan tubuhnya dan maju kedepan sambil
melepaskan sebuah pukulan lagi.
Siau yau kay Wi Kian pun tidak ambil diam, dengan cepat
dia mengeluarkan ilmu gerakan tubuh andalannya Ciok tiong
lun poh cap lak tui, dalam sekali berkelebatan saja tubuhnya
sudah melesat maju kemuka.
Tindak tanduk dari si mayat hidup Ciu jit bwee memang
sangat aneh, seusai melepaskan sebuah serangan, dia tidak
melanjutkan dengan serangan berikut, seakan-akan ilmu silat
yang di milikinya terdiri dari jurus-jurus tunggal yang tidak
bersambungan satu dengan lainnya.
Tatkala Siau yau kay baru saja menghindar, Mayat hidup
Ciu Jit bwee pun mengincar posisi musuhnya lalu melancarkan
sebuah pukulan lagi, namun dengan cekatan pula Siau yau
kay telah berkelit kembali.
Secara beruntun si mayat hidup Ciu Jit bwee melancarkan
tiga buah serangan, tapi semuanya berhasil dihindari Wi Kian
secara mudah. Andaikata berganti orang lain, niscaya serangan lain akan
dilepaskan secara beruntun untuk mendesak lawan-nya,
namun tidak demikian dengan gembong iblis tua itu, oleh
sebab itu suasana diarena tidak berlangsung seru, ibarat
seorang guru yang sedang memberi pelajaran kepada
muridnya saja, pertarungan berjalan tersendat-sendat.
Siau yau kay sendiripun merasa sangat keheranan
menghadapi kejadian seperti ini, maka sesudah berpikir
sebentar dia segera berpekik nyaring, gerakan tubuhnya
berubah secara tiba-tiba dan secepat sambaran kilat
melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke dada Ciu jit hwee.
Jurus serangan tersebut sesungguhnya di maksudkan untuk
memancing musuh masuk perangkap, betul juga, Ciu Jit bwee
segera naik pitam, pikirnya dihati:
"Kurang ajar benar pengemis sialan ini, aku tak ingin
menghajarnya serta memberi kesempatan hidup untukmu, kau
justru berani mencabut kumis harimau, tampaknya kalau tidak
diberi pelajaran dia tak akan tahu diri...."
Maka dengan cepat dia melancarkan serangan balasan dan
secara beruntun melepas tiga jurus pukulan gencar, yang
digunakan-nya gerakan tubuh yang amat cepat bagaikan
sambaran kilat.
"Pengemis busuk, kau benar-benar pingin mampus
rupanya!" dia membentak dengan penuh amarah.
Melihat musuhnya sudah turun tangan, Siau yau kay
menjadi amat gembira, cepat-cepat dia mengeluarkan ilmu
langkahnya yang luar biasa untuk bergerak kian kemari seperti
orang yang mabuk kepayang, tahu-tahu saja dia sudah
terlepas dari ancaman si mayat hidup Ciu jit hwee tersebut.
Sementara itu si mayat hidup Ciu Jit bwee tidak bertindak
santai lagi, begitu ketiga buah serangan-nya mengenai
sasaran yang kosong, dia sudah dibuat amat gusar sampai
jenggot putihnya pada berdiri kaku, mendadak muncul niat
jahatnya. Diam-diam dia menyalurkan hawa beracun Hu si im tong
ciang nya kedalam lengan, kemudian melepaskan pukulan
gencar kedepan.
Atas kejadian ini maka dibalik serangan itu segera terasa
hawa dingin yang menusuk tulang, hal ini membuat sekujur
tubuh Siau yau kay mengigil kedinginan.
Sadarlah pengemis kita bahwa musuhnya telah
menggunakan pukulan beracun-nya, dalam keadaan begini
diapun tak berani ber tindak main-main lagi.
Segenap hawa murni yang dimilikinya segera dihimpun
kedalam tubuhnya, sementara itu langkah kakinya masih
mengeluarkan gerakan tubuh yang aneh untuk menghindari
ancaman musuh. Orang kuno bilang:
"Daripada berjaga lebih baik menyerang", sebab bila
seseorang hanya berdiri melulu diarena niscaya banyak titik
kelemahan yang akan terlihat, meskipun kau memiliki
kepandaian yang hebat pun tak mungkin mampu menghadapi
ancaman tersebut secara beruntun, kecuali musuhmu hanya
seorang manusia kelas tiga, kalau tidak sudah pasti kekalahan
berada dipihakmu.
Adapun musuh yang dihadapi Siau yau kay sekarang adalah
seorang gembong iblis yang memiliki kedudukan sangat tinggi
didalam golongan hitam dunia persilatan dewasa ini, berarti
dia harus mengandalkan kecepatan geraknya untuk meraih
kemenangan, sebaliknya bila mempertahankan diri terus
menerus, ini sama artinya dengan mencari kematian buat diri
sendiri. Dalam pada itu, si mayat hidup Ciu Jit bwee melancarkan
serangan untuk mempertahankan diri, pukulan demi pukulan
semuanya dilancarkan dengan jurus-jurus maut yang
mematikan, disamping, terselip pula hawa racun Hu si im tong
ciang yang maha dahsyat, bisa dilihat betapa hebatnya
ancaman tersebut.
Tak sampai setengah seminuman teh kemudian, Siau yau
kay hanya mampu menangkis belaka dan sama sekali tak
berkemampuan lagi untuk melancarkan serangan balasan.
Hui im tongcu Gak say hwee yang menyaksikan kejadian itu
segera memohon kepada Put Gho cu untuk terjun kearena
sambil berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tidak
diinginkan, tapi sebelum Put gho cu beranjak, Hian cing tojin
telah menampilkan diri lebih dahulu.
Sudah barang tentu Hui im Tongcu merasa kurang leluasa
untuk menampik, maka dia pun mengangguk memberikan
persetujuannya, maka Hian Cing tojin segera terjun kearena.
Kun lun indah Siau Wi goan yang menyaksikan ketua Bu
tong pay telah terjun kearena, buru-buru minta kepada An tay
cu untuk turun ke arena, tapi Leng gho cinjin yang merupakan
gurunya telah terjun lebih dulu ke gelanggang.
Hian cing tojin sedang bersiap sedia terjun ke arena untuk
membantu Siau yau kay, ketika menjumpai Leng gho cinjin
terjun kearena pula, ia menjadi tertegun dan untuk sesaat tak
mampu berkata-kata.
Sementara itu Leng gho cinjin telah menghampirinya dan
berseru sambil tertawa seram.
"Hian cing totiang, baik-baikkah kau selama ini" hutang
piutang kita pada dua puluh lima tahun berselang seharusnya
diselesaikan pula pada kesempatan ini"
Diantara Hian cing tojin dengan Leng gho cinjin memang
mempunyai perselisihan lama, sebagai seorang tosu yang
pendiam terutama memandang hina terhadap Kun lun pay,
maka Hian cing tojin tidak menanggapi perkataan dari Leng
gho cinjin tersebut.
Menyaksikan hal ini, mencorong sinar bengis dari balik
mata Leng gho cinjin, serunya kemudian sambil tertawa licik:
"Cabut keluar pedangmu, masih kita ulangi sistem
pertarungan tempo dulu, bagaimana kalau bertarung lagi
sebanyak ratusan jurus?"
Dari punggungnya pelan-pelan Hian cing tojin meloloskan
sebilah pedang, lalu sambil menatap musuhnya tajam-tajam ia
menyahut denga suara hambar:
"Bertarung bukan beradu mulut, silahkan!"
Tak terlukiskan amarah Leng gho cinjin menghadapi sikap
lawannya yang sombong dan tak memandang sebelah
matapun kepadanya itu, dengan cepat dia meloloskan
pedangnya lalu dengan menggunakan jurus Selaksa lebah
keluar dari sarang, secepat sambaran kilat dia tusuk tubuh
Hian cing tojin sambil teriaknya:
"Hidung kerbau, lihat pedang!"
"Serangan yang bagus!" dengus Hian cing tojin dingin.
Pedangnya diputar dengan cepat sambil melakukan
getaran, tiga kuntum bunga pedang segera memercik
diangkasa dan secara terpisah mengancam lawan-nya dari
posisi atas, tengah dan bawah.
Dalam sekali gebrakan saja, dia sudah mengancam tiga
buah jalan darah penting ditubuh musuh.
Bagi seorang ahli silat, satu gebrakan saja sudah cukup
untuk mengetahui apakah lawan-nya berisi atau tidak, Hian
cing tojin memang tenang seperti perawan, begitu bergerak
segesit kelinci, serangan yang dilepaskan langsung
menggunakan satu diantara tiga jurus maut dari Bu tong kiam
hoat, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman
tersebut... Sebaliknya Leng gho cinjin adalah ketua Kun lun pay,
lagipula merupakan guru dari si Kun lun indah Siau Wi goan,
sudah barang tentu kesempurnaan tenaga dalam maupun ilmu
silatnya bukan sembarangan.
Meski melihat datangnya ancaman, dia tak sampai gugup
dan dihindari dengan mudah, menyusul kemudian ia balas
melepaskan sebuah serangan dahsyat.
Disaat kedua orang itu masih terlibat dalam pertarungan
yang amat seru itulah, menndadak terdengar suara Siau yau
kay sedang menjerit kesakitan.
Hian cing tojin segera berpaling dengan perasaan terkejut,
lalu serunya tertahan:
"Aaaah!"
ooo0ooo0ooo0oo0ooo
Rupanya Siau yau kay telah menderita luka parah dan
terduduk diatas tanah denga wajah pucat pias seperti mayat
dan noda darah membasahi ujung bibirnya.
Sementara itu si Mayat hidup Ciu Tit bwee masih
melanjutkan langkahnya kedepan dan mendekati pengemis
tersebut. Tatkala Hian cing tojin menjerit kaget karena menyaksikan
peristiwa itu, Leng gho cinjin segera memanfaatkan
kesempatan yang sangat baik ini untuk melepaskan serangannya
dari samping. Bagi jago-jago lihay yang bertarung, pikiran cabang
merupakan pantangan yang amat besar, begitu Hian cing tojin
terganggu kosentrasinya tadi, pihak musuh segera
manfaatkan peluang itu melakukan penyerangan.
Tahu-tahu saja sebuah tusukan pedang dari Leng gho cinjin
telah dilepaskan.
Serta merta Hian cing tojin memutar pedangnya berulang
kali untuk memunahkan serangan mana dengan keras lawan
keras, posisinya pun dari pihak penyerang menjadi pihak
terserang... Begitu Leng gho cinjin berhasil menempati posisi sebagai
penyerang, keangkuhan-nya segera timbul kembali, sambil
berpekik nyaring dia getarkan pergelangan tangan-nya sambil
berubah jurus dan mengembangkan permainan lima pedang
Kun lun kiam hoatnya.
"Sreet..sreet..sreet..!"
Secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan pedang
yang diarahkan ke atas, tengah dan bawah, kesempurnaan
ilmu pedangnya memang mengagumkan, sedang gerakan
tubuhnya sangat aneh, kekejiannya pun tak malu menjadi
ketua Kun lun pay.
Didalam keadaan demikian, Hian cing tojin tak berani
berayal lagi, cepat-cepat dia lepaskan pula tiga jurus seraagan
pedang untuk memunahkan ancaman mana, bahkan napsu
ingin menangnya segera timbul kembali.
Tiba-tiba saja dia melompat mundur sejauh beberapa
langkah, kemudian sambil menjejakkan kakinya keatas tanah
dan berpekik nyaring, tubuhnya melayang ditengah udara, lalu
pedangnya digetarkan dan menggunakan jurus Bintang
rembulan saling berpadu, secepat petir dia babat kepala Leng
gho cinjin. Waktu itu Leng gho cinjin sedang dibuat keheranan karena
melihat gerak mundur dari Hian cing tojin, belum habis rasa
tercengangnya itu melintas lewat, tahu-tahu tubuh Hian cing
tojin sudah melejit keudara dan menyambar batok kepalanya.
Cepat-cepat Leng gho ciajin mengerutkan tulang sambil
merendahkan badannya, sapuan pedang dari Hian cing tojin
itu persis menyapu diatas kepalanya yang membuat
rambutnya terpapas dan bergugutan keatas tanah.
Menyusul kemudian Hian cing tojin melayang turun keatas
tanah, pedangnya segera dicolokkan kemuka dengan jurus
mendorong bukit membendung samudra dan menusuk Hoa
kay hiat ditubuh Leng gho cinjin.
"Huuuh, kepandaian silat kucing kaki tiga begitu mah
belum pantas untuk dipamerkan dihadapan orang, saudara
Leng gho, sudah tiba saatnya bagimu untuk beristirahat
panjang!" Hijau membesi selembar wajah Leng gho cinjin seusai
mendengar perkataan itu, namun mau tak mau dia harus
menangkis serangan dari Hian cing tojin tiu dengan
kekerasan. Siapa tahu dalam serangannya barusan Hian cing tojin


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hanya mengerahkan tenaga dalamnya sebesar dua bagian
saja, begitu tertangkis, pedang itupun melejit kesamping.
Tapi gara-gara untuk menangkis serangan pedang itu Leng
gho cinjin telah menggunakan tenaga dalamnya sebesar
puluhan bagian, akibatnya pertahanan tubuhnya menjadi
terbuka sama sekali.
Memang disinilah letak tujuan dari Hian cing cinjin, dengan
siasatnya itu disaat pedangnya tertangkis, tidak tampak
gerakan tubuh yang digunakan, tahu-tahu saja pedangnya
sudah menusuk kembali ke dada lawan.
Leng gho cinjin segera mendengus tertahan sambil
mengeluh kesakitan, sedangkan Hian Cing tojin sudah
melompat keluar dari arena dan berseru sambil tertawa:
"Maaf, maaf....!"
Sampai Hian cing tojin sudah mengundurkan diri dari
arena, Leng gho cinjin masih tetap berdiri tegak di tempat
semula dengan sepasang mata melotot besar lagi bulat.
Mendadak pedangnya terjatuh dari cekalan, menyusul
kemudian tuabuhnya bagaikan batang pohon yang tumbang,
tahu-tahu ikut roboh terjungkal keatas tanah.
Menanti semua orang menengok kearahnya dengan
pandangan terkejut ternyata Leng gho cinjin sudah
menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Saat itu di arena tinggal si mayat hidup Ciu Jit bwee
seorang masih tetap berdiri di situ, sementara Siau yau kay Wi
Kian sudah ditolong orang untuk memperoleh pengobatan dari
Ciong liong lo sianjin.
Suma Than yu yang menjumpal si mayat hidup Ciu Jit hwee
masih berdiri ditempat, maka diapun minta ijin kepada Hui im
tongcu lalu melompat kehadapan gembong iblis itu sambil
ujarnya: "Mohon petunjuk dari locianpwee!"
Mayat hidup Ciu Jit bwee melirik sekejap searah Suma
Thian yu, tiba-tiba saja paras muka setan-nya yang
menyeramkan itu berubah menjadi dingin dan kaku bagaikan
selapis baja, dengan suara geram bentaknya keras-keras:
"Bocah dungu yang masih bau tetek, lebih baik pulang saja
kerumah untuk minta ibumu menyusui, apa gunanya mencari
kematian ditempat ini?"
Baru saja perkataan itu selasai diutarakan, nampak si
harimau angin hitam Lim Khong telah melompat keluar dari
barisan dan memberi hormat kepada gurunya, si mayat hidup
sambil berkata:
"Suhu, untuk membunuh ayam buat apa memakai golok
penjagal kerbau" Biar Lim khong saja yang membereskan
bocah bau ini!"
Si mayat hidup Ciu Jit hwee tertawa hambar dan
mengundurkan diri dari situ.
Sepeningga1 si mayat hidup, dari barisan lawan kembali
tampil seseorang yang tak lain adalah si rasul garpu terbang
Kiong Lui. Begitu tiba disamping Lim Khong, dia segera berseru
dengan wajah menyeringai seram:
"Orang she Suma, toaya khusus datang untuk membuat
perhitungan denganmu"
Suma Thian yu memandang sekejap kearah dua orang
lawan-nya ini, kemudian tanyanya sambil tersenyum:
"Kalian berdua hendak maju bersama, atau kah...?"
"Tentu saja maju bersama!" sahut si Rasul garpu terbang
Kiong Lui dangan licik dan hina.
Suma Thian yu tertawa panjang, dipandangnya sekejap
orang itu dengan sinar mata menghina, lalu sahutnya sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Baru pertama kali ini kujumpai manusia bermuka setebal
kalian berdua, ayoh loloskan senjata kalian untuk bertarung!"
Sedari tadi Rasul garpu terbang Kiong Lui memang sudah
mempersiapkan senjata andalan-nya, tongkat kepala harimau
ber bentuk rembulan, tampak ia membentak keras lalu
merentangkan senjatanya di tengah udara, mulutnya yang
lebar menyeringai memperlihatkan wajah yang menyeramkan,
sementara hidungnya yang besar lagi tebal bergetar tiada
hentinya. Harimau angin hitam Lim Khong pun meloloskan sebilah
senjata yang berbentuk aneh dari pinggangnya, mereka
berdua dengan sorot mata yang tajam menggidikkan
mengawasi Suma Thian yu dengan pandangan penuh amarah.
Sesungguhnya tujuan Suma Thian yu terjun ke arena tadi
adalah untuk menghadapi si mayat hidup Ciu Jit hwee, sedang
terhadap kedua orang ini boleh dibilang tak memandang
sebelah matapun juga.
Pelan-pelan dia meloloskan pedang Kit hong kiamnya dari
punggung, lalu dia konsentrasikan diri pada ujung pedang dan
mengunakan tenaga dalamnya untuk bersiap diri.
Harimau angin hitam Lim Khong dan Rasul garpu terbang
Liong Lui saling berpandangan sekejap, tiba-tiba rasul garpu
terbang itu menggerakkan senjatanya, diiringi suara bentakan
keras, toya kepala harimaunya segera dibabatkan ke depan.
Senjata andalannya Suma Thian yu adalah pedang yang
termasuk senjata ringan, bila dia harus menangkis serangan
tongkat kepala harimau lawan dengan kekerasan, niscaya
akibatnya tak terlukiskan dengan kata-kata.
Maka dengan cekatan dia melangkah kesamping untuk
menghin-darkan diri dari ancaman tersebut.
Harimau angin hitam Lim Khong jauh lebih licik dan
munafik ketimbang rekan-nya, dia sama sekali tidak
melepaskan serangannya mengarah kemuka, ditunggu sampai
kesempatan baik tiba, serangan baru dilepaskan secara
gencar. Begitulah ketika Suma Thian yu menghindar kekanan tadi,
serta merta dia ayunkan senjatanya untuk membabat tubuh
musuh. "Serangan bagus" jengek Suma thian yu sambil tertawa
dingin, "orang she Lim, hari ini aku tak akan membiarkan kau
hidup lebih lama"
Secepat sambaran kilat, pedang Kit hong kiamnya
ditusukkan ketubuh Lim khong, ketika serangan sampai
ditengah jalan, tiba-tiba ia memutar badan sambil berganti
gerakan, dengan membawa tenaga serangan yang kuat dan
gerakan yang cepat, dia babat wajah si rasul garpu terbang.
Taktik suara ditimur menyerang dibarat yang diterapkan
pemuda tersebut memang sangat jitu lagipula tepat, Rasul
garpu terbang dibuat gelagapan dan panik sehingga hampir
saja termakan oleh ancaman Suma Thian yu tersebut, untung
saja dia masih sempat mengegos kesamping untuk
melepaskan diri.
Siapa tahu taktik yang dipakai Suma thian yu merupakan
taktin berantai yang mengandung maksud ganda, tujuan yang
sesungguhnya dari serangan ini bukan Kiong lui melainkan
harimau angin hitam Lim khong.
Dia sengaja berpura-pura melancarkan serangan-nya
kearah Kiong lui tak lain untuk menjebak kelengahan Lim
Khong, dimana kekuatan dan sasaran yang sebenarnya tak
lain adalah Lim Khong sendiri.
Begitulah, secara tiba-tiba Suma Thian yu memutar
badannya, segenap tenaga dihimpun kedalam lengan kanan
lalu dengan jurus mengejar guntur membendung petir, dia
serang Lim Khong secara mendadak.
"Serahkan nyawsa anjingmu!" serunya sambil tertawa
panjang. Mimpi pun si Harimau angin hitam Lim Khong tak
menyangka kalau Suma Thian yu akan menggunakan taktik
berantai untuk menjebak dirinya, melihat keadaan sudah
mendesak dan tak mungkin lagi baginya untuk menghindar,
dengan tubuh bergetar keras ia berpekik pedih:
"Mati aku!"
Suma Thian yu sangat membencinya karena peristiwa
dilembah Cing im kok tempo hari, dimana dia dipaksa sampai
tercebur ke air, maka kali inipun dia tidak ragu-ragu
melepaskan tusukan-nya keperut Lim Khong.
Pada saat itulah mendadak dari arah belakang terasa
desingan angin tajam, ternyata Rasul garpu terbang telah
menyergapnya dari belakang.
Dalam keadaan begini, andaikata Suma Thian yu
melanjutkan tusukan-nya ketubuh Lim Khong, niscaya dia
sendiripun akan terserang oleh sergapan Kiong Lui.
DlSAAT yang amat kritis inilah tiba-tiba melintas satu
ingatan didalam benak Suma Thian yu, tiba-tiba saja dia
mengegos kesamping sambil mengeluarkan ilmu langkah Ciok
tiong luan poh nya.
Dalam sekejap mata dia sudah menghindar dan menyelinap
kepunggung Lim Khong, telapak tangan kirinya langsung
didorong kemuka dengan kecepatan tinggi.
Waktu itu si Harimau angin hitam Lim Khong telah
memejamkan matanya sambil menunggu kematian, tiba-tiba
saja dia merasakan pandangan matanya menjadi terang,
ketika membuka matanya kembali ternyata bayangan tubuh
Suma Thian yu sudah lenyap dari pandangan.
Sebagai penggantinya dia justru melihat Kiong lui dengan
tongkat kepala harimaunya sedang menerjang tiba.
Ia menjadi terkejut sekali, dalam anggapan-nya Kiong Lui
telah berkhianat kepadanya, pagar makan tanaman dengan
mengorbankan dirinya demi keuntungan sendiri.
Sementara dia masih tertegun dan belum sempat
melakukan sesuatu gerakan untuk menghindarkan diri, tahutahu
dari belakang tubuhnya sudah menyambar datang
segulung kekuatan yang menghantam badan-nya sehingga
terhuyung kedepan.
Atas kejadian tersebut, tubuh si harimau angin hitam Lim
Khong pun secara otomatis terhuyung kemuka dan
menyambut datangnya serangan maut tongkat kepala
harimau dari si rasul garpu terbang Kiong lui, andaikata
serangan tersebut mengenai tubuhnya sudah dapat dipastikan
nyawanya akan melayang.
Rasul garpu terbang pun bukan manusia sembarangan,
ketika kehilangan jejak Suma thian yu dan melihat Lim khong
sedang menyongsong kedatangannya, dia menjadi sangat
terkejut, dalam keadaan demikian dengan sekuat tenaga
tongkat kepala harimaunya dimiringkan kesamping, namun
tubuh Lim khong masih tetap menerjang ke atas tubuhnya.
Untuk menyelamatkan diri sendiri dari musibah yang tidak
diinginkan, Rasul garpu terbang segera mendorongkan telapak
tangannya kemuka dan menahan gerak terjangan Lim Kong
secara paksa. Tapi pada saat itulah pedang Kit hong kiam dari Suma
Thian yu telah menembusi punggung si harimau angin hitam
itu sehingga tembus sampai kedadanya.
Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati pelan-pelan
tubuh Lim Khong roboh terjengkang ke atas tanah.
Menyaksikan kecepatan gerak dari Suma Thian yu, sadarlah
si Rasul garpu terbang Kiong Lui bahwa kepandaian silat yang
dimiliki si anak muda itu kini telah mengalami kemajuan yang
pesat dan bukan seperti dulu lagi.
Dengan perasaan gusar dan benci yang bercampur aduk, si
Rasul garpu terbang segera memutar tongkat kepala
harimaunya dan langsung dihantamkan ketubuh Suma Thian
yu. Pada saat inilah si mayat hidup Ciu jit hwee yang semula
telah mengundurkan diri, sekali lagi terjun kedalam arena.
Melihat penampilan kembali si mayat hidup kedalam arena,
Hui im Tongcu segera sadar bahwa gembong iblis ini tentu
bertekad untuk bertarung sampai titik darah penghabisan
dengan pemuda tersebut, hatinya menjadi amat gelisah.
Mendadak..... Dari tengah udara berkumandang datang suara pekikan
keras yang memekakkan telinga, mendengar suara itu Suma
Thian yu segera mengundurkan diri dari arena.
Tampak sesosok bayangan manusia melayang turun
kedalam arena dengan kecepatan luar biasa, ternyata
pendatang tersebut adalah Heng ci Cin jin, gurunya dua
bersaudara Thia.
Toan im siancu Thia Yong yang pertama-tama datang
menyongsong disusul pula oleh Bi hong siancu Wan Pek lan.
Dengan langkah yang pelan Heng si cin jin berjalan menuju
kehadapan Hui im Tongcu, lalu katanya sambil tertawa ramah:
"Apabila kedatangan pinto agak terlambat harap sudi
dimaafkan!"
Hui im tongcu merendah berulang kali serta
mempersilahkan Heng si cinjin untuk mengambil tempat
duduk. Tapi sambil tertawa Heng si Cinjin segera berkata:
"Pinto sudah datang terlambat, oleh sebab itu sudah
sepantasnya bila pinto yang menghadapi babak pertarungan
ini sebagai penebus dosa"
"Kalau begitu, merepotkan toheng untuk turun tangan"
sahut Hui im tongcu Gak Say owee sambil tersenyum.
Heng si cinjin segera melangkah masuk kedalam arena.
Rasul garpu terbang Kiong Lui sadar kalau kepandaian
silatnya tak akan mampu mengungguli Suma Thian yu, tapi
lain halnya dengan bertarung melawan tosu tua tersebut,
meskipun hasilnya belum ketahuan, paling tidak ia dapat
memaksa Suma Thian yu untuk bertarung melawan si mayat
hidup Ciu Jit hwee.
Berpikir demikian, dia segera menghadang jalan pergi Heng
si cinjin, serunya:
"Kiong Lui mohon petunjuk darimu!"
"Haaah...haaah...haaah, kedatanganmu memang paling
tepat, silahkan!" jawab Heng si cinjin sambil tertawa terbahakbahak.
Dengan cepat Kiong Lui mengerahkan kembali tenaga
dalamnya dan mengangkat senjata tongkat kepala harimaunya
untuk melancarkan serangan, ditengah deruan angin serangan
yang sangat kuat dan bayangan tongkat yang menyelimuti
angkasa, ia langsung menerjang tubuh Heng si cinjin habishabisan.
Dengan tangan kosong Heng si cinjin segera
mengembangkan pula permainan silatnya untuk melayani
serangan lawan.
Dalam pada itu si mayat hidup Ciu jit hwee sudah tak sabar
lagi untuk menunggu, tiba-tiba bentaknya:
"Bocah keparat Suma, ayoh cepatan sedikit menyerahkan
nyawa anjingmu!"
Perlahan-lahan Suma Thian yu masuk kedalam arena,


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sahutnya hambar:
Bertarung melawan manusia macam kau hanya akan
mengotori tangan sauya mu saja, lebih baik suruh manusia
she Siau itu yang keluar berbicara!"
"Bocah keparat" tukas mayat hidup Ciu jit hwee dingin,
"asalkan kau mampu bertarung sebanyak sepuluh jurus
melawanku, kau tak usah kuatir"
"Sepuluh jurus?" Suma Thian yu tertawa nyaring, "setan
tua, kau terlalu memandang tinggi kemampuanmu itu, jangan
lagi sepuluh jurus, seratus gebrakan pun masih sanggup sauya
layani" Mencorong sinar buas dari balik mata mayat hidup Ciu Jit
hwee sesudah mendengar perkataan ini, dengan wajah
menyeringai seram seperti binatang buas yang siap menerkam
mangsanya, dia awasi Suma Thian yu tanpa berkedip.
Sebaliknya Suma Thian yu kembali mengejek sambil
tersenyum: "Hey setan tua, aku dengar ilmu pukulan Hu si im tong
ciang mu merupakan kepandaian tangguh diantara kalangan
perampok, sauya mu ingin sekali mencoba kehebatan ilmu
tersebut, bagaimana kalau kita beradu tiga pukulan lebih
dulu?" Si Mayat hidup Ciu jit hwee segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa.
"Haah...haah...haah... bagus, bagus sekali, memang
tantanganmu paling bagus, sudah sekian lama aku hidup di
dunia ini namun baru pertama kali ini ku jumpai bocah yang
bernyali begitu besar seperti kau, bila tidak kupenuhi
harapanmu itu, kau tentu mengira aku tidak memberi muka
untuk mu, baiklah, bersiap-siaplah untuk menerima
seranganku!"
Sembari berkata dia segera bergerak mundur sejauh tujuh
delapan langkah kebelakang sehingga jarak di antara kedua
belah pihak menjadi satu kaki lebih lima depa.
Suma Thian yu bukannya mundur malah maju lebih
kedepan, jarak yang semula sudah jauh pun kini semakin
diperpendek lagi.
Mayat hidup Ciu Jit hwee segera duduk bersila diatas
tanah, membusungkan dadanya dan mendongakkan
kepalanya sambil mengawasi Suma thian yu dengan
pandangan hina.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini menjadi
gembira sekali, diam-diam dia ulangi lagi rahasia ilmu silat
yang dipelajari dari kitab tanpa kata lalu turut bersila pula
diatas tanah sambil menghimpun tenaga.
"Setan cilik apa yang kau ragukan lagi?" tegur mayat hidup
Ciu Jit hwee secara tiba-tiba dengan suara dingin.
Suma thian yu tertawa hambar.
"Yang ragu-ragu justru kau sendiri hey setan tua, meskipun
ilmu pukulan Hu si im tong ciang dahsyatnya luar biasa,
namun jangan harap bisa melukai sauyamu barang seujung
rambutpun"
Begitu ucapan mana diutarakan ke luar, semua hadirin
sama-sama terperanjat, sorot mata setiap orangpun samasama
dialihkan ke wajah Suma Thian yu.
Bi hong siancu Wan Pek lan dengan mata berkaca-kaca
mengawasi pula wajah kekasihnya dengan perasaan kuatir,
panik dan penuh perhatian.
Sepasang manusia bodoh dari bukit Wu san berpaling pula
kearah Put gho Cu dan bertanya lirih:
"Amankah anak Yu" Kami kuatir bocah ini hanya menuruti
emosi sehingga tidak mikirkan keselamatan sendiri"
Put gho cu menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Dengan tenaga dalam yang pinto miliki pun masih belum
mampu untuk menandingi Ciu Jit hwee, tentu saja anak Yu
pun tak akan mampu"
"Bagaimana kalau kita panggil saja agar dia mundur?"
tanya Tay gi siu Khong Sian dengan perasaan kuatir.
Tiba-tiba terdengar Ciong liong lo sian jin berkata sambil
tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haaah...haaah... kalian bertiga terlalu
menguatirkan keselamatan anak Yu, andaikata ia tak yakin
bisa mengatasi musuhnya, tak mungkin bocah itu berbuat
demikian, kalian toh tahu anak Yu tak pernah melakukan
perbuatan yang menyerempet bahaya"
Perkataan dari Ciong liong lo sianjin hanya dapat
menenangkan perasaan para jago untuk sementara waktu,
namun tak dapat menghilangkan perhatian mereka terhadap
keselamatan si anak muda tersebut.
Pada saat itu, kedua orang yang duduk saling berhadapan
itu sudah saling menghimpun tenaga dalamnya.
Tiba-tiba terdengar si Mayat hidup Ciu jit hwee membentak
keras dengan suara yang menggeledek:
"Lihat pukulan!"
Sekilas cahaya biru segera menyelimuti angkasa disertai
angin yang menderu-deru dengan kencangnya, diringi pula
suara desingan angin tajam segera menyambar ketubuh Suma
Thian yu. Tanpa sadar semua jago mengalihkan sorot matanya ke
wajah Suma thian yu, tampak si anak muda itu meluruskan
sepasang telapak tangan-nya ke depan dengan mata tangan
menghadap keluar, sepasang matanya melotot tajam kearah
sepasang tangan-nya, tidak terdengar suara bentakan, tidak
jelas pula kemana larinya angin serangan yang dilepaskan.
Mendadak terdengar suara ledakan keras yang memekikkan
telinga berkumandang ditengah arena.
"Blaaamm!"
Dengan pandangan terkejut dan tertegun semua orang
mengalihkan pandangan-nya ke arena.
Suma Thian yu sama sekali tak bergerak dari posisi semula,
hanya permukaan tanah dimana ia duduki telah amblas
sedalam tiga inci lebih.
Sebaliknya si mayat hidup Ciu Jit hwee masih tetap seperti
keadaan semula, sama sekali tak berkutik dari posisinya.
Hui im Tongcu Gak Say hwee yang menyaksikan kejadian
tersebut menjadi amat gelisah, cepat-cepat dia bertanya
kepada Ciong liong lo siang jin:
"Suhu, anak Yu...."
"Tidak usah kuatir, dia tak akan menderita kalah!"
"Tapi dia sudah...!"
"Kau tak akan mengerti, tak usah banyak bertanya lagi"
Hui tongcu segera berpaling kembali ke arena, tiba-tiba
saja ia mendengar si Mayat hitam Ciu Jit hwee telah
membentak lagi dengan penuh kegusaran:
"Setan cilik, sambut lagi sebuah pukulan ku ini!"
Angin serangan yang menyambar kedepan kali ini jauh
lebih kencang dan dahsyat, cahaya biru yang menyelimuti
angkasa pun, semakin tebal menggulung datang bagaikan
awan hitam sebelum badai menjelang, dengan hebat dan
dahsyatnya menggulung keseluruh badan Suma Thian yu.
Senyuman dingin yang tipis dan hambar segera
tersungging di ujung bibir Suma Thian yu, sekali lagi sepasang
telapak tangan-nya di lontarkan kedepan, tidak terdengar
suara tiada pula sesuatu gerakan, semua orang menyaksikan
udara menjadi cerah secara tiba-tiba dan tak kelihatan suatu
gejala yang aneh pun.
Tiba-tiba... "Blaamm...! Blaammm...!"
Secara beruntun terdengar lagi suara dentuman keras yang
bergema secara beruntun.
Angin puyuh segera menderu-deru, awan gelap
menyelimuti seluruh angkasa dan suasana menjadi amat kalut.
Dalam waktu singkat bayangan tubuh kedua orang itu
sudah terkurung oleh deruan angin yang memekikkan telinga
itu. Beberapa orang yang hadir didalam arena hanya
menangkap sekali suara dengusan kecil yang tertahan.
Dengan perasaan kuatir Hui im tongcu dan Bi hong siansu
segera berseru tertahan:
Bagaimana ini" Bagaimana ini?"
Diam-diam Ciong liong lo sianjin sendiri pun merasa gelisah
sebab ditinjau dari suara dengusan tadi, mirip sekali dengan
suara dari Suma Thian yu, hal ini membuat rasa percayanya
pada diri sendiri menjadi goyah.
Lambat lain pasir yang beterbanganpun mulai mereda,
awan hitam mulai buyar dan keadaan dalam arena menjadi
cerah kembali, apa yang kemudian terlihat membuat para jago
berseru kaget. Ternyata kedua orang yang sedang bertarung itu tetap
duduk kaku seperti patung, sama sekali tak bergerak barang
sedikitpun jua, keadaan mereka tidak ubahnya seperti para
hwesio yang sedang bersemedi.
Tak lama kemudian Suma Thian yu menggerakkan
badannya dan bangkit berdiri, lalu tanpa mengucapkan
sepatah katapun kembali kerombongan-nya.
Bi hong siancu Wan Pek lan yang menjumpai kekasihnya
masih hidup menjadi amat gembira, cepat-cepat dia maju
kemuka menyambut kedatangannya.
Sementara itu para jago masih mengawasi si mayat hidup
Ciu Jit hwee tanpa berkedip, mereka yang berpihak kepadanya
berharap agar gembong iblis itu bangkit kembali, tetapi yang
membencinya berharap agar ia tak pernah bisa bangkit
kembali. Namun akhirnya si mayat hidup bergerak, namun ia bukan
bangkit berdiri melainkan pelan-pelan roboh terjungkal keatas
tanah dan tak berkutik lagi.
Buih putih meleleh keluar dari ujung bibirnya dan buih itu
sudah bercampur darah, wajahnya menjadi hijau membesi lalu
putuslah nyawa iblis tersebut.
Akhirnya si gembong iblis yang menjuluki diri sebagai
mayat hidup itu tergeletak di atas tanah dan tak pernah
berkutik lagi, ia benar-benar menjadi sesosok mayat.
Kejadian ini kontan saja disambut dengan tepuk sorak yang
gegap gempita dari pihak para pendakar.
Bukti menunjukkan bahwa ilmu silat dari kitab tanpa kata
mampu mengatasi keganasan Hu si im hong ciang yang amat
beracun dan kini Suma Thian yu telah menjadi seorang
pahlawan. Tiba-tiba terdengar kembali suara pekikan nyaring bergema
memecahkan keheningan.
Heng si cinjin dan Rasul rasul garpu terbang yang semula
masih bertarung sengit, kini sudah lenyap entah pergi
kemana. Namun tiada orang yang menaruh perhatian akan kejadian
ini sebab perhatian semua orang telah ditujukan keatas wajah
Sip hiat jin mo atau iblis manusia penghisap darah ini.
Hui im tongcu sebagai pemimpin rombongan akhirnya juga
turun tangan, Put gho cu dan Tam Pak cu bermaksud
menghalangi tapi segera dicegah oleh Ciong Hong lo sianjin.
Hui im tongcu merupakan nama yang asing bagi umat
persilatan, kecuali para pendekar bahkan Kun lun indah
sendiripun tak tahu tentang orang tersebut, tentu saja rasul
garpu terbang tahu dengan jelas, hanya sayang dia tak
sempat memperkenalkan-nya kepada si iblis penghisap darah.
Ketika iblis manusia penghisap darah Pi Ciang hay melihat
seorang perempuan yang terjun menghadapinya, dia menjadi
mendongkol, timbul niat jahatnya untuk menghabisi nyawa
perempuan ini. Siapa tahu Hui im tongcu yang tiba dihadapan Manusia iblis
penghisap darah itu segera menjura dengan, hormat sambil
menegur: "Empek Pi, mungkin kau sudah melupakan Say bwee?"
Manusia iblis penghisap darah Pi Ciang hay tertegun dan
mengawasi wajah Gak Say bwee tanpa mengucapkan sepatah
katapun, dia merasa bingung karena perempuan asing ini
menyebut empek kepadanya.
Hui im tongcu Gak Say bwee kembali berkata sambil
tertawa manis: "Tentu saja kau tak akan teringat kepada Say bwee, tapi
kau pasti kenal dengan mendiang suamiku!"
"Siapa yang kau maksud?"
"Gak Cing thian!" Gak Say bwee segera menyebut nama
suaminya. Paras muka manusia iblis penghisap darah segera berubah
hebat sesudah mendengar nama itu, tanpa terasa dia berseru:
"Kau...kau adalah... aku benar-benar hampir tak percaya"
"Yaa, empek Pi pasti masih ingat bahwa kau pernah
membopong seorang bayi perempuan loloskan diri dari
cengkeraman maut"
"Tentu masih ingat, peristiwa ini berlangsung empat puluh
tahun berselang, aaai waktu berlalu amat cepat, aku sudah
melupakan diriku sendiri apalagi orang lain?"
Setelah menghela napas panjang dengan perasaan pedih,
kembali dia berkata:
"Yaa, aku masih ingat waktu itu kau berusia tiga tahun,
kemudian sewaktu kita bersuara kembali, waktu itu kau sudah
kawin dengan Cing thian..!"
Hui im tongcu Gak Say bwee mengangguk berulang kali,
dia gembira karena pertarungan ini berhasil dihindari dan
pertumpahan darah yang tak perlupun bisa dilewati.
Dengan keputusan si Manusia iblis penghisap darah untuk
melepaskan babak pertarungan ini maka Kun lun indah Siau
Wi goan menjadi kelabakan setengah mati dan benar-benar
mati kutunya apalagi setelah mengetahui bahwa korban
dipihak dia amat besar, tiba-tiba saja timbul niatnya untuk
melarikan diri.
Secara diam-diam ia menarik ujung baju istrinya sambil
berbisik lirih:
"Adik Eng, kalau tidak angkat kaki sekarang juga, kita bakal
kehilangan nyawa di sini"
"Aku tak akan pergi dari sini!" tukas Hu yong tertawa Chin
Lan eng sambil tertawa dingin, "paling tidak aku harus
membunuh seseorang lebih dahulu sebelum dapat
melampiaskan rasa dendamku!"
"Adik Eng....kau...."
"Kau tak usah turut campur, kau suami bedebah, kalau
ingin kabur silahkan kabur lebih dulu, tapi aku perlu
memberitahukan kepadamu, lebih baik kau tak usah bermimpi
disiang hari bolong, dalam keadaan demikian kau hanya bisa
menyelamatkan diri bila mau beradu jiwa...."


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selesai berkata dia meloloskan pedangnya dan terjun
kearena, umpatnya kepada para jago:
"Kalau ada nyali ayoh segera terjun ke arena, dengan
mengandalkan pedangku ini Chin Lan eng siap membantai
kalian manuia manusia bedebah dari golongan lurus!"
Tay hoa kitsun Chin Leng hui merasa sangat sedih melihat
perbuatan putrinya itu, namun dia tak ingin menyaksikan putri
kandungnya itu tewas ditangan orang lain, maka timbul
tekadnya untuk membereskan sendiri nyawa putrinya yang
sesat itu. Tanpa merundingkan persoalan ini dengan para jago lagi,
ia segera terjun ke arena.
Namun sebelum dia sempat bertindak, Chin siau sudah
melompat kehadapan Chin lan eng lebih dulu sambil
membentak marah:
"Sauya akan menuntut balas hutang berdarahmu itu!"
"Hutang berdarah" Hmm hutang darah apa?"
"Hutang darah dari keenam anggota keluarga Chin!"
"Apa urusannya dengan lonio" Kan perbuatan itu
merupakan hasil karya dari bocah keparat Suma?"
"Perempuan bedebah, kau masih ingin memfitnah orang?"
umpat Chin Siau sangat gusar, "apakah kau masih juga
melakukan perbuatan terkutuk ini menjelang kematianmu?"
"Setan cilik, kau tak usah banyak bicara, lihat pedang!"
Dengan jurus bangau putih pentang sayap, pedangnya
ditusukkan kajalan darah Thian loh hiat ditubuh Chin Siau
secara tiba-tiba.
Chin Siau membentak keras, pedangnya dengan jurus walet
sakti membalik awan, menyelinap ke samping sambil
menangkis tusukan itu, kemudian dengan jurus naga muncul
diempat samudra, dia melancarkan serangan balasan.
Sementara melancarkan serangkaian serangan yang gencar
tadi, diam-diam Chin lan eng telah merogoh kedalam sakunya
dan mengeluarkan dua batang panah beracun.
Waktu itu berhubung Chin Siau sedang memejamkan
matanya sambil berkonsentrasi mengeluarkan ilmu pedang
butanya, sudah barang tentu ia tidak sempat memperhatikan
semua gerak-geriknya itu.
Chin Lan eng sendiripun merupakan seorang jago pedang
kenamaan, dia mempunyai kesempurnaan yang luar biasa
dalam ilmu pedang terutama aliran Bu tong pay, karenanya
pertarungannya melawan Chin Siau jadi seimbang dan untuk
sesaat sukar untuk menentukan siapa yang lebih unggul
diantaranya. Ditengah berlangsungnya pertarungan yang amat seru itu,
mendadak terdengar Tay hoa kitsu berteriak keras:
"Hati-hati siauhiap dengan senjata rahasia!"
Dengan perasaan terkejut para jago berpaling kearena,
ternyata entah sejak kapan Hu yong senyum Chin Lan eng
telah menyambit ke dua batang panah beracun-nya itu.
Chin Siau amat terkesiap, cepat-cepat pedangnya diputar
menciptakan selapis bunga pedang yang melindungi seluruh
tubuhnya, lalu dengan cekatan mundur kebelakang.
"Traanng! traaang!"
Terdengar dua kali dentingan nyaring bergema
memecahkan keheningan, kedua batang panah beracun itu
sudah tertangkis semua, lalu nampak Chin Siau berpekik
nyaring dan secepat kilat menerobos masuk kebalik lapisan
pedang dari Chin Lan eng sambil membentak keras:
"Perempuan bedebah, serahkan nyawamu!"
Jeritan ngeri yang memilukan hati segera berkumandang
memecahkan keheningan, suara itu berasal dari mulut Chin
Lan eng dan bergema hingga menembusi angkasa.
Ketika semua jago mengalihkan kembali perhatian-nya,
tampak Chin Siau telah bermandi darah, sedangkan Chin Lan
eng berdiri sambil menggunakan pedangnya untuk menopang
badan, sepasang matanya melotot besar dan penuh
penderitaan, dia mengawasi Chin siau tanpa berkedip,
sementara darah bercucuran keluar dari dadanya.
Lambat laun sinar mata yang melototi Chin Siau itu
semakin memudar dan sayu, meski begitu dia masih mencoba
untuk mempertahankan diri, sorot matanya dengan liar
berkeliaran mengawasi sekitar arena seakan-akan tak rela
mati sendirian sebelum suaminya ikut tewas pula.
"Blaamm...!" akhirnya robohlah iblis perempuan ini ketanah
dan tak bangun lagi untuk selamanya.
Tay hoa kitsu segera menutup mukanya dengan kedua
belah tangan-nya, dia tak tega menyaksikan perstiwa tersebut.
Hatinya benar-benar hancur lebur.
Dengan mata kepala sendiri ia saksikan putrinya lahir, dan
sekarang diapun menyaksikan dengan mata kepala sendiri dia
tewas, biarpun selama ini dia membenci perbuatan serta
tingkah laku putrinya, bagaimanapun juga dia adalah tetap
putri kandungnya, siapa yang tak merasa sedih"
Setelah Siau hu yong Chin Lan eng tewas secara
mengerikan maka sorot mata semua orang pun dialihkan
kewajah Kun lun indah Siau Wi goan.
Ternyata gembong iblis ini masih tetap duduk dengan
tenang ditempat semula, bergerak sedikitpun tidak.
Sekali lagi Suma Thian yu tampil kedepan arena sambil
membentak keras:
"Siau tayhiap, apakah kau hanya bersembunyi terus macam
cucu kura kura?"
Walaupun ia sudah berteriak berulang kali namun tak
terdengar suara jawaban sekejap pun.
Sementara semua orang merasa keheranan, pada saat
itulah terdengar seorang berkata dengan lantang:
"Anak Yu, dia telah tewas bunuh diri, Omintohud..."
"Apa?" Suma Thian yu berseru tertahan.
Ketika mengetahui orang itu adalah Heng si Cinjin, kembali
dia berseru: "Locianpwe, mana si rasul garpu terbang?"
"Ia sedang tidur, paling cepat besok baru bangun, tapi
selama hidupnya jangan harap dia mampu memegang
tongkatnya lagi!"
"Kenapa" Apakah ilmu silatnya sudah punah?" tanya Suma
thian yu keheranan.
Sambil bertanya ia berpaling kearah Manusia iblis
penghisap darah, sebab Kiong lui adalah muridnya, kejadian
ini tentu akan menyebabkan Manusia iblis penghisap darah
mendendam kepada Heng si cinjin, bahkan bisa menjadi
timbul pertarungan yang seru dan mati-matian antara
mereka berdua. Siapa tahu Manusia iblis penghisap darah sama sekali tidak
menjadi gusar karena kejadian ini, malahan sambil tertawa
terbahak-bahak katanya:
"Haha ha ha ha....kalau sudah di punahkan ilmu silatnya
malah kebetulan bagiku, sebab aku sendiripun memang
bermaksud akan memunahkan kepandaian silat yang
dimilikinya, dia berbakat jelek dan berotak bebal, kemajuan
yang diperolehnya sangat lamban seperti jalan-nya siput, tak
mungkin manusia semacam dia bisa berhasil dengan baik,
malahan jadi rakyat biasa lebih baik baginya"
Siapapun tak akan menyangka kalau seorang gembong iblis
macam Manusia iblis Penghisap darah dapat mengucapkan
perkataan seperti ini, opo tumon"
Dengan tewasnya beberapa iblis itu, maka ancaman
terhadap kedamaian dunia pun berakhir...
Untuk sementara waktu suasana dalam dunia persilatan
menjadi tenang kembali.
Menyaksikan mayat-mayat yang bergelimpangan diatas
tanah serta darah segar berceceran bagaikan anak sungai,
para jago sama-sama menghela napas sedih.
Mereka sama-sama sebagai manusia, mengapa ada satu
golongan yang berbuat sesat, serta suka melakukan kejahatan
sehingga harus berakhir secara demikian tragis"
Bila tak ingin mengalami nasib seperti ini mengapa pula
mereka melakukan perbuatan terkutuk semacam itu"
Para jago bersama-sama berdiri serius di depan lapangan
itu sambil berdoa bagi ketenangan arwah para gembong iblis
tersebut, sekalipun orang-orang itu pernah menjadi musuh
mereka, namun setelah mati berarti semua dosa dan
kesalahan merekapun berakhir.
Dan sampai disini pula kisah "KITAB PUSAKA" ini, sampai
berjumpa kembali dalam kisah lain.
T A M A T Pendekar Kidal 11 Golok Halilintar Karya Khu Lung Jodoh Rajawali 19
^