Pencarian

Kitab Pusaka 8

Kitab Pusaka Karya Tjan Id Bagian 8


p kaupun mengundurkan diri tepi arena,
ilmu pukulan bawa dingin mayat membusuk merupakan
pukulan yang amat beracun.
Dimana angin dingin menyambar, tiada tumbuhan yang
bisa hidup dan tiada makhluk yang dapat bernyawa, aku harap
sobat cilik bisa bertindak lebih berhati-hati lagi
Mendengar pertanyaan itu, dengan penuh rasa terima kasih
Suma Thian yu memandang sekejap kearah Tay hoa Kitsu,
kemudian sahut nya dengan amat hormat:
"Aku akan menurut"
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui tersenyum dan manggutmanggut,
dia lantas berjalan kedalam arena dan berhenti
enam kaki didepan setan muka hijau Siang Tham, setelah
menghimpun tenaganya, sambil tersenyum dia berkata
lembut: "Silahkan!"
Siang Tham melirik sekejap kearah Chin Leng hui dengan
senyum angkuh menghiasi bibirnya, mendadak ia menerjang
kemuka sambil membentak nyaring:
"Rasakan pukulanku ini!"
Tangannya segera diayunkan kemuka, desingan angin
tajam segera menderu-deru di angkasa, daerah seluas dua
kaki disekitar arena dengan cepat diliputi hawa dingin yang
menggidikkan, membuat orang merasa sesak napas dan tak
tahan. Tay hoa Kitsu merupakan pendekar besar yang amat
menonjol dalam perguruan Bu tong pay, Bu siang sinkang
miliknya juga telah mencapai kesempurnaan, begitu dirasakan
datangnya serangan hawa dingin musuh, cepat dia
mendorong telapak tangan-nya kemuka seperti jurus Soat
hong wu sou (salju melapis kabut menggulung),
menggunakan tenaga sebesar enam bagian dia sambar
datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
"Blaaamm....!" suatu ledakan keras yang memekakkan
telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.
Ketika dua gulungan tenaga yang berlawanan jenis itu
saling membentur diangkasa, hawa panas dan hawa dingin itu
segera menimbulkan putaran angin puyuh yang memancar
keempat penjuru.
Para penonton yang berada ditepi arena dan kebetulan
tersambar sisa angin itu segera merasakan tubuhnya menjadi
sakit dan pakaiannya berkibar kencang.
Akan tetapi, dua orang yang berada diarena itu masih tetap
berdiri tegak sekokoh batu karang, cedera sedikitpun tidak.
Setan muka hijau yang menyaksikan kejadian tersebut,
segera mendengus dingin, mendadak tubuhnya bergerak lagi,
dengan mengembangkan ilmu pukulan hawa dingin mayat
hidup, dia lepaskan serangkaian serangan berantai untuk
meneter Chin leng hui habis-habisan.
Angin tajam menderu-deru mengikuti setiap gerakan dan
setiap jurus yang dipancarkan hawa dingin seperti musim salju
yang mencekam menderu-deru diudara dengan membawa
desingan angin yang memekikkan telinga, sungguh
mengerikan sekali keadaannya.
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui tak berani berayal, buru-buru
ia mengembangkan ilmu pukulan Tay cing to liong pat si
ciptaan Put Gho cu untuk menyambut datangnya ancaman
tersebut. Suma Thian yu yang menyaksikan Chin leng hui mulai
memper-gunakan ilmu pukulan cing to liong ciang untuk
menghadapi musuh nya, dia segera menaruh perhatian lebih
besar. Tampak Leng hui dengan gerakan menotok, menghantam,
mencengkeram, membacok mengembangkan seluruh jurusjurus
ampuhnya, dia bergerak secepat kelinci, bertahan
sekokoh batu karang, semua inti sari dari Tay Cing to liong pat
si dipergunakan secara beruntun.
Sambil menonton jalannya pertempuran, Suma Thian yu
mulai mencocokan dengan berhati-hati semua jurus yang
digunakan kakek itu dengan apa yang telah dipelajarinya.
Sebagaimana diketahui, semenjak ia mempelajari ilmu sakti
tersebut, sampai kini belum pernah dia saksikan orang lain
menggunakan ilmu pukulan semacam itu untuk menyerang
musuh yang tangguh.
Sekarang Chin Leng hui telah mengeluarkan kepandaian
tersebut, hal ini justru memberi kesempatan kepada Suma
Thian yu untuk mencoba kemampuan sendiri.
Sekalipun Tay cing to liong pat si cuma terdiri dari delapan
gerakan, namun kedelapan gerakan tersebut justru digunakan
secara beruntun tiada hentinya, sehingga sejak dimulai sampai
kini seakan-akan dia tak pernah mempergunakan jurus
yang sama. Begitulah, mereka berdua saling menyerang dengan amat
gencarnta, tiga puluh gebrakan kemudian, keadaan masih
tetap berimbang dan kekuatan mereka tak ada yang lebih
unggul daripada musuhnya.
Suma Thian yn yang menyaksikan pertarungan itu ikut pula
merasakan pandangan matanya jadi kabur, tanpa terasa dia
ikut menggerak-gerakan tangannya pula dari sisi arena.
Mendadak terdengar suara pekikan nyaring dari tengah
arena pertarangan.
Dengan terkejut Suma Thian yu menghentikan gerakan
tangannya dan berpaling, ternyata Setan muka hijau Siang
Tham sudah dibikin berkobar amarahnya, kini pukulan hawa
dingin bangkai busuknya telah dikerahkan hingga mencapai
delapan bagian.
Dengan demikian, serangan demi serangan yang
dilancarkan Tay hoa kitsu Chin leng hui seolah-olah tersumbat,
bahkan posisinya kian lama kian bertambah lemah.
Suma Thian yu amat terkesiap setelah menyaksikan
kejadian itu, dengan perasaan kuatir dia maju beberapa
langkah. Ternyata Chin Leng hui sudah kena terkurung dibawah
serangan musuh yang menderu-deru seperti angin puyuh,
posisinya kini diantara mati dan hidup.
Bahkan sampai akhirnya, dia cuma bisa menangkis belaka
tanpa sanggup melancarkan serangan balasan.
Begitu berhasil dengan serangan balasannya, Setan muka
hijau Siang Tham segera tertawa seram, mukanya
menyeringai amat seram, sikapnya amat sombong, setelah
melepaskan serangkaian serangan lagi, dia mulai menyindir
dengan sinis: "Orang she Chin, sekarang kau dapat merasakan kelihayan
toayamu bukan...." Hmm, terus terang kuberitahukan
kepadamu, selewat nya tiga gebrakan lagi, jika kau belum
mau menyerah maka toaya akan suruh kau mampus diatas
genangan darah!"
Seusai berkata, dengan jurus Po hong cuan tin (angin
puyuh menggulung pohon) dia lepaskan sebuah pukulan ke
muka, kemudian serunya sambil tertawa seram:
Jilid : 15 "Jurus pertama!"
Walaupun Tay hoa Kitsu Chin Leng-hui memiliki ilmu silat
yang amat lihay, namun sulit juga baginya untuk menghadapi
serangan angin dingin yang menusuk tulang itu, apalagi sejak
pertarungan berlangsung, ia sudah menderita kerugian yang
amat besar dalam tenaga dalamnya.
Tak heran kalau ia menjadi terperanjat setelah merasakan
datangnya angin dingin yang dilepaskan musuh, cepat-cepat
dia menghimpun segenap tenaga dalamnya siap sedia
melakukan serangan nekad untuk beradu jiwa.
Siapa tahu, baru saja dia menggerakan bahunya, Suma
Thian yu telah membentak keras:
"Kan kun to coan (memutar balik jagad)!"
Mendengor itu Tay hoa kitsu tertegun, tak sempat berpikir
panjang lagi dia membalikkan badan sambil memutar kepalan,
ditengah jaian ia merubah gerakannya menjadi jurus Kan kun
to coan Kalau dibicarakan memang aneh sekali, begitu serangan
tersebut dilancarkan, ternyata angin pukulan musuh yang
menyergap tiba menyambar dari samping, sama sekali tidak
menyebabkan cedera.
Sementara Chin Leng hui masih terkejut bercampur
keheranan, si Setan muka hijau Siang Tham sudah
membentak lagi:
"Jurus kedua!"
Baru saja seruan itu bergema, ditengah udara telah
bergema lagi suara deruan tajam yang memekikkan telinga.
Chin Leng-hui terkesiap, sewaktu mendongakkan
kepalanya, segulung angin puyuh seperti sebuah jaring yang
terpentang lebar langsung mengurung ke atas batok
kepalanya. Waktu itu, Chin Leng hui sudah kehabisan tenaga dan lelah
sekali, meski menyaksikan datangnya ancaman yang hebat,
dia tak mampu berbuat apa-apa lagi, tanpa terasa sambil
menarik napas dingin dia memejamkan mata siap menerima
kematian. Untung disaat yang paling kritis, mendadak Suma Thian yu
berteriak lagi:
"Sian hong sau soat (angin puyuh menyapu salju), Kui seng
ti to (bintang kejora menendang bintang)!"
Kasihan Chin Leng hui, dia berubah seperti seorang boneka
saja, tanpa berpikir panjang dia segera turun tangan
melakukan apa yang didengarnya itu.
Mula-mula dia menggunakan jurus Sian hong sau soat
untuk menampik lenyap hawa dingin musuh yang menyambar
datang dari atas, menyusul kemudian tangan dan kakinya
digunakan bersama menggunakan jurus Kai seng ti to untuk
menyerang Si Setan muka hijau.
Untuk diceritakan kembali memang sangat panjang, tapi
keadaan pada waktu itu berlangsung dalam sekejap mata,
seakan-akan dua ge rakan digunakan bersama-sama.
Apa lagi Tay hoa kitsu sudah puluhan tahun lamanya
mendalami ilmu Tay cing to liong ciang, dan dengan begitu
diberi petunjuk, dia segera mempergunakannya dengan
lancar. Msmpipun si setan muka hijau Siang Thau-'Bk menyangka
kalau beberapa patah kata oari uma Thiin yu itu dapat
merubah Chin Lerg hui yarj berada diposisi kalah menjadi
menang. Seteleh menyadari kalau ujung kaki musuh telah berada
didepan tenggorokannya, dia baru terperanjat dan buru-buru
membalikkan tubuhnya untuk menghindarkan diri.
Pada saat yang bersamaan pula, Suma Thian yu melompat
masuk pula ketengah arena, tidak terlalu kemuka tidak pula
terlalu kebelakang, persis berada diantara Chin Leng hui dan
Siang Tham berdua.
Sambil bergendong tangan dan tertawa, pemuda itu lantas
berseru: "Kalian berdua memang seimbang dan sebanding, sungguh
hebat pertarungan kalian, benar-benar hebat sekali.
Sementara itu Setan muka hijau Siang Tham agak gelisah
juga melihat Suma Thian yu tampilkan diri, tapi diluarnya dia
tetap mempertahankan wajahnya yang menyeringai seram,
serunya: "Bocah keparat, kau berani mengacau pertarungan kami,
apakah tanggung jawab ini hendak kau pikul seorang diri?"
Suma Thian yu segera tertawa terbahak"bahak:
"Haaaaah....haaaah....haaahh pertarungan ini bisa berkobar
gara-gara urusan kita berdua, sudah sepantasnya kalau
persoalan inipun diselesaikan juga oleh kita berdua,
bagaimanapun jua orang itu adalah tuan rumah yang
memperingatkan kita, tentu saja tak bisa dikatakan dendam
atau sakit hati. Wahai orang she Siang, jika kau ingin
memperlihatkan kekuatanmu, perlihatkan saja kepada sauya,
tak bakal sauyamu akan berkerut kening atau bersikap
sungkan kepadamu!"
Dengan ucapan mana, sudah jelas anak tersebut sedang
menantang untuk bertarung, Setan muka hijau yang
berpengalaman tentu saja dapat mendengarnya.
Tapi dia memang seorang manusia yang licik dan banyak
tipu muslihatnya, sebagai orang yang cerdas, ia tak ingin
menerima tantangan dari seseorang yang berkepandaian silat
jauh lebih tinggi darinya.
Kontan saja dia tertawa dingin, serunya:
"Saat sekarang bukan saat yang tepat untuk bertarung,
apalagi toaya masih ada urusan lain, kita bersua lagi setengah
bulan kemudian di telaga Tong ting oh!"
Selesi berkata, dia lantas memberi tanda kepada anak
buahnya dan buru-buru melarikan diri.
Suma Thian yu sama sekali tidak menghalangi kepergian
mereka, dia merasa sepantasnya untuk mengalah sedikit
kepada pihak yang lebih lemah, apalagi musuh sudah berjanji
akan bertemu lagi ditelaga Tong ting oh setengah bulan lagi,
apakah dia bisa kabur ke langit"
Tapi setelah kepergian Setan muka hijau, dengan cepat dia
teringat pula akan satu hal, diam-diam pikirnya kemudian
dengan wajah tertegun.
"Mengapa Siang Tam menjanjikan pertemuan ditelaga Tong
ting oh setengah bulan kemudian" Padahal, waktu itu adalah
saat janjiku dengan dua bersaudara Thia, masa si setan muka
hijau sudah tahu kalau aku hendak pergi kemana sekarang?"
Sementara dia masih melamun, mendadak dari belakang
tubuhnya berkumandang suara dari Chin Leng Hui.
"Sauhiap, banyak terima kasih untuk petunjukanmu,
terimalah salam hormat dari lohu"
Ucapan mana telah memotong lamunan Suma thian yu,
cepat dia berpaling kebelakang, kebetulan waktu itu Chin Leng
hui sedang menjura dalam-dalam.
Sambil menjerit kaget Suma Thian yu menyingkir ke
samping, kemudian sambil menggoyangkan tangannya
berulang kali dia berseru:
"Suheng, jangan bersikap demikian, bisa membuat siaute
merasa malu..."
"Suheng!" ketika dua patah kata itu meluncur masuk ke
dalam telinga Chin Leng hui, dia merasa terperanjat sekali,
dengan wajah terperanjat dan keheranan ditatapnya pemuda
itu lekat-lekat, kemudian tanyanya:
"Mungkinkah Siauhiap telah salah melihat orang?"
Sauma Thian yu tersenyum.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tak heran kalau suheng tak tahu, tolong tanya apa
sebutan suheng terhadap Put Gho cu?"
"Dia adalah susiokku, apa maksud siauhiap menanyakan
persoalan ini...?" sahut Chin Leng hui.
"Dia orang tua adalah guruku"
"Aaah, rupanya begitu." Chin Leng hui segera berseru
tertahan, tidak heran kalau siauhiap bisa menyebutkan jurusjurus
ampuh dari Tay cing to liong ciang."
Sesudah berhenti sejenak, dengan wajah berubah dia
mengawasi Suma Thian yu beberapa kejap, lalu bertanya
denpan nada tercangang:
"Maaf bila lohu akan mengajukan suatu pertanyaan yang
tak layak kepadamu, selama ini suisiok tak pernah menerima
murid, bahkan semenjak empat puluh tahun berselang sudah
lenyap dari dunia persilatan bagaimana caranya sehingga
siauhiap bisa berkenalan dengannya?"
Suma Thian yu tertawa.
"Pertanyaan suheng memang benar, ia orang tua masih
hidup di dunia ini."
Secara ringkas dia lantas menceritakan kisahnya sewaktu
bertemu dengan Put Gho cu dan bagaimana diangkat menjadi
murid. Selesai mendengar penuturan tersebut, Tay hoa Kitsu
tertawa panjang, kemudian sambii menggenggam tangan
Suma Thian yu kuat kuat dan berseru hangat:
"Hiante, maafkan suheng yang berpandang cupat, harap
kau jangan mentertawakan kebodohanku ini, tolong tanya
siapa nama hiante?"
Suma Thian yu segera menyebutkan nama nya, sedangkan
Chin Leng hui juga memperkenalkan diri, mereka berdua
segera merasakan kecocokan satu dengan lainnya, kendati
pun usianya terpaut jauh namun mereka merasa soal umur
bukan suatu halangan.
Tay hoa Kitsu mempersilahkan Suma Thian yu mengunjungi
kamar bacanya, kemudian memerintahkan orang
menghidangkan sayur. Berdua berbincang dengan amat
cocok, benar-benar suatu pertemuan yang sangat
menggembirakan kedua belah pihak.
Sementara mereka berdua sedang terbincang-bincang,
mendadak dari luar jendela berkumandang yang amat lirih,
pertama-tama Suma Thian yu yang merasakan hal tersebut
paling dulu, dia segera menyambar sebatang sumpit dan
langsung diayunkan ke atas.
"Bajingan laknat, turun kau!" bentaknya keras-keras.
Sumpit itu meluncur ke udara dengan kecepatan tinggi dan
langsung menembusi jendela, Suma Thian yu tidak tinggal
diam, dia turut melejit pula dengan kecepatan tinesi, bahkan
sama cepatnya dengan daya luncur sumpit itu.
Tay hoa Kitsu merasa sedikit agak lambat daripada Suma
Thian yu, namun diapun tidak tinggal diam, bagaikan segulung
hembusan angin tubuhnya meluncur keluar jendela.
Tapi setibanya diluar situ, Suma Thian yu segera berseru
dengan keheranan:
"Aneh, sudah jelas kudengar orang berjalan malam sedang
lewat diatas atap rumah, mengapa tak nampak sesosok
bayangan manusiapun" jangan-jangan aku telah salah
dengar?" Chin Leng hui hanya membungkam dalam seribu bahasa,
padahal dia sama sekali tidak mendengar apa-apa, tentu saja
sulit baginya untuk turut mengemukakan pendapat.
"Hiante!" ujarnya kemudian, "mungkinkah Siang tham si
keparat itu masih belum puas dan dia balik lagi kemari?"
Dengan cepat Suma Thian yu menggeleng.
"Ilmu meringankan tubuh yang di miliki oirang itu tidak
sedemikian hebatnya, sudah pasti gembong iblis yang lebih
lihay darinya yang telah datang berkunjung"
Ketika Tay hoa Kitsu Chin Leng hui mendengar ucapan
tersebut, diam-diam ia menarik nafas dingin, kalau dilihat dari
mimik wajah Suma Thian yu, jelas dia bukan berbohong tapi
jejak musuh tak nampak, atas dasar apa ia berkata demikian"
Suma Thian yu mencoba untuk memeriksa sekejap
sekeliling tempat itu, namun tak nampak hasilnya, sambil
menggeleng katanya kemudian:
"Mungkin ada orang yang kebetulan melewati tempat ini,
lebih baik kita kembali kekamar saja!"
Mereka berdua melayang masuk lagi kedalam kamar baca
lewat jendela, meskipun Chin Leng hui merasakan hati
tersebut penuh tanda tanya, tapi berhubung Suma Thian yu
adalah seorang yang berjiwa lurus, ilmu silatnya tinggi dan
tidak mirip manusia yang suka mengunggulkan diri maka
peristiwa mana tak sampai menimbulkan kecurigaan Chin
Leng hui. Coba kalau berganti orang lain, dia pasti akan mengajukan
setumpuk pertanyaan.
Sekembalinya dalam ruangan dan baru saja akan duduk,
tiba-tiba Suma Thian yu menjerit kaget lagi, sembari
menuding ke tiang dalam ruangan, serunya tertahan:
"Suheng, coba lihat, benda apakah itu?"
Mengikui arah yang ditunjuk, Chin Leng hui berpaling, tapi
diapun segera menjerit kaget:
"Aaaah..."
ooOoo 00o00 TERNYATA diatas tiang ruangan tertancap sebatang peluru
perak, pada ujung senjata peluru itu terikat pita berwarna
merah dan biru, sedang diujungnya menancap selembar
kertas. Sewaktu Tay hoa kitsu Chin Leng hui menjumpai senjata
peluru perak itu, jantungnya terasa berdebar keras, paras
mukanya berubah untuk sesaat dia hanya memandang benda
itu dengan termangu, seakan akan lupa untuk mengambilnya.
Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian itu turut merasa
tertegun, buru-buru dia melompat ke depan dan mencabutnya
keluar, kemudian setelah melepaskan kertas itu dari ujung
peluru perak dia serahkan kertas tadi ke tangan Chin Leng hui.
Tay hoa Kitsu hanya menyambut surat itu tanpa mencoba
untuk memeriksanya, air mata justru meleleh membasahi
wajahnya, setelah menghembuskan napas panjang, dia baru
membuka kertas tersebut untuk diperiksa isinya.
Tingkah laku Chin Leng hui yang sangat aneh itu
mengandung rasa tercengang bagi Suma Thian yu, tiada
hentinya dia awasi perutahan mimik wajahnya itu.
Kasihan Tay hoa Kitsu, sambil memandang kedepan
dengan termangu, air matanya jatuh bercucuran membasahi
wajahnya, sementara tangannya yang menggenggam kertas
itupun gemetar tiada hentinya.
Akhirnya dia membuka kertas itu dan membaca isinya,
mendadak terdengar kakek itu mencaci maki dengan gusar:
"Perempuan rendah, perempuan terkutuk!"
Dengan gemas dia meremas kertas itu kemudian dibuang
ke atas tanah, persis didepan kaki Suma Thian yu, oleh
pemuda itu dipungutnya surat mana ialu dibaca isinya:
"Ayah, Mulai detik ini, hubungan kita sebagai anak dan ayah putus
sampai disini, segala perbuatanku adalah tanggung jawabku
sendiri, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan mu, bila
kau berani mencampuri berarti kau ingin mengundang
bencana kematian bagimu sendiri. Siang Tham pergi dengan
membawa dendam, ia pasti akan mengundang gurunya untuk
menuntut balas, dendam sudah berada di ambang pintu, lebih
baik pindah saja untuk menyelamatkan diri.
Tertanda: Lan-eng"
Selagi membaca surat itu, dengan marah Suma Thian yu
merobek surat itu sampai hancur kemudian makinya dengan
gusar: "Perempuan rendah yang lebih memalukan daripada
binatang, selama aku suma Thian yu masih hidup didunia ini,
tak akan kuampuni jiwamu dengan begitu saja!"
Baru selesai anak muda itu berkata, tiba-tiba dari atap
rumah berkumandang suara tertawa licik yang amat sinis,
suara tersebut kian lama kian bertambah jauh meninggalkan
tempat itu. Ketika Suma Thian yu memburu keluar, suasana telah
menjadi hening dan di sekirar sana tak tampak sesosok
manusia pun. Dengan gemas dia lantas mendepak-depakkan kakinya
diatas tanah sambil menyumpah:
"Perempuan rendah, bila aku tak dapat memenggal batok
kepalamu, bagaimana mungkim aku bisa menghiburarwah
paman Wan dialam baka!"
Mendadak terasa desingan angin berkumandang dari
belakang, ternyata Tay hoa Kitsu sudah melompat naik keatas
atap rumah, dibawah cahaya rembulan tamoak wajahnya yang
penuh keriput itu sudah dinodai oleh air mata yang belum
mengering. Suma Thian yu mengerling sekejap ke arahnya, kemudian
pelan-pean berkata:
"Dia telah pergi, pergi meninggalkan tempat ini!"
"Yaa, selamanya tak akan kembali lagi, aaaai....." Tay hoa
Kisu menghela napas sedih.
Setelah menghela napas panjang, dari matanya yang
memerah, air mata kembali jatuh berlinang.
Selang berapa saat kemudian, dia baru berguman lagi:
"Sia sia saja jerih payah lohu selama ini, aaai! Dengan
susah payah kudidik, kupelihara dirinya, tapi dia tak tahu
perasaan, tak ingat budi buat apa aku mesti tinggal disini
terus! Buat apa aku mesti tetap hidup didunia yang penuh
kenangan ini....
Suma Thian yu hanya membungkam dalam seribu bahasa,
untuk sesaat dia tak dapat menemukan perkataan yang cocok
untuk menghi bur hatinya, perasaan semacam itu memang
amat menyiksa batin, tapi adakah obat yang mujarab bisa
menyembuhkan luka hati Chin Leng- hui yang telah tercabikcabik
haacur itu"
Dengan menahan siksaan dan penderitaan hidup, dia
melanjutkan perjuangan hidupnya didunia ini, karena dia
masih mempunyai ha rapan, harapan itulah yang merupakan
tenaga dorong baginya untuk melanjutkan hidup.
Tapi, ketika harapannya telah pudar dan hancur tak
berwujud, apa artinya lagi baginya untuk melanjutkan hidup"
Tay hoa Kitsu Chin Leng hui hidup dalam harapan, ketika ia
meninggalkan bukit Tay hoa san untuk terjun kembali kedalam
dunia persilatan, apa yang menjadi tumpuan harapannya"
Tidak lain dia berharap bisa jumpa muka dengan purtinya.
Kini harapannya telah pudar, pukulan batin tersebut ibarat
sebuah kapak besar yang membacok hatinya yang membuat
dia akhirnya putus asa...."
"Mari kita turun!" lama kemudian, Chin Leng hui baru
berbisik pelan.
Pelan-pelan Suma Thian yu melompat turun kebawah,
disusul oleh Chin Leng hui, kemudian mereka bersama-sama
masuk kekamar baca.
Dengan tubuh lemas Tay hoa Kitsu berkata:
"Aku lelah sekali, malam ini kau boleh beristirahat saja di
tempat ini, maaf kalau suheng tak bisa menemani kau lebih
jauh." Seusai berkata dia lantas masuk ke ruang tidurnya.
Sepeninggal kakek itu, Suma Thian yu merasakan
pikirannya sangat sukar untuk tidur, pikirannya seakan-akan
terkalutkan terus oleh masalah Chin Lan eng.
Ditinjau dari isi surat serta pembicaraan antara Setan
muka hijau dengan Tay h0a kitsu, dia telah memahami apa
hubungan antara Chin Leng bui dengan Chin Leng eng, tibatiba
dia merasakan timbulnya suatu perasaan gusar yang
sangat aneh didalam hatinya.
Selang sesaat kemudian, dia mengambil pena dan
meninggalkan beberapa pesan dimeja, kemudian segera
berangkat meninggaikan tempat itu menuju kebalik kegelapan
sana. Dia tahu Chin Lin eng tak bakal pergi kelewat jauh, maka
sepanjang jalan dia mengejar secara ketat, sama sekali tidak
berhenti sejenakpun.
Angin malam berhembus sepoi membangkitkan kesegaran
ditubuh orang, Suma Thian yu merasakan pikirannya menjadi
jernih. Sementara perjalanan masih dilangsungkan, mendadak
terdengar suara bentakan nyaring berkumndang memecahkan
keheningan: "Berhenti!"
Dengan terkesiap Suma Thian yu menghentikan
langkahnya, dia mengira Siau bu yong Chin Lan eng yang
telah munculkan diri, buru-buru badan-nya berkelit empat
langkah ke samping lalu mencabut pedangnya, sambil bersiap
sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Dari bilik kegelapan tiba-tiba muncu; sesosok bayangan
manusia, dia adalah seorang perempuan.
Begitu mengetahui siapa yang muncul, Suma Thian yu
segera menegur dengan dingin:
"Ooh, rupanya kau, ada urusan apa kau mencariku?"
Rupanya yang munculkan diri adalah si bunga tho indah Ho
Hong. Terdengar dia tertawa, kemudian serunya:
"Oooh... masa begitu dingin sikapmu kepadaku, baru
berjumpa sudah marah-marah, kesalahan apa sih yang telah
kulakukan terhadap dirimu....?"
Sambil berkata, dengaa lemah gemulai dia berjalan
menghampiri Suma Thian yu, kemudian katanya sambil
tertawa genit. "Kau ini memang galak sekali, bisanya cuma membentak
orang, mengapa tidak segera kau simpan kembali pedangmu
itu, siapa sih yang akan bertarung melawanmu?"
Merah padam selembar wajah Suma Thian yu oleh
perkataan tersebut, dengan amat rikuh dia kembali
menyimpan pedangnya, lalu berktata pelan:
"Ditengah malam buta begini kau telah menghalangi jalan
pergi sauya mu, sebenanarnya apa maksud dan tujuanmu?"
"Hmm, orang baik disangka jahat, kau memang manusia
tak punya perasaan, lelahi bodoh lelaki tak punya otak, aku
toh bersikap baik sekali kepadamu, masa kau kasar kepadaku"
Hmmm!" "Kita tak pernah mempunyai hubungan apa-apa, dalam ha1


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apakah Thian yu pernah berhutang budi kepadamu?"
Si bunga to indah Ho Hong segera melotot besar, serunya
dengan amat gusar:
"Dimuka loteng Kun eng lo meninggalkan surat peringatan,
dengan sumpit menghancurkan awan arak beracun, sekarang
memberi petunjuk lagi padamu, apakah semuanya ini kurang"
Tergerak hati Suma Thian yu setelah mendengar ucapan
tersebut, tanpa terasa dia memandang wajah Ho Hong
beberapa kejap lagi, akan tetapi teringat kalau setiap orang
yang berbuat tentu mempunyai suatu tujuan, maka dengan
perasaan was was dia berkata:
"Apa sebenarnya maksud berbuat demikian?"
"Apakah setiap orang yang menolong mesti mempunyai
sesuatu maksud tertentu?"
"Soal itu mah harus ditentukan menurut jenis manusianya"
sahut Suma Thian yu, "apalagl kau kini munculkan diri untuk
memberi peringatan lagi kepadaku, coba katakan apa sebab
nya?" "Orang lain hendak memenggal batok kepalamu mengerti"
Terus terang kuberitahukan kepadamu, Siau hu yong Chin
Lang eng telah mempersiapkan jaring langit untuk
membekukmu dalam keadaan hidup dan mengirimmu kedalam
kuil berminyak, dengan maksud baik ku peringatkan dirimu,
siapa tahu sebagai penggantinya aku malah dituduh yang
bukan-bukan, apakah hatimu memang terbuat dari baja?"
Suma Thian yu sama sekali tidak terpengaruh hatinya oleh
ucapan mana, malah sebaliknya dia bertanya:
"Itu aneh namanya, bukan membantu orang sendiri
mengapa kau malah membantu orang lain" Aku benar-benar
tidak memahami maksud hatimu itu"
"Orang bodoh!" Si bunga tho indah Ho Hong mendamprat,
"berbicara dengan manusia patung macam kau, benar-benar
aku merasa sial delapan turunan, kau mau pergi bergegaslah
pergi, akan kulihat kepalamu bergelinding diatas panggung
pemenggalan kepala"
Melihat gadis itu marah, Suma Thian yu menjadi tak tega,
buru-buru ia menjura seraya berkata:
"Terima kasih banyak atas peringatan itu, biar kesemuanya
itu kuterima dalam hati, lain kali budi kebaikanmu itu pasti
akan kubalas"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan, dan terlalu
dari tempat itu.
Melihat pemuda itu berlalu dengan begitu saja, saking
gemasnya si bunga tho indah sampai menggertak giginya
keras-keras, diam diam ia menyumpah:
"Setan alas, siapa yang kesudian dengan balas budimu"
Manusia patung, goblok, tak punya perasaan"
Kemudian sambil memandang bayangan punggung Suma
Thian yu yang pergi jauh dia bergumam lagi:
"Betul-betul orang itu tolol, aku tak percaya kalau kau tidak
mengerti soal cinta, hmm!"
Perempuan memang makhluk yang aneh, terhadap orang
yang dicintainya mereka selalu bersikap mengalah, sekalipun
pihak lawan melakukan tindakan yang paling berdosa, mereka
seakan-akan bisa memakluminya.
Sementara itu Suma Thian yu, telah meninggalkan si bunga
tho indah Ho Hong dengan perasaan jauh lebih ringan,
dengan mempercepat langkanya dia bergerak menyelusuri
sebuah jalan kecil ditengah kedelapan.
Baru melewati sebuah tikungan, mendadak didepan jalan
sana ditemukan sebuah obor yang ditancapkan ditengah jalan.
Melihat hal tersebut Suma Thian yu menjadi tertegun, lalu
sambil menperlambat langkahnya dia berpikir:
"Mungkinkah apa yang dikatakan memang benar?"
Sementara dia masih berpikir, tiba-tiba berkumandang
suara keleningan ditengah udara yang bergema memecahkan
keheningan, menyusul kemudian sekilas cahaya perak
berkelebat lewat secepat angin dan meluncur kedepan kaki
Surra Thian yu.
Serta merta Suma Thian yu melompat mundur dua
langkah, ketika ia melirik sekejap ketempatnya berdiri tadi,
ternyata disitu menan cap sebatang anak panah bersuara.
Setelah menyaksikan panah bersuara itu, Suma Thian yu
malah merasakan hatinya menjadi tenang kembali, dia segera
berpikir: "Apa yang di ucapkan si bunga tho indah ternyata sudah
terwujud menjadi kenyataan. tampaknya perempuan rendah
she Chin itu sedang menunggu disekitar tempat ini"
Tak lama setelah panah bersuara itu muncul tanpa
menimbulkan sedikit suara pun dari sekeliling arena
bermunculan kembali sepuluh orang perampok bertopeng
yang segera mengurung pemuda itu rapat-rapat.
Begitu tahu siapa yang muncul, Suma Thian yu segera
tertawa panjang, segera katanya:
"Kalian ingin merampok aku, ataukah khusus untuk mencari
gara-jaia dengan Suma Thian yu?"
Lelaki-lelaki bertopeng itu seakan-akan bisu semua, mereka
hanya melototkan matanya yang buas tanpa mengucap
seaarah kata. Suma Thian yu bukan orang bodoh, dia segera menyadari
akan sesuatu, cepat tanyanya:
"Mana pemimpin kalian" Mengapa tak kalian suruh dia
muncul guna menjawab pertanyaanku?"
Baru selesai dia berkata, dari belakang tubuhnya telah
berkumandang suara tertawa yang amat menygeramkan:
"Heeeh...heee...bocah keparat, toaya tahu kalau kau rudin
tidak punya uang sepeser pun, oleh karena itu aku khusus
datang untuk memenggal batok kepalamu ini!"
Suma Thian yu segera tertawa panjang, tanpa berpaling dia
mengejek sinis:
"Berapa sih harga batok kepalaku ini?"
Baru selesai dia betkata, desingan angin tajam telah
menyambar keatas kepalanya.
Suma Thian yu segera merendahkan sebagian tubuhnya,
sewaktu berpaling kembali di hadapannya telah muncul
seorang kakek. Dengan seksama Suma Thian yu mengawasi orang itu,
tampak orang tadi berpakaian ringkas warna hitam, tangannya
membawa sebilah golok besar, usianya antara lima puluh
tahun, berwajah kukoy, sekilas pandangan dapat diduga kalau
dia adalah seorang sampah masyarakat.
Tiba-tiba terdengar kakek itu berkata dengan suara dingin:
"Sudah lama kudengar orang bilang Kit hong kiam hoat
merupakan ilmu pedang yang sudah termashur dalam dunia
persilatan, kebetulan lohu pun sudah lama ingin menjaja1
kelihayannya, malam ini aku meski mendemonstrasikan
beberapa jurus lebih dulu sebelum dapat pergi dari sini"
"Hmm, aku pikir bukan hanya persoalan itu saja bukan?"
Suma Thian yu balas mengejek dengan sinis, "mengapa kau
tak menyuruh pe rempuan rendah she Chin itu untuk maju
sekalian?"
Mendengar perkataan itu, paras muka kakek itu berubah
hebat hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti
wajahnya, dia segera membentak amat gusar:
"Tutup mulutmu bocah keparat, kalau tidak, lohu akan
memotong lidahmu....."
Suma Thian yu sudah tahu kalau kakek yang berada
dihadapannya merupakan manusia yang berhati keji, dan
segera tertawa menghina:
"Hmm, asal kau sanggup memetik batok kepala sauya,
lidahku boleh kau cabut setiap saat, buat apa mesti risau?"
Kalau tidak mendengar ucapan tersebut keadaan masih
mendingan, begitu mendengar, amarah segera membara
dalam benak kakek ini, sambil meraung gusar, goloknya
langsung ditusukkan ke ulu hati Suma Thian yu dengan jurus
Hek ho to sim (harimau hitam mencuri hati).
Suma Thian yu sama sekali tidak gugup, ketika ujung golok
tersebut tinggal setengah depa dari tubuhnya, dia segera
menggunakan ilmu langkah Ciok tiong luan poh sin hoat untuk
berkelit. Diantara kibaran ujung bajunya bayangan manusia tampak
berkelebat lewat, tahu-tahu dia sudah lenyap dari hadapan
kakek tersebut.
Sementara kakek itu masih terkejut bercampur tertegun,
Suma Thian yu kembali berseru dari belakang tubuhnya:
"Diujung pedang sauya tak pernah membunuh manusia
yang tak punya nama, cepat sebutkan namamu untuk
menerima kematian!"
Kakek itu menarik napas dingin, sambil membalikkan tubuh
dia lepaskan sebuah bacokan golok kearah pinggang Suma
Thian yu dengan jurus Cian hee sau soat (menyapu salju
dibawah atap). "Dengan dasar apa kau ingin mengetahui namaku?"
bentaknya sangar gusar.
Kembali Suma Thian yu melompat kesamping untuk
menghindarkan diri.
"Kalau toh memang begitu, sauya segan untuk menemani
kua lebih jauh..."
Kemudian dengan suatu gerakan yang ssngat manis dia
mengundurkan diri kesamping tanpa menggubris kakek itu
lagi, keadaan mana mirip sekali dengan kanak-kanak yang
sedang bermain, sama sekali tidak memandang sebelah
matapun terhadap si kakek.
Dengan geramnya kakek itu menerjang kemuka, lalu
membentak keras-keras:
"Bocah keparat, kau punya mata tak berbiji, sampai Yap Cu
kim toaya dari Hun san pun tidak kenal, buat apa kau
berkelana didalam dunia persilatan...?"
Goloknya segera diayunkan kebawah dengsn membawa
deruan angin tajam, langsung membacok batok kepala Suma
Thian yu. "Hmm, aku masih mengira kau adalah seorang manusia
berkepala tiga berlengan enam macam apa, rupanya hanya
bajingan tua yang tak punya nama"
Sebelum habis ucapan tersebut diutarakan, bacokan golok
lawan sudah diayunkan kebawah, dalam keadaan begini mau
tak mau jago muda tersebut harus berkelit kesamping.
Ternyata kakek ini adalah seorang caycu dari bukit Hu san,
seperti apa yang diduga Suma Thian yu, dia memang seorang
manusia yang tak punya nama dalam dunia persilatan.
Setelah beberapa kali serangannya tidak mendatangkan
hasil yang diinginkan, amarah Yap Cu kim semakin menjadi,
sambil berkaok-kaok dia mengayunkan goloknya menciptakan
selapis bayangan tajam yang menyelimuti angkasa, lalu
mengurung seluruh badan Suma Thian yu.
Menghadapi kekalapan orang, Suma Thian yu masih tetap
melayani dengan tangan kosong belaka, mengembangkan
ilmu langkah Ciok tiong luan poh sin hoat nya dia mulai
berkelabatr kesana kemari diantara kilauan cahaya golok,
tubuhnya bergerak begitu indah tak kalah indahnya dengan
kupu-kupu yang berterbangan diantara aneka bunga.
Kasihan Yap Cu kim, seperti mengambil rembulan dari air,
setiap kali ayunan goloknya hampir mengena ditubuh
sasarannya, tahu-tahu bayangan lawan lenyap tak berbekas.
Seperti hendak menangkap kelinci yang licik atau
menangkap ikan leihi yang lincah, sekalipun Yap Cu kim telah
membuang segenap tenaga dan pikirannya, namun usahanya
tetap sia sia belaka.
Tidak selang berapa saat kemudian, napas Yap Cu kim
sudah ngos ngosan seperti napas kerbau, peluh dingin
bercucuran deras, wajahnya pucat dan ia betul-betul lemas
sekali. Suma Thian yu yang menyaksikan kejadian ini kontan saja
tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...haah...haah...orang she Yap, lebih baik pulang
saja ke sarangmu dan tidak usah muncul-muncul lagi ke sini,
manusia semacam kau itu, meskipun kau sudah belajar
sepuluh tahun lagi juga tak usah berharap bisa menjawil
seujung baju sauyamu"
Orang persilatan kebanyakan lebih mengutamakan soal
harga diri dari pada soal lain, kini Yap Cu kim disindir dan
dihina didepan puluhan oring anak buahnya, bagaimana
mungkin dia bisa menahan diri" Saking gusarnya semua
rambutnya pada berdiri kaku, diiringi bentakan nyaring, tubuh
berikut goloknya langsung menerjang kemuka seperti orang
kalap, goloknya juga dibacokan secara membabi buta.
Teriaknya sambil menggigit bibir kencang-kencang:
"Bocah keparat, lohu akan beradu jiwa denganmu!"
Suma Thian yu tertawa seram:
"Heehh...heehh...heehh... siapa sih yang kesudian beradu
jiwa denganmu" Kau masih belum pantas untuk mengajakku
berbuat demikian!"
Sambil berkata sekali lagi dia berpekik nyaring, ditengah
pekikan tubuhnya berkelebatan secepat kilat menerobos lewat
dari bawah ketiak Yap Cu kim.
Mendadak terdengar Yap Cu kim mendengus, tubuhnya
roboh seperti batang pohon yang tumbang ke tanah, tanpa
sempat bersuara lagi dia roboh terkapar ditanah.
Begitu Yan Cu kim roboh, kawanan perampok bertopeng
yang berada disekitar tempat itu menjadi panik, masingmasing
mundur beberapa langkah kebelakang.
Dua puluh sinar mata ketakutan bersama-sama dialihkan
kewajah Suma Thian yu dan mengawasi gerak gerik pemuda
itu tanpa berkedip.
Dengan tajam Suma Thian yu memandang sekejap
keseluruh arena, kemudian tegurnya:
"Cepat gotong dia pergi!"'
Baru selesai ucapan ilu diutarakan, mendadak suara
tertawa merdu berkumandang dari dalam hutan dan
memancar masuk kedalam telinga Suma Thian yu:
"Tak usah, terima kasih banyak, nyonya mudamu bisa
menyelesaikan sendiri persoalan tersebut!"
Suma Thian yu tertegun, baru saja dia akan berpaling,
mendadak matanya terasa silau, ketika diamati kembali,
dihadapannya telah muncul seorang wanita yang cantik jelita.
Belum pernah Suma Thian yu bertemu dengan perempuan
semacam itu, tapi dalam hatinya ia punya perhitungan sendiri,
dia tahu kalau orang baru saja munculkan diri ini adalah
perempuan paling jahat dalam dunia persilatan Siau bu yong
(Bunga bu-yong cantik) Chin Lan eng adanya.


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apa yang diduga Suma Thian yu memang benar, orang
yang baru saja munculkan diri itu adalah perempuan paling
cabul di dunia Chin Lan eng.
Sementara itu dengan sorot mata yang jeli dia sedang
menatap wajah Suma Thian yu, setelah diamati lama sekali, ia
baru menegur: "Tadi kau yang bernama Suma Thian yu?"
"Ya, sauya orangnya" jawab pemuda itu.
"Kau yang membunuh orang ini?"
"Dia tidak kubunuh, tapi suruh dia berisitrahat dahulu,
kalau tidak, dia bisa mampus Karena kehabisan tenaga, bila
sampai begitu kaulah yang bakal kerepotan"
Chin Lan eng segera menggigit bibirnya, sambil memutar
biji matanya, kemudian kembali dia berkata:
"Betul, termasuk mayatmu nanti, aku memang bakal dibikin
kerepotan sekali"
Ucapan yang tiada ujung pangkalnya tersebut disambut
tertawa oleh Suma Thian yu, setelah itu diliriknya Chin Lan
eng sekejap denGan Pandangan sinis dan menghina, lalu
kataNya lagi: "Jika harus ditambah denGan kau, mungkin tiada orang
yang akan mengurusi jenasah"
"Bocah keparat tajam amat lidahmu, nyonya muda datang
kemari bukan untnk mencabut nyawamu, melainkan ingin
mengundangmu untuk iurut serta dalam gerakan kami dan
bersama-sama mencari kekayaan dan kegembiraan hidup.
"Oooh rupanya begitu, kalau begitu bicarakan saja setelah
siauya mati nanti, sekarang masih kelewat pagi untuk
dibicarakan"
"Asal kau menyanggupi, selain nyawamu selamat, kaupun
dapat hidup gembira, coba bayangkan saja, sekali tepuk dua
lalat, apa kau tak ingin" Pikirkan tiga kali sebelum diputuskan.
Suma Thian yu tertawa panjang.
"Haaah...haahh...haahh...nyawa sauya tak usah pakai
jaminan, lagipula kau juga belum tentu bisa melindunginya.
Tak usah banyak berbicara lagi, kalau ingin mengambil batok
kepalaku, silahkan saja mencabut pedang mu dengan segera!"
Paras muka Chin Lan eng segera berubah menjadi serius
sekali, bentaknya kemudian:
Kau benar-benar seorang marusia yang tak tahu diri,
dengan kepandaian kucing kaki tiga yang kau miliki sekarang
sudah pingin melayani nyonya mudamu" Terus terang
kuberitahukan kepadamu, Wan Liang adalah contoh terbaik
untukmu, kau merasa mampu untuk mengungguli dia"
Kembali Suma Thian yu mendengus sinis.
"Soal ini kaupun tak usah kuatir, sauya percaya masih
sanggup untuk menangkan perempuan rendah macam kau,
soal yang lain, ter paksa aku harus maju selangkah demi
selangkah"
Chin Lan eng menggertak gigi keras-keras untuk menahan
rasa gusarna yang tak alang kepalang, mukanya dingin seperti
es, katanya dengan menahan geram:
"Bocah keparat, nyonya muda akan memenuhi harapanmn
itu!" Selesai berkata, dia lantas mengayunkan tangannya, segera
tampak angin puyuh menderu-deru dan langsung menyambar
ke tubuh pendekar muda tersebut.
Jangan dilihat ayunan tersebut sangat ringan,
sesungguhnya kekuatan yang disertakan hebat sekali, belam
lagi serangannya tiba, Suma Thian yu telah merasakan
datangnya hawa panas yang menghantam tubuhnya, sakit
sekali terasa di badan.
Suma Thian yu tak berani berayal, buru-buru dia berkelit
kesamping sambil membentak keras:
"Perempuan rendah, malam ini sauya akan merenggut
selembar nyawamu..."
Mendadak dia mencabut pedangnya, kemudian terdengar
suara gemerincingan nyaring, cahaya biru berkilauan di
angkasa, rupanya ia loloskan pedang Kit hong kiam.
Chin lan eng merasakan hatinya tertegun setelah
menyaksikan Suma Thian yu meloloskan pedangnya,
bayangan tubuh dari Kit hong kiam kek Wan Liang segera
muncul kembali didepan mata.
Tiba-tiba hawa amarah menggelora di dalam dada Chin Lan
eng, dia seakan-akan telah menganggap Suma Thianyu
sebagai Wan liang, tiba-tiba saja pedang Ching kong kiam
dicabut ke luar.
Begitu senjata telah berada ditangan, tanpa berpikir
panjang lagi dia menusuk tenggorokan Suma Thian yu dengan
jurus Liong yu su hay (naga sakti di empat samudra).
"Membiarkan kau tinggal didunia hanya akan menimbulkan
bibit bencana saja, lebih baik kau mampus saja!" bentaknya
keras-keras. Begitu tahu kalau perempuan itu menyerang dengan ilmu
pedang aliran Bu tong pay, Suma Thian yu terkesiap, orang
bilang: Seorang jagoan berisi atau tidak, akan diketahui dalam
sekilas pandangan. Kenyataannya Chin Lan eng bisa mencabut
pedang dan menyerang dengan kecepatan luar biasa.
Sayang sekali musuh yang dihadapinya sekarang tak lain
adalah Suma Thian yu yang berilmu silat sangat tinggi.
Terdengar Suma Thian yu tertawa ringan kemudian
ujarnya: "Suatu permainan pedang yang bagus, sayang sekali kau
telah salah sasaran"
Ujung pedangnya segera dicukil keatas menyusul gerakan
mendatar kemuka, dengan satu jurus dua gerakan yang
merupakan jurus ampuh dan ilmu pedang Kit hong kiam hoat,
di babat pertahanan musuh.
Semua orang hanya merasakan cahaya biru amat
menyilaukan mata, tahu-tahu dia sudah mengancam jalan
darah Cian keng hiat diatas bahu Chin Lan eng.
Kalau Chin Lan eng bergerak cepat maka dia bergerak lebih
cepat lagi, bila Chin Lai eng ganas, dia lebih ganas lagi, pada
hakekatnya kawanan perampok berkerudung yang menonton
jalannya pertarungan dari sekitar arena tak dapat melihat
dengan jelas bagaimana kedua orang itu bergebrak dan
beberapa jurus sudah lewat.
Suma Thian yu membenci atas kesadisan dan kekejaman
Chin Lang eng terutama kecabulan serta kebejatan moralnya,
oleh sebab itu begitu turun tangan dia telah mempegunakan
ilmu pedang Kit hong kiam hoat ajaran paman Wan nya,
sudah jelas dia bermaksud untuk membangkitkan amarah
lawan. Benar juga, paras muka Chin Lan eng segera berubah
hebat, buru buru dia mengembangkan permainan jurus
pedang Tay cing kiam hoat aliran Bu tong pay untuk
menyongsong datangnya ancaman lawan.
Selama itu partai Bu tong termasyur dalam dunia persilatan
karena pedangnya Tay cing kiam hoat pun termasuk ilmu
simpanan dari perguruan terebut, bisa diketahui betapa
sempurna dan hebatnya jurus jurus serangan itu.
Sejak kecil, dibawah bimbingan ayahnya, Tay hoa kitsu
Chin Leng hui yang teliti dan seksama, boleh dibilang Chin Lan
eng telah memperoleh inti sari dari ilmu pedang tersebut apa
lagi setelah mendapat petunjuk dari seorang gembong iblis,
ilmu silatnya telah memperoleh ilmu pelajaran yang amat
pesat. Walaupun mempergunakan serangkaian ilmu pedang yang
sama, namur dalam permainan-nya jauh lebih tangguh
daripada permaiman ayahnya sendiri....
Sayang sekali perempuan ini berjiwa bejad dan bermoral
jelek, coba kalau tidak, Bu Tong pey bisa memiliki seorang
jago perempuan yang begini tangguh, pada hakekatnya
merupakan suatu kelebihan yang boleh dibanggakan.
Begitulah, pertarungan berlangsung selama seperminum
teh lamanya, makin bertarung Chin Lang eng merasa semakin
terkejut, mimpipun dia tak menyangka kalau pemuda lemah
lembut dan masih berbau tetek ini sesungguhnya sudah
msncapai ke tingkatan yang begitu lihay.
Tapi yang paling membuatnya terkejut bercampur
keheranan adalah kemampuan ilmu silatnya yang jauh
berlipat-lipat kali 1ebih hebat bila dibandingkan deagan
keampuhan Kit hong kiam kek Wan Liang dimasa lampau.
Padahal, dia mana mengerti kalau berbicara soal tingkat
kedudukan maka Suma Thian yu masih terhitung susioknya,
sudah barang tentu dengan bekal ilmu silat aliran Bu tong
pay yang benar-benar dikuasai olehnya itu, pertarungannya
melawan Chin Lan eng pada hakekatnya seperti bermain
dengan kanak-kanak saja.
Bayangkan saja, belum lagi perempuan tersebut
melancarkan serangannya, pihak lawan sudah memahami
jurus serangan apakah yang bakal dipergunakan, kalau sampai
begini keadaannya, maka perta-rungan apa lagi yang harus
diselenggarakan"
Pepatah kuno bilang: Tahu diri tahu lawan setiap
pertarungan pasti menang.
Sekarang Suma Thian yu sudah menguasai penuh jurusjurus
serangan lawannya, apalagi yang perlu dia kuatirkan
lagi?" Oleh karena itu dia bertarung dengan amat santainya,
setiap jurus dibalas dengan jurus, setiap gerakan dihadapi
dengan gerakan, pada hakekatnya dia tak perlu berpikir lagi
dengan otaknya.
Atau bila menggunakan kata-kata yeng lebih latah lagi,
bahkan Suma Thian yu bisa menyebutkan nama-nama setiap
jurus serangan yang dipergunakan perempuan itu.
Sampai pada akhirnya, ketika Chin Lan eng benar-benar
sudah tak sanggup menahan diri, Suma Thian yu baru
berubah pikiran, dengan kening berkerut umpatnya sembari
melancarkan serangan balasan:
"Perempnsn rendah, hatimu kejam seperti ular beracun,
justru karena kesadisanmu maka Wan Liang mati penasaran,
hari ini sauya aksn membalaskan dendam baginya, aku
hendak membuat malu dirimu agar rasa marahku bisa
terlampiaskan, hati-hati! Aku akan mencomot rambutmu!"
Sambil berkata, tak tampak gerakan apa yung
dipergunakan olehnya, tahu-tahu cahaya biru berkelebat di
susul menyambarnya bayangan manusia, tahu-tahu Suma
Thian yu sudah berdiri di belakang Chin Lan eng sambil
tertawa terbahak-bahak, sambil menggenggam segumpal
rambut ditangan kirinya, serunya:
"Perempuan rendah,inilah pembalasan bagi usahamu untuk
membunuh Wan Liang..... hati-hati! Sekarang aku hendak
memotong telinga mu yang sebelah kiri!"
Mendadak bayangan tubuh Suma thian yu lenyap tak
berbekas, di susul kemudian berkumandangnya suara jeritan
kesakitan dari tengah arena.
Chin Lan eng dengan memegangi telinga sebelah kirinya
dengan tangan kiri, mundur beberapa langkah dengan
sempoyongan, darah kental tampak meleleh keluar melalui
sela-sela jari tangannya.
Sementara ditangan Suma Tbian yu telah bertambah
dengan sepotong telinga yang penuh berpelopotan darah,
katanya sambil tertawa:
"Perempuan rendah, inilah hukuman bagi penghiatanmu
terhadap ayah kandungmu sendiri!"
Sambil berkata, dengan sepasang mata yang
mencorongkan sinar tajam, dia mengawasi Chin Lan eng
tanpa berkedip, kemudian sambil tertawa dingin serunya:
"Perhatikan baik-baik! Kali ini, aku he dak menebas
hidungmu!"
Sembari berkata dia menerjang maju sambil memutar
pedangnya, sekali lagi dia menusuk kearah tubuh Chin Lan
eng. Sungguh menggelikan sekali, Chin Lan eng yang dihair-hari
biasa selalu angkuh dan tinggi hati, sekarang berubah
bagaikan seekor domba yang menunggu untuk dijagal, dia
sudah kehilangan sama sekali kemampuannya untuk memberi
perlawanan. Menyaksikan kesemuanya itu, hancur leburlah perasaan
hatinya, sambil memutur pedangnya menciptakan serentetan
pedang berwarna hijau, dia sambut datangnyu ancaman
tersebut, ia bersiap sedia untuk menebus aib yang di
terimanya itu dengan kematian.
Tampaknya ujung pedang Suma Thian yu sudah hampir
mengenai ujung hidung Chin Lan eng.
Mendadak.... "Tunggu sebentar!" suatu bentakan keras berkumandang
memecahkan keheningan.
Suara bentakan itu ibarat guntur yang membelah bumi
disiang hari bolong, amat memekikkan telinga.
Dengan perasaan terkesiap Suma thian yu segera
melompat mundur selangkah sambil menarik kembali
serangannya. Sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat segera melayang turun ke tengah arena.
Begitu mengetahui siapa yang datang, amarah Suma Thian
yu segera berkobar kembali, darah yang mengalir dalam
tubuhnya serasa mendidih, serunya dengan penuh kegusaran:
"Ooooh, rupanya kau! Inilah yang dinamakan: Dicari
sampai sepatu jebol tidak ketemu, akhirnya dijumpai tanpa
membuang tenaga, Hadiah pukulan darimu tempo hari,
sampai sekarang sauya masih belum melupakannya...!"
Siapa yang telah munculkan diri "
Ternyata dia bukan lain adalah gembong iblis yang
bernama besar dalam kalangan Liok lim, Hek bong hon
(Harimau angin hitam) Lim Kong adanya, tidak heran kalau
Suma Thian yu menjadi naik pitam.
Sebaliknya si Harimau angin hitam Lim Kong yang
menjumpai Suma Tian yu munculkan diri dihapannya, tanpa
terasa dia lantas mendongakkan kepalanya dan tertawa
seram. Kemudian sambil memicingkan sepasang mata sehingga
berubah menjadi satu garis, serunya sambil tertawa dingin:
"Bocah cilik, jadi kau belum mati tenggelam" Heeehhh...
heeebh . .. toaya mengira kau sudah menjadi isi perut ikan
dalam dasar sungai ....!"
Ucapan yang sinis dan menghina itu pada hakekatnya
seperti tak memandang sebelah mata pun terhadap anak
muda tersebut.

Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suma Thian yu semakin naik pitam, dia menggertarkan
pedangnya siap ditusukkan ke depan, tapi ingatan lain segera
melintas, untuk menghadapi manusia licik seperti ini, dia tak
ingin bertindak secara gegabah, sebab kejadian tempo hari
merupakan pelajaran pahit baginya, dia tak ingin membuat
kesalahan lagi.
Berpikir demikian, buru-buru dia menekan hawa amarah
yang membara didalam dadanya, sambil menurunkan kembali
pedangnya di berkata:
"Orang she Lim, tampaknya malaikat elmaut lah yang
menghantar kau kemari, lebih baik gorok saja lehermu
sendiri, daripada sauya mesti repot-repot turun tangan, kalau
tidak... hmm! Perempuan rendah itu merupakan contoh yang
paling baik!"
Harimau angin hitam Lim Koag tertawa seram dengan
kerasnya. "Heeeh...heeeh...bocah keparat, anggap saja tempo hari
kau bernasib baik, tapi kali ini, jsngan harap kau bisa lolos lagi
dalam keadaan selamat, kalau ingin mengumpat, umpatlah
sampai puas, kalau tidak, kau tak akan memperopeh
kesempatan lagi untuk bersuara...!"
Sembari berkata, pelan-pelan dia berjalan menghampiri
Suma Thian yu, sorot matanya memancarkan sinar kelicikan
dan kebuasan, sehingga membunt siapa pun akan bergidik
bila melihatnya.
Sekuat tenaga Suma Thian yu mencoba untuk menekan
hawa amarah yang berkobar didalam dadanya dan
mengulumkan sekulum senyuman diujung bibirnya, dia
menatap wajah sihanmru angin hitam itu tanpa berkedip,
menanti pihak musuh sudah berada lima langkah deri
hadapannya, dia baru berkata:
Cabut keluar senjatamu" Apakah kau ingin menyerah saja
uutuk menerima kematian?"
Harimau angin hitam Lim Kong tertawa seram:
"Heeehh...heeeh...heeehh...untuk menghadapi seorang
bocah keparat macam kau, tidak perlu bagiku untuk mencabut
keluar senjatja tajamku, dengan tangan kosongpun loaya
masih tetap mampu untuk mengirimmu pulang kelangit!"
Mendengar perkataan mana, Suma Thian yu segera
mendongakkan kepalanya dsn berpekik nyaring, pedangnya
disarungkan kembali, dengan sorot mata berkilat dia tertawa
hambar. "Baiklah" katanya kemudian, "akan sauya layani dirimu itu
dengan tangan kosong belaka!"
Selesai berkata, dia lantas menggulung ujung bajunya
sehingga kelihatan lengannya yang putih dan berotot,
sikapnya amat santai dan berdiri seenaknya sendiri, seakanakan
dia tak memandang sebelah matapun terhadap lawannya
ini. Sikap acuh seperti ini biasanya hanya bisa membangkitkan
amarah bagi pemuda yang baru terjun kedalam dunia
persilatan dan bersifat berangasan, terhadap harimau angin
hitam Lim Kong yang kenamaan, apa lagi sebagai seorang
perampok ulung, tentu saja hal mana tak akan menimbulkan
reaksi apapun. Sebagai murid pertama dari si Mayat hidup Ciu Jit hwee,
kesempurnaan ilmu silat maupuun tenaga dalam yang dimiliki
Lim Kong tentu saja sudah luar biasa sekali, dalam
menghadapi musuhnya, dia sama sekali tidak terpengaruh
oleh ejekan, cemoohan maupun umpatan lawan.
Suma Thian yu yang cerdik tentu saja dapat memahami
akan hal ini, tapi kalau dia tidak berbuat demikian, maka rasa
gusar dan mendongkol yang mencekam perasaannya semakin
menghimpit dadanya, dia hendak memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk melampiaskan rasa mangkelnya itu keluar.
Sekali lagi Lim Kong maju selangkah kedepan, tiba-tiba
lengan kirinya berputar kencang dengan jurus Tot mang jut
tong (ular be racun keluar gua), kemudian dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat menyodok ke dada pemuda itu.
Dengan cekatan Suma Thian yu menekuk pinggangnya
kesamping, dengan pandangan yang tajam dia mengawasi
datangnya lawan itu tanpa gugup.
Siapa tahu ketika kepalan tersebut sampai ditengah jalan,
mendadak Lim Kong berubah jurus, lalu bentaknya keraskeras:
"Roboh kau...!"
Telapak tangan kirinya membentuk gerakan busur ditengah
udara lalu dibacokkan ke bawah, seperti guntur menghajar
tambur, dia menghantam tulang leng kay kut pada ubun-ubun
Suma Thian yu. Memghadapi ancaman maut itu, Suma Thian yu sama
sekali tidak gugup, dengau menghimpun tenaga dalamnya dia
tangkis datangnya ancaman mana sambil menyahut:
?"Belum tentu!"
Telapak tangan kirinya diangkat keatas untuk melakukan
tangkisan, sementara telapak tangan kanannya bagaikan
sebilah pisau langsung menebas kedepan dengan kecepatan
luar biasa. "Sreeet...!" desingan angin tajam membelah angkasa,
hampir saja bacokan itu menyentuh pakaian didepan dada Lim
Kong. Untung si Harimau angin hitam Lim Kong bukan manusia
sembarangan, begitu dilihatnya angin pukulan lawan hampir
menyentuh tubuhnya, mendadak ia berputar setengah
lingkaran kaki kanannya melepaskan tendangan dengan jurus
Kui seng ti to (binatang kejora menantang bintang) langsung
menyodok ketubuh anak muda tersebut.
Mereka berdua sama-sama merupakan jagoan kelas satu
didalam dunia persilatan dewasa ini, dalam waktu singkat
bayangan kepala dan angin tendangan menyelimuti seluruh
angkasa Dalam pertarungan yang amat seru itu hanya nampak dua
sosok bayangan manusia yang bergabung menjadi satu
hingga untuk sesaat sukar untuk membedakan mana Lim
Kong dan mana Suma Thian yu.
Dalam pada itu, Siau hu yong (Hu yong indah) Chin Lan
eng yang terluka dan berdiri disisi arena, hatinya merasa
remuk rendam karena amat sedih, apalagi setelah teringat
bahwa rambutnya putus separuh, telinga kirinya terpapas dan
wajahnya menjadi jelek, hatinya sakit bagaikan diiris-iris,
saking sedihnya ingin sekali dia mati seketika.
Manusia memang makhluk yang suka akan keindahan,
apalagi dia adalah seorang perempuan cantik.
Buat Siau hu yong Chin Lan eng, dia lebih suka tewas
diujung pedang lawan daripada kehilangan panca inderanya,
bayangkan saja bila seorang perempuan yang cantik jelita, kini
berubah menjadi perempuan yang kehilangan telinga sebelah,
penderitaan dan aib yang dialaminya itu mana mungkin bisa
ditahan dengan begitu saja"
Luka ditelinga kirinya telah dibubuhi obat dan kini darah
sudah tidak mengucur lagi, namun sepasang mata Chin Lan
eng telah berubah menjadi mengerikan sekali, kekejaman dan
kesediaannya tercermin jelas diatas wajahnya, dia mengawasi
terus wajah Suma Thian yu tanpa berkedip.
Sementara pertempuran sengit ditengah arena masih
berlangsung dengan hebatnya, diam-diam Chin Lan eng
merogoh kedalam sakunya mengambil sesuatu dengan cepat
dipersiapkan dalam genggaman.
Pada ssat itulah, mendadak dari tengah arena
berkumandang dua kali bentakan nyaring, bayangan manusia
nampak saling berpisah.
Lim Kong muadur sejauh dua langkah kebelakang, begitu
sepasang kakinya menempel permukaan tanah, ia segera
melejit kembali ke tengah udara, kemudian bagaikan burung
elang yang menembusi langit ia meluncur tinggi ke udara.
Lompatannya ini paling tidak mencapai ketinggian lima kaki
lebih, sewakiu Suma Thian yu mengalihkan pandangannya ke
depan, ia segera menjadi terkesiap.
Buru-buru hawa murni ysug berada dalam tangan
disalurkan ke dalam sepasang telapak tangannya, dia bersiap
sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Sejenak kemudian.
Harimau angin hitam Lim Kong membentak nyaring,
tubuhnya berputar dengan kepala di bawah kaki diatas,
sepasang lengannya mendadak direntangkan kesamping.
Awan gelap yang amat tebal diiringi udara yang dingin
merasuk tulang segera menyelimuti angkasa, bagaikan angin
puyuh yang muncul dari langit, diiringi suara geledek yarg
memekikkan telinga langsung menghantam batok kepala
Suma Thian yu dengan dahsyat.
Inilah ilmu pukulan Hu si im hong ciang (pukulan angin
dingin mayat membusuk) yang amat termashur dalam dunia
persilatan. Suma Thian yu merasakan hatinya bergidik, diiringi
bentakan nyaring, dengan, menghimpun tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian kedalam sepasang lengan, dia sambut
datangnya ancaman tersebut.
Siapa tahu, disaat dia sedang memusatkan seluruh
perhatiannya untuk menghadapi harimau angin hitam Lim
Kong, mendadak terdengar suara bentakan nyaring bergema
memecahkan keheningan, angin puyuh menderu-deru, lalu
terlihat tua titik cahaya bintang yang berkilauan dengan
membentuk posisi segitiga langsung menyambar ke arah
pinggangnya. Suma Thian yu merasa amat terkejut, segulung hawa
dingin segera muncul dari punggungnya dan menembus
sampai keatas, rupanya serangan angin pukulan hawa dingin
mayat busuk dari Harimau angin hitam Lim Kong sudah
menyambar datang seperti ombak dahsyat, yang menghantam
tepian pesisir...
Dengan begitu, Suma Thian yu menjadi terjepit dipesisi
yang tidak menguntungkan, dia harus mengbadipi dua musuh
sekaligus dua dipaksa berada dalam keadaan bagaikan
menunggang dipunggung harimau.
Untuk menghindari pukulan telapak tangan saja sudah
payahnya setengah mati, ditambah, lagi harus menghadapi
serangan senjata rahasia, keadaannya menjadi bertambah
kritis. Dalam keadaan terancam, tiba-tiba muncul sebuah akal
cerdik dalam benaknya, dengan cepat ia menjatuhkan diri
kebelakang dan mengelinding kesamping dengan gerakan
Lan jui ta kun (keledai malas berguling guling)....
Seketika itu juga terdengar suara benturan keras
menggelegar di angkasa, angin pukulan dari Lim Kong sudah
menghajar secara telak diatas permukaan tanah.
00o00 Tapi, pada saat inilah mendadak Suma thian yu merasakan
sisi lambungnya seperti terpagut oleh sengatan lebah beracun,
kakinya sakit bukan kepalang, sadarlah pemuda ini bahwa dia
telah kerkena senjata rahasia.
Suma hian yu cukup mengetahu bahwa Siau hu yang Chin
lan eng adalah seorang perempuan kejam yang berhati buas,
senjata rahasia yang dipergunakan juga pasti dibubuhi racun
yang jahat. Dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalam nya untuk
melindungi jalan darah, kemudian sambil melompat mundur
serunya: "Sakit hati ini pasti kubalas, ingat saja budak rendah, Suma
thian yu pasti akan menguliti tubuhmu hidup-hidup!"
Seraya berkata, seperti segulung angin puyuh saja, ia
segera berlalu dari situ.
Tentu saja si harimau angin hitam Lim Kong tak akan
melepaskan Suma thian yu dengan begitu saja, dia
menggerakkan tubuhnya, lalu bagaikan anak panah yang
terlepas dari busurnya melakukan pengejaran dari belakang.
Mewndadak terdengarSiau hu yong Chin Lan eng
membentak sambil terawa:
"Lim toako, bajingan yang rudin tak usah dikejar anjing
budukan tak perlu diusir, biar kan saja dia pergi!"
Harimau angin hitam Lim Kong segera menghentikan
gerakan tubuhnya, kemudian bertanya dengan wajah
tercengang: "Apakah hal ini tidak terlalu keenakan buat keparat itu"
Siau hujin, gara-gara kewelasan hatimu saat ini, bisa jadi
dikemudian hari akan memancing datangnya banyak bibit
bencana buat kita semua!"
Chin Lan eng tertawa terkekeh-kekeh dengan liciknya:
"Heeeh...heeeh...heeeh...Lim toako, kau terlalu memikirkan
hal yang bukan-bukan, bila keparat itu bisa hidup melewati
fajar nanti, hal mana sudah merupakan kemujuran baginya"
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih
jauh: "Seandainya senjata rahasia ku tidak berhasil melukainya,
menang kalah masih sukar di tentukan, selain daripada itu,
bagaimana mungkin aku dapat melampiaskan rasa malu dan
kerugian yang kualami malam ini?"
Mendengar ucapan tersebut, Harimau angin hitam Lim
Kong lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haahh...haah...haahh...sudah lama aku dengar akan
kelihayan jarum beracun Hok teng ang tok ciam milik Siau
hujin, konon begitu mengenai orangnya lantas keracunan
hebat dan modar, rupanya raja akhirat sudah mulai
menggapaikan tangan kearahnya?"
Siau hu yong Chin Lao eng segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, sahutnya:
"Senjata rahasia yang berhasil bersarang ditubuh bocah
keparat itu sama sekali tidak di beri Hok leng ang melainkan
cuma selaksa racun yang umum!"
"Heeeh...heeeh...heeeh, sekalipun begitu, aku rasa hal
inipun sudah cukup membuat bocah keparat tersebut untuk
terbang kembali keneraka"
Beracara sampai disitu, kembali Lim Kong tertawa terbahak
bahak dengan seramnya.
ooOoo SUMA THIAN YU SADAR, kalau dia sudah keracunan, maka
sambil berlari kencang meninggalkan tempat ini, dia mencabut
keluar jarum yang lembut bagaikan rambut itu, lalu
menggenggam mulut lukanya dengan tangan kiri agar darah
jangan sampai mengalir ke luar terus.
Setelah melakui perjalanan yang cukup jauh mendadak ia
merasa luka pada lambungnya sudah tidak terasa sakit lagi,


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia pun mencari sebuah batu untuk duduk dan beristirahat.
Ketika pakaiannya di lepas dan mulut luka nya diperiksa,
maka segera dijumpainya selain titik merah kecil seperti bekas
tertusuk jarum yang masih tersisa diatas lambungnya itu, dia
sama sekali tak merasakan sesuatu gejala yang aneh, pelanpelan
hatinya pun mulai merasa amat lega dan tentram.
Akan tetapi sewaktu dia mengangkat tangan kirinya, tibatiba
saja dijumpai segumpal darah kental menempel diatas
telapak tangan kirinya itu, ketika diendus segera tercium bau
busuk yang amat menusuk hidung, busuknya bukan main.
Dengan cepat Suma Thian yu menjadi sadar kembali apa
gerangan yang telah terjadi, tanpa tersa serunya:
"Ooohh... rupanya aku telah ditolong oleh telapak tangan
kiriku ini. Chin Lan eng, hai Cbin Lan eng... kau gagal untuk
mencelakai diriku.
Dengan cepat dia melompat bangun dan balik kembali
ketempat semula, ia bermaksud untuK mencari Chin Lan eng
dan membuat perhitungan dengannya....
Sebagaimana diketahui, telapak tangan kiri Suma Thian yu
ini tidak mempan terhadap berbagai macam racun, ketika
perutnya terluka tadi, dia telah memegang mulut lukanya
dengan telapak tangan kirinya, rupanya disaat itulah semua
racun keji yang mengeram didalam tubuhnya telah terhisap
oleh daun Jin sian kiam lan sehingga bersih sama sekali.
Coba kalau Suma Thian yu mengetahui akan kelebihan
yang dimilikinya ini, tak mungkin dia akan melarikan diri dari
arena pertarungan.
Menanti dia sudah sampai kembali ketempat bekas
pertarungan tak sesosok bayangan manusia pun yang
nampak. Memandang kegegapan yang mencekam sekeliling tempat
itu, Suma Thian yu segera terbayang kembali peristiwa yang
berlangsung belum lama berselang, tanpa terasa kembali
gumamnya: "Perempuan berhati busuk, tak heran kalau paman Wan
tewas ditanganmu. Selama aku Thian yu masih bisa hidup,
pasti akan kubunuh bajingan tersebut dengan telapak
tanganku sendiri"
Dengan langkah yang ringan dan cepat, dia lantas balik
kembali menuju kearah loteng Kun eng lo.
Tapi baru sampai ditengah jalan, mendadak ia seperti
teringat akan sesuatu dan segera berhenti, kemudian dia balik
kembali menuju ke tempat bekas pertarungan.
Sampai setengah harian lamanya dia melakukan pencarian
di atas tanah, akhirnya ditemukan juga dua batang jarum
lebah beracun yang digunakan oleh Chin Lan eng tadi dan
dengan sangat berhati-hati sekali disimpan kedalam sakunya,
kemudian mengurungkan niatnya kembali ke rumah makan
Kun eng lo, dia segera berangkat menuju ke arah telaga Tong
ting ou. Jilid 16 Suatu hari sampailah Suma Thian yu dikota Tiang-an-gi di
dalam propinsi Ou lam.
Tiang an gi terletak hanya dua hari perjalanan dari telaga
Tong tin ou, menurut perhitungan Suma Thian yu masih ada
berapa hari lagi menjelang tanggal lima belas, maka dia pun
menginap dalam sebuah rumah penginapan di kota Tian an gi
tersebut. Rumah penginapan itu bernama Gwat kek can,
pelayanannya sangat baik, lingkungan?nya amat sepi dan
indah, membuat orang merasa kerasan sekali tinggal disitu,
tak heran kalau hanya saudagar yang berdiam dikota tersebut.
Suma Thian yu mendapat sebuah kamar yang terletak
dipaling ujung ruang sebelah timur.
Sementara itu senja sudah menjelang tiba, banyak
pelancong dan saudagar yang pulang ke penginapan untuk
beristirahat, hanya Suma Thian yu seorang yang tak ada
urusan dan duduk dekat jendela sambil memandang kolam di
luar kamarnya. Mendadak dari luar pintu penginapan sana terjadi
kegaduhan, pertama-tama Suma Thian yu tidak begitu
menaruh perhatian, siapa tahu suara gaduh tadi makin lama
terdengar semakin ramai.
"Kalian buka penginapan toh bermaksud mencari uang, asal
aku si pengemis tua punya uang, mengapa tak boleh
menginap disini?"
Suma Thian yu segera merasa suara itu sangat dikenal
olehnya, buru-buru dia membuka pintu dan melongok keluar.
Dan terlihatlah segerombolan manusia sedang mengurung
seorang pengemis tua yang berpakaian compang-camping.
Dalam sekilas pandangan saja Suma Thian yu dapat
mengetahui orang itu sebagai Siau yau kay Wi Kian adanya.
Sebetulnya ia Ingin maju melerai, tapi setelah berpikir
sejenak dia urungkan niatnya itu, siapa tahu pengemis tua itu
hendak menggunakan akal muslihat apa lagi untuk mengatasi
persoalannya. Dalam pada itu, seorang pelayan sedang berdiri sambil
tertawa paksa: "Tuan cin sin ya, penginapan kami benar-benar sudah
penuh dan tiada kamar lain, harap kau mencari kamar
penginapan yang lain saja!"
Siau yau kay Wi Kian segera menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil berseru!
"Tidak bisa, kalian semua adalah kawanan anjing yang
punya mata bila melibat uang, sudah jelas di dalam sana
masih ada tiga buah kamar kosong, masa kau hendak
membohongi aku si pengemis tua" Kalau aku tak mau pergi,
kau mau apa?"
Tangannya segera merogoh kedalam saku dan meraba
beberapa saat kemudian dengan berhati-hati sekali dia
mengeluarkan seuntai mata uang tembaga dan diperlihatkan
kepada pelayan itu kemudian serunya:
"Coba keu lihat, bukankah aku si pengemis tua mempunyai
uang?" Selesai berkata, seakan akan kuatir kalau ada orang hendak
merampas uangnya saja, dengan cepat ia te1ah
menyimpannya kembali sementara sepasang matanya segera
mengawasi wajah semua orang dengsn sikap was-was dan
curiga. Untuk masa itu, seuntai mata uang tembaga hanya bisa
dipakai untuk makan satu kali, tentu saja masih kurang kalau
hendak dipakai untuk membayar penginapan.
Oleh sebab itu para pelancong dan saudagar yang
mengerumuni tempat itu segera tertawa terbahak-bahak
karena geli. Salah seorang diantaranya dengan cepat berseru dengan
suara dingin seperti es:
"Hei engkoh tua, apa kau cuma mempunyai uang sebanyak
itu?" Siau yau kay manggut-manggut, serunya dengan wajah
serius: "Kenapa" Uang sebanyak, inipun masih cukup untuk
menginap selama delapan atau sepuluh hari disini"
sekali lagi semua orang tertawa terbahak-bahak sesudah
mendengar perkataan itu, seseorang kembali berseru dari sisi
arena: "Pelayan, enyahkan saja pengemis edan itu dari situ,
tampaknya pengemis ini memang sengaja hendak mencari
gara-gara!"
Bagaimanapnu jua, pelayan itu tak ingin terjadinya
keributan di rumah penginapannya, maka sambil tertawa
paksa dan menjura ber?ulang kali, katanya:
"Oooh, dewa hartaku yang baik, harap kau sudi berbuat
kebaikan, janganlah mengacau lagi di sini, bila kau ribut terus
disini, usaha kami bisa bubar! Bila kau ingin sangu, kata?kan
saja berterus terang, kami bersedia memberi sedikit sangu
untukmu" Kembali Siau yau kay Wi Kian berteriak teriak keras:
"Huuh, kau si anjing budukan jangan kelewat menghina,
aku si pengemis tua tidak butuh uang, aku hanya ingin
menginap disini. Tak usah kuatir, anak angkatku segera akan
keluar, dia pasti akan membayar rekeningku"
Ketika semua orang mendengar kalau dia mempunyai anak
angkat disitu, tak kuasa lagi segera tertawa terbahak bahak.
Pelayan itu segera menepuk dahi sendiri sambil berteriak
keras: "Oh Thian! seorang pengemis tua saja sudah cukup
membuatku pusing, bila ditambah dengan seorang anak
angkatnya lagi, waah... bisa berabe jadinya"
Kemudian sambil menjura lagi katanya:
"Oooh lo yaya, kumohon kepadamu pergilah dari sini,
sekarang lagi waktunya para tamu berdatangan, kemarilah
lagi nanti saja"
Baru saja Siau yau kay akan menjawab, dia menyaksikan
Suma Thian yu sedang berjalan keluar.
Padahal sejak tadi ia sudah melibat kalau Suma Thian yu
memasuki rumah penginapan tersebut, maka dia segera
datang kemari mencarinya.
Terdengar ia berseru sambil bertepuk tangan:
"Nah, sudah datang, sudah datang! Anak angkat aku si
pengemis tua telah datang untuk membayar rekening"
Ketika semua orang mendengar perkataan itu, serentak
mereka berpaling keerah pintu, tapi disana tak nampak
bayangan pengemis.
Suma Thian yu melanjutkan langkahnya menuju kemuka
penginapan, begitu Siau yau kay melihat pemuda itu sudah
munculkan diri, kembali dia berteriak gembira:
"Bagus sekali! Aku si pengemis tua sudah hampir setengah
harian lamanya mencarimu, rupanya kau sedang tidur enak
disini, lihat saja aku akan menghajarmu atau tidak!"
Semua orang turut berpaling, ketika dilihat pengemis tua
itu sedang berbicara dengan seorang pemuda tampan
berpakaian perlente, semua orang lain mengira pengemis tua
itu indah tak beres otaknya sehingga kerjanya hanya
menggoda orang.
Pelayan itupun mengalihkan sorot matanya yang keheranan
kearah Suma Thian yu, lalu diperhatikan dari atas hingga ke
bawah dengan seksama.
Suma Thian yu segera mendorong orang-orang yang
berada disekitar situ agar minggur kemudian sambil menjura
kepada pengemis tua itu, katanya dengan sopan:
"Bila aku tidak menyambut kedatangan lo-cianpwe dari
jauh, harap kau sudi memaafkan"
Begitu ucapan tersebut diutarakan semua orang semakin
dibikin kebingungan dan tidak habis mengerti, mereka malah
menganggap Suma Thian yu ikut gila.
Buru-buru pelayan itu berkata kepada Suma Thian yu
dengan ramah dan sopan:
"Apakah kek-koan kenal dengan dia?"
Sambil bersenyum suma Thian yu manggut-manggut.
"Yaa, kenal, harap siapkan hidangan dan arak
berusiasepuluh tahun, aku hendak menjamu sahabatku ini,
rekeningnya akan ku bayar sekalian nanti"
Melihat Suma thian yu bersedia untuk membayar, pelayan
itu hanya bisa menggelengkan kepala sambil menghela napas,
dia segera masuk kedalam untuk mempersiapkan hidangan.
Sementara mereka yang menonton keramaian pun segera
pada bubar tapi dari dalam rumah penginapan itu mulai
terdengar suara kasak kusuk orang membicarakan kejadian ini
Setelah Siau yau kay duduk, Suma thian yu baru bertanya
dengan sikap hormat"
"Cianpwe, mengapa kau pun sampai disini?"
Siau yau kay segera tertawa cekikikan.
"Rahasia langit tak boleh bocor, mari kita minum arak dulu
sebelum kuceritakan keadaan yang sebenarnya"
Suma thian yu pun tidak bertanya lebih jauh, mereka
berdua segera bersantap sambil berbincang-bincang,
mempergunakan kesempatan itu, thian yu membeberkan
kejadian yang dialaminya selama beberapa hari ini.
Ketika Siau yau kay Wi kian mendengar Suma thian yu
berhasil memapas rambut Chin lan eng dan memapas sebuah
telinganya, dengan gembira ia segera mengebrak meja
sembari berseru:
"Suatu tindakan yang amat bagus! Kita memang wajib
menegakkan keadilan serta kebenaran bagi umat persilatan!"
Gebrakan meja itu segera mengagetkan semua tamu yang
kebetulan sedang bersantap, hampir semua orang
mengalihkan sorot matanya kearah mereka, bahkan ada pula
yang menggelengkan kepalanya sembari menyumpah kalang
kabut: "Orang gila, benar-benar sudah tak ada orang yang bisa
menolongnya lagi..."
Setelah arak dihidangkan, dan beberapa cawan sudah
masuk ke dalam perut Siau yau kay Wi kian segera
meletakkan cawan araknya ke meja sambil bergumam:
"Aneh, mengapa dia belum juga datang?"
"Siapa" Siapa yang kau maksudkan?" tanya Suma Thian yu
dengan wajah tercengang.
Siau yau kay tertawa cekikikan, dengan misterius dia
melirik sekejap ke arah Suma Thian yu, kemudian katanya:
"Tali jodoh seribu li hanya tergantung disatu titik, aaai...
sulit juga menjadi seorang mak comblang..."
Ucapan itu bagaikan orang yang sedang bergumam, hal ini
membuat Suma Thian yu menjadi kebingungan setengah mati,
dia merasa perkataan dari pengemis tua itu ngawur seakanakan
dibalik kesemuanya itu masih ter?simpan semacam
rahasia. Sebagai pemuda yang berjiwa mulia, dia tak ingin
mendesak orang untuk mengungkapkan semua rahasianya,
karena orang lain tidak mengungkapkan hal tersebut, maka
dia pun tidak mendesak lebih jauh.
Maka sambil mengangkat cawan araknya, dia meneguk
seorang diri. Suatu ketika dia mengalihkan sorot matanya ke depan
pintu, mendadak pandangan matanya terasa kagum lalu
sarunya tertahan:
"Aaaaah!"
Bukan cuma dia saja yang merasa terkejut bercampur
keheranan, hampir semua tamu yang berada dalam ruangan
sama-sama merasa ka get dan menghela napas tiada


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hentinya, sorot mata mereka pun sama-sama dialihkan kearah
pintu. Rupanya dari depan pintu berjalan masuk seorang gadis
yang wajah cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, dia
berusia enam tujuh belas tahunan, memakai baju berwarna
kuning dengan ikat pinggang berwarna hijau mata yang jeli,
hidungnya yang mancung dan bibirnya yang mungil membuat
gadis itu nam?pak begitu cantik dan amar mejawan hati.
Tak heran kalau semua orang yang hadir disitu sama sama
merasa terkejut dan mengira ada bidadari yang turun dari
kahyangan, tanpa berkedip barang sekejap pun mereka
semua mengawasinya lekat-lekat.
Menghadapi kemunculan gadis centik itu, tiba-tiba saja
dalam hati semua orang timbul suatu ingatan yang aneh,
mereka berharap gadis itu berjalan menuju kedepan meja
mereka. Tapi gadis itu hanya memindang sekejap sesekeliling
ruangan, kemudian dengan lemah gemulai berjalan menuju ke
meja yang ditempati pengemis tua itu.
Ketika tersenyum, terlihatlah sepasang le?sung pipinya
yang indah dan mempesona hati.
Ia memberi hormat kepada pengemis tua itu, lalu katanya:
"Harap dimaafkan bila kau orang tua harus menunggu
terlalu lama"
Kemudian ia mengambil tempat duduk didekat pengemis
tua itu. Dengan kejadian ini, maka suara helaan napas dan seruan
keheranan sekali lagi kerkumandang dalam ruangan itu.
pada hakekatnya kejadian ini merupakan suatu peristiwa
yang sangat aneh, seorang pe?ngemis tua ternyata
menantikan kedatangan seorang gadis cantik jelita bak
bidadari dari kahyangan, pada hakekatnya peristiwa ini
merupakan suatu kejadian yang aneh dan hampir saja
membuat semua orang merasa bagaikan sedang bermimpi di
siang hari bolong.
Tiga manusia yang berbeda duduk di meja yang sama,
betul-betul suatu perpaduan yang amat tak sedap.
Setelah duduk, gadis itu menundukkan kepalanya rendahrendah
lalu melirik sekejap kearah Suma Thian yu dengan
wajah tersipu-sipu, setelah itu baru ujarnya:
"Rupanya kau pun berada disini" Kapan datangnya?"
"Hari ini baru sampai" jawab Suma Thian yu dengan wajah
tersipu-sipu pula, bisa bertemu dengan nona ditempat ini,
sungguh merupakan kejadian yang menyenangkan.
Siau yau kay Wi kian yang menyaksikan kejadian tersebut
segera tertawa terbahak-bahak.
"haah...haah...haah...kalau tidak berjodoh bagaimana bisa
berjumpa" Kalian berdua tak usah berlagak malu lagi, mari!
Kita keringkan dulu secawan arak!"
"Nona Wan, apakah kau masih marah padaku?" tanya
Suma Thian yu kemudian.
Gadis itu tak lain adalah putri kesayangan dari Mo im sin
liong (naga sakti dari mega) Wan kiam ciu, congpiautau dari
perusahaan Sin liong piaukiok di kota Heng ciu Bi hong siancu
(Dewi burung hong) Wan Pek lan adanya.
Ketika mendengar pertanyaan dari Suma thian yu itu,
merah padam selembar wajah Wan pek lan karena malu,
sahutnya dengan suara tergagap:
"Aaahhh, itu mah hanya suatu kesalahan paham belaka,
Susiok Coa telah memberi penjelasan dan kami tahu kalau
siauhiap bersih!"
"Siapakah Susiok Coa mu itu?" tanya Suma thian yu dengan
wajah tercengang.
Bi hong siancu Wan pek lan segera berpaling kearah Siau
yau kay Wi kian lalu sahutnya:
"Dia orang tualah adanya!"
Sekarang Suma thian yu mengerti, tanpa terasa ia berseru:
"Tak heran kalau locianpwe marah-marah pada waktu itu,
rupanya diantara kalian mempunyai hubungan yang sangat
akrab" "Bpcah, kau jangan keburu bersenang hati!" damprat Siau
yau kay Wi kian dengan gusar, "seandainya terbukti kalau kau
adalah pembunuhnya, masa aku si pengemis tua akan
melepaskan dirimu dengan begitu saja?"
Ketika Bi hong siancu Wan Pek lun menanyakan kaadaan
yang sebenarnya kepada pe?muda itu, secara ringkas Suma
Thian yu segera menceritakan semua peristiwa yang
dialaminya termasuk Siau yau kay mengejarnya ke gua Hui im
tong dan menuntut pertanggungan jawab darinya.
Selesai mendengar cerita mana, dengan perasaan tak
tentram tenteram Bi hong siancu Wan Pek lan memandang
sekejap kearah Suma thian yu dengan pancaran sinar cinta
yang mendalam, katanya:
"Semuanya ini gara-gara kejelekanku, hampir saja aku
menuduh orang baik, tentunya kau tidak menjadi gusar
bukan?" Suma thian yu tertawa getir, kemudian ujarnya dengan
nada bersungguh-sungguh:
"Berbicara menurut keadaan pada waktu itu, siapapun akan
menaruh curiga kepadaku, selama ini aku masih merasa kuatir
kalau Tio toako masih marah terus kepadaku!"
Wan pek lan tersenyum.
"ketajaman mata paman tio memang sungguh
mengagumkan, dari seluruh piasu yang ada dalam
perusahaan, Cuma dia seorang yang memahami perasaanmu,
gara-gara peristiea tersebut, dia telah telah bentrok dengan
ayahku sehingga kedua belah pihak merasa sama-sama tidak
senang" "bagaimana sekarang...." buru-buru Suma thian yu
bertanya. "Ia sudah pergi meninggalkan perusahaan"
"Apa?" seru Suma thian yu terkejut.
Siau yau kay Wi kiam yang berada disamping segera
menukas dengan nada dingin:
"Biarkan saja dia pergi, kalau harus mengendon terus
dalam perusahaan, pada hakekatnya seperti orang berbakat
yang dipendam, bagaimanapun juga tak bisa menonjol dan
menjadi besar, cita-cita seorang lelaki berada diempat
penjuru, bila ia mau mengembara ketempat luaran,
kemungkinan besar malah akan dijumpai suatu kemukjijatan"
Suma thian yu tahu, ucapan Siau yau kay tersebut
mengandung suatu makna yang amt mendalam, ia bisa
berkata demikian, pasti dikarenakan suatu pertimbangan maka
hatinya pun menjadi lega.
Malam itu Suma thian yu minta dua kamar lagi untuk
beristirahat kedua orang itu.
Keesokan harinya, ketika Suma Thian yu bangun dari
tidurnya, ia menyaksikan Siau yau kay Wi Kian sudah pergi
entah kemana, kamarnya ditinggilkan dalam keadaan kosong.
Sewaktu Bi hong siancu menjumpai Siau yau kay sudah
pergi, sekulum senyuman tersungging diujung bibirnya.
"Perempuan memang mahkluk yang amat tajam
perasaannya, Wan Pek lan memang cerdik, dengan cepat dia
mengetahui kaku Wi locianpwe ada niat untuk menjodohkan
mereka berdua, hatinya jadi merasa amat berterima kasih.
Siau yau kay Wi kian dengan susah payah mengajak Wan
Pek lan datang kesitu kemudian menyerahkannya kepada
Suma Thian yu, dia pergi tanpa pamit, rupanya segala sesuatu
yang hendak dilakukannya itu telah diatur dengan rapi sekali.
Kalau dibicarakan memang sungguh mengangumkan sekali,
sepanjang hidupnya dia selalu berkelana dalam dunia
persilatan, urusannya banyak dan repot sekali, kenyataannya
dalam kesibukan tersebut dia masih sempat mengurusi cinta
muda mudi, hingga dibilang, sebenarnya hal ini merupakan
suatu tindakan yang luar biasa.
Bisa dibayngkan pula betapa berterima ka?sihnya Wan Pek
lan setelah menyaksikan kesemuanya itu.
Berbeda dengan Suma Thian yu, dia masih sedikit
kebingungan oleh hilangnya Siau yau kay, dia berusaha keras
untuk menemukan jejak pengemis tua itu, bayangkan sendiri,
apakah perbuatannya ini tidak menggelikan..."
Setelah membayar rekening, berangkatlah kedua orang itu
meninggalkan kota Tiang an gi menuju ke kota Gak ciu.
Sepanjang jalan mereka selalu berpesiar dan menikmati
keindahan alam, didampingi seorang gadis yang cantik seperti
Bi hong siancu, sedikit banyak Suma thian yu jauh merasa
lebih riang dan gembira.
Setelah kesalapahaman diantara mereka dapat diatasi,
hubungan muda mudi ini semakin akrab, setiap kali Suma
thian yu terbayang kembali peristiwa mesranya dengan Wan
pek lan tempo hari, dimana mereka bermesraan dengan
hangatnya, dalam hati kecilnya selalu timbul pertanyaan
kapankah keadaan seperti ini bisa berulang kembali.....
Padahal Wan pek lan sendiripun berperasaan sama,
seringkali ia memperhatikan ketampanan wajah kekasih
hatinya, suatu perasaan gembira yang belum pernah
dialaminya sebelumnya selalu menyelimuti perasaannya.
Gak yang lo terletak diluar kota Gak ciu, pesis ditepi telaga
Tong ting cu. Waktu itu, diatas loteng berdiri sepasang muda mudi yang
sedang menikmati keindahan alam disekelilingnya.
Tampakk gadis itu memandang ketempat kejauhan sana,
lalu katanya: "Engkoh thian yu, masih berapa jauhkah dari tempat ini
sampai dibukit Kui san?"
"Kalau sekarang juga berangkat maka senja nanti sudah
sampai, Cuma kita tak tahu di manakah dua saudara berdiam,
sehingga kalau harus dicari, kita masih membutuhkan banyak
waktu" Rupanya sepasang muda mudi ini tak lain Suma Thian yu
dan Bi hong siancu Wan pek lan yang sedang datang
memenuhi janji.
Memandang air telaga nan hijau dan dihembus angin yang
semilir semilir, Wan Pek lan menarik napas panjang-panjang,
memandang ti ik bayangan putih dikejauhan sana, tanpa
terasa katanya:
"Kalau bisa menumpang angin seribu li, memecahkan
ombak selaksa pal, ooh.. betapa asyiknya waktu itu!"
Apakah adik Lan ingin menumpang sampan untuk
menyelusuri telaga kenamaan ini?"
"Ehmmm..."
Belum habis berkata, Suma Thian yu sudah menarik tangan
Wan Pek lan yang putih dan diajak turun dari loteng,
kemudian menuju ke tepi telaga dan menyewa sebuah
sampan untuk berpesiar ke tengah telaga.
Sekulum senyuman manis menghiasi ujung bibir Wan Pek
lan, hatinya terasa berdebar keras, karena keadaan mereka
sekarang bagaikan sepasang kekasih yang sedang berpacaran
ditengah telaga.
Makin lama mereka meninggalkan Gak yang lo semakin
jauh... Semenjak kecil Wan Pek lan selalu dikurung dalam kamar
dan tak pernah keluar dari rumah, kepergiannya kali ini boleh
dibilang merupakan perjalanan jauh pertama kali yang
dilakukan olehnya, memandang burung manyar yang terbang
diatas telaga serta kapal layar yang bersimpang siur di
kejauhan sana, dia merasa gembira sekali.
Mendadak dia menyaksikan ada sebuah perahu sekang
bergerak mendekati perahu mereka dari belakang, segera
bisiknya: Engkoh Thian yu, dari belakang sana ada sebuah kapal
sedang mengejar kita, mari kita beradu kecepatan dengan
mereka, coba dilihat siapa yang bergerak lebih cepat"
Suma thian yu berhenti mendayung sambil berpaling, paras
mukanya segera berubah hebat, segera serunya:
"Siapa bilang kalau mereka sedang menga?jak kita beradu
kecepatan" Mereka datang untuk menangkap orang"
"Menangkap siapa" Apakah perahu peme?rintah?"
Menyaksikan kepolosan Wan Pek lan yang menyenangkan
itu, Suma Tnian yu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahh...haaaahh...haaah... mereka datang mencari kita"
"Mencari kita...?"
"Benar adik lan!"
Dengan perasaan tercengang Wan Pek lan berpaling dan
memperhatikan sekejap perahu yang sedang melakukan
pengejaran itu, dengan cepat ia saksikan ada dua orang lelaki
kekar yang memegang golok berdiri diujung geladak.
Pada ujung tiang perahu itu tergantung sebuah panji segi
empat yang bertuliskan huruf "Tong" amat besar.
Dengan perasaan tercengang Wan pek lan segera berseru:
"Perlambang apa sih huruf "Tong" itu?"
Suma Thian yu berpaling dan melihat sekejap lagi,
kemudian sahutnya cepat:
"Penyamun dari telaga Tong ting ou, kalau bukan tentunya
sama dari suatu partai atau suatu perkumpulan."
"Ehhmm" Wan Pek lan mengiakan, sementara sepasang
matanya masih saja mengawasi perahu yang mendekat itu
tanpa berkedip, pelbagai pikiran serasa berkecamuk didalam
benaknya. Mendadak, dari atas perahu itu berkumandang
suara keleningan yang sangat ramai.
Ketika Wan Pek lan mendongakkan kepalanya, tanpa terasa
ia menjerit kaget:
"Aaah....."
Dengan cepat Suma Thian yu berpaling, hatinya segera
terasa terkesiap, rupanya dari atas geladak perahu? itu sudah
penuh berisi lelaki-lelaki bersenjata lengkap yang sedang
mengawasi Suma thian yu berdua tanpa berkedip.
Dalam waktu singkat, perahu itu sudah semakin mendekati
sampan kecil yang ditumpangi oleh Suma thian yu itu, tapi
gelombang yang besar dengan cepat memisahkan kembali
kedua perahu itu sejauh setengah kaki lebih.
Pada saat itulah, dari ujung geladak perahu itu muncul
seorang kakek berjubah panjang, kepada Suma Thian yu dia
segera berseru keras:
"Hei, apakah kau she Suma?"
Suaranya nyaring sekali, meski angin berhembus kencang
namun suara pembicaraannya masih kedengaran jelas sekali
dalam pendengaran Suma Thian yu, dari sini dapat
disimpulkan kalau tenaga dalam yang dimiliki kakek itu sudah
mencapai puncak kesempurnaan.
"Yah, memang akulah orangnya!" jawab Suma Thian yu


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat. Tenaga dalam yang sengaja dipancarkan untuk menembusi
suara angin dan gelombang dengan cepat membawa suara
tersebut hingga kesisi telinga lawan.
Perahu itu segera menurunkan jangkar,kemudian terdengar
kakek berjubah panjang itu membentak lagi:
"Lohu mendapat perintah untuk menangkap siauhiap,
harap kau sudi memberi muka agar mengikuti lohu pergi dari
sini, tanggung kau ntak akan menderita kerugian barang
seujung rambutpun"
Suma Thian yu segera meletakkan dayungnya dan bangkit
berdiri kemudian sahutnya:
"Sayang sekali aku masih ada urusan hendak pergi dari sini,
tolong sampaikan saja kepada Pangcu kalian, setelah urusan
dibukit Kun san selesai, aku pasti akan mengunjungi markas
kalian" Ketika mendengar suara jawaban tersebut, kakek itu
nampak tertegun, kemudian tanyanya dengan perasaan
tercengang: "Apakah Sianuhiap kenal dengan pangcu kami?"
Suma Thian yu tertawa terbahak bahak.
"Haah...haaahh...haahh...nama besar Kang pangcu sudah
termashur di seantero jagad, siapa bilang kalau aku tidak
mengetahui akan nama besarnya?"
"Kalau memang begitu, bagaimana kalau siauhiap silahkan
naik ke atas perahu?"
"Terima kasih, aku rasa tidak usah, biarlah maksud baikmu
itu kuterima didalam hati saja"
Seusai berkata, Suma Thian yu segera mengambil
dayungnya dan mendayung sekuat tenaga, perahu itu segera
meluncur kembali sejauh satu kaki lebih ke depan.
Mendadak...... Suara petikan yang amat nyaring berkumandang datang
dari arah perahu besar itu.
Mula-mula Suma Thian yu mengira kalau kakek itu
bermaksud hendak menangkapnya hidup-hidup, maka dia
segera berpaling, tetapi setelah mengetahui apa yang terjadi,
diam-diam dia semakin terkejut lagi.
Ternyata diatas geladak perahu tersebut telah berdiri si
Setan bermuka hijau Siang tham.
Terdengar Setan bermuka hijau Siang Tham tertawa keras
dengan seramnya.
"Heeh...heeeh...heeeh...bocah keparat, apakah kau ingin
kabur dengan begitu saja" Hmmm, telaga Tong ting ou akan
menjadi tempat untuk mengubur jenazahmu!"
Setelah tertawa seram lagi dengan kerasnya, dengan suara
dingin dia melanjutkan:
Orang yang bisa terkubur didasar telaga ini bukan manusia
sembarangan apalagi disisimu didampingi oleh seorang bocah
perempuan yang begitu cantik" heeehh...heeehbh..."
Bi hong siancu Wan Pek lan serentak melompat bangun
sesudah mendengar perkataan itu, sepasang matanya melotot
besar, kemudian bentaknya dengan suara nyaring:
"Anjing keparat, bila kau berbicara tidak senonoh lagi,
jangan salahkan bila nona akan memotong lidahmu!"
Bukan gusar, setan muka hijau Siang Tham menjadi
tertawa sehabis mendengar perkataan itu, suara tertawanya
seperti tangisan monyet diselat Wushia, membua tsiapapun
yang mendengarnya merasakan bulu kuduknya pada ba?ngun
berdiri. Selesai tertawa, dia lantas membentak de?ngan gusar:
"Kematian sudah berada diambang pintu, kau masih berani
bersikap liar... baik, toaya akan suruh kau merasakan sedikit
pelajaran lebih dulu!"
Kemudian sambil mengulapkan tangannya dia membentak:
"Lepaskan panah!"
Seketika itu hujan panah memenuhi seluruh angkasa dan
bersama-sama menyambar tubuh Suma thian yu berdua.
Menyaksikan datangnya ancaman tersebut, Suma Thian yu
menjadi terperanjat sekali, cepat-cepat dia mendayung
perahunya lagi sehingga meluncur satu kaki kedepan, serunya
kemudian kepada Wan pek lan:
"Adik Lan, dapatkah kau mendayung" Biar aku yang
menghadapi serangan mereka"
Sembari berkata dia lantas menyerahkan dayung tersebut
kepada Wan pek lan.
Sementara itu bidikan anak panah yang pertama sudah
terjatuh semua kedalam air, tak sebatangpun yang mencapai
pada sasarannya....
Sekuat tenaga Wan pek lan mendayung, sekali lagi sampan
itu meluncur satu kaki lagi kedepan, kini jaraknya dengan
perahu besar itu menjadi enam kaki lebih.
Mendadak terdengar suara keleningan berkumandang lagi
dari atas perahu besar itu, hujan panah sekali lagi meluncur
kedepan menembusi angkasa.
Buru-buru Suma thian yu mengebaskan ujung bajunya
kedepan, segulung angin pukulan yang amat dahsyat dengan
cepat menyambar kedepan.
Ketika lapisan anak panah tersebut tiba didepan sampan
tersebut, seakan akan membentur pada selapis dinding baja
yang sangat kuat saja, anak panah itu pada rontok dan jatuh
semua ke dalam air.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Wan
Pek lan segera mendayung sampan-nya dan mundur kembali
dari situ. Akan tetapi perahu besar itupun segera mengangkat
jangkarnya dan melakukan pengejaran dengan kecepatan luar
biasa. Hujan anak panah masih saja meluncur datang tiada
hentinya, tapi setiap kali tiba didepan pemuda tersebut, anak
panah tersebut semuanya rontok ke dalam air dan sama sekali
tidek berfungsi lagi.
Namun Suma Thian yu sendiripun bukan manusia yang
terdiri dari kawat tulang besi, lama kelamaan dia kehabisan
tenaga juga, apabila keadaan seperti ini harus dilangsungkan
lebih jauh, sekalipun tidak terpanah, paling tidakpun akan mati
kelelahan. Wan pek lan mengetahui kalau cara tersebut bukan
suatu cara yang baik, maka ia segera berkata:
"Engkoh thian yu, mari kita menyerbu keatas saja, rupanya
mereka hendak membuat kau letih lebih dulu, kemudian baru
menangkap kita dalam keadaan hidup-hidup!"
Ucapan tersebut dengan cepat menyadarkan pemuda itu
dari impian-nya.
Suma thian yu merasa apa yang diucapkan itu memang
benar, maka dia segera berseru:
"Adik lan, dayung perahu itu dan sambut kedatangan
mereka!" Dengan sepenuh tenaga Wan pek lan mendayung sampan
itu kuat-kuat, sampan itupun seperti ikan terbang saja segera
meluncur kedepan dan menyongsong kedatangan perahu
besar tersebut.
Hujan panah semakin bertambah gencar sedangka Suma
thian yu harus memutar telapak tangan tiada hentinya.
Sesudah bersusah payah sekian waktu, akhirnya berhasil
juga mereka menembusi pertahanan lawan dan mencapai tepi
perahu besar itu.
000O000 Mendadak dari atas perahu berkumandang suara bentakan
yang amat nyaring:
"Berhenti!"
Hujan panah segera berhenti, disusul kemudian setan muka
hijau Siang Tham menampakkan diri dari balik ruang perahu.
Sesudah menggelengkan kepalanya berulang kali sambil
mengawasi sekeliling tempat itu, dia menyeringai seram, lalu
serunya: "Bocah keparat apakah kau sudah merasa takluk" Baik!
Menyerah saja tanpa memberikan perlawanan, memandang
diatas wajah bocah perempuan itu, toaya bersedia
mengampuni selembar jiwa anjingmu itu!"
Rupanya setan muka hijau Siang Tham mengira kedua
orang itu hendak menyerahkan diri keatas perahu, padahal
Suma Thian yu sudah membenci setan muka hijau Siang tham
itu sehingga merasuk kedalam tulang sum-sumnya, terutama
akan kekejian dan kelicikan manusia itu.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia merogoh
kedalam sakunya dan mengambil sesuatu benda, kemudian
dengan sepenuh tenaga di sentilkan kearah depan.
Seketika itu juga nampaklah serentetan ca?haya perak
yang kecil dan lembut langsung menyambar kearah
tenggorokan setan muka hijau Siang Tham tersebut.
Waktu itu setan muka hijau Siang Tham sedang gembira
atas keberhasilannya, tentu saja dia tidak pernah menyangka
kalau Suma ThiaO yu akan bertindak demikian.
Baru saja dia menyaksikan datangnya sambaran cahaya
perak kearahnya, tahu-tahu ancaman sudah berada didepan
mata, sambil men erit kaget, buru-buru dia melompat mundur
ke belakang. "Weeesss.....!"dengan membawa desingan angin tajam,
cahaya perak itu segera menyebar lewat dari sisi telinganya.
Kebetulan sekali dibelakang tubuhnya sendiri adaseorang
kakek, tak ampun lagi cahaya pe?rak tadi segera menghajar
diatas jalan darah oian keng hiat dari kakek itu.
Terdengar jeritan yang menyayatkan hati segera
berkumandang memecahkan keheningan, tubuhnya segera
roboh kebelakang dan tewas seketika itu juga.
Sementara itu setan muka hijau Siang Tham sudah berhasil
berdiri tegak kembali, setelah dilihatnya kakek tua itu tewas
dalam keadaan mengenaskan, timbul rasa mendongkol
bercampur dendam dihati kecilnya.
Belum sempat dia menurunkan perintah untuk melancarkan
serangan dengan anak panah lagi, mendadak dari sampan
kecil teraebut sudah berkumandang suara prkikan nyaring
yang memekikan telinga.
Berbareng dengan berkumandangnya suara pekikan
nyaring tersebut, tampak sesosek bayangan manusia secepat
sambaran kilat menerjang ke atas perahu.
Tampak bayangan manusia itu berkelebatan lewat dan
tahu-tahu sudah berdiri tegak diatas geladak tepat
dihadapannya, orang itu bukan lain adalah Suma Thian yu.
"Bocah keparat, serahkan nyawa anjing mu!" Setan muka
hijau Siang Tham segera membentak gusar.
Serangan yang amat dahsyat segera dilontarkan ke depen,
segulung angin puyuh dengan cepat menyambar dan
menggulung ke tubuh lawan.
Pada saat itulah di tengah udara kembali berkumandang
suara bentakan nyaring, bagaikan bidadari yang baru turun
dari kahyangan, tahu-tahu Bi hong siancu Wan Pek lan sudah
turun pula diatas geladak perahu tersebut.
Dalam keadaan demikian, si Setan muka hijau Siang Tham
tidak sempat untuk mengubris Wan Pek lan lagi, dengan amat
kalapnya dia langsung menerjang ke anak muda tersebut.
Suma Thian yu mendengus dingin tubuhnya seperti
segulung angin lembut segera menyapu ke depan.
Dalam pada itu, puluhan orang lelaki kekar yang berada
diatas perahu tersebut tanpa menanti perintah lagi masingmasing
menggerakkan goloknya membacok tubuh Wan Pek
lan. Sebagai seorang gadis yang berilmu tinggi, sudan barang
tentu Wan Pek lan tidak akan membiarkan dirinya menjadi
korban bacokan lawan, dengan suatu gerakan yang indah dia
bergerak diantara ayunan berpuluh bilah golok mestika
tersebut, kemudian dimana jari tangan nya menyambar, suara
jeritan ngeri yang menyayatkan hati pun berkumandang saling
susul menyusul.
Pertarungan antara Suma Thian yu dengan setan muka
hijau Shian Tham pun berlangsung dengan seimbang.
Seran muka hijau Shiang Tham merasa membenci sekali
terhadap Suma Thian yu karena tanpa mengeluarkan suara
peringatan apa pun si anak muda itu telah melancarkan
sergapan dengan senjata rahasia untuk melukai orangnya.
Oleh sebab itu begitu turun tangan dia lansungg
mengeluarkan jurus serangan mematikan untuk meneter
lawannya, angin pukulan mayat busuk yang maha dahsyat
pun digunakan hingga mencapai pada puncaknya.
Tadi, Suma thian yu melakukan sergapan dengan senjata
rahasia tanpa memberi pemberitahuan terlebih dahulu, karena
pertama, dia sangat membenci atas diri setan muka hijau
Siang tham, kedua ia pun ingin memecahkan perhatian
musuh, agar dia mempunyai kesempatan untuk merebut naik
keatas perahu. Begitulah, pertarungan segera berkobar dengan serunya,
kedua belah pihak saling menyerang dan saling bertahan
dengan sepenuh tenaga, siapapun tidak berhasil menemukan
titik kelemahan yang bisa di manfaatkan.
Wan Pek lan yang menghadapi kawanan lelaki bermuka
bengis itu sudah bertempur hingga mencapai pada puncaknya,
sekalipun pada mulanya dia masih perkasa, tapi begitu waktu
semakin berlarut, pertahanan nya pun ikut menjadi goyah
pula. Menyaksikan kejadian tersebur, diam-diam Suma Thian yu
merasa amat gelisah, dia segera menggertak gigi kencang
kencang, lalu me nyalurkan tenaga dalamnya ke dalam
telapak tangan, setelah itu sambil melancarkan serangan
dengan ilmu Sian po hui hong ciang ajaran Cong liong lo
siansu, dia melepaskan suatu sergapan maut.
"Siang tham!" bentaknya dengan penuh kegusaran, "sauya
akan segera menghantar kau untuk pulang kealam baka!"
Tampak suara guntur dan kilatan cahaya menderu-deru
ditengah angkasa, angin puyuh menyapu seluruh jagad,
bagaikan munculnya segulung angin puyuh berbentuk naga
sakti, serangan tadi langsung menggulung ke tubuh si setan
muka hijau Siang Tham.
Betapa terperanjatnya setan muka hijau Siang tham
menghadapi ancaman itu, keringat dingin segera jatuh
bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, wilayah seluas
sepuluh kaki disekeliling tempat iu pun segera terkurung
dalam pengaruh angin serangan dari Suma thian yu.
Menyaksikan kesemuanya itu, si setan muka hijau Siang
tham menjadi gugup dan gelagapan setengah mati, untuk
meloloskan diri sudah tentu tidak sempat lagi, akhirnya dia


Kitab Pusaka Karya Tjan Id di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghela napas panjang dan memejamkan matanya sambil
menantikan datangannya saat kematian.
Disaat yang amat kritis inilah...
Mendadak terdengar lagi suara pekikan nyaring amat keras
berkumandang memecahkan keheningan.
Ketika mendengar suara pekikak nyaring tadi, Suma thian
yu turut berpaling, tapi dia segera mundur dua langkah
dengan perasaan terkejut....
Sebenarnya posisi si setan muka hijau Siang tham pada
saat itu sudah amat kritis sekali, tapi berhubung munculnya
suara pekikan secara tiba-tiba dan Suma thian yu mundur
beberapa langkah dengan sigap, setelah mendengar pekikan
itu, maka secara otomatis Setan muka hijau Siang tham
terhindar lolos dari bahaya maut.....
Walaupun tak sampai menemui ajalnya, namun akibat dari
peristiwa tersebut, setan muka hijau Siang tham bermandikan
keringat dingin juga sangking kagetnya.
Mendadak kedua orang itu saling berpisah kesamping,
sesosok bayangan manusia secepai sambaran petir segera
meluncur tiba dan me?layang turun di atas geladak perahu.
Dengan sorot mata yang tajam, Suma Thian yu segera
mengawasi wajah orang itu lekat lekat.
Ternya orang ini adalah seorang lelaki berusia empat puluh
tahunan, bermata tikus, berhidung bajing, kepala botak tak
berambut dan memakai pakaian ringkas yang mahal
harganya, dilihat dari kelicikan dan kesadisan yang menghiasi
wajahnya, siapapun akan mengetahui bahwa dia bukan
manusia baik-baik.
Suma Thian yu memperhatikan orang itu beberapa saat,
rasa curiga segera berkecamuk dalam benaknya, dia pikir usia
orang ini paling banter baru empat puluh tahunan, tapi
mengapa bisa memiliki kesempurnaan tenaga dalam diatas
enam puluh tahun hasil latihan, kejadian ini sungguh
membuat orang lain tidak mempercayai dengan begitu saja.
Wajah setan muka hijau Siang Tham segera berseri karena
gembira setelah mengetahui siapa yang datang, sammbil
tertwa terbahak-bahak segera serunya:
"Saudara Bian, kebetulan sekali kedatanganmu, musuh ku
ini agak kelewat atos!"
ketika mendengar perkataan tersebut, pendatang itu
segera menatap wajah Suma Thian yu, dia tahu kalau si setan
muka hijau Siang tham adalah seorang manusia yang
termasyur punya nama besar dalam kalangan hitam kalau toh
dia mengatakan kalau musuhnya ter lampau tangguh, maka
hal ini tak bakal salah lagi.
Akan tetapi setelah meneliti wajah Sama Thun yu yang
dianggap nya masih ingusan tersebut, dengan cepat
pikirannya berubah, dia merasa ucapan dari si Setan muka
hijau Siang Tbam itu kelewat dibesar-besarkan dari keadaan
yang sesungguhnya, sehingga tanpa terasa lagi dia
mendengus dingin.
"Himm, memangnya dia mempunyai kepala tiga lengan
enam" Atau bisa terbang kelangit menerobos ke dalam
tanah?" Mendengar perkataan tersebut buru-buru Setan muka hijau
Siang Tham menjawab:
"Musuh kita ini adalah duri bagi kelompok mata kita, harap
Bian heng jangan melepaskannya dengan begitu saja, lagi
pula..." Berbicara sampai disitu, si setan muka hijau yang licik
segera mengereling sekejap kearah Bi hong siaucu Wan Pek
lan. Sesudah mendengar ucapan tersebut, pendatang she Bian
itu baru memperhatikan kalau diatas perahu terdapat seorang
gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, kontan
saja dia membuka mulutnya lebar-lebar sehingga air liur pun
turut menetes keluar.
"Tentu saja, tentu saja" sehutnya kemudian sambil tertawa
licik, "masa aku akan membiarkan si bocah perempuan ini
terlepas dengan begitu saja?"
Sementara kedua orang gembong iblis itu masih bercakapcakap,
Suma Thian yu telah memutar otak untuk memikirkan
siapa gerangan orang tersebut, karenanya dia tidak begitu
memperhatikan terhadap apa yang diucapkan pendatang
tersebut barusan.
Berbeda dengan Wan Pek lan yang semenjak tadi sudah
kehabisan sabarnya, dia melompat kedepan dan menuding
hidung orang tersebut sembari mengumpat:
"Hey bajingan keparat, babi bertamparg jelek! Kalau
berbicara sedikitlah tahu diri, hmm, lihat, nona akan memberi
pelajaran kepadamu!"
Seusai berkata dia lantas melancarkan sebuah bacokan
dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Orang itu nampak tertegun, lalu tidak nampak gerakan apa
yang digunakan olehnya, tatkala serangan dari Wan Pek lan
sudab ham?pir mengenai tubuhnya dan nyaris orang itu
teriuka parah, tahu-tahu bayangan manusia berkelebat lewat
dan lenyap dari pandangan mata.
Bentakan gusar dari Bi hong siancu Wan Pek lan tadi
segera menyadarkan kembali Suma Thian yu dari lamunannya,
dia tertegun juga setelah menyaksikan gerakan tubuh lawan
yang begitu aneh, tanpa terasa serunya keras:
"Adik Lan, cepat mundur, orang tak bisa di hadapi dengan
begitu....!"
Maksud baik Suma thian yu itu tidak memperoleh
tanggapan yang selayaknya dari Wan pek lan bahkan gadis
tersebut sama sekali tidak menggubrinya barang sekejap.
Sebagaimana diketahui, perempuan adalah mahluk yang
aneh, biasanya perempuan paling suka menjaga nama baik,
apabila kau melarangnya atau memberi peringatan
kepadanya, maka dia akan menganggap kau sedang
menghinanya atau memandang rendah dirinya.
Dalam keadaan demikian, walaupun dia tahu kalau bukan
tandingan dari musuhnya, namun mereka akan nekad juga
mencari gara-gara.
Begitulah dalam keadaan Bi hong siancu Wan Pek 1an
sekarang, terdengar dia membentak nyaring, kemudian
sepasang lengannya dikem bangkan dan menggunakan jurus
Hui yan keng hong (Burung walet naga sakti) tubuhnya
meluncur ke depan dan menerjang musuhnya.
Orang itu benar-benar licik dan cabul, dia sengaja
memancing musuhnya untuk mendekat, begitu kepalan dari
Wan Pek lan sudah hampir mengenai dadanya, mendadak dia
merendahkan tubuhnya untuk menghindarkan diri dari
serangan lawan, sementara telapak tangannya pada saat yang
bersamaan membabat ke buah dada Wan Pek-lan dengan
kecepatan luar biasa.
Gagal dengan serangannya, tahu-tahu Wan Pek lan
menyaksikan pukulan musuh sudah berada didepan mata.
Dalam terkesiapnya, buru-buru dia menjatuhkan diri ke
belakang, kemudian mundur dari posisi semula, kendatipun
serangan maut musuhnya berhasil dihindari, tak urung dia
bermandi peluh karena tegang dan paniknya.
Sumu Thian yu mengerti, apabila dia tidak segera
menampakkan diri, niscaya Wan Pek lan akan terjatuh ke
tangan musuh. Maka sambil menggerakkan badannya dia berdiri diantara
Wan Pek lan dengan orang itu, kemudian sambil tertawa
hambar dan melirik sekejap wajah orang itu tegurnya:
"Hebat amat kepandaian silatmu, siapa namamu"
Orang itu tak sudi menatap lawannya, dia hanya
mengerling sekejap kearah Suma thian yu kemudian
menyahut: "Selamanya toaya mu tak pernah berganti nama, aku
adalah Bian Pun Ci dari bukit Ci san!"
Mendengar nama "Bian pun ci", Suma thian yu segera
terperanjat, segera serunya:
"Oohh, rupanya Bian tayhiap, aku benar-benar tak mengira
kalau kau dari bukit Ci san"
Rupanya gembong iblis bermata tikus berhidung barongsay
dan bertam[ang jelek ini tak lain adalah sian Wi coa (Ular
berekor bersuara) Biang Pun ci, seorang sampah masyarakat
dari lembah hijau.
Setiap orang persilatan yang menyinggung nama sian Wi
coa Biang Pun ci hampir semuanya mengutuk dan
menyumpahinya. Perlu diketahui, Biang Pun ci adalah seorang lelaki yang
paling suka merusak kehormatan kaum wanita, banyak anak
gadis atau istri orang yang dinodai olehnya, bukan diperkosa
saja bahkan semuanya dibuinuh secara keji.
"Memperkosa" adalah kejahatan nomor satu didunia bagi
orang yang belajar silat, "perempuan" merupakan pantangan
yang paling besar, itulah sebabnya setiap pendekar yang
merasa memiliki ilmu silat tangguh, pasti akan beru?saha
untuk membunuh dan membasmi kaum durjana yang
melakukan kejahatan tersebut.
Apa mau dikata, ilmu silat yang dimiliki Siang wi coa3 Bian
Pun ci sangat lihay, kepandaian silat yang dimiliki, bukan cuma
sakti dan a Pendekar Kelana 8 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Jodoh Si Mata Keranjang 10
^