Pencarian

Lencana Pembunuh Naga 15

Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Bagian 15


ta yang didapatkan.
Perasaan hati Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong bertambah berat dan murung. Mereka
melanjutkan perjalanannya makin cepat. Sepanjang jalan kedua orang itu jarang
berbicara. Kurang lebih tujuh-delapan hari kemudian tibalah kedua orang itu di wilayah
Tiang pek-san. Oleh karena jalan yang tidak hapal. setelah naik keatas bukit selama hampir tiga hari
lamanya mereka tak pernah melihat ada jejak manusia, apalagi rasa haus yang luar biasa.
Tak setetes airpun yang bisa dipakai untuk mengusir dahaga.
Hari itu, mereka berdua kembali melewati sebuah tebing karang yang sangat curam
dan tiba dipuncak bukit sebelah utara. Sepanjang mata memandang meski tampak tanah
rerumputan yang terpentang luas, namun tak setetes air pun yang ditemukan.
Tenaga dalam yang dimiliki Ji Kiu-liong agak cetek. Setelah melakukan perjalanan
selama dua puluh hari lebih tanpa berhenti, ia sudah kepayahan dan kehabisan tenaga,
tapi ia tetap bertahan ,untuk melanjutkan perjalanan.
Gak Lam-kun tahu, bila tidak berhasil menemukan air lagi disekitar tempat itu, niscaya
Ji Kiu-liong tak akan kuat untuk menahan diri lebih jauh".
Gak Lam-kun termenung beberapa saat lamanya. Mendadak secara lamat-lamat ia
menangkap suara yang amat lirih berkumandang datang dari dinding karang sebelah
kanan. Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, dengan menelusuri dinding bukit
tersebut dia bergerak menuju ke sebelah kanan.
Lebih kurang seratus kaki kemudian, tampak sebatang pohon siong yang amat besar
tumbuh tegak didepan sana. Suara percikan air tadi terdengar menggema datang dari
dinding tebing di belakang pohon siong yang amat besar itu.
Ji Kiu iioag segera merasakan semangatnya berkobar kembali, teriaknya keras keras,
"Gak toako disitu ada air!"
Gak Lam-kun segera menyingkap daun pohon siong yang lebat itu dan melongok
kedepan. Dimuka situ tampaklah sebuah gua yang tingginya mencapai ketinggian seorang
manusia. Segulung angin sejuk berhembus lewat dari balik gua itu membawa bau harum yang
semerbak. Gak Lam-kun segera berpikir, "Jikalau dari gua tersebut bisa berhembus keluar angin
sejak, itu menandakan kalau gua tersebut tak akan terlalu dalam"
Ia lantas berpaling seraya berkata, "Ikutlah dibelakangku!"
Seraya berkata dia lantas miringkan badan sambil melangkah masuk kedalam telapak
tangannya yang sebelah melindungi dada, sementara tangannya yang lain disiapkan
menghadapi lawan, selangkah demi selangkah berjalan maju kedepan.
Setelah melewati dua buah tikungan, dari depan situ tampak kilatan cahaya terang
suara percikan airpun kedengaran makin jelas. Dengan hati girang pemuda itu segera
mempercepat langkahnya keluar dari ujung gua tersebut.
Tanpa terasa Ji Kiu-liong segera berpekik tertahan, "Oooh?" alangkah indahnya
pemandangan alam ditempat ini!"
Ternyata diluar gua tersebut seolah olah terdapat dunia lain, disana rumput tumbuh
amat subur dengan aneka warna bunga yang indah menawan, angin lembut berhembus
lewat membawa kelembaban air yeng sejuk. Lebih kurang beberapa tombak jauh didepan
sana, tepatnya ditebing sebelah barat tampak pohon siong tumbuh dengan suburnya.
Dahan yang melengkung diudara membuat selat sempit yang panjangnya seratus kaki
dengan lebar belasan kaki ini terasa rimbun dan nyaman.
Ji Kiu-liong dan Gak Lam-kun hanya tertarik untuk menyaksikan keindahan alam di
sekitar sana hingga rasa dahagapun sampat terlupakan untuk sesaat. Tiba-tiba dua puluh
kaki dari tempat itu berkumandang suara helaan napas?"..
oooOOOooo WALAUPUN helaan napas itu sangat lirih, tapi bagi Gak Lam-kun yang memiliki tenaga
dalam sempurna dapat menangkapnya dengan jelas sekali. Iapun bisa menangkap bahwa
suara tersebut berasal dari suara seorang perempuan.
Gak Lam-kun merasa terkejut, segera pikirnya, "Siapakah dia?"
Sebab ia merasa suara helaan napas itu agak sedikit dikenal olehnya, itu berarti
perempuan itu dikenal pula olehnya.
Pelan pelan Gak Lam-kun berjalan menghampiri asal suara dari helaan napas itu.
Setelah melewati aneka bebungaan yang indah, akhirnya ditepi sebuah kolam kecil ia
menyaksikan seorang gadis berbaju putih sedang duduk termenung disana.
Gadis itu duduk dengan punggung menghadap Gak Lam-kun dan wajah menghadap
kedepan. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya" Ketika angin sejuk berhembus lewat,
rambut dan bajunya yang berwarna putih itu segera berkibar kibar.
Memandang bayangan punggungnya itu, Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar
keras, segera pikirnya, "Dia"! Bukankah dia adakah Ki Li-soat?"
Sementara itu si nona baju putih itu sedang menghela napas sedih, terdengar ia
bergumam seorang diri, "Aaai".. sebetulnya aku ingin melepaskan diri dari segala urusan
keduniawian. Siapa tahu begitu banyak percobaan yang harus kuhadapi, apakah Thian
hendak melimpahkan penderitaan tersebut kepadaku".?"
Bergumam sampai disitu, dengan suatu gerakan yang enteng dara berbaju putih itu
segera bergerak menuju ke puncak sebelah kiri itu dengan gerakan ringan, seakan akan
dia tidak menyadari bahwa Gak Lam-kun telah berada belasan kaki dihadapannya.
Dalam waktu singkat nona berbaju putih itu sudah tiba diatas puncak bukit itu.
Oleh tindak tanduknya yang serba aneh itu Gak Lam-kun dibikin tidak habis mengerti.
An-daikata gadis itu benar-benar adalah Ki Li-soat maka itu menandakan kalau ilmu silat
yang dimilikinya sudah terhitung nomor satu dalam dunia persilatan, tapi kenapa ia tidak
menyadari kalau ada orang sedang mendekatinya"
Kalau dikatakan bukan, mengapa nada suara maupun bayangan punggungnya begitu
mirip apalagi kalau didengar dari gumamnya tadi tampaknya".
Semakin dipikir Gaik Lam-kun semakin keheranan sementara dia masih termenung,
tiba-tiba terdengar suara dari Ji Kiu-liong berkumandang dari belakang, "Gak toako,
siapakah perempuan itu" Cepat benar gerakan tubuh yang dimilikinya"
"Adik Liong, nantikan aku disini akan kutengok keadaan orang tersebut"
Seraya berkata Gak Lam-kun segera meluncur ke arah tebing curam yang berbatu
karang itu. Dalam beberapa puluh kali lompatan saja, tubuhnya sudah berada diatas
tebing itu, setinggi ratusan kaki. Kemudian dalam waktu singkat telah mencapai diatas
tebing tersebut.
Terasalah derusan angin dingin yang berhembus lewat amat menusuk badan. Ternyata
dasar lembah dan puncak tebing itu seolah olah dua buah dunia yang berbeda.
Dalam pada itu sinona berbaju putih itu sedang berdiri diatas sebuah batu karang lebih
kurang tujuh-delapan kaki dihadapannya. Ia berdiri disana tak berkutik, seakan akan
sedang menyaksikan sesuatu benda.
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benak anak muda itu. Tanpa terasa dia
berjalan pula menuju ke batu cadas tersebut.
Ia tahu ilmu silat yang dimiliki gadis itu sudah mencapai puncak kesempurnaan, suara
daun yang rontok pada lima kaki dari tubuhpun bisa didengar olehnya dengan jelas.
Mungkinkah dia sengaja berlagak tidak mendengar kehadirannya"
Siapa tahu sekalipun Gak Lam-kun sudah tiba dibelakang punggung gadis berbaju putih
itu, dia masih tetap tidak memalingkan kepalanya, seakan akan kehadirannya itu sama
sekali tidak dirasakan olehnya?"
Akan tetapi, ketika Gak Lam-kun dapat menyaksikan raut wajah si nona dari dekat, ia
menjadi benar-benar tertegun, sebab dia memang tak lain adalan Ki Li-soat dari
perkumpulan Thi-eng pang.
Sesudah termangu beberapa saat lamanya dengan suara rendah Gak Lam-kun segera
menegur, "Tolong tanya nona, kalau ingin menuju ke Ngo kok koan, jalan manakah yang
harus kutempuh?"
Dari antara kelopak matanya yang lebar, tampak air mata nona baju putih itu jatuh
bercucuran dengan wajah sedih dan sayu dia tertawa lirih kemudian tanyanya,
"Siangkong, tolong tanya ada urusan apakah kau pergi ke Ngo kok koan"
Gak Lam-kun pura pura berlagak kaget, segera jeritnya tertahan, "Kau". bukankah kau
adalah nona Ki?"
Dengan sinar mata penuh pancaran sinar lembut dan kemesrahan, Ki Li-soat bertanya
lirih: "Gak Siangkong, kau". kau datang kemari mencari siapa?"
Dengan perasaan agak kaget Gak Lam-kun menghela napas dihati pikirnya. "Aaai"..
kenapa aku Gak Lam-kun bisa mempunyai begitu banyak persoalan dalam hal cinta"
Agaknya dia memang sengaja memancing kedatanganku kemari".."
Sebagaimana diketahui, sejak berjumpa dengan Gak Lam-kun, luapan rasa cinta yang
aneh lelah menyelimuti seluruh benak Ki Li-soat, tapi sikap Gak Lam-kun terhadapnya
sewaktu dipulau terpencil di dekat bukit Kun san itu begitu dingin dan kaku. Lagipula ia
dapat merasakan pula bagaimana si nona berbaju perak Yo Ping maupun ketua dari
perguruan Panah Bercinta juga menaruh hati kepada pemuda itu, diam-diam kesemuanya
ini membuat hati gadis itu menjadi amat sedih hati.
Ia sadar, baik dalam soal kecantikan mau pun dalam soal ilmu silat, dirinya masih
ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan kecantikan serta kepandaian orang. Timbul
suatu perasaan rendah diri dihati kecilnya dan membuatnya menjadi sangat putus asa.
Ia tahu cinta semacam ini hanya akan menambah kerengsaraan dan kepedihan dalam
hatinya. Ditambah lagi dengan dibubarkannya perkumpulan Thi eng pang, membuat gadis
ini merasa hidup terluntang lantung seorang diri tanpa seorang manusia pun yang
menaruh perhatian kcpadanya.
Maka pandangannya terhadap kehidupan manusia menjadi kecewa sekali, diapun
bertekad untuk mengasingkan diri ditempat pengasingan gurunya ini dan selama hidup
tidak muncul kembali dalam dunia persilatan.
Tapi rupanya Thian tidak merestui keputusannya itu, tiba-tiba saja Gak Lam-kun telah
muncul disitu. Semua perasaan cintanya yang sudah mulai terpendam selama sebulan
inipun segera bergolak kembali dengan kerasnya.
Kalau bisa, dia ingin memeluk tubuh Gak Lam-kun dan menangis tersedu-sedu. Dia
ingin mengutarakan luapan perasaan cintanya yang sudah lama terpendam didalam
hatinya ini. Akaa tetapi, ketika dilihatnya Gak Lam-kun sama sekali tidak mengucapkan sepatan
katapun. dia menjadi pedih kembali hatinya. Air mata tanpa terasa jatuh berlinang
membasahi pipinya. "Aku" sudah tahu banyak bercinta akan merdatangkan kepedihan.
Siapa suruh aku melibatkan diri dalam masalah semacam itu" Kenapa" Kenapa"
Sebetulnya hatiku sudah bersih dan terang apa mau dibilang".. Aaai".!"
Suaranya begitu pedih, begitu murung, membuat orang turut merasa beriba hati.
Gak Lam-kun sendiripun ikut merasa amat sedih, ia tidak tahu mengapa ada begitu
banyak gadis yang mencitainya" Mengapa ia harus dibuat pusing oleh masalah semacam
itu" Akhirnya sambil menghela napas, Gak Lam-kun berkata, "Nona Ki, buat apa kau musti
bersikap demikian?"
Ki-li Soat tertawa sedih, sahutnya. "Gak siangkong tak usah kuatir, aku tak akan
membuat dirimu menjadi repot. Aku sudah dapat merasakan penderitaan akibat persoalan
cinta, apakah aku tak tahu bagaimanakah perasaan orang lain" Kalau toh aku sendiri yang
mencari kesengsaraan bagiku sendiri, mengapa pula aku harus mendendam kepada orang
lain" Aku hanya benci kenapa nasibku begitu buruk" Mengapa aku tidak berjodoh
dengarmu sehingga musti menanggung semua penderitaan dan kepedihan ini?"
Ucapan tersebut sungguh membuat Gak Lam-kun menjadi terharu, ia merasa Ki-li Soat
baik dalam soal kecantikan, budi pekerti mau pun ilmu silatnya tidak kalah dibandingkan
dengan isteri yang tercintanya Ji Cin-peng terutama cinta sucinya itu, sungguh membuat
orang merasa tak tahan.
Yaa" sesungguhnya dia memang bisa dibilang tak borjodoh, mengapa ia tidak
berjumpa dengannya sedari dulu" Kalau tidak, seperti juga dengan Ji Cin peng, dia akan
dicintainya sepenuh hati.
Pikir punya pikir, Gak Lam-kun merasakan hatinya semakin murung dan kesal hingga
untuk sesaat tak tahu apa yang harus dilakukan.
Menyaksikan pemuda itu membungkam diri, Ki-li Soat menghela napas sedih, katanya,
"Gak siangkong, entah karena persoalan apakah kau datang kebukit Tiang-pek ini"
Ketahuilah, ilmu silat yang dimiliki Tiang-pek sam him lihay sekali"."
Mendengar perkataan itu, seperti baru sadar dari impian Gak Lam-kun segera berseru,
"Nona Ki. aku harus segera melanjutkan perjalanan"
Dari kemurungan dan kesedihan yang menyelimuti wajah pemuda itu, Ki-li Soat segera
dapat menebak apa gerangan yang telah terjadi, katanya dengan cepat, "Gak Siangkong,
Ngo kek koan amat berbahaya dan penuh dengan ancaman bahaya maut. Bila tidak
mengetahui tempat yang sebenarnya, kau pasti akan tersesat. Untung saja aku sedang
menganggur, aku bersedia menjadi penunjuk jalanmu"
Jilid 25 SUDAH berhari hari lamanya Gak Lam-kun melakukan perjalanan, dia tahu kalau dirinya
masih berada ditengah pegunungan tersebut, padahal Ji Cin-peng telah di bekuk Tiang
pek sam him dengan tidak di ketahui bagaimana nasibnya. Menolong orang bagaikan
menolong api, ia memang sangat membutuhkan seseorang sebagai petunjuk jalan untuk
menolong Ji Cin-peng.
Maka setelah berpikir sejenak, sambil menghela napas Gak Lam-kun berkata, "Bila nona
Ki bersedia membantu kami, budi kebaikan ini tak akan aku orang she Gak lupakan untuk
selamanya!"
Sesudah berhenti sejenak, kembali ia berkata lebih jauh, "Aaai" kali ini aku datang
kebukit Tiang-pek san adalah bermaksud untuk menolong istriku. Ia sudah ditawan oleh
Tiang pek san him dan mati hidupnya tidak diketahui. Itulah sebabnya sedikit terlambat
ditolong bisa mengakibatkan keadaan yang fatal"
Mendengar perkataan itu, Ki Li-soat merasa amat terkejut mimpipun ia tak menyangka
kalau Gak Lam-kun sudah beristri. Bukankah itu berarti setitik harapan yang masih tersisa
dalam hatinya ikut lenyap pula kini.
Tak terlukiskan rasa sedih Ki-li Soat setelah mendengar perkataan itu, tapi ia masih
berupaya keras untuk mengendalikan perasaannya dengan pedih katanya, "Gak
siangkong, dapatkah kau memberitahukan siapa nama istrimu itu?"
"Dia?" Gak Lam-kun segera menghela napas panjang, "kau tak akan kenal?""
Tiba-tiba terdengar suara dari Jit Kiu liong berkumandang datang dangan nyaring, "Dia
adalah kakakku, Ji Cin-peng!"
Ternyata Ji Kiu-liong telah mendaki naik ke puncak tebing tersebut dari dasar lembah
Ki Li-soat menjerit kaget serunya, "Sudah kenalkan aku dangan orangnya" Siapakah
dia?" Dangan wajah murung jawab Gak Lam-kun lirih, "Kalau dibicarakan sesungguhnya
panjang sekali, dia bukan lain adalah ketua perguruan panah bercinta Bwe Li pek adanya!"
Mendengar perkataan itu, Ki Li-soat segera tersenyum katanya, "Ooooh".. rupanya
kalian sudah menikah selamat, selamat!.
Gak Lam-kun tahu bahwa dia salah paham maka ujarnya kembali. "Nona Ki, kami
sudah menikah hampir dua tahun lamanya, malah sudah berputra seorang"
"Sungguh?" seru Ki li-Soat dengan kening berkerut.
"Sesungguhnya kejadian ini tak bisa diceritakan dengan sepatah dua patah kata saja.
Aaaai".! Sebenarnya aku sendiripun mengira ia sudah berpulang kealam baka, karena itu
aku tidak me-nyangka kalau Bwe Li pek sebetulnya tak lain adalah istriku sendiri yang
telah tiada selama dua tahun itu"
Ketika dilihatnya Ki Li-soat makin kebingungan, pemuda iia segera berkata kembali,
"Nona Ki, jika kau tidak keberatan akan kukisahkan jalannya peristiwa ini pelan-pelan"
Ki Li-soat segera manggut-manggut.
"Duduklah dulu dalam batu disebelah sana, akan kusiapkan dulu sedikit makanan
kemudian kita berangkat ke Ngo kok koan"
Ki Li-soat, Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong segera berangkat menuruni tebing batu karang
ter-sebut. Ki Li-soat membawa Gak Lam-kun menuju ke tebing bawah bukit itu, lalu sambil
menunjuk sebuah gua batu didepan sana, katanya sambil tertawa, "Gua batu ini adalah
tempat yaag dipakai mendiang guruku untuk melatih diri. Selama satu bulan belakangan
ini, aku berdiam dalam gua ini dengan siang malam berlatih pedang, bila diwaktu
senggang seringkali aku membaca kitab kuno untuk menambah pengetahuan"
Ketika mengucapkan kata kata tersebut nada suaranya kedengaran amat sedih sekali
membuat Gak Lam-kun merasa amat simpatik, dia ikut kasihan kepadanya. Ia merasa
begini cantiknya gadis itu, jika harus memendam masa remajanya diatas bukit yang
terpencil, sesungguhnya, hal ini merupakan sesuatu kejadian yang tragis.
Diam-diam Gak Lam-kun mengamati gua batu itu. Dilihatnya dalam gua kurang lebih
empat kaki dengan lebar satu kaki. Suasana dalam ruangan gua sangat bersih dan
nyaman. Setelah masuk kedalam gua, disudut kanan terdapat sebuah ruangan batu, mungkin
disitulah Ki Li-soat berdiam selama ini.
Empat penjuru dinding ruang batu licin dan putih bersih seperti kemala, empat buah
kursi batu yang indah dengan sebuah batu besar yang terbuat dari batu granit menghiasi
ruangan tengah. Disudut ruangan sebelah belakang terdapat sebuah tempat pembaringan.
Meskipun amat sederhana perabotnya tapi tampak rapi dan bersih.
Diam diam Gak Lam-kun harus memuji kehebatan Ki Li-soat. Yaa" Remaja manakah
didunia ini yang bersedia hidup sengsara dan sederhana diatas bukit macam ini, apalagi
bila ia memiliki wajah yang cantik.
Begitulah menggunakan sedikit waktu senggang yang tersedia itu, Gak Lam-kun
dengan perasaan yang paling pedih menceritakan kisah hubungannya dengan Ji Cin-peng
dimasa lalu?"
Selesai mendengar penuturan tersebut, Ki Li-soat menghela nafas sedih, katanya.
"Untung saja tak lama kemudian kalian akan berkumpul kembali. Semoga kalian bisa hidup
bahagia sepanjang masa dan menikmati senangnya kehidupan sebagai manusia".
Diam diam Gak Lam-kun menghela napas sedih dan pelan-pelan keluar dari gua itu. Ia
sedang berpikir dalam hatinya, "Aku telah menanam bibit cinta dengan Yo Ping, entah
bagaimanakah penyelesaiannya atas persoalan ini?"
Sementara itu matahari telah tenggelam di langit barat, senjapun menjelang tiba".
Gak Lam-kun mendongakkan kepalanya memandang bianglala diujung langit dimana
terhias oleh cahaya matahari senja yang sedang tenggelam ke balik bukit.


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perasaannya waktu itu bagaikan matahari yang sedang tenggelam tersebut,
suasananya amat mengenaskan sekali. Memandang cahaya keemasan yang makin
memudar itu, lama-lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak"..
Dari kejauhan sana, diantara rentetan pegunungan yang menjulang ke angkasa,
berkumandang beberapa kali pekikan yang amat nyaring?"
Pekikan tersebut berkumandang saling bersambung dan tiada hentinya. Mungkin
lantaran jaraknya terlampau jauh, sehingga suaranya kedengaran amat lirih.
Agaknya Ki Li-soat juga mendengar suara pekikan tersebut, buru-baru dia lari keluar
sambil berkata. "Mungkin di sekitar tempat itu ada orang yang telah berjumpa muka
dengan orang- orang Ngo kok koan dari bukit Tiang pek-san?"
Mendengar perkaitaan itu, dengan kening yang berkerut Gak Lam-kun segara bertanya,
"Apakah suara pekikan itu berasal dari Ngo kok koan?"
"Benar, urusan tak bisa ditunda lagi. Mumpung ada kesempatan baik, mari sekarang
juga kita berangkat ke Ngo kok koan"
Selesai berkata, Ki Li-soat segera masuk kedalam untuk tukar pakaian ringkas,
kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sempurna, berangkatlah
mereka menuju ke arah timur laut.
Cuaca makin lama semakin gelap, ditengah pegunungangn hampir tak ada
penghuninya ini boleh di bilang hampir tiada jalan yang bisa dilalui sepanjang jalan. Kalau
bukan jurang yang terbentang lebar, bukit-bukit karanglah yang menjulang tinggi ke
angkasa serta batu-batu cadas terjal dan curam. Sulit rasanya untuk melanjutkan
perjalanan itu.
Untung saja Ki Li-soat hapal dengan jalan disitu. Dengan kesempurnaan ilmu
meringankan tubuh yang dimiliknya, perjalanan bisa dilanjutkan dengan cepat.
Hanya Ji Kiu-liong seorang yang bertenaga dalam agak cetek. Setelah melalui beberapa
buah bukit, tubuhnya sudah basah kuyup dengan keringat.
Tapi demi menyelamatkan jiwa kakaknya, dia harus menggigit bibirnya menahan derita.
Dengan memaksakan diri dia berlarian terus menelusuri jalan yang sulit.
Gak Lam-kun tahu kalau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya kurang sempurna.
Bila dilanjutkan terus akhirnya pemuda itu bakal mati karena kecapaian, maka dia sambar
lengan kanan pemuda itu dengan tangan kirinya dan ditarik untuk maju ke depan.
Setelah lengan kanannya dipegang Gak Lam-kun, Ji Kiu-liong segera merasakan
tubuhnya enteng seperti burung walet. Angin tajam seperti berdesiran di sisi telinga.
Pemandangan disekelilingnya terasa mundur ke belakang dengan cepat. Dia merasa
dirinya seolah-olah sedang terbang di angkasa.
Ketika Ki Li-soat menyaksikan Gak Lam-kun yang musti menarik seseorang ternyata
masih bisa bergerak cepat seperti burung elang, bahkan sama sekali tidak kepayahan,
diam-diam ia merasa amat terperanjat, pikirnya. "Sungguh tidak kusangka ilmu silat yang
dimilikinya telah peroleh kemajuan yang begini pesatnya. Bila keadaan seperti ini
berlangsung teras, aku yakin tak lama kemudian dia akan menjagoi seluruh dunia
persilatan"
Beberapa saat kembali sudah lewat".
Ditengah perjalanan, tiba-tiba terdengar suara pekikan aneh yang keras dan
memekikkan telinga berkumandang kembali di udara.
Suara itu bukan cuma keras dan melengking bahkan tak sedap didengar, persis seperti
jeritan setan atau lolongan serigala.
Walaupun begitu, suaranya menurut irama. Ada suitan yang panjang ada pula suitan
pendek, tampaknya memang dipancarkan oleh seseorang menurut irama yang telah
ditentukan. Gak Lam-kun dan Ki Li-soat segera menghentikan gerakan tubuh mereka dan
memperhatikannya dengan seksama.
Agaknya Ji Kiu-liong merasa agak takut, dengan suara lirih ia lantas berbisik, "Gak
toako, sebenarnya suara itu suara manusia atau jeritan setan?""
Gak Lam-kun tidak menjawab, cuma pikirnya dalam hati, "Jeritan aneh yang sama
sekali berbeda dengan suara-suara pada umumnya ini memang kedengaran sangat
menyeramkan sekali". tapi suara apakah itu?"
Ternyata untuk sesaat lamanya diapun tak bisa menebak suara apakah itu.
Terdengar Ki Li-soat tertawa ringan, kemudian katanya, "Liong siaute, suara itu bukan
jeritan setan"
Sesudah berhenti sejenak dia berkata lebih jauh, "Suara itu adalah suatu sistem
mengirim beri-ta yang biasa dipergunakan oleh orang-orang Liok- lim, cuma suitan setan
dari Ngo kok koan ini sedikit berbeda dibandingkan dengan cara yang biasa dipakai oleh
orang orang Liok lim. Diantara irama panjang dan pendek yang tersiar tersebut
sesungguhnya mengandung arti kode-kode rahasia yang cuma diketahui oleh pihak
mereka sendiri. Orang lain hanya bisa rnendengar irama suitan yang memanjang dan
memendek, tapi tidak dapat memahami berita apakah yang sesungguhnya telah mereka
kirimkan" "Sumpritan itu ada yang terbuat dari panca logam, ada pula yang terbuat dari besi
biasa. Ditengah keheningan malam bisa tersiar sejauh beberapa puluh li. Coba kita
dengarkan lebih jauh, sebentar pasti ada suara sempritan setan lain yang menyahut irama
tadi?" Betul juga, tak lama kemudian terdengar suara sumpritan aneh itu berkumandang lagi
saling sahut menyahut. Selisih waktu antara yang satu dengan lainnya tidak terlalu lama,
tapi sesaat kemudian suara sumpritan lain yang jauh lebih aneh berkumandang kembali,
cuma kali ini suara tersebut berasal dari tempat yang agak jauh.
Mendadak?"
"Sreeet"..! Sreet".! Sreeet".."
Beberapa kali desingan angin tajam berkumandang memecahkan keheningan malam,
menyusul kemudian dari balik kegelapan muncul tiga titik cahaya tajam yang secepat kilat
menyambar ketubuh Gak Lam-kun, Ki Li-soat serta Ji Kiu-liong .
Gak Lam-kun tertawa dingin, tangan kanannya segera diayunkan kemuka, segulung
desingan angin tajam yang memekikkan telinga dengan cepat menggulung kemuka dan
mementalkan ketiga titik cahaya tajam tersebut.
Tiba-tiba terdengar gelak tertawa aneh berkumandang kembali diudara sekilas cahaya
tajam di iringi suara desingan angin tajam secepat kilat menyergap datang.
Sementara itu Ji Kiu-liong telah meloloskan pedangnya dengan gusar ia membentak.
"Bangsat, kalian berani main sergap!"
Dengan jurus Im wu kim kong (Cahaya emas dibalik kabut) pedangnya dengan
menciptakan segpulung cahaya keperak-perakan menyongsong kemuka.
"Traang".!"
Serentetan bunyi bentrokan yang amat nyaring berkumandang memecahkan
keheningan, perakan bunga api berpancaran ke empat penjuru.
Akibat dari bentrokan itu, Ji Kiu-liong merasakan pergelangan tangannya menjadi
kesemutan lengan kanannya kaku nyaris pedangnya terlepas dari genggaman.
Ketika dia mengamati kembali musuhnya maka tampaklah lebih kurang lima depa
dihadapannya berdiri seorang tocu berbaju blacu yang aneh dandanannya dan
berperawakan tinggi besar, ditangannya memegang sebilah pedan bewarna perak.
Waktu itu diapun berdiri dengan wajah terperanjat, agaknya merasa tercengang karena
Ji Kiu-liong sanggup menahan sebuah serangannya.
Setelah mengamati sekejap Gak Lam-kun dan Ki Li-soat dengan dingin ia bertanya.
"Kalian datang darimana" Apakah rombongan yang baru masuk tadi adalah rekan-rekan
kalian?" Mendengar teguran tersebut Gak Lam-kun segera berpikir. "Barusan ada serombongan
manusia datang kemari" Siapakah mereka?" Mungkinkah Han Hu hoa dan Kwik To dari
perguruan Panah Bercinta yang sengaja datang kemari untuk menolong Cin peng?"?"
Gak Lam-kun merasa kecuali kedua orang itu rasanya tak mungkin ada orang lain yang
bakal datang kemari untuk mencari gara-gara dengan pihak Ngo kok koan.
Belum sempat Gak Lam-kun menjawab Ji Kiu-liong telah menyahut sambil tertawa
dingin. "Kalau betul mau apa kau?"
Sementara tanya jawab itu sedang berlangsung kembali ada bayangan manusia yang
berkelebat datang dari empat penjuru. Dalam waktu singkat ada dua belas orang tosu
yang memakai baju pendeta dari kain blacu telah mengambil posisi mengepung
disekeliling tiga orang itu.
Pelan-pelan Ji Kiu-liong berjalan kesisi Gak Lam-kun, Kemudian sambil membungkukkan
badannya, dengan jurus Giok li to sou (gadis cantiK. menisik jarum) secepat kilat
pedangnya menyerang ketubuh tosu tersebut.
Serangan kilat yang dilancarkan secara tiba-tiba ini sama sekali diluar dugaan tosu
berbaju blacu itu, sewaktu menjumpai ia berjalan ke samping Gak Lam-kun tadi, dikiranya
dia hendak menyampaikan sesuatu kepada rekannya, atau mungkin merasa sudah
merasakan kelihayannya dalam bentrokam tadi, maka ia mundur sendiri dari arena
pertarungan. Siapa tahu dengan suatu gerakan yang nama sekali tak terduga, ternyata dia
melancarkan sebuah tusukan lagi.
Sesungguhnya, dalam jarak yang begitu dekat apalagi melancarkan serangan tiba-tiba,
sulit bagi tosu untuk menghindarkan diri.
Tapi, tosu berbaju blacu itu merupakan pemimpin dari kedua belas orang tosu yang
tiba, sudah barang tentu dia memiliki ilmu silat yang luar biasa.
Begitu serangan dari Ji Kiu-liong dilancarkan, untuk menangkispun ia tak sempat lagi.
Tiba-tiba tubuhnya yang tinggi besar itu mengikuti gerakan dari pedang tersebut
menjatuhkan diri kebelakang, kemudian sepasang kakinya menjejak dengan sekuat tenaga
menggunakan gerakkan ikan leihi meletik, tahu-tahu ia sudah melompat mundur sejauh
satu kaki tiga depa lebih.
Melihat serangannya tidak berhasil mengenai sasarannya, dia segera menekuk
pinggang sambil memutar tangan, dengan gerakan yang tidak berubah, secepat bayangan
dia menusuk lawan.
Serangan dan kelitan yang dilakukan ke dua orang itu sama-sama dilakukan dengan
kecepatan bagaikan kilat. Sekalipun para tosu disekitar tempat itu ingin turun tangan
mencegahpun tak sempat lagi.
Ketika tosu baju blacu itu menyaksikan dirinya secara beruntun didesak mundur terus
oleh seorang bacah cilik yang belum hilang bau teteknya ini, dari malu ia menjadi naik
darah! Sewaktu serangan kedua dari Ji Kiu-liong itu meluncur tiba, dia segera
mengembangkan lengannya untuk menyongsong datangnya ancaman itu. Belum lagi
tubuhnya berdiri tegak, pedang ditangan kanannya sudah menyapu ke depan, diantara
titik kilatan cahaya yang menyilaukan mata, dengan keras lawan keras dia sambut
datangnya serangan dari Ji Kiu-liong tersebut.
Rupanya Ji Kiu-liong sudah tahu kalau ilmu silat yang dimiliki tosu itu tidak lemah. Jika
tidak melancarkan serangan mematikan, tiada harapan baginya untuk merebut
kemenangan. Pergelangan tangannya segera menekan kebawah, pedangnya berputar dengan jurus
Kim ciam teng-hay (paku emas memantek samudra ). Begitu terhindar dari tangkisan
pedang lawan, tiba-tiba mata pedang yang semula menusuk ke bawah itu berubah arah
dan langsung menyambar ke atas dadanya.
Untuk menggunakan jurus serangan itu Ji Kiu-liong telah melakukan suatu tindakan
yang menyerempet bahaya, pedangnya dengan cepat menyambar diatas bajunya, nyaris
tosu itu terluka di ujung pedangnya tersebut.
Tosu berbaju blaco itu tidak menyangka kalau Ji Kiu-liong begitu berani menyerangnya
dengan menyerempet bahaya. Sebenarnya dia ingin menangkis dulu pedangnya agar
serangan lawan terbendung, kemudian baru memperbaiki posisinya.
Tapi dengan demikian dia malah dipaksa mau tak mau tak harus menghindarkan diri
lebih dulu dari serangan lawan.
Dia segera menarik napas panjang. Gerakan melompatnya yang baru dilakukan tibatiba
ditarik ditengah jalan, kemudian mengikuti gerakan pedang lawan, tubuhnya
menjatuhkan diri ke tanah dengan punggung menempel diatas permukaan tanah tiba-tiba
ia menggelinding ke samping meloloskan diri serangan mematikan dari Ji Kiu-liong
tersebut. Pada saat inilah kedua belas orang tosu berbaju blacu warna hitam disekeliling tempat
itu telah meloloskan pedangnya dan mendesak maju ke depan.
Gak Lam-kun segera tertawa dingin, katanya, "Jika kalian tetap berdiam disitu untuk
menantikan keputusanku, mungkin masih ada setitik harapan hidup buat kalian. Tapi jika
berani maju lebih ke depan, maka kamu semua akan mati dalam keadaan yang
mengerikan"
Ucapan tersebut diucapkan dengan nada dingin dan menyeramkan, membuat ke
sebelas orang tosu itu tanpa terasa sama sama menghentikan gerakan tubuhnya.
Tiba-tiba terdengar salah seorang tosu yang berada disamping itu berkata sambil
tertawa dingin. "Apakah kau tidak merasa bahwa ucapan mu itu terlampau tekebur"
Semenjak dulu sampai sekarang, belum pernah ada jego persilatan yang berani mencari
gara-gara dalam lembab Ngo Kok koan bisa lolos dari sini dalam keadaan hidup. Sambut
dulu sebuah tusukan pedangku ini"
Ditengah bentakan keras, dari sisi arena tiba tiba ia melepaskan sebuah tusukan ke
depan. Tanpa berpaling Gak Lam-kun menggerakkan tangan kirinya untuk menangkis
datangnya tusukan tersebut.
Ketika para tosu lainnya menyakslkan Gak Lam-kun begitu sombong dan tekebur,
mereka semua lantas menganggap pemuda itu sedang mencari kematian untuk diri
sendiri. Siapa tahu, pada saat itulah dengan kedua jari tangannya Gak Lam-kun telah menjepit
pedang itu lalu membetotnya ke kiri.
Pedang ditangan tosu itu segera terlepas sementara tubuhnya seperti sebuah bola
terlempar sejauh tujuh-delapan kaki dari tempat semula.
Serentetan suara jerit kesakitan yang memilukan hati segera berkumandang
memecahkan keheningan, tubuh sitojin itu mencelat ke udara dan menumbuk di atas
sebuah batu karang besar. Batok kepalanya segera hancur berantakan dan isi perutnya
hingga tercecer bersama genangan darah. Ke empat anggota badannya patah,
keadaannya mengenaskan sekali.
Demontrasi kepandaian maha sakti yang diperlihatkan ini sungguh membuat kawanan
tosu itu menjadi kaget dan ketakutan. Untuk beberapa saat lamanya mereka hanya bisa
berdiri tertegun tanpa mengetahui apa yang musti dilakukan.
Setelah menggunakan kepandaiannya yang maha dahsyat untuk menggetarkan
perasaan kawanan tosu itu, Gak Lam-kun membalikkan badannya. Saat itn dia baru
menjumpai bahwa pertarungan antara Ji Kiu-liong melawan tojin berbaju blaco itu sudah
mencapai puncak ketegangan yang paling berbahaya.
Kedua balah pihak telah mengembangkan jurus-jurus serangan yang tercepat dan
terdahsyat untuk mengalahkan musuhnya. Jurus-jurus serangan yang digunakan tojin itu
bagaikan bunga salju yang beterbangan diudara, hembusan angin serangannya membawa
hawa dingin yang merasuk tulang. Sebaliknya pedang Ji Kiu-liong berkelebat bagaikan
halilintar, dan menari kian kemari bagaikan seekor naga sakti.
Ki Li-soat yang bermata tajam, dalam sekilas pandangan saja dapat menangkap bahwa
permainan pedang tojin berbaju blacu itu mempunyai kemantapan dibalik kecepatan,
agaknya ia telah berhasil menguasahi keadaan. Betul Ji Kiu-liong masih belum
menunjukkan tanda-tanda akan kalah, tapi bila pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh,
sudah pasti dia tak akan menerima keuntungan apa apa.
Baru saja dia bersiap-siap untuk turun tangan membantu, tiba-tiba terdengar Gak Lamkun
te-lah berbisik. "Nona Ki jangan kuatir, Kiu liong tak bakal kalah"
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar Ji Kiu-liong membentak lengking. Tiba-tiba
permainan pedangnya berubah, cahaya pedang dengan membawa badai hawa dingin
menyambar-nyambar di udara. Dalam waktu singkat hawa pedang tersebut membubung
semakin besar, cahaya tajam berkelebat kiam kemari, dalam waktu singkat ia telah
melepaskan delapan buah serangan berantai.
Ke delapan buah serangan itu ibaratnya gelombang dahsyat yang menghantam
bendungan di pantai. Benar juga, tojin berbaju blacu ini segera tak tahan dan keteter
hebat sehingga mundur sejauh tujuh-delapan depa lebih dari posisi semula.
"Kau masih akan berkeras kepala?" jengek Ji Kiu-liong sambil tertawa dingin.
Pedangnya berkelebat ke muka secepat sambaran petir dan langsung menusuk ke
lambung tojin itu.
Tojin berbaju belacu itu meraung keras, bahu kirinya tertusuk telak dan darah segar
bercucuran membasahi tubuhnya. Tapi ia sempat merentangkan sepasang lengannya dan
melejit keudara. Dari situ badannya yang tinggi besar menukik ke bawah bagaikan burung
walet yang menyambar ombak, dan secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan
berantai. Ketiga buah serangan tersebut betul-betul tangguh dan luar biasa. kali ini Ji Kiu-liong
yang terdesak hingga gelagapan dan terjerumus dalam keadaan yang berbahaya sekali.
Pada saat itulah, bahu kiri si tojin berbaju belacu yang terluka itu diangkat.
"Sreet. ".!"
Setitik cahaya kilat yang tajam segera menyambar ke dada Ji Kiu-liong, selisih jarak
mereka tidak lebih cuma tiga depa belaka.
Gak Lam-kun sangat terkejut, ia tahu untuk menolong tak sempat lagi.
"Criing"..!"
Pedang ditangannya segera disambit ke depan.
"Sreet".!"
Dengan menciptakan sekilas cahaya bianglala putih yang menyilaukan mata, senjata itu
segera meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa.
"Criing! Criing"..!"
Ditengah dentingan nyaring yang memekikkan telinga, pedang yang disambit kedepan
itu segera menghajar rontok titik cahaya tajam yang telah berada lima inci dari depan
dada Ji Kiu-liong itu. Kemudian dengan sisa kekuatan yang ada, pedang itu mencelat
sejauh enam tujuh kaki lagi sebelum jatuh ke tanah.
Tapi gerakan serangan si tojin berbaju belacu itu tak sampai di situ saja. Sambil
melompat ke depan pedangnya diayunkan dengan jurus Liong heng it si (satu jurus


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerakan naga), tubuh berikut pedangnya bersama sama menubruk kemuka secara garang.
Tubuhnya belum sampai tiba disasaran, pedangnya telah berganti jurus, kali ini dia
keluarkan jurus Ban hong jut ciau (selaksa lebah keluar dari sarang), ujung pedangnya
bergetar keras. Bagaikan terciptanya segumpal hujan cahaya perak, dengan membawa
hembusan angin dingin segera menerpa wajahnya dan menimbulkan pandangan mata
yang sangat menyilaukan mata.
Semenjak jiwanya terancam bahaya tadi, Ji Kiu-liong sudah dibikin tertegun. Dalam
keadaan pikiran yang bercabang, mana mungkin baginya untuk menghindarkan diri dari
sergapan pedang si tojin berbaju belacu ini". Tampaknya dia akan segera terluka di ujung
pedang lawan. Sejak pertama kali tadi, Gak Lam-kun telah menduga bahwa tojin berbaju belacu itu
bakal melakukan gerakan tersebut. Tubuhnya segera berkelebat kedepan menghadang
dimuka Ji Kiu-liong. Kemudian dengan lima jari tangan kanannya yang dipentangkan lebarlebar
dia sentil pedang yang sedang menusuk tiba itu.
"Criing".! Criing"! Criing"!"
Secara beruntun terdengar enam kali dentingan nyaring.
Tertekan oleh sentilan yang sangat keras itu, pedang ditangan tojin berbaju blaco itu,
sudah mencelat dan tergetar patah menjadi lima bagian oleh sentilan jari tangan Gak Lamkun.
Demontrasi tenaga dalam yang demikian mengerikan itu, sekali lagi membuat tojin
berbaju blacu itu lekas untuk mundur ke belakang. Untuk sesaat lamanya dia hanya berdiri
termangu-mangu ditempat.
Gak Lam-kun tertawa dingin, tangan kirinya segera menekan kedepan menghajar
dadanya. Segulung tenaga pukulan yang kuat dan dahsyat dengan cepat menekan kearah
dadanya. Seperti baru sadar dari impian tojin berbaju belacu itu tersentak kaget dari
lamunannya, tapi sayang untuk berkelit sudah tak sempat lagi.
Ia segera merasakan dadanya menjadi sakit sekali. Hawa darah dalam rongga
tubuhnya bergolak keras. Matanya berkunang-kungan dan kepalanya berat sekali. Begitu
mendengus tertahan, seluruh nadi penting ditubuhnya telah tergetar patah menjadi
beberapa bagian. Tak ampun lagi dia tewas secara mengerikan diujung telapak tangan
Gak Lam-kun. Sepuluh orang tojin yang mengepung diluar arena serentak membentuk keras. Sambil
memutar pedangnya, serentak mereka menyerbu kemuka bagaikan harimau terluka.
Gak Lam-kun tertawa dingin, ia bergerak pula menerjang kedepan. tangan kirinya
menyambar ke sana kemari, secara mudah ia berhasil merampas sebilah pedang ditangan
seorang tojin. Ketika tojin itu merasakah pedangnya kena di rampas, berbareng itu juga ia merasa
ada segulung tenaga hisapan yang kuat menghisap badannya sehingga pada akhirnya dia
tak mampu mempertahankan diri dan badannya segera menubruk ketubuh Gak Lam-kun.
Si anak muda itu segera mengangkat kaki kirinya melepaskan tendangan maut".
"Duuuk!"
Tendangan itu dengan telak menghajar dada tojin itu. Dengusan tertahan bergema
memecahkan keheningan. Dengan seluruh tulang dadanya patah dan remuk, tojin itupun
tewas seketika.
Gak Lam-kun bergerak ke depan jauh-jauh. Tubuhnya bergerak kian kemari bagaikan
hembusan angin puyuh, tubuhnya seperti bayangan setan menyambar pedang di kiri,
membabat pedang di kanan"
Ditengah kegelapan yang mencekam seluruh jagad, hanya terdengar jeritan demi
jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul. Suara itu tajam menekakkan telinga.
Belum habis jeritan pertama, dengan tertahan jeritan berikutnya sudah kedengaran".
Tak lama kemudian, sepuluh tojin itu secara beruntun sudah terluka semua diujung
pedangnya. Mayata terkapar dimana-mana. Dengan darah berceceran di tanah membuat suasana
betul betul mengerikan.
Ketika Ki Li-soat menyaksikan pembantaian yang dilakukan oleh Gak Lam-kun itu diamdiam
ia menghela napas pikirnya, "Ilmu silat yang dimilikinya begitu tinggi dan dahsyat.
Sejak kini entah ada berapa banyak jago persilatan lagi yang bakal tewas diujung telapak
tangannya?"
Mendadak terdengar suara pekikkan panjang yang memekikkan telinga berkumandang
dari kejauhan. Suara pekikan tersebut bermula dari suatu tempat yang sepuluh kaki jauhnya dari situ,
tapi dalam wattu singkat tahu tahu sudah mendekati mereka bertiga. Segulung angin
kencang yang amat dahsyat segera menyambar ke tubuh Ji Kiu-liong yang berdiri paling
dekat dengannya.
Waktu itu kebetulan Ki Li-soat juga berada tiga depa disamping Ji Kiu-liong , untuk
menolong tak sempat lagi baginya untuk meloloskan pedang, maka sambil membalikkan
badan dia lepaskan sebuah pukulan tangan kosong dengan jurus Im liong peng wu (naga
sakti menyembur kabut), sebab dia tahu ilmu silat yang dimiliki orang itu tak mungkin bisa
dilawan oleh Ji Kiu-liong .
Ilmu silat yang dimiliki Ki Li-soat juga lihay sekali. Meskipun serangan yang dilepaskan
itu dilakukan dalam Keadaan tak siap2 namun enam bagian tenaga dalam yang di
sertakan itu segera menimbulkan suatu daya kekuatan yang maha dahsyat. Siapa tahu,
ilmu silat yang dimiliki pendatang itu sunggah luar biasa sekali. Telapak tangan kirinya
dengan jurus Gi san tian hay (memindah bukit membendung samudra) menyumbat
serangan dari Ki ki Soat tersebut dengan keras lawan keras, sementara tangan kirinya
menyambar keatas bahu Ji Kiu-liong .
Orang itu rupanya terlalu memandang enteng kekuatan daya serangan Ki Li-soat, baru
saja tangan kanannya menempel diatas bahu Ji Kiu-liong , ?segulung tenaga pantulan
yang kuat telah menggetarkan tubuhnya sehingga mundur sejauh tiga langkah.
Ki Li-soat sendiri, kendatipun dengan pukulannya itu dia berhasil memukul mundur
musuhnya, tapi hawa darah dalam tubuhnya juga mengalami pergolakan keras. Dari sini
menunjukkan kalau ilmu silat yang dimiliki lawan suagguh luar biasa sekali.
Pada detik itu juga Ki Li-soat dengan gerakan yang amat cepat telah meloloskan
pedangnya. Ia tidak memberi peluang buat musuhnya untuk mengatur napas. Pedangnya secara
beruntun melancarkan tiga buah serangan dahsyat deagan jurus jurus Hay si ciau lo
(Pandangan semu di tengah gurun) Ya pan hong yan (asap putih ditengah malam) serta
Thian hia lo ciok (burung gereja dari ujung langit), pedangnya dengan menciptakan
segulung cahaya bianglala bewarna perak langsung menyerang ke depan.
Bersamaan itu juga, Ji Kiu-liong telah mengembangkan permainan pedangnya dengan
jurus Cuan im ci gwat (menembusi awan memetik rembulan) untuk menusuk tenggorokan
orang. Sipendatang itu adalah seorang kakek berbaju merah, ketika dirasakan datangnya
ancaman pedang itu sangat dahsyat, sambi tertawa terbaha-bahak tubuhnya mundur
secara tiba tiba.
Dalam waktu yang amat singkat itulah, si kakek tersebut dengan serangkaian serangan
kilat yang aneh dan sakti untuk meneter Ki Li-soat serta Ji Kiu-liong . Begitu ke empat
buah serangan mereka berhasil dipatahkan, serangan balasan segera dilepaskan
Dalam waktu singkat bayangan telapak tangan menggulung-gulung ditengah udara,
deruan angin tajam menyambar kian kemari, sungguh hebat sekali pertarungan jarak
dekat yang sedang berlangsung ini.
Ji Kiu-liong segera melejit ke udara, lalu dengan jurus Jut pit hong mong (menutup
rapat bianglala pagi) dengan ganas dia bacok batok kepala bagian belakang dari kakek itu.
Bersamaan waktunya, pedang Ki Li-soat juga menusuk tenggorokan musuh dengan
jurus Liong li kencui (putri naga mengiris mutiara).
Tiba-tiba kakek berbaju merah itu merendahkan tubuhnya, kemudian dengan jurus
Hong hong liu ciang (burung hong membuat sarang Hud to seng thian (Buddha suci naik
sorga), Siang go pa cu (Siang go mencabut tusuk konde) yang digunakan secepat kilat dia
menghindarkan diri dari kejaran cahaya pedang Ki Li-soat. Setelah itu kelima jari
tangannya direntangkan dan mencengkeram pedang Ji Kiu-liong .
Ki Li-soat merasa amat terperanjat, segera bentaknya, "Adik Liong, cepat menghindar!"
Dengan jurus Thian lo hud tim (nenek langit mengebaskan kebutan) ia melancarkan
sergapan dari samping.
Pada saat yang bersamaan ketika si kakek berbaju merah itu membatalkan ilmu Ki na
jiu hoat nya. Pedang Ji Kiu-liong berkelebat membentuk gerak lingkaran busur berwarna
perak, lalu dengan ilmu meringankan tubuh Hui tok Thian cay (melayang lewat benteng
langit) dia segera mengundkan diri keluar arena.
Kakek berbaju merah itu mendengus dingin, dengan pukulannya yang sempurna, dia
lancarkan serangkaian serangan berantai yang sangat dahsyat untuk meneter Ki li Ooat.
Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong yang menyaksikan Ki Li-soat bisa bertarung leluasa
melawan musuhnya, merekapun lantas mengundurkan diri dan cuma menonton dari sisi
arena tetapi, kesiap siagaan dilakukan penuh untuk menjaga segala kemungkinan yarg
tidak diinginkan.
Gaya serangan yang digunakan si kakek berbaju merah untuk merebut pedang lawan
itu dilakukan seperti sergapan seekor burung elang berwarna merah. Ditengah lingkaran
cahaya pedang yang menggulung dia menghindar, menempel, menubruk, membalik,
mendaki dan melentik dengan pelbagai gaya yang dahsyat.
Pasir serta debu segera mengepul ke angkasa dan menutupi pemandangan. Dalam
keadaan demikian sulitlah untuk membedakan mana yang manusia, mana yang pedang
dan mana yang telapak tangan.
Ki Li-soat pada mulanya masih berusaha bermain perang gerilya untuk membendung
serangan lawan, tapi lama kelamaan habis sudah kesabarannya, ia bertekad untuk
menyelesaikan pertarungan itu dengan suatu pertempuran kilat.
Angin serangannya segera diperketat. Dengan jurus Sin tiok ing hong (bambu baru
menyambut angin) dia membuka serangannya dengan jurus sakti perguruannya" .
Dengan cepat kakek berbaju merah itu menyusut mundur sejauh beberapa kaki,
kemudian sambil mendengus katanya dengan suara menyeramkan, "Lohu kira siapa,
kiranya nona Ki murid kesayangan dari Tiok yap thian po (nenek langit daun bambu)!"
Mendengar teguran tersebut, Ki Li-soat segera mengamati wajah orang itu dengan
lebih seksama lagi, sekarang hatinya baru terkesiap.
Ternyata kakek berbaju merah ini bukan lain adalah pemimpin dari Ang ma jit tin (tujuh
tosu berjubah merah) yang dalam urutan Ngo kok koan memiliki ilmu silat sedikit di bawah
Thian pek sam him. Orang menyebutnya sebagai Thian jit ang ma.
Setelah berhenti sejenak, Thian jit ang ma berkata kembali, "Dimasa lalu, gurumu telah
mengadakan perjanjian dengan kuil kami untuk tidak saling ganggu mengganggu.
Sungguh tak disangka nona Li begitu berani melewati perbatasan wilayah kita untuk
membunuh anak murid kuil kami. Hmm! Nona Ki, lebih baik turut saja dengan Lohu
kembali ke kuil Ngo kok koan serta menunggu keputusan dari Kongcu kami"
Perlu diketahui, dimasa lalu guru Ki Li-soat yakni Tiok yap thian po pernah mengadakan
perjanjian dengan pihak Ngo kok koan untuk tidak saling melanggar tapal batas masingmasing.
Sebagai orang persilatan tentu saja ucapan tersebut mempunyai arti yang
penting. Kini Ki Li-soat telah ditegur secara terang terangan, hal mana membuat gadis itu
menjadi gelagapan dan untuk sesaat lamanya tak tahu bagaimana harus menjawab
pertanyaan itu.
Gak Lam-kun yang berada disisinya segera tertawa dingin, katanya, "Kami memang
sedang berniat untuk mengunjungi kuil Ngo tok koan. Bila kau bersedia menjadi petunjuk
jalan kami, hal mana sudah barang tentu akan lebih baik lagi!"
Mendengar perkataan itu, dengan sinar mata yang tajam Thian jit ang mi
memperhatikan Gak Lam-kun dari atas sampai kebawah. Ia merasa pemuda itu masih
terasa asing sekali bagi pandangan matanya.
Maka dengan suara dingin ia menegur. "Siapakah gurumu" Ada urusan apa hendak
berkunjung ke kuil Ngo kok koan kami?"
"Hmm! Kau belum pantas untuk mengetahui nama guruku", jawab Gak Lam-kun ketus.
"Soal kunjunganku ke Ngo kok Koan mah" pertama hendak menuntut kepada gurumu
untuk mengembalikan seseorang kepada kami, kedua akan kuratakan kuil Ngo kok koan
kalian ini dengan tanah"!"
Nama besar maupun kedudukan Thian jit ang ma diwilayah luar perbatasan boleh di
bilang hanya kalah setingkat bila dibandingkan dengan Thian pek sam him.
Kesombongannya dihari-hari biasa sudah meresap menjadi watak hidupnya. Jangankan
orang lain sekalipun Thian pek san him sendiripun tak berani memperlakukan dirinya
secara begitu menghina.
Tak heran kalau ia naik pitam sesudah mendengar perkataan dari Gak Lam-kun
tersebut. Saking mendongkol dan gusarnya dia malahan tertawa dingin tiada hentinya.
"Kuil kami memang berhasil menangkap seorang lelaki dan seorang wanita. Hee" hee"
hee" cuma dengan mengandalkan kemampuanmu itu, jangan harap kau mampu
melangkah naik ke dalam kuil Ngo kok koan kami"
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun segera berpikir pula: "Seorang lelaki dan
seorang perempuan" Siapa gerangan orang lelaki itu" Mungkinkah Kwik To atau Sangkoan
Ik?" Sementara dia masih melamun, dengan suara dingin menyeramkan Ki Li-soat telah
mendamprat, "Selama ini, kalian Ngo kok koan hanya malang melintang disekitar daerah
luar perbatasan untuk melakukan kejahatan. Tak nyana keberanianmu belakangan ini
menjadi bertambah besar, sampai orang di daratan Tionggoan pun berani dibunuh
semuanya" Sekulum senyuman dingin yang menyeramkan segera tersungging di ujung bibir Thian
jit ang ma, katanya, "Nona Ki semasa gurumu masih hidup didunia pun tak berani
memandang hina kuil Ngo kok koan kami. Sungguh tak disangka saat ini kau malah berani
membawa orang untuk datang membunuh orang kuil kami. Hmm"..! Jika kau masib
berani ribut melulu, jangan harap kalau kau bisa meninggalkan tempat ini dengan
selamat!" ooooOoooo MENDENGAR ucapan tersebut, Ki Li-soat segera mengernyitkan alis matanya dengan
gusar, bentaknya, "Tempo hari, sebenarnya guruku hendak memberi hukuman yang
setimpal buat kalian semua. Tapi oleh karena dia orang tua masih memandang pada belas
kasihan dan berharap kalian bisa menyesali perbuatan kalian, maka sampai sekarang
beliau tak sampai turun tangan untuk membunuh kamu semua!"
Thian jit ang ma tertawa terkekeh-kekeh, lalu ujarnya, "Nona, mengapa tidak kau
katakan kalau Tiok yap popo merasa tidak berkemampuan untuk menyerang kuil Ngo kok
koan seorang diri?"
Mendengar pihak lawan berani mencemooh gurunya, Ki Li-soat kontan saja naik darah,
bentaknya, "Hari ini, nonamu justru akan membuat gara-gara dengan kalian orang orang
Ngo kok koan!"
"Kalau memang demikian, hayolah kita coba saja!"
Kemarahan Ki Li-soat sudah tak terbendung lagi, segera bentaknya dengan suara
nyaring, "Lihat pedang!"
Ditengah bentakan tersebut pedangnya segera berkelebat melancarkan serangan
dengan jurus-jurus Tiok yap kiam hoat.
Tampak cahaya tajam berkilauan bagaikan halilintar diantara perpaduan cahaya dan
deruan angin tajam, dalam waktu singkat ia telah melepaskan tujuh buah serangan
berantai. Sebenarnya pedang yang dipergunakan Ki Li-soat adalah sebilah pedang bambu, tapi
semenjak perkumpulan Thi eng pang dibubarkan, dia tahu kalau ilmu silat yang dimilikinya
masih belum mencapai taraf untuk mempergunakan pedang bambu, maka sekembalinya
kebukit Tiang pek-san dia lantas berganti mempergunakan sebilah pedang lemas yang
tajam dan khusus ditinggalkan gurunya untuknya.
Ilmu silat yang dimiliki Thian jit ang ma benar-benar lihay sekali. Dengan
mengandalkan sepasang telapak tangan kosong ia bertarung melawan pedang lemas dari
Ki Li-soat tersebut, dimana sepasang telapak tangannya menyambar lewat, segulung
tenaga pukulan yang kuat segera mementalkan pedang Ki Li-soat kesamping.
Sejak bertarung melawan musuhnya tadi Ki Li-soat telah sadar bahwa tenaga dalam
yang di-miliki musuhnya jauh lebih tinggi daripada apa yang dimilikinya. Jika tidak
diserang dengan jurus jurus pedang yang sakti, pasti sulit untuk memenangkan dirinya.
Thian jit ang ma sendiri juga cukup menyadari keadaan yang sedang dihadapinya. Betul
tenaga dalam yang dimiliki gadis itu agak rendah dibandingkan dengan tenaga dalamnya,
tapi itupun tidak selisih terlalu banyak. Terutama sekali jurus pedangnya yang sakti
dengan daya kekuatan yang luar biasa itu, pada hakekatnya bisa menutupi kelemahannya
dibidang tenaga dalam.
Oleh karena itu, meski pertempuran telah berlangsung belasan gebrakan menang kalah
masih susah diketahui.
Gak Lam-kun yang mengikuti jalannya pertandingan dari sisi arena, segera
menunjukkan rasa kesal dan murung sehabis menyaksikan ilmu silat yang dimiliki Thian jit
ang ma Kalau seorang anak buah dari Tiang pek sam him memiliki ilmu silat yang sedemikian
lihaynya, maka bisa dibayangkan bagaimana hebatnya ilmu silat dari Tiang pek sam him
sendiri" Ini berarti tak bisa disangkal lagi Ji Cin-peng beserta perguruan Panah Bercintanya
pasti sudah menderita kekalahan yang mengenaskan
Kini dia harus seorang diri berkunjung kekuil Ngo kok koan dan bertarung sendiri
melawan Thian pek sam him, sesungguhnya dalam hal kekuatan masih ketinggalan jauh
sekali. Terbayang sampai kesana,tak terasa lag timbul rasa kesal dan sedih dldalam hati
kecilnya. Dalam pada itu. Ki Li-soat telah mengeluarkan ilmu pedang Tiok yap kiam hong nya
sambil melancarkan tiga buah serangan berantai. Jurus-jurus serangan yang digunakan
adalah Ki tiong teng ciau (burung hong terbang naga melingkar), Soh hong wong tiau
(angin puyuh menderu deru) serta Wucian im siu (kabut buyar awan terbang).
Begitu ketiga buah serangan berantai tersebut dilancarkan, sekeliling arena segera
terbungkus di balik deruan angin puyuh yang amat memekikkan telinga. Dalam waktu
singkat Thian jit ang-mi telah didesak muudur sejauh enam tujuh depa dari posisi semula.
Begitu berhasil dengan ketiga buah serangannya buru buru Ki Li-soat melancarkan


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kembali serangkaian serangan berantai, pedangnya berganti jurus menjadi gerakan Ban
hong jut ciau (selaksa lebah keluar sarang). Jurus serangan ini merupakan sebuah jurus
serangan yang dahsyat dan amat tangguh. Kehebatannya sangat mengejutkan hati orang.
Tampaklah diantara kilatan cahaya yang menyilaukan mata, tercipta serentetan cahaya
bintang bewarna perak tersebar ke seluruh angkasa.
Thian jit ang ma yang berulang kali kena didesak mundur oleh tiga jurus serangan
berantai dari Ki Li-soat itu, hatinya mulai merasa terkejut bercampur keheranan. Ia tak
berani memandang enteng lawannya lagi. Sepasang tangannya segera merogoh ke saku,
kemudian bersamaan waktunya tangan kanan mengelurkan sebuah kencrengan tembaga,
sementara tangan kirinya mengeluarkan sebuah senjata pit baja.
Baru saja sepasang senjata itu dipegang dalam tangan, pedang Ki Li-soat dengan
membawa desingan angin serangan yang lamat-lamat disertai juga dengan suara guntur
dan halilintar telah menyergap tiba dengan kecepatan luar biasa.
Thian jit ang ma bertambah terkejut, ia dapat merasakan bagaimana serangan yang
dilancarkan oleh Ki Li-soat itu jauh lebih aneh dan sukar diduga. Seakan akan ada seribu
batang pedang yang menyerang datang dari empat arah delapan penjuru, membuat orang
pada hakekatnya sukar untuk menangkisnya.
Perasaan hatinya segera bergetar keras, kencrengan tembaga dan pit bajanya segera
diputar, menciptkan selapis cahaya emas untuk melindungi badan, kemudian dengan jurus
Hong liong liam tau (burung hong mengangguk) ia lepaskan sebuah serangan balasan.
Beberapa kali benturan nyaring yang memekikkan telinga segera berkumandang
memecahkan keheningan"..
Kencrengan tembaga dari Thian jit ang ma secara beruntun membendung ketiga buah
serangan berantai dari Ki Li-soat, kemudian menggunakan kesempatan itu, senjata pit
bajanya langsung mendesak kedepan dan mengancam jalan darah Hian ki hiat didepan
dada gadis tersebut.
Terkesiap Ki Li-soat ketika dilihatnya putaran kencrengan tembaga dari musuhnya yang
menciptakan selapis cahaya emas yang melindungi badan itu berhasil mematahkan jurus
serangan Ban hong juit ciau (selaksa lebah keluar sarang) yang tangguh itu. Apalagi ketika
menyaksikan senjata pit ditangan kirinya menerobos pertahanan menyerang datang.
Buru-buru ia mundur tiga depa ke belakang lalu pedangnya diputar sedemikian rupa
menangkis serangan pit bajanya dengan jurus im wu kim kong (Awan kabut cahaya
emas). Jurus jurus serangan yang dipergunakan kedua orang itu selama berlangsungnya
pertarungan merupakan jurus-jurus tangguh yang sama cepatnya dan sama
berbahayanya. Kedua belah pihak tampaknya telah mengerahkan segenap kemampuan
yang dimilikinya untuk saling menyerang dan siapa pun enggan untuk mengalah.
Ki Li-soat tahu, setelah lewatnya suasana agak tenang dalam beberapa saat ini, suatu
pertempuran yang lebih seru dan ganas segera akan menusul datang. Dengan cepat dia
mengatur pernafasannya untuk menghimpun tenaga, kemudian dengan cepat dia lepaskan
kembali serangkaian serangan berantai.
Dengan serangannya inilah gadis itu telah mempertaruhkan mati hidupnya. Maka begitu
turun tangan dia lantas melepaskan serangan untuk merebut kemenangan. Semua jurus
tangguh dan ilmu pedang Tiok yap kiam hoat ajaran gurunya digunakan semua untuk
mengancam bagian mematikan dari lawannya sambil melepaskan serangan-serangan yang
keji. Sekalipun demikian Thian jit ang ma adalah seorang jago tangguh nomor empat dalam
kuil Ngo kok koan, sudah barang tentu permainan kencrengan tembaga serta pit bajanya
mempunyai kesempurnaan yang luar biasa.
Baik dalam menangkis, mematahkan maupun melancarkan serangan balasan,
semuanya ia pergunakan sesempurna mungkin dengan senjata pit menyerang musuh.
Kencrengan tembaga melindungi badan, setiap jurus setiap gerakan yang digunakan
hampir seluruhnya di pakai dengan jitu dan tetap.
Dalam keadaan demikian, jurus-jurus Ki Li-soat yang tangguh itu seperti kehilangan
daya kekuatan, ia gagal untuk melukai lawan itu.
Ketika pertarungan sengit telah berlangsung seperempat jam lamanya, tiba tiba
kencrengan tembaga dari Thian jit ang ma diputar semakin kencang menciptakan selapis
cahaya emas untuk melindungi badan, sementara pif bajanya dengan gerakan memagut,
menotok, memukul, secara beruntun melancarkan tiga jurus serangan dahsyat.
Berhedapan dengan tiga jurus serangan yang cepat bagaikan sambaran kilat itu, mau
tak mau Ki Li-soat harus mengambil prakarsa untuk melindungi diri lebih dulu tapi dikala
pedangnya ditarik untuk menangkis senjata lawan, tiba tiba Thian jit ang ma
mempergunakan kesempatan itu untuk melompat mundur sejauh delapan depa lebih dari
posisi semula"
Mendadak, pada saat itulah terdengar beberapa kali pekikkan nyaring berkumandang
datang".. Enam sosok bayangan manusia, bagaikan burung elang meluncur datang dan melayang
masuk ke tengah arena.
Ki Li-soat mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, ia menyaksikan diseputar
arena tahu-tahu sudah bertambah lagi dengan enam orang tojin aneh yang semuanya
mengenangkan jubah panjang berwarna merah.
Hatinya bergetar keras, pikirnya, "Waah" Urusan menjadi agak berabe sekarang, kini
Ang ma jit tin telah berdatangan semua"
Yang dimaksudkan dengan Ang ma jit tin (tujuh pendeta berbaju merah) adalah
pasukan yang paling tangguh dalam kuil Ngo kok koan, baik ilmu silat maupun kecerdasan
otaknya mereka semua boleh dibilang luar biasa sekali.
Begitu mereka menampakkan diri dan menyaksikan mayat berserakan dimana-mana,
dengan cepat orang-orang ini menyadari bahwa musuh yang sedang dihadapinya adalah
jago tangguh yang belum pernah dijumpainya selama ini.
Oleb karena itu, setelah menampilkan diri, keenam orang tosu itu serentak merogoh
sakunya den setiap orang mengeluarkan sebuah senjata pit dan sebuah kencrengan
tembaga untuk mempersiapkan diri, kemudian mereka menyebarkan diri keseputar tempat
itu sambil mengepung Gak Lam-kun ditengah arena.
Tiba tiba satu ingatan cerdas melintas dalam benak Gak Lam-kun, dia sadar apabila
ingin lancar didalam serbuannya kedalam kuil Ngo kok koan pada hari ini, maka satusatunya
cara yang bisa di umpan adalah membasmi kekuatan inti musuh secepat-cepatnya
dan sebanyak banyaknya.
Berpikir demikian, hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya
dari atas tanah, dia pungut sebilah pedang, lalu pelan-pelan berjalan kesisi Ki Li-soat
tanyanya dengan lirih" "Nona Ki apakah tujuh orang yang kita hadapi sekarang adalah
kekuatan inti dari kuil Ngo kok koan?".
Ki Li-soat manggut-manggut, "Benar" sahutnya. "Mereka adalah Ang ma jit tin suatu
kelompok kekuatan sedikit dibawah kepandaian silat Tiang pek san him"
Sementara itu, Ang ma jit tin dibuat termangu-mangu keheranan menyaksikan gerakgerik
dari Gak Lam-kun tersebut. Mereka tidak habis mengerti apa maksud yang
sebenarnya dari anak muda tersebut mengajukan pertanyaan semacam itu kepada si
nona. Sekulum senyuman yang menggidikkan segera tersungging di bibir Gak Lam-kun,
katanya, "Nona Ki, harap kau mundur untuk sementara waktu dan beristirahatlah. Biar aku
seorang diri yang memberi hajaran kepada ketujuh orang cecunguk ini".
Sekalipun Ki Li-soat juga tahu kalau kepandaian silat yang dimiliki Gak Lam-kun telah
peroleh kemajuan yang pesat, tapi dia tidak yakin kalau Gak Lam-kun sanggup untuk
menghadapi serangan gabungan dari Ang ma jit tin tersebut. Dengan suara lirih dia lantas
berbisik, "Ang ma jit tin berbahaya das sangat ganas"
"Aku mengerti!" sahut Gak Lam-kun sambil tersenyum, "tak akan kubiarkan seorang
pun diantara mereka tetap hidup di dunia ini"
Mendengar ejekan tersebut, Ang ma jit tin menjadi naik pitam, dengan mata merah
membara mereka memelototi musuhnya tajam-tajam.
Kamudian terdengar Thian jit ang ma membentak keras, pedang bajanya segera
diputar melepaskan sebuah serangan lebih dahulu.
Gak Lam-kun segera memutar pedangnya untuk menangkis ancaman itu, kemudian?"
"Sreet! Sreet" secara beruntun dia lancarkan dua buah serangan berantai yang
memaksa Thian jit ang ma harus mundur ke belakang dengan gelagapan.
Dalam saat yang bersamaan itulah, Thian gwat ang ma, Thian seng ang ma, Thian sin
angma, Thian khi ang ma, Thian leng ang ma, dan Thian kin ang ma bersama sama
memperkecil lingkaran kepungan mereka menjadi hanya dua kaki luasnya. Dangan
kencrengan tembaga melindungi badan, senjata pit bajanya dipersiapkan untuk
menghadapi lawan.
Gak Lam-kun segera mendongakkan kepalanya tertawa panjang, suaranya keras
memekakkan telinga. Dimana pedangnya digerakkan, berkuntum-kuntum bunga pedang
segera memenuhi angkasa, lalu cahaya tajam tampak berkelebat lewat, sebuah tusukan
kilat telah dilancarkan ke arah tubuh Thian jit ang ma.
Menghadapi ancaman tersebut Thian jit ang ma segera menggunakan senjata
kencrengan emasnya untuk mematahkan serangan, kemudian senjata pit bajanya dengan
jurus Im liong liau ka (naga mega menggetarkan sisik) melancarkan sebuah tusukan.
Gak Lam-kun miringkan badan sambil mengegos, pedangnya diputar dengan jurus To
san kim che (membuyarkan benang emas) menusuk dari belakang punggung, desingan
tajam menderu-deru.
Pada saat ini, hawa napsu membunuhnya telah berkobar-kobar, setiap jurus serangan
yang dilancarkan hampir semuanya merupakan ancaman yang mematikan.
Akan tetapi, Ang ma jit tin adalah inti kekuatan dari kuil Ngo kok koan. Mereka semua
hampir memiliki ilmu silat yang sangat tangguh.
Sekalipun Gak Lam-kun membalikkan pedang sambil menyerang dengan tangguh dan
hebat, akan tetapi pertahanan ketiga orang tosu itupan memiliki kerja sama yang kuat.
Thian gwat dan Thian seng ang ma segera memutar senjata kencrengan tembaga
untuk menangkis.
"Criing?"!"
Diiringi suara dentingan nyaring, tangkisan mereka atas bacokan pedang lawan
menghasilkan letupan bunga api yang memancar ke empat penjuru.
Bersamaan waktunya kedua batang senjata pit baja mereka dengan jarus Han hoa toh
lui (Bu-nga salju memetik putik) serentak menusuk jalan darah pay sim hiat dipunggung
Gak Lam-kun. Ketika pedangnya terkunci tadi, Gak Lam-kun sudah menyadari akan datangnya
bahaya. Menggunakan gerakan itu badannya melompat maju ke arah ke muka. Selagi
badannya melayang turun di atas tanah, cahaya tajam bagaikan sambaran kilat telah
menyongsong datang dari depan mata. Sedangkan kedua batang senjata pit baja dari
Thian sin dan Thian khi ang am juga telah mengancam tiba.
Gak Lam-kun tertawa dingin, tangan kirinya tiba-tiba memainkan jurus Ci jiu poh liong
(membelenggu naga dengan tangan telanjang). Kelima jari tangannya dilancarkan
bersama mengancam pergelangan tangan Thian sin-ang ma, sementara gagang pedang
ditangan kanannya dengan gerak melintang menotok pena baja ditangan Thian khi ang
ma. Jurus serangan ini boleh dibilang aneh sekali. Dalam jurus serangan suatu ilmu, hampir
tak pernah dijumpai ada jurus serangan yang menotok dengan gagang pedang, maka
pena baja dari Thian khi ang ma segera kena tertotok hingga terpental kesamping.
Thian sin ang ma yang menyaksikan tangan kiri Gak Lam-kun yang sedang menyambar
datang itu membawa segulung desingan angin tajam yang menyayat badan, hatinya
menjadi amat terkesiap. Buru-buru la tarik napas sambil merendahkan badan kemudian
sambil membuyarkan jurus serangan melompat kebelakang.
Akan tetapi justru dengan gerakan tersebut, dia malah menyongsong datangnya jurus
serangan dari Gak Lam-kun. Tanpa merubah gerak ceugkeraman tangan kirinya, dalam
sekali balikan tangan secara telak dia berhasil mencengkeram urat nadi pada pergelangan
tangan kiri Thian khi ang ma.
Mimpipun Thian khi ang ma tidak menyangka kalau cengkeraman yang tertuju pada
Thian sin ang ma cuma tipuan belaka sedang cengkeraman kearahnya baru merupakan
cengkeraman yang sesungguhnya. Ia segera merasakan peredaran darahnya tersumbat,
otomatis separuh badannya menjadi kaku, lima jarinya mengendor dan pit besinya
terlepas dari genggaman.
Tampaknya sisa enam orang rekan lainnya tidak menyangka sama sekali kalau
serangan pedang dan Ki na jiu hoat yang di gunakan Gak Lam-kun sedemikian lihaynya.
Kedahsyatan dari jurus Ci jiu poh liong (membelenggu naga dengan tangan kosong) ini
betul betul membuat mereka semua terperangah.
Menanti mereka bersiap-siap akan turun tangan menolong, Gak Lam-kun telah
bertindak lebih lanjut. Pedang ditangan kanannya segera membacok ke bawah dan tahutahu
batok kepala Thian khi ang ma sudah mencelat ketengah udara.
Darah segar segera memancar keluar seperti pancuran, tubuhnya terkapar ditanah dan
tak bernyawa lagi.
Padahal pertarungan baru berlangsung tiga empat gebrakan, tapi dari Ang ma jin tin
kini sudah tewas seorang. Enam orang sisanya menjadi terkejut, ngeri dan tak terlukiskan
sedihnya. Gak Lam-kun tertawa dingin, katanya lagi. "Sekarang sudah seorang yang mampus.
Haa" haa" haa?"
Ditengah gelak tertawanya yang amat keras tubuhnya segera menerobos maju ke
depan. Pedangnya kembali diputar menusuk ke tubuh Thian leng ang ma yang berdiri di
sudut barat. Tenaga serangan yang dimiliki Gak Lam-kun lihay dan kuat. Angin serangan yang
menyertai tusukan pedangnya itu benar-benar mengerikan.
Dalam sedihnya yang luar biasa, Ang ma lak tin mendongakkan kepalanya dan
bersama-sama tertawa seram, senjata pena mereka diauyunkan bersama, terdengar
benturan nyaring yang memekakkan telinga, tahu-tahu serangan pedang itu sudah
ditangkis oleh keenam batang pena baja itu secara bersama sama.
Gak Lam-kun segera menggetarkan pergelangan tangannya sambil menarik kembali
pedangnya. Jurus kedua belum sempat dilancarkan, sepasang pena baja yang datang dari
kiri dan kanan telah menyerang datang hampir bersamaan waktunya dengan membawa
desingan tajam serangan itu memancar dahsyat kemari.
Gak Lam-kun segera menghimpun tenaga dalamnya dan menyalurkan kekuatan
tersebut ke ujung pedang. Dengan jurus Ciau liong ing hong (menunggang naga
memancing burung hong) dia punahkan kedua serangan itu deugan daya memental.
Kemudian sambil membentak keras pedangnya segera mengembang serangan lagi.
Dalam waktu singkat cahaya tajam berkilauan diangkasa, angin pedang menderu-deru
bagaikan roda. Tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, makin dia melancarkan serangan
makin dah-syat daya kekuatan yang dipancarkan.
Ki Li-soat yang menonton jalannya pertarungan disisi kalangan, pada mulanya masih
gelisah dan cemas, akan tetapi setelah melihat gerakan tubuh Gak Lam-kun yang bergerak
bagaikan seekor naga sakti dan menerobos kesana kemari ditengah kurungan ke enam
batang pena baja dan kencrengan tembaga lawan tiada hentinya melancarkan gerakan,
menotok, menusuk, membacok dan menghadang yang lincah, hatinya lambat laun
menjadi lega. Dengan begitu, rasa percaya Ki Li-soat pada kemampuan Gak Lam-kun pun bertambah
besar. Ia merasa betapa sakti dan anehnya ilmu silat yang dimiliki Gak Lam-kun tapi
setelah diamati lebih seksama dia baru menyadari bahwa jurus pedang yang dipakai
olehnya untuk membacok, menusuk, menotok dan menyerang itu hampir seluruhnya
merupakan jurus sederhana yang biasa, hal mana segera menimbulkan rasa cengangnya.
Maka dia pun memusatkan segenap perhatiannya untuk mengikuti gerak perubahan
sambil mencoba meresapi makna dari gerakan itu. Tanpa disadari, dengan pemusatan
pikiran ini ia telah berhasil membawa kepandaian silat yang dimilikinya maju ketingkatan
yang lebih dalam.
Hawa pedang Gak Lam-kun malang melintang kemana-mana. Secara beruntun dia
sudah melancarkan puluhan jurus serangan, tapi selalu gagal untuk mendesak mundur
keenam orang lawannya walau selangkahpun. Sebaliknya jurus serangan dan tenaga
pukulan yang terpancar dari keenam orang itu kian lama kian terasa berat dan mantap.
Ke enam orang itu masing masing bertahan disuatu sudut tertentu, baik dikala
melancarkan serangan maupun disaat menahan gempuran. Mereka dapat melakukannya
dengan suatu kerja sama yang sangat rapat.
Haruslah diketahui, pertarungan antara jago lihay sering hanya berselisih kecil sekali.
Bila tenaga dalam yang dimiliki keenam orang itu digabungkan menjadi satu, sudah
barang tentu kekuatan mereka jauh lebih unggul dari pada kepandaian Gak Lam-kun.
Itulah sebabnya ditengah kepungan enam orang jago yang gencar dan rapat, untuk
sesaat lamanya Gak Lam-kun tak mampu meraih kemenangan apa-apa.
Tiga puluh gebrakan kemudian, Gak Lam-kun mulai merasa gelisah. Apalagi setelah
menyaksikan kesempurnaan tenaga dalam yangdimiiiki keenam orang itu, dimana makin
bertarung mereka semakin mantap. Rasa gelisah itu boleh dibilang lak terlukiskan dengan
kata-kata. Padahal saat itu musuh utamanya belum turun tangan. Itu berarti dia harus menyimpan
sedikit tenaga untuk menghadapi pertarungan tersebut. Andaikata ia tidak mengambil
keputusan untuk melangsungkan pertarungan kilat dikuatirkan ia tak akan berhasil dalam
waktu singkat. Berpikir demikian gerak serangannya pun segera ikut mengalami perubahan.
Secara tiba-tiba pedang kanan Gak Lam-kun bergetar keras. Jurus pedangnya
dilancarkan secara berantai, sementara telapak tangan kirinya juga berulang kali
melancarkan pukulan-pukulan angin puyuh yang dahsyat. Secara kombinasi telapak
tangan kiri dan pedang ditangan kanan melancarkan serangan secara bertubi-tubi.
Cahaya pedang bagaikan bintang perak yang bertebaran di angkasa, menyelimuti
seluruh ruangan pertarungan. Angin pukulan bagaikan taupan dahsyat menderu-deru.
Untuk sesaat suasana disekitar arena pertempuran sunngguh mengerikan sekali.
Dengan terjadinya perubahan ini, betul juga keenam orang tosu itu segera terdesak
hebat dan secara beruntun mundur kebelakang berulang kali.
Tampaknya sebentar lagi Gak Lam-kun akan meraih hasil, tiba-tiba terdengar Thian jit
ang ma membentak keras, permainan penanya turut berubah, menyusul kemudian lima


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang tosu lainnya saling bergeser. Sementara kencrengan tembaga dan pena bajanya
melancarkan serangan melewati liang luang kosong yang tersedia.
Pada mulanya masih tampak ke enam orang tosu itu menyerang dan bertahan secara
bersama, bayangan pena berkelebat kian kemari. Tapi selewatnya beberapa jurus, makin
bertarung gerakan tubuh mereka semakin cepat. Dua belas macam senjata yang berada
ditangan mereka menciptakan selapis kabut cahaya yang segera mengunci semua
serangan gencar yang dilepaskan oleh Gak Lam-kun.
Jilid 26 DENGAN cepat Gak Lam-kun berkerut kening, sambil membentak keras dia maju
melepaskan serangan berantai?".
"Sreeet! Sreeet! Sreeet?"!"
Dalam waktu singkat tiga jurus serangan telah dilancarkan, pedang itu bergerak
bagaikan naga sakti, seketika itu juga memaksa Thian-jit, Thian-gwat dan Thian-seng
terdesak mundur beberapa depa ke belakang.
Tampaknya asal Gak Lam-kun melancarkan beberapa jurus serangan lagi dia pasti akan
berhasil, tiba-tiba terdengar bentakan keras menggelegar memecahkan keheningan".
Thian sin ang ma, Thian leng ang ma dan Thian kin ang ma bersama sama memutar
senjata pena baja dan kencrengan tembaga sedemikian rupa untuk menyerang punggung
Gak Lam-kun. Si anak muda tertawa terbahak bahak, bagaikan setan gentayangan tiba-tiba badannya
tergeser ke samping, sebentar kekiri sebentar kekanan. Yaa, menghindar, yaa
menghadang yaa menerjang, seketika itu juga ke enam orang tosu itu dibikin kocar kacir
dan kalang kabut tak karuan".
Ki Li-soat dapat melihat betapa aneh dan saktinya gerakan tubuh pemuda, itu, diantara
ayunan senjata yang begitu rapatnya ternyata ia sanggup mengegos kesana kemari
dengan langkah yang lincah, kehebatannya sungguh pantas terpuji.
Dalam waktu singkat, dari posisi menyerang Ang ma jit tin telah berubah menjadi posisi
bertahan. Oleh serangan Gak Lam-kun yang membacok dari kanan menebas dari kiri ini,
mereka terdesak mundur terus berulang kali. Kencrengan tembaga dan baja mereka harus
menangkis ke kiri membendung ke kanan, tak sedikit pun mendapat kesempatan untuk
melancarkan serangan balasan.
Menyaksikan kesemuanya itu, Ki Li-soat bertambah heran, sepintas lalu dapat dilihat
kalau gerakan tubuhnya itu lihay dan mengandung perubahan yang tak ada batasnya, tapi
kalau diperhatikan langkah kakinya ternyata bagitu sederhana dan biasa.
Tiba tiba terdengar dua kali suara dengusan tertahan?".
Menyusul kemudian terdengar suara jeritan ngeri yang memilukan hati?"
Thian sin ang ma dan Thian seng ang mi tahu-tahu sudah tertusuk jalan darah
kematiannya oleh pedang Gak Lam-kun sehingga roboh tewas di tanah, sedangkan Thian
kin ang ma kena dihajar secara telak sehingga muntah darah dan roboh terkapar diatas
tanah dengan terluka parah.
Thian jit ang ma, Thian gwat ang ma dan Thian leng ang ma yang menjumpai tiga
orang rekannya kembali tewas sacara mengerikan, dengan gusar dan dendam mereka
membentak keras, pena baja serta kencrengan tembaganya diayun secara membabi buta
lalu menerjang kemuka.
Gak Lam-kun tertawa dingin, tiba-tiba pedangnya disambit kedepan. Serentetan cahaya
patih yang menyilaukan mata bagaikan sambaran petir segera meluncur kedepan?".
Dimana cahaya tajam itu menyambar lewat dua kali jeritan ngeri yang menyayatkan
hati kembali bergema memecahkan keheningan malam.
Darah segar berhamburan kemana mana. Thian gwat ang ma dan Thian leng ang ma
tahu tahu sudah tertembus oleh sambaran pedang sehingga tewas seketika itu juga.
Setengah abad malang melintang diluar perbatasan, belum pernah Thian jit ang ma
menderita kekalahan yang demikian mengenaskan seperti apa yang dialaminya saat ini.
Tidak sampai setengah jam lamanya, Ang ma jit tin yang nama besarnya sudah
menggetarkan luar perbatasan dan belum pernah terkalahkan, sudah ada aaam oraag
diantaranya yang tewas ditangan orang lain
Peristiwa ini benar-benar membuat hatinya merasa amat pedih sekali, tapi dia berilmu
tinggi tenaga dalamnya juga cukup sempurna. Sekalipun menghadapi pukulan batin yang
berat, sikapnya tak sampai terbodoh bodoh separti orang yang kehilangan sukma.
Gak Lam-kun telah tertawa dingin tiada hentinya. Setelah memandang sakejap keenam
sosok mayat yang tergeletak diatas tanah itu katanya, "Aku lihat, lebih baik kau juga
mengikuti mereka saja untuk berpulang ke akhirat!"
Seusai berkata, tiba tiba ia maju kedepan sambil melancarkan serangan, sebuah
pukulun dahsyat segera dilontarkan.
Sampai detik itu Thian jit ang ma masih berada dalam keadaan sadar, kaki kanannya
segera maju setengah langkah kedepan, badannya berputar kencang lalu kencrengan
tembaganya digetarkan ke atas, dengan jurus ing hong toan cau (menyongsong angin
memotong rumput) dia bacok lengan musuh.
Gak Lam knn tersenyum sinis, kaki kirinya segera berputar dan mundur beberapa depa
ke belakang, sepasang telapak tangannya digerakkan silih berganti, dalam waktu singkat
dia telah melancarkan empat buah pukulan dahyat bahkan serangan yang jaun lebih
dahsyat daripada serangan yang lalu.
Thian jit ang ma mengerahkan tenaganya ke dalam pena baja kencrengan tembaganya.
Dengan menciptakan setengah lingkaran bianglala berwarna perak membendung keempat
buah serangan tersebut, setelah itu dia balas melancarkan tiga buah tusukan dengan pena
baja itu. Tapi sayang semua serangannya itu berhasil dipunahkan oleh pukulan pakulan yang
dilancarkan Gak Lam-kun.
Pada waktu itu Thian jit ang ma baru dapat merasakan betapa sempurnanya tenaga
dalam yang dimiliki Gak Lam-kun, diam diam ia lantas menghimpun tenaganya manjadi
satu. Kali ini dia tidak berebut untuk melancarkan serangan lagi, melainkan hanya siap
menanggap dengan ketenangan bagaikan batu karang.
Gak Lam knn segera tertawa keras katanya, "Ilmu silatmu memang benar benar lebih
tinggi daripada mereka. Sambutlah beberapa jurus seranganku ini lagi!"
Selesai berkata kakinya melangkah ke tiong-kiong dan mendesak maju ke muka.
Thian jit ang ma segera menggetarkan senjata penanya melakukan serangan dengan
jurus Hui pau liu suan (air terjun mengalir ke mata air), mata pena menusuk dada dari Gak
Lam-kun sementara kencrengan tembaganya dengan jurus su hoa cun hi (hujan rintik
diatas bunga) menyapu bagian bawah lawan.
Tapi dibawah serangan pena baja dan kencrengan tembaga itu masing masing justru
tersembuyi sejurus perubahan To coan-im yang (membolak balikkan im yang) yang maha
dahsyat. Asal Gak Lam-kun menghindarkan diri dari serangan itu, dia akan segera merubah
tusukkannya menjadi sapuan, kemudian dari sapuan berubah menjadi tusukan. Kedua
duanya bisa menyerang bersama secara kombinasi.
Siapa tahu Gak Lam-kun sama sekali tidak menghindarkan diri dari ancaman pena mau
pun kencrengan tersebut, telapak tangan kirinya direntangkan lalu diayun ke muka.
Setelah memaksa gerak pena dan kencrengan itu tersumbat ditengah jalan, telapak
tangannya dengan jurus Ci kou thian bun (menyembah-pintu langit) membacok batok
kepala lawan. Didalam serangannya ini, Gak Lam-kun telah mempergunakan empat bagian tenaga
dalamnya, kehebatannya luar biasa. Thian jit ang ma hanya merasakan tekanan yang
maha dahsyat menindih dadanya, terpaksa ia tarik kembali serangannya sambil melompat
mundur sejauh lebih kurang tujuh depa ke belakang.
Gak Lam-kun segera mengikuti gerakan tersebut mengejar ke muka. Sepasang telapak
tangannya melancarkan serangan secara beruntun, angin pukulan menderu deru. Makin
lama serangannya semakin gencar, beberapa jurus kemudian tenaga serangan yang maha
dahsyat itu sudah melanda hampir tujuh kaki lebih.
Thian jit ang ma telah mengerahkan segenap tenaga murni yang dimilikinya ke dalam
pena baja serta kencrengan tembaga tersebut. Diantara kilatan cahaya tajam yang
berkilauan, terkandung angin pena dan angin kencrengan yang sangat kuat. Sepintas lalu
kedua orang itu tampak seperti saling menggunakan kepandaian saktinya untuk
menguasai keadaan. Sesungguhnya dibalik serangan demi serangan tersebut justru terjadi
saling adu kekuatan yang mengerikan.
Bukan saja di dalam serangan telapak tangan dan pedang itu mengandung perubahan
perubahan jurus yang mematikan, bahkan terkandung pula tenaga serangan yang maha
dahsyat. Empat belas gebrakan kemudian, Thian jit ang ma sudah merasa keteter hebat dan tak
sanggup untuk bertahan terus. Dia merasa tenaga pukulan yang terpancar dari balik
telapak tangan Gak Lam-kun itu makin lama semakin ganas. Jurus serangan yang
digunakan juga makin lama semakin aneh ternyata dia sudah didesak sehingga tak
sanggup lagi untuk mengendalikan keadaan.
Mendadak?". terdengar dengusan tertahan berkumandang memecahkan keheningan.
Kemudian terlihatlah Thian jit ang ma dengan wajah hijau membesi, senjata penanya
terkulai ke bawah, kencrengan tembaganya terlempar ditanah, tubuhnya berdiri kaku dua
kaki jauhnya diri sisi kalangan tersebut.
Sikap Gak Lam-kun sendiri amat santai, dengan sinar mata memancarkan sinar tajam
yang menggidikkan hati katanya dengan suara sedingin salju.
"Sekarang aku tak akan membinasakan dirimu. Sekarang cepat kembali ke kuil dan
beritahu kepada Tiang pek sam him, pada kentongan kedua nanti aku Gak Lam-kun akan
naik ke kuil untuk meminta orang"
Thian jit ang ma mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. "Haa" haa" haa"
bagus. bagus sekali. Dendam kesumat dan hutang darah ini pasti ada orang yang akan
memperhitungkannya denganmu!"
Seusai berkata, sambil menahan rata sakit akibat luka yang dideritanya itu, Thian jit
ang ma segera berangkat menuju kearah utara.
Menanti bayangan tubuh orang itu sudah lenyap dari pandangan mata, Ki Li-soat baru
pelan-pelan berjalan menghampirinya, katanya sambil tersenyum. "Kini Ang ma jit tin
sudah tewas enam orang itu berarti kekuatan Ngo kok koan yang sesungguhnya telah
lenyap separuh bagian besar"
"Nona Ki!" tanya Gak Lam-kun kemudian, "bagaimanakah pendapatmu tentang ilmu
silat yang dimiliki Sam Him jika dibandingkan dengan Ang ma jit tin?"
"Tentu saja jauh lebih tinggi dari ketujuh orang itu. Cuma sampai dimanakah
kelihayannya aku sendiripun kurang begitu jelas"
Gak Lam-kun segera menhela napas panjang. "Dengan kepandaian silat yang dimiliki Ji
Cin-peng pun nyatanya dia berhasil ditawan oleh mereka, aku rasa Tiang pek sam him
(tiga beruang dari bukit Tiang pek) sudah pasti merupakan manusia-manusia yang tak
dapat dianggap enteng!"
Diiringi belian napas panjang, berangkatlah ketiga orang itu meneruskan kembali
perjalanannya, menuju ke arah utara.
Setelah melewati tujuh delapan bukit yang tinggi, waktupun menunjukkan permulaan
kentongan yang pertama.
Agaknya Ji Kiu liong sudah tidak sabar lagi tidak tahan dia lantas bertanya, "Enci Ki,
sebenarnya kuil Ngo kok koan itu terletak di mana" Masih jauhkah letaknya dari sini?"
"Itu dia, diatas puncak bukit yang sangat tinggi itu!" jawab Ki Li-soat sambil menuding
bukit paling tinggi yang berada di sebelah barat laut itu.
Gak Lam-kun mencoba untuk mengerahkan ketajaman matanya dan memeriksa
keadaan disana. Tampak bukit yang berserakan di sekitar sana amat banyak. Dibawah
sinar rembulan tampak salju yang putih menyelimuti hampir seluruh pemukaan tanah,
bahkan pada puncak bukit itu seperti terselimuti oleh selapis kabut yang tebal sekali.
Setelah perjalanan dilanjutkan kembali beberapa saat lamanya, sampailah mereka di
depan mulut bukit tersebut.
Gak Lam-kun kembali memeriksa keadaan sekitar perbukitan itu. Dia menjumpai bahwa
mulut masuk ke bukit itu merupakan selat sempit yang diapit oleh dua buah bukit. Dinding
karang yang terjal dan licin itu mencapai ketinggian ratusan kaki lebih dan memanjang
kearah barat. Ditengahnya terpentang sebuah selat sempit yang luasnya paling banter dua
kaki. Gak Lam-kun dapat merasakan betapa berbahayanya tempat tersebut, apalagi dinding
tebing yang licin dan terjal itu hakekatnya halus seperti cermin dan sama sekali tiada batu
yang menonjol maupun pohon yang tumbuh disana.
Selain daripada itu makin menjorok kedalam, selat itu semakin sempit. Tiga puluh kaki
kemudian tiba-tiba selat itu berbelok ke arah kiri sehingga tidak diketahui berapa panjang
sesungguhnya selat sempit itu.
Dengan situasi medan semacam ini, seandainya ada musuh yang bersembunyi diatas
dinding bukit dikedua belah sisi selat, baik mereka mau menyerang secara tersembunyi
atau terang terangan, tidak gampang bagi mereka untuk meloloskan diri.
Maka Gak Lam-kun segera maju ke depan lebih duluan untuk membuka jalan. Setelah
melewati lima puluh kaki lebih dan berbelok ke sebelah kiri, tampaklah dinding bukit di
kedua belah sisi jalan itu makin tinggi. Keadaan medanpun semakin berbahaya.
Kurang lebih seperempat jam kemudian, merekapun baru berhasil keluar dari daerah
berba-haya yang ratusan kaki panjangnya itu tanpa mendapat serangan dari lawan.
Sesudah keluar dari lembah itu pemandangan yang terbentang didepan matapun
kembali berubah. Tampak sebuah bukit tinggi yang menjulang ke angkasa berdiri angker
ditengah kegelapan malam.
Didepan puncak tinggi itu merupakan sebuah tanah datar yang beberepa ratus hektar
luasnya. Lapangan itu dikelilingi tebing yang terjal tapi tidak setinggi puncak utama
tersebut. Sayang malam itu sangat gelap sehingga yang bisa dilihat hanya garis besarnya
saja. Mendadak dari arah depan meluncur datang empat sosok bayangan manusia. Belum
lagi sampai ditempat tujuan, salah seorang diantaranya sudah berteriak lebih dulu dari
kejauhan, "Apakah yang berada didepan adalah orang she Gak?"
Gak Lam-kun tertawa terbahak bahak, "Haa" haa" haa" benar! Kalian berpesan
kepada Tiang pek sam him agar membuat persiapan yang lebih matang lagi"
Salah seorang diantara keempat orang itu kembali berseru dengan suara dingin, "Jika
ingin berkunjung ke kuil Ngo kok koan, harap mengikuti kami"
Selesai berkata mereka berempat segera membalikkan badan dan berlarian kembali
dengan kecepatan tinggi.
Gak Lam-kun, Ki Li-soat dan Ji Kiu liong memang merupakan jago jago yang bernyali
besar dan berilmu tinggi. Dengan cepat mereka mengikuti di belakang dengan ketat.
Sesudah melalui jalan gunung yang sempit mereka mendaki terus lebih keatas. Pada
mulanya meski medan amat berbahaya, masih ada jalan setapak yang dapat dilalui. Akan
tetapi semakin naik keatas, keadaannya semakin berbahaya. Satelah berada pada
ketinggian empat ratus kaki, jalan setapak itu boleh dibilang telah terputus sama sekali.
Sambil melakukan perjalanan dengan gerakan tepat. Ki Li-soat segera menuding
kedepan sambil berseru.
"Dibelakang hutan sana adalah telaga langit dari bukit Tiang pek san"."
Dibawah sebuah tebing curam benar juga Gak Lam-kun menemukan sebuah telaga
yang besar Bagaimana pun juga Ji Kiu liong masih kekanak-kanakan, buru-buru serunya
keherenan, "Telaga langit" Apakah telaga langit itu?"
Ki Li-soat berpaling dan memandang sekejap kearah pemuda itu, kemudian katanya,
"Konon menurut dongeng, pada suatu hari putri kaisar Thian tee telah turun dari
kahyangan, untuk menolong meringankan kerisauan umat manusia di alam semesta ini.
Diapun mencabut tusuk kondenya dan membuat sebuah garis lingkaran dipuncak bukit ini,
seketika itu juga tanah diperbukitan ini tenggelam dan muncul sumber air yang menutupi
tanah ledakkan tersebut. Sehabis mandi di telaga itu putri Thian tee baru kembali ke
kahyangan. Semenjak itulah telaga ini dinamakan telaga langit telaga ini merupakan suatu
tempat indah yang amat terkenal dinegeri kita ini"
Selesai mendengar cerita itu, Ji Kiu liong baru manggut-manggut tanda mengerti.
Maka Gak Lam-kun, Ki Li-soat dan Ji Kiu liong segera melanjutkan kembali
perjalanannya ke depan.
Setelah melewati hutan yang gelap gulita didepan mereka terbentanglah suatu dunia
lain yang sangat indah.
Empat penjuru bukit yang mengitari sana dilapisi oleh salju putih yang tebal. Angin
dingin yang berhembus lewat serasa menyayat badan.
Bila seseorang tidak memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna, jangan harap
mereka bisa melewati tempat itu.
Sesudah melewati padang salju yang tebal mereka harus mendaki lagi sebuah tebing
vang curam sebelum akhirnya tiba di puncak bukit tersebut, sementara itu waktu telah
menunjukkan kentongan kedua.
Sekali lagi Gak Lam-kun memperhatikan situasi diatas puncak bukit itu".
Tampak olehnya, kuil Ngo kok koan yang merupakan tempat paling berpengaruh dan
menakutkan bagi orang orang diluar perbatasan itu bertengger diatas puncak bukit,
bangunan itu berdiri dengan menempel padi dinding bukit yang terjal, bangunan ini
berbeda sekali dengan bangunan kuil yang lainnya. Rumah dibangun bersusun susun
dengan amat menterengnya, daripada disebut kuil, tempat itu lebih mirip kalau dikatakan
sebagai suatu perkampungan.
Tiba tiba terdengar tiga kali bunyi tambur berkumandang memecahkan keheningan.
Menyusul kemudian terdengar bunyi genta bertalu-talu dan memekakkan telinga, tapi
sembilan kali kemudian genta itupun berhenti berbunyi suasanapun pulih kembali dalam
keheningan. Lama sekali setelah tambur dan genta berkumandang tadi, tiba-tiba muncul seseorang
pendeta baju putih dengan langkah targesa-gesa, kemudian ia membisikkan sesuatu
kepada keempat orang itu.
Mendengar bisikan tadi, keempat orang pendeta tersebut segera masuk kedalam kuil
dengan langkah tergesa-gesa.
Sedangkan pendeta berbaju putih tadi segera menjura kepada Gak Lam-kun sekalian
lalu katanya sambil tertawa. "Kami tidak menyangka akan kedatangan beberapa orang
tamu yang datang dari jauh. Bila penyambutan kami kurang menyenangkan, harap kalian
sudi memaafkan, sekarang silahkan kalian masuk kekuil dan menunggu sebentar"
Gak Lam-kun bertiga sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun, dengan


Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berjajar tiga mereka mengikuti dibelakang pendeta penerima tamu berbaju putih itu.
Dibalik pagar pekarangan yang tinggi, selain bangunan rumah yang didirikan melingkari
bukit disanapun terbentang sebuah tanah lapang yang sangat luas, dibawah sinar
rembulan tampak bayangan manusia berkelebat kesana kemari.
Walaupun sepintas lalu mereka tampak seperti hwesio, tapi dandanan maupun warna
pakaian yang dikenakan berbeda-beda. Bila dilihat dari langkah mereka yang tergesa-gesa
tampaknya mereka sedang repot sekali, tapi semuanya membungkam dan tak seorangpun
yang berbicara. Masing-masing mengambil jalannya sendiri sendiri seperti satu sama
lainnya adalah orang asing.
Sepanjang jalan Gak Lam-kun bertiga entah sudah bertemu dengan berapa banyak
hwesio, tapi semuanya hanya memandang sekejap kearah beberapa orang itu dengan
pandangan dingin, tidak menegur tidak menyapa bahkan ada pula diantaranya yang
melirik sekejappun tidak.
Situasi yang serba dingin dan aneh ini dengan cepat menciptakan semacam suasana
yang misterius, tegang dan penuh keseraman, membuat seseorang merasa seakan-akan
dirinya berada dalam neraka.
Baik Gak Lam-kun maupun Ki Li-soat, ke dua duanya adalah jago persilatan yang sudah
lama malang melintang didunia. Pertarungan apapun, tempat macam apapun sudah
banyak yang dilihat, tapi sekarang tak urung juga timbul perasaan bergidik dihati mereka.
Mereka semua merasa bahwa lembah ini penuh diliputi hawa setan yang mengerikan
membuat orang tidak tenang terutama Gak Lam-kun yang sangat menguatirkan
keselamatan Ji Cin peng, hatinya merasa gelisah cemas dan tak karuan.
Pendeta penerima tamu berbaju putih itu membawa mereka menuju ke sebuah
ruangan disebelah kiri kuil.
Ruangan itu agaknya khusus digunakan un tuk menyambut kedatangan tamu, baik
dekorasi maupun perabotnya amat bersih dan indah.
Waktu itu udara sangat bersih tiada awan diangkasa, rembulan bersinar lembut diatas
awang-awang dan menyorokan sinarnya menembusi jendela menerangi ruangan.
Ketika cahaya lentera didalam ruangan itu tertimpa sinar rembulan, jilatan apinya
segera berubah menjadi kehijau-hijauan.
Tiba tiba pendeta penerima tamu berbaju putih itu berpaling dan memandang sekejap
kearah Ki Li-soat. Ia saksikan perempuan itu duduk di samping Gak Lam-kun dengan
senyuman dikulum dibawab sinar lentera wajahnya kelihatan amat cantik mempersonakan
hati. Untuk sesaat lamanya ia menjadi tertegun.
Tiba tiba Ji Kiu liong mendengus dingin, kemudian serunya dengas suara lantang.
"Sialan, memangnya Tiang pek sam him sudah mampus semua" Kenapa sampai sekarang
belum datang juga?"
Mendengar perkataan itu, paras muka si pendeta penerima tamu berbaju putih itu
segera be-rubah hebat, kemudian sambi! tertawa seram teriaknya. "Bocah keparat,
mulutmu kotor dan tak tahu sopan, sebentar akan kusuruh kau mampus tanpa tempat
kubur" oooOooo JI KIU LIONG tertawa dingin. "Hee" hee" hee" setelah kami berani kemari, itu berarti
mati hidup sudah bukan masalah lagi. Suhu, berapa usiamu tahun ini?"
Sambil berkata selangkah demi selangkah dia maju kedepan menghampiri pendeta
tersebut. Ketika dilihatnya pihak lawan tak lebih cuma seorang kanak-kanak, pendeta penerima
tamu berbaju putih itu sama sekal tidak memikirkannya dihati, sahutnya dingin. "Tahun ini
aku berusia empat puluh tujuh tahun.
"Kalau begitu hari ini ditahun depan adalah ulang tahun pertama dari kematianmu!"
sambung Ji Kiu liong lagi.
Mendadak sepasang tangannya dirapatkan menjadi satu kemudian didorong ke depan,
segmung tenaga pukulan yang maha dahsyat dengan cepat meluncur ke depan.
Pendeta penerima tamu berbaju putih itu tertawa seram, ia berdiri dengan telapak
tangan tunggal lalu diayun kebawah sekuatnya, angin pukulan segera berhembus lewat
menyongsong datangnya ancaman yang dilancarkan oieh Ji kiu liong tersebut.
"Blaaaam"!"
Dengan cepat dua gulung tenaga pukulan itu bertemu menjadi satu menimbulkan
ledakan dahsyat, sekujur badan pendeta itu segera bergetar keras lalu terdorong lima
langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Kali ini dia benar-benar merasa terperanjat sekali, mimpipun tidak disangka olehnya
kalau bocah cilik itu memiliki tenaga dalam yang sedemikian sempurnanya.
Tiba-tiba ia melihat senyuman dingin dari Ki Li-soat yang begitu dingin dan sinis diujung
bibirnya. Tiba-tiba saja pendeta baju putih penerima tamu itu dan malunya menjadi gusar,
sambil meraung keras dia mendesak ke depan dengan langkah lebar, kemudian dengan
jurus-jurus To pit hoa san (membacok runtuh bukit Hoa san) telapak tangan kanannya
langsung dihantamkan ke atas ubun ubun Ji Kiu liong.
"Ci Seng, tahan!" mendadak seseorang membentak dengan suara lantang.
Sepertu sambaran kilat seorang pendeta berbaju hijau berkelebat masuk ke dalam
ruangan. Sementara itu, si pendeta penerima tamu itu telah menghimpun tenaga dalamnya
sebesar dua belas bagian untuk menghantam tubuh Ji Kiu liong. Ketika mendengar
peringatan tersebut, ia sudah tak kuasa untuk menahan serangannya lagi, angin pukulan
yang dahsyat segera meluncur ke depan dan menumbuk tubuh Ji Kiu liong.
Terdengar Gak Lam-kun mendengus dingin telapak tangan kirinya segera dikebaskan
ke muka. Suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang di dalam ruangan itu.
Tubuh si pendeta penerima tamu berbaju putih itu segera mencelat ke tengah udara,
kemudian seperti layang-layarg yang putus benang, tubuhnya meluncur keluar pintu.
Tampaknya ilmu silat yang dimiliki pendeta baju hijau yang sedang melayang masuki
dari luar ruangan itu tinggi sekali. Ketika tubuh si pendeta penerima tamu yang tinggi
besar itu meluncur ke muka dan menumbuk ke arahnya, dia segera mundur setengah
langkah ke belakang, telapak tangan kirinya melepaskan satu pukulan kedepan, sementara
tangan kanannya menyambar bahu kanan pendeta tadi.
Ketika memeriksa keadaannya, tampak pendeta penerima tamu itu sudah mati dalam
keadaan mengerikan. Sepasang matanya membalik ke atas dan darah mengucur keluar
dari panca indranya.
Menyaksikan kematian yang begini mengenaskan dari Ci Seng hwesio, paras maka
pendeta berbaju hijau itu segara menampilkan suatu perubahan yang sangat mengerikan
dengan cepat dia mendongakkan Kepalanya dan melotot ke wajah Gak Lam-kun, Ki Li-soat
serta Ji Kiu Liong bertiga.
Sementara itu, Ki Li-soat sendiripun menampilkan sikap yang tercengang dan
keheranan, segera bisiknya, "Gak siangkong, itukah pukulan Hud keng ciang (pukulan
Kebutan maut)?""
Gak Lam-kun segera tersenyum "Oooh" itulah pukulan yang baru saja berhasil
kupahami. Sungguh tak kusangka sama sekali kepandaian ilmu pukulan yang demikian
tinggi dan hebatnya ini berhasil kupahami didalam keadaan seperti ini"
Ternyata ilmu pukulan Hud keng ciang itu merupakan suatu ilmu pukulan maha sakti
yang telah menggetarkan dunia persilatan pada ratusan tahun berselang. Ilmu pukulan itu
ciptaan seorang jago persilatan kenamaan yang waktu itu disebut Ku Yang cu.
Sesungguhnya ilmu pukulan itu maha dahsyat, bahkan bila dibandingkan dengan Bok
sian ciang dari kaum agama to pun jauh lebih hebat dan luar biasa.
Terutama sekali waktu dikibaskan keluar sana sekali tidak menimbulkan desingan suara
apa apa. Akan tetapi begitu bertemu dengan tenaga pukulan lawan, maka segera
timbullah suatu tenaga pantulan yang luar biasa dahsyatnya.
Yang lebih istimewa lagi adalah ilmu pukulan semacam itu dapat memancing tenaga
pukulan yang dilancarkan lawan untuk berbalik menumbuk tubuhnya sendiri, sehingga
orang tidak akan menyangka sampai kesitu?"
Dengan kehebatan serta keistimewaan semacam itu, mana mungkin pendeta penerima
tamu itu sanggup menahan pukulan hud heng ciang dari Gak Lam-kun" Kontan saja
seluruh nadi penting didalam tubuhnya putus dan hancur, tidak sempat merintih sepatah
katapun jiwanya sudah keburu melayang dulu meninggalkan raganya.
Lama sekali pendeta berbaju hijau itu berdiri termangu-mangu, kemudian setelah
menyingkirkan mayat sipendeta penerima tamu itu kesamping dia merangkap tangannya
didepan dada seraya berkata, "Ilmu silat yang cisu miliki benar-benar sangat lihay, siapa
suruh pendeta penerima tamu itu punya mata tak berbiji dan mencari kematian buat
dirinya sendiri. Kini Koancu kami menyuruh aku mengundang kehadiran saudara sekalian
untuk berjumpa diistana Tiang seng tian"
Ternyata pendeta berbaju hijau itu adalah searang pembantu dari Tiang pak sam him,
ilmu silatnya sangat lihay. Ketika menyaksikan ilmu pukulan Hud keng ciang yang
dilancarkan Gak Lam-kun tadi dia sadar bahwa ilmu silatnya masih jauh sekali bila
dibandingkan kepandaian orang, maka dia menekan kobaran api dendamnya serta
menanggapi sebagaimana mestinya. Boleh dibilang pendeta ini cukup licik dan tahu diri
sehingga pandai mengikuti perkembangan situasi.
Gak Lam-kun berpaling dan memandang sekejap ke arah Ki Li-soat, kemudian pelanpelan
bangkit bersama dan mengikuti di belakang pendeta berbaju hijau itu keluar dari
rumah itu Setelah melewati sebuah tanah lapang mereka menelusuri sebuah jalan beralaskan
batu putih dan menuju ke dalam sana.
Jalan setapak itu mengitari banguna rumah dan berliku-liku menuju ke dalam sana.
Sesudah melewati beberapa kali tikungan, pemandangan kembali berubah. Tampak
pohon siong raksasa yang tinggi dikedua belah tepian jalan. Dibawah sinar rembulan
tampaklah diujung pohon siong itu berdiri sebuah bangunan yang amat besar dan megah.
Dari kejauhan tampaklah bangunan itu bermandikan cahaya lampu. Bayangan manusia
bergerak kesana kemari tetapi tidak kedengaran suara sedikitpun.
Pendeta berbaju hijau itu membawa Gak Lam-kun sekalian langsung menuju ruang
tengah. Bangunan istana itu seluruhnya terbuat dari batu hijau yang keras, tingginya mencapai
tiga kaki dan terdiri dari dua belah bilik. Dalam ruangan tengah terdapat tiga puluh enam
buah lilin besar yang memancarkan sinar terang. Suasana amat terang benderang
bagaikan ditengah hari saja.
Kedua belah sisi ruangan itu berdiri berjajar dua baris pendeta dan memanjang sampai
ke dinding sebelah belakang sana. Diujung ruangan terdapat sebuah mimbar yang terbuat
dari batu dengan bentuk sekuntum bunga teratai. Di atas mimbar berbentuk teratai itu
berdiri tegak tiga orang manusia.
Yang berada ditengah adalah seorang manusia aneh yang jangkung dan ceking. Di
sebelah kanannya seorang kakek aneh berbulu emas yang ceking dan kecil, sedangkan
disebelah kiri berdiri seorang Touto (hwesio yang memelihara rambut) berwajah bengis
dan bertubuh gemuk seperti sebuah tong.
Mereka bertiga bukan lain adalah Tiang pek-sam-him (tiga buruang dari bukit Tiang
pak) yang amat termashur namanya didalam dunia persilatan itu.
Gak Lam-kun belum pernah bersua dengan Tiang pek sam him, akan tetapi setelah
menyapo sekejap ketiga orang itu dengan pandangan tajam, hatinya kontan saja bergetar
keras, pikirnya, "Kelihatannya Tiang pek sam him tak bisa disamakan dengan umat
persilatan pada umumnya. Mereka rata-rata berwajah sangar dan keras, jelas tenaga
dalamnya lelah mencapai pada puncak kesempurnaan yang luar biasa sekali. Aku musti
berhati hati, bisa jadi kalau terlalu gegabah malah akan merugikan diriku sendiri".
Dibelakang Tiang pek sam him, yakni di setengah lingkaran belakang bunga teratai
besar itu berdiri berjajar dua belas orang pendeta berbaju hijau.
Usia mereka rata-rata diantara lima puluh tahunan. Sinar matanya tajam dan keningnya
pada menonjol keluar. Jelas tenaga dalam yang mereka miliki amat sempurna.
Ternyata kawanan pendeta berbaju hijau itu adalah para Hu hoat taysu (pendeta
pelindung) yang berada dalam Ong kok koan. Ilmu silat mereka rata-rata sudah mencapai
pada puncak kesempurnaan, bahkan kehebatannya sama sekali tidak berada dilawan Ang
ma jit tin. Pendeta berbaju hijau itu segara maju kedepan selangkah lebih cepat, kemudian
memberi hormat sambil berkata. "Tiga orang yang menerobos wilayah suci kuil kita telah
mengikuti tecu masuk ruangan!"
Ong kok bim cun (Rasul beruang dari kuil Ong kok koan) mengalihkan dulu sorot
matanya untuk memandang sekejap ke wajah Gak Lam-kun, kemudian sinar mata itu
beralih pula ke tubuh Ki Li-soat, setelah itu baru katanya sambil tertawa dingin, "Ada
urusan apa kalian berkunjung ke tempat kami" Silahkan mengemukakan maksud tujuan
kalian!" Sikapnya amat angkuh dan tinggi hati, suaranya dingin bagaikan es, sungguh amat tak
sedap dipandang maupun didengar.
Gak Lam-kun merasa kheki sekali, tapi ia berusaha keras untuk menahan diri, sahutnya
kemudian dengan lantang, "Tanpa urusan tak akan kami ganggu ketenangan kalian. Aku
hanya ingin bertanya ketika beberapa hari berselang kalian mengnjungi wilayah Tionggoan
dan membasmi perguruan Panah Bercinta konon ketua perguruan itu sudah kalian tawan.
Hari ini aku sengaja datang kemari untuk meminta kembali orang itu"
Belum lagi Ong kok him cun sempat menjawab, Im yang him (beruang banci) yang
berada disebelah kiri itu sudah tertawa dingin sambil mengejek, "Minta orang" Hee" hee"
hee" kau anggap begitu gampang?"
Paras muka Gak Lam-kun segera berubah hebat, serunya dengan penuh kegusaran,
"Bila kalian tidak segera menyerahkan ketua dari perguruan Panah Bercinta itu kepadaku,
jangan salahkan kalau segera kubasmi kuil Ong kok koan kalian ini sehingga rata dengan
bumi" Kendengar ucapan tersebut, Ong koh him cun segera tertawa terbahak bahak. "Haa"
haa" haa" Sejak dulu sampai sekarang kau boleh dianggap sebagai orang perta
Bara Naga 9 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Pendekar Laknat 7
^