Pencarian

Misteri Bayangan Setan 11

Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 11


n keluar berturut turut mengirim tujh buah serangan sekaligus.
Dalam sekejap mata cahaya kebiru biruan memancar
memenuhi empat penjuru, hawa pedang simpang siur tiada hentinya, seketika terbentuklah selapis cahaya yang rapat dan kuat.
Walaupun Hu Sang Popo sudah kerahkan seluruh tenaga selama beberapa saat pun susah baginya untuk terjang hancur kurungan bayangan pedang itu.
Tapi dengan ketajaman mata si nenek tua itu, sejak semula ia telah menemukan jika Tan Kia-beng sudah tidak tahan lagi, bila diperpanjang lebih lama lagi maka ia bakal rubuh dengan sendirinya.
Tak kuasa lagi nenek tua itu dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Apakah kau sampai saat ini masih belum suka menyerah kalah dengan hati rela" Haruslah kau ketahui untuk merajai Bulim bukanlah suatu pekerjaan yang amat gampang."
Tan Kia-beng benar-benar amat mendongkol, sepasang matanya memancarkan cahaya tajam. Sreet sreeet! Ia mengirim dua buah babatan dahsyat ke depan.
"Kau jangan bermimpi disiang hari bolong" bentaknya keras. "Asalkan siauw ya mu masih bisa bernapas, aku tak bakal menyerah kalah kepadamu."
"Bangsat cilik, sungguh kau barnyali. Lihat saja aku segera akan bereskan dirimu."
"Jika punya nyali ayoh cobalah, siauw ya tak bakal jeri terhadap dirimu."
Dalam pembicaraan masing-masing pihak kembali saling menyerang dan bertahan sebanyak tiga puluh jurus.
Walaupun keadaan dari Tan Kia-beng pada saat ini amat kritis seperti berada diujung tanduk, tapi iapun sadar seberapa dahsyatnya ilmu pedang Sian Yen Chiet Can yang diandalkan.
Perduli Hu Sang Popo melancarkan serangan seberapa dahsyatpun dengan sedikit dipaksa ia masih bisa
memunahkannya. oleh karena itu untuk beberapa saat Hu Sang Popo tak dapat mengapa apakan dirinya.
Pada saat ini orang yang paling gelisah adalah Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci. Walaupun mereka melihat dengan mata kepala senTan Kia-beng sipujaan hatinya kena terdesak oleh Hu Sang Popo tapi tak punya kekuatan untuk memberi bantuan. Mereka berdua tahu bahwa tenaga lweekang yang
mereka miliki masih amat cetek. sekalipun turun tanganpun hanya mendatangkan kerepotan saja dan memecahkan
perhatian sang pemuda.
Oleh karena itu kedua orang gadis tersebut hanya bisa berdiri disamping kalangan dengan hati gelisah.
Tiba-tiba berubah menghebat kembali dan situasi berhasil diatasi, mereka baru merasa hatinya rada lega.
Hu Sang Popo yang terang terangan dapat melihat Tan Kia-beng menderita luka parah ia anggap dengan mudahnya berhasil memusnahkan pemuda tersebut siapa nyana
walaupun sudah diserang beberapa saat lamanya walaupun pihak lawan kelihatan sangat ngotot tapi tidak berhasil juga baginya untuk memecahkan pertahanan pedangnya yang rapat, diam-diam hatinya merasa terperanjat dan rasa kagum terhadap pemuda she Tan inipun semakin menebal.
Walaupun sedetik, semenit berlalu dalam ketegangan, ketika itu siang hari sudah tiba. Sang surya memancarkan cahaya keemas emasan mencoroti wajah Tan Kia-beng yang pucat pasi bagaikan mayat. Butiran keringat sebesar kacang kedelai sebutir demi sebutir menetes keluar membasahi keningnya.
Ia mulai merasa kepalanya pening jantung berdebar keras.
dan pemuda ini mulai sadar bila hawa murninya sudah menemui kerusakan hebat, hal ini jelas bisa dibuktikan dari panjang pendeknya cahaya pedang yang berhasil ia pancarkan keluar dari ujung pedang pusaka Kiem Ceng Giok Hun Kiam tersebut.
Tetapi, sesuatu keinginan untuk menyambung hidup
membuat ia selalu bertahan, ia tetap menaga ilmu pedangnya sampai kacau bahkan sejurus demi sejurus ia semakin
mendesak. Cuma saja cahaya pedang yang dipancarkan keluar pun makin lama semakin kecil, semakin pendek.
Ketika itulah dengan suara yang serak seperti gembrengan bobrok Hu Sang Popo kebali ***!
"Eee bangsat cilik! asalkan kau suka menyanggupi untuk bekerja sama dengan pihak Isana Kelabang Emas kami, aku segera akan tinggalkan satu nyawa buat dirimu."
"Kentutmu! kau sedang bermimpi di siang hari bolong!"
teriak Tan Kia-beng keras, ia betul-betul amat gusar.
Sreeet! Sreeet! cahaya pedang kembali berkelebatan memenuhi angkasa, seketika itu juga lingkaran penyerangpun semakin luas hingga mencapai jarak dua kaki.
"Heee.... heee.... heee.... bangsat cilik. aku lihat kau betul-betul keras kepala" bentak Hu Sang Popo sambil tertawa seram. Dengan tiada sayang sayangnya kau serang aku" tapi kau lupa bahwa hawa murni yang kau miliki makin lama semakin habis, sampai waktunya aku tidak usah turun tangan lagi kaupun tak tak bukan lolos dari kematian. aku cuma merasa sayang kepandaian silat yang kau dapatkan dengan susah payah, harus musnah di tempat ini berunding secara baik-baikpun masih bisa, apa kau anggap aku benar-benar tidak cara untuk membereskan dirimu?"
Pada saat itulah mendadak dari tempat kejauhan
berkumandang keras datang suara seseorang yang segera menyambung perkataan dari si nenek tua itu, "Loohu bo! kau sungguh tidak tahu malu, mendesak-desak seorang angkatan muda sampai sebegitu rupa.... Hmmm! terhitung enghiong macam apakah kau".
Pek Ih Loo sat yang mendengar perkataan itu hatinya jadi kegirangan setengah mati tak kuasa lagi ia berteriak keras,
"Su Gien Popok! kau cepat bantu dirinya usir pergi si nenek setan itu, ia sudah terluka parah!"
Dalam waktu yang amat singkat itulah si Su Gien dengan ujung baju berkibar tertiup angin tahu-tahu sudah tiba di depan Tan Kia-beng serta Hu Sang Popo.
"Tahan!" bentaknya keras.
Sreet! segulung hawa khei kang yang amat santar langsung menggulung tubuh si nenek tua itu.
"Hmmm! kutu busuk, kaupun ingin cari mati!" teriak Hu Sang Popo seraya tertawa dingin.
Ujung jubahnya segera digetarkan ke depan menyambut datangnya hawa khei kang yang dibabat keluar oleh Su Gien tadi.
Braaak! suara ledakan keras bergema memecahkan
kesunyian, tubuh Hu Sang Popo kena terpukul mundur delapan depa ke belakang, air mukanya berubah hebat.
Sedangkan Su Gien sendiri pundaknya hanya bergoyang keras lalu mundur dua langkah ke belakang tapi ia tahu kesempatan untuk memperoleh kemenangan justru terletak pada saat ini.
Badannya segera maju lagi ke depan.
"Terima lagi serangan dari aku sikutu buku!" bentaknya keras.
Sepasang telapak dibalik, segulung hawa pukulan Khie kang laksana angin puyuh secara samar-samar mengandung tenaga tekanan yang sangat kuat menghajar kemuka.
Dalam bentrokan tadi ia tahu bahwa tenaga lweekang si nenek tua ini sudah banyak berkorban, karena dalam
pukulannya kali ini ia sudah mengerahkan seluruh tenaga lweekang hasil latihan selama puluhan tahun ini.
"Braaak!" sekali lagi kedua gulung tenaga pukulan itu bentrok satu sama lainnya. suara ledakan bergema memenuhi angkasa diikuti Hu Sang Popo mendadak bersuit nyaring tubuhnya tahu-tahu sudah berkelebat sejauh tujuh delapan kaki tingginya, sedikit ujung kaki menutul dahan pohon untuk kedua kalinya ia mumbul ke atas tanah.
Dalam waktu singkat ia sudah berada kurang lebih dua puluh kaki jauhnya lalu dalam beberapa kali kelebatan saja sudah lenyap tak berbekas.
Tidak usah diragukan lagi, ke dalam bentrokan terakhir ini jelas ia sudah menderita kerugian yang amat besar.
Sedang Su Gien ketika itu masih berdiri termangu-mangu di tempat semula, lama sekali ia tidak mengucapkan sepatah katapun.
"Hmmm! nenek setan itu benar sangat jahat" teriak Pek Ih Loo sat sambil depakkan kakinya ke atas tanah. "Pepek, kenapa kau lepas dia pergi?"
"Heeei....! sebetulnya pepek mu ada kemauan hanya sayang tenaga kurang" perlahan-lahan Su Gien menghela napas panjang. "Jika dibicarakan sungguh memalukan sekali, apabila bukan dia sudah amat lama bergebrak melawan siauwte ini sehingga sebagian besar tenaga lweekangnya hancur, mungkin dengan andalkan sedikit tenaga dalamku ini pepek bukan tandingannya.
Mereka berdua sembari berbicara putar badan dan bergerak mendekati Tan Kia-beng.
Tiba-tiba.... Dengan menimbulkan suara keras tubuh Tan Kia-beng jatuh terjengkang ke atas tanah. kejadian ini sudah tentu mengejutkan Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat, mereka menjerit keras lalu bersama-sama menerjang kesisi tubuhnya.
Pikiran kedua orang gadis itu boleh dikata amat kacau, coba bayangkan Tan Kia-beng dalam keadaan hawa murni punah, seluruh tubuh amat lemah dapatkah dia menahan datangnya tubrukan tersebut"
Sewaktu tubuh mereka hampir menubruk ke atas tubuh Tan Kia-beng mendadak....
Segulung angin lunak menerjang keluar menciptakan selapis tembok tak berwujud menahan jalan maju kedua orang itu.
Merasa dirinya terhadang, baik Leng Poo Sianci maupun Pek Ih Loo sat sama-sama dibuat tertegun lalu dongakkan kepalanya ke atas.
Tampaklah orang yang turun tangan menghadang mereka bukan lain adalah Su Gien ketika itu iapun sedang melototi mereka berdua dengan sinar mata tajam.
"Eeei!!! kenapa kalian begitu tidak tahu urusan?" tegurnya keras. "Saat ini seluruh tubuhnya lemah tak bertenaga, mana dia kuat untuk menahan gangguan kalian?"
Habis berkata ia membongkok dan menarik pergelangan tangan Tan Kia-beng untuk diperiksa urat nadinya. akhirnya ia gelengkan kepalanya berulang kali.
Si orang tua itu Leng Poo Sianci serta Pek Ih Loo sat yang melihat perubahan air muka saking cemasnya air mata jatuh berlinang.
"Su Gien Pepek, bagaimana lukanya?" seru Hu Siauw-cian sambil tarik tarik tangan empeknya,
Sambil menghela nafas panjang Su Gien menggeleng.
"Nyawanya sih masih bisa dipertahankan cuma...."
"Cuma kenapa" cepat katakan!"
Su gien melirik sekejap ke arah Hu Siauw-cian, kembali ia hela napas panjang dan menggeleng.
"Cuma seluruh kepandaian ilmu silatnya bakal musnah."
"Aah! soal ini tidak mungkin, dengan tenaga dalam sebegitu sempurna, bagaimana mungkin kepandaian silatnya bisa musnah?"
"Semoga saja apa yang kalian ucapkan sedikitpun tidak salah."
Mendadak jari tangannya bergerak cepat menotok beberapa buah jalan darah penting pada tubuh pemuda tersebut kemudian menguruti pula beberapa urat pentingnya, setelah itu ia baru menghembuskan napas panjang dan bangun berdiri.
"Apakah keadaannya tidak parah?" desak Hu Siauw-cian dengan cepat, ia sudah tidak kanti lagi.
"Biar kita tunggu dulu sampai ia tersadar kembali dari pingsannya" kata Su Gien sambil usap keringat-keringat pada keningnya. "Apa yang bisa pepek bantupun hanya terbatas sampai disini saja."
Pada waktu itulah Leng Poo Sianci berseru tertahan.
"Aaakh! ia sudah sadar...."
Sedikitpun tidak salah ketika itu Tan Kia-beng sudah membuka matanya kembali, lalu dengan sekuat tenaga meronta untuk bangun.
Buru-buru Hu Siauw-cian maju membimbing dirinya,
mengambil sapu tangan tolong dirinya mengusap darah yang membekas diujung bibir, lalu katanya cemas, "Engkoh Beng, bagaimanakah perasaanmu sekarang atas lukamu" coba kau salurkan hawa murnimu mengelilingi seluruh tubuh, menurut Su Gien Pepek katanya kepandaian silatmu bakal musnah keseluruhannya.
Tadi sewaktu Tan Kia-beng kehabisan tenaga murni, dan ia masih bisa bertahan mati-matian melawan Hu Sang Popo kesemuanya mengandalkan semangat yang kuat serta
harapan melanjutkan hidup yang besar, oleh karena itu ia bisa bertahan sebegitu lama.
Kemudian setelah kedatangan Su Gien dan memukul
mundur musuh tangguh semangatnya jadi mengendor,
sehingga akhirnya jatuh tidak sadarkan diri.
Menanti ia tersadar dari pinsannya, empat anggota badan segera dirasakan lemah tak bertenaga, semangatnya lesu lagi kusut. ia tak pernah menyangka kalau ada kemungkinan besar tenaga dalamnya bisa penuh.
Sekarang setelah disadarkan kembali oleh Hu Siauw-cian hatinya baru merasa terperanjat. buru-buru hawa murninya dikumpulkan tiap dicoba mengelilingi seluruh badan.
Siapa nyana kendati ia sudah menggunakan berbagai macam cara, belum berhasil juga mengumpulkan hawa murninya, tak terasa lagi dengan hati kecewa ia menghela napas panjang.
Selama ini Hu Siauw-cian selalu bersandar disisi tubuhnya, melihat keadaannya sewaktu menyalurkan hawa murninya, dalam hati gadis ini segera mengetahui jika keadaan tidak beres, melihat pula ia menghela napas panjang semakin yakinlah hatinya bila dugaan dari Su Gien sedikitpun tidak salah.
Saking cemasnya, jantungnya terasa berdebar debar keras.
Setiap orang yang berlatih ilmu silat kebanyakan
memandang kepandaian silat bagaikan menghadapi nyawa sendiri, kepandaian silat punah sama artinya mendapat hukuman mati, apalagi terhadap seorang jagoan seperti Tan Kia-beng, peristiwa ini rasanya jauh lebih tersiksa daripada mati.
Hu Siauw-cian mengerti jelas akan hal ini, iapun tak berani bertanya lagi sebaliknya menghibur dengan kata-kata halus.
"Kemungkinan sekali peristiwa ini hanya bersifat sementara, sesudah beristirahat beberapa hari tentu kesehatanmu bakal balik pulih kembali, lebih baik pergi dulu ke dusun Biang Cung.
Kemungkinan besar keempat orang bibi bisa memberi bantuan!"
Dengan hati sedih Tan Kia-beng menggeleng, saat ini boleh dikata hatinya sangat kecewa bercampur putus asa semangat jantannya ikut lenyap bersama-sama punahnya seluruh kepandaian silat.
Leng Poo Sianci pun tahu kritisnya suasana ketika itu, setelah tertegun beberapa saat mendadak ia berjalan mendekati kesisi tubuh Tan Kia-beng.
"Kau tidak usah cemas, aku akan temani dirimu pergi mencari Tia, setiap tahun penuh dia orang tua suka mencari obat, ia tentu punya cara untuk membantu."
Sekali lagi Tan Kia-beng menggelengkan kepalanya, ia menghela napas sedih.
Maksud baik nona biar cayhe terima di dalam hati saja, jangan dikata ayahmu belum tentu bisa menemukan cara untuk menolong diriku, sekalipun kita punya cara kemana hendak pergi untuk menemukan dirinya" bersamaan itu pula cayhepun tidak melelahkan nona karena urusanku, jika nona tidak ada urusan lagi sekarang juga silahkan berlalu dari sini".
"Eeei.... apa perkataanmu?" seru Leng Poo Sianci rada melengak.
"Teringat aku orang she Tan sudah terlalu banyak menanam ikatan dendam dengan banyak orang pelbagai tempat, jikalau peristiwa musnahnya kepandaian silatku sampai tersiar di dalam dunia persilatan, hal ini tentu akan memancing datangnya kejaran dari banyak musuh bebuyutan.
Saat itu kemungkinan besar nona akan sangat menderita sekali."
Mendengar perkataan itu Leng Poo Sianci tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau anggap aku Cha Giok Yong manusia macam apa"
antara dirimu serta aku sudah terikat tali persahabatan yang erat. mati hidup bersama-sama, susah sama dijinjing senang sama dinikmati, sekalipun aku Cha Giok Yong harus mati dengan berceceran darahpun tak ada yang perlu disesali".
"Heeei! tapi apa perlunya kau berbuat begitu?" Tan Kia-beng menghela napas panjang. "Aku orang she Tan bisa jadi begini inilah karena nasibku tidak bagus, mana boleh karena aku lantas menyeret pula orang lain untuk ikut merasakan tersiksa. Cayhe sudah bulatkan tekad, harap nona jangan menaruh rasa kuatir lagi terhadap diriku."
Perasaan Hu Siauw-cian paling gelisah, melihat mereka hanya berbicara terus hatinya semakin cemas.
"Eeei.... waktunya sudah tidak banyak lagi, mengapa kau masih juga berbicara tiada hentinya" kejayaan serta kemashuran nama Teh Leng Kauw tergantung pada dirimu.
Apapun yang bakal terjadi kau harus pergi dulu satu kaki kedusun Tau Siang Cung, pokoknya kau tidak usah kau pikirkan hal-hal yang tak berguna!"
"Aku pikir satu satunya jalan inilah yang paling tepat"
timbrung Su Gien pula dari samping. "Peduli apapun yang bakal terjadi kau harus menemui dahulu Teh Leng Su Ci beserta suhengmu, kemudian perlahan-lahan kita baru cari akal lain".
"Perkataan dari Loocianpwee tidak salah akhirnya Tan Kia-beng mengangguk. "perduli bagaimanapun aku harus pergi kedusun Tau Siang Cung, mereka masih menunggu
kedatanganku."
Setelah berpikir sebentar tambahku, "Cuma aku ingin pergi menemui Sam Kuang Sinnie terlebih dahulu, kini Ui Liong supek masih menanti kedatanganku di kuil tersebut ia memiliki pil Sak Leng, kemungkinan sekali bisa bantu aku memulihkan tenaga lweekang yang punah."
"Hmmm! aku tahu kau ingin berjumpa dulu dengan Mo Cuncu" olok Pek Ih Loo-sat sambil cibirkan bibirnya. "Menurut penglihatanku jauh lebih baik bila saat ini pikirkan dulu persoalan itu, pusatkan saja perhatianmu untuk menuju kedusun Tau Siang Cung. Setelah tiba disana kita baru kirim orang untuk pergi mencari Ui Liong Tootiang dan minta obat Sak Leng Tannya bukankah hal ini jauh lebih bagus"
Belum sempat Tan Kia-beng memberikan jawaban, Su Gien sudah tidak sabaran lagi, selanya dari samping, "Waktu yang kita peroleh saat ini sedikit sama nilainya dengan emas satu kilo, sudah.... sudah.... tidak perlu diributkan lagi, lebih baik berangkat dulu kedusun Tau Siang Cung. Di sana keadaan aman dari sanapun kita masih bisa kirim orang untuk mencari Ui Liong Tootiang, bukankah hal ini jauh lebih baikan?"
Selesai berbicara tidak menanti lagi pendapat dari Tan Kia-beng, ia meloncat ke tengah udara.
Loohu masih ada urusan penting yang harus diselesaikan, maaf aku harus berangkat satu langkah terlebih dahulu, setelah urusan selesai aku pergi memberi kabar kepada Teh Leng Su Ci untuk menyambut kedatanganmu, kalian
berangkatlah perlahan-lahan!" serunya keras.
Sepeninggalnya Su Gien, kembali Tan Kia-beng menghela napas panjang. perasaan hatinya pada saat ini benar-benar sangat kacau. suatu kesedihan yang timbul dari dasar hati kepahlawanannya secara mendadak muncul dari dasar lubuk hatinya.
Hu Siauw-cian takut ia terlalu sedih, buru-buru melangkah maju ke depan dan menghibur sambil menepuk nepuk
pundaknya yang kekar.
"Mari kita berangkat! kau tidak usah bersedih hati lagi sekalipun kepandaian silat benar-benar punah kaupun masih ada waktu untuk berlatih kembali. lain waktu aku tentu akan menjelajahi seluruh tempat untuk mencarikan obat mujarab dan bantu meningkatkan tenaga lweekang."
Tan Kia-beng tidak menjawab lagi, ia melanjutkan
perjalanan dengan kepala tertunduk rendah rendah. kali inilah ia baru merasakan tersiksanya seseorang bila kehilangan ilmu
silat, langkahnya terasa berat dan ngambang lain dari pada keadaan biasa.
Sejak Tan Kia-beng mengucapkan sepatah kata tadi Leng Poo Sianci tidak mengucapkan sepatah katapun, ia berdiri tertegun di sana.
Menanti Tan Kia-beng melangkah pergi tanpa menggubris dirinya lagi, hatinya merasa semakin sedih, sebenarnya ia kepingin mengumbar amarah dengan mengucapkan beberapa patah kata, tapi teringat kalau pada saat ini hatinya sedang kacau maka ia batalkan maksud hatinya itu.
Dalam hati gadis itu lantas mengambil keputusan untuk mencari ayahnya terlebih dulu setelah menemui ayahnya maka ia baru berangkat lagi untuk bantu pemuda ini memulihkan kembali tenaga lweekangnya.
Sesudah mengambil keputusan ia lantas maju dua langkah ke depan.
"Kalian berdua jalanlah perlahan-lahan. aku segera pergi mencari Tia kemudian datang mencari dirimu lagi untuk menyembuhkan lukamu itu...." serunya.
Sehabis berkata dengan kerahkan ilmu meringankan
tubuhnya laksana sambaran kilat ia berkelebat pergi.
Memandang bayangan punggungnya yang lenyap dari
pandangan Tan Kia-beng merasa hatinya amat sedih
seseorang yang berada dalam kesusahan kadang kala baru bisa merasakan betapa berharganya seorang sahabat karib.
Perkenalannya dengan Leng Poo Sianci tidak begitu lama, tapi persahabatan yang ia tujukan kepadanya ternyata begitu jujur, dan bersungguh sungguhnya, sedang ia sendiri.... apa yang sudah ia berikan kepadanya"
Dari Leng Poo Sianci ia berpikir sampai kewanita cantik dari balik kabut serta si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian, ia merasa mereka semuanya adalah sahabat sahabat karib, dua kali si wanita cantik dari balik kabut dengan taruhan nyawa melindungi dirinya, si Si Dara Berbaju Hijaupun menanamkan pula benih budi kepadanya.
Sedang ia sendiri, karena berbagai persoalan yang amat banyak sukar untuk membalas budi kebaikan orang lain.
Teringat akan hal tersebut tidak kuasa lagi ia menghela napas panjang, gumamnya, "Heeei! budi kebaikan ini terpaksa aku akan balas pada penjelmaan yang kedua...."
Sejak Tan Kia-beng menemukan bila seluruh tenaga
lweekangnya punah, hati terasa amat sedih sehingga menghela nafas panjang tiada hentinya.
Ketika itulah, mendadak....
"Bangsat cilik, tidak kusangka akhirnya kaupun merasakan juga keadaan seperti ini hari! haaa.... haaa.... haaa...."
seseorang berseru keras dari tempat kejauhan diiringi suara gelak tertawa yang menyeramkan.
Ketika mereka palingkan kepalanya, tampaklah Pek Lok Suseng sambil goyang goyangkan kipasnya munculkan diri dari balik hutan, disisinya ikut berjalan keluar seorang pemuda yang bukan lain adalah Suto Liem. sedang dibelakang mereka masih ada segerombolan toosu toosu yang menggembol pedang.
Tak terasa lagi Pek Ih Loo sat mendengus dingin, di atas wajahnya mulai terlintas selapis hawa napsu membunuh, dalam hatinya sejak semula sudah bulatkan tekad jika orang-orang itu ada maksud jelek terhadap Tan Kia-beng maka ia
akan menggunakan tindakan yang paling telengas untuk menghadapi mereka.
Tan Kia-beng yang melihat orang-orang itu bukan lain adalah anggota Heng-san-pay hatinya rada jadi tenang karena ia merasa dengan nama Heng-san-pay sebagai suatu
perguruan kalangan lurus tidak mungkin mereka suka turun tangan menggunakan kesempatan sewaktu orang lain terluka.
Selagi ia sedang bercakap-cakap dengan Pek Lok Suseng, mendadak muncul kembali dua orang lelaki berusia
pertengahan dengan dandanan jagoan Bulim, mereka
langsung meluncur masuk ke dalam kalangan.
Diam-diam Tan Kia-beng merasa terperanjat, jika orang itu adalah anggota Isana Kelabang Emas maka ia bakal
mendapatkan banyak kerepotan.
Pada waktu itu Pek Lok Suseng beberapa orang sudah bersama-sama menghentikan langkahnya kurang lebih satu kaki di hadapan Tan Kia-beng lalu bersama-sama memandang ke arah pemuda itu sambil tertawa bangga.
Kiranya sewaktu Tan Kia-beng beserta Leng Poo Sianci dan Pek Ih Loo sat meninggalkan Suto Liem sekalian berangkat kepuncak Si Sim Hong, Pek Lok Suseng sekalianpun
membuntuti dari belakang.
Dengan watak Sie Cu-peng yang licik, dan banyak akal, sewaktu melihat Tan Kia-beng berulang kali mendapatkan cegatan cegatan dari musuh tangguh mereka tetap
menyembunyikan dirinya tidak keluar.
Menanti Tan Kia-beng berhasil mengalahkan orang-orang Isana Kelabang Emas, mereka baru melanjutkan kuntitannya ke depan.
Setibanya dipuncak Si Sim Hong, menggunakan
kesempatan sewaktu Tan Kia-beng bercakap-cakap dengan Sak Cing Hujien ia melingkar kepuncak sebelah belakang untuk menggabungkan diri dengan beberapa orang suhengnya dari partai Heng-san Pay.
Dengan demikian mengerti jelas situasi pertempuran dipuncak Si Sim Hong beberapa saat berselang, banyak anggota tujuh partai besar yang terluka maupun binasa, diantara tujuh orang ciang bunjien dari tujuh partai besarpun hampir seluruhnya terluka semua. Yen Yen Thaysu dari Siauw-lim pay dalam pertempurannya melawan Majikan Isana Kelabang Emas sudah menderita luka pula.
Tapi beruntung adanya cegatan Yen Yen Thaysu maka ketujuh orang ciang bunjien dari tujuh partai besar bisa meninggalkan gunung Ui San dalam keadaan selamat.
Setelah semua orang mengetahui keadaan yang
sesungguhnya merekapun ikut meninggalkan tempat kejadian.
Tapi Pek Lok Suseng yang masih teringat terus akan dendamnya Heng-san It-hok segera mengusulkan sekali lagi pergi menengok Tan Kia-beng sekalian.
Kebetulan sekali waktu itu Tan Kia-beng sedang
melangsungkan suatu pertempuran yang sangat mengerikan melawan Hu Sang Popo. Hal ini membuat mereka jadi ketakutan sehingga menghembuskan napas berat pun tak berani.
Kemudian Su Gien datang, Tan Kia-beng jatuh tak sadarkan diri. Walaupun mereka dengar jelas bila tenaga lweekang pemuda she Tan itu sudah punah tapi mereka takut mencari gara gara dengan kedua orang wanita iblis itu semakin takut
lagi terhadap Su Gien, maka dari itu menanti mereka sudah berlalu beberapa orang itu baru turun tangan.
Tan Kia-beng yang melihat Pek Lok Suseng tertawa keras terus menerus, alisnya segera dikerutkan.
"Urusan apa yang patut membuat saudara merasa bangga"
tegurnya dingin.
"Aku sedang mentertawakan keadaan saudara mirip dengan naga terjerumus dalam air dangkal. macan ganas kehilangan kuku cakarnya, kejayaan yang telah berhasil kau pupuk sejak tempo dulupun sekarang hanya tinggal kenangan belaka"
Mendengar perkataan tersebut mendadak Pek Ih Loo-sat maju ke depan.
"Apakah kau ingin turun tangan menggunakan kesempatan sewaktu orang berada dalam keadaan bahaya" Hmmm!
haruslah kau ketahui masih ada nonamu disini."
"Heee.... heee.... heee.... walaupun Pek Ih Loo sat terkenal akan keganasannya, sayang sekali pada saat ini kau tak bakal bisa mempertahankan nyawamu lagi"
"Hmmm! punya nyali kau boleh coba-coba"
Sudah lama Pek Lok Suseng mendengar nama besar dari Pek Ih Loo sat, sudah tentu ia sendiri tidak berani turun tangan. Mendadak ia berpaling ke arah Suto Liem.
"Sute! jika kau ingin membalaskan dendam kekalahan Siong Hok Susiokmu tempo dulu, inilah saat yang paling baik, ayoh cepat turun tangan!"
Suto Liem mengangguk.
"Baik! biar aku coba...."
Selesai berkata tubuhnya laksana sambaran kilat langsung menerjang ke arah Tan Kia-beng lalu melancarkan serangan mangancam pergelangan dari pemuda tersebut.
"Kau berani!" bentak Pek Ih Loo-sat gusar.
Golok lengkung dengan membentuk selapis cahaya keperak perakan langsung membabat pinggang Suto Liem.
Agaknya Pek Lok Suseng sudah menduga akan kejadian ini, sewaktu Suto Liem menerjang tadi iapun sudah cabut keluar pedangnya.
Menanti golok Pek Ih Loo sat membabat ke depan, iapun segera menggerakkan pedang serta telapaknya untuk menghajar punggung gadis itu hal ini memaksa Hu Siauw-cian harus putar badan melindungi diri sendiri.
Suto Liem yang melancarkan serangan ke arah Tan Kia-beng sama sekali tidak menggunakan pedang maupun telapak melainkan mengeluarkan ilmu menangkap, tujuannya jelas sekali ia ingin mencoba-coba kekuatan lawan dalam serangannya ini.
Tepat pada saat telapak tangannya hampir menyentuh pergelangan tangan Tan Kia-beng mendadak terdengar pemuda she Tan itu mendengus dingin. Telapak tangannya dibalik dengan jurus "Huan Im Hu Yu" atau Mendobrak awan menghancurkan Hujan balik mencengkeram pergelangan musuh.
Tak terasa Suto Liem jadi terperanjat, cepat-cepat ia salurkan hawa murninya.
***(hal.58-59 tidak ada)***
per satu" jikalau tujuan kedatanganmu mencari aku dikarenakan ingin membalas dendam atas kematian Thiam
cong Sam Loo maka orang yang kau tuju adalah salah besar, jika punya nyali pergilah cari Majikan Istana Kelabang untuk bikin perhitungan apa gunanya mencari aku?"
"Jika bukan karena kau, mana mungkin mereka bertiga bisa bencana?" teriak si jago pedang dari Kun Wu dengan gusar.
Sejak kehilangan seluruh kepandaiannya pikiran Tan Kia-beng sudah butek, tidak disangka pada saat seperti ini berulang kali ia berjumpa dengan manusia manusia tidak pakai aturan, hatinya semakin gusar lagi.
Ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Sekalipun kematiannya dikarenakan aku orang she Tan, lalu apa yang hendak kalian lakukan?" tantangnya.
"Cabut keluar ototmu danbeset kulitmu untuk membayar hutang nyawa dari ketiga orang itu."
Bersamaan dengan selesainya pembicaraan tersebut
mendadak tubuhnya menubruk ke depan, cahaya pedang laksana rantai membabat ke arahnya.
Tiba-tiba.... Cahaya pedang berkelebat lewat sebelah pedang tahu-tahu melayang datang dari sisi kalangan langsung mengunci datangnya gerakan pedang sijago pedang dari Kun Wu ini bersamaan itu pula di depan tubuh Tan Kia-beng sudah muncul seorang pemuda tampan.
Tak terasa Yen Hua itu sijagoan pedang dari Kun Wu jadi melengak.
"Siapa saudara" berani benar menghalang halangi maksudku" bentaknya gusar.
"Suto Liem dari Heng-san-pay!"
**** kangouw, juga tidak pernah tahu peraturan peraturan apa saja yang berlaku di dalam suatu partai besar.
Ia hanya merasa turun tangan menghadapi seorang yang kehilangan kepandaian silatnya bukan suatu perbuatan enghiong. Bersamaan itu pula iapun merasa kagum terhadap kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sehingga timbullah rasa sayang dalam hatinya.
Oleh sebab itu tak terasa lagi timbullah suatu pikiran dalam benak Suto Liem untuk melindungi pemuda tersebut.
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 22 Sewaktu si jago pedang dari Kun Wu melihat ia bungkam, dalam anggapannya pemuda tampan tersebut sudah dibikin jeri oleh sikap Be Giok Liong, segera sambungnya dengan suara keras, "Kau anak murid siapa dalam partai Heng-san-pay" haruslah kau ketahui selama ini tujuh partai besar selalu bekerja sama bagaikan satu tubuh, sekalianpun ciangbunjin kalian Thian Kang Tootiang sendiripun sewaktu menemui diriku harus menaruh tiga bagian rasa mengalah, tidak kusangka ternyata kau berani bersikap kurang ajar. ayoh cepat menyingkir kesamping."
Beberapa patah perkataan yang membawa nada gertakan ini jika ditujukan kepada anak murid partai Heng-san-pay yang lain kemungkinan sekali akan manjur, tapi terhadap Suto Liem sama sekali tidak mendatangkan reaksi.
Sehabis mendengar perkataan dari Kun Wu Kiam, Suto Liem kerutkan alisnya sambil tertawa dingin.
"Sudah! Tak usah banyak cakap lagi. Tidak bisa tetap tidak bisa. Jika kalian paksa hendak menggunakan kekerasan, lebih baik kalahkan dulu siauw ya mu."
Si jago kelana Bee Giok Liong betul-betul amat gusar, dengan cepat ia saling tukar pandangan sekejap dengan Kun Wu Kiam lalu diiringi suara bentakan keras bersama-sama melancarkan satu pukulan menghajar tubuh Tan Kia-beng.
Serangan yang datangnya secara mendadak ini sama sekali diluar dugaan Suto Liem dalam keadaan terperanjat pedangnya langsung digetarkan keras.
"Kau berani!" bentaknya gusar.
Pedangnya dengan sejajar dada langsung dibabat ke depan.
"Hee hee heee bangsat cilik. nyalimu benar-benar tidak kecil." jengek sijago pedang dari Kun Wu sambil tertawa dingin.
Pedangnya dikebaskan, dalam waktu singkat ia mengirim tiga buah serangan berantai ke arahnya memaksa Suto Liem terpaksa harus menggerakkan pedangnya menolong diri sendiri.
Kelihatannya serangan dari si jago kelana tersebut akan menghajar kepala Tan Kia-beng.
Kejadian ini sudah tentu membuat Tan Kia-beng jadi sangat mendongkol, sinar mata berkelebat lalu tertawa dingin, telapak tangan dibalik menyongsong datangnya serangan tersebut.
Ternyata ia sudah lupa kalau tenaga dalamnya telah punah sehingga tanpa sadar sudah gerakkan tangannya.
Jika dibicarakan pada hari hari biasa, dengan andalkan tenaga lweekang yang dimiliki Bee Giok Liong saat ini tidak sampai mengerahkan tiga bagian tenaga sudah cukup untuk membereskan dirinya, tapi lain keadaannya pada ini hari.
Ketika itulah terdengar suara jeritan kaget berkumandang memenuhi angkasa.
"Jangan, cepat mundur...."
Diikuti segulung tenaga lunak tapi dingin menerjang keluar dari belakang tubuhnya langsung menyambut datangnya serangan dari sijago kelana tersebut.
"Braaak!" diikuti suara bentrokan keras, tubuh Bee Giok Liong mencelat ke tengah udara membawa sembawa darah segar bagaikan curahan hujan, lalu roboh ke atas tanah.
Suara jeritan ngeri hanya bergema separuh jalan lalu berhenti, orang itu pun menemui ajalnya seketika itu juga.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini benar-benar mengejutkan seluruh hadirin di tengah kalangan.
Kiranya Pek Ih Loo-sat yang menguatirkan keselamatan Tan Kia-beng telah mengirim satu serangan gencar memaksa Pek Lok Suseng terpukul mundur ke belakang setelah itu ia meloncat kesisi tubuh Tan Kia-beng.
Kebetulan sekali waktu itu sijago kelana Be Giok Liong sedang melancarkan serangan ke arah Tan Kia-beng, tanpa pikir panjang lagi ilmu SIan Im Kong Sah Mo Kang dikerahkan.
bercampur dengan Tk Yen Mo CIang dihantamkan ke depan.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan terburu-buru ini boleh dikata sudah menggunakan seluruh tenaga lweekang yang dimilikinya, sudah tentu Be Giok Liong bakal tahan menerima serangan tersebut.
Ketika itu sijago pedang dari Kun Wu pun kena didesak mundur tujuh, delapan depa oleh desakan serangan pedang Suto Liem yang aneh tapi lihay, melihat musuhnya
mengundurkan diri, sang pemuda tampan tersebutpun menghentikan gerakannya.
Dengan adanya kejadian ini Pek Lok Suseng jadi melengak dan bingung dengan sendirinya, buru ia berjalan mendekati pemuda she suto itu.
"Sute! apa yang sudah terjadi" tenaga lweekang bangsat cilik itu sudah punah dan saat inilah merupakan suatu kesempatan yang baik untuk membereskan di Suto Liem tertawa dingin.
"Caramu berpikir sama sekali berlawanan dengan apa yang aku pikirkan, seluruh ikatan balas membalas harus dibicarakan lagi setelah tenaga dalamnya pulih seperti keadaan semula.
"Jikalau tenaga dalamnya tak bisa pulih untuk selamanya?"
"Maka semua ikatan dendam yang terikat selama ini harus dibikin tuntas sampai disini saja, coba kau bayangkan aku Suto Liem sebagai seorang lelaki sejati patutkah turun tangan terhadap seorang manusia yang tiada bertenaga untuk melawan" apa penderitaan yang ia rasakan pada saat ini sudah cukup besar, kita tak boleh menyusahkan dirinya lagi."
Mendengar perkataan tersebut air muka Pek Lok Suseng kontan saja berubah sangat hebat.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bangsat cilik itu merupakan musuh bebuyutan dari perguruan kita, sekali pun kau tidak ingin turun tangan, tidak seharusnya lepaskan dirinya dengan demikian mudah."
Kepada gerombolan toosu yang ada dibelakang ia lantas ulapkan tangannya.
"Ayo turun tangan, kita bereskan dulu si bangsat cilik itu.
"Siapa yang berani turun tangan aku akan suruh dia rasakan bagaimanakah kehebatan pedangku" mendadak Suto Liem membentak keras sambil getarkan pedangnya.
Bentakan ini langsung membuat para toosu itu jadi ketakutan dan bersama-sama menghentikan langkahnya. sinar mata dialihkan ke arah Pek Lok Suseng.
Terhadap sutenya Pek Lok Suseng sendiripun jadi
kehabisan akal, alisnya lantas dikerutkan rapat.
Sekalipun kau tidak pandang mata terhadap aku yang jadi suhengmu, apakah peraturan perguruan Heng-san-pay pun tidak suka kau gubris?" teriaknya.
"Heee.... heee.... heee.... Heng-san-pay adalah sebuah perguruan besar dari kalangan lurus, dan tidak mungkin peraturan perguruan yang berlaku tidak mengindahkan keadilan serta kejujuran. jikalau semisalnya benar-benar berlawanan dengan keadilan haaa.... haaa.... haaa.... aku Suto Liem tidak sudi mengikuti perguruan macam itu lagi."
"Kurangajar, benar-benar nyalimu berani membanding bandingkan perguruan kita" bentak Pek Lok Suseng dengan air muka berubah hebat. "Apakah kau tidak takut menerima hukuman siksa potong lengan?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... aku Suto Liem hanya tahu berbuat apa yang rasanya dapat kulakukan, perduli macam apakah peraturan yang berlaku aku tidak mau tahu lebih baik kalian tidak usah mengikat diriku dengan topi besar."
Pek Ih Loo sat yang melihat pertentangan diantara mereka suheng te berdua makin lama semakin runcing, kepada Tan Kia-beng segera bisiknya, "Engkoh Beng, mari kita pergi!
jikalau di tengah jalan tiada halangan kemungkinan besar serbelum hari jadi gelap kita sudah bisa tiba di kota Swan Jan."
Tan Kia-beng mengangguk, mereka putar badan dan
perlahan-lahan turun dari gunung.
Selama ini Pek Ih Loo Sat selalu mengikuti dan melindungi pemuda tersebut dari arah belakang, sedangkan sijago pedang dari Kun Wu karena kematian kawannya Be Giok Liong. Dalam hati lantas mengerti dengan andalkan tenaga dia seorang tak mungkin bisa melawan pihak lawan, karena itu sambil kempit mayat kawannya buru-buru lari turun gunung.
Para toosu dari Heng-san-pay pun dikarenakan ketidak setujuan Suto Liem, tak seorangpun diantara mereka yang berani turun tangan menghadang, mereka membiarkan kedua orang itu perlahan-lahan lenyap dibalik kegelapan.
Melihat Tan Kia-beng sudah pergi, Pek Lok Suseng tahu beribut terus dengan Suto Liem pun bukan suatu cara yang baik, karena sutenya ini walaupun termasuk dalam perguruan Heng-san-pay, tetapi kenyataan ia belum pernah mendatangi kuil Sam Yen Koan di atas gunung Heng-san, jika sampai ribut terus dengan dirinya kemungkinan besar ia benar-benar bisa melakukan sesuatu tindakan sehingga memaksa dirinya tak bisa turun dari panggung lagi.
Jauh lebih baik jika saat ini sedikit mengalah kepadanya.
Dengan wataknya yang kejam dan telengas sejak semula ia sudah dapatkan satu siasat keji untuk menghadapi Tan Kia-beng, pikirnya, "Bangsat cilik itu mengikat dendam di mana mana, kenapa tidak aku sebarkan berita punahnya kepandaian silat bangsat itu kemana mana" Sampai waktunya sekali pun
kepandaian silat dari Pek Ih Loo sat amat tinggipun bakal sukar untuk menyelamatkan nyawanya."
Setelah keputusan diambil, ia pura-pura perlihatkan sikap hambar, katanya, "Sute! Bila kau ngotot tidak suka turun tangan pada saat ini baiklah! Biar kita kasih kesempatan satu kali buat mereka. Sekarang hari sudah tidak pagi kitapun harus segera berangkat. Ih heng perlu cepat-cepat kembali ke gunung Heng-san untuk meninjau keadaan luka dari Ciang bun Suheng."
Pada hal kembali ke gunung Heng-san adalah palsu, menjalankan siasat busuk adalah tujuan utamanya.
Karena Suto Liem paling tidak suka terikat oleh segala macam peraturan perguruan iapun tidak ingin ikut serta Pek Lok Suseng kembali ke gunung, mendengar perkataan tersebut ia lantas rangkap tangannya menjura.
"Bila masih ada urusan silahkan suheng berlalu! Siauwte masih harus berkelana cari pengalaman, di kemudian hari bila ada kesempatan tentu aku datangi gunung Heng-san untuk menyambangi suheng."
Habis berkata ia lantas berpisah terlebih dulu, Pek Lok Suseng pun dengan membawa serta para toosu lainnya buru-buru turun gunung.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Tan Kia-beng serta Pek Ih Loo sat setelah turun gunung.
Pek Ih Loo sat yang mengetahui tenaga Tan Kia-beng sudah punah sehingga keadaannya sama dengan orang biasa, laripun secara diam-diam lantas salurkan hawa murninya untuk menarik lengannya melanjutkan perjalanan cepat.
Tapi sebentar kemudian ia dapat merasakan walau tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah punah tapi langkah kakinya jauh lebih cepat dari keadaan orang biasa, tak sampai hari jadi gelap kedua orang itu sudah tiba di kota Swan Jan dan mencari sebuah rumah penginapan untuk istirahat.
Walaupun jarak antara kota Swan Jan dengan dusun Tau Siang Cungcuma terpaut tida empat hari perjalanan bahkan Su Gien sudah berangkat kirim kabar terlebih dahulu, rasanya di dalam satu, dua hari ini tentu ada orang yang bakal datang menyambut kedatangan mereka.
Tapi, perasaan hati Pek Ih Loo-sat tetap diliputi ketegangan, ia takut di dalam satu dua hari yang singkat ini bisa terjadi suatu peristiwa.
Sejak gadis ini terjunkan diri ke dalam dunia kangouw belum pernah ia merasakan kuatir, takut, dan terkejut macam begini. Baru pertama kali ini ia benar-benar merasakan kejadian tersebut.
Tan Kia-beng mengerti jelas bagaimana perasaannya.
sambil tertawa ia malah menghibur, "Mati hidup tergantung takdir. yang harus kau kuatirkan" walaupun kepandaian silatku sudah punah tapi menghadapi manusia sebangsa Pek Lok Suseng sekalian belum sampai kupandang sebelah matapun"
"Sejak aku terjunkan diri ke dalam dunia kangouw" kata Hu Siauw-cian sambil kerutkan alisnya "Pertarungan mati hidup sudah kualami entah kesekian kalinya, tapi belum pernah aku merasa bergidik macam ini hari, aku selalu kuatir bisa terjadi suatu peristiwa"
Tan Kia-beng tersenyum.
"Soal ini kemungkinan sekali disebabkan kau terlalu menguatirkan nasibku, sebenarnya tidak mengapa! eei....!
seharian penuh kau sudah bertempur badanmu tentu lelah, cepat pergilah tidur dahulu, aku rasa sekalipun ada orang bermaksud jahat terhadap diriku, berita ini pun tak bakal tersebar sedemikian cepatnya, apalagi orang yang mengetahui urusan ini tidak begitu banyak"
"Walaupun perkataanmu benar, tapi aku selalu merasa bahwa Pek Lok Suseng bukan sebangsa manusia baik-baik"
"Dengan andalkan sedikit kepandaiannya, perbuatan apa lagi yang masih bisa ia lakukan" sudahlah, kau tidak usah kuatir terus, pergilah tidur, akupun harus duduk sebentar kemudian baru tidur"
"Hhmmm.... akupun merasa mulai rada lelah" Hu Siauw-cian menguap dan bangun berdiri.
Habis berkata ia lantas melangkah keluar dari kamar pemuda tersebut, bicara sesungguhnya perjalanan yang baru saja ia tempuh bersama-sama Tan Kia-beng benar-benar sangat melelahkan dirinya.
Sewaktu kedua orang itu sedang bercakap-cakap di dalam kamar tadi, diluar jendela ada sepasang mata yang jeli sedang memperhatikan keadaan di dalam ruang tersebut.
Sewaktu sinar matanya terbentur dengan wajah Tan Kia-beng yang pucat pasi bagaikan mayat, diam-diam ia menghela napas panjang dan menanti setelah Hu Siauw-cian berlalu iapun ikut berkelebat pergi.
Ketika itu magrib baru saja menjelang datang. di tengah jalan raya banyak sekali orang yang berlalu lalang, di depan rumah penginapanpun ramai sekali dengan suara hiruk pikuk.
Sang pelayan sedang berdiri menanti kedatangan tamu di depan pintu rumah penginapan mendadak dibikin sadar oleh
munculnya seorang Dara Berbaju Hijau yang amat cantik dan berpakaian perlente.
Melihat munculnya bidadari cantik, dengan wajah penuh senyum sang pelayan maju menyongsong.
"Nona apakah kau mencari kamar untuk menginap" di dalam rumah penginapan kami terdapat kamar kelas satu yang paling bersih. tanggung nona pasti puas"
Sambil tersenyum nona berbaju hijau itu mengangguk sang pelayanpun segera menghantar ia ke belakang rumah penginapan yang merupakan kamar kelas satu.
Setelah pintu kamar terbuka sedikitpun tidak salah, keadaan disana bersih dan nyaman, dengan perasaan puas Dara Berbaju Hijau itu mengangguk.
Sang pelayan yang melihat tetamunya sudah ambil
putusan, buru-buru ia bekerja keras menghidangkan air teh, ambil air untuk cuci muka dan bereskan pembaringan.
Ternyata Dara Berbaju Hijau itu tidak ribut cuci muka atau minum teh, tapi dari dalam buntalannya mengambil keluar sebuah benda putih bersih bagaikan salju, keadaannya sedikit mirip loba berbentuk bayi.
"Coba kau carilah sebuah nampan untukku" katanya kepada sang pelayan.
Sang pelayan menyahut, tidak selang lama kemudian ia sudah membawa datang sebuah nampan. ketika itulah si Si Dara Berbaju Hijau mengambil keluar sebilah pisau dan dibelahnya loba putihi tersebut menjadi berpuluh puluh iris kemudian diletakkan ke atas nampan setelah itu ia masukkan kembali sisa loba putih tadi ke dalam buntalan.
"Heeei pelayang" katanya sambil berpaling dan tersenyum.
"Coba kau bawalah barang ini kekamar siang-kong she-Tan yang ada di sana, jika ia bertanya kepadamu katakan saja ada buah Touw bagus".
Walaupun Sang pelayan menyahut tapi di atas wajahnya terlintas suatu keragu raguan karena perbuatan semacam ini sudah sering ia jumpai dalam tugasnya sehari hari, ia takut nona itu taruh racun di atas nampan atau melakukan sesuatu perbuatan sehingga mengakibatkan tidak baik buat orang yang dituju.
Sejak semula sidara cantik berbaju hijau itu sudah mengerti maksud hatinya, dari dalam saku ia ambil keluar setahil perak dan disusupkan genggamannya. lalu mengambil sebiji loba dan dimasukkan ke dalam mulut.
"Benda ini sebenarnya akan kuhantarkan sendiri, cuma dikamarnya masih ada seorang nona berbaju putih...."
Bicara sampai disini sengaja ia mempertajam nada
suaranya. Setelah mendapat uang, pelayan itu dengan setengah mengerti setengah tidak manggut manggut.
"Hamba paham.... hamba paham."
Dengan membawa nampan ia lantas berlari menuju keluar.
Benda yang ada di atas nampan itu adalah suatu benda yang sangat berharga, sudah tentu sang Dara Berbaju Hijau itu tidak berlega hati membiarkan sang pelayan membawa pergi benda tersebut dengan begitu saja.
Sepeninggalnya sang pelayan, ia pun berkelebat keluar dari kamar dan mengikuti dari belakang tubuh orang itu.
Pelayan tersebut benar-benar pandai melakukan pekerjaan, setibanya di depan kamar Tan Kia-beng ia lantas mengetuk pintu dan menghantarkan loba tadi ke hadapan sang pemuda.
"Buah ini adalah buah Touw dari daerah sekitar sini"
katanya sembari tertawa. Rasanya amat manis dan harum baunya. Karena hamba muka siankong kurang dan aku pikir tentu sudah masuk angin maka sengaja kucarikan buah segar untuk siankong icipi."
Waktu itu Tan Kia-beng sedang duduk murung seorang diri dibawah sorotan sinar lampu. hatinya amat kesal sekali, mendadak melihat sang pelayan datang membawa senampan buah segar dan ucapannya begitu menarik hati, hatinya lantas menduga jika orang itu sedang menginginkan persenan.
Diambilnya irisan loba tadi dan dimasukkan ke dalam mulut, ketika merasa amat manis dan segar tak kuasa lagi ia ambil irisan yang kedua.
Tidak selang beberapa saat kemudian beberapa irisan loba tadi sudah disikat habis, dari sakunya ia lantas ambil keluar setahil perak dan dilemparkan ke atas baki.
"Eehmmm.... buah tersebut benar-benar manis, terima kasih terima kasih.... jika besok ada lagi tolong kau bawakan kemari."
Sang pelayan yang mendapat persenan lipat ganda,
wajahnya lantas berubah kegirangan, mulutnya tiada henti mengucapkan terima kasih sedang dalam hati pikir, "Pekerjaan bagus semacam ini mungkin selama hidup tak akan kujumpai lagi. dari mana aku bisa dapatkan buah sebagus itu?"
Sepeninggalnya sang pelayannya, Tan Kia-beng pun tidak pikirkan urusan itu ke dalam hati, benaknya terus menerus memikirkan setelah kedatangan didusun Tau Siang Cung.
Ia merasa kepandaian silatnya sudah punah, sudah tentu tak dapat menjabat sebagai Kauwcu dari Teh Leng Kauw lagi, tapi perkumpulan tersebut bagaimanapun harus didirikan kembali. kalau tidak bagaimana ia bisa menghibur sukma Han Tan Loo dialam baka"
Ia merasa orang yang paling cocok untuk jabatan ini adalah suhengnya si Penjagal Selaksa Lie. sampai waktunya ia sudah ambil keputusan untuk serahkan seruling kumala itu kepadanya.
Lama sekali pemuda itu duduk termenung dibawah sorotan sinar lampu, ia tidak merasa bila mara bahaya sudah mengancam dari empat penjuru, orang-orang yang ada maksud mencelakai dirinya satu demi satu mulai mengalir datang, dan mungkin ratusan orang jago lihay sudah berkumpul disebelah sana
Kiranya tempat ini merupakan suatu tempat yang penting dalam berkumpulnya jago-jago Bulim. kebanyakan para jago yang mencari berita dan mereka mereka yang baru turun dari gunung Ui san pada peristiwa disitu
Pada sore hari itu juga, dalam dunia persilatan sudah digemparkan oleh dua buah berita, Pertama. Pertemuan puncak digunung Ui san diakhiri dengan suatu pertempuran dahsyat karena serbuan orang-orang Isana Kelabang Emas.
Banyak jago-jago liehay dari tujuh partai besar yang menemui ajalnya dalam pertarungan tersebut bahkan para ciangbunjin partai besarpun menderita luka parah,
Perkumpulan Kay-pang yang pengaruhnya hampir merata diseluruh pelosok Bulim pun dalam pertarungan ini banyak yang menderita luka maupun mati binasa.
Kedua. Ahli waris Han Tan Loojien yang baru baru ini menggemparkan seluruh dunia kangouw, Tan Kia-beng di dalam pertarungan tersebut melawan Majikan Isana Kelabang Emas sama-sama telah menderita luka kemudian di dalam pertarungannya melawan Hu Sang Popo, guru dari Majikan Isana Kelabang Emas kehilangan seluruh kepandaian silatnya.
Sekarang dibawah kawalan Pek Ih Loo sat sedang turun gunung dan melewati kota Swan Jan menuju desa Tau Siang Cung.
Berita tersebut bagaikan segulung angin taupan melanda seluruh dunia persilatan di dalam waktu yang singkat.
Terhadap berita yang pertama banyak orang kecuali terkejut hanya bisa menghela napas panjang.
Tapi mengenai peristiwa punahnya kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng laksana besi semberani menghisap perhatian banyak orang.
Demikianlah, mereka mereka yang tempo dulu pernah mengikat permusuhan dengan pemuda tersebut mulai
melakukan pengejarannya keempat penjuru, mereka hendak menggunakan kesempatan ini berusaha melenyapkan nyawa sang "Anakan Iblis" ini.
Dan banyak pula jago-jago Bulim yang mempunyai nafsu besar pada melakukan pengejaran, tujuan mereka bukan lain adalah pedang kuno Kiem Ceng Giok Hun Kiam.
Kota Swan Jan yang pada hari hari biasa tenang, dalam sekejap mata sudah jadi ramai oleh tiupan angin taupan....
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang duduk seorang diri dibawah sorotan lampu, selagi ia melamun dengan hati sedih
mendadak telinganya dapat menangkap suara baju tersampok angin berkumandang datang.
Hatinya jadi amat terperanjat, diam-diam pikirnya.
"Saat ini seluruh tenaga dalamku punah, jika yang datang adalah musuh tangguh bagaimana aku bisa tahan untuk melakukan perlawanan?"
Ketika itulah tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, dan orang itu bukan lain adalah Pek Ih Loo-sat.
Setibanya dalam kamar, gadis itu langsung meniup padam lampu yang menerangi ruangan, kapada Tan Kia-beng bisik lirih, "Sstt! kelihatannya pada malam ini sangat aneh kemungkinan besar berita ini sudah bocor".
"Kalau benar-benar bocor maka orang yang membocorkan berita tersebut tidak luput tentu perbuatan dari Pek Lok Suseng manusia itu memang patut dibunuh mati" seru Tan Kia-beng sambil kerutkan alisnya.
"Hmmm! nanti jika aku temui dirinya lagi aku pasti akan berusaha untuk membinasakan dirinya dibawah tusukan golok lengkung beracunku".
"Sekarang waktu masih terlalu pagi aku rasa mereka tak akan berani turun tangan, kau beristirahatlah terlebih dahulu untuk kumpulkan tenaga...."
"Tidak perlu, aku pikir saat ini Su Gien pepek tentu sudah tiba didusun Tau Siang Cung, orang yang menyambut kedatangan kitapun seharusnya sudah datang, aku pikir daripada menanti disini jauh lebih baik segera berangkat melakukan perjalanan, kemungkinan sekali tindakan ini jauh berada diluar dugaan mereka."
Keadaan Tan Kia-beng pada saat ini benar-benar diliputi kemasgulan, teringat kekuatan yang ia miliki sampai Majikan Isana Kelabang Emaspun menaruh tiga bagian rasa jeri terhadap dirinya, kini sesudah tenaga lweekangnya punah ternyata harus melarikan diri terbirit-birit.
Hal ini membuat semangatnya terpukul lama sekali tak terjawabkan olehnya perkataan dari Hu Siauw-cian itu.
Si Pek Ih Loo sat pun tahu bila saat ini hatinya sedang risau, dengan suara setengah berbisik hiburnya.
"Kadangkala seorang lelaki sejati harus menahan sabar melihat keadaan, malam ini kau tak bertenaga untuk turun tangan, sementara waktu menghindarpun rasanya bukan suatu persoalan yang memalukan. Menanti tenaga
lweekangmu sudah pulih kembali seperti sedia kala perlahan-lahan kita cari kembali mereka untuk bikin perhitungan.
"Heeei.... rasanya inilah satu satunya jalan yang bisa ditempuh" akhirnya Tan Kia-beng menghela napas panjang.
"Kalau begitu mari kita segera berangkat"
Habis berkata mendadak tangannya menyambar
menggendong tubuh Tan Kia-beng ke atas punggungnya lalu melesat keluar melalui jendela.
Melarikan diri dengan digendong seorang gadis rasanya baru pertama kali ini dirasakan Tan Kia-beng, suatu perasaan malu yang sukar ditahan segera mengalir keluar dari dasar hatinya.
"Eeei.... cepat turunkan diriku, aku bisa jalan sendiri teriaknya cemas.
"Sssttt.... perlahan sedikit kalau bicara" buru-buru Pek Ih Loo sat memberi peringatan, "Urusan sangat mendesak,
bagaimanapun aku harus menggendong dirimu keluar dari pintu kota dulu, kemudian kita bicarakan lagi."
Tidak memperduli suara teriakan dari Tan Kia-beng lagi ia melesat keluar kota laksana anak panah yang terlepas dari busur.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki gadis ini benar-benar amat sempurna, walaupun ia harus menggendong seseorang di dalam melakukan perjalanan tapi sedikitpun tidak kelihatan terganggu.
Sejenak kemudian mereka sudah melewati tembok kota dan tiba disuatu tempat yang sunyi.
Tan Kia-beng yang melihat gadis itu berlari dengan sepenuh tenaga, lama kelamaan hatinya merasa tidak tenang.
"Siauw Cian, turunkan diriku, biarlah aku berjalan lambat lambat...." kembali teriaknya.
Pek Ih Loo sat yang melihat pemuda tersebut sekali lagi berteriak, terpaksa menurunkan dirinya dan menghela napas panjang.
"Saat ini tiada waktu untuk banyak mengindahkan kaidah kesopanan lagi terus terang kukatakan jikalau bukannya seluruh tenaga lweekang pun punah perlu apa kita takuti mereka?"
"Heee.... heee.... heee.... kalau memang tidak takut, buat apa kalian melarikan diri terbirit birit" mendadak dari belakang mereka berkumandang suara seseorang menyambung.
Mendengar perkataan tesebut Pek Ih Loo sat jadi sangat terperanjat, dengan sebat ia putar badannya.
Tampaklah seorang siucay berusia pertengahan yang memakai jubah warna merah darah sambil bergendong tangan
sudah berdiri dibelakang mereka dan ketika itu sedang memandang ke arahnya dengan pandangan dingin Tan Kia-beng sudah tentu kenal dengan si siucay berusia pertengahan yang bukan lain adalah "Siauw Siang Yu Su" itu kawan dari Heng-san It-hok dalam usahanya merebut pedang kumalanya.
Tak terasa lagi ia mendengus dingin, kepada Pek Ih Loo Sat bisiknya lirih, "Dia adalah Siauw Siang Yu Su."
Pek Ih Loo Sat yang melihat hanya dia seorang yang munculkan diri apalagi nama Siauw Siang Yu Su di dalam pandangannya sama sekali tidak berharga, tak terasa segera berseru dengan nada dingin, "Perduli siapakah dia nonamu tetap tak pandang sebelah matapun, jika ia bermaksud jahat.
Hmmm! mungkin di dalam tempat sesunyi ini bakal bertambah dengan selembar sukma gentayangan."
"Ooouw benar begitu?" ejek Siauw Yu Su seraya tertawa dingin, kakinya selangkah demi selangkah maju mendekati tubuh Tan Kia-beng.
Mendadak Pek Ih Loo Sat meloncat ke depan menghadang dihadapan tubuh pemuda tersebut, alisnya melentik.
"Bila kau berani maju satu langkah lagi nonamu segera akan cabut nyawa anjingmu bentaknya keras.
Walaupun Siauw Yu Su tidak jeri, tapi bala bantuan ada di belakang dan sekarang belum tiba, kena dibentak oleh Pek Ih Loo Sat ia jadi berdiri tertegun dan tidak berani maju lagi.
Terhadap Siauw Siang Yu Su sudah tentu Pek Ih Loo sat tak akan pandang sebelah matapun, tapi ia tahu dibelakangnya berturut turut bakal mengejar datang banyak sekali jago-jago liehay, ia takut setelah kedatangan banyak musuh tak ada kesempatan lagi baginya untuk melindungi keselamatan pemuda tersebut.
Dengan cepat ditariknya pemuda itu untuk diajak pergi.
"Buat apa kita urusi manusia manusia rendah yang rakus akan milik orang lain, mari kita pergi!"
Lambat lambat kedua orang itu menggerakkan kakinya untuk berlari dari sana, tapi pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia kembali berkelebat datang diiringi suara tertawa keras yang menusuk telinga.
"Haaa.... haaa.... haaa.... mau pergi tidak susah, asalkan pedang kumala yang berada di atas pinggangmu berikan kepadaku" serunya.
Tan Kia-beng segera berpaling, dengan cepat ia berhasil mengenali orang itu bukan lain adalah "Siauw Bian Yen Loo"
atau si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet tak terasa alisnya berkerut, rasa gusar memuncak dalam hatinya.
Sungguh anjing anjing yang tidak tahu malu" diam-diam makinya di dalam hati. "Jikalau kepandaian silatmu belum punah rasanya mereka tak akan punya nyali begitu besar untuk cari gara gara"
Kejadian ini memang nyata, terang terangan Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet serta Siauw Siang Yu Su tahu jika kepandaian dari Tan Kia-beng sudah punah mereka baru timbul keberanian untuk merampas pedang kumalanya.
Saat ini setelah kedatangan si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet, semangat dari Siauw Siang Yu Su pun timbul kembali tanpa mendengus atau mengucapkan sepatah katapun ia maju menerjang ke depan dan melancarkan satu cengkeraman membabat dada pemuda she Tan.
"Kau cari mati!" bentak Pek Ih Loo sat teramat gusar.
Telapak tangannya mengirim satu pukulan tak berwujud ke tengah udara, segulung hawa pukulan berhawa dingin menusuk tulang langsung menghajar keluar bagaikan amukan ombak dahsyat di tengah samudra.
Ilmu pukulan Sian Im Kong Sah Mo Kang sudah terkenal di dalam dunia kangouw dan menjagoi kepandaian macam apapun. Dalam keadaan terburu-buru Siauw Siang Yu Su pun tidak ingin menempuh bahaya menerima datangnya serangan tersebut, buru-buru telapak tangannya ditekan ke bawah lalu menyingkir ilmu langkah kesamping.
Pada saat Pek Ih Loo sat melancarkan pukulan mendesak mundur Siauw Siang Yu Su itulah Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet memperdengarkan suara tertawa anehnya yang lebih mirip jeritan kuntilanak, tubuhnya laksana angin puyuh berkelebat menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Melihat kejadian itu Pek Ih Loo-sat merasa cemas
bercampur gusar, dengan diiringi suara gemerincing yang nyaring tahu-tahu golok lengkung terbuat dari peraknya sudah dicabut keluar.
Dengan gerakan "Hut Ciang Hoa Im" atau Mengebut Tembok Bayangan Bunga golok lengkungnya memancarkan serentetan cahaya keperak perakan langsung melindungi seluruh tubuh Tan Kia-beng diikuti suara bentakan bergema memenuhi angkasa sreet! Sreeet! Sreeet! berturut-turut ia mengirim tiga buah serangan berantai.
Golok lengkungnya dengan memancarkan cahaya tajam dengan disertai titik titik bintang perak yang amat banyak meluncur ke tubuh lawan.
Ketiga buah jurus serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar-benar amat cepat dan santar, telengas bukan main.
Walaupun Siauw Siang Yu Su serta si Raja Akhirat berwajah ketawa semuanya adalah jago-jago lihay dari kalangan dunia persilatan tapi menghadapi serangan serangan aneh yang cepat dan santar ini kena terdesak juta sehingga terpukul mundur terus ke belakang.
Tapi Pek Ih Loo sat yang terus menerus menguatirkan keselamatan Tan Kia-beng, ia tidak berani berpisah terlalu jauh. Setelah berhasil memaksa mundur kedua orang itu buru-buru buyarkan serangan dan mundur kembali kesisi pemuda tersebut.
Baik Siauw Siang Yu Su maupun si Raja Akhirat berwajah ketawa sama-sama adalah jago-jago kangouw kawakan, sudah tentu mereka dapat menangkap juga titik kelemahan tersebut.
Mereka berdua lantas saling tukar pandangan sekejap, suatu siasat bagus muncul dalam benak mereka berdua orang itu tidak lagi menerjang secara hadap-hadapan tapi bergerak gerilya, satu maju yang lain mundur dan tujuan yang mereka arah hanya Tan Kia-beng seorang.
Menanti Pek Ih Loo sat berhasil memaksa mundur Siauw Siang Yu Su, maka si Raja Akhirat berwajah ketawapun bergerak maju ke depan.
Siasat ini benar-benar merupakan suatu siasat yang amat licin, bukan saja membuat Pek Ih Loo sat tidak berhasil melancarkan serangan bahkan lama kelamaan jadi lelah sendiri. keringat mengucur keluar membasahi seluruh tubuh.
Ketika itu orang yang paling merasa sedih adalah Tan Kia-beng sendiri, sejak ia munculkan diri ke dalam dunia kangouw dan mengalami betah seberapa banyak pertarungan sengit serta kepungan berapa banyak jagoan lihay selalu berhasil memunahkan keadaan bahaya dengan andalkan kepandaian silat serta kecerdikannya.
Tidak disangka pada suatu ketika tenaga lweekangnya punah dan membutuhkan seorang perempuan untuk
melindungi dirinya. Kontan saja hati kecilnya pada saat ini benar-benar seperti disiksa.
Siauw Siang Yu Su yang melihat siasatnya berhasil mengenai sasaran, hatinya jadi kegirangan setengah mati, diam-diam pikirnya, "Aku tidak akan takut kelihayan dari budak itu, asalkan waktu berlarut agak lama akhirnya akan keteledor juga."
Teringat akan hal itu, tak kuasa ia dongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... budak busuk, sekarang seharusnya kau mengetahui kelihayan dari Toa-yamu bukan"
jika tidak kau serahkan pedang kumala dari bangsat cilik itu, aku takut kalian susah untuk meloloskan diri dari bencana."
Dalam keadaan gusar napsu membunuh secara samar-
samar menyelinap di atas wajah Pek Ih Loo Sat, mendadak golok lengkungnya digetarkan keras. Sambil putar golok ia membabat pinggang lawan, sedang tangan kirinya dengan menggunakan dua belas bagian tenaga Sian Im Kong Sah Mo Kang dihajarkan ke depan.
Siauw Siang Yu Su sama sekali tidak menyangka kalau gadis itu bisa melancarkan serangan mematikan ke arahnya, dalam keadaan terperanjat ia tidak berani manyambut
serangan tersebut dan buru-buru mengundurkan diri ke belakang.
Pak Ih Loo sat mendengus dingin, di dalam waktu singkat ia sudah mengirim tujuh buah babatan dan melancarkan lima buah serangan berantai.
Seketika itu juga seluruh angkasa telah dipenuhi dengan cahaya keperak perakan yang gemerlapan menyilaukan mata, angin pukulan berhawa dingin menderu deru bagaikan taupan, kontan jalan mundur dari Siauw Siang Yu Su kena tertutup rapat, kelihatannya ia sudah terjerumus dalam keadaan bahaya.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet yang menonton jalannya pertarungan dari sisi kalangan, walaupun terang terangan melihat Siauw Siang Yu Su berada dalam keadaan bahaya tapi ia tidak maju membantu, secara diam-diam tubuhnya menyelinap ke belakang punggung Tan Kia-beng lalu melancarkan satu cengkeraman ke depan.
Walaupun tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah punah, tapi perasaannya masih tajam, melihat serangan dari si Raja Akhirat berwajah ketawa berkelebat datang cepat laksana sambaran kilat, mendadak pundaknya bergerak lalu dengan amat ringan menghindarkan diri dua langkah ke samping Perubahan yang terjadi secara mendadak ini sampai ia sendiripun dibuat keheran heranan.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa yang melihat serangannya tidak berhasil mencapai pada sasarannya segera tertawa dingin.
"Hmmm! kau ingin melarikan diri" jangan bermimpi disiang hari bolong!"
Sepuluh jari tangannya dipentangkan lebar-lebar dari kiri serta kanan mencengkeram datang.
Tapi suara tertawa dingin yang diperdengarkan olehnya itu segera mengejutkan Pek Ih Loo Sat dan bersamaan itu pula telah menolong selembar nyawa Siauw Siang Yu Su.
Kiranya Pek Ih Loo Sat yang sudah membenci Siauw Siang Yu Su ketika itu sedang melancarkan serangan dahsyat siap-siap mencabut nyawanya, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara tertawa Si Raja Akhirat berwajah ketawa yang amat menyeramkan, hal ini membuat ia jadi terperanjat.
Buru-buru serangan dibatalkan, lantas putar badan dan berlari mendekati Tan Kia-beng.
Tapi disebabkan gadis tersebut hanya mengejar Siauw Siang Yu Su terus menerus, jaraknya dengan Tan Kia-beng sudah terpaut dua kaki jauhnya, perduli gerakan tubuhnya sebagaimana cepatpun tidak bakal bisa menandingi kecepatan gerak dari si Raja Akhirat berwajah ketawa yang melancarkan serangan jarak dekat.
Kelihatan jelas sepasang telapak si raja akhirat berwajah ketawa Song Chiet bakal menempel di atas baju Tan Kia-beng.
Mendadak.... Segulung angin pukulan berhawa dingin tahu-tahu
meluncur datang dan langsung mengancam jalan darah "Ih Liang" serta "Kwan Pang" pada punggung Song Chiet, datangnya serangan amat aneh dan luar biasa
Jikalau Si Raja Akhirat berwajah ketawa tidak buyarkan serangan dan mengundurkan diri maka ia bakal terluka dibawah serangan tersebut.
Karena itu tanpa perduli Tan Kia-beng lagi pergelangan tangannya ditekan ke bawah lantas tubuhna menyingkir kesamping, dengan amat sebat ia meloloskan diri dari desakan serangan tersebut.
Ketika ia berpaling tampaklah entah sejak kapan dibelakang tubuhnya sudah muncul dua orang kakek tua berwajah buas dan memakai mantel bulu berwarna ungu.
Sebagai seorang yang sering melakukan perjalanan di dalam dunia kangouw sudah tentu ia mengenali jika kedua orang tua itu adalah si "Siauw Bian Coa Sim" atau Si muka Riang Berhati Ular Go Tau Seng serta "Suo Hu Bu Ciang" atau Si Setan Gantung Pengikat Sukma Ong Thian anggota dari Chuan Tiong Ngo Kui, diam-diam hatinya merasa bergetar dan mengetahui jika keadaan tidak menguntungkan.
Tapi diluaran ia tetap mempertahankan ketenangannya, sambil tertawa terbahak-bahak ujarnya, "Haaa.... haa....
haaa.... aku kira siapa, kiranya Penguasa Go serta penguasa Ong."
"Hmmm! jikalau saudara masih kenal dengan kami bersaudara itulah sangat bagus, harap urusan malam ini kalian suka mengalah demi memandang wajah kami" seru Si Muka Riang berhati ular Go Tou Seng dingin.
Mendengar perkataan tersebut pada mulanya si Raja Akhirat berwajah ketawa rada tertegun, tapi sebentar kemudian ia sudah tertawa seram.
"Penguasa Go! kaupun terlalu tidak pandang aku Song Chiet barang setahilpun, bangsat she Tan itu tiada ikatan keluarga maupun sanak saudara dengan dirimu dengan andalkan apa kalian suruh aku mengundurkan diri?"
"Walaupun antara kami dengan orang she Tan tiada ikatan apapun tapi ia sudah berhutang darah dengan kami." kata Go Tou Seng dengan nada semakin ketus. "Ini malam kami dua bersaudara sudah tiba disini. jangan dikata hanya kau seorang sekalipun tujuh partai besar datang kemari semuapun aku tidak akan membiarkan mereka ikut campur di dalam urusan ini."
Waktu Pek Ih Loo sat sudah berdiri disisi Tan Kia-beng, sedang Siauw Siang Yu Su yang baru saja berhasil meloloskan diri dari kematian setelah tenangkan hatinya lantas berkelebat dan berdiri sejajar dengan si Raja Akhirat berwajah ketawa.
Walaupun mereka mengerti jika Chuan Tiong Ngo Kui bukan manusia yang gampang diganggu, tapi dengan
kedudukan dirinya sebagai seorang jago kenamaan sudah tentu mereka pun tidak ingin tunjukkan kelemahan sendiri dihadapan orang lain apalagi diantara lima setan baru dua orang yang datang. Mereka sama sekali tidak tahu jika ketiga setan lainnya sudah menemui ajalnya sewaktu berada diperkampungan Thay Gak Cung.
Merasakan jumlah orangnya tidak kalah banyak semangat Siauw Siang Yu Su serta Si rajah akherat berwajah ketawa berkobar kembali.
"Baiklah, kita tentukan secara blak-blakan saja" ujarnya kemudian. "Perduli kalian hendak menggunakan cara apa untuk menghadapi bangsat she Tan itu kami tidak akan ikut campur, asalkan barang yang ada di pinggangnya kita tentukan dulu akhirnya siapa yang bakal dapatkan."
Si Setan Gantung Pengikat Sukma Ong Thian pentangkan matanya bulat bulat, cahaya hijau berkelebat menggidikkan hati.
"Urusan ini gampang sekali ditentukan" katanya dengan suara keras.
Akhirnya siapa yang bakal peroleh benda tersebut baiknya kita selesaikan dengan mengandalkan kepandaian sendiri sendiri. Tapi perkataan harus dijelaskan dahulu, bila kalian pastikan diri akan mencampuri urusan ini, sampai waktunya jangan salahkan kami dua bersaudara akan turun tangan telengas."
Keadaan dari si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet serta Siauw Siang Yu Su pada saat ini sudah mirip menunggang di atas punggung harimau, maju mundur serba salah.
Bila semisalnya mereka sungguh lepas tangan maka
dikemudian hari tak bakal ada muka lagi bagi mereka berdua untuk tancapkan kaki di dalam dunia persilatan jika mereka tidak suka lepas tangan. Chuang Tiong Ngo Kui pun bukan manusia yang gampang diganggu.
Dengan cepat si Raja Akhirat berwajah ketawa melirik sekejap ke arah Siauw Siang Yu Su kemudian terbatuk batuk kering. selagi ia menoleh dan hendak mengucapkan sesuatu mendadak sinar matanya terbentur dengan beberapa sosok bayangan jago-jago Bulim yang entah sejak kapan sudah munculkan diri dari empat penjuru hutan. jumlah mereka kurang lebih ada tiga puluh orang.
Bila ditinjau dari dandanan mereka jelas merupakan anak buah dari Chuan Tiong Ngo Kui, diam-diam hatinya jadi terperanjat. perkataannya yang hendak diucapkan keluarpun segera ditelah kembali.
Simuka Riang berhati Ular Go Tou Seng yang melihat perubahan air mukanya segera mengerti kalau orang itu sudah dibikin jeri, tak terasa sekali lagi dia tertawa dingin.
Waktu sudah tidak banyak lagi, aku rasa saudara sekalian sudah ambil keputusan. kami tidak bisa tunggu lebih lama lagi."
Si Raja Akhirat berwajah ketawa Song Chiet dengan cepat ambil keputusan, mendadak ia mundur dua langkah dan berdiri sebaris dengan Tan Kia-beng berdua jelas tindakannya ini menunjukkan bila dalam keadaan kepepet ia akan bekerja sama dengan Pek Ih Loo sat untuk melakukan perlindungan.
Melihat kejadian itu simuka riang berhati ular tertawa dingin, tangannya diulapkan anak buahnya yang ada diempat penjuru dengan membentuk barisan perlahan-lahan mendadak mendekat.
Si setan gantung mengikat sukma Ong Thian pun mencabut keluar pedang Sang Bun Kiamnya yang lebar.
Melihat kejadian makin lama semakin tegang, diam-diam Siauw Siang Yu Su lantas berbisik kepada Pek Ih Loo sat,
"Keadaan situasi pada malam ini jelas menunjukkan bila mereka bukan saja bermaksud jelek terhadap Tan Sauw hiap seorang bahkan semua orang yang hadir dikalangan pun tidak untung. Untuk sementara kami harus bekerja sama dengan kalian untuk melindungi nyawa kita tercabut sia-sia."
Dengan wajah hambar Pek Ih Loo sat mendengus dingin, ia tetap bungkam dalam seribu bahasa.
Si Setan Gantung Pengikat Sukma setelah mengeluarkan pedangnya, badan bergerak siap-siap melancarkan serangan.
Tapi pada waktu itulah sepasang matanya telah terbentur dengan wajah seorang wanita cantik berbaju hijau yang
berdiri disisi kalangan sambil tersenyum simpul, kapankah gadis itu munculkan dirinya tak seorangpun yang tahu.
Tak kuasa lagi hatinya merasa sangat terkejut, kakipun tanpa terasa sudah mundur dua langkah ke belakang.
Siapakah dara cantik berbaju hijau itu, hampir boleh dikata semua orang yang hadir dikalangan pada saat ini
mengenalinya. karena dia bukan lain adalah si Si Dara Berbaju Hijau Gui Ci Cian yang pernah melukai Liok lim Sin ci dalam sekali gebrakan.
Chuan Tiong Ngo Kui yang pernah menggabungkan diri pihak Isana Kelabang Emas sudah tentu mengenal juga dengan gadis ini sedang Siauw Bian Yen Loo serta Siauw Siang Yu Su pun pernah berjumpa dengan dirinya.
Hanya mereka tidak mengetahui apa maksud
kedatangannya disana"
Hanya pikiran Tan Kia-beng seorang yang menjadi terang.
sedang Pek Ih Loo sat pun bisa menduga beberapa bagian dan mengetahui bila ia tidak bermaksud jahat.
Tapi sungguh aneh sekali, setibanya di tengah kalangan dara cantik berbaju hijau itu sama sekali tidak menunjukkan sesuatu reaksi hanya berdiri disisi kalangan sambil melihat keramaian
Si Setan Gantung Pengikat Sukma yang telah mundur dua langkah ke belakang, sewaktu dilihatnya Gui Ci Cian tidak menunjukkan sesuatu gerakan, dalam hati lantas merasa jika ia sudah memperlihatkan kelemahan sendiri, karena itu diiringi suara bentakan keras tubuhnya menerjang ke depan sedang pedangnya dibabat ke arah Tan Kia-beng.
Pek Ih Loo sat mendengus dingin, golok peraknya dengan memancarkan cahaya keperak perakan langsung melindungi seluruh tubuh Tan Kia-beng sedang ujung baju kirinya bagaikan ular lincah menotok jalan darahnya.
Si Setan Gantung Pengikat Sukma segera menekan
pergelangan tangannya ke bawah, hawa pedang berdesir balik mengancam lengan Pek Ih Loo sat, bersama-sama itu pula bentaknya keras, "Serbu!"
Seketika itu juga suara bentrokan bergema seru. orang-orang yang ada di sekeliling kalangan bersama-sama turun tangan melancarkan serangan.
Sejak simuka riang berhati ular menemui kekalahan di dalam perkampungan Thay Gak Cung dan diantara lima setan ada tiga setan yang mati, sekembalinya ke Chuan Tiong lantas tutup pintu berlatih giat bahkan melatih pula seluruh anak muridnya untuk mempersiapkan pembalasan dendam.
Oleh sebab itu kedahsyatan dari barisan Ngo Kui Im Hong Kiam Tin yang diatur saat ini mempunyai daya pengaruh yang jauh lebih dahsyat dari pada tempo dulu.
Serangan yang dilancarkan dengan pengerahan seluruh kekuatan ini seketika itu juga menggulung Pek Ih Loo sat sekalian terjerumus ke dalam lautan pedang yang penuh dengan kabut hitam.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa sembari menggerakkan senjata Tui Hun Pan nya yang memancarkan cahaya kebiru-biruan berteriak keras.
"Jika malam ini bukan ikan yang mati, jaringlah yang bobol.
Yu su! mari kita coba kedahsyatan dari ilmu pedang Im Hong Kiam dari atas punggung, dengan menciptakan selapis tembok cahaya pedang bersama-sama dengan Pek Ih Loo sat
mengurung dan melindungi Tan Kia-beng di dalam kurungan segi tiga.
Walaupun barisan pedang Im Hong Kiam Tin dari Chuan Tiong Ngo Kui mempunyai daya pengaruh yang luar biasa tetapi untuk menjebolkan pertahanan gabungan ketiga orang itu bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, terutama sekali permainan pedang dari Pek Ih Loo sat benar-benar ganas dan buas hampir hampir tak ada orang yang berani mendekati dirinya.
Dengan watak simuka riang berhati ular yang licik, dan berpikiran panjang walaupun jelas ia melihat Dara Berbaju Hijau itu berdiri disisi kalangan tanpa ikut campur tapi hal ini merupakan suatu halangan yang selalu mengganjel dihatinya.
Ia merasa persoalan itu semakin cepat diberekan semakin baik, karena itu permainan pedang Bang Kun Kiam nya semakin gencar lagi. Seluruh angkasa sipenuhi dengan suara suitan aneh.
Begitu suara suitan bergema keluar, perputaran barisan itupun semakin cepat seaat kabut hitam menututpi seluruh pandangan mengiringi suara dengusan yang mendebarkan hati.
Dibalik deruan angin dingin bau busuk yang memuakkan makin lama semakin menebal, seketika itu juga si Raja Akhirat berwujud ketawa merasakan daya tekanan makin lama semakin berat.
Bagi Pek IH Loo sat masih tidak mengapa tapi buat Si Raja Akhirat berwajah tertawa berdua, mereka mulai merasa tidak tahan.
Lingkaran kepungan dari barisan pedang itu makin lama bergerak semakin menyempit SIauw Siang Yu su serta Si rajah


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akherat berwajah ketawa sudah mulai merasa sulit untuk menggeserkan kakinya lagi.
Ketika itulah, mendadak....
Dua sosok bayangan manusia satu muka yang lain
dibelakang meluncur datang mendekati ke tengah kalangan.
"Penguasa Go, harap kau tahan sebentar aku orang she Bok suami istri sudah datang" seru orang itu keras.
Tapi barisan pedang Ngo Kui Im Hong Kiam Tin dari "Chuan Tiong Ngo Kui" sudah bergerak mencapai puncaknya, mereka sama sekali tidak menggubris terhadap datangnya suara bentakan tersebut.
Melihat dirinya tidak digubris, orang itu jadi murka, sambil membentak marah tubuhnya berdua langsung menerjang masuk ke dalam barisan.
Dimana angin dingin menyambar lewat suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa. dua orang lelaki kekar bagaikan batu kelereng bersama-sama dengan pedangnya terpukul mencelat meninggalkan kalangan.
Orang yang baru saja turun tanagn sama sekali tidak meninggalkan rasa welas asih menggunakan kesempatan ketika semua orang rada melengak dibuatnya itulah tiga buah serangan kembali menyambar lewat, bersamaan itu pula Pek Ih Loo sat sekalian yang berada di dalam kalangan menggunakan kesempatan itu menerjang ke depan, seketika barisan pedang kacau berantakan. suara jeritan
berkumandang susul menyusul.
Go Tou Seng tidak tahu siapakah orang yang baru saja datang itu, melihat banyak anak buahnya terluka maupun binasa ia jadi gusar
Diiringi suara bentakan keras, barisan pedang berhenti bergebrak lalu berbareng dengan si Setan Gantung Pengikat Sukma meloncat keluar dan menerjang ke arah orang itu.
Setelah tiba dekat dengan kedua orang itu maka mereka baru mengenal jika orang itu bukan lain adalah "Thay Gak Cungcu" Bok Thian-hong suami istri.
Tak terasa lagi air mukanya berubah hebat, sambil tertawa dingin, serunya, "Bok heng, apa maksudmu berbuat demikian?"
"Karena terburu-buru, maaf kami turun tangan terlalu berat" buru-buru Bok Thian-hong manggut manggut sambil tertawa.
"Hmmm! apa maksud kedatangan Bok Toa Cungcu tidak usah ditanya aku pun sudah tahu" dengus si Setan Gantung Pengikat Sukma dingin.
"Kita semua berasal dari satu golongan yang sama perduli menghadapi persoalan apapun ada seharusnya dirundingkan dahulu caramu turun tangan melukai orang jelas membuktikan jika kalian tidak pandang sebelah matapun terhadap kami berdua!"
Walaupun Chuan Tiong Ngo Kui berwatak ganas dan buas, tapi terhadap Thay Gak Cungcu yang pernah menggetarkan dunia persilatan ia masih mengalah tiga bagian.
"Haaa.... haaa.... haaa.... kau sudah salah mengartikan maksudku" seru Bok Thian-hong sambil tertawa seram. "Tan Kia-beng adalah sute dari aku orang she Bok aku harap kalian suka memandang di atas wajah kami suami isteri berdua untuk melepaskan dirinya aku orang she Bok tentu akan merasa sangat berterima kasih."
Si Setan Gantung Pengikat Sukma melotot bulat bulat sehabis mendengar perkataan tersebut lalu dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Bangsat cilik itu punya ikatan dendam sedalam lautan dengan kami kakak beradik. Malam ini akan sia-sia saja kau banyak cakap."
Lei Hun Hwie-cu yang selama ini berdiam diri, pada saat ini mendadak maju ke depan.
"Jika demikian adanya kalian berdua tidak suka memberikan muka kepada kami suami istri?" teriaknya sinis.
"Membunuh orang bayar nyawa, hutang uang bayar uang.
Tiada berguna kalian berdua banyak bicara!"
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 23 Si dara cantik berbaju hijau yang selama ini berdiri disamping tiba-tiba terawa dingin.
"Dikolong langit saat ini banyak orang yang tidak mengetahui akan kekuatan sendiri, aku ingin mengetahui akan kekuatan sendiri, aku ingin melihat orang-orang ini hendak menggunakan cara apa untuk memperlakukan orang lain."
Beberapa orang yang hadir disana rata-rata pada
mengetahui bagaimanakah lihaynya si Si Dara Berbaju Hijau itu, walaupun mereka tidak tahu siapakah yang sedang dimaksudkan olehnya tapi perkataan tersebut cukup memancing perhatian yang amat besar dari semua orang.
Hanya Si Raja Akhirat berwajah ketawa serta Siauw Siang Yu su dua orang saja berpikiran dalam, walaupun tadi mereka
turun tangan bersama-sama Pek Ih Loo sat untuk melawan barisan Im Kiam Tin dari Chuan Tiong Ngo Kui tapi hal itupun dikarenakan keadaan yang memaksa.
Kini setelah keadaan tenang, kerakusannya muncul kembali.
Menggunakan kesempatan sewaktu Si muka riang berhati ular Go Tou Seng sedang bercakap-cakap dengan Thay Gak Cungcu mereka berdua saling bertukar pandangan sekejap lalu satu dari kiri yang lain dari kanan bersama-sama menubruk ke arah tubuh Tan Kia-beng.
Jarak diantara kedua orang itu sangat dekat, apalagi turun tangan secara tiba-tiba, walaupun Pek Ih Loo sat berada sangat dekat dengan pemuda itupun dibuat gelagapan.
Tan Kia-beng yang sedang berdiri tenang di tengah kalangan, mendadak melihat si Raja Akhirat berwajah ketawa dua orang turun tangan bersama-sama, dengan sebat ia menggerakkan telapak tangannya membentuk gerakan
setengah lingkaran di tengah udara lalu dengan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" membabat keluar.
Terasalah segulung angin pukulan hawa khie-kang yang maha dahsyat laksana angin taupan menggulung keluar, kehebatannya sangat luar biasa.
Si Raja Akhirat berwajah ketawa sama sekali tidak menyangka jika tenaga dalam dari Tan Kia-beng sudah pulih kembali, tidak ampun lagi dadanya dengan tepat kena terhajar keras.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, tubuhnya bagaikan kelereng mencelat ke tengah udara membawa hujan darah yang amat deras, tubuhnya begitu terjengkang ke atas tanah, napaspun segera berhenti bergerak.
Melihat kejadian itu Siauw Siang Yu su yang ada
dibelakangnya jadi sangat terkejut, sedikit tangannya berayal iganya kena satu hajaran dahsyat.
Diiringi suara dengusan berat iapun muntahkan darah segar, tubuhpun mencelat sejauh satu kaki lebih kemudian putus nyawa.
Perubahan yang terjadi diluar dugaan ini seketika itu juga menggetarkan seluruh kalangan, bahkan sampai Pek Ih Loo sat sendiripun dibuat kebingungan setengah mati, hanya sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian seorang yang tetap berdiri disana dengan senyuman dikulum.
Tan Kia-beng yang secara mendadak berhasil memukul mati dua orang jagoan lihat dalam satu jurus, pikirannya segera jadi tersadar kembali, pikirnya.
"Bukankah seluruh tenaga dalamku sudah punah" kenapa secara tiba-tiba pulih kembali seperti sedia kala?"
Teringat akan persoalan itu buru-buru hawa murninya dikumpulkan dipusar lalu perlahan-lahan disalurkan mengelilingi seluruh tubuh
Terasa segulung aliran panas muncul dari pusar, mengikuti keinginannya menembusi ratusan buah jalan darah penting langsung menembusi urat darah dan mencapai pada
puncaknya. Ia merasa tenaga dalam yang dimilikinya saat ini bukan saja sudah pulih kembali seperti sedia kala bahkan kekuatannya berlipat ganda, semangat jadi berkobar kobar, setelah menghembuskan napas panjang lambat lambat ia berjalan maju ke depan.
Keadaan Chuan Tiong Jie Kui ketika itu sudah tidak seangker, sesombong tadi lagi seluruh harapannya ikut musnah bersama-sama dengan getaran angin pukulan yang dilancarkan Tan Kia-beng terhadap si Raja Akhirat berwajah ketawa serta Siang Yu Su
Thay Gak Cungcu suami istri yang pada mulanya masih tarik otot bersitegang, mengikuti perubahan suasana perlahan-lahan jadi halus kembali. melihat Tan Kia-beng selangkah demi selangkah berjalan mendekat tanpa terasa merekapun ikut mundur berulang kali ke belakang.
Tiba-tiba sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian tertawa terkekeh kekeh.
"Orang-orang yang ada maksud mengincar pedang pusaka milik orang lain, sekarang boleh mulai turun tangan. jika sampai terlambat lagi mungkin tidak akan mendapatkan kesempatan lagi."
Walaupun Pek Ih Loo sat dapat melihat jika tenaga dalam Tan Kia-beng sudah pulih kembali tapi karena kuatir dia yang sembuh sulit untuk menahan serangan gencar, tubuhnya segera melayang kesisinya dan sambil menuding Chuan Tiong Jie Kui makinya, "Sekarang kalian tiada halangan untuk mengeluarkan barisan Ngo Kui Im Hong Kiam Tin lagi, biarlah nonamu coba-coba".
Sebaliknya Tan Kia-beng sama sekali tidak menggubris Chuan Tiong Jie Kui lagi, ia langsung berjalan mendekati Thay Gak Cungcu.
"Jie suheng, apakah selama ini baik-baik saja?" tegurnya sembari menjura.
Dengan perasaan sedih Bok Thian-hong menggeleng lalu tertawa getir.
"Tenaga dalam Hian ti sudah pulih seperti sedia kala berarti pula tugas dari kami suami istri selesai sampai disini saja. Ih heng tahu bahwa dosa yang telah aku lakukan sudah bertumpuk tumpuk. sampai waktunya tentu akan mengambil tindakan tindakan dimana perlu, Ih heng tidak ingin menyusahkan Hian ti lagi."
Habis berkata lengannya diulapkan lalu mencelat ke tengah udara dan lenyap dibalik hutan yang lebat, dengan perasaan sedih Lei Hun Hwie cu melirik pula sekejap ke arah pemuda tersebut lalu menguntil Bok Thian-hong berlalu dari sana.
Dengan perasaan berduka Tan Kia-beng memandang
bayangan punggung Bok Thian-hong suami isteri hingga lenyap dari pandangan. jika mengikuti tindak tanduk yang dilakukan suami isteri itu pada masa tempo dulu seharusnya dijatuhi hukuman mati, tapi sejak perkampungan Thay Gak Cung kena tersapu bersih dan Bok Thian-hong kehilangan separuh lengannya keadaan dari suami istri tersebut berubah seperti dua orang yang lain. pada pengangkatan ciangbunjin dikemudian hari hukuman apa yang harus dijatuhkan kepada mereka rasanya masih sulit untuk dibicarakan.
Dengan seorang diri ia berdiri termenung disana, sedang antara Pek Ih Loo sat dengan Chuan Tiong Jie pun sudah meningkat pada situasi yang penuh ketegangan.
Kedua orang setan yang sudah terbiasa melakukan
kebuasan, sudah tentu tak bakal menerima caci maki serta sindiran sindiran pedas dari Pek Ih Loo sat, ketika gadis tersebut maju menerjang ke depan merekapun telah mengatur Ngo Kui Im Hong Kiam Tin nya menanti kedatangan pihak musuh.
Selama semalaman penuh hati Pek Ih Loo sat penuh diliputi kemasgulan, dan hingga kini tiada kesempatan untuk diumbar keluar.
Kini setelah badannya menerjang maju ke depan, tanpa ragu ragu lagi diiringi suara bentakan keras golok lengkung keperak perakan membentuk serentetan cahaya tajam menyambar pinggang Go Tou Seng.
Tujuan utama dari simuka riang berhati ular sebenarnya tidak berada pada Pek Ih Loo sat, tapi ia tahu asalkan mereka berhasil mengurung gadis ini ke dalam kepungan maka Tan Kia-beng pasti akan turun tangan memberikan pertolongan.
Menggunakan kesempatan itulah mereka akan mengurung pemuda tersebut ke dalam barisan, oleh sebab itu melihat Pek Ih Loo sat bergerak merekapun segera tertawa dingin.
Pedang Sang Bun Kiam nya dengan menimbulkan suara suitan aneh menggulung tubuh pihak lawan ke dalam kurungan kabut hitam hawa pedangnya, diikuti suara bentakan bergema memenuhi angkasa, si Setan Gantung Pengikat Sukma memerintahkan anak muridnya untuk mulai menggerakkan barisan pedangnya.
Seketika itu juga kabut hitam memenuhi angkasa, suara suitan aneh memekikkan telinga, tubuh Pek Ih Loo sat tahu-tahu sudah terkurung di tengah lautan pedang yang menyilaukan mata.
Tan Kia-beng yang sedang berdiri tertegun di tengah kalangan dan secara tiba-tiba mendengar suara yang aneh berkumandang keluar dari belakang tubuhnya dengan sebat putar badan.
Melihat Hu Siauw-cian kena didesak Chuan Tiong Jie Kui sehingga terkurung rapat rapat di dalam barisan Ngo Kui Im
Hong Kiam Tin kontan alisnya dikerutkan, tubuh bergerak siap ikut serta menerjunkan diri ke dalam kalangan.
Mendadak.... Sesosok bayangan manusai berkelebat lewat "Kau jangan turun tangan dulu," teriaknya merdu. "Lukamu baru saja sembuh, kau beristirahat biar aku wakili dirimu".
Tubuhnya dengan sebat segera meluncur masuk ke dalam kalangan.
Kiranya orang itu bukan lain adalah sidara cantik berbaju hijau, Gui Ci Cian adanya.
Ia mengerti jelas sebagaimana dahsyatnya kepandaian silat yang dimiliki kedua orang gadis tersebut, setelah ada mereka berdua yang turun tangan sekalipun Ngo Kui datang semuapun belum tentu bisa mengapa apakan mereka berdua.
Oleh karena itu ia lantas menghentikan gerakan tubuhnya dan sambil bergendong tangan menonton jalannya
pertarungan dari samping kalangan.
Pada halaman depan kita pernah mengungkap bahwa berita punahnya kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng sudah tersiar luas diseluruh dunia persilatan, orang yang melakukan pengejaran kepadanyapun bukan cuma satu dua rombongan saja.
Ketika itu di dalam hutan sudah kedatangan berpuluh rombongan orang yang pada saat itu pada bersembunyi dan menonton jalannya situasi dengan hati tenang.
Ketika dilihatnya Chuan Tiong Jie Kui beserta anak buahnya sudah berlangsung suatu pertarungan sengit melawan kedua orang gadis itu dan kini hanya tinggal Tan Kia-beng seorang
diri berdiri disisi kalangan mereka anggap inilah suatu kesempatan yang bagus untuk turun tangan.
Sreeet! sreeet! sreeet! berturut turut berpuluh puluh orang meluncur keluar dari balik hutan.
Dua orang yang pertama adalah manusia aneh berpakaian mantel warna ungu dengan wajah kurus kering bagaikan mayat hidup begitu melayang turun ke atas permukaan tanah langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng gerakannya sangat cepat bagaikan sambaran kilat.
Pada saat si manusia aneh menubruk ke arah pemuda she Tan itulah mendadak berbareng waktunya berkumandang pula dua kali suara bentakan nyaring disusul menubruk datangnya dua orang menyongsong kedatangan manusia aneh tersebut.
Bayangan manusia berkelebat lewat, masing-masing sudah berpisah dan berdiri kurang lebih lima depa dari Tan Kia-beng.
Terhadap datangnya tubrukan bayangan manusia itu Tan Kia-beng sama sekali tidak ambil gubris, ia tetap berdiri di tempat semula tenang-tenang saja, menanti orang-orang itu sudah melayang turun ia baru melirik sekejap ke arah mereka.
Ternyata orang-orang itu tidak terlalu asing baginya, si manusia aneh itu bukan lain adalah "Thay Heng Siang Mo"
sedang orang yang menghajar mundur si manusia aneh itu adalah "Im Yang Siu su" atau si siucay banci Hoo Kian serta seorang kakek tua berdandan toosu.
Masing-masing pihak berdiri saling berhadap hadapan bagaikan jago hendak bertarung, mendadak terdengar si Toa mo Lie Ie membentak keras, "Orang she Hoo, sepasang matamu lebih baik kau pentang sedikit terang, di dalam peristiwa ini sudah ada kami bersaudara yang turun tangan selamanya tak akan membiarkan orang lain ikut campur."
Mendengar teguran itu tanpa sedikit jeri pun Im Yang Siu su tertawa terbahak-bahak "Orang she Lie. seberapa besar tenaga yang kau miliki?"
"Hmmm! jadi kau tidak percaya" Nih cobalah"
Telapak tangan dibalik kontan mengirim satu pukulan dahsyat ke depan.
Air muka Im Yang Siu su berubah hebat selagi ia bersiap-siap hendak mengirim serangan untuk menyambut datangnya hajaran itu mendadak dari sisi tubuh kembali menggulung keluar serentetan angin serangan langsung menyambut datangnya serangan dari Toa mo.
"Braaak! Bluuum.... di tengah bentrokan keras suara ledakan bergema memecahkan kesunyian. Lie Ih dengan mata melotot gusar berturut turut mundur lima langkah ke belakang.
Ketika ia pertajam matanya, maka terlihatlah orang yang serangannya di tengah jalan tadi bukan lain adalah si orang tua berdandan toosu itu.
Tak kuasa lagi matanya melotot semakin besar, bentaknya gusar, "Siapakah saudara" kau bersiap-siap hendak satu melawan dua?"
Im Yang Siu su yang ada dikalangan cepat menimbrung seraya tertawa tergelak.
"Soal itu harap saudara suka berlega hati, Ngo Ih Koan-cu yang namanya terkenal di mana mana tidak mungkin akan menggunakan sistim dua lawan satu, apalagi Ong-heng pun bukankah masih berada disini?"
Toa mo, Lie Ih yang mendengar disebutkannya nama Ngo Ih Koan-cu, ia baru tahu jika si kakek tua berdandan toosu ini
bukan lain adalah Ngo Ih Koan-cu yang terkenal di dalam Bulim karena ilmu Sia bun Khie kang nya.
Tak kuasa hatinya merasa terperanjat, tapi dengan wataknya yang buas walaupun sang hati kaget telapak tangannya tetap dipersiapkan untuk melancarkan serangan, badannya perlahan-lahan maju mendekat.
Jie-mo ong Kang sebenarnya sudah siap hendak turun tangan, tapi secara mendadak satu ingatan berkelebat di dalam benaknya.
"Loo-toat: tunggu sebentar, jangan turun tangan dulu"
bentaknya cepat.... "Apakah kau sudah melupakan tujuan kita datang kemari?"
Diluar kedengarannya ia seperti sedang memperingatkan Toa-mo jika tujuan mereka yang terutama adalah menghadapi Tan Kia-beng sehingga tidak ada gunanya untuk beribut dengan orang lain, padahal yang benar ia sedang
memperingatkan Toa-mo untuk sementara menahan sabar sembari menanti kedatangan bala bantuan yang sebentar lagi akan tiba.
Mendengar peringatan tersebut "Toa mo" Lie Ih jadi tersadar kembali, ia tertawa dingin.
"Baik! hutang piutang kali ini kita catat dulu untuk dibikin perhitungannya dikemudian hari, kita hadapi dulu sibangsat cilik ini"
Badannya berputar siap menubruk kembali ke arah Tan Kia-beng.
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Si siucay banci membentak.
"Aku orang she Hoo ingin mengutarakan pula satu urusan dengan dirimu. ini malam setelah ada aku orang she Hoo serta
Koancu disini, kami tak akan membiarkan orang lain untuk ikut campur"
Selesai berkata bagaikan putaran roda kereta langsung menghadang dihadapan Tan Kia-beng.
Walaupun terang terangan pemuda she Tan ini mendengar jika orang-orang itu sedang memperbincangkan soal pedang kumala yang tergantung pada pinggangnya tapi ia tetap bungkam dalam seribu bahasa, sepasang matanya dengan tajam memperhatikan pertarungan antara Chuan Tiong Ngo Kui melawan si Dara Berbaju Hijau serta Pek Ih Loo sat.
"Toa Mo" Lie Ih setelah kena terpanasi oleh kata-kata si siucay banci, kegusarannya tak terbendung lagi, diiringi suara suitan nyaring sepasang telapak tangannya diputar sedemikian rupa secepat kilat melancarkan delapan buah serangan dahsyat.
Im Yang Siu su yang melihat kejadian itu, alisnya melentik.
"Kau kira aku orang she Hoo benar-benar jeri terhadap dirimu" teriaknya sambil tertawa dingin.
Telapak tangan membabat kaki menendang, di dalam
sekejap mata ia sudah melancarkan tujuh buah pukulan lima buah tendangan.
di tengah suara bentrokan keras masing-masing pihak mundur dua langkah ke belakang, keadaan tetap seimbang.
Jie-mo yang melihat Toa-mo sudah bergebrak melawan orang, alisnya berkerut, mendadak tubuhnya maju menerjang ke depan tangannya secepat kilat mencengkeram tubuh Tan Kia-beng.
Di dalam sangkaannya serangan yang ia lancarkan kali ini pasti akan mendatangkan hasil, siapa nyana mendadak dari
sisi tubuhnya melayang datang sebuah serangan yang langsung mengancam jalan darah "Ci Ti Hiat" pada lengannya itu pula terdengar seseorang berseru ketus, "Saudara, lebih baik kau sedikit jujur kalau tidak jangan salahkan pinto akan turun tangan telengas."
Serangan tersebut mendesak Jie mo, Ong Kuang harus menarik kembali serangannya ke belakang.
"Jadi kalian berdua sudah ambil keputusan menjadi pengawal orang malam ini?"
"Kalau benar kau mau apa?"
"Jie mo, Ong Kuang yang kena dipancing keluar watak gunanya segera meraung ganas tubuhnya bagaiakn kalap menubruk ke depan. dimana cakar setannya dipentang, digetarkan dalam waktu singkat ia sudah mengirim sebelas buak serangan dahsyat.
Gencar, dahsyat, telengas, kontan menggulung seluruh tubuh Ngo Ih Koancu ke dalam bayangan telapak.
Sudah lama Ngo Ih Koancu mengetahui bagaimanakah
ganas serta telengasnya tindak tanduk Siang Mo, pada saat ini ia tidak berani berlaku gegabah, ujung baju buru-buru dikebaskannya kemudian dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuhnya yang amat sempurna secepat kilat meloloskan diri dari jepitan kesebelas buah serangan tersebut.
kemudian dengan mengumpulkan seluruh tenaga Sian bun Khie-kang nya balas mengirim serangan.
Demikianlah empat orang sudah memecah jadi dua
kelompok saling beradu sengit dengan mengerahken seluruh kepandaian silat yang dimilikinya selama ini.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng mendengus sinis, lalu sembari tertawa dingin serunya, "Anjing menggigit anjing, kalian adulah jiwa kalian, siauw ya tiada kesempatan untuk menikmati peristiwa ini lagi."
Mendadak tubuhnya berkelebat langsung menerjang masuk ke dalam barisan Ngo Kui Im Hong Kiam Tin dari Chuan Tiong Jie Kui.
"Siauw Cian, cepat hajar habis mereka, hari sudah gelap".
Mulutnya berbicara, diam-diam hawa khie kang Jie Khek Kun Yen Kan Kun So nya dipersiapkan setiap waktu turun tangan.
Pek Ih Loo sat serta sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian bisa bertahan di dalam barisan Ngo Kui Im Heng Kiam Tin tanpa menang tanpa kalah disebabkan watak kedua orang gadis itu sama-sama keras dan sombong siapapun tidak ingin dibantu pihak yang lain bersamaan itu pula merekapun tidak mau membantu pihak lain, maka dari itu walaupun
kelihatannya mereka bergebrak dengan kerja sama, padahal masing-masing orang bertahan mengandalkan kepandaian sendiri.
Oleh karena itu walaupun sudah bertahan tapi tidak berhasil juga membobolkan pertahanan barisan tersebut.
Setelah Tan Kia-beng berteriak dari luar kalangan, mereka berdua baru tersadar kembali.
Sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian pertama tama yang unjuk gigi, ujung bajunya dikebaskan keluar, segulung kabut hijau yang tebal segera menggulung keluar bagaikan gulungan air di tengah samudera.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, dua orang jagoan pedang yang berada di depan kena terpukul pental dari kalangan oleh hantaman Hong Mong Cie Khie tersebut.
Kebetulan sekali pada waktu itu Pek Ih Loo sat pun sudah mulai unjuk gigi, golok peraknya laksana sambaran kilat mengirim tiga buah serangan berantai yang amat gencar telapak kirinya dengan mengumpulkan sepuluh bagian tenaga dalam mengirim satu pukulan Tok Yen Mo Cian.
Di tengah jeritan ngeri yang menyayatkan hati, dua orang jago pedang mati seketika dibawah serangan telapaknya, kontan suasana dalam barisan jadi kacau balau.
Selama ini Tan Kia-beng menonton jalannya pertarungan disisi kalangan dengan tenang, sewaktu dilihatnya simuka riang berhati ular Go Tou Seng masih juga memberi petunjuk kepada para anak buahnya untuk menutup lubang lubang kelemahan yang baru saja bobol dan siap pertahankan terus keutuhan barisan pedangnya hati jadi mendongkol.
Dengan alis berkerut, hawa napsu melintasi di atas wajahnya mendadak sepasang telapak tangannya didorong ke depan. Ilmu pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So sudah dilancarkan kemuka.
Gerombolan jago yang sedang bergerak seru itu tidak menyangka bakal muncul suatu hajaran sedemikian
dahsyatnya, suara jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul, tubuh mencelat barisan bobol kocar kacir tidak karuan.
Selama hidup Chuan Tiong Jie Kui belum pernah menemui ilmu pukulan selihay dan seaneh ini, tak terasa hatinya jadi
sangat terperanjat, tanpa memperduli anak muridnya lagi mereka kebaskan pedang dan melarikan diri terbirit birit.
Pek Ih Loo sat benar-benar mendendam terhadap kedua orang setan tersebut, tubuhnya bergerak siap melakukan pengejaran tapi kena dicegah oleh Tan Kia-beng.
"Tidak usah dikejar lagi!" serunya cepat "Cepat atau lambat mereka tak bakal lolos dari cengkeraman kita, tinggalkan agar di kemudian hari Mo Cuncu bisa membalas dendam buat diri sendiri."
Setelah mendengar perkataan tersebut Hu Siauw-cian baru menghentikan langkahnya mendadak ia menemukan sidara cantik berbaju hijau Gui Ci Cian tetap berdiri termangu-mangu disana, buru-buru ia menyenggol Tan Kia-beng seraya berbisik lirih, "Eeei.... kenapa kau tidak menyapa kawanmu itu?"
Diperingatkan oleh Hu Siauw-cian, Tan Kia-beng baru merasakan hatinya rada bergerak, ia merasa kedatangan Gui Ci Cian pada malam ini sangat mendadak sekali bahkan pulihnya tenaga dalam yang punahpun sangat aneh ia duga dibalik kesemuanya ini masih ada hal hal yang patut dicurigakan.
Cuma ia mimpipun tidak menyangka jika buah "Touw" yang dibawa sang pelayan rumah penginapan waktu itu sebenarnya adalah sebuah jin som yang sudah berusia seribu tahun.
Buru-buru ia melangkah maju mendekati si Si Dara Berbaju Hijau.
"Nona, kenapa hingga sekarang kau belum kembali ke gurun pasir?" tegurnya seraya menjura.
"Heeei.... urusan sudah berubah jadi begini, bagaimana kau bisa pulang ke gurun pasir?" perlahan-lahan dara she Gui ini menghela napas panjang.
"Apakah suhumu belum kembali ke gurun pasir?"
"...."
"Apa mungkin pihak Isana Kelabang Emas sudah mempersiapkan siasat licik lain?"
"...."
"Lalu kenapa?"
Dengan nada sedih kembali Gui Ci Cian menghela napas panjang.
"Kau selalu saja mendesak aku untuk memberi keterangan tentang urusan macam itu. kau suruh aku Gui Ci Cian secara bagaimana memberikan jawabannya" terus terang kukatakan, semua pekerjaan yang aku Gui Ci Cian lakukan selama beberapa hari ini kesemuanya merupakan perbuatan yang melanggar peraturan perguruan Isana Kelabang Emas, apakah kau merasa kesemuanya ini masih belum cukup?"
Tan Kia-beng tahu kepahitan hatinya, buru-buru
menyambung. "Jikalau Nona merasa susah untuk menjawab pertanaanku itu sudah tentu cayhe tak akan mendesak, tapi entah secara bagaimana mendadak di tengah malam ini kau bisa muncul disini, apa tujuanmu?"
"Berita tentang punahnya kepandaian silat yang kau miliki sesudah tersebar luas diseluruh dunia kangouw, kedatangan dari aku Gui Ci Cian lain dari pada keajaiban terhadap dirimu."
"Jadi maksudmu kau sudah tahu bila tenaga dalamku bakal pulih kembali seperti sedia kala?"
"Bolehlah dikatakan demikian!"
"Aaakh! budi yang amat besar ini pada suatu hari aku orang she Tan tentu akan membalasnya!" seketika Tan Kia-beng jadi tersadar kembali dan buru-buru menjura ke arah gadis tersebut.
Dengan sebat Gui Ci Cian meloncat ke samping
menghindarkan diri dari penghormatan itu.
Apakah aku hanya membutuhkan ucapan terima kasihmu saja setelah sudah susah payah menempuh bahaya
menghianati perguruan"...."
Sepasang matanya mendadak memerah, titik-titik air mata jatuh berlinang diiringi suara helaan napas panjang katanya lagi, "Gui Ci Cian masih ada sepatah kata hendak kuberi tahukan kepadamu, sejak jaman kuno dua jago tak akan berdiri berbareng dikemudian hari mara bahaya masih banyak harap kau suka baik-baik berjaga diri, dan siauw moay pun mohon diri terlebih dulu."
Dengan cepat ia melirik sekejap ke arah pemuda tersebut, bayangan hijau berkelebat dengan membawa desiran tajam gadis itu lenyap dibalik hutan.
Menanti bayangan dari gadis itu sudah lenyap tak berbekas Tan Kia-beng baru merasakan hatinya sed
Jodoh Si Mata Keranjang 9 Bara Naga Karya Yin Yong Bukit Pemakan Manusia 4
^