Pencarian

Misteri Bayangan Setan 13

Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 13


fana ini" "Haaa.... haaa.... haaa.... perkataanmu sedikitpun tidak salah, aku orang she Tan pun bersumpah tak akan hidup berdampingan dengan dirimu."
"Bluummm! Braaak!" mendadak masing-masing pihak kembali beradu kekerasan mengakibatkan masing-masing pihak terdorong mundur dua langkah ke belakang.
Berhubung waktu itu Tan Kia-beng sedang buka suara dan perhatian sedikit bercabang ia terpukul mundur setengah langkah lebih ke belakang baru bisa berdiri tegak, saking khekinya alis kontan saja berkerut.
"Tiada halangan kita orang mencoba serangan yang kedua"
bentaknya keras.
Telapak tangan diputar satu lingkaran, dengan
menggunakan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" ia mendorong telapak tangannya ke arah dada musuh, serangan ini telah menggunakan sembilan bagian tenaga sakti Pek Tiap Sin kang.
Liuw Lok Yen tertawa dingin.
"Aku akan mengiringi kemauanmu dengan taruhan nyawa!"
Telapak tangan didorong kemuka, segulung hawa pukulan yang lunak tapi berhawa dingin dengan cepat meluncur kemuka.
Yang satu bertenaga keras dan yang lain bertenaga lunak dengan cepatnya saling berbentur di tengah udara....
"Bluuuummm!!" kembali ditegah kalangan dipekikkan oleh suara ledakan yang maha dahsyat, Liue Lok Yen ternyata kena terdorong oleh daya pantulan yang sangat aneh itu sehingga ujung baju berkibar kibat, sang tubuh menyusut mundur tujuh, delapan langkah.
Sedangkan Tan Kia-beng sendiripun dengan sempoyongan mundur lima langkah lebar ke belakang.
Mendadak tubuh Liuw Lok Yen laksana kerikil mental balik, ujung jubahnya disilangkan di depan dada, segulung kabut warna hijau yang tebal bagaikan mengamuknya ombak dahsyat langsung menggulung datang.
Pada saat itulah perempuan tersebut telah mengeluarkan ilmu sakti andalannya "Hong Mong Cie Kie" untuk menguasai pihak lawan.
Ketika itu Tan Kia-beng pun sudah punya kepercayaan seratus persen terhadap ilmu sakti Jie Khek Yen Kun Ciu Khie nya melihat Liauw Lok Yen mengeluarkan ilmu sakti "Hong Mong Cie Khie" dari Liuw Lok Yen, tidak disangka hanya terpaut beberapa hari saja ilmu tersebut sudah merupakan ilmu tandingan dari Hong Mong Cie Khie.
Kiranya tenaga murni hasil latihan seratus tahun yang diterimanya dari Han Tan Loo jien serta butiran pil dari ular seribu tahun tersebut setelah melewati pertarungan sengit melawan Liuw Lok Yen, Hu Sang Popo serta Leng Lam Shia Sin saat ini sudah terhisap semua ke dalam tubuhnya, sekarang ia telah memilikinya dua kali enam puluh tahun hasil latihan, oleh karena itu begitu ilmu pukulan Jie Khek Yen Kan Kun So nya dikeluarkan, daya kehebatannya berhasil menembusi tenaga khiekang yang melindungi sekeliling tubuh perempuan tersebut.
Cuma saja pemuda itu masih belum menyadari, menanti serangan berhasil merubuhkan Liuw Lok Yen ia beru tertegun dibuatnya, tapi sebentar kemudian pemuda sudah tersadar kembali bentaknya keras, "Dendam terbunuhnya ayahku berat bagaikan gunung Thaysan, Liuw Lok Yen serahkan nyawamu!"
Tubuhnya segera melompat dan menubruk ke arah Liuw Lok Yen yang menggeletak di atas tanah.
Ci Lan Pak serta Gui Ci Cian yang melihat suhunya kena dirubuhkan oleh Tan Kia-beng, tak terasa hatinya bergidik.
Kong Sun Su dengan mata melotot gusar dan diiringi suara raungan keras segera menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Si Penjagal Selaksa Lie tertawa dingin tiada hentinya, sang tubuh melintang dan menghalangi perjalanannya.
Kong Sun Su yang berada dalam keadaan gusar tidak memilih putih hijau lagi angin pukulannya dilancarkan menderu deru dalam sekejap mata delapan buah pukulan sudah dilancarkan keluar dan setiap serangan semuanya menggunakan hampir mencapai sepuluh bagian tenaga, dahsyatnya bagaikan ombak besar menghantam pantai, sungguk luar biasa.
Sekalipun Si Penjagal Selaksa Li memiliki tenaga lweekang yang amat sempurna untuk sementara iapun kena terdesak juga sehingga kalang kabut dan tak sanggup melancarkan serangan balasan.
Waktu itu Tan Kia-beng sudah tiba di sisi Liuw Lok Yen, dilihatnya perempuan itu memejamkan matanya rapat rapat, air muka berubah pucat pasi bagaikan mayat seluruh tubuhnya berlepotan darah sedang semangatnya lesu. Gui Ci Cian sedang memeluk badannya dan mengusap darah kering yang mengalir keluar dari bibir. melihat Tan Kia-beng menubruk datang dengan keadaan yang sangat ganas, dengan cepat ia bangun berdiri.
"Apa yang hendak kau lakukan?" tegurnya dingin.
"Menuntut balas buat kematian berdarah dari ayahku beserta kawan-kawan Bulim yang ia celakai"
"Dari kedua belas urat nadinya sudah ada lima yang terputus, apakah kau tidak ingin melepaskan seorang manusia yang sudah mendekati saat saat kematian?"
Bukannya cayhe telah turun tangan terlalu ganas, tapi menghadapi manusia licik berhati ular macam begini jikalau tidak dibasmi tentu akan mendatangkan bencana di kemudian hari."
Mendadak Gui Ci Cian menjerit melengking, "Kau anggap dirimu sebagai seorang pendekar sejati yang mengutamakan keadilan, tidak disangka ternyata tidak tahu diri, terus terusan kau berkata ingin membalaskan dendam ayahmu apakah aku Gui Ci Cian tidak boleh melindungi keselamatan guruku"
jikalau kau bulatkan tekad ingin membinasakan dirinya lebih baik binasakan dulu aku."
Dengan adanya kejadian ini maka keadaan Tan Kia-beng jadi serba salah, beberapa kali Gui Ci Cian turun tangan menolong nyawanya, jikalau ia keras kepalanya ingin membinasakan juga Liuw Lok Yen yang sudah hampir
mendekati ajalnya ini maka jelas ia akan bergebrak melawan gadis tersebut, mana boleh peristiwa ini sampai terjadi"
Karenanya ia tertawa panjang....
"Haaa.... haaa.... haaa.... kau tidak usah menyindir diriku dengan menggunakan kata-kata semacam ini, nona sudah banyak meletakkan budi pertolongan kepada cahye aku orang she Tan merasa sangat berhutang budi, malam ini dengan memandang di atas wajah nona akan kulepaskan dirinya satu kali, dengan demikian bisa pula cayhe sedikit membalas kebaikan budi nona dimasa yang lalu."
Habis berkata ia menjura lalu putar badan dan berjalan ke arah Si Penjagal Selaksa Li dengan langkah lebar.
Perkataan ini jelas mengutarakan bahwa ia hendak
menggunakan selembar nyawa dari Liuw Lok Yen untuk melunasi hutang budi yang telah diberikan Gui Ci Cian kepadanya selama ini.
Waktu itu sidara cantik berbaju hijau ini sedang kacau balau, ia tiada perhatian untuk meresapi kata-kata tersebut setelah menggendong tubuh suhunya Liuw Lok Yen ia baru
berteriak keras, "Suheng tidak usah bergebrak lagi dengan mereka, mari kita pergi!"
Golakan hatinya Ci Lan Pak pun pada saat ini sudah rada tenang kembali, dengan cepat ia tarik kembali serangannya lantas menjura ke atas Tan Kia-beng.
"Siauw-te sebagai murid tertua dari Isana Kelabang Emas tidak berani menghianati perguruan karena urusan pribadi, urusan malam ini akan cayhe bereskan tiga tahun
mendatang."
Habis berkata ia menjura lalu putar badan dan mengejar Gui Ci Cian yang sudah berangkat terlebih dahulu dengan cepat.
Angin puyuh sudah berlalu, sang suryapun memancarkan cahayanya menerangi seluruh jagat, dalam satu malaman Tan Kia-beng harus mengalami dua kali pertarungan sengit pada saat ini iapun merasa sedikit lelah. dengan mengiringi angin bagaikan sejuk ia menghembuskan napas panjang.
"Majikan Isana Kelabang Emas sudah jadi cacad aku rasa ia tiada bertenaga lagi untuk melaksanakan suatu gerakan"
katanya seraya menoleh ke arah Si Penjagal Selaksa Li. "Harap suheng dengan cepat balik kedusun Tau Siang Cung untuk menyelesaikan persiapan persiapan, sedang siauwte masih harus memasuki daerah Chuan Tiong terlebih dulu."
Si Penjagal Selaksa Li mengerti pemuda ini hendak menyelesaikan dahulu urusan dari Mo Tan-hong karena itu ia mengangguk dan sambil menarik tangan Pek Ih Loo sat berlalu dari sana.
Menanti Si Penjagal Selaksa Li sudah berlalu mendadak di atas benak Tan Kia-beng terbayang kembali sikap Gui Ci Cian si Si Dara Berbaju Hijau itu sesaat hendak pergi. wajahnya
kelihatan begitu murung sedih dan mendongkol tak terasa lagi ia menghela napas panjang.
"Nona Gui, walaupun aku tahu kau mencintai diriku, tapi peristiwa ini tak bisa aku hindari...."
Bagaimanapun ia masih merasa kasihan terhadap Gui Ci Cian walaupun kali ini dikarenakan hubungannya dengan gadis tersebut sudah mengampuni Majikan Isana Kelabang Emas yang telah menjadi cacat tapi justru karena persoalan in hatinya semakin tidak enak dibuatnya.
Selagi ia berpikir keras seorang diri, mendadak....
Dari tempat kejauhan berkelebat datang sesosok bayangan manusia diiringi suara gelak tertawa yang amat keras.
"Eeei.... bocah cilik!" bentak orang itu keras. "Bibit bencana sudah berhasil dibabat putus, sekaranglah saatnya untuk unjukkan diri sembari menyusun kembali kecemerlangan serta kejayaan dari Han Tan Loojien. kenapa kau seorang diri berdiri disini dengan wajah begitu murung"...."
Perlahan-lahan Tan Kia-beng mendongakkan kepalanya memandang sekejap ke arahnya, kiranya orang itu adalah si pengemis aneh dari Hong Jen Sam Yu, tak terasa lagi ia menghela napas panjang.
"Aku merasa kerepotan yang dialami seorang manusia benar-benar sangat banyak" katanya.
"Haaa.... haaa.... haaa.... jikalau terhadap kau manusia yang berbakat dan sombongpun mempunyai kerepotan, orang lain mungkin sudah pada bosan hidup" sahut si pengemis aneh sambil tertawa terbahak-bahak.
Melihat Tan Kia-beng tetap berdiri dengan mulut
membungkam mendadak ia tarik kembali tertawanya dan
menyambung dengan wajah serius. "Apa yang telah membuat kau jadi kesal aku si pengemis tua sudah mengerti sangat jelas, aku beri tahu padamu pekerjaan yang dirasakan harus dirasakan janganlah ragu ragu untuk diselesaikan, dan pekerjaan yang tak dapat dikerjakan lebih baik buang saja jauh jauh dengan demikian maka kau tak bakal jadi kesal."
"Heeei! perkataanmu memang sedikitpun tidak salah tapi ada banyak urusan yang terjadi tidak segampang seperti apa yang kau bicarakan barusan ini."
"Baik, baik.... anggap saja perkataanmu cengli dan kini ada suatu persoalan coba kau katakan seharusnya dilakukan atau tidak?"
"Urusan apa?"
Mo Cuncu berangkat seorang diri menuju ke bawah puncak Soat Hong untuk menggali harta karun yang ditanam Cau Phoa menurut apa yang aku si pengemis tua ketahui perjalanannya kali ini sangat bahaya sekali dan kau harus cepat-cepat berangkat kesana.
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Tan Kia-beng dengan perasaan terperanjat.
"Kemarin malam aku si pengemis tua memperoleh berita dari mulut seorang anak muridku, sebenarnya urusan ini tak bakal memancing perhatian banyak orang, tapi berhubung Chuan Tiong Jie Kui secara tiba-tiba membawa sejumlah orang dari daerah Chuan Tiong berangkat ke Siang Si bersamaan dengan itu pula saudara-saudara perkumpulan kami
menemukan banyak wajah wajah asing yang melakukan penguntitan terhadap Cuncu, maka mereka lantas
mengertikan jika tujuan mereka sebetulnya bukan terletak pada soal harta karun."
"Jika demikian adanya, keadaan gadis itu penuh diliputi mara bahaya," habis mendengar perkataan dari si pengemis aneh itu Tan Kia-beng merasa hatinya bergolak dan kepingin sekali waktu itu juga berangkat menemui gadis tersebut.
Setelah melangkah beberapa tindak tiba-tiba ia berhenti dan menoleh, "Loocianpwee kau ada maksud hendak pergi kemana?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... selama hidup aku si pengemis tua hanya ribut untuk urusan orang lain, kali ini sedikit banyak aku harus menemani dirimu."
Demikianlah kedua orang itu segera berangkat melakukan perjalanan menuju ke daerah Siang Sie.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Mo Tan-hong yang ada maksud hendak menyumbangkan seluruh harta peninggalan ayahnya untuk modal pihak Teh Leng Kauw dalam mendirikan kembali perkumpulan tersebut, siapa sangka mendapat penolakan yang tegas dari Tan Kia-beng.
Dasar pikiran kaum gadis terlalu picik rasa curiga amat banyak, ia mengira penolakan Tan Kia-beng dalam soal harta peninggalan ayahnya ini berarti pula penolakan terhadap cintanya.
Sejak permulaan ia memang memiliki watak yang suka murung dan berperasaan halus, dimanapun wajahnya selalu meliputi kesedihan ia pernah melihat dengan mata kepala sendiri antara Tan Kia-beng dengan Pek Ih Loo sat tak pernah berpisah barang selangkahpun melihat pula cinta kasih Leng Poo Sianci terhadap dirinya. bahkan mereka mengandalkan kedudukan ayahnya untuk ambil keputusan, sebaliknya ia seorang diri, keturunannya berantakan dan kepandaian silat
yang dimiliki kalah satu tingkat dengan mereka, lama kelamaan gadis ini mulai merasa bahwa ia tak bakal sanggup untuk mengalahkan saingan saingannya.
Karena persoalan ini maka ia ambil keputusan untuk secara diam-diam mengundurkan diri dari lingkaran setan ini, ia hendak melepaskan diri dari soal cinta kemudian pergi membunuh mati Chuan Tiong Jie Kui dan akhirnya kembali kesisi suhunya, cukur gundul jadi nikou dan membuang segala persoalan keduniawian.
Tapi ketika ia sudah meninggalkan dusun Tau Siang Cung, mendadak hatinya kembali berputar pikirnya, "Kali ini aku hendak memasuki daerah Chuan Tiong untuk membalaskan dendam sakit hati ayahku. bila berhasil kubunuh kedua orang itu keadaan masih baikan, tapi jikalau sampai mati, bukankah harta karun itu bakal tertanam di atas tanah untuk selama lamanya?"
Berpikir akan persoalan tersebut pikiran pun segera berubah, ia mengambil keputusan untuk menggali dulu harta karun tersebut kemudian secara diam dikirim kedusun Tau Siang Cung setelah itu baru berangkat mencari balas terhadap Chuan Tiong Jie Kui.
Siapa sangka segala gerak geriknya sudah terjatuh dalam pengamatan dua rombongan manusia, rombongan pertama adalah kuku garuda dari Chuan Tiong Jie Kui sedang golongan yang lain adalah mata mata Isana Kelabang Emas.
Orang-orangitu sebenarnya dikirim didusun Tau Siang Cung untuk mengawasi gerak gerik orang-orang Teh Leng Kauw, sewaktu mereka menemukan Mo Tan-hong meninggalkan dusun itu seorang diri mereka lantas kirim orang untuk menguntit sekalian melaporkan kejadian ini kepada pimpinan masing-masing.
Pengalaman Mo Tan-hong dalam berkelana dikalangan dunia kangouw sangat cetek apalagi hatinya penuh diliputi oleh kemurungan, ia tiada perhatian sama sekali terhadap persoalan ini dan tetap mengikuti peta yang dibawa berangkat menuju ke gunung Soat Hong san di daerah Siang Sie.
Di tengah malam buta bulan itu juga, ia berhasil
menemukan dua peti harta karun yang ditanam oleh Cou Phoa, ketika sang peti dibuka maka gadis itu menemukan kecuali intan permata yang mahal harganya kebanyakan merupakan barang-barang antik kesukaan ayahnya.
Memandang barang-barang yang ditinggalkan, Mo Tan-hong terbayang kembali akan kenangan lama, kemudian langsung memuncak memenuhi seluruh lubuk hatinya, sambil memeluk peti peti tersebut ia menangis tersedu sedu.
Ia keluarkan seluruh kekesalan serta penderitaannya selama ini, oleh karena itu suara tangisnya amat memilukan hati.
Pada saat itulah dari empat penjuru berdesir datang angin ringan. bagaikan bayangan setan muncullah serombongan manusia manusia aneh berwajah bengis yang mendesak maju ke depan dengan wajah penuh hawa nafsu membunuh.
Sedangkan Mo Cuncu sendiri semakin menangis hatinya semakin sedih, ternyata ia sama sekali tidak merasa bahwa keadaan di sekelilingnya sudah penuh diliputi oleh tanda bahaya, asalkan orang-orang aneh itu maju dua langkah lagi ke depan maka dalam sekali hantaman gadis tersebut pasti akan menemui ajalnya seketika itu juga.
Entah karena terpengaruh oleh suara tangisnya ataukah terpengaruh oleh harta kekayaan di dalam peti, mendadak
salah seorang diantara manusia manusia bengis itu menghela nafas panjang.
Walaupun Mo Tan-hong pada saat ini penuh diliputi oleh kesedihan dan sedang mengenang kembali kematian ayahnya tempo dulu, tapi sepasang telinganya masih tajam.
Begitu mendengar suara helaan nafas tersebut dengan cepat ia merasa dan melompat bangun.
Ketika dilihatnya orang-orang itu sudah berada sangat dekat dengannya, dengan perasaan terperanjat ia cabut keluar pedangnya dan membentak keras seraya menuding ke arah orang-orang itu, "Siapa kalian" jika berani maju selangkah lagi jangan salahkan pedang nonamu tidak kenal ampun"
Mendadak.... Dari balik hutan berkumandang datang suara yang amat menyeramkan menyahut ucapannya, "Chuan Tiong si wajah riang berhati ular penguasa Go serta si setan gantung pencari sukma penguasa Ong, sengaja datang kemari untuk mengirim kau pulang kerumah nenekmu."
Mendengar orang yang datang adalah Chuan Tiong Jie Kui simusuh besar pembunuh ayahnya air muka Mo Tan-hong kontan berubah hijau membesi, alisnya berkerut dan dengan perasaan bergolak jeritnya melengking, "Kedatangan kalian sangat kebetulan sekali, nonamu memang lagi ada maksud untuk bikin perhitungan dengan kalian."
Pedangnya digetarkan keras, dengan menggunakan
gerakan "Thian Way Hwie Lay" atau Tuar Tangit Terbang Datang tubuhnya bersama-sama sang pedang langsung menubruk masuk ke dalam hutan.
Siapa sangka ketika ia tiba ditepi hutan bayangan manusia berkelebat lenyap dan ia sudah menubruk tempat yang kosong. kontan saja gadis itu dibuat melengak.
Ketika itulah dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat keras.
"Haaa.... haaa.... haaa.... budak busuk! ya-ya mu sudah menanti disini!'
Dengan cepas ia putar badan, tampaklah Co Tou Seng bersama-sama dengan Ong Thian seorang satu kaki
menginjak di atas peti harta karun tersebut sambil tertawa bangga.
Saking kheki bercampur mendongkol seluruh tubuh Mo Tan-hong gemetar sangat keras, ia membentak keras kemudian sekali lagi menubruk ke depan tapi situasi tidak membiarkan gadis itu bertingkah.
Suara bentakan bergema gegap gempita, bayangan
manusia diempat penjuru sama-sama bergerak, orang-orang aneh yang berada di empat penjuru tadi dengan cepat menyebarkan diri membentuk barisan, masing-masing sambil lintangkan pedang di depan dada mengawasi seluruh gerak gerik gadis itu rapat rapat.
Sambil bergendong tangan simuka riang berhati ular berjalan bolak balik wajah menyengir buas.
---ooo0dw0ooo---
Jilid: 26 Ada pepatah mengatakan babat rumput tidak seakar
akarnya angin musim semi bertiup tumbuh kembali, karena tepo dulu yayamu menaruh rasa iba hati kepadamu hampir
hampir saja memelihara harimau di rumah sendiri, malam ini kau serahkan saja nyawamu" serunya keras.
Dalam keadaan terkepung oleh musuh musuhnya Mo Tan-hong malah jadi semakin tenang, disamping secara diam-diam salurkan hawa murninya melakukan persiapan ia pun mulai melirik memeriksa keadaan di sekelilingnya, ketika melihat orang yang mengepung dirinya ada dua puluh orang, dan jangan dikata untuk menghadapi Chuan Tiong Jie Kui sekalipun mengandalkan kedua puluh orang manusia aneh itupun sudah cukup untuk menghadapi dirinya, ia tahu keadaan malam ini jauh lebih banyak bahaya dari pada rejeki.
Tak terasa lagi otaknya mulai berputar, pikirnya, "Jikalau malam ini harus mati akupun harus adu jiwa dengan Chuan Tiong Jie Kui kalau tidak matipun aku tidak meram."
Selagi berpikir seorang diri, simuka riang berhati ular sudah tertawa seram lagi.
"Budak busuk, jikalau kau sayang pada nyawamu lebih baik menurut saja perkataan yayamu dan berjanji tidak akan berhianat untuk selamanya maka yayamu tanggung...."
Suara bentakan keras memotong perkataannya yang belum selesai diucapkan, tubuh Mo Tan-hong bersama-sama dengan pedangnya menggulung keluar bagaikan tititran pelangi.
Sreeet! Sreeet! berturut turut ia mengirim tiga buah serangan sekaligus menghajar tubuh kedua orang setan itu.
Hawa pukulan ini telah lama dipersiapkan, begitu
dilancarkan keluar kedahsyatannya sungguh luar biasa.
Simuka riang berhati ular serta si Setan Gantung Pengikat Sukma tiada berkesempatan untuk bercakap-cakap lagi, mereka berdua buru-buru mengundurkan diri ke belakang.
Saat ini Mo Tan-hong sudah bulatkan tekad untuk adu jiwa.
serangan pertamameluncur keluar serangan lain menyusul beruntun. sambil gertak gigi ia melancarkan tujuh buah serangan sekaligus.
Dalam sekejap mata cahaya hijau berkelebat memenuhi angkasa bagaikan jaringan laba laba mengurung seluruh tubuh kedua orang itu.
Karena gegabah Chuan Tiong Jie Kui kena didesak mundur oleh Mo Tan-hong bahkan kesempatan untuk mencabut pedangpun tak ada.
Melihat pemimpinnya terkurung, para manusia aneh yang berada di sekeliling tempat itu secara berbareng menerjang maju ke depan, di dalam sekejap mata kabut hitam
bergelombang memenuhi seluruh angkasa, pedang berkilat dan menyambar datang dari empat penjuru.
Atas kejadian ini CHuan Tiong Jie Kui baru berhasil meloloskan diri dari ceceran pihak lawan, dengan hati lega setelah meloncat keluar dari kalangan mereka mulai mengejek diiringi suara tertawa yang amat menyeramkan.
"Heee.... heee.... heee.... yayamu baik-baik ajak kau bicara kau sengaja tidak mau mendengar, sekarang cobalah dulu mencicipi bagaimana rasanya dikurung oleh barisan pedang Ngo Kui Im Hong Kiam Tin"
Kepandaian dari Mo Tan-hong memperoleh didikan
langsung dari Sam Kuang Sin nie apalagi ia menelan pula butiran pil peninggalan Han Tan Loojien kemudian mengikuti Ui Liong Tootiang mempelajari isi kitab pusaka "Sian Tok Poo Liok" kepandaian silat yang sebenarnya sudah berada di atas kepandaian Chuan Tiong Jie Kui.
Hanya saja dikarenakan hatinya mengikuti napsu dan melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga apalagi mendengar pula ejekan kata-kata kotor yang dilontarkan Chuan Tiong Jie Ku, hal ini membuah hatinya semakin mendongkol lagi.
Karena itu kepandaiannya memperoleh pukulan yang
sangat besar, dibawah kurungan orang-orang aneh itu gadis tersebut kelihatan mulai keteter dan terdesak mundur terus menerus.
Melihat kejadian itu Chuan Tiong Jie Kui tertawa terbahak-bahak dengan bangganya mereka mulai mencomoti intan permata yang ada dikedua peti tersebut.
Pada waktu itulah mendadak sesosok bayangan ramping melayang turun dibelakang punggung kedua orang setan tersebut kemudian langsung menegur dingin.
Perintahkan manusia setan anak buahmu segera tarik diri dan berhenti bergebrak.
Dalalm keadaan seperti itu Chuan Tiong Jie Kui benar-benar amat terperanjat dengan kesempurnaan kepandaian silat yang mereka berdua miliki ternyata sama sekali tidak merasa ada orang yang muncul dibelakang punggung merekalah hal ini membuktikan seberapa lihaynya kepandaian yang dimiliki orang itu dengan cepat mereka putar badan
Tapi sebentar kemudian mereka berdua sudah dibuat tertegun, karena mereka menemukan orang yang berdiri dibelakang mereka adalah seorang wanita setengah baya dengan pakaian dandanan keraton berwajah sangat agung. Si wanita setengah baya itu sewaktu melihat mereka berdua tidak melakukan apa yang diperintahkan kembali dongakkan
kepalanya menegur dingin, "Kalian tidak mendengar apa yang aku ucapkan tadi?"
Si wajah riang berhati ular Go Tou Seng serta si Setan Gantung Pengikat Sukma Ong Thian merupakan jago-jago kangouw kenamaan, mereka tentu saja tak akan tahan mendengarkan perkataan macam begitu, hawa gusar langsung meliputi seluruh badan walaupun begitu mereka tidak berani umbar hawa amarahnya dengan sembarangan
Go Tou Seng dengan pandangan tajam memperhatikan
perempuan itu dari atas hingga ke bawah, lalu seraya menjura sapanya, "Harap maafkan cayhe bermata tak berbiji sehingga tidak mengenali jagoan dari manakah yang telah datang?"
"Sak Cing Hujien dari Isana Kelabang Emas."
Tempo dulu Chuan Tiong Ngo Kui pernah bersekongkol dengan Thay Gak Cungcu dan pernah pula menjadi kaki tangan Isana Kelabang Emas, hingga perkampungan Thay Gak Cung kena tersapu bersih dan dari lima setan ada tiga yang mati terbunuh mereka baru putus hubungan.
Sekarang, secara tiba-tiba mendengar ia mengungkap soal Isana Kelabang Emas, hatinya jadi sangat terperanjat. diam-diam ia melirik sekejap ke samping ketika dilihatnya perempuan tersebut hanya seorang diri, nyalipun semakin bertambah besar.
Ia dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Selamanya aku orang she Go tidak pernah mendengar kalau di dalam Isana Kelabang Emas ada seseorang macam kau, cukup mengandalkan beberapa patah perkataanmu itu apa kau kira aku orang she Go lantas mempercayainya seratus persen?"
Air muka Sak Cing Hujien tetap tidak berubah, kembali ia mendesak lebih lanjut dengan nada dingin, "Sebenarnya kalian suka mendengarkan perkataan tidak?"
Si Setan Gantung Pengikat Sukma jadi orang paling buas, saat ini ia tak bisa menahan sabar lagi, sambil meraung keras tubuhnya meloncat maju ke depan.
"Untuk memaksa yayamu ikut perintah tidak susah, asal kau bisa perlihatkan semacam barang kepadaku."
Sreeet! telapak tangannya dengan sejajar dada didorong ke depan, nama busuk Chuan Tiong Ngo Kui sudah lama terkenal dalam Bulim. serangannya ini tentu saja luar biasa dahsyatnya.
Terlihatlah segulung asap kabut hitam dengan disertai hawa pukulan berhawa dingin bagaikan seekor naga hitam menggulung ke arah depan.
Wajah Sak Cing Hujien masih penuh diliputi kehambaran, tubuhnya sedikitpun tidak bergeser barang setengah langkahpun, ketika angin pukulan berhawa dingin hampir saja mengenai badannya, mendadak.... Seorang lelaki kekar berdandan suku Biauw meraung keras dan munculkan dirinya dari belakang perempuan tersebut, telapak tangannya yang besar langsung ditekan ke depan dengan hawa murni penuh.
"Braaak!" dengan keras lawan keras kedua pulang angin pukulan itu saling terbentur satu sama lainnya di tengah udara.
Ledakan keras laksana guntur membelah bumi bergeletar di atas permukaan tanah si Setan Gantung Pengikat Sukma bagaikan orang mabok berturut turut mundur tujuh delapan langkah ke belakang dengan sempoyongan darah segarpun
muntah keluar dari ujung bibirnya.
Beruntung sekali tenaga dalam yang dia miliki amat sempurna, badannya berhasil mempertahankan diri tidak sampai roboh ke atas tanah.
Dengan timbulnya kejadian ini maka kontan saja simuka riang berhati ular jadi terperanjat dan berturut turut mundur dua langkah ke belakang.
Dengan pandangan dingin Sak Cing Hujien kembali melirik sekejap ke arahnya, lalu sambil dongakkan kepalanya ia tertawa sombong.
"Lebih baik cepat-cepat suruh mereka berhenti bergebrak, apakah kau tidak ingin meneguk arak penghormatan dan memilih arak hukuman?"
Saat ini dalam hati simuka riang berhati ular penuh diliputi kesedihan, ia sebagai seorang jagoan Bulim ternyata harus tunduk dibawah telapak kaki orang lain karena kepandaian pihak lawan lebih tinggi. kendati hatinya sangat takut ia tidak suka segera ikuti perintah.
Sak Cing Hujien melihat dia tidak suka mendengarkan perintahnya, kembali sambungnya, "Yang diminta pihak Isana Kelabang Emas adalah bocah perempuan itu dalam keadaan hidup hidup, harta karun ini boleh kalian dapatkan semua."
Haruslah diketahui watak orang-orang kangouw
kebanyakan adalah kepala boleh putus tapi semangat tak boleh patah, Chuan Tiong Ngo Kui sebagai jagoan suatu daerah sudah tentu tak bakal sudi mendengarkan perintah orang lain.
Dalam keadaan kepepet tiba-tiba Sak Cing Hujien
mengajukan persyaratan yang akhirnya berhasil melindungi muka mereka juga, dengan cepat Go Tou Seng melayang maju ke depan.
"Semuanya bubar!" bentaknya keras.
Manusia manusia aneh itu kebanyakan merupakan anak buahnya, mendengar teriakan itu merekapun buru-buru buyar dan mengundurkan diri kehadapannya.
Air muka Go Tou Seng pada saat ini sudah berubah
sehingga sangat jelek susah dilukiskan, dengan gemas ia melotot sekejap ke arah Sak Cing Hujien lalu kepada manusia manusia aneh itu bentaknya kembali, "Bereskan semua harta karun yang ada dan segera bubar!"
Sewaktu orang-orang aneh itu melihat air muka pemimpin mereka sangat aneh seorang pun tak ada yang berani buka suara, buru-buru mereka masukkan seluruh harta yang ada ke dalam peti kemudian siap-siap digotong turun bukit.
Sekonyong konyong....
Dari balik hutan berkumandang datang suara teriakan aneh dari seseorang.
Eeee.... orang she Go, jual belimu kali ini sungguh lumayan juga hasilnya, adakah bagian untuk aku si pengemis tua?"
Go Tou Seng yang lagi menahan hawa mangkel dihatinya, begitu melihat munculnya si pengemis aneh yang mirip orang gila alisnya lantas berkerut, hawa gusarpun disalurkan keluar semua.
"Mengandalkan apa kau hendak paksa aku berikan satu bagian kepadamu?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... andalkan sedikit hubunganku dengan Mo Cun-ong tempo dulu."
Air muka Go Tou Seng langsung berubah hebat.
"Apakah kau ingin mencarikan balas buat si setan tua itu?"
"Boleh dianggap demikian"
"Hmmm! hanya mengandalkan kalian Hong Jen Sam Yu?"
Sewaktu mereka sedang bercakap-cakap itulah, Sak Cing Hujien dengan diiringi silelaki kekar berdandan suku Biauw itu sudah melayang kehadapan Mo Tan-hong.
Gadis ini belum pernah menemui kedua orang itu, melihat munculnya kedua orang tersebut pedangnya langsung disilangkan di depan dada.
"Berhenti, apa yang hendak kalian kerjakan?" bentaknya keras.
"Cuncu jangan salah paham dulu, aku tidak membawa maksud jahat dan hanya ingin mengundang Cuncu untuk melakukan perjalanan ke gurun pasir." sahut Sak Cing Hujien dengan wajah ramah.
"Heee.... heee.... heee.... mengandalkan apa kalian hendak paksa aku berangkat?"
"Perjalanan kali ini akan menggantungkan Cuncu. Setelah tiba disana sudah tentu kau akan jadi paham sendiri."
"Hmmm! perduli apa yang hendak kau ucapkan, nona tetap tak akan pergi...."
Silelaki kekar yang berdandan suku Biauw itu mendadak maju ke depan, matanya yang aneh mendelik besar.
"Bicara baik-baik kepadamu kau tidak suka mendengar, apakah kau paksa kami harus menggunakan kekerasan?"
teriaknya. Mo Tan-hong pun menggetarkan pedangnya keras keras.
"Kau manusia tidak mirip manusia, setan tidak mirip setan.
Apa kau anggap nonamu takuti dirimu?" berntaknya pula gusar.
Silelaki kekar berdandan suku Biauw itu langsung
menggerakkan telapaknya disilangkan di depan dada siap melakukan terjangan tapi tindakannya ini berhasil dicegah oleh Sak Cing Hujien.
"Menasehati seorang nona ada baiknya jangan
menggunakan kekerasan, karena jika demikian adanya bakal mendatangkan kejelekan dari pada keuntungan katanya serius.
Dengan amat gusar Mo Tan-hong menggerakkan
pedangnya siap melancarkan babatan tapi melihat Chuan Tiong Jie Kui sedang bersitegang dengan si pengemis aneh, suatu ingatan dengan cepat berkelebat di dalam benaknya.
"Hutang ada pemiliknya, mau adu jiwa seharusnya pergi dulu mencari Chuan Tiong Jie Kui buat apa banyak bacot dengan mereka?"
tidak perduli desakan dari Sak Cing Hujien lagi mendadak badannya meloncat ke depan, cahaya pedang berkilauan langsung menubruk ke arah Chuan Tiong Jie Kui.
Melihat hal tersebut dengan suara silelaki kekar berdandan suku Biauw itu membentak keras.
"Kau masih ingin melarikan diri" tidak segampang yang kau pikir...."
Dari sisi pinggir ia melancarkan satu babatan yang maha hebat langsung ke arah depan.
Silelaki kekar ini dasarnya mempunyai tenaga dalam yang mengejutkan hati, angin telapak menderu deru bagaikan angin puyuh, dan dengan cepat berhasil menghadang badan Mo Tan-hong untuk maju.
Kejadian ini memaksa gadis tersebut tak berhasil meloncat ke depan lagi, badannya merosot turun ke atas tanah.
Sedang Sak Cing Hujien yang ada dibelakangnya
mengambil kesempatan ini bagaikan sambaran kilat meluncur kehadapan tubuhnya, sang tangan dengan gencar
mencengkeram pergelangan tangannya yang mencekal
pedang. Jurus serangan ini dilancarkan cepat dan gencar. baru saja Mo Tan-hong melayang turun ke bawah serangan sudah meluncur datang. hal ini memaksa gadis itu perduli menggunakan cara apapun tak akan berhasil menghindar diri dari serangan tersebut dan kelihatan ia bakal terjatuh ketangan Sak Cing Hujien
Tiba-tiba.... Sesosok bayangan manusia dengan membawa deruan
angin tajam meluncur mendatar ke depan, tangannya langsung membabat tangan Sak Cing Hujien yang sedang melancarkan serangan itu, jikalau wanita setengah baya ini tidak cepat-cepat menarik kembali tangannya maka ia pasti akan terluka ditangan pihak lawan.
Sak Cing Hujien merasa hatinya bergetar keras, buru-buru ia buyarkan serangan tersebut lalu melayang tiga langkah kesamping, tapi ketika dilihatnya orang itu bukan lain adalah Tan Kia-beng air mukanya langsung saja berubah hebat, ia
tahu usahanya malam ini sudah jelas bakal memperoleh hasil yang sia-sia.
Tan Kia-beng setelah berhasil memukul mundur Sak Cing Hujien segera tertawa dingin tiada hentinya.
"Tanpa sebab pihak Isana Kelabang Emas memerintahkan Chuan Tiong Ngo Kui untuk membinasakan Mo Cun-ong, dan sekarang masih merasa kurang puas apakah kalian sungguh sungguh akan melakukan pembabatan rumput seakar
akarnya?" Dengan tiada leluasa Sak Cing Hujien tertawa terkekeh kekeh.
"Tan Sauw hiap, kau sudah salah paham maksud kami hanya berharap Cuncu suka bersama-sama kami berangkat ke gurun pasir dan sama sekali tiada maksud jahat untuk mencelakai dirinya".
"Perkataan bohong yang tepatnya digunakan untuk membohongi bocah umur tiga, mana bisa membuat aku percaya?" jengek Mo Tan-hong sambil tertawa dingin.
"Cuncu, disini tidak membutuhkan dirimu lagi cepat kau bantu si pengemis aneh untuk membereskan Chuan Tiong Jie Kui bentak Tan Kia-beng dengan cepat.
Mo Tan-hong sendiripun tahu disana cukup seorang Tan Kia-beng sudah bisa menghadapi orang-orang itu mendengar bentakan tersebut ia segera menubruk ke arah Chuan Tiong Jie Kui.
Silelaki kekar berdandan suku Biauw itu ada maksud hendak turun tangan mencegat tapi kena dicegah oleh kerdipan mata Sak Cing Hujien. Setelah Tan Kia-beng usir
pergi Mo Cuncu ia baru maju ke depan seraya berseru lantang.
Pada malam ini pertama tama aku orang she Tan ingin memberi tahukan suatu kabar kepadamu yaitu majikan Isana Kelabang Emas Liuw Lok Yen sekarang sudah jadi cacad dan selama hidupnya tidak punya harapan untuk membicarakan soal Bulim lagi ini soal yang pertama, kedua. permusuhan antara Majikan Isana Kelabang Emas dengan kawan kawan Bulim didaratan Tionggoan walau hal ini ditimbulkan dari bantuan yang diberikan para jago kepada Raja Muda Mo dalam menumpas pemberontakan di daerah Biauw Cian tempo dulu tapi kini yang mati sudah mati yang luka sudah luka, urusan sudah dibikin beres lagi pula Mo Cuncu adalah seorang gadis yang lemah sama sekali tidak ikut serta dalam tumpah darah yang terjadi dalam Bulim. mengapa kau tidak suka melepaskan dirinya"
Sebenarnya Sak Cing Hujien datang kemari adalah atas perintah Majikan Isana Kelabang Emas untuk menawan Mo Tan-hong maksud Majikan Isana Kelabang Emas pada
mulanya adalah memakai Mo Tan-hong sebagai umpan untuk memancing kedatangan Tan Kia-beng beserta seluruh jagojago yang punya hubungan dengan Mo Cun-ong ke gurun pasir lalu sekali sikat menghancurkan semua musuhnya itu.
Kini mendengar kabar bahwa Majikan Isana Kelabang Emas sudah jadi cacad hatinya jadi sangat terperanjat kontan saja air mukanya berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat dengan sempoyongan ia mundur dua langkah ke belakang.
"Benar-benarkah perkataanmu itu?" tanyanya rada gemetar.
"Haaa.... haaa.... haaa.... selamanya aku orang she Tan tidak pernah berbohong."
Sak Cing Hujien menghela napas panjang untuk beberapa saat bagaikan badannya terjatuh dari suatu tempat laksaan tombak tingginya, semangat jantannya hancur berantakan mengikuti tersiarnya berita tersebut.
"Cayhe mengetahui jelas watakmu sangat ramah dan welas kasih, selama ini jarang sekali melakukan perbuatan jahat.
karena itu untuk kali ini pun aku tidak ingin menyusahkan dirimu. semoga saja sekembalinya ke gurun pasir kau bisa instruksikan seluruh anggota Kelabang Emas jangan mempunyai ingatan untuk menjadi seluruh Bulim lagi."
Sejak dahulu Sak Cing Hujien pun tidak setuju dengan tindakan Majikan Isana Kelabang Emas yang begitu kejam, bahkan beberapa kali menasehati dirinya untuk buyarkan jahat macam begitu. kini setelah mendengar Majikan Isana Kelabang Emas jadi cacad dan seluruh jago-jago lihaypun banyak yang binasa, dalam hati mengerti masa kejayaan buat mereka sudah berlalu, tak terasa lagi ia menghela napas sedih.
Tubuhnya langsung berputar dan berlalu dari sana dengan cepat, silelaki kekar itu pun melotot sekejap ke arah Tan Kia-beng dengan pandangan gusar kemudian mengikuti dari belakang perempuan tersebut.
Melihat kedua orang itu berlalu Tan Kia-beng pun tidak melakukan pengejaran. tubuhnya segera meloncat dan langsung menubruk ke arah Chuan Tiong Jie Kui.
Waktu itu antara simuka riang berhati ular serta si pengemis aneh sedang melangsungkan suatu pertarungan sengit, sedang Mo Tan-hong dengan si Setan Gantung Pengikat Sukma pun terjadi pula suatu pertarungan yang tidak kalah serunya manusia-manusia aneh yang mengurung di sekeliling kalangan sewaktu melihat munculnya Tan Kia-beng
disana bersama-sama segera membentak keras, masing-masing menggerakkan pedangnya saling membabat
sekenanya. Tan Kia-beng berpekik nyaring, dengan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" ia sambut datangnya tubrukan orang-orang aneh itu.
Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, dua orang lelaki yang berada dipaling depan kena terbabat oleh angin pukulan tersenut sehingga mencelat ke tengah udara dan terlempar bagaikan layang layang putus.
Sisanya pada berdiri tertegun bagaikan patung, Tan Kia-beng tidak perduli tubuhnya bagaikan pusaran angin puyuh kembali menggulung ke arah dua orang yang berjaga-jaga disisi peti harta karun tersebut, mendadak satu tangan mencengkeram seorang ia menangkap ujung baju kedua orang itu dan diangkat ke tengah udara, kedua orang tersebut belum sempat melihat jelas bayangan musuhnya tahu-tahu bagaikan buah touw matang telah menggelinding kesamping.
Anak buah dari Chuan Tiong Ngo Kui walaupun semuanya merupakan jago-jago keji yang tidak sayang nyawa sendiri, tapi melihat kehebatan dari Tan Kia-beng rata rata dia berdiri mematung juga saking kagetnya. seorangpun tak ada yang berani maju lagi.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedangkan waktu itu Chuan Tiong Jie Kui sedang pusatkan seluruh perhatian untuk menghadapi musuh tangguh mereka, terhadap peristiwa yang terjadi dikedua belah samping mereka tidak ambil tahu.
Setelah Tan Kia-beng berhasil merebut harta karun itu dengan cepat ia menerjang kehadapan Jie Kui.
"Tahan!" bentaknya keras.
Menanti kedua orang itu sama-sama sudah berhenti, kembali ia menegur sambil menuding Chuan Tiong Jie Kui.
"Bangsat keji, Mo Cun-ong tiada ikatan dendam dengan kalian, ternyata kamu turun tangan jahat pula terhadap dirinya, sekarang apa yang hendak kalian ucapkan lagi?"
Simuka riang berhati ular menyapu sekejap keempat penjuru, sewaktu dilihatnya orang-orang Isana Kelabang Emas sudah berlalu semua tinggal mereka sendiri tertegun disana kontan dalam hati merasa terperanjat dan mengetahui kalau keadaan jauh lebih banyak dari pada rejeki.
Segera ia bulatkan tekadnya dan tertawa seram.
"Bunuh orang bayar nyawa, hutang barang bayar uang, aku orang she Go berani turun tangan membinasakan manusia she Mo kenapa harus takut orang lain mencari gara gara dengan diriku"
"Haaa.... haaa.... haaa.... ternyata saudara jadi orang cukup terbka, sekarang turunan dari Mo Cun-ong sudah tiba, lebih baik kalian ambil keputusan diri sendiri dari pada harus menanggung hutang baru lagi"
Waktu itu Chuan Tiong Jie Kui sudah ambil keputusan, mereka berdua bersama-sama membentak keras, "Orang she Tan kau tidak usah banyak bacot lagi, siapa yang bakal menemui ajalnya masih susah ditentukan!"
Mereka berdua saling bertukar pandangan sekejap, sambil getarkan pedangnya mendadak kedua orang itu sama-sama menubruk ke arah Tan Kia-beng, pedang Sang Bun Kiam nya dengan diikuti dua rentetan cahaya gelap berturut turut mengirim tujuh buah serangan.
Seketika itu juga awan gelap menutupi seluruh angkasa, suara suitan aneh bergema menusuk telinga.
Pertarungan yang sedang berlangsung kali ini benar-benar telah menggunakan seluruh tenaga yang dimiliki kedua orang setan tersebut, karenanya serangan yang melanda datang betul-betul amat dahsyat.
Dibawah kurungan hawa pedang yang berlapis-lapis
mendadak Tan Kia-beng tertawa panjang, serentetan cahaya tajam berwarna kebiru biruan tiba-tiba menembusi lapisan kabut hitam dan langsung menembusi angkasa laksana naga sakti yang terbang dilangit.
Terdengar suara jeritan ngeri bergema memenuhi angkasa, lengan kanan si Setan Gantung Pengikat Sukma tahu-tahu sudah terbabat putus menjadi dua bagian oleh sabetan cahaya tajam tersebut, kutungan lengan bersama-sama senjatanya mencelat ke tengah angkasa. darah segar muncrata bagaikan hujan sang tubuhpun mundur ke belakang dengan
sempoyongan. Tapi belum sampai ia berhasil berdiri tegak serentetan cahaya hijau sudah berkelebat datang menembusi dadanya.
Kiranya kebetulan sekali pada waktu itu Mo Tan-hong telah menerjang datang, dengan wajah penuh air mata ia cabut keluar pedangnya seraya berteriak sedih.
"Tia, putrimu yang tidak berbakti ini hari berhasil membalaskan dendam sakit hatimu"
Diikuti pedangnya laksana kilat menyambar lewat, batok kepala Ong Thian pun sudah terpenggal putus dari tempatnya semula.
Pada waktu itulah di tengah kalangan kembali
berkumandang suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati simuka riang berhati ular pun kena terbabat putus pinggangnya oleh serangan Tan Kia-beng.
Para manusia manusia aneh yang melihat majikan mereka pada mati semua
Buru-buru putar badan dan melarikan diri terbirit birit.
Musuh utama sudah terbunuh Tan Kia-beng pun tidak melakukan pengejaran lebih lanjut, sebaliknya Mo Tan-hong dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh membentak keras kemudian melakukan pengejaran.
Tapi usaha ini kena dihalangi oleh si pengemis aneh.
Sambil tertawa terbahak-bahak katanya.
Musuh utama sudah terbasmi, manusia manusia rendah itupun tak akan bisa melakukan sesuatu perbuatan besar, biarkanlah mereka berlalu.
Setelah dinasehati Mo Tan-hong baru menghentikan
langkah kakinya, ketika itulah Tan Kia-beng maju ke depan menghibur.
"Kini dendam besar sudah terbalaskan kau pun seharusnya memilih satu hari yang bagus untuk membuka suatu
sembayangan untuk memperingati kematian ayahmu agar sukmanya dialam baka bisa tentram."
"Soal ini tidak usah merepotkan dirimu lagi, Ui Liong Supek sudah punya rencana yang tersendiri" kata Mo Tan-hong dengan wajah sedih dan menghela napas panjang.
Tan Kia-beng yang terbentur batu terpaksa membungkam, sedangkan si pengemis aneh yang ada disisinya buru-buru
menimbrung, "Malam semakin kelam, ada baiknya kita tinggalkan dulu tempat ini".
Mendadak Mo Tan-hong berjalan kesisi kedua peti harta tersebut, sambil disodorkan kehadapan Tan Kia-beng ujarnya,
"Berkat pertolonganmu berulang kali, siauw moay merasa sangat berterima kasih sedikit barang peninggalan dari ayahku ini harap suka kau terima sebagai modal untuk mendirikan kembali kejayaan Teh Leng Kauw
Mendengar nada ucapannya berubah bahkan terasa seperti dalam sekejap mata jarak mereka berdua sudah terpaut sangat jauh melebihi laksaan li, dalam hati Tan Kia-beng merasa tercengang bercampur kaget ia tidak tahu apa sebabnya gadis tersebut bisa bersikap begitu hambar terhadap dirinya.
Setelah tertegun beberapa saat mendadak ia dongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak
"Aku orang she Tan begitu menghormati ayahmu adalah dikarenakan Beliau adalah seorang panglima perang yang setia dan bijaksana, kau kira aku kemaruk dengan harta kekayaan tersebut" haaa.... haaa.... haa.... kau terlalu pandang rendah aku orang she Tan, apa lagi kaupun harus mengurusi penguburan kembali jenasah ayahmu di tempat yang lebih layak serta pembangungan kembali istanamu, lebih baik ditinggalkan untuk kau gunakan sendiri saja"
Karena terdorong oleh golakan hatinya Mo Tan-hong sedikit bicara salah mengakibatkan mendapat tanggapan yang salah dari pemuda tersebut. sebenarnya ia ada maksud memberi penjelasan tapi ia tidak mengerti harus mengucapkan kata-kata yang bagaimana, akhirinya dengan nada tenang ujarnya,
"Tan heng, kau jangan salah paham, soal kuburan ayahku
siauw moay sudah atur selesai, sedangkan mengenai pembangungan kembali istana. Heeei!!"
"Tan Hong tidak untuk dilahirkan sebagai seorang gadis, apa perlunya melakukan pekerjaan pekerjaan macam begitu"
apalagi aku sudah ambil keputusan setelah dendamku terbalas aku akan mengikuti suhu untuk jadi murid budha dan habiskan sisa hidupku di dalam biara."
"Kau akan jadi nikouw?" saking terperanjatnya Tan Kia-beng jadi menjerit tertahan, dengan cepat meloncat maju ke depan.
"Kau.... kau.... apakah kau...."
Akhirnya pemuda itu tak dapat meneruskan kata-kata selanjutnya. Mo Tan-hong mengerti perkataan apa selanjutnya yang hendak ia ucapkan seraya menghela napas panjang ujarnya.
Persoalan inipun bukan merupakan suatu persoalan yang luar biasa buat apa kau merasa begitu cemas" malam semakin kelam kitapun harusnya pergi.
Si pengemis aneh tahu bahwa hubungan mereka berdua sangat baik saat ini saat mereka berdua hanya karena urusan harta karun lantas timbul sedikit berselisih dalam hati lantas tahu bila dibalik kesemuanya ini tentu ada sebab yang lain.
Karena jikalau dirinya ikut campur kemungkinan sekali malah membuat ia semakin tidak enak, maka ia lantas menyambar peti di atas tanah dan tertawa terbahak-bahak Mereka bersama-sama berlaku sungkan aku si pengemis tua tidak tahan melihat uang lebih baik barang-barang ini aku saja yang uruskan."
Ia tahu isi dari kedua peti tersebut adalah barang-barang berharga yang tak terhingga nilainya, cukup untuk mendirikan kembali perguruan Teh Leng Kauw maupun istana Mo Cuncu, oleh karena itu ia memberanikan diri untuk menguruskan harta tersebut daripada mereka berdua ngotot terus.
Baik Tan Kia-beng maupun Mo Tan-hong sama-sama
bungkam dalam seribu bahasa karena perasaan hati mereka berdua sama-sama diliputi kemurungan dan tidak berminat sama sekali untuk mengurusi persoalan tersebut.
Si pengemis aneh yang melihat kedua orang itu sama-sama bungkam lantas tertawa terbahak-bahak sambil mengepit kedua buah peti itu ia putar badan dan berlalu dari sana Hanya dalam sekejap mata si pengemis aneh dari Hong Jen Sam Yu ini sudah lenyap dari pandangan.
Menanti bayangan punggung dari si pengemis aneh sudah lenyap dari pandangan Tan Kia-beng baru menghela napas panjang ujarnya perlahan.
Hong moay kau terlalu banyak menaruh kesalah pahaman terhadap diriku.
Perkataan Tan heng terlalu berat potong Mo Tan-hong sambil tertawa dingin tiada hentinya. Kau sudah banyak membantu diri siauw moay untuk berterima kasihpun sudah tidak sanggup mana berani menaruh kesalah pahaman terhadap dirimu?"
"Kalau tidak ada kesalah pahaman mengapa, kau berkata ingin menghabiskan masa hidupmu dibiara?"
"Soal jadi nikouw atau tidak itu urusan pribadiku sendiri, agaknya tiada sangkut paut dengan Tan heng."
Perkataan ini kontan membuat Tan Kia-beng jadi bungkam dalam seribu bahasa bersamaan itu pula kata "Tan heng"
terasa sangat menusuk telinga.
Dasar ia memang seorang yang romantik tapi berperasaan halus ia sama sekali tidak tahu bahwa perkataan dari Mo Tan-hong ini justru sedang menantikan reaksi yang bakal mempengaruhi masa depannya. pemuda ini ada maksud menggunakan kesempatan ini hendak menyampaikan isi hatinya.
"Tempo dulu melakukan perjalanan ribuan li melindungi bunga keutara waktu itu aku tidak mempunyai perasaan apa apa terhadap dirinya" pikir pemuda ini di dalam hati.
"Sekarang jikalau ia sudah berubah hati, bila aku paksa lebih lanjut malah tidak mendatangkan kebaikan, apa gunanya aku berbuat demikian?"
Ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Perkataan dari Cuncu sedikitpun tidak salah, aku punya kebebasanmu dan aku punya kepentinganku, perkataan yang aku orang she Tan ucapnya kali ini memang rada terlalu banyak, tapi rasa cinta yang aku orang she Tan tunjukan kepadamu adalah suci bersih, aku berani bersumpah dibawah kesaksian Thian, mau percaya atau tidak itu terserah padamu."
Habis berkata ia putar badan dan berlalu.
Tindakan dari sang pemuda ini benar-benar berada diluar dugaan Mo Tan-hong, saking cemasnya air mata jatuh berlinang, jeritnya lirih, "Kau.... kau kembalilah!"
Tan Kia-beng berhenti dan putar badan.
"Cuncu kau masih ada perintah apa lagi?"
"Kau tidak setuju kalau aku jadi nikouw?"
"Haaa.... haaa.... haaa.... itu urusan Cuncu pribadi, aku orang she Tan mana berani mencampuri urusan orang lain?"
"Ooouw.... kiranya hatimu benar-benar sangat kejam, aku Mo Tan-hong sudah salah **** orang" saking khekinya Mo Tan-hong depak-depakkan kakinya ke atas tanah.
"Heee.... heee.... heee.... perkataan ini pada mulanya adalah kau sendiri yang ucapkan, apakah aku sudah salah berbicara?"
"Kalau begitu aku mau tanya kepadamu, terang terangan kau tahu jika Majikan Isana Kelabang Emas adalah musuh besar ayahku, kenapa kau lepaskan dia pergi?"
"Ia sudah berubah jadi seorang cacad yang sama sekali tak berguna, paling banter juga hanya bisa hidup tiga, lima tahun lagi. dilepaskan atau tidak akhirnya juga sama saja, apalagi orang-orang yang menggabungkan diri dengan pihak Isana Kelabang Emas pun tinggal sedikit, mereka tak bakal bisa bertahan terlalu lama lagi."
"Hmmm! aku kira urusan ini bukan" terang terangan kau sedang jual muka buat si Dara Berbaju Hijau itu, apa kau anggap aku tidak tahu?"
"Sekalipun benar demikian aku rasa ini pun bukan suatu peristiwa yang luar biasa! budi seharusnya dibalas dan inipun merupakan kebiasaan manusia, apa lagi aku orang she Tan sudah banyak berhutang budi kepadanya."
"Baik, anggap saja perkataanmu cengli, di kemudian hari aku akan biarkan dia memperoleh akhir yang baik."
"Kau jangan bicara sembarangan" bentak Tan Kia-beng saking mendongkolnya. "Walaupun Majikan Isana Kelabang
Emas sudah berubah jadi seorang cacad tapi jago lihay dibawah pimpinannya sangat banyak kau tidak boleh menempuh bahaya sesukamu".
Karena merasa cemas sikapnya pada waktu itu rada sedikit kasar, pada mulanya Mo Tan-hong memang sedang tidak gembira, mendengar dirinya dibentak begitu ketus
kegusarannya semakin memuncak lagi.
Seraya putar badan jeritnya melengking, "Mau hidup atau mati itu bukan urusanmu!"
Habis berkata dengan salurkan ilmu meringankan tubuhnya ia berkelebat pergi dari sana dengan gerakan yang cepat.
Tan Kia-beng yang melihat gadis itu berlalu dengan membawa gusar sebenarnya siap-siap hendak melakukan pengejaran, tapi akhirnya ia berhenti.
Sedikit ragu ragu, bayangan dari gadis she Mo itupun sudah lenyap dari pandangan.
Pada mulanya ia anggap setelah urusan dipihak Isana Kelabang Emas bisa dibereskan untuk sementara waktu Chuan Tiong Jie Kui telah terbasmi dan perguruan Teh Leng Kauw didirikan kembali, dirinya bisa kawin dengan Mo Tan-hong untuk kemudian bersama-sama berkelana dalam dunia persilatan.
Siapa sangka karena sedikit kesalah pahaman ternyata Mo Tan-hong sudah cek cok dengan dirinya makin lama semakin jadi dan akhirnya berlalu dengan membawa marah.
Dalam hati semakin berpikir semakin musung, saking gemasnya diam-diam pikirnya, "Anak perempuan sungguh susah dikendalikan...."
Setelah tertegun beberapa saat, kemudian ia memberi penjelasan pada diri sendiri, "Walaupun saat ini dendam sakit hati ayahku sudah terbalas, tapi perintah terakhir dari Han Tan Loojien belum selesai aku kerjakan buat apa karena urusan perempuan lantas mendatangkan kemurungan buat diri sendiri" jika ia mau pergi biarkanlah ia pergi! pada suatu hari iapun bakal memahami keadaanku...."
Setelah mempunyai pikiran semacam ini hatipun jadi semakin lega. segera ia berlari ke arah depan.
Karena terganggu oleh urusan tadi haripun sudah terang tanah, ia kembali kerumah penginapan untuk beristirahat.
waktu itu suasana dalam losmen tersebut hiruk pikuk ramai sekali.
Karena dalam hatinya ada urusan Tan Kia-beng berjalan dengan kepala tertunduk siapa nyana ketika itulah ia sudah terbentur seseorang....
Orang itu menjerit kesakitan dan mundur ke belakang dengan sempoyongan, matanya melotot bulat bulat siap hendak mengumbar hawa marah.
Tapi ketika dilihatnya orang itu adalah Tan Kia-beng, sampai rasa sakitpun lupa ia berteriak keras
"Tan Heng, kapan kau datang kemari?"
Tan Kia-beng yang tanpa sebab menerjang badan orang lain dalam hati merasa amat menyesal kini setelah dipanggil iapun baru menemukan jika orang itu bukan lain adalah Si Huan.
Si Ciat HUn Kiam dari partai Khong Tong Pay.
Saking girangnya dengan cepat ia meloncat bangun
mencekal baju lengannya erat-erat
"Si Heng, kiranya kau!"
Kena dicengkeram kembali Si Huan menjerit kesakitan dan berturut turut mundur dua langkah ke belakang.
Waktu itulah Tan Kia-beng baru menemukan jika sebuah lengannya dibalut oleh kain buru-buru ia lepas tangan seraya bertanya dengan hati terperanjat.
"Si heng kau terluka?"
Susah dibicarakan dengan sepatah dua patah kata, mari kita kembali dulu ke dalam kamar" Si Huan menggeleng dan tertawa pahit.
Mereka berdua bersama-sama jalan masuk ke dalam kamar, setelah menuang dua cawan air teh Si Huan pun mulai menceritakan kisahnya.
"Tan heng, kau sudah memperoleh surat pemberitahuan tentang akan diadakannya pertemuan puncak para jago digunung Ui san tanya Si Huan setelah berada dalam kamar.
"Eei, aku tak tahu tentang urusan ini!"
"Waah.... kalau begitu sungguh aneh sekali" Si Huan menggeleng berkali kali. "Orang lain tidak tahu masih bisa dimaklumi, tapi bagaimana Tan heng bisa tidak tahu?"
Sebentar kemudian ia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Menurut apa yang aku ketahui, di dalam pertemuan puncak kali ini, tujuannya justru ingin memberi kesempatan kepada Heng thay untuk merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari seluruh kolong langit."
Tan Kia-beng tetap dibuat kebingungan seperti diawang awang, maka dari itu pemuda ini tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Sambung Si Huan lebih lanjut.
"Panitia dari pertemuan puncak para jago yang lalu Hay Thian Sin Shu menuduh Yen Yen Thaysu dari Siauw-lim pay serta Liok lim Sin Cie dengan meminjam nama pertemuan puncak ternyata mengadakan pertarungan mati-matian melawan pihak Isana Kelabang Emas telah merusak nama baiknya sebagai panitita penyelenggara, pada beberapa waktu ini ia sudah mengunjungi mereka dan memutuskan hendak mengundang lagi semua jago untuk mengulangi pertemuan puncak ini dalam menghasilkan jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit, waktu yang ditentukan bulan ketiga sebentar lagi bakal tiba, kemungkinan sekali surat undangan buat Tan heng telah dikirimkan ke dusun Tau Siang Cung."
Waktu itu Tan Kia-beng jadi paham kembali ia tertawa hambar.
"Nama kosong semacam ini siauw-te benar-benar tak ada minat untuk ikut merebutnya bersamaan itu pula aku merasa tidak punya pegangan untuk menangkan pertandingan ini.
"Jikalau Tan heng sendiripun mengatakan tak ada pegangan, apa lagi orang lain lebih lebih tak usah dibicarakan lagi."
"Lebih baik kita kesampingkan dulu urusan pertemuan para jago, Si heng!! coba kau ceritakan dulu bagaimana kau bisa terluka?"
"Hal yang benar urusan ini ada sangkut pautnya dengan pertemuan puncak kali ini bahkan sedikit banyak ada sangkut pautnya dengan Tan heng."
"Eeei.... bagaimana mungkin urusan ini ada sangkut pautnya dengan diriku?"
"Setelah siauw-te meninggalkan Khong-tong Pay, selama perjalanan menuju keselatan di tengah perjalanan banyak dengar orang Bulim membicarakan bahwa gelar jagoan pedang nomor wahid kali ini pasti berhasil direbut oleh Tan-heng, siapa sangka sewaktu tiba di kota Kiem Long ternyata aku sudah berjumpa dengan seorang sastrawan setengah baya yang bernama Fei Tie, dalam rumah makan itu ternyata ia sudah maki maki Heng thay dengan kata-kata yang kotor bahkan sumbar katanya kali ini ia pasti berhasil merebut gelar jagoan pedang nomor wahid hanya dalam sekali gerak saja.
"Siauw-te yang mendengar perkataan tersebut dalam hati merasa sangat tidak senang, dan tantang dia untuk adu kepandaian diluar kota. Heeei....! Jika dibicarakan benar-benar sangat memalukan, ternyata Siauwte berhasil dibabat luka lengan kirinya oleh suatu serangan yang sangat aneh dari orang itu dalam jurus yang ketiga ratus, sebelum pergi ia mengejek diriku bahkan memesan untuk disampaikan kepada Tan-heng, katanya jikalau kau tidak berani munculkan diri dalam pertemuan kali ini lebih baik nama perguruan Teh Leng Kauw disimpan kembali dan sejak ini hari jangan coba-coba munculkan diri dalam dunia kangouw."
Habis mendengar kisah tersebut dengan hati gusar Tan Kia-beng meloncat bangun serunya keras, "Sekarang orang itu ada dimana" saat ini juga Siauwte akan pergi mencari dirinya."
Buru-buru Si Huan goyangkan tangannya mencegah.
"Heng thay! jangan terlalu mengikuti napsu. dalam pertemuan puncak para jago di gunung Ui san kau pasti bisa berjumpa dengan orang ini."
"Hmmm! memaki Siauwte sih tak kupikir dalam hati." teriak Tan Kia-beng gemas. "Tapi dendam satu tusukan pada tubuh Heng thay harus kutuntut balas."
"Jikalau demikian adanya, Heng thay sudah pastikan diri akan menghadiri pertemuan kali ini bukan?"
"Sebenarnya Siauwte tiada bernapsu untuk ikut, tapi setelah terjadi peristiwa macam begini, jikalau tidak pergi ia tentu mengira aku betul-betul takut."
Melihat hasutannya berhasil dengan hati girang Si Huan bangun berdiri.
"Siauwte masih ada sedikit urusan harus diselesaikan, biarlah kita berpisah dulu di sini dan berjumpa kembali digunung Ui san
Ia menjura lalu berlalu dari kamar itu dengan langkah lebar.
Setelah Si Huan pergi, Tan Kia-beng pun mulai murung kembali. sebenarnya ia tidak bernapsu untuk ikut hadir merebutkan gelar tersebut tapi dengan adanya kejadian ini mau tak mau ia harus hadir juga, tapi sewaktu teringat persoalan yang menyangkut Mo Tan-hong hatinya mulai merasa tidak tenteram, beberapa kali ia coba untuk menghilangkan pikiran tersebut dari dalam benak tapi selembar wajahnya yang cantik serta sepasang matanya yang lembut memancarkan cahaya cinta bercampur kesah selalu terbayang dalam benaknya.
Mo Tan-hong adalah gadis pertama yang dicintai, susah derita selama satu bulan lebih dijalan raya menuju keibu kota telah banyak menanamkan bibit cinta diantara mereka berdua.
ciuman panjang sewaktu menyaru sebagai majikan kereta maut cukup membuktikan rasa cinta suci mereka.
Siapa sangka tidak lama kemudian ternyata cinta mereka berdua sudah tiba saat kehancurannya, bahkan karena apa ia sendiri pun tidak tahu.
Semakin dipikir ia merasa semakin tidak tenteram, akhirnya pemuda ini meloncat bangun.
"Tidak bisa jadi, aku harus pergi mengejar dirinya"
teriaknya keras. "Jikalau dalam keadaan susah ia betul-betul berangkat ke gurun pasir bukankah persoalan akan semakin berat. Walaupun kepandaian silat dari Majikan Isana Kelabang Emas sudah punah tapi sisa jago-jago lihay masih banyak bila ia berangkat kesana dengan menempuh bahaya bukankah sama hanya menerjunkan diri ke dalam jebakan musuh?"
Akhirnya dengan langkah cepat ia menerjang keluar kamar.
Baru saja kakinya selangkah keluar dari rumah penginapan itu mendadak....
Seorang dara manis menubruk datang amat cepatnya
seraya berteriak kegirangan, "Engkoh Beng, kiranya kau berada disini aku susah payah pergi mencari dirimu kemana mana...."
Belum sempat Tan Kia-beng melihat wajahnya, terasa segulung bau wangi menerjang masuk ke dalam pelukannya, waktu itulah ia baru menemukan jika orang itu bukan lain adalah "Leng Poo Sianci" Cha Giok Yong.
Dengan cepat ia dorong badannya ke belakang, lalu tegurnya, "Eeei.... apa maksudmu mencari diriku?"
"Apakah kau sungguh sungguh tidak tahu?" tanya Leng Poo Sianci dengan membelalakkan sepasang matanya.
Dengan aras arasan Tan Kia-beng menggeleng.
"Agar bisa memberi kesempatan kepadamu sehingga
berhasil merebut gelar jago pedang nomor wahid dari kolong langit, ayahku telah memperoleh kemajuan dari empat orang panitia penyelenggara lainnya untuk membuka kembali
pertemuan puncak digunung Ui san pada bulan tiga tanggal satu yang akan datang...."
"Ehmmm! soal ini sih aku sudah tahu tapi saat ini aku ada urusan penting dan harus segera pergi mengejar seseorang."
"Tidak bisa jadi, waktu tinggal beberapa hari lagi kau harus segera mengikuti aku berangkat kesana."
Tidak perduli bagaimana reaksi dari pemuda itu lagi, ia tarik tarik tangan Tan Kia-beng untuk diajak pergi.
"Eeei.... bagaimana boleh jadi?" seru sang pemuda semakin cemas lagi. "Kau pergilah dulu, sampai waktunya aku pasti akan datang menghadiri."
Mendadak ia meronta melepaskan diri dari cekalan lalu mencelat ke tengah udara dan melayang pergi dengan salurkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay.
Kejadian ini kontan saja membuat Leng Poo Sianci jadi gemas sampai depak depakkan kakinya ke atas tanah.
"Hmm! Tindak tandukmu seperti mengejar setan saja. tentu sedang pergi mengejar gadis itu lagi.
Walaupun dimulut ia memaki dalam hati merasa
kegirangan, ia tahu bagaimanakah watak dari Tan Kia-beng, setelah menyetujui ia pasti datang.
Bersamaan itu pula iapun tahu maksud ayah membuka kembali pertemuan puncak para jago digunung Ui san kali ini tidak lain ingin mempamerkan kepandaian silat yang dimiliki Tan Kia-beng disamping suatu tujuan lain yang lebih mendalam artinya dan hanya diketahui ayahnya serta dia sendiri.
Menanti bayangan punggung dari Tan Kia-beng sudah lenyap dari pandangan. Ia baru putar badan yang berangkat menuju ke gunung Ui san.
Musim semi telah datang, bunga-bunga memancarkan bau dan harum menambah kesemarakan suasana.
Puncak Si Sim Ong digunung Ui san yang banyak
bertumpukan tulang belulang saat ini pulih kembali seperti sedia kala....
Tiga lima rombongan jago-jago Bulim dari arah yang berlainan sama-sama berangkat kepuncak gunung untuk ikut menghadiri pertemuan puncak para jago yang diadakan setiap lima tahun sekali dan segera akan dibuka siang hari itu juga.
Terburu-buru Leng Poo Sianci berlari menuju kepuncak sebelah depan, persoalan pertama yang penting baginya adalah mencari tahu apakah Tan Kia-beng sudah tiba atau belum.
Dilihatnya di tempat yang disediakan untuk kalian orang panitia penyelenggara sudah ada empat orang yang terisi, mereka adalah Thian Liong Tootiang, Yen Yen Thaysu, Liok Lim Sin Ci serta ayahnya Hay Thian Sin Shu, tempat kalian yang kosong adalah tempat yang disediakan untuk jagoan pedang nomor wahid tempo dulu, si Cu Swie Tiang Cing.
Di panggung sebelah kiri duduklah ketujuh orang
ciangbunjin dari tujuh partai besar serta jago-jago lihay dari tujuh partai lain disamping mereka adalah pihak Kay-pang.
Gadis itu tahu jika engkoh Beng nya tentu tak akan duduk bersama-sama tujuh partai besar, sinar matanya kembali beralih kesebelah kanan yang ditempati oleh orang-orang Teh-leng-bun. yaitu Si Penjagal Selaksa Li ayah beranak, tapi bayangan dari Tan Kia-beng masih belum kelihatan juga,
saking cemasnya mendadak ia meloncat kehadapan Pek Ih Loo sat seraya menegur.
"Heeei! kau tidak berjumpa dengan dirinya?"
"Siapa"...." tanya Pek Ih Loo sat tercengang.
Tapi sebentar kemudian ia sudah jadi sadar kembali, sambil mendongakkan kepala sahutnya dingin.
"Bagaimana aku bisa tahu?"
Leng Poo Sianci yang kesenggot batunya merasa tidak enak untuk mengumbar hawa amarah saking khekinya ia putar badan dan langsung meluncur ke arah barak dimana duduk para panitia penyelenggara.
"Tia sungguh menjengkelkan engkoh Beng belum juga datang." "Yong jie! kenapa kau begitu tidak sampai aturan"
ayoh cepat mundur!"
Sekalipun diluaran ia menegur padahal di dalam hatipun ikut cemas. Tanpa sebab Leng Poo Sianci kena ditegur oleh ayahnya ia segera cibirkan bibirnya dan putar badan meloncat turun dari panggung.
Saat ini waktu diadakannya pertemuan puncak sudah tiba tapi Tan Kia-beng belum juga kelihatan munculkan diri saking cemasnya ia putar badan lari kembali kemulut gunung ia percaya engkoh bengnya pasti tak akan mengingkari janji.
Siapa sangka serombongan manusia demi serombongan melayang masuk ke atas puncak tapi belum juga kelihatan Tan Kia-beng munculkan diri selagi gadis itu akan putar badan kembali kepunggung mendadak dilihatnya seseorang jago pedang yang masih muda dengan tangan terbalut kain berlari masuk ke atas puncak dengan sikap kuatir. ia kenal orang itu
adalah kawan dari engkoh Bengnya Si Ciat Hun Kiam Si Huan, buru-buru disongsongnya kedatangan pemuda tersebut.
"Eeei! apakah engkoh Beng datang bersama dirimu?"
Si Huan rada tertegun, tapi sebentar kemudian ia tersadar kembali dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... nona, kau jangan cemas dahulu, siauwte jamin ia pasti datang."
Leng Poo Sianci masih ingin mendesak lebih lanjut tapi dari panggung mulai kedengaran suara tabuhan musik serta letusan mercon, ia tahu pertemuan sudah dimulai buru ia putar badan seraya berseru, "Pertemuan puncak sudah dimulai, mari kita cepat kembali kemungkinan sekali ia sudah tiba." Kedua orang itu bersama-sama lari ke depan panggung, pertemuan ternyata benar-benar sudah dibuka dan acara pertandinganpun sama halnya dengan dahulu yaitu dari masing-masing partai mengirim seorang sebagai wakil untuk saling bertanding sehingga akhirnya muncul urutan kesatu kedua dan ketiga.
Di atas panggung berdirilah seorang sastrawan berusia setengah baya berwajah putih bersih dengan menggembol sebilah pedang pada punggung dan sebuah seruling emas pada pinggangnya sikap maupun gerak geriknya amat jumawa.
Lawannya adalah seorang jago pedang muda yang
berwajah tampan dan berperawakan kekar. Si Huan yang melihat orang itu tak terasa lagi langsung berteriak, "Aaakh!
dialah orangnya"
"Siapa dia" Leng Poo Sianci tidak mengerti apa yang dimaksudkan," ia bertanya.
"Orang ini she Fei bernama Tie bergelar Kiem Tie suseng atau si Sastrawan Berseruling Emas, ia bicara besar katanya gelar jagoan pedang nomor wahid pasti akan berhasil ia rebut.
Hmmm! dia sedang bermimpi disiang hari bolong biar segera pergi hajar ia turun dari panggung sehingga nanti engkoh Beng tidak usah susah susah turun tangan."
---ooo0dw0ooo---
JILID: 27 Melihat kepolosan serta kelincahan sang gadis, tak kuasa lagi Si Huan tertawa geli.
"Pertandingan pedang ada urutannya, mana boleh turun tangan semuanya, menurut penglihatanku jagoan muda ini mempunyai dasar ilmu silat yang sangat bagus!"
"Aku kenal dengan pemuda ini, dia adalah Suto Liem dari Heng-san pay, kami pernah bergebrak satu sama lainnya, ilmu silat yang ia miliki tidak jelek...."
Sewaktu mereka berdua sedang bercakap-cakap itulah di atas panggung sudah berlangsung suatu pertarungan yang sengit bahkan boleh dikata saling berebut posisi.
"Aduuuh celaka!" tiba-tiba Si Huan berteriak sambil depakkan kakinya ke atas tanah.
Jika bergerak menggunakan cara bagitu ia pasti menderita kalah. Belum habis ia berkata, Fei Tie yang ada di atas panggung sudah memperdengarkan suara dinginnya yang sangat menusuk telinga mendadak serentetan cahaya keemas emasan berkelebat menerjang kebalik hawa pedang lalu dalam beberapa kali getaran suara gemerincingan memecahkan kesunyian pedang ditangan Suto Liem sudah terbabat putus
jadi dua bagian dan mundur ke belakang dengan hati terperanjat.
Sang panitia penyelenggara yang ada di atas panggung segera munculkan diri mengumumkan Fei Tie yang berhasil merebut kemenangan.
Waktu itu para pemenang dari pertandingan permulaan berturut turut adalah Sak Ih dari Bu-tong-pay, "Tian Lam Kiam Khek" dari Thian-cong pay, Sim Ing dari Siauw-lim-pay serta lain lainnya pada berkumpul di depan panggung siap melangsungkan pertandingan babak kedua.
Si Huan dari Khong tong pay karena lengannya terluka tidak ikut serta dalam pertandingan kali ini, sedang Pek Ih Loo sat karena ada Tan Kia-beng yang ikut serta iapun tidak ikut ambil bagian sedang Leng Poo Sianci sendiri sama sekali tiada bermaksud untuk berbuat demikian, dengan begitu banyak mengurangi kesempatan buat jago-jago muda untuk merebut gelar tersebut.
Selesai pertandingan kedua, ternyata dengan andalkan seruling emasnya Fei Tie berhasil mengalahkan Sak Ih dari Bu-tong-pay, Tiam Lam Kiam Khek dari Thiam cong pay Sim Ing dari Siauw-lim-pay serta beberapa puluh orang lainnya, dengan cemerlang berhasil menggaet gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit itu.
Waktu itu orang-orang punya hubungan dengan Tan Kia-beng rata-rata merasa gelisah sekali terutama Leng Poo Sianci, hampir saja ia menangis dibuatnya.
Beberapa orang panitita penyelenggara pun pada merasa sedih karena dalam pertandingan kali ini gelar tersebut bukannya berhasil dicabut oleh para jago dari daerah Tionggoan sebaliknya bakal terjatuh ketangan seorang
sastrawan berusia setengah baya yang tidak dikenal asal usulnya.
Bilamana sungguh sungguh gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit ini kena direbut oleh seorang jagoan dari sebuah partai yang tidak dikenal maka kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang sayang sangat memalukan bagi partai partai didaratan Tionggoan.
Si sastrawan berusia setengah baya Fei Tie setelah berhasil mengalahkan berpuluh puluh orang jago lihay, dengan bangga segera dongakkan kepalanya tertawa seram.
"Meurut berita yang tersiar dalam dunia kangouw, katanya kepandaian silat dari para jago didaratan Tionggoan sangat luar biasa ternyata tidak disangka cuma begini saja"
Dengan langkah lebar ia berjalan kehadapan panggung dimana duduk para panitita penyelenggara, setelah menjura dengan sikap jumawa katanya, "Pertandingan sudah selesai dan cayhe berhasil memenangkan semua pertandingan. harap para panitia penyelenggara suka ambil keputusan."
Thian Liong Tootiang yang duduk disisi kanan Hay Thian Sin Shu jelas mengetahui maksud kawannya ini mengadakan pertemuan kali ini, terasa lagi ia menoleh ke arahnya.
Waktu itu air muka Hay Thian Sin Shu sudah berubah hijau membesi, sepatah katapun tak diucapkan keluar. sedang Liok lim Sin Ci serta Yen Yen Thaysu pun merasa hatinya sedih.
Pada waktu itu dari atas barak sebelah Timur mendadak berkumandang datang suara bentakan nyaring, "Tunggu sebentar, masih ada satu kali pertandingan yang belum dipertandingkan"
Pek Ih Loo sat bagaikan serentetan cahaya putih meluncur masuk ke tengah kalangan.
Dengan pandangan menghina si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie melirik sekejap ke arahnya.
"Siapakah kau?" tegurnya dingin.
"Pek Ih LOo sat, Hu Siauw-cian dari Teh Leng Kauw!"
"Haa.... haaa.... haaa.... bukankah dari Teh Leng Kauw hanya diikuti oleh seorang manusia she Tan" bagaimana bisa muncul pula seorang she Hu".... sungguh aneh sekali!"
"Karena ada urusan penting ia tak bisa hadir, nona wakili dirinya apakah tidak boleh?"
Sejak semula Yen Yen Thaysu memang tidak senang
dengan Tan Kia-beng, mendadak ia meloncat bangun.
"Menurut peraturan, wakil yang ditunjuk oleh masing-masing partai tak boleh diwakilkan kepada orang lain. jika ia tidak datang berarti mengundurkan diri dari pertandingan"
Karena Tan Kia-beng yang ditunggu tunggu tak kunjung datang, dalam hati Hu Siauw-cian sudah dipenuhi oleh hawa amarah, kini mendengar pula Yen Yen Thaysu yang secara samar-samar agaknya melarang dia ikut serta dalam perebutan ini tak kuasa lagi tertawa dingin tiada hentinya.
Baru saja ia bermaksud untuk buka suara mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang pula suara bentakan yang amat nyaring, "Ayahku sama sekali tidak mendirikan partai perguruan, berhakkan siauw Ti untuk ikut serta dalam pertandingan ini?"
Bayangan merah berkelebat lewat, Leng Poo Sianci sudah meloncat naik ke atas panggung.
"Omintohud, siapakah ayahmu?" puji Yen Yen thaysu dengan suara rendah.
"Hay Thian Sin Shu!"
Waktu itu Hay Thian Sin Shu pun sudah meloncat bangun dari tempat duduknya.
"Yong jie, jangan mengacau suasana" bentaknya dengan nada berat.
Leng Poo Sianci sama sekali tidak perduli urusan ini, pedang pendeknya dicabut keluar dari sarung kemudian ditudingkan ke arah Kiem Tie Suseng.
"Kau berani adu kepandaian dengan nonamu?" tanyanya.
Si Sastrawan Berseruling Emas itu dongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak.
"Asalkan peraturan pertemuan ini mengijinkan, sudah tentu aku orang she Fei akan melayani."
"Tunggu sebentar!" mendadak Pek Ih Loo sat kebaskan goloknya memotong. "Persoalan nonamu belum mendapat penyelesaian."
Air muka Yen Yen Thaysu berubah menjadi adem,
bentaknya berat, "Kecuali Tan Kia-beng dari Teh-leng-bun orang lain tidak dapat mewakili dirinya"
Leng Poo Sianci jadi semakin cemas.
"Ia tidak boleh ikut tapi aku boleh bukan?"
"Pada permulaan kau tidak dapatkan dari sudah tentu tidak boleh" bentak Hay Thian Sin Shu keras.
Si Sastrawan Berseruling Emas yang mendengar ribut ribut itu kembali dongakkan kepalanya tertawa tergelak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... begitulah baru mirip tampang seorang panitia penyelenggara, waktu tidak pagi lagi cepat umumkan hasil pertandingan ini"
Mendadak.... "Haaa.... haaa.... haaa.... saudara jangan keburu merasa bangga dulu, lawanmu sudah datang!" dari barak sebelah Barat kedengaran seseorang tertawa tergelak.
Itulah suara ejekan dari si pengemis aneh, diikuti suasana dalam kalangan dipecahkan oleh suara tepuk tangan riuh rendah yang gegap gempita, kiranya pada waktu itulah Tan Kia-beng sudah munculkan dirinya di depan panggung.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si sastrawan berseruling emas sama sekali tidak kenal dengan Tan Kia-beng tapi dari sikapnya ia berani memastikan kalau orang ini tentulah manusia yang dimaksudkan.
Dengan cepat ia putar badan menghadap ke arah pemuda tersebut.
"Kedatangan saudara sudah terlambat satu langkah!"
serunya dingin.
Waktu Tan Kia-beng sedang saling menyapa dengan Sak Ih maupun Si Huan beberapa orang sahabat karibnya, melihat sikap sang sastrawan setengah baya itu amat jumawa dan mengucapkan pula kata-kata macam itu, dalam hatinya lantas menduga dialah si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie yang dimaksudnya. tak kuasa lagi ia mendongakkan kepalanya tertawa panjang.
"Sebenarnya cahyepun tiada berselera untuk ikut merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit, terlambat atau tidak itupun tak jadi soal. hanya saja cayhe kepingin sekali mencoba-coba kepandaian silat luar biasa
hebatnya yang kau miliki itu."
Sewaktu mereka berdua sedang bercakap-cakap, mendadak terdengar Liok Lim Sin Ci berteriak keras, "Sebelum hasil pertandingan diumumkan Tan Kia-beng sudah tiba, maka menurut pendapatku ia berhak untuk mengikuti pertandingan kali ini."
Thian Liong Tootiang pun perlahan-lahan bangun berdiri setelah berjalan keujung panggung serunya pula. "Aku sebagai panitia penyelenggaraan pertemuan kali ini memutuskan si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie harus melawan Tan Kia-beng dahulu sebagai pertandingan final dalam perebutan gelar sebagai jagoan nomor wahid dari kolong langit jikalau kalah maka kedudukannya akan diurutkan dalam urutan yang kedua."
Begitu pengumuman tersebut disiarkan, tepuk tangan riuh rendah bergema memenuhi seluruh kalangan.
Sebaliknya si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie setelah mendengar perkataan tersebut terlintaslah suatu senyuman yang amat menyeramkan di atas wajahnya, ia mencabut keluar seruling emasnya dari pinggang lalu kepada Tan Kia-beng ujarnya.
"waktu sudah tidak pagi lagi, jikalau panitia penyelenggara memutuskan demikian silahkan saudara mulai menggerakkan senjatamu melancarkan serangan."
Tan Kia-beng yang melihat senjata yang ia gunakan adalah seruling emas, pemuda inipun meloloskan seruling kumalanya lalu disilangkan di depan dada.
Tangan kiri ditutupkan ke atas lubang lubang seruling, sedang wajahnya berubah serius.
"Sialahkan!" serunya.
Si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie berasal dari daerah Biauw Ciang, maksud kedatangannya kedaratan Tionggoan adalah hendak mencari nama besar. ia menganggap asalkan dirinya berhasil mengalahkan Tan Kia-beng seorang maka namanya jauh lebih cemerlang semisalnya ia berhasil mengalahkan seratus orang jago-jago lihay Bulim.
Oleh karena itu sejak permulaan ia sudah kumpulkan seluruh tenaga yang dimilikinya baru saja Tan Kia-beng mempersilahkan orang untuk melancarkan serangan, seruling emasnya dengan membawa serentetan cahaya keemas
emasan sudah membabat datang mengancam dadanya.
Kecepatan gerakannya serta keanehan dari jurus
serangannya benar-benar sangat luar biasa, seruling emasnya dengan membentuk beribu ribu desiran angin pukulan mendesak ke depan.
Dari mulut Si Huan, pemuda she Tan ini sudah mengetahui bagaimanakah dahsyatnya kepandaian silat yang ia miliki, seketika itu juga seruling kumalanya digetarkan, pertama tama membentuk selapis bayangan seruling dahulu di depan dada kemudian sang badan maju ke depan. dengan mengambil jurus jurus serangan dari aliran Teh-leng-bun ia balas mendesak pihak lawan.
Seketika itu juga serentetan cahaya tajam menggulung keluar.
Cukup ditinjau dari cara berkelit serta balas melancarkan serangan, Fei Tie sudah merasa bila pemuda yang dihadapinya saat ini jauh berbeda keadaannya dengan jago-jago yang lain dalam hati ia merasa sangat terperanjat.
Seruling emasnya buru-buru digetarkan jurus ilmu "Kiem Coa Tie Cau" atau gerakan seruling ular emasnya pun dilancarkan dengan gencar.
Sebatang seruling emasnya dengan membentuk selapis cahaya tajam dengan sekuat tenaga balas melancarkan serangan.
Gerakan kedua orang itu makin lama semakin cepat, dalam sekejap mata lima puluh jurus sudah berlalu.
Karena pihak lawan sekalipun menunujukkan sikap
menghina tapi tidak memperlihatkan maksud jahat, maka selama ini Tan Kia-beng belum juga mengeluarkan ilmu saktinya.
Sebaliknya Pek Ih Loo sat benci orang ini terlalu pandang hina kawan kawan Bulim dari daratan Tionggoan, tak terasa lagi dari samping kalangan ia berteriak keras.
"Eeei.... kenapa kau sungkan sungkan untuk turun tangan"
ayoh serang dengan sungguh sungguh"
"Jikalau aku menggantikan dirimu, sejak semula aku sudah keluarkan ilmu seruling Wu Yen Cing Hun Sam Si yang lihay itu" timbrung pula Leng Poo Sianci dengan cibirkan bibirnya.
Kena digosok oleh sepatah demi sepatah kata akhirnya Tan Kia-beng tergosok juga, ia bersuit nyaring, mendadak ilmu seruling Wu Yen Cing Hun Sam Si dikeluarkan.
Jurus serangan ini merupakan ilmu andalan dari Teh Leng Kauwcu tempo dulu dalam mencari nama di dalam Bulim, kelihayannya bukan alang kepalang, apalagi tenaga dalam yang dimiliki pemuda tersebut pada saat ini sudah memperoleh kemajuan yang pesat begitu dikeluarkan deruan angin sambaran geledek segera memecahkan kesunyian
dimana bayangan seruling berkelebat lewat sebuah tiang kayu terbuat dari kayu besipun kena tersapu patah. Walaupun jurus jurus serangan ilmu seruling Kiem Tan Tie Cau dari si Sastrawan Berseruling Emas itu sangat ganas tapi ia tak bakal bisa menahan kedahsyatan dari ilmu seruling Wu Yen Cing Hun Sam Sih, seketika itu juga tubuhnya kena terdesak mundur berulang kali. Melihat jagoan mereka berhasil merebut posisi di atas angin para jago yang ada dibawah panggung mulai bersorak sorai dengan gegap gempita.
Di tengah suara sorak sorai itulah mendadak Tan Kia-beng membentak keras seruling kumalanya disekitarnya dan tahu2
seruling emas yang ada ditangan Kiem Tie suseng kena tergetar lepas sehingga mencelat ke tengah udara.
Dengan perasaan terperanjat buru-buru Kiem Tie Suseng mengundurkan diri ke belakang, siapa sangka waktu itulah seruling kumala dari pihak lawan sudah menempel di atas dadanya, kontan semangatnya jadi hilang sepasang matapun dipejamkan rapat rapat.
Terdengar Tan Kia-beng mendongakkan kepalanya tertawa tergelak.
"Tanpa sebab kau berani menghina aku orang she Tan soal ini sih tidak penting, tapi kau berani pula melukai kawan karibku, bagaimanapun juga hal ini tak bisa aku lepaskan begitu saja aku harus kasi sedikit peringatan kepadamu...."
Seruling kumalanya sedikit digetarkan, ujung baju lengan kanannya sudah terbabas putus, diikuti cahaya seruling berkelebat lewat, tahu-tahu senjata itu sudah balik lagi ketangannya.
Sorak sorai kontan bergema memenuhi seluruh angkasa, Leng Poo Sianci bagaimana seekor burung walet langsung menerjang ke arahnya seraya berteriak gembira.
"Engkoh Beng, akhirnya kau berhasil juga!"
Badannya langsung menjatuhkan diri ke dalam pelukannya.
Si Huan sekalianpun sama-sama maju mengucapkan
selamat kepada sang pemuda tersebut.
Ia benar-benar menang, bahkan dengan sangat mudah berhasil merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit....
Tapi pemuda she Tan ini sedikitpun tidak menunjukkan kegirangan, ia berdiri termangu-mangu bagaikan patung di tempat semula, terhadap pujian serta ucapan selamat dari banyak orang ia sama sekali tidak mendengar maupun melihat. bahkan pengumuman dari panitia penyelenggara di atas panggungpun tak terdengar olehnya.
Perlahan-lahan dia menunduk dan memandang Leng Poo Sianci yang bersandar dalam pelukannya, ia menghela napas rendah perlahan-lahan didorongnya badan gadis itu lalu putar badan berlalu dari sana.
Melihat keadaan dari pemuda tersebut Leng Poo Sianci jadi sangat terperanjat.
"Engkoh Beng, kau...."
Dari arah belakang muncul pula beberapa puluh orang pengejar, agaknya merekapun dibuat terperanjat oleh sikap sang pemuda yang sangat aneh itu.
Mereka termasuk Si Penjagal Selaksa Li ayah beranak, Hay Thian Sin Shu ayah beranak, si pengemis aneh, si Ciat Hun Kiam Si Huan serta Sak Ih dari Bu-tong-pay.
Mendadak Si Penjagal Selaksa Li menarik tangan pemuda seraya menegur dengan suara berat, "Sute! kau harus tahu kejayaan serta kesuksesan dari Teh Leng Kauw kesemuanya tergantung di atas pundakmu" sekalipun kau ada urusan seberapa besarpun harus menyelesaikan dulu perintah terakhir dari suhu kemudian baru pergi." Teringat akan perintah terakhir dari suhunya Tan Kia-beng jadi sangat terperanjat dengan cepat ia dongakkan kepalanya. "Nasehat dari suheng sedikitpun tidak salah." Habis berkata kembali dia menghela napas panjang.
Bagaimanapun Si Penjagal Selaksa Li juga berpengalaman sangat luas ia tahu pemuda ini tentu sedang risau karena soal muda mudi kembali hiburnya. Maksud hati Hian ti sudah Ih heng pahami beberapa bagian soal ini serahkan saja ketanganku semua urusan kita bicarakan kembali setelah perguruan kita dirikan". Sekali lagi Tan Kia-beng dongakkan kepalanya memandang sekejap ke arahnya lalu menghela napas panjang.
"Ada pepatah mengatakan cinta selebar langit susah ditembel, benci sedalam lautan susah dibendung. Suheng, tahukah kau akan perasaan hatiku saat ini...."
Si Penjagal Selaksa Li ada maksud mendesak lebih lanjut, mendadak....
Dari mulut gunung melayang datang empat orang wanita setengah baya yang berwajah cantik sama-sama berjalan kehadapan Tan Kia-beng.
"Teh Leng Su Ci mengucapkan selamat atas keberhasilan Kauwcu merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari kolong langit" katanya menjura.
"Tapi apa gunanya nama kosong itu?" Tan Kia-beng tertawa pahit.
"Urusan sudah berubah jadi begini, harap Kauwcu suka berangkat kedusun Tau Siang Cung dan segera membuka perguruan kita secara resmi...." kata Teh Leng Su Ci serius.
Kedudukan Teh Leng Su Ci dalam perguruan Teh Leng Kauw sangat tinggi bahkan mereka berempat sudah datang sendiri, Tan Kia-beng merasa sungkan untuk menolak terpaksa ia mengangguk.
"Silahkan cianpwee berempat berangkat dahulu, boanpwee segera akan menyusul."
Setelah Teh Leng Su Ci berlalu, kawan kawan karib lain pun pada minta diri sehingga akhirnya tinggal si Penjagal Selaksa Li ayah beranak serta Hay Thian Sin Shu ayah beranak.
Sebenarnya Hay Thian Sin Shu ada banyak perkataan yang hendak disampaikan kepada Tan Kia-beng, tapi berhubung ada banyak orang disamping mereka selama ini tak ada kesempatan baginya untuk memenuhi maksud hatinya itu.
Saat ini melihat Tan Kia-beng berdiri dengan muka murung, agaknya sang hati penuh dibebani dengan banyak urusan, dalam hati lantas tahu jikalau saat ini tidak diucapkan maka kesempatan tak bakal ada lagi.
Tapi orang-orang itupun hendak berangkat kedusun Tau Siang Cung, ia merasa tidak enak untuk ikut serta dengan mereka tanpa diundang.
Akhirnya Si Penjagal Selaksa Li merasakan juga maksud pihak lawan, buru-buru ia menjura seraya berkata, "Seluruh keberhasilan suteku kali ini sedikit banyak karena usaha dari Cha-heng, siauwte merasa sangat berterima kasih sekali,
jikalau kalian tak ada urusan bagaimana kalau ikut kami untuk bermain main beberapa hari didusun Tau Siang Cung kami?"
"Mana mana, urusan sudah jadi begini buat apa saudara berlaku sungkan sungkan lagi" sedang mengenai kedusun Tau Siang Cung...."
"Upacara sebesar ini sudah seharusnya kita ikut menghadiri" sambung Leng Poo Sianci dengan cepat.
Mendengar perkataan tersebut Pek Ih Loo sat segera tertawa dingin tiada hentinya. suara tawaan tersebut sangat melengking menusuk telinga. hal ini membuat air muka Hay Thian Sin Shu berubah hebat.
"Hmmm! apanya yang perlu ditertawakan?" seru Leng Poo Sianci sambil cibirkan bibirnya.
Dengan gemas Si Penjagal Selaksa Li melotot Hu Siauw-cian sekejap, lalu kepada Hay Thian Sin Shu seraya menjura katanya, "Waktu tidak pagi lagi, mari kita segera melakukan perjalanan"
Kedua orang kakek tua itu bergerak dahulu di depan, tapi Tan Kia-beng tetap berdiri di tempat semula
Hu Siauw-cian yang ada dibelakang dengan cepat
mendorong badannya.
"Ayoh cepat berangkat. apa yang lamunkan lagi?" tegurnya.
Setelah ditegur dengan aras arasan Tan Kia-beng baru kerahkan ilmu meringankan tubuhnya bergerak ke depan.
Sedikit membuang waktu itulah si Penjagal Selaksa Li berdua sudah lenyap dari pandangan.
Karena dalam hati masing-masing ada urusan yang
dipikirkan maka selama dalam perjalanan tak seorangpun
diantara mereka bertiga yang buka suara maupun mendehem, demikianlah setengah jam sudah lewat dengan cepatnya.
Tiba-tiba.... Serentetan suara tertawa aneh yang sangat menyeramkan bergema memecahkan kesunyian, seorang nenek tua
berambut ubanan melayang keluar dari sebuah hutan lebat dan menghadang jalan pergi ketiga orang itu.
"Bangsat cabul, kau larikan muridku ke mana?" bentak nenek itu dengan nada gusar.
Dalam keadaan terkejut Tan Kia-beng segera menghentikan langkahnya.
"Siapa kau?" tanyanya tercengang. "Siapakah muridmu, buat apa kau jatuhkan urusan yang tak ada ujung pangkalnya ini ketangan aku orang she Tan?"
"Manusia jumawa, apakah terhadap aku Phu Liuw Popo pun tidak kenal?" dengan gemas sambungnya, "Selamanya kedua orang muridku berbudi baik, jikalau bukan kau yang pancing mereka pergi kenapa sampai ini hari tidak juga kelihatan batang hidungnya?"
Tan Kia-beng dibuat kebingungan setengah mati ia tidak mengerti apa sebabnya si nenek tua ini secara mendadak mencari gara gara dengan dirinya, sepasang alis kontan dikerutkan rapat rapat, sebelum ia buka suara menanyakan urusan ini sampai jelas, Leng Poo Sianci sudah meloncat maju sambil membentak keras, "Siapa yang perduli kau adalah Phu Liuw atau Pay Liuw, aku cuma mau tanya padamu siapakah murid mustikamu itu dan apa sebabnya mencari gara-gara dengan engkoh Beng ku" Dari sepasang matanya Phu Liuw Popo memancarkan cahaya hijau dengan gemas ia melotot sekejap ke arahnya.
Nama besar Biauw-leng Siang-ciauw sudah amat terkenal dalam Bulim telinga kalianpun belum budak, apakah terhadap nama merekapun tidak tahu"
Pada saat ini Tan Kia-beng baru tahu kiranya Phu Liuw Popo ini adalah seorang yang saling bertukar satu pukulan dengan majikan Isana Kelabang Emas digunung Ui san tempo dulu dan menolong pergi Biauw-leng Siang-ciauw dari mara bahaya. Dalam keadaan seperti ini ia tidak ingin cari banyak urusan lagi dengan orang-orang itu badannya maju selangkah ke depan lalu menjura dengan wajah serius. "Sejak cayhe menolong muridmu meloloskan diri dari gunung Ui san hingga ini hari balum pernah berjumpa lagi dengan dirinya lebih baik kau orang tua mencari mereka di tempat lain saja"
"Omong kosong" bentak Phu Liuw Popo dengan penuh kegusaran. "Sejak kembali dari gunung Ui san kedua orang budak sampai itu merindukan terus dirimu, lenyapnya mereka berdua kali ini jikalau bukan kau yang culik siapa lagi yang berani berbuat tindakan macam ini?"
Walaupun Leng Poo Sianci mencintai Tan Kia-beng tapi perkenalannya dengan pemuda ini tidak begitu lama, setelah mendengar perkataan tersebut dengan perasaan setengah percaya setengah tidak ia melototi pemuda itu tajam tajam.
agaknya ia ingin menembusi jantung kekasihnya ini.
Lain halnya dengan si Pek Ih Loo Sat Hu Siauw-cian, sudah lama ia berkenalan dengan Tan Kia-beng dan mengetahui bagaimana watak pemuda tersebut.
Mendengar perkataan itu dia tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... kau sendiri tidak bisa mengurusi anak muridmu, sebaliknya tanpa sebab cari gara gara dengan orang lain Engkoh Beng ku adalah seorang lelaki sejati, mana
mungkin ia bisa jatuh hati terhadap kedua orang budak liar dari daerah Biauw Ciang" jikalau kau tidak menyingkir lagi, jangan salahkan aku tidak akan berlaku sungkan sungkan lagi terhadap dirimu."
Phu Liuw Popo si nenek tua ini walaupun mempunyai watak dingin, sombong dan jumawa tapi dalam hatipun tahu jika dalam persoalan ini tentu sudah terjadi kesalah pahaman, melihat pula kedua orang nona cantik itu begitu membelai sang perjaka hatinya semakin bimbang.
"Hmmm! kalau begitu urusan jadi sangat aneh sekali"...."
dengusnya dingin.
Mendadak.... Serentetan cahaya emas berkelebat lewat si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie sambil mencekal senjatanya meluncur keluar dari balik hutan.
"Manusia she Tan, kau betul-betul bernyali besar."
bentaknya keras.
Melihat kejadian itu Tan Kia-beng rada tertegun dibuatnya, ia tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Kembali Fei Tie tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau iblis gemar main perempuan, berani berani betul mencari gara gara dengan murid perguruan Biauw Sau Bun, Hmmm! ini hari aku orang she Fei akan suruh kau merasakan siksaan yang paling hebat."
Melihat sang sastrawan berseruling emas berlagak tengik, sejak permulaan Leng Poo Sianci sudah merasa tidak senang, pedang pendeknya segera dicabut keluar dan menerjang maju ke depan.
"Apa yang hendak kau lakukan?"
Dengan terjadinya tidnakan ini hawa amarah dari Phu Liuw Popo pun segera menuncak, seraya mendepakkan kakinya ke atas tanah, bentaknya, "Manusia cabul, jikalau ini hari kau tidak serahkan Biauw-leng Siang-ciauw aku akan segera cabut nyawa anjingmu"
Kena dimaki sebagai manusia cabul, Tan Kia-beng tak bisa menahan rasa gusar dihatinya lagi, sepasang matanya memancarkan cahaya tajam.
"Kalian sembarangan menuduh orang dengan semau hati sendiri berani pula memaki aku orang she Tan dengan kata-kata kotor Hmmm! apa kau anggap aku bisa diejek sesuka hati?"
Pek Ih Loo sat pun tak dapat menahan rasa gusar dihatinya lagi, golok lengkung "Engkoh Beng tidak usah banyak bicara dengan mereka lagi, terang terangan mereka ada maksud mencari gara gara dengan kita, lebih baik kita sikat saja."
Semakin berbicara semakin ketus, suasana pun berubah jadi tegang.
Tan Kia-beng tetap berdiri dengan kepala didongakkan ke atas wajahnya yang tampan sedikitpun tidak menunjukkan sikap jeri, sedang Pek Ih Loo sat serta Leng Poo Sianci dengan satu mencekal golok yang lain mencekal pedang pendek berdiri dikiri kanan sang pemuda dengan wajah penuh kegusaran.
Waktu itu wajah Phu Liuw Popo pun setelah berubah menghebat, rambutnya pada bangun berdiri ujung bajupun mengembang sebesar tong, sepasang matanya memancarkan cahaya kehijau-hijauan, seraya membentak lima jarinya langsung melancarkan cengkeraman ke depan.
Saking gusarnya napsu membunuhpun melinatas wajah Tan Kia-beng, ia membentak keras pula. dengan jurus "Jiet Ceng Tiong Thian" disambutnya serangan dahsyat yang di depan mata.
"Bluuuk!" diiringi suara bentrokan yang memekikkan telinga, tubuh Liuw Popo terpental balik sejauh delapan depa lebih ke belakang.
Sebaliknya Tan Kia-beng mendengus dingin, pundaknya sedikit bergoyang kemudian berdiri tegak kembali.
Selama berkelana di daerah Biauw Ciang si nenek tua Phu Liuw Popo belum pernah menemui tandingan, siapa sangka di dalam satu jurus ia menderita kalah ditangan seorang pemuda dari angkatan bawah, semakin gusarlah hatinya.
Sambil gertak gigi bentaknya gusar, "Jikalau ini hari ada kau pasti tak ada aku"
Sepasang lengan digetarkan sehingga berbunyi
gemeretukan, perlahan-lahan telapaknya disilangkan di depan dada lalu selangkah demi selangkah mendesak maju ke depan. agaknya ia sudah salurkan seluruh tenaga yang dimilikinya untuk melakukan serangan adu jiwa.
Pada waktu itulah....
"Suhu, kau sudah salah menuduh orang" teriak seseorang dari tempat kejauhan dengan nada pilu.
Sreet! Sreeet! dua sosok bayangan manusia melayang turun ke tengah kalangan kemudian satu dari kiri yang lain dari kanan memeluk lengan Phu Liuw Popo erat-erat.
"Suhu, hampir hampir saja tecu tak bisa berjumpa dengan kau orang tua lagi" jeritnya sambil menangis.
Ketika melihat munculnya Yen Giok Kiauw serta Yen Giok Fang dalam keadaan selamat Phu Liuw Popo pun segera buyarkan tenaga lweekangnya, lalu menghela napas panjang dengan wajah kesal. Sembari membelai rambut mereka tanyanya halus, "Cepat katakan kepadaku, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Suheng dia.... bangsat berwajah manusia berhati binatang, jikalau bukannya ada seorang cici baju merah yang telah turun tangan menolong kami, mungkin saat ini...."
Tidak menanti mereka selesai bicara saking gusarnya seluruh tubuh Phu Liuw Popo gemetar keras.
"Fei Tie! kau bangsat bagus betul perbuatanmu" bentaknya gusar.
Tapi, si Sastrawan Berseruling Emas Fei Tie sudah meloyor pergi sewaktu melihat munculnya Siang Ciauw disana.
Hal ini semakin menambah kegusaran dihati Phu Liuw Popo, sambil membentak gusar teriaknya, "Kalian berdua cepat ikut diriku, ia tak bakal bisa lari jauh."
Guru bermurid tiga orang segera salurkan ilmu
meringankan tubuhnya berkelebat ke arah hutan, sebelum pergi si Yen Giok Fang dari cicik itu masih sempat melirik sekejap ke arah Tan Kia-beng dengan sinar mata penuh rasa cinta.
Dalam sekejap saja mereka sudah lenyap dari pandangan.
Setelah mengalami peristiwa macam ini Tan Kia-beng semakin menganggap perempuan adalah bibit bencana yang tak boleh diusik lagi, ia menghela napas panjang dan melanjutkan kembali perjalanannya mengikuti dari belakang kedua orang gadis tersebut
Setibanya didusun Tau Siang Cung, pemuda ini semakin terkejut lagi dibuatnya.
Ternyata rumah papan yang semula bobrok saat ini sudah berubah jadi sebuah bangunan besar yang mentereng dan sangat megah sekali, si pengemis aneh sambil tertawa terbahak-bahak berjalan keluar dari ruangan besar.
"Loote, coba kau lihat bagaimana dengan urusan yang aku si pengemis tua kerjakan?"
Tidak usah bertanya Tan Kia-beng pun tahu kesemuanya ini hasil bantuan dari pihak Kay-pang, buru-buru ia menjura.
"Terima kasih, terima kasih"
"Haaa.... haaa haaa.... kau jangan mengucapkan terima kasih kepadaku, seharusnya pergi mencari Mo Cuncu dan sampaikan terima kasihmu itu kepadanya."
Waktu itu Teh Leng Su Ci, Si Penjagal Selaksa Li, si kakek berbaju kuning Pek San sekalipun sudah berjalan keluar menyambut kedatangannya, mereka bersama-sama
mengiringi Tan Kia-beng masuk ke dalam ruangan besar untuk bercakap-cakap, persoalanpun sekitar peresmian berdirinya kembali perguruan mereka yang telah ditetapkan pada tanggal satu bulan empat, dihadapan para kawan kawan Bulim.
Seenak saja Tan Kia-beng mengiakan, setelah itu dengan alasan hendak beristirahat ia bersembunyi di sebuah kamar kecil.
Padahal yang benar, pikirannya saat ini sangat kacau, lama lama sekai akhirnya dari dalam saku diambilnya keluar secarik saputangan dan pentangkan di atas meja lalu memandangnya dengan terpesona.
Tulisan di atas sapu tangan itu kira-kira berbunyi demikian,
"Engkoh Beng, aku sudah salah menganggap dirimu, perbuatanmu memang benar mulia, tapi mana boleh aku titipkan dendamku ini agar kau yang wakili aku membalaskan"
Liuw Lok Yen jadi dalang dari peristiwa pembubuhan ayahku.
Aku bersumpah pasti akan membinasakan dirinya, tapi kau boleh berlega hati aku tak akan menempuh bahaya pergi ke gurun pasir seorang diri. Aku pasti akan menunggu setelah aku merasa kekuatanku sudah cukup.
Selamat berpisah engkoh Beng, harap kau jangan
menguatirkan diriku sendiri, sedangkan mengenai urusan antara diri kita, aku sudah berpikir masak. Sebelum dendam ayahku terbalas aku belum mempunyai kebebasan! bersamaan itu pula aku tidak berharap karena urusanku membuat kau jadi murung, jadi kesal. seluruh kejadian yang kita alami selama ini anggap saja sebagai awan diangkasa.
Engkoh Beng! selamat berpisah. kenangan manis pasti berlalu dan tak ada perjamuan yang tak pisah.
Tertanda: Mo Tan-hong."
Sapu tangan itu ia temukan disebuah rumah penginapan sewaktu pemuda tersebut mengejar Mo Tan-hong, waktu itu karena terburu-buru hendak berangkat ke gunung Ui-san maka ia tak ada waktu untuk membacanya lebih teliti.
Ia merasa Mo Tan-hong bukan menaruh kesalah pahaman terhadap dirinya, tapi karena dendam ayahnya belum selesai terbalas!
Teringat kenangan semasa dahulu dimana mereka berdua bermesraan dengan begitu rapat, hatinya terasa amat sedih sekali.
Pada waktu itulah mendadak pintu kamar diketuk orang disusul munculnya Pek Ih Loo sat muncul di depan pintu bagaikan Kwan Im berwajah dingin.
"Bolehkah saya masuk ke dalam?" tanyanya sambil
memandang pemuda itu dengan pandangan dingin.
"Sudah tentu boleh, Oie Kiong Tootiang dari Bu-tong-pay mengajukan diri sebagai Mak comblang untuk melamar Leng Poo Sianci buat dirimu, aku dengar keempat Ih Nay Nay pun sangat setuju dengan lamaran tersebut."
"Heee.... tapi aku sama sekali tak tertarik dengan persoalan itu" kata Tan Kia-beng sambil menghela napas panjang.
"Kau sudah menerima jabatan sebagai Kauwcu sudah
seharusnya menjumpai pula seorang Kauw hujien apalagi diapun merupakan kawanmu."
"Heee.... heee.... heee.... apakah kaupun tidak paham perasaan hatiku?" seru sang pemuda sambil tertawa dingin.
"Tapi saat ini ia tak berada disini, sedang kitapun...."
Bicara sampai disini mendadak ia membungkam, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipi.
Melihat kejadian itu perasaan cinta dihati Tan Kia-beng muncul kembali, kenyataan membuktikan bahwa perasaan cintanya terhadap Hu Siauw-cian jauh lebih mendalam satu tingkat dari pada cintanya kepada Mo Tan-hong, hanya saja dikarenakan tingkatan kedudukan dalam perguruan
menciptakan sebuah jurang pemisah yang sangat dalam di antara mereka berdua.
Kini, setelah melihat gadis itu menunjukkan sikap seperti itu, Tan Kia-beng tak dapat menahan diri, ia meloncat maju ke depan seraya mencekal pergelangannya erat-erat.
"Usia kita sebaya, mengapa diantara kita tidak boleh saling cinta mencintai dan membangun suatu rumah tangga sebagai suami sitri yang rukun"
Perlahan-lahan Hu Siauw-cian melepaskan diri dari cekalan pemuda tersebut lalu menghela napas panjang.
"Susiok! tenangkan hatimu soal ini tak mungkin terjadi"
Sejak pertemuan mereka dahulu kala hingga kini baru kali ini Hu Siauw-cian memanggil dirinya dengan sebutan "Susiok", kontan saja seluruh tubuh pemuda itu gemetar sangat keras.
Akhirnya ia menghela napas panjang, dengan lemas
tubuhnya menjatuhkan diri bersandar di atas kursi.
Ketika itulah Hu Siauw-cian dengan kepala tertunduk rendah dan mulut membungkam dalam seribu bahasa
mengundurkan diri dari dalam kamar.
Lama sekali Tan Kia-beng duduk termangu-mangu di atas kursi, akhirinya ia meloncat bangun dicarinya secarik kertas dan dibuatnya sepucuk surat lalu melepaskan seruling kumalanya dari pinggang dan ditindihkan ke atas surat tersebut.
Kemudian ia mendorong jendela, meloncat ke luar, dan dalam sekejap mata lenyap di tengah malam buta.
.... Ya memang! CINTA adalah sesuatu yang tak bisa
dipaksakan, kesemuanya ada ditangan THIAN yang
menentukan. .... .... TAMAT Pendekar Kembar 2 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Dendam Iblis Seribu Wajah 11
^