Pencarian

Misteri Bayangan Setan 6

Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 6


erapa hari ini?"?"
"Heei... sangat berbahaya !"
"Dimana Jie ko?" dia sekarang ada di mana?""
"Aku dengan siular beracun melakukan pekerjaan secara berpisah, ia khusus menyelidiki dilingkungan dalam gunung Oei-san sedang aku bertugas dilingkungan luar!" ia merandek sejenak, lalu sambungnya :
"Simalaikat ular dari Leng Lam benar-benar tidak tahu kekuatan sendiri, ia sengaja mengirim anak muridnya datang
kemari untuk menerima kematian, menghadapi keadaan semacam ini apakah dianggapnya silat kelas dua kelas tigapun bisa menahan terjangan mereka?"?"
"Kalau begitu adanya pihak Istana Kelabang Emas sudah melancarkan serangan ?""
"Bukan saja melancarkan serangan bahkan boleh dikata tidnakan yang kalap ! selama dua tiga hari ini sudah ada puluhan orang anak murid Kay Pang yang menemui ajalnya.
Aku sipencuri tua benar-benar tak tega melihat kejadian tersebut, akhirnya setelah aku desak terus-terusan baru memperoleh persetujuan dari Leng Lam Coa Sin untuk menarik kembali seluruh anak buahnya sehingga yang mati dan luka bisa dikurangi jumlahnya. Heeei... penjagalan besar besaran ini entah bagaimana akhirnya ?""
"Apakah dari pihak tujuh partai besar belum kelihatan seorang manusiapun ?"?"
"Menurut penglihatan dari aku sipencuri tua, disekeliling gunung Oei san sudah disebari dengan jgao-jago lihay Istana Kelabang Emas, sedang dilingkungan luar gunugn Oei san hanya kelihatan orang-orang Kay Pang saja, dari partai partai lain masih belum kelihatan seorang manusiapun"!
Perlahan-lahan Tan Kia Beng mengangguk.
"Jika demikian adanya, maka siasat kejam dari pihak Istana Kelabang Emas pun sudah terbuka, bagaimana kita harus menghadapi mereka ?"?"
Air muka si Su Hay Sin Tou mendadak berubah jadi sangat serius.
"Kekuatan dari pihak Istana Kelabang Emas benar-benar tak boleh dipandang enteng, semua orang yang aku sipencuri tua
temui rata-rata memiliki kepandaian silat yang luar biasa.
Menurut penglihatanku, lebih baik kita menantikan perubahan selanjutnya dengan tenang!"
"Aaach... itu kan bukan suatu cara yang baik" seru Tan Kia Beng tidak setuju, "aku ingin berusaha untuk menemui dahulu si Majikan Istana Kelabang Emas yang misterius itu, akan kulihat macam apakah manusia itu!"
Su Hay Sin Tou mengerti jelas bagaimana siat "Toako"nya ini karena itu iapun tidak terlalu memaksa.
"Kalau memang Toako ada maksud berbuat demikian, aku hanya berharap kau suka berhati-hati" katanya kemudian.
"aku sipencuri tua masih ada urusan lain hendak menengok kesebelah sana, jikalau ada urusan penting jangan lupa beritahu kepadaku serta siular beracun dengan menggunakan kode !"
Selesai berkata ia lantas meloncat kedepan dan berlalu dari sana.
Sepeninggalannya Su Hay Sin Tou, Tan Kia Beng pun dengan langkah perlahan berangkat menuju kepuncak Si Sim Hong dengan mengambil jalan dari sebelah Barat.
Karena sudah mendapatkan peringatann dari Su Hay Sin Tou, maka gerak geriknya kali ini sangat berhati-hati sekali.
Sedikitpun tidak salah selama ini secara samar samar ia menemukan banyak orang orang yang melakukan perjalanan malam mondar mandir disekitar sana tiada hentinya.
Karena takut gebah rumput mengejutkan ular, maka selama ini pemuda tersebut sama sekali tidak mengganggu orang-orang itu.
Demikianlah, setelah melakukan perjalanan selama satu malam dan berhasil menyelidiki garis besar dari keadaan disekitar tempat itu, menanti hari sudah terang tanah ia lantas berangkat menuu ke sebuah kota kecil dipinggiran gunung.
Kota kecil ini walaupun letaknya ditengah gunung tetapi disebabkan merupakan tempat yang penting didalam lalu-lintas maka suasana tidak begitu sepi, rumah makanpun tersebar dimana mana.
Dengan langkah lambat pemuda itu memasuki sebuah
rumah makan guna bersantap.
Tidak selang berapa saat kemudian, para tamupun semakin banyak, sehingga dalam sekejap mata seluruh kedai sudah dipenuhi dengan manusia.
Jika ditinjau dari gerak gerik mereka jelas orang-orang itu bukan penduduk setempat bahkan lebih mirip dengan orang-orang dari kalangan dunia kangouw.
Hal ini membuat Tan Kia Beng paham.
"Oou... kiranya orang-orang ini pada berkumpul disini"
pikirnya dalam hati.
Pada waktu itulah mendadak telinganya dapat menangkap suara pembicaraan kedua orang dengan suara yang lirih.
Terdengar salah seorang dengan logat daerah Auw Lam sedang berkata :
"Loo-jie ! kau sudah dengar belum, katanya orang-orang yang hendak melihat keramaian digunung Oei-san harus melewati dulu suatu pemeriksaan, jikalau orang itu memiliki kepandaian silat yang rendah dilarang ikut masuk, coba kau pikir sungguh mengherankan tidak?"?"
"Omong kosong!" sahut kawannya dengan menggunakan logat Cuan Kang. "Siapa yang sudah membuat peraturan semacam itu?" apakah gunung Oei-san adalah milik mereka pribadi ?"?"
Menurut apa yang aku dengar peraturan tersebut dibuat oleh Liok lim sin Ci serta Yen Yen Thaysu dari Siauw lim pay!
Mungkin dikarenakan nama kedua orang itu terlalu
cemerlang, maka orang tersebut tidak berbicara lagi.
Beberapa saat kemudian, kembali siorang dengan logat Auw Lam berkata lagi :
"Perduli bagaimanapun, aku sudah pastikan diri ingin melihat keramaian tersebut. Mari kita coba coba terjang masuk pos penjagaan tersebut. Dengan mengandalkan kepandaian silat kita berdua, walaupun belum bisa disebut sebagai jagoan nomor wahid dari dunia kangouw rasanya kitapun tidak sedemikian bodoh. Mana mungkin tak berhasil melewati pos penjagaan tersebut?""
"Perkataan dari Toako sedikitpun tak salah, mari kita segera berangkat...!"
Tan Kia Beng segera mendongakkan kepalanya
memangdang keempat penjuru, tampaklah dasri sebelah timur bangkit berdiri dua orang.
Yang satu memiliki perawakan tinggi dengan wajah putih bersih sedang yang lain berbadan kekar dan pendek, wajahya amat keras dan buas.
Setelah membereskan rekening, kedua orang itu terburu-buru turun dari atas loteng
Ketika itulah Tan Kia Beng merasakan hatinya bergerak.
"Kenapa aku orang tidak ikuti mereka dari belakang ?"?"
pikirnya. Setelah membereskan rekening buru-buru iapun menguntil dari belakang kedua orang itu naik keatas gunung.
Sewaktu ia sudah berjalan keluar dari kota kecil dan menginjak jalanan besar itulah pemuda tersebut baru menemukan bila orang orang yang pergi menonton dijalannya pertamuan puncak para jago digunung Oei san amat banyak sekali.
Tidak kuasa lagi ia menghela napas panjang!
"Heeei.. orang orang ini benar-benar tak tahu mati hidup sendiri... Kini situasi begitu berbahaya, dimana mana sudah diliputi nafsu pembunuhan, bukankah kepergian mereka hanya menghantar kematian saja...?"" pikirnya.
Sembari berjalan sembari berpikir tak terasa lagi langkah kakinya semakin lama semakin cepat, Hanya didalam sekejap mata ia sudah tiba disebuah mulut gunung.
Sedikitpun tidak salah, dimulut gunung tersebut berdirlah dua orang Pendeta seorang Tootiang dan seorang kakek tua, Mereka sedang gerak gerakkan tangannya berbicara dengan orang orang itu.
Diam diam Tan Kia Beng bercampurkan dirinya dengan gerombolan orang orang itu untuk mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan.
Terdengarlah salah seorang hweesio berusia pertengahan sambil merangkap tangannya didepan dada sedang berkata :
"Pinceng tiada bermaksud untuk melarang saudara saudara sekali masuk kegunung tindakan kami ini adalah bermaksud
baik tahukah kalian apa yang terjadi pada beberapa waktu ini diatas gunung Oei san?""..."
"Tidak akan lebih pembalasan dendam dan peristiwa bunuh saling membunuh..." dari antara gerombolan manusia terdengar salah seorang berteriak keras. "Kami adalah orang orang yang datang melihat keramaian, apa sangkut pautnya dengan kami?""
Sang hweesio berusia pertengahan itu tetap bersabar.
"Urusan tidak segampang seperti apa yang kalian pikirkan"
ujarnya kembali "Setiap orang yang melewati gunung ini kebanyakan sudah menemui ajalnya dibunuh orang.
Menurut apa yang pinceng ketahui selama tiga hari ini kurang lebih sudah ada seratus dua ratus orang yang menemui ajalnya oleh karena itu pinceng sekalian sengaja dari jauh datang kemari hendak menasehati kalian lebih baik batalkan saja maksud kalian itu.
"Sungguh ketemu dengan setan disian hari bolong !" dari antara gerombolan orang orang itu kembali terdengar suara teriakan teriakan keras, "Dikolong langit mana mungkin bisa terjadi peristiwa semacam ini. Lalu kenapa kalian tidak dibunuh mati?"?""
"Urusan mati hidup kami lebih baik tak usah kalian rewesi, ayoh cepat pergi semua dari sini !"
"Kurang ajar... kelesai gundul itu jels bermaksud tidak baik, hajar saja dia orang"
Suara teriakan teriakan keras segera bergema memenuhi angkasa, didalam keadaan terpengaruh oleh kata kata yang tajam ada beberapa orang yang sudah menerjang kedepan.
Mendadak sikakek tua yang berdiri disisi hweesio tersebut dongakkan kepalanya tertawa terbahak bahak.
"Sungguh manusia manusia yang tidak tahu diri, ternyata menganggap kawan sebagai lawan, Siancu ! maksud baik kita sudah disampaikan, bilamana mereka paksakan diri juga mau pergi, biarkanlah mereka berlalu!
Akhirnya ia menyingkir kesamping memberi jalan kepada orang orang itu, dengan cepat orang orang yang berada dipaling depan berkelebat lewat dan lari masuk kedalam gunung.
Si hweesio berusia pertengahan itupun diam diam memuji keagungan sang Buddha setelah itu menyingkir pula kebelakang.
Dengan cepat laksana air bah jago jago Bu lim yang datang melihat keramaian segera pada menerjang masuk kedalam mulut gunung menyusul kawan kawannya.
Tan Kia Beng mengerti si hweesio tersebut bermaksud baik, tetapi orang orang itu tidak mau tahu diri. memang ada seharusnya dibiarkan saja berlalu dan menanggung resiko sendiri.
Menanti semua orang sudah berlalu, dengan langkah lambat ia baru berjalan ke hadapan sang hweesio tersebut.
"Tolong tanya apakah siansu berasal dari sauw-lim pay ?"
sapanya sembari menjura memberi hormat.
"Sedikitpun tidak salah, pinceng Ci Cin."
"Sesuai dengan apa yang siancu katakan tadi, entah tahukah kau orang siapakah yang sudah melakukan seluruh perbuatan ini ?""
Ci Sin Siansu tidak langsung menjawab pertanyaannya, dengan sepasang mata yang tajam ia memperhatikan pemuda tersebut tajam tajam lalu dengan hati ragu-ragu balik tanyanya :
"Saudara adalah anak murid dari siapa di dalam kay Pang ?"
"Murid sipengemis aneh !"
"Siapa namamu " dan apa maksud kedatanganmu ?"
"Selamanya cayhe belum pernah menggunakan nama.
orang2 memanggil diriku dengan sebutan pengemis cilik, kedatanganku sama juga dengan mereka ingin melihat keramaian."
Sikakek tua yang tadi tertawa tergelak mendadak maju kedepan sambil tertawa dingin tiada henti-hentinya.
"Heee... heee... hee.. aku rasa tentu ada tujuan yang lain bukan?"?" serunya ketus "Dandananmu itu mungkin bisa mengelabuhi orang lain tetapi tak bakal lolos dari sepasang mata Ciauw Tong Ih Shu atau sikakek nelayan dari daerah Ciauw Tong !"
Dengan pandangan yang amat dingin Tan Kia Beng melirik sekejap, kemudian dengan sombong dongakkan kepalanya keatas.
"Sekalipun aku sedang menyaru lalu apa sangkut pautnya dengan kau orang...?"?" jengeknya.
"Hmmm ! kalau begitu aku ingin maju kedepan, tangannya dengan cepat menyambar lewat mencengkeram pergelangan tangan lawan.
Terasa angin berkelebat lewat, tahu tahu Tan Kia Beng sudah berada dibalik mulut gunung.
"Haaa... haaa... haaa... bilamana tidak memandang diatas wajah Liok-lim Sin Cie, menghadapi manusia semacam kau...
Hmmm! akan kusuruh kau merasa malu dulu" serunya sambil tertawa panjang.
Mendengar ejekan tersebut sikakek nelayan dari daerah Ciauw Tong jadi semakin gusar, tubuhnya segera berbungkuk siap siap menubruk kembali kearah depan.
"Cianpwee harap jangan marah dulu" buru buru Ci Cin Siansu turun tangan mencegah. "Biarlah pinceng tanyai dulu dirinya"
Sambil merangkap tangannya menjura, ia berjalan
mendekati diri pemuda tersebut.
"Entah sicu anak murid dari partai mana?"" harap kau suka menyebutkan secara jelas sehingga tidak sampai terjadi kesalah pahaman"
"Haaa... haaa... haaa... pokoknya aku orang bukan anak murid dari Istana Kelabang Emas, buat apa kau banyak bertanya"
Mendadak ia menarik kembali senyumannya, dengan wajah serius sambungnya lebih lanjut:
"Cayhe ingin tahu keadaan situasi disekeliling gunung Oei san pada beberapa hari ini harap Siansu suka memberi petunjuk."
Ci Cin Siansu yang melihat nada ucapannya terang, sopan dan tindak tanduknya bergitu tenang, bahkan agaknya memiliki serangkaian ilmu silat yang maha dahsyat, dalam hati lantas menduga bila dia orang tentu adalah seorang pendekar yang tidak ingin dikenal oleh siapapun.
Perlahan-lahan hweesio itu menghela napas panjang.
"Heee...! selama beberapa hari ini di atas gunung Oei san sering sekali muncul seorang manusia berkerudung yang tidak dikenal asal usulnya, kepandaian silat yang dia miliki sangat lihay. Barang siapa yang memasuki gunung Oei san didalam sepuluh bagian ada sembilan bagian tentu menemui ajalnya.
Bahkan selama tiga hari ini sudah ada seratus orang lebih yang menemui ajalnya."
"Apakah pernah menemukan manusia macam apakah merasa mereka itu?"
"Menurut cerita dari mereka yang berhasil meloloskan diri, katanya orang orang itu adalah seorang kakek berkerudung yang memakai jubah hitam serta seorang sastrawan
berkerudung."
Mendengar keterangan itu, mendadak Tan Kia Beng
merasakan hatinya rada bergerak.
"Seorang sastrawan berkerudung ?" tak terasa lagi serunya.
"Benar ! gerak gerik orang ini sangat misterius, kepandaian silat yang dimilikipun luar biasa lihaynya, tindakannya sangat kejam, buas dan telengas, Barang siapa saja yang ketemu dirinya tak bakal ada yang bisa lolos !"
Mendadak Tan Kia Beng teringat dengan sisastrawan yang bernama Kiem Soat Leng itu, tak terasa lagi hawa amarah bergelora didalam dada. Ia mendengus berat.
"Hmmm ! aku tahu siapa dia, aku ingin mencari sisastrawan terkutuk itu dan menjejaki kepandaian silatnya."
Selesai berkata ia lantas merangkap tangannya menjura kemudian mencelat ketengah udara setinggi puluhan kaki dan bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari busur meluncur masuk keatas gunung.
Dengan berlangsungnya kejadian ini seketika itu juga Ci Cin Siansu jadi berdiri tertegun, ia tidak mengerti berasal dari manakah sipengemis cilik yang memiliki kepandaian silat yang amat tinggi itu...
Sebaliknya Si kakek nelayan dari daerah Ciauw Tong semakin berasa beruntung bila mana tadi dia orang bergebrak dengan orang itu, kemungkinan dirinya akan mendapat malu.
Kita balik pada Tan Kia Beng yang berkelebat pergi dalam keadaan gusar, selama ditengah perjalanan ia berpikir keras terus, sedang gerakan badanpun semakin cepat.
Menanti tubuhnya sudah menerjang sejauh seratus kaki dari mulut gunung mendadak...
Dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara jeritan kesakitan yang menyayatkan hati diikuti suara bentakan bentakan gusar yang amat memecahkan kesunyian.
Ketika ditelitinya lebih cermat, maka ia merasa agaknya suara jeritan tersebut berasal dari mulut gunung, hatinya jadi kaget.
"Aduuh celaka ! tentu Ci Cin sekalian sudah menemui musuh tangguh..."
Badannya dengan cepat berputar kembali kemudian laksana segulung asap hijau meluncur keluar kearah mulut gunung.
Tetapi... baru saja tubuhnya tiba ditempat semula, hatinya terasa berdebar. Ci Cin Siansu serta sikakek nelayan dari daerah Ciauw Tong sekalian yang baru saja berbicara dengan dirinya menggeletak diatas tanah.
"Aah... sungguh cepat dan ganas tindakan orang ini" diam-diam pikirnya dengan terperanjat. "Entah siapakah orang itu
?" Ketika diperiksanya dengan teliti mayat-mayat tersebut, pemuda itu menemukan kalau orang-orang itu sudah dipukul hancur jantungnya.
Sungguh tidak disangka olehnya dengan tenaga lweekang hasil latihan selama tiga, empat puluh tahun dari Ci Cin Siansu sekalian bisa menemui ajalnya dalam sekejap mata.
Cukup ditinjau dari hal ini sudah membuktikan seberapa lihaynya pihak lawan.
Pada saat ini jalanan gunung kembali berjalan datang gerombolan orang-orang kangouw yang melihat keramaian, untuk menghindarkan diri dari kesalah pahaman, buru-buru ia bangun berdiri siap-siap melanjutkan perjalanannya kedalam mulut gunung
"Berhenti!" mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara dengusan dingin dari seseorang.
"Didalam Kay Pang kau termasuk anak murid siapa?""
Mendengar teguran tersebut dengan cepat Tan Kia Beng putar badan, tampaklah "Liok Lim Sinci" sambil bergendong tangan sudah berdiri dibelakangnya dan memandang dirinya dengan sinar mata dingin.
Selagi ia kebingungan untuk membuka rahasianya itulah, mendadak satu ingatan berkelebat didalam benaknya.
"Boanpwee adalah Tan Kia Beng dari Teh Leng Bun!" buru-buru katanya dengan menggunakan ilmu untuk
menyampaikan suara.
Diatas wajah Liok lim Sin ci segera terlintaslah rasa terkejut yang tak terhingga.
Belum sempat ia berkata, Tan Kia Beng sudah menjemput lebih lanjut :
"Karena perkataan pihak Istana Kelabang Emas terhadap gerak gerik Boanpwee sangat ketat, maka aku orang terpaksa harus menjura sabagai anak murid perkumpulan Kay Pang guna mengelabuhi mereka"
Untuk bisa menggunakan ilmu untuk menyampaikan suara paling sedikit sedikit seorang harus memiliki tenaga lweekan setinggi enam puluh tahun hasil latihan, walaupun dari angkatan muda ada pula beberapa orang yang menonjol tetapi diantara mereka yang berhasil mencapai tenaga dalam seperti apa yang dimiliki Tan Kia Beng saat ini, boleh dikata jarang sekali ditemui.
Oleh karena itu Liok lim Sin Ci tidak menaruh rasa curiga lagi, ia lantas menggape ajak dia pergi.
"Kalau memang Tan Sauw hiap adanya. Mari ikutilah loolap"
serunya kemudian dengan melalui ilmu menyampaikan suara pula.
Badannya mendadak meloncat keatas kemudian melayang langsung menuju kesebuah lembah yang kecil.
Tan Kia Beng tidak terlambat langkahnya lagi, dengan kencang ia mengikuti terus dari belakang kakek tersebut.
Dengan kecepatan ilmu meringankan tubuh dari kedua orang itu, didalam sekejap mata kemudian mereka sudah melewati beberapa buah puncak gunung dan akhirnya berbelok masuk kedalam sebuah lembah yang sangat
terahasia letaknya.
Setelah memasuki lembah tersebut, mereka berhenti didepan sebuah kuil yang kecil.
Sedikitpun tanpa ragu ragu lagi Liok Lim Sin Ci langsung melayang masuk ke dalam sebuah ruangan kuil yang
suasananya begitu tenang.
Setelah mendorong pintu berjalan masuk, kelihatanlah di dalam ruangan pada ketika itu sudah dipenuhi dengan manusia bahkan rata rata merupakan jago dunia kangouw yang sudah memiliki nama besar dan pernah menggetarkan sungai telaga.
Ditempat itu bukan saja akan Ci Si Sangjien dari Siauw lim pay, Thian Liong Tootiang serta Leng Hong Tootiang dari Bu tong Kwang Hoat Tootiang dari Kun-lun pay, Phu Cing Siansu dari Ngo Thay-pay, Loo Hu Cu dari Go-bie pay, disamping itu masih ada pula seorang hweesio beralis putih yang sangat keren dan berwibawa serta banyak orang yang sama sekali tak dikenal olehnya.
Ketika semua orang melihat Liok-lim Sin Ci membawa masuk seorang pengemis cilik, terasa pada melengak semua dibuatnya.
Melihat orang-orang itu dibuat keheranan, Liok-lim Sin Ci segera tertawa tergelak.
"Haaa... haaa... haaa... mari, mari... biar aku kenalkan seseorang kawan kecil kepada kalian, dia bukan lain adalah Tan Siauw-hiap ahli waris dari Han Tan Loojien!" katanya lantang.
Suara teriakan kaget segera mengubah ruangan yang tenang jadi gaduh... mereka rata rata tidak menyangka kalau sang pemuda tersebut bisa munculkan dirinya pada saat dan dalam keadaan seperti ini.
Buru-buru Tan Kia Beng merangkap tangan menjura.
"Cayhe Tan Kia Beng mengunjuk hormat buat Loocianpwee sekalian..."
Sang Hweesio beralis putih yang saat itu sedang duduk bersila sambil pejamkan matanya, mendadak membuka kedua belah matanya dan melirik sekejap kearahnya, kemudian perlahan-lahan memejamkan matanya kembali :
"Sicu ! kau tidak usah banyak adat" seru Thian Liong Tootiang sembari mengangguk. "Mari silahkan ambil tempat duduk!"
Orang-orang yang berada didalam ruangan tersebut
kebanyakan merupakan jago jago Bu lim yang telah
mempunyai nama sangat terkenal serta para Ciang bunjien dari partai besar.
Bila dibicarakan yang sepantasnya, bagi pemuda tersebut tak ada bagian untuk tetap tinggal disana.
Tetapi, berhubung kedudukan Han Tan Loojien sangat tinggi dan terhormat didalam kalangan dunia persilatan, bahkan jauh lebih tinggi setingkat dari kedudukan Thian Liong Tootiang.
Bersamaan itu pula sejak ia memperoleh penemuan aneh didasar Lembah dan dua kali munculkan diri dalam Bu-lim, didalam beberapa kali bentrokan yang terjadi berhasil menduduki tempat teratas dimata para jago Bu lim. Maka semua orang boleh dikata sudah memandang tinggi dan menghargai dirinya.
Setelah Tan Kia Beng tempat duduk, sambil tersenyum kembali Thian Liong Tootiang bertanya :
"Kepergian sicu kali ini kegurun pasir, entah sudah membawa datang berita apa saja ?"?"
Mendapatkan pertanyaan ini, maka berceritalah Tan Kia Beng tentang keadaan di gurun pasir sercara garis besarnya.
Setelah mendengarkan kisahnya itu. Thian Liong Tootiang tak bisa menahan dirinya lagi ia menghela napas panjang.
"Heeei... tak kusangka Coe Swie Tiang Cing seorang pendekar kenamaan sepanjang masa sudah dikubur digurun pasir!"
Dari Tan Cu Liang teringat kembali olehnya nasib sang sute Thiat Bok Tootiang yang ikut menemui ajalnya disana, karena itu selesai berkata kembali dia orang menghela napas panjang.
"Jika demikian adanya" mendadak Liok lim Sin Ci menimbrung. "Majikan Istana Kelabang Emas tidak sah diragukan lagi tentu keturunan dari raja suku Biauw. Kini ia berani memusuhi jago-jago Bu-lim serta partai partai besar yang ada didaratan Tionggoan secara terang-terangan.
Kekuatannya tak boleh kita pandang enteng. Didalam pertemuan puncak para jago digunung Oei san kali ini, entah siapakah akhirnya yang bakal menang dan siapa pula yang bakal kalah..."
Mendadak si hweesio beralis putih mementangkan
sepasang matanya kemudian memuji keagungan Buddha dengan suara lirih.
"Ternyata dugaan pinceng sedikitpun tidak salah, pihak Istana Kelabang Emas telah mengerahkan seluruh kekuatan yang ada untuk mengurung seluruh gunung Oei-san" katanya halus. "Apa maksud kedatangan mereka rasanya sekarang sudah jelas tertera. Dengan demikian boleh dianggap pertarungan ini adalah suatu pertarungan yang terakhir antara
jago jago Bu-lim dari daratan Tionggoan melawan jago jago dari pihak Istana Kelabang Emas.
Heei...! didalam pertarungan secara besar besaran ini entah ada berapa banyak orang lagi yang bakal mau jadi korban."
"Jika menurut situasi pada beberapa hari ini" ujar Thian Liong Tootiang pula setelah termenung sejenak. "Aku rasa kepandaian silat yang dimiliki jago-jago Istana Kelabang Emas rata rata tidak lemah, tetapi Majikan Istana Kelabang Emas belum pernah muncul diri secara resmi, dapatkah kita orang menahan serangan Hong Mong Ci Khie nya, heei... sukar sekali bagi kita untuk mengambil perkiraan"
Pada saat itulah mendadak Leng Hong Tootiang menoleh kearah Tan Kia Beng.
"Tan siauw hiap !" serunya. "Barusan saja kamu kembali dari gurun pasir dan berhasil menyelidiki pula keadaan yang sebetulnya dari pihak Istana Kelabang Emas. tahukah kau apa maksud dari Istana Kelabang Emas dengan gerakannya kali ini?""
"Menurut dugaan cayhe, maksud tujuan dari Istana Kelabang Emas datang keselatan dengan mengerahkan seluruh tenaga yang ada tidak lebih ingin menyerang dan memusnahkan seluruh jago Bu-lim yang ada didaratan Tionggoan. Sedangkan menggunakan cara apakah mereka hendak bertindak, soal ini aku rada kurang jelas."
Sang hweesio tua beralis putih itu adalah seorang Tiang-loo dari Siauw-lim pay dan bukan lain adalah Yen Yen Thaysu yang bertindak sebagai penyelenggara didalam pertemuan puncak para jago di gunung Oei San kali ini.
Ketika itulah ia bangun meninggalkan kasur semedinya.
"Yang diandalkan pihak Istana Kelabang Emas tidak lebih adalah ilmu pukulan 'Hong Mong Ci Khei' yang lihay itu"
katanya dengan nada sangat berat. "Aku rasa sampai waktunya tak bakal seorangpun diantara kita yang dapat menghancurkan hawa pukulan Cin Khei semacam itu."
Liok-lim Sin Ci pun pernah merasakan kelihayan dibawah pukulan "HOng Mong Cie Khei" tersebut dan mengetahui pula jika ilmu pukulan itu tidak lain termasuk semacam hawa pukulan Sian Thian Cin Khie yang luar biasa dahsyatnya, karena itu sehabis mendengar perkataan dari Yen Yen Thaysu, iapun menghela napas panjang.
"Jika dibicarakan memang benar-benar sangat memalukan
!" katanya perlahan. "Sewaktu Loohu berada dikuil Ya Hu Sian Si ternyata sudah jatuh kecundang ditangan seorang gadis perempuan. Entah siapakah perempuan tersebut dan
menjabat kedudukan apakah didalam Istana Kelabang Emas!"
"Dia adalah murid termuda dari majikan Istana Kelabang Emas" sambung Tan Kia Beng dengan cepat. "ia tidak ikut datang di dalam gerakan secara besar-besaran kali ini."
Liok-lim Sin Ci sebagai seorang cianpwee Bu-lim yang disanjung-sanjung dan ditakuti karena mengandalkan kelihayan ilmu Toa Thian Kang Ciang nya, ternyata tidak diduga sudah jatuh kecundang ditangan salah seorang murid yang termuda dari majikan Istana Kelabang Emas, sehabis mendengar perkataan tersebut, kecuali Tan Kia Beng rata-rata sudah dibuat terperanjat semua oleh kejadian ini.
Tan Kia Beng yang melihat orang-orang yang hadir didalam ruangan tersebut kebanyakan merupakan jago jago tua yang alim dan tidak banyak ribut sedang ia sendiripun merasa kurang leluasa untuk banyak ribut disana, apalagi tidak
mengetahui pula apa yang sedang mereka rencanakan, lama kelamaan dalam hati merasa amat riku.
Akhirnya ia bangun berdiri mohon pamit.
"Boanpwee akan melakukan perondaan di sekitar gunung Oei-san disamping memeriksa adalah jejak musuh yang ditemukan, maaf cayhe mohon diri terlebih dulu." katanya.
Para jago-jago tua yang hadir pada saat ini kebanyakan sedang memikirkan keselamatan partainya tersendiri, sedang Tan Kia Beng walaupun merupakan seorang jagoan yang sangat terkenal didalam Bu lim bagaimana tidak lebih cuma seorang angkatan muda.
Oleh karena itu boleh dianggap tak seorangpun yang memandang sebelah mata kepada dirinya, sebab itulah sewaktu ia mohon pamit tak seorangpun yang menahan dirinya lagi.
Sekeluarnya dari pintu ruangan, mendadak Leng Hong Tootiang mengejar dari belakang ujarnya sambil mencekal tangan pemuda itu erat-erat :
"Menurut apa yang pinto ketahui, orang orang dari tujuh partai belum ada seorangpun yang bisa menahan pukulan Sian Bun Sian Thian Can Khie tersebut. Sampai waktunya harap siauw hiap suka ikut hadir pula ditengah kalangan. Kalau tidak... mungkin urusan sukar untuk diduga!"
Dengan cepat iapun mulai menerangkan rencana yang sudah dipersiapkan oleh partai partai besar didalam menghadapi persoalan ini.
Kiranya rencana Yen Yen Thaysu sekalian hendak
menggunakan pertemuan puncak para jago digunung Oei san
ini sebagai umpan untuk memancing orang-orang dari pihak Istana Kelabang Emas ikut serta.
Sampai waktunya, dengan mengandalkan kepandaian silat yang dimiliki Yen-Yen Thaysu serta Thian Liong Tootiang mereka akan turun tangan membinasakan dulu beberapa orang pentolan mereka, kemudian sisa-sisa anak buah Istana Kelabang Emas akan didesak dan dibasmi oleh anak murid partai-partai besar yang disebarkan diempat penjuru gunung Oei san.
Tan Kia Beng segera mengangguk selesai mendengar
keturunan itu. "Persoalan ini tak usah diperingatkan oleh Tootiang lagi"
katanya cepat. "perduli dari pihak partai partai besar hendak menggunakan siasat macam apa, sampai waktunya cayhe pasti akan menentang majikan Istana Kelabang Emas untuk kepandaian".
Ia lantas merangkap tangannya menjura lalu mencelat ketengah udara dan melayang keluar dari kuil.
Dalam hati ia sudah bulatkan tekad untuk mencari
simanusia manusia berkerudung yang telah membinasakan anak murid Kay Pang, oleh karena itu setelah keluar dari pintu kuil ia berusaha keras untuk menyembunyikan jejaknya dan langsung memasuki lambung gunung Oei San dengan
mengikuti jalan kecil yang dilaluinya tadi sewaktu masuk kedalam gunung.
Sembari melakukan perjalanan sepasang matanya dengan tajam memperhatikan keadaan disekitar sana, tetapi sungguh aneh sekali, terasa suasana diatas gunung sunyi senyap tak kelihatan sesosok bayangan manusiapun. Bahkan orang-orang
yang tadi naik kegunung untuk melihat keramaianpun entah sudah pergi kemana.
Hatinya merasa semakin keheranan lagi, pikirnya diam-diam
: "Sungguh aneh sekali ! kemanakah perginya orang-orang itu?"?"
Pada saat ini cuaca makin lama semakin menggelap, angin malam bertiup lewat membuat rumput serta ranting
bergoyang meninggalkan suara berisik yang menyedihkan.
Walaupun keadaan terasa sangat aneh, tapi tidak sampai membuat pemuda ini jadi putus asa, ia melanjutkan kembali langkahnya menuju kearah depan.
Mendadak... Badannya berjumpalitan dengan gerakan yang sangat indah ditengah udara, kemudian bagaikan seekor butung walet meluncur ke sisi gunung sebelah kiri.
Agaknya pemuda tersebut sudah menemui sesuatu
ditempat itu ! Setelah melewati sebuah bukit, sampailah ia didalam sebuah lembah yang sunyi dan tersembunyi, dari tempat itu secara samar-samar kedengaran suara berisik yang
memecahkan kesunyian didalam hati.
Dengan cepat Tan Kia Beng meluncur semakin mendekat, sebentar kemudian ia sudah tertawa dingin tiada hentinya.
"Oou... kiranya kalian semua bersembunyi disini" serunya lirih.
Kakinya dengan ringan menutul permukaan tanah, bagaikan segulung asap hijau ia melayang keatas puncak tebing
kemudian bersembunyi dibalik sebuah batu besar dan mulai melakukan pengamatan kearah bawah.
Terlihatlah didalam lembah tersebut kurang lebih sudah ada berkumpul seratus orang banyaknya, dimulut lembah pintu masuk tersebut tampak berpuluh-puluh orang menghadang perjalanan mereka, seorang kakek berjubah hitam yang berkerudung serta seorang pemuda berkerudung pun berdiri dengan angkernya disana...
Terdengar sikakek berkerudung dengan suara yang dingin membentak keras :
Maksud dari Majikan Istana Kelabang Emas mengundang kalian untuk mendatangi lembah ini sama sekali tidak ada urusan lain yang penting. maksudnya tidak lebih ingin berkenalan dengan saudara-saudara sekalian. Sekarang silahkan saudara-saudara semua mulai laporkan nama kemudian keluar dari lembah, pihak Istana Kelabang Emas pasti tak akan mengganggu kalian barang seujung
rambutpun".
Sewaktu Tan Kia Beng memperhatikan orang orang itu lebih cermat lagi, maka ditemuinya bahwa orang orang itu bukan lain adalah mereka yang sengaja datang untuk melihat keramaian, hanya entah secara bagaimana mereka bisa berkumpul disitu?"?"
Dari antara rombongan orang orang itu ada pula jago jago lihay dari dunia kangouw, sudah tentu mereka tak akan suka menurut perintah orang tersebut dengan begitu mudah Suasana seketika itu juga jadi gaduh, semakin ada pula yang mulai berteriak-teriak dan memaki kalang kabut.
Tetapi ada pula diantara mereka yang tiada bersemangat jantan. baru saja si kakek tua itu selesai berkata sudah ada beberapa orang mulai berjalan kemulut lembah.
"Cayhe 'Huang Hoo Tou Cio Ciauw' atau sinaga bertanduk tunggal dari sungai Huang Hoo, Liong Ngo selama ini tiada ikatan sakit hati dengan orang orang Istana Kelabang Emas, kedatanganku kemari tidak lain hanya kepingin melihat keramaian saja, harap saudara suka melepaskan diriku"
katanya kepada sikakek berjubah hitam itu.
Dengan sombong siorang tua itu mengulapkan tangannya mengijinkan dia pergi.
Diikuti yang lain berseru pula setengah merengek :
"Siauw-te she Hup bernama Cu Ing, berasal dari kawan-kawan kalangan Liok lim didaerah Ci Pak, harap saudara suka mengijinkan aku orang untuk lewat."
Kembali dengan pandangan menghina orang tua itu
mengulapkan tangannya.
Tan Kia Beng yang melihat kejadian itu dari tempat persembunyiannya diam diam merasa keheranan.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Permainan setan apakah yang sedang ia jalankan?"?"
pikirnya dalam hati.
Ketika itulah mendadak suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, orang ketika yang ingin berjalan keluar dari lembah sudah menemui ajalnya dibawah hantaman sikakek tua tersebut.
Tan Kia Beng yang berada rada jauh dari tempat itu tak berhasil mendengar jelas apa yang sedang mereka katakan.
Perubahan yang terjadi secara mendadak ini seketika itu juga membuat beberapa orang yang sudah siap siap hendak
melaporkan namanya pada mundur kebelakang dengan
perasaan kaget serta ketakutan.
Sebaliknya siorang tua berkerudung itu dengan sikap yang tenang seperti tidak pernah terjadi peristiwa apapun sudah tertawa seram tiada hentinya.
"Heee... heee... heee... selamanya Istana Kelabang Emas kami memegang teguh kata kata yang mengatakan hutang darah dibayar darah, hutang nyawa dibayar nyawa, nama orang ini sudah terdaftar didalam daftar kematian, karena itu kami tak bisa melepaskannya dengan demikian saja. Tapi saudara saudara semua jangan takut Silahkan meneruskan laporkan nama nama kalian"
Mendadak dari antara gerombolan jago jago tersebut berkelebat datang dua sosok bayangan manusia.
"Hmmm ! orang orang Istana Kelabang Emas benar benar sangat keterlaluan, justru yayamu sengaja tidak mau laporkan namaku bentaknya keras.
Sreet! Laksana kilat cepatnya mereka sudah meluncur keluar kearah mulut lembah.
Kepandaian orang orang ini boleh dianggap tidak lemah, ternyata sekali loncat mereka berhasil mencapai setinggi empat, lima kaki kemudian meluncur keluar dengan kecepatan laksana petir menyambar.
Mendadak,,, Segulung hawa pukulan berwarna hijau yang tipis
menerjang keluar menyongsong datangnya bayangan manusia tersebut.
Seketika itu juga suara jeritan kesakitan bergema memecahkan kesunyian, badannya mencelat balik kebelakang
lalu roboh keatas tanah dengan darah segar mengucur keluar dari tujuh lubangnya.
Seketika itu juga orang tersebut menemui ajalnya.
"Akh...! Hong Mong Cie Khie?"" diam diam pikir Tan Kia Beng didalam hatinya.
Dengan adanya peristiwa ini, suasana di antara para jago yang hadir disana jadi sunyi kembali, perasaan takut dan pecah nyali mulai menyelimuti mereka semua.
Setiap orang merasakan malaikat elmaut sudah berada diambang pintu, tak sepatah katapun berani diucapkan kembali dan tak ada pula seorang manusia yang berani maju kedepan untuk melaporkan namanya.
Melihat kejadian itu diam-diam Tan Kia Beng merasa kegelian.
"Naaah... sekarang rasakan !" pikirnya dalam hati. "Tadi, secara baik-baik Ci Cin Siansu sudah menasehati kalian jangan naik gunung, tetapi kalian marah-marah sehingga hampir-hampir saja mau menerjang dengan menggunakan kekerasan.
Sekarang sesudah terjadi peristiwa semacam ini tak seorang manusiapun yang berani berkutik, tidak berani pula munculkan diri... Hmm ! memang kalian tidak lebih cuma segerombolan gentong nasi belaka".
Si kakek tua berkerudung itu sewaktu melihat orang orang tersebut berhasil dibuat ketakutan oleh kepandaiannya sehingga tidak berani membangkang, dengan amat bangga segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Heee... heee... heee... kalau memang kalian tidak suka laporkan nama untuk keluar dari lembah, terpaksa kamipun menyuruh kalian untuk tinggal selama beberapa hari didalam
lembah ini. Menanti Majikan Istana Kelabang Emas berhasil menyelidiki keadaan kalian, kita baru bicarakan lagi."
Mendadak dari antara gerombolan para jago itu muncul seorang pengemis cilik yang memakai pakaian compang camping.
"Eei.... gunung Oei-san bukan milik pribadi kalian orang-orang Istana Kelabang Emas dengan mengandalkan apa kalian hendak menahan kami semua disini?"" teriaknya lantang.
Mendengar perkataan itu siorang tua berkerudung tersebut merasa rada tertegun, ia merasa pada suara dari sipengemis cilik ini rasanya pernah dikenal hanya saja kemudian ia mengambil perhatian lebih lanjut.
Ia segera tertawa dingin.
Siapakah kau?"" berani benar mengucapkan kata kata yang tidak karuan..." bentaknya nyaring.
Sipengemis cilik itu bukan lain adalah Tan Kia Beng. Karena ia melihat dari para jago yang ada disana rata rata sudah dibuat ketakutan oleh kelihayan siorang tua berkerudung itu maka secara diam-diam ia sduah melayang turun dari atas tebing kemudian munculkan dirinya dihadapan orang itu.
Pemuda tersebut segera tertawa terbahak bahak.
Haaa... haaa... haaa... nama dari aku sipengemis adalah
'Yau Ming Lang Tiong' atau Sipeminta nyawa ditengah ketenangan, kedatanganku kemari sengaja hendak mengobati penyakit gila yang diderita oleh kalian kaum iblis-iblis goblok!"
serunya. Sikakek berkerudung hitam itu jadi teramat gusar, dari sepasang matanya yang kelihatan muncul dari antara kain
kerudung memancarkan cahaya kehijau-hijauan yang sangat menyeramkan.
"Bagus... bagus sekali" teriaknya sambil tertawa seram.
"Kiranya kau sengaja datang untuk mencari keonaran, baiklah
! biar loohu sempurnakan dirimu !"
Mendadak badannya menubruk ke depan, sepasang
tangannya diangkat lalu diayun ke depan. Lima rentetan cahaya tajam yang berwarna hitam bagaikan tinta Bak dengan tajam mengurung seluruh tubuh lawannya.
Begitu Tan Kia Beng melihat munculnya kelima rentetan angin serangan berwarna hitam tersebut dalam pikirannya lantas teringat akan seseorang.
Haaa haaa haaa... ini hari kau sudah bertemu muka dengan aku si peminta nyawa... Aku takut gelarmu 'Koei So Sian Ong'
atau sikakek dewa bertangan setan, bakal berubah jadi 'San So Koei Ong' atau sikakek bayar nyawa, haahaaahaaa..."
ejeknya sambil tertawa panjang.
Pakaian bututnya tampak berkelebat, tahu tahu ia sudah berada di belakang punggungnya.
"Haaa haaa haaa... seranganmu barusan kurang ganas, ayoh sekali lagi." ejeknya lagi.
Si kakek dewa berkerudung hitam itu sewaktu mendengar pihak musuhnya berhasil memecahkan asal usulnya, di dalam keadaan amat terperanjat hawa marah berkobar meliputi seluruh benaknya.
Ia membentak keras, badannya dengan cepat berputar kemudian sepasang tangannya dibentangkan lebar lebar membentuk satu lingkaran kosong ditengah udara.
Telapak kirinya digerakkan bagai sedang menangkis.
Sedang telapak kanannya perlahan lahan ditekan kedepan.
Segulung angin pukulan yang tidak berwujud dengan cepat menggulung keluar.
Tan Kia Beng mengerti telapak kanannya hanya merupakan suatu serangan tipuan belaka, serangan yang benar tentu tersembunyi dibelakang, tetapi ia pura pura tidak tahu.
Seperti halnya pada keadaan semula, kakinya kembali bergerak kemudian berkelebat kesebelah kiri.
Melihat tindakan yang diambil oleh si pengemis cilik tersebut, si kakek tua berkerudung itu jadi amat girang, ia tertawa panjang.
"Bangsat cilik! Kau tertipu."
Mendadak telapak kirinya bergerak membentuk bayangan telapak yang sangat banyak kemudian langsung
mencengkeram kearah dada.
Seketika itu juga Tan Kia Beng terkurung kedalam hawa hitam yang menggulung memenuhi seluruh angkasa.
Padahal yang benar, sejak semula Tan Kia Beng sudah menduga musuhnya akan menggunakan cara semacam ini, hanya saja dia bermaksud kepingin tahu permainan setan apakah yang sedang dilakukan oleh sikakek tua berkerudung hitam ini.
Ketika itulah, mendadak terdengar suara bentakan merdu berkumandang memecahkan kesunyian :
Manusia bodoh yang tidak tahu diri, ayoh cepat
menghindar, apakah kau sudah merasa bosan untuk
hidup?"?""
Tampaklah serentetan cahaya tajam yang menyilaukan mata menggulung datang dari atas tebing langsung membabat pinggang dari sikakek tua berkerudung hitam itu, datangnya serangan amat cepat dan ganas pula...
Sewaktu sikakek tua berkerudung hitam itu melihat datangnya angin serangan amat tajam, ia tidak berani berlaku ayal, telapak tangannya buru buru ditarik kembali kemudian meloncat mundur sejauh delapan depa lebih kearah belakang.
Sekilas pandang Tan Kia Beng telah menemukan kalau orang tersebut bukan lain adalah Leng Poo Sianci, karenanya ia pura-pura menunjukkan sikap baru saja menemui
kekagetan dan berdiri termangu-mangu disana bahkan sepasang mata pun melototi dirinya tak berkedip.
Dengan pandagnan menghina Leng Poo Sianci mencibirkan bibirnya, mendadak ia melayang maju kedepan, sambil menuding sikakek berkerudung tersebut dengan
menggunakan pedangnya ia membentak keras :
"Nona perintahkan kalian segera meninggalkan mulut lembah ini dan biarkan mereka berlalu, kalau tidak jangan salahkan pedang nonamu tiada berampun".
Sikakek tua berkerudung itu memang bukan lain adalah sikakek dewa bertangan setan, ia pernah dua kali bergebrak melawan Leng Poo Sianci.
Melihat gadis ini munculkan dirinya kembali, dan melihat pula sifatnya yang masih polos kekanak kanakan, sudah tentu tak suka dipandang dalam hati.
Selesai mendengar perkataan itu ia tertawa terbahak bahak.
"Budak busuk! Loohu nasehati kau lebih baik janganlah mengumbar sifat nonamu yang berangasan itu. Aku takut
untuk melarikan diripun pada saat ini kau tak bakal sanggup"
serunya mengejek.
"Hmmm! Kau berani tidak mendengarkan perkataan nonamu?" Lihat pedang!"
Sreeet! Sreet! Berturut turut ia membabat dua buah serangan dahsyat kearah depan.
Sejak kecil ia sudah memperoleh didikan dan manja dari ayahnya Hay Thian Sin Shu sehingga terpeliharalah sifat yang sombong dan tinggi hati didalam hatinya, selama ini tak seorang pun yang berani membangkang atau mengejek dirinya.
Kini sikakek bertangan setan bukan saja berani
membangkang bahkan mengejek pula dirinya, sudah tentu gadis tersebut tak bisa menahan diri lagi.
Serangan yang dilancarkan barusan ini boleh dikata telah menggunakan seluruh tenaga yang dimilikinya saat ini.
Tanpa memperdulikan keadaan dirinya lagi, hanya didalam sekejap mata ia sudah mengirim dua belas buah serangan dahsyat.
Seketika itu juga cahaya hijau berkelebat menyilaukan mata, dengan angin serangan memekikkan telinga. Didalam waktu sekejap mata sikakek dewa bertangan setan sudah kena didesak mundur sebanyak beberapa langkah kearah belakang.
Diam diam Tan Kia Beng melirik sekejap keempat penjuru kemudian melirik pula ke arah lelaki-lelaki berbaju hitam yang kurang lebih berjumlah dua puluh orang.
Ketika dilihatnya jumlah orang yang menonton keramaian walaupun jauh lebih banyak tetapi tak seorangpun yang bisa
bergebrak melawan jago-jago lihay dari istana Kelabang Emas, sehingga semisalnya terjadi pertarungan massal tentu banyak yang bakal menemui ajalnya atau terluka, pikirannya dengan cepat berputar.
Mendadak ia putar badan menghadap ke arah orang-orang itu, lalu bentaknya keras.
"Jikalau kalian kepingin pergi gunakanlah kesempatan pada waktu ini untuk berlalu, nanti mungkin cayhe tiada waktu lagi untuk mengurusi lagi !"
Beru saja suara bentakannya selesai diucapkan, dari dalam lembah sudah ada berpuluh-puluh orang jago yang emnerjang kearah mulut lembah...
Tiba-tiba suara tertawa dingin bergema keluar dari mulut lembah disusul menggulung datangnya serentetan angin pukulan berkabut hijau yang maha dahsyat beberapa puluh orang yang berada di tempat paling depan, bagaikan terlanda guguran salju tanpa mengeluarkan sedikit suarapun sudah roboh keatas tanah.
Orang orang yang berada dibelakangnya jadi sangat kaget, buru-buru mereka mengundurkan dirinya kembali kebelakang.
Tan Kia Beng yang selama ini berdiri menonton dari samping kalangan, ketika menemukan dari balik mulut lembah muncul pula seorang jagoan yang sangat lihay, badannya dengan cepat melayang kedepan dan langsung menubruk kearah berasalnya angin pukulan tadi.
"Heee... heee.. heee... jikalau saudara benar-benar adalah majikan Istana Kelabang Eams silahkan unjukkan diri untuk bergebrak beberapa jurus melawan aku sipengemis cilik"
tantangannya sambil tertawa dingin. "Kalau beraninya cuma melancarkan pukulan Hong Mong Ci Khie mu dari balik tempat
kegelapan, apakah kau tidak malu kalau disebut cucu kura kura ?""
Belum habis ia berkata, segulung angin pukulan Hong Mong Ci Khie yang membawa datang selapis kabut berwarna hijau dengan cepatnya sudah menerjang datang.
Sudah lama Tan Kia Beng ada maksud untuk menemui
Majikan Istana Kelabang Emas dan hendak mencari
kesempatan untuk menjajal kelihayan dari ilmu Hong Mong Cie Khie nya.
Kini, setelah dilihatnya kabut hijau dari hawa pukulan Hong Mong Ci Khie tersebut jauh lebih kental daripada angin pukulan yang dilancarkan oleh sidara berbaju hijau serta Ci Lan Pak, kari hari lantas menduga orang itu pastilah seorang jagoan yang lihay dari Istana Kelabang Emas.
Hatinya rada bergerak, hawa pukulan Jie Khiek Koan Yen Kan Koan Cin Khiek nya pun kontan dikerahkan sampai terjadi mencapai sepuluh bagian, ia bersiap siap menerima datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras.
Tiba tiba... "Didalam keadaan dan tempat semacam ini janganlah memperlihatkan ilmu sakti Jie Khek Koen Yen Cin Khie mu itu, cepat menyingkir..." dari samping telinganya telah berkumandang datang suara seseorang disertai nada cemas.
Nada suara tersebut terasa sangat dikenal karena dia adalah orang yang beberapa kali mengirim suara kepadanya.
Dengan cepat telapak tangannya ditarik dan menyedot kembali hawa murninya yang sudah dilanjutkan keluar, sedang badanpun mengambil kesempatan tersebut melayang mundur sejauh delapan depa lebih.
Selama ini sepasang matanya memperhatikan terus arah datangnya angin pukulan itu denga pandangan tajam.
Siapa sangka, pada saat ia menarik kembali serangannya itulah, angin pukulan berkabut hijau itupun ditarik kembali kemudian disusul angin ringan berkelebat lewat.
Mendadak dari atas puncak tebing berkumandang datang suara seseorang yang amat dingin :
"Kau sipengemis palsu, tidak usah jual lagak lagi dihadapan kami.
Pihak Istana kami sudah tahu kalau kau bukan Kay Pang.
Tetapi sekarang kami tiada maksud untuk mencari balas dengan dirimu. Tiga hari kemudian jika kau tidak mati maka pada saat itu bakal ada kebaikan buat dirimu."
Selesai berkata suasanapun jadi sunyi lagi, ia tak tahu orang itu tentu secara diam diam sudah berlalu.
Aaah...! orang ini kalau bukan Majikan Istana Kelabang Emas sudah tentu seorang lawan tangguh yang sangat lihay"
pikirnya dengan perasaan terperanjat. "Lain kali aku harus memperhatikan beberapa bagian terhadap dirinya."
Tetapi keadaan situasi pada saat ini sangat kritis, orang-orang berkerudung itupun sudah mulai mendesak para jago yang datang melihat keramaian dari empat penjuru.
Sedangkan si "Leng Poo Sianci" Cha Giok Yong yang sedang bergebrakpun serangan serangan yang dilancarkan pada saat ini tidak sehebat tadi lagi, sebilah pedangnya kena terkurung rapat rapat oleh lapisan hawa pukulan hitam pihak lawan.
Jelas ia sudah terdesak dibawah angin.
Tak terasa lagi dalam hatinya diam diam mulai mengambil perhitungan.
"Cianpwee yang mengirim suara secara diam diam kepadaku tadi tidak setuju kalau aku menggunakan ilmu sakti Jie Khek Koen Yen Sian Thian Cin Thie pada saat ini" pikirnya dalam hati. "Sudah tentu ia tidak ingin pula rahasia asal usulku ketahuan, lalu hendak menggunakan cara apakah dirimu untuk mengatasi sitasi semacam ini?""..."
Selagi ia merasa ragu-ragu untuk mengambil keputusan, mendadak terdengarlah sang pemuda berkerudung yang semula berdiri disisi tubuh sikakek tua itu sudah bersuit panjang.
Mendadak tubuhnya satu lingkatan ditengah udara, di kuti berkelebatnya serentetan cahaya keemas-emasan meluncur keluar.
Laksana seekor kelabang warna emas yang sedang terbang menari tertiup angin, dengan menimbulkan suara desiran tajam dengan cepat mengurung jago jago ditengah kalangan bagaikan curahan hujan.
Melihat kejadian itu Tan Kia Beng merasa sangat
terperanjat, dengan cepat bentaknya keras.
"Awas! senjata rahasia Pek Coe Kiam Wu Yen Wie Ciam yang sangat beracun, cepat cabut senjata tajam kalian !"
Sembari membentak keras badannya segera mencelat
ketengah udara sambil mengirim dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat, bagaikan angin tiupan yang menggulung lewat dengan cepatnya hawa pukulan tersebut menerjang menyapu jarum-jarum emas tersebut.
Ketika itulah suara tertawa seram berkumandang
memecahkan kesunyian, mulai bergerak kedepan.
Seketika itu juga seluruh angkasa sudah dipenuhi dengan cahaya keemas-emasan yang menyilaukan mata, rapat bagaikan curahan hujan dan cepat laksana lembaran kilat, semuanya mengarah ketengah kalangan.
Jago-jago Bu-lim yang datang melihat keramaian itu rata rata merupakan jago jago kangouw kelas tiga serta kelas empat, sudah tentu mereka tak bakal kuat melawan
datangnya serangan senjata rahasia beracun demikian banyaknya.
Seorang demi seorang meronta keras lalu roboh
bermandikan darah keatas tanah dirinya jeritan ngeri yang menyayatkan hati didalam sekejap mata mayat-mayat bergelimpangan memenuhi seluruh permukaan tanah.
Hal ini membuat Tan Kia Beng jadi sangat cemas, sepasang mata berubah jadi memerah, disamping ia harus mengirim pukulan-pukulan kosong ketengah udara untuk pukul pental jarum-jarum terbang tersebut disamping itu iapun masih harus mengurusi orang lain. Sudah tentu tak ada waktu baginya untuk melancarkan serangan kearah pemuda berkerudung tersebut.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 12 Selagi ia dibuat kebingungan untuk mencak-mencak kesana kemari, tiba-tiba terdengarlah Leng Poo Sianci berseru tertahan. badannya mundur ke belakang dengan
sempoyongan hampir saja roboh ke atas tanah.
Jelas badannyapun sudah terhajar jarum beracun. Masih beruntung si kakek berkerudung itu sudah mundur dengan
sendirinya sewaktu pemuda tadi melancarkan senjata rahasia, oleh karena itu walaupun sudah terkena jarum ia masih bisa berusaha keras untuk mempertahankan diri.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian ini hatinya jadi amat cemas, badannya dengan cepat berkelebat kesisi tubuhnya.
"Nona! apakah kau sudah terluka?" teriaknya keras. "Mari, biarlah cayhe lindungi dirimu untuk mengundurkan diri dari sini"
"Kau tidak usah ikut kuatir, aku percaya masih bisa mempertahankan diri!" sahut Leng Poo Sianci dengan alis yang dikerutkan.
Pedangnya kembali mengirim dua buah babatan ke arah depan, tetapi racun yang dipoleskan di atas ujung jarum Yen Wie Ciam ini sangat berbisa, kendati tenaga dalam yang dimilikinya sangat sempurna tapi tak berhasil juga digunakan untuk memperlambat daya kerja dari racun itu.
Apalagi setelah terkena racun berturut turut ia harus menggerakkan pedangnya pula untuk menangkisi datangnya serangan serangan jarum beracun boleh dikata tak ada waktu baginya untuk menutup seluruh aliran jalan darah, kini sesudah mengerahkan tenaga kembali, badannya tak kuasa untuk mempertahankan diri.
Sesudah membabat serangan pedang yang kedua,
badannya mulai bergerak maju dua langkah dengan
sempoyongan, pedang ditanganpun terasa amat berat sehingga sulit diangkat kembali.
Coba bayangkan, dibawah serangan jarum-jarum beracun yang memenuhi seluruh angkasa, mana ada waktu peluang bagi dirinya untuk beristirahat".... masih beruntung Tan Kia-beng sudah berada disisinya.
Ia segera membentak keras, sepasang tangannya bersama-sama didorong ke depan mengirim pukulan pukulan kosong, setelah itu tangannya kembali bergerak menotok jalan darahnya.
Menggunakan kesempatan itulah ia lantas membopong badannya dan mencelat ke tengah udara kemudian
menerobos keluar dari mulut lembah.
Si kakek dewa bertangan setan yang melihat pengemis tersebut dengan membawa sang gadis melarikan diri keluar lembah, ia segera bersuit nyaring, Badanpun ikut meloncat ke tengah udara melakukan pengejaran dari belakang.
Siapa sangka ketika itulah mendadak....
Serentetan cahaya kehijau hijauan bagai hujan anak panah meluncur masuk ke dalam lembah diikuti suara desiran tajam.
Melihat munculnya serangan cahaya hijau saking kagetnya si kakek dewa bertangan setan jadi menjerit tertahan.
Tangannya dengan cepat mengirim tiga buah pukulan kosong ke tengah udara. sesudah bersusah payah akhirnya ia baru berhasil meloloskan diri dari mara bahaya.
Ketika itu badanpun sudah terdesak hingga masuk kembali ke dalam lembah, dengan hati berdesir buru-buru ia pungut senjata rahasia yang menggeletak ditanah untuk diperiksa.
"Aaakh....!" Kiranya senjata rahasia itu bukan lain hanyalah daun pohon pisang yang lembek.
Orang ini dapat menggunakan daun pohon yang lembek untuk dijadikan senjata rahasia hal ini jelas membuktikan kalau tenaga lweekangnya sudah berhasil mencapai pada taraf memetik daun melukai kerbau. membunuh orang tanpa berwujud!
Walaupun si kakek dewa bertangan setan terkenal akan keganasannya, tetapi ia belum berhasil melatih ilmu hingga mencapai pada taraf yang sedemikian tingginya.
Ketika itu para jago yang datang melihat keramaian sudah dibereskan semua, sedang para lelaki berkerudung itupun mulai berkumpul di depan mulut lembah.
Melihat sang pengemis serta nona tersebut tidak kelihatan lagi batang hidungnya, tak terasa mereka mulai bertanya tanya.
"Eeei....! dimanakah si pengemis cilik itu?"
"Berhasil meloloskan diri!"
Mendadak pemuda berkerudung itu menyingkap kain
kerudungnya lalu tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... sekalipun ia berhasil melarikan diri keujung langitpun, aku si Gien To Mo Lei akan menangkapnya kembali...."
Dengan pandangan yang dingin si kakek dewa bertangan setan melirik sekejap ke arahnya, mulutnya tetap
membungkam. Si Gien To Mo Lei yang melihat sikap si orang tua itu lantas mengerti kalau dia terlalu memandang kedudukannya sendiri dan tidak menganggap perkataannya.
Dalam keadaan gusar ia mendengus dingin kemudian
meloncat ke tengah udara dan berlalu dari mulut lembah tersebut.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang melarikan diri sambil menggendong Leng Poo Sianci.
Ia sudah mempunyai pengalaman sewaktu menolong Sak Ih lolos dari bahaya keracunan, ia tahu menghadapi senjata rahasia beracun semacam ini waktu tak boleh diulur terlalu lama, oleh karena itu ilmu meringankan tubuhnya sudah dikerahkan dengan menggunakan seluruh tenaga yang ada.
Walaupun pada saat ini Leng Poo Sianci sudah keracunan sangat berarti tetapi berhubung sejak kecil ia sudah makan obat mujarab sehingga di dalam badannya memiliki suatu daya kekuatan untuk menghadapi racun maka kesadarannya tidak sampai punah seluruhnya.
Kini merasakan dirinya digendong ke belakang punggung seseorang pengemis cilik, dalam hati benar-benar merasa tidak betah.
Ia yang sudah terbiasa mengutamakan kebersihan, setelah bertemu dengan pakaian butut yang kotor lagi bau, dalam hati benar-benar kepingin muntah dan meronta ingin turun.
Cuma sayang tenaganya sudah punah, terpaksa ia
pejamkan matanya menurut saja.
Selama di dalam perjalanan, ia merasa dirinya seperti terbang diawan.... kurang lebih setelah berlari selama sepertanak nasi lamanya di tengah batuan gunung yang curam akhirnya mereka berhenti.
Perlahan-lahan matanya dibuka tampaklah si pengemis kecil itu sudah meletakkan dirinya di dalam sebuah gua dan kini sedang memeriksa luka di atas badannya.
Selama hidup Leng Poo Sianci boleh dikata belum pernah bersentuhan dengan seorang lelakipun, saat ini dia mana mau membiarkan seorang pengemis cilik meraba raba seluruh badannya.
"Cepat kau pergi!" dengan cemas bentaknya. "Aku tidak membutuhkan bantuanmu!"
Tan Kia-beng mana tahu apa yang dipikirkan olehnya pada saat ini, ia tetap melanjutkan pemeriksaannya.
"Jarum Pek Cu Kiam Wu Yen Wie Ciam ini merupakan suatu senjata rahasia yang paling beracun, jikalau tidak dicabut keluar semua mana kau bisa sembuh?" serunya kembali.
"Tidak! jangan sentuh aku, aku tidak membutuhkan pengobatanmu, jika kau tidak mau pergi lagi, aku segera akan memaki dirimu!"
Pada saat ini Tan Kia-beng telah menemukan bahwa jarum Yen Wie Ciam yang bersarang di dalam badannya jauh lebih banyak dari pada Sak Ih tempo dulu.
Hanya saja pada saat ini ia tidak memiliki batu sembrani, ditambah pula obat pemunah pemberian si Rasul Selaksa Racun pun sudah habis digunakan, hal ini membuat alisnya dikerutkan semakin rapat.
"Kau jangan cemas dahulu" ujarnya kemudian. "Biarlah aku membawa kau pergi mencari seorang kawanku, dia adalah seorang nenek moyangnya racun yang sangat terkenal di dalam kolong langit, perduli racun macam apapun ia pasti punya cara untuk menyembuhkan!"
Selesai berkata ia lantas berjongkok dan memeluk
badannya kembali.
Walaupun dalam hati Leng Poo Siancipun mengerti bila ia bermaksud baik, tetapi karena ia tak tahu si pengemis kecil ini bukan lain adalah hasil penyaruan dari Tan Kia-beng, maka hatinya merasa sangat cemas.
"Eeei.... kau ini benar manusia yang tidak tahu diri"
teriaknya sambil meronta-ronta. "Antara lelaki dan perempuan ada batas-batasnya, siapa yang membutuhkan bantuanmu"
ayoh cepat pergi dari sini."
Mendengar perkataan itu Tan Kia-beng jadi lupa atas penyaruannya, ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... bagus, bagus sekali, memang antara lelaki dan perempuan ada batas-batasnya, anggap saja aku Tan Kia-beng terlalu banyak mencampuri urusan orang lain!"
Selesai berkata ia lantas meloncat bangun dan berlalu dari sana.
Sebaliknya Leng Poo Sianci jadi sangat terperanjat.
"Kau adalah Tan...."
Saking cemasnya ia jadi jatuh tak sadarkan diri.
Dengan gemas dan mendongkol Tan Kia-beng berkelebat keluar dari gua, ia bermaksud untuk mencari si Rasul Selaksa Racun untuk bantu mengobati gadis tersebut.
Siapa tahu sewaktu kakinya baru saja melayang turun ke atas permukaan tanah, serentetan suara tertawa yang amat menyeramkan sudah berkumandang memecahkan kesunyian.
"Heee.... heee.... heee.... aku mengira kau bisa terbang ke atas langit, kiranya kau bangsat cilik sedang bersembunyi di tempat ini...."
Sreet! Sreet! tiga sosok bayangan hitam bagaikan anak panah yang terlepas dari busur sudah meluncur datang.
Orang yang pertama adalah Gien To Mo Lei, Gok Lun, kedua bukan lain mata tunggal mulut perut rambut kuning gigi
sumbing "Touw Yen Lu" atau Si Bangau Mata Satu. Dan terakhir Tolunpah silhama berjubah merah.
Melihat munculnya jago-jago kelas satu dari Isana Kelabang Emas, diam-diam Tan Kia-beng merasa amat terperanjat.
Bila cuma dia seorang saja yang ada disini sudah tentu pemuda kita tak bakal jeri. tetapi kini di dalam gua masih ada Leng Poo Sianci yang terluka, urusan tidak akan segampang itu lagi.
Begitu Gien To Mo Lei melayang turun ke atas permukaan tanah, sambil menuding Tan Kia-beng segera serunya, "Hey pengemis cilik, kau sudah menculik pergi gadis itu kemana"...."
"Heee....heee.... soal ini kau tak perlu tahu!" Tan Kia-beng melirik sekejap ke arahnya kemudian buang muka.
Antara Tolunpah serta Leng Poo Sianci mempunyai ikatan dendam sedalam lautan karena terbunuhnya sang sute ditangan gadis tersebut, hanya dikarenakan pada waktu itu ia tak ada disana maka dia tidak munculkan dirinya pula.
Kini setelah mendengar gadis tersebut berhasil ditolong oleh sang pengemis cilik, badannya dengan cepat meloncat maju menghampiri Tan Kia-beng.
"Bangsat cilik!" bentaknya keras. "Jikalau malam ini kau tidak serahkan perempuan lonte itu, Hud-ya mu segera akan cabut nyawa anjingmu"
"Ooouw begitu?" ejek Tan Kia-beng dengan nada menghina, air mukanya sama sekali tidak berubah.
"Kalau kau tidak percaya, cobalah kelihayanku ini!"
Tangannya yang besar segera menyambar ke arah dada lawan, di dalam dugaan hatinya cukup di dalam satu gebrak saja pengemis cilik ini pasti berhasil ditawan hidup hidup.
Siapa sangka sebelum telapak tangannya berhasil mengenai sasaran, bayangan tubuh tahu-tahu sudah berkelebat lewat diikuti menggulung datangnya satu pukulan maha dahsyat langsung menerjang ke arah lambungnya.
Dalam keadaan gugup ia tak berani menerima datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras, badannya dengan cepat berputar lalu menyingkir lima langkah ke samping.
Ketika ia menoleh kembali, tampaklah sang pengemis cilik tersebut masih tetap berdiri di tempat semula seperti belum pernah terjadi sesuatu urusanpun.
Kedudukan Tolunpah di dalam Isana Kelabang Emas boleh dikata tidak dibawah Sam Biauw Ci Sin sekalian, kini dihadapan seorang pengemis cilik ternyata belum sampai lewat satu jurus dirinya sudah kena terdesak mundur berulang kali, wajahnya kontan terasa amat panas.
Ia membentak keras, badannya sekali lagi menubruk ke depan sambil mengirim pula satu pukulan gencar.
Pada waktu itulah tampak bayangan manusia berkelebat, mendadak Hu Siauw-cian sudah meluncurkan dirinya dari belakang tubuh Tan Kia-beng.
Di tengah berkebutnya bayangan biru ia sudah memapaki tubuh Tolunpah yang sedang menerjang ke depan.
Berhubung ia memakai pakaian dari Tan Kia-beng apalagi dibawah sorotan cahaya rembulan yang remeng-remeng di
dalam anggapan Tolunpah ia sudah berjumpa dengan Tan Kia-beng sehingga Tak terasa lagi ia berdiri tertegun, Sedangkan Hu Siauw-cian sendiri sejak semula sudah berhasil memunahkan datangnya serangan gerakan itu kemudian mengirim pula satu hantaman dahsyat menggulung badannya.
Tan Kia-beng yang secara mendadak melihat Hu Siauw-cian muncul di tempat ini, hatinya rada bergerak.
Ia pernah berjanji agar gadis ini suka berdiam di kota Swan Jiau, sehingga memperoleh berita yang sesungguhnya dari Mo Tan-hong baru meninggalkan tempat itu. Lalu mengapa pada saat ini ia bisa munculkan dirinya secara mendadak digunung Ui san"
Selagi pikirnya berputar Gien To Mo Lei sudah menerjang maju hingga berada dihadapannya.
"Bangsat cilik....! Kau bersiap-siap minum arak hukuman?"
teriaknya sambil tertawa seram
Dalam hati dasarnya Tan Kia-beng sudah pernah berkata hendak membinasakan dirinya dengan tangan sendiri.
Kini ia sedang menyatakan sebagai seorang pengemis, karena tidak ingin terbongkar rahasianya pada saat ini maka dengan sekuat tenaga pemuda tersebut berusaha untuk bersabar.
Gien To Mo Lei yang melihat dia tidak memberikan
jawaban, sang badan kembali mendesak maju dua langkah ke depan, dengan wajah diliputi napsu hawa membunuh
bentaknya kembali, "Kau masih juga tidak mau mengaku terus terang" Apakah hendak menanti sampai siauw ya mu turun tangan sendiri?"
Tan Kia-beng tertawa dingin, ia tetap tak menjawab.
Pada saat itulah mendadak dari belakang punggung Tan Kia-beng kembali muncul seorang lengcu berdandan
sastrawan yang lemah lembut.
"Bajingan anjing!" makinya sambil menuding Gien To Mo Lei. "Kau tidak usah pentang bacot cari nama di tempat ini.
Malam ini merupakan saat kematianmu!"


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Serentetan cahaya tajam berkelebat lewat dan langsung membabat serta menggulung ke arahnya, hawa pedang berdesir, dahsyatnya luar biasa.
Dalam keadaan gugup Gien To Mo Lei tak sempat
mencabut goloknya lagi, badannya berturut turut mundur sejauh puluhan kaki ke belakang setelah itu baru berhasil meloloskan goloknya dari sarung.
Kedatangan orang ini sangat mendadak, sampai Tan Kia-beng sendiripun dibuat tertegun, pikirnya dalam hati,
"Siapakah orang ini" Mengapa selamanya belum pernah aku menemui dirinya?"
Sewaktu melihat jurus serangan serta langkah kakinya iapun merasa seperti dikenal hanya, sudah lupa pernah bertemu dimana....
Karena selama ini hatinya selalu menguatirkan keselamatan Leng Poo Sianci, ia tak ada niat untuk berpikir kembali, dalam hatinya lantas mengambil keputusan untuk gebah pergi dulu orang-orang Isana Kelabang Emas.
Sinar matanya pelan-pelan berputar, sewaktu dilihatnya kecuali Gien To Mo Lei serta Tolunpah, kini tinggal si Bangau Mata Satu yang belum turun tangan, kembali pikirnya dalam hati.
"Luka yang diderita nona Cha, tak bisa diundur lagi, kini Hu Siauw-cian pun bisa pergi melindungi dirinya, biarlah aku pergi mencari jejak Si Rasul Selaksa Racun!"
Berpikir akan hal ini, badannya dengan cepat menerjang maju kehadapan si Bangau Bermata Satu, bentaknya, "Jika kau tidak pergi juga dari sini, siauw-ya mu tak akan bersungkan-sungkan lagi."
Sejak semula si bangau bermata satu memangnya tidak pandang sebelah matapun terhadap si pengemis cilik ini, oleh sebab itu setelah Gien To Mo Lei sekalian turun tangan ia sama sekali tidak melirik sekejap pun terhadap pengemis itu.
Kini melihat sang pengemis cilik ternyata menantang dirinya untuk diajak bergebrak, tak terasa lagi ia mendongakkan kepalanya tertawa aneh.
"sebetulnya loohu tiada maksud untuk bergebrak melawan kalian manusia-manusia dari angkatan muda, tetapi kalau memang kau bermaksud mencari mati, akupun tidak akan sungkan sungkan lagi. Hanya saja kau jangan salahkan kalau loohu bertindak terlalu ganas dan menggunakan kedudukan angkatan tua untuk menganiaya angkatan yang lebih baik"
Tan Kia-beng yang melihat sikapnya amat sombong dan sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap dirinya, diam-diam dalam hati merasa kegelian.
Sepasang telapak tangannya diam-diam mulai disaluri tenaga dalam, tapi selagi ia siap-siap hendak melancarkan serangan mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara suitan nyaring yang memekikkan telinga, suara suitan itu tinggi melengking bagaikan pekikan burung hong....
Mendengar suara suitan tersebut air muka si bangau bermata satu segera berubah hebat bentaknya keras, "Untuk sementara kita tinggalkan urusan disini, kita bubar!"
Selesai berkata badannya dengan cepat meloncat ke tengah udara kemudian dengan gerakan yang cepat laksana
sambaran kilat berkelebat menuju ke arah berasalnya suara tersebut.
Gien To Mo Lei serta Tolunpah pun cepat menarik kembali serangannya kemudian melayang pergi dari sana.
"Eeei.... sebetulnya bangsat bangsat ini sedang mainkan pemainan setan apa?" seru Hu Siauw-cian sambil mencekal golok lengkungnya dan berdiri tertegun.
Tan Kia-beng menjawab, sinar matanya perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah sang sastrawan yang datang terakhir itu.
Setelah lewat sejenak kemudian ia baru menyahut,
"Kemungkinan sekali di tempat lain sudah terjadi suatu peristiwa yang penting!"
Melihat sikap sang pemuda kebengongan Hu Siauw-cian tak bisa menahan gelinya lagi, ia tertawa cekikikan.
"Eeei.... kau lagi melongo apaan?" godanya "Mari aku kenalkan, saudara ini adalah Ih Jien heng yang sudah lama kau kagumi"
"Tapi.... aku sama sekali tidak kenal dengan orang ini!"
diam-diam pikir Tan Kia-beng keheranan.
Tetapi diluaran ia tidak berkata demikian, sambil tersenyum ia lantas maju dua langkah ke depan.
"Aaah.... kiranya Ih heng, selamat bertemu, selamat bertemu," serunya sembari menjura.
Sang sastrawan tersebut dengan halus mengucapkan pula beberapa patah kata merendah, tetapi selama ini tidak mau juga berjalan mendekati ke arahnya.
Tetapi Tan Kia-beng tidak memperhatikan persoalan tersebut, kepada Hu Siauw-cian kembali ujarnya, "Kenapa kaupun ikut datang kemari" jikalau peristiwa ini sampai diketahui orang-orang pihak Isana Kelabang Emas, mungkin mereka akan mengecap aku tidak bisa pegang janji"
"Hii.... hiii.... hiii.... sekarang buat apa kita takuti lagi diri mereka"...." seru Hu Siauw-cian sambil tertawa cekikikan "Aku tanggung Mo Tan-hong sibudak busuk itu tak bakal mati"
Mendadak si sastrawan tersebut melototi sekejap ke arahnya dengan gemas, hal ini membuat Hu Siauw-cian tertawa semakin keras.
Melihat sikap dari dara tersebut Tan Kia-beng mengerutkan alisnya.
"Apakah kau sudah memperoleh beritanya yang
sebenarnya?" tanyanya cemas.
"Sudah tentu! kalau tidak bagaimana mungkin aku bisa sampai disini"'
Selagi Tan Kia-beng ingin mendesak lebih lanjut, mendadak terasa ujung baju tersampok angin disusul munculnya si Rasul Selaksa Racun dengan wajah keren.
"Toako! Pada saat ini situasi dimedan sekitar sini amat tegang dan kritis, bagaimana kau masih punya kegembiraan untuk bergurau disini?" tegurnya.
Tan Kia-beng jadi terperanjat, mendadak ia teringat kembali tentang Leng Poo Sianci.
"Jie ko! kedatanganmu sangat kebetulan sekali" buru-buru serunya "Aku punya seorang kawan yang sudah terkena racun jarum Pek Cu Kiem Wu Yeng Wie Ciam, keadaannya sangat berbahaya sekali, tolong kau suka turun tangan mencabut keluar jarum tersebut"
Si Rasul Selaksa Racun mengangguk, demikianlah mereka berempat lantas besama-sama jalan masuk ke dalam gua batu.
Ketika itu racun yang mengeram di dalam tubuh Leng Poo Sianci sudah mulai bekerja. nafasnya senin kemis tinggal menunggu saat putusnya saja.
Melihat keadaannya itu Tan Kia-beng semakin cemar lagi, dengan cepat ia mencengkeram lengan saudaranya dan ditarik semakin cepat.
"Jie ko! apakah dia masih bisa tertolong?" tanyanya cepat.
Perlahan-lahan si Pek-tok Cuncu mencekal urat nadinya, setelah memeriksa sejenak ia tertawa panjang.
"Haa.... haa.... haa.... kalau cuma sedikit racun yang tiada harganya inipun aku tak bisa ditolong, lalu buat apa aku menggunakan gelar Pek-tok Cuncu?" katanya.
Walaupun dimulut ia berkata demikian tetapi tidak juga turun tangan untuk memeriksa lukanya.
Tan Kia-beng tahu hal ini dikarenakan pihak lawan adalah seorang gadis, karena itu dengan cemas ia lantas menoleh ke arah Hu Siauw-cian.
"Siauw Cian! coba kau wakili dia periksa luka-lukanya"
Dengan cepat si Pek Ih Loo Sat melirik sekejap ke arah si sastrawan tersebut, setelah itu ia tertawa cekikikan.
"Boleh sih boleh, cuma kau hendak memberi aku apa sebagai tanda terima kasihmu?"
Tan Kia-beng meringis kuda, dan cuma bisa melototkan matanya saja. Dari dalam sakunya si Rasul Selaksa Racun lantas mengambil keluar sebuah besi semberani yang langsung diserahkan ketangan Hu Siauw-cian
"Kau gunakanlah benda ini untuk menekan di atas mulut luka dan keluarkan jarum-jarum beracun itu setelah itu baru berikan obat pemunah ini kepadanya, dengan cepat ia akan tersadar kembali."
Hu Siauw-cian setelah menerima batu semberani dan obat pemunah itu lantas berjongkok dan membukakan pakaiannya untuk periksa luka luka dibadan.
Sedang Tan Kia-beng sekalianpun merasa tidak enak untuk tetap berada di dalam gua mereka bersama-sama
mengundurkan diri dan menanti diluar.
Obat pemunah dari Pek-tok Cuncu benar-benar luar biasa manjurnya, tidak lama kemudian Leng Poo Sianci sudah tersadar kembali.
Cuma Hu Siauw-cian benar-benar sangat nakal dan jail, terang terangan ia tahu kalau gadis tersebut sudah sadar sengaja ia tidak bantu dirinya untuk mengenakan pakaiannya kembali, bahkan dengan ganas dan buasnya memeluk
badannya kencang kencang.
Leng Poo Sianci yang jatuh tidak sadarkan diri, mendadak mencium bau yang pedas lagi kau meransang hidungnya dengan cepat membuat dia sadar kembali dari pingsannya.
Ketika membuka matanya kembali di dalam pelukan
seorang pemuda berbaju biru, apalagi pakaian tersebut
kepunyaan Tan Kia-beng. Ditambah pula suasana di dalam gua sangat gelap, ia mengira orang yang sedang memeluk dirinya bukan lain adalah Tan Kia-beng yang pemuda idaman.
"Aaach.... kau?" teriaknya terperanjat.
Dengan cepat ia berusaha untuk meronta dan meronjat bangun.
"Ehmmm....!" pihak lawan hanya mengia perlahan, sepasang tangannya memeluk semakin kencang lagi.
"Eeei.... cepat lepas tangan!" tak terasa lagi Leng Poo Sianci berteriak cemas.
Tetapi, pihak lawan bukannya menurut dan lepas tangan sebaliknya malah dengan ganas menciumi pipi gadis tersebut dengan serangan serangan gencar, hal ini membuat Leng Poo Sianci semakin malu dan cemas.
"Kau mau berbuat apa?" teriaknya sambil meronta, "Kenapa tidak mau lepas tangan" jika tidak pergi lagi aku segera akan jadi gusar!"
Tetapi dengan rontaannya ini bukan saja tidak berhasil melepaskan diri dari pelukan pihak lawan bahkan gadis tersebut menemukan pula kalau pakaiannya sebelah atas sudah terbuka sama sekali sehingga teteknya kelihatan keluar.
Sepasang tangan dari orang itu dengan tiada sungkan sungkannya meraba kesana meraba kemari bahkan sangat bernafsu sekali
Walaupun gadis ini menaruh hati terhadap Tan Kia-beng, tetapi diperlakukan ini hatinya jadi jengkel benar, air mukanya berubah jadi merah padam, dengan sekuat tenaga ia meronta.
"Jika kau tidak lepas tangan lagi, aku segera akan mulai memaki!" ancamnya.
Hu Siauw-cian setelah puas menggoda dirinya, ia tidak berani meneruskan permainan ini kelewat batas, mendadak sambil tertawa nyaring melayang keluar dari dalam gua.
Melihat dara tersebut melayang keluar, dengan hati cemas Tan Kia-beng segera maju menyongsong.
"Bagaimana keadaannya?" tanyanya cepat
"Ia sudah sadar kau boleh berlega hati" sahut Siauw Cian sambil menahan rasa gelinya.
Ketika itulah tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, Leng Poo Sian Ci pun sudah melayang keluar dari dalam gua
Tan Kia-beng yang memeriksa raut muka segera
menemukan kecuali ia masih rada lelah kesehatannya betul-betul sudah pulih kembali seperti sedia kala.
Tan terasa lagi dalam hatinya mulai memuji kelihayan dari si Rasul Selaksa Racun yang merupakan nenek moyangnya rasul.
Leng Poo Sianci yang sudah berada diluar gua, dengan meminjam sorotan cahaya rembulan ia memandang sekejap ke atas wajah Hu Siauw-cian, tetapi sebentar kemudian seperti baru saja dipagut ular ia menjerit melengking, "Aaach! kiranya kau bukan dia!"
Pedang pendeknya dengan cepat dicabut keluar kemudian badannya menubruk ke depan sambil mengirim serangan-serangan gencar.
Tan Kia-beng tidak mengetahui diantara mereka sudah terjadi peristiwa apa, buru-buru ia maju melerai.
"Tahan!" bentaknya keras. "Orang lain bermaksud baik tolong kau dan mengobati lukanya, kenapa kau malah mengajak orang lain berkelagi"...."
Leng Poo Sianci yang melihat si pengemis cilik itupun ikut-ikutan, hawa amarah di dalam badannya semakin memuncak.
"Urusan ini kau tidak usah ikut campur" jeritnya keras. "Aku hendak bunuh bangsat cabul ini, dia sudah menghina diriku!"
"Aaah.... nonamu yang manis mengapa kau begitu tidak tahu diri"...." goda Hu Siauw-cian sambil berkelit kesamping.
"Barusan saja kita bermesrah mesrahan, kenapa sekarang kau malah mencabut pedang hendak membunuh aku!"
Leng Poo Sianci semakin gusar lagi, pedangnya laksana pelangi membuat tajam ke depan legaknya mirip macan betina yang terluka.
Kedatangan dari si Rasul Selaksa Racun untuk mencari Tan Kia-beng sebetulnya ada urusan penting yang hendak disampaikan kepadanya, kini melihat perempuan tersebut menyerang dengan begitu tidak tahu diri urusan pentingpun jadi lupa.
Dengan perasaan kurang senang mendadak badannya
menerjang ke depan memukul getar pedang dari Leng Poo Sianci.
"Ke dalam situasi pada saat ini sedang dalam bahaya, buat apa kalian bergurau terus tiada hentinya?" bentaknya berat.
"Orang ini adalah Pek Ih Loo Sat, Nona Hu. ia bantu kau mengobati luka sudah merupakan suatu pekerjaan yang mulia, apalagi diantara kalianpun sama-sama perempuan, apanya yang perlu dijengkelkan lagi?"
Pek-tok Cuncu dengan kedudukannya sebagai seorang cianpwee, setelah turun tangan membereskan urusan ini ternyata benar-benar mendatangkan hasil yang manjur.
Leng Poo Sianci setelah mendengar bentakan ini, pikiranpun jadi tersadar kembali.
Cuma saja, walaupun pihak lawan adalah seorang gadis tetapi kata-kata "Pek Ih Loo Sat" terlalu menusuk telinganya, ia teringat kembali dengan kata-kata dari si wanita cantik dari balik kabut yang pernah mengungkap soal iblis wanita serta gadis keraton.
Kini ia menyaru sebagai Tan Kia-beng, tak usah dipikir lagi tentu inilah orangnya yang dimaksud.
Tak terasa lagi gadis tersebut tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... Pek Ih Loo Sat, sekarang aku sudah kenali dirimu, lain kali aku akan bereskan hutang diantara kita secara perlahan-lahan" serunya gusar.
Selesai berkata ia lantas putar badan berlalu.
Tan Kia-beng yang melihat Leng Poo Sianci baru saja sembuh dari lukanya kini sudah berlalu seorang diri, dalam hati merasa amat cemas, ia takut gadis tersebut menemui hal-hal yang diluar dugaan.
"Nona Cha.... nona Cha.... kau jangan pergi" teriaknya sambil lari mengejar.
Tetapi bayangan tubuhnya hanya di dalam sekejap mata sudah lenyap dari pandangan
Tak terasa lagi Tan Kia-beng jadi cemas, dengan nada mengomel tegurnya kemudian pada Pek Ih Loo Sat, "Lukanya baru saja sembuh, kenapa kau goda dia sampai jadi begitu?"
"Heee.... heee.... heee.... siapakah yang kenal orang itu, aku sudah wakili kau untuk mengobati dirinya, bukannya mendapat ucapan terima kasih sekarang malah mendapat teguran.... Hmmm! kau benar-benar tidak tahu diri" teriak Hu Siauw-cian sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Tan Kia-beng yang kena disindir, saking mendongkolnya tak dapat mengucapkan kata-kata lagi.
Jika dibicarakan walaupun Hu Siauw-cian adalah keponakan muridnya, padahal yang benar hubungan mereka cuma sebagai kawan belaka, apalagi secara resmi Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong pernah perkenalkan putrinya itu kepadanya, oleh karena itu ia tidak dapat menggunakan kedudukannya sebagai seorang Susiok untuk menegur dirinya.
Karena jengkel ia tidak menggubris gadis itu lagi, kepada Pek-tok Cuncu tanyanya, "Jie-ko, bagaimana kau bisa tahu kalau aku ada disini?"
"Sam ko sudah kabarkan soal ini kepadaku!"
Ia merandek sejenak, kemudian sambil menghela napas panjang tambahnya lebih lanjut "
"Selamanya aku dengan si pencuri tua tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan, tetapi kali ini demi urusan Toako, kami berdua benar-benar sudah mengalami nasib yang amat mengenaskan!"
Kiranya sejak Su Hay Sin Tou si pencuri sakti bersama-sama dengan Pek-tok Cuncu si Rasul Selaksa Racun memasuki daerah pegunungan Ui-san, mereka telah menemukan
keadaan disekitar sana rada tidak beres.
Ternyata di daerah pegunungan Ui-san selama beberapa hari ini telah muncul banyak jago-jago lihay yang jarang
ditemui di dalam Bulim, beberapa kali mereka berdua secara diam-diam pernah mencoba bergebrak melawan orang-orang tersebut, terasalah bahwa kepandaian mereka rata-rata tidak lemah.
Dalam batin, kedua orang jago tua ini lantas menduga kalau mereka tentu orang-orang dari Isana Kelabang Emas, tapi apakah maksud tujuan mereka datang kemari"
Karenanya, mereka berdua lantas membagi kerja dengan Su Hay Sin Tou bertanggung jawab untuk mengadakan hubungan dengan lingkungan luar sedangkan Pek-tok Cuncu melakukan pemeriksaan dilingkungan dalam.
Dengan mengandalkan kepandaian silat mereka berdua yang lihay serta pengalaman dan kecerdikan akhirnya setelah bersusay payah mereka berhasil mendapatkan kesimpulan dari seluruh rencana pihak Isana Kelabang Emas kali ini.
Mereka menemukan orang-orang Isana Kelabang Emas
ternyata sudah mengatur suatu jebakan yang sangat mengerikan di daerah pegunungan Ui-san, dan boleh disebut pula suatu rencana pembunuhan secara besar-besaran yang mendekati kekalapan.
Tan Kia-beng setelah selesai mendengar perkataan
tersebut, mendadak bertanya kembali, "Apakah kalian berhasil menemukan tempat mereka untuk bermarkas?"
Setelah termenugn sejenak, akhirnya Pek-tok Cuncu menggeleng.
"Jikalah dibicarakan sungguh amat memalukan, luar gunung Ui san semuanya ada ratusan li ditambah pula kepandaian silat mereka rata-rata tidak lemah, gerak geriknya cepat bagaikan angin, hingga saat ini Loohu belum berhasil menemukan markas mereka!"
"Jie-ko tak usah merasa murung karena persoalan ini" Tan Kia-beng mengangguk perlahan, "Kini jago-jago lihay dari tujuh partai besar sudah pada berdatangan, apalagi Yen Yen Thaysu, Thian Liong Tootiang serta Liok lim Sin Ci sekalipun sudah turun gunung, aku pikir mereka tentu sudah memiliki suatu siasat yang baik."
"Haaa.... haaa.... haaa.... sekelompok manusia-manusia bernama kosong, sekalipun pada berdatangan semua juga tak bakal berhasil memperoleh suatu kesuksesan" mendadak Pek-tok Cuncu tertawa ter-bahak-bahak
"Kemungkinan sakali pada beberapa waktu ini pihak Isana Kelabang Emas sengaja melakukan pembunuhan secara besar besaran dedaerah pegunungan Ui san tidak lebih ingin memancing kedatangan mereka semua kemudian sekali turun tangan menghabiskan mereka dari muka bumi"
Berbicara sampai disitu mendadak ia menarik kembali suara gelak tertawanya, dengan wajah serius tambahnya lebih lanjut, "Di dalam pertemuan puncak para jago di gunung Ui san kali ini aku rasa tidak lebih merupakan suatu pertarungan antara golongan lurus melawan golongan sesat, Menurut pandangan Loohu kunci dari seluruh persoalan ini sudah ada ditangan Toako seorang kita tak boleh tidak harus selalu waspada!"
"Aaah.... Jie ko terlalu menyanjung diriku. jago-jago lihay yang ada didaratan Tionggoan tersebar luas dimana mana.
Tidak mungkin aku seorang angkatan muda yang tak
bernama digunakan tenaganya?"
"Tapi kenyataannya memang demikian mau percaya atau tidak itu terserah padamu sendiri. Apalagi masih ada banyak orang yang kedatangannya justru bermaksud mencari gara
gara dengan dirimu, semisalnya saja Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong, Su Hay Sin Tou serta Loohu, jikalau bukan karena ada hubungan dengan dirimu, siapa yang punya semangat untuk banyak ikut campur dalam urusan orang lain?"
Diam-diam Tan Kia-beng mengakui bahwa apa yang
diucapkan memang merupakan suatu kenyataan.
"Jie ko!" serunya kemudian "Jadi maksudmu mencari aku hanya ingin membicarakan persoalan ini saja?"
"Heeei.... terus terang saja aku beritahu Jie ko mu sudah jatuh kecundang ditangan orang lain!"
"Aaa.... siapa yang punya kepandaian begitu hebat sehingga memaksa Jie-ko jatuh kecundang?"
"Pada beberapa waktu ini mendadak di daerah sekitar gunung Ui san telah kedatangan seorang yang sangat misterius, gerak-geriknya cepat laksana angin, kepandaian silat jauh lebih lihay dari jago-jago Isana Kelabang Emas.
Beberapa kali Loohu yang mengadakan pengejaran berhasil dibuat kalang kabut sendiri bahkan ada satu kali hampir hampir saja menderita luka dibawah serangan."
"Apakah kau berhasil melihat jelas wajahnya?"
"Heeei.... bila dibicarakan sungguh memalukan sekali, ternyata berulang kali Loohu tak berhasil melihat wajahnya, hanya saja orang itu berdandan seperti seorang sastrawan usianya masih sangat muda".
"Ooouw.... pasti dia!" mendadak Tan Kia-beng berteriak tertahan.
Setelah diungkap oleh Tan Kia-beng, Pek-tok Cuncu pun jadi sadar kembali.
"Sedikitpun tidak salah, kecuali dia tak orang lain lagi".
Perkataan yang hampir lebih mirip dengan teka-teki ini kontan saja membuat Pek Ih Loo Sat cemas bukan alang kepalang, sambil menarik tangan Tan Kia-beng buru-buru tanyanya.
"Kalian sudah berbicara selama setengah harian lamanya, sebetulnya siapakah yang kalian maksud"
Tan Kia-beng lantas menceritakan kisahnya sewaktu bertemu dengan Kiem Soat Lang di kota Swan Jan dimana hampir hampir saja ia menemui ajal karena kena dibokong.
Selesai mendengarkan kisah tersebut Hu Siauw-cian mencibirkan bibirnya yang kecil mungil.
"Huu aku tidak prcaya segala macam, bila ada kesempatan aku tentu akan berusaha untuk bergebrak melawan dirinya."
Pek-tok Cuncu melirik sekejap ke arahnya, setelah itu kepada Tan Kia-beng katanya, "Orang ini kalau bukan Majikan Isana Kelabang Emas, sudah tentu orang penting dari Kelabang Emas. kalau tidak mana mungkin dia terus menerus sengaja mencari gara-gara dengan diriku?"
"Soal ini sukar untuk dibicarakan" perlahan-lahan pemuda itu menggeleng setelah termenung sebentar. "Beruntung saja jarak antara ini hari dengan saat pertemuan puncak tinggal tiga hari lagi, sampai waktunya aku percaya urusan ini pasti akan jadi jelas dengan sendirinya".
"Ehmmm.... perduli bagaimanapun kita harus bertindak hati-hati" Pek-tok Cuncu pun mengangguk. "Aku masih ada janji dengan si pencuri tua, kita bertemu lagi besok hari!"
Selesai berkata badannya dengan cepat meloncat ke tengah udara dan berlalu dari sana.
Ketika itulah ia baru punya waktu untuk menoleh dan bercakap-cakap dengan Hu Siauw-cian, tetapi Pek Ih Loo Sat ini benar-benar terlalu aneh, ia malah menarik tangan sastrawan tersebut.
"Ih-heng, mari kitapun harus pergi!"
Setelah memberi tangan kepada Tan Kia-beng mereka berdua sama-sama berkelebat lenyap di tengah kegelapan.
Tak terasa lagi Tan Kia-beng jadi tertegun, terhadap Hu Siauw-cian ia sudah mempunyai suatu gambaran tersendiri.
Selama ini ia merasa gadis tersebut ada seorang
perempuan yang paling aneh, rasa cintanya yang selama ini terkandung didasar hati perempuan itu belum pernah digubris sama sekali.
Tetapi kini setelah melihat dia berlalu sambil bergandengan tangan, hatinya baru merasa kecewa, ia merasa dirinya seperti baru saja kehilangan sebuah benda yang paling berharga.
Seorang diri ia berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya, mendadak ia tersadar kembali.
"Eeei.... aku sedang berbuat apa" pikirnya.
Ketika itulah, baru saja badannya berputar hendak berlalu mendadak suara ujung baju tersampok angin bergema datang.
saat ini tenaga lweekangnya sudah mencapai pada puncak kesempurnaan, terhadap suara berisik dari rumput serta ranting pada jarak sepuluh kaki dari dirinya berdiri ia dapat mendengar dengan jelas sekali.
Dengan cepat badannya berjongkok sambil mempersiapkan diri, tampak bayangan hitam tersebut dengan kecepatan
laksana sambaran kilat meluncur ke arah mana letaknya markas besar Liok-lim Sin Ci.
Hal ini seketika itu juga membuat Tan Kia-beng rada begerak, dengan cepat ia pun mengikuti dari arah belakang dengan kecepatan bagaikan gulungan asap hijau.
Ilmu meringankan tubuhnya pada saat ini sudah menjagoi Bulim, tetapi untuk menyandaki orang itu masih terpaut jauh, diam-diam hatinya terperanjat juga.
"Siapa orang itu?" pikirnya dalam hati. "Keliahtannya kepandaian silat yang ia miliki jauh lebih tinggi satu tingkat dari diriku!"
Suatu keinginan untuk merebut kemenangan mulai
berkelebat di dalam benaknya, hawa murni buru-buru ditarik panjang panjang dari pusar menuju keseluruh badan, kecepatan larinyapun semakin bertambah.
Laksana sebatang anak panah yang terlepas dari busur ia berkelebat ke depan mengejar orang tersebut.
Agaknya orang yang berada di depanpun merasakan
sesuatu, mendadak ia menoleh ke belakang sehingga kelihatan orang itu agaknya seorang sastrawan berwajah putih mulus.
Sangat beruntung ketika itu Tan Kia-beng sedang berada di tempat kegelapan sehingga jejaknya tidak sampai diketahui oleh pihak lawan.
Ketika orang itu tidak menemukan sesuatu dibelakang tubuhnya, kembali melanjutkan perjalanannya ke depan.
Demikianlah kedua orang itu yang satu lari yang lain mengejar hanya di dalam sekejap mata sudah tiba di depan kuil yang sangat misterius itu.
Agaknya terhadap keadaan di sekeliling kuil orang itu sudah merasa sangat hapal, sedikitpun tanpa ragu-ragu ia segera berkelebat masuk melewati tembok pekarangan.
Karena terhadap orang-orang yang ada di dalam kuil rata-rata Tan Kia-beng sudah mengenal semua maka ia pun tanpa ragu ragu lagi ikut melayang masuk ke dalam.
Siapa sangka, di dalam sekejap mata itulah bayangan tubuh orang tersebut sudah lenyap tak berbekas.
Sang pemuda yang terang-terangan melihat orang itu berkelebat masuk ke dalam kuil sudah tentu tidak akan melepaskan dirinya begitu saja.
Karena menduga mungkin orang itu sudah masuk ke dalam ruang belakang, maka iapun berkelebat ke arah ruangan belakang.
Tetapi suasana disana sunyi senyap tak kelihatan seorang manusiapun, hanya saja dari balik sebuah ruangan kecil muncul sorotan sinar lampu.
"Apa mungkin ia sudah masuk keruangan tersebut?" diam-diam pikirnya dalam hati.
Dengan langkah yang sangat berhati-hati ia lantas berjalan mendekati ruangan tersebut, siapa tahu belum sampai melangkah dua tindak mendadak pintu ruangan terbuka disusul munculnya Yen Yen Thaysu dengan langkah lebar.
"Siapa yang sudah menyelundup masuk ke dalam ruangan?" bentaknya dengan nada berat.
Karena takut terjadi kesalah pahaman, buru-buru Tan Kia-beng menyahut dengan suara yang keras, "Cayhe Tan Kia-beng!"
Dari dalam ruangan segera menyusul datang Thian Liong Tootiang, mendadak toosu tua itu memandang ke atas pintu ruangan dengan perasaan terperanjat.
"Iiih"...." tak terasa lagi ia berseru tertahan.
Mengikuti sarah sinar matanya Tan Kia-beng serta Yen Yen Thaysu itu pendeta tua dari Siauw-lim-pay segera
mengalihkan sinar matanya pula kesana.
Tampaklah di depan pintu telah tertancap sebuah leng-pay yang terbuat dari emas murni, dibawah tanda lencana emas itu terikat secarik kertas surat.
"Aaakh.... tanda leng-pay emas 'Kiem W* Leng'!" jerit Liok-lim Sin-ci dengan sangat terperanjat.
Dengan cepat diambilnya kertas surat tersebut kemudian dibaca dengan suara yang lantang,
"Diperuntukkan Yen Yen, Thian Liong serta Liok Lim Sin Ci, Kami sudah mengetahui dengan siasat serta rencana-rencana yang kalian susun, mengingat rencana tersebut belum sampai dilaksanakan maka untuk kali ini kami akan ampuni kesalahan kalian.
Aku perintahkan ini hari juga segera meninggalkan daerah pegunungan Ui San, jika perintah ini dibangkang maka suatu bencana kematian segera akan menjelang datang.
Jangan coba-coba mencari bibit penyakit buat diri sendiri.
Tertanda. Majikan Isana Kelabang Emas.
Selesai mendengar isi surat itu, mendadak dengan
sepasang mata yang memancarkan cahaya tajam Yen Yen Thaysu menengok ke arah Tan Kia-beng.
"Siauw sicu! kapan kau tiba disini?"
"Baru saja belum lama!"
"Apakah kau membawa teman?"
"Kalau teman sih tidak ada, cuma aku sedang mengejar seseorang"
"Apakah kau dapat melihat jelas bagaimanakah raut muka orang tersebut"...."
"Gerak gerik orang ini sangat cepat bagaikan tiupan angin, di tengah kegelapan sukar untuk diteliti jelas bagaimana raut mukanya."
"Lalu dimanakah orang itu?"
"Sewaktu aku mengejar sampai ke dalam kuil mendadak bayangan tersebut lenyap tak berbekas"
Yen Yen Thaysu segera tertawa terbahak-bahak.
"Aku kira tak pernah terjadi peristiwa ini bukan" rencana serta siasat kami sudah diatur sangat rapat dan rahasia, bagaimana mungkin pihak Isana Kelabang Emas bisa tahu"
Aku rasa di dalam peristiwa ini sicu tak bisa meloloskan diri dari tuduhan"
Apakah Thaysu menaruh curiga kalau cayhe sudah
membocorkan rahasia ini"...."
"Hmm!.... Bukan saja patut dicurigai, aku rasa asal usul dari Leng pay emas inipun kemungkinan besar ada sangkut pautnya dengan dirimu."
Air muka Tan Kia-beng kontan saja berubah hebat.
"Thaysu adalah seorang beribadah yang mengutamakan welas kasih serta kejujuran, Kenapa sekarang bisa mengucapkan kata-kata semacam ini?"
Liok lim Sin Ci yang ada disamping karena takut diantara mereka berdua semakin berbicara semakin panas dan tegang, buru-buru maju melerai.
"Thaysu! Kau jangan menuduh sauw hiap ini sampai begitu jauh, loohu percaya watak serta kelakuan dari Tan Sauw hiap!" serunya.
"Heee.... heee.... heee.... heee....heee.... Tahu orangnya.
Tahu wajahnya tapi siapa yang tahu hatinya" apakah kau sudah melupakan peristiwa yang telah terjadi diperkampungan Thay Gak Cung?" teriak Yen-Yen Thaysu sambil tertawa dingin. "Orang ini berasal dari perguruan Teh-leng-bun, kita harus selalu waspada dan berjaga-jaga. Apalagi kepergiannya ke gurun pasir, bagaimana mungkin dia seorang diri bisa lolos kembali dalam keadaan selamat" persoalan ini sudah cukup memberikan bibit curiga buat kita semua. Tidak mungkin ia bisa lolos dalam keadaan sehat tenteram dari kepungan jagojago Isana Kelabang Emas yang banyak laksana mega."
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan ini dalam hati merasa sangat gusar, tetapi dia tidak ingin memberikan jawabannya.
Thian Liong Tootiang yang mendengar perkataan serta dugaan dari Yen-Yen Thaysu ini dalam hatipun merasa kurang senang, sengaja kepada Tan Kia-beng tanyanya.
"Tan Sauw hiap, bagaimana jawabanmu terhadap persoalan ini?"
Tan Kia-beng dongakkan kepalanya tertawa dingin, sepatah katapun tak dilontarkan keluar.
Kembali Yen-Yen Thaysu mendengus dingin. "Persoalan ini sudah sangat jelas sekali tertera, di dalam ruangan ini penuh tersebar jago-jago lihay, sungguh aneh sekali kalau tak seorangpun diantara mereka menemukan kalau di tempat ini sudah kedatangan seorang asing" Sewaktu Loolap mendengar suara yang berisik diluar pintu, segera melayang keluar, dan dia pun baru saja meloncat naik ke atas wuwungan rumah.
Karena bentakan dari loolap ia baru berhenti. Coba sekarang kalian pikir kalau bukan dia masih ada siapa lagi?"
Persoalan ini memang benar-benar merupakan suatu
pertanyaan yang sulit dan tak mangkin terjawabkan, walaupun sebagian besar orang-orang yang ada di dalam ruangan tidak percaya kalau peristiwa ini hasil perbuatan Tan Kia-beng, tetapi Yen Yen Thaysu adalah seoarang Tiang-loo dari partai Siauw-lim-si, setelah dia kukuh dengan pendiriannya ini memaksa yang lain mau tak mau harus percaya.
Diantara mereka cuma Loo Hu Cu dari Go-bie pay saja yang mengerti jelas keadaan yang sebenarnya, ia pernah bersanding dengan Tan Kia-beng sama-sama melawan orang-orang Isana Kelabang Emas, ia mengerti bagaimana kelakuan Tan Kia-beng.
Setelah mendengar tuduhan yang dilaporkan oleh Yen Yen Thaysu, ia lantas tampilkan dirinya ke depan.
"Pinto berani menjamin kalau peristiwa ini bukan hasil karya Tan sicu. lebih baik kita sekalian rundingkan dulu persoalan yang sedang kita hadapi, dan jangan karena persoalan kecil lantas menggagalkan seluruh rencana yang besar"
"Heee.... heee.... heee.... jika musuh dalam selimut tidak dibasmi bagaimana mungkin kita bisa mencapai
kemenangan?" kembali Yen Yen Thaysu tertawa dingin tiada
hentinya. "Di dalam persoalan ini kita harus selidiki dulu sampai jelas!"
Tan Kia-beng sama sekali tidak menduga kedatangannya di tempat itu sudah menemui banyak kerepotan, saking gusarnya ia tertawa panjang.
"Haa.... haa.... haaa.... maksud tujuan pihak Isana Kelabang Emas hendak membinasakan seluruh jago-jago Bulim yang dikirim setiap partai memang tak ada sangkut pautnya dengan aku orang she Tan. Hanya saja karena aku orang she Tan tidak ingin banyak orang tak berdosa yang kena dibunuhnya maka sengaja melakukan perjalanan ribuan li mendatangi gunung Ui-san ini untuk bantu kalian.
Hmmm....! Terus terang saja aku katakan, jika aku orang she Tan betul-betul ada maksud jelek terhadap partai partai besar yang ada di dalam Bulim, buat apa harus meminjamkan kekuatan dari pihak Isana Kelabang Emas" Kalian jangan terlalu pandang rendah aku orang she Tan!"
Serentetan kata-kata ini diucapkan secara blak blakan bahkan bernadakan sombong. Maksudnya yang lebih tegas lagi. Jikalau aku punya bermaksud jelek terhadap kalian, cukup mengandalkan kepandaianku seorang diri sudah dapat menyelesaikan semua persoalan.
Yen Yen Thaysu sebagai seorang cianpwee dari partai Siauw lim, mempunyai watak yang keras dan terlalu kokoh pada pendirian sendiri, oleh sebab itulah mengapa ia tak dapat menjabat sebagai Ciang bunjin.
Kini selesai mendengar perkataan dari Tan Kia-beng, hawa gusar tak dapat dibendung lagi, dan langsung menerjang naik ke dalam benaknya, alis putihnya berkerut. Setelah memuji keagungan Buddha serunya, "Manusia sombong dan tak tahu diri, kau berani berbicara tidak sopan dihadapan para
cianpwee yang sedemikian banyaknya" Jika tidak kuberi sedikit hajaran tentu kau anggap kami tak berani...."
Mendadak ujung jubahnya dikebut ke depan, segulung angin pukulan Bu Siang Sia Kang tanpa mengeluarkan sedikit suarapun laksana ambruknya gunung Thaysan menekan ke arah bawah.
Sifat orang tua ini benar-benar berangasan, sekali bicara segera turun tangan sedemikian beratnya.
Tan Kia-beng tertawa dingin tiada hentinya, diam-diam ia mulai mengerahkan tenaga murni Jie Khek Kun Yen Cin Khie nya siap-siap menerima datangnya serangan tersebut.
Badannya tetap berdiri tegak, bahkan terhadap datangnya angin serangan tersebut dia tidak perduli, melirik sekejap pun tidak.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendadak.... "Jangan!" suara teriakan keras segera datang.
Diikuti segulung angin puklan yang lunak dengan cepat menggulung keluar menyambut datangnya angin pukulan "Bu Sian Sia Kang" tersebut.
Suara ledakan keras segera bergema memenuhi angkasa, tak kuasa lagi Yen Yen Thaysu terpukul mundur dengan badan sempoyongan....
Tampak ujung jubah berkibar tertiup angin orang itu pun kena tergetar mundur sebanyak setengah langkah ke belakang.
Setelah melayang turun ke atas tanah, semua orang baru dapat melihat kalau orang itu bukan lain adalah Thian Liong Tootiang.
Dengan wajah serius toosu tua itu goyangkan tangannya berulang kali terhadap Yen Yen Thaysu.
Untuk sementara waktu Thaysu jangan mengumbar hawa amarah dahulu." serunya cepat. "Pinto percaya tanda perintah Kiem Wu Leng ini dikirim datang oleh orang-orang Isana Kelabang Emas sendiri. Tan Sauw hiap tidak lain secara ekebtulan hanya lewat di tempat ini saja, kita masih ada persoalan penting yang harus dirundingkan."
Yen Yen Thaysu yang melihat semua orang pada main buka mulur membelai Tan Kia-beng, dalam hatipun segera merasa kalau persoalan ini mungkin masih ada hal hal yang lebih mendalam.
Tetapi melihat sikap Tan Kia-beng yang begitu congkak dan dingin, dalam hati masih juga merasa gusar.
Tak terasa lagi ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Sekalipun bukan dia yang melakukan, tetapi terhadap angkatan muda yang demikian sombong loolap kepingin sekali memberi sedikit hajaran kepada dirinya."
"Hmm! yang sombong aku rasa bukan Toa ko ku tapi kau si Toa Hweesio sendiri....!" mendadak dari atas wuwungan rumah kedengaran seseorang menyambung dengan nada yang dingin.
Sreet! seorang kakek tua dengan wajah yang dingin dan kaku sudah melayang turun kesisi tubuh Tan Kia-beng.
"Jika aku si ular tua itu adalah kau, tak akan kuperdulikan urusan tetek bengek semacam ini" serunya sambil menoleh ke arah pemuda tersebut. "Toako!! kita tidak usah gubris mereka lagi, ayoh cepat pergi! masih ada orang yang menantikan kedatanganmu"
Orang-orang yang hadir dikalangan pada saat itu, sewaktu melihat munculnya orang tua tersebut, diam-diam dalam hati merasa terperanjat bercampur keheranan.
Bagaimana mungkin si ular beracun ini bisa panggil dia dengan sebutan Toako" sungguh suatu persoalan yang sangat aneh.
Pek-tok Cuncu merupakan seorang kakek moyangnya racun yang paling terkenal di dalam dunia persilatan, siapapun tidak berani secara sembarangan mengganggu dirinya.
Kini secara mendadak ia sudah munculkan diri hal ini membuat suasana yang panaspun dengan cepat mulai
mereda. ---ooo0dw0ooo---
JILID: 13 Walaupun sifat Yen Yen Thaysu sangat keras kepala dan kokoh dengan pendirian sendiri tetapi iapun tidak berani mendatangkan bibit bencana buat perguruan sendiri.
Dengan cepat ia merangkap tangannya memuji keagungan sang Buddha.
"Omintohud! pinceng sudah hidup selama delapan puluh tahun lamanya, sudah tentu aku tak akan mencari kerepotan dengan seorang angkatan muda tanpa alasan tertentu, Cuncu jangan salah paham, urusan sebenarnya sangat mencurigakan sekali.
Pek-tok Cuncu sama sekali tidak ambil gubris terhadap perkataannya kepada Tan Kia-beng kembali tanyanya, "Toako!
sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Toa Hweesio ini sudah menaruh curiga bahwa aku mempunyai hubungan dengan pihak Isana Kelabang Emas dan sengaja membocorkan rahasia mereka!"
"Ooouw.... sudah terjadi peristiwa ini?" dari atas wuwungan rumah kembali berkumandang datang suara seseorang. "Jika tahu demikian sejak dahulu aku serta siular beracun buat apa repot-repot mencari penderitaan buat diri sendiri. Menurut penglihatan aku si pencuri tua, orang semakin tua semakin susah dilayani, biarkanlah mereka menggoreng telur maknya sendiri! kita kakak beradik, enakan pergi keloteng Ui Hok Loo nonton keindahan alam sambil minum arak!"
Serentetan suara ujung jubah tersampok angin
memecahkan kesunyian seorang kakek aneh berjubah kuning sudah melayang turun dari atas atap.
Ketika para jago melihat munculnya orang ini, kembali dalam hati mereka merasa terperanjat, karena si kakek aneh tersebut bukan lain adalah "Su Hay Sin Tou" si pencuri sakti yang namanya sangat terkenal di dalam dunia persilatan.
Liok Lim Sin Ci karena takut urusan ini semakin lama berubah semakin tegang, buru-buru merangkap tangannya sembari tertawa terbahak
Kilas Balik Merah Salju 7 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Rahasia Peti Wasiat 1
^