Pencarian

Misteri Bayangan Setan 9

Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Bagian 9


untuk bercakap-cakap, tapi jelas membuktikan bila ia memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat mengejutkan.
Hweesio ini mempunyai alis serta jenggot yang sudah memutih semua, wajahnya angker berwibawa.
Tan Kia-beng tak dapat menahan diri lagi, dengan sikap yang sangat hormat ia bongkokkan badannya menjura.
"Tecu Tan Kia-beng menghunjuk hormat buat Thaysu"
serunya. "Haaa.... haaa.... haaa.... tidak usah banyak sungkan....
sudah.... sudahlah lebih baik kita bicarakan urusan yang jauh lebih penting."
Dimana sepasang tangannya diulapkan terasalah segulung tenaga tekanan yang lunak dan lembek sudah menahan badannya untuk membongkok, hal ini memaksa Tan Kia-beng tak dapat dicegah lagi segera tegakkan badannya kembali.
Cuma saja di dalam hatinya ia punya perasaan bila nada suara hweesio ini rasanya seperti didengar, hanya lupa dimanakah ia pernah berjumpa.
Ketika itulah si Si Dara Berbaju Hijau sudah berada disisi tubuh sang hweesio tua tersebut.
"Supek couw, kenapa kau orang tua baru tiba pada saat ini?" serunya dengan suara yang rendah.
"Haaa.... haaa.... haaa.... apakah kau merasa kedatangan Supek couw mu masih sedikit kepagian?" goda Hwee Huan Thaysu tertawa tergelak.
Mendengar dirinya digoda Gui Ci Cian jadi cemberut, badannya digoyang goyangkan beberapa kali.
"Sudah.... sudah.... Supek couw jangan menggoda lagi"
serunya manja. "Tidak aneh kalau ada orang menggunakan namaku untuk bergurau, kiranya kau kaupun suka bergurau diriku."
"Orang itu bukannya sedang bergurau dengan sang bocah, diapun punya maksud tertentu, hanya saja bocah ini tidak ingin menerima maksud baiknya"
"Yang thaysu maksudkan apakah Kiem Soat Lang?"
"Benar, apa yang diucapkan memang benar-benar, hanya saja cara berpikirnya terlalu kekanak kanakan"
Mendadak Hwee Huan Thaysu menoleh ke arah Tan Kia-beng, katanya, "Sicu! bagaimanakah kepandaian silat dari Majikan Isana Kelabang Emas menurut dirimu?"
Tecu belum pernah bertemu muka dengan dirinya, cuma jika ditinjau dari caranya berpikir tecu rasa masih bisa menghadapi tiga lima ratus jurus serangannya.
"Jikalau suhu dari Majikan Isana Kelabang Emas?"
Selama hidup Tan Kia-beng belum pernah mendengar jika Majikan Isana Kelabang Emas masih punya suhu, tetapi sebentar kemudian ia sudah busungkan dada menyahut dengan suara lantang, "Kemungkinan sekali aku bukan tandingannya, tetapi jika urusan sudah terlalu mendadak kita
lihat saja menurut keadaan saat itu, terpaksa aku harus mengandalkan ketajaman dari pedang pusakaku untuk melakukan suatu pertarungan mati-matian."
Hwee Huan agaknya merasa kagum dan terharu melihat sikap pemuda tersebut, ia mengangguk dan melirik sekejap ke arahnya kemudian menghela napas panjang.
"Pinceng sebetulnya sudah lama mengasingkan diri dan tidak pernah berurusan dengan persoalan dunia luar, hanya saja badai angin taupan ini punya sangkut paut dengan beratus-ratus lembar nyawa manusia serta mati hidupnya dunia kangouw, hal ini memaksa pinceng tak boleh berlagak pilon lagi untuk berpeluk tangan. Semoga saja sicu bisa mengingat ingat kebajikan Thian dan jangan melakukan setiap perbuatan tanpa pikir panjang."
Tan Kia-beng yang mendengar perkataan tersebut hatinya benar-benar terpengaruh oleh semangat serta keramahan budi hwesio tua ini, ia segera tertawa panjang.
"Walaupun perkataan Thaysu sedikitpun tidak salah, tetapi manusia yang menggerakkan pertarungan ini bukan tecu melainkan Majikan Isana Kelabang Emas, agaknya perkataan tersebut harus diutarakan kepadanya baru benar."
Kembali Hwee Huan Thaysu menghela napas panjang.
"Tahukah kau keadaan dari Majikan Isana Kelabang Emas saat ini sudah menyerupai menunggang di atas punggung harimau" sekalipun dia ingin menghentikan gerakan tersebutpun juga tak mungkin lagi. Sebaliknya dipihak sicu sini kecuali ada Pek-tok Cuncu serta Ui Liong Tootiang beberapa orang jagoan kenamaan masih ada satu kekuatan besar pula yang berada dibelakang pihak kalian. Diluaran orang tahu pertarungan ini terjadi antara pihak tujuh partai besar
melawan Isana Kelabang Emas bahkan kaupun mempunyai suatu kekuatan yang amat besar untuk mempengaruhi seluruh keadaan, inilah sebab sebabnya mengapa Pinceng tidak kenal lelah melakukan perjalanan sejauh ribuan li untuk mendatangi gunung Ui san.
"Pihak manakah yang mempunyai kekuatan besar ini?"
diam-diam pikir Tan Kia-beng dalam hatinya, ia benar-benar rada sedikit kebingungan.
"Kemungkinan sekali sicu merasa apa yang diucapkan pinceng sedikit berlebih lebihan, padahal seluruh perkataan tersebut adalah benar-benar, sampai waktunya kau bakal tahu sendiri maksud dari perkataan pinceng ini dan aku berhadap kau suka mengingat baik-baik apa yang pinceng ucapkan hari ini. Karena pinceng masih ada urusan lain yang harus diselesaikan lain waktu kita berjumpa kembali.
Ujung baju dikebut tubuh melayang ke arah muka, hanya di dalam sekejap mata ia sudah berada dua puluh kaki jauhnya dari tempat semula.
Melihat gerakan tubuh dari sang hweesio tua jelas beberapa kali lipat jauh lebih liehay dari ilmu meringankan tubuh "Tat Mo It Wei To Kiang" dari Yen Yeng Thaysu, dalam hati pemuda itu merasa amat kagum.
Setelah Hwee Huan berlalu, Cui Ci Cian pun mohon diri.
"Akupun harus berlalu dalam pertemuan besar esok hari mungkin aku tidak ikut hadir, kau suka berjaga diri baik-baik"
Di tengah berkelebatnya bayangan hijau, tahu-tahu tubuh itu sudah berada beberapa kaki jauhnya.
Dengan termangu-mangu Tan Kia-beng berdiri di tempat semula, lama sekali ia baru menghela nafas ringan, kasih
sayang dari Dara Berbaju Hijau itu serta pesan wanti wanti dari si hweesio tua beralis putih membuat hatinya terpojok dalam keadaan serba salah.
Dara Berbaju Hijau itu adalah murid dari Majikan Isana Kelabang Emas. sedang sang hweesio beralis putih adalah gurunya, sudah tentu mereka mengerti sangat jelas kekuatan yang sebenarnya dari pihak Isana Kelabang Emas, apalagi jika didengar dari nada suaranya jelas ia sedang memberi nasihat disamping memberi peringatan, sepertinya mereka takut ia datang untuk melakukan permbunuhan besar besaran.
bukankah hal ini sangat menggelikan sekali"
Pihak Isana Kelabang Emas banyak mengumpulkan jagojago lihay yang entah berapa banyaknya, sedang ia sendiri hanya mengandalkan kekuatan lima, enam orang saja, kemenangan tidak mungkin didapatkan dengan gampang.
Tapi si hweesio beralis putih itu mengatakan bila majikan Isana Kelabang Emas pasti kalah, apakah ia sengaja menjalankan siasat menyombongkan pihak musuh"
Tapi bila ditinjau dari sikap serta wajah sang hweesio tua itu, jelas ia tidak mirip orang jahat, apakah disamping itu masih ada sekelompok kekuatan lain yang sengaja datang membantu"
Tapi teringat dirinya masih berusia sangat muda, terjun dalam dunia kangouw belum lama, kawan karib tidak banyak, ia tak dapat membayangkan siapakah yang bakal datang memberi bantuan kepadanya.
Beruntung sekali pertemuan puncak akan diadakan esok hari, sampai waktunya tentu semua urusan bisa dibikin jelas, dan ia anggap merasa gelisah pada saat ini tiada berguna.
Setelah mengambil keputusan di dalam hati, tubuhnya mendadak meloncat ke depan dan langsung menuju kemulut gunung sebelah timur
Setibanya dimulut gunung, ia menemukan suasana di sekeliling tempat itu sunyi senyap tak kelihatan sesosok bayangan manusiapun.
"Eeei... kemanakah mereka pergi?" pikirnya dalam hati.
Kembali ia berputar mengelilingi tempat itu, tapi tidak ditemukan juga suatu jejakpun. terpaksa ia balik kembali kemulut gunung sebelah Selatan, setibanya dimulut gunung sebelah Selatan, disanapun sunyi senyap tidak kelihatan sesuatu apapun.
Ketika itu waktu menunjukkan hampir mendekati kentongan ketiga, seorang diri berlarian di tengah hutan rimba yang sunyi dalam hati merasa bagaikan seluruh gunung Ui san sudah mati saja keadaannya, dari balik hutan beberapa kali
berkumandang keluar suara pekikan burung-burung malam yang menambah keseraman suasana disana.
Teringat besok hari bakal berlangsung suatu pertarungan sengit yang menentukan mati hidup, iapun tidak perlu merasa heran lagi terhadap ketenangan yang mencekam seluruh permukaan bukit pada malam itu, karena saat saat inilah merupakan saat yang paling tenang, paling hening menjelas datangnya suatu angin badai.
Akhirnya pemuda she Tan ini teringat masih ada banyak urusan yang harus dirundingkan dengan beberapa orang Loocianpwee, seharusnya ia tidak boleh berlarian semau sendiri.
Kemungkinan sekali Hu Siauw-cian sekalian sudah balik ke tempat semula sewaktu tidak menemukan dirinya.
Oleh sebab itu ia putuskan untuk kembali dahulu kegua, mungkin Ui Liong supek beberapa orang sedang menanti dengan gelisah.
Sewaktu Tan Kia-beng kembali ke dalam gua tempat
berkumpulnya para jago, ketika Ui Liong Tootiang, siasap dan mega selaksa li, Lok Tong serta Su Hay Sin Tou sekalian sedang menanti di dalam gua.
Melihat munculnya pemuda tersebut, dengan perasaan heran mereka sama-sama menegur, "Eeei.... mengapa Cuncu serta nona Hu belum juga kembali?"
Dengan alis berkerut Tan Kia-beng lantas menceritakan keadaan sebenarnya yang telah terjadi.
Selesai mendengar kisah itu, Lok Tong pertama-tama yang meloncat bangun.
"Menurut keadaan seperti yang diceritakan mereka pasti sudah terjatuh ketangan Majikan Isana Kelabang Emas. Kita harus cepat-cepat berusaha untuk menolong kembali diri mereka."
"Heee.... heee.... heee.... heee.... jarak ini hari dengan besok tinggal satu, dua jam saja, apa yang perlu kau gelisahkan?" Su Hay Sin Tou sambil tertawa dingin. "Menurut pendapat aku si pencuri tua, lebih baik kita kumpulkan tenaga untuk menghadapi pertemuan puncak esok hari, apalagi Toako sudah berlari-lari satu malaman, iapun harus berisitrahat untuk kumpulkan tenaga menghadapi majikan Isana Kelabang Emas esok hari...."
Ui Liong Tootiang pun merasa tiada berguna mencari jejak kedua orang gadis itu pada saat begini, bahkan kemungkinan sekali mempengaruhi kesuksesan esok hari. oleh sebab itu setelah termenung sejenak sambil mengelus jenggotnya ia
berkata, "Menurut dugaan pinto, mereka berdua sama-sama memiliki serangkaian ilmu silat yang luar biasa, sekalipun tidak becus rasanya mereka masih punya kekuatan untuk
mengundurkan diri, apalagi masih Si Penjagal Selaksa Li Hu Hong serta Pek-tok Cuncu belum kembali. Kemungkinan sekali di tengah perjalanan mereka sudah berjumpa!"
Melihat semua orang berbicara demikian walaupun dalam hati simega dan asap selaksa li merasa gelisah iapun tidak banyak berbicara lagi.
Ketika itu air muka Tan Kia-beng berubah sangat hebat, iapun merasa berduka oleh kejadian tadi. Jikalau dirinya tidak buru-buru pergi mengejar orang berbaju hijau yang saling mengirim satu pukulan dengan dirinya, sudah tentu tak akan kehilangan berita dari Hu Siauw-cian sekalian, oleh sebab itu selama ini ia duduk termenung di atas tanah.
Su Hay Sin Tou walaupun wajahnya kelihatan dingin, kaku dan hambar padalah jadi orang paling ramah. Terhadap
"Toako"nya ini ia sudah timbul rasa simpatik yang sangat mendalam, ketika melihat wajahnya penuh diliputi
kemurungan ia segera maju menghibur seraya menepuk pundaknya.
"Hari sudah hampir terang tanah, lebih baik beristirahatlah sebentar dengan hati tenang. pada saat ini kendati terjadi suatu peristiwa yang amat besarpun kau tidak perlu ikut campur."
Sambil tertawa pahit Tan Kia-beng menggeleng.
Melihat pemuda itu menolak nasehatnya, Su Hay Sin Tou jadi kheki sehingga matanya mendelik.
"Apa kau anggap perkataan dari Sam ko salah" tegurnya.
"Benar.... sangat benar, tapi urusan sudah berada diujung tanduk, bagaimana mungkin hatiku bisa tenang?"
"Urusan sudah jadi begitu, cemaspun tiada berguna. aku si pencuri tua percaya kedua orang budak itu tak bakal mati"
Tan Kia-beng yang melihat saudara tuanya ini sedang memandang dirinya dengan sinar mata penuh kekuatiran, ia merasa tidak enak untuk banyak berbicara lagi.
Pemuda itu menurut dan pejamkan mata atur pernapasan, sebentar kemudian ia sudah berada dalam keadaan lupa segala galanya.
Menanti ia tersadar kembali, hari sudah terang tanah ketika ia membuka mata maka tampaklah Pek-tok Cuncu si Rasul Selaksa Racun beserta Hay Thian Sin SHu ayah beranak sudah datang semua disana.
Terburu-buru ia bangun berdiri untuk memberi hormat kepada semua orang, kemudian bersama-sama membicarakan soal pertemuan yang akan diadakan nanti, mendadak Leng Poo Sianci mengambil keluar sebuah buntalan besar dan diserahkan ketangan sang pemuda.
"Eeei! Ini hari adalah saat berkumpulnya seluruh jago liehay dari setiap partai yang ada diseantero dunia, apakah kau ingin menghadiri pertemuan puncak semacam itu dengan memakai pakaian pengemis yang dengkil lagi bau itu?" tegur sang gadis sambil tersenyum.
Tan Kia-beng melirik sekejap keseluruh badan sendiri, akhirnya iapun tersenyum.
"Kenapa tidak boleh?" tanyanya.
"Hmm! pakaian sudah aku persiapkan bagaimanapun juga kau harus berganti pakaian dahulu" kata Leng Poo Sianci
sambil membuka buntalan tersebut dan mengambil keluar satu stel pakaian warna biru dan dilemparkan ke atas pundaknya.
Ui Liong Tootiang yang melihat waktu sudah tidak pagi, segera ikut menimbrung pula dari samping, "Tan Si heng, cepatlah kau berganti pakaian. kitapun harus segera berangkat"
Terpaksa Tan Kia-beng menurut saja dan pergi mencari suatu tempat yang sunyi untuk mencuci bersih wajahnya dari obat penyamar setelah itu ganti pakaian dan balik kegua.
"Bagaimana kalau sekarang juga kita orang berangkat?"
kata Ui Liong Tootiang setelah melihat pemuda itu kembali.
Semua orang menyatakan setuju dan demikianlah tiga orang tua seorang toosu dengan mengiringi Tan Kia-beng berangkat kepuncak Si Sim Hong.
Panitia penyelenggara dari pertemuan puncak para jago kali ini adalah dari pihak Siauw-lim serta Bu-tong pay. Di atas sebidang tanah berumput di depan puncak pada saat ini sudah didirikan sebuah panggung oleh dua orang partai. Disebelah Timur, Barat serta Selatan dibangun pula barak bambu yang beralaskan alang-alang.
Sewaktu rombongan Tan Kia-beng tiba disana, orang-orang dari tujuh partai besar sudah menanti di barak sebelah Selatan. Duduk dipaling tengah Yen Yen Thaysu, Thian Liong Tootiang serta Liok lim Sin Cie bertiga, sedangkan ciangbunjin dari tujuh partai besar sebaliknya malah berada di deretan belakang dan anak murid mereka berada dipaling belakang.
Ui Liong Tootiang serta Hay Thian Sin Shu beberapa orang adalah manusia manusia yang tak gemar berkenalan, mereka tak ambil gubris terhadap orang-orang itu. Sedangkan Tan Kia-beng sendiripun tak ingin banyak ambil sikap, dengan
cepat mereka beberapa orang langsung menuju kebarak sebelah Timur.
Thian Liong Tootiang serta Liok Lim Sin Ci yang melihat kedatangan mereka dari tempat kejauhan buru-buru bangun berdiri dan menyapa.
"Kalian beberapa orang mari duduk sini!"
Hanya Yen Yen Thaysu seorang tetap pejamkan mata
tundukkan kepala tidak bicara pun tidak bergerak. Sikapnya amat sombong.
"Hmm. Sungguh besar amat lagak sikeledai gundul tua ini,"
jengek Leng Poo Sianci sambil cibirkan bibirnya yang kecil.
Dengan gemas Hay Thian Sin Shu melototi sekejap ke arah putrinya, lalu sembari menjura ke arah Selatan ia menyahut,
"Tidak perlu, kami disini saja!"
Demikianlah, beberapa orang itu sama-sama ambil tempat duduk dibarak sebelah Timur.
Sejak permulaan Leng Poo Sianci selalu berada disisi Tan Kia-beng dan setengah cun pun tidak berpisah, sejak kecil ia sudah terbiasa bersikap manja saat inipun ia selalu menguntil disisi sang pemuda dengan sikap yang sangat mempesonakan.
Tapi pemuda she Tan itu sama sekali tidak ada perhatian dalam hal ini, setibanya di dalam kalangan, sepasang matanya dengan tajam memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.
Kalangan tersebut adalah suatu tempat yang dipilih oleh pihak Siauw Lim serta Bu-tong-pay sesudah menjalani sesuatu demikian serta menyusun rencana yang amat teliti serta sangat berhati bati, punggung menempel pada tebing curam dengan sebelah kiri kanan terbentang lapangan yang luas.
Justru tujuannya untuk menghindarkan diri dari siasat beracun yang sengaja diatur orang-orang Isana Kelabang Emas.
Si Pek-tok Cuncu yang melihat Tan Kia-beng begitu repot memandang kesana melirik kemari, ia lantas tahu jika sang
"Toako"nya ini lagi memeriksa keadaan disana, tak terasa lagi ia tersenyum.
"Tempat ini, aku serta si pencuri tua sudah periksa teliti, tanggung tak akan terjadi persoalan," katanya.
"Sesudah diperiksa oleh Jie ko serta Sam ko aku percaya sudah tentu tak bakal terjadi persoalan," Tan Kia-beng mengangguk seraya tersenyum ramah. "Aku sedang berpikir, mengapa sampai saat ini tidak terlihat seorang manusiapun yang datang menonton keramaian, apakah mereka sudah menemui bencana ditangan orang-orang Isana Kelabang Emas?"
Ui Liong Tootiang yang kebetulan mendengar pembicaraan itu segera mendengus dingin.
"Hmmm! Walaupun tindakan orang-orang Isana Kelabang Emas amat kejam dan keji tapi aku percaya mereka tak bakal berhasil menutupi pandangan mata semua jago yang ada dikolong langit"
"Haaa.... haaa.... haaa.... coba kalian lihat, bukankah orang-orang yang menonton keramaian sudah mulai
berdatangan?" tiba-tiba Su Hay Sin Tou berseru sambil tertawa tergelak.
Semua orang dongakkan kepalanya, sedikitpun tidak salah terlihat berpuluh puluh orang jago kangouw dengan bergerombol mulai mendekati kalangan pertemuan.
Melihat hal tersebut diam-diam Tan Kia-beng menghela nafas panjang.
"Malam ini banyak sekali orang yang menemui ajal dan terluka di dalam lembah gunung, tidak disangka ternyata masih ada juga orang yang berani datang kemari, orang-orang kangouw kadang kadang memang sangat mengherankan."
Tidak selang beberapa saat, orang yang khusus datang menonton keramaian paling sedikit sudah mencapai seratus, dua ratus orang banyaknya, Hong Jen Sam Yu beserta "Leng Lam Coa Sin" itu Pangcu dari perkumpulan Kay-pang dan
"Gien Cang Shu" Thio Cau pun sudah pada berdatangan semua.
Walaupun Kay-pang di dalam pertarungan antara pihak orang-orang Bulim di daerah Tionggoan melawan pihak Isana Kelabang Emas hanya bertanggung jawab soal penjagaan dan memata matai musuh tapi mereka merupakan suatu kekuatan yang manunggal.
Selama ini mereka tidak pernah saling mengadakan
hubungan dengan orang-ornag tujuh partai besar, oleh sebab itu setelah menyapa para ciangbunjin tujuh partai yang ada dibarak sebelah Selatan serta Tan Kia-beng sekalian dibarak sebelah Timur. Mereka tidak ke Selatan juga tidak ke Timur sebaliknya duduk bersilah di atas tanah lapang yang kosong.
Sang surya sudah berada di atas kepala, tapi dari pihak Isana Kelabang Emas masih belum juga kelihatan munculnya seorang manusiapun. Tak tertahan orang-orang dari tujuh partai besar mulai merasa gelisah.
Sebenarnya pertemuan puncak para jago digunung Ui San kali ini adalah usul yang muncul dari benak Yen Yen Thaysu, Liok Lim Sin Ci serta Thian Liong Tootiang, tujuannya bukan
lain ingin memancing datangnya orang-orang Isana Kelabang Emas.
Mereka sama sekali tidak bermaksud sungguh sungguh mengadakan pertemuan ini, oleh sebab itu sewaktu melihat dari pihak Isana Kelabang Emas sama sekali tidak ada yang hadir, maka hal ini sama artinya usaha mereka selama ini menemui kegagalan total.
Tetapi jika semisalnya pertemuan puncak itu jadi
dilanjutkan maka sebelum memasuki babak yang penghabisan dan seseorang berhasil merebut kedudukan jago-jago pedang nomor wahid dari kolong langit merekalah melalui dulu pertarungan yang bersusun susun, sedang pihak si
penyelenggara sama sekali tidak mengadakan persiapan.
Waktu perlahan-lahan berlalu dalam suasana penuh
kekuatiran. kecemasan serta kegelisahan sedang dari pihak Isana Kelabang Emas tetap tenang tidak kelihatan gerakan apapun.
Sedangkan orang-orang dibawah panggung yang menonton jalannya pertemuanpun semakin lama semakin banyak, banyak diantara mereka yang mulai tidak sabaran dan berteriak teriak memaki, ada pula yang mengejek dengan kata-kata kotor menganggap Yen Yen Thaysu serta Liok Lim Sin Ci sedang bergurau dengan orang-orang Bulim dari seantero kolong langit.
Mana ada pertemuan diadakan menjelang hari hampir gelap"
Tan Kia-beng sekalian yang berada di barak sebelah Timur pun merasa sangat gelisah, kecemasan mereka bukannya dikarenakan tidak kehadiran majikan Isana Kelabang Emas dalam pertemuan ini, justru karena belum munculnya si
Penjagal Selaksa Li, Hu Hong, Pek Ih Loo Sat, Hu Siauw-cian serta Mo Tan-hong hingga saat ini. Jikalau bukannya mereka sudah menemui bencana kenapa tidak muncul muncul juga beberapa orang itu"
Waktu suara ejekan serta makian yang bergema dibawah panggung makin lama semakin hebat, bahkan ada orang yang mulai memaki kalang kabut dengan kata-kata kotor.
Akhirnya Thian Liong Tootiang tidak bisa menahan diri lagi, sambil memandang ke arah Liok-lim Sin Ci ujarnya, "Menurut pendapatku yang bodoh, lebih baik kita bertiga memberi sedikit penjelasan dulu kepada mereka, dengan demikian makian makian kotor yang tak sedap didengarpun bisa dikurangi, lain kali jika persoalan ini sampai tersiar dalam Bulim mungkin akan merusak nama baik kita."
"Ehmmm! perkataan dari Tootiang sedikitpun tidak salah,"
Liok lim Sin Cie mengangguk tanda setuju.
Ketika itulah mendadak Yen Yen Thaysu membuka matanya lalu mendengus dingin.
"Buat apa kalian gubris manusia manusia yang tidak tahu mati macam begitu?" tegurnya lantang, "Lebih baik usir mereka pergi dari sini, jika dugaan loolap tidak salah maka menjelang magrib nanti pihak Isana Kelabang Emas baru mulai melakukan gerakan"
Suaranya serak besar dan lantang, setiap patah kata hampir boleh dikata dapat didengar semua orang dengan jelas, seketika itu juga suasana berubah semakin gaduh bahkan ada orang yang berteriak keras, "Tidak kusangka seorang pendeta beribadat dari Siauw lim pun bisa mengucapkan kata-kata semacam itu. Hmmm! sungguh jauh lebih bau dari kentut!
orang-orang Bulim dari seantero kolong langit memilih kalian
sebagai panitia penyelenggara pertemuan puncak ini ternyata kalian anggap pertemuan ini sebagai permainan, maknya....!
kurang ajar.... kurang ajar!"
Walaupun nama besar dari Yen Yen Thaysu bertiga sangat terkenal dalam Bulim tapi kali ini pura pura jadi kenyataan mereka malah kena dimaki oleh orang banyak, oleh sebab itu terpaksa mereka hanya bisa saling bertukar pandangan sambil tertawa pahit.
Hay Thian Sin Shu yang justru namanya ikut tercantum dalam deretan panitia penyelenggara tapi dalam pertemuan kali ini ia tidak diundang untuk ikut bertanding, dasarnya dalam hati sudah merasa kurang senang, saat ini mendengar makian makian dari para jago ia merasa sangat tidak senang, mendadak ia meloncat bangun dan membentak keras,
"Pertemuan puncak para jago yang diadakan digunung Ui san ditetapkan setiap sepuluh tahun diadakan satu kali di atas puncak Si Sim Hong, dan hal ini sudah ditetapkan bersama oleh semua orang Bulim karena itu rasanya tidak perlu diumumkan lagi tentang soal ini, walaupun pertemuan yang diadakan kali ini pihak Siauw lim serta Bu-tong-pay kurang sempurnya di dalam persiapan, hal ini justru disebabkan ada sebab sebab lain, seharusnya kalian semua memaafkan dirinya kalian bersikap demikian terhadap panitia penyelenggara, apakah kami semua tidak merasa bila perbuatan itu kurang sopan dan tak sedap dilihat?"
Si orang tua ini memiliki tenaga dalam yang sempurna, suarapun lantang bagaikan genta membuat seluruh kalangan jadi berdengung sangat keras.
Kontan suasana jadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, para jago dibuat bungkam dalam seribu bahasa.
Pada waktu itulah suara ujung baju tersampok angin bergema datang, serombongan hweesio berbaju abu abu dengan tanpa berisik sudah melayang datang dan berhenti di depan panggung.
Mereka semua tidak berbicara pun tidak menyapa siapapun diantara orang-orang yang hadir disana.
"Iiih"! bukankah dia adalah Sian Si?" mendadak terdengar Yen Yen Taysu yang ada dibalik selatan berseru keheranan.
Agaknya orang yang baru saja tiba adalah bukan lain adalah anak murid dari pihak Siauw-lim-sie, belum sempat Ci Si Sangjien memerintahkan orang untuk menanyakan jelas persoalan ini, dari tengah udara kembali terdengar suara desiran tajam.
Berkuntum kuntum awan merah tahu-tahu sudah melayang ke atas tanah dan muncullah delapan orang toosu berjubah merah darah dengan lukisan Pak Kwaa di depan dada melindungi seorang toosu tua yang kurus pucat bagaikan mayat.
Air muka Kwang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay kontan berubah hebat. bentaknya keras, "Siapa yang suruh kalian meninggalkan istana Sian Bu Kong digunung Kun lun san?"
Dengan wajah hambar Toosu tua itu mendengus dingin, ia sama sekali tidak ambil gubris terhadap sang Ciangbunjin.
Diikuti di tengah kalangan muncul pula empat, lima rombongan manusia yang langsung berpencar dikedua belah sisi panggung, agaknya mereka sedang menyambut
kedatangan seseorang.
Para ciangbunjin tujuh partai besar yang ada dibarak sebelah Selatan sewaktu melihat orang-orang itu bukan lain
adalah anak murid mereka yang ditinggalkan di atas gunung bahkan sewaktu bertemu dengan merekapun tidak memberi hormat, dalam hati merasa keheranan.
Su Hay Sin Tou yang duduk disisi Tan Kia-beng, sejak permulaan sudah merasakan ketidak beresan dalam persoalan ini. kepada pemuda tersebut ujarnya sambil tertawa.
"Toako, apakah kau sudah melihat jelas" kemungkinan sekali tujuh partai besar bakal terjungkir dari partai kuali"
Tan Kia-beng sendiripun sudah mendengar sendiri akan penghianatan Sian Si Hwee sio dari Siauw-lim sie terhadap ciangbunjin nya, ketika melihat kejadian itu iapun mengerti bila tentu berhasil, karenanya ia lantas manggut.
"Perkataan dari Sam ko sedikitpun tidak salah, kita lihat saja apa yang selanjutnya hendak mereka lakukan?"
Pada waktu itu terdengar suara derapan kaki kuda
berkumandang datang dari tempat kejauhan makin lama semakin mendekat. Delapan ekor kuda jempolan bagaikan angin taupan bergerak datang.
Di atas punggung kuda itu duduklah delapan orang lelaki berpakaian perlente yang menggempol golok bergerigi.
Setibanya di depan panggung mereka berpencar jadi dua bagian dan sama-sama meloncat turun tari kuda lalu berdiri dalam sikap hormat dengan golok disilangkan di depan dada.
Kemudian dari tempat kejauhan terdengarlah suara irama musik berbunyi Memecahkan kesunyian, dua puluh empat orang dara berbaju warna warni dengan memanggul dua buah tandu bergerak mendatang dengan gerakan yang sangat ringan.
Hanya di dalam sekejap mata mereka sudah tiba di depan panggung.
Ketika itulah ketujuh orang yang berdiri dikedua belah sisi panggung bersama-sama maju ke depan memberi hormat.
"Sian Si Ciangbunjin dari partai Siauw lim menghunjuk hormat buat majikan"
"Hong Hoat, ciangbunjin dari Kun-lun pay menghunjuk hormat buat majikan."
Di tengah suara pujian yang hiruk pikuk horden tandu perlahan-lahan disingkap dan muncullah seorang nyonya muda yang amat cantik dengan pakaian keraton warna hijau, ia mengulapkan tangannya halus dan berseru, "Kalian jauh-jauh datang kemari tentu amat lelah, tidak usah banyak adat!"
Sebaliknya Tan Kia-beng yang melihat munculnya nyonya muda berpakaian keraton itu seketika merasa wajahnya amat dikenal sepertinya ia pernah berjumpa dengan orang itu hanya lupa dimanakah ia pernah bertemu.
Mendadak terdengar Pek-tok Cuncu mendengus dingin.
"Hmmm! kiranya dia!"
"Apakah jie-ko kenal dengan dirinya?" tanya Tan Kia-beng keheranan.
Su Hay Sin Tou segera tertawa tergelak dan menyambung dari samping, "Toa ko, orang budiman banyak urusan yang dilupakan, bukankah dia adalah Kiam Soat Lang yang pernah membokong dirimu sewaktu berada di kota Swan Jan?"
"Aaakh! benar, tidak aneh kalau aku merasa suara maupun wajahnya sangat dikenal" pemuda she Tan ini jadi tersadar kembali.
Pada saat itu ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar yang ada dibarak sebelah Selatan tidak dapat menahan sabar lagi, mereka sama sekali tidak menyangka kalau anak murid mereka yang ditinggal digunung ternyata semuanya sudah menjadi kaki tangan pihak Isana Kelabang Emas, terutama sekali atas kejadian mereka mengaku sebagai ciangbunjin, hal ini membuat mereka merasa terkejut bercampur gusar.
Pertama-tama Yen Yen Thaysu yang tak dapat menahan diri, ia meloncat bangun kemudian langsung menubruk ke arah Sian Si Thaysu.
"Sian Si, besar betul nyalimu! Ternyata berani mengkhianati perguruan dan jadi kaki tangan musuh," bentaknya berat.
Dengan wajah hambar dari dalam sakunya Sian Si Thaysu mengambil keluar serangkaian tasbeh dan diangkatnya tinggi tinggi ke atas.
"Walaupun kedudukan Susiok sangat hormat, seharusnya kau masih ingat dengan peraturan Siauw lim yang turun temurun bukan?"
Melihat munculnya tasbeh Siang Liam Cu ditangan hweesio tersebut, Yen Yen Thaysu jadi tertegun, karena tasbeh itu merupakan tanda kepercayaan dari Ciangbunjin dan menemui tasbeh tersebut sama halnya menemui sang Hong tiang sendiri, siapapun harus mendengarkan perintah dari orang yang memegang tanda kekuasaan ini.
Ketika itu Ci Si Siangjien beserta Ciangbunjin partai partai lain sudah tiba dihadapan mereka, sewaktu melihat tasbih tersebut iapun rada tertegun dibuatnya.
Tasbeh ini sudah hilang tercuri tempo hari, walaupun Tan Kia-beng sudah membongkar rencana busuk dari Wu Gong
Hweesio tapi ia tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang tasbeh tersebut. Tidak disangka benda pusaka ini ternyata benar-benar sudah terjatuh ketangan Sian Si hweesio.
Sian Si Hweesio ketika melihat Ci Si Siangjin berjalan menghampiri dirinya dengan penuh gusar segera angkat tasbeh pusaka itu tinggi tinggi.
"Omintohud! Pinceng mendapat berkah dari Couw su untuk menerima jabatan sebagai ciangbunjin, harap suheng membawa semua anak murid yang hadir disini untuk mundur kesamping, dan sementara waktu menanti perintah
selanjutnya."
Sekalipun Ci Si Siangjien adalah seorang pendeta yang beribadat tinggi, saat inipun tak urung merasa teramat gusar, ia mendengus dingin.
"Kau maupun aku sama-sama berasal dari satu perguruan, jika kau ingin menjabat sebagai ciangbunjin katakan saja terus terang, buat apa melakukan perbuatan hianat yang
memalukan perguruan, apakah kau tidak takut nama busukmu akan tertinggal selama laksaan tahun?"
Wajah Sian Si Hweesio kurus kering ini mendadak terlintas suatu hawa napsu membunuh.
"Jika kau berani banyak bicara lagi, akan kugunakan peraturan perguruan untuk menjatuhkan hukuman mati kepada kau simurid murtad!" bentaknya gusar.
Ci Si Siangjien sebagai seorang ciangbunjin sudah tentu mengetahui pula peraturan perguruan sendiri, ia benar-benar tidak berani banyak berbicara lagi.
Sisanya anak murid yang ia bawa, walaupun rata rata wajahnya diliputi kegusaran tapi tidak berani banyak bicara, mereka sama-sama tundukkan kepala dan mengikuti Ci Si Sangjien mengundurkan diri kesamping.
Ketika itu ciangbunjin masing-masingpun sudah
menemukan anak murid partainya sendiri yang berhianat, suasana kontan menjadi kacau balau dan tidak karuan.
Bagaimanapun Thian Liong Tootiang jauh lebih tenang daripada yang lain, buru-buru ia lepaskan diri dari keributan dan berteriak lantang, "Harap masing-masing partai untuk sementara waktu singkirkan dulu persoalan tentang murid murid murtad, pinto ada perkataan yang hendak diutarakan"
Leng Hong TOotiang pertama tama yang menurut dan
berjalan keluar dari keributan disusul Kwang Hoat Tootiang dari Kun-lun-pay serta Phu Ciang Siansu dari Ngo Thay Pay.
Dengan wajah serius dan keren Thian Liong Tootiang berkata, "Peraturan perguruan dari partai besar selamanya ketat dan belum pernah terjadi peristiwa penghianatan semacam ini, ternyata urusan macam begini terjadi ini hari, aku duga dibalik kesemuanya ini tentu masih terselip sebab sebab lain yang lebih mendalam. kita harus hadapi dulu majikan Isana Kelabang Emas.... jangan sampai merusak suasana"
Masing-masing Ciangjien pada mengangguk ketika semua orang menoleh maka terlihatlah waktu itu sang nyonya muda berpakaian keraton dengan diiringi dara berbaju warna warni sudah berjalan menuju kebarak sebelah barat dan ambil tempat duduk, sedangkan orang-orang dari Tujuh partai besar sang penghianat bagaikan pelayan berdiri di kedua belah sisinya.
Barak Timur serta Barak sebelah Barat saling berhadapan, dari tempat kejauhan nyonya muda berpakaian keraton itu tersenyum dan mengangguk kepada Tan Kia-beng.
"Tan Heng tujuan kedatanganmu kali ini hendak merebut gelar jagoan nomor wahid dari kolong langit atau masih ada maksud maksud lain?"
Walaupun suaranya tapi melengking dan merdu memenuhi angkasa, setiap patah kata dapat didengar dengan amat jelas.
Diam-diam Tan Kia-beng rada terkejut juga oleh kehebatan lweekang pihak lawan, buru-buru ia pusatkan pikiran dan menyahut,
"Entah benarkah kau adalah Majikan Isana Kelabang Emas?"
"Sedikit pun tidak salah. Sekarang Liuw Lok Yen sudah berubah nama dengan sebutan Majikan Isana Kelabang Emas".
Para jago angkatan tua yang hadir di dalam kalangan setelah mendengar disebutkan nama "Liauw Lok Yen" rata rata merasa hatinya tergetar keras.
Semua orang mengetahui jia tempo dulu Kiem Hoa Tong-cu memang mempunyai seorang selir yang berbakat dan cantik, tapi sama sekali tak terduga bila akhirnya iapun jadi seorang jagoan Bulim yang membuat heboh seluruh dunia persilatan.
Pada saat itu Yen Yen Thaysu, Liok-lim Sin Ci, Thian Liong Tootiang beserta ketujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai sama-sama sudah kembali kebarak sebelah Selatan, sedang para orang-orang kangouw yang datang menonton
keramaianpun sama-sama membelalakkan matanya
memandang seluruh gerak gerik Majikan Istana dengan hati tegang.
Yen Yen Thaysu dengan wajah keren mendadak bangun berdiri dan berseru dengan suara lantang, "Asal usul sicu sangat terhormat dan tahu tata kesopanan, mengapa kau mengandalkan kepandaian silat untuk membunuhi kawan-kawan dunia persilatan bahkan bersekongkol pula dengan anak murid partai-partai besar sehingga banyak diantara mereka menghianati perguruan" perbuatanmu ini bukankah sama halnya secara terbuka menantang perang kepada partai-partai besar didaratan Tionggoan" apa kau anggap didaratan Tionggoan benar-benar tak ada orang lagi?"
Walaupun terang-terangan Liauw Lok Yen mendengar
perkataan tersebut tetapi melirik sekejapn tidak, ia tetap memandang Tan Kia-beng sambil tersenyum.
"Antara Isana Kelabang Emas dengan pihak Teh Leng Kauw selamanya tiada ikatan dendam kesumat, rasanya tiada berguna bila kita saling bentrok sendiri satu sama lainnya, jika Tan heng ada maksud untuk merebut gelar jagoan pedang nomor wahid dari seluruh kolong langit, Liuw Lok Yen rela untuk mengalah kepadamu" katanya perlahan.
Alis Tan Kia-beng melentik, ia tertawa panjang.
"Haaa.... haaa.... haaa.... lebih baik saudara jangan bicarakan soal tersebut dengan begitu enak, jikalau pihak Isana Kelabang Emas masih ada tersisa sifat manusia rasanya dunia kangouw tak akan berubah jadi tempat pembunuhan yang sangat mengerikan, kedatangan dari aku orang she Tan kali ini dalam menghadiri pertemuan puncak para jago sama sekali tiada bermaksud untuk merebut gelar jagoan nomor wahid itu, tetapi ingin sekali aku coba bagaimana hebatnya ilmu pukulan Hong Mong Cie Khie mu itu. Selama beberapa
hari ini kau selalu saja menciptakan hujan badai di sekeliling gunung Ui san dan bermaksud menyapu habis semua jagoan Bulim yang ada didaratan Tionggoan, Heee.... heee.... heee....
hanya sayang aku orang she Tan merasa caramu berpikir masih terlalu kekanak kanakan."
Walaupun selama beberapa tahun ini nama Tan Kia-beng di dalam dunia kangouw sangat terkenal, tapi dalalm pandangan orang-orang Bulim ia hanya seorang angkatan muda saja.
Tadi sewaktu rombongan mereka memilih tempat dibarak sebelah Timur, dalam anggapan semua orang usul tersebut tentu timbul dari ide Ui Liong TOotiang atau para jago Hay Thian Sin Shu beberapa orang angkatan tua, oleh sebab itu terhadap pemuda tersebut para jago sama sekali tidak ambil perhatian.
Tapi saat ini setelah dilihatnya dua kali Majikan Isana Kelabang Emas buka suara dan ternyata hanya berbicara dengan pemuda tersebut, hal ini menimbulkan perhatian semua orang terutama sekali kata-kata sang pemuda yang ketus dan bersifat keras semakin membuat hati orang terkejut, diam-diam mereka memuji atas kebesaran nyali pemuda itu serta ketajaman lidahnya.
Senyuman yang semula menghiasi wajah Liauw Lok Yen perlahan-lahan lenyap tak berbekas, ia membereskan rambutnya yang terurai dan mulutnya bergerak siap berbicara lagi.
Waktu itulah Yen Yen Thaysu yang ada barak sebelah Selatan sudah memuji keagungan Buddha dengan suara lantang, ujarnya berat, "Persoalan ini hari rasanya tak dapat diselesaikan lagi dengan menggunakan kata-kata, kalau memang pihak Isana Kelabang Emas mengandalkan ilmu silatnya hendak musuhi kawan-kawan Bulim maka kita sebagai
orang-orang Bulim dari daratan Tionggoan pun harus menggunakan gigi balas unjuk gigi".
Sebagai seorang Tiang-loo dari Siauw-lim pay yang kedudukannya amat tinggi, ternyata tidak mendapatkan perhatian dari Majikan Isana Kelabang Emas bahkan perempuan itu sama sekali tidak menggubris dirinya tak kuasa lagi hawa gusarnya meluap. Bahkan perempuan itu sama sekali
Dengan pandangan dingin Liuw Lok Yen melirik sekejap ke arahnya lalu tertawa sinis.
"Eeei Loo hweesio! jika kau begitu buru-buru hendak berangkat ke dalam dunia Barat Liuw Lok Yen tentu akan menghantarkan dirimu terlebih dahulu"
Dengan penuh kegusaran Yen Yen Thaysu meloncat
bangun, ujung jubahnya dikebut keras ke depan sedang tubuhpun bagaikan anak panah melesat ke atas panggung, teriaknya gusar,
"Walaupun Hong Mong Cie Khie merupakan ilmu dahsyat dari aliran Sian Bun aku lihat tak bakal bisa mengapa apakan Loolap jika tidak percaya mari kita adu beberapa jurus untuk membuktikannya"
Ci Si Sangjien yang melihat Yen Yen Thaysu melayang keluar, alisnya kontan berkerut ia merasa susioknya ini terlalu berangasan bahkan sudah merusak tingkatan sendiri tapi iapun tidak turun tangan mencegah
Siapa nyana Majikan Isana Kelabang Emas sama sekali tidak bergerak, kepada Sian Si Hweesio bisiknya lirih.
"Coba kau kirim satu orang untuk bergebrak beberapa jurus dengan dirinya. Istana kami pasti tak akan membiarkan dia menemui bencana.
"Terima perintah" sahut Sian Si Hweesio merangkap tangannya di depan dada.
Ia lantas berpaling dan ujarnya kepada seorang hweesio berusia pertengahan yang berdiri disisinya.
"Liauw Jen coba kau maju dan terima beberapa jurus permainan dari hweesio tua itu Majikan akan menjaga dirimu secara diam-diam, kau turun tanganlah dengan hati lega.
Walaupun ucapannya diutarakan sangat rendah, tapi bagi Tan Kia-beng serta beberapa orang loocianpwee dapat didengar sangat jelas.
"Haa.... haa.... haa.... kali ini hweesio tua itu bakal memperoleh permainan bagus!" bisik Su Hay Sin Tou sambil tertawa lirih.
Ketika mereka sedang berbicara, Liuw Jan hwesio sudah tiba di atas panggung. Yen Yen Thaysu yang melihat munculnya orang itu matanya lantas melotot bulat-bulat.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa maksudmu datang kemari?" bentaknya gusar.
Dengan paksakan diri menahan rasa jeri Liauw Han hwesio putar-putar biji matanya.
"Aku mendapat perintah untuk menemani kau orang tua bermain beberapa jurus ilmu silat.
Saking gusarnya jenggot serta alis sang hwesio pada bangun berdiri bagaikan kawat, matanya mendelik
memancarkan cahaya tajam.
"Gelinding pergi!" bentaknya gusar.
Ujung bajunya diayun ke depan mengirim segulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan angin taupan menghajar kemuka.
Terdengar suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati, tubuh Liuw Jan Hwesio bagaikan batu bandringan mencelat dua kaki ke tengah udara kemudian dengan membawa serta hujan darah roboh ke atas tanah.
Pertama. Karena Yen Yen Thaysu turun tangan secara mendadak dan Liauw Jan hwesio sama sekali belum ambil persiapan. Kedua. Tenaga lweekang Yen Yen Thaysu sudah ada lima, enam puluh tahun hasil latihan, kebutannya itu kuat laksana tumbuhan ribuan kati baja. Oleh sebab itu hanya dalam satu jurus saja ia sudah berhasil membereskan mangsanya.
Menanti Yen Yen Thaysu sadar bila seorang anak murid Siauw lim berhasil ia bunuh mati dalam satu jurus, hatinya baru tertegun.
Terdengarlah Liuw Lok Yen tertawa terkekeh kekeh.
"Kau selalu saja menuduh pihak Isana Kelabang Emas suka membunuh orang, eei! hweesio tua, apakah tindakanmu barusan mirip tindakan seorang yang beribadah?"
Majikan Isana Kelabang Emas benar-benar sangat kejam, sengaja ia menyuruh seorang anak murid Siauw-lim pay untuk menghantar kematiannya kemudian masih mengucapkan kata-kata dengan seenaknya. Kontan saja Yen Yen Thaysu merasakan dadanya seperti mau meledak, ia membentak keras ujung jubahnya berkibar dan langsung menerjang ke arah barak sebelah barat.
Siapa nyana baru saja tubuhnya tiba di sisi barak, mendadak segulung angin pukulan berkabut hijau yang sangat tebal melayang keluar dan langsung membabat ke arahnya.
Tubuh Yen Yen Thaysu masih ada di tengah udara, ujung jubatnya segera digetarkan mengirim sebuah pukulan berhawa Sin kang yang maha dahsyat.
"Braak!" diiringi suara ledakan keras, angin taupan menderu deru memenuhi seluruh angkasa.
Yen Yen Thaysu yang masih berada di tengah udara, tubuhnya seketika itu juga terdorong oleh pukulan berkabut hijau tadi sehingga mencelat setinggi tiga depa dan melayang turun ke atas permukaan tanah.
Karena terlalu gegabah, ia menderita sedikit kerugian dihadapan orang banyak, hal ini membuat hwesio itu malu untuk turun dari panggung.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 18 Dengan teramat gusar ia bersuit panjang, tubuhnya bersiap-siap menerjang kembali ke arah barak.
Ketika itulah dengan hati cemas Thian Liong TOotiang sudah berteriak, "Thaysu jangan marah dulu, mari kesini, pinat ada perkataan yang hendak aku rundingkan"
Jelas sekali inilah kesempatan yang sangat bagus baginya untuk turun dari panggung bersamaan itu pula iapuan tahu beribut macam begini terusan bukanlah suatu cara yang sempurna.
Oleh sebab itu meminjam kesempatan dari teriakan Thian Liong Tootiang ini ia melayang balik ketampat semula.
Ketika itu Liuw Lok Yen pun dengan badan yang
menggiurkan sudah berjalan keluar dari barak, sinar matanya menyapu sekejap keseluruh kalangan kemudian tertawa terkekeh-kekeh.
"Ini hari adalah saat diadakannya pertemuan puncak untuk merebutkan gelar pedang nomor wahid, tapi mengata tidak kelihatan gerak gerikpun" Hal ini benar-benar membuat aku Liuw Lok Yeng jadi keheranan setengah mat!"
"Bagaimana maksud Supek?" Perlahan-lahan Tan Kia-beng alihkan sinar matanya ke arah Ui Liong Tootiang.
"Selama ini Tujuh partai besar selalu anggap tinggi diri sendiri, lebih baik kita tunggu saja keadaan selanjutnya" sela SU Hay Sin Tou sambil tertawa.
Ui Liong Tootiang mengangguk.
"Pendapat dari Sin Tou heng sedikitpun tidak salah, lebih baik kita orang bergerak sedikit lambat"
Setelah Yen Yen Thaysu mengundurkan diri ke tempat duduknya, ia mulai berunding dengan Thian Liong Tootiang serta Liok lim Sin Cie, mereka anggap jikalau pihak Isana Kelabang Emas melakukan tindakan sesuai dengan tindakan Bulim, ada seharusnya pula mereka hadapi dengan
menggunakan peraturan.
Tetapi sebelum beberapa orang itu selesai mengambil keputusan dalam perundingan tersebut, Liuw Lok Yen sudah melanjutkan kembali kata-katanya, "Menurut berita terakhir yang berhasil kami dapatkan, ternyata tujuan kalian mengadakan pertemuan puncak para jago adalah palsu,
menggunakan kesempatan ini kalian hendak menghadapi pihak Isana Kelabang Emas adalah maksud yang sungguh-sungguh. Demikianpun baik juga. Liauw Lok Yen kepingin sekali menggunakan serangkaian ilmu silat yang aku miliki hendak menghadapi jago-jago lihay dari tujuh partai besar...."
Thian Liong Tootiang dongakkan kepalanya siap hendak berbicara, terlihatlah bayangan hijau berkelebat lewat tahu-tahu majikan Isana Kelabang Emas sudah berdiri
dihadapannya sambil menggape, "Kalian hweesio toosu dan si kakek bertiga merupakan panitia penyelenggara pertemuan ini, aku pikir kepandaian silat yang kalian miliki tentu sangat lihay. Liauw Lok Yen kepingin sekali menjajal kepandaian kalian dan aku menasehati lebih baik kalian bertiga turun tangan bersama-sama."
Thian Liong Tootiang serta Liok-lim Sin Ci sekalian mengetahui bila jago lihay dari pihak Isana Kelabang Emas sangat banyak apalagi kali ini majikan Isana Kelabang Emas turun tangan sendiri, hanya dengan membawa dua puluh empat orang dara berpakaian warna warni saja. Dibalik kesemuanya ini tentu tersembunyi alasan alasan yang lain.
Karenanya sewaktu melihat majikan Isana Kelabang Emas turun tangan sendiri menantang mereka bertiga untuk bergebrak, dalam hati segera merasa urusan semakin tidak beres lagi.
Liok-lim Sin Cie perlahan-lahan bangun berdiri.
"Tootiang dan Thaysu harap suka menjagakan diriku.
Biarlah loohu turun tangan dulu untuk coba seberapa liehaynya kepandaian silat yang ia miliki."
Tidak menanti jawaban dari Thian Liong Tootiang lagi, tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busur
meloncat naik ke atas panggung, lalu kepada Liuw Lok Yen seraya menjura katanya lantang, "Kepandaian silat saudara amat lihay dan sudah banyak membunuh jago-jago Bulim, loohu rasa tentunya kau tak bakal pandang sebelah matapun terhadap loolap beberapa orang. Ini hari loohu dengan tidak pandang kekuatan sendiri kepingin sekali minta beberapa petunjuk dari jurus-jurus lihay aliran Isana Kelabang Emas".
"Ouw! kau ingin berangkat seorang diri apakah nantinya tidak merasa kesepian dalam perjalananmu menuju ke akherat" Lebih baik kalian suruh mereka berdua turun tangan bersama-sama!" jengek Liauw Lok Yen sambil tertawa dingin.
Liok lim Sin cie merupakan rasul dari kalangan Hek-to, pada hari biasa selalu menerima rasa hormat dari semua orang.
tidak disangka majikan Isana Kelabang Emas ternyata begitu tidak pandang mata terhadap dirinya, dalam keadaan gusar ia tertawa tergelak.
"Buat apa kau begitu terburu-buru, cobalah binasakan dulu aku si orang tua kemudian baru bicara besar lagi".
"Selamanya aku Liuw Lok Yen tidak terbiasa turun tangan terlebih dahulu, sekarang waktu tidak banyak lagi. silahkan aku mulai turun tangan" dengan sombongnya majikan Isana Kelabang Emas tertawa.
Dengan sekuat tenaga Liok-lim Sin Ci menekan hawa gusar dihatinya, diam-diam ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh kemudian dengan suara berat bentaknya "
"Kalau begitu terimalah hadiahku!"
Tangannya yang besar dibentangkan mengirim satu
babatan yang maha dahsyat ke muka.
Liuw Lok Yen yang terang terangan melihat datangnya angin pukulan tersebut hebat bagaikan menggulungnya ombak di tengah samudra, tapi ia tetap berdiri tenang di tempat semula pura pura tidak tahu.
Menanti angin pukulan hampir mengenai badan, tiba-tiba Liok lim Sin cie merasa matanya berkunang kunang, bayangan tubuh lawan lenyap tak berbekas.
Liok lim Sin Cie pernah jatuh kecundang ditangan Gui Ci Cian, saat ini harus menghadapi gurunya sudah tentu sikapnya jauh lebih waspada, seketika telapak tangannya didorong keluar tubuhpun mengikuti gerakan telapak berputar satu lingkaran.
Waktu itulah ia menemukan Liuw Lok Yen dengan wajah aneh sudah berdiri dibelakang tubuhnya.
Seketika itu juga hatinya merasa terkejut bercampur gusar, ia mendengus dingin ilmu telapak Toa Thian Kang Ciang Hoat pun segera dikeluarkan.
Hanya di dalam sekejap mata delapan jurus pukulan bagaikan ambruknya gunung Thaysan sudah menggulung ke arah muka.
Ilmu pukulan Toa Loo Thian Kang Ciang Hoat merupakan salah satu ilmu sakti yang ada dalam Bulim, begitu dikerahkan keluar seketika itu juga seluruh angkasa dipenuhi dengan bayangan telapak yang menyambar nyambar dari empat bagian delapan penjuru dibalik angin pukulan membawa suatu daya tekanan yang maha dahsyat yang menggetarkan
panggung tersebut sehingga berbunyi gemeretuk.
Tubuh Liuw Lok Yen yang terkurung di dalam bayangan telapak menari kesana kemari, menerobos kemuka belakang bagaikan seekor kupu kupu. ujung bajunya berkibar tertiup
angin, walaupun angin pukulan tersebut menderu deru sebegitu dahsyat ternyata tak seujung pangkalpun yang kena tercawil.
Untuk menghadapi pertarungan ini Liok lim Sin Cie sudah mempertaruhkan nama baiknya selama puluhan tahun ini, tapi semakin bergebrak hatinya merasa semakin bergidik melihat ilmu pukulan Toa Loo Thian Kang Ciang HOat nya sudah diulangi dua kali ternyata belum berhasil bisa juga mengapa apakan musuhnya dalam hati merasa semakin terperanjat.
Orang-orang dari tujuh partai besar beserta Ui Liong Tootiang sekalian dari Barak Timur, rata-rata hanya pernah mendengar nama Majikan Isana Kelabang Emas dan belum pernah menemui orangnya, Kini sesudah melihat sendiri pertarungan yang sedang berlangsung, mereka baru tahu jika selir muda dari raja suku Biauw tempo dulu ini benar memiliki serangkaian ilmu silat yang amat lihay.
Terutama sekali Thian Liong Tootiang serta Yen Yen Thaysu, mereka merasa hatinya berdesir.
Pada waktu itulah Mendadak dari atas panggung terdengar suara dengusan berat diikuti berpisahnya bayangan manusia.
Majikan Isana Kelabang Emas dengan wajah penuh senyuman masih tetap berdiri di atas panggung sedangkan Liok lim Sin Ci dengan mata melirik dan bulu janggut pada berdiri mengundurkan diri kepojokan panggung, air mukanya amat cemas diikuti darah segar mengucur keluar dari ujung bibir, jelas ia sudah menderita luka parah.
Melihat kejadian Yen Yen Thaysu bersuit nyaring, tubuhnya dengan sebat mencelat naik ke atas panggung.
"Hiii.... hiii.... hiii.... bukankah tadi sudah aku katakan, lebih baik kalian turun tangan bersama-sama, kenapa harus
sungkan-sungkan lagi?" ejek Liuw Lok Yen sambil tertawa cekikikan.
Walaupun Tan Kia-beng mengerti jika lweekang dari Yen Yen Thaysu sangat sempurna, tapi ditinjau dari sikapnya ia mengerti hweesio tua ini bukan tandingan orang lain. Karena takut ia jatuh kecundang sehingga namanya hancur
berantakan, tanpa terasa pemuda itu sudah menggerakkan badannya.
"Eeei.... apa yang hendak kau lakukan?" dengan sebat Su Hay Sin Tou menarik tangannya.
"Aku ingin menemui Majikan Isana Kelabang Emas."
"Buat apa kau begitu gelisah?" seru Su Hay Sin Tou sambil tertawa dingin. "Menurut pendapat aku si pencuri tua, kedatangan Liuw Lok Yen yang sama sekali tidak membawa jago-jago liehaynya, dibalik kesemuanya ini tentu masih terselip suatu rencana busuk. lebih baik kita menunggu sebentar lagi"
Pek-tok Cuncu pun mendengus dingin
"Menurut keadaan pada saat ini. kemungkinan sekali pihak Isana Kelabang Emas baru akan mulai dengan gerakannya pada nanti malam, kita orang jangan terlalu bertindak gegabah"
"Ayoh pergi!" mendadak Su Hay Sin Tou si pencuri sakti itu meloncat bangun, "Kita jangan buang waktu lagi percuma disini menggunakan kesempatan ini kita putar sebentar"
Tidak menunggu pendapat dari Tan Kia-beng lagi kedua orang siluman tersebut bagaikan dua gulung asap melayang keluar barak dan sebentar kemudian sudah lenyap tak berbekas.
"Biarkan mereka melakukan pemeriksaan pun sangat baik sekali" kata Ui Liong Tootiang sambil tertawa. "Dengan demikian jangan sampai setelah kita kena terjebak oleh siasat musuh masih tidak sadar"
Pada waktu Yen Yen Thaysu sudah mulai bergebrak
melawan Majikan Isana Kelabang Emas, karena sudah dibuat jeri oleh kekalahan yang diderita Liok-lim Sin Cie, begitu turun tangan hweesio tua itu sudah mengeluarkan ilmu pukulan sakti seratus langkahnya "Tauw lim Pak Poh Sin Cian"
Angin pukulan menderu deru memenuhi seluruh panggung, setiap pukulannya tentu disertai dengan tenaga luar biasa.
Tetapi perduli bagaimanakan dahsyatnya angin pukulan dari hweesio tersebut, dan sebagaimana ketatnya desakan yang ia lancarkan, Liuw Lok Yen tidak berhasil juga dipaksa mundur.
Di tengah menyambarnya angin tekanan, dengan sebat dan lincah ia berhasil balas mengirim satu, dua jurus serangan balasan yang setiap serangannya tentu berhasil memaksa mundur Yen Yen Thaysu berulang kali.
Yen Yen Thaysu sebagai seorang Tiang loo dari Siauw-lim-pay jika dibicarakan dari tenaga lweekang mungkin sudah berada di atas enam, tujuh puluh tahun hasil latihan. Justru dikarenakan sifatnya yang berangasan, banyak sekali bagian bagian ilmu saktinya yang tidak berhasil ia pecahkan, oleh sebab itu ilmu lweekangnya pun tak dapat melangkah lebih jauh lagi.
Ketika itu berulang kali ia mendesak musuhnya sebanyak tiga puluh jurusan, tetapi tak sebuah juruspun yang mengenai sasaran dalam keadaan mendongkol bercampur gusar ia segera berteriak keras, "Jika punya kepandaian, coba terimalah jurus serangan dari loolap ini"
Sepasang telapak tangannya diputar lalu digetarkan mendadak ia mendorong satu pukulan ke depan, kali ini pukulannya bukan lagi menggunakan hawa yang keras, sebaliknya menggunakan hawa Im yang lunak.
Ringan berkibar dan lemah lembut, sama sekali tidak menimbulkan sedikit desiran anginpun.
Liauw Lok Yen mengerti tentu di dalam serangannya ini hweesio tersebut telah menggunakan ilmu sakti "Bu Siang Sin Kang" dari aliran Buddha, tetapi ia tidak pandang sebelah matapun terhadap kepandaian tersebut.
"Hee hee heee justru aku ingin menjajal sampai dimanakah kesempurnaan dari ilmu sakti Bu Siang Sin Kang mu itu."
Ujung baju dikebut perlahan kemuka, ia sudah mengirim satu serangan balasan dengan ilmu sakti "Hong Mong Ci Khie".
Segulung kabut tebal warna hijau secara mendadak muncul dari dasar ujung bajunya langsung mendorong ke arah kepan.
Ketika itu masing-masing pihak sudah berhadap hadapan dalam jarak tujuh depa saja walaupun kedua orang itu sama-sama melancarkan serangan sepenuh tenaga tetapi para jago lainnya sama sekali tak merasa.
Menanti kedua gulung angin pukulan itu sudah bertemu di tengah jalan dan kekuatannya mulai nampak barulah terdengar suara ledakan yang amat dahsyat serasa
memekikkan telinga.
Seketika itu juga di atas panggung muncullah berpuluh puluh jalur angin putaran yang sangat keras.
"Braak! braak! braak!" atap panggung kena tersapu lepas oleh putaran angin pukulan itu diikuti suara gemeratakan yang memecahkan kesunyian.
Tubuh Yen Yen Thaysu kontan kena terdorong mundur empat, lima langkah ke belakang.
Papan panggungpun ada beberapa bagian yang terpijak hancur.
Bayangan hijau berkelebat lewat. Liuw Lok Yen pun sudah mundur dua langkah ke belakang tapi sebentar kemudian ia sudah berdiri tegak.
Ketika memandang lagi ke arah Yen Yen Thaysu, maka tampaklah air mukanya yang merah padam saat ini sudah menjadi hitam membesi.
Dadanya bergelombang naik turun tiada hentinya, jelas ia sudah menderita luka dalam amat parah.
Melihat Sang Hweesio terluka, Ci Si Sang jien serta Thian Liong Tootiang sama-sama meloncat naik ke atas
panggungsatu lari menghampiri Yen Yen Thaysu sedang yang lain menyongsong Liuw Lok Yen.
Yen Yen Thaysu yang selama ini sombong dan pandang sebelah mata terhadap orang lain, tidak disangka ini hari telah menderita luka dalam yang amat parah oleh pukulan sendiri.
Masih beruntung tenaga lweekangnya amat sempurna, dengan paksakan diri ia tekan golakan darah dalam dadanya lalu sambil memandang ke arah Ci Si Sangjing serunya seram.
"Walaupun Pinceng sudah terluka dalam aku pikir iapun tak bakal lebih parah dari diriku.
Sudah tentu Ci Si Sangjing mengerti bila perkataan tersebut sengaja diutarakan untuk menutupi rasa malu yang mencekam dirinya, buru-buru hiburnya.
Untuk sementara waktu harap susiok beristirahat terlebih dulu kemungkinan sebentar lagi bakal berlangsung suatu pertarungan yang jauh lebih sengit....
Tidak menunggu jawaban lagi, dengan setengah paksa ia tarik tubuh hweesio tua itu turun ke bawah panggung.
Liuw Lok Yen setelah berturut-turut melukai dua orang jagoan liehay tenaga dalam pun mulai terasa tak teratur, Kini secara mendadak melihat Thian Liong Tootiang dengan wajah keren mendekati ke arahnya, tak terasa perempuan itu tertawa terkekeh kekeh.
"Heee.... heee.... heee.... tadi aku suruh kalian bertiga turun tangan bersama-sama demi menjaga nama baik kalian tidak suka menurut, tidak nyana kalau kalian sebetulnya ada maksud menggunakan siasat roda kereta yang sangat rendah untuk mengalahkan diriku"
Disindir dengan kata-kata itu air muka Thian Liong Tootiang berubah jadi merah padam.
"Pinto tiada maksud untuk menggunakan cara yang serendah itu" buru-buru potongnya. "Kau boleh mengatur pernapasan dahulu, setelah itu kita baru lanjutkan kembali pertemuan diantara kita."
"Heee.... heee.... heee.... soal itu sih tidak perlu sekarang juga kau boleh turun tangan melancarkan serangan"
Padahal sebelum berlangsungnya pembicaraan tersebut, perempuan itu sudah mengatur pernapasan, tetapi justru sengaja dia menggunakan kata-kata itu untuk membuat malu mereka. dan ternyata siasatnya ini mendatangkan hasil.
Bukan saja sebagian besar para jago yang menonton keramaian merasa kejadian ini tidak adil, bahkan Ui Liong
Tootiang, Hay Thian Sin Shu beserta Tan Kia-beng sekalian pun pada merasa bahwa kemunculan Thian Liong Tootiang tidak sesuai pada saatnya.
Thian Liong Tootiang sebagai seorang angkatan tua dari pihak Bu-tong-pay, mana mau mengakui dengan begitu saja"
walaupun Majikan Isana Kelabang Emas sudah menantangnya berulang kali ia tidak mau juga untuk turun tangan.
Tetapi justru tindakannya ini tepat mengenai sasaran yang diharapkan. karena yang diharapkan Liuw Lok Yen adalah mengulur waktu lebih lanjut, diam-diam ia melirik sekejap ke tengah udara.
Hari sudah gelap, sang rembulanpun memancarkan
sinarnya dibalik awan dalam hati perempuan itu tertawa dingin tiada hentinya, pikirnya, "Heee.... heee.... heee.... kalian jangan merasa bangga dulu, setengah jam kemudian suatu permainan bagus akan berlangsung dihadapan kalian."
Sedang diluaran ia tersenyum.
"Jikalau Tootiang tidak mau juga turun tangan, Liuw Lok Yen pun akan terima perintah saja"
Ia benar-benar pejamkan matanya dan mengatur
pernapasan di tempat itu juga.
Tindakannya ini benar-benar berada diluar dugaan tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar, diam-diam mereka merasa amat gelisah.
Sedangkan si pengemis aneh yang duduk ditanah lapang depan panggungpun hampir-hampir tak dapat menahan diri, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Toosu tua ini benar-benar sangat tolol," makinya sangat keras. "Bagaimanakah keadaan pada saat ini" buat apa kau
membicarakan pula soal kebajikan serta keadilan. Dalam situasi macam begini menanti rencana busuk pihak Isana Kelabang Emas sudah dimulai, menyesalpun sudah terlambat!"
Pada waktu itulah mendadak terdengar tiupan seruling yang tinggi melengking dan sangat menusuk telinga berkumandang keluar dari atas puncak gunung diikuti dari empat arah delapan penjuru berbunyi suara sahutan yang gegap gempita.
Suara seruling itu kontan saja membuat semua orang yang hadir di tengah kalangan jadi melengak dibuatnya. Hay Thian Sin Su dengan gusar segera meloncat bangun.
"Perbuatan ini pasti permainan setan dari Majikan Isana Kelabang Emas...."
"Perkataan dari Loocianpwee sedikitpun tidak salah" sahut Tan Kia-beng sambil ikut meloncat bangun pula, sewaktu masih ada di gurun pasir pemuda inipun pernah mendengar suara seruling macam begini, "Inilah tanda rahasia dari pihak Isana Kelabang Emas."
Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan, mendadak terdengar suara bentakan keras bergema memenuhi angkasa,
"Manusia rendah yang tidak tahu malu, kau berani menggunakan cara yang demikian rendah untuk menghadapi kami".
Sreet! Sreeet! dua sosok bayangan bagaikan terbang sudah meluncur ke depan.
Ternyata mereka adalah Su Hay Sin Tou si pencuri sakti serta Pek-tok Cuncu si rasul selaksa racun.
"Apa yang sudah kalian temukan?" buru-buru tanya pemuda itu.
Belum sempat Su Hay Sin Tou memberikan jawaban,
mendadak di atas panggung sudah terdengar suara suitan yang amat keras.
Dari balik tandu yang digunakan majikan Isana Kelabang Emas tadi secara mendadak melayang keluar sesosok bayangan abu-abu yang langsung menubruk ke arah Thian Liong Tootiang yang berada di atas panggung.
Semua peristiwa hampir boleh dikata terjadi dalam waktu yang bersamaan, ketujuh orang ciangbunjin yang ada dihadapannya hampir bersamaan waktunya sama-sama
meloncat memberi pertolongan, tetapi ketika itulah Thian Liong Tootiang sudah meloncat bangun dan berturut-turut muntahkan darah segar.
"Kalian tidak usah menggubris diriku lagi, cepat-cepat atur pernapasan untuk menghadapi segala kemungkinan"
bentaknya kepada Leng Hong Tootiang dengan mata
mendelik. "Heee.... heee.... heee.... ini hari puncak Si Sim Hong akan menjadi tempat mengubur tulang-tulang kalian, seorangpun jangan harap bisa meloloskan diri dalam keadaan hidup" dari atas panggung secara tiba-tiba berkumandang keluar suara tertawa aneh.
Karena perubahan perubahan besar terjadi berulang kali dan saling susul menyusul maka Tan Kia-beng dengan ketajaman matanya tak berhasil melihat jelas siapakah yang berhasil merobohkan Thian Liong Tootiang
Tapi setelah mendengar orang itu berkata ia baru
menemukan bila di atas panggung sudah bertambah dengan seorang nenek tua berwajah buas yang memakai jubah ungu.
Wajahnya hitam pekat bagai pantat kuali dengan sepasang
mata aneh yang mendelong ke dalam, sinar hijau yang dipancarkan keluar mencapai jarak sejauh satu depa.
Ketika itu ia sedang berdiri sejajar dengan Liuw Lok Yen.
Tan Kia-beng yang mendengar omongannya amat
sombong, dalam hati mulai merasa amat gusar, ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Hee hee heee.... aku orang she Tan tidak percaya kalau puncak Si Sim Hong adalah tanah kubur buat kami."
Tubuhnya dengan sebat mencelat ke tengah udara
kemudian menubruk ke atas panggung siapa sangka sewaktu ujung kakinya baru saja menempel di atas panggung bayangan tubuh dari si nenek tua serta Liuw Lok Yen sudah lenyap tak berbekas diikuti suara bentakan keras bergema memenuhi angkasa.
Murid murid murtad dari tujuh partai yang berada dibarak sebelah Barat bersama-sama sudah turun tangan berbareng.
Sian Si Hweesio dari Siauw-lim-pay dengan memimpin beberapa puluh orang hweesio gundul sama-sama menerjang ke arah Tan Kia-beng, sedang orang-orang dari Kun-lun-pay serta Ngo Thay Pay menerjang ke arah Ui Liong Tootiang serta Hay Thian Sin Shu sekalian.
Tan Kia-beng yang meloncat naik ke atas panggung dan tidak berhasil mencegat jalan pergi dari Majikan Isana Kelabang Emas serta si nenek tua itu sebaliknya ada segerombol hweesio hweesio gundul menerjang ke arahnya, dalam hati merasa amat gusar, diiringi suara bentakan keras ia mengirim satu babatan dahsyat ke depan.
Sian Si Hweesio beserta murid murid murtad itu
kebanyakan merupakan anak murid angkatan kedua, ketiga
yang memiliki kepandaian silat lumayan, tenaga dalam mereka rata rata mempunyaa tiga empat puluh tahun hasil latihan, melihat angin pukulan Tan Kia-beng yang sangat dahsyat menggulung datang masing-masing lantas angkat telapaknya siap-siap menerima datangnya serangan tersebut bersama-sama.
Tetapi gerakan tubuh mereka ada yang terlebih dahulu ada yang akhir, walaupun tenaga gabungan beberapa orang itu berhasil menahan datangnya serangan Tan Kia-beng tapi berhubung adanya tenaga pukulan yang muka belakang tidak berbareng, seketika ada dua orang hweesio yang berada dipaling depan kena terhantam sehingga muntah darah segar dan roboh dari atas panggung.
Para hweesio hweesio ketika itu merasakan datangnya pukulan tersebut amat dahsyat, tak urung dibuat melengak juga.
Sian Si Hweesio karena takut mereka pecah nyali, buru-buru membentak kembali. sepasang telapak tangannya dengan sejajar dada didorong ke depan.
Setelah mendengar suara bentakan tersebut para hweesio lainpun ikut menerjang kemuka sesaat bayangan telapak beterbangan memenuhi angkasa, pukulan angin taupan menyambar dari delapan penjuru.
Walaupun Tan Kia-beng membenci hweesio Saw lim ini karena tidak tahu diri, tapi untuk sesaat ia tak berhasil meloloskan diri dari kepungan.
Demikian halnya pula dengan Ui Liong Tootiang, Hay Thian Sin Shu ayah beranak serta Pek-tok Cuncu dibarak sebelah Timur sewaktu mereka hampir meloncat turun dari barak
mengurunglah murid-murid murtad dari tujuh partai dengan sangat rapat.
Suasana di tengah kalangan dengan cepat jadi kacau balau, walaupun orang-orang yang menonton keramaian ada
berjumlah seratus dua ratus orang dan didalamnya terdapat pula jago-jago lihay, tapi mereka tiada berkesatuan dan tiada bertujuan setelah terjadi urusan buru-buru mereka sama-sama menyingkirkan diri jauh jauh.
Hanya pihak Kay-pang serta anak murid tujuh partai saja yang masih tetap mempertahankan ketenangannya.
Suara tiupan seruling dari empat penjuru makin lama semakin kencang, tinggi melengking menyeramkan hati, tapi sama sekali tidak kelihatan juga sesuatu gerakan.
Si pengemis aneh yang melihat Tan Kia-beng sekalian kena terkurung rapat oleh murid murid murtad tujuh partai, saking khekinya sepasang matanya memancarkan cahaya hijau, sambil menuding ke arah ketujuh orang ciangbunjin partai besar bentaknya keras
"Kalian semua sebagai seorang Ciangbunjin mengapa tidak menguasahi anak murid sendiripun tidak becus, inilah yang disebut partai besar kalangan lurus?"
Kena dimaki oleh si pengemis aneh, air muka Ci Si Sangjien berubah jadi memerah. sambil bentaknya keras kakinya ke atas tanah ia menghela napas panjang.
"Tidak kusangka permainan catur kita kali ini sudah salah ambil jalan sehingga menemui kekalahan, satu-satunya jalan pada saat ini hanyalah berdasarkan kemurahan hati Hud-ya kita bereskan dahulu manusia-manusia murtad tersebut."
Habis berkata ia lantas meloncat ke depan untuk
menerjunkan diri ke dalam kalangan.
"Heee.... heee.... heee.... apa kau kira dengan berbuat demikian lantas bisa meloloskan diri dari kurungan?" jengek si pengemis aneh sambil tertawa dingin. "Jikakau kalian ikut menerjunkan diri ke dalam kalangan, bukan saja tidak akan membantu tenangkan suasana sebaliknya akan menciptakan keadaan yang semakin kacau. coba kalian pikir kamu semua adalah sama-sama Hweesio serta Toosu, secara bagaimana kalian hendak membedakan mana kawan mana musuh"
"Apalagi Majikan Isana Kelabang Emas justru hendak memaksa kalian untuk berbuat demikian sehingga ia bakal jadi nelayan untung yang tinggal menarik rejeki, Menurut pandangan aku si pengemis, walaupun jumlah murid murtad banyak tapi belum tentu mereka bisa mengapa apakan musuhnya tujuan kita yang terutama pada saat ini adalah secara bagaimana menghadapi serbuan dari orang-orang Isana Kelabang Emas."
Mendengar perkatan itu Ci Si Sangjien lantas menarik kembali badannya dan meloncat mundur ke belakang, ia berpaling ke arah Leng Hong Tootiang.
"Bagaimana menurut pendapat Too-heng?"
Walaupun pada hari biasa Leng Hong Tootiang bersikap ramah tapi melihat perubahan besar yang berlangsung dihadapan matanya ia tak dapat menahan golakan dihatinya lagi.
"Harap semua partai suka membentuk barisan untuk mempersiapkan diri terhadap serangan lawan. Pinto punya cara untuk menghadapi murid murid murtad tersebut."
Anak murid yang dibawa oleh tujuh partai besar kali ini kebanyakan merupakan jago-jago pilihan yang rata rata memiliki kepandaian dahsyat.
Walaupun saat ini keadaan sudah amat kritis tapi tak kelihatan sedikit sikap gugul atau kagetpun diantara mereka.
Setelah Leng Hong TOotiang berseru, semua orangpun tersadar dari lamunan, demikianlah pihak Kun-lun-pay serta Bu-tong-pay masing-masing mengatur barisan Kiow Kong Pat Kwa Kiam Tin nya, sedang anak murid Siauw-lim-pay mengatur barisan Loo han Tin nya yang terkenal sangat kokoh dan ampuh.
Sebaliknya pihak Go-bie pay serta Ngo Thay Pay empat partai membentuk barisan Su Siang Tin yang sangat besar, dibawah sorotan sinar rembulan terlihatlah wajah setiap orang penuh dilapisi oleh nafsu membunuh yang berkobar kobar.
Pada waktu itu suara seruling sudah berhenti berbunyi, suara jeritan ngeri saling susul menyusul bergema dari punggung gunung, tidak usah diragukan lagi tentu orang-orang kangouw yang datang menonton keramaian sudah menemui ajalnya di tengah jalan.
Dengan wajah serius Leng Hong Tootiang menyapu sekejap keseluruh kalangan, melihat anak murid tujuh partai besar sudah bersiap sedia, sedang anak murid Kay-pang pun telah menyebar dilapangan yang luas. sambil menarik tangan Ci Si Sangjien ia baru meloncat ke arah Tan Kia-beng.
"Murid-murid murtad macam itu sudah sepatutnya menemui kematian" bentaknya keras. "Harap Tan Sauw hiap serta Thay-hiap sekalian suka turun tangan kejam, tidak usah menaruh belas kasihan lagi kepada mereka, dan maafkan pinto sekalian tak dapat ikut campur".
"Haaa.... haaa.... haaa.... sekalipun kau tidak berbicara merekapun tak bakal mendapatkan kebaikan" sahut Su Hay Sin Tou sambil tertawa terbahak-bahak.
Terdengar suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, seseorang anak murid Kun-lun Pay sudah kena dibabat sehingga tubuh beserta pedangnya mencelat satu kaki tingginya ke tengah udara.
Diikuti Hay Thian Sin Shu, Ui Liong Tootiang serta Pek-tok Cuncu sekali dengan mengerahkan tenaga lweekangnya yang amat sempurna membabat rubuh beberapa orang.
Walaupun jumlah murid murid murtad itu ada lima, enam puluh orang banyaknya tetapi dengan kekuatan mereka tidak mungkin bisa menandingi keempat orang manusia aneh yang sudah tidak dalam Bulim, ditambah lagi sebilah pedang pendek Leng Poo Sianci yang tajam dan ganas, dimana cahaya hijau berkelebat lewat, musuhnya kontan terkurung dalam tekanan pedangnya.
Tidak selang beberapa saat suara jeritan ngeri semakin sering terdengar, sekalipun orang-orang itu menyeleweng karena hasutan pihak Isana Kelabang Emas tapi di dalam pandangan Leng Hong Tootiang ia merasa tidak lega, setelah menghela nafas dan geleng kepala ia putar badan lantas berlalu.
---ooo0dw0ooo---
Kita balik pada Tan Kia-beng yang begitu munculkan diri lantas terkurung oleh murid murid murtad dari Siauw-lim-pay, walaupun dalam hati merasa mendongkol bercampur gusar tapi ia tidak ingin keluarkan seluruh tenaganya.
Setelah bergebrak beberapa saat, hweesio hweesio itu bukannya mengundurkan diri sebaliknya makin lama semakin
lancar, hatinya jadi kheki juga, karena tujuannya yang paling utama adalah bergebrak melawan majikan Isana Kelabang Emas. tapi setelah terhadang oleh hweesio hweesio itu ia lantas sadar jika tidak turun tangan kejam mungkin sulit untuk meloloskan diri.
Hawa murni disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, setelah membentak keras berturut-turut ia mengirim dua buah pukulan yang sangat dahsyat kemuka.
Tenaga dalam yang dimilikinya saat ini benar-benar luar biasa, laksana gulungan angin taupan menghantam dua orang hweesio yang berada dipaling depan sehingga muntah darah segar dan bagaikan peluru ketepil mencelat jauh dari atas panggung.
Kejadian ini membuat para hweesio lainnya rada tertegun dibuatnya.
Dalam waktu yang amat singkat kembali Tan Kia-beng melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu pukulan Siauw Siang Chiet Ciang, hawa pukulannya lembut tak bertenaga tapi menerjang tiada berkeputusan, seketika ada beberapa orang hweesio kembali terpukul luka.
Pada mulanya karena di tempat itu ada majikan Isana Kelabang Emas bertindak sebagai tulang punggung, para murid murtad ini masing-masing bersemangat tinggi dan berusaha untuk menunjukkan baktinya kepada sang majikan.
Tetapi setelah lama bergebrak dan tidak kelihatan juga barang seorang anggota Isana Kelabang Emas pun yang munculkan diri mereka mulai berdesir.
Diam-diam Sian Si Hweesio melirik sekejap kesamping, ketika dilihatnya tujuh partai besar sudah membentuk barisan diempat penjuru sedang Tan Kia-beng sekalian walaupun
berjumlah sangat kecil tapi setiap orang memiliki kepandaian yang luar biasa dan keenam tujuh puluhan orang yang mengerubuti dirinya tidak selang beberapa saat sudah ada dua puluh orang yang meninggal atau terluka. dalam hati lantas sadar jika pertempuran ini diteruskan lebih lanjut, maka seluruh pasukannya bakal musnah.
Terburu-buru dalam hatinya mengambil keputusan untuk mundur, mendadak ia menarik kembali serangannya seraya membentak keras, "Kita mundur dulu. Biarlah mereka dibereskan oleh orang-orang kita...."
Tubuhnya langsung meloncat turun tadi atas panggung dan siap melarikan diri diikuti kepala kepala gundul lainnnya.
Begitu murid murtad Siauw-lim-pay mengundurkan diri, toosu toosu murtad lain ikut mengambil tindakan yang sama, mereka sama-sama menarik kembali serangannya sambil menerjang keluar dengan terbirit birit.
Sejak permulaan Tan Kia-beng memang ada bermaksud untuk bergebrak melawan manusia manusia tersebut melihat mereka membubarkan diri iapun tidak melakukan pengejaran, tubuhnya dengan ringan melayang turun ke atas permukaan tanah.
Hay Thian Sin Shu beserta Ui Liong Tootiang sekalianpun semakin tidak ingin bergebrak lebih lanjut, melihat mereka mengundurkan diri dengan sendirinya beberapa orang jago tua inipun pada berhenti bergerak.
Yen Yen Thaysu yang sedang pejamkan mata mengatur pernapasan, pada saat ini lukanya boleh dikata sudah sembuh sebagian besar, mendadak ia buka mata dan membentak keras, "Binatang, kau masih ingin melarikan diri?"
Mendadak tubuhnya menubruk ke depan sepasang
tangannya bersama-sama didorong mengirim satu pukulan yang maha dahsyat.
Bagaikan angin puyuh yang disetai sambaran geledek, serangan itu dengan hebatnya menggulung ke arah murid murid murtad tujuh partai yang sedang melarikan diri.
Orang-orang itu sama sekali tidak menyangka kalau Yen Yen Thaysu yang sedang menderita luka masih bisa
melancarkan serangan, dalam keadaan terkejut mereka sama-sama mundur ke belakang, tetapi karena datangnya serangan amat cepat beberapa orang yang berada dipaling depan sudah kena tersapu oleh datangnya angin pukulan itu sehingga muntah darah dan roboh terjengkang ke atas tanah.
Dengan adanya hadangan dari Yen Yen Thaysu ini, maka tujuh orang ciangbunjin dari tujuh partai besar yang berada jauh beberapa kaki dari tempat itu bersama-sama unjuk gigi pula.
Loo Hu Cu sambil menggetarkan pedang kunonya segera membentak keras.
"Kita bereskan dulu manusia manusia murtad ini!"
Pedangnya dengan membentuk pelangi panjang ke depan.
demikianlah setelah Bo-bie pay turun tangan, partai partai lainpun sama-sama ikut mencabut pedang dia menerjang ke depan.
Seketika itu juga cahaya golok bayangan pedang berkelebat menyilaukan mata, angin pukulan menderu-deru, suatu pertarungan yang maha sengit sudah berlangsung dengan dahsyatnya.
Sian Si Hweesio yang melihat keadaan tidak
menguntungkan dengan cepat mengambil keluar tasbeh Jan Siang Cu yang terselip dalam sakunya lalu digoyang-goyangkan dihadapan anak anak murid Sauw-lim sie, bentaknya keras, "Kalian benar-benar bernyali sungguh berani menentang penguasa tasbeh Jan Siang Cu, apakah kalian mau bentrok?"
Yen Yen Thaysu dengan wajah gusar melototkan sepasang matanya, dengan wajha berubah merah darah ia menggembar kalap, "Loo lap lebih suka terima hukum menghadap dinding selama tiga tahun daripada melihat kau murid durhaka terus menerus membuat keonaran."
Tanpa memperdulikan peraturan perguruan lagi ia mengirim satu pukulan gencar menghajar badan Sian Si Hweesio.
Sang Hweesio murtad itu jadi terperanjat, terburu-buru ia menarik kembali tasbehnya dan mundur ke belakang.
Tapi Yen Yen Thaysu mana suka membiarkan dia
meloloskan diri, diiringi suara tertawa panjang iapun ikut mengejar dari belakang dan seketika itu juga mengurung dirinya ke dalam kepungan bayangan telapak.
Melihat pertempuran antara saudara seperguruan yang sedang berkobar dengan sengit diantara sesama tujuh partai besar, diam-diam Tan Kia-beng menghela napas panjang.
Sebaliknya Su Hay Sin Tou tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... itulah akibatnya jika pada hari hari biasa menerima murid semau sendiri demi kekuatan partai, aku takut bilamana kalian sudah lelah dalam pertarungan antar sesama saudara seperguruan maka pihak Isana Kelabang Emas segera akan melancarkan serbuannya".
"Kalau begitu kita harus turun tangan membantu mereka dalam membereskan murid murid durhaka itu!" sela Leng Poo Sianci dari samping.
Su Hay Sin Tou tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... mereka semua hanya terdiri dari toosu dan hweesio, orang lain tak bakal boleh ikut campur!"
Sedangkan Ui Liong Tootiang sendiri, perlahan-lahan mendongak ke atas memandang cuaca. mendadak katanya,
"Kemungkinan sekali saat ini sudah mendekati kentongan ketiga, daripada kita harus menanti terus di tempat ini jauh lebih baik pergi cari mereka untuk bikin perhitungan"
"Tidak boleh jadi, tidak boleh jadi." buru-buru Hay Thian Sin Shu menggeleng dan menolak usul tersebut. "Pertama, pihak musuh gelap kita terang belum tentu kita berhasil menemukan mereka, kedua, jika kita pergi dari sini maka keadaan tujuh partai besar akan sangat berbahaya, pada saat itu kematian yang bakal mereka derita akan semakin berat lagi."
Ketika beberapa orang ini sedang berunding, suara jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul memotong pembicaraan mereka, ketika beberapa orang jago tua ini angkat kepalanya maka terlihatlah pihak tujuh partai besar pada saat ini sudah peroleh kemenangan, banyak murid murtad yang sudah roboh jadi mayat, dan kini tinggal beberapa orang hweesio Siauw lim saja yang masih ngotot melakukan perlawanan mati-matian.
Sian Si Hweesio itu pentolan penhianat dari Siauw-lim-pay pun sudah berhasil dirobohkan oleh Yen Yen Thaysu dan tasbeh Jan Siang Cu pun kena direbut kembali.


Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi, walaupun ciangbunjin dari tujuh partai berhasil menguasahi keadaan dan membasmi murid-murid durhaka,
tapi merekapun sudah kehilangan banyak tenaga, bahkan ada beberapa orang pula yang sudah terluka dan kini sedang membalut luka-luka tersebut.
Tiba-tiba.... Beberapa rentetan suara suitan yang amat nyaring
berkumandang memecahkan keheningan kemudian disusul dengan munculnya tujuh delapan sosok bayangan hitam yang langsung menerjang ke arah gerombolan orang-orang tujuh partai.
Suara dengusan berat bergema silih berganti, Loo Hu Cu yang melihat kejadian itu dengan gusar meraung keras, pedangnya digetarkan menyambut datangnya orang-orang itu diikuti pula oleh Leng Hong Tootiang serta Ci Si Sangjien sekalian.
Suatu pertarungan sengit segera berkobar lagi di tengah kalangan.
OoooO Dengan ketajaman mata Tan Kia-beng sekali kelebatan ia sudah mengenali kembali kalau beberapa sosok bayangan tubuh tersebut bukan lain adalah Sam Biauw Ci Sin, Kui So Sian Ong serta Tou Yen Lu beberapa orang, tak terasa lagi alisnya berkerut tubuhnya bergerak siap memberi bantuan.
Melihat gerakan dari sang pemuda, buru-buru Ui Liong Tootiang goyangkan tangannya menghadang.
"Dengan kekuatan beberapa orang itu rasanya sudah cukup untuk menghadapi mereka, buat apa kau ikut campur, aku rasa siasat busuk dari pihak Isana Kelabang Emas sudah akan dilangsungkan."
Belum habis ia berkata, suara tiupan seruling sudah bergema kembali dari empat penjuru.
Su Hay Sin Tou kontan tertawa terbahak-bahak.
"Haa.... haa.... haa.... bagaimanapun manusia tidak pernah selamanya melakukan pekerjaan bersembunyi-sembunyi bagaikan cucu kura kura" ejeknya.
"Oouw.... benarkah?" mendadak sambung seseorang dari tempat kejauhan Malam ini aku Liuw Lok Yen ingin
mengandalkan serangkaian ilmu kepandaianku hendak coba-coba menemui kalian manusia manusia yang menganggap dirinya genah."
Angin sesak berhembus lewat, si majikan Isana Kelabang Emas Liuw Lok beserta si nenek tua berbaju ungu itu dengan amat ringan sudah melayang turun ke tengah kalangan diikuti berhembusnya bau harusm, kedua puluh empat orang dara berbaju warna warni, yang menyoren pedang pun bersama-sama munculkan diri disana.
Melihat munculnya Liuw Lok Yen, bersama-sama dengan Ui Liong Tootiang beberapa orang Tan Kia-beng segera berjalan menghampiri.
"Hee hee hee.... menggunakan cara demikian untuk menghadapi orang-orang Bulim di daratan Tionggoan, apakah kau tidak merasa tindakan tersebut terlalu kejam?" jengek sang pemuda sambil tertawa dingin.
Alis Liuw Lok Yen melentik, iapun tertawa sombong.
"Tempo dulu mereka pun pernah mengandalkan kekuatan dari Raja muda untuk membasmi habis seluruh isi Kiem Hoa Tong, apakah ketika itu merekapun pernah memikirkan soal perikemanusiaan?"
Peristiwa yang terjadi tempo dulu pada mulanyapun, disebabkan karena tindak tanduk pihak Kiem Hoa Tongcu terlalu kurang ajar! sambung Ui Liong Tootiang dengan suara lantang. "Kalian mengacau dibeberapa keresidengan Thian Lam dan bermaksud menguasahinya, hal inilah yang
menimbulkan kemarahan total bagi orang-orang Bulim. Lalu bagaimana mungkin kalian bisa salahkan para pendekar yang berada dibawah naungan Mo Cun-ong terpaksa harus ambil tindakan" apalagi...."
Belum habis ia berkata, si nenek tua berbaju ungu itu sudah memotong perkataannya sambil tertawa seram.
Urusan dikolong langit selamanya tiada yang sungguh-sungguh betul, rasanya tiada berguna untuk diributkan lebih jauh. jikalau malam ini kau meloloskan diri dari puncak Si Sim Hong maka keluarkan dulu kepandaianmu yang sejati biar aku Hu Sang Popo periksa dulu apakah kalian berhak atau tidak untuk melanjutkan hidup."
Hay Thian Sin Shu tertawa terbahak-bahak.
"Haaa.... haaa.... haaa.... benar! benar! cepat atau lambat akhirnya kita harus beradu kepandaian juga, buat apa ribut mulut dilanjutkan lagi?"
Pada saat itu suara seruling secara mendadak kembali berkumandang memenuhi angkasa, di tengah kegelapan secara tiba-tiba menerjang keluar serombongan manusia manusia aneh yang menyemburkan api dari mulutnya, dibawah sorotan sinar rembulan keadaan mereka mirip seperti munculnya siluman siluman dari akherat, keadaan sangat menyeramkan sekali.
Ketika Majikan Istana Kelabang Emas munculkan dirinya tadi, Lem Lam Coa Sin itu ketua Kay-pang serta Hong jen Sam
Yu sudah berkumpul jadi satu dengan Tan Kia-beng kebetulan waktu itu rombongan manusia aneh munculkan diri
menghadang perjalanan mereka.
Terdengarlah suara desiran tajam bergema memenuhi angkasa, cahaya keemas emasan berkelebat menyilaukan mata, bagaikan hujan badai langsung menerjang ke arah beberapa orang jago itu.
"Awas! senjata rahasia Pek Cu Kiem Wu Yen Wie Ciam, cepat cabut keluar senjata bentak si pengemis aneh cepat.
Masih beruntung anak murid pihak Kay-pang selalu
mencekal tongkat penggebuk anjing ditangannya, buru-buru mereka pada menggerakkan senjatanya untuk menangkis Walaupun begitu masih ada juga beberapa puluh orang yang terluka oleh serangan tersebut, kejadian ini kontan saja membuat sang pangcu jadi mencak mencak kegusaran, sambil gerakkan telapak tangannya ia terjang manusia aneh tersebut.
Gerombolan manusia aneh ini bukan lain adalah barisan Pek Kui Yu Hun Tin yang pernah ditemui Tan Kia-beng sewaktu berada dugurun pasir, begitu tiba di tengah kalangan dengan cepat mereka sudah mengurung seluruh anak murid Kay-pang ke dalam barisan.
Tan Kia-beng yang melihat kejadian ini dari tempat kejauhan, segera mengerti kalau pihak Isana Kelabang Emas sudah kerahkan seluruh tenaga yang dimilikinya untuk berusaha merebut kemenangan pada malam ini.
Maka tubuhnya dengan cepat menerjang ke depan, kepada Liuw Lok Yen sambil menjura katanya, "Selamat berjumpa....
selamat berjumpa! tenaga lweekang Hong Mong Cie Khie saudara memang benar-benar menjagoi seluruh Bulim, malam
ini aku orang she Tan memandang kekuatan sendiri ingin minta beberapa patunjuk dari dirimu."
"Aaah! Tan heng tidak usah terlalu sungkan sungkan."
sahut Liuw Lok Yen tersenyum. "Jie Khek Kun Yen Cin Khie mu jauh lebih dahsyat, Liuw Lok Yen sudah lama mengaguminya."
Perasaan hati Tan Kia-beng pada saat ini penih diliputi ketegangan. Majikan Isana Kelabang Emas yang misterius dan kejam sudah berada di depan mata, dan karena ia sudah pernah bergebrak melawan murid tertuanya Ci Lan Pak dengan berkesudahan seri maka ini hari dapatkah dia menangkan pertarungan tersebut rasanya masih merupakan suatu teka teki.
Tapi ia tak merasa jeri diam-diam hawa murninya
disalurkan mengelilingi seluruh tubuh siap melancarkan serangan.
Kiranya perasaan tegang tidak hanya menyerang pada Tan Kia-beng seorang, melainkan Ui Liong Tootiang, Hay Thian Sin Shu, Pek-tok Cuncu serta Su Hay Sin Tou pun sama-sama merasa suasana semakin tegang, mereka paham bila
kepandaian silat yang dimiliki Majikan Isana Kelabang Emas benar-benar sangat luar biasa dan sukar untuk dibendung.
Sebaliknya Liuw Lok Yen sendiri walaupun diluar bersikap sangat sungkan, tetapi diam-diam hawa murninya sudah disalurkan mengelilingi seluruh tubuh, karena ia sudah dua kali menjajal kepandaian silat yang dimiliki pemuda ini dan mengerti bila dalam dunia kangouw saat ini hanya pemuda ini seorang saja yang bisa menandingi dirinya, jika malam ini ia tak berhasil menyingkirkan lawan tangguhnya ini maka impian untuk merajai Bulim rasanya sukar untuk terpenuhi.
Sekarang kedua orang itu sudah berdiri saling berhadapan, masing-masing pusatkan pikiran untuk bersiap sedia dan siapapun tidak ingin turun tangan terlebih dahulu.
Mendadak.... terdengar suara jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul, ketika pemuda she Tan ini melirik sekejap ke samping maka tampaklah beberapa orang anak murid dari tujuh partai besar sudah banyak yang dirobohkan ditangan Sam Biauw Ci Sin sekalian.
Tak terasa lagi ia memaki diri sendiri, karena keadaan yang dihadapi amat kritis dan waktu sangat berharga bagaikan emas. Jika ia berhasil menyelesaikan pertarungan ini lebih cepat maka berarti pula korban yang jatuh pasti lebih sedikit, buat apa mengulurnya lebih lanjut"
Secara mendadak telapak tangannya diputar satu lingkaran, kemudian dengan suara keras bentaknya, "Harap kau bersiap sedia, aku orang she Tan segera akan turun tangan!"
Telapak tangannya dengan ringan ditekan kemuka,
serangan tersebut datangnya sangat lambat sekali bahkan sedikitpun tidak membawa angin pukulan, mungkin sekalipun mengenai sasaran tidak akan menimbulkan rasa sakit.
Tetapi di dalam pandangan Liuw Lok Yen hatinya terasa amat bergetar. Walaupun ia memahami ilmu silat dari berbagai partai tapi serangan macam begini baru ditemuinya untuk pertama kali.
Iapun tidak berani berlaku gegabah untuk menerima datangnya serangan tersebut tubuhnya berkelebat dua langkah ke samping ujung bajunya kontan digetarkan mengancam jalan darah "Cie Tie Hiat" pada lengan kanan pemuda tersebut.
Tan Kia-beng dengan sebat menekan lengannya ke bawah, tangan kiri dengan jurus Kiem Liong Sian Can atau naga emas mengembang cakar balas mengancam jalan darah "Ci Bun Hiat" dari Liauw Lok Yen.
Liuw Lok Yen menggetar ujung bajunya dengan gerakan
"Kiem Liong Ciauw Cien" atau Naga emas saling menggunting menghajar pergelangan Tan Kia-beng sedang kakinya laksana sambaran petir melancarkan serangan berantai.
Tan Kia-beng tertawa panjang, badannya meloncat ke tengah udara, sedang sepasang telapaknya digetarkan berulang kali, cepat laksana sambaran kilat, dahsyat bagaikan angin taupan, hanya dalam sekejap mata ia sudah mengirim delapan belas buah serangan gencar.
Ujung baju hijau Liuw Lok Yen berkibar tubuhnya bagaikan seekor kupun kupu beterbangan di tengah kurungan bayangan telapak sang pemuda, saat itu juga ia mengirim serangan balasan.
Begitu kedua orang saling melancarkan serangan, orang-orang yang menonton dari samping kalangan segera
merasakan matanya berkunang-kunang, mereka hanya
menemukan dua gulung bayangan manusia, sebentar merapat sebentar merenggang, ada maju ada mundur, gerakannya buas bagaikan tubrukan burung elang ganas bagaikan harimau, gesit bagaikan kupu kupu dan lincah bagaikan burung walet, setiap serangan yang dilancarkan tentu merupakan suatu gerakan yang aneh dan sukar untuk diraba arah tujuannya.
Ui Liong Tootiang, Hay Thian Sin Shu, Su Hay Sin Tou serta Pek-tok Cuncu yang biasanya menganggap dirinya sebagai jagoan Bulim saat ini dibuat melongo-longo dengan mata
terbelalak, seluruh perhatian mereka terhisap oleh kesempurnaan serta kelihayan dari gerakan kedua orang itu.
Terutama sekali siasap dan mega selaksa li Lok Tong mimpipun ia tidak pernah menyangka kalau muridnya bisa memperoleh kemajuan yang sedemikian pesatnya.
Masing-masing orang hanya dalam beberapa waktu sudah saling menyerang sebanyak ratusan jurus lebih, dalam hati mereka sama merasa terperanjat dan mengerti bila musuh yang ditemuinya saat ini merupakan musuh tangguh yang belum pernah dijumpai selama ini.
Ketika itu pertarungan antara Tan Kia-beng dengan Liuw Lok Yen sudah tidak secepat pertarungan pertama tadi, karena saat ini mereka masing-masing pihak berusaha untuk memperhatikan gerak tipu musuh.
Setiap kali lewat beberapa waktu mereka baru mengirim satu serangan gencar dan dibalik serangan itu tentulah tersembunyi beberapa buah perubahan yang amat lihay.
Diikuti satu serangan barlaku, serangan mematikan kedua menyusul tiada putusnya.
Majikan Isana Kelabang Emas harus mengeluarkan seluruh kepandaian yang dimiliki untuk menghadapi pihak lawan, sebaliknya Tan Kia-beng pun harus mengeluarkan semua kepandaian yang didapatkannya dari kitab pusaka Teh Leng Cin Keng serta Sian Tok Poo Liok.
Pertarungan yang mendebarkan hati ini berturut turut berlangsung selama satu jam lebih dibawah sorotan sinar rembulan, tetapi masing-masing pihak tidak juga berhasil menentukan siapa menang siapa kalah.
---ooo0dw0ooo---
JILID: 19 Dengan cepat pikiran Liuw Lok Yen berputar, akhirnya ia mengambil keputusan untuk mencari kemenangan dengan mengandalkan kesempurnaan tenaga lweekangnya, ia hendak mengandalkan penemuannya yang aneh untuk menekan dan merubuhkan pemuda lawannya.
Sekonyong-konyong....
Ujung baju diangkat, muncullah sepasang telapak tangan yang putih bersih bagaikan salju. Dengan sejajar dada ia mendorong tangannya ke depan. Segulung hawa pukulan yang keras bagaikan ambruknya gunung Thaysan serta jebolnya tanggul besar menggulung dahsayt ke arah tubuh lawan.
Serangan kali ini sudah menggunakan seluruh tenaga lweekang yang dimilikinya sudah tentu kedahsyatannya bukan alang kepalang bilamana serangan tersebut menyambar lewat angin pukulan menderu deru memekik telinga.
Su Hay Sin Tou yang melihat pertarungan tersebut dari samping kalangan, kontan merasakan hatinya berdebar debar, siasap dan mega selaksa li menyalurkan lidahnya sambil menggeleng, diam-diam mereka pada ikut merasa tegang bagi keselamatan sang pemuda sehingga keringat dingin mengucur keluar sangat deras.
Keadaan Leng Poo Sianci lebih parah lagi, hatinya berdebar keras seperti mau melompat keluar saja dari dadanya, sepasang mata terbelalak lebar-lebar.
Tan Kia-beng yang sedang pusatkan pikiran untuk
memunahkan serangan lawan, mendadak merasa datangnya
angin pukulan sangat dahsyat sehingga suasana diempat penjuru terasa jadi berat, hawa udara seperti membeku yang membuat napas jadi sesak, hatinya jadi sangat bergidik.
Mendadak alisnya melentik, hawa murni disalurkan
mengelilingi seluruh badan kemudian bersuitan nyaring menimbulkan suara yang memekikkan telinga.
Sepasang telapaknya diputar, dibabat lalu didorong ke depan, inilah jurus serangan "Jiet Ceng Liong Thian".
Serangan balasan ini dikirim dengan kecepatan luar biasa, segulung angin pukulan yang maha kuat dengan diiringi suara desiran tajam laksana merekahnya tanah dan ambruknya gunung menghajar kemuka.
"Braaak!" diikuti meledaknya suara bentrokan tajam muncullah dua liang tanah yang sangat dalam oleh tekanan dari bentrokan kedua gulung hawa murni tersebut.
Bukan begitu saja bahkan muncul pula berpuluh puluh desiran angin putaran yang memancar keempat penjuru.
Tan Kia-beng terpukul mundur sejauh empat langkah ke belakang sedang majikan Isana Kelabang Emas sendiri terdorong mundur sejauh lima depa.
Dengan terjadinya bentrokan ini dalam hati masing-masing pihak lantas mempunyai perhitungan sendiri mereka merasa kekuatan kedua belah pihak adalah seimbang dan siapapun tak berhasil memperoleh keuntungan.
Air muka Liuw Lok Yen berubah dingin kaku bagaikan es, hawa membunuh muncul di atas wajahnya, ujung baju berkelebat dan sekali lagi ia menerjang kemuka.
"Heee.... heee.... heee.... kepandaian silat yang dimiliki Tan heng benar-benar luar biasa, silahkan kau terima kembali satu seranganku ini" bentaknya seram
Tan Kia-beng menarik napas panjang, hawa murninya disalurkan mengelilingi seluruh tubuhnya satu kali kemudian tertawa lebar.
"Silahkan saudara turun tangan sekuat tenaga, cayhe akan mengiringinya dengan taruhan nyawa."
Delam kesempatan tanya jawab ini, kembali kedua belah pihak saling mengirim satu pukulan dengan kecepatan luar biasa.
Di dalam serangan kali ini, masing-masing pihak sudah menambahi tenaganya sebesar dua bagian.
Tapi, kehebatannya tidak sedahsyat bentrokan yang pertama, di tengah mengepulnya debu serta pasir suara ledakan keras bergema memenuhi angkasa. Sebuah barak yang berada beberapa kaki jauhnya dari kalangan kena terpukul pental oleh desiran angin pukulan terdengar sehingga roboh hancur berantakan.
Di tengah suasana yang amat suram itulah masing-masing pihak mundur dua langkah ke belakang.
Setelah mengalami dua kali bentrokan keras, hawa murni Liuw Lok Yen mulai merasa tidak lancar, sedang hawa membunuh yang berkelebat di atas wajahpun semakin tebal.
Buru-buru ia kumpulkan hawa murninya yang masih tersisa dibadan, seraya membentak keras.
"Awas! aku Liuw Lok Yen akan mengirim pukulanku yang terakhir."
Pada saat itu Tan Kia-beng sendiripun merasa bahwa hawa murninya bergolak sangat keras dan keadaan bagaikan anak panah di atas busur yang secara bagaimanapun harus dilepaskan.
Mendadak sepasang matanya mendelik, dengan
memancarkan cahaya tajam sahutnya lantang, "Dalam pertemuan malam ini masing-masing pihak ada maksud untuk mempertahankan pendapat masing-masing, lebih baik kita adu jiwa dulu baru kemudian berbicara lagi."
"Heee.... heee.... heee.... Semangat Tan heng berkobar kobar, hal ini membuat aku Liuw Lok Yen merasa sangat kagum.
Ujung bajunya kontan dikebutkan ke depan, segulung kabut hijau yang amat tebal secara tiba-tiba mengalir keluar dari balik baju dan membentuk segulung hawa tekanan yang tak berwujud mengurung seluruh tubuh Tan Kia-beng.
Ilmu sian Thian Cin Khie macam ini termasuk ilmu yang teratas dari aliran Sian Bun, kedahsyatannya luar biasa dengan mempunyai daya tahan yang tak tertembuskan, setiap kali menemui daya perlawanan semakin besar maka daya tekanan yang ditimbulkanpun semakin hebat.
Ketika itu Tan Kia-beng pun sudah kumpulkan hawa murni Jie Khek Kun Yen Cin Kie nya keseluruh badan, sepasang telapak dengan cepat didorong ke depan dada. Setelah membentuk gerakan Thay-khek, lalu secara tiba-tiba ia menghajar tubuh musuhnya, ilmu Jie Khek Kun Yen Kan Kun So pun sudah disalurkan keluar.
Seluruh harapan Ui Liong Tootiang sudah ditumpahkan ke dalam ilmu kepandaian Jie Khek Kun Yen Kan Kun So ini, walaupun manja kuat tapi tak urung pada saat ini merasa
tegang juga sehingga matanya melotot bulat bulat, langkahnya bergerak mundur berulang kali.
Di tengah suara bentrokan dan ledakan yang maha
dahsyat, kedua gulung angin pukulan Sian Thian Cin Khie tersebut sudah terbentur satu sama lainnya. Sreet! sreet!
angin tajam memancar keempat penjuru menggetarkan ujung baju seluruh jago yang ada disamping kalangan sehingga berkibat tiada hentinya dan terdorong mundur ke belakang.
Oleh pukulan Jie Khek Kun Yen Kan Kun So ini tubuh Liuw Lok Yen tergetar keras dan mencelat ke tengah udara untuk berjumpalitan beberapa kali kemudian roboh ke atas tanah.
Sebaliknya Tan Kia-beng sendiri merasakan dadanya seperti terhantam martil berat badannya terpukul mundur tujuh, delapan langkah ke belakang lalu jatuh terduduk pula ke atas tanah.
Melihat kejadian itu saking kagetnya Leng Poo Sianci menjerit tertahan, tubuhnya segera meloncat ke depan disusul oleh siasap dan mega selaksa lie Lok TOng, Su Hay Sin Tou, Pek-tok Cuncu beberapa orang.
Siapa nyana, sewaktu masing-masing pihak sama-sama menderita luka itulah dari tengah kalangan kembali terdengar suara suitan aneh bergema memenuhi angkasa, kiranya Hu San g Popo bagaikan burung elang sudah mencelat ke tengah udara dan langsung menubruk ke arah Tan Kia-beng.
Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang melihat kejadian itu segera membentak keras, masing-masing orang mengirim satu babatan keras ke arah si nenek tua itu.
Kedua orang ini merupakan jago kelas wahid dalam Bulim saat ini, apalagi serangan dilancarkan dengan sepenuh tenaga, sudah tentu kekuatannyapun luar biasa.
Tampaklah dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan putaran roda menggulung ke arah badan Hu Sang Popo yang sedang menerjang ke arah bawah itu.
Sekalipun tenaga dalam Hu Sang Popo amat tinggi, iapun tidak berani menempuh bahaya dengan taruhan nyawa sendiri. Tubuhnya yang masih berada di tengah udara segera berjumpalitan, sepasang ujung baju dikebut dan badannya kembali meluncur naik setinggi tujuh, delapan depa. Dengan amat tepat sekali kedua gulung angin pukulan itu menyambar lewat dari bawah kakinya.
Setelah lolos dari ancaman pukulan, nenek tua itu baru melayang turun ke atas permukaan tanah.
Tapi justru dikarenakan keterlambatan inilah, ia sudah berhasil dihadang oleh Hay Thian Sin Shu.
"Hmm! kau sudah hidup sedemikian tuanya, ternyata masih juga ada maksud hendak membokong seorang boanpwee yang sedang terluka, apakah kau tidak merasa malu?" jengek si orang tua itu sambil mendengus dingin.
Hu Sang Popo adalah guru dari Liauw Lok Yen itu Majikan Isana Kelabang Emas. Semasa kecilnya ia adalah seorang gadis suku Biauw yang kerjanya memetik daun teh.
Pada suatu hari ia tersesat disebuah gunung, tanpa sadar gadis tua ini sudah tiba di sebuah gua kuno dan secara kebetulan menemukan seluruh kepandaian silat peninggalan seorang Ni kouw yang wafat disana.
Di dalam gua itulah akhirnya ia berlatih tekun dan akhirnya berhasil memiliki serangkaian ilmu silat yang tiada taranya.
Ketika Kiem Hoa Tongcu menderita kekalahan dan Liuw Lok Yen melarikan diri ke tengah hutan, kebetulan ia telah
berjumpa dengan dirinya dan terakhir berhasil mendapat didikan serangkaian ilmu silat yang sangat dahsyat.
Hu Sang Popo sejak dilahirnya hidup di tengah gunung dan jarang sekali berhubungan dengan orang bahkan hidupnya pun tergantung dari minum darah binatang. oleh sebab itulah wataknya jadi buas, ganas dan kejam.
Terhadap makian dari Hay Thian Sin Shu tersebut nenek tua itu tidak ambil gubris sepasang matanya berputar putar kemudian tertawa dingin tiada hentinya.
"Heee.... heee.... heee.... ia berani melukai muridku, aku akan cabut nyawanya"
Hay Thian Sin Shu serta Ui Liong Tootiang yang mendengar perkataan itu sama-sama merasa terkejut, kepandaian silat yang dimiliki Majikan Isana Kelabang Emas sudah luar biasa liehaynya, jelas kepandaian gurunya jauh lebih dahsyat.
Tapi kedua orang itu adalah jago-jago kangouw yang mempunyai kedudukan sangat terhormat, sudah tentu mereka tak bakal dijera oleh ancaman tersebut.
Ui Liong Tootiang tertawa dingin tiada hentinya.
"Liauw Lok Yen hanya menderita luka parah karena beradu kepandaian, dengan musuh buat kau begitu gelisah, coba aku mau tanya, bagaimana pula tanggapanmu terhadap orang-orang Bulim yang menemui ajalnya dibawah cengkeraman iblis orang-orang Isana Kelabang Emas kalian?"
"Soal ini aku tidak mau menggubris, ayoh cepat menyingkir semua!" bentak Hu Sang Popo semakin gusar.
Ujung baju dikebutkan kemudian segulung angin pukulan ber
Pendekar Super Sakti 16 Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Pendekar Kidal 6
^