Naga Naga Kecil 13
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 13
anding di lingkaran Siauw Li Sie, bahkan dibandingkan dengan Ciangbunjin
Siauw Lim Sie di Siong San dan di Poh Thian sekalipun.
"Murid-muridku, nampaknya tugas suhumu sudah berakhir. Karena kalian berdua
sudah sanggup secara sempurna menyerap dan menyempurnakan Ilmu yang diajarkan
gurumu. Lebih dari itu, pelajaran keagamaan kalian juga tidak lagi cetek. Sebetulnya,
gurumu tidak ingin mengikat kalian dengan Siauw Lim Sie, dan membiarkan kalian
memutuskannya kelak, tetapi keadaan dunia persilatan membuat mau tidak mau
kalian mesti berjuang di bawah panji Siauw Lim Sie. Lebih dari itu, semua ilmu
kalian, selain hadiah Pek Sim Siansu adalah murni ajaran asli Siauw Lim Sie. Karena
itu, kebesaran Siauw Lim Sie mau tidak mau adalah tanggungjawab kalian berdua
juga" Kian Ti Hosiang yang anehnya wajahnya malah "mentereng" dan segar itu,
berhenti sejenak guna memberi pesan terakhir bagi kedua muridnya yang nampak
duduk menghadapnya dengan khusuk.
"Usia suhumu sudah tidak panjang lagi, bahkan tinggal dihitung dengan jari tangan.
Bahkan nampaknya, Kiong Pangcu, sudah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini.
Dan sebentar lagi giliran suhumu"
"Suhu, apa maksud perkataanmu, apakah?" Kwi Song menyela dengan perasaan
kaget dan terenyuh.
"Song Jie, setiap manusia memiliki batas akhir kehidupannya. Tidakkah engkau
melihat betapa gurumu telah teramat jauh melintasi jalan kehidupan ini?"
"Tapi suhu, engkau orang tua khan masih nampak segar"
"Nampak segar bukan berarti tidak akan melewati batas itu bukan?"
Kedua murid itupun terdiam dengan perasaan tak menentu. Sudah tiba saat mereka
akan bepisah dengan gurunya yang sangat berbudi, satu-satunya orang tua yang
mereka kasihi dan mereka miliki sampai saat ini. Siapa yang tidak tersentak
menghadapi hal tersebut?"
"Nah, karena itu, kuatkanlah hatimu dan dengarkanlah pesan-pesan terakhir gurumu.
Bila mata batinku tidak keliru, dalam waktu sangat dekat kalian berdua akan bertemu
dan menghadapi seorang tokoh besar yang bahkan kepandaiannya masih diatas kalian
berdua. Dia atau mereka, adalah bagian dari persoalan gurumu pada masa lalu, yang
sayangnya harus kalian hadapi dan selesaikan. Dan ingatlah, tokoh-tokoh semacam
itulah yang akan kalian hadapi dalam menenteramkan dunia persilatan dari badai
pembunuhan yang sangat mengerikan ini. Garis alam telah menunjuk generasi kalian
dan bukan generasi gurumu lagi. Dan, memang, masing-masing generasi memiliki
tugas dan tanggungjawabnya sendiri-sendiri" Sampai disini Kian Ti Hosiang nampak
kembali berdiam diri sejenak. Dan ketika itu dimanfaatkan Kwi Song untuk bertanya,
"Apakah tecu berdua sudah layak memikul tugas berat itu suhu?"
"Selama 2 tahun terakhir ini gurumu telah menyiapkan kalian dan sudah memuaskan
perasaan hatiku, terlebih setelah kalian membekal juga Ilmu Baju Emas yang mujijat
itu. Hal itu membuatku rela dan siap meninggalkan dunia ini. Bicara kepandaian,
yang mampu mengimbangi kalian sudah sangat terbatas. Meskipun demikian,
diperlukan latihan lebih tekun dan pengalaman yang lebih luas untuk dengan leluasa
menggunakan dan menguasai kepandaian-kepandaian tersebut"
"Bagaimana jika dibandingkan dengan Thian Suheng di Poh Thian suhu?" Kwi Beng
turut bertanya.
"Suheng kalian itu, memiliki bakat tidak di bawah kalian. Suhumu percaya, diapun
mengalami kemajuan hebat setelah bertemu kalian berdua. Tetapi, dengan penguasaan
ilmu-ilmu terakhir, rasanya suhengmupun tidak lagi mampu mengimbangi kalian",
jawab Kian Ti Hosiang, untuk kemudian melanjutkan
"Beng Jie, suhengmu di Poh Thian nampaknya penujui dirimu untuk
menggantikannya di Poh Thian. Tetapi, semuanya biar tergantung keputusan dan
perjalanan hidupmu. Untuk saat ini, belum tepat bagimu mencukur rambutmu,
terlebih hanya karena pesan dan perintah gurumu. Menjadi pendeta Siauw Lim Sie,
harus karena "panggilan" hati dan hidupmu, bukan karena paksaan dan perintah orang
lain. Tetapi engkau Song Jie, nampaknya engkau tidak berjodoh menjadi Pendeta
Siauw Lim Sie, karena itu engkau kutugaskan dan kuterima sebagai murid preman
Siauw Lim Sie. Tetapi, semua aturan Siauw Lim Sie tetap akan mengikatmu,
dimanapun dan kapanpun. Dalam urusan-urusan mendesak, maka engkau wajib
membela Siauw Lim Sie dan wajib memberitahukan Ciangbunjin bila ingin menerima
murid dan menurunkan Ilmu Pusaka Siauw Lim Sie".
"Baik suhu"
"Dan, selain tugas berat untuk menangani badai dunia persilatan, kalian berdua juga
mewakili gurumu dalam pertemuan antara Pendekar Tionggoan melawan Pendekar
dari Bengkauw, Lam Hay Bun dan Thian Tok. Kalian mewakili suhumu untuk datang
dalam pertemuan itu 3 tahun mendatang dan bergabung dengan anak murid Kiong
Pangcu, Kiang Bengcu dan Pek Sim Siansu. Pertemuan itu sudah berulang kali
kujelaskan kepada kalian, jadi seharusnya sudah dipahami. Terutama menghadapi
lawan dari Thian Tok, nampaknya kalian mesti sangat awas, karena ajaran aslinya
tidak jauh berbeda dengan Siauw Lim Sie. Sementara Bengkauw dan Lam Hay
nampaknya sudah pernah kalian saksikan kehebatan mereka. Nah, hari ini adalah hari
terakhir gurumu, setelah selesai pertemuan kita ini, kalian sampaikan kepada
Ciangbunjin bahwa gurumu tidak menginginkan penghormatan berlebihan, lakukan
seadanya bersama keluarga besar Siauw Lim Sie dengan tidak berlebihan melepas
kepergian gurumu.
Tetapi, semua memang akan terserah kepada Ciangbunjin. Mengenai hal itu dan
status kalian berdua, sudah suhumu persiapkan. Beng Jie, engkau menyerahkan surat
ini kepada Ciangbunjin" Kian Ti Hosiang kemudian berhenti bicara dan menyerahkan
sebuah surat tertutup untuk disampaikan kepada Siauw Lim Sie Ciangbunjin.
"Baik suhu, tecu akan melakukan permintaan suhu" Kwi Beng bicara dengan suara
begetar sambil menerima surat dari gurunya. Siapa pula yang tidak tergetar
perasaannya mendengar orang yang dikasihinya akan "pergi", dan berbicara masalah
kepergian itu demikian datar dan bahkan demikian lancar, seakan bukan sebuah
peristiwa penting.
Tetapi, manusia sepuh seperti Kian Ti Hosiang, sebagaimana juga Kiong Siang Han,
manusia yang telah "tahu" batas usianya, membicarakan kematian sama dengan
membicarakan perjalanan lebih lanjut dari apa yang dinamakan "kehidupan".
Keadaan Kwi Song, tidak jauh berbeda dengan keadaan kakak kembarnya, sangat
terenyuh dan kehilangan kemampuan berkelakarnya. Tidak mampu bicara banyak
karena gurunya yang banyak bicara dan terlihat sangat menikmati perjalanan baru
yang akan dilakukannya. Dan waktu itu, lebih mengejutkan lagi adalah hari ini, dan
pertemuan saat itu adalah pertemuan terakhir. Siapa tidak tersentak, siapa tidak
terguncang"
"Nach, murid-muridku, pesanku untuk kalian berdua sudah selesai. Pesan lain, untuk
bagaimana berlaku sebagai manusia dan sebagai pendekar Siauw Lim Sie, sudah
kalian resapi lama. Ingatlah sekali lagi, diatas langit masih ada langit, kepandaian
kalian jangan membuat kalian tekebur. Jangan merasa lebih hebat dari yang lain, tapi
gunakan untuk kepentingan umat persilatan. Suhumu percaya penuh dengan kalian
berdua, dan Ciangbunjin akan gurumu titipi pesan dan wewenang untuk mengawasi
kalian berdua. Bila salah satu dari kalian berdua menyeleweng dari kebenaran, maka
tanda kehadiran suhumu akan digunakan untuk mengekangnya. Tapi gurumu percaya,
kalian tidak dan bukan manusia yang gampang disesatkan. Sebagai persiapan terakhir,
marilah kalian mendekat, meski kalian belum cukup menandingi pendatang itu, tetapi
biarlah bekal terakhir ini mampu membuatnya berpikir untuk bertindak lebih jauh.
Duduklah mendekatiku, tetapi setelah selesai, segera tinggalkan tempat ini dan
laporkan keadaan gurumu kepada Ciangbunjin" Kian Ti Hosiang kemudian
memanggil mendekat kedua muridnya, dan tangan kanannya terulur kepunggung Kwi
Beng, sementara tangan kirinya ke punggung Kwi Song. Keduanya memang diminta
untuk membelakanginya.
Dan tidak lama kemudian segulung arus yang tidak terkatakan mengalir ke pusat
penguasaan sinkang kedua pendekar kembar ini. Sambil terdengar bisikan Kian Ti
Hosiang, "Tenaga ini, jangan dulu dibaurkan kedalam proses pembauran tenaga mengikuti
aliran Liang Gie atau proses pembauran dari Jawadwipa. Gunakan untuk menghadapi
si pendatang dalam waktu dekat ini, baru kemudian lakukan sebagaimana biasanya"
Proses tersebut berlangsung selama kurang lebih 1 jam, proses pemindahan kekuatan
sinkang secara instant, yang akan membuat si penyalur tenaga akan mengalami
kerugian luar biasa dan akan sangat menguntungkan yang disaluri tenaga tersebut.
Dan nampaknya, Kian Ti Hosiang yang mengerti bahwa batas umurnya sudah tiba,
memang sudah merencanakannya sejak lama. Bahkan semakin bulat tekadnya itu
setelah mata batinnya membisikkan sesuatu yang perlu ditangani oleh kedua
muridnya dalam waktu dekat ini. Itulah sebabnya Kian Ti Hosiang memutuskan
memperkuat kedua muridnya dengan cara ini, sekaligus juga mempercepat proses
"kepergiannya". Dan memang, setelah sejam lebih dia melakukan proses transfer
tersebut, kedua tangannya merosot dan terkulai dari punggung kedua muridnya.
Tetapi, masih sanggup dia bersedekap dalam posisi duduk bersamadhi, dan kemudian
berbisik kepada kedua muridnya:
"Sudah selesai, dan ingatlah semua pesanku untuk kalian berdua. Keluarlah, dan
mulai lakukan tugasmu" Itulah bisikan "hidup" terakhir yang pernah didengar kedua
pendekar kembar itu dari gurunya. Karena setelah itu, tidak nampak lagi cahaya
kehidupan dari wajah dan tubuh pendekar gaib dari Siauw Lim Sie ini. Kwi Beng dan
Kwi Song berlutut lama, sangat lama didepan jasad gurunya, atau pengganti orang tua
yang mendidik dengan penuh hati, penuh kasih dan bahkan merenggut hidup mereka
dari malaikat elmaut. Kepada orang tua inilah bakti mereka sebagai bukan hanya
murid, tetapi bahkan sebagai anak mereka tunjukkan. Tetapi, mereka tidak lagi
menangis, tetapi membulatkan tekad untuk tidak mempermalukan orang tua saleh
yang membimbing mereka dengan keras dan penuh kasih.
Setelah sanggup membenahi diri dan perasaan mereka, baru kemudian keduanya
bangkit berdiri untuk kemudian memberitahu Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Hari ini,
berselang mungkin 10 hari dari kepergian Kiong Siang Han, dunia persilatan
Tionggoan kembali melepas salah satu tokoh yang dibanggakannya. Seorang tokoh
besar yang memimpin Siauw Lim Sie dalam kesalehannya dan banyak membantu
dunia persilatan Tionggoan semasa hidupnya. Siauw Lim Sie selama 100 tahun
terakhir, nyaris identik dengan kebesaran guru besar yang saleh dan maha sakti ini.
Jarang bahkan murid Siauw Lim Sie sendiri mengerti dan mampu menjajaki sampai
dimana kesaktian tokoh ini. Tokoh yang kini telah berpulang KIAN TI HOSIANG.
================
Tetapi, Ciangbunjin Siauw Lim Sie sangatlah berbeda dengan Pangcu Kaypang.
Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang diberitahu kematian Kian Ti Hosiang. Dengan
segera dia mengadakan rapat dengan para sesepuh Siauw Lim Sie, dan semua sepakat
untuk menghormati jenasah guru besar mereka melalui penghormatan besar sesuai
sistem yang berlaku di Siauw Lim Sie. Dengan kata lain, pesan Kian Ti Hosiang
untuk diperabukan secara sederhana justru diabaikan. Bahkan, pada hari itu juga,
pesan dan undangan bagi semua tokoh dunia persilatan, termasuk perguruan besar
langsung dilayangkan.
Kian Ti Hosiang adalah Guru Buesar, maha Guru terakhir yang dimiliki kuil ini,
masakan tidak dilakukan penghormatan besar baginya" Wajar bila kuil Siauw Lim Sie
memperlakukannya secara istimewa, karena namanya sangat harum dimata baik
kawan maupun lawan. Bahkan dia menjadi salah satu tiang dan tonggak kebanggaan
Tionggoan pada masa lalu. Tidak ada yang bisa dan mampu membenarkan pesan
Kian Ti Hosiang, termasuk juga kedua murid kembarnya, bahwa upacara sederhana
yang lebih baik. Semua sesepuh partai memutuskan dan sepakat untuk mengadakan
penghormatan besar-besaran yang terakhir untuk melepas guru besar ini.
Dan, nyaris tidak mungkin ada perguruan besar maupun kecil yang sanggup dan
mampu menolak undangan Siauw Lim Sie. Semuanya, mulai dari Perguruan ternama
semisal Lembah Pualam Hijau, Bu Tong Pay, Kaypang yang juga sedang berduka
tetapi tidak disebarluaskan, Cin Ling Pay dan Go Bi Pay yang sedang hancur juga
malah mengirim utusan, Thian San Pay, Kun Lun Pay dan semua perguruan besar
sudah memutuskan datang. Juga Benteng Keluarga Bhe, Perkampungan keluarga Yu,
serta perguruan terkenal lain juga bersiap mengirimkan utusan. Bahkan pendekarpendekar
utama dan kelas satupun sudah meluruk datang untuk memberikan
penghormatan terakhir bagi Kian Ti Hosiang.
Sungguh sebuah peristiwa besar yang diputuskan dan disiapkan Siauw Lim Sie bagi
Kian Ti Hosiang, sesuatu yang nampaknya sudah diduga Kian Ti Hosiang. Sebagai
mantan Ciangbunjin Siauw Lim Sie dia mengerti tradisi Kuil itu menghormati
tokohnya. Karena yang bisa memutuskan jenis upacara bukanlah yang bersangkutan,
tetapi pimpinan Siauw Lim Sie bersama dengan sesepuh dan tetua partai. Dan
kebetulan Kian Ti Hosiang adalah tokoh yang dituakan dan bahkan menjadi symbol
kebangkitan dan kebanggaan Siauw Lim Sie puluhan tahun terakhir ini.
Malam itu adalah malam kedua jasad Kian Ti Hosiang disemayamkan di sebuah
ruangan khusus di Siauw Lim Sie. Ruangan jasad itu dijaga oleh beberapa pendeta
Siauw Lim Sie, tetapi didalamnya di sisi kiri dan kanan peti jasad nampak bersimpuh
kedua murid Kian Ti Hosiang, Souw Kwi Song dan Souw Kwi Beng. Mereka nampak
bersimpuh terus dan beristirahat juga nampaknya secara bergantian dengan
melakukan Samadhi. Karena itu, siapapun tokoh atau orang yang berkehendak masuk,
pastilah akan dengan mudah diketahui oleh salah satu dari kedua anak muda ini.
Tetapi, sungguh luar biasa, tengah malam itu tanpa angina tanpa hujan dan tanpa
diketahui kedua anak muda itu, justru sudah berdiri 2 orang kakek tua yang semua
rambut mereka sudah memutih. Siapa lagi kedua orang tua luar biasa yang sanggup
melakukannya jika bukan Wie Tiong Lan Pek Sim Siansu dan Kiong Sin Liong dari
Lembah Pualam Hijau"
Sudah tentu, baik Kwi Beng maupun Kwi Song maklum belaka siapa kedua orang
tua itu. Malah mereka menyambut kedua orang tua sakti itu dengan penghormatan
dan mengucapkan kata-kata terima kasih atas nama Siauw Lim Sie dan guru mereka.
Seterusnya mereka membiarkan kedua orang tua itu melakukan penghormatan
terakhir dengan wajah yang tidak mengesankan apa apa, selain kelembutan yang
terpancar dari wajah mereka. Seterusnya, Kiang Sin Liong yang memberi
penghormatan lebih dahulu kemudian berujar setelah berdiri didepan jasad itu:
"Engkau telah menyelesaikan tugasmu Kian Ti Hosiang. Kedua anak muridmu telah
menunjukkan buah kerjamu, dan Siauw Lim Sie telah memancarkan sinar kerja
kerasmu" kemudian dia memandang kedua anak muda kembar itu dan berkata:
"Lohu bisa melihat, kalian berdua sudah lebih dari cukup untuk mewakili guru
kalian. Kionghi ". dan selamat tinggal" dan tubuh itupun raib dari pandangan kedua
anak muda itu bagaikan lenyap begitu saja.
Begitupun ketika Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan melakukan upacara yang sama dan
pujian yang sama untuk rekan seangkatan yang mendahuluinya. Bahkan terhadap
kedua akak beradik itu, dia hanya berguman:
"Tanpa mencoba, hanya melalui sinar mata kalian berdua, lohu yakin kalian sudah
berhasil. Berjagalah, akan ada yang berusaha mengganggu, tetapi nampaknya Kian Ti
si Pendeta Saleh itu sudah menyiapkan kalian" Dan sebagaimana datangnya, begitu
juga perginya kakek sakti ini, seperti juga Kiang Sin Liong. Mereka berdualah yang
menjadi tamu pelayat pertama yang memberi penghormatan terakhir buat Kian Ti
Hosiang, dan kedua pendekar kembar itu maklum, bahwa kehadiran mereka memang
tidak untuk diberitahukan kepada siapapun. Karena itu, merekapun tidak pernah
memberitahu siapa saja, kecuali Ciangbunjin Siauw Lim Sie perihal kedatangan
mereka. "Siancai siancai, ternyata mereka para pendekar ajaib Tionggoan masih saling
berhubungan. Sungguh kurang sopan punco tidak menjumpai dan menghormati
kedatangan kedua orang tua luar biasa itu" sesal Ciangbunjin ketika diberitahu Kwi
Beng perihal kedatangan Kiang Sin Liong dan Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan.
Ciangbunjin tahu belaka reputasi dan kehebatan kedua orang tua yang angkat nama
bersama Kian Ti Hosiang, karenanya diapun merasa menyesal tidak sempat menemui
kedua orang tua itu. Meskipun begitu, dia maklum bahwa tokoh sekaliber kedua orang
tua itu, memang pastilah tidak lagi ingin publikasi atau pamer dan memilih untuk
melayat sobat mereka dengan cara mereka sendiri. Tetapi, Kwi Beng kemudian
menambahkan: "Ciangbunjin, kedua orang tua itu juga mengingatkan bahwa akan ada pengganggu
jasad suhu dan memerintahkan jiwi tecu untuk berjaga-jaga"
"Siancai siancai, memang bukan tidak mungkin. Biarlah nanti malam punco juga
akan ikut berjaga sejenak di tempat ini. Dan sebaiknya kalian berdua juga benar,
meningkatkan kewaspadaan" ucap Ciangbunjin dan kemudian berlalu untuk mengatur
banyak hal. Dan sepanjang siang hingga menjelang malam, lebih banyak lagi kemudian para
pelayat yang datang memberi penghormatan terakhir. Gunung Siong San secara tibatiba
menjadi sangat ramai pengunjung meski dengan wajah muram melepas kepergian
tokoh besar Tionggoan itu. Bahkan menjelang sore hari ketiga kematian Kian Ti
Hosiang, tiba-tiba muncul kabar dari bawah gunung bahwa Bengcu Dunia Persilatan
Tionggoan berkenan melayat. Dan, belum lagi persiapan menyambut kedatangan
bengcu dilakukan, duta perdamaian 1 dan 6 sudah melesat tiba di depan Kuil Siauw
Lim Sie. Dan berturut-turut tidak lama kemudian menyusul 4 duta perdamaian yang
lain. Ke-6 Duta Perdamaian ini selalu harus mendampingi Bengcu ketika melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan. Dan beberapa saat kemudian nampak 3 sosok
tubuh melesat dating dan kemudian berhenti di depan Kuil Siauw Lim Sie. Ternyata,
Kiang Ceng Liong mengadakan perjalanan ke Siong San bersama Liang Mei Lan dan
Siangkoan Giok Hong.
Nampaknya mereka disambut langsung oleh Ciangbunjin Siauw Lim Sie dan yang
kemudian menyapa mereka lebih dahulu:
"Siancai siancai, selamat datang di Siauw Lim Sie Kiang Bengcu. Dan, siapa pula
kedua nona ini?"
"Tecu Liang Mei Lan mewakili suhu Pek Sim Siansu datang melayat suhu Kian Ti
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hosiang" "Tecu, Siangkoan Giok Lian, mewakili Bengkauw Kawcu memberi penghormatan
terakhir bagi suhu Kian Ti Hosiang"
"Siancai siancai, benar-benar alpa. Punco kedatangan tamu-tamu agung mewakili
perguruan dan perkumpulan besar. Baik, mari Kiang bengcu, Liang Kouwnio dan
Siangkoan Kouwnio" Sang Ciangbunjin yang didampingi beberapa tokoh Siauw Lim
Sie kemudian mengundang mereka ke ruang jasad Kian Ti Hosiang dan memberi
penghormatan bagi guru besar itu. Tetapi, karena kondisi, Kiang Ceng Liong tidak
sempat bercakap dengan Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song yang gembira melihat
kedatangan mereka bertiga. Untuk menghormati rombongan Bengcu Tionggoan,
Ciangbunjin menyiapkan ruangan istirahat khusus bagi ketiga tamu terhormat
tersebut. Berturut-turut, sore hari itu juga menyusul datang tamu-tamu dari perguruan besar.
Ciangbunjin Bu Tong Pay datang dengan ditemani Jin Sim Todjin dan bahkan Sian
Eng Cu Tayhiap dan beberapa anak murid Bu Tong Pay juga ikut mengawal dan
menyertainya. Sudah tentu rombongan ini disambut dengan penuh kehormatan dan
ucapan terima kasih dari Ciangbunjin Siauw Lim Pay. Bahkan sore itu, masih juga
bermunculan utusan dari Tiam Jong Pay yang diwakili Wakil Ciangbunjin, kemudian
juga menyusul Ciangbunjin Kun Lun Pay dan beberapa tokoh kenamaan rimba
persilatan. Sore menjelang malam, jumlah pelayat di Siong San bertambah secara
drastis dan membuat penjagaan di Gunung itu bertambah ketat. Bahkan Ciangbunjin
Siauw Lim Sie sendiri tidak sempat beristirahat dan selalu bersiaga, sambil tentu
menerima tamu yang datang melayat.
Para pelayat baru berhenti berdatangan ketika matahari sudah terbenam, dan bahkan
ruangan tempat persemayaman jasad Kian Ti Hosiang ditutup menjelang jam 9
malam. Tetapi, baik kedua pendeka kembar maupun Siauw Lim Sie Ciangbunjin
masih tetap dalam siaga penuh. Pesan Kian Ti Hosiang dan peringatan kedua guru
besar yang melayat malam sebelumnya, juga telah membuat mereka menjadi dalam
keadaan siaga penuh. Sementara itu, Kiang Ceng Liong yang beristirahat di kamar
tamu, ruang yang sama yang pernah digunakan ayahnya, Kiang Hong, nampak sedang
bersamadhi menghimpun kembali semangat dan tenaganya. Hal yang sama juga
dilakukan oleh Liang Mei Lan dan Siangkoan Giok Lian. Beberapa hari mereka
menempuh perjalanan siang dan malam ke gunung Siong San ini setelah menerima
kabar kematian Kian Ti Hosiang. Dan malam ini, adalah malam pertama mereka bisa
menikmati istirahat secara penuh dan bahkan membebaskan mereka dari mengejar
sesuatu kearah gunung Siong San.
Tetapi menjelang tengah malam, perasaan Ceng Liong seperti tergugah. Firasat dan
instingnya memang mengalami kemajuan yang luar biasa kahir-akhir ini, terutama
sejak melatih ilmu batin tingkat tinggi dan dilontarkan melalui mata dibawah arahan
Kian Ti Hosiang dan gurunya. Dengan cepat dia sadar dan memusatkan perhatiannya,
dan dengan cepat dia juga sadar bahwa akan ada "pendatang" di kuil ini pada tengah
malam nanti. Dan, menilik suasana, maka kedatangan tamu aneh ini nampaknya akan terjadi
sebentar lagi. Hanya, karena maksudnya kurang jelas, maka Ceng Liong menjadi
terjaga dan waspada, meskipun dia tahu bahwa gunung Siong San ini adalah
sarangnya Naga dan harimau. Gudangnya Ilmu Silat Tionggoan dan apalagi di
ruangan jasad disemayamkan, dia tahu dijaga dua anak muda sakti binaan langsung
Kian Ti Hosiang.
Tetapi, godaan dan ketukan pada firasat dan mata batinnya cukup kuat. Dan menurut
gurunya, hal itu menandakan bahwa sesuatu atau seseorang yang akan datang berarti
sangat hebat. Meski pesan itu sangat halus dan dalam gelombang perasaan yang tidak
berbentuk fisik, tetapi peringatan yang disampaikannya bisa membuat orang gelisah.
Menyadari hal itu, Ceng liong kemudian berinisiatif untuk bangun dan kemudian
mengenakan pakaian ringkas. Dan kebetulan ruangan jasad disemayamkan tidaklah
jauh dari tempat dia menginap dan beristirahat. Karena itu dengan langkah ringan, dia
kemudian mendekati pintu ruangan yang dijaga beberapa pendeta Siauw Lim Sie itu.
Dia bahkan disapa lebih dahulu oleh Pendeta yang berjaga itu:
"Selamat malam Bengcu, adakah sesuatu yang penting yang perlu kami Bantu?"
"Terima kasih suhu, bisakah aku bertemu sebentar dengan kedua sahabatku Souw
Kwi Beng dan Souw Kwi Song didalam?" nampaknya sesuatu yang penting akan
terjadi" jawab Ceng Liong.
"Mari, silahkan bengcu. Kebetulan, Ciangbunjin juga sedang menemani kedua
Susiok didalam"
Begitu memasuki ruangan, Ceng Liong terkesiap ketika melihat keempat orang yang
berada didalam ruangan sedang dalam keadaan siaga. Tetapi, ketegangan cair ketika
kemudian Siauw Lim Sie Ciangbunjin melihat Ceng Liong yang masuk dan
menyapanya dengan ramah:
"Siancai siancai, Kiang Bengcu, ada apakah gerangan malam-malam begini masih
belum istirahat"
"Losuhu, dan kedua sahabat Souw, entah mengapa aku mendapatkan firasat kurang
enak terkait dengan jenasah losuhu Kian Ti Hosiang. Getarannya agak kuat dan
membuatku merasa ingin memperingatkan Ciangbunjin dan kedua sahabat Souw"
bisik Ceng Liong lirih dan mengejutkan Ciangbunjin. Semuda ini tetapi telah
memiliki kepekaan bathin yang tinggi, sungguh luar biasa. Tanpa disadarinya,
kekagumannya atas Ceng Liong meningkat lebih dari sekedar melihatnya sebagai
Bengcu. "Ceng Liong, sebetulnya gurumu dan juga Pek Sim Siansu locianpwe telah
memperingatkan kami semalam sebelum engkau datang" Kwi Song menjawab ramah.
"Ach, Kwi Song, dia orang tua juga sudah datang?"
"Benar, bahkan bersama Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan" jawab Kwi Song
"Dan, tokoh seperti apakah yang mereka orang tua maksudkan akan datang?"
"Entahlah, tetapi menurut suhu, orang itu bahkan sangatlah sakti dan digdaya. Suhu
berpesan menjelang ajalnya" kali ini Kwi Beng yang menjelaskan.
"Hm, luar biasa jika demikian. Ciangbunjin suhu, dan saudara Kwi beng dan Kwi
Song, jika diperkenankan, bolehkah siauwte juga menemani kalian dalam menyambut
tamu agung tersebut?" Ceng Liong bertanya.
"Siancai siancai, didampingi Kiang Bengcu tentu membuat kami menjadi lebih
merasa tenang. Silahkan Kiang bengcu" Siauw Lim Sie Ciangbunjin malah senang
dengan pengajuan diri Ceng Liong. Dan akhirnya, mereka berlimapun kemudian
melakukan Samadhi di seputar peti jenasah Kian Ti Hosiang, menunggu kedatangan
tokoh hebat yang diperingatkan para tokoh besar itu. Tapi, siapakah mereka yang
gerangan datang itu"
===================
Tengah malampun lewatlah sudah. Suasana menjadi semakin menegangkan, terutama
dalam ruangan jenasah itu. Bahkan cenderung semakin menyeramkan, karena
penerangan sangat temaram atau minim cahaya, sementara bau dupa juga cukup
menusuk. Di luar kuilpun tidak terdengar apa-apa selain semilir angin yang
berhembus, tidak terdengar sama sekali adanya suara-suara asing lain yang
mencurigakan selain suara alam.
Tetapi, ketengangan dan kesunyian itu, justru menjadi semakin mencurigakan.
Terlebih, 5 orang yang berada dalam ruangan itu, sontak seperti diserang oleh sebuah
kekuatan hitam yang tidak terlihat. Sebuah kekuatan yang pasti terlontar dari jarak
tertentu dan nampaknya dikhususkan untuk menyerang ruangan persemayaman
jenasah ini. Tetapi, kelima orang dalam ruangan itu bukanlah manusia-manusia biasa,
tidak. Sebaliknya malah. Mereka sudah berjaga sejak tadi, sudah sangat siaga dengan
keadaan yang sunyi mencekam tersebut. Karena itu, serangan ilmu yang mencoba
merusak konsentrasi mereka dan membuat mereka tertidur bisa dengan muda
ditangkis. Satu-satunya yang terganggu, hanya orang kelima, seorang pendeta yang
dipanggil menemani Ciangbunjin di ruangan itu.
Dan tiba-tiba sebuah getaran suara berpengaruh berbisik dan mengalun di ruangan
itu, dan membuyarkan kekuatan hitam yang menyerang:
"Bersiaplah ". nampaknya mereka sudah datang"
Suara Ceng Liong itu memang perlahan saja, mengaung dan mengambang, tetapi
telah membantu pendeta disamping Ciangbunjin yang nampak agak terganggu dengan
serangan tersebut. Dan bahkan Ciangbunjin Siauw Lim Sie sendiri sampai kagum
oleh alunan suara mengambang yang dikeluarkan Ceng Liong mengimbangi serangan
ilmu tersebut. Dan, seusai suara Ceng Liong sirna, tahu-tahu di dalam ruangan itu
sudah bertambah dengan dua orang manusia dengan dandanan yang nyaris sama "
dandanan pendeta, hanya pendeta dari Tibet yang terkenal dengan nama Lhama Tibet.
Bahkan sebuah suara lirih yang hanya terdengar semua orang dalam ruangan itu
segera terdengar:
"Selamat bertemu kembali Kiang Bengcu. Maaf, lohu harus menyelesaikan sebuah
kewajiban lain buat toa suhengku, untuk kemudian menyelesaikan kewajibanku
kepadamu" Kiang Ceng Liong memandang wajah para pendatang, dan segera maklum ternyata
salah seorang pendatang adalah Bouw Lim Couwsu yang dikalahkannya secara tipis
di Perkampungan Keluarga Yu daerah Lok Yang. Dan jika kawannya yang datang
adalah toa suhengnya, berarti pendatang yang satu lagi tentunya adalah Bouw Lek
Couwsu. Dan terkaan Ceng Liong sama sekali tidak salah. Orang itu, Bouw Lek
Couwsu, berperawakan tinggi besar dan nampak menyeramkan dengan dandanan
Lhama Tibet. Dia kemudian berjalan menuju peti mati setelah hanya mengerling Ceng
Liong dan tokoh lain yang duduk dalam ruangan tersebut. Kemudian terdengar
suaranya, yang juga hanya berkuamandang dalam ruangan itu:
"Hm, Kian Ti Hosiang, setelah engkau mengikat kami selama 40 tahun, masakan
engkau pergi begitu saja?" sungguh tidak adil" dan tokoh berperawakan besar ini
terus berjalan kearah peti mati.
"Siancai siancai, tahan langkahmu saudara ". Jangan mendekat lagi, tolong hormati
jenasah guru besar kami" Siauw Lim Sie Ciangbunjin berujar lirih, memperingatkan
Bouw Lek Couwsu.
Tetapi tokoh besar itu masih tetap melangkah 3 langkah kedepan, menjadi dekat ke
peti mati dan kemudian berdiri. Dia sama sekali tidak lagi melirik orang lain dalam
ruangan tersebut dan memusatkan perhatiannya kearah peti mati. Sementara itu, Kwi
Song dan Kwi Beng sendiri sudah lebih dari siap siaga ketika Bouw Lek Couwsu
terus melangkah. Bahkan masih tetap siaga ketika tokoh itu sudah berhenti
melangkah. Terdengar kembali Bouw Lek Couwsu berkata:
"Sudah cukup 40 tahun kami mengekang diri, tapi setelah kami siap menemuimu
engkau malah pergi. Bagaimana pertanggungjawabanmu atas janji memberi kami
waktu berusaha lagi setelah 40 tahun?" nampak dia seperti menyesali kematian Kian
Ti Hosiang. "Tapi, sudahlah, bila memang engkau sudah menutup mata, biarlah kuiringi dengan
ucapan selamat jalan buatmu" nampak Bouw Lek Couwsu kemudian seperti menjura,
tetapi tidak dengan menghormat karena tiba-tiba meluncur sebuah hawa pukulan tak
berujud dari kedua tangannya yang menjura itu. Itulah sebuah pukulan sakti yang
dinamakan Pukulan Udara Kosong, yang bisa meluberkan apa yang dalam peti namun
tidak merusak petinya sendiri.
Tetapi, disekitar Bouw Lek Couwsu adalah orang-orang sakti yang memiliki
kepekaan dan mata awas. Kwi Beng dan Kwi Song dengan cepat menangkap gelagat
kurang baik itu, dan dengan cepat kedua tangan mereka sudah meluncurkan hawa
pukulan menangkis serangan Bouw Lek Couwsu. Dan benturanpun tidak bisa
dihindarkan lagi, tapi hanya terdengar suara seperti desisan ketika benturan itu terjadi.
Akibatnya, Bouw Lek Couwsu tertahan keinginannya dan sedikit menggoyahkan
kedudukannya, sementara kedua anak muda itu tidak mengalami apapun. Gabungan
tenaga mereka nampaknya cukup memadai untuk memapak serangan gelap Boue Lek
Couwsu kearah peti mati. Dan benturan itu telah membuka mata Bouw Lek Couwsu,
karena tenaga benturan tadi jelas-jelas adalah ciri khas ilmu Siauw Lim Sie. Dan, dia,
tentu saja mengenal dan mengerti keampuhan ilmu yang dikerahkan dengan daya
topang tanaga Kim kong ciang tersebut.
"Hm, tidak tahu malu. Suhu sudah almarhum, dan engkau masih juga ingin
mengganggunya. Dimasa hidupnya engkau bahkan menunjukkan diripun tidak, tapi
setelah beliau meninggal, baru engkau berani datang dan berniat merusak jasadnya"
Kwi Song menegur si penyerang.
"Ah, rupanya si pendeta tua itu meninggalkan kepandaiannya kepadamu anak
muda?" "Benar, kami berdua adalah murid-murid suhu Kian Ti Hosiang, dan tidak akan kami
biarkan siapapun yang berniat mengganggu Siauw Lim Sie dan apalagi mengganggu
jasad suhu. Engkau orang tua, lebih baik kembali saja dan jangan mengganggu" Kwi
Beng menimpali.
"Kembali?" hahahaha, setelah menunggu 40 tahun untuk menandingi kembali
gurumu, dan engkau menyuruh aku kembali begitu saja?" Bouw Lek Couwsu nampak
geli dengan perkataan Kwi Beng dan melanjutkan,
"Lohu harus menunjukkan hasil latihan lohu untuk melawan pendeta tua itu. Entah
melawan Ciangbunjin Siauw Lim Sie, ataupun melawan siapa saja dihadaan jenasah
Kian Ti Hosiang, baru akupun puas" semakin jelas maksud kedatangan Bouw Lek
Couwsu. "Siancai-siancai, Bouw Lek Couwsu, sebagai orang beribadat, harusnya engkau
sadar, bahwa saat ini adalah saat berkabung bagi kuil kami. Bisakah engkau
meninggalkan ruangan ini terlebih dahulu dan nanti mengurus masalahmu kelak"
Ciangbunjin Siauw Lim Siepun menimpali.
"Ciangbunjin, lohu tidak akan pergi sebelum memberi persen sebuah pukulan kepada
pendeta tua itu. Atau sebelum menunjukkan bahwa aku bisa mengalahkannya dengan
ilmuku seandainya pendeta itu masih hidup" Bouw Lek tetap berkeras.
"Koko, benarlah dugaan suhu. Bahwa akan datang seorang yang tidak tahu diri
mengganggu jenasahnya. Bila demikian, maka kita tidak bisa membiarkan orang ini
mengganggu suhu. Kita wajib melawannya" Kwi Song dengan sengaja mengeraskan
suaranya dan dengan perlahan dia kemudian bangkit berdiri yang seterusnya diikuti
oleh Kwi Beng sebagai langkah persiapan.
"Murid Kian Ti Hosiang memang hebat, sungguh hebat" Bouw Lek Couwsu
terdengar memuji.
"Tetapi, sayangnya kalian berdua masih belum tandinganku, lebih baik suruh orang
turunan Pendeta tua itu untuk melawanku" dia memandang enteng kedua pendekar
muda murid musuhnya itu.
"Tidak perlu Ciangbunjin yang melawanmu, cukup kami murid-murid suhu yang
akan menghadapimu, karena ini urusan pribadimu dengan guru kami yang sudah
almarhum. Jadi wajar bila sebagai murid kami maju membela guru kami" Kwi Song
berkeras. "Baik, kalian boleh maju berdua. Dan biarlah dihadapan jasad gurumu kuperlihatkan
bagaimana anak anak didiknya diberi pelajaran setimpal olehku. Ayo, majulah"
Kakek raksasa itu akhirnya menantang kedua pendekar kembar untuk maju bersama.
Tetapi, dengan tenang Kwi Beng kemudian berjalan maju 3 langkah diiringi oleh
tatap muka penuh ketegangan dari Kwi Song dan bahkan Ciangbunjin Siauw Lim Sie.
Terdengar Kwi Beng kemudian bersuara sambil berkata:
"Bouw Lek Couwsu, biarlah aku yang akan menantangmu mewakili guruku. Dan bila
aku tidak sanggup, maka adikku akan menggantikanku atau kami akan melawanmu
bersama" suaranya tenang dan mantap, tidak membayangkan kengerian dan
ketakutan. Bahkan Ciangbunjin Siauw Lim Sie sendiripun menjadi kagum dan
mengangguk-anggukkan kepala mengagumi anak muda ini. Diam-diam diapun ingin
tahu sejauh mana kepandaian anak didik sesepuhnya ini.
"Terserahmulah anak muda, yang penting lohu tidak dianggap lancang telah melawan
seorang bocah bertanding ilmu" jawab Bouw Lek Couwsu.
Selesai mengucapkan kalimat itu, Kwi Beng kemudian sudah maju menerjang setelah
berteriak "awas orang tua, aku mulai". Serangannya sudah langsung menggunakan
jurus maut Kim kong Ci atau jurus totokan sakti yang berbeda dari Tam Ci Sin
Thong. Ketika kemudian terdengar suara "cus-cus" dengan daya tusuk yang tajam
bukan main mengarah ketubuhnya, baru Bouw Lek Couwsu merasa terperanjat.
Sungguh tidak disangkanya bila anak muda yang berusia paling banyak 20 tahun ini,
bisa menghasilkan daya serang yang begitu tajam menusuk. Bahkan mampu
menyusup ke khikang pelindung badannya, dan pada akhirnya membuatnya harus
mengangkat tangan mengurangi daya rusak totokan lawan.
Juga tidak terdengar suara keras ketika totokan Kim Kong Ci bisa dipunahkan oleh
Bouw Lek Couwsu, dan makin sadarlah orang tua itu bahwa lawannya bukanlah
makanan empuk seperti yang diduganya semula. Bahkan setelah mendapatkan angin
dan kedudukan menyerang yang baik, Kwi Beng kemudian terus mencecar kakek
tinggi besar itu dengan jurus-jurus ampuh dari Kim Kong Cid an juga Tay Lo Kim
Kong Ciang. Dicecar seperti itu, mau tak mau Bouw Lek Couwsu kelimpungan dan
keteter, menyesal dia telah memandang Kwi Beng terlalu remeh dan lunak. Kini, dia
malah terdesak mundur beberapa langkah baru kemudian bisa menemukan
keseimbangan setelah mengalami serangan berantai selama kurang 10 jurus.
Tetapi, Bouw Lek Couwsu tidak percuma menjadi tokoh utama pemberontakan di
Lhama di Tibet pada masa lalu. Kehebatannya bahkan masih melebihi keampuhan
kedua sutenya, Tibet Sin Mo Ong dan Bouw Lim Couwsu. Tokoh tua ini, bahkan
masih memiliki keampuhan dan kesempurnan iweekang diatas adik seperguruannya
dan karena itu, setelah mengalami kekagetan beberapa saat dan jatuh dibawah angin,
dengan pengalaman dan kekuatannya perlahan dia mampu merebut keadaan seimbang
kembali. Bahkan, kelalaiannya memandang enteng lawan membuatnya gerah dan
memperhebat serangan dengan mengkombinasikan pukulan Hong Ping Ciang dan
Tam Ci Sin Thong.
Tetapi, kembali dia terkejut, karena lawan yang masih mudapun ternyata memiliki
hawa khikang yang membuat pukulannya nyasar. Bahkan tutukannya tidak mampu
menembus hawa khikang tersebut. Karena itu, segera dia sadar, bahwa pertarungan ini
bukan pertarungan biasa. Dia seperti sedang melawan Kian Ti Hosiang muda, yang
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergerak kokoh dan bersilat dalam kemurnian Ilmu Silat Siauw Lim Sie. Dan bukan
perkara mudah baginya untuk mengatasi perlawanan anak muda yang bergerap cepat
dan kokoh, bertahan dan menyerang dengan sama baiknya.
Kwi Beng masih belum terdesak, bahkan dia masih mampu melakukan serangan
serangan yang membahayakan Bouw Lek Hwesio. Pukulannya yang menggunakan
Tay Lo Kim Kong Ciang dan sentilan jari sakti Kim Kong Ci, cukup ampuh untuk
membuat lawan menjadi berhitung banyak. Akibatnya, Bouw Lek Hwesio mulai
meningkatkan kekuatan iweekangnya untuk tidak dipermalukan anak muda ini.
Sebesar 6 bagian tenaga dalamnya dikerahkan untuk mendukung dan mengisi pusaran
pukulan Hong Ping Ciang yang menerpa membadai kearah Kwi Beng.
Tetapi, Kwi bengpun tidak tinggal diam dengan badai serangan yang menimpanya.
Merasa Bouw Lek Hwesio meningkatkan kekuatannya, anak muda inipun kemudian
mengerahkan dan meningkatkan kekuatan sinkangnya untuk mengimbangi kekuatan
musuh. Dan untuk membantunya melawan kekuatan musuh yang dirasanya masih
diatasnya, dia kemudian bersilat denga Thai kek Sin Kun, bergerak kadang lemas dan
kadang kokoh untuk bertahan dan mementalkan serangan-serangan Bouw Lek
Couwsu. Pada keadaan ini, Liang mei Lan dan Siangkoan Giok Lian yang terganggu
dengan getaran-getara pertempuran kemudian melangkah masuk dan menonton
pertarungan menegangkan itu setelah saling pandang dengan Ceng Liong.
Sementara itu, Ciangbunjin Siauw Lim Sie memandang kagum luar biasa melihat
anak muda binaan sesepuhnya itu ternyata mampu mengimbangi seorang sepuh
semisal Bouw Lek Couwsu. Bahkan, nampaknya dia tidak akan terdesak dan tidak
akan kalah dalam waktu singkat. Padahal, bila dia maju melawan datuk ini, maka
sudah hampir pasti dia akan terkalahkan. Tapi anak muda tunas Perguruannya ini,
mampu mengimbangi dan bahkan mengirimkan serangan berbahaya kearah kakek
sakti itu. Kiang ceng liong juga memandang kagum akan kehebatan Kwi Beng, meski
dia sadar masih sulit bagi Kwi Beng untuk menang, tetapi untuk bertahan lama sudah
bisa dipastikan.
Bahkan Ceng Liong mampu melihat hamparan tenaga khikang mujijat dari Siauw
Lim Sie ketika Kwi Beng mulai mengerahkan puncak kekuatan Thai kek Sin Kun
dikombinasikan dengan Tay lo Kim Kong Ciang. Ini nampak dari lontaran pukulan
dan sentilan Bouw Lek Couwsu yang bisa dipentalkan oleh kekuatan tidak nampak
diseputar tubuh Kwi Beng.
Tak terasa sudah hampir 50 jurus pertempuran itu berlangsung, dan Bouw Lek
Couwsu sudah kehilangan kepongahannya karena belum sanggup mendesak Kwi
Beng. Padahal, Kwi beng maklum, tanpa titipan sinkang yang terakhir dari gurunya,
maka dia murni tinggal bertahan dengan ilmu baju emas mujijatnya. Untuk cadangan
sinkangnya masih tersedia sebagaimana dikerahkan suhunya dan membuat dia seakan
tidak kehabisan tenaga dalam sewaktu bertempur. Dan itu juga sebabnya Bouw Lek
Couwsu menjadi tertampar kehormatannya karena tidak sanggup mendesak seorang
angkatan muda. Bahkan tenaganya sudah ditingkatkan sampai 8 bagian tenaga
dalamnya, dan membuat Kwi Beng merasa semakin berat. Bouw Lek Couwsu
kemudian meningkatkan serangan dengan jurus-jurus Kong-jiu cam-liong (Dengan
Tangan Kosong Membunuh Naga) dan ditimpali dengan gerakan Sin Liong Coan In.
Dia kini bergerak-gerak cepat dan mengirimkan pukulan-pukulan berat ke sekujur
tubuh Kwi Beng.
Tetapi Kwi Bengpun tidak mau berayal, diapun membuka jurus Ban Hud Ciang yang
mujijat dan mengimbangi dengan keluwesan Thai Kek Sin Kun. Dengan cara itu, dia
berhasil menahan serbuan pukulan Bouw Lek Couwsu dan kembali terdengar
beberapa kali benturan penuh tenaga antara keduanya. Kwi Beng masih sanggup
bertahan karena bantuan sisipan tenaga dari gurunya, tapi dia tetap merasa terguncang
dan maklum bahwa kekuatan hawa khikangnya bisa ditembus oleh kekuatan Bouw
Lek Couwsu. Dengan mengerahkan Ban Hud Ciang sampai jurus ke-9, dia mampu
menahan badai serangan ampuh dari Bouw Lek Couwsu dan mereka menghamburkan
tenaga mereka dengan beberapa kali benturan.
Bahkan dengan Ban Hud Ciang jurus ke10 dan 11 membuatnya mampu mendesak
Bouw Lek Couwsu yang berganti jurus menggunakan Pukulan Udara Kosong. Dan
benturan tanpa suara tetapi dengan akibat yang lebih besar segera mereka rasakan
bersama-sama. Tetapi kali ini, nampaknya pengaruh lebih besar dirasakan oleh Kwi
Beng, karena betapapun cadangan tenaga yang ditransfer gurunya tidak akan bisa
digunakan sampai sangat lama. Untuk meningkatkan daya tahannya dia kemudian
mengerahkan juga Pek In Ciang, yang membuat hawa mujijatnya lebih manjur dalam
melindungi dirinya dari benturan benturan berat itu.
Dari tangannya mengepul awan putih yang semakin lama semakin pekat, dan
semakin tercipta juga tembok pelindung badannya yang makin ampuh. Tapi, Bouw
Lek Couwsu cepat sadar, bahwa kekuatan lawannya mulai menyusut, dan karena itu
dia kembali mencecar lawannya dengan jurus-jurus berat dari Ilmu Pukulan Udara
Kosong. Dan benturan kali ini mulai mendesak Kwi beng mundur sampai 2 langkah,
sementara Bouw Lek hanya tergetar sedikit. Baik Ceng Liong, Kwi Song maupun
Ciangbunjin Siauw Lim Sie mengerti belaka apa yang sedang terjadi. Tetapi, sekian
lama, Kwi Beng tidak kunjung melemah dan terluka, meski beberapa kali terdorong
sampai 2-3 langkah, namun efek pengerahan tenaga besart di pihak Bouw Lek
Couwsu juga berdampak kurang baik baginya bila diteruskan.
Akhirnya Bouw Lek memutuskan untuk menggunakan Ilmu terakhirnya. Ilmu yang
memiliki hawa sihir dan pengganggu mental lawan yang malah jauh lebih mahir
dibandingkan Bouw Lim Couwsu. Posisi kedua tangannya terkatup didepan dada dan
kemudian matanya menatap tajam kearah Kwi Beng, inilah Thian cik-sian Kun Hoat
(Silat sakti dewa menggetarkan langit) yang penuh hawa sihir. Selain juga
mengandung pukulan-pukulan hawa dalam yang sangat berat. Dari sini bisa ditilik,
bahwa Bouw Lek Couwsu memandang musuh mudanya ini begitu tinggi hingga harus
menggunakan ilmu pamungkasnya. Nampak bahkan Bouw Lim Couwsu juga tergetar,
karena keampuhan suhengnya dalam ilmu ini masih jauh meninggalkannya.
Dan, Kwi Beng cukup tahu diri. Dia sadar, bahwa nyawanya dipertaruhkan dalam
pertarungan yang berat ini. Dia segera menyiapkan Pek In Tai Hong Ciang dan
meningkatkan ilmu hawa pelindung badan pada tingkat tertinggi yang dikuasainya,
Kim kong pu huay che sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak). Dia
tahu, bahwa benturan selanjutnya akan merugikan dia, hanya dengan kedua ilmu
inilah dia mengharapkan kerugian dipihaknya bisa dikurangi. Untunglah dia
mendapatkan tambahan tenaga titipan gurunya untuk pertarungan kali ini. Jika tidak,
sungguh dia tak mampu membayangkannya.
Dan ketika mereka kembali bentrok, suasana sekitar mereka bagi yang menonton
menjadi sangat luar biasa. Yang paling tercengang adalah pendeta yang mengawal
Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Sampai terngangah-ngagah dia menyaksikan bayangan
manusia yang bagaikan naga beterbangan saling pukul dan saling intai. Bahkan Sang
Ciangbunjin sendiripun nyaris tak percaya menyaksikan anak muda Siauw Lim Sie itu
bergerak dengan langkah dan akibat mujijat.
Tapi, dia segera sadar, bahwa kematangan latihan dan pengalaman serta kekuatan
pihaknya masih belum memadai untuk mengalahkan Bouw Lek Couwsu. Kakek
Lhama raksasa itu nampak semakin garang dan semakin menakutkan, terlebih
pancaran sihir menyorot dari matanya yang untungnya tidak mempengaruhi dengan
sangat Kwi Beng. Hanya dengan unsur mujijat Pek In Tai Hong Ciang sajalah dia
masih sanggup bertahan dengan kuatnya. Tetapi sudah pasti, dia berada pada pihak
yang bertahan kali ini.
Melihat keadaan kakaknya, Kwi Song segera bersiap untuk memberi bantuan. Tetapi,
belum sempat dia besuara untuk memberi bantuan, dihadapannya sudah berdiri dalam
sikap menanti Bouw Lim Couwsu, sute Bouw Lek Couwsu yang tidak kurang
saktinya. Dalam kekhawatirannya, Kwi Song tidak lagi banyak pertimbangan,
langsung dia memutuskan menyerang Bouw Lim Couwsu dan menciptakan arena
kedua dalam ruangan yang untungnya memang cukup luas itu.
Pertempuran yang tidak kurang serunya segera terjadi, dengan ilmu-ilmu yang mirip
dengan pertarungan pertama dan tingkat penguasaan yang tidak jauh berbeda. Hanya,
nampaknya Kwi Song menghadapi lawan yang sedikit lebih lemah dibandingkan
kakaknya, dan mampu bertarung secara seimbang dengan Bouw Lim Couwsu. Baik
Ceng Liong maupun Ciangbunjin Siauw Lim Sie sama paham bahwa nampaknya Kwi
Song sanggup menandingi Bouw Lim Couwsu dan mendatangkan rasa kagum bagi
keduanya. Sungguh Kian Ti Hosiang tidak percuma membuang banyak waktu
membina kedua anak muda sakti yang kini sangat membanggakan itu.
Sementara di arena lain, meskipun kondisinya menunjukkan kemenangan
dipihaknya, tetapi kesombongan dan arogansi Bouw Lek sudah lenyap entah kemana.
Baru muridnya saja sudah sedemikian lihaynya, bagaimana pula dengan kematangan
ilmu gurunya" Lenyap sudah keinginannya untuk memberi hajaran kepada jasad Kian
Ti Hosiang. Sebab, bila anak muda murid Kian Ti Hosiang yang satu lagi
mengeroyoknya dan dia sudah mengijinkannya sebelum bertempur tadi, bagaimana
pula nantinya nasibnya" Karena itu, maka dia berniat menyelesaikan pertempuran
meskipun niatnya untuk memberi hajaran kepada Kian Ti Hosiang sudah lenyap.
Tentu, dia ingin menyelesaikan dengan kemenangan ditangannya.
Tetapi, dengan pengerahan tenaga sebesar mereka saat ini, maka dia hanya bisa
menang dengan melukai Kwi Beng, dan itu hanya mungkin dengan mengerahkan
seantero kekuatannya. Dan tidaklah mungkin dia melakukannya, sebab daya untuk
berjalan pergi dari Siauw Lim Sie bisa tidak lagi tersisa. Tetapi, sayang, untuk
menarik diri dari libatan perkelahian mereka sudah sangat terbatas, karena sudah
saling melibas.
Untungnya, kesulitan kedua orang ini bisa dilihat oleh mata ahli yang lain. Ceng
Liong paham, bahwa keadaan Kwi Beng sungguh sangat berbahaya, sewaktu-waktu
dia bisa terluka parah oleh keadaan terakhir. Tetapi, Ceng Liong juga sadar, bahwa
untuk melukai Kwi Beng, Bouw Lek akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Tidak akan mudah bagi Bouw Lek Couwsu untuk menundukkan dan melukai Kwi
Beng yang bersilat dengan kecepatan dan kekokohan Ilmunya. Hal yang sama
ditemuinya dalam arena kedua, dimana Kwi Song mampu bertarung sama kuat denga
Bouw Lim Couwsu, bahkan dia bisa mengirimkan serangan yang sama tajamnya
dengan serangan yang dilancarkan oleh Bouw Lim Couwsu. Pertarungan itupun
nampaknya akan makan waktu lama untuk diselesaikan.
Tetapi, pada saat dia berpikir demikian, nalurinya yang tajam menerima sebuah pesan
naluariah yang agak lain dan membuatnya menjadi sangat waspada. Nampaknya,
kedatangan kedua orang ini tidaklah semata persoalan pribadi, karena masih ada
sekelompok orang lain yang ternyata datang bersama mereka. Sekejap dia melirik
Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang juga nampaknya mendapatkan firasat yang sama.
Sesuatu harus diputuskan, dan harus cepat. Dengan segera dia menoleh kepada Liang
Mei Lan dan Siangkoan Giok Lian dan memberi bisikan lirih, juga kepada
Ciangbunjin Siauw Lim Sie:
"Lan Moi, Lian Moi, kalian bantulah Ciangbunjin Losuhu mengawasi keadaan
sekitar. Nampaknya masih ada beberapa jago tangguh yang menyertai kedua orang
tua sakti ini, biarlah aku mengawasi arena pertarungan didalam dan juga jenasah Kian
Ti Locianpwe. Sebaiknya agak cepat, situasi bisa berubah sewaktu-waktu" Setelah
mengirimkan isyarat dan bisikan tersebut, Ceng Liong kemudian berjalan mendekati
peti mati berisi jasad Kian Ti Hosiang dan langkahnya kemudian diikuti seorang
pendeta tua lainnya yang tadinya berdiri di belakang Ciangbunjin Siauw Lim Sie.
Sementara itu, Cangbunjin Siauw Lim Sie memandang sekilas ke arah Ceng Liong
memberi anggukan persetujuan dan kemudian melangkah keluar ruangan diikuti
kedua nona sakti yang kemudian bersiap dan berjaga di luar ruangan jenasah tersebut.
Aneh, keadaan di luar masih tetap lengang dan sunyi. Hanya terdengar semilir angin
dan tingkah jangkrik yang mengisi suara di kesenyapan malam. Selebihnya adalah
sepi dan lengang, yang justru mendatangkan rasa seram bagi mereka yang bermental
rapuh. Tapi, Mei Lan dan Giok Lian tentu mengerti bahwa tersimpan sesuatu yang
berbahaya dibalik kesenyapan yang mencekam tersebut.
Sama seperti yang juga dirasakan oleh Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang malah
memiliki ketajaman batin yang melebihi anak-anak muda tersebut. Diapun sadar,
kuilnya sedang disatroni oleh tokoh-tokoh lihay yang membuat banyak orang malah
terlelap akibat pengaruh sebuah ilmu yang membuat orang menjadi sangat nyenyak
tidurnya. Membuat segala sesuatu disekitarnya menjadi senyap dan seakan-akan
melupakan apapun yang mungkin dan sedang terjadi malam itu.
Sedang Mei Lan, Giok Lian dan Ciangbunjin Siauw Lim Sie berkonsentrasi untuk
mengenali keadaan sekitar kuil tersebut, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring:
"Berhenti kau", dan kemudian disusul dengan benturan kekuatan yang mengeluarkan
suara menggelegar "blaaaaar". Dan sebentar kemudian terdengar suara pertempuran
terjadi di luar pintu kuil sebelah tenggara, dan nampaknya pertempuran itu juga
merupakan pertempuran antara orang-orang berkepandaian luar biasa.
Mei Lan dan Giok Lian saling pandang dan saling mengerti dengan mengirim isyarat
bahwa mereka akan mendatangi tempat tersebut. Dan Ciangbunjin Siauw Lim Sie
mengerti akan keadaan tersebut, dia menganggukkan kepala menyetujui isyarat kedua
nona yang akan mendatangi lokasi pertempuran tersebut dan akan meninggalkannya
di depan pintu masuk untuk berjaga-jaga. Dan saat kedua nona itu beranjak ke arah
pertempuran tersebut, tiba-tiba terdengar sebuah siulan isyarat yang nampaknya
berasal dari dalam ruangan jenasah. Suara tersebut mengalun rendah dan mengawang,
nampaknya disertai kekuatan batin yang disalurkan dalam suara tersebut.
Saat itu, ketika suara asing itu masih mengawang di seputar kuil Siauw Lim Sie, Mei
Lan dan Giok Lian sudah tiba di lokasi pertempuran di luar pintu tenggara kuil Siauw
Lim Sie. Dan betapa terkejutnya Mei Lan ketika melihat seorang anak muda yang
sedang bertanding seru dengan seorang lain yang juga sudah dikenalnya, Hu Pangcu
pertama Thian Liong Pang. Anak muda itu, adalah Liang Tek Hoat, kakaknya, dan
sudah tentu keadaan itu sangat mengejutkannya.
Sementara di arena kedua, seorang pengemis tua yang tertawa seperti setan tertawa,
Hu Pangcu Kaypang Pengemis Tawa Gila sedang didesak hebat oleh orang yang juga
sudah dikenal Mei Lan dan Giok Lian, yakni Hu Pangcu Ketiga Thian Liong Pang,
Tibet Sin Mo Ong. Melihat keadaan yang kurang imbang ini, Giok Lian dengan cepat
menerjang kedepan mengirimkan serangan kearah Tibet Sin Mo Ong dan
membebaskan Pengemis Tawa Gila dari serentetan serangan maut yang menderanya.
Dua arena yang sama beratnya terbentang di pintu tenggara kuil Siauw Lim Sie.
Pertempuran-pertempuran yang sangat jarang nampak dalam dunia persilatan, dan
melibatkan ilmu-ilmu ampuh dan mujijat yang dimainkan oleh mereka yang sednag
bertempur. Ledakan-ledakan memekakkan telinga segera tergelar ketika Tek Hoat
kemudian mulai memainkan Pek Lek Sin Jiu untuk mengimbangi permainan Hu
Pangcu Thian Liong Pang yang juga membadai menerpa dirinya.
Menghadapi Tek Hoat sungguh menghadirkan rasa penasaran yang luar biasa dalam
diri Hu Pangcu pertama ini, karena kembali dia ketanggor anak muda yang luar biasa
lihaynya setelah pernah dirugikan dalam pertempuran dengan Liang Mei Lan. Dan
nampaknya, meski tidak secepat Mei Lan, tetapi anak muda Kaypang ini tidak berada
dibawah kepandaian anak gadis yang pernah melukainya dulu.
"Aneh, sungguh banyak kini anak muda yang memiliki kepandaian menakjubkan dan
bahkan sanggup mengimbanginya. Sungguh tidak menguntungkan bagi Thian Liong
Pang" pikir Hu Pangcu Pertama dan membuatnya menjadi lebih was-was. Terlebih
ketika melihat bagaimana Hu Pangcu Ketiga, juga ternyata menemui lawan yang tidak
kurang tangguhnya dengan lawannya, dan lawan Hu pangcu Ketiga, juga seorang
nona yang masih muda. Luar biasa, sungguh banyak anak muda sakti dewasa ini.
Sementara itu, Tibet Sin Mo Ong, juga mengalami perlawanan yang luar biasa seru
dan beratnya. Semua permainan Ilmu Saktinya, mulai dari Hong Ping Ciang hingga
Tam Ci Sin thong sanggup dihadapi dan mendapatkan balasan yang tajam dari si
gadis. Giok Lian sendiri bertempur dengan mengandalkan ilmu-ilmu keluarganya,
ilmu begkauw dan mengandalkan jiauw sin pouw poan soan yang menghindarkannya
dari serangan mematikan.
Bahkan sesekali dengan landasan sinkang Jit Goat Sin kang warisan kakeknya dia
membalas dengan ilmu mengerikan yang memang agak sadis dan ganas, Toat beng Ci
yang menggidikkan. Benar-benar lawan berat, tidak kurang berat dibandingkan
dengan lawan yang mengimbanginya di perkampungan keluarga Yu. Bila begini,
maka sulit diharapkan bahwa gerakan mereka malam ini akan memberi efek jera dan
efek tobat bagi para pendekar yang berkumpul di Siauw Lim Sie.
Sementara itu, dibagian dalam tidak lama setelah suara asing yang mengambang tadi
sirna, tiba-tiba di depan ruangan jenasah sudah bertambah dan berbaris barisan 6
pedang Duta Perdamaian Lembah Pualam Hijau. Rupanya Ceng Liong telah
mengerahkan tenaganya untuk membuyarkan pengaruh hitam atas Barisan 6
Pedangnya dan kini barisan itu telah menjaga pintu masuk ruangan jenasah tempat
bersemayamnya jenasah Kian Ti Hosiang.
Hal itu membuat Ciangbunjin Siauw Lim Sie menjadi lebih lega, dan dengan cepat
dia menyadarkan 4 pendeta Siauw Lim Sie yang berjaga di depan pintu dan meminta
mereka untuk menyadarkan banyak suheng dan sute mereka dalam kuil Siauw Lim
Sie. Dan sepeninggal ke-4 pendeta itu, tokoh-tokoh utama Siauw Lim Siepun seperti
wakil Ciangbunjin, 18 Barisan Lo Han, dan beberapa Pendeta angkatan "Kong"
(angkatan Ciangbunjin Siauw Lim Sie saat itu) bermunculan mengelilingi ruangan
jenasah tokoh mereka. Keadaan mulai dapat dikenali dan dikuasai, karena untungnya
pihak pengganggu hanya datang beberapa tokoh lihay mereka, dan tidak menyertakan
anak buah mereka untuk ikut menyerang kuil Siauw Lim Sie.
Bahkan tokoh-tokoh utama lain semisal Cianbunjin Bu Tong Pay dan Jin Sim Todjin
juga tidak berapa lama juga berkumpul diikuti dengan Ciangbunjin Kun Lun Pay dan
beberapa tokoh lain. Sementara Sian Eng Cu sudah bergabung bersama beberapa
tokoh lain di pintu tenggara kuil Siauw Lim Sie, arena perkelahian Tek Hoat dan Giok
Lian melawan tokoh Thian Liong Pang.
Sementara itu, di bagian dalam ruang jenasah, pertarungan yang terjadi semakin lama
menjadi semakin berat. Arena pertempuran antara Kwi Song melawan Bouw Lim
Couwsu tidaklah mengkhawatirkan, tetapi pertempuran puncak antara Kwi Beng
melawan Bouw Lek Couwsu sudah hampir bisa dipastikan. Hanya karena kemujijatan
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ilmu pamungkas Kian Ti Hosiang yang membuat Kwi Beng masih sanggup bertahan.
Tetapi, dengan keunggulan tenaga, pengalaman dan kematangan latihan, Kwi Beng
akan semakin keteteran.
Hanya karena jurus dan ilmu pamungkas serta khikang mujijat baju emas sajalah
yang menghindarkannya dari keadaan terluka dari lawannya. Dan, lama-kelamaan
Ceng Liong mulai berpikir untuk menghentikan pertarungan itu. Apalagi, dia paling
mungkin terlibat dan melibatkan diri dalam pertempuran itu, hanya dia seorang,
dalam kapasitas sebagai Bengcu Dunia Persilatan. Dan, sebelum keadaan berkembang
makin rumit, dikuatkannya hatinya, dikerahkannya saluran tenaga dalamnya untuk
dibenturkan tepat ditengah benturan kekuatan Kwi Beng dan Bouw Lek Couwsu. Dan
untuk itu, dia harus sangat teliti memanfaatkan kesempatan, karena kesempatan itu
hanya akan ada kurang dari sedetik.
Beberapa saat Ceng Liong berkonsentrasi, dan ketika saatnya datang, dengan
mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, dibenturnya pusat benturan tenaga Kwi
Beng dan Bow Lek Couwsu. Sesungguhnya, dia bertaruh dengan keadaan yang sangat
membahayakan dirinya sendiri bila gagal. Tapi, ketimbang melihat Kwi Beng terluka
parah, maka ditempuhnya resiko berbahaya bagi dirinya. Dan, untungnya dia berhasil
memukul persis di pusat benturan tenaga kedua orang yang bertempur dan persisi
dititik yang diharapkannya. Ledakan memekakkan telinga terjadi. Dan akibatnya,
meski Ceng Liong terlempar oleh hempasan tenaga gabungan, tetapi dengan kekuatan
lentur dan lemasnya dia melayang dan meletik di atas memunahkan daya gempur atas
tubuhnya. Bahkan dia kemudian turun tepat di tengah kedua pihak yang bertikai dan
segera berseru "Tahan, selaku Bengcu Rimba Persilatan Tionggoan, kuminta pertempuran ini
disudahi. Dan kuminta semua untuk menghormati arwah Kian Ti Hosiang. Siapa yang
masih penasaran akan berhadapan denganku selaku bengcu" kali ini Ceng Liong
bertindak dengan sangat pas, dengan wibawa kuat memancar dari wajah dan sinar
matanya. Bahkan Bouw Lek Couwsu sendiri sampai terpana dan maklum, bahkan
bocah muda yang menyebut dirinya Bengcu ini malah masih lebih liat dibanding
lawannya barusan. Berani membetur benturan tenaganya dengan Kwi Beng dan
bahkan tidak terluka, hanya mungkin dilakukan oleh orang sakti, yang bahkan tidak
terpaut jauh dengan kepandaiannya. Hal ini sungguh membuatnya terkejut. Sungguh
hebat anak muda itu, pikirnya.
Campur tangannya Ceng Liong telah mengundang banyak penafsiran. Yang pasti,
Kwi Beng merasa bersyukur karena nyaris susah bertahan lebih lama di bawah
himpitan serangan Bouw Lek Couwsu. Bouw Lek Couwsu, merasa kurang senang
meski sadar bahwa posisi mereka sangat tidak menguntungkan. Tetapi, untuk
berkelahi lebih jauh, dia sadar bahwa hal itu tidaklah memungkinkan. Menang
melawan Kwi Beng tetapi dengan menang tipis, juga lebih membuatnya malu.
Disamping itu, diapun sadar, Bengcu muda ini juga bukanlah lawan empuk, belum
lagi anak muda satunya lagi yang adalah murid Kian Ti Hosiang juga. Karena itu,
disamping merasa gerah dengan Ceng Liong, diam-diam diapun bersyukur
perkelahian yang tidak menguntungkannya sudah diselesaikan. Tetapi, dasar cerdik
dia kemudian bergumam:
"Apakah ini berarti Bengcu Tionggoan ingin menggunakan kekuatannya mengempur
orang yang menagih hutang pribadi?"
"Sudah kutegaskan, siapapun yang tidak menghormati jenasah guru besar Kian Ti
Hosiang, bukan hanya akan berhadapan dengan Siauw Lim Sie, tetapi juga dunia
persilatan Tionggoan. Urusan pribadi ataupun urusan kelompok atau urusan siapapun,
tidak terkecuali. Karena itu, bila locianpwe mau memberi penghormatan terakhir,
silahkan. Jika tidak, kami persilahkan untuk berlalu dari tempat ini" tegas, sangat
tegas keputusan dan penegasan Ceng Liong.
"Baiklah anak muda, urusanku disini sudah selesai. Toch, Kian Ti Hosiang sudah
mendahuluiku, biarlah urusan selebihnya kuhapuskan sampai disini. Lohu tidak punya
urusan dengan Siauw Lim Sie, urusanku murni urusan pribadi. Jika demikian, kami
mohon diri" Bouw Lek Couwsu cerdik, dia tidak memaksakan diri karena memang
posisinya sudah tidak mengenakkan.
Mengundurkan diri adalah jalan yang paling mungkin dan paling baik baginya untuk
saat ini. Meskipun datang dengan Bouw Lim Couwsu, dia tidak punya keyakinan lagi
untuk memenangkan pertempuran di Siauw Lim Sie. Apalagi, ketika melirik kearah
Bouw Lim Couwsu, sutenya itu juga ternyata mendapat perlawanan yang hampir
seimbang, dan tidak mungkin memenangkan pertempuran dalam waktu singkat.
Jangankan menang dalam waktu singkat, melihat pertempuran seru itu, dia sadar
bahwa sutenya itu hanya menang tipis atau jika bukan imbang atau bertempur
seimbang dengan pendekar muda Siauw Lim Sie yang satunya lagi.
Maka, sambil menjura memberi penghormatan kepada jenasah Kian Ti Hosiang, dia
kemudian menggapai kearah Bouw Lim Couwsu dan berkata:
"Sute, sudah waktunya kita pergi. Toch Kian Ti si pendeta tua sudah berpulang lebih
dahulu, biarlah lain kali kita melakukan perhitungan lain"
Mendengar perkataan Bouw Lek Couwsu, Bouw Lim Couwsu yang memang
semangat bertempurnya sudah banyak turun sejak dijatuhkan Ceng Liong dengan
cepat menarik diri dari pertempuran dan dibiarkan saja oleh Kwi Song. Dan kemudian
Bouw im Couwsu mendampingi Bouw Lek Couwsu memberi penghormatan terakhir
kearah jenasah Kian Ti Hosiang.
Tapi, begitu selesai mereka memberi penghormatan terakhir, tiba-tiba nampak kilatan
emas bergerak sangat cepat dari arah jendela. Kecepatannya sungguh mengagumkan,
sangat cepat malah dan nampak seperti kilatan emas memanjang kearah dalam.
"Hm, inikah Bengcu Tionggoan yang masih muda itu?"
Dan segera nampak kalau kilauan cahaya emas memanjang itu, kini terpentang dan
dengan cepat mengarah ke Ceng Liong. Belum lagi tiba serangan kilatan warna emas
itu, serangkum angin yang sangat tajam telah menerpa datang. Untungnya, Ceng
Liong sejak tadi memang sudah bersiap sedia, dan karena itu dengan cepat dia
bereaksi. Ceng Liong sadar, penyerangnya bukan orang biasa, bukan. Malah
sebaliknya. Ditinjau dari angin serangan yang mengarah kearahnya, malah masih
lebih berat dibandingkan dengan angin serangan Bouw Lim, atau malah masih seurat
di atas Bouw Lek Couwsu.
Dan serangkum hawa berat itu yang sedang mengarah ketubuhnya. Karena itu, tak
berayal lagi, dikerahkannya segenap tenaganya, dan memilih salah satu jurus ampuh
dari Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil
Matahari), jurus keenam "Awan Putih Menangkal Kilau Mentari". Dan, kilatan
cahaya keemasan itu kemudian membentur Ceng Liong yang sempat membentengi
dirinya dengan khikang pelindung badan dan membuat tangannya nampak seperti
diselimuti awan putih yang tebal pekat. Tapi, kilauan keemasan itu juga tidak olaholah
hebatnya dan, dan terbukti karena setelahnya kemudian terdengar benturan keras,
sangat keras malah:
"Blaaaar" dan tubuh Ceng Liong terdorong mundur sampai 5 langkah kebelakang,
sementara kilauan keemasan yang bergerak cepat itupun terdorong sampai 3 langkah
kebelakang. Tidak lama, tidak sampai bisa dikenali siapakah gerangan penyerang itu,
karena segera setelah itu, terdengar suaranya:
"Tidak kecewa, sungguh mengagumkan. Semuda ini sudah sehebat ini, tapi masih
belum mampu melawan lohu" dan suara itu segera terbang bersama tubuh keemasan
yang tidak sempat bisa dikenali bagaimana raut muka maupun perawakannya. Tubuh
itu segera melesat secepat kedatangannya dan menghilang sama cepatnya dengan
Bouw Lim Couwsu dan Bouw Lek Couwsu. Tetapi sepeninggal mereka sebuah suara
mendenging di telinga Ceng Liong yang baru bisa menemukan keseimbangannya
akibat terdorong oleh sebuah tenaga yang luar biasa besarnya: "Anak muda, pinto
sedang melakukan tugas terakhir memenuhi kewajiban kepada suhengku, dan inilah
pengembaraanku yang terakhir", suara Bouw Lim Couwsu. Dan kemudian lenyap.
Sementara itu, Ceng Liong yang tergetar oleh benturan kekuatan yang luar biasa tadi,
membutuhkan waktu beberapa saat untuk menenagkan diri dan mengumpulkan
semangatnya. "Luar biasa. Ceng Liong, sungguh lawan-lawan kita adalah tokoh-tokoh kawakan
yang menakutkan. Tapi, siapakah tokoh yang datang terakhir itu?" Kwi Song segera
mendekati Ceng Liong begitu lawan-lawan mereka berlalu dan Ceng Liong nampak
menarik nafas beberapa saat baru kemudian menemukan keseimbangannya.
"Benar saudara Kwi Song. Jika tidak salah, lawan-lawan kalian adalah Bouw Lim
Couwsu dan Bouw Lek Couwsu yang menjadi Hu Hoat ke-3 dan ke-4 di Thian Liong
Pang. Mereka pernah bertarung nyaris seimbang dengan guru-guru kalian, Kian Ti
Hosiang dan Pek Sim Siansi Wie Tiong Lan pada masa lalu. Memang sungguh hebat
mereka. Dan rasanya tidak mungkin kalau kedua locianpwe yang mulia, guru kalian
belum menceritakannya kepada kalian"
"Terima kasih atas bantuan saudara. Benar, suhu pernah menyinggung nama-nama
mereka yang pernah berontak terhadap Lhama di Tibet dan kini mereka menjadi
pelarian. Bila tidak dipisahkan, rasanya siauwte tidak sanggup bertahan lebih lama
lagi" Kwi Beng berkata kepada Ceng Liong.
"Saudara Kwi Beng, Bouw Lek Couwsu memang masih seurat diatas adiknya, dan
memang nampak jelas kehebatannya. Tapi, bukan berarti kita tidak sanggup
mengalahkannya kelak" hibur Ceng Liong.
"Sudahlah, nampaknya di luar juga terjadi pertempuran lainnya. Sebaiknya kita
melihat keadaannya" Kwi Song berinisiatif.
Saat kedatangan Kwi Beng, Kwi Song dan Ceng Liong adalah saat dimana
pertempuran tersebut berakhir. Baik Tek Hoat yang memainkan Pek Lek Sin Jiu dan
berkali-kali juga Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut memang mampu
melawan dan mengimbangi Hu Pangcu pertama. Bahkan nampak masih bisa
menguasai pertempuran meskipun tidaklah seberapa, tidak mampu dirubah menjadi
kemenangan, apalagi dalam waktu singkat.
Sementara Giok Lian, juga mampu menang seusap melawan Hu Pangcu ketiga, tetapi
tidaklah mungkin menang dalam waktu singkat. Sementara di sisi arena masih bediri
Pengemis Tawa Gila dan juga beberapa tokoh Siauw Lim Sie yang sudah sadar dari
pengaruh Ilmu yang memabukkan dan juga tokoh sakti Sian Eng Cu yang sudah
berdiri didekat Mei Lan. Tokoh-tokoh itu sudah pada sadar dari serangan ilmu yang
memabukkan, meskipun mereka terlambat keluar karena tidak enak dengan aturan
Siauw Lim Sie. Tetapi, setelah siulan Ceng Liong dan suara pertempuran di luar kuil, mereka sadar
bahwa sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. Bahkan, didepan mereka semua, masih
bediri kokoh Liang Mei Lan didampingin Sian EngCu yang menyaksikan dan
mengawasi pertempuran di dua arena tersebut. Saat-saat yang menunjukkan bahwa
hasil gangguan ke Siauw Lim Sie tidaklah menghasilkan cukup banyak keuntungan
bagi, kemudian membuat pihak pengganggu memutuskan menyelesaikan pertempuran
dan pergi mengundurkan diri.
Tiba-tiba terdengar sebuah dengusan tidak senang:
"cukup, bersiaplah, kita pergi"
Bersamaan dengan itu, selarik sinar kehitaman nampak melompat dari kegelapan.
Cepatnya sungguh mengagumkan, bahkan sempat membuat Mei Lan yang ahli
ginkang juga kagum atas kecepatan lawan tersebut. Melihat yang diserang adalah
kakaknya, Mei Lan dengan segera mengerahkan segenap kekuatannya di tangannya.
Segenap tenaganya, karena dari deru angin serangan lawan dia menyadari bahwa
lawan yang menyerang bahkan masih lebih hebat dari Hu Pangcu yang menjadi lawan
Tek Hoat dan Giok Lian.
Diapun mengerahkan segenap kekuatannya dan bergerak sama cepatnya dengan si
penyerang sambil menyambut serangan tersebut dengan jurus pamungkasnya.
Bergerak sangat cepat baik penyerang maupun Liang Mei Lan sehingga membuat
mereka saling berbenturan sebelum pukulan si penyerang mendekati Tek Hoat. Tapi,
sungguh hebat akibatnya, benturan keras dengan suara memekakkan telinga tidaklah
bisa dihindari lagi:
"Blaaaaaar", Mei Lan sampai merasa kepalanya sedikit pusing dan dia terdorong
sampai lebih 6 langkah kebelakang. Tapi, tangkisannyapun ternyata membuat
lawannya terdorong 3 langkah ke belakang. Dan akibat serangan tersebut, baik Tek
Hoat dan Giok Lian sempat tersentak melihat akibat benturan Mei Lan dan si
penyerang gelap yang tidak sempat bisa diidentifikasi siapa orangnya.
Tidak ada tanda-tanda fisik yang bisa ditangkap saking cepat datangnya seangan dan
kelabatan orang itu untuk meninggalkan arena diikuti kedua Hu Pangcu Thian Liong
Pang. Dan pada saat itulah Ceng Liong bertiga tiba di tempat atau tiba diarena
pertempuran yang juga baru saja usai itu.
Ceng Liong segera mendekati Liang Mei Lan karena dia sempat melihat bagian akhir
dari benturan hebat tersebut. Dengan suara yang sangat khawatir dia berbisik:
"Lan Moi, engkau baik-baik sajakah?"
Ada beberapa ketika Mei Lan menetralisasi tenaga dalamnya dan beberapa saat
kemudian dia sadar dan sambil tersenyum dia bergumam:
"Sudah tidak berhalangan lagi, Liong Koko. Bagaimanakah keadaan yang lainnya"
segera dia melihat sekitarnya dan melihat Giok Lian yang memandangnya khawatir,
juga melihat kedua pendekar kembar, pengemis gila tawa dan terakhir juga melihat
kokonya yang sedang tersenyum kearahnya, Liang Tek Hoat.
"Ach, koko, bagaimana keadaan terakhir?"
"Sudah, semua sudah usai Lian Moi. Kokomu khawatir melihat benturanmu dengan
si bayangan hitam, entah siapakah tokoh sakti itu?"
"entahlah koko, tapi yang pasti rasanya dia masih lebih lihay lagi dibandingkan Hu
Pangcu mereka. Sungguh banyak tokoh lihay di Thian Liong Pang" Mei Lan sambil
mengeluh, selain menomalisasi kondisi tubuhnya yang tergetar, juga gemas karena
lawan memiliki demikian banyak tokoh tangguh yang sudah pada bermunculan di
dunia persilatan.
"Benar nona Mei Lan, bahkan didalampun Ceng Liong sampai bertempur dengan
sesosok bayangan keemasan yang juga luar biasa lihaynya. Bahkan masih lebih lihay
dari Bouw Lim Couwsu dan juga Bouw Lek Couwsu nampaknya" Kwi Song
menambahkan. "Benarkah demikian Liong Ko?"
"Begitulah Lan Moi. Nampaknya tugas kita menjadi luar biasa sulitnya. Tokoh-tokoh
mereka luar biasa lihaynya, sangat tidak mungkin kita melawan mereka seorang demi
seorang. Padahal, kitapun belum tahu apakah mereka sudah inti kekuatan lawan
ataukah malah masih ada jago tersembunyi lainnya" Ceng Liong berdesis
membenarkan. "Sungguh berbahaya. Benar Bengcu, nampaknya masih ada inti kekuatan lawan yang
tersembunyi. Bukan tidak mungkin yang menempur Bengcu dan Nona Mei Lan
adalah Kim-i-Mo Ong dan Koai Tung Sin Kai. Dan bila mereka, maka lawan kita
memang benar-benar ampuh. Sungguh berbahaya" desis Pengemis Tawa Gila yang
ikut merasa seram karena kehadiran kedua tokoh iblis yang sangat luar biasa itu.
Setahunya, hanyalah Kiong Siang Han dan Kiang Sin Liong yang dulu sanggup
menahan kedua maha iblis ini dan mengikat mereka dengan perjanjian menutup diri
selama 40 tahun.
"Ya, sangat mungkin bahwa keduanya adalah Kim-i-Mo Ong dan Koai Tung Sinkai,
bila melihat kehebatan mereka dalam bergerak dan ilmu silat. Jika demikian,
nampaknya pihak lawan sudah bergerak secara terbuka dan akan berhadapan dengan
kita, cepat atau lambat" Sian Eng CU membenarkan dugaan Pengemis Tawa Gila.
Tengah mereka bercakap-cakap dengan sangat serius membahas kejadian paling
akhir dan ketika pagi mulai menjelang datang, tiba-tiba wakil Ciangbunjin Siauw Lim
Sie nampak datang. Dia kemudian menyapa semua orang dan menyampaikan pesan:
"Ciangbunjin mengundang semua orang gagah untuk minum teh pagi bersama dan
becakap-cakap banyak hal"
Ceng Liong yang merasa selaku Bengcu memang pada tempatnya membicarakan
banyak hal bersama banyak orang gagah dari banyak perguruan dengan cepat
mengiyakan. "Mari losuhu, nampaknya undangan Ciangbunjin memang sangat tepat bagi kita
semua untuk membicarakan banyak hal"
Meskipun masih dalam suasana berkabung, tetapi Ciangbunjin Siauw Lim Sie tetap
bergabung dengan para tamu, kawanan jago persilatan yang datang melayat pada hari
sebelumnya dan masih bertahan di Siauw Lim Sie. Peristiwa serangan ke Siauw Lim
Sie, sungguh mencengangkan banyak orang, apalagi hanya dilakukan oleh beberapa
tokoh sakti yang nampaknya berasal dari Thian Liong Pang.
Sangat menggemparkan tentunya, karena menurut pendengaran para jagi dunia
persilatan, yang datang adalah para pemimpin teras Thian Liong Pang. Tidak kurang
dua orang hu-pangcu dari Thian Liong Pang datang "berkunjung", tengah malam buta
atau menjelang fajar. Bahkan, 2 tokoh kuat lainnya, yakni Bouw Lek Couwsu dan
Bouw Lim Couwsu yang juga merupakan 2 orang hu-hoat dari Thian Liong Pang juga
datang meski mengusung alasan pribadi.
Bahkan yang lebih menggemparkan lagi, ketika nama 2 maha durjana dunia
persilatan, Kim-i-Mo Ong dan Koai Tung Sin Kay, tokoh yang sangat ditakuti di
dunia hitam, ternyata juga disinyalir ikut meluruk datang. Benar-benar gila, pikir para
jagi dunia persilatan tesebut. Di tengah keadaan berduka dan didatangi banyak jago
dunia persilatan, Thian Liong Pang tetap berani main kurang ajar terhadap Siauw Lim
Sie. Benar-benar sebuah tantangan dan ancaman secara terbuka yang membuat para
jagi menjadi ketar-ketir.
Dengan kekuatan Thian Liong Pang yang sedemikian dahsyat, maka ancaman
terhadap yang hadir dan dunia persilatan sungguh nampak semakin terasa
mengerikan. Betapa tidak, bahkan di kandang singa, Siauw Lim Sie sekalipun,
mereka tidak merasa risih dan takut untuk datang mengacau. Bahkan mampu
mempengaruhi banyak tokoh persilatan sehingga mengalami rasa kantuk dan tidur
yang nyaris lupa akan diri masing-masing.
Tapi. Percakapan juga menjadi seru ketika mendengar bahwa justru yang mengusir
para jagi itu, bukannya Sian Eng Cu yang sangat terkenal kesaktiannya. Juga bukan
Ciangbunjin Siuw Lim Sie yang dianggap tokoh tua yang juga tidak kurang lihaynya,
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan pula Cianbunjin Bu Tong Pay atau tokoh tua mereka Jin Sim Todjin, juga
bukan Lo Han Tin Siauw Lim Sie. Sebaliknya, adalah tokoh-tokoh muda dari Siauw
Lim Sie, Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song.
Juga tokoh muda dari Kay Pang, Liang Tek Hoat yang adalah calon yang digadanggadang
banyak tokoh Kay Pang untuk menjadi generasi Pangcu berikutnya.
Kemudian juga salah seorang tokoh muda Bengkauw, seorang nona muda yang juga
sangat lihay ilmu silatnya. Kemudian, juga murid Bu Tong Pay, Liang Mei Lan yang
malah disaksikan banyak orang berbenturan langsung dengan tokoh sakti
mandraguna, Koai Tung Sin Kai. Sungguh orang-orang muda yang menjadi tiang dan
tonggak harapan dunia persilatan pada masa mendatang, atau bahkan masa kini.
Herannya, tiada satupun yang membicarakan apa yang dilakukan Kiang Ceng Liong,
Bengcu muda yang pekerjaannya malam tadi tiada seorangpun yang menaruh
perhatian dan bertanya. Apalagi yang tahu belaka hanya kedua saudara kembar she
Souw dan juga Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Tapi, untungnya Kiang Ceng Liong
memang tidak bermaksud mencari nama dengan semua yang dikerjakannya.
Di meja sekitar Ciangbunjin, duduk bersama Kiang Ceng Liong, Ciangbunjin Bu
Tong Pay, Ciangbunjin Kun Lun Pay, Sian Eng Cu, Jin Sim Todjin dan juga Kay
Pang Hu Pangcu Pengemis Tawa Gila. Satu-satunya anak muda yang gabung adalah
Ceng Liong, atas kedudukannya sebagai Bengcu dunia persilatan. Sementara di meja
terdekat lainnya, duduk para tokoh muda lainnya, Tek Hoat, Mei Lan, Giok Lian,
Souw Kwi Song dan Souw Kwi Beng serta beberapa tokoh hebat lainnya. Masingmasing
meja tempat minum teh pagi terlibat dalam percakapannya sendiri-sendiri
dengan tingkat analisis yang berbeda-beda. Tetapi di meja utama, percakapannya
nampak sangat serius, terutama ketika Pengemis Tawa Gila dan Sian Eng Cu
memaparkan apa yang mereka lihat dalam pertempuran tadi:
"Menurut pengamatan lohu, penyerang terakhir adalah Koai Tung Sin Kay. Seorang
pengemis sakti yang sangat kukoay dan sering bawa adatnya sendiri. Dan bahayanya,
dia berteman akrab dengan Kim-i-Mo Ong, karena mereka berdua pernah dikalahkan
Kiong Siang Han Pangcu Kay Pang generasi terdahulu bersama Kiang Sin Liong
locianpwe dari Lembah Pualam Hijau" ucap Pengemis Tawa Gila
"Benar, lohu juga memiliki pandangan dan dugaan yang sama dengan Pengemis
Tawa Gila. Tingkat mereka sudah sangat tinggi, dan masih belum ada diantara kita
yang sanggup melawan mereka bila pertandingan dilangsungkan. Ach, dugaan
mereka orang tua sungguh tepat. Kita berhadapan dengan kekuatan iblis yang luar
biasa lihaynya" tambah Sian Eng Cu
"Maksud jiwi, kedua maha iblis itu juga ikut-ikutan meluruk ke Siauw Lim Sie?"
Ciangbunjin bertanya dengan nada serius
"Dugaan kami begitu Lo suhu" sahut Pengemis Tawa Gila
"Tapi, bagaimana mungkin merekapun ikut mengundurkan diri tanpa melakukan
sesuatu yang berarti sute?" Jin Sim Todjin bertanya kepada Sian Eng Cu
"Ji Suheng, pertama, mereka nampaknya hanya ingin menggetarkan nyali orang
dengan tanda tanya mereka hadir atau tidak. Kedua, secara kebetulan Kim-i-Mo Ong
membentur Kiang Bengcu yang meski masih kalah tetapi tidak terpaut jauh
dengannya. Hal yang sama terjadi dengan Koai Tung Sin Kai yang ditangkis secara
hebat oleh sumoy Mei Lan. Bermaksud mengagetkan kita, justru mereka yang
terkaget-kaget sambil pergi"
"Masuk di akal" Jin Sim Todjin mengangguk-angguk diikuti Ciangbunjin Siauw Lim
Sie. Di meja lainpun ke-5 anak muda sakti lainnya nampak sedang berbincang-bincang
seru. Nampaknya merekapun sedang mendiskusikan kejadian paling akhir dan terkait
dengan tugas masing-masing yang diembankan oleh sesepuh perguruan mereka. Kwi
Song yang tidak menyembunyikan kekagumannya atas Mei Lan sudah bertanya:
"Liang Kouwnio, kabarnya engkau sempat membentur salah seorang jago sakti dari
Thian Liong Pang?"
"Ach, sungguh menyesal aku tidak sanggup mengatasinya. Dia masih terlampau
sakti? Sesal Mei Lan
"Ach, nampaknya memang benar banyak orang sakti yang meluruk datang. Ceng
Liong juga memapak serangan seorang berjubah emas yang nampaknya masih lebih
lihary dibandingkan lawan kami berdua"
"Benar Song te, lawan-lawan kita memang sangat berbahaya. Termasuk lawan Nona
Giok Lian juga sungguh luar biasa kuatnya. Jika tidak salah, dia adalah Hu Pangcu
Thian Liong Pang, dan Nona berhasil menghalaunya pergi. Kagum sungguh kagum"
Liang Tek Hoat mengutarakan perasaannya, juga jelas penujui nona Siangkoan Giok
Lian, seperti juga Souw Kwi Song yang nampak memiliki rasa terhadap Mei Lan.
"Ach, tapi Hu Pangcu pertama yang lawan saudara Tek Hoat, juga bukan lawan yang
ringan. Sungguh, tugas yang diembankan kongkong luar biasa beratnya" Giok Lian
termenung. "Ach, tapi kita bisa bekerja sama Kouwnio, kita bisa bersama dengan kekuatan dunia
persilatan ini untuk membentur organisasi Thian Liong Pang ini.
"terima kasih saudara Tek Hoat" Siangkoan Giok Lian tersipu-sipu mengucapkan
terima kasih kepada Tek Hoat.
Sebagaimana meja pertama, meja para anak muda inipun penuh dengan percakapan
seputar kemungkinan yang akan dihadapi, persoalan besar dan penting lainnya serta
kadaan musuh mereka yang masih di tempat kegelapan, susah diraba kapan dan
bagaimana cara mereka turun tangan lebih jauh nantinya. Beda dengan meja
sebelahnya, pendar-pendar rasa antara orang muda ini nampak cukup kentara,
terutama Kwi Song yang selalu memperhatikan Mei Lan dan Tek Hoat yang selalu
memberi perhatian khusus terhadap Siangkoan Giok Lian. Karena itu, percakapan
mereka jauh lebih hidup, tidaklah tegang semata, terlebih karena nampaknya Giok
Lian memberi angin terhadap perhatian Tek Hoat.
Sementara Kwi Song yang penuh percaya diri tidaklah patah arang meski melihat
Mei Lan tidak terlampau antusias dengan perhatian khusus yang dinampakkannya.
Padahal, sebagaimana Tek Hoat, Kwi Song juga memiliki pembawaan yang tidak
kurang menyenangkan. Tetapi, bila memang hati sudah tertambat ke orang lain, maka
sehebat apapun orang baru yang mencoba membuka pintu asmara itu, pastilah sukar
sekali melakukannya.
Lain dengan meja satunya. Percakapan mereka benar-benar serius, sangat serius dan
fokus terhadap persoalan yang ditimbulkan Thian Liong Pang dan bagaimana
mengurusnya nanti. Bahkan dikaitkan dengan semua kejadian di dunia persilatan yang
demikian menyeramkan. Bahkan juga dengan resiko yang akan terjadi begitu
meninggalkan Siauw Lim Sie. Sungguh sebuah kemungkinan yang sangat tidak
menyenangkan tetapi sangatlah mungkin terjadi. Karena itu, sampai Ciangbunjin
Siauw Lim Sie menjadi sangat terkejut dengan fakta bahwa terdapat ancaman bahaya
bagi setiap para jago yang akan meninggalkan gunung Siong San nantinya. Karena
itu, dia berpaling kepada Kiang Ceng Liong dan bertanya:
"Kiang Bengcu, bagaimana dengan pandangan serta pemikiranmu menghadapi
ancaman pembunuhan bagi mereka yang nantinya turun dari gunung ini setelah
upacara perabuan" Kentara sekali sang Ciangbunjin memandang Kiang Ceng Liong
sangat tinggi. "Lo suhu, nampaknya siauwte membutuhkan banyak masukan dari para locianpwe
disini? Ceng Liong merendah
"Yang pasti, harus dihindari perjalanan turun gunung dengan melakukannya
perseorangan. Mau tidak mau perjalanan berkelompok, bila mungkin semakin besar
semakin baik adalah pilihan yang paling mungkin. Sebab bisa dipastikan kelompok
penyerang dari Thian Liong Pang akan mencari-cari kesempatan untuk menghabisi
para jago yang turun dari gunung ini setelah usai acara di Siauw Lim Sie" tambahnya.
"Benar Bengcu, nampaknya jalan itu yang paling mungkin. Resiko berjalan sendirisendiri
teramat riskan" tambah Pengemis Tawa Gila
"Tetapi, rombongan ini tidaklah mungkin terus menerus selalu bersama, karena suatu
saat pasti akan terurai sendirinya karena arah dan tujuan yang berbeda" Sian Eng Cu
bersuara. "Benar, dan dalam hal ini Kay Pang harus banyak berperan. Baik sebagai pencari
berita, maupun mengintai jalanan yang mungkin sudah disiapkan penghadangan oleh
musuh" Ciangbunjin Kun Lun Pay menambahkan.
Tapi, belum sempat keputusan itu diutarakan kepada semua jago, keresahan yang
juga telah menjalar di kalangan mereka lama kelamaan membuat suasana menjadi
panik dan panas. Bahkan, perbincangan-perbincangan di meja-meja para jago dunia
persilatan cenderung tak terkontrol dan mengakibatkan suasana menjadi tambah
runyam. Dalam puncaknya, seorang jago yang terkenal berangasan bernama Thi ciang
kay pit (telapak baja penghancur nisan) Tang Cun terdengar bersuara lantang:
"Cuwi enghiong sekalian, keadaan dunia persilatan sudah sekian lama dalam
ancaman teror Thian Liong Pang. Bahkan semakin lama semakin banyak korban
mereka, dan bukan tidak mungkin sebagian besar diantara kita akan segera menyusul.
Bahkan banyak perguruan, termasuk perguruan besar menjadi korban mereka. Sudah
bertahun-tahun, dan kita masih belum pernah berhadapan langsung dengan mereka.
Bahkan Bengcu menghilang entah kemana. Nampaknya, dunia persilatan Tionggoan
membutuhkan persatuan dan pimpinan baru untuk menghadapi kekisruhan ini. Entah
bagaimana pandangan cuwi sekalian?"
Ucapan Tang Cun ini menarik perhatian yang sangat besar, terutama di kalangan para
jago yang ternyata memang sudah agak resah dan semakin tercekam oleh
kekhawatiran akan keadaan dunia persilatan dan fakta bahwa bahkan Siauw Lim Sie
sendiripun tidak aman lagi. Karena itu, begitu picu ditarik, dengan segera
sambutanpun muncul:
"Lohu Tiong It Ki sependapat dengan saudara Tang Cun. Sudah terlalu lama dunia
persilatan Tionggoan dibuat ketar-ketir oleh teror Thian Liong Pang. Sementara, kita
nyaris tanpa perlawanan atas kekisruhan yang dihadirkan organisasi itu. Karenanya,
kebetulan juga Bengcu sudah lama tidak kelihatan, sudah saatnya kita menentukan
persatuan dan memilih pemimpin baru yang tidak berhalangan"
Dan, kemudian disambung lagi oleh seorang:
"Penting, penting sekali memilih pemimpin baru. Karena begitu turun dari Siong San
ini, bila tanpa pemimpin, bukan tidak mungkin sebagian besar dari kita akan segera
menjadi korban. Dan, pada gilirannya banyak perguruan lain akan habis dan
dihancurkan pengganas ini. Akan semakin banyak bila kita lalai dan lamban.
Bukanlah kelalaian dan kelambanan ini yang menyebabkan begitu banyak korban
sudah jatuh hingga saat ini" Jadi, memang harus ada pemimpin baru. Dan untuk itu,
lohu mendukung usulan Tang Cun hengte untuk segera dipilih seorang bengcu baru
bagi dunia persilatan Tionggoan guna menempur Thian Liong Pang. Bagaimana cuwi
sekalian?"
Dan, setelah pembicara ketiga yang pandai berhotbah ini, terdengar seruan gembira
dari banyak tokoh dunia persilatan yang hadir di Siauw Lim Sie dan sebagiannya
ngeri membayangkan jalan pulang yang pasti sudah diintai jago jago Thian Liong
Pang. Maka terdengarlah seruan-seruan:
"Setuju, setuju, setuju, kita butuh pemimpin baru. Suara itu makin lama makin berani
dan makin keras.
Melihat keadaan yang berkembang diluar dugaan tersebut, para tokoh utama menjadi
sangat terkejut. Tokoh-tokoh semisal Ciangbunjin Siauw Lim Sie, Ciangbunjin Bu
Tong Pay, Ciangbunjin Kun Lun Pay, Wakil Ciangbunjin Tiam Jong Pay, Sian Eng
Cu, Hu Pangcu Kay Pang dan para tokoh muda menjadi mengerutkan dahi. Meskipun,
sebagian besar dari mereka bisa memahami pergolakan perasaan diantara para jago
rimba persilatan yang memang dicekam ketakutan dalam banyak tahun terakhir.
Bahkan beberapa diantara mereka sembunyi-sembunyi ingin melihat reaksi dan apa
yang terjadi dalam diri Kiang Ceng Liong sebagai Bengcu terakhir dewasa ini.
Tetapi, untungnya Ceng Liong sudah bisa dan mampu menguasai dirinya. Meskipun
dia sendiri sangat terguncang mendengar kritikan yang secara tidak langsung
mengarah ke dirinya dan Lembah Pualam Hijau, tetapi kejadiannya memang
demikian belaka. Tidak bisa disembunyikan dan tidak perlu untuk membela diri
secara berlebihan. Keadaan Ceng Liong sungguh membuat para tokoh utama tersebut
menjadi sangat kagum. Mereka melihat belaka, bahwa yang menjadi motor
pernyataan ketidakpuasan sebagian besar adalah tokoh-tokoh yang punya hubungan
dengan perguruan yang telah diserbu dan rusak berat akibat ulah Thian Liong Pang.
Ada tokoh-tokoh pelarian dari Go Bie Pay, Cin Ling Pay dan kerabat pendekarpendekar
kelana yang terbunuh oleh Thian Liong Pang. Bahkan masih terdapat pula
beberapa tokoh yang berasal dari perguruan lain yang telah diserbu dan ditaklukkan
oleh Thian Liong Pang. Jadi wajar bila suasana menjadi panas dan menuntut
pertanggungjawaban bengcu secara tidak langsung.
Begitupun Kong Sian Hwesio, Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang menjadi tuan rumah
dan juga tokoh utama yang bijaksana dan dituakan merasa perlu untuk angkat bicara:
"Siancai-siancai,Cuwi enghiong, dewasa ini sangat dibutuhkan kebersamaan dan
persatuan diantara kita. Selaku tuan rumah yang sedang berduka, punco sangat
mengerti, tidak seharusnya banyak bicara. Tetapi, keadaan dunia persilatan seperti
sekarang, membuat punco merelakan diri untuk melanggar kebiasaan di Siauw Lim
Sie. Pertama, lawan kita demikian berbahaya, terorganisasi baik dan memiliki banyak
tokoh lihay yang sangat berbahaya. Kedua, teror yang mereka lakukan cenderung
tidak pilih bulu, dan melanda siapapun, bahkan termasuk Kay Pang, Bu Tong dan
Siauw Lim Sie. Bahkan juga Lembah Pualam Hijau. Ketiga, berhadapan dengan
mereka dalam keadaan yang saling menyalahkan, justru akan merugikan kita.
Keempat, kita sudah memiliki Bengcu Tionggoan yang sekarang, Kiang Ceng Liong
yang meskipun masih muda tetapi sangat gagah. Maka, usulan cuwi untuk mencari
pengganti, justru membuat kita terserak dan sulit untuk bersatu". Suaranya dikerahkan
dengan kekuatan khikang meskipun demikian tetap terdengar tegas dan penuh
kelembutan. Keadaan menjadi hening sejenak, tetapi tidak lama. Karena dengan segera kembali
terdengar pendapat dari kalangan yang berkehendak memilih pimpinan dunia
persilatan yang baru:
"Bukannya tidak menghormati Lo Suhu dari Siauw Lim Sie. Tetapi, terlampau
banyak persoalan yang tidak sanggup ditangani oleh Bengcu dewasa ini. Bahkan,
untuk waktu yang sangat lama menghilang dari dunia persilatan dan membiarkan
begitu banyak korban berjatuhan. Parahnya lagi, ketika banyak tokoh mengunjungi
Lembah Pualam Hijau, tak ada satupun tokoh utama mereka yang menemui dan
memberi jaminan bahwa Lembah itu akan bergerak menghadapi keolompok perusuh
Thian Liong Pang. Rasanya, kenyataan ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi
pertimbangan kita" ucap seorang jago, nampaknya salah satu pelarian dari Go Bie Pay
yang belum terbangun kembali. Dan pendapatnya ini, kembali dibenarkan oleh
banyak orang, terbukti dengan beberapa suara yang terdengar menyetujui pendapat
tersebut. Melihat keadaan yang tidak mengenakkan tersebut, Ci Hong Todjin, Jin Sim Todjin
dan Sian Eng Cu jadi saling berpandangan. Betapapun, mereka memiliki hubungan
yang akrab dengan Siauw Lim Sie dan Lembah Pualam Hijau, wajar bila mereka
merasa perlu membantu Lembah Pualam Hijau sebagaimana Kong Sian Hwesio tadi
melakukannya. Karena itu, dengan suara yang sama dengan Ciangbunjin Siauw Lim
Sie, Ci Hong Todjin segera bersuara:
"Cuwi sekalian, kami dari Bu Tong Pay sependapat dengan Kong Sian Suhu,
Ciangbunjin Siauw Lim Sie mengenai keadaan dunia persilatan dewasa ini. Haruslah
dimengerti, bahwa Kiang Hong Bengcu, lenyap dari dunia persilatan dalam tugas
sebagai bengcu. Lenyap bersama tokoh-tokoh utama dari Kaypang, Siauw Lim Sie
dan Bu Tong Pay. Sehingga kurang tepat menyebut ada unsur kelalaian yang
dilakukan Lembah Pualam Hijau. Bahkan dewasa inipun, tokoh Lembah Pualam
Hijau, Bu Tong Pay, Siauw Lim Sie dan Kaypang sudah melakukan perlawanan
meski masih belum terpadu baik. Dan kinipun, kita telah memiliki Bengcu muda yang
sangat gagah, Kiang Ceng Liong yang bahkan sanggup menahan sebuah pukulan dari
maha iblis Kim-i-Mo Ong. Entah pemimpin semacam apalagi yang dicari oleh cuwi
sekalian?"
"Bahkan, Bengcu muda kita inipun pernah memukul roboh Bouw Lim Couwsu, salah
seorang Hu Hoat Thian Liong Pang di kota Lok Yang. Lohu sendiri menyaksikannya,
menyaksikan betapa gagah dan dl Bengcu kita dewasa ini. Sehingga menjadi sulit
bagi persatuan kita bila hendak memaksakan pergantian kepemimpinan, apalagi di
tengah keadaan Siauw Lim Sie yang sedang berduka" Sian Eng Cu menambahkan.
Keadaan memang sempat membaik dan nampak mempengaruhi banyak orang ketika
Ciangbunjin Bu Tong Pay dan Sian Eng Cu yang terkenal itu mendukung apa yang
dikemukakan Kong Sian Hwesio, Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Bahkan nampaknya
Ciangbunjin Kun Lun Pay juga manggut manggut menyetujui usulan tersebut bersama
dengan wakil dari Tiam Jong Pang. Tetapi, kembali keadaan berbalik ketika Tang
Cun kembali berbicara:
"Benar, tetapi apakah fakta bahwa begitu banyak korban, begitu lama teror
berlangsung, dan bahkan kembali didepan mata kita, dan bahkan ada ancaman
terhadap perjalanan pulang para jago dan semua terus terjadi. Lagipula, Bengcu
sekarang masih teramat muda, masih belum cukup berpengalaman. Karena itu, kami
tetap beranggapan bahwa pemimpin yang baru sangat dibutuhkan dewasa ini" orang
ini nampak sangat hebat dalam berbicara, dan nampaknya sejauh ini ditunjuk sebagai
salah satu pembicara kelompok yang pro memilih pimpinan baru. Karena gaya dan
cara bicaranya yang begitu mempesona, banyak orang yang terpengaruh dan kembali
keseimbangan bergeser kekelompok yang meminta pergantian kepemimpinan di
Tionggoan. "Lohu, adalah orang yang telah beberapa kali melihat kerja Bengcu saat ini. Bahkan
ketika dia melukai See Thian Coa Ong, membantu Kaypang di utara Yang Ce dan
bahkan kemudian memukul mundur Thian Liong Pang di Lok Yang bersama
beberapa pendekar muda dari Bu Tong dan Bengkauw. Bila ini masih bukan
pengalaman memadai, maka lohu bingung harus menunjuk siapa lagi sebagai
pemimpin dunia persilatan dewasa ini" Pengemis Tawa Gilapun ikut-ikutan memberi
dukungan kepada Kiang Ceng Liong, karena memang rasa terima kasih Kaypang
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepadanya sungguh luar biasa. Bahkan Ceng Liong sudah demikian akrab dengan
pangcu sekarang ketika mereka untuk waktu berbulan-bulan saling menyembuhkan
luka dalam masing-masing.
Sementara percakapan itu berlangsung terus, perdebatan dan pendapat terus menerus
dikemukakan, nampak bahwa begitu banyak orang yang meminta pergantian Bengcu.
Kiang Ceng Liong menjadi sedih, keadaan dan nama Lembah Pualam Hijau nampak
sedang merosot tajam, justru dijamannya menjadi Bengcu. Selain itu, dia juga
kecewa, karena ayahnya hilang ketika melaksanakan tugas sebagai Bengcu, tetapi
kehilangan itu dianggap tidak memadai bagi kawanan jago dunia persilatan.
Bahkan perjalanan dan usahanya yang dilakukan selama ini, dianggap bukan sesuatu
pekerjaan bengcu, dan bahkan masih mengangap dirinya mentah. Sungguh sebuah
kenyataan yang sangat memukul perasaannya. Tetapi untungnya, semua perasaan
yang berkecamuk dalam dadanya masih sanggup ditahannya dan sedapat mungkin
tidak berbicara. Sementara dari meja lain, Mei Lan memandang Ceng Liong dengan
terharu, dia sadar betul apa yang dihadapi anak muda itu dan melihat betapa
tersudutnya Ceng Liong.
Sementara itu, kembali terdengar suara Tang Cun, dan nampaknya pendapatnya lebih
banyak dan mayoritas diterima banyak orang:
"Singkatnya para cianpwe yang terhormat, kita berkehendak dan berkeinginan untuk
memilih pemimpin dunia persilatan yang baru. Kita perlu bergerak sangat cepat dalam
menangani dan mengatasi keadaan dunia persilatan dewasa ini, dan dengan segala
maaf, Bengcu kita yang sekarang masih terlampau muda untuk memimpin kita
sekalian. Itulah sebabnya kami meminta adanya pemimpin yang lebih bepengalaman
dalam memimpin kita sekalian menghadapi keadaan yang kacau balau ini".
"Benar, pilih pemimpin baru" kali ini pendapatnya didukung lebih banyak lagi orang
dan membuat para tokoh utama geleng-geleng kepala. Menjadi kurang leluasa dan
tidak pada tempatnya menurut pemikiran mereka memecah kekuatan dan
menimbulkan keadaan yang kisruh diantara golongan pendekar pada kondisi begini.
Apalagi, mereka tahu dan sadar belaka bahwa Ceng Liong menyimpan kekuatan yang
luar biasa dan akan sangat membantu keadaan di Tionggoan dewasa ini.
Tapi sementara para tokoh sepuh berpikir-pikir dan berbisik diantara mereka, dan di
sudut lain juga para jago merundingkan sesuatu untuk mendesakkan pemilihan
pemimpin baru, tiba-tiba terdengar sebuah suara lain. Suara yang justru belum pernah
bicara sebelumnya:
"jadi, apakah menurut para locianpwe ini (sambil menunjuk kelompok yg ingin milih
pemimpin baru) Bengcu yang sekarang tidak becus ya". Hebat sekali. Mungkin ada
diantara para locianpwe ini yang bisa menerima satu kali pukulan Kim-i-Mo Ong"
Atau melukai seorang See Thian Coa Ong" Atau memukul mundur Bouw Lim
Couwsu yang hanya sempat dikalahkan seorang Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan pada
masa lalu" Dan bahkan membuat Bouw Lim Couwsu kembali harus mengundurkan
diri dari dunia persilatan", nah, Bengcu baru yang diusulkan siapakah gerangan"
Sungguh heran, bukannya memikirkan bagaimana bersama mengatasi keadaan
sekarang, malah mau memilih pemimpin baru. Entah siapa pula yang ingin ada
pemimpin baru sementara pemimpin yang ada sudah sedang bekerja bagi dunia
persilatan ini" Suara yang getas, tegas dan penuh kekuatan. Anehnya, suara ini keluar
dari mulut seorang gadis, Liang Mei Lan. Gadis yang merasa bahwa Ceng Liong
diperlakukan sangat tidak adil oleh pertemuan yang dimaksudkan bukan untuk urusan
demikian di Siauw Lim Sie.
"Nona, urusan ini berkaitan dengan keselamatan dunia persilatan, jadi perlu
pemimpin yang tepat dan berpengalaman" Tang Cun kembali bersuara
"Siapa gerangan yang paman anggap tepat dan berpengalaman saat ini?" buru Mei
Lan "Ya kita perlu memikirkan dan mencarinya bersama"
"Dan membuang bengcu yang sekarang meskipun dia telah berbuat banyak, kedua
orangtuanya hilang dalam bertugas bagi kita, dia telah membela keluarga Yu,
membela Kaypang dan banyak melawan Thian Liong Pang. Begitu maksud paman?"
"Ini, ini, khan memang tanggungjawab mereka dulunya"
"Dan kalau mereka sudah melakukannya dan bahkan berkorban, kini harganya
menurut paman tidak cukup dan mau menanggalkan jubah Bengcu dari tangan
keluarga Kiang, apakah begitu paman?"
"Apakah paman juga tahu sejarah diberikannya penghargaan bengcu bagi keluarga
itu pada masa lalu?" ataukah dnia persilatan ini bagaikan "habis manis sepah
dibuang", setelah dianggap tidak memadai akan ditinggalkan karena tidak sanggup
melayani permintaan semua orang dan kalian menganggap wajib bagi mereka
memuaskan keinginan, perasaan, kemauan dan selera semua orang di rimba persilatan
ini?" hebat kata-kata Mei Lan yang bagaikan diberondongkan kepada mereka yang
ingin memilih emimpin baru.
"Dan hebatnya, para paman tidak peduli dan tetap memaksa meskipun Siauw Lim Sie
sedang berduka, sednag berkabung dan memilih untuk memikirkan dan mengusulkan
sesuatu yang bukan pada tempatnya dipikirkan dan dibicarakan dalam suasana
perkabungan"
"Nona, betapapun keselamatan dunia persilatan yang menadi pertimbangan kami
untuk mengusulkannya. Sudah banyak tahun kita diteror dan sudah terlampau banyak
korban jatuh, masakan kita harus menunggu lebih lama lagi?" Kembali Tang Cun
bicara dan didukung oleh pendukungnya meski sekarang sedikit berkurang.
Tetapi, semakin lama percakapan itu berlangsung, semakin Ceng Liong terharu atas
pembelaan Mei Lan. Tetapi, tidak dapat disangkal, bahwa emosinya juga tersulut,
apalagi betapapun diapun memang masih anak muda yang masih memiliki darah
panas. Percakapan yang sudah menyinggung dirinya, menyinggung harga diri dan
kehormatan Lembah Pualam Hijau membuatnya lama kelamaan menjadi gerah juga.
Sampai kemudian disatu titik, dia memutuskan bahwa dia harus bersikap, harus
menegaskan sikap Lembahnya dan sikapnya pribadi sebagai Bengcu. Sudah cukup dia
dan keluarganya berkorban, dan pengorbanan itu kini tidak dianggap oleh banyak
orang lagi. Karena itu, demi kehormatan itu, dia tetap harus berbicara dan harus
memberi putusan terakhir. Untuk itu, dia berusaha keras menenangkan diri, berdiam
sejenak dan ketika dia sudah bisa menguasai diri akhirnya dia berdiri dan berbicara:
"Cuwi enghiong sekalian, para Locianpwe yang terhormat, perkenankan selaku
Bengcu, masih Bengcu, hingga saat ini, tecu menyatakan pendapat sendiri. Harus
diingat, dalam sejarahnya Lembah Pualam Hijau tidak mengajukan diri menjadi
pemimpin, tetapi dianugerahkan oleh dunia persilatan Tionggoan. Dan bila saat ini
penganugerahan itu dianggap sudah cukup, maka dengan rendah hati kami
mengembalikannya kepada sahabat dunia persilatan Tionggoan. Kami tidak pernah
berkeinginan mengangkangi jabatan tersebut bagi Lembah kami. Tapi, jangan juga
menyatakan bahwa Lembah Pualam Hijau berpangku tangan dalam persoalan
sekarang. Kedua orangtuaku, Bengcu angkatan sebelumnya, hilang ketika bertugas,
bahkan dengan seorang Duta Hukum, dan seorang duta hukum lainnya tewas
terbunuh. Tidak cukup besar dibanding korban di Kun Lun Pay, Keluarga Yu,
keluarga Bhe, Cin Lin San dan Go Bie San. Tapi bagi Lembah kami yang hanya berisi
beberapa orang, adalah kehilangan besar. Bila semua yang kami lakukan, turun dari
Lembah bersama barisan 6 Pedang dan kembali melawan Thian Liong Pang bukan
merupakan tugas kami sebagai Bengcu, maka tecu tidak tahu yang bagaimana yang
diinginkan sahabat dunia persilatan. Tapi, biarlah dalam kesempatan ini, atas nama
Lembah Pualam Hijau, kami mengembalikan jabatan BENGCU itu kepada para
sahabat sekalian. Atas nama Lembah Pualam Hijau kami ucapkan terima kasih kepada
Lo Suhu Ciangbunjin Siauw Lim Sie, Ciangbunjin Bu Tong Pay, Kun Lun Pay dan
Tiam Jong Pay, serta Kaypang yang sudah membantu tecu. Meski bukan BENGCU
lagi, kami Lembah Pualam Hijau akan tetap membantu Rimba Persilatan menghadapi
Thian Liong Pang, bukan karena dendam hilangnya orang tua, tetapi karena
mengatasnamakan keadilan dan kebenaran. Rasanya, itulah keputusan kami, dan
silahkan cuwi sekalian memilih Bengcu baru, tetapi Perkenankan kami mohon pamit
lebih dahulu, karena urusan kami dengan demikian sudah selesai" Demikian tegas,
mantap dan tanpa emosi berlebihan Ceng Liong berbicara. Setelah selesai bicara dia
memberi hormat kepada para tokoh sepuh dari Siauw Lim Sie, Kun Lun, Bu Tong,
Tiam Jong Pay dan Kay Pang dan seterusnya bersama Barisan 6 Pedang dia berjalan
keluar. Dan, bahkan bersama Ceng Liong menyusul keluar Liang Mei Lan, Liang Tek
Hoat dan juga Siangkoan Giok Lian.
Kejadian dari Ceng Liong mengeluarkan pendapatnya hingga keluar dari ruangan
hanya berselang beberapa ketika belaka. Pada saat para jago masih belum sadar
sepenuhnya, bahkan para tokoh utama belum cukup sadar dari keterkejutan Ceng
Liong meletakkan jabatannya, Ceng Liong sudah berada di luar ruangan diikuti
Barisan 6 Pedang. Suasana menjadi tegang dan sungguh tidak diperkirakan, justru
pada saat perlawanan harus dilakukan, justru keadaan yang kisruh yang diperoleh.
Bahkan kemudian Ciangbunjin Siauw Lim Sie terdengar berucap:
"Cuwi enghiong, bila memang mau memilih bengcu baru, silahkan saja, Tapi,
rasanya punco tidak ingin melibatkan diri dalam urusan tersebut. Silahkan saudarasaudara
memutuskannya sendiri"
"Rasanya Bu Tong Pay juga tidak akan mengurusi masalah ini"
"Kay Pang juga absent untuk urusan memilih bengcu baru"
"Kami dari Kun Lun Pay dan juga Tiam Jong Pay tidak ambil bagian"
Bahkan kemudian menyusul Ciangbunjin Bu Tong Pay bersama Sian Eng Cu dan Jin
Sim Todjin mengundurkan diri dari ruangan tersebut, diikuti Ciangbunjin Kun Lun
Pay dan Wkl Ciangbunjin Tiam Jong Pay. Tak lama kemudian, Ciangbunjin Siauw
Lim Sie juga mengundurkan diri dar ruangan tersebut dan meninggalkan kumpulan
jago tersebut yang belakangan kebingungan untuk menentukan sikap apa. Bahkan
belakangan, sebagian besar diantara mereka kemudian menyesali keteledoran mereka
yang menyebabkan Dunia Persilatan kini malah kehilangan Bengcu. Karena Bengcu
yang dimiliki sudah menyatakan mengembalikan mandatnya kepada Dunia persilatan
Tionggoan, dan diantara mereka, tak satupun yang berani untuk memangku jabatan
berat tersebut.
Demikianlah, manakala dunia persilatan menghadapi ancaman terbuka dari Thian
Liong Pang, justru mereka kisruh dan kehilangan Bengcu. Bahkan Siauw Lim Sie, Bu
Tong Pay, Kay Pang yang mereka harapkan memimpin, justru menolak karena segan
dan masih mempercayai Lembah Pualam Hijau. Akibatnya, yang terjadi justru semua
menjadi merasa seram dengan keadaan dunia persilatan. Dan terutama mereka,
kelompok para pendekar yang memaksakan pergantian bengcu.
Bukan hanya agenda tersebut gagal, malah harapan mereka untuk bersandar pada
kekuatan tertentu dalam perjalanan turun dari Siong San justru pudar. Keadaan
mereka bahkan menjadi lebih mengenaskan, karena sampai hari kelima ketika upacara
perkabungan diselesaikan dengan perabuan jenasah Kian Ti Hosiang justru tak ada
lagi percakapan soal bengcu dan soal dunia persilatan. Keadaan yang memburuk ini
membuat banyak tokoh tua menjadi sedih, karena nampaknya badai dunia persilatan
akan sangat susah ditanggulangi.
Meskipun demikian, tokoh-tokoh utama yang memang sudah siap atau menyiapkan
diri lama, sudah memiliki pandangan sendiri, meskipun mereka juga menyesali
insiden yang merugikan dunia persilatan itu sendiri. Percakapan lebih serius justru
dilakukan diantara Keenam anak muda itu, beberapa kali bersama Sian Eng Cu dan
tokoh-tokoh sepuh Siauw Lim Sie, Kun Lun Pay, BuTong Pay dan Tiam Jong Pay.
Bahwa tugas perlawanan itu kini diserahkan sepenuhnya kepada anak muda-anak
muda yang disiapkan gurunya masing-masing.
TAMAT Dan sampai disini pula BAGIAN PERTAMA Cerita ini.
Cerita ini akan dilanjutkan dengan judul yang sama pada BAGIAN KEDUA
nantinya. Bagian kedua akan dikisahkan pertarungan antara Naga-naga muda dengan Thian
Liong Pang yang mulai tersendat kemajuan dan teror mereka. Kemunculan tokohtokoh
utama mereka dan tampilnya beberapa tokoh misterius yang tak terduga akan
meramaikan Bagian ini. Mereka kehilangan seorang Hu-Hoat, dan diterjang oleh
beberapa tokoh misterius yang tidak atau belum mereka kenal. Mereka juga mulai
berhadapan dengan Naga-naga muda yang tidak mereka perhitungkan sebelumnya.
Dan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab:
1. Dimanakah Kiang Hong dan rombongannya" Apakah masih hidup ataukah sudah
mati" 2. Siapa sebenarnya Hu Pangcu Pertama dan Kedua dari Thian Liong Pang"
3. Siapa pula 3 Hu-Hoat Thian Liong Pang yang lainnya" baru Hu-Hoat ke-4 saja
sudah demikian saktinya, siapa lagi tiga lainnya"
4. Siapa pula Pangcu Thian Liong Pang yang malah masih belum muncul itu"
Bagaimanakah jati
Dirinya". Dan benarkah dia tokoh nomor satu dan terutama di Thian Liong Pang"
5. Bagaimana pula akhir drama teror misterius ini" Semuanya akan dilanjutkan dalam
bagian kedua dengan judul yang masih tetap sama oleh penulis yang sama.
Kisah Para Pendekar Pulau Es 23 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Pendekar Setia 8
anding di lingkaran Siauw Li Sie, bahkan dibandingkan dengan Ciangbunjin
Siauw Lim Sie di Siong San dan di Poh Thian sekalipun.
"Murid-muridku, nampaknya tugas suhumu sudah berakhir. Karena kalian berdua
sudah sanggup secara sempurna menyerap dan menyempurnakan Ilmu yang diajarkan
gurumu. Lebih dari itu, pelajaran keagamaan kalian juga tidak lagi cetek. Sebetulnya,
gurumu tidak ingin mengikat kalian dengan Siauw Lim Sie, dan membiarkan kalian
memutuskannya kelak, tetapi keadaan dunia persilatan membuat mau tidak mau
kalian mesti berjuang di bawah panji Siauw Lim Sie. Lebih dari itu, semua ilmu
kalian, selain hadiah Pek Sim Siansu adalah murni ajaran asli Siauw Lim Sie. Karena
itu, kebesaran Siauw Lim Sie mau tidak mau adalah tanggungjawab kalian berdua
juga" Kian Ti Hosiang yang anehnya wajahnya malah "mentereng" dan segar itu,
berhenti sejenak guna memberi pesan terakhir bagi kedua muridnya yang nampak
duduk menghadapnya dengan khusuk.
"Usia suhumu sudah tidak panjang lagi, bahkan tinggal dihitung dengan jari tangan.
Bahkan nampaknya, Kiong Pangcu, sudah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini.
Dan sebentar lagi giliran suhumu"
"Suhu, apa maksud perkataanmu, apakah?" Kwi Song menyela dengan perasaan
kaget dan terenyuh.
"Song Jie, setiap manusia memiliki batas akhir kehidupannya. Tidakkah engkau
melihat betapa gurumu telah teramat jauh melintasi jalan kehidupan ini?"
"Tapi suhu, engkau orang tua khan masih nampak segar"
"Nampak segar bukan berarti tidak akan melewati batas itu bukan?"
Kedua murid itupun terdiam dengan perasaan tak menentu. Sudah tiba saat mereka
akan bepisah dengan gurunya yang sangat berbudi, satu-satunya orang tua yang
mereka kasihi dan mereka miliki sampai saat ini. Siapa yang tidak tersentak
menghadapi hal tersebut?"
"Nah, karena itu, kuatkanlah hatimu dan dengarkanlah pesan-pesan terakhir gurumu.
Bila mata batinku tidak keliru, dalam waktu sangat dekat kalian berdua akan bertemu
dan menghadapi seorang tokoh besar yang bahkan kepandaiannya masih diatas kalian
berdua. Dia atau mereka, adalah bagian dari persoalan gurumu pada masa lalu, yang
sayangnya harus kalian hadapi dan selesaikan. Dan ingatlah, tokoh-tokoh semacam
itulah yang akan kalian hadapi dalam menenteramkan dunia persilatan dari badai
pembunuhan yang sangat mengerikan ini. Garis alam telah menunjuk generasi kalian
dan bukan generasi gurumu lagi. Dan, memang, masing-masing generasi memiliki
tugas dan tanggungjawabnya sendiri-sendiri" Sampai disini Kian Ti Hosiang nampak
kembali berdiam diri sejenak. Dan ketika itu dimanfaatkan Kwi Song untuk bertanya,
"Apakah tecu berdua sudah layak memikul tugas berat itu suhu?"
"Selama 2 tahun terakhir ini gurumu telah menyiapkan kalian dan sudah memuaskan
perasaan hatiku, terlebih setelah kalian membekal juga Ilmu Baju Emas yang mujijat
itu. Hal itu membuatku rela dan siap meninggalkan dunia ini. Bicara kepandaian,
yang mampu mengimbangi kalian sudah sangat terbatas. Meskipun demikian,
diperlukan latihan lebih tekun dan pengalaman yang lebih luas untuk dengan leluasa
menggunakan dan menguasai kepandaian-kepandaian tersebut"
"Bagaimana jika dibandingkan dengan Thian Suheng di Poh Thian suhu?" Kwi Beng
turut bertanya.
"Suheng kalian itu, memiliki bakat tidak di bawah kalian. Suhumu percaya, diapun
mengalami kemajuan hebat setelah bertemu kalian berdua. Tetapi, dengan penguasaan
ilmu-ilmu terakhir, rasanya suhengmupun tidak lagi mampu mengimbangi kalian",
jawab Kian Ti Hosiang, untuk kemudian melanjutkan
"Beng Jie, suhengmu di Poh Thian nampaknya penujui dirimu untuk
menggantikannya di Poh Thian. Tetapi, semuanya biar tergantung keputusan dan
perjalanan hidupmu. Untuk saat ini, belum tepat bagimu mencukur rambutmu,
terlebih hanya karena pesan dan perintah gurumu. Menjadi pendeta Siauw Lim Sie,
harus karena "panggilan" hati dan hidupmu, bukan karena paksaan dan perintah orang
lain. Tetapi engkau Song Jie, nampaknya engkau tidak berjodoh menjadi Pendeta
Siauw Lim Sie, karena itu engkau kutugaskan dan kuterima sebagai murid preman
Siauw Lim Sie. Tetapi, semua aturan Siauw Lim Sie tetap akan mengikatmu,
dimanapun dan kapanpun. Dalam urusan-urusan mendesak, maka engkau wajib
membela Siauw Lim Sie dan wajib memberitahukan Ciangbunjin bila ingin menerima
murid dan menurunkan Ilmu Pusaka Siauw Lim Sie".
"Baik suhu"
"Dan, selain tugas berat untuk menangani badai dunia persilatan, kalian berdua juga
mewakili gurumu dalam pertemuan antara Pendekar Tionggoan melawan Pendekar
dari Bengkauw, Lam Hay Bun dan Thian Tok. Kalian mewakili suhumu untuk datang
dalam pertemuan itu 3 tahun mendatang dan bergabung dengan anak murid Kiong
Pangcu, Kiang Bengcu dan Pek Sim Siansu. Pertemuan itu sudah berulang kali
kujelaskan kepada kalian, jadi seharusnya sudah dipahami. Terutama menghadapi
lawan dari Thian Tok, nampaknya kalian mesti sangat awas, karena ajaran aslinya
tidak jauh berbeda dengan Siauw Lim Sie. Sementara Bengkauw dan Lam Hay
nampaknya sudah pernah kalian saksikan kehebatan mereka. Nah, hari ini adalah hari
terakhir gurumu, setelah selesai pertemuan kita ini, kalian sampaikan kepada
Ciangbunjin bahwa gurumu tidak menginginkan penghormatan berlebihan, lakukan
seadanya bersama keluarga besar Siauw Lim Sie dengan tidak berlebihan melepas
kepergian gurumu.
Tetapi, semua memang akan terserah kepada Ciangbunjin. Mengenai hal itu dan
status kalian berdua, sudah suhumu persiapkan. Beng Jie, engkau menyerahkan surat
ini kepada Ciangbunjin" Kian Ti Hosiang kemudian berhenti bicara dan menyerahkan
sebuah surat tertutup untuk disampaikan kepada Siauw Lim Sie Ciangbunjin.
"Baik suhu, tecu akan melakukan permintaan suhu" Kwi Beng bicara dengan suara
begetar sambil menerima surat dari gurunya. Siapa pula yang tidak tergetar
perasaannya mendengar orang yang dikasihinya akan "pergi", dan berbicara masalah
kepergian itu demikian datar dan bahkan demikian lancar, seakan bukan sebuah
peristiwa penting.
Tetapi, manusia sepuh seperti Kian Ti Hosiang, sebagaimana juga Kiong Siang Han,
manusia yang telah "tahu" batas usianya, membicarakan kematian sama dengan
membicarakan perjalanan lebih lanjut dari apa yang dinamakan "kehidupan".
Keadaan Kwi Song, tidak jauh berbeda dengan keadaan kakak kembarnya, sangat
terenyuh dan kehilangan kemampuan berkelakarnya. Tidak mampu bicara banyak
karena gurunya yang banyak bicara dan terlihat sangat menikmati perjalanan baru
yang akan dilakukannya. Dan waktu itu, lebih mengejutkan lagi adalah hari ini, dan
pertemuan saat itu adalah pertemuan terakhir. Siapa tidak tersentak, siapa tidak
terguncang"
"Nach, murid-muridku, pesanku untuk kalian berdua sudah selesai. Pesan lain, untuk
bagaimana berlaku sebagai manusia dan sebagai pendekar Siauw Lim Sie, sudah
kalian resapi lama. Ingatlah sekali lagi, diatas langit masih ada langit, kepandaian
kalian jangan membuat kalian tekebur. Jangan merasa lebih hebat dari yang lain, tapi
gunakan untuk kepentingan umat persilatan. Suhumu percaya penuh dengan kalian
berdua, dan Ciangbunjin akan gurumu titipi pesan dan wewenang untuk mengawasi
kalian berdua. Bila salah satu dari kalian berdua menyeleweng dari kebenaran, maka
tanda kehadiran suhumu akan digunakan untuk mengekangnya. Tapi gurumu percaya,
kalian tidak dan bukan manusia yang gampang disesatkan. Sebagai persiapan terakhir,
marilah kalian mendekat, meski kalian belum cukup menandingi pendatang itu, tetapi
biarlah bekal terakhir ini mampu membuatnya berpikir untuk bertindak lebih jauh.
Duduklah mendekatiku, tetapi setelah selesai, segera tinggalkan tempat ini dan
laporkan keadaan gurumu kepada Ciangbunjin" Kian Ti Hosiang kemudian
memanggil mendekat kedua muridnya, dan tangan kanannya terulur kepunggung Kwi
Beng, sementara tangan kirinya ke punggung Kwi Song. Keduanya memang diminta
untuk membelakanginya.
Dan tidak lama kemudian segulung arus yang tidak terkatakan mengalir ke pusat
penguasaan sinkang kedua pendekar kembar ini. Sambil terdengar bisikan Kian Ti
Hosiang, "Tenaga ini, jangan dulu dibaurkan kedalam proses pembauran tenaga mengikuti
aliran Liang Gie atau proses pembauran dari Jawadwipa. Gunakan untuk menghadapi
si pendatang dalam waktu dekat ini, baru kemudian lakukan sebagaimana biasanya"
Proses tersebut berlangsung selama kurang lebih 1 jam, proses pemindahan kekuatan
sinkang secara instant, yang akan membuat si penyalur tenaga akan mengalami
kerugian luar biasa dan akan sangat menguntungkan yang disaluri tenaga tersebut.
Dan nampaknya, Kian Ti Hosiang yang mengerti bahwa batas umurnya sudah tiba,
memang sudah merencanakannya sejak lama. Bahkan semakin bulat tekadnya itu
setelah mata batinnya membisikkan sesuatu yang perlu ditangani oleh kedua
muridnya dalam waktu dekat ini. Itulah sebabnya Kian Ti Hosiang memutuskan
memperkuat kedua muridnya dengan cara ini, sekaligus juga mempercepat proses
"kepergiannya". Dan memang, setelah sejam lebih dia melakukan proses transfer
tersebut, kedua tangannya merosot dan terkulai dari punggung kedua muridnya.
Tetapi, masih sanggup dia bersedekap dalam posisi duduk bersamadhi, dan kemudian
berbisik kepada kedua muridnya:
"Sudah selesai, dan ingatlah semua pesanku untuk kalian berdua. Keluarlah, dan
mulai lakukan tugasmu" Itulah bisikan "hidup" terakhir yang pernah didengar kedua
pendekar kembar itu dari gurunya. Karena setelah itu, tidak nampak lagi cahaya
kehidupan dari wajah dan tubuh pendekar gaib dari Siauw Lim Sie ini. Kwi Beng dan
Kwi Song berlutut lama, sangat lama didepan jasad gurunya, atau pengganti orang tua
yang mendidik dengan penuh hati, penuh kasih dan bahkan merenggut hidup mereka
dari malaikat elmaut. Kepada orang tua inilah bakti mereka sebagai bukan hanya
murid, tetapi bahkan sebagai anak mereka tunjukkan. Tetapi, mereka tidak lagi
menangis, tetapi membulatkan tekad untuk tidak mempermalukan orang tua saleh
yang membimbing mereka dengan keras dan penuh kasih.
Setelah sanggup membenahi diri dan perasaan mereka, baru kemudian keduanya
bangkit berdiri untuk kemudian memberitahu Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Hari ini,
berselang mungkin 10 hari dari kepergian Kiong Siang Han, dunia persilatan
Tionggoan kembali melepas salah satu tokoh yang dibanggakannya. Seorang tokoh
besar yang memimpin Siauw Lim Sie dalam kesalehannya dan banyak membantu
dunia persilatan Tionggoan semasa hidupnya. Siauw Lim Sie selama 100 tahun
terakhir, nyaris identik dengan kebesaran guru besar yang saleh dan maha sakti ini.
Jarang bahkan murid Siauw Lim Sie sendiri mengerti dan mampu menjajaki sampai
dimana kesaktian tokoh ini. Tokoh yang kini telah berpulang KIAN TI HOSIANG.
================
Tetapi, Ciangbunjin Siauw Lim Sie sangatlah berbeda dengan Pangcu Kaypang.
Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang diberitahu kematian Kian Ti Hosiang. Dengan
segera dia mengadakan rapat dengan para sesepuh Siauw Lim Sie, dan semua sepakat
untuk menghormati jenasah guru besar mereka melalui penghormatan besar sesuai
sistem yang berlaku di Siauw Lim Sie. Dengan kata lain, pesan Kian Ti Hosiang
untuk diperabukan secara sederhana justru diabaikan. Bahkan, pada hari itu juga,
pesan dan undangan bagi semua tokoh dunia persilatan, termasuk perguruan besar
langsung dilayangkan.
Kian Ti Hosiang adalah Guru Buesar, maha Guru terakhir yang dimiliki kuil ini,
masakan tidak dilakukan penghormatan besar baginya" Wajar bila kuil Siauw Lim Sie
memperlakukannya secara istimewa, karena namanya sangat harum dimata baik
kawan maupun lawan. Bahkan dia menjadi salah satu tiang dan tonggak kebanggaan
Tionggoan pada masa lalu. Tidak ada yang bisa dan mampu membenarkan pesan
Kian Ti Hosiang, termasuk juga kedua murid kembarnya, bahwa upacara sederhana
yang lebih baik. Semua sesepuh partai memutuskan dan sepakat untuk mengadakan
penghormatan besar-besaran yang terakhir untuk melepas guru besar ini.
Dan, nyaris tidak mungkin ada perguruan besar maupun kecil yang sanggup dan
mampu menolak undangan Siauw Lim Sie. Semuanya, mulai dari Perguruan ternama
semisal Lembah Pualam Hijau, Bu Tong Pay, Kaypang yang juga sedang berduka
tetapi tidak disebarluaskan, Cin Ling Pay dan Go Bi Pay yang sedang hancur juga
malah mengirim utusan, Thian San Pay, Kun Lun Pay dan semua perguruan besar
sudah memutuskan datang. Juga Benteng Keluarga Bhe, Perkampungan keluarga Yu,
serta perguruan terkenal lain juga bersiap mengirimkan utusan. Bahkan pendekarpendekar
utama dan kelas satupun sudah meluruk datang untuk memberikan
penghormatan terakhir bagi Kian Ti Hosiang.
Sungguh sebuah peristiwa besar yang diputuskan dan disiapkan Siauw Lim Sie bagi
Kian Ti Hosiang, sesuatu yang nampaknya sudah diduga Kian Ti Hosiang. Sebagai
mantan Ciangbunjin Siauw Lim Sie dia mengerti tradisi Kuil itu menghormati
tokohnya. Karena yang bisa memutuskan jenis upacara bukanlah yang bersangkutan,
tetapi pimpinan Siauw Lim Sie bersama dengan sesepuh dan tetua partai. Dan
kebetulan Kian Ti Hosiang adalah tokoh yang dituakan dan bahkan menjadi symbol
kebangkitan dan kebanggaan Siauw Lim Sie puluhan tahun terakhir ini.
Malam itu adalah malam kedua jasad Kian Ti Hosiang disemayamkan di sebuah
ruangan khusus di Siauw Lim Sie. Ruangan jasad itu dijaga oleh beberapa pendeta
Siauw Lim Sie, tetapi didalamnya di sisi kiri dan kanan peti jasad nampak bersimpuh
kedua murid Kian Ti Hosiang, Souw Kwi Song dan Souw Kwi Beng. Mereka nampak
bersimpuh terus dan beristirahat juga nampaknya secara bergantian dengan
melakukan Samadhi. Karena itu, siapapun tokoh atau orang yang berkehendak masuk,
pastilah akan dengan mudah diketahui oleh salah satu dari kedua anak muda ini.
Tetapi, sungguh luar biasa, tengah malam itu tanpa angina tanpa hujan dan tanpa
diketahui kedua anak muda itu, justru sudah berdiri 2 orang kakek tua yang semua
rambut mereka sudah memutih. Siapa lagi kedua orang tua luar biasa yang sanggup
melakukannya jika bukan Wie Tiong Lan Pek Sim Siansu dan Kiong Sin Liong dari
Lembah Pualam Hijau"
Sudah tentu, baik Kwi Beng maupun Kwi Song maklum belaka siapa kedua orang
tua itu. Malah mereka menyambut kedua orang tua sakti itu dengan penghormatan
dan mengucapkan kata-kata terima kasih atas nama Siauw Lim Sie dan guru mereka.
Seterusnya mereka membiarkan kedua orang tua itu melakukan penghormatan
terakhir dengan wajah yang tidak mengesankan apa apa, selain kelembutan yang
terpancar dari wajah mereka. Seterusnya, Kiang Sin Liong yang memberi
penghormatan lebih dahulu kemudian berujar setelah berdiri didepan jasad itu:
"Engkau telah menyelesaikan tugasmu Kian Ti Hosiang. Kedua anak muridmu telah
menunjukkan buah kerjamu, dan Siauw Lim Sie telah memancarkan sinar kerja
kerasmu" kemudian dia memandang kedua anak muda kembar itu dan berkata:
"Lohu bisa melihat, kalian berdua sudah lebih dari cukup untuk mewakili guru
kalian. Kionghi ". dan selamat tinggal" dan tubuh itupun raib dari pandangan kedua
anak muda itu bagaikan lenyap begitu saja.
Begitupun ketika Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan melakukan upacara yang sama dan
pujian yang sama untuk rekan seangkatan yang mendahuluinya. Bahkan terhadap
kedua akak beradik itu, dia hanya berguman:
"Tanpa mencoba, hanya melalui sinar mata kalian berdua, lohu yakin kalian sudah
berhasil. Berjagalah, akan ada yang berusaha mengganggu, tetapi nampaknya Kian Ti
si Pendeta Saleh itu sudah menyiapkan kalian" Dan sebagaimana datangnya, begitu
juga perginya kakek sakti ini, seperti juga Kiang Sin Liong. Mereka berdualah yang
menjadi tamu pelayat pertama yang memberi penghormatan terakhir buat Kian Ti
Hosiang, dan kedua pendekar kembar itu maklum, bahwa kehadiran mereka memang
tidak untuk diberitahukan kepada siapapun. Karena itu, merekapun tidak pernah
memberitahu siapa saja, kecuali Ciangbunjin Siauw Lim Sie perihal kedatangan
mereka. "Siancai siancai, ternyata mereka para pendekar ajaib Tionggoan masih saling
berhubungan. Sungguh kurang sopan punco tidak menjumpai dan menghormati
kedatangan kedua orang tua luar biasa itu" sesal Ciangbunjin ketika diberitahu Kwi
Beng perihal kedatangan Kiang Sin Liong dan Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan.
Ciangbunjin tahu belaka reputasi dan kehebatan kedua orang tua yang angkat nama
bersama Kian Ti Hosiang, karenanya diapun merasa menyesal tidak sempat menemui
kedua orang tua itu. Meskipun begitu, dia maklum bahwa tokoh sekaliber kedua orang
tua itu, memang pastilah tidak lagi ingin publikasi atau pamer dan memilih untuk
melayat sobat mereka dengan cara mereka sendiri. Tetapi, Kwi Beng kemudian
menambahkan: "Ciangbunjin, kedua orang tua itu juga mengingatkan bahwa akan ada pengganggu
jasad suhu dan memerintahkan jiwi tecu untuk berjaga-jaga"
"Siancai siancai, memang bukan tidak mungkin. Biarlah nanti malam punco juga
akan ikut berjaga sejenak di tempat ini. Dan sebaiknya kalian berdua juga benar,
meningkatkan kewaspadaan" ucap Ciangbunjin dan kemudian berlalu untuk mengatur
banyak hal. Dan sepanjang siang hingga menjelang malam, lebih banyak lagi kemudian para
pelayat yang datang memberi penghormatan terakhir. Gunung Siong San secara tibatiba
menjadi sangat ramai pengunjung meski dengan wajah muram melepas kepergian
tokoh besar Tionggoan itu. Bahkan menjelang sore hari ketiga kematian Kian Ti
Hosiang, tiba-tiba muncul kabar dari bawah gunung bahwa Bengcu Dunia Persilatan
Tionggoan berkenan melayat. Dan, belum lagi persiapan menyambut kedatangan
bengcu dilakukan, duta perdamaian 1 dan 6 sudah melesat tiba di depan Kuil Siauw
Lim Sie. Dan berturut-turut tidak lama kemudian menyusul 4 duta perdamaian yang
lain. Ke-6 Duta Perdamaian ini selalu harus mendampingi Bengcu ketika melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan. Dan beberapa saat kemudian nampak 3 sosok
tubuh melesat dating dan kemudian berhenti di depan Kuil Siauw Lim Sie. Ternyata,
Kiang Ceng Liong mengadakan perjalanan ke Siong San bersama Liang Mei Lan dan
Siangkoan Giok Hong.
Nampaknya mereka disambut langsung oleh Ciangbunjin Siauw Lim Sie dan yang
kemudian menyapa mereka lebih dahulu:
"Siancai siancai, selamat datang di Siauw Lim Sie Kiang Bengcu. Dan, siapa pula
kedua nona ini?"
"Tecu Liang Mei Lan mewakili suhu Pek Sim Siansu datang melayat suhu Kian Ti
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hosiang" "Tecu, Siangkoan Giok Lian, mewakili Bengkauw Kawcu memberi penghormatan
terakhir bagi suhu Kian Ti Hosiang"
"Siancai siancai, benar-benar alpa. Punco kedatangan tamu-tamu agung mewakili
perguruan dan perkumpulan besar. Baik, mari Kiang bengcu, Liang Kouwnio dan
Siangkoan Kouwnio" Sang Ciangbunjin yang didampingi beberapa tokoh Siauw Lim
Sie kemudian mengundang mereka ke ruang jasad Kian Ti Hosiang dan memberi
penghormatan bagi guru besar itu. Tetapi, karena kondisi, Kiang Ceng Liong tidak
sempat bercakap dengan Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song yang gembira melihat
kedatangan mereka bertiga. Untuk menghormati rombongan Bengcu Tionggoan,
Ciangbunjin menyiapkan ruangan istirahat khusus bagi ketiga tamu terhormat
tersebut. Berturut-turut, sore hari itu juga menyusul datang tamu-tamu dari perguruan besar.
Ciangbunjin Bu Tong Pay datang dengan ditemani Jin Sim Todjin dan bahkan Sian
Eng Cu Tayhiap dan beberapa anak murid Bu Tong Pay juga ikut mengawal dan
menyertainya. Sudah tentu rombongan ini disambut dengan penuh kehormatan dan
ucapan terima kasih dari Ciangbunjin Siauw Lim Pay. Bahkan sore itu, masih juga
bermunculan utusan dari Tiam Jong Pay yang diwakili Wakil Ciangbunjin, kemudian
juga menyusul Ciangbunjin Kun Lun Pay dan beberapa tokoh kenamaan rimba
persilatan. Sore menjelang malam, jumlah pelayat di Siong San bertambah secara
drastis dan membuat penjagaan di Gunung itu bertambah ketat. Bahkan Ciangbunjin
Siauw Lim Sie sendiri tidak sempat beristirahat dan selalu bersiaga, sambil tentu
menerima tamu yang datang melayat.
Para pelayat baru berhenti berdatangan ketika matahari sudah terbenam, dan bahkan
ruangan tempat persemayaman jasad Kian Ti Hosiang ditutup menjelang jam 9
malam. Tetapi, baik kedua pendeka kembar maupun Siauw Lim Sie Ciangbunjin
masih tetap dalam siaga penuh. Pesan Kian Ti Hosiang dan peringatan kedua guru
besar yang melayat malam sebelumnya, juga telah membuat mereka menjadi dalam
keadaan siaga penuh. Sementara itu, Kiang Ceng Liong yang beristirahat di kamar
tamu, ruang yang sama yang pernah digunakan ayahnya, Kiang Hong, nampak sedang
bersamadhi menghimpun kembali semangat dan tenaganya. Hal yang sama juga
dilakukan oleh Liang Mei Lan dan Siangkoan Giok Lian. Beberapa hari mereka
menempuh perjalanan siang dan malam ke gunung Siong San ini setelah menerima
kabar kematian Kian Ti Hosiang. Dan malam ini, adalah malam pertama mereka bisa
menikmati istirahat secara penuh dan bahkan membebaskan mereka dari mengejar
sesuatu kearah gunung Siong San.
Tetapi menjelang tengah malam, perasaan Ceng Liong seperti tergugah. Firasat dan
instingnya memang mengalami kemajuan yang luar biasa kahir-akhir ini, terutama
sejak melatih ilmu batin tingkat tinggi dan dilontarkan melalui mata dibawah arahan
Kian Ti Hosiang dan gurunya. Dengan cepat dia sadar dan memusatkan perhatiannya,
dan dengan cepat dia juga sadar bahwa akan ada "pendatang" di kuil ini pada tengah
malam nanti. Dan, menilik suasana, maka kedatangan tamu aneh ini nampaknya akan terjadi
sebentar lagi. Hanya, karena maksudnya kurang jelas, maka Ceng Liong menjadi
terjaga dan waspada, meskipun dia tahu bahwa gunung Siong San ini adalah
sarangnya Naga dan harimau. Gudangnya Ilmu Silat Tionggoan dan apalagi di
ruangan jasad disemayamkan, dia tahu dijaga dua anak muda sakti binaan langsung
Kian Ti Hosiang.
Tetapi, godaan dan ketukan pada firasat dan mata batinnya cukup kuat. Dan menurut
gurunya, hal itu menandakan bahwa sesuatu atau seseorang yang akan datang berarti
sangat hebat. Meski pesan itu sangat halus dan dalam gelombang perasaan yang tidak
berbentuk fisik, tetapi peringatan yang disampaikannya bisa membuat orang gelisah.
Menyadari hal itu, Ceng liong kemudian berinisiatif untuk bangun dan kemudian
mengenakan pakaian ringkas. Dan kebetulan ruangan jasad disemayamkan tidaklah
jauh dari tempat dia menginap dan beristirahat. Karena itu dengan langkah ringan, dia
kemudian mendekati pintu ruangan yang dijaga beberapa pendeta Siauw Lim Sie itu.
Dia bahkan disapa lebih dahulu oleh Pendeta yang berjaga itu:
"Selamat malam Bengcu, adakah sesuatu yang penting yang perlu kami Bantu?"
"Terima kasih suhu, bisakah aku bertemu sebentar dengan kedua sahabatku Souw
Kwi Beng dan Souw Kwi Song didalam?" nampaknya sesuatu yang penting akan
terjadi" jawab Ceng Liong.
"Mari, silahkan bengcu. Kebetulan, Ciangbunjin juga sedang menemani kedua
Susiok didalam"
Begitu memasuki ruangan, Ceng Liong terkesiap ketika melihat keempat orang yang
berada didalam ruangan sedang dalam keadaan siaga. Tetapi, ketegangan cair ketika
kemudian Siauw Lim Sie Ciangbunjin melihat Ceng Liong yang masuk dan
menyapanya dengan ramah:
"Siancai siancai, Kiang Bengcu, ada apakah gerangan malam-malam begini masih
belum istirahat"
"Losuhu, dan kedua sahabat Souw, entah mengapa aku mendapatkan firasat kurang
enak terkait dengan jenasah losuhu Kian Ti Hosiang. Getarannya agak kuat dan
membuatku merasa ingin memperingatkan Ciangbunjin dan kedua sahabat Souw"
bisik Ceng Liong lirih dan mengejutkan Ciangbunjin. Semuda ini tetapi telah
memiliki kepekaan bathin yang tinggi, sungguh luar biasa. Tanpa disadarinya,
kekagumannya atas Ceng Liong meningkat lebih dari sekedar melihatnya sebagai
Bengcu. "Ceng Liong, sebetulnya gurumu dan juga Pek Sim Siansu locianpwe telah
memperingatkan kami semalam sebelum engkau datang" Kwi Song menjawab ramah.
"Ach, Kwi Song, dia orang tua juga sudah datang?"
"Benar, bahkan bersama Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan" jawab Kwi Song
"Dan, tokoh seperti apakah yang mereka orang tua maksudkan akan datang?"
"Entahlah, tetapi menurut suhu, orang itu bahkan sangatlah sakti dan digdaya. Suhu
berpesan menjelang ajalnya" kali ini Kwi Beng yang menjelaskan.
"Hm, luar biasa jika demikian. Ciangbunjin suhu, dan saudara Kwi beng dan Kwi
Song, jika diperkenankan, bolehkah siauwte juga menemani kalian dalam menyambut
tamu agung tersebut?" Ceng Liong bertanya.
"Siancai siancai, didampingi Kiang Bengcu tentu membuat kami menjadi lebih
merasa tenang. Silahkan Kiang bengcu" Siauw Lim Sie Ciangbunjin malah senang
dengan pengajuan diri Ceng Liong. Dan akhirnya, mereka berlimapun kemudian
melakukan Samadhi di seputar peti jenasah Kian Ti Hosiang, menunggu kedatangan
tokoh hebat yang diperingatkan para tokoh besar itu. Tapi, siapakah mereka yang
gerangan datang itu"
===================
Tengah malampun lewatlah sudah. Suasana menjadi semakin menegangkan, terutama
dalam ruangan jenasah itu. Bahkan cenderung semakin menyeramkan, karena
penerangan sangat temaram atau minim cahaya, sementara bau dupa juga cukup
menusuk. Di luar kuilpun tidak terdengar apa-apa selain semilir angin yang
berhembus, tidak terdengar sama sekali adanya suara-suara asing lain yang
mencurigakan selain suara alam.
Tetapi, ketengangan dan kesunyian itu, justru menjadi semakin mencurigakan.
Terlebih, 5 orang yang berada dalam ruangan itu, sontak seperti diserang oleh sebuah
kekuatan hitam yang tidak terlihat. Sebuah kekuatan yang pasti terlontar dari jarak
tertentu dan nampaknya dikhususkan untuk menyerang ruangan persemayaman
jenasah ini. Tetapi, kelima orang dalam ruangan itu bukanlah manusia-manusia biasa,
tidak. Sebaliknya malah. Mereka sudah berjaga sejak tadi, sudah sangat siaga dengan
keadaan yang sunyi mencekam tersebut. Karena itu, serangan ilmu yang mencoba
merusak konsentrasi mereka dan membuat mereka tertidur bisa dengan muda
ditangkis. Satu-satunya yang terganggu, hanya orang kelima, seorang pendeta yang
dipanggil menemani Ciangbunjin di ruangan itu.
Dan tiba-tiba sebuah getaran suara berpengaruh berbisik dan mengalun di ruangan
itu, dan membuyarkan kekuatan hitam yang menyerang:
"Bersiaplah ". nampaknya mereka sudah datang"
Suara Ceng Liong itu memang perlahan saja, mengaung dan mengambang, tetapi
telah membantu pendeta disamping Ciangbunjin yang nampak agak terganggu dengan
serangan tersebut. Dan bahkan Ciangbunjin Siauw Lim Sie sendiri sampai kagum
oleh alunan suara mengambang yang dikeluarkan Ceng Liong mengimbangi serangan
ilmu tersebut. Dan, seusai suara Ceng Liong sirna, tahu-tahu di dalam ruangan itu
sudah bertambah dengan dua orang manusia dengan dandanan yang nyaris sama "
dandanan pendeta, hanya pendeta dari Tibet yang terkenal dengan nama Lhama Tibet.
Bahkan sebuah suara lirih yang hanya terdengar semua orang dalam ruangan itu
segera terdengar:
"Selamat bertemu kembali Kiang Bengcu. Maaf, lohu harus menyelesaikan sebuah
kewajiban lain buat toa suhengku, untuk kemudian menyelesaikan kewajibanku
kepadamu" Kiang Ceng Liong memandang wajah para pendatang, dan segera maklum ternyata
salah seorang pendatang adalah Bouw Lim Couwsu yang dikalahkannya secara tipis
di Perkampungan Keluarga Yu daerah Lok Yang. Dan jika kawannya yang datang
adalah toa suhengnya, berarti pendatang yang satu lagi tentunya adalah Bouw Lek
Couwsu. Dan terkaan Ceng Liong sama sekali tidak salah. Orang itu, Bouw Lek
Couwsu, berperawakan tinggi besar dan nampak menyeramkan dengan dandanan
Lhama Tibet. Dia kemudian berjalan menuju peti mati setelah hanya mengerling Ceng
Liong dan tokoh lain yang duduk dalam ruangan tersebut. Kemudian terdengar
suaranya, yang juga hanya berkuamandang dalam ruangan itu:
"Hm, Kian Ti Hosiang, setelah engkau mengikat kami selama 40 tahun, masakan
engkau pergi begitu saja?" sungguh tidak adil" dan tokoh berperawakan besar ini
terus berjalan kearah peti mati.
"Siancai siancai, tahan langkahmu saudara ". Jangan mendekat lagi, tolong hormati
jenasah guru besar kami" Siauw Lim Sie Ciangbunjin berujar lirih, memperingatkan
Bouw Lek Couwsu.
Tetapi tokoh besar itu masih tetap melangkah 3 langkah kedepan, menjadi dekat ke
peti mati dan kemudian berdiri. Dia sama sekali tidak lagi melirik orang lain dalam
ruangan tersebut dan memusatkan perhatiannya kearah peti mati. Sementara itu, Kwi
Song dan Kwi Beng sendiri sudah lebih dari siap siaga ketika Bouw Lek Couwsu
terus melangkah. Bahkan masih tetap siaga ketika tokoh itu sudah berhenti
melangkah. Terdengar kembali Bouw Lek Couwsu berkata:
"Sudah cukup 40 tahun kami mengekang diri, tapi setelah kami siap menemuimu
engkau malah pergi. Bagaimana pertanggungjawabanmu atas janji memberi kami
waktu berusaha lagi setelah 40 tahun?" nampak dia seperti menyesali kematian Kian
Ti Hosiang. "Tapi, sudahlah, bila memang engkau sudah menutup mata, biarlah kuiringi dengan
ucapan selamat jalan buatmu" nampak Bouw Lek Couwsu kemudian seperti menjura,
tetapi tidak dengan menghormat karena tiba-tiba meluncur sebuah hawa pukulan tak
berujud dari kedua tangannya yang menjura itu. Itulah sebuah pukulan sakti yang
dinamakan Pukulan Udara Kosong, yang bisa meluberkan apa yang dalam peti namun
tidak merusak petinya sendiri.
Tetapi, disekitar Bouw Lek Couwsu adalah orang-orang sakti yang memiliki
kepekaan dan mata awas. Kwi Beng dan Kwi Song dengan cepat menangkap gelagat
kurang baik itu, dan dengan cepat kedua tangan mereka sudah meluncurkan hawa
pukulan menangkis serangan Bouw Lek Couwsu. Dan benturanpun tidak bisa
dihindarkan lagi, tapi hanya terdengar suara seperti desisan ketika benturan itu terjadi.
Akibatnya, Bouw Lek Couwsu tertahan keinginannya dan sedikit menggoyahkan
kedudukannya, sementara kedua anak muda itu tidak mengalami apapun. Gabungan
tenaga mereka nampaknya cukup memadai untuk memapak serangan gelap Boue Lek
Couwsu kearah peti mati. Dan benturan itu telah membuka mata Bouw Lek Couwsu,
karena tenaga benturan tadi jelas-jelas adalah ciri khas ilmu Siauw Lim Sie. Dan, dia,
tentu saja mengenal dan mengerti keampuhan ilmu yang dikerahkan dengan daya
topang tanaga Kim kong ciang tersebut.
"Hm, tidak tahu malu. Suhu sudah almarhum, dan engkau masih juga ingin
mengganggunya. Dimasa hidupnya engkau bahkan menunjukkan diripun tidak, tapi
setelah beliau meninggal, baru engkau berani datang dan berniat merusak jasadnya"
Kwi Song menegur si penyerang.
"Ah, rupanya si pendeta tua itu meninggalkan kepandaiannya kepadamu anak
muda?" "Benar, kami berdua adalah murid-murid suhu Kian Ti Hosiang, dan tidak akan kami
biarkan siapapun yang berniat mengganggu Siauw Lim Sie dan apalagi mengganggu
jasad suhu. Engkau orang tua, lebih baik kembali saja dan jangan mengganggu" Kwi
Beng menimpali.
"Kembali?" hahahaha, setelah menunggu 40 tahun untuk menandingi kembali
gurumu, dan engkau menyuruh aku kembali begitu saja?" Bouw Lek Couwsu nampak
geli dengan perkataan Kwi Beng dan melanjutkan,
"Lohu harus menunjukkan hasil latihan lohu untuk melawan pendeta tua itu. Entah
melawan Ciangbunjin Siauw Lim Sie, ataupun melawan siapa saja dihadaan jenasah
Kian Ti Hosiang, baru akupun puas" semakin jelas maksud kedatangan Bouw Lek
Couwsu. "Siancai-siancai, Bouw Lek Couwsu, sebagai orang beribadat, harusnya engkau
sadar, bahwa saat ini adalah saat berkabung bagi kuil kami. Bisakah engkau
meninggalkan ruangan ini terlebih dahulu dan nanti mengurus masalahmu kelak"
Ciangbunjin Siauw Lim Siepun menimpali.
"Ciangbunjin, lohu tidak akan pergi sebelum memberi persen sebuah pukulan kepada
pendeta tua itu. Atau sebelum menunjukkan bahwa aku bisa mengalahkannya dengan
ilmuku seandainya pendeta itu masih hidup" Bouw Lek tetap berkeras.
"Koko, benarlah dugaan suhu. Bahwa akan datang seorang yang tidak tahu diri
mengganggu jenasahnya. Bila demikian, maka kita tidak bisa membiarkan orang ini
mengganggu suhu. Kita wajib melawannya" Kwi Song dengan sengaja mengeraskan
suaranya dan dengan perlahan dia kemudian bangkit berdiri yang seterusnya diikuti
oleh Kwi Beng sebagai langkah persiapan.
"Murid Kian Ti Hosiang memang hebat, sungguh hebat" Bouw Lek Couwsu
terdengar memuji.
"Tetapi, sayangnya kalian berdua masih belum tandinganku, lebih baik suruh orang
turunan Pendeta tua itu untuk melawanku" dia memandang enteng kedua pendekar
muda murid musuhnya itu.
"Tidak perlu Ciangbunjin yang melawanmu, cukup kami murid-murid suhu yang
akan menghadapimu, karena ini urusan pribadimu dengan guru kami yang sudah
almarhum. Jadi wajar bila sebagai murid kami maju membela guru kami" Kwi Song
berkeras. "Baik, kalian boleh maju berdua. Dan biarlah dihadapan jasad gurumu kuperlihatkan
bagaimana anak anak didiknya diberi pelajaran setimpal olehku. Ayo, majulah"
Kakek raksasa itu akhirnya menantang kedua pendekar kembar untuk maju bersama.
Tetapi, dengan tenang Kwi Beng kemudian berjalan maju 3 langkah diiringi oleh
tatap muka penuh ketegangan dari Kwi Song dan bahkan Ciangbunjin Siauw Lim Sie.
Terdengar Kwi Beng kemudian bersuara sambil berkata:
"Bouw Lek Couwsu, biarlah aku yang akan menantangmu mewakili guruku. Dan bila
aku tidak sanggup, maka adikku akan menggantikanku atau kami akan melawanmu
bersama" suaranya tenang dan mantap, tidak membayangkan kengerian dan
ketakutan. Bahkan Ciangbunjin Siauw Lim Sie sendiripun menjadi kagum dan
mengangguk-anggukkan kepala mengagumi anak muda ini. Diam-diam diapun ingin
tahu sejauh mana kepandaian anak didik sesepuhnya ini.
"Terserahmulah anak muda, yang penting lohu tidak dianggap lancang telah melawan
seorang bocah bertanding ilmu" jawab Bouw Lek Couwsu.
Selesai mengucapkan kalimat itu, Kwi Beng kemudian sudah maju menerjang setelah
berteriak "awas orang tua, aku mulai". Serangannya sudah langsung menggunakan
jurus maut Kim kong Ci atau jurus totokan sakti yang berbeda dari Tam Ci Sin
Thong. Ketika kemudian terdengar suara "cus-cus" dengan daya tusuk yang tajam
bukan main mengarah ketubuhnya, baru Bouw Lek Couwsu merasa terperanjat.
Sungguh tidak disangkanya bila anak muda yang berusia paling banyak 20 tahun ini,
bisa menghasilkan daya serang yang begitu tajam menusuk. Bahkan mampu
menyusup ke khikang pelindung badannya, dan pada akhirnya membuatnya harus
mengangkat tangan mengurangi daya rusak totokan lawan.
Juga tidak terdengar suara keras ketika totokan Kim Kong Ci bisa dipunahkan oleh
Bouw Lek Couwsu, dan makin sadarlah orang tua itu bahwa lawannya bukanlah
makanan empuk seperti yang diduganya semula. Bahkan setelah mendapatkan angin
dan kedudukan menyerang yang baik, Kwi Beng kemudian terus mencecar kakek
tinggi besar itu dengan jurus-jurus ampuh dari Kim Kong Cid an juga Tay Lo Kim
Kong Ciang. Dicecar seperti itu, mau tak mau Bouw Lek Couwsu kelimpungan dan
keteter, menyesal dia telah memandang Kwi Beng terlalu remeh dan lunak. Kini, dia
malah terdesak mundur beberapa langkah baru kemudian bisa menemukan
keseimbangan setelah mengalami serangan berantai selama kurang 10 jurus.
Tetapi, Bouw Lek Couwsu tidak percuma menjadi tokoh utama pemberontakan di
Lhama di Tibet pada masa lalu. Kehebatannya bahkan masih melebihi keampuhan
kedua sutenya, Tibet Sin Mo Ong dan Bouw Lim Couwsu. Tokoh tua ini, bahkan
masih memiliki keampuhan dan kesempurnan iweekang diatas adik seperguruannya
dan karena itu, setelah mengalami kekagetan beberapa saat dan jatuh dibawah angin,
dengan pengalaman dan kekuatannya perlahan dia mampu merebut keadaan seimbang
kembali. Bahkan, kelalaiannya memandang enteng lawan membuatnya gerah dan
memperhebat serangan dengan mengkombinasikan pukulan Hong Ping Ciang dan
Tam Ci Sin Thong.
Tetapi, kembali dia terkejut, karena lawan yang masih mudapun ternyata memiliki
hawa khikang yang membuat pukulannya nyasar. Bahkan tutukannya tidak mampu
menembus hawa khikang tersebut. Karena itu, segera dia sadar, bahwa pertarungan ini
bukan pertarungan biasa. Dia seperti sedang melawan Kian Ti Hosiang muda, yang
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bergerak kokoh dan bersilat dalam kemurnian Ilmu Silat Siauw Lim Sie. Dan bukan
perkara mudah baginya untuk mengatasi perlawanan anak muda yang bergerap cepat
dan kokoh, bertahan dan menyerang dengan sama baiknya.
Kwi Beng masih belum terdesak, bahkan dia masih mampu melakukan serangan
serangan yang membahayakan Bouw Lek Hwesio. Pukulannya yang menggunakan
Tay Lo Kim Kong Ciang dan sentilan jari sakti Kim Kong Ci, cukup ampuh untuk
membuat lawan menjadi berhitung banyak. Akibatnya, Bouw Lek Hwesio mulai
meningkatkan kekuatan iweekangnya untuk tidak dipermalukan anak muda ini.
Sebesar 6 bagian tenaga dalamnya dikerahkan untuk mendukung dan mengisi pusaran
pukulan Hong Ping Ciang yang menerpa membadai kearah Kwi Beng.
Tetapi, Kwi bengpun tidak tinggal diam dengan badai serangan yang menimpanya.
Merasa Bouw Lek Hwesio meningkatkan kekuatannya, anak muda inipun kemudian
mengerahkan dan meningkatkan kekuatan sinkangnya untuk mengimbangi kekuatan
musuh. Dan untuk membantunya melawan kekuatan musuh yang dirasanya masih
diatasnya, dia kemudian bersilat denga Thai kek Sin Kun, bergerak kadang lemas dan
kadang kokoh untuk bertahan dan mementalkan serangan-serangan Bouw Lek
Couwsu. Pada keadaan ini, Liang mei Lan dan Siangkoan Giok Lian yang terganggu
dengan getaran-getara pertempuran kemudian melangkah masuk dan menonton
pertarungan menegangkan itu setelah saling pandang dengan Ceng Liong.
Sementara itu, Ciangbunjin Siauw Lim Sie memandang kagum luar biasa melihat
anak muda binaan sesepuhnya itu ternyata mampu mengimbangi seorang sepuh
semisal Bouw Lek Couwsu. Bahkan, nampaknya dia tidak akan terdesak dan tidak
akan kalah dalam waktu singkat. Padahal, bila dia maju melawan datuk ini, maka
sudah hampir pasti dia akan terkalahkan. Tapi anak muda tunas Perguruannya ini,
mampu mengimbangi dan bahkan mengirimkan serangan berbahaya kearah kakek
sakti itu. Kiang ceng liong juga memandang kagum akan kehebatan Kwi Beng, meski
dia sadar masih sulit bagi Kwi Beng untuk menang, tetapi untuk bertahan lama sudah
bisa dipastikan.
Bahkan Ceng Liong mampu melihat hamparan tenaga khikang mujijat dari Siauw
Lim Sie ketika Kwi Beng mulai mengerahkan puncak kekuatan Thai kek Sin Kun
dikombinasikan dengan Tay lo Kim Kong Ciang. Ini nampak dari lontaran pukulan
dan sentilan Bouw Lek Couwsu yang bisa dipentalkan oleh kekuatan tidak nampak
diseputar tubuh Kwi Beng.
Tak terasa sudah hampir 50 jurus pertempuran itu berlangsung, dan Bouw Lek
Couwsu sudah kehilangan kepongahannya karena belum sanggup mendesak Kwi
Beng. Padahal, Kwi beng maklum, tanpa titipan sinkang yang terakhir dari gurunya,
maka dia murni tinggal bertahan dengan ilmu baju emas mujijatnya. Untuk cadangan
sinkangnya masih tersedia sebagaimana dikerahkan suhunya dan membuat dia seakan
tidak kehabisan tenaga dalam sewaktu bertempur. Dan itu juga sebabnya Bouw Lek
Couwsu menjadi tertampar kehormatannya karena tidak sanggup mendesak seorang
angkatan muda. Bahkan tenaganya sudah ditingkatkan sampai 8 bagian tenaga
dalamnya, dan membuat Kwi Beng merasa semakin berat. Bouw Lek Couwsu
kemudian meningkatkan serangan dengan jurus-jurus Kong-jiu cam-liong (Dengan
Tangan Kosong Membunuh Naga) dan ditimpali dengan gerakan Sin Liong Coan In.
Dia kini bergerak-gerak cepat dan mengirimkan pukulan-pukulan berat ke sekujur
tubuh Kwi Beng.
Tetapi Kwi Bengpun tidak mau berayal, diapun membuka jurus Ban Hud Ciang yang
mujijat dan mengimbangi dengan keluwesan Thai Kek Sin Kun. Dengan cara itu, dia
berhasil menahan serbuan pukulan Bouw Lek Couwsu dan kembali terdengar
beberapa kali benturan penuh tenaga antara keduanya. Kwi Beng masih sanggup
bertahan karena bantuan sisipan tenaga dari gurunya, tapi dia tetap merasa terguncang
dan maklum bahwa kekuatan hawa khikangnya bisa ditembus oleh kekuatan Bouw
Lek Couwsu. Dengan mengerahkan Ban Hud Ciang sampai jurus ke-9, dia mampu
menahan badai serangan ampuh dari Bouw Lek Couwsu dan mereka menghamburkan
tenaga mereka dengan beberapa kali benturan.
Bahkan dengan Ban Hud Ciang jurus ke10 dan 11 membuatnya mampu mendesak
Bouw Lek Couwsu yang berganti jurus menggunakan Pukulan Udara Kosong. Dan
benturan tanpa suara tetapi dengan akibat yang lebih besar segera mereka rasakan
bersama-sama. Tetapi kali ini, nampaknya pengaruh lebih besar dirasakan oleh Kwi
Beng, karena betapapun cadangan tenaga yang ditransfer gurunya tidak akan bisa
digunakan sampai sangat lama. Untuk meningkatkan daya tahannya dia kemudian
mengerahkan juga Pek In Ciang, yang membuat hawa mujijatnya lebih manjur dalam
melindungi dirinya dari benturan benturan berat itu.
Dari tangannya mengepul awan putih yang semakin lama semakin pekat, dan
semakin tercipta juga tembok pelindung badannya yang makin ampuh. Tapi, Bouw
Lek Couwsu cepat sadar, bahwa kekuatan lawannya mulai menyusut, dan karena itu
dia kembali mencecar lawannya dengan jurus-jurus berat dari Ilmu Pukulan Udara
Kosong. Dan benturan kali ini mulai mendesak Kwi beng mundur sampai 2 langkah,
sementara Bouw Lek hanya tergetar sedikit. Baik Ceng Liong, Kwi Song maupun
Ciangbunjin Siauw Lim Sie mengerti belaka apa yang sedang terjadi. Tetapi, sekian
lama, Kwi Beng tidak kunjung melemah dan terluka, meski beberapa kali terdorong
sampai 2-3 langkah, namun efek pengerahan tenaga besart di pihak Bouw Lek
Couwsu juga berdampak kurang baik baginya bila diteruskan.
Akhirnya Bouw Lek memutuskan untuk menggunakan Ilmu terakhirnya. Ilmu yang
memiliki hawa sihir dan pengganggu mental lawan yang malah jauh lebih mahir
dibandingkan Bouw Lim Couwsu. Posisi kedua tangannya terkatup didepan dada dan
kemudian matanya menatap tajam kearah Kwi Beng, inilah Thian cik-sian Kun Hoat
(Silat sakti dewa menggetarkan langit) yang penuh hawa sihir. Selain juga
mengandung pukulan-pukulan hawa dalam yang sangat berat. Dari sini bisa ditilik,
bahwa Bouw Lek Couwsu memandang musuh mudanya ini begitu tinggi hingga harus
menggunakan ilmu pamungkasnya. Nampak bahkan Bouw Lim Couwsu juga tergetar,
karena keampuhan suhengnya dalam ilmu ini masih jauh meninggalkannya.
Dan, Kwi Beng cukup tahu diri. Dia sadar, bahwa nyawanya dipertaruhkan dalam
pertarungan yang berat ini. Dia segera menyiapkan Pek In Tai Hong Ciang dan
meningkatkan ilmu hawa pelindung badan pada tingkat tertinggi yang dikuasainya,
Kim kong pu huay che sen (Ilmu Badan/Baju Emas Yang Tidak Bisa Rusak). Dia
tahu, bahwa benturan selanjutnya akan merugikan dia, hanya dengan kedua ilmu
inilah dia mengharapkan kerugian dipihaknya bisa dikurangi. Untunglah dia
mendapatkan tambahan tenaga titipan gurunya untuk pertarungan kali ini. Jika tidak,
sungguh dia tak mampu membayangkannya.
Dan ketika mereka kembali bentrok, suasana sekitar mereka bagi yang menonton
menjadi sangat luar biasa. Yang paling tercengang adalah pendeta yang mengawal
Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Sampai terngangah-ngagah dia menyaksikan bayangan
manusia yang bagaikan naga beterbangan saling pukul dan saling intai. Bahkan Sang
Ciangbunjin sendiripun nyaris tak percaya menyaksikan anak muda Siauw Lim Sie itu
bergerak dengan langkah dan akibat mujijat.
Tapi, dia segera sadar, bahwa kematangan latihan dan pengalaman serta kekuatan
pihaknya masih belum memadai untuk mengalahkan Bouw Lek Couwsu. Kakek
Lhama raksasa itu nampak semakin garang dan semakin menakutkan, terlebih
pancaran sihir menyorot dari matanya yang untungnya tidak mempengaruhi dengan
sangat Kwi Beng. Hanya dengan unsur mujijat Pek In Tai Hong Ciang sajalah dia
masih sanggup bertahan dengan kuatnya. Tetapi sudah pasti, dia berada pada pihak
yang bertahan kali ini.
Melihat keadaan kakaknya, Kwi Song segera bersiap untuk memberi bantuan. Tetapi,
belum sempat dia besuara untuk memberi bantuan, dihadapannya sudah berdiri dalam
sikap menanti Bouw Lim Couwsu, sute Bouw Lek Couwsu yang tidak kurang
saktinya. Dalam kekhawatirannya, Kwi Song tidak lagi banyak pertimbangan,
langsung dia memutuskan menyerang Bouw Lim Couwsu dan menciptakan arena
kedua dalam ruangan yang untungnya memang cukup luas itu.
Pertempuran yang tidak kurang serunya segera terjadi, dengan ilmu-ilmu yang mirip
dengan pertarungan pertama dan tingkat penguasaan yang tidak jauh berbeda. Hanya,
nampaknya Kwi Song menghadapi lawan yang sedikit lebih lemah dibandingkan
kakaknya, dan mampu bertarung secara seimbang dengan Bouw Lim Couwsu. Baik
Ceng Liong maupun Ciangbunjin Siauw Lim Sie sama paham bahwa nampaknya Kwi
Song sanggup menandingi Bouw Lim Couwsu dan mendatangkan rasa kagum bagi
keduanya. Sungguh Kian Ti Hosiang tidak percuma membuang banyak waktu
membina kedua anak muda sakti yang kini sangat membanggakan itu.
Sementara di arena lain, meskipun kondisinya menunjukkan kemenangan
dipihaknya, tetapi kesombongan dan arogansi Bouw Lek sudah lenyap entah kemana.
Baru muridnya saja sudah sedemikian lihaynya, bagaimana pula dengan kematangan
ilmu gurunya" Lenyap sudah keinginannya untuk memberi hajaran kepada jasad Kian
Ti Hosiang. Sebab, bila anak muda murid Kian Ti Hosiang yang satu lagi
mengeroyoknya dan dia sudah mengijinkannya sebelum bertempur tadi, bagaimana
pula nantinya nasibnya" Karena itu, maka dia berniat menyelesaikan pertempuran
meskipun niatnya untuk memberi hajaran kepada Kian Ti Hosiang sudah lenyap.
Tentu, dia ingin menyelesaikan dengan kemenangan ditangannya.
Tetapi, dengan pengerahan tenaga sebesar mereka saat ini, maka dia hanya bisa
menang dengan melukai Kwi Beng, dan itu hanya mungkin dengan mengerahkan
seantero kekuatannya. Dan tidaklah mungkin dia melakukannya, sebab daya untuk
berjalan pergi dari Siauw Lim Sie bisa tidak lagi tersisa. Tetapi, sayang, untuk
menarik diri dari libatan perkelahian mereka sudah sangat terbatas, karena sudah
saling melibas.
Untungnya, kesulitan kedua orang ini bisa dilihat oleh mata ahli yang lain. Ceng
Liong paham, bahwa keadaan Kwi Beng sungguh sangat berbahaya, sewaktu-waktu
dia bisa terluka parah oleh keadaan terakhir. Tetapi, Ceng Liong juga sadar, bahwa
untuk melukai Kwi Beng, Bouw Lek akan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Tidak akan mudah bagi Bouw Lek Couwsu untuk menundukkan dan melukai Kwi
Beng yang bersilat dengan kecepatan dan kekokohan Ilmunya. Hal yang sama
ditemuinya dalam arena kedua, dimana Kwi Song mampu bertarung sama kuat denga
Bouw Lim Couwsu, bahkan dia bisa mengirimkan serangan yang sama tajamnya
dengan serangan yang dilancarkan oleh Bouw Lim Couwsu. Pertarungan itupun
nampaknya akan makan waktu lama untuk diselesaikan.
Tetapi, pada saat dia berpikir demikian, nalurinya yang tajam menerima sebuah pesan
naluariah yang agak lain dan membuatnya menjadi sangat waspada. Nampaknya,
kedatangan kedua orang ini tidaklah semata persoalan pribadi, karena masih ada
sekelompok orang lain yang ternyata datang bersama mereka. Sekejap dia melirik
Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang juga nampaknya mendapatkan firasat yang sama.
Sesuatu harus diputuskan, dan harus cepat. Dengan segera dia menoleh kepada Liang
Mei Lan dan Siangkoan Giok Lian dan memberi bisikan lirih, juga kepada
Ciangbunjin Siauw Lim Sie:
"Lan Moi, Lian Moi, kalian bantulah Ciangbunjin Losuhu mengawasi keadaan
sekitar. Nampaknya masih ada beberapa jago tangguh yang menyertai kedua orang
tua sakti ini, biarlah aku mengawasi arena pertarungan didalam dan juga jenasah Kian
Ti Locianpwe. Sebaiknya agak cepat, situasi bisa berubah sewaktu-waktu" Setelah
mengirimkan isyarat dan bisikan tersebut, Ceng Liong kemudian berjalan mendekati
peti mati berisi jasad Kian Ti Hosiang dan langkahnya kemudian diikuti seorang
pendeta tua lainnya yang tadinya berdiri di belakang Ciangbunjin Siauw Lim Sie.
Sementara itu, Cangbunjin Siauw Lim Sie memandang sekilas ke arah Ceng Liong
memberi anggukan persetujuan dan kemudian melangkah keluar ruangan diikuti
kedua nona sakti yang kemudian bersiap dan berjaga di luar ruangan jenasah tersebut.
Aneh, keadaan di luar masih tetap lengang dan sunyi. Hanya terdengar semilir angin
dan tingkah jangkrik yang mengisi suara di kesenyapan malam. Selebihnya adalah
sepi dan lengang, yang justru mendatangkan rasa seram bagi mereka yang bermental
rapuh. Tapi, Mei Lan dan Giok Lian tentu mengerti bahwa tersimpan sesuatu yang
berbahaya dibalik kesenyapan yang mencekam tersebut.
Sama seperti yang juga dirasakan oleh Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang malah
memiliki ketajaman batin yang melebihi anak-anak muda tersebut. Diapun sadar,
kuilnya sedang disatroni oleh tokoh-tokoh lihay yang membuat banyak orang malah
terlelap akibat pengaruh sebuah ilmu yang membuat orang menjadi sangat nyenyak
tidurnya. Membuat segala sesuatu disekitarnya menjadi senyap dan seakan-akan
melupakan apapun yang mungkin dan sedang terjadi malam itu.
Sedang Mei Lan, Giok Lian dan Ciangbunjin Siauw Lim Sie berkonsentrasi untuk
mengenali keadaan sekitar kuil tersebut, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring:
"Berhenti kau", dan kemudian disusul dengan benturan kekuatan yang mengeluarkan
suara menggelegar "blaaaaar". Dan sebentar kemudian terdengar suara pertempuran
terjadi di luar pintu kuil sebelah tenggara, dan nampaknya pertempuran itu juga
merupakan pertempuran antara orang-orang berkepandaian luar biasa.
Mei Lan dan Giok Lian saling pandang dan saling mengerti dengan mengirim isyarat
bahwa mereka akan mendatangi tempat tersebut. Dan Ciangbunjin Siauw Lim Sie
mengerti akan keadaan tersebut, dia menganggukkan kepala menyetujui isyarat kedua
nona yang akan mendatangi lokasi pertempuran tersebut dan akan meninggalkannya
di depan pintu masuk untuk berjaga-jaga. Dan saat kedua nona itu beranjak ke arah
pertempuran tersebut, tiba-tiba terdengar sebuah siulan isyarat yang nampaknya
berasal dari dalam ruangan jenasah. Suara tersebut mengalun rendah dan mengawang,
nampaknya disertai kekuatan batin yang disalurkan dalam suara tersebut.
Saat itu, ketika suara asing itu masih mengawang di seputar kuil Siauw Lim Sie, Mei
Lan dan Giok Lian sudah tiba di lokasi pertempuran di luar pintu tenggara kuil Siauw
Lim Sie. Dan betapa terkejutnya Mei Lan ketika melihat seorang anak muda yang
sedang bertanding seru dengan seorang lain yang juga sudah dikenalnya, Hu Pangcu
pertama Thian Liong Pang. Anak muda itu, adalah Liang Tek Hoat, kakaknya, dan
sudah tentu keadaan itu sangat mengejutkannya.
Sementara di arena kedua, seorang pengemis tua yang tertawa seperti setan tertawa,
Hu Pangcu Kaypang Pengemis Tawa Gila sedang didesak hebat oleh orang yang juga
sudah dikenal Mei Lan dan Giok Lian, yakni Hu Pangcu Ketiga Thian Liong Pang,
Tibet Sin Mo Ong. Melihat keadaan yang kurang imbang ini, Giok Lian dengan cepat
menerjang kedepan mengirimkan serangan kearah Tibet Sin Mo Ong dan
membebaskan Pengemis Tawa Gila dari serentetan serangan maut yang menderanya.
Dua arena yang sama beratnya terbentang di pintu tenggara kuil Siauw Lim Sie.
Pertempuran-pertempuran yang sangat jarang nampak dalam dunia persilatan, dan
melibatkan ilmu-ilmu ampuh dan mujijat yang dimainkan oleh mereka yang sednag
bertempur. Ledakan-ledakan memekakkan telinga segera tergelar ketika Tek Hoat
kemudian mulai memainkan Pek Lek Sin Jiu untuk mengimbangi permainan Hu
Pangcu Thian Liong Pang yang juga membadai menerpa dirinya.
Menghadapi Tek Hoat sungguh menghadirkan rasa penasaran yang luar biasa dalam
diri Hu Pangcu pertama ini, karena kembali dia ketanggor anak muda yang luar biasa
lihaynya setelah pernah dirugikan dalam pertempuran dengan Liang Mei Lan. Dan
nampaknya, meski tidak secepat Mei Lan, tetapi anak muda Kaypang ini tidak berada
dibawah kepandaian anak gadis yang pernah melukainya dulu.
"Aneh, sungguh banyak kini anak muda yang memiliki kepandaian menakjubkan dan
bahkan sanggup mengimbanginya. Sungguh tidak menguntungkan bagi Thian Liong
Pang" pikir Hu Pangcu Pertama dan membuatnya menjadi lebih was-was. Terlebih
ketika melihat bagaimana Hu Pangcu Ketiga, juga ternyata menemui lawan yang tidak
kurang tangguhnya dengan lawannya, dan lawan Hu pangcu Ketiga, juga seorang
nona yang masih muda. Luar biasa, sungguh banyak anak muda sakti dewasa ini.
Sementara itu, Tibet Sin Mo Ong, juga mengalami perlawanan yang luar biasa seru
dan beratnya. Semua permainan Ilmu Saktinya, mulai dari Hong Ping Ciang hingga
Tam Ci Sin thong sanggup dihadapi dan mendapatkan balasan yang tajam dari si
gadis. Giok Lian sendiri bertempur dengan mengandalkan ilmu-ilmu keluarganya,
ilmu begkauw dan mengandalkan jiauw sin pouw poan soan yang menghindarkannya
dari serangan mematikan.
Bahkan sesekali dengan landasan sinkang Jit Goat Sin kang warisan kakeknya dia
membalas dengan ilmu mengerikan yang memang agak sadis dan ganas, Toat beng Ci
yang menggidikkan. Benar-benar lawan berat, tidak kurang berat dibandingkan
dengan lawan yang mengimbanginya di perkampungan keluarga Yu. Bila begini,
maka sulit diharapkan bahwa gerakan mereka malam ini akan memberi efek jera dan
efek tobat bagi para pendekar yang berkumpul di Siauw Lim Sie.
Sementara itu, dibagian dalam tidak lama setelah suara asing yang mengambang tadi
sirna, tiba-tiba di depan ruangan jenasah sudah bertambah dan berbaris barisan 6
pedang Duta Perdamaian Lembah Pualam Hijau. Rupanya Ceng Liong telah
mengerahkan tenaganya untuk membuyarkan pengaruh hitam atas Barisan 6
Pedangnya dan kini barisan itu telah menjaga pintu masuk ruangan jenasah tempat
bersemayamnya jenasah Kian Ti Hosiang.
Hal itu membuat Ciangbunjin Siauw Lim Sie menjadi lebih lega, dan dengan cepat
dia menyadarkan 4 pendeta Siauw Lim Sie yang berjaga di depan pintu dan meminta
mereka untuk menyadarkan banyak suheng dan sute mereka dalam kuil Siauw Lim
Sie. Dan sepeninggal ke-4 pendeta itu, tokoh-tokoh utama Siauw Lim Siepun seperti
wakil Ciangbunjin, 18 Barisan Lo Han, dan beberapa Pendeta angkatan "Kong"
(angkatan Ciangbunjin Siauw Lim Sie saat itu) bermunculan mengelilingi ruangan
jenasah tokoh mereka. Keadaan mulai dapat dikenali dan dikuasai, karena untungnya
pihak pengganggu hanya datang beberapa tokoh lihay mereka, dan tidak menyertakan
anak buah mereka untuk ikut menyerang kuil Siauw Lim Sie.
Bahkan tokoh-tokoh utama lain semisal Cianbunjin Bu Tong Pay dan Jin Sim Todjin
juga tidak berapa lama juga berkumpul diikuti dengan Ciangbunjin Kun Lun Pay dan
beberapa tokoh lain. Sementara Sian Eng Cu sudah bergabung bersama beberapa
tokoh lain di pintu tenggara kuil Siauw Lim Sie, arena perkelahian Tek Hoat dan Giok
Lian melawan tokoh Thian Liong Pang.
Sementara itu, di bagian dalam ruang jenasah, pertarungan yang terjadi semakin lama
menjadi semakin berat. Arena pertempuran antara Kwi Song melawan Bouw Lim
Couwsu tidaklah mengkhawatirkan, tetapi pertempuran puncak antara Kwi Beng
melawan Bouw Lek Couwsu sudah hampir bisa dipastikan. Hanya karena kemujijatan
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ilmu pamungkas Kian Ti Hosiang yang membuat Kwi Beng masih sanggup bertahan.
Tetapi, dengan keunggulan tenaga, pengalaman dan kematangan latihan, Kwi Beng
akan semakin keteteran.
Hanya karena jurus dan ilmu pamungkas serta khikang mujijat baju emas sajalah
yang menghindarkannya dari keadaan terluka dari lawannya. Dan, lama-kelamaan
Ceng Liong mulai berpikir untuk menghentikan pertarungan itu. Apalagi, dia paling
mungkin terlibat dan melibatkan diri dalam pertempuran itu, hanya dia seorang,
dalam kapasitas sebagai Bengcu Dunia Persilatan. Dan, sebelum keadaan berkembang
makin rumit, dikuatkannya hatinya, dikerahkannya saluran tenaga dalamnya untuk
dibenturkan tepat ditengah benturan kekuatan Kwi Beng dan Bouw Lek Couwsu. Dan
untuk itu, dia harus sangat teliti memanfaatkan kesempatan, karena kesempatan itu
hanya akan ada kurang dari sedetik.
Beberapa saat Ceng Liong berkonsentrasi, dan ketika saatnya datang, dengan
mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, dibenturnya pusat benturan tenaga Kwi
Beng dan Bow Lek Couwsu. Sesungguhnya, dia bertaruh dengan keadaan yang sangat
membahayakan dirinya sendiri bila gagal. Tapi, ketimbang melihat Kwi Beng terluka
parah, maka ditempuhnya resiko berbahaya bagi dirinya. Dan, untungnya dia berhasil
memukul persis di pusat benturan tenaga kedua orang yang bertempur dan persisi
dititik yang diharapkannya. Ledakan memekakkan telinga terjadi. Dan akibatnya,
meski Ceng Liong terlempar oleh hempasan tenaga gabungan, tetapi dengan kekuatan
lentur dan lemasnya dia melayang dan meletik di atas memunahkan daya gempur atas
tubuhnya. Bahkan dia kemudian turun tepat di tengah kedua pihak yang bertikai dan
segera berseru "Tahan, selaku Bengcu Rimba Persilatan Tionggoan, kuminta pertempuran ini
disudahi. Dan kuminta semua untuk menghormati arwah Kian Ti Hosiang. Siapa yang
masih penasaran akan berhadapan denganku selaku bengcu" kali ini Ceng Liong
bertindak dengan sangat pas, dengan wibawa kuat memancar dari wajah dan sinar
matanya. Bahkan Bouw Lek Couwsu sendiri sampai terpana dan maklum, bahkan
bocah muda yang menyebut dirinya Bengcu ini malah masih lebih liat dibanding
lawannya barusan. Berani membetur benturan tenaganya dengan Kwi Beng dan
bahkan tidak terluka, hanya mungkin dilakukan oleh orang sakti, yang bahkan tidak
terpaut jauh dengan kepandaiannya. Hal ini sungguh membuatnya terkejut. Sungguh
hebat anak muda itu, pikirnya.
Campur tangannya Ceng Liong telah mengundang banyak penafsiran. Yang pasti,
Kwi Beng merasa bersyukur karena nyaris susah bertahan lebih lama di bawah
himpitan serangan Bouw Lek Couwsu. Bouw Lek Couwsu, merasa kurang senang
meski sadar bahwa posisi mereka sangat tidak menguntungkan. Tetapi, untuk
berkelahi lebih jauh, dia sadar bahwa hal itu tidaklah memungkinkan. Menang
melawan Kwi Beng tetapi dengan menang tipis, juga lebih membuatnya malu.
Disamping itu, diapun sadar, Bengcu muda ini juga bukanlah lawan empuk, belum
lagi anak muda satunya lagi yang adalah murid Kian Ti Hosiang juga. Karena itu,
disamping merasa gerah dengan Ceng Liong, diam-diam diapun bersyukur
perkelahian yang tidak menguntungkannya sudah diselesaikan. Tetapi, dasar cerdik
dia kemudian bergumam:
"Apakah ini berarti Bengcu Tionggoan ingin menggunakan kekuatannya mengempur
orang yang menagih hutang pribadi?"
"Sudah kutegaskan, siapapun yang tidak menghormati jenasah guru besar Kian Ti
Hosiang, bukan hanya akan berhadapan dengan Siauw Lim Sie, tetapi juga dunia
persilatan Tionggoan. Urusan pribadi ataupun urusan kelompok atau urusan siapapun,
tidak terkecuali. Karena itu, bila locianpwe mau memberi penghormatan terakhir,
silahkan. Jika tidak, kami persilahkan untuk berlalu dari tempat ini" tegas, sangat
tegas keputusan dan penegasan Ceng Liong.
"Baiklah anak muda, urusanku disini sudah selesai. Toch, Kian Ti Hosiang sudah
mendahuluiku, biarlah urusan selebihnya kuhapuskan sampai disini. Lohu tidak punya
urusan dengan Siauw Lim Sie, urusanku murni urusan pribadi. Jika demikian, kami
mohon diri" Bouw Lek Couwsu cerdik, dia tidak memaksakan diri karena memang
posisinya sudah tidak mengenakkan.
Mengundurkan diri adalah jalan yang paling mungkin dan paling baik baginya untuk
saat ini. Meskipun datang dengan Bouw Lim Couwsu, dia tidak punya keyakinan lagi
untuk memenangkan pertempuran di Siauw Lim Sie. Apalagi, ketika melirik kearah
Bouw Lim Couwsu, sutenya itu juga ternyata mendapat perlawanan yang hampir
seimbang, dan tidak mungkin memenangkan pertempuran dalam waktu singkat.
Jangankan menang dalam waktu singkat, melihat pertempuran seru itu, dia sadar
bahwa sutenya itu hanya menang tipis atau jika bukan imbang atau bertempur
seimbang dengan pendekar muda Siauw Lim Sie yang satunya lagi.
Maka, sambil menjura memberi penghormatan kepada jenasah Kian Ti Hosiang, dia
kemudian menggapai kearah Bouw Lim Couwsu dan berkata:
"Sute, sudah waktunya kita pergi. Toch Kian Ti si pendeta tua sudah berpulang lebih
dahulu, biarlah lain kali kita melakukan perhitungan lain"
Mendengar perkataan Bouw Lek Couwsu, Bouw Lim Couwsu yang memang
semangat bertempurnya sudah banyak turun sejak dijatuhkan Ceng Liong dengan
cepat menarik diri dari pertempuran dan dibiarkan saja oleh Kwi Song. Dan kemudian
Bouw im Couwsu mendampingi Bouw Lek Couwsu memberi penghormatan terakhir
kearah jenasah Kian Ti Hosiang.
Tapi, begitu selesai mereka memberi penghormatan terakhir, tiba-tiba nampak kilatan
emas bergerak sangat cepat dari arah jendela. Kecepatannya sungguh mengagumkan,
sangat cepat malah dan nampak seperti kilatan emas memanjang kearah dalam.
"Hm, inikah Bengcu Tionggoan yang masih muda itu?"
Dan segera nampak kalau kilauan cahaya emas memanjang itu, kini terpentang dan
dengan cepat mengarah ke Ceng Liong. Belum lagi tiba serangan kilatan warna emas
itu, serangkum angin yang sangat tajam telah menerpa datang. Untungnya, Ceng
Liong sejak tadi memang sudah bersiap sedia, dan karena itu dengan cepat dia
bereaksi. Ceng Liong sadar, penyerangnya bukan orang biasa, bukan. Malah
sebaliknya. Ditinjau dari angin serangan yang mengarah kearahnya, malah masih
lebih berat dibandingkan dengan angin serangan Bouw Lim, atau malah masih seurat
di atas Bouw Lek Couwsu.
Dan serangkum hawa berat itu yang sedang mengarah ketubuhnya. Karena itu, tak
berayal lagi, dikerahkannya segenap tenaganya, dan memilih salah satu jurus ampuh
dari Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil
Matahari), jurus keenam "Awan Putih Menangkal Kilau Mentari". Dan, kilatan
cahaya keemasan itu kemudian membentur Ceng Liong yang sempat membentengi
dirinya dengan khikang pelindung badan dan membuat tangannya nampak seperti
diselimuti awan putih yang tebal pekat. Tapi, kilauan keemasan itu juga tidak olaholah
hebatnya dan, dan terbukti karena setelahnya kemudian terdengar benturan keras,
sangat keras malah:
"Blaaaar" dan tubuh Ceng Liong terdorong mundur sampai 5 langkah kebelakang,
sementara kilauan keemasan yang bergerak cepat itupun terdorong sampai 3 langkah
kebelakang. Tidak lama, tidak sampai bisa dikenali siapakah gerangan penyerang itu,
karena segera setelah itu, terdengar suaranya:
"Tidak kecewa, sungguh mengagumkan. Semuda ini sudah sehebat ini, tapi masih
belum mampu melawan lohu" dan suara itu segera terbang bersama tubuh keemasan
yang tidak sempat bisa dikenali bagaimana raut muka maupun perawakannya. Tubuh
itu segera melesat secepat kedatangannya dan menghilang sama cepatnya dengan
Bouw Lim Couwsu dan Bouw Lek Couwsu. Tetapi sepeninggal mereka sebuah suara
mendenging di telinga Ceng Liong yang baru bisa menemukan keseimbangannya
akibat terdorong oleh sebuah tenaga yang luar biasa besarnya: "Anak muda, pinto
sedang melakukan tugas terakhir memenuhi kewajiban kepada suhengku, dan inilah
pengembaraanku yang terakhir", suara Bouw Lim Couwsu. Dan kemudian lenyap.
Sementara itu, Ceng Liong yang tergetar oleh benturan kekuatan yang luar biasa tadi,
membutuhkan waktu beberapa saat untuk menenagkan diri dan mengumpulkan
semangatnya. "Luar biasa. Ceng Liong, sungguh lawan-lawan kita adalah tokoh-tokoh kawakan
yang menakutkan. Tapi, siapakah tokoh yang datang terakhir itu?" Kwi Song segera
mendekati Ceng Liong begitu lawan-lawan mereka berlalu dan Ceng Liong nampak
menarik nafas beberapa saat baru kemudian menemukan keseimbangannya.
"Benar saudara Kwi Song. Jika tidak salah, lawan-lawan kalian adalah Bouw Lim
Couwsu dan Bouw Lek Couwsu yang menjadi Hu Hoat ke-3 dan ke-4 di Thian Liong
Pang. Mereka pernah bertarung nyaris seimbang dengan guru-guru kalian, Kian Ti
Hosiang dan Pek Sim Siansi Wie Tiong Lan pada masa lalu. Memang sungguh hebat
mereka. Dan rasanya tidak mungkin kalau kedua locianpwe yang mulia, guru kalian
belum menceritakannya kepada kalian"
"Terima kasih atas bantuan saudara. Benar, suhu pernah menyinggung nama-nama
mereka yang pernah berontak terhadap Lhama di Tibet dan kini mereka menjadi
pelarian. Bila tidak dipisahkan, rasanya siauwte tidak sanggup bertahan lebih lama
lagi" Kwi Beng berkata kepada Ceng Liong.
"Saudara Kwi Beng, Bouw Lek Couwsu memang masih seurat diatas adiknya, dan
memang nampak jelas kehebatannya. Tapi, bukan berarti kita tidak sanggup
mengalahkannya kelak" hibur Ceng Liong.
"Sudahlah, nampaknya di luar juga terjadi pertempuran lainnya. Sebaiknya kita
melihat keadaannya" Kwi Song berinisiatif.
Saat kedatangan Kwi Beng, Kwi Song dan Ceng Liong adalah saat dimana
pertempuran tersebut berakhir. Baik Tek Hoat yang memainkan Pek Lek Sin Jiu dan
berkali-kali juga Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut memang mampu
melawan dan mengimbangi Hu Pangcu pertama. Bahkan nampak masih bisa
menguasai pertempuran meskipun tidaklah seberapa, tidak mampu dirubah menjadi
kemenangan, apalagi dalam waktu singkat.
Sementara Giok Lian, juga mampu menang seusap melawan Hu Pangcu ketiga, tetapi
tidaklah mungkin menang dalam waktu singkat. Sementara di sisi arena masih bediri
Pengemis Tawa Gila dan juga beberapa tokoh Siauw Lim Sie yang sudah sadar dari
pengaruh Ilmu yang memabukkan dan juga tokoh sakti Sian Eng Cu yang sudah
berdiri didekat Mei Lan. Tokoh-tokoh itu sudah pada sadar dari serangan ilmu yang
memabukkan, meskipun mereka terlambat keluar karena tidak enak dengan aturan
Siauw Lim Sie. Tetapi, setelah siulan Ceng Liong dan suara pertempuran di luar kuil, mereka sadar
bahwa sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. Bahkan, didepan mereka semua, masih
bediri kokoh Liang Mei Lan didampingin Sian EngCu yang menyaksikan dan
mengawasi pertempuran di dua arena tersebut. Saat-saat yang menunjukkan bahwa
hasil gangguan ke Siauw Lim Sie tidaklah menghasilkan cukup banyak keuntungan
bagi, kemudian membuat pihak pengganggu memutuskan menyelesaikan pertempuran
dan pergi mengundurkan diri.
Tiba-tiba terdengar sebuah dengusan tidak senang:
"cukup, bersiaplah, kita pergi"
Bersamaan dengan itu, selarik sinar kehitaman nampak melompat dari kegelapan.
Cepatnya sungguh mengagumkan, bahkan sempat membuat Mei Lan yang ahli
ginkang juga kagum atas kecepatan lawan tersebut. Melihat yang diserang adalah
kakaknya, Mei Lan dengan segera mengerahkan segenap kekuatannya di tangannya.
Segenap tenaganya, karena dari deru angin serangan lawan dia menyadari bahwa
lawan yang menyerang bahkan masih lebih hebat dari Hu Pangcu yang menjadi lawan
Tek Hoat dan Giok Lian.
Diapun mengerahkan segenap kekuatannya dan bergerak sama cepatnya dengan si
penyerang sambil menyambut serangan tersebut dengan jurus pamungkasnya.
Bergerak sangat cepat baik penyerang maupun Liang Mei Lan sehingga membuat
mereka saling berbenturan sebelum pukulan si penyerang mendekati Tek Hoat. Tapi,
sungguh hebat akibatnya, benturan keras dengan suara memekakkan telinga tidaklah
bisa dihindari lagi:
"Blaaaaaar", Mei Lan sampai merasa kepalanya sedikit pusing dan dia terdorong
sampai lebih 6 langkah kebelakang. Tapi, tangkisannyapun ternyata membuat
lawannya terdorong 3 langkah ke belakang. Dan akibat serangan tersebut, baik Tek
Hoat dan Giok Lian sempat tersentak melihat akibat benturan Mei Lan dan si
penyerang gelap yang tidak sempat bisa diidentifikasi siapa orangnya.
Tidak ada tanda-tanda fisik yang bisa ditangkap saking cepat datangnya seangan dan
kelabatan orang itu untuk meninggalkan arena diikuti kedua Hu Pangcu Thian Liong
Pang. Dan pada saat itulah Ceng Liong bertiga tiba di tempat atau tiba diarena
pertempuran yang juga baru saja usai itu.
Ceng Liong segera mendekati Liang Mei Lan karena dia sempat melihat bagian akhir
dari benturan hebat tersebut. Dengan suara yang sangat khawatir dia berbisik:
"Lan Moi, engkau baik-baik sajakah?"
Ada beberapa ketika Mei Lan menetralisasi tenaga dalamnya dan beberapa saat
kemudian dia sadar dan sambil tersenyum dia bergumam:
"Sudah tidak berhalangan lagi, Liong Koko. Bagaimanakah keadaan yang lainnya"
segera dia melihat sekitarnya dan melihat Giok Lian yang memandangnya khawatir,
juga melihat kedua pendekar kembar, pengemis gila tawa dan terakhir juga melihat
kokonya yang sedang tersenyum kearahnya, Liang Tek Hoat.
"Ach, koko, bagaimana keadaan terakhir?"
"Sudah, semua sudah usai Lian Moi. Kokomu khawatir melihat benturanmu dengan
si bayangan hitam, entah siapakah tokoh sakti itu?"
"entahlah koko, tapi yang pasti rasanya dia masih lebih lihay lagi dibandingkan Hu
Pangcu mereka. Sungguh banyak tokoh lihay di Thian Liong Pang" Mei Lan sambil
mengeluh, selain menomalisasi kondisi tubuhnya yang tergetar, juga gemas karena
lawan memiliki demikian banyak tokoh tangguh yang sudah pada bermunculan di
dunia persilatan.
"Benar nona Mei Lan, bahkan didalampun Ceng Liong sampai bertempur dengan
sesosok bayangan keemasan yang juga luar biasa lihaynya. Bahkan masih lebih lihay
dari Bouw Lim Couwsu dan juga Bouw Lek Couwsu nampaknya" Kwi Song
menambahkan. "Benarkah demikian Liong Ko?"
"Begitulah Lan Moi. Nampaknya tugas kita menjadi luar biasa sulitnya. Tokoh-tokoh
mereka luar biasa lihaynya, sangat tidak mungkin kita melawan mereka seorang demi
seorang. Padahal, kitapun belum tahu apakah mereka sudah inti kekuatan lawan
ataukah malah masih ada jago tersembunyi lainnya" Ceng Liong berdesis
membenarkan. "Sungguh berbahaya. Benar Bengcu, nampaknya masih ada inti kekuatan lawan yang
tersembunyi. Bukan tidak mungkin yang menempur Bengcu dan Nona Mei Lan
adalah Kim-i-Mo Ong dan Koai Tung Sin Kai. Dan bila mereka, maka lawan kita
memang benar-benar ampuh. Sungguh berbahaya" desis Pengemis Tawa Gila yang
ikut merasa seram karena kehadiran kedua tokoh iblis yang sangat luar biasa itu.
Setahunya, hanyalah Kiong Siang Han dan Kiang Sin Liong yang dulu sanggup
menahan kedua maha iblis ini dan mengikat mereka dengan perjanjian menutup diri
selama 40 tahun.
"Ya, sangat mungkin bahwa keduanya adalah Kim-i-Mo Ong dan Koai Tung Sinkai,
bila melihat kehebatan mereka dalam bergerak dan ilmu silat. Jika demikian,
nampaknya pihak lawan sudah bergerak secara terbuka dan akan berhadapan dengan
kita, cepat atau lambat" Sian Eng CU membenarkan dugaan Pengemis Tawa Gila.
Tengah mereka bercakap-cakap dengan sangat serius membahas kejadian paling
akhir dan ketika pagi mulai menjelang datang, tiba-tiba wakil Ciangbunjin Siauw Lim
Sie nampak datang. Dia kemudian menyapa semua orang dan menyampaikan pesan:
"Ciangbunjin mengundang semua orang gagah untuk minum teh pagi bersama dan
becakap-cakap banyak hal"
Ceng Liong yang merasa selaku Bengcu memang pada tempatnya membicarakan
banyak hal bersama banyak orang gagah dari banyak perguruan dengan cepat
mengiyakan. "Mari losuhu, nampaknya undangan Ciangbunjin memang sangat tepat bagi kita
semua untuk membicarakan banyak hal"
Meskipun masih dalam suasana berkabung, tetapi Ciangbunjin Siauw Lim Sie tetap
bergabung dengan para tamu, kawanan jago persilatan yang datang melayat pada hari
sebelumnya dan masih bertahan di Siauw Lim Sie. Peristiwa serangan ke Siauw Lim
Sie, sungguh mencengangkan banyak orang, apalagi hanya dilakukan oleh beberapa
tokoh sakti yang nampaknya berasal dari Thian Liong Pang.
Sangat menggemparkan tentunya, karena menurut pendengaran para jagi dunia
persilatan, yang datang adalah para pemimpin teras Thian Liong Pang. Tidak kurang
dua orang hu-pangcu dari Thian Liong Pang datang "berkunjung", tengah malam buta
atau menjelang fajar. Bahkan, 2 tokoh kuat lainnya, yakni Bouw Lek Couwsu dan
Bouw Lim Couwsu yang juga merupakan 2 orang hu-hoat dari Thian Liong Pang juga
datang meski mengusung alasan pribadi.
Bahkan yang lebih menggemparkan lagi, ketika nama 2 maha durjana dunia
persilatan, Kim-i-Mo Ong dan Koai Tung Sin Kay, tokoh yang sangat ditakuti di
dunia hitam, ternyata juga disinyalir ikut meluruk datang. Benar-benar gila, pikir para
jagi dunia persilatan tesebut. Di tengah keadaan berduka dan didatangi banyak jago
dunia persilatan, Thian Liong Pang tetap berani main kurang ajar terhadap Siauw Lim
Sie. Benar-benar sebuah tantangan dan ancaman secara terbuka yang membuat para
jagi menjadi ketar-ketir.
Dengan kekuatan Thian Liong Pang yang sedemikian dahsyat, maka ancaman
terhadap yang hadir dan dunia persilatan sungguh nampak semakin terasa
mengerikan. Betapa tidak, bahkan di kandang singa, Siauw Lim Sie sekalipun,
mereka tidak merasa risih dan takut untuk datang mengacau. Bahkan mampu
mempengaruhi banyak tokoh persilatan sehingga mengalami rasa kantuk dan tidur
yang nyaris lupa akan diri masing-masing.
Tapi. Percakapan juga menjadi seru ketika mendengar bahwa justru yang mengusir
para jagi itu, bukannya Sian Eng Cu yang sangat terkenal kesaktiannya. Juga bukan
Ciangbunjin Siuw Lim Sie yang dianggap tokoh tua yang juga tidak kurang lihaynya,
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bukan pula Cianbunjin Bu Tong Pay atau tokoh tua mereka Jin Sim Todjin, juga
bukan Lo Han Tin Siauw Lim Sie. Sebaliknya, adalah tokoh-tokoh muda dari Siauw
Lim Sie, Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song.
Juga tokoh muda dari Kay Pang, Liang Tek Hoat yang adalah calon yang digadanggadang
banyak tokoh Kay Pang untuk menjadi generasi Pangcu berikutnya.
Kemudian juga salah seorang tokoh muda Bengkauw, seorang nona muda yang juga
sangat lihay ilmu silatnya. Kemudian, juga murid Bu Tong Pay, Liang Mei Lan yang
malah disaksikan banyak orang berbenturan langsung dengan tokoh sakti
mandraguna, Koai Tung Sin Kai. Sungguh orang-orang muda yang menjadi tiang dan
tonggak harapan dunia persilatan pada masa mendatang, atau bahkan masa kini.
Herannya, tiada satupun yang membicarakan apa yang dilakukan Kiang Ceng Liong,
Bengcu muda yang pekerjaannya malam tadi tiada seorangpun yang menaruh
perhatian dan bertanya. Apalagi yang tahu belaka hanya kedua saudara kembar she
Souw dan juga Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Tapi, untungnya Kiang Ceng Liong
memang tidak bermaksud mencari nama dengan semua yang dikerjakannya.
Di meja sekitar Ciangbunjin, duduk bersama Kiang Ceng Liong, Ciangbunjin Bu
Tong Pay, Ciangbunjin Kun Lun Pay, Sian Eng Cu, Jin Sim Todjin dan juga Kay
Pang Hu Pangcu Pengemis Tawa Gila. Satu-satunya anak muda yang gabung adalah
Ceng Liong, atas kedudukannya sebagai Bengcu dunia persilatan. Sementara di meja
terdekat lainnya, duduk para tokoh muda lainnya, Tek Hoat, Mei Lan, Giok Lian,
Souw Kwi Song dan Souw Kwi Beng serta beberapa tokoh hebat lainnya. Masingmasing
meja tempat minum teh pagi terlibat dalam percakapannya sendiri-sendiri
dengan tingkat analisis yang berbeda-beda. Tetapi di meja utama, percakapannya
nampak sangat serius, terutama ketika Pengemis Tawa Gila dan Sian Eng Cu
memaparkan apa yang mereka lihat dalam pertempuran tadi:
"Menurut pengamatan lohu, penyerang terakhir adalah Koai Tung Sin Kay. Seorang
pengemis sakti yang sangat kukoay dan sering bawa adatnya sendiri. Dan bahayanya,
dia berteman akrab dengan Kim-i-Mo Ong, karena mereka berdua pernah dikalahkan
Kiong Siang Han Pangcu Kay Pang generasi terdahulu bersama Kiang Sin Liong
locianpwe dari Lembah Pualam Hijau" ucap Pengemis Tawa Gila
"Benar, lohu juga memiliki pandangan dan dugaan yang sama dengan Pengemis
Tawa Gila. Tingkat mereka sudah sangat tinggi, dan masih belum ada diantara kita
yang sanggup melawan mereka bila pertandingan dilangsungkan. Ach, dugaan
mereka orang tua sungguh tepat. Kita berhadapan dengan kekuatan iblis yang luar
biasa lihaynya" tambah Sian Eng Cu
"Maksud jiwi, kedua maha iblis itu juga ikut-ikutan meluruk ke Siauw Lim Sie?"
Ciangbunjin bertanya dengan nada serius
"Dugaan kami begitu Lo suhu" sahut Pengemis Tawa Gila
"Tapi, bagaimana mungkin merekapun ikut mengundurkan diri tanpa melakukan
sesuatu yang berarti sute?" Jin Sim Todjin bertanya kepada Sian Eng Cu
"Ji Suheng, pertama, mereka nampaknya hanya ingin menggetarkan nyali orang
dengan tanda tanya mereka hadir atau tidak. Kedua, secara kebetulan Kim-i-Mo Ong
membentur Kiang Bengcu yang meski masih kalah tetapi tidak terpaut jauh
dengannya. Hal yang sama terjadi dengan Koai Tung Sin Kai yang ditangkis secara
hebat oleh sumoy Mei Lan. Bermaksud mengagetkan kita, justru mereka yang
terkaget-kaget sambil pergi"
"Masuk di akal" Jin Sim Todjin mengangguk-angguk diikuti Ciangbunjin Siauw Lim
Sie. Di meja lainpun ke-5 anak muda sakti lainnya nampak sedang berbincang-bincang
seru. Nampaknya merekapun sedang mendiskusikan kejadian paling akhir dan terkait
dengan tugas masing-masing yang diembankan oleh sesepuh perguruan mereka. Kwi
Song yang tidak menyembunyikan kekagumannya atas Mei Lan sudah bertanya:
"Liang Kouwnio, kabarnya engkau sempat membentur salah seorang jago sakti dari
Thian Liong Pang?"
"Ach, sungguh menyesal aku tidak sanggup mengatasinya. Dia masih terlampau
sakti? Sesal Mei Lan
"Ach, nampaknya memang benar banyak orang sakti yang meluruk datang. Ceng
Liong juga memapak serangan seorang berjubah emas yang nampaknya masih lebih
lihary dibandingkan lawan kami berdua"
"Benar Song te, lawan-lawan kita memang sangat berbahaya. Termasuk lawan Nona
Giok Lian juga sungguh luar biasa kuatnya. Jika tidak salah, dia adalah Hu Pangcu
Thian Liong Pang, dan Nona berhasil menghalaunya pergi. Kagum sungguh kagum"
Liang Tek Hoat mengutarakan perasaannya, juga jelas penujui nona Siangkoan Giok
Lian, seperti juga Souw Kwi Song yang nampak memiliki rasa terhadap Mei Lan.
"Ach, tapi Hu Pangcu pertama yang lawan saudara Tek Hoat, juga bukan lawan yang
ringan. Sungguh, tugas yang diembankan kongkong luar biasa beratnya" Giok Lian
termenung. "Ach, tapi kita bisa bekerja sama Kouwnio, kita bisa bersama dengan kekuatan dunia
persilatan ini untuk membentur organisasi Thian Liong Pang ini.
"terima kasih saudara Tek Hoat" Siangkoan Giok Lian tersipu-sipu mengucapkan
terima kasih kepada Tek Hoat.
Sebagaimana meja pertama, meja para anak muda inipun penuh dengan percakapan
seputar kemungkinan yang akan dihadapi, persoalan besar dan penting lainnya serta
kadaan musuh mereka yang masih di tempat kegelapan, susah diraba kapan dan
bagaimana cara mereka turun tangan lebih jauh nantinya. Beda dengan meja
sebelahnya, pendar-pendar rasa antara orang muda ini nampak cukup kentara,
terutama Kwi Song yang selalu memperhatikan Mei Lan dan Tek Hoat yang selalu
memberi perhatian khusus terhadap Siangkoan Giok Lian. Karena itu, percakapan
mereka jauh lebih hidup, tidaklah tegang semata, terlebih karena nampaknya Giok
Lian memberi angin terhadap perhatian Tek Hoat.
Sementara Kwi Song yang penuh percaya diri tidaklah patah arang meski melihat
Mei Lan tidak terlampau antusias dengan perhatian khusus yang dinampakkannya.
Padahal, sebagaimana Tek Hoat, Kwi Song juga memiliki pembawaan yang tidak
kurang menyenangkan. Tetapi, bila memang hati sudah tertambat ke orang lain, maka
sehebat apapun orang baru yang mencoba membuka pintu asmara itu, pastilah sukar
sekali melakukannya.
Lain dengan meja satunya. Percakapan mereka benar-benar serius, sangat serius dan
fokus terhadap persoalan yang ditimbulkan Thian Liong Pang dan bagaimana
mengurusnya nanti. Bahkan dikaitkan dengan semua kejadian di dunia persilatan yang
demikian menyeramkan. Bahkan juga dengan resiko yang akan terjadi begitu
meninggalkan Siauw Lim Sie. Sungguh sebuah kemungkinan yang sangat tidak
menyenangkan tetapi sangatlah mungkin terjadi. Karena itu, sampai Ciangbunjin
Siauw Lim Sie menjadi sangat terkejut dengan fakta bahwa terdapat ancaman bahaya
bagi setiap para jago yang akan meninggalkan gunung Siong San nantinya. Karena
itu, dia berpaling kepada Kiang Ceng Liong dan bertanya:
"Kiang Bengcu, bagaimana dengan pandangan serta pemikiranmu menghadapi
ancaman pembunuhan bagi mereka yang nantinya turun dari gunung ini setelah
upacara perabuan" Kentara sekali sang Ciangbunjin memandang Kiang Ceng Liong
sangat tinggi. "Lo suhu, nampaknya siauwte membutuhkan banyak masukan dari para locianpwe
disini? Ceng Liong merendah
"Yang pasti, harus dihindari perjalanan turun gunung dengan melakukannya
perseorangan. Mau tidak mau perjalanan berkelompok, bila mungkin semakin besar
semakin baik adalah pilihan yang paling mungkin. Sebab bisa dipastikan kelompok
penyerang dari Thian Liong Pang akan mencari-cari kesempatan untuk menghabisi
para jago yang turun dari gunung ini setelah usai acara di Siauw Lim Sie" tambahnya.
"Benar Bengcu, nampaknya jalan itu yang paling mungkin. Resiko berjalan sendirisendiri
teramat riskan" tambah Pengemis Tawa Gila
"Tetapi, rombongan ini tidaklah mungkin terus menerus selalu bersama, karena suatu
saat pasti akan terurai sendirinya karena arah dan tujuan yang berbeda" Sian Eng Cu
bersuara. "Benar, dan dalam hal ini Kay Pang harus banyak berperan. Baik sebagai pencari
berita, maupun mengintai jalanan yang mungkin sudah disiapkan penghadangan oleh
musuh" Ciangbunjin Kun Lun Pay menambahkan.
Tapi, belum sempat keputusan itu diutarakan kepada semua jago, keresahan yang
juga telah menjalar di kalangan mereka lama kelamaan membuat suasana menjadi
panik dan panas. Bahkan, perbincangan-perbincangan di meja-meja para jago dunia
persilatan cenderung tak terkontrol dan mengakibatkan suasana menjadi tambah
runyam. Dalam puncaknya, seorang jago yang terkenal berangasan bernama Thi ciang
kay pit (telapak baja penghancur nisan) Tang Cun terdengar bersuara lantang:
"Cuwi enghiong sekalian, keadaan dunia persilatan sudah sekian lama dalam
ancaman teror Thian Liong Pang. Bahkan semakin lama semakin banyak korban
mereka, dan bukan tidak mungkin sebagian besar diantara kita akan segera menyusul.
Bahkan banyak perguruan, termasuk perguruan besar menjadi korban mereka. Sudah
bertahun-tahun, dan kita masih belum pernah berhadapan langsung dengan mereka.
Bahkan Bengcu menghilang entah kemana. Nampaknya, dunia persilatan Tionggoan
membutuhkan persatuan dan pimpinan baru untuk menghadapi kekisruhan ini. Entah
bagaimana pandangan cuwi sekalian?"
Ucapan Tang Cun ini menarik perhatian yang sangat besar, terutama di kalangan para
jago yang ternyata memang sudah agak resah dan semakin tercekam oleh
kekhawatiran akan keadaan dunia persilatan dan fakta bahwa bahkan Siauw Lim Sie
sendiripun tidak aman lagi. Karena itu, begitu picu ditarik, dengan segera
sambutanpun muncul:
"Lohu Tiong It Ki sependapat dengan saudara Tang Cun. Sudah terlalu lama dunia
persilatan Tionggoan dibuat ketar-ketir oleh teror Thian Liong Pang. Sementara, kita
nyaris tanpa perlawanan atas kekisruhan yang dihadirkan organisasi itu. Karenanya,
kebetulan juga Bengcu sudah lama tidak kelihatan, sudah saatnya kita menentukan
persatuan dan memilih pemimpin baru yang tidak berhalangan"
Dan, kemudian disambung lagi oleh seorang:
"Penting, penting sekali memilih pemimpin baru. Karena begitu turun dari Siong San
ini, bila tanpa pemimpin, bukan tidak mungkin sebagian besar dari kita akan segera
menjadi korban. Dan, pada gilirannya banyak perguruan lain akan habis dan
dihancurkan pengganas ini. Akan semakin banyak bila kita lalai dan lamban.
Bukanlah kelalaian dan kelambanan ini yang menyebabkan begitu banyak korban
sudah jatuh hingga saat ini" Jadi, memang harus ada pemimpin baru. Dan untuk itu,
lohu mendukung usulan Tang Cun hengte untuk segera dipilih seorang bengcu baru
bagi dunia persilatan Tionggoan guna menempur Thian Liong Pang. Bagaimana cuwi
sekalian?"
Dan, setelah pembicara ketiga yang pandai berhotbah ini, terdengar seruan gembira
dari banyak tokoh dunia persilatan yang hadir di Siauw Lim Sie dan sebagiannya
ngeri membayangkan jalan pulang yang pasti sudah diintai jago jago Thian Liong
Pang. Maka terdengarlah seruan-seruan:
"Setuju, setuju, setuju, kita butuh pemimpin baru. Suara itu makin lama makin berani
dan makin keras.
Melihat keadaan yang berkembang diluar dugaan tersebut, para tokoh utama menjadi
sangat terkejut. Tokoh-tokoh semisal Ciangbunjin Siauw Lim Sie, Ciangbunjin Bu
Tong Pay, Ciangbunjin Kun Lun Pay, Wakil Ciangbunjin Tiam Jong Pay, Sian Eng
Cu, Hu Pangcu Kay Pang dan para tokoh muda menjadi mengerutkan dahi. Meskipun,
sebagian besar dari mereka bisa memahami pergolakan perasaan diantara para jago
rimba persilatan yang memang dicekam ketakutan dalam banyak tahun terakhir.
Bahkan beberapa diantara mereka sembunyi-sembunyi ingin melihat reaksi dan apa
yang terjadi dalam diri Kiang Ceng Liong sebagai Bengcu terakhir dewasa ini.
Tetapi, untungnya Ceng Liong sudah bisa dan mampu menguasai dirinya. Meskipun
dia sendiri sangat terguncang mendengar kritikan yang secara tidak langsung
mengarah ke dirinya dan Lembah Pualam Hijau, tetapi kejadiannya memang
demikian belaka. Tidak bisa disembunyikan dan tidak perlu untuk membela diri
secara berlebihan. Keadaan Ceng Liong sungguh membuat para tokoh utama tersebut
menjadi sangat kagum. Mereka melihat belaka, bahwa yang menjadi motor
pernyataan ketidakpuasan sebagian besar adalah tokoh-tokoh yang punya hubungan
dengan perguruan yang telah diserbu dan rusak berat akibat ulah Thian Liong Pang.
Ada tokoh-tokoh pelarian dari Go Bie Pay, Cin Ling Pay dan kerabat pendekarpendekar
kelana yang terbunuh oleh Thian Liong Pang. Bahkan masih terdapat pula
beberapa tokoh yang berasal dari perguruan lain yang telah diserbu dan ditaklukkan
oleh Thian Liong Pang. Jadi wajar bila suasana menjadi panas dan menuntut
pertanggungjawaban bengcu secara tidak langsung.
Begitupun Kong Sian Hwesio, Ciangbunjin Siauw Lim Sie yang menjadi tuan rumah
dan juga tokoh utama yang bijaksana dan dituakan merasa perlu untuk angkat bicara:
"Siancai-siancai,Cuwi enghiong, dewasa ini sangat dibutuhkan kebersamaan dan
persatuan diantara kita. Selaku tuan rumah yang sedang berduka, punco sangat
mengerti, tidak seharusnya banyak bicara. Tetapi, keadaan dunia persilatan seperti
sekarang, membuat punco merelakan diri untuk melanggar kebiasaan di Siauw Lim
Sie. Pertama, lawan kita demikian berbahaya, terorganisasi baik dan memiliki banyak
tokoh lihay yang sangat berbahaya. Kedua, teror yang mereka lakukan cenderung
tidak pilih bulu, dan melanda siapapun, bahkan termasuk Kay Pang, Bu Tong dan
Siauw Lim Sie. Bahkan juga Lembah Pualam Hijau. Ketiga, berhadapan dengan
mereka dalam keadaan yang saling menyalahkan, justru akan merugikan kita.
Keempat, kita sudah memiliki Bengcu Tionggoan yang sekarang, Kiang Ceng Liong
yang meskipun masih muda tetapi sangat gagah. Maka, usulan cuwi untuk mencari
pengganti, justru membuat kita terserak dan sulit untuk bersatu". Suaranya dikerahkan
dengan kekuatan khikang meskipun demikian tetap terdengar tegas dan penuh
kelembutan. Keadaan menjadi hening sejenak, tetapi tidak lama. Karena dengan segera kembali
terdengar pendapat dari kalangan yang berkehendak memilih pimpinan dunia
persilatan yang baru:
"Bukannya tidak menghormati Lo Suhu dari Siauw Lim Sie. Tetapi, terlampau
banyak persoalan yang tidak sanggup ditangani oleh Bengcu dewasa ini. Bahkan,
untuk waktu yang sangat lama menghilang dari dunia persilatan dan membiarkan
begitu banyak korban berjatuhan. Parahnya lagi, ketika banyak tokoh mengunjungi
Lembah Pualam Hijau, tak ada satupun tokoh utama mereka yang menemui dan
memberi jaminan bahwa Lembah itu akan bergerak menghadapi keolompok perusuh
Thian Liong Pang. Rasanya, kenyataan ini sudah lebih dari cukup untuk menjadi
pertimbangan kita" ucap seorang jago, nampaknya salah satu pelarian dari Go Bie Pay
yang belum terbangun kembali. Dan pendapatnya ini, kembali dibenarkan oleh
banyak orang, terbukti dengan beberapa suara yang terdengar menyetujui pendapat
tersebut. Melihat keadaan yang tidak mengenakkan tersebut, Ci Hong Todjin, Jin Sim Todjin
dan Sian Eng Cu jadi saling berpandangan. Betapapun, mereka memiliki hubungan
yang akrab dengan Siauw Lim Sie dan Lembah Pualam Hijau, wajar bila mereka
merasa perlu membantu Lembah Pualam Hijau sebagaimana Kong Sian Hwesio tadi
melakukannya. Karena itu, dengan suara yang sama dengan Ciangbunjin Siauw Lim
Sie, Ci Hong Todjin segera bersuara:
"Cuwi sekalian, kami dari Bu Tong Pay sependapat dengan Kong Sian Suhu,
Ciangbunjin Siauw Lim Sie mengenai keadaan dunia persilatan dewasa ini. Haruslah
dimengerti, bahwa Kiang Hong Bengcu, lenyap dari dunia persilatan dalam tugas
sebagai bengcu. Lenyap bersama tokoh-tokoh utama dari Kaypang, Siauw Lim Sie
dan Bu Tong Pay. Sehingga kurang tepat menyebut ada unsur kelalaian yang
dilakukan Lembah Pualam Hijau. Bahkan dewasa inipun, tokoh Lembah Pualam
Hijau, Bu Tong Pay, Siauw Lim Sie dan Kaypang sudah melakukan perlawanan
meski masih belum terpadu baik. Dan kinipun, kita telah memiliki Bengcu muda yang
sangat gagah, Kiang Ceng Liong yang bahkan sanggup menahan sebuah pukulan dari
maha iblis Kim-i-Mo Ong. Entah pemimpin semacam apalagi yang dicari oleh cuwi
sekalian?"
"Bahkan, Bengcu muda kita inipun pernah memukul roboh Bouw Lim Couwsu, salah
seorang Hu Hoat Thian Liong Pang di kota Lok Yang. Lohu sendiri menyaksikannya,
menyaksikan betapa gagah dan dl Bengcu kita dewasa ini. Sehingga menjadi sulit
bagi persatuan kita bila hendak memaksakan pergantian kepemimpinan, apalagi di
tengah keadaan Siauw Lim Sie yang sedang berduka" Sian Eng Cu menambahkan.
Keadaan memang sempat membaik dan nampak mempengaruhi banyak orang ketika
Ciangbunjin Bu Tong Pay dan Sian Eng Cu yang terkenal itu mendukung apa yang
dikemukakan Kong Sian Hwesio, Ciangbunjin Siauw Lim Sie. Bahkan nampaknya
Ciangbunjin Kun Lun Pay juga manggut manggut menyetujui usulan tersebut bersama
dengan wakil dari Tiam Jong Pang. Tetapi, kembali keadaan berbalik ketika Tang
Cun kembali berbicara:
"Benar, tetapi apakah fakta bahwa begitu banyak korban, begitu lama teror
berlangsung, dan bahkan kembali didepan mata kita, dan bahkan ada ancaman
terhadap perjalanan pulang para jago dan semua terus terjadi. Lagipula, Bengcu
sekarang masih teramat muda, masih belum cukup berpengalaman. Karena itu, kami
tetap beranggapan bahwa pemimpin yang baru sangat dibutuhkan dewasa ini" orang
ini nampak sangat hebat dalam berbicara, dan nampaknya sejauh ini ditunjuk sebagai
salah satu pembicara kelompok yang pro memilih pimpinan baru. Karena gaya dan
cara bicaranya yang begitu mempesona, banyak orang yang terpengaruh dan kembali
keseimbangan bergeser kekelompok yang meminta pergantian kepemimpinan di
Tionggoan. "Lohu, adalah orang yang telah beberapa kali melihat kerja Bengcu saat ini. Bahkan
ketika dia melukai See Thian Coa Ong, membantu Kaypang di utara Yang Ce dan
bahkan kemudian memukul mundur Thian Liong Pang di Lok Yang bersama
beberapa pendekar muda dari Bu Tong dan Bengkauw. Bila ini masih bukan
pengalaman memadai, maka lohu bingung harus menunjuk siapa lagi sebagai
pemimpin dunia persilatan dewasa ini" Pengemis Tawa Gilapun ikut-ikutan memberi
dukungan kepada Kiang Ceng Liong, karena memang rasa terima kasih Kaypang
Naga Naga Kecil Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepadanya sungguh luar biasa. Bahkan Ceng Liong sudah demikian akrab dengan
pangcu sekarang ketika mereka untuk waktu berbulan-bulan saling menyembuhkan
luka dalam masing-masing.
Sementara percakapan itu berlangsung terus, perdebatan dan pendapat terus menerus
dikemukakan, nampak bahwa begitu banyak orang yang meminta pergantian Bengcu.
Kiang Ceng Liong menjadi sedih, keadaan dan nama Lembah Pualam Hijau nampak
sedang merosot tajam, justru dijamannya menjadi Bengcu. Selain itu, dia juga
kecewa, karena ayahnya hilang ketika melaksanakan tugas sebagai Bengcu, tetapi
kehilangan itu dianggap tidak memadai bagi kawanan jago dunia persilatan.
Bahkan perjalanan dan usahanya yang dilakukan selama ini, dianggap bukan sesuatu
pekerjaan bengcu, dan bahkan masih mengangap dirinya mentah. Sungguh sebuah
kenyataan yang sangat memukul perasaannya. Tetapi untungnya, semua perasaan
yang berkecamuk dalam dadanya masih sanggup ditahannya dan sedapat mungkin
tidak berbicara. Sementara dari meja lain, Mei Lan memandang Ceng Liong dengan
terharu, dia sadar betul apa yang dihadapi anak muda itu dan melihat betapa
tersudutnya Ceng Liong.
Sementara itu, kembali terdengar suara Tang Cun, dan nampaknya pendapatnya lebih
banyak dan mayoritas diterima banyak orang:
"Singkatnya para cianpwe yang terhormat, kita berkehendak dan berkeinginan untuk
memilih pemimpin dunia persilatan yang baru. Kita perlu bergerak sangat cepat dalam
menangani dan mengatasi keadaan dunia persilatan dewasa ini, dan dengan segala
maaf, Bengcu kita yang sekarang masih terlampau muda untuk memimpin kita
sekalian. Itulah sebabnya kami meminta adanya pemimpin yang lebih bepengalaman
dalam memimpin kita sekalian menghadapi keadaan yang kacau balau ini".
"Benar, pilih pemimpin baru" kali ini pendapatnya didukung lebih banyak lagi orang
dan membuat para tokoh utama geleng-geleng kepala. Menjadi kurang leluasa dan
tidak pada tempatnya menurut pemikiran mereka memecah kekuatan dan
menimbulkan keadaan yang kisruh diantara golongan pendekar pada kondisi begini.
Apalagi, mereka tahu dan sadar belaka bahwa Ceng Liong menyimpan kekuatan yang
luar biasa dan akan sangat membantu keadaan di Tionggoan dewasa ini.
Tapi sementara para tokoh sepuh berpikir-pikir dan berbisik diantara mereka, dan di
sudut lain juga para jago merundingkan sesuatu untuk mendesakkan pemilihan
pemimpin baru, tiba-tiba terdengar sebuah suara lain. Suara yang justru belum pernah
bicara sebelumnya:
"jadi, apakah menurut para locianpwe ini (sambil menunjuk kelompok yg ingin milih
pemimpin baru) Bengcu yang sekarang tidak becus ya". Hebat sekali. Mungkin ada
diantara para locianpwe ini yang bisa menerima satu kali pukulan Kim-i-Mo Ong"
Atau melukai seorang See Thian Coa Ong" Atau memukul mundur Bouw Lim
Couwsu yang hanya sempat dikalahkan seorang Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan pada
masa lalu" Dan bahkan membuat Bouw Lim Couwsu kembali harus mengundurkan
diri dari dunia persilatan", nah, Bengcu baru yang diusulkan siapakah gerangan"
Sungguh heran, bukannya memikirkan bagaimana bersama mengatasi keadaan
sekarang, malah mau memilih pemimpin baru. Entah siapa pula yang ingin ada
pemimpin baru sementara pemimpin yang ada sudah sedang bekerja bagi dunia
persilatan ini" Suara yang getas, tegas dan penuh kekuatan. Anehnya, suara ini keluar
dari mulut seorang gadis, Liang Mei Lan. Gadis yang merasa bahwa Ceng Liong
diperlakukan sangat tidak adil oleh pertemuan yang dimaksudkan bukan untuk urusan
demikian di Siauw Lim Sie.
"Nona, urusan ini berkaitan dengan keselamatan dunia persilatan, jadi perlu
pemimpin yang tepat dan berpengalaman" Tang Cun kembali bersuara
"Siapa gerangan yang paman anggap tepat dan berpengalaman saat ini?" buru Mei
Lan "Ya kita perlu memikirkan dan mencarinya bersama"
"Dan membuang bengcu yang sekarang meskipun dia telah berbuat banyak, kedua
orangtuanya hilang dalam bertugas bagi kita, dia telah membela keluarga Yu,
membela Kaypang dan banyak melawan Thian Liong Pang. Begitu maksud paman?"
"Ini, ini, khan memang tanggungjawab mereka dulunya"
"Dan kalau mereka sudah melakukannya dan bahkan berkorban, kini harganya
menurut paman tidak cukup dan mau menanggalkan jubah Bengcu dari tangan
keluarga Kiang, apakah begitu paman?"
"Apakah paman juga tahu sejarah diberikannya penghargaan bengcu bagi keluarga
itu pada masa lalu?" ataukah dnia persilatan ini bagaikan "habis manis sepah
dibuang", setelah dianggap tidak memadai akan ditinggalkan karena tidak sanggup
melayani permintaan semua orang dan kalian menganggap wajib bagi mereka
memuaskan keinginan, perasaan, kemauan dan selera semua orang di rimba persilatan
ini?" hebat kata-kata Mei Lan yang bagaikan diberondongkan kepada mereka yang
ingin memilih emimpin baru.
"Dan hebatnya, para paman tidak peduli dan tetap memaksa meskipun Siauw Lim Sie
sedang berduka, sednag berkabung dan memilih untuk memikirkan dan mengusulkan
sesuatu yang bukan pada tempatnya dipikirkan dan dibicarakan dalam suasana
perkabungan"
"Nona, betapapun keselamatan dunia persilatan yang menadi pertimbangan kami
untuk mengusulkannya. Sudah banyak tahun kita diteror dan sudah terlampau banyak
korban jatuh, masakan kita harus menunggu lebih lama lagi?" Kembali Tang Cun
bicara dan didukung oleh pendukungnya meski sekarang sedikit berkurang.
Tetapi, semakin lama percakapan itu berlangsung, semakin Ceng Liong terharu atas
pembelaan Mei Lan. Tetapi, tidak dapat disangkal, bahwa emosinya juga tersulut,
apalagi betapapun diapun memang masih anak muda yang masih memiliki darah
panas. Percakapan yang sudah menyinggung dirinya, menyinggung harga diri dan
kehormatan Lembah Pualam Hijau membuatnya lama kelamaan menjadi gerah juga.
Sampai kemudian disatu titik, dia memutuskan bahwa dia harus bersikap, harus
menegaskan sikap Lembahnya dan sikapnya pribadi sebagai Bengcu. Sudah cukup dia
dan keluarganya berkorban, dan pengorbanan itu kini tidak dianggap oleh banyak
orang lagi. Karena itu, demi kehormatan itu, dia tetap harus berbicara dan harus
memberi putusan terakhir. Untuk itu, dia berusaha keras menenangkan diri, berdiam
sejenak dan ketika dia sudah bisa menguasai diri akhirnya dia berdiri dan berbicara:
"Cuwi enghiong sekalian, para Locianpwe yang terhormat, perkenankan selaku
Bengcu, masih Bengcu, hingga saat ini, tecu menyatakan pendapat sendiri. Harus
diingat, dalam sejarahnya Lembah Pualam Hijau tidak mengajukan diri menjadi
pemimpin, tetapi dianugerahkan oleh dunia persilatan Tionggoan. Dan bila saat ini
penganugerahan itu dianggap sudah cukup, maka dengan rendah hati kami
mengembalikannya kepada sahabat dunia persilatan Tionggoan. Kami tidak pernah
berkeinginan mengangkangi jabatan tersebut bagi Lembah kami. Tapi, jangan juga
menyatakan bahwa Lembah Pualam Hijau berpangku tangan dalam persoalan
sekarang. Kedua orangtuaku, Bengcu angkatan sebelumnya, hilang ketika bertugas,
bahkan dengan seorang Duta Hukum, dan seorang duta hukum lainnya tewas
terbunuh. Tidak cukup besar dibanding korban di Kun Lun Pay, Keluarga Yu,
keluarga Bhe, Cin Lin San dan Go Bie San. Tapi bagi Lembah kami yang hanya berisi
beberapa orang, adalah kehilangan besar. Bila semua yang kami lakukan, turun dari
Lembah bersama barisan 6 Pedang dan kembali melawan Thian Liong Pang bukan
merupakan tugas kami sebagai Bengcu, maka tecu tidak tahu yang bagaimana yang
diinginkan sahabat dunia persilatan. Tapi, biarlah dalam kesempatan ini, atas nama
Lembah Pualam Hijau, kami mengembalikan jabatan BENGCU itu kepada para
sahabat sekalian. Atas nama Lembah Pualam Hijau kami ucapkan terima kasih kepada
Lo Suhu Ciangbunjin Siauw Lim Sie, Ciangbunjin Bu Tong Pay, Kun Lun Pay dan
Tiam Jong Pay, serta Kaypang yang sudah membantu tecu. Meski bukan BENGCU
lagi, kami Lembah Pualam Hijau akan tetap membantu Rimba Persilatan menghadapi
Thian Liong Pang, bukan karena dendam hilangnya orang tua, tetapi karena
mengatasnamakan keadilan dan kebenaran. Rasanya, itulah keputusan kami, dan
silahkan cuwi sekalian memilih Bengcu baru, tetapi Perkenankan kami mohon pamit
lebih dahulu, karena urusan kami dengan demikian sudah selesai" Demikian tegas,
mantap dan tanpa emosi berlebihan Ceng Liong berbicara. Setelah selesai bicara dia
memberi hormat kepada para tokoh sepuh dari Siauw Lim Sie, Kun Lun, Bu Tong,
Tiam Jong Pay dan Kay Pang dan seterusnya bersama Barisan 6 Pedang dia berjalan
keluar. Dan, bahkan bersama Ceng Liong menyusul keluar Liang Mei Lan, Liang Tek
Hoat dan juga Siangkoan Giok Lian.
Kejadian dari Ceng Liong mengeluarkan pendapatnya hingga keluar dari ruangan
hanya berselang beberapa ketika belaka. Pada saat para jago masih belum sadar
sepenuhnya, bahkan para tokoh utama belum cukup sadar dari keterkejutan Ceng
Liong meletakkan jabatannya, Ceng Liong sudah berada di luar ruangan diikuti
Barisan 6 Pedang. Suasana menjadi tegang dan sungguh tidak diperkirakan, justru
pada saat perlawanan harus dilakukan, justru keadaan yang kisruh yang diperoleh.
Bahkan kemudian Ciangbunjin Siauw Lim Sie terdengar berucap:
"Cuwi enghiong, bila memang mau memilih bengcu baru, silahkan saja, Tapi,
rasanya punco tidak ingin melibatkan diri dalam urusan tersebut. Silahkan saudarasaudara
memutuskannya sendiri"
"Rasanya Bu Tong Pay juga tidak akan mengurusi masalah ini"
"Kay Pang juga absent untuk urusan memilih bengcu baru"
"Kami dari Kun Lun Pay dan juga Tiam Jong Pay tidak ambil bagian"
Bahkan kemudian menyusul Ciangbunjin Bu Tong Pay bersama Sian Eng Cu dan Jin
Sim Todjin mengundurkan diri dari ruangan tersebut, diikuti Ciangbunjin Kun Lun
Pay dan Wkl Ciangbunjin Tiam Jong Pay. Tak lama kemudian, Ciangbunjin Siauw
Lim Sie juga mengundurkan diri dar ruangan tersebut dan meninggalkan kumpulan
jago tersebut yang belakangan kebingungan untuk menentukan sikap apa. Bahkan
belakangan, sebagian besar diantara mereka kemudian menyesali keteledoran mereka
yang menyebabkan Dunia Persilatan kini malah kehilangan Bengcu. Karena Bengcu
yang dimiliki sudah menyatakan mengembalikan mandatnya kepada Dunia persilatan
Tionggoan, dan diantara mereka, tak satupun yang berani untuk memangku jabatan
berat tersebut.
Demikianlah, manakala dunia persilatan menghadapi ancaman terbuka dari Thian
Liong Pang, justru mereka kisruh dan kehilangan Bengcu. Bahkan Siauw Lim Sie, Bu
Tong Pay, Kay Pang yang mereka harapkan memimpin, justru menolak karena segan
dan masih mempercayai Lembah Pualam Hijau. Akibatnya, yang terjadi justru semua
menjadi merasa seram dengan keadaan dunia persilatan. Dan terutama mereka,
kelompok para pendekar yang memaksakan pergantian bengcu.
Bukan hanya agenda tersebut gagal, malah harapan mereka untuk bersandar pada
kekuatan tertentu dalam perjalanan turun dari Siong San justru pudar. Keadaan
mereka bahkan menjadi lebih mengenaskan, karena sampai hari kelima ketika upacara
perkabungan diselesaikan dengan perabuan jenasah Kian Ti Hosiang justru tak ada
lagi percakapan soal bengcu dan soal dunia persilatan. Keadaan yang memburuk ini
membuat banyak tokoh tua menjadi sedih, karena nampaknya badai dunia persilatan
akan sangat susah ditanggulangi.
Meskipun demikian, tokoh-tokoh utama yang memang sudah siap atau menyiapkan
diri lama, sudah memiliki pandangan sendiri, meskipun mereka juga menyesali
insiden yang merugikan dunia persilatan itu sendiri. Percakapan lebih serius justru
dilakukan diantara Keenam anak muda itu, beberapa kali bersama Sian Eng Cu dan
tokoh-tokoh sepuh Siauw Lim Sie, Kun Lun Pay, BuTong Pay dan Tiam Jong Pay.
Bahwa tugas perlawanan itu kini diserahkan sepenuhnya kepada anak muda-anak
muda yang disiapkan gurunya masing-masing.
TAMAT Dan sampai disini pula BAGIAN PERTAMA Cerita ini.
Cerita ini akan dilanjutkan dengan judul yang sama pada BAGIAN KEDUA
nantinya. Bagian kedua akan dikisahkan pertarungan antara Naga-naga muda dengan Thian
Liong Pang yang mulai tersendat kemajuan dan teror mereka. Kemunculan tokohtokoh
utama mereka dan tampilnya beberapa tokoh misterius yang tak terduga akan
meramaikan Bagian ini. Mereka kehilangan seorang Hu-Hoat, dan diterjang oleh
beberapa tokoh misterius yang tidak atau belum mereka kenal. Mereka juga mulai
berhadapan dengan Naga-naga muda yang tidak mereka perhitungkan sebelumnya.
Dan masih banyak pertanyaan yang belum terjawab:
1. Dimanakah Kiang Hong dan rombongannya" Apakah masih hidup ataukah sudah
mati" 2. Siapa sebenarnya Hu Pangcu Pertama dan Kedua dari Thian Liong Pang"
3. Siapa pula 3 Hu-Hoat Thian Liong Pang yang lainnya" baru Hu-Hoat ke-4 saja
sudah demikian saktinya, siapa lagi tiga lainnya"
4. Siapa pula Pangcu Thian Liong Pang yang malah masih belum muncul itu"
Bagaimanakah jati
Dirinya". Dan benarkah dia tokoh nomor satu dan terutama di Thian Liong Pang"
5. Bagaimana pula akhir drama teror misterius ini" Semuanya akan dilanjutkan dalam
bagian kedua dengan judul yang masih tetap sama oleh penulis yang sama.
Kisah Para Pendekar Pulau Es 23 Peristiwa Burung Kenari Pendekar Harum Seri Ke 3 Karya Gu Long Pendekar Setia 8