Pencarian

Sepasang Pedang Iblis 13

Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 13


memperlakukan mereka dengan baik sungguhpun mereka
itu merupakan tamu yang terpaksa!
Seorang demi seorang menjura dengan hormat kepada Nirahai sambil berpamit dan
mengucapkan terima kasih. Ketika tiba giliran Ang Thian Pa sebagai orang terakhir, kakek ini
menjura dan berkata,
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
336 "Selama berbuan-bulan saya menerima kebaikan Thian-liong-pangcu, mudah-mudahan di
lain kesempatan Bu-tong-pai dapat membalas kebaikan-kebaikan itu."
"Kami yang minta maaf kepadamu, Ang-lojin," kata Nirahai.
Tiba-tiba Ang Thian Pa melihat Bun Beng dan mukanya berubah merah, alisnya berkerut
dan dia berkata kepada pemuda itu, "Dahulu kusangka seorang taihiap yang budiman,
berani menentang kejahatan dan membela yang tertindas. Kiranya engkau adalah seorang
di antara tokoh Thian-liong-pang agaknya. Hemm, benar-benar aku telah salah lihat....!" Ia
menghela napas panjang penuh kekecewaan dan penasaran.
Wajah Bun Beng menjadi merah sekali, akan tetapi dia tidak berkata apa-apa.
"Ang-lojin, memang engkau telah salah lihat dan salah menduga. Gak Bun Beng bukanlah
orang Thian-liong-pang dan ketahuilah bahwa atas permintaannyalah maka saat ini engkau
kami bebaskan."
Kakek itu terkejut, lalu menghampiri Bun Beng dan menjura penuh hormat. "Ahhh,
maafkanlah mataku yang benar-benar telah lamur, Taihiap. Dan untuk menebus
kebodohanku yang tak dapat menghargai kebaikan orang, biarlah kusampaikan apa-apa
yang menjadi idaman hatiku semenjak aku berada di sini. Yaitu.... jika kiranya Taihiap belum
berkeluarga dan sudi menerima, aku.... ingin menyerahkan puteri tunggalku sebagai jodoh
Taihiap!" Hampir saja Bun Beng mencelat dari tempat ia berdiri saking kagetnya mendengar ini.
Mukanya menjadi makin merah dan terbayanglah wajah Siok Bi yang cantik manis. Dia
dijodohkan dengan dara yang manis itu! Begitu saja! Akan tetapi, sambil menahan debaran
jantungnya dia balas menjura dan berkata,
"Ang-locianpwe.... banyak terima kasih atas kebaikan Locianpwe.... akan tetapi soal itu....
hemm.... soal jodoh.... eh, belum terpikir olehku, karenanya, bukan aku menolak, hanya....
tak mungkin aku dapat menerima hal yang amat penting bagi hidupku itu. Aku akan
menganggap saja bahwa tadi Locianpwe tidak pernah bicara apa-apa tentang perjodohan."
Kakek itu menghela napas panjang. "Memang anakku tidak cukup berharga untuk seorang
seperti engkau, Taihiap. Hanya aku masih menaruh harapan besar, kalau memang berjodoh
kelak tentu akan terjadi. Aku dan anakku akan selalu menanti kunjunganmu, Taihiap."
Setelah berkata demikian, sekali lagi kakek itu menjura kepada Nirahai lalu meninggalkan
ruangan itu. "Aku pun mohon diri, Locianpwe. Nona Milana, selamat tinggal. Banyak terima kasih atas
semua kebaikan Locianpwe dan nona yang telah dilimpahkan kepada diriku, semoga kelak
aku dapat membalas itu semua." Tergesa-gesa Bun Beng meloncat keluar dari tempat itu
karena dia merasa tidak enak sekali akan "pinangan" Ketua Bu-tong-pai tadi yang
disampaikan di depan banyak orang, terutama di depan Milana!
Nirahai yang masih belum sembuh benar akibat salah latihan segera membubarkan anak
buahnya dan masuk ke dalam ruangan dalam digandeng oleh Milana yang merasa khawatir
akan keadaan ibunya.
Bubarlah para anggauta Thian-liong-pang dan mereka membicarakan Bun Beng dengan
penuh kagum dan keheranan. Terutama sekali Sai-cu Lo-mo, termenung dengan hati tegang
dan penuh kegembiraan ketika mendapat kenyataan betapa cucu keponakannya telah
menjadi seorang yang amat lihai, dan betapa Ketuanya suka mengampunkan pemuda itu.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
337 Timbul pula pikirannya bahwa mengingat akan perlindungan dan pembelaan Milana
terhadap cucu keponakannya itu seperti yang ia dengar dari para anak buah Thian-liong-
pang yang melakukan pengejaran terhadap Bun Beng yang dipimpin oleh kedua orang
saudara kembar Su Kak Liong dan Su Kak Houw, alangkah baiknya kalau cucu luarnya itu
dijodohkan dengan puteri Pangcu! Biarpun dengan hati takut-takut dan berdebar tegang,
beberapa hari kemudian dia memberanikan hatinya menghadap Nirahai dan menyampaikan
niatnya itu, yaitu meminang Milana untuk cucu keponakannya Gak Bun Beng!
Sampai lama Ketua Thian-liong-pang itu tidak bergerak dari kursinya, sedangkan Sai-cu Lo-
mo yang menanti jawaban duduk menundukkan muka dengan hati berdebar. Dia tidak dapat
menduga apa yang akan menjadi jawaban Sang Ketua yang wataknya aneh sekali itu,
bahkan dia tidak akan merasa heran kalau sebagai jawaban, wanita berkerudung itu
melancarkan serangan dan membunuhnya! Akhirnya terdengar wanita itu menjawab,
suaranya halus akan tetapi dingin, membuat Sai-cu Lo-mo yang mendengarnya terasa sakit
seperti tertusuk dan menjadi beku.
"Sai-cu Lo-mo, sudah kaupikir masak-masak pinanganmu ini" Kalau mengingat akan dirimu,
dan akan keponakanmu, mendiang Bhok Kim, seorang di antara Kang-lam Sam-eng tokoh
Siauw-lim-pai yang terkenal, memang tidak mengecewakan dan patut dipertimbangkan
pinanganmu itu. Akan tetapi, apakah kau sengaja atau pura-pura lupa bahwa Gak Bun Beng
adalah keturunan Si Setan Botak, datuk kaum sesat Gak Liat yang merupakan manusia
iblis" Yang lebih dari itu pula, apakah kau pura-pura lupa bahwa Gak Bun Beng terlahir
sebagai anak yang tidak syah, terlahir dari perbuatan keji, yaitu pemerkosaan yang
dilakukan Gak Liat terhadap Bhok Khim" Dan engkau masih berani mengajukan lamaran
untuk pemuda itu, melamar anakku?"
"Maafkan kelancangan saya, Pangcu...." Sai-cu Lo-mo berkata, suaranya gemetar, bukan
karena takut, melainkan karena kedukaan hatinya. Bukan saja lamarannya ditolak, bahkan ia
diingatkan akan keadaan Bun Beng yang dianggap hina dan rendah. Di dalam hatinya ia
memberontak. Apakah kesalahan cucu keponakannya itu dalam hal pemerkosaan dan
kelahiran tidak syah" Apa hubungannya dengan seorang ayah seperti Gak Liat" Akan tetapi,
tentu saja dia tidak berani membantah.
Nirahai dapat mengerti kedukaan hati pembantunya ini, maka dia berkata lagi,
"Lo-mo, engkau hanya mengenal aku sebagai Ketuamu, hanya mengenal aku sebagai
puteri Kaisar. Kalau engkau tahu siapa Ayah puteriku, engkau akan berpikir seribu kali
sebelum mengajukan lamaran itu. Nah, mundurlah!"
Jantung Sai-cu Lo-mo berdebar. Sering kali dia menduga-duga siapa sebenarnya suami
Ketuanya ini. Dia memberi hormat dan mengundurkan diri keluar dari ruangan itu, dan
hatinya terasa berat sekali. Sepanjang pengetahuannya, Puteri Nirahai yang dahulu amat
terkenal itu belum pernah menikah! Akan tetapi dikabarkan secara bisik-bisik bahwa puteri
itu melarikan diri dari istana bersama Pendekar Super Sakti! Apakah Milana puteri Pendekar
Super Sakti dan Puteri Nirahai" Ia bergidik, ngeri memikirkan bahwa dia telah berani
meminang anak dari Panglima Puteri Nirahai, puteri Kaisar, dan anak dari Ketua Pulau Es,
Pendekar Siluman atau Pendekar Super Sakti! Tentu saja dia tidak akan berani melakukan
pinangan itu sekiranya dia tahu bahwa Ketuanya masih merasa dirinya sebagai puteri
Kaisar, dan sekiranya dia tahu bahwa Milana adalah puteri Pendekar Super Sakti!
Baik Nirahai sendiri maupun Sai-cu Lo-mo tidak tahu bahwa percakapan mereka tadi
terdengar oleh Milana. Dara ini tadinya hendak mengunjungi ibunya, dan dia berhenti
mendengarkan dari luar ketika melihat Sai-cu Lo-mo menghadap ibunya. Ketika ia
mendengar jawaban ibunya, Milana merasa jantungnya seperti ditusuk. Cepat-cepat dia
meninggalkan tempat itu kembali ke kamarnya dan menghapus beberapa titik air mata yang
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
338 membasahi pipinya. Dia menganggap ibunya terlalu menghina Bun Beng! Tidak ingatkah
ibunya bahwa Gak Bun Beng tidak pernah minta untuk dilahirkan sebagai keturunan Gak
Liat, sama seperti dia yang tidak pernah minta untuk dilahirkan sebagai puteri Pendekar
Super Sakti dan cucu Kaisar" Mengapa ibunya masih memandang keturunan dan
kedudukan, setelah kesengsaraannya yang dialami ibunya karena kedudukannya sebagai
puteri Kaisar"
Milana tidak kecewa karena penolakan ibunya. Dia tidak terlalu ingin, bahkan tidak ada
keinginan sama sekali menjadi isteri siapapun juga, tidak ingin menjadi isteri Bun Beng.
Juga, dia tidak tahu apakah dia cinta kepada pemuda itu atau tidak. Yang jelas, dia suka
kepada Bun Beng dan merasa kasihan kepadanya. Apalagi kini ibunya sendiri menghina
pemuda itu, dia merasa penasaran sekali dan rasa kasihan di dalam hatinya makin
mendalam. Melihat hati ibunya yang rela menderita dan memaksa memisahkan diri dari
ayahnya, Pendekar Super Sakti, melihat sepak terjang Thian-liong-pang menculiki tokoh-
tokoh kang-ouw sungguhpun kini usaha itu telah dihentikan ibunya dan semua tokoh telah
dibebaskan, Milana merasa bosan tinggal di situ dan dia ingin sekali bertemu dengan Bun
Beng, melakukan perjalanan bersama pemuda itu. Tiba-tiba ia teringat akan musuh-musuh
Bun Beng, teringat pula betapa pedang Hok-mo-kiam terampas oleh Tan-siucai dan
Maharya, teringat pedang Lam-mo-kiam yang terampas oleh putera Pulau Neraka. Betapa
banyak tugas yang dihadapi Bun Beng. Akan senang sekali kalau ia dapat membantu
pemuda itu. Pada keesokan harinya, Nirahai tak melihat puterinya. Milana telah pergi dari situ tanpa
pamit dan biarpun Nirahai menyebar anak buahnya untuk mencari, usahanya sia-sia belaka,
Milana tetap lenyap tanpa memberi tahu ke mana perginya dan apa tujuannya. Nirahai
hanya dapat menarik napas panjang dan menyesali sikapnya yang terlalu memanjakan anak
itu. Hanya dia tidak khawatir karena maklum bahwa tingkat kepandaian puterinya itu sudah
cukup tinggi sehingga takkan mudah diganggu orang jahat. Mengapa puterinya tidak
berterus terang saja kalau ingin merantau" Tanpa pamit begini, sedikit banyak membuat dia
tidak tenang. *** Pendekar Super Sakti Suma Han dan Giam Kwi Hong keponakannya juga muridnya, berdiri
di pantai laut. Sebuah perahu layar putih, perahu Pulau Es yang menjemput mereka, telah
menanti. "Kwi Hong, pedang itu tidak patut kaubawa-bawa. Engkau tidak layak memegang senjata
laknat seperti itu." Pendekar Super Sakti berkata halus sambil memandang pedang Lam-mo-
kiam yang tergantung di punggung keponakannya.
Kwi Hong mengerutkan alisnya. "Akan tetapi, bukankah seluruh tokoh kang-ouw mencari
Sepasang Pedang Iblis" Bahkan Paman sendiri dahulu pernah menyatakan kepadaku akan
mencari Sepasang Pedang Iblis sampai dapat" Setelah sekarang sebatang di antaranya
berada di tanganku, mengapa Paman berkata demikian" Harap beri penjelasan karena saya
tidak mengerti."
Pendekar Super Sakti menarik napas panjang dan berdiri menekan tongkatnya.
"Memang semua pendekar, baik dari golongan bersih maupun kotor, ingin sekali
memperoleh sepasang pedang yang ampuh dan mujijat itu, tentu saja dengan maksud agar
sepasang pedang itu dapat membantu mereka mengangkat nama, mengandalkan
keampuhannya. Akan tetapi aku mencari pedang itu dengan maksud untuk kulenyapkan
selama-lamanya agar tidak menimbulkan keributan lagi di dunia."
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
339 Tangan kanan Kwi Hong mengelus sarung pedangnya, alisnya berkerut.
"Mengapa, Paman" Mengapa hendak dilenyapkan?"
"Engkau tidak mengerti. Riwayat Sepasang Pedang Iblis itu busuk sekali. Sungguhpun yang
membuatnya adalah atas perintah mendiang pendekar wanita Mutiara Hitam, namun
sepasang pedang itu telah dimasuki pengaruh roh jahat dari pembuat-pembuatnya
berdasarkan ilmu hitam sehingga sepasang murid Mutiara Hitam pun menjadi korban saling
bunuh. Akulah yang mula-mula menemukan mereka saling bunuh, kasihan mereka...." Suma
Han termenung, teringat akan masa lalu di waktu dia masih kecil dan mendapatkan
Sepasang Pedang Iblis (baca cerita Pendekar Super Sakti). Akan tetapi bukan kakek dan
nenek murid Mutiara Hitam yang terbayang olehnya, melainkan wajah Lulu, adik angkatnya,
juga wanita yang paling dicintanya, yang sekarang menjadi Majikan Pulau Neraka, dia
menghela napas panjang. "Aku menguburkan jenazah mereka berikut Sepasang Pedang
Iblis. Kemudian sepasang pedang itu lenyap dan kini yang sebatang terjatuh di tanganmu.
Bagaimana hatiku akan tenang kalau engkau bersenjata pedang jahat itu?"
"Akan tetapi, Paman, bukankah Paman pernah mengatakan bahwa tidak ada ilmu yang baik
atau jahat" Saya rasa demikian pula dengan senjata. Baik atau jahatnya tergantung
daripada si pemakai, bukankah demikian" Kalau pedang ini dipergunakan untuk kejahatan,
maka jahatlah dia, kalau dipergunakan untuk kebaikan, apakah juga jahat namanya" Maaf,
Paman, bukan sekali-kali saya hendak membantah kehendak Paman. Kalau Paman
menghendaki, saya akan menanggalkan pedang ini dan terserah hendak Paman apakan
pedang ini. Akan tetapi, pedang ini adalah pemberian Bun Beng, dan...." Gadis itu tidak
melanjutkan kata-katanya dan menundukkan mukanya.
Suma Han memandang tajam, kemudian menarik napas panjang dan berkata, "Ah, hampir
aku lupa bahwa engkau bukan kanak-kanak lagi, Kwi Hong. Engkau telah dewasa, sudah
terlalu dewasa malah. Anak baik, apakah engkau mencinta Bun Beng?"
Kwi Hong tidak menjawab, mukanya merah sekali, kemudian ia mengangkat muka berkata
tanpa berani menentang pandang mata pamannya, "Saya tidak tahu, Paman. Hanya.... saya
pikir.... tidak baik kalau menyia-nyiakan pemberian orang, apalagi kalau dilenyapkan begitu
saja.... dan dia sudah begitu baik kepada saya ketika bertemu dengan Tan-siucai dan
Maharya, rela mengorbankan diri terluka hebat. Aihhh, mungkin sekarang dia.... dia.... dia
telah.... mati...."
"Jangan khawatir. Mati hidup manusia berada di tangan Tuhan. Kalau dia sampai di Pulau
Neraka dan menyerahkan suratku, saya yakin dia akan tertolong. Nah, biarlah sementara ini
kau bawa pedang itu, apalagi engkau harus menjaga keamanan Pulau Es. Aku hendak pergi
mencari Tan-siucai dan Maharya, perlu kuambil kembali Hok-mo-kian, karena kalau ada
pedang itu padaku, aku tidak khawatir lagi kalau-kalau Sepasang Pedang Iblis akan
menimbulkan bencana. Nah, berangkatlah dan hati-hati menjaga pulau."
Kwi Hong berangkat naik perahu dan setelah perahu itu berlayar menuju ke utara sampai
jauh sekali dan hanya tampak sebagai sebuah titik yang kadang-kadang lenyap oleh naik
turunnya ombak, Pendekar Super Sakti lalu membalikkan tubuhnya dan melesat pergi
dengan gerakan yang luar biasa cepatnya. Diam-diam dia mengambil keputusan untuk
menjodohkan Kwi Hong dengan Bun Beng. Dia melihat anak keturunan Gak Liat itu
mempunyai watak yang baik sekali. Dia tidak mengingat akan keburukan watak ayah Bun
Beng, karena bukankah ayah Kwi Hong sendiri, perwira Mancu, Giam Cu, tidak lebih baik
daripada Si Setan Botak Gak Liat" Akan tetapi, ia tahu bahwa pikiran itu terlalu jauh
melayang karena keadaan Bun Beng sendiri belum diketahui bagaimana keadaannya,
sedangkan lukanya amat berbahaya.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
340 Pada waktu itu, Kerajaan Mancu yang mendirikan Wangsa Ceng, mengalami kemajuan
amat pesatnya, menjadi sebuah negara besar yang amat kuat. Bintang Kerajaan Mancu ini
mulai naik dengan pesat, menjadi cemerlang ketika pemerintahannya berada di tangan
Kaisar Kang Hsi (1663-1722). Kaisar ini ternyata adalah seorang yang berbakat dan ahli
untuk menjadi pemimpin. Dia seorang jendral perang yang amat pandai mempergunakan
tenaga-tenaga ahli, sehingga semua perlawanan rakyat, baik dari kaum patriot yang
mempertahankan tanah air dari penjajahan bangsa Mancu, sampai gerombolan-gerombolan
bersenjata yang sebetulnya hanyalah perampok-perampok yang berdalih perjuangan, dapat
dihancurkan satu demi satu. Daerah Se-cuan yang dipertahankan oleh Bu Sam Kwi yang
gigih melawan bangsa Mancu, juga dapat direbut dan semua perlawanan dipatahkan dalam
tahun 1681. Setelah Se-cuan jatuh, maka kerajaan Mancu boleh dibilang menguasai seluruh
Tiongkok, bahkan jauh lebih luas lagi daripada wangsa yang sudah-sudah.
Bangsa Mongol yang dahulunya membantu penyerbuan bangsa Mancu ke selatan, merasa
kecewa oleh politik Bangsa Mancu dan merasa kurang diberi bagian keuntungan, lalu
memberontak. Namun, pemberontakan-pemberontakan yang amat gigih dan kuat itu pun
dapat dihancurkan oleh pemerintah Ceng di bawah Kaisar Kang Hsi dan akibat perang ini
seluruh Mongolia jatuh dan dikuasai bangsa Mancu. Bahkan dalam mengejar sisa-sisa
pasukan Mongol bala tentara Mancu memasuki daerah Tibet dan menguasai pula. Makin
luaslah daerah kekuasaan Kerajaan Ceng. Batas-batasnya sampai di seluruh Mancuria,
Mongolia luar, Sin-kiang, Tibet dan seluruh daerah selatan Tiongkok. Bahkan di dalam
perang-perang perbatasan yang mendatang, Kerajaan Ceng ini telah menaklukkan negara-
negara tetangga, di antaranya Afganistan, Kasmir, Nepal, Birma, Muangthai, Malaysia,
Vietnam dan Kamboja. Negara-negara ini mengakui kekuasaan Kerajaan Ceng di Tiongkok
dan menyatakannya dengan membayar upeti!
Kaisar Kang Hsi bukan hanya pandai dalam hal kemiliteran, juga dalam urusan politik dan
sipil dia ternyata seorang ahli. Kaum koruptor diberantas sehingga pemerintahannya bersih
dari perbuatan korupsi dan penyuapan, hal yang telah berlangsung ratusan tahun lamanya,
yang tak pernah dapat diberantas oleh kerajaan-kerajaan yang lain. Pemerintahan yang
sehat dan jujur disusun, kaum penjilat dienyahkan, hukuman-hukuman berat dikenakan
kepada orang-orang yang melakukan perbuatan jahat.
Di sarnping ini, Kaisar Kang Hsi menghargai kebudayaan Tiongkok. Kebudayaan itu
diperkembangluaskan, bahkan dia mengundang sasterawan-sasterawan dan ahli-ahli pikir
untuk menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahannya. Tentu saja undangan
dan sikap Kaisar ini mendapat sambutan yang hangat dari kaum terpelajar, dan sekaligus
merobah pandangan mereka yang tadinya benci akan penjajahan terhadap bangsa Mancu
ini. Membanjirlah kaum sasterawan dari pelbagai daerah ke Pe-king yang menjadi kota raja,
dan mereka diterima oleh Kaisar Kang Hsi, diberi kedudukan sesuai dengan kepandaian
masing-masing. Bukan hanya kaum sasterawan yang mendapat kedudukan, juga Kaisar
yang bijaksana ini memberi kesempatan kepada kaum kang-ouw, kepada ahli-ahli silat yang
pandai, untuk membantu pemerintahnya, menerima mereka dan memberi kedudukan-
kedudukan yang menjamin kemewahan dan kecukupan hidup mereka. Inilah sebabnya
mengapa Kaisar ini mempunyai barisan yang amat kuat, yang bukan hanya terdiri dari
pasukan-pasukan Mancu yang sudah tergembleng oleh perang, juga dibantu oleh orang-
orang pandai dari dunia kang-ouw.
Setelah keadaan dalam negeri menjadi aman, semua pemberontak telah ditumpas dan
orang-orang kang-ouw banyak menggabung dan mengabdi kepada kerajaan baru ini,
mulailah Kaisar Kang Hsi memperhatikan persoalan dalam istana. Sudah lama dia merasa
tak senang dengan hilangnya puterinya, yaitu Nirahai yang pernah berjasa besar ketika
Kerajaan Mancu sedang berhadapan dengan banyak orang pandai yang memberontak. Dan
semua itu adalah gara-gara seorang pendekar bernama Suma Han, yang terkenal dengan
julukan Pendekar Super Sakti, juga dikenal sebagai Pendekar Siluman, Majikan Pulau Es.


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
341 Setelah Pulau Formosa dikalahkan dan diduduki oleh Kerajaan Ceng, Kang Hsi mulai
memikirkan hal ini dan berkeinginan hendak mengirim pasukan menyerbu Pulau Es,
menangkap Suma Han yang dianggap telah memperkosa dan mencemarkan nama dan
kehormatan Kerajaan Ceng, dan menarik kembali Puteri Nirahai ke lingkungan istana. Selain
ini, Kaisar yang mempunyai banyak sekali pembantu terdiri dari orang-orang berilmu tinggi
ini, mendengar akan kitab-kitab pusaka peninggalan Bu Kek Siansu dan Koai-lojin, yang
kabarnya berada di Pulau Es.
Pada suatu hari, Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun, yaitu orang yang diangkat menjadi koksu
dalam urusan pengumpulan orang-orang kang-ouw, menghadap Kaisar bersama dua orang
tamu. Bhong Ji Kun ini adalah seorang kakek yang bertubuh tinggi kurus dan berkepala
botak, seorang peranakan India yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali. Dialah yang
menjadi "orang pertama" di antara jagoan istana, bahwa dia pula yang membentuk barisan
pengawal kaisar istana. Koksu ini mempunyai dua orang pembantu yang lihai pula, yaitu
Thian The Lama dan Thian Li Lama, dua orang pendeta Lama dari Tibet yang jarang dapat
menemukan tanding.
Ketika Kaisar menerima kunjungan Koksunya, Kaisar memandang dengan wajah tertarik
kepada dua orang yang datang bersama Bong Ji Kun itu. Seorang laki-laki berusia empat
puluh tahunan, berwajah tampan dan bersikap halus berpakaian sebagai sasterawan,
bersama seorang kakek India yang berpakaian sederhana, seperti biasa kaum pertapa India,
hanya kain panjang yang dibelit-belitkan tubuh, bertelanjang kaki, dan bersorban. Ketika
Kaisar mendengar bahwa kakek India itu yang bernama Maharya adalah paman guru Sang
Koksu sendiri, bukan main girang hati Kaisar ini dan segera memerintahkan Bhong Ji Kun
untuk menerima Maharya sebagai tamu agung dan memberi segala pelayanan, juga apabila
dikehendaki mengangkatnya sebagai penasehat dalam urusan keamanan. Juga murid
pendeta itu yang diperkenalkan sebagai Tan Ki, seorang siucai yang selain ahli dalam hal
ilmu silat, juga ahli sastera, diberi kedudukan, mencatat dan mengurus keperluan semua
pasukan pengawal. Tentu saja guru dan murid ini merasa girang sekali dan berlutut
menyembah menghaturkan terima kasih.
Dengan masuknya Maharya menjadi pembantu kerajaan, tentu saja kedudukan kerajaan
menjadi makin kuat, apalagi selain Maharya dan Tan-siucai, banyak pula orang pandai dari
pelbagai aliran dan golongan masuk menjadi pengawal-pengawal dan panglima-panglima
pengawal. Setelah mendapat bantuan Maharya, Bhong Ji Kun baru merasa besar hatinya dan dia
menerima perintah Kaisar dengan penuh kepercayaan, untuk menyerbu Pulau Es. Tadinya
dia selalu menangguhkan niat Kaisar ini dengan alasan bahwa Pendekar Siluman dari Pulau
Es amatlah saktinya dan pelayaran menuju ke pulau itu berbahaya sekali. Namun, kini
dengan bantuan paman gurunya yang dalam ilmu kepandaian bahkan lebih tinggi sedikit
dibandingkan dengan dia sendiri, dia menyanggupi perintah itu, lalu mempersiapkan
pasukan yang amat kuat, terdiri dari pengawal-pengawal pilihan, dikepalai panglima-
panglima pilihan pula. Dari barisan armada lautan, koksu menerima beberapa buah kapal
yang cukup besar dan kuat, ditangani oleh anak buah yang ahli dalam pelayaran.
Berangkatlah pasukan yang terdiri dari tigaratus orang itu, selain dipimpin oleh para
panglima pilihan, juga dikepalai sendiri oleh Bhong Ji Kun, Maharya, Tan-siucai, Thian Tok
Lama, Thai Li Lama dan beberapa orang pandai yang menjadi pembantu koksu itu. Lima
buah kapal besar melayarkan mereka menuju ke utara, seolah-olah sebuah armada yang
hendak menyerbu daerah musuh! Perintah Kaisar adalah, menawan Pendekar Super Sakti
Suma Han berikut semua anak buahnya, atau membunuh kalau mereka melawan,
menduduki Pulau Es, dan merampas semua pusaka yang berada di pulau itu!
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
342 Tidaklah mudah bagi kapal-kapal perang Ceng itu untuk dapat menemukan Pulau Es, akan
tetapi anak buah kapal-kapal itu dipimpin oleh nakhoda kapal yang berpengalaman, dan
kapal-kapal itu menjelajah ke utara, di antara pulau-pulau yang banyak terdapat di sana.
Mereka tidak tahu bahwa mereka telah terlalu jauh ke utara sehingga di utara pulau-pulau itu
terdapat Pulau Neraka yang namanya menggetarkan dunia orang gagah!
Pulau Neraka hanya kelihatan sebagai sebuah pulau menghitam yang menyeramkan,
dengan batu-batu karang menonjol di permukaan laut sekitar pulau sehingga amat
berbahaya bagi kapal atau perahu yang berani mendekatinya. Namun, karena yang mereka
cari adalah Pulau Es, maka lima kapal itu tidak memperhatikan pulau-pulau lain, hanya
meneliti kalau-kalau terdapat pulau yang berwarna putih, yang permukaannya tertutup es
dan salju. Setelah hilir mudik sampai tiga pekan lamanya, pada suatu malam, sewaktu kapal-kapal itu
terpaksa membuang jangkar dan melewatkan malam yang dingin di bawah sinar bulan
purnama, tiba-tiba terdengar teriakan dari atas tiang di mana terdapat penjaga-penjaga yang
mempergunakan teropong. Pada waktu itu, teropong merupakan barang baru yang telah
dimiliki oleh pasukan Kerajaan Ceng.
Mendengar teriakan ini panglima pengawal Bhe Ti Kong yang kebetulan malam itu
mengepalai penjagaan, cepat meloncat dan memanjat tangga tali menuju ke atas.
"Apa yang kaulihat?" tanyanya.
"Ciangkun, harap periksa di sebelah timur itu!" si penjaga berkata, menyerahkan
teropongnya. Bhe Ti Kong menerima teropong dan mengarahkan alat itu ke timur. Dia berseru kaget dan
heran! "Lekas beritahu kepada Koksu!"
Penjaga itu cepat menuruni tangga tali dan melapor kepada Bhong Ji Kun yang sedang
duduk makan minum dan bercakap-cakap dengan para pembantunya di ruangan kapal
besar. "Hamba melapor kepada Taijin bahwa di sebelah timur kelihatan benda mencorong yang
aneh sekali. Hamba diutus Bhe-ciangkun untuk melapor kepada Taijin."
Mendengar ini, Im-kan Seng-jin, diikuti oleh Maharya, Thian Tok Lama, Thai Li Lama dan
Tan-siucai bergegas keluar menghampiri tiang besar yang ujung atasnya dipergunakan
untuk tempat penjaga memeriksa keadaan dengan teropong.
Bergantian Bhong Ji Kun, Maharya, dan kedua orang Lama meloncat dan melayang ke atas
untuk memeriksa benda aneh di timur itu dengan teropong, sedangkan Tan-siucai terpaksa
naik seperti yang dilakukan Bhe Ti Kong tadi, yaitu dengan melalui tangga tali. Hanya
bedanya, kalau Bhe Ti Kong memanjat biasa, adalah siucai itu naik cepat sekali, seperti
berloncatan dibantu oleh tangga itu.
"Ahh, tak salah lagi. Tentu itulah Pulau Es!" kata. Im-kan Seng-jin setelah turun kembali.
Benda yang tampak oleh mereka itu adalah benda besar panjang yang mencorong tertimpa
sinar bulan, berkilauan putih seperti kaca. Hanya pulau yang tertutup es sajalah yang dapat
mengeluarkan pantulan sinar bulan seperti itu. Kalau siang tidak tampak karena sinar
matahari terlaiu terang. Akan tetapi, sinar bulan yang lembut membuat cuaca remang-
remang dan karena itu pantulan sinar bulan dapat tampak.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
343 "Besok pagi kita menuju ke sana. Kalau benar di sana letak Pulau Es, setelah mendekati,
lima kapal harus dipencar dan mengurung pulau. Pasukan dibagi dan dari sekarang kita
harus mengatur rencana," kata Bhong Ji Kun yang segera mengumpulkan semua pembantu
dan para panglima pemimpin pasukan. Malam itu juga dia membagi pasukan menjadi lima
bagian dipimpin oleh komandan masing-masing, juga masing-masing pembantunya
mengepalai pasukan sekapal. Kapal pertama dipimpin oleh koksu sendiri, ke dua oleh
Maharya, ke tiga dan ke empat oleh kedua orang Lama, sedangkan kapal terakhir oleh Tan-
siucai. Malam itu juga, mereka yang ditugaskan pindah ke kapal masing-masing dan semua
pasukan mempersiapkan diri, yang tidak tugas jaga diperbolehkan tidur agar besok menjadi
segar jika menghadapi pertempuran.
*** Kwi Hong yang berlayar di atas perahunya, mengaso di dalam bilik perahu, membiarkan
perahu-perahu itu dilayarkan oleh lima orang anak buah Pulau Es. Ketika perahu itu tiba di
tepi pantai, sebuah perahu kecil meluncur cepat menyambutnya. Perahu ini didayung oleh
seorang pemuda tampan bertubuh tinggi besar, dan di dalam perahu penuh dengan ikan
besar. Pemuda ini adalah Thung Ki Lok, putera dari Thung Sik Lun tokoh Pulau Es, sute dari
Yap Sun. Usianya sudah dua puluh lima tahun, tampan dan gagah perkasa, mewarisi ilmu
kepandaian ayahnya. Di punggungnya tergantung sebatang golok besar yang tajam
mengkilap, dan tangannya memegang sebuah jala ikan. Melihat perahu itu dan melihat Kwi
Hong berdiri di kepala perahu, dia melempar jala di atas ikan-ikannya, kemudian mendayung
perahunya cepat sekali menyambut.
Ketika perahu besar yang ditumpangi Kwi Hong menempel di darat, pemuda itu meloncat ke
atas perahu, membawa seekor ikan yang besarnya sepaha orang, ikan yang kulitnya
keemasan dan amat gemuk sehingga dalam keadaan mentah saja sudah kelihatan enak!
"Selamat datang, Nona. Sungguh besar sekali untungmu, begitu pulang aku berhasil
mendapatkan seekor kakap merah yang lezat. Nah, kupersembahkan ikan ini kepadamu,
Nona!" kata Thung Ki Lok sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi yang kuat
dan bersih. Hati Kwi Hong yang sedang kesal karena selalu memikirkan Bun Beng yang dikhawatirkan
keadaannya, menjadi makin sebal melihat penyambutan yang amat ramah ini. Dia tahu
bahwa sudah bertahun-tahun pemuda putera pembantu pamannya ini menaruh hati
kepadanya. Sungguhpun Ki Lok tidak pernah membuka rahasia hatinya dengan kata-kata,
namun dari gerak-geriknya, dari pandang matanya, dari suaranya, jelas menyatakan bahwa
pemuda tinggi besar dan gagah perkasa ini jatuh cinta kepadanya. Anehnya, hal ini
membuat Kwi Hong selalu merasa jengkel dan tidak senang!
"Terima kasih, Lok-ko. Aku lelah dan ingin mengaso, malas untuk masak-masak," katanya
sambil melompat ke darat. Sejenak Ki Lok melongo, namun dengan senyum yang tak
pernah meninggalkan mukanya, dia meloncat pula mengikuti dan menghadang di depan Kwi
Hong sambil berkata,
"Biarkan kumasakkan untukmu, Nona. Engkau suka ikan panggang, bukan" Akan
kupanggang untukmu, kuberi bumbu yang enak. Harap kau jangan makan dulu, tunggu
sampai ikan ini matang dan...."
"Sudahlah, Lok-ko, kaumakan sendiri ikan yang dengan susah payah kautangkap itu, kau
makan bersama ayahmu. Aku tiada nafsu makan. Terima kasih!" Kwi Hong lalu meloncat ke
depan dan berlari ke tengah pulau.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
344 Tinggal Ki Lok yang berdiri dengan ikan di tangan, dipondong di atas kedua lengannya, dan
berdiri melongo memandang bayangan gadis itu yang lenyap di antara pohon-pohon.
"Thung-kongcu, wanita itu seperti burung dara, kalau didiamkan mendekat, kalau didekati
terbang menjauh. Lihatlah...." Seorang di antara anak buah Pulau Es menuding ke arah
pulau. Ki Lok sadar, mukanya menjadi merah dan ia menengok ke tengah pulau itu. Musim ini, di
mana banyak sinar matahari, pulau itu ditumbuhi beberapa macam pohon sehingga
kelihatannya lebih hidup daripada di musim dingin yang membuat pulau itu gundul sama
sekali. Di antara pohon-pohon ia melihat Kwi Hong sedang berhadapan dengan seorang pemuda,
bercakap-cakap. Ki Lok membalikkan tubuhnya, meloncat ke dalam perahu, melempar ikan
kakap merah di antara tumpukan ikan-ikan lain lalu mendayung perahunya menjauhi perahu
yang baru tiba. Lima orang tukang perahu itu hanya menghela napas panjang karena
mereka pun maklum bahwa seolah-olah terjadi perebutan antara Thung Ki Lok dan Kwee
Sui, seorang pemuda tampan anak keluarga Pulau Es yang diambil murid oleh Phoa-toanio,
yaitu Phoa Ciok Lin wakil majikan Pulau Es untuk urusan dalam. Namun semua orang
maklum bahwa terhadap kedua orang muda yang seolah-olah bersaing memperebutkan
cinta gadis cantik murid Pulau Es itu, Kwi Hong bersikap acuh tak acuh, bahkan kadang-
kadang memperlihatkan dengan jelas bahwa dia tidak senang menghadapi rayuan mereka.
Pemuda yang kini menyambut kedatangan Kwi Hong itu adalah Kwee Sui. Dia berusia dua
puluh enam tahun, tubuhnya tidak tinggi besar seperti Ki Lok, akan tetapi sedang dan
wajahnya tampan sekali, juga dalam hal bicara dan mengambil hati, dia lebih pandai
daripada saingannya yang agak kaku. Memang sifat kedua orang pemuda itu jauh berlainan,
sungguhpun keduanya sama tampan dan sama gagah. Semenjak kecil, Ki Lok suka bekerja
di luar, yaitu mencari ikan menentang panasnya matahari dan melawan serangan ombak
laut, berjuang melawan alam di samping mempelajari ilmu silat dari ayahnya. Wataknya
terbuka dan jujur, pemberani dan agak kaku. Sebaliknya, Kwee Sui yang menjadi murid
Phoa Ciok Lin, dapat mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi karena gurunya adalah wakil
Pendekar Super Sakti, bahkan Phoa Ciok Lin adalah murid dari iblis betina Toat-beng Ciu-
sian-li yang pernah menggemparkan dunia kang-ouw. Di samping ilmu silat, Kwee Sui juga
suka belajar ilmu sastera dan ia selalu mengenakan pakaian bersih dengan potongan
seorang sasterawan.
"Hong-moi, engkau baru pulang" Dan di mana Pamanmu, Suma-taihiap, mengapa tidak ikut
pulang?" demikian Kwee Sui menyambut dengan sikap ramah. Sebagai murid Phoa Ciok
Lin, dia lebih dekat dalam pergaulannya dengan Kwi Hong dan menyebutnya moi-moi (adik),
tidak seperti Ki Lok yang menyebutnya nona. Adapun semua anggauta Pulau Es, menyebut
taihiap (pendekat besar) kepada Suma Han yang tidak pernah suka disebut To-cu (majikan
pulau) atau pangcu (ketua perkumpulan).
"Paman masih banyak urusan, aku disuruh pulang lebih dulu."
"Ahh, engkau tentu lelah. Biar kusuruh koki menyediakan makanan yang paling kausukai,
Hong-moi. Inginkah kau mandi air hangat" Biar kusuruh pelayan menyediakan...."
"Terima kasih, Sui-ko, tak usah repot-repot, kalau aku perlu, aku akan menyuruh sendiri,"
jawab Kwi Hong singkat, mulai tak senang hatinya. Datang-datang dia disambut oleh rayuan-
rayuan kedua orang pemuda itu, betapa menyebalkan!
"Eh, engkau mendapatkan pedang baru, Hong-moi" Bukan main indahnya sarung pedang
itu.... ihh, bolehkah aku melihatnya?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
345 Kwi Hong meraba gagang pedangnya dan menghunusnya separuh.
"Ayaaaa....!" Kwee Sui meloncat ke belakang sampai tiga meter lebih dan mukanya
berubah. Matanya silau ketika tadi melihat pedang yang baru dihunus setengahnya, dan ia
bergidik setelah Kwi Hong menyarungkan kembali pedangnya. Gadis itu tersenyum,
setidaknya dia girang betapa pemuda itu terkejut dan kagum bukan main melihat Li-mo-
kiam. Dia merasa bangga akan pedang itu.
"Bukan main, Hong-moi. Pedang pusaka apakah itu" Luar biasa sekali, baru sinarnya saja
agaknya sudah dapat membunuh orang!"
"Hemm, tentu saja ampuh. Pedang ini adalah Li-mo-kiam, sebuah di antara Siang-mo-kiam."
"Sepasang Pedang Iblis....?" Kwee Sui terbelalak dan matanya lebar memandang ke arah
pedang yang tergantung dalam sarung pedang di pinggang Kwi Hong. "Yang sebatang lagi
mana, Hong-moi" Apakah dibawa Taihiap?"
Kwi Hong hanya menggeleng kepala. "Tidak perlu banyak bertanya, Sui-ko. Sudahlah, aku
ingin bertemu Bibi Phoa kemudian beristirahat." Gadis itu lalu meninggalkan Kwee Sui yang
masih berdiri terlongong.
"Sepasang Pedang Iblis...." Pemuda itu berbisik dan bergidik, akan tetapi hatinya ingin
sekali melihat dan memegang pedang yang amat terkenal dan yang ia dengar diperebutkan
oleh seluruh orang gagah di dunia kang-ouw itu.
Setelah bertemu dengan Phoa Ciok Lin, Kwi Hong berkata, "Bibi, dalam pelayaranku
pulang, aku melihat dari jauh lima buah kapal perang, tentu milik pemerintah dan entah apa
yang mereka cari di daerah ini. Harap Bibi suka perintahkan anak buah melakukan
penjagaan lebih ketat, aku amat lelah ingin beristirahat."
Phoa Ciok Lin mengerutkan alisnya mendengar penuturan ini. "Lima buah kapal perang
pemerintah" Apa gerangan yang dicarinya di daerah ini?"
"Subo, biarlah teecu pergi menyelidiki!" Tiba-tiba terdengar suara Kwee Sui yang ternyata
menyusul masuk dan mendengar percakapan gurunya dengan Kwi Hong itu.
"Baiklah, lakukan penyelidikan dan usahakan untuk mengetahui apa kehendak mereka
mendatangi daerah ini. Akan tetapi, jangan kau lancang memancing keributan dengan
mereka. Taihiap tidak menghendaki kita terlibat dalam permusuhan dengan pihak manapun
juga." "Baik, Subo, teecu mengerti."
Setelah Kwee Sui berangkat, Phoa Ciok Lin lalu mengumpulkan tokoh-tokoh Pulau Es
terutama sekali Yap Sun dan Thung Sik Lun, juga Thung Ki Lok, untuk mengatur penjagaan
yang lebih ketat menjaga di sekitar pulau, kalau-kalau ada pihak musuh yang akan
mendarat. Maka sibuklah semua penduduk Pulau Es, mereka melakukan penjagaan dan
siap menghadapi segala kemungkinan selagi majikan mereka tidak berada di pulau.
Sementara itu, Kwee Sui seorang diri mendayung perahu kecil, meninggalkan pulau melalui
celah-celah rahasia yang hanya diketahui oleh penghuni Pulau Es, biarpun pemuda ini tidak
sepandai Ki Lok dalam hal mendayung perahu, namun karena semenjak kecil dia berada di
atas pulau yang dikelilingi lautan dan karena tenaga sin-kangnya amat kuat, maka perahu itu
meluncur cepat sekali ketika ia menggerakkan dayungnya. Dia tidak melihat adanya perahu
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
346 besar atau kapal di situ, maka setelah mengelilingi pulau sehingga malam tiba, Kwee Sui
mendayung perahunya ke pinggir, kemudian turun ke laut sebelah barat yang sunyi lalu
tertidur dalam perlindungan dua buah batu besar. Dia pulas dan mimpi bertemu dengan Kwi
Hong yang dalam mimpi itu suka menyambut rayuan cinta kasihnya. Hal ini terjadi karena
sebelum tidur hatinya penuh kekecewaan akan sikap gadis itu yang belum pernah sedikit
pun mau menghargai sikap manisnya. Kadang-kadang timbul iri hatinya karena mengira
bahwa dia kalah bersaing dengan Ki Lok, akan tetapi ketika tadi ia dalam persembunyiannya
menyaksikan betapa sikap Kwi Hong juga dingin saja bahkan menolak mentah-mentah
pemberian ikan oleh pemuda itu, hatinya menjadi lega dan harapannya timbul kembali.
Kwee Sui enak mimpi sehingga dia tidak tahu bahwa malam telah terganti pagi, dan tidak
tahu pula bahwa di depannya telah berdiri seorang pendeta berkepala gundul dan bertubuh
gendut bundar. Pendeta ini bukan lain adalah Thian Tok Lama yang amat lihai. Dia
mendapat tugas memimpin kapal yang mendekati Pulau Es di pagi hari itu dari sebelah barat
dan berkat kepandaiannya yang tinggi, dengan dua potong papan diikatkan di bawah
sepatunya, pendeta sakti ini dapat mendarat tanpa diketahui oleh seorang pun penjaga
Pulau Es!

Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Para penjaga hanya melihat betapa lima buah kapal itu mendekati dan mengurung pulau,
akan tetapi tidak berani mendarat. Tentu saja tak seorang pun di antara mereka menyangka
ada orang dari kapal yang dapat "berjalan" di atas air seperti yang dilakukan Thian Tok Lama
dengan bantuan dua potong papan di bawah kakinya. Apalagi pendeta Lama ini mendarat
ketika cuaca masih gelap.
Melihat seorang pemuda tidur pulas di pantai dan sebuah perahu kecil terikat di situ, Thian
Tok Lama merasa girang sekali. Dia memang ingin menangkap seorang penghuni Pulau Es
untuk ditanyai keterangan dan dipaksa menjadi petunjuk jalan, maka tanpa banyak cakap
lagi dia lalu menotok jalan darah di belakang leher Kwee Sui. Pemuda ini terkejut, terbangun,
akan tetapi tidak dapat bergerak lagi karena kedua pasang kaki tangannya lumpuh dan dia
tidak dapat mengeluarkan suara! Thian Tok Lama memanggul tubuh pemuda itu kemudian
meloncat ke air dan "meluncur" dengan ayunan tubuhnya sehingga kedua potong papan di
kakinya itu seperti dua buah perahu kecil yang diinjaknya. Tenaga ayunan kedua lengannya
yang digerakkan amat kuat sehingga dia meluncur cepat, kalau dilihat dari jauh tentu
membuat orang menduga bahwa pendeta ini berlari di atas air!
Kwee Sui sendiri terbelalak penuh keheranan menyaksikan kepandaian pendeta yang amat
luar biasa ini. Jantungnya berdebar dan otaknya yang cerdik segera bekerja. Ia dapat
menduga bahwa tentu pendeta ini datang dari kapal-kapal itu, tentu seorang tokoh kerajaan
yang berilmu tinggi. Kalau yang datang itu adalah musuh dan memiliki orang-orang yang
begini sakti, tentu akan celakalah penghuni Pulau Es, pikirnya. Apalagi pada waktu itu,
Pendekar Super Sakti tidak berada di atas pulau. Dia harus berlaku cerdik dan akan
menyaksikan dulu bagaimana perkembangannya karena itu ia masih belum mengerti
mengapa pendeta lihai ini menawannya.
langsung kepada Im-kan Seng-jin Bong Ji Kun. Ketika Kwee Sui melihat koksu yang
berpakaian indah gemerlapan, melihat para panglima pengawal dan pasukan pengawal di
kapal besar yang bertopi besi berpakaian perang dan bersenjata lengkap, hatinya menjadi
gentar. Biarpun ilmu kepandaiannya cukup tinggi, namun pemuda ini belum ada pengalaman
bertempur, pula, melihat kepandaian Thian Tok Lama, dia sudah menjadi ketakutan. Kalau
sebuah kapal saja mempunyai pasukan yang lebih dari lima puluh orang jumlahnya, dan ada
orang-orang yang berilmu begitu tinggi, apalagi kalau lima buah kapal itu datang menyerang
semua. Dapat dipastikan bahwa Pulau Es akan hancur!
Koksu menggerakkan tangan dan hawa pukulan yang mengeluarkan bunyi bercuitan
menyambar ke arah pundak Kwee Sui dan.... pemuda ini merasa betapa totokan di tubuhnya
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
347 terbebas. Bukan main kagetnya. Ilmu semacam ini, gurunya sendiri pun tidak mampu
melakukannya, kecuali barangkali Pendekar Super Sakti. Tahulah dia bahwa pembesar yang
berpengaruh dan berwibawa ini tentu memiliki kepandaian lebih tinggi lagi daripada Si
Pendeta yang menghormat ketika menceritakan betapa di pantai barat itu sunyi tidak tampak
penjaga, dan hanya bertemu dengan pemuda yang sedang tidur lalu ditangkapnya itu.
"Berlututlah engkau!" Seorang pengawal membentak dan menodongkan tombaknya di
punggung Kwee Sui. "Engkau berhadapan dengan Koksu Pemerintah yang Mulia!"
Sebagai seorang terpelajar, tentu saja Kwee Sui mengerti apa artinya kedudukan koksu ini.
Seorang yang amat berkuasa, boleh dibilang nomor dua sesudah raja di bidang keamanan,
tentu saja seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali! Maka tanpa ragu-ragu ia lalu
menjatuhkan diri berlutut. Pemuda ini banyak membaca tentang sejarah dan kesusasteraan,
diam-diam dia ingin sekali menggunakan kepandaiannya untuk mencari kedudukan dan
kemuliaan, menjadi seorang berpangkat yang dihormati ribuan orang, hidup serba mewah
dan penuh kesenangan! Maka, begitu kini berhadapan dengan Koksu Negara, tentu saja dia
hersikap hormat sekali.
"Harap Taijin sudi mengampunkan hamba yang entah telah melakukan kesalahan apa
sehingga dihadapkan kepada Taijin," katanya dengan bahasa yang teratur baik.
"Ha-ha-ha-ha!" Bhong Ji Kun mengelus jenggotnya dan ketika kepalanya bergerak naik
turun, botaknya yang kelimis itu mengkilap tersinar cahaya matahari yang masuk melalui
jendela di ruangan kapal itu. "Tadinya kusangka bahwa penghuni-penghuni Pulau Es adalah
manusia-manusia setengah liar, atau seperti siluman-siluman sehingga pemimpinnya dijuluki
Pendekar Siluman. Kiranya orang muda ini cukup tampan, berpakaian baik dan bersikap
sopan dengan bahasa yang terpelajar. Eh, orang muda, engkau siapakah dan apa
kedudukanmu di Pulau Es?"
"Nama hamba Kwee Sui, hamba hanyalah seorang biasa saja yang kebetulan mendapat
kehormatan menjadi murid dari Subo Phoa Ciok Lin, wakil Taihiap untuk urusan pulau."
"Eh, kiranya engkau orang penting juga! Tentu kepandaianmu cukup hebat kalau engkau
murid kuasa pulau. Akan tetapi mengapa ketika ditangkap engkau tidak melawan?" Bhong Ji
Kun membentak curiga.
"Hamba memang telah mempelajari sedikit ilmu, akan tetapi mana mungkin hamba dapat
melawan Losuhu yang lihai ini" Selain hamba sedang tidur sehingga dapat ditotoknya, juga
andaikata hamba tahu bahwa Losuhu adalah utusan Taijin, bagaimana hamba berani
melawan?" "Hemm, engkau pandai bicara. Katakan, mengapa engkau tidak berani melawan utusanku?"
"Setelah mengetahui bahwa Taijin adalah Koksu Negara, sampai mati pun hamba tidak
akan berani melawan. Untuk apa hamba mempelajari sedikit kepandaian" Bukan lain hanya
untuk memenuhi idam-idaman hati hamba, yaitu apabila ada kesempatan, hamba ingin
mengabdikan diri kepada pemerintah."
Bhong Ji Kun membuka lebar matanya, kemudian mengangguk-angguk. "Hemm,
demikiankah sesungguhnya" Nah, tentang kedudukan untukmu boleh kita bicarakan
kemudian, sekarang yang terpenting, hendak kulihat apakah engkau benar-benar ingin
mengabdikan diri. Apakah Pendekar Siluman berada di pulau?"
"Tidak, Taijin. Taihiap sedang bepergian, entah ke mana."
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
348 Wajah Koksu itu kelihatan girang. Tanpa adanya Pendekar Super Sakti yang ditakuti, tentu
mudah menaklukkan penghuni pulau itu. Kelak, menghadapi Pendekar Siluman sendirian
saja tanpa anak buah, tentu akan lebih mudah. Dan pemuda ini kelihatannya amat ingin
memperoleh kedudukan, maka tentu akan dapat membantunya dengan baik.
"Siapa yang sekarang berada di Pulau Es" Siapa tokoh-tokohnya yang menjaga keamanan
di sana dan berapa banyak penghuninya?"
"Selain Subo Phoa Ciok Lin, juga tentu saja di sana terdapat Paman Yap Sun, Paman
Thung Sik Lun, puteranya yaitu Thung Ki Lok, dan terutama sekali, di sana ada juga murid
Taihiap, atau keponakannya sendiri, Nona Giam Kwi Hong. Hanya merekalah yang menjadi
tokoh-tokoh terpandai di Pulau Es, selebihnya hanyalah anak buah yang jumlahnya laki
perempuan dan tua muda kurang lebih seratus orang. Belasan orang di antara mereka
adalah saudara-saudara seperguruan dari Subo dahulu sebelum menjadi penghuni Pulau
Es, yaitu menurut Subo, adalah murid-murid Toat-beng Ciu-sian-li."
"Ah-ah! Murid-murid In-kok-san yang memberontak?" kata Koksu dengan kaget.
"Benar, Taijin. Akan tetapi sekarang, tidak ada sedikit pun niat memberontak dalam hati
para penghuni Pulau Es. Bolehkah hamba mengetahui, mengapa Taijin membawa pasukan
ke Pulau Es?"
Bhong Ji Kun memandang tajam kepada pemuda itu. Sekarang ujian terakhir bagi Kwee Sui
dan Koksu itu sudah siap untuk mengirim pukulan apabila pemuda itu memperlihatkan sikap
memberontak. "Kami hendak menangkap Pendekar Siluman dan pembantu-pembantunya,
dan kami hendak menduduki Pulau Es."
"Ahhhh....!" Kwee Sui terkejut bukan main, dan kalau saja dia tidak sangat cerdik, tentu dia
sudah mengamuk. Akan tetapi, pemuda ini hanya memperlihatkan kekagetan, kemudian
bertanya, hati-hati.
"Maaf, Taijin. Akan tetapi.... apakah kesalahan kami" Apakah dosa para penghuni Pulau
Es?" "Tak perlu kau tahu, ini adalah perintah Kaisar! Kalau mereka melawan, akan dibunuh!
Bagaimana pendapatmu?"
"Taijin, hamba kira tidak akan ada yang melawan, kecuali kalau Taihiap berada di Pulau.
Kalau sampai mereka melawan.... aihhh, hamba tidak dapat membayangkan akibatnya.
Subo memiliki ilmu kepandaian yang sangat tinggi, juga kedua Peman Yap Sun dan Thung
Sik Lun amat lihai, belum lagi belasan orang saudara seperguruan Subo. Dan terutama
sekali Nona Kwi Hong.... ahhh, Taijin tidak tahu, dia luar biasa lihainya, telah mewarisi ilmu
dari Suma-taihiap. Lebih lagi, baru-baru ini dia telah memperoleh Li-mo-kiam sebatang di
antara Sepasang Pedang Iblis."
"Sepasang Pedang Iblis?" Hampir semua tokoh yang hadir dalam kapal itu berseru, yaitu
yang berada di kapal koksu itu adalah Sang Koksu sendiri, Thian Tok Lama yang
menghadap, dan para panglima.
"Bagus sekali! Kami akan menundukkan atau membunuh mereka, pedang itu dan semua
pusaka di Pulau Es harus dirampas untuk kerajaan!"
Tiba-tiba Kwee Sui memberi hormat dan berkata, "Mohon Koksu sudi mempercaya hamba.
Hamba sanggup membantu, sehingga pasukan-pasukan pemerintah tidak mengalami
kesukaran memasuki Pulau Es yang tidak mudah diserbu, dan hamba akan mencuri Li-mo-
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
349 kiam dari tangan Nona Giam Kwi Hong, kemudian membantu Taijin menghadapi mereka
yang melawan, dan akan membujuk agar mereka tidak melawan dan menyerah saja, akan
tetapi hamba mohon janji Taijin."
"Ha-ha-ha, orang muda. Aku mengerti, jangan khawatir, kalau berhasil penyerbuan ini dan
jasamu besar, tentu aku akan melapor kepada Kaisar dan engkau akan memperoleh
anugerah pangkat sesuai dengan kepandaianmu."
"Hamba percaya akan hal itu, Taijin, akan tetapi ada satu hal yang hamba minta kepada
Taijin sebelum Taijin mengerahkan pasukan menyerbu Pulau Es...."
"Hemmm, apa permintaanmu" Katakanlah, akan kami pertimbangkan."
"Hamba.... hamba mencinta Giam Kwi Hong, karena itu.... harap dia jangan dilukai apalagi
dibunuh.... jika menjadi tawanan supaya diserahkan kepada hamba.... hamba akan
berterima kasih sekali dan selamanya akan menyerahkan jiwa raga hamba mengabdi
kepada pemerintah di bawah pimpinan Taijin."
Koksu itu tertawa bergelak dan tanpa banyak tanya lagi dia mengerti akan isi hati pemuda
itu. Tak salah lagi, pikirnya, tentu cinta pemuda ini ditolak oleh murid Pendekar Siluman.
Sungguh kebetulan sekali dan amat menguntungkan terlaksananya tugasnya karena
andaikata tidak ada persoalan itu, belum tentu pemuda ini mau membantunya demikian
mudah. Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dari bawah kapal dan seorang pemuda tinggi besar
yang pakaiannya basah semua, dengan sebatang golok besar di tangan kanan, telah berdiri
di situ memandang ke arah Kwee Sui dengan mata terbelalak marah, kemudian
menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka Kwee Sui sambil membentak.
"Manuaia she Kwee yang berbudi rendah! Seekor anjing yang setiap hari diberi makan dan
dipelihara, masih memiliki kesetiaan. Akan tetapi engkau ini manusia lebih hina daripada
anjing, setelah segala kebaikan yang kau terima dari Majikan Pulau Es, sekarang pada
kesempatan pertama hendak mengkhianatinya! Bedebah!"
Para pengawal sudah mengurung pemuda itu, dan Thian Tok Lama sudah melangkah maju,
akan tetapi Im-kan Seng-ji Bhong Ji Kun berseru, "Tahan dan jangan serang dia!" Lalu
Koksu ini menoleh kepada Kwee Sui, "Kwee-sicu, siapakah dia itu dan kenapa dia marah-
marah kepadamu?"
Muka Kwee Sui sudah merah sekali saking malu dan marahnya. Tak disangkanya bahwa
saingannya itu berada di sini dan mendengarkan ucapannya tadi. Sudah kepalang, pikirnya.
Tentu saingannya menyelidiki kapal dengan jalan berenang karena memang dia seorang ahli
renang yang luar biasa.
"Taijin, dia itulah Thung Ki Lok putera Paman Thung Sik Lun. Dia memang membenci
hamba karema dia pun jatuh cinta kepada Giam Kwi Hong."
"Ha-ha-ha!" Bhong Ji Kun tertawa bergelak, di dalam hatinya dia mengejek Pendekar
Siluman. Kiranya Pulau Es hanya dihuni oleh pemuda-pemuda macam ini, karena tergila-gila
kepada seorang wanita, telah melakukan hal-hal yang bodoh, pikirnya. "Kwee-sicu, setelah
engkau berjanji untuk membuat jasa kepada kerajaan. Nah, kuperintahkan engkau
menghadapi dia!"
Kwee Sui melompat berdiri dan Thian Tok Lama menyerahkan pedangnya yang tadi
dirampas oleh pendeta Lama itu. Dengan pedang di tangan, Kwee Sui menghampiri Ki Lok
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
350 dan berkata, "Ki Lok, engkau memang sudah bosan hidup. Telah lama ingin sekali aku
memenggal batang lehermu, akan tetapi karena di pulau, tidak ada kesempatan bagi kita
mengadu nyawa. Sekarang, kita hanya berdua di sini, mari kita tentukan siapa di antara kita
yang hendak hidup!"
"Hemm, manusia hina! Karena engkau telah menjadi anjing penjilat musuh, maka berani
bicara besar! Apa kaukira aku takut menghadapi macammu dan para majikan barumu?"
"Tutup mulutmu yang busuk!" Kwee Sui marah sekali dan sudah menerjang dengan
pedangnya. Ki Lok menangkis dengan goloknya.
"Tranggg....!" Tangan Kwee Sui tergetar dan memang dia maklum akan besarnya tenaga
yang dimiliki Ki Lok, namun dia tidak gentar karena dia memiliki gerakan yang lebih cepat
dan gesit. Segera ia menyerang lagi menggerakkan pedangnya dengan kecepatan luar
biasa sehingga pedangnya berubah menjadi segulung sinar yang melingkar-lingkar dan
menyerang Ki Lok.
Karena Kwee Sui digembleng oleh Phoa Ciok Lin yang lihai, tentu saja ilmu silatnya lebih
lihai daripada Ki Lok. Tingkatnya lebih tinggi, terutama sekali gin-kangnya. Akan tetapi Ki Lok
memiliki keberanian yang luar biasa, membuatnya selalu tenang dan biarpun gerakan
goloknya tidak secepat gerakan pedang di tangan lawan, namun karena dia
menggerakkannya dengan tenang dan dengan tenaga yang besar maka dia dapat
melindungi tubuhnya dengan baik.
Bhong Ji Kun menonton pertandingan ini dengan hati girang. Dia mendapat kenyataan
bahwa Kwee Sui memiliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi, lebih tinggi kalau dibandingkan
dengan kepandaian para panglimanya, bahkan lebih tinggi daripada tingkat kepandaian
Panglima Bhe Ti Kong yang dipercayanya. Boleh juga, pikirnya. Pemuda ini akan merupakan
pembantu yang boleh diandalkan, hampir setingkat dengan kepandaian Tan-siucai! Dan
pertandingan ini merupakan ujian terakhir bagi pemuda itu! Kalau pemuda she Kwee itu
benar-benar bertekad bulat untuk menghambakan diri kepada kerajaan, tentu tidak akan
segan-segan membunuh kawannya sendiri, kawan sepulau!
Pertandingan berlangsung mati-matian dan seru karena Ki Lok juga berusaha untuk
membunuh Kwee Sui, bukan semata-mata karena memperebutkan Kwi Hong, sama sekali
tidak. Demi nona itu yang diperebutkan cintanya, dia tidak akan begitu rendah untuk
mengadu nyawa dengan Kwee Sui. Kalau dia sekarang berusaha membunuhnya adalah
karena melihat kenyataan bahwa Kwee Sui hendak mengkhianati Pulau Es. Seratus jurus
telah lewat dengan cepatnya dan mulailah Ki Lok terdesak oleh sinar pedang Kwee Sui, dan
ia hanya dapat menangkis dan mengelak tanpa dapat balas menyerang. Ki Lok mundur
terus sampai di pinggir kapal, kakinya tersangkut tali dan ia terjengkang. Saat itu, dua kali
sinar pedang berkelebat.
"Crat-crat!" Darah mengucur keluar dari pangkal lengan kanan dan dada kiri Ki Lok. Pemuda
ini terjengkang ke belakang, goloknya terpental dan tubuhnya tarlempar keluar kapal. Air
muncrat ke atas dan tubuh pemuda tinggi besar itu tenggelam dan lenyap. Yang tampak
hanya sedikit air laut yang berwarna merah oleh darahnya.
Sejenak Kwee Sui memandang ke air, sambil menyimpan kembali pedangnya. Ketika
mendengar suara Bhong Ji Kun tertawa, dia membalik dan menjatuhkan diri lagi berlutut di
depan koksu itu.
"Bagus! Kepandaianmu lumayan dan engkau telah membuktikan kesetiaanmu. Nah,
sekarang bagaimana baiknya menurut rencanamu agar kami dapat mendarat?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
351 "Perkenankan hamba kembali ke pulau. Hamba akan memberi tanda-tanda dengan
sobekan-sobekan kain putih yang menunjukkan jalan masuk yang aman, bebas dari
jebakan-jebakan. Akan hamba coba untuk membujuk mereka agar menyerah, akan tetapi
kalau mereka tidak mau, terserah kalau Taijin hendak membunuh mereka yang melawan.
Hamba akan berusaha mencuri Li-mo-kiam dan harap Taijin jangan lupa agar jangan
membunuh Nona Kwi Hong andaikata dia nekat melawan."
"Ha-ha-ha, jangan khawatir. Kalau dia melawan akan kami tawan dia untukmu. Akan tetapi
selain pedang Li-mo-kiam, kau harus mengumpulkan pusaka-pusaka Pulau Es agar jangan
sampai mereka sembunyikan atau hancurkan. Kelak engkau akan diberi anugerah besar dan
kedudukan yang cukup tinggi."
"Baik, Taijin. Hamba mohon sebuah perahu kecil agar hamba dapat mendarat lebih dulu."
"Kau beri tanda dari lima penjuru, agar pasukan-pasukan kami yang terbagi lima dapat
menyerbu dengan aman."
"Baik!"
Kwee Sui lalu meloncat ke dalam sebuah perahu kecil yang sudah diturunkan oleh pasukan,
kemudian mendayung perahu itu ke darat dengan jantung berdebar. Biarpun dia telah
berhasil membunuh Ki Lok, namun hatinya merasa tidak enak sekali. Dia telah bermain
dengan api, dan kalau dia teringat kepada Pendekar Super Sakti, dia bergidik. Tidak apa,
pikirnya, menghibur diri sendiri. Kalau serbuan itu berhasil dan dia tinggal di kota raja,
membantu koksu yang memiliki banyak orang pandai, dia tentu aman dari pembalasan
Pendekar Super Sakti. Dan Kwi Hong, si cantik manis yang membuatnya tergila-gila itu,
setelah ditawan dan diserahkan kepadanya, hemm.... dia akan memaksanya menjadi
isterinya, mau atau tidak! Kalau dia sudah mendapatkan kedudukan tinggi, aman dan
terjamin keselamatannya, sudah memperoleh diri Kwi Hong yang dicintanya, mau apa lagi"
Jauh lebih baik daripada "mati kering" di tempat dingin itu, di Pulau Es, hanya dapat
memandang Kwi Hong dengan penuh rindu hati yang menyiksa perasaan.
Setelah mendapatkan perahunya Kwee Sui cepat memasang tanda-tanda kain putih di
tempat-tempat tertentu sebagai petunjuk jalan masuk pulau sebagaimana yang telah ia
janjikan kepada Koksu. Sambil memasang kain putih dia memasuki pulau dan langsung
menghadapi gurunya yang masih berunding dengan Kwi Hong bagaimana sebaiknya
menghalau musuh kalau memang kapal-kapal yang mendekati pulau itu benar-benar musuh
yang berniat buruk.
"Wah, lama benar engkau melakukan penyelidikan, sampai kusuruh Ki Lok pergi


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyusulmu. Di mana Ki Lok?" Begitu dia datang, gurunya menegurnya.
"Celaka sekali, Subo." Tiba-tiba Kwee Sui menjatuhkan diri berlutut dan mengusap air
matanya. "Eh, ada apakah?" Phoa Ciok Lin membentak marah melihat muridnya begitu cengeng.
"Lekas ceritakan!"
"Liok-te telah tewas mereka bunuh....!"
"Apa....?" Seruan ini keluar dari mulut Thung Sik Lun, ayah Ki Lok yang tentu menjadi
terkejut sekali mendengar bahwa putera tunggalnya telah tewas dibunuh orang. "Bagaimana
terjadinya?" Suaranya gemetar, akan tetapi kakek yang gagah perkasa ini sudah dapat
menekan batinnya, hanya mukanya saja yang pucat sekali dan pandang matanya
mengeluarkan kilat.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
352 Karena khawatir kalau-kalau kebohongannya dapat dilihat oleh ayah Ki Lok, Kwee Sui
kembali menghadapi gurunya sambil melirik ke arah Kwi Hong yang terbelalak kaget sampai
tidak bisa bicara apa-apa ketika mendengar betapa pemuda yang menjadi sahabatnya sejak
kecil itu telah terbunuh musuh.
"Teecu dapat mendekati sebuah di antara kapal mereka dan semalam suntuk teecu
bersembunyi sambil berpegang pada rantai jangkar. Baru pagi tadi teecu dapat merayap
naik dah selagi teecu hendak mencuri pembicaraan mereka, tiba-tiba tampak Lok-te
meloncat naik ke kapal, dan mencaci-maki, mengusir kapal-kapal itu supaya menjauhi Pulau
Es." "Ahhh.... dia selalu keras hati dan terlalu berani...!" Terdengar Thung Sik Lun mengeluh
sambil menggunakan kepalan tangannya mengusap dua titik air mata.
"Ahhh, kasihan Lok-ko. Kita harus membalas dendam atas kematiannya!" Kwi Hong
mengepal tinju, suaranya nyaring penuh kemarahan dan sakit hati.
"Lanjutkan ceritamu. Mereka itu siapakah?" Phoa Ciok Lin mendesak muridnya.
"Celaka sekali, Subo. Lima buah kapal itu adalah kapal pemerintah dan dipimpin sendiri
oleh Koksu Negara yang amat sakti! Dia membawa tentara yang banyak sekali, ada tiga
ratus orang-orang lihai sekali. Teecu menyaksikan sendiri betapa dalam satu jurus saja Lok-
te telah roboh dan terlempar ke laut! Dari kata-kata Koksu itu kepada Lok-te teecu
mendengar sendiri akan ancamannya untuk menduduki Pulau Es dan akan membunuh
semua penghuninya apabila berani melawan. Maka teecu mengharap kebijaksanaan Subo
dan Hong-moi agar mempertimbangkan, apakah perlu melawan pasukan besar yang
dipimpin orang-orang sakti itu."
"Pengecut!" Phoa Ciok Lin membentak marah. "Kau sebagai muridku mengusulkan agar
kita menakluk saja dan menyerahkan Pulau Es tanpa perlawanan?"
"Ohhh, tidak.... tidak.... mana teecu berani" Teecu hanya menyampaikan hasil penyelidikan
teecu dan mohon pertimbangan Subo. Segala keputusan Subo dan Hong-moi tentu saja
teecu taati dan teecu siap membantu dengan taruhan nyawa teecu!"
Phoa Ciok Lin hilang kemarahannya dan ia percaya kepada muridnya itu. Ia menoleh
kepada Kwi Hong sambil bertanya, "Hong-ji (Anak Hong), karena Taihiap tidak ada di sini,
bagaimana pendapatmu?"
Kwi Hong mengerutkan alis dan meraba gagang pedang Li-mo-kiam. "Bagaimana
pendapatku" Adakah pendapat lain lagi setelah Lok-ko mereka bunuh, Bibi" Pendapat kita
satu-satunya hanyalah mempertahankan pulau, melawan mati-matian! Bagaimana Paman
Yap Sun dan Paman Thung?"
Dua orang kakek itu mengangguk. "Tidak ada jalan lain lagi," jawab Yap Sun.
"Saya siap untuk mengorbankan nyawa demi membela pulau kita, seperti yang telah
dilakukan anakku!" kata Thung Sik Lun terharu.
"Bagus, kita harus mengatur persiapan dan kuserahkan kepada Bibi!" kata Kwi Hong penuh
semangat. Phoa Ciok Lin yang lebih berpengalaman daripada Kwi Hong karena dia adalah seorang
bekas pejuang, cepat berkata, "Kita bagi anak buah menjadi empat. Aku sendiri memimpin
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
353 anak buah menjaga pantai barat, engkau memimpin anak buah menjaga pantai timur, Hong-
ji. Kau Sui-ji (Anak Sui), memimpin penjagaan di utara, Paman Thung memimpin penjagaan
di selatan. Adapun Paman Yap memimpin sisa anak buah untuk menghadapi serbuan kapal
ke lima, darimanapun datangnya. Kebetulan kita di sini berlima, jadi tepat untuk memimpin
anak buah menghadapi lima buah kapal itu yang agaknya telah mengurung pulau. Mari kita
berjuang membela pulau sampai titik darah terakhir!"
Mereka lalu keluar dari Istana Pulau Es dan mengumpulkan anak buah, membagi menjadi
lima dan segera berangkat ke tempat penjagaan masing-masing. Ketika Kwi Hong sedang
sibuk mengatur pasukannya, tiba-tiba Kwee Sui mendekatinya dan berkata,
"Hong-moi, maafkan segala kesalahanku yang sudah-sudah. Sekarang kita menghadapi
musuh yang kuat dan entah kita akan dapat saling berjumpa lagi atau tidak. Maka sebagai
ucapan selamat berpisah dan selamat berjuang, aku lebih dulu mohon kau suka memaafkan
semua kesalahanku."
Kwi Hong tersenyum. Hatinya lega. Baru sekali ini pemuda itu tidak mengeluarkan kata-kata
merayu dan mengambil hatinya, dan agaknya dalam ancaman bahaya ini Kwee Sui bersikap
sungguh-sungguh, maka dia berkata halus, "Sui-ko, mengapa engkau berkata demikian"
Tentu saja aku suka memaafkan kalau engkau bersalah, akan tetapi kau tidak bersalah apa-
apa. Pula, siapa bilang bahwa kita akan kalah" Lihat saja kita akan hancurkan mereka
semua!" "Mudah bagimu, Moi-moi, karena engkau memiliki ilmu kepandaian setinggi langit. Juga
mudah bagi Subo dan kedua Paman. Akan tetapi aku" Ah, tingkat kepandaianku masih amat
rendah. Sedangkan, Lok-te saja demikian mudah terbunuh apalagi aku" Kalau saja aku
mempunyai pusaka seperti pedangmu itu, Hong-moi, agaknya aku akan dapat mengamuk
dan tidak akan mudah dikalahkan musuh!"
"Hemm, yang penting adalah orangnya, bukan pedangnya, Sui-ko."
"Kalau begitu, apakah engkau sudi meminjamkan pedangmu itu kepadaku" Percayalah aku
akan menjaganya dengan nyawaku, dan dengan pedang itu di tangan, aku tidak takut
menghadapi koksu sendiri sekalipun!" Kwee Sui berkata penuh semangat. "Pula, engkau
telah memiliki Pek-kong-kiam pemberian Taihiap."
Kwi Hong ragu-ragu sejenak, akan tetapi karena dia menganggap ucapan pemuda itu tak
dapat disangkal kebenarannya, dengan ramah ia lalu melepaskan sarung pedang Li-mo-
kiam dan menyerahkannya kepada Kwee Sui.
"Demi mempertahankan pulau, aku rela meminjamkan pedang ini kepadamu, Sui-ko. Akan
tetapi hati-hatilah terampas musuh. Aku percaya, dengan pedang yang ampuh dan mujijat
ini, kelihaianmu akan menjadi lipat ganda."
"Terima kasih.... terima kasih, engkau baik sekali, Hong-moi. Selamat berpisah, mudah-
mudahan kita akan saling dapat berjumpa pula." Kwee Sui menerima Li-mo-kiam lalu lari
menghampiri pasukannya dan dipimpinnya pasukan itu menuju ke pantai utara seperti yang
ditugaskan subonya. Diam-diam ia tersenyum lega. Pasti kita akan saling berjumpa lagi, Moi-
moi, berjumpa sebagai suami isteri baik engkau mau atau tidak!
Setelah membawa pasukannya ke utara dan menyuruh mereka berjaga sambil
bersembunyi, Kwee Sui diam-diam meloloskan diri dan mulai bekerja sibuk memberi tanda
kain putih di pantai itu, kemudian ia menyusup ke timur dan ke selatan untuk memberi tanda-
tanda robekan kain putih.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
354 "Haiiii....!" Tiba-tiba muncul dua orang anak buah Pulau Es dari tempat sembunyinya dan
ketika mereka melihat bahwa orang yang mereka tegur itu adalah Kwee Sui, mereka
terheran-heran.
"Kwee-kongcu.... apa yang sedang kaulakukan itu?" Seorang di antara mereka menegur.
Kwee Sui terkejut dan ketika ia menoleh ke sana-sini dan tidak melihat adanya orang lain,
secepat kilat dia mencabut pedang Li-mo-kiam.
Dua orang itu tak sempat berteriak karena sinar pedang itu saja sudah membuat mereka
menggigil dan bergidik, tak dapat berkutik lagi. Di lain saat sinar kilat berkelebat dan kepala
mereka menggelinding putus dari leher, terbabat Li-mo-kiam! Pedang yang sudah sekian
lamanya tidak minum darah itu kini mulai melepaskan dahaganya dan ketika Kwee Sui
memandang pedang itu dengan hati penuh kebanggaan, ia melihat pedang itu lebih
bersinar-sinar lagi setelah mencium darah manusia. Hebatnya, pedang yang telah
membabat putus dua leher manusia itu sedikit pun tidak ternoda merah, seolah-olah darah
telah mencucinya lebih cemerlang dan bersih.
"Li-mo-kiam.... hebat....!" Kwee Sui mencium pedang itu lalu menyarungkannya kembali,
kemudian menyeret dua orang itu ke balik batu dan menguruk mayat mereka berikut dua
buah kepala mereka dengan salju. Noda darah di atas tanah bersalju ia hapus dengan
injakan kakinya, kemudian ia melanjutkan pekerjaannya.
Baru saja ia selesai memberi tanda-tanda di semua jurusan, tiba-tiba terdengar sorak-sorai
disambut teriakan-teriakan gegap gempita dan tahulah dia bahwa pasukan-pasukan
pemerintah telah mulai menyerbu! Memang koksu telah mengabarkan kepada pimpinan
kapal masing-masing bahwa di darat telah ada pembantu mereka yang memasang tanda
kain-kain putih yang harus dijadikan petunjuk untuk menyerbu ke pulau itu.
Terjadilah perang yang hebat dan di lima penjuru pulau itu! Para pasukan pemerintah dapat
menyerbu pulau itu dengan mudah karena mereka terbebas dari tempat-tempat yang
dipasangi jebakan dan alat rahasia berkat petunjuk robekan kain-kain putih yang dipasang
oleh Kwee Sui. Melihat ini, para penghuni Pulau Es terpaksa menyambut mereka dengan
senjata dan terjadi perang yang mati-matian. Biarpun jumlah penghuni pulau kalah banyak
dan ilmu silat para pasukan pengawal itu lebih tinggi, namun para penghuni menang kuat
dalam tenaga sin-kang. Selama tinggal di pulau, mereka terbiasa oleh hawa dingin dan
melatih sin-kang dengan menghimpun Im-kang sehingga tenaga mereka mengandung hawa
dingin yang lebih kuat daripada para penyerbu. Para penyerbu rata-rata menggigil
kedinginan, bukan hanya oleh hawa yang keluar dari bumi Pulau Es, akan tetapi juga karena
benturan senjata dengan para penghuni Pulau Es itu dilandasi Im-kang yang membuat para
lawan selalu terserang hawa dingin yang menusuk tulang.
Serangan serentak dari lima buah kapal itu membuat para tokoh Pulau Es tidak dapat saling
membantu karena mereka itu menghadang musuh masing-masing yang menyerbu dari lima
jurusan. Bahkan Yap Sun sendiri kini bersama pasukannya telah menghadapi serbuan
pasukan pemerintah yang dipimpin oleh Tan Ki atau Tan-siucai.
"Ha-ha-ha, kakek tua bangka. Mengapa engkau tidak mau menakluk saja dan berani
melawan pasukan pemerintah?"
"Selamanya Pulau Es tidak pernah mengganggu pemerintah, kalau sekarang pemerintah
menyerang kami, terpaksa kami akan mempertahankan pulau mati-matian!" jawab kakek
Yap Sun dengan suara keren.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
355 "Ha-ha-ha! Kalian anak buah Pulau Es memang tidak berdosa terhadap pemerintah akan
tetapi majikan kalian berdosa besar sekali, karena itu kalian pun ikut berdosa kalau
melawan." "Orang muda, engkau berpakaian seperti sasterawan namun memimpin pasukan! Terang
bahwa engkau tergolong penjilat penjajah. Tak perlu banyak cakap lagi, siapa takut kepada
engkau dan pasukanmu" Anak-anak, serang mereka!" Kakek Yap Sun memberi aba-aba
dan berloncatan keluarlah anak buahnya yang berjumlah hanya tiga puluh orang
menghadapi lawan yang jumlahnya dua kali lipat banyaknya. Dia sendiri sudah menerjang
maju dengan tangan kosong menyerang pemuda berpakaian sasterawan itu.
Tan-siucai terkejut ketika merasakan hawa panas sekali menyambar dari kedua tangan
kakek itu. Memang Yap Sun telah diberi Ilmu Pukulan Hwi-yang Sin-ciang oleh Pendekar
Super Sakti. Hwi-yang Sin-ciang (Tangan Sakti Inti Api) merupakan ilmu pukulan sakti yang
amat hebat, karena di dalam tenaga ini terkandung hawa sakti yang melebihi api panasnya,
dapat menghanguskan lawan yang tidak kuat menerimanya.
"Bagus!" Tan-siucai berseru dan sekali tangan kanan bergerak, dia telah mencabut
sebatang pedang yang berwarna hitam. Inilah senjatanya yang dibuat oleh gurunya sendiri,
Pendeta Maharya, sebatang pedang yang ampuh karena diberi racun yang merendam
pedang itu sampai bertahun-tahun sehingga pedang itu berwarna hitam! Sambil mencelat ke
samping mengelak dari pukulan ampuh kakek itu, Tan Ki mengelebatkan pedangnya. Sinar
hitam menyambar ke arah Yap Sun. Kakek ini pun maklum akan berbahayanya pedang itu
yang mengeluarkan bau amis, namun dia tidak gentar. Dorongan tangan kirinya dengan jari
terbuka mengeluarkan hawa pukulan yang dapat menangkis dan mendorong mundur sinar
pedang itu sehingga Tan Ki terpaksa meloncat lagi dan menyerang dari lain jutusan.
Sementara itu, pasukan kedua pihak sudah saling serang dengan hebat dan terjadilah
perang tanding mati-matian di mana setiap orang anak buah Pulau Es dikeroyok dua orang
lawan. Ternyata hanyalah Kakek Yap Sun seorang dari pihak Pulau Es yang kebetulan bertemu
lawan yang seimbang. Kawan-kawannya ternyata bertemu lawan berat dan keadaan mereka
terdesak hebat. Phoa Ciok Lin, yang merupakan orang ke dua setelah Kwi Hong dalam hal
kelihaian ilmu silatnya, bertemu dengan pasukan yang dipimpin oleh Thai Li Lama, pendeta
Lama kurus yang lihainya luar biasa itu. Phoa Ciok Lin terpaksa harus mengeluarkan semua
ilmunya, mengeluarkan seluruh gin-kang dan ilmu silatnya untuk menghadapi lawan yang
memiliki ilmu pukulan Sin-kun-hoat-lek, semacam ilmu pukulan yang mengandung campuran
hawa mujijat dari ilmu hitam. Berkali-kali Thai Li Lama mengeluarkan bentakan-bentakan
yang amat berwibawa, membuat wanita sakti itu kewalahan dan hampir celaka karena
hampir saja dia tidak dapat menahan pengaruh bentakan-bentakan yang mengandung ilmu
hitam I-hun-to-hoat (hypnotism) itu. Untung bahwa sebagai pembantu istimewa yang telah
digembleng oleh Pendekar Siluman, dia memiliki batin yang kuat sehingga dengan segala
kekuatan batinnya dia masih berhasil mempertahankan diri. Namun jelas bahwa dia terdesak
hebat, seperti juga anak buahnya yang terdesak oleh serbuan anak buah Thai Li Lama.
Thung Sik Lun, tokoh Pulau Es yang bertubuh kurus dan yang memiliki keistimewaan gerak
cepat, lebih payah lagi karena dia bertemu dengan pasukan yang dipimpin oleh pendeta
India, Kakek Maharya yang tentu saja jauh lebih lihai daripada dia! Begitu kakek ini
mendarat, Thung Sik Lun menyerangnya dengan pukulan-pukulan Swat-im Sin-ciang yang
dapat membikin beku darah di tubuh lawan. Namun Kakek Maharya menerima pukulannya
dengan enak saja dan begitu tangan kiri Thung Sik Lun mendarat di dada yang kerempeng
itu, tangan Thung Sik Lun tak dapat ditarik kembali, melekat dan tersedot oleh dada
kerempeng itu! Thung Sik Lun terkejut, cepat menggerakkan tangan kanannya dengan
pengerahan Im-kang sekuatnya memukul ke pusar.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
356 "Desss!" Kembali tangannya melekat di kulit keriput perut Maharya, tak dapat ditarik
kembali. "Heh-heh-heh!" Maharya terkekeh, sekali tangan kirinya bergerak, dia telah menjambak
rambut di ubun-ubun kepala Thung Sik Lun, mencengkeram dan begitu dia mencabut,
kepala itu berikut kulit dan tulang kepala bagian ubun-ubun copot! Otak dan darah mengucur
keluar dan Maharya membuka mulutnya menerima dan menggelogok darah campur otak
segar itu seperti orang kehausan menerima air sejuk! Setelah darah berhenti mengucur dan
Maharya melepaskan sin-kangnya, tubuh Thung Sik Lun yang sudah tak bernyawa lagi itu
terguling! Tentu saja robohnya pimpinan ini membikin kacau para anak buah Pulau Es. Di
antara mereka banyak yang roboh dan mereka bergidik ngeri menyaksikan kematian
pimpinan mereka, maka mereka cepat mengundurkan diri ke tengah pulau sambil menahan
majunya musuh-musuh dengan senjata rahasia mereka yang ampuh, yaitu butiran-butiran es
yang dingin sekali, yang dapat mereka kumpulkan dan gali dari lorong bawah tanah di
belakang Istana Pulau Es! Hujan butiran es yang dingin ini sedikit banyak menghambat
kemajuan para penyerang dan memungkinkan mereka untuk mundur dan mengatur
pertahanan lagi tanpa pimpinan.
Thian Tok Lama yang memimpin pasukannya disambut oleh anak buah Kwee Sui. Akan
tetapi ketika anak buah Pulau Es melihat Kwee Sui menyambut kedatangan pendeta gundul
itu tertawa-tawa dan mereka berdua itu bercakap-cakap sambil berjalan ke darat, mereka
menjadi kacau. Apalagi ketika Kwee Sui berseru.
"Kita tidak boleh melawan pasukan pemerintah! Kita bukan pemberontak! Lebih baik
menyerah saja tentu diampuni!"
Mendengar ini, anak buah Pulau Es menjadi bingung. Akan tetapi mereka semua adalah
orang-orang yang setia, bahkan di antara mereka banyak terdapat bekas pejuang yang
menentang penjajahan Mancu, maka mendengar seruan ini, maklumlah mereka bahwa
Kwee Sui menjadi pengkhianat. Maka mereka segera melawan sambil mundur ke tengah
pulau, juga mempertahankan diri dengan serangan butiran-butiran es dingin.
Yang berat seperti keadaan Thung Sik Lun adalah Kwi Hong sendiri. Gadis perkasa yang
penuh semangat ini bertemu dengan induk pasukan musuh yang dipimpin oleh Im-kan Seng-
jin Bhong Ji Kun sendiri! Biarpun Bhong Ji Kun masih kalah sedikit kalau dibandingkan
dengan kelihaian paman gurunya, Maharya, namun bagi Kwi Hong dia telah merupakan
lawan yang amat berat, apalagi tentu saja pasukan yang dipimpin Koksu ini adalah pasukan
pengawal yang paling kuat!
Kwi Hong juga terkejut ketika berhadapan dengan orang tinggi kurus berkepala botak yang
memakai pakaian indah dan mentereng ini, dan dapat menduga bahwa tentu inilah orangnya
yang disebut koksu oleh Kwee Sui. Cepat dia mencabut Pek-kong-kiam sehingga tampak
sinar putih menyilaukan mata dari pedang yang berlapis perak ini.
Bhong Ji Kun tertawa bergelak. "Hemm, agaknya engkaukah murid Pendekar Siluman,
Nona" Pantas.... pantas...., banyak pemuda yang tergila-gila kepadamu. Kiranya engkau
benar-benar cantik jelita, sungguh tidak disangka di pulau kosong seperti ini dapat tumbuh
setangkai mawar yang begini cantik...."
"Keparat, tutup mulutmu yang busuk!" Kwi Hong marah sekali dan pedangnya menyambar
menjadi sinar yang panjang dan besar.
"Hehhh....!" Bhong Ji Kun terpaksa mengelak cepat karena tak disangkanya bahwa nona itu
dapat menggerakkan pedang sedemikian cepatnya. Baru ia teringat bahwa dara yang jelita
ini adalah murid Pendekar Super Sakti. Dia sendiri merasa jerih terhadap pendekar itu, yang
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
357 menurut pendapat paman gurunya memang memiliki kesaktian sukar dilawan. Kalau
gurunya sedemikian hebatnya, tentulah muridnya tak dapat dipandang ringan, sungguhpun
muridnya merupakan seorang gadis muda yang manis dan kelihatan lemah. Maka ia pun


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat memerintahkan anak buahnya untuk menyerbu anak buah Pulau Es, dan dia sendiri
sudah mengeluarkan sebuah di antara senjata-senjatanya yang aneh, yairu sebatang pecut
kuda yang berwarna merah dan panjangnya ada tiga meter, gagangnya terbuat dari emas
dihias permata! Koksu ini di waktu kecilnya, di India, pernah bekerja sebagai seorang
penggembala kuda, maka dia suka sekali mempergunakan cambuk kuda, apalagi di waktu
dia menyiksa lawan. Sebetulnya dia memiliki banyak senjata yang ia keluarkan sesuai
dengan keadaan lawan. Melihat Kwi Hong cukup lincah dan lihai memegang pedang pusaka,
maka dia pun mengeluarkan cambuknya. Cambuk ini digulung di dekat gagang dan jika
perlu dapat dipergunakan menyerang lawan yang tiga meter jauhnya, juga amat cocok untuk
menghadapi senjata tajam, untuk melibat dan merampas.
"Tar-tar-tar!" Cambuknya meledak-ledak di atas kepala dan meluncur turun, mengirim
totokan-totokan berantai ke arah jalan darah di leher, tengkuk dan kedua pundak Kwi Hong.
"Haiiiittt!" Kwi Hong melengking nyaring. Pedangnya diputar cepat di atas kepala,
membentuk sinar seperti payung melindungi tubuh atasnya, dan tangan kirinya sudah
menyodok ke depan, mengirim pukulan jarak jauh ke arah uluhati lawan. Bukan main
kagetnya hati koksu itu. Gerakan pedang gadis itu benar-benar membendung serangan
cambuknya, dan kini pukulan tangan kiri itu mengandung hawa dingin yang terasa
menghantam dadanya, terus menyerang ke jantung!
"Hehhhh!" Ia mengerahkan sin-kang, mengeraskan perut dan dada, menahan pukulan jarak
jauh itu sambil menarik pecutnya, dan sekali pergelangan tangannya bergerak, ujung
pecutnya menyambar dari bawah hendak melibat kaki Kwi Hong.
Gadis ini melocat ke atas, cepat mainkan pedangnya yang merupakan pecahan dari Siang-
mo Kiam-sut seperti yang diajarkan pamannya, dan tangan kirinya tidak lupa mengirim
pukulan-pukulan Hwi-yang Sin-ciang dan Swat-im Sin-ciang secara bergantian. Koksu itu
makin terheran-heran dan kagum. Bukan main gadis ini, pikirnya. Belum pernah ia
menghadapi lawan seorang muda yang begini lihai. Yang membuatnya kagum sekali bukan
hanya kegesitan dara itu, melainkan terutama sekali sin-kangnya yang kuat dan aneh.
Betapa mungkin gadis semuda ini sudah dapat membagi kedua lengannya dengan saluran
hawa Im-kang dan Yang-kang" Kalau tangan kanannya melancarkan pukulan berhawa
dingin, pedangnya terasa mengeluarkan hawa panas. Sebaliknya kalau dari tangan kiri
menyambar hawa panas, pedangnya menjadi dingin luar biasa!
Timbul dalam pikiran koksu ini rasa sayang untuk membunuh gadis itu. Dia akan
menawannya hidup-hidup, bukan hanya untuk memenuhi permintaan Kwee Sui yang telah
berjasa, akan tetapi juga kalau dia dapat membujuk gadis itu membantu pemerintah tentu
kaisar akan senang sekali! Soal Kwee Sui, mudah diselesaikan, karena baginya, gadis ini
lebih berharga sepuluh kali dari pemuda itu!
Akan tetapi, pikiran untuk menawan gadis itu hidup-hidup jauh lebih mudah daripada
melaksanakannya. Tingkat kepandaian Kwi Hong sudah amat tinggi dan menghadapi Koksu
itu, dia hanya kalah matang dan kalah pengalaman. Namun, gadis ini telah mempelajari
ilmu-ilmu silat tingkat tinggi yang sebetulnya kalau sudah dilatih sematang koksu itu, tidak
akan mampu ditandingi oleh Bhong Ji Kun! Biarpun koksu itu jauh lebih berpengalaman dan
lebih matang, namun dia harus mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya untuk tidak
roboh di tangan gadis ini, apalagi untuk menawannya hidup-hidup! Kwi Hong yang kini
percaya akan laporan Kwee Sui bahwa kepandaian para penyerang benar-benar amat
hebat, bersilat dengan hati-hati sekali. Diam-diam dia agak menyesal mengapa dia tadi
menyerahkan Li-mo-kiam kepada Kwee Sui. Kalau dia menggunakan pedang mujijat itu,
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
358 agaknya dia masih akan mampu mengalahkan lawan yang jauh lebih berpengalaman ini.
Akan tetapi, dia lalu teringat akan keadaan pemuda itu sendiri, dan keadaan bibinya, dan
kedua orang pamannya. Kalau mereka itu pun menghadapi lawan seberat ini, akan
celakalah Pulau Es. Maka dia lalu mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya agar
dapat mengalahkan koksu ini dan dapat membantu kawan-kawannya. Namun, tidaklah
mudah, karena sesungguhnya, tingkatnya masih kalah sedikit oleh Im-kan Seng-jin Bhong Ji
Kun. Pada saat Pulau Es diserbu dan semua tokohnya mengalami ancaman bahaya itu, bahkan
Thung Sik Lun telah tewas secara mengerikan, tak jauh dari pantai, tampak sebuah perahu
kecil yang dijalankan dengan pesat, didayung oleh seorang pemuda tampan yang
memandang ke arah Pulau Es penuh takjub, kemudian memandang ke arah kapal-kapal
besar itu dengan alis berkerut. Pemuda ini bukan lain adalah Gak Bun Beng.
Setelah Bun Beng meninggalkan Thian-liong-pang, dia mengambil keputusan untuk mencari
Pulau Neraka. Kini dia telah memiliki ilmu kepandaian yang cukup untuk menghadapi siapa
pun juga. Oleh karena itu, dia tidak takut pergi ke Pulau Neraka untuk mencari pemuda
putera Majikan Pulau Neraka dan minta kembali pedang Lam-mo-kiam yang dahulu
dirampasnya. Surat dan peta yang ia terima dari Pendekar Super Sakti telah lenyap ketika ia
terjun ke pusaran maut, akan tetapi ia masih ingat sedikit gambaran itu. Pokoknya, di
sebelah utara melewati sekelompok pulau kecil yang berjajar seperti baris!
Demikianlah, karena sama sekali tidak ada pengalaman berlayar, tanpa disadarinya pada
siang hari itu layar perahunya yang terbawa angin membuat perahunya melaju cepat
membawanya sampai ke dekat Pulau Es! Melihat pulau yang putih itu dan melihat kapal-
kapal besar, dia terheran-heran dan menggulung layar, lalu mendayung perahunya dengan
hati-hati mendekati pulau.
"Tolongggg....!"
Tiba-tiba teriakan ini mengagetkan Bun Beng yang segera menoleh ke kiri dan menahan
perahunya. Dilihatnya seorang laki-laki dengan susah payah berenang menuju ke
perahunya. Ketika Bun Beng melihat bahwa orang itu ternyata luka parah, cepat ia
mendayung perahunya mendekat, lalu menyambar baju di punggungnya dan menariknya ke
atas perahu. Ternyata orang itu adalah Thung Ki Lok yang hampir saja tidak kuat lagi,
lukanya oleh pedang Kwee Sui hebat dan ia telah kehilangan banyak darah. Ia memandang
dengan napas terengah-engah kepada Bun Beng, lalu berkata.
"Sahabat, siapa pun adanya engkau.... tolonglah.... tolonglah cari Taihiap...."
"Taihiap siapa" Dan engkau siapa?"
"Taihiap.... To-cu Pulau Es.... katakan.... ahhh, katakan.... pulau Es diserbu pasukan
pemerintah.... Koksu Negara.... dan si pengkhianat Kwee Sui.... pulau kami terancam....
aaahhhh...." Pemuda yang gagah perkasa itu menghembuskan napas terakhir, tidak melihat
betapa kagetnya Bun Beng mendengar ucapantadi. Ia merebahkan kepala yang tadi
dipangkunya, dan mengangkat mukanya memandang ke pulau itu. Itukah Pulau Es" Dan
kapal-kapal itu milik pemerintah yang menyerbu Pulau Es di waktu Pendekar Super Sakti
tidak ada" Dan Koksu Negara. Si laknat Bhong Ji Kun!
Bun Beng cepat mendayung perahunya dengan pengerahan tenaga sehingga perahunya
meluncur cepat sekali ke pulauitu. Ia kini mendengar suara hiruk-pikuk di atas pulau, suara
orang bertempur. Ketika ia melihat tanda robekan kain yang diikatkan pada tetumbuhan di
pantai, ia lalu mendarat. Tentu itu merupakan tanda penunjuk jalan, pikirnya. Setelah
mengikatkan perahu dan meninggalkan perahu di mana menggeletak mayat Ki Lok, Bun
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
359 Beng melompat ke darat dan berlari cepat ke tengah pulau. Tepat seperti diduganya, ia
melihat kain-kain putih dan segera memasuki pulau melalui jalan kecil di mana ada tanda-
tanda kain putih itu sehingga sebentar saja dia telah berada di tengahpulau. Ia melihat
pertempuran hebat, dan melihat betapa perajurit-perajurit seragam yang tentu adalah
pasukan pemerintah mendesak dan mengejar penghuni pulau yang mengundurkan diri ke
tengah pulau. Pada saat itu, Kwi Hong telah tertawan. Ketika gadis ini bertanding mati-matian melawan
Bhong Ji Kun, tiba-tiba muncul Thian Tok Lama dan Kwee Sui. Melihat betapa gadis itu
mengadakan perlawanan yang hebat terhadap koksu, Thian Tok Lama segera meloncat dan
membantu. Dikeroyok dua oleh koksu dan Lama itu, tentu saja Kwi Hong terdesak hebat.
Tiba-tiba ia melihat Kwee Sui yang datang bersama Thian Tok Lama.
"Sui-ko, bantu aku....!" teriaknya, akan tetapi pemuda itu hanya berdiri menonton sambil
tersenyum. Seketika mengertilah Kwi Hong bahwa pemuda tampan ini telah berkhianat dan tadi sengaja
meminjam pedang Li-mo-kiam. Maka kemarahannya memuncak, dan setelah memutar
pedangnya membuat kedua orang lawannya mundur, ia lalu melompat ke arah Kwee Sui
sambil memaki. "Engkau pengkhianat hina!"
Akan tetapi, tiba-tiba pecut di tangan Bhong Ji Kun berkelebat membelit lengannya yang
memegang pedang dan sebelum Kwi Hong dapat membalikkan tubuh, Thian Tok Lama telah
memukulnya dari belakang dengan pukulan Hek-in-hwi-hong-ciang.
"Desss!" Angin pukulan yang membawa uap hitam itu mengenai punggung Kwi Hong
membuat gadis itu roboh pingsan dan pedangnya terampas oleh ujung pecut koksu. Dia
memandang rendah Thian Tok Lama sehingga kena terpukul, tidak tahu bahwa ilmu
kepandaian Lama itu setingkat dengan kepandaian Bhong Ji Kun.
"Ha-ha-ha, bawalah Nona pengantinmu ke kapal, jaga jangan sampai dia lolos," kata Bhong
Ji Kun kepada Kwee Sui, "Dan pedang Li-mo-kiam....?"
"Sudah di sini!" jawab Kwee Sui, menepuk pedang di pinggangnya.
"Baik, bawa ke kapal, jangan sampai dia lolos dan jangan sampai pedang itu hilang."
Kwee Sui girang sekali, cepat memondong tubuh Kwi Hong yang pingsan itu dan
membawanya lari ke pantai, di mana terdapat perahunya, lalu ia membawa tubuh itu ke atas
kapal besar. Setelah Kwi Hong kena ditawan, anak buahnya mundur ke tengah pulau, dikejar oleh
pasukan pemerintah. Yap Sun yang mengamuk dan menghadapi Tan-siucai dengan gigih,
terpaksa roboh pula, ketika tiba-tiba muncul Kakek Maharya yang sudah mengejar sampai
ke situ. Maharya marah sekali melihat betapa muridnya belum mampu merobohkan kakek
itu. "Bodoh, kenapa tidak mempergunakan Hok-mo-kiam?" teriaknya sambil menonton
pertandingan itu, tidak mau membantu muridnya.
Tan Ki yang mendengar seruan gurunya itu, tertawa, tangan kirinya mencabut pedang di
pinggangnya. Sinar kilat berkelebat dan Kakek Yap Sun berteriak mengerikan ketika
berbareng dengan sinar kilat pedang itu yang menangkis tangannya, lengannya sebatas siku
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
360 menjadi buntung! Kakek itu menggigit bibir, menggunakan tangan kirinya menerjang terus,
dan kembali sinar kilat berkelebat dan lengan kirinya juga terbabat buntung! Pedang mujijat
itu berkelebat lagi, terdengar teriakan ngeri dan tubuh Yap Sun terjengkang ke belakang,
dadanya tembus oleh pedang Hok-mo-kiam dan nyawanya melayang!
Tan Ki menyimpan pedang Hok-mo-kiam dan pedang hitamnya, menoleh kepada suhunya,
"Saya memang sengaja mengajaknya berlatih, dia merupakan lawan yang boleh juga."
"Sudah, mari kita membantu Thai Li Lama yang masih belum mampu mengalahkan
lawannya. Kulihat wanita itu lihai juga."
Memang, hanya tinggal Phoa Ciok Lin seorang yang masih mengadakan perlawanan
terhadap Thai Li Lama, bahkan wanita yang marah sekali ini mengamuk, mendesak pendeta
itu dengan pedang yang sudah sejak tadi ia pergunakan karena dia tidak mampu
mengalahkan lawan dengan tapgan kosong.
Tiba-tiba muncul Maharya dan Tan Ki. Tan Ki yang melihat bahwa Phoa Ciok Lin yang
setengah tua itu masih cantik, segera meloncat maju. "Eh, manis, kenapa engkau nekat"
Menyerahlah saja, hidup di kota raja tentu senang!"
Phoa Ciok Lin tidak menjawab, melainkan mengamuk lebih hebat, menangkis sinar pedang
hitam yang dipergunakan Tan Ki.
"Tranggg!" Pedang Ciok Lin patah ujungnya, akan tetapi Tan Ki terhuyung ke belakang dan
seluruh lengan kanannya tergetar.
"Wah, lihai juga....!" serunya.
"Hemmm....!" Maharya meloncat maju, tangan kirinya bergerak menampar dan angin
pukulan yang kuat berhembus ke arah wanita itu. Ciok Lin menjerit dan terlempar ke
belakang. Cepat ia menjatuhkan diri bergulingan, lalu meloncat bangun lagi dan mengambil
keputusan nekat untuk melawan musuh-musuh lihai itu sampai napas terakhir.
Maharya memukul lagi, "Wuuuuttt! Plakkkk! Aahhh!" Maharya terhuyung ke belakang,
memandang terbelalak kepada seorang pemuda tampan yang telah menangkis
tamparannya itu dengan tangan. Hampir dia tidak dapat percaya bahwa ada seorang
pemuda yang sanggup menangkis tamparannya dan membuat ia terhuyung ke belakang.
Kalau yang menangkisnya itu Pendekar Siluman, dia tidak akan heran. Tadi pun ia mengira,
bahwa Pendekar Siluman muncul, kiranya seorang pemuda yang bertangan kosong!
"Toanio, harap lekas tarik mundur anak buahmu, biar aku yang melawannya!" kata Bun
Beng. "Eh, dia pemuda yang menemukan Sepasang Pedang Iblis!" Tiba-tiba Tan Ki berseru kaget.
Maharya menjadi bengong. Dahulu pemuda ini tidaklah sedemikian hebat tenaganya,
mengapa sekarang begini lihai" Dengan penuh hati penasaran, dia menerjang lagi, kini
mengirim dorongan dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Bun Beng. Pemuda ini
yang sudah percaya penuh akan kekuatan sendiri, kembali menyambut telapak tangan itu
dengan dorongan telapak tangan pula.
"Plakkkk!" Dua telapak tangan bertemu, asap mengepul dari pertemuan telapak tangan itu
yang seolah-olah melekat. Maharya berseru keras sebelah tangannya memukul lagi akan
tetapi tiba-tiba tubuh Bun Beng lenyap. Demikian cepat gerakan pemuda ini yang sudah
meloncat ke atas dan ujung sepatunya menotok ke arah ubun-ubun kepala Maharya.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
361 "Aeeehhhh....!" Maharya cepat melempar tubuhnya ke atas dan bergulingan, wajahnya yang
berkulit hitam itu menjadi agak pucat, keringat dingin mengucur karena dia maklum bahwa
hampir saja nyawanya melayang!
"Serbu....!" Tan Ki berseru dan kini dia bersama Maharya dan Thai Li Lama menerjang
maju. Phoa Ciok Lin kini juga maju membantu Bun Beng yang belum ia kenal siapa adanya
itu, sungguhpun wajah pemuda tampan itu seperti pernah dilihatnya. Tentu saja dia pernah
melihat Bun Beng, yaitu ketika terjadi pertempuran di pulau muara Huang-ho. Akan tetapi
ketika itu Bun Beng masih kecil sehingga dia tidak mengenalnya lagi. Sebaliknya Bun Beng
masih mengenal Ciok Lin maka serunya.
"Phoa-toanio, mundurlah. Anak buahmu terdesak, bantulah mereka!"
Ciok Lin melongo, dan tiba-tiba ia teringat. Ini adalah bocah yang dahulu diperebutkan di
pulau muara Huang-ho, bocah yang oleh Pendekar Siluman akan dirampas dan dibawa ke
Pulau Es. Gak Bun Beng, putera Gak Liat dan Bi-kiam Bhok Khim. Mendengar ucapan itu,
dia menengok dan benar saja anak buahnya terdesak sehingga kocar-kacir dan banyak
yang sudah roboh. Juga ia melihat betapa anak buah dari pantai lain telah mundur ke tengah
pulau, mendekati Istana Pulau Es, dikejar pasukan pemerintah. Maka dia lalu meninggalkan
Bun Beng dan mengamuk, membantu anak buahnya merobohkan banyak tentara pengawal
pemerintah. "Hancurkan mereka, serbu Istana Pulau Es!" teriak Maharya. "Biar aku melayani bocah
sombong ini!" Sambil berkata demikian, Maharya yang merasa bahwa pemuda itu tidak akan
dapat ia kalahkan mengandalkan tenaga sin-kang, sudah mencabut keluar sebuah senjata
yang aneh. Senjatanya itu bergagang pendek, dan berbentuk bulan sabit yang pinggirnya
tajam sekali dan kedua ujungnya yang melengkung amat runcing.
"Sing-sing-sing....!" Tampak sinar kilat menyambar-nyambar ketika senjata itu dia
pergunakan untuk menyerang. Namun Bun Beng dapat mengelak dengan tenang, bahkan
dapat membalas dengan pukulan-pukulan maut karena dia telah mainkan Ilmu Silat Sam-po-
cin-keng yang mujijat. Berkali-kali Maharya mengeluarkan seruan kaget dan heran. Pemuda
itu benar-benar lincah dan memiliki ilmu silat yang amat ajaib, yang dia kenal mempunyai
dasar-dasar ilmu silat golongan kaum sesat! Sementara itu, Bun Beng yang melihat betapa
Thai Li Lama, Tan Ki bahkan ada Thian Tok Lama, dan Bhong Ji Kun mulai memimpin
pasukan membakari rumah-rumah pondok sederhana tempat tinggal para anak buah Pulau
Es yang kewalahan, menjadi khawatir sekali.
"Orang muda, engkau merasa takut, lumpuh, hayo berlutut!" Tiba-tiba Maharya membentak,
menggunakan kesempatan selagi perhatian Bun Beng terpecah karena mengkhawatirkan
keadaan Pulau Es.
Bun Beng otomatis jatuh berlutut dan dia merasa heran sekali. Baru ia teringat ketika kakek
India membacok ke arah kepalanya dengan senjatanya yang aneh. Untung pada detik
terakhir Bun Beng teringat lagi. Dia sudah mengerahkan sin-kang dan menghimpun tenaga
batin, cepat ia melempar tubuh ke belakang sehingga bacokan itu luput.
"Dar! Dar! Blengggg....!"
Tiba-tiba terdengar ledakan-ledakan keras, tampak tanah muncrat dan asep hitam
bergulung-gulung. Beberapa orang perajurit pemerintah roboh, bahkan Maharya sendiri
cepat meloncat ke belakang ketika ada sebuah benda hitam menyambar kepalanya.
Sambaran itu luput dan benda itu menghantem tanah, meledak dan mengeluarkan asap
hitam. Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
362 Bun Beng meloncat bangun. Keadaan menjadi gelap karena asap hitam itu. Dia cepat
berlari ke arah Istana Pulau Es dan di sepanjang jalan, terjadi ledakan-ledakan yang
merobohkan perajurit pemerintah. Pasukan pemerintah menjadi kacau balau, lari
bersembunyi, ada yang bertiarap. Bahkan Koksu dan rombongannya, Thian Tok Lama, Thai
Li Lama dan Tan Ki, diserang oleh benda-benda hitam yang dapat meledak sehingga
mereka sibuk mengelak ke sana sini. Bun Beng mengerti bahwa ada bantuan datang. Entah
siapa, hanya dia mengenal alat-alat ledak itu seperti yang biasa dipergunakan oleh tokoh-
tokoh Pulau Neraka! Dia tidak peduli dan cepat menghampiri rombongan anak buah Pulau
Es yang dipimpin oleh Phoa Ciok Lin. Mereka ini sama sekali tidak diserang alat-alat peledak
sehingga mudah diduga bahwa memang yang melempar-lemparkan alat peledak itu
bermaksud membantu anak buah Pulau Es.
"Phoa-toanio....! Cepat bawa anak buah bersembunyi. Ada orang pandai membantu kita. Di
mana adanya Kwi Hong?"
"Ahhh, menurut laporan anak buahnya, dia.... tertawan, dikhianati orang kita sendiri dan
dibawa ke kapal di sebelah timur pulau."
"Kwee Sui....?" Bun Beng bertanya, teringat akan cerita pemuda di perahunya tadi.
"Eh, bagaimana engkau tahu" Engkau.... Gak Bun Beng, bukan?"
"Benar, Toanio, lekas bawa anak buahmu bersembunyi, kalau tidak ada lain jalan, bawa
keluar dari pulau ini. Aku akan berusaha menolong Nona Kwi Hong!" Baru saja habis


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ucapannya, tubuhnya berkelebat dan lenyap dari situ. Phoa Ciok Lin melongo saking kagum
dan herannya, akan tetapi dia segera membawa anak buahnya memasuki istana dan
bersembunyi di lorong bawah tanah istana. Dia sendiri bersama orang yang dapat
diandalkan menjaga di depan, melihat betapa pasukan musuh kocar-kacir oleh ledakan-
ledakan yang asapnya mengandung racun itu sehingga banyak anggauta pasukan yang
roboh tewas. Akhirnya Bhong Ji Kun terpaksa menarik mundur pasukannya dan
memerintahkan kembali ke kapal masing-masing agar tidak jatuh lebih banyak korban
sedangkan musuh yang melepas bahan-bahan ledakan itu tidak tampak sama sekali.
Bhong Ji Kun mengajak paman gurunya, Maharya, ke kapalnya untuk diajak berunding
membicarakan munculnya Gak Bu Beng dan pelempar peledak yang asapnya hitam beracun
itu. Begitu naik ke kapal dia menjenguk ke ruangan bawah, lega melihat betapa Kwi Hong
telah terikat pada tiang, duduk di atas bangku dengan wajah muram, sedangkan Kwee Sui
menjaga di situ bersama selusin orang perajurit. Gadis itu memaki-maki Kwee Sui, akan
tetapi pemuda itu hanya tersenyum saja dan berusaha membujuknya dengan suara manis.
Melihat ini Bhong Ji Kun naik lagi dan berunding dengan Maharya di geladak kapal. Senja
telah datang akan tetapi sinar keemasan matahari masih menerangi geladak kapal. Mereka
duduk dan bicara dengan serius.
"Bocah itu hebat juga," terdengar Maharya berkata. "Sungguh mengherankan sekali, belum
ada setahun aku melawan dia, kepandaiannya masih belum begitu hebat, bahkan aku telah
melukainya, mestinya dalam waktu tiga bulan dia mampus. Bagaimana sekarang dia masih
dalam keadaan sehat dan kepandaiannya malah demikian hebat?"
"Hemmm, mungkin dia menerima latihan dari Pendekar Siluman," jawab Bhong Ji Kun
sambil mengelus jenggotnya. "Akan tetapi yang aneh adalah pelempar peluru peledak yang
mengandung asap beracun itu. Apakah dia Pendekar Siluman sendiri" Dia tentu lihai bukan
main." "Ah, Pendekar Super Sakti tidak mungkin mau melakukan penyerangan gelap seperti itu,"
jawab Maharya. Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
363 "Benar, dan sepanjang pendengaranku, yang bisa menggunakan senjata rahasia macam itu
adalah orang Pulau Neraka."
"Akan tetapi, tidak mungkin," bantah Maharya. "Bukankah Pulau Neraka selalu
bertentangan dengan Pulau Es?"
Selagi dua orang ini bercakap-cakap, Bun Beng telah berhasil meluncurkan perahunya dan
terjun ke air, berenang lalu bergantung kepada rantai jangkar. Dia merayap naik, akan tetapi
melihat Maharya dan Bhong Ji Kun berada di situ, di atas geladak dia tidak berani naik.
Melihat musuh-musuh besarnya ini, ingin sekali dia meloncat dan membuat perhitungan.
Bhong Ji Kun telah membunuh gurunya, dan dengan Maharya dia mempunyai perhitungan
lain. Akan tetapi, kedatangannya ini adalah untuk menolong Kwi Hong, kalau dia meloncat
dan menerjang kedua orang yang dia tahu amat lihai itu, harapannya untuk menulong Kwi
Hong tentu akan buyar. Maka dia menanti kesempatan baik dan bersembunyi di rantai
jangkar, mepet di badan kapal.
"Sebaiknya besok pagi kita sendiri bersama kedua orang Lama turun ke pulau melakukan
penyelidikan," kata Maharya. "Kita harus mengetahui siapa orangnya yang begitu berani
menyerang kita dengan peluru-peluru peledak itu."
"Kebakaran....!" terdengar teriakan bersama dengan datangnya ledakan yang tiba di atas
bilik kapal dan tampak api berkobar. Maharya dan Bhong Ji Kun terkejut, apalagi ketika
mendengar suara dari atas.
"Akulah yang melepaskan alat-alat peledak, kalian manusia-manusia busuk mau apa?"
Keduanya meloncat bangun dan ketika memandang ke atas, jauh di atas, di tali-temali layar
dekat tiang besar, tampak tubuh seorang wanita bergantung pada tali, bergantung dengan
kedua kakinya sedangkan kepalanya tergantung di bawah, rambutnya yang panjang berkibar
tertiup angin. Di bawah sinar matahari senja, wanita berpakaian hitam yang bermuka putih
sekali itu benar-benar amat menyeramkan, apalagi kehadirannya dengan cara bergantung
terbalik seperti itu!
Baik Maharya maupun Bhong Ji Kun terkejut, bukan oleh kehadiran wanita yang bergantung
seperti itu, yang hanya memperlihatkan kemahiran gin-kang luar biasa yang mampu mereka
lakukan juga. Yang mengejutkan mereka adalah kehadiran wanita itu yang tidak mereka
ketahui sama sekali! Siapakah wanita itu"
Dia bukan lain adalah Majikan Pulau Neraka. Dia adalah Lulu, adik angkat Pendekar Super
Sakti (baca cerita Pendekar Super Sakti)! Bagaimana Lulu yang menjadi majikan Pulau
Neraka dapat hadir di situ, membantu anak buah Pulau Es yang diserbu pasukan
pemerintah" Untuk mengetahui hal ini, sebaiknya kita meninjau keadaan Pulau Neraka di
mana telah terjadi perubahan besar sekali.
Putera Lulu bernama Wan Keng In, telah menjadi seorang pemuda berusia tujuh belas atau
delapan belas tahun, tampan dan tinggi ilmunya karena semenjak kecil digembleng oleh
ibunya sendiri. Lulu terlalu memanjakan puteranya itu, apalagi setelah ia mendengar bahwa
ayah puteranya itu, Wan Sin Kiat, sengaja membunuh diri dalam perjuangan menentang
pemerintah Mancu.
Pada suatu hari, Keng In pulang dari perantauannya. Anak itu seringkali keluar dari Pulau
Neraka menunggang burung rajawali dan biarpun berkali-kali Lulu memarahinya, namun
anak itu yang amat manja selalu melanggar larangannya. Ketika Keng In pulang, dia
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
364 menghampiri ibunya dan tertawa-tawa bangga, lalu menepuk pinggangnya di mana
tergantung sebatang pedang bersarung indah sambil berkata,
"Ibu, coba terka pusaka apa yang kudapatkan dalam perantauanku sekarang ini. Ibu selalu
melarang aku merantau, kalau aku tidak merantau, mana mungkin mendapatkan pusaka
ini?" Lulu mengerutkan alisnya memandang. "Hemm, engkau mendapatkan sebatang pedang
baru. Pedang apakah yang kaubanggakan itu?"
"Lihat, Ibu!"
"Singggg....!"
"Aihhhh....!" Lulu terkejut sekali menyaksikan sinar kilat keluar ketika pedang itu dicabut, dan
ada hawa yang menyeramkan keluar dari sinar pedang itu. "Itu.... itu.... seperti Sepasang
Pedang Iblis!"
"Ha-ha-ha! Pandangan Ibu tajam bukan main. Memang inilah Lam-mo-kian, pedang jantan,
sebatang di antara sepasang Pedang Iblis yang berhasil kurampas!"
"Siang-mo-kiam....!" Lulu menghampiri anaknya, merampas pedang itu, lalu mendekap
pedang itu dan menangis.
"Han-koko....! Ah, Han-koko.... kita dahulu menemukan pedang-pedang itu.... Sepasang
Pedang Iblis....!"
Keng In menarik napas panjang. "Kenapa Ibu menangis" Dan kenapa menyebut dia" Aku
muak mendengarnya. Ibu selalu menyebut-nyebut nama Han-koko! Hemmm, tentu Si
Pendekar Siluman yang bernama Suma Han itu, bukan" Dia telah banyak membuat Ibu
menderita. Teringat olehku betapa dahulu, ketika aku masih kecil, Ibu sering mimpi dan
menyebut-nyebut namanya. Aku telah mendapatkan pedang Lam-mo-kiam, aku akan
mencari dia dan akan kubunuh dia dengan pedang ini agar tidak menyusahkan hati Ibu
pula!" "Keng In...
Pendekar Riang 8 Amarah Pedang Bunga Iblis Karya Gu Long Pendekar Bayangan Setan 13
^