Pencarian

Sepasang Pedang Iblis 27

Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 27


"Agaknya dia dan yang lain-lain sudah mati ditelan ikan," kata Gozan. "Lebih baik kita
tinggalkan saja dia. Tempat ini pun masih berbahaya. Kalau sampai ada nelayan yang
melihat kita dan melapor-kan, kita akan celaka. Aku sudah khawa-tir sekali ketika beberapa
hari yang lalu ada perahu kecil meluncur cepat di laut-an itu."
"Tak usah khawatir," Liong Khek ber-kata, "Perahu kecit itu hanya ditumpangi seorang, dan
dia agaknya tidak memperhatikan ke sini. Pula, dia sudah pergi beberapa hari yang lalu,
kalau memang dia melaporkan, kiranya pada hari itu juga sudah ada pasukan yang datang
hen-dak menangkap kita. Akan tetapi, andai-kata demikian, kita takut apa kalau hanya
menghadapi pasukan-pasukan biasa?"
"Sekarang lebih baik kita lanjutkan rencana kita," kata pula Gozan. "Kita dapat pergi ke
Mongol melalui dua jalan. Pertama melalui jalan barat, melintasi Propinsi Liao-ning dan
melalui Pegunungan Tai-hang-san sebelah utara. Akan tetapi jalan ini berbahaya karena
tentu kita akan bertemu dengan para penjaga yang menjaga di Tembok Besar. Jalan ke dua
adalah melalui sepanjang Sungai Yalu dan kemudian terus ke barat melalui Mancu."
"Melalui Mancu" Gila, bukankah di sana pusatnya bangsa yang menjajah se-karang?"
"Justeru karena itulah maka kita tak-kan diperhatikan, karena tidak akan ada yang mengira
bahwa kita berani lewat di sana. Di sana banyak terdapat orang Mongol, maka bagiku aman,
juga banyak terdapat orang Han. Dengan menyamar, kita mudah saja melalui Mancu,
kemudian ke barat dan menyelinap ke Mongol." Gozan yang sudah hafal akan seluk-beluk
daerahnya itu menggambarkan keadaan dengan coretan-coretan di atas tanah depan
kakinya. "Kalau begitu, besok pagi-pagi kita berangkat pergi!" kata Liong Khek sambil menarik napas
panjang. Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
738 Tiba-tiba terdedgar suara nyaring merdu, "Tidak usah besok, sekarang pun kalian akan
pergi ke neraka!"
Tampak dua bayangan berkelebat dan tahu-tahu di situ telah berdiri Kwi Hong dan Keng In!
Pemuda itu tersenyum-se-nyum saja dan berdiri di pinggiran dengan kedua tangan
bersedekap (terlipat di dada).
Mendengar ucapan Kwi Hong dan ke-tika mereka mengenal dara ini, tiga orang itu sudah
meloncat berdiri. "Nona, apa kehendakmu dan apa artinya kata-katamu itu?" Liong Khek
bertanya, dan mukanya berubah pucat.
"Aku datang untuk membunuh kalian! Mana Si Keparat Bhong Ji Kun, suruh dia keluar!"
"Dia.... mungkin sudah mati. Perahu kami pecah oleh badai dan yang dapat menyelamatkan
diri hanya kami berlima. Nona, kami telah dilepaskan pergi oleh paman Nona. Kami telah
dimaafkan...."
"Mungkin Paman memaafkan, akan te-tapi aku tidak! Penghinaan dan tipuan yang kalian
lakukan kepadaku hanya da-pat ditebus dengan darah!" Sambil berka-ta demikian Kwi Hong
sudah mencabut pedangnya. "Singgg....!" Kilat berkelebat ketika pedang Li-mo-kiam
dihunus. Tiga orang itu menjadi kaget sekali. Liong Khek menoleh dan menghadapi Keng In yang
masih berdiri tenang dan tersenyum-senyum. "Wan-taihiap engkau adalah bekas sekutu
kami. Harap kau suka membantu kami dan menyuruh nona ini agar tidak memaksa kami
bertanding."
Wan Keng In tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, kalian ini orang-orang yang tak dapat dipercaya
dan berwatak pengecut, maka kalian memang sudah sepatutnya dibunuh. Akan tetapi
karena kalian ber-hutang kepada Enci Kwi Hong, biarlah dia yang akan menagihnya. Aku
hanya akan melenyapkan dua orang tiada guna itu!" Tiba-tiba tangannya bergerak, tam-pak
sinar berkelebat ketika pedang Lam-mo-kiam dicabut dan tubuhnya hanya berkelebat
sebentar lalu dia sudah berdiri lagi di tempat tadi, pedangnya sudah disarungkan kembali,
akan tetapi dua orang pelayan bekas juru mudi yang tadinya berjongkok dekat perapian
karena terganggu pekerjaan mereka memanggang ikan itu telah roboh dengan kepala
terpi-sah dari tubuh, lehernya putus disambar sinar pedang Lam-mo-kiam!
Tiga orang itu kaget bukan main dan tahulah mereka bahwa jalan satu-satunya bagi mereka
hanyalah melawan! Melihat sikap pemuda Pulau Neraka yang mereka tahu lihai luar biasa
itu, mereka hanya mengharapkan pemuda itu benar-benar memegang kata-katanya dan
tidak akan ikut campur, membiarkan dara itu seo-rang diri saja melawan mereka. Kalau
begini halnya, mereka masih ada harapan.
Biarpun mereka juga maklum bahwa mu-rid dan keponakan Pendekar Super Sakti ini lihai
sekali, namun mereka bertiga masa kalah melawan seorang gadis muda" Apalagi mereka
itu telah siap dengan senjata mereka. Gozan yang tak pernah bersenjata itu mengandalkan
kedua tangan dan kakinya dan ilmu gulat disamping ilmu silatnya. Thai-lek-gu (Kerbau
Berte-naga Besar) pun ketika berhasil menyela-matkan diri, sepasang golok penyembelih
babinya masih tergantung di punggung. Adapun Liong Khek sendiri yang kehilangan
senjatanya, telah mencuri sebuah pancing dari nelayan di Pantai Po-hai dan sudah membuat
senjata pancing baru. Biarpun tidak sekuat buatannya sendiri dahulu, namun cukup untuk
diper-gunakan karena memang keistimewaannya adalah mempermainkan senjata aneh ini.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
739 Melihat betapa dua orang itu sudah mengeluarkan senjata masing-masing, dan Gozan
sudah berdiri memasang kuda-kuda dengan kedua lengan dikembangkan seperti seorang
yang kerinduan siap memeluk kekasihnya, Kwi Hong menggerakkan pedangnya dan
membentak, "Bersiaplah untuk mampus!"
Akan tetapi Liong Khek dan Thai-lek-gu sudah mendahului menggerakkan senja-ta mereka.
Sepasang golok Si Gendut Pendek itu menyambar dahsyat dari kanan kiri, dan terdengar
suara bersiut nyaring ketika tali pancing itu melecut udara dan mata kailnya membalik,
me-nyambar tengkuk Kwi Hong dari belakang.
Kwi Hong maklum akan kelihaian para lawannya, makin dia cepat memutar pe-dang
menangkis sepasang golok sambil merendahkan tubuh dan menyelinap ke kiri untuk
menghindarkan sambaran mata kail. Si Gendut Pendek itu mengenal Li-mo-kiam, cepat
menarik kedua goloknya dan memutar golok itu untuk melanjutkan serangannya, yang kiri
menusuk dada, yang kanan menyerampang kaki. Juga Liong Khek sudah menggerakkan tali
pancingnya. Kwi Hong tadi meloncat ke kiri untuk menjauhi Gozan. Biarpun orang Mongol itu bertangan
kosong, namun dia maklum akan kelihaian orang ini dengan kedua tangannya. Sekali kena
dipegang orang itu, sukarlah untuk dapat lolos lagi. Karena itu dia selalu bergerak
menjauhinya agar jangan sampai Gozan mendapat kesempatan menyergapnya dari
belakang. Wan Keng In hanya berdiri tersenyum. Melihat wajah pemuda ini, sukar untuk mengetahui
apa yang tersembunyi di balik dada dan di balik dahi itu. Akan tetapi yang sudah jelas,
matanya bergerak me-ngikuti gerak-gerik Kwi Hong, penuh kagum, dan kadang-kadang
mata itu de-ngan liarnya melayang ke arah dada, pinggang, kaki dan wajah yang cantik dari
gadis itu. Pertandingan itu berjalan seru dan biarpun dikeroyok tiga, Kwi Hong tetap saja dapat
mendesak. Hal ini bukan hanya karena tingkat ilmunya memang jauh lebih tinggi, akan tetapi
terutama sekali karena tiga orang itu jerih menghadapi keampuhan Li-mo-kiam yang dahsyat
dan mengandung hawa mujijat itu. Betapapun juga, tidaklah terlampau mudah bagi Kwi
Hong untuk merobohkan mereka, karena tiga orang itu bertanding untuk mempertahankan
nyawa mereka! Lima puluh jurus telah lewat dan masih belum ada di antara mereka yang terluka, kecuali
golok kiri Thai-lek-gu patah ujungnya terbabat Li-mo-kiam. Karena maklum bahwa kalau
mereka ha-nya mempertahankan diri saja, lambat laun tentu mereka akan menjadi korban
Li-mo-kiam, maka tiga orang itu pun berusaha untuk membalas dan merobohkan gadis yang
perkasa itu. Pendeknya, pertandingan itu bagi mereka hanya berarti membunuh atau
dibunuh! Pada saat untuk kesekian kalinya se-pasang golok Thai-lek-gu menyambar, Kwi Hong
berusaha menangkis dan me-matahkan golok dan Si Gendut itu me-mang hanya mengacau
untuk memberi kesempatan kepada teman-temannya. Melihat dara itu menggerakkan
pedang menghalau golok-golok yang mengancam-nya, Liong Khek menggerakkan
pancing-nya yang kini diulur panjang untuk melibat pinggang dan leher dara itu! Kwi Hong
memang suddh menanti hal ini ter-jadi karena dia merasa penasaran dan kehilangan sabar
setelah sekian lamanya belum juga dapat merobohkan mereka. Begitu tali pancing melecut
udara dan menyambar, Kwi Hong menggerakkan tangan kirinya menangkap tali pancing!
Liong Khek berseru girang, dan seruan ini merupakan aba-aba bagi kedua orang temannya.
Sepasang golok itu menyerang dari kanan kiri, sedangkan Gozan menu-bruk dari belakang!
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
740 Kwi Hong mengerahkan sin-kang, me-narik tali pancing dengan tangan kiri, ketika sepasang
golok menyambar, kem-bali dia memutar pedangnya dan melepas tali pancing dengan tiba-
tiba sehingga mata kail itu meluncur ke arah pemilik-nya! Tentu saja Liong Khek dapat
me-nyelamatkan diri dan pada saat pedang Kwi Hong berhenti bergerak karena dua batang
golok itu ditarik kembali pada saat yang sama, mata kail itu sudah menyambar ke arah
mukanya dan sepasang golok sudah menjepit pedang, sedangkan Gozan menubruk dari
belakang, tahu-tahu kedua tangannya sudah mencengkeram ke arah pinggang!
Kwi Hong tidak menjadi gugup. Dia merendahkan tubuh dan dimiringkan, akan tetapi dia
tidak mengira bahwa gerakan Gozan memang cepat sekali dan tahu-tahu elakan itu masih
belum cukup untuk menghindarkan kedua tangan Gozan dan kini tangan kanan raksasa
Mongol itu sudah meraih pinggang Kwi Hong dan lengannya merangkul ketat! Tentu saja
Kwi Hong terkejut sekali. Pedang yang terjepit sepasang golok itu dia betot sambil
mengerahkan tenaga Inti Bumi. Terdengar suara "krakkk!" ketika sepasang golok itu patah-
patah dan pedangnya terus membabat ke belakang.
"Crokkkk! Aughhh....!" Tubuh Gozan terguling, lengan kanannya putus sebatas pundak
akan tetapi lengan yang besar itu masih melingkari pinggang dan jari-jari tangannya masih
mencengkeram baju gadis itu!
"Ihhhh!" Kwi Hong bergidik dan me-renggut lengan itu dengan tangan kirinya,
membuangnya ke samping.
"Brettt!" Baju di bagian perutnya te-robek oleh jari-jari tangan itu. Untung pakaian dalam
hanya ikut terobek sedikit sehingga hanya sedikit bagian kulit perut-nya yang putih bersih itu
tampak! Sambil menutupi bagian robek dengan tangan kiri, Kwi Hong membalikkan tubuh dan
pedangnya berkelebat merupakan gulungan sinar pedang yang seperti kilat menyambar di
waktu hujan. Tampak darah muncrat dan terdengar pekik-pekik mengerikan ketika tubuh
Gozan dan tubuh Thai-lek-gu hampir berbareng roboh de-ngan pinggang hampir terpotong!
Liong Khek menjadi pucat. Maklum bahwa dia tidak dapat melarikan diri, dia menjadi nekat.
Mata kailnya menyambar dengan gerakan berputaran, mata kail meluncur turun menyerang
ke arah mata Kwi Hong! Dan pada saat berikutnya, dia sendiri telah menubruk dan mengirim
pukulan dengan pengerahan sin-kang ke arah dada dara itu.
"Heiiittt.... blessss! Aduhhh....!" Kwi Hong telah merubah kedudukannya, sete-ngah
berjongkok dengan kecepatan me-ngagumkan sehingga mata kail itu tidak mengenai
sasaran, kemudian dari bawah pedangnya meluncur dan amblas mema-suki perut Liong
Khek sampai menembus punggung dan secepat kilat tubuh dara itu sudah meloncat ke
belakang sambil menarik kembali pedangnya sehingga darah yang muncrat itu tidak sampai
mengenai pakaiannya. Liong Khek terhu-yung lalu roboh menelungkup tanpa ber-sambat
lagi. Terdengar orang bertepuk tangan. "Bagus sekali! Kau sungguh hebat Enci Hong!"
Mulutnya memuji akan tetapi matanya mengincar ke arah sebagian perut yang tidak tertutup
tadi! Kwi Hong segera menutupi perutnya, mengeluarkan selem-bar saputangan sutera dan
menggunakan saputangan itu untuk diikat dan menutupi bagian yang robek.
Kwi Hong menyarungkan pedangnya, memandang tiga buah mayat musuhnya dan dia
berlutut, menutupi mukanya, ter-isak sedikit lalu membuka pula kedua tangan yang menutupi
muka dan.... ter-tawa!
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
741 "Kau hebat, Enci Hong. Tentu kau sudah puas sekarang?"
"Masih belum! Mereka ini hanya kaki tangannya, yang menjadi musuh besar utama adalah
Bhong Ji Kun!"
"Akan tetapi agaknya kau kalah dulu oleh badai. Menurut penuturan mereka tadi, perahu
mereka pecah oleh badai dan hanya mereka yang selamat."
Kwi Hong bangkit berdiri, menarik napas panjang. "Sayang sekali kalau be-gitu."
"Aku tahu bahwa kau mendendam sakit hati hebat, karena itu tadi pun aku tidak mau turun
tangan membantumu. Tentu saja aku yakin kau akan menang. Kalau aku membantumu
tentu kau akan kecewa."
Kwi Hong tersenyum kepadanya. "Terima kasih, Keng In. Engkau baik sekali. Dan melihat
engkau begitu baik, benar-benar menimbulkan rasa kasihan di hatiku."
"Eh, kasihan kepadaku, Enci Hong?" Keng In benar-benar merasa heran. "Me-ngapa
engkau merasa kasihan kepadaku?"
Mereka bicara sambil berjalan pergi meninggalkan mayat-mayat itu. Agaknya mereka
berjalan asal menjauhi mayat-mayat itu saja, tanpa tujuan tertentu, berjalan sepanjang
pantai laut. Tiba-tiba Kwi Hong menoleh kepada pemuda itu.
"Keng In, bukankah engkau mencinta Milana?"
Keng In terkejut, mengira bahwa Kwi Hong tahu bahwa dia menculik Milana, akan tetapi dia
dapat menekan perasaan-nya. "Dugaanmu benar, Enci Hong. Aku mencinta Milana, akan
tetapi keadaannya menjadi rusak dan kacau sekarang ini. Milana adalah puteri ayah tiriku,
bagai-mana mungkin....?"
"Bukan itu saja." Kwi Hong menghela napas. Gadis itu merasa hidup sebatang kara, setelah
dia menganggap bahwa pa-mannya membencinya, semua orang mem-bencinya, dan
tadinya harapannya tertum-pah kepada Bu-tek Siuw-jin. Kini, sebe-lum bertemu dengan
gurunya itu dia bertemu dengan Keng In yang bersikap baik, maka dia tidak ingat apa-apa
lagi dan mendapatkan seorang yang dapat dia ceritakan segalanya untuk menumpahkan
semua kedukaan dan kekecewaannya. "Bukan itu saja, akan tetapi kini Milana lenyap,
kabarnya diculik orang...."
"Ehhh....?" Keng In terkejut, benar-benar terkejut bukan pura-pura. Hanya kalau Kwi Hong
mengira dia terkejut mendengar dara yang dicintanya hilang, adalah sebenarnya Keng In
sendiri terke-jut bukan karena itu, melainkan karena mengira bahwa Kwi Hong benar-benar
telah tahu bahwa dia penculiknya! "Di-culik.... siapa...."
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu. Tadinya kusangka engkau, akan tetapi melihat perubahan
pada dirimu, tentu bukan kau yang melakukan perbuatan keji itu. Akan tetapi, juga bukan
karena Milana diculik orang itu yang membuat aku kasihan kepadamu, Keng In."
Dapat dibayangkan betapa lega hati Keng In.
"Eh, ada apakah lagi yang lebih hebat dari berita hilangnya Milana itu?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
742 "Ada yang lebih hebat, dan lebih me-nyedihkan untukmu, juga untukku...., bahwa Milana
telah ditunangkan dengan Gak Bun Beng."
Berita ini benar-benar merupakan pu-kulan hebat bagi Keng In! Di dalam hati-nya seolah-
olah ada api membakar dan kalau tadinya dia hanya cemburu karena Milana mencinta Bun
Beng, kini cemburu itu makin berkobar karena dara yang dicintanya itu ternyata telah
dijodohkan dengan pemuda yang makin dibencinya itu. Akan tetapi dia memang hebat.
Se-muda itu dia telah pandai menguasai di-rinya sendiri sehingga dia hanya menun-duk
saja, tidak tampak marahnya hanya kelihatan seperti orang yang berduka.
Sampai lama mereka tidak berkata-kata, hanya melangkah terus perlahan-lahan di
sepanjang pantai yang dijilati lidah-lidah ombak yang membuih.
"Enci Hong.... kau tadi bilang bahwa hal itu juga menyedihkan hatimu. Mengapa?"
"Tidak mengertikah engkau" Seperti juga engkau, aku mencinta orang yang bukan
dijodohkan denganku...."
Keng In menoleh dan menatap tajam wajah yang menunduk itu. "Kau.... kau juga mencinta
Bun Beng?"
Kwi Hong mengangguk tanpa menoleh sehingga dia tidak melihat betapa sinar kemarahan
membuat wajah tampan itu menjadi menakutkan. Akan tetapi hanya sebentar, karena segera
terdengar kata-kata Keng In, halus dan seperti suara orang yang benar-benar berniat jujur
dan baik. "Betapapun juga, Enci Hong. Engkau adalah keponakan dan murid Pendekar
Super Sakti, aku adalah anak tirinya. Kiranya sudah menjadi tugas kewajiban kita untuk
mencari siapa penculik Milana dan ke mana dia dibawa pergi."
Kini Kwi Hong menoleh dengan pan-dang mata terheran-heran. "Kau...." Hen-dak mencari
dan menolong Milana" Ahhh, betapa baik hatimu. Sungguh tak kusang-ka! Kau membikin
aku merasa malu, Keng In. Aku sendiri tadinya sudah tidak peduli karena kedukaan dan
kekecewaan-ku. Kau benar, kita harus mencari dia, harus mencari Bun Beng. Biarpun hati
kita dihancurkan, dipatahkan, namun kita harus menemukan mereka dan menyuruh mereka
kembali ke Pulau Es."
"Kalau begitu marilah kita mencari mereka, Enci. Hong! Lihat, Sepasang Pedang Iblis
berada di tangan kita! Ha-ha-ha, Siang-mo-kiam telah menggegerkan dunia. Sekali ini pun
akan menggegerkan dunia, akan tetapi dengan cara lain! Kita akan bekerja sama, bahu-
membahu me-numpas musuh-musuh kita!"
Tentu saja Kwi Hong terbawa oleh kegembiraan Keng In yang mencabut Lam-mo-kiam dan
mengangkatnya tinggi-tinggi itu. Dia tidak mengartikan lain dengan sebutan "musuh-musuh
kita" maka dia pun mencabut Li-mo-kiam, mengang-katnya di atas kepala dan dengan wajah
berseri berseru, "Siang-mo-kiam akan menggegerkan dunia dan musuh-musuh kita akan
tertumpas habis!"
Siang hari itu mereka berhenti di da-lam sebuah hutan. Keng In menurunkan bangkai kijang
yang tadi diburu dan bangkai kijang yang tadi diburu dan dibunuhnya. Kwi Hong sudah
mempersiap-kan bumbu-bumbu yang tadi mereka beli di dusun terakhir di luar hutan. Keng
In memilih daging-daging yang lunak dan memberikannya kepada Kwi Hong yang
melumurinya dengan bumbu yang sudah diaduk dengan air, kemudian daging-daging itu
mulai mereka bakar di atas api unggun.
"Sayang tidak ada nasi," kata Kwi Hong.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
743

Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Makan daging saja asal cukup banyak juga kenyang. Dan aku masih mempunyai simpanan
arak," kata Keng In.
Maka makanlah keduanya. Kwi Hong makan dengan lahap karena hatinya se-nang. Dia
merasa mendapatkan teman seperjalanan yang menyenangkan dalam diri Keng In. Dia
merasa seolah-olah Keng In memang sejak dahulu adiknya sendiri! Dan ajakan Keng In
untuk men-cari Milana dan Bun Beng menimbulkan semangat kembali, tidak seperti sebelum
ini, acuh tak acuh. Dunia masih lebar dan bukan hanya Bun Beng seorang laki-laki di dunia
ini, sungguhpun sukarlah menemukan ke duanya!
Setelah perutnya penuh dengan daging bakar yang harum dan gurih, dan kepadanya agak
ringan oleh arak Keng In yang benar-benar keras, harum dan tua itu, Kwi Hong duduk
menyandarkan punggung-nya di bawah pohon besar. Tempat itu teduh sekali,
melindunginya dari panas matahari. Angin bertiup dan Kwi Hong yang kelelahan dan
kekenyangan itu se-perti dikipasi, tanpa disadarinya lagi dia telah tertidur sambil menyandar
batang pohon! Malam hampir tiba ketika Kwi Hong mengeluh dan membuka matanya. "Augg-ghh....
kepalaku pening...."
Keng In segera mendekati dan berlu-tut di depan Kwi Hong. Dara itu membu-ka matanya,
memandang heran. "Di mana aku...." Kau.... kau....?"
"Enci Hong, kau kenapakah" Aku Keng In. Kau kenapa....?"
"Ahhh, Keng In.... hampir aku lupa kepadamu.... entah, kepalaku pening.... aku bingung...."
"Tenanglah, Enci Hong dan jangan khawatir, aku membawa obat untukmu. Rebahlah dan
minum obat ini...." Keng In mengeluarkan sebotol obat cair yang berbau harum, memberi
gadis itu minum obat ini. Kwi Hong yang berada dalam keadaan setengah ingat itu tidak
membantah, dengan penuh kepercayaan dia minum obat itu, kemudian karena kepala-nya
pening dan pandang matanya berku-nang, dia tidur lagi dan tak lama kemu-dian dia menjadi
pulas. Melihat dara itu sudah tidur nyenyak, Keng In tersenyum lebar dan matanya mengeluarkan
sinar yang aneh, kemudian dia menyimpan sisa obat yang masih banyak, membesarkan api
unggun dan rebah di atas rumput untuk mengaso. Sukar baginya untuk bisa tidur pulas
karena pikirannya penuh oleh pengalaman hari itu. Yang selalu terbayang olehnya adalah
wajah Bun Beng, dibayangkannya dengan kemarahan dan kebencian besar. Milana
mencinta Bun Beng, dan Kwi Hong juga mencinta Bun Beng! Semua orang mencinta Bun
Beng dan membencinya! Biarlah dia akan menjadi Gak Bun Beng. Dia akan makan dan
menikmati kembangnya, biarlah Bun Beng yang ter-kena durinya! Dia melirik ke arah Kwi
Hong. Obat yang diberikannya tadi akan memperkuat obat yang terdahulu, yang berada di
dalam araknya, dan obat itu membutuhkan waktu beberapa lama untuk bekerja dengan baik.
Masih banyak waktu untuk bersenang-senang, pikirnya dan sambil tersenyum karena
hatinya lega, tidurlah Keng In.
Pada keesokan harinya, menjelang pagi, Kwi Hong terbangun. Dia mengejap-ejapkan
kedua matanya, lalu menggosok-gosok matanya, mengerutkan alisnya. Di mana dia dan
mengapa dia berada di hutan" Cuaca remang-remang dan keada-an sekelilingnya hanya
diterangi oleh sinar api unggun. Dia bangkit duduk dan tiba-tiba terdengar suara orang
memang-gil, "Kwi Hong....!"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
744 Kwi Hong menoleh ke kanan dan oto-matis tubuhnya bersiap siaga. Biarpun dia tidak ingat
apa-apa lagi namun ilmu silat yang sudah mendarah daging di tubuhnya itu menggerakkan
tubuh tanpa membutuhkan ingatan lagi!
Melihat munculnya seorang laki-laki muda yang memakai sebuah caping (topi) bundar, dia
membentak sambil meloncat berdiri, "Siapa kau?"
Pemuda bercaping bundar itu terbela-lak heran. "Kwi Hong, lupakah engkau kepadaku,
kepada laki-laki yang kaucinta dan yang mencintamu" Lihatlah wajahku, lihatlah capingku,
apakah kau tidak ingat kepadaku lagi?"
Kwi Hong tercengang keheranan, me-ngerahkan ingatannya untuk mengenal siapa pemuda
ini, akan tetapi percuma saja. Ada bayangan di balik otaknya bah-wa dia memang mengenal
pemuda ini dan merasa suka kepada wajah yang tampan itu, akan tetapi tidak ingat lagi.
"Aku tidak tahu.... aku tidak ingat.... siapakah engkau....?"
"Kwi Hong, dewiku tersayang. Aku adalah Gak Bun Beng, kekasihmu!"
Mendengar nama Gak Bun Beng ini, Kwi Hong menjadi lemas. "Bun.... Bun Beng! Ahhh,
Bun Beng....!" Dan dia menangis sambil jatuh terduduk.
Pemuda itu cepat berlutut di depan-nya dan melingkarkan lengan ke lehernya, memeluknya
dengan mesra. Biarpun pada waktu itu ingatan Kwi Hong sudah lenyap sama sekali
sehingga dia tidak lagi dapat mengingat bagaimana wajah Bun Beng, akan tetapi mendengar
nama itu sudah cukup menggerakkan hatinya, nama yang tak pernah terlupa olehnya.
Otomatis, karena hatinya amat tertekan tadinya sebelum dia kehilangan ingatan, dan kini
seolah-olah memperoleh obat penawar yang menyejukkan, kedua lengannya balas
me-meluk pemuda itu. Mereka berpelukan dan Kwi Hong terisak penuh rasa girang dan lega.
Pemuda itu memegang dagunya, mengangkat muka, dan ketika pemuda itu menciumnya,
mencium pipinya, hi-dungnya, mulutnya, Kwi Hong hanya mengeluarkan suara rintihan
terharu dan memejamkan kedua matanya!
Sebelum kehilangan ingatannya, Kwi Hong merasa betapa hatinya hancur, ter-utama sekali
karena Bun Beng yang dicintanya itu dijodohkan dengan Milana. Habis harapannya untuk
dapat berjodoh dengan pemuda yang dicintanya itu, dan telah ada kenyataan bahwa
pemuda yang dicintanya itu takkan dapat diraih oleh-nya, maka cintanya terhadap pemuda
itu seolah-olah bertambah, dan dia merasa rindu sekali kepada Gak Bun Beng. Oleh karena
itulah, kerinduan yang masih men-cengkeram bawah sadarnya, kini timbul ketika pemuda
yang dicintanya itu telah memeluk dan menciumnya. Tanpa dorong-an rasa rindu yang hebat
itu kiranya dia tidak akan menerimanya begitu saja pen-curahan kasih sayang dari seorang
pria terhadapnya, keadaan yang sama sekali masih asing baginya ini. Tapi sekarang Kwi
Hong sama sekali tidak memberontak bahkan di luar kesadarannya, hidung dan bibirnya
bergerak membalas ciuman pe-muda itu dengan gairah yang meluap-luap.
"Kwi Hong.... ah, Kwi Hong.... keka-sihku.... hanya engkaulah wanita yang kucinta....!" Laki-
laki itu berbisik sambil memperketat dekapannya dan membawa Kwi Hong rebah di atas
rumput. "Bun Beng.... ohh, Bun Beng....!" Kwi Hong memejamkan matanya dan sama sekali tidak
peduli lagi akan apa yang dilakukan oleh pemuda yang dicintanya itu terhadap dirinya. Dia
menyerah bulat-bulat, menyerahkan hati dan tubuhnya dengan penuh kerelaan, bahkan dia
mem-bantu penyerahan itu karena dia pun membutuhkan kasih sayang pemuda ini. Maka
terjadilah hal yang tak dapat di-elakkan lagi dalam keadaan seperti itu. Hanya pohon-pohon,
kabut pagi, dan burung-burung yang baru keluar dari sa-rangnya saja yang menjadi saksi
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
745 akan pencurahan cinta berahi yang berlangsung pada pagi hari di bawah pohon besar itu.
Pencurahan nafsu berahi yang terjadi atas kehendak kedua pihak, dengan suka rela,
sungguhpun Kwi Hong melakukannya dalam keadaan hilang ingatan dan hanya merasa
yakin bahwa dia telah menyerah-kan tubuhnya kepada orang yang dicinta-nya, Gak Bun
Beng, dan tidak akan me-rasa menyesal akan apa pun yang menja-di akibatnya. Adapun
pemuda itu, yang mudah saja diduga bukan Gak Bun Beng sesungguhnya melainkan Wan
Keng In, mula-mula menggunakan siasat ini, me-rampas ingatan Kwi Hong dengan obat
pemberian gurunya, kemudian menyamar sebagai Bun Beng, bukan semata-mata untuk
menikmati kemesraan tanpa perko-saan bersama Kwi Hong yang cantik dan yang
dikaguminya, melainkan didasari oleh niat untuk menghancurkan hidup Bun Beng! Keng In
ingin menanam kesan mendalam di hati Kwi Hong bahwa gadis itu telah menyerahkan
tubuhnya kepada Bun Beng, dan hal ini tentu saja kelak akan menjadi penghalang bagi Bun
Beng untuk melanjutkan perjodohahnya dengan Milana! Akan tetapi, bukan sampai di situ
saja rencananya untuk menjebloskan nama baik Bun Beng ke pecomberan.
Setelah mencurahkan kasih sayangnya kepada pemuda yang dicintanya, penga-laman
pertama selama hidupnya yang baru sekarang dialami akan tetapi sama sekali tidak
disesalkannya itu, Kwi Hong tertidur lagi kelelahan dan kepuasan. Ketika dia bangun lagi,
pemuda bertopi bundar itu telah berada di sisinya. Kwi Hong menggeliat, seperti seekor
kucing manja, membuka mata dan merangkulkan kedua tangan ke leher laki-laki yang te-lah
duduk di dekatnya, menarik muka yang dicintanya itu dan kembali mereka berciuman.
"Hemmm...., Bun Beng.... aku merasa berbahagia sekali....!"
Keng In tertawa dan menarik tangan Kwi Hong bangun. "Hayo bangunlah, kita mandi di
telaga dekat sini, kemudian melanjutkan perjalanan."
"Eh, ke mana?" Kwi Hong bertanya sambil tersenyum manis, membetulkan pakaiannya
yang awut-awutan seperti juga rambutnya, akan tetapi yang bahkan me-nambah keaslian
kecantikannya. "Ke mana lagi, sayang" Bukanlah kita telah menjadi suami isteri, biarpun belum resmi" Aku
adalah suamimu, maka kau harus ikut bersamaku."
Kwi Hong menggeleng-geleng kepala-nya. "Aku tidak ingat lagi.... di mana rumahmu.... akan
tetapi aku tidak peduli, Bun Beng. Bersama denganmu, aku akan selalu merasa bahagia,
biar kaubawa ke neraka sekalipun!"
Keng In merangkul dan kembali mere-ka berciuman. "Kwi Hong.... pujaan hati-ku.... kalau
aku membawamu, bukan ke neraka, melainkan ke sorga. Aku.... aku cinta padamu, Kwi
Hong....!" Kalimat terakhir ini menggetarkan jantung Keng In karena dia merasa betapa
ucapan itu tidak dibuat-buat seperti kalimat yang lain! Dia benar-benar merasa jatuh cinta
kepada Kwi Hong! Sudah beberapa kali dia berhubungan dengan wanita, baik dengan
perkosaan maupun dengan suka rela karena kenakalannya, akan tetapi semua itu hanyalah
peristiwa badani saja. Anehnya, setelah apa yang terjadi, sete-lah merasa sampai ke dasar
dirinya beta-pa Kwi Hong benar-benar menyerahkan segala-galanya dengan kasih sayang
yang mesra, agaknya kasih sayang dara itu mencekam perasaannya dan menggugah
cintanya pula! Sambil tertawa-tawa bahagia, mereka berdua mandi di air telaga yang jernih. Mereka mandi
dengan telanjang bebas karena di dalam hutan itu sunyi tidak ada orang lain lagi. Dalam
kesempatan ini, sambil berendam di dalam air jernih, kembali kedua insan itu mencurahkan
perasaan mereka dan mengulangi perbuat-an mereka di bawah pohon tadi. Bagi dua orang
yang sedang dimabok asmara, se-perti sepasang pengantin baru, agaknya keduanya tidak
pernah merasa puas akan permainan cinta ini.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
746 Keng In yang cerdik itu kini malah merasa khawatir kalau-kalau Kwi Hong sadar dan
ingatannya kembali lagi lalu menolak cintanya! Dia mulai merasa khawatir kalau dia akan
kehilangan Kwi Hong yang dicintanya ini! Sungguh keada-an menjadi terbalik sama sekali!
Karena itu, setiap hari dia selalu mencampurkan obat perampas ingatai ke dalam minuman
atau makanan Kwi Hong dan mereka melakukan perjalanan cepat, hanya dise-ling dengan
makan, tidur, dan bermain cinta.
Keng In ingin cepat-cepat mengajak Kwi Hong ke Pulau Neraka, di mana dia ingin
menjalankan siasatnya selanjutnya untuk merusak hubungan antara Bun Beng dan Milana.
Selain itu, juga obat yang dibawanya tidak banyak. Kalau sampal obat itu habis sebelum
mereka tiba di Pulau Neraka, tentu akan berbahaya se-kali. Kwi Hong akan sadar kembali
dan dia akan menghadapi kesulitan besar.
*** Biarpun Milana masih dapat memper-tahankan harga dirinya dan menolak dengan keras
ajakan Keng In yang me-nyamar Gak Bun Beng untuk bermain cinta, namun dara ini merasa
berduka sekali. Sepanjang ingatannya, kekasihnya yang bernama Gak Bun Beng itu adalah
seorang gagah perkasa yang menjunjung tinggi kehormatan. Akan tetapi siapa kira begitu
datang pemuda yang dirindukannya itu hendak melakukan pelanggaran yang amat
merendahkan dirinya! Sepeninggal Bun Beng malam itu, dia menangis dan berduka.
Biarpun dia terbebas dari bahaya itu, namun Milana masih tetap menjadi seo-rang yang
seperti boneka hidup di Pulau Neraka. Dia masih belum ingat apa-apa karena sebelum pergi
Keng In telah memesan kepada anak buahnya yang di-pimpin oleh tokoh Pulau Neraka, Si
Gun-dul Kong To Tek untuk setiap hari mem-beri obat perampas ingatan itu dicampur-kan
dalam makanan yang disuguhkan kepada Milana.
Pada suatu pagi, Milana duduk ter-menung seorang diri di belakang pondok-nya di Pulau
Neraka. Dia sama sekali tidak tahu bahwa malam tadi, Giam Kwi Hong keponakan dan
murid ayahnya telah mendarat di Pulau Neraka bersama Wan Keng In! Andaikata dia
melihat mereka mendarat, tentu dia akan menganggap Keng In yang memakai caping itu
adalah Bun Beng yang selama ini dia pikirkan dengan hati risau, dan dia tentu tidak akan
mengenal lagi Kwi Hong yang ke-adaannya sama dengan dia.
Tiba-tiba muncul Kong To Tek. Biar-pun dia tidak mengenal siapa orang ini, akan tetapi
Kong To Tek bukan merupa-kan orang asing bagi Milana, karena Si Gundul inilah yang
melayani segala kebutuhannya. Pernah dia bertanya kepada Kong To Tek, ke mana
perginya Gak Bun Beng yang selama itu belum datang, dan dijawab bahwa pemuda itu
sedang pergi, akan tetapi tak lama tentu kembali.
"Nona, Gak Bun Beng telah kembali ke pulau ini." Kong To Tek berkata ke-pada Milana
sambil menyeringai. "Dan Nona diharapkan menemuinya di sana."
Terjadi perang di dalam pikiran Mila-na. Akan tetapi akhirnya, cinta kasih yang sebetulnya
tak pernah padam di dalam hatinya itu menang dan dia meng-angguk. "Di mana dia?"
"Di dalam pondok kuning dekat pantai timur, Nona."
Milana lalu berjalan cepat menuju ke pantai timur. Dia sudah hafal akan ke-adaan di Pulau
Neraka dan sebentar saja dia telah tiba di pondok itu. Akan tetapi sunyi saja di luar pondok
dan ketika dia mendekat, terdengar olehnya suara orang berbicara dan tertawa, suara
seorang laki-laki dan seorang wanita yang bersendau-gurau dan bercintaan. Dia terheran-
heran, lalu mengintai dari jendela dari kamar tunggal pondok kecil itu.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
747 Kamar itu terang sekali dan tampak jelas olehnya segala yang terjadi di da-lam kamar. Dia
melihat pemuda bertopi bundar, Gak Bun Beng yang dicintanya, sedang bermain cinta
dengan seorang wanita cantik, seorang wanita yang se-perti telah dikenalnya akan tetapi dia
lupa lagi siapa wanita itu. Melihat adeg-an yang selama hidupnya belum pernah
disaksikannya itu, melihat betapa pria satu-satunya yang dicintanya bermain gila dengan
seorang wanita lain, tak tertahan lagi Milana mengeluarkan suara isak ter-tahan,
membalikkan tubuhnya dan lari dari tempat itu!
Dari dalam kamar di pondok kuning itu, biarpun dia sedang berkasih-kasihan dengan mesra
bersama Kwi Hong, Keng In yang sudah mengatur siasat itu maklum bahwa siasatnya
berhasil dan dia mendengar isak tertahan tadi. Diam-diam dia tersenyum bangga ketika
menciumi Kwi Hong. Mampuslah kau, Bun Beng, pikirnya. Milana tentu takkan sudi
melanjutkan perjodohannya dengan Bun Beng setelah terjadi dua hal itu. Pertama, Bun
Beng hendak merayunya dan mengajaknya berjina, ke dua, Bun Beng telah bermain cinta
dengan wanita lain! Setelah berhasil, dia akan membebaskan Milana. Biarlah Milana kembali
ke daratan dengan bekal kebencian yang meluap bagi Bun Beng! Dan dia sendiri.... dia
sudah puas dengan Kwi Hong. Hanya ada satu yang amat membingungkan dan
menggelisahkan hati Keng In. Dia sudah terlanjur jatuh cinta kepada Kwi Hong. Tidak
mungkin kalau selamanya dia harus membuat Kwi Hong kehilangan ingatannya seperti
seka-rang ini. Obat itu adalah racun yang berbahaya, kalau terus menerus diberikan,
menurut gurunya, bisa membuat gadis itu menjadi gila betul-betul! Akan tetapi, kalau
ingatannya kembali dan Kwi Hong mendapat kenyataan bahwa dia telah menyerahkan
dirinya bukan kepada Bun Beng, tapi kepada Keng In, apa yang akan terjadi" Apakah Kwi
Hong mau menerima nasib" Bagaimana kalau tidak" Dia takut kehilangan wanita yang
dicin-tanya! Keng In mengusir rasa gelisahnya. Setelah kedua orang itu puas berkasih--kasihan dan Kwi
Hong tertidur di kamar itu, Keng In segera meninggalkan pondok. Masih ada sedikit lagi yang
harus dia lakukan sebelum dia membebaskan Milana. Cepat ia pergi ke pondok Milana,
mema-kai caping lebar.
Milana sedang duduk menangis di da-lam pondok itu. Ketika mengengar ada orang datang
dia menoleh. Melihat bahwa yang datang adalah Bun Beng, dia bang-kit berdiri. "Manusia
hina! Gak Bun Beng, hayo kau keluar dari sini!"
Keng In membelalakkan matanya dan kelihatan terkejut. "Milana.... kekasihku, mengapa kau
marah-marah kepadaku?"
"Jahanam, jangan menyebut kekasih kepadaku! Engkau pernah merayuku, hal itu masih
dapat dimaafkan, akan tetapi apa yang telah kaulakukan di dalam pon-dok kuning bersama
perempuan lacur itu?"
"Milana! Perempuan lacur yang mana kaumaksudkan" Aku datang bersama Giam Kwi
Hong! Masa kau tidak mengenal Giam Kwi Hong?" Keng In sengaja mene-kankan nama ini
ke dalam ingatan Milana.
"Aku tidak kenal segala Giam Kwi Hong. Yang kulihat adalah bahwa perem-puan tak tahu
malu di kamar itu bermain gila denganmu. Aku tidak sudi lagi meli-hat tampangmu. Pergi!"
"Milana! Dia itu bukan perempuan lacur, kalau dia cinta kepadaku, apakah aku harus
menolak" Gak Bun Beng bukan laki-laki yang suka menolak cinta seorang wanita. Giam Kwi
Hong adalah murid dan keponakan ayahmu sendiri. Masa kau lupa?"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
748 Milana kelihatan bingung. Ayahnya" Siapa ayahnya" Giam Kwi Hong" Seperti pernah dia
mendengar nama ini. Murid dan keponakan ayahnya"
"Siapa" Ayahku....?"
"Ayahmu Pendekar Super Sakti, Pen-dekar Siluman Majikan Pulau Es!"
Disebutnya nama ini seolah-olah me-rupakan guntur di siang hari memasuki telinga Milana.
Inilah kesalahan Keng In. Nama Suma Han sebagai Pendekar Super Sakti telah berakar
dalam ingatan Milana yang menjadi puterinya, maka begitu disebut nama ini, biarpun segala
hal yang terjadi masih belum diingatnya, namun yang jelas dia tahu bahwa Bun Beng telah
menghina ayahnya karena berjina dengan murid dan keponakan ayahnya itu! Ini saja sudah
cukup baginya. "Keparat, kau menghina ayahku!" Ti-ba-tiba kaki Milana menendang dan se-buah bangku
melayang ke arah muka Keng In.
"Haiii!" Keng In memukul bangku itu. "Brakk!" Bangku pecah berantakan akan tetapi Milana
sudah menerjang maju dengan pukulan tangannya. Keng In kaget sekali, tidak mengira
bahwa Milana me-nyerangnya dengan marah seperti itu. Dia cepat mengelak dan meloncat
keluar, di hatinya dia tertawa girang. Milana sudah mulai membenci Gak Bun Beng! Karena
tidak ingin melayani Milana yang menga-muk itu, Keng In cepat berlari kembali ke pondok


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuning. Akan tetapi tiba-tiba dia berhenti dan berdiri terpukau ketika melihat Kwi Hong sudah berdiri
di depan pondok de-ngan pedang Li-mo-kiam di tangan dan mukanya merah, sepasang
matanya berki-lat! Keng In terperanjat, dan bulu teng-kuknya meremang. Sepasang mata
yang marah itu ditujukan kepadanya. Apakah karena dia tidak memakai caping bundar yang
terlempar jauh ketika dia diserang Milana tadi" Ah, tidak mungkin! Kwi Hong sudah
menganggapnya Bun Beng, pakai caping atau pun tidak! Akan tetapi mengapa"
"Wan Keng In! Aku tahu bahwa kau yang menculik Milana. Hayo serahkan Milana padaku!"
Kwi Hong berseru dan mengelebatkan Li-mo-kiam di tangannya. Keng In terbelalak. Jelas
bahwa dara itu adalah Kwi Hong, wanita yang selama hampir dua pekan ini setiap hari
bere-nang dalam lautan cinta yang mesra dengan dia! Dan wanita ini selalu
meng-anggapnya Gak Bun Beng. Kenapa seka-rang tiba-tiba menyebutnya Wan Keng In"
Sudah sadarkah dia" Tak mungkin! Tadi sebelum pergi, dia sudah menyedia-kan minuman
bercampur obat untuk Kwi Hong!
Memang amat mengherankan bagi yang tidak melihat apa yang terjadi de-ngan diri Kwi
Hong ketika Keng In pergi tadi. Baru saja Keng In pergi dan Kwi Hong masih tidur pulas
dengan wajah membayangkan senyum kepuasan, sesosok tubuh yang pendek menyelinap
ke dalam kamar itu membuang isi cawan minuman dan menukarnya dengan benda cair
yang dituangkan dari guci arak yang dibawanya. Kemudian bayangan itu menyelinap keluar
lagi setelah dia mengguncang kaki Kwi Hong yang terbangun.
Kwi Hong memandang ke kanan kiri, melihat cawan di atas meja. "Bun Beng....?" Dia
memanggil akan tetapi tidak ada jawaban. Diambilnya cawan itu dan diminumnya. Tiba-tiba
dia berteriak kaget, meloncat bangun akan tetapi ter-banting jatuh lagi ke atas dipan itu dan
jatuh pingsan! Bayangan pendek yang bukan lain ada-lah seorang kakek tua renta, Bu-tek Siauw-jin,
masuk ke kamar itu dan meng-geleng kepala sambil mengeluarkan suara "ck-ck-ckk!"
Dengan perlahan dia lalu mengurut-urut punggung muridnya itu, di sepanjang tulang
punggung dari bawah sampai ke tengkuk.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
749 Kwi Hong siuman, bangkit duduk dan menggoyang-goyang kepalanya. "Aihhhhh, di mana
aku....?" "Kwi Hong...."
Dia menoleh, terkejut melihat gurunya telah berdiri di kamar itu. Cepat dia meloncat turun
dan berlutut, membetulkan pakaiannya yang tidak karuan.
"Suhu! Apa artinya ini" Di mana tee-cu" Dan.... dan.... Bun Beng...." Gadis ini telah pulih
kembali ingatannya berkat obat yang diberikan Bu-tek Siauw-jin dan urutan tangannya tadi.
Dia teringat akan semua yang dialaminya dengan Bun Beng maka dia terkejut melihat
gurunya dan tidak melihat kekasihnya di situ.
"Kwi Hong," suara Bu-tek Siauw-jin tidak seperti biasanya, kini terdengar tegas dan sama
sekali tidak tampak sen-dau-guraunya, bahkan alisnya yang putih itu berkerut. "Kau agaknya
tidak tahu bahwa kau berada di Pulau Neraka."
"Ehhh...." Apa teecu mimpi....?" Ada rasa kecewa di hatinya. Kalau hanya mimpi, jadi
semua pengalamannya yang luar biasa dengan Bun Beng itu pun ha-nya mimpi"
"Tidak, kau tidak mimpi. Akan tetapi ketahuilah bahwa Milana diculik oleh Wan Keng In, dan
kau harus menolongnya keluar dari sini. Awas, dia datang!" Ka-kek itu berkelebat dan
lenyap. Mendengar nama Wan Keng In disebut sebagai penculik Milana, Kwi Hong menjadi terkejut.
Kini teringatlah dia betapa Wan Keng In telah membantunya mem-bunuh tiga orang
musuhnya, membantu memberi tahu tempat mereka dan betapa dia melakukan perjalanan
bersama Wan Keng In. Akan tetapi dia lupa lagi di mana dan bagaimana dia berpisah dan
Wan Keng In kemudian bertemu Bun Beng. Di mana sekarang Bun Beng" Betapapun juga,
mendengar perintah gurunya, cepat dia membereskan pakaiannya, menyambar Li-mo-kiam
dan menanti di luar. Begitu dia mengenal Wan Keng In yang datang, dia segera
menegurnya. "Enci Kwi Hong.... kau.... kau.... bagai-mana bisa tahu?"
"Tak perlu kauketahui, pendeknya aku tahu bahwa kau menculik Milana dan aku minta kau
segera membebaskannya agar dapat pergi keluar dari Pulau Neraka ini bersamaku. Selain
itu, kalau kau berani menjebak Gak Bun Beng, terpaksa aku takkan memandang
persahabatan kita lagi. Di mana dia?"
Keng In menahan ketawanya, hatinya girang. Kiranya gadis ini masih belum tahu bahwa
Gak Bun Beng yang selama belasan hari ini mabuk dalam peluk ciumnya, adalah dia sendiri!
"Oohhh dia" Begini, Enci Kwi Hong. Dahulu, ketika kau melakukan perjalanan bersamaku, di
tengah jalan aku bertemu dia dan.... dan...., aku mendengar bahwa Milana di-culik orang
maka aku titipkan kau kepa-danya dan aku sendiri lalu mencari Milana, berhasil dan kubawa
ke sini.... ada pun.... ada pun dia itu...." Keng In menja-di bingung sekali, bukan hanya
karena Kwi Hong secara tiba-tiba kembali pulih ingatannya, akan tetapi juga karena urus-an
menjadi berbalik arah! Kini dia tidak ingin gadis ini pergi meninggalkannya! Maka dia
menekan hatinya dan mengam-bil keputusan untuk terang-terangan saja karena kalau tidak
tentu Kwi Hong juga segera pergi meninggalkan dia!
"Begini, Kwi Hong.... dengarlah baik--baik dan tenangkan hatimu. Kita sama tahu bahwa
Milana dan Bun Beng saling mencinta, bahkan mereka telah dijodoh-kan menjadi calon
suami isteri. Engkau mencinta Bun Beng dan aku mencinta Milana, akan tetapi cinta kita
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
750 keduanya gagal. Karena itu, setelah aku melihatmu, aku merasa kasihan, dan.... dan kita
ber-dua yang gagal dalam cinta kasih ini bukanlah telah saling menemukan" Aku akan
bebaskan Milana, biar dia mencari Bun Beng dan menikah. Aku.... aku akan berbahagia
sekali hidup selamanya di sampingmu, Kwi Hong."
Muka Kwi Hong berubah pucat. Ada firasat tidak enak menyelubungi hatinya. Dia mulai
mengingat-ingat. Cerita Keng In yang pertama tadi tidak masuk akal sama sekali.
Pengakuan yang kedua lebih cocok.
"Wan Keng In, jangan main gila kau! Apa maksudmu" Di mana Bun Beng?"
Dengan nada suara sedih penuh kekha-watiran, Keng In menjawab, "Bun Beng tidak ada,
Kwi Hong. Yang ada hanya Keng In. Bun Beng adalah milik Milana, akan tetapi Keng In
adalah milikmu se-perti engkau milikku, Kwi Hong."
Wajah itu menjadi makin pucat, jan-tungnya berdebar tegang. "Apa...." Apa maksudmu?"
"Kwi Hong, engkau dan aku adalah sama-sama orang yang tidak disukai orang lain, tidak
ada yang mencinta, dan gagal dalam cinta. Engkau dan aku yang menguasai Sepasang
Pedang Iblis. Kita berdua dengan Sepasang Pedang Iblis di tangan akan menjagoi seluruh
dunia. Kalau kita berdua maju, siapa yang akan dapat menandingi kita" Bahkan pamanmu,
Pendekar Super Sakti sendiri belum tentu akan dapat menangkan kita berdua. Kita sudah
jodoh, Kwi Hong, dan aku cinta padamu."
"Apa...." Kau gila, Keng In!"
"Kita berdua telah gila, akan tetapi dalam kegilaan itu kita dapat sepaham, dan kita akan
senasib sependeritaan. Kwi Hong, engkau isteriku, engkau telah menjadi isteriku, selama
dua pekan ini.... bukankah kita berdua telah saling mencurahkan cinta kasih, demikian
nikmat, demikian mesra.... ah, Kwi Hong, dapatkah kau melupakan semua itu" Haruskah
hubungan semesra dan sebahagia itu dihentikan untuk mengejar yang tak mungkin didapat"
Kini wajah Kwi Hong menjadi merah sekali, air matanya bercucuran. "Kau.... jadi kau.... kau
yang selama ini.... kusang-ka Bun Beng....?"
"Terpaksa aku menyamar sebagai Bun Beng, karena aku ingin mendapatkan diri-mu,
cintamu, tanpa perkosaan...."
Terdengar jerit melengking disusul berkelebatnya Li-mo-kiam ketika Kwi Hong menyerang
Keng In. Pemuda ini cepat menangkis dengan Lam-mo-kiam dan bertandinglah mereka.
Tidak ada kata-kata lagi yang keluar dari mulut mereka, karena keduanya maklum bahwa
siapa lengah dia binasa. Sepasang Pedang Iblis itu kini benar-benar beradu kekuatan dan
keampuhan yang sama besarnya, digerakkan oleh dua orang muda yang sama lihainya
pula. Setelah kini Kwi Hong digembleng oleh Bu-tek Siauw-jin, maka dia dapat mengimbangi
kelihaian Keng In, karena dengan sin-kang yang dilatihnya di Pulau Es digabung dengan sin-
kang tenaga Inti Bumi yang belum dikuasainya benar, dia kini memiliki te-naga sakti yang
mujijat! Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring. "Gak Bun Beng manusia hina! Aku harus
membunuhmu!" Sebuah caping meluncur ke arah Keng In yang sedang bertanding melawan
Kwi Hong. Itu adalah capingnya yang tadi tertinggal di pondok, yang ter-lepas ketika dia
diserang Milana dan kini oleh gadis itu dilemparkan dengan pengerahan sin-kang
kepadanya. Tidak boleh dipandang ringan caping yang dilemparkan oleh Milana ini. Karena
sambitannya mengandung sin-kang, maka caping itu meluncur dan berputar seperti sebuah
cakram baja yang kalau mengenai leher mungkin akan dapat membuat putus leher itu. Akan
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
751 tetapi tentu saja Keng In yang li-hai tidak menjadi gentar, bahkan meng-gunakan tangan
kirinya menyambar capingnya itu dan dipakainya lagi! Dia me-lakukan ini bukan semata-
mata hendak bergurau atau memandang rendah Kwi Hong, melainkan untuk menyakinkan
hati Milana yang menganggapnya Bun Beng itu.
Milana yang marah itu tidak peduli mengapa Gak Bun Beng berkelahi melawan wanita yang
dijadikan teman bercin-ta tadi dan yang menurut ucapan Bun Beng adalah Giam Kwi Hong
murid ayah-nya! Dia sudah marah sekali kepada Bun Beng. Pertama, karena Bun Beng
sudah mengecewakan hatinya dengan tingkah lakunya yang buruk. Ke dua, karena Bun
Beng telah merusak kehormatan ayahnya dengan berjina bersama murid ayahnya. Dengan
kemarahan meluap Milana sudah melolos sabuk suteranya. Karena dia tidak mempunyai
senjata, kini dia menggunakan sabuk itu untuk menyerang Bun Beng. Memang senjata ini
merupakan senjata ampuh bagi Milana, maka begitu sabuknya meluncur ke udara
mengeluar-kan ledakan-ledakan kecil kemudian me-nyambar turun ke arah Keng In, pemuda
itu terkejut bukan main dan cepat-cepat dia harus meloncat ke kanan untuk me-ngelak
sambil mengelebatkan pedangnya menyambar ujung sabuk. Akan tetapi sabuk adalah
benda lemas, apalagi berada di tangan seorang ahli, sabuk itu seperti seekor ular hidup
dapat mengelit serang-an, dan kalau mengenai pedang, dapat menjadi lunak sehingga
lenyaplah daya ketajaman pedang Lam-mo-kiam.
Kwi Hong bingung sekali melihat ke-adaan Milana. Akan tetapi dia dapat menduga bahwa
tentu Milana juga tidak sadar, entah karena apa, seperti dia sen-diri yang mengira pemuda
ini Gak Bun Beng sehingga dia mau.... digauli dan menyerahkan tubuhnya sampai belasan
hari lamanya! Teringat akan ini, hampir saja dia menjerit-jerit menangis dan kemarahannya
tersalur ke pedang Li-mo--kiam yang mengamuk dahsyat. Bantuan Milana itu ternyata
membuat Keng In merasa terdesak juga, akan tetapi pemu-da ini dapat mempertahankan
dirinya dengan baik. Baginya, melawan kedua orang wanita cantik itu benar-benar
me-rupakan hal yang tidak menyenangkan. Yang dibenci adalah Bun Beng, dan biar-pun dia
sudah "meloncat" Milana, namun di lubuk hatinya masih terdapat cinta kasih yang mendalam
sehingga dia tidak suka untuk melukai dara ini. Ada pun terhadap Kwi Hong yang sudah
menjadi "isterinya" juga tumbuh cinta yang mesra, dan tentu saja dia pun tidak mau melu-kai,
apalagi membunuh Kwi Hong. Pada-hal, kedua orang dara itu menyerang sungguh-sungguh
untuk membunuhnya.
"Huhhh.... gadis-gadis liar....!" Seruan ini disusul menyambarnya angin dahsyat yang
membuat Milana dan Kwi Hong terhuyung ke belakang.
"Suhu, jangan....!" Keng In berseru ketika melihat gurunya Cui-beng Koai-ong muncul dan
telah menyerang dua orang dara itu dengan dorongan dari jarak jauh. Akan tetapi kakek itu
tidak peduli, sam-bil bersungut-sungut seperti seorang kakek yang marah karena diganggu
tidurnya, dia meloncat ke depan seperti ter-bang saja dan kedua tangannya kembali
mengirim hantaman dari jarak jauh, kini dengan pengerahan tenaga sakti yang luar blasa.
"Suhu....!" Keng In kembali berteriak kaget.
"Dessss!" Tubuh kedua orang kakek itu terpental ke belakang ketika pukulan dahsyat Cui-
beng Koai-ong bertemu de-ngan dorongan tangkisan yang dilakukan oleh Bu-tek Siauw-jin
yang muncul secara- tiba-tiba di tempat itu.
Melihat gurunya sudah muncul meng-hadapi kakek mayat hidup yang mengeri-kan itu, Kwi
Hong sudah menyerang Keng In lagi. Juga Milana melanjutkan penyerangannya kepada
Keng In yang tetap dianggapnya Gak Bun Beng itu. Kini Keng In benar-benar merasa
khawatir sekali, khawatir dan bingung.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
752 "Haiii, mundur kalian, jangan bantu aku!" Dia membentak Kong To Tek dan teman-
temannya, sisa para anggauta Pulau Neraka, yang sudah maju mengu-rung hendak
membantu pemuda ini menghadapi dua orang gadis yang mengamuk itu. Tentu saja para
anggauta Pulau Neraka tidak berani maju, dan melihat betapa Cui-beng Koai-ong sudah
bertan-ding melawan Bu-tek Siauw-jin, mereka pun hanya saling pandang dengan bingung.
Membantu dua orang kakek yang saling bertanding ini mereka tidak berani, kare-na
keduanya merupakan datuk Pulau Neraka, membantu Keng In dibentak. Mereka hanya
dapat berdiri menonton dengan wajah tegang dan hati bingung. Akan tetapi yang paling
bingung ada-lah Wan Keng In. Dia tidak mengira sama sekali bahwa akan begini jadinya.
Siasatnya yang telah dilaksanakan dengan serapi-rapinya telah rusak berantakan dan
semua ini adalah gara-gara kakek pendek sinting yang kini bertanding melawan gurunya itu.
Keng In memiliki kecerdikan yang luar biasa sekali. Sambil menahan serangan Kwi Hong
dan Milana dengan Lam-mo-kiam di tangannya dan menggu-nakan kelincahannya
berkelebatan ke sana-sini, otaknya mulai bekerja dan mempertimbang-timbangkan keadaan.
Ka-lau pertandingan itu dilanjutkan dan gurunya menang atas kakek pendek, gurunya yang
sudah "kumat" kemarahan-nya itu tentu tidak mau sudah kalau be-lum membunuh Kwi Hong
dan Milana! Hal ini sama sekali tidak dikehendakinya karena dia maklum bahwa dia sendiri
tidak akan mampu mencegah gurunya yang berwatak aneh luar biasa itu. Seba-liknya, kalau
gurunya kalah, dan hal ini mungkin saja mengingat bahwa susioknya Si Pendek Sinting itu
memang memiliki kepandaian yang hebat sekali, kalau guru-nya kalah tentu dia akan terus
didesak oleh dua orang wanita ini. Kalau mereka dibantu oleh Bu-tek Siauw-jin, bagaimana
dia akan dapat meloloskan diri" Dan semua anak buah Pulau Neraka tentu tidak akan ada
yang berani membantunya menghadapi Bu-tek Siauw-jin. Sungguh celaka, pikirnya. Setelah
kedua kakek kakak beradik seperguruan itu bertanding sendiri, keadaan menjadi berbahaya
bagi-nya. Gurunya menang pun celaka, gurunya kalah lebih celaka lagi! Inilah namanya
urusan yang benar-benar tidak beres! Kalau tidak cepat-cepat mengambil tin-dakan yang
tepat selagi gurunya dan susioknya (paman gurunya) masih berhan-tam, tentu akan
terlambat. Tiada jalan lain, dia harus dapat memancing dua orang gadis ini keluar dari pulau
sebelum kedua orang kakek sinting itu saling bunuh!
Dengan kecerdikan yang dapat mem-buat dia memperhitungkannya secara tepat ini, Keng
In lalu memutar pedangnya membuat gulungan sinar yang menyilaukan mata, kemudian
menggunakan kesempatan selagi dua orang dara itu melangkah mundur, dia meloncat dan
melarikan diri!
"Manusia hina hendak lari ke mana kau?" Milana mengejar.
"Urusan di antara kita belum beres!" Kwi Hong juga meloncat dan mengejar.
Keng In lari ke tempat perahu di mana terdapat beberapa buah perahu dan memang dia
sengaja melakukan ini agar bukan dia seorang yang dapat keluar dari pulau, melainkan juga
dua orang dara itu. Akan tetapi, ketika dia tiba di tepi pan-tai, pada saat itu tampak sebuah
perahu kecil dari mana meloncat ke luar seorang laki-laki yang juga memakai caping
bun-dar. Gak Bun Beng! Melihat munculnya pemuda ini, diam-diam Keng In terkejut dan
mengeluh sendiri. Sungguh sialan dia hari ini!
Sementara itu, ketika Bun Beng yang baru datang melihat Milana, bukan main lega dan
girang hatinya. Dia tidak mem-pedulikan apa-apa lagi dan langsung saja dia menghadang
Milana, mengembangkan kedua lengannya dan berkata, "Milana.... terima kasih kepada
Tuhan.... engkau ma-sih dalam keadaan selamat....."
"Kau...." Kau....?" Milana memandang bengong, sebentar memandang Bun Beng, kemudian
memandang Keng In yang juga bercaping bundar dan yang sudah lari te-rus kini hanya
dikejar Kwi Hong seorang.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
753 "Milana, kekasihku.... aku Bun Beng, lupakah kau...." Apa yang telah terjadi, Milana?" Bun
Beng mendekat dan meme-luk dengan kaget dan heran melihat kekasihnya itu tidak
mengenalnya. "Desss!" Sebuah pukulan tangan ka-nan Milana mengenai dada Bun Beng. Dara itu serta
merta memukul begitu mendengar nama Bun Beng.
"Aihhh mengapa, Milana?" Bun Beng terjengkang. Biarpun secara otoma-tis sin-kangnya
sudah melindungi dada ketika pukulan tiba, namun karena pukul-an itu tidak tersangka-
sangka, ditambah lagi hatinya yang remuk melihat kekasih-nya seperti tidak mengenalnya,
bahkan membenci dan memukulnya, Bun Beng terpukul dan sejenak memandang nanar.
Memang Milana masih dipengaruhi obat perampas ingatan. Gadis ini sendiri bingung ketika
di depannya ada "Bun Beng" lagi padahal Bun Beng sedang di-kejar. Maka tanpa banyak
cakap lagi dia menghantam orang yang mengaku Bun Beng ini. Baginya, yang teringat
hanyalah bahwa nama Gak Bun Beng adalah nama yang dibencinya, karena orang itu telah
mengkhianati cintanya! Setelah memukul, Milana berlari lagi mengejar Bun Beng pertama
yang sudah meloncat ke atas sebuah perahu dan mendayung perahu ke tengah lautan. Kwi
Hong juga sudah mendorong perahu kecil. Melihat ini, Milana meloncat jauh dan bagaikan
se-ekor burung walet dia sudah tiba di atas perahu Kwi Hong yang sudah mulai me-luncur
itu. Melihat Milana, Kwi Hong berkata, "Milana, kau kembalilah. Dia itu Bun Beng kekasihmu,
sedangkan yang di depan itu...."
"Tutup mulut dan mari kita kejar jahanam Gak Bun Beng itu!"
"Akan tetapi, Milana...."
"Aku tidak sudi bicara lagi tentang urusanmu. Kau mencintanya, bukan" Aku tidak peduli
biar kau seribu kali mencinta Bun Beng!"
"Aih, Milana.... aku.... aku tidak apa-apa dengan Bun Beng...."
Milana memandang dengan penuh kemarahan. "Apa kaukira mataku ini sudah buta" Kau
mau menyangkal bahwa kau berjina dengan laki-laki di depan itu?" Dia menuding ke arah
perahu yang di-tumpangi Keng In.
Kwi Hong terisak, duduk di perahu dan menangis. Apa yang harus dijawabnya" Tak
mungkin dia menyangkal. Agaknya Milana sudah melihat sendiri ketika dia bermain cinta
dengan Keng In di pondok kuning, Keng In yang disangkanya Bun Beng! Kata-kata Milana
menghancurkan hatinya dan betapapun keras watak gadis ini, karena merasa betapa dia


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah ter-perosok ke jurang kehinaan, dia menangis terisak-isak.
Milana juga menjatuhkan diri duduk di atas langkan perahu di depan Kwi Hong. Gadis itu
adalah murid ayahnya. Giam Kwi Hong. Kini mulai samar-samar dia mengingat bahwa
ayahnya memang mempunyai seorang keponakan yang men-jadi muridnya sendiri. Dan Bun
Beng yang mengaku cinta kepadanya, yang juga di-cintanya itu, di depan matanya sendiri
telah berjina dengan gadis ini! Hal ini menusuk perasaannya dan Milana juga menangis. Dua
orang gadis itu menangis, membiarkan perahu mereka digerak--gerakkan ombak. Kemudian
keduanya teringat akan Keng In atau yang disangka Bun Beng oleh Milana, maka mereka
lalu tanpa bercakap-cakap lagi mendayung perahu dan mengembangkan layar, mela-kukan
pengejaran kepada perahu Keng In yang sudah amat jauh, tinggal menjadi titik hitam di
depan itu. Sementara itu, Bun Beng yang merasa terheran-heran menyaksikan sikap Milana, tidak
melakukan pengejaran karena dia melihat Milana sudah bersama Kwi Hong, tidak perlu
dikhawatirkan sama sekali menghadapi Keng In. Buktinya Keng In telah melarikan diri dikejar
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
754 dua orang dara itu. Kalau dia mengejar Milana, tentu akan timbul salah sangka yang makin
besar. Biarlah dia akan menyeli-dikinya kelak apa yang menyebabkan Mi-lana marah-marah
dan memukulnya se-perti itu setelah tadinya dara itu seolah--olah tidak mengenalnya lagi.
Tiba-tiba muncul beberapa belas orang yang mukanya beraneka warna dan lang-sung
mereka itu mengeroyoknya dengan pelbagai senjata di tangan mereka! Bun Beng mengenal
mereka sebagai para penghuni Pulau Neraka yang dipimpin oleh dua orang tokoh yang
dikenalnya pula karena dua orang itu dahulu pernah dijumpai dan bahkan dikalahkannya,
keti-ka mereka mengacau di Thian-liong-pang dan dia menyamar sebagai ketua Thian-liong-
pang. Dua orang yang memimpin delapan belas sisa anak buah Pulau Nera-ka itu bukan lain
adalah Kong To Tek yang kepalanya gundul dan mukanya me-rah muda, pendek dan
gendut. Orang ke dua adalah Chi Song yang juga gendut akan tetapi tinggi besar, juga
mukanya merah muda. Melihat dia diserbu dan dikeroyok, Bun Beng meloncat jauh tinggi
melampaui kepala mereka yang berada di belakangnya, kemudian turun ke atas tanah
sambil berseru, "Tahan senjata! Aku datang bukan sebagai musuh!"
"Kami mengenalmu. Engkau adalah Gak Bun Beng, musuh besar tuan muda Wan Keng In.
Wan-kongcu sudah memesan bahwa jika bertemu dengan engkau, kami harus
membunuhmu!" kata Kong To Tek Si Kepala Gundul. Teman-temannya sudah mengurung
Bun Beng lagi dengan sikap mengancam.
Bun Beng mengangkat tangan ke atas dan berkata nyaring, "Kalian ini apakah tidak dapat
membedakan kawan atau lawan" Aku datang untuk menemui Wan Keng In dan Nona
Milana, bukan sebagai musuh karena Wan Keng In sekarang te-lah menjadi anggauta
keluarga Pulau Es. Kulihat mereka tadi berkejaran, apakah sesungguhnya yang terjadi di
pulau ini?"
"Tidak perlu banyak bicara! Kawan-kawan, serbu....!"
Kong To Tek dan Chi Song sudah me-nerjang maju memelopori teman-temannya dan
begitu maju keduanya telah menggunakan pukulan-pukulan maut mereka. Kong To Tek Si
Gendut pendek gundul ini adalah seorang ahli pukulan beracun yang dilakukannya dengan
tubuh merendah seperti berjongkok, perutnya mengeluar-kan bunyi kok-kok dan mulutnya
menge-luarkan uap hitam ketika dia memukul ke arah perut Bun Beng. Pemuda ini sudah
mengenal ilmu Si Gundul ini, akan tetapi dia diam saja tidak mengelak atau menangkis.
Hanya ketika pukulan menge-nai perutnya, dia mengerahkan sin-kangnya.
"Cappp!" Tangan beracun itu mema-suki perut, tersedot sampai sebatas per-gelangan
tangan dan tidak dapat dicabut kembali! Kong To Tek memekik kesakitan karena selain
tangannya terasa panas se-kali, juga hawa beracun itu seperti terto-lak dan menyerang
dirinya sendiri melalui lengannya yang tersedot ke dalam perut pemuda itu.
"Haiiiittt!" Chi Song memekik dan tubuhnya sudah mencelat ke depan, se-perti terbang dia
mengirim sebuah ten-dangan ke arah kepala Bun Beng. Tentu saja pemuda ini tidak
membiarkan kepa-lanya ditendang, dan dengan tangan kiri dia menampar, mengenai tulang
kering betis kaki yang menendang.
"Krekkk!"
Tubuh Chi Song terpelanting dan dia mengaduh-aduh karena tulang kering kakinya patah.
Pada saat itu, tubuh Kong To Tek terpental ke belakang. Kiranya Bun Beng telah
melepaskan tangan yang disedot perutnya tadi sambil menendang. Kong To Tek terbanting
dekat Chi Song dan dia pun mengaduh-aduh karena le-ngannya seperti dibakar dan dalam
ke-adaan lumpuh!
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
755 Para anak buah Pulau Neraka terkejut dan marah melihat betapa dua orang pemimpin
mereka roboh. Mereka adalah orang-orang yang tak mengenal takut, maka sambil berteriak-
teriak mereka lari menyerbu. Pada saat itu terdengar te-riakan-teriakan melengking,
sedemikian hebat teriak yang mengandung khi-kang kuat sekali itu sehingga belasan orang
Pulau Neraka itu bergelimpangan dan seperti lumpuh sesaat karena getaran suara itu. Bun
Beng sendiri cepat menge-rahkan sin-kangnya karena lengkingan dahsyat itu benar-benar
luar biasa sekali. Dia tidak lagi mempedulikan para anak buah Pulau Neraka dan cepat dia
melom-pat dan lari ke arah suara melengking yang luar biasa tadi.
Ketika dia tiba di tengah pulau, dan tiba di tempat dari mana suara lengking-an dahsyat tadi
terdengar, dia berdiri terpukau di tempatnya dan tidak bergerak memandang peristiwa hebat
yang sedang berlangsung di depan. Ternyata bahwa kakek pendek yang sakti, yang telah
menurunkan ilmu bersama-sama Pendekar Super Sakti kepadanya, yaitu kakek Bu--tek
Siauw-jin yang berkali-kali telah menolongnya, sedang bertanding melawan seorang kakek
yang lebih tua dan yang mengerikan sekali, seperti seorang mayat hidup, namun yang
kesaktiannya tak kalah oleh Si Kakek Pendek yang sinting!
Dan memang pertandingan antara ka-kak beradik seperguruan itu hebat bukan main.
Selama ini, mereka tidak pernah bentrok, karena biarpun keduanya adalah datuk-datuk
Pulau Neraka, namun kedua-nya mempunyai kesenangan yang berbeda. Bu-tek Siauw-jin
adalah seorang petualang dan perantau, jarang berada di Pulau Neraka, sedangkan Cui-
beng Koai-ong adalah seorang yang suka bertapa, teru-tama bertapa di bawah tanah-tanah
kuburan bersama kerangka dan mayat--mayat. Dengan cara masing-masing, keduanya
menambah ilmu mereka sehing-ga tidak lumrah manusia lagi. Mereka memang saling tidak
menyukai, akan tetapi karena keduanya tahu bahwa masing-masing memiliki kepandaian
hebat, mereka saling merasa segan untuk ben-trok, apalagi karena mereka masih sau-dara
seperguruan. Baru setelah Cui-beng Koai-ong mengambil Wan Keng In seba-gai murid,
timbul pertentangan dalam batin mereka. Bu-tek Siauw-jin juga melakukan perbuatan
bandingan, mengam-bil Kwi Hong sebagai murid pula! Bahkan lebih dari itu, dia berkenan
menurunkan ilmu sin-kangnya Tenaga Inti Bumi kepa-da Gak Bun Beng. Padahal hal-hal itu
merupakan pantangan bagi datuk-datuk Pulau Neraka itu. Puncak pertentangan itu terjadi
ketika Bu-tek Siauw-jin meli-hat suhengnya itu hendak membunuh Kwi Hong, maka dia
muncul dan melawan. Andaikata Kwi Hong terbunuh dalam per-tandingan melawan Wan
Keng In umpa-manya, kiranya kakek pendek ini tidak akan mau turut campur.
Pertandingan antara mereka memang hebat dan menyeramkan. Tadi mereka bertempur
menggunakan ilmu silat masing-masing, saling serang dengan gerakan cepat sehingga
bayangan mereka menjadi satu, sukar dibedakan lagi. Namun, sam-pai seratus jurus belum
juga ada yang dapat menang. Keduanya menjadi pena-saran dan mengeluarkan pekik
melengking dahsyat untuk mempengaruhi lawan, pekik yang saking hebatnya sampai
mem-buat para anak buah Pulau Neraka tergu-ling dan yang menarik perhatian Bun Beng
tadi. Setelah mengeluarkan pekik itu, kini keduanya berdiri tak berpindah dari tempat mereka
dan kalau ditonton oleh yang tidak mengerti tentu akan membuat orang tertawa geli. Kedua
orang kakek itu berdiri saling berhadapan dalam jarak tiga meter, dan mereka itu
menggerak-gerakkan kedua tangan dengan gerakan memukul dan menangkis, padahal
tangan mereka itu saling berjauhan dan tanpa ditangkis pun pukulan itu tidak akan mengenai
badan. Akan tetapi, Bun Beng yang melihatnya menjadi kagum dan juga terkejut karena
pukulan-pukulan ja-rak jauh mereka itu sedemikian hebatnya sehingga angin pukulannya
sampai terasa oleh dia yang berdiri agak jauh! Tentu saja Bun Beng tidak berani melerai
atau mencampuri, hanya menonton dengan hati penuh ketegangan.
Kini tampak kakek mayat hidup itu memukul dengan kedua lengan didorong-kan ke depan
dengan dahsyat sekali. Bu--tek Siauw-jin juga mendorongkan kedua lengannya ke depan,
menyambut serangan suhengnya itu. Bun Beng seperti merasa tergetar dan tahu betapa di
saat itu, dua tenaga raksasa mujijat yang amat kuat saling bertemu di udara, di antara kedua
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
756 orang kakek itu. Tampak betapa keduanya agak tergetar dan bergoyang-goyang tubuh
mereka. Kedua lengan mereka tetap dilonjorkan saling dorong dan tubuh me-reka tidak
bergerak. Perlahan-lahan tam-pak uap mengepul dari kepala kedua kakek itu, dan dengan
hati kaget Bun Beng melihat betapa muka Bu-tek Siauw--jin penuh dengan peluh yang
besar-besar menetes turun, akan tetapi wajah kakek pendek ini tetap berseri, mulutnya
ter-senyum. Adapun kakek mayat hidup itu wajahnya keruh dan penuh kemarahan, akan
tetapi tidak tampak peluh di muka-nya walaupun uap yang mengepul dari kepalanya sama
tebalnya dengan uap yang mengepul dari kepala sutenya.
Pertandingan mengadu tenaga sakti ini benar-benar amat menegangkan hati Bun Beng
sendiri sehingga tanpa disadari-nya, tubuhnya juga mengeluarkan banyak keringat! Dia tidak
mempedulikan Kong To Tek dan Chi Song bersama teman--teman mereka yang sudah tiba
di situ pula. Mereka itu sebagai ahli-ahli silat tahu apa artinya keadaan kedua orang kakek
itu, dan mereka memandang de-ngan hati tegang, tidak bergerak bahkan ada yang menahan
napas. Bun Beng yang sudah memiliki sin-kang tinggi, dapat menduga bahwa kakek pendek itu
terdesak hebat, napasnya su-dah mulai memburu dan agaknya akan kalah dalam
pertandingan ini. Akan teta-pi, Si Mayat Hidup itu pun harus mngerahkan segenap
tenaganya dan andaikata kakek cebol itu roboh, agaknya Si Mayat Hidup pun tidak akan
terhindar dari luka dalam yang parah. Maka dia menjadi makin tegang. Dia tidak berani
mencam-puri, apalagi karena dalam keadaan se-perti itu, kalau dia mencampuri, selain
berbahaya bagi dirinya sendiri, juga berbahaya bagi kedua orang kakek itu. Sedikit saja
perhatian mereka teralih, mereka bisa tewas seketika terpukul oleh getaran hawa sakti yang
bukan main dahsyatnya.
Tiba-tiba kakek yang seperti mayat hidup itu mengeluarkan suara menggereng dari
perutnya dan darah merah menyem-bur keluar dari mulut, akan tetapi pengerahan tenaga
terakhir ini membuat Bu--tek Siauw-jin tak mampu bertahan lagi dan dia roboh terjengkang!
Si kakek mayat hidup mengeluarkan suara ketawa aneh, kemudian tubuhnya meloncat ke
atas, kedua kakinya meluncur turun me-nginjak ke arah tubuh sutenya.
Bu-tek Siauw-jin juga mengeluarkan suara ketawa, kelihatan tangannya ber-gerak
menghantam, menyambut kaki yang menginjaknya. Keduanya memekik hebat dan roboh
terbanting, dada Bu-tek Siauw--jin pecah oleh injakan kaki kiri sedangkan kaki kanan Cui-
beng Koai-ong hancur oleh pukulan sutenya.
"Heh-heh.... mampus kau, sute.... heh-heh.... augh...." Cui-beng Koai-ong terke-keh dan
menuding ke arah sutenya.
"Ha-ha.... Suheng.... kau yang melayat atau aku yang melayat, nih....?" Bu-tek Siauw-jin
juga tertawa sambil menuding ke arah suhengnya.
Cui-beng Koai-ong tertawa lagi lalu terkulai dan seperti juga sutenya, kakek ini tewas
seketika. Kakek mayat hidup itu telah memiliki kekebalan yang luar biasa, akan tetapi
kelemahannya adalah pada telapak kakinya, maka begitu kakinya dipukul hancur, nyawanya
melayang. Kakak beradik seperguruan yang keduanya memiliki kesaktian tidak lumrah
manusia itu ternyata tewas dalam pertandingan antara mereka sendiri, sebuah
pertanding-an yang menggetarkan jantung Bun Beng.
Pemuda itu meloncat dekat, sekali pandang saja dia maklum bahwa keduanya telah tewas.
Dia berlutut dekat mayat Bu-tek Siauw-jin, mengheningkan cipta sebentar sebagai
penghormatan terakhir, kemudian dia bangkit berdiri memutar tubuh lalu pergi dari situ. Anak
buah Pulau Neraka hendak menyerbunya, akan tetapi dia membentak, "Mau apa lagi kalian"
Lebih baik urus jenazah kedua orang kakek ini!"
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
757 Sikap dan ucapan yang nyaring itu membuat mereka ragu-ragu, apalagi ka-rena kedua
orang pemimpin mereka, Kong To Tek dan Chi Song, sudah tidak mampu bertanding lagi.
Mereka hanya dapat memandang kepergian Bun Beng seperti sekumpulan serigala yang
berniat menge-royok akan tetapi ditindih rasa jerih.
*** Perahu yang ditumpangi Milana dan Kwi Hong tidak mampu mengejar perahu Wan Keng In
sehingga akhirnya mereka itu tertinggal jauh. Ketika kedua orang dara ini mencapai tepi
pantai dan men-darat, Keng in sudah tidak tampak lagi.
"Milana, dengarlah kata-kataku baik-baik. Entah apa yang telah terjadi denganmu, agaknya
engkau masih belum mengu-asai ingatanmu, engkau masih belum sadar. Orang yang kita
kejar tadi bukan-lah Gak Bun Beng. Dia adalah Wan Keng In, manusia jahat yang harus kita
bunuh!" "Bohong! Aku tahu bahwa engkau mencinta Bun Beng, dan aku melihat dengan mata
sendiri bahwa kau.... kau telah...."
"Milana, aku sama sekali tidak melakukan sesuatu dengan Bun Beng. Ketahui-lah, kau dan
Gak Bun Beng telah dijo-dohkan, dan kini ayahmu minta agar engkau suka kembali ke Pulau
Es bersa-ma Bun Beng...."
"Kwi Hong! Tak perlu engkau mem-bujuk aku dengan segala kebohonganmu! Coba jawab,
apa engkau mencinta Wan Keng In?"
"Tidak! Aku akan bunuh keparat jaha-nam itu!"
"Nah, engkau membenci Keng In, dan engkau mencinta Bun Beng. Sekarang katakan,
dengan siapa engkau di dalam pondok itu?"
"Dengan.... dengan...." Kwi Hong bi-ngung dan gugup sekali. Maklumlah dia bahwa dia telah
masuk perangkap. Kalau dia menjawab bahwa laki-laki dengan siapa dia bermain cinta di
dalam pondok itu adalah Keng In, tentu hal ini berla-wanan dengan pengakuannya bahwa
dia membenci Keng In dan akan membunuh-nya. Tentu saja Milana yang ingatannya belum
pulih itu menyangka bahwa laki--laki itu Gak Bun Beng.
"Sudahlah, Kwi Hong, aku sudah me-lihatnya sendiri, tidak perlu kau mem-bohong lagi.
Engkau mencinta Bun Beng, bahkan engkau telah menyerahkan dirimu kepadanya, aku
tidak peduli lagi!" Milana hendak membalikkan tubuh, akan tetapi Kwi Hong memegang
lengannya dan membujuk,
"Milana, apa pun yang terjadi, marilah kita ke Pulau Es. Biar nanti ayahmu yang
memutuskan segalanya. Engkau masih belum sadar...."
Milana merenggutkan lengannya terlepas dari pegangan Kwi Hong. "Cukup! Aku tidak sudi
lagi bicara denganmu, perempuan tak tahu malu!" Milana lalu melompat dan pergi
meninggalkan Kwi Hong.
Kwi Hong menjatuhkan diri berlutut di atas pasir pantai, menutupi mukanya dengan kedua
tangan. Menangis! "Bedebah kau, Wan Keng In. Aku bersumpah, tak kan berhenti sebelum
membunuhmu!" Dia bangkit berdiri dan melangkah dengan terhuyung ke depan, seluruh
tubuh terasa lemas karena batin yang tertekan ke-dukaan.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
758 Milana juga lari secepatnya dengan air mata bercucuran. Hatinya remuk ren-dam mengingat
akan hubungan cinta kasihnya yang hancur. Perlakuan Bun Beng terhadap dirinya di Pulau
Neraka, ketika pemuda yang menjadi pujaan hati-nya itu hendak merayunya dan
mengajak-nya bermain cinta, masih dapat dimaaf-kannya biarpun hal itu mengecewakan
hatinya. Masih dapat dimaafkan karena mungkin saking rindu dan cintanya, pemuda itu tidak
dapat menahan gairah hatinya yang dikuasai nafsu berahinya pada waktu itu. Akan tetapi,
melihat Bun Beng berjina dengan Giam Kwi Hong, bagaimana dia dapat memaafkannya"
Apalagi mendengar dari mulut Kwi Hong bahwa dia dijodohkan ayahnya dengan Bun Beng.
Siapa sudi menjadi isteri seorang laki-laki mata keranjang seperti itu"
Beberapa hari kemudian setelah mela-kukan perjalanan tanpa tujuan, perlahan--lahan
ingatan Milana kembali karena pengaruh obat beracun itu sedikit demi sedikit lenyap setelah
dia terbebas dari Pulau Neraka dan tidak diberi racun setiap hari seperti biasa. Karena
kemba-linya ingatannya itu sedikit demi sedikit, Milana tidak merasa akan hal ini. Dia hanya
mulai teringat akan keadaan dahu-lu satu demi satu, ingat akan Kaisar yang menjadi
kakeknya di kota raja, akan semua orang yang dikenalnya. Semua ingatannya pulih, hanya
satu hal yang tidak semestinya, yaitu tentang Bun Beng. Bun Beng sekarang bukanlah Bun
Beng dahulu lagi, sekarang menjadi seorang laki-laki yang dibencinya.
Karena ini, dia tidak mau kembali ke Pulau Es. Dia mendengar dari Kwi Hong bahwa dia
dijodohkan dengan Bun Beng oleh ayah bundanya, dan dia tidak akan mau menerimanya.
Kalau dia kembali ke Pulau Es, tentu akan terjadi hal yang tidak menyenangkan karena
urusan itu. Maka dia mengambil keputusan untuk pergi ke kota raja, menghadap kakeknya
dan tinggal di istana sebagai puteri Kai-sar yang hidup mulia dan terhormat. Dan dia akan
mencoba untuk melupakan Bun Beng!
Pada suatu siang selagi Milana berja-lan cepat melalui pegunungan di sebelah utara kota
raja, tiba-tiba muncul belasan orang laki-laki yang rambutnya digelung ke atas. Mereka itu
kelihatan bersikap gagah, dan tidak kasar, akan tetapi jelas bahwa mereka sengaja
menghadang di jalan dan pemimpin mereka, seorang laki-laki tinggi kurus berjenggot dan
berkumis tipis, mengangkat tangan ke atas menyu-ruh dara itu berhenti.
"Nona harap berhenti dulu!"
Milana mengerutkan alisnya dan dia bertanya, "Kalian ini siapa dan mau apa menghadang
orang lewat?"
Si Tinggi Kurus menjawab, "Kami adalah orang-orang Tiong-gi-pang (Per-kumpulan Orang
Jujur dan Berbudi) yang mengharapkan sumbangan dari semua orang lewat di sini. Maka
harap Nona sudi meninggalkan sekedar sumbangan sebelum Nona melanjutkan perjalanan."
Milana marah sekali. "Kalian peram-pok?"
Orang itu menggeleng kepala dan para anak buahnya bersikap tidak senang de-ngan
sebutan itu. "Kami sama sekali bukan perampok, bahkan kami pembasmi para perampok
yang tadinya banyak berkeliaran di tempat ini mengganggu orang-orang lewat. Akan tetapi
perkum-pulan kami membutuhkan biaya-biaya dan dari siapa lagi kalau tidak dari
sumbang-an para dermawan yang lewat" Nona seorang wanita muda melakukan perjalanan
seorang diri, tentu Nona seorang kang-ouw dan sudah maklum akan hal ini. Maka harap
Nona tidak bersikap pelit. Kami tanggung bahwa dari sini sampai kota raja, tidak akan ada
seorang pun perampok yang berani mengganggumu, Nona."


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tentu saja Milana mengerti dan me-ngenal perkumpulan seperti itu. Dia ada-lah puteri
bekas Ketua Thian-liong-pang, tentu saja tahu akan segala peristiwa dunia kang-ouw.
Perkumpulan seperti mereka yang menamakan diri Tiong-gi--pang ini adalah perkumpulan
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
759 yang biasa diejek dengan perampok-perampok halus. Mereka sebetulnya adalah orang-
orang gagah yang bersatu untuk menghadapi dunia hitam para perampok, maling dan lain-
lain. Akan tetapi karena mereka itu tidak mempunyai penghasilan tetap dan perkumpulan
mereka tentu saja membu-tuhkan biaya, maka mereka mengambil cara ini untuk menutup
kebutuhan mereka yang bersahaja, yaitu dengan jalan "memungut sumbangan" dari para
orang le-wat di daerah yang telah mereka "bersih-kan" itu. Akan tetapi pada waktu itu, hati
dan pikiran Milana sedang dilanda kekecewaan dan kemarahan karena Bun Beng, maka
menghadapi hal yang biasa-nya akan dianggap wajar dan dihadapinya dengan penuh
pengertian itu, kini menimbulkan kemarahannya.
"Bilang saja perampok, pakai memutar--mutar omongan segala. Kalau kalian minta
sumbangan kepadaku, aku hanya membawa kaki tanganku yang bisa mem-bagi pukulan
dan tendangan! Entah kalian mau atau tidak menerima sumbangan ini!"
Dua belas orang itu adalah laki-laki gagah, tentu saja mereka menjadi marah sekali
mendengar ucapan gadis ini yang amat merendahkan mereka. Betapapun juga, mereka
merasa segan untuk turun tangan mengeroyok seorang wanita muda, dan hanya pimpinan
mereka yang tinggi kurus itu melangkah maju, matanya terbelalak marah ketika dia
membentak, "Bocah perempuan sombong! Mungkin kau memiliki sedikit kepandaian silat, akan tetapi
hal itu amat tidak baik bagimu, membuatmu sombong sekali mengira di dunia ini tidak ada
yang dapat melawanmu! Hemm, kalau memang engkau hanya bisa memberi pukulan dan
tendangan, biarlah aku menerima sumbanganmu itu!"
"Kalau begitu, terimalah ini!" Milana yang sedang risau hatinya itu segera me-nerjang maju
dan mengirim pukulan-pu-kulan dengan kecepatan luar biasa. Biar-pun Si laki-laki Tinggi
Kurus itu berusa-ha menangkis dan mengelak, namun dia bukanlah lawan dara yang
memiliki ilmu silat tinggi itu dan pukulan bertubi-tubi dari Milana yang membuatnya terdesak
tak mampu membalas serangan, akhirnya mengenai sasaran, pundaknya tertampar dan laki-
laki itu terpelanting!
Melihat ini kawan-kawannya terkejut, penasaran dan marah sekali. Tanpa diko-mando lagi
mereka menyerbu, akan teta-pi tak seorang pun di antara mereka yang menggunakan
senjata karena niat mereka hanya untuk menangkap gadis galak itu dan menghadapkannya
kepada ketua mereka. Melihat ini, Milana me-ngamuk, akan tetapi dia pun mengerti bahwa
pengeroyoknya itu bukanlah orang--orang jahat kejam karena mereka itu tidak ada yang
menggunakan senjata. Maka dia pun hanya memukul dan me-nendang dengan tenaga
terbatas agar tidak kesalahan tangan membunuh mereka.
Para pengeroyok itu terkejut sekali ketika mendapat kenyataan betapa lihai-nya gadis muda
itu. Beberapa orang yang maju lebih dulu terpelanting ke kanan kiri dan mengaduh-aduh,
ada yang patah tulang lengan atau kakinya. Pada saat itu Milana melihat munculnya
rombongan orang yang jumlahnya lebih banyak lagi, datang berlari-larian ke tempat itu.
Hati-nya menjadi gemas, dan dia sudah siap untuk mengamuk dan merobohkan mereka
semua! Tiba-tiba beberapa orang di antara rombongan yang baru datang itu berseru. "Berhenti
semua....! Dia adalah Nona Milana, puteri Ketua Thian-liong-pang!"
Mendengar seruan ini, para pengeroyok terkejut dan mundur. Milana juga berhen-ti
mengamuk dan memandang mereka yang baru datang itu. Di antara orang--orang ini dia
mengenal beberapa orang anggauta Thian-liong-pang! Lima orang ini lalu menjatuhkan diri
berlutut di de-pan Milana sambil berkata,
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
760 "Harap Nona suka memaafkan kami dan teman-teman kami, karena tidak tahu maka berani
bersikap kurang ajar kepada Nona."
"Hemm, apa artinya ini" Kenapa kalian menjadi anggauta gerombolan ini?" tanya Milana
dengan alis berkerut.
"Harap Nona tidak salah duga. Perkumpulan Tiong-gi-pang bukanlah gerom-bolan
perampok.... dan perkumpulan ini didirikan oleh Bhok Toan Kok Pangcu (Ketua)."
"Haii...." Sai-cu Lo-mo....?"
"Marilah Nona, kuantar menjumpai Pangcu. Ceritanya panjang dan sebaiknya Nona
mendengar dari Pangcu sendiri."
Berdebar jantung Milana. Semua pembantu ibunya telah tewes ketika Thian--liong-pang
diserbu kaki tangan Koksu. Kiranya Sai-cu Lo-mo depat menyelamatkan diri dan sekarang
kakek ini selain masih hidup, juga telah menjadi ketua sebuah perkumpulan. Dia
mengangguk lalu mengikuti rombongan itu memasuki hutan, dipandang penuh kagum oleh
anggauta--anggauta perkumpulan Tiong-gi-pang yang bukan bekas anggauta Thian-liong-
pang. Di dalam hutan di lereng bukit itu terdapat bangunan pondok-pondok seder-hana dan inilah
pusat perkumpulan Tiong--gi-pang yang jumlahnya kurang lebih lima puluh orang itu. Ketika
Milana berhadap-an dengan Sai-cu Lo-mo, gadis ini tidak dapat menahan kesedihan dan
keharuan-nya. Dia menubruk Sai-cu Lo-mo sambil menangis.
"Bhok-kongkong (Kakek Bhok)....!" Dia menangis di pundak itu yang mengelus--elus
kepalanya. Kakek itu duduk di kursi, kedua kaki-nya telah lumpuh akibat luka-lukanya ketika Thian-
liong-pang diserbu oleh anak buah Koksu.
"Nona Milana.... aihhh, Nona...." Sai-cu Lo-mo juga mengejap-ngejapkan mata-nya
menahan air matanya. Akan tetapi kakek ini dapat menekan perasaannya, lalu menuntun
nona itu memasuki pondok. "Mari kita duduk dan bicara, Nona. Kita harus masih bersukur
bahwa para pembe-rontak itu dapat dihancurkan oleh ibumu, dan biarpun Thian-liong-pang
sudah han-cur lebur, namun namanya masih tetap baik sebagai pembela negara, Mari
duduk dan ceritakanlah. Saya mendengar bahwa Nona terculik. Saya telah mengerahkan
semua anak buah perkumpulan ini untuk membantu dan menyelidiki keadaanmu, namun sia-
sia. Apalagi terdengar berita bahwa engkau diculik orang Pulau Neraka, betulkah ini" Di
antara kami tidak ada seorang pun yang tahu di mana letaknya Pulau Neraka itu."
Milana menghapus air matanya, kemu-dian dia menceritakan kepada pembantu ibunya
yang setia itu tentang semua pengalamannya. Betapa dia diculik oleh Wan Keng In, akan
tetapi berhasil mem-pertahankan kehormatannya sungguhpun dia tidak berdaya untuk keluar
dari Pulau Neraka. Betapa kemudian muncul Giam Kwi Hong dan bersama keponakan dan
murid ayahnya itu dia berhasil mendesak Keng In sehingga pemuda itu melarikan diri,
sedangkan guru pemuda itu dilawan oleh kakek pendek yang menjadi guru Kwi Hong.
Kemudian, kembali dia terisak menangis ketika menceritakan kelakuan Gak Bun Beng
kepadanya. "Menurut kata Enci Kwi Hong, oleh ayahku telah dijodohkan dengan dia, Kek. Akan tetapi....
aku tidak sudi menjadi isteri manusia rendah itu! Dia tidak saja berusaha untuk menyeret aku
ke dalam perjinaan yang kotor, akan tetapi dia juga berjina dengan Giam Kwi Hong...."
Milana menangis lagi.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
761 Dapat dibayangkan betapa marah, duka dan kecewa hati kakek itu. Gak Bun Beng adalah
cucu keponakannya, karena ibu pemuda itu, Bhok Khim, yang dahulu diperkosa oleh Gak
Liat Si Iblis Botak sehingga melahirkan Bun Beng (baca ceri-taPendekar Super Sakti)
adalah keponakannya. Dan dia pernah melamar Milana untuk Bun Beng, yang ditolak oleh
ibu Milana dan yang membuat dia mundur teratur ketika mendengar bahwa ibu Mi-lana
bukan saja puteri Kaisar, akan teta-pi ayah Milana adalah Pendekar Super Sakti! Dan
sekarang, Pendekar Super Sakti bahkan telah menjodohkan puterinya itu dengan Gak Bun
Beng, akan tetapi agaknya Bun Beng telah berubah, telah menjadi seorang pemuda
berwatak kotor!
"Nona, benar-benar terjadikah apa yang kauceritakan itu kepadaku" Menurut penglihatanku,
Bun Beng bukanlah seorang berwatak bejat...."
"Kalau aku tidak mengalami sendiri dibujuk rayu olehnya, kalau aku tidak melihat sendiri dia
berjina dengan Kwi Hong, aku sendiri tentu tidak percaya, Kek. Akan tetapi aku mengalami
sendiri dan melihat sendiri...." Kembali dia ter-isak dan menutupi mukanya.
"Sudahlah, Nona. Aku sendiri kalau kelak bertemu dengannya, akan menegur dan
menghajarnya. Biarpun dia lihai, dia adalah cucu keponakanku, dan biarlah aku mati dalam
tangannya kalau dia tidak dapat disadarkan. Sekarang, Nona hendak pergi ke mana?"
"Aku hendak mencari ibu...."
"Beliau tidak lagi berada di kota raja, Nona. Kalau tidak salah dugaanku, dia tentu ikut
bersama ayahmu ke Pulau Es."
Milana menghela napas dan menghapus sisa air matanya, "Aku pun menduga de-mikian
ketika Enci Kwi Hong muncul di Pulau Neraka. Akan tetapi.... aku sendiri tidak ingin ke Pulau
Es setelah apa yang terjadi semua itu, setelah ayah menjo-dohkan aku dengan orang yang
demikian rendah. Aku girang bahwa ibu akhirnya telah bersatu dengan ayah. Aku.... aku....
agaknya tidak ada jalan lain, aku akan ke kota raja menghadap Kaisar...." Dia ragu-ragu.
"Nona Milana, biarpun Kaisar adalah kakekmu sendiri dan tentu kau akan diterima di istana,
akan tetapi dapatkah engkau menyesuaikan diri dengan kehidupan di istana" Nona sudah
biasa hidup bebas, mungkinkah Nona hidup terkurung dan terbatas di dalam istana?"
Milana menarik napas panjang. "Aku pun meragukan hal itu, Bhok-kongkong. Tentu aku
tidak kerasan di sana...."
"Kalau begitu, mengapa Nona tidak tinggal saja bersama kami" Ketika aku berhasil
menyelamatkan diri dari serbuan anak buah Koksu pemberontak itu, aku bertemu dengan
sisa para anggauta Thian--liong-pang, dan bertemu dengan sisa ang-gauta Pek-eng-pang
yang sudah kehilangan pimpinan. Maka kukumpulkan mereka, kusatukan dan karena aku
tidak berani menggunakan nama Thian-liong-pang, juga tidak sudi memakai nama Pek-eng-
pang, aku lalu mendirikan perkumpulan baru bernama Tiong-gi-pang untuk menolong
mereka, dan untuk mencegah mereka terperosok ke dalam lembah kejahatan. Kami sedang
memperbaiki sebuah kuil besar dan kuno di hutan sebelah, Nona. Tempat itu akan menjadi
pusat Tiong-gi--pang, dan kalau Nona suka tinggal bersa-ma kami, hatiku akan menjadi lega
dan girang, juga kehadiran Nona sebagai puteri Ketua Thian-liong-pang tentu akan
mempengaruhi para anak buah Tiong-gi--pang dan mencegah mereka dari penyele-wengan."
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
762 Demikianlah mulai hari itu, Milana tinggal bersama Kakek Sai-cu Lo-mo, bekas pembantu
utama ibunya di Thian--liong-pang yang kini telah menjadi pangcu dari perkumpulan Tiong-
gi-pang. *** Gadis yang cantik manis dan lincah itu menarik perhatian banyak mata, ter-utama mata laki-
laki, ketika dia mema-suki kota raja. Dia memang manis sekali, sepasang matanya jernih
dan tajam me-mandang ke sana-sini, bukan hanya untuk mengagumi bangunan-bangunan
besar di kota raja melainkan juga dengan penuh selidik pandang matanya menyapu wajah
orang-orang yang dijumpainya, seolah-olah dia mencari seseorang di kota raja. Pa-kaiannya
yang serba kuning itu membung-kus ketat tubuh yang padat berisi dan langsing. Di pinggir
pinggul yang padat dan pinggang yang langsing itu tergantung pedang, tanda bahwa dara
manis berusia kurang lebih dua puluh tahun ini adalah seorang gadis perantau kang-ouw
yang tidak boleh dipandang ringan!
Gadis baju kuning ini adalah Ang Siok Bi, puteri tunggal ketua Bu-tong-pai yaitu Ang-lojin
(Orang Tua Ang) atau Ang Thian Pa. Seperti telah kita ketahui rombongan piauwsu yang
pernah bentrok dengan Gak Bun Beng ketika terjadi pe-merkosaan dan pembunuhan suami
isteri di dekat telaga, adalah murid-murid Bu-tong-pai. Setelah mereka itu menye-lesaikan
tugasnya, pemimpin piauwsu itu lalu menceritakan peristiwa itu kepada Bu-tong-pai dan Ang
Siok Bi juga hadir dalam pertemuan ini. Ketika mendengar bahwa Gak Bun Beng melakukan
perbuat-an keji seperti itu, ketua Bu-tong-pai terkejut bukan main dan hampir tidak dapat
percaya kalau yang bercerita bukan muridnya yang dipercayanya. Terutama sekali Ang Siok
Bi, puterinya. Dara ini telah tahu bahwa dia oleh ayahnya hen-dak dijodohkan dengan Gak
Bun Beng, dan sungguhpun pemuda itu belum mene-rima perjodohan ini, namun ayahnya
masih selalu mengharapkan terjadinya ikatan jodoh itu. Karena inilah, juga karena dia sendiri
pun tertarik dan jatuh cinta kepada pemuda itu, maka Siok Bi menganggap dirinya sebagai
tunangan Gak Bun Beng dan tidak menghiraukan lain laki-laki lagi, bahkan di dalam lubuk
ha-tinya dia mengambil keputusan tidak akan menikah kalau tidak dengan Bun Beng!
Maka, dapat dibayangkan betapa kaget dan hancur hati dara ini mendengar pe-nuturan
para piauwsu yang menduga bahwa Gak Bun Beng melakukan hal yang amat keji,
memperkosa dan mem-bunuh seorang wanita, membunuh pula suami wanita itu di dekat
telaga. Pada keesokan harinya, Ketua Bu-tong-pai tidak melihat puterinya dan dia hanya
dapat menghela napas, maklum bahwa kepergian puterinya itu tentu ada hu-bungannya
dengan penuturan murid Bu-tong-pai tentang Gak Bun Beng.
Dugaan Ketua Bu-tong-pai ini memang benar. Siok Bi meninggalkan kuil Bu--tong-pai untuk
pergi mencari Bun Beng, untuk menyatakan sendiri kebenaran pe-nuturan itu. Dia harus
bertemu dengan pemuda itu dan akan ditanyai tentang peristiwa yang dituturkan oleh kepala
piauwsu itu. Kalau memang benar pemuda itu menjadi seorang penjahat keji, dia akan
memusuhinya dan akan diputuskan-nya hubungan batin yang timbul karena janji ayahnya
kepada pemuda itu. Akan tetapi dia masih tidak percaya bahwa pemuda yang gagah
perkasa itu berubah menjadi seorang penjahat cabul yang berhati kejam.
Tiba-tiba Siok Bi menghentikan lang-kahnya dan menoleh, memandang kepada seorang
pemuda yang bercaping bundar dan berpedang di punggungnya. Gak Bun Beng! Benarkah
Gak Bun Beng pemuda itu" Telah lama dia tak bertemu dengan pemuda itu, dan ada
kemiripan pemuda yang lewat tadi dengan pemuda idaman hatinya. Dia cepat membalik dan
menge-jar. Untuk menegur, dia belum berani karena takut kalau-kalau dia salah lihat.
Pemuda yang tampan itu berjalan cepat menuju ke pintu gerbang kota raja. Siok Bi terpaksa
mengikutinya terus, keluar lagi dari kota raja.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
763 Kesangsiannya lenyap ketika dia melihat pemuda di depan itu kini berlari cepat sekali
setelah tiba di luar pintu gerbang kota raja. Siapa lagi kalau bukan Gak Bun Beng yang
pandai berlari cepat itu"
"Gak-taihiap....!" Dia menegur sambil mengejar, mengerahkan gin-kangnya untuk berlari
cepat. Pemuda itu berlari terus dan betapa pun Siok Bi mengerahkan kepandaiannya, tetap saja
tidak mampu mengejarnya! Maka dia berseru lagi, "Gak-taihiap, aku Ang Siok Bi ingin
bicara!" Pemuda itu berhenti dan membalikkan tubuh. Setelah mereka berhadapan, kem-bali timbul
kesangsian di hati Siok Bi. Dia meragu apakah benar-benar pemuda ini Gak Bun Beng.
"Apakah.... apakah aku berhadapan dengan Gak-taihiap," tanyanya sambil menatap wajah
yang tampan itu.
Pemuda itu tersenyum. "Agaknya eng-kau mencari Gak Bun Beng, Nona" Aku bukan Gak
Bun Beng, akan tetapi aku adalah sababatnya. Nona siapakah dan ada urusan apa mencari
Gak Bun Beng?"
"Ahh.... maaf, saya kira engkau Gak Bun Beng. Saya.... saya.... Ang Siok Bi dan saya
mencarinya. Tolong beritahu di mana dia?"
"Hemm, dia tidak mudah dijumpai begitu saja, Nona. Siapakah Nona" Akan saya
sampaikan kepadanya."
"Saya adalah tunangannya dari Bu-tong-pai."
Pemuda itu mengangguk-angguk dan mengerutkan alisnya. "Hemmm.... dari Bu-tong-pai"
Baik, akan saya sampaikan kepadanya, Nona. Sebaiknya Nona pergi ke kota raja lagi,
bermalam di sebuah penginapan. Malam ini dia akan datang mengunjungimu." Setelah
berkata demikian, pemuda itu berkelebat dan sebentar saja sudah berada jauh sekali. Hal ini
mengejutkan hati Siok Bi karena dia maklum bahwa kepandaiannya berlari cepat tidak dapat
dipakai menandingi ilmu lari cepat pemuda itu! Betapapun juga, hatinya girang. Pemuda itu
kiranya sahabat Gak Bun Beng dan kalau sudah disampaikan, tentu Gak Bun Beng akan
menjumpainya. Jantungnya berdebar tegang dan dia makin tidak percaya bahwa Gak Bun
Beng telah mejadi seorang jahat.
Malam hari itu Siok Bi menanti di dalam kamarnya dengan hati bimbang dan tegang. Kalau
dia teringat betapa dia tadi mengaku sebagai tunangan Gak Bun Beng kepada pemuda itu,
jantungnya ber-debar dan mukanya terasa panas. Bagai-mana kalau pemuda tadi
menyampaikannya kepada Gak Bun Beng" Tunangan" Pemuda itu dahulu menolak usul
ayahnya yang hendak menjodohkan mereka. Bagai-mana sekarang secara tak tahu malu dia
mengaku tunangannya" Biarlah, setidaknya pengakuannya itu telah membuka rahasia
hatinya terhadap Bun Beng!
Menjelang tengah malam, dia mendengar suara di jendela kamarnya. Dia memandang
terbelalak dan menegur halus, "Siapa....?"
"Nona Ang Siok Bi, aku adalah Gak Bun Beng. Harap suka membuka jendela." terdengar
suara dari luar, suara yang halus dan mendebarkan jantungnya.
"Tunggu sebentar!" Siok Bi membesarkan api penerangan, kemudian secara tak sadar
tangannya membereskan rambutnya yang berjuntai di dahi, kemudian mem-buka daun
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
764 jendela. Angin menyambar dari luar memadamkan lampu penerangan sehingga keadaan
kamar itu menjadi remang-remang, hanya mendapat sorotan lampu penerangan di luar
kamar yang dipasang di ujung lorong. Kemudian tam-pak bayangan seorang pemuda bertopi
caping lebar bundar melayang masuk ke dalam kamar itu.
"Eiihh, kenapa kau memadamkan lampu?"
"Ssssttt.... jangan ribut-ribut, nanti semua tamu terbangun. Nona Ang, ada apakah engkau


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencari aku?"
"Gak-taihiap.... aku sengaja mencarimu untuk bertanya.... eh, kami mendengar pe-nuturan
para piauwsu anak murid Bu--tong-pai bahwa engkau telah melakukan perbuatan keji. Aku
tidak percaya, akan tetapi aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri...."
"Hemm.... Nona, katakan dulu sebelum aku menjawab. Apakah engkau cinta ke-padaku?"
Ditanya demikian yang sama sekali tidak pernah disangkanya, Siok Bi meng-gigil dan
suaranya tersendat-sendat ketika dia berkata, "Aku.... aku.... ahh, aku telah ditunangkan
kepadamu oleh ayah...."
"Bagus, Bi-moi, aku pun cinta kepada-mu. Betapa rinduku kepadamu!" Setelah berkata
demikian pemuda itu sudah me-meluknya. Siok Bi hendak membantah dan menolak, akan
tetapi suaranya hilang ditelan ciuman pemuda itu. Siok Bi makin terkejut dan hendak
mendorong, akan tetapi tiba-tiba pundaknya ditotok dan dia roboh dengan lemas! Hanya
kedua matanya yang terbelalak penuh kengerian ketika dia dipondong oleh pemuda itu dan
dilempar ke atas pembaringan. Telinga-nya mendengar suara yang kini terdengar seperti
suara iblis, "Kau cinta kepadaku dan aku cinta kepadamu! Apalagi yang lebih menarik
daripada itu! Marilah kita mencurahkan cinta kasih kita, dan ten-tang semua perbuatanku
dengan wanita lain, tak perlu kauhiraukan, manis!"
Kalau saja dia mampu bergerak, tentu Siok Bi akan melawan mati-matian, dan kalau saja
dia mampu bersuara tentu dia akan menjerit-jerit dan memaki-maki. Akan tetapi apa daya,
dia tidak mampu bersuara, tidak mampu bergerak sehingga dia hanya mampu menangis
ketika pemuda itu mulai menggagahi dirinya. Dia pergi mencari Bun Beng untuk bertanya,
untuk membuktikan sendiri apakah benar berita yang disampaikan oleh anak murid Bu-tong-
pai itu. Siapa mengira, dia kini memperoleh bukti yang mutlak karena dia sendiri menjadi
korban kebuasan pemuda yang tadinya dijunjung tinggi itu. Pemuda yang dirindukan dan
dicinta dengan diam-diam kini mendatangkan rasa muak, benci dan dendam!
Menjelang pagi, dalam keadaan hampir pingsan, Siok Bi melihat pemuda itu mendekati
jendela dan berkata, "Kalau engkau ingin terus menikmati malam--malam seperti ini dengan
aku, Siok Bi yang manis, datanglah kau ke kuil di atas bukit sebelah utara kota raja dan
carilah Tiong-gi-pang. Aku menantimu di sana. Sampai jumpa lagi, kekasihku!" Tubuh itu
berkelebat dan sekali loncat saja lenyap dari dalam kamar.
Siok Bi hanya dapat menangis! Mena-ngis karena dua hal yang menghancurkan hatinya,
yang menghancurkan hidupnya, menghancurkan harapannya. Pemuda yang diharapkan
menjadi jodohnya, yang di-tunggunya dengan setia sehingga dia menolak senlua pinangan
orang, yang diam-diam dicintanya, ternyata telah menjadi seorang yang buas dan hina,
seorang penjahat cabul yang kejam sekali melebihi iblis! Dan di samping ini, dia telah
menjadi korban! Dia telah menjadi seorang yang rusak kehormatannya, tidak mungkin
menjadi seorang wanita yang dihormati lagi. Dia harus membalas den-dam ini! Kalau perlu
dia akan mengor-bankan nyawa, karena apa artinya hidup ini setelah apa yang terjadi
malam tadi" Setelah totokan itu pulih dengan sendiri-nya, Siok Bi juga hanya dapat
menangis, bahkan menangis pun tidak berani terlalu keras. Kalau terdengar orang dan ada
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
765 yang bertanya, apa yang harus dijawab-nya" Peristiwa mengerikan yang menimpa dirinya
semalam tidak akan diketahui siapa juga, kecuali dia dan Si Laknat Gak Bun Beng!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Siok Bi telah meninggalkan rumah penginapan
keluar dari kota raja menuju ke utara. Menjelang senja barulah dia dapat menemukan kuil
yang dimaksudkan oleh Gak Bun Beng ketika hendak me-ninggalkan kamarnya tadi pagi.
Namun Siok Bi bersikap hati-hati ketika melihat banyak orang keluar masuk di bangunan kuil
yang dikelilingi pondok-pondok kecil itu. Tentu mereka ini para anggauta Tiong-gi-pang! Dia
datang untuk mencari Gak Bun Beng dan untuk membunuhnya! Kalau dia muncul begitu
saja, bukan ha-nya usaha membalas dendam itu akan gagal, bahkan dia akan tertawan dan
akan menjadi permainan pemuda iblis itu! Dia harus menahan sabar dan baru turun tangan
malam nanti! Dengan pikiran ini Siok Bi bersembunyi di dalam hutan, menanti datangnya
malam. Dia harus selalu menekan hatinya untuk tidak me-nangis terus. Setiap kali teringat
akan malapetaka yang menimpa dirinya, ingin dia menjerit-jerit dan menangis.
Malam itu sunyi sekali di luar Kuil Tiong-gi-pang, karena memang kuil itu berada di dalam
hutan, tidak mempunyai tetangga. Para anggauta ying sudah lelah karena siang tadi bekerja
atau berlatih silat, kini sudah beristirahat di dalam pondok-pondok kecil yang dibangun di
sekeliling kuil. Hanya ada beberapa orang penjaga yang meronda secara bergilir untuk
menjaga keselamatan dan keamanan kuil mereka.
Sesosok bayangan berkelebat dan menyelinap di bawah bayangan pohon yang gelap.
Bayangan ini adalah Ang Siok Bi yang berhasil melompati pagar yang mengelilingi tempat
itu. Dia ingin memasuki kuil dengan diam-diam, mencari dan membunuh Gak Bun Beng,
atau kalau gagal, terbunuh. Akan tetapi, ketika dia menyelinap ke dalam kuil melalui sebuah
pintu samping yang terbuka dan tiba di ruangan depan, tiba-tiba ada suara mene-gurnya,
"Siapa?"
Tiga orang penjaga muncul dengan tiba-tiba, mengejutkan hati Siok Bi, me-reka itu adalah
dua orang berpedang dan seorang bersenjata tongkat. Ketika melihat bahwa orang tak
terkenal yang berkelebat masuk itu adalah seorang gadis cantik, tiga orang penjaga itu
terbelalak heran dan tidak mau sembarangan turun tangan menyerang. Akan tetapi Siok Bi
yang mengira bahwa mereka itu tentulah anak buah Gak Bun Beng, sudah mencabut
pedangnya dan menerjang tanpa banyak cakap lagi. Dia harus merobohkan mereka ini
sebelum yang lain-lain datang!
"Trang-trang.... aih....!" Tiga orang itu terkejut, sedapat mungkin menangkis, akan tetapi
gerakan Siok Bi yang lincah dan serangannya yang tak tersangka-sang-ka itu terlalu lihai
bagi mereka. Dua orang terluka lengannya dan seorang lagi terluka dadanya oleh sambaran
pedang puteri ketua Bu-tong-pai yang perkasa ini.
Akan tetapi teriakan mereka mendatangkan tujuh orang penjaga lainnya. Melihat ini, dengan
gemas Siok Bi sudah menggerakkan pedangnya mengamuk sam-bil berteriak marah, "Gak
Bun Beng ma-nusia busuk! Kiranya engkau pengecut, mengandalkan banyak anak buahmu!
Keluarlah kalau kau laki-laki, kita mengadu nyawa!"
Mendengar seruan ini, penjaga terheran dan mereka menahan senjata sambil melompat
mundur, terdengar bentakan nyaring, "Tahan senjata!"
Ang Siok Bi juga menahan pedangnya ketika melihat munculnya seorang dara yang amat
cantik dan gagah. Dara ini bukan lain adalah Milana, yang tadi ter-kejut mendengar suara
ribut-ribut dan keluar dari kamarnya. Kebetulan sekali dia mendengar disebutnya nama Gak
Bun Beng yang ditantang oleh wanita muda yang mengamuk itu, maka dia cepat
menghentikan pertandingan.
Sepasang Pedang Iblis >> karya Kho Ping Hoo >> published by buyankaba.com
766 Sejenak kedua orang wanita muda itu saling berpandangan. Siok Bi masih me-mandang
marah karena menduga bahwa tentu wanita cantik itu kaki tangan Gak Bun Beng pula,
sedangkan Milana menduga-duga siapa wanita yang agaknya memusuhi Gak Bun Beng itu,
juga dia terheran-heran mengapa wanita itu mencari Bun Beng di kuil Tiong-gi-pang.
"Siapakah engkau" Mengapa engkau mengacau Tiong-gi-pang?" tanyanya. Para anak buah
Tiong-gi-pang sudah berkumpul dan tiga orang yang terluka itu cepat ditolong dan luka
mereka diobati dan dibalut. Dua di antara mereka terpaksa membuka baju agar luka di tubuh
mereka dapat dibalut.
Siok Bi yang sudah nekat melintang-kan pedangnya di depan dada sambil menjawab, "Aku
Ang Siok Bi, datang untuk menantang ketua kalian bertanding sampai seorang diantara kami
tewas. Akan tetapi kalau para anggauta dan kaki tangannya mau ikut maju aku tidak takut!"
"Hemmm, siapa mencari aku?" Tiba--tiba terdengar suara nyaring dan muncul-lah empat
orang anggauta Tiong-gi-pang yang menggotong Sai-cu Lo-mo yang lumpuh. Begitulah
ketua ini kalau me-nyambut datangnya orang asing ata
Dendam Iblis Seribu Wajah 19 Puteri Es Seri 5 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Pendekar Laknat 8
^