Pencarian

Pedang Naga Kemala 12

Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 12


ketakutan, tidak mau bersembunyi, bahkan bertanya, "Paman, siapakah mereka itu dan mengapa
kalian semua kelihatan takut ?"
Sebelum Lauw Sek sempat menjawab, seorang di antara sepuluh orang itu, yang bertubuh
tinggi besar dan kumisnya melintang menyerankan, bertanya, suaranya menggeledek nyaring
sekali, "Heii ! Nona kulit putih, apakah engkau yang bernama Diana ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
339 Sebelum Diana menjawab, Lauw Sek yang lebih dulu menjawab denga suara berteriak,
"Bukan ! Namanya bukan Diana dan di sini
Diana menjadi semakin heran. Mengapa Lauw Sek membohong " Akan tetapi, ia sendiri
tidak takut menghadapi sepuluh orang itu dan ia menganggap semua ini seperti lelucon saja,
maka iapun berkata, "Namaku Jane, bukan Diana !"
Akan tetapi si kumis melintang yang menjadi pimpinan kelompok itu agaknya tidak mau
pulang dengan tangan kosong. Sambil tertawa bergelak dia berkata, "Namamu Diana atau Jane
atau siapapun juga, engkau harus ikut bersama kami ke Kanton !"
"Aku tidak mau !" Diana membentak marah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang
boleh memaksanya pergi meninggalkan tempat dan kehidupan yang menarik hatinya itu.
"Kau mau atau tidak bukan urusanku, nona. Akan tetapi tugas kami hanyalah
membawamu ke Kanton, kalau kau tidak mau terpaksa kami akan memondong atau
memanggulmu, ha-ha-ha !" Sembilan orang temannya juga ikut tertawa, membayangkan
keadaan yang menyenangkan, yaitu memondong atau memanggul nona kulit putih yang cantik
itu. "Tidak ada yang boleh membawa pergi nona ini !" Tiba-tiba Lauw Sek berdiri
menghadang di depan Diana dengan sikap gagah dan melindungi.
Si kumis melintang melotot dan membentak marah. "Petani busuk, siapa kau berani
mencampuri urusan kami !"
"Nona ini adalah anak angkat kami !" Lauw Sek membentak pula. "Dan kami akan
melawan siapa saja yang berani mengganggunya !" Para petani lain juga maju, dengan cangkul
dan segala alat pertanian lain mereka mengambil sikap melindungi Diana. Melihat in, diam-diam Diana merasa terharu sekali. Orang-orang dusun yang sederhana dan miskin ini ternyata adalah orang-orang yang memiliki budi yang luhur dan memiliki rasa setia kawan dan ketabahan besar.
Akan tetapi, sepuluh orang laki-laki itu adalah golongan penjahat yang telah menjadi
anggauta Pasukan Harimau Terbang. Mereka tertawa bergelak melihat sikap para petani itu yang hendak melawan, apa lagi melihat betapa di antara mereka terdapat kakek-kakek tua dan juga
wanita-wanita yang agaknya nekat hendak melindungi gadis kulit putih itu.
"Ha-ha-ha, kalian mencari mampus !" kata si kumis melintang, lalu dia memerintahkan
kepada anak buahnya. "Hajar mereka itu dan biarkan aku yang akan menangkap nona ini !"
"Tahan !" Tiba-tiba Diana membentak marah. "Apakah kalian ini utusan dari komandan
Peter Dull !"
Mendengar disebutnya nama Peter Dull oleh Diana, si kumis melintang mengangkat
tangan memberi isyarat agar teman-temannya jangan bergerak dulu. Dia memandang dengan
tajam kepada Diana.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
340 "Kami mengenal tuan Peter Dull."
"Kalau begitu, pergilah dan jangan menganggu aku. Aku adalah keponakan Kapten
Charles Elliot !"
"Ha ! Kalau begitu benar engkau nona Diana ?" kata si kumis melintang, girang bukan
main. "Benar, aku Diana dan kalau kalian bersikap kasar, kelak aku akan melaporkan kepada
pamanku Kapten Charles Elliot !"
"Ha-ha-ha, nona Diana. Justeru beliau yang mengutus kami untuk membawa nona pulang
ke Kanton."
"Aku tidak mau !"
"Maaf, nona. Mau atau tidak, kami harus membawa nona ke Kanton. Demikianlah
perintah yang harus kami jalankan."
"Pergilah kalian orang-orang jahat !" Lauw Sek membentak dan bersama kawan-
kawannya diapun menyerbu dan hendak menghalau sepuluh orang itu. Akan tetapi sepuluh
orang itu melawan dan terjadilah perkelahian yang kacau balau di tengah sawah ! Perkelahian
yang tidak seimbang karena para petani itu tentu saja lebih pandai mengayun cangkul menggarap tanah dari pada berkelahi, apa lagi melawan sepuluh orang tukang berkelahi itu. Si kumis
melintang sendiri lalu menubruk dan menangkap lengan Diana.
"Marilah, nona," katanya sambil tertawa.
"Bangsat, lepaskan !" Diana merengut lengannya dan menendang. Kakinya besar dan
kuat, dan dia masih memakai sepatunya yang lama, sepatu boot yang keras.
"Takkk !" Ujung sepatu itu tepat mengenai tulang kering kaki si kumis melintang.
"Aughhh .......... aduhh " aduhh " aduh .......... !" Si kumis melintang berjingkrak-jingkrak kesakitan akan tetapi dia tidak melepaskan pegangannya. Terjadilah betot membetot. Akan
tetapi, biarpun Diana memiliki perawakan tinggi dan lebih besar dibandingkan wanita pada
umumnya, tentu saja ia kalah kuat. Juga latihan silat yang diterimanya dari Lauw Sek tidak ada artinya bagi si kumis melintang, maka akhirnya ia dapat diringkus dan dipanggul. Diana
meronta-ronta "Lepaskan ! Awas kau, akan kulaporkan kepada paman dan engkau akan
ditembak mampus !"
Akan tetapi si kumis melintang yang sudah menerima perintah dari Koan Jit agar
membawa pulang Diana, kalau perlu dengan paksa, tidak mau melepaskannya. Sementara itu,
orang-orang yang tadi membelanya kini sudah kocar kacir, dihajar oleh kawanan anggauta
pasukan Harimau Terbang itu. Mereka babak belur dan ada yang patah-patah tulangnya. Si
kumis melintang memberi aba-aba dan mereka semua lalu pergi dari situ dan Diana masih terus
dipanggul oleh si kumis melintang.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
341 Diana meronta-ronta, menjerit-jerit dan memaki-maki. Akan tetapi, sepuluh orang itu
adalah orang-orang kasar yang sudah biasa melakukan segala macam perbuatan busuk dan tidak
patut, di antaranya suka sekali mengganggu wanita. Maka, ulah Diana itu membuat mereka
semua menjadi marah karena dimaki-maki dan mulailah mereka memperlihatkan sikap kurang
ajar. Banyak tangan mulai mencolek-colek tubuh Diana yang masih dipanggul si kumis
melintang. Tentu saja Diana merasa semakin marah akan tetapi juga merasa ngeri karena kini ia takut kalau-kalau sepuluh orang itu akan berbuat yang tidak sopan terhadap dirinya lebih lanjut.
Bagaimana kalau sampai ia diperkosa oleh mereka " Membayangkan ini, Diana tidak berani lagi
meronta dan ia mulai menangis, ditertawakan oleh sepuluh orang itu yang terus membawa
menuju ke Kanton.
Menjelang senja ronbongan ini tiba di sebuah hutan. "Wah, agaknya kita harus bermalam
di dalam hutan ini," kata si kumis melintang sambil menurunkan tubuh Diana ke atas tanah
untuk menghapus keringatnya karena gadis ini terus meronta. Diana rebah terlentang dan
matanya terbelalak penuh ketakutan memandang kepada mereka.
"Kenapa tidak terus saja dan bermalam di dalam dusun " Kita bisa menggunakan rumah
penduduk."
"Dan kita perlu mencari teman-teman untuk melewatkan malam dingin, ha-ha !"
"Atau kita bagi-bagi saja sama rata perempuan bule ini. Akur ?"
"Akur ! Akur !" Mereka semua berseru gembira. Tentu saja mereka hanya menggoda
Diana yang sudah menjadi pucat karena merasa ngeri dan ketakutan.
"Jangan ?"". Oohhh, jangan ganggu aku ?"". Jangan .......... !" ia berkata dengan
mata terbelalak liar ke kanan kiri seperti mata seekor kelinci yang sudah tersudut dan dikepung harimau-harimau kelaparan.
Sikap ini membuat mereka menjadi semakin buas. "Wah, siapa yang akan bersenang-
senang lebih dulu ?"
"Tentu aku !" kata si kumis melintang. "Dan setelah aku, agar adil, harus diundi di
antara kalian."
"Akur ! Mari kita undi."
Disaksikan oleh Diana yang menjadi semakin ketakutan, si kumis melintang melakukan
undian di antara sembilan orang temannya untuk menentukan siapa yang mendapat giliran
sebagai nomor dua, nomor tiga dan seterusnya. Hampir pingsan Diana membayangkan dirinya
dipermainkan sepuluh orang itu saking ngerinya.
"Jangan ?"". ganggu aku ?""." Ia berkata lagi. "Aku berjanji, kalau kalian
berlaku baik kepadaku, kelak aku akan minta kepada pamanku agar memberi hadiah yang banyak
kepada kalian, sebaliknya kalau kalian .......... kalian menggangguku, kalian tentu akan dihukum berat."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
342 "Heh " heh, nona manis, bukan engkau yang harus mengajukan syarat-syarat, melainkan
kami. Dengar baik-baik. Mestinya engkau ini kami bunuh, akan tetapi kalau engkau mau
melayani kami satu demi satu dengan manis, kemudian kelak memberi laporan yang baik kepada
pamanm, maka engkau tidak akan kami bunuh. Bagaimana " Ha " ha " ha !" Dan semua orang
tertawa bergelak.
Wajah Diana menjadi semakin pucat dan matanya terbelalak. "Bunuh saja aku ..........,
kalau begitu bunuh saja aku, jangan ganggu aku .......... !" tangisnya.
"Aduh sayang kalau dibunuh begitu saja. Sebelum dibunuh, bagaimana kalau engkau
bersenang-senang dulu dengan kami semalam ini ?"
"Berikan saja kepadaku kalau mau dibunuh."
"Untukku saja"
Kembali mereka tertawa-tawa bergelak. Orang-orang kasar ini memang tidak
memikirkan bahwa mereka dapat celaka kalau gadis itu kelak mengadu kepada pamannya.
Mereka adalah orang-orang yang sudah biasa melakukan perbuatan-perbuatan apa saja demi
memuaskan nafsu dan kesenangan diri sendiri tanpa mengingat akan akibat-akibatnya. Yang
mereka takuti adalah Koan Jit, bukan para komandan kulit putih. Andaikata Diana mengancam
mereka untuk melaporkan kepada Koan Jit, agaknya mereka itu akan teringat dan menjadi jerih.
"Sekarang begini," tiba-tiba si kumis melintang berkata. "Kalau nona memberi ciuman
yang mesra kepadaku, aku akan mempertimbangkan permintaanmu tadi. Bagaimana " Ha " ha "
ha, hayo cium yang mesra, nona." Dan si kumis melintang itu membantu Diana bangkit duduk,
kemudian dia mendekatkan mukanya yang dihias kumis melintang.
Hampir muntah Diana ketika mukanya berdekatan seperti itu, tercium bau apak dan
memuakkan. Ia memejamkan mata dan tentu saja tidak mau melakukan ciuman yang diminta. Ia
hanya takut kalau si kumis itu yang akan menciumnya dengan paksa, maka ia memejamkan mata,
dan menangis. Pada saat itu tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan terdengar bentakan seorang pria
yang lantang. "Kalian ini manusia ataukah binatang " Hayo lepaskan gadis itu !"
Si kumis melintang terkejut, melepaskan tubuh Diana yang jatuh rebah terlentang
kembali. Seperti sepuluh orang itu yang sudah berloncatan bangun, Diana juga memandang ke
arah seorang pemuda yang tiba-tiba muncul di situ. Cuaca masih cukup terang sehingga ia dapat melihat seorang pemuda yang gagah, yang muncul dan mengeluarkan bentakan tadi. Seorang
pemuda yang bertubuh tegap, berpakaian sederhana seperti pakaian seorang petani, dengan
rambut hitam panjang dikuncir tebal bergantung di belakang punggungnya, wajahnya nampak
tampan dan cerah, matanya bersinar tajam akan tetapi lembut. Timbul kekhawatiran di dalam
hati Diana. Pemuda itu biarpun tampan dan wajahnya membayangkan wibawa, namun melihat
pakaiannya tidak ada bedanya dengan pemuda-pemuda dusun Lauw Sek, maka munculnya
pemuda itu tentu hanya akan berupa bunuh diri saja. Mana mungkin pemuda ini akan mampu
mencegah perbuatan sepuluh orang jahat itu "
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
343 Dapat dibayangkan betapa marah si kumis melintang dan sembilan orang kawannya
melihat munculnya seorang pemuda petani yang berani menegur mereka bahkan menyuruh
mereka melepaskan Diana. Si kumis melintang melangkah maju sampai dekat sekali di depan
pemuda itu dan memandang dengan mata melotot dan wajahnya beringas penuh ancaman.
"Bocah keparat apakah kau sudah bosan hidup ?" Setelah berkata demikian, tanpa
memberi kesempatan lagi kepada pemuda itu untuk bicara, si kumis melintang sudah mengayun
kepalan kanannya menghantam ke arah pemuda itu.
Si kumis ini merupakan jagoan di antara teman-temannya dan pandai ilmu silat, juga
memiliki tenaga besar yang kuat. Akan tetapi agaknya, bagi pemuda itu dia bukan apa-apa.
Pukulan ke arah dagu itu dielakkan dengan amat mudah, hanya miringkan kepala saja dan begitu
pemuda itu menggerakkan tangan kirinya, tubuh si kumis terpelanting keras dan terbanting ke
atas tanah. Dia berteriak dan meringis kesakitan mencoba untuk bangkit, akan tetapi jatuh lagi karena agaknya ketika terbanting keras tadi urat kakinya terkilir. Pemuda itu sekali meloncat sudah berada di dekat Diana dan gadis itu sendiri tidak tahu apa yang dilakukan pemuda itu, akan tetapi tahu-tahu ikatan kaki tangannya terlepas !
Sembilan anggauta Harimau Terbang itu menjadi marah bukan main melihat betapa
pemimpin mereka roboh. Mereka semua tahu bahwa pemuda itu tentu lihai, maka merekapun
tanpa dikomando lagi sudah mencabut golok atau pedang masing-masing dan seperti
segerombolan srigala mereka menyerbu ke arah pemuda itu. Diana terbelalak dan kini hatinya
penuh gelisah, mengkhawatirkan keselamatan pemuda itu. Ngeri hatinya membayangkan tubuh
pemuda yang telah menolongnya itu, di depan matanya, akan dicingcang sampai hancur.
Bangkitlah semangatnya ketika ia melihat seorang lawan yang menyerang pertama kali, entah
bagaimana caranya, telah dirobohkan pula oleh pemuda itu hanya dengan satu kali gerakan
tangan. Bukan main kagum rasa hati Diana dan iapun bangkit menyambar sepotong kayu kering
patahan pohon dan gadis inipun menghampiri mereka yang sudah roboh. Agaknya setiap orang
lawan yang menyerang pemuda itu, segebrakan saja sudah dirobohkan dan yang sudah roboh itu
tidak mampu menyerang lagi, ada yang mengaduh-aduh memegangi kakinya, pundaknya dan
lain-lain. Agaknya mereka itu mengalami tulang patah.
Diana, dengan hati penuh kegemasan, mengayun potongan kayu di tangannya itu,
mengamuk di antara lawan yang sudah tak mampu bangkit kembali. Pentungan itu diayun keras-
keras dan menghantam tubuh-tubuh itu. Terdengar suara bak " buk " bak " buk ketika gadis ini mengamuk. Ia termasuk wanita yang bertenaga kuat dan pukulan tongkatnya yang menimpa
pundak, atau dada, atau kepala tanpa pilih tempat cukup keras membuat mereka yang sudah
menderita patah tulang itu menjadi semakin kesakitan. Kalau tidak patah lagi tulang bagian lain, atau kepala menjadi bocor terpukul tongkat itu, sedikitnya tentu mereka merasa tubuh mereka
memar-memar dan babak bundas.
Pemuda itu memang hebat bukan main. Sepuluh orang yang rata-rata memiliki tenaga
besar dan pandai bersilat mengeroyoknya, bahkan yang sembilan orang mempergunakan senjata
tajam. Dan dia hanya membutuhkan sembilan kali gebrakan saja dengan tangan menampar untuk
menyelesaikan perkelahian itu. Sepuluh orang itu hanya terkena tamparan tangan satu kali saja dan mereka sudah roboh tak mampu melanjutkan perkelahian ! Jelaslah bahwa kalau pemuda itu
menghendaki, kalau dia mempergunakan tenaga yang lebih besar, sepuluh orang itu bukan hanya
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
344 roboh menderita patah tulang, melainkan besar sekali kemungkinannya mereka takkan mampu
bangun kembali untuk selamanya !
Kini, melihat betapa Diana mengamuk dan menggebuki orang-orang yang sudah tak
mampu melawan itu dengan kayu di tangannya, seperti orang menggebuki anjing saja, pemuda
itu lalu meloncat dan dengan halus dia memegang lengan Diana.
"Sudahlah, nona, mereka sudah cukup mendapatkan hukuman," katanya denga sikap
sopan dan halus, dan sentuhan tangannya pada lengan Diana itupun cepat dihentikan dan
tangannya ditariknya kembali.
Diana melempar kayunya dan membalikkan tubuh, menghadapi pemuda perkasa itu.
Sejenak ia hanya memandang dengan mata bersinar-sinar, penuh kekaguman, menjelajahi wajah
yang tampan dan gagah itu. Ia seperti melihat seorang mahluk yang aneh dan amat indah
mengagumkan. Demikian terpesona ia sampai tidak mampu berkata-kata. Ia teringat akan
sahabat baiknya, Siauw Lian Hong yang amat dikaguminya dan disayangnya. Besar sekali
persamaan antara pemuda ini dan Lian Hong, sama anggun, sama tinggi ilmu kepandaiannya.
Hanya bedanya, kalau Lian Hong seorang gadis cantik jelita, pemuda ini adalah seorang laki-laki yang tampan.
"Kau .......... kau penolongku .......... siapakah namamu ?" akhirnya ia mampu juga
mengeluarkan suara.
Melihat betapa sepasang mata yang indah dan aneh karena warnanya biru itu memandang
kepadanya dengan sinar bercahaya penuh kekaguman, dan bibir itu gemetar ketika bicara,
pemuda itu melangkah mundur dua tindak.
"Tak perlu diketahui, nona, tak perlu diingat lagi. Itu kawan-kawanmu telah datang."
Pemuda itu menunjuk ke kiri dan Diana menengok. Dilihatnya Lauw Sek dan para penduduk
dusun datang berlari-lari. Melihat Lauw Sek, Diana lari menyambut dan merangkul orang tua itu yang nampaknya luka-luka berdarah pada pipi dan pahanya.
"Paman Lauw .......... !" Gadis itu menangis dalam rangkulan Lauw Sek. Semua
penduduk dusun merubungnya dan menghiburnya.
Tiba-tiba Diana melepaskan pelukan orang tua itu dan menengok, mencari-cari dengan
pandang matanya. "Di mana dia .......... ?"
"Dia .......... penolongku, di mana dia ?"
Seorang di antara mereka berkata, "Dia sudah pergi tanpa pamit !"
Lauw Sek menarik napas panjang. "Pemuda itu luar biasa sekali. Tadi dia datang dan
menemukan kami dalam keadaan babak belur dihajar gerombolan itu."
"Eh, mana gerombolan itu .......... ?" Diana memotong.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
345 "Mereka sudah pergi saling bantu, dan keadaan mereka lebih parah dari pada kami," kata
seorang di antara mereka.
"Siapakah pemuda itu, paman ?"
"Kami tidak mengenalnya, Diana. Tadi dia muncul dan kami beri tahu bahwa kami
diserang oleh gerombolan jahat yang melarikan kau. Pemuda itu lalu menghilang begitu
saja .........."
"Dia berkelebat dan lenyap. Kami melakukan pengejaran dan melihat engkau selamat,"
kata seorang lain.
"Ahhh .......... dan dia tadi tidak mau mengaku siapa namanya. Ah, paman Lauw, sungguh
aku menyesal sekali. Dia telah menyelamatkan aku, mungkin menyelamatkan nyawaku, dan tak
seorangpun di antara kita mengenalnya."
"Dia tentu seorang pendekar muda yang amat lihai."
"Seperti Lian Hong ?"
Lauw Sek menghela napas. "Aku tidak tahu apakah ada orang yang dapat dibandingkan
dengan nona Siauw. Akan tetapi pemuda itu tentu lihai sekali kalau seorang diri dia mampu
merobohkan sepuluh orang penjahat tadi."
"Merobohkan " Wah, kalian tidak melihatnya tadi. Dia hampir tidak berkelahi sama
sekali ! Setiap kali menggerakkan tangan, seorang lawan roboh." Diana merasa menyesal sekali tidak sempat berkenalan dengan penolongnya dan di dalam hatinya ia merasa kagum bukan main.
Ia makin mengerti sekarang bahwa di dalam negara yang rakyatnya kelihatan masih terbelakang
dan bodoh ini ternyata terdapat banyak orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali,
orang-orang aneh yang setelah menyelamatkan nyawa seorang lalu pergi begitu saja tanpa
memberi kesempatan namanya dikenal. Ia kagum sekali dan wajah pemuda itu terukir di dalam
lubuk hatinya. Ia takkan dapat melupakan peristiwa itu, takkan dapat melupakan wajah yang
tampan sederhana itu.
Lauw Sek dan para penghuni dusun itu lalu mengajak Diana pulang ke dusun mereka.
Melihat betapa banyak orang dusun luka-luka karena membela dirinya, Diana merasa terharu
sekali dan iapun membantu untuk merawat mereka yang luka-luka.
***

Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Koan Jit marah bukan main mendengar laporan anak buahnya, sepuluh orang yang
kembali menderita luka-luka itu. Apa lagi ketika dia mendengar bahwa mereka itu gagal
membawa pulang Diana hanya karena dihalangi oleh seorang pemuda yang tidak mereka ketahui
siapa. Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
346 "Gentong-gentong nasi tiada guna !" Dia memaki marah. "Hanya menghadapi satu
orang saja kalian tidak mampu mengalahkan dan pulang dengan tangan kosong, juga dengan
menderita luka-luka. Kenapa kalian semua tidak mampus saja !"
Si kumis melintang dengan muka pucat dan tubuh menggigil berlutut di depan Koan Jit.
"Harap tai-ciangkun sudi mengampunkan kami. Pemuda itu sungguh bukan manusia biasa.
Kami sepuluh orang sudah berusaha sekuat tenaga, mempergunakan senjata-senjata kami
melawan sampai akhirnya kami roboh tak mampu melawan lagi. Dia amat lihai sekali dan
agaknya hanya paduka saja yang akan mampu mengalahkannya."
Koan Jit mengepal tinju. "Keparat ! Masa untuk membawa pulang seorang perempuan
kulit putih saja harus aku sendiri yang maju ?"
Koan Jit marah bukan main. Baru kemarin, rombongan lain juga datang dengan tubuh
babak belur. Rombongan yang terdiri dari belasan orang itu mendengar adanya seorang gadis
bule di sebuah perkampungan di lereng gunung. Mereka segera mendatangi wanita itu dan
karena mereka belum pernah melihat bagaimana macamnya keponakan Kapten Charles Elliot,
mereka yang biasa bersikap kasar ini hendak memaksa wanita itu untuk ikut dengan mereka ke
Kanton. Akan tetapi, ternyata wanita bule sudah bersuami dan suaminya lalu mengamuk.
Mereka dihajar babak belur karena suami wanita itu adalah seorang pendekar yang amat lihai,
yaitu Gan Seng Bu, sute dari Koan Jit sendiri. Wanita itu adalah Sheila, puteri mendiang opsir Hellway.
Tentu saja Koan Jit marah sekali mendengar bahwa yang menghajar anak buahnya ini
bernama Gan Seng Bu, sutenya sendiri. Dia juga sudah mendengar tentang wanita Inggeris yang
menikah dengan seorang pemberontak, akan tetapi baru sekarang dia mendengar bahwa
pemberontak itu adalah Gan Seng Bu, seorang di antara dua orang sutenya. Sebelum kemarahan
itu reda, kini si kumis melintang bersama anak buahnya datang memberi laporan bahwa mereka
sudah menemukan tempat tinggal Diana akan tetapi mereka tidak berhasil membawa Diana
pulang bahkan dihajar babak belur pula oleh seorang pemuda yang tidak terkenal. Tentu saja dia tidak dapat bertindak apa-apa terhadap Sheila, karena bukan wanita itu yang dicarinya.
"Antar aku ke tempat wanita itu !" hardiknya kepada si kumis melintang. Lalu dia
melaporkan kepada Kapten Charles Elliot bahwa dia sudah berhasil menemukan tempat tinggal
Diana dan dia akan berangkat sendiri menjemput, membawa sebuah kereta ditemani oleh si
kumis melintang. Koan jit adalah seorang yang berwatak tinggi hati dan seperti biasa orang yang berwatak tinggi hati, dia memandang rendah kepada siapapun juga dan penuturan si kumis
melintang bahwa Diana dilindungi seorang pemuda yang telah merobohkan sepuluh orang anak
buahnya itu sama sekali tidak membuat dia menjadi gentar, bahkan menimbulkan rasa penasaran
dan kemarahannya. Dia yakin akan dapat mengalahkan pemuda itu atau siapapun juga, maka
dengan hati penuh geram dia pergi bersama si kumis melintang untuk menghajar pemuda lancang
itu dan turun tangan sendiri menjemput Diana.
Agaknya bintang peruntungan Koan Jit sedang gelap, dia sedang dilanda kesialan. Ketika
keretanya tiba di dusun di mana Diana tinggal, dan bersama si kumis melintang dia meloncat
turun, di tonton oleh para penduduk dusun, tiba-tiba nampak Diana muncul bersama seorang
gadis lain dan seorang kakek kurus berbaju tambal-tambalan. Koan Jit sama sekali tidak
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
347 mengenal gadis dan kakek itu, akan tetapi mudah menduga bahwa gadis cantik berkulit putih
bermata biru dan berambut kuning emas itu tentulah Diana yang dicarinya. Dia sama sekali tidak memandang kepada para penduduk di situ dan dengan langkah lebar dia menghampiri gadis itu
dan berbisik kepada si kumis melintang, "Mana pelindungnya itu ?"
"Tidak ada .........., tidak nampak .........." si kumis melintang menjawab sambil menoleh
ke kanan kiri dengan sikap takut-takut. Hati orang ini masih gentar kalau dia mengenang
kelihaian pemuda yang pernah menolong Diana dan legalah dia tidak melihat adanya pemuda itu
di situ. Sementara itu, Koan Jit yang ingin tugasnya cepat-cepat selesai, sudah menghadapi Diana
dan berkata, "Nona Diana, silahkan naik ke kereta. Aku datang menjemput nona atas kehendak
pamanmu Kapten Charles Elliot." Suaranya mengandung desakan yang kuat sehingga Diana
merasa khawatir juga. Orang ini berada dengan si kumis melintang itu dan sikap orang yang
berwibawa ini membuat ia gemetar.
"Tidak perlu dijemput, kalau aku ingin kembali ke Kanton, tentu akan kulakukan itu.
Aku belum mau pulang, harap engkau suka menyampaikan pesanku kepada pamanku."
"Nona Diana, aku telah dimintai tolong oleh pamanmu untuk membawamu pulang ke
Kanton, baik engkau mau atau tidak. Kalau nona tidak mau, terpaksa akan kupaksa." Koan Jit
tidak mengatakan bahwa dia diutus atau diperintah, melainkan berkata bahwa paman Diana itu
minta tolong kepadanya. Hal ini saja menunjukkan ketinggian hatinya.
"Aku tidak mau pulang !" Diana berkata lagi, kini agak marah.
"Terpaksa aku memaksamu !" kata Koan Jit dan tiba-tiba tangannya sudah meluncur ke
depan hendak menangkap pergelangan tangan Diana.
"Plakk ! ! !" Tiba-tiba tangannya itu tertangkis dan dia merasa betapa telapak tangannya
tergetar. Dia terkejut dan marah, dan ketika dia memandang wajah gadis yang telah
menangkisnya itu, dia makin kaget karena dia seperti pernah melihat gadis ini.
"Koan Jit, di mana-mana engkau mempergunakan tenaga dan kepandaian untuk menghina
dan memaksa orang. Apa kau sudah lupa kepadaku ?"
"Ah, kau kiranya !" bentaknya dan kini dia teringat. Gadis inilah yang dulu pernah
membebaskan Ciu Kui Eng. Kemarahannya memuncak. "Kau lagi yang menghalangiku "
Sekarang akan kubunuh kau !" Dan diapun menyerang dengan dahsyat. Kalau dulu dia kalah
oleh gadis ini karena gadis ini mengeroyoknya bersama Kui Eng, murid Tee-tok yang cukup lihai itu.
"Wuuutttt .......... !" Tamparan yang akan menghancurkan batu karang itu lewat di
samping kepala gadis itu yang bukan lain adalah Siauw Lian Hong, membalas dengan totokan
gagang kipasnya yang sudah dikeluarkannya dengan cepat. Gagang kipas itu melakukan totokan
di dekat siku lengan Koan Jit yang tadi menyerang. Murid pertama Thian-tok ini tentu saja
maklum akan kehebatan serangan ini. Kalau terkena totokan itu, lengannya akan lumpuh dan hal Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
348 itu berbahaya sekali, maka terpaksa dia menarik kembali lengannya dan dari bawah kakinya
menyambar. Semua gerakannya dilakukan dengan kecepatan kilat, maka penasaranlah dia ketika
kembali gadis itu mampu menghindarkan diri dari tendangannya.
Sebelum dia dapat menyerang lagi, tiba-tiba ada angin yang amat kuat dari arah kiri. Dia
terkejut dan memutar tubuh ke kiri, siap untuk menandingi lawan yang kuat ini dan ternyata dia berhadapan dengan kakek berbaju tambal-tambalan tadi. Koan Jit makin terkejut dan
diperhatikannya orang itu. Seorang kakek yang usianya tentu sudah tujuhpuluh tahun lebih,
kurus dengan baju tambal-tambalan akan tetapi bersih, mukanya kusut dan mulutnya tersenyum
terus ! Yang membuat Koan Jit merasa kaget adalah ketika dia melihat sebuah kipas butut di
tangan kiri kakek itu.
"Ah, apakah aku berhadapan dengan San-tok ?"
Kakek itu memperlebar senyumnya. "Ha-ha, murid pertama Thian-tok sungguh hebat dan
mengagumkan, mungkin dapat mengangkat dirimu di dunia hitam. Sayang, begitu merendahkan
diri menjadi anjing penjilat bangsa asing, dan lebih sayang lagi, kini berhadapan dengan kami sebagai lawan karena hendak menganggu seorang gadis sahabat baik muridku."
Baru sadarlah kini Koan Jit bahwa gadis perkasa yang pernah menolong Kui Eng dan
yang kini kembali menentangnya adalah murid San-tok. Pantas demikian lihai. Dan lebih celaka lagi, gadis itu adalah sahabat baik Diana. Akan tetapi, bagaimana mungkin dia harus mengalah dan mundur " Biarpun di situ ada murid San-tok dan bahkan ada San-tok sendiri, dia tidak takut !
Sepasang mata kucing yang mencorong kehijauan itu menyipit dan mulut yang biasanya
lebih banyak tertutup itu, kini membayangkan ejekan. "San-tok, engkau sudah tua bangka tentu sudah tahu bahwa setiap orang harus mencari kesenangan dengan cara masing-masing. Dan
menurut aku, caraku ini yang paling baik. Apakah sekarang orang yang bernama San-tok itu,
seorang di antara Empat Racun Dunia, sudah menjadi seorang pendekar budiman yang hendak
melindungi seorang gadis bule bermata biru " Ha-ha, alangkah lucunya !"
"Koan Jit, tutup mulutmu yang beracun !" Lian Hong membentak dan melangkah maju
menghadapi laki-laki itu. "Di sini tidak ada persoalan pendekar atau bukan pendekar. Yang
membela Diana adalah aku, Siauw Lian Hong, karena Diana adalah sahabatku. Kalau suhu tadi
maju adalah karena dia hendak membela aku, muridnya. Akan tetapi, tanpa dibela suhu
sekalipun, jangan kira aku takut melawanmu !"
Lian Hong sudah membentangkan kipasnya dengan sikap menentang.
"Heh " heh " heh, Koan Jit. Kau mau bicara apa lagi " Engkau memang murid Thian-tok
yang hebat, akan tetapi engkau mengkhianati gurumu sendiri. Engkau hanya seorang pencuri
rendah yang pengecut. Hemm, aku akan dapat mengambil Giok-liong-kiam itu darimu setiap
saat kuhendaki, ha-ha !"
Terkejutlah hati Koan Jit. Ucapan seorang di antara Empat Racun Dunia tidak boleh
dianggap main-main. Siapa tahu kakek ini sudah tahu tempat di mana pedang pusaka itu
disembunyikannya dan kalau demikian, berbahaya ! Dia sendiri terlindung di tengah-tengah
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
349 benteng balatentara kulit putih, akan tetapi bagaimana dengan pusaka-pusakanya yang
disimpannya di suatu tempat rahasia itu " Membawanya ke dalam markaspun dia segan karena
siapa tahu komandan-komandan bule itu akhirnya juga menghendaki pusaka-pusaka yang bagi
mereka merupakan benda aneh dan kuno yang amat berharga.
Kekhawatirannya membuat dia tidak bernapsu lagi untuk berkelahi melawan Lian Hong.
Apa lagi dia memperhitungkan bahwa bagaimanapun juga, kalau sampai dia mendesak gadis itu,
gurunya tentu tidak akan tinggal diam saja dan akhirnya dia harus menghadapi pengeroyokan
mereka. Walaupun dia tidak takut, akan tetapi dia maklum bahwa mereka berdua itu lihai sekali dan kalau maju bersama, mungkin dia tidak akan mampu menang. Dan kini yang paling penting
adalah memeriksa pusaka-pusakanya. Jangan-jangan kakek kurus ini telah mengambil Giok-
liong-kiam ! Terkejutlah dia ketika berpikir sampai di situ. Dia tahu akan kehebatan keempat datuk sesat itu yang suka melakukan hal-hal luar biasa. Tidak akan menjadi hal yang aneh sekali kalau San-tok ini diam-diam telah memasuki tempat rahasianya dan mengambil Giok-liong-kiam!
"Sudahlah. Melihat bahwa San-tok berada di sini dan mengingat hubungan antara dia dan
suhu, aku tidak mencari keributan. Aku hanya dimintai tolong oleh Kapten Charles Elliot untuk menjemput keponakannya. Kalau ia tidak mau diajak pulang, sudahlah." Dia memberi isyarat
kepada si kumis melintang dan keduanya lalu meloncat ke atas kereta dan kendaraan itupun
kabur dengan cepatnya.
"Hong Hong, ajak Diana ke tempat lain, ke puncak yang ada sumbernya itu. Aku akan
menyelidiki tempat rahasianya !" kata San-tok atau Bu-beng San-kai kepada muridnya. Lian
Hong maklum apa yang dimaksudkan gurunya. Tentu gurunya khawatir kalau-kalau Koan Jit
datang kembali membawa pasukan untuk memaksa Diana, maka ia harus menyembunyikan
Diana ke tempat lain, dan tentu gurunya hendak menyelidiki di mana Koan Jit menyimpan
pusaka Giok-liong-kiam. Kalau tadi pusaka itu dibawa Koan Jit, tentu gurunya akan dapat
menduganya dan tentu gurunya sudah menyerang untuk merampasnya. Maka iapun mengangguk
dan sekali berkelebat San-tok lenyap dari situ.
Diana memegang lengan Lian Hong. "Lian Hong, gurumu itupun pandai menghilang
seperti engkau. Alangkah banyaknya orang sakti di sini ?""." Dan gadis bule ini teringat
akan wajah pemuda yang menolongnya akan tetapi tidak dikenalnya sehingga kembali ia
merasakan kecewa dan menyesal.
Sementara itu, kereta yang ditumpangi Koan Jit dan pembantunya membalap menuju ke
Kanton. Ketika kereta tiba di hutan terakhir di sebuah bukit yang terletak di perbatasan kota, Koan Jit yang sudah memesan kepada pembantunya untuk pulang lebih dahulu meloncat dari
kereta yang masih berjalan cepat. Begitu meloncat turun, Koan Jit memandang sekeliling dengan matanya yang tajam untuk melihat apakah ada orang yang melihat dia turun dari kereta.
Berdebar rasa jantung dalam dada San-tok. Untung dia bersikap hati-hati sekali dan tidak
membayangi larinya kereta secara terbuka, melainkan membayanginya sambil menyusup-nyusup
dan bersembunyi. Ketika tubuh Koan Jit berkelebat turun dari kereta yang masih membalap itu, hal yang sama sekali takkan pernah disangkanya, dia melihatnya dan cepat kakek ini mendekam
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
350 di balik semak-semak. Kalau saja dia tidak bertindak cepat, tentu Koan Jit akan dapat melihatnya dan gagallah usahanya membayangi orang itu.
Setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang melihatnya, Koan Jit lalu menyusup di antara
pohon-pohon dalam hutan di bukit itu, sama sekali tidak tahu bahwa bayangannya tak pernah
terlepas dari pengintaian San-tok. Dalam hal ini, tentu saja Koan Jit masih belum mampu
menandingi San-tok. Kakek itu berjuluk Racun Gunung, tentu saja dia ahli dalam hal naik turun gunung, mengenal rahasia-rahasia hutan dan gunung dan pandai menyusup-nyusup seperti seekor
kelinci yang gesit sekali. Biasanya San-tok berkeliaran di hutan-hutan Pegunungan Wu-yi-san
yang luas, maka kini hutan kecil seperti itu tidak ada artinya baginya dan betapapun hati-hati Koan Jit menyusup-nyusup, tetap saja kakek itu mampu membayanginya.
Kakek itu kagum sekali melihat Koan Jit menyusup ke dalam semak-semak berduri dan
setelah mendorong semak-semak berduri itu ke samping, ternyata di belakang semak-semak
terdapat sebuah batu yang didorongnya ke kiri. Dan nampaklah sebuah lubang yang hanya cukup
dimasuki satu orang saja. Tubuh Koan Jit lenyap memasuki lubang dan batu serta semak-semak
itupun ditariknya kembali menutup lubang dari dalam.
San-tok tersenyum lebar, hatinya merasa girang sekali. Kiranya ini tempat rahasia itu dan
dia dapat menduga bahwa tentu Giok-liong-kiam disimpannya pula di tempat ini. Tak mungkin
Koan Jit berani membawa-bawa pusaka yang diperebutkan seluruh tokoh kang-ouw itu di tempat
umum. "Aih, sayang sekali Giok-liong-kiam buatanku itu tidak kubawa, masih disimpan Hong-
Hong," kakek itu mengeluh dalam hatinya. Kalau pedang pusaka palsu yang sudah selesai
dibuatnya menurut catatan yang didapatkannya dari mayat kakek Kwi Ong yang tewas dan
mayatnya masih utuh karena terendam air belerang di Tapie-san itu, tentu dia dapat menanti
sampai Koan Jit pergi dari tempat itu dan langsung dia akan dapat menukarkan pusaka buatannya dengan Giok-liong-kiam yang berada di tangan Koan Jit !
Setelah meneliti tempat sekeliling itu, kakek San-tok lalu secepatnya lari kembali ke
puncak bukit di mana terdapat sumber airnya, tempat yang dia tentukan agar menjadi tempat
persembunyian sementara dari Diana. Dia melihat muridnya dan Diana di dekat sumber air,
sedang bercakap-cakap. Ketika melihat kakek itu muncul, Lian Hong cepat menyambutnya.
"Bagaimana hasilnya, suhu ?"
"Bagus sekali, aku sudah tahu tempatnya. Mari kalian ikut bersamaku, sekarang juga."
"Diana ikut juga ?"". ?" tanya Lian Hong bingung. Membawa Diana dalam
perjalanan ini amatlah berbahaya.
Gurunya tersenyum. "Ya, dan ia akan banyak membantu dalam urusan ini. Tadinya aku
merasa menyesal bahwa pedang buatanku itu tidak kubawa, akan tetapi kalau dipikir-pikir, kita harus bersikap hati-hati sekali. Koan Jit itu terlalu berbahaya dan licik. Siapa tahu di tempat persembunyiannya ada teman-temannya yang berjaga. Jangan sampai ada yang tahu bahwa
pedang itu sudah ditukar. Nah, mari kita berangkat. Sambil berjalan nanti kuberi tahu."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
351 Karena mereka harus melakukan perjalanan cepat dan tentu saja Diana tidak mampu
mengimbangi kecepatan dua orang yang mengerahkan ginkang itu, maka terpaksa Lian Hong
menggendongnya. Diana merangkul leher sahabatnya itu erat-erat ketika ia merasa betapa
tubuhnya seperti terbang saja, seperti dilarikan seekor kuda yang membalap dengan amat
kencangnya. Makin kagumlah hatinya terhadap orang-orang di dunia persilatan ini.
Setelah tiba di luar hutan di mana tempat rahasia Koan Jit ditemukan San-tok, mereka lalu
berpencar. Diana diturunkan Lian Hong dan gadis ini lalu ikut bersama San-tok, lebih dulu
memasuki hutan. San-tok menggandeng tangan Diana yang tidak merasa takut karena ia percaya
sepenuhnya kepada guru sahabatnya ini yang tentu saja lebih lihai dari pada muridnya. San-tok menuju ke dekat semak-semak berduri, meneliti keadaan di sekitarnya. Sunyi saja, tanda bahwa tidak ada pembantu-pembantu Koan Jit berjaga atau bersembunyi di situ. Dia tidak tahu apakah Koan Jit masih berada di dalam tempat rahasia itu.
"Koan Jit ?"". !" Tiba-tiba kakek itu berteriak dan Diana terpaksa menutupi kedua
telinga dengan tangannya. Teriakan kakek itu nyaring bukan main, seperti akan memecahkan
selaput telinganya. "Koan Jit, aku sudah tahu tempat persembunyianmu. Tentu di sekitar tempat ini ! Koan Jit, keluarlah, atau aku akan menyerbu tempat persembunyianmu, membunuhmu dan
mengambil Giok-liong-kiam, ha-ha-ha !"
Akan tetapi, hanya gema suara kakek itu yang menjawab dari empat penjuru. Tidak ada
jawaban dari Koan Jit. San-tok bukan seorang bodoh. Dia merasa yakin bahwa Koan Jit masih
berada di dalam tempat persembunyiannya, atau kalau tidak demikian, tentu di tempat
persembunyiannya itu terdapat kawan-kawannya atau kaki tangannya yang melakukan
penjagaan. Tiba-tiba kakek itu menangkap kedua pergelangan tangan Diana yang berdiri di dekatnya,
dan dengan sebelah tangan saja dia mengangkat tubuh Diana tinggi-tinggi di atas kepalanya,
suaranya terdengar semakin lantang, "Koan Jit, lihatlah gadis ini ! Aku mau menukarnya dengan Giok-liong-kiam !"
Diana nampak tenang-tenang saja karena tadi ia sudah mendengar akan segala rencana
siasat kakek itu untuk memancing keluar Koan Jit dan iapun sudah siap membantu. Maka ketika
tubuhnya diangkat ke atas, ia tidak merasa takut. Beberapa kali San-tok berteriak menawarkan Diana untuk ditukar dengan Giok-liong-kiam. Akan tetapi keadaan tetap sunyi saja dan tidak ada jawaban atau tanggapan dari murid pertama Thian-tok itu.
San-tok menurunkan tubuh Diana yang berdiri dan memperlihatkan sikap ketakutan
seperti yang telah direncanakan, dan kakek itu berseru lagi, "Koan Jit, engkau manusia
Pengecut ! Engkau tidak berani keluar menyambutku, ha-ha-ha ! Engkau tidak pantas menjadi
murid utama Thian-tok kalau begitu." Dan kakek ini tertawa-tawa bergelak, suara ketawanya
bergema di seluruh hutan dan menakutkan binatang-binatang hutan.
Sebetulnya, Koan Jit masih berada di dalam tempat persembunyian di mana dia
menyimpan pusaka-pusakanya itu. Ketika dia mendapat kenyataan bahwa Giok-liong-kiam dan
pusaka-pusaka lain masih utuh di tempat semula, hatinya merasa lega. Akan tetapi, dia masih
mengkhawatirkan ancaman San-tok yang tidak boleh dipandang ringan saja. Maka, sibuklah dia
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
352 membuat persiapan untuk melindungi harta bendanya itu dan mengatur tempat rahasia itu
sedemikian rupa sehingga tidak akan mudah dimasuki orang dan memasang jebakan-jebakan
yang berbahaya bagi siapa saja yang berani masuk ke tempat itu.
Dia mendengar teriakan dan tantangan San-tok dan tentu saja dia terkejut sekali
mendengar suara itu datang dari tempat yang demikian dekatnya. Dia lalu memutar otak mencari jalan terbaik untuk menghadapi lawan lihai itu. Kalau kakek itu datang berdua dengan murid
perempuannya, sukarlah mengalahkan mereka. Biarkan mereka masuk ke tempat ini, pikirnya
dan dia dibantu oleh perangkap-perangkap dan jebakan-jebakan rahasianya, juga ular-ularnya.
Akan tetapi, San-tok tidak datang menyerbu melainkan berteriak-teriak lagi menawarkan
diri Diana untuk ditukar dengan giok-liong-kiam ! Hal ini amat menarik hati Koan Jit. Giok-
liong-kiam amat penting baginya, tidak mungkin akan diberikan orang begitu saja. Akan tetapi Diana juga amat penting, harus dapat dirampasnya untuk menyenangkan hati Kapten Charles
Elliot. Dia harus mampu mendapatkan keduanya, mempertahankan Giok-liong-kiam dan
merampas Diana. Cepat Koan Jit melakukan pengintaian dari tempat sembunyinya itu. Ketika
dia melihat bahwa kakek San-tok itu hanya sendirian saja dan benar-benar membawa Diana
untuk ditukar, hanya bisa diartikan bahwa sebenarnya kakek itu belum tahu benar di mana letak tempat rahasianya, hanya tahu daerahnya saja, ialah di hutan itu. Kalau sudah tahu benar letak tempat rahasianya, orang seperti San-tok tak mungkin mau membujuknya dan menukar Diana
dengan pedang Giok-liong-kiam, melainkan tentu terus menyerbu untuk merampas pedang
pusaka itu dengan kekerasan. Maka, setelah membuat persiapan, Koan Jit lalu keluar dari tempat rahasianya itu melalui jalan belakang yang menembus ke semak-semak lain di belakang pohon
besar. Dengan jalan memutar dia menghampiri San-tok dari belakang.
Kakek itu tentu saja mendengar kedatangan ini dan cepat memutar tubuhnya. Dengan
sikap sombong dan sama sekali tidak gentar, Koan Jit menghadapi San-tok dengan senyum yang
dapat mendirikan bulu roma lawan. Koan Jit ini dapat tersenyum seperti iblis. Lebih menyerupai gerakan mulut mengejek dari pada senyuman karena hanya mulutnya yang bergerak seperti
tersenyum, akan tetapi bagian lain dari mukanya sama sekali tidak ikut tersenyum, dan sepasang mata yang bersinar dan mencorong seperti mata kucing itu memandang tajam. Di pinggangnya
terselip sepasang pedang pendek yang tadi diambilnya dari tempat persembunyiannya karena dia
merasa perlu mempersenjatai diri untuk menghadapi lawan setangguh San-tok itu. Sepasang
pedang pendek itu merupakan satu di antara kumpulan pusaka-pusaka ampuh yang dimilikinya.
"Ha-ha, engkau baik hati sekali, San-tok, sengaja mengantarkan kepadaku gadis bule ini
dan juga nyawamu. Terima kasih !" Begitu kata terakhir keluar dari mulutnya, tubuh Koan Jit bergerak cepat dan dua gulungan sinar pedang telah menyambar, satu ke arah leher San-tok dan
ke dua ke arah pusarnya. Sungguh merupakan serangan yang amat dahsyat dan keduanya
merupakan sinar maut yang kalau mengenai sasaran tentu mengakibatkan kematian.
Akan tetapi yang diserangnya sekali ini adalah seorang di antara Empat Racun, kakek
yang tinggi kepandaiannya amat tinggi, sejajar dengan tingkat guru Koan Jit sendiri. Walaupun kakek itu juga terkejut menghadapi serangan maut yang amat dahsyat itu, namun dengan ilmu


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ginkang (meringankan tubuh) yang luar biasa, dia sudah menggerakkan tubuhnya mengelak
sambil mengibaskan kipas butut di tangannya untuk menangkis dan mematahkan rangkaian
serangan sepasang pedang pendek itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
353 "Takkk ! Tranggg .......... !"
Keduanya terkejut, Koan Jit tidak menyangka bahwa kipas butut di tangan kakek itu
demikian kuatnya dan kakek yang sudah tua itu memiliki kecepatan gerakan yang demikian
mengejutkan, dan di lain pihak San-tok harus mengakui bahwa tenaga murid pertama Thian-tok
itu kuat sekali di samping sepasang pedang pendek yang ampuh dan kuat, tidak rusak oleh
hantaman gagang kipasnya yang didorong oleh tenaga sinkang yang tadi dikerahkannya. Karena
keduanya maklum akan ketangguhan lawan, mereka bersikap hati-hati dan kini San-tok yang
balas menyerang dengan kipasnya tidak berani main-main seperti biasanya, melainkan
menyerang dengan sungguh-sungguh, mengeluarkan jurus ilmu kipasnya yang ampuh. Kipas itu
mengembang dan mengibas ke arah muka lawan, akan tetapi hal ini hanya gerakan mengacaukan
untuk membuat mata lawan berkedip sehingga saat itu dia dapat menyerangnya. Akan tetapi
Koan Jit tidak berkedip sehingga ketika gagang kipas itu melakukan serangkaian totokan ke arah tujuh jalan darah di bagian tubuhnya, dia dapat mengelak atau menangkis dengan sepasang
pedangnya, bahkan lalu membalas dengan serangan kontan yang tidak kalah dahsyatnya.
Serang-menyerang terjadi antara dua orang yang memiliki ilmu silat tinggi itu dan
kesempatan ini dipergunakan oleh Diana untuk diam-diam melarikan diri seperti yang sudah
direncanakan. San-tok membiarkan Diana lari agak jauh, barulah dia menoleh dan berteriak.
"Hai, gadis liar, hendak lari ke mana kau ?" Dan diapun meloncat, melakukan
pengejaran. Melihat ini, Koan Jit tidak mau membiarkannya saja. Setelah kini mulai bergebrak melawan kakek itu, dia mendapat kenyataan bahwa dia mampu menandinginya dan hal ini
membesarkan hatinya. Sayang kalau sampai dia membiarkan kakek itu pergi bersama Diana
begitu saja. Dia harus mampu merampas gadis itu untuk diajak kembali ke Kanton ! Maka
diapun cepat ngejar di belakang San-tok.
Jilid XV ***** San-tok dapat menyusul dan memegang lengan Diana yang beraksi melakukan perannya.
Ia meronta-ronta dan memukuli kakek itu dengan kedua tangan. Pada saat itu, Koan Jit tiba dan tiba-tiba San-tok melepaskan Diana dan menggerakkan kipasnya menyambut dengan totokan-totokan dahsyat. Koan Jit mengelak dan menangkis, lalu membalas pula dan mereka sudah
terlibat lagi dalam perkelahian yang seru. Melihat ini, Diana melarikan diri lagi. San-tok
mengejarnya dan Koan Jit juga mengejar. Koan Jit merasa bahwa makin jauh meninggalkan
tempat rahasianya, makin baik. Sama sekali dia tidak menduga bahwa memang dia dipancing
oleh kakek itu agar menjauh dari tempat itu !
Setelah melihat gurunya dan Koan Jit semakin jauh dan tidak nampak lagi, Lian Hong
keluar dari tempat sembunyinya. Ia sudah mempelajari keterangan gurunya dengan teliti tentang tempat rahasia itu. Cepat ia menuju ke semak-semak itu, dan batu di belakang semak-semak
berduri itu didorongnya ke kiri. Nampaklah sebuah lubang kecil yang hitam dan gelap.
Lian Hong yang mengenakan kain menutupi mukanya dan rambutnya, sehingga yang
nampak hanya sepasang matanya yang jeli, memasuki lubang itu sambil mempersiapkan kipas
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
354 yang menjadi senjata ampuhnya. Gadis ini sengaja menutupi muka agar kalau di bawah sana
terdapat orang-orangnya Koan Jit, mereka tidak akan mengenalinya.
Kakinya menyentuh anak tangga yang membawanya melalui terowongan menuju ke
sebuah guha dalam tanah yang cukup luas. Ada lubang-lubang rahasia agaknya yang dapat
menampung dan memasukkan cahaya matahari dari luar sehingga tempat itu walaupun tidak
terang sekali, akan tetapi juga tidak gelap.
Setibanya di ujung anak tangga, tiba-tiba kakinya menginjak tonjolan kecil di atas lantai
dan tiba-tiba saja Lian Hong menarik tubuh ke belakang dan menggerakkan kipasnya ke
samping. "Wuuuutt ! Plakk !" Sebatang tombak meluncur dari kiri ke kanan, nyaris mengenai
perutnya dan tiga batang anak panah yang menyambar dari kanan runtuh oleh tangkisan
kipasnya. Kiranya benda yang diinjaknya tadi merupakan tombol yang menggerakkan alat-alat
rahasia. Sungguh berbahaya sekali. Hampir saja tubuhnya disate oleh tombak tadi, atau menjadi korban anak-anak panah yang diduga tentu mengandung racun berbahaya. Dengan hati-hati ia
melangkah lagi ke depan, seluruh urat syaraf di tubuhnya siap menghadapi segala kemungkinan.
Apa yang dikhawatirkan memang terjadi. Tempat itu ternyata berbahaya sekali dan
dipasangi jebakan-jebakan maut. Baru belasan langkah, tiba-tiba saja, mungkin digerakkan oleh lantai yang diinjaknya, lantai itu bergoyang dan runtuh ke bawah ! Untung bahwa Lian Hong
memang sudah siap siaga, maka begitu lantai yang diinjaknya bergoyang, ia sudah meloncat
kembali ke belakang. Ketika ia memandang, ternyata lantai yang diinjaknya tadi telah menjadi lubang, lantainya entah ke mana dan lubang itu gelap menghitam, dan dari dalamnya keluar bau
yang amis memuakkan, juga terdengar desis-desis suara yang biasa dikeluarkan oleh ular-ular
berbisa ! Ia bergidik membayangkan kalau ia tadi terjeblos ke dalam lubang, tentu sudah menjadi mangsa ular-ular yang mengeroyoknya. Perlahan-lahan, lantai yang runtuh ke bawah tadi timbul kembali menutupi lubang yang menjadi rata seperti semula. Lian Hong sudah mengukur jarak
lubang jebakan itu dan kini ia meloncat dengan ringan melewati batas lubang dan turun dengan
aman di atas lantai yang keras. Dengan hati-hati dara perkasa itu melangkah maju lagi sampai akhirnya ia tiba di sebuah anak tangga yang membawanya turun lagi. Kini di depannya, dalam
sebuah kamar dalam guha itu, nampaklah beberapa buah peti yang tertutup, juga nampak senjata-
senjata kuno seperti pedang, tombak, golok dan sebagainya, bertumpuk di kamar itu !
Dengan pandang matanya yang tajam, Lian Hong mencari-cari dan perhatiannya tertarik
kepada sebuah peti lonjong berwarna hitam yang agaknya baru saja diletakkan orang di atas
tumpukkan peti lain. Hal ini dapat diketahuinya karena ada bekas-bekas jari tangan pada
permukaan tutup peti yang penuh debu itu, sedangkan debu pada peti-peti lain tidak terganggu.
Tentu peti ini baru saja diperiksa dan diangkat orang dan siapa lagi kalau bukan Koan Jit yang mengangkatnya " Kalau perhatian Koan Jit ditujukan kepada peti yang satu ini, kiranya takkan keliru kalau ia menduga bahwa peti inilah benda yang dicarinya. Dengan cekatan ia mendekati
peti dan kipas di tangan kanannya bergerak ke arah pinggir tutup peti. Peti itupun terbuka ! Ia tidak mau sembarangan mempergunakan tangan telanjang untuk membuka peti karena
menghadapi manusia jahat dan licin seperti Koan Jit ia harus berhati-hati sekali.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
355 Di dalam peti itu nampak sebatang pedang dengan ukir-ukiran berupa naga dari batu
kemala ! Inilah pedang pusaka yang menggetarkan dunia kang-ouw itu. Akan tetapi, bukan
hanya pedang pusaka yang berada di dalam peti, melainkan juga seekor ular berkulit belang-
belang berkembang kehijauan yang amat berbisa. Dan begitu peti itu terbuka, ular itu dengan
gesitnya keluar, mengeluarkan suara mendesis-desis dan anehnya, begitu ular itu keluar dan
mendesis, beberapa ekor ular yang berukuran besar dan panjang berdatangan dari atas dan bawah, melingkar-lingkar, menggeliat-geliat dan bergerak ke arah Lian Hong dengan desis penuh
ancaman ! Semenjak kecil, Lian Hong telah digembleng oleh kakek San-tok (Racun Gunung),
seorang yang sudah biasa berkeliaran di gunung-gunung dan di hutan-hutan besar sehingga Lian
Hong sudah sering menghadapi binatang-binatang buas termasuk ular-ular besar. Oleh karena
itu, menghadapi enam ekor ular besar itu ia sama sekali tidak mengenal jerih atau ngeri. Dengan tenang ia bahkan melangkah maju dan ketika ular yang keluar dari dalam peti hitam itu
meluncurkan kepala menyerangnya, kipasnya menutup dan menyambut dengan totokan gagang
kipasnya. "Trakkk !" Ular itu terkulai dengan kepala pecah, menggeliat-geliat akan tetapi tidak
mampu menyerang lagi. Kipas itu masih terus berkelebatan dan dalam beberapa detik saja, enam ekor ular itu telah berkelojotan dengan kepala retak tertotok ujung gagang kipas yang ampuh itu.
Biarpun ular-ular itu sudah mati dan peti itu terbuka, nampak pedang pusaka yang
dicarinya itu terletak di dalam peti, seperti menggapai kepadanya, Lian Hong tidak sembrono
mengulur tangan untuk mengambilnya. Ia melihat cahaya yang tidak wajar keluar dari dalam peti itu, dan pedang pusaka itupun tertutup debu tipis yang mencurigakan. Orang macam Koan Jit
tidak akan membiarkan pedang pusaka yang diperebutkan oleh semua tokoh besar dunia kang-
ouw itu begitu saja tanpa dipasangi perangkap-perangkap untuk mencelakakan orang yang
hendak mencurinya. Dengan hati-hati Lian Hong Menggunakan kipasnya untuk mengebut ke
arah dalam peti sambil mengerahkan tenaga singkang. Debu berwarna putih halus disambar
angin kebutan itu dan mengepul keluar dari peti. Lian Hong terus menggerakkan kipasnya agar
jangan ada debu mengenai dirinya. Untung ia melakukan ini karena begitu tubuh ular yang
masih berkeloyotan sekarat itu terkena debu putih, tubuh itu segera menjadi hangus seperti
dibakar api dan tidak bergerak lagi, mati seketika ! Diam-diam ia bergidik. Seperti telah
diduganya, debu putih itu adalah racun yang amat ampuh, kalau ia sembrono dan mengambil
pedang itu dengan tangannya, tentu tangannya akan terbakar seperti tubuh ular-ular itu.
Ia mengulangi perbuatannya tadi, mengebutkan kipasnya dengan tenaga sekuatnya ke
arah pedang dalam peti dan sisa debu mengepul keluar. Akan tetapi tiba-tiba peti itu tertutup dan sinar-sinar hitam menyambar dari arah belakang peti, menyambar dengan kecepatan kilat
menyerang tubuhnya ! Lian Hong memang sejak tadi sudah siap siaga, maka begitu melihat
sinar-sinar kecil menyambar, ia sudah melangkah mundur sambil mengebutkan kipasnya.
Kiranya ketika tutup peti terbuka tadi, telah menggerakkan alat rahasia yang mengirim jarum-
jarum beracun setelah tutup peti tertutup kembali. Serangan gelap itupun berbahaya sekali,
bahkan lebih berbahaya dari pada serangan ular-ular itu, juga debu beracun itu karena orang yang kurang waspada dan tidak memiliki gingkang dan singkang tinggi, agaknya akan sukarlah untuk
dapat menghindarkan diri dari sambaran jarum-jarum halus itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
356 Lian Hong menggunakan ujung kipas mencokel tutup peti terbuka kembali dan kini ia
merasa yakin bahwa pedang pusaka itu tidak mengandung racun lagi. Ia mengeluarkan sebatang
pedang dari balik jubahnya, sebatang pedang yang serupa benar dengan Giok-liong kiam yang
berada di dalam peti. Itulah pedang Giok-liong-kiam palsu buatan kakek San-tok. Lian Hong
lalu mengenakan sepasang sarung tangan hitam. Bagaimanapun juga, ia tetap berhati-hati dan
setelah mengenakan sarung tangan, barulah ia berani mengambil Giok-liomg-kiam itu,
diamatinya sebentar lalu dibungkusnya dengan kain hitam dan disimpannya di balik jubah. Giok-liong-kiam palsu buatan gurunya itu ia letakkan di dalam peti dan ia menutup kembali peti itu. Ia mengerti bahwa kalau Koan Jit memasuki tempat ini, tentu dia akan tahu bahwa ada orang yang
telah memasuki tempat rahasianya, melewati jebakan-jebakan dan bahkan membunuh ular-
ularnya dan melenyapkan pula debu beracun, akan tetapi karena melihat Giok-liong-kiam masih
berada di situ, tentu Koan Jit akan mengira bahwa orang itu tentu terkena serangan jarum-jarum beracun sehingga keluar lagi tanpa membawa Giok-liong-kiam. Senyum manis menghias bibir
Lian Hong ketika ia teringat akan hal ini, lalu ia memungut beberapa batang jarum hitam dan
memasukkannya ke dalam kantong jubahnya. Harus dibawa pergi beberapa batang jarum
beracun agar Koan Jit yakin akan berhasilnya jarum-jarum beracun itu.
Sementara itu, perkelahian antara Koan Jit dan San-tok masih berjalan dengan seru.
Diana tidak melarikan diri lagi, karena kini mereka sudah jauh meninggalkan tempat rahasia itu dan ia sudah melaksanakan tugasnya dengan baik seperti yang direncanakan San-tok. Mereka
berdua telah berhasil memancing Koan Jit menjauhi tempat rahasia itu dan kini ia duduk di
bawah sebatang pohon yang agak jauh dari perkelahian, hal inipun sesuai dengan pesan San-tok
kepadanya dan sepasang matanya terbelalak menonton perkelahian itu. Ia semakin kagum dan
terheran-heran. Hampir ia tidak dapat percaya bahwa ada orang-orang yang dapat bergerak
secepat itu sampai ia tidak dapat mengikuti gerakan kedua orang yang sedang berkelahi itu
dengan pandang matanya. Ia hanya melihat dua bayangan yang kabur berkelebatan ke sana-sini,
sukar ditentukan kaki atau tangan siapa yang kadang-kadang nampak itu. Tentu saja iapun sama sekali tidak tahu apakah kakek yang dijagoinya itu berada di pihak yang mendesak atau terdesak.
Setelah beberapa bulan lamanya hidup di dusun dan mengikuti sendiri cara hidup orang-orang
dusun, timbul perasaan kasih dalam hati Diana terhadap orang-orang dusun yang sederhana dan
rukun itu. Dan terhadap ahli-ahli silat, terutama sekali Lian Hong dan pemuda penolongnya yang tidak diketahui namanya itu, ia merasa kagum bukan main. Timbullah perasaan ingin yang besar di dalam hati gadis ini untuk mempelajari ilmu silat agar dapat menjadi orang yang gagah dan
tangguh seperti mereka itu. Ia melihat betapa di dalam dunia yang penuh dengan kekerasan ini, amatlah perlu membekali diri dengan ilmu silat agar ia dapat membela diri kalau terancam
bahaya akibat kejahatan orang.
Diana sama sekali tidak tahu bahwa kakek yang dijagoinya itu mulai kewalahan
menghadapi desakan-desakan sepasang pedang pendek di tangan Koan Jit. Bukan karena
keampuhan sepasang pedang pendek itu atau karena tingkat ilmu silat Koan Jit maka kakek ini
terdesak. Senjata kipasnya tidak kalah ampuh dibandingkan senjata lawan, dan dalam hal ilmu
silat, dia lebih matang dan tidak kalah tinggi tingkatnya. Akan tetapi dia kalah dalam semangat.
Koan Jit berkelahi mati-matian dengan niat menghancurkan lawan, membunuh lawan.
Sebaliknya, San-tok sama sekali tidak ingin membunuh lawannya. Dia tidak mau membunuh
Koan Jit karena hal ini akan mengakibatkan bibit permusuhan antara dia dengan Thian-tok, orang segolongan. Memang, di dalam golongan sesat terdapat semacam "kode-etik" atau setia kawan
tak tertulis atau terucapkan, melainkan sudah diterima dan diakui oleh masing-masing bahwa
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
357 mereka tidak saling ganggu. Kalau San-tok berhadapan dengan Thian-tok sendiri, maka
perkelahian di antara mereka, biar mengakibatkan kematian sekalipun, tidak akan berakibat apa-apa. Akan tetapi, kalau sampai San-tok dalam suatu perkelahian melawan Koan Jit
membunuhnya, berarti dia telah menghina pihak Thian-tok dengan membunuh muridnya,
membunuh orang yang tingkatnya lebih rendah. Inilah sebabnya mengapa San-tok berkelahi
dengan semangat yang tidak sebesar Koan Jit ! Dan selain itu, diapun tidak melihat
kepentingannya membunuh Kon Jit, melainkan hanya ingin memancingnya keluar dari tempat
persembunyian agar muridnya, Lian Hong, dapat bekerja dengan leluasa.
San-tok mulai merasa khawatir karena muridnya belum juga muncul. Koan Jit
merupakan lawan yang amat berbahaya dan biarpun dengan ketinggian ilmunya dia dapat
melindungi dirinya, memutar kipasnya sehingga gulungan sinar senjatanya itu mampu
membendung serangan sepasang pedang pendek yang lihai itu, namun usianya yang sudah tua itu
membuat keadaan tubuhnya tidak sekuat dahulu lagi. Daya tahannya tidak sebesar dulu dan
kalau dilanjutkan perkelahian itu sampai lama, dia akan terancam bahaya besar. Tangannya
mulai merasa tergetar kalau dia menangkis serangan pedang dan bajunya mulai basah dengan
keringat, sedangkan Koan Jit nampaknya belum berkurang tenaga serangannya, bahkan
mengamuk semakin dahsyat.
Legalah hati San-tok ketika tiba-tiba dia melihat berkelebatnya bayangan orang dan Lian
Hong, kini dengan pakaian biasa tanpa penutup muka, telah berada di situ dan gadis ini tanpa
banyak cakap lagi langsung membantu gurunya dan menyerang Koan Jit dengan kipasnya.
Tentu saja kemunculan gadis ini melegakan hati San-tok dan menggirangkan hati Diana,
akan tetapi mengejutkan hati Koan Jit. Dia mengenal kelihaian gadis ini dan melawan gadis ini bersama gurunya tentu saja merupakan hal yang amat berbahaya sekali kalau tidak mau dikatakan seperti usaha bunuh diri saja. Diapun menggerakkan sepasang pedangnya yang meluncur cepat
menyerang ke arah guru dan murid itu dengan dahsyat. Ketika dua orang lawannya mengelak
dengan loncatan ke belakang, diapun melompat jauh dan berlari cepat meninggalkan mereka.
"Ha-ha-ha, jangan mengejar, Hong Hong. Lain kali masih banyak kesempatan untuk
membunuhnya !" kata San-tok dan ini hanya gertakan saja karena Lian Hong juga sama sekali
tidak bermaksud mengejar orang itu. Gadis ini memberi isyarat kepada gurunya dengan
menepuk-nepuk pinggangnya bahwa Giok-liong-kiam telah berhasil ia tukarkan. San-tok tertawa
bergelak saking girangnya dan dia mengajak muridnya untuk segera pergi dari situ.
Lian Hong menggandeng tangan Diana. "Mari, Diana, kita pergi."
Melihat ini, San-tok mengerutkan alisnya. "Kenapa harus mengajak gadis bule itu "
Tinggalkan saja ia di sini, akan merepotkan saja !"
Sepasang mata Lian Hong yang lebar, bening dan tajam sinarnya itu terbelalak
memandang gurunya. "Tinggalkan di sini " Tidak, suhu. Diana adalah sahabatku, bahkan
seperti saudaraku sendiri. Meninggalkannya di sini berarti membiarkan ia terancam bahaya.
Suhu tahu bahwa ia dicari oleh Koan Jit dan anak buahnya !"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
358 "Diana akan merepotkan saja kalau ikut kita. Selain kita tidak dapat melakukan
perjalanan cepat, juga ia mendatangkan kepusingan saja."
"Wah, kakek yang aneh. Tadinya kukira, sebagai guru Lian Hong, engkau tentu orang
sakti yang budiman dan gagah perkasa. Tidak tahunya hanya seorang kakek yang curang," tiba-
tiba Diana berkata dengan mata bersinar-sinar marah dan muka yang cantik dengan kulit yang
putih itu kini kemerahan.
Lian Hong terkejut mendengar itu dan ia memandang kepada kawannya itu. Ia melihat
betapa kemarahan membuat wajah Diana menjadi semakin cemerlang dan iapun merasa kagum.
Biarpun seorang wanita kulit putih, namun Diana memiliki keberanian dan semangat, bukan
seorang wanita yang cengeng dan lemah seperti kebanyakan wanita yang dijumpainya. Berani
begitu saja mengatakan San-tok seorang kakek yang curang ! Padahal, San-tok gurunya itu
adalah seorang di antara Empat Racun Dunia dan untuk itu saja tangan gurunya tentu siap untuk membunuh orang !
Akan tetapi San-tok sendiripun terkejut dan memandang kepada gadis bermata biru itu
dengan mata dilebarkan. Hampir tidak percaya dia mendengar keberanian gadis itu memakinya.
"Eh, kenapa kau mengatakan aku curang ?" tanyanya dan di dalam pandang matanya terbayang
kemarahan dan ancaman sehingga diam-diam Lian Hong merasa khawatir sekali.
"Engkau curang dan tidak mengenal budi !" Diana berkata pula.
Tentu saja San-tok tidak mengenal budi. Tokoh hitam tidak akan pernah bicara tentang
budi ! "Coba jelaskan alasanmu memaki aku !"
"Engkau mengatur siasat memancing musuh meninggalkan sarangnya, tidak terang-
terangan menantangnya melainkan mempergunakan akal licik, bukankah itu merupakan
kecurangan " Dan ketika engkau membutuhkan bantuanku, engkau mengajak aku kesini, setelah
aku membantumu sampai berhasil, kini karena aku tidak kaubutuhkan lagi, engkau hendak
meninggalkan aku begitu saja terancam bahaya. Bukankah itu namanya tidak mengenal budi ?"
Lian Hong tersenyum geli di dalam hatinya melihat betapa kakek itu memandang
bengong seperti orang kehabisan akal, atau seperti seorang anak-anak dimarahi ibunya karena
kenakalannya. "Wah, wah, kau membingungkan aku. Tidak kubunuh saja sudah baik, kenapa engkau
banyak mengomel ?" gerutu kakek itu.
"Mau bunuh aku " Bunuhlah, agar lengkap engkau membuktikan sifat-sifatmu yang
mengecewakan hatiku, bukan hanua curang dan tidak mengenal budi, akan tetapi pengecut lagi."
"Pengecut ?" San-tok berseru kaget.
"Seorang kakek yang berilmu tinggi hendak membunuh seorang gadis yang selama
hidupnya belum pernah belajar ilmu silat, bukankah perbuatan itu amat pengecut dan tidak tahu malu ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
359 Kakek itu melongo dan tidak mampu menjawab sehingga Lian Hong merasa geli. Gadis
ini tertawa. "Hi-hik, suhu, mengakulah bahwa suhu telah kalah berdebat dengan Diana dan untuk kekalahan suhu itu suhu harus menyerah."
"Aku menyerah " Maksudmu bagaimana ?"
"Karena suhu kalah dan tidak mampu membantah kebenaran omongan Diana tadi, sudah
adil kalau suhu memenuhi permintaannya."
San-tok menarik napas panjang. Dia mengira bahwa permintaan itu tentu hanya agar
perempuan bule itu diperbolehkan ikut menyertai perjalanan mereka. Biarpun hal ini
menjemukan hatinya, akan tetapi karena muridnya agaknya amat sayang kepada gadis bule itu,
diapun mengalah. "Baiklah, aku penuhi permintaannya."
"Suhu, benarkah " Suhu memenuhi semua permintaannya ?"
Kakek itu memandang muridnya dengan curiga. "Semua " Tidak, aku hanya memenuhi
satu saja permintaannya, tidak boleh banyak-banyak."
"Satupun sudah cukup ! Diana, kenapa kau tidak cepat menghaturkan terima kasih
kepada guru kita ?"
Diana sudah cepat menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu. "Suhu, aku
menghaturkan terima kasih bahwa suhu telah sudi menerimaku sebagai murid."
Kakek itu merasa seperti disambar geledek dan dia meloncat ke belakang, matanya
terbelalak. "Apa " Siapa mengambil engkau sebagai murid " Tidak sudi aku, tidak sudi .......... !!"
Dia melangkah maju, kedua tangannya terkepal, dia sudah siap untuk memukul gadis kulit putih
itu. Melihat keadaan gurunya, Lian Hong yang sudah mengenal baik gurunya itu cepat
melangkah maju dan iapun menjatuhkan diri berlutut di depan kakek itu, di sebelah kanan Diana.
"Suhu, harap tenang dan sabar. Ingat bahwa suhu tadi telah mengatakan untuk memenuhi
permintaan Diana dan satu permintaan Diana itu adalah untuk menjadi muris suhu."
"Tidak, ini semua kau yang mengaturnya, anak nakal !"
"Sungguh mati, aku tidak akan berani melakukan hal seperti itu, suhu. Sudah sejak lama
sekali Diana menyatakan bahwa ia ingin sekali menjadi murid suhu, menjadi saudara
seperguruanku agar ia dapat membela diri kalau diancam orang jahat. Permintaan menjadi murid suhu itu adalah permintaan yang timbul dari dalam hati Diana sendiri, bukan aku yang


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membujuknya."
"Tidak, mana mungkin aku menerima seorang kulit putih sebagai murid " Orang-orang
kulit putih adalah bangsa biadab, adalah bangsa jahat yang datang ke tanah air kita untuk
membikin kacau. Aku tidak suka kepada mereka dan aku bahkan mau membantu para pejuang
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
360 untuk mengenyahkan mereka. Bagaimana mungkin sekarang kau hendak memaksaku
mengambil murid seorang gadis kulit putih " Edan barangkali kau, Hong Hong !"
"Suhu, aku sendiri tidak setuju dengan perbuatan bangsaku yang datang ke negeri ini
untuk melakukan kejahatan-kejahatan."
"Huh, jangan coba untuk merayu, kau !" bentak San-tok marah. "Kalau engkau tidak
setuju, lalu mengapa engkau sendiri berada di negeri ini ?"
Lian Hong terkejut mendengar serangan kata-kata gurunya itu yang tentu akan sulit
dijawab oleh sahabatnya. Akan tetapi Diana nampak tenang saja, bahkan tersenyum dengan
sikap tabah ketika ia menjawab, "Aku datang ke negeri ini karena ada tiga hal, suhu. Pertama aku adalah keponakan dari Kapten Charles Elliot yang bertugas di sini, dan aku datang untuk
diperbantukan kepadanya, mengurus bagian tata usaha. Ke dua, aku adalah seorang ahli
penyelidik barang-barang kuno dan kedatanganku ke negeri ini juga untuk mempelajari dan
menyelidiki tentang benda-benda kuno di sini .........."
"Huh, apa maksudnya menyelidiki barang-barang kuno ?" kakek itu memotong, tertarik,
karena baru sekarang dia mendengar ada orang yang pekerjaannya menyelidiki barang kuno.
"Dari penyelidikan barang-barang kuno kita mampu menyelidiki dan menjenguk di jaman
lalu, suhu, untuk membuat catatan sejarah negeri ini yang tak terpisahkan dari sejarah dunia."
San-tok bukan seorang terpelajar, maka keterangan itu membingungkan hatinya dan sinar
matanya yang tadinya tertarik itu kini muram dan marah kembali.
"Dan sebab yang ke tiga, suhu, karena tadinya aku sama sekali tidak tahu bahwa
bangsaku datang ke sini untuk menyelundupkan madat dan untuk memerangi rakyat di sini,
tadinya kusangka bahwa mereka itu hanya datang untuk berdagang saja, perdagangan yang saling
menguntungkan."
"Suhu, aku yang menanggung bahwa Diana adalah seorang yang amat baik budi, jujur
dan tabah sekali, sama sekali tidak boleh disamakan dengan orang-orang kulit putih yang lain."
"Aahhh, omongan manis saja. Aku memang sudah mendengar bahwa orang-orang kulit
putih paling pandai membujuk rayu, mulutnya selalu tersenyum akan tetapi mata mereka yang
biru itu menyembunyikan pamrih yang jahat sekali." Dia memandang kepada Diana yang masih
berlutut. "Apa buktinya bahwa semua omongannya itu tidak bohong belaka dan ia sama
palsunya dengan semua orang kulit putih ?"
"Suhu, kalau aku menyukai perbuatan bangsaku, kenapa aku lebih suka hidup di dusun
bersama para petani " Bahkan aku menolak keras ketika kaki tangan pamanku itu datang untuk
memaksaku kembali ke Kanton ?" kata Diana.
"Suhu, ingat, betapapun juga, suhu sudah berjanji untuk menerimanya sebagai murid,"
sambung Lian Hong.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
361 "Berjanji menerima permintaannya ikut dengan kita, bukan menerima sebagai murid !"
"Akan tetapi hal itu tidak suhu jelaskan, dan yang dimaksudkan Diana adalah permintaan
menjadi murid. Suhu tidak mungkin akan menjilat ludah sendiri !"
"Hong Hong, jangan kau memaksa aku ! Kalau sampai salah tindak, menerima seorang
bule sebagai murid kemudian kelak ia membinasakan rakyat kita, bukankah namaku akan dikutuk
selama hidup sebagai seorang yang mengkhianati bangsanya ?"
"Tidak, suhu. Aku yang bertanggung jawab ! Biarlah aku yang akan dikutuk, bukan
suhu. Diana bukan orang macam itu." Mendengar pembelaan Lian Hong ini, Diana merasa
begitu gembira dan terharu sehingga tiba-tiba ia merangkul Lian Hong, menciumi pipinya sambil menangis. Lian Hong juga balas merangkul dan tak dapat menahan air matanya melihat betapa
Diana menangis karena terharu.
San-tok menghela napas panjang, tersentuh juga perasaan hatinya melihat dua orang gadis
itu berangkulan dan bertangisan. "Sudahlah, aku menerimanya sebagai murid, akan tetapi ia
harus tahan uji harus berani hidup menderita kekurangan dan belajar dengan tekun dan keras.
Dan untuk tingkat permulaan, engkaulah yang mewakili aku membimbingnya, Hong Hong."
Lian Hong gembira sekali dan memberi hormat. "Tentu saja, suhu, tentu saja." Juga
Diana merasa girang dan memberi hormat sambil berlutut sampai dahinya menyentuh tanah.
"Terima kasih, suhu. Biarlah aku bersumpah. Kalau kelak aku mempergunakan ilmu
yang kupelajari dari suhu untuk mencelakakan rakyat di negeri ini, biarlah aku akan mati di ujung pedang !"
Lega juga rasa hati San-tok mendengar sumpah suka rela ini. "Sudahlah, mari kita
kembali ke Wu-yi-san." Mereka bertiga lalu melanjutkan perjalanan dan mulailah Diana
memasuki suatu pengalaman hidup baru yang sama sekali berbeda dengan kehidupannya di
dusun selama ini. Di dalam dusun itu ia memang mengalami kehidupan yang sama sekali
berbeda dengan kehidupannya sebagai keponakan Kapten Charles Elliot, akan tetapi kehidupan
di dusun itu hanya sederhana dan penuh kerja keras di ladang saja. Setelah melakukan perjalanan bersama Lian Hong dan San-tok, barulah ia mengalami kehidupan yang benar-benar amat sukar,
keras dan penuh bahaya ! Mereka tidur di tengah hutan, kadang-kadang di tempat terbuka,
menentang panas, dingin, dan ancaman bahaya dari binatang-binatang buas. Mereka menghadapi
kesukaran ketika perut menagih isi, harus mengadakan makanan di tengah hutan, tanpa bekal
bahan sama sekali. Diana belajar hidup dan mengalami hal-hal yang selama hidup sebelumnya
belum pernah dibayangkannya, belum pernah diimpikannya. Ia belajar menangkap ular untuk
dimakan dagingnya sekedar penyambung hidup, makan daun-daun muda, bahkan pernah diajak
makan ulat-ulat gemuk karena dalam sebuah hutan, satu-satunya bahan makanan yang bisa
didapatkan hanya ulat-ulat gemuk itu ! Dan iapun merasa kagum bukan main. Sahabatnya, Lian
Hong, benar seorang gadis yang luar biasa, dan gurunya itu lebih aneh lagi. Kadang-kadang baik, kadang-kadang jahat, kadang-kadang acuh saja, akan tetapi kadang-kadang marah besar seperti
orang gila. Betapapun juga, ia telah diterima sebagai murid dan iapun maklum bahwa gurunya
seorang aneh dan luar biasa dan ini saja sudah merupakan bekal baginya untuk menghadapi
segala ulah dan tingkah gurunya yang aneh-aneh.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
362 Dalam perjalanan itu, Diana digembleng oleh kesukaran-kesukaran hidup yang membuat
gajih-gajih di tubuhnya lenyap, membuat tubuhnya agak kurus dan kokoh kuat, membuat kulit
tubuhnya yang sudah agak gelap oleh pekerjaan di ladang, kini semakin hitam ! Akan tetapi,
sifat pesoleknya belum juga hilang sehingga seringkali ia ditertawakan Lian Hong karena di
dalam hutan sekalipun ia masih sering membereskan rambutnya sampai rapi dan ada saja akalnya
untuk menambah merah pada bibirnya yang sudah merah !
Sementara itu, setelah melarikan diri untuk ke dua kalinya karena tidak kuat melawan
San-tok dan Lian Hong, Koan Jit menyelinap dan bersembunyi, mengintai musuh-musuhnya.
Dia merasa lega melihat mereka itu pergi dari situ, tidak berusaha mencari tempat penyimpanan harta pusakanya. Dengan hati girang dia berpendapat bahwa tentu kakek itu benar-benar belum
tahu tempat rahasianya, akan tetapi sudah dapat menduga bahwa tempat itu berada di dalam
hutan ini. Aku harus cepat memindahkan benda-benda pusaka itu, pikirnya dan setelah menanti
agak lama dan merasa yakin bahwa musuh-musuhnya sudah pergi jauh, diapun cepat memasuki
tempat rahasianya.
Wajah Koan Jit berubah pucat dan tubuhnya gemetar penuh ketegangan dan kekhawatiran
ketika dia memasuki tempat itu. Dia melihat bahwa jebakan-jebakan rahasia di tempat itu sudah bekerja, tanda bahwa ada orang memasuki tempat ini. Dengan hati-hati dia terus menuju ke
dalam dan melihat beberapa ekor ular itu mati, dia semakin khawatir. Akan tetapi,
kekhawatirannya berubah girang, lega dan juga terheran ketika dia melihat bahwa semua pusaka, terutama sekali Giok-liong-kiam, masih utuh ! Tidak ada sebuahpun pusaka yang hilang. Kalau tadinya dia merasa heran, lalu dia menjadi girang sekali. Dia melihat runtuhnya jarum-jarum
hitamnya yang beracun, dan ketika dia meneliti, ternyata ada beberapa batang jarum yang hilang.
Ini hanya dapat diartikan bahwa serangan gelap jarum-jarum itu telah mengenai tubuh orang lihai yang masuk ke situ. Orang itu tentu menjadi kaget dan ketakutan karena jarum-jarum itu
memang mengandung racun yang ganas, dan orang itu melarikan diri sebelum dapat membawa
Giok-liong-kiam yang agaknya memang ingin diambil oleh pencuri itu. Dan andaikata orang itu
tidak mampus oleh racun jarum-jarumnya, setidaknya usahanya itu gagal dan semua pusakanya,
terutama Giok-liong-kiam, selamat !
Kenyataan bahwa tempat rahasianya sudah didatangi orang itu membuat Koan Jit makin
tergesa lagi untuk memindahkan barang-barangnya yang berharga itu. Dia tidak menyangka
buruk kepada San-tok dan Lian Hong. Kakek itu tadi berkelahi dengan dia, sedangkan gadis itu walaupun datang belakangan, namun jelas tidak menderita luka oleh jarum beracun. Pula, kalau dua orang itu yang berusaha masuk ketempat rahasia itu, tentu Giok-liong-kiam sudah
diambilnya. Tentu orang lain yang telah memasuki tempatnya, mempergunakan kesempatan
selagi dia sibuk berkelahi melawan San-tok dan muridnya. Akan tetapi walaupun orang itu
mampu melalui jebakan di lantai, ular-ular dan debu pembius, ternyata tidak mampu lolos dari
jarum-jarum hitamnya yang beracun !
Pada hari itu juga, Koan Jit lalu mengumpulkan pusaka-pusakanya dan membawanya
keluar dari tempat itu dan untuk sementara, secara rahasia, diboyongnya benda-benda berharga
itu ke markasnya tanpa diketahui atau dicurigai oleh para pimpinan pasukan kulit putih.
*** Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
363 Dunia persilatan, seperti kelompok-kelompok lainnya, memang memiliki sifat-sifatnya
yang berlawanan, yaitu sifat buruk dan baiknya. Buruknya, di dunia persilatan selalu terjadi kekerasan, permusuhan, dendam-mendendam, adu kekuatan yang tak kunjung henti. Dunia ini
bergelimang darah walaupun sebagian besar dari pertentangan itu terjadi antara pribadi. Akan tetapi, ada satu sifat baik pada mereka, juga di kalangan kaum sesatnya, seperti berkali-kali terbukti dalam sejarah bahwa mereka itu dapat juga bersatu apa bila tanah air dan bangsa berada dalam bahaya.
Sejak terjadinya perang madat sampai didudukinya kota-kota pelabuhan yang besar oleh
kekuasaan orang kulit putih, dunia persilatan terguncang. Bahkan di dalam kalangan kaum sesat juga terdapat suatu perasaan tidak puas, bahkan dendam dan benci kepada orang kulit putih.
Dengan demikian, maka golongan-golongan itu, yang kesemuanya menamakan diri sendiri
sebagai pejuang-pejuang patriot, terpecah-pecah menjadi beberapa aliran. Ada golongan yang
hanya memusuhi orang kulit putih dan bahkan membantu pemerintah Mancu. Ada golongan
yang sebaliknya hanya menentang pemerintah penjajah Mancu dan acuh terhadap orang-orang
asing kulit putih. Golongan pertama ini condong untuk menjadi kaki tangan pemerintah Ceng,
sedangkan golongan kedua condong untuk diperalat oleh orang-orang kulit putih. Ada pula
golongan ke tiga yang menentang keduanya, menentang pemerintah penjajah Mancu, juga
menentang orang kulit putih. Tentu saja kadang-kadang timbul bentrokan antara ketiga golongan ini. Akan tetapi, golongan yang anti kepada kedua kekuasaan asing Mancu dan kulit putih itu
semakin kuat dan besar saja. Hal ini karena banyak orang gagah merasa penasaran dan marah
kepada pemerintah Ceng yang dianggap telah menjual sebagian dari tanah air kepada orang-
orang asing, melihat betapa pemerintah Ceng semakin lemah dan tidak berani menentang orang
kulit putih, bahkan dengan cara "menyogok" untuk menyenangkan hati orang kulit putih,
pemerintah Mancu telah menyerahkan kota-kota pelabuhan ke dalam kekuasaan orang kulit
putih. Di antara mereka yang hatinya merasa penasaran dan bangkit, terdapat tokoh-tokoh datuk
persilatan, juga para datuk golongan hitam ikut bangkit dan merasa penasaran. Karena itu, tidak mengherankan apa bila timbul perasaan setia-kawan dan persatuan yang besar di antara mereka
untuk menghadapi kekuasaan orang kulit putih dan juga kelaliman kerajaan Ceng yang mulai
lemah. Bahkan tanpa mereka sepakati bersama, Empat Racun Dunia yang terkenal keji dan jahat
itupun memiliki persamaan dalam hal ini. Mereka berempat merasa penasaran sekali dan ingin
menghabiskan sisa usia mereka yang sudah amat tua itu untuk melakukan sesuatu guna
menentang orang-orang kulit putih dan pemerintah penjajah. Karena itulah, ketika Hai-tok
(Racun Lautan) mengirim undangan kepada para tokoh besar persilatan untuk menghadiri pesta
yang akan diadakannya untuk memperingati ulang tahunnya yang ke tujuhpuluh lima, para datuk
persilatan menyambutnya dengan gembira dan hampir semua tokoh yang diundang memerlukan
datang menghadiri undangan itu !
Ada beberapa hal yang mendorong Hai-tok untuk merayakan hari ulang tahunnya itu
dengan mengundang tokoh-tokoh besar dunia persilatan. Pertama, karena hatinya juga tergugah
melihat keadaan tanah air yang terancam oleh orang-orang kulit putih dan karena penasaran
melihat politik yang amat lemah dari pemerintah Ceng dalam menghadapi kekuasaan orang kulit
putih yang semakin mendesak. Ke dua adalah karena dia ingin membicarakan tentang Giok-
liong-kiam dengan para datuk, setelah diketahui bahwa pusaka itu berada di tangan Koan Jit yang kini menjadi orang penting dan berkuasa di dalam pasukan orang kulit putih yang amat kuat itu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
364 Dan ke tiga, yang membuat kakek ini penasaran dan marah, adalah karena dia mendengar dari
puterinya, Kiki, bahwa kini muridnya yang amat dibanggakan dan diandalkan, yang bernama Lee
Song Kim, telah menghambakan diri kepada istana kaisar yang dianggap sebagai kaisar yang
lemah dan pengkhianat itu ! Sebab-sebab inilah yang membuat Hai-tok mengundang semua
tokoh besar, bukan hanya dari golongan sesat seperti golongan sendiri, akan tetapi bahkan dia mengundang tokoh-tokoh besar dunia persilatan dari golongan putih atau kaum pendekar !
Hai-tok mengundang para datuk persilatan untuk datang ke pesisir timur dari mana
nampak Pulau Layar di kejauhan. Pantai ini penuh dengan batu-batu karang dan guha-guha
besar, dan untuk keperluan pestanya, Hai-tok menyuruh anak buahnya untuk menggempur guha-
guha dan membuat lima buah guha besar menjadi satu, menjadi ruangan sebuah guha yang luas
sekali, yang menghadapi laut. Guha itu lalu disuruh hias dan ukir dan untuk keperluan ini, dia sengaja mendatangkan ahli-ahli ukir yang pandai. Perpaduan antara alam dan keahlian tangan
manusia menciptakan sebuah ruangan dalam guha yang amat aneh dan indah. Batu-batu karang
itu diukir membentuk binatang-binatang aneh seperti naga, ki-lin, burung Hong dan sebagainya.
Lantai guha dibikin rata dan di situ dipasangi meja-meja alam, meja-meja yang dibuat dari batu karang yang diukir-ukir, demikian bangku-bangku batu karang yang amat indah penuh dengan
gaya seni yang luar biasa.
Ketika para tamu berdatangan, anak buah Hai-tok yang gagah-gagah dan berpakaian
indah, menyambut dan mempersilahkan para tamu memasuki tempat duduk. Para tamu
mengucapkan seruan-seruan kagum bukan main. Tempat itu memang amat indahnya dan
menakjubkan. Selain penuh dengan batu-batu karang dan dinding-dinding batu terukir, juga
bangku-bangku dan meja-meja batu karang yang indah, pemandangan keluar guha amat indah.
Air laut seperti berada di luar guha yang tinggal mengulur tangan menyentuhnya, dan air laut
berkeriput lembut ditimpa sinar matahari pagi yang cerah. Matahari sendiri yang baru muncul, masih memuntahkan sinar keemasan, akan tetapi menciptakan suatu jalur jalan putih keperakan
di atas permukaan laut. Semua tamu itu terdiri dari tokoh-tokoh besar persilatan, tokoh-tokoh dan datuk-datuk yang sudah banyak mengalami hal yang aneh-aneh. Akan tetapi ketika
memasuki guha itu, mereka tertegun dan merasa seolah-olah mereka masuk ke dalam sebuah
istana dongeng di dalam lautan.
Belum lama mereka duduk, terdengar bunyi yang nyaring melengking dan lembut, seperti
bunyi rumah siput besar ditiup atau bunyi suling tanduk besar, mengaum dan terbawa angin
memasuki guha itu. Semua orang memandang ke arah laut dari mana suara itu terdengar.
Para anak buah yang tadinya bertugas menjaga guha itu dan menyambut para tamu, begitu
mendengar suara mengaung itu, lalu bangkit berdiri dengan sikap hormat, lalu seorang di antara mereka berseru memberi pengumuman.
"Yang mulia To-cu datang ?"". !!"
Para tamu tahu bahwa Hai-tok yang bernama Tang Kok Bu itu adalah seorang yang amat
kaya, menjadi majikan atau sebagai raja saja dari Pulau Layar yang nampak dari situ seperti layar sebuah perahu. Mereka tahu bahwa yang disebut To-cu (Majikan Pulau) tentu Hai-tok Tang Kok
Bu, tuan rumah yang mengirim undangan dan yang merayakan hari ulang tahunnya yang ke
tujuhpuluh lima. Karena itu, semua tamu menujukan pandang mata mereka ke tengah lautan, ke
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
365 arah Pulau Layar. Dan kini nampaklah oleh mereka beberapa buah perahu yang kecil-kecil
panjang dan meruncing, bergerak dengan amat lajunya menuju ke pantai. Beberapa orang di
antaranya memegang bendera-bendera, ada yang bertuliskan kata lautan, Pulau dan Raja.
Dengan bendera-bendera itu seolah-olah Hai-tok menjadi Raja Pulau dan Lautan yang kini
menuju ke pantai dengan segala kebesarannya. Memang inilah yang dimaksudkan oleh seorang
di antara Empat Racun Dunia itu. Hai-tok ingin memamerkannya lewat pesta yang luar biasa
megahnya itu, dan diapun ingin memamerkan kedudukan dan kekuasaannya lewat
pemunculannya yang mengesankan.
Dan memang mengesankan sekali pemunculan Hai-tok Tang Kok Bu ! Dari jauh tadi
tidak begitu nampak, hanya kelihatan seolah-olah Hai-tok duduk di atas sebuah perahu kecil
seorang diri, diiringkan oleh anak buahnya yang gagah-gagah dan tampan-tampan. Akan tetapi
setelah rombongan itu dekat dengan tebing-tebing karang, di mana para tamu nonton dari dalam
guha, semua orang tertegun ! Betapa tidak " Hai-tok duduk di atas punggung seekor binatang
laut yang bentuknya seperti seekor buaya besar ! Binatang itu berenang dengan cepat sekali,
dikawal oleh anak buahnya yang naik perahu-perahu kecil dan yang memegang bendera-bendera
kebesarannya. Sungguh berwibawa dan gagah perkasa sekali nampaknya, juga menyeramkan.
Hai-tok Tang Kok Bu yang bertubuh tinggi besar itu mengenakan pakaian yang mewah.
Jubahnya dari sutera halus berwarna kuning dan di dadanya terdapat lukisan seekor naga ! Jubah ini saja sudah menyaingi jubah seorang raja ! Tubuhnya yang tinggi besar itu nampak kokoh
kuat, wajahnya kemerahan dengan cambang bauk terpelihara rapi dan sepasang mata yang besar.
Sungguh seorang kakek yang gagah perkasa dan ranbut serta berewoknya yang masih hitam itu
sangat berlawanan dengan usianya yang sudah tujuh puluh lima tahun ! Dia nampak seperti
seorang laki-laki perkasa yang usianya sekitar limapuluh sampai enampuluh tahun saja. Akan
tetapi, kalau diperhatikan dengan sungguh-sungguh, pada sinar matanya yang tajam itu terdapat sesuatu yang aneh, suatu sinar yang mengandung kegenitan seorang wanita ! Dan orang akan
merasa heran kalau memperhatikan wajah para anak buahnya. Mereka itu rata-rata tampan dan
tidak ada yang berusia tua, semua masih muda dan gagah.
Agaknya jauh di belakang rombongan ini, sengaja memisahkan dan memencilkan diri,
nampak seorang gadis yang naik perahu seorang diri. Tak seorangpun akan menduga bahwa
gadis ini adalah puteri tunggal Hai-tok, yang bernama Tang Ki atau biasa disebut Kiki. Gadis ini cantik manis, sinar matanya mencorong tajam penuh keberanian, akan tetapi gadis yang menjadi
puteri tunggal ini tidak memperlihatkan kemewahannya. Sama sekali tidak pesolek seperti
ayahnya. Memang, Kiki gadis manja. Hal ini karena sejak kecil ia telah tak beribu, dan sebagai puteri tunggal Hai-tok, tentu saja sejak kecil ia dimanja. Akan tetapi, ia memiliki watak gagah yang mengusir kemanjaannya itu setelah menjelang dewasa. Dan kini, setelah ia kembali dari
melakukan perjalanan jauh dan melihat keadaan dunia luas, ia semakin tidak setuju dengan
keadaan dan watak ayahnya. Inilah sebabnya mengapa ia tidak mau dekat dengan rombongan
ayahnya, dan sikap inipun tidak dapat ditundukkan oleh ayahnya yang tahu kekerasan hati
puterinya maka mendiamkan dan membiarkannya saja.
Para tamu bangkit berdiri ketika dengan gerakan gagah Hai-tok Tang Kok Bu melompat
dari atas punggung binatang seperti buaya itu yang segera menyelam ke dalam air. Kemudian
dengan langkah yang tegap dan wajah angker akan tetapi mengandung senyum ramah, Hai-tok
Tang Kok Bu memasuki guha dan memberi hormat kepada para tamu yang terdiri dari tokoh-
tokoh besar dunia persilatan. Di antara mereka, yang berada paling depan adalah Siauw-bin-hud, Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
366 itu tokoh terkenal sekali dari Siauw-lim-pai yang sudah tua namun amat disegani dunia persilatan karena kesaktiannya dan yang belum lama ini namanya menimbulkan kegemparan di dunia kang-ouw karena dia dituduh merampas pedang pusaka Giok-liong-kiam. Kakek hwesio yang telah
bertapa selama bertahun-tahun dan yang sudah tidak tertarik lagi akan urusan duniawi, ketika
menerima undangan, dapat menduga bahwa di balik undangan ini ada suatu kepentingan besar.
Seperti para datuk lainnya, juga Siauw-bin-hud amat memperhatikan keadaan negara dan merasa
tidak puas melihat sikap pemerintah menghadapi bangsa kulit putih. Diapun melihat ancaman
bahaya besar terhadap tanah air dan bangsanya, maka diapun, dalam usia setua itu, memenuhi
undangan Hai-tok dan hadir, bukan semata untuk menghormati datuk itu atau berpesta,
melainkan lebih condong untuk melihat dan mendengar sikap para datuk mengenai keadaan tanah
air. Selain datuk besar Siauw-bin-hud itu yang datang bersama Tan Ci Kong, cucu murid
yang menerima gemblengan pribadi dari kakek tua renta itu, juga gemblengan pribadi dari kakek tua renta itu, juga nampak lengkap rekan-rekan dari Hai-tok, yaitu ketiga Racun Dunia lainnya.
Thian-tok hadir bersama dua orang muridnya, yaitu Gan Seng Bu dan Ong Siu Coan. Seperti kita ketahui, Gan Seng Bu telah menjadi seorang pejuang yang menentang kerajaan Mancu dan
pemuda itu telah menikah dengan Sheila, seorang gadis kulit putih. Sedangkan Ong Siu Coan
masih belum tentu kedudukannya setelah dia dipaksa meninggalkan Thian-te-pang setelah para
anggautanya memberontak dipimpin oleh ketua Thian-te-pang yang lama bernama Ma Ki Sun
yang dibantu oleh para tokoh pejuang lainnya dan para tokoh partai persilatan. Dia
mengundurkan diri dengan damai dari Thian-te-pang. Ketika dua orang muda ini mendengar
panggilan guru mereka, tentu saja mereka cepat mengunjungi guru mereka dan oleh Thian-tok,
keduanya diajak untuk menghadiri pesta ulang tahun Hai-tok. Seperti yang lainnya, guru dan
murid ini tertarik sekali untuk bicara dengan para datuk mengenai keadaan tanah air yang kacau balau pada waktu itu.


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tee-tok (Racun Bumi) juga hadir bersama murid yang disayangnya, yaitu Ciu Kui Eng,
gadis hartawan yang telah kehilangan semua harta benda dan keluarganya itu. Tidak ketinggalan pula hadir San-tok bersama Siauw Lian Hong ! Lengkaplah keempat Racun Dunia, termasuk
tuan rumah, bertemu di dalam ruangan guha yang luas dan indah itu. Tentu saja Diana tak dapat ditinggalkan dan ikut pula, akan tetapi gadis berkulit putih ini tidak diajak hadir dalam pertemuan itu. Baik San-tok maupun Lian Hong melarangnya dan setelah mendengar penjelasan Lian Hong
bahwa yang mengadakan pertemuan itu adalah datuk-datuk persilatan dan juga pemuka-pemuka
para pejuang yang menentang bangsa kulit putih, maka hadirnya Diana hanya akan memancing
timbulnya keributan saja. Diana tahu diri dan iapun tidak rewel lagi ketika ia ditinggalkan di dalam sebuah kuil tua yang tidak dipergunakan, yang terletak tak jauh dari pantai itu.
Para tamu itu berduyun-duyun memberi selamat kepada Hai-tok yang sudah duduk di atas
kursi besar terbuat dari batu karang. Satu demi satu mereka menghampiri tuan rumah dan
memberi hormat, yang dibalas oleh Hai-tok dengan wajah gembira dan hati bangga. Para
tamunya adalah datuk-datuk yang memiliki kedudukan tinggi, memiliki tingkat ilmu kepandaian
hebat dan kini semua datang untuk menghormat dan memberi selamat kepadanya ! Kegembiraan
hatinya ini agak menghapus kekecewaannya mendengar bahwa murid yang disayangnya, Lee
Song Kim, telah menyeleweng dari pada garis yang telah ditentukan olehnya, yaitu tidak boleh
menghambakan diri kepada penjajah Mancu.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
367 Setelah semua orang memberi selamat dan mengambil tempat duduk masing-masing, Hai-
tok memandang dengan puas dan bangga. Keadaan pesta yang istimewa, luar biasa dan
mengesankan. Semua tamu itu mengambil tempat duduk berkelompok dengan kelompok
masing-masing, duduk diatas bangku-bangku batu karang dan menghadapi meja-meja kecil dari
batu karang pula, bukan sembarang batu karang melainkan batu karang berkembang yang pilihan
dan diukir indah, juga telah digosok mengkilap dan sama sekali tempat itu tidak mengandung bau amis lagi walaupun dari dinding sampai meja kursinya terbuat dari batu-batu karang.
Kini Hai-tok bangkit berdiri. Suaranya terdengar besar dan berat, namun jelas dan
berwibawa ketika dia bicara. "Cu-wi (tuan-tuan sekalian) yang terhormat. Kami mengucapkan
terima kasih atas kehadiran dan ucapan selamat dari cu-wi. Mengingat akan keadaan di tanah air kita yang tercinta, kami berpendapat bahwa kesempatan yang amat baik selagi kita berkumpul ini tidak boleh dilewatkan begitu saja. Bagaimana kalau kesempatan ini kita pergunakan untuk
bicara tentang keadaan di tanah air ?"
"Akur ! Akur !"
"Setuju sekali !"
Semua orang menyatakan persetujuan mereka dan suasana menjadi gaduh. Tuan rumah
mengangkat kedua tangan ke atas sambil tersenyum. "Bagus, agaknya di antara kita memang
sudah terdapat persesuaian paham. Nah, sekarang kami persilahkan cu-wi untuk menikmati
hidangan kami sekedarnya, setelah makan minum barulah kita akan bicara tentang keadaan tanah
air. Pikiran akan menjadi lebih tenang kalau perut sudah kenyang, bukan ?" Semua orang
tertawa dan pestapun dimulailah. Dari ruangan sebelah terdengarlah bunyi alunan musik dan
nyanyian merdu. Hai-tok sengaja mengundang ahli-ahli musik dan para penyanyi yang pandai,
dengan bayaran tinggi untuk memeriahkan pesta itu.
Setelah hidangan dikeluarkan, semua orang menjadi semakin kagum. Kiranya, semua alat
makan yang dikeluarkan juga istimewa, tidak seperti alat makan biasa, melainkan unik dan cocok dengan keadaan di dalam guha penuh batu-batuan laut itu. Mangkok dan piring terbuat dari kulit penyu, mangkok dari kerang besar dan banyak pula kembang-kembang karang yang sudah
kering, dengan bentuk-bentuk aneh dan khas laut, dengan warna-warni yang indah, dikeluarkan
sebagai tempat-tempat sayuran dan masakan yang mengepulkan bau asap gurih. Sumpit-sumpit
yang dikeluarkan juga terbuat dari pada tulang-tulang ikan yang mengkilap seperti gading gajah.
Pendeknya, semua alat makan terbuat dari benda-benda yang diambil dari dasar lautan, dan di
sana-sini, pada piring, mangkok dan panci kerang besar itu malah dihias dengan mutiara-mutiara gemerlapan ! Semua orang takjub dan merasa betapa mereka seakan-akan dijamu dalam pesta
yang diadakan di istana dasar lautan oleh Raja Lautan ! Hebatnya, untuk mereka yang tidak
makan daging seperti Siauw-bin-hud dan beberapa orang tokoh lagi, dihidangkan masakan
istimewa yang sama sekali tidak mengandung barang bernyawa ! Siauw-bin-hud sampai
tersenyum lebar.
"Omitohud .........., harta benda dunia memang bisa mendatangkan kenikmatan dan
kesenangan dunia yang tanpa batas. Ha-ha-ha, asalkan kita tidak sampai mabok olehnya !"
Mendengar ucapan Siauw-bin-hud, Thian-tok yang duduk di meja sebelah, juga tertawa
lebar. "Ha-ha, kuharap saja tempat ini tidak berubah menjadi kuil di mana ada hwesio tua yang berceramah memberi kuliah. Mabokpun ada batasnya dan akhirnya akan sadar kembali, bukan ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
368 Siauw-bin-hud tidak marah, malah tersenyum. "Siancai .......... ada benarnya ucapanmu
itu, gendut ! Segala apa di dunia ini, yang menyenangkan atau menyusahkan, tentu ada batas
waktunya dan pada saatnya akan lenyap satu demi satu."
Para tamu yang aneh-aneh itu, para datuk dunia persilatan, mulai makan minum dan
suasana menjadi meriah sekali. Memang nikmat sekali makan minum bersama orang-orang yang
sudah dikenal dengan baik, apa lagi kalau suasananya begitu akrab dan ada sesuatu yang
membuat pada saat itu mereka melupakan segala macam bentuk permusuhan dan memiliki suatu
pegangan tertentu yang menyatukan hati mereka. Makan minum hidangan yang pilihan, lezat
dan mahal, di tempat yang indah, dengan alat perabot makan yang aneh dan indah pula, dengan
pemandangan yang amat mempersonakan dari laut yang terbentang luas di depan mereka, dalam
suasana yang meriah.
Para datuk sesat Empat Racun Dunia makan satu meja dengan murid masing-masing.
Siauw-bin-hud dengan wajahnya yang bersih cerah dan selalu tersenyum itu duduk semeja
dengan Tan Ci Kong, kemudian di meja sebelah kirinya, duduk Thian-tok yang wajahnya dan
bentuk tubuhnya mirip sekali dengan Siauw-bin-hud, perutnya yang gendut, mukanya yang bulat
dan serba bundar, mulutnya yang selalu tersenyum lebar, semua serupa. Hanya bedanya, jubah
Siauw-bin-hud tertutup rapat sebaliknya jubah Thian-tok terbuka lebar memperlihatkan dada dan perut gendutnya, dan kalau wajah Siauw-bin-hud halus bersih, sebaliknya wajah Thian-tok penuh berewok. Mereka sedemikian mirpnya sehingga tidaklah mengherankan kalau dahulu dengan
mudah Thian-tok menyamar sebagai Siauw-bin-hud ketika dia merampas pedang pusaka Giok-
liong-kiam. Kalau jubah itu dirapatkan dan muka itu dicukur, memang dia mirip sekali dengan
tokoh Siauw-lim-pai itu.
Thian-tok duduk semeja dengan dua orang muridnya, Gan Seng Bu dan Siu Coan. Dua
orang muda kakak beradik seperguruan ini ketika bertemu dan ikut bersama guru mereka
menghadiri undangan Hai-tok, tidak pernah bicara tentang perselisihan mereka yang lalu seolah-olah mereka berdua sudah melupakannya. Apa lagi antara kakak beradik seperguruan, bahkan
antara orang lain yang pernah bentrok sekalipun, pada waktu menghadapi urusan tanah air yang
terancam, mereka semua mengesampingkan urusan pribadi dan semua perhatian hanyan
ditujukan kepada perjuangan.
Tee-tok duduk berhadapan dengan Ciu Kui Eng, sedangkan San-tok duduk bersama Lian
Hong. Memang di dalam dada masing-masing golongan terdapat jiwa patriotisme yang agak
berbeda sifatnya. Ada yang memiliki kecondongan lebih keras membenci orang kulit putih dan
ada yang lebih membenci keduanya. Akan tetapi mereka yang hadir di situ, rata-rata tidak sudi menghambakan diri kepada pemerintah penjajah Mancu atau kepada pasukan orang kulit putih,
dan mereka semua mengharapkan bangkitnya rakyat yang akan memiliki pemerintah yang
dipimpin oleh bangsa sendiri.
Di samping Empat Racun Dunia dan Siauw-bin-hud, hadir pula wakil-wakil dari
perkumpulan-perkumpulan besar di dunia kang-ouw. Akan tetapi karena yang diundang oleh
Hai-tok hanya tokoh-tokoh besarnya saja, maka yang hadir di dalam ruangan guha itu berjumlah
lebih dari tigapuluh orang saja.
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
369 Pesta itu berjalan dengan meriah dan semua tamu memuji kelezatan masakan yang
dihidangkan. Bahkan Siuw-bin-hud harus memuji masakan-masakan yang tanpa daging itu
karena memang dimasak secara istimewa dan masakan tanpa daging itu tak kalah lezatnya
dengan masakan lain yang berdaging. Makan minum itu diakhiri dengan kepuasan, kekenyangan
dan kelegaan hati para tamu. Setelah selesai, alat-alat makan disingkirkan, meja-meja
dibersihkan kemudian meja-meja batu karang itu dipindahkan, diganti meja yang lebar dan semua tamu duduk mengelilingi meja besar untuk mulai dengan percakapan mereka yang sebenarnya
merupakan inti pertemuan yang berselubung di balik ulang tahun itu.
Dengan dipimpin oleh Hai-tok sebagai tuan rumah, mereka bicara tentang keadaan tanah
air yang mulai dilanda kekuasaan orang kulit putih dan tentang keadaan pemerintah Ceng yang
semakin lemah dan sama sekali tidak melindungi rakyat jelata.
"Kalau dibiarkan saja orang-orang kulit putih itu menguasai kota-kota pelabuhan, makin
lama mereka akan menjadi semakin kuat. Harus diakui bahwa dengan kapal-kapal besar mereka,
dengan meriam-meriam besar dan pasukan yang diperlengkapi dengan senjata-senjata api,
mereka itu merupakan musuh yang sangat kuat dan sukar dikalahkan. Oleh karena itu, selagi
mereka belum terlalu kuat, kita harus berdaya mengumpulkan kekuatan dan menghancurkan
mereka," demikian Hai-tok berkata dengan penuh semangat.
"Ha " ha " ha !" Thian-tok tertawa bergelak menanggapi ucapan penuh semangat ini
yang dikeluarkan Hai-tok setelah mereka tadi membicarakan keadaan yang makin kacau dan
kemelut yang menimpa kehidupan rakyat yang dicengkeram racun madat. "Orang-orang kulit
putih itu belum dapat dibilang berbahaya karena bagaimanapun juga, mereka hanya pedagang-
pedagang. Yang penting untuk segera diruntuhkan adalah kekuasaan penjajah Mancu. Kalau
pemerintah dipegang oleh bangsa kita sendiri, apa sukarnya menghalau orang-orang kulit putih "
Tentu saja pendapat ini tidak akan disetujui oleh mereka yang di dalam hatinya masih setia
kepada pemerintah penjajah Mancu."
Sepasang alis tebal di wajah Hai-tok berkerut dan matanya yang lebar memancarkan sinar
kemarahan kepada Thian-tok. Dia merasa disindir karena dia mengerti bahwa muridnya, lee Song
Kim, kini menghambakan diri kepada pemerintah Ceng di kota raja. Akan tetapi rasa persatuan
dalam pembelaan tanah air membuat kakek yang biasanya berdarah panas ini dapat
mengendalikan diri, hanya suaranya terdengar mantap dan serius, sedangkan pandang matanya
ditujukan langsung kepada Thian-tok yang masih tersenyum lebar.
"Memang benar ucapan Thian-tok bahwa penjajah Mancu harus ditentang, dan siapa saja
yang membantu penjajah Mancu patut dikutuk. Akan tetapi, tidak benar kalau bangsa kulit putih tidak berbahaya. Lihat saja penderitaan rakyat akibat perang candu yang lalu. Siapa saja yang menghambakan diri kepada bangsa kulit putih lebih terkutuk lagi !"
Ucapan yang merupakan jawaban ini juga mengandung sindiran karena semua orang tahu
bahwa Koan Jit menjadi antek orang kulit putih, sedangkan Koan Jit adalah murid pertama
Thian-tok. Kakek gendut inipun merasa akan sindiran tuan rumah, maka dia tertawa semakin
keras. Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
370 "Ha " ha " ha " ha, benar sekali, Hai-tok, benar sekali ! Akan tetapi sudah lama sekali
aku mengutuk Koan Jit, tidak menganggapnya sebagai murid lagi, dan bukan hanya mengutuk,
bahkan kalau ada kesempatan, akan kuhancurkan kepala murid murtad itu !"
Hai-tok tidak mau kalah. "Muridku yang pertama Lee Song Kim juga murtad, telah
bekerja kepada pemerintah Mancu di kota raja, dan akupun tidak menganggapnya murid lagi
melainkan musuh !"
"Ha " ha " ha " ha, kalau begitu keadaan kita sama, Hai-tok. Satu-satu, kita masing-
masing mempunyai murid yang murtad dan memalukan, ha " ha " ha !"
"Tidak sama benar keadaan kita, Thian-tok." Hai-tok membantah, kini sepasang matanya
bersinar-sinar, wajahnya berseri-seri penuh rasa kemenangan. "Hanya seorang muridku yang
murtad dan memalukan, akan tetapi kabarnya, di samping Koan Jit yang menjadi antek penjilat
orang kulit putih, aku mendengar masih ada lagi muridmu yang bahkan menikah dengan seorang
perempuan bule !"
Tentu saja sindiran ini amat tepat menghunjam perasaan Thian-tok, akan tetapi kakek ini
kelihatan tenang dan tersenyum lebar saja, sedangkan semua mata kini ditujukan ke arah Gan
Seng Bu yang bersikap tenang memandang kepada gurunya. Ingin ia bicara, karena dialah yang
diejek, akan tetapi karena ucapan Hai-tok tadi ditujukan kepada suhunya, maka diapun tidak
berani melancangi gurunya.
"Ha " ha " ha " ha, pandangan yang picik, pandangan yang membuktikan kebodohan !
Bagaimana mungkin urusan perjodohan dicampuradukkan dengan urusan perjuangan membela
tanah air " Perjodohan dasarnya saling mencinta dan dalam urusan cinta ini, tidak ada sangkut-pautnya dengan bangsa, negara, atau apa saja. Asal laki-laki dan perempuan, bukan laki-laki
dengan laki-laki, maka cinta dapat timbul tanpa mengingat bangsa dan keturunan. Siapa bisa
bilang bahwa kita semua hadir di sini adalah bangsa aseli " Siapa berani memastikan dan siapa bisa membuktikan bahwa darahnya tidak ada campuran darah keturunan bangsa lain, tidak ada
darah campuran darah Mongol, Mancu, atau Birma dan An-nam, bahkan darah India dan
Yahudi " Ha " ha " ha " ha, kalau kita sendiri tidak bisa memastikan keaselian kita, bagaimana mau bicara tentang perbedaan bangsa dalam pernikahan " Muridku memang ada yang menikah
dengan seorang perempuan bule, dan dia adalah Gan Seng Bu yang hadir di sini, akan tetapi hal itu sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan perjuangan menentang penjajah Mancu atau
bangsa kulit putih !"
Hai-tok masih tidak mau kalah dan masih penasaran. Sambil memandang tajam ke arah
Gan Seng Bu, dia berkata lantang. "Biarkan yang bersangkutan sendiri bicara. Bukankah kalau
orang menikah dengan seorang perempuan kulit putih, lalu pandangannya terhadap orang kulit
putih juga menjadi berubah " Tak mungkin memusuhi bangsa dari istrinya sendiri !"
"Tang locianpwe," kata Gan Seng Bu dengan suara lantang tapi hormat, sambil
mengangkat muka setelah tadi memandang dan menentang pandang mata semua orang yang
hadir, "seperti dikatakan oleh suhu tadi, pernikahan dengan isteri saya seorang wanita kulit putih sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjuangan saya menentang kerajaan penjajah dan
pengaruh kulit putih yang memasukkan madat ke negeri kita. Isteri saya menentang politik
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
371 bangsanya sendiri. Kalau tidak demikian, tentu ia dan saya akan berhadapan sebagai musuh,
bukan menjadi suami isteri. Dan urusan pernikahan adalah urusan pribadi, sedangkan perjuangan membela tanah air adalah urusan umum, harap jangan dicampuradukkan."
Sebelum Hai-tok atau yang lain sempat menjawab, terdengar suara halus namun begitu
penuh wibawa dan membuat semua orang terdiam mendengarkan. Itulah suara Siauw-bin-hud
yang melihat betapa percakapan antara Hai-tok itu makin meruncing dan menimbulkan suasana
panas. "Omitohud ?""., kita ini mau dibawa ke manakah dengan percakapan tentang diri-diri
pribadi " Cu-wi yang hadir ini datang hendak membicarakan segala tetek-bengek mengenai
urusan pribadi masing-masing, ataukah datang hendak bicara tentang tanah air dan bangsa "
Kalau urusan pribadi, lebih baik pinceng pergi karena pinceng tidak mau bicara tentang diri orang lain."
Mendengar ucapan hwesio tua yang disegani itu, Hai-tok dan Thian-tok baru sadar dan
Thian-tok tertawa bergelak. "Aih, kalau tidak ada engkau hwesio tua yang selalu waspada dan
sadar, tentu kami akan terseret semakin jauh, ha-ha-ha !"
Hai-tok juga cepat berkata, "Maafkan kami yang lupa diri. Sebaliknya kita melupakan
saja segala pembicaraan kita tadi, Thian-tok."
Terdengar lagi suara Siauw-bin-hud. "Sejak tadi kita bicara tentang perlunya menentang
pemerintah penjajah Mancu dan pasukan kulit putih. Akan tetapi bagaimana pelaksanaannya "
Menentang mereka berdua itu membutuhkan tenaga yang amat kuat dan biaya yang amat besar.
Kalau tidak kuat, tentu perjuangan itu akan gagal di tengah jalan. Lihat saja betapa banyaknya kelompok pejuang yang hancur di tengah jalan. Yang terpenting bagi kita adalah mencari jalan
bagaimana baiknya untuk dapat membentuk pasukan yang cukup kuat untuk menjatuhkan
pemerintah penjajah dan sekaligus menghalau pasukan asing kulit putih dari tanah air."
Tiba-tiba Ong Siu Coan bangkit berdiri dan setelah memberi hormat ke arah semua orang
dia lalu berkata dengan suara lantang, "Mohon maaf kepada para locianpwe dan cu-wi yang
terhormat kalau saya berani lancang bicara. Urusan perjuangan ini memang harus dipecahkan
oleh kita semua, tua dan muda karena hal ini menyangkut kehidupan rakyat atau bangsa kita.
Agaknya akan berat sekali kalau dengan mati-matian kita harus melawan kedua musuh kita, yaitu kerajaan Mancu dan pasukan kulit putih. Seperti yang sudah dilakukan oleh banyak kelompok
pejuang, saya merasa setuju sekali kalau dalam hal ini kita mempergunakan siasat dan
kecerdikan, bukan sekedar mengandalkan kekuatan badan. Seperti kita ketahui, pasukan asing
kulit putih amat kuat dengan persenjataan mereka dan merekapun tidak sangat bersahabat dengan pemerintah Mancu semenjak terjadinya pembakaran candu secara besar-besaran di Kanton itu.
Kalau dua pihak itu bermusuhan dan berperang satu sama lain, hal ini amat menguntungkan kita.
Biarkan mereka itu saling serang karena peperangan antara mereka akan membuat keduanya
menjadi lemah. Dan kalau sudah begitu, barulah kita turun tangan menghantam mereka. Dengan
demikian, kita menghemat tenaga."
Suasana menjadi bising karena semua orang menanggapi sendiri-sendiri pernyataan dari
Ong Siu Coan itu. "Omitohud .........., pemikiran yang muda-muda memang patut diperhatikan
karena kadang-kadang mereka itu lebih cerdik dari pada kita orang-orang tua." Yang bicara itu adalah hwesio yang menjadi wakil dari Bu-tong-pai. "Memang baik sekali melakukan siasat
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
372 memancing perpecahan antara pemerintah Mancu dan orang-orang kulit putih. Biarkan mereka
itu berperang sendiri sementara kita menyusun kekuatan yang membutuhkan waktu dan tentu saja
membutuhkan banyak biaya seperti yang dikemukakan oleh locianpwe Siauw-bin-hud tadi."
Sebagian besar yang hadir setuju dengan pemikiran yang diajukan oleh Siu Coan itu.
Siasat itu memang baik sekali. Mereka memang tidak suka kepada orang kulit putih dan semua
ingin menghalau mereka keluar dari tanah air. Akan tetapi selagi orang-orang kulit putih itu
bermanfaat untuk membantu mereka menjatuhkan pemerintah penjajah, maka calon-calon musuh
itu dapat untuk sementara dijadikan senjata demi keuntungan perjuangan mereka.
Girang karena hasil pemikiran muridnya itu diterima dengan baik oleh para tokoh yang
hadir, Thian-tok teringat akan muridnya yang pertama dan dia menghantamkan telapak tangan
kirinya sendiri sampai terdengar suara keras dan semua orang terkejut lalu memandang kepada
kakek gendut itu. Wajah kakek itu yang biasanya selalu menyeringai lebar, kini nampak agak
keruh dan tidak ada senyum. Baru Thian-tok merasa bahwa perbuatannya tadi menarik perhatian
semua orang setelah semua orang terdiam dan memandang kepadanya.
"Aku teringat akan murid murtad Koan Jit itu !" katanya penuh kemarahan. "Tidak saja
dia telah menjadi antek orang kulit putih, akan tetapi dia juga telah melarikan Giok-liong-kiam !"
Semua orang tertarik mendengar kakek itu mulai bicara tentang Giok-liong-kiam.
Terdengar suara ketawa dan yang ketawa ini adalah Siauw-bin-hud. "Heh " heh, ini namanya
hukum karma, Thian-tok, Engkau memperoleh pedang itu dengan menggunakan nama pinceng,
dan tanpa pinceng membalasmu, yang membalaskan adalah muridmu sendiri yang mencurinya
darimu !" "Siancai, apa hubungannya Giok-liong-kiam dengan perjuangan kita " Kenapa
percakapan kini menyeleweng ke arah pedang pusaka itu " ?" terdengar seorang tosu dari Kun-
lun-pai memprotes.
"Tosu bodoh, kau tahu apa ?" Thian-tok berseru. Memang sudah menjadi watak Empat
Racun Dunia untuk menyapa orang, baik sudah dikenalnya atau belum, tak perduli apa dan
bagaimana kedudukannya, dengan kasar dan tanpa sopan santun sama sekali. Oleh karena itu
diapun begitu saja memaki tosu bodoh kepada tosu Kun-lun-pai itu ! "Kalau Giok-liong-kiam
sekarang berada di tanganku, aku akan kuat membiayai perjuangan kita semua sampai kerajaan
penjajah Mancu dijatuhkan dan orang-orang kulit putih diusir habis !"
Kembali semua orang menjadi bising. "Benarkah berita tentang harta karun yang berada
di balik rahasia Giok-liong-kiam ?" terdengar suara orang berseru.
Thian-tok mengangkat kedua tangannya ke atas. "Jangan kalian pura-pura tidak tahu saja.
Kalau kalian tidak tahu akan rahasia itu, perlu apa orang-orang seluruh kang-ouw
memperebutkan pusaka itu " Hanya untuk mencari nama agar dianggap jagoan nomor satu di
dunia persilatan " Omong kosong ! Yang jelas karena kita semua memperebutkan harta karun
yang tersembunyi itu."
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
373 "Omitohud ?"".!" Siauw-bin-hud berseru tersenyum. "Ingat, Thian-tok, pinceng
sama sekali tidak pernah ikut memperebutkan. Ceritakanlah, apa gunanya Giok-liong-kiam itu
untuk perjuangan kita ?"
Semua orang mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Thian-tok mulai bercerita.
"Kalian tentu tahu bahwa orang macam aku ini tidak lagi membutuhkan bukti bahwa aku
adalah jagoan nomor satu dengan memiliki Giok-liong-kiam. Phuh ..! Kalau Giok-liong-kiam
tidak menyimpan rahasia harta karun, perlu apa aku bersusah payah merampasnya dan menyamar
sebagai Siauw-bin-hud " Giok-liong-kiam itu mengandung rahasia yang menunjukkan di mana


Pedang Naga Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adanya harta karun yang tak ternilai besarnya ! Kalau kita dapat memiliki harta itu, dapat dipakai sebagai biaya perjuangan selama puluhan tahun. Sayang murid murtad itu telah mencurinya dari
tanganku."
"Heii, si mulut besar Thian-tok !" Tiba-tiba San-tok yang sejak tadi diam saja dan hanya
saling pandang dengan muridnya sambil tersenyum, kini menegur Thian-tok. "Pedang pusaka itu
telah lama berada di tanganmu. Tentu engkau sudah mencari dan mengambil harta karun itu.
Jangan pura-pura bodoh ! Kami bukan orang-orang tolol yang mudah kaukelabuhi !"
"Jembel busuk enak saja kau ngomong !" Thian-tok balas memaki akan tetapi mulutnya
menyeringai. Dimaki oleh seorang rekan seperti San-tok itu sama sekali tidak merupakan
penghinaan, bahkan membawa kehangatan karena keakraban. "Kalau harta karun itu sudah
berada di tanganku, perlu apa aku banyak ngomong lagi " Menurut keterangan yang kuperoleh,
rahasia itu berada di gagang pedang dan kalau direndam air semalam suntuk akan timbul
gambaran-gambaran atau tulisan yang menerangkan tempat dimana adanya harta karun. Akan
tetapi sungguh sialan, sudah kurendam sampai tiga hari tiga malam, tidak juga nampak perubahan apa-apa. Sebelum aku berhasil menemukan rahasianya, pedang itu telah dicuri Koan Jit."
Hampir San-tok tertawa bergelak, juga Lian Hong menahan senyumnya. Hanya mereka
berdualah yang tahu akan rahasia sebenarnya dari pedang pusaka Giok-liong-kiam itu. Thian-tok sama sekali tidak tahu bahwa pedang pusaka yang dicuri dari tangannya oleh muridnya itu adalah pedang pusaka yang palsu, walaupun yang palsu itu akan membawa pemiliknya kepada yang
aseli. "Kalau begitu, mari kita berlumba untuk merampasnya kembali dari Koan Jit !"
terdengar seruan orang.
"Ah, bagaimana kalau muridmu itu telah mengambil harta karun itu ?" Hai-tok bertanya
kepada Thian-tok.
Kakek gendut itu menggeleng kepala. "Diapun tidak lebih tahu dari pada aku. Agaknya
keterangan tentang harta karun itu hanya dongeng belaka dan pedang itu tidak menyimpan apa-
apa." "betapapun juga, kita harus berusaha untuk merampas pedang pusaka itu !" Hai-tok
berkeras. "Akan tetapi, sekarang bukan merampas untuk diri sendiri, melainkan untuk bisa
mendapatkan harta karun untuk membiayai perjuangan kita. Apakah kalian semua setuju ?"
Pedang Naga Kemala > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
374 Semua orang menyatakan setuju. "Omitohud, betapa mudahnya bicara dan betapa
sukarnya melaksanakan semua itu. Pinceng mendengar bahwa Koan Jit telah menjadi seorang
yang berkuasa di dalam pasukan kulit putih. Dia sendiri sudah memiliki ilmu kepandaian tinggi, kabarnya semua ilmu dari Thian-tok telah dikurasnya. Sekarang dia berlindung di belakang
pasukan kulit putih yang memiliki benteng amat kuat. Bagaimana mungkin dapat merampas
Giok-liong-kiam dari tangannya ?" Siauw-bin-hud berkata dan semua orangpun termenung
karena merekapun maklum betapa sukarnya merampas pedang itu dari tangan Koan Jit. Agaknya
akan lebih sukar dari pada kalau pedang itu berada di tangan Thian-tok.
Tiba-tiba terdengar lagi San-tok bicara lagi, suaranya lantang dan menjadi perhatian
semua tamu yang hadir. "Biarpun sukar, kita semua harus berusaha untuk mendapatkan harta
karun itu. Memang suatu pekerjaan yang amat sukar dan berbahaya, karena itu, sudah sepatutnya kalau siapa yang berhasil mendapat pahala yang wajar dan sesuai."
"Wah-wah, jembel tua ini minta sedekah ! Pahala bagaimana maksudmu, San-tok ?"
tanya Thian-tok, tertarik juga karena siapa mau bekerja keras kalau tidak diberi imbalan jasa.
"Siapa yang berhasil mendapatkan harta karun itu dan menyerahkannya untuk
kepentingan perjuangan meruntuhkan penjajah Mancu dan mengusir bangsa kulit putih, maka
pedang pusaka Giok-liong-kiam diakui menjadi miliknya yang syah dan dia dianggap sebagai
seorang pahlawan dan jagoan nomor satu di dunia ! Bagaimana, setujukah kalian ?"
"Omitohud, pinceng anggap hal itu sudah sepatutnya. Merampas Giok-liong-kiam dari
tangan Koan Jit yang berlindung dalam pasukan kulit putih merupakan pekerjaan yang amat
berat, apa lagi kalau harus melanjutkan penyelidikan dari pedang itu sampai bisa mendapatkan
harta karun. Jasa orang itu amat besar dan patutlah dia menjadi pahlawan dan dianggap jagoan nomor satu di dunia persilatan," kata Siauw-bin-hud dan semua orang menyatakan persetujuan
mereka dengan serentak.
Pendekar Gelandangan 4 Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Pendekar Pemetik Harpa 26
^