Pendekar Latah 10
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 10
aku sendiri tidak tahu. Hwesio ini pendiam tak suka
keramaian, akupun tahu dia membekal kepandaian, cuma
betapa tingginya, aku sendiri belum pernah mengukurnya. Liu
Li-hiap, kau curiga diakah pembunuhnya?"
"Jenasahnya menghilang secara aneh, kejadian ini harus
dicurigai."
"Bukankah diapun mati keracunan?" tanya Khing Ciau.
"Aku belum memeriksa mayatnya, tak berani dipastikan
lantaran apa kematiannya."
"Yang terang dia sudah mati." kata Khing Ciau pula, "aku
sendiri pernah meraba jazatnya, dingin seperti es, terang
sudah beberapa kejap lamanya putus napas."
Hong-lay-mo-li menepekur sekian lamanya, katanya:
"Kukira dalam hal ini ada apa2 yang rada ganjil."
"Menurut apa yang kutahu, kepandaian silat dari ajaran
Thian-tiok ada semacam Lwe-kang yang dapat menyumbat
hidung menahan napas sekian lamanya, bukan soal sulit untuk
pura2 mati sementara Tapi Hoa Tayhiap sendiri pernah
memeriksa, betapa tajam pandangannya, kalau dia hanya
pura2 mati, masakah bisa mengelabui dia?"
"Tangwan-cianpwe," tiba2 Hong-lay-mo-li bertanya, "waktu
pertama kali kau masuk kemari, apakah kau pernah
perhatikan orang ini?"
"Begitu melihat mereka bertiga sudah mati, bergegas aku
masuk menengok Ko-gwat Siansu, apakah dia pura2 mati, aku
sendiri belum sempat memeriksa-nya."
"Tentunya Hoa Tayhiap seperti juga keadaanmu, yang
paling dia kuatirkan adalah keselamatan Ko-gwat Siansu,
maka dia tidak sempat memeriksa jenazah yang lain."
Tang-hay-liang tiba2 menghela napas, seperti ada apa2
yang tengah dipikirkan.
"Cianpwe ada teringat apa?" tanya Hong-Iay-mo-li.
"Tidak apa2," sahut Tang-hay-liong "namun begitu
bayangan hitam itu melesat keluar aku lantas menerjang
masuk. Tatkala itu Ko-gwat Siansu sudah meninggal Sukam
Hwesio juga belum hilang, meski tidak tahu dia mati
sungguhan atau pura2, pendek kata dia tidak mungkin adalah
bayangan hitam itu.
Em, Bu-lim-thian-kiau pernah menanam budi kepadaku,
tentu ada orang lain yang memboyong pergi jenazahnya,
Kejadian tentu lebih rumit dan lebih aneh." mendongak
melihat cuaca, lalu menyambung pula:
"Hari hampir terang tanah, Kejadian2 aneh ini justru
berlangsung dalam satu malaman ini, dalam waktu dekat,
memang sulit diselami, setelah peristiwa ini, akupun tak bisa
tinggal disini lama2. Marilah kita bereskan jenazah Ko-gwat
Sian-su." Kebetulan didalam Ko-gwat-am ada beberapa buah peti
titipan penduduk sekitarnya, maka Khing Ciau kerja sama
dengan Tang-hay-liong mengeluarkan tiga buah peti mati
ditaruh di Tay-hiong-po-tiam.
Setelah segala sesuatunya beres, bertanya Tang-hay-liong:
"Liu Lihiap, apakah kau masih hendak tinggal beberapa
lamanya di Ling-an?"
"Bersama Khing Ciau, kami ingin menemui Sin Gi-cik,
Tangwan-cianpwe, bagaimana kau?"
"Ltu Lihiap, jikalau tiada urusan lain, aku mohon
bantuanmu menyelesaikan suatu urusan."
"Bila Jing-yau mampu, dengan senang hati pasti
menyelesaikan sekuat tenagaku, silakan cianpwe katakan."
"Bicara terus terang, kedatanganku ke Kanglam ini, demi
adikku kedua yang tidak becus itu." Didalam Su-pak-thian,
Lam-san-hou adalah tokoh nomor dua, adik kedua yang
dimaksud Tang-hay-liong adalah Lamkiong Cau.
"Karena kau menyinggung dia, perlu juga kube-ritahu satu
hal kepadamu." ujar Hong-lay-mo-li, "Di Jian-liu-cheng aku
pernah bertemu dengan adikmu kedua itu, dia ada sekongkol
sama Liu Goanrka dan Kim Cau-gak, bukan mustahil sekarang
dia sudah terima menjadi antek kerajaan Kim."
"Bukan saja dicurigai memang dia sudah kerja sama
dengan gerombolan bajak di Tiangkang, begitu pasukan Kim
menyerbu keselatan, mereka akan ikut berontak dan bergerak
dari dalam, sekarang dia sudah angkat saudara dengan orang
lain, dengan aku malah anggap orang asing yang tidak kenal."
"Siapakah Toako yang dia pandang sekarang?" tanya Honglay-
mo-li. "Seorang gembong iblis yang sudah lama mengasingkan
diri. Aku belum berhasil menyelidikinya, aku hanya tahu dia
adalah seorang Tocu dari sebuah pulau kecil diluar perairan
Tiangkang, Mereka masih ada seorang Samte, namanya Hoan
Thong, punya ribuan anak buah, secara langsung Hoan
Thongpun menerima perintah dan terkendali oleh Toako yang
tersembunyi itu.
Tanggal lima bulan yang akan datang, mereka hendak
mengadakan pertemuan diatas pulau kecil itu, merundingkan
cara untuk menyambut kedatangan pasukan Kim. Kabarnya
gembong iblis itu tokoh yang lihay, kaum persilatan di
Kanglam sama memandangnya sebagai pimpinan Bulim
diperairan."
Aku kuatir tenagaku seorang tidak mencukupi melawan
musuh, kali ini sebetulnya aku hendak mohon bantuan Hoa
Tayhiap, tak nyana belum sempat aku menyinggung hal ini,
dia sudah berlalu dengan buru2." demikian penjelasan Tanghay-
liong. "Tanggal lima bulan depan, berarti masih ada delapan belas
hari lagi, kukira masih ada waktu untuk meluruk kesana." kata
Hong-lay-mo-li, "Setelah aku bertemu dengn Sin Gi-cik, aku
akan bantu sekuat tenagaku."
"Akupun ingin ikut." tiba2 Khing Ciau menyeletuk.
"Khing-kongcu," kata Tang-hay-liong heran, "Buat apa kau
menyerempet bahaya?"
Hong-lay-mo-li tertawa, dia menjelaskan: "Biarlah dia ikut
serta Lam-san-hou punya seorang musuh, adalah teman
baiknya, Kemungkinan pada hari itu, temannya itu juga akan
berada dipulau itu." memang Khing Ciau kangen dan
menguatirkan keselamatan San San, maka dia tidak akan sia2
kesempatan untuk bisa bertemu sama dia.
Sementara itu, hari sudah terang tanah, fajar telah
menyingsing, kata Tang-hay-liong: "Marilah kita memberi
penghormatan yang penghabisan kali kepada Lo-siansu."
setelah menyulut dupa hendak berlutut Sembahyang, tiba2
Hong-lay-mo-li berbisik: "Sst, agaknya ada orang kemari."
tersipu2 ketiganya lantas cari tempat bersembunyi untuk
melihat keadaan.
"Klotak" sebutir batu jatuh diundakan, itulah cara orang
jalan malam untuk mencari tahu keadaan. Sebagai kawakan
Kengouw Tang-hay-liong dan Hong-lay-mo-li diam saja
menunggu perubahan selanjutnya.
Tak lama kemudian terdengar sebuah suara berkata:
"Tidakkah kau tadi mendengar gelak tawa dan suara seruling"
Tentunya Siau-go-kan-kun dan Bu-lim-thian-kiau sudah pergi
jauh, Ada siapa pula dalam biara ini" Marilah masuk!"
Tang-hay-liong kenal suara ini adalah Hwesio kelana yang
bergelar Sukam itu, seketika timbul amarahnya, Namun dia
bersabar dulu untuk mengetahui dengan siapa dia putar balik
kemari, Suara yang lain segera menjawab: "Omong kosong, kau
kira aku takut terhadap Siau-go-kan-kun atau Bu-lim-thiankiau"
Tapi majikanmu toh ingin mengadu kecerdikan tanpa
menggunakan kekerasan! Terpaksa aku menuruti
keinginannya. Batu tadi hanya untuk mencari tahu apakah
budak perempuan itu masih berada didalam biara ini tidak?"
Belum lenyap percakapan ini, tampak dua sosok bayangan
orang melayang melewati pagar tembok turun dipelataran
dalam, seorang yang lain ternyata juga seorang Hwesio, dia
bukan lain adalah Cutilo yang dilabrak Hong-lay-mo-li
djipinggir danau itu.
"Baiklah Siau-jit Hoatong," kata Sukam, "Serahkan obat
penawarmu itu."
"Kau harus berjanji membantu aku untuk membekuk budak
perempuan itu lebih dulu." kata Cutilo, Sukam tertawa,
katanya: "Sia-jit Hoatong, kepandaianmu tinggi, pandai
menggunakan racun lagi, memangnya kau tidak mampu
mengadapi seorang perempuan kecil?"
"Kau tidak tahu meski budak perempuan itu bukan
lawanku, kepandaiannya lumayan juga, Racun biasa belum
tentu manjur terhadap dia, kalau pakai racun jahat terus
terang aku tidak tega bikin gendut seayu itu mampus secara
konyol. Demikian juga Hek-pek Siu-lo, aku ingin bekuk mereka
supaya rela menjadi budakku, maka kau harus bantu aku,"
"Kupandang hubunganmu dengan majlkanku, aku boleh
bantu kau. Tapi kaupun harus memberi muka kepadaku,
serahkan obat penawarnya, kaupun harus merahasiakan hal
ini dihadapan maijkan."
"Tahulah. kenapa cerewet, setelah bertemu dengan Kogwat
siansu baru diputuskan."
Sudah tentu Hong-lay-mo-li keheranan mendengar
percakapan kedua orang ini. Batlnnya: "Kepala gundul ini
minta obat penawar segala, memangnya dia hendak menolong
Ko-gwat Siansu" sebagai orang beribadat, dia punya majikan
segala, sungguh aneh dan janggal."
Waktu itu kedua orang sudah beranjak diundakan batu,
sekilas dilihatnya tiga buah peti mati yang dijajar di Tay-hiongpo-
tiam, keruan keduanya sama terperanjat.
"Celaka," seru Cutilo, "agaknya ada orang pernah kemari,"
Sebaliknya muka Sukam seketika pucat pias, tanpa
bersuara ter-sipu2 dia memburu kedepan, Didepan peti mati
Ko-gwat Siansu ada sebuah Lingpay, dimana ada tertera
namanya, dupa yang disulut Tang-hay~liong tadi belum
padam, setelah melihat keadaan yang sebenarnya ini, saking
kejut Sukam sampai berdiri menjublek sekian lama, lambat
laun napasnya memburu dan tiba2 dia berteriak: "Serahkan
obat penawarnya kepadaku." ditengah kata2nya ini, dengan
gerakan cepat dan cekatan, dia congkel paku dan membuka
tutup peti mati.
Dari samping Cutilo berkata sinis: "Tak perlu pakai obat
penawarku lagi! Kebetulan malah, obat penawarku ini amat
berharga, lebih sukar didapat dari Mo-kui-hoa, aku sendiripun
hanya punya sebutir, lumayan kusimpan saja"
"Blang" tiba Sukam lepas tangan menutup kembali tutup
peti mati, Bergegas dia berlutut terus menyembah tiga kali.
Berkata pula Cutilo dari samping: "Dikolong langit ini
kecuali majikanmu, tak nyana Hwesio tua inipun bisa
menerima sembah lututmu, terhitung kau sudah berbakti
kepadanya."
Pelan2 Sukam berdiri, kakinya melangkah setapak "Cuh"
tiba2 dia berludah kearah Cutilo, bentaknya dengan beringas:
"Kau menipu aku, kau bunuh Ko-gwat Siansu dengan racun
paling jahat yang tidak mungkin ditolong lagi." menyusul
"Wut" dia lontarkan pukulan pula.
"Tang!" genta besar di Tay-hiong-po-tiam tanpa dipukul
orang tiba2 berbunyi sendiri, begitu keras bunyi genta ini
sampai semua orang merasa pekak ku-pingnya, Ternyata
melihat mimik Sukam yang penuh kemarahan itu, Cutilo sudah
siap2, begitu Sukam memukulnya, sebat sekali dia berkelit
kesamping, maka Bik-khong-ciang-lat pukulan Sukam
mengenai genta besar itu, seperti seseorang memukulnya
dengan palu besar.
Kebetulan Tang-hay-liong sembunyi diatas be1en-dar
dimana genta itu tergantung, berhimpit dibelakang sebuah
papan tulisan untuk mengalingi badannya, keruan kejut juga
hatinya melihat kehebatan pukulan Hwesio kelana ini.
Semula dia mencurigai Sukam sebagai pembunuh Ko-gwat
Siansu, namun setelah mendengar percakapan dan perubahan
belakangan ini dia lantas berkeputusan berpeluk tangan dulu
menunggu perkembangan selanjutnya, Bukan mustahil dari
mulut kedua orang ini masih dapat didengar lebih banyak
rahasia lagi. Menurut perkiraan Tang-hay-liong kedua Hwesio ini pasti
akan berhantam dengan sengit, tak nyana, tiba2 terdengar
Sukam menjerit ngeri, serunya: "Bagus, keji benar kau
menurunkan tangan jahatmu." habis kata2nya badannya
sudah meloso roboh.
Berkata Cutilo tawar "Sekarang kau sudah tahu bila aku
tidak omong kosong bukan?"
Hong-lay-mo-li dan Tang-hay-liong sudah hendak
menubruk keluar, mendengar kata2 ini mereka merendak
pula, dengan terperana mereka pasang kuping lagi.
"Apa maksud ucapanmu ini?" tanya Sukam dengan napas
sengal2 "Racun yang gunakan atas dirimu adalah racun Mo-kui-hoa,
demikian juga racun yang digunakan kepada Ko-gwat Siansu,
Orang biasa bila terkena bubuk racun ini, seketika mampus.
Tapi sekarang kau masih belum mati, coba kutanya,
mengandal Lwe-kangmu sekarang, kira2 berapa lama kau kuat
bertahan?"
Sukam menghirup napas, lekas dia kerahkan hawa murni
untuk mencegah menjalarnya racun, setelah kira2 dan
meraba2 sampai dimana kadar racun yang yang mengeram
dalam tubuhnya, baru dia berkata: "Kira2 aku masih kuat
bertahan satu jam lagi."
"Bagaimana Lwekang Ko-gwat Siansu dibanding kau?"
"Sudah tentu lebh tinggi dari aku."
"Nah, kalau Lwekangnya lebih tinggi dari kau, tentunya
tidak satu jam saja dia kuat bertahan, Dari sini dapatlah
dibuktikan, meski dia terkena racun, namun kematiannya ini
terang bukan lantaran kerjanya racun itu. Yang membunuhnya
ada orang lain! Baik, obat penawar ini sekarang kuberikan
kepadamu, seharusnya obat ini diperuntukan Ko-gwat Siansu,
maka bolehlah kau percaya bahwa aku bukan menipu kau
bukan" Kau sudah berjanji bantu aku membekuk genduk ayu
itu, jangan kau ingkar terhadap janjimu sendiri."
Cutilo sudah keluarkan obat penawar itu dan maju
mendekati Sukam, Tiba2 Sukam mencelat bangun, tidak
menerima obat penawar itu, malah berteriak:
"Tunggu dulu, kau harus jelaskan kepadaku, siapakah yang
membunuh Ko-gwat Siansu?"
Memangnya pertanyaan ini yang sejak tadi di-tunggu2
Hong-Lay-mo-Ii bertiga, dengan menahan napas mereka
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasang kuping mendengarkan jawaban Cutito. Cutilo tertawa2,
katanya kalem: "Siapakah pembunuhnya, seharusnya
kau sudah dapat menebaknya.. Meski besar dan luas dunia ini,
kecuali majikanmu, siapa pula yang memiliki kepandaian
setinggi ini, didalam waktu sesingkat dan cukup angkat tangan
saja sudah berhasil membunuh Ko-gwat Siansu."
Pucat muka Sukam, mulutnya mengigau dengan mata
mendelong: "Majikanku, majikanku?"
"Sudah tentu majikanmu, Ko-gwat Siansu terbunuh oleh
kepandaian menutup Hiat-to menggetar pecah urat nadi,
memangnya kau belum bisa membedakan kematiannya?"
Akhirnya Sukam menghela napas panjang, katanya:
"Habislah segalanya, Ko-gwat Siansu, aku memang berdosa
terhadap kau, akupun takkan bisa menuntut balas bagi
kematianmu. Aku tak bermaksud membunuh kau, namun
terhitung aku sudah bantu orang melaksanakan niat jahatnya
terhadap kau, ingin aku menolongmu namun ini melanggar
kesetiaanku lagi. Berdosa tak bisa menebusnya, terpaksa biar
aku mengiringi perjalananmu saja." tampak sinar putih
berkelebat "Bles" tahu2 Sukam keluarkan sebilah belati,
seiring dengan habis kata2nya belati itu sudah terhujam
kedalam dadanya
Cutilo amat kaget, teriaknya: "Sukam, mana boleh kau
senekad ini?" saking kejutnya terlupakan olehnya bahwa dia
sedang memegangi sebutir obat penawar itu, waktu dia
menubruk maju menarik Su-kam, obat penawar itu jatuh
kelantaj tanpa disadari.
Cutilo amat kaget, teriaknya: "Kenapa kau berbuat senekad
ini?" tapi Sukam sudah menikam dada sendiri, dengan
sebatang badiknya, terus menggelundung kebawah meja
sembahyang. Tampak oleh Cutilo belati itu sudah amblas
seluruhnya kedalam dada Sukam, tinggal gagangnya saja
yang kelihatan diluar, setelah keracunan harus terluka seberat
ini, meski ada obat dewa, mungkin takkan tertolong lagi
jiwanya. Lekas Cutilo membungkuk badan pikirnya hendak mencari
obatnya, tiba2 terasa angin tajam menyambar dari belakang,
seperti ada senjata rahasia menyerang, Lekas Cutilo kebutkan
lengan bajunya, cepat sekali dilihatnya Hong-lay-mo-li dan
Tang-hay-liong sudah melompat keluar dari tempat
sembunyinya. Timpukan benang kebut Hong-lay-mo-li kena di-kebut
jatuh, lekas sekali pedangnya sudah menyerang tiba dengan
tipu Giok-li-toh-so, sinar pedangnya laksana rantai perak
menusuk kearah lambungnya. Belum lagi badan Cutilo berdiri
tegak, terpaksa dengan sebelah kaki sebagai poros, sebat
sekali dia putar badannya, cepat sekali tusukan pedang Honglay-
mo-li, namun lincah pula caranya berkelit, tusukan ini tidak
mengenai sasaran.
Lincah sekali tahu2 kaki Cutilo sudah melayang menendang
jari2 Hong-lay-mo-li yang menyekal pedang, sudah tentu
Hong-lay-mo-li tidak segampang itu kecundang, dimana dia
puntir pedangnya, berbareng kebutnya mengepruk dari atas
mengarah batok kepalanya.Lekas Cutilo kebutkan lengan baju
yang lain mematahkan Thian-lo-hud-tim Hong-lay-mo-li.
Tang-hay-liong berpikir: "Entah Sukam sudah mati atau
masih hidup, kami harus membekuk kepala gundul ini untuk
dhnintai keterangannya. Kepandaian keparat ini tinggi, belum
tentu Liu Lihiap menjadi tandingannya," setelah
mempertimbangkan untung ruginya, tanpa hiraukan keadaan
Sukam, segera dia menubruk maju bantu Hong-lay-mo-li.
Sebagai tertua dari Su-pak-thian, latihan utama kepandaian
Tang-hay-liong adalah Gun-goan-khi-kang, merupakan
kepandaian tunggal dalam Bulim, dimana tepukan tangannya
bergerak, angin panas segera menerpa kedepan.
Lekas Cutilo balas menangkis sekali, kedua pihak sama
tergeliat limbung. Keruan Cutilo amat kaget, meski dia
membawa bubuk racun Mo-kui hoa, namun obat penawarnya
sudah hilang, rangsakan kebut pedang Hong-lay-mo-li amat
gencar, pukulan Tang-hay-liongpun hebat luar biasa, kalau dia
tumpukan bubuk racun ini, celaka bila tidak berhasil
merobohkan orang, diri sendiri yang ketimpa getahnya, maka
dia tidak berani menggunakannya.
Khing Ciau kebetulan sembunyi dibawah meja, setelah
menjemput obat penawar itu segera dia melompat keluar.
"Adik Ciau," seru Hong-lay-mo-li, "lekas bawa Taysu ini
kedalam." maklumlah keadaan Sukam waktu itu sudah amat
menguatirkan bila terjadi kesalahan tangan pula dalam
pertempuran sengit ini, mungkin setitik harapanpun takkan
bisa mereka peroleh, Maka Hong-lay-mo-li suruh Khing Ciau
bawa Sukam keruang belakang.
Damparan angin pukulan dari ketiga orang yang bertempur
amat dahsyat dan bergelombang tinggi, meski Khing Ciau
sudah latihan Tay-yan-pat-sek, tak urung langkahnya masih
terasa berat dan sempoyongan, insaf kepandaian sendiri yang
kurang becus, segera dia bekerja menurut petunjuk Hong-laymo-
li, Sukam dibopongnya terus dibawa lari kebelakang.
"Lari kemana?" tiba2 Cutilo menghardik SemuIa dia
membelakangi Khing Ciau, tiba2 telapak tangannya membalik
dengan pukulan Bik-khong-ciang menyapu kearah bayangan
Khing Ciau, serangannya telak se-olah2 punggungnya tumbuh
mata, untung Hong-lay-mo-li sudah menjaga akan
kemungkinan ini, lekas kebutnya terayun, dia putus kekuatan
pukulan Cutllo, meski demikian, Khing Ciau toh masih
keterjang sisa tenaga pukulan ini, badannya tersungkur
kedepan dan mempercepat langkahnya menyelinap kedalam.
Hong-lay-mo:li gusar, dampratnya: "Kejam benar kau
kepala gundul ini, terhadap kawanmu sendiri kaupun tega
membunuhnya." Sret, sret, dengan serangan pedang, dia bikin
Cutilo menyurut mundur tiga langkah.
Maka berteriaklah Cutilo: "Sukam, seorang laki2 harus
berani mati dan menanggung resiko sendiri, jangan kau bikin
malu muka majikanmu, membocorkan rahasia lagi." Tang-hay-
Iiong segera merangsak dengan pukulan gencar, Cutilo harus
melayani dengan sepenuh perhatian, terpaksa tidak bisa
banyak bicara. Akan tetapi daya pukulan Cutilo sendiri amat kuat dan
tangguh, gerakannya cepat laksana kilat, dalam tiga puluhan
jurus, meski dikeroyok dua, dia belum menunjukkan
kewalahan. Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam, segera Thian-lo hud-tim
dan Yok-hun-kiam-hoat dikembangkan bersama, dengan
serangan tipu2 lihay dari keras dan lunak ini, kerja samanya
amat rapat. Sinar pedangnya merabu laksana puluhan orang sekaligus
melancarkan serangan yang serupa dari berbagai penjuru,
sementara kebutnya menari2 naik turun, dengan ketat
mengikuti gerak langkahnya mengancam jalan darah lawan,
lihaynya bukan main.
Di-bawah gempuran dua tokoh silat kelas utama, meski
Cutilo sudah kerahkan seluruh tenaga dan curahkan segala
perhatian dan kepandaiannya, lama kelamaan dia mulai
terdesak dibawah angin.
Kepandaian Tang-hay-liong diantara mereka memang
paling lemah, namun latihan Gun-goan-khi-kangnyapun sudah
dia kerahkan sampai puncaknya, tenaga pukulannya laksana
gugur gunung, cukup menggempur hancur batu gunung
sebesar gajah. Cutilo harus tumplek sebagian besar perhatiannya untuk
menghadapi Hong-lay-mo-li, suatu ketika karena sudah
terdesak dan tak mungkin berkelit lagi, "Blang" dengan telak
badannya kena pukulan Tang-hay-liong, betapapun tinggi dan
kuat ilmu pertahanan yang melindungi badannya, tak urung
seketika kepala pening mata menjadi gelap, "Huuuaaah!"
kontan menyemburkan darah, langkahnyapun sempoyongan.
Tujuan Hong-lay-mo-li hendak membekuknya hidup2,
pedangnya segera menusuk Hiat-to-nya, Namun kepandaian
silat Cutilo ternyata memang amat tinggi dan kekar badannya,
meski sudah terluka, ternyata dia masih mampu kerahkan
tenaga licin dan ilmu tingkat tinggi, begitu ujung pedang
Hong-lay-mo-li menyentuh pakaiannya, seperti menusuk
barang lunak yang keras, tahu2 pedangnya tergelincir miring
kesamping, soalnya tujuan Hong-lay-mo-li hanya ingin
menutuk Hiat-tonya dengan pedang, gerakan pedang teramat
lincah dan cepat, maka tenaga tusukannya tidak begitu keras.
"Liu Lihap," seru Tang-ha,y-liong, "Tak perlu kasihan
padanya, pukul dulu biar dia terluka."
Benar juga segera Hong-lay-mo-li putar lebih kencang
pedangnya, yang diincar tempat2 penting dibadan Cuti-lo,
bentaknya "Masih kau membandel" Lekas menyerah dan
bicara sejujurnya, jiwamu mungkin boleh kuampuni,"
Cutilo gelak tawa, serunya: "Kalian hendak bunuh aku,
kukira belum mampu!" sekonyong2 mulutnya menyemburkan
sekumur darah, serempak tangannya melayang kearah Tanghay-
liong, hebat benar tenaga pukulan telapak tangannya,
kontan Tang-hay-liong tergentak mundur tujuh delapan
langkah, kakinya masih belum bisa berdiri tegak lagi.
Hong-lay-mo-li ikut terkejut, kuatir Tang-hay-liong dilabrak
musuh pula, lekas dia kembangkan ilmu kombinasi dari kebut
dan pedang, beruntun tiga kali pedang dan kebutnya masing2
mengincar Hiat-to mematikan dlseluruh badan Cuti1o.
"Kau kira aku gentar terhadapmu." bentak Cu-tilo, "Wut"
kembali dia menggempur, sampai pedang Hong-lay-mo-li
tergetar menceng, maka serangan berantai mengalami
kegagalan semuanya, sekali kebas lengan baju, kebut Honglay-
mo-li kena ditangkis buyar. Sudah tentu Hong-lay-mo-li
kaget dan heran, setelah terluka lawan malah tambah tenaga,
sulit juga dia menjajagi sampai dimana taraf kepandaian
Cutilo, selanjutnya tidak berani dia bergerak secara gegabah,
kini dia ganti mengembangkan kegesitan badannya selalu
berada diantara Cutilo dengan Tang-hay-liong, tujuannya
untuk melindungi kawannya.
Diluar tahunya memang inilah keinginan Cutilo, begitu
rangsakan Hong-lay-mo-li mengendor, Cutilo sempat merogoh
kantong terus diayun, segumpal asap tebal mendadak terbang
menerpa kearah mereka, ditengah terpaan asap tebal ini
terdengar pula suara mendesis tajam, inilah semacam senjata
rahasia Cutilo yang amat keji, didalam asap tebalnya ini, dia
selingi sambitan Bwe-hoa-ciam yang lembut.
Lekas Hong-lay-mo-li menyurut mundur sambil tahan
napas, pedang dan kebut segera diputar, membendung asap
tebal dan memukul rontok semua Bwe-hoa-ciam.
Dibelakangnya Tang-hay-liong berteriak: "Kepa-la gundul ini
hendak lari!" dengan Gun-goan-khi-kang dia lontarkan Bikkhong
ciang-lat, dimana damparan angin pukulannya
melandai, asap tebal itu buyar seperti teriup angin badai.
Terdengar suara Cutilo tengah gelak tawa diluar serunya:
"Tuan besarmu tiada tempo ber-main2 lagi dengan kalian,
kalau berani hayolah kejar kemari." dibawah perlindungan
asap tebal ini dia melarikan diri.
Lekas Hong-lay-mo-li dan Tang-hay-liong memburu
kebelakang, tampak Khing Ciau duduk bersimpuh dilantai,
badan Sukam setengah tiduran membelakangi dinding, badik
didadanya masih belum tercabut, mukanya sudah pucat pias.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Hong-lay-mo-li kepada
Khing Ciau. Khing Ciau menghirup napas, sahutnya berdiri:
"Untung tidak terluka, Tapi Taysu ini tidak mau minum
obat, ai, gelagatnya..."
Ternyata setelah kesampuk oleh pukulan gelombang Cutilo
tadi, Khing Ciau rasakan dadanya sesak, badan menjadi lemas
Lekas dia duduk samadi, mengerahkan Tay-yan-pat-sek, baru
sekarang dia berhasil memulihkan semangatnya
Tapi Tang-hay-liong yang paham ilmu pengobatan
mendengar deru napas Khing Ciau rada ganjil, lekas ketiga
jarinya pegang urat nadi pergelangan tangan nya, Hong-laymo-
li kuatir, tanyanya: "Bagaimana" Apakah dia..."
Tang-hay-liong menghela napas, katanya: "Benar memang
badannya tidak terluka apa2. Tapi apa kau ada terserang
penyakit demam?"
"Sakit demam?" Khing Ciau heran, "Aku tidak merasa
apa2!" Ternyata kadar racun Hoa-hiat-to pukulan Kong-sun Ki
yang mengeram didalam badan Khing Ciau sekarang masih
mengendap di In-hiat, sebelum tiba jangka waktunya, lahirnya
tidak kelihatan, karena damparan pukulan Cutilo tadi waktu
dia samadi, deru napasnya menjadi rada keras dan ganjil,
malah napasnyapun membawa sedikit bau, namun karena
badannya tidak terluka, maka hal ini dianggap sebagai
pertanda penyakit demam.
-------------------
Siapakah majikan Sukam Taysu" Apa tujuannya
memperalat anak buahnya menbunuh Ko-gwat Siansu"
Dapatkah Hoa Kok-ham atau Tam Ih-tiong membongkar
kedok aslinya"
Siapa pula Toako baru dari adik angkat Tanghay liong yang
akan mengadakan pertemuan dipulau terpencil itu"
Bagaimana hasil muhibah Hong lay-mo-li setelah menemui
raja negeri Song" Bahaya apapula yang dia alami diistana
raja" Bagian 21 Hong-lay-mo-li sendiri juga merasa heran bahwa Khing
Ciau tidak kuat menahan damparan pukulan Cu-tilo yang
sudah diputusnya ditengah jalan, malah harus semedi pula
untuk memulihkan kesehatannya, Maka segera dia berkata:
"Mungkin baru permulaan ini kau tiba di Kanglam, cuaca dan
hawa disini tidak mencocoki kondisi badanmu, maka tak kau
sadari bila kau sudah terhinggap demam" setelah berada
dikota, biar minta Sin Gi-cik carikan tabib pandai untuk
memeriksa kau."
Bahwasanya Tang-hay-liong sendiri juga belum tahu
adanya ilmu Hoa-hiat-to dari aliran sesat yang berbisa itu,
setelah memeriksa urat nadi Khing Ciau, didapati Khing Ciau
memang tidak kurang suatu apa, maka diapun tidak ambil
perhatian lebih lanjut.
Setelah merasa keadaan Khing Ciau tidak menguatirkan
maka Tang-hay-liong tumplek perhatiannya kepada Sukam
yang terluka parah. Badik itu amblas seluruhnya kedalam
dada, terkena racun lagi, maka badannya tak kuasa lagi
bertahan, maka denyut nadinya amat lemah, meski tabib Hoa
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tho pada jaman Samkok dulu hidup kembali juga takkan bisa
menolongnya. Tang-hay-liong menghela napas, segera dia rangkap kedua
jari tangan kanan menutuk Hong-hu-hiat yang terletak
dibelakang batok kepalanya, disitulah letak sentral dari urat
besar yang menembus ke otak kecil.
Sukam belum putus napas, dengan tutukan ini syarafnya
yang sudah lumpuh seketika bekerja lagi melebihi biasanya,
sehingga pikirannya menjadi lebih sadar meski hanya dalam
waktu yang amat pendek.
Pelan2 Sukam membuka mata, lekas Tang-hay-liong
berbisik dipinggir telinganya: "Sukam Taysu, adakah kau
punya sesuatu pesan" sebetulnya apakah yang terjadi malam
ini?" Dengan terputus2 Sukam berkata dengan lemah: "Sia-jit
Hoatong, dia datang menyampaikan perintah majikanku,
suruh aku berbuat demikian. Dialah yang menyerahkan bubuk
Mo-kui-hoa kepadaku. Aku tidak berani membangkang
perintah majikan, namun sesungguhnya aku tiada maksud
membunuh Ko-gwat Siansu, maka kucari Sia-jit Hoatong dan
kuajak ke-mari, supaya dia menyerahkan obat pemunahnya.
Ai, sungguh tak nyana, majikanku toh langsung turun tangan
membunuh Lo-siansu diluar tahuku!"
Sia-jit Hoatong yang dimaksud sudah tentu adalah Cutilo di
padri asing itu, hal ini sudah diketahui oleh Tang-hay-liong,
maka segera dia bertanya: "Siapakah majikanmu?"
"Durhaka kepada majikan berarti tidak setia, membunuh
teman berarti tidak setia kawan pula, Aku sudah memikul dosa
ini, sekali2 aku tidak akan berkhianat kepada majikanku.
Dengan mati aku menebus dosaku, kuharap kalian tidak
memaksaku lagi!"
"Taysu," kata Tang-hay-liong sungguh2, "Aku bukan
memaksa kau, Kami hanya ingin bikin persoalan ini jadi
terang, supaya Ko-gwat Siansu tidak mati penasaran..." belum
habis ucapannya, kelopak mata Sukam sudah tertutup dan
kepalanya lemas tak bergerak lagi, waktu Tang-hay-liong
meraba pernapasannya, ternyata sudah berhenti.
Tang-hay-liong geleng2 kepala, ujarnya: "Sia2 saja usaha
kita." "Bukannya sia2, yang terang latar belakang wafatnya Kogwat
Siansu sudah dapat kita ketahui."
"Sayang sekali, pembunuh aslinya justru masih lolos dan
tetap terselubung dibelakang layar."
Setelah urusan menjadi jelas berkata Hong-lay-mo-li:
"Dinilai dari kejadian nyata ini, jadi bayangan yang dikejar
oleh Hoa Kok-ham dari gedung Gui-Liang-seng dan bayangan
yang kau lihat melesat keluar dari biara ini adalah satu orang
yang sama, dia bukan lain adalah majikan Sukam Taysu ini."
"Benar," ujar Tang-hay-liong, "kemungkinan orang itu
menyamar mirip dengan Bu-lim-thian-kiau, sehingga Hoa
Tayhiap kena dia kelabui juga. Tapi kalau benar orang ini
bukan Bu-lim-thian-kiau, berarti pihak kita ketambahan satu
musuh tangguh pula."
Sudah tentu Honglay-mo-li juga menguatirkan hal ini,
namun bahwa kecurigaan terhadap Bu-lim-thian-kiau sudah
dicuci bersih, maka lega jugalah hatinya.
Khing Ciau menghela napas, katanya: "Kukira padri asing
begitu romantis, malam2 tamasya ditengah danau" Tak
tahunya sedang bersekongkol dengan Su-kam, sayang waktu
bertempur dipinggir danau tadi Liu Lihiap belum tahu
juntrungannya, mustinya tidak perlu menaruh belas kasihan
kepadanya."
"Padri asing ini datang dari tempat yang jauh, dalam waktu
dekat tentu belum akan pergi, kelak pelan2 kita mencarinya
pula. Sukam sudah mati, untuk mengetahui siapakah
majikannya, hanya padri asing itulah sumber satu2nya. Ai,
sayang sekali, segala kenyataan ini tidak bisa diketahui oleh
Hoa Kok Ham."
Tatkala itu hari sudah terang benderang. Berkata Tang-
Hay-liong: "Hayolah kita boleh berangkat"
Hong-lay-mo-li manggut2, baru saja hendak berangkat
tiba2 Tang-hay-liong berkata pula: "Liu Li-hiap, tunggu
sebentar, kau belum boleh pergi demikian saja,"
Hong-lay-mo-li melengak, tanyanya: "Ada apa sih?"
"Dandanmu seperti ini, mana boleh pergi ke-mana?"
"Ya, aku memang ceroboh dalam hal ini," ujar Hong-laymo-
li tertawa getir. "Dalam waktu yang mendesak begini,
kemana aku harus mencari pakaian laki2?"
"Begini saja," ujar Tang-hay-liong setelah berpikir, "Pakaian
Hoa Tayhiap tentunya masih tertinggal didalam kamarnya,
bolehlah kau pinjam dulu kepadanya, dia tinggal dikamar
pertama bagian timur dibelakang kamar samadi Hong-tiang
tadi." Merah jengah muka Hong-lay-mo-li, katanya tertawan "Ya,
terpaksa aku menurut saja petunjuk cianpwe."
"Sukam Taysu ini rela bunuh diri demi kesetiaan terhadap
kawan, meski tindakkannya ini terlalu gegabah, namun jiwa
besarnya ini patut kita junjung juga, biar segera aku
membereskan jenazahnya. lekaslah kalian salin pakaian dulu."
Hong-lay-mo-li masuk kedalam kamar Hoa Kok-ham, serta
memilih seperangkat jubah panjang yang longgar, waktu dia
jajal potongannya memang cocok cuma rada kepanjangan,
ujung jubah menyentuh tanah, namun boleh dipakai juga.
Lalu dicarinya pula secarik kain kotak yang biasanya dibuat
membungkus untuk mengikat kepala, maksudnya untuk
menutupi rambut kepalanya, dibuatnya model ikalan seperti
lazimnya anak2 sekolah mengenakan ikatan kain, lalu kebutan
dia simpan dibalik jubah, waktu dia mengaca, dirinya kini
sudah berubah menjadi pemuda sekolahan yang ganteng.
Waktu Hong-lay-mo-li keluar, sementara Tang-hay-liong
sudah beres dengan jenazah Sukam Taysu, Ber-kata Tanghay-
Hong tertawa: "Bagus, orang lain menyangka kau ini
pemuda sekolahan putra hartawan darimana, se-kali2 takkan
menyangka kau ini seorang pendekar perempuan dari daerah
utara, Nah hayolah berangkat."
Setelah meninggalkan Ko-gwat-am mereka bertiga
langsung turun gunung dan tiba dipinggir danau, meski tak
leluasa mengembangkan Ginkang, namun langkah mereka
jauh lebih cepat dari orang2 biasa, orang pesiar sudah banyak
diatas perahu yang mondar mandir.
Tampak pada sebuah perahu pesiar terdapat tiga orang
laki2 berseragam pemerintahan sedang iseng ber-senang2.
Namun mereka tidak peduli kan keadaan sekitarnya.
Setelah tiba dibendungan disebrang sana, berkata Tanghay-
liong: "Aku harus kembali memberi laporan kepada Lipangcu
dari Kaypang, terpaksa tidak ikut kalian menemui Sinciangkun."
"Kalau begitu berikan saja alamat Sin-ciangkun kepadaku,
boleh kami janjikan suatu tempat untuk bertemu."
"Li-pangcu seorang satria yang berjiwa besar, laki2 yang
patut diajak bersahabat. Tapi dengan kedudukanmu sekarang
berada di Kanglam. Tentunya tidak leluasa berkunjung
kemarkas besar Kaypang, bertemu dengan kawanan pengemis
itu. Begini saja, besok pagi, boleh kau menunggu aku dibawah
Liok-hap ga. Li-pangcu akan kuajak kesana menemui kau.
Liok-hap-ga berada dipesisir chi-tong-kang, diatas Gwa hunsan,
dari kejauhan sudah bisa terlihat, gampang ditemukan
dan mudah diingat."
Setelah mendapat alamat tinggal Sin Gi-cik mereka lantas
berpisah. Setelah menyamar jadi laki2, memasuki kota
bersama Khing Ciau ternyata memang tidak menemukan
kesukaran, Sin Gi-cik menyewa sebuah rumah yang terletak
disebuah gang dipinggiran kota yang sepi. Menurut alamat
yang diberikan, tak lama kemudian mereka sudah menemukan
tempat itu. Pengawal yang berjaga dluar dulu adalah anak buah Khing
Kin, kenal baik dengan Khing Ciau, maka tanpa dilaporkan
lebih dulu terus membawa mereka masuk.
Waktu mendekati kamar buku, dari luar Khing Ciau
mendengar suara ketokan pelan2 berirama, kiranya dengan
ketokan gagang pedangnya Sin Gi-cik sedang bersenandung
dan berdendang membawakan syair2 ciptaannya, suaranya
lantang berjiwa semangat dengan maknanya yang perwira
membuat pendengarnya merasa darah mendidih. Tak tahan
Khing Ciau sampai berseru memuji: "Bagus, syair bagus!"
Lekas Sin Gi-cik hentikan senandungnya memburu keluar,
katanya tertawa lebar: "Kukira siapa, kiranya kau. Tuan ini..."
Hong-lay-mo-li tertawa, sapanya: "Sin-ciangkun tidak
mengenalku lagi?"
Setelah Sin Gi-cik mengamati lebih seksama, diapun terbahak2:
"0. kiranya Liu Lihiap, kau berdandan sebagai laki2,
kukira sih teman Ciau-te yang baru dikenalnya, Silakan masuk,
silakan masuk."
Setelah duduk Sin Gi-cik berkata puIa: "Beberapa hari yang
lalu Hoa Tayhiap juga kemari menyinggung kalian pula. Liu
Lihiap, apa kau sudah bertemu sama dia?"
Sikap Hong-lay-mo-li rawan, sahutnya: "Sudah ketemu.
Kemaren dia meninggalkan Ling-an, kebetulan aku menyusul
datang dan bertemu sama dia."
Sin Gi-cik tidak tahu kejadian semalam, namun melihat
sikap dingin Hong-lay-mo-li segera Sin Gi-cik menghibur: "Hoa
Tayhiap berjiwa luhur demi kepentingan negara dia mondar
mandir kian kemari, sungguh harus dipuji. Aku sudah janji
untuk bertemu didalam pasukan besar, kelak Liu Lihiap masih
ada kesempatan bertemu sama dia."
Hong-lay-mo-li tak mau membicarakan urusan pribadi,
segera ia bertanya: "Tujuan kita sama2 demi kepentingan
negara dan bangsa. bertemu atau tidak bukan menjadi soal,
Mendengar dendangmu tadi aku mejadi heran, adakah
sesuatu yang tidak beres didalam persoalan melawan serbuan
musuh" Kenapa kau berkeluh kesah?"
"Liu Lihiap, memang amat menjengkelkan kalau
membicarakan soal ini, pihak keraton agaknya acuh tak acuh
menghadapi situasi yang sudah gawat ini. Siapa takkan marah
melihat keadaan seperti ini. Menghadapi musuh negara pihak
keraton terbagi dua kelompok, sepihak menyerukan
perdamaian, pihak lain berseru supaya melawan.
Ada pula yang membujuk Baginda menyingkir saja, malah
ada pula yang menganjurkan uluran tangan kepada musuh
untuk bersahabat dan mengaku salah, Syukurlah pihak militer
dan para menteri dibawah pinpinan Tan Khong Pek dan Lau Ki
Lau-ciangkun membentangkan untung rugi dan kepentingan
negara, maka akhirnya diputuskan untuk melawan serbuan
musuh, dan mengangkat Lau-ciangkun sebagai jendral besar
untuk mempersiapkan perlawanan Sayang sekali pihak yang
menentang justru berusaha merintangi dan menggagalkan
maka usaha Lau-ciangkun menemui banyak hambatan
terutama didalam mengusahakan ransum, di-ulur2 dan baru
diberikan seperempat dari kebutuhan yang sebenarnya, Coba
apakah hal ini tidak bikin kita orang2 yang cinta negeri takkan
terbakar hatinya?"
Khing Ciau berkata: "Untunglah rakyat jelata sama
menjunjung perjuangan Loh-ciangkun, tahu ransum tidak
mencukupi, beramai2 mereka mengumpulkan dari dana2
rakyat dan kerja bakti lagi untuk menyetorkannya kepada
pihak militer. Memang tidak lama aku berada dimarkas Lohciangkun,
yang terang mendapat dukungan besar dari rakyat
jelata." "Sekarang bicara soal pasukan gerilya yang kupimpin ini,
waktu pamanmu meninggal akulah yang dipasrahi tanggung
jawab berat ini setelah tiba di Kanglam, pihak keraton justru
acuh tak acuh, sampai sekarang belum diberikan surat
pengangkatan secara resmi sebagai alat negara yang fital saat
ini! sebulan sudah berselang sejak aku mengajukan
permohonanku, namun sampai sekarang belum ada jawaban.
Terpaksa aku harus hidup ditempat ini seperti semut
berada dalam kuali panas, betapa hatiku takkan gelisah, sehari
laksana setahun."
Tengah mereka bicara seorang pengawal masuk memberi
laporan: "Lau Tayjin berkunjung mohon bertemu dengan
Ciangkun." lalu diserahkan sebuah kartu nama warna merah.
Mendengar Lau Tayjin seketika terbangun semangat Honglay-
mo-li dan Khing Ciau.
Agaknya Sin Gi-cik dapat meraba isi hati mereka, katanya:
"Bukan Lau Ki, tapi Lau-Ce-hu keponakan Lau Ki, entah ada
keperluan apa dia berkunjung kepadaku."
Hong-lay-mo-li tidak ingin asal usul dirinya diketahui orang,
maka bersama Khing Ciau dia menyingkir ke belakang pintu
angin, sementara Sin Gi-cik sudah suruh pengawalnya
menyilakan tamunya masuk.
Begitu melangkah masuk Lau Ce-hu segera menjura
kepada Sin Gi-cik, katanya: "Kan-heng, selamat, selamat!"
Sin Gi-cik melengak, tanyanya: "Selamat apa?"
"Pagi tadi kuterima berita dari markas besar, bahwa
jabatanmu sudah ditentukan secara resmi sebagai Seng-bulong,
bekerja demi kepentingan kemiliteran, maka aku diminta
kau lekas pergi menerima pengangkatan ini. Bukankah kau
sedang gelisah karena menunggu hal in" Kali ini bolehlah
hatimu lega."
"Apa aku hanya diharuskan menerima jabatan ini saja"
Tanpa ada perintah lainnya?"
"Memang jabatan Seng-bu-long terlalu merendahkan
derajat dan bakatmu. namun ketentuan ini diputuskan sendiri
oleh kemiliteran dengan mendapat restu dari Baginda,
pertanda bahwa namamupun sudah dikenal baik oleh sang
Junjungan."
"Aku tidak meributkan kedudukanku tinggi atau rendah,
umpama menjadi serdadu biasa juga aku rela, apa lagi
mengikuti jejak pamanmu, Cuma aku ingin tahu nasib dari
pasukan rakyat yang kubawa ini, bagaimana putusan pihak
keraton?" "Terus terang paman pernah mengajukan permohonan
untuk angkat kau sebagai panglima pelopor, demikian juga
pasukan rakyat itu secara resmi diangkat sebagai pasukan
pemerintah. Namun akhirnya diputuskan bahwa permohonan
paman ini dibatalkan. Malah ada kudengar pula mengenai
pasukan rakyat ini ada dua usul yang berlainan kini menunggu
putusan terakhir dari Baginda."
"Dua usul bagaimana?"
Perdana menteri Tan Khong-pek mengajukan usul supaya
baginda memberi hak kuasa kepada Loh-Ciangkun untuk
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membentuk pasukan besar dari laskar yang terpencar
dibeberapa tempat, demikian juga pasukan rakyatmu menjadi
sebagian dari jatah yang ditentukan. Usul kedua diajukan oleh
Gui Liang seng supaya komandan Kim-wi-kun Ong Tin
dimutasikan saja keluar untuk langsung memimpin pasukan
rakyat ini."
"Usul kedua ini se-kali2 tidak boleh dilaksanakan." kontan
Sin Gi-cik memberikan suaranya, "Kejahatan Ong Tin sebagai
pembantu Cin Kui dalam mencelakai Gak Hwi sudah menjadi
rahasia umum, jikalau dia berani menerima pengangkatan ini,
mungkin bisa terjadi pemberontakan dari dalam."
"Memang banyak pembesar yang tahu akan bahaya ini.
Maka usul Gui Liang-seng banyak mendapat tantangan, maka
sampai sekarang Baginda sendiri belum memberikan
keputusannya."
Sampai disini pembicaraan mereka Lau Ce-hu lantas mohon
diri, Maka Hong-lay-mo-li dan Khing Ciau keluar dari belakang
pintu angin, kata Khing Ciau: "Pasukan rakyat ini dibentuk
dengan jerih payah pamanku, jikalau jatuh ketangan Ong Tin,
beliau pasti takkan bisa meram dialam baka."
Sin Gi-cik menggebrak meja, serunya: "Sudah tentu tidak
boleh jatuh ke tangan Ong Tin, meski jiwaku harus berkorban,
aku akan menentangnya habis2an. Didalam tulisan pernyataan
terima kasih akan budi luhur pengangkatan diriku nanti, bukan
saja akan ku-tentang kehadiran Ong Tin didalam pasukan
rakyat, malah akan kubongkar kedok dan intrik para pembesar
korup dan pengkhianat itu."
"Sin-ciangkun," ujar Hong-lay-mo-li menghela napas,
"Keberanianmu memang patut dipuji, Meski kau pertaruhkan
jiwamu dengan protes tulisanmu itu, kukira sia2 belaka, toh
tulisanmu itu belum tentu bisa sampai ketangan sri baginda."
"Dari mana kau bisa tahu?" tanya Sin Gik-cik.
"Coba kau pikir, betapa jerih payah tulisan ayah Khing Ciau
yang dititipkan kepada Lau Ki untuk diserahkan kepada Sri
Baginda, bagaimana hasilnya sekarang?"
"Memangnya aku sedang heran akan persoalan ini. Ciau-te,
kau datang kemari apa kaupun mendapat undangan raja?"
"Di undang sih memang, tapi untuk menyerahkan jiwa
kepada para menteri dorna." lalu dia tuturkan pengalamannya
sehingga hampir saja dirinya menjadi korban secara konyol.
Lalu Hong-lay-mo-li ikut menjelaskan seluk beluk persoalan
sesungguhnya sesuai dengan hasil keterangan dari
mengompes tawanannya itu.
Sin Gi-cik geleng2 kepala dan menyatakan keputusasaanya.
Khing Ciapun bersedih akan nasib tulisan jerih payah
ayahnya yang bertahun2. maka diapun berdiam saja.
Hong-lay-mo-li sedang berpikir, sesaat kemudian berkata:
"Sin-ciangkun, bolehlah kau tulis pernyataanmu itu, boleh kau
tambahkan pula tentang karya tulisan Khing-lopek yang
tertahan di tangan para menteri dorna itu."
"Bukankah tadi kau katakan tulisanku itu akan sia2. belum
tentu bisa sampai ke tangan raja" Kalau benar Sri Baginda
tidak akan bisa menerimanya, buat apa aku menulis?"
"Biar aku sendiri yang mengantarnya keistana." kata Honglay-
mo-li. Sudah tentu Sin dan Khing amat terperanjat. Kata Sin Gicik:
"Kukira berbahaya" Jago2 pengawal didalam keraton tak
terhitung banyaknya, penjagaan amat ketat."
"Kau berani peraruhkan jiwa mengadu kelaliman para
menteri dorna itu, memangnya aku tidak setimpal pertaruhkan
jiwaku untuk mengantar surat itu" Bukan aku suka
mengagulkan diri, jago2 pengawal istana raja belum tentu
mampu merintangi dan menahan aku."
Sin Gi-cik cukup tahu akan kepandaian Hong-lay-mo-li,
katanya: "Baiklah, kalau tiada jalan lain, terpaksa coba2 saja.
Liu Lihiap jiwa luhurmu ini, sungguh patut di hargai, terimalah
hormatku!"
"Sama2 bagi kepentingan negara, toh bukan monopoli
urusanmu sendiri, buat apa banyak adat lekas-lah kau tulis!"
Dasar cerdik dan orang sekolahan lagi, bahan2pun sudah
tersedia lengkap, dibantu Khing Ciau yang me-ngudak tinta
dan menyiapkan kertas, cepat sekali Sin Gi-cik sudah tarikan
potlotnya menulis ribuan kata2.
Berkata Khing Ciau setelah Sin Gi-cik selesai menulis: "Kini
masih terdapat satu persoalan yang masih harus dipecahkan."
"Soal apa?" tanya Sin Gi-cik.
"Betapa luas lingkungan bangunan istana raja, gedungnya
ratusan banyaknya, Liu Lihiap sendiri belum tahu seluk beluk
jalanannya, belum tahu dimana sang Baginda menetap,
darimana dia bisa menemuinya?"
"Lau Ce-hu pernah diundang masuk ke daerah istana yang
terlarang, katanya di Cia-hoa-wan terdapat sebuah Cui-hamtong,
dibangun membelakangi gunung, didepannya
merupakan sebuah tebat teratai, diseke-lilingnya dibangun
gardu2 indah dan pepohonan yang teratur rapi, merupakan
suatu tempat tamasya yang sejuk dan permai.
Kini musim panas belum usai, tentunya Sri Baginda berada
Cui-ham-tong, Asal bisa menemukan Cui-ham-tong, tulisanku
mi pasti dapat di sampaikan kepada Baginda raja, umpama
tidak ketemu beliau, Sri baginda akan bisa membaca tulisan ini
pula-" Hong-lay-mo-li terima surat pengaduan itu serta berkata:
"Dengan adanya keteranganmu ini, lebih gampang untuk
menemukannya, Kini waktunya sudah mendesak biar segera
aku mempersiapkan diri." lalu dia menambahkan kepada Khing
Ciau: "Ciau-te, kalau kentongan kelima aku belum pulang, kau
tidak usah menungguku lagi, Besok boleh kau pergi ke Lionghap-
ga untuk menemui Tang-wan cianpwe. Tak usah kau
ceritakan hal ini, supaya urusan tidak terbengkelai."
Setelah segala keperluan disiapkan, segera Hong-lay-mo-li
pamitan. tatkala itu cuaca sudah mulai gelap, lingkungan
istana memang teramat luas. Hong-lay-mo-li mondar mandir
dulu diiuar istana menghabiskan waktu sambil memperhatikan
keadaan sekelilingnya, kira2 kentongan kedua dia sudah tiba
diluar bilangan Cia-hoa-wan, segera dia kembangkan Gin-kang
melompat keatas pagar tembok terus menyelinap masuk,
untung malam cukup gelap, laksana daon jatuh entengnya
gerak gerik Hong-lay-mo-li, para penjaga dan peronda tiada
satupun yang melihat jejaknya.
Tampak bangunan gedung ber-lapis2, bukit palsu gardu
pemandangan tersebar luas dimana2, letaknya amat strategis
dan membingungkan. Untuk menjaga jangan sampai jejaknya
konangan orang, Hong-lay-mo-li melesat naik kepucuk pohon,
dengan Ginkang tingkat tinggi, dari pucuk pohon yang satu
melenting kepucuk pohon yang lain, selincah kera seenteng
burung, begitulah dia maju terus untuk menemukan letak Cuiham-
tong. Setelah terbang beberapa puluh pucuk pohon, baru saja dia
merasakan akalnya yang bagus dan bermanfaat ini, tiba2
didengarnya orang dibawah berseru heran, sekonyong2
segulung angin tajam menerpa datang dari arah samping
menyerempet badannya, daon2 pohon sampai rontok
berhamburan. Kebetulan Hong-lay-mo-li hinggap diatas sebuah pucuk
pohon. segera dia hentikan gerakannya dan menyembunyikan
diri didalam gerombolan pohon sambil tahan napas.
Terdengar seseorang berkata dengan tertawa di-bawah:
"Siangwan-ciangkun, kau memang terlalu kuatir Mungkin
burung terbang saja."
"Tidak mungkin, tidak mirip bayangan burung." bantah
temannya. Mendengar pembicaraan mereka, Hong-lay-mo-li mandah
diam saja sembunyi didalam gerumbulan de-daonan yang
gelap tanpa bergerak.
Siangkwan-ciangkun yang dimaksud bernama Siangkwan
Hu-wi, berkata: "Hati2 lebih baik, biar kucoba gebah lagi
beberapa kali pukulan,"
"Wuh, Wut" beruntun dia lontarkan beberapa kali pukulan
Bik-khong-ciang, beberapa pohon disekeliling Hong-iay-mo-li
seperti terhembus angin badai bergetar dan patah dahan serta
rontok daon2nya.
Bercekat Hong-lay-mo-li melihat perbawa Bik-khong-ciang
orang ini, dengan cara memeriksa seperti ini, bila pukulannya
benar2 terlontar menuju ke'arah Hong-lay-mo-li, terang dia
takkan bisa menyembunyikan diri pula, Tengah Hong-lay-mo-li
cari akal dan belum berkeputusan tiba2 "Wik!" sesosok
bayangan melompat keluar dari pucuk disebelahnya menuju
kepucuk pohon yang lain, sekejap saja sudah lenyap ke-dalam
hutan rimbun. Seorang yang lain itu segera tertawa, katanya: "Kiranya
seekor kera yang sedang menggoda kita."
Siangkwan Hu-wi masih bersikap hati2 "Biasanya kera
dipiara digunung kera dibelakang sana, sekelilingnya dikurung
dengan kawat berduri, mana mungkin berada ditaman ini?"
ujar Siangkwan Hu-wi terus mengejar kearah lenyapnya
bayangan hitam tadi.
Temannya yang ditinggalkan lantas mengerutu: "Seperti
melihat setan saja, buat apa susah2?"
Pandangan Siangkwan Hu-wi memang amat lihay, namun
dia sendiri tidak berani menentukan bayangan itu pasti orang
bukan kera, Tapi Hong-lay-mo-li justru kaget benar, karena
dari tempatnya ini dia melihat jelas sekali bayangan itu
memang orang bukan kera, Ginkang orang itu terang lebih
tinggi dari dirinya, maka Siangkwan Hu-wipun kena dikelabui.
Disaat Hong-lay-mo-li mereka2 siapa gerangan bayangan
hitam ini, tiba2 didengarnya sebuah suara seperti bisikan
orang dipinggir telinganya: "Dari sini kearah barat setelah tiba
digardu ketiga, balik kearah timur, setelah melewati sebuah
bukit2an, belok lagi keutara, disana kau bisa menemukan
sebuah tebat teratai, disebrang tebat ini dibawah gunung, ada
sebuah bangunan gedung. nah itulah Cui-ham-tong."
Suasana sekelilingnya hening lelap, tiada tampak sesuatu
yang bergerak, terang orang itu dari kejauhan menggunakan
suara gelombang panjang memberi petunjuk kepada dirinya,
sungguh girang bukan main hati Hong-lay-mo-li, kaget pula
karena Lwekang orang begitu tinggi, mungkin Siau-go-kankun
dan Bu-lim-thian-kiaupun bukan bandingan orang ini.
Senang pula karena orang ini memberi petunjuk, maka dia
terang teman sehaluan, bukan musuh yang menyelundup keistana
raja, Namun diapun heran dibuatnya, darimana orang
tahu tujuan dirinya, apapun juga akhirnya dia menemukan
tebat teratai itu, daon teratai yang besar membundar ceplok2
tersebar luas, kembang teratai sedang mekar semerbak,
diam2 Hong-Iay-mo li takjup melihat pemandangan permai ini.
memang Sri Baginda bisa menikmati kehidupan foya2 laksana
didunia dewata.
Tiba2 didengarnya suara petikan rebab, waktu ia angkat
kepala memandang kesana, tampak pada sebuah balkon
diluar gedung Cui-ham-tong itu, duduk seorang laki2,
sekelilingnya dikitari pot2 kembang dari aneka ragam jenisnya.
Dua dayang sedang berdiri di-samping, satu diantaranya
sedang memeluk rebab. serta sedang menyetel suaranya
"Laki2 ini tentulah sang raja tua bangka itu, dalam suasana
seperti ini, masih ada hati dia ber-senang2" maka
terdengarlah petikan rebab itu mulai melagukan nyanyian2
yang pelan dan rawian, "Kenapa lagunya lagu sedih?"
demikian Hong-lay-mo-li membatin dalam hati.
Seorang dayang yang membawa kebutan dan kipas segera
berkata: "Hongsiang, siapakah yang membuat syair ini"
Ditempat seindah dan waktu senyaman ini, kenapa
membawakan lagu2 yang sentimentil, menusuk perasaan
saja." Ternyata laki2 ini memang raja Song Baginda Tio Kou,
katanya menghela napas: "Kau tak usah urus. Tim suruh kau
nyanyi, maka kau nyanyilah,"
Terpaksa kedua dayang itu teruskan permainan rebab dan
lagu2nya yang memilukan, seperti menyesali kehidupan ini,
seperti meratap akan nasib yang tidak sdil, dibawakan penuh
perasaan lagi sehingga Tio Kou tak sadar menyeka air
matanya dengan lengan baju, Hong-lay-mo-li ikut terhanyut
dalam buaian kepedihan, pikirnya:
"Disaat bangsa Kim siap menyerbu negerinya, serta
mendengar syair2 keruntuhan negeri dari ciptaan ayahnya ini,
dia masih terketuk hatinya dan merasa pilu serta kangen akan
kebesaran kerajaan yang lalu, agaknya raja ini memang belum
lalim. Kalau dia masih mempunyai hati yang suci, setelah
mendengar lagu ciptaan ayahnya ini, harus bangkit semangat
dan gairahnya untuk melawan penjajahan"
Nyanyian habis rebabpun berhenti, kebetulan datang
seorang Thaykam kecil mendekam di lantai melapor : "Malam
ini Baginda hendak istirahat diistana mana, atau mengundang
Kui-jin yang mana untuk tinggal di Cui-ham-tong saja, malam
telah larut, harap Baginda segera istirahat dan memberi
putusan." Tio Kou menghela napas, ujamya: Tim mana ada hati bersenang2"
Malam ini Tim tinggal di Cui-ham tong, siapapun
dilarang mengganggu ketenanganku. Kalianpun boleh
mundur, biar malam ini aku bisa tidur tenang." Thaykam itu
mengiakan terus mengundurkan diri.
"Suruh lekas siapkan dupa dan air teh, malam ini Tim tidur
dikamar buku saja, kalian boleh tidak usah melayani aku"
Kedua dayang segera mengiakan, "Sudah disiap-kan,
malam sudah larut, silakan Baginda istirahat saja,"
Kedua dayang itu segera membimbing Tio Kou masuk
kekamar bukunya, tak lama kemudian datang dua orang Taiwi
(jaga malam), mondar mandir meronda diluar Cui-hamtong
Hong-lay-mo-li membatin: "Seorang diri dia menginap di
Cui-ham-tong, kesempatan baik yang sukar didapat." segera
dia memotes dahan pohon dengan tenaga keras
melemparkannya kedalam lebat sehingga mengeluarkan suara
berisik dan air muncrat.
Kedua penjaga itu tajam pendengarannya, lekas mereka
memburu datang kearah tebat, namun mereka hanya tertawa.
katanya: "O, kiranya daon jatuh dihembus angin."
Disaat perhatian mereka terpencar, dengan Gin-kangnya
yang tinggi Hong-lay-mo-li sudah melesat terbang melampaui
tebat masuk kedalam Cui-ham-tong tanpa mengeluarkan
suara dan tak diketahui orang.
Dari kamar buku sinar api masih menyorot keluar, cepat
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali Hong-lay-mo-li sudah menemukan tempat tinggal Tio
Kou, dengan bergelantung diatas payon dia mengintip
kedalam kamar Tampak Tio Kou tengah mondar mandir
dikamar bukunya sambil menggendong tangan. Agaknya
pikiran sedang kalut dan sering mengomel dan menggerutu,
apa yang diucapkannya kurang jelas.
Akhirnya dia menghampiri meja lalu menarik laci,
dikeluarkannya selembar kulit kambing, diatas kulit kambing
ini ada noktah2 darah, kembali mulutnya bicara seorang diri:
"Memangnya ini tulisan tangan engkohku, ai, sungguh tak
nyana dia meninggal begini mengenaskan." nadanya sedih
rawan, namun mimik mukanya sedikitpun tidak menampilkan
rasa duka, malah dari kedua alisnya lapat2 kelihatan rasa
senangnya. Ternyata engkoh Tio Kou adalah Song Khin-cong Tio Heng,
bersama ayahnya Song Hwi-cong Tio Kiat tertawan oleh
bangsa Kim, usia Song Hwi-cong Tio Kiat sudah tua, tak kuat
disiksa dan hidup menderita didalam bui, lima tahun kemudian
dia meninggal didalam penjara sebaliknya Tio Heng justru
terus bertahan sampai usia enam puluh tiga, jadi selama tiga
puluhan tahun dia hidup menderita didalam penjara.
Tatkala itu raja negeri Kim berada ditangan Wanyen Liang,
Wanyen Liang kejam dan culas, enam tahun sejak dia pegang
kekuasaan suatu hari tiba2 dia teringat akan raja Song yang
sudah disekap tiga puluhan tahun ini, timbul isengnya, segera
dia suruh kakek tua enam puluhan tahun bekas raja Song ini
masuk gelanggang pacuan kuda berlomba dengan Yalu Goanhi
raja dari negeri Liau yang tertawan pula, lalu Wanyen Liang
suruh anak buahnya pasang busur membidik kedua raja yang
sedang berlomba kuda ini, Song Khingcong dan Yalu Goan-hi
sama2 tembus terpanah dadanya, celaka adalah Song Khimcong
terjungkal roboh dari punggung kudanya, namun
Wanyen Liang justru melarang anak buahnya membereskan
dan mengebumikan jenazahnya, akhirnya mayatnya hancur
lebur terinjak2 kaki kuda dan luluh bersama lumpur sebagai
upacara penguburannya, Song Ko-cong mempunyai ciri
didalam hatinya.
Dia amat kuatir bila negeri Kim kerahkan pasukannya
mencaplok negerinya, namun diapun kuatir bila para
panglimanya berhasil melabrak habis musuh, serta membawa
pulang engkohnya, maka kedudukan raja-nya sekarang takkan
bisa dipertahankan lagi, maka pikir punya pikir jalan yang
paling tepat adalah berdamai dengan negeri Kim. sehingga
dirinya bisa hidup tentram di Kanglam, dulu dengan dua belas
medali emasnya, dia menarik balik pasukan Gak Hwi serta
mendengar hasutan Cin Kui membunuh Gak Hui adalah karena
ciri hatinya ini.
Kini engkohnya sudah meninggal cirinya itu tidak perlu
dikuatirkan lagi. Teringat betapa mengerikan kematian
engkohnya sesuai dari apa yang dia baca dari catatan dikulit
kambing ini, seketika berkobar amarahnya, maka bulat
keputusannya, serunya sambil menggebrak meja: "Penjajah
Kim terlalu menghina aku, hm, hm. agaknya aku harus unjuk
gigi melabrak mereka habis2an."
Sudah tentu bukan kepalang girang hati Hong-lay-mo-li
mendengar kata2nya ini, baru saja dia hendak masuk
menyampaikan tulisan Sin Gi-cik, Tiba2 didengarnya Tio Kou
bersuara heran, katanya pula: "Lho inikan bukan buku
laporan, kenapa diletakkan disini?" diantara tumbukan bukubuku
diatas mejanya dia mengambil sejilid buku tipis, waktu
dia baca judul bukunya seketika melengak, mulutnya
mengumam: "Hou-seng Khing Tiong Gi-su?" (buku
peninggalan menteri terasing Khing Tiong, siapakah Khng
Tiong ini" Kenapa aku tidak pernah tahu orang ini" Aneh,
buku peninggalannya kenapa bisa tercampur didalam buku2
laporan ini?"
Lekas Hong-lay-mo-li mengintip kedalam, dilihatnya Tio Kou
sedang memegangi buku catatan peninggalan ayah Khing Ciau
yang dulu pernah dibacanya itu. keruan hatinya senang bukan
main, pikirnya: "Biarlah dia membaca sekedarnya dulu, baru
aku masuk menyampaikan laporan Sin Gi-cik ini."
Dengan penuh perhatian Tio Kou membaca beberapa
halaman, mendadak dia berbangkit terus menguap dan
menggeliat ngantuk, buku kecil tipis itupun terjatuh kelantai,
Keruan Hong-lay-mo-li keheranan, tiba2 terasa dari dalam
kamar terendus bau wangi, kejut Hong-lay-mo-li bukan main,
"Blang" tiba2 didengarnya seseorang menerjang pintu terus
melangkah masuk seraya bergelak tawa. Orang yang
menerjang masuk kekamar buku ini bukan lain adalah padri
aaing bernama Cutilo yang pernah dilabraknya itu
Ternyata orang menggunakan obat hius yang wangi,
namun tidak beracun, Lwekang Hong-lay-mo-li amat tinggi,
obat bius biasa seperti ini takkan berhasil membuatnya
terjatuh pulas. Karena perhatiannya dia tumplek kepada gerak
gerik Tio Kou sehingga dia tidak perhatikan keadaan
sekelilingnya, kini Cutilo sudah berada didalam kamar.
Baginda raja sudah berada dicengkramannya maka Honglay-
mo-li tidak berani sembarangan bertindak.
Tampak Cutilo ter-loroh2 senang, katanya: "Raja brutal ini
kiranya suka iseng di Cui-ham-tong ini. Kalau mau
membunuhnya, segampang membalikan tanganku." sampai
disini dia mendekati Tio Kou serta menggoyang2 kepalanya,
namun Tio Kou sudah pulas tak sadarkan diri,
"Sayang majikan ada pesan, karena kau ini raja brutal,
maka tidak perlu dibunuh, Hm, biarlah kau hidup ber-foya2
beberapa tahun lagi." agaknya dia amat penasaran karena
harus mematuhi pesan majikannya tidak membunuh raja
negeri Song ini.
Kalau Cutilo tidak tahu tujuan majikannya, Hong-lay-mo-li
malah maklum bahwa musuh memang sengaja membiarkan
raja brutal ini bertahan hidup, karena dia toh tidak mempunyai
pambek dan tekanan untuk melawan serbuan pasukan Kim.
kalau dibunuh, ganti raja yang lain, kemungkinan raja baru ini
lebih pintar dan berpandangan jauh, kemungkinan tidak
menguntungkan bagi gerakan mereka.
Tapi Hong-lay-mo-li heran juga, bila musuh tidak ingin
membunuh Raja Song, apa pula tujuan mengutus Cutilo
meluruk ke istananya ini"
Lekas sekali pertanyaan hati Hong-lay-mo li sudah
terjawab, setelah melepaskan Tio Kou Cutilo kebetulan
berpaling kebawah dan dilihatnya buku kecil peninggalan
Khing Tiong yang terjatuh dilantai tadi, seketika dia terbahak2
senang. Kata Cutilo sambil tertawa senang: "Kukira untuk
mendapatkannya aku harus menggeledah seluruh isi istana ini,
tak kira bisa kutemukan tanpa membuang tenaga"
Baru sekarang Hong-lay-mo-li paham maksud kedatangan
Cutilo ternyata hendak mencari buku peninggalan Khing Tiong
ini, Dalam catatan buku peninggalan ini besar manfaatnya
membantu negeri Song untuk melawan serbuan pasukan Kim,
tak heran bila musuh lebih menghargai buku ini dari pada jiwa
raja negeri Song.
Cutilo segera melangkah maju serta membungkuk badan
hendak menjemput buku itu, Tak nyana belum lagi jarinya
menyentuh buku itu, tiba2 terasa angin tajam menerjang
datang, seketika urat nadi bagian pergelangan tangannya
tertusuk benang kebut Hong-lay-mo-li yang disambitkan dari
luar jendela. Dibawah landasan kekuatan Lwekang Hong lay-mo-li,
tusukan benang ini tidak kalah dengan tajamnya jarum baja,
meski tidak sampai terluka parah, namun kejut Cutilo bukan
kepalang, secara reflek segera dia tarik balik tangannya- Cepat
sekali Hong-lay-mo-li sudah menubruk masuk dari lobang
jendela. Melihat yang datang Hong-lay-mo-li gusar dan kaget Cutilo
bukan main, sambil mengerung segera dia menubruk kearah
Tio Kou, pikirnya hendak membekuk raja Song ini sebagai
sandera untuk meloloskan diri. Tak nyana gerak gerik Honglay-
mo-li lebih cekatan, sebat sekali tahu2 sudah mengadang
didepan Tio Kou, Sret kontan dia menusuk dengan
pedangnya. Dengan bertangan kosong sudah tentu Cutilo terdesak
kerepotan oleh rangsakan pedang Hong-lay-mo-li, beberapa
langkah saja. punggungnya sudah menempel tembok dan tak
mungkin mundur lagi. se-konyong2 terdengar suara gemuruh,
tembok dibelakang Cutilo tahu2 ambrol persis dengan bentuk
badan-nya, ahli tatahpun takkan bisa menjebol tembok
sedemikian rapi dan persis, kejap lain Cutilo sudah menerjang
keluar. Lekas Hong lay-mo-li jemput buku tipis, karya ayah Khing
Ciau itu, bersama laporan Sin Gicik dia taroh diatas mejaterus
mengejar keluar dari lobang tembok seraya berteriak:
"Ada pembunuh, ada pembunuh!"
Ginkang Cutilo jauh dibanding Hong-lay-mo-li, cepat sekali
dia sudah tersusul oleh Hong-lay mo-li. Keruan Cutilo jadi
gusar, dampratnya: "Kau budak ini kenapa selalu mencari
gara2 kepadaku?"
Hong-lay-mo-li balas mengejek dingin: "Bukankah kau
hendak membekuk aku" Kini biar aku yang meringkus kau".
Lekas Cutilo tanggalkan kasa merahnya terus di-sendal
menungkrup keatas kepala Hong-lay-mo-li, Hong-lay-mo-li
kembangkan permainan kebutnya menyampuk tungkrupan ini
kesamping, sementara pedangnya ditarikan laksana kitiran
terus mencecer bersama kebutnya.
Cutilopun mainkan kasanya sambil mengerahkan tenaga
murninya untuk menangkis dan me matahkan serangan
pedangnya, beberapa jurus telah berlalu tanpa ada ketentuan
siapa bakal menang dan kalah, Cutilo tiada minat bertahan
lama2, setelah mematahkan beberapa jurus serangan Honglay-
mo-li, suatu ketika dia putar badan terus lari.
"Lari kemana?" bentak Hong-lay-mo-li, laksana burung
kembali kesarangnya tahu2 badannya melejit keatas lewat
diatas kepala orang serta mengadang di-depannya, Ginkang
Hong-lay-mo-li memang jauh lebih unggul, kemanapun Cutilo
melarikan diri, selalu Hong-lay-mo-li mendahului mencegat
didepannya. Insaf takkan bisa lari Lagi, Cutilo jadi kalap dan gusar:
"Baik, biar aku adu jiwa dengan kau budak ini!" segera dia
menubruk balik, ilmu silat mereka mempunyai kehebatannya
masing2. Lwekang Cutilo memang lebih tinggi, namun bicara
soal variasi permainan silat terang Hong-lay-mo-li lebih
unggul, kalau pertempuran berlangsung lama, dengan Ginkangnya
yang tinggi bukan sulit Hong-lay-mo-li untuk
menguras habis tenaga lawan, kini Cutilo bertempur seperti
banteng ketaton dan nekad, terpaksa Hong-lay-mo-li harus
bertahan diri. Tak lama kemudian terdengarlah derap langkah berlari2
mendatangi suara orang berteriak" riuh dari berbagai penjuru
memburu datarig, para Wisu itu ber-teriak2: "Lekas tangkap
pembunuh!"
"Nah itulah pembunuhnya disini!" yang tiba lebih dulu
adalah Siangkwan Hu-wi yang tadi hampir menemukan jejak
Hong-lay-moli, Diam2 Hong-lay-mo-li senang dalam hati,
batinnya: "Lwekang orang ini tidak lemah, padri asing ini
takkan bisa lolos meski dia tumbuh sayap " Melihat dua orang
yang tidak dikenalnya sedang bertempur dengan sengit,
Siangkwan Hu-wi jadi tertegun namun cepat sekali dia sudah
memberikan aba2: "Tangkap kedua orang ini!" maklumlah
dengan "kedudukannya yang tinggi bertanggung jawab dalam
bilangan istana ini, tengah malam buta rata dan orang luar
masuk kemari peduli pembunuh atau bukan, terang
kesalahannya tidak kecil
Anak buahnya segera menyerbu bersama, ada yang
menyerang Cutilo, ada pula yang menyerang Hong lay-mo-li.
Keruan Hong-lay-mo-li amat gusar, serunya: "Kalian memang
gegabah, padri asing inilah pembunuh, aku ini malah hendak
meringkusnya."
"Peduli kau siapa, letakan senjata dan menyerah, kalau kau
bukan pembunuh, setelah persoalan dibikin terang, kulepas
kau pergi" demikian kata Siangkwan Hu-wi.
"Aku harus meletakan senjata" Berarti kau sengaja hendak
melepas pembunuh ini! Tanpa bantuanku, memangnya kalian
mampu membekuk pembunuh ini?"
Siangkwan Hu-wi amat angkuh, segera dia mendengus
gusar: "Bocah takabur, kau berani pandang rendah alat
negara, ingin aku tahu betapa tinggi kepandaianmu biar
kuringkus kau dulu. Lihat pukulan!"
Hong-lay-mo-li berkelit, katanya: "Seharusnya kau pantas
diajar adat kalau kulukai kau padri asing ini yang akan
memungut keuntungan."
Sudah tentu Siangkwan Hu-wi semakin marah, segera dia
lontarkan pula pukulannya, Hong-lay-mo-li ayun kebutnya
mematahkan pukulannya, sebat sekali tahu2 dia sudah
menyelinap diantara dua Wisu, baru saja dia hendak melabrak
kearah Cutilo, tahu2 beberapa Wisu sudah mengadang pula
didepannya. "Krak krak!" tiba2 terdengar tulang patah, ternyata dua
Wisu sudah dipuntir putus lehernya dengan Jiong-jiu-hoat
Cutilo, disusul kasa merahnya mengebut, dua bintara Kim-wikun
kena disengkelit jatuh, begitu keras jatuhnya sampai
kelenger, Cutilo segera menerjang keluar kepungan.
Hong lay-mo-li rada gugup, tanpa hiraukan segala
akibatnya. kebutnya dia ayun lebih kencang, beberapa Wisu
kena dikebutnya sampai tertutuk jatuh lemas. lekas sekali
diapun sudah mengejar kesana.
Tampak Siangkwan Hu-wi sedang bergebrak dengan Cutilo.
Kepandaian Siangkwan Hu-wi memang tidak lemah, melihat
Cutilo melukai dan membunuh anak buahnya, segera dia
menerjang maju merintangi perbuatan kejam orang lebih
jauh. Meski kepandaian Siangkwan Hu-wi tinggi, dibanding Cutilo
dia masih lebih asor, beruntun mereka beradu tiga kali
pukulan, telapak tangan Siangkwan Hu-wi sampai linu
kemeng, kena dikebut kasa lawan lagi, kontan dia terhuyung
beberapa langkah hampir saja roboh. Tak sempat melukai
orang Cutilo ambil langkah seribu pula.
Ginkang Hong-lay-mo-li lebih tinggi, kebetulan dia
menyusul tepat pada waktunya, pedang segera menusuk
kepunggung orang, insaf takkan bisa ungkulan adu lari. Cutilo
terpaksa membalik badan melabraknya.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cepat sekali Siangkwan Hu-wi sudah memburu tiba, Honglay-
mo-li segera menyambut dengan tertawa dingin:
"Sekarang sudah percaya kepadaku belum?"
Walau hati kurang senang, namun setelah dirugikan mau
tidak mau Siangkwan Hu-wi rada percaya akan ucapan Honglay-
mo-li Terpaksa dia berkata merendah: "Memang aku yang
salah paham, terima kasih akan bantuan Congsu (orang
gagah), Nanti kalau pembunuh ini ketangkap, pasti jasamu
kulaporkan kepada Baginda."
"Siapa kesudian terima hadiah rajamu, jangan cerewet
lekas gempur dia!"
Karena rasa sangsinya hilang, segera Siangkan Hu-wi
pimpin anak buahnya menggempur dengan sengit
Terkepung dalam lapisan tembok manusia, Cutilo
bertempur dengan gagah dan mati2an. semangat Hong-laymo-
li semakin berkobar, dengan sengit diapun tempur
lawannya. Tiga tokoh silat masing2 kerahkan segala
kemampuannya bertempur dengan seru, kapan anak buah
Siangkwan Hu-wi pernah saksikan pertempuran seperti ini,
tanpa terasa mereka menyurut mundur jauh terdesak oleh
gelombang badai dari kekuatan pukulan dan kebut serta kasa
yang saling samber dan simpang siur.
Terpaksa mereka mengepung diluar gelanggang, Hanya
empat orang pembantu Siangkwan Hu-wi yang berkepandaian
rada tinggi ikut terjun ketengah gelanggang mengeroyok
Cutilo. Untuk menghadapi Hong-lay-mo-li seorang saja Cutilo
sudah merasa berat, kini dibantu Siangkwan Hu-wi dan
keempat anak buahnya, sudah tentu keadaannya semakin
terdesak dan amat berbahaya "Sret" tiba2 tusukan pedang
meluncur, kasa Cutilo seketika berlobang oleh pedang Honglay-
mo-li, sudah tentu perbawanya semakin menurun, "Blang"
pukulan Siangkwan Hu-wi ikut mendarat dipundak orang,
untuk membalas rasa malunya tadi pukulan Siangkwan Hu-wi
amat keras, namun telapak tangan seketika melepuh besar
karena tertolak oleh ilmu pelindung badan Cutilo, hampir saja
tulang pundak Cutilo terpukul remuk, keruan sakitnya bukan
main. Lekas Hong-lay-mo-li susuli sekali tusukan lagi, untung
hanya menggores luka panjang dilengannya saja.
Dingin tengkuk Cutilo, batinnya: "Tak nyana ajalku akan
tamat disini baru saja dia kerahkan tenaga murni untuk
menggetar putus urat nadi sendiri untuk bunuh diri supaya
tidak tertawan musuh, tiba2 terdengar lengking sebuah suitan
panjang kumandang dari tempat jauh.
Begitu keras suitan ini sampai kuping orang pekak. Honglay-
mo-li terkejut "Siapa yang memiliki Lwekang setinggi ini?"
tengah dia mekreka2 dilihatnya Cutilo unjuk rasa kegirangan
segera dia menjawab dengan suitan panjang pula.
Seketika Hong-lay-mo li berteriak "Celaka, musuh
kedatangan bantuan tangguh! Lekas bunuh saja padri asing
ini!" Cutilo bergelak tawa, serunya: "Sekarang kalian masih ingin
membunuh aku" Kematian sudah diambang mata kalian!"
belum lenyap kata2nya, tampak dari dalam hutan sebelah
sana sesosok bayangan hitam menerjang keluar, ditengah
deru angin yang kencang, belum lagi orangnya tiba, senjata
rahasia sudah menyamber tiba lebih dulu.
Lekas Hong-lay-moli angkat pedang mengiris, terasa
pedangnya memapas sesuatu benda yang lunak2 keras,
keruan hatinya heran, setelah dia menegasi, ternyata itulah
sekuntum kembang mawar yang besar.
Siangkwan Hu-wi menghantam jatuh sekuntum mawar lain
yang menyamber kearahnya, kembang jatuh namun kelopak
kembangnya masih utuh seperti tidak pernah disentuh, pada
saat yang sama terdengar dua jeritan ngeri disebelah sana,
dua Wisu yang sedang mengerubut Cutilo tahu2 terjungkal
roboh, demikian pula dua temannya yang lain sama2 menjerit
kesakitan. Tak urung mencelos juga hati Hong-lay mo-li, insaf
Lwekang dan kepandaian pendatang ini lebih tinggi dari
dirinya. Kiranya pendatang ini menggunakan kepandaian ilmu
kembang terbang memetik daon untuk melukai orang.
Lwekang tingkat tinggi yang tiada taranya, kelopak
kembang atau daon pohonpun cukup disambitkan untuk
menyerang dan mengancam jiwa orang.
Cepat sekali bayangan hitam itu sudah menubruk tiba bagai
angin puyuh, Orang ini mengenakan cadar untuk menutupi
mukanya yang kelihatan hanya kedua biji matanya yang
bersinar terang.
Dua orang pembantu Siangkwan Hu-wi yang tidak terluka
segera memapak maju, orang itu tertawa dingin: "Kalian
berani turun tangan terhadapku?" masih dalam jarak
setombak "Ces, ees" dua kali jarinya menjentik, dua orang
yang memapak maju itu seketika terkulai roboh tanpa
bersuara. Terkesiap hati Hong-lay-mo-li, teriaknya: "Jadi kau inilah
orangnya yang semalam memalsu Bu-lim-thian-kiau!" ternyata
ilmu menjentik jari membunuh kedua orang ini, bukan lain
kepandaian menutup hiat-to menggetar pecah urat nadi
dengan Lo-khi untuk membunuh Ko-gwat siansu itu. Lwekang
orang memang tidak lebih rendah dari Bulim-thian-kiau.
Orang itu tertawa dingin pula, katanya: "Genduk ayu. tajam
benar matamu." tahu2 jarinya tertuding menjojoh kearah
Hong-lay-mo-li. Dimana Hong-lay-mo-li ayun kebutnya, tenaga
jari lawan seketika dikebutnya hilang, namun sisa tenaga
orang masih menyerempet sedikit mukanya, rasanya dingin
dan linu. Keruan Hong-lay-mo-li gusar, "Sret" kontan pedangnya
balas menusuk, namun orang itu sudah menarik tangannya,
berbareng badannya berputar menghadapi Siangkwan Hu-wi,
kembali jarinya menjojoh, Siangkwan Hu-wi kerahkan setaker
tenaganya pada telapak tangan terus memukul, "plok"
seketika telapak tangannya pecah berdarah.
Dengan pukulan telapak besi secara kekerasan dia berani
menahan tenaga jari orang, hanya terluka saja, terhitung
nasibnya masih untung, Sebat sekali seperti langkahnya
limbung tahu2 Hong-lay-mo-li sudah menyelinap kedepan
mengadang dide-pan Siangkwan Hu-wi, siap untuk
menghadapi serangan lawan.
Orang berkedok ini kebaskan lengan bajunya yang longgar,
lekas Hong-lay-mo-li mainkan pedangnya, dengan sejurus
Hian-niau-hoat-soa (burung camar meng-garis pasir)
pedangnya menggaris miring, dengan kelunakan yang
membawa kekerasan, didalam satu jurus sekaligus dia
menyerang tiga tempat penting dibadan musuh.
Ternyata orang berkedok tidak berkelit, sambil berseru
memuji. lengan bajunya tetap dikebaskan, maka terdengar
suara nyaring seperti beradunya senjata keras, pedang Honglay-
mo-li berhasil memapas lengan baju lawan, namun
rasanya seperti membentur senjata keras, meski tidak gentar,
namun Hong-lay-mo-li kaget dan heran dibuatnya.
Tanpa ayal lekas dia kembangkan kombinasi permainan
kabut dan pedang yang dahsyat kebut kadang2 kaku lempang
peranti menutuk hiat-to seperti potlot baja, menyerang dari
sayap kanan kiri.
Lengan baju orang itu dilarikan naik turun mengeluarkan
deru angin yang bergelombang, semua rangsakan kebut dan
pedang Hong-lay-mo-li kena di-sampuk balik seluruhnya
Dalam sekejap saja tiga puluh enam jurus permainan
kombinasi ilmunya sudah dilontarkan seluruhnya, namun
orang berkedok itu mainkan lengan bajunya dengan gencar
pula, dalam sekejap itu diapun sudah lancarkan tiga puluh
enam jurus permainannya, sehingga seluruh tipu2 Hong-laymo-
li kandas ditengah jalan.
"Genduk ayu memang hebat," demikian puji orang
berkedok, "Tak heran Siau-go-kan-kun dan Bu-lim-thian-kiau
sama ter-gila2 kepadamu!"
Hong-lay-mo-li memang menyamar jadi laki2, tidak menjadi
soal penyamarannya di ketahui lawan, lebih mengejutkan
bahwa asal usulnyapun sudah diketahui musuh, tahu pula
pertikaian Steu-go-kan-kun dan Bu-lim-thiasvkiau lantaran
dirinya, keruan Hong-lay-mo-li tambah kaget.
Baru sekarang pula disadarinya bahwa orang berkedok
inilah yang mengadu domba sehingga terjadi pertikaian salah
paham itu, keruan semakin sengit hatinya, meski tahu dirinya
bukan tandingan lawan, sekuat tenaga dia gempur musuh
mati2-an. "Creng" tiba2 orang itu ulurkan jari tengahnya
menjentik pedang Hong-lay-mo-ll, sementara telapak tangan
menabas, jari menutuk, hebat luar biasa, setelah
rangsakannya kandas berbalik Hong lay-mo-li terdesak
mundur dibawah angin.
Bagian 22 Disebelah sana Cutilo berteriak: "jangan perempuan ini
dilukai lebih baik kalau menawannya hidup2."
Orang berkedok itu gelak2, ujarnya: "Sia-jit Hoat-ong, kau
ini orang beribadat, memangnya kaupun kepincut oleh genduk
ayu ini?" Gusar bukan kepalang Hong-lay-mo-li dibuatnya, dengan
langkah membalik badannya menggelincir sebat sekali, kebut
terayun, seketika puluhan benang kebutnya serempak dia
timpukan kearah Cutilo.
Tatkala itu Cutilo masih bergebrak melawan Siangkwan Huwi,
setelah dirinya terluka, namun masih sedikit unggul,
betapa hebat timpukan senjata rahasia benang kebut Honglay-
mo-li ini, kebetulan dia berada disamping si orang
berkedok, meski orang tersebut mengebaskan lengan bajunya
sehingga enam tujuh bagian benang kebut Hong-lay-mo-li
dipukul rontok, namun masih puluhan batang tetap tetap
menyamber ke depan, Cutilo kerahkan Hou-deh-sin-kang
melindungi badah, namun setelah terluka, Lwe-kangnya jauh
berkurang, benang2 kebut yang melesat kearah dada dan
perutnya tiada satupun yang dapat melukainya, namun ada
tiga utas benang kebut itu yang kebetulan menusuk belakang
batok kepalanya, tempat dimana tenaga Hou-deh-sin-kang
tidak mampu dikerahkan, maka tusukan benang yang tidak
kalah tajamnya dari jarum ini seketika membuat kepalanya
kesakitan luar biasa.
Lekas Siangkwan Hu-wi meng-gempur dengan pukulan
tangannya, "Blang" kontan badannya terpukul jatuh
terjengkang. Tapi karena harus menyerang Cutilo Hong-Iay-mo-li lupa
bantu melindungi Siangkwan Hu-wi, sebat sekali orang
berkedok membalikan jarinya menutuk dengan ilmunya yang
khas dari kejauhan. disaat Siangkwan Hu-wi kegirangan dapat
merobohkan musuh tangguh, tiba2 dadanya seperti ditusuk
pedang, sakitnya sampai ketulang sungsum. kontan mulutnya
menjerit keras, diapun roboh celentang.
Lekas anak buahnya memburu maju memapakinya
menyingkir untung Hong-lay-mo-li sempat menubruk maju
merintangi maka mereka kembali saling gebrak dengan sengit.
Meski terluka cukup parah, Siangkwan Hu-wi masih tidak
lupa akan tanggung jawabnya, mulutnya masih berkaok2
menambah semangat anak buahnya: "Tangkap pembunuh
itu!" Cutilo mencelat bangun seraya berteriak: "Siapa berani
tangkap aku?" -
"Blang! Bluk" dua orang yang berada didekatnya dia lempar
setombak lebih, Dianta-ra gerombolan para Wisu segera
tampil seseorang seraya membentak gusar: "Anjing asing
berani takabur, biar aku meringkusmu!" orang ini adalah
teman Siangkwan Hu-wi yang mengudak bayangan Hong-laymo-
li tadi, namanya Han Jong-san, kepandaiannya hanya
sedikit rendah dari Siangkwan Hu-wi.
Senjata Han Jong-san adalah cambuk panjang setombak
dua kaki, ditengah gulungan cambuknya yang menderu dan
melingkar2 ditengah udara terus menyapu kearah Cutilo.
Luka2 Cutilo cukup berat, maka gerak geriknya sudah tidak
selincah tadi, maka dia gunakan Kim-kiong-jiu hendak
merebut cambuk Han Jong-san, Kim-liong-jiu adalah
kepandaian tingkat tinggi, sayang setelah dirinya luka2,
Lwekangnya sudah banyak terkuras lagi, maka
permainannyapun tidak begitu hebat lagi, malah cambuk Han
Jong-san bergerak selincah ular naga-
"Ser, ser, ser" Tar, beruntun berapa kali lecutan, badan
Cutilo dihiasi beberapa jalur luka2 kena cambukan lagi.
Orang berkelok itu segera berkata: "Sia-jit Hoat-ong, boleh
kau pulang dulu. Biar kubantu kau labrak para kurcaci ini."
sebelah tangan menghadapi Hong-lay-mo-li, tangan yang
sebelah segera menepuk kesana, jaraknya ada beberapa
tombak, namun Bik-khong-ciang pukulannya telak sekali
mengenai Han Joag-san. kontan mulutnya menyemburkan
darah dan badanpun terbungkuk2, kiranya tulang rusuknya
terpukul patah luka parah. Maka dengan rintangan yang tidak
berarti ini lekas sekali Cutilo sudah berhasil meloloskan diri.
Orang berkedok itu tertawa pongah, katanya: "Istana
terlarang apa segala, dalam pandanganku tidak lebih seperti
jalan raya belaka, Meski ada laksaan pasukan disini
memangnya bisa berbuat apa terhadapku?" suaranya bagai
guntur, sementara pukulannya laksana halilintar, beruntun dia
pukul masing2 ketimur utara selatan dan barat satu kali,
pukulannya bagai gugur gunung bergulung2, para Wisu yang
mengepung diseke-lilingnya seketika ter-cerai berai"
Celaka yang berkepandaian rendah, ada yang muntah
darah, patah kaki tangannya ada pula yang semaput, kecuali
Hong-lay-mo-li, sekeliling gelanggang tiada seorang lagi yang
bisa berdiri tegak.
Hong-lay-mo-li gusar bukan main, dengan pertaruhkan jiwa
dia menyerang dengan gencar. Orang berkedok itu tiba2
menghela napas, ujarnya: "Sayang, sayang! Kau gadis
secantik ini. memiliki kepandaian silat setinggi ini pula,
sungguh sukar dicari keduanya, sebetulnya aku tidak ingin
melukai kau. namun tidak mudah menawan kau, kalau
membiarkan kau kelak bakal jadi bibit bencanaku, apa boleh
buat terpaksa kau harus berkorban ditanganku" pukulannya
dipergencar, setiap serangannya merupakan tipu2 ganas,
tertekan oteh tenaga pukulan lawan yang dahsyat serasa
dldin-ding batu besar dada Hong-lay-mo-li, bernapaspun
sesak, lama kelamaan permainan kebut dan pedangnya jadi
sukar dia kembangkan, ada hati melawan mati2an, namun
tenaga seperti sudah habis.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Disaat Hong-lay-mo-li kertak gigi dan siap melontarkan
permainan nekad untuk gugur bersama, tiba2 didengarnya
suara ting ting, datangnya laksana hujan badai yang melandai.
agaknya orang berkedok ini rada tercengang lekas dia baliki
telapak tangannya untuk melindungi badan, tidak berani
merangsak Hong-lay-mo-li lebih lanjut.
Cepat sekali tiba2 tampak seorang berkedok yang lain
sudah muncul dari dalam hutan, orang ini berjalan tertatih
dengan sebatang tongkat besi, agaknya kaki kanannya tidak
leluasa bergerak, hanya kaki kirinya saja yang menyentuh
tanah, tangan kanan berpegang tongkat besi, begitu tongkat
besi menutul bumi orangnya lantas lompat setombak Iebih,
gerak geriknya lebih lincah dari lompatan dua kaki tokoh silat
tinggi yang manapun.
Begitu muncul dalam sekejap mata, tahu2 sudah tiba
ditengah gelanggang, begitu tongkat besi membentur bumi
badan sedikit terbungkuk kedepan.
Tahu2 sebelah tangannya sudah memukul dengan telapak
tangan Lekas orang berkedok angkat kedua telapak
tangannya. begitu tenaga pukulan kedua pihak be-radu,
seketika mengeluarkan bunyi ledakkan sedahsyat geledek.
"Blum, blum, blum" setelah suara pukulan yang beradu
seperti guntur berbunyi ini, orang berkedok yang datang
duluan itu tergeliat lalu sempoyongan mundur tiga tapak.
mulutnya berteriak kaget: "Kau, kau, kiranya kau" Kau muncul
kembali?" suaranya gemetar seperti ketakutan.
Orang berkedok yang belakangan berkata dingin: "Kau
sudah tahu siapa aku, masih ingin bergebrak lagi?" begitu
orang ini bersuara Hong-lay-mo-li lantas tahu orang inilah
yang tadi memberi petunjuk dirinya dengan suara gelombang
panjang, keruan kejut dan girang hatinya.
Orang berkedok yang duluan tadi menghela napas.
ujarnya: "Ternyata benar kau, tiada tempat berpijak lagi
bagiku di Kanglam!" cepat2 dia putar badan lari masuk hutan.
Kini Hong-lay-mo-li sudah mengatur pernapasannya. baru
saja dia hendak mengejar, ting, tiba2 orang berkedok
bertongkat itu sudah berdiri didepannya, sepasang matanya
yang berkilat tajam tengah mengamati dirinya lekat2.
Hong-lay-mo-li tidak mengira orang berkedok bertongkat ini
malah merintangi dirinya, belum sempat dia buka suara, orang
sudah tanya lebih dulu: "Kau laki atau perempuan?"
Pertanyaan ini amat mendadak dan diluar dugaan, dalam
sesingkat ini Hong-lay-mo-li masih bingung jadi tak sempat
menjawab Disaat dia ragu2 dan bingung, orang berkedok ini
sudah tidak menunggu jawabannya.
Dimana tongkatnya menutul bumi, bayangannya sudah
melejit kearah hutan, tiba2 dia berpaling mengawasi Hong-laymo-
li pula sejenak. lalu menghela napas. ujarnya: "Bodhi
bukan pohon, cermin bukan alat, Untuk menyelesaikan jodoh
dan karma, tidak harus menghadapi rintangan!"
Bergetar hati Hong-lay-mo-li mendengar kata2 mutiara dari
ajaran Hud, seketika mulutnya berteriak tertahan "Siapa kau?"
namun orang itu sudah lenyap kedalam hutan, Lekas Honglay-
mo-li mengejarnya.
Biasanya Hong-lay-mo-li amat bangga akan Gin-kangnya,
namun malam ini sungguh dia harus tunduk lahir batin, orang
berkedok hanya menggunakan tongkat untuk berjalan namun
Hong-lay-mo-li tak berhasil mengejarnya meski kerahkan
seluruh kepandaiannya sekejap saja sudah kehilangan jejak
orang berkedok itu. . .
Hatinya jadi hambar, batinnya: "Siapakah dia" Siapa dia"
Kenapa kepalanya sudah berambut?" ternyata setelah
mendengar sabda orang tadi, dalam hati timbul rasa
curiganya. Teringat akan cerita Jilian Ceng-sia mengenai
Hwesio tua itu, Dia curiga bahwa orang berkedok ini adalah
Hwesio tua itu. Katanya Hwesio tua itu cacat kakinya. kini
orang ini bertongkat pula, malah tongkatnya adalah tongkat
Hwesio. Dan lagi orang berkedok yang duluan tadi bilang dia sudah
muncul kembali, itu berarti sudah lama dia mengasingkan diri,
orang banyak sudah sangka dia mati, akhirnya keluar kandang
pula, berarti hidup kembali untuk kedua kalinya, maka
dikatakan muncul kembali
Satu sama lain cocok benar dengan keadaan Hwesio tua
itu, Bedanya cuma orang berkedok punya rambut sudah
tumbuh. bukan mustahil bila sebelum ini dia memang seorang
Hwesio. Begitulah dengan perasaan kecewa Hong-lay-mo-li lantas
pulang kekediaman Sin Gi-cik. Waktu itu sudah mendekati
kentongan kelima, sinar api dalam kamar buku Sin Gl-eik
masih terang benderang, ternyata bersama Khing Ciau
semalam suntuk mereka tidak tidur menunggu dirinya pulang,
Secara diam2 Hong-lay-mo-li lompat turun dari atap rumah,
Sin Gi-cik dan Khing Ciau sedang membuat syair dan
senandung, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah berada didalam
kamar, keruan Khing dan Sin berjingkrak girang, serunya:
"Liu Li-hiap. kau sudah pulang" Eh, kau, kau, kenapa?"
ternyata pakaian Hong-Iay-mo-li berlepotan darah, keruan
mereka kaget. Hong-lay-mo-li tertawa, ujarsrya: "Aku tidak terluka, malah
kubawa kabar baik bagi kalian."
"Kabar baik apa?"
"Buku peninggalan ayahmu sudah dibaca oleh baginda raja.
Pengaduan Sin-ciangkun sudah kuIetakan diatas mejanya,
tentunya sekarang sudah dibacanya." lalu secara ringkas dia
tuturkan pengalamannya. Kaget dan senang pula Sin dan
Khing dibuatnya.
Selesai bercerita haripun sudah terang tanah. Hong-lay-moli
harus menepati janji pertemuan dengan Tang-hay-liong
bersama Kaypang Pangcu, Segera dia pamitan kepada Sin Gicik,
bersama Khing Ciau langsung mereka menuju ke Liokhap-
ga Hari masih pagi, jarang orang keluar pintu, maka dengan
leluasa mereka kembangkan Ginkang, belum satu jam mereka
sudah tiba di Liok-hap-ga yang terletak dibukit Gwat-lun-san.
Menara besar ini berdiri dengan megahnya, deburan ombak
bergulung2 dibawah sana. keadaan sunyi lengang, tiada
tampak bayangan orang.
Hong-lay-mo-li heran, pikirnya: "Waktu yang dijanjikan
sudah tiba, kenapa mereka belum kelihatan?"
Tiba2 dilihatnya dari dalam menara melangkah keluar
seorang laki2, berusia tigapuluhan, pakaiannya dicuci bersih
namun banyak tambalannya, begitu keluar lantas menyapa:
"Siapakah yang bernama Khing-kong-cu?"
"Ya, Siaute adalah Khing Ciau." melihat pakaian dan
pertanyaan orang Khing Ciau mengira orang adalah murid
Kaypang, maka dia tidak menyembunyikan nama dirinya.
Laki2 itu berkata: "Jadi yang ini tentu Liu Lihiap adanya?"
Terasa oleh Hong-lay-mo-li pernah melihat orang ini cuma
entah dimana sudah lupa, Khing Ciau sudah bicara blak2an,
maka diapun langsung bertanya: "Siapa kau, darimana tahu
akan diri kami?"
"Aku murid Kaypang, diutus Pangcu untuk menunggu kalian
disini." "Mana Pangcu kalian dan Tang-hay-cianpwe?"
"Mereka ada urusan, mungkin datang terlambat. Silakan
kalian ikut aku naik kepuncak menara, disamping bisa melihat
keadaan sekitarnya, sekaligus supaya tidak diperhatikan orang
lain." Khing Ciau tertawa, ujarnya: "Kerjamu cukup teliti juga."
baru saja dia hendak beranjak kedalam, Hong-lay-mo-li tiba2
menariknya, tanyanya kepada laki2 itu: "Karena urusan apa,
kenapa Pangcu kalian tidak datang tepat pada waktunya?"
"Agaknya Liu Lihiap curiga" Memang tidak bisa salahkan
kau, aku ini belum dikenal, pantas kalau Liu Lihiap harus
bertanya dulu supaya terang, Untung aku disini ada tanda
kepercayaan" lalu dikeluarkan sebuah bundaran baja yang
kemilau. "Bukankah ini gelang baja Sat-si-sam-hiong?" tanya Honglay-
mo-li, "Bagaimana bisa berada ditangan-mu, kenapa pula
kau katakan tanda kepercayaan?"
Laki2 itu kalem saja, sahutnya: "Semaiam Sat-si sam-hiong
datang kemarkas pusat kita, ketiganya Iuka2 parah, kini
Pangcu dan Tangwan-cianpwe sedang berusaha mengobati
luka2 mereka. maka sampai sekarang belum tiba"
"Wah," teriak Khing Ciau kaget, "cara bagaimana ketiga
saudara ini terluka?"
"Kemaren mereka membuat onar diistana Gui Liang-seng,
karena terkepung mereka jadi kewalahan, akhirnya berhasil
menjebol keluar, beruntung juga mereka bisa bertahan
hidup." "Sat-si-sam-hiong memang berdarah panas, berangasan
dan ceroboh lagi, Bun Tayhiap sudah pernah memberi
nasehat, namun mereka tidak bisa tahan sabar." ujar Khing
Ciau, ia sudah percaya akan obrolan laki2 ini.
"Sat-si-sam-hiong sudah ceritakan hubungan mereka
dengan Liu Lihiap kepada Pang-cu, Pangcu harus tolong
mereka, maka suruh Tecu kemari lebih dulu, Kuatir kalian
curiga maka pangcu pinjam gelang baja ini sebagai tanda
kepercayaan-"
Mau tak mau Hong-lay-mo-li hampir termakan juga oleh
cerita yang masuk akal ini.
Berkata laki2 itu lebih lanjut: "Tempat tamasya seperti ini,
sering dikunjungi orang, kalau menunggu disini, kukira kurang
leluasa. Silakan kalian masuk saja."
Baru saja Hong-lay-mo-li mau angkat langkah, tiba2 ujung
matanya seperti melihat sebuah bayangan berkelebat di
jendela tingkat keenam diatas menara sana, Betapa cerdik
Hong-lay-mo-li, lekas dia mencegah Khing Ciau: "Tunggu
sebentar!"
Laki2 itu segera berkata: "Masih ada omongan apa bolehlah
Liu lihiap bicarakan didalam saja."
"Berapa orang kalian yang datang kemari?" tiba2 Hong-laymo-
li bertanya. Laki2 jitu melengak, sahutnya: "Masih ada seorang Suteku.
dia berjaga dan mengawasi keadaan sekitar sini dari tingkat
keenam." "Masakah hanya seorang saja?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Didalam masih ada seorang Hwesio yang bertugas
menyapu lantai, dia orang sudah menerima uang sogokku,
tentunya tidak akan merintangi kita. Mungkin karena isengnya
maka diapun naik keatas ikuit melihat pemandangan alam
disekitarnya. Nanti boleh kita singkirkan dia kebawah."
"Agaknya tidak benar, dua orang yang kulihat ditingkat
keenam sama2 berambut." bahwasanya yang terlihat Honglay-
mo-li hanya seorang, sengaja dia katakan dua untuk
memancing keterangan dan asal usul laki2 ini.
Laki2 itu mengerut kening, katanya kemudian, dengan
bergelak tawa: "Mungkin pandangan Liu Lihiap yang kabur?"
soalnya tingkat keenam itu tingginya ada puluhan tombak,
dari tempat sedemikian tinggi dia yakin Hong-lay-mo-li tidak
akan bisa membedakan secara jelas orang diatas apakah
benar berambut, maka dengan geram dia mendebat
keterangan Hong-lay-mo-li.
Namun alasan yang dia kemukakan memang masuk akal,
tak nyana memangnya Hong-lay-mo-ii hanya menjajal saja,
dari mimik wayah orang dia sudah merasakan gejala2 yang
tidak benar, Mendadak sikap Hong-lay-mo-li jadi dingin,
tanyanya: "Siapakah kau sebenarnya?"
Laki2 itu kaget, katanya tertawa dipaksakan:
"Liu Lihiap terlalu curiga, Kalau aku bukan murid Kaypang
mana bisa tahu janji pertemuan kalian dengan Pangcu kami?"
"Kukira kau ini barang palsu melulu!" ejek Hong-lay-mo-li
dingin, ternyata sekarang dia sudah ingat laki2 ini adalah salah
satu orang yang naik perahu pesiar ditelaga Thay-ouw waktu
mereka lewat dibendungan putih itu.
"Sebagai pejabat pemerintah yang berkedudukan lumayan
tinggi. kau rela menyaru jadi murid Kay-pang, bukankah
merendahkan derajadmu" Nah, apa tujuanmu, lekas katakan
saja!" karena asal usul dirinya ditelanjangi, laki2 itu turun
tangan lebih dulu. belum habis kata2 Hong-lay-mo-Ii, dia
sudah timpukan gelang baja ditangannya.
Betapa tangkas dan cekatan gerak gerik Hong-lay-mo-li,
masakah begitu mudah kecundang, "Tang" lekas sekali Honglay-
mo-li sudah lolos pedang menangkis dan menyampuk
gelang baja itu kesamping.
Dia mundur berkelit dan melolos pedang menangkis lagi,
dilakukan dalam waktu yang bersamaan betapa cepat
gerakannya sungguh amat mengagumkan.
Keruan laki2 itu kaget batinnya: "Tak heran guru pesan
wanti2 supaya aku menggunakan akal tidak menggunakan
kekerasan. Malah harus bergabung dengan para Sute baru
boleh membekuknya dengan muslihat."
Hong-lay-mo-li rada kaget juga waktu menyampuk gelang
baja tadi, lengannya sedikit kemeng, Dapatlah diketahui
bahwa Lwekang orang tidak terlalu jauh jaraknya dengan
dirinya, yang terang lebih tinggi dari Sat-si-sam-hiong.
Hong-lay-mo-li tidak berani pandang enteng lawan. Segera
pedang dan kebut ditarikan bersama melontarkan serangan
terbuka secara gencar, sementara laki2 itupun sudah
keluarkan sepasang Boan-koan-pit, setiap ayunan kedua
potlotnya sayup2 seperti kedengaran bunyi guntur, ternyata
orang mampu menjebol kepungan libatan kebutnya, dengan
sejurus Li-kui-king-sin (tangis setan mengejutkan malaikat),
kedua potlotnya ditarik melintang, beruntun mengincar empat
Hiat-to ditubuh Hong-lay-mo-li dengan tutukan hebat
Dengan sejurus Heng-hun-toan-hong pedang Hong-lay-mo-
Ii, tuntun kedua potlot lawan kesamping, sementara kebutnya
menyapu kepala lawan lekas dengan jembatan besi orang itu
berkelit, kedua kakinya seperti terpaku dibumi sementara
punggungnya tertekuk kebelakang, potlot menahan pedang,
namun baju di-depan dadanya toh tersapu hancur oleh kebut
Hong-lay-mo-li, untung tidak sampai terluka.
Kalau laki2 itu pecah nyalinya, Hong-lay-mo-lipun kaget
dibuatnya. Kaget karena jurus serangan setan nangis malaikat
terkejut dari sepasang potlot lawan ini adalah ilmu
kebanggaan dari Keng-sin-ci-hoat Liu Goan-ka, namun kalau
Liu Goan-ka menutuk Hiat-to dengan jari, orang ini
menggunakan Potlot baja.
Belum lagi Hong-lay-mo-li sempat bertanya asal usul orang,
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari atas menara beruntun sudah melesat beberapa batang
senjata rahasia, cukup kebutnya bekerja Hong-lay-mo-li sudah
bikin senjata rahasia itu rontok berjatuhan Khing Ciau-pun
putar pedang melindungi badan, pedangnya senjata mestika
maka panah2 yang menyamber itu dia bikin kutung seluruhnya,
tiada satupun yang mengenai dirinya.
Karena Hong-lay-mo-li harus ber-jaga2 dari serangan
senjata rahasia, baru laki2 itu mendapat peluang untuk
menyelamatkan diri dari rangsakan mematikan.
Hong-lay-mo-li cepat sekali dia sudah berdiri tegak serta
mainkan pula sepasang potlotnya lebih hebat, dengan sengit
dia serang menyerang dengan Hong-lay-mo-li. Akan tetapi
Hong-lay-mo-li lebih banyak menyerang daripada diserang.
Baru saja Khing Ciau hendak maju membantu, dari dalam
menara sudah berduyun2 keluar beberapa orang.
"Sret" kontan Khing Ciau menusuk dengan pedang, dari
depan melayang datang sebuah Lian-cu-tui, kedua gaman
saling bentrok "Tang" kembang api muncrat.
Baru saja Khing Ciau hendak memuntir pedangnya
memapas kutung rantai bandulan lawan, tahu2 sebatang
pedang dan golok menyerang dari kanan kiri.
Permainan pedang Hong-lay-mo-li bagai angin puyuh, yang
diincar tenggorokan laki2. kehilangan bantuan bidikan panah,
orang2 yang menyerbu keluar dalam sesingkat ini belum lagi
tiba, terpaksa dia menyurut ber-ulang2 dicecar serangan
Hong-lay-mo-li yang gencar dan hebat, "sret" tahu2 pedang
Hong-lay-mo-li menusuk dari arah yang tak terduga, meski si
laki2 berkelit dengan cepat tak urung pundaknya sudah
tertusuk luka. Terhindar dari tusukan tenggorokannya, laki itu bersorak
syukur, lekas berteriak "Bentuk Chit-sat-tin!" Hong-lay-mo-li
tidak sempat merangsak lebih jauh, kebutnya berputar balik,
kebetulan dia tolong Khing Ciau dari serangan golok dan
pedang, seketika terdengar suara benturan keras, sebat sekali
Khing Ciau gunakan peluang ini melompat mundur dari
kepungan dan bergabung dengan Hong-lay-mo-li.
"lkutilah langkahku, mainkan pedang lindungi badan, tidak
usah menyerang!" demikian Hong-lay-mo-li memberi petunjuk
kepada Khing Ciau.
Yang menerjang keluar dari dalam menara ada enam
orang, jadi seluruhnya berjumlah tujuh dengan laki2 yang
duluan itu, dalam sekejap mata mereka sudah berdiri pada
posisi masing2 menurut kedudukan Pat-kwa. Tujuh orang
masing2 menggunakan senjata yang berlainan, golok. tombak,
ruyung, pedang, gembolan, potlot dan gantolan, tujuh macam
senjata serempak merabu dari tujuh jurusan, Hong-lay-mo-li
tarikan kebutnya berputar naik turun melindungi seluruh
badan, sementara pedang dengan gerakan kilat mencecar
salah seorang diantara musuh, pikirnya hendak membuat
lobang menjebol kepungan, diluar tahunya bahwa gerakan
barisan tujuh orang laksana tunggal, mereka dapat kerja sama
dengan rapi dan ketat, baru saja pedang Hong-lay-mo-li
menusuk, ruyung dan pedang dari dua samping segera
menyerang juga, dengan kebut untuk menangkis. sementara
gerakan pedangnya menjadi lamban, diantara tujuh orang ini
laki2 yang bersenjata potlot berkepandaian paling tinggi,
dengan jurus To-bak-kim-ciong (memukul balik lonceng
emas), serangan pedangnya yang dahsyat itu seketika
dipatahkan. Hong-lay-mo-li sudah kerahkan setaker tenaga
dan lancarkan kepandaiannya, namun masih tak berhasil
menerjang keluar.
Tiba2 Hong-lay-mo-li seperti menyadari apa2, kebutnya
menyampuk kedua potlot lawan, segera dia membentak: "Apa
kau murid Liu Goan-ka yang bernama Kiong Cau-bun?" waktu
di Jian-liu-cheng Hong-lay-mo-li pernah melihat barisan Chitsat-
tin ini mengepung Pendekar-latah, baru sekarang dia ingat
akan murid Liu Goan-ka yang bernama Kiong Ciaubun ini pula.
Laki2 ini memang Kiong Ciau-bun adanya, setelah
melengak sebentar, segera dia bergelak tawa, serunya: "Liusumoay,
tajam benar pandanganmu. Suhu sedang mencarimu
supaya pulang, kebetulan aku bertemu kau disini"
Tegak alis Hong-lay-mo-li saking gusar, bentaknya:
"Kaukah yang pernah kirim surat kepada Gui Liang-seng" Kau
bangsat kurcaci ini, siapa kesudian jadi Sumoaymu?"
"Kau salah paham. setelah urusan disini beres, nanti
kujelaskan kepadamu. Kau tidak mau anggap sesama
perguruan, masakah terhadap ayah kandungmu kaupun tidak
mengakui-"
"Kalian kawanan bangsat kurcaci ini..." saking murka,
"Sret" pedangnya menusuk Hong-hu-hiat dibelakang pundak
Kiong Ciau-bun, serangan ini tepat pada waktunya, Kiong
Ciau-bun baru saja berkelebat lewat dari hadapannya, tahu2
ujung pedangnya sudah tiba dibelakang pundak orang. kalau
satu lawan satu tusukan pedang ini sudah tentu bisa
mengakibatkan musuh binasa, namun kerja sama Chit-sat-tim
secara berantai bantu membantu satu diserang yang lain
segera bantu menyerang atau menangkis, kerja sama dengan
baik laksana tunggal, maka tusukan pedang Hong-lay-mo-li
segera dipatahkan oleh pedang, golok dan potlot Kiong Ciaubun
sendiri. Kalau Hong-laymo-li mengincar Kiong Ciau-bun, maka
lawanpun berusaha memutus kerja sama dirinya dengan Khing
Ciau. dari samberan senjata dibelakang, cepat Hong-lay-mo-li
berputar balik menolong kesulitan Khing Ciau, Dilihatnya
keringat sebesar kacang sudah membasahi kening Khing Ciau
dan gemerobyos.
Keruan Hong-lay-mo-li kaget, diam2 hatinya kuatir akan
kesehatan Khing Ciau sesuai apa yang dikatakan Tang-hay-
Iiong, terpaksa dia kembangkan kebutnya untuk melindungi
Khing Ciau.. "Sumoay," kata Kiong Ciaii-bun dingin, "kau dengar adu
domba orang lain tidak mengakui ayah kandungmu sendiri
akupun tak bisa paksa kau mengakui sesama saudara
seperguruan, terpaksa biar ku-gusur kau kehadapan Suhu,
biar beliau bicara langsung terhadapmu,"
"Kalian inilah kurcaci yang terima menjadi budak asing!"
kembali dia pergencar serangannya dengan gabungan kecut
dan pedang. "Toa-suheng." beberapa Sute Kiong Ciau-bun bersuara,
"agaknya sulit meringkusnya hidup2!"
Kiong Ciau-bun mendengus, jengeknya: "Baiklah tak usah
sungkan. gempur saja sampai dia terluka parah. Biar aku nanti
yang bertanggung jawab dihadapan Suhu!" ternyata Liu Goanka
hanya memberitahu kepada muridnya tertua Kiong Ciaubun
bahwa dia menyaru jadi ayah kandung Liu Jing-yau,
murid2nya yang lain tiada yang tahu. Liu Goan-ka penuh juga
berpesan kepada Kiong Ciau-bun, kalau tidak berhasil
menipunya lagi, bolehlah dikerjai saja.
Pertempuran berjalan semakin sengit, sayang Khing Ciau
se-olah2 sudah kehabisan tenaga, tak bisa kerja sama dengan
baik, beberapa kali usaha Hong-lay-mo-li yang baik selalu
kandas ditengah jalan.
Keruan gelisah hatinya, kalau pertempuran diteruskan pasti
fatal akibatnya.
Pada saat itulah, tiba2 dari kejauhan terdengar suara trang
tring, lalu kelihaian beberapa orang tengah berlari
mendatangi, Hong-lay-mo-li kaget dan girang, dia sangka
suara itu adalah bunyi tongkat orang berbedak semalam yang
sedang mendatanginya, tak kira setelah dekat baru dilihatnya
empat orang yang berlari mendatangi itu dipimpin seorang
pengemis tua, paling belakang Tang-hay-liong, dua orang
ditengah mereka adalah Sat-ci-sam-hiong.
Hong-lay-mo-li rada kecewa, namun dia tahu bahwa
pengemis tua itu Li-pangcu dari Kaypang- Dari kejauhan
didengarnya Tang-hay-liong sudah berteriak: "Liu Lihiap, maaf
terlambat kedatanganku." tiba2 dia percepat langkahnya. dari
paling belakang tiba2 dia mendahului kedepan.
Begitu dekat Tang-hay-liong lantas menghardik laksana
guntur, dengan pukulan kedua tangan laksana gugur gunung,
dia menerjang Chit-sat-tin, Lekas Kiong Ciau-bun merubah
gerakan barisan, pikirnya hendak menjaring Tang-hay-liong
masuk kedalam barisan, namun pedang Hong-lay-mo-li
laksana kilat, ujung pedang orang selalu mengincar Hiat-to
penting dibadannya, sehingga Kiong Ciau-bun se-olah2
terpantek dan tak sempat melayani rangsakan Tang-hay-liong.
Memang-nya barisan ini dibawah pimpinan Kiong Ciau-bun
yang menggerakan sebagai motornya, kini Kiong Ciau-bun
sudah dicecar dan mati kutu, sudah tentu perubahan barisan
menjadi macet dan bekerja tidak seperti biasanya, maka
terdengar "Blang, blang" dua kali, dua Sute yang berada dikiri
kanan Kiong Ciau-bun sudah dipukul roboh oleh hantaman
dahsyat Tang-hay liong.
Sebat sekali Hong-lay-mo-li lantas merebut kedudukan
pintu hidup, seketika barisan Chit-sat-tin pecah berantakan.
Dengan jurus Pek-hong-koan-jit (pelangi putih menembus
sinar matahari) ceng-kong-kiam Hong-lay-mo-li menusuk
kedada lawan, lekas Kiong Ciau-bun membalas dengan jurus
Siang-liong-jut-hay (dua naga keluar laut), kedua potlotnya
berusaha menahan pedang, sedapat mungkin dia masih kuat
menangkisnya, namun Hong-lay-mo-li membarengi dengan
sebuah hardikan
"Kena!" dimana kebutnya terayun, dia paksa Kiong Ciaubun
membagi sebuah potlotnya untuk menangkis pula,
dengan tenaga lengket dimana kebut Hong-lay-mo-li menarik
kesamping, potlot lawan kena diseret kesamping pula, lalu
tenaga dia kerahkan keujung pedang, maka jurus Pek-hongTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
koan-jit laksana luncuran anak panah, "sret" ujung pedangnya
sudah tepat mengenai Hian-ki-hiat didepan dada Kiong Ciaubun.
Hian-Ki-hiat merupakan salah satu jalan darah mematikan
kalau Hiat-to ini tembus oleh ujung pedang Hong-lay-mo-li,
betapapun tinggi Lwekang Kiong Ciau-bun, seketika pasti
jiwanya melayang.
Tapi sekilas itu tiba2 teringat oleh Hong-lay-mo-li akan
surat Gui Liang-seng yang suruh Sat-si-sam-hiong antar
kepada Liu Goan-ka, ingin dia kompes keterangan orang,
maka sengaja dia peringan tusukan pedangnya supaya orang
tidak mampus seketika.
Sayang perhitungan Hong-lay-moli kali ini salah besar,
maklumlah meski kepandaian Kiong Ciau-bun belum
setanding, namun terpaut tidak terlalu jauh dibanding dirinya
sedikit ujung pedangnya merandek, sebat sekali Kiong Ciaubun
gunakan burung Hong menunduk kedua potlotnya
terpentang sekuat tenaga untuk menangkis, berbareng
badannya mencelat minggir setombak jauhnya, Walau barisan
sudah pecah, namun keempat sutenya yang lain belum
terluka, keem-pat orang ini bergabung menahan serangan
Hong-lay-mo-li.
Kaypang Pangcu Li Goan-tiong membentak: "Kau bajingan
ini berani menyaru jadi murid Kaypang kami. rasakan
tongkatku!" lekas Kiong Ciau-bun angkat kedua potlotnya
bersilang, trang, lelatu api muncrat, telapak tangan Kong Ciaubun
terasa kemeng kesemutan, sebuah potlotnya mencelat
lepas dari cekalannya.
Meski potlotnya terlepas, namun perbawa gerakannya ini
amat hebat, kiranya didalam keadaan terdesak ini dia gunakan
jurus Hwi-koan-keng-sin (potlot terbang mengejutkan
malaikat), siapapun yang tersambit potlot nya ini pasti ajal
seketika. Li Goan-tiong tahu akan kelihayan permainan lawan,
terpaksa dia lintangkan tongkat menangisnya jatuh, Kiong
Ciau-bun kapok dan tak berani bergebrak lebih lanjut sebat
sekali dia melompat lari dari samping Li Goan-tiong.
Tang-hay-liong memburu tiba, kembali telapak tangannya
menghantam dua kali, sehingga empat orang yang
mengeroyok Hong-lay-mo-li dipukul mundur, Lekas Hong-laymo-
li berseru: "Tak usah hiraukan keempat orang ini, tangkap
dulu bangsat she Kiong-itu" hampir saja dia sudah berhasil
menyandak Kiong Ciau-bun, tiba2 dilihatnya debu mengepul
tinggi dijalan raya didepan sana, serombongan orang berkuda
tahu2 sudah menyerbu datang.
Dengan badan berlepotan darah Sat lotoa lantas menuding
seorang perwira dengan kertak gigi, serunya: "Keparat itulah
pengkhianat bangsa Ong Tin adanya!"
Seketika berkobar amarah Hong-lay-mo-li, segera ia putar
haluan. dengan menenteng pedang segera dia songsong
kedatangan pasukan pemerintah, Pasukan berkuda yang
dipimpin Ong Tin ada ratusan banyaknya.
Dengan Ginkangnya Hong-lay-mo-li yang tinggi seperti
kecapung menutul air tangkas sekali Hong-lay-mo-li terjang
masuk kedalam barisan, golok tombak dan berbagai senjata
para serdadu tiada satupun yang mengenai ujung bajunya.
Keruan Ong Tin terkejut segera dia berseru: "Lepas panah!"
Hong-lay mo-li putar kencang kebutnya memukul rontok
anak panah terus menerjang ke depan, sekejapan jaraknya
tinggal puluhan langkah dari Ong Tin.
Betapapun Ong Tin adalah seorang panglima perang yang
dulu menjadi pembantu Gak Hui, meski sekarang sudah hidup
senang, namun dia tetap latihan, melihat hujan panah tak bisa
merintangi Hong-lay-mo-li, segera dia rebut sebatang tombak
anak buahnya, bentaknya:
"Perempuan gila dari mana kau, hayo roboh!" setelah
mengincar dengan tepat tombak segera dia lempar seperti
lembing kearah Hong-lay-mo-li. Hong-lay-mo-li tertawa dingin,
kebut ditancap ke punggungnya, dengan tangan yang kosong
ini dia miringkan kepala meluputkan diri sementara tangannya
meraih, dia tangkap lembing ini terus putar balik
menimpukannya kearah Ong Tin seraya menghardik
"Kena!" kontan Ong Tin terjungkal jatuh dari punggung
kudanya. sayang sasarannya sedikit meleset tombak itu hanya
menembus perutnya, sedikit naik keatas pasti telak mengenai
jantungnya. "Pengkhianat bangsa, tak terampun dosamu!" bentak
Hong-lay-mo-li sambil memburu maju hendak memenggal
batok kepalanya, Tapi anak buah Ong Tin beramai2 lompat
turun merintanginya, sementara anak buahnya yang lain lekas
memapah Ong Tin ke-punggung kuda terus lari balik,
Hati Budha Tangan Berbisa 7 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Rase Terbang 18
aku sendiri tidak tahu. Hwesio ini pendiam tak suka
keramaian, akupun tahu dia membekal kepandaian, cuma
betapa tingginya, aku sendiri belum pernah mengukurnya. Liu
Li-hiap, kau curiga diakah pembunuhnya?"
"Jenasahnya menghilang secara aneh, kejadian ini harus
dicurigai."
"Bukankah diapun mati keracunan?" tanya Khing Ciau.
"Aku belum memeriksa mayatnya, tak berani dipastikan
lantaran apa kematiannya."
"Yang terang dia sudah mati." kata Khing Ciau pula, "aku
sendiri pernah meraba jazatnya, dingin seperti es, terang
sudah beberapa kejap lamanya putus napas."
Hong-lay-mo-li menepekur sekian lamanya, katanya:
"Kukira dalam hal ini ada apa2 yang rada ganjil."
"Menurut apa yang kutahu, kepandaian silat dari ajaran
Thian-tiok ada semacam Lwe-kang yang dapat menyumbat
hidung menahan napas sekian lamanya, bukan soal sulit untuk
pura2 mati sementara Tapi Hoa Tayhiap sendiri pernah
memeriksa, betapa tajam pandangannya, kalau dia hanya
pura2 mati, masakah bisa mengelabui dia?"
"Tangwan-cianpwe," tiba2 Hong-lay-mo-li bertanya, "waktu
pertama kali kau masuk kemari, apakah kau pernah
perhatikan orang ini?"
"Begitu melihat mereka bertiga sudah mati, bergegas aku
masuk menengok Ko-gwat Siansu, apakah dia pura2 mati, aku
sendiri belum sempat memeriksa-nya."
"Tentunya Hoa Tayhiap seperti juga keadaanmu, yang
paling dia kuatirkan adalah keselamatan Ko-gwat Siansu,
maka dia tidak sempat memeriksa jenazah yang lain."
Tang-hay-liang tiba2 menghela napas, seperti ada apa2
yang tengah dipikirkan.
"Cianpwe ada teringat apa?" tanya Hong-Iay-mo-li.
"Tidak apa2," sahut Tang-hay-liong "namun begitu
bayangan hitam itu melesat keluar aku lantas menerjang
masuk. Tatkala itu Ko-gwat Siansu sudah meninggal Sukam
Hwesio juga belum hilang, meski tidak tahu dia mati
sungguhan atau pura2, pendek kata dia tidak mungkin adalah
bayangan hitam itu.
Em, Bu-lim-thian-kiau pernah menanam budi kepadaku,
tentu ada orang lain yang memboyong pergi jenazahnya,
Kejadian tentu lebih rumit dan lebih aneh." mendongak
melihat cuaca, lalu menyambung pula:
"Hari hampir terang tanah, Kejadian2 aneh ini justru
berlangsung dalam satu malaman ini, dalam waktu dekat,
memang sulit diselami, setelah peristiwa ini, akupun tak bisa
tinggal disini lama2. Marilah kita bereskan jenazah Ko-gwat
Sian-su." Kebetulan didalam Ko-gwat-am ada beberapa buah peti
titipan penduduk sekitarnya, maka Khing Ciau kerja sama
dengan Tang-hay-liong mengeluarkan tiga buah peti mati
ditaruh di Tay-hiong-po-tiam.
Setelah segala sesuatunya beres, bertanya Tang-hay-liong:
"Liu Lihiap, apakah kau masih hendak tinggal beberapa
lamanya di Ling-an?"
"Bersama Khing Ciau, kami ingin menemui Sin Gi-cik,
Tangwan-cianpwe, bagaimana kau?"
"Ltu Lihiap, jikalau tiada urusan lain, aku mohon
bantuanmu menyelesaikan suatu urusan."
"Bila Jing-yau mampu, dengan senang hati pasti
menyelesaikan sekuat tenagaku, silakan cianpwe katakan."
"Bicara terus terang, kedatanganku ke Kanglam ini, demi
adikku kedua yang tidak becus itu." Didalam Su-pak-thian,
Lam-san-hou adalah tokoh nomor dua, adik kedua yang
dimaksud Tang-hay-liong adalah Lamkiong Cau.
"Karena kau menyinggung dia, perlu juga kube-ritahu satu
hal kepadamu." ujar Hong-lay-mo-li, "Di Jian-liu-cheng aku
pernah bertemu dengan adikmu kedua itu, dia ada sekongkol
sama Liu Goanrka dan Kim Cau-gak, bukan mustahil sekarang
dia sudah terima menjadi antek kerajaan Kim."
"Bukan saja dicurigai memang dia sudah kerja sama
dengan gerombolan bajak di Tiangkang, begitu pasukan Kim
menyerbu keselatan, mereka akan ikut berontak dan bergerak
dari dalam, sekarang dia sudah angkat saudara dengan orang
lain, dengan aku malah anggap orang asing yang tidak kenal."
"Siapakah Toako yang dia pandang sekarang?" tanya Honglay-
mo-li. "Seorang gembong iblis yang sudah lama mengasingkan
diri. Aku belum berhasil menyelidikinya, aku hanya tahu dia
adalah seorang Tocu dari sebuah pulau kecil diluar perairan
Tiangkang, Mereka masih ada seorang Samte, namanya Hoan
Thong, punya ribuan anak buah, secara langsung Hoan
Thongpun menerima perintah dan terkendali oleh Toako yang
tersembunyi itu.
Tanggal lima bulan yang akan datang, mereka hendak
mengadakan pertemuan diatas pulau kecil itu, merundingkan
cara untuk menyambut kedatangan pasukan Kim. Kabarnya
gembong iblis itu tokoh yang lihay, kaum persilatan di
Kanglam sama memandangnya sebagai pimpinan Bulim
diperairan."
Aku kuatir tenagaku seorang tidak mencukupi melawan
musuh, kali ini sebetulnya aku hendak mohon bantuan Hoa
Tayhiap, tak nyana belum sempat aku menyinggung hal ini,
dia sudah berlalu dengan buru2." demikian penjelasan Tanghay-
liong. "Tanggal lima bulan depan, berarti masih ada delapan belas
hari lagi, kukira masih ada waktu untuk meluruk kesana." kata
Hong-lay-mo-li, "Setelah aku bertemu dengn Sin Gi-cik, aku
akan bantu sekuat tenagaku."
"Akupun ingin ikut." tiba2 Khing Ciau menyeletuk.
"Khing-kongcu," kata Tang-hay-liong heran, "Buat apa kau
menyerempet bahaya?"
Hong-lay-mo-li tertawa, dia menjelaskan: "Biarlah dia ikut
serta Lam-san-hou punya seorang musuh, adalah teman
baiknya, Kemungkinan pada hari itu, temannya itu juga akan
berada dipulau itu." memang Khing Ciau kangen dan
menguatirkan keselamatan San San, maka dia tidak akan sia2
kesempatan untuk bisa bertemu sama dia.
Sementara itu, hari sudah terang tanah, fajar telah
menyingsing, kata Tang-hay-liong: "Marilah kita memberi
penghormatan yang penghabisan kali kepada Lo-siansu."
setelah menyulut dupa hendak berlutut Sembahyang, tiba2
Hong-lay-mo-li berbisik: "Sst, agaknya ada orang kemari."
tersipu2 ketiganya lantas cari tempat bersembunyi untuk
melihat keadaan.
"Klotak" sebutir batu jatuh diundakan, itulah cara orang
jalan malam untuk mencari tahu keadaan. Sebagai kawakan
Kengouw Tang-hay-liong dan Hong-lay-mo-li diam saja
menunggu perubahan selanjutnya.
Tak lama kemudian terdengar sebuah suara berkata:
"Tidakkah kau tadi mendengar gelak tawa dan suara seruling"
Tentunya Siau-go-kan-kun dan Bu-lim-thian-kiau sudah pergi
jauh, Ada siapa pula dalam biara ini" Marilah masuk!"
Tang-hay-liong kenal suara ini adalah Hwesio kelana yang
bergelar Sukam itu, seketika timbul amarahnya, Namun dia
bersabar dulu untuk mengetahui dengan siapa dia putar balik
kemari, Suara yang lain segera menjawab: "Omong kosong, kau
kira aku takut terhadap Siau-go-kan-kun atau Bu-lim-thiankiau"
Tapi majikanmu toh ingin mengadu kecerdikan tanpa
menggunakan kekerasan! Terpaksa aku menuruti
keinginannya. Batu tadi hanya untuk mencari tahu apakah
budak perempuan itu masih berada didalam biara ini tidak?"
Belum lenyap percakapan ini, tampak dua sosok bayangan
orang melayang melewati pagar tembok turun dipelataran
dalam, seorang yang lain ternyata juga seorang Hwesio, dia
bukan lain adalah Cutilo yang dilabrak Hong-lay-mo-li
djipinggir danau itu.
"Baiklah Siau-jit Hoatong," kata Sukam, "Serahkan obat
penawarmu itu."
"Kau harus berjanji membantu aku untuk membekuk budak
perempuan itu lebih dulu." kata Cutilo, Sukam tertawa,
katanya: "Sia-jit Hoatong, kepandaianmu tinggi, pandai
menggunakan racun lagi, memangnya kau tidak mampu
mengadapi seorang perempuan kecil?"
"Kau tidak tahu meski budak perempuan itu bukan
lawanku, kepandaiannya lumayan juga, Racun biasa belum
tentu manjur terhadap dia, kalau pakai racun jahat terus
terang aku tidak tega bikin gendut seayu itu mampus secara
konyol. Demikian juga Hek-pek Siu-lo, aku ingin bekuk mereka
supaya rela menjadi budakku, maka kau harus bantu aku,"
"Kupandang hubunganmu dengan majlkanku, aku boleh
bantu kau. Tapi kaupun harus memberi muka kepadaku,
serahkan obat penawarnya, kaupun harus merahasiakan hal
ini dihadapan maijkan."
"Tahulah. kenapa cerewet, setelah bertemu dengan Kogwat
siansu baru diputuskan."
Sudah tentu Hong-lay-mo-li keheranan mendengar
percakapan kedua orang ini. Batlnnya: "Kepala gundul ini
minta obat penawar segala, memangnya dia hendak menolong
Ko-gwat Siansu" sebagai orang beribadat, dia punya majikan
segala, sungguh aneh dan janggal."
Waktu itu kedua orang sudah beranjak diundakan batu,
sekilas dilihatnya tiga buah peti mati yang dijajar di Tay-hiongpo-
tiam, keruan keduanya sama terperanjat.
"Celaka," seru Cutilo, "agaknya ada orang pernah kemari,"
Sebaliknya muka Sukam seketika pucat pias, tanpa
bersuara ter-sipu2 dia memburu kedepan, Didepan peti mati
Ko-gwat Siansu ada sebuah Lingpay, dimana ada tertera
namanya, dupa yang disulut Tang-hay~liong tadi belum
padam, setelah melihat keadaan yang sebenarnya ini, saking
kejut Sukam sampai berdiri menjublek sekian lama, lambat
laun napasnya memburu dan tiba2 dia berteriak: "Serahkan
obat penawarnya kepadaku." ditengah kata2nya ini, dengan
gerakan cepat dan cekatan, dia congkel paku dan membuka
tutup peti mati.
Dari samping Cutilo berkata sinis: "Tak perlu pakai obat
penawarku lagi! Kebetulan malah, obat penawarku ini amat
berharga, lebih sukar didapat dari Mo-kui-hoa, aku sendiripun
hanya punya sebutir, lumayan kusimpan saja"
"Blang" tiba Sukam lepas tangan menutup kembali tutup
peti mati, Bergegas dia berlutut terus menyembah tiga kali.
Berkata pula Cutilo dari samping: "Dikolong langit ini
kecuali majikanmu, tak nyana Hwesio tua inipun bisa
menerima sembah lututmu, terhitung kau sudah berbakti
kepadanya."
Pelan2 Sukam berdiri, kakinya melangkah setapak "Cuh"
tiba2 dia berludah kearah Cutilo, bentaknya dengan beringas:
"Kau menipu aku, kau bunuh Ko-gwat Siansu dengan racun
paling jahat yang tidak mungkin ditolong lagi." menyusul
"Wut" dia lontarkan pukulan pula.
"Tang!" genta besar di Tay-hiong-po-tiam tanpa dipukul
orang tiba2 berbunyi sendiri, begitu keras bunyi genta ini
sampai semua orang merasa pekak ku-pingnya, Ternyata
melihat mimik Sukam yang penuh kemarahan itu, Cutilo sudah
siap2, begitu Sukam memukulnya, sebat sekali dia berkelit
kesamping, maka Bik-khong-ciang-lat pukulan Sukam
mengenai genta besar itu, seperti seseorang memukulnya
dengan palu besar.
Kebetulan Tang-hay-liong sembunyi diatas be1en-dar
dimana genta itu tergantung, berhimpit dibelakang sebuah
papan tulisan untuk mengalingi badannya, keruan kejut juga
hatinya melihat kehebatan pukulan Hwesio kelana ini.
Semula dia mencurigai Sukam sebagai pembunuh Ko-gwat
Siansu, namun setelah mendengar percakapan dan perubahan
belakangan ini dia lantas berkeputusan berpeluk tangan dulu
menunggu perkembangan selanjutnya, Bukan mustahil dari
mulut kedua orang ini masih dapat didengar lebih banyak
rahasia lagi. Menurut perkiraan Tang-hay-liong kedua Hwesio ini pasti
akan berhantam dengan sengit, tak nyana, tiba2 terdengar
Sukam menjerit ngeri, serunya: "Bagus, keji benar kau
menurunkan tangan jahatmu." habis kata2nya badannya
sudah meloso roboh.
Berkata Cutilo tawar "Sekarang kau sudah tahu bila aku
tidak omong kosong bukan?"
Hong-lay-mo-li dan Tang-hay-liong sudah hendak
menubruk keluar, mendengar kata2 ini mereka merendak
pula, dengan terperana mereka pasang kuping lagi.
"Apa maksud ucapanmu ini?" tanya Sukam dengan napas
sengal2 "Racun yang gunakan atas dirimu adalah racun Mo-kui-hoa,
demikian juga racun yang digunakan kepada Ko-gwat Siansu,
Orang biasa bila terkena bubuk racun ini, seketika mampus.
Tapi sekarang kau masih belum mati, coba kutanya,
mengandal Lwe-kangmu sekarang, kira2 berapa lama kau kuat
bertahan?"
Sukam menghirup napas, lekas dia kerahkan hawa murni
untuk mencegah menjalarnya racun, setelah kira2 dan
meraba2 sampai dimana kadar racun yang yang mengeram
dalam tubuhnya, baru dia berkata: "Kira2 aku masih kuat
bertahan satu jam lagi."
"Bagaimana Lwekang Ko-gwat Siansu dibanding kau?"
"Sudah tentu lebh tinggi dari aku."
"Nah, kalau Lwekangnya lebih tinggi dari kau, tentunya
tidak satu jam saja dia kuat bertahan, Dari sini dapatlah
dibuktikan, meski dia terkena racun, namun kematiannya ini
terang bukan lantaran kerjanya racun itu. Yang membunuhnya
ada orang lain! Baik, obat penawar ini sekarang kuberikan
kepadamu, seharusnya obat ini diperuntukan Ko-gwat Siansu,
maka bolehlah kau percaya bahwa aku bukan menipu kau
bukan" Kau sudah berjanji bantu aku membekuk genduk ayu
itu, jangan kau ingkar terhadap janjimu sendiri."
Cutilo sudah keluarkan obat penawar itu dan maju
mendekati Sukam, Tiba2 Sukam mencelat bangun, tidak
menerima obat penawar itu, malah berteriak:
"Tunggu dulu, kau harus jelaskan kepadaku, siapakah yang
membunuh Ko-gwat Siansu?"
Memangnya pertanyaan ini yang sejak tadi di-tunggu2
Hong-Lay-mo-Ii bertiga, dengan menahan napas mereka
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pasang kuping mendengarkan jawaban Cutito. Cutilo tertawa2,
katanya kalem: "Siapakah pembunuhnya, seharusnya
kau sudah dapat menebaknya.. Meski besar dan luas dunia ini,
kecuali majikanmu, siapa pula yang memiliki kepandaian
setinggi ini, didalam waktu sesingkat dan cukup angkat tangan
saja sudah berhasil membunuh Ko-gwat Siansu."
Pucat muka Sukam, mulutnya mengigau dengan mata
mendelong: "Majikanku, majikanku?"
"Sudah tentu majikanmu, Ko-gwat Siansu terbunuh oleh
kepandaian menutup Hiat-to menggetar pecah urat nadi,
memangnya kau belum bisa membedakan kematiannya?"
Akhirnya Sukam menghela napas panjang, katanya:
"Habislah segalanya, Ko-gwat Siansu, aku memang berdosa
terhadap kau, akupun takkan bisa menuntut balas bagi
kematianmu. Aku tak bermaksud membunuh kau, namun
terhitung aku sudah bantu orang melaksanakan niat jahatnya
terhadap kau, ingin aku menolongmu namun ini melanggar
kesetiaanku lagi. Berdosa tak bisa menebusnya, terpaksa biar
aku mengiringi perjalananmu saja." tampak sinar putih
berkelebat "Bles" tahu2 Sukam keluarkan sebilah belati,
seiring dengan habis kata2nya belati itu sudah terhujam
kedalam dadanya
Cutilo amat kaget, teriaknya: "Sukam, mana boleh kau
senekad ini?" saking kejutnya terlupakan olehnya bahwa dia
sedang memegangi sebutir obat penawar itu, waktu dia
menubruk maju menarik Su-kam, obat penawar itu jatuh
kelantaj tanpa disadari.
Cutilo amat kaget, teriaknya: "Kenapa kau berbuat senekad
ini?" tapi Sukam sudah menikam dada sendiri, dengan
sebatang badiknya, terus menggelundung kebawah meja
sembahyang. Tampak oleh Cutilo belati itu sudah amblas
seluruhnya kedalam dada Sukam, tinggal gagangnya saja
yang kelihatan diluar, setelah keracunan harus terluka seberat
ini, meski ada obat dewa, mungkin takkan tertolong lagi
jiwanya. Lekas Cutilo membungkuk badan pikirnya hendak mencari
obatnya, tiba2 terasa angin tajam menyambar dari belakang,
seperti ada senjata rahasia menyerang, Lekas Cutilo kebutkan
lengan bajunya, cepat sekali dilihatnya Hong-lay-mo-li dan
Tang-hay-liong sudah melompat keluar dari tempat
sembunyinya. Timpukan benang kebut Hong-lay-mo-li kena di-kebut
jatuh, lekas sekali pedangnya sudah menyerang tiba dengan
tipu Giok-li-toh-so, sinar pedangnya laksana rantai perak
menusuk kearah lambungnya. Belum lagi badan Cutilo berdiri
tegak, terpaksa dengan sebelah kaki sebagai poros, sebat
sekali dia putar badannya, cepat sekali tusukan pedang Honglay-
mo-li, namun lincah pula caranya berkelit, tusukan ini tidak
mengenai sasaran.
Lincah sekali tahu2 kaki Cutilo sudah melayang menendang
jari2 Hong-lay-mo-li yang menyekal pedang, sudah tentu
Hong-lay-mo-li tidak segampang itu kecundang, dimana dia
puntir pedangnya, berbareng kebutnya mengepruk dari atas
mengarah batok kepalanya.Lekas Cutilo kebutkan lengan baju
yang lain mematahkan Thian-lo-hud-tim Hong-lay-mo-li.
Tang-hay-liong berpikir: "Entah Sukam sudah mati atau
masih hidup, kami harus membekuk kepala gundul ini untuk
dhnintai keterangannya. Kepandaian keparat ini tinggi, belum
tentu Liu Lihiap menjadi tandingannya," setelah
mempertimbangkan untung ruginya, tanpa hiraukan keadaan
Sukam, segera dia menubruk maju bantu Hong-lay-mo-li.
Sebagai tertua dari Su-pak-thian, latihan utama kepandaian
Tang-hay-liong adalah Gun-goan-khi-kang, merupakan
kepandaian tunggal dalam Bulim, dimana tepukan tangannya
bergerak, angin panas segera menerpa kedepan.
Lekas Cutilo balas menangkis sekali, kedua pihak sama
tergeliat limbung. Keruan Cutilo amat kaget, meski dia
membawa bubuk racun Mo-kui hoa, namun obat penawarnya
sudah hilang, rangsakan kebut pedang Hong-lay-mo-li amat
gencar, pukulan Tang-hay-liongpun hebat luar biasa, kalau dia
tumpukan bubuk racun ini, celaka bila tidak berhasil
merobohkan orang, diri sendiri yang ketimpa getahnya, maka
dia tidak berani menggunakannya.
Khing Ciau kebetulan sembunyi dibawah meja, setelah
menjemput obat penawar itu segera dia melompat keluar.
"Adik Ciau," seru Hong-lay-mo-li, "lekas bawa Taysu ini
kedalam." maklumlah keadaan Sukam waktu itu sudah amat
menguatirkan bila terjadi kesalahan tangan pula dalam
pertempuran sengit ini, mungkin setitik harapanpun takkan
bisa mereka peroleh, Maka Hong-lay-mo-li suruh Khing Ciau
bawa Sukam keruang belakang.
Damparan angin pukulan dari ketiga orang yang bertempur
amat dahsyat dan bergelombang tinggi, meski Khing Ciau
sudah latihan Tay-yan-pat-sek, tak urung langkahnya masih
terasa berat dan sempoyongan, insaf kepandaian sendiri yang
kurang becus, segera dia bekerja menurut petunjuk Hong-laymo-
li, Sukam dibopongnya terus dibawa lari kebelakang.
"Lari kemana?" tiba2 Cutilo menghardik SemuIa dia
membelakangi Khing Ciau, tiba2 telapak tangannya membalik
dengan pukulan Bik-khong-ciang menyapu kearah bayangan
Khing Ciau, serangannya telak se-olah2 punggungnya tumbuh
mata, untung Hong-lay-mo-li sudah menjaga akan
kemungkinan ini, lekas kebutnya terayun, dia putus kekuatan
pukulan Cutllo, meski demikian, Khing Ciau toh masih
keterjang sisa tenaga pukulan ini, badannya tersungkur
kedepan dan mempercepat langkahnya menyelinap kedalam.
Hong-lay-mo:li gusar, dampratnya: "Kejam benar kau
kepala gundul ini, terhadap kawanmu sendiri kaupun tega
membunuhnya." Sret, sret, dengan serangan pedang, dia bikin
Cutilo menyurut mundur tiga langkah.
Maka berteriaklah Cutilo: "Sukam, seorang laki2 harus
berani mati dan menanggung resiko sendiri, jangan kau bikin
malu muka majikanmu, membocorkan rahasia lagi." Tang-hay-
Iiong segera merangsak dengan pukulan gencar, Cutilo harus
melayani dengan sepenuh perhatian, terpaksa tidak bisa
banyak bicara. Akan tetapi daya pukulan Cutilo sendiri amat kuat dan
tangguh, gerakannya cepat laksana kilat, dalam tiga puluhan
jurus, meski dikeroyok dua, dia belum menunjukkan
kewalahan. Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam, segera Thian-lo hud-tim
dan Yok-hun-kiam-hoat dikembangkan bersama, dengan
serangan tipu2 lihay dari keras dan lunak ini, kerja samanya
amat rapat. Sinar pedangnya merabu laksana puluhan orang sekaligus
melancarkan serangan yang serupa dari berbagai penjuru,
sementara kebutnya menari2 naik turun, dengan ketat
mengikuti gerak langkahnya mengancam jalan darah lawan,
lihaynya bukan main.
Di-bawah gempuran dua tokoh silat kelas utama, meski
Cutilo sudah kerahkan seluruh tenaga dan curahkan segala
perhatian dan kepandaiannya, lama kelamaan dia mulai
terdesak dibawah angin.
Kepandaian Tang-hay-liong diantara mereka memang
paling lemah, namun latihan Gun-goan-khi-kangnyapun sudah
dia kerahkan sampai puncaknya, tenaga pukulannya laksana
gugur gunung, cukup menggempur hancur batu gunung
sebesar gajah. Cutilo harus tumplek sebagian besar perhatiannya untuk
menghadapi Hong-lay-mo-li, suatu ketika karena sudah
terdesak dan tak mungkin berkelit lagi, "Blang" dengan telak
badannya kena pukulan Tang-hay-liong, betapapun tinggi dan
kuat ilmu pertahanan yang melindungi badannya, tak urung
seketika kepala pening mata menjadi gelap, "Huuuaaah!"
kontan menyemburkan darah, langkahnyapun sempoyongan.
Tujuan Hong-lay-mo-li hendak membekuknya hidup2,
pedangnya segera menusuk Hiat-to-nya, Namun kepandaian
silat Cutilo ternyata memang amat tinggi dan kekar badannya,
meski sudah terluka, ternyata dia masih mampu kerahkan
tenaga licin dan ilmu tingkat tinggi, begitu ujung pedang
Hong-lay-mo-li menyentuh pakaiannya, seperti menusuk
barang lunak yang keras, tahu2 pedangnya tergelincir miring
kesamping, soalnya tujuan Hong-lay-mo-li hanya ingin
menutuk Hiat-tonya dengan pedang, gerakan pedang teramat
lincah dan cepat, maka tenaga tusukannya tidak begitu keras.
"Liu Lihap," seru Tang-ha,y-liong, "Tak perlu kasihan
padanya, pukul dulu biar dia terluka."
Benar juga segera Hong-lay-mo-li putar lebih kencang
pedangnya, yang diincar tempat2 penting dibadan Cuti-lo,
bentaknya "Masih kau membandel" Lekas menyerah dan
bicara sejujurnya, jiwamu mungkin boleh kuampuni,"
Cutilo gelak tawa, serunya: "Kalian hendak bunuh aku,
kukira belum mampu!" sekonyong2 mulutnya menyemburkan
sekumur darah, serempak tangannya melayang kearah Tanghay-
liong, hebat benar tenaga pukulan telapak tangannya,
kontan Tang-hay-liong tergentak mundur tujuh delapan
langkah, kakinya masih belum bisa berdiri tegak lagi.
Hong-lay-mo-li ikut terkejut, kuatir Tang-hay-liong dilabrak
musuh pula, lekas dia kembangkan ilmu kombinasi dari kebut
dan pedang, beruntun tiga kali pedang dan kebutnya masing2
mengincar Hiat-to mematikan dlseluruh badan Cuti1o.
"Kau kira aku gentar terhadapmu." bentak Cu-tilo, "Wut"
kembali dia menggempur, sampai pedang Hong-lay-mo-li
tergetar menceng, maka serangan berantai mengalami
kegagalan semuanya, sekali kebas lengan baju, kebut Honglay-
mo-li kena ditangkis buyar. Sudah tentu Hong-lay-mo-li
kaget dan heran, setelah terluka lawan malah tambah tenaga,
sulit juga dia menjajagi sampai dimana taraf kepandaian
Cutilo, selanjutnya tidak berani dia bergerak secara gegabah,
kini dia ganti mengembangkan kegesitan badannya selalu
berada diantara Cutilo dengan Tang-hay-liong, tujuannya
untuk melindungi kawannya.
Diluar tahunya memang inilah keinginan Cutilo, begitu
rangsakan Hong-lay-mo-li mengendor, Cutilo sempat merogoh
kantong terus diayun, segumpal asap tebal mendadak terbang
menerpa kearah mereka, ditengah terpaan asap tebal ini
terdengar pula suara mendesis tajam, inilah semacam senjata
rahasia Cutilo yang amat keji, didalam asap tebalnya ini, dia
selingi sambitan Bwe-hoa-ciam yang lembut.
Lekas Hong-lay-mo-li menyurut mundur sambil tahan
napas, pedang dan kebut segera diputar, membendung asap
tebal dan memukul rontok semua Bwe-hoa-ciam.
Dibelakangnya Tang-hay-liong berteriak: "Kepa-la gundul ini
hendak lari!" dengan Gun-goan-khi-kang dia lontarkan Bikkhong
ciang-lat, dimana damparan angin pukulannya
melandai, asap tebal itu buyar seperti teriup angin badai.
Terdengar suara Cutilo tengah gelak tawa diluar serunya:
"Tuan besarmu tiada tempo ber-main2 lagi dengan kalian,
kalau berani hayolah kejar kemari." dibawah perlindungan
asap tebal ini dia melarikan diri.
Lekas Hong-lay-mo-li dan Tang-hay-liong memburu
kebelakang, tampak Khing Ciau duduk bersimpuh dilantai,
badan Sukam setengah tiduran membelakangi dinding, badik
didadanya masih belum tercabut, mukanya sudah pucat pias.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Hong-lay-mo-li kepada
Khing Ciau. Khing Ciau menghirup napas, sahutnya berdiri:
"Untung tidak terluka, Tapi Taysu ini tidak mau minum
obat, ai, gelagatnya..."
Ternyata setelah kesampuk oleh pukulan gelombang Cutilo
tadi, Khing Ciau rasakan dadanya sesak, badan menjadi lemas
Lekas dia duduk samadi, mengerahkan Tay-yan-pat-sek, baru
sekarang dia berhasil memulihkan semangatnya
Tapi Tang-hay-liong yang paham ilmu pengobatan
mendengar deru napas Khing Ciau rada ganjil, lekas ketiga
jarinya pegang urat nadi pergelangan tangan nya, Hong-laymo-
li kuatir, tanyanya: "Bagaimana" Apakah dia..."
Tang-hay-liong menghela napas, katanya: "Benar memang
badannya tidak terluka apa2. Tapi apa kau ada terserang
penyakit demam?"
"Sakit demam?" Khing Ciau heran, "Aku tidak merasa
apa2!" Ternyata kadar racun Hoa-hiat-to pukulan Kong-sun Ki
yang mengeram didalam badan Khing Ciau sekarang masih
mengendap di In-hiat, sebelum tiba jangka waktunya, lahirnya
tidak kelihatan, karena damparan pukulan Cutilo tadi waktu
dia samadi, deru napasnya menjadi rada keras dan ganjil,
malah napasnyapun membawa sedikit bau, namun karena
badannya tidak terluka, maka hal ini dianggap sebagai
pertanda penyakit demam.
-------------------
Siapakah majikan Sukam Taysu" Apa tujuannya
memperalat anak buahnya menbunuh Ko-gwat Siansu"
Dapatkah Hoa Kok-ham atau Tam Ih-tiong membongkar
kedok aslinya"
Siapa pula Toako baru dari adik angkat Tanghay liong yang
akan mengadakan pertemuan dipulau terpencil itu"
Bagaimana hasil muhibah Hong lay-mo-li setelah menemui
raja negeri Song" Bahaya apapula yang dia alami diistana
raja" Bagian 21 Hong-lay-mo-li sendiri juga merasa heran bahwa Khing
Ciau tidak kuat menahan damparan pukulan Cu-tilo yang
sudah diputusnya ditengah jalan, malah harus semedi pula
untuk memulihkan kesehatannya, Maka segera dia berkata:
"Mungkin baru permulaan ini kau tiba di Kanglam, cuaca dan
hawa disini tidak mencocoki kondisi badanmu, maka tak kau
sadari bila kau sudah terhinggap demam" setelah berada
dikota, biar minta Sin Gi-cik carikan tabib pandai untuk
memeriksa kau."
Bahwasanya Tang-hay-liong sendiri juga belum tahu
adanya ilmu Hoa-hiat-to dari aliran sesat yang berbisa itu,
setelah memeriksa urat nadi Khing Ciau, didapati Khing Ciau
memang tidak kurang suatu apa, maka diapun tidak ambil
perhatian lebih lanjut.
Setelah merasa keadaan Khing Ciau tidak menguatirkan
maka Tang-hay-liong tumplek perhatiannya kepada Sukam
yang terluka parah. Badik itu amblas seluruhnya kedalam
dada, terkena racun lagi, maka badannya tak kuasa lagi
bertahan, maka denyut nadinya amat lemah, meski tabib Hoa
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tho pada jaman Samkok dulu hidup kembali juga takkan bisa
menolongnya. Tang-hay-liong menghela napas, segera dia rangkap kedua
jari tangan kanan menutuk Hong-hu-hiat yang terletak
dibelakang batok kepalanya, disitulah letak sentral dari urat
besar yang menembus ke otak kecil.
Sukam belum putus napas, dengan tutukan ini syarafnya
yang sudah lumpuh seketika bekerja lagi melebihi biasanya,
sehingga pikirannya menjadi lebih sadar meski hanya dalam
waktu yang amat pendek.
Pelan2 Sukam membuka mata, lekas Tang-hay-liong
berbisik dipinggir telinganya: "Sukam Taysu, adakah kau
punya sesuatu pesan" sebetulnya apakah yang terjadi malam
ini?" Dengan terputus2 Sukam berkata dengan lemah: "Sia-jit
Hoatong, dia datang menyampaikan perintah majikanku,
suruh aku berbuat demikian. Dialah yang menyerahkan bubuk
Mo-kui-hoa kepadaku. Aku tidak berani membangkang
perintah majikan, namun sesungguhnya aku tiada maksud
membunuh Ko-gwat Siansu, maka kucari Sia-jit Hoatong dan
kuajak ke-mari, supaya dia menyerahkan obat pemunahnya.
Ai, sungguh tak nyana, majikanku toh langsung turun tangan
membunuh Lo-siansu diluar tahuku!"
Sia-jit Hoatong yang dimaksud sudah tentu adalah Cutilo di
padri asing itu, hal ini sudah diketahui oleh Tang-hay-liong,
maka segera dia bertanya: "Siapakah majikanmu?"
"Durhaka kepada majikan berarti tidak setia, membunuh
teman berarti tidak setia kawan pula, Aku sudah memikul dosa
ini, sekali2 aku tidak akan berkhianat kepada majikanku.
Dengan mati aku menebus dosaku, kuharap kalian tidak
memaksaku lagi!"
"Taysu," kata Tang-hay-liong sungguh2, "Aku bukan
memaksa kau, Kami hanya ingin bikin persoalan ini jadi
terang, supaya Ko-gwat Siansu tidak mati penasaran..." belum
habis ucapannya, kelopak mata Sukam sudah tertutup dan
kepalanya lemas tak bergerak lagi, waktu Tang-hay-liong
meraba pernapasannya, ternyata sudah berhenti.
Tang-hay-liong geleng2 kepala, ujarnya: "Sia2 saja usaha
kita." "Bukannya sia2, yang terang latar belakang wafatnya Kogwat
Siansu sudah dapat kita ketahui."
"Sayang sekali, pembunuh aslinya justru masih lolos dan
tetap terselubung dibelakang layar."
Setelah urusan menjadi jelas berkata Hong-lay-mo-li:
"Dinilai dari kejadian nyata ini, jadi bayangan yang dikejar
oleh Hoa Kok-ham dari gedung Gui-Liang-seng dan bayangan
yang kau lihat melesat keluar dari biara ini adalah satu orang
yang sama, dia bukan lain adalah majikan Sukam Taysu ini."
"Benar," ujar Tang-hay-liong, "kemungkinan orang itu
menyamar mirip dengan Bu-lim-thian-kiau, sehingga Hoa
Tayhiap kena dia kelabui juga. Tapi kalau benar orang ini
bukan Bu-lim-thian-kiau, berarti pihak kita ketambahan satu
musuh tangguh pula."
Sudah tentu Honglay-mo-li juga menguatirkan hal ini,
namun bahwa kecurigaan terhadap Bu-lim-thian-kiau sudah
dicuci bersih, maka lega jugalah hatinya.
Khing Ciau menghela napas, katanya: "Kukira padri asing
begitu romantis, malam2 tamasya ditengah danau" Tak
tahunya sedang bersekongkol dengan Su-kam, sayang waktu
bertempur dipinggir danau tadi Liu Lihiap belum tahu
juntrungannya, mustinya tidak perlu menaruh belas kasihan
kepadanya."
"Padri asing ini datang dari tempat yang jauh, dalam waktu
dekat tentu belum akan pergi, kelak pelan2 kita mencarinya
pula. Sukam sudah mati, untuk mengetahui siapakah
majikannya, hanya padri asing itulah sumber satu2nya. Ai,
sayang sekali, segala kenyataan ini tidak bisa diketahui oleh
Hoa Kok Ham."
Tatkala itu hari sudah terang benderang. Berkata Tang-
Hay-liong: "Hayolah kita boleh berangkat"
Hong-lay-mo-li manggut2, baru saja hendak berangkat
tiba2 Tang-hay-liong berkata pula: "Liu Li-hiap, tunggu
sebentar, kau belum boleh pergi demikian saja,"
Hong-lay-mo-li melengak, tanyanya: "Ada apa sih?"
"Dandanmu seperti ini, mana boleh pergi ke-mana?"
"Ya, aku memang ceroboh dalam hal ini," ujar Hong-laymo-
li tertawa getir. "Dalam waktu yang mendesak begini,
kemana aku harus mencari pakaian laki2?"
"Begini saja," ujar Tang-hay-liong setelah berpikir, "Pakaian
Hoa Tayhiap tentunya masih tertinggal didalam kamarnya,
bolehlah kau pinjam dulu kepadanya, dia tinggal dikamar
pertama bagian timur dibelakang kamar samadi Hong-tiang
tadi." Merah jengah muka Hong-lay-mo-li, katanya tertawan "Ya,
terpaksa aku menurut saja petunjuk cianpwe."
"Sukam Taysu ini rela bunuh diri demi kesetiaan terhadap
kawan, meski tindakkannya ini terlalu gegabah, namun jiwa
besarnya ini patut kita junjung juga, biar segera aku
membereskan jenazahnya. lekaslah kalian salin pakaian dulu."
Hong-lay-mo-li masuk kedalam kamar Hoa Kok-ham, serta
memilih seperangkat jubah panjang yang longgar, waktu dia
jajal potongannya memang cocok cuma rada kepanjangan,
ujung jubah menyentuh tanah, namun boleh dipakai juga.
Lalu dicarinya pula secarik kain kotak yang biasanya dibuat
membungkus untuk mengikat kepala, maksudnya untuk
menutupi rambut kepalanya, dibuatnya model ikalan seperti
lazimnya anak2 sekolah mengenakan ikatan kain, lalu kebutan
dia simpan dibalik jubah, waktu dia mengaca, dirinya kini
sudah berubah menjadi pemuda sekolahan yang ganteng.
Waktu Hong-lay-mo-li keluar, sementara Tang-hay-liong
sudah beres dengan jenazah Sukam Taysu, Ber-kata Tanghay-
Hong tertawa: "Bagus, orang lain menyangka kau ini
pemuda sekolahan putra hartawan darimana, se-kali2 takkan
menyangka kau ini seorang pendekar perempuan dari daerah
utara, Nah hayolah berangkat."
Setelah meninggalkan Ko-gwat-am mereka bertiga
langsung turun gunung dan tiba dipinggir danau, meski tak
leluasa mengembangkan Ginkang, namun langkah mereka
jauh lebih cepat dari orang2 biasa, orang pesiar sudah banyak
diatas perahu yang mondar mandir.
Tampak pada sebuah perahu pesiar terdapat tiga orang
laki2 berseragam pemerintahan sedang iseng ber-senang2.
Namun mereka tidak peduli kan keadaan sekitarnya.
Setelah tiba dibendungan disebrang sana, berkata Tanghay-
liong: "Aku harus kembali memberi laporan kepada Lipangcu
dari Kaypang, terpaksa tidak ikut kalian menemui Sinciangkun."
"Kalau begitu berikan saja alamat Sin-ciangkun kepadaku,
boleh kami janjikan suatu tempat untuk bertemu."
"Li-pangcu seorang satria yang berjiwa besar, laki2 yang
patut diajak bersahabat. Tapi dengan kedudukanmu sekarang
berada di Kanglam. Tentunya tidak leluasa berkunjung
kemarkas besar Kaypang, bertemu dengan kawanan pengemis
itu. Begini saja, besok pagi, boleh kau menunggu aku dibawah
Liok-hap ga. Li-pangcu akan kuajak kesana menemui kau.
Liok-hap-ga berada dipesisir chi-tong-kang, diatas Gwa hunsan,
dari kejauhan sudah bisa terlihat, gampang ditemukan
dan mudah diingat."
Setelah mendapat alamat tinggal Sin Gi-cik mereka lantas
berpisah. Setelah menyamar jadi laki2, memasuki kota
bersama Khing Ciau ternyata memang tidak menemukan
kesukaran, Sin Gi-cik menyewa sebuah rumah yang terletak
disebuah gang dipinggiran kota yang sepi. Menurut alamat
yang diberikan, tak lama kemudian mereka sudah menemukan
tempat itu. Pengawal yang berjaga dluar dulu adalah anak buah Khing
Kin, kenal baik dengan Khing Ciau, maka tanpa dilaporkan
lebih dulu terus membawa mereka masuk.
Waktu mendekati kamar buku, dari luar Khing Ciau
mendengar suara ketokan pelan2 berirama, kiranya dengan
ketokan gagang pedangnya Sin Gi-cik sedang bersenandung
dan berdendang membawakan syair2 ciptaannya, suaranya
lantang berjiwa semangat dengan maknanya yang perwira
membuat pendengarnya merasa darah mendidih. Tak tahan
Khing Ciau sampai berseru memuji: "Bagus, syair bagus!"
Lekas Sin Gi-cik hentikan senandungnya memburu keluar,
katanya tertawa lebar: "Kukira siapa, kiranya kau. Tuan ini..."
Hong-lay-mo-li tertawa, sapanya: "Sin-ciangkun tidak
mengenalku lagi?"
Setelah Sin Gi-cik mengamati lebih seksama, diapun terbahak2:
"0. kiranya Liu Lihiap, kau berdandan sebagai laki2,
kukira sih teman Ciau-te yang baru dikenalnya, Silakan masuk,
silakan masuk."
Setelah duduk Sin Gi-cik berkata puIa: "Beberapa hari yang
lalu Hoa Tayhiap juga kemari menyinggung kalian pula. Liu
Lihiap, apa kau sudah bertemu sama dia?"
Sikap Hong-lay-mo-li rawan, sahutnya: "Sudah ketemu.
Kemaren dia meninggalkan Ling-an, kebetulan aku menyusul
datang dan bertemu sama dia."
Sin Gi-cik tidak tahu kejadian semalam, namun melihat
sikap dingin Hong-lay-mo-li segera Sin Gi-cik menghibur: "Hoa
Tayhiap berjiwa luhur demi kepentingan negara dia mondar
mandir kian kemari, sungguh harus dipuji. Aku sudah janji
untuk bertemu didalam pasukan besar, kelak Liu Lihiap masih
ada kesempatan bertemu sama dia."
Hong-lay-mo-li tak mau membicarakan urusan pribadi,
segera ia bertanya: "Tujuan kita sama2 demi kepentingan
negara dan bangsa. bertemu atau tidak bukan menjadi soal,
Mendengar dendangmu tadi aku mejadi heran, adakah
sesuatu yang tidak beres didalam persoalan melawan serbuan
musuh" Kenapa kau berkeluh kesah?"
"Liu Lihiap, memang amat menjengkelkan kalau
membicarakan soal ini, pihak keraton agaknya acuh tak acuh
menghadapi situasi yang sudah gawat ini. Siapa takkan marah
melihat keadaan seperti ini. Menghadapi musuh negara pihak
keraton terbagi dua kelompok, sepihak menyerukan
perdamaian, pihak lain berseru supaya melawan.
Ada pula yang membujuk Baginda menyingkir saja, malah
ada pula yang menganjurkan uluran tangan kepada musuh
untuk bersahabat dan mengaku salah, Syukurlah pihak militer
dan para menteri dibawah pinpinan Tan Khong Pek dan Lau Ki
Lau-ciangkun membentangkan untung rugi dan kepentingan
negara, maka akhirnya diputuskan untuk melawan serbuan
musuh, dan mengangkat Lau-ciangkun sebagai jendral besar
untuk mempersiapkan perlawanan Sayang sekali pihak yang
menentang justru berusaha merintangi dan menggagalkan
maka usaha Lau-ciangkun menemui banyak hambatan
terutama didalam mengusahakan ransum, di-ulur2 dan baru
diberikan seperempat dari kebutuhan yang sebenarnya, Coba
apakah hal ini tidak bikin kita orang2 yang cinta negeri takkan
terbakar hatinya?"
Khing Ciau berkata: "Untunglah rakyat jelata sama
menjunjung perjuangan Loh-ciangkun, tahu ransum tidak
mencukupi, beramai2 mereka mengumpulkan dari dana2
rakyat dan kerja bakti lagi untuk menyetorkannya kepada
pihak militer. Memang tidak lama aku berada dimarkas Lohciangkun,
yang terang mendapat dukungan besar dari rakyat
jelata." "Sekarang bicara soal pasukan gerilya yang kupimpin ini,
waktu pamanmu meninggal akulah yang dipasrahi tanggung
jawab berat ini setelah tiba di Kanglam, pihak keraton justru
acuh tak acuh, sampai sekarang belum diberikan surat
pengangkatan secara resmi sebagai alat negara yang fital saat
ini! sebulan sudah berselang sejak aku mengajukan
permohonanku, namun sampai sekarang belum ada jawaban.
Terpaksa aku harus hidup ditempat ini seperti semut
berada dalam kuali panas, betapa hatiku takkan gelisah, sehari
laksana setahun."
Tengah mereka bicara seorang pengawal masuk memberi
laporan: "Lau Tayjin berkunjung mohon bertemu dengan
Ciangkun." lalu diserahkan sebuah kartu nama warna merah.
Mendengar Lau Tayjin seketika terbangun semangat Honglay-
mo-li dan Khing Ciau.
Agaknya Sin Gi-cik dapat meraba isi hati mereka, katanya:
"Bukan Lau Ki, tapi Lau-Ce-hu keponakan Lau Ki, entah ada
keperluan apa dia berkunjung kepadaku."
Hong-lay-mo-li tidak ingin asal usul dirinya diketahui orang,
maka bersama Khing Ciau dia menyingkir ke belakang pintu
angin, sementara Sin Gi-cik sudah suruh pengawalnya
menyilakan tamunya masuk.
Begitu melangkah masuk Lau Ce-hu segera menjura
kepada Sin Gi-cik, katanya: "Kan-heng, selamat, selamat!"
Sin Gi-cik melengak, tanyanya: "Selamat apa?"
"Pagi tadi kuterima berita dari markas besar, bahwa
jabatanmu sudah ditentukan secara resmi sebagai Seng-bulong,
bekerja demi kepentingan kemiliteran, maka aku diminta
kau lekas pergi menerima pengangkatan ini. Bukankah kau
sedang gelisah karena menunggu hal in" Kali ini bolehlah
hatimu lega."
"Apa aku hanya diharuskan menerima jabatan ini saja"
Tanpa ada perintah lainnya?"
"Memang jabatan Seng-bu-long terlalu merendahkan
derajat dan bakatmu. namun ketentuan ini diputuskan sendiri
oleh kemiliteran dengan mendapat restu dari Baginda,
pertanda bahwa namamupun sudah dikenal baik oleh sang
Junjungan."
"Aku tidak meributkan kedudukanku tinggi atau rendah,
umpama menjadi serdadu biasa juga aku rela, apa lagi
mengikuti jejak pamanmu, Cuma aku ingin tahu nasib dari
pasukan rakyat yang kubawa ini, bagaimana putusan pihak
keraton?" "Terus terang paman pernah mengajukan permohonan
untuk angkat kau sebagai panglima pelopor, demikian juga
pasukan rakyat itu secara resmi diangkat sebagai pasukan
pemerintah. Namun akhirnya diputuskan bahwa permohonan
paman ini dibatalkan. Malah ada kudengar pula mengenai
pasukan rakyat ini ada dua usul yang berlainan kini menunggu
putusan terakhir dari Baginda."
"Dua usul bagaimana?"
Perdana menteri Tan Khong-pek mengajukan usul supaya
baginda memberi hak kuasa kepada Loh-Ciangkun untuk
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membentuk pasukan besar dari laskar yang terpencar
dibeberapa tempat, demikian juga pasukan rakyatmu menjadi
sebagian dari jatah yang ditentukan. Usul kedua diajukan oleh
Gui Liang seng supaya komandan Kim-wi-kun Ong Tin
dimutasikan saja keluar untuk langsung memimpin pasukan
rakyat ini."
"Usul kedua ini se-kali2 tidak boleh dilaksanakan." kontan
Sin Gi-cik memberikan suaranya, "Kejahatan Ong Tin sebagai
pembantu Cin Kui dalam mencelakai Gak Hwi sudah menjadi
rahasia umum, jikalau dia berani menerima pengangkatan ini,
mungkin bisa terjadi pemberontakan dari dalam."
"Memang banyak pembesar yang tahu akan bahaya ini.
Maka usul Gui Liang-seng banyak mendapat tantangan, maka
sampai sekarang Baginda sendiri belum memberikan
keputusannya."
Sampai disini pembicaraan mereka Lau Ce-hu lantas mohon
diri, Maka Hong-lay-mo-li dan Khing Ciau keluar dari belakang
pintu angin, kata Khing Ciau: "Pasukan rakyat ini dibentuk
dengan jerih payah pamanku, jikalau jatuh ketangan Ong Tin,
beliau pasti takkan bisa meram dialam baka."
Sin Gi-cik menggebrak meja, serunya: "Sudah tentu tidak
boleh jatuh ke tangan Ong Tin, meski jiwaku harus berkorban,
aku akan menentangnya habis2an. Didalam tulisan pernyataan
terima kasih akan budi luhur pengangkatan diriku nanti, bukan
saja akan ku-tentang kehadiran Ong Tin didalam pasukan
rakyat, malah akan kubongkar kedok dan intrik para pembesar
korup dan pengkhianat itu."
"Sin-ciangkun," ujar Hong-lay-mo-li menghela napas,
"Keberanianmu memang patut dipuji, Meski kau pertaruhkan
jiwamu dengan protes tulisanmu itu, kukira sia2 belaka, toh
tulisanmu itu belum tentu bisa sampai ketangan sri baginda."
"Dari mana kau bisa tahu?" tanya Sin Gik-cik.
"Coba kau pikir, betapa jerih payah tulisan ayah Khing Ciau
yang dititipkan kepada Lau Ki untuk diserahkan kepada Sri
Baginda, bagaimana hasilnya sekarang?"
"Memangnya aku sedang heran akan persoalan ini. Ciau-te,
kau datang kemari apa kaupun mendapat undangan raja?"
"Di undang sih memang, tapi untuk menyerahkan jiwa
kepada para menteri dorna." lalu dia tuturkan pengalamannya
sehingga hampir saja dirinya menjadi korban secara konyol.
Lalu Hong-lay-mo-li ikut menjelaskan seluk beluk persoalan
sesungguhnya sesuai dengan hasil keterangan dari
mengompes tawanannya itu.
Sin Gi-cik geleng2 kepala dan menyatakan keputusasaanya.
Khing Ciapun bersedih akan nasib tulisan jerih payah
ayahnya yang bertahun2. maka diapun berdiam saja.
Hong-lay-mo-li sedang berpikir, sesaat kemudian berkata:
"Sin-ciangkun, bolehlah kau tulis pernyataanmu itu, boleh kau
tambahkan pula tentang karya tulisan Khing-lopek yang
tertahan di tangan para menteri dorna itu."
"Bukankah tadi kau katakan tulisanku itu akan sia2. belum
tentu bisa sampai ke tangan raja" Kalau benar Sri Baginda
tidak akan bisa menerimanya, buat apa aku menulis?"
"Biar aku sendiri yang mengantarnya keistana." kata Honglay-
mo-li. Sudah tentu Sin dan Khing amat terperanjat. Kata Sin Gicik:
"Kukira berbahaya" Jago2 pengawal didalam keraton tak
terhitung banyaknya, penjagaan amat ketat."
"Kau berani peraruhkan jiwa mengadu kelaliman para
menteri dorna itu, memangnya aku tidak setimpal pertaruhkan
jiwaku untuk mengantar surat itu" Bukan aku suka
mengagulkan diri, jago2 pengawal istana raja belum tentu
mampu merintangi dan menahan aku."
Sin Gi-cik cukup tahu akan kepandaian Hong-lay-mo-li,
katanya: "Baiklah, kalau tiada jalan lain, terpaksa coba2 saja.
Liu Lihiap jiwa luhurmu ini, sungguh patut di hargai, terimalah
hormatku!"
"Sama2 bagi kepentingan negara, toh bukan monopoli
urusanmu sendiri, buat apa banyak adat lekas-lah kau tulis!"
Dasar cerdik dan orang sekolahan lagi, bahan2pun sudah
tersedia lengkap, dibantu Khing Ciau yang me-ngudak tinta
dan menyiapkan kertas, cepat sekali Sin Gi-cik sudah tarikan
potlotnya menulis ribuan kata2.
Berkata Khing Ciau setelah Sin Gi-cik selesai menulis: "Kini
masih terdapat satu persoalan yang masih harus dipecahkan."
"Soal apa?" tanya Sin Gi-cik.
"Betapa luas lingkungan bangunan istana raja, gedungnya
ratusan banyaknya, Liu Lihiap sendiri belum tahu seluk beluk
jalanannya, belum tahu dimana sang Baginda menetap,
darimana dia bisa menemuinya?"
"Lau Ce-hu pernah diundang masuk ke daerah istana yang
terlarang, katanya di Cia-hoa-wan terdapat sebuah Cui-hamtong,
dibangun membelakangi gunung, didepannya
merupakan sebuah tebat teratai, diseke-lilingnya dibangun
gardu2 indah dan pepohonan yang teratur rapi, merupakan
suatu tempat tamasya yang sejuk dan permai.
Kini musim panas belum usai, tentunya Sri Baginda berada
Cui-ham-tong, Asal bisa menemukan Cui-ham-tong, tulisanku
mi pasti dapat di sampaikan kepada Baginda raja, umpama
tidak ketemu beliau, Sri baginda akan bisa membaca tulisan ini
pula-" Hong-lay-mo-li terima surat pengaduan itu serta berkata:
"Dengan adanya keteranganmu ini, lebih gampang untuk
menemukannya, Kini waktunya sudah mendesak biar segera
aku mempersiapkan diri." lalu dia menambahkan kepada Khing
Ciau: "Ciau-te, kalau kentongan kelima aku belum pulang, kau
tidak usah menungguku lagi, Besok boleh kau pergi ke Lionghap-
ga untuk menemui Tang-wan cianpwe. Tak usah kau
ceritakan hal ini, supaya urusan tidak terbengkelai."
Setelah segala keperluan disiapkan, segera Hong-lay-mo-li
pamitan. tatkala itu cuaca sudah mulai gelap, lingkungan
istana memang teramat luas. Hong-lay-mo-li mondar mandir
dulu diiuar istana menghabiskan waktu sambil memperhatikan
keadaan sekelilingnya, kira2 kentongan kedua dia sudah tiba
diluar bilangan Cia-hoa-wan, segera dia kembangkan Gin-kang
melompat keatas pagar tembok terus menyelinap masuk,
untung malam cukup gelap, laksana daon jatuh entengnya
gerak gerik Hong-lay-mo-li, para penjaga dan peronda tiada
satupun yang melihat jejaknya.
Tampak bangunan gedung ber-lapis2, bukit palsu gardu
pemandangan tersebar luas dimana2, letaknya amat strategis
dan membingungkan. Untuk menjaga jangan sampai jejaknya
konangan orang, Hong-lay-mo-li melesat naik kepucuk pohon,
dengan Ginkang tingkat tinggi, dari pucuk pohon yang satu
melenting kepucuk pohon yang lain, selincah kera seenteng
burung, begitulah dia maju terus untuk menemukan letak Cuiham-
tong. Setelah terbang beberapa puluh pucuk pohon, baru saja dia
merasakan akalnya yang bagus dan bermanfaat ini, tiba2
didengarnya orang dibawah berseru heran, sekonyong2
segulung angin tajam menerpa datang dari arah samping
menyerempet badannya, daon2 pohon sampai rontok
berhamburan. Kebetulan Hong-lay-mo-li hinggap diatas sebuah pucuk
pohon. segera dia hentikan gerakannya dan menyembunyikan
diri didalam gerombolan pohon sambil tahan napas.
Terdengar seseorang berkata dengan tertawa di-bawah:
"Siangwan-ciangkun, kau memang terlalu kuatir Mungkin
burung terbang saja."
"Tidak mungkin, tidak mirip bayangan burung." bantah
temannya. Mendengar pembicaraan mereka, Hong-lay-mo-li mandah
diam saja sembunyi didalam gerumbulan de-daonan yang
gelap tanpa bergerak.
Siangkwan-ciangkun yang dimaksud bernama Siangkwan
Hu-wi, berkata: "Hati2 lebih baik, biar kucoba gebah lagi
beberapa kali pukulan,"
"Wuh, Wut" beruntun dia lontarkan beberapa kali pukulan
Bik-khong-ciang, beberapa pohon disekeliling Hong-iay-mo-li
seperti terhembus angin badai bergetar dan patah dahan serta
rontok daon2nya.
Bercekat Hong-lay-mo-li melihat perbawa Bik-khong-ciang
orang ini, dengan cara memeriksa seperti ini, bila pukulannya
benar2 terlontar menuju ke'arah Hong-lay-mo-li, terang dia
takkan bisa menyembunyikan diri pula, Tengah Hong-lay-mo-li
cari akal dan belum berkeputusan tiba2 "Wik!" sesosok
bayangan melompat keluar dari pucuk disebelahnya menuju
kepucuk pohon yang lain, sekejap saja sudah lenyap ke-dalam
hutan rimbun. Seorang yang lain itu segera tertawa, katanya: "Kiranya
seekor kera yang sedang menggoda kita."
Siangkwan Hu-wi masih bersikap hati2 "Biasanya kera
dipiara digunung kera dibelakang sana, sekelilingnya dikurung
dengan kawat berduri, mana mungkin berada ditaman ini?"
ujar Siangkwan Hu-wi terus mengejar kearah lenyapnya
bayangan hitam tadi.
Temannya yang ditinggalkan lantas mengerutu: "Seperti
melihat setan saja, buat apa susah2?"
Pandangan Siangkwan Hu-wi memang amat lihay, namun
dia sendiri tidak berani menentukan bayangan itu pasti orang
bukan kera, Tapi Hong-lay-mo-li justru kaget benar, karena
dari tempatnya ini dia melihat jelas sekali bayangan itu
memang orang bukan kera, Ginkang orang itu terang lebih
tinggi dari dirinya, maka Siangkwan Hu-wipun kena dikelabui.
Disaat Hong-lay-mo-li mereka2 siapa gerangan bayangan
hitam ini, tiba2 didengarnya sebuah suara seperti bisikan
orang dipinggir telinganya: "Dari sini kearah barat setelah tiba
digardu ketiga, balik kearah timur, setelah melewati sebuah
bukit2an, belok lagi keutara, disana kau bisa menemukan
sebuah tebat teratai, disebrang tebat ini dibawah gunung, ada
sebuah bangunan gedung. nah itulah Cui-ham-tong."
Suasana sekelilingnya hening lelap, tiada tampak sesuatu
yang bergerak, terang orang itu dari kejauhan menggunakan
suara gelombang panjang memberi petunjuk kepada dirinya,
sungguh girang bukan main hati Hong-lay-mo-li, kaget pula
karena Lwekang orang begitu tinggi, mungkin Siau-go-kankun
dan Bu-lim-thian-kiaupun bukan bandingan orang ini.
Senang pula karena orang ini memberi petunjuk, maka dia
terang teman sehaluan, bukan musuh yang menyelundup keistana
raja, Namun diapun heran dibuatnya, darimana orang
tahu tujuan dirinya, apapun juga akhirnya dia menemukan
tebat teratai itu, daon teratai yang besar membundar ceplok2
tersebar luas, kembang teratai sedang mekar semerbak,
diam2 Hong-Iay-mo li takjup melihat pemandangan permai ini.
memang Sri Baginda bisa menikmati kehidupan foya2 laksana
didunia dewata.
Tiba2 didengarnya suara petikan rebab, waktu ia angkat
kepala memandang kesana, tampak pada sebuah balkon
diluar gedung Cui-ham-tong itu, duduk seorang laki2,
sekelilingnya dikitari pot2 kembang dari aneka ragam jenisnya.
Dua dayang sedang berdiri di-samping, satu diantaranya
sedang memeluk rebab. serta sedang menyetel suaranya
"Laki2 ini tentulah sang raja tua bangka itu, dalam suasana
seperti ini, masih ada hati dia ber-senang2" maka
terdengarlah petikan rebab itu mulai melagukan nyanyian2
yang pelan dan rawian, "Kenapa lagunya lagu sedih?"
demikian Hong-lay-mo-li membatin dalam hati.
Seorang dayang yang membawa kebutan dan kipas segera
berkata: "Hongsiang, siapakah yang membuat syair ini"
Ditempat seindah dan waktu senyaman ini, kenapa
membawakan lagu2 yang sentimentil, menusuk perasaan
saja." Ternyata laki2 ini memang raja Song Baginda Tio Kou,
katanya menghela napas: "Kau tak usah urus. Tim suruh kau
nyanyi, maka kau nyanyilah,"
Terpaksa kedua dayang itu teruskan permainan rebab dan
lagu2nya yang memilukan, seperti menyesali kehidupan ini,
seperti meratap akan nasib yang tidak sdil, dibawakan penuh
perasaan lagi sehingga Tio Kou tak sadar menyeka air
matanya dengan lengan baju, Hong-lay-mo-li ikut terhanyut
dalam buaian kepedihan, pikirnya:
"Disaat bangsa Kim siap menyerbu negerinya, serta
mendengar syair2 keruntuhan negeri dari ciptaan ayahnya ini,
dia masih terketuk hatinya dan merasa pilu serta kangen akan
kebesaran kerajaan yang lalu, agaknya raja ini memang belum
lalim. Kalau dia masih mempunyai hati yang suci, setelah
mendengar lagu ciptaan ayahnya ini, harus bangkit semangat
dan gairahnya untuk melawan penjajahan"
Nyanyian habis rebabpun berhenti, kebetulan datang
seorang Thaykam kecil mendekam di lantai melapor : "Malam
ini Baginda hendak istirahat diistana mana, atau mengundang
Kui-jin yang mana untuk tinggal di Cui-ham-tong saja, malam
telah larut, harap Baginda segera istirahat dan memberi
putusan." Tio Kou menghela napas, ujamya: Tim mana ada hati bersenang2"
Malam ini Tim tinggal di Cui-ham tong, siapapun
dilarang mengganggu ketenanganku. Kalianpun boleh
mundur, biar malam ini aku bisa tidur tenang." Thaykam itu
mengiakan terus mengundurkan diri.
"Suruh lekas siapkan dupa dan air teh, malam ini Tim tidur
dikamar buku saja, kalian boleh tidak usah melayani aku"
Kedua dayang segera mengiakan, "Sudah disiap-kan,
malam sudah larut, silakan Baginda istirahat saja,"
Kedua dayang itu segera membimbing Tio Kou masuk
kekamar bukunya, tak lama kemudian datang dua orang Taiwi
(jaga malam), mondar mandir meronda diluar Cui-hamtong
Hong-lay-mo-li membatin: "Seorang diri dia menginap di
Cui-ham-tong, kesempatan baik yang sukar didapat." segera
dia memotes dahan pohon dengan tenaga keras
melemparkannya kedalam lebat sehingga mengeluarkan suara
berisik dan air muncrat.
Kedua penjaga itu tajam pendengarannya, lekas mereka
memburu datang kearah tebat, namun mereka hanya tertawa.
katanya: "O, kiranya daon jatuh dihembus angin."
Disaat perhatian mereka terpencar, dengan Gin-kangnya
yang tinggi Hong-lay-mo-li sudah melesat terbang melampaui
tebat masuk kedalam Cui-ham-tong tanpa mengeluarkan
suara dan tak diketahui orang.
Dari kamar buku sinar api masih menyorot keluar, cepat
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekali Hong-lay-mo-li sudah menemukan tempat tinggal Tio
Kou, dengan bergelantung diatas payon dia mengintip
kedalam kamar Tampak Tio Kou tengah mondar mandir
dikamar bukunya sambil menggendong tangan. Agaknya
pikiran sedang kalut dan sering mengomel dan menggerutu,
apa yang diucapkannya kurang jelas.
Akhirnya dia menghampiri meja lalu menarik laci,
dikeluarkannya selembar kulit kambing, diatas kulit kambing
ini ada noktah2 darah, kembali mulutnya bicara seorang diri:
"Memangnya ini tulisan tangan engkohku, ai, sungguh tak
nyana dia meninggal begini mengenaskan." nadanya sedih
rawan, namun mimik mukanya sedikitpun tidak menampilkan
rasa duka, malah dari kedua alisnya lapat2 kelihatan rasa
senangnya. Ternyata engkoh Tio Kou adalah Song Khin-cong Tio Heng,
bersama ayahnya Song Hwi-cong Tio Kiat tertawan oleh
bangsa Kim, usia Song Hwi-cong Tio Kiat sudah tua, tak kuat
disiksa dan hidup menderita didalam bui, lima tahun kemudian
dia meninggal didalam penjara sebaliknya Tio Heng justru
terus bertahan sampai usia enam puluh tiga, jadi selama tiga
puluhan tahun dia hidup menderita didalam penjara.
Tatkala itu raja negeri Kim berada ditangan Wanyen Liang,
Wanyen Liang kejam dan culas, enam tahun sejak dia pegang
kekuasaan suatu hari tiba2 dia teringat akan raja Song yang
sudah disekap tiga puluhan tahun ini, timbul isengnya, segera
dia suruh kakek tua enam puluhan tahun bekas raja Song ini
masuk gelanggang pacuan kuda berlomba dengan Yalu Goanhi
raja dari negeri Liau yang tertawan pula, lalu Wanyen Liang
suruh anak buahnya pasang busur membidik kedua raja yang
sedang berlomba kuda ini, Song Khingcong dan Yalu Goan-hi
sama2 tembus terpanah dadanya, celaka adalah Song Khimcong
terjungkal roboh dari punggung kudanya, namun
Wanyen Liang justru melarang anak buahnya membereskan
dan mengebumikan jenazahnya, akhirnya mayatnya hancur
lebur terinjak2 kaki kuda dan luluh bersama lumpur sebagai
upacara penguburannya, Song Ko-cong mempunyai ciri
didalam hatinya.
Dia amat kuatir bila negeri Kim kerahkan pasukannya
mencaplok negerinya, namun diapun kuatir bila para
panglimanya berhasil melabrak habis musuh, serta membawa
pulang engkohnya, maka kedudukan raja-nya sekarang takkan
bisa dipertahankan lagi, maka pikir punya pikir jalan yang
paling tepat adalah berdamai dengan negeri Kim. sehingga
dirinya bisa hidup tentram di Kanglam, dulu dengan dua belas
medali emasnya, dia menarik balik pasukan Gak Hwi serta
mendengar hasutan Cin Kui membunuh Gak Hui adalah karena
ciri hatinya ini.
Kini engkohnya sudah meninggal cirinya itu tidak perlu
dikuatirkan lagi. Teringat betapa mengerikan kematian
engkohnya sesuai dari apa yang dia baca dari catatan dikulit
kambing ini, seketika berkobar amarahnya, maka bulat
keputusannya, serunya sambil menggebrak meja: "Penjajah
Kim terlalu menghina aku, hm, hm. agaknya aku harus unjuk
gigi melabrak mereka habis2an."
Sudah tentu bukan kepalang girang hati Hong-lay-mo-li
mendengar kata2nya ini, baru saja dia hendak masuk
menyampaikan tulisan Sin Gi-cik, Tiba2 didengarnya Tio Kou
bersuara heran, katanya pula: "Lho inikan bukan buku
laporan, kenapa diletakkan disini?" diantara tumbukan bukubuku
diatas mejanya dia mengambil sejilid buku tipis, waktu
dia baca judul bukunya seketika melengak, mulutnya
mengumam: "Hou-seng Khing Tiong Gi-su?" (buku
peninggalan menteri terasing Khing Tiong, siapakah Khng
Tiong ini" Kenapa aku tidak pernah tahu orang ini" Aneh,
buku peninggalannya kenapa bisa tercampur didalam buku2
laporan ini?"
Lekas Hong-lay-mo-li mengintip kedalam, dilihatnya Tio Kou
sedang memegangi buku catatan peninggalan ayah Khing Ciau
yang dulu pernah dibacanya itu. keruan hatinya senang bukan
main, pikirnya: "Biarlah dia membaca sekedarnya dulu, baru
aku masuk menyampaikan laporan Sin Gi-cik ini."
Dengan penuh perhatian Tio Kou membaca beberapa
halaman, mendadak dia berbangkit terus menguap dan
menggeliat ngantuk, buku kecil tipis itupun terjatuh kelantai,
Keruan Hong-lay-mo-li keheranan, tiba2 terasa dari dalam
kamar terendus bau wangi, kejut Hong-lay-mo-li bukan main,
"Blang" tiba2 didengarnya seseorang menerjang pintu terus
melangkah masuk seraya bergelak tawa. Orang yang
menerjang masuk kekamar buku ini bukan lain adalah padri
aaing bernama Cutilo yang pernah dilabraknya itu
Ternyata orang menggunakan obat hius yang wangi,
namun tidak beracun, Lwekang Hong-lay-mo-li amat tinggi,
obat bius biasa seperti ini takkan berhasil membuatnya
terjatuh pulas. Karena perhatiannya dia tumplek kepada gerak
gerik Tio Kou sehingga dia tidak perhatikan keadaan
sekelilingnya, kini Cutilo sudah berada didalam kamar.
Baginda raja sudah berada dicengkramannya maka Honglay-
mo-li tidak berani sembarangan bertindak.
Tampak Cutilo ter-loroh2 senang, katanya: "Raja brutal ini
kiranya suka iseng di Cui-ham-tong ini. Kalau mau
membunuhnya, segampang membalikan tanganku." sampai
disini dia mendekati Tio Kou serta menggoyang2 kepalanya,
namun Tio Kou sudah pulas tak sadarkan diri,
"Sayang majikan ada pesan, karena kau ini raja brutal,
maka tidak perlu dibunuh, Hm, biarlah kau hidup ber-foya2
beberapa tahun lagi." agaknya dia amat penasaran karena
harus mematuhi pesan majikannya tidak membunuh raja
negeri Song ini.
Kalau Cutilo tidak tahu tujuan majikannya, Hong-lay-mo-li
malah maklum bahwa musuh memang sengaja membiarkan
raja brutal ini bertahan hidup, karena dia toh tidak mempunyai
pambek dan tekanan untuk melawan serbuan pasukan Kim.
kalau dibunuh, ganti raja yang lain, kemungkinan raja baru ini
lebih pintar dan berpandangan jauh, kemungkinan tidak
menguntungkan bagi gerakan mereka.
Tapi Hong-lay-mo-li heran juga, bila musuh tidak ingin
membunuh Raja Song, apa pula tujuan mengutus Cutilo
meluruk ke istananya ini"
Lekas sekali pertanyaan hati Hong-lay-mo li sudah
terjawab, setelah melepaskan Tio Kou Cutilo kebetulan
berpaling kebawah dan dilihatnya buku kecil peninggalan
Khing Tiong yang terjatuh dilantai tadi, seketika dia terbahak2
senang. Kata Cutilo sambil tertawa senang: "Kukira untuk
mendapatkannya aku harus menggeledah seluruh isi istana ini,
tak kira bisa kutemukan tanpa membuang tenaga"
Baru sekarang Hong-lay-mo-li paham maksud kedatangan
Cutilo ternyata hendak mencari buku peninggalan Khing Tiong
ini, Dalam catatan buku peninggalan ini besar manfaatnya
membantu negeri Song untuk melawan serbuan pasukan Kim,
tak heran bila musuh lebih menghargai buku ini dari pada jiwa
raja negeri Song.
Cutilo segera melangkah maju serta membungkuk badan
hendak menjemput buku itu, Tak nyana belum lagi jarinya
menyentuh buku itu, tiba2 terasa angin tajam menerjang
datang, seketika urat nadi bagian pergelangan tangannya
tertusuk benang kebut Hong-lay-mo-li yang disambitkan dari
luar jendela. Dibawah landasan kekuatan Lwekang Hong lay-mo-li,
tusukan benang ini tidak kalah dengan tajamnya jarum baja,
meski tidak sampai terluka parah, namun kejut Cutilo bukan
kepalang, secara reflek segera dia tarik balik tangannya- Cepat
sekali Hong-lay-mo-li sudah menubruk masuk dari lobang
jendela. Melihat yang datang Hong-lay-mo-li gusar dan kaget Cutilo
bukan main, sambil mengerung segera dia menubruk kearah
Tio Kou, pikirnya hendak membekuk raja Song ini sebagai
sandera untuk meloloskan diri. Tak nyana gerak gerik Honglay-
mo-li lebih cekatan, sebat sekali tahu2 sudah mengadang
didepan Tio Kou, Sret kontan dia menusuk dengan
pedangnya. Dengan bertangan kosong sudah tentu Cutilo terdesak
kerepotan oleh rangsakan pedang Hong-lay-mo-li, beberapa
langkah saja. punggungnya sudah menempel tembok dan tak
mungkin mundur lagi. se-konyong2 terdengar suara gemuruh,
tembok dibelakang Cutilo tahu2 ambrol persis dengan bentuk
badan-nya, ahli tatahpun takkan bisa menjebol tembok
sedemikian rapi dan persis, kejap lain Cutilo sudah menerjang
keluar. Lekas Hong lay-mo-li jemput buku tipis, karya ayah Khing
Ciau itu, bersama laporan Sin Gicik dia taroh diatas mejaterus
mengejar keluar dari lobang tembok seraya berteriak:
"Ada pembunuh, ada pembunuh!"
Ginkang Cutilo jauh dibanding Hong-lay-mo-li, cepat sekali
dia sudah tersusul oleh Hong-lay mo-li. Keruan Cutilo jadi
gusar, dampratnya: "Kau budak ini kenapa selalu mencari
gara2 kepadaku?"
Hong-lay-mo-li balas mengejek dingin: "Bukankah kau
hendak membekuk aku" Kini biar aku yang meringkus kau".
Lekas Cutilo tanggalkan kasa merahnya terus di-sendal
menungkrup keatas kepala Hong-lay-mo-li, Hong-lay-mo-li
kembangkan permainan kebutnya menyampuk tungkrupan ini
kesamping, sementara pedangnya ditarikan laksana kitiran
terus mencecer bersama kebutnya.
Cutilopun mainkan kasanya sambil mengerahkan tenaga
murninya untuk menangkis dan me matahkan serangan
pedangnya, beberapa jurus telah berlalu tanpa ada ketentuan
siapa bakal menang dan kalah, Cutilo tiada minat bertahan
lama2, setelah mematahkan beberapa jurus serangan Honglay-
mo-li, suatu ketika dia putar badan terus lari.
"Lari kemana?" bentak Hong-lay-mo-li, laksana burung
kembali kesarangnya tahu2 badannya melejit keatas lewat
diatas kepala orang serta mengadang di-depannya, Ginkang
Hong-lay-mo-li memang jauh lebih unggul, kemanapun Cutilo
melarikan diri, selalu Hong-lay-mo-li mendahului mencegat
didepannya. Insaf takkan bisa lari Lagi, Cutilo jadi kalap dan gusar:
"Baik, biar aku adu jiwa dengan kau budak ini!" segera dia
menubruk balik, ilmu silat mereka mempunyai kehebatannya
masing2. Lwekang Cutilo memang lebih tinggi, namun bicara
soal variasi permainan silat terang Hong-lay-mo-li lebih
unggul, kalau pertempuran berlangsung lama, dengan Ginkangnya
yang tinggi bukan sulit Hong-lay-mo-li untuk
menguras habis tenaga lawan, kini Cutilo bertempur seperti
banteng ketaton dan nekad, terpaksa Hong-lay-mo-li harus
bertahan diri. Tak lama kemudian terdengarlah derap langkah berlari2
mendatangi suara orang berteriak" riuh dari berbagai penjuru
memburu datarig, para Wisu itu ber-teriak2: "Lekas tangkap
pembunuh!"
"Nah itulah pembunuhnya disini!" yang tiba lebih dulu
adalah Siangkwan Hu-wi yang tadi hampir menemukan jejak
Hong-lay-moli, Diam2 Hong-lay-mo-li senang dalam hati,
batinnya: "Lwekang orang ini tidak lemah, padri asing ini
takkan bisa lolos meski dia tumbuh sayap " Melihat dua orang
yang tidak dikenalnya sedang bertempur dengan sengit,
Siangkwan Hu-wi jadi tertegun namun cepat sekali dia sudah
memberikan aba2: "Tangkap kedua orang ini!" maklumlah
dengan "kedudukannya yang tinggi bertanggung jawab dalam
bilangan istana ini, tengah malam buta rata dan orang luar
masuk kemari peduli pembunuh atau bukan, terang
kesalahannya tidak kecil
Anak buahnya segera menyerbu bersama, ada yang
menyerang Cutilo, ada pula yang menyerang Hong lay-mo-li.
Keruan Hong-lay-mo-li amat gusar, serunya: "Kalian memang
gegabah, padri asing inilah pembunuh, aku ini malah hendak
meringkusnya."
"Peduli kau siapa, letakan senjata dan menyerah, kalau kau
bukan pembunuh, setelah persoalan dibikin terang, kulepas
kau pergi" demikian kata Siangkwan Hu-wi.
"Aku harus meletakan senjata" Berarti kau sengaja hendak
melepas pembunuh ini! Tanpa bantuanku, memangnya kalian
mampu membekuk pembunuh ini?"
Siangkwan Hu-wi amat angkuh, segera dia mendengus
gusar: "Bocah takabur, kau berani pandang rendah alat
negara, ingin aku tahu betapa tinggi kepandaianmu biar
kuringkus kau dulu. Lihat pukulan!"
Hong-lay-mo-li berkelit, katanya: "Seharusnya kau pantas
diajar adat kalau kulukai kau padri asing ini yang akan
memungut keuntungan."
Sudah tentu Siangkwan Hu-wi semakin marah, segera dia
lontarkan pula pukulannya, Hong-lay-mo-li ayun kebutnya
mematahkan pukulannya, sebat sekali tahu2 dia sudah
menyelinap diantara dua Wisu, baru saja dia hendak melabrak
kearah Cutilo, tahu2 beberapa Wisu sudah mengadang pula
didepannya. "Krak krak!" tiba2 terdengar tulang patah, ternyata dua
Wisu sudah dipuntir putus lehernya dengan Jiong-jiu-hoat
Cutilo, disusul kasa merahnya mengebut, dua bintara Kim-wikun
kena disengkelit jatuh, begitu keras jatuhnya sampai
kelenger, Cutilo segera menerjang keluar kepungan.
Hong lay-mo-li rada gugup, tanpa hiraukan segala
akibatnya. kebutnya dia ayun lebih kencang, beberapa Wisu
kena dikebutnya sampai tertutuk jatuh lemas. lekas sekali
diapun sudah mengejar kesana.
Tampak Siangkwan Hu-wi sedang bergebrak dengan Cutilo.
Kepandaian Siangkwan Hu-wi memang tidak lemah, melihat
Cutilo melukai dan membunuh anak buahnya, segera dia
menerjang maju merintangi perbuatan kejam orang lebih
jauh. Meski kepandaian Siangkwan Hu-wi tinggi, dibanding Cutilo
dia masih lebih asor, beruntun mereka beradu tiga kali
pukulan, telapak tangan Siangkwan Hu-wi sampai linu
kemeng, kena dikebut kasa lawan lagi, kontan dia terhuyung
beberapa langkah hampir saja roboh. Tak sempat melukai
orang Cutilo ambil langkah seribu pula.
Ginkang Hong-lay-mo-li lebih tinggi, kebetulan dia
menyusul tepat pada waktunya, pedang segera menusuk
kepunggung orang, insaf takkan bisa ungkulan adu lari. Cutilo
terpaksa membalik badan melabraknya.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cepat sekali Siangkwan Hu-wi sudah memburu tiba, Honglay-
mo-li segera menyambut dengan tertawa dingin:
"Sekarang sudah percaya kepadaku belum?"
Walau hati kurang senang, namun setelah dirugikan mau
tidak mau Siangkwan Hu-wi rada percaya akan ucapan Honglay-
mo-li Terpaksa dia berkata merendah: "Memang aku yang
salah paham, terima kasih akan bantuan Congsu (orang
gagah), Nanti kalau pembunuh ini ketangkap, pasti jasamu
kulaporkan kepada Baginda."
"Siapa kesudian terima hadiah rajamu, jangan cerewet
lekas gempur dia!"
Karena rasa sangsinya hilang, segera Siangkan Hu-wi
pimpin anak buahnya menggempur dengan sengit
Terkepung dalam lapisan tembok manusia, Cutilo
bertempur dengan gagah dan mati2an. semangat Hong-laymo-
li semakin berkobar, dengan sengit diapun tempur
lawannya. Tiga tokoh silat masing2 kerahkan segala
kemampuannya bertempur dengan seru, kapan anak buah
Siangkwan Hu-wi pernah saksikan pertempuran seperti ini,
tanpa terasa mereka menyurut mundur jauh terdesak oleh
gelombang badai dari kekuatan pukulan dan kebut serta kasa
yang saling samber dan simpang siur.
Terpaksa mereka mengepung diluar gelanggang, Hanya
empat orang pembantu Siangkwan Hu-wi yang berkepandaian
rada tinggi ikut terjun ketengah gelanggang mengeroyok
Cutilo. Untuk menghadapi Hong-lay-mo-li seorang saja Cutilo
sudah merasa berat, kini dibantu Siangkwan Hu-wi dan
keempat anak buahnya, sudah tentu keadaannya semakin
terdesak dan amat berbahaya "Sret" tiba2 tusukan pedang
meluncur, kasa Cutilo seketika berlobang oleh pedang Honglay-
mo-li, sudah tentu perbawanya semakin menurun, "Blang"
pukulan Siangkwan Hu-wi ikut mendarat dipundak orang,
untuk membalas rasa malunya tadi pukulan Siangkwan Hu-wi
amat keras, namun telapak tangan seketika melepuh besar
karena tertolak oleh ilmu pelindung badan Cutilo, hampir saja
tulang pundak Cutilo terpukul remuk, keruan sakitnya bukan
main. Lekas Hong-lay-mo-li susuli sekali tusukan lagi, untung
hanya menggores luka panjang dilengannya saja.
Dingin tengkuk Cutilo, batinnya: "Tak nyana ajalku akan
tamat disini baru saja dia kerahkan tenaga murni untuk
menggetar putus urat nadi sendiri untuk bunuh diri supaya
tidak tertawan musuh, tiba2 terdengar lengking sebuah suitan
panjang kumandang dari tempat jauh.
Begitu keras suitan ini sampai kuping orang pekak. Honglay-
mo-li terkejut "Siapa yang memiliki Lwekang setinggi ini?"
tengah dia mekreka2 dilihatnya Cutilo unjuk rasa kegirangan
segera dia menjawab dengan suitan panjang pula.
Seketika Hong-lay-mo li berteriak "Celaka, musuh
kedatangan bantuan tangguh! Lekas bunuh saja padri asing
ini!" Cutilo bergelak tawa, serunya: "Sekarang kalian masih ingin
membunuh aku" Kematian sudah diambang mata kalian!"
belum lenyap kata2nya, tampak dari dalam hutan sebelah
sana sesosok bayangan hitam menerjang keluar, ditengah
deru angin yang kencang, belum lagi orangnya tiba, senjata
rahasia sudah menyamber tiba lebih dulu.
Lekas Hong-lay-moli angkat pedang mengiris, terasa
pedangnya memapas sesuatu benda yang lunak2 keras,
keruan hatinya heran, setelah dia menegasi, ternyata itulah
sekuntum kembang mawar yang besar.
Siangkwan Hu-wi menghantam jatuh sekuntum mawar lain
yang menyamber kearahnya, kembang jatuh namun kelopak
kembangnya masih utuh seperti tidak pernah disentuh, pada
saat yang sama terdengar dua jeritan ngeri disebelah sana,
dua Wisu yang sedang mengerubut Cutilo tahu2 terjungkal
roboh, demikian pula dua temannya yang lain sama2 menjerit
kesakitan. Tak urung mencelos juga hati Hong-lay mo-li, insaf
Lwekang dan kepandaian pendatang ini lebih tinggi dari
dirinya. Kiranya pendatang ini menggunakan kepandaian ilmu
kembang terbang memetik daon untuk melukai orang.
Lwekang tingkat tinggi yang tiada taranya, kelopak
kembang atau daon pohonpun cukup disambitkan untuk
menyerang dan mengancam jiwa orang.
Cepat sekali bayangan hitam itu sudah menubruk tiba bagai
angin puyuh, Orang ini mengenakan cadar untuk menutupi
mukanya yang kelihatan hanya kedua biji matanya yang
bersinar terang.
Dua orang pembantu Siangkwan Hu-wi yang tidak terluka
segera memapak maju, orang itu tertawa dingin: "Kalian
berani turun tangan terhadapku?" masih dalam jarak
setombak "Ces, ees" dua kali jarinya menjentik, dua orang
yang memapak maju itu seketika terkulai roboh tanpa
bersuara. Terkesiap hati Hong-lay-mo-li, teriaknya: "Jadi kau inilah
orangnya yang semalam memalsu Bu-lim-thian-kiau!" ternyata
ilmu menjentik jari membunuh kedua orang ini, bukan lain
kepandaian menutup hiat-to menggetar pecah urat nadi
dengan Lo-khi untuk membunuh Ko-gwat siansu itu. Lwekang
orang memang tidak lebih rendah dari Bulim-thian-kiau.
Orang itu tertawa dingin pula, katanya: "Genduk ayu. tajam
benar matamu." tahu2 jarinya tertuding menjojoh kearah
Hong-lay-mo-li. Dimana Hong-lay-mo-li ayun kebutnya, tenaga
jari lawan seketika dikebutnya hilang, namun sisa tenaga
orang masih menyerempet sedikit mukanya, rasanya dingin
dan linu. Keruan Hong-lay-mo-li gusar, "Sret" kontan pedangnya
balas menusuk, namun orang itu sudah menarik tangannya,
berbareng badannya berputar menghadapi Siangkwan Hu-wi,
kembali jarinya menjojoh, Siangkwan Hu-wi kerahkan setaker
tenaganya pada telapak tangan terus memukul, "plok"
seketika telapak tangannya pecah berdarah.
Dengan pukulan telapak besi secara kekerasan dia berani
menahan tenaga jari orang, hanya terluka saja, terhitung
nasibnya masih untung, Sebat sekali seperti langkahnya
limbung tahu2 Hong-lay-mo-li sudah menyelinap kedepan
mengadang dide-pan Siangkwan Hu-wi, siap untuk
menghadapi serangan lawan.
Orang berkedok ini kebaskan lengan bajunya yang longgar,
lekas Hong-lay-mo-li mainkan pedangnya, dengan sejurus
Hian-niau-hoat-soa (burung camar meng-garis pasir)
pedangnya menggaris miring, dengan kelunakan yang
membawa kekerasan, didalam satu jurus sekaligus dia
menyerang tiga tempat penting dibadan musuh.
Ternyata orang berkedok tidak berkelit, sambil berseru
memuji. lengan bajunya tetap dikebaskan, maka terdengar
suara nyaring seperti beradunya senjata keras, pedang Honglay-
mo-li berhasil memapas lengan baju lawan, namun
rasanya seperti membentur senjata keras, meski tidak gentar,
namun Hong-lay-mo-li kaget dan heran dibuatnya.
Tanpa ayal lekas dia kembangkan kombinasi permainan
kabut dan pedang yang dahsyat kebut kadang2 kaku lempang
peranti menutuk hiat-to seperti potlot baja, menyerang dari
sayap kanan kiri.
Lengan baju orang itu dilarikan naik turun mengeluarkan
deru angin yang bergelombang, semua rangsakan kebut dan
pedang Hong-lay-mo-li kena di-sampuk balik seluruhnya
Dalam sekejap saja tiga puluh enam jurus permainan
kombinasi ilmunya sudah dilontarkan seluruhnya, namun
orang berkedok itu mainkan lengan bajunya dengan gencar
pula, dalam sekejap itu diapun sudah lancarkan tiga puluh
enam jurus permainannya, sehingga seluruh tipu2 Hong-laymo-
li kandas ditengah jalan.
"Genduk ayu memang hebat," demikian puji orang
berkedok, "Tak heran Siau-go-kan-kun dan Bu-lim-thian-kiau
sama ter-gila2 kepadamu!"
Hong-lay-mo-li memang menyamar jadi laki2, tidak menjadi
soal penyamarannya di ketahui lawan, lebih mengejutkan
bahwa asal usulnyapun sudah diketahui musuh, tahu pula
pertikaian Steu-go-kan-kun dan Bu-lim-thiasvkiau lantaran
dirinya, keruan Hong-lay-mo-li tambah kaget.
Baru sekarang pula disadarinya bahwa orang berkedok
inilah yang mengadu domba sehingga terjadi pertikaian salah
paham itu, keruan semakin sengit hatinya, meski tahu dirinya
bukan tandingan lawan, sekuat tenaga dia gempur musuh
mati2-an. "Creng" tiba2 orang itu ulurkan jari tengahnya
menjentik pedang Hong-lay-mo-ll, sementara telapak tangan
menabas, jari menutuk, hebat luar biasa, setelah
rangsakannya kandas berbalik Hong lay-mo-li terdesak
mundur dibawah angin.
Bagian 22 Disebelah sana Cutilo berteriak: "jangan perempuan ini
dilukai lebih baik kalau menawannya hidup2."
Orang berkedok itu gelak2, ujarnya: "Sia-jit Hoat-ong, kau
ini orang beribadat, memangnya kaupun kepincut oleh genduk
ayu ini?" Gusar bukan kepalang Hong-lay-mo-li dibuatnya, dengan
langkah membalik badannya menggelincir sebat sekali, kebut
terayun, seketika puluhan benang kebutnya serempak dia
timpukan kearah Cutilo.
Tatkala itu Cutilo masih bergebrak melawan Siangkwan Huwi,
setelah dirinya terluka, namun masih sedikit unggul,
betapa hebat timpukan senjata rahasia benang kebut Honglay-
mo-li ini, kebetulan dia berada disamping si orang
berkedok, meski orang tersebut mengebaskan lengan bajunya
sehingga enam tujuh bagian benang kebut Hong-lay-mo-li
dipukul rontok, namun masih puluhan batang tetap tetap
menyamber ke depan, Cutilo kerahkan Hou-deh-sin-kang
melindungi badah, namun setelah terluka, Lwe-kangnya jauh
berkurang, benang2 kebut yang melesat kearah dada dan
perutnya tiada satupun yang dapat melukainya, namun ada
tiga utas benang kebut itu yang kebetulan menusuk belakang
batok kepalanya, tempat dimana tenaga Hou-deh-sin-kang
tidak mampu dikerahkan, maka tusukan benang yang tidak
kalah tajamnya dari jarum ini seketika membuat kepalanya
kesakitan luar biasa.
Lekas Siangkwan Hu-wi meng-gempur dengan pukulan
tangannya, "Blang" kontan badannya terpukul jatuh
terjengkang. Tapi karena harus menyerang Cutilo Hong-Iay-mo-li lupa
bantu melindungi Siangkwan Hu-wi, sebat sekali orang
berkedok membalikan jarinya menutuk dengan ilmunya yang
khas dari kejauhan. disaat Siangkwan Hu-wi kegirangan dapat
merobohkan musuh tangguh, tiba2 dadanya seperti ditusuk
pedang, sakitnya sampai ketulang sungsum. kontan mulutnya
menjerit keras, diapun roboh celentang.
Lekas anak buahnya memburu maju memapakinya
menyingkir untung Hong-lay-mo-li sempat menubruk maju
merintangi maka mereka kembali saling gebrak dengan sengit.
Meski terluka cukup parah, Siangkwan Hu-wi masih tidak
lupa akan tanggung jawabnya, mulutnya masih berkaok2
menambah semangat anak buahnya: "Tangkap pembunuh
itu!" Cutilo mencelat bangun seraya berteriak: "Siapa berani
tangkap aku?" -
"Blang! Bluk" dua orang yang berada didekatnya dia lempar
setombak lebih, Dianta-ra gerombolan para Wisu segera
tampil seseorang seraya membentak gusar: "Anjing asing
berani takabur, biar aku meringkusmu!" orang ini adalah
teman Siangkwan Hu-wi yang mengudak bayangan Hong-laymo-
li tadi, namanya Han Jong-san, kepandaiannya hanya
sedikit rendah dari Siangkwan Hu-wi.
Senjata Han Jong-san adalah cambuk panjang setombak
dua kaki, ditengah gulungan cambuknya yang menderu dan
melingkar2 ditengah udara terus menyapu kearah Cutilo.
Luka2 Cutilo cukup berat, maka gerak geriknya sudah tidak
selincah tadi, maka dia gunakan Kim-kiong-jiu hendak
merebut cambuk Han Jong-san, Kim-liong-jiu adalah
kepandaian tingkat tinggi, sayang setelah dirinya luka2,
Lwekangnya sudah banyak terkuras lagi, maka
permainannyapun tidak begitu hebat lagi, malah cambuk Han
Jong-san bergerak selincah ular naga-
"Ser, ser, ser" Tar, beruntun berapa kali lecutan, badan
Cutilo dihiasi beberapa jalur luka2 kena cambukan lagi.
Orang berkelok itu segera berkata: "Sia-jit Hoat-ong, boleh
kau pulang dulu. Biar kubantu kau labrak para kurcaci ini."
sebelah tangan menghadapi Hong-lay-mo-li, tangan yang
sebelah segera menepuk kesana, jaraknya ada beberapa
tombak, namun Bik-khong-ciang pukulannya telak sekali
mengenai Han Joag-san. kontan mulutnya menyemburkan
darah dan badanpun terbungkuk2, kiranya tulang rusuknya
terpukul patah luka parah. Maka dengan rintangan yang tidak
berarti ini lekas sekali Cutilo sudah berhasil meloloskan diri.
Orang berkedok itu tertawa pongah, katanya: "Istana
terlarang apa segala, dalam pandanganku tidak lebih seperti
jalan raya belaka, Meski ada laksaan pasukan disini
memangnya bisa berbuat apa terhadapku?" suaranya bagai
guntur, sementara pukulannya laksana halilintar, beruntun dia
pukul masing2 ketimur utara selatan dan barat satu kali,
pukulannya bagai gugur gunung bergulung2, para Wisu yang
mengepung diseke-lilingnya seketika ter-cerai berai"
Celaka yang berkepandaian rendah, ada yang muntah
darah, patah kaki tangannya ada pula yang semaput, kecuali
Hong-lay-mo-li, sekeliling gelanggang tiada seorang lagi yang
bisa berdiri tegak.
Hong-lay-mo-li gusar bukan main, dengan pertaruhkan jiwa
dia menyerang dengan gencar. Orang berkedok itu tiba2
menghela napas, ujarnya: "Sayang, sayang! Kau gadis
secantik ini. memiliki kepandaian silat setinggi ini pula,
sungguh sukar dicari keduanya, sebetulnya aku tidak ingin
melukai kau. namun tidak mudah menawan kau, kalau
membiarkan kau kelak bakal jadi bibit bencanaku, apa boleh
buat terpaksa kau harus berkorban ditanganku" pukulannya
dipergencar, setiap serangannya merupakan tipu2 ganas,
tertekan oteh tenaga pukulan lawan yang dahsyat serasa
dldin-ding batu besar dada Hong-lay-mo-li, bernapaspun
sesak, lama kelamaan permainan kebut dan pedangnya jadi
sukar dia kembangkan, ada hati melawan mati2an, namun
tenaga seperti sudah habis.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Disaat Hong-lay-mo-li kertak gigi dan siap melontarkan
permainan nekad untuk gugur bersama, tiba2 didengarnya
suara ting ting, datangnya laksana hujan badai yang melandai.
agaknya orang berkedok ini rada tercengang lekas dia baliki
telapak tangannya untuk melindungi badan, tidak berani
merangsak Hong-lay-mo-li lebih lanjut.
Cepat sekali tiba2 tampak seorang berkedok yang lain
sudah muncul dari dalam hutan, orang ini berjalan tertatih
dengan sebatang tongkat besi, agaknya kaki kanannya tidak
leluasa bergerak, hanya kaki kirinya saja yang menyentuh
tanah, tangan kanan berpegang tongkat besi, begitu tongkat
besi menutul bumi orangnya lantas lompat setombak Iebih,
gerak geriknya lebih lincah dari lompatan dua kaki tokoh silat
tinggi yang manapun.
Begitu muncul dalam sekejap mata, tahu2 sudah tiba
ditengah gelanggang, begitu tongkat besi membentur bumi
badan sedikit terbungkuk kedepan.
Tahu2 sebelah tangannya sudah memukul dengan telapak
tangan Lekas orang berkedok angkat kedua telapak
tangannya. begitu tenaga pukulan kedua pihak be-radu,
seketika mengeluarkan bunyi ledakkan sedahsyat geledek.
"Blum, blum, blum" setelah suara pukulan yang beradu
seperti guntur berbunyi ini, orang berkedok yang datang
duluan itu tergeliat lalu sempoyongan mundur tiga tapak.
mulutnya berteriak kaget: "Kau, kau, kiranya kau" Kau muncul
kembali?" suaranya gemetar seperti ketakutan.
Orang berkedok yang belakangan berkata dingin: "Kau
sudah tahu siapa aku, masih ingin bergebrak lagi?" begitu
orang ini bersuara Hong-lay-mo-li lantas tahu orang inilah
yang tadi memberi petunjuk dirinya dengan suara gelombang
panjang, keruan kejut dan girang hatinya.
Orang berkedok yang duluan tadi menghela napas.
ujarnya: "Ternyata benar kau, tiada tempat berpijak lagi
bagiku di Kanglam!" cepat2 dia putar badan lari masuk hutan.
Kini Hong-lay-mo-li sudah mengatur pernapasannya. baru
saja dia hendak mengejar, ting, tiba2 orang berkedok
bertongkat itu sudah berdiri didepannya, sepasang matanya
yang berkilat tajam tengah mengamati dirinya lekat2.
Hong-lay-mo-li tidak mengira orang berkedok bertongkat ini
malah merintangi dirinya, belum sempat dia buka suara, orang
sudah tanya lebih dulu: "Kau laki atau perempuan?"
Pertanyaan ini amat mendadak dan diluar dugaan, dalam
sesingkat ini Hong-lay-mo-li masih bingung jadi tak sempat
menjawab Disaat dia ragu2 dan bingung, orang berkedok ini
sudah tidak menunggu jawabannya.
Dimana tongkatnya menutul bumi, bayangannya sudah
melejit kearah hutan, tiba2 dia berpaling mengawasi Hong-laymo-
li pula sejenak. lalu menghela napas. ujarnya: "Bodhi
bukan pohon, cermin bukan alat, Untuk menyelesaikan jodoh
dan karma, tidak harus menghadapi rintangan!"
Bergetar hati Hong-lay-mo-li mendengar kata2 mutiara dari
ajaran Hud, seketika mulutnya berteriak tertahan "Siapa kau?"
namun orang itu sudah lenyap kedalam hutan, Lekas Honglay-
mo-li mengejarnya.
Biasanya Hong-lay-mo-li amat bangga akan Gin-kangnya,
namun malam ini sungguh dia harus tunduk lahir batin, orang
berkedok hanya menggunakan tongkat untuk berjalan namun
Hong-lay-mo-li tak berhasil mengejarnya meski kerahkan
seluruh kepandaiannya sekejap saja sudah kehilangan jejak
orang berkedok itu. . .
Hatinya jadi hambar, batinnya: "Siapakah dia" Siapa dia"
Kenapa kepalanya sudah berambut?" ternyata setelah
mendengar sabda orang tadi, dalam hati timbul rasa
curiganya. Teringat akan cerita Jilian Ceng-sia mengenai
Hwesio tua itu, Dia curiga bahwa orang berkedok ini adalah
Hwesio tua itu. Katanya Hwesio tua itu cacat kakinya. kini
orang ini bertongkat pula, malah tongkatnya adalah tongkat
Hwesio. Dan lagi orang berkedok yang duluan tadi bilang dia sudah
muncul kembali, itu berarti sudah lama dia mengasingkan diri,
orang banyak sudah sangka dia mati, akhirnya keluar kandang
pula, berarti hidup kembali untuk kedua kalinya, maka
dikatakan muncul kembali
Satu sama lain cocok benar dengan keadaan Hwesio tua
itu, Bedanya cuma orang berkedok punya rambut sudah
tumbuh. bukan mustahil bila sebelum ini dia memang seorang
Hwesio. Begitulah dengan perasaan kecewa Hong-lay-mo-li lantas
pulang kekediaman Sin Gi-cik. Waktu itu sudah mendekati
kentongan kelima, sinar api dalam kamar buku Sin Gl-eik
masih terang benderang, ternyata bersama Khing Ciau
semalam suntuk mereka tidak tidur menunggu dirinya pulang,
Secara diam2 Hong-lay-mo-li lompat turun dari atap rumah,
Sin Gi-cik dan Khing Ciau sedang membuat syair dan
senandung, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah berada didalam
kamar, keruan Khing dan Sin berjingkrak girang, serunya:
"Liu Li-hiap. kau sudah pulang" Eh, kau, kau, kenapa?"
ternyata pakaian Hong-Iay-mo-li berlepotan darah, keruan
mereka kaget. Hong-lay-mo-li tertawa, ujarsrya: "Aku tidak terluka, malah
kubawa kabar baik bagi kalian."
"Kabar baik apa?"
"Buku peninggalan ayahmu sudah dibaca oleh baginda raja.
Pengaduan Sin-ciangkun sudah kuIetakan diatas mejanya,
tentunya sekarang sudah dibacanya." lalu secara ringkas dia
tuturkan pengalamannya. Kaget dan senang pula Sin dan
Khing dibuatnya.
Selesai bercerita haripun sudah terang tanah. Hong-lay-moli
harus menepati janji pertemuan dengan Tang-hay-liong
bersama Kaypang Pangcu, Segera dia pamitan kepada Sin Gicik,
bersama Khing Ciau langsung mereka menuju ke Liokhap-
ga Hari masih pagi, jarang orang keluar pintu, maka dengan
leluasa mereka kembangkan Ginkang, belum satu jam mereka
sudah tiba di Liok-hap-ga yang terletak dibukit Gwat-lun-san.
Menara besar ini berdiri dengan megahnya, deburan ombak
bergulung2 dibawah sana. keadaan sunyi lengang, tiada
tampak bayangan orang.
Hong-lay-mo-li heran, pikirnya: "Waktu yang dijanjikan
sudah tiba, kenapa mereka belum kelihatan?"
Tiba2 dilihatnya dari dalam menara melangkah keluar
seorang laki2, berusia tigapuluhan, pakaiannya dicuci bersih
namun banyak tambalannya, begitu keluar lantas menyapa:
"Siapakah yang bernama Khing-kong-cu?"
"Ya, Siaute adalah Khing Ciau." melihat pakaian dan
pertanyaan orang Khing Ciau mengira orang adalah murid
Kaypang, maka dia tidak menyembunyikan nama dirinya.
Laki2 itu berkata: "Jadi yang ini tentu Liu Lihiap adanya?"
Terasa oleh Hong-lay-mo-li pernah melihat orang ini cuma
entah dimana sudah lupa, Khing Ciau sudah bicara blak2an,
maka diapun langsung bertanya: "Siapa kau, darimana tahu
akan diri kami?"
"Aku murid Kaypang, diutus Pangcu untuk menunggu kalian
disini." "Mana Pangcu kalian dan Tang-hay-cianpwe?"
"Mereka ada urusan, mungkin datang terlambat. Silakan
kalian ikut aku naik kepuncak menara, disamping bisa melihat
keadaan sekitarnya, sekaligus supaya tidak diperhatikan orang
lain." Khing Ciau tertawa, ujarnya: "Kerjamu cukup teliti juga."
baru saja dia hendak beranjak kedalam, Hong-lay-mo-li tiba2
menariknya, tanyanya kepada laki2 itu: "Karena urusan apa,
kenapa Pangcu kalian tidak datang tepat pada waktunya?"
"Agaknya Liu Lihiap curiga" Memang tidak bisa salahkan
kau, aku ini belum dikenal, pantas kalau Liu Lihiap harus
bertanya dulu supaya terang, Untung aku disini ada tanda
kepercayaan" lalu dikeluarkan sebuah bundaran baja yang
kemilau. "Bukankah ini gelang baja Sat-si-sam-hiong?" tanya Honglay-
mo-li, "Bagaimana bisa berada ditangan-mu, kenapa pula
kau katakan tanda kepercayaan?"
Laki2 itu kalem saja, sahutnya: "Semaiam Sat-si sam-hiong
datang kemarkas pusat kita, ketiganya Iuka2 parah, kini
Pangcu dan Tangwan-cianpwe sedang berusaha mengobati
luka2 mereka. maka sampai sekarang belum tiba"
"Wah," teriak Khing Ciau kaget, "cara bagaimana ketiga
saudara ini terluka?"
"Kemaren mereka membuat onar diistana Gui Liang-seng,
karena terkepung mereka jadi kewalahan, akhirnya berhasil
menjebol keluar, beruntung juga mereka bisa bertahan
hidup." "Sat-si-sam-hiong memang berdarah panas, berangasan
dan ceroboh lagi, Bun Tayhiap sudah pernah memberi
nasehat, namun mereka tidak bisa tahan sabar." ujar Khing
Ciau, ia sudah percaya akan obrolan laki2 ini.
"Sat-si-sam-hiong sudah ceritakan hubungan mereka
dengan Liu Lihiap kepada Pang-cu, Pangcu harus tolong
mereka, maka suruh Tecu kemari lebih dulu, Kuatir kalian
curiga maka pangcu pinjam gelang baja ini sebagai tanda
kepercayaan-"
Mau tak mau Hong-lay-mo-li hampir termakan juga oleh
cerita yang masuk akal ini.
Berkata laki2 itu lebih lanjut: "Tempat tamasya seperti ini,
sering dikunjungi orang, kalau menunggu disini, kukira kurang
leluasa. Silakan kalian masuk saja."
Baru saja Hong-lay-mo-li mau angkat langkah, tiba2 ujung
matanya seperti melihat sebuah bayangan berkelebat di
jendela tingkat keenam diatas menara sana, Betapa cerdik
Hong-lay-mo-li, lekas dia mencegah Khing Ciau: "Tunggu
sebentar!"
Laki2 itu segera berkata: "Masih ada omongan apa bolehlah
Liu lihiap bicarakan didalam saja."
"Berapa orang kalian yang datang kemari?" tiba2 Hong-laymo-
li bertanya. Laki2 jitu melengak, sahutnya: "Masih ada seorang Suteku.
dia berjaga dan mengawasi keadaan sekitar sini dari tingkat
keenam." "Masakah hanya seorang saja?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Didalam masih ada seorang Hwesio yang bertugas
menyapu lantai, dia orang sudah menerima uang sogokku,
tentunya tidak akan merintangi kita. Mungkin karena isengnya
maka diapun naik keatas ikuit melihat pemandangan alam
disekitarnya. Nanti boleh kita singkirkan dia kebawah."
"Agaknya tidak benar, dua orang yang kulihat ditingkat
keenam sama2 berambut." bahwasanya yang terlihat Honglay-
mo-li hanya seorang, sengaja dia katakan dua untuk
memancing keterangan dan asal usul laki2 ini.
Laki2 itu mengerut kening, katanya kemudian, dengan
bergelak tawa: "Mungkin pandangan Liu Lihiap yang kabur?"
soalnya tingkat keenam itu tingginya ada puluhan tombak,
dari tempat sedemikian tinggi dia yakin Hong-lay-mo-li tidak
akan bisa membedakan secara jelas orang diatas apakah
benar berambut, maka dengan geram dia mendebat
keterangan Hong-lay-mo-li.
Namun alasan yang dia kemukakan memang masuk akal,
tak nyana memangnya Hong-lay-mo-ii hanya menjajal saja,
dari mimik wayah orang dia sudah merasakan gejala2 yang
tidak benar, Mendadak sikap Hong-lay-mo-li jadi dingin,
tanyanya: "Siapakah kau sebenarnya?"
Laki2 itu kaget, katanya tertawa dipaksakan:
"Liu Lihiap terlalu curiga, Kalau aku bukan murid Kaypang
mana bisa tahu janji pertemuan kalian dengan Pangcu kami?"
"Kukira kau ini barang palsu melulu!" ejek Hong-lay-mo-li
dingin, ternyata sekarang dia sudah ingat laki2 ini adalah salah
satu orang yang naik perahu pesiar ditelaga Thay-ouw waktu
mereka lewat dibendungan putih itu.
"Sebagai pejabat pemerintah yang berkedudukan lumayan
tinggi. kau rela menyaru jadi murid Kay-pang, bukankah
merendahkan derajadmu" Nah, apa tujuanmu, lekas katakan
saja!" karena asal usul dirinya ditelanjangi, laki2 itu turun
tangan lebih dulu. belum habis kata2 Hong-lay-mo-Ii, dia
sudah timpukan gelang baja ditangannya.
Betapa tangkas dan cekatan gerak gerik Hong-lay-mo-li,
masakah begitu mudah kecundang, "Tang" lekas sekali Honglay-
mo-li sudah lolos pedang menangkis dan menyampuk
gelang baja itu kesamping.
Dia mundur berkelit dan melolos pedang menangkis lagi,
dilakukan dalam waktu yang bersamaan betapa cepat
gerakannya sungguh amat mengagumkan.
Keruan laki2 itu kaget batinnya: "Tak heran guru pesan
wanti2 supaya aku menggunakan akal tidak menggunakan
kekerasan. Malah harus bergabung dengan para Sute baru
boleh membekuknya dengan muslihat."
Hong-lay-mo-li rada kaget juga waktu menyampuk gelang
baja tadi, lengannya sedikit kemeng, Dapatlah diketahui
bahwa Lwekang orang tidak terlalu jauh jaraknya dengan
dirinya, yang terang lebih tinggi dari Sat-si-sam-hiong.
Hong-lay-mo-li tidak berani pandang enteng lawan. Segera
pedang dan kebut ditarikan bersama melontarkan serangan
terbuka secara gencar, sementara laki2 itupun sudah
keluarkan sepasang Boan-koan-pit, setiap ayunan kedua
potlotnya sayup2 seperti kedengaran bunyi guntur, ternyata
orang mampu menjebol kepungan libatan kebutnya, dengan
sejurus Li-kui-king-sin (tangis setan mengejutkan malaikat),
kedua potlotnya ditarik melintang, beruntun mengincar empat
Hiat-to ditubuh Hong-lay-mo-li dengan tutukan hebat
Dengan sejurus Heng-hun-toan-hong pedang Hong-lay-mo-
Ii, tuntun kedua potlot lawan kesamping, sementara kebutnya
menyapu kepala lawan lekas dengan jembatan besi orang itu
berkelit, kedua kakinya seperti terpaku dibumi sementara
punggungnya tertekuk kebelakang, potlot menahan pedang,
namun baju di-depan dadanya toh tersapu hancur oleh kebut
Hong-lay-mo-li, untung tidak sampai terluka.
Kalau laki2 itu pecah nyalinya, Hong-lay-mo-lipun kaget
dibuatnya. Kaget karena jurus serangan setan nangis malaikat
terkejut dari sepasang potlot lawan ini adalah ilmu
kebanggaan dari Keng-sin-ci-hoat Liu Goan-ka, namun kalau
Liu Goan-ka menutuk Hiat-to dengan jari, orang ini
menggunakan Potlot baja.
Belum lagi Hong-lay-mo-li sempat bertanya asal usul orang,
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari atas menara beruntun sudah melesat beberapa batang
senjata rahasia, cukup kebutnya bekerja Hong-lay-mo-li sudah
bikin senjata rahasia itu rontok berjatuhan Khing Ciau-pun
putar pedang melindungi badan, pedangnya senjata mestika
maka panah2 yang menyamber itu dia bikin kutung seluruhnya,
tiada satupun yang mengenai dirinya.
Karena Hong-lay-mo-li harus ber-jaga2 dari serangan
senjata rahasia, baru laki2 itu mendapat peluang untuk
menyelamatkan diri dari rangsakan mematikan.
Hong-lay-mo-li cepat sekali dia sudah berdiri tegak serta
mainkan pula sepasang potlotnya lebih hebat, dengan sengit
dia serang menyerang dengan Hong-lay-mo-li. Akan tetapi
Hong-lay-mo-li lebih banyak menyerang daripada diserang.
Baru saja Khing Ciau hendak maju membantu, dari dalam
menara sudah berduyun2 keluar beberapa orang.
"Sret" kontan Khing Ciau menusuk dengan pedang, dari
depan melayang datang sebuah Lian-cu-tui, kedua gaman
saling bentrok "Tang" kembang api muncrat.
Baru saja Khing Ciau hendak memuntir pedangnya
memapas kutung rantai bandulan lawan, tahu2 sebatang
pedang dan golok menyerang dari kanan kiri.
Permainan pedang Hong-lay-mo-li bagai angin puyuh, yang
diincar tenggorokan laki2. kehilangan bantuan bidikan panah,
orang2 yang menyerbu keluar dalam sesingkat ini belum lagi
tiba, terpaksa dia menyurut ber-ulang2 dicecar serangan
Hong-lay-mo-li yang gencar dan hebat, "sret" tahu2 pedang
Hong-lay-mo-li menusuk dari arah yang tak terduga, meski si
laki2 berkelit dengan cepat tak urung pundaknya sudah
tertusuk luka. Terhindar dari tusukan tenggorokannya, laki itu bersorak
syukur, lekas berteriak "Bentuk Chit-sat-tin!" Hong-lay-mo-li
tidak sempat merangsak lebih jauh, kebutnya berputar balik,
kebetulan dia tolong Khing Ciau dari serangan golok dan
pedang, seketika terdengar suara benturan keras, sebat sekali
Khing Ciau gunakan peluang ini melompat mundur dari
kepungan dan bergabung dengan Hong-lay-mo-li.
"lkutilah langkahku, mainkan pedang lindungi badan, tidak
usah menyerang!" demikian Hong-lay-mo-li memberi petunjuk
kepada Khing Ciau.
Yang menerjang keluar dari dalam menara ada enam
orang, jadi seluruhnya berjumlah tujuh dengan laki2 yang
duluan itu, dalam sekejap mata mereka sudah berdiri pada
posisi masing2 menurut kedudukan Pat-kwa. Tujuh orang
masing2 menggunakan senjata yang berlainan, golok. tombak,
ruyung, pedang, gembolan, potlot dan gantolan, tujuh macam
senjata serempak merabu dari tujuh jurusan, Hong-lay-mo-li
tarikan kebutnya berputar naik turun melindungi seluruh
badan, sementara pedang dengan gerakan kilat mencecar
salah seorang diantara musuh, pikirnya hendak membuat
lobang menjebol kepungan, diluar tahunya bahwa gerakan
barisan tujuh orang laksana tunggal, mereka dapat kerja sama
dengan rapi dan ketat, baru saja pedang Hong-lay-mo-li
menusuk, ruyung dan pedang dari dua samping segera
menyerang juga, dengan kebut untuk menangkis. sementara
gerakan pedangnya menjadi lamban, diantara tujuh orang ini
laki2 yang bersenjata potlot berkepandaian paling tinggi,
dengan jurus To-bak-kim-ciong (memukul balik lonceng
emas), serangan pedangnya yang dahsyat itu seketika
dipatahkan. Hong-lay-mo-li sudah kerahkan setaker tenaga
dan lancarkan kepandaiannya, namun masih tak berhasil
menerjang keluar.
Tiba2 Hong-lay-mo-li seperti menyadari apa2, kebutnya
menyampuk kedua potlot lawan, segera dia membentak: "Apa
kau murid Liu Goan-ka yang bernama Kiong Cau-bun?" waktu
di Jian-liu-cheng Hong-lay-mo-li pernah melihat barisan Chitsat-
tin ini mengepung Pendekar-latah, baru sekarang dia ingat
akan murid Liu Goan-ka yang bernama Kiong Ciaubun ini pula.
Laki2 ini memang Kiong Ciau-bun adanya, setelah
melengak sebentar, segera dia bergelak tawa, serunya: "Liusumoay,
tajam benar pandanganmu. Suhu sedang mencarimu
supaya pulang, kebetulan aku bertemu kau disini"
Tegak alis Hong-lay-mo-li saking gusar, bentaknya:
"Kaukah yang pernah kirim surat kepada Gui Liang-seng" Kau
bangsat kurcaci ini, siapa kesudian jadi Sumoaymu?"
"Kau salah paham. setelah urusan disini beres, nanti
kujelaskan kepadamu. Kau tidak mau anggap sesama
perguruan, masakah terhadap ayah kandungmu kaupun tidak
mengakui-"
"Kalian kawanan bangsat kurcaci ini..." saking murka,
"Sret" pedangnya menusuk Hong-hu-hiat dibelakang pundak
Kiong Ciau-bun, serangan ini tepat pada waktunya, Kiong
Ciau-bun baru saja berkelebat lewat dari hadapannya, tahu2
ujung pedangnya sudah tiba dibelakang pundak orang. kalau
satu lawan satu tusukan pedang ini sudah tentu bisa
mengakibatkan musuh binasa, namun kerja sama Chit-sat-tim
secara berantai bantu membantu satu diserang yang lain
segera bantu menyerang atau menangkis, kerja sama dengan
baik laksana tunggal, maka tusukan pedang Hong-lay-mo-li
segera dipatahkan oleh pedang, golok dan potlot Kiong Ciaubun
sendiri. Kalau Hong-laymo-li mengincar Kiong Ciau-bun, maka
lawanpun berusaha memutus kerja sama dirinya dengan Khing
Ciau. dari samberan senjata dibelakang, cepat Hong-lay-mo-li
berputar balik menolong kesulitan Khing Ciau, Dilihatnya
keringat sebesar kacang sudah membasahi kening Khing Ciau
dan gemerobyos.
Keruan Hong-lay-mo-li kaget, diam2 hatinya kuatir akan
kesehatan Khing Ciau sesuai apa yang dikatakan Tang-hay-
Iiong, terpaksa dia kembangkan kebutnya untuk melindungi
Khing Ciau.. "Sumoay," kata Kiong Ciaii-bun dingin, "kau dengar adu
domba orang lain tidak mengakui ayah kandungmu sendiri
akupun tak bisa paksa kau mengakui sesama saudara
seperguruan, terpaksa biar ku-gusur kau kehadapan Suhu,
biar beliau bicara langsung terhadapmu,"
"Kalian inilah kurcaci yang terima menjadi budak asing!"
kembali dia pergencar serangannya dengan gabungan kecut
dan pedang. "Toa-suheng." beberapa Sute Kiong Ciau-bun bersuara,
"agaknya sulit meringkusnya hidup2!"
Kiong Ciau-bun mendengus, jengeknya: "Baiklah tak usah
sungkan. gempur saja sampai dia terluka parah. Biar aku nanti
yang bertanggung jawab dihadapan Suhu!" ternyata Liu Goanka
hanya memberitahu kepada muridnya tertua Kiong Ciaubun
bahwa dia menyaru jadi ayah kandung Liu Jing-yau,
murid2nya yang lain tiada yang tahu. Liu Goan-ka penuh juga
berpesan kepada Kiong Ciau-bun, kalau tidak berhasil
menipunya lagi, bolehlah dikerjai saja.
Pertempuran berjalan semakin sengit, sayang Khing Ciau
se-olah2 sudah kehabisan tenaga, tak bisa kerja sama dengan
baik, beberapa kali usaha Hong-lay-mo-li yang baik selalu
kandas ditengah jalan.
Keruan gelisah hatinya, kalau pertempuran diteruskan pasti
fatal akibatnya.
Pada saat itulah, tiba2 dari kejauhan terdengar suara trang
tring, lalu kelihaian beberapa orang tengah berlari
mendatangi, Hong-lay-mo-li kaget dan girang, dia sangka
suara itu adalah bunyi tongkat orang berbedak semalam yang
sedang mendatanginya, tak kira setelah dekat baru dilihatnya
empat orang yang berlari mendatangi itu dipimpin seorang
pengemis tua, paling belakang Tang-hay-liong, dua orang
ditengah mereka adalah Sat-ci-sam-hiong.
Hong-lay-mo-li rada kecewa, namun dia tahu bahwa
pengemis tua itu Li-pangcu dari Kaypang- Dari kejauhan
didengarnya Tang-hay-liong sudah berteriak: "Liu Lihiap, maaf
terlambat kedatanganku." tiba2 dia percepat langkahnya. dari
paling belakang tiba2 dia mendahului kedepan.
Begitu dekat Tang-hay-liong lantas menghardik laksana
guntur, dengan pukulan kedua tangan laksana gugur gunung,
dia menerjang Chit-sat-tin, Lekas Kiong Ciau-bun merubah
gerakan barisan, pikirnya hendak menjaring Tang-hay-liong
masuk kedalam barisan, namun pedang Hong-lay-mo-li
laksana kilat, ujung pedang orang selalu mengincar Hiat-to
penting dibadannya, sehingga Kiong Ciau-bun se-olah2
terpantek dan tak sempat melayani rangsakan Tang-hay-liong.
Memang-nya barisan ini dibawah pimpinan Kiong Ciau-bun
yang menggerakan sebagai motornya, kini Kiong Ciau-bun
sudah dicecar dan mati kutu, sudah tentu perubahan barisan
menjadi macet dan bekerja tidak seperti biasanya, maka
terdengar "Blang, blang" dua kali, dua Sute yang berada dikiri
kanan Kiong Ciau-bun sudah dipukul roboh oleh hantaman
dahsyat Tang-hay liong.
Sebat sekali Hong-lay-mo-li lantas merebut kedudukan
pintu hidup, seketika barisan Chit-sat-tin pecah berantakan.
Dengan jurus Pek-hong-koan-jit (pelangi putih menembus
sinar matahari) ceng-kong-kiam Hong-lay-mo-li menusuk
kedada lawan, lekas Kiong Ciau-bun membalas dengan jurus
Siang-liong-jut-hay (dua naga keluar laut), kedua potlotnya
berusaha menahan pedang, sedapat mungkin dia masih kuat
menangkisnya, namun Hong-lay-mo-li membarengi dengan
sebuah hardikan
"Kena!" dimana kebutnya terayun, dia paksa Kiong Ciaubun
membagi sebuah potlotnya untuk menangkis pula,
dengan tenaga lengket dimana kebut Hong-lay-mo-li menarik
kesamping, potlot lawan kena diseret kesamping pula, lalu
tenaga dia kerahkan keujung pedang, maka jurus Pek-hongTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
koan-jit laksana luncuran anak panah, "sret" ujung pedangnya
sudah tepat mengenai Hian-ki-hiat didepan dada Kiong Ciaubun.
Hian-Ki-hiat merupakan salah satu jalan darah mematikan
kalau Hiat-to ini tembus oleh ujung pedang Hong-lay-mo-li,
betapapun tinggi Lwekang Kiong Ciau-bun, seketika pasti
jiwanya melayang.
Tapi sekilas itu tiba2 teringat oleh Hong-lay-mo-li akan
surat Gui Liang-seng yang suruh Sat-si-sam-hiong antar
kepada Liu Goan-ka, ingin dia kompes keterangan orang,
maka sengaja dia peringan tusukan pedangnya supaya orang
tidak mampus seketika.
Sayang perhitungan Hong-lay-moli kali ini salah besar,
maklumlah meski kepandaian Kiong Ciau-bun belum
setanding, namun terpaut tidak terlalu jauh dibanding dirinya
sedikit ujung pedangnya merandek, sebat sekali Kiong Ciaubun
gunakan burung Hong menunduk kedua potlotnya
terpentang sekuat tenaga untuk menangkis, berbareng
badannya mencelat minggir setombak jauhnya, Walau barisan
sudah pecah, namun keempat sutenya yang lain belum
terluka, keem-pat orang ini bergabung menahan serangan
Hong-lay-mo-li.
Kaypang Pangcu Li Goan-tiong membentak: "Kau bajingan
ini berani menyaru jadi murid Kaypang kami. rasakan
tongkatku!" lekas Kiong Ciau-bun angkat kedua potlotnya
bersilang, trang, lelatu api muncrat, telapak tangan Kong Ciaubun
terasa kemeng kesemutan, sebuah potlotnya mencelat
lepas dari cekalannya.
Meski potlotnya terlepas, namun perbawa gerakannya ini
amat hebat, kiranya didalam keadaan terdesak ini dia gunakan
jurus Hwi-koan-keng-sin (potlot terbang mengejutkan
malaikat), siapapun yang tersambit potlot nya ini pasti ajal
seketika. Li Goan-tiong tahu akan kelihayan permainan lawan,
terpaksa dia lintangkan tongkat menangisnya jatuh, Kiong
Ciau-bun kapok dan tak berani bergebrak lebih lanjut sebat
sekali dia melompat lari dari samping Li Goan-tiong.
Tang-hay-liong memburu tiba, kembali telapak tangannya
menghantam dua kali, sehingga empat orang yang
mengeroyok Hong-lay-mo-li dipukul mundur, Lekas Hong-laymo-
li berseru: "Tak usah hiraukan keempat orang ini, tangkap
dulu bangsat she Kiong-itu" hampir saja dia sudah berhasil
menyandak Kiong Ciau-bun, tiba2 dilihatnya debu mengepul
tinggi dijalan raya didepan sana, serombongan orang berkuda
tahu2 sudah menyerbu datang.
Dengan badan berlepotan darah Sat lotoa lantas menuding
seorang perwira dengan kertak gigi, serunya: "Keparat itulah
pengkhianat bangsa Ong Tin adanya!"
Seketika berkobar amarah Hong-lay-mo-li, segera ia putar
haluan. dengan menenteng pedang segera dia songsong
kedatangan pasukan pemerintah, Pasukan berkuda yang
dipimpin Ong Tin ada ratusan banyaknya.
Dengan Ginkangnya Hong-lay-mo-li yang tinggi seperti
kecapung menutul air tangkas sekali Hong-lay-mo-li terjang
masuk kedalam barisan, golok tombak dan berbagai senjata
para serdadu tiada satupun yang mengenai ujung bajunya.
Keruan Ong Tin terkejut segera dia berseru: "Lepas panah!"
Hong-lay mo-li putar kencang kebutnya memukul rontok
anak panah terus menerjang ke depan, sekejapan jaraknya
tinggal puluhan langkah dari Ong Tin.
Betapapun Ong Tin adalah seorang panglima perang yang
dulu menjadi pembantu Gak Hui, meski sekarang sudah hidup
senang, namun dia tetap latihan, melihat hujan panah tak bisa
merintangi Hong-lay-mo-li, segera dia rebut sebatang tombak
anak buahnya, bentaknya:
"Perempuan gila dari mana kau, hayo roboh!" setelah
mengincar dengan tepat tombak segera dia lempar seperti
lembing kearah Hong-lay-mo-li. Hong-lay-mo-li tertawa dingin,
kebut ditancap ke punggungnya, dengan tangan yang kosong
ini dia miringkan kepala meluputkan diri sementara tangannya
meraih, dia tangkap lembing ini terus putar balik
menimpukannya kearah Ong Tin seraya menghardik
"Kena!" kontan Ong Tin terjungkal jatuh dari punggung
kudanya. sayang sasarannya sedikit meleset tombak itu hanya
menembus perutnya, sedikit naik keatas pasti telak mengenai
jantungnya. "Pengkhianat bangsa, tak terampun dosamu!" bentak
Hong-lay-mo-li sambil memburu maju hendak memenggal
batok kepalanya, Tapi anak buah Ong Tin beramai2 lompat
turun merintanginya, sementara anak buahnya yang lain lekas
memapah Ong Tin ke-punggung kuda terus lari balik,
Hati Budha Tangan Berbisa 7 Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Rase Terbang 18