Pencarian

Pendekar Latah 16

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 16


"Bangsat perempuan yang pantas mampus, berani dia menjadi
mata2! Keparat Wanyan Tiang-ci mau percaya begitu saja!
Lekas tangkap dia dan bunuh!" dia terlalu repot dengan
amarahnya, sehingga tidak terpikir bahwa Han-sam-niocu
berada digaris depan memimpin armadanya.
Sebetulnya caci maki Wanyan Liang bisa membuat Hansam-
niocu penasaran, Arah perairan yang dia tempuh
sebetulnya memang tidak salah, disini pihak Song tidak
pernah perhatikan, pertahananpun amat lemah, hal ini sudah
diketahui baik oleh Han-samniocu, tak nyana rahasia ini sudah
dibocorkan lebih dulu oleh Yalu Hoan-ih kepada Loh Bun-ing
sehingga orang bisa mempersiapkan diri lebih dulu, sudah
tentu armada besar ini masuk perangkap dan mati kutu
ditempat dan tak bisa berkutik menunggu ajal belaka.
Uji gemetar, katanya tergagap: "Perempuan keparat itu
berada dikapal, entah kapalnya tenggelam tidak. Dalam waktu
dekat tentu sukar untuk menangkapnya ."
"Baik, tak bisa tangkap perempuan keparat itu, suruh
Wanyan Tiang-ci kembali, dia yang berani menanggung orang
ini, Tim akan menuntut dosa kepadanya."
Belum habis dia bicara, tiba2 terdengar tambur di-tabuh,
serombongan pasukan berkuda berderap sehingga bukit ini
se-akan2 bergoncang.
Uji berteriak ketakutan: "Celaka, Baginda lekas lari.
Pasukan Song menyerbu datang."
Wanyan Liang diam saja, tiba2 dia lolos pedang pusaka
sekali tabas, dia potong badan Uji menjadi dua, bentaknya
beringas: "Kurangajar, kau berani pengaruhi tekad juang
tentaraku, Meski armadaku di Tiangkang menemui
kehancuran, pasukan Song takkan mungkin menyerbu begini
cepat, siapapun dilarang gugup, bunuh dulu orang2 itu!"
Setelah membunuh Uji dengan angkat pedang Wanyan
Liang memberikan perintahnya. maka para busu lebih
ketakutan, tiada yang berani lari. Tapi kenyataan derap
langkah kuda yang begitu besar jumlahnya benar2 membawa
wibawa yang luar biasa, sehingga semua orang yang berada
diatas bukitpun merasakan, bagaimanapun terpengaruh juga
hati mereka sebaliknya Hong-lay-mo-li bertiga terungkit
semangat tempurnya, mereka kerja sama dengan ketat saling
tolong, meski tenaga semakin lemah. para Busu yang sudah
dibayangi rasa gelisah tak mungkin bisa menangkap atau
membunuh mereka lagi.
Tiba2 tampak debu mengepul tinggi, pasukan Gi-lim-kun
tersiak minggir. dibawah sinar rembulan tampak seorang naik
kuda putih dibedal kencang mendatangi.
Baru saja Wanyan Liang kaget Kiu-lo Siangjin di sebelahnya
sudah melihat jelas siapa yang mendatangi katanya keras:
"Baginda harap tenang, Hongsiok telah datang."
Benar juga kuda putih itu cepat sekali sudah berhenti
didepan Wanyan Liang, waktu orangnya melompat turun
memang benar Wanyan Tiang-ci adanya, Amarah Wanyan
Liang memuncak lagi, dampratnya: "Tiang-ci, kau bikin Tim
serba celaka, kau tahu dosamu?"
"Hamba datang terlambat melindungi Baginda, sehingga
Baginda kaget." sahut Wanyan Tiang-ci, tiba2 dia ayun
perutnya menuding kearah Jilian Ceng-sia. katanya: "Siluman
perempuan ini memalsu Cuncu, hamba tidak kurang periksa,
memang dosaku pantas mati."
Wanyan Tiang-ci tidak tahu bahwa yang dimaksud Wanyan
Liang bukan soal ini, keruan semakin kejut Wanyan Liang,
tahu situasi berubah tiada tempo membuat penyelesaian soal
Han-san niocu lagi, lekas dia bertanya: "Darimana kau tahu?"
"Bukan saja Cuncu ini palsu, Yalu Hoan-ih juga belum mati,
kini sedang pimpin pasukan pemberontaknya menyerbu
kemari, Harap Baginda lekas memberi putusan, bertahan atau
mundur." Kembali Wanyan Liang berjingkrak kaget, seru-nya: "Ada
kejadian ini" Kau bertemu dengan Yalu Hoan-ih?"
"Waktu hamba tiba diperkemahan Yalu Hoah-ih, semua
pasukannya sudah mundur dalam keadaan kosong, Tahu
situasi berubah hamba lekas bedal kuda kembali, dibawah
gunung berpas2an dengan pasukan pemberontak yang
dipimpin Yalu Hoan-ih Hamba menerjang keluar kepungan
secepatnya lari kemari melindungi Baginda."
Tahu yang menyerbu datang bukan pasukan Song rada
lega hati Wanyan Liang, namun disaat2 dia menghadapi
musuh luar, dari dalam ada pemberontakan betapapun hal ini
amat genting. Dengan gusar segera Wanyan Liang
memberikan perintahnya: "Bertahan dulu, kumpulkan bala
bantuan. Kalau tidak kuat baru mundur. sekarang tugasmu
meringkus atau bunuh saja Cuncu palsu dan Tam ih tiong
untuk melampiaskan penasaran hatiku."
Wanyan TJang-ci angkat kedua tangannya serunya:
"Berbakti demi negara, kapan lagi saatnyai Hayo saudara2 kini
tibalah waktunya, maju bersamaku!"
Bu-lim-thian-kiau tertawa dingin, jengeknya. "Bakti demi
negara macam apa perbuatanmu ini". Kau justru setia bagi
Bagindamu yang lalim dan kejam. Wanyan Liang culas dan tak
berbudi, sampaipun ibu kandungnyapun dibunuh, Baginda
yang dogol dan kejam seperti ini, Coba kalian pikir, patutkah
kalian setia kepadanya?"
"Mulutmu kotor menghina Baginda, dosamu patut dicacah
hancur badanmu!" damprat Wanyan Tiang-ci.
"Kau menjilat dan bantu kejahatan dosamu lebih patut
disamber geledek!"
"Bacok hancur badannya!" teriak Wanyan Tiang-ci terus
mendahului maju, "sret" pecutnya menyambar kearah Bu-limthian-
kiau. Bu-lim-thian-kiau tidak membekal senjata, tidak berani
melayani pecut Wanyan Tiang-ci, dalam kesibukannya lekas
dia berkelit badannya berputar mengikuti arah ujung pecut,
ujung pedang terpaut beberapa dim dari badannya, Waktu
berkelit itulah Bu-lim thian-kiau sekalian merebut golok besar
dan sebatang tombak dari Busu yang dekat dibelakangnya,
keruan para Busu sama mundur ketakutan.
Serangan pertama gagal, pecut Wanyan Tiang-ci laksana
ular sakti membayangi badannya, ditengah jalan tahu2 sudah
putar balik, beruntung menggunakan Lian-hoan-sam-pian, Wihong-
sau-liu yang diserang adalah Jilian Ceng-sia.
Jilian Ceng-sia tidak mampu melawan, dia terdesak
mundur- lekas Hong laymo-ii ayun kebutnya menangkis pergi
ujung pecut Wanyan Tiang-ci. Baru sekarang Wanyan Tiang-ci
kenali dayang yang tadi itu, segera dia mendengus hidung:
"Perempuan iblis yang bernyali besar!" tiba2 dia gunakan
Koay-bong-hoan-sin (ular sanca membalik badan), mengikuti
putaran cambuknya badannya ikut membalik, pecutnya
menggem-pur kearah Hong-lay-mo-li.
Kepandaian silat Hong-Iay-mo-li memangnya lebih rendah
dari Wanyan Tiangci, setelah mengalami pertempuran sengit,
tenaganya sudah terkuras lagi, maka begitu kebutan-nya
membelit ujung pecut orang, tenaganya kalah kuat, tidak
berhasil menarik malah kelarik kedepan hampir jatuh
terjerembab. Bu-lim-thian-kiaU membentak: "Lepas pecut!" sigap sekali
dia menerjang maju seraya menabaskan telapak tangannya,
Wanyan Tiang-ci tahu kelihayan serangan ini, gesit sekali
badannya berputar seraya mendakkan badan, pecutnya ikut
tertarik memutar menggeIincir lewat punggung Hong-lay-mo-
Ii, cepat sekali kini pecutnya menyapu balik memapak telapak
tangan Bu-lim-thian-kiau.
Demi menolong kesulitan Hong-lay-mo-li, Bu-lim-thian-kiau
lancarkan serangan maju ini dengan menyerempet bahaya.
Maklumlah pecut panjang tangannya pendek, seketika
bayangannya terkurung oleh libatan pecut panjang lawan,
untuk berkelit terang tidak mungkin lagi, terpaksa dia harus
melawan secara kekerasan dengan sepasang telapak
tangannya. Kepandaian mereka memangnya setanding, tapi Bu-limthian-
kiau sudah bertempur lama, tenaganya lemah, kini harus
melawan pecut orang dengan bertangan kosong. sudah tentu
lebih rugi "Sret" dimana pecut itu menyapu miring, punggung
tangan Bu-lim-thian-kiau seketika dihiasi jalur warna merah
berdarah. Wanyan Liang kegirangan serunya: "Hong-siok pergencar
seranganmu, kalau kau bunuh Tam Ih-tiong, pusaka ini Tim
hadiahkan kepadamu." pusaka yang dimaksud Wanyan Liang
adalah seruling Bu-lim-thian-kiau.
Seperti diketahui waktu Bu-lim-thian-kiau tertawan, maka
serulingnya ini dirampas oleh Wanyan Liang. Wanyan Tiang-ci
sejak mula memang menunjukkan keinginannya hendak
memiliki seruling ini, maka sebagai perangsang kini Wanyan
Liang sengaja katakan hendak menghadiahkan kepadanya
supaya orang bekerja lebih giat
Pedang Hong-lay-mo-li dilarikan bagai kitiran, badan
membalik tahu2 pedangnya menusuk, bergabung sama Bulim-
thian-kiau sekuat tenaga mereka menempur Wanyan
Tiang-ci. Tapi dibawah pimpinan Wanyan Tiang-ci Busu2 itu
menyerbu dengan gagah berani, kepungan semakin ketat dan
mengecil, pedang tombak golok dan berbagai senjata lainnya
selalu menyerang dari berbagai arah, sedikit lena darah pasti
berceceran Suara tambur dan gembreng riuh rendah dibawab gunung,
itulah dua pasukan besar sedang gempur2an, pertempuran
dibawah terang lebih sengit dan dahsyat.
Mengandal bantuan anak buahnya Wanyan Tiang-ci
bertempur semakin garang, Bu-lim-thian-kiau sudah terluka
tangannya, maka Kim-na-jiu tidak selincah semula, seTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
konyong2 sebatang tombak menusuk tiba dan menjungkil
perutnya, untung dia masih sempat berkelit, hanya kulitnya
saja yang keserempet luka2.
Demikian pula dalam perempuran sengit itu, Hong-lay-mo-
Ii kena dilecut sekali oleh pecut Wanyan Tiang-ci.
Berkata Bu-lim-thian-kiau dalam seribu kerepotannya: "Liu
Lihiap, aku amat menyesal, kau sampai ikut ketimpa malang,
aku jadi lebih berdosa terhadap Siau-go-kan-kun, seharusnya
kalian berada bersama."
"Belum lagi mampus, jangan putus semangat Tam Ih-tiong,
kau memang sahabat baik, aku amat terima kasih kepadamu,
jangan katakan siapa bikin susah yang Iain, marilah kita rada
mendekat untuk melawan musuh."
Mendengar dorongan semangat Hong-Iay-mo-Ii, bangkit
lagi gairah tempur Bu-lim-thian-kiau, kini bersama Jilian Cengsia
mereka mendekat dan beradu punggung pula menjadi
segitiga, musuh tidak diberi kesempatan untuk menerjang
maju, mereka melawan terang tak kalah sengitnya.
Wanyan Liang angkat seruling itu lalu ditiupnya.
"Trilili..." suaranya nyaring tinggi, suara gaduh dari
pertempuran dan bentrokan senjatapun tidak bisa menelannya
Wanyan Liang gelak2: "Dua musuh berhadapan mengadu
jiwa, siapa mati susah diramalkan Loh Bun-ing, hayolah kau
kemari!" Tiba2 terdengar sesorang berseru heran, tergetar hati Bulim-
lhian-kiau, dalam repotnya dia sempat berpaling kesana,
tampak dua perwira sedang berlari2 menuju arah Wanyan
Liang, Bayangan perwira disebelah depan, naga2nya seperti
seorang yang sudah amat dikenalnya.
Kepala barisan Bayangkari yang selalu berada disamping
Wanyan Liang yaitu Tam To-hiong segera membentak:
"Siapa" Berhenti!"
Perwira yang didepan segera berseru: "Ada berita penting
perlu dilaporkan kepada Baginda"
suaranya merdu nyaring seperti suara perempuan, Tam Tohiong
curiga, bentaknya: "Laporkan dengan berlutut!"
Perwira itu mengiakan, badannya setengah membungkuk
tiba2 kakinya mendepak, seorang Wisu yang bertombak
didepannya dibikin terguling2. begitu melompat sekaligus dia
lolos pedang, bagai anak panah "sret" pedangnya menusuk
kedada Wanyan Liang.
Wanyan Liang memiliki tenaga pembawaan yang besar,
terancam bahaya serta merta dia angkat seruling ditangannya,
seruling ini benda pusaka, "tang" kembang api berpijar, Ceng
kong-kiam yang digunakan perwira itu gumpil sedikit
sebaliknya seruling itu tidak kurang suatu apa, betapapun
tenaga pembawaan Wanyan Liang bukan tandingan tenaga
dalam si perwira, kontan seruling ditahannya tergetar lepas
mencelat ketengah udara.
Sekali lompat dan raih perwira muda itu berhasil
menangkapnya, dengan jurus Ya-can-pal-hong (bertempur
delapan penjuru dimalam hari) pedangnya diobat-abitkan
menyapu seluruh tombak, golok yang merabu kearah
badannya, berbareng seruling ditangan kirinya gunakan ilmu
tutuk, dia incar Han-ki-hiat didada Wanyan Liang.
Sayang sekali serangan pertama gagal, siperwira sudah
kalah cepat, Wanyan Liang sempat menyelinap kebelakang,
Tam To-hiong lekas lolos golok merebut maju kedepan
junjungannya, sebagai paman dekat Bu-lim-thian-kiau sudah
tentu ilmu silat Tam To-hiong tidak lemah, dimana goloknya
membacok, meski tidak berhasil bikin seruling ditanam perwira
itu jatuh, namun telapak tangannya tergetar linu kemeng.
Cepat sekali Kiu-lo Siangjin juga memburu datang terus
menggempur dengan sepasang kecernya, ilmu silat Kiu-lo
lebih tinggi, seorang diri tak mungkin perwira ini melawan
keroyokan musuh, terang begitu sepasang kecer lawan
terangkap, kalau tidak mampus tentu terluka berat.
Se-konyong2 sesosok bayangan menerjang tiba, secepat
ingin lesus, dia dorong perwira muda itu. sebuah benda hitam
tahu2 menerjang kearah Kiu-lo Siangjin. Orang ini adalah
teman perwira muda itu, dia mengenakan mantel lebar dari
kepala membalut mukanya.
Mantel selebar itu sebetulnya kurang leluasa dipakai dalam
pertempuran, tapi orang ini justru teramat lincah.
Begitu mengenai tempat kosong, kedua kecer Kiu-lo Siangjin
beradu dengan keras, semua orang merasa pekak
kupingnya Dalam seribu kesibukannya dia berusaha berkelit
dari serangan benda hitam itu, namun tahu2 pundaknya
sudah kena, meski Lwekangnya tinggi, sakitnya toh bukan
kepalang, pakaian pundaknya malah hancur beterbangan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti bekas tersapu oleh ruyung.
Kiranya perwira muda yang satu ini bersenjata kebut,
dibawah tekanan tenaga dalamnya, benang2 kebut itu
perbawanya lebih hebat dari ruyung lemas.
Dengan ayun goloknya Tam Tio-hiong merangsak maju,
Kiu-lo Siangjin lekas tancap kaki dan menempati posisi
bergabung melawan musuh, kedua perwira muda itupun
tertahan tak mampu maju lagi, Para Bu-su yang lain segera
memburu maju ikut menyerang dan mengepung.
Setelah rada tenang hatinya Wanyan Liang mengumput
caci: "Pengkhianat bernyali besar, aduh, kau, siapa kau?"
kiranya meski kelihatan perwira itu berdandan sebagai laki,
tapi raut mukanya amat mirip dengan Jilian Ceng-poh.
"Raja lalim," damrat perwira muda itu, "kau tidak kenal
aku" aku kenal kau. Kau bunuh ayahku dan menipu ciciku,
hari ini aku hendak menuntut balas bagi ayahku" kiranya
perwira ini samaran Jilian Ceng-hun, sementara perwira yang
satu lagi adalah samaran cici Bu-lim-thian-kiau, Hui-siok Sinni.
Setelah selamat Wanyan Liang merasa syukur, katanya
tertawa: "Kiranya adik Cuncu yang satu lagi, tiga bersaudara
begini mirip- Kau begini cantik kalau mau dengar nasehatku
kau kuangkat jadi Cuncu pula, Kau sudah bertemu dengan
Toacimu" cicimu amat bakti kepadaku, memangnya kau tidak
tahu" Mengapa kau katakan aku menipunya?"
"Wanyan Liang, peduli kau main ancam. main muslihat,
segala, hari ini jiwamu takkan selamat! Umpama aku tak
mampu membunuhmu, akan datang orang lain yang
memenggal kepalamu."
Seketika Wanyan Liang menarik muka, bentak nya: "Tidak
tahu diuntung, ringkus dia sekalian biar Tim nanti yang
menghukumnya!"
Seorang Opsir disamping Wanyan Liang maju berkata:
"Hongsiang, bukankah yang satu ini juga mirip perempuan ?"
"Benar, aneh kenapa dia gunakan mantei menutupi muka,
Bok-ciangkun, kau tanggalkan mantelnya itu, biar Tim
melihatnya!" opsir ini adalah wakil komandan Bayangkari
Bokorin, ilmu tombak warisan leIuhur-nya amat lihay, Wanyan
Liang suruh dia maju bantu Tam To-hiong.
Bokorin sengaja hendak pamer kepandaian, sambil
menenteng tombak segera dia maju membentak: "Perempuan
sundel, kenapa main tutup kepala, tidak berani dilihat orang?"
Hui-siok Sinni diam saja, begitu tombak Bokorin tiba
didepan mukanya, tiba2 dia kebut dan gubat ujung tombak
orang, jengeknya dingin "Coba kau lihat siapa aku" Mungkin
kau sendiri yang tidak berani melihatku." sembari bicara dia
tanggalkan mantelnya, sebagai senjata dia ayun mantelnya
untuk menyapu pergi bacokan golok Tam To-hiong.
Bahwasanya Hui-siok Sinni tidak perlu menyamar dan
merias muka, cuma dia pakai seragam perwira dan menutup
kepala dan muka dengan mantel, bagian dalam tetap
mengenakan pakaian Nikoh. Begitu melihat muka asli orang
keruan bukan kepalang kaget Bokorin, serunya gemetar: "lhing,
kiranya kau!"
"Benar," jengek Hui-siok Sinni, "lnilah aku! Beruntung aku
tidak kau celakai, hari ini bukankah kau hendak bunuh aku
untuk merebut pahala?"
Kiranya Bokorin sebenarnya adalah suami Hui-siok Sinni,
pernah dia memperalat istrinya hendak menjebak Bu-limthian-
kiau, setelah kejadian itu gagal dia hendak bunuh
istrinya untuk membuktikan kesetiaannya kepada Wanyan
Iiang. Akhirnya Hui-siok Sinni berhasil ditolong adiknya, dan sejak
itu Bokorin menjulang tinggi pangkatnya, akhirnya diangkat
sebagai wakil komandan Bayangkari.
Hui-siok Sinni putus asa, dia lari jauh ke Kanglam dan cukur
rambut terima menjadi Nikoh, semula tidak ingin menuntut
balas kepada suami, Hari ini bertemu diluar dugaan, timbulah
dendamnya yang lama, tak tahan lagi dia mengekang
emosinya. Kepandaian Hui-siok Sinni memang kalah tinggi dari Bu-
Iim-thian-kiau Tam lh-tiong, tapi jauh lebih unggul dari
suaminya, dulu dia sembunyikan kepandaian aslinya supaya
tidak diketahui sang suami, kini setelah Bokorin maju
menyerang dengan tombaknya baru dia keluarkan kepandaian
sejati. Kebut Hui-siok Sinni menggunakan kepandaian pinjam
tenaga menggempur tenaga dari Lwekang tingkat tinggi,
sudah tentu Bokorin tidak mampu melawannya, tombak
panjangnya seketika tergetar terbang ketengah udara, keruan
kejut dan ketakutan Bokorin serasa arwahnya copot dari
badan kasarnya, teriaknya "Ampun istriku!"
"Bangsat durhaka, aku punya hubungan apa lagi dengan
kau?" dimana kebutnya menyapu, muka Bokorin seketika
pecah, darah bercucuran menghiasi kulit mukanya yang
hancur. Sambil menjerit ngeri menutup muka dengan kedua
tangannya Bokorin melarikan diri tak menentu arah.
Wanyan Liang berjingkrak gusar, makinya: "Keparat dogol!"
tapi tak sempat di urus Bokorin, karena kepungan Hui-siok
Sinni sudah bobol, situasi mulai berubah.
Hui-siok Sinni boyong seluruh bekal kepandaiannya, Tam
To-hiong dicecarnya sampai terdesak mundur ber-ulang2.
Keadaan Kiu-lo Siangjin rada mending, namun dia toh hanya
mampu bertahan saja, setelah satu lawan satu semangat Jilian
Ceng-hun semakin berkobar pedangnya dimainkan bagai lesus
mengincar Hiat-to mematikan, dalam sekejap dia sudah
robohkan beberapa Busu, yang lain2 tidak berani maju lagi.
Tapi Jilian Ceng-hun merangsak maju terus hendak membobol
jalan berdarah menubruk kearah Wanyan Liang,
Kini Wanyan Liang tidak dilindungi oleh orang yang cukup
kuat, keruan ketakutan dan gugup setengah mati, teriaknya:
"Hongsiok, kemarilah!"
Disebelah sini Wanyan Tiang-ci sudah unggul, sebagian
besar jago-2 kuat dari Gi-lim-kun berada dise-belah sini, Bulim-
thian-kiau sudah hampir kehabisan tenaga, dalam sekejap
lagi, dengan mudah pasti bisa membekuk mereka. Tapi disana
Wanyan Liang minta tolong perlindungan terpaksa dia harus
menurut perintah dengan rasa dongkol.
Sekilas dia sempat memandang kearah sana, meski situasi
disana tidak menguntungkan, Jilian Ceng-sia masih perlu
memakan waktu untuk menjebol kepungan Busu, Terpaksa
Wanyan Tiang-ci kertak gigi, dengan seluruh kekuatan segera
dia menyerang lebih gencar, serangannya lebih ganas dan keji
kepada Bu-lim-thian-kiau, pikirnya dalam sekali gebrakan yang
terakhir ini membunuh Bu-lim-thian-kiau lalu lari kesana
melindungi Baginda.
Dengan sejurus Giok-li-tohso Pedang Hong-lay-mo-li
menusuk ke Ih-khi-hiat dibawah ketiak Wanyan Tiang-ci
seraya mendesak maju, jurus ini memaksa lawan untuk
menyelamatkan diri lebih dulu, Lihay dan hebat sekali, namun
usahanyapun menyerempet bahaya. Maklumlah tenaga Honglay-
mo-li sudah terpaut jauh dari lawan, cara tempur
mendesak dekat seperti ini bila serangan gagal, mungkin dia
bisa terluka oleh gempuran tenaga dalam Wanyan Tiang-ci,
tapi demi menyelamatkan jiwa Bu-lim-thian-kiau, Hong-laymo-
li sudah tidak hiraukan keselamatan jiwa sendiri.
Kedua pihak sama2 ingin berhasil dalam gebrakan terakhir
kalau Wanyan Tiang-ci laksanakan bacokannya, tusukan
pedang Hong-lay-mo-lipun sudak mengincar badannya.
Wanyan Tiang-ci menggerung keras, golok panjangnya
mengiris miring, sebelah telapak tangannya terayun balik,
dengan golok dan telapak tangan, sekaligus dia hadapi Bu-limthian-
kiau dan Hong-lay-mo-li.
Meski Bu-lim-thian-kiau sudah hampir kehabisan tenaga,
tapi Lwekangnya masih kuat, Wanyan Tiang-ci lebih penting
menyelamatkan jiwa, maka pukulannya menggunakan tujuh
bagian tenaganya kearah Hong-lay-mo-li, untunglah bagi Bulim-
thian-kiau sempat menghirup napas "Yang", dengan Tamci-
sin-thong dia selentik punggung golok Wanyan Tiang-ci.
Disebelah sana Hong-lay-mo-li terdorong sempoyongan
oleh damparan tenaga dalam Wanyan Tiang-ci, beruntun dia
mundur tujuh langkah baru tenaga gempuran Wanyan Tiangci
berhasil dipunahkan untung tidak sampai terluka, sebaliknya
pinggang Wanyan Tiang-ci sudah tergores luka ringan oleh
ujung pedang lawan, betapapun pihaknya yang tetap
dirugikan. Bagian 34 Pada saat itulah, sekonyong2 terdengar seorang berteriak:
"Cici, inilah aku datang?" kembali mendatangi seirang perwira
muda, "Wut" belum tiba orang-nya, dia tangkap seorang Busu
terus dilempar kearah Wanyan Tiang-ci.
Wanyan Tiang-ci mendorong balik dengan tenaga lunak
seperti melempar bola dia surung badan Busu ini
menggelinding kesamping, meski tidak menggunakan banyak
tenaga, namun tercekat juga hatinya, pikirnya: "Entah masih
berapa banyak mata2 mereka yang tercampur dalam pasukan
kita" Orang ini mampu menggunakan Toa-cui-jiu menangkap
orang untuk senjata, Lwekangnya masih rendah. namun
cukup tangguh."
Insaf dalam waktu dekat tak mungkin menangkap Bu-limthian-
kiau, takut dipihak Wanyan Liang sana ada pula mata2
gelap yang lain, terpaksa dia tinggalkan Bu-lim-thian-kiau,
tersipu2 dia memburu kesana.
Hong-lay-mo-li berseru kegirangan "San San, kaupun
datang!" kiranya perwira muda yang datang belakangan ini
adalah samaran San San.
Agaknya San San yang sudah menjadi murid Hui-siok Sin-ni
juga ikut gurunya datang, Biasanya hubungannya dengan
Hong-lay-mo-li laksana kakak beradik kandung, maka begitu
tiba belakangan langsung dia bantu keadaan Hong-lay-mo-li
yang terdesak. Dengan menyingkirnya Wanyan Liang keadaan disini
menjadi longgar, sebaliknya keadaan disana menjadi sulit.
Dengan goloknya Wanyan Tiang-ci selalu dapat punahkan
kebutan Hui-siok Sinni, malah ada kesempatan menyerang
kepada Jilian Ceng-hun.
Menghadapi Kiu-lo Siangjin sendiri Jilian Ceng-sia sudah
cukup berat, apalagi masih banyak Busu yang saban2
menyergap dari belakang keruan dia menjadi kerepotan,
hanya beberapa gebrakan saja keadaannya sudah amat
berbahaya. Dengan menyingkirnya lawan tangguh dan ketambahan
tenaga baru pihak Bu-lim-thian-kiau semakin besar
kekuatannya, keruan para Busu menjadi bulan2-an mereka,
cepat sekali mereka sudah membobol kepungan memburu
kesini membantu Hui-siok Sinni.
Kedatangan mereka kebetulan menolong Jilian Ceng-hun
yang terdesak oleh kecer Kiu-lo Siangjin, pedangnya malah
sudah terjepit oleh senjata musuh, sementara golok besar
Tam To-hiong tengah terayun membacok kearahnya.
Sebat sekali Bu-lim-thian-kiau menerjang tiba dengan
Khong-jiu-jip-pek-to (tangan kosong merampas senjata),
kedua jarinya menempel golok lawan terus didorong kedepan,
maka golok Tam To-hiong kena didorong menceng katanya:
"Paman, kenapa kau masih bantu raja lalim itu!"
Hong-lay-mo-li sebaliknya tidak kenal kompromi,
pedangnya langsung menusuk ketenggorokan Kiu lo Siangjin,
Kiu-lo Hoatsu pernah kecundang oleh Hong-laly-mo-li, melihat
serangan lihay ini, bukan main kejutnya, lekas dia lepas
jepitan pedang, putar balik menghadapi tusukan Hong-lay-moli
lebih dulu. Mengingat hubungan kekeluargaan, Bu-lim-thian-kiau tidak
tega turun tangan kepada paman sendiri, tapi golok Tam Tohiong
tidak kenal kasihan malah, dengan mencaci maki Bulim-
thian-kiau dicecarnya, menghadapi dengan tangan kosong,
hampir saja Bu-lim-thian-kiau kena dibacok.
Berkerut alis Hong-lay-mo-li katanya: "Biar aku saja yang
bereskan tua bangka ini." dari samping pedangnya menangkis
"tang" ujung golok Tam To-hiong ditabas putus.
"Jangan kau lukai pamanku!" cepat Bu-Iim-thian-kiau
memperingatkan.
"Ya, aku tahu." sahut Hong-lay-mo-li, "pergilah kau bantu
cicimu-" Tatkala itu Wanyan Tang-ci sedang melancarkan jurus
Heng-siau-liok-hap, pecut panjangnya menari berputar
mengeluarkan deru angin yang keras, ujung pecut selincah
ular sakti turun naik memagut dan maju mundur dengan
lincahnya, seperti mengincar Hiat-to Hui-siok Sinni, tapi juga
seperti mengarah Jilian Ceng-hun.
Hui-siok Sinni kerahkan tenaganya merangkup benang
kebutnya menjadi satu digunakan seperti potlot baja, kontan
dia belas dengan jurus Ki-hwe-liau-thian, tapi ujung pecut
Wanyan Tiang-ci tiba2 putar arah, tidak hiraukan serangan
dan pertahanan Hui-siok Sinni tahu2 malah melecut kearah
Jilian Ceng-hun, jurus yang banyak variasi dengan tipu2
gertakan dia robah menjadi serangan isi yang lihay.
Diantara sekian banyak orang, kepandaian Jilian Ceng-hun
paling lemah, tujuan Wanyan Tiang-ci memang ingin
membekuk atau mengalahkan titik terlemah yang satu ini.
Pecutnya satu tombak panjangnya, sebaliknya kebut Huisiok
Sinni cuma dua kaki enam dim, pecut panjang kebut
pendek begitu serangan Iuput, maka sulit baginya untuk
bantu melindungi Jilian Ceng-hun.
Di-saat2 gawat dimana jiwa Jilian Ceng-hun terancam
bahaya ini, kebetulan BuJim-thian-kiau memburu tiba, dimana
dia kebaskan lengan baju, dia gunakan tenaga "punah"
sekaligus mengurangi tekanan serangan Wayan Tiang-ci,
maka terdengarIah suara "Bres" lengan baju Bu-lim-thian-kiau
tergetar hancur beterbangan seperti kupu2 lengannyapun
terluka memanjang meninggalkan bekas jalur merah, tapi
pecut Wanyan Tiang-ci beruntung dapat dia tangkis pergi.
Jilian Ceng-hun sampai menjerit kuatir, Bu-lim-thian-kiau
tersenyum, katanya "Tidak apa2, hanya luka luar yang
ringan." Merah muka Jilian Ceng-hun, katanya lirih: "Terima kasih
akan pertolongan Suheng, Senjatamu, ambillah kembali!"
seruling yang berhasil dia rampas dari tangan Wanyan Tiangci
serahkan kembali kepada Bu-lim-thian-kiau.
Sedap rasa hati Bu-lim-thian-kiau mendapat kembali
senjatanya, tak sempat basa basi bersama cicinya segera dia
keroyok Wanyan Tiang-ci, Hui-siok Sinni berkata. "Kau harus


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berterima kasih kepada Ceng-hun Ji-moay. dialah yang
menempuh perjalanan jauh dan mempertaruhkan jiwa
memberi kabar kepadaku."
"Ya, cici, kaupun ikut susah dan capai!" hatinya bingung
kenapa didalam seribu kerepotan menghadapi perlawanan
musuh sang Taci masih mengutarakan omongan yang tidak
begitu penting" Tapi Bu-lim-than-kiau seorang cerdik pandai,
sekilas meIengak, cepat sekali dia sudah memahami maksud
hati cicinya. Sebetulnya sudah cukup lama secara diam2 Jilian Ceng-hun
jatuh hati kepada Suheng-nya ini, belakang setelah tahu Bulim-
thian-kiau mencintai Hong-lay-mo-li sampai jatuh sakit
mala rindu segala, betapa duka hatinya, terpaksa dia pendam
rasa cintanya kepada sang suheng dan tidak pernah dia
limpahkan isi hatinya kepada siapapun, wataknya memang
berlawanan dengan adiknya Ceng-sia, Ceng-sia polos jujur dan
suka blak2-an, apa yang terkandung dalam benaknya tidak
pernah dia rahasiakan.
Ceng-hun sebaliknya lebih pendiam, perasaannya halus dan
lembut, tidak sembarang dia mau menunjukan perasaan
hatinya, Tapi bagaimana juga, karena perhatiannya terhadap
Bu-lim-thian-kiau cukup besar, lama kelamaan Hui-siok Sinni
dan adiknya mengetahui juga rahasia hatinya.
Kali ini demi menolong dirinya Bu-lim-thian-kiau malah
sampai terluka, sudah tentu bertambah besar rasa
perhatiannya terhadap Suheng yang satu ini.
Meski sedang bertempur dengan sengit namun perhatian
Hong-lay-mo-li tetap tertuju kearah sekitarnya, percakapan
Hui-siok Sinni dan Jilian Ceng-hun serta mimik dan sikap
mereka dapat dilihat dan didengarnya dengan jelas, diam2 dia
bersyukur dalam hati, karena senang seketika semangat
tempurnya semakin berkobar, permainan pedangnya semakin
hebat, suatu ketika terdengar "Cras" dimana sinar pedang
menyamber didepan dadanya, seketika terasa silir dingin, tapi
tidak terasa sakit.
Kiranya serangan pedang Hong-1ay-mo-Ii memang sudah
diperhitungkan, hanya pakaian seragamnya saja yang
dibeleknya tidak sampai melukai kulitnya, "Tam-ciangkun, apa
kau masih ingin meneruskan pertempuran?" jengek Hong-laymo-
li dengan dingin.
Sebagai Komandan bayangkari dari keluarga bangsawan
kerajaan, sudah lama dia menjabat pangkat tinggi dan selalu
amat mementingkan gengsi dan pamor serta kedudukan, dia
tidak takut badannya luka atau cacat dan mati oleh serangan
Hong-lay-mo-Ii, tapi dia malah kuatir bila Hong-lay-mo-li
menghancurkan seragam militer kebesarannya, hal ini
dianggapnya sebagai suatu penghinaan meruntuhkan nama
dan pamornya dihadapi anak-buahnya. Karena malu dan
gusar, terpaksa dia mundur teratur ter-sipu2 dia cari ganti
pakaian yang lain.
Begitu Tam To-hiong mundur kekuatiran Bu-lim-thian-kiau
sudah Ienyap, apalagi seruling andalannya sudah berada
ditangan, sehingga keyakinannya bertambah, dengan
kakaknya mereka berdua melawan dan meranqsak Wanyan
Tiang-ci sampai orang didesaknya mundur ber-ulang2.
Tapi jago2 Gi-lim-kun dan para pengawal pribadi Wanyan
Liang jumlahnya ada ratusan, kini seluruhnya sudah
dikerahkan Meski Bu-lim-thian-kiau beramai dengan gigih
terjang sana gempur sini tetap tak berhasil menjebol
kurungan, lama kelamaan Wanyan Liang menyingkir lebih jauh
dari gelanggang pertempuran.
Yang dikuatirkan Wanyen Liang adalah penyerbuan
pasukan Song, tatkala itu suara gembreng dan tambur
dibawah gunung kembali riuh rendah, disaat Wanyan Liang
kebingungan, kebetulan seorang datang memberi laporan:
"Hong-siang tidak usah kuatir, Yalu Hoan-ih dan pasukan
pemberontaknya sudih diusir turun gunung, bantuan dari
berbagai jurusan sudah tiba seluruhnya dan sedang melabrak
mereka." "Bagus, Bagaimana pertempuran diperairan"
"lni, ini... situasi amat kacau, keadaan di-sana hamba
belum tahu."
"Lekas pergi cari tahu, bawa sebarisan Gi-lim-kun untuk
membuka jalan."
Tiba2 tampak seseorang berlari mendatangi bagai terbang
dari bawah gunung, pengawal2 Wanyan Liang segera beramai2
maju merintangi, untung Wanyan Liang sudah melihat
jelas bayangan orang itu segera dia membentak dengan
girang: "jangan kurangajar, itulah Huma (menantu raja),
Huma, kau sudah lolos dari bahaya, mana Jilian Cuncu?"
Pendatang ini adalah Kongsun Ki. Tanpa hiraukan tata
kehormatan dengan sikap congkak dia melapor: "Memang
hamba sedikit lena sehingga terjebak oleh pemberontak. Aku
mau pergi mau datang boleh sesukaku, memangnya siapa bisa
kendalikan aku. Dalam waktu dekat Cuncu belum bisa tiba,
harap Hong-siang ampuni."
Kiranya sejak berhasil mempelajari landasan Lwe-kang
untuk meyakinkan kedua ilmu berbisa dari keluarga Siang,
Kongsun Ki sudah pandai membuka tutukan Hiat-to sendiri,
setengah jam setelah Hong-lay-mo-li pergi, dia sudah berhasil
membebaskan lutukan.
Di-samping itu memang karena kelalaian Hong-lay-mo-li
yang melupakan bahwa Kongsun Ki memiliki sebatang pedang
pusaka yang lemas, biasanya dibuat sabuk, karena ter-gesa2
dia lupa menggeledah pedang lemas ini. Setelah Hiat-lo bebas
dengan mudah Kongsun Ki putus borgol dan rantai dengan
pedang pusakanya, sudah tentu orang2 yang menjaganya tak
mampu berbuat apa2 lagi, tidak sedikit yang menjadi korban
keganasannya secara konyol.
Melihat Kongsun Ki kembali sudah tentu bukan kepalang
senang Wanyan Liang, situasi memang mendesak tanpa
banyak pikir segera dia berkata: "Kebetulan kedatanganmu
lekas bantu Tim ringkus para pemberontak itu."
Memang Kongsun Ki ingin menuntut balas kepada Honglay-
mo-li, segera dia melangkah maju, katanya dingin: "Baik
sekali, Liu Jing-yau, tidak ingat budi perguruan, jangan kau
sesalkan aku tidak kenal kasihan lagi kepadamu."
"Sret" sekali gertak dengan jurus Lam-to-chit-sing, sesuai
dengan nama jurusnya. ujung pedangnya bergetar
menaburkaii tujuh titik kunang2 seperti bintang terang, dalam
sejurus sekaligus dia in-car tujuh Hiat-to dibadan Hong-laymo-
li. Hong-lay-mo-li membalas dengan jurus Ling-kang-kiat-pi,
pertahanannya amat rapat umpama hujan badaipun tidak
tembus, maka terdengarlah suara tang ting yang ramai,
pedang mereka sekaligus beradu tujuh kali.
Telapak tangan Hong-lay-mo-li sampai terasa linu,
maklumlah karena tenaganya memang sudah lemah, namun
juga karena Kongsun Ki bertujuan jahat, sekaligus dia
gunakan kepandaian Kek-but-joan-kang.
Mendapat bantuan Kongsun Ki seketika bangkit semangat
Wanyan Tiang-ci, segera dia menubruk maju.
"Liu Lihiap," lekas Bu-lim-thian-kiau berseru, "kemarilah kau
bantu Ceng-hun Jimoay, biar kuhadapi bangsat ini." sebagai
seorang ahli silat sekilas pandang Bu-lim-thian-kiau sudah
tahu bahwa Hong-lay-mo-li bukan tandingan Kongsun Ki.
Walau Wanyan Tiang-ci lihay. orang tidak membekal ilmu
beracun, kalau Hong-lay-mo li bersama Jilian Ceng-hun
menghadapinya sedikitnya masih kuat bertahan.
Dengan gerakan merubah bentuk pindah kedudukan Bulim-
thian-kiau menghadang didepan Hong-lay-mo-li,
serulingnya menuding tepat memapak ke pedang Kongsun Ki.
Kedua orang baru pertama kali ini bentrok, Bu-lim-thiankiau
sudah bertempur sekian lamanya. Lwekangnya tidak
mencapai tujuh bagian biasanya: Namun Kongsun Ki yang
pernah dilukai oleh Liu Goan-cong, hawa murninya berkurang
tiga bagian, sampai sekarang belum lagi pulih.
Maka kekuatan kedua orang seimbang, Kongsun Ki
melancarkan serangan Hoa Hial-to, pedang dikombinasikan
pukulan berbisa damparan anginnya berbau amis, dengan
meniup Serulingnya, segulung hawa murni yang hangat
memapak damparan pukulan lawan.
Kongsun Ki seketika merasa badan segar silir, hampir saja
dia tidak mampu kerahkan tenaga mengempos semangat,
keruan terkejut, lekas dia tenangkan diri memusatkan pikiran
sambil himpun tenaga.
Angin pukulan berbisa yang amis dipunahkan oleh tiupan
hawa murni Bu-lim-thian-kiau, tingkat Lwekang kedua pihak
kira2 sebanding, Maka kedua pihak sudah keluarkan ilmu
simpanan mnsing2, keadaan tetap sama kuat.
Disebelah sana dengan permainan pecut panjangnya
Wanyan Tiang-ci sudah gulung bayangan Jilian Ceng-hun
didalam pecutnya, Jilian Ceng-hun putar kencang pedangnya
melindungi badan, suatu ketika pedangnya menusuk miring,
dia sudah mengincar dengan tepat pada lobang yang
dinantikan, disamping menyerang jurus ini mengandung
pertahanan yang kokoh juga, sayang tenaganya tidak
memadai maksud hatinya. "Creng" tahu2 Ceng-kong-kiamnya
tersampuk pergi sehingga dadanya terbuka lebar.
Wanyan Tiang-ci seketika membentak: "Lepas! Roboh!"
bagai ular sakti ujung pecutnya tiba2 memagut keurat
nadinya. Disaat Jilian Ceng-hun terancam bahaya inilah, se-larik
sinar perak melesat tiba, bayangan Hong-lay-mo-li menubruk
tiba dari samping, pedang ditangan dengan jurus Heng-ka-kim
liang, dia tangkis serangan pecut lawan menyelamatkan Jilian
Ceng-hun. Kebut ditangan kiri menggubat ujung pecut orang,
sehingga tidak mampu berkutik lagi.
Begitu mendapat peluang, sigap sekali Jilian Ceng-hun
menyisirkan pedangnya melalui pecut lawan yang tertarik
kencang memapas naik, bentaknya: "Lepaskan!" terpaksa
Wanyan Tiang-ci menarik balik pecutnya, beruntun dia
mundur beberapa langkah.
"Terima kasih cici!" dengan suara lirih Jilian Ceng-hun
berkata Melihat Hong-lay-mo-li menolongnya, hatinya haru
dan timbul semangatnya, kedua orang kerja sama lebih kuat
lagi mencecar Wanyan Tiang-ci, sayang mereka harus
menghadapi sergapan juga dari para Busu yang mengepung
gelanggang, terang tidak mungkin mereka menerjang keluar.
Tatkala itu hari sudah mulai fajar, pandangan mata sudah
kelihatan samar2, berdiri dipuncak gunung Wanyan Liang bisa
lepas pandangan ke seluruh penjuru, jauh di Tiangkang sana
kelihatan asap tebal masih mengepul tinggi kobaran api yang
menelan armadanya ternyata belum padam, betapa pilu dan
terpukul wibawanya.
Sang waktu berjalan cepat tak terasa, sebentar saja sang
Surya sudah menyingsing diufuk timur, pemandangan
dibawah gunungpun sudah kelihatan dengan jelas.
Tampak panji2 berkibar dimana2, barisan serdadu saling
terjang dan kudapun berderap dengan kencang, situasi medan
perang dibawah sana kelihatannya kurang beres.
Se-konyong2 tambur berdentam amat riuh, se-olah2
menggetarkan gunung, Wanyan Liang sampai berjingkat
kaget, bentaknya mendadak: "Hai, lekas laporkan apa yang
terjadi." Tampak debu mengepul tinggi, ada sebarisan kecil berkuda
membedal naik keatas bukit, barisan ini bukan serdadu Kim,
tapi juga tidak menggunakan seragam Song, pakaian mereka
sebagai rakyat jelata, namun gerak gerik mereka amat
cekatan dan cepat sekali, orang terdepan adalah seorang laki2
tua berambut pendek. mengempit sebatang longkat,
kelihatannya seperti orang timpang.
Meski laki2 tua tampang ini mengempit sebatang tongkat,
namun gerak geriknya lebih cepat dari orang2 lain, terdengar
tongkatnya menyentuh batu2 gunung, bayangannya melesat
beberapa tombak jauhnya.
Ribuan Gi-lim-kun pilihan yang bertahan disekitar bukit,
tiada satupun yang mampu merintanginya.
"Ayah!" Hong-lay-mo-li berteriak kegirangan. Kiranya orang
itu adalah ayahnya Liu Goan-cong, Dengan memilih seratus
orang2 gagah yang berkepandaian tinggi, Liu Goan-cong
pimpin mereka menyusup jauh kepertahanan musuh, lewat
jalanan kecil yang jarang ada pasukan terus maju kearah bukit
ini. Melihat Liu Goan-cong, merasa terbang arwah Kongsun Ki,
beberapa kali dia kecundang, kini Lwekangnya belum pulih
lagi, masakah dia berani bertempur lebih lama" Dengan
serangan gertakan, cepat dia putar badan lari sipat kuping,
luput dengan serangannya, Bu-lim-thian-kiau tidak sempat
mengejarnya. Wanyan Liang mencak2 gusar: "Telur busuk, telur tusuk!
Kalian memang telur busuk! Hayo lekas tangkap tua bangka
itu." lalu dia balik badan menuding Kongsun Ki, makinya:
"Melarikan diri dimedan laga, tidak malu kau mengagulkan diri
sebagai orang gagah nomor satu dari negeri selatan"
Memangnya kau masih mimpi menjadi menantuku?"
Menyelamatkan jiwa lebih penting, Kongsun Ki tidak
hiraukan caci maki orang, beberapa Busu yang dianggapnya
merintangi jalan dipukulnya sungsang sumbel.
Percuma Wanyan Liang marah2, tiada satupun anak
buahnya yang mampu merintangi Liu Goan-cong, apa Iagi
menangkapnya, Dengan menarikan tongkatnya Liu Goan-cong
segagah naga mengamuk, semua Busu yang mengurung
Hong-lay-mo-li dipukulnya kocar kacir, sebagai Komandang Gilim-
kun, terpaksa Wanyan Tiang-ci keraskan kepala melawan
dengan gigih, Liu Gian-cong memapaknya dengan mengejek:
"Bagus. kita kan lawan lama, marilah kita coba2 lagi!"
"Wut" tongkatnya menyapu seperti mengeluarkan deru
geledek, lekas Wanyan Tiang-ci gunakan Ko-teng-jan-sut
(Rotan kering membelit pohon), pedang panjangnya
menggubat tongkat besi orang.
"Lepaskan!" bentak Liu Goan-cing, "pyaar!" pecut panjang
yang terbuat dari baja lemas itu tergetar hancur terputus2.
Tahu dirinya bukan tandingan lawan, tanpa hiraukan gengsi
dan kebesaran, terpaksa Wanyan Tiang-ci melarikan diri.
"Ayah," seru Hong-lay-mo-Ii, "bagaimana dengan pasukan
gerilya kita?"
"Pasukan Loh-ciang-kun sudah mendarat, gerilya kitapun
mendapat sambutannya, kini sudah menjebol kepungan."
Jilian Ceng-sia kuatirkan keselamatan Yalu Hoan-ih, segera


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia menimbrung tanya: "Bagaimana pertempuran dibawah
gunung?" Liu Goan-cong tertawa, katanya: "Lihatlah, engkoh Ihmu
sudah datang!"
Terdengar ribuan serdadu berteriak berpadu: "Jangan
lepaskan raja lalim!" Yalu Hoan-ih pimpin pasukan pelopor
menerjang datang lebih dulu, ternyata mereka sudah tiba
dilamping gunung, panji kebesarannya ber-kibar2 kelihatan
jelas dari puncak bukit pasukan Kim yang kalah bagai air bah
mundur naik keatas gunung.
Wanyan Liang hanya melihat barisan Yalu Hoan-ih saja
yang menerjang tiba, maka dia perintahkan Wanyan Tiang-ci
mengumpulkan pasukannya yang kalah, dengan kekuatan Gilim-
kun untuk menumpas serbuan pasukan pemberontak
paling tidak menahannya mati2an, namun belum sempat dia
keluarkan perintah-nya, Halukay yang memimpin pasukan
garis depan lari balik dengan keadaan runyam, tak sempat
memberi hormat, jauh2 dia sudah berteriak:
"Baginda!, celaka pasukan besar Song sudah menyerang
sungai, mereka sedang terjang kemari.
Wanyan Tiang-ci segera berseru: "Kalah menang sudah
jamak dalam peperangan, silakan, Baginda tarik mundur
seluruh pasukan untuk menyusun kekuatan dan menyerbu
balik pula." dengan kumpulkan sisa Gi-lim-kun yang sudah
morat marit, melindungi Wanyan Liang sambil melawan
mereka mundur. Yalu Hoan-ih membentak: "Raja lalim lari kemana?"
menjinjing tombak mengeprak kuda, pimpin anak buahnya dia
terus mengejar dengan kencang.
Saking kaget Wanyan Liang ber-kaok2: "Pukul tambur
kumpulkan pasukan supaya datang membantu melindungi
Tim!" Tak nyana sambutannya adalah pertempuran gegap
gempita dibawah gunung, paduan suara ribuan orang berseru:
"Jangan lepaskan Wanyan Liang." selepas mata memandang,
panji2 besar negeri Song sudah berkibar diseluruh medan
laga. Layar2 kapalpun berkembang tak terhitung banyaknya
disepanjang sungai Tiang-kang, pasukan Song berduyun2 naik
kedaratan. Wanyan Liang membanting kaki dengan gegetun, katanya
menghela napas: "Armada Loh Bun-ing tiada selaksa,
bagaimana begini besar pengaruhnya" Tentu kalian yang
memberi laporan palsu kepadaku, sehingga Tim menilai
rendah kekuatan musuh, Ai, memang Thian ingin
membunuhku, Thian ingin membunuhku!"
Sayang sekali disaat2 menjelang keruntuhan total Wanyan
Liang masih tidak menyadari kekuatan rakyat tiada lawannya,
bahwa menjajah dan agresi pasti kalah, tidak mengoreksi diri
sendiri, malah menyalahkan bawahannya, menyesali Thian
yang tidak adil.
Bahwasanya, jumlah keseluruhan pasukan Song memang
tidak lengkap selaksa, yang baru mendaratpun belum cukup
sepertiga, Tapi setelah armada Kim seluruhnya hancur,
pasukan daratnya sudah patah semangat, meski pasukan
Song berjumlah sedikit, tapi mereka masih dibantu oleh laskar
rakyat yang berduyung menggabungkan diri, disambut
pemberontakan Yalu Hoan-ih dari dalam pula, maka kekuatan
mereka menjadi berlipat ganda, semangat tempur mereka
berkobar lagi, sudah tentu pasukan Kim seperti rumput
terbabat parang berantakan.
Wanyan Tiang-ci masih berusaha menghibur, katanya:
"Baginda tak usah kuatir, hamba akan lindungi Baginda turun
gunung!" Disebelah bawah Yalu Hoan-ih sedang pimpin pasukannya
menyerbu tiba, pasukan Song yang mengibarkan bendera
negerinyapun sedang maju tiba dibawah bukit Tam To-hiong
segera membentak:
"Lepas panah!" ratusan anak buahnya segera tarik busur
membidikan panah, seperti berlomba mereka mengincar kearah
Yalu Hoan-ih. tidak sedikit perwira disekitarnya terpanah
roboh. Keruan Yalu Hian-ih amat gusar "Diberi tidak membalas
kurang hormat, lepas panah!" peralatan panah anak buahnya
biasa saja mengandal kekuatan tangan, namun semangat
tempur mereka sedang berkobar jumlahnya lebih banyak lagi,
maka mereka berlomba adu otot dan tenaga, ribuan panah
bagai hujan deras menyerang balik, anak buah Tom To-hiong
kuncup nyalinya, meski hanya puluhan orang yang terpanah
mati, namun yang lain sudah lari ketakutan dengan
membuang busur dan panah.
Dalam pertempuran besar dimedan laga, manusialah yang
menentukan kalah menang pertempuran, bukan peralatan
yang lengkap. Yalu Hoan-ih berhasil merebut sebuah busur besi,
bentaknya: "Wanyan Liang, boleh kau belajar kenal dengan
kepandaian panahku, Lihat panah!"
"ser, ser, ser" beruntun tiga kali bidikan, kekuatan tarikan
lengannya besar luar biasa. ketiganya sama2 melesat tepat
kearah Wanyan Liang, tapi semuanya kena dipukul jatuh oleh
ayunan golok Wanyan Tiang-ci.
Liu Goan-cong sebaliknya tak bersuara, sekenanya dia raih
beberapa batu terus ditimpukan kearah Wanyan Tiang-ci, batu
sebagai senjata rahasia ini dia tepukan dengan Lwekang
tingkat tmggi, daya kekuatannya jauh berlipat ganda dari
bidikan panah Yalu Hoan-ih, timpukan batu yang
memberondong ini membuat Wanyan Tiang-ci keripuhan
untuk menyelamatkan jiwa sendiri.
Terdengar jepretan busur bagai beledek, luncuran anak
panahnya laksana meteor, kembali Yalu Hoan-ih bidikan
sebatang panah pula, kali ini telak mengenai punggung dan
tepat menembus ulu hati Wanyan Liang, kontan badannya
tersungkur jatuh dari tunggangannya.
Keruan kejut Wanyan Tiang-ci bukan kepalang, baru saja
dia hendak memburu kesana melindungi junjungannya,
Ditengah2 gerombolan serdadu yang tengah bertempur
acak2an itu, tiba2 melompat keluar seorang opsir, dimana
goloknya terayun, dia penggal batok kepala Wanyan Liang.
Serangan bacokan golok ini amat diluar dugaan dan terjadi
teramat cepat, setelah pengawal pribadi Wanyan Liang
menyadari apa yang telah terjadi, serempak mereka menjerit
dan merubung maju, namun orang itu dengan menenteng
batok kepala Wanyan Liang sudah cemplak kepunggung
seekor kuda dan dibedal pergi.
Mendengar jeritan para pengawal baru Wanyan Tiang-ci
tahu apa yang telah terjadi saking kagetnya serasa pecah
jantungnya, lekas dia raih dua batang tombak terus
ditimpukan kearah punggung orang itu, orang itu tidak
berpaling, dimana goloknya terayun balik kebelakang, "Trak,
tak" dua tombak itu ditabasnya kutung.
Begitu Wanyan Liang mampus, pasukan Gi-lim-kun yang
biasanya berdisiplin keras menjadi kacau balau, korban
berjatuhan semakin banyak, mayat2 manusia dan kuda
berkelimpangan, cepat sekali orang itu sudah tak kelihatan
lagi ditengah2 ajang pertempuran, kemana pula Wanyan
Tiang-ci hendak mencarinya"
Heran menyesal dan sayang pula Yalu Hoan-ih, katanya:
"Entah siapa dia itu, begitu hebat kepandaiannya. Sayang
sekali aku tidak bisa penggal kepala Wanyan Liang dengan
tanganku sendiri, dia malah memungut untungnya."
Jiiian Ceng-sia tertawa, katanya menghibur: "lh-ko, kaulah
yang membunuh raja lalim dengan panahmu lebih dulu,
terhitung kau sudah menuntut dendam negara dan keluarga,
cukup puaskah kau!"
Waktu itu hari sudah terang benderang, sang surya sudah
bercokol tinggi diufuk timur tersembunyi dibalik mega, cepat
sekali kabut sudah sirna ditingkah sinar matahari.
Sebuah panji besar yang ditengahnya bertuliskan "LOH"
ditingkah matahari di iringi suara tambur yang ber-talu2,
tampak berkibar ditiup angin pagi maju ke-medan laga.
Kiranya Loh Bun-ing sendiri yang memimpin pasukan Song
menyerbu kegaris depan, ditengah medan pertempuran
bergabung dengan pasukan pemberontak yang dipimpin Yalu
Hoan-ih dan laskar rakyat yang dipimpin Liu Goan-cong, tiga
pasukan sekaligus menggencet musuh dan bergabung
dibawah bukit. Girang Hong-lay-mo-li bukan main, bersama ayahnya
segera dia menyongsong kedatangan Loh Bun-ing. Tahu
bahwa Wanyan Liang sudah gugur, Loh Bun-ing segera
perintahkan tentaranya sementara bertahan dan mendirikan
kemah. Yang menjadi biang keladi peperangan dan lalim hanya
Wanyan Liang seorang, setelah dia mati, serdadu yang tidak
berdosa tidak perlu dibunuh sampai habis.
Tapi meski pasukan Song tidak mengejar, karena ketakutan
dan demi menyelamatkan diri masing2, tentara Kim berlomba
lari cepat dan saling terjang dan injak sehingga tak sedikit
diantara mereka yang gugur karena dibunuh orang sendiri.
Dalam pada itu Yalu Hoan-ihpun sudah mengunjungi Loh
Bun-ing, Yalu Hong-ih dipujinya setinggi langit atas jasa2nya
yang berhasil memanah mati Wanyan Liang, Namun, Yalu
Hoan-ih berkata: "Kali ini aku berhasil membunuh Wanyan
Liang, lantaran mendapat bantuan seorang sahabat bangsa
Kim, orang ini berilmu tinggi berpengetahuan luas, Apakah
Goan-swe ingin bertemu sama dia?"
Loh Bun-ing kegirangan katanya: "Ada orang selihay ini,
kenapa tidak mau berkenalan" Dimana dia?"
"Berada dalam pasukanku, Tam-suheng, Tam-su-heng.
silakan kemari." tapi berulang kali dia ber-kaok2, tidak
mendapat jawaban, bayangan orang yang diharapkan tidak
kunjung tiba. "Aneh, barusan dia masih bersamaku, entah kemana dia?"
ujar Yalu Hoan-ih.
Orang banyak berpencar pergi mencarinya, tak lama
kemudian Jiiian Ceng-sia kembali memberi laporan: "Ada
orang melihat dia sudah turun gunung."
Yalu Hoan-ih melengak, katanya: "Sudah turun gunung"
Kenapa tidak pamitan dulu kepadaku?"
"Sampaipun cicinya dan cicikupun tidak diberitahu seorang
diri tinggal pergi." ujar Jilian Ceng-sia.
Loh Bun-ing menghela napas, katanya: "Sayang sekali tiada
jodoh bertemu dengan seorang pahlawan bangsa. Tapi
peperangan kedua negeri kita memang belum berakhir, dia
seorang Kim, situasi dan keadaan terlalu menyudutkan dia,
tidak perlu pertemuan ini dipaksakanlah."
Hui-siok Sinni berkata: "Ji-moay, mari kau ikut aku
mencarinya."
Merah muka Jilian Ceng-hun, dengan lirih dia mengiakan
Segera mereka pamitan dengan orang banyak, Sudah tentu
San San pergi ikut gurunya.
Bu-Iim-thian-kiau tinggal pergi tanpa pamit, tak urung
Hong-lay-moy-li ikut merasa gegetun dan hambar, dalam hati
diam2 dia mendoakan bagi Jilian Ceng-hun. "Semoga mereka
saudara seperguruan bisa cocok satu sama lain dan terjalin
cinta abadi, jangan sampai terjadi rintangan ditengah jalan."
Disamping mengatur dan menyusun kembali kekuatannya
Loh Bun-ing secara kilat mengirim laporan kepada raja Song,
mohon bantuan pula, Maklumlah pasukannya hanya
sepuluhan laksa, pasukan sekecil ini, kalau benar2 bentrok
secara berhadapan, apa lagi harus serbu tentara merampas
balik tanah pertiwi yang terjajah, terasa masih jauh dari
mencukupi. Dalam pada itu pasukan Kim mundur sejauh lima puluh li,
baru pasukan mereka dapat dikendalikan dan disusun pula,
Wanyan Tiang-ci dan Tam To-hiong berkerja sama menguasai
tenteranya yang kacau balau dan porak peronda, diluar kota
Lam-khia, mereka berhenti dan memperkokoh diri dengan sisa
pasukan separo dari jumlah semula, kedua pihak sementara
bertahan pada posisi masing2.
Beberapa hari kemudian kabar tersiar luas bahwa pihak
negeri Kim mengangkat adik Wanyan Liang yang bernama
Wanyan Ywig ((Kim Si-cong) menjadi raja, raja baru ini
mengirim dua puluh laksa pasukan cadangan untuk
memperkuat kedudukan Wanyan Tiang-ci. sebaliknya
permohonan bantuan yang diminta Loh Bun-ing tidak kunjung
datang juga, namun sambutan rakyat yang suka rela
membantu dengan segala bantuan cukup membesarkan hati.
Suatu hari, Hong-lay-mo-li tengah ikut rapat didalam
perkemahan Loh Bun-ing membicarakan situasi yang semakin
memburuk. tiba2 tampak seorang datang melaporkan adanya
utusan dari kota raja, Loh Bun-ing kegirangan, ter-sipu2 dia
menyambut keluar, dengan berlutut dia terima perintah
Baginda raja. Namun setelah Loh Bun-ing baca jawaban sang raja akan
laporannya, seketika pucat dan gemetar sekujur badan,
kiranya dalam surat perintah raja ini memerintahkan dirinya
bukan maju merebut tanah pertiwi, malah diperintahkan untuk
menarik pasukan kembali pada posisi semula di selatan
sungai. Memang dalam surat ini Loh Bun-ing ada dipuji setinggi
langit akan jasa2nya. tapi perintah mengunduran pasukan tak
boleh ditunda2 lagi dengan kata2 pedas, dalam tiga hari,
seluruh pasukan sudah harus ditarik mundur ke-selatan
Sungai. Keruan Hong-lay-mo-li amat gusar, kaianya: "Ciangkun,
kita tidak perlu bantuan kerajaan, belum tentu kita tak kuat
melawan pasukan musuh. Kekuatan rakyat bertambah besar
merupakan kekuatan inti bagi kita, tenaga dan ransum cukup
tersedia, kenapa kita harus mundur?"
Loh Bun-ing tertawa getir, ujarnya: "Masakah aku harus
membangkang atas perintah Baginda raja?"
"Gak Siau-po (Gak Hui) sudah merupakan contoh bagi kita,
kuharap Goan-swe tidak lagi ikut jejak keruntuhan Gak Hui
dulu." "Tapi Gak Hui sendiri dulu toh tidak berani melawan
perintah, apa lagi aku" sebagai pembesar kerajaan yang setia,
terpaksa aku harus mematuhi perintahnya, mana aku berani
membangkang dan melarikan diri dari tanggung jawab ini."
Tahu bahwa usaha bujukannya tidak berhasil terpaksa
Hong-lay-mo-li kembali kedalam pasukan laskar rakyat


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merundingkan langkah2 selanjutnya. Hari itu juga Loh Bun-ing
sudah mulai menarik pasukannya dan menyebrang kesehatan
pula. Sebaliknya laskar rakyatpun untuk sementara harus bubar
dan kembali ke pangkalan masing2, Hong-lay-mo-!i tetap
merupakan simbol tertinggi dari kepemimpinan mereka,
sementara Yalu Hoan-ih pimpin pasukan bangsa Liaunya
sendiri masuk ke gunung terus melaksanakan rencananya
untuk membangun kembali negeri leluhurnya.
Setelah segalanya teratur dan beres, berkata Hong-lay-moli:
"Ayah, anak masih ingin pergi ke Kang-lam."
"Benar," ujar Liu Goan-cong, "kaupun harus pergi menemui
Hoa Kok-ham, Tapi sekali ini ayah tidak bisa mengiringi
perjalananmu!"
Isi hati dikorek oleh ayahnya merah muka Hong-lay-mo-li,
katanya: "Kenapa ayah tidak pergi bersamaku ?"
"Dua puluh tahun aku sudah terasing dari kehidupan
duniawi, teman2 tua sama tahu aku sudah hidup kembaii,
sudah sepantasnya aku menyambangi mereka, setelah kau
rujuk pula dengan Hoa Kok-ham, pergilah ke Kong-bing-si di
Yang-kok-san mencariku, pengurus kelenteng adalah teman
lamaku, umpama aku tidak disana dia pasti tahu dimana aku
berada. Setiba waktunya baru aku akan jadi wali atas
pernikahan kaIian"
"Terlalu pagi ayah membicarakan hal ini. Em. yah, sekalian
boleh kau pergi menemui guruku, dia tetirah di Jay hui-ceng
dibawah Siau-yang-san. persoalan Kongsun Ki, boleh ayah
bicarakan sama dia."
Setelah ayah beranak selesai merundingkan segala
sesuatunya, Hong-lay-mo-li lantas ikut menyebrang bersama
Loh Bun-ing, seluruh laskar rakyat dan rakyat setempat sama
ber-bondong2 mengantar mundurnya pasukan besar negeri
Song keselatan.
Harapan rakyat yang terkekang selama bertahun oleh
penjajahan untuk merdeka dan hidup makmur sejahtera
menjadi kandas lagi, tak sedikit diantara mereka yang
bertangisan sebelum berpisah.
Serasa di-iris2 perasaan Loh Bun-ing mendengar isak tangis
kesedihan rakyat yang ditinggalkan, malu rasanya terhadap
rakyat yang patut dia lindungi dari kekejaman, namun
perintah tak berani dilawan, terpaksa dia menghela napas dan
perintahkan berlayar.
Diatas kapal Hong-lay-mo-li berpikir: "Entah Hoa Kok-ham
dan Ong Ih-ting sudah kembali ke Thayouw" Biar aku mencari
kabar kesana. Ong Ih-ting adalah Cong-cecu dari tiga belas
cecu yang lain dimana, umpama Hoa Kok-ham tidak disana,
paling tidak aku harus mengunjunginya juga."
Setelah berketetapan, setelah tiba disebrang dan berpisah
dengan Loh Bun-ing. seorang diri Hong-lay-mo-li melanjutkan
perjalanan langsung menuju ke Thay-ouw.
Sejak dahulu kala Kanglam memang merupakan daerah
subur dan indah pemandangannya terutama daerah Thayouw
merupakan penghasil padi dan perikanan yang ber-limpah2,
sejak mulai menempuh perjalanan Hong-lay-mo-li melalui
jalan raya yang diapit oleh sawah ladang yang subur dengan
padi yang hampir menguning, kaum tani sedang sibuk
disawah ladang yang subur dengan padi yang hampir
menguning. Tapi semakin dekat dengan Thayouw kesibukan
petani disawah ladang semakin jarang tampak.
Puluhan li sudah Hong-lay-mo-li menempuh perjalanan,
namun orang yang berlaku lalang semakin sedikit, petani yang
dapat dihitung jumlahnya disawah sedang sibuk memotong
padi, padahal belum saatnya dan padi belum masak.
Beberapa kejap kemudian dia bertemu pula dengan
serombongan mungkin lebih tepat kalau dikatakan sekeluarga
kaum nelayan yang membawa harta benda, layar, jala dan
peralatan lain2.
Kelihatannya mereka mau pindah entah kemana dengan
ter-gesa2, begitulah beruntun Hong-lay-mo-li saksikan
pandangan aneh2 yang tidak enak dipandang mata.
Begitulah dengan berbagai rasa curiga dan keheranan
Hong-lay-mo-Ii melanjutkan perjalanan, akhirnya dia tiba juga
dipinggir danau, dimana biasanya banyak kapal dan perahu
berlabuh, tapi hari ini entah mengapa keadaan sepi2 saja,
Akhirnya dia berteriak:
"Ada kapal tidak?" sesaat kemudian, dari semak2 daon
welingi sana muncul sebuah sampan cukup besar yang
dikayuh seorang laki2, sapanya.
"Nona mau kemana ?"
Tampak oleh Hong-lay-mo-li laki2 ini bermuka tepos,
berdagu panjang, matanya tajam, sekilas pandang Hong-laymo-
li tahu bahwa tukang perahu ini pasti pernah latihan silat.
Maksud kedatangan Hong-lay-mo-li hendak menemui Ong
Ih-ting, namun keadaan yang dilihatnya sudah berbeda, mau
tidak mau dia jadi ragu2.
Disaat hatinya bimbang dan belum sempat jawab tukang
perahu sudah berkata pula: "Nona, silakan naik keperahu!"
Dengan memanggul kebut dan menyoreng pedang Honglay-
mo-li maju beberapa langkah, katanya memancing: "Aku
hendak ke Tong-thing-san barat, apakah berani kesana?"
Sekilas tukang perahu melengak, tiba2 tertawa, katanya:
"Nona tentulah Liu Lihiap, kedatanganmu hendak menemui
Ong-cecu bukan?"
Bahwa orang tahu asal usulnya, Hong-lay-mo-li heran,
tanyanya "Siapa kau" Kau kenal aku?"
"Aku hanya salah seorang Thaubak dari pangkalan,
biasanya melayani Cecu, pernah melihat Liu lihiap, Liu Lihiap
adalah Bengcu sesama kawan sehaluan diutara, adalah pantas
kalau aku yang kecil memberi hormat."
"Tak usah banyak adat Kalau begitu, jadi Cecu kalian sudah
kembali?" "Sudah kembali sejak bebei-apa hari yang latu, kemarcn
malah pernah menyinggung Liu Lihiap.-"
"O, dengan siapa dia menyinggung diriku?"
"Dengan Siau-go-kan-kun Hoa Kok-ham Hoa Tay hiap, Hoa
Tayhiap mengatakan Liu Lihiap berada ditempat Loh Goanswe,
entah kemana tujuannya sekarang, beliau amat kangen,
Cecu menahannya dua tiga hari lagi untuk menunggu
kedatangan Liu Lihiap-maka kami disebar disekitar sini untuk
menunggu kedatangan Liu-bengcu, Hehe, ternyata dugaan
Cecu tidak melesat, hari ini kau orang tua benar2 datang."
Begitulah dengan naik perahu kecil laki2 ini Hong-lay-mo-li
berlayar menuju ke Tong-thing-san sebelah barat. Kepandaian
mengemudi perahu orang ini memang pintar dan cekatan,
cepat sekali mereka sudah tiba ditengah danau, namun Honglay-
mo-li jadi semakin heran, selayang pandang danau sebesar
ini sepi lengang. tiada tampak sebuah perahu nelayan yang
cari ikan, jauh berbeda dengan keadaan dulu waktu dia
datang. Tak lama kemudian puncak Tong-thing-san sudah
kelihatan, lain kejap merekapun sudah mendarat. Diam2 lega
hati Hong-lay-mo-li, sejak tadi dia sudah was2 bahwa orang
akan turun tangan ditengah danau, kiranya dugaannya
meleset, maka dia percaya bahwa tukang perahu ini memang
Thaubak kepercayaan Ong Ih-ting, hilanglah kecurigaannya.
Sambil lalu Hong-lay mo-li mengajukan beberapa
pertanyaan mengenai situasi dan keadaan disini akhir2 ini.
Semua dijawab dengan baik dan masuk diakal.
Tengah bicara mereka sudah berada diatas gunung
kesamplok dengan tentara ronda, salah seorang yang
bermuka putih bermata sipit bersiul sekali lalu cengar cengir,
sapanya: "Ong-toako, dari mana kau dapat rebut cewek
secantik ini?"
Tukang perahu itu membentak: "jangan kurang ajar, Liu
Lihiap adalah Liok-lim-bengcu daerah utara teman baik Congcecu
kita." Orang itu terkejut, sahutnya ketakutan: "Apa" Oh, yaya,
Liu-bengcu!"
"Lekas laporkan kepada Cong-cecu?" Orang itu mengiakan,
ter-sipu2 dia lari naik keatas gunung.
Tukang perahu tertawa nyengir, dengan sikap kikuk dan risi
dia minta maaf akan kekurangajaran temannya itu, Meski hati
kurang senang Hong-lay-mo-Ii tidak ambil dihati-
Tak lama kemudian mereka sudah tiba dipangkalan diatas
gunung, namun Ong Cecu tidak kelihatan keluar menyambut.
Walau menduga adanya sesuatu yang tidak beres namun
Hong-lay-mo-li tidak curiga sama sekali, cuma hati rada heran.
Tukang perahu itu segera maju memberi laporan kepada
kepala Thaubak yang piket dengan bahasa rahasia dari
golongan hitam, sayang logatnya berlainan sehingga Honglay-
moli tidak begitu tahu maksudnya, Cuma kepala Thaubak
itu segera menyapa: "Liu-beng-cu kembali berkunjung, Cecu
dan Hoa Tayhiap sedang menunggu didalam, silakan Liubengcu
langsung menemuinya di Ki-gi-thing."
Mendengar Hoa Kok-ham menunggu dirinya, seketika
berdetak hati Hong lay-mo-li, bahwa Ong Ih-ting tidak keluar
menyambut dirinya terang menemani Hoa Kok-ham yang
mungkin kikuk dari merasa bersalah terhadap dirinya dan
malu keluar menyambutnya karena dugaannya ini, tindak
tanduk Ong Ih-ting yang keluar dari kebiasannya tidak
menyambut keluas, malah tidak dia curigai sama sekali.
Mengikuti kepala Thauhak, Hong-lay-mo-li memasuki Ki-githing,
ruang pendopo sebesar ini dalam keadaan kosong
melompong, Taubak itu segera berkata: "Silakan Liu Lihiap
duduk sebentar, segera aku masuk mengundang Cecu dan
Hoa Tayhiap keluar."
Sebetulnya dengan kedudukannya sebagai Lok-lim bengcu
daerah utara, Ong Ih-iting harus kumpulkan seluruh Thaubak
yang punya kedudukan penting didalam Gi-ki-thing dan
diperkenalkan kepada dirinya.
Keadaan seperti ini, se-olah2 hendak mengundangnya
masuk ke kamar rahasia untuk bicara, cuma pendopo sebesar
ini dipandang sebagai kamar rahasia.
Hal ini sebetulnya merupakan aturan2 dan tata tertib yang
harus dipatuhi setiap golongan Lok-lim, tapi Hong-lay-mo-li
memikirkan persoalan lain, dia duga Ong lh-ting adalah kawan
baik Hoa Kok-ham, mungkin sengaja hendak memberi
kesempatan kepada mereka bertemu dan membicarakan
urusan pribadi.
Memangnya untuk persoalan umum dan pribadi Hong-laymo-
li sama2 mempunyai kepentingan, peduli yang mana dulu
dibicarakan juga sama pentingnya maka diapun tidak banyak
menduga2 lagi. Disaat2 pikirannya melayang itulah. tiba2 didengarnya
sebuah suara yang sudah dikenalnya berkata dengan tertawa:
"Jing-yau, tak nyana kita sekeluarga bertemu lagi. Mana
ayahmu" Kenapa tidak datang" setelah berada disini, kau
harus menetap disini. Kan lebih baik dari pada kau keliaran
diluar mengikuti jejak ayahmu. Didaerah negeri Kim setiap
saat kau bersitegang leher, disini kau bisa hidup dengan
tentram." Sudah tentu bukan kepalang kaget Hong-lay-mo-li,
yang muncul bukan Ong Ih-ting ternyata adalah pamannya Liu
Goan-ka. Dibelakang Liu Goan-ka mengintil seorang lagi, yaitu
Hwi-liong Tocu Cong Cau-san yang se-wenang2 itu.
Sejak kekalahannya tempo hari Hwi-liong Tocu tak bisa
bercokol lagi di Hwi-liong-to, maka dia turuti saja akal Liu
Goan-ka, seluruh anak buahnya yang tersisa hidup dia
kumpulkan lalu dibawah ke Siang-ciu, Letak Siang-ciu
berdekatan dengan Thay-ouw dengan Ong Toa-sin yang
menjadi buaya darat dan berkuasa di Siang-ciu, Liu Goan-ka
ada ikatan erat.
Bahwa Liu Goan-ka kumpulkan seluruh kekuatan Kwi-liongto
ke Siang-ciu maksudnya hendak digabung dengan kekuatan
Ong Toa-sin bersama2 menyerbu ke Thayouw yang kosong
dan mendudukinya.
Sebetulnya Hong-Iay-mo-li sedang dimabuk asmara
membayangkan pertemuan mesra dengan Hoa Kok-ham,
sungguh tidak pernah terpikir olehnya disini dia bakal terjebak
dan berhadapan dengan Liu Goan-ka dan Hwi-liong-tocu yang
dibencinya. Tapi sebagai seorang kawanan yang banyak pengalaman
menghadapi segala sesuatu, dia belum sampai gugup dan
kehilangan kontrol.
"Sreng" segera dia lolos pedang dan menanggalkan
kebutnya, sekali ayun kebut, benang2 kecutnya segera
ditimpuk kedepan.
Hong-lay-mo-Ii cukup tahu tingkat kepandaian Liu Goan-ka,
Hwi-liong-tocupun bukan lawan lemah, senjata rahasia
kipasnya ini belum tentu dapat melukai musuh, tujuannya
adalah uniuk melindungi dirinya melarikan diri.
Ginkangnya lebih unggul dari pamannya, asal dia bisa
keluar dari ruang pendopo ini, ada harapan untuk meloloskan
diri. Tak nyana Liu Goan-ka juga sudah menduga akan
maksudnya, disaat Hong-Iay-mo-li menenteng pedang hendak
menerjang keluar, serempak dari berbagai arah terdengar
suara "Blang-bruk?" susul menyusul, delapan pintu besar
disekeliling ruang pendopo sudah tertutup rapat dari luar.
Liu Goan-ka bersikap tenang2, katanya tertawa lebar:
"Keponakanku yang baik, kita toh orang sendiri, setelah tutup
pintu baru enak bicara, Dari jauh kau kemari, masakah begini
ter-gesa2 hendak pergi"
Hong-lay-mo-li tuding pedang mendamprat: "Kau ini
pengkhianat penjual negara, siapa sekeluarga dengan kau"
Ayahku mengampuni jiwamu, beliau harap kau bisa bertobat
dan insaf diri, siapa tahu kau malah menjadi2! Memangnya
kau sudah tidak punya rasa malu?"
"Keponakan yang baik kau salah, Ong Ih-ting tidak tunduk
perintah kerajaan, terpaksa aku merebut pangkalannya ini
untuk dikembalikan kepada kerajaan, maksudku mendirikan
pahala bagi kerajaan! He. he, bicara terus terang, bila aku
mau aku bisa menjabat pangkat tinggi dikerajaan, Kau ingin
cinta negeri, kau harus mengikuti jejakku."
Muntap amarah Hong-lay-mo-li, danvratnya: "Kau memutar
balik kenyataan, Menteri dorna malang melintang, kalian
manusia2 rendah inilah yang memungut keuntungan. Baiklah,
hari ini aku tertipu oleh muslihatmu, memangnya aku sudah
bertekad gugur disini. Apa keinginanmu, hayo majulah."
"Terserah bagaimana kau memakiku," jengek Liu Goan-ka,
"kau ini adalah keponakanku, masakah aku mau mempersulit


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirimu" Tapi ingin aku menasehati agar kau bisa melihat
situasi, maksudku baik, jangan kau pandang pamanmu
sebagai musuh besar."
Hwi-long-tocu cengar cengir, katanya sambil menjura: "Liu
Lihiap serba pintar, aku orang she Ceng amat mengagumimu,
hari ini kebetulan ada jodoh berhadapan, sungguh merupakan
rejeki nomplok bagiku. Apapun yang terjadi harap kau suka
tinggal disi-ni. Memangnya apasih kebaikan Hoa Kok-ham" Dia
kini pemuda bergajul" Laki2 yang tidak bisa dipercaya, lebih
baik Liu Lihiap jangan merindukan dia lagi."
Merah padam muka Hong-iay-mo-li saking marah, makinya:
"Bajingan tengik kau."
Liu Goan-ka gelak2, ujarnya: "Keponakan baik. Cong-tocu
bicara kurang jelas, biar aku saja yang wakilkan dia. Menurut
pendapatku Cong-tocu lebih baik dan kuat dalam segala hal
dibanding Hoa Kok-ham. Aku ini pamanmu, ada hak aku
mewakili ayahmu menjadi walinya, Kalian setimpal untuk jadi
suami istri. Hari ini juga kalian boleh segera melangsungkan
pernikahan."
Hampir meledak dada Hong-lay-mo-li, makinya beringas:
"Tutup bacotmu, kalian memang binatang berbaju manusia!"
"Sret" pedangnya kontan menusuk kearah Cong-tocu.
Ter-sipu2 Cong tocu cabut potlotnya menangkis, "Tang"
ujung pedang Hong-lay-mo-li kena disampuk pergi, namun
tangkas sekali pedangnya malah diputar turun menusuk pula
kepergelangan tangan orang, dua jurus dilaksanakan secepat
kilat, keruan Hwi-Iong-tocu mencak2 keripuhan.
Liu Goan-ka segera lontarkan sekali Bik-khong-ciang
memapak ke depan, sehingga pedang Hong-lay-mo-li
terguncang miring, baru Hwi-liong Tocu sempat mundur dua
langkah, katanya tertawa sambil menyeka keringat "Calon istri
yang lihay sekali! Setelah kawin kau tidak boleh segalak ini!"
Dari samping Liu Goan-ka menambahkan "Jing-yau, apa
yang dikatakan paman tidak boleh ditarik lagi, kau harus
menurut keinginanku, hari ini kau harus menikah dengan
Cong-tocu. kalau kau ndablek, kau akan menjadi malu sendiri!
Cong-tocu, jangan takut2 membekuknya, bikin saja dia keok
supaya dia mau menjadi binimu."
"Baik, Paman memberi kesempatan mengabulkan keinginan
Siautit, banyak terima kasih, Nona Liu, kalau kau tidak mau
menurut, terpaksa aku menggunakan kekerasan."
Ada Liu Goan-ka yang memberi dorongan dan sandaran
lebih besar nyali Hwi-liong Tocu, dia balas menyerang dengan
gencar, Begitu kedua tangan terkembang, yang kiri menutuk
Ki-bun-hiat, yang kanan mengincar King-cu-hiat. ilmu tutuk
terdiri dari sejurus dua sasaran ini dapat dia lancarkan dengan
baik, keduanya menunjukan hasil yang memuaskan.
Hong-lay-mo-li tahu Hwi-liong-tocu hendak memancing
kemarahannya, kini dia malah tabah dan tenangkan diri,
disaat kedua ujung potlot lawan hampir mengenai badannya,
mendadak dia membentak se-keras2-nya:
"Kena!" sekaligus dia balikan gagang pedang, dengan
sejurus Heng-hun-toan-hong pedangnya mengiris miring,
terdengar suara berdering nyaring. kedua ujung potlot Hwiliong-
tocu sama2 kena teriris putus, gerakan pedang Honglay-
mo-li belum lagi berhenti, ujung pedangnya mengarah
langsung ke Koan-pe-hiat di pergelangan tangan lawan,
sekaligus dia balas menusuk dengan ilmu pedang lihay yang
khusus mengincar jalan darah.
Sudah tentu kaget Hwi-liong-tocu bukan main, maklumlah
bagi tokoh kosen dalam pertempuran yang paling ditakutkan
salah memperhitungkan serangan dan menjajagi lawan,
terpaut sepersepuluh mili saja bisa membawa akibat yang
fatal, sebelum ini sudah dua kali Hwi-liong-tocu bergebrak
melawan Hong-lay-mo-li, meski kepandaiannya memang kalah
seurat, kekuatan mereka masih berimbang, sungguh tida
pernah terpikir olehnya dalam segebrakan saja lawan sudah
berhasil memapas putus ujung potlotnya.
Karena diluar dugaan, Hong-lay-mo-li menyerang dengan
ilmu pedang yang tiada taranya lagi, terang dirinya takkan
mampu berkelit dan meluputkan diri lagi.
"Jangan takut, maju bekuk dia!" dari samping Liu Goan-ka
memberi anjuran, "Trang" dia sambitkan sebuah mata uang
tembaga, disaat ujung pedang Hong-lay-mo-li sudah terpaut
serambut hampir mengenai Hiat-to Hwi-liong-tocu, uang
tembaganya membentur dengan tepat sehingga sasarannya
menceng dan menusuk tempat kosong.
________________________________________
Siapakah laki2 yang memenggal kepala Wan-yan Liang dan
membawa kabur batok kepalanya"
Apakah Hong-lay-mo-li mampu meloloskan diri dari
keroyokan Liu Goan-ka dan Hwi-Iiong-tocu"
Dimanakah Khing Ciau selama ini" Bagaimana pula
perjuangan Sin Gi-cik yang dibantunya"
(Bersambung ke bagian 35)
Bagian 35 MENCELOS hati Liu Goan-ka, pikirnya: Kepandaian budak
ini sudah berlipat ganda sejak berpisah dari Jian-liu-ceng!
Agaknya terpaksa aku harus turun tangan sendiri."
Kiranya sejak berkumpul dengan ayahnya, Hong-lay-mo-li
mendapat tambahan ajaran ayahnya dari ilmu Lwekang dan
silat tingkat tinggi dari Ci-goan-bian, memang tingkat
kepandaiannya sudah tinggi, maka taraf kepandaiannya
bertambah kuat, sudah tentu jauh lebih unggul, namun Hwiliong-
tocu toh masih kuat melawan tiga puluhan jurus,
pikirnya ada tulang punggung disamping, diluar tahunya
bahwa kepandaian lawan sudah maju pesat, maka dalam
segebrak saja ujung potlotnya kena dipapas putus.
Meski patah semangat, namun mendapat bantuan Liu
Goan-ka dari samping, lambat laun bangkit kembali nyalinya,
dia maju menyerang, Sudah tentu kali ini dia jauh ber-hati2,
tidak seberani dan gegabah seperti tadi.
Dengan seksama Liu Goan-ka saksikan pertempuran ini dari
samping, disaat2 genting selalu dia turun tangan menimpuk
cenceng dengan Kim-ci-piau, ini berarti Hong-lay-moli harus
menghadapi dua orang, sudah tentu jauh lebih rugi, Hwiliong-
tocu bisa menggempurnya dengan sengit, sebaliknya
serangan Hong-lay-mo-li selalu kandas ditengah jalan.
Berada diatas angin, kembali pulih sifat pongah Hwi-Jiongtocu,
kembali dia keluarkan kata-2 kotor menggoda: "Nona
Liu, akhirnya toh kau bakal jadi biniku, kalau mau hajar suami
boleh kau laksanakan setelah kawin. Hari masih panjang,
kenapa marah2, jangan kau sia2kan hari bahagia lho."
Dari samping Liu Goan-ka ikut menimbung. "Betul, Jingyau,"
kunasehati dengarlah petunjukku. kalau tidak kau akan
merasakan akibatnya, Hm kalau nasi sudah menjadi bubur,
kemana kau bisa terbang?"
Betapa keji dan jahat jalan pikiran Liu Goan-ka, maklumlah
kesucian gadis pada jaman dulu paling dinamakan bagi setiap
kaum hawa, jikalau Hong-lay-mo-li sampai tertawan,
kehilangan kegadisannya, menurut perhitungan Liu Goan-ka,
orang akan patuh dan tunduk setelah segalanya kasep,
terpaksa dia mau juga kawin dengan Hwi-liong-tocu.
Dalam keadaan demikian Liu Goan-cong mau tidak mau
harus menerima akibatnya juga, tidak lagi akan bertentangan
dengan mereka berdua. Bukankah cara ini jauh lebih baik
daripada membunuh Hong-Iay-mo-li"
Sudah tentu gusar dan benci setengah mati Hong-lay-mo-li,
semprotnya: "Kalian memang binatang berpakaian manusia."
"Keponakan baik," Liu Goan-ka malah gelak2, "kupilihkan
seorang calon suami segagah dan sepintar ini, kau harus
berterima kasih kepada paman, kenapa malah memakiku"
Terserah kepadamu, apapun yang sudah kukatakan, kau
harus tunduk akan keinginanku." kembali jari2nya menjentik,
beberapa keping Kim-ci-piau kembali dia timpukan.
Saking gugup tiba2 timbul akal Hong-Iay-mo-Ii, semula dia
gunakan pedang menyerang melawan musuh, kebut
melindungi badan, meski kepandaian Liu Goan-ka lebih tinggi,
tapi kekuatan timpukan Kim-ci-piau paling hanya menggetar
menceng ujung pedangnya, takkan mampu mengenai dirinya.
Kini Liu Goan-ka beruntun menjentik tiga buah Kim-ci-piu,
pikirnya hendak membentur jatuh Ceng-kong-kiamnya,
sengaja Hong-lay-mo-li bergerak lena membiarkan sebuah
Kim-ci-piau mengenai dirinya, sambil menjerit pedang dia
buang, badanpun roboh terjengkang kebelakang.
Dalam waktu sesingkat itu Hwi-liong-tocu tidak menyadari
akan muslihat orang, saking kegirangan, segera dia menubruk
maju seraya ulur tangan, kuatir Hong-lay-mo-li terserang Hiattonya
yang mematikan maka ingin dia memberi pertolongan
supaya calon istri yang cantik rupawan ini tidak mati sia2.
Sebaliknya Liu Goan-ka melengak, pikirnya: "Kepandaian
budak ini tidak lemah, masakah segampang itu terserang Kimci-
piau" Bukan mustahil muslihat belaka?" hati berpikir kontan
mulutnya berseru: "Awas!"
Walau otaknya cerdik dan bekerja secara kilat, tak urung
suara peringatannya sudah terlambat "Terdengar "krak" tahu2
lengan Hwi-liong-tocu sudah dipelintirnya sampai keseleo dan
patah oleh Hong-Iay-mo-li.
Keduanya bergebrak secara dekat seperti orang bergumuI,
betapapun tinggi kepandaian timpukan Kim-ci-piau Liu Goanka,
tak mungkin bisa menolongnya lagi.
Kontan Hwi-liong-tocu menggerung gusar: "Perempuan
siluman yang keji." badannya mencelat balik tiga tombak
jauhnya, tak kuasa kendalikan tubuhnya terbanting keras,
tulang copot darah bercucuran.
Kaget dan gusar Liu Goan-ka dibuatnya, serunya:
"Cong-tocu, tak usah gugup, biar tanganku sendiri yang
membekuk budak ini, betapapun dia harus jadi istrimu." habis
kata-katanya orangnyapun menubruk tiba, dimana kelima
jarinya menggaris, dig lancarkan ilmu tutuk tingkat tinggi,
dalam sejurus, tujuh Hiat-to besar badan Hong-lay-mo-li
diserangnya sekaligus.
Hong-lay-mo-li membentak: "Diberi tidak membalas kurang
hormat," bentak Hong-lay-mo-li, "Liu Goan-ka, Keng-sin-cihoatmu
belum kau pelajari sampai matang." kelima jarinya
tergenggam, gerak dan caranya mirip benar dengan yang
dilakukan Liu Goan-ka, lalu dihentikan bersama.
Keruan Liu Goan-ka kaget bukan main, lekas dia berkelit,
sebat sekali Hong-lay-mo-li melompat maju, secepat kilat
meraih pedangnya yang jatuh dilantai.
Setelah kejut baru Liu Goan-ka sadar dan mengerti bahwa
Homg-lay-mo-li hanya menggertak belaka, Maklumlah Kengsin-
ci-hoat merupakan ilmu tutuk tingkat tinggi yang paling
top, perubahan dan variasi-nyapun tak terhitung banyaknya,
bahwasanya Hong lay-mo-li hanya tahu gayanya belaka, jadi
belum mempelajarinya secara mendalam.
Tapi dia tahu Liu Goan-ka berhasil mempelajari ilmu tutuk
ini dari ajaran gambar Hiat-to-tong-jin, belum lengkap dan
matang pula latihannya, dalam saat2 gawat, dia nekad main
gertak dan ternyata hasilnya diluar dugaan.
Tapi Liu Goan-ka bukan kaum keroco, gertakan Hong-laymo-
li hanya sebentar saja membuatnya kaget, bermanfaat
sekali dan tak mungkin terulang lagi. segera Liu Goan-ka
merangsak maju pula seraya tertawa dingin:
"Memang Keng-ci-hoat-ku belum sempurna, kembali lima
jarinya menjentik bersama, seketika hawa udara seperti
bergolak, suara mendesis memenuhi ruang pendopo, Hiat-to
Hong-iay-mo-li kembali diincar-nya dengan ketat.
Untung Hong-lay-mo-li sudah jemput pedangnya, dengan
pedang dan kebut dia bisa melindungi badan di-samping
pedangnya kadang kala balas menyerang, dengan sejurus
Hiao-niau-hoat-sa, sinar pedangnya bergerak seperti
lembayung, mengikis miring, jengeknya dingin:
"Kau punya caramu, akupun punya caraku sendiri, coba
saja jari2mu yang keras dapatkah melawan pedangku yang
tajam ini?"
Liu Goan-ka mahir menggunakan tangan kosong-merampas
senjata lawan, tapi ilmu pedang Hong-lay-mo-li bertaraf tinggi
lihay lagi, sudah tentu dia tidak berani coba2 mengadu
kekerasan tangannya, dari menutuk berubah menjentik,
"Creng" batang pedang kena di selentik berbunyi nyaring.
Lwekangnya lebih tinggi dari Hong-lay-mo-li, tapi terbatas,
dengan kekuatan sebuah jentikan jarinya, tak mungkin dia
memukul jatuh pedang orang.
Meminjam selentikan tenaga jari orang, sekalian Hong-laymo-
li ayun pedangnya miring menukik terus menusuk ke Ihkhi-
hiat dibawah ketiak orang, tusukan pedang ini perubahan
dari jurus tutuk yang diajurkan dalam Keng-sin-ci-hoat,
dengan pedang mengganti jari, sudah tentu jauh lebih hebat
dan perbawanya lebih besar, lebih lihay.
Liu Goan-ka cukup tahu diri, tak berani dia gunakan jarinya
menjentik pedang, kini dia gunakan Bik-khong-ciang, "Wut,
wut dua kali dia pukul pergi tajam pedang Hong-lay-mo-li
seraya mundur beberapa langkah.
Hong-lay-mo-li merangsak lebih gencar, beruntun dia
gunakan tujuh serangan rangkaian pedang, setiap
serangannya mengincar tempat2 mematikan dibadan orang,
Dia tahu Lwe-kang sendiri bukan tandingan pamannya, kalau
lama2 bertempur terang bukan tandingannya, maka dia
berharap bisa menyudahi pertempuran ini secara kilat begitu
dirinya sedikit unggul di-atas angin, secepat kilat pedangnya
merangsak untuk melukai musuh, bukan mustahil dia punya
setitik harapan untuk lolos.
"Budak kejam," ejek Liu Goan-ka, "berani kau adu jiwa
dengan pamanmu sendiri?"
"Aku tidak punya paman rendah dan hina seperti
tampangmu yang mendurhakai leluhur." jurus pedangnya
semakin gencar dan ganas.
Keruan Liu Goan-ka naik pitam, damratnya: "Baiklah,
bahwa kau tidak pandang diriku lagi, jangan salahkan bila aku
tidak kenal kasihan juga." tiba2 dia lontarkan kekuatan
pukulannya, perbawanya laksana gugur gunung.
Kiranya sejak tadi dia masih menguatirkan pembalasan
Engkohnya, atau ayah Hong-lay-mo-li yaitu Liu Goan-cong,
malah ingin paksa Hong-lay-moli jadi istri Hwi-long-tocu, maka
dia tidak berani memukulnya sampai terluka, pikirnya hanya
ingin membekuknya hidup2.
Kini urusan sudah selarut ini, dilihatnya Hong-lay-mo-li
menyerang dengan kalap seperti hendak pertaruhkan jiwanya,
kalau dia tidak kerahkan seluruh kemampuannya, bukan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mustahil dia sendiri yang bakal terluka oleh pedang Hong-laymo-
li. Bahwa kepandaian Hong-lay-mo-li memang maju berlipat
ganda, namun bicara soal Lwe-kang, betapapun dia masih
kalah kuat dibanding pamannya, apalagi barusan dia sudah
menghadapi Hwi-liong-tocu, tenaganya sudah terkuras
sebagian, maka kedua pihak terpaut jauh sekali.
Setelah Liu Goan-ka kerahkan seluruh kemampuannya,
sudah tentu perbawanya bukan olah2 lihaynya, setiap kaki
tangannya bergerak membawa deru angin keras seperti
guntur menggelegar Hong-lay-mo-li laksana sebuah perahu
yang terombang ambing ditengah lautan, sekuat tenaga
berjuang dan meronta demi mempertahankan jiwa raganya,
puluhan jurus kemudian, napasnya sudah memburu, keringat
gemrobyos, gerakan pedangnya sudah tidak sesuai dengan
keinginan hatinya.
Sementara itu, Hwi-liong-tocu sedang sibuk mengobati
luka2 dan membetulkan tulangnya yang keseleo, lalu
disobeknya bajunya untuk membalut lengan. Saat itu dia
sedang duduk samadi memulihkan tenaga dan hawa murninya
semangatnya lambat laun pulih kembali.
Tak tahan dia pentang mulut lantas mencaci maki:
"Perempuan siluman yang keji, bikin aku mampus saking
marah! Hari ini kalau tidak kubuat kau merasakan hajaranku,
sukar terlampias kedongkolan dan penasaranku, Biarlah aku
sendiri yang bereskan dia!" melihat tenaga Hong-lay-mo-li
sudah lemah, dia yakin cukup kuat menghadapinya, maka dia
ingin meringkusnya untuk membalas sakit hati.
"Baik," ujar Liu Goan-ka tertawa, "Boleh kau menghajarnya
supaya kelak tahu diri dan tidak berani terhadap suami."
sembari bicara telapak tangan dengan jari2 tangan kanan
berbareng menyerang secara bergantian.
Tenaga Hong-lay-mo-li sudah lemah, terasa amat payah
menyambut serangan ini, disaat2 Hiat-tonya hampir tertutuk
itulah, Liu Goan-ka memang ingin sekaligus menutuk
beberapa Hiat-to pelemasnya, baru berani menyerahkan
kepada Hwi-liong-tocu.
Hong-lay-mo-li sendiri gusar dan malu serta benci, "Dari
pada tertawan dan menjadi korban kecabulan musuh lebih
baik aku mati saja." situasi jelas amat kritis, tahu dirinya
takkan lolos dari ancaman elmaut, akhirnya timbul pikiran
nekad hendak ambil jalan pendek.
Disaat Hong-lay-mo-U membalikan pedang hendak
menggorok leher sendiri Itulah, se-konyong2 terdengar suara
"Brak - blum!" amat keras, atap rumah tiba2 pecah dan
berlobang besar, sebuah batu besar selebar tampah tahu2
melayang jatuh dari lobang diatas atap itu, genteng, kayu
sama pecah dan hancur berhamburan.
Batu sebesar tampah itu tepat sekali menindih ke-batok
kepala Hwi-Iiong-tocu, meski Lwekangnya tidak lemah, tapi
hanya sebelah lengannya saja yang bisa bergerak tak mungkin
dia dorong batu besar yang menindih kepalanya ke samping.
"Bluk" telak sekali batu besar itu menindih diatas badannya,
untung dia segera merebahkan diri, lengannya yang satu
bertahan mati2-an, untuk menghilangkan tenaga tindihan,
meski terluka parah, walau akhirnya toh tertindih batu besar
itu, untung badan tidak tertindih gepeng dan hancur berkeping2.
Perubahan mendadak ini sungguh membuat Liu Goan-ka
kaget bukan main, dalam waktu dekat tak sempat dia putar
otak, terpaksa dia berusaha tolong Hwi-liong-tocu lebih dulu
tanpa sempat hiraukan Hong-lay-mo-li lagi.
Tak kira baru saja selangkah dia berbalik, terdengar sebuah
suara lagi yang lebih keras, tahu2 sebuah batu menerobos
atap menindih jatuh langsung mengincar kearah Liu Goan-ka
sendiri, Agaknya orang diatap genting sudah melihat jelas
keadaan di-bawah, maka dia sudah perhitungkan waktu dan
incar-sasarannya.
Liu Goan-ka menggerung keras, kedua lengannya
berbareng terangkat dengan Kim-kong-ciang-lat, batu sebesar
meja itu kena ditepuk kedua telapak tangan-nya, seketika
pecah menjadi tujuh delapan potong, suara pecahan batu ini
lebih dahsyat lagi, keruan debu dan pecahan batu
berhamburan memenuhi udara.
Tapi ditengah2 suara gaduh ini, Hong-lay-mo-li masih jelas
mendengar suara orang itu yang menggunakan mengirim
gelombang panjang, menganjurkan dirinya lekas melarikan
diri, suaranya sudah amat dikenal, hanya dua patah kata
terdahulu Hong-lay-mo-li sudah tahu sipembicara diatas
adalah Tang-hay-liong, keruan girangnya bukan main, lekas
dia menghirup napas, dengan gaya It-ho-cong-thian Ginkang
puncak tinggi, sekali enjot badannya melambung beberapa
tombak, langsung menerobos lewat dari atap rumah yang berlobang
itu. Liu Goan-ka mencak2, damratnya murka: "Tang-hay-liong,
berani kau membuat keributan disini!"
"Bangsat tua, kalau tidak terima, hayolah keluar. ukur
kepandaian!" tantang Tang-hay-liong dengan lantang.
Sebagai tertua dari Su-pak-thian, ilmu silat Tang-hay-liong
amat tinggi. Dengan kekuatan Kim-kong-cian-g tadi Liu Goanka
pukul remuk batu besar timpukan-nya, toh terasa telapak
tangannya kesemutan, Liu Goan-ka yakin dia masih kuat
mengalahkan Tang-hay-liong, namun bila dikeroyok dua
dengan Hong-lay-mo-li, belum tentu dirinya tak kuat melawan.
Apalagi bila Say-ci hong juga ikut datang, urusan bisa runyam.
Tatkala itu, Hwi-liong-tocu sedang merintih2 karena
tertindih batu, sebagai sesama komplotan yang satu sama lain
saling memperalat sudah tentu Liu Goan-ka tidak bisa diamkan
batu yang menindih dada orang, maka segera dia berusaha
menolong teman sendiri, apalagi keadaan musuh belum
diketahui maka Hong-lay-mo-li dengan mudah pergi bersama
Tang-hay-liong.
Tang-hay-liong gelak2, ujarnya: "Kau tidak berani keluar.
aku tidak akan menunggumu lagi. Haha, sungguh
menyenangkan, hari ini aku bisa menelanjangi kedokmu yang
palsu," ditengah gelak tawanya, cepat sekali mereka sudah
tinggal pergi. Tang-hay-liong membawa Hong-lay-mo-li kabur ke-arah
bukit, tanpa kepergok oleh seorang pun jua, setelah tiba
dibalik gunung, mereka tiba dipinggir danau, disini Hong-laymo-
li menyatakan kekuatirannya.
Namun dengan tertawa Tang hay-liong menjawab: "Tak
usah kuatir, didalam semak daon welingi sana aku
menyembunyikan sebuah perahu."
Tang-hay-liong sudah biasa hidup dalam gelombang
pasang air laut, kepandaian renangnya amat lihay, perahu
biasa dibawah tangannya, cepat sekali meluncur dipermukaan
air seperti melaju diatas saIju.
Baru sekarang mereka sempat bicara, setelah
mengucapkan terima kasih akan bantuan Tang-hay-liong,
Hong-lay-mo-li bertanya dengan tertawa: "Tang-wanciangpwe,
bagaimana bisa begini kebetulan, kaupun datang
kemari?" "Aku bantu Ong Ih-ting kemari menyelidiki keadaan saja."
sahut Tang-hay-liong.
Kiranya Ong Ih-ting juga sudah dengar bahwa
pangkalannya di Thay-ouw sudah diduduki pasukan
pemerintah, namun dia belum tahu bahwa Liu Goan-ka dan
Hwi-liong-Iocu punya gara2 yang bersekongkol dengan buaya
darat Siang-ciu Ong Toa-sin.
Sudah tentu laskar rakyat Ong Ih-ting amat penasaran
bahwa mereka bantu pemerintah membendung dan
menumpas penyerbuan bangsa lain, tak nyana pangkalan
nvereka malah diduduki.
Keruan bukan kepalang gusar mereka, ingin rasanya segera
kembali ke Thaypuw dan labrak pasukan pemerintah
habis2an. Akhirnya setelah dirundingkan Ong Ih-ting berkeputusan
untuk mengutus orang menyelidiki keadaan disana, tahu
keadaan musuh lebih gampang untuk mengukur kekuatan
kedua pihak. Dan utusan ini harus berilmu silat tinggi dan pandai
berenang, sudah tentu Ong Ih-ting sendiri tidak mungkin
berangkat sendiri, kebetulan Tang-hay-liong masih bersama
mereka, maka dia lantas ajukan diri, untuk bantu kesulitan
Ong Ih-ting ini.
Tugas Tang-hay-long ada tiga: Pertama, bagaimana
keadaan para saudara yang jaga ditiga belas pangkalan"
Semua gugur, tertawan atau melarikan diri" Atau
menyembunyikan diri diatas gunung" Kedua, para Thaubak
dan Cecu2 kecil dari beberapa pangkalan itu sudah menyerah
kepada pasukan pemerintah atau melawan" Harapan Ong Ihting,
Tang-hay-liong bisa kontak dengan mereka, lebih baik
kalau bergerak dari luar dan dalam sekaligus mengusir
pasukan pemerintah. Ketiga, harus cari tahu pasukan
pemerintah yang menduduki pangkalan mereka itu dari divisi
mana dan dibawah pimpinan siapa"
Sebagai orang yang hidup di lautan timur kepandaian
renang Tang-hay-liong memang lain dari yang lain, dengan
membawa sebuah perahu kecil, dimalam gelap tanpa
diketahui orang diam2 dia menyelundup ke Thay-ouw.
Waktu Hong-ley-mo-li datang, dia sudah tujuh hari
bertahan di Thay-ouw, Tujuh puluh dua puncak di Thayv ouw
sudah dijelajahinya semua, para cecu yang melarikan diri ke
gunung, sudah kontak sama dia, mereka masih memiliki
ratusan buah perahu, secara bergerilya, mereka sering
mempermainkan anak buah Hwi-liong-tocu di Thay-ouw.
Thay-ouw seluas itu sudah tentu kekuatan Hwi-liong-tocu
tidak akan mudah menyapu bersih mereka seluruhnya.
Setelah menutur pengalam sendiri, Tang-hay-liong
menambahkan: "Untung kau sudah gebrak dulu dengan
bangsat tua itu, kalau tidak masa gampang aku berhasil."
"Bagaimana dengan pasukan rakyat yang dipimpin Li Po?"
tanyanya. "Menurut perintah mereka diharuskan membubarkan diri,
namun dia menolak perintah terus bawa seluruh kekuatannya
keluar lautan, disana menduduki pulau menjadi raja."
"Bagaimana pula dengan orang2 gagah yang datang
membantu?"
"Menurut perintah mereka diharuskan membubarkan diri,
Thi-pit-su-seng dan beberapa orang lagi masih berada
ditempat Ong Ih-ting."
"Kemenangan mereka dilautan yang berhasil membunuh
The-cin-ong musuh sungguh amat menggembirakan."
"Oh, ya, bicara soal ini aku ada kabar gembira untukmu.
Siau-go-kan-kun Hoa Kok-ham Hoa Tayhiap-lah yang
membunuh The-cin-ong."
Dengan akalnya akhirnya Hong-lay-mo-li berhasil mencari
tahu kabar Hoa Kok-ham, kini dia langsung bertanya: "Apa
Hoa Kok-ham sudah pergi?"
"Semula Hoa Kok-ham pulang bersama Ong Ih-ting, namun
ditengah jalan dia bertemu dengan seorang To-koh,
menariknya kesamping ajak bicara beberapa patah kata lalu
dia merubah haluan, seorang diri berangkat ke utara
menyebrang sungai."
"Apakah Tokoh itu bergelar Hu-siok?"
"Benar, apakah Liu lihiap kenal sama dia?"
"Dia kakak dari seorang temanku. Dan untuk apa Hoa
Tayhiap pergi ke Kangpak" Apa Tang-wan-cianpwe tahu?"
"Kabarnya hendak menyambangi seorang Bulim Cianpwe
Kongsun In yang sudah lama mengasingkan diri." Tang hayliong
belum tahu bahwa Kongsun in adalah guru Hong-lay-moli.
Hong-lay-mo-li jadi kepingan lekas pulang, tapi urusan di
Thayouw cukup penting, maka dia bertanya: "Sekarang Ong
Ih-ting tinggal dimana?"
"Sementara bercokol di Bok-yang, anak buahnya sementara
disebar menyembunyikan diri, menunggu kabar yang kubawa
pulang, tapi aku pikir hendak pergi ke Kiangim dulu baru
kembal ke Bok-yang."
"Maksudmu hendak menemui Sin Gi-cik?" tanya Hong-laymo-
li. "Ya, Sin Gi-cik menduduki posnya di Kiangim, Beritanya
paling cepat mengenai seluk beluk kalangan pemerintahan, dia
amat simpatik membantu gerakan rakyat, Ong Ih-ting suruh
aku sekaligus mampir kesana untuk berunding, inipun usul
Hoa Tayhiap, malah Hoa Tay-hiap ada sepucuk surat pribadi
untuk disampaikan Sin Gi-cik-"
"Sin Gi-cik akupun kenal baik, biar kutemani Tang-wancianpwe
pergi ke Kiangim."
Jarak Kiangim dari Siangciu cuma ratusan li, setelah
mendarat mereka melanjutkan jalan lewat daratan, tengah
hari kedua mereka tiba ditujuan.
Setiba di Kiangim, baru saja mereka masuk kota, kebetulan
dari depan mencongklang dua ekor kuda yang ditunggangi
sepasang muda mudi, setelah dekat tiga pihak sama menjerit
kegirangan pemudanya berseragam militer lekas lompat turun
dan menyapa: "Liu Lihiap, kita sedang mengharap
kedatanganmu."
Yang perempuan lebih mesra suaranya: "Liu Iihiap, angin
apa yang membawamu kemari?" kiranya kedua muda mudi ini
adalah Khing Ciau dan calon istrinya Cin Long-giok.
Hong-lay-mo-li juga diluar dugaan bisa bertemu dengan
mereka disini, setelah saling cerita pengalaman sejak berpisah
Hong-lay-mo-li lantas jelaskan maksud kedatangannya.
Kata Khing Ciau: "Baru saja kami keluar dari tempat tinggal
Sin-toako, letaknya diseberang jalan yang satu sana, Marilah
kutujukan tempatnya"
"Apa kau tidak punya urusan?"
"Kecuali melatih pasukan, setiap hari aku makan tidur,"
Bicara sambil jalan, cepat sekali mereka sudah tiba
ditempat tujuan. Khing Ciau adalah orang dalam maka mereka
langsung masuk kegedung tanpa memberi laporan lebih dulu,
dari luar mereka sudah mendengar suara lantang Sin Gi-cik
yang sedang berdeklamasi membawakan syair ciptaannya
yang baru. Setiba diluar kamar pintu, kebetulan deklamasi Sin Gi-cik
berakhir, tak bertahan Hong lay-mo-li menghela napas
panjang, Lekas Sin Gi-cik buka pintu, seketika dia menjerit
kaget dan girang, serunya: "Liu Lihiap, kaukah yang datang!
Kenapa berdiri diluar, lekas silakan duduk didalam!"
Hong-lay-mo-li tertawa, ujarnya: "Ah, mengganggu


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keasyikan deklamasi Ciangkun."
"Liu lihiap barusan kau menghela napas setelah mendengar
syairku, apa sebabnya" Memangnya syairku ini kurang
sempurna?"
"Syairmu memang baik, sayang situasi sekarang tidak
sesuai dengan apa yang kau khayalkan dalam syairmu."
"Loh-ciangkun ditarik mundur, dan banyak persoalan yang
sudah kuketahui Tapi Wanyang liang terbunuh, negeri Kim
sedang sibuk menyusun kekuatannya kembali, yang terang
setahun ini mereka takkan bakal menyerbu kembali?"
"Gangguan luar sementara tertunda, tapi kerusukan dari
dalam tetap berlangsung. Kerajaan takut melawan musuh,
sebaliknya menindas pasukan rakyat. Apakah rakyat jelata
bisa hidup makmur dan tentram?"
"Wah, banyak kejadian diluar yang tidak kuketahui kalau
begitu, apa saja yang telah terjadi?"
"Bukan saja aku mendengar, dengan mataku sendiri aku
saksikan, Umpamanya di Thay-ouw saja yang sudah diduduki
pasukan pemerintah, nelayan dan petani dibebani pajak yang
berat sekali. Tentunya Ciang-kun belum tahu?"
"Peristiwa yang baru saja terjadi bukan" Aku belum jelas
mengenai hal ini."
"Tang-wan cianpwe ini tahu paling jelas, Dia diutus oleh
Ong Hi-ting untuk menemui Ciangkun dan minta petunjuk,
Hoa Tayhiap juga titip sepucuk surat untuk kau."
Sin Gi-cik gelak2, serunya: "Liu Lihiap, Ong cecu adalah
pahlawan gagah yang kukagumi, meski kerajaan menuduhku
sekongkol dengan kaum brandal juga tidak kupedulkan lagi.
Apalagi Hoa Tayhiap adalah teman kentalku, teman
menghadapi kesulitan adalah pantas kalau aku membantu.
Tang-wan cianpwe soal urusan apa silakan jelaskan saja."
Tang-hay-liong serahkan dulu surat Kok-ham, setelah Sin
Gi-cik membacanya baru dia bicara: "Persoalan sudah
kuselidiki Liu Goan-ka dan Cong Cau-tay dua gembong
sampah persilatan ini sekongkol dengan gerombolan Ong Toasin
yang berkuasa di Siangciu, maka melakukan perbuatan
terkutuk ini, mereka memalsu jadi pasukan pemerintah."
"Liu Goan-ka" Agaknya kukenal nama ini!" ujar Sin Gi-cik
sambi termenung, "O, ya bukankah dia menjadi Cengcu di
Jian-liu-ceng yang kaya raya dan terkenal itu?"
"Benar," sahut Tang-hayliong, "lahirnya dia seorang tuan
tanah yang kaya raya, yang benar dia adalah pengkhianat
bangsa yang bersekongkol dengan musuh, atau perampok
besar yang berkedok pendekar. Kini kebejatan dan
kejahatannya sudah dibongkar kaum persilatan, terpaksa dia
berintrik dengan Cong Cau-tay itu Tocu dari Hwi-liong-to,
keduanya sama2 sampah persilatan yang terima diperbudak
dan diperalat oleh musuh."
Khing Ciau menggebrak meja dengan gusar, katanya:
"Kurangajar! Hwi-liong-tocu, Liu Goan-ka dan Ong Toasin
patut mampus! Sin-toako, menghadapi per-soaolan ini, kita
tidak bisa berpeluh tangan saja."
Sebagai pejabat pemerintah, banyak kekuatiran Sin Gi-cik,
maka hal ini harus dipikirkan secara tenang dan berkepala
dingin. "Begini saja," ujar Khing Ciau, "Aku tidak ingin berpangkat
lagi, kedudukanku sekarang cepat atau lambat bakal
mencelakai jiwaku sendiri. Tapi sebelum aku meninggalkan
kedudukanku, paling tidak aku harus memberantas para
pembesar yang korup dan se-wenang2. Dengan mengibarkan
panji pemerintah, biar aku menuju ke Siangciu, membekuk
Ong Toa-sin dan menjatuhkan hukuman sesuai dengan
dosa2nya. Baru kubantu usaha Ong Ih ting merebut Thayouw
kembali. setelah perjuangan ini tereapai, aku bisa lari
meninggalkan kedudukan, menjadi kelana Kangouw saja, ini
sesuai dengan cita2ku."
"Kukira caramu ini rada meguatirkan juga," sela Sin Gi-cik,
"pihak kerajaan pasti akan menuduhmu sewenang main
bunuh terhadap alat negara, meski lari akhirnya kau akan jadi
buronan pemerintah juga,"
"Peduli amat dengan semua hal itu yang terang
jadiburonan aku sudah biasa, dulu aku jadi buronan kerajaan
Kim. kalau sekarang harus jadi buronan pemerintahnya
sendiri, meski serba pahit getir, tapi tidak menjadi soal lagi,
Yang kukuatirkan justru bisa merembet dirimu."
"Baiklah, caramu ini tegas dan menyenangkan kalau kau
sudah teguh akan tekadmu, akupun takkan menghalangi.
Kalau kau berani buang pangkat, akupun bisa buang
pangkat." "Kukira jangan, Kecuali terpaksa, aku tidak setuju kau
membuang pangkatmu."
Setelah urusan dirundingkan dengan sempurna, sebagai
kawakan Kangouw Tang-hay-liong tidak perlu basa basi lagi,
langsung dia, bicara: Terima kasih akan bantuan Khingsiauhiap,
serta bantuan sepenuhnya dari Sin-ciangkun. Sudah
lama aku menjalankan tugasku - diluar, sekarang juga aku
mohon diri untuk pulang memberi kabar baik kepada Ongcecu."
Mereka berjanji, Ong Ih-ting harus berkumpul di Kiangim,
lalu serempak bergerak menyerbu ke Siangciu, Setiba ditujuan
kedua pihak melaksanakan rencana masing2.
Ong Ih-ting langsung menggempur Thayouw, sedang tugas
Khing Ciau meringkus Ong Toa-sin dan menjaring kawanan
penjahat serta orang2 Hwi-liong-to yang menyembunyikan diri
disana. Karena ditahan Cin Long-giok, terpaksa Hong-lay-mo-li
minta Tang-hay-liong mengirim salam kepada Ong Ih-ting.
setelah mengobrol ala kadarnya pula, Hong-lay-mo-li ikut
Khing Ciau kembali ketempat tinggalnya sendiri.
Setiba dikediaman Khing Ciau kembali mereka ngobrol
pengalaman selama berpisah, tak lupa Hong-lay-mo-li
memberi kabar akan diri San San yang sudah muncul di Jayciok-
ki lalu kembali ikut Hui-slok Sinni.
"Liu-cici, bagaimana kabar musuh kita Giok-bin-yau-hou
itu?" tanya Cin Long-gok.
"Sungguh memalukan sekarang dia sudah jadi istri
suhengku yang murtad itu, sebelum pertempuran di Jay-ciokki
berlangsung dia pernah kutawan, sayang waktu itu tidak
segera kubunuh, akhirnya mereka berhasil meloloskan diri
pula." "Wah, tugas kita jadi lebih berat kalau dia sekarang sudah
jadi istri Kongsun Ki." demikian keluh Khing Ciau.
Segera Hong-lay-mo-li menghibur: "Ayahku sudah
menyambangi guruku - ayah Kongsun Ki yaitu Kongsun In,
Dengan kedua orang tua ini yang menyelesaikan pasti anak
durhaka itu dapat dihajar sampai kapok, Tinggal siluman rase
saja gampang untuk membalasnya."
Ber-turut2 dua hari Hong-lay-mo-li menetap dikediaman
Khing Ciau, tujuannya hendak menunggu kedatangan Ong Ihting
serta ingin selekasnya menyusul kembali ketempat tetirah
gurunya untuk menemui Hoa Kok-ham yang dkabarkan
menyusul kesana, namun persoalan disini cukup genting,
terpaksa dia utamakan kepentingan umum.
Untung hari ketiga waktu dia memberi petunjuk latihan silat
kepada Khing Ciau dan Cin Long-giok ditaman kembang,
penjaga pintu masuk memberi laporan: "Sat-toaya dan Jiya,
membawa seorang tamu she Bun ingin bertemu dengan
Khing-siangkong."
Khing Ciau girang, katanya: "Mereka bersaudara sudah
kembali, lalu siapakah orang she Bun itu?"
Tergerak hati Hong-lay-mo-li, katanya: "Marilah akupun
ikut keluar melihatnya."
Setiba diluar benar juga kiranya Thi-pit-su-seng Bun Yathoan,
Sudah tentu kedua pihak sama girang dapat kumpuI
kembali KataBun Yat-hoan: "Liu Lihiap, sudah kuduga kau
pasti berada disini, ternyata tepat dugaanku."
"Cara bagaimana kalian bisa jalan bersama?" tanya Honglay-
mo-li dengan Khing Ciau berbareng.
"Aku ketemu mereka di Thay-ouw, Karena Tang-wancianpwe
sekian lama belum kembali Ong-cecu minta aku
menyusul kesana mencari berita."
Hong-lay-mo-li lantas menjelaskan: "Tang-wan-cian-pwe
sembunyi tujuh hari di Thayouw, setelah menjelajahi tujuh
puluh dua puncak baru dia tinggal pergi, Sayang kau
terlambat dua hari, kalau tidak bisa bertemu disini."
"Segalanya sudah kuketahui Dua hari setelah kalian
membuat onar disana baru aku menyelundup ke Thayouw,"
"Apa tidak menghadapi bahaya?" tanya Khing Ciau.
"Tidak," sahut Bun Yat-hoan. "Untung akhirnya bertemu
dengan dua saudara Sat, merekalah yang mengantarku keluar
naik perahu." demikian Bun Yat-hoan menjelaskan
Sat-lotoa menimbrung bicara: "Setelah kami masuk ke
Thayouw, beruntung bertemu dengan beberapa orang Thocu,
Bun Tayhiap lebih berani, seorang diri dia pergi ke Tong-thingsan
barat, berhasil menyelundup kesarang musuh !"
Cepat Hong-lay-mo-li bertinya: "Ada mendapat kabar apa?"
"Liu Lihiap," ujar Bun Yat-hoan menggoyang2 kipas, "Onar
yang kau timbulkan sungguh menggembirakan! Mereka
ketakutan sendiri sampaipun Liu Goan-ka sibangsat tua itu,
maaf, terpaksa aku maki pamanmu."
"Aku sudah tidak anggap dia sebagai paman, silakan kau
maki sepuasmu. Banggat tua ini bagaimana?"
"Bangsat tua ini sudah melarikan diri."
"Kenapa lari?" Hong-lay-mo-li melengak heran, "kukira aku
harus melabraknya lagi, Apa yang dia takutkan?"
"Dia takut ayahmu mencari perhitungan kepada-nya.
malam itu juga dia melarikan diri, Sudah tentu dia tidak terus
terang kepada Hwi-liong-tocu, namun menipunya, katanya
pergi mengundang tokoh lihay untuk membantu. Kabar ini
kudengar dari percakapan murid-muridnya, Orang2 Jian-liuceng
yang ada disana dibawah pimpinan Kiong Ciau-bun
murid besarnya, tapi Kiong Ciau-bun sendiri sudah kebat kebit,
didalam percakapan dengan para Sutenya, agaknya mereka
sudah siap melarikan diri."
"Lalu bagaimana dengan Hwi-liong-tocu?" tanya Hong-laymo-
li. "Luka2 bangsat ini tidak ringan, sekarang sedang merawat
luka, sebetulnya malam itu aku ingin membunuh dia, namun
dirinya sudah bukan penghalang lagi bagi usaha kita, maka
aku tidak memotong rumput mengejutkan ular,"
Sat-lotoa menimbrung pula: "Para Thocu yang ketinggalan
di Thaouw sudah kontak semuanya dengan aku, kelak bila
Ong-cecu kembali, mereka akan bantu berjuang dari dalam"
"Persoalan di Thay-ouw, kukira Liu Lihiap tidak usah ikut
prihatin, Dengan gurumu Kongsun-cianpwe kau sudah
berpisah beberapa tahun bukan?"
Berdegup jantung Hong-lay-mo-li, dia tahu Bun Yat-hoan
menyinggung ini hanya sebagai benang penuntun saja, orang
sengaja hendak mengalihkan pokok pembicaraan dari gurunya
berkisar kepada Hoa Kok-ham,
"Sejak aku kelana memang tidak berjumpa lagi dengan
beliau. hitung2 sudah ada enam tahun."
"Kalau begitu, kinilah saatnya kau pulang meniliknya.
Persoalan Thay-ouw bisa kita selesaikan bersama. bukan soal
sulit untuk membereskan Hwi-liong-tocu."
"Kita ingin menahan Liu Lihiap tinggal beberapa hari lagi,
Bun-siansing, kenapa kau malah membujuknya pergi?" Khing
Ciau yang tidak tahu seluk beluknya angkat bicara.
Bun Yat-hoan tertawa, ujarnya: "Khing-siauhiap, ada
persoalan yang tidak kau ketahui, mungkin Kongsun-cianpwe
sekarang sedang menghadapi persoalan genting dan
menunggu dia pulang!"
Hong-lay-mo-li terkejut, tanyanya: "Ada urusan apa?"
"Aku sendiri kurang jelas, Aku hanya tahu Pek-siu-lo pernah
datang menemui Ong Ih-ting, mencari tahu jejakmu, katanya
gurumu ada urusan, hendak mencarimu pulang, Hari itu
kebetulan aku sedang keluar, besok paginya baru aku tahu
akan hal ini."
Pek-su-lo adalah pembantu Hoa Kok-ham, dua saudara
putih hitam ini merupakan tokoh silat yang kenamaan juga di
Bulim, Dikala Hoa Kok-ham berada di Kang-lam, mereka tetap
berada di Kangpak membantu gerakan laskar rakyat.
Kangen dan menguatirkan keadaan gurunya, secara
langsung Hong-lay-mo-li lantas bertanya: "Kabarnya Hoa Kokham
sudah pergi menemui guruku, apakah Pek-siu-lo sudah
bertemu dengan majikannya?"
"Lima hari setelah Hoa Tayhiap menyebrang baru dia
datang, Menurut kata Ong Ih-ting dia belum bersua dengan
majikannya. sebetulnya gurumu minta dia memberi kabar
supaya Hoa Tayhiap pergi membantunya, Tapi Hoa Tayhiap
memang sudah berangkat, maka tugasnya melulu mencari
jejakmu" Mendengar Hong-lay-mo-li menyebut nama Hoa Kok-ham,
Khing Ciau dan Cin Long-giok saling pandang dengan tertawa
penuh arti, katanya: "Kalau demikian, kita tidak enak menahan
Liu-cici lama2 disini. Semoga kelak berjumpa lagi, lebih cepat
kami mendapat kabar gembira dari Liu-cici."
Hong-lay-mo-li tahu kemana juntrungan kata2 ini, tak
sempat malu2 segera dia berkata: "Urusan di Thay-ouw, adik
Ciau bisa membantu, ada pula Bun Tayhiap dan para
pendekar lainnya, apa pula yang tidak melegakan hatiku"
Tolong adik Ciau sampaikan salam dan pamitku kepada Sinciangkun,
sekarang juga aku berangkat." hari itu juga Honglay-
mo-li meninggalkan Kiangim.
Dengan menempuh jalan siang malam, beberapa hari
kemudian dia sudah kembali ke Jay-ciok-ki pula, sengaja dia
memang memilih tempat ini untuk menyebrang, setelah
mengalami peperangan dahsyat, perkampungan di Jay-ciok-ki
sudah kosong melompong, kampung nelayan sudah porak
peronda tidak berbekas lagi.
Namun setelah berselang puluhan hari, penduduk yang
mengungsi mulai berdatangan pula, Maka dengan mudah
Hong-lay-mo-li mendapatkan perahu kecil yang mengantarkan
menyebrang. Serasa iseng Hong-lay-mo-li ajak tukang perahu yang
sudah tua mengobrol panjang lebar, dari sejak belum perang
sampai perang berakhir. Tukang perahu yang tua ini kiranya
juga pernah sekolah pandai membaca, ceritanya di iringi
senandung yang parau membawakan mo-li ikut prihatin
setelah mendengar senandungnya yang melimpahkan
kegetiran hatinya setelah mengalami peperangan ini.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tengah mereka asyik bicara, tiba2 terlihat sebuah perahu
lain lewat disebelah sana tidak jauh, yang pegang kemudi
ternyata seorang perempuan. Melihat perempuan ini seketika
Hong-lay-mo-li naik pitam.
Kiranya perempuan yang pegang kemudi ini bukan lain
adalah Han-sam-niocu. Lekas sekali jarak kedua perahu sudah
semakin dekat, sekilas tampak oleh Hong-lay-mo-li diatas
perahu Han-sam-niocu ada seorang gadis pula, kini jarak
kedua pihak tinggal tujuh tombak.
Han-sam-niocu ter-loroh2, serunya: "Wah, manusia hidup
dimanapun bisa bertemu, Liu-toa-bengcu, hari ini kita
Petualang Asmara 27 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Pendekar Kelana 8
^