Pencarian

Pendekar Latah 4

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 4


pergi ke Siang-keh-po, satu diantaranya adalah hendak
menemui Suciku yang belum pernah kulihat ini."
Hong-lay-mo-li tertegun, tanyanya: "Jadi kau inipun murid
dari Siang-Kian-thian si gembong iblis itu?"
"Bukan, Siang Kian-thian adalah Susiokku."
Hong-lay-mo-li melengak heran, gurunya menjadi musuh
kebuyutan Siang Kian-thian, tapi selamanya belum tahu
bahwa Siang Kian-thian punya seorang Su-heng.
Berkata Bu-lim-thian-kiau lebih lanjut: "Biar ku-kisahkan
sebuah cerita: Kira2 pada empat lima puluh tahun yang lalu,
waktu itu dunia masih dikuasai oleh Song Kim dan Liau tiga
negeri yang bercokol pada masing2 wilayahnya, masing2
berlomba mempersenjatai diri dan saling serang menyerang,
belakangan Song dan Kim berserikat mencaplok Lian.
Pada waktu itu di negeri Kim terdapat seorang tokoh Bulim
yang aneh, ayahnya adalah bangsa Kim, ibunya bangsa Song
dan istrinya dari bangsa Liau. Menghadapi pertempuran
acak2an dari tiga negeri yang saling cakar itu, hatinya amat
sedih. Maka akhirnya dia tak mau turut campur soal politik, lalu
mengasingkan diri diatas gunung, beruntun dia menerima tiga
orang murid, Ayah bunda dan istrinya terdiri dari tokoh2
persilatan kosen yang punya kedududukan dan tingkatan yang
amat tinggi, maka kepandaian silat dirinya merupakan
kombinasi dari ilmu silat dari tiga negeri Kim, Song dan Liau.
Maka dia hendak ajarkan kepandaiannya masing2 kepada
tokoh Bulim dari ketiga negeri itu, inipun sedikit cita2yang
diidamkan selama hidupnya, maksudnya supaya ketiga
muridnya dari kelainan bangsa ini bisa mempertahankan
persahabatan sesama kaum persilatan dari ketiga negeri yang
bermusuhan ini.
Maka ketiga murid yang dia terima itu masing2 terdiri dari
seorang Liau, seorang Kim dan seorang Song, Murid dari
bangsa Song merguru setelah belajar silat dari asal negerinya,
dia adalah ayah dari Susomu, yaitu Siang Kian-thian."
"O, jadi begitu, lalu, kau..."
"Guruku adalah murid bangsa Kim itu, suatu kesempatan
yang kebetulan beruntung aku berjodoh dengan guruku, hal
ini tak perlu kujelaskan. Alkisah setelah ketiga murid itu tamat
belayar, mereka pulang kenegerinya sendiri2, tak lama
kemudian guru merekapun meninggal dunia.
Tak lama lagi negeri Song berserikan dengan negeri Kim
mencaplok negeri Liau, belakangan negeri Song dan negeri
Kimpun bermusunan sendiri, situasi dunia se-olah2 sudah
menjadi suratan takdir, kuasa Thian tak bisa dijangkau oleh
manusia meski dia berkepandaian silat setinggi langit.
Negeri Liau dicaplok, negeri Song terjajah, sudah tentu
rakyat kedua negeri ini sama membenci negeri Kim, Dalam
keadaan dan situasi yang begini rumit, murid bangsa Liau dan
bangsa Song itu, tidak berani membocorkan rahasia bahwa
guru mereka adalah bangsa Kim."
Baru sekarang Hong-lay-mo-li paham, tak heran sampai
gurunya sendiripun tidak tahu asal usul dan rahasia perguruan
Siang Kian-thian yang sebenarnya.
Tutur Bu-lim-thian-kiau lebih lanjut: "Waktu Soco menerima
murid, dia hanya menilai bakat tidak pandang martabat. Murid
dari bangsa Song dan Liau belakangan sama menjadi
gembong iblis yang banyak melakukan kejahatan."
Hong-lay-mo-li tertawa, katanya: "Jadi diantara tiga murid
Sucomu itu, hanya gurumu saja yang paling baik?"
"Guruku sendiripun mempunyai watak yang nyeleweng,
kalau tidak dia tidak akan menerima aku sebagai muridnya,
Cuma dia belum sampai berbuat jahat seperti kedua Susiok."
"Dia mau terima kau sebagai muridnya, memangnya apa
sangkut pautnya dengan soal lurus atau sesat?"
"Msakah kau tidak tahu bahwa aku ini pangeran negeri
Kim" sebangsa tokoh silat lurus yang mengasingkan diri,
selamanya tidak sudi berhubungan dengan para bangsawan,
Tapi lain pendirian dan pandangan guruku, bahwa dia terima
aku menjadi muridnya dengan satu harapan, kelak bila aku
pegang kuasa, supaya bisa merubah dasar politik negara.
Tidak terpikir olehnya dengan kekuatanku seorang diri,
mana bisa memutar situasi yang sudah ditakdirkan Thian"
Karena aku menentang politiknya, maka Wanyan Liang
anggap aku sebagai musuh dalam selimut, mana mungkin
mau menyerahkan kedudukan kepadaku?"
Bu-lim-thian-kiau menyambung lebih lanjut: "Kembali
bicara soal Susomu, Meskipun aku belum pernah bertemu
dengan dia, tapi sudah lama aku tahu susiok di negeri Song
itu adalah Siang Kian-thian. sebelum ajalnya guruku ada pesan
supaya aku mencari jejak keturunan atau murid dari kedua
Susiok itu. Karena tujuan inilah aku tiba di Siang-keh-po, kebetulan
memergoki perbuatan jahat Kongsun Ki yang hendak
mencelakai jiwa isterinya, sudah tentu aku tidak bisa berpeluk
tangan, begitulah duduk kejadiannya, kau sudah paham?"
"Dimana Susoku sekarang berada?"
"Kau hendak bertemu dengan dia?"
"Terlalu mendalam salah paham Suso kepadaku, tapi aku
hendak membujuknya supaya rujuk kembali dengan Suheng."
"Kukira sulit, suhengmu tega berbuat sekeji itu
terhadapnya, masakah hatinya tidak ciut dan dendam?"
Hong-lay-mo-li bungkam seribu basa. Bu-lim-thian-kiau
berkata pula: "Tapi kau tak usah kuatir, semula Susomu
memang salah paham kepadamu, sekarang mungkin sudah
mengerti."
"Mengerti apa?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Dia tahu bahwa dalam hatimu ada bayangan laki2 lain,
takkan mungkin merebut suaminya."
Merah muka Hong-lay-mo-li, namun isi hati kena dikorek,
dihadapan Bu-lim-thian-kiau yang baru dikenalnya lagi,
sungguh runyam benar, marah tidak bisa tidak marah merasa
malu dan uring2an, terpaksa dia pura2 ngomel: "Susoku
memang suka curiga dan main tuduh secara serampangan."
"Apa kau ingin bertemu dengan Susomu?"
"Ya, kenapa?"
"Kalau ingin bertemu dia, pergilah ke Siang-keh-po.
mungkin disana kau bisa menemuinya."
"Lho, katamu mereka tak mungkin rujuk kembali, kenapa
Suso pulang kerumahnya pula" Memangnya sudah lemah hati
dan putar haluan?"
"Belum tentu dia sudi rujuk kembali dengan Su-hengmu,
betapapun hubungan cinta suami istri tetap ada. Dia tidak
suka suhengmu nama runtuh badan hancur, maka ingin
pulang untuk mengekang tindak tanduknya yang nyeleweng.
Dan lagi, untuk melampiaskan rasa penasarannya."
"Kenapa suhengku bisa nama runtuh badan hancur?"
"Secara diam2 suhengmu sudah terima pengangkatan
Wanyan Liang, cita2nya hendak menjadi raja muda di
Soatang, kau tidak tahu?"
Tersirap darah Hong-lay-mo-li, baru sekarang ia tahu
percakapan malam itu yang dia curi dengar dikamar bukunya
dengan Giok-bin-yau-hou memang benar, dihadapannya sang
Suheng mungkir dan itu pura2 belaka, Hatinya menjadi
masgul dan risau.
Agaknya Bu-lim-thian-kiau tahu akan isi hatinya, katanya
tertawa: "Kepandaian Susomu memang rada rendah, tapi dia
pegang dua macam mestika, sedikit banyak masih bisa
mengekang Suhengmu!"
"Maksudmu inti pelajaran kedua ilmu beracun itu?"
"Benar, tujuan suhengmu mengawini Susomu adalah untuk
mencuri belajar kedua ilmu beracun ini, sebelum bertindak
mau tak mau dia harus berpikir dua belas kali."
"Tapi Suso sendiri tidak pernah meyakinkan, memangnya
dia hanya ngelabui saja."
"Ngelabui sih tidak, Untuk meyakinkan kedua ilmu beracun
perlu dilandasi Lwekang tunggal dari perguruan kita tingkat
tinggi, Siang-susiok sendiri tidak mendapat pelajaran ini, maka
belakangan waktu dia berkeras melatih kedua ilmu beracun
itu, akhirnya Cau-hwe-jip-mo sampai meninggal."
"Jadi meski kedua pelajaran ilmu beracun itu berada
ditangan Suso kan juga tak berguna, mana bisa dikatakan
sebagai mestika yang dapat mengekang Su-heng?"
"Tapi Lwekang tingkat tinggi Suco ada diturunkan kepada
guruku, Ternyata dihari tuanya, beliau lihat watak dan hati
Siang-susiok rada nyeleweng, meski sudah terlanjur
mengajarkan kedua ilmu beracun itu, landasan Lwekangnya
tidak diajarkan kepadanya."
"O, tahu aku, jadi kau sudah ajarkan Lwekang tingkat
tinggi itu kepada Sucimu?"
"Susomu sudah berkeputusan, bila tidak bisa dikendalikan
lagi, terpaksa dia hendak menggunakan Hoa-hiat-sin-kang,
supaya suhengmu cacat seumur hidup, selamanya takkan bisa
mendurhakai dirinya lagi."
Bergidik Hong-lay-mo-li dibuatnya, tapi ia berpikir
"Begitupun baik, cacat seumur hidup, jauh lebih baik dari pada
nama runtuh badan hancur."
"Apa kau hendak kembali ke Siang-keh-po menemui
suhengmu lagi?"
"Sekarang belum aku berkeputusan, kenapa?"
"Capat atau lambat kau hendak pergi ke Kanglam bukan?"
Ya, kau punya pesan apa?"
Sikap Bu-lim-thian-kiau rada aneh, biji matanya berjelilatan,
seperti ada apa2 yang merasuk hatinya, tiba2 ia genggam
tangan Hong-lay-mo-li bertanya: "Sekarang kau anggap aku
sebagai musuh atau sebagai kawan?"
Hong-lay-mo-li berjiwa ksatria dan gagah, sahutnya
lantang: "Kau lain dengan orang2 Kim umumnya, kita boleh
bersahabat." tangan mereka saling genggam dengan kencang.
"Kalau begitu, aku titip sebuah hal kepadamu."
"Silakan berkata."
"Bila kedatanganmu di Kanglam, kau bertemu dengan Siaugo-
kan-kun Pendekar latah Hoa Kok-ham, harap wakilkan aku
menyampaikan salam kepadanya, Dengan dia aku ada sedikit
persoalan, kukira tidak perlu dilanjutkan. Ai, sampaikan saja
ucapanku ini kepadanya." suaranya sember dan rendah,
agaknya dirasuk kepedihan yang tak terhingga.
Hong-lay-mo-li tertegun, tanyaaya: "Kalian sudah kenal?"
"Bukan saja kenal, perjalanannya ke Kanglam kali ini,
adalah lantaran aku."
"Lantaran kau" Menurut apa yang kutahu dia sudah
mendengar berita penyerbuan pasukan Kim ke selatan, maka
lekas dia pergi ke Kanglam menyampaikan kabar ini?"
"Akulah yang beritahu kabar penting ini kepadanya."
"O, jadi waktu di Thaysan tempo hari Kok-ham juga pernah
bertemu dengan kau?"
"Ya, semalam sebelum aku bertemu dengan kau, aku
sudah bertemu dengan dia. SemuIa dia hendak tantang aku
bertanding pedang dipuncak Thaysan, begitu mendapat berita
ini, tak sempat bertanding lagi terus turun gunung dan tinggal
pergi." Merah muka Hong-lay-mo-li, ujarnya: "Bahwasanya aku
sendiri belum kenal dengan Hoa-Kok-ham...."
Bu-lim-thian-kiau tiba2 ter-loroh2, serunya: "Dalam hati
Hoa Kok-ham ada kau, dalam hatimu ada Hoa Kok-ham,
ikatan batin yang mendalam ini jauh lebih erat dari perkenalan
biasa, Tidak salah kan ucapanku?" gelak tawanya sumbang
dan pilu, pelan2 ia lepaskan genggaman tangan Hong-lay-moli.
Terkorek isi hatinya, merah muka Hong-lay-mo-li, katanya:
"Memang tidak salah ucapanmu. Baru hari ini aku berkenalan
dengan kau, tapi sudah seperti kawan lama layaknya"
Terhadap kalian berdua, aku sama2 pandang sebagai sahabat
baikku." Kembali Bu-lim-thian-kiau bergelak tertawa, kembali ia
pegang tangan Hong-lay-mo-li, katanya: "Kalau demikian,
percaturanku sama dia, kukira masih bisa kulanjutkan."
Dengan bingung Hong-lay-mo-li menarik tangannya,
katanya: "Aku tidak tahu, Aku hanya tahu bahwa aku harus
segera pergi ke Kanglam,"
Sesaat Bu-lim-thian-kiau melongo, kembali ia tertawa terloroh2
seperti menang:s, serunya: "Benar, akupun harus
berlalu!" ditengah kumandang senandung-nya seorang diri ia
tinggal pergi lebih dulu.
Serasa hambar dan kosong kerasaan Hong-lay-mo-li, ingin
rasanya dia mengejar, namun kedua kakinya tak mau
bergerak, Begitulah Hong-lay-mo-li menjublek ditempatnya,
entah berapa lama kemudian, bayangan Bu-lim-thian-kiau
sudah lama tak kelihatan, tapi bayangan Pendekar Latah tiba2
terbayang didepan matanya, seketika hatinya semakin risau
dan masgul, lama kelamaan dia tenggelam dalam pemikiran
yang tak terpecahkan.
Sang surya sudah menongol keluar dari baIik mega diufuk
timur, tabir malam seketika tersingkap terang, memandangan
alam seketika menjadi terang benderang, setelah menghirup
hawa pagi, seketika terbangun semangat Hong-lay-mo-li ia
sadar dari lamunnannya, pikirnya:
"Kenapa aku sampai ngelantur disini, Urusan perlu segera
kuselesaikan, lebih dulu aku harus kembali kepangkalan
mengadakan persiapan seperlunya, baru menuju ke Kanglam
menemui pendekar Latah Hoa Kok-ham, hanya dia yang tahu
rahasia riwayat hidupku, hal ini merupakan persoalan yang
perlu segera kuketahui."
Setelah berkeputusan segera Hong-lay-mo-li kembangkan
Ginkang, menyongsong sang surya ia menempuh perjalanan
dengan ter-gesa2. seperti diketahui dalam pertempuran tadi
dia terserang hawa panas beracun, tapi waktu dia kerahkan
hawa murni untuk mengembangkan ilmu entengi tubuhnya,
tenaga bisa tersalur dengan lancar dan lebih kuat dari semula,
sekilas ia melengak heran, tapi sebagai seorang ahli lekas
sekali Hong-lay-mo-li menjadi paham duduknya perkara,
batinnya: "Lagi2 perbuatan Bu-lim-thian-kiau, waktu dia
menggenggam tanganku tadi tanpa kusadari, dia selurkan
tenaga murninya membantu aku menjebol Ki-keng-pat-meh,
sehingga hawa beracun terusir keluar seluruhnya."
Setelah Lwekangnya pulih kembali, tanpa banyak pikir
Hong-lay-mo-li terus lanjutkan perjalanan, cuma tiga hari,
pejalanan sejauh delapan ratus li melalui gunung gemunung,
ia sudah tiba kembali ke pangkalannya. Waktu dia pergi tempo


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hari, tugas dan tanggung jawab dalam pangkalan ia wakilkan
kepada Tai Mo, beberapa bulan sudah lalu, baru sekarang dia
sempat pulang, lekas Tai Mo pimpin seluruh anak buahnya
menyambut kedatangannya, sudah tentu bukan kepalang
meriah dan menggirangkan pertemuan ini.
Langsung Hong-lay-mo-li adakan inspeksi keseluruh
pelosok pangkalan, segala sesuatunya, dilihatnya beres dan
diatur rapi. Setelah duduk didalam ruang pendopo segera ia
berkata terhadap Tai Mo: "Adikku yang baik, banyak terima
kasih kepadamu, Setelah aku pergi, pernahkah terjadi sesuatu
dalam pangkalan?"
"Miemang hendak kulaporkan kepada Siocia, memang
pernah terjadi suatu peristiwa yang aneh, hampir saja
pangkalan kita disergap dan hampir musnah, untunglah secara
tak terduga ada seseorang yang datang membantu sehingga
bencana dapat kita hindarkan, malah kita mendapat
keuntungan besar."
Hong-lay-mo-li kaget, katanya: "Ada kejadian itu" Siapa
yang bantu kalian" Coba kau tuturkan sejelasnya."
"Siocia kau sendiri pasti takkan menduga, orang yang
membantu kita menaggulangi bencana kali ini, tak lain tak
bukan adalah Giok-bin-yau-hou."
Hampir Hong-lay-mo-li tak percaya akan pendengaran
telinga sendiri, teriaknya dengan mata terbelalak "Apa" Giokbin-
yau-hou?" "lya, waktu itu kamipun tak berani percaya, tapi belakangan
kenyataan membuktikan apa yang dia beberkan kepada kita
adalah kenyataan, jadi dia betul2 adalah tuan penolong kita."
Gelisah seperti dibakar hati Hong-lay-mo-li, katanya gugup:
"Sebetulnya apakah yang telah terjadi, lekas katakan, lekas!"
"Pada suatu malam," demikian Tai Mo mulai ceritanya, "Aku
sudah ganti pakaian dan mapan tidur, tapi belum lagi pulas,
tiba2 terasa angin berkesiur, daon jendela terbuka, lekas aku
melompat bangun, tahu2 kulihat seseorang sudah berada
dalam kamarku, bulan malam itu purnama, maka dengan jelas
aku bisa mengenalinya sebagai Giok-bin-yau-hou. Sudah tentu
bukan kepalang rasa kagetku, segera kulolos pedang terus
menusuk kepadanya, tapi dia cuma menangkis dan
menyampuk Ceng-kong-kiamku tanpa balas menyerang."
Tiba2 Hong-lay-mo-li menyela tanya: "Mengguna-kan
senjata apa dia menangkis pedangmu?"
"Sebatang seruling, entah terbuat dari bahan apa, aku
sudah kerahkan setaker tenagaku, sedikitpun serulingnya tidak
kurang apa2."
Hong-lay-mo-li manggut2, ujarnya: "Aku pernah melihat
seruling itu, memang barang mestika, Terus-kan ceritamu."
Tai Mo melanjutkan ceritanya: "Tanpa membalas dia malah
tertawa katanya: "Nona Tai Mo, kau tak usah takut, aku tidak
bermaksud jahat, malah hendak menolongmu." Sudah tentu
aku tidak mau percaya, kumaki dia: "Bohong, aku ada bahaya
apa perlu kau tolong?"
Setiap kali pedangku menusuk dan menyerang, serulingnya
itu se-akan2 punya daya sedot seperti besi sembrani, Cengkong-
kiamku kena disedot lengket dan tak mampu bergerak,
Keruan gugupku bukan main, segera aku membunyikan tanda
bahaya minta bantuan."
Hong-lay-mo-li punya delapan pembantu, diantara
kedelapan orang ini San San dan Tai Mo berkepandaian
setingkat lebih tinggi, namun enam orang yang lainpun
memiliki kepandaian tidak rendah,
"Seterusnya bagaimana?" tanya Hong-lay-mo-li, "Apakah
mereka keburu datang dan mengepung Giok-bin-yau-hou?"
"Langkah mereka yang berlari datang sudah terdengar tapi
Giok-bin-yau-hou bukan saja tidak membalas serangan
kepadaku, diapun seperti tidak igin melarikan diri, malah
melanjutkan kata2 yang ingin dia beritahu kepadaku."
"Apa yang dia katakan?"
"Katanya Marsekal Bahaji yang berkuasa di Gi-loh dari
negeri Kim sudah mendapat tahu bahwa siocia sedang pergi
meninggalkan pangkalan, mereka bersiap2 hendak
menggrebek pangkalan kita ini, menurut rencana diputuskan
akan turun tangan besok malam, bergerak serempak dari
depan dan belakang, sebelum selesai bicara, Bing-cu, Lik-hun
dan saudara2 lain menyusul datang, Kami mengepungnya
bersama, Ter-paksalah dia keluarkan serulingnya untuk
melawan, maka kami menempurnya diatas genteng."
Hong-lay-mo-li merasa lega, katanya: "Kalian berenam
jikalau bekerja menurut ajaran barisan yang kuajarkan, jelas
takkan dikalahkan oleh Giok-bin-yau-hou." kiranya sebelum
berangkat tempo hari Hong-lay-mo-li ada mengajarkan Liokhap-
kiam-tin kepada keenam pembantunya ini, tujuannya
memang untuk menghadapi Giok-bin-yau-hou.
Berkata Tai Mo lebih lanjut: "Sembari melawan serangan
kami, kata2nya masih tidak berhenti. Katanya: "Terserah
kalian mau percaya, tapi ini menyangkut kehidupan dan
kepentingan pangkalan dan peng-huninya, tidak bisa tidak aku
harus menyampaikan kabar penting ini, Menurut rencana
pasukan pemerintah, besok malam tepat pada kentongan
ketiga, tiga ratus Busu pilihan yang pandai berlompatan dan
manjat, berkepandaian silat tinggi, menggeremet naik dari
jalanan kecil di Wan-ti-kok dibelakang gunung, begitu berhasil
menyelundup kedalam pangkalan, mereka akan menyulut api
sebagai tanda, dari dalam dan luar serempak menggempur
pangkalan ini, sementara pasukan besar pemerintah terbagi
dari dari tiga jurusan, begitu melihat pertanda nyala api,
serempak mereka menyerbu naik keatas gunung."
Wan-ti-kok sesuai namanya disini banyak terdapat orang2
hutan, keadaannya amat berbahaya, orang hutanpun sukar
memanjat keatas tebing yang curam dan licin, berbagai
pelosok diatas pangkalan terjaga kuat dan kstal, cuma bagian
Wan-ti-kok dibelakang gunung saja lantaran keadaannya yang
berbahaya, kurang diperhatikan malah boleh dikata tiada
penjagaan disini.
Mencelos hati Hong-lay-mo-li, diam2 ia mengakui
kesempurnaan rencana musuh yang sudah berhasil mencari
tahu kelemahan pihaknya, diam2 ia pun menyesal bahwa
penjagaan diatas pangkalannya sendiripun banyak lobang
kelemahannya. Tai Mo melanjutkan: "Kata2nya tak terputus dan tanpa
ragu2, mau tidak mau tergerak hati kami, tapi teringat orang
adalah musuh yang sudah ternama ke-jahatannya, kita jadi
ragu2. Maka segera aku mengatur barisan, Liok-hap-tin
lambat laun kita perketat, sehingga dia terkepung ditengah
lingkaran Kataku:
Tidak sukar bila kau ingin kami percaya, sudikah kiranya
kau tinggal sementara dipangkalan kita, jikalau memang
terjadi peristiwa seperti yang kau tuturkan, setelah kejadian,
kita akan melepasmu,pergi, HayoIah serahkan serulingmu."
maksudnya dia hendak menahan Giok-bin-yau-hou utk
membuktikan kata2nya sendiri
Hong-lay-mo-Ii manggut2, katanya: "Betul, tindakanku
cukup teliti, memang harus demikian,"
Kata Tai Mo: "Sungguh harus disesalkan meski kita sudah
kerahkan segala kemampuan tapi tetap tak berhasil
mengurung dia. setelah mendengar kata2ku, dia malah
tertawa dingin, katanya: "Mau percaya tidak terserah kalian,
kalian hendak menawan aku, tidak mungkin! Aku sendiri
punya urusan penting, maaf aku tak mengiring lebih Ianjut!"
barisan kita sudah mengetat maka serulingnyapun dimainkan
semakin ken-cang, jurus2 permainannya sungguh diluar
dugaan kami, dalam beberapa jurus saja, ai, sungguh
memalukan pergelangan tanganku tahu2 tertutuk olehnya,
pedangpun jatuh, sehingga dia berkesempatan menjebol
barisan tinggal pergi."
"Kau tidak perlu malu diri," bujuk Hong-lay-mo-li, "Memang
Liok-hap-tin-ku sendiri yang kurang sempurna dan
menunjukan banyak lobang kelemahannya. Barisan ini
kuciptakan untuk menghadapi ilmu pedangnya, kini dia
menggunakan ajaran lain dengan gaman seruling, tak heran
kalian jadi kehilangan pedoman untuk menghadapinya,"
"Setelah menjebol kepungan dia tidak lantas pergi, tiba2
dia timpukan segulung kertas kepadaku, katanya: "Kalian tak
mau percaya, nah lihatlah ini! Apa-kah kalian hendak melawan
melapetaka ini, terserah kepadamu!" setelah dia pergi baru
kubuka gulungan kertas itu, ternyata itulah surat dinas dari
kemiliteran yang amat penting, surat dari pemerintah Kim
kepada Marsekal Bahaji untuk menyiapkan bala bantuan
didalam kota, menurut petunjuk, memang operasi besar2an ini
terbagi tiga jurusan, dalam surat itu di-gambarkan dengan
jelas sekali, setempel dan tanda tangannya terang tak
mungkin dibuat palsu.
Maka segera ku-adakan perundingan dengan para saudara,
kami beranggapan lebih baik percaya dari pada tidak: Bersiap2
menghadapi bencana tiada ruginya. Tapi kamipun kuatir
terjebak oleh tipu memancing harimau meninggalkan gunung,
maka kami bekerja menurut rencana pihak musuh, pertama
mereka hendak menduduki posisi penting dan berbahaya di
Wan-ti-kok, mereka tiga ratusan orang, kita cukup kerahkan
seratus orang berlebihan untuk menghadapinya, dengan
menduduki puncak tebing dengan mudah kita akan hajar dan
bikin mereka mampus.
"Hari kedua kira2 kentongan kedua cuaca gelap tak
berbintang, saudara kita yang menduduki puncak memang
menemukan sebarisan pasukan pemerintah sedang
menyelundup ke Wan-ti-kok secara diam2. Tapi saudara kita
tinggal diam, setelah mereka manjat kira2 tiba dilamping
tebing, serempak batu gunung, balok besar dan minyak yang
sudah kita masak sampai mendidih sekaligus dijatuhkan
kebawah, tiga ratus Busu seperti tikus kecemplung kewajan
minyak, kalau badan tidak melonyoh tersiram minyak
mendidih, tentu kepala pecah kaki tangan putus kejatuhan
batu dan balok, kalau tidak mampus tiga ratusan Busu itu
sama konyol dan terluka parah, tiada satupun yang selamat
setelah memberantas bisul dibagian belakang, serempak
kupimpin seluruh kekuatan kita berbalik menggempur pasukan
pemerintah lebih dulu, sungguh menggelikan, mereka sedang
menunggu tanda api yang dijanjikan, sedikitpun tak siaga
bahwa kita bakal balas menyerbu mereka secara mendadak."
Bersinar terang mata Hong-lay-mo-li, katanya kegirangan
"Gempuran besar2an ini tentu kalian menangkan dengan
gemilang!"
"Benar," tutur Tai Mo, "seluruh pasukan besar musuh
berhasil kita tumpas, sampaipun pembesar anjing itupun
berhasil kita tawan hidup2. sebetulnya jumlah pasukan musuh
dua kali lipat lebih banyak, bahwa kita berhasil menang
dengan gemilang, tak lepas dari jasa2 Giok-bin-yau-hou yang
memberi kabar kepada kita."
Hong-lay-mo-li sendiri merasa heran dan tak mengerti tiba2
pikirannya tergerak, tanyanya: "Apakah kalian sudah kompes
keterangan pembesar anjing itu?"
"Sudah! sungguh menggelikan, sampai saat ini dia belum
tahu bahwa surat dinas dari atasannya sudah tercuri orang,
Waktu aku perlihatkan surat penting itu baru dia amat kaget,
mulutnya tergagap, tangan kerepotan merogoh kantong,
bahwasanya dia tidak pernah menyangka surat yang dia
simpan didalam kantongnya mana mungkin bisa hilang."
"Kalau demikian, bukan saja siluman rase itu bukan musuh
kita, malah terhitung tuan penolong kita?" ujar Hong-lay-mo-li
mendelu. "Memangnya bukan" Malam itu kita rayakan kemenangan
ini secara besar2an, para saudara bilang, mungkin dulu kita
salah paham terhadap siluman rase itu, setelah mendapat budi
pertolongannya sayang tak bisa mengundangnya ikut
merayakan kemenangan ini, Kebetulan sekali disaat kita
bicarakan dia, tahu2 dia datang pula!"
"Dia datang pula?" Hong-lay-mo-li menegas heran, "Untuk
apa dia datang" Untuk merayakan kemenangan juga?"
"Tidak, dia tidak masuk, cuma diluar dia berikan sepucuk
surat kepada penjaga pintu supaya diserahkan kepadaku,
Lekas aku keluar mengejar, namun dia sudah pergi jauh,
Kudengar dari bawah bukit dia menggunakan gelombang
suara jarak jauh bicara dengan aku:" Nona Tai Mo kejadian
sudah kenyataan, kau harus percaya kepadaku bukan" Apa
yang tertulis dalam surat kau harus ber-jaga hati2, tapi hanya
boleh beritahu kepada Liu Lihiap, jangan kan bocorkan kepada
orang lain."
Lenyap suaranya tak kelihatan bayangannya, aku mengejar
cukup jauh tak berhasil menyandaknya."
"Mana surat itu?" tanya Hong-lay-mo-li lekas, "Disini!"
Lekas Hong-lay-mo-li terima surat itu dan dibukanya,
seketika ia melengak heran dan semakin tak mengerti.
Dalam surat itu cuma tertulis beberapa huruf, dimana
dikatakan: Kongsun Ki secara diam2 ada sekongkol dengan
pihak penjajah Kim, mempunyai rencana yang merugikan bagi
pergerakan laskar rakyat, se-kali2 orang ini tak boleh
dipercaya segala obrolan dan tindak tanduknya, Harap
disampaikan kepada Liu Lihiap."
"Kapan peristiwa itu terjadi?" tanya Hong-lay--mo-li.
"Tanggal tiga bulan yang lalu."
Di-hitung2 oleh Hong-lay-mo-li, jadi lima hari sebelum dia
tiba di Siang-keh-po. Batinnya: "Dia tahu bahwa Kongsun Ki
adalah Suhengku, tak duga akan bertemu di Siang-keh-po,
Maka sengaja dia memberi kabar kepangkalan lebih dulu,
supaya Tai Mo siap siaga, dan aku tidak tertipu. Tapi
kehadirannya di Siang-keh-po sebagai utusan Pakkiong Ou,
kenapa bisa terjadi kejanggalan ini?"
"Siocia," kata Tai Mo, "Agaknya kau masih curiga kepada
Giok-bin-yau-hou" Bicara terus terang, akupun amat curiga,
persoalan sulit dimengerti peristiwa di Thian-ling-si..."
"Bukan melulu peristiwa di Thian-li saja! Dia punya dosa
kesalahan yang lebih besar."
"Jadi bagaimana sikap kita terhadapnya" Anggap dia
sebagai musuh atau tuan penolong" Harap siocia memberi
petunjuk."
"Sukar kukatakan, aku sudah bertekad untuk menyelidiki
asal usul Giok-bin-yau-hou ini. sebelum urusan berhasil
kubereskan, kalian tetap harus waspada, Terutama disaat dia
bergaman pedang, kalian harus hati2."
"Kenapa?" tanya Tai Mo heran,
"Sekarang aku tidak bisa jelaskan secara mende-tail, malah


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku sendiripun belum jelas, Naga2nya orang ini bermuka dua,
bila bergaman pedang, bermuka jahat dan berhati busuk.
Maka Liok-hap-tin harus kalian latih dengan giat."
Tai Mo semakin bingung, tapi Hong-lay-mo-li sendiri tidak
bisa memberi penjelasan, terpaksa dia hanya mengiakan saja.
"Dan lagi," Hong-lay-mo-li menambahkan "Penjagaan harus
diperketat jangan sampai terjadi ulang Giok-bin-yau-hou tahu2
sudah berada didalam kamarmu baru kau ketahui."
Merah dan menyesal terunjuk dimuka Tai Mo, ka-tanya:
"Aku berjanji selanjutnya takkan terjadi seperti itu pula, Pada
setiap pos penjagaan penting di-berbagai pangkalan sudah
kupasang alat2 rahasia, begitu ada orang memasuki, suara
keliningan akan berbunyi sementara tempat, didalam dinding
kupasang panah gelap pula."
"Bagus, kau cukup cerdik dan pandai bekerja, selanjutnya
aku boleh lega hati meninggalkan pangkalan."
"Siocia, kau baru pulang, kenapa mau pergi pula?"
"Betapa aku tak ingin hidup tentram berkumpul dengan
kalian, tapi disaat negara mengalami bencana, aku tak bisa
berpeluk tangam Negeri Kim hendak menyerbu Song kita
secara besar2an, lantaran hal ini aku pulang untuk
mengadakan persiapan, setelah segala sesuatu disini
sempurna, selekasnya aku akan pergi ke Kanglam. Tai Mo,
tanggung jawab pimpinan Bulim di-daerah utara ini berada
ditangan kita, maka beban kewajiban kita selanjutnya akan
bertambah berat, sementara boleh kau wakili aku memikul
beban ini. sukalah kau menerima hormatku!"
Tersipu2 Tai Mo berlutut membalas hormat Sio cianya,
Hong-Lay-mo-li lekas memapaknya bangun, katanya: "Berita
terakhir yang kudengar bahwa dalam musim rontok pasukan
besar negeri Kim akan bergerak menuju keselatan, Malam
nanti biar kutulis beberapa pucuk surat dan gunakan panah
perintahku, masing2 disebar kepada beberapa Cecu yang
dapat dipercaya, supaya mereka bekerja menurut petunjuk,
bikin putus hubungan garis belakang dan memutus kiriman
ransum mereka, supaya impian Wanyan Liang menyebrangi
sungai besar menjadi gagal total." lalu dia memberi petunjuk
dan pesan mengenai beberapa persoalan penting, Tai Mo
mengingatnya dengan baik.
Bagian 08 Setelah Hong-lay-mo-li selesai menulis surat haripun
menjelang fajar, sebentar dia bersamadi menghimpun
semangat dan memulihkan tenaga, Waktu fajar menyingsing,
ia serahkan surat itu kepada Tai Mo, s:ebelum berangkat ia
menginspeksi pula keadaan segala pelosok pangkalan, baru
dengan hati lega dia turun gunung.
Sepanjang jalan tak terjadi apa2, tiga hari kemudian Hong-
Iay-mo-li kembali sudah tiba dibawah Hou-loan-san, Siangkeh-
po dari kejauhan sudah kelihatan, langkah Hong-lay-mo-li
diperlambat untuk membuang waktu dan tepat pada
kentongan ketiga baru dia langsung menuju ke Siang-kek-po.
Cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah berada didalam Siangkeh-
po tanpa diketahui oleh jaga malam, se-ko-nyong2
didengarnya jeritan keras yang seram memecah kesunyian
malam, membuat orang yang mendengar begidik ketakutan,
itulah jeritan suhengnya Kongsun Ki. Terkesiap darah Honglay-
mo-li, dari penuturan Bu-lim-thian-kiau ia tahu bahwa
Susonya sudah bertekad turun tangan bikin suaminya cacat
dengan Hoa-hiat-sin-kang bila Kongsun Ki tak mau mendengar
petunjuk dan nasehatnya, Walau Hong-lay-mo-li sendiri amat
menentang kelakuan Suhengnya, tapi mendengar jeritan yang
menyayatkan hati, bergetar juga sanubarinya. Lekas ia
kembangkan Ginkang berlari kearah datangnya suara.
Diujung taman sana terdapat sebuah bangunan kecil
berloteng, disitulah kamar tidur Suhengnya, cahaya masih
terang benderang dalam kamar, jeritan yang terputus2 masih
terdengar dari dalam: "Hong-moay, Hong-moay, kau bertindak
sekejam ini, aku tak kan salahkan kau, tapi sebelum ajal,
masakah kau tidak sudi keluar menemui aku" Betapa pun kita
menjadi suami istri puluhan tahun, kau tidak sudi menghibur
hatiku?" suaranya sedih memilukan, siapapun yang
mendengar pasti terketuk sanubarinya.
"Kiranya Suso memang sudah turun tangan!" demikian
batin Hong-lay-mo-li. Tiba2 dilihatnya sesosok bayangan
orang meluncur mendatangi bagai bintang jatuh, melambung
tinggi melewati bukit2an didepan Hong-lay-mo-li, sekejap saja
bayangan itu sudah berada diatas loteng, dia bukan lain
adalah Suso Hong-lay mo-li Siang Pek-hong adanya, agaknya
jeritan suaminya yang mengerikan tadi menggugah hatinya,
lekas dia menyusul tiba.
Sementara itu Hong-lay-mo-li menghentikan langkah
sembunyi diatas bukit2an, dari kejauhan dia bisa melihat
keadaan loteng dengan jelas.
Dalam pada itu Siang Pek-hong langsung memburu masuk
kedalam kamar, dilihatnya suaminya rebah celentang diatas
pembaringan, mukanya pucat seperti kertas, napaspun
empas-empis, kulit daging mukanya kejang kerut kemerut
sungguh kaget, heran dan kasihan pula hati siang Pek-hong,
teriaknya: "Toako, kau..."
Ber-kaca2 mata Kongsun Ki, katanya sesenggukan: "Hongmoay,
katakan kepadaku, kau masih mencintai suamimu. Aku
akan mati dengan meram."
Siang Pek-hong memburu kedekat ranjang, mimiknya amat
takut, teriaknya gugup: "Tidak, tidak! Toako, Toako, ini bukan
aku, bukan aku..."
"Apa katamu?" tanya Kongsun Ki.
"Bukan aku yang turun tangan sekeji ini!"
"Bukan kau yang turun tangan" Hong-moay, yang
terdahulu aku memang berbuat salah kepadamu, aku pernah
mencelakai kau, seumpama kau yang menurunkan tangan
jahat ini, akupun takkan menyesali."
"Toako waktu amat berharga aku tak sempat mencari tahu
siapa yang berbuat sekeji ini, biar kuperiksa dan kuobati racun
dalam badanmu."
Kongsun Ki melengak, tanyanya: "Hong-moay, apa benar
bukan kau?"
"Sudah tentu bukan aku, jikalau aku, memangnya aku sudi
kemari?" Terkulum senyum dimuka Kongsun Ki, katanya: "Peduli
siapa dia, aku takkan membencinya, Karena kalau bukan
luka2ku ini, kaupun takkan mau menemui aku."
"O, jadi kau sudah tahu bila aku pulang."
"Hubungan batin suami istri bersatu padu, kenapa aku tak
tahu" Hong moay, sukalah kau maafkan aku, sungguh girang
sekali hatiku."
Bercucuran air mata Siang Pek-hong, katanya: "Toako, kau
tahu bertobat, itulah baik. Kau tak usah meronta, biar
kuperiksa dulu, Aah, kejam benar orang itu, Aneh, aneh. Cara
bagaimana kau bisa kena racun ini?"
Kenapa Siang Pek-hong berseru keheranan, kiranya dia
sudah tahu racun yang mengenai suaminya adalah semacam
Am-gi jahat yang dinamakan Jong-hap-sin-sa, Am-gi ini dibuat
dari seratus macam binatang berbisa yang dibubuk menjadi
tepung lalu dicampur pasir.
Siang Kian-thian ayah Siang Pek-hong adalah seorang ahli
dalam bidang ini, Jong-hap-sin-sa merupakan salah satu dari
dua belas Am-gi ciptaannya yang amat lihay dan tiada
bandingan dikolong langit.
Rahasia pembuatan pasir beracun ini tak sembarangan
diturunkan dalam keluarganya, cuma Siang Pek-hong sendiri
yang mewarisi kepandaian ini, adiknya Siang Ceng-hong
malah tidak tahu menahu akan pelajaran2 ilmu berbisa ini.
Siang Pek-hong tercengang sebentar, pikirnya: "Tak heran
dia sangka aku yang turun tangan."
Dengan menahan sakit Kongsun Ki berkata ter-putus2:
"Aduh, aduh! sekujur badan gatal2 dan tersiksa benar aku,
Tapi hatiku lega juga bahwa bukan kau yang turun tangan,
Waktu aku tersambit Am-gi, betapa pedih dan perih
sanubariku, kukira kau pulang hendak menuntut balas
kepadaku, sungguh harus disesalkan hubungan suami istri kita
selama ini, Syukurlah bukan kau yang bertindak sekejam ini
kepadaku,"
Terharu hati Siang Pek-hong mendengar kata2 suaminya,
batinnya: "O, begitu, Waktu itu hatinya perih badannya
kesakitan, pikirannya sudah setengah sadar, tak heran dia
tidak tahu akan perbuatan orang lain, Em, siapa orang itu"
Kenapa diapun bisa menggunakan Am-gi tunggal dari
keluargaku?"
Karena bicara napas Kongsun Ki memburu, keringat berketes2.
Siang Pek-hong amat sedih dan kasihan, penasaran
hatinya selama ini tersapu bersih dan dilupakan sama sekali,
katanya dengan mengembang air mata: "Toako, kau terkena
Am-gi menyangka aku yang turun tangan, maka kau tak mau
membalas, karena ini, aku boleh memaafkan segala
perbuatanmu yang laIu, jangan bicara dan jangan bergerak,
biar kusembuhkan luka2mu."
Hong-lay-mo-li yang mencuri dengar pembicaraan mereka
dibalik bukit ikut lega hati, jalan pikirannya cukup hati2, lekas
ia sudah menduga bahwa orang yang membokong suhengnya
tentu masih berada didalam perkampungan ini, kuatir orang
berlaku keji main bokong lagi, segera Hong-lay-mo-li
menggeremet maju kebawah loteng dan siap siaga sambil
meremas batu2 kerikil.
Waktu ia melongok kedalam, dilihatnya Sosunya
membungkuk badan didepan ranjang, agaknya sedang
memberi pertolongan kepada Suhengnya, umumnya senjata
beracun ada obat pemunahnya, cuma Jong-hap-sin-sa ini
harus di operasi dan disedot dengan tenaga murni baru bisa
disembuhkan. Maka Siang Pek-hong kerahkan tenaga murninya, mulai
mengurut dan melancarkan jalan darah sekitar 1uka2. Te-rasa
oleh Siang Pek-hong, dimana jari2nya menyentuh kulit daging
suaminya, terasa panas membara, diam2 hatinya heran, kadar
racun Jong-hap-sm-sa semula memang bisa bikin badan panas
membara, tapi hanya sebentar saja berubah dingin.
Tapi kenyataan badan suaminya masih terasa panas
setelah sekian saat lamanya. Setelah mengurut beberapa kali,
terasa pula olehnya kulit daging suaminya punya daya membal
yang keras, bagi orang yang mempelajari silat, memang kulit
dagingnya punya daya membal yang keras dari manusia
umumya, tapi bila keracunan Jong-hap-san-ba daya membal
ini akan lenyap,
Disaat hati Siang Pek-hong heran dan was2 serta bertanya2,
tiba2 didengarnya Kongsun Ki tertawa di-ngin,
mendadak orang bergegas bangun, Siang Pek-hong berseru
kaget: "Toako, kau, kau sakit . . .." dia kira suaminya
kesakitan sampai berjingkrak bangun, tak nyana belum
kata2nya selesai, cepat sekali Kongsun Ki sudah turun tangan
menutuk beberapa Hiat-tonya, jengeknya dingin: "Kau
menyelundup pulang, secara diam2 hendak mencelakai
jiwaku, kau kira aku ini bodoh" Hm sekarang biar kaupun
rasakan siksaan Am-gi-mu sendiri! Haha, inti pelajaran kedua
ilmu berbisa itu harus kuambil sendiri." sekali renggut, lekas
sekali ia telanjangi baju istrinya bagian atas, lalu merogoh
keluar buku pelajaran kedua ilmu berbisa itu dari balik pakaian
dalamnya. Dengan bergelak tertawa ia berludah kemuka istrinya,
makinya: "Kau pandang suamimu seperti orang luar, pelajaran
ilmu ini kau pandang sebagai mestika, suami sendiripun kau
tidak mau berikan, Baik, lekas kau enyah saja, kini aku tidak
sudi punya istri seperti tampangmu."
Baru sekarang Siang Pek-hong sadar bahwa dirinya tertipu,
saking murka matanya mendelik memutih, hampir saja jatuh
semaput. Dengan sepuas hatinya Kongsun Ki maki dan hina istrinya,
semakin maki semakin gusar, baru saja ia angkat tapak
tangan hendak mendorong keluar istrinya, Dari belakang pintu
angin mendadak melompat keluar satu orang, jengeknya
dingin: "Menangkap harimau lebih gampang dari pada melepasnya
pulang, kau hendak pertahankan hubungan suami istri untuk
menimbulkan bibit bencana dikelak kemudian hari?" sembari
bicara sebelah tangannya terayun, suara mendesis meluncur,
tiga batang jarum beracun melesat mengarah tiga hiat-to
penting dipunggung Siang Pek-hong.
Pembokong ini bukan lain adalah Giok-bin-yau-hou Lian
Ceng-poh. Waktu ketiga batang jarum itu melesat tiba, Kongsun Ki
sudah angkat lengan bajunya hendak menge-basnya jatuh,
tapi serta mendengar kata2 Lian Ceng-poh, seketika ia
tertegun dan gerakannya merandek, tahu2 ketiga batang
jarum itu sudah mengenai sasarannya.
Pucat lesi muka Kongsun Ki, dengan lemah Iunglai ia duduk
dipinggir ranjang, mulutnya bicara seorang diri. "Pek-hong,
Pek-hong, jangan kau salahkan aku!!"
Giok-bin-yau-hou unjuk kerlingan matanya yang genit dan
menawan hati, katanya cekikikan: "Seorang Iaki2 kenapa
kuatir tak punya bini, kau takut tiada perempuan yang
menyukai kau?"
Melihat senyuman orang yang menawan kalbunya, merasa
terbang arwah Kongsun Ki, rasa sedih dan kagetnya seketika
sirna, lekas ia genggam tangan Lian Ceng-poh, katanya
menyengir tawa: "Kau suka mengganti jadi istriku, akupun
takkan marah kepada kau?".
Se-konyong2 Siang Pek-hong menjerit keras, se-kumur
darah menyemprot dari mulutnya, suaranya diliputi kebencian
dan dendam yang tak terlampias, teriaknya: "Kongsun Ki, kau,
kau, bagus ya kau! Kau siluman rase ini, aku, benci, ingin
rasanya aku menelan badanmu bulat2, aku, mati takkan
meram, aku takkan meram!"
Ternyata Hiat-tonya tertusuk jarum beracun, sakitnya
serasa menusuk keulu hati, maka ia kerahkan seluruh
kekuatannya untuk meronta yang penghabisan kali, tutukan
Hiat-tonya jebol dan terbuka. Sekonyong2 ia menggelinding
diatas lantai, berbareng mulut ter-pentang, ia gigit kaki Giokbin-
yau-hou. Sekuatnya Giok-bin-you-hou sepakkan kakinya, makinya:
"Perempuan jalang yang galak, sebelum ajal berani melukai
orang!" Setelah tersambit jarum berbisa Lwekang Siang Pek-hong


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah tak mampu dikerahkan karena sepakkan Giok-bin-yauhou
badannya ter-guling2 pula, darah menyembur lebih deras
dari mulutnya, "Sreng" Giok-bin-yau-hou melolos pedang, ejeknya dingin:
"Supaya kau tak menderita, biar kuantar jiwamu keakhirat."
Lekas Kongsun Ki berpaling muka, Lian Ceng-poh mainkan
pedangnya ditengah udara, lalu berhenti ditengah jalan,
katanya tertawa dingin: "Kongsun Ki, apa kau merasa
kasihan?" "Betapapun dia adalah istriku, Lekaslah kau bereskan
supaya hatiku tidak tersiksa."
Giok-bin-yau-hou ter-kekeh2, katanya: "Wah suami istri
yang romantis, haha, kalau demikian, kenapa kau sekongkol
dengan aku" Hm, Hm, aku justru ingin kau tersiksa, jikalau
kau benar2 menyukai aku, aku ingin supaya kau sendiri yang
turun tangan, kau mau membunuhnya tidak?"
"Ah, kenapa kau mendesakku?"
"Baik, kau tidak mau turun tangan, anggap saja sejak
sekarang hubungan kita batal."
Apa boleh buat terpaksa Kongsun Ki menerima pedang
yang diangsurkan kspadanya, dengan mata terpejam pelan2 ia
bergerak dan pedang tertuju keulu hati istrinya, sekonyong2
terdengar suara "Tring tring", sebutir batu menyampuk miring
ujung pedang Kongsun Ki, batu yang lain melayang kearah
Giok-bin-yau-hou, lekas Giok-bin-yau-hou kebaskan lengan
bajunya, sayang daya luncuran batu krikil ini teramat kencang,
kebasannya tak berhasil menghentikan kekuatan luncurannya,
jidat Giok-bin-yau-hou tertimpuk telak dan mencukcurkan
darah, Untung kebasannya mengurangi setengah
kekuatannya, kalau tidak batok kepalanya tentu pecah.
Sekilas Kongsun Ki terkejut melongo, pedang panjang
terlepas jatuh, dilihatnya Hong-lay mo-li menerjang masuk
dari jendela, menuding sambil memaki: "Kau, kau, kau bukan
Suhengku, kau adalah binatang! Melakukan perbuatan
terkutuk diluar perikemanusiaan, Thian takkan mengampuni
perbuatan jahatmu!" saking marah, suaranyapun bergetar
Giok-bin-yau-hou membelakangi dinding, tiba2 terbuka
sebuah pintu rahasia dibelakangnya, pintu rahasia ini dibuat
Kongsun Ki setelah Siang Pek-hong meninggalkan rumah,
maka dengan leluasa Giok-bin-yau-hou bisa menyembunyikan
diri. Secara diam2 Siang Pek-hong pulang maksudnya hendak
mengawasi2 gerak gerik suaminya, mimpipun tak terduga
bahwa Giok-bin-you-hou berada didalam kamar suaminya,
malah dirinya sendiri dibawah pengawasan orang. Kongsun Ki
pura2 terkena racun memancing istrinya, tipu daya ini adalah
buah karya Giok-bin-yau-hou.
Giok-bin-yau-hou hendak melarikan diri dari pintu rahasia,
sudah tentu Hong-lay-mo-li tidak berpeluk tangan"
Gerakannya lebih cepat dari Giok-bin-yau-hou, begitu
kebutannya terkembang, secepat kilat tahu2 mengepruk
kearah Giok-bin-yau-hou, Giok-bin-yau hou tidak berani
memasuki pintu rahasia membelakangi dirinya, terpaksa dia
harus berpaling melayani.
"Sret" lengan Giok-bin-yau-hou tersapu kebutan, tahu2
pecah beterbangan lengan tangannya yang putih halus terluka
beberapa jalur berdarah, Sebat sekali Giok-bin-yau-hou
mundur beberapa langkah, segenggam jarum segera ia
timpukan, Hong-lay-mo-li tertawa dingin: "Dengan jarum ini
kau membunuh Susoku, baik biar kau rasakan jarum racunmu
sendiri!" sekali kebut angin menderu kencang, tujuh diantara
sepuluh batang jarum tersampuk mental kembali, sisanya
terpukul jatuh.
Kongsun Ki pentang kipas lempit mengadang diantara
mereka, teriaknya: "Sumoay, ampunilah jiwanya!" ilmu
silatnya memang tidak terpaut jauh dari Sumoaynya, maka
jarum2 itu tertangkis jatuh berhamburan mengeluarkan suara
ramai. "Minggir!" hardik Hong-lay-mo-li, "Siapa Sumoay-mu!"
memandang muka "guru berbudi" Hong-lay-mo-li cuma suruh
suhengnya minggir.
Disana Giok-bin-you-hou be-rteriak: "Urusan sudah
terlanjur, kau masih ingin mengawini Sumoaymu ini?"
Cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah menerjang dari samping
Suhengnya, kebutannya terkernbang pula, ia susuli dengan
serangan berantai. Kongsun Ki kertak gigi, kipasnya terlempit,
tiba2 ia menutuk ke Hiat-to besar dipunggung Hong-lay-mo-li.
Merasa angin berkesiur dibelakang, Hong-lay-mo-li tahu
bahwa suhengnya membokong, sungguh pedih dan marah
pula hatinya, terpaksa dia abaikan kesempatan melukai Giokbin-
yau-hou, tangannya terayun ke-belakang, dengan telak ia
tangkis tutukan kipas Kongsun Ki, Hong-lay-mo-li tidak
kerahkan seluruh kekuatannya, maka satu samalain cuma
mematahkan serangan masing2.
Tegak alis Hong-lay-mo-li, katanya dingin: "Kongsun Ki,
kau, betul2 kau ingin dikubur bersama siluman rase ini?"
betapapun dia tidak suka bermusuhan dengan Suhengnya,
suaranya sampai gemetar.
Betapa cerdik Kongsun Ki, ia dapat meraba perasaan
Sumoaynya, dalam waktu sesingkat ini otaknya mulai pulang
pergi memikirkan banyak persoalan, kalau sekarang dia
menyesal dan bertobat, tentunya Hong-lay-mo-li mau
mengampuni jiwanya.
Tapi kedudukan pangkat dan harta benda yang sudah
berada didepan mata bakal menjadi impian belaka, sebaliknya
Hong-lay-mo-Iipun takkan mungkin mau mencintai dirinya,
Apalagi peristiwa malam ini secara langsung disaksikan sendiri
oleh Hong-lay-mo-li maka akhirnya dia nekad berkeputusan
katanya: "Sumoay, kau sudah tak mengakui aku sebagai
Suheng, buat apa banyak bicara" Sejak sekarang boleh kau
menuju kearahmu sendiri, aku akan pergi kearah tujuanku
pula, aku tidak peduli akan dirimu, maka kaupun tak usah
perdulikan diriku."
Naik pitam Hong-lay-mo-li dibuatnya, damratnya: "Kalau
kau sudah berkukuh hendak menjadi penghianat negara dan
menyerah kepada musuh, setiap bangsa kita setimpal
membunuhmu. Kenapa aku tidak boleh mengurus dirimu?"
namun ia masih tak tega melancarkan serangan yang
mematikan sebelum orang bersiaga lekas Kongsun Ki
kembangkan kipasnya, menyampuk kemuka orang, sementara
Giok-bin-yau-houpun sudah menjemput pedangnya terus
menusuk dari samping.
Kongsun Ki tahu dirinya bukan tandingan Sumoay-nya,
secara mendadak ia lantaran serangan sergapan, secara
untung2an saja, seumpama tidak bisa membekuk atau
mengalahkan sang Sumoay, sedikit banyak dapat mengelabui
pandangan Sumoaynya, supaya Giok-bin-yau-hou
berkesempatan melarikan diri.
Tak nyana kepandaian silat Hong-lay-mo-li justru diluar
diperkiraannya, disaat kipas terkembang itu hampir menyapu
mukanya, se-konyong2 badannya terjengkang kebelakang,
secara reflek dia gunakan Thi-pan-kio (jembatan papan besi),
kedua kakinya sekokoh pohon tertanam didalam bum-i,
sementara pinggangnya tertekuk kebelakang, terdengar
"Ting", tusukan Giok-bin-you-hou kebetulan mengenai kipas
Kongsun Ki yang menyambar tiba tepat didepan mukanya.
Kejadian berlangsung cepat sekali, tahu2 kebutan Hong
lay-mo-li sudah terayun berbareng badan mencelat berdiri
tegak pula, kebutan berhasil membelit pedang Giok-bin-yauhou,
sementara kakinya menendang pergelangan tangan
Kongsun Ki. Sebat sekali gunakan tipu naga melingkar menggeser
langkah, Kongsun Ki berkisar kesamping, berbareng kipasnya
mengipas dengan keras, benang2 kebutan seketika seperti
tersamber angin badai, sehingga kekuatan libatannya banyak
berkurang, kepandaian Giok-bin-you-hou cukup tinggi,
memperoleh bantuan yang berharga ini, lekas dia gunakan
jurus Ya-ce-tam-hay, tidak ditarik pedangnya malah disurung
kedepan, sekaligus meloloskan pedang dari belitan kebutan.
Seperti api disiram minyak semakin berkobar amarah Honglay-
mo-li, bentaknya: "Bagus siluman rase, kan ingin lari?"
pedang tahu2 terlolos, begitulah tangan kanan kiri sama
mengembangkan ilmu kebutan dan ilmu pedang, begitu hebat
permainannya. sehingga kebutannya laksana awan tebal
menindih kepala, sinar pedang laksana naga menari
diangkasa, Kongsun Ki dan Giok-bin-you-hou sama terkurung
didalam libatan hawa pedang dan sambetan benang2 kebutan.
Tiba2 Giok-bin-yau-hou tertawa, katanya: "Liu Jing-yau,
hubunganmu dengan Bu-lim-thian-kiau cukup intim kan, kita
terhitung bukan orang luar, kenapa kau mendesakku demikian
rupa?" "Siluman rase yag tidak tahu malu, siapa sehaluan dengan
kau" jangan kata Bu-lim-thian-kiau tidak sejalan dengan kau,
seumpama kau adalah temannya, akupun takkan ampuni
jiwamu." beruntun ia menyerang tiga puluh enam jurus, Giokbin-
yau-hou kerahkan segala kemampuannya, sekuatnya
bertahan, tapi hanya mampu bertahan tiga puluh lima jurus,
serangan pedang jurus terakhir tak sempat dikelit,
"Tang" ujung pedangnya terpapas kutung, Untung kipas
lempit Kongsun Ki sempat menyelonong ketengah,
membantunya menangkis jurus ketiga puluh tujuh serangan
Hong-lay-mo-li.
"Sumoay," Kongsun Ki buka suara, "Kau tidak sudi
mengingat hubungan baikmu dengan Bu-lim-thian-kiau,
masakah tidak sudi pandang muka ayahku?"
Marah dan benci hati Hong-lay-mo-li, pedih lagi, katanya:
"Kongsun Ki, jikalau kau ingat kepada ayah-mu, kenapa kau
sia2kan harapan beliau" jikalau ayahmu berada disini, sejak
tadi beliau sudah pukul mampus dirimu." menyinggung guruTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
berbudi tak urung gerakan pedang Hong-lay-mo-Ii sedikit
merandek. Betapa cerdik dan cermat pengamatan Kongsun Ki, tangkas
sekali kipasnya terayun, ia bikin Hong-lay-mo-li terdesak
mundur selangkah, Sebat sekali Giok-biii-yau-hou mencelat
terbang, "Blang" daon jendela diterjangnya hancur, terus
melompat keluar melarikan diri.
Hong-lay-mo-li gusar bukan main, ia mengudak kencang
sembari tusukan pedangnya, sayang terlambat setindak,
pedangnya tak berhasil melukai Giok-bin-yau-hou, sebaliknya
melukai Kongsun Ki yang berusaha melindungi Giok-bin-yauhou.
Terdengar jeritan gugup, gelisah dan kuatir yang sumbang
dan rendah, tapi bukan suara Kongsun Ki yang terluka,
sebaliknya siang Pek-hong tampak kesima dan menjerit tanpa
terkendali sebetulnya hatinya sudah diliputi kebencian yang
tak terlampias terhadap sang suami, tapi entah mengapa,
pada detik2 yang tegang menentukan ini, melihat jiwa
suaminya bakal mampus diujung pedang Hong-lay-mo-li, tak
terasa mulutnya menjerit kuatir.
Karena jeritan ini pula Hong-lay-mo-li jadi sadar, menolong
jiwa orang lebih penting, maka tusukan kedua tidak dia
teruskan. Ditengah jeritan sang istri cepat sekali Kongsun Ki
sudah mengintil dibelakang Giok-bin-yau-hou melarikan diri
dari jendela. Terpaksa Hong-lay-mo-li dengan mendelong awasi kedua
orang lari menghilang, sesaat lamanya baru dia berhasil
menenangkan hati dan berpaling kebelakang, hati yang mulai
tenang seketika melonjak kaget pula melihat keadaan
Susonya, Siang Pek-hong tidak terhitung cantik rupawan, tapi
badannya ramping montok dan berisi, kulit dagingnya putih
semu merah dan se-hat, tapi keadaan Susonya sekarang, kulit
badannya sudah keriputan kering, keadaannya sudah loyo
seperti pohon yang layu, kurus kering seperti kulit
pembungkus tulang, seorang nyonya yang buruk rupa.
Sejak ia terkena jarum beracun tak lebih baru setengah
jam, didalam waktu yang pendek ini, keadaannya sungguh
berubah teramat hebat. Betapa lihay dan jahat jarum beracun
Giok-bin-yau-hou, dapatlah dibayangkan.
Dengan suara gemetar terputus, Siang Pek-hong berkata:
"Jing-yau adikku, akulah yang salah terhadap kau. Kemarilah
kau, aku ada pesan yang perlu kusampaikan kepadamu."
Lekas Hong-lay-mo-li memayangnya, tapak tangannya
mendempel punggung orang, katanya: "Jangan ter-gesa2
bicara, kesampingkan dulu segala urusan, lebih penting kau
sembuhkan dulu luka2 ini."
Diam2 Hong-lay-mo-li kerahkan Lwekang murninya,
segulung hawa murni tersalur kedalam badan Susonya, Siang
Pek-hong bisa meronta menahan sakit, agaknya bertambah
dua bagian tenaganya, suaranya-pun lebih terang dan tenang,
tapi lebih memilukan: "Terima kasih, tapi usahamu takkan
berguna." dengan tangan gemetar dari balik bajunya dia
keluarkan sebuah sempritan, panjang lima dim bewarna hitam
legam, entah terbuat dari logam apa.
"Suso, Apa keinginanmu?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Aku harus membereskan segala sesuatu yang kutinggalkan
disini." baru saja Siang Pek-hong angsurkan sempritan itu
kedekat mulutnya, tiba2 diujung matanya dilihatnya sebuah
gelang kemala diujung kakinya, itulah gelang pemberian
Kongsun Ki dulu sebagai ikatan pertunangan mereka, gelang
ini selalu dipakai dipergelangan tangannya, kini setelah kulit
dagingnya susut, tanpa disadari gelang itu jatuh kebawah
kakinya, sampai sekarang baru dilihatnya.
Air mata seketika berderai bercucuran, tiba2 Siang Pekhong
jemput gelang itu, dengan kerahkan sisa tenaganya ia
buang keluar jendela, seketika hati seperti diiris2, napaspun
ter-sengal2. "Suso, buat apa kau harus memeras diri" Tidak setimpal
kau menaruh belas kasihan terhadap manusia yang tak
berbudi itu?"
"Aku sudah tak bertenaga lagi, Tiuplah sempritan ini dua
kali pendek tiga kali panjang berturut2 tiga kali!" kuatir orang
terlalu bicara menguras tenaga dan menambah kesedihan
hati, meski tidak tahu apa maksud permintaannya, ini segera
ia lakukan menurut petunjuk.
Napas Siang Pek-hong sengal2, hembusan napasnya terasa
panas, setelah meniup sempritan, bergegas Hong-lay-mo-li
menahan punggung orang pula menyalurkan hawa murni ke
badan orang. Berkata Siang Pek-hong setelah tenang pernapasannya:
"Jing-yau adikku, jangan kau membuang2 tenaga, aku jelas
takkan berguna lagi. sukalah kau dengar pesanku yang


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terakhir."
Terasa oleh Hong-lay-mo-li denyut nadi Susonya sudah
kacau, denyut jantungnyapun tidak normal lagu saluran hawa
murninya paling memperpanjang pernapasannya saja, untuk
menolong jiwanya terang tidak mungkin, "Suso, katakanlah,
aku mendengarkan!"
Tersimpul senyum manis dimuka Siang Ptk-hong, katanya
kalem: "Apa yang kualami hari ini sudah kau lihat sendiri,
Laki2 diseluruh dunia kebanyakan tidak berbudi dan murah
menjual cinta, perempuan selalu menjadi bulan2an, kau harus
hati2. Aku tahu suhengku ketarik dan suka kepadamu, aku
tahu hal ini takkan salah, Akupun mengharap kan bisa menjadi
Suso ku, hatiku akan tentram, Siau-go-kan-kun pendekar
Latah itu, jelas bukan jodohmu yang setimpal, biIa kau
menikah sama dia mungkin kelak kaupun akan menyesali Kau
sudi mendengar nasehatku?"
Sekilas Hong-lay-mo-li tertegun, dia amat haru di-saat2
menjelang ajalnya Susonya masih suka perhatikan masa
depannya, Memang belakangan ini, dia selalu dirundung
kerisauan yang tak terpecahkan, Bu-lim-thian-kiau dan Siaugo-
kan-kun, kedudukan kedua orang ini sama didalam
samibarinya, dia sendiripun susah membedakan siapa lebih
berat, mendengar ucapan Susonya semakin gundah dan
masgul hatinya, tapi supaya tidak bikin kecewa Susonya,
terpaksa dia menyahut samar2: "Suso, aku akan selalu ingat
nasehatmu Akan kuperhatikan baik2."
Siang Pek-hong agaknya kurang puas akan jawaban ini,
tapi ia tahu jiwanya takkan bertahan lama, maka ia berkata
lebih lanjut: "Kau harus beritahukan kepada adikku, sekali2
jangan kena tipu Cihunya, berusaha untuk merebut kembali
buku pelajaran kedua ilmu beracun itu, dan segera harus
dibakar, supaya tidak membuat celaka orang lain."
"Jangan kuatir, aku akan bantu adikmu sekuah te-nagaku."
sahut Hong-lay-mo-li.
Siang Pek-hong hendak melanjutkan pesannya, tiba2
terdengar derap langkah ramai ter-buru2 dibawah loteng,
Siang Pek-hong tiba2 mencelat berdiri seraya berteriak: "Lekas
kalian kemari!"
"Blang" daon pintu tiba2 tertendang semplak dari luar,
beruntun menerjang masuk empat kakek tua, tangan masing2
memegang senjata tajam, matanya melotot kepada Hong-laymo-
li dengan gusar ber-api2. Tapi mereka jadi ragu2 turun
tangan melihat Hong-Iay-mo-li sedang memegangi badan
Siang Pek-kong.
Cepat Siang Pek-hong memberi penjelasan: "Inilah Liu
Lihiap, bukan dia yang mencelakai aku, malah dia yang
menolong jiwaku, setelah aku mangkat, seluruh penghuni
Siang-keh-po harus mendengar petunjuk dan patuh akan
pimpinannya! Lekas kalian maju menghormat kepada majikan
baru!" Keempat kakek itu bimbang dan curiga, satu sama lain
beradu pandang, dalam waktu dekat tiada seorangpun yang
bicara, Dengan napas tersengal Siang Pek-hong berkata
dengan tertawa menahan sakit: "Tadi akulah yang ajarkan
cara meniup sempritan, kalian masih cu-riga apa?" tanpa
ragu-ragu keempat kakek itu segera maju berlutut dan
menyembah kepada Hong-lay-mo-li sebagai majikan mereka
yang baru. Kiranya keempat orang ini adalah pembantu2 tua dari
keluarga Siang, puluhan tahun lamanya mereka ikut Siang
Kian-thian, sedikit banyak mereka pernah terdidik oleh Siang
Kian-thian, malah diwaktu Siang Kian-thian mati, mereka
dipesan untuk mengasuh dan menjaga Siang Pek-hong kakak
beradik. Keempat orang ini amat setia terhadap Siang Pek-hong,
Siang Pek-hongpun pandang mereka sebagai paman, selama
ini belum pernah dia gunakan sempritan sebagai seorang
majikan untuk memanggil mereka.
Sempritan ini terbuat dari tanduk badak yang sudah ribuan
tahun lamanya, suaranya aneh dan lain dari sempritan
umumnya, sempritan ini hanya digunakan bila perlu
memanggil mereka saja, cara tiga panjang dua pendek
berulang tiga kali itupun hanya diketahui oleh Siang Pek-hong
sendiri, sebelum ajalnya Siang Kian-thian ada turunkan
sempritan serta cara meniupnya kepada putri sulungnya ini.
Semula keempat orang ini masih curiga, dikira Siang Pekhong
tertawan sebagai sandera dan dipaksa: Kini mereka
sudah melihat keadaan Siang Pek-hong yang parah, tak
mungkin bisa meniup sempritan itu, baru mau percaya akan
perintahnya. Keruan Hong-lay-mo-li ter-sipu2, katanya: "Mana bolen
begitu." lekas ia kebaskan lengan bajunya, dengan tenaga
lunak ia berusaha mencegah ksempat orang berlutut
kepadanya. "Adikku yang baik," kata Siang Pek-hong, "Masa kau tega
membiarkan Siang-keh-po terjatuh ketangan orang jahat?"
Mencelos hati Hong-lay-mo-li, sesaat ia tertegun, cepat
kakek2 itupun sudah menyembah kepadanya.
Setelah berdiri salah seorang diantaranya yang paling tua
tampil bicara: "Toa-sio-cia, siapakah yang melukai kau" Kami
bersumpah untuk menuntut balas kepadanya!" Orang kedua
ikut b:cara: "Koya (maksudnya Kongsun Ki), barusan sudah
pergi, apa yang dia katakan kok tidak cocok, sebetulnya apa
yang terjadi ?"
"Apa yang dia katakan?"
"Katanya Sio-cia sudah dicelakai oleh seorang bangsat
perempuan, bangsat perempuan itu adalah... adalah..."
Tegak alis Hong-lay-mo-li, dengusnya gusar: "Berani dia
memfitnah aku..."
Kakek tua itu ter-sipu2, kembali ia berlutut dan berkata:
"Sekarang aku tahu ucapan Koya tidak benar, tapi aku tak
mengerti kenapa dia membual" Aku hanya menyampaikan
kata2nya saja, harap Cujin (majikan) maafkan."
Siang Pek-hong kertak gigi, katanya: "Karena orang yang
mencelakai aku adalah Giok-bin-yau-hou itulah."
Tanpa berjanji keempat kakek itu menjerit bersama, saking
kaget sampai mereka kesima ditempat-nya.
"Selanjutnya kalian harus mendengar perintah Liu Lihiap,
membalas dendam tidak, cara bagaimana membalasnya, Liu
Lihiap akan memberi petunjuk, kalian tak usah banyak urusan,
Yang paling kubenci adalah siluman rase itu." setelah bicara
keadaan Siang Pek-hong laksana api lilin ditengah hembusan
angin deras badannya limbung tak kuat berdiri lagi. Lekas
Hong-lay-mo-li memeluknya erat2, Siang Pek-hong kembali
meronta tanyanya pula: "Dia, apa pula yang dia katakan?"
Laki2 tertua itu menjawab: "Koya kelihatan amat tergopoh2,
dia pergi bersama seorang perempuan. Ka-tanya
siocia dicelakai musuh terlalu tangguh, sulit dilawan, dia suruh
kami menyulut api membakar habis Siang-keh-po, lalu
mengundurkan diri, membawa semua orang, sementara aku
disuruh memimpin mencari suatu tempat untuk
menyembunyikan diri, kelak dia akan cari kita sendiri untuk
berdaya upaya menuntut balas."
Saking marah mendelik mata Siang Pek-hong, teriaknya
penuh kebencian: "Kongsun Ki, sungguh kejam kau!"
Hong-lay-mo-li sampai bergidik seram mendengar betapa
kejam, rendah dan picik jiwa Suhengnya.
Se-konyong2 Siang Pek-hong memuntahkan darah segar
pula, teriaknya: :"Beritahu kepada Suhengku, siluman rase ini.
siluman rase...." belum bicara habis tiba2 napasnya putus,
Lekas Hong-lay-mo-li salurkan tenaga murni pula, teriaknya
dipinggir telinganya. "Suso, masih ada pesan apa untukku?"
Badan Siang Pek-hong kelejetan sebentar, seperti teringat
suatu urusan penting, matanya terpentang segaris, suaranya
mendesis dari bibirnya: "Aku, aku lupa beritahu kepada kau,
ayahmu masih hidup dalam dunia ini." suaranya semakin
lemah seperti suara nyamuk lalu berhenti sama sekali.
Melonjak jantung Hong-lay-mo-li, teriaknya: "Apa" Dia, dia
dimana dia?" tiba2 terasa badan Siang Pek-hong sudah dingin,
napaspun berhenti. Lekas Hong-lay-mo-li salurkan tenaganya
pula, tapi tidak membawa reaksi, kiranya jiwanya sudah
melayang. Perlu diketahui asal mulanya Hong-lay-mo-li adalah bayi
buangan yang diketemukan gurunya yaitu ayah Kongsun Ki,
selama ini dia tidak tahu siapa ayah dan ibu kandungnya.
Sejak dia tahu urusan, selalu terkenang kepada ayah ibunya,
gurunyapun bantu mencari tahu, tapi selama ini usahanya
tetap nihil, malah belum diketahui apakah behau2 masih
hidup" Tak nyana kini dari Siang Pek-hong yang dekat ajal ini,
pertama kali ia mendengar berita ayahnya bahwa beliau masih
hidup, sayang Siang Pek-hong keburu meninggal dunia, terang
tak mungkin dia mencari tahu lebih lanjut.
Empat kakek itu tak mencucurkan air mata, namun sikap
sedih mereka, jauh lebih memilukan dari menangis gerung2.
Kembali mereka berlutut dan berkata bersama: "Harap
majikan menuntut balas bagi Siocia, jikalau ada perintah,
menempuh lautan api sampai badan hancur lebur, pun kami
takkan menolak!"
Hong lay-mo-li rebahkan jenazah Susonya lalu ditutupi
selembar selimut, kepedihan hati Hong-lay-mo-li lebih dalam
dari keempat kakek itu. Sesaat lamanya baru dia tenang
kembali, katanya: "Aku akan menuntut balas sakit hati Suso,
kalian bangun, dengar petunjukku!"
Mendengar Hong-lay-mo-li akan menuntut balas, keempat
kakek kembali menyembah, baru sekarang keluar gerung
tangis mereka, Kata Hong-lay-mo-li: "Sekarang bukan saatnya
bersedih lekaslah kalian siapkan segala keperluan saja."
"Harap majikan memberi petunjuk." sahut kakek tertua.
"Pertama, selekasnya kalian harus bereskan jenazah Suso,
lebih cepat lebih baik. Kedua sementara boleh kau wakili aku
pegang tampuk pimpinan disini, kumpulkan seluruh penghuni
perkampungan ini, beritahu kepada mereka Siang-keh-po
bukan tempat tinggal selamanya pula, jikalau mereka ada
yang ingin ikut boleh kau bawa mereka meninggalkan tempat
ini, yang tidak mau beri sangu dan suruh mereka bubar untuk
mencari hidupnya sendiri2."
Keempat kakek ini sudah puluhan tahun tinggal di Siangkeh-
po, mereka rada berat untuk meninggalkan tempat ini,
kata kakek tertua: "Majikan suruh kami menuju kemana, kita
patuh akan perintah, Tapi Siang-keh-po sudah puluhan tahun
kami bangun, disini boleh dibangun usaha besar, kalau
ditinggal pergi begitu saja, masa tidak sayang?"
"Aku takkan bisa tinggal lama disini, segera aku akan pergi
pula kelain tempat, setelah aku pergi Kongsun Ki dan siluman
rase itu pasti akan kembali kesini," lalu Hong-lay-mo-li
keluarkan sebentuk anak panah pendek yang terbuat dan batu
jade, katanya pula: "lnilah panah perintahku, dengan
membawa ini kau pimpin mereka pergi kepangkalanku saja,
minta bertemu dengan nona Tai Mo, sekarang dia wakili aku
pegang pimpinan dipangkalan, setelah melihat anak panah ini,
tentu dia akan terima kedatangan kalian. Perlu kalian ketahui
siluman rase itu adalah mata2 penjajah Kim, Kongsun Ki juga
sudah menyerah dan terima menjadi antek bangsa Nuchin,
Kita adalah laskar rakyat menentang negeri Kim, tak lama lagi
bakal berlangsung peperangan dahsyat. Kalian masuk jadi
anggota laskar rakyat berarti menuntut balas pula bagi siocia
kalian, Sudah tentu siluman rase itu kelak aku akan membuat
perhitungan kepadanya, kalian tak perlu turun tangan
terhadapnya."
Berkata keempat kakek itu bersama: "Membela nusa dan
bangsa memang adalah cita2 luhur kita. Waktu majikan tua
masih hidup, beliaupun selalu memberi wejangan supaya kita
jangan sudi diperbudak oleh bangsa Nuchin, Tak nyana Koya
sudah kemaruk harta dan pangkat pikiran sudah gelap, bukan
saja mendurhakai pesan ayah mertuanya, sampaipun Siociapun
menjadi korban keganasannya."
Selanjutnya Hong-lay-mo-li memberi petunjuk dan
keterangan seperlunya, lalu ia serahkan panah perintah itu,
kakek tertua menerimanya dengan hormat. Tiba2 terdengar
langkah ter-buru2 naik keatas loteng, belum lagi masuk pintu
mulutnya sudah berkaok2: "Cukong, Cukong, mereka hendak
membunuh Bing Cau, sukalah kau, sukalah kau..." tiba2
menjerit kaget dan hentikan kata2nya, ternyata badannya
sudah terjinjing masuk oleh kakek tertua itu.
Orang ini adalah pelayan, tangannya menyekal gelang
pualam, melihat keadaan dalam kamar sementara majikannya
tak kelihatan seketika dia bingung dan ketakutan.
Pelayan ini bernama Bik Siau biasanya melayani Siang
Cong-hong. Kakek tertua segera membentak: "Bik Siau, untuk
apa kau kemari tergopoh2" Lekas menghadap majikan!"
Mendengar nama Bing Cau tergerak hati Hong-lay-mo-Ii, ia
tahu semasa kecilnya dulu Bing Cau adalah teman bermain
San San, hubungan mereka tetap intim sampai mereka
berpisah karena terdesak oleh keadaan segera ia berkata:
"Jangan bikin susah dia, biar dia menjelaskan Bing Cau
melakukan perbuatan salah apa?"
Bik Siau masih kebingungan, tak tahu apa yang telah
terjadi, dengan Iunglai dia berlutut dan memberi laporan:
"Bing Cau menyulut api hendak membakar rumah ditaman
belakang, katanya mendapat perintah dari Cukong, orang lain
tak mau percaya obrolannya, kini dia d:ringkus dan hendak
dibunuh beramai2. Aku kemari mohon Cukong untuk
membuktikannya."
Malam ini Bing Cau kebetulan mendapat tugas dinas
meronda dibagian perkampungan waktu Kongsun Ki melarikan
diri, ketemu sama dia, maka disuruh melepas api didalam
taman, namun perbuatannya konangan oleh penjaga bagian
dalam penghuni tua Siang-keh po kecuali Kongsun Ki suami
istri hanya patuh kepada Siang Ceng-hong serta keempat
kakek tua itu, mana mereka mau percaya obrolan Bing Cau"
Segera dia dikepung dan hendak dihajar, memang biasanya
Bing Cau terlalu dimanjakan oleh Kongsun Ki, sering
bertingkah laku kasar dan tengik, tak akur dengan sesama
teman2nya, kini mendapatkan bukti kesalahannya,
kesempatan untuk membalas kelalimannya! Karena gugup
Bing Cau melawan dengan nekad, keadaan begini genting tak
mungkin dia memberi penjelasan Bik Siau secara diam2 ada
main pat-gu-lipat dengan Bing Cau, melihat keadaannya maka
tersipu2 ia lari kekamar Kongsun Ki hendak minta pertolongan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diluar tahunya bahwa Kongsun Ki sudah melarikan diri.
Mengingat hubungan Bing Cau dengan San San dulu,
Hong-lay-mo-li jadi rada rikuh, segera ia tunjuk salah seorang
kakek dan berkata: "Memang Kongsun Ki yang suruh dia
melakukan, kesalahan tak bisa ditumpahkan atas dirinya,
pergilah kau suruh mereka membebaskan Bing Cau."
"Lapor majikan," sahut kakek itu, "Bing Cau bocah itu
adalah orang kepercayaan Kongsun Ki."
Hong-lay-mo-li menghela napas, katanya: "Aku sendiri toh
pernah bantu Kongsun Ki, sebelum kejadian ini siapa tahu dia
bermuka manusia berjiwa binatang" Tentunya orang2
kepercayaan Kongsun Ki tidak sedikit jumlahnya, mereka tok
tidak bisa dibrantas satu persatu. Lekas kau bebaskan dia!"
Kakek tua itu mengiakan dan tak berani banyak bicara lagi.
"Tunggu sebentar!" tiba2 Hong-lay-mo-li memanggilnya
pula, hati Bik Siau sudah bersorak girang, tiba2 dilihatnya
mata Hong-lay-mo-li menatap tajam kepadanya, seketika
jantungnya seperti hendak melonjak keluar, "Kau amat
menyukai Bing Cau, benar tidak?" tanya Hong-lay-mo-li.
Hubungan baik dengan Bing Cau ini jelas takkan bisa
mengelabui keempat kakek itu, terpaksa Bik Slau
mengeraskan kepala mengakui: "Ya, maka aku kemari mohon
ampun akan kesalahannya."
Pengakuan secara jujur tepat mencocoki watak Hong-laymo-
li, segera ulapkan tangannya, katanya: "Baik, pergilah kau
ikut Bing Cau! Satu hal harus selalu kau ingat, selanjutnya
jangan kau suka diperbudak oleh Kongsun Ki, suruhlah Bing
Cau mencari pekerjaan yang halal, jangan keluntungan pula di
Kangouw." Keruan Bik Siau kegirangan, "Banyak terima kasih akan
keluhuran budi majikan mengampuni kesalahannya,
selanjutnya kita pasti berbuat menurut petunjukmu. Gelang
pualam ini..." sejak masuk tadi ia pegangi gelang pualam yang
dilempar keluar jendela oleh Siang Pek-hong tadi.
Hong-lay-mo-li jadi mual dan naik pitam, serunya aseran:
"Biar gelang itu bersama Kongsun Ki enyah dari hadapanku,
jangan kau tunjukan kepadaku lagi, membuatku marah saja!"
Bik Siau membatin: "Kau tidak mau malah kebetulan biar,
kusimpan saja!" lekas ia mengundurkan diri mengikuti kakek
tua itu. Setelah Bik Siau pergi, Hong-lay-mo-li menghela napas
lega, ia mendekat kepembaringan terus menjura sambil
berlinang air mata, katanya berdoa: "Suso, maaf aku tak bisa
mengantar pemberangkatanmu, Sakit hatimu aku bersumpah
akan menuntut balas, Semoga kau bisa istirahat dengan
tenang." dengan kepedihan yang tak terhingga ia beranjak
keluar dari Siang-keh-po. Waktu itu fajar sudar mulai
menyingsing. Hong-Iay-mo-li menghirup hawa pagi, udara terasa rada
jernih, pikirnya: "Ayahku masih hidup, dunia seluas ini,
kemana aku harus mencarinya" Sayang Suso sudah
meninggal, tak mungkin mencari tahu kepadanya."
Begitulah seorang diri Hong-lay-mo-li berangkat ke
Kanglam, dengan Ginkangnya yang tinggi, setengah bulan
kemudian tanpa mendapat rintangan apa2, dia tiba di JayTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
ciok-ki ditepi Tiangkang, menyebrang dari sini, daerah sebrang
merupakan wilayah yang diduduki oleh negeri Song.
Negeri Song dan Kim, menentukan Tiangkang sebagai
perbatasan wilayah kekuasaan pemerintahannya masing2,
satu diutara yang lain diselatan saling berhadapan, dimana2
sering terlihat kobaran api peperangan, penduduk sepanjang
sungai sudah lama mengungsi jauh ketempat yang aman,
maka untuk mencari sebuah perahu untuk menyebrang bukan
soal gampang, menyusuri tepi sungai Hong-lay-mo-li berjalan
kira2 sepuluhan li, belum terlihat adanya sebuah perahu,
disaat hatinya gelisah, tiba2 didengarnya di semak2 daon
welingi disebelah sana terdengar suara air tersiak kena gayuh,
tak lama kemudian tampak sebuah sampan muncul dari
belakang semak2.
Mungkin pemilik perahu takut diganggu tentara Kim, maka
menyembunyi kan diri didalam semak2, bila melihat ada
penumpang baru unjukan diri.
Hong-lay-mo-li amat senang, teriaknya: "Bapak nelayan,
kemarilah, tolong bawa aku keseberang!"
Pemilik perahu adalah laki2 berjambang bauk, bermata
besar beralis tebal, dengan seksama ia amat2i Hong-lay-mo-li,
tanyanya: "Hanya kau seorang diri saja?"
"Ya!" Hong-lay-mo-li mengiakan.
"Untuk apa kau hendak menyebrang kesana?" sikapnya
rada kuatir dan ragu2.
"Kau tak usah peduli, nanti kubayar lebih banyak."
"Bukan siaujin banyak urusan, celaka kalau ditengah jalan
kebentur dengan pasukan air musuh, kau seorang diri lagi,
kalau terjadi perkara, siaujin tak berani tanggung jawab."
"Kalau terjadi sesuatu diluar dugaan, akupun takkan
salahkan kau."
"Kubawa kau kesebrang, berarti akupun menempuh
bahaya, kau berani bayar sepuluh tali perak?"
Hong-lay-mo-li segera merogoh sekeping perak, katanya:
"Perak ini bernilai enam belas tail, silakan kau ambil."
Dengan ter-sipu2 laki2 itu menerima kepingan perak itu,
seketika mukanya berseri tawa, "Baik, kau begini ringan
tangan, siaujin pasti bekerja sekuatnya antar kau kesebrang,
nona ini kau she apa?"
"Aku she Liu" sahut Hong-lay-mo-li sembari lompat naik
keatas sampan, jarak perahu masih tiga tom-bak, sekali
lompat dengan ringan Hong-lay-mo-li hinggap diatas sempan,
sampan sedikitpun tak bergeming, pemilik parahu melirik
kepada Hong-lay-mo-li dengan pandangan heran, sikapnya
kurang wajar. Umumnya dalam Bulim ada sebuah pantangan, ilmu silat
diibaratkan harta benda, tak boleh sembarangan diperlihatkan
didepan orang, tapi Hong-lay-mo-li memang sengaja hendak
pamer Ginkangnya yang tinggi.
Melihat sikap kurang wajar pemilik perahu, diam2 ia
berpikir: "Biar dia tahu aku bukan perempuan sembarangan
supaya dia tak perlu takut dan ragu2."
"Nona duduklah yang benar, segera kita berangkat!" seru
pemilik perahu, Galah segera diangkat, sekali tutul ditepian,
sampan laksana panah meluncur ke-depan, sebentar saja
sudah melaju ketengah sungai.
Rada bercekat hati Hong-lay-mo-li melihat kekuatan orang,
sejak tadi Hong-lay-mo-li sudiah tahu laki2 jambang bauk ini
adalah seorang persilatan, cuma kepandaian orang
sebenarnya jauh lebih tinggi dari perkiraannya.
Dari tenaga orang yang menyurung sampan dengan galah
besi, diperkirakan orang membekal latihan Lwekang sepuluhan
tahun. Membekal kepandaian tinggi besar nyali Hong-1ay-mo-li,
meski dia harus rada hati2, sikapnya tenang2 saja, Katanya
tertawa: "Siaukong (panggilan kepada tukang perahu), besar
juga tenagamu!"
"Siaujin hidup mengandal perahu ini, dalam jaman yang
kalut ini, sedikit banyak harus belajar kepandaian untuk
menjaga diri." sahut tukang perahu, lalu ia berteriak kedalam
perahu: "lbune, keluarlah terima tamu."
Dari dalam menongol keluar seorang nyonya berusia sekitar
tiga puluhan, sepasang matanya jelilatan mengawasi Honglay-
mo-li, segera ia memberi hormat dan menyapa: "Nona,
sungguh berani menyebrang seorang diri."
"Ya, aku perlu segera menyambangi famili, terpaksa sih.
untunglah kalian suami istri cukup mampu, diatas perahu ini
aku jadi lebih lega hati." selintas pandang Hong-lay-mo-li
sudah tahu bahwa kepandaian silat nyonya ini lebih tinggi dari
suaminya, sengaja ia beberkan rahasia orang lebih dulu.
Nyonya itu berkata: "Hari ini angin besar gelombang tinggi,
perahu berlaju menanjak air lagi, untuk sampai kesebrang,
kira2 memakan setengah hari. Nona, biarlah kusiapkan
sekedar hidangan bagaimana" Aku masih menyimpan
beberapa ekor ikan segar!"
"Terima kasih, aku belum lapar, tak usah repot."
"Disebrang belum tentu kau bisa menemukan orang, lebih
baik kau makan dulu disini supaya tidak kapiran ditengah
jalan." Melihati orang bermaksud baik, Hong-lay-mo-li tak menolak
lagi "Baiklah, bikin repot kau saja."
Nyonya itu masuk kembali, tak lama kemudian keluar pula
sambil berkata: "Nona, jikalau dahaga, silakan minum air teh."
dia letakan sebuah poci dan sebuah cangkir disamping Honglay-
mo-li lalu kembali kedalam.
Memang Hong-lay-mo-li merasa mulutnya rada kering,
segera ia menuang secangkir air terus diendus dulu didepan
hidungnya, teh panas ini berbau wangi, cuma baunya rada
aneh, Hong-lay-mo-li menjengek dingin, pikirnya: "Aku
memang ingin tahu asal usul kalian, biar kucoba minum tehmu
ini." Begitu air teh masuk perut, seketika berubah air muka
Hong-lay-mo-li, bentaknya: "Kurangajar: berani kalian
mencelakai aku. Kuhatur kembali secangkir teh ini!" jari
tengahnya terjulur, seutas benang air menyemprot keluar dari
ujung jarinya, Kira-nya Hong-lay-mo-li memang sudah siaga,
begitu terasa teh ini mengandung racun, segera ia kerahkan
Lwekangnya mendesak teh beracun ini keujung jarinya terus
disemprot keluar.
Jarak tempat duduknya dengan tukang perahu yang berada
diburitan kira2 tujuh delapan tombak, sebat sekali tukang
perahu miringkan badan, meski cepat ia berkelit, tak urung
kepala dan mukanya tersemprot beberapa titik, rasanya pedas
dan panas cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah melolos pedang
terus menubruk datang.
Sudah tentu kejut tukang perahu bukan kepalang, lekas ia
angkat galah besi menangkis, "krak!" galah besi itu terpapas
kutung sebagian, Pedang Hong-lay-mo-li bukan pedang
pusaka, tapi dibawah saluran Lwe-kangnya, tajam pedangnya
dapat menabas besi seperti mengiris roti, keruan lebih kejut
pula tukang perahu, diam2 hatinya mengeluh.
Dalam sekejap mata, beruntun Hong-lay-mo-li menyerang
tujuh tusukan pedang, galah besi orang kembali ditabasnya
kutung semakin pendek, ter-sipu2 tukang perahu menjejak
geladak sehingga perahu menjadi oleng, kebetulan Hong-layTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
mo-li tusukan pedang-nya, "Sret" sinar pedang meleset diatas
batok kepala tukang perahu, rambut kepalanya seketika
beterbangan dihembus angin.
Hong-lay-mo-li tahu tenaga orang masih amat diperlukan
ditengah sungai ini, maka ia tidak ingin membunuhnya, sekali
pergelangan tangan berputar, tahu2 ujung pedang
mengancam tenggorokan orang, bentaknya: "Kau menyerah
tidak" Coba katakan, apa maksud kalian hendak mencelakai
aku?" Tukang perahu cukup licin, ia tahu Hong-lay-mo-li
memerlukan tenaganya, maka tak berani membunuhnya,
segera ia meratap: "Liu Lihiap, singkirkan dulu pedangmu, biar
nanti kujelaskan. Memang ada orang yang menyuruhku..."
"Siapa" Lekas katakan!"
Disaat mulutnya bicara, gesit sekali tiba2 Tukang perahu
jejakkan kakinya jumpalitan mundur terjun kedalarn air.
"Mau lari?" bentak Hong-lay-mo-li, "naik!" cepat sekali
tangannya yang lain terulur mencengkram tapak kaki Si
tukang perahu. Se-konyong2 terdengar semberan angin tajam dari
belakang, kiranya istri tukang perahu sudah memburu keluar,
belum tiba ia sambitkan senjata rahasia lebih dulu. Hong-laymo-
li kerahkan Hou-deh-sin-kang, maka terdengarlah suara
trang, tring, tiga buah pisau baja dan dua panah semua
tergetar jatuh.
Lantaran harus kerahkan tenaga, sehingga cengkraman
tangannya rada kendor, tukang perahu sedang meronta
sekuatnya lagi, maka cengkraman Hong-lay-mo-li kurang
keras dan cekalannya lepas, cepat sekali orang sudah selulup
menghilang kedalam air.
"Bagus sekali Hong-lay-mo-li, memang tidak bernama
kosong!" jengek nyonya itu tertawa dingin, "tapi diatas air,
jangan harap kau bisa mentang2."
Hong-lay-mo-li tiba2 putar badan, bentaknya: "Baik, ingin
aku lihat tampangmu ini punya kemampuan apa?" cepat sekali
iapun keluarkan kebutannya ditangan kiri, dengan sejurus
Ban-lo-jian-si, pikirnya hendak kembangkan ilmu kebutannya
untuk membekuk nyonya ini.
-------------------
Cara bagaimana Hong-lay-mo-li meloloskan diri dari tipu
daya musuh" Dimana Khing Ciau selama ini"
Siapakah sebetulnya ayah Hong-lay-mo-Ii " Liku2 apa pula
yang dia alami di Kanglam"
(Bersambung ke bagian 9)
Bagian 09 Se-konyong2 sampan kecil ini seperti terlempar keatas dan
berputar seratus delapan puluh derajat, hampir saja perahu
ditelan gelombang besar, Kiranya tukang perahu yang
membuat gara2, disaat gelombang besar datang, dia sanggah
sampannya lalu mendorongnya sekuatnya sehingga ber-putar.
Sudah tentu jurus serangan kebutan Hong-lay-mo-li
seketika kehilangan arah, "Brak" dinding papan perahu
tersapu brantakan.
Nyonya itu menjengek dingin: "Kalau kau mampu boleh kau
bikin hancur perahu ini!"
Mencelos hati Hong-lay-mo-li, maklumlah dia sendiri tak
bisa berenang, ditengah sungai besar seperti ini, paling
penting harus melindungi kapal, kedua harus ada orang yang
pegang kemudi, Maka Hong-Iay-mo-li tak berani kerahkan
tenaga dan tak bisa kembangkan jurus2 lihay yang biasa dia
mainkan diatas daratan.
Kepala Hong-lay-mo-li terasa sedikit pening, lekas dengan
tekanan berat ia pasang kuda2 sehingga perahu tidak goncang
terlalu keras. Dengan bersenjata cakar trisula nyonya itu menyerang
gencar, Hong-lay-mo-li berdiri sekokoh gunung tanpa
bergeming, pedang dan kebutannya dengan mudah
mematahkan setiap serangan orang, Kepandaian nyonya itu


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jauh lebih tinggi dari suaminya, namun dibanding Hong-laymo-
li masih terlalu jauh tingkatannya, soalnya Hong-lay-mo-li
masih membutuhkan tenaga orang, kalau tidak masakah dia
kuat bertahan sepuluh jurus.
Sepuluh jurus kemudian nyonya itu tiba2 tertawa, katanya:
"Bagus, diatas perahu anggap kepandaianmu memang hebat,
maaf aku minta diri saja!"
"Lari kemana?" bentak Hong-lay-mo-li. "Tang" ia tabas
kutung sebuah gigi cakar trisulanya, dengan mengembangkan
Ginkangnya, sekali In-sing-hoan-wi, tahu2 ia sudah
mengadang jalan mundur si nyonya, sehingga orang tak
mampu terjun keair.
Ginkang Hong-lay-mo-li sudah tiada taranya, meski diatas
sampan yang sempit, ia masih dapat bergerak dengan leluasa,
sekali melayang dan berkelebat, selalu setindak lebih dulu
menghadang didepan nyonya itu, bahwasanya lawan tak
kuasa lolos dari pengawasannya.
Tapi karena mengembangkan kelincahan badannya, Honglaynmoli
tak sempat lagi menggunakan tekanan kekuatannya
untuk kendalikan sampan, disamping gelombang sungai
memang besar, laki2 jambang bauk tadipun sengaja main
dibawah air, maka sampan kecil itu menjadi terayun turun
naik dan oleng.
Tukang perahu brewok itu menongolkan kepala-nya,
teriaknya: "Hayolah turun saja, kenapa berebut kemenangan
diatas sampan sama dia?"
Hong-lay-mo-li tertawa dingin, ejeknya: "Masakah begitu
gampang kubiarkan kau berlalu?" kebutannya dimainkan pula,
"Wut" sebuah garuk trisula si nyonya yang ketinggalanpun
kena dilucuti pula, dimana kebutannya berputar, hampir saja
dia sudah berhasil menggubat pergelangan tangan orang, sekonyong2
terasa punggungnya dingin basah, kiranya Iaki2
brewok itu memukul air sampai muncrat membasahi
badannya. Maklumlah Honglay-mo-li belum pernah berkelahi diatas
air, begitu punggung terasa dingin basah, di-kiranya ada
orang menyergap dari belakang, secara re-flek sebelah
tangannya lantas menolak kebelakang, seketika tangannya
ikut basah kuyup dan pukulannya mengenai tempat kosong.
Begitu ia sadar dan menyusun dengan jurus serangan lain
kepada si Nyonya, orang sudah sempat menerjang dinding
papan terus terjun kedalam air.
Ditengah gelombang sungai yang timbul tenggelam nyonya
itu berenang celentang, tangannya malah me-lambai kepada
Hong-lay-mo-li, teriaknya dengan tertawa cekikikan: "Kau
tanya aku punya kemampuan apa, sekarang biar saksikan
sendiri. Kalau kau mampu, ayolah turun keair, lawan aku tiga
ratus jurus!"
Saking gusar serasa panca indra Hong-lay-mo-li
mengepulkan uap, tapi orang sudah lolos, ia tak bisa berbuat
apa2. Kejap lain kedua suami istri itu selulup kedalam air,
entah kemana. Segala peralatan dalam sampan ini boleh dikata sudah
rusak dan tak kena dipakai lagi, seumpama segalanya
tersediapun Hong-lay-mo-li tak mampu meng-gunakannya.
Gelombang besar kembali mendampar tiba, sehingga
sampan terhanjut oleng, baru saja Hong-lay-mo-li kerahkan
tenaga untuk menekan perahu, se-ko-nyong2 gelombang
besar yang lain menerjang tiba pula dari arah yang
berlawanan, sampan kembali oleng kearah lain, begitulah
kekanan kiri dan depan belakang Hong-lay-mo-li berusaha dan
bekerja keras untuk menahan keseimbangan perahu.
Sayang betapapun tinggi Lwekangnya masakah kuasa
melawan kekuatan gelombang air besar, sehingga badannya
terbawa perahu terombang ambing kian kemari, selintas
pandang terasa air melulu tak kelihatan ujung pangkalnya,
Diam2 ia mengeluh dalam hati: "Bagaimana baiknya" Masakah
Liu Jing-yau bakal mampus menjadi umpan ikan sungai?"
Ditengah deburan gelombang yang riuh rendah, tiba2
terdengar suara tak tok yang ramai seperti sesuatu
membentur papan, Hong-lay-mo-li kaget, waktu ia memeriksa,
tampak dasar sampan tahu2 sudah pecah berlobang besar, air
sungai mengalir deras kedalam sampan.
Hong-lay-mo-li amat murka, damratnya: "Bangsat rendah,
tak berani berhadapan secara terang2an, main bokong
menggunakan cara yang hina dan rendah,"
Tukang perahu menongolkan kepalanya pula dengan gelak
tertawa, serunya: "Kau ingin perang tanding secara
terang2an" Silakan turun, kami sama mengembangkan
kepandaian masing2, kepadaianmu sendiri tidak becus,
kenapa salahkan orang."
Tegak alis Hong-lay-mo-li saking gusar, tiba2 ia tu-dingkan
kebutannya dengan mengerahkan tenaga dalamnya, beberapa
utas benang melesat bagai panah, sayang gelombang badai
ditengah sungai amat besar, tukang perahu cukup cerdik pula,
begitu melihat orang menggerakan kebutannya, lekas ia
selulup pula kedalam air, namun demikian seutas benang.
masih sempat menusuk lobang sebelah kupingnya, lekas
tukang perahu menymgkir jauh sambil kaok2 kesakitan, terus
selulup tak menampakan diri lagi.
Suami istri bekerja lebih keras melobangi sampan, air
semakin membanjir kedalam, sebentar saja sampan ini sudah
setengah tenggelam, saking marah Hong-lay-mo-li kertak gigi,
kebetulan sebuah gelombang besar mendampar datang pula,
sebat sekali Hong-lay-mo-li memutar badan sambil kerahkan
segala tenaganya meminjam kekuatan gelombang lagi
sehingga sampan terhanyut pergi dan berputar2 menyingkir
dari tempat semula.
Meminjam kesempatan yang baik ini, Hong-lay-mo-li
kerahkan sepuluh bagian tenaganya memukul kepermukaan
air. Air seketika menyibak keras dan muncrat setinggi rumah,
terdengar suara gerungan didalam air, ternyata tukang perahu
berada dibawah kapal, belum lagi menyadari apa yang terjadi,
tahu2 badannya tertekan dan tergetar oleh pukulan Honglay-
mo-li, seketika ia semaput didalam air.
Lekas si nyonya seret suaminya menjauhi kapal, setelah
jarak cukup jauh baru dia berani menongol keatas dan
mencaci maki kepada Hong-lay-mo-li: "Terhitung kau iblis
perempuan ini cukup ganas, silakan kau tempur ikan2 dalam
sungai! Menguntungkan kau saja, tidak usah beli peti mati
segala!" Kalau sampan semakin tenggelam, cuaca ternyata semakin
baik, cahaya matahari mulai menerangi jagat raya. sekejap
saja hembusan angin mereda, gelombangpun mengalun
enteng tenang, Sampan sudah penuh air, pelan2 dari kaki
terus sampai kepinggang Hong lay-mo-li.
Dingin hati Hong-lay-mo li, pikirnya: "Memangnya aku
harus menyerah menunggu ajal begini saja?"
Tengah ia celingukan mencari daya upaya, tiba2 dilihatnya
dari aliran atas sana sedang berlayar mendatangi sebuah
kapal besar, Bagai kafilah yang terkepung ditengah gurun
pasir, tiba2 melihat rombongan unta lewat, sungguh girang
Hong-lay-mo-li bukan main, lekas ia menarik napas dan
kerahkan suara gelombang jarak jauh: "Lekas kemari, tolong!"
selama hidup pertama kali ini dia minta tolong, sungguh
rasanya mendelu, senang dan menyesal pula.
Kapal besar itu semakin dekat, tapi jarak masih kira2 dua
tiga puluh tombak tiba2 berhenti, tampak istri tukang perahu
sambil menyeret suaminya sudah berenang sampai dipmggir
perahu, diatas kapal ada orang ter-loroh2, serunya: "Hansam-
niocu, kenapa kalian suami istri begini runyam jadinya?"
Sigap sekali nyonya itu lompat naik keatas kapal dan
merebahkan suaminya, lalu ia tuding kearah sampan dimana
Hong-lay-mo-li hampir tenggelam, serunya sambil terbahak2:
"Meski suamiku kena dirugikan, betapapun kita sudah berhasil
bikin Hong-lay-mo li yang kenamaan terjungkal."
Kembali mencelos hati Hong-Iay-mo-li, sungguh tak kira
olehnya bahwa orang2 dikapal besar ini ternyata sejalan
dengan mereka suami istri, harapan untuk hidup semakin
menipis. Diujung kapal berdiri seorang laki2 pertengahan umur,
sinar matanya tajam, maka keadaan Hong-lay mo-li yang
runyam dapat dilihatnya jelas, katanya sambil bergelak tawa
dengan mengelus jenggot: "Jiko memang pandai dan bisa
meramal, perempuan iblis ini ternyata masuk jaring sendiri.
Kalian kena sedikit dirugikan tak menjadi soal, coba lihat
perempuan iblis itu jauh lebih runyam dari kalian!"
"Thocu, "kata si nyonya, "Kapalmu ini jangan terlalu dekat,
perempuan iblis itu cukup lihay."
"Han-sam-niocu," ujar laki2 baju kuning itu, "Ka-lian suami
istri terhitung jagoan di Tiangkang, kenapa menghadapi
perempuan iblis sudah pecah nyalinya" Aku sih ingin jajal
sampai dimana kepandaian perempuan iblis ini?"
Setelah memperhitungkan jarak satu sama lain, laki2 baju
kuning suruh majukan kapal sampai beberapa tombak,
katanya bergelak tertawa: "Liu Jing-yau, kau tak perlu takut,
setelah kau kenyang minum air sungai, aku pasti akan
menolongmu." seruannya seketika mendapat sambutan sorak
gembira anak buahnya.
Seketika amarah Hong-lay-mo-li berkobar, diraihnya
kutungan galah besi terus dilempar sekuatnya sambil memaki:
"Ada bangsat anjing rendah seperti kalian dalam kalangan
Kangouw, cuma bikin malu pamor orang2 persilatan belaka,
kalau berani ayolah maju, biar kubrantas kalian satu persatu."
Jarak kedua pihak kira2 dua puluhan tombak, kutungan
galah besi itu tak mampu terlempar sejauh itu, Byuur! tepat
jatuh dipmggir kapal sehingga memercikkan air keras, maka
basah kuyup seluruh badan laki2 baju kuning kecipratan.
Saking gusar kepala perampok baju kuning ini malah terloroh2:
"Hong-lay-mo-li, kau seumpama ikan didalam jaring,
masih berani petingkah" Kau kira kau ini setimpal menjadi
Bulim Bengcu lima propinsi daerah utara" Kalau kau mampu
hayolah terbang ke-mari."
Sampan yang ditumpangi Hong-lay-mo li sudah kelelap,
dengan mengembangkan Ginkang terpaksa Hong-lay-mo-li
berdiri diatap ruang kapal, mendengar kata2 orang seketika
tergerak hatinya, secara tak langsung ucapan orang seperti
menyadarkan Hong-lay-mo-li, sekilas ia mengerut kening,
tiba2 tersimpul suatu akal dalam benaknya.
"Brak" tahu2 Hong-lay-mo-li pukul hancur dinding papan,
diambilnya tujuh delapan pecahan papan yang cukup besar,
mendadak ia enjot badannya melambung keatas. Karena
tenaga tekanan kakinya, sampan itu tenggelam semakin cepat
dan sekejap saja sudah tenggelam.
Kepala rampok itu tertawa mengejek: "Apa kau ingin lekas2
menjadi umpan ikan" Aku takkan membiarkan kau mampus
begini gampang." jarak dua puluhan tombak, dalam
bayangannya tak mungkin orang bisa melesat terbang sejauh
itu meski memiliki Gin-kang tinggi, maka tindakan Hong-laymo-
li disangkanya hendak bunuh diri.
Tak nyana belum lenyap suaranya, tampak ditengah udara
badan Hong-lay-mo-li berputar jumpalitan tangannya
berbareng lemparkan selembar papan, waktu badannya
meluncur turun tepat kakinya menutul diatas papan,
meminjam sedikit tenaga tutulan ini kembali badannya
melambung kedepan pula, betapa hebat dan tinggi ilmu
entengi badannya sungguh luar biasa.
Baru sekarang kepala rampok baju kuning benar2 terkejut,
cepat ia membentak: "Lepas panah!" kembali Hong-lay-mo-li
berputar jumpalitan ditengah uda-ra, sebelah tangan
mengayun kebutan, hujan panah disampuknya jatuh semua,
kembali tangan yang lain melempar sebuah papan pula,
gerakan menyampuk panah, melempar papan dan melayang
turun se-olah2 dilaksanakan secara serempak, namun dengan
tepat ujung kakinya kembali menutul diatas papan yang
mengembang dipermukaan air, kembali badannya melesat
terbang kedepan seenteng kecapung menutul air.
Hong-lay-mo-li siapkan tujuh lembar papan, hanya lima
saja yang dia gunakan, badannya sudah terbang sejauh dua
puluhan tombak, secepat anak panah menerjang naik keatas
kapal besar. Diujung kapal berdiri empat laki2, dua bergaman golok
tunggal, seorang menggunakan sepasang ganco, seorang lagi
memegang tambang besi, serempak mereka membacok,
menggantol dan menyapu.
Hong lay mo-li membentak: "Turunlah jadi umpan ikan!"
terdengar "Trang" dua kali, dimana kebatannya menarik dan
menuntun, tambang besi membelit golok besar, sepasang
ganco itupun terlepas terbang, kedua orang sama terjungkal
jatuh, sementara satu diantara laki2 yang menggunakan golok
tunggal tertendang roboh dan seorang lagi tersapu kebutan
dadanya, empat laki2 dalam satu gebrak kena dirobohkan
terjungkal kedalam sungai semua.
Laki2 baju kuning menghardik, kekuatan pukulan tapak
tangannya segera membrondong tiba sebelum Hong-lay-mo-li
sempat berdiri, pikirnya hendak pukul orang jatuh keair.
"Serangan bagus!" bentak Hong-lay-mo-li, kebutannya
segera mengepruk kebatok kepala orang, berbareng pedang
panjang ditangan kiri menyerang dengan tipu Giok-li-toh-so,
tusukan mengarah dengkul lawan, serangan ini memaksa
lawan menolong diri lebih dulu, lekas laki2 baju kuning
menyurut mundur dan berkelit kesamping.
Sementara Hong-lay-mo-li sudah tancapkan kakinya diatas
kapal dan berdiri tegak, kembali kebutannya bekerja, dua
orang terpukul remuk dadanya oleh kebutannya, menyusul
temannya masuk kedalam air.
"Krak", pukulan dahsyat kepala rampok itu ternyata
mematahkan tiang kapal, layar kuncup dan melayang jatuh,
karena terhembus angin kencang kapal menjadi miring
kesebelah. Pikir kepala rampok itu hendak menyergap Hong-lay-mo-li
dengan pukulan Gun-goan-ciang-lat disaat orang masih
terapung ditengah udara, tapi usahanya sia2 karena seujung
rambut orangpun tak berhasil disentuhnya, malah dalam
segebrak saja, dirinya terdesak mundur masuk keka-bin, lebih
kuncup pula hatinya.
Cepat sekali begitu Hong-lay-mo-li sempat hinggap diatas
geladak, gerakan badannya seperti bayangan mengejar
wujudnya, sebat sekali ia mengejar masuk.
"Bagus, biar kapal ini hancur, aku akan adu jiwa dengan


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau!" bentak kepala rampok itu, kembali ia lontarkan pukulan
pula dinding papan dalam kabin seketika jebol dan pecah
berantakan angin sudah mereda dipermukaan sungai, tapi
dibawah goncangan angin pukulan yang dasyat, kapal ini jadi
terombang-ambing seperti meronta2 ditengah gelombang
samudra. "Bagus sekali, kalau kau ingin adu jiwa, mari biar kulayani
kau!" jengek Hong-lay-mo-li, mendapat pelajaran diatas
sampan tadi, kini Hong-lay-mo-li bergerak tak kenal kasihan
lagi, tanpa pikirkan bagaimana akibatnya nanti, dia bertekad
dan nekad, seluruh tenaga dan kemampuannya dia
kembangkan, setiap jurus serangannya cukup bikin jiwa
musuh melayang bila terkena dengan telak.
Ditengah samberan pedang dan damparan angin pukulan,
diselingi pula suara gaduh dari segala perabot yang ada
didalam kabin dan dinding papan yang pecah berantakan.
Diatas kapal sebenarnya ada dua puluhan anak buah
perampok, melihat pertempuran dahsyat ini mereka jadi
ketakutan dan pecah nyalinya, siapa berani maju membantu,
satu persatu mereka terjun keair menyelamatkan diri, yang
terjun terlambat, kalau tidak terluka oleh tusukan pedang
Hong-lay-mo-li, tentu, tersabet kebutannya, sehingga air
sungai bersemu merah tercampur darah segar.
Tukang perahu itu saat mana sudah siuman, bersama
istrinya berbareng mereka berseru: "Thocu, marilah tinggal
pergi saja."
Kepala rampok baju kuning itu menjawab: "Pergi kau
undang bala bantuan, sebelum ajal aku takkan berhenti
melawan gembong iblis perempuan ini." mulutnya berkata
gagah, bahwasanya hatinyapun sudah ciut, soalnya dia sudah
terkurung oleh bayangan kebutan Hong-lay-mo-li, bila putar
badan untuk terjun keair, badannya bisa tersamber luka dalam
yang pa-rah, terpaksa dia harus melawan sekuat tenaga
sambil menunggu bala bantuan tiba, untuk melarikan diri jelas
takkan mungkin.
Dengan gerakan Ih-sing-hoan-wi kebutan Hong-lay-mo-li
tetap mengurung gerak gerik kepala rampok baju kuning,
tiba2 "Sret" pedangnya putar balik menusuk kearah si Nyonya,
lekas sinyonya gunakan garuk trisulanya menangkis, kali ini
Hong-lay-mo-li menyerang dengan setaker tenaganya, mana
si nyonya kuat bertahan, "pletak" senjata garuknya seketika
ter-ketuk patah.
Cepat sekali tukang perahu menarik mundur istrinya,
"Byur!" keduanya sama jatuh keda-lam sungai, Tujuan Honglay-
mo-li adalah kepala perampok ini, begitu tusukannya tidak
mengenai sasaran, ia tidak sempat merangsak lebih lanjut.
Begitu tukang perahu suami istri merat, kapal sebesar ini
tinggal Hong-lay-mo-li dengan kepala rampok baju kuning
yang masih berhantam dengan sengit.
Hong-lay-mo-li kembangkan kepandaian silatnya, jurus
pedangnya semakin gencar, kanan kiri seperti selulup timbul
dirumpun kembang, sinar pedangnya laksana bianglala, jalan
mundur kekanan kiri depan" dan belakang musuh terbendung
rapat, sementara kebutannya tetap membayangi gerak gerik
musuh, suatu kesempatan Hong-lay-mo-li membentak:
"Siapa kau" Kau sudah tahu namaku Liu Jing-yau, kenapa
masih berani main kekerasan dan mempersulit aku" Kau tahu
kelihayanku belum" Lekas menyerah, kuampuni jiwamu."
Kalau hati rada jeri, tapi sebagai penguasa tinggi dalam
wilayah perairan Tiangkang ini, betapapun tak mau unjuk
kelemahan, katanya bergelak tertawar "Kau angkat diri
didaerah utara, aku sendiripun bukan kaum keroco di sungai
Tiangkang ini, kau kira aku ini rampok kecil yang tidak punya
pambek bernyali kecil" Masakah sudi aku menyerah kepada
kau" jangan kau takabur, kau kira kau pasti dapat
mengalahkan aku, memangnya aku tidak punya kepandaian
simpananku yang lihay?"
"Sret" Hong-lay-mo-li menabas kutung secuil lengan baju
lawan, bentaknya: "Tidak lekas kau laporkan namamu untuk
terima kematian?"
"Baik pasang kupingmu dan dengarkan dengan jelas!"
disaat gerakan pedang Hong-lay-mo-h rada me-rendek, tiba2
kedua lengannya terkembang dengan jurus Elang raksasa
mengembangkan sayap, sasarannya adalah mencengkram
pergelangan tangan Hong-lay-mo-li, jurus Kim-na-jiu ini
dilontarkan dengan menempuh bahaya, tapi cukup ganas
pula, Hong-lay-mo-li sedang pasang kuping," hampir saja dia
kena diselomoti, untunglah langkahnya enteng gerak geriknya
lincah, gerakan refleknya cukup cepat pula, begitu terasa
gelagat jelek sebat sekali ia putar badan, terdengar "Bret"
disusul "Sret", lengan baju Hong-lay-mo-li tercakar robek,
sementara lengan kiri kepala rampok tergores luka panjang
lima dim, betapapun kepala rampok itu menderita rugi lebih
besar, tapi karena hampir saja terbokong musuh, amarah
Hong-lay-mo-li semakin berkobar, bentaknya dingin:
"Pedangku tak membunuh kaum kroco, hari ini biar kulanggar
pantanganku."
Bahwa dirinya dianggap kaum kroco dan jiwanya hendak
dibunuh, kepala rampok itupun naik pitam, dampratnya:
"Hong-lay-mo-li, kematianmu sudah didepan mata berani kau
petingkah" setelah kubacakan doa mengantar arwahmu nanti
baru kuberitahu na-maku."
"Baik, biar kulihat betapa lihay kepandaianmu." ejek Honglay-
mo-li. Dengan mempertaruhkan jiwa serangannya semakin
gencar, sehingga kepala rampok itu dicecarnya mundur berulang2
tak mampu balas menyerang, Tapi ditengah
pertempuran sengit ini Hong-lay-mo-li masih sempat pasang
kuping, dikiranya anak buah musuh kembali selulup kedalam
air hendak melobangi kapal.
Diluar tahunya bahwa bangunan kapal ini cukup kokoh dan
kuat, untuk membikin lobang atau merusak dasar kapal
dibawah air, sedikitnya memakan waktu satu hari lamanya,
sudah tentu kawanan perampok itu tak pernah memikirkan
cara yang menyulitkan ini.
Ditengah pertempuran sengit kepala rampok baju kuning
kembali terkena samberan kebutan Hong-lay-mo-li, meski dia
ada meyakinkan Kim-cong-coh (ilmu kebal), kulit dadanya
yang hitam berbulu itu dihiasi beberapa jalur merah berdarah,
disaat jiwanya hampir melayang dibawah samberan pedang
Hong-lay-mo-li, se-konyong2 terdengar suara trompet ditiup
panjang dan nyaring.
Ditengah Tiangkang tiba2 muncul puluhan kapal besar,
bendera yang berkibar dipucuk tiang jelas menandakan bahwa
kapal2 ini adalah pasukan air negeri Kim.
Dari kejauhan puluhan kapal pasukan air pemerintah Kim
ini mengepung kapal ini, tapi tak berani mendekat. Terdengar
suara merdu cekikikan berseru: "Hong-lay-mo-li, kau tidak
ingin mandi air sungai bukan" Tidak lekas kau buang pedang
menyerah saja?" ternyata Giok-bin-yau-hou berada diatas
kapal pasukan air negeri Kim."
Hong-lay-mo-li gusar, damratnya: "Jadi kau antek kerajaan
Kim!" "Sret" pedangnya, bekerja hendak tamatkan jiwa kepala
rampok itu, tiba2 didengarnya suara menderu ramai dari kapal
musuh panah melesat bagai hujan derasnya, Hong-lay-mo-li
ayun kebutannya menangkis rontok anak panah yang
menerjang kearah punggungnya, tiba2 kepala rampok gigit
pecah lidah sendiri menyemburkan darah, kiranya orang
menggunakan Thian-mo-hay-deh-tay-hoat, tenaga pukulannya
bertambah satu lipat, disamping harus menyampuk jatuh
panah2 yang menyamber tiba, sudah tentu tenaga gerak
pedang Hong-lay-mo-li jadi rada kendor, sebaliknya kekuatan
kepala rampok baju kuning bertambah lipat ganda, ujung
pedang Hong-lay-mo-li terpukul miring kesamping.
Cepat sekali kepala rampok ini sudah mundur dan lolos dari
kepungan sinar pedangnya "Byuurr!" terjun kedalam air,
untung kebutan Hong-lay-mo-li masih sempat terayun dan
"plak" sebelum badan orang masuk keair punggungnya
dengan telak terketuk sampai baju pecah kulit terluka, namun
kepala rampok tetap berhasil lolos menyelam keair.
Setelah agak jauh baru kepala rampok menandakan diri
dipermukaan air, tampak tenaganya sudah lemah, katanya
menghela napas: "Han-sam-niocu, kau bikin aku celaka!"
beberapa orang pasukan air pihak musuh lekas menyusul
datang menolongnya, kepala rampok menggentafean kedua
lengannya, sambil membentak:
"Minggir, tak perlu kalian tolong aku!" tapi luka2
dipunggungnya tidak ringan, hatinya sedang marah lagi,
setelah meronta2 tenaganya semakin habis, tak lama
kemudian dia digusur naik keatas kapal musuh.
Seorang panglima diatas kapal musuh bergelak tertawa,
serunya: "Jilian-cuncu, semua ini berkat jasa2-mu, disamping
melenyapkan Hong-lay-mo-li, berhasil membekuk buaya
Tiangkang lagi, Hahaha, sekali panah dua burung!"
Sementara kedua biji mata kepala rampok baju kuning
sudah terbalik, jatuh semaput.
Kata Lian Ceng-poh: "Suruh orang merawatnya baik2,
orang ini amat berguna bagi kita."
Hong-lay-mo-li merasa diluar dugaan, kalau kepala rampok
ini bukan membantu musuh, kenapa orang mencari
permusuhan dengan dirinya" Tapi hujan panah masih terus
menyerang dirinya, tak sempat Hong-lay-mo-li putar otak
memikirkannya, tapi cukup dengan pedang dan kebutan
Hong-lay-mo-li bikin runtuh semua anak panah yang
menyerang dirinya, dalam waktu dekat musuh takkan bisa
apa2 terhadap dirinya. Tapi lama kelamaan dirinya akal konyol
juga dalam keadaan terdesak terus menerus seperti ini.
Disaat hatinya bimbang dan mencari daya, tiba2
didengarnya panglima musuh membentak: "Lepaskan api
bakar kapal itu, masakah iblis perempuan ini punya tiga kepala
enam tangan?" puluhan panah berapi seketika meluncur
datang, sebatang diantaranya kebetulan jatuh diatas
tumpukan layar yang melorot jatuh tadi, angin besar lagi,
seketika layar itu berkobar semakin besar, tak lama kemudian
papan2 perahupun ikut terjilat api.
Kobaran api yang terbesar adalah tiang dan layarnya, lekas
Hong-lay-mo-li memotong putus tiang layar menjadi dua
potong terus diungkit naik dilempar kedalam air, tapi lengan
bajunya ikut terjilat api, untung kerjanya cukup cekatan
sehingga pakaian dan badannya tidak kurang suatu apa.
Sementara haluan dan buritan kepal beruntun sudah
terbakar pula, seorang diri Hong-lay-mo-li sempat
memadamkan yang sini, api sudah berkobar pula disebelah
lain, mana mungkin dia memadamkan seluruhnya" apalagi
hujan panah musuh masih tetap berlangsung.
Api berkobar semakin besar, asappun semakin te-bal,
napas Hong-lay-mo-li menjadi sesak, batuk2 dan matapun
pedas, air mata bercucuran.
Giok-bin-yau-hou ter-loroh2 kesenangan, serunya: "Honglay-
mo-li, pernahka terpikir olehmu akan hari ini?"
Bukan kepalang marah hati Hong-lay-mo-li, pikir-nya: "Aku
pantang terjatuh ketangan musuh, palagi dihina oleh mereka!"
disaat ia bertekad hendak bunuh diri, tiba2 terdengar
gembreng dan tambur ber-talu2 riuh ramai memekak telinga,
ditengah gelombang besar ditengah Tiangkang, sebarisan
kapal2 besar tampak berlaju datang dengan cepat, sebuah
diantaranya yang terbesar ditengah2 tampak mengerek
bendera negeri Song, disebelah bawahnya ditiang yang lain
terkerek pula sebuah bendera lain yang rada kecilan dan
tersulam huruf "Loh" yang besar menyolok!
Seketika terbangkit semangat Hong-lay-mo-li, Hong lay-moli
tidak tahu strategi-peperangan, namun melihat formasi dari
pasukan kapal perang ini begitu gagah dan berani, pasukan
kapal kerajaan Kim sudah terkepung dari kanan kiri, jarak
semakin dekat, keruan kacau balau pasukan kapal kerajaan
Kim. Gelak tawa panglima Kim itu seketika sirap, mukanya
mengunjuk rasa gusar dan takut, damratnya: "Loh Ing-bun
bocah keparat itu selalu mencari gara2 terhadap kita." begitu
aba2 dikeluarkan panah berapi kembali melesat menghujani
kapal besar yang ditumpangi Loh Ing-bun itu.
Hong-lay-mo-li berpikir: "Loh Ing-bun Ciangkun cukup
menggetarkan nyali musuh, tentunya bukan kaum keroeo, tapi
panah berapi musuh memang lihay, cara bagaimana dia
menghadapi hujan panah ini?" dengan sisa air minum yang
masih ketinggalan diatas kapal Hong-lay-mo-li menyiram api
yang merambat kedekatnya, sementara dia masih kuat
bertahan beberapa kejap lagi, dengan mendelong ia
memandang kearah kapal Loh Ing-bun yang mendatangi.
Tampak seorang panglima berdiri gagah di ujung kapal,
berusia tiga puluhan, mukanya putih halus bersih tak
berjenggot sikapnya seperti sastrawan umum-nya, tersenyum
wajar dan tenang, melihat panah2 api itu memberondong tiba,
dengan tertawa segera ia memberi aba2: "Hayo saudara2
perlihatkan kepandaian kalian, biar anjing Kim tahu betapa
lihay dan tinggi kepandaian ahli bidik kita!" seketika dari kapal
bersusun dua ini, panah bersuitan memapak kedepan.
Panah yang dibidikan pasukan Song ini menggunakan
tenaga manusia, sudah tentu kekuatan dan jarak tempuhnya
tidak unggul dari Sin-pit-kiong musuh yang menggunakan alat
pegas sebagai daya kekuatan-nya. Tapi tepat dan telak sekali,
setiap batang panah membentur sebatang panah berapi
musuh, semua panah berapi bidikan pasukan Kim boleh dikata
dipukul runtuh ditengah jalan dan kecemplung kedalam
sungai. Panglima Kim amat gusar, bentaknya: "Berikan padaku,
Kisah Para Pendekar Pulau Es 20 Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Dendam Iblis Seribu Wajah 2
^