Pencarian

Pendekar Remaja 17

Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagian 17


"Harap kau bersabar, Nona..." Lie Siong berkata pula.
"Sungguh menyebalkan!" Lili berseru marah.
"Apa yang menyebalkan?" Lie Siong mengerutkan kening dan bertanya tak senang pula.
Kalau dia dianggap menyebalkan...
"Sebutanmu dengan nona-nonaan itu! Kau adalah putera dari Ie-ie Im Giok, biarpun bukan keluarga kita sudah seperti saudara saja, atau tepatnya, kita orang segolongan. Mengapa mesti berpura-pua sheji (sungkan) seperti orang asing" Tadi kau bisa menyebut namaku, apakah sekarang sudah lupa lagi" Namaku Sie Hong Li atau seperti sebutanmu tadi cukup dengan Lili saja. Siapa sudi kau panggil nona?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
517 Merah muka Lie Siong mendengar ini dan untuk sesaat ia hanya menundukkan mukanya saja seperti seorang anak kecil dimarahi ibunya! Lo Sian hampir tak dapat menahan gelak tawanya melihat sikap kedua orang muda yang sama-sama keras hati ini.
"Lili," kata Lie Siong dengan lidah berat karena sesungguhnya ia merasa sungkan dan malu-malu untuk menyebut nama ini dengan mulutnya, sungguhpun nama ini setiap saat disebut-sebutnya dengan suara hatinya, "harap kau jangan main-main suka berpikir masak-masak.
Tentu saja aku maklum bahwa kau memiliki keberanian dan tidak takut menghadapi Ban Sai Cinjin. Akan tetapi" urusan membalas dendam kedua orang tuaku ini biarlah kau serahkan saja kepadaku sendiri. Hanya akulah seorang yang berhak menuntut pembalasan, karena dua orang tuaku hanya mempunyai aku seorang! Lili... maukah kau memberi sedikit kelonggaran kepadaku dan tidak akan merampas pengharapanku ini" Jangan kau mendahului aku
menewaskan Ban Sai Cinjin!"
Lili tertegun. Hemm, jadi demikiankah gerangan maksud hati pemuda ini" Ia tak dapat menjawab lagi hanya memandang dengan sepasang matanya yang bening.
"Siong-ji, kau keliru!" tiba-tiba Lo Sian berkata dan kedua orang muda itu terkejut karena tadi keduanya telah lupa sama sekali akan orang tua ini! "Sebagai calon mantu, Lili juga berhak penuh seperti engkau pula, untuk membalas sakit hati ayah bundamu!" Setelah ucapan ini keluar, barulah Lo Sian sadar bahwa ia telah bicara terlalu banyak dan tak terasa lagi ia menutup mulutnya dengan tangan.
Lili tiba-tiba merasa mukanya panas dan menjadi merah sekali, maka ia lalu menundukkan mukanya. Mengapa Lo Siai membuka rahasia ini" Sungguh terlalu, pikirnya dengan gemas, akan tetapi juga girang.
Adapun Lie Siong yang mendengar ucapan ini otomatis lalu menengok ke arah Lili dan ketika melihat gadis itu menundukkan mukanya, ia menjadi makin tidak mengerti. Tadinya ia menganggap Lo Sian hanya bergurau saja untuk menggoda dia dan Lili, akan tetapi mengapa Lili gadis galak itu tidak menjadi marah, bahkan kelihatan malu-malu"
"Lo-pek, mengapa kau main-main dalam keadaan seperti ini" Mengapa Lopek menyebut Lili sebagai calon mantu ayah bundaku" Apakah artinya ini?"
Lo Sian sudah mengenal watak Lie Siong, pemuda yang tidak suka banyak bicara, akan tetapi yang berhati keras dan jujur. Setelah terlanjur bicara, ia tak dapat menutupinya lagi, maka ia lalu menceritakan dengan jelas betapa Ang I Niocu telah menganggapnya sebagai wali dan telah menetapkan perjodohan antara Lie Siong dan Lili!
"Nah, setelah sekarang kau ketahui bahwa menurut pesan ibumu, Lili adalah calon jodohmu biarpun belum diajukan pinangan resmi kepada Sie Tai-hiap, apakah kau pikir tidak sepatutnya kalau Lili nemperlihatkan baktinya kepada mendiang calon mertuanya" Ingatlah, Siong-ji, kau mengaku aku sebagai pengganti orang tuamu dan aku pun menganggap kau sebagai puteraku sendiri. Kau harus tahu bahwa lawan-lawan yang akan kauhadapi adalah orang-orang yang selain lihai juga amat cerdik dan curang. Ban Sai Cinjin kiranya tidak perlu kautakuti kepandalan silatnya, akan tetapi kau harus benar-benar awas dan waspada menghadapi siasatnya yang licin dan curang. Dengan adanya Lili membantumu, bukankah kalian akan lebih kuat dan lebih berhasil membalas dendam" Tidak saja tenagamu akan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
518 menjadi berlipat dua kali karena kepandaian Lili juga tidak rendah, bahkan kalian bisa saling menjaga dan saling bela."
Lili yang mendengarkan semua ucapan ini sekarang tidak berani mengangkat mukanya yang kemerahan. Setelah kini rahasia itu dibuka kepada Lie Siong, entah mengapa, ia tidak berani memandang pemuda itu dengan langsung. Adapun Lie Siong juga menjadi merah mukanya, sebentar menoleh kepada makam ibunya dengan hati terharu, kemudian kadang-kadang ia mengerling ke arah Lili dengan hati berdebar tidak karuan. Juga pemuda ini tidak dapat menjawab ucapan Lo Sian sehingga orang tua itu tersenyum lalu menganggap bahwa kedua orang muda itu kini sudah setuju untuk melakukan perjalanan bersama.
"Lie Siong, dan kau Lili. Hati-hatilah kalian melakukan tugas yang berat ini. Aku akan kembali ke rumah Sie Tai-hiap untuk melaporkan semua hal ini agar mereka pun segera beramai-ramai menyusulmu untuk memberi bantuan."
Setelah berkata demikian, Lo Sian lalu meninggalkan dua orang muda itu dengan tindakan kaki cepat.
*** Sepasang remaja itu berdiri saling berhadapan. Sampai lama sunyi saja, bibir serasa terkunci rapat-rapat karena malu untuk mengeluarkan suara. Lucu sekali kalau dilihat. Lili menundukkan mukanya yang kemerahan dan Lie Siong memandang ke lain jurusan tanpa bergerak. Pemuda ini mengerutkan keningnya. Ia seharusnya berterima kasih kepada mendiang ibunya yang demikian tepatnya memilihkan calon isteri untuknya. Ia mencintai Lili, ini ia tak ragu-ragu lagi. Bayangan gadis itu tak pernah meninggalkan cermin hatinya. Akan tetapi pada saat itu teringatlah kepada Lilani. Lili adalah seorang gadis yang cantik dan pandai, puteri dari Pendekar Bodoh, seorang gadis terhormat yang pasti akan mendatangkan peminang-perninang dari kalangan tinggi. Bagaimana ia dapat menjadi suami Lili, ia yang sudah melakukan perbuatan amat memalukan dengan Lilani" Ia yang sudah melanggar kesusilaan, yang menyia-nyiakan cinta Lilani dan yang mencemarkan kepercayaan gadis Haimi itu kepadanya" Apakah kelak Lili takkan hancur hatinya kalau mendengar tentang dia dan Lilani" Dia tahu bahwa tak mungkin selama hidup ia akan merahasiakan hal itu dari Lili, karena dengan menyimpan rahasia itu berarti bahwa ia akan menyiksa batin sendiri selamanya, akan selalu merasa sebagai seorang yang berdosa dan tidak bersih terhadap Lili!
"Siong-ko, mengapa kau diam saja. Aku merasa seakan-akan telah menjadi patung, kau juga!" tiba-tiba Lili gadis yang lincah gembira ini lebih dulu memecahkan kesunyian. Tidak kuatlah gadis seperti Lili harus berdiam seperti itu lebih lama lagi.
Lie Siong terkejut dan terbangun dari lamunannya. Ia mengangkat muka dan bertemulah dua pasang mata. Lili memandang dengan jujur dan terang, membuat Lie Siong merasa makin kotor dan tak berharga pula.
"Lili... aku... aku merasa tidak pantas..." ia menghentikan kata-katanya.
"Tidak pantas bagaimana, Siong-ko" Lanjutkanlah!" dengan kening berkerut Lili bertanya, hatinya merasa tidak enak.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
519 "Tidak pantas seorang pemuda seperti... aku melakukan perjalanan bersama seorang dara seperti... engkau! Sudahlah, Lili, lebih baik kau pulang saja, biar aku sendiri mencari dan menghancurkan kepala Ban Sai Cinjin. Kautunggulah di rumah dan kelak... kelak mungkin kita akan bertemu lagi, kalau aku tidak roboh di tangan musuh-musuhku. Selamat berpisah!"
Tanpa menanti jawaban, Lie Siong lalu melompat jauh dan meninggalkan tempat itu.
Lili membanting-banting kakinya dengan gemas. Ia merasa tidak dipandang mata dan diremehkan sekali. Dengan marah ia pun lalu berkelebat mengejar. Lie Siong heran sekali melihat betapa gadis itu sudah dapat menyusulnya, padahal ia telah mempergunakan ilmu ginkangnya yang paling tinggi dan tadinya ia merasa pasti bahwa gadis itu tak mungkin dapat menyusulnya. Saking herannya ia menghentikan larinya dan menengok.
"Orang she Lie! Kalau kau tidak sudi melakukan tugas ini bersamaku, apakah kaukira aku Sie Hong Li tak dapat melakukannya sendiri" Kita sama-sama lihat saja siapa nanti yang akan lebih cepat berhasil membasmi Ban Sai Cinjin!" Setelah berkata demikian, Lili lalu mengerahkan ilmu lari cepat dan membelok ke kiri meninggalkan Lie Siong!
Lie Siong tertegun, tidak hanya melihat kemarahan gadis itu akan tetapi melihat betapa ginkang dari gadis ini benar-benar telah sedemikian hebatnya sehingga belum tentu kalah olehnya! Ia ingat betul bahwa dahulu ketika bertempur dengan dia, kepandaian Lili belum setinggi ini. Bagaimana gadis ini demikian cepat majunya" Apakah ia khusus dilatih dan digembleng oleh Pendekar Bodoh" Betapapun juga, Lie Siong masih belum tahu bahwa gadis ini bahkan telah mahir Ilmu Pukulan Hang-liong-cap-it-ciang-hoat yang lihai sekali dan hanya mengira bahwa Lili mendapat kemajuan dalam hal gin-kang saja. Kini melihat kenekatan gadis itu mencari Ban Sai Cinjin dan tidak mau pulang, ia menjadi terkejut dan gelisah. Kalau sampai gadis itu berhasil bertemu dengan Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya, bukankah itu berbahaya sekali" Tak terasa lagi, ia pun lalu mengubah arah tujuannya dan ia berlari cepat mengejar ke arah kiri.
Lili melakukan perjalanan cepat dengan tujuan Pegunungan Thian-san. Gadis ini teringat bahwa karena musim chun yang dinanti-nantikan untuk memenuhi tantangan Wi Kong Siansu dan kawan-kawannya tak lama lagi tiba, paling banyak tiga puluh lima hari lagi, maka tentu Ban Sai Cinjin, Wi Kong Siansu, dan yang lain telah menuju ke sana.
Beberapa hari kemudian ia tiba di kota Kun-lun-an. Gadis ini sama sekali tidak tahu bahwa Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya juga telah berada di kota ini, bahkan telah bertemu dengan Bouw Hun Ti di tempat ini. Sebagaimana dituturkan di bagian depan, Bouw Hun Ti pergi mencari jago-jago silat yang suka membantu mereka untuk menghadapi Pendekar Bodoh sekeluarga. Dan pada waktu itu, Bouw Hun Ti telah berada di Kun-lin-an bersama tiga orang tosu tua yang bertubuh kurus kering, akan tetapi tiga orang tosu ini sesungguhnya adalah tokoh-tokoh persilatan yang berilmu tinggi.
Ketika Ban Sai Cinjin, Wi Kong Siansu, dan ketiga Hailun Thai-lek Sam-kui melarikan diri dari kejaran Lili dan Lie Siong mereka tiba di kota ini dan bertemu dengan Bouw Hun Ti.
Segera mereka membuat rencana untuk membikin pembalasan. Dengan adanya tiga orang tosu itu, mereka cukup kuat untuk menghadapi Pendekar Bodoh. Memang, tiga orang tosu itu bukanlah orang-orang sembarangan saja, mereka adalah ketua dari Pek-eng-kauw
(Perkumpulan Agama Garuda Putih) dari barat, bernama Thai Eng Tosu, Sin Eng Tosu, dan Kim Eng Tosu. Mendengar bahwa Ban Sai Cinjin hendak menghadapi Pendekar Bodoh, tiga orang ketua Pek-eng-kauw-hwe ini dengan senang hati sanggup membantu dan ikut pergi Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
520 bersama Bouw Hun Ti. Memang ketiga orang kakek ini mempunyai dendam terhadap
Pendekar Bodoh. Sebetulnya bukan kepada Cin Hai mereka menaruh dendam, melainkan kepada Bu Pun Su yang telah menewaskan guru mereka (baca cerita Bu Pun Su Lu Kwan Cu atau Pendekar Sakti). Akan tetapi oleh karena Bu Pun Su sudah meninggal dunia, maka dendam mereka itu kini hendak mereka balaskan terhadap murid dari Bu Pun Su!
Oleh karena Lili telah melakukan perjalanan jauh dan merasa lelah sekali, setelah makan dan membersihkan tubuh berganti pakaian, dara perkasa ini lalu masuk ke dalam kamarnya di sebuah hotel untuk beristirahat. Sebentar saja ia telah pulas saking lelahnya, dan di dalam tidurnya bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan Lie Siong dan bertengkar urusan sepatunya yang dirampas dulu, kemudian mereka saling menyerang dengan hebat!
Lili tertegun dengan terkejut karena ia benar-benar mendengar suara senjata beradu nyaring sekali dan suara orang bertempur hebat! Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika ia hendak melompat turun dari pembaringan, tubuhnya tak dapat digerakkan! Ia hendak mengerahkan tenaganya, akan tetapi mendapat kenyataan bahwa ia telah menjadi korban totokan yang luar biasa sekali sehingga ia menjadi lumpuh kaki tangannya. Suara pertempuran di atas genteng makin menghebat dan dengan bingung serta tak berdaya Lili berpikir-pikir apakah yang sesungguhnya telah terjadi.
Sebagaimana diketahui, setelah ditinggalkan oleh Lili di tengah hutan itu, Lie Siong lalu mengejar dan diam-diam ia mengikuti perjalanan gadis yang dikasihinya itu. Ia tidak berani memperlihatkan muka karena ia merasa malu dan kuatir kalau-kalau Lili akan menjadi marah.
Untuk melepaskan gadis itu begitu saja dan mencari jalan sendiri, ia tidak tega karena maklum betapa lihainya lawan-lawan yang mereka kejar-kejar. Diam-diam ia hendak melindungi gadis itu dan kalau sampai mereka bertemu dengan musuh, bukankah mereka akan dapat menghadapi dengan lebih kuat"
Demikianlah, ketika Lili bermalam di hotel di kota Kun-lin-an, diam-diam Lie Siong mengintai dan setelah melihat gadis itu memasuki kamarnya, ia pun lalu menyewa sebuah kamar di hotel itu juga! Ia telah mengambil keputusan besok pagi-pagi untuk menjumpai Lili dan menyatakan terus terang kehendaknya, yaitu melakukan perjalanan bersama. Ia telah nekat dan bersedia untuk ditertawai atau bahkan dimaki, karena melakukan perjalanan macam ini sungguh tidak enak baginya.
Malam itu Lie Siong tak dapat pulas. Kalau ia memikirkan hidupnya, ia menjadi amat gelisah. Kedua orang tuanya telah tewas dalam keadaan amat menyedihkan, yaitu terbunuh oleh orang jahat. Kemudian dalam perantauannya ia telah bertemu dengan Lilani yang membuat ia selalu menyesali pertemuan itu, dan akhirnya ia berjumpa dengan Lili yang telah membetot sukmanya dan menguasai cinta kasihnya, bahkan mendiang ibunya telah berniat menjodohkan dia dengan Lili. Akan tetapi kalau ia teringat akan Lilani, hatinya menjadi perih sekali. Memang betul bahwa ia telah memenuhi kewajibannya seperti yang telah dinasihatkan oleh Thian Kek Hwesio, orang tua bijaksana ahli pengobatan di kuil Siauw-limsi di Ki-ciu itu.
Yaitu kewajiban untuk mengantar Lilani sampai dapat bertemu dengan suku bangsanya kembali. Kini Lilani telah berkumpul dengan suku bangsanya dan urusannya dengan Lilani telah beres. Akan tetapi betulkah urusan itu telah beres" Kalau sampai Lili mengetahui hal itu bukankah akan terjadi ribut besar"
Benar-benar Lie Siong menjadi pusing memikirkan hal ini. Tiba-tiba ia mendengar suara di atas genteng dan terheranlah dia. Itu bukan suara orang berjalan, pikirnya. Lebih pantas kalau Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
521 suara seekor burung besar mengibaskan sayapnya dan turun dengan kaki hampir tak bersuara di atas genteng!
Kalau saja ia melakukan perjalanan seorang diri, tentu pemuda ini akan terus berbaring di atas tempat tidurnya, menanti saja apa yang akan terjadi. Akan tetapi pada waktu itu, pikirannya penuh dengan penjagaan terhadap Lili, maka cepat ia lalu memakai sepatunya dan menyambar Sin-liong-kiam. Setelah itu, ia lalu membuka daun jendela dan secepat kilat ia melompat keluar, terus melayang naik ke atas wuwungan rumah hotel itu.
Alangkah terkejutnya ketika ia melihat tiga orang tosu tinggi kurus berdiri di atas genteng tepat di atas kamar Lili dan seorang di antara mereka meniupkan asap hijau ke dalam kamar.
Ketika Lie Siong menengok, selain tiga orang tosu ini masih nampak pula bayangan seorang gemuk memegang huncwe. Ban Sai Cinjin! Bukan main marahnya dan tanpa banyak cakap lagi ia lalu menerjang dengan pedangnya, menyerang tiga orang tosu yang sedang
mempergunakan obat pulas untuk mencelakai Lili!
Memang yang datang adalah tiga orang ketua Pek-eng-kauw-hwe yang dibawa oleh Ban Sai Cinjin. Kakek berhuncwe ini telah melihat Lili berada di dalam kota. Setelah menyelidiki dan mengetahui bahwa gadis musuhnya itu bermalam di hotel itu, ia lalu mengajak kawan-kawannya untuk menawan gadis itu.
Wi Kong Siansu mula-mula menyatakan tidak setujunya, karena perbuatan ini dianggapnya terlalu memalukan mereka sebagai orang-orang gagah dan tokoh-tokoh terkemuka. Akan tetapi Ban Sai Cinjin lalu menyatakan bahwa ia sama sekali tidak hendak mencelakai Lili, hanya hendak menawannya saja sebagai tanggungan kalau-kalau mereka kelak kalah oleh Pendekar Bodoh! Biarpun kalah, kalau mereka menguasal Lili, tentu Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya tidak berani membunuh atau mencelakai mereka.
Alasan-alasan yang cerdik dari Ban Sai Cinjin membuat Wi Kong Siansu tak dapat
membantah, akan tetapi tetap sala kakek ini tidak mau ikut turun tangan melakukan penangkapan itu. Juga Hailun Thai-lek Sam-kui biarpun paling doyan berkelahi tidak suka untuk ikut membantu penangkapan ini. Oleh karena itu Ban Sai Cinjin lalu minta pertolongan tiga orang ketiga Pek-eng-kauw itu.
Kepandaian tiga orang kakek ini memang hebat, kiranya tidak di sebelah bawah kepandaian Wi Kong Siansu. Selain Ilmu Silat Garuda Putih yang khusus mereka miliki, juga cara mereka melompat adalah seperti gerakan burung garuda, dengan kedua lengan dipentang dan lengan baju yang lebar seperti sayap. Selain ini, Kim Eng Tosu yang termuda di antara mereka juga merupakan seorang ahli dalam hal penggunaan obat tidur dan racun-racun yang lihai untuk merobohkan lawan. Memang, Kim Eng Tosu di waktu mudanya terkenal sebagai seorang jai-hwa-cat (penjahat cabul) yang amat ditakuti orang.
Ketika tiga orang kakek ini sedang melakukan usaha mereka menangkap Lili dengan menggunakan asap memabukkan, Lie Siong menerjang mereka dan mengerjakan Sin-liong-kiam dengan hebatnya. Dia tidak menerima pelajaran khusus dari gurunya yang baru, kecuali permainan gundu. Akan tetapi, gurunya itu telah banyak memberi perbaikan terhadap ilmu pedangnya dan ilmu silatnya. Setiap kali ia berlatih silat di depan gurunya, selalu gurunya itu mencela ini dan memperbaiki itu sehingga ilmu pedang dan ilmu silat pemuda ini mendapat kemajuan yang luar biasa sekali, di samping kemajuan-kemajuan dalam gin-kang dan lweekangnya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
522 Akan tetapi ketika ia menyerang tiga orang orang tosu itu dengan marah, tiga ketua Pek-eng-kauw itu hanya mengebutkan lengan baju mereka yang lebar dan mereka sudah dapat mengelak dengan cepat sekali. Bahkan Kim Eng Tosu dan Sin Eng Tosu lalu menggerakkan tangan mereka dan meluncurlah ujung lengan baju yang panjang-panjang itu melakukan serangan pembalasan yang hebat. Lie Siong terkejut sekali melihat kelihaian mereka, akan tetapi ia lalu memutar pedangnya sedemikian rupa dan melawan mereka dengan sepenuh tenaga. Kim Eng Tosu dan Sin Eng Tosu juga tertegun menyaksikan seorang pemuda yang memiliki kepandaian selihai ini, maka mereka berlaku hati-hati sekali. Lie Siong belum pernah menghadapi ilmu sesat seperti yang mereka mainkan itu yaitu dengan kedua lengan terbuka dan ujung lengan baju menyambar-nyambar, persis seperti dua ekor burung garuda besar yang menyabet-nyabet dengan sayap dan kadang-kadang menendang dengan kaki.
Adapun Ban Sai Cinjin setelah melihat bahwa yang datang adalah Lie Siong, menjadi marah sekali dan sambil tertawa bergelak ia pun maju mengurung.
"Ji-wi Toyu, pemuda ini jahat seperti srigala, harus dibunuh!"
Sementara itu, Thai Eng Tosu mempergunakan kesempatan itu untuk melompat masuk ke dalam kamar Lili yang belum terkena pengaruh asap tadi karena keburu datang Lie Siong.
Akan tetapi dalam keadaan masih tidur ia telah ditotok oleh Thai Eng Tosu yang lihai sehingga ketika ia terbangun dengan kaget, ia telah tak berdaya lagi. Thai Eng Tosu memang cerdik sekali. Ketika tadi ia menyaksikan gerakan seorang pemuda yang demikian cepat dan lihainya, ia pikir lebih baik membuat gadis di dalam kamar tidak berdaya karena ia telah mendengar dari Ban Sai Cinjin bahwa gadis itupun lihai sekali. Kalau sampai gadis itu bangun dan maju berdua dengan pemuda ini, agaknya takkan mudah menangkapnya! Maka setelah membuat Lili tidak berdaya, barulah ia melompat lagi ke atas genteng untuk mengeroyok Lie Siong!
Sebetulnya dalam hal kepandaian, kalau diadakan perbandingan, biarpun dengan Ban Sai Cinjin seorang saja, Lie Siong sudah tentu kalah latihan dan kalah pengalaman. Pemuda ini dapat mengatasi Ban Sai Cinjin hanya karena ia menang tenaga, menang semangat, dan juga pemuda ini semenjak kecilnya mempelajari ilmu silat yang bermutu tinggi. Terutama sekali karena akhir-akhir ini Lie Siong menerima gemblengan yang hebat sekali biarpun dalam waktu singkat oleh seorang luar biasa, tokoh persilatan tersembunyi seperti kakek tukang main kelereng itu, maka, dalam, hal gin-kang dan lwee-kang, ia sekarang tidak berada di sebelah bawah tingkat kepandaian Ban Sai Cinjin! Namun, tetap saja Ban Sai Cinjin merupakan seorang lawan berat baginya. Apalagi sekarang di situ terdapat tiga orang tosu yang kepandaiannya rata-rata lebih tinggi daripada kepandaian Ban Sai Cinjin. Lie Siong melakukan perlawanan nekad sekali, memutar pedang naganya dengan secepat kilat dan mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk merobohkan empat orang
pengeroyoknya. Akan tetapi, diam-diam Lie Siong harus mengakui bahwa selamanya belum pernah ia menghadapi lawan-lawan yang berat seperti empat orang kakek ini. Terutama sekati Thai Eng Tosu yang bersenjatakan sebatang suling kecil. Bukan main lihai dan berbahayanya sehingga beberapa kali Lie Siong hampir saja terkena totokan suling ini kalau ia tidak cepat-cepat membuang diri ke samping.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
523 Melihat betapa Lie Siong sukar sekali dirobohkan, Ban Sai Cinjin menjadi gemas dan tiba-tiba sekali, di luar dugaan tiga orang tosu kawannya dan juga Lie Siong, Ban Sai Cinjin melepaskan tiga batang jarum beracun ke arah pemuda itu.
Lie Siong tengah sibuk menahan serangan tiga orang ketua Pek-eng-kauw yang lihai, maka tentu saja ia tidak bersiap sedia menghadapi serangan gelap ini. Ia melihat menyambarnya tiga sinar hitam ke arah tubuhnya. Cepat ia menangkis dengan kebutan tangan kiri yang menggunakan hawa pukulan Pek-in-hoatsut, namun sebatang jarum hitam tetap saja
menancap pada paha kirinya di atas lutut. Lie Siong menggigit bibir dan menahan sakit, akan tetapi seketika itu juga ia merasa betapa separuh tubuhnya seakan-akan mati. Ia terkejut sekali dan maklum bahwa ia telah terkena jarum berbisa, maka ia lalu melompat ke bawah dan melarikan diri secepatnya.
Diam-diam Ban Sai Cinjin merasa girang dan juga kagum karena sedikitpun juga tidak terdengar keluhan sakit dari mulut pemuda itu, padahal ia maklum bahwa jarumnya itu mendatangkan rasa sakit yang luar biasa dan di dalam waktu tiga hari, pemuda itu tentu akan mati!
Dengan cepat ia lalu melompat turun dan memondong tubuh Lili yang tak berdaya lagi itu keluar dari kamar dan dibawa pergi bersama tiga orang tosu lihai itu! Kedatangan mereka disambut oleh Wi Kong Siansu dan Hailun Thai-tek Sam-kui yang diam-diam merasa girang juga bahwa dua orang di antara calon lawan mereka yang tangguh telah dapat dikalahkan.
"Betapapun juga harap kau berlaku hati-hati dan jangan sekali-kali mencemarkan namaku dengan perbuatan hina, Sute!" Wi Kong Siansu berkata kepada Ban Sai Cinjin sambil melirik ke arah tubuh Lili yang masih setengah pingsan.
Ban Sai Cinjin tersenyum. "Jangan kuatir, Suheng. Maksudkupun hanya untuk mencegah Pendekar Bodoh berlaku kejam terhadap kita."
Ia lalu menghampiri Lili, menotok jalan darah Koan-goan-hiat dan Kian-ceng-hiat di kedua pundak, kemudian ia membebaskan gadis itu dari keadaannya yang lumpuh. Lili terbebas dari totokan Thai Eng Tosu tadi, akan tetapi sepasang lengannya tidak dapat dipergunakan karena kedua lengan itu telah menjadi lemas tidak bertenaga lagi sebagai akibat dari totokan Ban Sai Cinjin tadi. Gadis ini berdiri dengan tegak dan tiba-tiba kedua kakinya menendang ke arah Ban Sai Cinjin dengan tendangan Soan-hong-lian-hoat-twi, yaitu kedua kakinya bertubi-tubi mengirim tendangan berantai yang amat berbahaya!
Ban Sai Cinjin terkejut sekali dan cepat ia melompat pergi, dan berkata dengan gemas,
"Lihat, Suheng, betapa jahatnya gadis liar ini. Hmmm, ingin aku menghancurkan kepalanya dengan sekali ketuk agar ia tidak menimbulkan kepusingan lagi!" Ia menggenggam
huncwenya erat-erat.
Wi Kong Siansu melompat maju menghadapi Lili yang memandang dengan mata mendelik.
Sedikit pun gadis ini tidak takut walaupun dengan kedua tangan lumpuh ia telah tak berdaya sama sekali.
"Nona Sie, mengapa kau begitu bodoh" Kami tidak akan mengganggumu, hanya kau harus tahu bahwa di antara keluargamu dengan kami timbul permusuhan. Dengan menawan kau, Nona, kami berusaha untuk meredakan permusuhan ini. Bulan depan akan diadakan
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
524 pertemuan pibu dan dengan kau di pihak kami, pinto akan berusaha agar supaya ayahmu dan kawan-kawannya tidak berlaku kejam. Betapapun juga, kita semua masih orang-orang segolongan, maka lebih baik kita menghabisi segala permusuhan yang sudah lewat."
"Enak saja kau bicara, tosu murah!" bentak Lili dengan marah sekali. Kemudian ketika melihat Bouw Hun Ti berdiri di dekat Ban Sai Cinjin sambil memandangnya dengan senyum sindir, ia lalu mengertak gigi dan berkata, "Dengarlah, Wi Kong Siansu! Aku tidak tahu mengapa seorang seperti kau membela orang-orang berhati iblis macam Bouw Hun Ti dan Ban Sai Cinjin! Dengan kau dan yang lain-lain boleh saja aku menghabiskan permusuhan, akan tetapi aku tidak bisa memberi ampun kepada dua ekor binatang bermuka manusia ini!"
"Suheng, biar kubunuh gadis liar ini!" Ban Sai Cinjin berseru marah.
"Majulah, binatang! Kedua kakiku pun masih sanggup memecahkan dadamu!" Lili
menantang. "Sabar, Sute, mengapa mengumbar nafsu" Nona Sie, sikapmu ini benar-benar hanya akan menyusahkan dirimu sendiri saja. Kalau kau menurut saja ikut dengan kami ke Thian-san, kami takkan mengganggumu. Akan tetapi kalau kau menimbulkan kesulitan, agaknya
terpaksa kau harus dibikin lumpuh dan hal ini tentu tak kau kehendaki, bukan?"
Biarpun ia merasa mendongkol dan ingin memaki-maki semua orang itu, tetapi ia merasa bahwa ucapan Wi Kong Siansu ini ada benarnya juga. Ia sudah tak berdaya lagi, biarpun ia akan mengamuk dengan kedua kakinya, tetap saja ia takkan sanggup menang. Kalau sampai ia dibikin lumpuh seperti tadi, lebih tidak enak lagi, maka ia lalu diam saja sambil menundukkan mukanya. Gadis ini tidak takut sama sekali. Ia diam saja untuk memutar otak mencari jalan bagaimana ia dapat melepaskan diri dari kekuasaan orang-orang ini. Ia telah mendengar pertempuran-pertempuran di atas genteng dan menduga-duga siapakah orangnya yang bertempur melawan Ban Sai Cinjin. Ia tidak tahu bahwa tadi Lie Siong berusaha menolongnya, dan bahwa pemuda itu kini telah melarikan diri dengan menderita luka hebat oleh panah beracun dari Ban Sai Cinjin!
Lie Siong melarikan diri dengan hati gelisah sekali. Rasa sakit yang hebat pada kakinya tidak melebihi sakit hatinya, karena ia selalu berkuatir memikirkan nasib Lili. Kalau saja ia tidak memikirkan Lili, tadipun ia tentu akan menerjang mati-matian dan biarpun sudah terluka hebat, ia lebih baik mati daripada melarikan diri. Akan tetapi ia harus menolong Lili, oleh karena itu ia harus hidup untuk dapat menyusul dan menolong Lili.
Ia telah berlari jauh sekali dan perbuatannya ini menghebatkan pengaruh bisa di luka itu. Ia kini merasa seluruh tubuhnya panas dan pandang matanya berkunang-kunang. Ia memang hendak mempertahankan diri, akan tetapi pandangan matanya makin gelap dan akhirnya ia terhuyung-huyung dan roboh di atas rumput tak sadarkan diri lagi.
Ban Sai Cinjin tidak akan demikian tersohor namanya kalau tidak amat lihai dalam menggpnakan huncwe maut dan kalau saja senjata rahasianya tidak amat ganas. Kakek ini memang seorang ahli dalam penggunaan racun yang amat ganas dan jahat, maka ia merasa pasti bahwa pemuda putera Ang I Niocu yang terkena racun pada panah hitamnya tentu akan mati dalam waktu tiga hari. Memang keadaan Lie Siong mengerikan sekali. Kaki kirinya dari batas paha ke bawah telah berwarna kehitam-hitaman dan tubuhnya panas luar biasa. Ia pingsan dan menggeletak di atas rumput sampai fajar mendatang.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
525 Akan tetapi Ban Sai Cinjin agaknya lupa bahwa mati hidup seseorang tak dapat ditentukan oleh manusia yang manapun juga. Apabila Thian (Tuhan) menghendaki, seseorang boleh hidup walaupun nampaknya tak mungkin bagi pendapat seorang manusia, sebaliknya
seseorang yang nampak sehat segar boleh mati di saat itu juga apabila telah dikehendaki oleh Thian.
Demikianlah pada saat Lie Siong rebah seperti mati di atas rumput dan tubuhnya diselimuti embun pagi, datanglah dua sosok bayangan orang melalui tempat itu. Dua orang ini gerakannya cepat sekali dan ketika melihat seorang pemuda menggeletak di tempat itu, mereka lalu mendekati dan memeriksa.
"Dia adalah putera Ang I Niocu...!" seru suara seorang laki-laki.
"Betul, Koko, dia adalah Lie Siong penolong dari Adik Cin!" seru yang wanita, seorang gadis yang cantik jelita. Mereka ini bukan lain adalah Goat Lan dan Hong Beng yang kebetulan sekali lewat di tempat itu dan mendapatkan Lie Siong menggeletak di jalan.
"Aduh, panas sekali tubuhnya!" Hong Beng berseru ketika ia meraba jidat Lie Siong.
"Lihat, Koko, pahanya terluka dan tentu terkena serangan senjata beracun. Mari, angkat dia ke tempat yang lebih baik, Koko. Aku harus mencoba menolongnya cepat-cepat!" kata Goat Lan, murid dari mendiang Yok-ong Sin Kong Tianglo Raja Tabib! Hong Beng lalu
memondong tubuh Lie Siong yang panas sekali itu dan mereka membawanya masuk ke dalam sebuah hutan kecil dan meletakkan pemuda itu di bawah pohon besar, di atas tanah yang bersih dan kering. Goat Lan telah menurunkan buntalan pakaiannya, menggulung lengan bajunya dan mengeluarkan obat-obat penolak racun yang selalu dibekalnya. Kemudian tanpa sungkan-sungkan lagi dan amat cekatan, menjadikan kekaguman Hong Beng yang
membantunya, Goat Lan lalu menyingsingkan pakaian Lie Siong dari bawah sehingga nampak paha yang terluka oleh panah tangan itu. Tanpa ragu-ragu lagi gadis ini lalu menggunakan bambu runcing itu untuk ditusukkan ke arah luka yang telah membengkak dan berwarna merah kehitaman itu.
Darah hitam mengalir keluar dari luka tusukan bambu runcing ini dan Goat Lan lalu menggunakan telunjuknya untuk menotok pangkal paha dan beberapa bagian jalan darah di kaki kiri Lie Siong. Kemudian ia mengurut kaki itu, menghalau darah yang sudah terkena racun supaya keluar dari paha itu sehingga Hong Beng sendiri diam-diam merasa ngeri dan mengutuk orang yang menggunakan panah tangan. Kemudian Goat Lan lalu menempelkan obat pada luka di paha itu, minta supaya Hong Beng membereskan pakaian Lie Siong. Setelah kepala Lie Siong dibasahi air dan sedikit arak dimasukkan ke dalam mulutnya, pemuda ini siuman kembali. Akan tetapi ia masih menutup kedua matanya dan bibirnya bergerak, "Lili...
Lili...!" Goat Lan dan Hong Beng saling pandang penuh arti dan keduanya tersenyum kecil. Goat Lan lalu mencairkan tiga butir pel merah ke dalam arak dan menyuruh tunangannya
meminumkannya.kepada Lie Siong.
Barulah Lie Siong membuka matanya dan ia memandang kepada mereka dengan mata
mengandung keheranan. Akan tetapi ia segera meramkan kedua matanya lagi dan mengeluh.
Kakinya terasa sakit bukan main.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
526 "Jangan bergerak dulu, Saudara Lie Siong dan minumlah obat ini segera," kata Hong Beng dengan ramah. Lie Siong kembali membuka mata dan sambil menatap wajah Hong Beng, ia lalu minum obat itu yang terasa pahit akan tetapi berbau harum itu. Setelah obat itu memasuki perutnya, ia merasa betapa panas di dalam dada dan perutnya berangsur-angsur menghilang.
Kemudian, tiba-tiba ia tak dapat lagi menahan rasa kantuknya dan tubuhnya menjadi lemas, terus ia tertidur nyenyak. Memang ini adalah khasiat dari obat yang diberikan oleh Goat Lan itu.
"Tak lama lagi dia akan sembuh," kata Goat Lan kepada Hong Beng. "Kalau ia terus pulas itu berarti bahwa racun di dalam tubuhnya telah bersih, kalau ia tidak dapat pulas, agaknya terpaksa aku harus mengeluarkan banyak darahnya pula. Sekarang ia hanya memerlukan obat penambah darah saja." Hong Beng mengangguk-angguk dan kembali ia memandang kepada tunangannya dengan penuh kekaguman sehingga Goat Lan menjadi merah mukanya.
"Mengapa kau memandangku seperti itu?" tegurnya.
"Lan-moi, kau... hebat sekali!"
"Hush, aku hanya murid yang bodoh dari Yok-ong guruku," kata gadis ini yang seakan-akan hendak mengingatkan kepada Hong Beng bahwa yang patut mendapat pujian adalah
mendiang gurunya. Memang demikianlah watak yang amat baik dari Goat Lan. Tidak suka sombong dan selalu merendahkan diri, biar terhadap tunangan sendiri sekalipun.
Mereka tidak merasa heran ketika tadi Lie Siong menyebut-nyebut nama Lili dalam igauannya, karena kedua orang muda ini belum lama yang lalu telah berjumpa derigan Lo Sian. Dari Sin-kai Lo Sian mereka telah mendengar tentang kematian Ang I Niocu dan mendengar akan pesan Ang I Niocu untuk menjodohkan Lie Siong dengan Lili. Kemudian Sin-kai Lo Sian melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Pendekar Bodoh, adapun Goat Lan dan Hong Beng melanjutkan perjalanan untuk mencari Ban Sai Cinjin. Memang, kedua orang muda ini meninggalkan tempat tinggal mereka dengan dua tujuan. Pertama-tama untuk mencari Lili yang belum juga pulang, kedua kalinya untuk mencari Ban Sai Cinjin, karena Goat Lan ingin minta kembali Thian-te Ban-yo Pit-kip yang telah dicuri oleh Ban Sai Cinjin.
Orang tua mereka berhati-hati, kemudian Pendekar Bodoh bahkan berpesan agar supaya mereka terus saja menuju ke Thian-san, karena tak lama lagi Pendekar Bodoh sendiri pun akan menuju ke sana untuk menyambut tantangan pibu dari Wi Kong Siansu dan kawan-kawannya. Oleh karena itulah, maka Goat Lan dan Hong Beng mengambil jalan ini dan bertemu dengan Lie Siong.
Setelah hari menjadi senja, barulah Lie Siong bangun dari tidurnya. Begitu bangun ia segera bertanya kepada Hong Beng,
"Siapakah Ji-wi (Saudara berdua) yang telah menolong siauwte yang bodoh?"
Hong Beng dan Goat Lan tersenyum. "Saudara Lie Siong," kata Hong Beng, "kami bukanlah orang-orang lain, aku adalah Sie Hong Beng dan dia ini adalah Kwee Goat Lan."
Lie Siong benar-benar terkejut. Ketika ia dan gurunya mengirim kembali Kwee Cin ke benteng Alkata-san, ia tidak memperhatikan semua orang maka ia tidak melihat mereka ini.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
527 "Ah..." katanya dengan tercengang, kemudian wajahnya yang tampan nampak gembira, akan tetapi segera ia meniadi pucat ketika teringat kepada Lili, maka ia lalu melompat berdiri.
"Celaka... kita harus cepat kejar mereka!"
"Saudara Lie Siong, tenanglah. Biarpun lukamu sudah sembuh, akan tetapi lukamu masih lemah dan kegugupanmu itu amat tidak bagi kesehatanmu," kata Goat Lan sambil
memandang tajam penuh perhatian seperti layaknya seorang tabib memandang kepada pasiennya. Mendengar omongan ini, Lie Siong baru sadar. Ia pun sudah mendengar bahwa Kwee Goat Lan adalah tunangan Sie Hong Beng dan adalah seorang gadis ahli pengobatan, maka ia lalu menjura memberi hormat sambil berkata,
"Siauwte memang seorang bodoh dan kasar, sampai-sampai lupa untuk menghaturkan
banyak terima kasih atas pertolongan Li-hiap. Tanpa pertolonganmu, agaknya nyawaku sudah lenyap dalam tangan Ban Sai Cinjin."
"Lie Siong, jangan main sandiwara! Namaku Goat Lan, panggil saja namaku karena Lili biasanya juga memanggil namaku begitu saja!" Kegembiraan Goat Lan timbul kembali, akan tetapi segera disusulnya kelakarnya ini dengan kata-kata sengit, "Di mana Ban Sai Cinjin si keparat" Apakah dia pula yang melukai pahamu?"
Lie Siong senang sekali melihat sikap Goat Lan ini, seorang gadis yang lincah dan yang mengingatkan dia akan kejenakaan dan kegalakan Lili, akan tetapi pada saat itu hatinya penuh oleh kekuatiran, terhadap nasib Lili, maka ia lalu berkata, "Celaka sekali. Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya yang amat lihai telah menculik Lili! Ketika aku hendak menolong, mereka mengeroyok dan secara curang sekali Ban Sai Cinjin telah melukaiku dengan panah beracun."
Ia lalu menuturkan dengan singkat tentang peristiwa itu. Goat Lan dan Hong Beng menjadi marah sekali.
"Ban Sai Cinjin manusia curang dan pengecut!" Hong Beng menggeram. "Awas saja
kepalamu, kakek jahanam, akan kuhancurkan kepalamu kalau sampai kau berani mengganggu adikku."
"Kau baru sehari semalam meninggalkan mereka. Mereka itu tentu takkan lari jauh. Mari kita mengejar mereka," kata Goat Lan. Maka berangkatlah tiga orang muda yang perkasa ini menuju ke Thian-san sambil mencari keterangan di jalan tentang Ban Sai Cinjin dan rombongannya. Memang tidak salah, menurut petunjuk dari penduduk kampung yang mereka lalui, Ban Sai Cinjin mengambil jalan ini dan agaknya rombongan itupun menuju ke Thian-san pula. Sayangnya bahwa Lie Siong belum boleh mempergunakan terlalu banyak tenaga sehingga pengejaran itu tidak dapat dilakukan dengan cepat-cepat. Sedikitnya lima hari Lie Siong harus memulihkan tenaganya kembali, kata Goat Lan dan pemuda itu tentu saja menurut nasihat nona penolongnya.
*** Tiga orang muda itu sungguh gagah. Melihat mereka berjalan cepat mendaki gunung melompati jurang, sungguh membuat orang merasa kagum sekali. Hong Beng nampak gagah dengan tubuhnya yang tegap dan wajahnya tampan. Lie Siong berpakaian kuning, pedang naganya menempel di punggung, tubuhnya lebih kecil daripada Hong Beng, akan tetapi ia tampan sekali. Adapun Goat Lan benar-benar nampak cantik jelita dan gagah. Sepasang Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
528 bambu runcingnya tergantung di punggung seperti pedang. Sambil berlari cepat, mereka saling menuturkan riwayat dan pengalaman masing-masing dan makin lama Lie Siong makin suka kepada sepasang orang muda ini. Ia diam-diam menyesal mengapa tidak semenjak kecil ia bersahabat dengan orang-orang ini, dan diam-diam ia merasa girang bahwa dahulu ibunya adalah sahabat baik dari orang-orang tua Goat Lan dan Hong Beng. Bahkan ada rasa bangga dalam hatinya karena mereka membicarakan ibunya dengan kekaguman, apalagi Goat Lan yang pernah ditolong oleh ibunya.
Beberapa hari kemudian mereka sudah sampai jauh di barat dan tiba di daerah bergunung yang gundul tiada pohon. Tiba-tiba mereka melihat bayangan seorang kakek melompat-lompat di atas batu dan dilihat dari jauh orang itu seperti seekor garuda putih saja, karena kedua ujung lengan bajunya yang lebar dan panjang itu berkibar di kanan kirinya seperti sayap dan ujung baju di belakang terbawa angin seperti ekornya.
"Dia adalah Thai Eng Tosu pembantu Ban Sai Cinjin!" tiba-tiba Lie Siong berseru dan tahu-tahu ia telah meninggalkan kedua orang kawannya dan mengejar ke atas dengan pedang Sin-liong-kiam di tangan. Melihat gerakan dari Lie Siong yang demikian cepatnya ini, Goat Lan dan Hong Beng terkejut dan kagum sekali. Memang selama ini Lie Siong belum pernah memperlihatkan kepandaiannya.
"Tosu keparat, ke mana kau hendak pergi?" Lie Siong membentak sambil mengejar. Memang tosu itu adalah Thai Eng Tosu, orang tertua dari tiga ketua Pek-eng-kauw. Mendengar seruan ini, kakek ini berhenti dan menengok, lalu tersenyum ketika ia mengenal pemuda ini. "Jadi kau sudah sembuh" Bagus, memang orang yang benar selalu dilindungi oleh Thian." "Jangan berpura-pura alim, siapa tidak tahu bahwa kau adalah kawan dari Ban Sai Cinjin yang jahat?"
bentak Lie Siong sambil memutar pedangnya. "Anak muda, memang sudah sepatutnya aku dimaki. Aku dan adik-adikku telah terbuiuk oleh Ban Sai Cinjin. Akan tetapi semenjak ia merampas puteri Pendekar Bodoh itu, aku mencuci tangan dan meninggalkan rombongannya.
Hanya kedua adikku yang masih ikut." Ia menarik napas panjang tanda bahwa hatinya kesal.
"Di mana rombongan itu membawa Lili?" Lie Siong bertanya dengan suara mengancam.
"Katakanlah, baru aku akan mengampuni jiwamu." "Kaukira aku demikian busuk hati untuk mengkhianati mereka" Carilah sendiri!" Lie Siong marah. "Bagus, kalau begitu kau harus mampus!" Thai Eng Tosu mengeluarkan suling bambunya yang kecil. "Majulah, anak muda, mari kita main-main sebentar. Kalau betul-betul kau dapat mengalahkan sulingku ini, aku berjanji hendak memberi tahu dirimu ke mana mereka itu membawa puteri Pendekar Bodoh!"
Lie Siong sudah merasa gemas sekali dan cepat menyerang dengan pedangnya. Tosu itu menangkis dan segera mereka bertempur dengan seru di atas tempat yang penuh batu karang itu. Sementara itu, Goat Lan dan Hong Beng juga sudah mengejar sampai di tempat itu, akan tetapi melihat betapa pedang Lie Siong bergerak hebat sekali, Hong Beng berkata, "Biarlah, kita menonton dari dekat saja dan jangan dibantu kalau Lie Siong tidak terdesak. Dia keras hati, kalau kita bantu, jangan-jangan dia akan merasa tak senang." "Seperti Lili..." kata Goat Lan. "Memang mereka cocok sekali seperti kita..." kata Hong Beng. Kerling mata Goat Lan menyambar dan keduanya tersenyum bahagia. Gerakan ilmu silat tosu itu memang benar-benar lihai sekali dan makin lama ia bertempur, makin nampak nyata bahwa ilmu silatnya itu memiliki gerakan-gerakan seperti seekor burung garuda. Akan tetapi kini ia menghadapi Lie Siong yang, selain berkepandaian tinggi juga sedang marah dan sakit hati sekali sehingga pedang naganya bergerak bagaikan kilat menyambar-nyambar cepatnya. Pada jurus ke lima puluh setelah Lie Siong mulai mendesak lawannya, tiba-tiba pemuda itu menyambarkan pedangnya membabat ke arah leher Thai Eng Tosu. Pendeta ini membungkuk dan
merendahkan tubuh sehingga sambaran pedang itu lewat di atas kepalanya. Akan tetapi ia Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
529 tahu bahwa lidah naga yang merah itu tidak tinggal diam dan tahu-tahu sulingnya yang berada di tangan kanannya telah terlibat dan terbetot oleh lidah naga itu. Sekali Lie Siong membentak sambil menendang, tosu itu terpaksa mengelakkan diri dan otomatis sulingnya kena dirampas oleh Lie Siong! "Sudahlah, sudahlah, memang yang benar selalu menang!" tosu itu berkata sambil menghela napas ketika melihat betapa sulingnya hancur dibanting oleh Lie Siong.
"Baru tiga hari yang lalu mereka meninggalkan tempat ini menuju ke Thian-san. Lekaslah kau menyusul ke barat, anak muda yang gagah." Lie Siong segera memberi tanda kepada Goat Lan dan Hong Beng dan mereka bertiga berlari cepat sekali meninggalkan Thai Eng Tosu yang memandang dengan bengong. Ia menggeleng-geleng kepalanya dan berkata seorang diri,
"Keturunan Bu Pun Su memang lihai... lihai..." Sepekan kemudian, tibalah mereka di kota Hami dan ketika mereka bertanya-tanya mereka mendengar berita tentang Ban Sai Cinjin dan rombongannya, bahkan mendengar cerita tentang Lili yang amat menarik hati sekali. Ternyata bahwa rombongan Ban Sai Cinjin yang terdiri dari Lili, Wi Kong Siansu, Bouw Hun Ti, Hailun Thai-lek Sam-kui dan kedua tosu dari Pek-eng-kauw, setelah tiba di kota Hami, lalu mereka berhenti di sebuah kuil di mana Ban Sai Cinjin sudah kenal baik dengan pengurusnya.
Lili masih tetap dalam keadaan tak berdaya dan biarpun gadis ini selalu berusaha untuk melepaskan diri, namun tidak ada kesempatan sama sekali baginya. Gadis ini tidak putus harapan dan ia pun menjaga kesehatannya dengan baik, tak pernah menolak untuk makan dan minum, akan tetapi sama sekali tidak mau bicara dengan mereka. Ban Sai Cinjin mengalami kepusingan pertama ketika Thai Eng Tosu "mogok" di pegunungan itu dan tidak mau melanjutkan perjalanannya karena tidak setuju dengan ditawannya Lili. Kemudian ia menjadi makin pusing karena nampaknya Kim Eng Tosu dan juga Bouw Ki, orang termuda dari Hailun Thai-tek Sam-kui, tergila-gila kepada Lili dan beberapa kali mencoba
mengganggunya. Setelah tiba di kuil itu, Bouw Hun Ti lalu mengajukan usulnya kepada Ban Sai Cinjin, yaitu agar supaya Lili dikawinkan saja dengan upacara yang sah kepadanya! Ban Sai Cinjin melotot dan hendak memakinya, akan tetapi Bouw Hun Ti berkata dengan sungguh-sungguh, "Suhu, ada tiga hal penting sekali yang mendorong teecu mengajukan usul ini. Pertama, biarpun teecu telah berusia empat puluh lebih akan tetapi teecu masih belum menikah, dan seorang isteri Nona Sie itu sudah cukup memenuhi syarat. Ke dua, kalau Nona Sie sudah menjadi isteri teecu, kiranya Pendekar Bodoh dan kawan-kawannya akan suka menghabiskan perkara permusuhannya dengan kita, karena adanya ikatan keluarga dengan teecu dan pula Nona Sie kalau sudah menjadi isteri teecu tentu akan suka mencegah orang tuanya mengganggu kita.
Ke tiga, kita akan terbebas pula dari gangguan-gangguan kawan-kawan sendiri yang tergila-gila kepada Nona Sie!" Mendengar ini Ban Sai Cinjin mengangguk-angguk girang. Memang betul sekali alasan-alasan muridnya ini, maka ia lalu minta pendapat dari semua orang. Seperti biasa, Wi Kong Siansu tidak pedulikan urusan yang dianggapnya remeh ini, adapun Hailun Thai-lek Sam-kui juga tidak berani mencegahnya. Demikian juga dua orang tosu dari Pek-eng-kauw. "Kalau saja Nona Sie suka, tentu tidak ada orang yang berkeberatan," kata Bouw Ki, orang ke tiga dari Hailun Thai-lek Sam-kui untuk menyembunyikan kecewanya. Ban Sai Cinjin tersenyum. Untuk ini ia sudah pikirkan baik-baik. "Tentu saja ia akan suka. Cu-wi lihat saja sendiri nanti." Dan pada keesokan harinya, kuil itu dihias meriah dan penduduk yang mendengar kabar bahwa di situ akan dilangsungkan pernikahan antara dua orang-orang pelancong, berduyun datang menonton. Dan benar saja, tidak seperti biasanya, Lili kini menurut saja ketika dirias seperti pengantin dan dipertemukan dengan Bouw Hun Ti di depan meja sembahyang! Tentu saja Hailun Thai-lek Sam-kui dan yang lain-lain merasa heran sekali. Sebetulnya tak usah dibuat heran, kalau orang sudah mengenal betul siapa adanya Ban Sai Cinjin. Seperti juga pernah ia lakukan kepada Sin-kai Lo Siang kini ia pun
mempergunakan pengaruh obat beracun yang dicampur di dalam makanan yang dimakan oleh Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
530 Lili malam tadi. Hanya bedanya, kalau Sin-kai Lo Sian dahulu menjadi gila dan terampas ingatannya, kini Lili hanya terampas ingatannya dan lumpuh kemauannya saja. Ia seakanakan menjadi seorang tanpa semangat dan menurut saja apa yang orang perintahkan kepadanya! Akan tetapi, selagi hwesio penjaga kelenteng itu hendak melakukan upacara sembahyang bagi sepasang pengantin, tiba-tiba dari antara penonton muncul seorang kate kecil yang bernyanyi sambil menenggak araknya, kemudian ia melangkah ke depan dan mendorong hwesio itu sehingga terjungkal! "Enak saja orang mengawinkan anak orang tanpa bertanya kepada orang tuanya!" seru orang tua kate itu sambil menggandeng tangan Lili.
"Lebih baik dikawinkan dengan aku Si Tua Bangka!" Bouw Hun Ti marah sekali akan tetapi ketika ia memandang seperti juga Ban Sai Cinjin dan yang lain-lain ia menjadi kaget sekali karena kakek kate ini bukan lain adalah Im-yang Giok-cu! Kedua tokoh Pek-eng-kauw yang tidak kenal siapa adanya kakek kate ini, menjadi marah melihat kekurangajarannya, maka cepat sekali Sin Eng Tosu dan Kim Eng Tosu menyerang dengan ujung lengan baju mereka.
"Enyahlah kau orang kate!" Akan tetapi bukan main hebatnya akibat dari hinaan dan serangan ini. Orang tidak tahu bagaimana kakek itu bergerak tahu-tahu kedua orang tosu berpakaian putih itu jatuh tersungkur ke kolong meja dalam keadaan pingsan! Bouw Hun Ti mencabut goloknya dan sebelum Ban Sai Cinjin dapat mencegah, Bouw Hun Ti telah melakukan serangan kilat yang hebat sekali ke arah kepala orang kate yang tertawa-tawa itu! Im-yang Giok-cu mendengar sambaran angin dari belakang tanpa menengok lagi lalu mengangkat guci araknya yang kehijauan itu. "Traaaaang!" golok yang dipegang oleh Bouw Hun Ti terpental dari pegangan saking kerasnya benturan dua macam benda ini. Dan sebelum Bouw Hun Ti sempat mengelak, tangan Im-yang Giok-cu telah "masuk" ke dalam iganya. Bouw Hun Ti mengeluh panjang lalu tubuhnya terkulai ke atas lantai! Orang-orang yang menonton pengantin menjadi panik dan berserabutan melarikan diri sehingga tempat itu sebentar saja menjadi sunyi, hanya ada Ban Sai Cinjin, Wi Kong Siansu, Hailun Thai-lek Sam-kui, Im-yang Giok-cu, dan Lili saja yang masih berdiri, karena dua orang tosu Pek-eng-kauw dan Bouw Hun Ti masih belum dapat bangun. Adapun hwesio yang tadi melakukan upacara sembahyang telah berlari sembunyi entah kemana. Hailun Thai-lek Sam-kui yang doyan berkelahi ketika melihat orang kate yang datang-datang mengamuk, segera mencabut senjata masing-masing, akan tetapi Ban Sai Cinjin segera memberi tanda dengan tangannya, mencegah kawan-kawannya itu turun tangan. Mata Im-yang Giok-cu yang lihai melihat gerakan mereka ini, maka setelah tertawa bergelak ia lalu berkata menantang, "Ha-ha-ha, Sam-kui (Tiga Setan), mengapa tidak jadi mencabut senjata" Kalau kalian hendak meramaikan pesta perkawinanku, marilah maju!" Ban Sai Cinjin buru-buru maju dan menjura di depan Im-yang Giok-cu.
"Totiang, belum lama ini kita saling bertemu dan tidak ada urusan sesuatu di antara kita.
Mengapa Totiang hari ini menggagalkan pernikahan yang sah dan baik-baik?"
Im-yang Giok-cu menjemput cawan arak di atas meja yang masih penuh lalu menenggaknya.
Akan tetapi ia lalu menyemburkan arak itu ke arah Ban Sai Cinjin yang biarpun sudah cepat mengelak, masih saja ujung bajunya terkena arak dan baju itu menjadi bolong-bolong! Ia kaget sekali dan pucatlah mukanya. "Arak busuk, seperti orangnya!" Im-yang Giok-cu memaki. "Ban Sai Cinjin, kejahatanmu sudah bertumpuk-tumpuk. Kaukira aku tidak melihat bahwa nona ini terpengaruh oleh obatmu yang jahat" Hayo kau lekas memberi obat
penawarnya, kalau tidak, jangan bilang Im-yang Giok-cu keterlaluan kalau aku membunuh muridmu dan juga kau dan kawan-kawanmu di tempat ini juga tanpa menanti sampai di puncak Thian-san!" Wi Kong Siansu bangun berdiri dengar marah mendengar ucapan
sombong ini, akan tetapi Ban Sai Cinjin cepat melangkah maju dan berkata dengan hormatnya, "Totiang, ternyata matamu tajam sekali. Akan tetapi sayang, aku tidak mempunyai obat penawarnya! Biarlah kau boleh mengamuk belum tentu kami kalah, akar tetapi Nona ini selamanya akan menjadi seorang boneka hidup!" Ban Sai Cinjin yang cerdik Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
531 ini hendak menggunakan keadaan Lili sebagai kunci kemenangan! Im-yang Giok-cu menjadi ragu-ragu, kemudian ia berkata, "Ban Sai Cinjin, buku Thian-te Ban-yo Pit-kip berada bersamamu, bukalah lembarannya dan carilah di dalamnya, tentu ada obat penawar untuk racunmu yang keji ini." Ban Sai Cinjin menjadi pucat dan melangkah mundur dua tindak.
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanyanya. "Kitab itu sudah terbakar..." "Sudahlah, jangan seperti anak kecil! Dahulu Sin Kong Tianglo pernah memperlihatkan kepadaku bahwa kitab itu terbuat dari kertas yang tak dapat terbakar karena sudah direndam obat. Jangan kau bermain gila di hadapanku. Sekarang begini sajalah, kau kembalikan kitab itu kepadaku agar Nona ini dapat ditolong, dan aku melepaskan muridmu dan takkan turun tangan, baik di sini maupun di Thian-san. Nah, bagaimana" Apakah kau memilih kekerasan?" Setelah berpikir-pikir sejenak, Ban Sai Cinjin akhirnya mengalah. Dikeluarkan ktab Thian-te Ban-yo Pit-kip yang memang disimpannya dan dahulu yang terbakar adalah kitab tiruannya saja. Bersama-sama mereka lalu mencari obat penawar untuk Lili dan ternyata obat itu mudah saja. Ban Sai Cinjin lalu menyediakan obat itu dan setelah Lili disuruh meminumnya yang dilakukan dengan taat, gadis itu lalu jatuh pulas. Setengah hari Lili tidur, ditunggui oleh Im-yang Giok-cu dan semua orang tidak ada yang berani turun tangan. Kemudian, menjelang senja Lili sadar dan ternyata ia telat sembuh kembali! Ia hendak mengamuk, akan tetapi Im-yang Giok-cu mencegahnya dan memperkenalkan diri sebagai guru Goat Lan. "Kau pergilah dan bawalah kitab ini, kembalikan kepada Goat Lan." Lili tidak membantah, setelah menghaturkan terima kasihnya lalu melompat dan menghilang di dalam gelap. Tentu saja Ban Sai Cinjin menjadi marah sekali ketika melihat Lili melarikan diri dan membawa kitab itu. Ia hendak mengejar, akan tetapi Im-yang Giok-cu menghadangnya, "Kitab itu adalah milik Yok-ong, harus
dikembalikan kepada muridnya." "Im-yang Giok-cu, kau terlalu sekali! Kau sudah berjanji takkan menggunakan kekerasan, akan tetapi tidak saja kau menghina kami, bahkan kitab itu pun kausuruh bawa pergi." "Tenang, Ban Sai Cinjin. Aku hanya berjanji bahwa aku tidak akan menggunakan kekerasan dan tidak ikut bertempur di sini maupun di Thian-san. Aku tidak berjanji apa-apa tentang kitab itu, dan tentang gadis itu... dia puteri Pendekar Bodoh, harus dihormati dan ditolong." "Keparat!" seru Ban Sai Cinjin dan dengan gemas ia lalu memberi isyarat kawan-kawannya untuk mengeroyok. Im-yang Giok-cu tertawa bergelak-gelak lalu memutar guci araknya menghadapi keroyokan banyak orang. Hebat sekali sepak terjang kakek kate ini, akan tetapi pengeroyoknya terlalu banyak. Ia dikepung oleh orang-orang yang berkepandaian tinggi, yaitu oleh Ban Sai Cinjin, Wi Kong Siansu, tiga kakek Hailun Thai-lek Sam-kui, Sin Eng Tosu, Kim Eng Tosu dan juga Bouw Hun Ti! Betapapun lihainya Im-yang Giok-cu, tentu saja ia tidak tahan menghadapi lawan yang tidak seimbang ini. Kepandaiannya hanya setingkat lebih tinggi daripada Wi Kong Siansu, sedangkan para pengeroyoknya, kecuali Bouw Hun Ti dan Ban Sai Cinjin, memiliki kepandaian setingkat dengan Wi Kong Siansu. Beberapa kali kakek kate ini telah menerima pukulan senjata lawan dan biarpun tidak mendatangkan luka hebat, tetap saja makin melemahkan tenaganya.
Akhirnya, ujung payung yang lihai dari Thian-te Te-it Siansu telah berhasil menotok iganya dengan telak dan keras sehingga kakek kate ini terhuyung-huyung sambil tertawa bergelak. Ia lalu melontarkan guci araknya sedemikian kerasnya dan orang yang sial menerima hantaman guci arak ini adalah Bouw Hun Ti sendiri! Guci arak yang melayang dengan kecepatan yang tak dapat dielakkan lagi dan dengan mengeluarkan suara keras, guci arak dan kepala Bouw Hun Ti menjadi remuk dan orang jahat itu telah menghembuskan napas terakhir sebelum tubuhnya roboh ke lantai! Ternyata bahwa maut telah meminjamkan tangan Im-yang Giok-cu untuk membalaskan dendam orang-orang yang dibikin sakit hati oleh Bouw Hun Ti.
Melihat muridnya binasa, Ban Sai Cinjin memekik marah dan ia lalu melompat mendekati Im-yang Giok-cu yang terluka hebat. Sekali huncwenya terayun, terdengar suara pletak, dan retaklah kepala Im-yang Giok-cu yang membuat nyawanya melayang meninggalkan raganya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
532 Ban Sai Cinjin merasa menyesal sekali. Tidak saja ia kehilangan Lili, bahkan juga kehilangan kitab obat itu. Hanya sedikit keuntungannya, di samping kerugian kehilangan murid, mereka telah berhasil membunuh Im-yang Giok-cu, karena kalau kakek kate ini ikut membantu Pendekar Bodoh, ia merupakan tenaga yang amat menguatirkan. Ketika Goat Lan mendengar berita tentang kematian Im-yang Giok-cu, ia menangis sedih sekali dan mengajak Lie Siong serta Hong Beng untuk mengunjungi kuburan Im-yang Giok-cu di belakang kelenteng.
Jenazah kakek kate ini telah diurus oleh hwesio-hwesio dan dimakamkan di belakang kelenteng, bersama dengan jenazah Bouw Hun Ti yang juga dimakamkan di bagian lain di belakang kelenteng. Goat Lan menangis dan bersembahyang di kuburan gurunya, bersumpah untuk membalaskan dendam kepada Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya. Malam harinya mereka bertiga bermalam di kelenteng itu dan alangkah girang hati mereka ketika tiba tiba Lili muncul dari dalam gelap! Goat Lan menubruk dan memeluk Lilit lalu beramai-ramai empat orang muda itu saling menuturkan pengalaman mereka. Ternyata setelah ditolong oleh Im-yang Giok-cu, Lili bersembunyi di dalam sebuah hutan di dekat kota itu. Kemudian, pada keesokan harinya ia mendengar tentang kematian Im-yang Giok-cu, maka menyesallah dia mengapa ia tidak dapat membantu kakek penolongnya itu. Ia pikir bahwa masanya untuk mengadu kepandaian di Thai-san sudah tiba, maka lebih baik ia menanti di situ untuk mencari kawan-kawan guna menghadapi Ban Sai Cinjin yang benar-benar amat curang dan lihai. "Dan bagaimana kalian bertiga bisa bersama-sama?" tanya Lili sambil mengerling ke arah Lie Siong yang semenjak tadi diam saja, hanya kadang-kadang memandang kepada Lili dengan hati bersyukur bahwa gadis yang dicintainya itu telah terhindar dari bahaya hebat. Ketika Lie Siong menceritakan pengalamannya dan betapa ia terluka ketika hendak menolong Lili, gadis ini melirik dan dengan cemberut ia berkata, "Selama itu kau melakukan perjalanan mengikuti dan tidak memperlihatkan diri" Mengapa begitu?" Merahlah wajah Lie Siong dan sambil menundukkan muka ia berkata, "Aku takut kalau-kalau kau... kau tidak suka berjalan bersamaku." "Apa-apaan pula ini, Song-ko?" tegur Lili dengan sepasang mata terbelalak.
"Kau sendiri yang tidak mau melakukan perjalanan bersamaku, dan tahu-tahu kau
mengikutiku tanpa memperlihatkan diri... aneh... aneh...!" Lie Siong makin merah mukanya dan terdengar Goat Lan tertawa geli. "Sekarang kita berempat sudah bertemu dan berkumpul, maka yang sudah biarlah lalu, sekarang kita melakukan perjalanan bersama menuju ke Thian-an. Dengan berempat kita akan lebih kuat menghadapi mereka," kata Hong Beng. "Enci Lan,"
kata Lili tiba-tiba, "kitabmu masih kusimpan, takkan kuberikan sekarang. Nanti saja kalau kau dan Beng-ko kawin, akan kuberikan sebagai... hadiah perkawinan!" Timbul kembali kenakalan Lili, maka Goat Lan juga menjadi gembira, terhibur dari kesedihan hatinya mendengar tentang kematian gurunya. "Eh, katamu betul, Lili. Aku jadi teringat akan Sin-kai Lo Sian yang bertemu dengan kami di jalan. Katanya ia akan mengajukan pinangan kepada orang tuamu, meminang engkau untuk... untuk siapa, ya?" Sambil berkata demikian, dengan penuh arti Goat Lan mengerling ke arah Lie Siong. Lili menjadi jengah dan merah sekali mukanya. Ia mengulur tangan hendak mencubit Goat Lan, akan tetapi Goat Lan cepat mengelak, dan Hong Beng lalu menyela, "Sudahlah, kalian ini bersendau gurau saja. Urusan itu sudah bukan rahasia lagi bagi kita semua, dan urusan itu akan dapat terjadi dengan lancar tanpa ada halangan apa-apa lagi." Maka berangkatlah dua pasang muda yang gagah perkasa ini. Di sepanjang jalan, Lili dan Goat Lan bersendau gurau sehingga Hong Beng dan Lie Siong ikut pula menjadi gembira. Empat orang pendekar remaja ini menuju ke Thian-san di mana mereka hendak mengukur kepandaian dengan tokoh-tokoh besar dunia persilatan.
Sedikit pun mereka tidak merasa gentar dan takut setelah mereka berkumpul menjadi satu.
Dengan seorang yang dicinta di sebelahnya siapakah yang akan merasa takut"
*** Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
533 Musim chun (semi) tiba dan puncak Thian-san nampak kehijauan dan indah sekali
pemandangan alamnya. Di puncak itu terdapat sebuah kuil besar yang kuno dengan ukiran-ukiran indah, akan tetapi kuil ini tidak terurus oleh karena penghuninya telah berpuluh tahun yang lalu mengosongkan tempat ini. Dahulu, kuil ini adalah pusat dari partai persilatan Thian-san-pai yang besar, akan tetapi akhir-akhir ini habislah orang yang masih suka mengurus kuil ini dan semua anak murid Thian-san-pai lebih suka berkelana di dunia bebas.
Akan tetapi pagi hari itu di dalam kuil tidak sunyi seperti biasanya. Ban Sai Cinjin dan kawan-kawannya telah berada di tempat itu dan berunding dengan kawan-kawannya.
Betapapun juga, setelah Im-yang Giok-cu tewas, mereka tidak berapa takut menghadapi Pendekar Bodoh. Telah mereka perhitungkan bahwa untuk menghadapi kawan-kawan
Pendekar Bodoh, kepandaian mereka masih dapat mengimbangi, adapun Pendekar Bodoh sendiri akan dilawan oleh Wi Kong Siansu.
Tiba-tiba dari luar kuil terdengar suara nyaring yang menantang mereka, "Ban Sai Cinjin dan Wi Kong Siansu! Kami sudah datang untuk memenuhi tantanganmu!"
Ban Sai Cinjin, Wi Kong Siansu,Thian-te Te-it Siansu, Lak Mou Couwsu, Bouw Ki, dan Coa Ong Lojin serta beberapa orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang telah datang terlebih dulu di tempat itu, keluar dari kuil itu dan ketika tiba di luar, dengan tercengang mereka melihat empat orang muda yang bukan lain adalah Goat Lan, Lili, Lie Siong dan Hong Beng!
Ban Sai Cinjin berdebar hatinya. Ia tidak melihat Pendekar Bodoh orang yang paling ditakuti dan dibencinya, maka untuk menetapkan hatinya ia bertanya, "Mana Pendekar Bodoh"
Apakah dia takut datang ke sini sehingga mewakilkannya kepada anak-anaknya?"
"Ban Sai Cinjin, jangan membuka mulut sombong!" Lili berseru marah. "Orang macam kau tidak pantas untuk dilawan oleh ayahku. Kami orang-orang muda sudah cukup untuk membuktikan bahwa kepandaian kami tidak kalah olehmu."
"Cu-wi-enghiong," kata Hong Beng yang lebih tenang dan sabar sambil menjura kepada pihak tuan rumah, "kedatangan kami berempat mengandung dua maksud. Pertama, untuk memenuhi tantangan Wi Kong Siansu yang telah menantang ayah untuk datang berpibu di sini pada waktu ini. Kedua kalinya, kami harus membalas dendam dan sakit hati kepada Ban Sai Cinjin yang telah membunuh Lie Kong Sian supek, Ang I Niocu bibi kami dan juga Im-yang Giok-cu suhu dari Nona Kwee. Nah, terserah kepada Wi Kong Siansu hendak memulai pibu itu atau memberikan kesempatan kepada kami membunuh Ban Sai Cinjin lebih dulu."
Wi Kong Siansu tak dapat menjawab dan saling pandang dengan Ban Sai Cinjin.
Dibandingkan dengan yang lain, sebetulnya Wi Kong Siansu lebih gagah, karena dalam beberapa pertempuran keroyokan, sengaja tosu ini tidak mengeluarkan seluruh
kepandaiannya, karena ia merasa malu untuk mendapat kemenangan sambil mengeroyok.
Kini melihat empat orang muda itu menantang, tentu saja ia merasa malu pula untuk maju mengeroyok.
"Sute, apakah kau merasa tidak kuat menghadapi seorang di antara mereka?" tanyanya kepada Ban Sai Cinjin perlahan sekali. Ban Sai Cinjin sudah mengenal kehebatan empat orang muda itu, akan tetapi akhir-akhir ini ia telah memperdalam ilmu silatnya dan kalau bertempur satu lawan satu, agaknya sukar dipercaya kalau ia akan kalah. Lagi pula, tentu saja ia merasa malu kalau menyatakan takut. Maka ia lalu melompat maju dan berkata menantang.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
534 "Orang-orang muda yang sombong! Siapa sih takut kepadamu" Majulah, mana saja, atau kalian hendak mengeroyok aku?" sambil berkata demikian, ia mengisi huncwe baru yang berwarna hitam dengan tembakau hitamnya yang terkenal, bahkan lalu mempersiapkan sepuluh batang panah tangan di saku bajunya.
Kemudian terjadi hal yang lucu. Empat orang muda itu saling berebut untuk menghadapi Ban Sai Cinjin!
"Dia membunuh guruku Im-yang Giok-cu, akulah yang berhak untuk membalasnya!" kata Goat Lan.
"Tidak, Goat Lan. Dia telah menewaskan ayah bundaku, akulah yang lebih berhak pula!"
kata Lie Siong sambil mengeluarkan pedangnya.
"Aku yang paling tua, biar aku saja menghancurkan kepalanya!" kata Hong Beng.
"Tidak, tidak! Akulah yang membunuh anjing tua ini, Enci Lan, kau mengalah sajalah kepadaku. Siong-ko, biar aku membalaskan sakit hati orang tuamu dan Beng-ko, kau harus mengalah terhadap adikmu!" kata Lili dan sekali menggerakkan kedua kakinya, gadis ini telah melompat menghadapi Ban Sai Cinjin!
"Lili, kau tidak boleh bertangan kosong saja!" kata Hong Beng yang mengkuatirkan keselamatan adiknya, karena ia maklum bahwa kelihaian Lili tergantung dari kipas dan pedangnya.
"Lili, kaupakailah bambu runcingku!" kata Goat Lan.
Adapun Lie Siong lalu melompat mengejar dan menyerahkan pedangnya kepada Lili,
"Kaupakailah ini, Lili."
Lili memandang dengan mesra dan berterima kasih. "Tak usah, Siong-ko, jangan membikin kotor pedangmu, kedua tanganku cukup untuk menghadapinya."
Lie Siong melompat mundur kembali dan diam-diam tiga orang muda itu merasa gelisah.
Bagaimana Lili demikian sembrono untuk menghadapi Ban Sai Cinjin yang lihai dengan bertangan kosong saja" Akan tetapi Ban Sai Cinjin tidak mau menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Ia berseru keras dan segera menyerang Lili dengan huncwenya. Gadis itu tersenyum mengejek dan begitu ia mengeluarkan Ilmu Pukulan Hang-liong-cap-it-ciang, tidak saja Ban Sai Cinjin yang menjadi terkejut sekali, bahkan Lie Siong, Hong Beng, dan Goat Lan juga memandang dengan mata terbelalak. Belum pernah mereka menyaksikan ilmu pukulan seperti itu dan seingat Hong Beng, ayahnya sendiripun tidak pernah memberi pelajaran ilmu silat seperti yang dimainkan oleh Lili ini.
Namun hasilnya luar biasa sekali. Dalam jurus-jurus pertama saja Ban Sai Cinjin sudah amat terdesak. Huncwenya terbentur oleh tenaga pukulan yang lebih berbahaya daripada senjata tajam. Memang hebat sekali Hang-liong-cap-it-ciang ini dan kalau Lili mau, setelah menyerang selama tiga puluh jurus lebih, ia dapat membinasakan lawannya. Akan tetapi, di samping kegalakan dan kelincahannya, tabiat ayahnya menempel gadis ini. Ia pemurah dan mudah memberi ampun. Ketika mendapat kesempatan, ia mengirim pukulan dengan kedua tangan bahkan kaki kirinya juga mendupak ke arah dada lawan. Terdengar bunyi keras dan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
535 kembali untuk kedua kalinya huncwe maut dari Ban Sai Cinjin pecah terkena hawa pukulan Hang-liong-cap-it-ciang, dan biarpun kakek itu hendak menangkis, tetap saja dadanya terkena pukulan sehingga ia menjerit dan terlempar roboh sambil memuntahkan darah segar! Biarpun Lili tidak membunuhnya, namun ia telah menderita luka berat dan untuk sementara waktu takkan dapat bergerak! Wi Kong Siansu melompat ke depan hendak menantang, akan tetapi pada saat itu berkelebat bayangan tujuh orang dan muncullah Cin Hai, Kwee An, Lin Lin, Ma Hoa, dikawani oleh Kam Liong, Kam Wi, dan Tiong Kun Tojin!
"Kami datang atas perintah Kaisar menangkap pengkhianat dan pemberontak Ban Sai Cinjin, Coa Ong Lojin dan pengemis-pengemis Coa-tung Kai-pang!" seru Kam Wi sambil
mengeluarkan lengki (bendera titah raja). Melihat bendera ini, Wi Kong Siansu dan ketiga Hailun Thai-lek Sam-kui lalu berlutut.
Coa Ong Lojin hendak melarikan diri, akan tetapi sekali menggerakkan tangannya, Tiong Kun Tojin telah dapat menangkapnya dan menotok punggungnya! Kam Wi tertawa bergelak, lalu berpaling kepada Pendekar Bodoh sambil berkata, "Urusan kami telah beres, beberapa hari lagi kami akan datang ke Shaning mengurus perjodohan!" Ia lalu menyeret Coa Ong Lojin, Ban Sai Cinjin dan beberapa orang pengemis Coa-tung Kai-pang, lalu menjura dan meninggalkan tempat itu bersama Kam Liong dan Tiong Kun Tojin sambil membawa
tawanan-tawanan mereka.
Pendekar Bodoh tersenyum lalu menjura kepada Wi Kong Siansu. "Wi Kong Siansu,
sekarang kau melihat sendiri betapa jahatnya sutemu itu. Ia bersekongkol untuk membunuh putera Kaisar dan bahkan ia membantu pula pergerakan orang-orang Mongol yang lalu. Nah, karena kita berhadapan sebagai musuh hanya karena gara-gara Ban Sai Cinjin, perlukah permusuhan ini dilanjutkan lagi?"
Wi Kong Siansu dan Hailun Thai-lek Sam-kui saling pandang. Terang bahwa keadaan pihak mereka jauh kalah kuat, akan tetapi untuk menutup rasa malu, Wi Kong Siansu berkata
"Pendekar Bodoh, orang-orang seperti kita hanya mempunyai satu macam kesukaan, yaitu memperdalam pengertian ilmu silat. Setelah kita bertemu, mengapa kita tidak main-main sebentar?"
Cin Hai menghela napas. "Baiklah, orang tua. Kau boleh menyerangku tanpa kubalas, dan kalau dalam sepuluh jurus kau dapat membuatku menggerakkan kaki selangkah saja, aku mengaku kalah padamu!" Setelah berkata demikian, Cin Hai lalu berdiri tegak dan menundukkan kepalanya. Ia memegang sebatang suling dan meramkan matanya seperti tidur!
"Pendekar Bodoh, agaknya kau telah mewarisi kepandaian Bu Pun Su benar-benar. Biarlah aku mencobanya!" Sambil berkata demikian, Wi Kong Siansu mencabut Hek-kwi-kiam, lalu berseru, "Lihat pedang!" dan menyerang dengan sebuah tusukan ke arah dada Cin Hai. Akan tetapi Pendekar Bodoh tetap tidak membuka matanya, hanya ketika pedang itu sudah dekat dengan dadanya, ia mengangkat sulingnya menangkis. Wi Kong Siansu merasa telapak tangannya tergetar, lalu ia menerjang lagi sampai tiga kali, tetap saja sia-sia, karena selalu suling di tangan Cin Hai dapat menangkis dengan tepat.
Ketika Wi Kong Siansu hendak menyerang untuk yang ketujuh kalinya tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu Lie Siong telah menangkis dengan Sin-liong-kiam.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
536 "Wi Kong Siansu, sungguh tak tahu malu sekali kau menyerang seorang lawan yang tidak membalas, bahkan melihatmu pun tidak. Kalau kau memang gagah, lawanlah pedangku!"


Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa menanti jawaban, Lie Siong lalu menyerang dan Wi Kong Siansu kaget sekali melihat gerakan pedang pemuda ini benar-benar luar biasa sekali. Semua orang lalu menonton karena pertempuran ini jauh lebih menarik dan ramai.
"Heran sekali..." Cin Hai yang sudah membuka matanya berkata perlahan. "Dari mana ia memperoleh gerakan-gerakan ini?" Memang matanya yang tajam melihat gerakan-gerakan ilmu pedang yang aneh dan lihai dan membuat sinar pedang hitam di tangan Wi Kong Siansu makin lama makin kecil.
"Siong-ji, tahan! Jangan mendesak orang tua!" Cin Hai berseru dan sekali ia melompat, ia telah berada di antara ke dua orang yang bertempur itu. Wi Kong Siansu menyimpan pedangnya dan menarik napas panjang lalu berkata, "Hebat, memang hebat! Keturunanmu memang hebat, Pendekar Bodoh. Pinto mengaku kalah." Ia hendak pergi setelah menjura, akan tetapi Lili lalu berkata kepadanya, "Totiang, jangan kau salah sangka. Pembunuh muridmu, Song Kam Seng, adalah Ban Sai Cinjin. Aku sendirilah yang mengurus
pemakamannya!" Wi Kong Siansu terkejut dan menoleh. Gadis itu dengan singkat lalu menceritakan peristiwa itu. Wi Kong Siansu kembali menarik napas panjang lalu pergi dari situ dengan hati terpukul. Dengan lega dan girang, Pendekar Bodoh lalu mengajak semua orang kembali ke timur, di sepanjang jalan tiada hentinya saling menuturkan pengalaman masing-masing.
*** Rumah Pendekar Bodoh dihias indah. Tidak heran karena pada hari itu dilangsungkan pernikahan dua orang anak mereka, Hong Beng dengan Goat Lan dan Hong Li dengan Lie Siong! Tamu-tamu telah memenuhi ruangan dan di antara mereka terdapat pula tokoh-tokoh persilatan baik kawan maupun bekas lawan seperti Hailun Thai-lek Sam-kui dan lain-lain!
Pasangan Hong Beng dan Goat Lan diperkenalkan kepada tamu-tamu lebih dulu dan setelah mendapat sambutan dan pemberian selamat, mereka lalu mengundurkan diri, diganti oleh pasangan Lie Siong dan Hong Li. Akan tetapi, ketika sepasang pengantin ini sedang menerima penghormatan dan ucapan selamat dari para tamu, tiba-tiba seorang tinggi besar bangkit berdiri dari bangkunya dan dengan suara keras berkata, "Cu-wi, sekalian! Sebagai sama-sama orang kang-ouw, biarlah pada saat ini aku menyampaikan perasaan tidak enak hatiku kepada sepasang pengantin dan juga tuan rumah!" Semua orang memandang dan ternyata yang bicara itu adalah Kam Wi, tokoh Kun-lun-pai, paman dari Panglima Kam Liong! "Sebelum Nona Sie dipinang orang lain, aku telah meminangnya lebih dulu untuk putera keponakanku, Kam Liong. Biarpun belum resmi, pihak keluarga Sie sudah menyatakan cocok, bahkan keponakanku sudah mengadakan perjalanan bersama dengan Nona Sie. Akan tetapi siapa kira, hari ini aku melihat Nona Sie menjadi isteri Lie Siong yang sesungguhnya telah menjadi suami dari seorang gadis Haimi bernama Lilani!" Terdengar teriakan nyaring dan pengantin wanita, yaitu Lili, merenggut hiasan kepala yang menutupi mukanya dan membanting hiasan itu hingga terdengar suara keras. "Bangsat tua, apakah kau sengaja datang untuk mengantar nyawa?" teriaknya dan ia hendak menyerang Kam Wi yang telah tertawa bergelak-gelak. Akan tetapi Lie Siong memegang tangannya dan berbisik, "Sudahlah, Li-moi, dia itu orang mabuk!" Mendengar cegahan ini, Lili makin gemas, merenggutkan tangannya dan berkata, "Orang lemah, lebih baik kau kembali kepada Lilani!" Setelah berkata demikian, dengan isak di tenggorokan ia lalu melompat keluar dari rumah dan melarikan diri! Lie Siong menjadi bingung, membanting topi pengantinnya lalu menyusul dan mengejar Lili yang Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
537 berlari seperti terbang cepatnya! Gegerlah keadaan di situ dan Kam Wi yang masih tertawa-tawa itu ditarik tangannya oleh Tiong Kun Tojin yang mintakan maaf kepada Pendekar Bodoh untuk sutenya yang kasar. Lili berlari terus, dan ketika ia tahu bahwa Lie Siong mengejarnya, ia berlari makin cepat. Berhari-hari mereka kejar mengejar dan akhirnya Lili tiba di dekat sumur rahasia tempat tinggal nenek aneh yang menjadi gurunya. Ia lalu terjun ke dalam sumur itu. Lie Siong terkejut sekali, akan tetapi pemuda ini pun ikut pula terjun ke dalam sumur. Di dalam kamar di gua yang aneh itu, Lili dan Lie Siong melihat nenek yang gagu itu tengah duduk bersila dan di pangkuannya terbaring kepala seorang kakek. Alangkah terkejut hati Lie Siong ketika melihat bahwa kakek itu adalah... gurunya yang mengajarnya bermain gundu!
Nenek itu keadaannya sudah amat lemah, kurus kering dan pucat, adapun kakek itu ternyata telah menjadi mayat! Mendengar gerakan Lili dan Lie Siong, nenek yang lihai itu membuka matanya. "Suthai, kau kenapakah...?" Lili bertanya sambil berlutut. Nenek itu mencoret-coret di atas tanah. Lili dan Lie Siong lalu membaca tulisan-tulisan itu yang ternyata menceritakan riwayat nenek itu bersama kakek yang kini dipangkunya dan yang telah mati. Ternyata keduanya mempunyai riwayat yang ada hubungan dekat dengan penghidupan Bu Pun Su, guru dari Pendekar Bodoh! Setelah selesai menuturkan riwayatnya dengan tulisan, nenek itu tidak kuat lagi dan ketika kedua orang muda itu memandang, ternyata bahwa nenek itupun telah menghembuskan napas terakhir! Dengan penuh khitmat, Lie Siong dan Lili lalu meninggalkan gua itu, menutupnya dengan batu besar, kemudian keluar dari sumur itu lalu menimbuni sumur itu dengan pepohonan sehingga tempat itu merupakan sebuah makam yang luar biasa. Kemudian mereka berjalan sambil bergandengan tangan. "Li-moi, aku tidak dapat berkata apa-apa lagi. Tergantung dari keputusanmu sekarang, hanya inilah tanda bahwa semenjak dulu aku mencintamu." Lie Siong mengeluarkan sepatu yang dulu dirampasnya dari saku bajunya.
Lili menerima sepatu itu dengan terharu. Setelah membaca riwayat nenek yang menjadi gurunya itu, lenyaplah marah dan cemburunya terhadap Lie Siong. "Hemm, kalian ini laki-laki di seluruh dunia sama saja!" katanya cemberut akan tetapi kerling matanya membesarkan hati Lie Siong. "Kalau Sucouw Bu Pun Su sendiri sampai terjerumus, biarlah aku maafkan kau yang satu kali masuk dalam perangkap nafsu. Akan tetapi, awas, jangan sampai terulang lagi!" Lie Siong memegang tangan Lili dengan penuh kasih sayang. "Takkan terulang lagi sampai aku mati, Li-moi. Pula, harap kauingat bahwa peristiwa antara aku dengan Lilani itu terjadi sebelum aku berjumpa dengan kau! Semenjak aku bertemu dengan kau... isteriku, jangankan Lilani, biar ada bidadari dari kahyangan menggodaku, hatiku takkan tergoncang!"
Lili mencibirkan bibirnya dan merenggutkan tangannya. "Cih, mulut laki-laki memang manis, pandai membujuk merayu. Siapa dapat percaya?" Setelah berkata demikian ia lalu melarikan diri, dikejar oleh Lie Siong! Akan tetapi mereka kini berkejar-kejaran sambil tertawa-tawa dan juga mereka mengarahkan tujuan kembali ke Shaning di mana menanti semua keluarga dengan hati gelisah!
*** Bagaimanakah riwayat nenek dan kakek guru-guru yang aneh dari Lili dan Lie Siong itu"
Mengapa riwayat mereka sampai mengharukan Lili dan membuat gadis ini dapat memaafkan kesalahan Lie Siong yang sudah melakukan kesalahan tindak sebelum bertemu dengan dia"
Untuk mengetahui ini, dipersilakan untuk membaca cerita PENDEKAR SAKTI (Bu Pun Su Lu Kwan Cu), di mana akan muncul tokoh-tokoh besar seperti Bu Pun Su, Hok Peng Taiyu, Swi Kiat Siansu, Pok Pok Sianjin, di waktu tokoh-tokoh ini masih muda! Bacalah riwayat Bu Pun Su di waktu kanak-kanak sampai menjadi seorang pendekar muda yang sakti dan luar Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
538 biasa! Dikarang khusus untuk para pembaca Pendekar Bodoh dan Pendekar Remaja oleh Asmaraman S. Kho Ping Hoo.
TAMAT Kotaresik, 26 Mei 1962.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
539 Kait Perpisahan 1 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Hati Budha Tangan Berbisa 9
^