Pencarian

Pendekar Remaja 8

Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
227 "Jangan, Tai-hiap. Kau tidak takut mati akan tetapi aku bagaimana" Dapatkah aku hidup lebih lama lagi kalau kau sampai menderita celaka di sana?" Gadis itu lalu menangis dan memeluk kedua kaki Lie Siong.
Sungguh mengherankan, melihat keadaan gadis itu, Lie Siong merasa betapa dadanya berdebar aneh!
"Jangan takut, Lilani. Aku takkan mati, takkan celaka. Mereka itulah yang akan celaka di tanganku!" Setelah berkata demikian, Lie Siong melepaskan pelukan Lilani, dan segera melompat pergi.
Hari telah menjadi gelap ketika bayangan Lie Siong berkelebat cepat di atas genteng gedung Ban Sai Cinjin di mana siang hari tadi diadakan pesta untuk menghormati Hailun Thai-lek Sam-kui. Keadaan di dalam gedung itu tidak seramai tadi, karena Ban Sai Cinjin, ketiga Thailek Sam-kui, Wi Kong Siansu, dan juga Lok Cit Siang telah pergi dan mengunjungi kuil di dalam hutan. Orang-orang tua yang lihai ini melanjutkan percakapan di dalam kuil ini agar tidak terganggu oleh orang-orang muda yang masih melanjutkan pesta di gedung itu. Hanya Kam Seng dan Hok Ti Hwesio yang mewakili tuan rumah dan menjamu para tamu yang kini terdiri dari orang-orang muda. Pesta itu kini dimeriahkan oleh beberapa orang wanita penyanyi dan para tamu menjadi makin mabuk.
Tentu saja Lie Siong tidak tahu bahwa kakek-kakek yang lihai itu tidak berada di tempat itu, dan ia pun tidak peduli. Pemuda putera Ang I Niocu ini memang memiliki ketabahan hati seperti ibunya dan juga memiliki kecerdikan dan pandangan luas seperti ayahnya. Ia maklum bahwa seorang diri menghadapi begitu banyak lawan, terutama sekali adanya para orang tua yang pandai itu, merupakan hal yang bodoh dan sama dengan membunuh diri. Oleh karena itu, ia lalu menuju ke ruang belakang yang sunyi dan mencari akal. Satu-satunya jalan untuk dapat menghajar mereka, pikirnya, adalah membuat mereka cerai-berai dan memecah-mecah perhatian mereka.
Gerakan tubuh Lie Siong demikian hati-hati dan gin-kangnya memang sudah sempurna seperti ibunya, maka anak buah dan kaki tangan Ban Sai Cinjin yang berpesta pora di dalam gedung tidak ada seorang pun yang mendengarnya. Bahkan Hok Ti Hwesio dan Song Kam Seng yang sudah memiliki ilmu silat tinggi juga tidak mengetahuinya. Hal ini bukan menandakan bahwa kepandaian kedua orang murid Ban Sai Cinjin dan Wi Kong Siansu ini masih rendah, melainkan oleh karena keadaan di dalam gedung itu amat ramainya sehingga tentu saja mereka tidak memperhatikan keadaan di luar maupun di atas gedung. Dan pula, siapakah orangnya yang berani mengganggu rumah gedung Ban Sai Cinjin"
Tiba-tiba, nampak api bernyala hebat di bagian belakang gedung, disusul pula oleh nyala api di sebelah kanan dan kiri gedung. Dalam waktu yang susul menyusul, gedung itu telah kebakaran di tiga tempat, yaitu di belakang, kanan dan kiri! Barulah orang-orang yang berpesta pora menjadi geger.
"Kebakaran...! Kebakaran...!!" Orang-orang mulai berteriak-teriak dan semua orang lari berserabutan ke sana ke mari. Hok Ti Hwesio dan Song Kam Seng mengepalai orang-orang itu untuk memadamkan api yang membakar bagian-bagian gedung itu. Orang-orang sibuk bekerja keras karena api yang membakar gedung itu besar juga dan di tiga tempat.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
228 Di dalam keributan itu, sesosok bayangan orang yang cepat sekali gerakannya, bagaikan seekor burung garuda, menyambar turun dari genteng dan begitu tubuhnya menyambar, menjeritlah beberapa orang muda yang roboh dengan mandi darah! Ternyata bahwa Lie Siong yang merasa marah dan sakit hati karena Lilani diganggu, mulai menurunkan tangan maut sebagai pembalasan dendam! Dengan pedang di tangan, pemuda ini meyerbu orang-orang yang nampak di dalam gedung. Ke mana saja tubuhnya berkelebat, pasti ada seorang korban yang roboh oleh pedangnya atau oleh serangan tangan kiri dan kakinya. Beberapa orang mengeroyoknya dengan senjata di tangan, akan tetapi dalam beberapa gebrakan saja, pengeroyok yang jumlahnya empat orang ini kesemuanya roboh tak dapat bangun pula!
Sepak terjang Lie Siong benar-benar mengerikan. Ia keras hati dan membenci kejahatan melebihi ibunya dulu. Di dalam anggapannya, semua orang yang berada di gedung itu adalah penjahat-penjahat belaka yang harus dibasmi dari muka bumi. Sebentar saja, selagi api masih belum dapat dipadamkan, belasan orang telah ia robohkan!
Hok Ti Hwesio dan Kam Seng masih sibuk dalam usaha mereka memadamkan api ketika seorang pemuda datang kepada mereka dengan wajah pucat dan berkata gagap, "Celaka, ada musuh mengamuk... banyak kawan dibunuh..."
Mendengar ucapan itu, marahlah kedua orang ini. Mereka tadi memang sudah merasa curiga dan menduga bahwa kebakaran ini pasti ditimbulkan oleh musuh jahat. Sambil berteriak marah, Hok Ti Hwesio mendahului Kam Seng dan melompat ke tengah gedung. Ia melihat seorang pemuda sedang mengamuk dengan pedangnya dan ketika melihat bahwa pemuda itu adalah orang yang siang tadi telah mengacau, ia marah sekali. Dicabutnya pisau terbangnya dan berserulah Hok Ti Hwesio,
"Keparat keji rasakan tajamnya senjataku!" Ia menggerakkan tangannya dan pisaunya itu melayang dengan cepatnya sambil mengeluarkan suara mengaung keras.
Melihat benda bersinar menyambar ke arah lehernya, Lie Siong cepat mengelak, akan tetapi segera menyusul dua pisau terbang lagi yang meluncur cepat. Lie Siong menggerakkan pedangnya dan "traaang! traaang!" dua buah pisau itu dapat ditangkis. Lie Siong merasa kagum ketika merasa betapa telapak tangannya kesemutan tanda bahwa pisau itu dilempar dengan tenaga yang amat kuat. Akan tetapi kekagumannya berubah kekagetan ketika pisau pertama yang tadi dapat dielakkan itu menyambar kembali dari belakangnya! Ia cepat melompat ke samping dan segera menubruk ke depan ketika pisau itu lewat. Dengan pedangnya yang aneh ia lalu menyerang Hok Ti Hwesio yang sementara itu telah siap dengan pisau di kedua tangannya! Pada saat Hok Ti Hwesio didesak oleh Lie Siong, datanglah Kam Seng yang telah mencabut pedangnya. Segera Lie Siong dikeroyok dua oleh Hok Ti Hwesio dan Kam Seng. Lie Siong mendapat kenyataan bahwa kepandaian dua orang pengeroyoknya ini hebat dan kuat sekali, akan tetapi tentu saja putera Ang I Niocu ini tidak menjadi gentar sama sekali. Ia bersilat dan memutar pedangnya dengan Ilmu Pedang Sin-liong-kiam-sut, tubuhnya yang semenjak kecil dilatih dengan Ilmu Silat Sian-li-utauw (Tari Bidadari) menjadi lemas dan gerak geriknya selain indah juga cepat sekali. Maklum bahwa ia menghadapi dua orang lawan tangguh, Lie Siong lalu menggerakkan tangan kirinya dan mengebullah uap putih dari lengan kirinya ketika ia bersilat dengan Ilmu Silat Pek-in-hoat-sut yang hebat.
Melihat Pek-in-hoat-sut, bukan main kagetnya Hok Ti Hwesio dan Kam Seng. Lagi-lagi seorang muda dari rombongan Pendekar Bodoh, pikir mereka. Telah dua kali mereka bertemu dengan orang-orang muda dari rombongan Pendekar Bodoh yang pandai Ilmu Silat Pek-in-Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
229 hoat-sut, yaitu Lili puteri Pendekar Bodoh sendiri, dan sekarang pemuda ini yang memegang sebatang pedang luar biasa anehnya! Dan keduanya ternyata memiliki ilmu silat yang luar biasa tingginya! Dengan penuh semangat Hok Ti Hwesio dan Kam Seng lalu menyerang sambil mengerahkan seluruh kepandaiannyag sehingga Lie Siong belum sempat merobohkan mereka. Kepandaian kedua orang itu sesungguhnya sudah tinggi dan kalau Lie Siong tidak memiliki ilmu pedang yang hebat dan gin-kang yang tinggi, agaknya sukarlah baginya untuk dapat mempertahankan desakan mereka.
Lebih-lebih kaget hati Lie Siong ketika ia berhasil menendang perut Hok Ti Hwesio, karena tendangan yang sedikitnya seribu kati kekuatannya dan yang pasti akan membinasakan seorang ahli silat lainnya ini, hanya membuat tubuh hwesio muda itu terpental sampai dua tombak jauhnya, jatuh menggelundung lalu melompat berdiri lagi tanpa terluka sedikit pun!
Bahkan hwesio itu marah sekali lalu menyerang dengan luar biasa hebatnya.
Tentu saja Lie Siong tidak tahu bahwa Hok Ti Hwesio memiliki ilmu kekebalan yang amat hebat, maka ia menjadi penasaran sekali. Ia membulatkan tekad untuk membinasakan dua orang yang dianggapnya amat berbahaya ini. Penjahat-penjahat dengan kepandaian yang tinggi harus dibinasakan, kalau tidak, tentu akan mendatangkan kekacauan dan kejahatan diantara sesama hidup. Maka ia lalu memutar pedangnya lebih cepat lagi. Yang
mengagumkan hatinya adalah ilmu pedang Kam Seng, karena biarpun gerakannya lemah-lembut namun Kam Seng selalu dapat menjaga diri dengan baik dan bahkan melakukan serangan balasan yang tidak kalah berbahayanya.
Diam-diam Lie Siong merasa heran melihat Kam Seng, karena bagaimanakah seorang
pemuda yang berwajah tampan dan bersih, bersikap lemah-lembut dan sinar matanya sama sekali tidak nampak seperti seorang penjahat, bisa bersatu dengan orang-orang jahat" Juga, di dalam pertempuran ini, agaknya pemuda itu tidak berniat sungguh-sungguh untuk mengadu jiwa, hanya hendak menguji kepandaian saja, berbeda dengan Hok Ti Hwesio yang
menyerang membuta tuli.
Betapapun juga, ilmu kepandaian Lie Siong masih menang setingkat apabila dibandingkan dengan kedua orang pengeroyoknya, maka pada suatu saat yang tepat, lidah pedang naga di tangan Lie Siong yang panjang itu berhasil menotok Kam Seng sehingga pemuda itu terhuyung mundur dengan wajah pucat. Baiknya ia masih dapat mengerahkan gin-kangnya dan menutup jalan darahnya, sehingga ia tidak terluka hebat, hanya beberapa lama sebelah tangannya, yaitu tangan kiri menjadi kaku tak dapat digerakkan lagi.
Lie Siong mendesak hebat kepada Hok Ti Hwesio dan ingin sekali menjatuhkan serangan maut, akan tetapi Hok Ti Hwesio lalu bersuit keras sebagai tanda kepada kawan-kawan untuk maju mengeroyok. Kini api telah dapat dipadamkan dan semua orang telah berkumpul di situ.
Melihat betapa Kam Seng dikalahkan dan Hok Ti Hwesio memberi tanda, dua puluh orang lebih maju mengeroyok.
Lie Siong makin gembira melihat datangnya keroyokan, dan pedangnya berkelebat ganas, merobohkan beberapa orang lagi dalam satu gerakan saja! Hebat sepak terjang pemuda ini sehingga gentar juga hati Hok Ti Hwesio melihatnya.
"Lekas, panggil Suhu dan Supek!" teriaknya kepada para kawannya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
230 Lie Siong terkejut dan teringatlah ia kepada kakek gemuk yang siang tadi telah bertempur dengan dia. Kalau kakek itu dan orang-orang lain yang siang tadi telah dibuktikan kepandaiannya datang pula mengeroyok maka akan berbahayalah keadaannya. Ia pun teringat pula kepada Lilani yang ditinggalkan di tengah hutan. Alangkah gelisah gadis itu ditinggalkan seorang diri di dalam hutan yang gelap itu. Ia telah membakar rumah dan merobohkan belasan orang, maka sedikitnya kemarahannya telah mereda. Sudah cukup pembalasan yang ia lakukan untuk Lilani. Penghinaan yang dilakukan orang kepada Lilani sudah terbalas lebih dari pantas dan cukup. Pula, ia telah mulai lelah setelah bertempur menghadapi keroyokan itu.
Dengan gerakan Naga Sakti Memutar Tubuh, Lie Siong mengayun pedangnya serta
memutarnya sedemikian rupa sehingga yang nampak hanya segulung sinar pedang yang menyilaukan saja, kemudian pada saat para pengeroyoknya mundur menyelamatkan diri, ia melompat ke atas genteng!
"Bangsat hina dina jangan lari!" seru Hok Ti Hwesio dan terbanglah dua batang pisau yang disambitkannya.
Lie Siong memutar pedangnya dan berhasil menangkis dua batang pisau itu, akan tetapi baru saja ia terhindar dari serangan senjata gelap ini, tiba-tiba terdengar angin menderu dan lima batang benda hitam yang bundar menyerang lima jalan darah pada tubuhnya. Lie Siong terkejut sekali dan cepat ia melompat tinggi sambil berjungkir balik, dan tidak lupa untuk memutar pedangnya melindungi diri. Untung ia bergerak cepat, kalau tidak, tentu ia akan terkena sengan senjata rahasia yang lihai ini! Ia cepat melompat jauh dan menghilang di dalam gelap, diam-diam kagum melihat senjata rahasianya yang ternyata adalah thi-tho-ci dan dilepas oleh Kam Seng!
Dengan marah Hok Ti Hwesio hendak mengejar, akan tetapi Kam Seng berkata, "Percuma saja dikejar, penjahat itu memiliki kepandaian yang lebih lihai dari kita!" Ia menghela napas dan masih merasa terpesona oleh gerakan Lie Siong yang dengan mudah dapat
menghindarkan diri dari serangannya tadi. Ia telah menyempurnakan pelajaran melepas senjata rahasia thi-tho-ci dan mendapat petunjuk dari suhunya, akan tetapi ternyata bahwa pemuda aneh tadi dapat mengelak dengar mudah dan indahnya. Dengan hati amat kecewa Kam Seng mendapat kenyataan bahwa rombongan Pendekar Bodoh, orang-orang muda yang sudah memperlihatkan diri, ternyata adalah orang-orang gagah yang berkepandaian jauh lebih tinggi dari padanya. Apalagi yang tua-tua seperti Pendekar Bodoh, isterinya, Kwee An dan isterinya, dan yang lain-lain! Aku harus minta kepada suhu untuk menurunkan pelajaran ilmu silat Mongol untuk dapat menandingi mereka, pikirnya dengan hati tetap.
Sementara itu, Lie Siong berhasil melarikan diri dengan hati puas. Ia telah melakukan pembalasan yang cukup berhasil dan telah menebus penghinaan terhadap Lilani. Tak seorang pun di dunia ini boleh menghina Lilani, gadis yang amat dikasihani itu.
Hutan di mana ia meninggalkan Lilani amat gelap sehingga Lie Siong terpaksa melakukan perjalanan lambat. Ketika tiba di tempat di mana tadi ia meninggalkan Lilani, ternyata bahwa tempat itu sunyi dan tidak nampak bayangan orang. Ia merasa heran sekali. Ia ingat benar bahwa tadi ia meninggalkan Lilani di situ, di bawah pohon besar itu, akan tetapi mengapa sekarang tidak nampak gadis itu di tempat itu" Ke manakah perginya" Tiba-tiba Lie Siong merasa hatinya berdebar penuh kecemasan. Jangan-jangan Lilani telah mendapat bencana ketika ditinggalkan, pikirnya dengan hati gelisah tidak karuan. Apakah Lilani telah diterkam binatang buas" Apakah ditawan oleh orang jahat" Menggigil sepasang kaki Lie Siong ketika Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
231 ia memikirkan hal ini. Ia sendiri merasa heran karena belum pernah selama hidupnya ia menderita perasaan takut dan gelisah seperti ini. Kalau ia sendiri yang berada di dalam bahaya, ia takkan merasa takut sedikit pun akan tetapi memikirkan Lilani berada dalam bahaya, ia menjadi gemetar seluruhnya!
"Siapa?"" tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan Lilani muncul dari balik semak-semak sambil tangannya memegang pedang!
Lie Siong tidak dapat melihat nyata, akan tetapi suara itu dikenalnya baik-baik. Hampir ia bersorak saking girangnya melihat gadis itu ternyata masih berada di situ dalam keadaan baik.
"Lilani... aku yang datang!" katanya dan kembali ia terheran mendengar suaranya sendiri yang agak gemetar.
Terdengar isak tertahan dan Lilan lalu melempar pedangnya ke bawah, kemudian lari dan menubruk Lie Siong sambil menangis!
"Tai-hiap... ah, Tai-hiap..." Gadis ini tadinya merasa amat ketakutan dan kuatir pemuda yang dicintanya itu terbinasa dan takkan kembali lagi. Kini, melihat Lie Siong datang, kegirangan yang memuncak membuat ia tak dapat menahan membanjirnya air matanya. Ia memeluk leher pemuda itu, menciumnya dengan hati girang dan penuh cinta kasih, sambil mulutnya berbisik tiada hentinya, "Tai-hiap... Tai-hiap..."
Baru kali ini Lie Siong merasakan getaran hati yang luar biasa. Ketika merasa betapa air mata yang hangat dari gadis itu membasahi mukanya yang diciumi, merasa betapa kedua lengan tangan Lilani memeluknya dengan erat dan bisikan-bisikan mesra yang menyayat hatiya, kekerasan hati pemuda ini hancur luluh! Ia memegang kepala Lilani yang bergerak-gerak menciuminya, mendekap gadis itu, pada dadanya dan ia lalu membenamkan mukanya pada rambut gadis itu yang berbau harum.
"Lilani..." suaranya hampir tidak terdengar karena tertutup oleh getaran perasaan hatinya,
"jangan... jangan menangis, Lilani..."
"Tai-hiap..." Lilani tersedu saking girangnya. Belum pernah pemuda yang dipujanya ini memperlihatkan perasaan seperti ini dan kini dengan girang perasaan, wanitanya dapat menangkap bahwa pemuda ini pun ternyata menaruh hati kasih kepadanya. "Tai-hiap, pedang itu" kalau bukan kau yang datang, tentu pedang itu akan menembus dadaku..."
"Lilani...!" Lie Siong mendekap makin erat.
"Benar, Tai-hiap, aku sudah bersumpah takkan mau hidup lagi kalau kau sampai mendapat celaka dan terbinasa."
Demikianlah, pertemuan yang mesra ini menandakan bertemunya dua hati muda di dalam hutan yang gelap itu akan tetapi yang bagi mereka kini nampak terang. Hawa yang dingin menusuk tulang terasa hangat menyegarkan, dan suara binatang-binatang buas dan burung hantu terdengar bagaikan musik yang amat indah merayu kalbu. Pertemuan dua hati dan dua jiwa yang sudah lama merana, rindu akan kasih seseorang. Bintang-bintang yang ribuan banyaknya dianggapnya menjadi saksi atas pertemuan ini, dan bayang-bayang pohon Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
232 merupakan selimut yang hangat. Bintang-bintang saling berkedip memberi tanda mata dan tersenyum-senyum maklum.
*** Diantara para pendekar remaja yang kita ikuti perjalanan dan pengalamannya hanya Sie Hong Beng, putera Pendekar Bodoh yang sulung, yang belum kita ketahui bagaimana nasibnya. Baikiah kita jangan meninggalkannya terlebih lama lagi dan mari kita ikuti perjalanan pendekar remaja putera Pendekar Bodoh ini.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Sie Hong Beng diantar oleh ayahandanya untuk belajar ilmu silat tinggi dari Pok Pok Sianjin, tokoh terbesar dari di Beng-san. Selama sepuluh tahun, Hong Beng mendapat gemblengan ilmu silat tinggi, memperdalam ilmu lweekang dan ilmu tongkat yang luar biasa sekali. Ilmu tongkat ini disebut Ngo-heng Tung-hwat dan ada semacam lagi yang disebut Pat-kwa Tung-hwat. Untuk mainkan dua macam ilmu tongkat ini saja, dibutuhkan waktu selama lima tahun oleh Hong Beng untuk dapat mempelajarinya dengan sempurna. Yang istimewa pada ilmu tongkat ciptaan Pok Pok Sianjin ini adalah bahwa untuk mainkan ilmu tongkat ini, tidak diperlukan tongkat yang khusus.
Sebatang ranting pohon yang terkecil, sampai sebatang pohon muda yang besar, dapat dipergunakan sebagai senjata yang istimewa lihainya.
Setelah menurunkan seluruh kepandaiannya kepada Hong Beng, Pok Pok Sianjin lalu menyembunyikan diri di dalam gua di puncak Gunung Beng-san dan menyuruh muridnya turun gunung melakukan perjalanan merantau sarnbil mempergunakan seluruh pelajaran itu dalam praktek,
Ketika Hong Beng menuruni gunung di mana untuk sepuluh tahun ia berdiam, mempelajari ilmu silat dengan tekunnya, ia telah merupakan seorang pemuda yang gagah sekali, tubuhnya tinggi tegap, mukanya lebar dan tampan, berkulit halus. Wajah dan tubuhnya sama benar dengan ayahnya di waktu muda, demikian watakya pendiam dan sabar, berpakaian sederhana seperti ayahnya pula. Akan tetapi, kalau ayahnya, yaitu Pendekar Bodoh, di waktu mudanya seringkali suka merendahkan diri dan dalam kepandaian silat suka mengalah dan berpura-pura bodoh, sehingga dijuluki Pendekar Bodoh, adalah Hong Beng mempunyai watak tidak mau kalah dalam hal kepandaian silat. Watak ini agaknya ia warisi dari ibunya, karena di waktu mudanya, Lin Lin juga memiliki watak demikian. Bahkan di waktu kecilnya, Hong Beng dan adiknya, Hong Li atau Lili yang memiliki pendirian sama, sering membicarakan nama julukan ayah mereka.
"Sungguh menggemaskan, ayah yang berkepandaian setinggi langit tiada lawannya, mengapa disebut Pendekar Bodoh?" kata Lili sambil merengut.
"Memang aku pun penasaran sekali," jawab Hong Beng. "Menurut patut, ayah harus dijuluki Pendekar Sakti, bukan Pendekar Bodoh."
Akan tetapi, kalau keduanya mengajukan rasa penasaran ini kepada ayah mereka, Sie Cin Hai hanya terbahak-bahak saja dan menjawab dengan sebuah pertanyaan.
"Anak-anak bodoh, mana yang lebih baik, gentong arak disangka penuh akan tetapi kosong melompong ataukah gentong arak yang dianggap kosong akan tetapi penuh isi?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
233 "Tentu saja lebih baik yang disangka kosong akan tetapi penuh isi!" jawab Lili yang berotak terang dengan kontan.
"Nah," jawab ayahnya masih tertawa, "demikianpun soal nama julukan. Lebih baik disangka bodoh akan tetapi tidak bodoh daripada dianggap pinter akan tetapi goblok!"
Betapapun juga, setelah menjadi dewasa, Hong Beng masih saja tidak mau merendahkan diri dan berpura-pura bodoh seperti ayahnya. Ia adalah seorang pemuda yang maklum akan kepandaian sendiri, dan hasratnya besar sekali untuk menguji ilmu kepandaiannya dengan kepandaian orang lain.
Kalau orang melihat Hong Beng turun gunung dengan pakaian yang demikian sederhana, berwarna biru dengan rambut atas, diikat pita kecil warna sepatunya hitam tanpa kaos, orang takkan mengira bahwa putera Pendekar Bodoh dan murid Pok Pok Sianjin yang sakti. Pemuda ini tidak membawa senjata apa-apa, bertangan kosong dan biarpun tubuhya tinggi tegap, namun kulit mukanya utih dan halus. Pakaiannya seperti serang petani sederhana, akan tetapi sikap dan gerak gayanya yang lemah lembut membuat ia pantas dianggap orang seperti seorang pemuda terpelajar yang lemah. Namun, kalau orang melihat betapa menuruni gunung yang penuh batu karang dan jurang dengan tindakan kaki yang cepat sekali, seolah-olah kakinya tidak menginjak tanah, orang akan menjadi bengong terheran-heran.
Dari Gunung Beng-san, pemuda ini menuju ke timur, melakukan perjalanan seenaknya, karena ia pun tidak tergesa-gesa. Pada suatu hari, ia tiba di kota Ta-liong di lembah Sungai Kuning dan amat heranlah ia melihat betapa kota yang besar dan ramai itu penuh dengan pengemis dan jembel! Yang amat mengherankan hatinya adalah betapa para pengemis itu, sebagian besar memegang sebatang tongkat berwarna hitam dan biarpun mereka menjalankan pekerjaan mengemis, namun gerakan tubuh mereka bagi mata Hong Beng yang awas,
menunjukkan bahwa mereka itu pandai ilmu silat!
Memang sesungguhnya kota Ta-liong adalah kota pusat dari perkumpulan pengemis dari Hek-tung Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam) yang amat tersohor dan
mempunyai cabang dan anggauta sampai di kota raja! Hek-tung Kai-pang adalah
perkumpulan pengemis yang sudah puluhan tahun umurnya dan telah mengalami pergantian pimpinan sampai beberapa kali. Tiap tiga tahun sekali, di kota Ta-liong tentu diadakan pertemuan antara para pemimpin-pemimpin cabang untuk mengangkat seorang pemimpin baru. Kebetulan sekali ketika Hong Beng tiba di kota itu, para pemimpin cabang datang berkumpul untuk mengadakan pemilihan ketua baru, maka kota itu penuh dengan pengemis bertongkat hitam.
Pada waktu itu, Hek-tung Kai-pang dipimpin oleh lima orang ketua karena ketika diadakan pemilihan pada tiga tahun yang lalu pilihan jatuh kepada lima saudara yang menjadi anak murid dari Hek-tung Kai-ong (Raja Pengemis Bertongkat Hitam) pendiri dari perkumpulan itu. Baru sekarang anak murid Hek-tung Kai-ong dipilih menjadi ketua. Beberapa tahun sudah, perkumpulan itu dipimpin oleh lain orang, karena anak murid Hek-tung Kai-pang sendiri tidak mampu mengalahkan pemimpin dari luar itu. Lima saudara yang menjadi murid Hek-tung Kai-ong sendiri ini lalu melatih diri dan akhirnya berhasil mempelajari ilmu tongkat dari Hek-tung Kai-ong, sehingga akhirnya mereka berhasil merebut kedudukan ketua. Untuk menjaga perpecahan di antara mereka, serta untuk memperkuat kedudukan dan menjaga nama Hek-tung Kai-ong pendiri perkumpulan itu, mereka berlima bermufakat untuk memegang pimpinan bersama-sama.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
234 Dengan demikian, maka calon pemimpin baru apabila hendak menggantikan mereka, harus dapat mengalahkan mereka berlima! Maka, sampai tiga kali pimpinan jadi tiga kali tiga tahun, Ngo-heng-te (Lima Saudara) dengan Hek-tung-hwatnya (Ilmu Tongkat Hitam) ini selalu menjadi pimpinan dan tak terkalahkan!
Dengan demikian, maka calon pemimpin baru apabila hendak menggantikan mereka, harus dapat mengalahkan mereka berlima! Maka, sampai tiga kali pimpinan jadi tiga kali tiga tahun, Ngo-heng-te (Lima Saudara) dengan Hek-tung-hwatnya (Ilmu Tongkat Hitam) ini selalu menjadi pimpinan dan tak terkalahkan!
Seperti biasa, para pengemis telah berkumpul di sebuah tempat terbuka di sebelah utara kota, di mana terdapat padang rumput dan beberapa batang pohon besar. Mereka masih menanti di bawah pohon-pohon, ada yang duduk melenggut, ada yang berbaring mendengkur, ada yang membuka bungkusan dan makan hasil mengemis, dan sebagian besar duduk bercakap-cakap mengobrol ke barat ke timur sehingga keadaan menjadi sangat ramai sekali. Kurang lebih ada empat puluh orang pengemis berkumpul di tempat itu, kesemuanya adalah pengemis-pengemis tua yang menjadi pimpinan berbagai cabang Hek-tung Kai-pang. Lima orang ketua mereka belum datang, maka mereka masih saja menanti. Menurut desas-desus mereka kelima orang pangcu (ketua) itu akan datang dari kota raja di mana mereka tinggal. Biarpun ketua itu tinggal di kota raja, akan tetapi mereka tidak berani mengadakan pertemuan di sana, oleh karena tentu saja mereka akan diusir dan diserbu oleh para perwira kerajaan yang tidak memperbolehkan orang-orang kotor ini merusak pemandangan indah di kota raja!
Tiba-tiba semua pengemis itu dikejutkan oleh datangnya seorang pengemis lain yang aneh keadaannya. Pengemis ini belum tua benar, kurang lebih berusia empat puluh tahun, berwajah tampan dan pucat, sedangkan mukanya menunjukkan bahwa ia adalah orang yang tidak beres ingatannya. Ia tertawa-tawa dan meringis sambil memutar-mutar manik matanya secara mengerikan. Tangannya memegang sebatang tongkat bambu dan pakaiannya tidak karuan, demikianpun rambutnya. Bahkan di pinggir mulutnya nampak tanah lumpur, seakan-akan ia habis makan tanah lumpur.
"Anjing-anjing berkeliaran di mana-mana, ha-ha! Anjing-anjing berkeliaran di mana-mana!"
kata pengemis bertongkat bambu itu sambil menudingkan tongkatnya kepada para pengemis lain yang memandangnya heran. Tak seorang pun di antara para pengemis ini mengenal orang yang baru datang dan pandang mata marah mulai nampak pada para pemimpin cabang Hektung Kai-pang itu. Siapakah yang begitu kurang ajar berani datang ke tempat itu dan mengganggu mereka"
"He, orang gila!" Seorang pengemis, yang pendek gemuk memaki. "Apakah matamu buta"
Apakah nyawa anjingmu minta diantar oleh tongkat hitam?"
Pengemis aneh ini sebenarnya Sin-kai Lo Sian. Pengemis sakti yang telah menjadi gila.
Sebagaimana telah kita ketahui, Lo Sian telah ditangkap oleh Ban Sai Cinjin sepuluh tahun yang lalu, dipaksa minum obat beracun sehingga menjadi gila. Selama itu, Lo Sian berkeliaran di mana-mana dan karena keadaannya telah berubah sedemikian rupa dan menjadi gila, tak seorang pun dapat mengenalnya pula sehingga dahulu suhengnya, Mo-kai Nyo Tiang Le, tak berhasil mencarinya. Di dalam perantaunnya dalam keadaan tidak sadar dan tidak ingat sesuatu, Lo Sian kebetulan tiba di kota Ta-liong dan melihat banyaknya pengemis berkumpul di situ, ia menjadi tertarik dan datang pula ke tempat itu.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
235 Mendengar teguran Si Pendek Gemuk tadi, Lo Sian hanya tertawa haha-hehe, dan ia menggunakan tongkatnya untuk mencokel tanah di depan kakinya. Begitu tongkatnya digerakkan, tanah itu tercolek terbang ke arah perut Si Pengemis Gendut. Pengemis gendut itu terkejut sekali, cepat ia mengelak akan tetapi sambaran tanah lumpur ke dua telah tiba dan tepat sekali mengenai mulutnya.
"Plak!" Pengemis gendut itu gelagapan dan sebagian besar lumpur itu telah memasuki mulutnya!
"Bangsat kurang ajar" teriak pengemis lain dan semua pengemis yang tidak tidur telah berdiri mengepal tongkat hitamnya. "Butakah matamu bahwa kau berhadapan dengan rombongan pengurus Hek-tung Kai-pang" Hayo lekas mengaku siapakah kau dan mengapa kau datang memusuhi kami?"
Kalau otaknya tidak gila, tentu Lo Sian tahu siapa sebetulnya mereka ini, karena ia pun telah mendengar nama Hek-tung Kai-pang, bahkan dulu ia menjadi kawan baik dari Hek-tung Kai-ong pencipta perkumpulan itu. Akan tetapi dalam keadaan seperti itu, jangankan mengenal orang lain, dirinya sendiri pun ia tidak kenal lagi. Maka mendengar makian pengemis ini yang bertubuh jangkung kurus, ia lalu menggerakkan tongkat bambunya mencokel tanah lagi dan beterbanganlah tanah lumpur ke arah para pengemis yang telah berkumpul itu!
"Kurang ajar, kau benar-benar ingin mampus dibawah gebukan tongkat kami!" dan
menyerbulah sekalian pengemis itu dengan tongkat hitam terangkat, mengeroyok Lo Sian.
Semua pengurus cabang Hek-tung Kai-pang telah mempelajari limu Tongkat Hek-tung-hwat, akan tetapi tingkat mereka apabila dibandingkan dengan Ngo-heng-te dan Hek-tung-hwatnya itu masih amat jauh. Hek-tung-hwat adalah ilmu tongkat yang luar biasa sukarnya, dan amat dirahasiakan cara mempelajarinya. Inilah pula sebabnya mengapa kelima saudara itu dulu masih belum menguasai sepenuhnya ilmu tongkat ini. Setelah mereka mendapatkan kitab pelajaran yang disembunyikan oleh Hek-tung Kai-ong, barulah mereka dapat memperdalam ilmu tongkat itu.
Adapun Lo Sian, biarpun ingatannya telah lenyap dan ia telah menjadi seorang gila, namun ilmu silatnya masih tidak lenyap. Ilmu silatnya yang berasal dari Thian-san-pai amat tinggi dan termasuk golongan atas, maka tentu saja apabila dibandingkan dengan para pengemis itu, ia masih menang jauh. Akan tetapi, biarpun telah kehilangan pikirannya, Lo Sian masih belum kehilangan wataknya yang baik dan penuh welas asih, maka ia tidak ingin membunuh sekalian pengemis yang mengeroyoknya, ditambah lagi dengan jumlah pengeroyoknya yang amat banyak, maka sebentar saja ia dikepung oleh puluhan orang pengemis dan berkali-kali ia menerima gebukan tongkat hitam!
Pertempuran itu benar-benar ramai dan lucu. Lo Sian sambil tertawa-tawa tidak karuan, mempermainkan para pengeroyoknya, membuat para pengemis itu terjungkal dan roboh karena dikait kakinya. Mereka jatuh tidak terluka, bangun lagi dan biarpun hujan tongkat hitam itu mengenai tubuh Lo Sian sehingga pakaiannya hancur dan kulitnya ada yang pecah, namun seperti tidak terasa oleh pengemis sakti yang memiliki kekebalan dan lwee-kang yang tinggi itu. Pada saat itu, datanglah Hong Beng yang kebetulan tiba di kota itu. Pemuda ini memiliki jiwa yang gagah dan adil. Dari jauh ia telah melihat dan mendengar ribut-ribut itu dan ketika ia menghampiri tempat pertempuran ia melihat seorang pengemis dikeroyok oleh Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
236 puluhan pengemis tongkat hitam. Tadinya ia mengira bahwa pengemis-pengemis itu tentu berebut makanan, akan tetapi ketika menyaksikan cara Lo Sian main silat, ia terkejut karena mengenal ilmu silat yang tinggi dari Thian-san-pai.
"Curang!" seru pemuda ini dengan marah. "Puluhan orang mengeroyok seorang, sungguh tidak tahu malu!"
Hong Beng lalu menyerbu ke depan. Seorang pengemis tongkat hitam menyambutnya
dengan tusuklan tongkat pada lambungnya, akan tetapi dengan amat mudah, Hong Beng mengeluarkan tangannya dan sekali membetot, tongkat hitam itu berpindah tangan. Kaki kirinya bergerak menendang dan terlemparlah tubuh pengemis itu sampai tiga tombak lebih dan jatuh sambil berkaok-kaok kesakitan.
Para pengemis menjadi marah dan beberapa orang maju menyerbu Hong Beng. Akan tetapi, mana mereka dapat menandingi Hong Beng yang berkepandaian tinggi" Memang keahlian pemuda ini adalah permainan tongkat, kini ditangannya telah memegang sebatang tongkat yang baik, maka tentu saja ia merupakan seekor naga yang dikeroyok oleh beberapa banyak tikus! Sekali ia menggerakkan tongkatnya, terdengar jerit kesakitan dan tubuh empat orang pengemis terlempar tak dapat bangun lagi karena tangan atau kaki mereka patah-patah!
Tiba-tiba terjadi keanehan. Lo Sian yang sedang dikeroyok dan menghadapi para
pengeroyoknya sambil tertawa-tawa gembira, ketika melihat sepak-terjang Hong Bengi menjadi marah sekali.
"Kau berani melukai kawan-kawanku!" teriaknya dan tongkat bambunya dengan cepat sekali menyambar ke arah leher Hong Beng!
Pemuda ini lebih merasa heran daripada terkejut. Mengapa ada orang yang membalas pertolongan dengan serangan demikian berbahaya" Namun dengan tenang ia lalu mengangkat tongkatnya menangkis dan terkejutlah ia ketika merasa betapa tenaga pengemis gila ini benar-benar tidak rendah. Ia lalu mainkan tongkatnya dan kini ia berkelahi dengan hati-hati sekali.
Pengemis tongkat bambu ini menyebut para pengeroyoknya sebagai kawan-kawan, apakah dengan demikian bukan berarti bahwa ia telah mencampuri urusan dalam orang-orang golongan lain"
"Orang tua, tahan dulu. Aku tidak bermaksud jahat!" kata Hong Beng, akan tetapi Lo Sian tetap menyerangnya kalang kabut sambil mengeluarkan ilmu tongkat dari Thian-san-pai yang paling lihai. Para pengemis kini memindahkan kemarahan mereka kepada Hong Beng dan sambil berteriak-teriak mereka lalu maju membantu Lo Sian, mengeroyok Hong Beng. Kini pemuda inilah yang dikeroyok!
Melihat betapa Lo Sian tidak memperdulikannya, dan betapa para pengemis itu
mengeroyoknya dengan nekad, Hong Beng merasa mendongkol juga. Akan tetapi ia kini tidak mau melukai pengeroyoknya, cukup mendorong mereka roboh tumpang-tindih saja. Ketika ia mengerahkan kepandaiannya, tongkat bambu di tangan Lo Sian dapat dipukulnya sehingga remuk dan ia berhasil mendorong Lo Sian sehingga terjungkal dan bergulingan beberapa kali tanpa melukainya. Tiba-tiba Lo Sian menjerit-jerit seperti orang ketakutan.
"Aduh...! Pemakan jantung...! Pemakan jantung...!" Dan sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangan, larilah Lo Sian dengan amat cepatnya bagaikan orang dikejar setan!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
237 Mendengar dan melihat hal ini, para pengemis tongkat hitam menjadi bengong dan
memandang ke arah bayangan Lo Sian, untuk sementara lupa kepada Hong Beng yang
dikeroyoknya! Pemuda ini pun menjadi terheran-heran dan ia pun cepat membuang tongkat rampasannya lalu melompat pergi mengejar bayangan Lo Sian yang berlari-lari sambil menjerit-jerit!
Setelah keluar dari kota Ta-liong, Hong Beng akhirnya dapat menyusul Lo Sian yang berlari-lari. Pemuda ini mendahuluinya, lalu membalikkan tubuh dan menghadang di tengah jalan sambil berkata,
"Perlahan dulu, Lopek!" Ia mengangkat tangan memberi isarat agar supaya orang tua itu berhenti. "Siapakah kau dan apakah artinya sikapmu yang aneh ini?"
Lo Sian memandangnya dengan tajam, kemudian tiba-tiba pengemis ini tertawa. "Ha-ha-ha!
Kau manusia berhati kejam! Kau hendak membunuhku" Bunuhlah! Kaukira aku takut mati"
Ha-ha-ha!" Sambil berkata demikian, Lo Sian lalu menggerakkan tangannya dan menyerang dengan gerak tipu Kumbang Jantan Menyambar Bunga. Akan tetapi dengan kedua tangannya digerakkan cepat sekali Hong Beng berhasil menangkap kedua pergelangan tangan Lo Sian.
"Orang tua, mengapa kau mengamuk dan mengapa pula kau berlari-lari seperti ketakutan"
Ada apakah" Cobalah kau mengaku terus terangg siapa kau dan percayalah bahwa aku yang muda akan berusaha untuk membantumu dan menolongmu dari kesukaran!"
"Siapa aku" Tidak tahu! Tidak tahu!" Lo Sian meronta-ronta kemudian sambil
membelalakkan matanya, ia berteriak-teriak lagi, "Pemakan jantung! Pemakan jantung! Hi-hi..., pemakan jantung." Ketika Hong Beng melepaskannya, ia berlari lagi ke dalam hutan di dekat situ.
Hong Beng merasa terharu sekali. Ternyata olehnya bahwa kakek itu benar-benar gila. Tanpa disadarinya, kedua kakinya bergerak mengejar ke dalam hutan, akan tetapi oleh karena sekarang Lo Sian tidak mengeluarkan teriakan-teriakan lagi, agak sukarlah baginya untuk dapat menyusul pengemis yang telah berlari ke dalam hutan belukar itu.
Tiba-tiba ia mendengar teriakan-teriakan di sebelah belakang dan ketika ia menengok, ia melihat betapa puluhan pengemis tongkat hitam tadipun kini telah mengejarnya! Dengan mendongkol sekali karena hatinya masih merasa amat iba kepada pengemis gila tadi, Hong Beng lalu menghadapi para pengemis itu dan mendahului memaki,
"Orang-orang berhati kejam dan jahat! Kalian ini sudah tahu bahwa pengemis tadi adalah seorang yang tidak waras pikirannya, masih saja kalian mengeroyoknya. Apakah itu dapat disebut perbuatan yang pantas?"
Seorang di antara para pengemis itu, yang bongkok tubuhnya dan yang mewakili kawan-kawannya bicara, memberi hormat dan berkata,
"Orang muda yang gagah! Kau tidak tahu bahwa si gila tadi yang mulai lebih dulu dan mengganggu kami. Kami sekali-kali bukan orang-orang yang berhati jahat dan bersikap pengecut, karena ketahuilah bahwa kami adalah anggota-anggota terpilih dari Hek-tung Kaipang!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
238 Hong Beng pernah mendengar nama perkumpulan pengemis ini dari suhunya yang memuji perkumpulan ini sebagai perkumpulan yang berhaluan patriotik dan memusuhi para perampok dan pengacau. Pengemis-pengemis Hek-tung Kai-pang selalu merasa dirinya menjadi pelindung dari rakyat kecil yang miskin. Akan tetapi oleh karena Hong Beng tidak mempunyai urusan dengan perkumpulan ini, ia segera bertanya,
"Kalau begitu, kalian mengejarku ada maksud apakah?"
"Sayang sekali bahwa ketika kelima Pangcu (Ketua) kami tiba, kau telah pergi dan sekarang para Pangcu kami yang tertarik sekali mendengar kepandaianmu bermain tongkat,
mengundang kepadamu untuk mengunjungi perkumpulan kami dan mengajakmu berpibu
(mengadu kepandaian)."
Berserilah wajah Hong Beng mendengar tantangan ini. Memang, tiap kali mendengar orang pandai, hatinya ingin sekali mencobanya, apalagi kalau dia yang ditantang! Akan tetapi, ia masih tertarik oleh Lo Sian pengemis gila tadi dan hendak mencari serta menyelidikinya, maka ia lalu berkata,
"Baiklah, katakan pada Pangcu-pangcumu bahwa aku Sie Hong Beng menerima baik
undangan mereka. Besok pagi-pagi aku akan datang mengunjungi tempat di mana kalian tadi berkumpul."
Para pengemis itu tertegun ketika mendengar pemuda itu menerima tantangan kelima pangcu mereka, dan sikap mereka berubah menghormat sekali. Si Bongkok tadi menjura dan berkata,
"Orang muda yang gagah! Kami percaya bahwa seorang gagah seperti kau tentu takkan melanggar janji. Hanya harap kau berhati-hati menghadapi Hek-tung-hwat dari kelima orang pangcu kami!" Ia lalu mengajak kawan-kawannya mengundurkan diri. Adapun Hong Beng lalu melanjutkan perjalanannya mencari pengemis gila tadi.
Pada saat itu, di dalam hutan itu terdapat dua orang lainnya yang juga melakukan perjalanan sambil bersendau gurau. Mereka ini adalah Lili dan Goat Lan yang melakukan perjalanan menuju ke Tiang-an. Kedua orang gadis gagah ini pun mendengar teriakan-teriakan para pengemis tadi dan cepat mereka menuju ke tempat itu. Akan tetapi para pengemis itu telah pergi meninggalkan Hong Beng dan ketika Lili melihat Hong Beng, ia cepat-cepat menarik tangan Goat Lan dan bersembunyi di balik semak belukar.
"Ssst, Goat Lan, jangan sampai terlihat oleh orang itu!" bisiknya perlahan.
Melihat sikap Lili, Goat Lan menjadi terheran dan tertarik sekali. Ia tidak mengenal siapa gerangan pemuda yang gagah dan tampan itu. Tentu saja Lili segera mengenal muka kakaknya, akan tetapi Goat Lan belum pernah bertemu muka dengan Hong Beng semenjak mereka masih kecil.
"Ada apakah, Lili" Mengapa kau agaknya takut kepada pemuda itu" Siapakah dia?"
"Eh, eh, agaknya kau tertarik kepadanya, Goat Lan!" Lili menegur sambil merengut. "Ingat, kau adalah tunangan kakakku."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
239 "Iih, anak gila!" Goat Lan mencubit lengan Lili, karena tahu bahwa Lili hanya menggodanya saja. "Pantasnya yang tertarik adalah engkau yang belum bertunangan!"
"Mana bisa aku tertarik kepadanya" Dia... dia telah menghinaku Goat Lan, dan sekarang aku minta kepadamu agar sukalah kau membalaskan penghinaan itu!"
Goat Lan terkejut. "Menghinamu" Dia...?" Mengapa diam saja" Hayo kita menyerbunya dan memberi hajaran kepada orang kurang ajar itu! Penghinaan apakah yang telah ia lakukan kepadamu?"
"Terus terang saja aku pernah bertemu dengan dia dan melihat bahwa dia memiliki kepandaian tinggi, aku lalu mengajaknya pibu, akan tetapi aku... aku kalah dan ditertawakan olehnya! Aku... aku takut dan malu melihatnya, Goat Lan, maka kalau kau mau membelaku, kau keluarlah dan kaujatuhkanlah dia! Akan tetapi jangan kauceritakan tentang aku karena aku malu. Biarlah aku bersembunyi saja melihat betapa kau mengalahkan dan
merobohkannya! Atau... barangkali kau tidak berani dan tidak mau membelaku?"
"Siapa tidak berani" Kaulihat saja. Mari kita kejar dia!"
Demikianlah, kedua orang dara jelita ini menyusup semak-semak belukar mengejar Hong Beng yang berjalan sambil memandang ke sana ke mari, mencari jejak Lo Sian.
Tiba-tiba, pemuda ini terkejut sekali ketika melihat seorang gadis cantik melompat keluar dari semak-semak dan memakinya, "Pemuda sombong dan kurang ajar, kau berani sekali menghina adikku" Bersiaplah untuk menerima beberapa pukulan pembalasan dariku!" Sambil berkata demikian, langsung Goat Lan menyerang Hong Beng dengan ilmu silatnya Im-yang-kun-hoat yang lihai!
Hong Beng tercengang melihat kehebatan serangan ini dan tanpa berani berlaku lamban ia cepat mengelak.
"Eh, eh, apakah dunia ini sudah terbalik" Mengapa kau datang-datang menyerangku?"
tanyanya terheran-heran, dan juga kagum sekali melihat betapa elok dan cantik manis gadis yang menyerangnya ini.
"Tutup mulut dan bersiaplah kalau kau memang seorang laki-laki yang gagah!" Goat Lan membentak dan menyerang lagi lebih hebat!
Melihat serangan ini, maklumlah Hong Beng bahwa ia berhadapan dengan seorang gadis pendekar yang pandai sekali, maka cepat ia lalu mengelak lagi. Goat Lan melihat gerakan pemuda itu dan diam-diam juga terkejut karena pemuda ini benar-benar memiliki gin-kang yang sempurna. Ia menyerang terus bertubi-tubi, akan tetapi Hong Beng selalu mengelak dan menangkis. Benturan lengan mereka menyatakan kepada keduanya bahwa tenaga lwee-kang pihak lawan benar-benar tak boleh dibuat gegabah.
"Nanti dulu, Nona, kau siapakah dan mengapa pula kau menyerangku tanpa alasan" Apakah salahku?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
240 "Tak usah bertanya! Kalau kau memang mempunyai kepandaian, jangan menyombongkan itu di hadapan adikku, akan tetapi lawanlah aku! Ataukah, kau tidak berani karena kau berhati pengecut?"
Ucapan ini benar-benar mengenai hati Hong Beng dan menyentuh perasaan dan wataknya yang tidak mau kalah.
"Bagus, gadis sombong dan galak. Hendak kulihat sampai di manakah kepandaianmu!" Hong Beng lalu membalas dengan serangannya dan demikianlah, kedua orang muda itu bertempur dengan seru sekali. Saling serang, saling desak, akan tetapi keduanya memang sama-sama gesit dan lihai. Ilmu silat Hong Beng yang berdasarkan Pat-kwa-kun-hwat dan Ngo-heng-cio-hwat benar-benar luar biasa, akan tetapi Goat Lan juga murid orang-orang sakti. Untuk menghadapi Hong Beng yang ternyata amat tangguh itu, ia segera mengeluarkan Im-yang Sin-an, pelajaran yang diwarisinya dari Im-yang Giok-cu. Tubuh kedua orang muda ini sampai lenyap menjadi dua bayangan yang berkelebatan ke sana ke mari dan kadang-kadang bergulung-gulung menjadi satu. Hong Beng merasa penasaran sekali karena jangankan mengalahkan gadis ini, mendesak pun ia tidak dapat! Ia mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaganya, dan berkat tenaga lwee-kangnya yang lebih kuat sedikit daripada Goat Lan, ia berhasil mendesak nona itu. Akan tetapi, harus diakui bahwa dalam hal gin-kang, nona itu masih menang darinya, sehingga betapapun Hong Beng mendesak, ia tidak mampu
menyentuh nona itu yang gesit laksana burung walet. Pertempuran dilanjutkan dengan hebat, seratus jurus lebih telah lewat sehingga keduanya makin penasaran dan juga kagum.
Goat Lan benar-benar menjadi marah sekali. Masa ia tidak dapat mengalahkan pemuda dusun ini" Sebagaimana diketahui, Goat Lan telah mewarisi kepandaian Hok Peng Taisu melalui ibunya, maka ia lalu mengeluarkan ilmu silat yang diterimanya dari ketiga guru besar itu untuk menghadapi Hong Beng. Belum pernah Goat Lan begitu bersungguh-sungguh
mengerahkan seluruh kepandaiannya sehingga pada jidatnya telah keluar beberapa titik peluh.
Juga Hong Beng merasa pusing karena gerakan gadis itu cepat sekali.
Pada suatu saat, ketika Goat Lan telah terdesak sampai di bawah sebatang pohon, Hong Beng mengeluarkan serangan dengan gerak tipu Dewa Hutan Membelah Kayu. Ia menubruk
dengan tangan kanan dibuka jarinya lalu menyerang dengan tangan kanan itu, membuat gerakan kapak membelah kayu ke arah pundak Giok Lan, sedangkan tangan kirinya siap untuk menyusul dengan serangan menotok dari bawah kiri. Ia mengembangkan tangan kirinya agar supaya gadis itu tidak mengira akan gerakan susulan ini.
Akan tetapi, Goat Lan telah mendapat gemblengan yang hebat dari para gurunya. Melihat serangan ini, ia hanya melangkahkan kaki kiri ke belakang, lalu membalikkan kedudukan tubuhnya sambil menekuk kaki kirinya itu yang kini berada di depan. Karena tubuhnya menjadi doyong maka serangan Hong Beng itu kini tidak mengenai sasaran dan dengan cerdik sekali Goat Lan bersikap seolah-olah ia tidak memperhatikan tangan kiri Hong Beng yang siap menotok. Akan tetapi diam-diam gadis ini yang maklum bahwa ia telah membuka kesempatan bagi lawannya untuk menyerang dan menotok punggungnya, telah mengerahkan ilmu khi-kang dan mengumpulkan napas memasang Ilmu Pi-ki-hu-hiat (Menutup Hawa dan Melindungi Jalan Darah).
Benar saja, Hong Beng tidak mau melewatkan kesempatan itu dan dengan girang tangan kirinya lalu menotok jalan darah di punggung lawannya. Akan tetapi oleh karena ia tidak ingin melukai lawannya, ia hanya melakukan totokan perlahan saja yang cukup untuk Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
241 membuat tubuh lawannya menjadi lemas. Akan tetapi, alangkah terkejutnya ketika ia merasa betapa jari tangannya mengenai kulit dan daging yang lunak sekali seakan-akan tidak berurat sama sekali! Ia maklum bahwa ia telah kena dipancing dan bahwa lawannya telah menutup jalan darahnya, maka ia cepat hendak melompat mundur. Terlambat! Tangan kiri Goat Lan telah "masuk" dari bawah lengan kanannya dan berhasil pula menotok iga di bawah pangkal lengannya.
"Dukk!" Hong Beng masih keburu mengerahkan lwee-kangnya sehingga bagian tubuh yang tertotok menjadi sekeras batu! Namun tenaga totokan Goat Lan itu masih membuatnya terhuyung mundur tiga langkah!
"Bagus sekali! Kau benar-benar lihai, Nona. Aku yang bodoh mengaku kalah karena gin-kangmu yang luar biasa. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa aku kalah dalam hal kepandaian seluruhnya. Kalau kau masih sanggup menghadapiku, marilah kita
mempergunakan senjata!" Biarpun ia mengaku kalah akan tetapi Hong Beng masih belum puas dan menantang untuk bertempur mempergunakan senjata.
Diam-diam Goat Lan terheran. Pemuda ini cukup simpatik, karena sungguhpun tadi tak dapat dikatakan pemuda ini kalah, namun dengan jujur pemuda ini berani mengakui kekalahannya yang sedikit dan tak berarti itu, bahkan kini berani secara sopan menantang untuk melanjutkan pertempuran dengan senjata! Mengapakah pemuda yang sopan santun dan halus budi bahasanya ini oleh Lili disebut kurang ajar" Namun ia tentu saja tidak mau menyerah kalah dalam hal ketabahannya, maka ia lalu tersenyum dan menjawab,
"Siapa takut kepada senjatamu" Keluarkanlah!"
Dengan heran Goat Lan melihat pemuda itu mengambil sebatang ranting kayu yang terletak di atas tanah. Ranting ini hanya sebesar ibu jari kaki dan panjangnya paling banyak selengan orang.
Melihat senjata lawannya, Goat Lan diam-diam terkejut, karena hanya orang dengan kepandaian tinggi saja yang mempergunakan senjata seringan itu. Makin sederhana senjata orang, makin berbahaya dan lihailah ilmu kepandaiannya, demikian ayah-bundanya pernah berkata. Ia menjadi malu untuk mengeluarkan sepasang bambu kuningnya, maka ia pun lalu mencari dua batang ranting yang sama besarnya dengan ranting di tangan Hong Beng, lalu sebelum lawan menyerangnya, tanpa berkata sesuatu ia lalu mengirim serangan hebat dengan ranting di tangan kiri.
Tadi ketika melihat Goat Lan mengambil dua batang ranting pula seperti yang dipungutnya, Hong Beng benar-benar terheran sampai membelalakkan matanya. Tadinya disangka bahwa gadis ini tentu akan bersenjatakan pedang atau senjata tajam lainnya. Akan tetapi ia tidak diberi kesempatan untuk berheran-heran sampai lama, karena bagaikan seekor ular ranting di tangan nona itu telah menyerangnya dengan gerakan yang amat luar biasa! Ia cepat menggerakkan rantingnya untuk menempel ranting lawan dan merampasnya, akan tetapi belum juga rantingnya dapat menangkis, ranting lawan telah ditarik kembali dan kini ranting di tangan kanan gadis itu menotok ke arah lehernya!
"Hebat!" seru Hong Beng memuji ilmu silat yang luar biasa ini. Berbeda dengan dia yang memegang ranting di tengah-tengah, gadis itu memegang rantingnya pada ujungnya dan menggunakan sepasang ranting itu untuk menotok.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
242 Setelah Hong Beng melayani Goat Lan sampai tiga puluh jurus lebih, makin lama makin terheranlah dia. Ilmu silat gadis ini benar-benar luar biasa sekali dan sungguhpun ilmu tongkatnya yang dua macam itu, yaitu Pat-kwa Tung-hwat dan Ngo-heng Tung-hwat adalah raja ilmu tongkat yang jarang bandingnya di muka bumi ini, namun ternyata bahwa menghadapi ilmu silat gadis ini ia tidak banyak berdaya dan hanya dapat mengimbanginya saja, tanpa dapat mendesak dan tidak pula sampai terdesak! Saking herannya, Hong Beng lalu melompat mundur sampai dua tombak lebih dan berkata,
"Tahan, Nona! Aku harus mengetahui lebih dulu siapakah lawanku yang memiliki
kepandaian sedemikian hebatnya! Aku Sie Hong Beng selama hidupku belum pernah
mengganggu orang, apalagi orang seperti kau! Mengapakah kau memusuhiku sampai
sedemikian rupa?"
Lenyaplah seketika itu juga kemarahan dari wajah Goat Lan dan gadis ini berdiri bengong seperti patung! Mendengar disebutnya nama itu, untuk sesaat wajahnya menjadi pucat, kemudian menjadi kemerah-merahan dan tak terasa lagi kedua ranting di tangannya terlepas dan jatuh ke atas tanah. Seakan-akan lemaslah kedua lengannya dan hatinya berdetak tidak karuan.
"Kau... kau... bernama Sie Hong Beng...?" katanya perlahan seperti berbisik.
"Ya, aku bernama Sie Hong Beng, yaitu kalau tidak ada dua Sie Hong Beng di dunia ini. Dan kau siapakah" Siapa pula adikmu yang katamu tadi pernah kuhina itu?"
Goat Lan tak dapat menjawab, hanya mukanya saja sebentar pucat sebentar merah. Tiba-tiba terdengar suara ketawa tak jauh dari situ dan ketika Hong Beng menengok ternyata yang tertawa itu adalah Lili adiknya! Gadis nakal ini tertawa-tawa sambil menyembunyikan tubuhnya di balik sebatang pohon besar sekali.
"Hi-hi, Enci Goat Lan!" Kini tiba-tiba ia menyebut "enci". "Bagaimana kepandaian pemuda itu" Boleh juga, bukan" Apakah kau sekarang sudah mulai melupakan kakakku dan tertarik oleh pemuda ini?"
"Hemm, diakah adikmu dan kau... kau bernama Goat Lan, Kwee Goat Lan?"" Kini muka Hong Beng yang menjadi kemerah-merahan, karena ternyata bahwa gadis ini adalah
tunangannya sendiri yang belum pernah dijumpainya selama ini! Dengan gemas Hong Beng lalu melemparkan rantingnya dan hampir berbareng dengan gerakan Goat Lan, ia lalu mengejar Lili yang sembunyi di balik pohon besar itu!
"Awas kutempeleng kepalamu yang penuh akal jail itu!" seru Hong Beng.
"Lili, anak nakal! Kujewer telingamu!" Goat Lan berkata pula sambil mengejar pula dengan cepat.
Hong Beng mengejar dari sebelah kiri dari pohon dan Goat Lan mengejar dari sebelah kanan pohon yang besar itu. Hampir saja kedua orang muda ini bertumbukan di belakang pohon satu sama lain, karena ternyata bahwa Lili yang nakal itu tidak ada pula di tempat itu. Saking gugupnya, hampir saja tangan Hong Beng menangkap Goat Lan yang disangkanya Lili dan dengan mulut tersenyum malu-malu dan mata tidak berani memandang, Goat Lan berdiri di Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
243 depannya. Hong Beng tercengang dan terpesona. Alangkah cantik, gagah, dan manisnya tunangannya ini. Terdengar lagi suara ketawa dari atas dan ketika keduanya menengok ke atas, ternyata bahwa Lili sekarang telah duduk di atas cabang pohon besar itu!
"Turuntah kau, Lili! Bagus betul perbuatanmu, setelah berpisah bertahun-tahun, kau masih berani mempermainkan kakakmu sendiri!" kata Hong Beng gemas.
"Aku tidak mau sebelum kau berjanji tidak akan menempeleng kepalaku!" kata Lili dengan sikap manja.
"Hemm, seperti anak kecil saja kau, Lili! Biarlah, kali ini kau kuampunkan. Turunlah!"
"Tidak, Beng-ko, kalau aku turun, aku takut kepada Enci Lan!"
"Memang aku akan mencubit bibirmu!" kata Goat Lan gemas dengan muka masih berubah merah karena jengah.
"Nah, Engko Hong Beng. Kaudengar sendiri bagaimana galaknya calon nyonyamu!Kalau kau tidak berjanji akan membalas Enci Lan dan mencubit bibirnya apabila ia menyerangku, aku tidak mau turun dan tidak mengaku sebagai adikmu!"
Digoda seperti itu, baik Hong Beng maupun Goat Lan menjadi gemas dan malu-malu, akan tetapi tentu saja dapat diketahui bahwa di dalam dada mereka merasa amat bahagia.
"Sudahlah, Lili, kau turunlah, tentu saja... Nona Kwee tidak akan marah kepadamu."
"Aih, aih! Mengapa pakai nona-nonaan segala" Engko Hong Beng, kau benar-benar bocengli (tidak tahu aturan, tidak berbudi), mengapa menyebut calon Soso (Kakak Ipar) dengan sebutan yang bersifat sungkan-sungkan" Kau harus menyebutnya Moi-moi!"
Muka kedua orang muda itu makin merah mendengar godaan ini dan pada saat itu, Lili melompat turun. Goat Lan segera mengulurkan kedua tangannya kepada Lili, bukan untuk mencubit bibir atau menjewer telinga, melainkan untuk memeluknya.
"Lili, aku minta dengan sangat, kasihanilah aku dan jangan kau menggoda lagi. Kau sudah lebih dari cukup menggodaku!" bisiknya.
"Engko Hong Beng," kata Lili dan ia memandang kepada kakaknya dengan bangga, "aku girang sekali, menyaksikan kepandaianmu yang hebat! Tidak percuma kau menjadi kakakku dan menjadi calon suarni Enci Goat Lan yang cantik jelita!"
"Lili!!" seru Goat Lan.
"Lili...!" bentak Hong Beng hampir berbareng. "Jangan kau menggoda saja!"
Lili yang jenaka itu lalu menjura kepada mereka berdua. "Maaf, maaf! Aku hanya main-main saja. Engko Han Beng, mengapa kau bisa berada di tempat ini dan apa hubunganmu dengan orang-orang pengemis yang mengerikan tadi?"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
244 Dengan singkat Hong Beng lalu menceritakan perjalanan dan pengalamannya. Ketika mendengar tentang Lo Sian, Lili berubah air mukanya.
"Beng-ko, coba kauceritakan bagaimana wajah orang gila itu!"
Dengan heran Hong Beng lalu menuturkan tentang wajah Lo Sian dan mendengar ini, Lili berseru,
"Suhu...!"
Baik Hong Beng maupun Giok Lan menjadi terkejut dan heran mendengar seruan ini.
Mereka memandang kepada Lili dengan mata mengandung penuh pertanyaan.
"Tentu dia Suhu! Siapa lagi?" Lili lalu menuturkan tentang Lo Sian, pengemis sakti yang dulu telah menolongnya dari tangan Bouw Hun Ti dan yang kemudian bahkan menjadi suhunya.
"Aku pun hendak mencarinya. Kalau begitu hayo kita kejar dia!"
Tiga orang muda itu lalu melanjutkan perjalanan mengejar Lo Sian yang melarikan diri.
Berkat ilmu gin-kang mereka yang sudah sempurna, sebentar saja mereka dapat menyusul Lo Sian yang masih berlari-lari dan berteriak-teriak, "Pemakan jantung...! Pemakan jantung...!"
"Suhu...!" Lili berseru memanggil dengan hati terharu sekali. Gadis itu mendahului kedua orang kawannya dan melompat ke hadapan Lo Sian. Wajah Lo Sian yang beringas itu menghadapi Lili dan sepasang matanya yang liar memandang dengan tajam. Dengan hati ngeri Lili melihat betapa mata itu telah menjadi merah mengerikan.
Untuk sesaat Lo Sian berdiri bagaikan patung, dan dengan perlahan ia berkata, "Kau..." Aku sudah pernah melihatmu... kau...?"
"Suhu, teecu adalah Lili, Sie Hong Li muridmu! Suhu, mengapa Suhu menjadi begini...?"
Tak terasa lagi air mata mengalir turun dari sepasang mata Lili yang bagus itu.
Lo Sian tidak dapat mengingat siapa adanya Lili, akan tetapi perasaannya membisikkan kepadanya bahwa gadis ini adalah seorang yang baik kepadanya, maka ia tidak mau menyerang dan kemarahan serta ketakutannya lenyap. Akan tetapi, pada saat itu ia melihat Goat Lan dan Hong Beng yang sudah datang dan memandangnya dengan mata berkasihan.
Tiba-tiba orang gila ini menjadi liar lagi dan berteriak-teriak, "Pemakan jantung! Pemakan jantung!" Lalu ia maju menubruk dan menyerang Hong Beng dan Goat Lan.
Melihat keadaan orang itu, Goat Lan cepat turun tangan dan berhasil menotok dada Lo Sian.


Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pengemis gila ini roboh dengan tubuh lemas tak berdaya lagi.
"Aku harus merobohkannya dan memeriksanya!" kata Goat Lan singkat dan tanpa menanti pendapat kawan-kawannya ia lalu berjongkok dan memeriksa nadi Lo Sian.
"Keadaan jantungnya baik," kata Goat Lan sambil memeriksa dada dan detik urat nadi. Hong Beng memandang dengan kagum kepada tunangannya itu. Ia sendiri sedikit-sedikit
mempelajari ilmu pengobatan dari ibunya yang belajar dari ayahnya pula, akan tetapi tentu Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
245 saja kepandaiannya ini tidak ada artinya apabila dibandingkan dengan tunangannya yang menjadi murid Yok-ong Sin Kong Tianglo Si Raja Obat.
"Paru-parunya agak lemah," terdengar Goat Lan berkata pula. Tanpa berkata sesuatu, gadis ini lalu mengeluarkan bambu kuningnya, dan mempergunakan ujung bambu yang runcing untuk mengerat lengan Lo Sian. Darah beberapa titik keluar dari luka kecil itu. Goat Lam menggunakan jari tangannya untuk mengambil darah ini yang segera diperiksanya dan darah itu ia tempelkan pada ujung lidahnya! Tak lama kemudian ia meludahkan darah itu dan berkata,
"Darahnya mengandung bisa yang aneh!" Ia lalu berpaling kepada Lili dan berkata,
"Menurut perhitunganku, kalau kakek ini dulunya tidak gila seperti yang kaukatakan, tentu dia telah terkena racun hebat, sehingga racun itu mengotorkan darahnya dan merusak ingatannya. Lili, kalau di dunia ini ada orang yang dapat menolongnya, maka orang itu bukan lain adalah Thian Kek Hwesio yang tinggal di kuil Siauw-lim-si di Kiciu, tak jauh dari sini."
"Siapakah dia dan apakah dia mau menolongku mengobati Suhu ini?" tanya Lili penuh gairah.
"Kalau aku yang minta, mungkin dia takkan menolak. Dia adalah sahabat baik mendiang Suhu dan dia terkenal sebagai ahli penyakit gila, dan ahli pula mengobati orang terkena racun.
Aku pernah diajak oleh Suhu mengunjungi Thian Kek Hwesio. Kita dapat langsung menuju ke sana."
"Sayang sekali aku tak dapat ikut. Baiklah, aku akan menyusul setelah urusanku pibu dengan ketua-ketua dari Hek-tung Kai-pang beres." kata Hong Beng. "Tidak patut kalau aku melanggar janji, bukan perbuatan yang patut dibanggakan kalau seorang gagah melanggar janjinya."
Goat Lan mengerutkan kening. Gadis ini pernah mendengar nama Hek-tung Kai-pang dan mendengar pula bahwa kelima kepala dari perkumpulan pengemis ini adalah orang-orang lihai yang telah mewarisi ilmu tongkat Hek-tung-hwat yang lihai. Menurut ibunya, ilmu tongkat Hek-tung-hwat masih secabang dan bahkan berasal dari Ilmu Tongkat Bambu Runcing ciptaan Hok Peng Taisu karena Hek-tung Kai-ong pencipta Ilmu Tongkat Hitam itu pernah mendapat petunjuk-petunjuk dari Hok Peng Taisu. Maka teringat betapa tunangannya akan menghadapi lima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu, hatinya menjadi gelisah sekali.
"Kelima ketua dari Hek-tung Kai-pang itu amat lihai ilmu tongkatnya," kata Goat Lan tanpa berani memandang kepada Hong Beng.
"'Aku tidak takut..., Moi-moi," kata Hong Beng sambil mengerling ke arah Lili. Akan tetapi, Lili tidak mempunyai nafsu untuk menggoda orang ketika ia melihat keadaan Lo Sian dan ia mendengarkan dengan kesungguhan hati dan penuh perhatian.
"Aku percaya, Koko (Kanda), akan tetapi... karena mereka itu bukan orang-orang jahat, maka tidak baik kalau sampai terjadi bentrok yang menimbulkan permusuhan. Kalau saja Adik Lili mau ikut dengan kau... dan biarlah aku yang mengantarkan Lo-enghiong (Orang Tua Gagah) ini kepada Thian Kek Hwesio..."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
246 "Kurasa tidak perlu, Moi-moi (Dinda). Kalau Lili ikut dengan aku, jangan-jangan aku dianggap takut dan dicap pengecut!"
Tiba-tiba Lili bangun dan berkata, "Biarlah aku yang mengantarkan Suhu ke Kiciu. Kiciu tidak berapa jauh dari sini dan pula, perjalanan ini tidak berbahaya sama sekali. Enci Lan, kau pergilah bersama Beng-ko, dan seperti yang kaukatakan tadi, lebih baik kita jangan menanam bibit permusuhan dengan Hek-tung Kai-pang. Hatiku juga tidak akan merasa tenteram kalau Beng-ko pergi seorang diri saja ke sana. Nah, Enci Lan, coba kaubuatkan surat untuk Thian Kek Hwesio agar ia dapat dan mau menolong Suhu." Goat Lan segera menggunakan bambu runcingnya untuk mengambil kulit pohon yang lebar, kemudian dengan ujung bambunya ia menuliskan beberapa kata-kata di atas "surat" istimewa ini. Melihat betapa Goat Lan setuju dengan usul Lili, Hong Beng tidak berani membantah lagi, karena siapakah orangnya yang tidak akan merasa gembira dan bahagia melakukan perjalanan bersama dengan tunangannya, apalagi kalau tunangan itu secantik dan segagah Goat Lan"
Demikianlah, sambil membawa "surat" dari Goat Lan, Lili lalu memulihkan keadaan suhunya dan ternyata Lo Sian menurut saja kepada Lili ketika Lili mengajaknya pergi! Hong Beng dan Goat Lan lalu kembali, menuju ke kota Ta-liong untuk memenuhi janji kepada Hektung Kai-pang pada keesokan harinya.
*** Thian Kek Hwesio adalah seorang pendeta Buddha yang bertubuh gemuk dan berwajah tenang dan riang. Hwesio ini telah banyak merantau dan sudah beberapa kali ia melawat ke negeri barat untuk memperdalam pengetahuannya tentang Agama Buddha. Di dalam
perantauannya ke barat inilah dia mendapatkan ilmu pengobatan yang luar biasa. Memang semenjak mudanya, Thian Kek Hwesio paling suka merripelajari ilmu ini dan ketika ia berada di negeri barat, ia bertemu dengan seorang ahli pengobatan, khususnya untuk mengobati orang-orang yang terganggu pikirannya dan orang-orang yang menjadi korban racun-racun jahat. Ia mempelajari ilmu jiwa yang amat dalam sampai puluhan tahun lamanya sehingga ketika ia kembali ke tanah airnya, ia telah menjadi seorang ahli berilmu tinggi.
Akhirnya ia menghentikan perantauannya dan tinggal di dalam kuil Siauw-lim-si di Kiciu, sambil memperkembangkan Agama Buddha yang dianutnya, ia pun selalu mengulurkan
tangan untuk mengobati orang-orang yang membutuhkan pertolongannya. Tidak jarang, apabila terjangkit wabah penyakit di suatu tempat, tidak peduli tempat itu letaknya amat jauh, Thian Kek Hwesio pasti akan mendatanginya dan mengulurkan tangan menolong orang-orang yang menjadi korban. Oleh karena ini, namanya menjadi amat terkenal sekali. Biarpun Thian Kek Hwesio bukan seorang ahli dalam hal ilmu silat, namun namanya tetap dihormati dan disegani oleh para tokoh kang-ouw. Banyak tokoh-tokoh besar persilatan menjadi sahabatnya, di antaranya adalah Sin Kong Tianglo yang memiliki kepandaian tinggi tentang ilmu pengobatan.
Lili mengajak Lo Sian menuju ke Kiciu untuk mendatangi hwesio suci ini guna minta pertolongannya mengobati Lo Sian. Di dalam perjalanan Lo Sian diam saja tak banyak berkata-kata, akan tetapi nampak lebih tenang setelah berada dekat Lili. Beberapa kali gadis itu mencoba untuk mengingatkan bekas gurunya ini, akan tetapi Lo Sian tetap tidak daat mengingat sesuatu, tidak dapat mengenal Lili dan tidak ingat akan namanya sendiri. Akan tetapi, ia tidak nampak gelisah, tidak berteriak-teriak lagi dan seringkali ia memandang kepada Lili dengan penuh kepercayaan dan dengan muka menyatakan ketenangan hatinya.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
247 Biarpun Lo Sian sudah meniadi gila, namun ilmu lari cepatnya masih belum lenyap dan karenanya Lili dapat mengajaknya berlari cepat dan sebentar saja mereka sudah berada di dekat kota Kiciu. Ketika mereka berlari sampai di sebuah tempat yang sunyi, tiba-tiba mereka melihat dua orang sedang berkejar-kejaran. Yang dikejar adalah seorang pemuda sedangkan yang mengejarnya seorang gadis cantik. Lili merasa heran sekali melihat gadis itu sambil mengejar, menangis dan berseru memanggil,
"Tai-hiap... jangan tinggalkan aku! Tai-hiap... tunggulah dan bawa aku bersamamu...!"
Pemuda itu menoleh dan berkata dengan suara sedih, "Lilani, jangan kaudekati aku lagi...!
Aku seorang yang jahat dan rendah budi! Jangan kaudekati lagi, Lilani...!"
"Tai-hiap, kalau kau tetap hendak meninggalkanku, aku akan membunuh diri! Aku tidak sanggup berpisah darimu lagi..."
Kedua orang itu adalah Lie Siong dan Lilani. Setelah pada malam hari itu di dalam hutan, karena dorongan hati terharu keduanya saling menumpahkan perasaan hati dan lupa akan keadaan di sekelilingnya, maka pada keesokan harinya, bersama munculnya matahari, muncul pula pertimbangan dan kesadaran di hati Lie Siong. Pemuda ini menjadi amat terkejut dan menyesal sekali mengingat akan perbuatannya sendiri dan ia merasa amat malu.
Bagaimanakah ia, seorang pemuda yang berkepandaian dan yang seringkali dapat nasihat-nasihat dari ibunya, telah menjadi mata gelap dan runtuh hatinya terhadap kecantikan dan cumbu rayu seorang gadis cantik seperti Lilani" Ia menyesal sekali, akan tetapi ketika ia memandang wajah Lilani, gadis itu nampak lebih cantik dan berseri wajahnya. Sepasang mata gadis itu memandangnya dengan penuh cinta kasih sehingga Lie Siong menjadi gelisah sekali.
Apakah yang sudah ia lakukan terhadap seorang gadis berhati tulus dan bersih seperti Lilani"
Ah, ia berdosa, demikian pikirnya.
Lilani..." katanya dengan suara perlahan, "aku... aku telah berdosa kepadamu... aku... aku tak dapat lagi memandang mukamu."
Akan tetapi Lilani menubruk dan merangkulnya. "Tai-hiap, mengapa kau berkata demikian"
Aku, Lilani, bersumpah tak akan mencinta lain orang melainkan engkau. Engkaulah pujaanku dan hanya kepadamulah Lilani menyerahkan jiwa raganya..."
Makin perihlah perasaan hati Lie Siong mendengar ucapan dan melihat sikap gadis ini. Ia maklum dan percaya sepenuhnya bahwa Lilani benar-benar amat mencintanya, akan tetapi dia..." Dapatkah ia selamanya harus berada di samping Lilani" Dapatkah ia menjadi suami dari gadis ini..." Makin dipikirkan, makin gelisah dan menyesallah hati pemuda itu. Ia melanjutkan perjalanan dengan wajah muram dan Lilani mengikutinya dengan cemas dan tak mengerti.
Akan tetapi, dengan penuh kesetiaan dan kesabaran, gadis itu melayani Lie Siong dan mengikutinya ke mana saja pemuda itu pergi tanpa mau mengganggunya dan tidak pula bertanya mengapa Lie Siong berhal seperti itu.
Akhirnya mereka tiba di tempat itu dan dengan terus terang Lie Siong menyatakan bahwa ia tidak ingin melakukan perjalanan selamanya bersama Lilani.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
248 "Lilani, dari sini ke Tiang-an tidak jauh lagi. Aku... aku tidak dapat mengantarkan kau terus ke Tiang-an. Mengapa kau tidak pergi saja seorang diri?"
Lilani menjadi pucat. "Tai-hiap, mengapakah kau berkata demikian" Aku... aku tidak ingin ke Tiang-an, tidak ingin ke manapun juga kecuali ke tempat engkau berada. Aku tidak mau meninggalkan kau, Tai-hiap, aku ingin terus berada di sampingmu, ke manapun juga kau pergi."
Berkerutlah kening Lie Siong mendengar ini. "Tidak, tidak, Lilani! Aku telah satu kali melakukan pelanggaran, melakukan perbuatan yang takkan dapat kulupakan selama hidupku.
Aku tidak akan mau mengulanginya lagi. Akan tetapi... kalau kau berada di dekatku... aku...
aku tak dapat menanggung bahwa kegilaan tidak akan membutakan mataku lagi..."
"Mengapa pelanggaran" Mengapa hal ini kauanggap kegilaan" Tai-hiap, tidak percayakah kau bahwa aku mencintaimu dengan seluruh jiwa ragaku" Aku tidak mengharapkan banyak asal dapat selalu berada di dekatmu..."
"Tidak, tidak! Tak mungkin, Lilani!" Dan larilah Lie Siong meninggalkan gadis itu! Lilani mengejar sambil berteriak-teriak memilukan dan mereka berkejaran terus sampai terlihat oleh Lili dan Lo Sian.
Mendengar dan melihat keadaan dua orang yang berkejaran itu, Lili berdiri terheran-heran.
Akan tetapi berbeda dengan Lo Sian. Orang tua ini masih tidak kehilangan sifat pendekarnya, dan kini melihat dua orang muda berkejaran, biarpun yang mengejar adalah yang wanita, namun karena Lilani menangis memilukan, dengan mudah saja ia dapat menduga bahwa dalam hal itu yang bersalah tentulah laki-laki yang dikejar itu! Tubuhnya bergerak dan berkelebat cepat menghadang di depan Lie Siong!
"Orang jahat! Kau sudah berani mengganggu seorang gadis dan kemudian melarikan diri?"
Ucapan yang dikeluarkan tanpa disengaja ini telah mengenai tepat sekali pada perasaan hati Lie Siong. Ia menjadi pucat dan memandang kepada orang yang menegurnya. Apakah jembel mengerikan ini telah mengetahui rahasianya" Apakah melihat perbuatannya di dalam hutan pada malam hari yang telah menghikmatnya kemarin"
"Jangan kau mencampuri urusanku!" seru Lie Siong dan cepat ia hendak melanjutkan larinya. Akan tetapi Lo Sian menggerakkan tangannya yang diulurkan hendak mencengkeram pundak Lie Siong.
Melihat gerakan yang mendatangkan angin ini, terkejutlah Lie Siong dan ia cepat mengelak.
Sambil miringkan tubuh ke kiri, pemuda ini cepat membalas dengan sebuah totokan ke arah pinggang kanan Lo Sian yang dapat menangkis pula. Akan tetapi ketika kakek ini menangkis, tubuhnya terpental ke belakang dan terhuyung-huyung, tanda bahwa ia kalah tenaga!
"Orang kurang ajar! Kau berani mengganggu Suhu?" tiba-tiba nampak berkelebat bayangan merah dan angin yang dingin menyerang Lie Siong dari samping kanan. Pemuda ini cepat melompat ke belakang dan terheranlah dia ketika melihat bahwa yang menyerangnya adalah seorang gadis yang cantik jelita. Serangan gadis ini jauh lebih lihai dan hebat daripada serangan jembel tadi! Bagaimana mungkin seorang murid memiliki kepandaian yang lebih tinggi daripada suhunya! Akan tetapi Lili tidak memberi kesempatan kepadanya untuk banyak Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
249 memusingkan hal ini. Gadis ini pun merasa kaget dan penasaran ketika ternyata serangannya tadi dapat dielakkan dengan demikian mudahnya! Tadi ia telah menyerang dengan gerak tipu Pai-bun-twi-san (Mendorong Pintu Menolak Bukit) dengan maksud mendorong pemuda itu terguling, akan tetapi siapa kira bahwa dengan amat mudahnya pemuda itu telah dapat melompat dengan tepat dan mudah. Kini ia maju menyerang lagi dengan hebat, mengambil keputusan untuk merobohkan pemuda yang telah berani melawan suhunya tadi!
Lo Sian berdiri bertolak pinggang sambil tertawa-tawa menyaksikan pertempuran hebat itu.
Sebaliknya, Lie Siong merasa terkejut bukan main karena ternyata bahwa gerakan gadis yang menyerangnya itu benar-benar luar biasa sekali! Cepat bagaikan seekor burung walet dan tiap pukulan yang menyerangnya mendatangkan angin yang kuat sekali. Diam-diam Lie Siong merasa gembira sekali karena memang demikianlah sifatnya, suka menghadapi lawan yang tangguh. Ia lalu mengeluarkan Ilmu Silat Tarian Bidadari yang dipelajarinya dari ibunya.
Tentu saja oleh karena Lie Siong menerima pelajaran langsung dari Ang I Niocu, ilmu silatnya ini sempurna dan matang betul.
Kini giliran Lili yang diam-diam merasa tertegun. Dari mana pemuda' lawannya ini dapat bersilat dengan ilmu silat itu demikian bagusnya" Ia pun lalu merubah gerakannya dan dengan cepat ia bersilat dengan Ilmu Silat Sianli-utauw, sama dengan ilmu silat Lie Siong! Pemuda ini makin kaget dan ketika ia mempercepat gerakannya, ternyata bahwa dalam hal Ilmu Silat Sianli-utauw, ia masih menang setingkat dan berhasil mendesak Lili! Gadis ini menggigit bibir dan menjadi marah, ia berseru keras dan kini ia mengeluarkan Ilmu Silat Pek-in Hoatsut! Kedua lengan tangannya yang berkulit halus itu mengebulkan uap putih yang
menyambar-nyambar ke arah Lie Siong. Pemuda ini hampir berseru keras saking herannya dan cepat pula ia juga mengeluarkan Ilmu Silat Pek-in Hoat-sut! Akan tetapi keadaannya sekarang berubah karena ternyata bahwa Lili lebih mahir bersilat dengan ilmu silat ini! Hal ini pun tidak mengherankan, karena memang dalam hal ilmu ciptaan Bu Pun Su ini, Pendekar Bodoh lebih lihai kepandaiannya daripada Ang I Niocu.
Sementara itu, Lo Sian yang gila hanya tertawa-tawa saja melihat pertempuran ini, sedangkan Lilani yang sudah dapat mengejar sampai di situ, memandang dengan terheran-heran melihat betapa dua orang itu bertempur seakan-akan sedang menari-nari saja! Gerakan keduanya demikian sama dan cocok, lemah lembut dan lemas, indah dipandang.
"Tahan dulu!" seru Lie Siong yang makin lama makin terheran melihat betapa ilmu silat ini banyak sekali persamaannya dengan kepandaiannya sendiri. "Siapakah kau, Nona?"
Lili menjawab dengan mencabut pedangnya Liong-coan-kiam, lalu mencibirkan bibirnya sambil menjawab, "Laki-laki mata keranjang dan kurang ajar! Sudah menjadi
kebiasaanmukah menanyakan nama setiap orang wanita yang kaujumpai?"
Tentu saja Lie Siong menjadi marah dan mendongkol sekali. Ia merasa tersindir dan telinganya menjadi merah. Memang ia sedang merasa rusuh hatinya karena perbuatannya terhadap Lilani, sekarang ia dicap oleh gadis ini sebagai seorang mata keranjang! Tanpa berkata sesuatu, ia pun lalu mencabut Sin-liong-kiam dan menghadapi gadis itu dengan mata memandang tajam.
Akan tetapi, sebelum mereka bertempur mempergunakan senjata, Lilani telah melangkah maju, menghadapi Lili dengan muka merah dan mata bersinar.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
250 "Jangan kau mengeluarkan kata-kata kotor terhadap Tai-hiap! Dia seorang pendekar gagah perkasa, sama sekali bukan mata keranjang dan kurang ajar! Jangan sekali-kali kau berani memaki padanya!" Sikap Lilani amat galak, seperti seekor ayam biang membela anaknya.
Melihat sikap ini, Lili tersenyum menyindir, lalu memasukkan pedangnya ke dalam sarung pedang kembali dan berkata, "Sudahlah, jangan kau kuatir, aku takkan melukai atau membunuh kekasihmu!Hanya satu hal yang amat mengecewakan hatiku, kau seorang gadis yang cantik jelita mengapa begitu tidak tahu malu mengejar-ngejar seorang pemuda" Hah, sungguh menyebalkan!" Sambil berkata demikian, Lili lalu memegang tangan Lo Sian dan berkata,
"Suhu, mari kita pergi! Jangan melayani orang-orang ini!"
Lo Sian tertawa ha-ha-hi-hi dan sebelum ikut berlari pergi bersama Lili, ia menengok kepada Lie Siong dan berkata, "Orang gagah tidak akan mendatangkan air mata pada seorang gadis cantik! Ha-ha-ha!"
Ketika dua orang itu telah pergi merupakan dua titik bayangan yang jauh, Lie Siong masih berdiri termenung, pedang di tangan. Pertemuan ini berkesan dalam-dalam di hatinya. Tidak saja ia terpesona oleh kepandaian dan kecantikan Lili, akan tetapi juga kata-kata Lo Sian mengiris jantungnya.
Ia baru sadar dari lamunannya ketika Lilani memegang tangannya dan berkata dengan suara menggetar, "Tai-hiap, jangan kautinggalkan Lilani!"
Lie Siong menghela napas berulang dan ketika ia memandang kepada Lilani, timbullah rasa iba yang besar.
"Lilani, aku telah melakukan dosa besar terhadapmu..."
"Bukan kau, Tai-hiap, akan tetapi kita berdua. Akan tetapi perbuatan kita itu bukanlah dosa bagiku... Memang, sesungguhnya hubungan antara pria dan wanita diluar perkawinan yang dirayakan, bagi Lilani bukan merupakan hal yang aneh atau melanggar. Suku bangsanya yang amat sederhana keadaan hidupnya itu tidak menitikberatkan kepada upacara, akan tetapi lebih percaya kepada kesetiaan dan kasih di hati. Upacara dapat dilakukan kemudian, karena sekali dua orang telah menanam cinta kasih tak pernah ada atau jarang sekali ada yang
memutuskannya atau mengingkari janjinya."
Lie Siong dapat menduga akan hal ini, maka dengan hati perih ia berkata, "Lilani, ketahuilah bahwa sesungguhnya aku kasihan dan sayang kepadamu, akan tetapi... aku tidak mencintamu dan tidak mungkin menjadi suamimu!"
Ucapan ini bagaikan sebuah pedang runcing menikam ulu hati Lilani, akar tetapi gadis ini mempertahankan sakit hatinya dan sambil meramkan matanya menahan air mata, ia berkata,
"Bagaimanakah seorang perempuan rendah dan bodoh seperti aku ini dapat mengharapkan cinta kasihmu, Tai-hiap" Aku sudah akan merasa bangga dan bahagia apabila selama hidup aku dapat menjadi pelayanmu. Aku tidak dapat hidup jauh darimu, dan aku tidak mau ikut lain orang kecuali kalau dapat bertemu dan mengumpulkan suku bangsaku kembali!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
251 Berat sekali hati Lie Siong mendengar ini. "Lilani, akan kucoba untuk mengembalikan kau kepada suku bangsamu."
"Tai-hiap," tiba-tiba gadis itu berkata sambil memandang tajam dengan sepasang matanya yang seperti bintang pagi itu, "kau tidak mencintaiku, hal ini aku dapat mengerti. Akan tetapi... bukankah kau jatuh cinta kepada... gadis tadi?"
Lie Siong meloncat mundur bagaikan disengat ular kakinya. "Apa maksudmu..." Dari mana kau mempunyai pikiran seperti itu" Aku tidak kenal padanya, dan sekali bertemu kami telah bertempur. Mengapa kau menyangka demikian?"
Lilani tersenyum sedih. "Orang bertempur bukan seperti yang kaulakukan tadi, Tai-hiap. Kau dan gadis itu tadi bukan bertempur, akan tetapi menari-nari gembira! Alangkah indahnya tarian itu dan terus terang saja, kau memang cocok dengan dia. Tadi aku merasa seolah-olah melihat sepasang dewa-dewi sedang menari!"
Hampir saja Lie Siong tertawa bergelak saking geli hatinya, sungguhpun hatinya tergerak pula oleh ucapan ini dan wajah Lili terbayang di depan matanya.
"Lilani, kau sungguh lucu! Ketahuilah bahwa ilmu silat yang kami mainkan tadi memang merupakan ilmu silat tarian yang tidak sembarang orang dapat menarikannya. Ilmu silat itu disebut ilmu Silat Sian-li-utauw (Tarian Bidadari) dan aku pun masih heran memikirkan bagaimana gadis tadi dapat memainkannya. Padahal ilmu silat itu adalah ciptaan dari ibuku sendiri!"
Dengan hati masih ingin sekali tahu siapa adanya gadis yang pandai mainkan Sianli-utauw itu, Lie Siong melanjutkan perjalanannya bersama Lilani. Pemuda ini mengambil keputusan untuk mengikuti jejak Lili dan hendak bertanya siapa sebetulnya gadis aneh itu. Ada hubungan apakah antara gadis itu dengan ibunya" Mengapa pula gadis itu pandai mainkan Ilmu Silat Pek-in Hoat-sut yang lebih hebat daripada kepandaiannya sendiri" Apakah gadis itu ada hubungannya dengan Pendekar Bodoh"
Berkali-kali Lilani berkata dengan penuh perasaan, "Tai-hiap, aku mempunyai perasaan bahwa kau mencinta gadis itu dan agaknya kau memang berjodoh dengan dia! Melihat kalian berdua bersilat seperti menari itu, ah, alangkah cocoknya!"
Diam-diam Lie Siong merasa heran sekali melihat sikap gadis ini. Baru saja menyatakan cinta kasihnya dan sekarang sudah membicarakan gadis lain tanpa ada sikap cemburu sedikitpun juga! Benar-benar gadis yang berhati putih bersih, bersikap sederhana dan harus dikasihani.
"Tidak, Lilani. Aku memang akan mencarinya untuk menantangnya bertempur. Aku belum puas kalau belum mengalahkan dia, sebagai tanda dan bukti kepadamu bahwa persangkaanmu itu tidak benar!"
"Jangan, Tai-hiap. Dia kelihatan galak dan lihai sekali. Bagaimana kalau kau sampai terluka"
Ah..." "Aku harus menghadapinya!" kata Lie Siong berkeras. "Selain aku ingin menguji
kepandaiannya, juga ingin tahu dari mana ia mencuri Sianli-utauw dan Pek-in Hoatsut."
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
252 Sementara itu, Lili dan Lo Sian sudah memasuki kota Kiciu dan dengan mudah mereka mencari kuil Siauw-lim-si yang besar. Lili sudah tidak memikirkan lagi keadaan pemuda dan gadis yang dijumpainya di jalan, sungguhpun di dalam perjalanan tadi ia tidak habis merasa heran bagaimana Ilmu Silat Sianli-utauw pemuda itu demikian hebatnya dan betapa pemuda itu dapat juga mainkan Pek-in Hoat-sut. Ia pun ingin sekali melanjutkan pertempuran dengan pemuda itu, karena ia merasa penasaran kalau belum dapat mengalahkan pemuda yang dianggapnya sombong itu. Biarpun wajah pemuda yang elok dan gagah itu mengganggunya, namun ia berhasil mengusir bayangan itu dengan anggapan bahwa pemuda itu tidak ada harganya untuk diingat lagi, karena tentu pemuda itu adalah seorang kurang ajar dan pengganggu anak gadis! Memikirkan halnya gadis cantik yang mengejar pemuda itu sambil menangis, Lili menjadi gemas sekali. Gemas dan benci kepada pemuda itu, karena ia dapat menduga bahwa gadis itu tentulah korban permainan pemuda mata keranjang itu!
Thian Kek Hwesio menyambut kedatangan Lili dengan ramah tamah. Ketika menerima
"surat" dari Goat Lan, pendeta gemuk itu tertawa gembira dan berkata kepada Lili,
"Nona, tentu saja aku suka berusaha menolongmu. Apalagi kalau ada surat dari Kwee Li-hiap yang kukenal baik. Tidak tahu siapakah Nona dan siapa pula orang tuamu?"
"Teecu (murid) adalah puteri dari Sie Cin Hai," jawab Lili.
Hwesio itu mengangkat alisnya dan kedua matanya terbelalak girang.
"Ah, puteri Pendekar Bodog" Benar-benar merupakan kehormatan besar dan kebahagiaan bahwa aku masih berkesempatan melihat keturunan Pendekar Bodoh. Masuklah Nona, dan siapakah sahabat ini?" Ia menudingkan telunjuknya kepada Lo Sian yang berdiri bagaikan patung.
"Dia adalah Sin-kai Lo Sian yang berada dalam keadaan sakit, Losuhu. Kedatangan teecu adalah untuk mohon pertolongan Losuhu agar suka memeriksa dan memberi obat kepadanya.
Dahulu ketika teecu masih kecil, teecu adalah murid dari Sin-kai Lo Sian dan entah mengapa, setelah sekarang bertemu, teecu mendapatkan Suhu berada dalam keadaan seperti ini."
Thian Kek Hwesio yang memiliki sepasang mata bersinar sabar, tenang, halus dan juga berpengaruh itu, lalu memandang kepada Lo Sian dengan tajam, kemudian ia menghampiri pengemis gila itu.
"Sahabat, kau kenapakah?"
Akan tetapi, melihat hwesio gemuk itu menghampirinya, Lo Sian tiba-tiba lalu
menyerangnya dengan pukulan keras ke arah dadanya. Lili terkejut sekali dan untung bahwa ia berlaku cepat. Ia melompat menangkis pukulan Lo Sian ini, lalu menangkap lengannya.
"Suhu, jangan begitu, Losuhu ini adalah Thian Kek Hwesio yang hendak menolongmu."
Akan tetapi, Lo Sian tiba-tiba memandang kepada Thian Kek Hwesio dengan mata
mengandung ketakutan dan ia berteriak-teriak, "Pemakan jantung...! Tolong, pemakan jantung...!" Agaknya melihat hwesio gundul ini, ia teringat kepada Hok Ti Hwesio dan Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
253 melihat tubuh gemuk dari Thian Kek Hwesio, agaknya teringat kepada tubuh Ban Sai Cinjin, maka ia berteriak-teriak ketakutan.
"Nona, tolong bikin dia tidak berdaya lebih dulu, agar mudah pinceng (aku) memeriksanya,"
kata Thian Kek Hwesio dengan muka masih tenang saja.
Lili lalu mengulur tangannya dan menotok pundak Lo Sian. Karena orang gila ini memang percaya penuh kepada Lili, maka ketika ditotok, ia diam saja tidak melawan sehingga tubuhnya menjadi lemas dan ia lalu dibaringkan di atas pembaringan. Thian Kek Hwesio lalu memeriksa seluruh tubuhnya, terutama sekali ia mempergunakan jari-jari tangannya untuk memijit-mijit bagian kepala Lo Sian, kemudian ia pun mempergunakan cara Goat Lan memeriksa, yaitu mengeluarkan sedikit darah dari tubuh orang gila itu.
Lili mengikuti semua pemeriksaan ini dengan penuh perhatian dan kecemasan. Akhirnya, hwesio itu menggelengkan kepalanya dan berkata sungguh-sungguh,
"Hebat sekali! Dia telah terkena racun jahat selama sepuluh tahun lebih dan seluruh darahnya telah menjadi kotor. Agaknya masih mungkin bagi pinceng menghilangkan kegilaannya, karena hanya urat di kepalanya yang terganggu, akan tetapi sukarlah membuat ia teringat pula akan segala kejadian yang lalu."
"Tolonglah, Losuhu. Tolonglah sembuhkan penyakit gilanya, biarlah ia tidak teringat sesuatu asalkan dia tidak gila seperti sekarang ini. Mungkin lambat laun ia akan dapat mengingat-ingat lagi."
"Tentu saja pinceng akan berusaha menolongnya, mudah-mudahan Thian (Tuhan) membantu pinceng." Hwesio gendut itu lalu mengeluarkan beberapa puluh batang jarum yang berwarna putih dan ada pula yang kuning. Itulah gin-ciam (jarum perak) dan kim-ciam (jarum emas), alat-alat pengobatan yang sudah amat terkenal di seluruh permukaan bumi Tiongkok.
"Nona Sie," kata hwesio itu, "coba tolong kauikat kaki tangannya yang kuat, kemudian kaubuka kembali jalan darahnya, karena dalam keadaan terpengaruh tiam-hoat (ilmu totokan), tak mungkin pinceng dapat menolongnya."
Lili melakukan apa yang diminta oleh Thian Kek Hwesio. Ia membuka bungkusan
pakaiannya, mengambil ikat pinggang dan mengikat kedua kaki tangan Lo Sian kepada kaki pembaringan, ia menepuk pundak Lo Sian untuk membebaskan totokannya tadi. Begitu terbebas, Lo Sian lalu meronta-ronta dan berteriak-teriak, "Pemakan jantung! Pemakan jantung! Tolong-tolong!"
Thian Kek Hwesio tersenyum dan mulailah ia bekerja dengan jarum-jarumnya. Dengan gerakan yang tenang dan tepat tanpa keraguan sedikit pun, ia mulai menusukkan jarum putih ke leher belakang Lo Sian sementara Lili memegangi kepala pengemis gila itu. Tiga jarum ditusukkan dan tiba-tiba lemahlah tubuh Lo Sian, suaranya makin mengecil dan akhirnya ia jatuh pingsan atau pulas!
Delapan belas jarum telah ditusukkan oleh Thian Kek Hwesio. Tiga di belakang leher, tiga di pundak kanan, tiga di pundak kiri dan sembilan jarum lain ditusukkan di sekitar kepalanya!
Mau tak mau Lili merasa ngeri juga melihat cara pengobatan yang selama hidupnya belum pernah disaksikannya ini. Bagaimanakah orang dapat hidup setelah leher dan kepalanya Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
254 ditusuk oleh sekian banyak jarum" Yang amat luar biasa ialah bahwa tidak ada setitik pun darah mengalir keluar dari jarum-jarum yang ditusukkan itu.
"Biarlah ia mengaso dulu dan sementara menanti, ceritakanlah pengalamanmu, Nona.
Terutama sekali pinceng ingin sekali mendengar tentang keadaan orang tuamu."
Dengan jelas tapi singkat, Lili menuturkan keadaan orang tuanya dan betapa ia bertemu dengan Lo Sian ketika ia dulu diculik Bouw Hun Ti. Ketika ia telah selesai menuturkan pengalamannya dan ketika hwesio tua itu mendengar nama Ban Sai Cinjin sebagai guru Bouw Hun Ti, Thian Kek Hwesio mengerutkan keningnya.
"Hemm, disebutnya nama Ban Sai Cinjin membuat pinceng merasa curiga, Nona Sie.
Ketahuilah bahwa Sin-kai Lo Sian ini terkena racun yang amat berbahaya yang sungguhpun tidak sampai menewaskan nyawanya, namun membuat seluruh isi kepalanya menjadi kotor dan pikirannya tidak dapat bekerja baik. Pinceng sekarang hanya dapat menolong dia dari gangguan ketakutan sehingga ia tidak akan menjadi gila lagi. Agaknya, ketika ia minum racun atau dipaksa minum racun, ia berada dalam keadaan yang amat ketakutan atau ngeri. Entah apa yang terjadi dengan dia, akan tetapi nama Ban Sai Cinjin membuat pinceng hampir berani menuduh, kakek mewah itu yang menjadi biang keladi. Bagi Ban Sai Cinjin, segala macam kekejian di dunia ini mungkin dilakukan olehnya!"
Pada saat itu, terdengar Lo Sian merintih perlahan. Lili cepat melompat untuk memegangi kepalanya, karena kalau kepalanya bergerak ia kuatir kalau-kalau jarum yang masih menancap di lehernya itu akan melukainya. Thian Kek Hwesio juga menghampirinya dan melihat sebentar ke arah muka Lo Sian, membuka pelupuk matanya yang masih tertutup, lalu mengangguk puas.
"Syukurlah, baik hasilnya," hwesio itu berkata perlahan, lalu ia mencabuti jarum-jarum itu.
Lili melihat dengan hati ngeri betapa jarum perak yang tadi menancap, setelah dicabut ujungnya berwarna kehitam-hitaman, sedangkan jarum emasnya berwarna kehijauan!
Thian Kek Hwesio lalu memasukkan tiga butir pel merah ke dalam mulut Lo Sian dan memberi minum secawan arak sehingga obat itu dapat memasuki perut pengemis itu. Sampai lama terdengar Lo Sian mengeluh kesakitan kemudian keluhannya berhenti dan jalan napasnya nampak tenang. Peluh memenuhi muka dan akhirnya ia membuka matanya.
"Di mana aku...?" tanyanya seperti orang baru bangun tidur.
"Buka ikatannya," kata Thian Kek Hwesio kepada Lili yang segera membuka ikatan kaki tangan orang tua itu. Lo Sian bangun dan duduk dengan pandangan mata yang bingung dan Lili dengan girang sekali mendapat kenyataan bahwa pandang niata Lo Sian kini telah waras kembali, tidak liar seperti tadi.
"Eh, siapakah kalian dan di mana aku berada?" kembali Lo Sian bertanya sambil memandang kepada Thian Kek Hwesio dan Lili berganti-ganti.
Lili lalu maju dan memegang tangannya. "Suhu, lupakah kau kepadaku" Aku adalah Sie Hong Li atau Lili, anak Pendekar Bodoh! Aku muridmu, Suhu!"
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
255 Terbelalak mata Lo Sian memandang kepada gadis jelita yang berdiri di hadapannya sambil tersenyum itu. "Lili..." Siapakah Lili" Dan siapa pula Pendekar Bodoh" Aku.. serasa pernah kumendengar nama-nama itu, akan tetapi sudah lupa sama sekali!"
"Suhu, kau telah minum racun berbahaya dan berada dalam keadaan tidak sadar sampai sepuluh tahun. Inilah penolongmu, yaitu Thian Kek Losuhu."
Kini Lo Sian memandang kepada hwesio itu yang masih tersenyum kepadanya. Biarpun Lo Sian masih tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Lili, namun mendengar bahwa hwesio gendut itu telah menolongnya, maka ia lalu cepat menjatuhkan diri berlutut di depan hwesio itu.
"Omitohud!" Thian Kek Hwesio menyebut nama Buddha sambil cepat mengangkat bangun Pengemis Sakti, itu. "Tidak percuma pinceng mengeluarkan tenaga membantumu, Sicu, ternyata kau adalah seorang yang berpribudi tinggi. Akan tetapi, ketahuilah bahwa semua orang yang baik hati tentu akan mendapat pertolongan Yang Maha Kuasa, sungguhpun ia tidak akan terlepas dari hukum karma. Marilah kita bicara di ruang depan, terlalu sempit di kamar ini."
Ketiga orang itu lalu berjalan keluar dan ternyata bahwa pengobatan itu sama sekali tidak mempengaruhi keadaan kesehatan Lo Sian. Ia kini tidak gila lagi, akan tetapi ia tidak ingat akan kejadian di masa lampau.
Setelah mereka berada di ruang depan, Thian Kek Hwesio lalu duduk di atas sebuah bangku dan Lo Sian berdiri di depannya. Lili lalu menceritakan keadaan Lo Sian dahulu untuk membantu bekas suhunya itu teringat kembali, akan tetapi betapa pun Lo Sian mengerahkan pikirannya, ia tidak dapat mengingat-ingat lagi! Tiba-tiba matanya terbelalak dan Lili merasa terkejut sekali, takut kalau-kalau bekas gurunya ini kumat lagi penyakit gilanya, akan tetapi Thian Kek Hwesio memberi isyarat dengan tangannya agar supaya gadis itu tetap tenang.
Berkali-kali Lo Sian memijit-mijit kepalanya seakan-akan hendak membantu urat-urat syarafnya bekerja kembali, dan tiba-tiba ia berkata keras, "Ah... yang teringat olehku hanya Lie Kong Sian...! Lie Tai-hiap itu telah... mati! Benar, Lie Kong Siang telah tewas... ah, hanya itu yang teringat olehku. Lie Kong Sian telah tewas!" Dan Sin-kai Lo Sian lalu menggunakan kedua tangannya untuk menutupi mukanya lalu ia menangis tersedu-sedu!
Lili hendak menghampirinya, akan tepati dicegah oleh Thian Kek Hwesio, maka gadis itu hanya bertanya, "Suhu, kaumaksudkan bahwa Lie-supek telah meninggal dunia?"" Suaranya terdengar gemetar, karena gadis ini seringkali mendengar dari ayah-bundanya bahwa Lie Kong Sian adalah suami dari Ang I Niocu dan bahwa pendekar besar she Lie itu adalah suheng dari ayahnya.
Lo Sian mengangguk-angguk dan menahan tangis. "Benar, dia telah meninggat dunia. Lie Kong Sian yang gagah perkasa, yang berbudi mulia, telah mati...!"
Pada saat itu, terdengar bentakan hebat dari atas dan nampak berkelebat bayangan orang yang maju menerkam tubuh Lo Sian dari atas!
"Pengemis gila! Jangan kau mengacau dengan omongan bohong! Ayahku tidak meninggal dunia!" Bayangan itu ternyata adalah Lie Siong. Dengan hati tidak karuan rasa karena kaget Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
256 dan tidak percaya, pemuda ini yang semenjak tadi mengintai dari atas genteng, lalu menubruk hendak menangkap Lo Sian. Ia melompat dengan gerakan yang disebut Harimau Menubruk Kambing dan langsung jari tangan kanannya meluncur hendak menotok pundak Lo Sian.
"Suhu, awas serangan!" Lili berseru kaget dan baiknya Lo Sian masih belum kehilangan kegesitannya. Ia cepat memutar tubuh dan miringkan pundak, menarik kaki kanan ke belakang dan dengan demikian ia terluput dari totokan itu. Sebelum Lie Siong menyerangnya lebih lanjut, Lili telah berkelebat dan berdiri menghadapi pemuda itu.
"Hem, kiranya kau!" seru gadis itu sambil mencibirkan bibirnya ketika ia mengenal bahwa pemuda ini adalah pemuda yang tadi bertempur dengan dia. "Kau datang mau apakah?"
"Suhumu yang gila ini telah bicara tidak karuan dan ia telah menghina ayah ketika menyatakan bahwa ayah telah mati! Ayah masih hidup di Pulau Pek-le-to dengan sehat, bagaimana ia berani mengatakan bahwa ayah telah mati?"
"Siapa bilang bahwa ayahmu mati, anak muda?" Lo Sian berkata dengan sabar. "Yang mati adalah Lie Kong Sian, bukan ayahmu..."
"Orang gila! Lie Kong Sian adalah ayahku!" sambil berkata demikian, Lie Siong kembali maju hendak menyerang Lo Sian.
Sementara itu, Lili memandang dengan bengong. Tak disangkanya sama sekali bahwa pemuda ini adalah putera Lie Kong Sian, yang berarti putera Ang I Niocu pula! Timbul kegembiraannya tercampur kekecewaan. Ia gembira dapat bertemu dengan putera Ang I Niocu yang sudah seringkali disebut-sebut ayah bundanya, akan tetapi ia kecewa karena tadi melihat pemuda itu mempermainkan seorang gadis cantik! Juga di dalam hatinya timbul niat hendak menguji kepandaian putera Ang I Niocu ini. Maka tanpa banyak cakap, ketika melihat betapa pemuda itu hendak menyerang Lo Sian, Lili lalu bergerak maju menangkis pukulan itu. Sepasang lengan tangan beradu keras dan keduanya terhuyung mundur tiga langkah.
"Bagus, gadis liar!" Lie Siong membentak. "Agaknya kau masih belum mau mengaku
kalah." "Aku mengaku kalah" Terhadap engkau?" Hemm, bercerminlah dulu, manusia sombong.
Kau mengaku putera pendekar besar Lie Kong Sian" Siapa sudi percaya" Putera Ang I Niocu tak mungkin sesombong engkau dan mata keranjang pula. Hah, tak tahu malu!"
Terbelalak mata Lie Siong memandang kepada Lili. Bagaimana gadis ini seakan-akan mengenal keadaan ayah-bundanya"
"Kau siapakah?" ia mengulang lagi pertanyaannya yang diajukan siang tadi, akan tetapi kembali Lill mengejek dengan bibirnya yang manis.
"Apa kaukira dengan mengaku putera Ang I Niocu, kau akan dapat menipuku untuk
memperkenalkan nama" Hah, manusia rendah, biar kucoba dulu sampai di mana sih
kepandaianmu!" Setelah berkata demikian Lili lalu mencabut keluar pedang Liong-coan-kiam yang tajam.
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
257 "Bagus, gadis liar! Aku pun ingin sekali menyaksikan sampai di mana kepandaianmu maka kau berani membuka mulut besar!" Lie Siong juga mengeluarkan pedangnya yang aneh, yaitu Sin-liong-kiam. Maka tanpa dapat dicegah lagi kedua orang muda ini melanjutkan
pertempuran mereka yang siang tadi dilakukan dengan mati-matian!
Lili memiliki Ilmu Pedang Liong-cu Kiam-hoat yang luar biasa, ilmu pedang yang
berdasarkan limu Pedang Daun Bambu ciptaan ayahnya, maka tentu saja ilmu pedangnya ini hebat bukan main. Begitu gadis ini menggerakkan pedangnya maka berkelebatlah bayangan merah dari pakaiannya, dan pedangnya berubah menjadi segulung sinar pedang yang putih menyilaukan mata! Baik Lo Sian yang berdiri di sudut ruangan yang luas itu, maupun Thian Kek Hwesio yang masih tetap duduk di bangku dengan sikap tenang, terpesona menyaksikan ilmu pedang yang hebat ini. Bahkan Thian Kek Hwesio biarpun tidak pandai ilmu silat akan tetapi yang sudah banyak sekali menyaksikan kepandaian orang-orang berilmu tinggi, menjadi kagum sekali dan berkali-kali menyebut nama Buddha, "Omitohud! Alangkah hebatnya limu pedang ini!"
Akan tetapi, ketika Lie Siong juga menggerakkan tubuh dan pedangnya, silaulah mata mereka berdua memandang. Tubuh Lie Siong berubah menjadi bayangan putih, sedangkan pedangnya menjadi segulung sinar keemasan yang cukup hebat menyilaukan pandangan mata.
Begitu kedua sinar itu bertemu, terdengarlah suara nyaring dari beradunya kedua pedang dan berpijarlah bunga api yang indah sekali. Makin lama makin cepat kedua orang muda itu menggerakkan senjata mereka sehingga gulungan pedang berwarna putih dan kuning emas itu menjadi satu, bergulung-gulung saling membelit seakan-akan ada dua ekor naga sakti yang sedang bertempur seru.
Api lilin di atas meja yang terdapat di ruang itu bergerak-gerak hampir padam karena tiupan angin senjata mereka berdua. Thian Kek Hwesio saking gembiranya dapat menyaksikan permainan pedang ini, lalu bangkit berdiri, mengambil tiga batang lilin lagi dan memasangnya semua di atas meja. Di dalam penerangan tiga batang lilin tambahan ini, makin indahlah nampaknya sinar pedang kedua orang muda keturunan orang-orang pandai itu. Diam-diam kedua orang muda itu terkejut sekali. Baik Lili maupun Lie Song amat kagum menyaksikan kehebatan kepandaian lawan. Kini Lili diam-diam percaya bahwa pemuda ini tentulah putera Ang I Niocu, oleh karena ia mengenal Ilmu Pedang Ngo-lau-hoan-kiam-hwat dari Ang I Niocu yang pernah diturunkan oleh ayahnya, bahkan ayahnya pun pernah mernberi penjelasan kepadanya tentang ilmu pedang itu. Kalau diadakan perbandingan, memang ilmu pedang dari Lili masih menang lihai, akan tetapi dalam hal gin-kang dan tenaga lwee-kang, ia agaknya masih kalah latihan.
Sebaliknya, Lie Siong menjadi makin kagum melihat ilmu pedang yang dimainkan oleh lawannya. Benar-benar ilmu pedang yang belum pernah disaksikannya selama hidupnya.
Ibunya pernah memberitahukan kepadanya tentang ilmu pedang ciptaan Pendekar Bodoh yang amat lihai dan agaknya inilah ilmu pedang itu! Apakah gadis ini puteri Pendekar Bodoh"
Ia menduga-duga dengan hati berdebar-debar dan makin tertariklah hatinya kepada gadis yang cantik jelita, manis, dan juga galak ini. Ia diam-diam harus mengakui bahwa ilmu pedang yang dimainkan oleh gadis itu amat luar biasa perubahannya dan beberapa kali hampir saja ia menjadi korban. Akan tetapi, yang membuat hatinya berdebar aneh, adalah cara Liti mainkan ilmu pedangnya. Ia setengah dapat menduga bahwa kalau lawannya mau, tentu ia sudah dirobohkannya! Akan tetapi tiap kali ujung pedang lawannya yang tajam itu telah mendekati tubuhnya, tiba-tiba gerakan pedang diubah sedemikian rupa sehingga tidak melukainya! Ia menjadi marah, malu dan penasaran sekali. Sambil mengertak giginya, Lie Siong yang Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
258 berwatak keras dan tidak mau kalah ini lalu memutar pedangnya, mengirim totokan-totokan dengan lidah pedang naga dan menusuk dengan tanduk pedang naganya, berusaha untuk membalas setiap serangan dengan pembalasan tak kalah lihainya. Telah tiga empat kali lawannya "mengampuni"nya dengan merubah jalan pedangnya, maka ia pun ingin sekali mendesak lawannya dan kemudian memberi kesempatan pula kepada lawannya untuk
melepaskan diri dari ancaman pedangnya. Akan tetapi bagaimana ia dapat mendesak lawan yang mainkan ilmu pedang sehebat itu" Ia tidak diberi kesempatan sama sekali bahkan pedang Lili makin mengurungnya sehingga gulungan sinar kuning keemasan kini makin mengecil, sebaliknya gulungan sinar pedang yang putih makin membesar dan menghebat gerakannya.
Lebih hebat lagi ketika Lili mengeluarkan suara ketawa mengejek dan tahu-tahu tangan kiri gadis itu mengeluarkan sebuah kipas yang kecil dan indah. Lie Siong tadinya merasa heran dan mengira bahwa gadis itu hendak mempermainkannya dan menyombongkan diri dengan melayaninya sambil mengebut-ngebut kipas. Tidak tahunya begitu kipas itu mengebut, ia hampir berseru karena kaget dan heran. Angin kipas itu menyambar dan membuat lidah pedang naganya terbentur kembali, disusul dengan pukulan kipas yang mempergunakan ujung gagangnya untuk menotok pundaknya. Lie Siong benar-benar merasa terkejut. Tak pernah disangkanya bahwa gadis lawannya itu sedemikian lihainya. Baru ilmu pedangnya saja sudah demikian hebat dan sukar baginya untuk mengalahkannya, apalagi sekarang setelah gadis itu mempergunakan sebuah kipas pula yang juga luar biasa. Siapakah gadis ini"
Dengan pedang dan kipasnya, Lili makin mengurung dan gadis ini menjadi bangga karena dapat mendesak pemuda itu. Ia akan menceritakan kepada ayah bundanya betapa ia telah dapat mengalahkan putera dari Ang I Niocu! Dan tentu saja ia tidak mau melukai pemuda itu karena kini ia merasa yakin bahwa pemuda ini tentulah putera dari Ang I Niocu. Ia hanya ingin mendesak dan memaksa pemuda itu mengakui keunggulannya.
Akan tetapi, Lili sama sekali tidak tahu bahwa Lie Siong adalah seorang pemuda yang keras hati seperti ibunya dan tidak nanti pemuda ini mau mengaku kalah begitu saja! Rasa penasaran dan malu membuat Lie Siong menjadi marah dan nekad. Ia pikir bahwa kalau ia terlalu mengarahkan perhatian dan kepandaiannya pada penjagaan diri terhadap desakan gadis yang lihai itu, tentu ia takkan mampu membalas. Maka ia lalu memilih jalan nekad. Biarlah aku dirobohkan dan tewas, pikirnya, asal saja aku dapat membalasnya!
Setelah berpikir demikian, ia lalu mencari kesempatan baik. Pada saat itu, tiba-tiba Lili menyerangnya dengan kedua senjata secara berbareng. Pedang Liong-coan-kiam meluncur cepat ke arah tenggorokannya dan kipas itu kini tertutup, dipergunakan untuk menotok lambungnya! Serangan berganda yang amat berbahaya dan agaknya sukar untuk ditangkis atau dielakkan lagi. Akan tetapi, Lie Siong tidak mau mempedulikan dua senjata lawan yang mengancam dirinya ini, sebaliknya ia lalu mempergunakan Sin-liong-kiam untuk menyapu kedua kaki Lili! Pikirnya, kalau senjata-senjata lawannya diteruskan, tentu sedikitnya ia akan dapat mematahkan sebuah kaki lawan!
Lili merasa terkejut sekali. Tak pernah disangkanya bahwa lawannya mengambil jalan nekad seperti itu! Ia berseru keras dan kedua kakinya melompat ke atas. Dengan sendirinya kipasnya tidak mengenai sasaran dan pedangnya yang tak dapat ditariknya kembali itu tidak mengenai leher lawan, akan tetapi menyerempet pundak kanan Lie Siong!
Pendekar Remaja > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
259 Lie Siong merasa betapa pundaknya menjadi perih dan sakit sekali dan melihat darah mengalir dari pundaknya. Akan tetapi ia tidak mempedulikan hal ini dan ketika pedangnya dapat dielakkan oleh kaki Lili yang melompat ke atas, ia lalu menggerakkan pedang itu sehingga lidah dari pedang naga itu dengan gerakan yang amat tidak terduga telah melibat sepatu kiri di kaki Lili! Gadis itu terkejut dan hendak menarik kakinya, akan tetapi pada saat ia menggerakkan kaki kirinya, Lie Siong membetot dan sepatu kiri itu terlepas dari kaki Lili dan masih terlibat oleh lidah pedang naga itu!
Kisah Para Pendekar Pulau Es 12 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Pedang Naga Kemala 4
^