Pencarian

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 6

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Bagian 6


"Anak Yam! Kau... ha...ha...ha akhirnya...... pulang juga, ayah......keek keek......mati pun akan bisa memeramkan mata."
Saat orang tua baju merah menangkap lengan Hun-ni, Pek Soh-jiu sudah mengangkat Pouw-long-tui akan menyerang, tapi dia sedikit ragu, karena dia sudah terpikirkan orang tua ini adalah orang tua rambut putih yang membawa lari Su Lam-ceng, karena waktu itu baju nya berbeda dengan sekarang, dia sendiri juga tidak menduga di lembah liar ini bisa bertemu dengannya, setelah terpikirkan ini, dia jadi amat gembira sekali. Tadinya dia ingin maju menjawabnya, tapi sesaat tidak bisa menyela pembicaraan, karena......
"Orang tua, harap lepaskan tanganmu, nama ku Hun-ni, bukan Siau Yam yang kau sebutkan."
"Apa, kau bukan Siau Yam" Keek, ayah ini sungguh ayah yang tidak bertanggung jawab, ini tidak bisa salahkan kau. Tapi, anak Yam...! Tapi juga tidak bisa salahkan ayah, haai......"
"Orang tua, kau sungguh telah salah mengenal orang, aku sungguh bukan Siau Yam!"
"Hm.., jangan sangka setelah ayah meninggalkan kau sepuluh tahun lebih lalu tidak mengenal, walau kau berubah terus, ayah tetap saja bisa mengenalimu, apa lagi dikaki kananmu......"
Saat ini akhirnya Pek Soh-jiu mendapat kesempatan bicara, dia dengan tersenyum berkata:
"Paman! Di telapak kaki adik Yam ada tanda lahir berwarna merah, dia bukan adik Yam, tentu tidak ada tanda lahir merah itu '
Orang tua mantel merah tertegun, lalu dengan marah sekali berkata:
"Bocah, bagaimana kau bisa tahu" Cepat katakan!"
Hun-ni berkata tawar:
"Orang tua harap jangan marah, Siau Yam adalah isterinya, apa anehnya dia tahu! Yang lebih aneh lagi adalah mungkin kau orang tua juga tidak bisa percaya, aku juga isterinya, tapi tanda lahir merah di telapak kaki kananku, dia sampai sekarang juga belum tahu!"
"Apa..."
"Apa..."
Begitu Hun-ni mengumumkan ini, tidak ada bedanya dengan menjatuhkan sebuah bom, orang tua bermantel merah dan Pek Soh-jiu hampir bersamaan waktu bengong melotot.
Sesaat, orang tua bermantel merah berteriak marah:
"Bocah, dengan cara apa kau bisa berhasil menipu putriku" Dimana orangnya sekarang" Kau sudah apakan dia" Katakan dengan jujur, jika tidak aku bunuh kau!"
Pertanyaannya orang tua bermantel merah, seperti rentetan peluru, selain nadanya menekan, juga menghina orang, membuat Pek Soh-jiu sulit bisa menerimanya. Dia mengangkat alisnya, berkata dingin:
"Putrimu terpisah denganku di pantai sungai Sin-an, keberadaannya ada dimana, aku tidak bisa menduganya, mengenai masalah aku dengan putrimu, tunggu sampai kau bertemu dengan putrimu, baru tanyakan pada dia juga tidak terlambat, dan masih ada, istriku Su Lam-ceng sekarang ada dimana" bagaimana kau perlakukan dia?"
Pek Soh-jiu tanpa tedeng aling-aling membantahnya, hingga menimbulkan hawa membunuh orang tua bermantel merah, dia melepaskan lengan Hun-ni berkata:
"Mengingat kau dengan anak Yam banyak miripnya, aku tidak mempersulitmu, tapi bocah ini, aku harus membunuhnya."
Sifat kerasnya orang tua ini, sungguh tiada duanya, baru saja selesai bicara dia langsung mengayunkan tangan memukul, diudara seperti timbul guntur, dalam sekejap mata dia berturut turut telah menyerang delapan jurus telapak tangan, kehebatannya tenaga dalam orang tua ini, belum pernah Pek Soh-ciu melihatnya, setiap pukulan yang dikeluarkan, semuanya mampu menghancurkan batu kali, jika bukan ular pintar Sian-giok membantu maju menyerang, hanya dengan kekuatan serangan telapak ini, Pek Soh-jiu mungkin sudah kehilangan muka.
Sifat Pek Soh-jiu yang tinggi hati, bagaimana bisa menerima penghinaan ini, dia mengeluarkan Pouw-long-tui, dengan jurus Ciau-ji-hui-tui (Bor terbang matahari bersinar terang), sinar hitam mendadak timbul, ssst... bor besi menembus angin pukulan lawan, menerjang kearah dadanya.
Ular pintar Sian-giok juga seperti dewa naga, dia menerkam dari udara, arah yang dituju ular, tidak jauh dari titik mematikan orang tua itu.
Serangan dahsyat seorang manusia dan seekor ular ini, walau pesilat tinggi nomor satu masa kini, mungkin juga tidak mampu menahannya, walau tenaga dalam orang tua ini tinggi, dia dipaksa jadi kalang kabut, situasinya berbahaya seperti telur diujung tanduk.
Mendadak, terdengar siulan keras seperti geledek, jurus telapak orang tua bermantel merah berubah, tampak bumi dan langit menjadi gelap, sinar matahari seperti kehilangan cahayanya, lembah yang tumbuh subur pohon hijau, dalam sekejap mata, berubah jadi seperti daerah mati tidak bernyawa.
Serangannya Pouw-long-tui, tampak seperti tidak bertenaga, kecepatan terbang ular pintar Sian-giok, juga berubah menjadi pelan dan kaku.
Hun-ni yang menyaksikan menjadi terkejut, dia tahu pukulan telapak yang aneh dari orang tua itu, pasti ilmu hebat dari aliran aneh yang sudah lama meng-hilang, walau pun dia ikut membantu, mungkin juga tidak ada gunanya, tapi dia tidak ingin setelah semalaman bercinta, lalu menjadi seorang janda yang menghabiskan masa remaja, suami mendapat kesulitan, tidak peduli bagaimana bahayanya, dia juga wajib menemaninya. Maka dia teriak:
"Maaf, orang tua, walau kau tidak mempersulit aku, tapi aku tidak bisa tinggal diam kau membunuh suamiku, apa lagi dia itu juga menantumu! Membunuh dia, mungkin adik Yam juga akan membenci kau seumur hidupnya,
pikirkanlah, orang tua."
0-0dw0-0 BAB 7 Mayat bergelimpangan darah
Sehabis Hun-ni berbicara, sepasang tangannya tidak tinggal diam, Ji-ie-sin-kangnya dikerahkan sampai puncaknya, sepasang tangannya menyapu melintang memukul lurus, ikut bertarung dengan sangat sengitnya.
Ini adalah pertarungan yang sulit bisa disaksikan di dunia persilatan, juga yang paling aneh, tiga orang, tua muda ini, semuanya adalah orang yang top di dunia persilatan masa kini, termasuk ular pintar Sian-giok, juga bukan sembarang jago bisa melawannya.
Tapi, setelah lewat tiga ratus jurus, mereka seperti telah melampiaskan amarah di dalam dada mereka, saat menyerang, sudah tidak dengan sekuat tenaga lagi, karena mertua membunuh menantu, tidak bedanya dengan memutuskan sendiri hubungan ayah dengan putrinya.
Orang tua bermantel merah yang sangat merindukan putrinya, sama sekali tidak ingin melakukan hal yang bodoh, jika menantu membunuh mertua" Lalu bagaimana mempertanggung jawabkan pada teman seranjang"
Sehingga mereka bertarung kesana-kemari, malah makin bertarung semakin tidak bersemangat, tapi siapa pun tidak mau berhenti duluan, orang-orang persilatan, seringkah
bertarung karena mempertahankan gengsi dengan alasan yang tidak masuk akal.
Ular pintar Sian-giok telah terbang kembali ke tempatnya, dia berhenti di atas bahunya Pek Soh-jiu, sepasang matanya yang merah tidak berhentinya berputar, sepertinya sedang menikmati pertunjukan ilmu silat yang sulit ditemukan. Memang tepat sekali kalau dikatakan mereka sedang mengadakan pertunjukan, jarak mereka jadi jauh sekali, seperti menari-nari tanpa mengeluarkan tenaga, dan selalu memperhatikan lawannya, sepertinya takut kalau kurang hati-hati bisa melukai lawannya.
Lama sekali... sebuah tawa yang seperti bel perak, terdengar di sisi mereka:
"Guru! Apa kau ini sedang mengajar ilmu silat pada Ciu koko" Hematlah tenaga, jika mau setelah makan kalian boleh ulangi lagi."
Orang tua bermantel merah meloncat menying-kir keluar, kepada seorang wanita yang cantik dan manis berbaju kuning, mendengus, melotot sambil marah berkata:
"Anak yang nakal, kau jelas-jelas tahu guru tidak ingin melukai bocah bodoh itu, kau malah diam berdiri di pinggir, ingin melihat guru mendapat malu ya" Henmm ulurkan tanganmu, guru harus memberi pukulan beberapa kali pada telapak tanganmu."
"Yaaw!" sekali wanita baju kuning berkata, "Tidak mau, guru berat sebelah, kau tidak mampu mengurus menantu malah mengalihkan marahnya pada murid, aku tidak......"
Disaat dua orang guru dan murid ini berbicara, Pek Soh-jiu sudah emosi, rasanya dia ingin meloncat, dia menyadari wanita berbaju kuning itu adalah Su Lam-ceng yang sudah cukup lama berpisah, penampilannya masih cantik seperti
dulu, melihat keadaannya, dia telah berhasil belajar ilmu yang hebat, saat ini dia sudah tidak tahan lagi, langsung berteriak:
"Adik Ceng' langsung berlari maju, Su Lam-ceng dipeluknya dengan erat. Tentu saja perkataan Su Lam-ceng tidak bisa diteruskan, dia dengan jinaknya diam tidak bicara, merebahkan diri di dalam pelukan Pek Soh-ciu, mengusap-usap, sepasang mata yang berlinang air mata, mulut munggilnya sedikit terbuka, di dalam kepedihannya bercampur rasa bahagia yang sulit diutarakan.
Lama, wajah dia jadi sedikit merah, bibirnya dicibirkan dia mendorong dengan lembut berkata:
"Ada adik Yam, ada kakak Hun, hemm, kapan kau ingat aku?"
Pek Soh-jiu membalikan kepala melirik, melihat orang tua bermantel merah dan Hun-ni sudah tidak ada, baru dia menghembus nafas lega berkata:
"Adik Ceng, kau sungguh pintar menyalahkan orang, jika bukan demi kau, aku bagaimana bisa mencari adik Yam,......mengenai kakak Hun itu......"
"Sudahlah, kau tidak perlu menjelaskan padaku, haai, setiap peristiwa semuanya sudah ditakdirkan, semua ini aku sudah tahu sejak dulu. Jalanlah, jika kita terlalu lama disini, kakak Hun mungkin tidak mengampuni kau."
Hati Pek Soh-jiu meloncat, wajahnya juga tampak serba salah, cinta dia terhadap Su Lam-ceng, jika harus membandingkan, tidak ada orang yang bisa
menandinginya, cantiknya memang bisa disetarakan dongan dewi khayangan, dan aura dia yang istimewa, anggun, sulit dicari ada orang kedua, yang paling membuat Pek Soh-jiu mengaguminya, adalah pengalaman dia yang
begitu luas, kepintarannya seluas lautan, masalah apa saja, jangan harap bisa mengelabui dia, tidak bedanya dengan seorang idiot membicarakan mimpi! Maka dia tidak berani mendebat, dituntunnya, diam seribu bahasa lari cepat kedepan, lama, akhirnya dia mendapatkan bahan bicara:
"Keek!" katanya, "Adik Ceng, segala sesuatunya setelah kita berpisah, kau harus menceritakan padaku, kau bagaimana bisa jadi muridnya ayahnya adik Yam?"
Su Lam-ceng mendengus:
"Kenapa bukan ceritakan lebih dulu cerita asmaramu itu padaku?"
"Keek, Li Cukat (wanita pintar) bisa meramal segala sesuatu, buat apa menyuruh aku menghambur hamburkan lidah?"
"Memperkirakan dengan dasar situasi, hanya bisa tahu garis besarnya saja, aku ini bukan dewa, bagaimana bisa tahu cerita detailnya!"
"Apakah kau mau mendengarnya?"
"Bukan ingin, tapi suka."
"Haai......"
"Kau ini kenapa" Ciu koko, kalau tidak mau menceritakannya ya sudah, kenapa harus berkeluh kesah segala."
"Ha...ha...ha bukankah Li Cukat bisa tahu sebelum masalah akan terjadi, kali ini malah salah besar, aku beritahukan padamu, adalah gembira kau......"
"Kau jangan bicara sembarangan......"
"Baik, aku tidak katakan, aku akan ceritakan pengalaman yang terjadi setelah kita berpisah, itu kan boleh."
Maka mereka berdua bercerita, tertawa, mengeluh, mendengarkan, walau sebisanya memperlambat
langkahnya, akhirnya tiba juga di goa tempat tinggalnya Su Lam-ceng, Pek Soh-jiu mengangkat kepala melihat pada papan yang bertuliskan melintang dua huruf Ce-hian berkata:
"Haai, kenapa begitu cepat sudah sampai, aku masih belum mendengar ceritanya!"
Su Lam-ceng tersenyum simpul berkata:
"Hari masih panjanglah, buat apa terburu buru?"
Didalam goa ada beberapa kamar, kecuali orang tua bermantel merah, Su Lam-ceng, kera besar masing masing satu kamar, masih ada kamar latihan, ruang tinggal, ruang kamar dan lain lain, perabotannya walau pun sederhana, tapi semuanya komplit, tapi yang mereka minum adalah air gunung, makanan mereka adalah buah liar, bukan makanan manusia biasa, mereka hidup seperti kehidupan para dewa.
Su Lam-ceng memimpin masuk kedalam ruang tinggal, memonyongkan mulut pada dia, berbisik:
"Terhadap mertua, menantu harus ada hormat, cepat temani dia."
Pek Soh-jiu segera maju beberapa langkah, bersoja membungkuk sampai ke tanah berkata:
"Gak-hu, maaf atas kekurangajaran ku tadi..."
Orang tua bermantel merah mendengus berkata:
"Bagaimana hilangnya anak Yam" Kau bocah kecil jika memang suaminya, apakah kau sedikit tanggung jawab, melindungi dia juga tidak bisa?"
Su Lam-ceng berkata:
"Guru jangan salahkan dia, saat itu dia sedang mengobati lukanya, adik Yam berjaga-jaga untuk dia, saat dia selesai mengobati luka, adik Yam sudah menghilang tidak ada jejaknya."
Orang tua bermantel merah kembali bertanya pada Pek Soh-jiu:
"Apa kau tidak mencoba mencari, sedikit jejak pun tidak diketemukan?"
"Aku sudah datang di tempat jaganya adik Yam, malah menemukan beberapa orang bertopeng, setelah bertarung sengit, walau pun tidak sedikit yang mati, tapi sulit bisa menangkap hidup hidup......"
"Orang-orang bertopeng itu berasal dari aliran mana?"
"Aku dengar mereka adalah anak buahnya Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim."
"Apa" Wanita hina itu" Dia......dia......"
Rupanya orang tua bermantel merah terhadap Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim, seperti punya dendam yang sangat dalam, tampak alis dan jenggotnya berdiri, matanya melotot seperti hampir pecah, sepertinya ingin sekali menguliti dia.
Pek Soh-jiu berkata:
"Adik Yam adalah murid ketiganya Ang-kun-giok-hui, dia seperti mendapat perintah dari Ang-kun-giok-hui, sepertinya akan mencelakai aku, tapi dia tidak melaksanakan perintah gurunya, maka dia jadi murid yang
mengkhianati guru, makanya, jika benar-benar telah ditangkap oleh Ang-kun-giok-hui, mungkin...... mungkin bisa berbahaya sekali......"
Orang tua bermantel merah mendadak mengangkat kepalanya, tertawa keras berkata:
"Wanita hina, sudah mencelakai suami, hingga putri sendiri juga tidak mau diakuinya! Ha ha...ha bagaimana pun anak Yam adalah anak yang baik, jika dia benar-benar mencelakai mu, bocah kecil, maka aku tidak menginginkan lagi dia sebagai putriku."
Hati Pek Soh-jiu tahu, antara orang tua ber-mantel merah dengan Ang-kun-giok-hui, pasti ada sesuatu hubungan istimewa, tentu saja dia tidak enak menanyakannya, maka matanya memandang pada Su Lam-ceng, berharap mendapatkan sedikit kejelasan, sebenarnya Su Lam-ceng sudah mengikuti guru setahun lebih, belum pernah mendengar orang tua bermantel merah menyebut-nyebut Ang-kun-giok-hui, hanya tahu namanya Siau Ji-po, dulu adalah seorang yang membawa adat sendiri, julukannya Thian-ho-sat-kun (Pembunuh api langit), Siau Ji-po, tidak peduli dari aliran hitam atau putih, siapapun yang mendengar namanya jadi ketakutan, yang dia ketahui hanya segitu saja. Tapi dia juga sungguh berakal banyak, tampak dia tersenyum manis, menarik lengan baju Thian-ho-sat-kun berkata:
"Guru, kalau murid punya cara mengembalikan seorang putri yang segar bugar, guru akan memberikan hadiah apa pada murid?"
Thian-ho-sat-kun sedikit tertegun, lalu tertawa berkata:
"Nona kecil, kau jangan mempermainkan guru, seluruh ilmu guru yang jelek ini, sudah diperas semua olehmu setetes pun tidak tersisa, kecuali tulang tua ini, guru sudah
tidak punya apa-apa lagi, tapi, nona kecil, jika kau benar dapat mencari adikmu, guru masih dapat melakukan satu hal yang bisa menggembirakanmu."
Su Lam-ceng mengangkat alisnya berkata: "Hal apa"
Katakan dulu biar aku pertimbangkan"
"Bocah she Pek ini, semakin dilihat, guru semakin sebal, tadinya aku ingin memukul dia untuk meredakan amarahku, demi supaya kau sedikit gembira, pukulan ini terpaksa dibatalkan."
Su Lam-ceng mencibirkan bibir berkata:
"Hemm, semakin dilihat semakin menggembirakan itu baru betul, ingin memukulnya" Jangan kata adik Yam, dua orang yang ada ditempat sudah pasti tidak rela."
Thian-ho-sat-kun tertawa terbahak-bahak, dia seharian mendapat hal yang tidak menggembirakan, setelah dibuat kelakar oleh Su Lam-ceng, kekesalannya jadi buyar semua, dia melihat Thian-ho-sat-kun masih ada sedikit tidak percaya, maka sambil tertawa berkata:
"Guru tenang saja, di dalam waktu seratus hari, pasti aku akan mengembalikan seorang adik Yam padamu, sekarang kita istirahat dulu, besok pagi-pagi kita berangkat."
Saat ini kera besar membawakan makanan dan
minuman, setelah makan Thian-ho-sat-kun bersemedi, mereka bertiga berbincang-bincang di dalam kamarnya Su Lam-ceng, Pek Soh-jiu tidak tahan bertanya:
"Adik Ceng, cepat ceritakan segala kejadian tentang kau, setelah kita berpisah, aku sungguh sudah tidak tahan lagi."
Su Lam-ceng tertawa berkata:
"Sebenarnya tidak ada apa-apa, guru tadinya menganggap aku ini sebagai sanderanya, kemudian aku bisa
dengan tepat menebak beberapa masalah didalam hati dia, maka dia jadi gembira. Keek, kakak ini, kau tidak perkenalkan padaku?"
Setelah diperkenalkan oleh Pek Soh-jiu, Su Lam-ceng segera memberi hormat pada Hun-ni berkata: "Adik menghormat ciri."
Hun-ni membalas menghormat: "Kau masuk lebih dulu, kata hormat ini, aku tidak berani menerimanya, seharusnya aku yang harus menghormatimu sebagai istri tertua, namun usiaku lebih tua dari padamu, memanggil aku kakak juga tidak berlebihan, dan juga......"
Su Lam-ceng dengan anggunnya tertawa: "Kami turut kau saja, cici masih ada pesan apa?"
"Aku dengar kau pandai meramal, bertemu masalah bisa tahu sebelumnya, aku dengan adik Ciu mengalami bahaya jatuh kedalam jurang, kau seharus-nya cepat-cepat datang menolong baru betul!"
"Keek, cici jangan menyalahkan orang yang baik hati, jangan kata cepat-cepat datang menolong, walau pun aku datang pagi hari ini......cici tentu akan memaki adik ini pembongkar mimpi indah, tidak tahu perasaan orang."
Wajah Hun-ni menjadi merah: "Mulut munggil yang sangat lihai, cici kalah berdebat denganmu."
Pek Soh-jiu menonton mereka berdua berdebat, dia melihat kanan menatap kiri, senang tidak terhingga, tiba tiba teringat Hun-ni dengan Siau Yam tidak saja wajahnya mirip sekali, sampai ditelapak kaki kanan juga sama-sama mempunyai tanda lahir merah yang sama, timbul sedikit pertanyaan dalam hatinya, katanya:
"Cici Hun, di telapak kakimu apa benar ada sebuah tanda lahir merah?"
Hun-ni mendengus:
"Kau tidak percaya?"
"Bukan tidak percaya, hanya merasa terlalu kebetulan sekali."
Su Lam-ceng berkata:
"Di dalam masalah ini mungkin ada sesuatu yang penting, kalian jangan bertengkar dulu, biar aku coba meramal dulu."
Yang dia gunakan adalah cara Liu-jin, Liu-jin dengan Tun-kah-tai-it disebut tiga cara. Cara peramalannya berjumlah enam puluh empat pelajaran, berasal dari Ih-keng, setelah lama menghitung, mendadak dengan wajah serius dia berkata:
"Cici......"
"Mmm......"
"Kau lahir diatas air."
"Tidak salah."
"Gunung tinggi mengalir jauh, airnya deras, mungkin adalah San-sia di sungai Tiang-kang......"
"Kek......"
"Cu-gouw saling bertentangan, papan mengambang di atas air, ketika cici baru berusia satu tahun, sudah menjadi yatim piatu."
"Kek, adik! Aku sungguh kagum padamu."
"Beruntung ada seorang yang memelihara, hingga berhasil belajar ilmu silat yang hebat sekali, sayang aku bernasib menyendiri, harus tinggal terlebih dulu di kuil......, kalau sekarang, bulan purnama bunga bagus, suami nyanyi
istri mengikuti, melihat dari ramalan, cici seharusnya she Siau, guruku adalah ayah kandungmu......"
Hun-ni jadi tertegun, dia tidak menduga adik Ceng nya memang memiliki ilmu yang mampu menembus langit, dalam sesaat dia malah jadi melongo tidak bisa bicara.
Tepat disaat ini, sinar merah berkelebat, Thian-ho-sat-kun menerjang masuk, dengan bercucuran air mata tuanya menangkap Hun-ni berkata:
"Ibumu she Hun namanya Sang-ku?"
Hun-ni bengong:
"Benar, aku pernah mendengar almarhum guru mengatakannya."
Thian-ho-sat-kun dengan marah berkata: "Hai Keng-sim hatinya sungguh kejam, dia diam diam mencelakai kalian ibu dan anak, malah mem-bohongiku mengatakan kau mendapat musibah perahunya terbalik, Siau Ji-po jika tidak membunuh wanita ini dengan tangan sendiri, bagaimana bisa bertanggung jawab pada arwah ibumu dilangit, anak!
Tahun-tahun ini sungguh membuat kau menderita."
"Ayah......" wanita yang kesepian menyendiri, kepedihan yang terkumpul didalam hatinya sungguh terlalu banyak, nama yang termasyur di dunia persilatan, tidak bisa menghibur kekosongan di dalam hati. Walau, sekarang dia telah mempunyai seorang suami, mempunyai seorang ayah kandung, tetap saja tidak terhindar merasakan ingin menguatarakan kepedihan hati.
Beberapa saat, Thian-ho-sat-kun baru menggandeng Hun-ni sambil tertawa berkata:
"Anak Hun, demi memperingati ibumu, nama kau jadikan Siau Hun saja." berhenti sejenak lalu berkata lagi:
"Kita ayah dan anak bisa berkumpul, anak Hun, nona kecil ini berjasa dan sungguh lihay, kau cepat-cepat berterima kasih padanya!"
Maka Siau Hun dengan serius menghormat dan
berterima kasih, Su Lam-ceng malah memonyongkan mulutnya berkata:
"Menjadi orang baik sungguh sulit, guru sendiri mengatakan aku ini sangat lihay, sebenarnya kalau ingin berterima kasih, harus pada Ciu koko, guru jangan lupa, cici Hun dibawa kemari oleh dia."
Thian-ho-sat-kun sambil tertawa lalu bersuara
"Hemm!" berkata:
"Berterima kasih pada dia" Hemm, dua putri guru, satu orang murid, semuanya telah habis dibohongi dia, memarahi dia saja belum cukup!"
Ha...ha...... Keek..keek......
Suasana gembira memenuhi lembah sunyi gunung liar ini, sampai kera besar yang namanya Huan-nio itu, juga sedang menari-nari kegirangan.
Tiba-tiba Pek Soh-jiu seperti teringat sesuatu, dia menghentikan tawanya, dengan wajah seriusberkata:
"Celaka, kita hanya tahu kesenangan, tapi melupakan dua orang teman."
Siau Hun berkata:
"Yang kau maksud apakah Sangguan Toako, dan Ouwyang Lo-ko?"
"Benar, membiarkan mereka terluka ditangan orang-orang bertopeng itu, bukankah kita akan menyesal seumur hidup!"
Siau Hun membalikan kepala berkata pada Su Lam-ceng:
"Adik Ceng, di dalam jurang ini ada tidak jalan keluar gunung?"
Su Lam-ceng berkata:
"Ada, tapi jalan keluarnya berbelok belok dan panjang sekali, kira-kira memerlukan waktu seharian." Kata Su Lam-ceng.
"Itu terlalu makan waktu, adik Ceng, tolong kau carikan kertas dan koas, aku ada akal bisa segera mendapatkan mereka." Kata Pek Soh-ciu.
Setelah Su Lam-ceng menyediakan kertas dan koas, Pek Soh-jiu segera membuka, menulis surat singkat, berpesan pada Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun datang ke mulut lembah Ce-hian untuk berkumpul, dan juga menggambarkan peta tempat mulut lembah berada, supaya mereka bisa mencari dengan mudah, lalu kertas lipat, diikat dengan benang, menyuruh Sian-giok menggigitnya mencari mereka.
Sian-giok dengan cepat melayang menghilang, tidak perlu empat jam, dia sudah kembali dengan membawa surat balasan dari Ouwyang Yong-it, menetapkan setelah lewat tengah hari dihari ketiga bertemu dimulut lembah.
Karena masih ada cukup waktu, maka Thian-ho-sat kun menguji ilmu silat mereka bertiga, dan memberikan petunjuk, tentu saja diantara mereka bertiga ilmu silat Siau Hun yang paling tinggi, tapi jika Pek Soh jiu juga bisa mempelajari Ji-ie-sin-kang, lalu digabung dengan Kong-
hong-sam-si, maka kepandaian-nya tentu makin pesat, mungkin Siau Hun juga sulit menandinginya. Siau Hun sangat mencintai Pek Soh-jiu, walau harus mati demi Pek Soh-jiu, dia juga tidak akan mengerutkan alisnya. Tentu saja dia dengan rela mengajarkan ilmunya pada Pek Soh-jiu, sehingga, walau waktunya singkat, ilmu silatnya Pek Soh-jiu sudah maju pesat, sudah sulit diukur.
Setelah Pek Soh-jiu berhasil, Siau Hun malah berkata pada Thian-ho-sat-kun:
"Ayah, mengapa kau menyembunyikan ilmu sendiri, kenapa tidak mengajari adik Ciu, ilmu silatmu yang misterius itu?"
Thian-ho-sat-kun membuka sepasang telapak tangannya, menggelengkan kepala berkata:
"Benar saja anak perempuan selalu memihak orang luar, jika ayah sendiri berharga dijual, beberapa batang tulang tua ini, pasti akan dibongkar habis habisan oleh kalian putri dan murid!"
Su Lam-ceng tertawa:
"Ini tidak ada urusannya denganku, dengan satu tongkat guru memukul seluruh perahu, aku tidak terima!"
Sepasang mata Thian-ho-sat-kun melotot: "Jangan pura pura jadi orang baik, di dalam hari kecilmu itu, kau kira guru tidak tahu?"
"Kalau begitu guru ajarkan saja Yu-bun-si-kang pada dia, bereskan?"
Thian-ho-sat-kun dengan wajah serius berkata: "Bukan guru menyimpannya, sesungguhnya Yu-bun-si-kang adalah ilmu silat misterius dari aliran sesat, walau ampuh dan keji, sulit digabungkan dengan ilmu silat aliran kurus, sudut
kepala anak Ciu tampak bersinar, jalan di depannya tidak bisa dibatasi, ilmu silat aliran sesat seperti ini sangat tidak pantas dipelajari, Ji-ie-sin-kang yang diajarkan anak Hun, jika dilatih sampai puncaknya, rasanya didunia persilatan tidak ada orang yang dapat menandinginya."
Siau Hun mengerti apa yang dikatakan Thian-ho-sat-kun itu tidak bohong, lalu sambil mencibirkan bibir berkata:
"Baiklah, adik Ciu tidak belajar ya sudah, jika tidak kau akan mengatakan lagi wanita memihak orang luar."
Mereka berkelakar sebentar, setelah waktunyajuga sudah tidak lama lagi, setelah meninggalkan kera Huan-nio untuk menjaga goa, mereka berempat dan seekor ular, bersama-sama meninggalkan lembah Ce-hian, di mulut lembah berkumpul dengan Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun, tentu saja, dua orang hebat dunia persilatan ini, juga harus menghormati Thian-ho-sat-kun sebagai orang tua, setelah Pek Soh-jiu memperkenalkan mereka dia berkata:
"Toako dan Lo-ko pergi kemana saja, sungguh membuat aku khawatir."
Ouwyang Yong-it mengeluh sekali lalu berkata:
"Saat aku dengan adik Sangguan bertarung mati-matian bertahan, para bangsat bertopeng itu tiba-tiba semuanya pergi membubarkan diri, haai, kami demi mencari kau dan Hun......keek, keek, adik ipar Hun, kami hampir membalikan seluruh gunung, jika bukan karena Sian-giok, kami sungguh tidak tahu harus bagaimana berbuat."
Sangguan Ceng-hun berkata:
"Adik, sekarang bagaimana" Pergi kemana ?"
Baru saja Pek Soh-jiu akan meminta nasihat dari Thian-ho-sat-kun, orang tua yang rambutnya telah putih semua ini tertawa lalu berkata:
"Bukankah kau pernah mengatakan Li Cukat ini perhitungannya tidak pernah meleset" Buat apa masih bertanya pada ku?"
Su Lam-ceng tersenyum berkata:
"Kita pergi saja ke gunung Kwo-tiang, tetapi kembali harus meminta Ciu koko menampilkan kemahirannya merayu orang."
Pek Soh-jiu dengan malu-malu berkata:
"Adik Ceng kau jangan sembarangan bicara, aku kapan pernah......pernah......"
Siau Hun berkata dingin:
"Tidak peduli kau pernah atau belum pernah, jika masih mau begitu......hemm, kau harus pikir matang matang!"
"Ya, ya, aku akan perhatikan." Su Lam-ceng tertawa sambil mulut ditutup, Thian-ho-sat-kun malah pada Ouwyang Yong-it dan Sangguan Ceng-hun mengedipkan mata berkata:
"Apakah kalian tahu apa yang disebut burung bodoh terbang duluan" Cepatlah jalan, kalian."
Siau Hun melihat wajah Pek Soh-jiu malu-malu, tidak tahan jadi tertawa berkata:
"Dia menampilkan wajah lucu supaya ayah mentertawakan kita, hemm, adik Ceng, kita jalan saja jangan pedulikan dia."
Sekelompok pendekar dunia persilatan itu, dengan bebasnya berkelakar, bergurau, sambil berlari menuju ke
gunung Kwo-tiang, mereka jumlahnya tidak banyak, tapi kekuatannya tidak bisa di bayangkan, hanya Thian-ho-sat-kun seorang diri saja, di dunia siapa yang berani mengusiknya" Maka setelah tiba di gunung Kwo-tiang, mereka sedikit pun tidak mendapatkan kesulitan.
Gunung Kwo-tiang ada juga yang menyebutnya Yin-san, ada juga yang menyebut gunung Thian-pek, juga disebut Tiang-leng, bukit utamanya di empat puluh lie sebelah tenggara kabupaten Hian-ki Ciat-kang, bukitnya lenai, menghampar tiga ratus lie lebih, walau mereka sudah tiba di daerah pegunungan, ingin mendapatkan Goan Ang, itu bukanlah hal yang mudah.
Sore hari ini, mereka tinggal di rumah seorang pemburu, setelah berhari-hari melalukan perjalanan, semua merasa sedikit lelah, maka setelah makan malam, semuanya langsung pergi tidur.
Pek Soh-jiu juga merebahkan diri diatas ranjang, tapi pikiran dia tidak tenang, hingga tidak bisa memejam kan matanya, saat ini sinar rembulan menyinari jendela, kiyangan pohon bergoyang goyang, suara serangga dan hewan liar bersahut-sahutan, suara dipegunungan ini membentuk lagu yang indah, dia lalu menerobos keluar jendela, berjalan-jalan di dalam hutan, menikmati indahnya malam hari pegunungan.
Mendadak, ada angin keras menerjang kesisi dirinya, dia langsung menangkapnya, ternyata ini adalah sapu tangan hangat yang harum baunya, setelah dibuka dan dilihat dibawah sinar bulan, terlihat diatasnya ada tulisan, dia membacanya:
"Ingin melantunkan lagu cinta dengan kecapi tunggal, lagunya ada, tapi tidak ada orang yang menerimanya, mengirim kekesalan hati menggunakan angin musim gugur,
merindukan kanda yang terpisah jauh Setelah berpisah di Huan-lo, sekarang sudah kembali musim berkembangnya bunga Hong, pendekar muda berhasil dalam asmara, apakah masih ingat orang yang sedih ini" Aku ada hal penting untuk dibicarakan, harap datang sendirian sepuluh li sebelah barat daya bukit Ho-wie untuk membicarakannya, masalahnya penting sekali, harap jangan diabaikan."
Tanpa ada tanda tangan, juga tidak ada nama, tapi dia menduga dari harumnya sapu tangan, orang yang ingin bertemu dengan dia ini pastilah seorang wanita muda, teringat ramalannya Su Lam-ceng dan peringatannya Siau Hun, dia jadi ragu-ragu sulit melangkah, tapi tulisannya mengatakan, 'masalahnya penting sekali, harap jangan diabaikan' sepertinya dia datang dengan sesuatu ancaman, lalu apa ancaman lawan itu" Apakah dia telah menangkap Siau Yam" Jika benar demikian, maka dia tidak bisa pedulikan peringatannya Siau Hun, keputusannya lebih baik dia percaya, maka dia lari kearahbarat daya.
Perjalanan sepuluh li di pegunungan, dalam sekejap sudah sampai, dari kejauhan dia melihat, diatas batu gunung di bukit Ho-wie, duduk seorang wanita cantik berambut panjang sampai menutup bahu. Wajahnya menghadap ke bulan, di bawah sinar bulan tampak cantik bersinar, sepasang matanya yang bersinar menandingi sinar bulan, berputar putar, diatas wajahnya yang seksi, tampak ada sedikit kemarahan, juga tampak sedikit sedih.
Pek Soh-jiu melihat wanita itu adalah ketua Oh Kai-pang Cu Kwan-cing, dia jadi merasa keheranan, cepat-cepat menghampiri ke depan batu itu, sepasang tangan dikepalkan berkata:
"Ternyata ketua Cu, sungguh beruntung sekali."
Cu Kwan-cing mengangkat alisnya, dengan malas-malasan bangkit berdiri, matanya melirik dia sekali, lalu dengan tertawa genit yang membuat orang jadi gairah berkata:
"Apa betul" Saudara."
Pek Soh-jiu dengan wajah serius berkata: "Ketua memanggil aku, tidak tahu ada kepentingan apa?"
Cu Kwan-cing mencibirkan bibirnya, membalas dengan keluhan sedih dan pelan:
"Apakah kita tidak bisa hanya berbincang" Kenapa harus ada hal penting!"
Wajah Pek Soh-jiu berubah berkata:
"Tidak satu jalan tidak ada yang perlu dibicarakan, kita mungkin sulit bisa berbincang-bincang, sampai jumpa,......"
Dia tidak mau berbicara lebih lama lagi dengan wanita yang hina ini, perkataannya belum habis, dia meloncat beberapa tombak ke belakang, dia berlari kembali ke jalan arah datangnya.
Tapi...... "Orang She Pek, apakah kau tidak ingin tahu siapa otak pembunuh ayahmu" Walau pun kau bisa tidak pedulikan dendam keluarga, di dunia persilatan menjadi seorang anak yang tidak berbakti sangat hina, dan nona kecil itu juga kau sudah tidak mau lagi?"
Pek Soh-ciu terkejut mendengar kata-katanya, memang sampai mati pun dia tidak akan berhenti menyelidik otak penyerangan tempat tinggalnya, Hal yang dikatakan Cu Kwan-cing, adalah hal yang sangat penting yang ingin dia ketahui, terpaksa dia cepat-cepat berlari kembali.
Mulut Cu Kwan-cing tersenyum, menatap wajahnya yang tampan, dia jengah tampak sulit bicara:
"Saudara! Kelihatannya kau ingin bicara dengan aku, kalau begitu duduklah, di bawah pemandangan rembulan yang seperti syair cinta ini, kenapa harus seperti ayam jago mau bertarung!" lalu dia mengguna-kan lengan bajunya membersihkan batu, tubuhnya menggeliat lalu duduk diatas batu.
Karena membutuhkan kabar, Pek Soh-jiu terpaksa menahan kesebalan dalam hatinya, katanya:
"Ketua Cu jika bisa memberitahukan otak pembunuh ayahku dan keberadaan istriku, aku akan sangat berterima kasih sekali."
Dengan sepasang tangannya memeluk lutut, Cu Kwancing tersenyum berkata:
"Apa semudah itu" Saudara..."
"Ini......atas kemurahan hati ketua, aku pasti akan membalasnya......"
"Bagaimana cara membalasnya, coba katakan dulu."
"Ini......keek, keek, jika ketua Zhu mendapatkan kesulitan, aku pasti dengan sekuat tenaga akan membantu menyelesaikannya."
"Apa kata katamu sungguh sungguh?"
"Tanpa kepercayaan aku tidak bisa berdiri."
"Kalau begitu tampaknya, aku harus percaya padamu."
"Betul."
"Kalau begitu aku ingin tahu terlebih dulu, satu teka teki yang sulit dipecahkan."
"Teka teki apa yang sulit dipecahkan?"
"Teka-teki ini, bila dikatakan juga lucu sekali, yaitu kenapa bisa begitu banyak perempuan yang suka padamu?"
"Ketua berkelakar."
"Berkelakar" Tidak... kau telah mendapatkan wanita secantik bidadari Su Lam-ceng, ini masih belum cukup mengherankan, yang paling membuat orang tidak mengerti adalah, Leng-bin-sin-ni yang tinggal di dalam kuil, yang pandangannya sangat tinggi itu, sehingga di dalam lautan manusia, juga sulit mendapatkan laki-laki yang pantas dijadikan suami, dalam kekecewaan hatinya membuat dia nekad tinggal di dalam kuil, tapi karena kau dia rela membuka baju nikohnya menjadi istri muda, sehingga itu membuat ......hi...hi...hi......cici berniat mencobanya."
Wajah Pek Soh-jiu menjadi dingin, katanya:
"Ketua Cu adalah seorang ketua perguruan yang namanya sudah termasyur diseluruh dunia persilatan, katanya lebih baik bisa menyesuaikan diri!"
Cu Kwan-cing dengan tenangnya berkata:
"Sebutan cici, mana bisa dibandingkan dengan Leng-bin-sin-ni, saudara terlalu memandang tinggi cici."
Pek Soh-jiu marah:
"Sebenarnya apa keinginanmu?"
Cu Kwan-cing malah tertawa:
"Bukankah aku telah mengatakan, hanya ingin mencoba saja."


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana cara mencobanya?"
"Haai, adik Yang bodoh sekali, kecuali benar benar menikmatinya, antara laki dan perempuan ada cara apa lagi mencobanya?"
"Ha...Ha...ha!" Pek Soh-jiu tertawa keras, sesaat berkata,
"Seorang wanita yang laki-laki mana pun bisa jadi suaminya, yang nama kotornya tersebar ke seluruh pelosok, ternyata tampangnya hina begini, orang she Pek sekali lagi terbuka matanya."
Wajah Cu Kwan-cing berubah, dia berteriak dingin berkata:
"Orang she Pek, kau berani tidak menepati janji?"
Pek Soh-jiu mendengus dingin berkata:
"Orang she Pek adalah seorang laki-laki sejati, mana mungkin bisa menerima ancamanmu!"
"Apa kau sudah tidak ingin tahu lagi otak pembunuhan itu?"
"Aku tentu mampu mencari sendiri bangsat itu, kau katakan atau tidak bukanlah hal yang penting."
"Mungkin kata-katamu benar, tapi bagaimana Siau Yam" Apakah kau tega tidak menolong nyawanya?"
"Ha...ha...ha...sudah ada kau, aku sudah tidak risau tidak bisa menolong Siau Yam!"
"Kelihatannya kita harus bertarung."
"Kenyataannya terpaksa demikian!"
"Sayang kau sudah terkena racun, sudah tidak ada kemampuan untuk bertarung!"
Begitu Pek Soh-jiu mendengar hati jadi tergetar, diam-diam mencoba tenaga dalamnya, benar saja jalan darahnya telah tersumbat, tanpa sadar dia sudah berubah menjadi
orang yang kehilangan ilmu silatnya, tidak tahan dirinya menjadi marah sekali, paak... telapak telah memukul ke arah wajah Cu Kwan-cing.
Cu Kwan-cing tidak menghindar, tangannya diulurkan, dan berhasil mengunci pergelangan tangan Pek Soh-jiu, sedikit menekan pergelangan, Pek Soh-jiu sama sekali tidak bisa berdiri mantap, langsung roboh menindih tubuh Cu Kwan-cing.
"Turuti saja! cici tidak akan merugikanmu!" saat dia bicara, sepasang tangannya tidak hentinya bergerak ke alas kebawah, kelakuannya persis seperti orang kelaparan.
"Wanita hina, kau sungguh tidak tahu malu, sekarang aku akan menghujat kau!" diperkosa oleh wanita, Pek Soh-jiu mana pernah mengalami penghinaan seperti ini, tapi seorang yang kehilangan ilmu silatnya, kecuali menyerah pada kehendak orang, hanya ada satu cara yaitu menghujat orang, tapi Pek Soh-jiu memang punya kelebihannya dari pada orang lain, di saat dia tidak bisa berbuat apa apa, satu benda putih, mendadak meloncat keluar dari dalam bajunya, dia adalah ular pintar Sian giok. Ketika Pek Soh-jiu membuka dan membaca sapu tangan itu, hawa beracun yang terdapat di sapu tangan melayang masuk kedalam hidungnya, Sian-giok juga mengalami hal yang sama, sehingga dia merayap masuk kedalam bajunya Pek Soh-jiu, menggunakan racunnya sendiri menawarkan racun yang menyerang dari luar ketika dia belum selesai menawarkan seluruh racunnya, dia tahu majikannya dalam bahaya, tidak bisa ditunda lagi, terpaksa keluar melakukan serangan terhadap musuh majikannya, Cu Kwan-cing mimpi pun tidak terpikirkan, ketika sedang membayangkan pada hal yang cabul, tiba-tiba tenggorokannya terasa sakit sekali, wanita iblis yang sedang meraja lela, mimpi indahnya
belum selesai, nyawanya sudah melayang tanpa tahu sebabnya.
Pek Soh-jiu tertolong dari mara bahaya, tapi ular pintar Sian-giok jadi semakin berbahaya, dengan pelan dia merayap kembali ke dalam lengan baju Pek Soh-jiu, lalu menggulung diri tidak bergerak lagi.
Pek Soh-jiu memaksakan tubuhnya berdiri, dengan benci melihat sekali pada mayat Cu Kwan-cing, lalu membalikan tubuh, berjalan pulang.
Mendadak, dia mendengar teriakan panggilan yang halus seperti suara serangga, seperti semut bicara, juga seperti suara langit yang merdu, mendengung terus tanpa berhenti ditelinganya, dia merasa pikirannya sedikit kacau, tubuhnya juga sangat lelah sekali, tanpa sadar dirinya berjalan mengikuti suara aneh itu.
Akhrinya, dia melangkah masuk ke dalam mulut sebuah goa yang ukuran lobangnya hanya sebesar tubuh manusia, dia melangkah di dalam lorong yang gelap, sempoyongan dan tanpa arah, menuju ke arah yang tidak diketahui itu.
Di dalam saru ruangan batu, suara aneh itu mendadak berhenti, tapi pemandangan di depan matanya kembali membuat dia tercengang.
Sebuah ramput panjang yang awut-awutan seperti rumput liar, tumbuh diatas satu kepala yang besarnya mengejutkan orang- di bawah kepala seperti sebatang tiang pohon, menempel diatas satu batu hitam yang rata mengkilap, ternyata dia adalah seorang aneh yang kepalanya besar tanpa sepasang kaki, jika bukan karena diatas wajahnya yang kurus dan pucat itu, berputar putar dua butir bola mata yang bersinar, dalam keadaan ini, sungguh sulit sekali bisa mengetahui dia adalah manusia hidup.
Pek Soh-jiu melihat pada orang aneh berkepala besar itu, sepatah pun tidak berkata, dia langsung duduk, dia juga ingin beristirahat sebentar untuk mengembalikan tenaganya, terhadap suara aneh tadi, dan orang aneh berkepala besar di depan matanya, dia seperti tidak pernah mendengar, dan tidak melihatnya.
Dia ingin beristirahat dengan tenang, tapi satu suara tertawa keras yang mengejutkan hati, membuat dia tidak bisa tenang, dia pelan-pelan membuka matanya, pada orang aneh kepala besar itu berteriak rendah berkata:
"Kenapa kau berteriak-teriak" Jika ingin mati juga harus tenang!"
Suara tawa itu mendadak berhenti, sepasang mata di atas kepala besar itu melihat sekali pada dia:
"Kau mengatakan aku" Bocah."
"Di dalam goa ini hanya ada kita berdua, tentu saja yang kukatakan itu untukmu!" kata Pek Soh-ciu
"He...he...he tidak diduga sampai sekarang, masih ada orang yang berani berkata begini pada Giam-lo-Cun-cia (Raja neraka yang terhormat.), he.. .he.. .he"
"Hemm, kalau begitu, kau tambah satu pengalaman lagi."
Giam-lo-cun-cia tertegun:
"Bocah! Kau ini cari mati ya" Mmm, jangan ter buru-buru, mati, mudah sekali, hanya saja aku tidak Ingin kau mati terlalu enak."
Giam-lo-cun-cia baru saja habis bicara, mendadak Pek Soh-jiu merasakan tubuhnya bergetar, ada satu aliran hangat yang lembut mengalir, mengalir dalam jalan darahnya, masuk ke dalam Beng-bun-hiat membuat seluruh
tubuhnya kesemutan, dari dalam dirinya timbul satu perasaan gatal yang aneh.
Lalu seperti ada ratusan semut menggigit hatinya, sampai tulang pun seperti retak retak, terhadap seorang yang tidak ada kemampuan melawan, sungguh sakitnya tidak tertahankan.
Tubuhnya jadi gemetaran, keringat dingin membasahi seluruh baju putihnya, namun, dia sedikit pun tidak mengeluarkan suara rintihan, juga di wajah-nya, tetap tampak sikap kesombongan yang pantang menyerah oleh kekerasan.
Wajah orang tua tanpa kaki yang menyebut dirinya Giam-lo-cun-cia itu jadi berubah:
"Bocah kau memang berbakat, tapi aku tetap mau mencobanya siapa yang lebih kuat!" angin lembut keluar dari telunjuknya, mengikuti jarinya yang seperti dahan kering itu, menotok ke arah dada Pek Soh-jiu, tenaga jarinya membelah angin, terdengar ssst...ssst... tidak henti-hentinya terdengar di telinga, bisa dibayang-kan betapa mengejutkan kekuatan tenaga jari orang ini.
Terhadap orang yang tidak pernah bertemu ini, Pek Soh-ciu merasa sulit mengerti, tidak terpikir kenapa dia menggunakan suara aneh memancing dirinya datang, dan sekali bicaranya tidak cocok maka langsung ingin membunuh dirinya, sebagai seqrang laki-laki kepala boleh putus, darah boleh mengalir, tapi jangan harap meminta ampun, melakukan hal yang merendah-kan harga diri Maka dengan mendengus dingin, dengan angkuhnya tidak memandang pada tenaga jari yang segera membuat dia tewas.
Tok...... terlihat batu kecil berhamburan, angin kencang menusuk telinga, tenaga jari itu malah menotok di dinding samping tubuhnya hingga membuat satu lubang yang besar.
Giam-lo-cun-cia yang telah bertemu dengan seorang bocah yang tidak takluk oleh ancaman hidup atau mati, dia jadi menyerah, sesaat dia teriak keras:
"Bocah! semangatmu sungguh membuat aku kagum, keek......bagaimana kalau kita berdamai?"
"Jika anda ingin menggunakan cara tolol mengancam atau menyogok, lebih baik tutup saja mulut anda itu!" kata Pek Soh-ciu tawar.
Wajah Giam-lo-cun-cia berubah, lama... baru dengan menarik napas berkata:
"Demi menebus dosa yang aku lakukan waktu dulu, disini aku menghukum diriku dengan menahan penderitaan selama tiga puluh tahun, kau bocah malah tidak mempercayai aku......" berhenti sejenak lalu melanjutkan,
"Bocah walau dua jalan darah Jin dan Tok mu sudah tertembus, sayang tenaga dalamnya masih agak kurang, ah..
.harapan aku mungkin tidak akan terlaksana, sepertinya kau telah terkena racun yang amat mematikan, jika aku tidak mengobatimu, tidak lewat tiga hari, kau pasti mati oleh racun itu, kelihatannya dalam perdagangan kita ini, aku mungkin akan rugi besar......"
Pek Soh-jiu mendengus dingin berkata: "Jika anda merasa takut rugi, aku juga tidak berniat berdagang dengan anda, bukankah itu akan menguntungkan kedua belah pihak!"
"Ha... ha... ha!" Giam-lo-cun-cia tertawa terbahak-bahak, "Keinginanmu sungguh cantik, harus tahu jika aku
sudah berniat mensukseskan perdagangan ini, kau tidak ada pilihan lain?"
Dia mendadak mengulurkan tangan, tubuh Pek Soh-jiu malah terbang ke depan seperti ditarik oleh satu tenaga hisapan aneh yang tidak bisa dilawan, lalu orang itu menyatukan jari seperti tombak, berturut turut menotok pada tiga puluh enam titik jalan darah besar di seluruh tubuh Pek Soh-jiu, dan telapak tangan kanannya di tempelkan di atas jalan darah Pek-hui-hiat pemuda sombong ini, mengalirlah satu hawa hangat tidak putus-putusnya ke dalam tubuh Pek Soh-jiu.
Cara pengobatan paksaan ini, membuat Pek Soh-jiu jadi merasa sangat malu dan sedih, setelah terdengar suara
"Boom!" yang keras, akhirnya dia tidak sadarkan diri.
Lama, dia sudah bangun kembali, perasaan pertama dia adalah seluruh jalan darahnya lancar tidak ada halangan, tenaga dalamnya seperti mata air, seluruh tubuhnya terasa nyaman sekali, tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya, saat matanya melihat pada orang tua yang mengobatinya, dia malah jadi terkejut sampai tertegun, karena orang tua cacad yang tidak ada sepasang kakinya ini, sudah menciut tidak berbentuk manusia lagi, sepertinya dia telah menyalurkan seluruh tenaga dalamnya pada Pek Soh-jiu, apa sebabnya" Dia tidak bisa mengerti, tapi terhadap orangtua asing dan cacad ini mau tidak mau timbul perasaan menyesal yang mendalam, sehingga sepasang matanya, meneteskan air mata yang mengandung perasaan bermacam macam.
0-0dw0-0 BAB 8 Kasih seorang pendekar
Saat ini Giam-lo-cun-cia mendadak membuka sepasang matanya, dua sorot mata yang bersinar gelap namun damai berkata:
"Kemarilah, bocah."
Pek Soh-jiu dengan perasaan tidak tenang maju kedepan, berkata:
"Lo-cianpwee ada nasihat apa?"
Giam-lo-cun-cia "keek!" sekali berkata:
"Aku telah membalikan aliran darah dan membalikan jalan darahmu, membuat seluruh tenaga dalammu, tidak peduli maju atau mundur jadi lancar, selanjutnya jalan darahmu bisa dengan sekehendak hati berpindah tempat, juga bisa dengan otomatis menahan tenaga dalam lawan yang mengenai dirimu, keek... di dunia persilatan walau pun tidak sedikit orang berbakat dan berkemampuan hebat, yang dapat dengan sukses tenaga dalamnya mencapai tingkat tertinggi ini, kaulah yang pertama."
Dia menghentikan bicaranya sejenak, setelah meluruskan nafasnya berkata lagi:
"Aku telah menggunakan cara Kai-teng-siu-kang (membuka gunung mengirim keahlian) menyalurkan seratus tahun latihan tenaga dalamku kedalam tubuhmu, sekarang di seluruh dunia persilatan, kau sudah tidak ada lawan lagi."
Pek Soh-jiu mendengarnya jadi tergetar berkata:
"Lo-cianpwee, kita tidak saling kenal, pemberian anda ini bukankah sedikit terlalu beresiko!"
"Ha...ha...ha" Giam-lo-cun-cia tertawa terbahak bahak sesaat berkata, "Apakah kau melihat aku ini orang yang sembarangan mengambil resiko" Aku beritahu, selama tiga puluh tahun ini orang licik yang mati ditanganku, jumlahnya sudah melebihi tiga puluh, jika aku tidak melihat kau orangnya bisa dipercaya, hemm, bagaimana bisa membiarkanmu hidup sampai saat ini!"
"Kalau begitu, Lo-cianpwee ingin aku lakukan apa?"
"Tidak perlu terburu buru, bocah! Aku ingin beri tahukan padamu satu hal yang menyakitkan hati dimasa lalu......"
berhenti sejenak lalu dilanjutkan lagi:
"Apakah kau pernah dengar perguruan Thian-ho?"
"Aku pernah mendengarnya."
"Apakah kau tahu siapa itu Thian-ho-leng-cu?"
"Thian-ho-sat-kun."
"Tidak salah, tapi, Leng-cu melampiaskan kegemarannya pada air dan gunung, mendamaikan diri di alam bebas, bukan saja kekuasaannya jatuh ke tangan orang lain, juga membawa mala petaka berdarah bagi dunia persilatan......"
"Aku pernah bertemu dengan beliau, dia memang orang tua yang sangat terbuka"
"Justru karena itu, istrinya Leng-cu yaitu Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim dengan leluasa mengambil
kekuasaannya, lalu diam-diam memelihara pengikut setia, di dalam perguruan Thian-ho, mendirikan lagi Hek-it-kau (Aliran baju hitam), yang diketuai oleh dua orang kepercayaannya sebagai ketua dan wakil ketua......"
"Apakah mereka itu adalah para orang baju hitam bertopeng itu?"
"Benar, haai... Hek-it-kau meraja lela di dunia persilatan, melakukan segala kejahatan, maka di dalam dunia persilatan timbul keadaan api di dalam sekam."
"Berbagai perguruan di dunia persilatan, apakah tidak ada satu orang pun yang berani melawannya?"
"Dalam berbagai perguruan tidak ada orang yang berbakat, melindungi diri sendiri saja sudah kewalahan, apalagi melawan Hek-it-kau! Namun akhir-nya masalah mi membuat marah Sin-ciu-sam-coat, di dalam satu pertarungan sengit mereka berhasil menyapu sarangnya, habislah pasukan intinya Hek-it-kau, ketua dan wakil ketuanya juga mengalami luka parah, maka aliran sesat yang melakukan kejahatan di dunia persilatan ini seperti Bunga Eng, hanya sebentar mekarnya, lalu hancur lebur......"
"Lalu Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim mengigat luka ketua dan wakil ketua Hek-it-kau, mereka kembali dengan mengancam para pesilat tinggi dari berbagai perguruan untuk melakukan serangan diam-diam ke perumahan Leng-in, mengakibatkan Sin-ciu-sam-coat yang sebagai pembela kebenaran di dunia persilatan, dua orang mati satu terluka, keluarga hancur, betul tidak locianpwee?"
Ciam-lo-cun-cia melihat mata Pek Soh-jiu mengandung hawa membunuh, alis mengangkat tinggi, wajahnya marah sekali, tidak tahan dia jadi bengong betapa saat berkata:
"Apa kau keturunan Sin-ciu-sam-coat?"
"Aku telah mengatakan pemberian Lo-cianpwee terlalu berisiko!"
"Ha...ha...ha" Giam-lo-cun-cia tertawa lepas beberapa saat, lalu berkata:
"Dulu aku sudah terlalu banyak melakukan kejahatan, tiga puluh tahun menghadap dinding untuk menyadarkan diri, terhadap kebencian hati pada Sin-ciu-sam-coat sudah lama hilang......"
"Harapan Lo-cianpwee telah terkabulkan, kebenciannya tentu saja hilang. Tapi dendam ayah tidak bisa dimaafkan, aku mungkin akan mengecewakan Lo-cianpwee atas budi memberikan kesuksesan padaku!"
Giam-lo-cun-cia melototkan sepasang matanya berkata:
"Kau mengira aku pembunuh ayahmu?"
"Apakah salah?" Kata Pek Soh-ciu dingin.
"Bocah, kau sungguh kurang pengalaman, otakmu tampaknya pintar sekali, namun karena niat membalas dendam, malah telah menutupi kepintaran-mu."
"Lo-cianpwee sedang menasihati aku?"
Giam-lo-cun-cia mendengus berkata:
"Dengan usiaku yang sudah setua ini, tidak keterlaluan kalau menasihatimu. Haai... apakah tidak terpikirkan oleh kau aku adalah orang cacad, tinggal di dalam gunung liar, bersembunyi sudah ada tiga puluh tahun?"
"Ini......" Pek Soh-jiu diam-diam berpikir, Giam-lo-cun-cia memang pernah mengatakan dia telah mengalami siksaan hidup selama tiga puluh tahun, saat itu dia belum tahu dirinya adalah keturunannya Sin-ciu-sam-coat, kelihatannya aku salah menyalahkan dia.
Setelah masalahnya jelas, dengan sendirinya timbul penyesalan di dalam hati terhadap orang tua cacad yang asing ini, apalagi pemberiannya sudah terlalu besar. Maka
dia buru-buru membungkukkan tubuh menghormat.
berkata: "Tepat sekali Lo-cianpwee menasihatiku, aku...keek, sungguh bodoh sekali."
Sambil menghela napas Giam-lo-cun-cia berkata:
"Kecurigaanmu bukan tidak ada alasan, dulu aku adalah ketuanya Hek-it-kau Ho-giam-Io (Raja neraka hidup) Liauw Ji-ang......"
"Lalu kenapa Lo-cianpwee sampai jadi sedemikian buruk?"
"Waktu itu aku terluka oleh Pouw-ci-sin-kang Hong San-ceng, sudah tidak mampu bertarung lagi, Sin-cin sam-coat sudah tidak mengejar dan mengancam aku lagi, tapi wakil ketua Hek-it-kau Oh-long (Srigala jahat) To Co an malah tidak membiarkan aku, dia bersekongkol dengan istriku, memaksaku menyerahkan cara membuat Ngo-tok-tui-hun-cian, lalu memenggal sepasang kaki ku, dan melemparkan aku ke dalam jurang......"
"Semalam suami istri ratusan hari mengingatnya, Isteriya Lo-cianpwee kenapa bisa sekejam itu!"
"Keek, wanita hina itu sudah lama berselingkuh dengan Oh-long,aku......haay......"
"Istri Lo-cianpwee, pasti seorang wanita yang cantik sekali."
Giam-lo-cun-cia jadi bersemangat lagi berkata: "Bocah, jika kau lahir lebih pagi sepuluh tahun, maka kau akan tahu nyonya ketua Hek-it-kau Cu Kwancing, benar-benar adalah wanita cantik yang memikat dunia."
Pek Soh-jiu tertegun:
"Cu Kwan-cing......"
Sepasang mata Giam-lo-cun-cia melotot:
"Kenapa" Aku tidak pantas" Aku hanya lebih tua lima puluh tahun saja dari dia, hemm, kau jarang melihatnya jadi merasa aneh." Dia baru saja habis bicara, dia seperti teringat Pek Soh-jiu kenal dengan Cu Kwan-cing, kembali berkata, "Beritahu aku, bagaimana kau bisa kenal dengan dia?"
Pek Soh-jiu tidak menduga wanita iblis yang cantiknya aduhai itu adalah istrinya Giam-lo-cun-cia, jika bukan mendengar sendiri, dia hampir saja tidak percaya, tapi bicara soal usia mereka, Giam-lo-cun-cia hanya pantas jadi kakeknya Cu Kwan-cing, bunga jatuh ke laut, tidak terhindar kesedihan pun terjadi! Tapi melihat warna wajahnya Giam-lo-cun-cia, terhadap istri mudanya yang cantik, yang selingkuh, yang mencelakai suami, dia masih tetap mencintainya, dia sendiri malah telah membunuh istrinya, harus bagaimana mencerita-kan pada orang tua ini" Sesaat, dia jadi gagu sulit menjawabnya.
Giam-lo-cun-cia mendadak mengangkat alisnya berteriak marah:
"Bocah, apa yang telah kau lakukan dengan dia"
Katakan!" Pek Soh-jiu terpaksa dengan sekali mengeluh berkata:
"Harap Lo-cianpwee memaafkan, aku......telah membunuh dia......"
Giam-lo-cun-cia seperti tersambar petir, seluruh semangatnya jadi mati rasa, lama, orang tua cacad yang lama terkurung digunung liar ini, mendadak tertawa keras yang tidak lebih enak di dengar dari pada tangisan, dua baris air mata tua seperti aliran sungai mengalir.
Pek Soh-jiu melihat Giam-lo-cun-cia karena kematiannya Cu Kwan-cing, sedihnya sampai sedemikian parah, jadi tidak tahan buru-buru berkata:
"Lo-cianpwee, aku......haay, sungguh terpaksa sekali, jika
'Lo-cianpwee ingin membalaskan dendam istri..."
"Tidak," Giam-lo-cun-cia mendadak menghentikan tangisnya berkata, "Aku tidak menyalahkanmu, membunuh wanita hina itu, memang ini juga satu diantara dua hal yang aku ingin kau lakukan untukku, tadi hanya karena terlalu kebetulan sekali, jadi tertawa."
Setelah Giam-lo-cun-cia berkata demikian, Pek Soh-jiu baru merasa hatinya sedikit lega, dia sungguh tidak ingin orang tua cacad yang seperti lampu kehabisan minyak ini, saat akan menemui ajalnya, masih menerima siksaan yang pedih, maka dengan lapang dada dia berkata:
"Lo-cianpwee masih ada pesan apa?"
Karena emosinya bergejolak, Giam-lo-cun-cia yang sudah sampai keadaan lampu kehabisan minyak, tadinya nyawanya masih bisa bertahan tiga sampai lima jam lagi, sekarang dia sudah sampai diujung batas, saat ini dia mulutnya menganga, nafasnya walau pun lemah, namun masih terngengah-engah. Beberapa saat, dia baru mi lanjutkan berkata:
"Satu lagi......yaitu......yaitu laki yang selingkuh itu... Oh-long... kau...... bunuhlah dia...... dengar...... bocah, Oh......Long itu......sekarang ini ada di Thian-ho-leng....mungkin..... dia itu adalah pembunuh ayahmu......
dan juga......wanita hina itu......pernah menangkap......"
Menangkap apa" Dia tidak bisa menyelesaikan kata-katanya, kepala besar dengan rambutnya yang acak acakan
itu roboh, orang hebat yang aneh ini, telah menyelesaikan hidupnya yang menyedihkan.
Ini adalah akibat yang pasti, tapi meninggalkan kesedihan yang berat bagi Pek Soh-jiu, karena Giam-lo-cun-cia menyalurkan seratus tahun tenaga dalam pada dirinya, akibatnya jadi begini, dengan berlinang air mata, dia menguburkan jenasah Giam-lo-cun-cia, menghadap pada gundukan tanah kuning, dia sedang memikirkan pesan terakhir Giam-lo-cun-cia:
"Oh-long sekarang ada di Thian-ho-leng, mungkin dia adalah pembunuh ayahmu......"
Tidak salah, Ngo-tok-rui-hun-cian adalah senjata rahasia khusus Giam-lo-cun-cia, tapi berhasil dikuasai oleh istrinya Cu Kwan-cing dan Oh-long To Cu-an, dan To Cu-an adalah wakil ketuanya Hek-it-kau, nyawa yang lolos dari tangannya Sin-ciu-sam-coat, maka otak yang diam-diam menyerang perumahan Leng-in, sudah tentu Oh-long ini. '
Jejak musuh sudah diketemukan, dia tidak tidak bisa tinggal lebih lama lagi, sekali bersiul ke langit, dia langsung ingin berlari pulang tapi, kakinya jadi tertahan lagi, diam-diam berpikir:
"Bukankah Giam-lo-cun-cia pernah mengatakan Cu Kwan-cing pernah menangkap..." Jika yang dia tangkap itu adalah manusia, pasti dikurung di suatu tempat rahasia, sekarang Cu Kwan-cing dan Giam-lo-cun-tia sudah mati, jika dirinya pergi begitu saja, bukankah akan memutuskan harapan orang itu untuk bisa hidup" Keturunannya Sin-ciu-sam-coat, mana bisa tidak menolong orang yang ada dalam kesulitan?" maka dia balikan tubuh, kembali lagi ke goa tempat tinggalnya Giam-lo-cun-cia.
Setelah menyelidiki dengan seksama, dia menemukan batu besar yang bisa digerakan, sepasang tangan pelan
mengangkatnya, maka terlihatlah satu lubang goa kecil yang hanya cukup masuk satu tubuh saja.
Sinar bulan tidak bisa mencapai ke dalam, goa kecil itu tentu saja gelap gulita, tapi sekarang dia memiliki tenaga dalam latihan ratusan tahun, matanya jadi sangat tajam sekali" Melihat sebentar, dia sudah dapat melihat sesosok tubuh manusia yang menggulung, memang dia adalah Siau Yam yang hilang di pantai sungai. Dia sangat gembira sekali, dia mengulurkan tangan, dengan cepat menggendong Siau Yam keluar goa, lalu menepuk-nepukan telapaknya dengan cepat, membuka totokannya, menekuk sikutnya, memeluk erat di dalam pelukannya berkata:
"Adik Yam, kau sudah mengalami kesusahan..."
Siau Yam tersenyum manis:
"Wanita itu sungguh jahat, dia diam-diam menebarkan asap beracun, membuat aku jadi tidak sadarkan diri, kemudian dia meminta padaku, ingin dengan kau......
dengan kau......hemm, sungguh tidak tahu malu."
"Keek!" sekali Pek Soh-jiu berkata, "Adik Yam kau jangan marah, wanita yang tidak tahu malu itu, sudah mati digigit Sian-giok!"
Siau Yam memelalakan mata berkata: "Sungguh" Sian-giok itu apa" Dia bisa menggigit orang?"
Pek Soh-jiu setelah menceritakan dengan singkat bagaimana pengalaman dia mendapatkan ular pintar Sian-giok, berkata:
"Tentu saja benar, saat itu aku juga sudah terkena racun yang dia lakukan dengan diam-diam, jika bukan karena Sian-giok, mungkin juga tidak bisa lolos dari tangan jahat dia."
Siau Yam mendadak bangkit berdiri, sepasang mata melotot, menatap Pek Soh-jiu berkata:
"Apa Racun Toan-hun-cauww itu sudah sembuh?"
Wajah Pek Soh-jiu menjadi merah berkata: "Sudah..."
"Bagaimana sembuhnya?"
"Keek, adik Yam, aku sudah sembuh bukankah itu bagus" Buat apa bertanya terus seperti ini!"
"Tidak, tentu kau kembali mendapatkan seorang wanita busuk, aku tidak mau, kau katakan, siapa wanita busuk itu?"
?"Haai, adik Yam, ini tidak bisa salahkan aku, siapa suruh kau tidak baik-baik menjaga aku!"
"Hemm, aku hampir saja kehilangan nyawa, kau malah sebaliknya menyalahkan aku, baik, biar aku mengalah pada kalian saja..." benar saja setelah mengatakan langsung pergi, tubuh berkelebat, langsung lari keluar goa.
Pek Soh-jiu mengejar keluar goa, menangkap lengan dia berkata:
"Adik Yam, kau dengarkan aku dulu "
"Dengarkan" Baik, kau katakan siapa wanita itu."
Pek Soh-jiu tertawa berkata:
"Sebenarnya, keek, dia itu juga bukan orang luar...."
"Hemmm, bukan orang luar" Sudah menjadi Istrimu, dia itu tentu saja bukan orang luar."
"Haay, bukan itu maksudku, karena... dia itu adalah cicimu."
"Puuih, sudah jelas kau tahu aku adalah seorang anak tunggal, dari mana datangnya seorang cici!"
"Sungguh, aku tidak membohongimu."
"Ooo, kalau begitu dia itu jika bukan Wie Pui-hoa pasti Giok Ie-ko benar."
"Bukan Suci, tapi adalah kakak sedarahmu sendiri...."
"Aku tidak percaya, kau menipu aku..."
Perkataan Siau Yam belum habis, dalam bayangan gelap saru tombak lebih melangkah keluar tiga sosok bayangan orang, yang paling depan adalah orang tua yang tamburnya beruban, bajunya merah api, dibelakang dia ada dua orang wanita cantik yang satu berbaju kuning yang satunya lagi berbaju biru, dibawah sinar bulan, tampak mempesona, seperti dewi turun dari khayangan.
Disaat Siau Yam keheranan, wanita baju kuning itu sudah maju beberapa langkah, tangannya, menggenggam telapak tangan kanannya dengan lembut berkata:
"Kau ini pasti adik Yam kan" Sungguh membuat kau menderita saja, namaku Su Lam-ceng, mari, aku perkenalkan."
Sifatnya Siau Yam, ada sedikit liar, kecuali guru dia Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim yang dia tidak berani membangkangnya, hanya Pek Soh-jiu yang sedikit bisa membuat dia jadi penurut, namun wajah dan senyumnya Su Lam-ceng yang hangat, bicaranya yang familiar, sepertinya ada satu tenaga yang sulit bisa menahannya, dia malah tanpa sadar ditariknya maju ke depan. Pertama, Su Lam-ceng menunjuk Thian-ho-sat-kun berkata:
"Ini adalah ayahmu, ketua sebenarnya dari Thian-ho-leng, Thian-ho-sat-kun Siau Ji-po."
Sepasang mata Siau Yam membelalak, mengawasi Thian-ho-sat-kun, lalu mengawasi Su Lam-ceng, terakhir
menatap Pek Soh-jiu berkata: "Ciu koko, apa ini betul?" Pek Soh-jiu menghela napas: "Menjadi seorang anak yatim piatu hampir selama dua puluh tahun, sekali bertemu dengan ayah kandung dengan mendadak, di dalam hati pasti sulit bisa menerimanya, namun, ini adalah kenyataan yang sebenarnya, dan juga kau masih ada seorang kakak yang sebapa tidak seibu, dia adalah Hud-bun-it-mo yang menggemparkan dunia persilatan.
Saat ini Thian-ho-satf-kun dengan berlinang air mata, datang mendekat berkata:
"Anak Yam, kau lihat kaki ayah, kita ayah dan anak bertiga di tempat yang sama semuanya sama tumbuh sebuah tanda lahir merah, ini adalah tanda yang diberikan oleh langit pada kita ayah dan anak, kau masih tidak panggil ayah... "
Siau Yam tidak bisa menahan lagi, dia maju ke depan, memeluk Thian-ho-sat-kun, dengan emosi berteriak
"Ayah!", lalu menangis dengan sedihnya.
Lama... Thian-ho-sat-kun menahan tubuhnya, dengan kasih sayang mengusap rambut halusnya berkata:
"Beritahu ayah, apakah bocah itu telah menyulitkanmu?"
Siau Yam tertegun:
"Siapa yang ayah bicarakan?"
"Hemm!" Thian-ho-sat-kun berkata, "Kecuali bocah she Pek itu siapa lagi!"
Dua baris air mata masih menempel dipipinya Siau Yam, dia malah "Psss!" tertawa berkata:
"Benar, ayah tidak katakan aku hampir saja lupa, dia.....sengaja khusus mempersulit aku..."
Thian-ho-sat-kun membelalakan mata berkata:
"Anak manis jangan takut, biar ayah hajar dia."
Siau Yam buru-buru menarik lengan baju Thian-ho sat-kun:
"Ayah! Dia juga sangat kasihan, kita ampuni dia sekali ini."
Thian-ho-sat-kun dengan wajah seperti marah berkata:
"Bocah ini semakin dilihat semakin tidak menyenangkan, aku hanya ada dua orang putri, malah semuanya ditipu dia, terakhir malah ditambah kerugian seorang murid lagi. Hemm, jika tidak menghajar dia, sungguh sulit meredakan kekesalan hati."
Pek Soh-jiu tersenyum pada Su Lam-ceng berkata:
"Mereka ayah dan anak bersatu, aku jadi tidak bisa melawannya! Adik Ceng kau harus bantu aku ya."
Su Lam-ceng mencibirkan bibirnya berkata: "Orang yang tahu keadaan baru disebut orang pintar, suruh aku bantu kau lebih baik aku bantu guru saja, lebih aman."
"Ha...ha...ha jangan takut, adik kecil, kakak yang tua ini akan membantumu." Diikuti tertawanya, Oh-kui Ouwyang Yong-it, dan Sangguan Ceng-hun bergandengan berjalan keluar, pertama-tama mereka mengedip-ngedipkan mata pada Pek Soh-jiu, lalu membungkuk menghormat pada Thian-ho-sat-kun berkata:
"Apa kabar Lo-cianpwee."
Thian-ho-sat-kun bersuara "Hemm!" lalu melotot pada Ouwyang Yong-it berkata:
"Kau akan membantu bocah itu, betul tidak?"
Ouwyang Yong-it menggeleng-gelengkan kepala berkata:
"Tidak, aku akan bantu Lo-cianpwee."
"Aku jelas-jelas mendengar kau mengatakan akan bantu dia, kenapa dalam sekejap sudah tidak mengaku lagi?"
"Keek, jika Lo-cianpwee benar-benar telah menghajar adik kecilku! Walau memukulnya tidak sakit tidak berasa, masih saja akan ada orang yang merasa sedih beberapa hari, dengan demikian kebencian Lo-cianpwee belum
terhapuskan, lalu amarahnya mungkin malah akan meletuskan kulit perut."
"Ha...ha...ha...!" Thian-ho-sat-kun tertawa terbahak-bakah sejenak berkata, "Betul juga, bocah ini juga kasihan sekali, kita ampuni dia saja kali ini."
Pemandangan bahagia sekeluarga ini, malam hari di gunung liar ini telah menimbulkan kegembiraan yang sampai kepuncaknya, lama, Thian-ho-sat-kun baru menghentikan tawanya, sambil memegang tangan Siau Yam berkata:
"Anak Yam, bagaimana kabar ibumu?"
"Ibuku?" Siau Yam keheranan berkata, "Ayah! Siapa ibuku?"
Thian-ho-sat-kun tertegun:
"Anak Yam! Kau ini bagaimana" Bukankah kau ini muridnya Thian-ho-leng?"
"Betul, aku memang muridnya Thian-ho-leng."
"Yang menguasai Thian-ho-leng bukankah Ang-kun-giok-hui Hai Keng-sim?"
"Benar dia, dia itu adalah guruku."
"Apa" Dia itu gurumu" Dia tidak memberitahukan, dia itu adalah ibu kandungmu?"
"Aaa......"
Ini sungguh sulit dipercaya, tapi beritanya keluar dari mulutnya Thian-ho-sat-kun, membuat orang tidak bisa tidak percaya, tapi, kenapa Ang-kun-giok-hui melakukan demikian, sebenarnya apa tujuannya" Tentu saja, Ang-kun-giok-hui berambisi menguasai dunia persilatan, tapi ini apa hubungannya dengan mengakui anak kandung sendiri"
Tidak ada orang yang bisa menjawab teka-teki ini, dan Siau Yam tidak tahan bertanya:
"Ayah, jika kau ketuanya perguruan ini, lalu mengapa meninggalkan Thian-ciat-leng" Dan malah sekali meninggalkan hampir dua puluh tahun?"
"Haai......" Thian-ho-sat-kun menghela napas panjang berkata, "Ayah meninggalkan Thian-ciat-leng, adalah untuk mengabulkan harapan ayah berkeliling dunia, tidak diduga ketika sampai di pegunungan Hoai-ie, aku diam-diam telah diracun orang, ayah terpaksa memetik beberapa macam rumput obat, mencari satu lembah mati untuk
menyembuhkan racun, siapa tahu dasar sedang sial, petaka datangnya bukan hanya satu, walau pun telah menawarkan racun, tapi jalan darahnya jadi tersesat, jika bukan bertemu dengan kera pintar Hoan-nio itu, ayah tidak akan bernyawa lagi!"
Dia menghentikan bicaranya sejenak, mendadak mengangkat alis berkata lagi:
"Wanita hina itu jika tidak mengakui anak kandung sendiri, siapa yang tahu dia tidak mencelakai suaminya sendiri, hemm, ayah seumur hidup tidak berselisih dengan orang, kali ini terpaksa menggunakan kekerasan, untuk membersihkan perguruan."
"Lalu! Ayah! Apa kita akan pergi ke Thian-ciat- leng"
Atau......"
"Ha ha ha!" Thian-ho-sat-kun tertawa, "Jika sudah masuk ke dalam gunung pusaka, bagaimana bisa kita pulang dengan tangan hampa, jalanlah, kita hadapi para teman-teman dunia persilatan dari aliran hitam mau pun putih."
Lalu, mereka kembali masuk ke pegunungan Kwo-tiang untuk menyelidiki, pergi mencari sarangnya Goan Ang, tentu saja, mereka bertemu dengan tidak sedikit pesilat tinggi dari berbagai aliran, karena mereka tidak ingin membuat masalah, dengan cepat tiba di Thian-ciat-leng, dengan tidak terjadi pertengkaran, tapi, akhirnya Pek Soh-jiu tetap saja bisa dikenali orang, Ho-leng-ci adalah pusaka alam, Pouw-long-tui juga adalah pusaka yang tiata tara, di bawah dorongan ingin memiliki, ada orang yang mulai melakukan penyerangan pada dia, mereka telah menerobos banyak sekali hadangan berbahaya, akhirnya di kepung oleh para pesilat tinggi dari berbagai aliran yang banyaknya sepuluh kali lipat dari mereka, saat itu tepat di hari yang paling gelap saat akan fajar, dalam pertarungan itu mereka kembali terpisah, setelah musuh mundur semua, haripun terang benderang, disisi Pek Soh-jiu, hanya tinggal Su Lam-ceng seorang, untungnya tempat tujuan sudah tidak jauh, berkumpul lagi tentunya tidak akan sulit, sehingga, mereka berdua bergandengan berlari melanjutkan perjalanan.
Mendadak tercium bau amis darah, terbawa mengikuti angin masuk kehidung mereka, Pek Soh-jiu berlari kesamping menuju arah bau aneh itu, belum lagi mereka berlari sampai tiga tombak, sudah melihat mayat mayat bergelimpangan diatas tanah, luka mereka semuanya sama atas kepalanya pecah, mati terkena sekali pukulan.
Mulai dari sini terus ke depan, di sepanjang jalan mereka menemukan tidak sedikit mayat yang tewas terkena pukulan keras, sepertinya para pesilat tinggi dari berbagai
aliran yang berniat merebut pusaka tidak ada satu pun yang selamat.
Su Lam-ceng dengan menghela napas, perlahan bn kata:
"Orang yang berhasil merebut Ho-leng-ci ini, bukan saja ilmu silatnya sudah sampai tingkat teratas, tindakannya yang kejam juga jarang ditemui didunia!" baru saja habis bicara, Pek Soh-jiu mendadak menangkap pelelangan tangan kanannya, tubuhnya bergerak, meloncat melintang lima kaki, tepat berada di belakang satu pohon besar, baru saja dia bengong, di belakang dirinya sudah terdengar satu letusan yang keras sekali, terlihat dahan dan daun-daun berterbangan, debu berhamburan, diatas tanah, sudah tampak satu lubang dalam yang besar sekali.
Hati Su Lam-ceng tergetar keras sekali, dia tidak pernah terpikir ada tenaga telapak yang sedahsyat ini, saat dilancarkan sedikit pun tidak mengeluarkan tanda-tanda, tidak aneh begitu banyak orang bisa mati mendadak, dia tertawa manis pada Pek Soh-jiu, berkata:
"Ciu koko! Terima kasih, tenaga telapak orang ini terlalu dahsyat, kita harus hati-hati sekali."
Pek Soh-jiu mendengus dengan dingin, sorot matanya ditujukan pada sebuah pohon yang ada didepannya dengan sorot mata sinis berkata:
"Keluarlah, tuan seorang yang ternama di dunia persilatan, memalukan melakukan tindakan seperti pencuri ayam ini!"
"He...he...he" diiringi tawa panjang, keluar seorang tua berusia lima puluh tahunan yang bertubuh pendek gemuk, sepasang mata elangnya yang bersinar, memperhatikan Pek Soh-jiu dari atas sampai kebawah, berkata:
"Membunuh orang demi melindungi diri, apakah itu salah?"
Pek Soh-jiu dengan benci mengeluarkan "Heng!" sekali berkata:
"Alasannya cukup bagus, tapi tindakannya sangat hina."
"Setiap orang yang berani masuk ke bukit Ci-ih, tentu ada alasan untuk mati, kalian berdua juga tidak terkecuali!"
"Asalkan kau punya keyakinan itu, nyawa kami berdua akan kami serahkan padamu."
"Baik, terima ini."
Sebuah cengkeraman meluncur, datangnya laksana kilat, dilangit mengaris seperti lembayung, jurus baru dimulai, ujung cakarnya sudah sampai di depan tubuh.
Pek Soh-ciu tidak menghindar juga tidak mengelak, tubuhnya seperti sebatang pohon Liu, bergoyang-goyang terhadap cengkeraman yang amat keji Itu, orang tua bertubuh pendek gemuk berturut-turut beberapa kali merubahnya, akhirnya ditarik kembali tanpa hasil.
Sekali tertawa panjang, orang tua pendek itu mundur tiga langkah kebelakang, berkata:


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kepandaian Siauhiap hebat sekali, tidak tahu siapa nama anda?"
"Aku Pek Soh-jiu, tampaknya Cianpwee adalah Goan Ang, GoanTayhiap?"
"Tidak salah, aku memang Goan Ang, nona ini siapa?"
Su Lam-ceng memberi hormat: "Aku Su Lam-ceng, harap Goan Cianpwee memberi petunjuk."
"Ha ha ha!" Goan Ang tertawa, "Walau pun aku telah berhasil mendapatkan Ho-leng-ci, tapi tidak berani
menguasai sendirian, setiap teman yang datang ke bukit Giok-hong, asalkan dapat lolos terhadap cengkeraman tanganku, maka dia ada kesempatan mendapatkan Ho-leng-cii......"
Pek Soh-jiu berkata:
"Aku tidak ada niat memiliki Ho-leng-ci, hanya tertarik mendapatkan dua helai daun Leng-ci saja, sudah cukup."
"Hemm!" Goan Ang berkata, "Baiklah, kalian ikut aku."
Lengan baju yang besar itu sekali diayunkan, tubuhnya yang pendek gemuk sudah melayang naik ke atas, ketika di udara bergerak bayangannya sudah berada tiga tombak lebih, ketinggian ilmu silatnya, sungguh mengejutkan orang.
Pek Soh-jiu suami istri mengikuti dari belakang, menempel ketat satu langkah pun tidak tertinggal, dalam sekejap mereka tiba diatas puncak tebing yang tingginya sampai sebuah jejak burung terbangpun tidak ada.
Setelah menghentikan langkah, Goan Ang dengan tertawa dingin berkata:
"Ho-leng-ci ada di bawah jurang yang tertutup awan ini, kalian berdua jika tidak takut, silahkan ikut aku untuk mengadu keberuntungan."
Habis bicara tubuhnya seperti burung bangau terbang, meloncat ke dalam jurang yang dalamnya tidak terlihat, dan ditutupi awan itu, Pek Soh-jiu melirik pada Su Lam-ceng berkata:
"Adik Ceng di bawah jurang pasti tempat yang sangat berbahaya, kau......"
Su Lam-ceng mencibirkan bibirnya, menghentikan pembicaraan yang belum selesai dia berkata:
"Kau kira aku takut mati" Hemm!" bayangan kuning berkelebat, dia langsung meloncat ke dalam jurang yang dalam itu.
Seperti panah yang sudah di tarik diatas busur, mau tidak mau harus dilepas, Pek Soh-jiu bersiul sekali, tubuhnya sudah melayang datar, lalu menghirup nafas, pelan-pelan turun ke dalam jurang yang dalam, yang tidak tahu akan bernasib sial atau beruntung.
Terasa sebuah hembusan hawa dingin yang aneh sekali, seperti jutaan benang juga seperti satu jaring ikan yang besar sekali, dari segala arah menciut ke tengah, seluruh otot di tubuhnya bergetar, tenaga dalam yang sudah di pusatkan, hampir saja buyar semua, diam-diam dia berkata,
"Celaka." Segera dia mengayunkan telapak tangan kanannya, sekuat tenaga dipukulkan ke tebing di sebelah kiri, tubuh yang melayang, menggunakan tenaga balik turun ke arah kanan, dalam waktu sekejap mata, lima jari tangan kanan telah di tanjapkan ke tebing dingin yang dekat tubuhnya, namun apa yang disentuh lima jari, seperti pasir, sama sekali tidak bisa dipergunakan untuk menahan beban, tidak ada kesempatan untuk dia menggunakan gerakan lain, huut... dia sudah jatuh kedalam jurang dengan anginnya yang dingin itu, untungnya ilmu silat dia sudah sampai tingkat teratas, walau pun jatuhnya tidak ringan, namun lukanya tidak mengganggu.
Dia melakukan pernapasan sebentar, lalu dengan kewaspadaan yang tinggi mengikuti jurang yang tandus ini maju ke depan, mendadak, dia menemukan di telapak tangan kanannya, masih menggenggam satu batu kecil yang terbawa saat tadi jatuh ke dalam jurang, karena terlalu tegangnya jadi hingga sekarang belum dibuang, maka dengan tertawa tidak bersuara, melemparkan batu kecil itu.
Batu kecil itu terlepas dari tangan, dia merasakan hawa dingin di dalam jurang sepertinya mendadak jadi meningkat, dengan tenaga dalamnya yang sudah sampai tingkat tertinggi, malah sampai tidak tahan tubuhnya gemetar kedinginan.
"Apakah batu kecil itu ada kegunaannya untuk menahan dingin?" diam-diam dia berpikir, lalu membalikan tubuh menuju ke tempat tadi dia melempar batu.
Batu itu ternyata sebutir batu kecil bundar sebesar kelereng yang warnanya merah tua, baru saja mengambil batu itu ke dalam tangannya, satu hawa yang hangat menelusuri lengannya naik ke atas, sungguh segala ini seperti yang sudah diatur oleh alam, dia jatuh ke dalam jurang yang dingin, tapi malahan tanpa sengaja mendapatkan batu aneh yang bisa menahan dingin, membuat keberanian dia semakin bertambah, segera dia melakukan pencarian keberadaan-nya Su Lam-ceng, tapi setelah hampir menghabiskan waktu dua jam, satu bayangan orang pun tidak di temukan, mungkin Su Lam-ceng sudah masuk duluan, dia terpaksa berlari ke depan mengikuti jalan setapak.
Di ujung jalan, adalah sebuah pintu batu yang terbuka lebar, dia sedikit ragu tapi lalu melangkah masuk kedalam.
Di dalam ternyata adalah lapangan es yang luasnya kurang lebih seratus tombak, ada kebun bunga yang telah diatur manusia, bermacam-macam bunga aneh tumbuh, membuat lapangan es ini menjadi indah, saking indahnya, hampir membuat orang terpesona.
Pek Soh-jiu mengikuti jalan kecil di kebun melangkah maju, terhadap harum yang keluar dari pot bunga, dia sedikit merasakan perasaan mabuk.
Di saat dia sedang menikmatinya, mendadak terdengar satu teriakan, delapan orang laki-laki besar dengan menghunus golok bulu tipis, menerjang kearah dia, mereka tanpa basa-basi bergerak bersama-sama mengeluarkan serangan, dia merasa sebuah tekanan yang sangat dahsyat dari atas kepala sampai ujung kaki.
Dia dapat melihat jurus delapan orang ini sangat kompak tidak ada celah, bagaimana pun mencoba, sulit bisa menghindar dari serangan ini, tapi wajah dia tampak sangat tenang, dia sedikit pun tidak tampak gelisah menghadapi serangan delapan orang ini, mendadak tubuhnya berputar secepat angin kencang, disekelilingnya segera terdengar suara trang trang trang, delapan bilah golok sayap tipis yang sangat tajam, delapan laki-laki besar yang ilmu silatnya cukup tinggi, bersamaan terbang jatuh sejauh satu tombak lebih, diatas lantai es yang putih itu tinggal sekuntum bunga darah merah yang mencolok mata.
"Bocah, sudah sampai keajalnya, masih berani melakukan kejahatan menggunakan ilmu silat......"
Dari sebuah lubang goa, berturut-turut meloncat keluar tiga orang, yang paling depan adalah seorang tua yang kumis dan rambutnya sudah putih semua, memakai baju biru, ditangannya memegang sebuah pipa bako, tampangnya sangat angker.
Yang lainnya seorang nyonya tua baju hijau, matanya menonjol keluar hidung terbalik, di lengan kanannya membelit sebuah pecut tujuh bagian wajahnya buruk sekali, langkahnya terlihat mantap sekali.
Yang terakhir adalah seorang laki-laki besar setengah baya dengan wajah dingin, di punggungnya ada sepasang Wan-yo-pit (Wan-yo= semacam bebek yang berpasangan
dengan satu pasangannya saja seumur hidupnya; Pit=pena), sepasang matanya bersinar tampak wajahnya keheranan.
Sorot mata Pek Soh-jiu menyapu dia sekali, lalu berkata dingin:
"Aku tidak ingin lebih banyak lagi membunuh orang tidak berdosa, harap kalian bertiga panggilkan Goan Ang keluar untuk menjawab pertanyaan ku."
Orang tua berrambut putih tertawa: "Ketua Goan adalah seorang yang terhormat, bagaimana orang seperti kau ini bisa sembarang bertemu dia!"
Pek Soh-jiu dengan angkuhnya mendengus sekali, katanya:
"Jika kalian berniat menghalangi jalan, aku terpaksa menggunakan kekerasan."
Laki-laki besar setengah baya yang wajahnya dingin mendadak maju selangkah berkata:
"Berani bertingkah dihadapan Im-yang-sam-ih (Tiga serangkai Im-yang), kau sudah bosan hidup, mari, biar aku Tiauw Pat-ya menghabisimu."
Disaat bicara, Huan-yang-pienya sudah berada ditangan, tapi terhadap Pek Soh-jiu yang bisa menahan hawa dingin, dan dalam satu jurus bisa melukai Peng-kok-pat-hiong (Delapan jago dari lembah es) merasakan sedikit ragu-ragu, dia adalah seorang yang licin, maka dia tidak mau menyerang duluan.
Pek Soh-jiu mengangkat alisnya: "Bagus, terima ini."
Kaki kirinya melangkah, telapak tangan kanannya memukul dengan jurus Hoa-liong-tian-ceng (Menggambar naga menitik mata), jari telunjuk dan jari tengah dengan
membawa suara ssst... sudah hampir mengenai wajah Tiauw Pat-ya.
Angin jarinya seperti senjata tajam, bersuit tajam memecah angin, jurus serangan yang tampak asal-asalan ini, ternyata dahsyatnya luar biasa, wajah Tiauw Pat-ya berubah, tidak tahan dia mundur kebelakang beberapa langkah, tapi sepasang jari pek Soh-ciu seperti belatung menempel di tulang, saat tubuh Tiauw Pat-ya berkelibat menghindar, sepasang Pit ditangannya juga mengeluarkan jurus hebatnya melindungi diri, namun tetap tidak bisa menahan ancaman dari sepasang jari Pek Soh-jiu, wajahnya yang pucat dingin itu mengeluarkan tetes-tetes keringat sebesar kacang.
Orang tertua dari Im-yang-sam-ih Thian Ceng, dan orang kedua Lai San-siu melihat pertarungan ini dengan wajah berubah, segera dua suara teriakan terdengar, pipa bako dan pecut bersamaan waktu menyerang Pek Soh-jiu.
"Ha...ha...ha" terdengar tawa yang keras, menggema di seluruh lembah es, Im-yang-sam-ih tampak tertegun seperti patung ayam, ternyata semuanya telah tertotok jalan darahnya oleh Pek Soh-jiu dengan jurus yang tidak terbayangkan. Pek Soh-ciu tidak mempedulikan lagi mereka bertiga, tubuhnya berkelebat, berlari mengikuti jalan lorong.
Keluar dari lorong, adalah sebuah ruang goa es yang besar sekali, esnya keras berkilauan, putih seperti giok, embun putih yang ditimbulkan oleh hawa dingin menguap keluar dari balok es, segumpal hawa putih yang seperti embun atau asap, menutupi seluruh ruang, bukan saja hawanya sangat dingin sekali, sampai jarak pandang pun tidak bisa mencapai lima kaki lebih.
Dengan hati hati dan pelan Pek Soh-ciu maju kedepan, dia juga memindahkan batu kecil berwarna merah itu
kedepan dadanya, diam-diam mengerahkan tenaga dalam, menghisap daya panasnya.
Mendadak, langkah dia terhenti, sepasang matanya melotot, menatap tajam pada satu bayangan orang didepannya.
Itu adalah satu bayangan seorang tua yang tubuhnya tinggi besar, rambut dan kumisnya berdiri keras, sepasang mata ikannya, melotot seperti bel tembaga, tapi hidungnya bengkok mulut menganga, sedikit pun tidak ada tanda kehidupan, ternyata sebuah mayat yang sudah lama mati kedinginan, selanjutnya setiap jarak yang tidak jauh, dia pasti menemukan mayat yang serupa, mereka ada yang dalam posisi duduk ada yang terlentang, posisinya berbeda-beda, menggambarkan suasana yang menyeramkan pada lembah dingin yang aneh ini.
Mendadak, mata dia menjadi terang, sepasang kakinya langsung meloncat, dia sudah melewati sepuluh lebih hweesio dan berdiri dibelakang mereka, sepasang matanya bersinar, mengeluarkan sinar keheranan.
Tampak dua belas orang hweesio dan tiga orang pendeta To diam seperti patung, mereka semua menutup matanya, duduk bersila sedang mengerahkan tenaga dalam dari aliran Budha dan To melawan dinginnya hawa di dalam goa.
Setelah diam-diam dia mengawasi mereka sejenak, tidak terasa dia menghela napas, dia tahu mereka adalah seluruh kekuatan inti dari Siauw-lim-sie di bawah ketuanya, dan tiga tetua dari Bu-tong yaitu Ceng-yang, Cuan-yang, Cu-yang, jika membiarkan mereka mati disini, tidak saja membuat dua perguruan aliran lurus dari dunia persilatan ini sulit bisa bangkit kembali, juga akan membuat kerugian yang amat mengerikan bagi dunia persilatan.
Namun saat ini dia seperti Budha tanah menyeberang sungai, melindungi diri sendiri saja sulit, apalagi dengan kekuatan seorang diri, walau pun tenaga dalamnya lebih tinggi lagi juga sulit bisa menghilang-kan racun yang dialami sepuluh lebih orang-orang ini, terpaksa dia sementara melepaskan menolong mereka, pikirnya nanti setelah bertemu dengan Goan Ang, dia akan memaksa menyerahkan Ho-leng-ci, baru menentukan cara menolong mereka.
Keluar dari bagian goa ini, hawa dingin sudah tidak sedingin tadi, dengan lega dia menghela nafas, melanjutkan larinya kedepan.
Sekarang di hadapannya ada sebaris rumah yang dibangun oleh batu dan papan, pohon bambu tampak di mana-mana, ada satu parit mengalir melintang, pemandangannya luar biasa, segulung hawa yang hangat, ditiup angin menerpa mukanya, dibandingkan dengan ruangan es yang tadi dilalui, benar-benar dunia yang berbeda sekali.
Saat ini matahari berada ditengah-tengah kepala, sinar matatari dari atas tebing yang tinggi curam menyinari lembah yang misterius sulit di duga ini, tampak sinarnya sudah lemah tidak bertenaga, saat dia mengawasi kesekeliling, sebaris pasukan pesilat dengan baju ringkas, keluar dari belakang rumpun bambu, orang yang meminpin di depan, alisnya tebal matanya besar, tampangnya sangat galak, dia mengayunkan golok panjang ditangannya, lalu bayangan orang berkelebatan mengepung Pek Soh-jiu di tengah lingkaran.
"Hemm!" Pek Soh-jiu berkata dingin, "Panggil Goan Ang keluar menemui aku, jika tidak jangan salahkan aku bertindak kejam!"
Terhadap teriakan Pek Soh-jiu, pengepungnya sedikit pun tidak mempedulikannya, sambil memeluk golok panjang, mereka berdiri tegak tanpa perasaan, diatas wajahnya sedikitpun tidak ada ekspresi.
Pek Soh-jiu mendengus, telapak tangan kanannya mendadak dikibaskan, dengan lima puluh persen tanaga dalamnya, didorongkan kedepan, mendadak satu sinar golok berkelebat, sebuah tirai sinar, menahan tenaga telapaknya, di kedua sisi kiri kanan dan belakang tubuh, juga bersamaan waktu datang menyerang tiga kelompok tirai golok, namun gerakan-nya melayang-layang, begitu menyentuh langsung menghindar, Pek Soh-jiu hanya menyerang satu jurus, mereka telah menyerang empat jurus, juga telah berganti tiga tempat.
Pek Soh-jiu terkejut, dia tidak menduga di dalam lembah yang misterius ini, ada barisan golok sehebat ini, dia segera mengumpulkan hawa murni kedalam Tan-tian, tenaga dalamnya menyebar keseluruh tubuh, tubuh mendadak berputar, sepasang tangan melayang-layang, dalam sekejap mata, menyerang berturut-turut delapan telapak tangan, sekejap kemudian terdengar beberapa kali suara jeritan mengerikan, sekeliling kembali menjadi hening, namun sepasukan pesilat berbaju ringkas ini, sudah roboh setengahnya.
"Ha...ha...ha seumur hidup aku belum pernah mengagumi orang, ilmu silat sehebat Pek Siauhiap ini, sungguh-sungguh belum pernah terlihat dalam seratus tahun, namun......"
Akhirnya Goan Ang menampakkan diri, di belakangnya mengikuti seorang laki-laki besar setengah baya yang tampan, bermulut tajam, pipinya tipis, matanya berputar-putar. Melihat Pek Soh-jiu yang dapat melalui lorong es, dan kepandaian hebat yang tadi diperagakan, tampaknya
memuji, tapi di dalam kata-katanya, sedikit pun tidak mengadung ketakutan.
Pek Soh-jiu berkata dingin:
"Maksudmu, orang she Pek terlalu lama hidup?"
Goan Ang menyipitkan sepasang matanya, wajahnya yang bulat tampak bersinar dingin, katanya:
"Bukan, bukan, aku hanya merasa sedikit sayang saja."
Pek Soh-jiu mendengus:
"Anda tidak perlu menakut-nakuti, jika masih punya kepandaian lain, silahkan keluarkan biar menambah pengetahuanku."
"He he he!" Goan Ang tertawa, "Terhadap orang yang telah keracunan, tidak perlu menggunakan jurus hebat lagi, he......"
Hati Pek Soh-jiu tergerak, dia segera mengerahkan tenaga dalam, benar saja diantara Ciu-wie, ada satu hawa yang dingin, wajah dia berubah berkata:
"Aku mengikuti anda datang kemari, hanya menginginkan dua helai daun Ho-leng-ci, untuk menyembuhkan penyakit pamanku, tidak diduga anda malah ingin menghabisi orang-orang Bulim dalam satu pukulan, hemm, walau pun aku terkena racun aneh, tapi aku masih mampu menghabisi nyawa orang she Goan dibawah telapak tanganku."
"Siauhiap sepertinya terlalu percaya diri.'"
"Kalau tidak percaya, boleh kau coba?"
"Aku justru menginginkan."
"Baik, terima ini."
Kakinya melangkah, menciutkan jarak jadi inci, lima jarinya dibuka, secepat kilat mencengkram perge-langan tangan kanan Goan Ang.
Goan Ang melihat Pek Soh-jiu lalu melayangkan telapaknya, tapi angin jari Pek Soh-ciu sudah menyentuh diatas jalan darahnya, kecepatan gerak ini sangat mengejutkan dirinya, tapi ilmu silat dan refleknya berada diatas rata-rata orang, walau jurus Pek Soh-jiu ini dahsyat, tetap saja tidak bisa melukainya, terlihat dia mundur selangkah lalu lengan kirinya diayunkan, sebilah golok lentur seperti seekor ular pintar membabat kearah Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu mendengus, gerakan telapak tangan kanannya berubah, lima jari turun kebawah, dari kejauhan dia menjentikan jarinya, lima jalur angin, menotok kearah jalan darah di rubuh bagian bawah Goan Ang.
Hati Goan Ang tergetar, kaki kanannya bergeser kesamping, melangkah melintang tiga langkah, sebelah lengannya diputar, golok lentur dengan mengeluarkan bunyi ssst...membelah angin, dengan cepat membabat bahu kiri Pek Soh-jiu.
Pek Soh-jiu sedikit memiringkan tubuh, menghindar satu babatan golok ini, mendadak dia membentak keras, telapak tangan kanan diputar lalu didorongkan, tenaganya telah menjelma menjadi ribuan benang perak, seperti air raksa tumpah ke tanah, segera menutup Goan Ang tanpa celah.
Goan Ang diam-diam mengeluh, "Celaka." Mendadak tubuhnya terasa kesemutan, seluruh tubuh mendadak kaku tidak bertenaga, selain golok lentur yang tajamnya bisa memotong rambut yang terbang itu, telah jatuh ketangan Pek Soh-jiu, dia sendiri juga seperti sebuah patung kayu, berdiri tertegun tidak bisa bergerak.
Pek Soh-jiu dengan dingin berkata:
"Jika kau sayang pada nyawamu, kita bisa berbicara dengan jujur......."
Goan Ang mengeluh sedih:
"Kepandaian Siauhiap hebat sekali, orang she Goan dengan tulus mengaku kalah, kau ingin bagai-mana, silahkan saja perintahkan."
"Dimana istri ku Su Lam-ceng?"
"Dia lebih beruntung dibandingkan Siauhiap, dia di bawa oleh Jit-kaw kokcu (ketua lembah tujuh kepandaian) Bong San-san, melalui jalan rahasia lain masuk ke dalam lembah gunung, penjaga lembah dari kami sedang memancing mereka masuk ke daerah mati, keadaan selanjutnya bagaimana, aku masih belum tahu."
"Baiklah, kau serahkan dulu delapan belas butir obat penawar padaku, lalu kita bicarakan lebih jelas lagi."
"Siauhiap seorang diri, buat apa perlu begitu banyak obat penawar?"
"Aku ingin menolong lima belas orang Siauw-lim dan Bu-tong yang ada di goa es, dan meninggalkan dua butir obat untuk istriku......."
"Haai!" Goan Ang mengeluh, dengan pelan, berkata pada laki-laki besar setengah baya yang berdiri tertegun satu tombak lebih:
"Ji-te, harap berikan obat penawar pada Pek Siauhiap, kita mengaku kalah!"
Laki-laki besar itu berkata dingin:
"Sisa obat penawar tinggal sedikit, tidak cukup untuk keperluan sepuluh orang lebih."
Goan Ang mendengarnya jadi tertegun berkata:
"Tidak peduli isinya ada berapa banyak, semua serahkan saja pada Pek Siauhiap."
Laki-laki besar itu bersuara "Hemm!" berkata:
"Obat perawar ini sulit membuatnya, ingin memberikan semuanya pada orang ini, maaf aku tidak bisa menurutinya!"
Goan Ang bengong:
"Adik kedua, kau......"
Laki-laki besar itu tidak mempedulikan Goan Ang lagi, dia menepuk tangannya berkata:
"Tangkap orang she Pek itu."
Segera bayangan orang berseliweran, keluar puluhan orang pesilat berbaju ringkas, namun wajah mereka, tampak merasa ragu-ragu.
Goan Ang melihat keadaannya begini jadi marah teriak:
"Cuan-ce, berani kau melupakan budi, mengkhianati aku?"
Dengan dingin Cuan-ce berteriak pada orang orang yang mengepung Pek Soh-jiu berkata:
"Orang ini sudah terkena racun dan segera akan bereaksi, tidak perlu ditakutkan lagi, kalian serang saja dia......"
Hati Pek Soh-jiu diam-diam terkejut, buru-buru mencoba tenaga dalamnya, benar saja satu aliran hawa dingin, pelan-pelan menyebar ke kaki dan tangan, tenaga dalamnya jadi hanya bisa digunakan lima puluh pemen
Saat ini sinar golok dan bayangan pedang, dari segala arah sudah datang menyerang, para pesilat itu tanpa
tanggung-tanggung menyerang ke tempat-tempat yang mematikan.
Pek Soh-ciu sadar jika dia bergerak melakukan perlawanan, racun dingin itu bisa lebih cepat menyebar, namun nyawanya sangat berharga, asal masih ada harapan, bagaimana pun tidak akan membiarkan orang sembarangan mengambilnya! maka dia mengerahkan sisa tenaganya, menggunakan golok sebagai pedang, menyerang dengan jurus pedang yang amat dahsyat.
Satu jurus Ciu-hong-su-khi (angin musim gugur timbul di empat penjuru), terlihat sinar golok seperti kilat berputar bintang melayang, menimbulkan suara ssst.... yang menakutkan orang, mendadak warna merah herterbangan di barengi suara jeritan kesakitkan, para pesilat yang menyerang dia, ada lima tewas tiga terluka, dalam satu jurus delapan orang telah roboh.
Tapi keadaan dia juga semakin parah, kakinya sempoyongan, keringat dingin mengucur dari pelipis-nya, aliran darahnya jadi cepat, membuat dia tidak tahan mengeluarkan dengusan satu kali, ketika orang-orang yang mengepung dia kembali melakukan penyerangan, dia tetap terpaksa melakukan cara bertarung minum arak beracun melepas dahaga.
Goan Ang yang melihat, matanya seperti timbul bara, dengan keras membentak:
"Berhenti!"
Cuan-ce dengan mata dingin melirik dia berkata:
"Buat apa berteriak" Nanti juga aku akan membereskanmu, sekarang tenanglah dulu!"
Goan Ang tidak menduga orang kepercayaan-nya, bukan saja memimpin kelompok berkhianat, malah ingin
membunuh dirinya, sesaat kepedihan menyerang jantungnya, saking marahnya hingga memuntahkan darah segar, orang yang seperti dia, penguasa setempat yang menggemparkan dunia persilatan, bagaimana bisa menerima siksaan ini, lebih baik dia mati dari pada hidup seperti ini, maka dengan menghela napas yang panjang, segera akan menggigit lidah mengakhiri hidupnya, tepat disaat ini dua bayangan orang yang bertubuh ramping, dari belakang lembah berlari mendekat, hanya beberapa kali loncatan, orangnya sudah tiba dilapangan pertarungan.
Goan Ang melihat orang yang datang itu adalah Jit-kaw Kokcu Bong San-san dan istrinya Pek Soh-jiu Su Lam-ceng, maka dia membatalkan niatnya bunuh diri, dengan keras memanggil:
"Bong Kokcu......"
Bong San-san melihat Su Lam-ceng sudah berlari pada Pek Soh-jiu yang sedang bertarung, dia jadi menghentikan langkah, dia mendekati Goan Ang, berkata:
"Ada perlu apa" Goan Tayhiap."
"Keek!" sekali Goan Ang berkata, "Aku ingin......keek, minta pertolongan Bong Kokcu......"
Bong San-san dengan genit tertawa berkata:
"Maksud Goan Tayhiap ingin aku membuka jalan darahmu?"
"Betul......betul......"
"Sayang cara menotok Pek Siauhiap, aku tidak mampu membukanya, namun asalkan Goan Tayhiap bisa
memberitahukan keberadaan Ho-leng-ci padaku, aku bisa jamin keselamatanmu."
"Keek... kita berhubungan atas dasar kebenaran dan moral, Bong Kokcu tidak seharusnya mengambil kesempatan dalam kesempitan."
"Meski perdagangan gagal persahabatan tetap masih ada, aku tidak akan memaksa orang, namun, bisa
mempertahankan gunung selama masih hijau, tidak usah takut tidak ada kayu bakar, Goan Tayhiap bisa pertimbangkan lagi."
Goan Ang mengeluh:
"Ho-leng-ci memang satu pusaka di dunia, tapi jika tidak di minum bersama-sama dengan air liurnya ular Sian-giok, sama saja dengan minum racun yang amat berbisa, ketua walau pun mendapatkan Ho-leng-ci, hanya akan mendatangkan mala petaka yang tidak ada habisnya."
Bong San-san mencibirkan mulutnya, berkata:
"Lalu kenapa Goan Tayhiap tidak sekalian saja merelakannya!"
Goan Ang mengemtkan alis:
"Sayang aku telah menjelajahi seluruh ribuan pegunungan, tapi tetap sulit mendapatkan ular Sian-giok itu!"
Bong San-san tertawa dingin, berkata: "Jika Goan Tayhiap telah menjelajahi ribuan pegunungan, dan masih belum mendapatkan ular Sian-giok itu, sungguh sulit orang bisa mempercayainya!"
Goan Ang menggelengkan kepala sambil menghela napas:
"Jika bisa mendapatkan Sian-giok, bagaimana aku bisa berakibat begini......"
Bong San-san pikir, kata-kata dia memang tidak salah, jika dia telah minum Ho-leng-ci, di dunia ini, siapa yang bisa melukai dia, namun, dia tetap dengan tawar berkata:
"Baiklah, jika Goan tayhiap tidak punya Sian-giok, aku hanya menginginkan Ho-leng-ci saja."
GoanAng dengan serius berkata:
"Aku menyimpan Ho-leng-ci di tempat yang sangat rahasia......."
"Jika Goan Tayhiap ada kesulitan, maka tidak perlu mengatakannya."
"Tidak, aku sudah bertekad memberikan Ho-leng-ci pada Kokcu, hanya saja peta penyimpanan pusakanya ada di dalam pegangan golok ditangan Pek Siauhiap, jika Kokcu ingin mendapatkan Ho-leng-ci, harus menolong Pek Siauhiap terlebih dulu."
"Apakah aku tidak boleh merampas senjatanya"
Menolong orang bukankah akan sangat repot sekali!"
"Tidak, ini adalah satu satunya permintaan aku......"
"Baiklah, aku menurut padamu sekali ini......"
"Tunggu, Bong kokcu! Di dalam kantongku masih ada sebutir obat penawar racun, harap ambil dan berikan pada Pek Siauhiap untuk menawarkan racun rumput es nya, cepat......"
Jit-kaw Kokcu Bong San-san, sebenarnya juga seorang ahli menggunakan racun, di dunia persilatan asal menyebut Pek-tok-lo-cia (iblis seratus racun) Bong San-san, siapa pun akan merasa sakit kepala, dia melihat wajah Pek Soh-jiu yang terlihat hijau ungu, langkahnya kacau, benar saja bahayanya sudah sampai diatas alis, tidak ragu ragu lagi, dengan cepat mengambil obat penawar racun dari
kantongnya Goan Ang, mulutnya berteriak, dia sudah bergerak seperti asap berwarna merah muda.
Saat ini Su Lam-ceng sedang sibuk oleh Cuan-ce dan lima orang laki-laki besar, walau pun tahu keadaan Pek Soh-jiu sangat kritis, namun dia tidak mampu membagi tubuh.
Datangnya Bong San-san sangat tepat waktu, begitu angin pukulannya sampai, seperti air mendidih menciprat es, hanya dalam waktu singkat, dia sudah menerjang mendekati Pek Soh-jiu, lalu menjentikan jarinya, melemparkan pil mujarab penawar racun itu ke dalam mulut Pek Soh-jiu, sesudah itu sepasang telapak tangannya dikibaskan kekiri dan kekanan, kembali menjatuhkan beberapa pesilat yang datang menyerang, baru dengan tertawa genit berkata:
"Obat penawar racun ini diberikan oleh Goan Kokcu untuk saudara kecil. Cepat gunakan tenaga dalam mengusir racunnya, para anak setan ini, serahkan saja pada cici."
Di mulutnya berkelakar, tapi sepasang telapak tangannya melancarkan jurus yang mematikan, para anak buah setia yang di pupuk bertahun tahun oleh Cuan-ce, dalam waktu singkat, hampir tidak ada satu pun yang selamat, satu rasa terkejut yang amat sangat, membuat Cuan-ce berniat untuk mundur, namun begitu tekanannya berkurang, Su Lam-ceng sudah meloncat menghadang jalannya Cuan-ce.
"Orang she Cuan, sudah tiba saatnya kita selesaikan, terima ini......"
Lima buah bendera besi, dihamburkan dengan jurus Boan-thian-hoa-ie (Hujan bunga memenuhi udara), walau pun Cuan-ce bisa tumbuh dua buah sayap, tetap sulit lolos keluar dari senjata rahasia dia ini, maka dia berikut empat
orang anak buah setianya, bersama-sama menjerit ngeri roboh ke bawah.
Pertarungan sengit sudah selesai, di dalam lembah sepi ini, sudah kembali jadi tenang, tapi Goan Ang mengerutkan sepasang alisnya, wajahnya semakin berubah jadi serius berkata:
"Lewat dua jam lagi, seluruh lembah akan berubah jadi semakin dingin, jika Pek Siauhiap belum bangun, terpaksa aku menemani dia mati disini."
Pek-tok-lo-cia Bong San-san berkata:
"Bagaimana jika aku pindahkan kau dulu ke dalam kamar?"
Goan Ang menggelengkan kepala berkata:
"Pek Siauhiap adalah mutiara terang embun dewa, bunga hebat dunia persilatan, aku sudah tua, bisa menemani dia mati disini, itu malah harapanku."
Bong San-san keheranan berkata:
"Aku sungguh tidak mengerti, Goan Tayhiap bagaimana bisa ditotok oleh dia......"
"Itu tidak bisa salahkan dia, jika bukan aku memancing dia datang kemari, bagaimana dia bisa menempuh bahaya ini!"
"Tidak diduga Goan Tayhiap yang disebut-sebut bertangan kejam, bisa berlapang dada seperti ini!"
"Kehidupan manusia seperti embun pagi, seluruh ambisi ingin punya nama ingin menang, akhir-nya tetap saja menjadi segunukan tanah kuning! Pengkhianatan Cuan-ce, membuat aku jadi sadar, jika Pek Siauhiap beruntung bisa lolos dari ujian yang sulit ini, aku akan menggunakan sisa hidupku, membantu dia mendirikan satu pahala besar."
Baru saja habis bicara, mendadak satu bayangan orang berkelebat, satu angin lembut yang hangat, mengikutinya datang melayang, dia merasakan seluruh jalan darahnya menjadi lancar semua, seluruh aliran darah sudah terbuka kembali, dia segera bangkit berdiri, sambil memegang tangan berototnya Pek Soh-jiu berkata:
"Terima kasih, saudara Pek! Mari kita masuk ke dalam rumah berbincang-bincang......"
Ini adalah gedung besar yang sangat mewah, satu-satunya yang sangat berbeda, adalah pintu dan jendalanya ditutup rapat dengan karpet kulit, untuk mencegah hawa dingin masuk ke dalam.
Goan Ang menggunakan tangannya menekan pelan sebuah bata persegi, memunculkan lubang goa yang kecil, dia mengulurkan tangan mengeluarkan sebuah kotak papan sepanjang kira-kira satu kaki, memberikannya pada Bong San-san berkata:
"Inilah Ho-leng-ci yang menggemparkan dunia persilatan, harap ketua menyimpannya baik-baik."
Mata Pek Soh-jiu menyorot sinar aneh, begitu melihat kotak papan, dia mau bicara tapi tidak jadi, kelihatan sekali wajahnya sedikit tidak tenang.
Bong San-san menerima kotak papan, sambil tersenyum pada Pek Soh-jiu berkata:
"Jika cici tidak salah menduga, adik kecil sudah berhasil mendapatkan ular pintar Sian-giok yang sama berharganya dengan Ho-leng-ci, bisakah cici melihatnya?"
Dari dalam dadanya Pek Soh-jiu mengeluarkan ular pintar Sian-giok diserahkan pada Bong San-san berkata:
"Aku tanpa sengaja mendapatkan dia, usianya sudah tua makanya jadi pintar, dapat mengerti maksud manusia, ketua tidak perlu khawatir."
Bong San-san setelah memain-mainkannya sebentar, mengembalikan pada Pek Soh-jiu berkata:
"Masing-masing barang memiliki masing masing pemilik, manusia sama sekali tidak bisa memaksakan memilikinya, cici meminjam bunga mempersembahkan pada Budha, Ho-leng-ci ini, aku serahkan pada adik kecil saja."
Pek Soh-jiu bengong berkata:
"Tadi aku sudah mendapat pertolongan dari cici, aku sudah sangat berterima kasih, seumur hidup akan kuingat, jika Ho-leng-ci adalah pemberiannya Goan Tayhiap, aku tidak bisa menerimanya."
Goan Ang di pinggir membujuknya, katanya:
"Pek-tok-sin-kang nya Bong Kokcu, tiada duanya di dunia, pusaka alam di lembah Jit-kaw, melebihi pusaka yang ada dimana-mana, jika dia dengan tulus memberikan Ho-leng-ci, maka adik kecil tidak perlu sungkan."
Di bawah hati yang tulus sulit menolaknya, Pek Soh-jiu terpaksa menerima kotak papan itu, katanya:
"Aku tidak tahu, bagaimana cara menggabungkan Holeng-ci dengan air liur ular untuk bisa dipergunakan, mohon penjelasan dari Goan Tayhiap."
Goan Ang dengan terperinci menjelaskan cara
menggunaannya, lalu sambil tertawa lega berkata:
"Kita menyesalkan pertemuan kita terlambat, saudara Pek jika masih memandang Lo-ko, harap jangan menyebut aku dengan tayhiap lagi."
Pek Soh-jiu membungkukan tubuh menghormat berkata:
"Perintah Goan Lo-ko, aku tidak berani tidak menurut, selanjutnya harap Lo-ko jangan bosan-bosan memberi nasihat padaku."
Pek-tok-lo-cia tertawa:
"Jika telah mengakui Lo-ko, maka harus mengakui juga seorang Lo-ci, jika tidak adik Pek terlalu berat sebelah."
Saat ini Su Lam-ceng sedang berdiri disamping Pek Soh-jiu, mendengar hal itu, dia langsung menyahutnya:
"Cici San telah memberi banyak pada kami suami istri, bisa mendapatkan cici sepertimu, kami suami istri sangat senang, namun cici adalah wanita cantik yang masih muda, kata tua itu, kami suami istri mungkin sulit untuk menurutinya."
Pek-tok-lo-cia Bong San-san sambil memegang tangan Su Lam-ceng berkata:
"Mulut kecil yang pandai sekali bicara, adik Pek mendapat pembantu sepertimu yang sifatnya keibuan dan setia, tidak tahu dia sudah berapa generasi bertapa-nya."
Belum habis Bong San-san bicara, mendadak dia menemukan Pek Soh-jiu sedang membelalakan sepasang matanya, menatap tegang pada Su Lam-ceng, wajahnya, juga nampak sedikit kebingungan, tidak tahan dia jadi merasa heran berkata:
"Kenapa adik Pek! Apakah Cici salah bicara apa?"
Pipi Su Lam-ceng sedikit merah, menghela napas pelan berkata:
"Dia bukan menyalahkanmu, cici San! Tapi aku......berbuat salah pada dia, membuat kandunganku......"
Pek Soh-jiu menjadi emosi berkata:
"Kita masih muda, adik Ceng tidak perlu di simpan dihati."
Bong San-san dan Goan Ang, tidak tahu ada masalah apa diantara sepasang sejoli pendekar ini. Namun masalah pribadi suami istri orang lain, orang ketiga tentu saja tidak enak terlibat, tapi Bong San-san bagaimana pun adalah seorang wanita, sedikit-sedikit sudah tahu, karena Pek Soh-jiu mengatakan mereka masih muda, kebanyakan masalahnya, masalah antar muda mudi, dia hanya tidak enak mengatakannya saja.
Terakhir, tetap Pek Soh-jiu yang memecahkan keadaan canggung ini, dia berkata pada Bong San-san:
"Cici San! Aku juga punya satu permintaan maaf padamu."
Bong San-san tertawa berkata:
"Kau tidak perlu sungkan, kecuali meminta cici memetik bintang dilangit, semua permintaanmu akan cici kabulkan."
Pek Soh-jiu mengepal tangan membungkuk berkata:
"Aku berterima kasih dulu pada Cici......"
"Kalau begitu, katakanlah."
"Di lembah cici apa ada seorang yang bernama Tok-hou (Monyet racun) The Hoan?"
"Tidak salah, apa dia telah menyerangmu?"
"Hanya sedikit salah paham, tapi aku kelepasan tangan telah membunuhnya."
"Tidak apa-apa! Orang ini sangat liar sulit dikendalikan, cici juga sudah lama ingin menghabisi dia, sekarang kau telah membunuhnya, tidak bedanya dengan telah
menghilangkan satu kanker racun di lembah ini, cici malah harus berterima kasih padamu."
Su Lam-ceng berkata:
"Ciu koko! Jika cici San tidak menyalahkan kita, rasanya sudah tidak ada urusan lain, hanya kita sampai sekarang masih belum melihat guru dan yang lainnya, aku sungguh tidak bisa tenang."
Pek Soh-jiu juga mengkhawatirkan Thian-ho-sat-kun dan putrinya bertiga, mendengar kata kata ini dia berbalik pada Goan Ang berkata:
"Lo-ko! Kapan hawa dingin di dalam lembah bisa menghilang?"
"Kira-kira masih perlu satu jam lagi, sekarang gelisah juga tidak ada gunanya, adik! Sekarang kita istirahat dulu sebentar, nanti aku antar kalian mencari teman-temanmu itu."
Hawa dingin di dalam lembah, tidak bisa di tahan oleh kekuatan manusia, walau hati Pek Soh-jiu gelisah, juga terpaksa menunggu satu jam lagi.
Akhirnya, hawa dingin telah lewat, Goan Ang
membagikan pada mereka setiap orang sebutir batu warna ungu gelap berkata:
"Di lembah ini kecuali setiap hari di waktu tengah malam jam sebelas sampai jam satu dan tengah hari jam sebelas sampai jam satu hawanya sangat dingin sekali, di waktu lainnya hawa dingin yang dikeluarkan-nya, untuk orang yang berlatih silat masih mampu menahannya, hanya ada beberapa gua yang sangat dingin, apalagi orang yang masuk kedalamnya terlebih dulu kena racun rumput es, maka begitu masuk ke dalam goa es, akan kehilangan daya tahannya, tapi sebuah barang pasti ada barang penakluk
lainnya, dengan mempunyai sebutir batu es kecil ini, kecuali waktu yang paling dingin tadi dan terhadap rumput es, bisa dikatakan semua akan lancar tidak ada yang menghalangi.
Dari dalam dadanya Pek Soh-jiu mengeluarkan sebuah batu bulat berkata:
"Batu bulat aku ini, juga dapat menahan dingin, tidak tahu apakah ini sejenis dengan batu es?"
Goan Ang melihat batu bulat itu bersinar ungu, bisa membuat kumis dan alis tersorot, tidak tahan dia tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Ini sungguh-sungguh sudah ditakdirkan, aku telah menjelajahi seluruh lembah es, tidak pernah mendapatkan sebutir Thian-can-peng-bo (Biang es langit), tidak diduga adik Pek bisa mendapatkannya tanpa disengaja, batu ini bisa menahan api dan air, orang yang memegang batu ini asalkan menggunakan tenaga dalam menggerakan kilap ungunya, tidak saja bisa menahan panas dan dingin, air atau api pun bisa dilaluinya tanpa cidera, selain itu racun apa pun, juga tidak bisa melukai orang yang memegang batu ini, adik kecil! Selamat."
Pek Soh-jiu mendengar begitu berharganya batu kecil ini, dia merasa tidak enak hati, maka dia memberikan Thian-can-peng-bo kepada Goan Ang berkata:
"Lo-ko! Batu ini tadinya juga milik lembah ini, sepantasnya mengembalikannya pada pemiliknya, apalagi saat ini aku sudah tidak memerlukannya lagi, harap Lo-ko menerimanya kembali."
Hati Budha Tangan Berbisa 4 Kait Perpisahan Serial 7 Senjata Karya Gu Long Pendekar Kidal 15
^