Pencarian

Pendekar Wanita Penyebar Bunga 19

Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Bagian 19


dipersalahkan pemerintah.
Demikian itu hari, Thio Kie mempersilahkan Pit Kheng Thian
berangkat ke kota raja, alasannya ialah agar Kheng Thian
sendiri yang menghadap kepada kaisar guna melaporkan
berhasilnya penindasannya terhadap kaum pemberontak.
Kheng Thian merasa bahwa ia hendak ditipu, ia menolak
berangkat dengan mengemukakan alasan ia lagi sakit. Itulah
akal belaka. Bahkan ia menolak menemui utusannya Thio
Sunbu. Thio Sunbu menjadi gusar, ia lantas bertindak. Pasukan
serdadu segera di kirim untuk menyerang Kheng Thian, yang
dituduh membangkang. Begitulah terjadi pertempuran. Di
dalam tempo tidak ada satu jam, tumpaslah kekuatannya
Kheng Thian itu. Tidak saja dia tidak bersedia, juga tenaganya
memang sudah berkurang banyak. Dia gagah tetapi dia
seperti bersendirian saja, dia tidak bisa berbuat banyak, dan
lantas terkurung. Tapi dia dapat membobol kurungan dan
dapat kabur bersama kira-kira tiga puluh pengiringnya, atau
setibanya di tepi telaga Thayouw itu, kudanya kena dipanah
roboh oleh Yang Cong Hay.
Taylwee Congkoan itu segera berseru-seru: "Titahnya
pemerintah agung ialah cuma Pit Kheng Thian seorang yang
berdosa yang hendak ditawan! Yang lain-lainnya tidak bakal
dihukum! Sebaliknya, siapa dapat menangkap Kheng Thian
hidup-hidup, dia bakal dikasi presen uang emas seribu tail dan
pangkat congpeng. Siapa yang dapat membunuhnya, ia juga
1263 bakal dikasi presen uang emas tiga ratus tail serta pangkat
kelas lima!"
Begitu seruan itu terdengar, dua pahlawannya Kheng Thian
lantas berbalik pikiran. Dengan masing-masing tombaknya,
mereka menikam bekas pemimpin mereka itu, si bekas
toaliongtauw dari delapan belas propinsi.
Kheng Thian tengah berlompat bangun ketika serangan itu
dilakukan. Dengan mementang kedua tangannya yang kuat, ia
menangkis kedua tombak itu. Ia lantas pungut toyanya, toya
longgee pang, dengan itu ia menangkis patah dua batang
tombak lain yang ditikamkan kepadanya!
Beberapa pengiring itu kaget meskipun mereka tahu ini
bekas pemimpin memangnya kosen sekali. Kalau kini mereka
berani berontak, itu disebabkan Kheng Thian sudah roboh dan
mereka temaha akan janjinya Cong Hay yang hebat itu. Tapi
mereka sudah kepalang, maka dengan berani mereka kata:
"Dulu juga Yap Tongnia perlalukan baik padamu kenapa
kau berontak terhadapnya?"
Ditegur begitu, Kheng Thian melengak. Hanya sejenak,
lantas bangkit hawa amarahnya. Maka dia lantas menerjang
hebat. Dengan sekali hajar saja, dia telah membikin remuk
batok kepalanya dua pengiringnya. Menampak itu, yang lainlain
menjadi takut dan berteriak untuk kabur mencar.
Kheng Thian tahu bahaya, dia tidak mau berdiam lamalama
di situ, maka dia lantas lari. Dia melintasi jembatan
Seeleng Kie, dan mendaki bukit Kouw San. Tentara negeri
terus mengejarnya, menghujani dia dengan anak panah.
Ketika itu Seng Lim bertiga Tiauw Im dan In Hong juga
sudah tiba di atas bukit, mereka menyaksikan tentara negeri
mendaki bukit itu dari empat penjuru, dengan sikap
1264 mengurung. Tentu saja mereka menjadi berkuatir, apapula
Seng Lim yang melihat Tiauw Im, yang terluka itu, sudah
kurang merdeka larinya. Juga Leng In Hong tak kurang
kuatirnya. Ia ini takut tentara negeri dapat melihat Seng Lim.
Itulah berbahaya sekali.
Bukankah Seng Lim tengah dicari"
"Lekas! Lekas!" berseru nona ini berulang-ulang, sedang
Seng Lim seperti juga menyeret si pendeta. Tiauw Im seorang
yang beradat keras. Mendadak ia meronta.
"Aku dapat berlari!" teriaknya. "Tak usah kau membantu
aku!" Seng Lim jengah. Ia tidak menyangka orang demikian
kepala besar. Tiauw Im membuktikan kata-katanya. Ia
berlompat berulang-ulang, ia berhasil menjauhkan diri. Maka
di lain saat tibalah mereka di belakang kuil Gak Ong Bio, di
atas bukit. Malam gelap sekali, mereka maju terus. Jalanan sukar dan
banyak tikungannya juga. Meski begitu, di depan mereka
tertampak samar-samar sebuah batu besar sekali. Mendadak
Tiauw Im berlompat. Apa celaka, kakinya sakit, luka-lukanya
pun pecah, ia lantas saja roboh hingga ia tidak mampu
bangun lagi. Seng Lim lompat untuk mengasi bangun.
"Pergi kamu menyingkir!" berkata pendeta itu. "Gunung
begini luas, tidak nanti tentara negeri dapat mencari aku!..."
Pemuda itu tertawa.
1265 "Kalau begitu, mereka pun tak nanti dapat mencari aku!"
katanya. Lalu, tanpa banyak bicara lagi, ia pondong tubuhnya
si pendeta, buat dibawa pergi ke belakang batu besar.
In Hong memeriksa luka-lukanya pendeta itu. Belasan luka
itu telah mengucurkan darah hidup. Ia lantas kata: "Tentara
negeri lagi mencari kita, tetapi kalau jumlah mereka kecil,
taruh kata mereka dapat mencari kita, kita tidak takut! Taysu,
mari aku balut dulu lukamu!"
Ketika itu benar-benar terlihat api di sana sini, ialah
obornya tentara negeri yang lagi mencari Pit Kheng Thian.
Seng Lim membantu membalut Tiauw Im. Selagi bekerja, ia
memikirkan Keng Sim. Ia tidak bisa melupakan itu anak muda,
yang telah melepas budi kepada mereka.
"Susiokcouw," tanyanya, "kenapa kau ketahui Keng Sim
terjatuh di tangan tentara negeri?"
"Sebab sekian lama aku berdiam di rumahnya Tiat Hong!"
menyahut si hweeshio tertawa. "Aku tahu halnya Nona Leng
dan Sin Cu mencoba membunuh Kheng Thian!"
"Kita bukannya hendak membunuh dia," In Hong mengasi
keterangan. "Sebenarnya adik Ie mau memaksa Kheng Thian
menyerahkan penghu supaya dia dapat mengatur kiriman
rangsum untuk menolong Yap Toako. Kemudian sesudah itu.
Adik Ie menghendaki aku pergi ke Tunkee. Rupanya dia
sendiri pulang untuk menolong Keng Sim."
"Benar," berkata Tiauw Im. "Habis menolong Keng Sim, dia
bertemu sama aku. Kita bersama-sama pergi ke Pakkhia."
1266 "Tetapi," kata Seng Lim, "menurut katanya Pit Goan Kiong,
dia di kota raja telah bertemu Sin Cu, maka kenapa kau
bersama Keng Sim berada di sini?"
"Itulah anehnya!" kata si pendeta. "Aku tidak tahu
bagaimana sikapnya mereka si anak-anak muda! Aku lihat
Keng Sim senantiasa memperhatikan Sin Cu tetapi Sin Cu
sendiri selalu menjauhkan diri, bahkan dia pergi tanpa pamitan
lagi!" Seng Lim merasa tidak enak hati.
"Begitulah orang banyak melihatnya," pikirnya. "Orang
banyak menganggap merekalah pasangan yang sangat
setimpal! Keng Sim melepas budi kepadaku, mana dapat aku
me-nyelak di antara mereka berdua?"
Karena berpikir begini, ia menjadi tak tentaram hatinya.
"Sebenarnya, bagaimana terjadinya itu?" In Hong
menanya. "Kita bertiga berangkat bersama ke kota raja," Tiauw Im
menjelaskan. "Setibanya di Hangciu, Keng Sim memaksa Sin
Cu dan aku singgah di rumahnya untuk berapa hari. Maka kita
berdiam di sana. Aku ada mempunyai seorang sahabat yang
mengepalai kuil Lengin Sie, maka pada suatu hari aku pergi ke
kuil itu menyambangi sahabatku itu. Aku tinggal satu malam di
dalam kuil. Ketika besoknya aku pulang ke rumah Keng Sim,
nyata Sin Cu telah berangkat dengan diam-diam pada
malamnya. Dia pergi dengan meninggalkan sepucuk surat
untuk Keng Sim. Tempo Keng Sim memberitahukan aku
kepergian Sin Cu, dia masih memegangi suratnya nona itu
beberapa lembar. Ah, aku tidak tahu, apa yang Sin Cu tulis,
demikian banyak, suratnya begitu panjang. Nah, terkalah
kamu, bagaimana dengan Keng Sim si bocah?"
1267 "Dia kenapa?" tanya In Hong heran.
"Dia remas surat itu dan menggumpalnya menjadi satu,
habis itu dia masukkan ke dalam mulutnya dan telan!" sahut
Tiauw Im. In Hong benar-benar heran.
"Apakah artinya itu?" ia tanya pula.
"Aku juga tidak mengerti!" sahut pula Tiauw Im. "Masih
ada lagi lain keanehannya! Habis menelan surat itu dia lantas
menangis seperti anak kecil!"
"Apakah katanya selama dia menangis?" In Hong masih
menanya. Di dalam hatinya ia kata, banyak lagaknya Keng Sim
itu. "Dia ngoceh tidak keruan," berkata Tiauw Im. "Dia kata dia
malu terhadap Nona Ie, bahwa Nona Ie tidak mengerti
kepadanya! Aku lantas menasihati dia bahwa perselisihan di
antara anak muda lumrah saja, dan aku menjanjikan dia akan
membujuki Nona Ie. Atas itu sampai sekian lama dia berdiam
saja. Kemudian barulah dia memberi hormat padaku, dia
menggunai kehormatan besar..."
In Hong tertawa.
"Kenapa dia berbuat begitu?"
"Dia kata padaku bahwa untuk Nona Ie dia hendak
melakukan suatu usaha besar, supaya Nona Ie puas, cuma dia
kuatir, dengan kepergiannya itu, dia tidak bakal kembali, maka
itu dia minta aku tolong melihat-lihat ayahnya. Aku telah tanya
dia apa yang dia hendak lakukan, dia tidak mau memberikan
1268 keterangan. Sekarang barulah aku tahu, dia pergi ke Tunkee
untuk memberikan bantuannya yang berharga itu untuk
tentara rakyat!"
Mendengar itu, hatinya Seng Lim tidak tergerak, hanya ia
berpikir, "Entah ada salah paham apa di antara dia dan Sin
Cu..." Hanya, karena dia berani berkurban untuk menolong
kami, kenapa aku pun tidak mau berkurban untuknya?"
In Hong berpendapat lain daripada pemuda she Yap ini. Ia
mau percaya, bukan tidak ada sebabnya yang besar, kenapa
Sin Cu meninggalkan surat dan juga meninggalkan Keng Sim
itu. Bahkan urusan itu mestinya penting sekali. Urusan apakah
itu" Ia hanya tidak pernah menyangka itulah sebab Keng Sim
membocorkan rahasia tentara rakyat.
Tiauw Im melanjuti keterangannya: "Baru satu bulan yang
lalu, Keng Sim dibawa pulang ke Hangciu. Kejadian itu
membuat Tiat Hong sangat berkuatir.
Karena aku telah berjanji akan menjaga orang tua itu, tidak
pernah aku berlalu dari Hangciu. Untungnya, Thio Sunbu
mengirim orang untuk mengawasi
Tiat Hong tetapi tidak pernah dia datang mengacau. Pernah
Tiat Hong pergi ke menara Liok Hap Tah menemui puteranya,
ia melakukan itu di luar tahuku. Apa yang aneh ialah
kemudiannya! Ketika aku ketahui kepergian Tiat Hong kepada
puteranya itu aku pun lantas pergi ke menara itu. Di sana aku
mengacau. Aku heran sekali ketika aku tidak mendapatkan
Keng Sim! Hari ini aku pulang, maka heranku menjadi
bertambah! Tiat Hong tidak ada, rumahnya kosong! Entah ke
mana mereka sudah pergi" Sebenarnya, bagaimanakah
duduknya hal?"
1269 In Hong dan Seng Lim menduga-duga. Sia-sia belaka.
Mereka tidak bisa mendapatkan jawabannya yang tepat.
Ketika mereka manjat ke tempat tinggi, untuk melihat
kesekitar-nya, obor tentara negeri masih terlihat bagaikan
berlugat-legot.
Ketika itu In Hong sudah selesai membalut luka terakhir
dari Tiauw Im. "Susiokcouw, mari kita pergi!" Seng Lim mengajak. "Mari
aku gendong kau!"
Pendeta itu menggeleng kepala.
Justeru itu waktu mereka melihat berke-lebatnya beberapa
bayangan orang ke arah mereka, maka Seng Lim lantas tarik
si pendeta, untuk diajak bersembunyi di belakang sebuah batu
karang besar. Hanya sedetik itu, mereka mendengar satu jeritan keras,
menyusul mana tertampak seorang, yang punggungnya
tertancap anak panah, yang tubuhnya bermandikan darah,
lompat ke arah mereka, melompati karang itu. Rupanya dia itu
lari untuk mencari tempat sembunyi. Tepat sekali, dia tiba
dihadapan Seng Lim.
"Pit Kheng Thian!" berseru si anak muda, yang segera
mengenali orang. Ia kaget dan heran.
Justeru itu, mendadak sekali, entah dari mana datangnya
tenaga si pendeta, tahu-tahu ia telah mengangkat tongkatnya
dengan apa ia menyerang toaliongtauw itu!
"Tahan!" berseru Seng Lim kaget.
1270 Hebat terdengarnya suara bentrokan! Sebagai kesudahan
dari itu, toyanya Kheng Thian terpatah dua dan tongkatnya
Tiauw Im mental ke udara!
Sebenarnya tenaga Tiauw Im besar luar biasa tetapi itu
waktu ia lagi terluka parah, maka itu Kheng Thian dapat
menangkis, sedang bekas toaliongtauw ini juga sudah
mengerahkan semua tenaganya, hingga kekuatan mereka jadi
berimbang. Hebatnya untuk Tiauw Im, karena ia menggunai
semua tenaganya, habis itu ia jatuh sendirinya.
"Jangan kasih dia lari!" In Hong berteriak. Tapi dia tidak
maju, karena dia percaya Seng Lim seorang dapat melayani
pengkhianat itu. Ia sendiri lebih memerlukan lompat kepada
Tiauw Im. Pit Kheng Thian berdiri menjublak, tangannya memegang
kutu-ngan toyanya. Melihat Seng Lim, yang diketemukan di
tempat tidak disangka-sangka ini, pelbagai perasaan mengulak
di dalam batok kepalanya. Ia malu, ia gusar, ia jeri, ia pun
mendongkol dan jelus.
Seng Lim telah menghunus goloknya tetapi ia tidak lantas
menyerang, ia hanya mengawasi dengan tajam.
Sekonyong-konyong Kheng Thian berteriak: "Saudara Yap,
tolong aku!"


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Teriakan ini dikeluarkan karena di dekat mereka terlihat
berlompatnya satu bayangan, yang bukan lain daripada
bayangannya Yang Cong Hay, yang dapat menyusul bekas
toaliongtauw itu!
Seng Lim berlompat maju, ia menghadang di depannya
Kheng Thian. 1271 Yang Cong Hay segera menyerang, beruntun hingga dua
kali, sinar pedangnya berkeredepan. Sebab pedang yang ia
gunai itu pedang mustika yang ia pinjam dari Law Tong Sun.
Karena itulah pedang mustika dari istana.
Kaget dan girang Cong Hay, ketika di antara sinar
pedangnya itu ia mengenali Seng Lim.
"Ha, kiranya kau!" ia berseru.
Di dalam hatinya, Tay I wee Congkoan ini lantas berpikir:
"Dapat membekuk Yap Seng Lim berarti jasa jauh terlebih
benar daripada dapat menawan Pit Kheng Thian." Maka itu, ia
lantas mengulangi serangannya.
Kalau tadi ia hanya main berkelit, sekarang Seng Lim
menangkis. Tapi tangkisannya ini, yang pertama, membuatnya
kaget sekali. Ketika kedua senjata bentrok, goloknya kena
terbabat kutung ujungnya!
Menggunakan ketika yang baik itu, Pit Kheng Thian lompat
untuk lari. Ia tidak mau berdiam saja di situ, tidak perduli
Seng Lim lagi berkelahi untuknya. Hanya begitu ia melihat
menyambarnya satu bayangan, tangan bayangan itu sudah
lantas menyengkeram pundaknya, hingga ia merasakan
sangat sakit sampai ke ulu hatinya.
Penyerangnya itu, yang muncul tiba-tiba, adalah Gielimkun
Tongnia Law Tong Sun, yang telah tiba di situ bersama-sama
Yang Cong Hay, bahkan komandan pasukan raja ini segera
menggunai ilmu silatnya, Hunkin Cokut Ciu!
"In Hong, tolonglah dia!" Seng Lim teriaki kawannya.
In Hong mendengar itu tetapi ia bersangsi.
1272 "Inilah perintah tentara!" teriak Seng Lim.
Kali ini Nona Leng tidak ragu-ragu lagi, dengan satu
lompatan ia menikam punggungnya Tong Sun. Diserang
secara begitu, Tong Sun hendak membela dirinya, terpaksa ia
melepaskan cekalannya kepada Kheng Thian, atas mana
tubuhnya bekas toaliongtauw itu roboh terguling, orangnya
pun tak sadarkan diri. Tepat dia rebah di sampingnya Tiauw
Tm. Seng Lim menempur terus pada Cong Hay. Sungguh ia
tidak menyangka yang congkoan ini menggunai pedang
mustika, karena mana hampir saja goloknya gerumpung.
Dengan bersenjatakan pedang mustika itu, Cong Hay lantai
berada di atas angin. Dengan bengis ia mendesak. Ia telah
menggunai ilmu silat "Citce thianlam" atau "Lempang
menuding ke langit selatan." Yang ia arah ialah lengannya
lawan. Dengan terpaksa Seng Lim main mundur.
"Yap Seng Lim!" berkata congkoan dari istana kaisar itu
sambil tertawa lebar.
"Sekarang ini kau telah buntu jalanmu! Perlu apa kau
melawan aku" Paling benar lekas kau ringkus Pit Kheng Thian,
kau sendiri menyerah kepada Pemerintah agung! Aku
tanggung kau bakal dianugerahkan pangkat congpeng !"
Tawaran itu, yang berupa bujukan, disambut Seng Lim
dengan seruan keras dibarengi bacokan hebat yang disusuli
sambaran tangan kiri. Begitu hebat, hingga si congkoan kaget.
Ia menangkis, ia menikam, toh sambaran anginnya serangan
itu membuat pundaknya terasa sakit. Maka ia jadi sangat
murka. 1273 "Bocah yang baik!" jeritnya. "Kau tidak tahu diri! Kau pun
harus dibasmi sekalian!"
Maka dengan Ciehong kiam, ia menyerang dengan hebat.
Dialah salah satu dari empat jago pedang besar, meski benar,
ialah yang terlemah, ia toh liehay sekali, ia masih ada di
atasan Seng Lim, apapula sekarang ia bergegaman pedang
mustika. Dalam tempo yang pendek, pemuda she Yap itu kena
dia kurung. Seng Lim juga bukan sembarang orang, ilmu goloknya, dan
ilmu tangan kosongnya, telah mencapai puncak kemahiran,
maka dengan ilmu goloknya, Ngohouw Toanbun too, ia
melakukan perlawanan tidak kurang dahsyatnya. Dengan
tangan kirinya yang kosong saban-saban ia menyerang
dengan ilmu silatnya Taylek Kimkong ciu!
Menghadapi perlawanan Seng Lim itu, Cong Hay tidak
berani berlaku sembrono. Ia bahkan berlaku waspada. Karena
ini, meskipun ia lebih unggul, sampai seratus jurus lebih, ia
masih belum bisa berbuat banyak. Ia melainkan dapat
mengurung. Di lain pihak Leng In Hong, dengan pedang Cengkong
kiam, melayani Law Tong Sun si ahli Hunkin Cokut Ciu, si
tukang membikin otot patah dan tulang keseleo. Juga mereka
ini seimbang, meski sebenarnya Tong Sun ada terlebih liehay.
Mereka tampaknya bertempur lebih hebat daripada pasangan
Cong Hay dan Seng Lim itu.
Selagi orang bertarung seru itu, rombongan tentara terus
masih mencari, obor mereka tampak makin dekat. Cong Hay
melihat cahaya api itu, mendadak ia bersiul panjang, untuk
memberi isyarat. Maka di lain saat terdengarlah suara sahutan
yang berupa bunyinya terompet tentara.
1274 Telah ada rombongan serdadu yang sudah sampai di muka
Uyliong Tong, guha Naga Kuning dan melewatinya.
"Cong Hay! Apakah kau di atas?" kemudian terdengar satu
suara keras. "Ya, toasukol" Tiong Hay menyahut sambil berkelahi terus.
"Aku tengah melibat Yap Seng Lim! Lekas kau bantu aku!"
Orang yang menanya itu adalah Poan Thian Lo, murid
kepala dari Cie Hee Toojin. Dialah yang menjadi pemimpin
tentara pengejar itu, sebab sengaja dia diundang dari wilayah
suku bangsa Biauw.
Seng Lim terkejut. Ia mengerti bahaya yang lagi
mengancam mereka. Bukankah Tiauw Im Hweeshio lagi
terluka parah dan Pit Kheng Thian sedang pingsan" Bukankah
ia benar-benar lagi dilibat Cong Hay dan In Hong pun
dirintangi Law Tong Sun" Jangan kata untuk menolong kawan,
ia sendiri juga sulit untuk membebaskan diri dari desakan
musuh! Yang Cong Hay menjadi mendapat hati, maka itu
serangannya menjadi bertambah hebat. Ia lantas menggunai
siasat, menggertak ke timur menyerang ke barat, atau
menunjuk ke selatan tetapi menggempur ke utara. Dengan
satu jurus "Memutar dan melintasi bintang-bintang," kembali
ia memapas kutung ujung goloknya Seng Lim!
Pemuda she Yap itu menjadi seperti kalap. Percuma ia
bersenjata kalau itu hanya golok buntung, maka sambil
berseru keras, ia menimpuk dengan puntung goloknya itu!
Yang Cong Hay tertawa mengejek.
1275 "Siapa mau adu jiwa denganmu?" katanya. Ia menangkis
dengan pedangnya, membuat golok buntung itu terpental.
Tapi justeru ia menangkis, justeru tibalah serangan tangan
kosong dari lawannya itu!
Berbareng sama serangan dahsyat dari Seng Lim ini maka
terdengarlah suara nyaring bagaikan gunung ambruk, lantas
terlihat beberapa biji batu yang besar jatuh bergeluntungan
dari atas gunung di atas mereka.
Semua serdadu menjadi kaget dan ketakutan, sambil
berteriak atau menjerit ketakutan, mereka lari serabutan
untuk menyingkirkan diri dari bahaya. Mampuslah siapa
ketimpa batu-batu besar itu, yang jatuhnya ke jurang atau
lembah dengan menerbitkan suara lebih hebat lagi. Jatuhnya
batu-batu itu pun tidak serintasan saja hanya saling susul.
Maka teranglah di puncak ada orang yang membantu Seng
Lim. Cong Hay kaget. Ia menginsafi bahaya. Maka ia tidak lagi
mendesak Seng Lim, ia menggunai ketika akan dongak, untuk
melihat ke atas di mana segera terlihat dua bayangan orang
berlari-lari turun, larinya sangat pesat.
Seng Lim pun menggunai ketikanya ini untuk mengawasi
dua bayangan itu. Atau segera dia berseru dengan
pertanyaannya: "Adik Sin Cu! Benarkah kau di sana?"
Memang benar itulah Ie Sin Cu yang datang! Sangat pesat
dia lari turun, bajunya berkibar-kibar. Dia datang bagaikan
seorang bidadari yang terbang melayang turun. Dalam tempo
yang pendek sekali, dia telah tiba di dekat Seng Lim. Di
belakang dia, ialah itu bayangan yang kedua, ada satu anak
muda yang tubuhnya jangkung.
Seng Lim melengak.
1276 "Siapakah dia?" pikirnya. "Dia begini liehay..."
Sin Cu tidak segera menjawab pemuda she Yap itu, hanya
terlebih dulu dia tertawa lebar, habis mana baru dia mengasi
dengar suaranya yang nyaring tapi halus: "Benar, inilah aku!
Eh, encie Leng! Siapakah ini yang aku ajak datang kemari?"
In Hong menggunai ketika untuk melirik, karena ia pun
lantas mengenali Nona Ie. Kapan ia sudah melihat tegas,
kegirangannya meluap-luap, sampai ia merasa bahwa ia
tengah bermimpi.
Pemuda itu ialah pemuda idam-idamannya, yang
senantiasa ia rindukan.
"Engko Hok!" ia berseru. Hanya satu kali, lantas ia seperti
terkancing tenggorokannya meski sebenarnya ia hendak
memanggil berulang-ulang.
Di saat In Hong kegirangan itu, Law Tong Sun sudah
melakukan penyerangannya yang berbahaya. Ia mendesak
dengan tikaman bertubi-tubi, lalu selagi si nona repot,
mendadak ia mengulur tangannya dengan jurusnya "Wankauw
tekko" atau "Sang kera memetik buah," untuk merampas
pedangnya nona itu!
Tentu sekali, In Hong menjadi kelabakan. Tapi Sin Cu
sudah bersedia, dengan sebat ia menimpuk dengan tiga
kuntum bunga emasnya, mengarah ke mata, ke dada dan ke
dengkul musuh. Tidak tanggung-tanggung ia menggunai
kimhoa bunga emasnya.
Law Tong Sun melihat datangnya senjata rahasia, tidak
ingat lagi ia kepada lawannya yang hendak ia bikin celaka itu,
dengan menjejak tanah, dengan mengenjot tubuhnya ia
1277 berlompat jumpalitan untuk menyingkir dari bunga-bunga
emas yang berbahaya itu. Saking liehaynya, ia bisa berlompat
jauh tiga tombak. Di lain pihak, ia pun telah berhasil
menyambar pedang In Hong, pedang mana ia lantas bikin
patah dengan satu tekukan Hunkin Cokut Ciu, sedang
ujungnya pedang ia lemparkan ke arah lawannya itu hingga In
Hong tidak berani melompat maju untuk mencoba merampas
pulang pedangnya itu.
Tong Sun sudah gesit sekali, tetapi Sin Cu lebih pesat pula.
Habis menimpuk, nona ini berlompat maju, guna menyusul,
maka dengan pedangnya, pedang Cengbeng kiam, dapat ia
menikam komandan Gielimkun itu.
Tong Sun pun sudah bersedia, menangkis dengan putaran
tangannya, untuk merampas juga pedangnya nona ini, maka
itu, keduanya lantas jadi bertempur.
Sambil bertempur, Sin Cu tertawa dan berkata: "Encie
Leng, sudah lama kamu berpisah dan sekarang setelah
bertemu pula, maka kau serahkanlah jahanam ini padaku!"
"Engko Hok!" berkata Nona Leng tanpa menjawab Sin Cu.
Tapi belum sempat ia berkata lebih jauh, sambil bersenyum
Thian Touw sudah kata padanya: "Adik Leng, kau
mengasolah!" Kemudian, menghadapi Seng Lim, ia
meneruskan berkata: "Yap Toako, kau juga beristirahat! Kau
serahkan jahanam ini padaku!"
Kata-kata ini diikuti gerakan tangan dan tubuhnya. Dengan
pedangnya Hok Thian Touw menempel pedang Yang Cong
Hay, maka dengan cepat ia telah menggantikan Seng Lim,
yang terus mundur tanpa sungkan-sungkan.
In Hong berdiri tercengang, ia kecele berbareng girang.
Kecele karena orang tidak melayaninya atau datang
1278 menghampirkan, tetapi ia girang dengan ini pertemuan.
Dengan begini pun berarti mereka mendapat pertolongan.
"Ah, engko Hok-ku ini benar-benar seorang ksatriya!"
pikirnya kemudian "Diumpamakan aku, aku juga tentu akan
menggantikan dulu toako Seng Lim! Urusan pribadi ada
urusan kedua, yang utama ialah urusan negara! Bukankah
musuh dahsyat ada di depan mata" Tapi Yang Cong Hay ialah
salah satu dari empat kiamkek terbesar, dapatkah engko Hok
melawan dia"..."
Karena ini, ia lantas mengawasi engko-nya itu...
Yang Cong Hay bertempur tanpa memperdulikan siapa
musuhnya. Ia berkelahi makin lama makin hebat. Ia insaf
bahwa ia tengah menghadapi lawan tangguh. Ia pun berlaku
cerdik sekali. Ketika ia menggunai tipu silat "Tiangho lokjit,"
atau "Matahari turun di sungai panjang," ia menggunai akal
"kosong ialah berisi, berisi ialah kosong." Sambil mengancam
ia menikam pundak lawannya.
Hok Thian Touw tidak membiarkan dirinya digertak. Ia
tidak menangkis atau berkelit, ia hanya menanti sampai ujung
pedang hampir mampir di pundaknya itu, yang menjadi
sasaran. Mendadak saja ia menggeser tubuhnya ke samping
seraya pedangnya dipakai membabat lengannya lawan. Itulah
tipu silat "Kimpeng tiancie," atau "Garuda emas mementang
sayap." Yang Cong Hay menjadi sangat kaget. Kalau ia melanjuti
tika-mannya, pastilah lengannya bakal terbabat kutung. Inilah
ia tidak sangka dari lawannya yang muda itu. Dengan gesit ia
menggeser tubuhnya berikut tangannya yang ditarik pulang,
dengan begitu batallah ia menjadi si tangan kutung sebelah!
1279 Habis itu congkoan ini berkelahi dengan waspada. Ia
menggunai pedang mustika tapi ia seperti tidak berdaya,
bukan seperti tadi ia merangsak terus-terusan kepada Yap
Seng Lim. Percuma pedangnya itu, yang sekarang hanya
dipakai untuk melindungi diri.


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hok Thian Touw berkelahi dengan keras tetapi tenang. Ia
mengendalikan pedangnya dengan baik sekali. Tidak tampak
ia kesusu, tetapi serangannya bagaikan gelombang sungai
Tiangkang, saling susul tak hentinya. Beberapa kali Cong Hay
membabat pedangnya lawan itu, saban-saban percobaannya
gagal. Maka itu lama-lama Thian Touw membuat jago istana
itu menjadi kewalahan.
In Hong menonton dengan heran dan kagum, dengan
kegirangan. "Aku tidak sangka sekarang ini ilmu silat pedang engko Hok
maju begini rupa," katanya dalam hati. "Sekarang aku ingat
akan sumpahnya dulu hari ketika kita masih kecil dan samasama
belajar di gunung Thian San. Engko Hok telah
mengangkat sumpah bahwa ia hendak mewujudkan cita-cita
ayahnya akan membangun suatu partai baru dalam ilmu silat
pedang. Ketika itu secara main-main aku telah menyindir dia
bahwa aku pun nanti membangun suatu partai lain. Barusan ia
telah melihat pedangku kena dibabat musuh, entah dia
mentertawai aku atau tidak..."
Ia memandang ujung pedangnya yang terletak di tanah, ia
menjadi malu sendirinya. Tapi, biar bagaimana, ia toh girang.
Ia memang seorang nona yang beradat tinggi. Ini pun
sebabnya di belakang hari, meski ia sudah menikah sama
Thian Touw dan keduanya sangat saling menyinta, karena
tabiat berlainan, mereka tidak dapat hidup berkumpul dengan
kekal, hingga kejadian, beberapa puluh tahun kemudian, ia
dapat membangun satu partai silat pedang lainnya... 8)
1280 Pertempuran di antara Sin Cu dan Tong Sun juga berjalan
tidak kurang hebatnya, Sin Cu telah memperoleh kemajuan
pesat selama ia mendampingi gurunya, maka itu dengan ia
pun menggunai pedang pusaka dari Hian Kie Itsu, ia membuat
daya Law Tong Sun sia-sia belaka dengan ilmu silatnya Hunkin
Cokut Ciu yang liehay itu. Komandan Gielimkun ini selanjutnya
cuma bisa membela diri, tidak mampu dia membuat
penyerangan membalas.
Ketika itu obornya tentara negeri terlihat semakin dekat.
Mereka itu mendatangi dari gunung Kouw San. Mereka mulai
mendaki Ciathee Nia. Di lain pihak dari atas puncak Ciathee
Nia masih saja ada batu-batu gunung yang digulingkan ke
bawah. Itulah tanda, kecuali telah datang bala bantuan dalam
dirinya Ie Sin Cu dan Hok Thian Touw, di sana masih ada
kawan-kawannya, bahkan kawan atau kawan-kawan yang
liehay sebagaimana dapat dibuktikan dengan dijatuhkannya
batu-batu besar itu tak hentinya.
"Bukankah Thio Tayhiap pun telah datang bersama?" Seng
Lim menduga-duga.
Seng Lim ini tidak dapat membantu Thian Touw atau In
Hong, ia lebih memerlukan meng-hampirkan Tiauw Im
Hweeshio. Cuma sebentar hweeshio itu pingsan, lantas ia
mendusin. Juga Pit Kheng Thian sadar dengan cepat, tetapi dia roboh
sebagai kurbannya Law Tong Sun, setelah mendusin dari
pingsannya, sebagai gantinya, ia merasakan sakit sekali pada
tulang-tulangnya dan tenaganya menjadi habis. Ketika ia
membuka kedua matanya, ia kaget tidak terkira. Ia justeru
duduk berhadapan sama Tiauw Im Hweeshio, mata siapa yang
1281 besar dan tajam diarahkan kepadanya. Hampir saja
semangatnya terbang.
"Hm!" Tiauw Im mengasi dengar suaranya yang seram
apabila ia mengenali Kheng Thian. Ia juga mengepal keras
kedua tangannya.
Katanya dengan bengis: "Ini dia yang dibilang, jaring langit
pulih, jarang tetapi tidak bocor! Inilah dia, keadilan Thian!
Akhir-akhirnya kau berada juga di depanku!"
Tanpa bangun lagi, hweeshio ini mengirim tinjunya!
"Tahan, susiokcouw !" berseru Seng Lim mencegah.
Tapi tinju telah di kirim, tidak dapat itu ditarik pulang.
Justeru itu terdengar suara tertawa yang diiringi kata-kata:
Supee, benar-benarlah kau bertabiat jahe, makin tua makin
pedas! Janganlah bergusar karena jahanam ini!"
Itulah Tan Hong, yang tiba dengan mendadak, mulanya
cuma terlihat baju putihnya berkibar-kibar.
Tan Hong sampai di antara mereka dengan dua-dua
tangannya dikasih bekerja. Tangan yang kiri menahan tinjunya
Tiauw Im, tangan yang lain menekan Kheng Thian. Dengan
begitu bekas toaliongtauw itu jadi ketolongan dari hajaran
yang hebat. "Tan Hong, apakah artinya ini?" menanya itu supee, sang
paman guru. "Keponakan muridmu hendak berbicara, supee." sahut
Tan Hong bersenyum.
1282 Lantas sepasang matanya yang tajam menyapu Kheng
Thian. Ia tertawa ketika ia berkata: "Aku mendengar kabar
kau hendak meminta peta buminya Pheng Hoosiang dari
tanganku, supaya kau
dapat merampas kera-jaannya si orang she Cu, maka itu
heran sekali mengapa kau jadinya begini tidak mempunyai
semangat" Bagaimana nanti kau dapat bertemu ayahmu di
alam baka?"
Kheng Thian malu bukan kepalang. Kalau bisa, ingin ia
menyelusup masuk ke dalam tanah. Ia malu berbareng
menyesal sekali. Tapi dasarnya bertabiat keras dan kasar,
dengan mengertak gigi, dengan tawar, ia menyahut: "Setelah
segala apa menjadi begini rupa, tak usahlah itu dibicarakan
pula banyak-banyak! Thio Tan Hong, kau bunuhlah aku
dengan pedangmu!"
Tan Hong tertawa melengak. Atau sekejab kemudian, ia
memperlihatkan wajah sungguh-sungguh.
"Jikalau aku hendak membinasakan kau, tidak usahlah aku
menanti sampai hari ini!" katanya tenang. "Biar bagaimana
aku masih ingat baik-baik leluhurmu! Bukankah kamu keluarga
Pit keluarga gagah perkasa turun temurun" Lihatlah buyutmu
Pit Ceng Coan yang telah membangun partai pengemis
Kaypang! Tengoklah kakekmu Pit Leng Hie yang telah
membantu Thio Su Seng mengusir tentara Mongolia! Yang
paling belakang kau ingatlah ayahmu, Cinsamkay Pit Too Hoan
yang namanya menggetarkan dunia orang gagah, yang dipuji
kaum Rimba Persilatan! Coba kau kenangkan leluhurmu itu,
apakah kau tidak merasa malu dan menyesal?"
Mukanya Kheng Thian menjadi pucat dan padam,
mendadak saja ia menangis meng-gerung-gerung, kemudian
ia berlompat bangun, untuk menub-ruki kepalanya ke batu
besar di sampingnya!
1283 Tan Hong menyambar tangan orang, untuk ditarik dengan
perlahan. "Di masa kau kecil pernah aku merampas kau,
menolongmu dari tangannya tentara negeri," kata tayhiap ini
dengan sabar. 9) "Tapi hari ini kau telah melakukan
kekeliruanmu yang besar sekali. Inilah perbuatanmu, yang kau
mesti tanggung sendiri. Sebenarnya kau tidak seharusnya
hidup lebih lama lagi, akan tetapi aku memikir lain, meski
semestinya kau tidak dapat ditolong lagi, sukalah aku
menolong buat kedua kalinya. Aku memandang kakekmu dan
ayahmu aku menyayangi ilmu silat kamu kaum keluarga Pit,
yang mesti mewariskan kaum Kaypang, tidak pantas
kepandaianmu itu tumpas bersama kau! Kali ini aku menolong
pula kau dari tangan tentara musuh!"
Mendengar perkataannya Tan Hong itu, Tiauw Im menarik
pulang tinjunya. Ia memang menghargai leluhur keluarga Pit
itu, sedang sekarang ia melihat air matanya ini bekas
toaliongtauw yang tersesat. Akan tetapi ia masih sangsi. Maka
ia kata pada Tan Hong, keponakan muridnya itu: "Dapatkah
dia mengubah perbuatannya" Tidakkah di belakang hari dia
berbuat sesat pula?"
"Dia telah mendapat pelajaran, mungkin dia tidak akan
terjeblos pula," menyahut Tan Hong. "Dia pun telah terhajar
Hunkin Cokut Ciu dari Law Tong Sun, semua dua belas urat
nadinya sudah rusak, dengan begitu habislah sudah semua
ilmu silatnya. Selanjutnya ia cuma bisa mengajari orang ilmu
silat dengan petunjuk saja, ia sendiri tidak dapat berkelahi
lagi." Kheng Thian berdiam saja mendengar perkataan Tan Hong
itu. Itulah benar. Sudah habis semua kepandaiannya itu.
Bahkan sekarang ia masih merasakan sangat sakit akibat
1284 hajarannya Tong Sun. Ia pun mengeluarkan keringat yang
menetesnya bagaikan butir-butir mutiara...
Melihat keadaan orang itu, Tan Hong mengeluarkan obat
pelnya yang berwarna hijau.
"Ini obat Siauwyang Siauwhoan Tan buatan-ku sendiri," ia
berkata seraya memberikan satu butir, "obat ini dapat
menahan sakitmu selama tiga hari, maka itu sekarang pergilah
kau lari turun gunung, kami nanti mencegah tentara negeri itu
mengejarmu! Kau ambil jalan dari belakang gunung!"
"Baik!" sahut Kheng Thian, yang tetap berkepala besar:
"Hari ini aku telah mati dan hidup pula! Pit Kheng Thian yang
kemarin sudah dikubur!"
Ia lantas berlutut dan mengangguk tiga kali kepada Tan
Hong, lantas ia memutar tubuhnya, untuk lari pergi.
Semua mata mengawasi kepergiannya bekas toaliongtauw
itu, mereka terharu.
Hampir berbareng dengan itu terlihat Siauw Houwcu
datang sambil lari berjingkrakan.
"Ada lagi serombongan tentara negeri mendaki gunung!"
katanya nyaring. "Suhu, apakah suhu tidak mau pergi
membantu susiok?"
Dengan "susiok," atau paman guru, Siauw Houwcu
maksudkan In Tiong. Tan Hong pun datang bersama
saudaranya In Lui itu, yang menjadi iparnya. Dan In Tiong ada
orang yang saban-saban menggulingkan batu besar untuk
merintangi tentara itu, untuk itu ia telah menggunakan tenaga
besar dari Taylek Kimkong ciu.
1285 Tan Hong tertawa kepada muridnya itu.
"Kau tunggu saja sebentar!" katanya tenang. "Sucie-mu
dan Hok Toako-mu itu lagi bekerja! Baik kau perhatikan ilmu
pedangnya Hok Toako itu!"
Siauw Houwcu menurut, ia lantas mengawasi orang yang
lagi bertempur itu.
Yang Cong Hay telah menjadi ciut nyalinya begitu lekas ia
tampak munculnya Thio Tan Hong. Karena itu permainan
pedangnya menjadi kacau sendirinya. Sebenarnya ia sudah
lantas memikir untuk mengangkat kaki, maka ia menyesal
sekali yang lawannya, yaitu Hok Thian Touw, sudah mencegah
ia dapat mewujudkan pikirannya itu. Ia telah didesak hingga ia
terus kewalahan. Maka sekarang ia cuma bisa berdaya
menolong jiwanya.
Thian Touw mendesak untuk memegat jalan mundur
lawannya itu. Tan Hong menonton sambil mengangguk-angguk, katanya
pada Tiauw Im Hweeshio: "Sejak sekarang dan selanjutnya
maka akan muncul suatu partai ilmu silat pedang yang baru!"
"Ilmu pedang encie Sin Cu pun tidak kalah dari ilmunya!"
berkata Siauw Houwcu. Bocah ini tetap tidak puas karena
pertama kali bertemu sama Thian Touw, dia kena
dipermainkan. Ia pun melihat Cengbeng kiam digeraki secara
sangat liehay oleh Sin Cu. Malah mungkin pertempuran Sin Cu
dengan Tong Sun lebih menarik ditonton daripada petarungan
Thian Touw dengan Cong Hay, karena Cong Hay tinggal
membela diri saja.
"Memang juga encie-mu telah maju sangat pesat," kata
Tan Hong kepada muridnya itu. "Mengenai Thian Touw, ilmu
1286 pedangnya itu terdiri dari banyak partai dan sekarang ia telah
dapat mempersatukannya, maka di belakang hari, aku
mungkin tidak dapat dibandingkan dengannya...
In Hong sementara itu mengawasi terus pertempuran
kekasihnya, bahkan ia segera melihat Cong Hay berkelahi
dengan beringas sekali, beruntun dia sudah menggunai dua
jurus yang liehay, yaitu "Ombak kemarahan menggulung
mega" dan "Pasir kuning menutupi matahari."
Tan Hong melihat orang berlaku nekat itu, ia tertawa.
"Yang Cong Hay hendak mengadu jiwanya, perbuatannya
itu mempercepat kekalahannya!" katanya.
Hampir berbareng dengan kata-kata itu, tampak tubuhnya
Hok Thian Touw terhuyung, kakinya menindak ke tengah, ke
arah yang dinamakan pintu hongbun," setelah mana
sekonyong- konyong dia berseru sangat nyaring: "Lepas
pedangmu!" Dan teriakan itu diiringi sama bentrokan yang
keras dari barang logam, lalu Ciehong kiam, pedang mustika
dari istana kaisar, yang dicekal Yang Cong Hay, mental seperti
terbang. Belum lagi pedang itu jatuh ke tanah, tubuhnya
Thian Touw sudah mencelat seperti terbang melayang, untuk
menangkap itu, hingga pedang itu menjadi berganti tangan!
Yang Cong Hay tidak menghiraukan pedangnya itu, justeru
pedangnya mental dan lawannya berlompat akan menyambar
itu, ia sendiri pun lompat jumpalitan dengan tipu silatnya
"Burung kapinis membalik badan," dia lompat ke bawah
gunung, habis mana dia lari ngiprit tanpa memperdulikan lagi
Law Tong Sun! Thio Tan Hong tertawa berkakak.
1287 "Pedang mustika telah bertukar tangan!" katanya nyaring.
"Maka itu empat kiamkek terbesar di kolong langit ini juga
telah bertukar orang baru!"
Sin Cu mendapat tahu kemenangannya Thian Touw itu, ia
menjadi tidak enak hati. Bukankah ia terus mesti berkutat
sama Law Tong Sun" Karena itu, ia lantas mengubah cara
bersilatnya, hingga ia membuat tubuhnya seperti terkurung
cahaya hijau dari pedangnya itu.
Melihat demikian, Tong Sun menjadi bingung. Bagaimana ia
bisa melayani terus" Tapi dasar ia menang tenaga dalam, ia
masih dapat bertahan, saban-saban ia bisa menyam-pok
mental pedang lawannya itu, sedang di mana ia bisa, ia
membalas menyerang. Ingin ia membikin si nona


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tercengkeram nadinya atau tulangnya terpatahkan.
Siauw Houwcu menonton sampai habis sabarnya.
"Suciel" ia memanggil. "Kau dijuluki Sanhoa Liehiap, kenapa
kau tidak hendak menggunai kimhoa?"
Bocah ini memperingatkan orang kepada julukannya, "Nona
gagah penyebar bunga," supaya dia menggunai kimhoa,
bunga emasnya itu.
Belum lagi berhenti suara anak ini atau tangannya Sin Cu
telah terayun, disusul berkilaunya sinar kuning emas. Sebab
tiga kuntum bunga emasnya segera ditimpukkan!
Law Tong Sun melihat datangnya timpukan senjata rahasia,
dia memperlihatkan kelincahan tubuhnya. Kimhoa yang
pertama lewat di samping dadanya, yang kedua kena ia
sampok, sedang yang ketiga ia kasi lewat dengan satu
lompatan sambil mengenjot tubuh.
1288 "Bagus!" berseru Sin Cu tertawa dingin. "Aku mau lihat kau
dapat berkelit berapa lama..."
Lantas ia menimpuk pula, saling susul, karena sekarang ia
hendak menggunai tiga puluh enam kuntum bunga emasnya
itu, menyerang ke pelbagai jurusan, tidak ada ketentuannya.
Bahkan ada bunga yang membentur satu dengan lain hingga
menerbitkan suara nyaring. Meski penyerangan itu demikian
rupa, setiap bunga emas tadi mencari jalan darahnya si lawan.
Menyaksikan itu, diam-diam Tan Hong memuji muridnya
itu. Sebab ilmu menimpuk kimhoa dari Sin Cu bukan lagi ilmu
melulu pelajarannya In Lui hanya itu sudah kecampuran dan
dibikin menjadi lebih sempurna dengan pelajarannya si orang
luar biasa dari See Hek, wilayah Barat Hingga ia sebenarnya
dapat melebihkan gurunya...
Law Tong Sun telah mengeluarkan semua tenaganya, ia
telah mempergunakan kelincahannya, tetapi tidak lama,
terdengarlah jeritannya yang hebat. Biar gesit bagaimana
juga, dia tidak bisa membebaskan diri dari hujan kimhoa itu.
Maka segera juga dia kena terhajar dada dan punggungnya,
lutut dan mata kakinya. Itulah yang menyebabkan dia
memperdengarkan jeritannya itu.
"Anak Cu, cukup sudah!" Tan Hong menyerukan.
Sin Cu berhenti dengan lantas dengan penyerangannya itu,
ketika ia memandang Tong Sun, ia mendapatkan komandan
Gielimkun itu telah mandi darah, sebab semua bunganya,
kecuali dapat menotok jalan darah, lembarannya pun tajam
dan bisa melukai kulit dan daging.
"Dengan memandang kepada gurumu, aku suka memberi
ampun padamu!" berkata Tan Hong ke pada komandan itu.
"Apakah kau masih tidak mau mengangkat kaki?"
1289 Tanpa membilang suatu apa, Tong Sun ngeloyor pergi
dengan tindakan dingkluk-dingkluk. Dia telah rusak tulang
piepee-nya, terluka dengkulnya dan putus urat nadinya, maka
seperti Pit Kheng Thian, dia telah musnah semua kepandaian
silatnya. 10) Ketika itu pasukan serdadu sudah mendatangi dekat,
pemimpinnya ialah Poan Thian Lo. Kakak seperguruan dari
Yang Cong Hay ini membulang-balingkan cambuknya yang
bergigi, untuk memimpin barisannya menyerbu. Ia sendiri
maju di muka. "Dialah seorang kasar!" berkata Tan Hong. "Siauw Houwcu,
pergi kau gaplok dia pulang pergi, habis itu kau suruh dia lari
kabur!" Poan Thian Lo dapat mendengar suaranya Tan Hong itu,
yang ia kenali baik sekali, lantas saja nyalinya ciut, tetapi
ketika Siauw Houwcu datang meng-hampirkan, untuk
menyerang padanya, ia jadi mendongkol dan gusar, tidak
menanti sampai kena digaplok, ia mendahulukan menyapu
dengan cambuknya. Ia mengarah pinggang lawan sebagai
sasarannya. Mendadak, belum lagi cambuknya mengenai musuh, Poan
Thian Lo merasakan lengannya kesemutan, hingga cambuknya
itu tidak dapat digunai lagi, lalu menyusul itu, benar-benar ia
digaplok pulang pergi oleh lawannya hingga ada giginya yang
copot. Tempo di tanah suku bangsa Biauw, Siauw Houwcu pernah
dihina Poan Thian Lo, sekaranglah ketikanya untuk ia
membikin pembalasan. Setelah merasa puas, ia membentak:
"Guruku menitahkan kau lari kabur, kenapa kau masih tidak
mau lari?"
1290 Pertanyaan ini dibarengi sama satu gaplokan yang terlebih
keras. Kali ini Poan Thian Lo merasakan sakit yang hebat, benarbenar
dia dengar kata, lantas dia memutar tubuhnya dan lari
pergi. Karena mana, ia lantas diikuti pasukannya...
Siauw Houwcu mengawasi sambil tertawa berkakak.
Sampai di situ, Tan Hong mengajak rombongannya itu
pergi kepada In Tiong. Masih mereka merobohkan beberapa
buah pohon, untuk digulingkan ke bawah, hingga musuh
kabur semua. Tanpa pimpinan, tentara itu tidak punya guna.
"Mari!" kemudian Tan Hong mengajak, untuk berlalu dari
belakang gunung.
Tempat itu terpisah hanya kira-kira tiga puluh lie dari
Kiukee Sippat kan, yang menjadi tempat kediamannya Yap
Seng Lim. Ketika mereka sampai di Yangbwee ouw, waktu
sudah jam tiga, maka di sini mereka berjalan dengan
perlahan-perlahan.
Selama itu Thian Touw dan In Hong berjalan berendeng,
tangan mereka saling berpegangan. Mereka bicara dengan
asyik tentang perpisahan mereka.
Seng Lim berkumpul sama Sin Cu tetapi ia tidak tahu
bagaimana harus memasang omong, karena ia merasa
pikirannya kacau. Tempo si nona hendak menanyakan
keadaannya selama di Tunkee, mendadak ia menanya:
"Apakah kau ketahui di mana adanya Keng Sim sekarang?"
Ditanya begitu, si nona mengerutkan alis.
1291 "Baru kita bertemu, kau justeru menyebut-nyebut dia,
sungguh menyebalkan!" kata si nona masgul, hatinya,
mendelu. Seng Lim heran hingga dia tercengang.
"Kalau bukan karena Keng Sim itu, aku dan encie In Hong
tidak akan bertemu pula denganmu..." katanya perlahan.
Lantas ia ceritakan bahaya yang mengancamnya sampai Keng
Sim datang menolong, untuk mana Keng Sim itu
mengurbankan dirinya.
Mendengar itu, Sin Cu melengak.
"Aku tidak menyangka dia dapat berbuat demikian rupa!"
katanya sesaat kemudian. "Ah, kalau begitu, dia masih mirip
dengan seorang manusia! Sebenarnya aku memandang dia
sudah mati, tetapi sekarang aku mengharap dia masih
hidup..." Seng Lim heran untuk perkataannya nona ini. Mulanya ia
menerka si nona akan memuji tinggi-tinggi pemuda itu.
"Ketika di Hangciu..." kata pula Sin Cu perlahan, sehabisnya
dia menghela napas.
Tiba-tiba Tan Hong menyelak: "Kalau orang dapat
memperbaiki kesalahannya, kalau dia baru sekali salah tindak
saja, baiklah soalnya jangan ditimbulkan pula... Eh, Seng Lim,
benar-benarkah kau hendak menemui Keng Sim?"
Mendengar pertanyaan paman gurunya itu, Seng Lim
mendadak menjadi girang.
"Susiok, tahukah kau di mana adanya dia sekarang?" ia
menanya, cepat.
1292 Tan Hong tertawa.
"Malam ini pergilah kamu tidur dengan nyenyak, besok
akan aku ajak kamu pergi menemui dia," sahutnya.
Seng Lim menjadi bertambah girang. Sin Cu sebaliknya
heran, tak tahulah ia, gurunya mempunyai kepandaian mujijad
apa. Tapi ia percaya betul gurunya itu, maka ia percaya juga
besok tentulah mereka akan melihat Keng Sim.
Sin Cu tidur bersama In Hong, maka banyaklah yang
mereka bicarakan. In Hong jadi mengetahui segala halnya
Thian Touw, bahkan paling belakang Thian Touw sudah
memperoleh petunjuk penting dari Tan Hong tentang ilmu
silat pedang. Ketika ia mendengar cerita halnya Keng Sim
membuka rahasia militer, ia mencaci pemuda itu untuk
ketololannya. Setelah itu, ia tertawa.
"Keng Sim memperoleh pelajaran, inilah bukan tak ada
faedahnya untuknya," katanya. "Karena insaf akan
kesalahannya itu, dia telah menolong tentara rakyat,
pertolongannya itu membuat orang berterima kasih
kepadanya. Benarlah kata Thio Tayhiap, bagus kalau orang
bersalah dan dapat memperbaikinya, bahwa kesalahan itu tak
usahlah disebut-sebut pula. Ya, aku, lihat dia baik sekali sama
kau, adikku..."
Sin Cu menghela napas.
"Suhu cuma bermaksud menyembunyikan keburukan untuk
menyiarkan kebaikan," katanya. "Menurut penglihatanku,
orang semacam Keng Sim itu tidak dapat diperbaiki cuma
dengan satu atau dua kali pengajaran saja. Aku merasa dialah
bukannya orang yang termasuk dalam golongan kita. Kali ini
pun ia berbuat keliru bukannya tanpa di sengaja."
1293 Demikian keduanya pasang omong, sampai mereka sudah
letih betul barulah mereka tidur pulas. Ketika besoknya pagi
mereka mendusin, mereka dengar suara Siauw Houwcu, yang
kemudian ternyata sedang asyik pasang omong dengan Bhok
Lin. "Encie Sin Cu, benar-benar kau di sini!" berkata Bhok Lin
melihat Nona Ie. "Kau lihat, bukankah aku telah jadi lebih
tinggi?" Tapi Sin Cu heran
"Kenapa kau ada di sini?" tanyanya. "Mana encie-mu?"
"Encie lagi menantikan kau", jawab Bhok Lin, "hanya suhu
menitahkan aku untuk mengajak dulu kau menemui Keng
Sim." "Apa" Kau yang akan mengajak aku menemui Keng Sim?"
si nona tanya. Belum lagi Bhok Lin menyahut, Tan Hong sudah muncul.
Guru ini tertawa dan ia kata: "Nah, Sin Cu, bukankah aku tidak
memperdayakan kau" Aku bilang hari ini kau bakal bertemu
sama Keng Sim dan benar-benar kau bakal bertemu
dengannya!"
Sin Cu benar-benar heran akan tetapi lekas juga ia menjadi
mengerti. Bhok Kongya melihat Keng Sim pergi lama sekali, hatinya
menjadi tidak tentaram, maka itu ia telah mengutus pula lain
wakilnya ke kota raja, untuk menyampaikan kepada raja
bahwa Keng Sim itu membantu banyak padanya mengurus
wilayah Tali hingga kekacauan jadi tidak meluas, karena mana
1294 ia mengusulkan agar Keng Sim itu diangkat menjadi
pembantunya dengan pangkat khamkun.
Berhubung ayahnya hendak mengirim utusan itu, Bhok Yan
dan Bhok Lin menyatakan suka turut bersama. Permintaan
mereka ini diluluskan.
Segera juga di dapat keterangan bahwa Tiat Keng Sim
telah ditahan di Hangciu. Untuk menolong, utusan Bhok
Kokkong itu lantas minta bantuan menteri sahabatnya hertog
itu untuk membela Keng Sim, supaya anak muda itu
dibebaskan. Ketika itu laporan dari Sunbu Thio Kie belum
sampai di kota raja, maka juga Tayhaksu Yo Soan, yang
menjadi sanaknya Thio Kie itu dan sahabat kekal dari Bhok
Kokkong, lantas bertindak. Usul kepada raja segera
disampaikan, di lain pihak laporannya Thio Kie terus dibekap.
Kepada Thio Kie dituliskan surat oleh Yo Soan supaya sunbu
itu suka memberi muka kepada Bhok Kokkong. Thio Kie
dapat diajak bekerja sama, dari itu Keng Sim dipindahkan
tempat tahanannya dan diperlakukan baik sekali. Thio Tan
Hong berkuping terang, begitu ia sampai di Hangciu lantas ia
mendapat tahu hal ikhwalnya Keng Sim itu. Ketika Bhok Yan
dan Bhok Lin pun tiba di Hangciu, ia mengetahui segala apa
terlebih jelas. Katanya raja bakal mengutus utusannya Bhok
Kokkong guna menyambut Keng Sim itu.
Dua saudara Bhok itu tinggal di dalam gedung sunbu,
secara diam-diam Tan Hong pergi menemui mereka. Tentu
sekali, Sin Cu tidak mengetahui sepak terjang gurunya itu.
Pada mulanya, Keng Sim sendiri gelap tentang duduknya
perkara. Ia telah ditahan di menara Liok Hap Tah, lalu pada
suatu hari datang orangnya sunbu, ialah tiehu dari Hangciu,
yang menyambut ia dan mengajak ia pindah ke sebuah balai
istirahat di tepinya sungai Ciantong. Di sini ia dapat makan
dan pakai baik sekali, perlayanan sangat manis. Ia heran, ia
1295 minta keterangan pada tiehu tetapi tiehu menganjurkan ia
tinggal saja dengan tenang. Pula di sini Keng Sim merdeka,
kalau ia mau, ia bisa minggat, tetapi karena ingat kepada
ayahnya, ia tidak mau buron. Di lain pihak sudah bulat
tekadnya untuk berkurban untuk Sin Cu. Maka dalam
herannya dan masgul itu, tenang-tenang saja ia tinggal di
tempat kediamannya ini.
Pada suatu hari Keng Sim mendusin pagi-pagi. Ia telah
menghitung tanggal dan tahulah ia bahwa ia sudah tinggal di
gedung itu lima hari. Sama sekali ia tidak menerima kabar apa
juga, ia menjadi tidak sabaran. Ia muncul di lauwteng dan
memandang jauh, melihat pemandangan alam yang indah,
tetapi tetap ia merasakan sepi. Karena ini, pikirannya jadi
bekerja. Ia ingat Sin Cu, ia ingat juga sikap Nona Ie itu.
"Aku baik dengannya, untuknya aku melakukan segala apa,
tapi tahukah dia hatiku itu?" ia ngelamun. "Apa mungkin aku
bakal tak bertemu pula dengannya, putus perhubungan kita
berdua?" Pemuda ini merasakan pasti, kalau nanti tiba firman raja,
habis sudah lelakon hidupnya. Ia mengharap raja ingat jasa
ayahnya dan akan meringankan hukumannya, tetapi ia,
menginsafi juga kedosaannya yang besar sekali itu, maka
lenyap pula harapannya.
Tengah ia melamun itu, Keng Sim mendengar tindakan kaki
perlahan di tangga lauwteng. Dengan lantas ia berpaling,
sedang kupingnya segera mendengar suara panggilan yang


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

halus: "Keng Sim..." Itulah suara yang ia kenal baik maka juga
hatinya berde-nyutan. Hampir ia tidak mau percaya kupingnya
sendiri. Selang sesaat barulah hatinya menjadi tenang dan ia
menyahut: "Sin Cu! Bagaimana kau dapat datang ke mari?"
1296 Nona Ie muncul untuk lantas berkata: "Yap Seng Lim telah
menuturkan aku segala apa mengenai kau..."
Sepasang alisnya anak muda itu bergerak.
"Apakah dia telah menuturkan bagaimana aku berkurban
untuk membebaskan dia dari mara bahaya?" ia menanya.
"Dia menuturkan semua tanpa ada yang lolos. Sebaliknya
aku, aku menutupi perbuatanmu selama di Hangciu. Mereka
sangat berterima kasih kepadamu."
"Hm!" Keng Sim tertawa. Lalu ia menambahkan: "Kalau
bukan untukmu, Sin Cu, tak sudi aku memperdulikan dia. Sin
Cu, suratmu itu mencaci aku hebat sekali. Sekarang, kau
tentunya telah melihat jelas aku ini orang macam apa!"
"Memang, sekarang aku telah melihat jelas," berkata si
nona. "Kau takut aku tidak memandang matapadamu, kau kuatir
dunia nanti menterta-waimu dan mengatakan kau sudah
menjual sahabat, maka itu, kau mencoba melakukan satu
perbuatan bagus. Kau rada tolol tetapi kau pun masih insaf."
Mendengar itu, Keng Sim menjadi tidak puas.
"Cuma sebegitu saja?" katanya, hatinya panas.
Sin Cu tertawa.
"Apakah kau ingin aku memuji kau sebagai seorang gagah
perkasa satu-satunya, di jaman dulu dan di jaman sekarang
juga?" ia membaliki.
1297 "Oh, tidak, tidak!" kata Keng Sim, tertawa dingin. Bangkit
pula keangkuhannya. "Pasti aku bukannya si orang gagah
perkasa. Tapi Seng Lim itu, tanpa aku, dia pasti telah ditawan
tentara negeri, dan tentu sekali yang ditahan sekarang ini
bukannya aku hanya dia!"
Sin Cu mengerutkan alisnya.
"Jikalau bukannya kau berbuat demikian, apa kau sangka
aku sekarang masih memandang kau sebagai satu manusia?"
katanya. "Jikalau kau tidak membocorkan rahasia tentara
rakyat, mereka pasti tidak bakal runtuh seperti sekarang ini!
Keng Sim, seorang angkuh juga mesti menegur dirinya
sendiri!" Parasnya Keng Sim menjadi pucat. Tidak ia sangka, si nona
datang bukan untuk mengutarakan rasa syukurnya hanya
justeru untuk menegur padanya!
Untuk sejenak, keduanya berdiam.
"Mustahilkah mereka itu sekawanan gerombolan, telah
menjadi begini rupa karena aku satu orang?" kemudian Keng
Sim berkata pula. Ia tertawa dingin.
"Tentu sekali bukan disebabkan perbuatan kau seorang!"
sahut si nona. "Hanya perbuatanmu membocorkan rahasia
itu membantu tentara negeri menjo-roki mereka kecemplung
ke dalam sumur di saat mereka menghadapi bahaya!"
Pemuda itu penasaran.
"Aku lakukan semua itu untuk kau!" katanya sengit.
"Sekarang ini aku tidak tahu jiwaku tinggal berapa hari lagi,
tetapi sekarang kau datang, di saat kematianku ini, untuk
menegur aku!"
1298 Sebaliknya dari gusar, Sin Cu bersenyum.
"Keng Sim," katanya, "aku hendak berbuat baik untukmu,
sayang kau tidak tahu. Tapi, tenangkanlah dirimu, kau tidak
bakal mati, bahkan sebaliknya, kau bakal dapat pangkat
besar! Inilah kabar baik yang didapat guruku! Kau tunggu
sedikit waktu lagi, nanti ada orang yang datang menyambut
kau!" Keng Sim mau percaya itu, ia girang, tetapi ia menguasai
dirinya. Ia masih hendak mencoba, untuk kali yang terakhir,
guna merebut hatinya si nona. Maka ia menghela napas.
"Biar umpama kata kabarmu ini benar dan aku tidak
bakalan mati," katanya, "toh segala apa telah menjadi terang,
untukmu, aku tidak takut mati!"
"Itulah sebabnya maka sekarang aku menjenguk kau,"
bilang si nona. "Ah, Keng Sim, kau harus dikasihani, masih kau
tidak mengerti. Coba aku mengangkat kau, mengumpakumpakmu
setinggi langit, mungkin kau jadi masgul
karenanya... Keng Sim, aku lihat, kita bukanlah orang dari
satu golongan..."
Keng Sim menghela napas.
"Benar-benar aku tidak mengerti!" ujarnya. "Sin Cu, setiap
kali aku melihat kau, kau agaknya semakin berubah! Makin
lama aku jadi makin tidak mengerti, makin lama kau membuat
aku merasa bahwa kau makin asing bagiku!..."
Sin Cu mengawasi pemuda itu, kemudian ia memandang ke
luar lauwteng. 1299 "Sin Cu, ingatkah kau ketika kita sama-sama berada di
sungai Tiangkang?" Keng Sim tanya "Bukankah itu waktu
terlihat gelombang itu yang seperti mengejar burung walet?"
Memang, jauh di depan mereka tampak sungai Ciantong
berombak, di sana ada beterbangan beberapa ekor burung
laut. Sin Cu mengangguk.
"Benar," sahutnya. "Memang sungai Cian-tong ini bukannya
sungai Tiangkang tetapi dua-duanya sama-sama mengalir ke
laut." Keng Sim masgul. Tidak dapat ia menjajaki hati si nona.
"Ya," katanya kemudian, kembali ia menghela napas, "harihari
yang telah lalu mirip dengan air sungai, sesudah mengalir
lewat lalu tidak kembali lagi. Sin Cu, benar-benar aku tidak
mengerti kenapa kau makin lama terpisah makin jauh dari
aku"..."
Nona Ie tertawa, tertawa sedih.
"Kau lihat di sana!" katanya kemudian, tiba-tiba. "Orang
yang mengerti kau telah datang! Aku mesti pergi sekarang."
Keng Sim heran hingga ia melengak,tetapi hanya sejenak,
segera ia menoleh.
Di sana, di tangga, tampak Bhok Yan berlari-lari naik,
wajahnya tersungging senyuman. Lantas saja nona itu
menghadapi Keng Sim dan berkata dengan gembira: "Ya,
pemandangan di sini benar indah! Cuma, kalau dibandingkan
sama musim semi di Kun-beng, di sana masih terlebih indah!
Sekarang ini bunga toh, bung lie, juga bunga kupu-kupu,
1300 tentu sedang pada mekarnya! Eh, Keng Sim, ayahku telah
menanggungkan dirimu! Utusan, yang membawa firman raja,
bakal lekas tiba, maka sebentar lagi kita, kau dan aku, bisa
lantas berangkat ke Kunbeng! Oh, Nona Ie, suhu bersama Yap
Toako ada di bawah! Eh, eh, apakah kau tidak mau berdiam
lebih lama di sini, kau hendak pergi turun?"
Baru sekarang ia menegur Sin Cu.
Nona Ie tertawa.
"Baiklah kamu berdua kumpul di sini mengicipi keindahan
sang bunga, aku tidak mau meng-gerecoki kamu!" sahutnya.
"Lihat taman itu, di sana ada kedapatan segala macam pohon
bunga, cuma sayang tidak ada pohon tayceng..."
Ia lantas turun di tangga lauwteng.
Keng Sim mengawasi hingga ke bawah lauwteng, di mana,
di bawahnya sebuah pohon besar, terlihat Seng Lim lagi
berdiri seraya tangannya menggapai ke arahnya. Tiba-tiba
hatinya mencelos. Sebenarnya ia hendak lari menyusul nona
itu, atau suara tertawa yang halus dan manis dari Bhok Yan
mencegah ia... Nona Bhok lantas berceritera, menuturkan semua dengan
jelas. Maka sekarang, bagaikan orang baru sadar dari
mimpinya, Keng Sim mengerti segala apa. Pantas ia
dipindahkan ke tempat ini dan diperlakukan baik sekali.
"Bagaimana dengan ayahku?" kemudian ia tanya.
"Ayahku ketahui ayahmu pintar, maka ia pun diminta
supaya dipindah ke Kunbeng," jawab si nona.
Keng Sim jadi sangat bersyukur. Hatinya pun lega.
1301 "Aku tidak sangka keluarga Bhok menghargai aku..."
katanya di dalam hati. "Akhir-akhirnya toh ada juga orang
yang mengenal aku..."
Bhok Yan memandang sekeliling kamar.
Keng Sim bagaikan melamun memandang Seng Lim dan
Sin Cu berjalan bergandengan, meninggalkan taman. Tiba-tiba
terdengar suara Bhok Yan disampingnya.
"Ah, barang-barangmu kalut sekali!" katanya bersenyum.
"Kita bakal lekas berangkat, mari aku benahkan!"
Ia mengajak anak muda itu masuk ke dalam kamar, untuk
bekerja. "Mereka itu ada di bawah, apakah kau tidak mau turun
untuk menemui mereka?" kemudian tanya si nona.
Keng Sim mengangguk, lantas ia bertindak keluar.
Justeru di saat itu terdengar suara nyaring dari Bhok Lin: "
Encie, lekas kau memberi selamat kepada encie Sin Cu! Kita
semua bakal lekas minum arak kegirangannya!"
Bocah ini baru saja mendengar dari Siauw Houwcu bahwa
Tan Hong telah meregoki jodohnya Sin Cu dengan Seng Lim.
Sebenarnya dia rada kecewa tetapi toh dia gembira sekali.
Mendengar itu, Bhok Yan tertawa.
"Benarkah itu?" tanyanya.
Sin Cu, yang berada di antara mereka, lantas memegat.
1302 "Kau jangan dengari ocehannya si setan cilik! Eh, Bhok Lin,
baiklah kau minum dulu arak kegirangannya encie-mu. Eh,
kamu tak usah turun, aku hendak pergi kepada guruku!"
Keng Sim berdiam, pikirannya kusut. Ia melihat Sin Cu,
dengan berendeng sama Seng Lim, bertindak keluar dari
taman. Mereka itu mengulapkan tangan kepadanya.
Selagi pemuda ini masih berdiam, ia dengar suaranya Bhok
Yan: "Semua telah aku bereskan, mari kita juga pergi!"
TAMAT CATATAN 6. hal 553, Tamtay Biat Beng dulunya adalah seorang
jendral bawahan ayah Thio Tan Hong, kisahnya dapat dibaca
dalam Peng Cong Hiap Eng (Dua Musuh Turunan)
7. hal 753, Kisah tentang Gak Beng Kie atau Hui Bing
Siansu dapat diikuti di cerita Giok Lo Sat, Pek Hoat Molie, Khau
Guan Enghiong (Pahlawan Padang Rumput) dan Thian San
Citkiam. 8. hal 792, Bibit-bibit perpecahan Leng In Hong dan Hok
Thian Touw mulai muncul dalam kisah Lian Kiam Hong In
(Kisah Pedang Bersatu Padu), setelah itu mereka benar-benar
berpisah dan mendirikan aliran masing-masing, kisah
selengkapnya dapat diikuti dalam Lian Kiam Hong In, Giok Lo
Sat, Pek Hoat Molie, Khau Guan Enghiong dan Thian San
Citkiam. 9. hal 794, Diceritakan dalam Peng Cong Hiap Eng (Dua
Musuh Turunan), bagian awal, ketika Thio Tan Hong hendak
dikerubut orang banyak di rumah Cinsamkay Pit To Hoan, lalu
1303 rumah tsb diserbu pasukan pemerintah yang dipimpin Thio
Hong Hu (ayah Siauw Houwcu).
10.hal 798, Law Tong Sun ternyata bernasib baik, cacatnya
berhasil disembuhkan oleh gurunya dalam beberapa tahun,
sehingga ilmu silatnya dapat kembali pulih dan melakukan
kejahatan lagi, tokoh ini muncul kembali dalam kisah
selanjutnya, Lian Kiam Hong In (Kisah Pedang Bersatu Padu).
Cuplikan bagian awal Lian Kiam Hong In (Kisah Pedang
Bersatu Padu) Itulah kira-kira jam tiga pagi ketika sang Puteri Malam,
yang sudah doyong ke arah barat, masih menyinari sebuah
bangunan yang berukiran dengan jendela-jendela hijau dan
pintu-pintu merah indah. Sang malam pun sunyi sekali.
Gedung itu yalah jang dikenal sebagai Kunmahu, gedung
menantu Bhok Kokkong.
Malam sudah larut demikian rupa akan tetapi sampai itu
waktu di dalam istana itu, di atas lauwteng, ada seseorang
yang masih belum tidur, dia bahkan sambil menyender kepada
loneng tengah memandangi sebilah pedang dengan pikirannya
bergelombang. Siapakah dia"
Tak lain tak bukan, dialah Kunma, menantu yang manis,
dari Bhok Kokkong ialah Tiat Keng Sim.
Demikianlah seorang diri itu, di malam yang indah tetapi
sunyi itu, ia seperti menggadangi si Puteri Malam. Ia pun
mengawasi pohon-pohon bunga. Sambil menghela napas, ia
berkata seorang diri: "Dengan tahun ini maka sudah tujuh
musim semi aku lalui di dalam istana Kunmahu ini... Selama
1304 tujuh tahun itu, kecuali membuat syair dan karangan, ada
apakah lagi?"
Maka terkenanglah ia kepada masanya ia masih merdeka,
bagaimana ia mundar-mandir dalam dunia kangouw,
bagaimana itu menggembirakannya.
IKUTI KISAH SELANJUTNYA:
LIAN KIAM HONG IN KISAH PEDANG BERSATU
PADU Pendekar Cacad 3 Pendekar Kelana Karya Kho Ping Hoo Pendekar Satu Jurus 8
^