Pencarian

Perguruan Sejati 3

Perguruan Sejati Karya Khu Lung Bagian 3


Pek Cin Nio duduk dikursinya tenang-tenang. Wan Jie duduk disamping In Tiong Giok yang sedang berpikir keras menghadapi kertas bertulisan Sangsekerta. Hampir setengah jam lamanya ia memeras otak, tak sehurufpun yang ditulisnya. Waktu ia dongak, sinar mata sang Pangcu sedang menatap kearahnya.
Suasana menjadi canggung. Wan Jie memandang juga kearah gurunya.
"Wan Jie engkau kenapa ?" tanya sang guru.
"Kupikir".kupikir?"
"Mau bicara jangan begitu, seperti orang garap saja?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
78 "Kupikir pekerjaan ini bisakah ditunda dalam beberapa hari ini ?" Tanya Wan Jie dengan sungguh-sungguh. Karena In Kongcu sejak terjadi peristiwa itu seolah-olah mengalami kekagetan dan pikirannya belum tenang, konsentrasi pikirannya belum pulih seperti dulu.
Tambahnya dengan penjelasan kuat.
"Oh, kata Pek Cin Nio dengan tersenyum. Kiranya begitu, sebaiknya engkau harus tahu karena terjadinya peristiwa itu, Lo Cucong mendesak agar pekerjaan ini diselesaikan secepat-cepatnya. Tapi jika In Kongcu kurang enak badan, istirahatlah dua tiga hari tidak mengapa."
"Tidak ! Yang rendah tak perlu istirahat asal saja," kata In Tiong Giok.
"Asal saja bagaimana ?" Tanya Pek Cin Nio, terus terang saja apakah ada kata-kata Sangsekerta yang sukar dimengerti ?"
Terhadap bahasa tidak menjadi soal, anehnya intisari dari pelajaran pedangnya membuat orang tak mengerti.
Dapatkah Kongcu memberikan contoh "
"Misalnya dalam buku ini, banyak jurus-jurus dari ilmu pedang, penusunannya tidak sempurna, terbalik-balik dan banyak kekurangannya. Mengakibatkan bahasanya terputus-putus dan sukar diterjemahkan. Entah si penulis ingatannya kurang kuat dan membuat kekurangan-kekurangan atau memang ilmu pedang ini tidak sempurna. Jika patah demi patah diterjemahkan, sukar mendapatkan arti yang sempurna, maka itu membuatku berpikir dan berpikir tanpa menulis !"
Sejak wajah tersenyum dari Pek Cin Nio pudar mengguram : "Pokoknya Kongcu boleh
menterjemahkan patah demi patah, nanti kami bisa membereskan sendiri kekurangannya !"
In Tiong Giok mengangguk, mulailah ia menulis dengan cepat : memang sudah terkandung niatnya untuk mengganggu Pok Thian Pang, maka itu ia sengaja menjungkir balikkan kalimat dan membuat terjemahannya itu sukar dimengerti. Dalam sekejap lembar pertama selesai ditulisnya.
Pek Cin Nio membaca hasil terjemahan itu, keningnya mengkerut-kerut lalu bertanya "Wan Jie jam berapa sekarang ?"
"Lebih kurang jam tiga !"
Pek Cin Nio mengantongi lembaran asli dan lembaran terjemahan. " Dikamarku ada obat penyegar otak, ambillah sebutir untuk In Kongcu dan temaninya disini aku segera kembali lagi !" Dan terus ia cepat-cepat keluar pintu
"Tatkala engkau menulis, hatipun merasa hancur ! Sehuruf tulisanmu sama dengan
berkuangnya sedikit, pertemuan kita."
"Pertemuan dan perpisahan adalah gelombang kehidupan, berpisah untuk berkumpul adalah gembira, sebaliknya berkumpul untuk berpisah mendatangkan duka ! Semua ini tergantung nasib, maka tak perlu gembira tak perlu duka, terserah kepada yang maha kuasa !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
79 "Aku tak mau menerima nasib begitu saja ! Pokoknya aku sudah bertekad untuk sehidup semati?"
"Hm, itu tak baik," jawab In Tiong Giok, andaikan aku harus mati disini paling-paling menambah jumlah setan-setan penasaran lain tidak toh ?"
"Suhu dan Lo Cucong bisa memanjaku, aku bisa memohon dengan ancaman bunuhnya diri mungkin persoalan tidak sebeat yang engkau pikirkan?"
Tiba-tiba terdengar langkah kaki diluar, nyata tergesa-gesa benar. Wan Jie menyeka air mata dengan cepat. "Siapa ?" Tidak ada jawaban ! Dijendela tiba-tiba nongol sebuah wajah tolol kebego-begoan dari seorang pelayan istana. Ditangannya memegang seekor burung pos, ia longok kedalam dan baru menjawab pertanyaan Wan Jie sambil ngengir-nyengir : "Pangcu ada tidak ?"
"A Toh untuk apa mencari Pangcu ?"
"Aku "menangkap"burung pos !" jawab A Toh agak gugup.
"Kembalikan kekandangnya, tak usah ribut-ribut !" bentak Wan Jie.
Mukanya pelayan tolol itu menjadi merah, "Burung ini membawa surat dikakinya !"
"Berikan padaku !" kata Wan Jie.
A Toh nyengir-nyengir tolol terus menerus dan memberikan burung itu papa Wan Jie sambil menjublek tak mau pergi. Wan Jie mengambil surat dari kaki burung, lalu memberikan burung kepada A Toh. "Disini seang dilakukan pekerjaan penting, tidak boleh sembarangan masuk, mengertikah ?"
"Ya mengerti !" jawab A Toh sambil membungkuk dan terus berlalu.
"A Toh biarpun ketolol-tololan, kesetiaannya pada suhuku kuar biasa sekali. Maka itu ia ditugaskan merawat burung-burung pos, kalau bukan aku jangan harap boleh memegang burung-burung merpatinya." Surat itu diluarnya tertera nama Ngo Liu Cung. Dengan cepat Wan Jie membuka dan membacanya, begitu selesai wajahnya menjadi berubah dengan
mendadak".
"Apa yang tertulis disurat itu ?"
Wan Jie mengantongi surat dan memaksakan diri tersenyum : "Tidak apa-apa,hanya saja"Ih lihat wajahmu begitu pucat, tunggu kuambilkan obat penyegar otak."
Wan Jie berlalu. Pek Cin Nio datang. Lengannya memegang sebuah Kotak Kumala. Ia diam saja tanpa berkata, waktu Wan Jie datang baru membuka mulut. "Beritahu siapapun tidak boleh masuk kesini," katanya.
Wan Jie mengangguk dan menjalankan perintah.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
80 "Terjemahan Kongcu tadi telah kuperlihatkan kepada Lo Cucong, " Pek Cin Nio menjelaskan,
"memang banyak tempat yang hilang atau kurang, mak itu meminta Kongcu membaca habis dulu seluruhnya buku baru menterjemahkannya, dengan begitu memudahkan pekerjaan
bagimu. Tapi sebelum itu perlu kuterangkan bahwasannya buku ini sangat dirahasiakan dan dipandang Lo Cucong sebagai pusaka yang tidak ternilai harganya. Kecuali dia engkaulah orang pertama membaca buku ini."
"Suatu kebanggaan bagiku mendapat kepercayaan sebesar itu, dan akan kucurahkan seluruh kemampuanku untuk mengerjakannya mungkin !"
"Tapi ingat jika terjadi sesuatu kesalahan berarti bencana bagimu, untuk ini kuharap engkau berlaku waspada !"
"Oh sudah pasti kan kujaga rahasia ini !"
"Kamipun percaya engkau bisa menyimpan rahasia ! " katanya dan terus membuka kotak kumala dan menyerahkan buku pusaka itu.
Buku itu telah kurang hanya dua puluh halaman lebih, dengan tenang Tiong Giok
membacanya. Sebagai orang yang cerdas dan berbakat, setelah mengulangi dua kali, seisi buku telah melekat dalam ingatannya ! Dikembalikannya buku itu pada sang Pangcu.
"Bagaimana ?" Tanya Pek Cin Nio.
"Sekuat kepandaianku kucurahkan, hanya bisa menterjemahkan sehuruf demi sehuruf.
Terhadap kalimat-kalimat yang terputus-putus atau yang kurang benar membuatku tak berdaya !"
"Kalau begitu memang dasarnya ilmu pedang ini banyak kekurangannya ?"
"Entahlah," kata In Tiong Giok. "Tapi bolehkah aku bertanya dari mana Pangcu memperoleh buku ini ?"
"Terus terang buku ini didapat dengan susah payah dari seorang Bulim yang lihay !"
"Apakah orang Tionghoa atau India jago Bulim itu ?"
"Orang Tionghoa !"
"Masih hidupkah orangnya ?"
Pek Cin Nio mengangguk kepala.
"Diakah yang bernama Hauw Sian ?"
"Untuk apa Kongcu bertanya soal dia ?"
"Dari mula kuduga Hauw Sian sebagai penulis buku ini, dan nama itu bukan nama asing, maka kuyakin dia bukan orang India. Tapi kuhean kenapa orang Tionghoa menulis buku dengan bahasa Sangsekerta " Disini soalnya"..!
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
81 "Benar apa yang engkau katakana, tapi apakah hubungannya dengan nama itu ?"
"Soal dalam bahasa Sangsekerta banyak istilah-istilah yang sukar diartikan dalam bahasa Tionghoa secara tepat, lebih-lebih terhadap pelajaran ilmu pedang ini, salah sepatah berarti menyimpang sepuluh depa, untuk mempertahankan keasliannya maka ia menulis dalam
bahasa Sangsekerta !"
"Mungkin apa yang engkau duga secara cermat betul adanya !"
"Maka itu ingin kutemui orang yang bernama Hauw Sian itu, segala kesulitan dibuku bisa kutanyai kepadanya !"
"Soalnya kami bisa menemukan orang itu apakah dia mau membantumu ?"
"Memang kenapa ?"
"Orang itu sedah kehilangan bukunya, sudah kesal dan pusing, mana mau lagi membantumu
?" "Tak usah kuatirkan, asal orang itu dapat kutemui, pasti dapat kupancing yang segala kuingini"
"Baiklah, soal ini akan kami pertimbangkan nah sekarang engkau boleh pulang beristirahat !"
Dengan cepat sang Pangcu berlalu.
Sekembalinya ke Villa Tenang Wan Jie berwajah murung, seangkan In Tiong Giok juga terpekur tanpa membuka mulut. Pemuda ini pikirannya melayang-layang kebrbagai soal : Keng Thian Cit Su, Pang Hui" Cian bin sin Kay" tanda punggungnya"usia delapan belas tahun"Pek Kiam Hong yang aneh"Wan Jie yang menarik"kini ditambah Wan Jie yang
masih tetap disampingnya.
"Wan Jie, tak usah payah berpikir di soal rumit saja, aku telah membuat Lo Cucong menghadapi kesukaran : mungkin dalam tiga empat bulan kita masih bisa bersama-sama?"
Wan Jie menangis : "Tidak bisa ! Tidak usah mengulur waktu lagi, engkau harus segera meninggalkan tempat ini, semakin cepat semakin bagus."
"Kenapa pendirianmu cepat berubah ?" sukar kukatakan, lihatlah surat ini !"
Itulah surat yang didapat dari burung pos, diatas berbunyi : setelah diperiksa dengan cermat, In Hok telah kembali dan yang mengiringi In Tiong Giok adalah In Hok palsu. Sedang pemuda itu usianya selapan belas tahun, mengerti bahasa Sangsekerta. Dapat diketahui pada pemuda itu, bertanda bacokan dipundak kirinya. Entah apa pemuda itu maksudnya masuk kemarkas pusat Pok Thian Pang " Sebaiknya ditangkap dan dikompres untuk mendapat penjelasan dari Tan Toa Tiau.
Selesai membaca, sekujur badan In Tiong Giok basah dengan keringatnya dingin, gaya reflexnya memegang pundak kiri. Bajunya sudah terbuka yang dipegang tempat tanda bekas bacokan.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
82 "Untung surat ini jatuh ditanganku, andaikata pada guruku, akibatnya tak bisa kubayngkan, kini jalan satunya, engkau harus secepatnya meloloskan diri dari sini. Malam ini dengan cara apapun aku harus mendapatkan tanda jalan untukmu "
Tiong Giok tahu rahasianya sudah diketahui Wan Jie, membuatnya bertambah tenang.
"Tidakkah engkau mau menyelidiki juga soal diriku dan anda ini ?"
"Tak usah kutanya lagi, engkaulah orang yang dicari-cari oleh Pok Thian Pang !"
"Karena ayahmu adalah pembunuh ayahnya Pek Suheng?""..
"Yang bisa membunuh ayahnya Kiam Hong tentu jago Bulim juga, sedang ayahku bukan orang Kang Ouw, maka itu kupikir lucu ?"
"Tapi usiamu dan tanda itu cocok dengan orang yang mau mereka tangkap?""
"Yang berusia delapan belas tahun dan ada tanda dipunggungnya ini bukan aku seorang mungkinkah semuanya harus ditangkap dan dibunuh ?"
"Soalnya tidak jelas bagiku, yang kutahu jika sampai tertangkap adalah buruk akibatnya, lebih baik engkau kabur !"
"Kedatanganku kesini untuk mendapat penjelasan dalam soal itu, maka tak ada niat bagiku berlalu dengan begitu saja !"
"Ah, engkau mau cari mati, atau memaksaku mati"."
Pembicaraan terganggu dengan kedengarannya derapan kuda. Mereka melongok dari jendela tampak, Lie Tongleng dengan dua pengawal menuju ke villa Tenang. Lie Tongleng merasa kaget melihat kehadiran Wan Jie didalam kamar, dengan tersenyum ia memberi hormat :
"Pangcu menyuruhku kesini untuk menjemput Kongcu ke istana !"
"Nantikanlah sebentar, aku harus merapikan diri dulu."
"Engkau belum makan, suruh Siau Hong menyediakan, nanti kita sama-sama kesana."
"Silahkan Kongcu makan dan mandi dengan tenang, tapi Pangcu menghendaki agar Wan Kounio tidak turut serta !"
"Kenapa ?"
"Tak tahu, menurut Pangcu soalnya penting dan harus di bicarakan dengan empat mata saja antara Pangcu dan In Kongcu !"
"Apakah Pangcu benar-benar berkata begitu ?"
"Ya, masakan aku berbohong ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
83 Tak terasa lagi Wan Jie menjadi kaget dan parasnya berubah pucat. Cepat ia mendekat pada Tiong Giok. Kau piker baik tau buruk !"
"Serahkan pada nasib ?"
"Bagaimanapun terjadi jangan engkau berkeras dengan Cucong dan guruku, aku bisa
bekerja?" "Wan Jie jangan ketakutan tak keruan, pokoknya beres !"
Sesudah beres makan dan mandi, Tiong Giok naik kereta menuju istana. Suasana dibelakang istana itu lain dari biasa, disitu terdapat kereta indah, pengawal-pengawal lebih banyak dari hari-hari biasa, penjagaan keras sekali. Yang mengherankan sampai sang Pangcupun berada diantara pengawal. Begitu Tiong Giok turun dari kereta, Pangcu segera memanggil. " Jangan buang waktu, silahkan Kongcu naik kereta !"
Tiong Giok naik lagi ke kereta.
"Salah, naiklah kereta ini !" seru Pek Cin Nio.
In Tiong Giok jadi bingung, ia terpaksa pindah kereta, tak selang lama Pangcu itu masuk dan melihat pemuda kita yang sedang terpekur. Segera duduk disebelahnya dan terus siam juga seperti si pemuda. Tinggallah In Tiong Giok menjadi serba tak enak, untuk menghilangkan kecanggungan ia meram ! Telinganya mendengar suara roda kereta, hidungnya mencium wewangian dari sang Pangcu, hatinya berdebar-debar, pikirannya kacau balau !
Waktu kereta berhenti, mereka telah tiba di suatu tempat sunyi. Disitu terdapat sebuah bangunan sederhana, Lie Kee Cie mengetuk pintu dan memanggil perlahan.
Tak selang lama pintu terbuka, Pek Cin Nio mengajak Tiong Giok turun dan masuk ke dalam rumah itu. Dari sini terdapat pintu rahasia yang langsung masuk ke dalam terowongan. Begitu gelap tampaknya dari luar. Waktu obor-obor menyala dari dalam terlihat seorang Futhoat berbaju biru menyambut kedatangan mereka dengan hormat sekali. "Yang rendah adalah Ong Jiok Tong, Congkoan (pengurus) penjara tanah, menghadap pada Pangcu !"
"Tak usah banyak peradatan," kata Pek Cin Nio.
"ya, ya, ya," kata Ong Jiok Tong dan terus mundur menyamping, lagak gayanya agak ketakutan, membuat Tiong Giok geli melihatnya. Dengan didampingi sang Pangcu iapun turut gagah-gagahan masuk kedalam ruangan bawah tanah. Setelah melewati beberapa langkah, meraka sampai disuatu ruangan, disitu penerangan mengandalkan obor. Pangcu mengambil tempat duduk yang sudah dirapikan. Kuminta kamar satu dibersihkan dan semua keperluan disiapkan."
Ong Jiok Tong cepat-cepat memerintahkan anak buahnya bekerja. Tak selang lama datang laporan segala yang dikehendaki Pangcu sudah siap semua.
"In Kongcu terpaksa menyusahkanmu sebentar datang kemari, alat-alat perlengkapan disini dapat menangkap pembicaraan Kongcu dengan orang tawanan, maka itu berlakulah cerdik !
Ong Congkoan antarkanlah In Kongcu."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
84 Tanpa bertanya ini itu lagi, Tiong Giok mwngikuti Ong Jiok Tong memasuki pintu berjeruji besi. Dari sini terdapat tangga batu, turun kebawah. Setiap seratus undakan tangga terdapat sebuah pelita, dibawahnya terdapat pintu jeruji yang rendah, samar-samar dari dalamnya terdengar suara berkerincingnya rantai besi. Juga setiap pintu itu bertulisan kamar nomor satu kamar nomor dua dan seterusnya. Inilah penjara didalam tanah yang serupa dengan neraka.
JILID 5________
Dengan perasaan ingin tahu, Tiong Giok melongok kedalam kamar. "Disini tertera kamar nomor satu, kenapa tak ada orangnya ?"
"Ini penjara biasa, sedangkan Kongcu harus ke penjara Istimewa. Keadaannya berbeda dengan disini, agak enakan sedikit dan mendapat perlakuan istimewa juga !"
"Siapa saja penghuni penjara istimewa ?"
"Sejujurnya aku tak tahu, karena mereka hanya memakai nomor sebagai pengganti namanya,"
jawab Ong Jiak Tong.
"Tidakkah lengkap menanyai pada mereka ?"
"Narapidana terbagi dua golongan, yang ringan perlu ditanya, dan mereka tidak disini sedangkan yang berada disini semua menjalani hukuman seumur maka tak perlu lagi
menanya-nanya mereka !"
Sambil bicara sambil berjalan, tak terasa lagi sudah sampai diruangan yang paling bawah.
Disini terdapat ruangan agak besar, dan kamar-kamar berderetan sebanyak enam buah. Diatas kamar tertulis, kamar Istimewa nomor satu" sampai nomor enam. Dan terdapat juga sipir bui yang menjaga.
Ong Jiak Tong membuka kamar nomor satu, "Maaf"silahkan masuk !"
In Tiong Giok mengangguk dan masuk kedalam dengan kaki gemetar"sedangkan pintu besi dikunci dari luar. Hei.. penghuni kamar satu, kuberikan selamat dapat kawan baru !" seru seorang pengawal.
Keadaan di dalam ruangan begitu semak dan menyesakkan napas. Di atas balai-balai terlihat seorang tua sedang berbaring, begitu pucat dan kurus, sinar matanya saja menatap terus ke dirinya.
"Mungkinkah ini orangnya ?" piker Tiong Giok dan terus ia memberi salam sambil menegur :
"Bagaimana pak baik-baik saja ?"
Orang tua itu tidak menjawab hanya menatap terus dengan matanya, seolah-olah tak mendengar apa yang diucapkan si anak muda.
"Bagaimana pak baik-baik sajakah ?" seru In Tiong Giok lebih keras lagi.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
85 Orang tua itu menganggukkan kepala lalu berkata dengan suara yang parau : "Duduklah nak, ditempat semacam ini tak perlu memakai banyak peradatan."
"Dapatkah kutahu nama bapak ?"
"Selama tujuh belas tahun tak melihat sinar matahari, membuatku lupa nama sendiri !
Bagaimana denganmu nak masih ingatkah nama sendiri ?"
"Ohn namaku In Tiong Giok."
"Masih begini muda kenapa engkau bisa masuk kesini ?"
"Sebenarnya aku datang bekerja sebagai penterjemah pada Pok Thian Pang, tapi?"
"Setop dulu".menterjemahkan buku apa ?" sela si orang tua.
"Sebuah buku Sangsekerta?"
"Keng Thian Cit Su bukan buku itu !" lagi-lagi si orang tua memotong bicara.
"Benar, kenapa engkau bisa tahu pak ?"
"Sudah diterjemahkan belum buku itu ?" Tanya si orang tua sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Belum?"
"Kenapa..?"
"Sudah berapa tahun kupelajari bahasa Sangsekerta, tapi menghadapi buku itu tak berdaya : banyak yang tidak kutahu, sebab istilah-istilah silat bagiku asing sekali, karena aku tak pandai silat sedikitpun. Maka sampai kini belum bisa diterjemahkan !"
"Bagus," kata si orang tua, " tujuh belas tahun aku disini, nyatanya tak sia-sia "
"Apakah bapak karena buku itu juga masuk kesini ?"
"Ya karena buku itu !"
"Karena tak mau menterjemahkan, apa karena kurang bisa ?"
"Hm, buku itu adalah milikku !"
In Tiong Giok hatinya berdenyut kaget, hampir ia berseru tak terasa, saat ini ia sadar bahwa capai lelah dari sang Pangcu, semata-mata untuk Keng Thian Cit Su. Dan iapun tahu bahwa orang tua ini tak lain Hauw Sian adanya.
Untuk memperpanjang waktu In Tiong Giok mencari alas an, sukar dan ingin bertemu dengan Hauw Sian. Tak tahunya Hauw Sian berada didalam tahanan Pok Thian Pang dan ditemui.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
86 Rencananya memperpanjangkan waktu menjadi gagal ! Sungguhpun demikian ia menjadi girang bisa bertemu dengan orang itu yang telah ditahan selama tujuh belas tahun.
"Tentu engkau merasa aneh nak ?" kata si orang tua lemah lembut. "Hidup di dalam dunia ini banyak keanehan-keanehan, sepeerti kamu yang masih muda belia dan datang kesini, seterusnya akan menyia-nyiakan waktu selama-lamanya di tempat ini, inipun kejadian yang diluar dugaan dan termasuk anehkan ?"
"Tidak ! Aku tidak"." Sebenarnya ia ingin mengatakan dirinya bukan dibui, tapi niatnya itu gagal, karena mengingat bahwa sang Pangcu sedang mendengari pembicaraan mereka dari kamar rahasia.
"Ya kutahu engkau tak niat mengalami penderitaan disini, tapi karena menterjemahkan buku itu engkau baru dibui, betulkah ?"
In Tiong Giok berpikir sejenak, tiba-tiba ia mendapatkan pikiran baik, lalu berkata dengan didahului tarikan napas panjang :
"Ai"aku tak menyesal masuk penjara ini tetapi menyesal kenapa sudah beberapa tahun belajar bahasa Sangsekerta belum mampu jua menterjemahkan buku itu, benar-benar
membuatku menyesal dan malu !"
"Menurutku buku itu adalah pelajaran silat yang luar biasa, tapi bahasanya sendiri sederhana dan mudah, sebenarnya engkau haruslah bisa ?"
"Ya, karena hal ini membuatku menyesal, mudah memang mudah tapi apa yang
diterjemahkan sukar mencapai arti sebenarnya ! Misalkan dihalaman ketiga dibaris kedua"
Tiba-tiba bahasanya berubah kebahasa Sangsekerta :
"Aku bukan orang tawanan, melainkan didesak masuk kedalam penjara ini guna menyelidiki rahasia ilmu pedang Keng thian cit su. Pembicaraan kita sedang didengari mereka harap bapak berhati-hati dan waspada ! " Segala yang menyesatkan hatinya telah diutarakan membuatnya lega, dan terus ia berkata lagi dengan bahasa Tionghoa" penerangan ini tidak sesuai dengan ilmu silat, jika diterjemahkan huruf perhuruf jadinya tak karuan."
Orang tua itu dengan sorotan mata kaget memandang sekeliling dan mengerti apa yang dikehendaki Tiong Giok: "nak bahasa Sangsekerta demikian fasih, mungkinkah kata-kata yang mudah didalam buku tidak mengerti, menurut peribahasa orang India?" Ia mengubah memakai bahasa Sangsekerta. "Engkau sebenarnya siapa " Kenapa bisa datang kemarkas besar Pok Thian Pang ?"
Tiong Giok seperti girang mendapat jawaban itu. "Setelah mendapat penjelasan dari bapak kini tahulah bahwa pelajaran di dunia ini tak ada batasnya. Dan memang pengetahuan aku sangat minim, tapi halaman ketujuh benar-benar sukar." Lagi-lagi ia beralih kebahasa Sangsekerta, "Sebenarnya aku mendapat tugas dari guruku mengantar surat kegunung Thay Heng, tapi sewaktu tiba di Ngo Liu Cung merasa tertarik oleh sebuah pengumuman yang mencari seorang penterjemah bahasa Sangsekerta dengan honorarium tinggi, karena tahu apa yang dikehendaki mereka, maka aku melamar dan diterima serta dibawa kemari !"
"Siapa gurumu ?" Tanya siorang tua dengan bahasa Sangsekerta.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
87 "Penunggang Hiu dari Honglay, pelajar miskin gunung salju," jawab Tiong Giok dengan bahasa yang sama.
"Oh, kata siorang tua dengan girang : "Kalau begitu pantas engkau pandai bahasa
Sangsekerta. Bagaimana apakah engkau sudah ke Thay hengsan ?"
"Belum pergi kesana, tapi telah menemui Thay Cin Tojin, kini ia telah menjadi Futhoat Pok Thian Pang !"
"Mungkinkah seorang bernama besar seperti dia mau mengabdi pada Pok Thian Pang ?"
"Ini kulihat dengan mata kepala sendiri," kata Tiong Giok, "Tojin itu benar-benar tidak tahu malu dan kurang ajar, sampai surat guruku disobek hancur dan dibuang !"
"Tak mungkin ia bisa berlaku demikian" mungkin surat gurumu itu terlalu mengejeknya ?"
"Surat itu tidak berleter, hanya meerupakan gambar; sebuah pohon cemara, dibawahnya terlihat seorang tua sedang menyiram sebuah pohon yang baru tumbuh". Kecuali itu tidak ada lagi !"
Orang tua itu membayangkan rasa kaget, dengan sinar matanya ia menyapu wajah pemuda kita : "Sebuah surat berbentuk gambar " Eh beritahuku, apakah engkau berusia delapan belas tahun " Dan dipunggungmu terdapat tanda bacokan ?"
"Kenapa bapak bisa tahu ?"
Orang tua itu tiba-tiba saja mengucurkan air mata, dan berkata dengan terharu : "Nak engkau bukan she In?"
Tiba-tiba saja pintu teerbuka dan Ong Jiak Tong masuk kedalam. Dengan wajah dingin ia menyapu kedua wajah orang tua dan muda itu bergantian : "Hm, apa yang kalian bicarakan "
Peraturan disini semua narapidana tak dibolehkan menggunakan bahasa sandi untuk bicara.
Hai ! Bawa tawanan muda ini kelain kamar !"
Dua pengawal segera datang dan menyeret Tiong Giok begitu keluar kamar.
"Ong Congkoan apa artinya ini ?" bentak Tiong Giok begitu keluar kamar.
"Kongcu jangan gusar, semua ini perintah Pangcu, aku hanya menjalankan perintah saja !"
"Pertemuanku diatur oleh Pangcu demikian rupa, mana mungkin dihalang-halangi ?"
Ong Jiak Tong mengangkat pundak dan berkata : "Ya, memang Pangcu mendengari
percakapan kalian dari kamar rahasia, mula pertama ia tersenyum dan mengangguk-
anggukkan kepala, tapi belakangan mengerutkan kening dan terus memerintahkan padaku menyuruh Kongcu keluar !"
In Tiong Giok terpekur ejenak, tanpa berkata-kata ia naik tangga meninggalkan tempat itu.
Sesampainya diruangan tengah, sang Pangcu sudah berada disitu, tampak wajahnya muram.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
88 "Ada pesan apa Pangcu memanggilku ?" Tanya In Tiong Giok.
"Hm, apa yang dibicarakan Kongcu dengannya tadi ?" sang Pangcu berbalik bertanya dengan dingin.
"Tidakkah semua percakapanku dengannya telah didengar Pangcu dari kamar rahasia ?"
"Sampai dimana Kongcu memperbincangkan bahasa Sangsekerta itu dengannya " Dan apa hasilnya ?"
"Sedang asyiknya percakapan berlangsung, tiba-tiba saja Ong Congkoan datang melarang, dengan alas an kami berkata-kata dalam bahasa Sangsekerta, hasilnya tentu saja nihil !"
"Semua ini kujalani atas perintah Pangcu." Ong Jiak Tong membela diri.
"Pangcu memerintahkan aku menemui penghuni kamar istimewa itu, yakni untuk
melancarkan pekerjaanku dalam menterjemahkan buku Sangsekerta. Dengan sendirinya segala kesulitan dalam bahasa itu, harus diucapkan dalam bahasa Sangsekerta ! Kupikir Ong Congkoan mempunyai cara yang lebih baik dari itu, maka dengan sangat kumohon petunjuk-petunjukmu.
"Ini"ini?" Ong Jiak Tong kelabakan, wajahnya merah kemalu-maluan, sedangkan matanya menatap kearah Pangcunya seolah-olah memohon bantuan.
Sedangkan sang Pangcu pikirannya menjadi berubah setelah mendengar kata-kata In Tiong Giok, setelah berpikir sejenak lalu berkata : "Memang benar, bagaimanapun engkau akan berkata-kata dalam bahasa Ssangsekerta, sesuai dengan kerjaanmu. Ong Congkoan engkau memang salah !"
"Tapi"," Pembelaan Ong Jiak Tong tak bisa dilanjutkan, mulutnya menjadi bungkam terkena delikan mata sang Pangcu. Cepat ia menyerah. "Ya"ya aku salah, mohon Kongcu dan
Pangcu memaafkan kecerobohanku !"
Sang Pangcu tersenyum, lalu melirik kearah Tiong Giok lalu berkata. "Semua ini terjadi karena salah paham, Kongcu tak perlu menaruh hati ! Sejujurnya adakah hasil yang diperoleh dari percakapan tadi ?"
"Sejujurnya ada," kata In Tiong Giok, tadi kukatakan nihil karena masih dongkol pada Ong Congkoan, atas ini kuminta maaf !"
"Nah apa yang diperoleh sekarang kerjakan dulu, nanti boleh menemuinya lagi !" kata sang Pangcu, dan terus bangun dari tempat duduknya. Sengaja ia menuntun In Tiong Giok keluar agar pemuda itu senang dan mau bekerja dengan baik-baik.
Ong Jiak Tong sekalian sipir bui mengantar dengan hormat sambil berbungkuk-bungkuk. In Tiong Giok merasa tak enak hati pada Ong Jiak Tong. Maka itu sebelum ia naik kereta ia menepuk-nepuk pundak orang sambil menghibur "Ong Congkoan semua ini disebabkan tugas dan kewajiban kita, harap kejadian tadi jangan menjadi ganjelan hati !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
89 "Terima kasih! Terima kasih !" Jawab Ong Jiak Tong dengan senang.
Kereta segera bergerak meninggalkan penjara tanah. Kejadian yang dialami membuatnya tak bisa berpikir : kenapa orang tua itu mengatakan dirinya bukan she In " Kenapa perkataan aneh ini bisa diucapkan orang tua itu " Kenapa orang tua itu mengetahui usianya serta tanda dipundak kirinya " Apa hubungannya dengan surat gurunya yang disampaikan kepada Thay Cin Tojin "
Soal umur dan tanda luka memang tepat terdapat pada dirinya, mungkinkah sampai soal she bisa salah " Semakin berpikir otaknya gelap, dan ia baru tersadar tatkala kereta tiba ditempat tujuan.
Wan Jie seperti terbang melihat kereta tiba dan terus bertanya pada gurunya yang belum sempat turun : "Suhu darimana " Kenapa aku tak diajak ?"
"Ah jangan berlaku setolol ini Wan Jie, tak enak kalau dilihat para pengawal !" jawab sang guru sambil mendelik.
"Habis terlampau cemas aku ditinggal," kata Wan Jie,"setiap yang kutanya suhu pergi kemana, semua mengatakan tidak tahu. Demikian juga dengan Lo Cucong, sampai sekarang menunggu-nunggu suhu pulang?"
"Lo Cucong ?"
"Ya katanya ada surat dari Soat Kouw. Kecuali itu Wang Futhoat yang bertugas dipintu masuk berturut-turut tiga kali memberikan tanda bahaya, mungkin ada sesuatu yang terjadi !"
Pek Cin Nio mengerutkan kening, ia berpaling pada Tiong Giok: "Kalau begitu silahkan Kongcu pulang dengan kereta ini, nanti malam baru?"
"Lo Cucong memesan agar Kongcupun jangan pulang," sela Wan Jie.
Pek Cin Nio semakin mendelik pada muridnya : "Hari inikenapa engkau begini macam ?"
Bicara terburu-buru, benarkah Lo Cucong memesan begitu ?"
"Kalau suhu tak percaya tanyalah pada Lo Cucong?"
"Ah kenapa kian hari kian kurang ajar ?" tegur Pek Cin Nio, "awas setelah aku bertemu dengan Lo Cucong akan kuajar !" Ia turun dari kereta dan terus masuk kedalam istana.


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan mata merah Wan Jie menahan air matanya, lalu dengan penuh perhatian ia bertanya pada In Tiong Giok: "Eh suhuku membawamu kemana " Adakah terjadi sesuatu yang
membahayakanmu ?"
"Tidak apa-apa, ia hanya menyuruhku bertemu dengan seoarang tua yang bersangkutan dengan buku Keng thian cit su. Lain dari itu semua aman, nah lihatlah apa yang kurang padaku ?"
"Masih bisa tertawa," kata Wan Jie dengan aleman, "kau tahu kepergianmu hampir-hampir membuatku gila, aku cemas dan kuatir atas dirimu !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
90 "Kenapa Lo Cucong menyuruhku diam dulu disini ?"
"Jangan kuatir bukan apa-apa," hibur Wan Jie.
"Bukankah engkau pernah mengatakan Soat Kouw meninggalkan tampat ini lima tahun "
Kenapa mendadak ada suratnya ?"
"Ya, apa herannya, ia sering mengirim surat melalui merpati pos," jawab Wan Jie. "Urusan sendiri tak diperhatikan, masih mau tahu urusan orang !"
Sedang mereka bercakap-cakap, Lie Kee Cie dengan langkah cepat keluar dari Istana dan terus memberikan perintah pada anak buahnya : "Pangcu akan kedepan, kamu harus berlaku waspada, dan siapkan semua senjata !"
In Tiong Giok keheran-heranan, ia memandang pada Wan Jie, yang disebut belakanganpun menggelengkan kepala tanda tak tahu. Tak selang lama sang Pangcu baru keluar dari istana.
Ia menghampiri Tiong Giok : "Ada sesuatu soal memerlukan tenaga Kongcu, mari kita pergi bersama-sama !"
Wan Jie menatap kepada gurunya, tanpa berkata-kata, gerak-geriknya kentara sekali ingin diajak. Pek Cin Nio tersenyum dan berkata : "Mau ikut ya " Lekas naik !"
Kegirangan Wan Jie tak alang kepalang, ditariknya pintu kereta, dan berkata dengan aleman pada gurunya : "Terima kasih Suhu !"
Kereta berlari seperti terbang dalam waktu singkat telah tiba dipantai, disitu telah terseia empat buah perahu untuk melanjutkan perjalanan mereka kegunung depan. Setelah berada didalam perahu, Pek Cin Nio menjelaskan pada Tiong Giok: "Siang ini digunung depan datang seorang tua dan seorang muda yang aneh, orang tua itu bermata biru dan tidak bisa berbahasa Tionghoa; yang muda bisa berbahasa Tionghoa sedikit-sedikit. Mereka menyatakan sebagai guru dan murid, datang dari India, dan datang kemari untuk berurusan dengan kami.
Wang Futhoat tidak mengerti bahasa mereka, dan tak mengijinkan mereka masuk, akibatnya mendatangkan makian mereka, bahwa kami sebagai perserikatan besar, tapi tidak mempunyai seorangpun yang berbahasa Sangsekerta. Lo Cucong merasa tersinggung, dan memerintahkan aku mengajakmu kesana !"
"Orang di Tionghoa sendiri jarang yang mengetahui tempat ini, kenapa mereka yang dari India bisa tahu ?" Tanya Tiong Giok.
"Ya kedatangan mereka memang mengagetkan dan mencurigakan," jawab Pek Cin Nio.
"Maka itu Lo Cucong ingin tahu apa yang dikehendaki mereka, dan mendatangkan Kongcu kesana sebagai interpreter !"
Begitu mereka mendarat terus mengganti kuda dan masuk kedalam terowongan, begitu keluar Wang Wang Can tampak menyongsong dengan membukakan pintu berjeruji besi.
Wang Wang Can dulu mendampingi terus Lo Cucong, tapi sejak Kim Tak Can dilukai Cian bin sin kay, ia dioper kepintu pertama ini. Keadaan disini terasa tegang.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
91 "Apakah kedua orang itu masih berada dibawah gunung ?" Tanya Pek Cin Nio.
"Masih ! Lihatlah" kata Wang Wang Can sambil menunjuk.
Benar saja waktu mereka melihat kebawah terlihat dua orang berpakaian merah, satu tua satu muda. Disebut Hweesio bukan Hweesio dikata Lama juga bukan; juga tidak mirip dengan Tojin. Pokoknya dandanan mereka tidak keruan, dengan jumawa mereka sedang tergelak-gelak, dengan kelakuan eksentriknya yang berlebih-lebihan.
Mereka tertawa semakin besar begitu melihat Pek Cin Nio, yang tua berkata-kata yang tidak dimengerti, sedangkan yang muda menjelaskan: "Guruku bertanya yang mana Pangcu Pok Thian Pang ?"
"Binatang ini terang-terang orang Tionghoa, kenapa tidak bisa berbahasa Tionghoa, jangan-jangan seperti Pang Hui"." Kata Wan Jie sambil tersenyum.
"Lie Tongleng jawab pertanyaan mereka !" Pek Cin Nio memerintahkan dengan wajah
muram. "Pangcu kami ada disini, tuan-tuan berkepentingan apa datang kesini ?" kata Lie Kee Cie.
Orang tua bermata biru menatap Lie Kee Cie dengan mendelik lalu berkata tak keruan yang sukar dimengerti.
Yang muda segera menjelaskan: "Guruku berkata kenapa kalian sebagai perserikatan besar, sampai seorang ahli bahasa Ssangsekerta tidak ada ?"
"Hm," dengus Pek Cin Nio, " In Kongcu timpalilah mereka dengan bahasa Sangsekerta !"
"Kalian datang kesini sebenarnya mau apa ?" teriak Tiong Giok dengan bahasa Sangsekerta.
Orang tua itu mendadak berhenti tertawa, dan memandang pada Tiong Giok dan terus mengoceh lagi dengan bahasanya sendiri.
"Apa yang dikatakannya ?" Tanya sang Pangcu.
"Aku tak mengerti, karena yang diucapkannya itu bukan bahasa Sangsekerta !"
"Ah gila orang itu !" kata Pek Cin Nio.
"Biarlah akan kutanya lagi," kata In Tiong Giok dan terus membuka mulut dengan bahasa Sangsekerta. "Bukankah kalian ini ingin bicara dengan bahasa Sangsekerta " Kenapa menjawab dengan bahasa lain ?"
Orang tua bermata biru, menggelengkan kepalanya, tapi menganggukkan kepala lagi dan terus berkata-kata seenaknya.
"Kata-katanya bukan bahasa Sangsekerta !" kata In Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
92 Tiba-tiba saja orang yang muda berkata dari bawah :
"Hei, kata guruku engkau masih kecil sudah pandai berbahasa Sangsekerta, apakah datang dari India ?"
"Aku orang Tionggoan asli !"
"Guruku ingin mengetahui namamu " Dan bertanya apakah pernah ke India "
"Namaku In Tiong Giok, menyesal belum pernah ke India sehingga bahasa Sangsekerta yang diucapkan gurumu tidak aku mengerti !"
Orang tua bermata biru lagi-lagi mengoceh dengan bahasanya, tampaknya sangat cemas sekali. Dan sedang yang muda tidak hentinya menganggukkan kepala dan terus memandang kepada In Tiong Giok.
"Guruku mengatakan bahasa Sangsekertamu dipakai dikalangan atas, buat bangsawan dan pembesar, sedangkan yang dikuasai guruku adalah bahasa rakyat sahaja dari kasta terendah.
Walaupun bahasanya beda, huruf dari bahasa ini sama. Karena tak bisa berkata-kata dengan suara, ia ngin bercakap-cakap melalui huruf. Sesudah engkau melihat surat guruku, harap sampaikan pada sang Pangcu, tapi ingat hal ini teramat penting, kecuali dirimu yang lain tidak boleh tahu. Nah silahkan turunkan tangga, berikan kesempatan aku naik keatas membawa surat dari guruku."
"Kongcu boleh mengatakan, bahwa yang muda diperkenankan naik keatas, tetapi yang tua tidak !" kata Pek Cin Nio.
In Tiong Giok segeras menyampaikan apa yang dikatakan sang Pangcu. Oang tua dan orang muda dibawah gunung berunding sejenak. Siorang tua tampak mengangguk-angguk, lalu menulis disebuah Bukhie besi yang biasa dipakai seorang Hweesio dengan jeriji tangannya.
Hal ini membuat sekalian yang menyaksikan menjadi kaget.
Melihat ini Wang Wang Can dan Lie Kee Cie semakin berlaku waspada, baru setelah itu menurunkan tangga besi, membiarkan orang muda itu naik keatas. Tangga ditarik lagi.
Setibanya diatas, Lie Kee Cie tak mengijinkan orang muda itu dekat-dekat dengan
Pangcunya. Dan orang muda itupun disuruhnya berkui (sembah sujud menekuk lutut).
"Kami hanya bersembah sujud pada Buddha dan Biku, tidak pada orang lain !"
"Sesampainya disini janganlah bersikap sekukuh itu !" kata Lie Kee Cie sambil mendupak dengan mendadakan.
Orang muda itu dengan gerakan gesit, melompat kedepan dan memutarkan badan sambil menantikan serangan lagi :
"Engkau mau apa ?" tegurnya tenang-tenang.
"Diam !" bentak Pek Cin Nio, "Lie Tongleng tak usah melalukannya, ambillah Bokhienya itu.
Apa yang ditulis gurunya ingin kulihat !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
93 "Tidak ! Benda ini ingin kuserahkan kepada orang yang pandai bahasa Sangsekerta, nah"serahkanlah Bokhie itu padaku !"
"Apakah engkau dapat berbuat seperti kata-kata yang tertulis di atas Bokhie ini ?"
"Sudah tentu !"
Pemuda itu memandang keempat penjuru, lalu menganggukkan kepala. "Bokhie ini terbuat dari besi dan bukannya kayu berat sekali maka hati-hatilah !" Sehabis berkata ia membalikkan Bokhie itu dan menyerahkan kehadapan In Tiong Giok.
Pada Bokhie itu tertulis : maju lima langkah dan menunduk lihat kebawah. Surat ini hanya Tiong Giok sendiri yang bisa melihat. Ia heran dan tidak mengerti, diliriknya pemuda itu dengan penuh tanda Tanya. Tampak wajah orang itu begitu serius dan tenang, mendatangkan rasa ingin tahunya, dan segera melangkah lima tindak kedepan, lalu menunduk kebawah. Saat itu ia telah berada ditepian jurang itu, dan dia jadi kaget, karena melihat kedalamannya jurang itu dan dibawah terlihat empat orang muda yang mengenakan abu-abu, sedang merentangkan jarring, menantikannya.
Pada saat inilah pemuda itu, melemparkan Bokhienya menyerang kearah Lie Kee Cie
membarengi menyergap pada In Tiong Giok dan terus dibawa terjun kebawah jurang".
"Lepaskan oanah !" teriak Lie Kee Cie.
Anak panah berdesing terlepas dari busurnya seperti hujan. Pemuda berbaju merah
melindungi Tiong Giok dengan badannya. Ditengah udara ia tak bisa berkelit, maka itu tubuhnya tertancap panah, tak ubahnya seperti landak.
"Stop ! Stop! " teriak Wan Jie dengan memanah terus bisa melukai In Kongcu !"
"Untuk apa menghiraukannya lagi, andaikan tak mati terpanah tentu akan mati terbanting?"
kata Lie Kee Cie.
"Apaakah kau buta " Tidakkah melihat jarring dibawah itu ?" potong Wan Jie dengan mendelik.
Lie Kee Cie melihat kebawah, bukan main dongkolnya. "Kejar!" perintahnya.
Pek Cin Nio memungut Bokhie yang dilemparkan pemuda berbaju merah tadi, setelah melihat kata-kata itum ia berpaling kearah si Tongleng: "Yang datang itu berilmu tinggi, mereka telah merencanakan dengan perhitungan matang. Maka itu bawalah lebih banyak pengawal dan bekerja sama dengan Wang Futhoat untuk mengejarnya ! Disamping itu akan kulaporkan pada Lo Cucong serta minta bantuan dari jago-jago yang berada di idtana sorga, kejarlah mereka sampai dapat !"
Perkataan sang Pangcu ini sepatahpun tidak terdengar oleh Wan Jie, ia sedang cemas memandang kebawah, karena segenap hatinya telah meluncur kebawah terbawa In Tiong Giok. Dan iapun melihat bagaimana kekasihnya itu jatuh didalam jarring, membal dan melompat-lompat beberapa kali, kemudian baru diam.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
94 Ia menarik napas lega, air matanya mengalir turun, sejenak tak bisa mengatakan sedih " Duka
" Girang. Ia pernah berharapan besar agar kekasihnya itu melarikan diri, dan kini benar-benar kekasihnya itu telah meninggalkan dirinya. Disamping rasa senangnya rasa duka dan sedihnya lebih besar lagi.
Sedangkan Tiong Giok yang jatuh kejaring segera disambut orang tua bermata biru. "Hei bocah engkau tentu tidak kurang suatu apa ?" kata-katnya diucapkan dalam bahasa Tionghoa yang fasih sekali.
"Ya aku tidak kena apa-apa, tapi saudara ini?" kata Tiong Giok sambil meringis.
"Ia adalah muridku !" kata orang tua itu sambil memeriksa badan muridnya yang telah menjadi mayat. "Yang mati tidak akan hidup lagi, mari kita berlalu !" Empat pemuda berbaju abu-abu segera melemparkan jaringnya dan mengikuti siorang tua masuk kedalam hutan yang lebat.
Baru mereka berlalu, dari arah belakang terdengar derap kaki kuda. Orang tua bermata biru segeraberhenti sebentar. Tahanlah gerak majunya ! Katanya memerintahkan pada salah seorang pemuda berbaju abu-abu, pemuda itu mengangguk dan terus menghunus senjatanya, maju menyongsong pengejar. Sedangkan siorang tua membawa Tiong Giok dan ketiga
pemuda berbaju abu-abu, melanjutkan perjalanannya.
Lebih kurang berjalan setengah lie kembali terdengar derap kaki kuda dari belakang. "Ah, musuh tentu lihay !" kata siorang tua. "Nah coba engkau tahan lagi mereka !" Perintahnya pada seseorang melewati beberapa lie, mereka tiba disebuah sungai kecil, sungguhpun demikian airnya deras sekali. Tiong Giok ingat waktu ia mau masuk kemarkas Pok Thian Pang matanya ditutup, tapi mendengar suara sungai, nah inilah sungai itu. Dua pemuda beraju abu-abu, dari balik semak menarik keluar sebuah perahu kecil. Siorang tua membawa Tiong Giok keatas perahu, berbareng dengan ini dibelakang mereka terdengar lagi suara pengejar.
"Kalian berdua bisa bertahan berapa lama ?" Tanya siorang tua.
"Kami bisa bertahan sekurang-kurangnya setengah jam !" jawab pemuda berbaju abu-abu.
"Pergilah dan jangan sampai membuat malu yang menjadi guru !"
"Baik suhu !"
Orang tua membuka baju merahnya, dan terlihatlah baju dalamnya yang berwarna hitam.
Dengan cepat ia memutar perahu dan segera laju terbawa air, dalam sekejap hutan lebat telah tinggal jauh.
Markas Pok Thian Pang dianggap dunia terpencil yang bisa dimasuki tanpa bisa keluar lagi, tak kira kejasdian yang baru dialami Tiong Giok seperti dalam hayalan saja. Kini ia dengan mujur bisa meloloskan diri, tapi mengingat pada Cian bin sin kay yang gagah berani dan Wan Jie yang manis budi serta orang tua yang berada dipenjara tanah, membuatnya berpikir kapan bisa bertemu lagi dengan mereka. Akibat pikirannya melayang-layang tampaknya seperti melamun.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
95 "Hei bocah, mari kita mendarat !" tiba-tiba siorang tua bermata biru berkata.
"Kenapa berhenti disini ?"
"Jangan kuatir semua sudah diatur !"
Tiong Giok tidak banyak bicara lagi mengikuti siorang tua kedarat. Dan terus mereka berlari-lari.
"Siapa ?" tiba-tiba dari balik sebuah batu besar terdengar orang berseru.
"Aku Liok Jie Hui !" jawab seorang tua sambil tertawa.
Mendengar nama itu Tiong Giok menjadi kaget dan sadar, bahwasannya orang tua itu bukan lain dari salah seorang Capsahkie yang bergelar Sian Ong.
"Oh kira Liok Locianpwee, terimalah hormatku serta rasa terima kasihku atas pertolongan Cianpwee keluar dari tempat Pok Thian Pang !"
"Jangan berkata begitu !" kata sioarng tua sambil tersenyum.
Tiba-tiba saja dari balik batu datang seorang berumur lima puluh tahun, kurus dan mengenakan pakaian serba putih, dibelakangnya terlihat Tojin setengah baya berwajah pucat, disusul dengan seorang tua berbaju belentang belentong dengan wajah dingin, yang terakhir adalah seorang perempuan berbaju hijau, usianya empat puluhan. Wajahnya cantik dan cukup menarik, senyumnya selalu menambah keayuannya. Keempat orang ini semua bersenjata pedang, dan gagah-gagah, sungguhpun demikian terhadap Liok Jie Hui sangat hormat sekali.
"Kami sebagai Tionggoan Su toa kiam pay (empat pendekar pedang dari berbagai aliran) mengucapkan selamat datang pada Liok Sian Ong !"
Kiranya dibalik batu besar terdapat sebuah gua yang bermulut sempit dan tertutup semak-semak. Dari luar tidak kentara seperti gua. Mereka segera masuk, didalam terdapat sebuah ruangan, sebuah meja sederhana yang penuh makanan diatasnya.
Sejak melihat empat orang yang aneh ini, timbul firasat buruk pada Tiong Giok. Maka itu ia selalu mendekat pada Liok Jie Hui. Orang tua ini mengajaknya duduk dan memberikan arak serta makanan. "Hei bocah apakah engkau mendengar nama Tiong Goan Su toa kiam pay ?"
Tiong Giok menggelengkan kepala.
"Dunia persilatan banyak yang menggunakan pedang sebagai senjata, tapi selama dua puluh tahun yang dapat dipuji adalah ilmu pedang dari empat aliran, yakni dari Sie beng, Cong lam, Oey san dan Lo hut. Kini engkau beruntung bisa bertemu dengan mereka ini ! " kata Liok Jie Hui sambil menunjuk kepada empat orang aneh tadi. "Nah sekarang kuperkenalkan merka ini padamu ! "Maka mulailah orang tua ini menyebutkan nama keempat orang aneh itu !
Perempuan yang berbahu hijau ini bernama Hoo Su Kouw, dari Oey San dengan gelar Oey san cui hong (cendrawasih hijau dari gunung Oey), Pelajar berbaju putih ini bernama Liu Bu Kie dari perkampungan Sie beng dengan gelar Hoo heng kiam (sibangau berpedang), Orang tua kurus ini bernama Kiong Hauw, Ciang bun jin dari perguruan pedang Lo hut, dengan gelar Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
96 Ku bok kiam kek (pendekar pedang kayu kering). Dan Tojin ini bernama Thian Hong Tojin, Ciang bun jin dari Ciong lam.
Tiong Giok menghaturkan hormat kepada mereka satu persatu sambil berkata : "Boanpwee In Tiong Giok seorang pelajar lemah yang beruntung mendapat pertolongan dari Liok Sian Ong serta bisa bertemu dengan Cuwie sehingga terbebas dari genggaman kaum Pok Thian Pang, atas ini kuucapkan terima kasih yang tidak terhingga !"
"Ha ha ha, jangan berkata begitu," kata Liok Jie Hui,"tahukah kenapa kami mau menolong engkau ?"
"Mungkinkah karena diriku bertugas sebagai penterjemah buku di Pok Thian Pang ?"
"In Kongcu benar-benar pintar, dugaanmu memang tepat !" kata Hoo Su Kouw.
"Kudengar buku yang mau diterjemahkan itu bernama Keng thian cit su, yakni buku pelajaran ilmu pedang bukan ?" Tanya Liok Jie Hui.
"Benar !"
"Sudahkah engkau menterjemahkannya ?" Tanya Jie Hui lagi.
"Baru sebagian saja?"
"Bagus ! puji Liok Jie Hui, sebab kalau sampai buku ini engkau terjemahkan, sama dengan Pok Thian Pang sebagai harimau ditambah sayap. Dan pasti mendatangkan bencana besar dikalangan Rimba Hijau, dan engkau tak ubahnya seperti membantu kejahatan mereka, akan dikutuk sepanjang masa.
"Ya untung Liok Sian Ong datang tepat pada waktunya !" kata Tiong Giok.
"Sungguhpun begitu buku ini masih tetap berada ditangan Pok Thian Pang, lambat laun pasti dapat diterjemahkan juga dan menjadi bencana bagi dunia Bulim. Aku dan keempat ahli pedang ini berkumpul dan mengajakmu kesini tak lain ingin merundingkan sesuatu hal denganmu: adapun soal ini menyangkut mati hidupnya dunia persilatan, entah engkau bersedia atau tidak ?"
"Lo Cianpwee sebagai penolongku, kenapa harus berkata begitu, sudah tentu aku bersedia, asal saja yang dapat kukerjakan !"
"Engkau sudah kenalkah jago-jago pedang dari empat aliran, tapi mereka tak seorangpun yang dapat menajan kekuatan Keng thian cit su. Maka itu kami berusaha memiliki ilmu pedang itu agar semua jago-jago silat mempelajarinya, sehingga mempunyai kekuatan menghadapi kaum Pok Thian Pang.
"Maksud Liok Cianpwee bagaimana ?" Tanya Tiong Giok.
"Engkau adalah satu-satunya yang pernah melihat Keng thian cit su, asal engkau bersedia membuat kopinya, Pok Thian Pang pasti hancur !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
97 "Ini". Tiong Giok tertegun sejenak.
"Pok Thian Pang adalah perkumpulan yang ganas, yang menghendaki semua cabang dan aliran lain tunduk kepadanya. Yang menentang akan dibunuhnya secara sewenang-wenang.
Maka itu untuk mencegah keganasannya itu kami harus menyiapkan diri melatih ilmu yang ampuh guna menghadapi mereka ! Jika tidak berpikir kesitu untuk apa bercapai lelah dan mengorbankan keempat muridku menolong dirimu ?"
Kata-kata ini membuat Tiong Giok tergerak, tambahan keempat jago pedangpun memandang kearahnya dengan penuh harapan. Ya untuk hidupnya kaum Bulim, Boanpwee bersedia
menulis Keng thian cit su, buku itu baru sekali kubaca, kuatir"
"atas kesediaan Kongcu, sebelumnya kami menghaturkan banyak terima kasih," kata keempat jago pedang sambil merangkapkan kedua tangannya masing-masing.
"Tak apa, berapa yang engkau ingat tulislah, kekurangannya dapat diperbaiki keempat jago pedang ini !" kata Liok Jie Hui.
Segera juga Liu Bu Kie menyediakan alat-alat tulis. Tiong Giok tidak membuang waktu, siap bekerja. Tapi Liok Jie Hui berkata dengan tiba-tiba. "Eh, dengarkan dulu, disini memang sunyi dan aman, tapi masih dekat dengan Pok Thian Pang ! , untuk mencegah sesuatu yang tidak diinginkan, kuharap kalian berempat menjaga diluar dengan bergilir !"
Liu Bu Kie berempat saling tatap diantara mereka sendiri, seolah-olah tak seorangpun mau meninggalkan tempat itu.
"Aku merencanakan hal ini dengan susah payah, mungkinkah tugas yang begitu mudah tak dapat kalian lakukan ?" tegur Liok Jie Hui sambil mendelik dengan matanya yang biru.
"Bukan begitu," kata Liu Bu Kie, bajuku sangat menyolok mata, sebaiknya mereka saja yang bertugas dengan bergilir."
"Bajuku sendiri belentang belentong dan mudah menarik perhatian orang," jawab Kiong Hauw.
"Hm, kata Thian Hong Tojin dengan gusar "kita sudah berjanji, sama-sama bersenang, sama-sama bersusah, kenapa musti tarik urat di soal baju : Andaikan baju itu membuat kalian susah, tukarlah dengan bajuku !"
"Baju ini merupakan cirri khas dari tiap aliran, mana boleh sembarangan ditukar ?" jawab Liu Bu Kie.
"Siapa yang bilang tidak boleh ?" bentak Thian Hong Tojin.
Akibat soal kecil ini membuat mereka tarik urat dan ribut mulut, hampir-hampir terjadi perkelahian, "Hm, apa yang diributkan ?" bentak Liok Jie Hui. "Jika kalian mencurigai satu sama lain, apa yang ditetapkan semula kuanggap batal, dan In Kongcu akan kubawa pergi, kutanya jika sampai begitu siapa yang rugi ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
98 "Ya kita sebagai orang-orang yang kenamaan kenapa harus ribut seperti anak kecil, tidak malukah pada In Kongcu ?" kata Hoo Su Kouw.
Tanpa terasa Liu Bu Kie dan lelaki memandang kearah In Tiong Giok, lalu dengan
menundukkan kepala tak berkata-kata lagi.
"In Kongcu mengerjakan tulisan ini, pasti memakan waktu yang agak lama. Dan kitapun bertugas dengan bergilir, untuk menetapkan siapa yang harus jaga pertama dan seterusnya bahkan kita sudi saja," kata Hoo Su Kouw.
Ketika jago pedang lainnya menganggukkan kepala tanda setuju, Hoo Su Kouw lantas memulung empat kertas yang sudah ditulis angka satu sampai empat. Setelah diundi nyatanya Liu Bu Kie mendapat tugas pertama, membuatnya tak bisa membantah lagi, dengan wajah merana ia pergi keluar.
"Kami berempat sudah bisa bersikap keras-kerasan, dengan begini hubungan kami semakin intim. Kongcu tak perlu memperdulikan kami, menulis saja dengan tenang," kata Hoo Su Kouw.
In Tiong Giok merasa geli melihat kelakuan empat jago pedang yang aneh itu, setelah menunda sebentar kerjaannya akibat keributan mereka, segera ia melanjutkan lagi menulis.
Dengan kepintarannya yang luar biasa dan daya ingatannya yang hebat. Tiong Giok dapat menyelesaikan tiga jurus dari Keng thian cit su dalam waktu setengah jam. Apa yang sudah ditulis itu diambil Liok Jie Hui dan ditaruh di meja, sehingga membuat tiga jago pedang itu tidak dapat melihatnya. "Demi keadilan, sebelum semuanya ditulis habis, kita jangan melihat dulu yang ini !"
Kini sampai giliran Thian Hong Tojin bertugas, dengan langkah berat ia ngeloyor juga, mengaplus Liu Bu Kie.
Kembali setengah jam berlalu, Tiong Giok selesai menulis sampai enam jurus. Sedangkan yang bertugas jaga sampai pada Tiong Hauw. Ia pergi keluar, tapi sebentar kemudian sudah kembali kedalam.
"Buku ini hanya tujuh jurus, dengan kecepatan In Kongcu menulis pasti sudah selesai sebelum giliran Hoo Su Kouw. Maka itu kuanggap disinilah letaknya, rasa kurang adil !"
bantah Hoo Su Kouw.
"Aku bukan mau enak sendiri, tapi tidak mau rugi juga," kata Tiong Hauw, "kini kuminta engkau bertugas lebih dulu dn aku belakangan bagaimana ?"
"Ah mana bisa, semua ini sudah diundi?"
"Ya gulungan kertas tadi engkau yang membuat, tentu engkau main curang ! Kau kira aku bisa ditipu ?"
"Ya gulungan kertas aku yang buat, " jawab Hoo Su Kouw dengan gusar, "tapi disaksikan Liok Sian Ong !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
99 "Ha ha ha, " tiba-tiba dari luar terdengar suara orang tertawa disusul dengan kata-kata "Siapa yang menjadi saksi " Kami suami istri bolehkah ?"
Begitu mendengar suara itu Liu Bu Kie menjadi cemas, tanpa piker panjang lagi, ia melompat dan meraup kertas dimeja itu. Jejaknya diikuti yang lain-lain. Suasana menjadi kalang kabut, sungguhpun mereka bergerak cepat, masih kalah oleh Liok Jie Hui ! Semua kertas itu dengan cepat telah masuk kekantongnya dan membuat keempat jago pedang menubruk angin.
"Hm siapa diluar ?" bentak Liok Jie Hui.
"Hei, kawan bermata biru sampaikan kami suami istripun engkau tak kenal ?"
"Hati-hati !" kata Liok Jie Hui perlahan, yang datang adalah Hek pek siang kuoy Na Beng Kie dan Lau Liu Kim, kedua jejadian ini sangat lihay?"
In Tiong Giok mendengar nama Hek pek siang kuoy, segera tahu adalah orang Cap sah kie segera ia berdiri ingin melihat bagaimana macamnya kedua jejadian itu.
"Liok Lauko, engkau sok betul, kami sudah menunggu lama belum juga dipersilahkan masuk
!" kata suara dari luar. Menyusul terlihat berkelebatan dua bayangan, mereka adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan. Melihat ini Tiong Giok jadi melongo, karena kedua jejadian yang dibayangkan sangat menyeramkan itu, ternyata adalah dua bocah cilik. Yang laki-laki kelihatannya baru usia empat lima belas tahun, dipunggungnya terselip dua pedang. Yang perempuan sebaya dengan yang laki-laki. Jika tidak mendengar Liok Jie Hui mengatakan mereka sebagai Hek pek siang kuoy, bagaimanapun ia tidak percaya kedua bocah ini sebagai jago-jago bulim yang termasuk dalam Bulim Cap sah kie.
"Tiap tahun kejadian-kejadian aneh selalu ada, tapi tidak menang dengan tahun ini Liok Toako sandiwara model apa yang engkau buat " Sampai empat bajak laut dari Luan lo engkau jadikan Su toa kiam pay ?" kata Na Beng Lie sambil melirik kearah Liu Bu Kie dan kawan-kawannya.
"Pakai banyak tanya-tanya," kata Lau Liu Kim dari dulu segala busuk dan segala pekerjaan tak tahu malu Liok Lojie sudah terkenal ! Yang terang kita terlambat selangkah !"
"Tidak ! Tidak ! Bagaimana engkau menertawakan Liok Toako " Ingatlah kita sebagai kawan lama dengannya, tentu membuatnya punya ingatan dan tak mungkin menelan sendiri rejeki yang diperoleh !"
Liok Jie Hui tersenyum sinis dan berkata dengan dingin : "Kalian boleh saling sambutan dengan kata-kata tapi aku tidak mengerti apa yang kalian maksud !"
"Ah, jangan begitu, sedikit banyak kami harus kecepretan, baru pantas !" kata Na Beng Lie.
"Tidak bisa !" kata Liok Jie Hui, "sudah merupakan kebiasaanku makan apa-apa tidak meninggalkan sisa, apa lagi yang harus kucepret-cepretkan ?"
"Hm, terus terang sja kami sebagai suami istri yang tak mudah dipermainkan !" kata Lau Liu kim.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
100 "Aku tidak memperhitungkan kearah itu, ha ha," jawab Liok Jie Hui.
"Sret !" terdengar sekali, karena Lau Liu Kim telah menghunus senjatanya, dan menunjuk keluar gua: "Disana lega, mari kita kesana !" Sehabis berkata ia mencelat keluar.
"Liok Toako, sudah menjadi tabiatnya demikian, kenapa membuatnya gusar ?" tanya Na Beng Lie.
"Hm engkaupun sama saja dengan istrimu, pokoknya sebelum berkelahi persoalan ini sukar menjadi beres !"
"Untuk persoalan sekecil ini kawan lama jadi berkelahi kurasa tak ada artinya !" jawab Ba Beng Lie, seraya menggoyangkan kipasnya dan mendadakan saja kipasnya merapat dan ditotokkan kepada Liok Jie Hui.
Kelakuan yang berbeda dengan omongan manisnya inilah ia mendapat gelar Hek sim (sihati hitam). Jangan lihat ia kecil, gerakannya begitu kejam dan telengas, hampir-hampir Liok Jie Hui termakan kipasnya.
Tapi Liok Jie Hui yang sudah mengenal tabiat musuh, siang-siang sudah bersedia, maka itu melihat serangan tongkatnya keluar menangkis dan membarengi mennyodok kedepan.
"Tring" terdengar sekali, karena dua senjata beradu dan memercikkan batu api.
Na Beng Lie merasakan lengannya sedikit kesemutan, dan tahu tak mudah memperoleh kemenangan, maka itu dengan cepat tubuhnya yang kecil melompat keluar. Sambil berlalu senjatanya dikebutkan kearah Thian Hong Tojin. Yang disebut belakangan tidak menduga akan diserang, dengan mudah saja terhajar dan mati saat itu juga dengan kepala remuk.
"Hiang Kuay sangat kejam dan telengas, kalian bukanlah tandingannya," kata Liok Jie Hui.
"Aku tak takut dengannya, tapi jika berkelahi akan makan waktu, dan orang-orang Pok Thian Pang bisa datang. Maka itu akan kupancing pergi kedua jejadian itu ketempat jauh, kalian bawa In Kongcu pada tempat yang sudah kita tentukan, tiga hari aku pasti datang !"
"Tapi bagaimana dengan buku itu ?" tanya Liu Bu Kie.
"Tanpa adanya aku darimana datangnya buku ini " Apakah engkau tidak percaya padaku ?"
bentak Liok Jie Hui.
"Ya benar !" kata Hoo Su Kouw," kami mengharapkan saja Liok Sian Ong datang tepat pada waktunya !"
Liok Jie Hui merasa dongkol dihampirinya Kiong Hauw dan dibisikinya beberapa patah setelah itu ia berlalu. Tak selang lama setelah perginya Liok Jie Hui diluar terdengar suara angin menderu-deru, tandanya telah terjadi perkelahian hebat.
"Sialan apa maunya dia " Tanpa kita iapun tak bisa dengan mudah memiliki buku itu ! Setelah tak perlu kita ditendang?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
101 "Ssst ! Sabarlah, yang penting kita harus meninggalkan tempat berbahaya ini," kata Hoo Su Kouw. "Mari kita pergi," Dan dituntunnya Tiong Giok keluar gua diikuti yang lain dari belakang.
Saat ini diluar gua telah menjadi gelap, Tiong Giok diajak berlari-lari keluar masuk rimba dan hutan, ia tidak tahu kearah mana hendak dibawa, hanya mengikuti terus seperti diseret-seret.
Rasa kuatir dan cemas meliputi segenap jiwa raganya"
Mereka berlari dan berlari. Tatkala fajar menyingsing telah tiba disebuah perkampungan kecil.
"Tempat ini bagus, kita boleh beristirahat," kata Hoo Su Kouw. "Kita salin pakaian dan menangsel perut baru melanjutkan perjalanan lagi !"
"Sebaiknya kita lanjutkan terus perjalanan pada tempat yang dijanjikan Liok Sian Ong," kata Kiong Hauw.
"Engkau boleh melanjutkan perjalanan, tapi aku tidak mau," jawan Hoo Su Kouw.
"Kenapa?" tanya Kiong Hauw.
"Engkau harus tahu siapa Liok Sian Ong itu !" kata Hoo Su Kouw. "Sesuatu barang jika sudah ada ditangannya, mana mungkin diberikan kepada kita ?"
Kiong Houw seperti tersadar dari tidurnya dan berkata dengan kaget : "Kalau begitu kita tertipu Liok Sian Ong ?"
"Sekarang baru tahu " Sudah terlambat !" kata Liu Bu Kie dengan dingin. "Sebab kutahu kelicikannya, maka sengaja kuribut tak mau menjaga, agar kalian sadar dn menyokongku. Tak kira Sumoy mencegahku, dan membuatnya enak-enak mengangkanngi buku itu !"
"Jika tidak kurintangi, akibatnya kita akan mati ditangannya !" kata Hoo Su Kouw. "Apakah dengan kepandaian kita berempat bisa melawannya ?"
"Kalau begitu sama saja kita menelan mentah-mentah kelicikannya itu ?" kata Liu Bu Kie dengan sengit.
"Hm, biar dia licik dan pandai ia lupa pada satu soal, " kata Hoo Su Kouw dengan tersenyum puas. "Ia lupa bahwa In Kongcu ini adalah buku hidup !"
"Pantasan waktu mau berlalu membisikiku agar In Kongcu ditengah jalan !" kata Kiong Hauw.
"Jika begitu mungkin juga Liok Kukoay itu bisa mengejar kita," kata Hoo Su Kouw. "Yang baik kita harus tukar pakaian dan menyamar baru aman ! Nah siapa diantara kalian yang mau mencari pakaian masuk kampung ?"
"Biar aku yang mencari !" kata Liu BU Kie sambil melangkah.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
102 "Baju putihmu terlalu menyolok mata, sebaiknya Kiong Toako saja yang pergi ! Orang yang sudah tua gampang mendapat simpati rakyat !"
Kiong Houw menganggukkan kepala dan berlalu.
Setelah melihat Kiong Hauw berlalu, Hoo Su Kouw menarik napas panjang dan mendekat pada Bu Kie : "Kelihatannya soal ini rumit sekali?"
"Kenapa begitu " Dapatkah kutahu ?"
"Tidak kenapa-napa, tapi kalau dibentangkan?"
"Ya katakana saja, jangan disimpan saja dalam hatinya, akibatnya berabe".
"Sebenarnya tak patut kukatakan soal ini kepadamu, tapi apa boleh buat ! Kita mengangkat saudara sudah bertahun-tahun, tapi engkau piker, apa yang terjadi di dalam gua, berhari-hari melakukan tugas, sampai terjadi keributan dan datangnya Siang Kuoy ! Juga kuheran kenapa Liok Lokuoy itu hanya memesan Kiong Toako seorang untuk membunuh In Kongcu " Tentu disini terselip sesuatu hal yang tidak kita ketahui bukan " Bukan kata aku terlalu curiga, tapi semua ini adalah fakta, nah engkau piker saja, kenapa ia mau melanjutkan terus perjalanan dan takmau beristirahat disini ?"
Liu Bu Kie mendengari tak hentinya menganggukkan kepala. "Benar ! Tentu antara Lo Kuay dan Kiong Toako ada apa-apanya !"
"Liu Jiko kupikir unutk mempelajari ilmu pedang Keng thian cit su harus punya seorang kawan yang cocok dan sependirian barubisa berhasil meyakininya. Kini hanya engkaulah yang kupikir sangat cocok denganku, engkaulah Tiong Toako benar-benar membuatku
dongkol saja !"
"Kalau begitu kita singkirkan saja dia ?"
"Jangan berkata begitu," kata Hoo Su Kouw sambil mendekap mulut Liu Bu Kie.
"Kepandaiannya berada diatas kita berdua jika sampai ia tahu, sama dengan mencari penyakit senddiri ! Untuk menghadapinya kita harus berlaku cerdik !"
"Hm ! Untuk menghadapinya lihat saja nanti !" kata Liu Bu Kie.
"Kuharap engkau jangan berlaku gegabah, ai ! Jangan ngomong lagi ia sudah pulang !"
Baru saja diantara mereka berhenti bicara Kiong Hauw sudah datang dengan membawa dua buntelan besar. "Waduh untuk mendapatkan baju bekas saja harus mencapainya lidah dulu !"
katanya sambil tersenyum-senyum.
"Kenapa begitu ?" tanya Hoo Su Kouw.
"Orang-orang bodoh didesa itu mengatakan untuk apa aku membeli baju " Terpaksa aku membohong dan mengatakan kepada mereka bahwa aku tinggal dipegunungan dan telah
dirampok habis-habisan?"


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
103 "Hm ! Kiranya Kiong Toako tukang menipu orang, tapi mulai saat ini kami takkan kena tipu dayamu !" seru Liu Bu Kie.
Kiong Hauw menjadi kaget sebelum tubuhnya dapat berkisar, pedang Liu Bu Kie telah menembus tubuhnya. Dengan menahan sakit ia mengebaskan lengan kanannya sebagai gaya reflex, melakukan serangan. Hal ini diluar dugaan Bu Kie, cepat-cepat ia melepaskan pedangnya dan melompat ke samping.
"Liu"Liu lojie"engkau sangat kejam," kata Kiong Hauw terputus-putus, lalu mencabut pedang yang menancap ditubuhnya, setindak demi setindak mendekat pada Liu Bu Kie.
"Hoo Sumoy ! Lekas habiskan jiwanya." KataLiu Bu Kie sambil menyengir-nyengir jengah.
"Jangan kuatir, tak lama lagi ia akan mati " kata Hoo Su Kouw.
"Hm, kiranya"kalian adalah"sepasang anjing"lelaki dan perempuan"yang berkomplot !"
"Engkau sudah mau mati, tak perlu mencaci orang !" bentak Hoo Su Kouw.
Liu Bu Kie mendekat kearah Hoo Su Kouw, "Serahkan pedangmu padaku !" pintanya.
Hoo Su Kouw menyerahkan pedangnya, sedangkan Kiong Hauw melemparkan pedang kearah Liu Bu Kie dengan kekuatan tenaganya yang terakhir. Waktu Liu Bu Kie akan menangkis serangan itu, merasakan kedua tangannya tidak bisa digerakkan, Karena telah ditotok jalan darahnya oleh Hoo Su Kouw. Tak ampun pedangnya yang dipakai menikam Kiong Hauw kini menubles tubuhnya sendiri. "Sumoy"engkau?"katanya dan terus membungkam untuk
selama-lamanya.
"Jieko engkau harus tahu tamak sudah menjadi sifat manusia, maka jangan menyalahkan aku
! Sekarang tak kubunuh, nanti kau membunuhku bukan " Mungkin tindakanmu akan lebih beracun lagi." Dan terus ia menghabiskan kedua saudara angkatnya itu dengan cepat. Lalu dengan tangkas kedua mayat itu dikubur. Dengan menarik napas lega ia melirik kearah Tiong Giok yang pucat menyaksikan peristiwa ini.
"Ah dasar seorang pelajar lemah, rupanya ketakutan sekali, aku harus menghiburnya agar mau menuliskan buku Keng thian cit su bagiku." Pikirnya dan terus menghampiri pemuda itu.
"In Kongcu ! Hm, engkau diam saja, tentu menyalahkan aku berlaku jahat pada mereka bukan
" Tapi apa mau dikata, seorang perempuan ditakdirkan sebagai insan yang lemah, kemana-mana selalu dapat penghinaan dan diperlakukan dengan tak wajar, untuk hidup inilah terpaksa memakai cara ini."
Ia tidak bicara lagi, sebaliknya meloloskan bajunya dan menukar dengan sehelai pakaian bekas yang didapat Kiong Hauw. Diam-diam ia melirik kepada si pemuda, ia agak kecewa karena pemuda itu sedikitpun tidak memperhatikan padanya. In Kongcu, lekaslah tukar pakaian, boleh kita melanjutkan perjalanan." Sambil berkata ia mau menepuk pemuda kita.
Dengan cepat sekali Tiong Giok menggeser badan dan membentak : "Engkau mau
mengajakku kemana ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
104 "Aha pakai banyak bertanya, sudah tentu kesuatu tempat yang nyaman ! Disana hanya kita berdua saja! Apa yang engkau kehendaki pasti kululusi ! Setelah mahir dengan ilmu Keng thian cit su kita bisa mengembara kemana saja dengan bersuka ria !"
"Maksudmu pergi ketempat Liok Sian Ong ?"
"Aduh masak kesana !" kata Hoo Su Kouw sambil membereskan bajunya.
"Jika engkau tak mau kesana, beritahu tempatnya dimana aku bisa pergi sendiri !" kata In Tiong Giok.
"Untuk apa kau menemuinya " Mau cari mati ?"
"Tak perlu engkau tahu, lekaslah sebutkan dimana tempat itu !"
"Kesanapun tidak ada gunanya, pasti ia tak ada disana ! Karena buku yang dikehendaki telah diperolehnya !" jawab Hoo Su Kouw, supaya engkau tak penasaran, baik kusebutkan, bahwa tempat itu bernama Kiu hoa san !"
"Terima kasih atas keteranganmu, dan selamat tinggal !" kata In Tiong Giok.
"Hm engkau hendak kemana ?" kata Hoo Su Kouw sambil merintangi perjalanan Tiong Giok.
"Sudah tentu akan ke Kiu hoa san, jawab Tiong Giok sejujurnya, kuharap engkau memberi jalan ."
"Tidakkah Kongcu berpikir, apa yang terjadi barusan itu karena apa ?" tanya Hoo Su Kouw.
"Itu urusanmu, tak ada sangkut pautnya denganku!"
"Engkau boleh pergi kesana, sebelum itu harus menuliskan dulu sebuah buku Keng thian cit su bagiku !"
"Jika aku tak mau bagaimana ?"
"Aku bisa membuatmu mau !"
"Aku rasa engkau tak bisa !"
"Mau coba-coba !" kata Hoo Su Kouw dan terus mengeluarkan jerijinya melakukan totokan, Sungguhpun begitu ia kuatir Tiong Giok tak kuat menahan serangannya, maka tenaga yang digunakan hanya tiga bagian saja dan yang diserangpun bukan tempat berbahaya.
Bermimpipun ia tidak berpikir, bahwa pelajar lemah yang dianggapnya empuk ini dengan mudah saja bisa menghindarkan diri dengan ilmu kiu coan bie cong po. Hoo Su Kouw mengucak-ngucak mata dan berseru: "Mau lari kemana ?" Dengan cepat ia menyergap lagi, tapi sekali lagi Tiong Giok dapt menghindarinya. Dan dengan gusar ia membentak:
"Sebenarnya engkau mau apa ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
105 Sekali ini Hoo Su Kouw melihat dengan tegas, gerak langkah yang digunakan Tiong Giok begitu aneh dan mengagumkan, keruan datang kagetnya : "Benar-benar aku salah mata, tak kira Kongcu memiliki ilmu setinggi ini !"
"Engkau jangan berkata begitu, pokoknya berikan aku jalan, jika tidak jangan salahkan tindakanku !"
"Apa tindakanmu itu ?"
"Engkau telah menotokku dua kali, jika sampai aku menotokmu sekali saja, membuatmu menyesalpun sudah kasep !"
Hoo Su Kouw tersenyum dan mendekati terus, dengan memasang dadanya yang padat
kehadapan Tiong Giok ia berkata : "Masakah totokanmu begitu lihay " Nah lancarkanlah untuk kurasakan?"
JILID 6________
In Tiong Giok menjadi merah padam dan jengah menghadapi perempuan semacam ini, tak terasa lagi mundur-mundur. Kesempatan ini tidak dilewatkan Hoo Su Kouw begitu saja, dengan cepat kakinya terangkat melakukan sabetan. Geraknya ini cepat dan kejam, jangankan Tiong Giok yang tidak berpengalaman andaikata seorang jago Bulim yang berpengalamanpun sukar menghindarinya. Tak heran pemuda kita yang menduga mendapat serangan mendadak menjadi jungkir balik terkena dupakan Hoo Su Kouw.
Setelah serangannya berhasil, Hoo Su Kouw melanjutkan lagi serangannya dengan keras, Tiong Giok menggulingkan badan dan menyambut serangan musuh dengan ilmu In liong sian jiau (naga terbang menunjukkan cakar). Hoo Su Kouw mengubah serangan, dan disambut lawannya dengan ilmu Cee siu sing liong (lengan kosong menangkap naga). Tak terasa lagi lengannya kena tangkap, tak putus asa baginya. Kakinya terangkat kearah selangkangan musuhnya. Tiong Giok menjadi gusar, ia mengengos lalu melemparkan perempuan itu sejauh beberapa depa. Hoo Su Kouw benar-benar habis mengerti kenapa pemuda lemah ini memiliki kepandaian luar biasa. Sekali ini ia tidak memperedulikan dapat tidaknya buku keng thian cit su pedangnya dihunus dan niatnya membunuh sudah mantap. Terlihat ia menyabetkan
senjatanya dengan ganas, Tiong Giok melihat kekalapan orang menjadi gusar. Sambil mengengos ia membarengi dengan Hiat cie lengnya yang ampuh. "Sret" terdengar suara memecah udara, angin keras yang panas tak ubahnya seperti halilintar menyambar kearah musuhnya. Hoo Su Kouw merasakan hawa panas menerjang dirinya, dengan memutarkan
pedang berusaha membendung serangan musuh. Sungguhpun begitu masih juga baju dan rambutnya bagian sebelah kiri kena dihanguskan.
"Kongcu begini lihay, dapatkah kutahu nama gurumu ?" katanya dengan wajah pucat.
"Penunggang Hiu dari Hong Lay pelajar miskin dari gunung salju !"
"Oh, kiranya Bulim Capsahkie yang tertua," kata Hoo Su Kouw dengan melengak.
"Hitung-hitung aku bernasib sial, tidak bisa melihat orang."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
106 "Sifat dan kelakuanmu itu sebenarnya musti dihukum mati !" kata In Tiong Giok, "tapi aku tak mau membunuhmu, seangkan Hiat cie leng yang kulancarkan semata-mata untuk
membela diri !" segera ia membalik badan dan berlalu.
"Jangan bergerak," teriak Hoo Su Kouw.
"Apa lagi yang engkau kehendaki ?"
"Ingin kutanya padamu, pantaskah seorang murid kenamaan didunia Bulim menyerahkan buku Keng thian cit su kepada Sian Ong " Hal ini sedikit banyak bisa-bisa merusak nama baik gurumu bukan ?"
"Semua ini karena ditipu, apa salahnya ?"
"Hm, ini engkau tulis sendiri bukan ?" ejek Hoo Su Kouw, "bagaimana jika ilmu pedang Keng thian cit su digunakan sebagai alat kejahatan oleh Liok Sian Ong " Semua ini adalah tanggung jawabmu bukan ?"
"Engkau?"
"Aku kenapa " semua ini kulihat dengan mata kepala sendiri dan akan kuutarkan didunia Bulim agar memberikan hukuman yang setimpal bagimu !"
"Hm, buku itu akan kurampas kembali !" kata In Tiong Giok.
"Dengan kepandaianmu ini ingin merampas kembali dari tangan Liok Sian Ong ?"
"Ini urusanku, engkau tak perlu banyak bicara !"
"Ya memang urusanmu ! Andaikan engkau berhasil mengambil kembali, berbagai orang Bulim pasti akan merampas dari tanganmu, apakah engkau sanggup melindunginya ?" kata Hoo Su kouw dengan bersungguh-sungguh, "Engkau jangan menganggap omonganku tak
berarti, lihat saja sejak hari ini, bahaya selalu mengancam dirimu. Kini engkau berhasil lolos dari tanganku, tapi belum tentu berhasil dari jago-jago lain !" Sehabis berkata ia berlalu dengan cepat.
In Tiong Giok terkesiap mendengar perkataan Hoo Su Kouw itu, ia sadar didunia ini banyak manusia lebih kejam dan tamak dari Liok Jie Hui, jika mereka mengetahui dirinya bisa mengingat Keng thian cit su, sudah tentu takkan melepaskan begitu saja. Kepergian Hoo Su Kouw sudah pasti mendatangkan banyak kesulitan dibelakang hari, mengingat ini
membuatnya menarik napas duka, seolah-olah ada batu besar menekan dadanya dengan berat.
Setelah membengong sekian lamanya, baru ia melangkah dengan berat mencari jalan keluar dari tempat celaka itu.
Ia berjalan dan berjalan, tatkala surya senja kemerah-merahan menghiasi langit disebelah barat, ia telah tiba disuatu tempat bernama Ko ho pou. Suasana disini sangat ramai, kecuali took-toko besar banyak pula rumah makan dan penginapan. Untuk mengisi kekosongan perutnya ia mampir disebuah restoran yang bernama Tik sian lou. Seorang pelayan
menyambut kedatangannya dengan ramah tamah. "Kongcu sendiri saja, atau mau pesan tempat untuk beramai-ramai ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
107 "Aku hanya sendirian saja !" jawab Tiong Giok.
"Silahkan saja keatas, dibawah sudah penuh !"
Ia naik keloteng, tempatnya agak sempit tapi tenang, terdapat beberapa meja dengan beberapa tamu. Antaranya ada dua orang tua berbaju abu-abu mengawasi dirinya. Ia tidak
memperdulikan dan terus duduk. Tapi dengan tiba-tiba ia ingat seperti pernah bertemu muka dengansalah seorang kakek tua yang berbaju abu-abu itu. Maka itu ia menoleh untuk menegasi, bertepatan dengan ini orang tua itupun sedang mengawasi kearahnya. Membuatnya sukar membuang muka, dan terus mengangguk memberi hormat. Orang tua itu bukan saja tak membalas hormatnya, malahan membuang muka dan berbisik-bisik dengan kawannya.
Tampak kawannya itupun berubah wajahnya, dan terus memanggil pelayan membayar
rekening dan berlalu dengan cepat.
In Tiong Giok merasa heran, setelah mengingat-ingat sekian lamanya ia tetap tak dapat mengingat orang tua itu. Saat ini segala hidangan telah datang, ia tidak memperdulikan lagi yang lain dan terus makan dengan lahapnya. Belum pula perutnya kenyang, seorang pelayan datang kearahnya dan menyerahkan sepucuk surat.
"Apakah Kongcu she In ?" tegur pelayan itu.
"Benar!"
"Ini surat untukmu !"
"Siapa yang memberi surat padamu ?"
"Seorang tamu tak dikenal dengan memberi upah padaku menyuruh menyampaikan surat ini seorang tua bebaju abu-abu !"
"Tidak ia masih muda, paling banyak usianya tiga puluh tahun, dan mengenakan pakaian hijau ! Lagi pula ia menyoren pedang kelihatan sebagai Piausu saja," jawab sipelayan dan terus berlalu.
Tiong Giok membuka sampul surat, didalamnya hanya berisi sehelai kertas putih belaka. Ia menjadi heran dan hilang napsu makannya. Cepat-cepat ia membayar dan menanya kepada pelayan tadi :
"Disini ada hotel yang tenangkah ?"
"Maksud Kongcu hotel yang baik bukan " Nah disebelah barat terdapat penginapan In hoo can katakanlah pelayan restoran Tik siang lou yang memperkenalkan, pasti dapat potongan, sepuluh persen !"
In Tiong Giok menghaturkan terima kasih dan memohon kepada pelayan itu, jika yang mengirim menanyakan dirinya, boleh menunjukkan kepenginapan In hoo can. Dengan
langkah cepat ia turun dari loteng dan terus keluar ia berbalu tanpa menoleh kebelakang. Tapi setelah melewati beberapa took dan masuk kedalam sebuah gang, ia menghentikan langkah dengan cermat ia memandang kearah rumah makan tadi. Tak selang lama dari sebuah rumah Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
108 obat yang berada disebelah restoran tadi keluar seorang muda berbaju hijau dengan tergesa-gesa. Iapun menyandang pedangnya dan persis seperti yang disebutkan pelayan tadi. Setelah memandang sekeliling pemuda itu masuk kerestoran Tik sian lou.
"Ah engkau datang tidak kebetulan, karena In Kongcu sudah pergi," kata pelayan itu.
"Apakah suratku itu sudah diterimanya ?"
"Oh sudah !"
"Ia mengatakan apa setelah melihat surat ?"
"Ia memesan bila ada yang ingin menemuinya harap datang kehotel In hoo can !"
Laki-laki berbaju hijau itu mengangguk dan terus berlalu, tetapi ia tak menuju kebarat dimana terletak In hoo can, melainkan keutara. Dengan memberanikan diri Tiong Giok menguntit dari belakang.
Setelah melalui beberapa took dan gang, laki-laki berbaju hijau itu menuju kesebuah kelenteng tua yang berada diluar kota. Ia tak menoleh kekanan kiri, langsung masuk kedalam demikian juga dengan Tiong Giok terus membuntuti tanpa diketahui.
Di ruangan depan kelenteng tampak gelap tapi dibagian tengahnya ada sinar api, menerangi kamar. Tiong Giok yang berada ditempat gelap bisa melihat keadaan didalam yang terang itu, ia menjadi heran karena disatu ruangan terlihat tujuh orang tua berbaju abu-abu sedang duduk sila, pakaian mereka semua sama dan pedangnyapun serupa hanya digagangnya masing-masing ada ronce yang berbeda : terdiri dari warna merah, kuning, biru, putih, hitam, hijau dan ungu tujuh warna.
Dua di antaranya yang memakai ronce kuning dan ungu adalah yang bertemu dengan In Tiong gIok di rumah makan Tik sian lou. Saat ini laki-laki berbaju hijau telah selesai menuturkan soal memberi surat padanya.
Ketujuh orang tua berbaju abu-abu parasnya berubah berbareng.
Orang tua yang beronce putih dipedangnya membuka mulut paling dulu :
"Jikalau begitu apa yang dilihat cit sutee (adik ketujuh) tidak salah pemuda itu adalah yang dipakai Pok Thian Pang untuk menterjemahkan buku Keng thian cit su, tapi yang membuatku heran, pelajar lemah itu kenapa bisa lolos dari suatu tempat yang terjaga ketat dari jagonya pesilat-pesilat ternama."
"Pok thian pang mungkin sengaja melepas pemuda itu sebagai umpan menumpas kita !" kata orang tua yang dipedangnya beronce biru.
"Bila ia dijadikan umjpan beracun, tujuannya bukan pada kita Tong teng cit kiam (tujuh pendekar pedang dari telaga Tong teng), juga pada golongan putih kaum Kang Ouw, atas ini kita harus berlaku waspada."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
109 Sipedang beronce putih mengangkat pundak, matanya menatap pada orang tua yang
pedangnya beronce ungu; "Cit sutee bagaimana menurut hematmu ?"
Sironce ungu ini adalah orang tua yang seperti di kenali Tiong Giok, begitu di tegur tampak ia berpikir dengan serius. "Dugaan Suheng memang benar, tapi pemuda itu adalah orang pertama yang telah membaca isi Keng thian cit su; atauini ia bersangkutan besar dengan Bulim ataupun Pok Thian Pang sendiri, suheng piker betulkah ?"
Yang mendengar semua menganggukkan kepala tanda setuju.
"Jika begini kita tidak boleh berlaku sangsi-sangsi lagi !" kata sironce ungu.
"Maksud Cit sutee bagaimana ?" tanya sironce putih.
"Biarpun ia merupakan umpan beracun kita harus menelannya juga !"
Perkataan ini agaknya di luar dugaan yang lain, mereka kaget dan terdiam, membuat keadaan hening sejenak.
Si ronce ungu sudah melanjutkan lagi ucapnya, "Keng thian cit su adalah ilmu pedang yang luar biasa, bilamana sampai dikuasai Pok Thian Pang sama dengan bahaya besar bagi kita dan golongan lain. Kini kita dapat kesempatan baik, biar matipun harus dilakoni !"
"Benar ! Biarpun bagaimanapun jadinya," kata laki-laki berbaju hijau. "Maka itu kuminta Supek-supek dan Susiok-susiok jangan berpikir terlalu lama, kita harus secepatnya membalas dendam sakit hati Yo Sutee dan Pang Hui !"
Mendengar nama Pang Hui, hati Tiong Giok menjadi kaget dan terus ia ingat bahwa orang tua yang dipedangnya beronce ungu yang bagai dikenalnya itu, tak lain orang yang pernah menyerang kereta waktu ia menuju kemarkas pusat Pok Thian Pang.
Karena kagetnya itu tempat yang dipijaknya menjadi goyang, dan kakinya segera bergerak pindah. Tiba-tiba "krak" entah apakah yang terinjaknya.
"Siapa ?" bentak dari dalam kelenteng, sinar terangpun padam.
Tiong Giok berlari kearah pendupaan yang terdapat didepan kelenteng dan bersembunyi disitu. Tampak olehnya dengan berlompatan ketujuh orang tua dan laki-laki berbaju hijau keluar dari dalam kelenteng. Mereka memandang keadaan sekeliling dengan seksama.
"Mungkin orang-orang Pok Thian Pang sudah datang mencari kita," kata sironce ungu.
"Jangan pedulikan untung rugi marikita berangkat ke In hoo can !" kata sironce putih.
Dalam sekejap mereka telah berlalu, hilang dalam kegelapan. Setelah menunggu mereka agak jauhan, In Tiong Giok baru keluar dari tempat persembunyian. Dan terus meninggalkan Ko ho pou malam itu juga. Baru pula ia jalan setengah malaman, sudah merasa letih. Ia beristirahat tatkala melihat sebuah batu besar ditepi jalan. Sambil duduk ia jadi berpikir.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
110 "Haruskah aku pergi ke kiu hoa san mencari Liok Jie Hui " Jika kesana dan tidak
menemuinya, sama dengan cuma-cuma saja perjalananku. Andaikata berhasil mendapatkan lagi Keng thian cit su dari Liok Jie Hui, buku itu akan merupakan barang rebutan yang tidak ada akhirnya. "Semua pikiran ini membuatnya pusing sendiri. Saat inilah dari kejauhan ia mendengar berderapnya langkah orang dan disusulnya dengan dua bayangan hitam. Seperti juga nak burung yang ketakutan ia bersembunyi dibalik batu.
Dua bayangan hitam itu datangnya teramat cepat, dalam sekejap telah tiba dekat batu dimana Tiong Giok sembunyi. Keduanya itu adalah orang tua berbaju seerba putih, satu jangkung satukatai, wajahnya pucat pasi. Melihat ini membuat Tiong Giok bergidik takut. Dan ia menahan napas sewaktu manusia aneh itu berhenti didekat batu dan celingukan kesana kemari seperti mencari sesuatu. Setelah melihat tak ada yang menimbulkan kecurigaan, merekapun segera berlalu lagi dengan cepatnya tanpa berkata barang sepatahpun.
In Tiong Giok menarik napas lega, baru bangun dari tempat sembunyinya, kembali ia mendengar menderunya angin, disusul dengan berkelebatnya tiga sosok bayangan. Semua mengenakan pakaian hitam yang gedombrongan usianya mereka rata-rata enam puluh tahun lebih. Wajahnya bengis dan jelas bukan manusia baik-baik.
Setibanya dibatu besar merekapun berhenti sejenak, memasang kuping.
"Ciu heng lebih baik kita mengambil jalan lain dan bakal apa membuntuti kedua orang lain !"
kata seorang yang berada disebelah kiri.
"Jangan-jangan soal ini belum tentu kebenarannya," jawab orang she Ciu. Pikir saja jika pelajar itu benar-benar berada dikota Ko hoo pou, mana mungkin sudah pergi sejauh ini.
Sebaiknya kita kembali dan mencarinya didekat kota !"
"Kecurigaan Ciu heng memang betul jangan-jangan kita ditipu Hoo Su Kouw si erempuan jalang itu," kata yang ditengah.
"Mana berani ia mempermainkan kita," kata yang disebelah kanan." Tambahan Tong teng cit kiampun melihatnya pelajar itu di dalam kota, maka itu Hoo Su Kouw pasti tidak
membohong."
"Jika tidak bohong, kemana larinya bocah itu, apakah ia bisa terbang ?" kata si orang she Ciu.
"Andaikata ia bersayap tak mungkin lolos juga dari jala Thian lo te hong (jarring langit dan bumi) yang sudah disebar kemana-mana ! Mari kita susul sijangkung dan si cebol jangan sampai keduluan !" kata yang disebelah kanan.
"Untung aku cepat-cepat bersembunyi, jika tidak bisa celaka," piker Tiong Giok setelah mendengar percakapan mereka. Mengingat ini ia merasa benci dan menyesal tidak
membereskan nyawanya perempuan jalang itu.
Setelah bersembunyi lagi beberapa saat, tak terlihat ada yang mengejar, ia baru bangun dari persembunyiannya, dan terus masuk kedalam pepohonan yang lebat. Begitu melewati pohon-pohon tibalah ia ditepi sebuah sungai. Dengan merasa tenang ia menyusuri gili-gili sungai.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
111 Sebuah perahu tertambat ditepian sungai, diatasnya terlihat seorang nelayan tua sedang asiknya mengisap pipanya yang panjang. Hal ini membuat Tiong Giok girang, cepat-cepat ia menghampiri dan melompat kearah perahu "Lo tia ! Lekaslah antarkan aku menyeberang, ongkosnya berapa saja akan kubayar !"
"Malam-malam begini engkau mau kemana ?" tanya si orang tua.
"Kemana saja asal menyeberang !"
"Kongcu jangan salah, ini perahu ikan dan bukan perahu tambangan !"
"Ya aku minta tolong," kata In Tiong Giok setengah memohon, sebab seang dikejar-kejar orang jahat. Asal bisa menyeberang aku bisa selamat."
"Ikan-ikan mungkin sudah masuk dalam perangkap, jika dibiarkan sayang sekali, ah dasar nasib?" kata si orang tua setengah menggerutu. Dan ia tidak melanjutkan perkataannya sebab didaratan terlihat sesosok bayangan hitam yang menuju kearah perahunya.
Pendatang ini adalah Hoo Su Kouw adanya. Ia menanya kepada tukang perahu : "Ciau Loya apakah engkau melihat pelajar itu ?"
"Tidak ! Sesosok bayangan manusiapun tidak kulihat ."
"Ciau Loya engkau harus hati-hati, kuyakin ia ada disekitar sini," kata Hoo Su Kouw yang terus berlalu lagi dengan cepat.
Perahu dengan cepat meluncur ketengah, Tiong Giok merasa lega, seolah-olah menganggap bahaya telah berlalu.
In Kongcu dengan cara bagaimana engkau harus menghaturkan terima kasih kepadaku ?"
tegur tukang perahu.
"Engkau"engkau siapa ?"
"Aku Ciau Thian Siang seorang kecil yang mempunyai julukan Si cucut Perak. Dan
pekerjaanku sebagai pengontrol perairan, dari gabungan dua puluh delapan bajak laut.
Sejujurnya pekeerjaan ini kurang menarik perhatianku dan ingin melepaskan secepat-cepatnya, maka itu jika tidak demikian untuk apa malam ini aku menolongmu !"
"Jika begitu kau sebagai kambratnya Hoo Su Kouw juga ?"
"Ya aku salah satu diantara konconya Hoo Su Kouw, seangkan yang lain banyak sekali.
Untung engkau berada denganku, coba jika jatuh ditangan mereka, tak bisa enak-enakan mengonbrol seperti sekarang !"
"Ya aku harus bagaimana menghaturkan terima kasih padamu ?" tanya Tiong Giok dengan terpaksa.
"Untuk apa Kongcu bertanya lagi, serahkan saja sejilid buku Keng thian cit su kepadaku sampai kemanapun akan kuantar !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
112 "Jika aku tak bersedia ?"
"Aku sebagai penolongmu biar bagaimana kau harus melulusi," kata orang tua itu.
"Terang-terang kutolak permintaanmu !"
"Benar-benar tidak mau ?"
"Ya."
"Sampai budi pertolonganku pada jiwamu, tidak dibalas ?"
"Jika aku takut mati, siang-siang sudah membuatkan buku itu untuk Hoo Su Kouw ! Segala pertolongan yang ingin mendapat balasan, tak dapat dinamakan dengan berhutang budi !"
Ciau Thian Siang tertegun sejenak, lalu tergelak-gelak dan berkata : "Kongcu sebagai orang pintar, bahwa buku itu berada ditangan Pok Thian Pang dan Liok Sian Ong, kini apa salahnya membuat kopy yang kedua untukku ?"
"Sudah jangan banyak bicara, sekali kubilang tidak mau tetap tidak mau !"
"Hm, jika begitu engkau mencari penyakit sendiri !"
"Engkau tanyakan pada Hoo Su Kouw, apakah potongan semacamku ini mudah dihina ?"
"Semua sudah aku tahu akan kelihayanmu, tapi diatas perahu ini engkau bisa apa ?"
"Ya"engkau mau apa,?" belum pula ucapan Tiong Giok selesai, Ciau Thian Siang dengan mendadakan telah menterbalikkan itu perahunya. Mereka sama-sama terjatuh kedalam air.
Sebagai seorang yang pandai berenang sedikit tidak memnuat Tiong Giok kaget.
Dengan tenang ia berenang kepinggir. Tiba-tiba saja Ciau Thian Siang memburu dari belakang. Tak cuma-cuma ia mempunyai gelar sebagai si cucut perak. Begitu gesit dan cepat geraknya dalam air. Ddalam sekejap ia sudah berada di belakang Tiong Giok dan
menjulurkan tangan menciduk tengkuk pemuda kita.
Tiong Giok terkesiap sejenak, tetapi tidak tinggal diam. Lengannya berbalik begitu cepat mencekal lengan musuh, sedangkan lengannya yang kiri mendorong kedada musuh.
Gerakannya yang tiba-tiba diluar perhitungan Ciau Thian Siang. Tak sempat untuknya mengengos dadanya terhajar keras, sakit sampai kehulu hati, terpaksa ia melepaskan Tiong Giok.
Begitu berpisah, masing-masing itu berlaku waspada. Ciau Thian Siang tak berpikir bahwa musuhnya itu pandai berenang, sehingga mengalami kerugian yang tidak kecil, kegusarannya tidak alang kepalang, seperti juga seekor ikan hiu yang terluka ia membalik badan lalu terus menyelam. Lengannya segera menyambar kaki pemuda kita, di cengkeram dengan keras-kerasnya sampai masuk kedalam bagian daging. Tiong Giok kesakitan dan berbalik mencekek leher musuhnya sekuat tenaga.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
113 Air sungai amar deras, mereka bergumul dengan kerasnya, satu sama lain tidak mau melepaskan musuh, bergulingan terbawa arus air.
Beberapa tegukan air tertelan Tiong Giok tetap ia tak melepaskan musuhnya. Sedangkan Ciau Thian Siang lebih parah lagi, lehernya begitu keras, tak bisa bernapas. Matanya mendelik tak berkutik lagi. Mereka terus terhanyut tanpa sadarkan diri.
Akhirnya mereka terdampar disemak-semak, lengan Tiong Giok masih tetap mencekek Ciau Thian Siang. Entah sudah berapa lama pemuda kita baru sadar, dan mendapatkan bahwa musuhnya telah meninggal dunia. Dengan perut kembung dia merayap bangun dan lalu tengkurap disebuah batu, memuntahkan air kali dari perutnya, setelah itu ia mengaso sambil memandang mayat musuhnya. Seumur hidupnya pertama kali membunuh orang, ia merasa berbuat dosa dan sadar semua ini akibat Keng thian cit su.
Dengan perasaan menjejal ia menggali lubang ditepi sungai itu dan mengubur mayat Ciau Thian Siang secara sederhana. Lalu ia meninggalkan tempat itu dengan pikiran mantap kaena ia akan melakukan suatu hal yang besar, untuk menggegerkan dunia persilatan.
Kim Leng merupakan kota bersejarah dari abad ke abad. Letaknya dilingkungan pegunungan, tempat bersejarah dari kuil-kuil yang mengagungkan agama Buddha berdiri dengan megahnya dilereng-leeng gunung. Aliran sungai Hoay banyak menarik kaum sastrawan, dipuja-puji akan keagungannya. Sepanjang sungai banyak batu-batu cadas yang indah tempat para burung wallet bersarang, juga tempat yang biasa dikunjungi pelancong.
Disebelah barat sungai itu terdapat sebuah tempat yang bernama Bun Hoa Kau. Disini banyak terdapat tukang buku, dan juga perusahaan percetakkan. Yang berkunjung kesini kebanyakan adalah pelajar dan sastrawan serta kaum cerdik pandai.
Saat ini hari sudah senja, keadaan saat itu telah menjadi sepi dari para kaum pengunjung.
Pegawai-pegawai perusahaan sudah beristirahat, took-tokopun hanya sebagian yang masih membuka pintu. Tiba-tiba dari mulut gang terlihat seorang muda berbaju biru, celingukan melihat merek toko-toko, ia berjalan dari ujung ke ujung lalu kembali lagi dan berhenti didepan sebuah percetakan yang bermerek Angin Menderu, percetakan ini terhitung paling besar disaat itu. Etalasenya penuh terhias lukisan antik, dan beraneka ragam buku-buku.
Didalam toko terlihat seorang lelaki hitam sedang asyiknya mengisap rokok sambil membaca buku. Begitu melihat pemuda berbaju biru masuk kedalam, ia melepaskan bukunya dan memandang pada tamunya sambil tersenyum manis. "Kongcu mau beli gambar atau buku-buku ?" tegurnya sambil bangun dari tempat duduknya.
"Tidak, kedatanganku kesini mau mencetak buku !"
"Oh begitupun baik, buku apa yang mau dicetak ?"
"Buku ini sangat penting dan kuminta bisa diselesaikan esok pagi !"
"Berapa halaman buku itu " Dan berapa oplasnya ?"
"Hanya sepuluh halaman dan dicetak seribu jilid saja," kata pemuda itu, "jika tidak keburu lima ratus saja."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
114 "Dalam semalam sulit menyelesaikan buku itu..,"
"Jadi tidak bisa ?"
"Bisa sih bisa ongkosnya mahal sekali !"
Pemuda itu mengluarkan uang emas dan berkata sambil tersenyum: "Jangan kuatir, berapa saja kubayar, nah ini sebagai uang muka !"
"Kalau begini apa boleh buat, dan akan kucoba ."
Pemuda itu menjadi girang. "Dapatkah kutahu nama saudara ?"
"Aku Yauw Kian Cee, dan siapa nama Kongcu ?"
Pemuda itu tidak menyebutkan namanya, ia tersenyum dan berkata "Yauw Sacan (sebagai gelar pertukangan) sebelum engkau kerjakan perlu kujelaskan dulu sedikit, yakni disebabkan teramat pentingnya buku ini, sebaiknya engkau kerahkan lebih banyak tukang agar selesai pada waktunya. Disamping itu buku ini tidak boleh bocor sebelum terbit !"
"Adakah Kongcu membawa naskah buku itu ?"
"Ya ada, tapi akan kuserahkan didalam saja !"
"Begitu juga baik," kata Yauw Kian Cee dan terus menyimpan uang persekot, kedalam lacinya. Dan memerintahkan bawahannya menutup toko. Diajaknya Tiong Giok masuk ke dalam.
Di dalam percetakan itu terdapat sebuah taman bunga, dan satu ruangan yang nyaman.
Dekorasinya indah dan menarik, agaknya sang penghuni mengenal betul seni-seni dekorasi.
Di kamar inilah sang pemuda menyerahkan naskahnya. Yauw Kian Cee begitu melihat naskah ini, wajahnya jadi berubah, cepat-cepat ia menutup lagi naskah itu.
"Kenapa Yauw Sacan tidak meneliti naskah ini ?"
"Sejujurnya aku tak berapa mengenal huruf, membacapun tak ada artinya. Kuharap Kongcu meninggalkan alamat, besok boleh kukirim buku pesananmu kesana !"
"Tak usah," kata sianak muda sambil menggelengkan kepala. "Aku ingin memandori sendiri waktu mencetak buku ini, dan membawanya begitu selesai !"
"Begitupun baik, duduk dululah sebentar, setelah kuatur beres segera kuberi tahu padamu."
Sehabis berkata ia membawa naskah masuk ke dalam.
Tak selang lama ia muncul lagi dengan seorang tua beruban. Melihat orang tua ini membuat si pemuda merasa takut tak keruan, karena seumur hidupnya pertama kali melihat orang yang berwajah demikian buruk.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
115 "Kongcu, mari kukenalkan, inilah Pek Wangwee (hartawan) atau majikanku !" kata Yauw Kian Cee.
"Oh," kata si pemuda dan segera merangkapkan tangannya memberi hormat. "Pek Wangwee harap maaf, kedatanganku hanya merepotkan saja !"
"Aku Pek Kiong Hong sebagai pedagang yang mengutamakan untung, maka itu Kongcu tak perlu berkata begitu !"
Wajah buruk dari Pek Kiong Hong dihias dengan sepasang mata yang satu besar satu kecil, sungguhpun demikian memancarkan sinar tajam. Melihat ini sang pemuda, merasakan
berhadapan bukan dengan seorang saudagar biasa. Tambahan pula Yauw Kian Cee begitu hormat sekali, bukan seperti kuli biasa. Pek Kiong Hong membeber naskah yang akan dicetak diatas meja, dengan serius ia berkata. "Aku sebagai pengusaha, sebenarnya asal mendapat untung ya sudah, tak perlu bertanya ini itu pada Longcu. Tapi naskah ini menyebutkan, tulisan In Tiong Giok sebagai kenangan untuk Cian Thian Siang, dapatkah kutahu kedua orang itu mempunyai hubungan apa dengan Kongcu ?"
"In Tiong Giok adalah aku sendiri, sedangkan Cian Thian Siang adalah salah seorang yang tidak bisa kulupakan selama hidupku ini !"
"Jika Kongcu sendiri yang menulis naskah ini, sudah tentu tahu isinya bukan ?"
"Benar ! Inilah naskah yang dianggap sebagai benda pusaka kaum Rimba Hijau !"
"Sudah tahu demikian kenapa Kongcu mau menerbitkannya dan mencetak sebanyak itu ?"
"Untuk disebar luaskan, agar penggemar-penggemar silat memilikinya !"
"Tapi perbuatan ini kuanggap kurang wajar !"
"Memang begitu, tapi mau dikata apa, semua ini kulakukan dengan terpaksa !"
"Apa sebabnya engkau sampai terpaksa ?"


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pek Wangwee begitu melihat buku ini segera tahu kehebatannya, dari sini dapat kutarik kesimpulan, Wangwee bukan saudagar biasa, lagi pula tidak timbul keinginan memiliki buku ini. Semua ini membuatku kagum dan ingin tahu siapakah sebenarnya Wangwee ini !"
"Sejujurnya akupun bekas seorang Kang Ouw tapi sudah lama mengundurkan diri, dan hidup dengan membuka percetakan. Atas ini Kongcu tak usah ragu-ragu atau kuatir pada diriku.
Dan juka engkau ingin tahu Yauw Kian Cee inipun bekas seorang Kang Ouw yang bergelar Tiat pie sian wan (kera sakti bertangan besi)."
In Tiong Giok setelah mendengar perkataan Pek Kiong Hong, segera menuturkan apa yang dialaminya sejak keluar rumah.
"Karena mendongkol dikejar-kejar mereka itulah, Kongcu mau mencetak buku ini ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
116 "Bukan ! Sebab-sebabnya karena menyesal telah membuat sebuah kopy untuk Liok Jie Hui.
Jika ilmu itu dipelajarinya, bisa mendatangkan bencana bagi dunia persilatan. Untuk menebus kesalahan itu, akan kusebar luaskan buku ini, agar setiap orang bisa mempelajarinya. Dengan begitu biar Pok Thian Pang atau Liok Jie Hui mahir menggunakan Keng thian cit su tidak akan berguna banyak lagi."
"Kongcu seorang yang tidak mau mengangkangi pelajaran yang luar biasa ini, dan akan menyebar luaskan, tentu bisa menggoncangkan dunia Kang Ouw, atas tindakan Kongcu ini aku merasa kagum. "Dan terus ia menoleh kepada Yauw Kian Cee. "Kerjakan lekas seperti yang dipesan In Kongcu. Dan sekalian sediakan makanan."
In Tiong Giok tidak menduga bahwa roman Pek Kiong Hong yang demikian buruk sangat ramah tamah dan senang membantu, tanpa terasa datang rasa simpatiknya.
Tak selang lama empat pembantu rumah tangga datang membawa hidangan semeja penuh, atas kebaikan tuan rumah Tiong Giok tidak menampik. Sambil makan mereka bercakap-cakap. "Aku sudah lama mengundurkan diri dari dunia Kang Ouw, maka itu terhadap soal Pok Thian Pang hanya mengetahui sedikit sekali, tapi terhadap Liok Jie Hui yang termasuk diantara Bulim Capsahkie aku kenal sekali. Ia bertabiat licik dan jahat, maka itu jika sampai diketahuinya In Kongcu mencetak buku Keng thian cit su, pasti ia akan marah, dan berhati-hatilah terhadapnya." Kata Pek Kiong Hong.
"Soal bagaimana ia akan mencelakakan diriku, sedikitpun tidak kukuatirkan, yang kutakut ilmu Keng thian cit su telah dikuasainya, sehingga golongan Bulim lainnya belum keburu mempelajarinya."
"Hal ini tidak perlu dikhawatirkan, karena ilmu pedang ini luar biasa dlamnya, belum tentu ia bisa menyelami sampai keakar-akarnya !"
"Ya memang kutahu, jika bukan seorang berbakat dan cerdas sukar mempelajarinya seorang diri ilmu pedang ini."
"Karenanya sejak kuingat belum pernah ada yang behasil menguasai ilmu seorang diri. Ada yang pandai menguasai Keng thian cit su, tapi berdua, yakni Sin kiam siang eng (sepasang pedang sakti).
"Dapatkah kutahu siapa Sin kiam siang eng itu ?"
"Tiga puluh tahun yang lalu mereka adalah sepasang saudara angkat yang masih muda belia.
Gagah ganteng ada pada mereka, ditambah dengan hatinya yang baik dan juga suka
membantu orang. Dalam sepuluh tahun namanya telah tenar melebihi Bulim Capsahkie yang telah lebuh muncul didunia Kang Ouw. Untuk mereka ini, di dunia Bulim terkenal pameo yang berbunyi : tajam-tajamnya tusuk konde tak setajam jarum seaneh-anehnya Bulim Capsahkie, tidak segaib Sin kiam siang eng. Pameo ini mendatangkan ketidak puasan Lui sin Tong Cian Lie, maka ia mengundang seluruh Cap sah kie bertemu di gunung Busan, untuk bertempur dengan Sin kiam siang eng"." Pek Kiong Hong berhenti sejenak.
"Lalu bagaimana ?" tanya Tiong Giok tidak sabaran.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
117 "Pada waktu yang telah ditentukan Bulim Capsahkie hanya datang sebelas orang. Thay Kong Siansu dan Piau hiong kiam Liap In Eng tidak hadir. Sedangkan Sin kiam siang eng dengan gagah menerima undangan dan datang.
"Bulim Capsahkie sudah lama terkenal dan menjadi kebanggaan kaum Kang Ouw, kami
sebagai golongan yang lebih muda ingin mengadakan hubungan dan kerukunan, guna
kesejahteraan kaum Kang Ouw, maka itu datang kesini bukan niat untuk berkelahi dan meebutkan pepesan kosong," kata Sin kiam siang eng. Tak kira Tong Cian Lie yang
berangasan tak mau mendengar, ditambah dengan Kim Thay, Liang yauw, San koei
menyokong untuk berkelahi. Melihat ini gurumu merasa tak enak hati dan menasehati mereka beberapa patah. Tak kira membuat Kim Thay menjadi gusar tak alang kepalang. Dan
terjadilah perkelahian sengit antara gurumu dengan Kim Thay. Jarum Giam locit ciam Kim Thay tak dapat melukai gurumu sebaliknya ia terluka oleh Hiat cie leng"akibat ini Siang yauw menumplekkan kegusaran pada sin kiam siang eng perkelahian tak dapat dicegah lagi, tapi dalam waktu singkat Siang yauw menjadi pecundang. Sam Koei menyambung, dan terus bertarung, tapi dalam singkat merekapun harus menyerah. Liok Jie Hui juga turun
gelanggang, hanya dalam waktu dua ratus jurus sudah dikalahkan. Tong Cian Lie baru sadar kelihayan lawan bukan kosong belaka. Agaknya sudah keterlanjuran baginya untuk turun tangan, perkelahian sekali ini hebat sekali" Sampai ilmu simpanan pel lek sin kum (lengan geledek) yang menjadi andalan Tong Cian Lie dikembangkan habis-habisan, tapi tetap hanya bisa bertahan lima ratus jurus !"
"Sin kiam siang eng lihay sekali !"
"Ya memang lihay ! Tapi ilmu pedang mereka y ang bersatu padu itu, jika dimainkan seorang diri, tidak ada kekuatan !"
"Bagaimana kalau guruku atau Cian bin sin kay yang menghadapi mereka ?"
"Kepandaian Cian bin sin kay tidak berjauh dengan Tong cian lie, mengenai gurumu yang pandai Hiat cie leng mungkin bisa bertahan seribu jurus lebih, dengan kesudahan dua-dua luka parah !"
"Oh?" Tiong Giok baru sadar. "Siapakah nama sebenarnya dari Sin kiam siang eng itu ?"
"Satu bernama Ang Ek Fan satu lagi Thiat Giok Lin."
"Kenapa nama mereka tidak terdengar lagi ?"
"Ya mereka muncul dan tenar dalam waktu singkat, dan dalam waktu singkat berdua pula menghilang dari dunia Kang Ouw."
Pukulan Naga Sakti 14 Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Angrek Tengah Malam 1
^