Pencarian

Perguruan Sejati 5

Perguruan Sejati Karya Khu Lung Bagian 5


"Engkau kira dengan kawan-kawanmu bisa melindungi dirimu ?" kata gadis itu.
"Jika engkau lebih lihay ya bisa, kalau lebih lemah tentu tidak !" kata In Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
157 "Hm, lihat saja buktinya!" kata gadis itu sambil memberi tanda pada temannya. Dan sua yang berbaju merah lagi segera membantu mereka menerjang kearah In Tiong Giok.
Lo sie ngo houw segera menghunus senjata dan menghadang dengan cepat, sehingga terjadi perkelahian dengan cepat detik itu juga. Gadis berpakaian birupun segera turun tangan membantu kawannya. Kui coa jie sau menmyambut kedatangan mereka, dan terjadilah
perkelahian lagi. Sehingga menjadi dua rombongan bergumul dengan hebat, dan membuat abu mengepul tinggi.
Cie Peng Lam menghunus goloknya sambil memandang pada In Tiong Giok, ia mendapat pemuda itu sedang berpangku tangan dan tersenyum kepadanya. Ia merasakan senyuman pemuda itu seperti mengejek seperti juga mengasihani dirinya, begitu aneh dan misterius.
"Bocah jangan bergirang dulu, bagaimanapun engkau jangan harap meloloskan diri !"
"Tenanglah, bagaimanapun aku tak mau melarikan diri sebelum keadaan benar-benar
mengijinkan !" kata In Tiong Giok. "Menurut hematku sebaiknya lekaslah Bantu kawan-kawanmu itu, tampaknya mereka sudah kepayahan benar, jika dibiarkan terus pasti akan menderita rugi!"
"Ha segala budak-budak itu mana mungkin memperoleh kemenangan menghadapi kawan-
kawanku itu !"
"Ingat masih ada delapan gadis yang belum turun tangan, dan yang didalam joli itu tentu bukan sembarang orang !"
Peringatan ini membuat Cie Peng Lam kaget, karena gadis-gadis itu berkepandaian sangat tinggi, lebih-lebih orang yang didalam joli itu, tentu lebih hebat lagi. Ia menoleh pada In Tiong Giok sambil tersenyum sinis. "Kutahu maksudmu menyuruh membantu kawan dan
engkau bisa melarikan diri bukan ?"
"Lucu ! Sembarang waktu aku bisa pergi!" kat In Tiong Giok. "tapi aku tak mau karena ingin melihat akhir dari perkelahian ini siapa yang menang siapa yang kalah !"
"Hm, kau kira aku bodoh !" kata Cie Peng Lam yang dengan mendadak, menjulurkan tangan setannya pada pemuda kita. Gerakannya itu begitu cepat dan mendadak ia bermaksud setelah menciduk pemuda kita segera membawanya kabur kerumah. Tak kira serangannya yang lihay itu mengenai angin saja, karena dengan lihaynya Tiong Giok telah mengengos dengan Kiu coan bie cong pounya yang lihay. Peng Lam kaget dan cepat menarik serangan sambil melindungi dadanya, begitu ia menegasi lagi tampak Tiong Giok sudah berada dibelakangnya sambil berpangku tangan, dan tersenyum-senyum kearahnya seperti tidak terjadi sesuatu apa.
Cie Peng Lam berdilak-dilak, dan menarik napas lega"..
"Cie Lo Cianpwee sudah lama engkau mengundurkan diri dari dunia hitam, untuk apa terjun kembali ?"
"Jangan mengira ilmu yang kau miliki sudah tinggi dan mau menasehatkan aku !" kata Cie Peng Lam. "Nah sambutlah seranganku ini !" Lengan kirinya terjulur, kakinya melangkah lebar menyapu kuda-kuda lawannya.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
158 In Tiong Giok tidak menyangka bahwa lawannya mempunyai perhitungan matang, ia terdesak dan tak bisa mengembangkan ilmu memindahkan dirinya yang lihay. Tapi ia tidak takut serangan musuhnya itu dihadapi dengan Hiat cie leng.
Cie Peng Lam menjadi kaget, ia menarik serangan sambil menghindarkan diri dari bahaya maut. Apa mau dikata, biarpun Hiat cie leng dilancarkan lebih belakang dari tangan setannya, tapi sampainya terlebih cepat. "Tring!" terdengar suara memecah angkasa. Serangan Tiong Giok tepat mengenai gagang goloknya Cie Peng Lam yang terbuat dari emas. Waktu ia melihat lalu pemiliknya mengawasi, gagang goloknya telah berlubang kecil sebesar kacang tanah.
"Mengingat bahwa engkau telah insyaf banyak tahun, maka tak kuturunkan tangan jahat, atas ini engkau harus mengerti sendiri dan lekaslah meninggalkan tempat ini !"
"Bocah engkau telah melukai anakku dan merusak senjataku, mana mungkin beres begini saja
!" "Yang luka harus diobati, yang rusak bisa diperbaiki," kata In Tiong Giok, "tapi jika salah bergaul akibatnya hebat, rumah tangga berantakan dan selamanya tidak bisa diperbaiki.
Apakah selama dua puluh tahun dicelakai kawan-kawan jahat belum membuatmu puas ?"
"Bagaimana engkau bisa tahu soal keadaan rumah tanggaku ?" bentak Cie Peng Lam dengan mata menyala-nyala.
"Bukan saja kutahu soal keluargamu, bahkan mengetahui pula dimana beradanya Ong Jiak Tong ! katas In Tiong Giok. "Sayang saja orang she Ong itu mempunyai beking yang kuat dan sukar buatmu membalas dendam ! Sebab itulah aku tak mau menunjukkan dimana ia berada, nah pikirlah masak-masak usulku tadi, soal sakit hati lambat laun pasti terbalas !"
"Aku sudah bersabar selama dua puluh tahun !"
"Selama ini engkau bisa bersabar, mungkin tidak bisa bersabar dalam waktu yang lebih singkat lagi " Aku hanya mengharapkan kesabaranmu, dengan begitu sakit hatimu baru bisa terbalas !" kata In Tiong Giok sambil tersenyum. "Selama belum bertemu dengan musuh itu pelajarilah Keng thian cit su dengan baik, mungkin berguna besar untuk melakukan pembalasan pada musuh itu". Selesai bicara ia mengeluarkan sejilid buku Keng thian cit su dan menyerahkan pada Cie Peng Lam.
Dengan perasaan terima kasih yang tak terhingga, Cie Peng Lam tertegun sejenak, lalu mengangkat kaki meninggalkan tempat itu.
In Tiong Giok memandang kepergian Cie Peng Lam sambil tersenyum, lalu merapikan baju dan melangkah pergi dengan bebas. Tapi belum pula beberapa langkah seorang gadis berbaju kuning telah mengejarnya sambil berseru : "Kongcu jangan pergi dulu !"
"Aku dalam keadaan terpaksa melemparkan bangkai tikus itu, karena berada dalam
kungkungan penjahat-penjahat ini," kata In Tiong Giok. "Kini akalku berhasil membuatku lolos dan Kouwnio mengejarku mau apa ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
159 "Soalmu melemparkan tikus kami maafkan," kata gadis itu, "tapi Siociaku meminta engkau menunggu sejenak, ia ingin bicara denganmu."
In Tiong Giok mengerutkan kening, dan berkata : "Aku tak kenal dengan Siociamu, tambahan ketujuh orang itu adalah musuh-musuhku, jika diketahui mereka, aku bisa celaka !"
"Kongcu kenapa merendah amat dengan kepandaianmu barusan, tujuh orang itu tak bisa berbuat apa kepadamu !"
"Pokoknya biar bagaimana sepasang tangan sukar melawan belasan tangan," kata In Tiong Giok. "aku dapat meloloskan diri berkat bantuan nona-nona, jika tidak sampai sekarang mungkin masih menjadi tawanan mereka !"
"Apa lagi kalau begitu sepatutnya Kongcu menghaturkan terima kasih kepada siocia kami !"
Gadis berbaju kuning mengajak Tiong Giok kedepan joli, benar saja Kui coa jie sau dan Lo sie ngo houw melihatnya. Mereka celingukan tidak melihat Cie Peng Lam, dan menganggap kawannya itu kena bunuh Tiong Giok saat itu juga mereka menjadi kalap. Tanpa berunding dulu, masing-masing meninggalkan lawannya, meluruk menerjang Tiong Giok.
Gadis-gadis berbaju kuning mencabut senjata, tapi sebelum mereka turun tangan terdengar suara yang merdu. "Tutan, suruh sekalian kawan-kawanmu mundur, ingin kulihat manusia macam apa yang berlaku kurang ajar !"
"Hanya beberapa cecunguk kecil, kami masih sanggup mengatasinya. Siocia tidak perlu turun tangan !"
"Perintahkan mereka mundur !" jawab Siocia itu dengan penuh wibawa.
Tutan segera memerintahkan kawan-kawannya mundur, sedangkan Kui coa jie sau dan Lo sie ngo houw sudah sampai didepan joli. Mereka menjadi melengak, sebab kerai joli sudah terbuka. Mereka melihat seorang perempuan berbaju hitam, begitu cantik dan agung. Dengan matanya yang tajam ia melirik kepada sekalian penjahat itu, lalu mengawasi pada Tiong Giok.
"Engkau kemari !" katanya perlahan tapi penuh wibawa.
Tanpa terasa lagi Tiong Giok maju kedepan sambil membungkukkan badan. "Aku In Tiong Giok menghaturkan hormat pada Siocia !"
"Oh, kiranya engkau adalah yang mencetak buku Keng thian cit su ?"
"Benar !"
"Pantasan mereka tak mau melepaskan dirimu," kata perempuan cantik berbaju hitam itu.
"Tapi dengan adanya aku disampingmu, biar bagaimana mereka tidak berani berbuat kurang ajar !"
"Terima kasih atas bantuan Siocia !"
"Kemari, coba kulihat !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
160 In Tiong Giok mengerti apa yang hendak dilihatnya, tapi ia menurut perkataan perempuan itu, maju mendekati. Perempuan itu menjulurkan tangan memegang lengan Tiong Giok dan
berkata dengan mesra. "Kulihat engkau pandai Hiat cie leng, Han Bun Siong itu apamu ?"
"Guruku !"
"Oh, kiranya murid kawanku !" kata perempuan itu sambil tersenyum.
In Tiong Giok terkejut, dan perempuan itu menariknya perlahan kedalam joli. Mengajak Tiong Giok duduk disebelahnya. Kerai joli diturunkan. "Tutan buka jalan, siapa yang merintangi bunuh saja !" perintahnya dengan halus.
Joli mulai terangkat lagi dan maju kedepan.
Kui coa jie sau maupun Lo sie ngo houw merasa tersinggung melihat sikap perempuan berbaju hitam itu. "Mau kemana ?" teriak Ouw Kun San dan terus menghadang, diikuti kawan-kawannya.
Empat perempuan berbaju kuning itu segera menghadapi mereka, agaknya yang berbaju kuning ini lebih lihay dari pada yang berbaju merah atau biru. Biar berempat mereka bisa menghadapi tujuh musuh. Tapi untuk memperoleh kemenangan sukar diramal, karena
musuhnyapun bukan orang-orang sembarangan. Hal ini menjengkelkan betul pada siocia mereka. Dengan perlahan perempuan berbaju hitam itu turun dari joli, lalu memutarkan pedangnya menghajar pada Kui coa jie sau, sedangkan gadiss-gadis berbaju kuning
menghadapi Lo sie ngo houw. Dengan turunnya perempuan berbaju hitam itu, dalam sekejap medan perkelahian berubah dengan mendadak. Dalam dua puluh jurus lebih Kui coa jie sau dibuatnya tak berdaya, tambahan tenaga aslinya belum pulih betul karena terkena jarum Oey Tin Hong. Lima jurus kemudian Ouw Kun San kena dilukai, berikutnya Sing Thian Bengpun menderita luka. Sungguhpun gerak geriknya sangat halus dan lembut, tapi perbuatannya perempuan berbaju hitam itu sangat telengas. Ia tidak memberi ampun pada musuhnya, pedangnya bekerja secepat kilat. Dalam sekejap hanya terdengar jeritan susul menyusul dari Kui coa jie sau mereka menggeletak mati bermandikan darah.
Dipihak lain gadis-gadis berbaju kuningpun sudah membereskan musuh-musuhnya. Jalan yang sunyi dan sepi, penuh dengan tubuh-tubuh bermandikan darah. Tiong Giok bergidik sendiri menyaksikan kejadian ini.
Joli berangkat meneruskan perjalanan.
Waktu senja rombongan gadis-gadis itu telah sampai disebuah lereng gunung, disitu berdiri sebuah gedung besar. Kiri kanannya penuh lebat dengan pepohonan, sangat sunyi dan tenang.
Waktu joli memasuki pekarangan rumah Tiong Giok masih belum merasa karena sedang asyik bercakap-cakap dengan perempuan berbaju hitam itu. Dari percakapan disepanjang jalan, ia mengetahui bahwa perempuan berbaju hitam itu adalah salah seorang Cap sah kie yang bernama Liap In Eng.
"Kongcu boleh tinggal disini sebagai tamuku," kata Liap In Eng. "Engkau boleh bergerak bebas sebagai dirumahmu sendiri !"
"Terima kasih atas kebaikan Siocia !" jawab Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
161 "Tutan ajaklah Kongcu beristirahat," kata Liap In Eng yang terus masuk kedalam rumah.
Tiong Giok mendapat sebuah kamar yang sunyi dan tenang, untuk keperluannya sehari-hari selalu mendapat pelajaran dari Tutan dengan telaten.
Pada suatu hari terlihat Tiong Giok dengan ditemani Tutan berjalan disekitar rumah. Nampak ia terpekur dan bingung, lalu berkemak kemik sendiri : "Lagi-lagi waktu senja, burung-burung gagak pulang kekandang, waktu berlalu teramat cepat, tanpa terasa sudah sepuluh hari aku diam disini !"
"Kongcu apa merasakan bahwa waktu berlalu dengan cepat, apakah merasa tak puas atas pelayanan kami yang kurang telaten ?"
"Bukan ! Aku bergegas ingin menyambangi Lim Siok Bwe," kata In Tiong Giok. "Tapi tertahan Siociamu disini sepuluh hari lamanya, hatiku merasa tak tenang dan ingin lekas-lekas sampai disana !"
"Oh aku mengerti, bahwa Siocia sengaja menahanmu lama-lama disini, karena menghargai kepandaianmu ! Dan mengharapkan Kongcu mengajari kami Keng thian cit su ! Apakah lambat majunya, sehingga membuatmu tertahan lebih lama disini, dan sama dengan
mengabaikan urusan besarmu bukan ?"
"Tutan jangan engkau salah mengerti, hingga Siociamu telah memiliki ilmu yang lihay.
Baginya Keng thian cit su hanya tambahan saja bukan ?"
"Kepandaian Siocia berbeda dengan Keng thian cit su," kata Tutan. "Ilmu ini merupakan ilmu yang luar biasa didunia persilatan, menyesal aku tak berbakat, dan tak dapat mengerti serta mengembangkan keistimewaannya." Ia berkata kepada Tiong Giok. "Sebelum gelap maukah engkau mengajari lagi sekali !"
"Bukankah kalian telah mempelajari setengah hari lebih ?"
"Itu belajar cara rombongan, aku minta diajari sendiri, bagaimana ?"
"Keng thian cit su adalah pelajaran yang dalam dan sukar dimengerti, lebih banyak orang mempelajari lebih baik ! Kini apa yang kubisa sudah kuberikan semua !"
"Aku tak percaya, tentu ada bagian-bagian istimewa yang sengaja tidak diberikan kepada kami !"
"Tidak ! Sejujurnya apa yang kubisa sudah kuberikan tanpa menyembunyikan sedikitpun."
"Tidak percaya !"
"Percaya tidaknya terserah padamu, aku bisa berkata apa ?"
"Asal engkau mau menyadari aku seorang diri, baru percaya !"
"Jika engkau memaksa ingin mempelajari sekali seorang diri, aku menurut saja !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
162 "Benar-benar sih ?"
"Perlu apa aku membohong, ambillah dua bilah pedang dan kita pelajari diruangan dalam !"
"Aku tak mau didalam, tapi mempelajari diruangan belakang," kata Tutan.
Dengan begini yang lain tidak tahu dan tidak bisa mengani bukan !" Ia menggapai mengajak Tiong Giok pergi kebelakang.
In Tiong Giok mengikuti dengan langkah perlahan, mereka menyusuri pinggiran rumah, melalui pintu samping masuk kekamar batu dihalaman belakang. Baru saja mereka tiba didepan pintu batu, dari utara terdengar bunyi mengaung. Tiong Giok berdongak keatas, tampak seekor burung pos berputar-putar diudara, dan terus terjun kebawah, masuk kebelakang loteng dimana Liap In Eng tinggal.
Tutan juga melihat burung pos itu, cepat-cepat ia membuka kamar batu mempersilahkan Tiong Giok masuk. Kongcu duduk dulu didalam, aku pergi dulu sebentar ! Terus ia berlalu menuju ketempat burung merpati tadi turun.
In Tiong Giok menjadi heran ia berpikir : "Liap In Eng adalah seorang kenamaan yang mengasingkan diri dari dunia Kang Ouw, kenapa memelihara burung merpati " Mungkinkah ia masih mengadakan hunungan dengan dunia luar " Ya bisa dan tak perlu kuherankan."
Baru ia duduk sejenak Tutan sudah kembali lagi. "Ah sungguh tak kebenaran, Siocia menyuruhku memasang hio," kata Tutan, "sedangkan aku tak berani mengatakan akan
berlatih pedang sendirian, maka itu niat ini terpaksa batal dan maaf mencapaikan Kongcu datang kesini dengan cuma-cuma !"
"Ah tidak mengapa lain kali masih ada waktu bukan," kata In Tiong Giok.
"Mari kuantarmu kembali kekamar," kata Tutan.
"Tak usah aku bisa kembali sendiri, dan ia melangkah, tapi merandek lagi serta bertanya:
"Apa yang disembayangi Siociamu ?"
"Ia menyembayangi ibunya kebiasaan ini dilakukan sudah sepuluh tahun lebih."
"Ah, ia seorang yang berbakti pad orang tua !" kata In Tiong Giok. "Tadi kulihat seekor burung pos, apakah peliharaan Siociamu ?"
"Bukan ! Burung itu bukan peliharaan Siocia !" kata Tutan, sungguhpun ia berkata begitu wajahnya telah berubah gugup. "Pada suatu hari, entah dari mana datangnya burung itu, Giok Lan yakni kawanku dan lain-lain senang melihatnya. Lalu menangkap dan mengurungnya burung itu. Namun diketahhui Siocia, dan kami dimaki-maki, terpaksa melepasnya lagi, sungguhpun begitu ia tak mau pergi kemana-mana, agaknya betah diam disini !"
Sambil berjalan tak hentinya mereka bercakap-cakap, tanpa terasa telah sampai di kamar Tiong Giok. Tutan pamitan, membiarkan diri Tiong Giok seorang. Malamnya Tiong Giok tak dapat tidur dengan nyenyak. Pikirannya memikir kesoal burung tadi. Burung itu terlatih baik, Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
163 kenapa Tutan mengatakan bukan burung piaraan " Dan apa maksudnya seorang kenamaan seperti Liap In Eng menahannya disini buat memberikan pelajaran Keng thian cit su pada pelayan-pelayannya " Mungkinkah ia sebangsa dengan Liok Sian Ong maupun Hek pek siang yauw yang menginginkan ilmu itu "
Semakin berpikir membuatnya semakin kesal, dan ingin ia itu mencuri masuk ketaman belakang untuk melakukan penyelidikan, tetapi rasionya mencegah berbuat begitu itu, karena sadar hal itu bisa mendatangkan yang tidak diinginkan. Tapi saking lamanya otaknya bekerja, akhirnya iapun leetih, ia tertidur juga waktu hampir pagi. Dan ia baru bangun waktu matahari ssudah diatas. Cepat ia keluar kamar dan membuka pintu, Tutan sudah berada diluar menantikannya.
"Kongcu tidur nyenyak benar ?" kata Tutan sambil menyediakan handuk dan baskom pencuci muka.
Tiong Giok tersenyum dan mencuci mukanya di baskom, kesepatan matanya agak hilang.
"Rupanya sudah tengah hari " Dan suara teman-temanmu ramai betul ?"
"Ya memang sudah tengah hari, mereka sedang sibuk menyapu dan membereskan rumah
maupun taman, karena ada tamu mau datang !"
"Tamu macam apasih disambut sehebat ini ?"
"Sudah tentu tamu terhormat !" jawab Tutan. "Lekaslah cuci muka dan berberes, Siocia sudah menunggu lama sekali !"
Cepat-cepat Tiong Giok menyisir dan merapikan pakaian, tergesa-gesa masuk keruang tengah, dan benar saja Liap In Eng sudah berada disitu menantinya.
"Baru bangun ya " Sudah makan belum ?" tanya Liap In Eng dengan ramah.
"Ah kelewat enak tidur membuat Lo Cianpwee kesal menanti, maafkan atas kemalasanku ini
!" "Anak muda memang sedang doyan tidur! Jika sudah tua mau tidurpun sukar !" kata Liap In Eng dengan tenang. "Engkau sudah sepuluh hari datang kesini, selama ini diam terus dirumah, tentu merasa kesal bukan " Sebaiknyalah kegunung bersama Tutan, disana bisa membuatmu gembira, sebab pemandangan indah dan hawanya segar."
"Ah memberabekan Tutan saja !"
"Hari inii bakal datang tamu, kuatir engkau menjadi likat, maka itu untuk selanjutnya engkau boleh tidur diloteng belakang, disana lebih bebas untukmu kesana kemari, bagaimana ?"
"Dibelakang adalah kamar Lo Cianpwee dan gadis-gadis ini kukuatir?"
"Takut apa ?" kata Liap In Eng. "Jika menurut umur, antara aku dan gurumu tidak beda berapa jauh, sedangkan engkau merupakan anak baru gede, kenapa menjadi pemaluan betul dan takut sama perempuan ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
164 "In Kongcu dalam segala hal memang baik hanya terlalu mengekang diri bergaul dengan perempuan," kata Tutan sambil tersenyum.
"Jangan berlaku kurang ajar !" kata Liap In Eng. "In Kongcu adalah seorang terpelajar yang mengenal aturan, sudah sepatutnya bersikap begitu ! Jangan seperti kamu terlalu bebas dan berandalan."
Tutan menjulurkan lidah, tak berani bersuara lagi.
"Sebenarnya aku sudah terlalu lama diam disini, kini kebetulan ketemu Lo Cianpwee. Dengan ini kumohon berlalu untuk pergi ke Pek Liong San."
"Ah rupanya engkau dikatakan sebegitu saja lantas ngambek dan mau pergi ?"
"Bukan," jawab Tiong Giok, "karena soal sin kiam siang eng sampai sekarang persoalannya siapa sebenarnya orang tua yang ditahan dalam penjara Pok Thian Pang itu, Tiat Giok Lin atau bukan."
"Soal ini memang penting, tapi tak perlu tergesa-gesa dikerjakan," kata Liap In Eng.
"Kuharapkan engkau berdiam beberapa hari lagi disini, setelah itu baru kesana, begitupun belum terlambat bukan ?"
In Tiong Giok ingin memaksa hari itu juga pergi, tapi Liap In Eng sudah meninggalkannya, membuatnya tak sempat membuka mulut.
"Ah gara-gara Kongcu akupun kecepretan makian," kata Tutan. "sudahlah buat apa banyak berpikir, lebih baik lekas makan dan turut denganku kegunung."
In Tiong Giok tidak berdaya, dan mengikuti kehendak pelayan itu.
Setelah beres makan, Tutan mengganti pakaian yang lebih ringkas. Lengannya membawa rantang berisi bekal. Sepanjang jalan Tutan menunjuk kesana kemari menyebutkan nama-nama tempat. Tiong Giok hanya manggut-manggut, karena biarpun dirinya sedang berjalan ditempat yang permai, hatinya tidak ada disitu. Ia sedang berpikir: "Siapa tamu yang akan datang itu " Liap In Eng kenapa mau menempatkan dirinya diloteng belakang " Dan burung pos itu milik siapa " Ia seperti tak mau memperkenalkan tamunya itu padaku."
"Kita jangan jalan besar, enakan jalan kecil mengelilingi gunung," kata Tutan.
"Kira-kira berapa lama ?"
"Sebelum gelap kita sudah kembali."
"Aku tak pandai ilmu meringankan badan mungkin sampai gelappun belum sampai dirumah
!" "Ilmu silat maupun ilmu dalammu sudah begitu tinggi, masakan sampai ilmu meringankan tubuh saja tidak bisa ?"
"Belum pernah ada yang mengajari mana bisa !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
165 "Orang yang mempelajari silat paling utama adalah ilmu dalam, setelah menguasai ilmu dalam yang lain mudah dipelajari. Demikian juga soal ilmu meringankan tubuh, mudah sekali jika mahir ilmu dalam."
"Maukah engkau mengajari aku ilmu meringankan tubuh ?"
Tutan menjadi merah mukanya. "Mana berani aku mengajari Kongcu, tapi untuk memberi petunjuk sih boleh saja," Ia memandang kesekitar, dan dilihatnya sebuah pohon yang besar, diajaknya Tiong Giok kesana. "Kongcu lihatlah kuberi contoh dulu padamu," Sehabis berkata terus ia menotolkan kakinya kebumi tubuhnya dengan ringan mencelat keatas pohon.
"Bagaimana ?" tanyanya.
"Ah tubuhmu begitu ringan sekali, sampai batang pohon itu tidak terlihat goyang barang sedikit !"
"Kongcu bisakah melompat setinggi tiga depa ?"
"Jangan tiga depa, sedepapun belum tentu kubisa !"
"Bisakah memanjat pohon ?"
"Manjat pohon sih bisa saja."
"Nah mari kesini !"
In Tiong Giok dengan cepat naik keatas pohon menghampiri Tutan: "Setelah naik, haarus bagaimana lagi ?"
"Nah sekarang engkau harus jalan dicabang pohon ini dengan tenang, napasmu harus teratur rapi, pikiran tidak boleh melayang-layang kesoal lain, harus mengkonsentrasi pikiran pada pelajaran. Nah cobalah !"
In Tiong Giok menurut kata-kata Tutan berjalan dicabang pohon, pertama ia bisa berjalan mantap, setelah cabang pohon bertambah kecil dan bergoyang-goyang, hatinyapun turut berdenyut keras, hampir-hampir ia tak berani melangkah lagi.
"Jangan takut, kumpulkan semangatmu dan perhatikan terus kakimu, Betul ! Maju terus jangan gentar, biar jatuhpun tidak mengapa, hanya tiga depa tingginya !"
Dahan kayu yang panjangnya beberapa meter itu habis juga dilalui dengan setengah mati.
"Bagaimana tidak sulit bukan ?" kata Tutan.
"Ini mah bukan berlatih meringankan tubuh, tapi melatih keberanian."
"Benar ! Melompat ketempat tinggi atau dari tempat tinggi melompat turun membutuhkan keberanian bukan " Nah sekarang coba jalan lagi terbalik! Perhatikan waktu kaki kiri melangkah salurkan tenaga pada kaki kanan, waktu kaki kanan melangkah salurkan tenaga pada kaki kiri dengan begitu keseimbangan badan akan terjaga dengan sempurna."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
166 Tiong Giok menuruti kata-kata Tutan berjalan lagi diatas cabang pohon itu, benar saja dengan begitu keseimbangan badannya terjamin sekali. Ia bisa berjalan terlebih baik dari tadi. Tanpa disuruh lagi ia bulak balik beberapa kali.
"Latihan pertama kuanggap selesai dan mari meningkat kepelajaran kedua. Mulai dari sekarang sambil jalan harus membawa batu seberat tiga puluh kati. Untuk ini kaki harus diringankan betul, kekuatan berada dipinggang. Jika Kongcu bisa berjalan didahan itu sampai cabangnya tidak melengkung kebawah artinya sudah berhasil."
"Baik," jawab Tiong Giok.
Tutan segera turun kebawah, diambilnya sebuah batu besar dan dilemparkan keatas, Tiong Giok menanggapi batu itu, lalu mengempitnya dan mulai berjalan didahan tadi. Tak selang lama batu yang dibawa itu dari kecil ditukar menjadi besar. Dengan tenaga dalamnya yang tinggi dan bakat yang bagus In Tiong Giok dapat mempelajari ilmu itu dengan mudah.
Tutan melempar batu dari bawah keatas, begitu lama, tak heran lengannya menjadi pegal dan tak kuat lagi melemparkan batu yang seberatnya seratus kati. "Kongcu engkau sendiri saja turun dulu dan mengangkat keatas, aku sudah letih sekali."
Dengan berapi Tiong Giok menarik napas kepusar dan melompat turun, ia bisa tiba ditanah dengan ringannya. Lalu diambilnya batu seratus kati itu dan dibawanya melompat keatas".
Lebih kurang ia mengapung dua depa tingginya, batu dan dirinya jatuh lagi kebumi.
Tutan menjadi kaget tak alang kepalang ia cepat-cepat menghampiri. "Waduh bagaimana apamu yang sakit ?"
In Tiong Giok tiba-tiba saja membalikkan badan dan tertawa tergelak-gelak.
"Ah Kongcu gila kau ! Aku ketakutan setengah mati, kiranya engkau bermain dan berpura-pura jatuh !"
Tiong Giok tidak menjawab, sekali ini benar-benar ia melompat. Batu seberat seratus kati itu kena dibawanya keatas. "Aku berhasil !" serunya girang.
"Ah benar !" kata Tutan. "Coba sekali lagi !"
Tiong Giok turun kebawah dan mencelat lagi keatas terlebih tinggi dari tempat tadi.
Atas hasil itu membuat Tutan kaget bercampur girang. " Ya Kongcu telah berhasil, dengan cara apa engkau menghaturkan terima kasih kepadaku ?"
"Kini aku menghaturkan kepadamu, setelah kembali kerumah akan kuhaturkan lagi terima kasih didepan Liap Locianpwee !"
Tutan menggoyangkan tangan. "Tidak ! Sekali-kali tak boleh diberitahu pada Siocia, sebab bisa mencelakakan diriku."
"Memang kenapa " Bukankah jika Siociamu tahu akan turut bergirang ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
167 "Tidak! Tidak! Siocia memang bisa bergirang hati, tapi"tapi semua ini adalah bakat Kongcu yang luar biasa dan ilmu dalam yang tinggi ! Aku hanya berkata main-main saja dan ingat jangan diberi tahu pada Siocia !"
"Biar ia tahupun tak mengapa bukan ?" Tiong Giok sengaja menggoda dan ingin tahu apa sebabnya Tutan ketakutan sekali diketahui Siocianya.
"Kongcu kasihanilah aku," kata tutan hampir menangis. "Sebab ilmu itu adalah kepandaian Siocia yang dirahasiakan dan tak boleh diajarkan pada orang luar. Sedangkan aku memberi pelajaran ini tanpa disadari, jika sampai diketahuinya, akan dihajarnya?"
"Aku tak percaya !"
"Aku memberikan pelajaran yang dirahasiakan ini kepada Kongcu, apakah dengan begitu caranya menghaturkan terima kasih kepadaku ?"
"Hm seorang pandai seperti Liap Locianpwee tak mungkin merahasiakan ilmu kepandaiannya kepada orang lain." Kata In Tiong Giok. "Disini tentu terselip sesuatu yang engkau rahasiakan bukan " Biar bagaimana harus kau terangkan padaku."
"Dengan begini kebaikanku hanya mendatangkan bencana, dimana letak keadilan ?"
JILID 9________
"Terus terang saja kenapa tak mau engkau tuturkan apa yang menjadi rahasia hatimu itu ?"
"Tidak ada sesuatu yang menjadi rahasiaku."
"Baik-baik begitu, tapi terangkan dengan sejujurnya."
"Kongcu hanya salah paham merpati pos yang kemarin kulihat terang-terang binatang yang terpelihara, kenapa mengatakan merpati liar yang datang sendiri ?"
Wajah Tutan menjadi berubah, ia sangat kaget, dan kemek-kemek tidak bisa menjawab.
"Lagi pula hari ini akan datang tamu, siapa dia " Kenapa Siociamu dengan alas an ini menyingkirkan aku kesini dan memindahkan kamarku kebelaklang " Seolah0olah tidak boleh menemui tamu itu ?"
Tutan menangis, air matanya mengallir ke pipi lalu berkata : "Tamu itu adalah kawan lama Siociaku. Sudah lama Siocia mengharapkan bertemu dengannya, tapi tak berhasil, dan baru sekarang harapannya selama tiga puluh tahun itu baru terlaksana ! Sudah pasti banyak omongan yang akan dibicarakan mereka dan terlarang untuk orang luar mengetahuimya !
Maka itu dengan memindahkan Kongcu kebelakang sedikitpun tidak bermaksud jahat !"
"Seharusnya kawan baiknya itu ditempatkan di loteng belakang berdekatan dengan kamar Siociamu bukan ?"
"Ia adalah seorang laki-laki !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
168 "Oh, kiranya begitu, menyesal aku terlalu bercuriga !" kata In Tiong Giok sambil tersenyum.
"Sudah lama Liap Lo Cianpwee tak bertemu dengannya, tiba-tiba mengetahui kawannya itu akan datang, tentu burung pos itu yang membawa berita bukan ?"
"Ini"ini"aku tak tahu !"
"Setiap kusinggung mengenai burung pos itu, engkau tak mau mengatakan yang sebenarnya.
Tentu ada apa-apanya bukan " Mulai hari ini aku pindah keloteng belakang, pasti akan mendapat kesempatan membongkar rahasia ini dan akan mengetahui soal yang kau rahasiakan
!" "Bahkan jangan berlaku gegabah, jika diketahui Siocia engkau bisa celaka."
"Adakah satu rahasia diloteng belakang itu yang tidak boleh diketahui orang luar ?"
"Kongcu jangan bertanya padaku, bagaimanapun aku tak berani menerangkan," kata Tutan,
"aku hanya mengharapkan Kongcu jangan berlaku demikian, sebab berbahaya sekali?" Ia tidak mau menerangkan terlebih lanjut. Hanya kepalanya digoyang-goyang dan air mata mengalir terus dengan deras.
"Katakanlah padaku, aku berjanji tak akan menceritakan lagi pada orang lain !"
"Tutan menoleh kekiri kanan, tampak ketakutan sekali, berapa kali bibirnya bergoyang tapi tak mengeluarkan suara, seolah-olah jika ia bersuara akan mendatangkan bencana besar baginya.
"Jangan kuatir, kita hanya berdua saja, tak ada orang lain yang mendengar !"
Tutan menjadi berani juga. "Kongcu sebaiknya lekas pergi dari sini, lebih cepat lebih baik.."
"Siang-siang aku mau pergi, tapi sebab dicegah Siociamu?"
"Pergilah dari sini diluar tahunya !"
Tiba-tiba saja terdengar dengusan seseorang disusul berkelebatnya sesosok tubuh dihadapan mereka. "Tutan engkau jangan mengaco tak keruan, apa yang kau katakana barusan ?"
Pendatang itu adalah seorang tua berambut putih, dan bermata satu.
"Sun Toa nio," kata Tutan sambil menarik nafas lega.
Perempuan tua itu mengenakan pakaian serba hitam, lengannya memegang tongkat hitam yang mengkilap. Ia berjalan menghampiri sepasang muda mudi itu, dari geraknya tampak ia berilmu itnggi.
"Enkau siapa " Diamlah disitu kalau mau bicara tak perlu dekat !" kata In Tiong Giok.
Orang tua itu dengan terpaksa menghias wajahnya yang keriput dengan senyuman palsu.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
169 "In Kongcu engkau tak kenal denganku, tetapi aku kenal denganmu. Siocia mengetahui tabiat Tutan ini paling senang mengatakan yang tidak-tidak , maka mengutusku untuk
mengawasinya !"
"Aku tidak menanyakan soal ini, aku hanya ingin tahu engkau siapa ?"
Nenek-nenek itu memancarkan sinar jahat dari matanya, lalu tertawa parau. "Jika ingin tahu siapa aku, tanyakanlah pada Tutan !"
"Tutan siapa sebenarnya dia ?" tanya In Tiong Giok tak sabaran.
"Ia adalah babu tete Siociaku," kata Tutan dengan berbisik. "Biar bagaimana Kongcu tak boleh melepaskan dia, jika tidak kita akan celaka?"
"Tutan, bentak nenek itu memotong percakapan orang. Nyalimu sungguh besar ! Berani menghasut In Kongcu untuk melawan padaku ?"
"Tidak ! Aku tidak menghasut, aku hanya mengatakan soal yang sebenarnya."


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, apa yang kau ucapkan patah demi patah terdengar telingaku, mau membohong, kata nenek itu dengan galak. In Kongcu engkau adlah murid seorang kenamaan didunia persilatan, sekali-laki jangan mendengari perkataan budak ini ! Tadi ia mengatakan ilmu yang dirahasiakan dan tak boleh diajarkan pada orang luar dan lain".semua dusta, jika tak percaya engkau boleh menanyakan semua ini kepada Siocia !"
"Kongcu tak boleh pulang, berarti kematian bagimu," kata Tutan memperingati.
"Budak hina yang tidak tahu diri, kuhabiskan nyawamu !" teriak Sun Toa nio seraya menerkam dan menghajarkan tongkatnya pada Tutan.
In Tiong Giok mengebaskan lengan kirinya dan membusungkan dada menghadang Sun Toa nio. "Sabar dulu, aku mau bicara denganmu !"
Tongkat Sun Toa nio tadi kena disampoh miring lengan Tiong Giok, hal ini mendatangkan rasa kaget si nenek. Cepat-cepat ia menarik tongkatnya dan berkata : "Kongcu mau mengatakan apa ?"
"Ingin kutahu Toa nio, tahun ini berusia berapa ?"
"Untuk apa engkau menanyakan umurku ?"
"Kuharap engkau menjelaskan, pasti ada gunanya !"
"Usiaku lima puluh enam tahun !"
"Orang seusiamu itu apakah pantas menjadi babu tete dari Liap Lo Cianpwee ?" kata In Tiong Giok. "Tiga puluh tahun yang lalu Liap Lo Cianpwee sudah berusia sekitar dua puluh tahunan, engkau berusia berapa menyusui Siocia itu ?"
Sun Toa nio tak bisa menjawab.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
170 "Memang dia ini adalah babu tet yang palsu," kata Tutan.
Sun Toa nio menjadi gusar, tongkatnya segera terangkat lagi menyerang tutan. Tapi dengan kecepatan kilat, Tiong Giok menyambar gadis itu dan dibawanya melompat sejauh beberapa tombak. "Engkau mau apa ?" tanyanya pada si nenek.
"In Kongcu engkaujangan terpincuk paras cantik budak itu dan melakukan pekerjaan yang sesat ! Lekaslah ikut denganku menghadap pada Siocia, ia sedang menantikanmu dengan tidak sabar ! Mulutnya berkata lengannyapun tidak tinggal diam, memutar tongkatnya dengan keras, menghantam ke arah Tiong Giok.
"Kongcu jangan ragu-ragu lagi, hadapilah keparat ini dengan Hiat cie lengmu !" seru Tutan.
Sun Toa nio menyerang Tiong Giok dengan gencar sebanyak tiga jurus. Setelah dengan mendadak ia membalik tubuh dan menyergap Tutan. Untung yang disebut belakangan dapat mengengos, membuat tongkat itu menghajar tanah dan menimbulkan suara nyaring. Dengan gerakan cepat tongkat itu diangkatnya dan disabatkan lagi pada Tutan. Gerakan ini sangat cepat dan mendadak, sehingga mengenai dengan tepa tperut lawan, Tutan tergeliat dan nguseruk ditanah. Nenek tua itu tidak puas sampai disitu, tongkatnya terangkat lagi untuk menghabisi jiwa orang. Pada saat inilah In Tiong Giok melancarkan Hiat cie lengnya dari belakang musuh, suara seri ilmu mautnya, membuat Sun Toa nio membatalkan niat kejamnya.
Tanpa menoleh lagi ia merebahkan diri.
Tapi tak urung rambutnya sebagian besar telah menjadi hangus terkena angin Hiat cie leng yang panas laksana api. Dengan cepat ia mencelat bangun dan terus mengambil langkah seribu.
Tiong Giok menghampiri Tutan, "Bagaimana " Luka beratkah ?"
Dengan kedua tangan Tutan menekap perutnya, wajahnya pucat pasi, keringat dinginnya mengucur deras. Dengan menahan sakit ia memaksakan bicara : "Kejar dia ! Jangan biarkan ia kembali kerumah ?"
"Ku obati dulu lukamu?"
"Jangan ! Lekas kejar !"
In Tiong Giok menganggukkan kepala dan terus mengejar Sun Toa nio. Tapi yang dicari itu dalam waktu sekejap sudah tak terlihat mata hidungnya lagi. Tapi ia sadar bahwa musuhnya itu pasti berlari pulang kerumah. Maka itu dengan mengumpulkan hawa sejati dipusarnya ia berlari dengan keras memakai ilmu meringankan tubuh yang baru dipelajari kearah rumah.
Entah sudah berapa lama ia berlari, tahu-tahu didepannya terlihat seorang tua mengenakan pakaian hitam, ia menjadi girang. Dengan cepat ia mendahului orang tua itu dan berbalik menghadang jalan. "Mau lari kemana lagi nek ?" katanya begitu berbalik badan. Ia menjadi gugup dan kemaluan karena orang tua itu bukan nenek-nenek, melainkan adalah kakek-kakek hanya saja pakaiannya serba hiotam serupa dengan Sun Toa nio.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
171 Kakek itu kelihatan bermata tajam, dan gagah, sekali lihatpun bisa diketahui seorang berilmu itnggi.
"Ah, maafkan aku," kata In Tiong Giok, "Aku kesalahan pak !"
"Apakah dengan menghaturkan maaf saja soal ini terhitung beres ?" tanya kakek itu dengan dingin.
"Habis harus bagaimana ?" tanya Tiong Giok.
"Sedikitnya engkau harus saja kui, bertekuk lutut sebanyak tiga kali !"
"Aku sedang tergesa-gesa, tak mempunyai waktu berkelekar denganmu, lain kali saja !" kata In Tiong Giok dan terus mencelat pergi.
"Kembali !" teriak kakek itu.
Tiong Giok merasakan bajunya ditarik orang dan tak bisa pergi lagi, lalu jatuh lagi ketempat tadi. "Bocah jangan main gila dihadapanku !" bentak sikakek.
"Kesalahanku tidak seberapa dan sudah kuhaturkan maaf, tapi engkau menghendaki yang tidak-tidak dariku, perbuatanmu itu kelewat sekali !"
"Justru tabiatku sangatg aneh, setiap yang membangkang perintahku, bagaimanapun harus kutunduki !"
"Bagaimanapun aku tak bisa dipaksa !"
"Hm engkau sangat bandel ya ! Ketahuilah orang-orang yang bandel dan tidak dengar kata mulutku akibatnya bagaimana " Tuh kau lihat contohnya !" katanya sambil menunjukkan kebawah tebing.
Tiong Giok menengok kearah yang ditunjuk disitu terlihat seorang tergantung rotan, waktu ditegasi orang itu nyatanya Sun Toa nio adanya. "Nenek ini kurang ajar, berlari cepat melewatiku, waktu kutahan dan menyuruhnya bertekuk lutut, bukan saja ia tidak mau malahan menyerang dengan tongkatnya itu," kata si kakek sambil menunjuk kedekat batu.
Disitu terlihat tongkat Sun Toa nio yang mengkilap tertancap dalam. Kakek itu merebut tongkat itu, lalu membelit ujung rotan lalu menyentak keatas seperti orang memancing ikan.
Tubuh Sun Toa nio segera terangkat keatas dan jatuh ditanah. Wajahnya pucat pasi, tapi belum mati. "Dengan kepandaiannya tak seberapa mau melawanku Lui sin Tong Cian Lie, nah akibatnya begini !" Tampaknya si kakek yang bernama Tong Cian Lie tidak menaruh belas kasihan pada nenek itu.
Kakinya terangkat mendupak nenek itu dan terpental jatuh kedalam tebing dengan jiwa melayang.
In Tiong Giok tanpa disuruh lagi bertekuk lutut didepan kakek itu. "Aku In Tiong Giok menghaturkan hormat pada Tong Lo Cianpwee !"
"Hm mau bertekuk lutut juga " Engkau pandai dan bisa melihat gelagat, lekas bangun !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
172 "Tadi aku tak tahu bahwa Lo Cianpwee adalah Lui sin, maka aku berlaku kurang ajar ?"
"Sesudah tahu buru-buru tekuk lutut, apa maksudmu ?"
"Aku mendapat pesan dari Cian bin sin kay Cu Lit untuk menemui lo Cianpwee di Ciu yang shia, tapi belum sempat kesana dan kebetulan bertemu disini?"
"Kiranya engkau kenal dengan pengemis bermuka-muka itu " Ia menyuruhmu menemuiku untuk apa ?"
"Antaraku dengannya adalah kawan dalam kesusahan" kata in Tiong Giok seraya menuturkan kisahnya bersama Cu Lit di Pok Thian Pang secara panjang lebar.
"Ah masakan sampai Thay Cin Tojin dan Cu Lit mengabdi pada Pok Thian Pang ?" Aku tidak percaya !" kata Cian Lie.
"Ya memang mula pertama Cu Lo Cianpwee tak menurut dan mengacau disana, tapi setelah bertemu dengan sang Pangcu dari Pok Thian Pang segera menurut ! Hal ini kudapat tahu dari Siau Pangcu !"
"Siau Pangcu " Berapa usia pemuda itu " Dan bagaimana parasnya ?"
"Usianya tujuh belas tahun, soal wajahnya sukar dilukiskan dengan kata-kata," kata Tiong Giok. "Orangnya pendiam dan tak suka bergaul, menurut katanya ayahnya sudah meninggal.
Dan yang mengherankan sampai nama ayahnya sendiri tidak diketahuinya !"
"Oh seorang anak yang tak berayah, kasihan ."
"Ayahnya dibunuh orang !"
"Siapa yang membunuhnya ?"
"Tidak tahu !"
"Jika tidak tahu mengapa mengetahui ayahnya dibunuh orang ?"
"Hal ini diketahui dari dedengkot Pok Thian Pang yang biasa dipanggil Lo Cucong, hanya saja ia tidak memberitahu Siau Pangcu itu !"
"Apakah pangcu itu berusia sekitar tiga puluh lima tahun, dan ditengah-tengah alisnya terdapat tahi lalat merah " Kalau tersenyum ada lesung pipitnya ?"
"Benar ! Kenapa Lo Cianpwee bisa tahu ?"
"Oh tak heran pengemis itu menyuruhmu menemui diriku kiranya hal itu benar adanya" kata Tong Cian Lie sambil berkemak kenik sendiri. "Ah bagaimanapun juga jika belum melihat dengan mata kepala sendiri sukar untuk mempercayainya !"
"Siapa yang ingin Lo Cianpwee lihat ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
173 Tong Cian Lie tidak menjawab melainkan menyuruh Tiong Giok berjalan "Aku akan bertamu ke Kek Liong san menemui Lim Siok Bwee."
"Sekarang belum bisa kesana !"
"Kenapa ?" tanyanya.
Tiong Giok menceritakan pertemuannya dengan Liap in Eng dan kejadian yang baru dialami tadi.
"Oh kiranya nenek tua ini anak buahnya Liap In Eng!" kata Tong Cian Lie. "Mari kita temuinya, aku kenal dengannya !"
"Tapi aku harus kegunung dulu disana ada seorang gadis yang menderita luka berat terkena tongkat Sun Toa nio," kata In Tiong Giok. "Kuharap Lo Cianpwee menunggu sejenak aku mau menolongnya."
"Siapa gadis itu ?"
"Ia adalah pelayannya Liap Lo Cianpwee yang bernama Tutan," jawab In Tiong Giok. "Saat itu ia baru mau mengungkapkan rahasia siocianya, tahu-tahu datang Sun Toa nio dan melukainya."
"Ilmu meringankan tubuh yang engkau pergunakan tadi adlah pelajaran asli dari Liap In Eng yang bernama Bunga Jatuh Terbang Melayang, dari siapa engkau memperoleh ilmu itu ?"
"Kudapat dari Tutan !" kata In Tiong Giok.
"Jika begitu Tutan adalah orang bawahan Liap In Eng yang sejati, mari kita tengok !"
Mereka menggunakan ilmu meringankan tubuh kembali ketempat dimana Tutan terluka tapi diluar dugaan siapapun bahwa Tutan sudah tidak terlihat lagi. Ditempat ia rebah terluka rumput-rumput berlepotan darah, dan terus terlihat sampai ketepi jurang, disitu terlihat sehelai baju yang penuh dengan tulisan darah dan berbunyi seperti berikut : "Lukaku sangat berat, pasti tidak akan tertolong lagi, tambahan kunantikan Kongcu tak kunjung datang, darah mengalir terus dari mulut, sedangkan napasku semakin sesak. Aku mati dengan penasaran, karena belum bisa membals budi kebaikan Siocia, andaikata Kongcu bisa membebaskan diri, jangan lupakan kamar bawah tanah yang terletak diloteng belakang".." Sampai disini surat itu habis, agaknya Tutan tidak tahan lagi dan menggelinding kedalam jurang.
"Tutan akulah yang membuatmu mati?" kata Tiong Giok sambil menangis tanpa
mengeluarkan suara.
"Jika bisa membebaskan diri jangan lupakan kamar dibawah tanah yang terletak diloteng belakang"Hm ! mungkinkah Liap In Eng mempunyai sesuatu rahasia yang tak boleh
diketahui orang ?"
"Tutan mengatakan mati dengan penasaran karena belum bisa membals budi kebaikan
siocianya. Andaikata Liap Lo Cianpwee mempunyai sesuatu rahasia yang tidak boleh Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
174 diketahui orang luar, sudah tentu Tutan membantunya menyimpan rahasia itu, tapi kenapa ia memberitahu padaku ?"
"Kalau begini kita harus melihat rahasia apa yang terbenam dikamar tanah itu," kata Tong Cian Lie.
"Lo Cianpwee adalah kawan lama dari Liap Lo Cianpwee, bagaimanapun tak pantas
menanyakan secara langsung rahasia dikamar itu bukan ?"
"Tidak bisa berterus terang, kita boleh menyelidiki secara menggelap bukan ?"
"Kalau begitu kita nantikan sampai malam, dan masuk kedalam rumah melalui pintu
belakang, bagaimana oikir Lo Cianpwee bolehkah ?"
"Kenapa tidak boleh ?" jawab Tong Cian Lie.
Tiong Giok memungut rantang yang bersih kue-kue kering lalu membagi Tong Cian Lie, dengan lahap menghabiskannya dan menghilangkan dahaga dengan air gunung. Sewaktu senja mendatang baru turun gunung. Mereka menempuh jalanan gunung yang berliku-liku, dan makan waktu. Maka setibanya dirumah lampu-lampu telah menyala.
Tong Cian Lie memandang rumah itu dengan sinar matanya yang tajam, lalu menanya pada Tiong Giok. "Bocah apakah engkau pernah menjadi maling ?"
"Apa perlunya Cianpwee menanyakan hal ini ?"
"Sejujurnya puluhan tahun aku berkecimpung didunia Kang Ouw, selama itu pernah mencuri masuk kerumah orang ! Sekarang pertama kali masuk kerumah orang tanpa diketahui
penghuninya, mau tak mau hatiku kebat kenit tidak keruan ! Lebih-lebih Liap In Eng adalah kawan lamaku jika kepergok?"
"Tak kira Lo Cianpwee bernyali kecil ?"
"Ngaco ! Aku bukan takut, mengerti ! Sebagai laki-laki sejati, bagaimanapun tak boleh membuang muka didepan perempuan !"
"Habis bagaimana ?"
"Sebaiknya terang-terangan aku masuk dari pintu dan engkau masuk dari pintu belakang !"
"Cara itu kupikir kurang baik," kata In Tiong Giok. "Bagaimana kalau Lo Cianpwee menunggu diluar dan aku masuk sendiri " Andaikata dalam waktu satu jam aku belum keluar pasti mendapat gangguan, saat itu Cianpwee boleh masuk dari pintu depan menghadap padanya untuk membebaskan aku?"
"Bagus !" sela Tong Cian Lie, "tak sangka kecil-kecil bisa berpikir panjang, nah pergilah dengan tenang !"
Tiong Giok tersenyum dan melangkah pergi. Dengan melalui tembok ia sampai dikamar batu sebelah kiri, dari sini ia melihat sinar lampu terang benderang diloteng belakang. Bayangan Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
175 orang tampak seliweran, menandakan Liap In Eng dan para pelayannya belum tidur. Ia tak berani sembarangan bergerak, dengan hati-hati ia mengawasi situasi rumah. Dilihatnya sebuah gang kecil menuju kesebuah ruang dalam, disamping ruangan itu terdapat sebuah tangga menuju keloteng. Saat ini dirumah itu tidak ada orang, tapi ada dua lentera yang terang benderang. Jika berlaku semberono menuju kesana dan ketahuan orang, tidak ada tempat untuk bersembunyi. Ia menunggu agak lama juga, tapi sinar lampu masih tetap terang. Untuk tidak membuang waktu dan membuat Tong Cian Lie yang menanti diluar merasa cemas, ia memberanikan diri menuju keruangan itu. Ia berhasil sampai ditempat yang dituju dan buru-buru menyembunyikan diri dibalik pintu.
Dari sini dia mendengar suara percakapan-percakapan yang bercampur isakan tangis.
"Apakah sudah diutus orang untuk mencari Tutan fan Sun Toa nio ?" terdengar suara Liap In Eng dengan keras.
"Jung jung sudah pergi mencari, tak lama lagi ia pasti pulang !"
"Kamu tidak bisa diandalkan sama sekali, tepat pada saat-saat yang penting, tidak terlihat kembali, sudahlah pergi dan turun yang lain menyediakan kuda Pek kounio mau pulang !"
Begitu mendengar "Pek Kuonio" Tiong Giok berdebar-debar tidak keruan. "Mungkinkah dia
?" Belum ia berpikir terlampu jauh kupingnya mendengar suara bercampur tangis. "Tidak !
Aku tidak mau pulang, biar matipun tak mau pulang !" Suara sangat dikenal Tiong Giok, nyatanya Pek Kounio itu bukan lain dari Pek Wan Jie adanya.
Bukankah Wan Jie berada di Pok Thian Pang " Kenapa ia bisa berada disini, ia tak bisa berpikir lama sebab harus mendengar lagi pembicaraan Liap In Eng.
"Wan Jie kuharap kau bisa bersabar, sebaiknya lekas pulang, jika sampai diketahuinya, engkau berada disini, ia bisa curiga."
"Aku bisa sembunyi diloteng !"
"Sebaiknya engkau pergi dulu dari sini ! Jika In Tiong Giok kena kutangkap engkau bisa menemuinya dimarkas pusat", kata Liap In Eng. "Apa yang kulakukan sudah menyimpang dari perintah seharusnya, aku musti menangkapmu lebih dulu dan membawa pulang."
"Aku ingin melihatnya sekali saja, sebab kutahu pulang berarti mati, sungguhpun begitu aku rela jika sudah melihatnya, barang sekali."
"Kuharap sebelum ia pulang engkau harus meninggalkan tempat ini. Mie lie, Siu sian antarkan Pek Kounio pergi !"
"Baik !" sahut dua pelayan itu. Langkah-langkah mereka segera terdengar diatas tangga.
Tiong Giok yang bersembunyi dibalik pintu mudah terlihat dari atas, maka itu menjadi cemas.
Dilihatnya sebuah pintu dibalik tangga yang tidak terlihat dari arah luar. Cepat-cepat is menuju kesana, untung tidak terkunci dan ia bisa masuk kedalamnya. Ia menjadi melongo karena kamar yang dimasuki adalah kamar mandi, disitu penuh tergantung pakaian dalam kaum perempuan dan sebuah kaca besar. Membuatnya jengah sendiri. Dengan menahan napas Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
176 ia mengintip dari celah pintu. Tampak dua pelayan berbaju kuning sedang turun dari tangga, dibelakangnya mengikuti Pek Wan jie, gadis idaman hatinya yang tak dapat dilupakannya!
Sudah lama ia tidak bertemu muka dengan kekasihnya itu, rasa rindunya menjadi-jadi setelah melihat orangnya, hampir-hampir ia melompat keluar jika tidak melihat Liap In Eng berada disitu.
Dengan wajahnya yang cantik dan agung Liap In Eng menggandeng Wan Jie turun selangkah-selangkah dari tangga. Sambil melangkah ia menghibur dengan suaranya yang halus : "Wan Jie jangan sesalkan aku, kutahu engkau berani berhianat semata-mata untuk menolongnya agar tak sampai dibawa kemarkas pusat, tapi engkaupun mengingat selama lima tahun aku menderita karena apa ?"
"Bukankah benda yang Kouw-kouw (bibi) kehendaki sudah dapat ?"
"Benar benda itu sudah kudapat dan telah kubunuh sijelek, dengan begini capai lelahku selama lima tahun tak sia-sia ! Tapi bagaimanapun kita tak bisa membiarkan In Tiong Giok, karena dialah orang luar satu-satunya yang mengetahui rahasia dimarkas pusat ! Juga dengan tindakannya mencetak buku Keng thian cit su mendatangkan kerugian tidak sedikit bagi kita."
"Kouw-kouw ! Ampunilah dia, kutahu betul ia tidak memusuhi Pok Thian Pang ! Ia hanya seorang pelajar lemah, kaum Pok Thian Pang tak usah takut padanya !"
"Engkau salaj, Wan Jie. In Tiong Giok yang sekarang bukan seorang pelajar lemah, iapandai Hiat cie leng dan Keng thian cit su ditambah bakatnya yang luar biasa, dalam sekejap kepandaiannya maju terus dengan pesat?"
"Benda yang Kouw-kouw kehendaki sudah didapat, boleh dikatakan kerugian dari Keng thian cit su sudah tertutup, kenapa masih memusuhi terus pad In Tiong Giok ?"
"Andaikata ia dibawa kepusat belum tentu akan dihukum mati bukan ?"
"Sudah pasti dihukum mati ! Karena begitu mendapat surat dari merpati pos yang Kouw-kouw kirim: Lo Cucong mengatakan "tangkap bawa kesini dan beset kulitnya," setelah kudengar perkataan ini dengan tidak memperdulikan apa aku meninggalkan pusat datang kesini."
"Lo Cucong hanya keras dimulut, apa yang dikatakan belum tentu dilaksanakan, pokoknya asal bisa menasehatinya masuk menjadi anggota?"
"Ia pasti tak mau !" potong Wan Jie.
"Hal ini terserah padamu, apakah dengan cinta kasihmu padanya bisa membuatnya menurut atau tidak semua ini urusanmu ! Pokoknya setelah sampai saatnya, baru kita bicarakan lagi, jalanlah baik-baik !" sebahis berkata, iapun memberi tanda pada Mei lie dan Sui sian dua gadis mengambil lampu dan mengajak Wan Jie keluar.
Wan Jie masih memegangi terus baju Kouw-kouwnya sambil meratap: "Kouw-kouw tega
amat sih " Dulu Hoo Hoa dan Teng Pouw kau tolong masakan aku tidak ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
177 "Anak dungu pulanglah dengan tenang, pasti akan kumintakan ampun pada Lo Cucong asal saja engkau mau mendengar kata-kataku !" kata Liap In Eng. "Sekarang engkau pergi dulu ke lian hoa tong dikaki gunung, begitu Tiong Giok pulang akan kuajak dia kesana bertemu muka denganmu. Dan sekarang kuantar kau keluar, mari lekas !"
Wan Jie meninggalkan rumah sambil menangis.
Tiong Giok turut menangis menyaksikan kejadian itu, disamping itu iapun sadar bahwa orang yang mengaku Liap In Eng selama ini adalah Soat Kouw adanya, yakni Hoe Pangcu dari Pok Thian Pang yang telah menghilang selama lebih kurang lima tahun.
Yang mengherankan, seorang yang memalsu diri orang lain, berani bergerak di dalam dunia Kang Ouw seperti orang yang sebenarnya tanpa diketahui. Kini kemana perginya Piau siang kiam Liap In Eng yang sejati " Sedangkan Tutan pandai dia menggunakan ilmu bunga jatuh terbang melayang, dan menurut Tong Cian Lie adalah kepandaian sejati dari Liap In Eng.
Tutan itu anak buahnya yang sebenarnya ! Tapi kenapa Soat Kouw bisa mengetahui sampai kepada anak buah orang yang ia palsukan "
In Tiong Giok tidak mau berpikir lama-lama dan tak mau pula menolong Wan Jie pada saat itu, yang dipentingkan adalah mencari rahasia kamar dibawah tanah yang disebutkan Tutan.
Begitu pikirannya sudah mantap, segera mau bergerak. Akan tetapi niatnya batal karena mendengar langkah kaki, ia mengintai keluar terlihat berkelebat sesosok tubuh berbaju kuning. Tiong Giok mengenali ini Jung jung yang disuruh mencari Sun Toa nio dan Tutan.
Gadis itu memegang tongkat Sun Toa nio tampak geraknya amat kesusu, ia melihat lentera ditangga sudah ada, segera berseru keras.
"Giok lan ! Giok lan !" Dari loteng terdengar langkah kaki turun, dan seorang pelayan berbaju hijau menyahutperlahan. "Jung jung kemana saja engkau " Siocia berulangkali
menanyakan?"
"Apakah Siocia sudah pergi ?"
"Ia hanya mengantar Pek Kounio keluar"apakah engkau menemukan Sun Toa nio dan Tutan
?" "Tampaknya kejadian sangat hebat, kutemui tongkat Sun Toa nio disana bercampur dengan darah segar, sedangkan orangnya tak ada !"
"Sun Toa nio berkepandaian tinggi, apakah mungkin dicelakai orang ?"
"Amat sulit dikatakan ! Apakah Tutan dan In Kongcu sudah pulang ?"
"Belum!" jawabnya.
"Ah benar-benar aneh !" kata Jung jung sambil menarik napas. "adakah Siocia memesan sesuatu hal untukku ?"
"Ia hanya memesan setelah menangkap In Kongcu, boleh segera turun tangan, akan tetapi sekarang?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
178 "Adakah dia memesan untuk memindahkan kamar yang dibawah itu ?"
"Seingat saya tidak !"
"Apakah sudah lama Siocia keluar ?"
"Baru saja?" Belum pula perkataan itu habis, Jung jung mengayunkan tongkat ditangannya kepada Giok lan sekuat tenaganya. Tanpa bersuara lagi Giok lan roboh tanpa berkutik.
Kejadian yang mendadak ini membuat In Tiong Giok melongo dan tak habis mengerti".
Jung jung setelah membunuh Giok lan segera mengambil serenceng kunci dari tubuhnya, dan menyeret mayat itu kebagian yang agak gelap.
"Jika tidak mengingat keselamatan Siocia, aku tidak bisa bersabar sampai hari ini ! Hm Pok Thian Pang yang hina, ketahuilah bahwa anak buah Piau siang kiam bukan manusia yang mudah dihina." Sehabis berkata sendirian, tubuhnya berputar dan mendorong pintu dimana Tiong Giok berada.
Hampir-hampir Tiong Giok terdorong mental, dengan gesitnya ia menggunakan kiu coan bie cong pou, sehingga tubuhnya itu dapat bergerak cepat dan tetap terhalang daun pintu. Jung jung tak memperhatikan dibelakang tubuhnya ada orang, begitu masuk ia menekan kaca bergeser terlihat sebuah pintu. Jung jung masuk kedalam, kaca itu tutup lagi sediakala.
In Tiong Giok menjadi girang dapat menemukan rahasia itu, cepat ia menekan kaca itu dan masuk kedalam. Ia melihat undakan tangga yang cukup banyak, menuju kebawah diujung sekali terdapat sinar api. Ia emngikuti tangga turun kebawah, dan tiba disebuah ruangan kamar persegi cukup lebar. Jeruji besi disitu sudah dibuka Jung jung, memudahkan Tiong Giok masuk kedalam. Ia melihat Jung jung sedang bertekuk lutut sambil menangis dihadapan seorang perempuan tua kurus berbaju hitam, yang kedua kaki tangannya terbelenggu rantai.
Kehadiran Tiong Giok disitu tidak diketahui Jung jung yang sedang bersedih hati sedangkan Liap In Eng diam diam saja, menandakan tak tahu juga.
Sambil membuka rantai yang membelenggu Liap In Eng tidak henti-hentinya Jung jung menangis. "Siocia waktu sangat mendesak, aku datang kemari bertaruh jiwa, kenapa Siocia tidak mau pergi ?"
"Ah kenapa bodoh betul, tidakkah mengerti kata-kataku " Mataku telah buta, tidak ada artinya untuk hidup terus bukan " Aku hanya menyesal pelajaranku belum semuanya diturunkan pada kalian, sungguhpun begitu aku harapkan kalian selekasnya menyingkir dari sini dan carilah tempat yang baik untuk melatih diri, guna menuntut balas dikemudian hari ! Dengan begitu, berarti kalian telah membalas budi padaku !"
"Jika Siocia tak mau pergi, sampai matipun aku tidak akan mau pergi !"
"Lagi-lagi engkau berkata bodoh, sudah tahu waktu sangat sempit ! Dengan mengajakku keluar berarti kematian ! Nanti siapa yang akan menuntut balas padanya ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
179 "Selama setengah tahun kami bersabar, karena Siocia berada ditangan mereka, kini dengan adanya Siocia ditangan kami, tidak perlu aku takuti lagi mereka. Yakinlah kita snggup melindungi Siocia dari bahaya apapun !"
"Jangan memandang enteng perempuan hina itu, kepandaian maupun kecerdikannya tidak berada dibawahku, pendeknya jika kau masih menganggapku Siociamu, lekaslah berlalu dari sini !"
Jung jung tidak mau menurut, dengan kekerasan ia membawa pergi Siocianya. Hal ini mendatangkan kemarahan Liap In Eng: "Hei budak apakah engkau tidak dengar kataku dan mau melanggar peraturan perguruan ?"
"Siocia boleh marah dan mencaciku, tapi ketetapan untuk menolongmu keluar tak bisa diganggu gugat lagi, sudah mantap !" kata Jung jung sambil berlutut.
"Ai, engkau bukan mau menolongku, melainkan ingin menjerumuskan diriku kejurang derita
! Tegakah engkau melihat aku dalam keadaan begini dihina perempuan bangsat itu " Apa artinya lagi hidupku dalam keadaan begini?""
"Siocia bettahun-tahun engkau menantikan kedatangannya bukan " Kini ia sudah datang tidakkah engkau mau menemuinya barang sekali ?"
"Aku mencelakakan diriku juga menceelakakan dirinya, lebih-lebih kedua mataku?"
Suaranya begitu parau dan menyedihkan dari kedua matanya yang buta mengalir air mata.
"Jung jung kini ia datang, tidakkah dicelakakan perempuan hina itu ?"
"Sore tadi aku diutus keluar, sebelum itu tidak terjadi apa-apa, entah keadaan sekarang.
Menurut perkiraanku perempuan hina itu sedang menantikan In Tiong Giok kembali, baru menghadapi Pek Lo Cianpwee?"
"Kalau begitu lekas kutemuinya, serta minta padanya membawa kalian meninggalkan tempat yang berbahaya ini !"
"Tanpa adanya Siocia mana mungkin ia percaya ?"
"Apakah ia tidak mencurigakan kepalsuan perempuan hina itu ?"
"Antara Siocia dengannya sudah tiga puluh tahun tidak bertemu muka, mana mungkin ia bisa membedakan yang tulen dengan yang palsu, kecuali Siocia menemuinya sendiri !"
"Andaikata aku memberikan sesuatu barang padamu dan memperlihatkan padanya pasti ia akan mempercayai omonganmu !"
"Ya dengan begitu mungkin ia percaya !"
"Dibawah jerami-jerami tempat kutidur terdapat kantong kecil, ambillah !"
Jung jung membalik badan dan pergi mencari barang yang ditunjuk dibawah tumpukan jerami-jerami kering. Saat inilah dari tempat duduknya Liap In Eng mengeluarkan sebilah Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
180 belati dan terus menikamkan kedalam ulu hatinya?"., Gerakannya sangat cepat, Jung jung mendengar gerakan ini dan menoleh, ia menjadi kaget dan menubruk Siocianya. Tapi usahanya itu bagaimanapun tidak berhasil, karena gerakan Liap In Eng terlebih cepat dari gerakan Jung jung. Dalam keadaaan berbahaya inilah In Tiong Giok turun tangan. "Sreet"
Hiat cie leng yang ampuh membuat belati ditangan Liap In Eng patah dibagian dekat gagangnya. Liap In Eng menjadi kaget, gagang belati yang dipegang segera jatuh ketanah.
"Hiat cie leng !" Han Sian Ko kah yang datang ?" serunya kaget.
In Tiong Giok maju kedepan sambil bertekuk lutut, "Aku In Tiong Giok."
"In Tiong Giok ?" kata Liap In Eng, nama ini sangat asing baginya.
"Siocia In Kongcu ini adalah murid Han Lo Cianpwee."
"Oh, seru Liap In Eng dengan paras terkejut.
"In Kongcu terima kasih atas pertolonganmu, inilah Siocia kami yang sebenarnya !"
"Aku sudah mendengari percakapan kalian dan mengerti duduk persoalannya, kini waktu sangat mendesak, dan maaf atas kekurangajaranku !" Sehabis berkata ia bangun dengan cepat dan lantas menotok pada Liap In Eng.
"In Kongcu apa yang hendak engkau perbuat ?" tanya Jung jung.
"Tak lama lagi perempuan itu akan kembali, waktu sangat sempit sekali untuk kita bergerak.
Jika tidak begini Siociamu mana mau keluar dari sini ?"
Jung jung menganggukkan kepala, "Bagaimana dengan Tutan ?"
Tiong Giok menuturkan kematian Tutan dengan ringkas, dan pertemuannya dengan Tong Cian Lie sekalian dengan matinya Sun Toa nio. "Jika aku dan Tong Cian Lie dapat melawan si perempuan jahanam itu teramat baik, tapi bilamana gagal kuharapkan kalian tetap pura-pura menurut kepadanya seperti sediakala. Disamping itu diam-diam menyepakatkan kawan-kawanmu, nantikan kesempatan baik membalas dendam. Sedangkan Liap Lo Cianpwee ini tak perlu kalian pikirkan, aku bisa menyelamatkannya !"
Jung jung menjadi sedih dan terisak-isak mendengar kematian Tutan. "Kongcu akan
membawa Siocia ini kemana ?" tanyanya dengan parau.
"Ke kiu yang shia atau Pek liong san, pokoknya bisa kuatur dengan baik, dan ingat pesanku barusan !"
"Kalau begitu kami akan menurut kata-kata Kongcu untuk bersiasat, dan menantikan kesempatan untuk bergerak." Kata Jung jung. "Keselamaatan Siocia, kami serahkan kepada Kongcu, atas ini sebelum dan sesudahnya kami menghaturkan banyak terima kasih."
"Legakan hatimu, dengan jiwa ragaku, kupertanggung jawabkan beban ini."
Jung jung memberi hormat kepada Liap In Eng sambil mengucurkan air mata, lalu membalik tubuh"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
181 Tiba-tiba Tiong Giok ingat sesuatu dan menanya, "Barusan kudengar engkau menyebut nama seorang lo Cianpwee, apakah tamu itu yang kau maksud ?"
"Benar !" jawab Jung jung. "Ia adalah kawan peribadi Siociaku dari banyak tahun, sejak muda mereka merupakan pasangan yang gagah, satu sama lain saling mencintai, tapi entah karena apa pada suatu ketika satu sama lain berpisah dan tidak bertemu. Karena merindukan kekasih itu, Siocia sering menangis, sehingga matanya menjadi buta ! Saat itulah perempuan bangsat yang jahat itu datang kesini pura-pura menjadi pelayan, dan secara menggelap memberikan Siocia semacam obat, sehingga ilmu kepandaiannya menjadi musnah. Dan
setelah itu dengan cerdiknya ia menjadikan Siocia sebagai sandera, membuat kami tak berdaya. Dan menyamar sebagai Siocia berkeliling keempat penjuru, mencari Pek Lo Cianpwee."
"Untuk apa ia mencari Pel Lo Cianpwee ?"
"Untuk memiliki semacam kitab pelajaran silat yang bernama Thian liong pu buku ini merupakan buku pusaka sejenis dengan Keng thian cit su?"
"Siapa nama jelas dari Pek Lo Cianpwee ?" potong Tiong Giok.
"Pek King Hong !"
"Ha " Tanpa terasa Tiong Giok berseru kaget. "Ah celaka !" Dan jelaslah baginya bahwa kekasih Pek King Hong adlah Liap In Eng adanya. Tiga puluh tahun yang lalu mereka berkasih-kasihan dan menanamkan bibit cinta, akhirnya bibit itu bersemi dan berbuah getir: Tiong Giok memandang dengan sedih pada Liap In Eng, ia tidak habis piker seorang pendekar wanita yang gagah dan cantik pada hari tuanya menjadi begini macam. Tak terasa lagi air matanya memenuhi kelopak matanya.
"In Kongcu engkau kenapa ?" tanya Jung jung.
In Tiong Giok menggelengkan kepala dan menyeka air matanya. "Semuanya telah menjadi telat, Pek Lo Cianpwee sudah dicelakakan bangsat itu dan buku Thian liong pu sudah dirampasnya."
"Dari mana engkau tahu ?" tanya Jung jung.
"Aku sudah mendengari percakapan mereka sejak tadi dibawah tangga. Dan mengetahui bahwa Pek Lo Cianpwee sudah dicelakakan !"
"Ah dasar nasib Siociaku yang malang," kata jung jung dengan bersedu sedan.
Tangisan Jung jung ini membuat Tiong Giok sadar, dan cepat-cepat membopong Liap In Eng dan mengajak Jung jung keluar.
"In Kongcu jika mungkin, pertemukanlah Siociaku dengan Pek Lo Cianpwee".sungguhpun ia tidak bisa melihat, tapi rasa rindunya dari banyak tahun akan terhibur juga di saat-saat akhir hidupnya?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
182 "Kutahu ! Legakan hatimu pasti kuusahakan sedapat mungkin agar mereka bisa berkumpul !"
kata In Tiong Giok, "seka air matamu jangan sampai dilihat perempuan jahanam itu ! Dan loloskan pedangmu untukku, aku tak bersenjata sama sekali."
Jung jung menurut dan keluar dari kamar dibawah tanah. Setelah sesaat berlalu Tiong Giok baru keluar dengan menghunus senjata.
Saat keluar terdengar suara ribut-ribut karena pelayan menemukan mayat Giok lan. "Siapa yang membunuhnya ?"
"Tentu saja penjahat !"
"Lekas cari !"
"Laporkan pada Siocia !"
Jung jung yang jalan lebih dulu menantikan Tiong Giok dan memberi isyarat dengan matanya, lalu mengacak-acak rambutnya dan menyobek-nyobek bajunya. Didahului


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jeritannya ia menerjang pintu sambil terhuyung-huyung. Diruangan itu ada tiga pelayan berbaju hijau, melihat keadaan Jung jung menjadi kaget dan berseru dengan berbareng. "Ah, Jung jung, ada apa " Ada apa ?"
Dengan suara terputus-putus Jung jung menunjuk kekamar mandi: "Ada"..
penjahat"..dikamar bawah".lekas tangkap !"
Tiga gadis berbaju hijau serentak menghunus senjatanya, dan bertepatan dengan ini, Tiong Giok muncul sambil membentak : "Yang merintangi binasa ! Lihatlah Giok lan sebagai buktinya !" Sambil membentak pedangnyapun turut bekerja.
"In Kongcu, Siocia memperlakukan sangat baik, kenapa engkau membalas dengan kejahatyan
!" kata tiga gadis berbaju hijau itu, sambil menghadang.
"Siociamu yang asli adalah yang kubopong ini, kenalilah dengan seksama?"
Tiga gadis berbaju hijau itu tidak memperdulikan perkataan Tiong Giok, mengayunkan pedangnya dari tiga penjuru menyerang pemuda kita dengan bengisnya.
"Jung jung lekaslah beri laporan pada Siocia, sementara kami melawan dia !"
Tiong Giok merasa heran kenapa tiga gadis berbaju hijau ini tak mengenali Siocia mereka yang asli ! Dan iapun melakukan serangan dengan setengah-setengah, karena kuatir melukai mereka, tak heran ia berlaku demikian karena ia tidak mengetahui bahwa gadis-gadis berbaju hijau adalah anak buah yang sejati dari Soat Kouw, sedangkan anak buah yang berbaju kuning, merah dan biru milik Liap In Eng.
Jung jung yang melihat keadaan ini dapat membaca pikiran Tiong Giok, cepat-cepat ia memberi isyarat matanya sambil berseru dengan sengaja: "Hei, kalian kenapa
mempergunakan ilmu pedang dari Pok Thian Pang dan tidak menggunakan ilmu pedang piau siang kiam yang bernama Su siong tin (barisan empat gajah) " Lekas gabungkan kekuatan kalian, baru bisa melawannya !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
183 "Ilmu itu belum paham betul kami gunakan," jawab salah seorang gadis berbaju hijau,
"sebaiknya lekaslah beeri laporan pada Siocia !"
"Ah dasar, sudah setahun engkau meninggalkan Pok Thian Pang dan mempelajari ilmu itu, kenapa belum paham-paham juga " Baiklah kulaporkan pada Siocia, dan hati-hatilah menghadapinya !"
Perkataannya ini secara tidak langsung memberi tahu pada Tiong Giok bahwa gadis-gadis berbaju hijau itu bukan anak buah Liap In Eng dan tak perlu kasian-kasian menghadapinya. In Tiong Giok setelah memberi persoalan itu, segera melancarkan gerakan Keng thian cit su.
Sinar pedangnya itu lalu berubah dengan cepat, bergerak membawa maut, mendesak dan membuat tiga musuhnya jungkir balik bermandi darah!
"Lekas engkau keluar dari pintu belakang," kata Jung jung yang terus lari dengan terhuyung-huyung kearah depan. Tiong Giok keluar dari ruangan itu dan mencelat keatas tembok, dari sini ia melihat Tong Cian Lie sedang mengawasi ke dalam dengan mata berapi-api. "Bocah kenapa lama amat " Membuatku cemas tak keruan !"
Tiong Giok melokmpat turun.
"Ah bukankah ini Liap Kounio " Kenapa bisa begini ?" tanya Tong Cian Lie.
"Yang menyamar sebagai Liap Lo Cianpwee adalah Hu pangcu dari Pok Thian Pang." Kata In Tiong Giok. "Harap Lo Cianpwee membekuknya , aku mau membawa dulu Liap Lo
Cianpwee ketempat aman !"
"Kurang ajar, lekaslah kau menyingkir, akan kuhajar perempuan jahanam itu."
Tiba-tiba saja mereka menjadi kaget karena melihat api membubung tinggi dari depan rumah.
Dengan gerakan cepat Tong Cian Lie melesat pergi, Tiong Giok pun mengurungkan niatnya meninggalkan rumah itu, mengikuti jejak Tong Cian Lie dari belakang.
Rumah yang megah dalam kesunyian itu, dalam sekejap telah menjadi lautan api, dihalaman hanya terlihat bujang-bujang tua yang sedang tergesa-gesa membawa barang, tidak terlihat Soat Kouw dan pelayan-pelayannya.
"Kemana larinya bangsat perempuan itu ?" tegur Tong Cian Lie pada seorang babu tua.
"Kabur"ia sudah kabur !"
"Mungkin bangsat itu mendengar kedatangan Lo Cianpwee dan ketakutan sendiri, lalu membakar rumah ini sebelum kabur !"
"Bagaimanapun tak bisa lari jauh ! Matikanlah api ini aku akan mengejarnya."
"Lo Cianpwee harus waspada bahwa pengiringnya bangsat itu adalah pelayan-pelayan yang setia pada Liap Lo Cianpwee mereka hanya berpura-pura tunduk pada bangsat itu, karena sedang menjalankan siasat !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
184 Tong Cian Lie mengangguk dan terus mencelat pergi dengan kencangnya.
Perempuan-perempuan yang ada disitu lebih kurang tujuh delapan orang, sudah tua-tua dan tidak berilmu silat, sehingga tidak bisa mengangkat air untuk memadamkan api, sedangkan tenaga Tiong Giok tidak memadai untuk memadamkan api itu. Ia hanya berlari kesebelah tengah setelah meletakkan Liap In Eng ditempat aman, lalu merobohkan tembok disitu dan memerintahkan perempuan-perempuan tua mengambil air, dengan begini api tidak bisa menjalar.
"Apakah kalian melihat tamu she Pek itu ?"
"Ia sudah dibunuh dan mayatnya masih berada diruang itu." Jawab babu itu sambil menunjuk kesebuah ruangan yang hampir dijilat api.
Dengan cepat Tiong Giok mengguyur tubuhnya denga air, lalu menerjang keruangan yang ditunjuk. Hawa api sangat panas, ditambah kepulan assap sangat tebal, membuatnya tidak bisa melek. Untung ruangan itu adalah bekas kamarnya selama sepuluh hari dan keadaannya dikenal betul. Dengan meraba-raba seperti seorang buta ia masuk terus. Entah tergesa-gesa entah gugup, sekian lama ia berputar-putar tidak juga diketemukan tubuh Pek King Hong.
Lidah api berulang kali menjilat tangannya membuatnya kesakitan, nafasnya menjadi sesak karena asap itu. Ia agak pening juga, tapi tidak putus asa dicoba membuka mata, tapi dengan cepat menutup lagi karena perih ! Akihirnya ia merangkak, dan diluar tahunya ia masuk kekolong ranjang. Disinilah ia menyentuh sesosok tubuh, dengan girang diangkatnya tubuh itu. "Beleduk " terdengar suara nyaring, karena kepalanya membentur papan ranjang, dan terpaksa membuatnya merangkak lagi sambil menyeret tubuh itu. Setelah meraba-raba diatas kepalanya tak ada penghalang lagi, ia baru merangkul tubuh itu dan dibawa keluar dengan susah payah melalui jendela. Waktu ia sampai ditempat aman, bajunya telah menjadi kering dan hitam-hitam. Tubuh itu diletakkan perlahan-lahan dan diawasi. Benar saja itulah Pek King Hong adanya. Wajahnya yangburuk tetap tak berubah seperti pertama kali dijumpainya, bedanya sekarang tidak bisa berkata-kata lagi seperti dulu. Kedua matanya Pek King Hong tertutup rapat, nafasnya tak ada lagi, menyatakan sudah berpisah dengan dunia yang fana ini.
Tiong Giok sangat berduka, tubuh itu dibawanya keloteng belakang yang tidak kebakar.
Keadaan disini sangat sunyi dan sepi, berapa batang lilin masih menyala. Udara dikamar terasa harum semerbak ! Tubuh itu diletakkan dipembaringan, lalu ia turun lagi kebawah dan membawa tubuh Liap In Eng kedalam kamar. Dan meletakkan disebelah Pek King Hong, hingga mereka berandengan dalam satu tempat tidur. Melihat ini mendatangkan rasa duka bagi sipemuda, ia bertekuk lutut didepan kedua jago Bulim itu sambil mengeluarkan air mata dan berkemak kemik sendiri : "Jie wie Lo Cianpwee cita-citanya ingin berdampingan kini dapat terlaksana ! Dan maafkan bahwa aku tak membuka jalan darah Liap Lo Cianpwee karena untuk kebaikan baginya dikemudian hari ! Kudoakan Liap Lo Cianpwee bisa menahan penderitaan dan percobaan duniawi yang ganas ini dengan tabah ! Semua manusia harus meninggal dunia, dari sebab mati terjadi perpisahan ! Perpisahan adalah duka ! Tersebab duka inilah manusia lahir di dunia dan meninggalkan dunia ini ! Kini kudoakan impian dan harapan mengikuti kehidupanmu, dan atas kedustaan dariku ini kumohon maaf dan kulakukan hanya untuk sekali saja. " Sehabis ia berkata, tubuhnya bangkit dan keluar dari pintu kamar sambil memandang langit yang gelap.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
185 Disini ia termanggu dan menduga bahwa tempat dimana kini ia berdiri, mungkin dulunya adalah tempat dimana Liap In Eng berdiri sambil menggadangi rembulan sambil terpekur memikiri kekasihnya ! Entah berapa malam dan berapa siang ia kesunyian seorang diri, hanya rembulan dan awan yang mengetahui. Sedang kekasih yang dicintai tidak terdengar kabar beritanya !
Kini kekasih sudah berada disampingnya, tapi semuanya telah menjadi lambat : Bukan sebab Pek King Hong yang salah, ataupun Liap In Eng yang malang, semua itu adalah suratan takdir
! Malam semakin larut. Embun membasahi baju. Kesiuran angin malam menyapu mukanya, pipinya terasa dingin, ia baru berasa bahwa dirinya telah bercucuran air mata.
Tong Cian Lie belum kembali, mungkinkah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada dirinya
" Pek Wan Jie melarikan diri dari Pok Thian Pang karena ia, dan apa akibatnya kalau sampai dibawa kembali kesana " Kalau sampai disiksa atau dibunuh Lo Cucong , bukankah semua ini, aku In Tiong Giok yang menyebabkan " Bukan saja Pek Wan Jie, seorang Pek King Hong pun mengalami penganiayaan karena aku juga ! Semua ini adalah penyesalan untuk seumur hidupku".
In Tiong Giok menyesali dirinya sendiri dan berdiri dipelataran terbuka didepan kamar Liap In Eng. Saat itulah dengan tiba-tiba ia mendengar suara rintihan" Dalam suasana sunyi, biarpun rintihan itu perlahan, terdengarnya nyata sekali. Ia menjadi kaget dan celingukkan keempat penjuru, tapi tidak terlihat sesuatu apa yang mencurigakan. Dibukanya pintu kamar, matnaya melihat kepembaringan tak terasa lagi hatinya berdebar sendiri ! Tubuh Pek King Hong yang diletakkan terlentang kini telah menjadi miring".mungkinkah " Ia menjadi girang dan cepat-cepat masuk kedalam, dirabanya tubuh Pek King Hong. Tetap seperti sedia kala, tidak bernapas, kaku !
Waktu Tiong Giok mengangkat lengannya dari perut Pek King Hong terdengar suara "sess"
yang lunak, dan tubuh yang miring itu entah bagaimana bergerak dan tengkurap ! Kedua mata In Tiong Giok terbelak lebar dan menatap terus tanpa berkedip-kedip menyaksikan keajaiban ini ! Ia melihat dengan tegas waktu tubuh Pek King Hong bergerak, dibagian perutnya berkutik-kutik sesuatu benda seperti ular !
Dengan bernafsu, dibukanya baju Pek King Hong, dan barulah ia dapat tahu yang berkutik-kutik itu adalah hawa ! Ditubuh seorang yang sudah mati terdapat sisa hawa yang bergerak, benar-benar menakjubkan !
In Tiong Giok terkejut tapi tidak mau membuang kesempatan untuk mencoba-coba. Segera lengannya bergerak dan menepuk kelima jalan darah besar Pek King Hong, mendesak agar sisa hawa tadi bisa tersalur keparu-paru dan terus kekerongkongan.
Tak alang kepalang girangnya Tiong Giok karena usahanya berhasil baik, dan terus menyalurkan tenaganya dengan baik. Lebih kurang sepemakan nasi lamanya sekujur badan In Tiong Giok bermandikan keringat. Tapi capai lelahnya ini tidak sia-sia, sebab dengan mendadakan Pek King Hong membuka matanya. Tapi dalam sekejap saja mata itu rapat kembali. Parasnya tampak lemah dan menyedihkan.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
186 Keletihan Tiong Giok seolah-olah terhapus kegirangan, ia menyalurkan terus tenaganya tanpa berhenti, dan sekali lagi Pek King Hong membuka mata dan berkedip-kedip sambil
mengucurkan dua tetes air mata.
"Lo Cianpwee pusatkan perhatianmu dan kubantu mengatur hawa untuk menjalankan darah sebentar lagi pasti berhasil.."
"Tak usah bercapai lelah"nak"tak "ada"gunanya," jawab Pek King Hong dengan lemah dan hampir-hampir tidak terdengar.
"Pasti berguna"mati-matian kusalurkan tenaga ini menolong Cianpwee !" Sehabis berkata ia menyalurkan sekuat tenaga, hawa sejati bergolak semakin cepat dan lebih kuat dari tadi.
Dengan wajah pucat pasi Pek King Hong menggelengkan kepala dan berkata "Engkau
berusaha mati-matian, tapi tidak akan membawa hasil ! Jalan satu-satunya pergunakanlah Hiat cie leng dan totokkan pada yang terletak disebelah kiri dada. Dengan begini aku mempunyai kesempatan untuk mengutarakan perasaan hatiku?"
In Tiong Giok sudah kepayahan, tapi dengan tak ayal, ia memeramkan mata sejenak, lalu melancarkan Hiat cie lengnya. Angin dari jari itu tepat mengenai sasarannya. Pek King Hong berdehem sekali, kedua matanya sedikit rapat.
Hiat cie leng adalah ilmu maut yang ampuh, sedangkan Cio tay hiat adalah jalan darah kematian tapi begitu kena diserang bukan saja Pek King Hong tidak menderita luka, bahkan wajahnya yang pucat pasi perlahan-lahan menjadi semu merah. Waktu matanya melek, pancaran matanya pulih kembali seperti dulu. Sebaliknya Tiong Giok sendiri telah melancarkan Hiat cie leng menjadi termangu-mangu, keringatnya mengucur deras, semangat dan tenaganya seperti habis dan menjadi loyo sendiri.
"Kutahu engkau mengeluarkan tenaga terlalu banyak !" kata Pek King Hong.
"Aku menyuruhmu memakai Hiat cie leng, untuk menjalankan inti darah diurat terakhir, Engkau berhasil menjalankan darah itu, dan memberi kesempatan untukku mengutarkan sesuatu kandungan hati. Jika engkau terlalu letih meramkanlah matamu, sambil mengaso smabil mendengari kata-kataku."
In Tiong Giok merasa lemas, cepat-cepat ia memejamkan matanya untuk memulihkan
kembali pernafasannya.
"Kisah cintaku sungguhpun malang dan menyedihkan, tapi hari ini aku bisa berkumpul lagi dengan kekasihku. Tapi mau dikata apa, pertemuan itu hanya sejenak dan setelah itu adalah". Tapi apa yang terjadi ini, sedikitpun tidak perlu kusessalkan, semua maunya takdir.
Setelah kumati, engkau adalah Ciang bun jin Thian liong bun, hal ini tak bisa kau tolak lagi."
Pelajaran dari Thian liong bun sangat luar biasa dan dlam serta luas. Maka itu pereempuan jahanam itu berdaya upaya untuk merampas Thian liong bun. Dalam buku ini tertulis ilmu pelajaran telapak tangan, tinju, meringankan tubuh, pedang, jari, lwekang (ilmu dalam).
Mungkin engkau tidak mengetahui bahwa Keng thian cit su adalah ilmu pedang yang tertera pada Thian liong pu?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
187 "Apa " Keng thian cit su sebagai ilmu pedang perguruan Thian liong bun ?" tanya Tiong Giok sambil membuka matanya.
"Sedikitpun tidak salah !" jawab Pek King Hong. "Pernah kuterangkan padamu, bahwa Thian liong bun memberikan pelajaran silat tanpa mendirikan perkumpulan, hanya jago-jago Bulim memiliki kepandaian tinggi yang berasal dari Thian liong bun antaranya Sin kiam siang eng.
Untuk lebih jelas beberapa dari Bulim Cap sakie yang berilmu tinggi seperti gurumu yang memiliki Hiat cie leng, Liap In Eng, Thay Kong Thaysu, Thay Cin Tojin semuanya tak terlepas dari ilmu yang terdapat di Thian liong pu. Maka itu jika dinilai, Thian liong pu lebih berharga entah beberapa kali lipat dari Keng thian cit su ! Karena itulah kaum Pok Thian Pang berdaya upaya mengatur segala siasat mencelakakan diriku untuk memperoleh buku itu."
"Kalau begini nyatanya sudah terang buku itu kena dirampas perempuan jahanam itu ?" tanya In Tiong Giok.
"Ya kemarin malam ia menaruhkan obat penghancur hawa sejati didalam makanan yang diberikan kepadaku, lalu dengan tiba-tiba ia menurunkan tangan jahat, menghancurkan tenaga pelindung diri, untung aku sudah keburu menurunkan nafas kebagian anggota bawah, dan mempunyai sisa hawa yang membuat bertahan sampai engkau memberikan pertolongan,"
suaranya terputus dan menjadi kecil,"sedangkan wajahnya menjadi pucat sekali.
"Lo Cianpwee engkau bagaimana ?"
"Bisakah engkau mengumpulkan tenaga lagi membrikan lagi Hiat cie leng ?"
In Tiong Giok mengangguk dan mengumpulkan kekuatannya yang terakhir memberikan
totokan pada Cio tay hiat Pek King Hong. Totokan ini membuat Pek King Hong
mengeluarkan nafas panjang, wajah pucatnya berubah merah kembali. Setelah mengaso sejenak, semangatnya menyala kembali dan terus berkata : "Wah menyusahkanmu saja."
JILID 10________
Memang benar, setelah melancarkan dua kali Hiat cie lengnya In Tiong Giok kehabisan tenaga, napasnya memburu seperti kerbau kepayahan, tapi saat ini dia sudah melupakan keadaan dirinya, begitu napasnya baikan, segera ia berkata : "Lo Cianpwee katakanlah dengan jelas cara apa lukamu bisa sembuh ?"
"Isi perutku sudah rusak dan hawa sudah mongering, biar mendapat obat dewapun tak bisa menyembuhkan. Sedangkan Hiat cie leng adalah ilmu dalam yang memakai tenaga sejati dan membangkitkan kehidupan padaku untuk sejenak saja, beginipun cukup membuatku
menuturkan kata-kata sebelum meninggal dunia."
"Bagaimanapun Lo Cianpwee tidak boleh meninggal dunia, untuk Thian liong bun dan untuk Liap Lo Cianpwee.?"Perasaan rindu selama tiga puluh tahun cukup terhibur dengan
pertemuan hari ini, padanya tiada yang kupikirkan lagi, tapi soal buku itu yang menjadi beban pikiranku !"
"Tak perlu Lo Cianpwee kuatirkan akan kuusahakan merampas kembali buku itu !" kata In Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
188 "Jangan kau rampas buku itu, pokoknya sanggupilah dua permintaanku."
"Jangan kata dua, dua puluhpun akan kusanggupi !" jawab Tiong Giok.
"Bagus," kata Pek King Hong. "Yang pertama setelah ku mati, dalam waktu kurang dari setahun engkau harus pergi ke Cu cin san dan datanglah di puncak Giok hong hong, di sana ada sebuah gua, dan ambillah sebuah benda peninggalan di gua itu, lalu menurut kata-kat yang tertulis di dinding gua itu, untuk dikerjakan. Untuk bisa sampai digunung itu dan masuk ke dalam gua engkau harus membawa kumala yang tempo hari kuberikan kepadamu, soal yang kedua jenazahku tidak boleh dikubur, dan letakkan di dalam gua itu?"
"Semua ini kusanggupi, tapi buku itu haruskah dibiarkan terus ditangan Pok Thian Pang ?"
"Benar !"
"Kenapa ?"
"Sebabnya engkau akan mengerti sendiri dikemudian hari, saat ini keadaan dunia persilatan mungkin sudah berubah lagi tak seperti sekarang !" kata Pek King Hong. Sejenak ia tidak melanjutkan perkataannya, melainkan melirik kepada Liap In Eng yang berada disebelahnya.
"In Eng ! Engkau begini cantik, kenapa bernasib buruk " Karena nasibkah " Ai ! Dalam kehidupan ini terjadi perpisahan abadi !"
Untuk penitisan kelak tak dapat diharapkan.
Dunia yang fana sebagai impian.
Duka derita bagian kita.
Sehabis membacakan sebait sair itu, sinar mata Pek King Hong menjadi sayu dan buram.
Wajahnyapun turut menjadi pucat dan dengan cepat berkerut-kerut serta menyusut seperti kayu kering. Waktu Tiong Giok meraba dengan tangannya, sudah dingin membeku. Dengan air mata bercucuran Tiong Giok menggoyang-goyang kedua tangan Pek King Hong sambil berseru "Pek Lo Cianpwee ! Pek Lo Cianpwee?" Saat itu ia merasakan bumi berputar, suara jeritannya menjadi habis, dan jatuh pingsan tanpa merasa"
Entah berapa saat sudah berlalu, waktu ia siuman dari pingsannya, mendapatkan dirinya berbaring diatas ranjang tertutup selimut hangat. Tak jauh dari pembaringan terlihat seorang babu sedang berdiri, dan Tong Cian Lie yang sedang duduk bersila. Wajahnya sangat pucat, kedua matanya dimeramkan, seperti sedang memulihkan pernapasannya.
Tiong Giok kesusahan untuk bangkit, tapi kepalanya seperti mau copot tak bisa diangkat. Dan mendatangkan rasa sakit yang membuatnya tidur kembali.
"Apakah engkau ingin mati ?" kata Tong Cian Lie sambil membuka mata. "Kuperingati, jangan bergerak jika mau hidup terus !"
"Aku"aku kenapa ?" tanya Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
189 "Tanya pada dirimu sendiri ! Kenapa rambut hangus, tenaga dan semangat hilang " Jika aku tak cepat kembali. Hm, ilmu kekuatanmu siang-siang sudah musnah !"
Tiong Giok menenangkan pikiran. "Bagaimana dengan Liap Lo Cianpwee ?" tanyanya.
"Bocah apakah engkau tak bisa tenang barang sedikit ?" kata Tong Cian Lie.
"Jika engkau ngomong terus, jiwamu pasti tak akan tertolong, dan percuma saja aku membuang tenaga menolongmu. Soal Liap In Eng tak perlu kau pusingkan, jalan darqahnya sudah kubuka dan ada diloteng depan sedang tidur nyenyak."
Tiong Giok menutup mulut tak berani banyak bertanya lagi, hanya sepasang matanya lirik sana lirik sini memandang Tong Cian Lie dan bujang tua itu bergantian. Sebenarnya ia ingin menanyakan jenazah Pek King Hong, tapi takut dibentak Tong Cian Lie yang bertabiat berangasan. Namun gerak geriknya ini tidak luput daripandangan matta Tong Cian Lie, maka itu ia berkata : "Apakah engkau memikirkan soal jenazah itu " Tenangkan hatimu, aku sudah menyuruh orang menggotong pergi?"
"Tong Cianpwee jenazah itu tak boleh dogotong.."
"Apakah harus diletakkan terus dipembaringan Liap Kounio " Sungguhpun aku tak tahu dia siapa, kutahu tentu sahabat baikmu, maka kubeli peti mati dan memasukkan kedalamnya, apakah yang kulakukan salah ?"
"Maksudku bukan begitu?"
"Aku segan menanyakan apa maksudmu, ringkasnya jenazah itu ada dihalaman belakang, dan pasti tidak akan hilang ! Engkau jangan banyak bicara, mengasolah dengan tenang, nanti setelah sembuh baru bicara lagi." Lalu ia menoleh kepada babu tua, "Sekarang engkau boleh pergi, dan jangan lupa obat itu masak dengan baik, dan pil itu diberikan pada Siociamu sebutir, perhatikanlah baik-baik, dan jangan sampai ia bangun."
"Babu tua itu segera berlalu, Tong Cian Lie segera memejamkan mata lagi melakukan perbaikan jalan napasnya.
Terhadap jago bersifat berangasan ini, disamping menaruh hormat Tiong Giok merasa jerih.
Maka iapun segera memejamkan mata menyalurkan lagi hawa sejati dan lwekangnya. Setelah melakukan istirahat dan perbaikan atas hawanya, yang dilakukan dengan giat, rasa sakit dibadannya berangsur-angsur hilang. Waktu ia membuka matanya kembali, matahari telah condong ke barat. Sedangkan Tong Cian Lie sudah berdiri didepan ranjang sambil
memandang kearahnya. Dan memberikan sebutir obat : "Makanlah obat ini !"
Tiong Giok menerima obat itu dan menelannya, tak selang lama ia merasakan sekujur badannya menjadi panas dan membuat semangatnya berangsur-angsur pulih. Dicobanya bangun. Ia berhasil dengan baik, bahwa saking girangnya ia lupa menghaturkan terima kasih dan langsung saja bertanya.
"Waktu Lo Cianpwee mengejar perempuan jahanam itu, apa Lo Cianpwee tidak melihat seorang gadis yang bernama Pek Wan Jie ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
190 "Hm ! Kekuatanmu belum pulih semua, sebaiknya lebih banyak istirahat dari pada berkata-kata !"
"Aku merasakan tujuh puluh lima persen kekuatanku pulih kembali. Jika Lo Cianpwee tak mau memberitahu hatiku mana bisa beristirahat dengan tenteram."
"Apakah gadis yang bernama Wan Jie itu mempunyai hubungan yang dalam denganmu ?"
"Ya."
"Dan berhasilkah Lo Cianpwee mengejar mereka ?"
"Masakan aku tak berhasil mengejar segala perempuan itu !"
"Kalau begitu perempuan jahat itu sudah ditangkap ?"
"Siapa yang mengatakan ?"
"Habis bagaimana ?"
"Aku mempunyai pantangan tidak bisa turun tangan terlebih dahulu terhadap wanita !"
"Kalau begitu kerjaan Lo Cianpwee tidak membawa hasil ?"
"Hm ! Siapa yang bilang ?"
"Habis kalau Lo Cianpwee tidak turun tangan bukankah perempuan-peempuan itu berhasil meloloskan diri ?"
"Sungguhpun aku mempunyai pantangan yang beitu, tapi jika perempuan itu tidak mau menurut kata-kataku, akan kuhajar juga, nah Sun Toa nio sebagai contohnya."
"Selanjutnya bagaimana ?"
"Tatkala kena kukejar, kulihat mereka semuanya adalah perempuan melulu, maka aku tidak bisa turun tangan terlebih dahulu; kuperingatkan mereka kembali kesini. Bukan saja perempuan jahanam itu tidak menggubris perintahku, malahan ia menyuruh delapan
pelayannya menghadangku. Akibatnya mereka turun tangan terlebih dahulu dan akupun tidak sungkan-sungkan lagi."
"Bukankah pelayan-pelayan itu empat mengenakan pakaian biru dan empat mengenakan pakaian merah ?"
"Benar !"
"Adakah Lo Cianpwee melukai mereka ?"
"Engkau sudah mengatakan mereka sebagai anak buah Liap In Eng bukan " Maka itu aku tidak melukainya, melainkan membekuk satu persatu dan membawanya lagi kemari !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
191 "Ah celaka !" seru Tiong Giok.
"Apa katamu ?"
"Maksudku agar mereka pura-pura tunduk dan ikut kemarkas pusat Pok Thian Pang. Bila mana sampai saatnya kita melakukan serangan kesana, mereka bisa menyambut dari dalam dan melicinkan perjuangan kita menghancurkan perserikatan jahat itu tapi tak kira Lo Cianpwee telah membawa mereka kembali kesini !"
"Untuk usahamu itu tidak perlu memakai banyak orang." Kata Tong Cian Lie, "tiga orangpun sudah cukup. Kuajak mereka kembali, mengingat keadaan Liap In Eng sudah buta dan perlu mendapat perawatan sebaik mungkin dari pelayan-pelayannya."
"Ya pendapat Lo Cianpwee benar juga, aku tak memikir sampai kesitu."
"Soal yang engkau tak piker masih banyak, ingin kutanya kepadamu apa Pek Wan Jie itu benar-benar baik padamu " Atau hanya pura-pura baik ?"
"Pikir saja ia berani meninggalkan maskas pusat Pok Thian Pang karena diriku, maka kebaikannya tak perlu diragukan lagi !"
"Hm, engkau mengatakan begitu, yang sebenarnya ia tidak menghianati Pok Thian Pang seujung rambutpun."
"Bagaimana Lo Cianpwee berani memastikan ?"
"Waktu kukejar perempuan jahanam itu dan dihalang-halangi pra pelayan, ia berniat meloloskan diri, tapi dengan pukulan geledek kulihat ia luka parah. Sebenarnya dengan mudah bisa kutangkap, kalau tidak ditolong Pek Wan Jie ! Untung aku masih mengingat gadis itu sebagai kawanmu, jika tidak iapun pasti terluka ditanganku !"
"Ah, untung Lo Cianpwee tidak melukainya."
"Atas inikah engkau bergirang ?"
"Pek Wan Jie seorang gadis yang welas kasih sejak kecil dia dibesaarkan di Pok Thian Pang, Soat Kouw adalah bibinya, sudah tentu mempunyai hubungan bahtin yang mendalam, tak heranlah dia memberi pertolongan dikala bibinya menderita luka bukan " Atas perbuatannya itu mendapat jasa besar, dan bisa menebus kesalahannya di Pok Thian Pang, karena inilah aku bergirang hati."
"Tak kira engkau semuda ini sudah tergila-gila paras cantik." Kata Tong Cian Lie sambil menarik napas panjang. "Sedangkan kedudukan Wan Jie sebagai kawan atau lawan belum bisa diterntukan bukan " Menurutku lebih baik mengurangi pacar-pacaran dengannya ! Dalam hal ini aku bermaksud baik, dan engkau jangan salah terima."
"Aku menerima wejangan dari Lo Cianpwee dengan tulus ikhlas," kata In Tiong Giok.
"Soal disini sudah beres, apakah engkau masih mau pergi ke Pek liong san ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
192 "Sudah tentu !"
"Keadaan fisikmu masih lemah?"
"Kurasa tidak menjadi soal," potong In Tiong Giok. "Tapi sebelum itu, soal Liap Lo Cianpwee harus dibereskan dulu."
"Hal ini tak perlu kau kuatirkan, ia bisa menyingkir dulu ke Kiu yang shia dibawah perlindungan pelayan-pelayannya," kata Tong Cian Lie. "Jika engkau masih kuatir, aku bisa minta bantuan kaum pengemis yang menjadi anak buah Cian bin sin kay, untuk melindungi sampai ketempat tujuan."
"Liap Lo Cianpwee mau kesana ?"
"Jika menanyakan kepadanya sudah tentu ia tidak mau, kini tak perduli ia mau atau tidak, kita harus mengusahakan sampai ia mau !"
Setelah mengambil keputusan ini, Tong Cian Lie membubarkan babu-babu tua dengan
memberi uang. Dan memanggil gadis-gadis berbaju biru dan merah, diterangkan pada mereka apa yang akan diperbuatnya untuk menyelamatkan Liap In Eng; mereka menyetujui usul itu sambil menghautrkan terima kasih. Dari delapan gadis berbaju merah yang bernama Cu lian dan Ing jie untuk mendampingi Siocianya disepanjang jalan, sedang yang lain dibagi menjadi tiga grup untuk berjaga dengan bergilir.
"Soal Liap In Eng bisa diatur, dan soal Pek King Hong adalah urusanmu," kata Tong Cian Lie.
"Soal ini sudah kupikirkan !" kata Tiong Giok. Diajaknya Tong Cian Lie, membawa jenazah Pek King Hong kesebuah kelenteng, berbareng dengan bantuan kaum Kay pang (pengemis) untuk menyediakan sebuah perahu untuk keperluan Liap In Eng. Setelah mengatur keperluan dengan beres, Tong Cian Lie dan In Tiong Giok baru naik keloteng menemui Liap In Eng.
Dalam pikiran mereka Liap In Eng tidak akan setuju meninggalkan tempat kediamannya, dan diluar dugaan mereka begitu naik keloteng, tampak Liap In Eng sudah siap seia dengan oakaian yang rapih menunggu kedatangan mereka didalam kamar.
Tong Cian Lie dan In Tiong Giok menjadi melengak menyaksikan ini, sehingga tidak bisa membuka mulut.
"Apakah sudah mendapat perahu, dan kapan berangkat ?" tanya Liap In Eng perlahan.
"Oh kiranya Kounio sudah tahu," kata Tong Cian Lie sambil tersenyum-senyum. "Kami mengira Kuonio keberatan meninggalkan tempat ini, karena itulah kami tidak memberitahu."
"Sewaktu-waktu orang buta lebih tajam perasaannya dari yang melek," kata Liap In Eng, tambahan perabotan dari rumah sebesar ini, biarpun sudah terbakar sebagian tak mudah dibersihi dalam waktu sejenak. Kesibukan-kesibukan dari para pelayanku itu, tak bisa dibohongi."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
193 "Tempat ini sudah diketahui kaum Pok Thian Pang dan tidak bisa ditinggali terlebih lama lagi. Untuk sementara sebaiknya mengungsi ketempat aman, balik lagi kesini jika kaum penjahat itu sudah terbasmi !"
"Soal rumah ini tidak kupikirkan dan kemana kalian mau membawaku, aku menurut saja, tapi sebelum berangkat tunjukkanlah dimana kuburan dari Pek King Hong."
"Oh, kiranya segala apa Kounio sudah mengetahui," kata Tong Cian Lie.
"Jenazah Pek King Hong belum dikebumikan dan sementara waktu dititipkan disebuah kelenteng. Sudah sepatutnya Kounio memberikan penghormatan terakhir kepadanya sebelum melakukan perjalanan."
"Terima kasih atas kebaikan Tong heng, aku biarpun tidak bisa melihat tapi bisa juga meraba petinya. Setelah itu entah tahun mana bulan mana baru bisa menyambangi kuburannya lagi !"
Tong Cian Lie segera menyuruh kaum pelayan mengajak Siocianya turun dari loteng. Cui lian dan Ing jie memayang Liap In Eng turun kebawah dan naik keatas joli, terus berangkat kekelenteng.
Dalam waktu singkat mereka telah tiba ditempat tujuan, keadaan sangat sunyi dan sepi. Joli berhenti didepan pintu kelenteng, Liap In Eng dibawah payangan kedua pelayannya masuk kedalam. Ia merandek sejenak dan bertanya : "Kenapa jenazah diletakkan disini dan tidak dikubur ?"
"Ini kehendak Pek Lo Cianpwee sendiri, agar jenazahnya bisa dibawa kegoa di Hong hong san !"
"Siapa yang mendampingi sebelum ia menutup mata ?"
"Aku yang mendampingi."
"Jika begitu waktu perempuan itu menurunkan tangan jahatnya, belum mati ?"
"Ya belum mati, tapi sekuat tenaga kuusahakan untuk menyelamatkan jiwanya, tetap tak berhasil, karena lukanya kelewat parah."
"Ah menyusahkan engkau saja?" suaranya bergetar dan tak tersambung lagi datangnya isak tangis yang memilukan.
Tong Cian Lie mengedipkan para pelayan, agar mendesak Liap In Eng lekas-lekas
menjalankan penghormatan terakhir kepada kekasihnya.
"Siocia jangan bersedih terus, semua kemauan takdir, manusia tidak bisa mencegahnya.
Lakukan upacara duka cita ini selekasnya, agar kita bisa berangkat secepatnya."
Liap In Eng seperti mendengar seperti tidak perkataan pelayan itu, ia tetap bertanya pada In Tiong Giok : "Apa yang diucapkan sebelum ia menutup mata ?"
"Pek Lo Cianpwee sebelum menutup mata membacakan sebait sajak yang berbunyi :
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
194 Dalam kehidupan kini terjadi perpisahan abadi
Untuk penitisan kelak tak dapat diharapkan
Dunia yang fana sebagai impian
Duka derita bagian kita.
Liap In Eng semakin bersedu-sedu mendengar sajak itu, demikian juga dengan Tong Cian Lie menjadi turut mengucurkan air mata.
Liap In Eng berulang kali membaca sajak itu, agaknya sajak itu membawa hiburan besar baginya.
"Kounio marilah kita berangkat !" ajak Tong Cian Lie.
"Ya, seharusnya kita cepat berangkat !"
In Tiong Giok merasa ganjil mendengarkan ucapannya. Liap In Eng membenturkan
kepalanya pada peti dengan gerakan kilat. Tong Cian Lie menjambret tangan tapi tak berhasil.
"Bung" terdengar bunyi keras, kepala Liap In Eng tepat mengenai kayu peti yang keras dan pecah !.
Tong Cian Lie membebaskan totokan Tiong Giok dan kedua pelayan, lalu memeriksa keadaan Liap In Eng, ia mendapatkan kawan itu telah menutup mata untuk selama-lamanya.
Pelayan-pelayan yang setia menjerit-jerit mengeluarkan tangisan.
Tong Cian Lie terpekur dengan mengucurkan air mata. Ia seorang yang berkedudukan tinggi di dunia persilatan, seharusnya tidak boleh mendesaknya meninggalkan tempat kediamannya.
"Dan kitapun berlaku lengah tidak menjaga dirinya, tapi semua ini adlah kehendaknya dan dengan begini ia mencapai kepuasan untuk menghabiskan sisa hidupnya yang penuh derita."
"Bawalah jenazah Siocia kalian kerumah nanti kami bisa membereskan upacara
penguburannya."
Dengan kesedihan yang berlimpah-limpah pelayan-pelayan bertekuk lutut dihadapan jenazah Siocianya, sedangkan Tong Cian Lie dan In Tiong Giok segera berangkat membeli peti dan keperluan lainnya.
Karena tidak mendapat kuli Tiong Giok membopong peti mati, sedangkan Tong Cian Lie membawa keperluan sembahyang dan cepat kembali kerumah.
Tak kira begitu mereka masuk kedalam, menjadi terkejut dan melongo melihat pemandangan didepan matanya. Jenazah Liap In Eng sudah terbungkus rapi kain putih dan dibaringkan diatas ranjang. Delapan pelayannya yang biasa mengenakan baju biru dan merah, sudah bersalin pakaian berkabung bertekuk lutut mengelilingi jenazah Siocianya, tapi semuanya telah mati membunuh diri.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
195 Diatas meja terdapat sebuah kain putih bertulisan darah yang berbunyi :
Kami menerima budi besar dari Siocia, biarpun mati budi itu tidak akan terbals. Tapi sewaktu perempuan jahanam mencelakakan Siocia kami tidak bisa melindungi dan menyelamatkan, inilah suatu dosa besar bagi kami yang tidak akan tercuci bersih seumur hidup. Dalam kehidupan menderita dan menerima segala penghinaan dari jahanam itu. Kami terbebas berkat bantuan dari Jiewie. Antara Siocia dan kami bisa berkumpul lagi menjadi satu, saat ini menggirangkan kami ! Akan tetapi berjalan terlalu singkat, karena Siocia menghabiskan jiwanya dengan membunuh diri, sebagai bidak-budak yang ingin tetap beserta di dunia maupun di akhirat kami mengiringi kepergian Siocia kedunia baqa.
Mudah-mudahan sukalah Jiewie mengubur mayat kami disamping Siocia kami yang tercinta, atas ini roh-roh kami hanya berdoa atas kebahagiaan Jiewie"..
Tong Cian Lie dan In Tiong Giok keduanya menjublek seperti patung dengan air mata berlinang-linang. Lama mereka tak bersuara, dan entah keluar dari mulut siapa suara yang berbunyi : "Ah"perempuan".perempuan !" memecahkan kesunyian itu.
Keesokan harinya ditaman bunga terdapat sebuah kuburan besar yang dikelilingi delapan kuburan yang agak kecil. Pada batu nisan tertulis. Disinilah tempat beristirahat untuk selama-lamanya. Pendekar wanita Liap In Eng. Dan disetiap kuburan lain tertulis pula nama-nama dari pelayan-pelayan yang setia itu.
Dengan isakan tangis kecil, Tong Cian Lie maupun In Tiong Giok bertekuk lutut didepan makam Piau siang kiam Liap In Eng sambil membaca doa didalam hati. Setelah itu dengan langkah berat mereka meninggalkan tempat itu untuk pergi ke Pek liong san.
Tiat po atau perkampungan Benteng Besi terletak dikaki gunung Pek liong san. Sebab perkampungan itu dikelilingi pagar tembok yang kokoh dan berwarna kelabu seperti besi, maka disebut perkampungan Benteng Besi.
Dua puluh tahun yang silam, masa jajahan Sin kiam siang eng didunia persilatan,
perkampungan ini dianggap "keramat" oleh manusia sungai telaga, baik golongan hitam maupun putih. Kuda dan kereta-kereta dari segala pelosok banyak yang datang kesitu.
Perkampungan Hui-hui yang bertetangga dengan perkampungan Tiap po pun menjadi ramai, sebab sebelum orang-orang sampai diperkampungan Tiat po harus singgah terlebih dahulu diperkampungan Hui-hui.
Tapi sejak ketua perkampungan Tiat po yang bernama Tiat Giok Lin meninggal dunia dan nama Sin kiam siang eng hilang dari dunia Kang Ouw perkampungan itu menjadi sepi, dan lama kelamaan seperti dilupakan orang.
Jalanan yang menuju perkampungan itu, karena kelewat lama tak dilalui orang telah ditumbuhi alang-alang; sedangkan losmen-losmen diperkampungan Hui-hui satu demi satu gulung tikar. Dan tinggal sebuah losmen yang bernama Hiong hin can masih bertahan, inipun dikarenakan pemiliknya adalah penduduk asli dari perkampungan itu. Sungguhpun begitu losmen ini telah dibagi dua, separuh untuk berdagang sapi dan separuh tetap sebagai losmen.
Suling Emas Dan Naga Siluman 15 Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Pukulan Naga Sakti 13
^