Pencarian

Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 9

Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen Bagian 9


Sejam kemudian mereka kembali ke kuburan besar lagi.
Nyo Bun Giau membuat liang kubur untuk menanam anak buah Ih Seng yang terbunuh
tadi. Setelah itu baru ia menghampiri si Tangan merah dan menanyakan hasil
penyelidikannya, "Saudara mendapatkan apa yang aneh di tempat ini?"
Orang tua bertangan merah itu menyatakan tidak menemukan sesuatu yang
mencurigakan. "Tadi telah kubongkar dua buah kuburan. Ternyata di dalamnya tak terdapat tulangtulang
mayat, jika tak salah, gunduk-gunduk kuburan disini, mungkin merupakan alat-alat
rahasia"." ia berhenti sejenak lalu, "ah, bangunan besar yang luar biasa ini, bukan
sembarang orang mampu mengerjakan. Empat puluh tahun lamanya kusempurnakan
bangunan Nyo ke poh. Tetapi tetap masih tak berarti jika dibanding dengan bangunan
disini!" Orangtua tangan merah itu mengeluarkan sebuah kotak pedang, katanya, "Hampir
seluruh hidupku kuhabiskan untuk mencari tempat yang tertera pada kotak pedang ini.
Jika benar Allah lalu mengabulkan permohonan manusia yang dihaturkan sungguhsungguh,
tentulah jerih payahku akan terbalas."
Nyo Bun Giau hanya memandang kotak itu.
Sambil serahkan kotak itu, orang tua tangan merah itu berkata, "Aku selalu bekerja
dengan terang-terangan, tak suka plin-plan. Jika saudara Nyo dapat memecahkan alat
rahasia makam ini, apa saja yang tersimpan dalam makam ini, kita nanti bagi separuh"."
"Ah, bagaimana aku berani mengharap bagian yang sedemikian besar. Bukankah
saudara yang telah berjerih payah puluhan tahun?" Nyo Bun Giau tertawa.
"Ah, janganlah saudara merendah diri. Aku yang menemukan rahasia kotak pedang itu
tetapi saudara yang mampu membongkar rahasia makam ini. Sudah selayaknya kita bagi
separuh," kata orang tua tangan merah itu seraya angsurkan kotak kepada Nyo Bun Giau.
Berhadapan dengan kotak pedang yang sangat diidam-idamkan oleh setiap orang
persilatan, Nyo Bun Giau tenang-tenang saja menyambuti, "Bagaimana saudara
memastikan bahwa tempat penyimpanan harta pusaka itu berada di makam sini?"
Sejenak merenung, orang tua tangan merah itu menjawab, "Mengenai soal itu, bukan
aku hendak membanggakan diri. Tetapi memang di seluruh dunia, sukar mencari orang
yang mengetahuinya."
"Apakah saudara tak keberatan untuk memberitahukan tentang rahasia itu agar
menambahkan pengalamanku?" tanya Nyo Bun Giau.
Rupanya orang tua bertangan merah itu tak mau memberitahukan rahasia tersebut.
Beberapa saat kemudian ia berkata, "Rahasia itu menyangkut luas sekali. Sukar diduga
oleh orang-orang yang tak tersangkut. Banyak padri-padri sakti dari Siau-lim-si yang
tersangkut dalam perisliwa itu"."- tiba-tiba ia berhenti karena merasa telah kelepasan
omong. Diam-diam Nyo Bun Giau terkejut. Tetapi ia tetap bersikap tenang dan tertawa hambar,
"Ah walaupun berpuluh tahun berkecimpung dalam dunia persilatan, aku belum pernah
mendengar orang membicarakan hal itu. Pengalaman saudara Kim sungguh luas sekali."
Dengan ucapan itu, secara halus ia mendesak supaya si tangan merah itu menceritakan
lebih lanjut. Tetapi orang tua bertangan merah itupun juga berpengalaman. Sambil
tersenyum ia berkata, "Atas kesediaan saudara untuk membantu usahaku memecahkan
alat rahasia makam tua ini, aku Kim loji sungguh merasa berterima kasih sekali. Tetapi"."-
ia hentikan kata-kata dan berdiam diri.
Nyo Bun Giau yang berpengalaman tahu bahwa kalau ia mendesak. Kim loji itu tentu
akan menolak. Maka ia tak mau berkata apa-apa dan hanya menunggu orang membuka
mulut lagi. Diam-diam Kim loji mendamprat dalam hati. Ia menengadahkan kepala, menghela
napas panjang, "Atas bantuan saudara, memang aku amat berterima kasih sekali. Tetapi
tentang rahasia dari kotak pedang Pemutus Asmara itu, sungguh aku mempunyai kesulitan
untuk menuturkannya!"
"Memang kuduga tentu begitu. Tetapi jika saudara mempunyai kesulitan, aku bersedia
mendengarkannya. Mungkin aku dapat membantu."
"Peristiwa itu terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu. Sekalipun menimpa diriku, pun
sudah usang. Apalagi aku hanya orang luar. Tetapi soalnya aku sudah berjanji pada orang.
Selama masih hidup, aku takkan membocorkan rahasia itu kepada lain orang," kata Kim
loji. Tahu bahwa orang berkeras tak mau mengatakan, Nyo Bun Giaupun segera
mengalihkan pembicaraan. Ujarnya, "Menilik bangunan makam yang sedemikian hebatnya,
tentu di dalamnya juga dilengkapi dengan alat-alat rahasia yang bermacam-macam.
Walaupun orang menyohorkan diri sebagai seorang ahli alat-alat rahasia, tetapi
sesungguhnya kepandaianku tak berapa tinggi. Kukuatir kemampuanku tak dapat
memecahkan rahasia makam tua ini"."
"Ah, janganlah saudara Nyo kelewat merendah diri," buru-buru Kim loji berkata, "kalau
saudara Nyo tak bisa, kiranya di dalam dunia ini tiada lagi seorangpun yang mampu
memecahkan rahasia makam tua ini"." ia berhenti menghela napas, lalu melanjutkan
berkata lagi, "apalagi orang yang mengetahui rahasia makam tua ini tentu sudah
meninggal. Dengan demikian makam tua ini akan tertutup rahasianya selama-lamanya"."
"Ah, saudara kelewat menyanjung diriku," kata Nyo Bun Giau, "sekalipun tanpa
menghiraukan bahaya aku beruntung dapat memecahkan rahasia makam tua ini"."
"Ah, apakah saudara Nyo kuatir akan bekerja secara sia-sia?" seru Kim loji.
"Dunia persilatan penuh dengan orang-orang yang licik dan jahat. Maka kemungkinan
menyadari keadaan itu, Ko Tok lojin lalu sengaja membuat makamnya dengan dilengkapi
bermacam-macam alat rahasia. Sebenarnya dalam hal harta karun, aku tak menaruh
minat. Karena Nyo-ke-poh sudah cukup dengan harta permata. Adalah karena tak enak
menolak permintaan saudara Kim, maka aku ikut kemari. Ah, siapa tahu ternyata
bangunan makam tua ini begini luar biasa! Terus terang, aku tak mempunyai keyakinan
lagi untuk dapat memecahkan rahasia makam tua ini. Kalau di dalam makam itu memang
terdapat benda pusaka yang jarang terdapat di dunia, itu masih mending. Tetapi kalau
hanya harta benda saja, rasanya tidak sepadan dengan pengorbanan kita"
Mendengar ucapan itu, diam-diam tergetarlah hati Kim loji. Tetapi dia seorang yang
berpengalaman, tahulah ia apa yang terkandung dalam hati Nyo Bun Giau.
"Hm, si keparat ini benar-benar licin sekali," memaki dalam hati. Namun ia pura-pura
tak mengerti dan berkata, "Kupercaya sekalipun tanpa petunjuk dalam kotak pedang itu,
saudara Nyo tentu mampu memecahkan rahasia makam tua ini. Apalagi kita sudah
memiliki denah pada kotak pedang itu. Dengan mudah saudara Nyo tentu dapat. Tentang
apa yang aksn terdapat dalam makam ini, selain harta karun yang tak ternilai jumlahnya,
sebagai contoh akan kusebutkan dua macam benda pusaka yang kiranya saudara Nyo
tentu mengagumi!"
"Silahkan saudara mengatakan!"
"Tahukah saudara dua macam benda pusaka yang disebut Tenggoret Kumala dan Kupu
Emas?" Seketika itu Nyo Bun Giau rasakan dadanya seperti dihantam palu sehingga tubuhnya
menggigil. Serunya tegang, "Apa" Tenggoret Kumala dan Kupu Emas juga berada dalam
makam ini?"
Betapapun kuat iman orang she Nyo itu dalam mengendalikan perasaannya, tetapi
ketika mendengar nama kedua macam benda itu, ia kehilangan ketenangannya lagi.
Kim loji tertawa, "Benar, Tenggoret Kumala dan Kupu Emas, semua berada dalam
makam ini!"
Nyo Bun Giau memperoleh ketenangannya lagi, ujarnya menegas, "Benarkah itu?"
"Seumur hidup belum pernah aku berdusta. Harap saudara Nyo jangan bimbang."
"Cukup kedua benda itu saja, sudah berharga untuk kita tempuh bahaya," kata Nyo
Bun Giau lalu duduk bersila di tanah. Kotak pedang Pemutus Asmara diletakkan di
lututnya. Sambil memeriksa, tangannya membuat guratan di tanah. Beberapa saat
kemudian, ia tenggelam dalam mempelajari denah pada kotak pedang itu hingga lupa
pada Kim loji. Diam-diam Kim loji memperhatikan gurat-gurat di tanah itu. Tetapi yang dilihatnya
hanya dua tiga angka saja. Entah apa sebabnya. Diam-diam ia membenarkan apa yang
disohorkan orang terhadap diri Nyo Bun Giau itu. Orang persilatan memberinya gelar
Perancang sakti.
Sepeminum teh lamanya, Nyo Bun Giau berhenti menggurat tanah ia memandang ke
langit. Dahinya mengeriput seperti menghadapi soal yang sulit.
Karena sudah sekian lama akhirnya Kim loji tak sabar lagi. Segera ia menanyakan
tentang hasilnya.
Nyo Bun Giau berpaling ke belakang menyahut dingin, "Ilmu bangunan apa saja, tentu
takkan terlepas dari perhitunganku. Tak mudah untuk mengelabui mataku. Tetapi kalau
kotak pedang ini bukan disengaja oleh Ko Tok lojin untuk menyesatkan orang, tentulah
saudara Kim belum berhasil memperoleh denah peta yang asli dari makam ini."
"Pedang Asmara tajamnya bukan kepalang. Di dunia hanya terdapat sebatang. Dengan
mata kepala sendiri kusaksikan pedang itu dilolos dari kotak ini. Bagaimanakah kotak itu
dikata palsu?" sahut Kim loji.
Tiba-tiba Nyo Bun giau tertawa meloroh. Sambil berbangkit ia berkata, "Sekalipun tanpa
peta rahasia makam tua ini juga tak mungkin dapat membingungkan aku!" ia terus
melangkah menghampiri persada makam.
Begitu tiba di dekat persada, ia berpaling ke arah Kim loji, serunya, "Harap saudara
jangan kuatir. Jika makam ini benar seperti yang engkau katakan tadi ialah penuh dengan
alat-alat rahasia, maka alat yang pertama ialah patung penyangga makam itu"." ia terus
ulurkan tangan memegang batu hitam di atas persada. Tetapi cepat-cepat ia menarik
tangannya kembali karena menyentuh air dingin. Ketika memeriksa benda itu, ia berseru
kaget, "Ah sebuah batu dingin dari ribuan tahun usianya"."
Kim loji cepat menghampiri dan memegang batu hitam itu. Diam-diam ia memuji mata
Nyo Bun Giau yang dapat mengenali batu itu sebagai batu Kumala dingin yang berumur
ribuan tahun".
Tetapi karena sudah mendengar keterangan Nyo Bun Giau, ia tak mau lekas-lekas
menarik tangannya bahkan malah memutarnya. Terdengar bunyi berdetak-detak dan
mulailah batu itu berputar".
"Lekas menyingkir!" teriak Nyo Bun Giau mendahului loncat ke samping.
Tetapi agaknya Kim loji tak begitu percaya. Tengah dia masih tertegun, tiba-tiba
serangkum angin meniup dan patung penyangga makam itu bergerak.
Kim loji loncat ke tempat Nyo Bun Giau. Di tengah udara ia rentangkan kedua
tangannya dan meluncur ke tanah. Pada saat ia menginjak tanah, Nyo Bun Giau malah
menyerbu ke persada makam.
Duk". patung penyaga makam itu menghantamkan papan batu yang dipegangnya ke
atas makam. Batu dan rumput berhamburan. Diam-diam Kim loji terkejut. Tempat yang
dihantam patung penyangga itu, adalah tempat yang ditempatinya tadi.
Nyo Bun Giau mencekal papan batu hitam dan digoyang-goyangkan. Terdengar bunyi
menderak-derak dan persada makam itu tiba-tiba merekah, terbuka sebuah pintu.
Kuatir kalau ditinggal masuk, Kim loji buru-buru loncat ke pintu batu itu. Nyo Bun Giau
tahu maksud orang. Ia menyisih ke samping dan mempersilahkan Kim loji masuk lebih
dulu. Kim loji tertegun, "Ah, masakan aku berani melancangi saudara Nyo?"- Ia tak berani
masuk lebih dulu karena kuatir akan celaka oleh alat-alat rahasia dalam makam itu.
Nyo Bun Giau segera melangkah masuk dan Kim loji mengikutinya lekat-lekat. Rupanya
Nyo Bun Giau tahu isi hati orang. Namun ia pura-pura tertawa. Sambil berjalan perlahanlahan,
tak henti-hentinya ia berpaling ke kanan kiri untuk mengingat-ingat keadaan tempat
itu. Kira-kira dua tiga meter jauhnya, tiba-tiba terdengar bunyi berderak-derak. Pintu batu
tadi menutup lagi. Terowongan gelap gulita.
Kim loji tertegun dan bertanya dengan perlahan, "Saudara Nyo, apakah peta di atas
kotak pedang itu juga terdapat petunjuk tentang pintu batu ini" " diam-diam ia curiga,
jangan-jangan Nyo Bun Giau hendak main gila.
Orang she Nyo itu menyahut dingin, "Saudara begitu banyak curiga kepadaku, benarbenar
membuat hatiku tawar saja. Kalau begitu silahkan saudara sendiri saja yang masuk
ke dalam makam ini!"
Ternyata pada saat keadaan gelap karena pintu batu tertutup itu, Nyo Bun Giau sudah
melesat ke muka beberapa meter jauhnya.
Diam-diam Kim loji terkejut, pikirnya, "Hm, orang ini memang mencurigakan sekali. Aku
harus mengawasinya."
Iapun segera melesat ke samping orang she Nyo itu seraya berseru, "Jangan salah
paham, saudara. Jika aku mencurigai, masakan aku meminta bantuan saudara?"
Tiba-tiba keadaan berkilat terang, Ternyata Nyo Bun Giau telah menyulut sebatang
korek, "Harap saudara Kim berkata dengan sungguh hati. Saat ini kita berada dalam
keadaan yang berbahaya. Jika tak mau saling membantu, dikuatirkan"."
"Jangankan memang tak punya pikiran begitu, andaikata mengandung kecurigaan
begitupun sama halnya dengan mencari mati sendiri. Dalam dunia persilatan siapakah
yang mampu menandingi keahlian saudara Nyo dalam ilmu alat-alat jebakan" Sekali
saudara mau jail gerakkan sebuah alat, tentulah aku akan mampus disini!"
Habis berkata, diam-diam Kim loji kerahkan tenaganya bersiap-siap. Asal tampak wajah
orang she Nyo itu mengunjukkan pancaran hatinya yang jahat, ia segera hendak
mendahului turun tangan membunuhnya.
Nyo Bun Giau tertawa gelak-gelak, "Ah, janganlah saudara Kim memandang diriku
semacam orang begitu! Nyo-ke-poh termasuk salah satu dari Tiga Marga besar. Aku tak
berani membanggakan diriku sebagai seorang ksatria, tetapi selama ini aku benci terhadap
perbuatan yang mencelakai orang secara pengecut, jika memang aku tak puas terhadap
saudara, tentu segera kuajak saudara bertanding secara terang-terangan"."
"Ah, aku hanya bergurau saja. Harap saudara Nyo jangan marah," kata Kim loji.
Dalam pada bercakap-cakap itu, mereka sudah berjalan beberapa tombak jauhnya.
Tiba-tiba mereka mendengar gemercik air mengalir, Nyo Bun Giau segera memadamkan
koreknya dan tertawa, "Harap saudara Kim pejamkan mata beristirahat. Sebentar lagi kita
akan memasuki tempat yang berbahaya."
Kim loji menurut. Setelah melakukan penyaluran napas beberapa saat, ia membuka
mata lagi. Saat itu ia dapat melihat keadaan lebih jelas.
"Bagaimana ilmu berenang saudara?" tegur Nyo Bun Giau.
"Dalam hal ini, terus terang saja, aku seorang binatang darat. Kebalikannya, kupercaya
saudara Nyo tentu mahir dalam ilmu berenang," kata Kim loji. Kemudian ia menatap
perubahan air muka Nyo Bun Giau.
Orang she Nyo itu hanya tertawa hambar, "Karena terdengar bunyi gemercik air, di
dalam makam ini tentu terdapat alat-alat rahasia untuk menguasai air. Jika tak hati-hati
dan sampai menyentuh alat itu, tentu kita akan terendam air. Karena saudara Kim tak
pandai berenang, silahkan mengikuti di belakangku saja. Sesungguhnya aku belum yakin
sekali akan dapat memecahkan alat-alat rahasia disini. Maka terpaksa, sambil berjalan
akan kukatakan setiap perubahan yang kita hadapi."
Memang sekalipun pada kotak pedang pemutus Asmara itu telah tertera gambargambar
mengenai perlengkapan alat-alat rahasia dalam makam itu, tetapi karena ke 12
ahli bangunan yang menggarap makam itu, masing-masing mempunyai rancangan sendirisendiri,
maka Nyo Bun Giau agak bingung dan mengatakan bahwa kota pedang itu
dipalsukan. Mereka berjalan lagi beberapa tombak. Di sebelah muka terdapat saluran air selebar
satu meter. Airnya deras sekali dan jelas berasal dari aliran luar makam.
"Hai, orang telah mendahului kita masuk kesini!" tiba-tiba Nyo Bun Giau berseru kaget.
"Apa" Apakah dalam dunia persilatan dewasa ini masih terdapat tokoh lain yang paham
tentang alat rahasia?" Kim lojipun terkejut.
"Jangan kuatir, mungkin orang itu sudah mati kelelap," kata Nyo Bun Giau.
Atas pertanyaan Kim loji, Nyo Bun Giau menerangkan sambil menunjuk dinding batu,
"Lihatlah dinding itu nanti saudara tentu percaya omonganku."
Tetapi walaupun sudah memandang dengan seksama, Kim loji menyatakan tak melihat
apa-apa. Nyo Bun Giau tersenyum, "Ah, aku lupa kalau saudara tak pandai berenang"." ia
menunjuk batu di atas kepalanya, "Lihatlah batu di atas ini banyak debu kotorannya.
Tetapi kedua belah dinding ini bersih sekali, jelas tentu terendam air banjir."
Kim loji memuji ketelitian orang she Nyo itu.
Dinding yang terendam air itu masih belum kering seluruhnya. Pertanda bahwa air itu
belum lama menyurutnya. Dari pengalaman selama berpuluh tahun mempelajari ilmu
bangunan, kuduga tentu ada orang yang lebih dulu telah masuk ke makam ini. Dan secara
tak sengaja orang itu telah menyentuh alat-alat penggerak air sehingga membanjiri
terowongan. Menilik sempitnya terowongan ini, betapapun pandai ia berenang, orang itu
tentu tetap mati terbenam air."
"Kalau begitu orang yang masuk kesini itu, tentu sudah mati!" Kim loji menegas.
"Kecuali dia beruntung mendapat alat penggerak air itu"."
Tetapi rupanya Kim loji masih gelisah. Ia masih menanyakan apakah orang itu sudah
positip mati atau belum.
"Ah, itu soal kecil. Anggap saja tipis kemungkinannya mereka dapat hidup," sahut Nyo
Bun Giau. Mereka melanjutkan perjalanan lagi. Sambil berjalan tak henti-hentinya perhatian Nyo
Bun Giau meneliti keadaan di sekelilingnya. Setelah membelok dua buah tikungan, tibatiba
di sebelah muka tampak terang benderang. Lorong yang sempit dan gelap tadi, saat
itu berubah merupakan dua buah ruangan batu besar kecil yang terang seperti kaca.
Penerangan itu berasal dari 4 butir mutiara yang dipasang di empat sudut.
Ruangan itulah yang didatangi Han Ping. Penuh dengan ratna mutu manikam yang tak
ternilai harganya. Juga tulisan yang memberi peringatan agar orang jangan temaha harta
dan hanya diperbolehkan mengambil sebuah saja, tetap masih terdapat disitu.
"Menilik isi ruangan ini, kabar yang didesas-desuskan orang itu memang benar," kata
Kim loji. Tetapi Nyo Bun giau tawar-tawar saja terhadap harta karun itu. Tetapi dalam batin,
diam-diam ia kagum sekali. Permata mustika yang terdapat disitu, jauh lebih hebat dari
simpanannya di rumah.
"Saudara Nyo," tiba-tiba Kim loji berkata, "rumitnya larangan dari Ko Tok lojin tidak


Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

boleh memasuki ruangan ini, menandakan bahwa disitu tentu terdapat perkakas
rahasianya"."
Nyo Bun Giau mengatakan bahwa ia memang sedang memikirkan hal itu. Ia memeriksa
ke empat dinding tetapi tiada menemukan suatu apa. Kim loji menganjurkan supaya Nyo
Bun Giau memeriksa kotak pedang lagi. Sementara ia sendiri lalu kerahkan tenaga untuk
mendorong pintu kamar. Tetapi sedikitpun tak bergeming malah ia sendiri tersurut
mundur. Nyo Bun Giau mengambil kotak pedang dan meneliti kamarnya. Kemudian ia
menghampiri pintu batu itu dan mengukurnya. Beberapa saat kemudian, ia menyimpan
kotak lagi lalu menekan sebuah huruf Khek (tamu ) dari papan peringatan tadi sekuatkuatnya.
Seketika terdengar bunyi berderak-derak dan terbukalah pintu itu lebar-lebar.
Kim loji cepat loncat ke ambang pintu dan berpaling, "Marilah saudara Nyo!"
Nyo Bun Giau tertawa, "Ah, saudara begitu curiga kepadaku, sungguh tak enak
hatiku"."
"Jangan salah paham, aku sungguh-sungguh tak mencurigai saudara. Tetapi hanya
kuatir pinyu ini akan menutup lagi maka terpaksa mendahului loncat kesini," kata Kim loji.
Nyo Bun Giaupun segera melangkah masuk. Begitu berada di dalam, ternyata keadaan
jauh berbeda sekali. Sebuah bangunan besar terdiri dari 6 atau 7 ruangan. Di tengahtengah
ruangan besar terdapat sebuah Ting atau bejana kaki tiga setinggi dua meter yang
masih mengepulkan asap warna hitam.
Ternyata dinding ruangan besar itu terbuat dari batu hitam sehingga keadaannya gelap.
Tiba-tiba pintu itu mengatup lagi. Ruangan makin gelap gulita. Walaupun kedua tokoh itu
berilmu sakti tetapi tak urung mereka berdebar tegang juga.
"Saudara Nyo, tolong periksa lagi kotak pedang itu, apakah terdapat keterangan
tentang kamar gelap ini," akhirnya Kim loji tak tahan.
Terdapat Nyo Bun Giau tertawa meloroh dari sudut ruangan, serunya, "Silahkan kemari,
saudara Kim. Kemungkinan ruangan ini akan terjadi sesuatu."
Walaupun dalam hati memaki, namun terpaksa Kim loji perlahan-lahan menghampiri
sudut ruangan. Dia memang seorang yang banyak curiga. Ia kuatir Nyo Bun Giau akan
main gila, pun takut kalau alat-alat rahasia ruangan itu akan bergerak. Terpaksa ia
berjalan setengah merangkak.
Tiba-tiba tampak api berkilat dan ruangan gelap itu mendadak terang. Tampak jenggot
Nyo Bun Giau yang memanjang ke dada itu menyungging senyum kepada Kim loji. Dalam
pandangan Kim loji senyum orang she Nyo itu terasa seram seperti iblis. Seketika ia
teringat bahwa Nyo Bun Giau itu memang seorang tokoh yang ganas seram. Diam-diam
menggigillah hati Kim loji.
Nyo Bun Giau duduk bersila di sudut ruang itu. Ia menyulut korek dan menanyakan
apakah Kim loji juga membawa korek.
"Ah, sayang aku tidak membekal"." " belum habis Kim loji berkata, tiba-tiba Bejana
kaki tiga itu berbunyi berderak-derak.
"Saudara Kim, lekas menyingkir kemari".!" buru-buru Nyo Bun Giau meneriaki. Kim
lojipun cepat loncat ke samping orang.
Pada saat itu Nyo Bun Giaupun lontarkan koreknya ke arah bejana raksasa itu.
Berbareng itu iapun serentak berbangkit terus loncat ke arah bejana itu, Kim loji
mendengus dan terpaksa mengikuti jejaknya.
Wut, wut, wut". terdengar angin mendesir tajam. Ternyata bejana raksana itu
menghamburkan hujan anak panah ke empat penjuru.
Pada saat itu Nyo Bun Giau masih mengapung di atas. Cepat ia kerutkan sepasang
kakinya untuk menahan diri lalu menggeliat ke atas lagi seraya lepaskan hantaman. Hujan
anak panah itu berhamburan jatuh ke tanah dan berhenti.
Celaka adalah Kim loji. Karena terhalang oleh tubuh Nyo Bun Giau, ia tak dapat
melambung lebih tinggi sehingga bajunya kena terlubang dua batang anak panah. Ia
marah sekali tetapi karena sedang melambung di udara, ia tak dapat berbuat apa-apa.
Selekas turun ke lantai, ia siapkan tinju dan menegur keras, "Mengapa engkau
memanggil aku datang sebaliknya engkau sendiri terus loncat ke udara menghindari hujan
anak panah itu?"
Nyo Bun Giau hanya menyahut dingin, "Jika tak kupanggilmu kemari, kemungkinan
engkau sudah mati di bawah hujan anak panah beracun". dan apabila tak kulemparkan
korek itu ke arah bejana, engkau tentu tidak tahu akan hujan panah itu!"
Diam-diam Kim loji memaki orang itu. Kini baru ia tahu bagaimana pribadi Nyo Bun
Giau sebenarnya. Orang mengatakan orang she Nyo itu peramah dan baik budi, tetapi
ternyata seorang iblis yang ganas. Diam-diam ia berjanji, apabila kelak keluar dari makam
itu, ia hendak menyiarkan kebusukan Nyo Bun Giau ke seluruh dunia persilatan.
"Apapun penilaian saudara Kim, tetapi saat ini, kita berdua harus bahu membahu kerja
sama. Kalau tidak, dikuatirkan kita takkan dapat keluar dari makam ini" tiba-tiba Nyo Bun
Giau berkata. "Aku Kim loji, bukan manusia yang mudah ditekan, hm, janganlah saudara Nyo kelewat
memandang rendah kepadaku!" sahut Kim loji marah.
"Jika saudara tak percaya, mari kita coba," kata Nyo Bun Giau berpaling seraya tertawa.
Mendadak Kim loji lekatkan kedua tangannya ke punggung Nyo Bun Giau, "Asal aku
benar-benar mau melancarkan tenaga dalam, tentulah organ dalam tubuhmu hancur
berantakan"."
Tawar-tawar saja Nyo Bun Giau menyahut tertawa, "Ho, jangan harap tinju saudara
mampu meremukkan tubuhku. Tetapi andaikata orang she Nyo ini mati karena
pukulanmu, kaupun jangan harap mampu keluar dari makam ini!"
Kim loji tertegun. Ia menarik pulang tangannya, "Sekalipun sudah lama mendengar
nama saudara, tetapi baru ini hari aku benar-benar mengenal saudara."
"Ah, jangan memuji"." baru Nyo Bun Giau menyahut begitu tiba-tiba bejana besar itu
berderak-derak lagi dan berputar deras. Buru-buru Kim loji menyelinap bersembunyi di
belakang Nyo Bun Giau.
Sejenak memandang ke arah bejana itu, Nyo Bun Giau segera suruh Kim loji mundur ke
sudut ruang lagi. Habis berkata, jago she Nyo itu loncat ke atas bejana,
Gerakan Nyo Bun Giau cepat sekali dan tepat pada saat Kim loji terkejut mendengar
perintah mundur tadi. Ia tak sempat lagi menghantam punggung orang. Dalam tertegun,
diam-diam ia menyadari bahwa pukulannya tak mengenai tepat pada jalan darah she Nyo
itu, tak mungkin dapat merubuhkannya.
Sebagai seorang pengalaman, ia tahu gelagat dan menyurut untuk mundur kesudut
ruang, seraya berkata, "Harap saudara Nyo berhati-hati"."
"Jangan kuatir saudara!" sahut Nyo Bun Giau sambil tertawa. Ia segera menekan
bagian bawah dari bejana itu.
Terdengar bunyi berderak-derak nyaring dan bejana yang berputar-putar itupun
berhenti. Bagian 19 Kisah Putus kasih.
Kim loji memandang lekat-lekat kepada gerak gerik Nyo Bun Giau. Selekas bejana
berhenti berputar, cepat ia loncat menghampiri.
Tetapi Nyo Bun Giau mencegah, "Harap saudara Kim tetap berada di sudut situ dulu.
Dikuatirkan bejana ini masih akan menaburkan"." " belum habis berkata bejana besar itu
tiba-tiba menyemburkan air yang amis sekali baunya.
Kim loji rebahkan punggungnya ke lantai lalu berguling-guling kembali ke sudut
ruangan lagi. Air itu beracun dan menghamburkan hawa racun yang keras sekali. Dalam sekejap saja,
seluruh ruang telah berselubung bau amis. Untunglah air itu segera berhenti menyembur.
Tetapi bau busuk-busuk amis itu masih bertebaran. Sekalipun memiliki kepandaian sakti
tetapi kedua tokoh itu tak dapat bertahan diri juga. Mereka rasakan kepala pening, isi
perutnya mulai meliuk-liuk hendak muntah keluar.
Nyo Bun Giau segera mengeluarkan dua butir pil. Yang sebutir dikumurnya dalam mulut
dan yang sebutir diserahkan kepada Kim loji seraya menyuruhnya mengumur.
Kim loji tak segera menelan pil itu melainkan memandang Nyo Bun Giau lekat-lekat.
Nyo Bun Giau tertawa, "Jangan kuatir, harap segera mengumurnya untuk menahan
serangan bau. Jika pil itu mematikan orang, tentu aku yang akan mati lebih dulu!"
"Baiklah," sahut Kim loji terus mengumurnya. Seketika ia rasakan perut dan dadanya
nyaman. Rasa muak hendak muntahpun lenyap.
"Harap saudara Kim kemari membantuku menghentikan bejana ini!" seru Nyo Bun Giau.
Kim loji perlahan-lahan menghampiri. Tetapi masih kurang 7-8 langkah, tiba-tiba ia
berhenti. Nyo Bun Giau loncat turun dari atas bejana, serunya, "Jika perhitunganku tak salah, tak
sampai seperempat jam lagi, bejana ini tentu akan menyingkir sendiri."
Kim loji mengiakan saja. Ia menyadari bahwa jiwanya saat itu berada di tangan Nyo
Bun Giau. Setiap saat jika mau, orang she Nyo itu dapat mencelakainya.
Nyo Bun Giaupun tahu isi hati orang. Diam-diam ia geli karena telah menaklukkan
kecongkakan Kim loji. Kembali ia mengingatkan orang itu bahwa menghadapi tempat yang
begitu berbahaya, harus kerja sama bantu membantu.
"Sudah tentu aku hanya menggantung tenaga saudara Nyo," kata Kim loji.
Diam-diam Nyo Bun Giau menimang dalam hati, "Orang menyohorkan bahwa Kim loji
itu luas sekali pergaulannya. Dengan pihak It-kiong, Ji-koh dan Sam-toa-poh, dia
mempunyai hubungan baik. Kiranya kabar itu memang benar. Dia seorang manusia yang
licin dapat merubah sikap menurut gelagat keadaan, Hm, jika orang macam begitu tak
kulenyapkan dalam makam ini, kelak tentu merupakan bahaya besar!"
"Saudara benar," katanya sambil tertawa, "memang kepandaian di dunia ini tiada
batasnya. Dalam hal kepandaian ilmu silat, aku kalah dengan saudara. Tetapi dalam ilmu
alat-alat rahasia, aku paling banyak mempelajarinya. Dalam menghadapi keadaan yang
penuh bahaya seperti makam ini, kita harus mengembangkan kepandaian kita masingmasing
dan saling bantu membantu. Hanya dengan cara itulah kita akan dapat keluar dari
tempat ini."
Kim loji mengiakan.
Tiba-tiba bejana besar itu bergerak melambung ke atas. Sampai dua tiga meter
tingginya baru berhenti. Ternyata di bawah bejana itu merupakan sebuah lubang yang
dalam. Ketika Kim loji hendak menjenguk keadaan lubang itu, tiba-tiba korek yang melekat
pada bejana itu padam.
Nyo Bun Giau menghela napas, "Ah, ahli yang menciptakan bagunan makam itu,
memang lebih dari aku. Kalau menurut perhitungan, seharusnya bejana bergerak ke
samping, tidak ke atas."
Nyo Bun Giau mengambil korek lagi. Setelah menyulut, ia ajak Kim loji maju ke bawah
bejana. Saat itu Kim loji seperti kerbau tercocok hidungnya, kemana orang menariknya
terpaksa harus ikut, jika berani membangkang, setiap saat dapat dicelakai Nyo Bun Giau.
Dengan sikap patuh sekali, ia segera mengikuti di belakang orang.
Begitu tiba di bawah bejana, mengamati sebentar, tiba-tiba Nyo Bun Giau loncat masuk
ke bawah lubang. Selekas jago she Nyo itu menginjak tanah. segera Kim loji berseru
dengan lantang dan hormat, "Saudara Nyo, apakah aku boleh ikut turun ke bawah?"
"Hm, sekalipun engkau jual lagak menghormat seperti seorang hamba sahaya, toh
tetap harus mati dalam makam ini," kata Nyo Bun Giau dalam hati.
"Ah, jangtn begitu menghormat padaku. Silahkan turun," serunya sambil tertawa.
Ketika berada di bawah, dari penerangan korek yang dibawa Nyo Bun Giau, Kim loji
melihat sebuah pintu berwarna hitam berada beberapa meter di sebelah muka.
"Harap saudara memutar rantai besi pintu itu sampai 12 kali, pintu itu tentu akan
terbuka," kata Nyo Bun Giau.
Sejenak bersangsi, akhirnya Kim loji melakukan perintah juga. Ia putar rantai pintu
sampai 12 kali. Pada saat ia hendak mundur, tiba-tiba matanya silau oleh selintas sinar
gemerlap. Buru-buru ia menyurut mundur dengan cepat. Tetapi ah". sederet pagar besi
meluncur turun dari atas hendak menutup jalannya. Cepat ia songsongkan kedua
tangannya untuk menahan. Cret". aduh".ia menjerit tertahan. Sebatang golok tajam
yang tiba-tiba menabas dari atas pintu, telah membabat putus lengannya sampai sebatas
bahu. Tetapi ia seorang jago yang tinggi lwekangnya. Sekalipun kehilangan sebelah
lengan, namun ia dapat menahan golok itu meluncur turun membabat tubuh.
Berpaling ke belakang, dilihat tembokpun telah muncul dua batang tongkat besi. Satu
di atas. satu di bawah, tepat menyambut orang yang hendak mundur. Dengan demikian
Kim loji telah terkurung rapat, maju mundur tak dapat.
Rupanya pencipta dari alat rahasia dalam ruang itu telah memperhitungkan bahwa
orang yang masuk kesitu tentulah mereka yang memiliki kepandaian tinggi. Maka pada
tembokpun telah disediakan dua batang tongkat besi untuk menghadang jalan mundur.
Kim loji kerahkan tenaga dalam untuk menutuk jalan darah tubuhnya. Setelah
menghentikan darahnya yang keluar, ia menatap Nyo Bun Giau dan berkata dengan
tersenyum, "Ah, tak kira kalau pintu itu telah diperlengkapi dengan alat-alat rahasia yang
begitu hebat, Untung hanya kehilangan sebelah lengan saja, masih tak apa!"
Sebelumnya diam-diam Nyo Bun Giau sudah siapkan pengerahan tenaga dalam. Jika
Kim loji mengucapkan kata-kata yang tak enak, segera ia hendak menghabiskan jiwanya.
Diluar dugaan, Kim loji ternyata bersenyum-senyum dengan ramahnya. Bahkan
mengakui bahwa kecelakaan itu adalah kesalahannya sendiri. Sedikitpun tak marah
kepada Nyo Bun Giau. Sudah tentu ketua marga Nyo itu terkesiap.
"Hm, rase tua ini benar-benar licin bukan kepalang. Jika kali ini tak dilenyapkan disini,
tentu dia akan memusuhi aku terus menerus," diam-diam Nyo Bun Giau membatin. Dan
bulatlah keputusannya untuk membunuh orang she Kim itu.
Walaupun hatinya mengandung dendam kebencian namun mulut ketua marga Nyo itu
tetap mengulum senyum. Dan ia pura-pura menghela napas menyesal atas terjadinya
peristiwa itu. "Akulah yang salah sehingga mencelakai saudara Kim. Ah, hatiku sungguh
tak enak."
"Ah, mana dapat menyalahkan saudara. Memang aku sendiri yang salah karena
kepandaianku begitu rendah"." kata Kim loji seraya loncat keluar dari jeruji besi itu.
Nyo Bun Giau memberi sebungkus obat, melumurkan pada lengan Kim loji dan
membalutkannya. Kim loji menghaturkan terima kasih.
Tiba-tiba terdengar bunyi berderak-derak dan golok serta tongkat besi itupun menyurut
kembali ke tempatnya masing-masing.
Pada saat Nyo Bun Giau berputar tubuh, saat itu juga Kim loji sudah mengangkat
tangan hendak menghantamnya. Tetapi entah bagaimana, pada lain saat, ia batalkan
niatnya. Sesungguhnya Kim loji memang seorang yang banyak kecurigaan. Ia kuatir kalau Nyo
Bun Giau sudah bersiap. Apalagi iapun menyadari bahwa pada saat itu ia sedang
menderita kesakitan hebat akibatnya lengannya kutung. Jika hantamannya itu tak berhasil
mematikan lawan, tentulah orang she Nyo itu akan membalasnya. Dalam keadaan seperti
saat itu, jelas ia tak berdaya menghadapi Nyo Bun Giau. Dengan pertimbangan itulah
maka ia tak jadi menghantam.
Di belakang kedua pintu hitam itu, terdapat sebuah ruangan batu warna hitam juga.
Tetapi bentuknya berbeda. Sempit tetapi memanjang mirip dengan peti mati. Pada ujung
dinding terdapat 4 buah peti besi yang besar.
Sambil menyuluhkan korek ke atas, Nyo Bun Giau menghampiri peti itu lalu
menghantam kunci sebuah peti. Brak". peti itupun terbuka.
"Hebat sekali kiranya pukulan saudara!" dengan menahan sakit. Kim loji memberi
pujian. "Ah, jangan memuji saudara Kim. Aku hanya menggunakan pukulan Toa-lat-kim-kong
ciang yang masih rendah mutunya" kata Nyo Bun Giau.
Diam-diam Kim loji terkejut. Toa-lat-kim-kong-ciang merupakan salah sebuah pukulan
istimewa dari ke 72 ilmu pusaka gereja Siau-lim-si. Heran ia dibuatnya mengapa Nyo Bun
Giau dapat mempelajari ilmu yang sakti itu.
Rupanya Nyo Bun Giau dapat mengetahui isi hati Kim loji. Ia tertawa menyeringai,
ujarnya, "Apakah saudara Kim heran atas kata-kataku tadi" Toa-lat-kim-kong-ciang
merupakan salah satu dari ke 72 ilmu pusaka Siau-lim-si. Karena aku bukan murid Siaulim-
si tentulah aku tak mampu mempelajari ilmu pukulan itu, bukankah begitu?"
"Ah, masakan aku berani menyangsikan"."
"Kalau saudara Kim tak percaya, cobalah saudara terima sebuah pukulanku," dengan
wajah seram ketua marga Nyo itu segera mengangkat tangannya kanan.
Kim loji menyurut mundur dua langkah dan tertawa, "Ke 72 ilmu pusaka Siau-lim-si itu
memang tersiar luas di dunia persilatan. Apalagi ilmu pukulan Toa-lat-kim-kong-ciang itu.
Sepanjang pengetahuanku, sudah ada lima macam"."
Keterangan Kim loji itu benar-benar dapat menimbulkan keheranan Nyo Bun Giau. Ia
turunkan tangannya ke samping, menghampiri sebuah peti besi lagi, Bum". peti terbuka
dan memancarlah sinar kemilau yang gilang gemilang.
Ternyata dalam peti itu tersimpan permata ratna mutu manikam yang tak ternilai
jumlahnya. Ketika berpaling melirik peti itu, agak tergeraklah hati Nyo Bun Giau. Pikirnya,
"Jika tak menyaksikan sendiri, orang tentu tak percaya bahwa dalam makam tua sini
terdapat sekian banyak harta karun. Sekalipun istana raja, belum tentu lebih banyak dari
sini. Ah, hampir separuh hidupku kuhabiskan untuk mengumpul harta permata, tetapi
tetap belum seperseratus dari harta dalam peti ini"."
Serentak ia berpaling kepada Kim loji, "Sudah lama kudengar bahwa saudara
berpengalaman luas sekali. Maukah saudara memberitahukan tentang tersiarnya ilmu
pusaka Siau-lim-si diluaran itu?"
Kim loji tertawa, "Mengapa tidak"."- sejenak berhenti, ia berkata pula, "Bukan aku
hendak membanggakan diri. Tetapi aku tak menghiraukan seluruh ilmu pusaka Siau-lim-si
itu tersiar di dunia persilatan"."
"Harap saudara suka bicara yang genah. Sekalipun pengetahuanku sempit tetapi
kutahu juga tentang pengaruh Siau-lim-si. Turut apa yang kuketahui, dewasa ini belum
terdapat tokoh persilatan yang berani cari perkara dengan Siau-lim-si. Tetapi karena
terpancang oleh peraturan gereja yang keras maka murid-murid Siau-lim-si jarang muncul
diluar. Oleh karena itu maka kelompok It-kiong dan ji-kohlah yang lebih termahsyur di
dunia persilatan"."
Kim loji tertawa gelak-gelak, "Saudara Nyo benar. Jangankan It-kiong dan ji-koh,
sedangkan tokoh Sin-ciu-it-kun Ih Thian-heng yang paling ditakuti oleh seluruh kaum
persilatan dari Kanglam-Kangpak, pun tak berani menyalahi Siau-lim-si. Tetapi anehnya,
manusia seperti aku ini, berani menantang padri sakti dari Siau-lim-si"."
Nyo Bun Giau mendengus, "Jika saudara tetap menepuk dada, maaf, aku tiada minat


Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengarkan lagi!"
"Jika saudara masih ingat akan kata-kataku ketika berada diluar makam tadi tentang
sebuah rahasia yang menyangkut gereja Siau-lim-si. Tentulah saudara menganggap aku
bukan jual omong kosong!" kata Kim loji.
Diam-diam Nyo Bun Giau mengakui tentang kemungkinan hal itu.
Kim loji tertawa, ujarnya, "Memang dalam hal ilmu kesaktian, aku tak menang dengan
padri-padri Siau-lim-si. Tetapi dengan rahasia itu sebagai pegangan aku mampu membuat
Goan Thong taysu, ketua Siau-lim-si, menurut perintahku. Kalau tak percaya, kelak kalau
keluar dari sini, akan kubawa saudara ke Siau-lim-si dan membuktikan benar tidaknya
omonganku ini!"
Nyo Bun Giau tersenyum, "Kalau begitu, jika seumur hidup kita dapat keluar dari sini,
rahasia itu tak mungkin kudengar?"
Diam-diam Kim loji tergetar hatinya. Ia merasa kata-kata Nyo Bun Giau itu makin jelas
mengunjukkan maksud hendak membunuhnya. Ah, untuk lolos dari orang she Nyo ini,
sukar sekali. Namun Kim loji tetap bersikap tenang. Ia tertawa hambar, "Bukan begitu maksudnya.
Tetapi benar-benar cerita itu panjang sekali, sedang saat ini kita masih terancam bahaya.
Entah mati entah hidup. Andaikata aku melanggar janji orang dan memberitahukan
rahasia itu kepada saudara, bagi saudara tiada banyak gunanya tetapi bagiku merupakan
suatu kecemaran. Bukankah merelakan aku, dalam detik-detik terakhir dari hidupku ini,
dapat mati tanpa dicela orang karena tak pegang janji".?"
Ia berhenti sejenak menghela napas, katanya pula, "Jika saudara Nyo benar-benar
mempunyai kemampuan untuk keluar dari neraka ini, aku pasti takkan ingkar janji untuk
memberitahukan rahasia itu kepada saudara. Dengan berpegang rahasia itu, saudara pasti
dapat memaksa ketua Siau-lim-si untuk menyerahkan kitab pusaka yang berisi pelajaran
ke 72 ilmu pusaka mereka. Hal itu pasti akan membawa manfaat besar bagi saudara!"
"Hm, biarpun engkau putar lidah sampai kering ludahmu, jangan harap dapat
menghapus keputusanku untuk membunuhmu," kata Nyo Bun Giau dalam hati.
Namun dengan tersenyum ia berkata ."Turut pengetahuanku, selama beratus-ratus
tahun ini, tiada seorang padri Siau-lim-sipun yang dapat menguasai ke 72 ilmu pusaka
gereja itu. Biarpun mendapat kitab pusaka itu, tetapi mengingat umurku sudah lebih dari
50 tahun. Sukar bagiku untuk mempelajari ilmu itu."
Kim loji makin berdebar hatinya. Diam-diam ia sudah merasa bahwa orang she Nyo itu
pasti akan membunuhnya. Ah, daripada mati konyol, lebih baik ia adu kekuatan saja.
Diam-diam ia kerahkan tenaga dalam bersiap-siap.
Kedua orang itu sama-sama seorang tokoh yang licin. Walaupun dalam hati akan saling
membunuh, tetapi lahirnya mereka tetap ramah. Sejenak bertukar pandang, Nyo Bun Giau
segera mengbampiri peti kedua dan menghantam tutupnya. Diam-diam Kim loji
memperhatikan gerak pukulan orang she Nyo itu. Ternyata memang tidak mirip dengan
pukulan Thiat-sat-ciang (pukulan Pasir besi). Diam-diam ia terkejut, pikirnya, "Ah, kalau
dia benar-benar memiliki pukulan Toa-lat-kim-kong-ciang, sukarlah dilawan ".."
Sambil berpaling ke arah Kim loji, Nyo Bun Giau tertawa, "Kalau peti ini juga berisi
harta pusaka, kita bagi rata satu orang satu peti"."
"Aku sudah sebatang kara dan hidup merana dalam pengembaraan. Bagiku permata itu
tidak berguna, Dengan rela hati kuserahkan semua itu kepada saudara saja," tukas Kim
loji. "Ah saudara Kim hanya menginginkan Tenggoret kumala dan kupu-kupu kumala itu
saja?" "Ah, tidak. Cukup salah satu sajalah," Kim loji tertawa.
Nyo Bun Giau tersenyum. Diam-diam ia mendengus dalam hati, "Hm, kemungkinan
satupun jangan harap engkau akan memperolehnya"."
Ketua marga Nyo itu segera membuka peti. Ah, ternyata peti itu juga penuh dengan
ratna mutu manikam yang tak ternilai harganya.
Di tengah-tengah dipalang oleh dua batang Giok-ci atau garisan kumala sebesar lengan
bayi. Yang satu diukir lukisan Naga dan yang satu ukiran burung cendrawasih.
Nyo Bun Giau mengambil Giok ci yang berukir naga. Ketika mengangkat hendak
memeriksanya, tiba-tiba diletakkan lagi lalu cepat-cepat menyurut mundur".
Kim loji selalu mengikuti gerak gerik orang dengan penuh perhatian. Ia terkejut ketika
Nyo Bun Giau menyurut mundur. Dengan kerahkan tenaga dalam, ia miringkan tubuh dan
gunakan bahunya sebelah kiri untuk membentur punggung Nyo Bun Giau.
Karena tak menduga, benturan itu membuat Nyo Bun Giau terjorok ke muka. Untuk
menjaga keseimbangan tubuh, ia ulurkan tangannya menjamah peti besi itu. Wut, wut,
wut". tiba-tiba dari dalam peti itu berhamburan serangkum jarum beracun! Nyo Bun Giau
mendengus dingin seraya loncat ke samping, namun tak urung, lengannya yang kiri
termakan dua batang jarum beracun itu. Seketika ia rasakan lengannya kesemutan. Buruburu
ia kerahkan tenaga dalam untuk menutup jalan darahnya. Kemudian berpaling ke
arah Kim loji dan tersenyum, "Apakah saudara Kim menghendaki supaya aku mati tertabur
jarum lalu saudara dapat memiliki semua harta pusaka ini?"
Melihat sikap Nyo Bun Giau agak berubah dari biasanya, diam-diam Kim loji menduga
bahwa jarum beracun itu tentu luar biasa ganasnya. Tidak mudah untuk mengobati luka
itu, Serentak timbullah nyali Kim loji.
Ia tertawa gelak-gelak, serunya, "Ah, tidak, tidak. Aku tak sengaja membentur saudara.
Sungguh mati, memang tak sengaja."
Perlahan-lahan Nyo Bun Giau mengangkat lengannya kanan, menggulung lengan
bajunya dan berkata, "Ah, kali ini tepat sekali saudara cara membentur sehingga lenganku
termakan 2 batang jarum beracun!"
Ketika mengawasi, Kim loji melihat pada jalan darah di siku orang she Nyo itu tertancap
dua batang jarum perak yang sehalus rambut besarnya. Entah berapa panjang nya jarum
itu tetapi bagian tangkai yang masih menonjol diluar itu, kira-kira masih beberapa centi.
"Ah, dengan demikian, kita benar-benar akan sehidup semati. Aku kehilangan sebuah
lengan kiri dan saudara termakan jarum. Tetapi itupun masih kurang adil. Karena lengan
saudara itu hanya luka kecil saja!" seru Kim loji,
Nyo Bun Giau tertawa, "Biarlah kuberitahu kepadamu. Jarum itu berlumur racun yang
ganas sekali. Untung yang kena itu aku. Jika terjadi pada diri saudara, tentu saudara tak
dapat hidup lebih lama dari 12 jam"."
Kim loji tertegun serunya, "Kalau begitu, saudara tak jeri terhadap jarum beracun?"
Nyo Bun Giau mengeluarkan 2 butir pil terus ditelannya. Kim loji hendak mencegahnya
tetapi sudah tak keburu lagi.
"Ha, ha," Nyo Bun Giau tertawa gelak-gelak, "saudara telah menyia-nyiakan
kesempatan bagus untuk membunuh diriku"." ia berhenti mengurut-urut jenggotnya lalu
tertawa pula, "Pada saat terkena jarum tadi, aku harus menyalurkan tenaga dalam untuk
menutup jalan darah supaya racun itu jangan sampai merembes ke dalam tubuh. Apabila
pada saat itu saudara terus menyerang sehingga aku tak sempat menutup jalan darah,
sekalipun aku tak melayani serangan itu, tetapi apabila waktunya terlalu lama, racun itu
tentu menjalar ke tubuhku dan pasti jiwaku melayang!"
"Ah, belum tentu," sambut Kim loji, "sekalipun saudara mempunyai pil mukjizat yang
dapat menghidupkan orang yang mati, tetapi sebelum daya pil itu bekerja, tentu sukar
juga saudara untuk mencegah racun itu merembes ke tubuh."
Nyo Bun Giau tersenyum, "Dalam dunia persilatan siapakah yang tak tahu tentang
kemahiranku dalam ilmu bangunan dan ilmu obat-obatan. Selekas pil itu kutelan, selekas
itu juga racun tentu terhenti!"
Diam-diam Kim loji membatin bahwa kemungkinan yang dikatakan orang she Nyo itu
memang benar. Ia merasa luka pada lengannya masih belum sembuh sama sekali. Jika
harus bertempur, dikuatirkan luka itu akan mengucurkan darah lagi. Memang sebelum Nyo
Bun Giau menelan pil, kemungkinan ada harapan. Sekalipun luka lengannya akan kambuh
dan ia rubuh karena kehabisan darah, tetapi pada saat itu Nyo Bun Giaupun tentu akan
mati juga. Ia puas kalau bisa mati berbareng.
Akhirnya ia memutuskan untuk menunda rencananya pada lain kesempatan lagi.
"Ah, kalau saudara Nyo begitu mencurigai, aku sungguh tak enak hati. Masakan aku
mengandung hati busuk seperti itu" Bukankah jelas kalau aku tak nanti mampu keluar dari
makam ini tanpa petunjuk saudara?"
Nyo Bun Giau tersenyum memandang orang. Tetapi bagi Kim loji, senyum orang she
Nyo itu penuh memancarkan kebengisan yang menyeramkan.
Keduanya saling berpandangan sampai beberapa saat. Tiba-tiba Nyo Bun Giau
mencabut jarum beracun dari lengannya dan berkata, "Saudara Kim telah dua kali
kehilangan kesempatan untuk membunuh aku," tiba-tiba ia tertawa nyaring, "ketahuilah
bahwa obat yang bagaimana mukjizatnya, tak mungkin sekali telan terus dapat mencegah
racun. Tadi meskipun saudara telah menduga tepat tetapi saudara tak mempunyai
kepercayaan pada diri sendiri sehingga tak berani bertindak. Inilah yang kumaksud bahwa
saudara telah kehilangan kesempatan yang kedua kali. Kugunakan saat-saat saudara
termenung diam dan mengajak saudara bicara tadi, untuk mengerahkan tenaga dalam
mencegah racun itu. Aku telah berhasil mengumpulkan racun itu ke ujung jari
kelingkingku. Asal kubelah ujung kelingkingku, racun tentu akan mengalir keluar!"
"Terserah saudara Nyo hendak menduga apa saja, aku takkan membantah," sahut Kim
loji. Nyo Bun Giau tertawa dingin, "Kalau aku bermaksud hendak membunuhmu dan
mengangkangi harta karun dalam makam ini, bagaimanakah tindakan saudara."
Bahwa orang she Nyo itu secara blak-blakan mengutarakan isi hatinya, benar-benar
mengejutkan Kim loji. Tetapi sebagai seorang persilatan yang kenyang pengalaman, cepat
Kim loji dapat menekan ketenangannya.
"Sukar bagiku untuk mengatakan apa-apa. Bagaimana tindakan saudara Nyo terhadap
diriku, kuserahkan saja," sahut Kim loji dengan tertawa hambar.
Kali ini Nyo Bun Giau tertegun mendengar penyahutan yang tak disangka-sangkanya
itu, ujarnya, "Tetapi jangan kuatir, akupun tak mengandung hati sekejam itu. Namun
saudara sendirilah yang sesungguhnya mengandung maksud melakukan pembunuhan
terhadap diriku itu. Sejak memasuki makam ini, saudara sudah bersiap siap untuk turun
tangan. Oleh karena itu, terpaksa akupun mengambil langkah. Daripada dibunuh, lebih
baik kuturun tangan lebih dulu!"
Kim loji tertawa, "Baru saja aku kehilangan sebelah lengan, sudah tentu tiada berdaya
melawan saudara. Bagi alamat saudara Nyo yang sudah termahsyur di dunia persilatan,
apakah takkan ditertawakan orang apabila membunuh orang yang sudah tak berdaya?"
Nyo Bun Giau tertawa tawar, "Di dalam makam ini hanya terdapat kita berdua. Asal
setelah membunuh, aku tak memberitahukan kepada orang, siapakah yang akan tahu?"
Melihat orang she Nyo itu bersikap benar-benar hendak membunuhnya, terkejutlah Kim
loji, ia kuatir ketua marga Nyo itu segera akan melaksanakan ucapannya. Tiba-tiba ia
teringat sesuatu.
"Ah, mungkin tidak begitu," ia tertawa dingin, "bukankah saudara masih ingat pada
waktu kita hendak masuk ke dalam makam ini, saudara mengatakan bahwa sudah ada lain
orang yang telah mendahului masuk kesini" Menilik alat-alat rahasia di makam ini begini
hebatnya, jika tak pandai tentang ilmu alat-alat rahasia, tentulah orang itu sukar keluar
dari sini!"
Nyo Bun Giau termenung sejenak, lalu tiba-tiba tertawa, "Dalam dunia persilatan,
kiranya tiada seorangpun yang mampu mengungguli diriku dalam ilmu bangunan dan alatalat
rahasia. Apabila orang itu dapat masuk ke dalam makam ini, tak boleh tidak dia pasti
mati tenggelam air!"
Kim loji memeras otak untuk mencari jalan hidup. Mendengar keterangan Nyo Bun
Giau, ia segera membantah, "Yang tahu tentang makam ini, bukanlah aku seorang.
Sekalipun aku tak pandai tentang ilmu bangunan dan alat-alat rahasia, tetapi sebelamnya
memang telah kuduga bahwa makam ini tentu penuh dengan alat-alat yang berbahaya,
Kuingatkan akan pernyataan saudara sendiri tadi. Bahwa orang itu tentu belum mati
karena dilanda air"."
Sejenak berhenti, ia melanjutkan kata-katanya lagi, "Bagi seorang yang pandai
berenang, asal masih bisa bernapas, tentu tahan dua tiga hari terbenam dalam air.
Dengan kesimpulan itu, kemungkinan besar orang itu tentu masih hidup!"
Nyo Bun Giau tak membantah melainkan memandang Kim loji dengan berkilat-kilat dan
tersenyum. Kim loji merasa kikuk sendiri lalu melanjutkan kata-katanya, "Jika benar dalam makam
ini masih terdapat lain orang, begitu berjumpa pasti akan terjadi pertempuran jika saat ini
kita saling bunuh membunuh sendiri, merekalah yang akan mendapat keuntungan!"
Nyo Bun Giau hanya tersenyum simpul, ujarnya, "Silahkan saudara mengemukakan
dalih panjang lebar. tetapi rasanya sukar terhindar dari maut!"- dengan perlahan-lahan ia
maju menghampiri.
Kim loji mendengus dingin, "Jika saudara benar hendak mendesak, terpaksa akupun
hendak mempertahankan jiwa dengan mati-matian!"- diam-diam ia kerahkan tenaga
dalam bersiap-siap.
Nyo Bun Giau tertawa, "Jika saudara mampu menerima 10 jurus seranganku, akan
kubebaskan saudara dari kematian!"- ia menutup kata-katanya dengan sebuah hantaman.
Di tempat yang sedemikian sempit bertempur, sukar untuk menghindar dan tak leluasa
untuk mengeluarkan kepandaian. Apalagi pukulan Nyo Bun Giau itu dahsyatnya bukan
kepalang. Apa boleh buat, Kim loji terpaksa menangkis dengan sebuah Biat-gong-ciang
atau Pukulan membelah angkasa.
Ketika kedua pukulan itu saling beradu, segera dapat diketahui siapa yang lebih unggul.
Nyo Bun Giau tetap berdiri di tempatnya sedang Kim loji terhuyung mundur sampai empat
lima langkah baru dapat berdiri tegak lagi. Luka pada lengannya yang kutung itupun
mengucurkan darah lagi dengan derasnya".
Nyo Bun Giau tersenyum, "Ini baru pukulan pertama. Jurus kedua, silahkan saudara
menikmati pukulanku Toa-lat-kim-kong-ciang. Harap membuktikan sendiri sesuai tidak
dengan namanya!"
Sekalipun tahu bahwa dengan menderita luka parah itu, tak nanti mampu menghadapi
Nyo Bun Giau, tetapi sedikitpun Kim loji tak menyangka bahwa tenaga dalam orang she
Nyo itu ternyata lebih unggul setingkat dari dirinya. Sekalipun ia tak menderita luka
kehilangan lengan, pun juga tak dapat menandingi lawan.
Tetapi walaupuu sudah mengangkat tinjunya, Nyo Bun Giau tak segera menghantam.
Dipandangnya wajah orang. Ingin ia melihat bagaimana kerut wajah Kim loji kalau sedang
menderita kesakitan itu. Dengan tersenyum-senyum, ketua marga Nyo itu mengisar maju.
Sadar bahwa tak mungkin menang, daripada menderita pukulan orang, lebih baik Kim
loji menyerah saja. Sambil busungkan dada, ia pejamkan mata menunggu kematian".
Dengan dua buah jari, Nyo Bun Giau menggurat perlahan dada Kim loji, serunya
tertawa, "Ah, mengapa saudara Kim tak mau melihat" Apakah diriku tak berharga saudara
pandang?" "Kalau mau bunuh, bunuhlah segera. Jika terus menerus bicara menghina aku, jangan
menyesal kalau kumaki maki!" sahut Kim loji,
"Ah, sayang aku tak dapat menyetujui keinginan saudara untuk mati dengan cepat.
Biarlah saudara memaki-maki diriku habis-habisan tetapi ingin kuminta saudara menikmati
bermacam-macam rasa"."
Ia berhenti sejenak lalu tertawa lepas, katanya pula "Sekarang hendak kuhancurkan
kedua tulang sambungan bahu saudara lebih dulu. Agar kedua lengan saudara itu tak
dapat digunakan lagi. Kemudian baru kuremukkan tulang kedua kakimu, agar saudara tak
perlu jalan lagi"."
Serentak gemetarlah Kim loji mendengar siksaan itu. Tetapi Nyo Bun Giau malah
tertawa makin keras, serunya pula, "Setelah itu akan kujalankan Hun-kin-jo-kut (memisah
urat melepas tulang). Akan kulepaskan 365 tulang belulang dalam tubuh saudara"."
Tiba-tiba dari atas dinding ruang itu, terdengar suara getaran halus. Namun itu hal itu
cukup menggetarkan perasaan Nyo Bun Giau. Cepat dia merubah pikirannya. Sengaja ia
berseru lantang sekali, "Agar saudara menjaga tempat ini selama-lamanya"."
Kim loji membuka mata, "Saudara Nyo tak mempunyai dendam permusuhan kepadaku.
Mengapa menyiksa diriku begini rupa"."
Sekonyong-konyong Nyo Bun Giau lekatkan tangannya ke dada Kim loji, "Harap
saudara lekas menjalankan pernapasan, hendak kuberimu penyaluran tenaga murni!"
"Hai, apakah artinya ini"." Kim loji terbelalak kaget.
"Kata kataku tadi hanya sekedar bergurau saja, masakan akan kulakukan sungguhsunguh.
Bahwa dengan memiliki kotak pusaka pedang Pemutus Asmara, saudara tak
mencari lain orang tetapi mengajak aku, menandakan kepercayaan saudara kepada
diriku!" Nyo Bun Giau tertawa.
Kim loji seperti orang bermimpi. Buru-buru ia berkata, "Apa yang dimahsyurkan dunia
persilatan mengenai It kiong, ji-koh dan Sam-koh, saudara Nyolah yang paling ramah dan
lapang hati. Tidak kecewa sebagai seorang sastrawan"
"Ah, kabar itu sering melampau dari kenyataan"." Nyo Bun Giau tertawa menukas.
Kemudian ia segera suruh orang she Kim itu menyalurkan darah dalam tubuhnya.
Kim lojipun segera bersemedhi menjalankan pernapasan. Ternyata Nyo Bun Giau
memang benar-benar menyalurkan tenaga murni ke tubuh Kim loji. Dia memang memiliki
tenaga dalam yang hebat. Sambil menyalurkan tenaga murninya, ia memperhatikan suara
dari atas ruangan itu. Kira-kira sepeminum teh lamanya, atas dinding rungan itu terdengar
getaran halus lagi. Begitu halus lagi. Begitu halus sehingga orang yang tak memiliki tenaga
dalam sakti tentu tak dapat menangkapnya.
Sesungguhnya Nyo Bun Giau sendiri tak dapat memastikan apakah gataran itu.
Mungkin alat rahasia yang bergerak. Mungkin juga berasal dari luar makam.
Berkat tenaga dalamnya yang kokoh, walaupun pukulan Nyo Bun Giau tadi telah
menggoncangkan peredaran darahnya, namun setelah mendapat saluran tenaga murni,
dapatlah Kim loji mengembalikan jalannya darah dalam tubuhnya lagi. Ia terkejut ketika
telapak tangan orang she Nyo itu memancarkan hawa hangat yang tak henti-hentinya ke
dalam tubuhnya. Kabar-kabar yang tersiar dalam dunia persilatan bahwa di antara ketiga
Poh ( marga ) marga Nyo lah yang paling lemah tenaga dalamnya. Hanya karena
kepandaiannya dalam ilmu bangunan dan alat-alat rahasia, maka marga Nyo dapat
disejajarkan dalam deretan Tiga marga besar. Dunia persilatan tak pernah mengetahui
jelas sampai dimana kesaktian marga Nyo itu.
Apa yang dirasakan Kim loji saat itu, telah membuka matanya benar-benar. Kesaktian
tenaga dalam Nyo Bun Giau, bukan hanya melebihi marga Ca dan marga Siang Kwan, pun
mempunyai corak yang istimewa. Oleh karena berpuluh tahun Nyo Bun Giau tak mau
keluar ke dunia persilatan dan hidup tenang di rumah, bukanlah karena ia merasa


Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkepandaian rendah".
Brek".tiba-tiba langit ruangan itu bergetar keras sehingga Kim loji terkejut dari
lamunannya. Nyo Bun Giaupun menarik tangannya dan menanyakan keadaan Kim Loji.
"Terima kasih atas bantuan saudara. Sekarang tenaga murniku sudah kembali ke
pusatnya," kata Kim loji.
Nyo Bun Giau berbangkit, katanya, "Dugaan saudara tepat. Di dalam makam ini
memang sudah ada orang yang masuk lebih dulu dari kita. Dan orang itu berada di
ruangan sebelah!"
Dari getaran yang ketiga itu, dapatlah Nyo Bun Giau memastikan bahwa getaran itu
berasal dari pukulan atau senjata yang menghantam dinding.
Kim loji menghela napas longgar, ujarnya, "Apakah kita akan ke sana" Mungkin
Tenggoret Kumala dan Kupu-kupu Emas itu berada disitu"."
Setelah mengalami penderitaan beberapa kali, kecongkakan Kim loji menurun seratus
derajat. Kata-katanya itu bernada meminta persetujuan.
Diam-diam terkesiaplah hati Nyo Bun Giau. Ia anggap pernyataan Kim loji tak salah.
Jika kedua benda pusaka itu sampai jatuh ke tangan orang, ah, kecewalah hatinya.
Sekalipun ruangan itu penuh dengan ratna mutu manikam yang tak ternilai harganya,
tetapi baginya tiada berguna.
"Pendapat saudara sama dengan pendapatku," katanya setelah merenung sejenak,
"kita harus menyelidiki ke sana. Siapakah orang yang tanpa penunjuk kotak pedang
pemutus asmara, mampu masuk ke dalam makam ini!"
Saat itu Nyo Bun Giau sudah mempunyai kepercayaan penuh atas kemampuannya
mengatasi alat-alat rahasia dalam makam itu. Ia mengeluarkan kotak pedang, memeriksa
sejenak lalu menghampiri ke tempat peti besi. Kim loji tak berani berbuat apa-apa. Ia
hanya mengikuti di belakang orang she Nyo itu.
Setelah menutup peti besi, ia berpaling memandang Kim loji lalu tiba-tiba ia lari ke
sudut ruang. Setelah beberapa saat meraba-raba, tiba-tiba terdengar bunyi berderakderak
dan dinding merekah sebuah pintu.
Cepat Kim loji loncat ke pintu itu, katanya, "Biarlah aku yang mempelopori masuk!" ia
terus menerobos ke dalam. Nyo Bun Giau mengikutinya.
Ruangan disitu penuh berhamburan hawa dingin dari sambaran pedang. Sambil
lekatkan tubuh ke dinding, Kim loji bertanya bisik-bisik kepada Nyo Bun Giau, "Apakah
saudara Nyo kenal kedua orang itu?"
Ketika mengamati ke muka, Nyo Bun Giau melihat seorang pemuda berumur 19an
tahun sedang menabaskan pedangnya ke sebuah pintu. Sedang kawannya, seorang lelaki
pertengahan umur, berdiri di samping dengan mencekal pedang dan kipas besi.
Keringatnya bercucuran ke lantai".
Jilid 12 : Keluar dari makam Ko Tok Lojin
Tonggeret dan kupu-kupu.
Karena Nyo Bun-giau diam saja, Kim Loji melanjutkan kata-katanya, "Yang mencekal
pedang Perak itu adalah kepala dari golongan Rimba Hijau (penyamun) dari empat
propinsi, ialah Kipas-besi-pedang-perak Ih Seng. Tetapi anakmuda yang sedang mainkan
pedang itu, aku tak kenal hanya pernah bertemu. Dan pedang panjang yang dibawanya
itu adalah pedang Pemutus-asmara yang termasyhur didunia persilatan."
"O pedang Pemutus Asmara "." dengus Nyo Bun-giau.
"Benar, dan sarung pedang ini memang kurampas dari tangan pemuda itu," kata Kim
Loji. Melihat Han Ping mainkan pedang pusakanya dengan perkasa, legalah hati Ih Seng. Ia
mengusap keringat di kepalanya. Setelah batinnya tenang kembali, pendengarannya tajam
lagi. Segera ia merasa bahwa dalam ruangan situ terdapat orang lain. Dengan tebarkan
kipas untuk melindungi dadanya, ia berputar tubuh dengan mendadak. Cepat ia dapat
mengenali kedua pendatang itu, Tertawalah ia gelak2, "O, kukira siapa, ternyata saudara
Kim?" Kemudian is menatap Nyo Bun-giau, tegurnya, "Kalau tak salah bukankah saudara ini
saudara Nyo, kepala marga Nyo dari Kim-leng?"
"Ah, saudara terlalu sungkan"." buru-buru Nyo Bun-giau menyahut.
Tiba-tiba Han Ping menarik pulang pedangnya. Sambil memandang kepada kedua
pendatang itu, ia bertanya dengan bisik2 kepada Ih Seng, "Yang manakah orang she Kim
itu?" "Yang lengannya terbungkus kain biru itu," Ih Seng menerangkan.
"Bukankah dia yang disebut sebagai Kim Loji" tanya Han Ping pula.
Ih Seng mengiakan.
Seketika panaslah darah Han Ping. Sekali loncat ia menerjang Kim Loji. Tetapi Nyo Bungiau
cepat menyongsongnya dengan hantaman "Di luar langit-muncul-awan" seraya
membentak, "Anak masih muda mengapa tak tahu aturan!"
Melibat pukulan orang she Nyo itu amat dahsyat, Han Ping segera empos semangat
dan melambung ke udara, melayang ke samping beberapa meter jauhnya.
Nyo Bun-giau diam-diam terkejut. Yang dilakukan anak muda itu tergolong ilmu
ginkang tataran tinggi.
Ih Seng pun cepat loncat ke samping Han Ping lalu menudingkan pedangnya ke arah
Nyo Bun-giau, "Saudara ini adalah salah satu dari ketiga marga yang termasyhur, yakni
saudara Nyo Bun-giau kepala Nyo-ke-poh. Orang menggelarinya sebagai Perancang-sakti
karena mahir sekali dalam ilmu bangunan dan alat2 rahasia!"
Dengan mata ber-kilat2 Han Ping mengawasi Nyo Bun-giau lalu bertanya dengan nada
dingin, "Aku merasa belum pernah kenal dengan Nyo pohcu. Tetapi mengapa tuan
menghantam aku?"
Nyo Bun-giau tersenyum, "Tadi engkau menyerang keras sekali. Sebelum bicara, sukar
untuk terhindar dari salah sangka. Hantamanku tadi hanya sekedar untuk menjaga diri
saja!" Licin benar orang she Nyo itu. Tetapi Han Ping yang jujur menganggap keterangan itu
benar, karena Nyo Bun-giau berdiri dekat dengan Kim Loji. Serangannya tadi tentu
disangka hendak menyerang Nyo Bun-giau.
"Nyo poh-cu benar, karena salah faham, aku pun takkan menarik panjang urusan ini,"
kata Han Ping lalu berpaling menghadap Kim Loji, tegurnya nyaring, "Bukankah saudara
ini yang dipanggil Kim Loji?"
Diam-diam Kim Loji memaki Nyo Bun-giau yang dianggapnya manusia licik. Setelah
mengetahui pemuda itu tak dapat dibuat main2, Nyo Bun-giau berganti nada seolah-olah
tak mau ikut campur dalam urusan itu.
Saat itu lengan Kim Loji yang kutung satu itu belum sembuh lukanya. Jika bertempur
dengan Han Ping, jelas tentu ia akan menderita kekalahan. Maka ia memutuskan untuk
mencari akal untuk meloloskan diri.
"Sikap membisu seperti kura2 menyembunyikan kepala itu, bukanlah laku seorang
lelaki"." seru Han Ping yang tak sabar menunggu.
Seumur hidup belum pernah Kim Loji menerima dampratan setajam itu. Merah
padamlah mukanya. Tetapi dia seorang rubah tua yang licin. Dalam keadaan dan saat
seperti itu, terpaksa ia harus tebalkan kulit menelan hinaan.
"Benar, apa maksud saudara hendak mengetahui namaku?" sahutnya balas bertanya.
Han Ping tertawa dingin "Kalau begitu, engkau tak kenal padaku lagi?"
"Ini" ahh". aku benar-benar tak ingat!"
Mengacungkan pedang pandak, Han Ping berteriak geram, "Kalau tak ingat aku,
seharusnya engkau tentu masih ingat akan pedang ini!"
"Pedang Pemutus Asmara, merupakan pusaka yang jarang terdapat didunia persilatan.
Dapat membelah logam seperti memotong tanah liat. Setiap orang persilatan tentu ngiler
akan pusaka itu. Sudah setengah umur aku berkecimpung dalam dunia persilatan,
masakan tak kenal pedang itu?"
Mendengar ocehan orang yang begitu berbelitbelit memanjang, Han Ping melangkah
maju dan acungkan ujung pedang ke dada Kim Loji, bentaknya, "Dimanakah kotak tempat
pedang ini" Lekas bilang! Jika berani bohong, jangan sesalkan aku bertindak kejam."
Kim Loji rasakan pedang di muka dadanya itu menguarkan hawa dingin, Diam-diam ia
menimang, "Anak ini masih berdarah panas. Berbahaya sekali kali kalau kubiarkan dia
melekatkan pedang di muka dadaku. Sekali dia marah, habislah riwayatku".."
Dengan tenang Kim Loji menjawab, "Memang aku yang mengambil kotak pedang
Pemutus Asmara itu. Tetapi pengambilan itu bukanlah berasal dari maksudku. Aku hanya
melakukan permintaan orang, Yang penting supaya merampas kotak pedang, bukan
orangnya!"
"Tak banyak yang tahu bahwa pedang ini berada padaku. Siapakah yang
memberitahukan kepadamu?"
"Dari mana engkau peroleh pedang itu?" Kim Loji balas bertanya,
"Perlu apa engkau tanyakan hal itu" Jadi engkau hendak mengulur waktu?" tiba-tiba
Han Ping tak dapat melanjutkan kata-katanya karena mendadak Nyo Bun-giau lepaskan
sebuah hantaman
Biat-gong-ciang atau Pukulan-membelah-angkasa.
Han Ping terkejut berpaling. Tampak seekor binatang aneh bersisik mirip ular, merayap
keluar dari pintu batu. Pukulan dahsyat dari Nyo Bun-giau tak diacuhkan binatang itu.
Sejenak kibaskan kepalanya, tiba-tiba binatang itu melengking keras dan merayap makin
cepat. Ih Seng menggembor keras seraya loncat ke samping. Ia tak berani menyerang dari
muka tetapi dari samping. Dengan tangan kiri mencekal kipas besi untuk melindungi
muka, pedang perak di tangan kanan segera menusuk dengan jurus menyolok-naga
kuning. Bum?".. pedang perak tepat menusuk kepala binatang. Binatang aneh itu meringkik,
berputar kepala terus ngangakan mulut hendak menggigit Ih Seng. Ih Seng buru-buru
menyurut mundur.
Dalam kesempatan itu, Kim Loji segera membisiki Han Ping, "Jika binatang sampai
masuk ke-mari, kita tentu ce1aka. Yang penting enyahkan dulu binatang itu, baru nanti
kita bicarakan soal kotak pedang itu!"
Sebenarnya saat itu ia dapat menghantam punggung Han Ping yang tengah
menghadap ke belakang. Tetapi walaupun sakti, Han Ping rnasih hijau. Baginya, Nyo Bungiau
itu jauh lebih berbahaya. Ia memperoleh pikiran untuk mengadu domba Han Ping
dengan Nyo Bun-giau. Apabila kedua orang itu sama-sama remuk, mudahlah untuk
membereskan mereka.
Han Ping berpaling, sahutnya, "Baik, akan kuusir binatang itu dulu, baru nanti membuat
perhitungan lagi dengan engkau!"
Habis berkata, Han Ping terus melesat ke muka, menyerbu mahluk aneh itu. Rupanya
mahluk itu takut akan pedang pusaka di tangan Han Ping. Cepat-cepat ia menyurut
mundur ke dalam pintu batu lagi. Waktu merayap keluar, binatang itu bergerak pelahan
sekali tetapi waktu menyurut mundur, gesitnya bukan alang kepalang.
Han Ping menghampiri ke pintu. Dia menyadari bahwa setiap waktu binatang itu tentu
keluar lagi. Tetapi kalau terus menerus menunggu di situ, juga berabe.
Tiba-tiba Nyo Bun-giau loncat menghampiri. Ia menampar tembok dan terdengarlah
bunyi berderak-derak. Tiba-tiba dari tembok itu meluncur keluar sebilah papas batu yang
tepat melintang di pintu.
"Jangan kuatir, binatang itu telah kututup dalam ruangan ini," katanya.
Nyo Bun-giau seorang rubah yang licin. Setelah mengetahui Kim Loji lepaskan
kesempatan membunuh Han Ping, tahulah ketua marga Nyo ke-poh itu akan maksud Kim
Loji. Diam-diam ia memutuskan untuk membasmi orang-orang itu semua. Harta karun dan
pedang pusaka dapat dimiliki, orangpun tak kan tahu mayat orang-orang yang dibunuhnya
itu. Tetapi ia menyadari bahwa tenaganya tak mungkin dapat melaksanakan hal itu.
Betapapun sakti-nya, tak mungkin ia dapat menghadapi ketiga la wan itu. Akhirnya ia
memutuskan untuk menggunakan siasat mengadu domba mereka. Setelah ada
kesempatan baru ia akan turun tangan.
Han Ping berotak cerdas tetapi ia tak punya pengalaman di dunia persilatan. Sudah
tentu ia tak menyadari bahwa dirinya menjadi "barang hidangan" Nyo Bun-giau dan Kim
Loji. Terutama terhadap Nyo Bun-giau yang sikapnya seperti seorang sasterawan itu, ia
benar-benar tak dapat meraba. Ia heran mengapa orang she Nyo itu, tanpa diminta, terus
saja mengulurkan bantuan.
Han Ping segera menuding Kim Loji pula, "Kini ular naga itu sudah tertutup di dalam
ruangan. Sekarang kita selesaikan soal kotak pedang itu!"
Kim Loji terbeliak. Diam-diam ia memaki Nyo Bun-giau. "Bangsat she Nyo itu benarbenar
licin seperti belut. Hendak kugunakan tenaga pemuda itu untuk menghadapinya,
ternyata dia telah mendahului memanfaatkan kesempatan itu. Ah, kalau tidak nekad
mengadu jiwa, tentu sukar menghadapi pemuda ini!"
Setelah menetapkan keputusan, Kim Loji tersenyum, "Aku tak kenal padamu. Tetapi
mengapa pedang pusaka Pemutus-asmara yang tersohor di dunia persilatan itu bisa
berada di tanganmu?"
Han Ping diam-diam menganggap kata-kata Kim Loji itu memang benar. Tanpa disadari
ia mengangguk. Kim Loji tertawa gelak2, serunya pula,, "Pedang Pemutus- asmara itu tentu hanya
beberapa hari berada di tanganmu. Tetapi entah sudah berapa banyak orang persilatan
yang mengetahui peristiwa itu. Maksudku, tentulah engkau dapat mengira-ngira siapakah
yang telah menyuruh aku mengambil pedang itu dari tanganmu?"
Sejenak merenung, Han Ping menyahut, "Apakah yang menyuruh engkau itu bukan Hui
Koh taysu?"
Mendengar itu pucatlah wajah Nyo Bun-giau seketika. Cepat ia berpaling ke arah Kim
Loji untuk melihat bagaimana reaksi orang itu. Tampak orang she Kim itu kebingungan.
"Dalam hal ini maaf kalau aku tak dapat mengatakan nama orang itu. Sekali sudah
berjanji kepadanya, tak nanti aku mau memberitahukan kepada orang lain," sahut Kim Loji
sesaat kemudian.
"Hmm, Hui In taysu seorang paderi yang sahid dan luhur. Yang mengetahui tentang
pedang itu berada padaku hanyalah kedua paderi dari Siaulim-si itu. Karena Hui In taysu
tak mungkin mau menyiarkan peristiwa itu, kiranya hanya Hui Koh taysulah yang berbuat
itu!" Dengan nada tidak membenarkan dan tidak menyangkal, Kim Loji menyahut, "Dengan
membawa pedang pusaka Pemutus-asmara itu, tentulah engkau juga diberitahu tentang
rahasia penyimpanan harta pusaka disini, bukan?"
Han Ping mendapat kesan bahwa orang yang mencuri pedang dari tangannya itu
tentulah bukan manusia baik-baik. Jika memberitahukan peristiwa itu dengan terus terang,
tentulah Kim Loji akan menipunya. Maka ia memutuskan untuk menjawab secara samar
saja. Setelah mengetahui bagaimana tanggapan Kim Loji nanti, baru ia akan
mempertimbangkan tindakan lebih lanjut.
"Kalau ilmu pedang saja dia mau memberikan kepadaku, masakan tidak mau
memberitahu rahasia kotak pedang itu?" sahutnya seraya tertawa dingin.
Kim Loji dan Nyo Bun-giau percaya apa yang dikatakan anak muda itu. Kalau tidak,
masakan pemuda itu dapat masuk ke guha situ.
Kim Loji merancang siasat. Ia hendak membocorkan tentang harta pusaka yang berada
dalam guha di situ. Untuk mengadu domba dengan Nyo Bun-giau.
"Walaupun kehilangan kotak pedang tetapi engkau masih dapat masuk ke makam yang
penuh dengan alat rahasia ini, sungguh kuat sekali daya ingatmu!" serunya memuji.
"Ah, itu bukan suatu hal yang luar biasa. Asal mau berhati-hati saja, tentu takkan
mengalami bahaya," sahut Han Ping.
Kim Loji lanjutkan kata-katanya, ia mulai menyindir, "Walaupun dengan saudara Nyo
Bun-giau yang termasyhur sebagai ahli bangunan dan perkakas rahasia, namun aku tetap
kehilangan sebuah lengan tangan. Tetapi hanya mengandalkan daya ingatan saja, engkau
mampu masuk kemari dengan selamat!"
Mendengar sindiran itu Nyo Bun-giau melengking dingin, "Itu kan salahmu sendiri
mengapa kepandaianmu masih rendah tetapi tak mau menurut petunjukku. Masih untung
hanya hilang sebuah lengan, bukan nyawamu!"
Kim Loji tertawa gelak2, "Jika setiap patah aku menurut saudara Nyo, saat ini aku tentu
sudah menjadi bangkai!"
"Eh, apakah saudara Kim masih mempunyai harapan untuk keluar dari sini dengan
selamat?" Nyo Bun-giau tersenyum menyeringai.
Diam-diam Kim Loji memaki orang she Nyo itu. Ia memutuskan untuk membuka rahasia
makam itu kepada Han Ping agar kedua orang itu dapat diadu domba.
"Dari dulu sampai sekarang, hanya sedikit sekali orang yang tahu rahasia makam ini,"
katanya menatap Han Ping. "Beruntunglah pada 30 tahun yang lalu, aku telah mengetahui
rahasia itu. Peristiwa itu mengandung suatu peristiwa pembunuhan ngeri dalam dunia
persilatan. Menyangkut kalangan luas dan berliku-liku sehingga melibatkan juga tokohtokoh
paderi," tiba-tiba ia merasa telah kelepasan omong maka buru-buru hentikan katakatanya.
Tergeraklah hati Han Ping. Tiba-tiba ia teringat akan pengalamannya selama tinggal
tiga hari bersama Hui Gong taysu. Tiga hari yang menjadikan dia seorang pemuda biasa
menjadi pemuda sakti tetapi pun kebalikannya telah merenggut pengorbanan jiwa paderi
sakti itu. Terbayang kembali segala ingatannya selama dalam ruang batu dengan Hui Gong
taysu. Walaupun paderi itu tak mengatakan apa-apa tetapi ia dapat juga menangkap
beberapa pembicaraan yang bernada pertentangan antara Hui Gong taysu dengan kedua
sutenya Hui In dan Hui Koh.
Han Ping benar-benar terbenam dalam kenangan lama sehingga ia lalai akan keadaan
berbahaya yang berada di sekelilingnya.
Se-konyong2 serangan angin pukulan melandanya dari samping. Kejut Han Ping bukan
kepalang. serempak ia ayunkan tangan menampar ke samping.
Des" ketika kedua pukulan itu saling beradu, timbullah angin kisaran yang keras dan
tubuh Han Ping tersurut mundur selangkah.
Cepat pemuda itu berpaling. Tampak wajah Nyo Bun-giau memancarkan sinar
pembunuhan yang menyala-nyala. Diam-diam Han Ping terkejut atas kesaktian pukulan
orang she Nyo itu.
Kiranya begitu mendengar Kim Loji hendak membocorkan rahasia makam itu, timbullah
kekuatiran hati Nyo Bun-giau. Jika ketiga orang itu sam-pai bersatu-padu untuk
menghadapinya, tentulah sukar ia mengatasi. Diam-diam ia kerahkan tenaga dalam. Dan


Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa berkata apa-apa, segera ia lepaskan sebuah pukulan dari jauh kepada Kim Loji. Ia
hendak melenyapkan mulut Kim Loji maka ia telah gunakan tenaga penuh. Tak terdugaduga,
Han Ping ikut campur menghalanginya,
Memang pada pertama kali melihat Han Ping menerjang Kim Loji, Nyo Bun-giau sudah
mengetahui bahwa pemuda itu memang hebat kepandaiannya. Tetapi sama sekali ia tak
mengira bahwa se-orang pemuda yang baru berumur 19-20 tahun ternyata memiliki
tenaga-dalam yang begitu hebat.
Namun dia seorang rubah yang licin, Walaupun dalam hati terkejut tetapi sikapnya
tetap tenang2 saja.
Kebalikannya Kim Loji diam-diam gembira sekali melihat kesaktian pemuda itu. Ia
makin mempunyai harapan untuk menghadapi Nyo Bun-giau. Serentak ia tertawa gelak2
dan berseru, "Saudara Nyo sungguh kejam sekali. Apakah saudara hendak membu-nuh
aku lebih dulu baru kemudian membasmi saudara Ih dan jago muda ini" Apakah benarbenar
saudara Nyo hendak mengangkangi sendiri semua harta pusaka dalam makam ini"
Ah, tetapi harta pusaka di sini luar biasa banyaknya, mungkin dapat di-pergunakan untuk
membeli sebuah negara. Apakah saudara Nyo merasa tidak terlalu banyak"."
Tergetarlah hati Ih Seng mendengar kata-kata siasat dari Kim Loji itu. Sambil kebutkan
kipasnya ia berseru, "Menurut peraturan dunia persilatan, barangsiapa tahu, tentu
mendapat bagian. Entah berapa banyaknya harta pusaka dalam makam ini tetapi harus
dibagi empat. Siapa yang rnempunyai pikiran untuk mengangkangi sendiri, akan kita
gempur bersama-sama!"
Han Ping tertawa hambar, "Sedikitpun aku tak mempunyai pikiran untuk menerima
bagian dari harta pusaka makam ini"."
Kuatir pemuda itu akan lepas tangan, buru-buru Kim Loji menyelutuk, "Kedatangan
saudara kemari tentulah hendak menginginkan pusaka Tonggeret-Kumala dan Kupu2-
Emas itu!"
"Apakah Tonggeret Kumala dan Kupu2 Emas itu" Aku sama sekali ".."
"Hai, apakah pusaka Tonggeret Kumala dan Kupu2 Emas itu juga berada dalam makam
ini?" tiba-tiba Ih Seng melengking kaget.
Han Ping heran mengapa suara Ih Seng begitu bergetar. Segera is berpaling dan
bertanya tentang kedua benda ini.
Tetapi sebelum Ih Seng menyahut, Kim lo-ji sudah mendahului, "Memang benar-benar
pusaka Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas itu berada di makam ini!
Rupanya Ih Seng menginsyafi kalau dirinya tak dapat mengendalikan perasaan. Ia
menghela napas panjang, ujarnya, "saudara Ji tak tahu. Kedua pusaka Tenggoret-Kumala
dan Kupu2 Emas itu memang disohorkan sebagai pusaka yang tiada tandingannya dalam
dunia persilatan. Tenggoret Kumala itu dapat digunakan untuk mengobati segala macam
racun. Dan Kupu2 Emas itu. , " .."
Rupanya ia hanya mendengar saja kata orang tentang kedua wasiat itu. Tetapi
bagaimana khasiat yang sesungguhnya dari kedua pusaka itu, sesungguhnya ia kurang
jelas. Maka tak dapatlah ia melanjutkan keterangannya lagi.
"Bukan aku hendak membanggakan diri tetapi rasanya aku tahu juga tentang
kemujijadan kedua benda pusaka itu"." tiba-tiba Kim Loji menghela napas dan berseru.
Tetapi secepat itu Nyo Bun-giaupun sudah menyeletuk, "Ah, bukan hendak memandang
rendah saudara Kim. Tetapi kukuatir pengetahuanmu tentang kedua pusaka itu hanya
terbatas saja!"
Celetuk Nyo Bun-giau. "Bukan aku hendak memandang rendah saudara Kim. Tetapi
kukuatir pengetahuan saudara Kim tentang kedua pusaka itu tentu terbatas!"
"Kalau begitu saudara Nyo tentu tahu khasiat kedua pusaka itu?" Kim Loji tertawa
dingin. Nyo Bun-giau memandang ke atas wuwungan ruang, katanya pe-lahan2. "Tonggeret
Kumala dan Kupu2 Emas itu hanyalah benda mati, buatan dari ahli2 yang pandai. Tetapi
apabila orang tahu sifat2- nya yang istimewa, tentu dapat menggunakan khasiat pusaka
itu. Yang tidak tahu, benda itu tetap merupakan benda mati. Ha" ha.. tetapi siapakah
orang di dunia yang sekarang mengetahui sifat2 istimewa dari kedua benda pusaka itu!"
"Janganlah saudara Nyo terlalu keras menepuk dada. Memang dalam soal bangunan2,
aku kalah. Tetapi kalau mengenai benda2 pusaka dalam dunia persilatan, kemungkinan
saudara tak dapat mengalahkan aku". . " kata Kim Loji.
"Soal itu aku tak mempunyai selera mendengarkan," tiba-tiba Han Ping menukas, "yang
penting sekarang ini harap saudara Kim lekas menyerahkan kembali kotak pedang pusaka
yang engkau curi itu!"
Kim Loji sapukan mata ke arah Nyo Bun-giau, sahutnya, "Kotak pedang itu sekarang
berada pada saudara Nyo Bun-giau ini".."
Cepat Han Ping berputar tubuh ke arah Nyo Bun-giau. "Harap Nyo pohcu suka segera
menyerahkan kembali kotak pedang itu. Pedang Pemutus Asmara itu luar biasa tajamnya.
Tanpa sarung, sukar dibawa kemana-mana."
Nyo Bun-giau tersenyum. "Pada kotak pedang itu terdapat peta bangunan makam ini.
Karena saat ini kita berada dalam makam ini dan belum mengetahui bagaimana nasib kita
nanti, biarlah kotak itu untuk sementara kusimpan. Nanti setelah keluar dari makam ini
tentu akan kukembalikan padamu."
Teringat bagaimana tadi dengan menekan pintu batu, orang she Nyo itu dapat
menutup palang batu pada ular besar itu, diam-diam Han Ping meragu. Adakah ia harus
memaksa orang itu untuk mengembalikan kotak atau biarkan dulu.
Tiba-tiba Kim Loji tertawa dingin, "Dengan memegang kotak pedang yang berisi
gambar bangunan makam ini, jika saudara Nyo hendak menutup aku dan saudara lh di
dalam makam ini, tentulah semudah orang membalikkan telapak tangannya!"
Mendengar Kim Loji telah menelanjangi rencananya, sekonyong-konyong Nyo Bun-giau
loncat ke dinding tembok di samping.
Wuutt". secepat itu Kim Loji lepaskan pukulan seraya berseru, "Hai, apakah saudara
benar-benar hendak menutup kami bertiga disini?""
Nyo Bun-giau menangkis dengan tangan kiri sehingga Kim Loji tersurut mundur dua
langkah, Selekas Kim Loji tersurut mundur dua langkah. Selekas tiba di bawah dinding
tembok itu, Nyo Bungiau terus ayunkan tangannya kanan menampar dinding itu.
Pada saat ia dan Kim Loji masuk ke dalam ruang, dinding tembok itu segera mengatup
rapat. Kini setelah dihantam Nyo Bun-giau, dinding itu merekah terbuka lagi.
Kipas-besi Ih Seng menggembor keras dan memburu. Saat itu separoh tubuh Nyo Bungiau
sudah menyusup ke dalam pintu batu. Ketika mendengar teriakan Ih Seng, ia tertawa
dingin, "Harap kalian bertiga tunggu saja dalam makam ini untuk menemani Ko Tok lojin.
Setahun lagi, aku tentu akan datang kemari untuk menyambangi hari setahun dari
kematianmu!"
Ia menutup kata-katanya dengan sebuah pukulan Biat-gong-ciang atau pukulan
Pembelah-angkasa, Tenaga-dalam dari kepala rnarga Nyo itu memang bukan olah-olah
hebatnya. Tubuh Ih Seng mencelat kendara dan terkapar di tanah.
Tetapi secepat kilat, Han Ping sudah melesat ke tepi pintu dan mencengkeram siku kiri
Nyo Bungiau. Melihat gerakan pemuda itu, diam-diam Nyo Bungiau kagum. Cepat iapun ulurkan
tangan kanan untuk balas mencengkeram siku kiri pemuda itu, Sebagai tokoh kawakan, ia
menyadari bahwa apabila siku lengannya tercengkeram musuh, pasti ia akan dikuasai
orang. Maka sebelumnya ia hendak mendahului untuk mencengkeram dan menguasai Han
Ping. Tetapi setitikpun is tak menduga bahwa Han Ping terlampau cepat sekali gerakannya.
Tahu-tahu siku lengan kirinya dapat dicengkeram pemuda itu. Untuk menggerakkan alat
rahasia menutup pintu itu, sudah tak keburu lagi. Mungkin jika meronta ia mampu
menghempaskan pemuda itu. Tetapi resikonyapun besar juga. Pemuda itu memegang
pedang Pemutus Asmara yang luar biasa tajamnya. Jika ia gagal meronta, pemuda itu
tentu akan menusukkan pedang pusakanya.
Satu-satunya jalan, ia harus cepat balas mencengkeram siku lengan pemuda itu. Dan
hal itu dilakukannya serempak dengan gerakan yang cepat sekali.
Walaupun menang mencengkeram dulu, tetapi Han Ping kalah pengalaman dengan Nyo
Bun-giaau Begitu mencengkerarn, Nyo Bun-giau terus kerahkan tenaganya untuk
meremas siku pemuda itu. Seketika itu Han Ping rasakan lengannya seperti dijepit oleh
jepitan baja yang luar biasa kerasnya. Buru-buru ia kerahkan tenaga-dalam untuk
melawan cengkeraman orang dan untuk memperkeras cengkeramannya pada siku lengan
Nyo Bun-giau. Saat itu keduanya saling mencengkeram sekeras-kerasnya..
Setelah merangkak bangun, Ih Seng terus tusukkan pedangnya ke dada Nyo Bun-giau.
Di pintu yang sempit dan hanya cukup dimasuki dua orang itu, sukarlah bagi Nyo Bun-giau
untuk menghindar. Tetapi dia bukan Nyo Bun-giau ketua marga Nyo yang termasyhur
sebagai Perancang-sakti apabila ia tak mampu mengatasi bahaya itu.
Melinat tusukan pedang Ih Seng dahsyat sekali, tiba-tiba orang she Nyo itu
menggembor sekeras-kerasnya dan serempak mengangkat lengan kiri Han Ping terus
disongsongkan ke ujung pedang!
Han Ping terkejut sekali. Tak mungkin ia hendak meronta lagi. Untunglah Ih Seng ahli
pedang yang jempol. Serangan dahsyat itu dapat dibentikan secara mendadak, lalu diganti
dengan tutukan kipas besinya ke arah Nyo Bun-giau.
Nyo Bun-giau mendengus. Cepat ia menghantam kipas lawan lalu menutuk dengan
sebuah jari. Nyo Bun-giau dan lh Seng saling serang menyerang dengan Han Ping sebagai perisai di
tengah. Ih Seng tiga kali menyerang dengan kipas besi dan Nyo Bun-giau juga balas
menutuk dua kali.
Saat itu Kim Lojipun maju mendekati. Tetapi karena pintu telah dipenuhi Han Ping dan
Ih Seng, ia tak dapat berbuat apa-apa. Terpaksa ia tegak beberapa langkah dekat ambang
pintu seraya berteriak nyaring: "Dinding tembok sebelah, merupakan tempat penyimpanan
harta pusaka. Jika dia dapat mengancing kita disini, harta pusaka itu tentu dikangkangi
sendiri dan kita tak dapat keluar dari sini."
Seruan itu membawa pengaruh pada ketiga orang yang sedang bertempur itu. Nyo
Bun-giau gentar akan kesaktian Han Ping dan takut akan tipu muslihat Kim Loji. Apabila ia
sampai terluka oleh Han Ping, jerih payahnya selama ini tentu sia2 saja. Maka begitu
mendengar teriakan Kim Loji ia segera menyerang gencar. Ia harus dapat merebut
kemenangan dengan cepat.
Sedang Ih Seng karena sayang akan harta pusaka dan takut tertutup dalam ruang situ,
pun terus menyerang hebat.
Sedangkan Han Ping tak memikirkan soal harta pusaka melainkan tentang tindakan Nyo
Bun-giau yang hendak menutup hidup2 mereka bertiga. Dia tak mau terus-menerus
terkurung dalam makam itu. Pemuda itu memang berwatak ksatrya. Jika Nyo Bun-giau
masih dicengkeram dan diserang Ih Seng, tentu kurang leluasa. Maka ia pikir hendak
mele-paskan cengkeramannya agar pertempuran itu berlangsung bebas. Ia percaya pada
kekuatannya sendiri. Dengan gin-kang atau ilmu meringankan tubuh yang telah mencapai
tataran tinggi, ia tentu dapat mencegah orang she Nyo itu meloloskan diri.
Pada saat ia hendak melaksanakan pikirannya itu, tiba-tiba Ih Seng melancarkan
serangan yang hebat. Pedang di tangan kanan menyusup dari celah Han Ping dan Nyo
Bun-giau, menusuk lambung orang she Nyo. Sedang kipas-besipun ditusukkan ke bahu
Nyo Bun-giau yang sebelah kiri.
Karena siku kirinya dicengkeram Han Ping, Nyo Bun-giau tak leluasa geraknya. Ia harus
memilih di antara lambung tertusuk pedang atau bahunya yang tertutuk kipas. Akhirnya ia
memilih berkorban bahu daripada lambung.
Orang she Nyo itu mengempos semangat. Dengan kerahkan seluruh tenaga, ia
melonjak ke samping untuk menghindari tusukan pedang.
Pedang Ih Seng tak mengenai sasarannya dan kipas-besinyapun mengendap ke bawah.
Tetapi karena Nyo Bun-giau menarik lengan Han Ping ke atas, maka kedudukan tubuh
pemuda itupun berkisar sedikit. Dan terkejutlah lh Seng karena kipas besinya akan
mengenai Han Ping. Terpaksa ia menarik kipasnya cepat-cepat.
Han Ping tak ingin melanjutkan saling mencengkeram dengan Nyo Bun-giau. Pada saat
Nyo Bun-giau melonjak ke atas tadi, Han Ping kibaskan lengan kirinya. Saat itu Nyo Bungiau
tengah kerahkan seluruh tenaga-dalam ke tubuh bagian bawah. Begitu Han Ping
kibaskan bahu, orang she Nyo itu rasakan jari tangan kirinya seperti patah. Buru-buru ia
hendak kerahkan tenaga dalam tetapi sudah tak keburu lagi. Tangan kirinya mengulai,
lengannya kesemutan dan orangnyapun terlempar membentur tembok ruang sebelah dan
jatuh terkapar.
"Celaka!" tiba-tiba Kim Loji memekik dan terus ayunkan tubuh terus memburu Nyo Bungiau.
Han Ping berpaling. Dilihatnya Nyo Bun-giau menggeliat bangun dan terus menampar
dinding ruang, plak".. pintu batu tiba-tiba bergerak menutup.
"Ha, ha, ha, silahkan kalian bertiga menemani Ko Tok lojin selama-lamanya! " Nyo Bungiau
tertawa gelak2.
Han Ping sadar seketika. Cepat ia menahan pintu batu itu dengan kedua tangannya.
Kim Loji dan Ih Seng cepat-cepat menyusup masuk keluar pintu seraya berteriak, "Hai,
hendak lari kemanakah engkau orang she Nyo?"
Nyo Bun-giau tanpa berpaling kepala kebutkan lengan bajunya ke belakang. Kim Loji
yang kenal akan kesaktian tenaga-dalam orang she Nyo itu buru-buru loncat menghindar
ke samping. Juga Ih Seng tak berani gegabah mengadu kekerasan. Ia menghindar ke
sebelah kanan. Karena keduanya menghindar ke kanan dan ke kiri, angin pukulan Nyo Bun-giau itu
terus meluncur ke arah Han Ping. Saat itu Han Ping sedang kerahkan tenaga untuk
mencegah pintu batu menutup. Ketika merasa angin pukulan Nyo Bun-giau menyambar, ia
mengeluh, "Celaka! Aku pasti mati sekarang!"
Tetapi manusia tentu akan berdaya sekuat tenaga apabila menghadapi bahaya maut,
Demikian pun Han Ping. Ia tak mau mati konyol. Sekali mengempos semangat, ia
mendorong pintu batu itu. Seteiah pintu batu menyurut mundur beberapa inci, ia berkisar
ke samping untuk menyongsong pukulan Nyo Bun-giau.
Dess".terjadilah benturan dahsyat. Tubuh Han Ping agak gemetar sedikit tetapi tetap
tegak di tempat. Saat itu terdengar bunyi menggerodak keras. Pintu batu telah menutup.
Memandang ke muka, Han Ping melihat Nyo Bun-giau terdorong mundur beberapa
langkah. Saat keduanya saling berpandangan dengan wajah mengerut keheranan.
Ih Seng dan Kim Loji yang hendak menyerang, pun ikut tertegun melihat peristiwa itu.
Mereka heran mengapa Han Ping dan Nyo Bun-giau saling berpandangan Kemudian Han
ping mamandang ke wuwungan ruang dan kerutkau alis, seperti orang yang sedang
merenung. "Saudara Ji tentu sedang memikirkan sesuatu hal yang penting. Jangan
mengganggunya. Lebih baik kita beresi orang she Nyo itu dulu"." seru Kim Loji.
Kim Loji memang seorang persilatan yang sudah kenyang makan asam garam dunia
persilatan. Ia percaya bahwa saat itu bukanlah karena mengagumi kesaktian lawan maka
Han Ping tegak termenung seperti itu. Melainkan tentu sedang mencari-cari alat rahasia
dari makam itu. Ia kuatir mengganggu ketenangan pemuda itu maka ia segera mengajak
Ih Seng melakukan serbuan kepada Nyo bun-giau agar orang she Nyo itu jangan
mengacau pikiran Han Ping juga.
Ih Seng juga seorang tokoh yang kenyang pengalaman. Cepat ia dapat menanggapi
maksud Kim Loji. Tanpa menyahut, ia segera loncat menusuk dada Nyo Bun-giau.
Sesungguhnya Nyo Bun-giau memang sedang memikirkan sebuah soal yang rumit.
Tampaknya ia tak mengacuhkan serangan Ih Seng itu. Tetapi pada saat ujung pedang
hampir mengenai dadanya, barulah ia menampar dengan tangan kiri dan menendang
perut Ih Seng. Karena pedangnya tertampar ke sisi, Ih Seng segera menutuk dengan kipas-besi tetapi
terpaksa menarik diri mundur untuk menghindari tendangan Nyo Bun-giau.
Tetapi begitu mengundurkan Ih Seng, Nyo Bun-giau merasa terlanda oleh angin keras.
In tahu tentulah Kim Loji yang memukulnya. Marahlah ia. Serentak ia balikkan tangan
menyongsong pukulan orang.
Kim Loji terkejut. Ia tahu bagaimana kesaktian Nyo Bun-giau. Melihat orang memukul
ke belakang, tahulah ia kalau pakulan itu tentu hebat sekali. Cepat-cepat ia
mengendapkan tubuh lalu loncat ke samping.
Melihat Nyo Bun-giau tengah menghantam Kim Loji, Ih Seng gunakan kesempatan itu
untuk secepat kilat menutuk lagi. Tetapi dengan tertawa dingin, Nyo Bun-giau segera
tamparkan tangan kiri untuk menindih pedang Ih Seng.
Serangan Ih Seng itu dilakukan secara mendadak. Ia kira karena musuh tak menerka
tentulah serangan itu akan berhasil. Tetapi alangkah kejutnya ketika tanpa menghindar
Nyo Bun-giau malah menampar pedang dan menindihkan tangannya. Seketika ia rasakan
tubuhnya tergetar, pedang mengendap ke bawah dan hampir terlepas jatuh ".. .
Sudah berpuluh tahun Ih Seng mengangkat nama dalam dunia persilatan dengan gelar
Pedangperak Kipas besi. Jika pedangnya sampai dijatuhkan orang hanya dengan tangan
kosong, ia merasa malu sekali. Kelak tentu tak mungkin ia dapat berdiri di dunia persilatan
lagi. Memikir sampai di situ, ia nekad. Dengan mengempos semangat, ia tak mau menarik
pedangnya tetapi malah melangkah maju terus menutuk pelipis Nyo Bun-giau.
Pelipis memang bukan jalan darah maut, tetapi merupakan salah satu jalan darah yang
membawa kepingsanan. Sudah tentu Nyo Bun-giau tak mau menghadapi resiko itu. Tetapi
baru ia hendak berkisar menghindar, tiba-tiba Kim Loji menyerangnya dari samping.
Dalam keadaan begitu tak mungkin lagi Nyo Bun giau hendak menghindar. Karena
terdesak begitu rupa, marahlah Nyo Bun- giau. Dengan tertawa sinis, sekonyong-konyong
ia mengendap ke bawah. Dengan tangan kanan ia menahan pukulan Kim Loji. Kemudian
tangan kirinya menebar terus menjepit batang pedang lalu menggentakkan ke atas.
Terdengar dengus tertahan dari mulut Ih Seng ketika pedangnya berpindah ke tangan Nyo
Bun giau. Setelah merebut pedang, secepat kilat Nyo Bun-giau terus menyerang Kim Loji dan Ih
seng. Bukan kepalang malu dan marah Ih Seng.
ketika pedangnya direbut musuh itu Kipas dipindah ke tangan kanan, lalu ia menampar
Nyo Bun-giau dengan kipas dan pukulan tangan kiri. Kim Lojipun juga menyerang dari
samping. Tetapi Nyo Bun giau tak gentar. Sambil melayani serangan dari muka dan samping itu
ia masib dapat mencuri kesempatan untuk melirik ke arah Han Ping. Ia heran mengapa
pemuda itu masih tampak termangu-mangu. Melihat itu timbullah pikirannya. Kalau tidak


Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggunakan kesempatan selagi pemuda itu masih termenung-menung, tentu sukar
untuk membasmi Kim Loji dam Ih Seng.
Dengan tertawa dingin ia taburkan pedang dan seketika itu juga lengan baju Ih Seng
segera terpapas kutung. Buru-buru Ih Seng menyurut mundur. Tetapi belum ia berdiri
tegak, pedang Nyo Bungiau sudah mengejarnya, menusuk ke dada.
Ih Seng hendak menangkis dengan kipasnya tetapi se-konyong2 pedang, Nyo Bun-giau
tergetar oleh serangan angin yang bertenaga dabsyat. Orang she Nyo itu berpaling. Ah".
ternyata Han Ping sudah loncat ke sampingnya.
Sudah banyak tokoh-tokoh sakti yang Nyo Bun-giau hadapi selama berkecimpung
dalam dunia persilatan. Walaupun ia menyadari bahwa pemuda memang sakti, tetapi
sedikit pun ia tak menduga kalau gerakan pemuda itu sedemikian cepat sekali sehingga ia
tak mampu mengetahui lebih dahulu.
Buru-buru orang she Nyo itu loncat ke samping tiga langkah lalu tegak berdiri sambil
melintangkan pedang ke dada dan menatap dingin ke arah Han Ping.
Tetapi setetah dapat menampar pedang Nyo Bun-giau, Han Ping tak mau mengejar. Ia
berdiri di tempat dan berseru hamhar, "Nyo lo-pohcu, engkau sudah tua tetapi mengapa
hatimu begitu ganas hendak membunuh orang?"
Nyo Bun-giau mendengus dingin. "Bukan aku seorang ganas tetapi karena saudara
jarang keluar di dunia persilatan maka tak tahu bahwa kedua orang itu".."
Kim Lojipun kuatir rencananya terbongkar, buru-buru ia menyelutuk, "Walaupun kami
berdua bukan tokoh yang hebat, tetapi tidaklah seganas dan selicin saudara Nyo. Masakan
hendak menutup kami berdua dan saudara Ji di dalam makam ini. Bukankah itu suatu
tindakan yang sangat kejam sekali"..!"
Kemudian Kim Loji berpaling ke arah Han Ping dan berkata lagi, "Jika tidak karena takut
akan pedang Pemutus Asmara di tangan saudara, kemungkinan dia tentu tak memandang
mata padamu lagi".."
Han Ping seorang muda yang masih mudah terangsang darahnya. Mendengar ucapan
Kim Loji, segera ia tertawa nyaring dan menantang.
"Kalau Nyo pohcu memang menginginkan, aku sebagai angkatan muda takkan
mengandalkan senjata pusaka untuk menekan orang."
Tetapi secepat itu Nyo Bun-giau sudah mendamprat Kim Loji. "Tak usah saudara Kim
bermain lidah tajam. Karena bagaimanapun juga jangan harap engkau dapat keluar dari
makam ini!"
Ia menutup kata-katanya dengan sebuah tusukan kepada Kim Loji. Ia menyadari bahwa
kedudukannya saat itu memang kurang menguntungkan. Lebih baik ia mendahului turun
tangan lebih dulu".
Kim Loji terkejut tetapi sudah tak keburu menghindar lagi. Untunglah pada saat
berbahaya itu Han Ping loncat dan menghantam pedang Nyo Bun-giau sehingga menyisih
ke samping. Duakali serangannya digagalkan pemuda itu, marahlah Nyo Bun-giau. Cepat ia berputar
tubuh dan lintangkan pedang. Ditatapnya pemuda itu dengan murka tetapi ia tak segera
menyerangnya. Han Ping pindahkan pedang pusakanya ke tangan kiri lalu tertawa. "Harap jangan
kuatir, tak nanti aku mencari kemenangan dengan mengandalkan pedang pusaka ini."
Betapapun sabarnya tetapi kali ini Nyo Bun-giau benar-benar tersinggung mendengar
tantangan itu. Sekali gerak, pedang-perak bertabur menjadi lingkaran sinar perak dan
pada lain saat terus menusuk kepada Han Ping. "Ahh" saudara benar-benar seorang
pemuda gagah. Ingin aku mendapat pelajaranmu!"
Ia memang seorang jago tua yang licin. Dengan kata-kata merendah itu, ia menjunjung
tinggi Han Ping. Tetapi sesungguhnya suatu kata-kata untuk menghadang agar Han Ping
benar-benar tak menggunakan pedang pusakanya.
Han Ping sedikit miringkan tubuh ke samping lalu balas menghantam pedang. Karena
tahu pukulan pemuda itu hebat sekali, Nyo Bun giau tak berani mengadu kekuatan. Ia
mengendap terus menyelinap ke samping.
"Saudara Ji, jangan kena diselomoti omongan?"" tiba-tiba Kim Loji berteriak tetapi
seketika itu juga ia menjerit ngeri dan tubuhnya muncratkan darah segar.
Kiranya saat itu Nyo Bun-giau sudah kemasukan iblis pembunuh. Menggunakan
kesempatan Kim Loji sedang berseru, tanpa berkisar langkah ia miringkan tubuh dan
menusuk, Kim Loji terkejut dan hendak menghindar ke samping tetapi bahunya terkena
pedang. Padang menyusup sampai tembus. Maka begitu Nyo Bun-giau menarik kembali
pedangnya, bahu Kim Loji memancurkan darah sejauh beberapa meter"
"saudara Nyo sungguh ganas sekali!" Han Ping mendengus dingin lalu maju
menyerang. Dengan napas ter-engah2, Kim Loji paksakan diri berseru, "Saudara Ji, desak dia".
menyerahkan kotak.. pedang."
Dia seorang julig dan ganas. "Kotak pedang itu merupakan peta bangunan makam tua
ini. Jika berada padanya, sungguh tak menguntungkan pada kalian berdua ".." habis
berkata orang she Kim itu terus terkulai rubuh.
Pada saat itu Han Ping sedang menyerang maju.
Mendengar kata-kata Kim Loji, ia mundur lagi. Saat itu digunakan oleh Nyo Bun-giau
untuk menyurut mundur juga. Dan pada saat Kim Loji rubuh, Nyo Bun-giaupun sudah
berada di samping dinding tembok terus hendak gerakkan alat rahasia. Tetapi Han Ping
yang menyadari tindakan orang she Nyo itu, dengan menggembor keras lompat menyerbu
lagi seraya lepaskan sebuah hantaman.
Pukulan itu memancarkan gulombang tenaga yang dahsyat sekali sehingga Nyo Bungiau
terpaksa loncat menghindar ke samping. Tetapi sambil menghindar, tangannya kiri
sempat mengebut pada alat rahasia, Seketika terdengar bunyi barderak2 dari dinding yang
merekah. Sebuah pintu terpentang.
Cepat Han Ping melangkah ke samping pintu baru itu dan memandang Nyo Bun-giau
dengan dingin. "Jika engkau tak mau mengembalikan kotak pedang itu, jangan harap kita
bisa keluar dari makam ini!"
Berpaling ke belakang, Nyo Bun-giau dapatkan Ih Seng membalut luka Kim Loji lalu
memapahnya ke sudut ruangan. Mereka agak jauh jaraknya. Diam-diam orang she Nyo itu
menimang dalam hati, "Pemuda ini sakti sekali kepandaiannya. Dibantu oleh Kim Loji yang
luas pengalaman serta Ih Seng. Baik adu kecerdikan maupun kesaktian, belum tentu aku
dapat menang. Baiklah kugunakan siasat untuk mengadu domba mereka saja, agar
kekuatan mereka terpecah telah. Asal kedua orang orang itu kuhancurkan dulu, tentu
mudah untuk menutup mereka dalam makam ini. Kalau aku kembali kemari lagi dan
mengambil pedang Pemutus Asmara dari mayat mereka ?""
Setelah menetapkan rencana, ia lintangkan pedang den tersenyum, "Kata-kat Kim Loji
memang benar. Kotak pedang itu memang merupakan peta dari bangunan ini. Tetapi
lukisan peta itu tidak semua sama dengan kenyataannya. Demikianpun tentang
ukurannya. Ahli bangunan siapapun tentu sukar untuk memperhitungkan peta dengan bermacam2
alat rahasia dalam makam ini. Hampir separuh hidup, kuabdikan dalam ilmu
bangunan. Walaupun tak termasuk ahli, tetapi aku mempunyai pengetahuan juga tentang
ilmu lain. Tetapi jika tak membuktikan sandiri keadaan makam ini dan hanya menurut
lukisan peta pada kotak pedang itu, tentu sukar untuk menemukan alat2 rahasia makam
ini!" Han Ping tertawa dingin, "Kalau begitu, hanya Nyo lo- pohcu sendiri saja yang mampu
mengetahui rahasia peta pada kotak pedang itu" "
Nyo Bun-giau tertawa, "Ini sukar dikata. Jika aku tak mampu, mungkin di dunia sukar
dicari ahli yang dapat menerangkan rahasia peta itu!"
Sejenak bethenti, ia melanjutkan pula, "Walau pun sukar memperhitungkan keadaan
peta itu, tetapi kalau bisa membuktikan dengan penyelidikan sendiri, tentu akhirnya dapat
juga menemukan letak alat rahasia di makam ini"." tiba-tiba ia hentikan kata-katanya.
Tertegun sesaat, Han Ping berkata, "Betapa pun halnya, tetapi kotak pedang itu adalah
milikku. Sekalipun tak dapat keluar dari makam ini, kotak itu tetap kuminta!"
Nyo Bun-giau tersenyum, "Makam ini penuh dengan alat" dan pekakas rahasia yang
berbahaya. Sekali kita tak hati-hati, alat rahasia itu tentu akan mencelakai kita. Pikirku,
begitu keluar dari makam ini baru akan kukembalikan kotak pedang itu kepadamu!"
"Apa bedanya kalau menyarahkan kembali kotak pedang itu lebih dulu?"" " seru
Pedang-perak Ih Seng dengan tertawa sinis.
"Benar, harap Nyo lo-pohcu suka mengembalikan kotak itu dulu," seru Han Ping.
Nyo Bun-giau memang seorang rubah yang licin. Melihat galagat, ia tak mau ngotot.
Diambilnya kotak pedang. Diam-diam ia kerahkan tenaga- dalam untuk melekatkan
permukaan kotak yang berlukiskan peta itu ke kulitnya. Kemudian ia menekan kotak itu
untuk merusakkan sebagian lukisannya, lalu berkata dengan ramah, "Kalau saudara
menghendaki kotak peang ini, akupun dengan senang akan menyerahkan!"
Setelah menerima kotak, Han Ping segera menyarungkan pedang pusakanya. Lalu ia
menyisih ke pinggir pintu, ujarnya, "Aku bertindak menurut garis yang terang. Karena tak
mengetahui pertikaian antara Nyo lo-pohcu dengan saudara Kim, maka aku tak suka ikut
campur"."
Ia berpaling kepada Kim Loji, "Tindakanmu mencuri kotak pedangku ini, untuk
sementara hanya kucatat saja. Kelak kita perhitungkan lagi. Saudara Ih, mari kita pergi!"
"Tunggu!" tiba-tiba Kim Loji menggeliat duduk. "Apa maksudmu?"
"Makam ini penuh dengan alat-alat rahasia. Kecuali Nyo Bun-giau yang menunjuk jalan,
tak mungkin kita bisa keluar dari sini"." seru Kim Loji seraya memandang ke arah 4 buah
peti yang terisi harta karun itu.
Kuatir Kim Loji membocorkan isi peti itu, buru-buru Nyo Bun-giau berseru, "Bertemu
berarti berjodoh. Kalau masih percaya padaku, aku tentu senang sekali untuk
menunjukkan jalan. Tetapi tampaknya makam ini penuh dengan alat rahasia, terpaksa
akan mohon pinjam kotak pedang saudara Ji lagi!"
Han Ping menyadari memang makam itu penuh dengan rintangan yang berbahaya.
Kecuali alat-alat rahasia yang membawa maut, pun terdapat ular dan binatang yang
beracun lainnya.
"Kalau begitu kotak pedangku ini harus kuserahkan kembali kepada saudara Nyo?" kata
Han ping. "Ahhh, tak perlu," Nyo Bun-giau tertawa, "Nanti saja apabila menghadapi kesulitan baru
aku pinjam sebentar". " habis berkata ia terus melangkah dulu. Dia kuatir Kim Loji akan
membuka rahasia peti harta itu maka cepat-cepat ia melangkah keluar.
Han Ping segera mengikuti, lalu Ih Seng sambil memapah Kim Loji.
Diam-diam Nyo Bun-giau telah mencatat dalam hati keadaan jalan2 di makam itu.
Tetapi ia pura-pura seperti menghadapi kesulitan. Setiap kali berjalan beberapa saat, ia
tentu meminjam kotak pedang dari Han Ping. Setelah memeriksa sebentar baru dia
mencari alat rahasia dan berhasil membuka pintunya. Hingga sepertanak nasi lamanya,
baru mereka dapat melintasi 5 buah ruang batu dan tiba di terowongan.
Saat itu teganglah hati Nyo Bun-giau. Karena setelah menyusuri terowongan itu,
lenyaplah harapannya untuk menutup ketiga orang itu dalam makam.
Ia menghadapi dua kemungkinan yang penuh resiko. Jika sampai salah
memperhitungkan alat rahasia dalam terowongan itu, atau kalau alat rahasia macet, ia
tentu akan dikeroyok ketiga orang itu. Walaupun belum tentu kalah tetapi sekurangkurangnya
tentu menghambat waktunya untuk menerobos keluar dari makam. Dan kalau
perhitungannya benar, maka rahasia dalam terowongan itu pasti akan bekerja. Ah, ia dan
ketiga orang yang handak disingkirkan itu, tentu akan tertutup dalam makam itu untuk
selama-lamanya.
Tetapi dia seorang jago tua yang masak perhitungannya. Sebelum yakin berhasil, ia tak
mau sembarangan bertindak. Maka sampai hampir men-dekati ujung terowongan, belum
juga ia turun tangan.
Setelah melalui dua buah tikungan, mereka menghadapi tiga buah ruang batu. Han
Ping kerutkan alis, katanya, "Ujung terowongan sudah habis, mengapa belum tampak"."
Nyo Ban-giau batuk-batuk, sahutnya, "Setelah keluar dari pintu terowongan ini, di atas
tiga buah ruang batu. Ah, tetapi di sebelah mana, perlu kuperiksa lagi baru dapat
menentukan!"
"Tak perlu memeriksa lagi. Jika pada ketiga ruang batu itu benar ada pintunya, tentu di
tembok sebelah muka!" kara Ih Seng.
"Belum tentu itu," jawab Nyo Bun-giau yang se-konyong-konyong meluncur ke tembok
sebelah kiri dan menampar. Karena lengan bajunya agak gerombyongan dan dilakukan
dengan cepat, tamparan itu tak diketahui orang. Apalagi setelah menampar ia cepat
mundur lagi beberapa langkah. Dan cepat mengalingi pandangan mata Han Ping.
Seketika terdengar bunyi berderak-derak dan tempat yang mereka tempati itu mulai
bergerak. Buru-buru Kim Loji membisiki Han Ping, "Harap saudara Ji memperhatikan dia".
" Tiba-tiba Han Ping maju selangkah dan secepat kilat melekatkan pedang Pemutus
Asmara di leher Nyo Bun-giau. Nyo Bun-giau menggigil tetapi ia tetap bersikap tenang.
Tampa berpaling ia menegur, "Apakah maksud saudara?"
"Harap Nyo lo-pohcu jangan mengandung pikiran yang jahat. Kalau ada seorangpun
yang tak dapat keluar dari sini, jangan harap Nyo lopohcu dapat keluar dari sini juga!"
Nyo Bun-giau batuk-batuk kecil, sahutnya, "Kalau aku mempunyai pikiran untuk
mencelakai kalian, masakah kalian dapat mancapai terowongan ini" "
"Kalau saudara Nyo tiada kotak pedang itu, mungkin saudara tak dapat menemukan
terowongan itu," seru Ih Seng.
Nyo Bun-giau tersenyum, "Benar". " tetapi diam-diam ia memaki orang she Ih itu,
"Huh, bangsat, engkau menganggap aku ini orang apa" Hm, gambar peta pada kotak
pedang itu telah kurusakkan, jangan harap kalian dapat menggunakan peta itu lagi!"
Bunyi derak berhenti dan terbukalah sebuah pintu yang lebarnya hampir satu meter.
"Kalau masuk ke pintu itu, harap cepat-cepat saja. Terowongan di belakang pintu itu
mempunyai batas waktu tertentu. Kalau terlambat, terowongan itu akan menutup lagi!"
Habis berkata ia terus mendahului masuk.
Dengan menghunus pedang Pemutus Asmara, Han Ping tetap mengikati di belakang
Nyo Bun-giau. Sedang Ih Seng dan Kim Loji berada dua meter di belakang Han Ping.
Teroworgan gelap sekali tetapi datar dan rata. Dinding terowongan terbuat dari batu
hitam yang lembab dan mengeluarkan hawa memuakkan. Suatu pertanda bahwa lorong
terowongan itu tak pernah dijelajahi manusia.
Pedang Tanpa Perasaan 1 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Pedang Dan Kitab Suci 4
^