Pencarian

Bunga Ceplok Ungu 7

Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Bagian 7


guntur dan geledek. Sifat demikian tidak ada pada Bagus
Boang. Benar. Demi cinta kasihnya dia pun bersedia hancur luluh.
Tetapi pikirannya bisa menjangkau jauh, karena
pembawaannya yang tenang. Meskipun perasaan cintanya
kena direbut Ratna Permanasari, masih ia bisa menguasai
gejolak hatinya. Ia sangsi, akibat ia memisahkan Ratna
Permanasari dari pelukan ayahnya. Kesan kedukaan bibinya
Naganingrum menggigilkan hatinya.
.Seumpama setelah ia membawa minggat dan Ratna
Permanasari kemudian menyatakan rasa sesal satu patah kata
saja, ia akan menyesali tindakannya seumur hidupnya. Karena pertimbangan itu, pikiran hendak membawa minggat segera
dibatalkan dengan segera. Lalu bagaimana" la tak sanggup
melupakan Ratna Permanasari. Gadis itu sudah meresap di
dalam perbendaharaan kalbunya, seumpama bagian hidupnya
sendiri. -ooo0dw0ooo- DENGAN pikiran kalang kabut itu, ia terus mendaki dan
mendaki. Sekonyong konyong teringatlah dia pada surat
Pancapana. Ah ya! Bukankah dia ditunggu pada suatu rumah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
batu yang berada di timur laut" Entah di mana letaknya rumah batu itu. Tetapi bertemu dengan paman angkatnya itu lebih
baik daripada keadaannya sekarang. Sekalipun paman
angkatnya itu angin-anginan, tapi kadangkala bisa
memberikan pertimbangan yang jitu. Memperoleh
pertimbangan ini, ia' lantas memacu kudanya ke arah timur
laut. Setelah memacu hampir setengah harian, akhirnya rumah
batu itu dapat ditemukan. Rumah itu nampaknya seperti bekas biara kuno. Rumah-rumah demikian, banyak terdapat pada
zaman itu sebagai peninggalan kebudayaan Kerajaan
Pajajaran yng baru tiga abad sirna dari percaturan hidup.
la menambatkan kudanya, lalu duduk berjuntai di sebuah
batu yang terletak di halaman depan. Ia menunggu
kedatangan Pancapana. Tetapi sekian lamanya menunggu,
orang tua itu tiada tanda-tandanya bakal datang. Kemudian ia mengharapkan, moga-moga Ratna Permanasari sudah selesai
berbicara dengan ayahnya. Setelah selesai, dia pasti datang kemari. Ia yakin akan datang dan bisa mencari rumah batu
itu. Sebab Ratna Permanasari seorang gadis yang cerdik.
Dengan mengikuti bekas-bekas tapak-tapak kuda, pasti akan
dapat bertemu dengan dirinya.
Tetapi dia pun tidak muncul. Dan habislah kesabarannya.
Menunggu memang merupakan siksaan sendiri. Sedetik terasa
bagaikan satu minggu. Kena siksa hatinya sendiri, ia lalu
mengambil keputusan hendak kembali ke rumah Harya Udaya.
Setelah memperbaiki pakaiannya, ia menetapkan hatinya.
Katanya dalam hati, "Baiklah! Biar aku yang datang. Kalau dia menyesali aku, biarlah aku dihukumnya. Kalau Harya Udaya
gusar hm... hm.... sudah selayaknya aku mati di tangannya."
Kena diamuk rasa asmaranya, pikirannya bisa mengarang
cerita, la mengira, Ratna Permanasari sedang melembekkan
rasa permusuhan ayahnya dengan dirinya saat
mengemukakan hubungan asmaranya. Agaknya lantas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi suatu pembicaraan yang asyik dan panjang. Ia sama
sekali tak mengira, bahwa kedatangan Harya Udaya justru
hendak mengaku dosa di hadapan gadisnya.
Tengah ia berjalan dengan pikiran penuh, mendadak
pendengarannya yang tajam mendengar sesuatu yang luar
biasa. Tiba-tiba kaget sampai mencelat.
"Hai! Ini suara Suryakusumah... apa yang sedang terjadi?"
Terus saja ia melesat mengarah ke suara itu.
Suryakusumah telah berkorban untuknya demi keselamatan
jiwanya. Maka ia bersedia pula berkorban untuknya.
Duk! Duk! Duk! itu suara tongkat berat menekan tanah.
Lalu terdengarlah suara tertawa panjang di dalam tanah.
Hebat alunan suara tertawa itu. Hati Bagus Boang sampai
tergetar karena wibawanya.
Tanpa memedulikan segala bahaya, ia lari memasuki rimba
raya. Di dalam rongga rimba ia mendengar suara tongkat baja membentur bentur tanah. Karena suara itu datangnya dari
depan, ia lari sekeras-kerasnya hendak memburu. Tetapi
aneh! Meskipun ia lari kencang dengan menggunakan ilmu
ajaran Pancapana, masih saja belum dapat menyusul. Apakah
setan" Memperoleh pikiran demikian, ia berhenti.
Akan tetapi begitu berhenti, kembali ia mendengar suara
tajam bergelora. Kemudian suaranya Suryakusumah. Suara
sahabatnya itu mengandung rasa kaget dan takut. Ini aneh! la kenal keberaniannya Suryakusumah yang tak takut
menghadapi apa saja. Mengapa ia kini menjerit-jerit begitu
mengerikan" Apakah yang terjadi atas dirinya!
Karena berpikir, ia jadi terlambat beberapa saat. Dan suara tongkat besi terdengar makin lama makin jauh. Bahkan arah
suaranya tak tentu beradanya. Mendadak pada saat itu, ia
mendengar suara memanggilnya.
"Bagus Boang! Bagus Boang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar suara itu, ia menggigil. Itu suara Fatimah.
Teringat betapa gadis itu mencoba menolong dirinya dengan
iklas, segera ia lari menghampiri. Namun sekian lamanya ia
berlari kencang, suara itu tiba-tiba lenyap tak keruan.
Bagus Boang jadi letih. Satu malam penuh ia tak
memejamkan mata. Hatinya terus menerus diamuk suatu
ketegangan. Pengalamannya hebat juga. Setelah berlari-larian kesana kemari tak keruan juntrungnya, ia berhenti beristirahat di bawah rimbun pohon, la menyandarkan diri pada batang
pohon yang gemuk. Tujuannya hendak menghilangkan rasa
lelahnya. Belum lama beristirahat, tiba-tiba ia mendengar suatu
suara di dekatnya, la kaget dan heran. Semangatnya
terbangun lagi. Dan pada saat itu suara bergelora tadi
terdengar lagi. Itulah lagu tertawa yang hebat. Suaranya
dahsyat dan mengggetarkan telinga. Di tengah rimba,
gaungnya menumbuki kedalamannya. Begitu berhenti,
terdengarlah kemudian suara seseorang.
"Suryakusumah! Aku tahu, kau kaget begitu melihat diriku.
Kau mengira bertemu dengan iblis. Dengan setan atau
siluman, bukan" Aku memang mahluk aneh yang tidak hanya
bisa mengejutkan manusia, tapi juga iblis sendiri."
Oleh rasa heran, Bagus Boang merangkak mendekati
dengan hati-hati. Ingin ia menjenguk, siapa orang yang
berbicara demikian. Ia ingin meyakinkan hatinya juga, apakah suara jerit tadi memang jerit sahabatnya Suryakusumah.
Tetapi untuk segera muncul, ia tak berani, wajib ia bersikap waspada untuk menjaga kemungkinan yang terjadi dengan
tiba-tiba. Hati-hati ia mengintip. Dan begitu melihat orang yang
berbicara tadi, hatinya mendadak terasa ngeri. Jantungnya
terpukul hebat. Benar-benar mahluk yang aneh luar biasa.
Manusia bukan. Iblis pun bukan. Paras muka orang itu,
mempunyai kesan luar biasa. Penuh tapak tangan goresan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pedang. Tangannya buntung, sebelah kakinya pincang pula.
Dengan tongkat besi penyangga ketiak, ia berbicara berhadap-hadapan dengan Suryakusumah.
Bagus Boang berusaha menenangkan dirinya. Matanya tak
mau beralih daripadanya. Makin diamat-amati, makin ngeri
melihatnya. Berpikirlah dia dalam hati, pantas Suryakusumah sampai menjerit begitu hebat. Ternyata ia jatuh ke dalam
tangan mahluk itu.
Teringat betapa sahabatnya itu rela berkorban untuknya,
segera ia merogoh senjata bidiknya. Itu segenggam paku
berujung tajam luar biasa. Tetapi baru saja tangannya
menyentuh senjata bidiknya, terdengarlah suara
Suryakusumah. "Paman...besar terima kasihku terhadapmu, karena engkau menolong aku bebas dari kurungan terkutuk. Hanya saja...."
Bagus Boang membatalkan niatnya hendak menyerang
mahluk itu. Ia tertarik pada kata-kata Suryakusumah yang
sedang mengucapkan terima kasih. Pikirnya di dalam hati,
agaknya dia yang menolong Suryakusumah bebas dari
kurungan Paman Harya Udaya. Perlahan lahan ia menarik
tangannya. Kemudian mencurahkan seluruh perhatiannya.
Mahluk yang terkesan mengerikan hati itu ialah pendekar
Watu Gunung. Ia berada di dekat Bagus Boang sebelum
bertarung mengadu kesaktian melawan Harya Udaya. Ia baru
saja menolong Suryakusumah dari kurungan.
Tatkala ditolong, Suryakusumah tak melihat paras mukanya
karena cuaca gelap.
Tapi begitu tiba di luar gua dan cerah matahari
menyongsong dirinya, bocah yang ditolong itu memekik
lantaran kaget, la membiarkan bocah itu menjerit-jerit
setengah melolong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suryakusumah bukan seorang pemuda penakut atau
berhati kecil. Tapi dia juga bukan malaikat yang tak mengenal takut. Setelah menjerit kaget, ia mulai mengamat-amati.
Karena orang itu ternyata tak bermaksud jahat. Entah apa
sebabnya tiba-tiba di balik wajah yang rusak itu nampak suatu kehalusan budi yang penuh derita, la jadi tertarik.
Semenjak kanak-kanak, Suryakusumah tiada berayah
bunda. Ia keturunan seorang ningrat. Namun ia seperti
terdampar diluar rumpun keluarganya. Itulah sebabnya"
kecuali kehilangan cinta kasih orang tuanya, ia pun merasa
dirinya rendah. Mudah dimengerti, apa sebab ia mudah
tersinggung dan cepat pula menerima cinta kasih. Terhadap
Fatimah, ia menaruh semua perasaan cinta kasihnya. Sayang,
tidak terbalas. Gadis itu malah tertambat kepada Bagus
Boang. Demi mengabdi dan rindunya kepada perasaan kasih, ia
tidak hanya takut kehilangan Fatimah, tetapi juga perasaan
kasih itu. Daripada ia kehilangan kedua-duanya, ia memaksa
Bagus Boang agar menerima cinta kasih Fatimah seumpama
mewakili kerinduannya. Untuk itu, ia bersedia berkorban apa saja. Itulah Suryakusumah. Dalam keadaan demikian, tiba-tiba ia bertemu dengan mahluk aneh. Apa yang menarik hatinya
ialah, sikapnya yang menaruh kasih sayang padanya, la
ditolong dan dibebaskan dari kurungan. Bukankah uluran
tangan demikian tak ubah uluran tangan orang tuanya sendiri"
Ia jadi runtuh hati. Tatkala kaget melihat kengerian wajahnya yang menakutkan, ia mencoba mencari sesuatu di-baliknya.
Dan ia menemukan pancaran mata yang lembut penuh beban.
Terasa di dalam hatinya, dia seperti senasib sepenanggungan dengan dirinya. Itulah sebabnya dapat ia menghaturkan rasa
terima kasih. Padahal tak pernah ia merasa berterima kasih
kepada siapapun dan apa pun. Lantaran baginya, semuanya
mengecewakan hatinya. Lahir tanpa asuhan orang tua. Merasa
ditendang dari rumpun keluarganya. Dan kehilangan cinta
kasih seorang gadis yang dipujanya dalam hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Watu Gunung tersenyum. Wajahnya yang jelek jadi
berkerut dan berkerinyutan. Bagus Boang yang mengintip dari gerumbul belukar merasa ngeri. Tetapi Suryakusumah pada
saat itu, telah menemukan dirinya kembali. Hatinya tenang,
sikapnya wajar. Rasa ngeri lenyap dari perbendaharaan
kalbunya. Kembali Watu Gunung tertawa berkakak-an. Menegas,
"Hanya saja...hanya saja bagaimana?"
"Aku sudah bersumpah di dalam hati. Aku takkan berguru kepada siapapun setelah tersekap di dalam gua. Aku akan
keluar dari gua dengan kekuatan dan kepandaianku sendiri,"
jawab Surayakusumah dengan suara mantap.
"Jadi... kau menyesali diriku yang menolongmu keluar dari gua kurungan," kata Watu Gunung dengan suara duka.
"Tidak! Tidak! Tak berani aku menyesali-mu." Sahut Suryakusumah buru-buru. "Yang benar adalah aku hendak
meyakinkan dan menyempurnakan ilmu kepandaianku dahulu.
Kemudian baru membuat perhitungan dengan Harya Udaya.
Aku merasa terhina, lantaran tak mampu merampas kembali
kitab ilmu pedang yang dicurinya."
"Seorang laki-laki baru pantas disebut laki-laki, manakala berdiri di atas kakinya sendiri tanpa bantuan siapapiin.
Pernyataanmu benar-benar cocok dengan sifat dan tabiatku.
Satu hal luput dari pertimbanganmu. Kalau engkau sudah
berhasil menyempurnakan ilmu kepandaianmu, berarti kau
telah menerima budi Harya Udaya."
Suryakusumah kaget sampai matanya terbelalak. Tanyanya
gugup, "Eh, bagaimana bisa terjadi begitu?"
"Ah anak, hatimu sebenarnya baik, jujur dan keras.
Seumpama Harya Udaya hendak mengambilmu sebagai murid,
pasti kau akan menolak. Aku tahu hal itu. Harya Udayapun
tahu. Itulah sebabnya, engkau dikurung di dalam guanya.
Untuk apa" Bukankah pada dinding gua terdapat gambar-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gambar ilmu pedang" Itulah rahasia inti ilmu pedang Harya
Udaya," kata Watu Gunung. "Aku tahu, di dalam hatimu kau berkata, bahwa inti ilmu pedang Harya Udaya itu adalah
intisari ilmu pedang yang diambil atau dialihkan dari kitab ilmu pedang yang sedang kau cari, katakan saja itu kitab ilmu
pedang milikmu. Karena itu asal saja Harya Udaya sendiri
tidak mengajari, engkau akan menganggap dirimu memiliki
rahasia inti ilmu pedang atas usahamu sendiri, bukan begitu?"
Suryakusumah mengangguk. Kata-kata orang itu tepat
sekali, seperti kita membaca kata hatinya. Sebagai seorang
pemuda yang jujur, tak mau ia menyangkal.
"'Kenapa Harya Udaya mengurungmu di dalam guanya"'
aku bertanya tadi." Watu Gunung melanjutkan kata-katanya.
"Sebenarnya Harya Udaya tak dapat mengingkari
perbuatannya merampas kitab ilmu pedang warisanmu. Itulah
sebabnya ia menghendaki agar engkau bisa mewarisi rahasia
lewat guanya. Apabila kelak engkau berhasil, kau takkan dapat mengingkari sejarah kepandaianmu. Dengan demikian,
habislah sudah hutang piutang Harya Udaya terhadap
kebajikan hidup."
Sebenarnya persoalannya sederhana saja. Seseorang yang
memiliki otak secerdas Suryakusumah, pasti segera dapat
menebak maksud Harya Udaya. Hanya saja, waktu itu
Suryakusumah sedang tercekam nafsunya ingin membalas
dendam, la tak memedulikan segalanya. Tujuannya hanya
satu. Ingin menyempurnakan ilmu pedangnya, kemudian
menjebol pintu gua dan membalas dendam. Tapi sekarang,
setelah mendengar kata-kata Watu Gunung, dia menjadi
sadar. Semangatnya lantas runtuh dan ia menjadi lesu.
"Cita-citamu untukmenyempurnakan ilmu pedang dan ilmu
bertarungmu memang hebat serta mengagumkan," kata Watu Gunung lagi. "Tetapi cita-cita demikian, tidaklah mudah. Paling sedikit engkau membutuhkan waktu sepuluh tahun. Syukurlah
bila Harya Udaya masih hidup. Sebaliknya kalau tiba-tiba mati,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
engkau bakal celaka. Siapakah yang bakal membawakan
makan minummu ke dalam gua" Dalam keadaan demikian,
dapatkah engkau tetap tinggal di dalam gua" Bukankah
engkau bakal keluar juga?"
Sampai di sini Watu Gunung tertawa geli. Katanya
melanjutkan, "Kau bocah yang agaknya hanya menuruti rasa hatimu belaka. Dan agaknya kau kepala batu pula" keras
kepala. Kau mengambil keputusan demikian dan tidak
mempertimbangkan yang lain. Meskipun begitu, senang aku
dengan kepala batumu itu. Karena aku senang, kutanggung
pembalasan dendam itu menjadi lebih mudah. Kujamin kau
tak usah menunggu sampai sepuluh tahun. Tiga tahun saja,
kau dapat merampungkan pelajaranmu."
Pernyataan Watu Gunung itu amat menarik. Namun
Suryakusumah memang seorang pemuda yang keras hati dan
kepala batu. Tak sudi ia menerima belas kasih dari siapapun juga. Yang terasa dahaga dalam dirinya hanyalah kasih
sayang. Itulah sebabnya, setelah menghela napas dalam, ia
menyahut: "Tidak! Tak dapat aku mengangkatmu sebagai
guru." Watu Gunung tertawa riuh. Katanya, "Apa kau kira aku


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendak memaksamu agar mengangkat diriku menjadi
gurumu?" Suryakusumah tergugu. Sejenak kemudian menyahut,
"Untuk mengangkatmu menjadi guru, aku harus pulang
dahulu memberi kabar. Setelah para ketua bagian menyetujui, baru aku kan mencarimu. Ini semua tergantung jodohku"
Suryakusumah sangat menghormati Himpunan
Sangkuriang. Sebagai seorang ahli waris, ia diasuh langsung oleh ketua Himpunan. Sekarang ia hendak mengangkat
seseorang menjadi guru. Itu soal yang sangat besar, la tak
dapat mengambil kepu-tusan dengan sembarangan saja.
Sebab akibatnya bisa menjadi besar di kemudian hari.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar alasan Suryakusumah, Watu Gunung tertawa.
Katanya, "untuk memberi kabar paman-pamanmu, kukira
tidak perlu pulang dulu. Sebab sekarang ini paman-pamanmu
yang menduduki kedudukan penting dalam Himpunan
Sangkuriang justru berada di sini. Masakan kau tak tahu"
Semenjak kau pergi, mereka selalu menguntitmu dari jauh."
Suryakusumah tercengang menegas. "Kau maksudkan lima
orang pamanku?"
"Benar. Bukankah kelima pamanmu itu terkenal semenjak
dahulu sebagai lima orang tokoh sakti?"
Suryakusumah tertegun. Dan Watu Gunung tersenyum.
Katanya meyakinkan, "Sebenarnya, begitu kau pergi, mereka segera menguntitmu. Kebetulan sekali mereka mempunyai
alasan kuat untuk menghindari pengamatan orang."
"Pengamatan orang bagaimana?" kedua alis Suryakusumah terangkat.
"Nanti kuceritakan dengan perlahan-lahan," sahut Watu Gunung dengan tetap mengulum senyum. "Pada saat ini,
barangkali mereka sedang berhadap-hadapan dengan Harya
udaya. Mereka datang dengan alasan untuk minta dibebaskan
seorang pemuda yang ditahannya. Tetapi bukan engkau.
Karena Harya udaya mengerti bahwa kedatangan mereka
sesungguhnya untuk minta kembali kitab ilmu pedang warisan
Syech Yusuf, pastilah bakal terjadi suatu pertarungan yang
dahsyat." Dugaan Watu Gunung tepat sekali. Pada saat itu, kelima
tokoh sakti tersebut sedang bertarung mengadu kepandaian
melawan Harya Udaya. Mereka sampai perlu menggunakan
ilmu sakti Jalasutera segala.
Suryakusumah segera mendekami tanah, la memasang
telinganya. Benar saja, ia mendengar suara menggelepar
ibarat meledaknya guntur bersambung-sambung. la jadi
percaya kepada semua keterangan Watu Gunung. Perlahan-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lahan ia berdiri kembali dengan wajah guram. Tak terasa ia
bergumam, "Mengapa mereka mengetahui aku berada di sini"
Apakah... apakah mereka telah membaca suratku" Ah,
manusia macam bagaimana sampai membaca suratku
sebelum tiba waktu yang kukehendaki" Paling tidak,
sebenarnya mereka harus memberi kabar dahulu kepadaku."
Suryakusumah sebenarnya telah menerima perintah
gurunya untuk minta kembali kitab warisan Syech Yusuf yang
berada di tangan Harya Udaya. Perintah itu merupakan
perintah rahasia dan pesanan terakhir. Karena itu,
keberangkatan Suryakusumah mendaki Gunung Patuha, tak
ada seorang-pun yang mengetahui. Juga ia menyimpan bunyi
perintah almarhum gurunya, la tak pernah membicarakan
dengan siapapun. Hanya saja, tatkala hendak berangkat, ia
menulis surat wasiat untuk pamannya Suriadimeja. Itu
disebabkan kemungkinan ia tak dapat pulang dengan selamat.
Tetapi surat itu baru boleh dibacanya apabila dia tak muncul kembali dalam waktu satu tahun. Artinya, ia mati di tangan
Harya udaya. Dan ia mohon kepada para paman-pamannya
menuntut balas. Tak pernah terpikir dalam benaknya, bahwa
seorang pendekar seperti Suriadimeja berlima bisa
membuka surat wasiatnya sebelum tiba waktunya.
Suryakusumah menjadi sangat heran dan menyesali. Katanya
dalam hati, "Suratku mengutuki Harya udaya. Sedangkan aku belum mati dan tidak mati pula ditangannya. Padahal guru
berpesan agar menjaga nama Harya Udaya baik-baik
seumpama kitab ilmu pedang Syech Yusuf masih dikehendaki.
Sebab Bibi Naganingrum adalah adik guru..."
Watu Gunung menatap wajah Suryakusumah yang
berubah-ubah. Kemudian bertanya meminta penjelasan.
"Bagaimana sikap Suriadimeja terhadapmu?"
"Baik, baik sekali, la mencintai aku seperti anaknya sendiri,"
jawab Suryakusumah. Dan mendengar jawaban itu, Watu
Gunung tertawa melalui hidungnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku justru khawatir, bahwa dia mencintaimu karena kitab ilmu pedang warisanmu."
Setelah berkata demikian, ia memperlihatkan sepucuk
surat. Katanya lagi, "Kau bacalah! Bukankah pamanmu
mempunyai delapan murid" Dia tengah mencari kedelapan
muridnya itu. Apa maksudnya engkau bisa menerka sendiri."
Surat itu dialamatkan kepada salah seorang murid
Suriadimeja. Isinya, agar ia mencari saudara-saudara
seperguruannya untuk segera berkumpul karena
Suryakusumah mendaki Gunung Patuha untuk meminta
kembali kitab ilmu pedang Syech Yusuf dari tangan Harya
Udaya. Suryakusumah kenal benar dengan bentuk dan gaya tulisan
Suriadimeja. Menilik bunyi surat itu bukan merupakan satu-
satunya. Pastilah dia menulis beberapa pucuk surat yang sama bunyinya untuk dikirimkan kepada murid-muridnya yang
alamatnya dikenalnya. Maka jelaslah sudah, bahwa
Suriadimeja telah membuka surat wasiatnya sebelum tiba
waktunya. Benar-benar hatinya menjadi panas dan gusar.
Katanya dengan suara agak keras!
"Sebenarnya, apa maksudnya?"
Watu Gunung menghela napas, la tahu jalan pikiran
pemuda itu. Meskipun masih muda belia, tetapi dia ahli waris Himpunan Sangkuriang. Sekalian paman-pamannya meskipun
sudah berusia di atas empat puluhan tahun, namun menurut
kedudukan, dia berada diatasnya. Sekarang mereka
melanggar pesannya. Artinya, mereka tidak menghargai
ketuanya yang masih belum hilang bau pupuknya. Maka Watu
Gunung berkata dengan suara tenang.
"Aku ini memang leluhur dari segala bangsat. Tetapi kalau dipikir-pikir aku agak lumayan daripada mereka yang
menamakan diri golongan pendekar pembela bangsa dan
negara." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau berkata apa?" potong Suryakusumah dengan wajah berubah.
"Apakah kau mengira, aku menghina kaum Himpunan
Sangkuriang?" Watu Gunung membalas dengan suatu
pertanyaan pula. "Tetapi mereka sendiri, bagaimana"
Tahukah engkau apa sebab mereka lebih mencintai kitab
ilmu pedang daripada dirimu" Sebab merekapun sebenarnya
termasuk manusia yang berangan-angan ingin merajai bumi
Jawa Barat ini. Karena itu, mereka lebih mencintai kitab ilmu pedang diatas segala. Juga di atas gurumu sendiri dan
Himpunan Sangkuriang."
Mendengar kata-kata Watu Gunung, Suryakusumah kaget
sampai berjingkrak. Bantahnya, "Tidak mungkin! Sebelum meninggal guru berpesan agar aku dekat pada mereka. Aku
dilarang menyia-nyiakannya."
"Kau mendengar dari mulut gurumu ataukah merupakan
pesan tertulis?" bentak Watu Gunung dengan tiba-tiba.
"Bukankah gurumu kedapatan mati terapung-apung di
dalam Sungai Ciujung akibat suatu aniaya?"
Wajah Suryakusumah berubah hebat. Dengan bibir agak
gemetar, ia menjawab: "Benar... aku menerima pesannya
melalui mulut mereka pula. Mereka datang menemui aku
untuk menyerahkan wasiat yang kukatakan tadi. Surat
perintah untuk mendaki Gunung Patuha agar aku minta
kembali kitab ilmu pedang dari tangan Harya "daya."
"Bagus, kau seorang anak jujur," tukas Watu Gunung. Lalu dengan mata berapi-api ia meneruskan. "Gurumu mati karena suatu aniaya, tahukah engkau?"
Suryakusumah terbungkam mulutnya, la nampak bingung.
Sewaktu mulutnya bergerak hendak berbicara, Watu Gunung
telah mendahului dengan helaan napas dalam dalam. Kata
orang ini, "Mungkin sekali engkau memperoleh keterangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang kurang jelas atau samar-samar. Baiklah kujelaskan di
sini, bahwa gurumu meninggal dunia akibat suatu aniaya. Dan anehnya penganiayaan itu dituduhkan kepada dua orang.
Pertama...."
"Guru rebah beberapa hari sebelumnya. Menurut laporan, guru berada di sungai karena tak tahan suatu hawa panas
yang mengamuk hebat dalam dirinya," potong Suryakusumah.
"Beliau mengalami suatu kecelakaan sewaktu menceburkan diri ke dalam air sungai, lantaran tak sadar."
"Bohong!" bentak Watu Gunung. "Lihat ini!" Sambil berkata demikian, ia menyingsingkan lengan bajunya. Dan nampaklah
siku sambungnya berbentuk tajam mirip sumbat sebuah botol.
"Bukankah kau pernah melihat benda semacam ini di dekat jenazah gurumu?"
Suryakusumah terkejut sampai mukanya menjadi pucat
pasi. Dengan suara gagap ia setengah berteriak. "Ya... ya...
ya.... apa artinya" Apa artinya?"
Watu Gunung tertawa seram luar biasa. Gaungnya
menembus pagar pepohonan sehingga bergetaran. Lalu
menjawab dengan suara mengejek.
"Artinya, ada orang-orang tertentu yang dikambing
hitamkan. Aku dan Harya Udaya. Kau tahu apa sebabnya?"
Suryakausumah menggelengkan kepalanya dengan wajah
bingung. "Karena aku pernah mencoba-coba mengadu kepandaian
dengan Syech Yusuf. Dan pada saat itu, Harya Udaya berada
di situ," kata Watu Gunung. "Aku berhasil membentur pukulan Syech Yusuf dengan sebatang tongkat yang berujung seperti
siku sambungku ini. Tentang alasanku mengadu kepadamu"
ia berhenti mencari kesan. Kemudian meneruskan: "Syech Yusuf memang seorang pendekar tiada tandingnya pada
zaman itu. Jelas sekali dia kena ujung senjataku yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beracun. Namun masih dapat ia memukul roboh. Kemudian ia
merusak wajahku dan tamatlah keaslian wajahku...."
Suryakusumah seorang pemuda pemberani. Namun
mendengar kisah perusakan wajah itu, tak urung ia berseru
perlahan, la jadi menaruh iba, tanpa memedulikan
keterangan-keterangan lain untuk menjadi bahan
pertimbangan. "Dengan menderita luka-luka hebat aku melarikan diri."
Watu Gunung berkata lagi. "Senjataku tertinggal. Tidak kusangka, bahwa hal itu mempunyai ekornya. Harya Udaya
yang berada di situ kena tuduh. Meskipun belum berani
berterus terang, namun kelima pamanmu yang menamakan
diri pendekar-pendekar aliran bersih, diam-diam mulai
menyelidiki gerak gerik Harya Udaya. Dan.perkembangan yang
lain langsung menikam diriku. Memang, aku menyebabkan
Syech Yusuf menderita luka parah. Meskipun tidak sampai
tewas, tetapi tertangkapnya pendekar itu oleh kompeni
Belanda dibebankan di atas pundakku. Aku menerima kutukan
itu. Untuk itu, sampai sekarang aku menyesali diriku. Tetapi bahwasanya meninggalnya rekan Ganis Wardhana dituduhkan
padaku, itulah yang membuat hatiku tidak enak."
"Mengapa justru Paman yang dituduh?" "Suryakusumah menyela.
"Bukankah aku tadi berkata, bahwa mereka menemukan
benda semacam siku sambungku ini berada di dekat jenazah
gurumu?" "Apakah... apakah suatu fitnah?"
Watu Gunung mendongak ke udara, lalu perlahan-lahan
meruntuhkan pandang. Sejenak ia menatap wajah
Suryakusumah. Kemudian memanggut.
"Ah!" Suryakusumah kaget berjingkrak. "Siapakah yang memfitnah Paman?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau duduklah! Biar kuceritakan selintas. Saat ini paman-pamanmu sedang bertempur mengadu kepandaian dengan
Harya udaya. Aku harus segera berangkat untuk... untuk....
kau duduklah. Rasanya belum terlambat aku menuturkan ini
agar engkau dapat memperoleh gambaran lain terhadap dunia
dan manusia-manusianya."
Ucapan Watu Gunung tidak hanya menggerakkan hati
Suryakusumah, tapi juga Bagus Boang yang bersembunyi di
belakang gerumbul belukar. Semenjak tiba di rumah Harya
Udaya ia merasakan suatu teka teki yang ruwet luar biasa.
Sekarang Watu Gunung hendak membeberkan salah satu
seginya. Walaupun mungkin sekali belum bisa dianggap benar, tetapi setidaknya akan membuat cerah sebagian. Maka ia pun
memasang telinganya setajam mungkin.
Pada waktu itu Suryakusumah duduk di atas akar pohon
raksasa. Ia menghadap ke timur, sedang Watu Gunung masih
tegak berdiri di depannya dengan bertumpu pada tongkat
besinya. Nampaknya ia lebih leluasa berdiri bertumpu daripada duduk. Setelah mendongak ke atas, perlahan-lahan ia
menatap wajah Suryakusumah. Tatkala ia hendak mulai
berbicara, tiba-tiba terdengarlah suara mengalun lamat-lamat.
"Bagus Boang! Bagus Boang! Kau di-mana?"
Itu suara Fatimah! Bagus Boang terkesiap hatinya.
Sebaliknya Suryakusumah bersikap acuh tak acuh.
Perasaannya seperti mati. Ia hanya menegakkan kepalanya.
Setelah suara Fatimah lenyap ditelan kelebatan rimba, kembali ia mengarahkan seluruh perhatiannya kepada Watu Gunung.
Dan pendekar buntung itu mulai berkata, "Ganis Wardhana"
gurumu, tidak hanya terkenal sebagai ahli waris Himpunan
Sangkuriang, tetapi diapun kakak kandung puteri
Naganingrum isteri Pangeran Purbaya. Pada zaman mudanya,
ia seorang pendekar kenamaan yang sejajar namanya dengan
Ki Tapa, Harya Udaya, Harya Sokadana dan aku leluhur dari
sekalian bangsat di dunia ini. Setelah usianya melampaui lima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puluh tahun, dia nampak mulai menarik diri dari pergaulan
umum. Sikap hidupnya diarahkan kepada ketentraman hidup
untuk mengabdi kepada Tuhan. Bagus cita-cita itu. Walaupun
sebenarnya ia tahu, bahwa dunia ini paling cocok untuk
menjadi sawah ladang iblis dan setan!
Dengan adiknya"puteri Naganingrum, dia hidup damai,
meskipun ada persolan persolan berat yang harus dihadapi.
Itulah perkara kitab warisan Syech Yusuf dan pedang Sangga
Bhuwana. Kedua pusaka itu merupakan pusaka Himpunan
Sangkuriang turun temurun. Dan hanya boleh disimpan oleh
ketua Himpunan Sangkuriang. Sekarang, ternyata tiada
berada ditangannya. Sebaliknya dicuri oleh Harya Udaya iparnya. Untuk minta dengan kekerasan, ia segan terhadap adik
kandungnya. Agaknya rasa kasihnya terhadap adik
kandungnya itu terlalu besar dalam dirinya. Hal itu bisa
dimengerti, sebab semenjak kanak-kanak, mereka berdua
mengadu untung mengarungi dunia ini hanya dengan berdua.
Mereka memanjat kedudukan tinggi bukan karena bantuan
orang, tetapi berkat usaha mereka sendiri. Itulah sebabnya, kebahagiaan mereka masing-masing seolah-olah bagian
mereka masing-masing pula. Tetapi bagaimana anggota-
anggota himpunan lainnya bisa dibuatnya mengerti" Mereka
terus mendesak dan mendesak agar kitab warisan dan pedang
pusaka kembali ke tangan himpunan. Akibatnya gurumu jatuh
sakit karena berduka. Diluar ia menghadapi musuh-musuh
tangguh. Di dalam ia di desak paman-pamanmu."
"Paman! Apakah artinya di luar beliau menghadapi musuh-musuh tangguh?" potong Suryakususmah bernafsu.
"Sebenarnya musuh tanguh gurumu sudah mati. Tentang
ini, baiklah kuceritakan di hari nanti," sahut Watu Gunung.
"Yang jelas, gurumu lantas" jatuh sakit. Pada suatu hari kelima pamanmu mengabarkan bahwa engkau menunggu di
tepi sungai. Mereka mengatakan, bahwa engkau mengambek,
karena gurumu tak mau minta kembali kitab warisan. Karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engkaulah satu-satunya orang yang dicalonkan gurumu
menjadi ahli waris, membuat gurumu gugup begitu
mendengar omongan kelima pamanmu. Buru-buru ia
membuat surat wasiat. Dan setelah surat wasiat itu
diterimakan kepada paman-pamanmu, dengan memaksa diri"
gurumu mencoba menemuimu.
Demikianlah, ia berjalan tertatih-tatih menuju Sungai
Ciujung. Semenjak dulu, gurumu tidak bisa menunggang
kuda, bukankah begitu" Nah, dia berjalan kaki saja.
Selanjutnya dia diberitakan hilang musnah seperti digondol
siluman." Suryakusumah makin bingung. Paras mukanya berubah-
ubah. Sebentar pucat, sebentar merah padam. Serentak ia
berdiri tegak dan berteriak, "Bohong! Bohong! Waktu itu, aku berada jauh. Mustahil, paman-paman mengarang cerita yang
bukan-bukan. Mustahil! Mustahil!"
Watu Gunung tertawa berkakakan. Katanya, "Jadi kau
menuduh aku memfitnah paman-pamanmu yang budiman"
Memang aku seorang bangsat! Setidak-tidaknya merekalah
yang menyebut aku begitu. Baiklah. Sekarang terus terang
kukatakan kepadamu, apa sebab aku disebut sebagai bangsat.
Sebab akulah satu-satunya orang yang mengetahui asal usul
kitab warisan dan pedang Sangga Bhuwana. Kedua pusaka itu,
sebenarnya bukan kepunyaan Harya Udaya. Dan juga bukan
kepunyaan Ratu Naganingrum. Itulah sebabnya, begitu aku
mendengar hilangnya Ganis Wardhana, aku segera ikut
bekerja. Anehnya, setelah mayat Ganis Wardhana
diketemukan terapung-apung di atas sungai, terdapat pula
benda siku sambung ini di dekatnya. Adakah itu masuk akal"
Dapatkah kau menerimanya" Bahwasanya mayat yang
terapung-apung di dalam sungai bisa membawa benda
terkutuk ini?"
Bingung Suryakusumah mendengar pertanyaan itu. Dasar
masih bocah, maka pengalamannya masih hijau, la jadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertegun. Bagus Boang yang berada dibalik belukar merasakan pula sesuatu yang kurang beres. Agaknya ia bisa mempercayai kata-kata Watu Gunung. Dan memperoleh kesan ini membuat
hatinya untuk terus mendengarkan tiap kata-katanya.
"Hebat berita itu. Seluruh Kerajaan Banten terguncang."
Watu Gunung melanjutkan kisahnya. "Seluruh pendekar di persada bumi Priangan ini mengarahkan pandangnya
.kepadaku dan Harya Udaya. Tatkala turun gunung, segera
aku menguntit kelima pamanmu itu. Ingin aku mencuri surat
wasiatmu yang sedang dibacanya. Kukatakan lagi: sedang
dibacanya. Lalu merapatkan kembali dan selanjutnya diberikan kepadamu.
Sayang, kau terlalu percaya kepada paman-pamanmu. Atau
mungkin karena hatimu masih terlalu bersih sehingga
mengukur semua pekerti' manusia ini seperti hatimu sendiri.
Demikianlah, tatkala aku hendak mencurinya, tiba-tiba aku
mendengar suara orang. Kelima pamanmu segera
menyembunyikan surat wasiat gurumu dan buru-buru keluar
dari kamar. Ternyata yang datang ialah Harya Sokadana.
Pendekar itu mengabarkan bahwa mayat gurumu telah
diketemukan. Disamping mayatnya terdapat benda siku
sambung yang dikenalnya sebagai senjata pemunahku. Aku
jadi tertarik. Dan aku lantas menguntit perjalanan Harya
Sokadana membuat penyelidikan.
Yang menemukan mayat Ganis Wardhana seorang
pengawas sungai bernama Kyai Haji Mukmin. Ia segera
mengenali wajah almarhum dan kemudian lapor kepada
kepala desa. Harya Sokadana dengan lima orang pembantunya datang
membuat pemeriksaan. Ia dibantu pula oleh dua tokoh
pendekar lainnya yakni Iskandar dan Mundinglaya. Menurut
penyelidikan, Ganis Wardhana meninggal akibat kena senjata
beracun lima tempat. Masing di bagian dada, punggung, leher, perut dan kepala. Semua pukulan itu bersifat mematikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah mayat diangkut pergi, datanglah seorang bernama
Dadang Wirakusuma menyerahkan sebatang tongkat
berkepala emas. Kata orang itu, "Tongkat ini kami ketemukan kemarin sore kira-kira menjelang maghrib. Karena tak tahu
tongkat siapa, maka kami bawa pulang. Setelah mendengar
berita pembunuhan, kami bawa tongkat ini kemari. Kami
yakin, tongkat ini milik tuanku Ganis Wardhana. Sebab kepala tongkat ini ada cap kerajaan. Lagipula, kami sering mendengar kabar bahwa tuanku Ganis Wardhana selalu membawa
tongkatnya apabila sedang bepergian."
Disamping sebatang tongkat, dia pun menyerahkan pula
sebuah peci terbuat dari kain panas: Peci itu diketemukan tak jauh dari tongkat tersebut.
Mendengar keterangan itu, aku jadi ragu. Tadinya aku
menuduh kelima pamanmu. Mengingat kelima luka yang
terdapat pada tubuh gurumu. Tetapi yang membuat aku ragu
ialah adanya peci itu. Siapakah pemiliknya" Selamanya belum pernah melhat salah seorang dari kelima pamanmu
mengenakan peci terbuat dari kain panas. Tetapi gegabah
adalah Iskandar dan Mundinglaya. Segera mereka berdua
memanggil rekan-rekannya bekas pejuang untuk berapat.
Kemudian mengirimkan muridnya untuk membuat perhitungan
dengan Harya Udaya. Itulah suatu perbuatan yang sembrono.
Harya Udaya tak bisa dibuat gegabah!"
"Bukankah Paman bermaksud Bagus Boang?" potong
Suryakusumah. "Benar," sahut Watu Gunung. "Apa sebab dia dikirim ke Gunung Patuha, ialah untuk menarik, perhatian Harya
Sokadana. Sebab pendekar ini tidak mau menjatuhkan
tuduhannya kepada Harya Udaya. Padahal, dialah satu-
satunya pendekar yang bisa menghadapi ilmu kepandaian
Harya Udaya. Dalam hal ini aku membenarkan sikap Harya
Sokadana. Selain mempunyai alasan pribadi, dia tidak berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gegabah seperti rekan rekannya. Bukankah dia belum
memperoleh bukti-bukti yang meyakinkan?"
Bagus Boang yang berada di belakang belukar diam-diam
menghela napas. Samar-samar ia menangkap sesuatu yang
berkelebat di dalam benaknya. Hanya apakah itu, dia belum
mengetahuinya. "Harya Sokadana segera berangkat memeriksa tempat
diketemukannya tongkat dan peci itu," Watu Gunung
meneruskan. "Di tepi sungai ia menemukan cipratan-cipratan darah. Ditempat itulah Ganis Wardhana dibunuh. Melihat jejak kaki dan luasnya cipratan darah, ia agaknya mengadakan
perlawanan. Mungkin sekali, karena dalam keadaan sakit
payah, ia tak dapat mengadakan perlawanan yng berarti. Ia
jatuh terkulai. Tapi masih sempat mementalkan peci
penyerangnya dengan tongkatnya.
Menurut Dadang Wirakusuma, tongkat dan peci itu
diketemukan menjelang maghrib. Padahal Ganis Wardhana
keluar dari rumah pada senja hari menjelang petang. Dengan
demikian, jelaslah bahwa penyerangnya sangat tergesa-gesa,
entah apa yang ditakuti.
Jarak antara rumah Ganis Wardhana dan tempat
pembunuhan masih sangat jauh. Seseorang yang dalam
keadaan sehat memerlukan waktu satu jam lamanya. Padahal
Ganis Wardhana keluar dari rumah perguruan menjelang
petang hari. Salah seorang pelayannya memberikan
kesaksiannya. Kalau begitu penyerangnya sudah menunggu
beberapa waktu lamanya. Ganis Wardhana harus kenal baik
dengannya. Dan penyerang itu harus berkendaraan pula. Lalu
ditikam dengan tiba-tiba dari belakang. Ini pendapat Harya
Sokadana. Dan pendapat itu benar-benar mengagumkan
diriku. Di sini terbukti, betapa cermat dia dan mengesankan pula bahwa ia seorang pendekar yang banyak
pengalamannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada peci pembunuh itu terdapat suatu petunjuk sederet
kalimat: Uskudar Istanbul. Ini adalah nama kota negeri Turki.
Siapakah yang mengenakan peci Turki" Tetapi Harya
Sokadana memang seorang pendekar yang berpengalaman
dan cermat. Tak memalukan, dia dulu menjabat sebagai
komandan keamanan pada Zaman Sultan Tirtayasa. Dia
mempunyai dugaan, barangkali seorang mencoba
menyesatkan. Dengan berbekal prasangka itu, ia membuat
penyelidikan lebih cermat. Pandangnya dilayangkan pada tiap jengkal tanah. Dan ia berhasil menemukan sebuah kancing
besar. Melihat benang-benang rantasan, Harya Sokadana
menduga kancing itu terenggut dari sebuah jubah berwarna
abu-abu. Jubah inilah yang mungkin sekali dikenakan
pembunuhnya. Dan di dalam suatu perkelahian kecil,
kancingnya kena terenggut oleh Ganis Wardhana.
Keesokan harinya para cendekiawan melakukan suatu
pemeriksaan pada bekas luka Ganis Wardhana. Kesimpulan
sungguh menarik. Ganis Wardhana kena tikam suatu alat
beracun. Tapi alat beracun ini ditikamkan setelah almarhum
meninggal. Sebab racun senjata itu tak dapat berkembang.
Hanya merayap di sekitar tikaman.
Dengan diketemukannya tongkat berkepala emas dan
benda-benda berharga lainnya yang masih tertinggal di dalam sakunya, membuktikan bahwa pembunuhan itu bukan
berdasarkan perampasan harta benda. Tetapi mempunyai
maksud yang khas. Apakah itu" Inilah yang justru menjadi
persoalan. Harya Sokadana segera menghubungi Ratu Udani Sari Ratih
untuk diminta pendapatnya. Ratu ini ternyata tidak
mempunyai gambaran atau dugaan siapa kiranya yang
melakukan pembunuhan biadab itu. Sementara itu, berita
pembunuhan terhadap ketua Himpunan Sangkuriang
menggoncangkan hati nurani rakyat. Mereka lantas
mengadakan desas desus dan tafsiran beraneka macam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ada tiga tafsiran yang menarik perhatian Harya Sokadana.
Pertama, Ganis Wardhana adalah seorang ketua Himpunan
yang kejam tetapi kurang bersemangat. Dia tak pernah
membangkitkan perlawanan yang berarti terhadap Belanda
dan sepak terjang Sultan Abdulkahar. Kemungkinan besar, ia
dibunuh oleh orang-orangnya sendiri.
Kedua, barangkali Sultan Abdulkahar mengirimkan
utusannya untuk membujuknya agar mengabdi kepada
kerajaan baru. la menolak. Lalu dibunuh.
Ketiga, perebutan kitab warisan Syech Yusuf. Dan dia
dibunuh oleh seseorang yang merasa berkepentingan.
Harya Sokadana tidak mengabaikan desas desus tafsiran
itu. Dengan dibantu teman-temannya, ia segera mengadakan
penyelidikan untuk mengumpulkan dan mencari bukti-bukti
yang meyakinkan. Semua handai taulan, sanak keluarga dan
ketua-ketua bagian Himpunan Sangkuriang diminta
keterangannya. Hanya tinggal serumpun keluarga yang belum
disentuhnya. Itulah keluarga Harya Udaya.
Dari penyelidikan itu, ia menolak tafsiran yang pertama.
Ganis Wardhana bukan seorang yang kejam. Sebaliknya dia
seorang pendekar yang bijaksana. Di segala tempat ia
membangkitkan perlawanan. Memang tidaklah sehebat pada
zaman Pangeran Purbaya. Hal itu siapa saja bisa mengerti apa sebabnya. Kancah perjuangan sedang mengalami masa
suram. Tafsiran kedua kurang masuk akal. Jika Sultan Abdulkahar
menghendaki pengabdiannya, jelas sekali bukan pengabdian
pribadi. Tetapi pengabdiannya sebagai seorang ketua
Himpunan. Dengan sendirinya harus membawa himpunannya
pula. Apabila demikian, Sultan pasti akan mengirimkan utusan resmi untuk bisa berunding. Selain itu, Ganis Wardhana waktu itu sedang sakit. Bagaimana dia bisa menerima tamu utusan"
Sekitarnya terjaga ketat. Tidak mungkin seorang pencuri bisa masuk tanpa diketahui. Sebab untuk merundingkan hal yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gawat itu, tidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap saja.
Oleh pertimbangan ini, ia menolak pendapat yang kedua.
Juga tafsiran yang ketiga meragukan hatinya. Memang ia
tahu apa arti sebuah kitab warisan bagi seorang pendekar.
Seorang pendekar berani mempertaruhkan nyawanya untuk
kitab tersebut. Tetapi dima-na beradanya kitab warisan,
semua orang tahu. Benarkah Harya Udaya turun dari
gunungnya untuk membunuh Ganis Wardhana selagi sakit"
Harya Udaya sebagai seorang pendekar tidak mungkin berbuat
begitu. Ia kenal Harya Udaya. Pendekar ahli pedang itu
berkepala besar, angkuh dan terlalu menjaga harga dirinya.
Meskipun demikian secara naluri, ia bisa menerima ketiga
pendapat itu sebagai unsur-unsurnya. Sebab ketiga-tiganya
mengandung unsur yang tak boleh diabaikan.
Dengan hati-hati, Harya Sokadana mulai mengarahkan
pengamatannya kepada kelima paman-pamanmu. Seperti
kauketahui, semenjak perjuangan Pangeran Purbaya roboh, ia
tak menampakkan batang hidungnya. Karena itu, ia agak
asing dengan perkembangan Himpunan Sangkuriang.
Terhadap kelima pamanmu, sedikit banyak ia mengenal
mereka. Semenjak zaman Pangeran Purbaya, mereka
merupakan tokoh penanggulang bahaya juga."
"Apakah kecuali mereka tiada seorang lagi yang merupakan tokoh sendi himpunan?" ia bertanya.
"Tidak," bunyi jawaban yang diperolehnya. "Kami tidak melihat suatu alasan bahwa diantara anggota himpunan
terdapat seorang yang bersikap memusuhi ketua. Seumpama
dia membunuh ketua himpunan, tiada keuntungannya.
Alasan ini masuk akal. Karena itu, Harya Sokadana
melepaskan pengamatannya terhadap mereka. Dengan
membawa peci kain panas dan kancing jubah, ia melanjutkan
penyelidikannya. Hebat cara penyelidikannya. Ia membuka
daerah pengamatan yang luas. Dengan seorang diri ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memasuki Banten ibukota kerajaan musuhnya semenjak
puluhan tahun yang lalu.
Ia mengunjungi perkampungan-perkampungan asing.
Perkampungan Belanda, Inggris, Denmark, Spanyol, Portugis,
Persia, Turki, Arab dan India, la mencoba mencari keterangan tentang peci yang bertanda Uskudar Istambul. Gskudar adalah kota kecil di sebelah tenggara Istambul Turki. Peci semacam itu banyak dipakai orang-orang yang datang dari Asia Kecil.
Gsahanya ini tidak memuaskan hatinya. Ia lantas balik pulang memasuki pegunungan.
Dalam pada itu, masuklah sebuah laporan yang agak
berharga. Laporan itu datang dari seorang perempuan petani
yang pekerjaannya mencari ikan di Sungai Ciujung.
Perempuan itu bernama Upit Hasanah. Pada sore terjadinya
pembunuhan itu, ia melihat Ganis Wardhana berjalan tertatih-tatih dengan tongkatnya. Ia nampak letih karena sakitnya.
Tatkala berhenti berisitirahat di sebuah batu, seorang
penunggang kuda kuning mengamati-amati dari jauh.
Penunggang kuda kuning itu mengenakan jubah abu-abu dan
peci merah. Peci demikian dikenal umum dengan nama peci
Turki atau Turpah.
Seorang pelapor lain bernama Ujang bertempat tinggal di
ujung dusun melihat pula seorang penunggang kuda kuning
berpakaian jubah abu-abu dan peci merah, la melihatnya
sepuluh hari sebelum terjadinya pembunuhan. Orang itu
datang dari arah timur. Setiap kali menjelang petang hari, ia selalu berkeliaran diluar dusun.
"Aku merasa curiga," demikian kata Gjang. "Aku mencoba mengajaknya berbicara, la tertawa manis padaku, tetapi sukar mengeluarkan kata-kata."
"Apakah dia bangsa awak?" Tanya Harya Sokadana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak. Matanya tajam. Hidung bengkok. Tetapi setelah
kuajak biacara dalam bahasa Melayu, ia bisa memberi
keterangan dengan patah-patah."
"Ah! Kalau begitu seorang asing. Apa katanya?"
Ujang memberi keterangan. Dan aku puas dengan
keterangannya. Tatkala ditanyakan apakah ingat dengan ciri-
ciri orang tersebut, dia tak dapat memberi keterangan yang


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jelas. Sebaliknya teringat hanya pada kuda tunggangannya.
Maklumlah dia petani yang hidupnya berdekatan dengan
binatang. Menurut keterangannya, kudanya berbulu kuning.
Dibalik ekornya terdapat seleret warna hitam.
"Dia datang dari Banten. Namanya Abdullah, bangsa Arab, tinggal di perkampungan Arab," Ujang menambahkan.
Kembali lagi, Harya Sokadana memasuki Kota Banten.
Tetapi perkampungan Arab kebetulan tidak mempunyai
seorang anggota rumpun keluarga Abdullah, apalagi yang
berkuda kuning.
Dengan masuknya orang asing dalam persoalan
pembunuhan itu, peristiwa terasa menjadi gawat. Hati-hati
Harya Sokadana meneruskan penyelidikannya. Beberapa
waktu kemudian seorang penggali bernama Wahab datang
memberi laporan. Dia seorang penduduk yang bertempat
tinggal kurang lebih satu kilometer dari tempat
diketemukannya mayat Ganis Wardhana. Pada hari terjadinya
pembunuhan, kira-kira setengah jam sebelum maghrib, ia
melihat seorang pengendara kuda kuning berhenti di atas
perbatasan jembatan bambu. Orang itu mengenakan jubah
abu-abu dan tidak berpeci. Setelah membuang sebungkus
benda ke dalam sungai, ia meneruskan perjalanannya ke
barat. Karena tertarik, ia menaruh perhatian. Sebab orang itu
jelas terlihat sebagai orang asing. Tatkala sampai pada bukit sebelah barat sungai, orang itu nampak dikerumuni beberapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang. Sayang, waktu itu hari sudah mulai gelap. Wahab tak
dapat mengenali siapa mereka yang datang merubung.
Bahkan berapa jumlahnya, tak sanggup ia menghitung. Yang
jelas, penunggang kuda itu menunjuk suatu arah. Kemudian
menghilang dibalik bukit.
Harya Sokadana segera memerintahkan untuk menyelidiki
dasar sungai yang ditunjukkan. Setelah menggunakan waktu
yang berjam-jam lamanya, ditemukan sebungkus senjata
tajam, jumlahnya lima. Jumlah ini sungguh menarik. Apa
artinya" Benarkah orang asing itu menggunakan lima senjata
untuk membunuh Ganis Wardhana"
Akhirnya datang penjelasan yang lebih meyakinkan lagi,
bahwa kuda kuning itu mempunyai hubungan erat dengan
pembunuhan Ganis Wardhana. Pelapornya seorang wanita
dusun dari Desa Lebak bernama Dedeh Salamah. Dia seorang
pedagang kelontong. Setelah mendengar berita pembunuhan
itu ia merasa perlu memberi keterangan tentang
pengalamannya. Berkatalah dia, "Sepuluh hari yang lalu datang seorang asing bernama Abdullah dirumahku. Ia
mengaku berbangsa Arab. Berkuda kuning dan mengenakan
jubah abu-abu. Dia berpeci Turki berwarna merah. Ia datang
ke Lebak untuk membuat penyelidikan tentang kemungkinan
hubungan perdagangan. Leuwi-damar sudah diselidiki juga.
Sekarang tinggal giliran Lebak. Ia minta kepadaku apakah bisa menyewa sebuah kamar. Karena datangnya urusan dagang,
aku menjadi tertarik. Kamar depan lantas kusewakan dengan
harga tinggi. Dia sama sekali tak menawar.
Pada suatu hari, Dedeh Salamah, secara tidak sengaja
membuka daun pintu tatkala sedang menyapu. Aku melihat
dia sedang memandang sebuah gambar seorang gadis yang
cantik sekali. Lamat-lamat aku seperti pernah melihat wajah gadis itu. Tapi dimana dan kapan, sampai hari ini tak teringat lagi," kata Dedeh Salamah. Lalu ia memberikan keterangan pula bahwa keesokan harinya Abdullah membayar uang sewa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kamar. Kemudian pergi dengan alasan hendak balik ke
Banten. Sekarang telah terasa, sasaran pengamatan menjadi jelas.
Dalam pada itu"Himpunan Sangkuriang"menjanjikan hadiah
475 lempeng emas bagi siapa saja yang dapat menangkap si
pembunuh mati atau hidup. Hadiah sebesar itu dijanjikan pula oleh Ratu Udani Sari Ratih. Benar-benar menarik hati para
pendekar bayaran yang hidupnya kembang kempis di zaman
sekarang. Tiga hari setelah itu, masuk sebuah laporan lagi. Kuda
kuning itu dahulu milik seorang Kepala Kampung Leuwidamar.
Binatang tersebut kedapatan mati ditepi jalan tak jauh dari Rangkasbitung. Inilah perkembangan yang menggembirakan.
Sebab binatang itu mati bukan karena sakit atau dimakan
usia, tapi mati dibunuh. Jelas, bahwa ada orang-orang
tertentu dengan sengaja menyingkirkan tanda-tanda si
pembunuh, setelah kuda kuning itu menjadi ciri khas.
Harya Sokadana segera menemui Kepala Kampung
Leuwidamar. Dia membenarkan adanya seorang asing
membeli kudanya. Karena berani membeli dengan harga
mahal, ia melepas dengan rasa senang. Orang itu bukan
bernama Abdullah tetapi Mirza. Itu terjadi tiga bulan yang lalu.
"Apakah dia berkebangsaan Arab?"
"Dia mengaku berasal dari Persia," jawab Kepala Kampung.
Keterangan itu membuat suatu persoalan baru. Sebelum
mengambil kesimpulan, Harya Sokadana membawa kepala
kampung tersebut memeriksa kuda yang mati. la
membenarkan bahwa itu kudanya.
Tak puas dengan pengakuan itu, Harya Sokadana
memanggil orang-orang yang pernah memberi laporan
tentang kuda itu. Mereka semua membenarkan. Yang paling
meyakinkan adalah keterangan Ujang. Ekor kuda itu terdapat
seleret warna hitam di balik ekornya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemeriksaan terhadap matinya kuda itu dilakukan dengan
cermat. Sementara itu masuklah suatu kepastian lagi, bahwa
benda beracun berbentuk siku sambung yang mengingatkan
orang kepada senjataku sewaktu aku mengaku untung
terhadap Syech Yusuf"dibantah keras-keras oleh kaumku.
Sebab racun yang berada di dalamnya bukan racun yang
digunakan kaumku.
Harya Sokadana dapat diyakinkan. Perhatiannya kini
mengarah kepada latar belakang terjadinya pembunuhan dan
perubahan kebangsaan si pembunuh. Menurut kepala
kampung dia bukan seorang Arab tetapi Persia. Harya
Sokadana menjadi sungguh-sungguh. Sebab kebangsaan ini
mengingatkannya kepada suatu peristiwa sejarah yang besar.
Itu perhubungan erat dengan asal mula pedang Sangga
Bhuwana dan kitab warisan.
Saat itu juga, ia menghadap Puteri Udani Sari Ratih untuk
memohon pendapatnya. Puteri itu belum berani
mengemukakan pendapat sebelum pembunuhnya berhasil
ditangkap. Harya Sokadana tidak sudi me-nyia-nyiakan waktu.
Dengan menggunakan ilmu kepandaiannya yang tinggi, ia
mengadakan pengejaran. Seluruh laskar perjuangan dengan
suka rela mengadakan penjagaan pula sampai di perbatasan
Kota Banten. Semua jalan simpang dan lorong-lorong diawasi.
Semua lalu lintas perdagangan tak luput dari pengamatan
mereka. Hari masih pagi, tatkala Harya Sokadana menerima laporan
bahwa Suriadimeja berlima telah berhasil membekuk
pembunuhnya. Karena orang yang bernama Mirza
mengadakan perlawanan, mereka terpaksa menggunakan
kekerasan. Mirza mati sebelum sempat membuka mulutnya.
Tanpa bicara, Harya Sokadana membawa jenazah kepada
Ratu Udani. Begitu melihat wajah Mirza, Ratu Udani terbelalak.
Tapi ia membungkam mulutnya. Setelah berada sendirian
dengan Harya Sokadana, perlahan-lahan ia berkata: "Kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
salah duga. Kau susullah Bagus Boang. Saat ini dia mendaki
Gunung Patuha untuk bertemu dengan Harya Udaya."
Berita itu seperti halilintar meledak di siang hari. Harya
Sokadana berubah wajahnya. Ini "bahaya" keluhnya. Mau ia
membuka mulutnya, tatkala Ratu Udani berkata lagi dengan
berduka: "Engkau bakal sibuk, sebab Himpunan Sangkuriang harus dibersihkan."
Dengan kepala menunduk, Harya Sokadana berangkat
menyusul Ratu Bagus Boang ke Gunung Patuha. Tahukah
engkau apa sebab Ratu Udani dan Harya Sokadana mengunci
mulutnya begitu melihat mayat Mirza" Hal ini akan kuceritakan di kemudian hari. Sekarang, apa sebab Ratu Udani
menyinggung-nyinggung soal pembersihan di dalam rumah
tangga Himpunan Sangkuriang" Itulah kelima pamanmu...."
"Kelima pamanku?" Suryakusumah masih tak mengerti.
"Apakah mereka pembunuh Mirza?"
"Tidak hanya Mirza, tetapi gurumu pula," jawab Watu Gunung.
Mendengar jawaban Watu Gunung. Suryakusumah kaget
sampai berjingkrakan. Dengan suara menggeletar ia meledak,
"Mem... membunuh bagaimana" Apa bukti buktinya?" Watu Gunung tertawa. Sahutnya, "Kelima pamanmu boleh licin.
Tetapi menghadapi mata Harya Sokadana yang cermat dan
Ratu Udani yang paham akan latar belakangnya, mereka
nampak tololnya. Agaknyanya kelima pamanmu terlalu
bernafsu. Mereka mengira akan bisa mengelabui Harya
Sokadana dan sekalian anggota Himpunan Sangkuriang
dengan membunuh Mirza sebagai jasa. Tapi begitu mengamati
tubuh Mirza, timbullah rasa curiga Harya Sokadana. Ternyata luka Mirza pada punggung, dada, bagian perut, leher dan
kepalanya. Letak luka itu tiada bedanya dengan luka yang
diderita gurumu. Itulah pukulan maut ilmu sakti Jalasutra."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkata demikian, Watu Gunung menunjukkan letak luka
Mirza pada tubuhnya. Sebagai ahli waris Himpunan
Sangkuriang, sudah barang tentu Suryakusumah paham akan
ilmu sakti jalasutra. Sasaran pukulan Jalasutra tepat seperti yang diperlihatkan Watu Gunung. Meskipun demikian, masih ia sangsi. Sebab alasan pembunuhan itu masih gelap baginya.
Watu Gunung nampaknya mengerti apa yang bergolak
dalam hati pemuda itu. la lalu berkata, "Aku tahu, engkau masih belum melihat latar belakang pembunuhan itu. Mirza
pembunuh gurumu itu sudah lama kami kenal. Dialah pelayan
pribadi Emir Mohammad Yusuf yang mengawini Kartika
Milawardani. Siapakah mereka berdua ini, nanti kuceritakan.
Kartika Nilawardani inilah seorang pendekar wanita pemilik kitab warisan dan pedang Sangga Bhuwana. Tatkala dia harus
kawin dengan Emir Mohammad Yusuf untuk menolong Sultan
Tirtayasa, kitab warisan dan pedang Sangga Bhuwana
dititipkan kepada Syech Yusuf. Selanjutnya Syech Yusuf
menyimpannya sebagai hak miliknya. Ini perlu demi menjaga
kemungkinan kemingkinan yang tidak diharapkan . Ia
memperoleh kekuasaan pula untuk melindungi. Sebagai
pendiri himpunan laskar perjuangan, pengaruhnya besar dan
disegani orang. Dan tatkala Kartika Nilawardani hilang tiada kabarnya, Syech Yusuf mengambil tindakan yang
menggemparkan demi keuntungan himpunan perjuangan. Dia
mengumumkan kitab ilmu pedang dan pedang Sangga
Bhuwana hanya boleh disimpan dan dimiliki ketua Himpunan
Sangkuriang turun temurun. Pengumuman ini
menggoncangkan hati nurani pendekar-pendekar dari
perkumpulan lain. Namun untuk berontak dengan terang-
terangan melawan Syech Yusuf, tiada seorangpun yang
berani. Aku mencoba-coba mengadu untung. Akibatnya aku
menjadi begini. Baiklah hal ini nanti kuceritakan dengan jelas.
Disini tersangkut nama pendekar-pendekar besar pula.
Tatkala Syech Yusuf kena buang Kompeni Belanda, kitab
warisan dan pedang Sangga Buwana berada dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perlindungan Ki Ageng Darmaraja. Agar kedua pusaka warisan
itu mempunyai pemiliknya yang sah, Beliau mengadakan
sayembara tanding ilmu kepandaian. Sultan Tirtayasa
menyetujui, hingga akhirnya jatuh ditangan muridnya sendiri Ki Tapa. Kemudian dengan rahasia, kedua pusaka itu
dimintanya kembali.
Entah bagaimana caranya Suriadimeja berlima dapat
mengatahui rahasia tersebut. Menurut jalan pikirannya, kedua pusaka warisan itu harus diberikan kepada Himpunan
Sangkuriang sesuai dengan pesan Syech Yusuf sebagai
anggota himpunan, mereka berlima dapat bakal diperbolehkan
dan mendapat hak untuk mempelajari. Tetapi kejadian
berikutnya bercerita lain. Kedua pusaka itu kena tercuri Harya Udaya. Dan pencurian itu tidak diketahui Suriadimeja berlima.
Mereka menyangka bahwa kitab dan pedang pusaka berada
ditangan gurumu. Mereka menjadi iri hati. Sebab kitab warisan dan pedang Sangga Bhuwana terang terangan kena direbut Ki
Tapa. Apa sebab diberikan kepada gurumu secara pribadi"
Apakah karena gurumu adalah kakak Ratu Naganingrum"
Mereka yakin, bahwa gurumu akan menguasai kedua
pusaka itu untuk kepentingan pribadi. Itulah sebabnya,
Suriadimeja berlima seringkali datang menghadap gurumu
untuk minta diperlihatkan kitab dan pedang warisan Syech
Yusuf. Hal ini menyulitkan Ganis Wardhana. Dia tak dapat
memperlihatkan dan menjelaskan dimana beradanya pusaka
warisan itu. Sebab pertama, kalau dia memberitahu yang benar, akan
merusak wibawa Himpunan Sangkuriang. Sebagai seorang
ketua, ternyata dia tak mampu merebut kitab dan pedang
warisan sebagaimana pesan Syech Yusuf. Selain itu, belum
tentu penjelasannya itu dipercaya. Akibatnya akan
menerbitkan perpecahan. Kedua, ia harus melindungi adik
kandungnya. Selain merupakan satu-satunya manusia yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dicintainya, juga bekas isteri Pangeran Purbaya. Ketiga, ia jeri terhadap Harya Udaya.
Sudah barang tentu Suriadimeja berlima tidak mau
mengerti. Mereka kini tidak hanya mendesak, tetapi juga
hendak menguji gurumu. Kadang-kadang salah seorang di
antara mereka menghadang gurumu dengan menggunakan
topeng. Dia berpakaian dan bergaya seperti diriku. Tetapi
gurumu seorang pendekar yang gagah. Dia mengalahkan
penyerang-penyerangnya dengan ilmu kepandaiannya sendiri.
Karena itu mereka berlima menjadi susah hati. Lalu mereka
memutuskan untuk merebutnya berlima. Dikerubut demikian,
pasti gurumu bakal mengeluarkan ilmu kepandaiannya dari
ilmu sakti kitab warisan dan perlu menggunakan pedang
Sangga Bhuwana. Ini semua dimaksudkan mereka untuk
memperoleh bukti. Dengan bukti demikian, mereka bisa
berbicara panjang lebar dalam suatu rapat umum di antara
anggota Himpunan Sang-kuriang."
Suryakusumah merenung mendengar tutur kata itu.
Sekarang ingatlah dia wajah gurunya. Gurunya selalu nampak
berduka dan seperti menyimpan rahasia. Lalu ia mengangkat
dirinya sebagai ahli waris. Pada suatu hari dia dipanggil untuk dibisiki di-mana beradanya kitab warisan dan pedang Sangga
Bhuwana. Tiada seorangpun yang mengetahui tugas rahasia
tersebut. Bagaimana mungkin, pamannya berlima bisa
mendengar" Tutur kata Watu Gunung yang menceritakan,
bahwa mereka berlima mendesak gurunya untuk menulis surat
warisan kepadanya menyangsikan hatinya.
Apakah paman berlima membuat suatu jebakan" pikirnya.
Guru dalam keadaan sakit akibat dirundung duka terus
menerus. Siapapun dalam keadaan demikian tidak akan tahan
menghadapi masalah-masalah berat.... Selagi berpikir
demikian, Watu Gunung berkata meneruskan, "Dengan
munculnya tokoh Mirza. pamanmu berlima memperoleh
bahan. Sebab Mirza adalah pelayan pribadi suami Emir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mohamad Yusuf. Mereka lantas mendesak gurumu sedang
berupaya menggugat gurumu yang mengangkat engkau
menjadi ahli waris himpunan."
"Mengapa begitu?"
"Suriadimeja mempunyai kepentingan besar," jawab Watu Gunung. "Di dalam Himpunan Sangkuriang semenjak dahulu terdapat dua aliran. Yang pertama, aliran beragama. Yang


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedua, aliran bebas. Nampaknya tidak ada perbedaan, karena
kedua-duanya seagama. Tetapi kenyataannya tidaklah
demikian. Syech Yusuf dahulu menyatakan bahwa dalam
tubuh Himpunan Sangkuriang terdapat dua aliran yang sama
kuat. Aliran agama untuk menghadapi segala tipu muslihat
licik kaum Abdulkahar yang menggunakan kesucian agama
untuk mencapai angan-angannya. Dan yang kedua, aliran
kebangsaan untuk menghadapi segala tipu muslihat Belanda.
Syech Yusuf berasal dari Makasar. Mula-mula dia seorang
beragama yang kuat ibadahnya. Sekalipun ibadahnya pada
akhir-akhir tahun tidak berubah, tetapi oleh pengalamannya ia mempunyai penglihatan yang lebih luas lagi. Itulah sebabnya, ia memilih Ganis Wardhana sebagai ahli warisnya. Sebab
untuk mengusir penjajah Belanda, ia lebih mengandalkan
kepada kekuatan aliran kebangsaan.
Pada lahirnya mereka yang menempati aliran pertama tidak
berkata suatu apa. Sebab Syech Yusuf bukan orang semba-
rangan. Tapi setelah gurumu memegang kendali himpunan,
itu menjadi lain. Dengan terang-terangan, mereka
menyatakan rasa tidak puasnya.
Celakalah gurumu! Kala itu api perjuangan sedang
menurun. Pangeran Purbaya kena dikalahkan. Sultan Tirtayasa tersekap dan meninggal di Jakarta. Tugas gurumu yang utama
ialah, memelihara sisa-sisa reruntuhan. Karena itu, tak dapat gurumu bertindak keras. Ini semua demi menghindarkan
perpecahan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat saat itulah, Suriadimeja berlima menggunakan
warisan dan pedang sebagai dalih untuk mendesak gurumu.
Setelah mendapat penjelasan dari Mirza, bahwa kitab warisan berada di tangan gurumu, lantas mereka mendesak agar
diperlihatkan. Gurumu dalam keadaan sakit berat. Mungkin
sekali karena tak sadar, terloncatlah perkataannya bahwa
kitab dan pedang berada di tangan Harya Udaya.
Secara kebetulan aku mendengar pembicaraan itu. Mereka
mengusulkan suatu jual beli. Gurumu harus melemparkan
wasiatnya menunjuk dirimu sebagai ahli waris penggantinya
atau membawa kitab dan pedang warisan kembali ke dalam
Himpunan Sangkuriang.
Kedua-duanya sangat menguntungkan pamanmu berlima.
Bila gurumu menggagalkan pengangkatanmu, Himpunan
Sangkuriang akan jatuh di tangan mereka. Sebaliknya, bila
gurumu memilih kitab dan pedang warisan diserahkan kepada
Himpunan Sangkuriang, merekapun mempunyai rencananya.
Itulah sebabnya, belum-belum mereka telah memanggil
kedelapan muridnya setelah membuka surat wasiat gurumu
dan surat wasiatmu. Sebagai seorang anggota Himpunan
Sangkuriang, kedelapan muridnya berhak ikut serta
mempelajari. Mereka berlima tak dapat berbuat begitu, karena takut kena cela pendekar-pendekar aliran lain.
Terutama segan kepada Ki Tapa yang dahulu
memenangkan pertandingan merebut kedua pusaka warisan
tersebut. Dengan melihat kedelapan muridnya berlatih,
bukankah sama saja ikut berlatih" Rencana mereka tinggal
menunggu. Setelah kedelapan muridnya dan diri mereka
paham benar akan ilmu sakti warisan, tinggallah
menyingkirkan dirimu. Tentu saja dengan alasan suatu
kebijaksanaan yang bisa diterima umum. Maka gugurlah
engkau dari kedudukanmu. Dan kembalilah kekuasaan
Himpunan Sangkuriang dalam tangan mereka. Apakah kelak
dibawa kerjasama dengan Sultan Abdulkahar yang mendapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dukungan kaum agama, itu tergantung pada kebi-jaksanan
mereka belaka."
Panas hati Suryakusumah mendengar penjelasan itu.
Namun masih ia ragu-ragu, karena belum dapat meyakinkan
dirinya sepenuhnya, la terus menatap wajah Watu Gunung
dengan mata tajam.
Watu Gunung tertawa terbahak-bahak. Katanya, "Apakah
engkau masih meragukan penjelasanku" Baiklah, memang aku
ini golongan bangsat. Sebaliknya, kelima pamanmu golongan
suci bersih. Tapi aku sudah menceritakan semuanya.
Terserah, kau percaya atau tidak, bukan lagi urusan-ku."
Suryakusumah paling benci terhadap gerombolan orang
yang licik. Dibandingkan dengan sikap orang aneh itu,
mendadak ia memperoleh kesan buruk terhadap kelima
pamannya. Langsung saja ia berteriak, "Aku tidak sudi
menjadi ketua himpunan segala."
Surat Suriadimeja kepada kedelapan muridnya, lantas
dirobek-robeknya sampai hancur berkeping-keping.
"Bagus! Kau bersemangat!" Watu Gunung memuji. "Nah, sekarang bagaimana nasib kitab warisan dan pedang Sangga
Bhuwa-na?"
"Kitab itu milik Kakek Syech Yusuf. Dengan sendirinya milik Himpunan Sangkuriang," jawab Suryakusumah dengan suara tegas. "Akupun tidak menghendakinya."
Watu Gunung tertawa melalui dadanya. Katanya perlahan,
"Yang benar, seperti kataku tadi. Kitab dan pedang bukan milik Syech Yusuf"
Suryakusumah mengawasi wajah Watu Gunung dengan
pandang ragu. Berkata, "Sesaat sebelum guru menutup mata, beliau meyakinkan padaku bahwa kitab warisan Kakek Syech
Yusuf dan pedang Sangga Bhuwana berasal dari Arya Wira
Tanu Datar. Tatkala ia bertapa di dalam sebuah gua, dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
didatangi seorang wanita bernama Dyah Mustika Perwita.
Dialah yang kini kita sebut dengan nama Dewi Rengganis.
Mustahil penjelasan guru berdusta."
"Separuh benar dan separuh dusta," Watu Gunung
menegaskan. Suryakusumah tercengang. Semenjak Watu Gunung tadi
menyinggung-nyinggung nama Kartika Nilawardhani sebagai
pemilik kitab warisan dan pedang Sangga Bhuwana, dalam
hatinya sudah timbul suatu pertanyaan besar. Tetapi Watu
Gunung berkata hendak menjelaskan di kemudian hari. Karena
itu, tak berani ia mendesak. Sekarang setelah Watu Gunung
berkata tidak bisa menerima keterangan gurunya tentang asal usul kitab warisan dan pedang Sangga Bhuwana, tak dapat
lagi ia menguasai diri. Hal itu ada sebabnya, la menjadi murid Ganis Wardhana dan ahli waris Himpunan Sangkuriang baru
beberapa tahun. Kakek gurunya"Syech Yusuf sudah lama
meninggal dunia. Kemasyurannya hanya di dengar dari tutur
kata orang. Semuanya menyebut Syech Yusuf sebagai seorang
pendekar besar yang tiada taranya. Maka ia heran, apa sebab kitab warisan ilmu pedang Syech Yusuf dikatakan Watu
Gunung bukan miliknya. Seumpama orang itu tidak berkesan
aneh, ia sudah menghantamnya. Takut kalau ia salah
mendengar, ia mengulangi: "Apakah kitab ilmu pedang
warisan Syech Yusuf yang kini berada di tangan Harya Udaya, bukan hasil susah payah Kakek Syech Yusuf?"
"Separuh benar dan separuh dusta." Tetap saja jawaban Watu Gunung demikian. "Tak mengherankan, kau tidak
percaya padaku. Tetapi meskipun rupaku seperti setan,
akupun dulu pernah seutuh dirimu. Akupun bertabiat seperti
engkau pula. Tidak mudah membuka mulut sebelum
memperoleh bukti yang nyata. Kitab warisan dan pedang
Sangga Bhuwana berasal dari Arya Wira Tanu Datar. Dia
memperolehnya tatkala sedang bertapa di perbatasan Cianjur
dalam sebuah gua. Seorang puteri yang menamakan diri Dewi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rengganis yang memberikan anugerah itu. Sampai di sini aku
membenarkan penjelasan gurumu. Tetapi selanjutnya adalah
bohong. Itulah sebabnya, aku berkata separuh benar dan
separuh dusta."
"Di bagian manakah guru berdusta?" Suryakusumah panas hati.
"Yang diberikan kepada Arya Wira Tanu Datar bukanlah
hanya kitab dan pedang. Tetapi sebuah peta harta karun milik Kerajaan Pejajaran yang gaib"di mana menurut kepercayaan
Pasundan, Negeri Pajajaran lenyap secara, gaib. Hal ini tidak pernah dikabarkan baik kepadamu maupun gurumu. Itulah
sebabnya, aku berkata separuh benar dan separuh dusta.
Juga pesan Dewi Rengganis kepada Arya Wira Tanu Datar
tidak pula diberitakan. Padahal disini-lah letak kuncinya."
"Apakah Paman pernah mendengar pesan Dewi Rengganis
yang disimpan Arya Wira Tanu Datar" Kukira"Arya Wira Tanu
Datar"hidup seangkatan lebih tua daripada Paman."
Suryakusumah mengecam.
"Benar," ujar Watu Gunung dengan tersenyum.
"Tabiatmu benar-benar mirip diriku, sehingga tidak
gampang mempercayai omongan orang, meskipun orang itu
jauh lebih tua daripadamu. Bagus! Aku jadi semakin cocok
dengan dirimu. Nah, kau dengarkan baik baik!" Setelah
berkata demikan, dia lantas bersenandung:
hingkang surat miwah pangabekti
medal saking iklasing wardaya
abdi dalem sunda kilen
kang dahat budia punggung
kang tetengga pasiten gusti
kita ing pamoyanan tepising cianjur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arya wira tanu datar
moga konjuk ing dalem kanjeng dipati
sinuhun ing mataram
Alih bahasa bebas:
dengan surat berbareng salam bakti
yang membersit dari keiklasan hati
hambamu dari sunda barat
yang berbudi bodoh
yang menunggu wilayah paduka
di kota pamoyanan
di perbatasan cianjur
arya wira tanu datar
semoga diterimalah dihadapan duli
tuanku raja di mataram
"Arya Wira Tanu Datar hendak mempersembahkan apa
kepada Raja Mataram?" kata Watu Gunung. "Itu terjadi tahun 1600. Sampai sekarang 100 tahun lewat. Gmurku kini sudah
hampir mencapai enam puluh tahun. Selisihnya tinggal 40
tahun. Kalau engkau berkata, Arya Wira Tanu Datar hidup
diatasku"itu benar." Di sini Watu Gunung berhenti dengan senyum puas. Katanya melanjutkan, "Arya Wira Tanu Datar mendapat tugas suci dari Dewi Rengganis, menurut kabar
adalah puteri Pajajaran bernama Dyah Mustika Perwita.
Sebenarnya tidaklah demikian. Dia cucu murid Dyah Mustika
Perwita. Hanya saja dia datang atas nama Dyah Mustika
Perwita untuk menerimakan kitab warisan dan peta harta
karun kepada keturunan Raja Pajajaran yang terakhir, lewat
Arya Wira Tanu Datar. Mula-mula hendak dipersembahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Raja Mataram. Tetapi teringat akan pesan itu, Arya
Wira Tanu Datar membawa warisan itu kepada Pangeran
Ranamanggala. Pernahkah engkau mendengar nama pendekar
itu?" Suryakusumah seperti terbungkam. Ia tertegun begitu
mendengar suara Watu Gunung bersenandung. Hebat, halus
dan agung suaranya. Sama sekali berbeda dengan kesan
dirinya yang nampak rusak tak keruan. Dia adalah seorang
pemuda yang nampak keras dan panas luarnya. Tapi
sesungguhnya berperasaan halus. Mendengar nada suara
Watu Gunung ia seperti menangkap suatu penderitaan batin
yang hebat. Hatinya terguncang dengan tak dikehendakinya
sendiri. "Pangeran Ranamanggala adalah musuh Gubernur Jenderal
Pieter Both. Dialah yang membakar Benteng Sluiswyck pada
tahun 1614 di Jakarta. Kemudian kitab warisan dan peta harta karun jatuh kepada keturunan Raja Pajajaran, Pangeran Harya Indra Prawara. Dialah ayah Kartika Nilawardani yang cantik
molek. Begitu cantik dan molek dia sehingga rakyat Banten
menyebutnya sebagai Bunga Ceplok Ungu dari Banten. Karena
nila berarti intan biru.
Nama Harya Indra Prawara sama ter-masyurnya dengan
Syech Yusuf. Dia seorang pendekar besar, seorang ahli
pedang nomer satu di daratan Priangan. Ilmu pedangnya kini
diwarisi murid satu-satunya. Dialah Harya Udaya."
"Ah!" Suryakusumah terkejut. "Jadi, dia murid pendekar Harya Indra Prawara" Pantas ilmu pedangnya hebat!"
Ucapan Watu Gunung tidak hanya menggerakkan hati
Suryakuusmah, tapi juga Bagus Boang yang bersembunyi di
belakang gerumbul belukar. Semenjak tiba di rumah Harya
Udaya ia merasakan suatu teka teki ruwet luar biasa.
"Tatkala itu perjuangan melawan Kompeni telah mulai,"
kata Watu Gunung lagi. "Karena perjuangan membutuhkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga dan modal, maka Syech Yusuf datang menemui Harya
Indra Prawara. Atas nama laskar perjuangan Syech Yusuf
minta agar kitab warisan dan peta diserahkan kepada Sultan
Tirtayasa. Harya Indra Prawara menolak, karena warisan itu"
menurut pesan"sebenarnya diperuntukkan bagi puterinya
Kar-tika Nilawardani"yang menurut ramalan orang-orang
tua"adalah penjelmaan puteri Dyah Mustika Perwita. Anak
keturunannya di kemudian hari akan naik tahta.
Tentu saja alasan itu tidak dapat diterima. Kesudahannya,
terjadilah suatu adu kepandaian yang memakan waktu tujuh
hari tujuh malam. Syech Yusuf menang dalam keragaman ilmu
bertarung. Tetapi dia kalah dalam hal ilmu pedang. Bukan ilmu pedangnya lebih rendah, tetapi lantaran Harya Indra Prawara memiliki mustika Sangga Bhuwana. Pergelangan tangannya
sampai kena tergores.
Dia lari untuk kembali lagi. Kali ini dibantu Ki Ageng
Darmaraja"guru Ki Tapa. Sedang Sultan Tirtayasa
mengirimkan puteranya, Pangeran Purbaya.
Harya Indra Prawara kena dikalahkan. Namun sekali lagi ia
bisa melukai Syech Yusuf, dengan mati-matian ia mencoba
merebut pedang pusaka itu. Tetapi dia hanya bisa merebut
gelang rantai permatanya. Sekarang gelang rantai permata itu ada padaku. Sebentar, kalau aku sudah berhasil merampas
pedang Sangga Bhuwana dari tangan Harya Udaya"akan
kuperlihatkan kepadamu. Kau bisa membuktikan sendiri
apakah kata-kataku benar atau dusta belaka.
Ki Ageng Darmaraja tidak mau menerima pembagian rejeki,
karena kemenangan itu dirasakan berat sebelah. Karena itu,
kitab warisan dibawa pulang Syech Yusuf. Sedang Pangeran
Purbaya yang menerima peta rahasia sebagai suatu
persembahan kepada Sultan Tirtayasa, hanya menyimpannya
saja. Dia tidak menggunakan atau mencoba mencarinya,
walaupaun ayah dan dirinya terjepit pada saat-saat penentuan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjuangan. Bagus! Pangeran Purbaya memang seorang
ksatria yang pantas menjadi teladan.
Syech Yusuf sendiri setelah berhasil mengalahkan Harya
Indra Prawara baru insyaf akan dirinya sendiri. Tak layak ia merebut pusaka warisan itu. Maka ia bersumpah tidak akan
membuka apalagi sampai membacanya. Sebaliknya, karena ia
sampai kena dilukai oleh pedang, hatinya jadi penasaran.
Untuk mempertahankan derajatnya dan untuk membuktikan
pula bahwa ilmu pedangnya tidak kalah dengan ilmu pedang
Harya Indra Prawara, ia menciptakan sebuah kitab ilmu
pedang." "Hai! Rupanya pertempuran telah terhenti. Kelima
pamanmu pasti sudah kena dikalahkan. Aku sendiri
sebenarnya juga bukan tandingannya Harya Udaya. Tapi dia
baru bertempur. Baiklah. Aku menggunakan kesempatan
bagus ini. Kautunggulah di sini. Aku nanti akan menjelaskan hal-hal yang kurang jelas bagimu."
Suryakusumah benar-benar kena dibuat bingung. Ia kagum
pada Watu Gunung yang hendak berkorban bagi dirinya.
Pikirnya dalam hati, "Terang sekali cacat tubuhnya tidak memungkinkan dia bisa menggunakan pedang. Tapi dia
hendak merebut pedang Sangga Bhuwana. Gntuk siapakah


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi kalau bukan untuk diriku?" Memperoleh pikiran demikian, hatinya menjadi terharu. Laki-laki yang memilki kepandaian
tinggi, banyak terdapat di dunia. Tetapi yang memilki jiwa
sejati, jiwa ksatria, yang berani berkorban untuk kepentingan orang lain, susah ditemukan.
Bagus Boang sendiri yang berada dibalik belukar, bimbang
pula hatinya. Mendadak timbul rasa sesal luar biasa di dalam hatinya. Samar-samar ia pernah mendengar ibunya berkata
kepadanya tentang pedang Sangga Bhuwana. Ujar ibunya saat
itu, "Pedang itu pusaka Pajajaran. Dahulu milik seorang pendekar besar. Dialah paman misan....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa lagi kalau bukan Pangeran Harya Indra Prawara.
Apakah Ayah mengawini Ibu karena alasan itu pula untuk
memperoleh pedang dan peta" Pikirnya sibuk. Tetapi
kemudian ia membatahnya keras. "Ah tidak! Ayah adalah
seorang ksatria. Orang aneh itu meyakinkan pula kepada
Suryakusumah. Hanya puteri Kartika Nilawardani. Bukankah
dia diserahkan Eyang Sultan Tirtayasa kepada seorang
pedagang Persia untuk memperoleh modal perjuangan" Ya
Allah, bukankah dia ibu Fatimah?"
Menggigil pemuda itu oleh ingatannya sendiri, selagi
demikian, ia mendengar Suryakusumah berkata kepada Watu
Gunung. "Paman, sekarang aku mengerti maksudmu. Paman hendak
menempuh bahaya melawan Harya Udaya untuk merebut
pedang Sangga Bhuwana bagiku. Benar-benar aku rela
mengangkatmu sebagai guru."
Bagus Boang tercengang mendengar ucapan
Suryakusumah. Sadarkah dia dengan ucapannya itu" Ia
sampai melongok dan melihat Suryakusumah benar-benar
berjongkok membuat sembah. Ini aneh! Suryakusumah adalah
ahli waris Himpunan Sangkuriang. Bagaimana mungkin
mengangkat guru seseorang yang agaknya justru menjadi
musuh Himpunan Sangkuriang.
Watu Gunung kala itu tertawa gelak.
"Tahukah engkau, siapa sebenarnya diriku" Kau
mengangkat aku menjadi guru. Apakah di kemudian hari tak
menyesal?"
"Tidak peduli, siapakah Paman sebenarnya. "Aku akan menyebutmu sebagai guruku."
"Kau belum kenal diriku, namun engkau tetap membandel
mengangkat aku sebagai gurumu. Itu suatu kepercayaan
besar yang luar biasa kepadaku. Hai! Kau tidak hanya pantas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi muridku, tapi juga engkaulah satu-satunya orang di
dunia ini yang mengenal diriku."
Bagus Boang terkesiap. Aneh keputusan Suryakusumah.
Dan jawaban orang itu lebih aneh lagi. Dia seperti membuat
suatu teka-teki besar.
"Dengarkan kini!" kata Watu Gunung dengan suara angker.
"Di masa mudaku aku bernama Andi Pamungkas. Karena
tabiatku kokoh seperti dirimu, orang-orang menyebut diriku
dengan Watu Gunung. Akulah yang digumamkan orang
sebagai pendekar berbisa. Pendekar beracun. Tentu saja oleh orang-orang yang tidak menyukai diriku. Mereka menyebut
aku sebagai leluhurnya bangsa bangsat!
Baiklah, aku terima saja gelar itu. Sekarang ini, kita
memasuki zaman angin tinggi dan rembulan gelap. Dan
akulah seorang pendekar pengobar api. Kau sekarang menjadi
muridku. Maka kaupun harus ikut mengobarkan api dan
membunuh orang. Kaupun bakal di sebut seorang penjahat
beracun. Apakah kau tak menyesal?"
Mendengar penjelasan itu, Suryakusumah terpaku. Ia
nampak terlongong-longong. Dan pada saat itu mendadak
terdengarlah gaung suara Fatimah memanggil-manggil Bagus
Boang. "Bagus Booaaaannnngggg....! Kau dima-na?"
Suryakusumah masih terlongong-longong. Hatinya kini
mendadak jadi tawar. Tawar akan hari depannya sendiri dan
cinta kasihnya terhadap Fatimah. Gelombang hatinya ibarat awan sirna berarak-arak dan buyar lenyap disapu angin.
Sekian lamanya Watu Gunung menunggu jawabannya.
Kemudian menegas sekali lagi.
"Benar-benarkah engkau tidak menyesal di kemudian hari?"
Suara itu menyadarkan Suryakusumah. Dengan suara tegas
pula ia menjawab. "Daripada menjadi seorang gagah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
palsu, lebih baik aku menjadi seorang penjahat tukang
membunuh orang dan membakar rumah. Dunia kini sudah
terasa menjadi tua. Tinggal reruntuhan. Hitam dan putih
bercampur aduk. Asli dan palsu sukar dibedakan. Cukuplah
sudah, apabila aku hidup tidak usah memalsu diri. Apakah
jeleknya menjadi penjahat dan pembunuh asal saja yang
kubunuh adalah manusia licik, palsu, jahat, busuk. Dan
namaku bakal menggetarkan hati mereka."
"Bagus! Bagus anakku!" sahut Watu Gunung setengah bersorak. "Seorang yang dikenal sebagai penjahat seperti yang kaukatakan itu, memang lebih baik daripada menjadi
seorang ketua himpunan ali baba. Bukankah kau di sebut
seorang ahli waris hanya namanya saja, sedangkan yang
berkuasa sesungguhnya adalah paman-pamanmu" Baiklah,
mulai hari ini, kau ahli warisku. Sekarang aku akan pergi dulu mengambil pedang sebagai hadiahmu..."
Bagus Boang mendengar tongkat membentur tanah. Ia
melongok. Dan tubuh Watu Gunung telah lenyap seperti bisa
menghilang. Ia kagum luar biasa. Tatkala menajamkan
pendengaran, suara tongkat itu terdengar makin jauh. Ia
melompat dari balik belukar dan berseru, "Saudara
Suryakusumah! Kau dimana selama ini" Kau dimana selama
ini" Kau membuat hatiku sengsara...."
Sebenarnya Bagus Boang ingin minta kepada
Suryakusumah agar menceritakan pengalamannya. Tetapi
mulutnya membungkam, tatkala melihat mata Suryakusumah
melotot. Bentak Suryakusumah, "Siapa yang memohon-mohon kepadamu agar kamu bersengsara untukku" Kau sendiri
membuat hati seseorang lebih sengsara. Dengar!"
Bagus Boang merendek. Terpaksa ia memasang telinganya.
Dan pada saat itu Suryakusumah berkata lagi, "Bukankah engkau telah mendengar pula suara Fatimah memanggil-manggil dirimu" Kau mendengar atau pura-pura tuli?"
"Saudara Suryakusumah, dengarkan dahulu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika engkau masih menganggap aku sebagai sahabatmu,
nah, kau temuilah dia!" ujar Suryakusumah tidak
menghiraukan. "Kaubawalah dia menemui aku. Aku akan
mengikat perjodohan kalian. Dan hatiku akan menjadi lega.
Saudara Bagus Boang, menurut ramalan, keturunan Pangeran
Harya Indra Prawara, akan melahirkan seorang raja yang
kelak naik tahta. Aku yakin, dialah kelak bisa naik tahta. Dan engkau satu-satunya orang yang pantas mendampinginya.
Sebab engkaupun seorang keturunan Putera Mahkota Banten
Pangeran Purbaya."
"Saudara Suryakusumah! Selamanya aku adalah
sahabatmu. Sebagai sahabat aku takkan menolak semua
kehendakmu. Hanya dalam soal ini tak dapat aku meluluskan."
Alis Suryakusumah terbangun. Serentak ia mencabut
senjatanya. Itu sebuah bindi berukuran panjang setebal jari terbuat dari campuran baja dan besi. Teriaknya marah,
"Apakah sudah mengambil keputusan menjadi seorang
penjahat. Kau ingin aku membunuhmu untuk menghancurkan
harapan Fatimah" Apakah kau ingin aku membunuhmu agar
aku menanggung duka seumur hidupku?"
Sambil berteriak demikian, Suryakusumah menggerakkan
senjatanya. Bagus Boang tak sudi mundur. Ia bahkan maju.
Melihat hal itu, Suryaksumah berteriak lagi: "Kenapa kau tak mencabut pedangmu?"
"Aku menghendaki agar kau dan Fatimah berbahagia,"
jawab Bagus Boang. "maka aku rela mati diujung senjatamu."
Suryakusumah kaget dan gusar. Bentaknya terputus-putus,
"Kau... kau... jadi kau lebih baik memilih mati daripada menerima cintanya Fatimah" Mengapa kau tak berperasaan?"
"Sebab aku telah menyerahkan hatiku kepada seseorang
lain," jawab Bagus Boang. "kau menhendaki aku menyerahkan apa lagi kepada Fatimah?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suryakusumah tercengang. Ia seperti kehilangan
penglihatan. Sejenak kemudian berkata dengan suara
menyesal. "Bagus Boang.... jadi hatimu kena direbut puteri Harya Udaya" Hm... hm! Tak pernah kukira, kau kena digaet puteri
seorang musuh."
Mendengar ucapan Suryakusumah, kini Bagus Boang yang
menjadi marah. Dengan pandang menyala ia membentak.
"Kau anggap apa Ratna Permanasari" Ah, Suryakusumah,
benar-benar aku keliru melihat dirimu...."
"Apa?" Suryakusumah heran.
"Engkau sedih karena cintamu kepada Fatimah," jawab Bagus Boang. "Aku kira kau seorang lelaki sejati yang
mengerti artinya cinta. Sebaliknya tidak, sama sekali tak
mengerti..."
Kedua mata Suryakusumah memancarkan cahaya berkilat,
menyahut: "Cinta" Aku tak mengerti cinta. Apakah cinta itu?"
"Cinta adalah korban. Korban dan pengorbanan diri
sendiri." Karena cinta adalah suatu perasaan yang melebihi diri
sendiri. Untuk mengabdi cinta, ia berani mengorbankan diri
sendiri. Karena cinta sesnungguhnya adalah manunggalnya
dua hati. Dua hati"tetapi sebenarnya satu. Apa sebab
melebihi diri sendiri" Karena cinta itu adalah jalan Tuhan
untuk mengekalkan kehidupan. Tanpa cinta, dunia ini akan
kosong. Akan kehilangan ceritanya. Akan kehilangan Tuhan
sendiri. Lebih kekal dari perkasanya sebuah gunung atau bumi itu sendiri. Dia takkan tergeser oleh suatu kekuatan apa pun juga."
Suryakusumah terbungkam mulutnya. Tapi otaknya
bekerja. Sebagai seorang pemuda yang mengutamakan
kejujuran, timbullah perkataannya di dalam hati. Benar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apakah aku belum pernah memperoleh pikiran demikian
terhadap Fatimah"
"Tatkala aku melihat Ratna Permanasari untuk yang
pertama kalinya, aku sudah menyerahkan hatiku kepadanya.
Seumurku belum pernah aku melihat seorang gadis yang
begitu indah, bersih polos dan cemerlang. Satu hari aku hidup disampingnya, tak ku-ijinkan siapa saja mencela dirinya. Apa sebab engkau begitu gegabah memaksa aku agar
meninggalkannya untuk beralih kepada Fatimah" Benar-
benarkah engkau hendak memaksa seseorang untuk bercinta"
Itu perkosaan. Perkosaan terhadap hidup sendiri. Perkosaan
terhadap Tuhan sendiri."
Suryakusumah masih saja tertegun. Pikirnya dalam hati, dia
sadar akan cintanya. Mungkinkah dia lebih menang daripada
apa yang diperoleh Fatimah sendiri"
"Bagus!" Bagus Boang terdengar agak lega. "Akhirnya kau mengerti juga tentang Cinta. Mengerti sedikit. Kau tak usah heran"~ bagi seseorang"kekasihnya adalah yang paling
cantik dan paling cemerlang. Meskipun belum pernah melihat
bidadari, dia mengumpamakan kekasihnya sebagai bidadari.
Aku mencintai Ratna Permanasari seperti engkau mencintai
Fatimah. Kau mengerti sekarang?"
Suryakusumah tercengang. Dilemparkannya senjatanya ke
tanah. Kemudian menubruk memeluk Bagus Boang erat-erat.
Ia menangis dengan hati menggigil.
Sama sekali Bagus Boang tak menyangka, bahwa orang
yang mempunyai jiwa besar dan keberanian meluap-luap
mendadak bisa menangis seperti anak-anak. Tapi dia mengerti apa sebabnya. Maka ia memeluknya dengan erat pula dengan
kedua tangannya. Katanya lebih meyakinkan, "Suryakusumah!
Seumpama Ratna Permanasari mencintai orang kedua, aku
bisa menerima jalan pikiranmu. Tetapi Ratna hanya
mempersembahkan cinta kasihnya kepadaku. Itulah sebabnya,
takkan ada suatu tenaga lain yang dapat memisahkan kami.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suryakusumah, janganlah kau bersedih dan menyedihkan
Fatimah. Di dalam dunia ini, tiada seorang yang mencintainya lebih besar daripada dirimu.
Aku percaya bahwa nanti akan terjadi suatu perubahan
yang membuat hati Fatimah tergerak melihatmu. Apabila kau
berdua kelak kawin, di dunia ini tiada sepasang dewa dewi
yang melebihi kebahagianmu. Saudara Suryakusumah, kau
jangan begini tolol. Kau tegakkan hatimu dan carilah Fatimah.
Dia tidak berapa jauh....."
Perlahan Suryakusumah menyusut air matanya. Tapi ia
belum bergerak dari tempatnya. Katanya seperti anak-anak
yang mengadu. "Ah, kau bisa berbicara panjang lebar tentang cinta. Tetapi kau tidak mengetahui hatinya Fatimah. Di dalam dunia ini
hanya engkaulah yang mengisi hatinya. Lantas aku harus
berbuat bagaiamana" Alangkah kejam kau! Tiada niatku
hendak memisahkan engkau dari kekasih hatimu, tetapi
akupun tidak mau melihat Fatimah berpisah dari-mu."
Sekonyong-konyong terdengar suara orang menegur,-
"Eh, antik tolol! Kau menangis seperti anak perempuan.
Kenapa?" Kedua pemuda itu kaget sehingga melompat berpisah,
Suryakusumah gusar bukan kepalang. Dengan suara keras ia
berkata, "Aku menangis dengan air mataku sendiri. Apakah aku merugikan dirimu?"
Dengan mata berkilat ia menatap seorang laki laki yang
datang menghampiri dengan senyum lebar. Orang itu
mengenakan seragam. usianya lima puluh tahun lebih.
Perawakannya tubuh kekar, berhidung beng-kung, bermata
dalam. Tetapi sinar matanya tajam luar biasa. Ia seperti
pernah bertemu dengan orang itu. Hanya entah dimana dan
kapan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau siapa?" bentaknya
Orang itu tertawa melalui dadanya. Menjawab, "Ha... ha....
kiranya engkaulah ahli waris Himpunan Sangkuriang. Bagus!
Dalam usia semuda dirimu, kau sudah menjadi ketua
himpunan segala."
"Kau siapa?"
Orang itu tertawa melalui dadanya lagi. Untuk yang kedua
kalinya ia menghindari pertanyaan pemuda itu. Sahutnya, "Ah, jadi begitulah sikapmu" Apakah karena Suriadimeja berlima
hendak merampas kedudukanmu untuk diserahkan kepada
murid-muridnya" Kalau benar, tak perlu kau bersusah hati.
Aku adalah sahabat gurumu pada belasan tahun yang lalu.
Aku berjanji akan membantu penghidupanmu, asalkan kau
sudi membantu aku melakukan sesuatu."
Suryakusumah menjadi panas hati. Ia paling benci terhadap
seseorang yang menghina atau merendahkan dirinya. Segera
ia hendak mengumbar adatnya. Mendadak orang itu tertawa
sambil menuding Bagus Boang. Kemudian berkata dengan
suara bernada ancaman.
"Coba katakan kepadaku, siapakah dia! Bukankah dia yang bernama Bagus Boang-bocah yang diperintahkan Mundinglaya
untuk mencari Harya udaya" Kudengar pula Harya Sokadana
mendaki Gunung Patuha menemui Harya Udaya. Benarkah
kabar itu" Aku tahu kau datang kemari untuk minta kitab
warisan Syech Yusuf kepada Harya Udaya. Gntuk keperluan,
paling tidak kau membutuhkan waktu tiga atau empat hari.
Coba ceritakan semua apa yang perlu kau lihat. Cepat sedikit!"
Bagus Boang semenjak tadi mengawaskan orang itu.
Segera ia mengenal suaranya. Hatinya tersentak. Orang itulah yang datang menemui Harya Udaya pada malam-malam ia
tersadar dari pingsannya. Dialah Arya Wi-rareja yang meminta kepada Harya Udaya untuk menyingkirkan atau menangkapi
bekas bawahan Pangeran Purbaya ayahnya. Berpikir dia di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam hati, Paman Harya Sokadana mendaki gunung setelah
aku ikut tersekap dalam gua Paman Pancapana tiga empat
bulan. Ia diburu pengikut-pengikut Sultan Abdulkahar. Setelah bertempur, Bo-jonglopang melarikan diri. Mungkin orang itu


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuat laporan. Dan orang ini lantas balik kemari. Bukankah dia mengadakan perjanjian dengan Paman Harya Udaya dalam
tiga bulan" Tapi agaknya dia tak berani langsung menemui.
Takut kalau ada hal-hal yang merubah perjanjian, ia perlu
membuat penyelidikan terlebih dahulu. Siapa tahu, Paman
Harya Sokadana bersatu dengan Paman Harya Udaya untuk
merobohkan dirinya. Licin, orang ini. Belum-belum ia sudah
berjaga-jaga. Tapi apa sebab dia mengenal aku pula"
Bukankah aku baru saja muncul dalam percaturan hidup?"
Bagus Boang lupa bahwa tatkala ia berangkat mendaki
Gunung Patuha sebenarnya disebabkan munculnya pembunuh
Ganis Wardhana yang bernama Abdullah alias Mirza. Watu
Gunung telah menyebut selintasan tatkala brbicara dengan
Suryakusumah tadi. Ternyata Mirza tidak hanya menjadi alat
pembunuh Ganis Wardhana, tapi sekaligus memberi bisikan
kepada laskar Sultan Abdulkahar.
Sultan Abdulkahar sesungguhnya segan terhadap anak
keturunan Pangeran Purbaya. Dia segera mengirimkan
Bojonglopang, Kracak dan Dadang Taraju untuk menyusul.
Diluar dugaan, ketiga utusan itu kepergok Harya Sokadana.
Mereka lantas bertempur. Kesudahannya, dua diantaranya
mati, sedang Bojonglopang berhasil melarikan diri dengan
selamat. Arya Wirareja lalu diperintahkan untuk mengadakan
pengejaran terhadap Harya Sokadana. Komandan
Bhayangkara ini kenal ketangguhan Harya Sokadana.
Pendekar itu tak bisa dibuat sembrono. Apalagi dia kini berada disamping Harya udaya. Kedua-duanya bekas pengawal
pribadi Pangeran Purbaya. Kalau mereka mendadak kembali
bersatu padu, pendekar mana lagi yang dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengalahkannya. Karena itu, ia bertindak hati-hati dengan
mengadakan penyelidikan terlebih dahulu. Sekarang ia melihat Suryakusumah. Timbullah keputusannya hendak merigorek
keterangannya. Tak terduga sama sekali, bahwa ahli waris
himpunan laskar pejuang itu galak bukan main. Bentak
pemuda itu: "Kau berhak apa memaksa aku untuk membicarakan dia?"
"Kau bilang apa?" Arya Wirareja gusar. "Kau kira siapakah aku?"
Oleh bentakan itu, ingatan Suryakusumah justru terbuka.
Orang itulah yang dilihatnya tatkala hendak menemui Harya
Udaya tiga empat bulan yang lalu. Lantas saja ia membentak,
"Bukankah engkau yang bernama Arya Wirareja"Komandan
Bhayangkara Sultan Hadi boneka Kompeni Belanda?"
"Bangsat!" maki Arya Wirareja
"Guruku boleh bersahabat denganmu. Mungkin pula
memandang mukamu. Tetapi aku, tidak!"
Arya Wirareja tertawa dengan gusarnya. Sebagai seorang
komandan, lekas saja merasa tersinggung kehormatannya.
Namun masih ia berusaha menguasai diri. Katanya dengan
napas terengah-engah.
"Kedudukanmu sebagai ketua laskar pejuang belum tetap.
Apakah engkau tidak mengharapkan bantuan" Kau telah
mengenal dan mengetahui siapa diriku. Mustahil engkau tidak mengenal bocah itu pula. Dialah Ratu Bagus Boang anak
Pangeran Purbaya. Bukankah begitu" Nah, marilah kita mulai
dengan kerjasama. Aku tidak akan membiarkan dia lolos dari
mataku. Jika engkau sudi menceritakan dirinya kepadaku, aku tidak hanya sudah berjasa kepada pemerintah yang sah tapi
juga kedudukanmu sebagai calon Ketua Himpunan
Sangkuriang bakal tiada yang berani menganggu gugat lagi.
Ini namanya kerja-sama yang adil."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suryakusumah tambah menjadi gusar. Tak dapat lagi ia
mengendalikan dirinya lagi. Dengan mata berputaran ia
mendamprat. "Jahanam! Tutup mulutmu rapat-rapat! Aku Suryakusumah
meskipun belum pandai beringus jangan kau harapkan bisa
menjual sahabat untuk dipertukarkan dengan suatu pangkat
besar." Arya Wirareja tertawa terpingkal-pingkal. Rasa
tersinggungnya tadi lenyap sebagian. Katanya dengan suara
memaklumi, "Benar-benar engkau seorang bocah masih hijau dan belum pandai beringus. Sekali aku memancingmu, kau
sudah kena umpan. Kau bilang tidak mau menjual sahabat.
Kalau begitu, bocah itu adalah Bagus Boang. Hi ha...."
"Memang"akulah Ratu Bagus Boang. Kau mau apa?" Bagus Boang menantang dengan dada membusung. "Jika kau
hendak berbicara dengan aku, berbicaralah! Saudara
Suryakusumah, urusan ini tiada sangkut pautnya dengan
dirimu. Kau pergilah!"
Dengan sengaja Bagus Boang berkata demikian seraya
membusungkan dadanya. Maksudnya, ia memberi kesempatan
kepada Suryakusumah agar membebaskan diri dan lari
menjauh. Sebab ia dapat menaksir kepandaian Arya Wirareja.
Teringatlah pembicaraan Harya Udaya empat bulan lalu,
bahwa orang itu adalah Komandan Bhayangkara Sultan.
Pastilah dia seorang jago nomer satu andalan Sultan. Harya
Udaya sendiri sampai menghormati dan mendengarkan kata-
katanya. Artinya, kepandaiannya sejajar dengan Harya Udaya.
Namun ia tidak takut. Sekelebatan ia seperti melihat bayangan Pancapana melintas di depannya.
Dalam pada itu, Arya Wirareja memperdengarkan suara
tertawanya. Ia tidak menganggap bunyi tantangan Bagus
Boang. Tanpa melirik kepada pemuda itu, ia berkata kepada
Suryaksumah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suryakusumah, kau pikirlah tawaranku masak-masak. Aku benar-benar kagum pada kejujuranmu. Engkau menyatakan
dengan hatimu dan terus terang. Akupun bersedia berjanji
kepadamu bahwasanya hari depanmu yang penuh harapan
tak bakal ada yang menganggumu."
Sewaktu Bagus Boang selesai mengucapkan tantangannya,
Suryakusumah membungkuk memungut senjatanya. Lalu
berseru memotong ucapan Arya Wirareja.
"Seorang laki-laki tidak dapat terhina demikian. Jadi, kau tetap menganggap aku seorang manusia yang bisa menjual
sahabat" Benar-benar binatang kau! Kau telah menghina aku.
Karena itu, aku akan mengadu jiwaku denganmu. Saudara
Bagus Boang, kau mempunyai tugas yang maha penting. Kau
pergilah!"
Mendengar kata-kata Suryakusumah, Arya Wirareja
menggaruk-garukkan kepalanya. Aneh, perhubungan kedua
bocah ini. Masing-masing berusaha melindungi. Maka katanya
dengan tertawa, "Sungguh suatu persahabatan yang sejati.
Tapi justru membuktikan, bahwa kamu berdua ini hidup dalam
mimpi. Bagus! Bagus sekali! Dua pemu-. da berebut untuk
mengorbankan jiwa. Bagus sekali. Baiklah kamu berdua tidak
usah saling berebut lagi. Kamu berdua akan kutahan."
Diam-diam Bagus Boang mengeluh. Ia sebenarnya
mempunyai rencana sendiri. Sekiranya tidak tahan melawan
jago istana itu, akan kabur dengan mengandalkan ilmu lari
ajaran Pancapana. Tapi Suryakusumah tak mau mengerti.
Karena itu tiada jalan lain kecuali mengadu nasib.
Dalam pada itu. Arya Wirareja memperlihatkan keangkuhan
dan kesungguhannya. Tangan kanannya terus bergerak
menyambar lengan Bagus Boang, sedang tangan kirinya
hendak menangkap pergelangan tangan Suryakusumah. Ia
hendak membuktikan ketangguhannya dengan sekali gerak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi pada detik itu, Suryakusumah telah menyerang
dengan bindinya. Kali ini ia menggunakan dua bindi kembar.
Kedua senjatanya lebih tebal daripada pedang, maka hebat
suara gaungnya.
Kaget Arya Wirareja mendengar gaung sambaran bindi
pipih Suryakusumah. Tapi dia seorang jago istana. Tangannya mengebas menghantam dengan tenaga tujuh bagian. Dan
bindi Suryakusumah terpental balik. Tatkala Suryakusumah
kaget, tahu-tahu tangan Arya Wirareja menyelonong masuk
menerkam dada. Pada saat itu, timbullah watak
Suryakusumah yang asli. Tak sudi ia mundur. Sebaliknya ia
maju dengan menyilangkan kedua bindinya.
Inilah kenekatan diluar perhitungan Arya Wirareja. Biar
bagaimana, tak dapat ia mengumbar kesombongannya untuk
membinasakan ahli waris himpunan laskar pejuang itu. Sekali Suryakusumah terbinasa ditangannya, dia bakal mengobarkan
gerakan pembalasan seluruh laskah pejuang yang berada
dibawah panji-panji Himpunan Sangkuriang. Alangkah besar
akibatnya. Karena itu, ia penuh kebimbangan menghadapai
saat-saat penentuan. Diteruskan berarti dada Suryakusumah
terbelah somplak. Sebaliknya, kalau ditarik, ia bakal
kehilangan tempo.
Benar saja. Tahu-tahu ia mendengar suara sambaran.
Ternyata Bagus Boang yang dapat mengelakkan
cengkeramannya, sudah menghunus pedangnya dan menikam
dengan mendadak. Ini suatu kecepatan yang mengagumkan.
Buru-buru ia melindungi diri dengan mengelak mundur. Tak
terduga, pedang Bagus Boang seperti terbuat dari besi berani.
Begitu dia mundur, ujung pedang memburunya. Dan pada
saat itu juga, Suryakusumah yang diberi kesempatan hidup,
tak mau mengerti. Diapun membarengi Bagus Boang dengan
serangan serangan dahsyat. Tak ampun lagi, baju perisai jago istana itu terobek pecah. Menderita kerugian ini, dia jadi panas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hati. Wajahnya geram. Setelah merenung sebentar, ia
meledak: "Baiklah. Kamu dua binatang mencari mampusmu sendiri.
Aku akan membuatmu mati tidak hidup pun tidak."
Jago istana itu benar-benar bisa membuktikan
kepandaiannya. Dengan tiga jari ia menangkis pedang Bagus
Boang dan terus menusuk. Tangannya berkembang dengan
mendadak dan mencengkeram urat nadi.
Luar biasa cepat gerakan ini, Suryakusumah buru-buru
hendak menolong. Tapi kesempatan lain tiada, selain
menimpukkan senjatanya. Ini bahaya. Sebab kalau gagal,
artinya ia kehilangan sebilah bindinya. Tapi wataknya yang
kokoh membuat ia tak bimbang. Tanpa berpikir panjang lagi,
ia terus menimpukkan bindinya ke arah punggung Arya
Wirareja. Bukan main mendongkolnya Arya Wirareja. Jago istana ini
terpaksa memutar tubuh untuk-menanggapi serangan.
Dengan begitu, batallah ia menerkam urat nadi Bagus Boang.
"Ah! Bocah tak tahu diri!" keluhnya dengan membentak.
Dengan gusar ia menangkap bindi itu dan dipatahkannya
menjadi dua bagian. Karena hatinya panas dan jengkel, terbit rasa dengkinya. Ia membalas menimpukkan patahan bindi itu.
Bagus Boang kaget. Ia tahu, sahabatnya dalam bahaya.
Cepat ia melompat dan membabatkan pedangnya. Kedua
senjata bentrok dengan suara sangat nyaring. Kerjapan api
meletik berhamburan. Patahan bindi Suryakusumah terpukul
runtuh di atas tanah. Tetapi pedangnya rompal sebagian.
Malahan tangan pemuda itu nyeri dan panas.
Suryakusumah kaget menyaksikan adu tenaga itu. Dia tak
tahu, bahwa kepandaian Bagus Boang telah maju dua kali
lipat. Itu disebabkan darah ular dan ilmu ajaran Pancapana. Ia jadi kagum. Pikirnya, syukur Bagus Boang berhasil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menolongku. Kalau tidak, punggungku sudah tertembus
senjataku sendiri.
Memperoleh pikiran demikian, semangat persahabatannya
terasa kian erat. Tak sudi ia mundur, la malahan maju
selangkah. Dengan bindi di tangan kirinya, ia menggunakan
ilmu pukuian rahasia ajaran gurunya Ganis Wardhana. Bagus
Boang segera mengimbangi dengan ilmu pedang warisan Arya
Wira Tanu Datar bagian atas.
Hebat kesudahannya. Masing-masing mempunyai
kepandaiannya sendiri, selain pukulan rahasia ajaran Ganis
Wardhana, Suryakusumah telah membaca habis lukisan ilmu
pedang di tembok gua Harya Udaya. Meskipun belum mahir,
tapi sedikit banyak teringatlah dia akan tipu muslihatnya. Juga Bagus Boang. Pemuda inipun belum'paham benar gerakan
warisan sakti Arya Wira Tanu Datar. Tapi dia sudah bisa
melakukan ilmu sakti dwi tunggal warisan Pancapana yang
dapat memecah diri menjadi dua. Dan kena diserang demikian
untuk sementara Arya Wirareja menjadi sibuk juga.
Hebat bocah ini, pikir Arya Wirareja dengan dongkol.
Sewaktu aku seumurnya kepandaianku belum setinggi dia.
Kalau aku tidak membunuhnya sekarang, di kemudian hari
akan menjadi duri yang berbahaya luar biasa."
Menghadapi Suryakusumah, jago istana itu berkelahi
dengan setengah-setengah. Itu disebabkan ia tak mau
membunuhnya. Sebaliknya menghadapi Bagus Boang itu lain,
anak musuh besar junjungannya Sultan Abdulkahar
menghendaki menumpas habis sisa musuhnya. Tak peduli
masih terhitung sanak keluarga istana, harus dibunuh mati.
Seumpama tertangkap hidup, akhirnya toh dijatuhi hukuman
mati juga. Karena itu, ia tak- segan-segan menurunkan
pukulan maut. Meskipun demikian untuk mengangkat derajat
sendiri tak sudi ia menggunakan senjata.
Beberapa jurus kemudian, ia berhasil menahan serangan
Suryakusumah dengan tangan kirinya. Sedang tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanannya berkelebat mencengkeram tulang pundak Bagus
Boang. Kalau berhasil, celakalah pu-tera Pangeran Purbaya
itu. Dia tidak hanya tertawan, tetapi ilmu saktinya akan
musnah. Suryakusumah melihat bahaya itu. Ia menjadi kalap.
Dengan mati-matian ia mendesak dengan pukulan bindinya
untuk menolong sahabatnya. Tapi musuh terlalu tangguh.
Gerakannya seperti kena bendung. Akhirnya ia nekat. Bindinya ditimpukkan lagi.
Kala Itu jari tangan Arya Wirareja sudah meraba baju
Bagus Boang. Tiba-tiba ia kaget mendengar sambaran angin
hebat. Terpaksa ia menggeserkan tubuhnya untuk
mengelakkan. Pada saat itu Bagus Boang terlolos dari
ancaman maut. Ia tak berhenti sampai disitu saja. Pedangnya ditusukkan dari bawah. Sayang, ia hanya memiliki ilmu pedang warisan Arya Wira Tanu Datar bagian atas. Karena itu gerakan dari bawah hanya asal jadi saja.
Arya Wirareja benar-benar hebat. Sambil mengelak, dapat
ia menangkap timpukan bindi Suryakusumah. Kemudian
dengan mengerahkan tenaganya, patahlah bindi itu.
Setelah itu tangan kirinya membalas. Dan Suryakusumah
roboh terjengkang tak sadarkan diri.
Bagus Boang terkejut. Ia hendak menolong sahabatnya
tetapi pedangnya mendadak kena suatu arus tenaga dahsyat.
Ternyata Arya Wirareja menindih pedangnya dengan
putungan bindi Suryakusumah yang berada di tangan
kanannya. Sebelum dapat berbuat sesuatu, Arya Wirareja
telah menikamkan bindinya ke arah dadanya.
Pada saat itu mendadak berkelebatlah bayangan
Pancapana di depan matanya. Secara naluri, kakinya menjejak tanah. Dan tubuhnya meletik tinggi di udara. Ia lalu
menghantam dengan tangan kirinya. Ia tahu, pukulannya
belum bisa merobohkan lawannya itu. Dahulu Pancapana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerima pukulan tangan kanannya dari udara dengan mata
merem melek. Arya Wirareja yang setaraf kepandaiannya
dengan Pancapana pasti bisa bertahan. Dugaannya benar.
Tiba-tiba ia merasakan suatu dorongan tenaga dahsyat. Dan
tubuhnya terpental balik dengan jungkir balik. Pada saat itu, ia mendengar suara nyaring merdu.


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa yang berani mengumbar adat di depan rumah
keluarga Harya Udaya?"
Begitu suara merdu itu sirap, tenaga dorong itu punah
dengan sendirinya. Dan Bagus Boang mendarat dengan
selamat di atas tanah.
"Ah! Kiranya Puteri Naganingrum!" seru Arya Wirareja dengan paras berubah. "Dialah bocah yang hendak
membunuh Kangmas Harya Udaya"
Dua puluh tahun sudah Naganingrum menjadi Nyonya
Harya Udaya. Namun Arya Wirareja masih memanggilnya
dengan puteri Naganingrum. Itu disebabkan, ia mempunyai
rencananya sendiri. Sebaliknya Bagus Boang yang terlolos dari bahaya, mempunyai kesannya sendiri pula. la kenal wajah
puteri itu sewaktu masih belum berumur. Kemudian semalam,
ia mengira ibu Ratna telah meningalkan Gunung Patuha untuk
mencari isteri Harya Sokadana. Tak disangka, bahwa ia tiba-
tiba muncul kembali, la merasakan pertemuan itu terjadi
dalam mimpi. Sepasang alis Nyonya Harya Udaya yang lentik terbangun.
Kedua matanya memancarkan cahaya berkilat. Benar
wajahnya nampak berduka, namun kesannya angker
berwibawa. Itu terjadi, karena ia dalam keadaan marah.
Naganingrum adalah adik kandung Ganis Wardhana. Dia
seorang pendekar wanita utama pada zaman gadisnya.
Otaknya cemerlang. Lawan dan kawan menghormatinya dan
menyegani. Arya Wirareja kenal ilmu kepandaiannya.
Meskipun tak perlu takut, namun ia mempunyai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perhitungannya sendiri. Kalau sampai bentrok, dia bakal
berhadapan dengan Harya Udaya. Artinya" tugas yang
dibawanya gagal.
"Aku tak memedulikan siapa dia," kata Naganingrum. "Aku hanya menghendaki engkau tak boleh menyakiti."
Arya Wirareja tercengang. Tadinya dengan mengabarkan
siapa diri Bagus Boang yang hendak membunuh suaminya, ia
bakal bisa mengambil hati. Tak tahunya, ia malah menumbuk
batu. Dasar licin, ia lalu tertawa terbahak-bahak. Katanya
mengalah, "Ah, kukira dia musuh keluarga Harya Udaya. Itu sebabnya aku mengambil tindakan. Tak tahunya aceuk justru
melindungi. Kalau begitu akulah manusia yang terlalu usilan."
Belum selesai ia berbicara, tubuhnya sudah melesat dan
menghilang di dalam rimbun hutan. Pandang mata Nyonya
Harya Udaya menajam. Lantas sirnalah ketajamannya. Kini
berganti dengan pandang lembut penuh duka. Sikapnya tidak
seangker tadi. Bahkan ia menggapai Bagus Boang seraya
berkata, "Kau seperti ayahmu. Alangkah cepat waktu berlalu.
Tiba-tiba kau sudah menjadi besar. Bukankah engkau yang
bernama Ratu Bagus Boang?"
Bagus Boang masih terpukau. Mendengar pertanyaan
Nyonya Harya Udaya, ia tersadarkan. Lalu ia menjawab
dengan gugup, "Benar Bibi. Mengapa Bibi balik kembali?"
Ia kaget mendengar ucapannya sendiri. Mengapa ia
berkata demikian" Bukankah Nyonya Harya Udaya
meninggalkan rumah karena-berduka" Pertanyaan demikian
akan membangkitkan rasa dukanya. Lagipula ia merribuka
rahasia hati seorang nyonya dan dirinya sendiri yang
mengintip pertengkarannya dengan diam-diam. Tapi ia sudah
terlanjur. Pada saat itu perasaannya seperti pesakitan
menunggu hukuman.
Diluar dugaan, Nyonya Harya Udaya tidak menghiraukan
bunyi pertanyaannya. Ia menjawab seperti seorang ibu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, aku balik kembali untuk Ratna. Kau memanggilnya Ratna atau Permanasari" Dua-duanyapun boleh juga. Melihat
engkau hatiku bersyukur...."
Alangkah manis bunyi jawabannya. Bagus Boang berdebar-
debar hatinya. Ia jadi nampak bingung. Itu disebabkan ia tak percaya pada pendengarannya sendiri.
"Apa yang kau bicarakan dengan Suryakusumah telah
kudengar semua," kata Nyonya Harya Udaya meneruskan.
"Aku justru berbalik pulang setelah mendengar ucapanmu.
Benar-benarkah engkau mencintai Ratna seperti kata-
katamu?" Lega hati Bagus Boang kini.
"Aku baru berkenalan dengan Ratna selintasan. Walaupun demikian, manusia yang sayang padaku dan dekat dihatiku
hanya dia. Sebenarnya aku mencintainya melebihi diriku
sendiri." "Jodoh memang aneh sekali," Tukas Nyonya Harya Udaya, senang mendengar .awaban Bagus Boang yang jujur.
Ia malahan menjadi sabar sekali.
"Dahulu pernah aku memperoleh penjelasan dari seorang
cendekiawan yang menjelaskan kepadaku gejala-gejala cinta
yang akan menjadi jodoh. Kata Beliau, apabila engkau
melihatnya, lalu mencintainya melebihi dirimu sendiri, ambillah suatu keputusan dengan segera. Dialah jodohmu." Ia tertawa manis dengan mendongak ke udara. Meneruskan, "Ratna tak pernah membicarakan, tapi sebagai seorang ibu yang
melahirkan dirinya, aku merasakan getaran hatinya. Aku tahu, dia mencintaimu. Kudengar dia memanggil namamu dalam
mimpinya."
Bagus Boang tertegun. Ia merasakan kemanisan melebihi
angannya, sehinggga hatinya menjadi beku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya tak ingin aku pulang kembali bertemu dengan Harya Udaya. Tetapi untuk Ratna, untukmu, untuk kamu
berdua, biarlah aku menyisihkan dahulu kepentinganku."
Terdengar Nyonya Harya Udaya berkata lagi, "Aku akan
mempertemukan semuanya. Barulah hatiku lega. Mari kau
turut aku pulang!"
Seperti kena arus listrik, Bagus Boang bergerak. Tapi begitu melangkahkan kakinya, ia terhenti. Pandangnya menuju
kepada tubuh Suryakusumah yang tergolek. Katanya dengan
berbisik, "Tak dapat aku pergi...."
Nyonya Harya Udaya mengikuti pandangnya. Ia jadi
mengerti. Katanya, "Kau tidak sampai hati meninggalkan dia rebah disini, bukan" Bagus! Aku paling senang melihat
seorang yang bisa bersahabat. Dahulu Harya Udaya dan Harya
Sokadana merupakan dua serangkai seia sekata. Mudah-
mudahan persahabatan kamu berdua melebihi mereka.
Baiklah biar aku menemui Harya Udaya sendiri. Ratna
kuserahkan kepadamu. O ya ini lagi." Puteri itu mengeluarkan gulungan kain. Itulah lukisan Sungai Cisedane. la memberikan kepada Bagus Boang seraya berkata pendek, "Sahabatmu ini sebentar lagi akan siuman. Kau pergilah dahulu dengan
Pedang Dan Kitab Suci 20 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Pendekar Laknat 1
^