Pencarian

Ilmu Ulat Sutera 15

Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 15


biasa ini. Dengan kata lain, harus orang yang paham sekali
sim-hoat ini dan bahkan seorang yang ilmu silatnya hampir
musnah baru bisa mendapatkan tenaga Tian-can-sinkang.
Kalian tahu bagaimana seekor ulat sutra menjadi dewasa.
Bukankah berasal dari kepompong yang beralih perlahan-
lahan dari tidak berdaya menjadi ulat sutra yang berguna"
Kurang lebih seperti itulah prosesnya. Sedangkan aku
mempelajari dengan membabi buta. Selalu menganggap ada
sesuatu yang kurang dalam latihanku sendiri. Tidak tahunya
makin dilatih makin runyam. Hampir saja jiwa melayang di
tangan Fu Giok-su!"
"Maksud Locianpwe, harus memusnahkan ilmu sendiri dan
1163 berlatih kembali dari awal baru bisa berhasil?" tanya Fu Hiong-
kun. "Tidak salah! Persis seperti seekor ulat sutra bukan" Di mana
kepompongnya harus terkelupas dulu baru bisa jadi ulat.
Pemecahan sederhana ini ternyata sempat membuat aku
pusing selama dua puluh tahunan," Yan Cong-tian menarik
napas dalam-dalam. "Meskipun tempo hari aku meminum obat
yang dibawakan oleh Fei-yang, tapi hatiku sendiri sudah putus
asa. Mengingat usiaku yang sudah tua, seandainya urat nadi
ini bisa tersambung lagi, aku juga tidak banyak kegunaannya
lagi. Aku ingin bunuh diri dengan cara menutup jalan
pernapasanku. Tidak tahunya, tiba-tiba pikiran ini menjadi
kosong melompong. Napas pun benar-benar terhenti. Namun
sebetulnya otak ini masih bekerja. Aku dapat mendengar
suara apa pun di sekitar, hanya saja tidak dapat memberikan
reaksi. Aku bahkan tahu ketika Fu-kouwnio mengubur diriku."
Fu Hiong-kun tertawa getir. "Aku masih mengira Locianpwe
benar-benar telah berpulang."
"Memang reaksi yang diperlihatkan persis dengan orang yang
sudah mati. Dan tenaga dalam yang kulatih selama ini pun
musnah seketika, tetapi tenaga Tian-can-sinkang justru mulai
terbangkit. Semakin lama bertambah kuat."
"Kami memberi selamat kepada Locianpwe!" kata Tok-ku
Hong dan Fu Hiong-kun serentak sambil menjura.
Yan Cong-tian tersenyum. Tiba-tiba dia berdiri. Seakan ada
sesuatu yang teringat dalam ingatannya. "Di mana Wan Fei-
yang" Panggil dia kemari! Aku ingin mewariskan rahasia Tian-
can-sinkang. Dengan gabungan tenaga kami berdua, selain
1164 membasmi murid murtad, nama besar Bu-tong-pay juga dapat
dibangkitkan kembali!"
Mendengar ucapan Yan Cong-tian, kedua gadis itu langsung
menundukkan kepalanya sambil menarik napas panjang.
Mereka terpaksa menceritakan segalanya. Untung saja sifat
Yan Cong-tian sudah jauh berubah. Kalau sifatnya masih
seperti dulu, pasti Tok-ku Hong menjadi sasaran marahnya.
Tapi sekarang dia hanya menatap langit sembari menggumam
seorang diri. Entah apa yang digumamkannya, wajahnya saja
yang berubah kelam seketika.
***** Pada waktu yang hampir bersamaan, benda-benda berwarna
putih yang melapisi kulit tubuh Wan Fei-yang tiba-tiba
terkelupas. Melihat keadaan itu, Guat Ngo menjerit terkejut.
Sen Man-cing buru-buru mendekati, setelah tahu apa yang
terjadi, dia malah tertawa lebar. Akhirnya Wan Fei-yang
membuka mata. Sinarnya begitu tajam menusuk.
"Selamat! Kau telah berhasil menguasai Tian-can-sinkang!"
kata Sen Man-cing segera.
"Apa?" Wan Fei-yang langsung terpaku mendengar
ucapannya. "Beberapa tahun yang silam, suhumu terluka parah. Dia
kutolong seperti kau sekarang ini. Setelah tahu bahwa aku
berasal dari keluarga Sen yang terkenal dalam latihan
lwekangnya, juga karena selama itu dia tidak pernah dapat
mengungkapkan rahasia Tian-can-sinkang, maka dia
menyebutkan teori ilmu itu kepadaku dengan harapan suatu
1165 hari nanti aku akan berhasil memecahkan rahasia yang
terkandung di dalamnya. Selama belasan tahun ini aku tetap
tidak menghasilkan apa-apa. Demi menolong dirimu, aku
terpaksa menyalurkan tenaga dalam ke seluruh tubuhmu.
Ternyata sekali disalurkan, tenaga dalam itu seperti tersedot.
Mengalir dengan deras dan kuat tak terkendalikan. Bahkan
aku tidak dapat menarik tanganku kembali. Pada saat itulah
aku sadar apa yang telah terjadi."
"Hujin, aku masih belum mengerti!"
Sen Man-cing menghela napas perlahan. "Mahkota kebesaran
disimpan selama bertahun-tahun, pakaian kerajaan dikenakan
orang lain ...."
Pikiran Wan Fei-yang langsung tergerak mendengar syair itu.
"Maksud Hujin, meskipun Hujin sendiri yang melatih ilmu Tian-
can-sinkang, namun hasilnya tak pernah ada. Malah setelah
tenaga dalam Hujin disalurkan ke tubuh Cayhe, barulah ilmu
itu berkembang?"
Sen Man-cing menganggukkan kepalanya sambil menarik
napas panjang. "Pada dasarnya, ulat sutra memang harus
melalui proses yang lain baru dapat menjadi bahan pakaian.
Kalau didiamkan saja, tentu tidak ada manfaatnya. Orang
yang memproses ulat itu hanya disebut pemberi jasa."
"Kongcu, setelah Hujin menyalurkan tenaga Tian-can-sinkang
kepadamu, tenaga dalamnya sendiri malah menjadi musnah,"
tukas Guat Ngo.
Mendengar keterangan itu, dengan panik Wan Fei-yang
menjatuhkan diri berlutut di atas tanah. "Budi Hujin yang
1166 sedalam lautan tidak akan pernah Wan Fei-yang lupakan
seumur hidup!" katanya dengan nada terharu.
Sen Man-cing segera memapah Wan Fei-yang bangkit.
"Kongcu tidak perlu berterima kasih kepadaku. Semua ini
merupakan takdir. Lagi pula tenaga dalamku tidak sampai
musnah, masih tersisa sedikit untuk sekadar berjaga diri."
Wan Fei-yang terdiam mendengar ucapannya. Tiba-tiba dia
mengedarkan pandangannya. Dia baru sadar bahwa saat itu
dia bukan di kamar Sen Man-cing lagi. "Tempat apa ini?"
tanyanya bingung.
"Rumah seorang petani. Kita sudah jauh dari Bu-ti-bun.
Seharusnya keadaan kita sudah aman sekarang," sahut Guat
Ngo. "Apakah telah terjadi sesuatu di markas Bu-ti-bun?"
Sen Man-cing menggelengkan kepalanya seraya menghela
napas. "Bu-ti-bun sudah diserbu oleh gabungan murid Go-bi-pay dan
Bu-tong-pay. Kita justru menggunakan kesempatan ketika
terjadi keributan itu untuk membawa engkau meninggalkan
tempat tersebut," kembali Guat Ngo yang menjawab
pertanyaan Wan Fei-yang.
"Oh?" Hal ini benar-benar di luar dugaan Wan Fei-yang.
"Mengapa Go-bi-pay bisa bergabung dengan Bu-tong-pay"
Bukankah partai itu sudah dibasmi habis-habisan oleh Tok-ku
Bu-ti?" 1167 Guat Ngo mengangkat bahunya. "Entah bagaimana
persoalannya. Setelah Go-bi-pay dan Bu-tong-pay menyerang
Bu-ti-bun sampai hancur lebur, mereka juga diserang lagi oleh
pihak yang menamakan diri mereka orang-orang Siau-yau-
kok," sahut gadis itu menjelaskan.
Mendengar keterangan tersebut, wajah Wan Fei-yang
berubah hebat. Pada saat itu juga dia teringat akan Fu Giok-
su. Tinjunya mengepal erat-erat. "Pasti dia! Tidak salah lagi,
pasti dia yang mengatur segalanya!" teriaknya marah.
"Siapa?" tanya Sen Man-cing penasaran.
"Fu Giok-su!" sahut Wan Fei-yang dengan hati bagai ditikam
pisau tajam. "Ciangbunjin Bu-tong-pay generasi sekarang. Dia
juga cucu dari ketua Siau-yau-kok, Thian-ti."
Sen Man-cing menarik napas panjang. "Ambisi orang ini
terlalu besar sehingga sampai hati melakukan apa saja."
"Oh ya, Hujin .... Apa rencanamu sekarang?" tanya Wan Fei-
yang. "Aku berharap dapat menemukan Hong-ji secepatnya!"
"Dia ... apa yang terjadi dengannya?"
"Pada saat kau melarikan diri ke Liong-hong-kek, dia juga
menggunakan kesempatan itu lari dari Bu-ti-bun. Tampaknya
dia sedang mencari engkau ...."
"Kalau begitu, rasanya dia pasti ke tempat Yan-supek."
1168 "Di mana" Bisakah kau menunjukkan tempatnya kepadaku?"
tanya Sen Man-cing penuh semangat.
"Sekarang juga Cayhe akan mengantar Hujin ke sana."
"Terima kasih atas kesudian Kongcu," sahut Sen Man-cing
sambil membungkukkan tubuhnya.
"Hujin jangan begitu .... Cayhe tidak berani menerima
penghormatan seperti ini!" kata Wan Fei-yang sambil cepat-
cepat menggeser tubuhnya.
Ketika Sen Man-cing diajak oleh Wan Fei-yang ke tempat
tinggal almarhum Hay-liong Lojin, Yan Cong-tian sedang
mempersiapkan diri untuk kembali ke Bu-tong-san dan
membereskan masalah di sana. Pertemuan antara Wan Fei-
yang dan Yan Cong-tian sangat mengharukan. Apalagi
setelah mengetahui bahwa mereka sama-sama telah berhasil
menguasai Tian-can-sinkang.
Pertemuan antara Sen Man-cing dan putrinya Tok-ku Hong
juga menyentuh hati mereka. Yan Cong-tian diberi tahu bahwa
Wan Fei-yang berhasil menguasai Tian-can-sinkang atas
bantuan Sen Man-cing. Selain gembira, dia juga curiga.
Mengapa Ci-siong bisa mengajarkan teori Tian-can-sinkang
kepada orang luar" Semakin dipikirkan, dia semakin tidak
mengerti. Tapi dia tidak menanyakannya. Hanya dalam
hatinya dia terus bertanya-tanya, apa sebetulnya hubungan
Ci-siong dengan Sen-hujin ini" Setelah mengalami berbagai
kejadian yang menggetarkan hati, sifatnya memang sudah
jauh berubah. Yang lalu biarlah berlalu.
Masalah pertama yang harus diselesaikan tentu saja urusan
1169 Siau-yau-kok. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk
mendatangi markas Bu-ti-bun yang sudah diduduki orang
Siau-yau-kok sekarang.
Sudah pasti Wan Fei-yang langsung menyetujui. Tok-ku Hong
mengkhawatirkan keadaan Tok-ku Bu-ti. Dia ingin ikut serta.
Hanya Fu Hiong-kun yang serbasalah. Akhirnya mengambil
keputusan untuk tetap tinggal dan menjaga Sen Man-cing.
Yan Cong-tian dan Wan Fei-yang tentu saja memaklumi
perasaan hati Fu Hiong-kun. Yang dihadapi sebagai lawan
adalah abang dan kakeknya sendiri. Dia memang tidak
menyetujui tindak-tanduk mereka, namun dia juga tidak
sampai hati melihat mereka dibasmi di depan matanya. Tok-ku
Hong juga mengerti. Dia merasa gadis itu jauh lebih baik
daripada dirinya, tetapi nasibnya juga jauh lebih patut
dikasihani. Dia segera menarik Wan Fei-yang ke samping, dan
menasihati Wan Fei-yang agar menghibur Fu Hiong-kun.
Gadis itu melihat semuanya dengan jelas.
Dia mengerti apa yang mereka maksudkan. Dia hanya
berpesan kepada Wan Fei-yang, "Laki-laki sejati mempunyai
pilihan sendiri. Ada yang tidak boleh dilakukan, tapi ada juga
beberapa hal yang memang harus dilaksanakan.
Tenangkanlah hatimu. Lakukanlah apa yang kau anggap
semestinya. Aku hanya memohon agar kau mengampuni jiwa
Yaya dan Giok-su Koko. Selebihnya, hukuman apa pun yang
akan kau jatuhkan kepada mereka, aku tidak akan
menghalangi."
Dengan sorot mata penuh pengertian, Wan Fei-yang
menganggukkan kepalanya.
***** 1170 Cahaya api tidak terlalu terang. Keheningan mencekam dalam
ruangan batu. Wajah Tok-ku Bu-ti lebih kelam lagi. Ruangan
batu itu terpencil dalam sebuah sumur tua. Lumut dan
rerumputan liar memenuhi tempat tersebut. Kalau dibilang
tempat itu tempat yang misterius, memang benar. Oleh karena
itu, meskipun jaraknya tidak jauh dari markas Bu-ti-bun, tetapi para anggota Siau-yau-kok yang setiap hari meronda dan
menggeledah sekitar tempat itu, tetap tidak pernah
menemukannya. Ruangan batu ini dibangun oleh Pangcu Bu-ti-bun generasi
sebelumnya, Sia-hou Tian-cong. Maksudnya adalah untuk
tempat menyembunyikan diri bila terjadi sesuatu yang tidak
di nginkan. Ternyata Sia-hou Tian-cong tidak pernah
menggunakannya, malah muridnya Tok-ku Bu-ti yang
memakainya sebagai tempat menyembunyikan diri. Tentu saja
Tok-ku Bu-ti merasa tertekan dan kesepian.
Sebelum terjun ke dalam jurang ketika dikeroyok oleh Thian-ti,
Hujan, Angin, Kilat, Geledek, dan Fu Giok-su, dia sudah
memperhitungkan semuanya dengan matang. Tok-ku Bu-ti
bukan baru kali pertama ini bertarung di atas Giok-hong-teng.
Selama tiga puluhan tahun dia selalu mengadu kekuatan
dengan Ci-siong Tojin di tempat yang sama. Dilihat dari
kelicikan manusia itu, tidak mungkin dia tidak memerhatikan
daerah sekitarnya dengan saksama. Dia sudah mengenal
situasi tempat itu bagai mengenali telapak tangannya sendiri.
Oleh karena itu, sepintar-pintarnya Thian-ti dan kawan-kawan,
mereka tidak menduga kalau Tok-ku Bu-ti sengaja
menjatuhkan diri ke dalam jurang.
Oleh karena itu, bukan saja dia tidak mati di dalam jurang
1171 yang dasarnya penuh batu-batu karang, malah dalam saat
yang genting dia langsung menangkap sebatang akar liar
yang kuat dan sudah tua sekali. Dengan akar itulah dia
merayap turun perlahan-lahan. Dengan mengandalkan ilmu
silatnya yang tinggi, melakukan semua hal itu tentu bukan hal
yang sulit. Meskipun lukanya cukup parah, tapi dia telah berlatih lwekang
selama puluhan tahun. Dengan lwekangnya itu pula, dia dapat
menahan lukanya untuk sementara. Setelah
mempertimbangkan sejenak, dia mengambil keputusan untuk
mengendap-endap kembali ke atas Giok-hong-teng. Dia tidak
berani turun gunung melalui tempat yang didatanginya. Pasti
masih banyak anggota Siau-yau-kok yang masih berkeliaran
di tempat itu. Fu Giok-su adalah manusia yang cerdas.


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebelum melihat dengan mata kepala sendiri mayat Tok-ku
Bu-ti, dia tentu belum yakin kalau orang itu benar-benar sudah
mati. Tok-ku Bu-ti, dia tentu belum yakin kedua orang itu
benar-benar mati. Tok-ku Bu-ti mencari tempat
persembunyian yang strategis dan di sana dia menghimpun
hawa murninya untuk menyembuhkan luka yang dideritanya.
Di tempat itu dia menginap satu malam, keesokan paginya,
Kongsun Hong sudah datang kembali. Dia mencari Tok-ku Bu-
ti di seluruh tempat itu. Setelah yakin keadaan sudah aman,
barulah Tok-ku Bu-ti muncul dari tempat persembunyiannya
dan bertemu dengan Kongsun Hong.
Dalam seumur hidupnya, baru kali pertama ini Tok-ku Bu-ti
terpaksa bersembunyi dari musuhnya, bahkan menggunakan
akal licik untuk menghindarkan diri dari pertarungan. Dia
memang belum pernah mengalami kekalahan sejak ditantang
oleh siapa pun. Kongsun Hong yang melihat keadaannya ikut
1172 merasa sedih dan tertekan. Akhirnya mereka memutuskan
untuk mengadakan perjalanan pada malam hari dan kembali
ke daerah sekitar Bu-ti-bun.
Meskipun apa yang telah terjadi pada markas mereka sudah
dapat diduganya, namun melihat kenyataan bahwa Bu-ti-bun
telah beralih tangan dan para anggota Siau-yau-kok keluar
masuk dengan seenaknya, Tok-ku Bu-ti tetap hampir muntah
darah karena kesalnya. Tetapi dia tetap mempertahankan
kesabarannya. Hari-hari selanjutnya terpaksa dilewati dalam ruangan batu
tersebut. Luka yang diderita Tok-ku Bu-ti hampir sembuh
secara keseluruhan. Kongsun Hong selalu melayaninya.
Kadang-kadang dia keluar dari tempat persembunyian itu lalu
menyamar dan menuju kota untuk mencari berita. Apa yang
didengarnya semua merupakan kabar buruk, tapi dia
menyimpannya dalam hati. Sampai hari ini baru dia
mengatakannya kepada Tok-ku Bu-ti.
"Bu-ti-bun benar-benar sudah hancur lebur. Anggota para
cabang-cabang sebagian besar sudah melarikan diri, ada juga
yang bertekuk lutut di bawah panji Siau-yau-kok."
Mendengar kabar tersebut, Tok-ku Bu-ti malah tertawa
terbahak-bahak. "Apa yang pernah dikatakan Ci-siong di atas
Giok-hong-teng memang tidak salah. Bu-ti-bun merupakan
sarang burung-burung liar. Kalau pohonnya tumbang,
burungnya pun pasti beterbangan ke mana-mana!" dia
merandek sejenak, tiba-tiba dikibaskannya tangannya, "Kau
kunci aku dari luar!"
"Suhu ...." Kongsun merasa bimbang.
1173 "Kenapa" Kau takut aku akan bunuh diri" Anak bodoh! Mati
pun aku tidak akan merem kalau sakit hati ini belum terbalas.
Kali ini kau harus melatih ilmu Mit-kip-sin-kang sampai
berhasil!" sahut Tok-ku Bu-ti yang mengerti keraguan hati
muridnya. "Ci-siong Tojin sudah mati. Bu-ti-bun telah diambil alih oleh
Siau-yau-kok. Sen Man-cing pasti tidak peduli akan
keadaannya"
Apa lagi yang dapat membuat Tok-ku Bu-ti memencarkan
perhatiannya"
***** Setengah bulan telah berlalu.
Hampir tengah malam, Kongsun Hong baru bersiap-siap
menggetar sehelai tikar di depan pintu. Biasanya dia memang
tidur di sana seraya menjaga. Tiba-tiba didengarnya suara
yang aneh. Dengan terkejut dia menolehkan kepalanya. Sekali
lagi terdengar suara. Kali ini seperti gemuruh gempa bumi,
kemudian terlihat pintu batu di mana Tok-ku Bu-ti berada
mulai retak. Kongsun Hong meloncat sejauh-jauhnya. Pintu
batu tersebut pun hancur seperti terkena ledakan dahsyat,
pecahannya berhamburan ke mana-mana. Untung saja
Kongsun Hong sudah sempat menghindar.
Batu-batu kecil masih berjatuhan, tubuh Tok-ku Bu-ti
melayang pada waktu yang bersamaan dalam jarak tiga cun
dari atas tanah. Kedua kakinya tegak lurus. Dari keluar dari
ruangan tadi sampai berdiri di atas tanah, posisinya masih
1174 sama. Tubuhnya tegak kukuh laksana Gunung Thay-san.
Bajunya malah melambai-lambai tertiup angin. Setelah
beberapa saat baru normal kembali.
Sekali lihat saja Kongsun Hong sudah tahu apa yang telah
terjadi. Cepat-cepat dia maju ke depan dan menjatuhkan diri
bertekuk lutut di hadapan Tok-ku Bu-ti. "Tecu memberi
selamat kepada Suhu atas keberhasilannya!"
"Akhirnya dapat juga aku mencapai tingkat kesembilan.
Mengenai tingkat kesepuluh, rasanya tidak usah diharapkan
lagi. Usiaku sudah lanjut, tiada waktu untuk melatih lebih
lanjut." Meskipun mulut Tok-ku Bu-ti berkata demikian, namun
dia tetap tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang
masih tetap berharap.
"Suhu, setelah berhasil melatih Mit-kip-sin-kang tingkat
kesembilan, apakah kau sudah dapat mengalahkan semua
musuhmu seperti sebelumnya?" tanya Kongsun Hong
penasaran. Tok-ku Bu-ti menggelengkan kepalanya. "Seandainya
bertarung dengan cara duel satu lawan satu, tidak ada satu
pun dari orang Siau-yau-kok dapat mengalahkan aku. Tapi
seandainya mereka menggunakan cara gabungan seperti
tempo hari, mungkin aku dapat mengalahkan mereka
perlahan-lahan dan satu demi satu, tetapi aku sendiri mungkin
akan mengalami luka yang cukup parah," Tok-ku Bu-ti
berhenti sejenak. "Kalau memang ingin mengalahkan mereka
seperti sebelumnya, rasanya kita harus menggunakan sedikit
muslihat."
"Tampaknya Suhu sudah mempunyai perhitungan yang
1175 matang dalam hati," kata Kongsun Hong.
Tok-ku Bu-ti hanya tertawa. Sebetulnya sebelum menutup diri
melatih ilmu, dia memang sudah memperhitungkan segalanya
dengan matang. ***** Tiga hari berlalu lagi.
Tok-ku Bu-ti dan Kongsun Hong di depan pintu gerbang
markas Bu-ti-bun yang sekarang sudah menjadi kantor
cabang Siau-yau-kok. Hari masih pagi sekali. Matahari baru
saja terbit. Semua anggota Siau-yau-kok yang menjaga di depan pintu
gerbang sangat terkejut. Sejak hari belum terang sudah ada
yang datang melaporkan kabar ini. Namun melihat sendiri
kenyataan itu, mau tidak mau mereka panik juga. Pintu
gerbang segera ditutup rapat-rapat. Namun sekali hantam saja
Tok-ku Bu-ti sudah berhasil membukanya kembali. Beberapa
anggota yang menjaga tepat di depan pintu sampai terpental
ke belakang dan jatuh pingsan seketika. Ada lagi tiga orang
yang langsung memuntahkan darah segar serta jatuh dengan
nyawa melayang.
Tok-ku Bu-ti melangkah masuk ke dalam dengan tenang. Para
anggota Siau-yau-kok menjadi kalang kabut. Tepat pada saat
itu juga, Fu Giok-su berjalan keluar. Di kiri-kanannya
mengawal Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek. Mereka
mengambil posisi berdampingan. Fu Giok-su segera
membungkukkan tubuhnya.
1176 Wajahnya tidak menampilkan perasaan apa pun. "Rupanya
Tok-ku Buncu yang bertandang. Tok-ku Buncu benar-benar
berusia panjang. Mengapa tidak menyuruh orang
memberitahukan terlebih dahulu, agar kami dapat menyambut
dengan baik?"
Tok-ku Bu-ti tertawa dingin. "Masa pulang ke kandang sendiri
juga harus memberi laporan" Bukankah lucu
kedengarannya?"
"Pada dasarnya tempat ini memang milik Tok-ku Buncu. Tapi,
seandainya sekarang kita mengembalikan lagi kepada Buncu,
sedangkan Buncu hanya berdua dengan muridnya, apakah
tidak merasa tempat ini terlalu besar" Kami rasa sebaiknya
tetap biarkan kami saja yang menggunakannya," sahut Fu
Giok-su tenang.
"Tidak perlu banyak bicara! Panggil kakekmu keluar
menemuiku!" bentak Tok-ku Bu-ti garang. "Cepat!"
"Aku sudah datang!" sahut Thian-ti yang sedang berjalan
keluar dari ruangan dalam. "Tok-ku Bu-ti, kali ini kau dapat
terlepas dari kematian. Seharusnya kau melarikan diri ke
ujung dunia agar tidak kepergok lagi oleh kami. Kalau bisa cari tempat yang terpencil untuk melewati hari tua dengan tenang.
Mengapa masih datang mencari kesulitan untuk diri sendiri?"
"Mengapa aku harus datang kemari, kalian tentunya lebih
paham!" "Paham sih paham, tapi sebagai orang tua yang sudah banyak
pengalaman seperti engkau, semestinya menyadari bahwa
dengan mengandalkan kekuatan Tok-ku Buncu dan muridmu
1177 itu, berani datang kemari benar-benar di luar dugaan siapa
pun!" "Omong kosong!" Tok-ku Bu-ti tertawa dingin.
"Tentunya kau sudah memperhitungkan segalanya dengan
matang baru berani datang kemari. Aku rasa ilmu Mit-kip-sin-
kang-mu pasti sudah naik satu tingkat lagi."
Tampaknya Tok-ku Bu-ti penasaran melihat ketajaman
pandangan Thian-ti. "Siapa yang ingin maju duluan?"
Thian-ti memangku kedua tangannya sambil menatap langit.
"Meskipun ilmu Mit-kip-sin-kang adalah ilmu yang sulit
dipelajari dan hebat sekali, sayangnya tangan saudara hanya
ada dua." "Empat!" teriak Kongsun Hong yang sejak tadi diam saja.
Thian-ti tertawa terbahak-bahak. Hujan yang berdiri di
sampingnya juga ikut-ikutan tertawa terkekeh. "Apakah
Kongsun-tongcu demikian jengkelnya akibat ulah Wan Fei-
yang sehingga sekarang juga mulai berlatih Mit-kip-sin-kang?"
sindir wanita itu.
Saking marahnya, Kongsun Hong sampai tidak dapat berkata
apa-apa. Dia berusaha menenangkan hatinya. "Apa yang kau
bicarakan?" bentaknya kesal.
Hujan tetap tertawa terkekeh-kekeh. "Kalau tidak, mengapa
cara bicaramu demikian sombong?"
Kongsun Hong merasa dadanya hampir meledak.
1178 "Meskipun ada empat tangan, rasanya masih juga
kekurangan," tukas Thian-ti.
"Kalau begitu, kalian masih juga ingin bergabung mengeroyok
kami?" tanya Tok-ku Bu-ti.
"Ilmu silat Buncu terlalu tinggi. Kami terpaksa berbuat
demikian!" Thian-ti mengibaskan tangannya. Hujan, Angin,
Kilat, dan Geledek segera memencarkan diri.
Mata Tok-ku Bu-ti menyapu kepada orang itu satu per satu.
"Barisan Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek, Siaute sudah
pernah mengenalnya!"
Baru saja ucapannya selesai, jarum beracun Hujan sudah
berhamburan ke arahnya. Sepasang telapak tangan Tok-ku
Bu-ti satu tertutup dan satunya lagi terbentang. Segulungan
angin kencang menderu-deru. Hantaman sebelah telapak
tangannya menolak kembali jarum beracun yang disambitkan
oleh Hujan. Golok Geledek menyusul tiba. Tok-ku Bu-ti
memutar badannya sambil menghantam ke depan. Tubuh
Geledek serta goloknya terpental ke tempat semula.
Angin mengibaskan lengan bajunya ke arah Kongsun Hong,
tapi dengan mudah dapat dihindarkan oleh Kongsun Hong.
Sementara itu pedang kilat merangsek Tok-ku Bu-ti, dari
udara pedangnya menukik turun. Tapi masih ada jarak kurang
lebih satu cun baru dapat mengenai orang tua itu. Tok-ku Bu-ti
menggeser tubuhnya, jari tangannya langsung terulur dan
terdengarlah suara, "ting!" pedang Kilat pun tertutuk oleh jari tangannya sehingga serangannya menyamping.
1179 "Berubah!" teriak Thian-ti dalam waktu yang bersamaan.
Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek mengiakan serentak. Posisi
mereka berubah. Tubuh mereka saling bergerak. Tubuh Tok-
ku Bu-ti sendiri langsung berkelebat seperti bayangan.
Sepasang telapak tangannya membentang ke depan. Begitu
terulur, terasa adanya angin kencang yang menderu-deru.
Dengan mengandalkan barisan Hujan, Angin, Geledek, dan
Kilat yang perubahannya begitu cepat, sebetulnya dengan
mudah mereka dapat menolak tenaga hantaman Tok-ku Bu-ti
yang mengandung tenaga dalam kuat sehingga tidak
berpengaruh. Tapi hantaman telapak tangan Tok-ku Bu-ti kali
ini tidak sama lagi dengan sebelumnya. Kekuatannya sungguh
mengejutkan. Tampaknya kekuatan orang tua itu sudah
berubah dua kali lipat dari pertarungan di atas Kuan-jit-hong
tempo hari. Sebelumnya tenaga Tok-ku Bu-ti tidak jauh berbeda dengan
tokoh nomor satu umumnya. Hanya lebih kuat sedikit saja.
Begitu telapak tangannya menghantam, seperti ombak besar
yang menggulung di tengah lautan. Dengan gabungan tenaga
Angin, Hujan, Kilat, dan Geledek yang telah membentuk
barisan dan dengan senjata masing-masing yang khas, tidak
sulit bagi mereka untuk mendesak Tok-ku Bu-ti sehingga
kewalahan. Sekarang tenaga hantaman telapak tangan Tok-ku Bu-ti
bukan main dahsyatnya. Tanah di mana mereka berpijak
seakan bergetar. Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek terus
bergerak menyerang, namun bukan saja berhasil mendesak
Tok-ku Bu-ti, malah mereka sendiri yang sampai kewalahan
dan mulai terdesak.
1180 Dalam waktu yang bersamaan tubuh Tok-ku Bu-ti berputar.
Semakin lama semakin cepat. Sekaligus dia menghantam
sebanyak empat puluh sembilan kali berturut-turut. Dengan
mengadu kekerasan dia membuat barisan itu terpecah belah
dan akhirnya keempat orang itu terpaksa merapat menjadi
satu. Thian-ti yang dari tadi menyaksikan jalannya pertarungan
mulai melihat keadaan mereka yang kurang menguntungkan.
Dia melirik Fu Giok-su sekilas. Tubuh keduanya langsung
melesat secepat kilat menerjang ke depan. Dua pasang
telapak tangan segera menghantam serta menyambut
datangnya telapak tangan Tok-ku Bu-ti.
Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak. Dia langsung mencelat


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mundur ke samping Kongsun Hong. Thian-ti dan Fu Giok-su
segera mengambil posisi di kiri dan kanan keempat anak buah
mereka. Wajah mereka tampak kelam. Bagi orang yang sudah
ahli, sekali benturan tenaga saja sudah dapat diperkirakan
tinggi-rendahnya kekuatan lawan. Mereka sudah dapat
melihat dengan jelas, bahwa ilmu Tok-ku Bu-ti memang sudah
maju satu tingkat lagi.
Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek lebih mengerti lagi. Itulah
sebabnya wajah keempat orang itu juga jauh lebih tidak sedap
dipandang. Thian-ti memandang Tok-ku Bu-ti dari atas kepala
sampai ke ujung kaki.
"Tampaknya kekalahan juga bukan sesuatu yang tidak
menguntungkan!" sindirnya tajam.
Tok-ku Bu-ti hanya mendehem satu kali. Sepasang telapak
1181 tangannya dirangkapkan. Dia menepuk satu kali. Telapaknya
berpisah kembali. Tampaknya seakan hendak menerjang tapi
tubuhnya masih bergerak mundur. Tiba-tiba tangan Kongsun
Hong sudah menggenggam dua buah tabung. Dalam waktu
yang bersamaan, Tok-ku Bu-ti juga sudah mengibaskan
sebuah tabung yang isinya penuh dengan jarum beracun!
Jarum Beracun Tujuh Bocah Ajaib! Tempo hari di lembah
sempit, Tok-ku Bu-ti juga menggunakan senjata rahasia yang
serupa untuk menghadapi Ci-hu-kim-hoan Lu Ci. Meskipun
salah sasaran, namun kehebatannya sudah terbukti.
Sekarang dengan seorang diri Tok-ku Bu-ti menghadapi
empat lawan. Dia sudah berhasil menghancurkan barisan
Hujan, Angin, Kilat, dan Geledek. Dari awal dia tidak pernah
terdesak oleh lawan-lawannya. Justru dalam keadaan di atas
angin, tiba-tiba dia menggunakan jarum beracun, tentu saja
hal ini sama sekali di luar dugaan Thian-ti dan kawan-
kawannya. Tentu saja semua ini juga sudah direncanakannya
matang-matang. Mata Thian-ti sangat awas. Lagi pula dia sudah
berpengalaman dalam menghadapi kelicikan dunia Kangouw.
Begitu Tok-ku Bu-ti bergerak mundur tadi, dia sudah dapat
merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa berpikir
panjang lagi, dia langsung melesat mundur. "Mundur!"
teriaknya kepada rekan yang lain.
Gerakan Fu Giok-su juga tidak lambat. Tubuhnya langsung
mencelat ke udara. Dikerahkannya Hui-hun-cong dari Bu-tong-
liok-kiat yang sudah terkenal kehebatannya. Tubuhnya masih
melayang di udara ketika jarum beracun yang disebarkan oleh
Tok-ku Bu-ti meluncur lewat di bawah kakinya dan tidak
1182 mengenai sasaran.
Angin memang mengandalkan ketinggian ginkangnya
sehingga namanya terkenal. Setelah mendengar teriakan
Thian-ti, baru dia mencelat mundur, namun dia berhasil juga
menghindari serangan jarum beracun Tok-ku Bu-ti. Di lain
pihak Hujan memang memperdalam ilmu senjata rahasia.
Pengetahuannya tentang senjata rahasia sudah pasti di atas
orang lainnya. Ketika melihat tabung yang tergenggam di
tangan Kongsun Hong, dia langsung dapat menerka senjata
rahasia jenis apa yang ada di dalam tabung tersebut.
Berbarengan dengan teriakan mundur Thian-ti tadi, dia
langsung menggelindingkan tubuhnya di atas tanah. Beberapa
batang jarum beracun mengenai lengan bajunya yang longgar.
Tanpa terasa keringat dingin menetes di keningnya.
Kilat melesat mundur. Dalam waktu bersamaan, pedangnya
sudah direntangkan. Reaksinya sudah cukup cepat namun
masih kalah sedikit dengan kecepatan jarum beracun yang
disambitkan Tok-ku Bu-ti. Dalam seketika, entah berapa
banyak jarum beracun yang sudah mengenai beberapa bagian
tubuhnya. Dia meraung murka. Tubuhnya mencelat ke udara,
pedangnya menusuk dengan kecepatan tinggi mengancam
Tok-ku Bu-ti. Meskipun serangan itu sangat cepat, namun Tok-ku Bu-ti
memandang sebelah mata. Tubuhnya bergerak menyambut
ke depan. Dengan mudah dia berhasil menghindari serangan
itu. Sepasang telapak tangannya berbareng menghantam
gagang pedang di tangan Kilat. Karena getarannya yang kuat,
pedang itu sampai terputus menjadi beberapa bagian dan
jatuh berserakan di atas tanah. Ternyata dia tidak menyerang
manusianya. Tubuh Kilat yang sedang melayang di udara tiba-
1183 tiba menukik turun dan terjatuh di atas tanah dengan suara
keras. Dari ketujuh lubang pancaindranya mengalir darah.
Wajah orang itu sendiri sudah berubah menjadi keungu-
unguan. Geledek juga roboh pada saat yang bersamaan. Dia terkulai di
depan kaki Tok-ku Bu-ti dengan sebilah pisau kecil menancap
di tenggorokan. Setelah diperhatikan dengan saksama,
ternyata yang tertancap di tenggorokan Geledek bukan pisau
kecil melainkan putusan ujung pedang Kilat. Tentu saja Tok-ku
Bu-ti yang melemparkan kutungan ujung pisau tersebut.
Seandainya Tok-ku Bu-ti tidak melemparkan kutungan pisau
itu, Geledek juga tidak akan luput dari kematian. Tapi takdir
memang sudah menentukan demikian. Tepat pada saat tubuh
Kilat terkulai di atas tanah, dia langsung menerjang Tok-ku
Bu-ti. Secara refleks orang tua itu menyambut kutungan
pedang yang terhantam oleh telapak tangannya tadi lalu
menyambitkannya ke tenggorokan Geledek, sementara itu
tangan kirinya menyebarkan jarum beracun.
Tampang Geledek sungguh menyeramkan. Seluruh wajahnya
penuh oleh titik jarum beracun dan langsung berubah warna
persis seperti Kilat. Darah yang mengalir kehitam-hitaman,
kulit wajahnya juga langsung mengeriput.
Tubuh Tok-ku Bu-ti tidak henti bergerak. Dia berkelebat
dengan tabung berisi jarum beracun serta mengejar Hujan dan
Thian-ti. Pada saat itu, Fu Giok-su sedang melayang turun,
melihat keadaan yang tidak menguntungkan, dia segera
menggelindingkan badannya di atas tanah dan dengan panik
lari ke dalam. Keempat orang itu bagai binatang yang
sebentar lagi akan dijagal. Tidak ada satu pun yang berminat
tetap di tempat. Untung saja terjangan Geledek serta Kilat tadi 1184
sempat mengadang Tok-ku Bu-ti beberapa detik, dengan
demikian mereka mempunyai kesempatan untuk melarikan
diri. Tok-ku Bu-ti masih terus mengejar. Mereka sudah memasuki
ruangan Tiong-gi-tong, Fu Giok-su menyelinap ke balik
sebuah pembatas ruangan yang terbuat dari kain berbingkai
dan di atasnya terdapat lukisan yang indah. Thian-ti
kelimpungan sejenak, kemudian dia menyusup ke balik
bangku panjang yang bagian tempat duduknya ditutupi kulit
harimau yang tebal. Hujan menimpukkan sejumlah jarum
beracun lalu menyelinap ke balik tiang penyangga ruangan.
Angin berkelebat melesat ke balik ruangan dan menembus
koridor panjang.
Jilid 26 Tok ku Bu ti mengibaskan lengan bajunya menyampok jarum
beracun yang disebarkan oleh Hujan tadi. Dia tertawa dingin.
Matanya menyapu ke seluruh ruangan. Tubuhnya melesat
kembali dan melayang turun tepat di tengah-tengah ruangan
tersebut. Dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-
bahak. "Manusia she Fu! Lari kocar-kacir seperti ini mana pantas
disebut sebagai seorang kokcu dari Siau Yau kok yang
terkenal?" Thian ti menongolkan dirinya dari balik bangku
panjang. Dia tertawa dingin. "Buncu menggunakan senjata
rahasia beracun dahsyat peninggalan tujuh bocah ajaib,
bagaimana kami tidak cepat-cepat kabur?"
Tok ku Bu ti masih tertawa terbahak-bahak. "Tapi kabur bukan jalan keluar yang baik!" katanya.
1185 "Memang bukan!" sahut Thian ti dengan suara lantang.
Gerakan tubuhnya seperti ingin menerjang ke depan.
Tok ku Bu ti tidak bergerak. Thian ti juga tidak benar-benar
ingin menerjang. Tepat pada saat itu, Tok ku Bu ti mendadak
merasakan tempat di mana kakinya berpijak seperti
bergoyang. Dia terkejut sekali. Belum lagi dia sempat
menghentakkan kakinya untuk mencelat ke atas. Hujan sudah
menghamburkan jarum beracun ke arahnya. Dalam waktu
yang bersamaan, Fu Giok Su memunculkan diri dan
menimpukkan tujuh macam senjata rahasia di bagian atas
tubuh Tok ku Bu ti.
Dengan panik Tok ku Bu ti menggeser tubuhnya menghindari
serangan yang bertubi-tubi itu. Tidak tahunya bagian tanah di
bawah kakinya langsung anjlok ke dalam. Rupanya lantai di
sekelilingnya tiba-tiba membuka bagai sebuah lubang yang
besar. Tentu saja tubuh Tok ku Bu ti terjatuh ke dalamnya.
Hal ini benar-benar membuat Tok ku Bu ti terperanjat. Sejak
Tok ku Bu ti memakai gedung itu sebagai markas pusat, Tiong
gi tong memang sudah ada. Sebagian besar waktu Tok ku Bu
ti juga dihabiskan dalam ruangan ini. Selama puluhan tahun
tidak jarang dia tertidur dalam ruangan ini juga. Boleh dibilang tidak ada seorang pun yang lebih jelas mengenal keadaan
Tiong gi tong ini selain dirinya. Setiap sepuluh tahun sekali,
dia selalu mengundang seorang ahli bangunan untuk
memperbaiki dan memperbagus ruangan Tiong gi tong ini.
Namun dia tidak pernah tahu di tengah ruangan tersebut ada
sebuah jebakan. Sekarang dirinya sendiri yang terperangkap
dalam jebakan tersebut. Bagaimana perasaannya tidak
meluap seketika saking marahnya"
Lubang jebakan ini juga dalam sekali. Di dasarnya terpasang
puluhan golok tajam. Demikian juga tembok-tembok
sekitarnya. Walaupun Tok ku Bu ti cepat tanggap akan situasi
sekitarnya dan sempat berjungkir balik beberapa kali sebelum
1186 mendarat di atas sebatang golok, namun sekujur tubuhnya
juga tidak terlepas dari sayatan golok sehingga kulitnya
terkelupas dan darah mengalir dengan deras.
Pikirannya dengan cepat berputar. Tok ku Bu ti berjungkir
balik lagi beberapa kali kemudian dengan bantuan sebilah
golok di mana kakinya menutul dia cepat-cepat mencelat
kembali ke atas. Namun dalam waktu yang bersamaan,
lubang di atasnya yang merupakan satu-satunya jalan keluar
mulai menutup. Di sekeliling lubang itu meluncur keluar
puluhan batangan pipa besi yang saling menancap dan
menjadi penutup lubang tersebut. Sekarang jalan keluar bagi
Tok ku Bu ti sudah tertutup oleh jeruji besi itu. Kepalanya
hampir saja membentur batangan pipa besi itu kalau saja dia
tidak cepat-cepat memberatkan bobot kakinya sehingga
meluncur turun kembali. Tepai pada saat itu, Fu Giok Su
meluncurkan ujung toyanya mengancam tenggorokan Tok ku
Bu ti. Dengan panik dia menggeser tubuhnya, namun tubuhnya
masih selengah melayang di udara, meskipun tenggorokannya
terlepas dari serangan toya Fu Giok Su, tapi sempat juga
menyerempet ujung bahunya. Kulit dan daging di pundaknya
itu langsung terkoyak. Darah mengucur bagai air ledeng.
Tubuh Tok ku Bu ti masih meluncur turun. Sebelum mendarat
di dasar, kakinya lagi-lagi terserempet tiga batang golok.
Keadaannya mulai payah. Sekujur tubuhnya tidak ada yang
luput dari luka. Meskipun tidak terlalu parah namun darah
yang mengalir cukup banyak. Hal ini membuat kepala Tok ku
Bu ti pusing tujuh keliling.
Fu Giok Su tertawa terbahak-bahak. "Bu ti, kali ini aku ingin lihat kemana lagi kau dapat melarikan diri?"
Tok ku Bu ti mendengus dingin. "Menggunakan cara licik
seperti ini tidak termasuk kepandaian yang mengagumkan!"
Dia menotok beberapa jalan darah di sekitar bahunya agar
darah berhenti mengalir.
1187 Hujan dan Angin juga sudah keluar dari tempat
persembunyiannya. Thian ti memunculkan kepalanya di atas
lubang berjeruji dan tertawa lebar. "Apakah sahabat lama
sudah melupakan caramu sendiri yang menggunakan jarum
beracun tadi?" sindirnya tajam.
Wajah Tok ku Bu ti kaku seketika. Dia tidak mengucapkan
sepatah kata pun. Tadi dia sendiri juga menggunakan cara
yang licik sehingga Kilat dan Geledek dapat terbunuh oleh
sambitan jarum beracunnya.
"Mungkin kau sendiri tidak habis pikir bagaimana aku bisa
membangun sebuah perangkap di tengah ruangan ini?"
Tok ku Bu ti memang tidak habis pikir. "Sebetulnya kami
membual perangkap ini bukan untuk menghadapimu, lapi
bukannya tidak boleh kalau digunakan untuk menghadapimu!"
kata Thian ti selanjutnya.
Hujan juga memunculkan kepalanya. "Mengapa Buncu masih
juga tidak mau membuang tabung berisi jarum beracun itu?"
tanyanya dengan gaya kenes.
Tok ku Bu ti tertawa dingin. "Hampir saja aku lupa salah satu dari empat orang kepercayaan Thian ti yang bernama Hujan
memang mengkhususkan diri dalam ilmu senjata rahasia.
Barang mainan seperti ini sudah pasti, dianggap kecil oleh
Hujan," sindirnya kembali.
"Aku juga baru melihatnya ketika terdesak ke dalam ruangan ini," sahut Hujan tenang. Gayanya semakin dibuat-buat.
Pada saat itu, Kongsun Hong baru menyusul tiba. Melihat
lubang perangkap itu, dia langsung termangu-mangu. Sesaat
kemudian dia baru berteriak memanggil, "Suhu"
1188 Mendengar panggilan itu Hujan segera menolehkan
kepalanya. "Suhumu hari ini pasti akan tamat riwayatnya!"
Kongsun Hong meraung murka. Sepasang tangannya
berputar. Sepasang jit goat lun sudah tergenggam di tangan.
Dia menerjang dengan kalap.
"Benar-benar sudah bosan hidup!" Hujan tertawa dingin.
"Geledek dan Kilat dua lembar nyawa. Di sini juga dua lembar nyawa!" tukas Angin, tubuhnya berkelebat. Dalam sekejap
mala dia sudah mencapai di depan Kongsun Hong. Sepasang
lengan bajunya dikibaskan. Menyapu ke arah wajah Kongsun
Hong. "Plak! Plak! Plak!"
Hujan tersenyum simpul. "Perlukah aku mengeluarkan sedikit tenaga untuk membantumu?" tanyanya genit.
"Tidak perlu!" teriak Angin sambil mengibaskan lengan bajunya beberapa kali berturut-turut. Kongsun Hong sampai
terdesak mundur beberapa langkah.
Meskipun serangan sepasang jit goat lun dari tangan Kongsun
Hong cukup gencar, namun tetap tidak berhasil menyentuh
sepasang lengan baju Angin. Gerakan tubuhnya yang lamban
dan kelincahan Angin memang merupakan perbandingan
yang besar. Angin terus mengikuti gerakan Kongsun Hong.
Sepasang lengan bajunya menyapu terus menerus.
Sasarannya tetap wajah Kongsun Hong. Lengan baju itu
belum sampai, anginnya sudah terasa menyambar. Sepasang
jit goat lun milik Kongsun Hong cepat-cepat dibentang di


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

depan wajah untuk berjaga-jaga. Tidak tersangka-sangka,
tiba-tiba Angin mengibaskan lengan bajunya ke pinggang
Kongsun Hong. "Plak!" Sasarannya kali ini tidak dapat dihindarkan lagi oleh murid Tok ku Bu ti itu.
1189 Sejak kecil Kongsun Hong sudah menjaga kesehatan
tubuhnya dengan melatih ilmu silat, namun kibasan lengan
baju Angin ini lelap saja membuat aliran darahnya bagai
tersumbat. Bagian bawah tubuhnya terasa kebal seketika.
Belum lagi dia sempat menenangkan hatinya, kebasan lengan
baju Angin kembali menyerang ke arah matanya. Dia cepat-
cepat menggeser kepalanya ke samping. Pinggangnya
terkibas sekali lagi, tubuhnya sampai terpelintir dan memutar
bagai gasing. Angin masih tidak berhenti menyerangnya. Malah semakin
lama semakin gencar. Kepala Kongsun Hong sudah terasa
pusing tujuh keliling. Dalam jangka beberapa menit, entah
sudah berapa kali dia terhajar bolak-balik oleh kibasan lengan
baju Angin tersebut. Tubuhnya sampai bergelindingan di atas
tanah. Angin tertawa terbahak-bahak. Rasa amarahnya hampir
terlampiaskan. Sekali lagi dia mengibas dengan keras
sehingga tubuh Kongsun Hong terpental membentur dinding
sebelah timur. Dalam waktu yang bersamaan. Hujan
menyebarkan jarum beracunnya.
Kongsun Hong yang melihat tubuhnya hampir membentur
dinding pekarangan itu, cepat-cepat menghentakkan kakinya
dan berjungkir balik di udara. Akhirnya dia berhasil juga
melayang turun dengan mantap tepai di depan dinding
tersebut. Namun pada saat itu juga jarum beracun Hujan
sudah meluncur tiga.. Datangnya jarum beracun itu tanpa
suara sama sekali. Lagipula sebelumnya Angin sudah
menegaskan bahwa dia tidak ingin Hujan ikut campur dalam
pertarungan ini. Begitu lugunya Kongsun Hong sehingga
percaya penuh dan tidak berjaga-jaga terhadap serangan
yang lainnya. Ketika melihat jarum beracun Hujan meluncur
tepat di hadapannya, dia tidak keburu menghindar lagi.
Pada saat yang genting itu, Kongsun Hong hanya dapat
memejamkan matanya menanti ajal. Tapi jarum-jarum itu tidak
1190 mengenai tubuhnya, malah meluncur lewat di samping
tubuhnya. Kongsun Hong hanya merasakan ada serangkum
angin kencang yang menghembus melewatinya. Dalam waktu
yang bersamaan.
seseorang melayang turun di sisi Kongsun Hong. Orang ini
juga yang menghantamkan telapak tangannya menghempas
jarum-jarum beracun tersebut. Bagi semua yang ada di tempat
itu, orang ini tidak asing lagi.
"Wan Fei Yang!" seru mereka serentak.
Mata Wan Fei Yang menyapu ke arah wajah Thian ti
kemudian Fu Giok Su. "Sudah lama tidak bertemu dengan
saudara-saudara sekalian," katanya tenang.
Thian ti marah sekali. "Wan Fei Yang, apa maksudmu datang
ke tempat ini?" bentaknya lantang.
Wan Fei Yang tidak menyahut. Matanya masih menatap Fu
Giok Su lekat-lekat. "Harap Fu Toako dalam keadaan sehat-
sehat saja!"
Wajah Fu Giok Su menampilkan kesan ingin tersenyum tapi
tidak bisa. Mimiknya jadi aneh sekali. "Berkat doa Wan sute, keadaan Toako mu masih lumayan," sahutnya gugup.
Wan Fei Yang merasa hatinya sakit sekali. "Kali ini tentu Fu Toako tidak bisa mengelabui Siaute lagi."
Fu Giok Su menganggukkan kepalanya.
"Urusan sudah terlanjur sedemikian rupa. Rasanya juga. tidak perlu mengelabui engkau lagi"
"Sebetulnya siapa yang turun tangan keji terhadap Ciang bun jin?" tanya Wan Fei Yang selanjutnya.
1191 Fu Giok Su tertawa lebar. "Tentu saja Toakomu ini yang
melakukannya!"
Mata Wan Fei Yang menyorot semakin tajam. "Tolong Toako
katakan sekalian bagaimana Pek Giok suheng dan Cia Peng
suheng menemui ajalnya?"
"Masa sute belum bisa membayangkannya?" Fu Giok Su
malah berbalik bertanya.
Wan Fei Yang menarik nafas panjang.
"Bagaimana nasib Wan Ji sumoay?" tanyanya kembali.
Fu Giok Su merenung sejenak.
"Aku tidak tahu," sahutnya kemudian.
Wan Fei Yang memandang Fu Giok Su dengan terpana.
"Aku rasa kau juga tidak sampai hati mencelakakannya."
Fu Giok Su hanya tertawa datar. "Biar bagaimana pun aku
harus mengucapkan terima kasih atas perlakuanmu
terhadapku selama ini," kata Wan Fei Yang kembali.
"Setelah berterima kasih, kau harus membalaskan dendam
bagi kematian ayahmu bukan?" tanya Fu Giok Su.
"Dendam kematian ayah tidak boleh tidak dibalas!" sahut Wan Fei Yang.
Fu Giok Su menganggukkan kepalanya "Alasan ini saja sudah
lebih dari cukup."
"Hutang darah para murid Bu Tong juga harus diperhitungkan sampai tuntas!" kati Wan Fei Yang.
1192 Fu Giok Su tertawa lebar. "Meskipun kau anak kandung Ci
Siong to jin, tapi kau bukan murid resmi Bu tong pai. Untuk
apa harus mengatakan soal balas dendam bagi murid Bt tong
pai. Lebih baik tidak usah mengatakan apa-apa," sindirnya
sinis. Wan Fei Yang hanya mendengus dingin.
"Ketika baru naik ke Bu Tong, aku sama sekali tidak mengerti.
Kalau dilihat dari bakatmu, mengapa Ci Siong si tua bangka
itu tidak bersedia menerimamu sebagai murid. Rupanya bukan
karena asal-usulmu yang tidak jelas. Ci Siong terpaksa
memendam semuanya dalam hati.. Dia tidak berani secara
terang-terangan mengaku engkau sebagai anaknya!" kata Fu
Giok Su selanjutnya.
Tubuh Wan Fei Yang bergetar mendengar ucapannya.
"Tidak disangka, Ci Siong si hidung kerbau itu ternyata diam-diam seorang mata bong-sang. Pantasnya dibilang Hidung
belang!" kata Thian ti sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kemerosotan Bu tong pai sebagian besar juga karena
ulahnya." Semua kata-kata itu terdengar jelas oleh Tok ku Bu ti. Hatinya
yang terpukul dan tertekan tidak kalah oleh perasaan Wan Fei
Yang. Wan Fei Yang adalah anak kandung Ci Siong to jin!
Kalau demikian, bukankah dia merupakan saudara seayah
lain ibu dengan Tok ku Hong"
* ** Tok ku Bu ti langsung termenung dalam lubang di mana dia
terperangkap. Tiba-tiba sebuah suara yang berat terdengar
menyahut, "Bagaimana pun dan siapa pun Ci Siong, tetap
bukan urusan orang lain, tetapi urusan Bu tong pai!"
Bagi Tok ku Bu ti suara ini asing sekali.
1193 Namun bagi orang orang Siau Yau kok, mereka bagai
mendengar suara geledek bergemuruh di siang hari!
Yan Cong Tian berkata sambil melangkah dari luar. Suaranya
penuh wibawa dan angker juga mengandung kekuatan penuh.
Thian ti langsung mengerutkan keningnya. Tanpa sadar dia
mundur beberapa langkah. Sedangkan sinar mata Fu Giok Su
mengandung rasa penasaran yang dalam.
Tok ku Hong mengiringi di belakang Ya Cong Tian. Melihat
Kongsun Hong dia langsung menghambur menghampiri.
"Suheng, di mana Tia?" tanyanya cemas.
Kongsun Hong tertegun sejenak. "Suhu terjebak oleh
manusia- manusia licik itu sehingga terjatuh ke dalam lubang
perangkap yang telah mereka sediakan."
Wajah Tok ku Hong berubah hebat. Dia menghentakkan
kakinya keras-keras. "Mengapa kau masih termangu-mangu di
situ?" teriaknya kesal.
Sekali lagi Kongsun Hong tertegun. Belum lagi dia memberi
jawaban, Tok ku Hong sudah mencabut sepasang goloknya
dan menerjang ke arah lubang perangkap.
"Hati-hati!" teriak Yan Cong Tian sambil menghambur
mendahului. Dalam waktu yang bersamaan. Wan Fei Yang
juga menerjang ke depan.
Tanpa bersepakat lagi, Thian ti, Fu Giok Su, Angin, Hujan
langsung mengundurkan diri ke sudut ruangan. Tok ku Hong
melongok ke bawah. Ternyata Tok ku Bu ti memang ada di
sana. Dengan kesal Tok ku Hong membacokkan sepasang
goloknya ke arah teruji besi dengan sekuat tenaga. Terlihat
percikan api seperti bunga-bunga timbul dari hasil benturan
golok dan jeruji tersebut. Ternyata hasil tebasan golok Tok ku
1194 Hong tidak dapat memutuskan jeruji besi tersebut, yang
tampak hanya dua baris guratan putih.
Baru saja dia berminat menerjang ke arah Thian ti dan Fu
Giok Su untuk menyuruh mereka membuka jeruji besi itu. Wan
Fei Yang sudah menghalanginya. "Biar aku saja!"
Anak muda itu langsung mencengkeram jeruji besi dengan
sepasang jari tangannya. Dia berteriak lantang, tenaga
sepenuhnya dikerahkan pada sepasang tangan dan menarik
sekuat-kuatnya. Dua batang jeruji besi itu perlahan lahan
bergerak dan kemudian, "Brak!" Jeruji besi terangkai itu ke atas.
Melihat keadaan itu, Hujan, Angin, Thian ti dan Fu Giok Su
segera mengucurkan keringat dingin. Hati mereka tergetar
menyadari kekuatan tenaga Wan Fei Yang sekarang. Dalam
waktu yang bersamaan, Tok ku Bu ti menghentakkan
sepasang kakinya dan melesai ke atas. Tubuhnya melayang
naik lalu mendarat di samping Tok ku Hong. Seluruh tubuhnya
di penuhi bercak darah. Darah segar juga masih mengalir dari
luka-lukanya. Matanya menatap ke arah Wan Fei Yang lekat-
lekat. Sepatah kata pun tidak diucapkannya.
Yan Cong Tian mengibaskan lengan bajunya. Tampaknya
seakan acuh tak acuh terhadap apa yang Wan Fei Yang
lakukan "Minggir!" bentaknya lantang. "Kita selesaikan dulu urusan kita dengan Siau Yau kok. Nanti baru tiba bagianmu!"
Tok ku Bu ti hanya merasakan serangkum angin kencang
menghempas di depannya. Segulung kekuatan yang sulit
diuraikan terasa olehnya. Tanpa sadar, kakinya terhempas
mundur tiga langkah.
Tok ku Hong sangat mencemaskan ayahnya.. Dia segera
maju menghampiri. "Tia, bagaimana keadaanmu?" tanyanya khawatir.
1195 Tok ku Bu ti tertawa datar.
"Masih jauh dari kematian!" sahutnya ketus.
Kongsun Hong yang sejak tadi menyaksikan apa yang terjadi
cepat-cepat maju ke depan. "Suhu, Tecu...."
Tok ku Bu ti tertawa lebar. "Ilmu kita sih cukup tinggi.
Sayangnya kemampuan kita kalah dengan orang. Buat apa
kau bersedih?"
"Tapi..."
Kata-kata Kongsun Hong belum lagi diteruskan, Tok ku Bu ti
sudah menukasnya kembali. "Apa lagi yang kau bicarakan?"
Kongsun Hong merobek ujung lengan bajunya dengan
maksud ingin membalut luka yang diderita Tok ku Bu ti, tapi
orang tua itu langsung bergeser ke samping. "Jangan
membuat aku tambah marah!" bentaknya.
Kongsun Hong jadi tertegun. Akhirnya dia mengundurkan diri
ke samping. Tok ku Hong tentu lebih paham lagi adat
ayahnya. Dia tidak berani mengucapkan sepatah kala pun.
Sementara itu, mata Yan Cong Tian sedang menatap Thian ti
dengan tajam. Setelah sekian lama, dia baru berkala, "Hutang
piutang kita yang sudah begitu lama, bagaimana pun harus
diperhitungkan sampai jelas hari ini!" katanya.
Thian ti tertawa terkekeh-kekeh. "Rupanya manusia she Yan
selalu mempunyai umur yang panjang dan rejeki yang besar.
Seharusnya dulu aku mematahkan sepasang kaki dan
tanganmu. Yan Cong Tian ikut tertawa lebar.
"Oleh karena itu, aku seharusnya berterima kasih kepadamu.
Kalau bukan karena penderitaan yang kau berikan selama
1196 terkurung dalam telaga buatan di Siau Yau kok, sampai hari ini
aku pasti belum berhasil melatih Tian can sinkang," sahut Yan Cong Tian sambil menjura dalam-dalam.
"Thian can sinkang?" seru Tok ku Bu ti tanpa sadar. Hatinya tergetar hebat mendengar keterangan Yan Cong Tian.
Thian ti dan Fu Giok Su saling lirik sekilas Meskipun tidak
mengatakan apa-apa. tapi mimik wajah mereka sudah
menunjukkan rasa khawatir yang dalam. Justru Hujan dan
Angin yang tidak memperlihatkan reaksi apa-apa
Pengetahuan mereka tentang Tian can sinkang memang tidak
terlalu banyak.
Tiba-tiba Thian ti mendengus dingin.
"Meskipun kau, Yan Cong Tian sudah berhasil melatih Tian
can sinkang, rasanya juga tidak perlu unjuk gigi serta
sesumbar dihadapan kami!"
"Terserah apa yang akan kau katakan. Pokoknya, manusia
she Fu hari ini harus mati semuanya!" Yan Cong Thian
menarik nafas dalam-dalam. Dia maju dua langkah ke depan.
Thian ti juga maju satu langkah. Tangannya direntangkan.
Hujan dan Angin segera berdiri di kedua sisinya. Wan Fei
Yang juga langsung tampil di depan Yan Cong Thian.
"Apakah orang-orang Siau Yau kok hanya tahu bagaimana
cara mengeroyok lawannya?" sindirnya tajam.
"Fei Yang, biarkan saja. Dengan demikian, waktu kita juga
tidak terbuang dengan percuma," tukas Yang Cong Tian.
"Kalau begitu, biar Supek hadapi saja makhluk tua itu. Yang lainnya...."
1197 "Serahkan kepadamu!" Yan Cong Tian tersenyum simpul. Dia menoleh kepada Thian ti. "Manusia she Fu, kalau masih ada
pesan yang ingin kau sampaikan, sekaranglah saatnya!"
"Omong kosong!" bentak Thian ti sambil mencelat ke udara lalu menukik turun dengan sepasang telapak tangan
menghantam ke arah
Yan Cong Tian. Dia menyerang tiga kali berturut-turut.
Sepasang telapak tangan Yan Cong Tian langsung bergerak
memutar. Tiga serangan Thian ti disambutnya dengan mudah,
setelah itu ia balik menghantam sekali. Hantamannya ini
diterima dengan baik oleh Thian ti. Sebagai permulaan,
mereka tidak mengerahkan tenaga dalam, hanya menjajaki
perubahan jurus masing-masing.
Dalam hal kedudukan, mereka berdua merupakan tokoh tinggi
masing-masing partai. Pengetahuan tentang ilmu masing-
masing partai juga sudah pasti lebih tinggi dari yang lainnya.
Tidak diragukan lagi ilmu kedua partai ini mempunyai banyak
persamaan. Gerakan Angin dan Te Hun cong, jarum Hujan
dengari Jit am-gi, golok Geledek dengan Pik lek cang, pedang
Kilat dengan Liong gi kiam hoat, baik gerakan maupun
perubahannya memiliki banyak persamaan. Selama terkurung
dalam telaga dingin, Thian ti pasti mengkombinasikan


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keistimewaan Bu Tong liok kiat dengan ilmu Siau Yau kok
sendiri. Sayangnya Bu Tong liok kiat yang dicurinya bukan
kitab yang lengkap Meskipun dia mempelajari mati-matian,
dibandingkan dengan murid Bu Tong sendiri tetap saja kalah
satu tingkat. Tapi bukan berarti dalam waktu yang singkat
dapat terlihat siapa yang akan menang dan siapa yang kalah.
Turun tangan kedua orang itu semakin lama semakin gencar.
Meskipun mereka bertangan kosong, tapi jurus-jurus golok
maupun pedang tetap dapat dikembangkan melalui gerakan
1198 mereka. Tok ku Bu ti menyaksikan pertarungan itu dengan
terkesima. Wan Fei Yang juga sudah mulai bergebrak dengan Fu Giok
Su. Walaupun pada mulanya Fu Giok Su menantang Wan Fei
Yang dengan cara yang sopan, tapi begitu dia turun tangan.
Hujan dan Angin pun segera mengambil bagian mengeroyok
Wan Fei Yang. Kibasan lengan baju Angin selalu menutup jalan Wan Fei
Yang, hamburan jarum berbisa dari Hujan mengacaukan
pandangan mata anak muda itu. Sedangkan toya di tangan Fu
Giok Su menyerang dengan gencar. Semua ini tentu sudah
dipersiapkan dengan matang. Serangan yang paling
mematikan justru berasal dari toya Fu Giok Su. Dia selalu
mengancam daerah berbahaya di tubuh Wan Fei Yang.
Sejak semula Wan Fei Yang juga sudah berjaga-jaga
terhadap bokongan Hujan dan Angin. Kibasan lengan baju
Angin belum sampai, tubuhnya sudah bergerak mundur.
Dengan kekuatan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat
demikian tinggi, ditambah lagi gerakannya yang lincah, tentu
saja Angin tidak dapat berbuat banyak terhadap anak muda
itu. Dalam waktu bersamaan, serangan Hujan dan Fu Giok Su
juga tidak mengenai sasaran. Tubuh Wan Fei Yang segera
memutar dan sepasang telapak tangannya langsung
menghantam ketiga orang itu secara bergantian.
Ketiga orang itu cepat-cepat mencelat mundur, tapi mereka
bagaikan terkurung dalam suatu kekuatan yang tidak terlihat.
Mereka terpaksa menyambut hantaman telapak tangan Wan
Fei Yang dengan kekerasan. Jarak mereka terlalu dekat.
Hujan khawatir dirinya akan terluka. Tangannya telah
menggenggam serangkum jarum, namun tidak dapat
disambitkan dengan leluasa. Terpaksa dia menyambut
hantaman telapak tangan Wan Fei Yang dengan kekerasan.
Hujan memang ahli dalam ilmu senjata rahasia, tetapi tenaga
1199 dalamnya sendiri tidak begitu kuat. Tubuhnya terhuyung-
huyung dan terdesak mundur sejauh tiga langkah.
Angin juga tidak berbeda. Dia terpaksa mundur tiga langkah.
Hanya Fu Giok Su yang masih tetap berdiri di tempatnya. Tapi
rasa terkejut dalam hatinya tentu saja tidak dapat dibayangkan
oleh orang lain.
Sampai di mana kekuatan Tian can sinkang, sebetulnya dia
sendiri juga kurang paham. Kunci terakhir Tian can sinkang
hanya diketahui oleh Ciang bun jin pendahulu. Hanya dengan
kunci itulah Tian can sinkang baru dapat dipelajari dengan
sempurna. Meskipun Fu Giok Su masih tetap berharap,
namun melihat akibat yang diderita oleh Yan Cang Tian
selama puluhan tahun dalam berlatih Tian can sinkang tanpa
hasil, mana berani dia mempelajarinya tanpa kunci tersebut.
Sampai-sampai jurus-jurus permulaan yang sederhana pun,
dilatihnya dengan hati kebat-kebit.. Akhirnya dia malah
menghentikannya, takut terjadi sesuatu yang tidak di nginkan
dan akibatnya seperti keadaan Yan Cong Tian yang tenaga
dalamnya kadang-kadang tidak ada.
Apakah Wan Fei Yang juga mempelajari Tian can sinkang, dia
tidak dapat memastikan. Namun sekarang hatinya menjadi
bimbang. Perbedaan tenaga antara sekarang dengan ketika anak muda
itu menerobos ke Bu tong san sudah terpaut jauh. Diapun
menyadari bahwa Wan Fei Yang belum mengerahkan tenaga
sepenuhnya. Namun kekuatannya sudah demikian dahsyat.
Kecuali Wan Fei Yang sudah berhasil melatih Tian can
sinkang, dia tidak dapat memikirkan kemungkinan yang lain.
Kenyataannya, Yan Cong Tian diselamatkan oleh Wan Fei
Yang dari lembah Siau Yau kok. Walaupun adat orang ini
agak keras, namun melihat keruntuhan Bu tong pai di depan
mata dan apalagi melihat Wan Fei Yang berbakat tinggi dalam
mempelajari ilmu silat tidak ada alasan bagi Yan Cong Tian
1200 untuk tidak mewariskan Tian can sinkang kepada anak muda
tersebut. Tentu saja Fu Giok Su tidak tahu bahwa berhasilnya Wan Fei
Yang berlatih Tian can sinkang malah mengandung kisah
yang panjang serta berbelit-belit, sama sekali tidak
mengandalkan ajaran Yan Cong Tian. Meskipun hatinya
terkejut, namun wajah Fu Giok Su sendiri tidak menampilkan
perasaan apa-apa. Balikah dia tersenyum lebar.
"Selamat kepada Wan heng yang ternyata juga sudah berhasil melatih Tian can sinkang yang istimewa itu," katanya pura-pura tenang. Wan Fei Yang justru tertegun mendengar
ucapannya. "Bagi Fu Toako, hal ini tentu bukan kabar yang
menyenangkan," sahutnya setelah terdiam sesaat. "Meskipun bukan hal yang menyenangkan, tapi melihat keberhasilan
seorang sahabat lama, paling tidak hati ini agak terhibur juga,"
sahut Fu Giok Su dengan wajah serius.
"Rasanya Siaute hampir tidak percaya kata-kata ini terlontar dari mulut Fu Toako," kata Wan Fei Yang tiba-tiba.
Fu Giok Su tersenyum tipis. Dia mengalihkan bahan
pembicaraan. "Walaupun Siaute sendiri tidak mewarisi ilmu Tian can
sinkang, tapi justru dari kitab itu Siaute berhasil mempelajari Coa tiau cap sa-sut yang merupakan warisan dari Cou su Tio
Sam Hong. Di dalam kitab juga dijelaskan bahwa ilmu Coa
tiau cap sa-sut ini tidak kalah hebatnya dengan Tian can
sinkang!" "Oh ya?" sahut Wan Fei Yang datar.
"Tentang benar atau tidaknya keterangan itu,
1201 Siaute terpaksa membuktikannya dengan meminta pelajaran
dari Wan heng!"
"Bagaimana caranya, satu lawan satu atau main keroyokan?"
sindir Wan Fei Yang dengan tertawa dingin.
Sinar mata Fu Giok Su menyapu ke sekeliling. "Hujan dan
Angin merupakan angkatan tua dalam Siau Yau kok. Apa
yang ingin mereka lakukan tentu Siaute tidak dapat
menghalangi."
Kembali Wan Fei Yang tertawa dingin beberapa kali.
"Bagaimana pribadi Fu Toako sebenarnya sampai saat ini
Siaute masih belum paham."
Hati Fu Giok Su diam-diam tergetar. Namun wajahnya tidak
menunjukkan perasaan apa-apa Sepasang tangannya
memegang toya erat-erat Tiba-tiba dia berteriak lantang dan
toyanya pun menerjang ke depan.
Wan Fei Yang melangkah mundur dengan gerakan bersilang.
Sepasang telapak tangannya meluncur dengan cepat lalu
menjepit toya Fu Giok Su di antara jantung telapak tangannya.
"Plok!" Toya tersebut terjepit ketat, kemudian terdengar suara,
"Krekkk!" Toya itu terputus menjadi dua bagian akibat jepitan
telapak tangan Wan Fei Yang..
Namun Wan Fei Yang terkejut sekali. Dia lupa bahwa senjata
Fu Giok Su yang satu ini memang sangat unik. Putus bukan
lantas tak berguna lagi, malah dari bagian tengah toya itu
terulur seutas rantai panjang yang menyambung di kedua
sisinya. Dengan gerakan kilat Fu Giok Su menarik Toya itu
dan langsung menyabet pinggang Wan Fei Yang.
Dengan lincah Wan Fei Yang menggeser tubuhnya. Telapak
tangannya menghantam ke arah ujung toya. Fu Giok Su tidak
1202 menunggu sampai serangan telapak itu tiba. Dari balik
pakaiannya dia mengeluarkan sebilah pisau kecil dan
menusukkannya ke dada Wan Fei Yang. Anak muda itu
menggelinding tubuhnya di atas tanah untuk menghindari
serangan tersebut.
Tiba-tiba Fu Giok Su melepaskan pisau di tangannya. Dari
ujung toya yang satunya lagi dia menarik keluar sebilah golok
yang tipis. Ditebasnya golok tersebut dari arah atas ke bawah.
Sementara itu dari selipan rantai itu di bagian tengah toya
meluncur beberapa batang senjata rahasia dalam waktu yang
bersamaan. Sepasang telapak tangan Wan Fei Yang langsung
menghantam. Dia berhasil mendorong serangan pisau kecil
tadi, kemudian digerakkannya gagang pedangnya untuk
menangkis serangan golok yang datang dari belakang. Sekali
lagi tubuhnya berkelebat dengan kecepatan yang sulit
ditangkap pandangan mata, kembali dia berhasil menghindari
senjata rahasia yang sedang meluncur tiba. Cara bergeraknya
yang lincah, bahkan kegesitannya dalam menyambut setiap
serangan, mungkin apabila masih hidup Ci Siong to jin sendiri
akan terpana. Kibasan lengan baju Angin semakin gencar menyerang. Wan
Fei Yang membentak sekali kemudian pedangnya berputaran.
Kibasan lengan baju Angin laksana seekor kupu-kupu yang
sedang menari-nari di taman bunga Tentu saja mala Wan Fei
Yang sejak tadi sudah memperhatikan baik-baik perubahan
gerakan lengan baju Angin. Ditunggunya waktu yang tepat,
lalu menyerang langsung. Pedangnya menerobos lewat
kibasan lengan baju Angin Tubuh mereka saling berkelebat.
Akhirnya tampak lengan baju Angin terkoyak-koyak menjadi
perca-perca kecil tertebas beberapa puluh kali oleh pedang di
tangan Wan Fe Yang.
Tiba-tiba Angin merasakan ada rasa dingin menyusup di
sepasang lengannya. Cepat-cepat dia memperhatikan
1203 tangannya. Ternyata sepasang lengan bajunya yang longgar
telah terputus sampai ujungnya. Dia terkejut sekali. Kakinya
mencelat mundur beberapa langkah. Tepat pada saat itu juga,
pedang di tangan Wan Fei Yang sudah disambit ke arah
angin. *** Semua itu diperhatikan Tok ku Bu ti dengan seksama.
Semakin dilihat, hatinya semakin tidak enak. Tingginya ilmu
silat Wan Fei Yang dan Yan Cong Tian benar-benar di luar
dugaannya. Kongsun Hong juga dapat merasakan keadaan yang semakin
tidak menguntungkan.
Dia menoleh kepada Tok ku Bu ti. "Suhu, lebih baik kita
menggunakan kesempatan ini untuk pergi dari sini," katanya menganjurkan.
Tok ku Bu ti mengerutkan keningnya. Dia tidak menjawab
sepatah kata pun..
Pada saat itu Yan Cong Tian memalingkan wajahnya ke arah
mereka. "Siapa pun jangan harap meninggalkan tempat ini!" bentaknya penuh wibawa.
Ternyata suara Kongsun Hong yang sudah menyerupai
bisikan masih juga tertangkap oleh telinganya.
"Ayahku toh sedang terluka!" kata Tok ku Hong tanpa sadar.
Yan Cong Tian mendengus dingin. "Hanya luka ringan saja.
Aku akan memberi waktu selama dua kentungan baginya
untuk mengatur nafas dan menghimpun hawa murninya
kembali!" 1204 Belum lagi Tok ku Hong menyahut. Tok ku Bu ti sudah
menjatuhkan dirinya duduk bersila di atas tanah. Thian ti
tertawa terbahak-bahak, "Tok ku Bu ti, bagaimana kalau kita bergabung?" tanyanya dengan maksud licik.
"Oh?" Sinar mala Tok ku Bu ti berpendar mendengar kata-kata itu.
"Kalau berduel satu lawan satu, siapa pun dari kita pasti bukan tandingan manusia she Yan ini. Hanya dengan bergabung kita
masih ada harapan untuk menang!" kata Thian ti selanjutnya.
Sambil bertarung Yan Cong Tian terus ber bicara sebelumnya.
Tampaknya hal itu tak berpengaruh apa-apa bagi dirinya.
Namun begitu Thian ti membuka suara sambil melancarkan
serangan, berkali-kali dia terdesak mundur diserang oleh Yan
Cong Tian. Hal ini saja sudah dapat membuktikan ilmu siapa
yang lebih tinggi di antara keduanya. Melihat keadaan itu, Tok
ku Bu ti tersenyum simpul.
"Seandainya kita bergabung dan dapat mengalahkan Yan
Cong Tian. Bagaimana kelanjutannya?"
"Sejak saat ini, dunia Bulim terbagi menjadi dua bagian antara engkau dan aku!" sahut Thian ti.
"Kau dan aku sama-sama mengerti. Kita bukan jenis manusia
yang dapat menerima adanya Bengcu lain kecuali diri kita
sendiri," kata Tok ku Bu ti.
Thian ti tertawa dingin. "Masalahnya sekarang kita tidak punya pilihan. Lebih-lebih engkau! Kalau kau tidak bersedia
bergabung, maka satu-satunya jalan yang dapat kau tempuh
hanya kematian!"
Tok ku Bu ti masih tenang-tenang saja. "Laki-laki sejati
mana takut menghadapi kematian!"
1205 "Bagus! Tok ku Bu ti, anggaplah nyalimu cukup besar!"
Berturut-turut dia hantamkan telapak tangannya agar Yan
Cong Tian tidak dapat maju mendekatinya.
Tok ku Bu ti menggelengkan kepalanya berulang kali. "Coba
kau katakan, bagaimana caranya kita memperhitungkan
hutang darah ketika orang Siau Yau kok menyerbu dan
menghancurkan Bu ti bun?"
"Hutang piutang dapat diperhitungkan kapan saja. Tidak
diharuskan hari ini bukan" sambil menyahut Thian ti terdesak
mundur lagi beberapa langkah.
Sekali lagi Tok ku Bu ti menggelengkan kepalanya. "Manusia she Fu, tahukah kau mengapa sampai generasimu ini, Siau
Yau kok semakin lama semakin payah?"
"Kenapa?" tanya Thian ti tanpa sadar.
Tok ku Bu ti tertawa terbahak-bahak. "Karena tingkah lakumu selama ini sama sekali tidak menunjukkan kewibawaan
seorang pemimpin!"
Thian ti mendengus dingin. Tepat pada saat itu juga dia
mendengar pekikan kesakitan Suara itu dikenalnya dengan
baik. Suara Angin!
Thian ti melirik ke arah sana. Dia melihat Angin persis seperti seekor laba-laba yang tertancap sebatang pedang dan
menembus sampai terpantek di tembok. Ginkang Angin tidak
diragukan lagi lebih tinggi dari orang lainnya, namun bila
dibandingkan dengan Hui hun cong dari Bu tong pai masih
terpaut satu tingkat. Wan Fei Yang meragukan jurus Hui hun
cong yang dipadu dengan ilmu pedangnya menikam Angin.
Tentu saja orang itu tidak mungkin sanggup menghindarinya.
1206 Wan Fei Yang menarik pedangnya kembali. Kakinya menutul
di atas tanah dan tubuhnya melesat ke udara. Pada saat itu
juga jarum beracun Hujan meluncur lewat di bawah kakinya.
Tubuhnya berjungkir balik dua kali. Telapak tangannya


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langsung menghantam sekumpulan jarum beracun yang
disambitkan oleh Hujan kembali. Jarum-jarum itu terhempas
berhamburan oleh segulung kekuatan yang tidak berujud.
Kemudian Wan Fei Yang menerobos masuk lewat celah yang
dibuatnya lalu menerjang ke arah Hujan dengan gerakan
secepat anak panah.
Hujan terkejut sekali. Tidak ada waktu lagi untuk menghindar.
Terpaksa dia mengulurkan sepasang telapak tangannya untuk
menyambut hantaman Wan Fei Yang dengan kekerasan. Tiga
kali berturut-turut mereka mengadu telapak tangan. Tubuh
Hujan sudah pendek sekali kelihatannya, kakinya melesak ke
dalam tanah. Sekali lagi tubuh Wan Fei Yang berjungkir balik.
Tenaganya disalurkan ke telapak tangan dan menghantam
batok kepala Hujan dari atas. Dari ketujuh lubang panca
indera Hujan seketika mengalir darah..
"Plak!" Dua kali berturut-turut. Ternyata hantaman itu demikian kerasnya sehingga urat syaraf Hujan tergetar putus. Tubuhnya
terkulai di atas tanah dan nyawanya pun melayang pada saat
itu juga. Wan Fei Yang langsung melesat ke samping dengan demikian
sekaligus dia berhasil menghindari serangan Coa tiau cap sa-
sut yang, dikerahkan Fu Giok Su tubuh Fu Giok Su bergerak
dengan gesit. Sepasang jari tangannya membentuk paruh
bangau dan menyerang Wa Fei Yang dengan gencar.
Sasarannya selalu tenggorokan anak muda tersebut.
Perubahan gerakannya demikian cepat. Kadang seperti
seekor bangau, kadangkala seper ti seekor ular. Baik kaki
maupun tangan selalu menyerang bagian mematikan dari
tubuh lawan. Wan Fei Yang sendiri bertarung dengan tenang.
Setelah menyambut serangan Fu Giok Su, dia pun membalas
1207 menyerang. Kemudian secepat kilat dia menghindarkan diri
kembali, sama sekali tidak berniat menyambut serangan Fu
Giok Su dengan kekerasan.
Fu Giok Su mengira Wan Fei Yang tidak berani menghadapi
Coa tiau cap sa-sut secara langsung. Dia semakin mendesak
maju dan menyerang dengan gencar. Hampir seluruh jurus
Coa tiau cap sa-sul telah dikerahkan. Mata Wan Fei Yang
terbuka lebar-lebar. Dia memperhatikan setiap perubahan
yang dilakukan oleh Fu Giok Su.
Dia memang sengaja tidak ingin mengadu kekerasan dengan
Fu Giok Su, karena dia ingin anak muda itu mengerahkan
seluruh jurus Coa tiau cap sa-sut. Fu Giok Su sendiri tidak
sadar dirinya telah terpancing. Cara Wan Fei Yang
menghindarkan diri dari serangan selalu menempuh bahaya.
Setiap kali serangan Fu Giok Su sudah hampir mengenainya,
baru dia menghindarkan diri. Fu Giok Su semakin yakin
dengan dugaannya sendiri bahwa Wan Fei Yang mulai gentar
menghadapinya. Dia semakin gencar melakukan serangan.
Semua perubahan dari jurus Coa tiau cap sa-sut
dikerahkannya dengan hebat.
Akhirnya ketiga belas jurus itu selesai di kerahkan. Tubuh Fu
Giok Su berkelebat. Dia mulai bergerak dari awal lagi. Kali ini Wan Fei Yang menghindari serangannya dengan tenang.
Tanpa sengaja Thian ti melirik ke arah mereka. Hatinya
tergetar. Belum sempat dia meminta Fu Giok Su agar berhati-
hati, Wan Fei Yang sudah mengerahkan Coa tiau cap sa-sut
dengan serampangan. Meskipun gerakannya tidak tepat dan
lancar seperti Fu Giok Su, tetapi dalam hal tenaga dalam
sudah pasti kekuatannya jauh di atas pemuda tersebut.
Akhirnya Fu Giok Su sadar bahwa dirinya telah terpancing
oleh pihak lawan. Dia mendengus dingin berulang kali. "Tidak disangka Wan heng berubah secerdas ini!"
1208 "Hal ini pasti berkat bimbingan Fu Toako selama ini!" sambil menyahut Wan Fei Yang terus menyerang Fu Giok Su.
Dengan Coa tiau cap sa-sut yang baru dipelajarinya tadi.
Jurus pertama yang digerakkannya lucu sekali. Tapi setiap
gerakannya memperlihatkan manfaat yang besar. Pada jurus
kedua, dia sudah mulai menguasainya lebih baik dari semula.
Ketika dia mengulanginya lagi, dia mulai dapat mengerahkan
tenaga dalam ketika memainkan jurus Coa tiau cap sa-sut
tersebut.. Semakin lama bertarung, hati Fu Giok Su semakin
kebat-kebit. Setiap gerakannya selalu berhasil ditutup oleh
Wan Fei Yang. Coa tiau cap sa-sut miliknya semakin lama
semakin tidak dapat dikerahkan.
Setelah selesai mengulangi untuk kedua kalinya, tiba- tiba
Wan Fei Yang merubah gerakan tangannya. Fu Giok Su tahu
anak muda itu sekarang sudah bisa mengkombinasikan antara
tenaga dalam Tian can sin-kang dengan Coa tiau cap sa-sut.
Tubuhnya mencelat ke atas dengan maksud menghalangi
gerakan Wan Fei Yang. Tapi begitu bergerak, dia langsung
merasakan seakan ada sehamparan jala yang menyelimuti
tubuh anak muda itu. Dia sama sekali tidak sanggup
menerobos masuk ke dalamnya. Sebaliknya justru jala itu
yang mengurung dirinya sendiri, semakin lama semakin ketat.
Fu Giok Su cepat-cepat menyurutkan tubuhnya. Tapi ke
mana pun dia bergerak, Wan Fei Yang selalu mengintilnya
dengan ketat. Tubuh Fu Giok Su berkelebat beberapa kali,
namun tetap saja dia tidak dapat melepaskan diri dari Wan Fei
Yang. Jerat yang mengurungnya terasa semakin menyempit.
Tiba-tiba Yang Cong Tian juga mengerahkan gerakan yang
serupa dengan Wan Fei Yang Perasaan aneh dan bingung Fu
Giok Su juga sudah dirasakan oleh Thian ti sekarang.
Matanya bersinar dan mengerling keadaan sekitarnya.
Akhirnya dia mengambil keputusan. Dia meraung keras.
Dengan mengerahkan tenaga sepenuhnya dia menerjang ke
arah Fu Giok Su.
1209 Yan Cong Tian tertawa dingin. Dengan ketat dia mengintil di
belakang Thian ti. Sekali lagi Thian ti meraung murka. Kelima
jari tangannya bagai golok yang tajam menebas lurus di
antara Fu Giok Su dan Wan Fei Yang yang tengah bertarung
dengan sengit. Terdengarlah suara gemuruh yang timbul di
antara kedua orang yang sedang bertarung itu. Ternyata
lengan baju keduanya telah tertebas koyak oleh jari tangan
Thian ti. Fu Giok Su merasa jerat yang menyelimutinya mulai
melonggar. Dia baru saja menghela nafas lega. Mulutnya
terbuka seakan ingin mengucapkan sesuatu, namun Thian ti
sudah membentaknya dengan suara keras.
"Cepat pergi!"
Fu Giok Su sampai tertegun mendengar kata-katanya. Belum
lagi sempat dia menyahut, Thian ti mengangkat sebelah
kakinya dan mendepak Fu Giok Su. Tepat pada saat itu dia
sudah mengerti maksud hati Thian ti.
"Yaya...!" teriaknya tanpa sadar. "Pergi!" bentak Thian ti sekali lagi. Tangan kanannya menyambut serangan telapak
tangan Wan Fei Yang yang meluncur tiba. Sedangkan telapak
tangan kirinya menyambut serangan Yan Cong Tian yang juga
sudah menyusul belakangan.
"Blammm!" Terdengar suara benturan telapak tangan mereka yang memekakkan telinga. Seluruh Tiong gi tong seakan
tergetar hebat. Seperti baru saja terjadi gempa bumi di sekitar sana.
Tepat pada saat itu Fu Giok Su sudah menerobos lewat salah
satu jendela dalam ruangan. Wajahnya merah padam, tapi dia
tidak ingin kehilangan kesempatan untuk meninggalkan
tempat itu meskipun hatinya berat. Baru saja dia melesat
beberapa depa, telingannya mendengar raungan murka Thian
1210 ti yang keras menggelegar. Hatinya bagai remuk redam dalam
waktu sekejap mata. Giginya mengatup erat-erat.
Begitu kencangnya dia menggigit bibir sendiri sehingga terlihat darah mengalir dari ujungnya Tapi walau bagaimana
meluapnya kemarahan yang ada dalam hatinya, dia tetap
tidak berani kembali untuk melihat apa yang telah terjadi pada
kakeknya. Dia terus menerjang ke depan. Kakinya berlari
sekencang-kencangnya sehingga debu-debu berhamburan.
Gerakannya dibarengi rasa benci yang dalam. Tubuhnya
seakan menjadi berat oleh rasa benci yang membara. Dia
tidak sanggup mengerahkan tenaganya untuk berdiri lebih
cepat lagi. *** Dalam pertarungan satu lawan satu, Thian ti sudah pasti
bukan tandingan Yan Cong Tian maupun Wan Fei Yang,
apalagi sekarang dia sekaligus menyambut serangan kedua
orang itu. Tetapi dia terpaksa menyambut serangan kedua
orang itu dengan kekerasan, karena hanya dengan
cara demikian, salah satu di antara cucu dan kakek itu baru
mempunyai kesempatan hidup lebih lama.
Usianya sudah demikian tua. Apalagi ia telah menderita
selama terkurung dalam telaga dingin. Meskipun sepasang
kakinya dapat pulih kembali, namun bagaimana pun sesuatu
yang sudah pernah rusak tentu berbeda dengan yang utuh.
Dia yakin ia tidak akan seberuntung Yan Cong Tiau maupun
Wan Fei Yang yang dapat meraih keuntungan dari musibah
yang mereka alami. Dia tidak mungkin mencapai tahap yang
lebih tinggi lagi dalam mempelajari ilmu silat. Hanya Fu Giok
Su yang masih mudalah yang masih mempunyai kesempatan
tersebut. Oleh ka-rena itu, dia terpaksa mengorbankan diri.
Dengan cara demikian baru Fu Giok Su dapat meninggalkan
tempat itu dengan selamat.
1211 Begitu menerima kedua hantaman telapak tangan dari Yan
Cong Tian dan Wan Fei Yang, dia merasa isi perutnya tergetar
demikian hebat sehingga seperti pecah menjadi kepingan-
kepingan kecil. Penderitaan sehebat itu belum tentu dapat
diterima setiap orang. Oleh karena itu pula, dia meraung
murka. Suara raungan itu juga yang terdengar oleh Fu Giok
Su seketika melarikan diri. Setelah itu, tubuhnya gemetar
seakan seorang yang terserang penyakit demam. Wajahnya
berkerut. Terdengar suara "Krek! Krek!" dari tulang belulang yang patah. Tubuh Thian ti semakin melemah dan perlahan-lahan terkulai. Wan Fei Yang terkejut sekali melihat keadaan
itu. Cepat-cepat dia menarik kembali tenaga serangan di
telapak tangannya. Dia tidak lupa bahwa dia sudah berjanji
kepada Fu Hiong Kun untuk mengampuni jiwa Thian ti, namun
tetap dia terlambat satu langkah.
Darah segar mengalir dari seluruh lubang panca indera orang
tua itu. Tubuhnya masih menggelepar-gelepar bagai ayam
disembelih. Pakaiannya ikut berkeresek-keresek seperti
selembar daun yang diremas-remas. Perlahan-lahan
gerakannya terhenti. Orang tua itu terkulai di tanah seperti
sebuah patung dari tanah liat yang belum kering terjemur.
Tiba-tiba angin bertiup. Pakaian orang-orang yang ada di sana
melambai-lambai seakan mengucapkan selamat jalan kepada
Thian ti Mereka merasakan ada segulung rasa iba
menyelimuti hati mereka. Semuanya memandang dengan
mata terbelalak dan mulut melongo. Yan Cong Tian dan Wan
Fei Yang sama-sama terpaku di tempat.
.Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa gabungan
tenaga mereka dapat menimbulkan kekuatan yang demikian
dahsyat. Salah seorang dari mereka saja sebetulnya sudah
cukup untuk menghancur leburkan tubuh Thian ti yang sudah
uzur itu, apalagi gabungan tenaga mereka berdua.
Yan Cong Tian yang pertama-tama tersadar Jari
keterkejutannya. "Fei Yang.... Kau diam di sini! Aku akan
1212 mengejar murid murtad itu dan meringkusnya kembali ke sini!"
katanya. Tanpa menunggu jawaban Wan Fei Yang, tubuhnya
bergerak dan melesat ke arah Fu Giok Su pergi tadi.
Sinar mata Wan Fei Yang mengedar lalu berhenti pada wajah
Tok ku Hong. Gadis itu menundukkan kepalanya rendah-
rendah. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mata Tok
ku Bu ti yang tadi terbuka lebar ikut-ikutan terpejam. Dia juga tidak memperlihatkan perasaan apa-apa. Kongsun Hong
menatap Wan Fei Yang lekat-lekat. Matanya menyorotkan
rasa panik yang tidak terkatakan. Dia juga merupakan satu-
satunya orang yang paling tegang di tempat itu.
Wan Fei Yang tidak memperdulikan mereka. Dia menghampiri
Tok ku Hong. "Hong moay, apa yang akan kau lakukan
sekarang?" tanyanya lembut.
Tok ku Hong menggelengkan kepala dalam keadaan
tertunduk. Tanpa sengaja dia melirik ke arah Tok ku Bu ti.
Tidak seorang pun yang mengucapkan sepatah kata.
** * Meskipun ilmu ginkang Fu Giok Su masih terpaut satu tingkat
dengan Angin, namun kemampuannya sudah tergolong kelas
satu. Dia mengerahkan segenap tenaganya. Tubuhnya
meluncur bagai sebatang anak panah. Setelah melintasi
tembok pekarangan bekas markas Bu ti bun itu, dia memilih
jalan kecil yang menuju daerah perbukitan.
Berapa lama Thian ti dapat menghadang Yan cong Tian dan
Wan Fei Yang, dia sama sekali tidak dapat memastikan.
Namun dia yakin jangka waktu yang ada pasti terbatas sekali.
Benar saja, belum seberapa jauh dia meninggalkan bekas
markas Bu ti bu n itu. telinganya menangkap siulan panjang
dari arah belakang..
1213 Suara itu tidak syak lagi pasti keluar dari mulut Yan Cong
Tian. Hati Fu Giok Su tergetar. Jantungnya berdegup degup.
Tubuhnya berputar dan dia membelok ke dalam sebuah hutan
yang penuh dengan pohon-pohon rindang.
Meskipun pepohonan yang ada di dalam hutan itu cukup
rimbun, namun luasnya hanya beberapa depa. Tampaknya
tidak mudah mencari tempat untuk menyembunyikan diri. Hati
Fu Giok Su semakin tegang. Dia tidak tahu jalan mana yang
harus dipilihnya. Pikirannya juga semakin kacau. Dia
mengikuti langkah kakinya terus menerjang ke depan.
Setelah menerobos keluar dari hutan, terlihatlah beberapa
rumah penduduk yang kecil-kecil. Fu Giok Su segera
menyelinap ke bagian yang agak terlindung dari sebuah
rumah, Yan Cong Tian juga sudah melesat keluar dari hutan.
Dedaunan yang disibaknya menimbulkan suara gemirisik.
Belum lagi kelebatan tubuh Yan Cong Tian yang bergerak
secepat angin. Fu Giok Su tidak sempat berpikir panjang lagi. Dia langsung
menyelinap ke dalam rumah yang kebetulannya pintunya
hanya dirapatkan Di dalam rumah terdapat sepasang suami
istri yang sedang duduk dengan santai. Tiba-tiba mereka
melihat seseorang menerobos masuk ke dalam rumah,
keduanya terperanjat sekali.
Perempuan tua itu segera menghambur dan melindungi
sebuah keranjang ayunan. Di dalamnya ada seorang bayi laki-
laki. Wajahnya gemuk dan montok. Bibirnya tersenyum-
senyum meskipun matanya terpejam. Mata Fu Giok Su
mengedar ke sekeliling. Kemudian dia menghambur ke arah
perempuan tua itu.
"Apa... apa yang...?" Perempuan itu gugup sekali. Belum lagi ucapannya selesai, Fu Giok Su mendorongnya ke samping
dan langsung mengangkat bayi yang sedang tertidur itu.


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1214 "Kalau nanti ada seorang tosu tua yang mengetuk pintu dan
menanyakan apakah kalian melihat seseorang melewati
tempat ini kalian harus pura-pura tidak tahu. Kalau kalian
berani mengatakan sedikit saja keterangan mengenai diriku
atau memberi isyarat kepadanya, maka aku langsung akan
membunuh anak ini!" ancamnya kepada kedua orang tua itu.
Perempuan tua tadi panik sekali. "Bayi itu masih kecil sekali.
Harap jangan berbuat demikian," ratapnya sedih.
"Betul, Kongcu. Apa pun yang kau perintahkan akan kami
laksanakan dengan sebaik-baiknya. Jangan mempersulit anak
yang masih tidak berdosa itu," tukas suaminya.
Fu Giok Su tertawa dingin. "Semuanya tergantung dari kalian sendiri," kalanya tenang.
"Kami pasti akan menuruti permintaanmu," sahut perempuan itu dengan wajah melas.
Fu Giok Su tidak berkata apa-apa lagi. Dia langsung
menyelinap ke dalam sebuah kamar yang terletak di bagian
kanan ruangan. Sesaat kemudian terdengar suara ketukan
pintu. Sepasang suami istri tua itu saling lirik sekilas. Laki-laki tua itu mengulurkan tangannya dan menepuk bahu istrinya
dengan lembut. Dia menenangkan perasaannya sendiri dan
berjalan ke arah pintu.
Pintu kamar tersebut ditariknya sedikit. Orang yang
menongolkan diri di depan pintu sudah pasti Yan Cong Tian
adanya. Laki-laki tua itu pura-pura terkejut melihatnya. "Totiang ini...!"
Yan Cong Tian melongokkan kepalanya dan memandang ke
dalam ruangan sekilas. "Maaf mengganggu kalian dua orang
tua. Numpang tanya, apakah kalian melihat seorang anak
muda melewati tempat ini?"
1215 Tepat pada saat itu, bayi dalam gendongan Fu Giok Su
terjaga. Melihat yang menggendongnya adalah orang asing
yang belum pernah dilihatnya, bibirnya langsung tertarik ingin
menangis. Melihat keadaan itu, Fu Giok Su panik sekali.
Cepat-cepat dia mengulurkan tangan nya untuk mendekap
mulut bayi tersebut. Telapak tangannya begitu besar. Sekali
menekan, hidung bayi itu pun terdekap olehnya. Tapi dalam
keadaan tegang, Fu Giok Su sama sekali tidak merasakan
perbuatannya yang akan berakibat fatal bagi sang bayi.
Tentu saja bayi sekecil itu tidak sanggup memberontak. Rona
wajahnya perlahan-lahan berubah. Dari biasa menjadi merah
padam, dan merah menjadi pucat. Fu Giok Su masih belum
memperhatikan. Orang tua itu memandang Yan Cong Tian dengan termangu-
mangu. Dia seperti tidak mengerti apa yang ditanyakan totiang
dihadapannya. "Aku tidak melihat apa-apa."
Tidak salah kalau dikatakan ilmu silat Yan Cong Tian sudah
mencapai taraf tertinggi, tapi pengalamannya dalam dunia
kangouw justru dangkal sekali. Seumur hidupnya dia lebih
banyak berkurung di alas Bu tong san mempelajari Tian can
sinkang daripada berkelana di dunia kangouw. Dia sama
sekali tidak merasa curiga terhadap sepasang suami istri.
Malah dia mengira kedatangannya itulah yang membual orang
tua itu terkejut. Dia merasa tidak enak hati.
"Maaf kalau kalian terkejut!"
Selesai berkata, dia langsung menyurutkan kepalanya dan
berbalik meninggalkan tempat tersebut.
Laki-laki tua itu masih berdiri termangu-mangu. Pintu pun
belum dirapatkan. Yan Cong Tian berjalan mengitari sekitar
1216 tempat tersebut, tiba-tiba kakinya menghentak dan tubuhnya
melesat ke atap rumah yang lain. Melihat kehebatan Yan
Cong Tian, orang tua itu terkejut. Cepat-cepat dia merapatkan
kembali pintu rumahnya.
Yan Cong Tian menyapu pandangannya ke sekeliling tempat
itu. Untuk sesaat dia juga tidak tahu arah mana yang harus
diambilnya untuk mengejar Fu Giok Su. Dia berdiri termangu-
mangu di atas genting itu. Kemudian dia berteriak memaki,
"Fu Giok Su, kau bisa lari hari ini, tapi kau tidak mungkin
bersembunyi seumur hidup!" Kemudian dia membalikkan
tubuhnya dan melesat dari arah mana dia datang tadi.
Suara teriakan Yan Cong Tian tidak terlalu keras, namun
setiap patah katanya terdengar jelas oleh Fu Giok Su. Tanpa
sadar keringat dingin menetes dari keningnya. Fu Giok Su
tetap tidak bergerak. Telinganya dipertajam. Setelah
mendengar kibasan lengan baju, barulah hatinya menjadi
tenang dan dia dapat menghela nafas lega.
"Yan Cong Tian, hutang piutang ini akan kuperhitungkan
sampai jelas pada suatu hari nanti," gumamnya sendiri.
Dia masih berdiri terpaku sesaat. Kemudian dia merasakan
bahwa bayi dalam gendongannya tidak bergerak lagi sejak
tadi. Dia menundukkan kepalanya memperhatikan bayi
tersebut. Wajahnya sudah pucat pasi dan tidak sedikit pun
kesan bahwa bayi itu masih memperlihatkan tanda-tanda
kehidupan. "Mati?" Diam-diam hatinya terkejut sekali.
Tangannya cepat- cepat dilepaskan dari mulut bayi itu. Tanpa
sadar kakinya melangkah ke depan.
Tepat pada saat itu, sepasang suami istri tadi juga maju
menghampiri. Melihat tampang Fu Giok Su, mereka segera
1217 sadar telah terjadi sesuatu. Perempuan tua itu menghambur
kehadapan Giok Su.
"Bagaimana keadaan anak itu?" tanyanya panik.
Terpaksa Fu Giok Su menyodorkan bayi itu ke tangan
perempuan tua tadi. Serangkum perasaan tidak enak
memenuhi hatinya. Selama bertahun-tahun belakangan, entah
sudah berapa banyak orang yang dibunuhnya, tapi seumur
hidupnya dia belum pernah membunuh seorang anak kecil
apalagi bayi seperti yang digendongnya barusan.
Perempuan tua itu menyambut bayi dari tangan Fu Giok Su.
Dia mendekatkan wajahnya ke hidung bayi, wajahnya
langsung berubah hebat. Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya
membelakangi Fu Giok Su. Dia menangis tersedu-sedu.
"Mengapa kau bunuh bayi ini?" ratapnya sedih.
Wajah Fu Giok Su semakin kelam. "Jangan bersuara. Kalau
tidak, aku akan membunuhmu sekalian!" ancamnya.
Perempuan tua itu tertegun. Belum lagi dia sempat menyahut
sepatah kata pun, suaminya sudah menghampiri dan
memeluk bahunya serta meminta agar dia jangan menyahut
lagi Fu Giok Su menghampiri jendela dan melongok keluar.
Bayangan Yan Cong Tian tidak terlihat lagi. Dia baru
menghela nafas lega.
Tiba-tiba perempuan tua itu menjatuhkan diri berlutut di atas
tanah dan meratap sekeras-kerasnya, "Lun kouwnio, kau yang
sudah berada di alam baka. Apalagi melihat kejadian ini
jangan sekali- kali menyalahi kami. Bayi ini sudah kami
anggap sebagai keturunan kami sendiri.. Tentu kau juga tahu
bagaimana kami menyayanginya. Sekarang dia sudah kembali
ke sisimu, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi!
1218 Mendengar teriakan perempuan itu, Fu Giok Su sudah hampir
mengamuk. Namun ketika telinganya menangkap kata-kata
'Lun kouwnio,' segulung firasat tidak enak kembali menyelimuti
hatinya. "Apakah bayi ini bukan anak kalian?" tanyanya tanpa sadar.
Perempuan tua itu menggelengkan kepalanya dengan air
mala berurai. "Nasib anak ini sungguh malang. Setelah
melahirkan dia tidak berapa lama, ibunya sudah meninggal
dunia, sebelumnya dia menitip anak ini kepada kami agar
merawatnya dengan baik. Siapa sangka.... Ai kh.... Siapa
sangka akan begini jadinya...!"
Kata-kata perempuan tua itu semakin lama semakin
tersendat-sendat. Dia tidak dapat meneruskan kata-katanya
lagi. Laki-laki tua di sampingnya cepat-cepat membimbing
istrinya duduk di atas kursi.
Wajah Fu Giok Su semakin tegang. "Lun kouwnio yang kau
katakan itu, apa nama lengkapnya?" desaknya gugup. "Lun Wan Ji!" sahut laki-laki tua itu sepatah demi sepatah.
Tubuh Fu Giok Su tergetar hebat. "Apa" Ibu anak ini bernama Lun Wan Ji?" Dia sangat berharap bahwa pendengarannya
tiba-tiba saja menjadi kurang beres.
Orang tua itu menganggukkan kepalanya. "Peristiwa itu
terjadi setahun lebih yang lalu. Lun kouwnio jatuh tidak
sadarkan diri di depan pintu rumah kami. Untung saja kami
cepat menolongnya. Keadaannya sudah lemah sekali.
Rupanya dia sudah cukup lama berjalan tanpa tujuan. Tidak
lama kemudian dia melahirkan anak ini. Karena tubuhnya
memang sudah lemah, apalagi setiap hari selalu bersedih,
maka setelah melahirkan anak ini tidak berapa lama Lun
kouwnio pun berpulang...."
1219 "Benarkah dia bernama Lun Wan Ji?" Fu Giok Su masih
berharap terjadinya sebuah keajaiban.
Perempuan itu meratap semakin sedih.
"Kami memang sudah tua, tapi belum 1inglung. Mana mungkin
orang setua kami masih bisa mempunyai anak. Lun kouwnio
masih sempat menceritakan bahwa ayah bayi ini she Fu. Dia
meminta kepada kami agar kelak bila ada kesempatan
antarkan anak ini ke Bu tong san dan berikan kepada ayahnya
yang bernama Fu Giok Su."
Fu Giok Su terhuyung-huyung. Wajahnya berubah semakin
hebat. "Lun kouwnio juga mengatakan bahwa keturunan keluarga Fu
banyak yang pendek umur. Tidak disangka kata-katanya
memang benar, ternyata anak ini juga sudah...."
Air mata Fu Giok Su mengalir dengan deras. Darah dalam
tubuhnya seakan menggelegak. Hampir saja dia muntah
darah karena pukulan batin yang demikian hebat. Tiba-tiba dia
menghambur ke depan perempuan tua itu dan merebut bayi
dalam gendongannya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun,
dia menerjang keluar dari rumah dan melesat secepat anak
panah. Sepasang suami istri tua tersebut berdiri dengan termangu-
mangu memandangi keper-gian Fu Giok Su. Bagaimana pun
mereka tidak menyangka bahwa anak muda di hadapannya
dan yang telah membunuh bayi itu adalah ayah kandung bayi
itu sendiri. * ** Angin bertiup sepoi-sepoi. Dedaunan melambai-lambai. Fu
Giok Su berlari seperti orang kesurupan setan. Mayat anaknya
ia peluk erat-erat. Beberapa kali dia tersandung dan terjatuh di 1220
atas tanah. Dengan tidak memperdulikan keadaan dirinya, Fu
Giok Su merangkak bangun dan berlari lagi. Kemudian dia
terjatuh kembali. Begitulah berturut-turut apa yang terjadi pada dirinya.
Setelah beberapa kentungan, akhirnya dia tidak sanggup
bertahan lagi. Dia jatuh terkulai di atas tanah. Air mata dan
tanah memenuhi wajahnya. Kemudian dia malah
menyusupkan kepalanya ke dalam tanah.
*** Darah yang membasahi ruangan besar itu masih belum
kering. Tok ku Bu ti masih tetap duduk bersila menyembuhkan
luka-lukanya. Perasaan Kongsun Hong semakin lama semakin
tegang. Dia memandang Wan Fei Yang dengan mata
mendelik. Sinar mata Wan Fei Yang malah tidak lepas-lepas dari wajah
Tok ku Hong. Sedangkan Tok ku Hong tidak berani beradu
pandang dengan anak muda itu. Hanya sekali-kali dia melirik
ke arahnya. Angin bertiup semakin kencang. Tiba-tiba Yan Cong Tian
menerobos lewat jendela.
Melihat keadaan Wan Fei Yang, dia sampai menggelengkan
kepalanya berkali-kali. Akhirnya Wan Fei Yang menoleh
kepadanya. Pemuda itu menarik nafas panjang.
"Meskipun makhluk tua itu bukan orang baik-baik, tapi sampai akhir hidupnya dia rela berkorban demi menyelamatkan
cucunya sendiri. Malah Fu Giok Su yang tidak memperdulikan
mati hidupnya orang tua tersebut."
Yan Cong Tian tertawa dingin. "Apabila suatu hari nanti, bocah itu terjatuh ke dalam tanganku, aku akan membuatnya minta
hidup tidak bisa, minta mati pun sulit!" katanya jengkel.
1221 Wan Fei Yang menarik nafas sekali lagi. "Mati dan hidup
merupakan takdir."
Yan Cong Tian mendekati Wan Fei Yang dan berbisik di
telinganya. "Manusia yang satu ini sanggup melakukan
kejahatan apa pun. Membiarkan dia hidup, sama saja
mendatangkan malapetaka bagi orang-orang sedunia!"
Wan Fei Yang tidak bisa tidak menganggukkan kepalanya
membenarkan. Sinar mata Yang Cong Tian beralih kepada
wajah Tok ku Bu ti. Pada saat itu juga Tok ku Bu ti membuka
matanya dan menghembuskan nafas panjang.
"Kau tidak perlu panik," kata Yan Cong Tian dengan nada dingin. "Aku sudah mengatakan akan memberimu waktu untuk
memulihkan kesehatan selama dua kentungan. Apabila waktu
lunya belum sampai, aku tentu tidak akan turun tangan."
Tok ku Bu ti tertawa sumbang. "Kau tentu mengerti bahwa
luka yang kuderita, apabila dikatakan parah memang tidak
seberapa parah tapi apabila dikatakan ringan juga tidak.
Dalam waktu dua kentungan toh tidak mungkin pula seperti
biasa. Lebih baik tidak usah menunggu sampai waktunya,
bunuh saja aku sekarang!"
Yan Cong Tian mendengus marah. "Baik, apabila itu maumu!"
Kakinya maju satu langkah. Telapak tangan kanannya
diangkat tinggi-tinggi.
Dengan panik Tok ku Hong menghadang di depan Tok ku Bu
ti. "Locianpwe, waktunya belum sampai. Lagipula luka yang
ayahku derita cukup parah...."
"Hongji, biar mereka lakukan apa yang mereka inginkan.
Dengan demikian, seluruh Bulim juga akan tahu bahwa
sebuah partai lurus seperti Bu tong pai juga bisa
1222 menggunakan kesempatan ketika lawannya sedang terluka!"
tukas Tok ku Bu ti.
Yan Cong Tian tambah marah. "Menghadapi manusia sesat
seperti engkau ini, sama sekali tidak perlu mematuhi peraturan
dunia Bulim!"
Tangannya sudah bergerak dengan maksud menghantam ke
depan, Tok ku Hong menghampiri Yan Cong Tian.
"Locianpwe, aku mohon kau lepaskan ayahku!"
Yan Cong Tian memandang Tok ku Hong lekat-lekat. Dia
menggelengkan kepalanya. "Tok ku Bu ti, seumur hidupmu
kejahatan apa pun pernah kau lakukan!. Tidak disangka Thian
masih memberi anak sebaik ini untukmu!"
Tok ku Bu ti merasa hatinya terpukul. Dia memalingkan


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajahnya ke arah lain.
"Dengan segala macam kejahatan yang pernah kau lakukan,
sepuluh kali kematianpun masih belum cukup untuk
menebusnya. Sekarang putrimu ini memohonkan
pengampunan untukmu. Bagaimana kau harus menghargai
apa yang dilakukannya untukmu?"
Tok ku Bu ti tidak menyahut sepatah kata pun. Air mata Tok
ku Hong berderai semakin deras. "Locianpwe...!"
Yang Cong Tian sampai serba salah dibuatnya. Dia
mengeraskan hati dan mengibaskan tangannya. "Kau
minggirlah ke sudut sana. Biar aku membasmi manusia jahat
ini demi kesejahteraan kaum Bulim!" katanya kemudian.
Tok ku hong tidak menepi. Dia tetap menghadang di depan
Tok ku Bu ti. "Kalau locianpwe tetap ingin membunuh ayahku, bunuhlah aku terlebih dahulu!" sahutnya dengan pendirian
kukuh. 1223 Yan Cong Tian menggelengkan kepalanya "Aku tidak ingin
membunuhmu. Minggirlah!"
"Kecuali kalau kau berjanji melepaskan ayahku!" Tok ku Hong menoleh kepada Wan Fei Yang. "Siau Yang, hari itu ketika
kau sudah terluka, ayahku juga tidak meneruskan niatnya
membunuhmu. Aku harap kau mengingat hal itu dan
memohon kepada Supekmu agar mengampuni jiwa ayahku!"
Dengan pikiran kacau Wan Fei Yang menatap Yan Cong Tian,
kemudian sinar matanya beralih kembali kepada Tok ku Hong.
"Aku mohon padamu!" seru Tok ku Hong dengan nada
meratap. Wan Fei Yang membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu
namun dia membatalkannya. Sinar mata Yang Cong Tian
menyapu ke arahnya. "Siau Fei, bagaimana pendapatmu"
Wan Fei Yang menarik nafas panjang. "Demi Bu tong pai dan
seluruh umat Bulim, kita memang harus membunuhnya.
Tetapi demi Hong kouwnio, aku tidak tahu apa yang harus kita
lakukan." Kongsun Hong yang sejak tadi berdiam diri langsung
menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah. Dia berteriak
dengan suara yang keras kepada Yan Cong Tian, "Harap
Locianpwe membuka hati melepaskan Suhu, Kongsun Hong
bersedia menggantikan Suhu menerima kematian!"
"Benar-benar laki-laki sejati!" puji Yan Cong Tian tanpa sadar.
Dia menoleh ke arah Tok ku Bu ti. "Tok ku Bu ti. aku sungguh-sungguh merasa kasihan sekali padamu!"
"Kongsun Ji, Hong Ji!" bentak Tok ku Bu ti lantang.
1224 Jilid 27 Kongsun Hong dan Tok ku Hong memalingkan kepalanya
serentak. Tok ku Bu ti berdiri tegak. "Yang ingin mereka bunuh adalah aku, bukan kalian!" Tok ku Bu ti menoleh kembali
kepada Yan Cong Tian.. "Silahkan saudara turun tangan
sekarang!"
Sekali lagi Yan Cong Tian mengangkat tangannya ke atas.
"Lohu akan menyempurnakan keinginanmu!"
Tok ku Bu ti membusungkan dadanya. Hong ji, minggir!"
bentaknya lantang..
Tok ku Hong tidak mendengarkan kata-katanya. Dia malah
maju ke depan dan berteriak, "Tia pernah mengatakan,
selama Bu ti bun masih berdiri, dia tidak akan mengundurkan
diri dari dunia kangouw. Sekarang Bu ti bun sudah tidak ada
lagi, tentu saja ayahku sudah mempersiapkan diri untuk
mengasingkan diri ke tempat yang tenang. Locianpwe adalah
seorang manusia yang berbudi luhur, apakah niat ayahku
yang ingin mengundurkan diri dari dunia persilatan pun tidak
dapat dikabulkan?"
Yan Cong Tian tertegun. Dia menoleh ke arah Tok ku Bu ti.
"Apakah Buncu memang berniat mengundurkan diri dari dunia
kangouw?" Tok ku Bu ti tidak menyahut.
"Tia, katakanlah!" seru Tok ku Hong panik.
Tok ku Bu ti tetap berdiam diri. Yan Cong Tian tertawa dingin.
"Dia pasti tidak akan mengatakannya, karena dia memang
tidak berniat sama sekali."
Tok ku Hong mengalirkan air mala sambil memohon. "Tia,
cepat katakan!" ratapnya semakin sedih.
1225 Tok ku Bu ti menarik nafas panjang. Setelah merenung sekian
lama, akhirnya dia berkata, "Setelah mengalami kehancuran
kali ini, Bu ti bun sulit dibangun kembali. Hal ini lelah
membuktikan Bu ti bun bukannya tidak terkalahkan. Apalagi
setelah kejadian hari ini, bila aku masih ingin mengangkat
nama dalam dunia persilatan juga tidak mudah lagi. Lagipula
tidak ada lagi yang dapat dilakukan dengan hanya
mengandalkan tenagaku seorang diri. Rasanya memang lebih
baik aku mengundurkan diri dan hidup dengan tenang di
tempat yang terpencil."
Yan Cong Tian mendengarkan sambil menganggukkan
kepalanya berulang kali. "Baik! Bila kau memang ingin
memulai kehidupan baru, maka mengingat kebesaran Thian,
aku akan mengampunimu untuk kali ini!" katanya.
Tok ku Hong segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan Yan
Cong Tian. "Terima kasih atas kebesaran budi Locianpwe."
Yan Cong Tian mendongakkan kepalanya menatap langit
sembari menarik nafas panjang. "Kali ini aku melepaskan
ayahmu, kemungkinan besar aku seperti melepaskan harimau
kembali ke gunung. Mudah-mudahan apa yang aku lakukan
tidak keliru." "Harap Locianpwe jangan khawatir."
Tok ku Hong segera memapah ayahnya. "Tia pasti akan
mengundurkan diri dari dunia kangouw.." Dengan perasaan
terpaksa Yan Cong Tian mengibaskan tangannya. "Baik,
kalian pergilah."
Kongsun Hong juga cepat-cepat menghampiri Tok ku Bu ti
dan membimbingnya. Baru saja mereka membalikkan tubuh,
Wan Fei Yang sudah maju menghampiri.
"Harap Hong kouwnio tunggu sebentar, ada yang ingin aku
katakan!" 1226 Tok ku Hong memandang Tok ku Bu ti.
"Kami menunggumu di luar halaman," kata Tok ku Bu ti.
Wan Fei Yang memandang Tok ku Bu ti dan Kongsun Hong
keluar dari ruangan tersebut.
"Hong kouwnio, kemana tujuanmu?" tanyanya penuh
perhatian. "Kemana Tia pergi, di sanalah aku akan mengiringinya," sahut Tok ku Hong.
"Lalu kita...."
"Aku mengerti maksud hatimu." Tok ku Hong memandang
Wan Fei Yang sambil menggelengkan kepalanya. "Tetapi
seumur hidup Bu ti bun dan Bu tong pai merupakan musuh
bebuyutan, bagaimana mungkin kita dapat bersatu?"
"Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa Bu ti bun
sudah tidak ada lagi?"
"Pokoknya kita tidak mungkin bersatu Kepala Tok ku Hong
menunduk semakin rendah.
"Jaga dirimu baik-baik!"
Selesai mengucapkan kata-kata itu, Tok ku Hong
membalikkan tubuhnya meninggalkan
mereka. Wan Fei Yang bermaksud mengejar, namun dicegah
oleh Yan Cong Tian. "Siau-fei...!"
"Supek...." Wan Fei Yang seperti ingin mengatakan sesuatu namun dibatalkannya.
1227 Yan Cong Tian menatap kepergian Tok ku Hong sampai
menghilang di luar halaman.
"Jangan berpikir yang tidak-tidak. Meskipun Hong kouwnio
memang lumayan orangnya, tapi tetap tidak sesuai untukmu,
lain halnya dengan Fu Hiong Kun...."
Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya. Melihat tampang
anak muda itu, kata-kata yang tadinya masih akan berlanjut
terpaksa ditahan oleh Yan Cong Tian. Bayangan Tok ku Hong
sudah tidak terlihat lagi. Wan Fei Yang masih berdiri
termangu-mangu di tempatnya. Wajahnya menampilkan kesan
seperti orang yang kehilangan sukmanya. Matanya menatap
kosong ke depan.
*** Malam sudah larut. Rembulan masih bersinar dengan terang.
Tok ku Hong berjalan mondar-mandir di depan halaman
sebuah kelenteng tua. Berulangkah dia menarik nafas
panjang. Tidak usah diragukan lagi, pasti Wan Fei Yang yang
menggelayuti pikirannya. Selama beberapa tahun ini memang
hanya bayangan Wan Fei Yang yang selalu memenuhi
benaknya. Mengapa dia bisa mencintai anak muda itu" Dia
sendiri tidak dapat menjawab pertanyaan yang satu ini.
Padahal sudah acap kali dia menanyakan apa keistimewaan
Wan Fei Yang sehingga dia tidak bisa melupakan sehari pun"
Mengapa mereka harus terlahir dalam dua partai yang
bertentangan dan menjadi musuh bebuyutan" Kadang-kadang
Tok ku Hong merasa seakan Thian mempermainkannya.
Meskipun sekarang Bu ti bun sudah hancur, namun apakah
dengan demikian dendam ratusan tahun antara Bu Ti bun dan
Bu tong pai dapat dihabiskan begitu saja" Tok ku Hong sama
sekali tidak berani memastikan. Dia juga tidak dapat
membayangkannya.
1228 Sejak meninggalkan bekas markas Bu ti bun Tok ku Bu ti tidak
mengucapkan sepatah katapun. Dia juga tidak menjawab
pertanyaan apapun yang diajukan oleh Tok ku Hong. Justru
karena dia diam saja, Tok ku Hong dapat merasakan
kepedihan hatinya yang tidak terkatakan.
*** Cahaya rembulan tidak sampai menyoroti tubuh Tok ku Bu ti.
Orang tua itu duduk bersila di sudut ruangan yang gelap.
Tampaknya dia sedang termenung, mungkin ada sesuatu
yang menggelayuti pikirannya.
Mimik wajahnya terus berubah-ubah. Kadang-kadang tampak
sedih, kadang tampak pilu, tetapi tiba-tiba dia bisa
mengembangkan senyuman. Seulas senyum yang
menggidikkan hati. Dengan bibir tersenyum dia berjalan keluar
dari ruangan tersebut. Sesampainya di halaman, senyumnya
mendadak sirna. Dia berjalan keluar dari ruangan dan
menghampiri Tok ku Hong. Gadis itu masih ada di depan
halaman, tapi Tok ku Bu ti tidak melihatnya. Orang tua itu
mencarinya sekali lagi dan menemukan gadis itu sedang
melamun di bawah sebatang pohon yang rimbun. Tok ku
Hong tidak menyadari kedatangan Tok ku Bu ti, sampai
ayahnya itu memanggil namanya.
"Hongji...!"
"Tia...!" Tok ku Hong cepat-cepat mengusap air matanya.
Setelah itu dia menoleh ke arah ayahnya dan memaksakan
diri mengembangkan senyuman seakan tidak ada apa-apa
yang terjadi dengannya.
"Kau sedang menangis?"
"Tidak. Hanya kelilipan debu. Anginnya kencang sekali malam ini."
1229 Tok ku Bu ti menggelengkan kepalanya.
"Mengapa harus berbohong" Kau kira kata katamu itu dapat
mengelabui Tia?"
Kepala Tok ku Hong langsung tertunduk.
"Apakah Wan Fei Yang tidak menyukaimu lagi?" tanya Tok ku Bu ti tidak tersangka-sangka.
Tok ku Hong menggelengkan kepalanya sambil menguraikan
air mata. "Dia tidak ada keberanian untuk mempersunting dirimu?"
tanya Tok ku Bu ti kembali.
Sekali lagi Tok ku Hong menggelengkan kepalanya.
"Kalau ini bukan, itu bukan. Apalagi yang kau tangisi?"
"Bu tong pai dan Bu ti bun selamanya adalah musuh
bebuyutan...."
"Bu ti bun sudah tiada lagi. Dari mana datangnya segala
macam dendam lagi?" Tok ku Bu ti tersenyum lebar.
Tok ku Hong tertegun. Dia mendongakkan kepalanya dan
memandang Tok ku Bu ti dengan pandangan kurang percaya.
Tok ku Bu t i masih tersenyum simpul.
"Tia sudah pikirkan baik-baik. Kau adalah putriku satu-
satunya. Sebagai orang tua bagaimana bisa tidak menyayangi
putra-putrinya sendiri dan memikirkan kebahagiaanmu yang
menyangkut seumur hidup ini. Seandainya kalian memang
benar-benar saling mencintai, aku akan merestui hubungan
kalian." 1230 Tentu saja Tok ku Hong gembira sekali mendengar kata-kata
itu. Namun dia masih juga menundukkan kepalanya dengan
wajah tersipu-sipu. "Tia...."
"Urusan ini serahkan saja kepada Tia," kata Tok ku Bu ti dengan bibir tersenyum. Dia mengelus-elus jenggotnya
sembari menganggukkan kepalanya berkali-kali.
Kelihatannya dia benar-benar berpikir demi kepentingan Tok
ku Hong. Siapa yang dapat menduga bahwa sebuah balas
dendam yang mengerikan justru mulai timbul dari
senyumannya yang lebar"
*** Angin gunung menghembuskan harus bunga-bungaan dari
jauh. Wan Fei Yang lalu mengikuti arah angin tersebut.
Rambutnya acak-acakkan tertiup angin. Malah matanya mulai
perih terkena hembusan angin yang kencang itu. Namun dia
tidak perduli. Seperti orang kesurupan, dia terus menerjang ke
depan. Perasaan hatinya sedang bergejolak. Dia sudah bertemu
dengan Tok ku Bu ti dan mendengar keterangan orang tua itu
seperti apa yang diucapkannya kepada Tok ku Hong. Wan Fei
Yang juga sudah kembali menemui Yan Cong Tian. Meskipun
agak sulit melunakkan hati Supeknya yang satu ini, namun
akhirnya Yang Cong Tian mengalah dan mengabulkan
permintaan Wan Fei Yang.
Sejak itulah dia merasakan bahwa dirinya orang yang paling
bahagia di dunia ini. Dalam seumur hidupnya belum pernah
dia demikian bersemangat. Dan demikian gembira. Setelah
mengantar Tok ku Bu Ti, dia langsung berlari kesana kemari.
Akhirnya dia berlari di atas padang rumput di hadapan bekas
markas Bu ti bun. Tingkahnya seperti anak kecil yang
mendapat mainan baru. Berulang kali dia berjungkir balik di
udara. 1231 Dipetiknya segerombolan bunga putih yang terdapat di
padang rumput itu. Dia sendiri tidak pernah tahu nama-nama
bunga. Dia hanya berpikir bagaimana caranya memberikan
bunga itu kepada Tok ku Hong. Tiba-tiba dia melihat
seseorang menyelinap keluar dari gerombolan bunga-bunga
itu. Orang itu ialah Kongsun Hong. Rona wajahnya tidak


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedap dipandang. Mungkin begitu pula perasaan hatinya. Dia
menatap Wan Fei Yang lekat-lekat.
"Bunga-bunga itu indah sekali!" katanya dengan nada dingin.
"Engkau rupanya!" Wan Fei Yang merasa di luar dugaan.
Jodoh Rajawali 22 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Tiga Mutiara Mustika 3
^