Pencarian

Ilmu Ulat Sutera 18

Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 18


Sesampainya di bawah, dia langsung menutul di atas
sebatang pedang dan mencelat lagi ke atas dengan kedua
telapak ta?ngan menghantam ke arah jala. Dalam sekejap
mata terlihat jala itu terkoyak dan memperlihat?kan sebuah
lubang yang besar. Tubuh Tok-ku Bu-ti langsung menerobos
melalui celah tersebut dan melayang keluar.
Tepat pada saat itu, di tangan kirinya telah bertambah sebilah
pedang pendek yang ca?hayanya berkilauan pertanda tajam
1374 sekali. Ru?panya sambil menghantam, tangan yang satunya
juga membantu mengoyak jala tersebut sehingga terkoyak.
Namun semua itu tidak ada gunanya apabila reaksi Tok-ku
Bu-ti kurang sigap dalam menanggapi bahaya yang
dihadapinya. Baru saja dia melesat pergi, di tempat yang sama kembali
melayang dua lembar jala besar persis seperti yang pertama.
Seandainya dia masih ada di bawah jala tadi, dia tidak berani
membayangkan kemungkinan yang akan terjadi. Kakinya tidak
berhenti berlari. Dia terus menerjang ke arah depan. Sekali-
kali dia menolehkan kepalanya. Tidak terlihat adanya orang
yang mengejar. Juga tidak ada suara teriakan dari belakang.
Tok-ku Bu-ti tetap berlari sejauh beberapa depa baru
menghentikan kakinya.
Sekali lagi dia menolehkan kepalanya ke belakang. Pek-ka-cik
seperti sebuah kota mati. Di jalan raya tidak terlihat seorang
pun. Juga tidak ada penerangan sama sekali. Keadaan gelap
gulita dan menyeramkan!
Wajah Tok-ku Bu-ti pucat pasi. Sekarang dia baru benar-benar
mengerti kata takut! Meskipun ilmu orang-orang yang
menghadangnya tidak terlalu tinggi, namun mereka terdiri dari
anggota yang dinamakan pasukan berani mati. Kesetiaan
seperti itu benar-benar mengerikan. Belum lagi kekompakan
mereka dalam menghadapi lawan.
Tok-ku Bu-ti yakin di dunia kangouw ini tidak ada satu partai
pun yang dapat menyamai organisasi ini. Hal inilah yang
benar-benar menggetarkan nyali Tok-ku Bu-ti.
Apalagi ketekatan mereka apabila sudah memutuskan suatu
hal juga di luar dugaan Tok-ku Bu-ti. Sebagai seorang tokoh
yang berilmu demikian tinggi seperti dirinya, dalam organisasi
Tian Sat ia seakan tidak ada harganya. Tok-ku Bu-ti sungguh
tidak mengerti. Padahal sejak semula dia memang sudah
merencanakan semuanya dengan baik. Tanpa adanya uang
1375 sebagaimana perjanjian yang mana harus dibayarkan, tadinya
Tok-ku Bu-ti menganggap dapat membayarnya dengan
tenaga yang dia tawarkan. Tidak disangka kalau Tian Sat
akan menolaknya. Apa sebabnya" Apakah karena Tian Sat
tidak berani menggunakan tenaganya atau Tian Sat sama
sekali tidak membutuhkan tenaga orang sepertinya"
Tok-ku Bu-ti benar-benar lidak tahu. Hanya satu hal yang
disadarinya sekarang. Saat ini dia menjadi sasaran yang
harus dibunuh oleh Tian Sat! Namun dia juga tidak perduli.
Semuanya sudah terlanjur seperti ini, tidak ada lagi hal yang
patut dikenangkan baginya. Tok-ku Bu-ti tidak takut lagi
menghadapi kematian. Dia hanya tidak ingin mati konyol.
Kehidupan manusia memang selalu ada pasang surutnya.
Hanya saja sebelum semua ini terjadi, keadaan Tok-ku Bu-ti
melambung terlalu tinggi. Apabila seseorang sudah mencapai
kehidupan yang demikian tinggi lalu tiba-tiba terjatuh ke
bawah, pasti ia akan mendapatkan pukulan yang hebat sekali.
Pukulan semacam ini belum tentu dapat diterima oleh setiap
orang. Bahkan manusia hebat seperti Tok-ku Bu-ti pun tidak
sanggup menerimanya.
Dari apa yang diperbuatnya sekarang, caranya membalas
dendam, tampaknya kepercayaan Tok-ku Bu-ti terhadap
dirinya sendiri sudah surut sebagian. Namun apakah orang-
orang akan mengerti mengapa dia sampai mengambil
tindakan demikian. Pukulan batin yang berat membuat
pikirannya menjadi kacau. Dia tidak bisa mempertimbangkan
lagi akibat apa yang akan diterimanya apabila dia
menggunakan jasa Tian Sat.
Tok-ku Bu-ti memang telah kehilangan segalanya. Murid yang
paling disayanginya, anak dan istrinya, keperkasaannya
sebagai seorang Buncu, bahkan kehilangan harga dirinya
sendiri. Dia tidak menyadari bahwa dirinyalah yang
mengakibatkan semua ini. Bukan Sen Man Cing, bukan Wan
Fei Yang, bukan pula Yan Cong Tian. Bahkan bukan pula Ci
1376 Siong to jin yang sudah mendahuluinya.
Pada dasarnya, sejak Bu-ti-bun dikuasai oleh pihak Thian-ti,
dia sudah kehilangan tempat tinggalnya. Sekarang bertambah
satu lagi persoalan yang membuat semuanya semakin kacau.
Dia tidak tahu harus kemana. Perjalanan di hadapannya
seperti hamparan kabut.
*** Tengah hari ...
Tok-ku Bu-ti berjalan di sebuah jalan raya pada sebuah kota
yang lainnya. Dia sudah jauh meninggalkan Pek-ka-cik. Dia
yakin kota yang satu ini bukan terdiri dari anggota Tian Sat
sebagaimana desa Pek-ka-cik. Setiap orang yang berlalu
lalang di sepanjang jalan tampaknya biasa-biasa saja. Sikap
mereka terlihat wajar.
Seorang laki-laki berusia setengah baya berjalan dari arah
depan. Punggungnya membawa sebatang pedang panjang.
Tanpa sadar Tok-ku Bu-ti mengawasinya. Dia mengingatkan
dirinya untuk berhati-hati terhadap segala kemungkinan, tapi
laki-laki setengah baya itu bahkan tidak melirik sekilas pun ke arah Tok-ku Bu-ti. Dengan langkah lebar dia melewati Tok-ku
Bu-ti. Dia melangkah dengan tenang. Penampilan wajahnya juga
tidak mencurigakan. Sama sekali tidak terlihat seperti
seseorang yang sedang mengincar Tok-ku Bu-ti. Namun baru
saja dia lewat di samping Tok-ku Bu-ti beberapa tindak, orang
yang sama sekali tidak menimbulkan kecurigaan tersebut tiba-
tiba menghunus pedangnya dan menusuk ke arah Tok-ku Bu-
ti. Pedang yang digunakannya berbentuk pipih. Panjangnya
hanya satu setengah cun. Sama sekali bukan pedang yang
disandangnya di punggung. Dia menyembunyikannya di
1377 dalam lengan bajunya yang longgar. Oleh karena itulah Tok-
ku Bu-ti cukup terkejut melihat serangannya yang mendadak
itu. Sejak tadi dia memperhatikan pedang di punggung orang
itu, dia tidak mengira masih ada senjata yang lain
disembunyikan. Ketika tangan orang itu bergerak, tubuhnya
langsung membalik dan menerjang ke arah Tok-ku Bu-ti.
Untung saja Tok-ku Bu-ti sudah meningkatkan
kewaspadaannya. Reaksinya menghadapi serangan itu cukup
cepat. Tubuhnya langsung berkelebat. Pedang itu meluncur
datang serta sempat mengoyak lengan bajunya. Tok-ku Bu-ti
tidak berhenti. Tubuhnya membalik dan telapak tangannya
menghantam pada waktu yang bersamaan.
Tubuh orang itu terhuyung-huyung beberapa detik kemudian
terpental ke belakang oleh hantaman telapak tangan Tok-ku
Bu-ti. Dalam waktu yang bersamaan, dua belas batang panah
kecil-kecil meluncur ke arah Tok-ku Bu-ti. Ternyata panah-
panah itu meluncur dari sebuah kurungan ayam yang ada di
sudut jalan. Si pedagang ayam itu langsung muncul dari balik
kurungan tersebut. Tangannya menggenggam sebatang
pedang panjang. Tanpa menunda waktu lagi dia langsung
menerjang ke arah Tok-ku Bu-ti.
Sekali lagi Tok-ku Bu-ti bergeser ke samping. Delapan batang
anak panah yang meluncur ke arahnya mencapai sasaran
yang kosong. Tangan Tok-ku Bu-ti mengibas secepat kilat. Sisa empat
batang lagi anak panah yang juga sedang meluncur ke
arahnya langsung terdorong oleh kibasan lengan baju Tok-ku
Bu-ti sehingga berbalik ke arah tuannya sendiri. Kecepatannya
ternyata tidak di bawah sambitan si pedagang tadi.
Pada saat itu, si pedagang dengan tangan menggenggam
pedang sedang menerjang ke arah Tok-ku Bu-ti. Melihat anak
panah yang dilemparkannya tiba-tiba berbalik arah
menyerangnya, dia terkejut sekali. Bagaimana pun dia
1378 berusaha menghentikan gerakannya, namun tetap saja
terlambat satu tindak. Keempat batang anak panah tadi
langsung menancap di dadanya. Tubuhnya yang sedang
menerjang ke depan langsung jatuh terkulai di atas tanah.
Orang itu mengeluarkan suara jeritan yang mengerikan.
Tubuhnya menggelepar-gelepar seperti seekor ayam yang
disembelih. Hal ini pasti disebabkan oleh anak panah yang
rupanya telah dilumuri racun keji. Sejenak kemudian
nyawanya pun melayang.
Pada saat itu, orang-orang di sekitar tempat itu baru
menyadari apa yang telah terjadi.
Keadaan langsung menjadi gempar. Mereka berlarian secara
serabutan. Bahkan ada yang saling menabrak. Tok-ku Bu-ti
memperhatikan sejenak. Dia masih berdiri di tempatnya
semula. Beberapa saat kemudian, dia. baru meneruskan
kembali langkah kakinya seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal
dalam hatinya ia sudah mulai tidak tenang.
Angin menghembus melalui celah lengan bajunya yang
terkoyak. Serangkum hawa dingin menyusup di dadanya.
Meskipun dia tidak terluka sama sekali, namun dia seperti
masih merasakan ketajaman pedang yang digunakan untuk
menyerangnya itu.
*** Senja hari ... Tok-ku Bu-ti sampai di depan sebuah kuil tempat sembahyang
penduduk sekitar. Sepanjang perjalanannya sampai ke tempat
ini, dia sudah diserang lagi sebanyak tiga kali. Pertama kalinya dalam perjalanan. Tiba-tiba sebatang, pohon yang besar
tumbang dan seorang manusia berpakaian hitam meluncur ke
arahnya dengan kecepatan seperti angin. Tangannya yang
menggenggam sebatang batang pedang langsung ditusukkan
ke arah Tok-ku Bu-ti. Untung saja dia cukup gesit
1379 menghindarkan diri. Kalau tidak, saat ini dadanya pasti sudah
berlubang karena tikaman orang itu. Setelah itu, di sebuah
rumah makan. Belum lagi dia mengangkat cawannya untuk
meminum arak yang dipesannya. Berpuluh-puluh jarum
berbisa telah disambitkan kepadanya. Untung saja dia sempat
memperhatikan sinar mata pelayan rumah makan itu yang
mencurigakan. Kalau tidak, sekarang dia sudah terkapar
dengan tubuh membiru.
Setengah kentungan sebelumnya, ketika dia berjalan melewati
sebuah jembatan, tiba-tiba jembatan kayu itu ambruk. Di
bawahnya telah menanti sebuah jala besar yang penuh
dengan pisau-pisau kecil. Sekali lagi dia berhasil
menyelamatkan dirinya.
Meskipun tidak cedera sedikit pun, namun hatinya telah
tergetar. Semangat hidupnya bagai diacak-acak. Pikirannya
tidak sempat beristirahat sekejap pun. Tidak usah diragukan
lagi, semua kejadian yang ditemuinya atau yang masih
menantinya merupakan cara pembalasan dendam organasasi
Tian Sat. *** Suara pembacaan doa masih berkumandang Tok-ku Bu-ti
melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan pendopo.
Mendengar suara suara para hwesio yang sedang
bersembahyang hatinya baru bisa tenang sedikit.
Kuil yang satu ini tidak terlalu besar. Ruan gan pendoponya
juga hanya berukuran sedang tampaknya belum berapa lama
didirikan. Keadaan tembok dan lantainya masih bagus. Usia
para hwesio yang sedang membaca ayat suci juga masih
relatif muda. Mereka mengikuti pembacaan doa yang
dilakukan oleh tiga orang hwesio berusia lanjut yang
bersimpuh di bagian depan.
Tok-ku Bu-ti melangkah dengan perlahan. Dia tidak ingin
1380 mengejutkan mereka dengan kedatangannya. Dia duduk di
atas sehelai tikar di ujung ruangan. Tiga orang hwesio tua
yang ada didepan tidak menunjukkan reaksi apa apa. Para
hwesio yang muda hanya melihatnya sejenak dengan
pandangan heran. Setelah itu mereka melanjutkan kembali
pembacaan doanya.
Asap dupa mengepul-kepul. Suara pembacaan ayat suci
semakin nyaring. Semakin lama didengarkan, semangat Tok-
ku Bu-ti seperti semakin terbangkit. Sedangkan ketukan pada
bokhi setiap kali menggedor sanubari Tok-ku Bu-ti.
Mata Tok-ku Bu-ti terpejam. Dia duduk tidak bergerak.
Pikirannya mulai melayang. Hampir sama keadaannya seperti
apa yang terjadi di Go-bi-san ketika It-im taisu berusaha
menyadarkannya dan mengajaknya memasuki pintu Buddha.
Sayangnya tidak lama kemudian pembacaan ayat suci itu pun
berhenti. Tok-ku Bu-ti masih duduk dengan mata terpejam.
Dalam waktu tidak berapa lama saja, wajahnya sudah tampak
jauh lebih tua dari sebelumnya. Keadaannya saat itu lebih
mirip seorang pendeta tua yang sedang merenungi
kesalahannya. Tiga orang hwesio tua yang tadi bersila di depan sekarang
bangkit berdiri dan melangkah perlahan mendekatinya.
Mereka mengucapkan nama Buddha. Salah seorang di
antaranya segera menghampiri Tok-ku Bu-ti menyapanya:
"Sicu ini...."
Tiba-tiba Tok-ku Bu-ti membuka matany lebar-lebar. "Taisu
bertiga, mengapa masih belum turun tangan?" tiba-tiba dia
bertanya. Tiga orang hwesio itu tertegun. "Mohon tanya apa arti ucapan Sicu ini?" tanya hwesio yang di tengah.
Tok-ku Bu-ti tertawa lebar. "Kalian bertiga mungkin berniat 1381
menjadi murid Buddha, maka dari itu dandanan kalian persis
sekali. Sayangnya kalian melakukan suatu kesalahan.
Tiga orang hwesio itu hanya memandang Tok-ku Bu-ti dengan
tatapan heran. Mereka tidak berkata apa-apa. Tok-ku Bu-ti
segera menjelaskan apa maksudnya. "Seharusny kalian tidak
boleh mengetuk bokhi tersebut dengan demikian rahasia
kalian belum tentu bocor. Sebuah bokhi yang berisi senjata
rahasia apabila diketuk, tentu suaranya akan memendam.
Tidak bersih dan nyaring sebagaimana biasanya.
Tiga orang hwesio itu tampaknya tida mengerti apa yang
dikatakan Tok-ku Bu-ti. Salah seorang yang berdiri di bagian


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kiri menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Tampaknya Sicu sudah salah paham terhadap kami."
Sepasang tangannya dirangkapkan. Tubuhnya membungkuk.
Tiba-tiba terlihat beberapa carik sinar berkelebatan dari jubah pendetanya yang longgar.
"Sing! Sing!" terdengar dua kali desingan. Tubuh Tok-ku Bu-ti
mencelat ke udara. Dua batang pisau terbang meluncur lewat
di bawah kakinya dan jatuh berdenting di atas lantai. Dua
orang hwesio lainnya langsung mencelat mundur. Masing-
masing tangan mereka bergerak. Bokhi yang diketuk-ketukkan
tadi sudah berada dalam genggaman tangan mereka.
Tubuh Tok-ku Bu-ti melesat bagai roh gentayangan yang
penasaran. Sepasang jari tangannya langsung mengulur ke
depan dan mencengkeram bahu kedua orang hwesio tadi. Dia
meraung keras, tenaganya langsung dikerahkan.
Terdengarlah suara tulang yang remuk di ringi jeritan ngeri.
Tangannya mengundur langsung merebut bokhi di tangan
keduanya. Serangkum senjata rahasia segera meluncur
menancap di tubuh kedua hwesio tersebut. Dapat
dibayangkan bagaimana penderitaan yang mereka alami.
Sudah bahu dicengkeram sampai hancur, selurul tubuh
1382 tertancap puluhan senjata rahasia beracun pula. Sebagian
dari senjata rahasia itu meluncur lagi dan menancap di bagian
tubuh tujuh hwesio lainnya. Tubuh mereka terkulai ke atas
lantai seketika. Wajah mereka semuanya membiru. Kulit
mereka pun berkeriput tanda betapa kejinya racun yang
dilumurkan di atas senjata-senjata rahasia tersebut.
Tok-ku Bu-ti cepat-cepat mengangkat tubuh hwesio tua tadi.
Dia menggunakan tubuhnya sebagai senjata untuk
menghadapi dua hwesio lainnya. Sinar pedang memijar.
Setiap serangan kedua hwesio itu pasti luput dari sasaran.
Malah rekan mereka yang sudah menjadi mayat semakin
terkoyak-koyak tubuhnya tergores pedang mereka. Tangan
Tok-ku Bu-ti tinggal sebelah yang masih kosong. Dengan
tangan itu pula dia menggunakannya sebagai senjata. Dengan
kecepatan seperti kilat, jari tangannya menotok ke arah
tenggorokan salah seorang hwesio.
"Crep!" Darah mengucur dengan deras. Dalam waktu yang bersamaan tubuh hwesio itu pun terjatuh di atas lantai dengan
nyawa melayang.
Suara jeritan ngeri berkumandang di mana-mana. Kuil yang
merupakan tempat suci itu sekarang menjadi ajang
pembunuhan. Tangan Tok-ku Bu-ti ditarik kembali. Tubuhnya
berbalik dan menerjang ke arah hwesio yang satunya. Mata
hwesio tua itu menyorotkan mata mengerikan. Pada saat itu,
rasa takut sudah memenuhi hatinya. Serangannya sudah
berhenti. Dia malah berdiri termangu-mangu menatap Tok-ku
Bu-ti. Dengan gerakan secepat angin, Tok-ku Bu-ti merebut
pedang di tangannya serta langsung menebas batang leher
hwesio tersebut. Batok kepalanya menggelinding di atas lantai
seperti sebutir bola. Sungguh pemandangan yang
menggidikkan hati.
Para hwesio muda lainnya yang melihat situasi di dalam
ruangan itu tidak ada satu pun yang tidak berubah wajahnya.
Untuk sesaat mereka juga tertegun. Kemudian menjerit
1383 histeris dan lari kocar-kacir. Tok-ku Bu-ti justru yang
termangu-mangu sekarang. Tadinya dia mengira semua
hwesio muda itu adalah anggota Tian Sat. Kalau ditilik dari
ketakutan mereka sekarang, rasanya bukan. Tapi dia tetap
menerjang ke arah mereka.
Tok-ku Bu-ti merasa semuanya sudah terlanjur.
Para hwesio muda itu tidak menunggu sampai Tok-ku Bu-ti
mendekati mereka. Tangan mereka mengibas. Serangkum
demi serangkum senjata rahasia meluncur dari lengan baju
mereka. Terdengar suara desingan yang gemuruh.
Tok-ku Bu-ti terkesiap. Untung saja dia sudah mempunyai
pikiran untuk tidak melepaskan para hwesio tersebut.
Sepasang telapak tangannya segera dihantamkan ke depan.
Senjata rahasia yang meluncur ke arahnya semua terpental
balik. Beberapa di antaranya malah menancap di tubuh para
hwesio muda itu. Sekali lagi jeritan ngeri memecahkan
kesunyian. Tok-ku Bu-ti tidak berhenti bergerak. Tubuhnya
melesat ke udara dan sepasang telapak tangannya kembali
dihantamkan. Tiga orang lagi hwesio muda yang rubuh
bermandikan darah. Dada mereka tergetar sehingga darah
segar muncrat dari mulut mereka. Nyawa mereka pun
melayang seketika.
Hati Tok-ku Bu-ti sudah dipenuhi hawa pembunuhan. Dia
terus mengejar sisa hwesio muda yang masih hidup. Satu per
satu diburunya kemudian telapak tangannya menghantam ke
sana sini. Dalam sekejap mata tidak ada satu pun dari para
hwesio itu yang masih bernafas.
Akhirnya gerakan tubuh Tok-ku Bu-ti terhenti. Dia memandang
ke sekitarnya dengan seksama. Setelah yakin tidak ada lagi
manusia yang hidup di dalam ruangan itu kecuali sendirinya,
dia mendongakkan kepala dan tertawa terbahakbahak.
Suara tawanya sama sekali tidak mengandung sedikit pun
1384 kegembiraan, malah terselip nada hatinya yang sunyi dan
tidak berteman. Baru kali ini Tok-ku Bu-ti merasakan betapa
sendirinya ia di dunia ini. Tidak ada lagi orang yang
menantikan kepulangannya, tidak ada lagi orang yang
mengkhawatirkan nasibnya. Wajah Tok-ku Hong pun terlintas
di benaknya. Segurat rasa sakit seakan mengiris-iris hatinya
yang memang sudah terluka.
Kemudian dia menarik nafas panjang. Selama ini dia tidak
berani memandang remeh, organisasi yang menamakan
dirinya Tian Sat ini, tapi kehebatan dan kekuatan organisasi ini benar-benar di luar dugaannya. Masih banyakkah bahaya
yang akan ditemuinya sepanjang perjalanan hidupnya" Tok-ku
Bu-ti tidak berani memastikan. Hanya satu hal yang
disadarinya. Bagaimana pun dia tidak bisa terus-terusan
seperti ini. Sudah berapa hari dia tidak dapat tidur nyenyak.
Bahaya mengintilnya di mana-mana. Bahkan untuk makan
saja pun dia tidak tenang. Di manapun dia makan, pasti akan
ada kemungkinan bahwa rumah makan yang disinggahinya
telah disuap oleh organisasi Tian Sat. Suatu hari pasti akan
tiba saat apesnya. Pada waktu itu dia sendiri tidak yakin dapat melolos kan diri dari maut.
Tok-ku Bu-ti sadar begini terus bukan jalan yang baik. Kalau
dia ingin hidup tenang maka di harus mencabut rumput
sampai ke akar-akarnya. Dia harus berhasil menemukan
kepala organisas ini dan membasmi seluruh anggota mereka
sampai tuntas. Kalau tidak, tentunya hanya dengan
kematiannya saja, kejaran Tian Sat terhadap dirinya baru
dapat dihentikan.
Tetapi, dengan mengandalkan kekuatanny seorang, apabila
ingin menghancurkan organisai Tian Sat ini, benar-benar
bagai bermimpi di siang hari. Boleh dikatakan, saat ini baginya hanya ada satu jalan, yaitu kematian.
*** 1385 Meskipun Bu-ti-bun sudah tinggal namanya saja, tapi
setidaknya Tok-ku Bu-ti pernah berdiri sebagai seorang Buncu
yang disegani orang banyak. Partai Bu-ti-bun pernah
menggetarkan dunia kangouw sebagai perguruan terbesar di
jaman keemasannya.
Seandainya dia memang harus mati, dia tetap ingin mati
sebagai seorang pendekar besar. Kalau dia sampai mati
terbunuh oleh anggota organisasi seperti Tian Sat, bukan saja
kematiannya tidak gemilang, malah dia akan menjadi bahan
tertawaan meskipun tubuhnya telah terkubur di dalam tanah.
Bukankah ada pepatah yang mengatakan, "Harimau mati
meninggalkan kulitnya, gajah mati meninggalkan gadingnya,
maka manusia mati meninggalkan namanya."
Setidaknya dia harus mati dengan nama yang dikenang dalam
sejarah. Ketika gelak tawanya terhenti, dalam benak Tok-ku
Bu-ti sudah terlintas sebuah rencana.
*** Senja jari ... Angin bertiup semilir. Daun-daun beterbangan di atas tanah.
Orang yang lalu-lalang di jalan raya melangkahkan kakinya
dengan tergesa-gesa. Angin bertiup semakin kencang. Tamu-
tamu yang singgah di rumah makan sudah mulai penuh.
Mereka pasti enggan berjalan di bawah tiupan angin yang
kencang itu. Rumah makan di sudut jalan itu tidak terlalu besar. Arak yang
disajikan juga lumayan mutunya. Bakpao dan sajian kecil
lainnya yang dihidangkan di atas meja juga cukup
membangkitkan selera. Hal ini membuktikan bahwa tukang
masak yang memegang peranan di rumah makan itu
mempunyai ilmu masak yang lumayan. Rupanya pemilik
rumah makan itulah yang merangkap sebagai tukang masak.
Bukan hanya makanan kecilnya saja, hidangan utama yang
1386 lainnya juga lezat sekali. Tidak heran usahanya selalu laris
sepanjang tahun.
Para tamu yang datang ke rumah makan itu selalu membawa
teman-temannya. Hanya satu orang yang merupakan
kekecualian. Dia duduk di sudut ruangan dengan punggung
membelakangi pintu masuk. Pakaiannya terbuat dari kain
kasar berwarna biru langit. Kepalanya menunduk rendah-
rendah dan menikmati hidangan yang disajikan di
hadapannya. Dia hanya memesan beberapa butir bakpao, sekendi arak
lama. Dengan tenang dia menikmati makanannya tanpa
memperdulikan orang-orang yang memenuhi sekitarnya.
Kalau dilihat dari punggungnya, sama sekali tidak ada yang
menarik dari orang ini. Tapi tetap saja ada dua orang tamu
yang memperhatikannya sejak dia masuk ke dalam rumah
makan tersebut.
Dua orang itu merupakan laki-laki setengah baya. Mereka
mengenakan pakaian piauwsu. Mereka masuk ke dalam
rumah makan itu setelah orang yang mengenakan pakaian
biru melangkah masuk. Hal ini membuktikan bahwa mereka
sudah mengikutinya dari kejauhan. Tentu saja tujuan mereka
bukan sekedar makan dan minum. Meskipun mereka
memesan beberapa macam hidangan, tapi yang masuk ke
dalam perut mereka justru terlalu sedikit.
Tiba-tiba orang yang duduk di bagian kiri tertawa terbahak-
bahak. "Sun heng, tidak dinyana kita akan bertemu di tempat ini. Kali ini boleh atau tidak akulah yang mentraktir!"
"Siapa yang traktir kan sama saja!" rekannya ikut tertawa.
Setelah berdiam sejenak, tiba-tiba dia bertanya. "Oh ya, Li heng, apakah sepanjang perjalanan menuju ke tempat ini kau
ada mendengar berita-berita yang hangat?"
"Tentu saja ada. Malah orang-orang sedang ramai
1387 membicarakannya. Siau Yau kok telah berhasil membasmi
Bu-ti-bun ... "
"Itu sih aku juga sudah mendengarnya. Malahan menurut
kabar yang tersiar, Fu Giok Su yang menjabat sebagai Ciang
bun jin Bu-tong-pai, ternyata adalah cucu ketua Siau Yau kok
yang merupakan aliran sesat itu."
"Tidak salah ... "
"Aih ... nasib Bu-tong-pai memang mengenaskan. Bermacam-
macam musibah melanda partai itu. Belum lama Ci Siong tojin
meninggal, tahu-tahu murid yang diterimanya adalah cucu
musuhnya sendiri."
"Apa tidak" Malah seseorang yang bernama Wan Fei Yang
yang menjadi kambing hitam sehingga dikejar-kejar oleh
semua pihak. Oh ya ... apakah Li heng sudah mendengar
bahwa Wan Fei Yang itu ternyata anak hasil hubungan gelap
antara Ci Siong tojin dengan piau moaynya?"
Tubuh orang yang mengenakan pakaian berwarna biru itu
agak bergetar mendengar pembicaraan mereka.
"Tentu saja sudah ... Hm, tidak disangka seorang Ciang bun jin sebuah partai besar dapat melakukan perbuatan seperti
itu," sahut orang yang dipanggil Li heng.
"Hal ini juga tidak dapat kita menyalahkan diri Ci Siong tojin.
Peristiwa itu terjadi ketika dia belum menyucikan diri menjadi
Tosu. Manusia kau tidak dapat terlepas dari jerat asmara. Dia
sendiri juga tidak menyangka akhirnya akan terlahir seorang
anak bernama Wan Fei Yang."
"Aikh ... semua ini memang sudah takdir Thian yang kuasa.
Yang harus disalahkan malah sebetulnya nasib Bu-tong-pai
yang memang mengenaskan ... "
1388 "Untung saja ada seorang Wan Fei Yang. Apalagi Yan Cong
Tian juga kabarnya berhasil melatih ilmu Tian can sinkang,
dengan demikian kemungkinan besar nama Bu-tong-pai dapat
bangkit kembali."
"Namun Wan Fei Yang dalam keadaan tragis. Dia mencintai
seorang gadis yang ternyata adik kandungnya sendiri ...
Untung saja isteri Tok-ku Bu-ti sempat datang mencegah
terjadinya bencana yang lebih hebat."
"Betul ... Dengan kabar mereka kakak beradik memang
hampir melakukan perbuatan terkutuk itu, untung saja wanita
itu keburu datang. Benar-benar sesuatu yang dikatakan
keberuntungan di dalan kemalangan," kata si laki-laki she Sun.
Dia menarik nafas panjang. "Dalam keadaan murka, katanya
Wan Fei Yang menyerang Tok-ku Bu-ti habis habisan.
Kemudian dia berhasil dihalangi oleh muridnya yang bernama
Kongsun Hong. Kasihan orang itu mengorbankan dirinya demi
seorang guru yang tidak patut dibela. Setelah itu menurut
kabar Wan Fei Yang pergi entah kemana."
Orang she Li ikut-ikutan menarik nafas panjang. "Lebih baik kalau dia tidak pergi."
"Kenapa?"
"Peristiwa ini terjadi baru-baru ini saja, tidak heran kalau Li heng belum mendengar beritanya."
"Apa sebetulnya yang telah terjadi?"
"Setelah Wan Fei Yang pergi, Yan Cong Tian membakar
musnah bekas markas Bu-ti-bun. Setelah itu mereka kembali
ke Bu-tong-san. Di sana dia mencari tukang untuk
memperbaiki beberapa ruangan yang rusak akibat bentrokan
dengan Thian-ti dan kawan-kawan tempo hari. Siapa sangka
dia malah ... " Orang she Sun itu entah sengaja atau tidak menghentikan perkataannya sehingga membuat orang yang
1389 mendengarkan jadi penasaran.
Beberapa tamu yang sejak tadi sudah ikut mendengarkan
semakin mempertajam telinga mereka. Sedangkan kawannya
yang she Li segera mendesaknya: "Bagaimana?"
"Tidak tahunya ketika Yan Cong Tian memeriksa cara kerja
tukang-tukang itu, dia kena dibokong. Ternyata tukang-tukang
itu semuanya palsu. Entah siapa mereka, tapi yang pasti Yan
Cong Tian mati secara mengenaskan di tangan mereka ... "
Tepat pada saat itu orang yang mengenaskan pakaian biru


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergetar hebat. "Tidak mungkin!" teriaknya tanpa sadar.
Jilid 31 Manusia she Li dan she Sun itu tertegun mendengar ada
orang yang menukas kata-katanya. Pandangan mereka
segera beralih kepada orang yang mengenakan pakaian biru
itu. Dalam waktu yang bersamaan, orang yang mengenakan
pakaian biru itu juga membalikkan tubuhnya. Wan Fei Yang!
Orang she Sun tampaknya tidak mengenal Wan Fei Yang. Dia
menatap anak muda itu dengan pandangan curiga. Orang she
Li juga memperhatikan Wan Fei Yang dari atas kepala sampai
ke bawah kaki, kemudian perlahan-lahan dia berdiri. Matanya
masih menatap Wan Fei Yang lekat-lekat.
Rambut Wan Fei Yang acak-acakan. Jenggotnya tumbuh
dengan semrawutan di sekitar dagunya. Entah sudah berapa
lama dia tidak berbenah diri. Matanya mendelik ke arah dua
orang she Li dan she Sun itu. Mulutnya bergerak seperti ingin
mengatakan sesuatu, namun akhirnya dibatalkan kembali.
Orang she Sun melirik ke arah rekannya yang she Li sekilas.
"Li heng, orang ini ... "
1390 Mata orang she Li itu tiba-tiba membelalak. "Bukan ... kah ...
Wan tai ... hiap adanya ..." Suaranya tersendat-sendat.
"Wan Fei Yang?" Orang she Sun langsung berdiri. Dia
menatap Wan Fei Yang dengan pandangan kurang yakin.
"Wan taihiap ... kami berdua tidak tahu anda ... " kata orang she Li dengan nada agak gugup.
"Liongwi ... " Wan Fei Yang menjura dalam-dalam. "Apa yang kalian katakan tadi aku sudah mendengarnya dengan jelas.
Aku sama sekali tidak menyalahkan kalian. Hanya Yan
supekku itu ... "
"Wan taihiap sama sekali tidak tahu?" tanya orang she Li masih dengan suara gugup.
Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya. "Siaute justru ingin memohon petunjuk dari liongwi ... "
"Apa yang Wan taihiap dengar tadi merupakan kenyataan."
Orang she Li menari nafas panjang.
"Bukannya Siaute tidak percaya, tapi ... Yan Supek sudah
berhasil melatih ilmu Tian can sinkang, sedangkan Tok-ku Bu-
ti saja bukan tandingannya sekarang."
"Kekuatan Tian can sing kang ... cayhe sudah pernah
membuktikannya." Wan Fei Yang memandang orang she Li
dengan tatapan tajam. "Siaute tidak ada maksud
menyombongkan ilmu silat golongan kami ... " katanya dengan nada rendah hati.
Orang she Li itu tertawa getir: "Cayhe adalah piausu dari Tian sai piaukiok. Ketika Wan taihiap melangsungkan pesta
pernikahan, cayhe juga hadir bersama Cong piautau."
1391 Wan Fei Yang mana mungkin mengingat satu per satu tamu
yang demikian banyak. Terpaksa dia tertawa getir.
"Silahkan diteruskan ... "
"Pada saat itu tamu yang hadir begitu banyak. Tentu Wan
taihiap tidak mengingatnya satu per satu. Apalagi cayhe hanya
seorang piauwsu yang tidak ternama."
"Li heng jangan berkata begitu!" Sekali lagi Wan Fei Yang menjura. "Harap Li heng jangan memanggil siaute dengan
sebutan Taihiap. Siaute benar-benar tidak sanggup
menerimanya. Oh ya ... kita kembali lagi pada pokok
persoalan tadi. Kalau Li heng memang sudah pernah melihat
kekuatan tenaga Tian can sin kang Yan Supek, tentunya Li
heng tidak percaya begitu saja kalau Yan Supek-ku dapai
dibunuh orang dengan mudah."
"Seandainya mereka adalah tukang-tukang biasa, jangan kata baru dua puluh atau tiga puluh orang, seandainya jumlah
mereka tiga ratusan orang pun, belum tentu mereka sanggup
mendekati diri Yan lo cianpwe, tapi mereka ... "
"Samaran siapa orang-orang itu sebenarnya?" desak Wan Fei Yang yang hatinya semakin tegang.
"Tian Sat," kata orang she Li dengan suara rendah.
Wan Fei yang tertegun. "Apa artinya Tian Sat?"
"Tian Sat adalah sebuah organisasi yang menyediakan
pembunuh bayaran. Tidak ada orang yang tahu di mana
markas mereka. Orang yang pernah menggunakan jasa
mereka tentu sudah mengerti bahwa mereka mempunyai
sebuah peraturan, yaitu tidak boleh membocorkan rahasia
mereka kecuali kepada orang-orang yang benar-benar
membutuhkan bantuan mereka. Juga tidak ada orang yang
tahu seberapa besarnya kekuatan organisasi tersebut
1392 sebenarnya. Orang hanya tahu bahwa di dunia ini ada
organisasi yang bernama Tian Sat, dan mereka tidak pernah
gagal dalam tugas yang dijalankan."
Wajah Wan Fei Yang berubah menjadi kelam.
"Kalau begitu, maksud Li heng tentunya ada orang yang
membayar uang menggunakan jasa Tian Sat untuk
membunuh Supekku?"
Orang she Li menganggukkan kepalanya. "Menurut
selentingan yang tersebar di dunia kangouw, Tian Sat tidak
pefnah memandang hal lain kecuali uang. Tanpa uang, Tian
Sat tidak akan turun tangan membunuh siapa pun. Motto
mereka tidak ada dendam pribadi."
"Jadi Yan Supek benar-benar sudah mati?" kembali Wan Fei Yang mengajukan pertanyaan itu. Dia benar-benar tidak dapat
mempercayai keterangan semacam itu. Hanya dia yang paling
jelas tentang siapa adanya Yan Cong Tian, dan sampai
seberapa tinggi ilmu yang dimilikinya. Rasanya tidak mungkin
Yan Cong Tian bisa dibunuh orang begitu saja, meskipun
seandainya di dunia ini benar ada organisasi bernama Tian
Sat seperti yang dikatakan oleh orang she Li di hadapannya
ini. Orang she Li menarik nafas panjang mendengar pertanyaan
itu. "Rasanya aku tidak mempunyai alasan untuk membohongi
Kongcu." "Dari mana kau mendapatkan berita ini?" tanya Wan Fei Yang yang masih merasa penasaran.
"Dari mulut seorang murid Bu Tong." orang she Li itu malah menatap Wan Fei Yang dengan heran. Kemudian dia balik
bertanya. "Apakah Wan Kongcu sampai saat ini masih belum
menerima berita dari mereka?"
1393 Wan Fei Yang menggelengkan kepalanya.
"Dengar kabar mereka sudah berpencaran keluar. Mereka
mencarimu dan ingin mengajak kau kembali ke Bu-tong-san,
sebab di sana tidak ada orang yang berani mengambil
keputusan setelah Yan locianpwc meninggal."
"Herannya mengapa sampai sekarang mereka masih belum
menemukan Wan kongcu?" tukas orang she Sun.
"Mungkin karena tempat ini agak terpencil," sahut orang she Li.
Wan Fei Yang mengelus jenggotnya yang tumbuh liar di
dagunya. "Rasanya aku masih belum bisa menerima
kenyataan ini," katanya dengan nada sendu.
"Kabar ini sudah tersebar di mana-mana. Coba Wan Kongcu
menuju selatan dan menyelinap benar atau tidaknya
keterangan kami ini." Orang she Sun tertawa getir. "Kalau Wan Kongcu tidak segera kembali, kami takut Bu-tong-san
akan mengalami keruntuhan yang mengenaskan."
Wajah Wan Fei Yang agak berubah mendengar kata-katanya.
"Apakah Li heng dan Sun heng berdua pernah mendengar
siapa orangnya yang mau mengeluarkan uang untuk
membunuh Yan Supek?" tanyanya kembali.
"Sebetulnya ini sebuah rahasia. Wan kongcu jangan sekali-kali mengatakan kepada orang lain bahwa kami yang
memberitahu. Menurut selentingan yang tersebar, orang yang
mengeluarkan uang kemungkinan besar bekas Buncu Bu-ti-
bun, Tok-ku Bu-ti!" kata orang she Li dengan nada berbisik.
Wajah Wan Fei Yang berubah hebat mendengar kata-katanya.
"Tok-ku Bu-ti?"
Orang she Li menganggukkan kepalanya.
1394 "Ada juga orang yang menduga bisa jadi Fu Giok Su," tukas orang she Sun.
"Kemungkinannya sama besar!" Wan Fei Yang mengepalkan tinjunya erat-erat.
"Apa tindakan yang akan Wan kongcu ambil sekarang?" tanya orang she Li.
"Siaute ingin memohon diri sekarang. Terima kasih atas
keterangan yang liongwi berikan."
Belum lagi orang she Li itu mengatakan sesuatu. Wan Fei
Yang sudah meletakkan beberapa uang perak di atas meja
dan melangkah pergi dengan tergesa-gesa. Mata orang she Li
dan she Sun itu mengantarkan kepergian Wan Fei Yang. Di
bibir mereka terlihat seulas senyuman licik.
Orang she Sun malah menganggukkan kepalanya sambil
menepuk bahu rekannya. "Penampilan Li heng benar-benar
meyakinkan," katanya.
"Tentu saja. Karena apa yang aku katakan memang
merupakan kenyataan. Coba kalau disuruh berdusta, pasti
wajahku akan berubah sedikit banyaknya."
"Betul juga. Kita kan sudah membunuh Yan Cong Tian,
setidaknya kita harus mengerahkan sedikit tenaga membantu
murid Bu-tong-pai."
"Manusia she Wan itu menyembunyikan diri di tempat yang
demikian terpencil. Kalau kita tidak mengerahkan sedikit
tenaga membantunya, entah sampai kapan murid-murid Bu
Tong baru bisa berhasil menemukannya?"
"Seharusnya kila juga beritahukan sekalian jejak Tok-ku Bu-ti sekarang."
1395 "Tidak perlu ... " Orang she Li tertawa dingin. "Tok-ku Bu-ti sudah mulai kewalahan menghadapi anggota-anggota kita
yang ingin membunuhnya. Sekarang dia sudah mengirimkan
surat tantangan ke Bu-tong-san dan mengajak Wan Fei Yang
bertanding dengannya di Giok-hong-teng."
"Mengapa dia harus melakukan semua itu" Buat apa dia
meminta kita membunuh Yan Cong Tian seandainya sekarang
dia tetap ingin bertarung dengan Wan Fei Yang?"
"Dia membenci Yan Cong Tian karena orang tua itulah yang
membakar markas Bu-ti-bun sehingga dia tidak mempunyai
tempat untuk bernaung diri. Sedangkan apa yang
dilakukannya belakangan disebabkan oleh pihak kita."
"Disebabkan oleh pihak kita?"
"Betul. Kita mendesaknya sampai dia tidak tenang sekejap
pun. Di mana-mana dia menjumpai bahaya yang mungkin bisa
merenggut nyawanya." Orang she Li itu kembali tertawa
dingin. "Manusia seperti dia tentu tidak rela mati di tangan kita.
Sengaja dia menantang Wan Fei Yang. Pertama untuk
menghindarkan diri dari kejaran kita. Kedua, seandainya dia
mati di tangan Wan Fei Yang, tentu kematiannya jauh lebih
berharga daripada mati di tangan anggota kita."
"Dalam pertarungan di Giok-hong-teng nanti, bagaimana kalau yang mati bukan Tok-ku Bu-ti, tetapi Wan Fei Yang?"
"Hal itu kecil sekali kemungkinannya. Tapi seandainya dia bisa menang pun, kau kira dia tidak akan terluka parah" Setahuku,
ilmu Wan Fei Yang sudah jauh lebih tinggi daripadanya."
Senyuman di wajah orang she Li semakin dingin dan kaku.
"Aku juga tidak menganggap Tok-ku Bu-ti dapat meraih
kemenangan. Apalagi kebencian Wan Fei Yang terhadapnya
sudah terlanjur mendalam!" Orang she Sun menggelengkan
1396 kepalanya. "Sudah tentu paling bagus kalau dia benar-benar mati di tangan Wan Fei Yang. Dengan demikian, pihak kita
bisa menghemat tenaga karena ada orang yang melakukan
pekerjaan yang seharusnya kita lakukan."
"Setidaknya tidak ada korban lagi yang jatuh di pihak kita.
Untuk mengincarnya dalam beberapa hari belakangan ini,
sudah lebih dari seratus anggota kita yang mati di bawah
tangannya. Benar-benar sial ketua kita mendapatkan
langganan seperti Tok-ku Bu-ti."
"Siapa yang menyangka kalau dia bisa jatuh miskin seperti
itu?" "Tok-ku Bu-ti dapat memimpin Bu-ti-bun sehingga
berkembang pesat seperti tempo hari, sebetulnya bukan hal
yang mudah. Orang ini memang mempunyai otak yang cerdas
dan hati yang licik. Dia tidak segan menggunakan cara apa
saja untuk mencapai keinginannya."
"Tapi dia melakukan kesalahan besar. Seharusnya dia
mengusahakan uang sejumlah sepuluh laksa lail itu untuk
membayar hutang yang dijanjikannya kepada ketua kita."
Orang she Li tidak berkata apa-apa lagi. Dia mengangkat
cawannya yang berisi arak dan meneguknya dengan
perlahan. Demikian lambatnya dia meneguk arak itu sehingga
orang yang melihatnya tentu mengira bahwa dia benar-benar
menikmati arak tersebut. Ketika dia meletakkan cawannya
kembali, seorang pemuda penjaja obat-obatan masuk ke
dalam rumah makan dengan langkah tergesa-gesa mendekati
kearahnya. "Burung merpati sudah dilepaskan," bisiknya
disamping telinga orang she Li.
"Dia sudah mendapatkan seekor kuda dan melarikannya
dengan kecepatan tinggi."
"Apakah dia tidak curiga mengapa di tempat terpencil ini dia
1397 bisa mendapatkan seekor kuda yang demikian baik dan
dengan harga murah pula?"
"Tampaknya pikrinnya terus dipenuhi bayangan Yan Cong
Tian yang sudah mati. Ia tidak curiga sama sekali."
"Ternyata kematian Yang Cong Tian merubah haluan
kesedihannya yang semula. Tampaknya meskipun dia
sengaja berkelana di dunia kangouw, tapi hatinya masih
memikirkan kepentingan Bu-ting-pai. Terhadap surat
tantangan yang dikirimkan oleh Tok-ku Bu-ti, dia pasti akan
menerimanya dengan sepenuh hati." Orang she Li itu
mengalihkan pokok pembicaraannya. "Apakah kalian sudah
mendapatkan berita tentang Tok-ku Bu-ti?"
"Dia masih berdiam di rumah tukang pukul besi itu."
Orang she Li tertawa lebar. "Kita juga sudah harus berangkat
sekarang." Dia menolehkan kepalanya dan berseru: "Laopan,
hitung semuanya!"
Pemilik rumah makan itu sedang membersihkan meja yang
ditempati Wan Fei Yang tadi. Mendengar panggilan orang she
Li, dia mendatangi dengan tergopoh-gopoh. Mengenai tingkah
laku kedua tamunya ini yang rada aneh. Dia memang merasa
curiga. Tapi dia tidak ingin ambil perduli hal yang bukan
merupakan urusannya. Demikian juga para tamu yang lain.
Desa ini memang agak terpencil dan jauh dari keramaian.
Hanya ada ratusan penduduk yang tinggal di desa tersebut.
Itulah sebabnya Wan Fei Yang memilih desa ini untuk tempat
tinggal sementara. Namun tetap saja jejaknya dapat
diketemukan oleh anggota Tian Sat. Hal ini membuktikan
kebesaran organisasi yang satu ini. Dapat dibayangkan
berapa banyaknya anggota yang tergabung di dalamnya. Dan
entah siapa orang yang sanggup mengepalai sebuah
organisasi seperti ini. Namun ketuanya belum pernah tersebar
di dunia kangouw.
1398 *** Malam sudah larut. Hujan mulai turun rintik-rintik. Seperti
malam-malam sebelumnya, malam ini juga tidak berbintang.
Langit gelap berawan. Angin bertiup dengan kencang.
Rasanya tidak ada seorang pun yang berminat keluar rumah
pada saat seperti itu. Apalagi didalam hujan yang lebat.
Tapi dari kejauhan justru terlihat seekor kuda berpacu dengan
kencang menembus kegelapan malam. Dia adalah Wan Fei


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang. Sudah sehari semalam dia melarikan kudanya seperti
orang kesetanan. Kadang-kadang dia berhenti sejenak agar
kudanya dapat makan dan minum atau beristirahat
sekedarnya. Dia sendiri hampir lupa akan keperluan tubuhnya
terhadap makanan dan minuman. Hanya satu hal yang
memenuhi benaknya saat itu. Benarkah cerita yang
disebarkan oleh orang she Li di rumah makan itu"
Satu hal lagi yang menjadi masalahnya sekarang. Ketika
melarikan diri dari Bu-tong-san tempo hari, dia sama sekali
tidak melihat arah yang diambilnya. Sekarang dia jadi agak
bingung menentukan arah untuk kembali ke Bu-tong-san. Dia
hanya mengambil jurusan selatan. Kudanya dilarikan tanpa
membelok ke arah yang lain. Sekarang dia berada di tengah
hutan. Dia tidak tahu apakah arah yang diambilnya benar atau
tidak. Kudanya mulai melemah. Dia tidak ingin sampai
kudanya itu jatuh sakit. Bagaimana dia bisa mendapatkan
kuda yang lain di tengah hutan seperti ini"
Setelah memacu kudanya kurang lebih dua li. Wan Fei Yang
menarik tali kendali kuda tersebut agar jalannya tidak begitu
kencang. Matanya menerawang ke sekitar tempat itu. Hanya
kegelapan yang ditemuinya. Dikeluarkannya sebuah tabung
kecil dari dalam sakunya. Setelah digesekkan beberapa kali,
tabung itu menyalakan api yang remang-remang, setidaknya
ada sedikit penerangan yang membantu penglihatan matanya.
1399 Dengan cara itu dia menjalankan kudanya perlahan-lahan.
Kurang lebih dua puluh depa kudanya berjalan, dia melihat
sederetan lentera yang redup. Hal ini menandakan bahwa di
depan sana ada sebuah desa kecil. Wan Fei Yang berjalan
terus. Akhirnya dia melihat bahwa apa yang diduganya tidak
salah memang ada beberapa rumah penduduk yang berjejer
di sana. Rumah penduduk itu kecil-kecil sekali. Kemungkinan
kehidupan di desa ini sangat me larat sehingga penghuni yang
lainnya sudal mengungsikan diri ke tempat lain. Mungkin
tanah di sekitar daerah ini tidak sesuai untuk bercocok tanam.
Sambil menduga-duga Wan Fei Yang terus menjalankan
kudanya. Sekarang dia sudah berada di depan deretan rumah
penduduk itu. Untuk sesaat dia ragu menentukan rumah mana
yang harus di ketuknya. Bagaimanapun juga dia tidak dapat
melanjutkan perjalanan malam ini. Hujan turun semakin deras,
kudanya sudah lemas sekali dia harus menemukan rumah
yang memungkinkan baginya untuk bermalam.
Tiba-tiba pintu sebuah rumah yang letaknya di tengah-tengah
terbuka. Seorang kakek tua menyembulkan kepalanya dan
mengangkat lentera di tangannya untuk melihat ke arah Wan
Fei Yang. Unluk sejenak, Wan Fei Yang masih bimbang, kemudian dia
menjalankan kudanya mendekati rumah kakek itu. Setelah itu
dia turun dan kudanya. "Lopek, maaf mengganggu, Cayhe
ingin menumpang barang semalam. Apakah Lopek keberatan
kalau cayhe menumpang di rumah Lopek?"
Kakek tua itu memperhatikannya dengan seksama. Mulutnya
yang sudah tidak bergigi lagi tersenyum ramah. "Mari masuk
anak muda " Tambatkan saja kudamu di pinggir sumur itu,"
katanya sambil menunjuk ke dalam.
Wan Fei Yan menganggukkan kepalanya.
1400 Cepat dia menarik tali kudanya masuk kedalam halaman
rumah tersebut dan menambatkan kudanya ke sebuah tiang di
samping sumur. Kakek tua itu menyodorkan lenteranya ke
hadapan anak muda itu agar dia dapat melihat agak jelas.
"Cepat masuk ke dalam rumah. Bajumu basah kuyup semua.
Kau bisa sakit nanti," kata orang tua itu selanjutnya.
Hati Wan Fei Yang merasakan kehangatan yang sudah lama
tidak dirasakannya. "Terimakasih, lopek. Kau sendiri juga
jangan berlama-lama diluar. Hujan semakin deras," katanya
dengan nada terharu.
Mereka pun segera melangkah ke dalam rumah. Ruangan
depannya sederhana sekali. Ditengah-tengah hanya terdapat
sebuah meja persegi dengan tiga buah bangku kayu yang
mengelilinginya. Di sebelah kiri ada sebuah kamar yang hanya
dibatasi dengan sehelai kain yang sudah penuh dengan
tambalan. Wan Fei Yang mengedarkan pandangannya ke
seluruh ruangan tersebut. "Lopek tinggal seorang diri di
tempat ini?"
"Tadinya dengan seorang istri, tapi nenek nenek itu sudah
meninggalkan Lohu setahun yang lalu. Sekarang aku hanya
sendirian."
"Cayhc she Wan, entah apa she Lopek yang mulia?"
"Lohu she Cia... panggil saja Cia lopek. Sekarang lebih baik Kongcu membasuh diri dan beristirahat di dalam kamar.
Setelah mengurus kuda Kongcu nanti, Lohu akan sediakan
sedikit bubur untuk pengisi perut," kata kakek|tua itu
Wan Fei Yang terharu sekali. Itulah sebabnya dia menyukai
kehidupan di desa kecil. Orang-orangnya masih polos dan
lugu. Mereka tidak segan mengulurkan tangan memberi
perolongan meskipun keadaan sendiri belum tentu mencukupi.
Berbeda dengan kehidupan dunia kangouw yang selalu penuh
1401 dengan kekerasan.
Malam itu Wan Fei Yang menginap di rumah si kakek tua.
Meskipun dia tidak dapat idur dengan pulas, tapi setidaknya
dia bisa duduk bersila dan menghimpun hawa murninya agar
kelelahannya pulih kembali.
Keesokan harinya pagi-pagi dia sudah keluar dari kamar.
Kakek tua itu sudah menjerang air untuknya. Dia membasuh
mukanya dan nenengok sebentar keadaan kudanya.
Tamlaknya kuda itu sudah kuat kembali karena dapat
beristirahat sepanjang malam. Wan Fei Yang mengucapkan
terima kasih yang sebesar-esarnya dan memberikan sedikit
uang kepada si kakek.
Tadinya si kakek itu tidak mau menerimanya. Namun Wan Fei
Yang tetap memaksa. Akhirnya dengan pandangan terharu
kakek itu nenerimanya. "Lopek, aku ingin menanyakan arah
mana yang harus cayhe tempuh untuk menuju Bu-tong-san?"
Kakek itu tertegun mendengar pertanyaannya. "Ada keperluan apa Kongcu pergi ke Bu-tong-san?"
"Cayhe memang murid Bu Tong. Sudah beberapa bulan
cayhe berkelana di dunia kangouw. Tiba-tiba cayhe mendapat
berita bahwa Supek cayhe mati karena dibokong oleh
sejumlah penjahat, oleh karena itu cayhe ingin cepat-cepat
pulang untuk mengetahui benar atau tidaknya berita tersebut,"
kata Wan Fei Yang terus terang.
Wajah kakek itu agak berubah mendengar keterangan
tersebut. "Apakah Supekmu bernama Gi ban li?"
Sekarang Wan Fei Yang yang terpana mendengar
pertanyaannya. "Bagaimana Lopek bisa mengetahui bahwa di
Bu-tong-san ada yang bernama Gi Ban Li?" tanyanya
penasaran. 1402 Kakek tua itu menarik nafas panjang.
"Lohu pernah bekerja menjadi pelayan di rumah keluarga Gi
Ban Li. Dengan kata lain, Gi Ban li adalah Kongcu Lohu.
Ketika kedua orang tuanya meninggal, Kongsu lohu memilih
berkelana di dunia persilatan untuk mencari ilmu. Belakangan
lohu dengar dia masuk menjadi murid Bu-tong-pai. Mungkin Gi
Kongcu juga pernah mencari berita Lohu, tapi Lohu sudah
lama hidup di desa yang terpencil ini sehingga putuslah
hubungan kami."
Wan Fei Yang terharu sekali. Dia segera menjatuhkan diri
berlutut di hadapan orang tua itu. "Cia kong kong, cayhe
adalah putra Gi Ban Li. Sedangkan ayah, dia orang tua sudah
berpulang beberapa bulan yang lalu."
Bibir kakek tua itu bergetar mendengar ucapan Wan Fei Yang.
Dia cepat-cepat memapahnya berdiri. "Thian maha kuasa!
Ternyata di usia tua ini, lohu masih sempat bertemu dengan
putra Kongcu. Tapi ... tadi Kongcu mengatakan bahwa Gi
Kongcu Lohu itu sudah meninggal dunia" Benarkah?"
Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya. "Tidak heran kalau
Cia kong kong tidak tahu. Desa ini memang terpencil dan jauh
dari Bu-tong-san. Tampaknya tidak banyak berita yang
tersebar di daerah ini. Ayah sudah menjadi Ciang bun jin Bu-
tong-san sejak dua puluh tahun yang lalu. Namun dia orang
tua terbunuh oleh orang jahat."
Air mata mengalir di pipi Cia kong kong. Dia sedih sekali
mendengar berita itu. Namun sekaligus hatinya juga senang
dapat bertemu dengan Wan Fei Yang.
"Terima kasih kepada Thian, Kongcu mendapatkan putra yang
demikian gagah," kata-katanya terhenti. Suatu ingatan seperti melintas di benaknya. "Tapi ... ada yang tidak benar Kongcu mengatakan bahwa Kongcu she Wan ... "
1403 Terpaksa Wan Fei Yang menceritakan garis besar riwayat
hidupnya. Orang tua itu mendengarkan dengan mata
terbelalak. Dia tidak menyangka Wan Fei Yang mempunyai
riwayat hidup yang demikian malang. Dia memandang anak
muda itu dengan sorot iba. "Kongcu, hari sudah mulai siang.
Berangkatlah ke Bu tong san dan selesaikan semua urusan di
sana. Apabila suatu hari Kongcu merasa jenuh hidup di dunia
kangouw, pintu rumah Kong Kong yang reot ini siap
menerimamu kapan saja," katanya setelah Wan Fei Yang
mengakhiri ceritanya.
Wan Fei Yang menjura sekali lagi kepadi orang tua itu. Dia
keluar dari halaman rumah tersebut sambil memegang tali
kendali kuda nya.
"Kongcu tinggal mendaki bukit yang ada di ujung desa ini
kemudian ambil arah barat. Setelah menyeberangi sungai,
beloklah ke ara timur. Kongcu tentu akan sampai di Bu-tong-
san dalam jangka waktu kurang lebih tiga hari."
Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya. Dia menjeblak ke
atas kudanya sambil melambaikan tangan. Kemudian dia
melarikan kudanya dengan kencang. Orang tua itu
memandangi punggung Wan Fei Yang sampai menghilang di
kejauhan. Dia menarik nafas sekali lagi sebelum masuk ke
dalam rumah. Banyak sekali kejadian di dunia ini yang tidak terduga. Bahkan
semuanya begitu kebetulan karena telah diatur oleh Thian
yang kuasa! *** Api di tungku berkobar-kobar. Meskipun sebentar lagi akan
masuk musim salju dan hawa di malam hari dingin menggigit,
namun kedua orang tukang besi itu tetap mengucurkan
keringat dengan deras.
1404 Mereka adalah tukang pukul besi yang paling terkenal dalam
jarak seratus li. Keduanya tidak saling mengenal satu dengan
lainnya sebelum ini. Tok-ku Bu-ti yang mengumpulkan
keduanya di tempat itu. Tadinya mereka tidak bersedia
menerima tawaran tersebut. Tapi mereka melihat dengan
mata kepala sendiri sepasang kepalan tangan Tok-ku Bu-ti
yang sekeras besi. Sekali hantam saja batu yang besar
langsung hancur berantakan. Dengar sinar mata ketakutan
mereka terpaksa menganggukkan kepalanya.
Di bawah pengalaman yang luas dan ilmu yang profesional
dari kedua tukang itu, kurang lebih dalam jangka waktu tujuh
hari, sebuah tongkat besi berkepala naga sudah hampir
rampung dikerjakan. Panjang maupun beratnya hampir
seimbang dengan tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti yang
sebelumnya. Tok-ku Bu-ti justru tinggal di belakang rumah ini. Kecuali
waktu makan, selebihnya dia lebih banyak berdiam di dalam
kamar. Dia juga jarang berbicara. Sebetulnya kedua tukang itu
dapat meninggalkan tempat itu setiap waktu. Tok-ku Bu-ti
tidak pernah menjaga mereka. Tapi mereka sendiri yang tidak
berani. Semacam ketakutan yang sulit diuraikan dengan kata-
kata telah merasuki jiwa mereka.
Mereka hanya mengharapkan satu hal. Seandainya tongkat
kepala naga itu telah selesai dibuat, mereka akan dibiarkan
pergi oleh Tok-ku Bu-ti atau tamu yang aneh itulah yang akan
meninggalkan mereka tanpa mendatangkan kesulitan apa-apa
lagi. Tentu saja Tok-ku Bu-ti dapat memahami isi hati mereka. Dia
tidak memperdulikannya. Dia memang telah merencanakan
bahwa dia akan segera meninggalkan tempat itu setelah
tongkat kepala naganya selesai dirampungkan.
Sejak dia mengirim surat tantangan ke Bu-tong-san, orang-
orang Tian Sat tidak pernah lagi mengganggunya. Apa
1405 sebabnya mereka menghentikan niat membunuhnya, Tok-ku
Bu-ti paham sekali.
Dia yakin orang-orang Tian Sat pasti mempunyai akal untuk
mengetahui apa isi surat yang dikirimkannya ke Bu-tong-san.
Dia juga yakin surat itu pasti akan sampai di Bu-tong-san
tanpa mengalami kesulitan. Orang yang membawa surat itu
memang murid Bu-tong-pai. Sebetulnya dia mendapat tugas
untuk mencari Wan Fei Yang. Tapi di perjalanan dia dihadang
oleh Tok-ku Bu-ti. Tentu saja dia terkejut sekali. Dikiranya
bahwa Tok-ku Bu-ti pasti akan membunuhnya.
Walau pun akhirnya dia sadar Tok-ku Bu-tidak akan
melakukan hal itu, namun rasa terkejutnya tidak hilang sama
sekali. Tok-ku Bu-ti menyatakan isi hatinya bahwa dia ingin
murid Bu tong tersebut mengantarkan surat ke Bu tong san.
Surat itu berisi tantangan kepada Wan Fei Yang untuk
bertarung di atas Giok Hong teng. Bagaimana murid Bu tong
itu tidak menjadi panik. Wan Fei Yang saja belum ditemukan,
sedangkan waktu perjanjian yang ditentukan oleh Tok-ku Bu-ti
tidak berapa lama lagi.
Murid Bu tong pai itu tidak berani menunda waktu lagi. Dia
terpaksa membatalkan niatnya mencari Wan Fei Yang.
Karena dia berpikir bahwa bukan hanya dia seorang yang
menjalankan lugas tersebut. Lebih baik dia segera membawa
surat tersebut ke Bu tong san agar mereka bisa
mempersiapkan diri seandainya waktunya tiba dan Wan Fei
Yang belum berhasil ditemukan juga.
Setelah berhasil menitipkan surat itu kepada murid Bu tong pai
tersebut, perasaan Tok-ku Bu-ti menjadi jauh lebih tenang.
Semacam ketenangan yang sudah lama tidak dirasakannya.
Dia menentukan waktu pertarungan jatuh pada tanggal satu
bulan dua belas. Meskipun waktunya tidak seberapa lama lagi,
namun Tok-ku Bu-ti yakin, sampai saatnya tentu apa yang
direnvanakannya sudah dapat selesai.
1406 Apa yang hendak dilakukan tidak banyak. Tapi entah


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengapa, tiba-tiba dia mempunyai perasaan bahwa dia ingin
bertemu dengan Tok-ku Hong sekali lagi. Biar bagaimana, dia
pernah membesarkan Tok-ku Hong seperti anaknya sendiri. Di
antara mereka ada sejenis perasaan yang sulit diuraikan.
Mereka juga sudah menggunakan sebutan ayah dan anak
selama belasan tahun.
Begitu teringat Tok-ku Hong, dia merasa dirinya agak
menyesal atas apa yang telah dilakukannya kepada gadis itu.
Dia sendiri merasa heran mengapa tiba-tiba hatinya bisa
berubah menjadi lemah dan sentimentil.
Kemana perginya Tok-ku Hong" Apakah dia masih hidup di
dunia ini" Tok-ku Bu-ti tidak tahu. Seandainya Bu-ti-bun masih
berdiri, asal dia menurunkan perintah saja, dalam waktu
beberapa hari para anggotanya pasti sudah kembali memberi
laporan yang memuaskan. Sekarang dia sudah sebatang
kara. Dia tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Tanpa terasa,
kesepian menyelinap di hatinya.
Dia bagaikin seekor burung yang tersesat; Sebetulnya diri
Tok-ku bu-ti juga patut dikasihani. Sayangnya rasa gengsi
orang ini terlalu tinggi. Dia angkuh sekali. Seandainya! sejak
dulu dia mau memaafkan Sen Man Cing, tentu dia tidak
mengalami kesengsaraan seperti hari ini.
Selama ini dia tidak pernah bercermin diri. Dia tidak mau
mengakui bahwa kesalahannya tidak sepenuhnya ada pada
diri Sen Man Cing. Dia yang mulai lebih dahulu.
Keranjingannya akan ilmu silat membuat rumah tangganya
yang harmonis hancur. Bukan Sen Man Cing tidak
mencintainya. Wanita itu pernah mencintainya sepenuh hati,
namun kekecewaan yang melanda seorang wanita memang
kadang kadang berakibat mengerikan. Dia tidak mendapatkan
kasih sayang yang selayaknya. Oleh karena itulah dia mencuri
kasih sayang yang terlihat di hadapannya. Dia sengaja
1407 menolong Ci Siong tojin sebetulnya dengan niat menarik
perhatian Tok-ku Bu-ti. Memancing kecemburuan hati laki-laki
itu. Siapa sangka dari awal sampai akhir Tok-ku Bu-ti malah
lidak pernah menjenguknya, bahkan tidak tahu kalau dia telah
menolong musuhnya.
Sampai Sen Man Cing hamil akibat hubungan gelapnya
dengan Ci Siong tojin dan wanita itu sendiri yang mengaku
semuanya, dia baru tahu. Tapi kembali dia membuat suatu
kesalahan besar. Dia tidak mengoreksi siapa yang bersalah
dalam hal ini. Bahkan dia sengaja membiarkan semuanya
berlangsung dan mengaku Tok-ku Hong sebagai anak
kandungnya. Sementara itu dendam dalam hatinya tetap
berkobar. Sehari berlalu menjadi sebulan. Sebulan berlalu
menjadi setahun. Dendam itu bagai lapisan es yang makin
lama makin menumpuk. Sampai akhirnya ketika ia mengalami
berbagai kejadian hebat seperti Bu-ti-bun digempur oleh
Thian-ti dan Fu Giok Su, dendamnya langsung meledak. Dia
menyalahkan Sen Man Cing sebagai pembawa sial dalam
hidupnya. Dan dia membalaskan dendamnya kepada Tok-ku
Hong. Maksudnya tentu saja agar Ci Siong tojin tidak dapat
tenang di alam baka Sen Man Cing dibiarkan hidup semakin
menderita. Apa hasilnya" Hal inilah yang tidak pernah terlintas dalam
pikirannya. Dia hanya tahu membalaskan dendamnya tanpa
memikirkan apa akibatnya apabila maksudnya gagal.
Bukankah dia menghancurkan dirinya sendiri! Ternyata
sekarang dia baru dapat merasakan bahwa luka yang
memang sudah ada dalam hatinya malah semakin menganga.
Tok-ku Bu-ti membayangkan apa yang di lakukan Tok-ku
Hong apabila bertemu dengannya. Dia tahu gadis itu pasti
membencinya sekarang. Dia juga tahu tidak ada harapan lagi
baginya untuk mengembalikan Tok-ku Hong yang dulu.
*** 1408 Pada hari keenam. Wan Fei Yang berhasil mencapai Bu-tong-
san. Para murid Bu-tong-pai menyambutnya dengan gembira.
Fu Hiong Kun berdiri di depan halaman melihat Wan Fei Yang
turun dari kudanya. Yo Hong segera menghampiri.
"Wan sute, syukurlah akhirnya kau kembali juga!"
Wan Fei Yang tersenyum pahit. "Di perjalanan aku mendengar kabar kematian Yan Supek. Aku masih berharap kabar itu
bohong adanya."
Yo Hong menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sedangkan
air mata mengembang lagi di sudut bola mata Fu Hiong Kun.
Wajah Wan Fei Yang berubah pucat seketika. "Jadi benar
berita itu?" tanyanya dengan bibir bergetar.
Yo Hong dan Fu Hiong Kun menganggukkan kepalanya
serentak. "Mari Wan Sute, aku antarkan kau melihat peti jenasahnya.
Kami meletakkannya di ruang perabuan para Ciang bunjin.
Kami pikir sebaiknya menunggu kau kembali baru
diperabukan."
Tubuh Wan Fei Yang terhuyung-huyung. Dan di ringi oleh Yo
Hong dan Fu Hiong Kun, mereka berjalan ke belakang gedung
di mana terdapat sebuah tempat yang khusus menyimpan abu
jenasah para tokoh tingkat atas Bu-tong-pai.
Wan Fei Yang tidak dapat menahan dirinya lagi ketika melihat
peti jenasah itu. Dia menangis tersedu-sedu. Setelah Ci Siong
tojin meninggal, orang yang paling dekat dengannya memang
tinggal Yan Cong Tian. Sekarang orang tua itu juga tiada lagi.
Bagaimana hatinya tidak sedih memikirkan nasib Bu-tong-pai
yang demikian tragis"
"Aku akan membalas dendam ini, Yan Supek. Tenanglah di
alam baka!" katanya dengan sepasang tinju dikepalkan erat-
1409 erat. "Wan sute, kami menerima surat tantangan dari Tok-ku Bu-ti yang ditujukan kepadamu." Yo Hong segera mengambil surat
tersebut dan memperlihatkannya kepada Wan Fei Yang.
"Hm ... Tok-ku Bu-ti ... Hari kematianmu sudah tiba!" teriaknya marah.
*** Menjelang senja ...
Langit berawan, matahari masih memancarkan sinarnya
dengan gagah. Namun karena terselimuti sebagian oleh awan
tebal, maka sinarnya tidak begitu terik, malah membawa
kehangatan di penghujung tahun. Angin juga bertiup semilir.
Membawa kesejukan yang menyamankan perasaan.
Pakaian yang dikenakan Tok-ku Hong sangat tipis. Tapi
berjalan di atas pegunungan yang menjulang tinggi, dia tidak
merasakan hawa dingin sama sekali. Mungkin karena
perasaannya sudah kebal terhadap alam sekitar.
Sudah sekian lama dia berjalan tanpa tujuan. Pikirannya
selalu melayang-layang. Hatinya tidak dapat tenang. Dia
sendiri tidak mengerti apalagi yang dipikirkannya. Namun
perubahan pernikahannya kali ini memang memberikan
pukulan yang berat baginya. Mimpi pun dia tidak pernah
membayangkan bahwa orang yang dicintainya dan akhirnya
berhasil menikah dengannya serta menjadi suaminya adalah
abangnya sendiri.
Mengapa hidup mempermainkannya" Bahkan dia sama sekali
tidak menyangka kalau dirinya adalah putri Ci Siong to jin,
bukan Tok-ku Bu-ti. Seumur hidup, apabila Tok-ku Bu-ti
mengadakan pertarungan dengan Ci Siong to jin, dia selalu
mendoakan agar Tok-ku Bu-ti yang akan meraih kemenangan.
1410 Malah setiap kali Tok-ku Bu-ti menang, dia selalu menanyakan
mengapa Ci Siong tojin tidak dibunuh saja.
Tok-ku Hong tidak tahu apakah dia harus membenci ibunya
yang telah menutupi hal ini sekian lama. Dia juga tidak dapat
memastikan apakah ibunya yang bersalah dalam hal ini. Tapi
ada satu hal yang benar-benar mengejutkan hatinya juga
teramat menyakitkan hatinya. Meskipun Tok-ku Bu-ti bukan
ayah kandungnya, tapi hubungan mereka selama ini sangat
dekat. Mengapa dia tega melakukan semua ini terhadap
dirinya" Apakah hanya untuk mencapai kepuasan dirinya
dalam menyakiti ibunya" Apa yang akan ia lakukan apabila
bertemu lagi dengan Tok-ku Bu-ti"
Baik Tok-ku Bu-ti maupun Tok-ku Hong tidak tahu bahwa
mereka sama-sama mempunyai pikiran yang serupa. Hal ini
membuktikan bahwa sebetulnya kedua orang itu sudah terikat
hubungan batin yang kuat. Namun keduanya sama-sama tidak
menyadari. Sebenarnya hubungan Tok-ku Hong memang
lebih dekat dengan Tok-ku Bu-ti ketimbang Sen man Cing.
Sejak kecil Tok-ku Bu-ti sudah melarang Tok-ku Hong
menjumpai Sen Man Cing. Pertemuan antara ibu dan anak itu
dapat terhitung dengan jari tangan sepanjang tahun.
Bukannya Sen Man Cing tidak pernah mencoba menemui
Tok-ku Hong, tapi Tok-ku Bu-ti mengancamnya dengan
mengatakan bahwa dia akan memberitahukan kepada Tok-ku
Hong siapa dirinya apabila Sen Man Cing berani menemui
gadis itu tanpa sepengetahuannya. Namun biar bagaimana
pun, hubungan antara mereka adalah hubungan ibu dan anak.
Setelah menginjak dewasa, malah Tok-ku Hong yang sering
menemui Sen Man Cing secara sembunyi-sembunyi.
Setelah meninggalkan Bu-ti-bun, Tok-ku long selalu berjalan
tanpa tujuan. Tanpa disadari dan tanpa disengaja, ternyata dia
berjalan ke arah Bu-tong-san lagi. Nalurinya seakan tidak
berfungsi lagi. Dia juga tidak pernah berhenti dan menanyakan
kepada siapa pun di daerah apa dia berada. Kemudian di
1411 perjalanan ia mendengar selentingan kabar tentang kematian
Yan Cong Tian. Saat itu dia baru sadar bahwa tempat di mana
dia berada hanya berjarak satu hari perjalanan lagi ke Bu-
tong-san. Siapa yang membunuh orang tua yang dikenalannya galak
tapi sebetulnya berhati penuh kasih itu" Siapakah yang tega
melakukannya" Apakah Tok-ku Bu-ti" Memang di sepanjang
perjalanan dia mendengar ucapan orang-orang yang
menggosipkan kejadian tersebut. Kebanyakan dari mereka
mencurigai Fu Giok Su yang melakukannya. Namun dia justru
terpikir akan Tok-ku Bu-ti. Mengapa" Apakah dia lebih
mengenal Tok-ku Bu-ti dari orang yang lainnya"
Sebenarnya bukan demikian. Sedikitnya pikiran Tok-ku Hong
masih dapat bekerja. Berdasarkan kelicikan Tok-ku Bu-ti, hal
apa yang tidak dapat dilakukan oleh orang itu" Sekarang Tok-
ku Hong sadar bahwa Tok-ku Bu-ti sanggup melakukan
perbuatan yang paling rendah sekalipun.
Begitu teringat kembali kepada Tok-ku Bu-ti, serangkum
perasaan sakit sekali lagi menyelinap di dalam hatinya. Dia
sedih sekali. Hatinya bimbang. Sebetulnya dia ingin sekali naik ke atas Bu-tong-san dan menyembah di depan peli jenasah
Yan Cong Tian. Namun dia tidak dapat mengambil keputusan
yang baik. Bukan karena dia takut bertemu dengan Wan Fei Yang.
Mereka toh belum melakukan apa-apa. Setelah terjadi
gelombang yang besar hatinya memang pernah kalut, namun
sekarang semuanya telah berlalu. Perasaannya meskiput
kebal tapi sudah jauh lebih tenang dari sebelum.
Setelan mengetahui bahwa dia masih mempunyai seorang
saudara di dunia ini, bagi Tok-ku Hong malah harus disebut
sebagai keberuntungan. Dia merasa bangga mempunyai
abang seperti Wan Fei Yang. Tapi begitu mengingat mata-
mata penuh ejekan yang akan memandanginya, hatinya
1412 kembali tertekan. Dapatkah mereka mengerti bahwa semua ini
bukan kesalahannya atau pun kesalahan Wan Fei Yang"
Mereka justru dijebak oleh Tok-ku Bu-ti yang berhati binatang.
Dia tidak dapat memastikan apakah murid Bu tong akan
menatapnya dengan pandangan seperti yang
dikhawatirkannya, namun mau tidak mau dia harus
memikirkannya baik-baik. Sebetulnya dia merupakan seorang
gadis yang berhati hangat. Ibarat tungku api yang berkobar-
kobar. Tapi setelah mengalami berbagai pukulan batin, dia
sudah berubah jauh.
Tok-ku Hong berjalan mondar-mandir sekian lama di sekitar
kaki gunung tersebut, akhirnya dia memutuskan untuk naik ke
atas untuk melihat kejadian sebenarnya. Meskipun berita itu
sudah ramai dibicarakan orang. Tapi sebelum melihat dengan
mata kepala sendiri, hatinya masih kurang percaya. Walaupun
dalam sanubarinya pernah terselip perasaan bahwa apa yang
dikatakan orang itu adalah kenyataan, namun dia masih
berusaha menghibur hatinya sendiri dengan mengatakan
bahwa bisa saja orang-orang itu salah dengar.
Jalanan menuju ke puncak gunung berliku-liku. Cara jalan
Tok-ku Hong juga lambat sekali. Tidak ada hal yang
membuatnya harus tergesa-gesa. Seandainya Yan locianpwe
itu memang sudah mati, bagaimana cepatnya pula dia sampai
ke Bu-tong-san, tetap tidak dapat menghidupkan orang tua itu
kembali. Dia malah berjalan dengan kepala ditundukkan. Pikirannya
melayang-layang. Sama sekali tidak mempertimbangkan
apakah arah yang diambilnya ini betul akan mencapai Bu tong
san. Asal di depan matanya masih ada jalai yang dapat
ditempuh, dia tidak menghentikan langkah kakinya.
Ketika sedang berjalan itulah, tiba-tiba dia mempunyai firasat
bahwa ada sepasang mata sedang menatapnya lekat-lekat.
Tanpa sadar dia mendongakkan kepalanya. Pada saat itulah
1413 dia melihat seseorang.
Orang itu duduk di atas sebuah batu besar tempat ketinggian.
Rambutnya acak-acakan jenggotnya begitu panjang sehingga
sekali lihat saja, orang akan tahu bahwa dia sudah lama sekali
tidak pernah membenahi dirinya. Pakaiannya pun compang
camping seperti pengemis di jalanan. Wajahnya kusut,
bagaikan orang yang otaknya dibebani berbagai pikiran.
Namun sinar matanya tajam sekali laksana sebilah pedang
yang baru diasah. Dia sedang menatap ke arah Tok-ku Hong
dengan tidak berkedip sekejap pun.
Tok-ku Hong memperhatikannya sejenak. Kemudian dia
segera dapat mengenali orang tersebut. "Fu Giok Su ... !"
serunya tanpa sadar.
"Tidak salah, aku memang Fu Giok Su!"
Tok-ku Hong merasa bahwa orang itu berubah begitu banyak.
Bahkan nada suaranya pun berubah menjadi parau seperti
orang yang sudah lanjut usianya.
Fu Giok Su mencibirkan bibirnya. "Bagaimana aku harus
menyapamu sekarang, Tok-ku kouwnio atau Gi Kouwnio atau
mungkin Wan hujin?"
Wajah Tok-ku Hong berubah hebat mendengar sindirannya.
Namun dia berusaha semaksimal mungkin untuk


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menenangkan perasaannya.
"Bagaimana kau bisa berada di tempat ini?" tanyanya ketus.
Fu Giok Su tertawa lebar. "Aku toh Ciang bunjin Bu-tong-pai.
Kalau aku muncul di daerah sekitar Bu tong, apanya yang
aneh?" Tok-ku Hong menatapnya dengan pandangan mengejek.
1414 "Kulit wajahmu masih cukup tebal untuk menyebut diri sendiri sebagai Ciang bunjin Bu-tong pai!"
"Kedudukanku sebagai Ciang bunjin bukan aku sendiri yang
mengangkatnya. Bahkan ayahmu ... Ci Siong to jin maupun
ayahmu yang satu lagi, Tok-ku Bu-ti, juga mengakui aku
sebagai Ciang bunjin Bu-tong-pai." ... |
Tubuh Tok-ku Hong tergetar saking marah nya. Sesaat
kemudian suatu ingatan terlintas di benaknya. Dia tertawa
dingin. "Kau yang menggunakan jasa Tian Sat untuk
membunuh Yan Pep pek." Tuduhnya langsung.
Fu Giok Su malah tertegun.
"Yan Pek pek" Yan Cong Tian maksudmu"'
"Masih pura-pura bodoh ... !"
"Kematian Yan Cong Tian tidak ada hubungannya denganku."
"Kalau berani melakukan, jangan takut mengakuinya," sindir Tok-ku Hong.
"Untuk apa aku harus mendustaimu?" Fu Giok Su malah balik bertanya kepadanya.
Tok-ku Hong terpana. Dia merasa apa yang i katakan oleh Fu
Giok Su ada benarnya juga.
"Orang-orang Siau Yau kok mempunyai keistimewaan dari
Siau Yau kok sendiri. Meskipun kami tahu bagaimana cara
menghubungi organisasi Tian Sat, tetapi kami belum pernah
mempunyai pikiran sejauh itu. Meskipun ingin, aku sekarang
tidak sanggup mengeluarkan uang untuk membayar mereka
lagi. Sedangkan kau tentunya mengerti bahwa untuk
menggunakan jasa mereka demi membunuh sorang Yan
Cong Tian, bukan uang sedikit yang harus disediakan."
1415 Fu Giok Su mengangkat kedua bahunya. "Paling tidak kau
harus mempunyai uang sebanyak delapan atau sepuluh laksa
tail. Sedangkan di mana kira-kira aku harus mencari uang
sebanyak itu. Meskipun terus terang aku katakan kepadamu,
sebenarnya aku ingin sekali dapat membunuh Yan Cong Tian.
Tapi kalau aku yang melakukannya, aku akan menggunakan
sepasang tanganku sendiri. Menyewa organisasi Tian Sat
untuk membunuh orang yang kau benci, bagiku, Fu Giok Su,
tetap tidak ikan mencapai kepuasan."
Tok-ku Hong menatap Fu Giok Su lekat-lekat.
"Tapi menurut selentingan yang tersebar di dunia kangouw,
justru engkaulah orangnya yang menggunakan jasa organisasi
tersebut."
"Hal itu disebabkan dendam permusuhan antara Siau Yau kok
dan Bu-tong-pai sudah demikian dalam. Dan aku tidak malu
mengakui bahwa cara turun kami selama ini memang
menggunakan cara apa saja, termasuk cara yang dianggap
rendah oleh orang-orang kangouw yang menganggap diri
mereka lurus."
Tok-ku Hong tertawa dingin. "Bagus sekali kalau kau
mengakuinya!"
"Tapi ... " Fu Giok Su menghentikan kata katanya. Dia mengembangkan seulas senyum yang mengerikan.
"Seandainya orang lain tidak tahu, namun seharusnya engkau yang paling memahami, bahwa selain diriku, di dunia ini masih
ada satu orang lagi yang silatnya lebih rendah."
Sekali lagi Tok-ku Hong terpana.
"Tok-ku Bu-ti ... " Sepatah demi sepatah Giok Su
mengucapkan keempat suku kata tersebut.
1416 Wajah Tok-ku Hong berubah semakin kelam. Dia tidak dapat
melukiskan bagaimana perasaannya saat itu.
"Dia dihajar oleh Wan Fei Yang sampai kalang kabut. Seumur hidup Tok-ku Bu-ti belum pernah dikalahkan dengan cara
demikian tragis. Seandainya timbul pikirannya untuk
menggunakan jasa Tian Sat rasanya juga bukan hal yang
tidak mungkin bukan?"
Tok-ku Hong tetap tidak menyahut.
"Apalagi markas Bu-ti-bun yang semestinya bisa kembali ke
tangannya dibakar sampai musnah oleh Yan Cong Tian.
Kebencian terhadap kedua orang itu, rasanya kau sendiri juga
mengerti."
Tanpa sadar Tok-ku Hong menganggukkan kepalanya.
"Aku juga tidak takut berterus terang kepadamu. Sebenarnya
aku sendiri pernah mempunyai pikiran untuk menggunakan
tenaga organisasi Tian Sat. Sayangnya orang yang ingin aku
bunuh terlalu banyak. Dan sudah pasti aku tidak sanggup
mengeluarkan sebanyak itu. Lain halnya dengan Tok-ku Bu-ti
yang kaya-raya. Lagipula aku selalu merasa bahwa ide yang
terpikirkan olehku itu, bukan suatu ide yang baik."
"Sekarang Tok-ku Bu-ti juga tidak kalah miskin denganmu!"
sahut Tok-ku Hong datar.
"Bisa jadi ... tapi siapa tahu apa yang menyelinap di otaknya yang sudah karatan itu?"
Tok-ku Hong tertawa dingin. "Bu tong pai hanya mengurung
kakekmu di dalam telaga dingin selama dua puluh tahun.
Sedangkan dia sendiri yang melakukan kesalahan melanggar
peraturan partai tersebut. Lagipula kalian sudah membunuh
begitu banyak murid Bu tong pai. Seharusnya dendam itu
tidak perlu diperpanjang lagi."
1417 Fu Giok Su menganggukkan kepalanya.
"Tadinya aku juga mempunyai pikiran bahwa apa yang
kulakukan memang rada keterlaluan tapi sekarang, sebelum
melihat kemalian Yan Cong Tian dan Wan Fei Yang, rasanya
aku masih belum puas."
"Yan Pek pek toh sudah mati ... "
"Aku tetap ingin menggali kuburnya pada suatu hari nanti. Aku akan menghancurkan mayatnya menjadi potongan-potongan
kecil." teriak Fu Giok Su sambil menggertakkan giginya.
Sepasang tinjunya juga terkepal erat-erat.
Melihat tampang orang itu, tanpa sadar Tok-ku Hong
menggidik. "Mengapa kebencianmu semakin dalam
kepadanya?"
Tubuh Fu Giok Su bergetar saking marahnya.
"Kalau dia tidak mengejarku mati-matian, anakku hari ini pasti masih hidup segar bugar!" teriaknya dengan mata mendelik.
Tok-ku Hong memandang Fu Giok Su dengan pandangan
aneh. "Anakmu" Apakah kau tidak salah?"
"Tidak salah ... !" suara Fu Giok Su menjadi parau. "Yan Cong Tian yang mencelakakan anakku sampai mati!"
Tok-ku Hong semakin penasaran."Apa sebetulnya yang telah
terjadi?" desaknya.
"Kau tidak perlu tahu ... "
"Kau tidak berani mengatakannya, karena perbuatanmu
sendiri yang busuk bukan?"sindir Tok-ku Hong dengan
tatapan tajam. 1418 "Setidaknya aku tidak berbuat hal yang maksiat dengan adik kandungku sendiri!"
"Fu Giok Su! Aku merasa iba melihat nasibmu. Aku hanya
ingin meringankan beban hatimu. Tapi jangan kau kira ilmu
silatmu sudah sedemikian tinggi sehingga semua orang takut
menghadapimu!"
Fu Giok Su tertegun mendengar makiannya.
"Aku ... aku tidak bermaksud demikian. Hal ini aku sendiri ingin bisa melupakannya. Dengan menceritakan sekali lagi, berarti
aku menggali kenanganku sendiri. Kau pasti sudah
merasakan bagaimana sakitnya rasa di hati apabila cinta kasih
kita gagal, padahal kami saling mencintai ... "
"Rasanya aku mulai mengerti siapa ibu dari anakmu itu," tukas Tok-ku Hong.
"Tidak perlu kau katakan. Dugaanmu sudah pasti benar ... tapi semuanya telah berlalu. Tidak ada yang perlu di ngat lagi."
Tok-ku Hong menggelengkan kepalanya. Perlahan-lahan dia
meneruskan langkah kakinya.
"Berhenti!" bentak Fu Giok Su.
"Apa lagi yang ingin kau katakan?" tanya Tok-ku Hong.
"Kau ingin pergi" Tidak semudah itu!"
"Tentunya kau bukan ingin membunuh aku sekalian sebagai
pelampias amarahmu?"
Fu Giok Su menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak akan membunuhmu. Kau adalah adik dari Wan Fei
1419 Yang. Bagaimana mungkin aku begitu bodoh untuk
membunuhmu?"
Alis Tok-ku Hong langsung mengerut mendengar
perkataannya. "Apa maksud ucapanmu itu?"
Fu Giok Su tersenyum licik.
"Kau tentu sudah merencanakan sesuatu," kata Tok-ku Hong kembali.
Sekali lagi Fu Giok Su tersenyum. Dia maju satu langkah.
"Bukan saja aku tidak akan membunuhmu, aku malah akan
menjagamu dengan baik sekali. Kau tidak usah khawatir."
Tok-ku Hong tidak dapat menerka. Dia hanya menatap Fu
Giok Su dengan tajam. Fu Giok Su juga lidak merasa perlu
menyembunyikan maksud hatinya kepada Tok-ku Hong. Dia
bahkan sengaja mengatakannya dengan terus terang.
"Kalau kau sudah terjatuh ke tanganku, masa Wan Fei Yang
berani macam-macam. Permintaanku tidak banyak. Aku
hanya ingin dia menyerahkan teori ilmu Tian can sinkangny
yang menggemparkan dunia persilatan itu."
"Tian can sinkang?" Tok-ku Hong terkejut sekali.
Tentu saja Tian can sinkang. Di antara Bu tong jit kiat, aku
sudah menguasai enam macam ilmunya. Namun ilmu itu
ternyata tidak begitu hebat. Seandainya dulu aku tahu, aku
juga enggan mempelajarinya. Bahkan pengorbanan yaya-ku
tidak ada artinya kalau dia hanya berhasil mencuri ilmu Bu
tong liok kiat. Seorang Tok-ku Bu-ti saja tidak sanggup
dikalahkan. Tapi apabila aku sudah berhasil melatih Tian can
sinkang yang lalu dipadu lagi dengan Coa liau cap sa sut yang
aku miliki, ditambah dengan ilmu Siau Yau kok yang beraneka
ragam, saat itu aku tidak khawatir tidak dapat menguasai
dunia persilatan ini. Pada saat itu pula, tidak ada seorang pun 1420
yang sanggup menandingiku lagi!" Fu Giok Su tertawa
terbahak-bahak. Semakin dibayangkan hatinya semakin
bangga. Belum apa-apa dia sudah memikirkan bagaimana jati
dirinya apabila sudah berhasil menyatu padukan semua ilmu
itu. Tok-ku Hong begitu terkejut melihat penampilan Fu Giok Su
yang mirip orang yang sudah tidak waras. Tanpa sadar
kakinya mudur dua langkah.
"Kau bermimpi!" teriaknyi marah.
"Mimpi" Pada saat itu, hal yang pertama-tama akan kulakukan adalah memusnahkan Bu tong pai sampai rata menjadi tanah.
Setelah itu aku akan membangkitkan Siau Yau kok kembali.
Jadilah aku Bulim bengcu yang paling disegani di seluruh
dunia kangouw!" Sekali lagi dia tertawa terbahak-bahak.
Tok-ku Hong dapat mendengar ucapannya yang serius. Dia
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku benar-benar
tidak mengerti mengapa kalian semua begitu berambisi untuk
menguasai dunia persilatan!"
"Kalian anak-anak perempuan mana mengerti hal semacam
itu!" Tok-ku Hong menarik nafas panjang. "Aku hanya tahu
perbuatan semacam itu bisa mengorbankan jiwa orang
banyak. Tidakkah kalian sadar bahwa perbuatan seperti itu
adalah semacam dosa yang tidak terampunkan?"
"Dosa" Apa sih dosa itu" Bahkan aku tidak percaya adanya
Thian yang disembah oleh orang-orang bodoh itu. Seandainya
Thian benar ada, nasibku ataupun nasibmu tidak akan
mengenaskan seperti sekarang!" teriak Fu Giok Su.
"Aku percaya semua yang kita terima merupakan akibat dari
ulah kita sendiri. Pada dasarnya Thian mencintai semua umat
1421 di dunia ini. Aku akan mengatakan terus terang bahwa
sebelumnya aku juga tidak pernah memasang hio atau
bersembahyang di kuil mana pun.
Namun setelah berbagai kejadian yang ku alami, aku sudah
dapat mengambil hikmahnya Coba kau bayangkan,
seandainya Thian-tidak adil, tentu aku dan ... Wan Toako telah
melakukan perbuatan yang akan kami sesali seumur hidup.
Hal ini membuktikan bahwa Buddha telah membuka hatinya
bagi kami sebelum kami terlanjur melangkah. Sadarlah ... apa
yang kau terima sudah cukup. Kau dapat memulai hidup baru
dengan hati yang lebih bersih dan terbuka. Aku yakin Wan
Toako juga tidak akan memperpanjang urusan ini. Apalagi
dengan adanya Fu Kouwnio yang mendampinginya!" Tok-ku
Hong sendiri merasa heran. Seumur hidupnya dia tidak
pernah menasehati orang lain. Bahkan dia sendiri yang
biasanya di nasehati oleh orang lain.
Wajah Fu Giok Su berubah hebat mendengar perkataannya.
"Kau ingin mengikuti aku secara suka rela atau kau ingin aku turun tangan meringkusmu?" tanyanya dengan nada berat.
Tok-ku Hong memberikan jawaban dengan gerakan.
Tangannya mencekal sepasang goloknya erat-erat. Fu Giok
Su menatapnya lekat-lekat. Dia tertawa terbahak-bahak.
"Dengan mengandalkan ilmu silatmu, aku yakin kau masih
bukan tandinganku!"
"Kau boleh membunuh aku. tapi jangan harap dapat
menggunakan diriku untuk memaksa Wan " toakoku
menyerahkan Tian can sinkang kepadamu!" Sepasang tangan
Tok-ku Hong langsung mencabut keluar goloknya.
Fu Giok Su kembali tertawa terbahak-bahak. "Sampai saat ini
aku belum pernah bertemu orang yang benar-benar tidak takut
menghadapi kematian!"
"Setidaknya sekarang kau sudah bertemu dengan satu di
1422 antaranya!" Sepasang golok Tok-ku Hong direntangkan di
depan dadanya. "Oh?" Fu Giok Su agak tertegun. Tubuhnya mencelat ke atas laksana seekor burung rajawali sakti yang mengembangkan
sayapnya. Dia melesat dari atas batu dimana dia duduk
sebelumnya. Tubuhnya melayang turun dihadapan Tok-ku Hong. Gadis itu
berteriak lantang kemudian menghentakkan kakinya.
Sepasang goloknya menerjang ke depan. Sinar golok
memijar-pijar. Fu Giok Su berkelebat lagi. Sepasang telapak
tangannya dikatupkan seperti paruh bangau. Dengan
kecepatan kilat dia menyerang Tok-ku Hong. Keduanya saling
bergebrak. Meskipun gerakan Fu Giok Su sangat cepat, tapi
serangannya tidak ditujukan ke bagian tubuh Tok-ku Hong
yang berbahaya. Tampaknya dia memang ingin meringkus
gadis itu hidup-hidup agar dapat ditukar dengan Tian can
sinkang milik Wan Fei Yang.
Walaupun demikian, Tok-ku Hong tetap kewalahan. Hatinya
panik sekali. Dia benar-benar tidak takut lagi menghadapi
kematian. Yang ditakutinya justru apabila Fu Giok Su berhasil
meringkusnya dan menggunakan dirinya sebagai sandera
untuk memaksa Wan Fei Yang.
Fu Giok Su pernah bergebrak dengan Tok-ku Hong secara
langsung. Sekarang dia baru menyadari bahwa ilmu silat gadis


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini juga tidak boleh dianggap remeh. Setidaknya dia mendapat
didikan langsung dari Tok-ku Bu-ti. Untuk membunuhnya
memang mudah, tapi untuk meringkusnya tanpa melukai
dirinya sedikit pun, juga bukan pekerjaan yang gampang.
Sedangkan dia mengerti, sedikit saja Tok Hong terluka, Wan
Fei Yang pasti tidak mengampuninya.
Tok-ku Hong tampaknya mulai mengerti isi hati Fu Giok Su.
Serangannya semakin gencar. Dia tidak takut dirinya akan
dilukai oleh Fu Giok Su. Sebab dia sudah dapat meraba,
1423 meskipun serangan Fu Giok Su dikerahkan dengan gencar
namun kekuatan tenaganya tidak dikerahkan sepenuhnya.
Tubuh Fu Giok Su berkelebat ke sana kemari. Laksana seekor
burung rajawali, dia terus mengintil ketat di belakang Tok-ku
Hong. Sepasang tangannya terulur ke depan untuk
mencengkeram gadis tersebut. Gerakan Tok-ku Hong cukup
gesit. Sepasang goloknya disapukan bagai angin topan. Tapi
dia tetap harus mundur dua langkah ke samping baru bisa
menghindarkan diri dari cengkeraman Fu Giok Su.
Gerakan yang dilakukan Fu Giok Su semakin lama semakin
aneh bagi penglihatan Tok-ku Hong. Kadang-kadang dia
bergulingan di atas tanah bagai cacing yang kepanasan,
kadang-kadang dia melayang di udara bagai seekor burung
rajawali sakti. Tentu saja Tok-ku Hong tidak tahu bahwa Fu
Giok Su sudah mengerahkan ilmu Coa tiau cap sa-sut
miliknya yang hebat. Kecepatannya hampir tidak bisa
ditangkap oleh Tok-ku Hong. Tapi dasar gadis itu memang
sudah nekat, tanpa memperdulikan bahaya yang ada di depan
dia menerobos ke dalam gerakan tangan Fu Giok Su. Anak
muda itu terkejut sekali. Pada dasarnya dia hanya ingin
menciutkan nyali gadis itu dengan mengerahkan Coa tiau cap
sa-sut yang memang dahsyat. Sekarang dia menyadari bahwa
gadis itu benar-benar nekat. Tindakannya lebih mirip bunuh
diri daripada bertarung secara adil. Cepat-cepat Fu Giok Su
menarik kembali tangannya. Golok Tok-ku Hong sudah di
depan mata dan mengancam tenggorokannya. Fu Giok Su
terpaksa membungkukkan tubuhnya untuk menghindari
serangan sepasang golok tersebut. Meskipun serangannya
gagal, Tok-ku Hong tetap tidak putus asa. Keringat mulai
membasahi keningnya. Sebetulnya memang kekuatan gadis
itu sudah melemah. Sudah berbulan-bulan dia berjalan tanpa
arah tujuan. Makan, minum maupun tidur tidak teratur.
Keadaan staminanya sedang menurun. Ditambah lagi
sekarang dia dipermainkan oleh
Fu Giok Su. Sayangnya anak muda itu tidak menyadari
keadaan dirinya. Pikirannya dipenuhi oleh bayangan Wan Fei
1424 Yang yang terkejut apabila dia membawa Tok-ku Hong ke
depannya. Dia terus mendesak gadis itu sampai melihat
bahwa Tok-ku Hong sudah hampir tidak sanggup menghadapi
serangannya. Padahal saat itu dia baru melancarkan jurus
ketujuh dari Coa tiau cap sa-sut. Fu Giok Su segera
menghentikan gerakannya.
Tok-ku Hong terpana. Sepasang goloknya masih dilinlangkan
di depan dada untuk berjaga-jaga. Fu Giok Su tertawa dingin
menatapnya. "Apakah kita perlu meneruskan pertarungan ini?"
"Mengapa kau menanyakan hal itu?"
"Coa tiau cap sa-sut belum kukerahkan semuanya, tapi
tampaknya kau tidak sanggup lagi menahan diri dari
seranganku!"
"Mengapa kita tidak meneruskannya supaya tahu benar
tidaknya apa yang kau katakan itu?"
Tok-ku Hong memang keras kepala. Biar dia tahu dirinya
bukan tandingan Fu Giok Su namun dia tetap ingin
meneruskan pertarungan tersebut.
"Apakah kau masih tetap mempunyai tempat untuk mundur
lagi?" Fu Giok Su malah bertanya kembali.
Tok-ku Hong tertegun sejenak. Sebuah ingatan melintas
dibenaknya. Tanpa sadar dia menoleh ke belakang. Saat itu
dia baru menyadari bahwa dirinya sudah berada di tepi jurang
yang dalam. Jurang itu bukan saja dalam, di bawahnya malah
membentang laut yang luas dengan gelombang ombak yang
besar-besar. Apabila mundur lagi satu langkah, Tok-ku Hong
pasti akan terjatuh ke dalam jurang tersebut. Sedangkan
dalam keadaan seperti ini dia tidak mempunyai pilihan yang
lain lagi. "Bagaimana" Kalau kau terjatuh di tempat yang demikian
1425 dalam, aku yakin tulang di seluruh tubuhmu akan hancur tidak
berbentuk!"
Tok-ku Hong menoleh sekali lagi ke belakang. Tanpa sadar
bulu kuduk di seluruh tubuhnya bangun semua. Fu Giok Su
tertawa terbahak-bahak. "Lepaskan golokmu, ikutlah aku ke
Bu-tong-san!"
Tok-ku Hong malah mencekal goloknya erat-erat. Sepasang
bibirnya terkatup. Angin yang kencang membuat rambutnya
menjadi berantakan. Tapi tetap saja tidak sanggup
menghembuskan adatnya yang memang keras kepala sejak
dulu. "Kau masih demikian muda. bukan sayang kalau kau sampai
mati dengan cara seperti ini?" kata Fu Giok Su selanjutnya.
"Seandainya kau sudah berhasil melatih ilmu Tian can
sinkang. Orang yang pertama-tama akan kau bunuh pasti
Wan Toako. Kalau aku menuruti keinginanmu demi
mempertahankan selembar nyawaku sendiri, siapa yang dapat
memaafkan apa yang telah aku lakukan?" tanya Tok-ku Hong
sinis. Wajah Fu Giok Su agak berubah mendengar perkataannya.
Dia tidak begitu mendalami sifat gadis yang satu ini. Entah dia sanggup berbuat nekat atau tidak. Tapi dia tidak berani
mencoba-coba. "Mungkin aku bisa mempertimbangkan lagi untuk tidak
membunuh Wan Fei Yang."
Tok-ku Hong tertawa dingin. "Kau kira aku akan mempercayai kata-katamu?"
Fu Giok Su juga tertawa lebar. "Sayangnya kau sekarang tidak mempunyai pilihan yang lain!"
1426 "Kalau mengandalkan ilmu silat yang aku miliki, aku memang bukan tandinganmu. Sebetulnya tidak perlu diragukan lagi,
kau memang orang yang cerdas, tapi kali ini kau melakukan
kesalahan besar!"
Alis Fu Giok Su berkerut mendengar kata-katanya.
"Kau mendesak aku sampai ke tempat ini. Tahukah kau
bahwa sama artinya kau telah memberi aku sebuah pilihan
yang lain?"
Fu Giok Su tertegun. "Pilihan yang lain?" Sebuah ingatan
terlintas. Dia cepat menerjang ke depan.
"Jalan kematian!" teriak Tok-ku Hong sambil melempar
sepasang goloknya ke arah Fu Giok Su. Kakinya mundur dua
langkah. Tubuh nya langsung terjatuh ke dalam jurang yang
dalam. Tangan Fu Giok Su mengibas. Sepasana golok yang
meluncur ke arahnya tersampok jatuh. Tubuhnya langsung
melesat secepat kilat ke arah Tok-ku Hong. Gerakannya tidak
dapat disebut lambat lagi, namun tetap saja tidak sempat
meraih tubuh Tok-ku Hong yang sudah meluncur jatuh ke
dalam jurang. Dia melongokkan kepalanya ke bawah. Tubuh
Tok Hong dalam sekejap mata hanya tinggal titik dalam.
Sesaat kemudian, dia tidak terlihat lagi.
Fu Giok Su masih menatap ke dalam juran itu dengan
pandangan termangu-mangu. Tanpa sadar hatinya menggidik.
Jurang itu terlalu dalam dan laut di bawahnya demikian
bergelora. Dia tidak percaya Tok-ku Hong tidak takut mati, tapi gadis itu malah membuktikan padanya.
Tanpa adanya Tok-ku Hong, bagaimana dia bisa memaksa
Wan Fei Yang menyerahkan ilmu Tian Can sinkang yang
sangat di nginkannya. Dada Fu Giok Su bergemuruh. Rasa
amarah seakan meluap sampai ke atas kepalanya.
Dilemparkannya sepasang golok milik Tok-ku Hong ke dalam
jurang sekalian.
1427 Selelah dia membuang sepasang golok tersebut, dia
menyesal kembali. Mengapa sekarang otaknya seperti tidak
bekerja. Dia telah membuang sebuah peluang yang bagus
sekali. Apabila dia menunjukkan sepasang golok milik Tok-ku
Hong kepada Wan Fei Yang dan mengatakan bahwa gadis itu
berada dalam cengkeramannya, tentu Wan Fei Yang akan
percaya serta dia dapat memaksa anak muda itu
menyerahkan ilmu Tian can sinkang kepadanya. Namun nasi
sudah menjadi bubur. Benarkah bahwa Thian itu memang ada
dan sekarang sedang menunjukkan kekuasaannya agar dia
percaya" Rasanya dia ingin menampar wajahnya sendiri
berkali-kali. Tentu Wan Fei Yang dapat mengenali golok itu sebagai
senjata yang digunakan oleh Tok-ku Hong sehari-harinya.
Bukankah di dunia kang ouw terkenal pepatah yang
mengatakan bahwa senjata yang digunakan adalah pengganti
orang itu sendiri"
Biasanya dia sangat tenang dalam menghadapi segala
persoalan. Kali ini dia bisa begitu emosi dan tidak berpikir
panjang dalam menyelesaikan urusan. Dia sendiri menjadi
terpaku di tempat itu.
Tepat pada saat itulah, dia mendengar desiran lengan baju
yang berkibar. Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya. Dia
melihat seseorang melesat datang dengan langkah tergesa-
gesa. Bayangan orang itu tidak asing baginya. Pikirannya
tergerak. Bayangan orang itu sudah melintas di depan
hadapannya. Alisnya semakin mengerut. Dia membalikkan tubuhnya dan
memperhatikan dengan seksama. Bayangan itu berhenti di
jalan setapak di atas pegunungan tersebut. Ternyata Fu Hiong
Kun adanya. Dia baru saja turun dari Bu tong san. Dari
kejauhan dia melihat dua orang sedang bertarung. Oleh
karena itu dia cepat-cepat menghambur ke tempat itu untuk
1428 melihat siapa adanya kedua orang itu dan apa yang telah
terjadi. Bayangan Fu Giok Su juga seakan tidak asing baginya.
Siapa" Tiba-tiba dia teringat akan Wan Fei Yang.
"Wan toako" Kaukah yang ada di sana?" teriaknya tanpa sadar.
"Toako sih sudah benar, tapi sayangnya bukan she Wan!"
sahut Fu Giok Su sambil membalikkan tubuhnya.
Mendengar suara yang satu ini, wajah Fu Hiong Kun berubah
hebat. Ketika dia melihat Fu Giok Su menghampiri, tanpa
sadar kakinya mundur tiga langkah.
"Benar-benar di luar dugaanmu bukan?"
Fu Hiong Kun terkejut sekali. "Mengapa kau bisa berada di
tempat ini?"
"Aku heran, mengapa kalian semua suka menanyakan
pertanyaan yang serupa. Aku kan Ciang bunjin Bu-tong-pai.
Masa aku tidak boleh kembali ke tempatku sendiri?"
"Fu Toako, mengapa pikiranmu tidak pernah terbuka?" tanya Fu Hiong Kun dengan hati pilu.
"Apakah yang toako katakan tadi salah" Ci Siong to jin sendiri yang memilih aku sebagai
Ciang bunjin. Jangan katakan bahwa aku Ciang bunjin yang
satu ini palsu adanya."
Fu Hiong Kun menjadi tertegun mendengar ucapannya itu.
"Mengapa kau sendiri bisa ada di tempat ini?" tanya Fu Giok Su.
1429 "Tadinya aku mengikuti Yan gihu ke sini. Aku toh tidak
mempunyai tempat tinggal lagi."
"Yan gihu" Kau mengangkat musuh itu sebagai ayahmu?"
bentak Fu Giok Su.
"Giok Su koko. janganlah memperpanjang urusan ini."
Jilid 32 "Kau memanggilnya dengan begitu mesra, apakah kau lupa
bahwa Yaya kita mati di tangannya?" tanya Fu Giok Su masih dengan nada membentak.
"Hal ini Yan gihu tidak dapat disalahkan sepenuhnya ... "
"Tutup mulutmu!" bentak Fu Giok Su kemudian menudingkan jari telunjuknya ke arah Fu Hiong Kun. "Kau adalah orang dari Siau Yau kok. Kau berasal dari keluarga Fu. mengapa
ucapanmu selalu membela orang lain?"
Fu Hiong Kun menarik nafas panjang. "Toako ... "
"Cukup! Aku tidak pantas menerima sebutan yang mesra itu!"
Fu Giok Su berusaha menenangkan hatinya. "Kalau kau
masih menganggap aku seorang abang, seharusnya kau
mendengar kata-kataku."
Fu Hiong Kun menundukkan kepalanya dalam-dalam. Sesaat
kemudian baru dia mengangkat kepalanya kembali. "Toako,
apakah kau yang membayar Tian Sat untuk membunuh Yan?"
"Yan lo kui (Setan tua)!" tukas Fu Giok Su sambil tertawa terbahak-bahak.
Wajah Fu Hiong Kun berubah hebat.
1430 "Jadi benar kau yang meminta mereka membunuh Gihu?"
desaknya penasaran.
"Tampaknya bergaul dengan murid Bu-tong-san membuat
otakmu semakin tumpul. Mana mungkin orang Siau Yau kok
mau meminta bantuan dari Tian Sat. Aneh sekali ... " Wajah Fu Giok Su hijau membesi. "Kalau orang-orang Bu-tong-pai
yang menuduhku seperti itu, aku masih tidak heran. Tapi kau
adalah adikku. Kau terlahir di Siau Yau kok. Apakah kau
sudah berubah begitu jauh sehingga lupa bagaimana sikap
orang-orang Siau Yau kok?"
"Kalau bukan Toako, siapa kira-kira orang nya?"
"Aku yakin Tok-ku Bu-ti. Dia adalah manusia yang tidak segan menggunakan cara apa saja untuk mencapai keinginan
hatinya!" Fu Hiong Kun menghela nafas lega.
"Aku tidak perduli siapa, asal bukan engkau toakoku!"
"Apa maksud ucapanmu itu?"
Sekali lagi Fu Hiong Kun menarik nafas panjang.
"Aku tidak ingin Toako melakukan lagi perbuatan yang dapat mencelakakan orang banyak. Aku tidak ingin Toako
menambah dosa. Persoalan Lun Wan Ji kami sudah tahu. Aku
menganggap nasib Toako cukup malang. Tapi seandainya
kau bisa melupakan semua kejadian yang lalu dan memulai
suatu kehidupan yang baru, aku yakin Wan Toako akan
melepaskanmu. Kalau pun tidak, aku akan memohon
kepadanya. Dia adalah seorang laki-laki yang berjiwa besar.
Aku yakin dia akan melepaskanmu."
Fu Giok Su tertawa dingin berulang kali.
1431 "Oh ya, kalau tidak salah aku melihat Toako sedang bergebrak dengan seseorang di tempat ini?" tanya Fu Hiong Kun yang
teringat kembali akan tujuannya semula.
Fu Giok Su menganggukkan kepalanya dengan enggan.
"Siapa orang yang bergebrak melawan Toako tadi?" tanya Fu Hiong Kun dengan pandangan menyelidik.
"Tok-ku Hong!" kata Fu Giok Su berterus terang.
Wajah Fu HiongKun berubah hebat. "Hong cici" Mengapa dia
bisa berjalan ke arah sini lagi?" Fu Hiong Kun mengedarkan pandangan matanya. "Di mana orangnya sekarang?"
"Tampaknya tidak ada orang yang tidak kau anggap sahabat,
kecuali keluargamu sendiri," sindir Fu Giok Su.


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Toako, jangan main-main. Di mana Hong cici sekarang?"
tanya Fu Hiong Kun dengan wajah panik.
"Dia sudah terhajar olehku sehingga terjatuh ke dalam jurang di belakangmu." sahut Fu Giok Su dengan mata setengah
terpejam. Tampangnya begitu tenang seakan terjatuhnya Tok-
ku Hong ke dalam jurang bukan hal yang perlu dipersoalkan.
Fu Hiong Kun terkejut sekali. Cepat-cepat dia membalikkan
tubuhnya dan menghambur ke tepi jurang. Dia melongokkan
kepalanya ke bawah. Wajahnya langsung menjadi pucat.
Sejenak kemudian dia menoleh lagi ke arah Fu Giok Su.
Matanya menatap dengan pandangan menyelidik. "Toako,
benarkah apa yang kau katakan?"
"Tentu saja benar. Buat apa aku harus mengakui perbuatan
yang tidak aku lakukan" Itu bukan kebiasaanku," sahut Fu
Giok Su tenang.
1432 Air mata mulai mengembang di pelupuk Fu Hiong Kun. "Toako
... !" Dia menggelengkan kepalanya keras-keras. Mulutnya
bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu tapi dibatalkannya.
"Tok-ku Hong adalah adik Wan Fei Yang. Lagipula dia juga
putri Ci Siong to jin. Mereka semua merupakan musuh besar
kita. Apa salahnya kalau mereka semua bisa kubunuh?"
Fu Hiong Kun terus-terusan menggelengkan kepalanya. Dia
tidak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
"Bagus sekali kita dapat berjumpa di tempat ini. Ayo, kau ikut denganku. Kita pikirkan cara yang baik untuk membunuh Wan
Fei Yang!" kata Fu Giok Su selanjutnya. Dia maju satu
langkah. Fu Hiong Kun malah mundur lagi. Dia terkejut sekali
mendengar ajakan Fu Giok Su. Ditatapnya abangnya itu
dengan pandangan pilu. "Toako, aku mohon jangan lagi kau
lakukan perbuatan yang mencelakakan orang lain. Pikirkanlah
akibat yang akan kau terima."
"Apakah membalas dendam juga merupakan perbuatan yang
jahat" Kami hanya mengembalikan apa yang pernah
diberikannya kepada kami!"
"Kau sudah membunuh ayahnya. Sekarang malah adiknya
juga mati akibat ulahmu. Toako, apakah kau tidak
menganggap perbuatanmu ini sudah melewati batas?"
"Bagus!" Fu Giok Su mendelik ke arah Fu Hiong Kun. Dia tertawa dingin berulang kali. "Kalau kau memang begitu
menyukai tempat ini, tinggal ah di sini. Ikuti saja manusia she Wan itu. Aku ingin tahu apakah dia akan memperlakukan kau
dengan baik?"
Fu Giok Su tidak memperdulikan Fu Hiong Kun lagi. Dia
melangkahkan kakinya dengan perlahan. Tanpa sadar Fu
1433 Hiong Kun mengejarnya. "Toako ... !"
Mendengar suara panggilan itu, Fu Giok Su membalikkan
tubuhnya. Tiba-tiba dia melesat ke depan dan mencengkeram
tangan Fu Hiong Kun. Gadis itu terkejut sekali. Dia berusaha
memberontak, tapi mana mungkin kekuatan nya dapat
menandingi tenaga Fu Giok Su. Apalagi kejadiannya begitu
cepat. Dia sama sekali tidak menyangka Fu Giok Su akan
berbuat demikian. "Toako ... " panggilnya sekali lagi.
"Kau harus ikut denganku!" bentak Fu Giok Su sambil menarik pergelangan tangan Fu Hiong Kun dan menghambur dari
tempat itu. "Toako, lepaskan tanganku ... !" teriak Fu Hiong Kun dengan suara memohon.
Tapi mana mungkin Fu Giok Su menghiraukannya. Dia terus
menyeretnya sambil berlari sekencang-kencangnya. Air mata
Fu Hiong Kun mengalir dengan deras. Dia tahu bagaimana
kerasnya hati Fu Giok Su. Biarpun dia adalah adiknya sendiri,
Fu Giok Su tidak segan menggunakannya untuk menekan
Wan Fei Yang. Tadinya dia sengaja turun dari Bu-tong-san
untuk mencari Fu Giok Su. Dia ingin menanyakan apakah Fu
Giok Su yang meminta Tian Sat membunuh Yan Cong Tian.
Tanpa disengaja dia dapat bertemu dengan abangnya itu di
kaki gunung. Dan sekarang dia sudah yakin bahwa bukan Fu
Giok Su yang minta tolong Tian Sat untuk membunuh Yan
Cong Tian. Tapi dengan terjatuhnya dia dalam cengkeraman
abangnya itu, apa yang akan dilakukannya mungkin tidak
kalah mengerikan dengan pembunuhan terhadap ayah
angkatnya itu. Bagaimana hatinya tidak menjadi sedih
memikirkan semua itu" Apalagi Fu Giok Su telah mengakui
bahwa dialah yang membunuh Tok-ku Hong. Apabila Wan Fei
Yang sampai mengetahui kejadian tersebut, dia tidak berani
berharap lagi kalau anak muda itu akan melepaskan
abangnya begitu saja.
1434 Hal ini tidak berbeda dengan kematian Yan Cong Tian.
Bagaimana dia harus menjelaskannya kepada Wan Fei Yang"
Mengingat masalah yang akan dihadapinya ini, hatinya
semakin tertekan. Akhirnya dia tidak memberontak lagi. Sia-
sia saja dia mengerahkan tenaganya. Tidak mungkin dia dapat
melepaskan diri dari Fu Giok Su. Dia juga tidak berkata apa-
apa lagi. Dibiarkannya dirinya diseret pergi oleh abangnya itu.
Air matanya terus mengalir seperti pancuran air yang deras.
*** Akhirnya Yan Cong Tian diperabukan. Ai mata Wan Fei Yang
masih mengalir terus. Saat ini dia masih menyalahkan dirinya
sendiri. Seandainya dia tidak pergi, tentu Yan Supeknya tidak
akan sampai terbunuh orang. Meskipun Yo Hong dan saudara
seperguruannya yang lain terus menghiburnya dengan
mengatakan, bahwa seandainya dia ada di Bu-tong-san, Tian
Sat juga mempunyai cara yang lain untuk membunuh
Supeknya itu. Pada saat itu para murid Bu-tong-pai berlutut di belakangnya.
Wajah mereka tidak satu pun yang tidak menunjukkan
perasaan mereka yang sedih. Kesan mereka terhadap Wan
Fei Yang sudah jauh berubah. Sekarang mereka baru sadar
betapa mulianya hati anak muda ini.
Wan Fei Yang tidak pernah mempersoalkan siapa pun yang
pernah menghinanya dulu. Bahkan dia tidak pernah
mengungkitnya kembali. Pada dasarnya bagi Wan Fei Yang,
semua hinaan yang pernah dialaminya di Bu-tong-san
merupakan sebuah kenangan yang manis.
Setelah berlutut sekian lama, tiba-tiba Wan Fei Yang berdiri
dan membalikkan tubuhnya. "Kapan Tok-ku Bu-ti menentukan
waktu pertarungan?" tanyanya dengan dada bergemuruh.
"Bulan dua belas tanggal satu." Yo Hong menyerahkan
kembali surat tantangan yang pernah diberikannya kepada
1435 Wan Fei Yang. Dia merasa agak aneh mengapa Wan Fei
Yang bisa melupakan tanggal yang tertera dalam surat
tersebut. Namun sekejap kemudian dia mulai mengerti. Pasti
pada waktu itu hati Wan Fei Yang sedang panik mendengar
berita kematian Yan Supek mereka.
Wan Fei Yang menerima surat tantangan itu dan
membacanya sekali lagi dengan seksama. "Kematian Yan
Supek kemungkinan merupakan ulah Fu Giok Su, tapi Tok-ku
Bu-ti juga mempunyai kemungkinan yang sama besarnya."
"Siau Fei, bagaimana pendapatmu?"
"Kita selesaikan masalah tantangan ini. Jika waktunya telah tiba, aku akan menanyakan sampai jelas. Seandainya bukan
perbuatan Tok-ku Bu-ti, pasti Fu Giok Su-lah yang
melakukannya. Kalau benar, aku tidak akan melepaskan
orang itu begitu saja!" kata Wan Fei Yang sambil
mengepalkan sepasang tinjunya.
"Apakah kau akan menerima tantangan Tok-ku Bu-ti?" tanya Yo Hong kembali. Sekarang hubungannya dengan Wan Fei
Yang akrab sekali. Bahkan dia memanggilnya dengan sebutan
yang biasa digunakan oleh Yan Cong Tian.
"Tidak boleh tidak! Aku harus menerima tantangannya!" Wan Fei Yang meremas surat tantangan itu sampai hancur
berantakan. "Pokoknya pada tanggal satu bulan dua belas,
urusan hutang-piutang antara pihak kita dengan Tok-ku Bu-ti
harus diselesaikan!" Selesai berkata. Wan Fei Yang
membalikkan tubuhnya kembali. Dia menyembah sebanyak
tiga kali di depan perabuan Yan Cong Tian.
Sinar mata para murid Bu-tong-pai terpusat pada Wan Fei
Yang. Harapan mereka juga hanya terletak di tangan anak
muda itu. Biar bagaimana pun, pada tanggal satu bulan dua
belas yang akan datang, hutang-piutang antara Bu-ti-bun
dengan Bu-tong-pai memang harus diselesaikan secara
1436 tuntas. *** Tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti sudah selesai
pembuatannya. Kedua tukang yang membantu
mengerjakannya memandang Tok-ku Bu-ti dengan pandangan
berharap. Orang tua itu tidak memperdulikan mereka. Dia
membawa tongkat kepala naga itu ke bagian belakang rumah
di mana terdapat sebuah taman yang tidak terlalu luas. Di
sana dia menggerakkan tongkat kepala naga itu dengan
kekuatan sepenuhnya. Tampak cahaya memijar dari sapuan
tongkat tersebut. Suara angin yang ditimbulkannya menderu-
deru. Kedua tukang yang mengintip di balik pintu memandang
dengan tercengang. Mereka saling lirik sekilas. Tanpa
bersepakat terlebih dahulu, mereka segera mengambil
langkah seribu meninggalkan rumah tersebut. Sampai-sampai
alat-alat yang biasa mereka gunakan untuk mencari nafkah
pun ditinggalkan begitu saja. Mereka tidak dapat disalahkan.
Alat-alat itu masih dapal dibuat ataupun dibeli kapan saja, tapi nyawa mereka masing-masing hanya selembar.
Selama ini Tok-ku Bu-ti tidak pernah mengajak mereka
bercakap-cakap, kecuali menanyakan hasil pekerjaan mereka.
Keangkeran wajah orang tua itu membuat hati mereka
bergidik apalagi tatapan matanya yang begitu dingin. Mereka
bukan terdiri dari orang-orang dunia kangouw, mereka tidak
mengenal siapa adanya Tok-ku Bu-ti. Kalau saja mereka tahu,
tentu hati mereka lebih takut lagi.
Tok-ku Bu-ti sudah menghentikan gerakannya. Dia
memandang tongkat kepala naganya dengan sinar mata yang
mengandung kepuasan. Dia tahu kedua tukang itu sudah
pergi. Tapi dia memang tidak berniat membunuh mereka. Dia
kembali ke dalam kamar dan duduk bersila untuk menghimpun
hawa murninya. Beberapa hari lagi dia harus mendaki Bu-
tong-san guna memenuhi perjanjian pertarungan dengan Wan
Fei Yang. Semangatnya harus dijaga agar staminanya berada
1437 dalam kondisi puncak dalam menghadapi pertarungan yang
akan datang. *** Pagi-pagi sekali. Bulan dua belas tanggal satu. Salju
menghampiri seluruh permukaan tanah bagai selembar
permadani putih.
Salju ini sudah melapisi seluruh Giok hong teng selama sehari
semalam. Semakin lama lapisannya semakin tebal. Apabila
mata memandang, di seluruh daerah itu hanya warna putih
yang terlihat. Angin bertiup dengan kencang. Salju turun dengan deras. Tapi
tampaknya baik Tok-ku Bu-ti maupun Wan Fei Yang sama
sekali tidak memperdulikan cuaca yang dingin itu. Mereka
berdiri berhadapan dalam jarak tiga depa. Mereka bagaikan
dua buah patung batu yang berdiri kokoh dan tidak
tergoyahkan oleh badai salju.
Ketika Wan Fei Yang sampai di tempat itu, Tok-ku Bu-ti sudah
cukup lama menunggu di sana. Dia mengenakan satul stel
pakaian mantel berbulu. Sekali lihat saja sudah ketahuan
bahwa pakaiannya masih baru. Warnanya merah menyala,
rambutnya di kat dengan gelang emas, tangannya
menggenggam tongkat kepala naga.
Dandanannya tidak berbeda sama sekali dengan dua tahun
yang lalu ketika dia bertarung melawan Ci Siong to jin. Hanya
kewibawaan yang ditampilkan pada jati dirinya sudah jauh
berbeda. Wan Fei Yang mengenakan pakaian berwarna hitam. Dia juga
memakai sehelai mantel bagian luarnya yang warnanya hitam
pula. Tidak terlihat adanya keistimewaan pada diri anak muda
itu. Pada dasarnya Wan Fei Yang memang orang yang
sederhana. Dia tidak pernah berpenampilan mewah meskipun
1438 dia sudah cukup mampu untuk membeli pakaian berharga
mahal. Biarpun demikian, kewibawaan yang terpancar pada dirinya
tidak kalah dengan Tok-ku Bu-ti. Malah sinar matanya jauh
lebih tajam dari sinar mata Tok-ku Bu-ti sendiri. Hanya ada
kesedihan dan kemarahan yang terkandung di dalamnya.
Kedua orang itu berdiri saling berhadapan dengan membisu.
Seakan sedang menguji kekuatan mental masing-masing.
Kira-kira setengah kentungan kemudian. Akhirnya Tok-ku Bu-ti
juga yang lebih dahulu membuka suara.
"Ci Siong dapat mempunyai putra sepertimu, di alam baka
pasti kehidupannya tenang sekali!"
Reaksi Wan Fei Yang sangat datar. "Waktunya sudah tiba."
"Kau tidak ingin menanyakan apa-apa?"
"Apakah kau ada hubungannya dengan kematian Yan
Supek?" "Aku yang meminta Tian Sat membunuhnya!" Tok-ku Bu-ti mengakui dengan terus terang.
Alis Wan Fei Yang berkerut. "Sebetulnya kau juga seorang
laki-laki yang gagah."
"Seseorang yang sedang dalam puncak kemarahannya dapat
Pendekar Riang 1 Bara Naga Karya Yin Yong Istana Pulau Es 22
^