Pencarian

Istana Yang Suram 8

Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Bagian 8


Rupakapun mempunyai dugaan bahwa pusaka itu
memang ada disini.
Raden Ayu Kuda Narpada mengerutkan keningnya,
dipandanginya Pinten yang duduk di lantai sambil
menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Intenpun kemudian mengatakan pula kepada
ibundanya seperti yang dikatakan oleh Pinten,
seandainya Raden Kuda Rupaka merasa kecewa dan
meninggalkan istana itu.
"Ibunda" berkata Inten kemudian "Di Demak kakanda
Kuda Rupaka mempunyai kekuatan untuk melawan
mereka, seandainya orang-orang yang ingin memiliki
pusaka itu benar-benar mengejarnya, tetapi disini?"
Ibundanya tidak segera menjawab, bahkan ia
kemudian termenung memandang ke kejauhan, seoah-
olah ada yang dicarinya di sela-sela bayangan angan-
angannya. Dalam pada itu, suara Sangkan seakan-akan justru
menjadi semakin keras melagukan tembang yang
melagukan tembang yang dipelajarinya dari Panon, ia
menirukan dengan irama yang terputus-putus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon telah benar-benar muak menghadapi anak muda yang menuruti kehendaknya sendiri itu. Tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tidak dapat menolak dan apalagi sempai timbul persoalan. Kedatangannya ke istana itu mengemban tugas yang dibebankan oleh gurunya. Untuk itu ia harus mengorbankan apa saja yang dapat diberikan. Termasuk mengorbankan perasaannya.
Sementara itu, Inten Prawesti yang masih berada di bilik ibundanya, berkata "Jika Ibunda langsung mengatakannya kepada kakangmas Kuda Rupaka, maka aku kira kakangmas akan dapat mengerti, dan bahkan mungkin kakangmas Kuda Rupaka akan sempat memanggil beberapa orang prajurit untuk mengusir orang-orang yang berada di sekitar rumah ini"
Ibundanya menarik nafas dalam-dalam, katanya
"Demak, jaraknya jauh dari sini Inten, untuk mencapai Demak, anakmas Kuda Rupaka harus menempuh perjalanan dua atau tiga hari. Selama itu, diperjalanan, akan dapat terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak dikehendaki yang mungkin ditembulkan oleh orang-orang yang menurut dugaanmu menyangka bahwa pusaka itu telah dibawanya ke Demak"
Inten mengerutkan dahinya, memang hal itu dapat terjadi diperjalanan.
Sepercik kecemasan telah meloncat di hatinya, ada sesuatu yang rasa-rasanya memberati hatinya. Jika benar-benar Kuda Rupaka mengalami sesuatu di perjalanan, apakah hatinya tidak akan terluka pula?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi sebuah pertanyaan telah meloncat dihatinya
"Lebih dari itu?"
"Ah" Inten berdesah sambil menggeleng.
Pinten melihat kerisauan dihati puteri itu, sejenak ia ragu-ragu. Namun kemudian ia berkata "Ampun puteri.
Ampun Gusti, jika aku berani mengetengahkan pendapatku disaat seperti ini"
Raden Ayu Kuda Narpada memandanginya dengan kerur merut di dahinya. Kemudian katanya "katakanlah Pinten"
"Menurut pengamatanku. Raden Kuda Rupaka, adalah orang yang linuwih. Ia tidak akan dapat dikalahkan dengan mudah oleh siapapun juga. Demikian juga agaknya di perjalanan kembali ke Demak"
Raden Ayu Kuda Narpada termenung sejenak, sekilas ia melihat wajah Inten yang tegang.
"Tetapi itu berbahaya sekali bagi kakangmas Kuda Rupaka, Pinten" tiba-tiba Inten menyahut "Mungkin kakangmas Kuda Rupaka dapat mempertahankan diri jika lawannya tidak begitu banyak, tetapi jika jumlahnya tidak terhitung?"
Pinten mengangguk, namun katanya "Memang setiap langkah kini harus dipertimbangkan sebaik-baiknya.
Tetapi juga setiap langkah mengandung akibatnya masing-masing. Apakah kira-kira yang dapat dilakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
oleh Raden Kuda Rupaka jika istana ini juga diserang
oleh orang-orang yang jumlahnya tidak terhitung?"
"Tetapi itu adalah akibat yang memang seharusnya
menimpa kami. Bukan angger Kuda Rupaka" Raden Ayu
Kuda Narpadalah yang menyahut.
"Tetapi bukankah Raden Kuda Rupaka juga
mengalaminya?"
"Tetapi disini ada beberapa orang yang dapat
membantunya, kedua pengembara itu juga laki-laki,
mereka akan dapat membantu betapapun lemahnya
mereka" Sahut Inten Prawesti.
"Itu hanya akan menambah korban saja puteri,
mereka tidak banyak berarti bagi orang-orang yang
hidupnya telah ditempa oleh kekerasan yang liar seperti
orang-orang yang terbunuh di halaman, atau, bukankah
Raden Kuda Rupaka justru meragukan kedua orang
pengembara yang kini ada di istana ini?"
Raden Ayu Kuda Narpada berpaling, dipandanginya
wajah Pinten sejenak, wajah yang kekanak-kanakan,
tetapi agaknya ada kelainan pada anak perempuan ini.
Agaknya ia terlampau cerdas dibandingkan dengan
ibunya Nyi Upih yang sudah termasuk seorang yang
cukup cerdas diantara kawan-kawannya dahulu.
Bab 21 Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pinten menundukkan kepalanya ketika terasa tatapan mata Raden Ayu menyentuh biji matanya, bahkan dengan nada yang rendah ia berkata "Ampun Gusti, mungkin aku sudah terlampau deksura dengan mengutarakan pikiranku yang dungu dihadapan Gusti dan puteri"
"Tidak Pinten" jawab Raden Ayu, "Kau boleh mengutarakan pendapatmu, aku tidak berkeberatan.
Bahkan semua itu akan aku jadikan bahan pertimbangan nanti. Karena aku masih harus memikirkannya masak-masak"
"Terima kasih Gusti, mudah-mudahan Gusti tidak marah kepadaku"
"Aku tidak marah Pinten, benar-benar tidak. Aku senang kau selama ini mengawani Inten bermain gateng dan dakon. Bahkan mungkin juga berbincang tentang keadaan istana ini, ternyata kau telah dibawanya menghadapku sekarang ini"
"Ya ibunda" sahut Inten "Pinten justru banyak memberikan pertimbangan kepadaku, seperti yang diberikannya kepada ibunda"
"Puteri terlampau memuji" berkata Pinten.
"Aku mendengarkan semuanya" sahut Raden Ayu Kuda Narpada kemudian "Biarlah aku membuat pertimbangan-pertimbangan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Inten memandang wajah ibunya yang suram sekilas, kemudian iapun berkata "Baiklah Ibunda, agaknya sudah cukup banyak yang aku katakan bersama Pinten, mudah-mudahan ibunda dapat menemukan jalan yang sebaik-baiknya"
"Jika aku melihat jalan keluar, Inten, aku akan memanggilmu dan minta pertimbanganmu"
Inten dan Pintenpun kemudian minta diri keluar dari bilik ibunya, ibundanya yang nampaknya dihari-hari terakhir terlalu muram.
Dalam pada itu, Inten dan Pintenpun mencoba menghilangkan risau dihati mereka dengan bermain dakon. Namun permainan mereka nampaknya tidak begitu lancar, sementara itu tidak banyak mereka bercakap-cakap.
Dibelakang Sangkan masih melagukan rembang yang sedang dipelajarinya, sementara Panon dan Kiai Rancangbandang masih saja dibiarkan mencangkul kebun istana itu, bahkan mereka telah membuat beberapa lubang untuk membuang sampah.
"Gila" Panon mengumpat didalam hatinya,
keringatnya mulai mengalir diseluruh tubuhnya, meskipun di padukuhannya ia juga seorang petani yang setiap hari bergulat dengan cangkul, namun sikap Sangkan benar-benar telah membuatnya sangan muak dan hampir menghilangkan segala kesabarannya, apalagi jika Panon melihat sikapnya. Anak muda itu duduk dibawah sebatang pohon kemuning bersandar sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menjulurkan kakinya. Sementara itu mulutnya masih saja
melagukan tembang yang sedang dipelajarinya, bahkan
setiap kali ia berteriak menyuruh Panon memberikan
tuntunan lagunya jika ia terlupa.
"Lagu itu manis sekali" desis Sangkan "karena lagu
itulah maka agakya Gusti puteri memanggilmu masuk"
Panon tidak menjawab, namun tampak dari sorot
matanya, luapan hati yang geram.
Sementara itu, Sangkan mengulang lagunya, justru
semakin keras. Kiai Rancangbandang mengerutkan keningnya, disela-
sela nada-nada yang terlontar didalam suara tembang
itu, ada sesuatu yang terasa aneh bagi orang tua itu.
Rasa-rasanya Sangkan tidak benar-benar sedang belajar.
Bahkan kadang-kadang terdengar unsur nadanya yang
sangat kuat. Lebih dalam dari tukikan nada Panon yang
nampaknya memang belum sangat menguasai lagu itu.
Hanya di bagian-bagian tertentu suara Sangkan
terdengar sumbang, bahkan seolah-olah dengan sengaja
berbelok pada tangga nada yang salah.
"Apakah sebenarnya keinginan anak itu?" desis Kiai
Rancangbandang didalam hatinya.
Namun suara Sangkan itu terputus ketika ia melihat
Panji Sura Wilaga dengan tergesa-gesa mendekatinya
dengan wajah yang buram. Beberapa langkah di
hadapannya ia berhenti sambil mengumpat "Apakah kau
sudah benar-benar menjadi gila Sangkan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan menjadi bingung, diluar sadarnya iapun
berjongkok dengan gemetar "Apakah maksud Raden
Panji?" "Kenapa kau berteriak-teriak seperti orang
kesurupan", Raden Kuda Rupaka menjadi muak
mendengar suaramu yang sumbang dan menjengkelkan
itu" "O?" "Berhentilah menggigau, atau aku harus
membungkam mulutmu"
"Jika Raden Kuda Rupaka memang tidak
menghendaki, baiklah, Baiklah aku akan diam Raden
Panji" "Diamlah, dan hentikan kegilaanmu dengan menggali
lubang-lubang sampah dan mencangkul seluruh halaman
itu" "Maksudku, biarlah keduanya menyiangi tanaman-
tanaman bunga dan pohon perdu serta empon-empon"
"Diam" Panji Sura Wilaga melangkah maju, Sangkan
yang menjadi semakin ketakutan bergeser surut, tetapi
punggungnya sudah melekat pada batang kemuning itu
"Ampun Raden Panji"
"Kau harus diam"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan tidak berani menjawab lagi, dengan sudut matanya ia memandang kedua orang yang masih memegangi cangkul-cangkulnya masing-masing.
"Berhentilah" geram Panji Sura Wilaga kepada kedua orang yang sedang mencangkul itu "Pergilah ke dalam bilikmu"
"Tetapi, tetapi?" Sangkan menyela "Mereka harus bekerja di istana ini Raden Panji"
"Kau masih menjawab lagi"
"O?" sekali lagi Sangan menundukkan kepalanya.
Dalam pada itu, Panon yang sudah hampir menjadi gila, karena tingkah Sangkan, menarik nafas dalam-dalam, kemudian iapun melangkah menuju sumur untuk membersihkan cangkul dan dirinya, seperti juga yang dilakukan oleh Kiai Rancangbandang.
Panji Sura Wilaga masih menunggu sejenak, kemudian ditinggalkannya Sangkan dan kedua orang yang sudah mulai mengambil air dari dalam sumur itu.
Sepeninggal Panji Sura Wilaga, Sangkanpun kemudian berdiri dan melangkah mendekati keduanya. Dengan nada yang tajam ia berkata "Kau jangan menjadi terlalu manja, kali ini sikap Panji Sura Wilaga menguntungkan kalian, tetapi lain kali, kalian tidak akan dapat ingkar dari perintahku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon menggeretakkan giginya, tetapi Kiai Rancangbandang menggamitnya, sehingga Panonpun hanya dapat menahan kemarahannya di dalam hatinya.
"Aku benar-benar akan menjadi gila, jika aku terlalu lama berada disini" geramnya lagi dalam hati.
Baru ketika Sangkanpun kemudian meninggalkan keduanya, Panon melontarkan getaran yang bergejolak didadanya itu kepada Kiai Rancangbandang.
"Ini adalah salah satu segi ujian yang harus kau jalani, jika kau gagal, maka semuanya akan gagal pula"
berkata Kiai Rancangbandang kemudian.
Panon menarik nafas dalam-dalam, ia memang menyadari bahwa ia harus dapat menahan diri, tetapi sebelumnya ia tidak pernah membayangkan bahwa di dalam istana ini ada seorang anak muda yang bernama Sangkan yang baginya jauh lebih berat artinya dari pada anak muda yang menyebut dirinya Kidang Alit itu.
Seandainya Kidang Alit itu membawa satu dua orang kawan memasuki halaman istana itu, maka ia tidak pernah gentar dan tidak akan merasa dirinya tersiksa seperti ini, bahkan sampai kemungkinan yang paling buruk sekalipun.
"Kegagalan memang dapat berakibat kematian"
katanya di dalam hati, "Tetapi tidak membuat diriku gila seperti ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Panon memang tidak dapat mengelak, ia harus menghadapinya betapa perasaannya dicengkam oleh kegelisahan dan muak.
Tetapi belum lagi Panon sempat beristirahat didalam biliknya dengan baik, Sangkan telah masuk ke dalam bilik itu pula. Sejenak ia memandang Panon dan Kiai Rancangbandang, namun kemudian iapun melangkah langsung ke pembaringannya dan berbaring tanpa menghiraukan apapun lagi.
"Hem"." Kiai Rancangbandang menarik nafas dalam-dalam, ia melihat Sangkan yang sama sekali tidak mencuci kaki dan tangannya yang kotor oleh Lumpur begitu saja dapat membaringkan dirinya di pembaringan tanpa merasa gatal.
"Aku juga seseorang yang hidup di padesan dan bekerja bergumul dengan Lumpur, tetapi aku tidak tahan membiarkan tubuhku dikotori demikian sambil berbaring di pembaringan" berkata Kiai Rancangbandang di dalam hatinya.
Panon mencoba untuk tidak menghiraukan anak muda itu meskipun ia masih harus menahan sikapnya, agar anak muda itu tidak mencurigainya dan apalagi mengatakannya kepada orang lain.
Agaknya Sangkan benar-benar tidak menghiraukan apapun juga, sejenak kemudian telah terdengar ia mendengkur dengan teratur, ternyata ia telah tertidur dengan nyenyaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Anak muda yang aneh" desis Kiai Rancangbandang
"Rasa-rasanya ia sama sekali tidak mempunyai persoalan di dalam hidupnya, hati yang kosong bahkan menyatakan betapa ia tidak dibebani dengan segala macam persoalan duniawi yang ruwet, memang kadang-kadang kebodohan dan tidak tahu menahu tentang keadaan disekitarnya membuat seseorang tidak di kejar-kejar oleh persoalan.
Panon memandang tubuh yang terbaring itu, sambil bersungut-sungut ia berkata "Jika saja ia tidak berbuat dungu"
"Itu adalah rerangken yang wajar dari kekosongan di dalam dirinya" Sahut Kiai Rancangbandang.
Panon tidak menjawab lagi, iapun kemudian melangkah keluar dan duduk di serambi belakang, tatapan matanya beredar diantara pepohonan yang ada di kebun istana itu, bekas garapannya dan beberapa lobang tempat sampah.
Tiba-tiba saja Panon terkejut ketika ia mendengar langkah kecil berlari-lari, ketika ia berpaling, dilihatnya Pinten berdiri di belakangnya termangu-mangu.
"Oh, aku kira kakang Sangkan"
Panon memandang wajah gadis itu sejenak, namun kemudian rasa-rasanya ia menjadi gelisah dan menjawab diluar sadarnya "Ia sedang tidur di dalam bilik"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pinten berdiri diam, nampak keragu-raguan membayang di wajahnya, namun kemudian katanya "Aku memerlukannya"
"Ia di dalam" sekali lagi Panon menjawab
"Panggilkan ia sebentar, aku memerlukannya"
Panon ragu-ragu pula, namun kemudian "Aku tidak berani, sekarang ia sedang tidur"
"Tidur?""
"Ya" Pinten mengerutkan keningnya, lalu iapun kemudian berlari ke pintu bilik itu, ia tertegun ketika ia melihat Kiai Rancangbandang yang dikenalnya dengan Ki Mina masih berada di dalam bilik itu.
"Aku memerlukan kakang Sangkan" Desis Pinten "Jika angin bertiup, biasanya buah kemiri berguguran di halaman samping"
"O, maksud puteri, kami harus memunguti buah kemiri"
"He, aku bukan puteri"
"Eh, maksudku apakah puteri menghendaki buah kemiri itu", jika demikian maka biarlah kami saja yang mengambilnya, atau biarlah Panon melakukannya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sangkan sedang tidur nyenyak, agaknya iapun merasa
lelah. "Ya, puteri menghendaki buah kemiri itu"
Kiai Rancangbandang kemudian melangkah keluar
pintu dan berkata kepada Panon "Panon, ambillah buah
kemiri yang rontok oleh angin, mungkin puteri ingin
bermain jirak kemiri atau gateng"
Panon bangkit dengan malasnya, tetapi kemudian
iapun melangkah ke halaman samping, beberapa saat ia
duduk di bawah sebatang pohon soka putih menunggui
buah kemiri yang satu-satu jatuh karena diguncang oleh
angin yang semakin keras.
Sekali-kali Panon mengangkat wajahnya memandang
langit yang luas, diujung cakrawala nampak mendung
yang kelabu bergeser di dorong angin.
"Agaknya mendung itu akan segera merata" Desis
Panon kepada diri sendiri "Dan hujan yang lebat akan
segera turun"
Panon terkejut ketika mendengar langkah seseorang
mendekatinya, ternyata yang datang adalah Pinten,
dengan nada yang tinggi gadis itu berkata lantang "Dan
kau hanya duduk saja disini?"
Panon mengerutkan keningnya, tetapi sebelum ia
berkata sesuatu Pinten telah berlari memungut dua tiga
buah kemiri yang berjatuhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon justru tidak beranjak dari tempatnya, ia hanya dapat menarik nafas dalam-dalam, sambil memandang gadis yang nampaknya terlalu lincah. Kakinya yang kecil meloncat-loncat di rerumputan, seolah-olah tubuhnya yang sama sekali tidak memiliki berat. Setiap kali ia membungkuk memungut buah kemiri yang berjatuhan, satu, dua dan jika angin bertiup lagi, maka buah-buah yang masakpun berguguran pula.
"Sebenarnya aku sedang menunggu sehingga buah-buah kemiri itu terkumpul" tiba-tiba saja seolah-olah diluar sadarnya Panon berkata.
"Uh" tiba-tiba saja Pinten mencibirkan bibirnya "Itu hanya alasanmu saja, kau memang malas, akan aku katakan kepada kakang Sangkan, bahwa kau malas"
Panon mengerutkan keningnya, namun tiba-tiba nampak olehnya sesuatu yang lain pada gadis itu. Ia mempunyai banyak sekali kawan gadis-gadis sebaya Pinten itu di padukuhannya, tetapi tidak seorangpun diantara mereka yang mempunyai tatapan mata setajam gadis itu.
Tiba-tiba saja Panon menundukkan wajahnya.
Tetapi iapun kemudian tidak mendengar lagi suara Pinten, ia hanya mendengar desir yang lembut, bergerak cepat sekali meninggalkan bayangan daun-daun kemiri bergoyang-goyang di rerumputan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Baru sejenak kemudian Panon mengangkat wajahnya, ia masih melihat punggung Pinten yang menjauh dan hilang di sudut halaman istana.
Namun dalam pada itu langkah Pinten terhenti, sesuatu rasa-rasanya telah menahannya, bahkan perlahan-lahan ia berpaling, tetapi yang dilihatnya hanyalah sudut istana beberapa langkah di belakangnya.
Pinten menarik nafas dalam-dalam, ia tidak berlari lagi, sambil membawa beberapa buah kemiri dengan sudut bajunya, ia pergi menemui Inten yang sedang menunggunya.
"Buah kemiri itu harus dikupas lebih dahulu" berkata Pinten ketika ia sudah berada di serambi bersama Inten.
Inten mengangguk-angguk, tetapi nampaknya ia tidak berminat lagi untuk bermain-main.
"Aku lelah Pinten" berkata Inten.
"O, silahkan puteri beristirahat, atau apakah aku harus memijit?"
Inten menggelengkan kepalanya, katanya "Tidak Pinten, aku tidak sekedar lelah badanku, tetapi lelah batinku"
"Jika demikian, sudah betul jika puteri bermain-main, mudah-mudahan dapat mengurangi perasaan lelah itu"
"Aku ingin berbaring sebentar Pinten" jawab Inten.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Puteri" Pinten berdesis sambil memijit-mijit kaki
Inten "Jika puteri berbaring di pembaringan, tetapi tidak
segera tertidur maka itu akan berarti beban batin puteri
akan semakin bertambah berat, karena angan-angan
yang mengambang. Dan puteri justru akan menjadi
semakin lelah"
Inten menarik nafas dalam-dalam, katanya "Aku akan
mencoba tidur Pinten.
Tiba-tiba saja Pinten tersenyum, katanya "Puteri
jangan mencoba membayangkan wajah-wajah yang
barangkali mulai mengganggu perasaan puteri"
"Ah" Inten mencubit lengan Pinten, sehingga gadis itu
berdesis "Ampun puteri"
"Kau nakal sekali"
Pinten bergeser mundur, tetapi senyumnya masih
nampak diwajahnya.
"Mungkin ibumu memerlukan kau Pinten, sekarang
semakin banyak orang yang dilayaninya di rumah ini.
Karena itu ia harus lebih banyak memasak"
"Baiklah puteri, aku akan pergi ke dapur"
Ketika Inten kemudian pergi kebiliknya, maka
Pintenpun pergi mendapatkan ibunya yang sedang
berada di dapur, keringatnya membasahi baju dan


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com
keningnya, sementara api masih nampak menyala di
perapian" "Ooo" biyung sibuk sekali ya?""
"Dan kau bermain saja kerjanya"
"Aku menemani puteri bermain supaya ia tidak selalu
dibebani oleh kegelisahan yang semakin mencengkam"
"Dan sekarang?"
"Puteri berbaring di biliknya"
"Dimanakah kakangmu?"
"Tidur, ia mendengkur di biliknya"
"Bukan main anak itu, bangunkan dia, apakah
dikiranya ia seorang pangeran yang disaat seperti ini
sempat tidur"
"Ah tidak mau biyung, dibiliknya ada dua orang
pengembara itu"
Nyi Upih tidak memaksanya, dibiarkannya saja Pinten
berbuat menurut kehendaknya, apa saja yang akan
dilakukannya di dapur itu, namun Pinten sudah berusaha
untuk membantu ibunya, meskipun hanya sekedar
menunggui api dan mengaduk sayur yang sudah mulai
mendidih. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Demikianlah, maka seperti yang dikatakan oleh Pinten, maka sebenarnyalah bahwa Inten justru menjadi semakin lelah, setelah sesaat ia berada di pembaringannya, angan-angannya mulai menerawang ke dunia yang nampaknya semakin suram seperti istana kecil yang terletak di luar padukuhan Karangmaja itu.
Bahkan bukan saja Inten yang rasa-rasanya menjadi semakin gelisah, tetapi terlebih-lebih adalah ibundanya yang nampak selalu murung dan sedih.
Meskipun Inten Prawesti dan Raden Ayu Kuda Narpada tidak melihat, namun rasa-rasanya mereka mengetahui dengan pasti, bahwa di sekeliling istana itu sedang bergejolak, beberapa kelompok kekuatan yang sudah siap menerkam seluruh istana itu.
Tetapi di dalam istana itu, Raden Kuda Rupaka yang sebenarnya juga mulai gelisah, benar-benar telah mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan, iapun sadar, bahwa pada suatu saat mungkin mereka berdua dengan Panji Sura Wilaga harus menghadapi jumlah orang yang jauh lebih banyak, tetapi sebagai seorang laki-laki, merekapun pantang surut di dalam tugas yang betapapun beratnya.
Ketika kemudian melam turun, rasa-rasanya istana itupun menjadi semakin suram, lampu di pendapa nampak berkerdipan disentuh angin yang silir.
"Paman" berkata Kuda Rupaka di dalam biliknya. "Kita sekarang tidak sekedar mengawasi orang-orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
datang di luar istana, tetapi di dalam istana itu ada
Panon dan Ki Mina"
"Raden terlalu lunak hati, jika Raden berkebaratan
pasti keduanya akan diusir dari istana ini, selama ini
Radenlah yang membantu kebutuhan sehari-hari Raden
Ayu Kuda Narpada dan keluarganya. Raden dapat
mempergunakan alasan yang sederhana itu, karena
dengan alasan kemungkinan-kemungkinan yang lebih
rumit, apalagi dalam hal pusaka yang sedang
diperebutkan itu, Raden Ayu tidak dapat mengerti"
Raden Kuda Rupaka mengangguk-angguk, tetapi ia
tidak menjawab lagi.
Sejenak keduanya saling berdiam diri, agaknya
mereka sedang memperhatikan angan-angan masing-
masing yang seolah-olah sedang dicengkam oleh
kegelisahan dan seribu macam pertimbangan tentang
pusaka yang ternyata telah menjadi perebutan dan
bahkan dengan terbuka.
Raden Kuda Rupaka mengerutkan keningnya ketika ia
mendengar suara burung hantu di kejauhan, suaranya
ngelangut disela-sela derik jangkrik dan belalang.
"Paman" desis Kuda Rupaka, "Kau dengar suara
burung itu?"
"Ya, Raden"
"Ngelangut dan menimbulkan kesan yang aneh"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ya, Raden, tetapi agaknya lebih dari itu, bukankah Raden ingin mengatakan bahwa suara itu bukan suara burung hantu yang sebenarnya"
"Ya, aku mendengar itu tentu suatu isyarat"
"Agaknya memang demikian, tetapi masih terlampau sore bagi sebuah tindakan yang langsung sekarang ini"
"Karena itulah, maka kita dapat membayangkan, bahwa di luar istana ini telah disusun sebuah persiapan yang masak sekarang ini, tetapi aku kira bukan dari orang-orang Kumbang Kuning, Kidang Alit tidak sedungu itu, langkahnya lebih lembut dan rumit"
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, sekali-kali ia memiringkan kepalanya, seolah-olah ingin mendengar lebih jelas lagi suara burung hantu yang terdengar diantara suara-suara malam yang menimbulkan kesan tersendiri.
Kedua orang itu nampak saling berpandangan ketika tiba-tiba suara burung hantu yang ngelangut itu telah tersayat oleh teriakan suara anjing di kejauhan, suara anjing liar yang kelaparan.
Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam, katanya "Suara anjing itu juga mencurigakan"
"Semua suara sekarang mencurigakan, kau dengar desah di ruang dalam?"
"Agaknya puteri Inten Prawesti"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kegelisahannya juga memberikan kesan tersendiri,
gadis itu tidak pernah nampak begitu gelisah sepeprti
saat terakhir ini"
"Itu sudah wajar Raden, jangankan puteri Inten
Prawesti, Raden sendiripun menjadi gelisah"
"Gelisahku lain paman, aku mencemaskan kekuatuan
batin diajeng Inten Prawesti, sementara itu, Kidang Alit
mempunyai seribu macam akal untuk memperngaruhinya
lewat segala cara, ia mempunyai ilmu yang dapat
tersalur pada kekuatan bunyi dan irama"
Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam,
katanya "Perhatian Raden sebagian telah terampas oleh
puteri Inten Prawesti, seharusnya Raden memusatkan
semua ilmu dan kemampuan yang ada bagi tugas
terpenting Raden, menyelamatkan pusaka yang kini
sedang jadi rebutan itu"
"Ya, aku menyadari, tetapi bukankah kedua-duanya
dapat dilakukan bersama-sama"
"Seharusnya Raden menjadi lebih berhati-hati, Raden
harus dapat memilahkan, yang manakah yang harus
mendapat perhatian lebih dahulu, baru yang kemudian
Raden dapat menilai puteri Inten sebagai seorang gadis"
Raden Kuda Rupaka menarik nafas dalam-dalam,
tetapi ia justru menjadi semakin gelisah, suara burung
hantu yang ngelangut terdengar semakin sayup, akhirnya
suara itu hilang ditelan oleh sepinya malam, namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
demikian, sekali masih terdengar suara anjing liar yang
kelaparan menyalak diujung bukit sebelah.
Selagi kedua orang diruang dalam itu terdiam dalam
kegelisahan, dibagian belakang istana itu, dua orang
tidak dapat memejamkan matanya pula, Panon yang
berbaring disamping Ki Mina, menjadi gelisah, seperti
Kuda Rupaka. "Paman" Panon berdesis
Ki Mina mengerutkan keningnya, tetapi ketika
dengkur Sangkan terdengar lagi, ia berbisik "Kau
digelisahkan oleh suara burung hantu dan suara anjing
liar itu Panon"
"Ya Paman"
Sekali lagi Ki Mina memandang Sangkan, yang
nampaknya memang sudah tertidur, lalu katanya
"Memang suara burung itu mempunyai arti tersendiri,
aku juga tidak mendengarnya sebagai suara burung
hantu" Panon mengangguk-angguk lalu, "Bagaimana dengan
gonggongan anjing itu?"
"Juga sangat menarik perhatian"
Panon memandang Ki Mina dengan gelisah, namun
kemudian ia berkata "Apakah hanya sekedar hanya
sekedar suara burung hantu dan gonggoan anjing itu
paman?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Maksudmu?"
"Sangkan memang seorang anak muda yang malas dan agak sombong, tetapi jika disiang hari tidur, ia tidak akan sepulas itu tidur di malam hari, nampaknya ia terlampau cepat tidur dari hari-hari yang lain"
"Ia memang malas sekali, ia selalu tertidur jika ia berbaring dimanapun, tetapi jika kau merasa hadirnya suasana yang lain, akupun sependapat"
Panon dengan hati-hati melangkah mendekati Sangkan, ia ingin membuktikan, bahwa ada yang lain pada saat itu. Bukan saja terjadi pada anak muda yang malas itu, tetapi juga terasa olehnya."
"Apa yang akan kau lakukan?" bertanya Ki Mina.
"Aku hanya ingin tahu, apakah ia benar-benar tidur lebih pulas dari biasanya"
"Anak malas itu tidak pernah merasa terganggu oleh kejadian apapun juga, sehingga iapun selalu tidur dengan nyenyaknya, Sangkan tidak akan dapat dipergunakan sebagai ukuran suasana malam yang terlampau sepi ini, Suara jangkrik dan belalangpun rasa-rasanya terhenti dengan tiba-tiba"
Panon termangu-mangu, diurungkan niatnya untuk menyentuh tubuh Sangkan, karena iapun sependapat, bahwa Sangkan tidak dapat dipergunakan sebagai ukuran.
Tiraikasih Website http://kangzusi. com
"Panon" berkata Ki Mina "Jika yang kau maksud adalah pengaruh yang tajam pada kesadaran syaraf kita, maka akupun merasakannya"
"Tepat paman, aku tidak pernah merasa pengaruh malam yang tajam seperti sekarang ini"
"Panon" Ki Mina berkata perlahan "Kemarilah, duduklah"
Panonpun kemudian duduk disamping Ki Mina.
"Apakah gurumu pernah mengatakan kepadamu, apalagi dengan latihan-latihan yang mapan, ilmu yang disebut sirep?"
"Panon mengerutkan keningnya, lalu "Ya paman, Guru pernah mempersoalkannya"
"Dan kau juga pernah menghayati pengaruh ilmu itu?"
"Ya, guru telah memberikan beberapa petunjuk untuk melawan ilmu itu, langsung atau tidak langsung"
"Apakah maksudmu dengan pengertian langsung atau tidak langsung?"
"Ketahanan kesadaranku dengan sendirinya akan melawan pengaruh itu terhadap diriku paman, tetapi akupun mampu melawan kekuatan itu langsung mematahkan sumber sirep itu sendiri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Mina mengangguk-angguk, lalu "Dan kau ingin
mengatakan bahwa sekarang ini telah terjadi pengaruh
itu" Bahwa istana ini telah diselimuti oleh kekuatan
sirep?" "Ya, paman"
Ki Mina menarik nafas dalam-dalam, katanya sambil
menepuk bahu anak muda itu "Ilmumu benar-benar
hampir sempurna Panon, tetapi kau masih perlu
mematangkannya, dengan pengalaman-pengalaman,
namun jarang sekali anak muda sebaya dengan kau
berhasil memiliki ilmu yang demikian tinggi, Aku melihat
Raden Kuda Rupaka, kemudian anak muda yang duduk
diatas batu, yang menyimpang dari kebiasaan seperti kau
sendiri. Tetapi aku sama sekali tidak berkecil hati, bahwa
ilmu mereka berada diatas ilmumu, nampaknya mereka
memang lebih yakin akan dirinya, dan mereka memiliki
pengalaman yang jauh lebih panjang dari
pengalamanmu, tetapi dalam benturan ilmu, jika
terpaksa harus terjadi, maka aku masih merasa yakin,
bahwa setidak-tidaknya kau dapat menyelamatkan dirimu
sendiri" Panon menarik nafas dalam-dalam, diluar sadarnya ia
memandang Sangkan yang tidur dengan nyenyaknya,
tiba-tiba saja terpercik perasaan ini membersit dihatinya,
justru karena anak muda itu tidak memiliki ilmu apapun
juga. Dengan demikian, ia tidak perlu memikirkan
apapun yang terjadi di sekitarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi itu adalah pikiran-pikiran yang condong kepada kepentingan diri sendiri. Aku harus berbuat sesuatu yang dapat membantu melawan segala bentuk kejahatan meskipun hal itu akan menyulitkan driku sendri" Panon berkata kepada dirinya sendiri.
Dalam pada itu, Ki Mina kemudian berkata "Panon, jika perasaanmu benar, seperti yang aku rasakan, bahwa istana ini sudah terkena pengaruh sirep, maka tentu akan ada sesuatu yang terjadi. Karena itu, berhati-hatilah, kau tidak boleh ragu-ragu, apabila keadaan memaksamu untuk mengambil sikap. Keragu-raguan akan dapat menjadi permulaan dari kegagalan"
"Aku mengerti paman, dan aku merasakan pengaruh sirep ini menjadi semakin tajam"
"Akupun harus melawan dengan pemusatan pikiran jika pengaruh ini masih bertambah-tambah"
"Apakah aku sebaiknya langsung melawan sumber pengaruh itu paman?"
"Jangan sekarang, kita masih harus menunggu perkembangan. Aku mempunyai dugaan bahwa Raden Kuda Rupakapun dapat melakukannya"
Panon termangu-mangu, sejenak kemudian dengan ragu-ragu ia bertanya "Apakah salahnya, jika aku melakukannya, bukan Raden Kuda Rupaka?"
Ki Mina tersenyum katanya "Kehadiran kita disini mempunyai kekhususan Panon, jika sirep itu kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
hilang dengan tiba-tiba kerana perlawanan ilmumu
secara langsung, maka Raden Kuda Rupaka tentu akan
curiga, ia sudah tidak akan percaya bahwa kehadiran kita
tanpa maksud, apalagi jika ilmumu itu kau gunakan
sekarang, maka ia akan langsung menunjuk hidungmu
tanpa dapat disangkal lagi"
Panon mengangguk-angguk, jawabnya "Ya, ya
paman, aku mengerti. Untunglah aku datang bersama
paman, banyak hal yang belum aku mengerti
sebelumnya dan belum pernah aku pertimbangkan pula"
"Sekarang justru tidurlah, akupun akan tidur pula"
"Dalam keadaan seperti sekarang ini kita tidur?"
"Justru dalam keadaan seperti sekarang ini kita harus
tidur, jika Raden Kuda Rupaka mengetahui bahwa kau
tidak tertidur. Itupun merupakan pertanda kelebihanmu"
ia berhenti sejenak, lalu "Bahkan mungkin justru Raden
Kuda Rupaka sendirilah yang melepaskan ilmu sirep ini"
Panon mengangguk-angguk, sekali lagi ia berkata
"Ya, ya paman"
Keduanyapun kemudian berbaring di pembaringan,
setelah mereka menyelarak pintu.
Bab 22 Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ternyata dugaan Ki Mina tidak salah, mereka yang sebenarnya masih belum tidur itu mendengar desis langkah dua orang diluar bilik itu.
Ki Mina menggamit Panon yang tidur di sebelahnya, dan agaknya, Panonpun mengerti maksudnya, sehingga iapun kemudian memejamkan matanya dan mengatur nafasnya.
Diluar, Raden Kuda Rupaka mencoba mengintip mereka yang berada di dalam bilik itu, tidak ada lagi tanda-tanda masih ada yang terjaga diantara mereka.
"Sudah tertidur" desis Raden Kuda Rupaka.
"Mereka tidak dapat bertahan" sahut Panji Sura Wilaga, "Agaknya mereka tidak pantas dicurigai lagi"
Kuda Rupaka menarik nafas dalam-dalam, katanya
"Belum pasti paman, mungkin mereka memang tidak memiliki ilmu yang tinggi, tetapi keharidan mereka di dalam istana ini benar-benar memerlukan pengawasan, siapa tahu, ia berhungan dengan orang-orang yang selama ini sangat berbahaya. Keduanya hanya ditugaskan mengambil keris itu dari istana ini, kemudian selanjutnya diserahkan kepada orang lain. Bukankah tidak selamanya kita dapat mengawasi mereka siang dan malam", suatu saat kita akan tertidur pula, atau barangkali saat kita sedang berada di padukuhan"
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk, namun kemudian "Tetapi setidak-tidaknya mereka berdua tidak
seberbahaya seperti yang kita duga semula"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Kuda Rupaka merenung sejenak, namun
kemudian ia berdesis "Ya, keduanya tidak terlalu
berbahaya, namun demikian, kita masih harus bahaya
yang sedang mengintip malam ini paman. Kita tahu,
bahwa sirep ini telah dilontarkan oleh seseorang diluar
istana, jika semula kita hanya mendengar suara burung
hantu dan gonggongan anjing liar yang mencurigakan,
sekarang kita merasakan betapa tajamnya sirep ini.
"Kita siap menghadapi segala kemungkinan Raden"
Jawab Panji Sura Wilaga.
Keduanya kemudian bergeser dari depan bilik itu dan
berjalan perlahan-lahan menyusuri serambi belakang,
istana itu telah benar-benar menjadi sepi, tidak
seorangpun yang nampak masih terbangun, selain kedua
orang yang sedang berjalan selangkah demi selangkah
itu. Namun sebenarnyalah bahwa Panon dan Ki Minapun
masih juga belum lelap, mereka justru sedang
memperhatikan dengan seksama, perkembangan
suasana di sekitar istana yang kecil itu.
Dalam pada itu, Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura
Wilagapun kemudian lewat pintu butulan, turun ke
halaman. Dengan hati-hati mereka menyusuri tempat-
tempat yang gelap untuk melihat, apakah ada sesuatu
yang membahayakan isi istana itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tiba-tiba saja langkah mereka terhenti, merekka mendengar suara yang seolah-olah bergerak di belakang mereka meskipun perlahan-lahan.
Raden Kuda Rupaka memberika isyarat kepada Panji Sura Wilaga yang agaknya telah mendengar pula.
Perlahan-lahan mereka bergeser mendekati dinding halaman. Dan kemudian ternyata bahwa, suara itu adalah benar-benar suara orang yang bercakap-cakap betapapun lirihnya diluar dinding halaman itu.
Sekali lagi Raden Kuda Rupaka memberi isyarat agar mereka mengikuti arah suara tadi.
Beberapa langkah mereka maju, namun kemudian mereka terhenti ketika suara itu mendekati regol halaman, meskipun masih diluar dinding.
Raden Kuda Rupakapun kemudian segara berlindung didalam kegelapan, sedang Panji Sura Wilaga berusaha mendekati pintu sambil melekat dinding juga, namun juga dalam bayangan rimbunnya dedaunan.
Dalam keremangan malam, maka mata mereka yang tajam segera melihat beberapa orang berdiri di pintu regol, yang perlahan-lahan terbuka setelah seseorang berusaha membuka selaraknya dari luar.
"Apakah kita akan masuk?" bertanya salah seorang dari mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ya, kita akan masuk, apapun yang terjadi" jawab yang lain "Dirumah ini hanya ada dua orang yang pantas kita perhitungkan"
"Mereka tidak akan dapat megalahkan kita semuanya, jika ada korban diantara kita, itu adalah akibat yang wajar"
Sejenak mereka termangu-mangu, namun kemudian intu regol itupun terbuka semakin lebar, dan beberapa orang itupun melangkah masuk.
"Hati-hatilah" berkata salah seorang dari mereka "Kau sangka bahwa kedua orang itu akan dapat kau nyenyakkan tidurnya dengan ilmu sirep itu"
"Jika mereka sedang tidur, maka sirep itu akan memperlemah kesadaran mereka, sehingga mereka tidak akan mudah terbangun. Kita akan berkesempatan untuk membunuh mereka sebelum mereka sadar sepenuhnya"
"Marilah kita masuk, kita harus bertindak caepat, sebelum sirep itu kehilangan kekuatannya"


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam keremangan melam nampaklah beberapa orang berjalan dengan hati-hati melintasi halaman langsung menuju ke pendapa istana kecil itu.
Dalam pada itu, Panji Sura Wilaga dan Raden Kuda Rupaka tidak akan dapat berdiam diri, ternyata bahwa apa yang mereka duga itu kini telah terjadi, bahwa pada suatu saat akan datang beberapa orang dengan kasar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
berusaha menemukan pusaka yang mereka sangka ada
di dalam istana itu.
"Tetapi mereka tentu bukan Kidang Alit dan kawan-
kawannya" berkata Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga,
di dalam hatinya, seolah-olah mereka telah
membicarakannya terlebih dahulu.
Dengan sangat hati-hati pula Panji Sura Wilaga mulai
bergerak mendekati Raden Kuda Rupaka, dengan suara
yang hanya mereka dengan sendiri, ia bertanya "Apa
yang akan kita lakukan Raden?"
"Sudah pasti, Kita akan bertempur, kita tidak akan
dapat membiarkan pusaka itu jatuh ketangannya"
"Tetapi tidak seorangpun yang mengetahui
dimanakah pusaka itu?"
"Mereka akan mencarinya sampai ketemu, jika tidak
berhasil maka bibi akan menjadi korban"
Panji Sura Wilaga termenung sejenak, namun
kemudian "Apakah tidak sebaiknya kita menunggu saja,
sebelum kita yakin mereka menemukannya , biarlah
mereka berbuat apa saja. Baru jika mereka benar-benar
berhasil, maka kita akan merebutnya. Dengan demikian,
jika kita harus mengorbankan jiwa kita, adalah
pengorbanan yang tentu akan berarti"
"Tetapi mereka dapat berbuat kasar terhadap bibi dan
diajeng Inten"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah yang akan dilakukannya atas seorang perempuan"
"Orang-orang sekasar mereka tidak akan membuat pertimbangan siapakah yang sedang mereka hadapi"
Keduanya terdiam sejenak, mereka melihat orang-orang itu agak termangu-mangu ditangga pendapa, diantara mereka nampak seorang yang agaknya merupakan pemimpin yang sangat disegani. Orang itu nampaknya berjanggut meskipun tidak begitu jelas di dalam kegelapan, tetapi sekali-sekali ia mengusap dagu dan mengurus janggutnya itu.
"Pemimpin mereka sudah agak tua" desis Panji Sura Wilaga.
Sebenarnyalah orang berjanggut itu adalah pemimpin dari rombongan dari perguruan Guntur Geni itu. Orang yang selama ini menjadi bayangan dari pendiri perguruan Guntur Geni yang mereka anggap telah berhasil membebaskan diri dari pengaruh waktu sehingga berapapun juga umurnya, ia tidak akan mati karena ketuaannya.
Didalam kegelapan Panji Sura Wilaga dan Raden Kuda Rupaka menjadi semakin tegang, tiba-tiba saja Raden Kuda Rupaka menggeram "Aku harus berbuat sesuatu"
"Mereka berjumlah lebih dari dua kali lipat. Mereka berlima"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Kuda Rupaka memandang Panji Sura Wilaga sejenak, lalu katanya "Aku belum pernah melihat paman Panji Sura Wilaga sempat menghitung jumlah lawan, dan apalagi terpengaruh olehnya"
"Kita tidak boleh kehilangan perhitungan"
Raden Kuda Rupaka tidak menyahut, namun ia mulai bergeser mendekat.
"Raden mencemaskan puteri Inten Prawesti" tiba-tiba saja Panji Sura Wilaga berdesis.
"Ya?"
"Puteri sama sekali tidak menghiraukan Raden sebagai seorang anak muda, ia menganggap Raden benar-benar seperti kakaknya saja"
"Aku tidak berkeberatan, tetapi aku harus membebaskannya"
Panji Sura Wilaga tidak dapat mencegah lagi. Dengan menahan perasaan ia harus mengikut saja apa yang akan dilakukan oleh Kuda Rupaka meskipun sebenarnya ia tidak sependapat.
"Jika mereka mencoba membuka pintu pringgitan, kita akan segera naik, tetapi jika mereka akan mencarinya diluar rumah, kita akan menunggunya" desis Kuda Rupaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panji Sura Wilaga tidak menjawab, mereka mengawasi saja kelima orang yang dengan lebih hati-hati lagi naik ke pendapa.
Agaknya perhatian kelima orang itu benar-benar tertumpah kepada isi istana yang suram itu, sehingga mereka sama sekali tidak memperhatikan keadaan disekitarnya, dan merekapun sama sekali tidak mendengar gemerisik pintu yang bergeser.
Panji Sura Wilaga dan Kuda Rupaka menjadi curiga, angin yang sangat lemah tidak akan dapat menggerakkan daun pintu regol itu.
"Tunggulah disini" desis Kuda Rupaka.
"Raden mau kemana?"
"Aku akan melihat, siapakah yang berada di luar regol" jawab Kuda Rupaka "Awasi mereka, dan jangan bergeser dari tempatmu, aku hanya sebentar"
"Bagaimana jika mereka memasuki pintu pringgitan?"
"Aku hanya sebentar" Kuda Rupaka tidak menunggu lagi, ia sudah mulai bergerak menuju ke regol halaman.
Dengan lincahnya ia bagaikan terbang didalam kegelapan. Panji Sura Wilaga mengawasinya dengan dada yang berdebar-debar, sekali-kali ia memandang ke pendapa yang diwarnai oleh cahaya obor yang redup.
Namun dengan demikian ia melihat orang-orang itu masih saja ragu-ragu dan saling berbincang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dalam pada itu, Kuda Rupaka yang menuju keregol
halaman itu tertegun sejenak, ia mendengar suara yang
aneh diluar, tetapi ia memastikan bahwa suara itu adalah
suara seseorang.
Dengan penuh kewaspadaan iapun kemudian
bergeser. Sebuah loncatan yang cepat, telah
membawanya keluar regol dengan kesiagaan untuk
menghadapi segala kemungkinan.
Kuda Rupaka terkejut ketika ia melihat seseorang
berdiri tegak diluar regol. Namun orang itupun agaknya
mendengar desir langkahnya, sehingga iapun segera
bersiaga pula. Sejenak mereka saling berhadapan, namun kemudian
terdengar suara Kuda Rupaka "Jadi kau Kidang Alit?"
"Sst" desis Kidang Alit "Aku mengikuti orang-orang itu
karena aku yakin mereka akan memasuki halaman istana
ini" Kuda Rupaka termangu-mangu sejenak, ketika terlihat
olehnya sesosok tubuh yang tergolek ditanah, ia
bertanya "Siapakah orang itu?"
"Sudah tentu karena aku tidak ingin pusaka itu jatuh
ketangan orang-orang Guntur Geni, aku tahu bahwa kau
dan kawanmu itu akan dapat bertahan dari pengaruh
sirep, tetapi kau berdua akan terlalu sulit untuk melawan
mereka berlima"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Jadi?""
"Kali ini aku akan membantumu mengusir orang-orang Guntur Geni, kita memang harus bergabung, tanpa kerja sama yang baik, maka kita tidak akan dapat mengatasi mereka yang berjumlah lebih banyak. Baru sesudah itu, mungkin kita akan terlihat dalam perhitungan sendiri"
Kuda Rupaka menggeram, ia sadar betapa liciknya Kidang Alit, tetapi menghadapi keadaan yang berat saat itu, ia tidak dapat berbuat lain, katanya "Terserahlah kepadamu, tetapi sesudah orang-orang Guntur Geni iti kita tumpas, maka akan dating gilirannya aku membunuhmu"
Kidang Alit tertawa, katanya "Jangan kita bicarakan sekerang, itu hanya akan menimbulkan kegelisahan, karena sebenarnya kita sudah dapat mengetahui kemampuan kita masing-masing, dan jika pada suatu saat kita harus berkelahi, aku kira kita hanya akan memperhitungkan ketahanan kita masing-masing, mungkin tiga hari tiga malam, atau justru lebih"
"Jadi, kau sudah bertekad untuk membiarkan aku hidup?" bertanya Kuda Rupaka.
"Menurut penilaianku, kau lebih lemah dari kekuatan Guntur Geni, kematianmu akan menguntungkan orang-orang Guntur Geni yang mungkin tidak terlawan pula olehku"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kau akan menyesal, lebih baik kau biarkan aku mati oleh orang-orang Guntur Geni yang jemlahnya jauh lebih banyak"
"Sudahlah, nanti kita terlambat"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, namun kemudian iapun berkata "Baiklah, marilah kita masuk bersama-sama"
"Hati-hatilah dengan racun mereka"
Kuda Rupaka tersenyum, tetapi ia tidak menjawab lagi, keduanya kemudian memasuki halaman istana yang suram itu.
Sejenak mereka termangu-mangu, ternyata pintu pringgitan sudah terbuka.
"Mereka sudah masuk, cepat" desis Kidang Alit.
"Marilah" lalu sambil berpaling kedalam kegelapan ia memanggil "Paman Panji, marilah"
Sesosok tubuh segera meloncat dari kegelapan, namun Panji Sura Wilaga itu terkejut melihat seseorang yang bersama Kuda Rupaka, ternyata ia adalah Kidang Alit.
"Jangan kau persoalkan sekarang paman, biarlah ia berada dipihak kita sebelum kita membunuhnya kelak"
"Tetapi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidak ada waktu untuk memberikan penjelasan, ia akan ikut mengusir orang-orang dari Guntur Geni"
"Kemudian kitalah sasarannya"
"Atau kita yang membunuhnya, tetapi nantilah kita bicarakan"
Ketiganyapun kemudian dengan tergesa-gesa kependapa, perlahan-lahan sekali Panji Sura Wilaga berbisik "Mereka sudah beberapa saat memasuki istana ini"
"Kita akan memancingnya keluar, lebih baik bertempur diluar daripada didalam rumah, bibi dan diajeng tentu akan menjadi ketakutan"
Ketiganya termangu-mangu sejenak, namun
kemudian Kidang Alit berkata "Sebaiknya memang mereka kita pancing keluar"
Panji Sura Wilaga yang masih belum meyakini sikap Kidang Alit masih saja ragu-ragu, namun kemudian ia melihat Kuda Rupaka mendekati pintu sambil berkata
"He, orang yang memasuki istana ini tanpa mengenal unggah-unggah, kau kira sikap deksura itu akan menguntungkanmu"
Sejenak mereka menunggu, mereka yakin bahwa suara itu tentu didengar oleh orang-orang yang berada didalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"He, orang-orang Guntur Geni" teriak Kidang Alit
"Jangan ingkar, kami tahu kalian adalah orang-orang perguruan Guntur Geni"
Sejenak suasana menjadi tegang, tidak terdengar jawaban, namum orang-orang yang berada di luar pintu itu justru memastikan bahwa orang-orang yang berada di dalam itu sedang merayap perlahan-lahan keluar.
Sebenarnyalah Kiai Paran Sangit sangat terkejut mendengar suara justru berasal dari luar pintu itu.
"Kita salah hitung" desis Paran Sangit. "Kita sudah menduga, bahwa keduanya tidak akan dapat kita lelapkan dengan sirep, kecuali jika keduanya memang sudah tidur"
"Akupun menduga, tetapi bahwa mereka berada diluar pintu adalah aneh, kita tidak mengetahuinya kapan mereka keluar"
"Lalu apakah yang akan kita lakukan?"
Kiai Paran Sangit berfikir sejenak, lalu katanya "Kita adalah orang-orang Guntur Geni, kita tidak akan takut menghadapi apapun juga, marilah kita keluar dan membunuh orang-orang yang akan mengganggu kita"
Kelima orang itupun melangkah, tetapi tiba-tiba Kiai Paran Sangit berkata "Kita akan keluar berempat saja, seorang dari kalian mencari pembaringan puteri itu, yang tua atau yang mudua, bawalah ia keluar dan puteri itu akan kita pergunakan untuk memaksa siapapun untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menyerah, jika tidak maka kita akan tetap
membunuhnya. Kematian puteri itu tentu akan
mempengaruhi ketahanan kedua orang itu untuk
bertempur terus"
"Baiklah" tiba-tiba seorang yang berwajah hantu
menyahut "Akulah yang akan mengambil puteri itu"
Kiai Paran Sangit memandang orang yang berwajah
hantu itu sejenak, lalu "Baiklah, pergilah"
Ketika orang berwajah hantu itu mulai melangkah,
maka Kiai Paran Sangitpun dengan tergesa-gesa bersama
ketiga orang kawannya menuju ke pintu. Tetapi ia
terhenti sejenak, dengan sangat hati-hati mereka
melangkah mendekati daun pintu yang hanya sedikit saja
terbuka. "Kami sudah menunggu" terdengar suara diluar pintu.
Kiai Paran Sangit menggeram, dengan hati-hati ia
mendorong daun pintu itu sehingga terbuka semakin
lebar. Dengan wajah yang tegang ia melihat tiga orang
berdiri dipendapa, mereka sudah siap untuk bertempur,
menghadapi siapapun juga.
Kiai Paran Sangit ke daun pintu yang sudah terbuka
itu. Ketiga orang yang berada diluar mulai berpencar,
seorang berada ditengah, seorang di sebelah kanan dan
seorang di sebelah kiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kiai Paran Sangit dengan langkah satu-satu keluar ke pendapa diiringi olehn ketiga orang kawannya. Sekilas ia memandang ke regol yang dalam keremangan malam nampak terbuka lebar.
"Kawanmu yang di regol sudah mati" tiba-tba saja Kidang Alit berdesis.
Kiai Paran Sangit terkejut mendengar kata-kata Kidang Alit yang berdiri di sebelah kanan. Dengan wajah yang tegang ia memandangnya tanpa berkedip.
"Jangan marah" desis Kidang Alit "Kematian memang merupakan kemungkinan yang harus di perhitungkan sejak kita berangkat ke pegunungan ini"
"Kau benar" Kiai Paran Sangit "Kita memang harus memperhitungkan kemungkinan itu, tetapi kemungkinan yang tidak aku perhitungkan adalah kerja sama yang aneh antara kedua bangsawan ini dengan kau, Kidang Alit"
"O, kau juga mengenal aku?"
"Aku mengenalmu dan dua orang yang berada di banjar itu, kau telah menjadikan kedua anak buahmu seolah-olah orang dari Guntur Geni"
Kidang Alit mengerutkan keningnya, lalu "Kau bermimpi, aku seorang diri disini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Kiai Paran Sangit tertawa, katanya "Baiklah jika kau ingkar, akupun menduga bahwa kedua kawanmu sekarang berada di sekitar istana ini"
"Terserahlah, memang khayalan yang dilandasi oleh ketakutan itu dapat membuatmu menyusun ceritara yang bukan-bukan, kau dapat menghitung anak buahmu, dan kau akan menemukan kedua orang itu diantara kalian"
Kiai Paran Sangit masih tertawa, tetapi iapun kemudian berkata "Baiklah, kita tidak akan mempersoalkan kedua orang itu lagi, disini ternyata kau mendapat kawan baru, Raden Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga. Ternyata bahwa kesabaran dan kelicikanmu memang menguntungkan. Sebabnya aku menunggu kapan kalian akan berbenturan. Dengan demikian aku akan dapat memanfaatkan keadaan, tetapi aku tidak sabar lagi, aku terpaksa datang lebih dahulu dari Kidang Alit dengan menempuh kemungkinan seperti yang terjadi sekarang"
"Sudahlah" potong Kuda Rupaka "Apapun yang kau perhitungkan, namun kali ini kalian memang harus berhadapan dengan kami bertiga, meskipun kelak, bahkan mungkin nanti setelah kalian terbunuh, aku harus membunuh pula Kidang Alit, sekarang bersiaplah untuk mati"
Saura Kiai Paran Sangit mengeras seperti juga suara Kidang Alit. Disela-sela derai tertawa itu terdengar suara Kidang Alit "Ia terlampau jujur, tetapi kemungkinan itu memang ada, sekarang marilah kita mengurangi lawan,
kau atau aku atau Raden Kuda Rupakalah yang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mati paling awal, kemudian kamatian-kematian lain akan
menyusul, itu adalah taruhan yang wajar untuk
memperebutkan pusaka yang tiada duanya di seluruh
Majapahit"
Kiai Paran Sangit mengangguk-amgguk, selangkah ia
maju sedang orang-orangnyapun mulai berpencar pula.
Sejenak kemudian terdengar suara Kiai Paran Sangit
"Siapakah yang akan melawan aku" Selebihnya satu
diantara kalian bertiga harus melawan dua orang anak
buahku" Raden Kuda Rupaka menggeram, ia pernah
bertempur dan bahkan membunuh orang-orang dari
Guntur Geni, tetapi ia sadar bahwa orang ini tentu
memiliki kelebihan dari orang yang pernah dibunuhnya.
Namun demikian Raden Kuda Rupaka berkata "Aku
akan melawan orang yang paling kuat diantara kalian, He
agaknya kau adalah pemimpinnya, tetapi kau belum
menyebutkan namamu menjelang kematianmu"
"Namaku Paran Sangit, aku memang tidak
merahasiakan namaku, dan bahkan setiap orang
sebaiknya mengenal, bahwa mereka tidak akan dapat
melawan Kiai Paran Sangit"
Kuda Rupaka mengangguk-angguk, katanya "Marilah,
aku akan melawanmu"
Kidang Alit tertawa, katanya "Itu adalah pilihan yang
paling tepat, dengan demikian kau berhasil memancing
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
perang tanding. Tentu kau segan untuk bertempur
melawan dua orang sekaligus"
"Persetan" berkata Kuda Rupaka "Apakah sebenarnya
kau sendiri takut menghadapi dua orang dari Guntur
Geni?" "Aku dapat memilih, melawan dua orang, satu orang
atau tidak sama sekali, aku akan ikut bertempur jika aku
yakin bahwa aku tidak akan mati sekarang"
"Setan yang licik, tetapi baiklah, pilihlah lawanmu,
siapapun yang kau pilih, kau sudah mengurangi jumlah
lawan kami malam ini"
"Aku akan melawan dua orang dari mereka" geram
Panji Sura Wilaga yang tidak sabar lagi.
Namun sementara itu suara tertawa Kiai Paran Sangit
seolah-olah telah meledak, katanya "Kau tidak bertanya
kepadaku atau kepada anak buahku, kau tidak saja
berhak memilih lawan, tetapi aku dan anak buahkupun
berhak pula:" ia berhenti sejenak, lalu "Tetapi baiklah,
bagi kami tidak ada bedanya siapakah yang mati lebih
dahulu, Kuda Rupaka, Panji Sura Wilaga atau Kidang Alit,
semuanya memang harus aku hadapi, sekarang atau
besok" "Kau memang jantan Paran Sangit"
Kuda Rupaka tidak dapat menahan senyumnya,
katanya "Suatu pujian yang menarik, kau sudah
memaksa Paran Sangit memilih paman Panji Sura Wilaga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
untuk melawan dua orang, tetapi Paman Panji bukan
orang yang licik seperti kau"
"Apakah kita akan berbicara saja?" tiba-tiba Panji Sura
Wilaga memotong.
Kidang Alit menyahut "Tentu tidak, ayo, siapakah
yang ingin mati oleh tanganku"
Kiai Paran Sangit tidak menjawab, tetapi ia maju
selangkah mendekati Kuda Rupaka.
Anak buahnya segera memilih lawan masing-masing,
ternyata bahwa dua orang diantara mereka memilih Panji
Sura Wilaga, sedang seorang yang lain mendekati Kidang
Alit. Tetapi Kidang Alit memang licik, ia masih saja berkata
"Aku akan turun ke halaman, aku lebih senang berkelahi
tanpa diganggu oleh tiang-tiang pendapa"
"Gila" lawannya menggeram.
Namun Kiai Paran Sangit yang sudah berjanggut
putih, yang sudah siap berkelahi melawan Kuda Rupaka,
justru menyahut "Bagus, aku sependapat, mari kita turun
ke halaman, agar senjata kita tdiak merusakkan tiang-
tiang pendapa yang berukir indah ini"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, tetapi ia tidak
mau hanyut dalam arus perasaannya, karena ternyata
menurut penilaiannya Kiai Paran Sangit itupun orang
yang licik, meskipun tidak selicik Kidang Alit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Demikianlah mereka segera turun ke halaman, Panji
Sura Wilaga yang terus melawan dua orang itupun
segera meloncat sambil menggeram, namun demikian
seorang lawannya turun ke samping pendapa, iapun


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah mulai menyerang dengan garangnya.
Tetapi lawannya sempat mengelak, bahkan lawannya
yang seorang lagi segera menempatkan diri dan
bertempur berpasangan.
Raden Kuda Rupaka menahan nafasnya, ia sadar,
bahwa Panji Sura Wilaga harus memeras segenap
kemampuannya, beberapa saat yang lewat, ia pernah
juga mengalami kesulitan untuk melawan dua orang
sekaligus. "Mudah-mudahan dua orang itu tidak setingkakt
ilmunya dengan orang-orang Guntur Geni yang terbunuh
beberapa waktu yang lalu" katanya di dalam hati, namun
dalam pada itu ia yakin bahwa orang berjanggut putih itu
tentu mempunyai kelebihan dari kawan-kawannya.
Sejenak kemudian, halaman itupun telah dipenuhi
oleh lingkaran-lingkaran perkelahian. Kidang Alit sudah
harus bertempur melawan seorang dari anak buah Kiai
Paran Sangit. Tetapi dalam pada itu, ia masih juga sempat berkata
di dalam hati "Aku akan membunuh orang ini, jika Kuda
Rupaka atau Panji Sura Wilaga terbunuh pula, maka
tugasku akan menjadi semakin ringan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dalam pada itu, Raden Kuda Rupakapun segera merasa, betapa lawannya kali ini memang lebih berat dari lawan yang pernah di bunuhnya. Kiai Paran Sangit yang tua itu ternyata memiliki kemampuan bergerak yang lincah, langkahnya ringan seperti tanpa menyentuh tanah, sedang pukulannya yang dahsyat menyalurkan hembusan angin yang keras.
Tetapi Kuda Rupaka bukannya anak muda yang dungu, ia mempunyai bekal yang cukup untuk melakukan tugasnya yang berat, sehingga karena itu, maka iapun segera menempatkan diri pada perlawanan yang seimbang dengan tekanan lawannya.
Yang segera nampak terdesak adalah Panji Sura Wilaga, kedua lawannya menyerang dari dari arah yang berbeda-beda, tetapi berurutan tanpa henti-hentinya.
Namun Panji Sura Wilaga sama sekali tidak berkecil hati, ia menyadari bahwa ketahanan tubuhnya melampaui ketahanan tubuh orang kebanyakan, ia dapat bertempur dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada untuk waktu yang seolah-olah tidak terbatas tanpa merasa lelah dan dengan kemampuan yang seakan-akan tidak menurun.
Tetapi untuk melawan dua orang dari Guntur Geni sekaligus, ia memang harus berjuang sekuat tenaga.
Dibagian lain terdengar suara tertawa Kidang Alit, ia masih sempat mempermainkan lawannya dengan berlari-lari kecil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kita mencari tempat yang paling baik untuk bertempur" berkata Kidang Alit disela-sela tertawanya.
"Gila, disini kita bertempur" geram lawannya
"Aku tidak sampai hati membunuhmu di tempat terbuka, tetapi diantara semak-semak, maka kematianmu tidak begitu mempengaruhi jiwaku yang sebenarnya adalah penuh dengan belas kasihan"
Lawannya benar-benar telah berhasil dipancing kemarahannya, sehingga dengan demikian ia menyerang Kidang Alit yang memang mengharapkannya.
Dengan demikian, maka lawannya yang seolah-olah dikuasai oleh perasaannya saja tanpa pertimbangan nalar itu, telah berkelahi dengan kasarnya. Namun kadang-kadang serangannya sama sekali tidak terarah.
Dalam keramangan malam kidang Alit mencoba untuk melihat lingkaran-lingkaran perkelahian yang lain. Lampu di pendapa yang samar-samar dapat memberikan sedikit bayangan kemerah-merahan pada tubuh yang sedang mempertahukan nyawanya itu.
Kidang Alit menjadi kagum melihat Kuda Rupaka yang bertempur seperti angin prahara, serangannya yang mantap dan dahsyat kadang-kadang berhasil mendesak lawannya, orang pertama dari perguruan Guntur Geni.
Tetapi Kuda Rupaka yang masih muda itu, ternyata masih harus menilai pengalaman lawannya, meskipun secara jasmaniah ia memiliki kekuatan yang lebih besar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tetapi lawannya yang sudah berjanggut putih itu, seolah-
olah mampu terbang mengelilinginya.
"Pada suatu saat Kuda Rupaka harus mengakui
keunggulan Kiai Paran Sangit" desis Kidang Alit "Tetapi
itu memerlukan waktu yang lama"
Namun kemudian ia tersenyum didalam hatinya.
Lawannya yang hanya seorang itu cukup memberikan
perlawanan yang sengit dan kasar karena
kemarahannya. Tetapi Kidang Alit yakin, bahwa ia dapat
mengalahkannya.
"Mudah-mudahan aku dapat membunuh orang ini
lebih dahulu dari Kiai Paran Sangit, tetapi agaknya
memang demikian, Kuda Rupaka adalah lawan yang
cukup berat bagi orang-orang Guntur Geni itu"
Demikianlah setelah Kidang Alit berhasil memaksa
lawannya bertempur dengan liar dan hampir kehilangan
nalarnya, mulailah ia membenahi dirinya untuk secepat-
cepatnya membunuh lawannya itu.
Dengan demikian, maka di halaman istana kecil itu
telah terjadi hiruk pikuk yang menegangkan, perkelahian
dalam tiga lingkaran pertempuran yang dahsyat seolah-
olah telah membakar seluruh halaman istana itu.
Namun dalam pada itu, di dalam istana seseorang
telah melangkah dengan hati-hati menuju ke bilik Raden
Ayu Kuda Narpada, orang yang berwajah hantu itu
termangu-mangu sejenak, ia mencoba mendengarkan
apakah pengaruh sirepnya cukup kuat sehingga hiruk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
pikuk di halaman tidak membangunkan orang-orang
yang berada di dalam istana itu.
"Tidak seorangpun yang terbangun" berkata orang
yang berwajah hantu itu di dalam hatinya. "Aku akan
mengambil puteri yang muda, aku akan menyeretnya ke
halaman untuk memaksa Kuda Rupaka menghentikan
perlawanannya, kemudian, setelah membunuh orang-
orang itu, dan setelah menemukan pusaka itu di dalam
istana ini, aku akan membawanya kembali ke
padepokan" tetapi ia mengerutkan keningnya, lalu "Ah
tidak, aku tidak akan membawanya ke padepokan tentu
akan dapat menimbulkan persoalan, aku juga harus
menyerahkannya kepada orang-orang gila tidak ikut
bersusah payah mengambilnya, dan dengan demikian
aku tidak akan dapat memilikinya sendiri" ia tersenyum,
namun kemudian keningnya berkerut merut "Lalu akan
aku bawa kemana gadis secantik itu?"
Bab 23 Ia termangu-mangu sejenak, namum kemudian
"Persetan, sekarang aku harus mengambilnya dan
membawanya ke halaman depan"
Di halaman perkelahian semakin lama menjadi
semakin sengit, Panji Sura Wilaga telah benar-benar
terdesak, tetapi ia masih mampu melindungi dirinya
sendiri dari tekanan maut, meskipun ia harus memeras
segenap kemampuan yang ada padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Setiap kali Kidang Alit melihat, ia tersenyum kecil, ia tinggal menghitung waku, kapan Panji Sura Wilaga terbunuh, dan kapan pula ia berhasil membunuh lawannya yang sudah terdesak itu.
"Kematian demi kematian akan menyusul" desisnya
"Bukan saja di halaman ini, tetapi juga di bagian belakang dan bagian dalam istana ini.
Senyumnya menjadi semakin lebar, ketika ia mendengar auman seekor harimau, suara harimau itu benar-benar menggoncangkan halaman yang sedang diwarnai oleh perkelahian yang dahsyat itu, setiap orang di halaman itu mengetahui bahwa suara itu bukanlah benar-benar suara seekor harimau.
Wajah Raden Kuda Rupaka yang tegang menjadi semakin tegang, ia mengerti bahaya yang akan menerkam dari belakang istana itu, bahaya yang tidak dapat diduga, betapa besar kemampuannya.
Ternyata bahwa dua orang yang berada di banjar padukuhan itu telah siap untuk memasuki istana itu dari bagian belakang, seperti yang diperhitungkan oleh Kidang Alit, maka keduanya kemudian akan dengan leluasa mencari pusaka-pusaka itu, dan jika perlu membunuh siapapun juga yang menghalanginya, termasuk Raden Ayu Kuda Narpada sendiri dan sudah barang tentu, Kidang Alit berpesan agar Inten Prawesti dan seorang gadis anak pembantunya Pinten, harus dapat dikuasai dalam keadaan hidup.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun dalam pada itu, betapapun kegelisahan yang melanda dada Kuda Rupaka, namun ia tidak dapat bergeser dari tempatnya, ia harus memeras segenap ilmunya untuk melawan Kiai Paran Sangit.
"Licik dan Gila" geramnya di dalam hatinya, Kuda Rupaka sadar bahwa Kidang Alit benar-benar berhasil mempergunakan keadaan itu untuk kepentingannya.
Dan ternyata bahwa Kidang Alit yang bertempur itupun sempat tertawa sambil berkata "Kita akan sampai pada suatu saat yang menentukan sekarang, siapakah yang akan berhasil membawa pusaka dari Majapahit itu, meskipun kita masih meragukan pusaka yang manakah yang berada di dalam istana ini. Namun menurut penilikan beberapa orang ada beberapa pusaka tidak ada di istana, Kiai Cangkring, Kiai Nagasasra, Kiai Mandarang atau bahkan Kiai Sangkelat. Tentu salah satu dari pusaka itulah yang telah diserahkan kepada Pangeran Kuda Narpada, dan aku condong menduga, bahwa kita sedang memperebutkan pusaka Kiai Mandarang. Dengan bekal itu, kita akan mencari pusaka kedua, Kiai Nagasasra dan kemudian mencuri Kiai Sabuk Inten dan Kiai Sumelang Gandring" Kidang Alit berhenti sejenak, namun kemudian ia melanjutkan "Alangkah sulitnya perjuangan ini, dilangkah pertama kita sudah menjumpai banyak sekali kesulitan dan korbanpun berjatuhan, sedangkan korban itu adalah anak-anak Guntur Geni dan putera-putera Demak sendiri, apalagi dalam perjuangan selanjutnya, maka korban tentu akan semakin banyak jatuh"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Kuda Rupaka menggeram, ia tidak sempat menyahut karena ia harus bertempur mati-matian untuk mempertahankan hidupnya.
Kidang Alit masih saja tersenyum, bahkan kemudian ia tertawa sambil bertempur, katanya "Matilah yang harus mati malam ini, jangan menyesal bahwa kalian bahwa kalian tidak akan dapat ikut dalam perebutuan berikutnya"
Tidak seorangpun yang menjawab, apalagi Panji Sura Wilaga yang menjadi semakin terdesak karenanya.
Ternyata sambil tersenyum Kidang Alit masih berkata selanjutnya "Jika Pangeran Kuda Narpada tidak berkeras hati untuk mempertahankan pusakanya, maka keadaan tentu tidak akan menjadi seperti sekarang, jika dengan suka rela ia menyerahkan pusaka yang diterima langsung dari Maharaja Majapahit yang terdesak itu kepada Pangeran Cemara Kuning dan Sendang Prapat, maka persoalan tentu sudah lama selesai dan keluarga di istana ini akan dapat hidup dengan tenang."
Yang terdengar adalah desah nafas dan langkah mereka yang sedang bertempur dengan sengitnya.
Kidang Alit tertawa, ternyata lawannya tidak sekuat Kidang Alit sendiri, sehingga untuk melawannya, ia masih sempat berbicara berkepanjangan.
Namun dalam pada itu, Raden Kuda Rupaka benar-benar harus mengerahkan segenap kemampuannya.
Orang yang berjanggut putih itu benar-benar memiliki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kemampuan yang tidak terkalahkan, meskipun Kuda
Rupaka masih juga mampu bertahan.
"Orang ini memiliki kelebihan dari orang-orang Guntur
Geni yang lalu" berkata Raden Kuda Rupaka didalam
hatinya. Dan ternyata tekanan ilmu orang berjanggut putih itu
memang menjadi semakin berat. Bahkan sekali-kali Kuda
Rupaka sudah terdesak surut.
Kidang Alit memperhatikan semuanya itu dengan
senyum dibibirnya. Perhitungannya tentu akan berhasil,
malam ini orang-orang Guntur Geni akan terbunuh di
halaman istana ini, bersama dengan Kuda Rupaka dan
Panji Sura Wilaga, di bagian belakang kedua orang
kawannya akan membunuh setiap orang laki-laki yang
mencoba menghalanginya, mungkin kedua perantau itu
dan sekaligus anak muda yang gila itu, anak Nyi Upih
yang meskipun tidak akan melawan dengan olah
kanuragan tetapi ia akan dapat mengganggu bagi
usahanya seterusnya.
Dan semakin lama semakin nampak pula, betapa
panji Sura Wilaga tentu benar-benar mengalami kesulitan
yang tidak akan mungkin teratasi lagi. Kedua orang
Guntur Geni itu seolah-olah dengan sengaja telah
menggiringnya ke dinding batu disebelah regol. Jika Panji
Sura Wilaga tidak mampu lagi berloncatan surut, maka
adalah pertanda bahwa hidupnya memang sudah akan
berakhir. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Apalagi Kuda Rupakapun nampaknya menjadi semakin terdesak pula, dan ini adalah berbeda dengan harapan Kidang Alit.
"Jika orang berjanggut putih ini berhasil membinasakan Kuda Rupaka, maka tentu akupun akan mengalami kesulitan untuk melawannya" berkata Kidang Alit di dalam hatinya.
Sebenarnyalah bahwa orang pertama dari Perguruan Guntur Geni itu memiliki ilmu yang luar biasa, meskipun demikian Kuda Rupaka masih bertahan terus.
Dalam pada itu, Kiai Paran Sangit telah mengerahkan segenap ilmunya, ia harus secepatnya berhasil membunuh Kuda Rupaka, agar ia sempat menolong kawannya yang mengalami kesulitan melawan Kidang Alit, tetapi tidak terpikir olehnya untuk untuk mempergunakan racun, karena ia menyadari, bahwa lawannya telah memiliki alat penawarnya.
Karena itu, Kiai Paran Sangit mencoba untuk melumpuhkan lawannya dengan kecepatannya yang sulit diikuti oleh mata lawannya.
Namun Kidang Alit masih mempunyai harapan, didalam hatinya ia berkata "Kedua orang kawannya yang memasuki halaman belakang itu tentu akan segera menyelesaikan tugasnya. Mereka akan segera tampil di halaman ini, untuk membunuh pula orang-orang Guntur Geni dan kedua bangsawan gila itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Demikianlah, pertempuran itu semakin lama menjadi semakin jelas, siapakah yang akan segera kehilangan kesempatan dalam perebutan seterusnya.
Tetapi dalam pada itu, yang tidak terduga-duga telah terjadi, selagi Panji Sura Wilaga sudah tidak mempunyai kesempatan untuk menghindar, karena punggungnya telah melekat pada dinding halaman, tiba-tiba saja sesosok bayangan telah meloncat mendekatinya sambil berkata "Maaf Raden Panji, bukan maksudku mengganggu, tetapi aku tidak akan dapat tinggal melihat perkelahian yang tidak adil ini"
Setiap mata mencari kesempatan untuk
memperhatikan siapakah orang ini, dan hampir bersamaan mereka bergumam "Pengembara itu"
Sebenarnyalah bahwa Panon telah tampil diarena, ia tidak dapat menyembunyikan dirinya lebih lama lagi, apalagi ia melihat bahwa keadaan Panji Sura Wilaga sangat membahayakan, selebihnya, iapun telah mendengar rencana Kidang Alit yang sangat licik.
"Kau Pengembara bodoh itu" geram Panji Sura Wilaga yang mendapat kesempatan untuk bernafas justru karena kedua lawannya sedang memperhatikan kehadiran Panon.
"Ya, betapapun juga aku merasa, bahwa selama ini aku telah menumpang di istana ini, aku tahu, bahwa hidup kami selama kami disini, sebagian besar adalah karena kemurahan hati Raden Kuda Rupaka, karena itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dalam keadaan ini, betapapun juga, aku akan ikut
membantu sesuai dengan kemampuanku"
"Kau Gila, He?" tiba-tiba saja Kidang Alit berteriak
"Kau akan digilas oleh benturan ilmu yang tidak kau
mengerti, He" pengembara miskin, pergilah. Atau
barangkali kau memang ingin mati"
Panon memandang Kidang Alit yang nampak remang-
remang didalam kegelapan, apalagi agaknya Kiang Alit
bertempur diantara pohon-pohon perdu dan batang-
batang bunga ceplok piring, namun kemudian terdengar
Panon Menjawab "Ini adalah suatu cara bagiku untuk
mengucapkan terima kasih meskipun aku akan lumat
diantara ilmu-ilmu raksasa yang tidak aku kenal."
Kidang Alit termangu-mangu, ia mencoba menduga,
apakah yang terjadi dibagian belakang istana itu, kenapa
Panon masih tetap hidup dan mampu melepaskan diri
dari pengaruh sirep.
"Mungkin juga seorang itupun mampu mengatasi
kekuatan sirep ini" katanya dalam hati.
Sejenak kemudian halaman itu dicengkam oleh
ketegangan yang semakin memuncak. Rasa-rasanya ada
sesuatu yang tiba-tiba saja tampil diluar perhitungan
mereka sebelumnya.
Dalam pada itu, Kidang Alitpun berkata "Baiklah
pengembara dungu, lakukanlah apa yang akan kau
lakukan, kau memang harus mati, disini atau di
pembaringanmu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon tidak menjawab, tetapi bahkan ia berkata
kepada Panji Sura Wilaga "Raden Panji, biarlah aku
mencoba melawan salah seorang dari kedua orang ini,
adalah tidak adil bahwa seorang diri harus berkelahi
melawan dua orang sekaligus"
"Apakah yang kau ketahui tentang perkelahian
semacam ini" bentak Kidang Alit "Jangan banyak
berbicara lagi, matilah, jika kau ingin mati"
Panon memandangnya sekilas, namun ia masih tidak
menyahut. Panji Sura Wilaga sendiri menjadi termangu-mangu,
tetapi ia tidak mencegahnya, jika benar seorang
lawannya akan membunuh Panon, maka betapapun
singkatnya, ia akan mendapat kesempatan untuk
memperbaiki keadaannya, selebihnya, setelah Panon
mati, maka ia tentu sudah berhasil melepaskan diri dari
himpitan kedua lawannya pada dinding halaman ini.
"Mungkin aku akan mendapat kesempatan lain"
katanya dalam hati, "Aku tidak boleh membiarkan diriku
didesak sehingga kehilangan kesempatan bergerak"
Karena itulah, maka Panji Sura Wilagapun kemudian
bertanya "Panon, apakah kau sudah memikirkan akibat
dari tingkahmu yang aneh ini?"
"Sudah Raden Panji"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Terserahlah kepadamu, kematianmu adalah tanggung jawabmu sendiri"
Panon tidak menjawab, tetapi ia melangkah maju mendekati lawan Panji Sura Wilaga yang mengurungnya pada dinding halaman.
"Bunuh anak itu secepatnya "Tiba-tiba Paran Sangit berteriak "Aku muak melihatnya, dan akupun akan segera membunuh Raden Kuda Rupaka, kemudian yang berikutnya adalah Kidang Alit sebelum yang terakhir adalah kedua orang-orangnya yang tentu hadir pula di halaman istana ini, tetapi aku kira mereka akan langsung memasuki kebun belakang dan mencoba mencari pusaka itu selagi kita bertempur"
Suara Kiai Paran Sangit yang agak serak itu rasa-rasanya telah membangunkan setiap orang yang ada di halaman itu, merekapun serentak terlibat lagi dalam perkelahian yang sengit.
Tetapi dalam itu, seorang lawan Panji Sura Wilaga yang tidak dapat menahan hatinya lagi, seperti angin prahara telah menyerang Panon yang masih berdiri membeku.
Panon yang masih belum banyak berpengalaman terkejut mendapat serangan-serangan yang tiba-tiba sekali itu, justru seolah-olah dengan sengaja mempergunakan kesempatan selagi ia belum bersiap.
"Licik" geramnya, tetapi Panon sempat mengelak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Yang terdengar kemudian adalah umpatan yang keluar "Gila, kau sempat mengelak"
Panon yang belum berpengalaman itu, ternyata masih berhasil mengelak, meskipun ia masih ragu-ragu, namun agaknya pembajaan diri yang dilakukan didekat sebuah gubuk kecil, ditempat yang terpecil meskipun tidak terlalu jauh dari padukuhannya, dibawah bimbingan seorang guru yang cacat itu, telah memberikan bekal yang cukup baginya.
Kuda Rupaka, Panji Sura Wilaga dan Kidang Alitpun berdesir melihat serangan secepat tatit itu, semula mereka menyangka bahwa Panon akan dapat
diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat, sehingga Panji Sura Wilaga belum sempat memperbaiki keadaannya, tetapi ternyata bahwa serangan yang pertama yang dilancarkan dengan tiba-tiba dan demikian dahsyatnya itu, berhasil dielakkan oleh pengembara muda itu.
"Tetapi aku sudah menduga" berkata Kidang Alit didalam hatinya "Tentu ia merasa mampu
mempertahankan hidupnya pada saat ia memasuki arena ini, bahkan sejak ia memutuskan untuk masuk ke halaman istana ini"
Demikianlah, maka perkelahian selanjutnya telah bertambah dengan satu lingkaran lagi, Panon ternyata sama sekali tidak mengalami kesulitan melawan orang dari Guntur Geni itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dengan tangkasnya ia berloncatan diatas tanah yang mengeras di halaman, menjauhi lingkaran perkelahian Panji Sura Wilaga, sehingga dengan demikian, maka Panon dengan sepenuhnya mencoba kemampuannya dengan salah seorang murid dari Guntur Geni.
Karena itulah, maka Panji Sura Wilaga yang kehilangan seorang lawannya menjadi agak lapang untuk bernafas, ia segera berusaha menjauhi dinding batu yang mengelilingi halaman istana itu, sehingga dengan demikian ia mendapat kesempatan untuk bertempur sebaik-baiknya.
Kuda Rupaka yang harus bertempur dengan segenap kemampuannya melawan Kiai Paran Sangit, masih saja sempat melihat Panji Sura Wilaga yang terlepas dari kesulitan, namun dengan demikian ia sudah mulai membayangkan kesulitan baru yang akan dihadapinya karena anak muda yang mengaku dirinya pengembara itu.
Sementara itu Panji Sura Wilagapun dapat melihat, betapa Kuda Rupaka didera kesulitan yang seolah-olah semakin menekan, bahkan kemudian nampak, bahwa ia sudah hampir kehilangan kesempatan sama sekali untuk mempertahankan dirinya.
Dalam pada itu, Kidang Alit yang masih saja selalu tersenyum itupun mengerutkan keningnya, ia melihat hadirnya kekuatan baru yang lebih besar dari yang diduganya. Bahkan Panon yang semula dianggapnya tidak menentukan, namun ternyata bahwa anak muda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
benar-benar harus diperhitungkan, apalagi kemampuan
Paran Sangit benar-benar diluar dugaannya.
"Jika Kuda Rupaka dapat dikalahkan, maka akupun
tentu akan mengalami kesulitan melawan orang tua itu"
berkata Kidang Alit dalam hatinya
Tetapi sekali lagi ia meletakkan harapannya kepada
dua orang kawannya yang memasuki kebun istana itu
dari belakang dan akan menyelesaikan tugas-tugas yang
lain sebelum Ia harus memasuki arena.
Dalam pada itu, selagi perkelahian menjadi
bertambah sengit dan menentukan, tiba-tiba terdengar
suara jerit melengking dari dalam istana itu, jerit yang
susul menyusul.
Belum lagi suara itu lenyap, terdengar suara tertawa
Paran Sangit yang menggetarkan halaman, dengan
lantang ia berkata "Seorang anak buahku telah berhasil
menangkap salah seorang puteri di dalam istana ini,
agaknya mereka telah terlepas dari pengaruh sirep yang


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semakin lemah, tetapi ia tidak akan ada artinya, sebentar
lagi seorang dari perguruan Guntur Geni itu akan
membawa puteri itu kemari dan memaksa kalian untuk
melepaskan senjata dan menyerahkan leher kalian"
Yang terdengar adalah gemeretak gigi Kidang Alit
yang bertempur diantara batang-batang perdu
menggeram "Itu licik sekali"
Tetapi Paran Sangit masih tertawa "Apa boleh buat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kenapa kau tidak berbuat jantan seperti yang kami sangka selama ini?" Kuda Rupakapun menggeram,
"Tidak seorangpun yang berbuat jantan diantara kita, tetapi seandainya kalian berbuat jantan, dan ternyata aku adalah seorang yang paling licik, aku sama sekali tidak berkeberatan, biar saja aku berkelahi dengan licik, asal aku berhasil mendapatkan pusaka itu"
Namun tiba-tiba saja terdengar jawaban yang sama sekali tidak terduga terlontar dari mulut Kuda Rupaka
"Aku tidak perduli dengan perempuan-perempuan yang manapun juga yang ada di dalam istana ini, yang penting bagiku adalah pusaka itu, jika kau ingin memaksa kami menyerah dengan mencancam bibi Kuda Narpada, atau bahkan diajeng Inten Prawesti, aku sama sekali tidak akan menyerah"
Kidang Alit mengerutkan keningnya, tetapi juga Panon heran mendengar jawaban itu, namun kemudian terdengar sekali lagi suara Kiai Paran Sangit sambil menyerang "Kau mencoba untuk menyembunyikan perasaanmu, seolah-olah kau tidak terpengaruh sama sekali dengan jerit itu", tetapi kau tidak dapat mengelabui aku, kau adalah kemanakan Kuda Narpada, karena itu, maka kau tentu berkepentingan lagi keselamatannya"
"Aku lebih mementingkan pusaka itu dari apapun juga, bahkan seandainya mereka menghalangi aku menemukan pusaka itu, akulah yang akan menyingkirkan mereka dari istana ini, hidup atau mati"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kau berkata sebenarnya?" tiba-tiba Kidang Alit menyela.
"Itu tidak penting" Panji Sura Wilagalah yang menyahut "Kami akan membinasakan kalian semuanya untuk mendapatkan pusaka itu"
"Tetapi jerit itupun tidak berarti lagi apa-apa bagi kami, karena itu, jangan mencoba untuk melemahkan perjuangan kami dengan beralaskan perempuan-perempuan yang bagi kami sama sekali tidak berarti"
Panon yang bertempur itupun tidak dapat menahan hatinya, hampir diluar sadarnya ia bertanya "Tetapi bukankah mereka itu keluarga Raden?"
"Persetan" geram Kuda Rupaka yang mencoba memperbaiki keadaannya.
Namun ternyata bahwa jerit itu benar-benar tidak mempengaruhi perjuangan Raden Rupaka, ketika ia mendapat kesempatan, ia telah mencoba membebaskan dirinya dari tekanan yang sangat menghimpit.
"Apakah benar-benar kau membiarkan perempuan-perempuan itu mati tanpa belas kasihan darimu?"
berkata Paran Sangit selanjutnya.
"Aku tidak peduli"
"Dengan satu isyarat, akan berarti mereka mati terbunuh di dalam biliknya atau di pendapa ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku tidak peduli" teriak Kuda Rupaka.
Kiai Paran Sangit menjadi heran, tetapi iapun menjadi heran pula, bahwa kawannya yang berwajah hantu itu tidak membawa perempuan itu ke pendapa, dengan demikian tentu akan lain sekali kesannya, bahwa orang-orang Guntur Geni tidak hanya sekedar bermain-main.
Tetapi tiba-tiba saja Kiai Paran Sangit itu tertawa berkepanjangan, katanya " O, orang ini memang gila, ia lebih mementingkan dirinya sendiri, apalagi jika ia melihat perempuan cantik, aku tidak dapat mengatakakan, apa yang telah dilakukannya atas puteri Inten Prawesti"
"Gila" teriak Kidang Alit dan Kuda Rupaka hampir berbarengan.
Namun kemudian terdengar suara Panon "Tidak ada yang lebih rendah dari martabat orang semacam itu, akulah nanti yang akan membunuhnya"
Suara Paran Sangit masih menggema.
Namun tiba-tiba suara itu terputus ketika tiba-tiba ia mendengar keluhan tertahan, Panon yang tidak dapat menahan perasaannya lagi, tiba-tiba telah mengerahkan segenap kemampuan yang pernah dipelajarinya dari gurunya. Kecepatan bermain dengan pisau, merupakan kemampuannya yang telah mengejutkan lawannya, itulah sebabnya, maka ketika terasa sebilah pisau mematuk lengannya, orang Guntur Geni itu mengeluh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Panon tidak dapat mengekang dirinya lagi, bayangan yang bermain diangan-angannya tentang puteri Inten Prawesti di dalam kekejian tangan orang Guntur Geni yang gila itu, benar-benar membuatnya kehilangan pertimbangan lain, karena itulah, maka tiba-tiba dua buah pisau telah meluncur dan menyambar dada lawannya meskipun ia berhasil mengelakkan yang sebuah lagi.
Lawannya terhuyung-huyung dan jatuh terlentang diatas tanah dengan nafas yang terengah-engah.
Ternyata hal itu telah mengejutkan seisi halaman, anak muda yang kurang diperhitungkan itulah yang pertama-tama telah menyelesaikan lawannya murid dari perguruan Guntur Geni.
Kiai Paran Sangit menggeretakkan giginya, kemarahan yang memuncak telah membakar dadanya, namun ia tidak segera dapat berbuat sesuatu atas anak muda itu, karena ia masih terikat pada lawannya, Kuda Rupaka.
Kuda Rupakalah yang kemudian hahrus mengalami tekanan kemarahan Kiai Paran Sangit, dengan susah payah ia mencoba untuk menyelamatkan dirinya dari serangan yang membadai.
Sementara itu, Panon yang telah kehilangan lawannya segera berlari meninggalkan halaman itu langsung masuk ke ruang dalam, ia tidak dapat membiarkan perlakuan yang paling gila terjadi atas puteri Inten Prawesti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun dalam pada itu, kematian salah seorang murid Guntur Geni itu ternyata telah mempengaruhi arena perkelahian. Panji Sura Wilaga yang tinggal berhadapan dengan seorang lawannya, tiba-tiba mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Selagi lawannya masih dicengkam oleh peristiwa yang mengejutkan itu, Panji Sura Wilagapun menyerangnya dengan sepenuh kemampuan yang ada pada dirinya.
Ternyata anak Guntur Geni yang seorang diri itupun tidak mampu bertahan, ia menyadari kelengahannya setelah terasa sebuah tusukan menggores dadanya.
Sekali lagi terdengar sebuah keluhan, dan sekali lagi anak Guntur Geni itu terlempar dari arena dan jatuh berlumuran darah.
Kiai Paran Sangit benar-benar terkejut melihat peristiwa yang terjadi secara beruntun itu, yang terjadi benar-benar diluar dugaan, semula ia menyangka bahwa yang harus dilawannya hanyalah Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga. Kemudian Kidang Alit tentu akan menghalang-halangi jika ia berhasil menemukan pusaka itu, namun ternyata yang terjadi adalah berbeda sekali dengan perhitungannya.
Kematian kawanya berarti membebaskan Panji Sura Wilaga dari arena perkelahian, dan itu akan sangat berbahaya baginya, Panji Sura Wilaga tentu akan segera membantu Kuda Rupaka yang sudah hampir kehilangan kesempatan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sementara itu, Kiai Paran Sangit masih menggeram,
"Persetan dengan wajah hantu yang bodoh itu, kenapa ia tidak segera membawa perempuan itu kemari", atau barangkali ia masih sibuk dengan kepentingannya sendiri"
Kata-kata itu memang mendebarkan jantung Kuda Rupaka dan Kidang Alit sekaligus, namun terdengar suara Kidang Alit yang bernada tinggi, "Jika sudah terlanjur terjadi, sebaiknya kalian memang harus dicincang disini"
Paran Sangit tidak menjawab, tetapi ia benar-benar menjadi cemas melihat Panji Sura Wilaga yang sudah kehilangan lawannya dan sudah bersiap-siap untuk membantu Kuda Rupaka.
Sejenak Paran Sangit menimbang-nimbang, ia akan dapat mengakahkan Kuda Rupaka yang sudah menjadi semakin terdesak, tetapi untuk melawan dua orang sekaligus, ia masih harus berpikir masak-masak, sedangkan seorang kawannya masih harus
mempertahankan dirinya dari desakan Kidang Alit yang juga ternyata memiliki kemampuan yang tinggi.
Karena itu, maka Kiai Paran Sangit itu harus segera menemukan jalan keluar dari kesulitan yang sudah mulai membayang.
Sementara itu, Panon dengan tergesa-gesa berlari masuk ke ruang dalam, ia tidak ragu-ragu lagi untuk memasuki pintu dalam yang selama ia berada di istana itu, belum pernah terbuka baginya, Karena ia hanyalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
seorang pengembara. Tetapi dalam keadaan yang gawat,
ia tidak lagi teringat tentang dirinya sendiri.
Tetapi langkahnya tiba-tiba terhenti, ketika ia melihat
sesosok mayat yang berbaring di muka pintu bilik Raden
Ayu Kuda Narpada, sedangkan di dalam bilik itu
dilihatnya Raden Ayu Kuda Narpada yang ketakutan
memeluk puterinya Inten Prawesti. Sedangkan Nyi
Upihpun telah memeluk anak gadisnya yang pucat pula.
Sejenak Panon termangu-mangu, ia tidak melihat
darah yang memerah di lantai, dan ia tidak melihat luka
pada tubuh mayat dari orang Guntur Geni itu.
"Kenapa ia bisa mati?" bertanya Panon diluar
sadarnya. Perempuan-perempuan yang ketakutan di dalam bilik
itu sama sekali tidak menjawab.
Dalam pada itu, Panonpun teringat ketika ia
mendengar langkah-langkah perkelahian di belakang
istana itu, segera ia ingat kepada Kiai Mina, agaknya Ki
Mina harus bertempur pula di bagian belakang.
"Ternyata istana ini telah benar-benar terkepung"
Gumam Panon "Dibelakangpun ada beberapa orang yang
nampaknya juga termasuk orang-orang Guntur Geni."
Setelah yakin bahwa orang-orang yang terbaring itu
tidak bernafas lagi, maka Panonpun segera
meninggalkan bilik itu dan menghambur ke serambi
belakang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Seperti yang diduganya, di halaman yang gelap, Ki Mina sedang bertempur melawan dua orang lawan yang ternyata cukup kuat, dalam waktu yang pendek, Panon segera mengetahui, bahwa Ki Mina telah terdesak dan bahkan sudah membahayakan keselamatannya, karena itulah maka Panon tidak berpikir panjang lagi, dengan serta merta iapun langsung terjun ke gelanggang yang sengit itu.
"Maaf Ki Mina, aku akan ikut serta dalam permainan ini"
"Bagaimana dengan perkelahian di halaman depan?"
"Mereka akan segera tertumpas. Beberapa orang telah terbunuh, mudah-mudahan akan segera berakhir meskipun masih cukup membingungkan"
Ki Mina tidak menjawab lagi, serangan kedua orang lawannya justru datang beruntun dengan dahsyatnya, sehingga ia terpaksa meloncat surut sejauh-jauhnya.
Tetapi lawannya tidak mau melepaskannya, justru mereka dengan gigi yang gemeretak karena serangan mereka yang masih saja dapat dielakkan.
Panon tidak dapat menunggu lebih lama lagi sambil berbicara saja, tiba-tiba iapun meloncat untuk menyelamatkan Ki Mina pada keadaan yang paling sulit itu, maka Panonpun dengan sengitnya justru telah mulai menyerang salah seorang lawan Ki Mina itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dengan demikian, maka perhatian lawan Ki Mina telah terpecah, masing-masing kemudian harus menghadapi seorang lawan, sehingga dengan demikian maka keseimbangan pertempuran itupun segera berubah.
Ki Mina segera dapat memperbaiki keadaannya, apalagi lawannya bukanlah seorang yang memiliki ilmu yang lebih tinggi. Karena itu, maka sejenak kemudian, maka justru Ki Minalah yang berhasil mendesak lawannya.
Demikian juga keadaan Panon yang bertempur melawan seorang lawannya, tidak banyak kesulitan yang dialaminya, seperti saat ia bertempur melawan salah seorang murid dari Guntur Geni di halaman depan.
Meskipun demikian bukan berarti bahwa keduanya dengan serta merta dapat mengalahkan lawannya, jika mereka melakukan kesalahan, maka yang akan terjadi justru sebaliknya, karena mereka masing-masing bukanlah orang kebanyakan pula.
Dalam pada itu, yang bertempur di halaman belakang itu terkejut ketika mendengar isyarat di halaman depan.
Sebuah siulan pendek, tidak begitu nyata, tetapi telinga yang tajam akan segera mendengarnya.
Ternyata Kiai Paran Sangit telah memberikan isyarat kepada orang-orangnya yang masih hidup. Tidak ada kesempatan lagi baginya untuk mempertahankan diri, maka iapun segera mengambil keputusan untuk melarikan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Agaknya Kiai Paran Sangit telah mengambil keputusan tepat pada waktunya, demikian Panji Sura Wilaga menempatkan dirinya disamping Kuda Rupaka, maka Kiai Para Sangit telah meloncat meninggalkan gelanggang.
Demikian juga seorang kawannya, meskipun ia tidak dapat mengalahkan Kidang Alit, namun agaknya ia masih sempat melarikan dirinya, menghilang diantara semak-semak di halaman.
Sejenak Kidang Alit termangu-mangu, perhitungannya terhadap kekuatan yang ada telah rusak karena kehadiran Panon dan terbunuhnya lawan Panji Sura Wilaga, sehingga Paran Sangit tidak berhasil membunuh Kuda Rupaka atau sebaliknya seperti yang diharapkannya. Karena itu, ia harus mengambil keputusan sementara, dibiarkannya orang Guntur Geni itu tetap hidup, mungkin masih dapat terjadi benturan-benturan yang akan berlangsung antara Kuda Rupaka dan orang-orang Guntur Geni. Mungkin orang-orang Guntur Geni itu akan memanggil kawan-kawannya untuk menghancurkan orang-orang yang berada di dalam istana itu.
Karena itu, maka Kidang Alit tidak mengejar orang Guntur Geni, bahkan kemudian ia sendirilah yang bersiap-siap untuk meninggalkan halaman itu. Karena dalam keadaan yang demikian mungkin sekali Kuda Rupaka dan Panji Sura Wilaga kehilangan akal dan bersiap untuk membunuhnya bersama-sama.
"Orang-orangku yang ada di istana ini, akan berhadapan dengan Panon dan mungkin kawannya yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tua itupun memiliki kemampuan yang cukup" berkata
Kidang Alit dalam hatinya.
Dugaannya ternyata tidak jauh meleset dari
kenyataan yang dihadapinya. Tiba-tiba saja Kuda Rupaka
yang kehilangan lawannya itu menggeram "Paman Panji,
agaknya saatnya sudah tiba untuk membunuh orang ini
pula." Kidang Alit mengerutkan keningnya, dilihatnya Panji
Sura Wilaga mempersiapkan dirinya pula.
Tetapi ternyata Kidang Alit masih sempat tertawa,
katanya "Memang suatu cara yang baik untuk
mengurangi lawan, karena itulah aku membiarkan orang
Guntur Geni itu untuk melarikan diri, dengan demikian,
maka aku berharap bahwa kalian masih merasa
memerlukan aku untuk menghadapi bukan saja orang-
orang Guntur Geni. Tetapi orang-orang yang ada di
dalam istana ini, He Raden Kuda Rupaka, apakah kau
tidak mengetahui, betapa anak muda yang menyebut
dirinya pengembara itu memiliki ilmu yang luar biasa, ia
adalah orang yang pertama yang berhasil membunuh
lawannya. Apakah kau tidak mempertimbangkan, suatu
kemungkinan lain akan terjadi atas kalian berdua?"
Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, namun yang
terdengar adalah suara gemeretak giginya "Aku tidak
peduli dengan kedua orang itu, mereka akan mati
sebelum fajar menyingsing"
Suara ketawa Kidang Alit justru meninggi, katanya
"Kalian memang terlampau sombong, tetapi kalian tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
akan berhasil jikka kalian tetap dalam kebodohan itu"
Kidang Alit berhenti sejenak, lalu "Kenapa aku tidak
membunuh kalian lebih dahulu", aku mempunyai
pertimbangan tersendiri, disaat terakhir, maka yang
harus hidup adalah orang-orang yang paling lemah, dan
yang paling lemah diantara kita semuanya adalah kalian
berdua, juga sudah aku perhitungkan kedua orang
pengembara itu"
"Gila"
"Baru kemudian aku. Nah kau dengar, aku adalah
sebuah kekuatan yang termasuk lemah disini, sehingga
aku memerlukan cara tersendiri untuk memenangkan
perjuangan merebut pusaka-pusaka itu, bukankah
dengan caraku sekarang ini, aku akan dapat
menampilkan diri dalam perjuangan terakhir" Sayang,
pengembara itu sudah merusak perhitunganku, jika
tidak, maka kalian berdua tidak akan dapat melihat
matahari besok pagi" sekali lagi ia berhenti sambil
menarik nafas "Itulah sebabnya aku mengharap bahwa
kita kan dapat hidup sampai perjuangan terakhir, kita
akan dapat berhadapan dalam keadaan yang lapang,
sehingga kita akan mengadu ilmu sampai tuntas, tetapi
jika kau cemaskan nasibmu dengan cara itu, maka
baiklah, apa yang akan kau lakukan sekarang ini. Apakah
kita harus bertempur selagi pengembara-pengembara itu
masih saja berkeliaran disini" Aku tidak tahu siapakah
yang akan dibantunya, namun seandainya mereka
membantumu, akupun sama sekali tidak cemas, karena
aku mempunyai kawan yang cukup aku percayai untuk
mengikat kedua pengembara itu dalam arena
perkelahian."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Kuda Rupaka menggeram, Panon menyulitkan,
apalagi setelah anak muda itu memiliki ilmu yang tinggi,
sehingga masih harus diperptimbangkan semasak-
masaknya apa yang akan dilakukan.
"Apakah membunuh Kidang Alit sekarang ini bagiku
atau justru bagi pengembara itu?" bartanya Kuda Rupaka
kepada diri sendiri.
Bab 24 Dalam keragu-raguan itulah, maka Raden Kuda
Rupaka dan Panji Sura Wilaga mendengar isyarat yang
terlontar dari mulut Kidang Alit, sejenak keduanya ragu-
ragu, mereka tidak akan tahu arti dari isyarat itu.
"Apa yang akan kau lakukan?" bertanya Kuda Rupaka.
Kidang Alit tertawa, "Aku memerintahkan orang-
orangku untuk menyingkir saja dari halaman ini. Nah
jelas" Suara yang mirip dengan auman serigala itu
merupakan pertanda aman bagi lawan-lawannya, tetapi
jika aku menggonggong, maka ini adalah pertanda
kematian bagi orang-orang yang menentang kemauanku"
"Kenapa kau tidak menggonggong sekarang?" geram
Sura Wilaga. "Perhitunganku belum masak, kedua pengembara itu
sudah merusak semua rencanaku, aku berharap bahwa
setelah orang-orang Guntur Geni, maka kesempatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
untuk memperbandingkan ilmu dengan bangsawan dari
Demak ini akan dapat aku lakukan, tetapi ternyata niat
itu terganggu oleh anak gila itu"
"Persetan"
"Aku akan pergi sekarang"
Tetapi Panji Sura Wilaga melangkah maju sambil
berkata "Kenapa bukan kau lebih dahulu yang kami
bunuh, sebelum sisa orang-orang dari Guntur Geni dan
kedua pengembara itu"
"Aku tidak keberatan jika kau memang menantang,
aku dapat memanggil orang-orangku kembali, dan disini
akan ada arena segi tiga yang menarik, tetapi
pertempuran yang demikian tidak meyakinkan, karena
itu, baiklah kita bersetuju untuk bertempur pada
kesempatan lain tanpa ada pihak ketiga yang
mengganggu. Aku akan mengambil seorang kawanku
yang terpercaya, sehingga kita masing-masing akan
melakukan perang tanding dengan jujur dan jantan"
"Tidak ada yang percaya kepada mulutmu, kau licik
sekali dan terlebih-lebih lagi, tidak mempunyai harga diri
sama sekali"
Kidang Alit tertawa, katanya "Sebenarnya aku adalah
seseorang yang menjunjung tinggi harga diri, tetapi
dalam hal ini, apakah arti harga diriku dibanding dengan
nilai pusaka yang sedang kita cari sekarang ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Persetan, jika kau sekarang masih memohon agar hidupmu diperpanjang, pergilah, mungkin aku segera merubah keputusanku dari membunuhmu sekarang juga"
Dan Kidang Alit justru menyambung "Selanjutnya, pengemis itu akan membunuhmu setelah sekarang ia menemukan pusaka yang sedang kita perebutkan"
Tiba-tiba saja Raden Kuda Rupaka menggeram, ternyata keadaan di istana kecil ini menjadi semakin membingungkan.
"Raden" tiba-tiba saja terdengar suara Kidang Alit
"Bagaimana jika kita bersepakat saja untuk membunuh pengembara itu" Kau berdua belum tentu dapat melakukannya, sebaliknya, aku dan kawan-kakwankupun belum tentu akan berhasil, tetapi jika kita bersama-sama, maka aku kira kita akan dapat melakukannya, baru setelah pengembara itu mati, kita akan bertempur sepuas-puas kita tanpa ada yang mengganngu. Orangorang Guntur Geni tentu tidak akan kembali dengan segera, karena ia telah kehilangan dua orang disini, mungkin tiga orang. Kita belum mengetahui apa yang terjadi dengan seorang kawannya yang memasuki bilik istana puteri, tetapi bahwa ia tidak keluar lagi setelah Panon masuk, mungkin nyawanya telah disitanya pula"
"Gila" geram Kuda Rupaka "Kau kira aku akan melakukan tugas ini dengan membabi buta?"
"Bukan membabi buta, tetapi itu adalah perhitungan yang cermat, kita mengambil keuntungan dari peristiwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
yang dapat terjadi, apalagi kita sudah bersetuju untuk
bertempur disaat terakhir.
"Kita tidak dapat mempercayainya, Raden" potong
Panji Sura Wilaga "Pada suatu saat ia akan memanggil
sejumlah orang-orangnya untuk melakukan apa saja
dengan cara yang licik, karena itu, kita harus
memperhitungkan, manakah yang lebih menguntungkan,
memilih pengemis itu lebih dahulu bersama-sama dengan
Kidang Alit, atau justru membunuh Kidang Alit lebih
dahulu bersama-sama dengan pengemis-pengemis itu."
Raden Kuda Rupaka mengangguk-angguk, lalu
katanya "Kau dengar pertimbangan paman Panji Sura
Wilaga, Kidang Alit, agaknya dalam keadaan seperti ini,
kamipun harus berpendirian seperti kau, harga diri kita
jauh lebih murah daripada nilai pusaka-pusaka itu"
"Baiklah, perhitungkan masak-masak, manakah yang
lebih menguntungkan bagimu, aku besok akan datang
lagi, mungkin kau sudah mempunyai keputusan"
Raden Kuda Rupaka tidak menjawab, Iapun tidak
beranjak dari tempatnya ketika kemudian Kidang Alit
meninggalkan halaman itu dengan meloncati dinding.
Sejenak Kuda Rupaka termangu-mangu, sekilas
dilihatnya mayat yang terbaring diam di halaman.
"Raden" berkata Panji Sura Wilaga "Mayat-mayat ini


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus dikuburkan, apakah kisa masih dapat meminta
bantuan orang-orang padukuhan Karangmaja?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apa salahnya, disiang hari kita akan dapat pergi ke rumah Ki Buyut"
Panji Sura Wilaga menarik nafas dalam-dalam, rasa-rasanya kehidupan di malam hari dan di siang hari terasa jauh sekali perbedaannya, di siang hari tidak banyak kelainan yang nampak dari kehidupan sehari-hari. Tetapi di malam hari istana kecil ini merupakan hutan belantara yang lebat, siapa yang kuat ialah yang akan tetap dapat melihat matahari esok pagi.
"Tetapi" tiba-tiba Panji Sura Wilaga berkata "Jika kita pergi ke padukuhan, pengemis-pengemis itu akan lepas dari pengamatan kita, mungkin mereka akan melakukan apa saja untuk mendapatkan pusaka-pusaka itu"
Raden Kuda Rupaka mengerutkan keningnya, sejenak ia berpikir, namun kemudian katanya "Aku akan pergi ke padukuhan bersama salah seorang dari pengemis itu, kau mengawasi yang seorang lagi"
Panji Sura Wilaga mengangguk-angguk,
Sekarang, biarlah kita singkirkan mayat-mayat ini dahulu"
"Tetapi apakah Raden tidak melihat apa yang telah terjadi dengan puteri"
Raden Kuda Rupaka bagaikan terbangun dari sebuah mimpi yang buram, tiba-tiba saja ia berkata "Marilah, aku hampir saja melupakannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dengan tergesa-gesa Kuda Rupaka diikuti Panji Sura Wilaga naik ke pendapa dan masuk ke ruang dalam, ketika ia sampai ke pintu bibinya, dilihatnya Panon dan Ki Mina sudah berada diluar bilik pintu itu pula.
Sejenak langkahnya terhenti, rasa-rasanya telah terentang jarak yang membatasi hubungan antara dirinya dengan kedua pengembara itu.
Namun Kuda Rupaka melihat kedua orang itu melangkah surut, seolah-olah memberikan tempat kepadanya untuk menyelesaikan masalah yang baru saja terjadi.
Kuda Rupaka menjadi berdebar-debar, ketika ia melihat sesosok mayat yang terbujur di muka pintu bilik itu, mayat dari seorang yang wajahnya nampak mengerikan, apalagi pada saat-saat matinya.
"Siapakah yang telah membunuhnya?" terdengar suara Kuda Rupaka berat.
Tidak ada seorangpun yang menjawab, sehingga Kuda Rupaka harus mengulanginya lagi, tetapi langsung ditujukan kepada bibinya yang masih ketakutan di dalam biliknya sambil memeluk puterinya yang gemetar,
"Siapakah yang telah membunuhnya bibi?"
Raden Ayu Kuda Narpada tidak segera menjawab, rasa-rasanya mulutnya menjadi terlampau sulit untuk digerakkannya.
"Siapa bibi?" tetapi Kuda Rupaka selalu mendesaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Ayu Kuda Narpada masih termangu-mangu,
seakan-akan ia tidak mengerti apa yang harus
dilakukannya. Kuda Rupaka bergeser selangkah, kemudian
dipandanginya wajah Ki Mina yang termangu-mangu
pula, seperti wajah-wajah yang lain, dengan nada kasar
Kuda Rupaka bertanya "Kaukah yang melakukannya?"
Ki Mina menggelengkan kepalanya, dengan mantap ia
menjawab "Aku tidak membunuhnya Raden, aku berada
di belakang karena ada dua orang yang ingin memasuki
pintu belakang istana ini"
"Kau bertempur melawan keduanya?"
"Aku terpaksa membela diri, kemudian datang Panon
membantuku"
Diluar sadarnya Kuda Rupaka memandang Panji Sura
Wilaga, seolah-olah ingin mengatakan bahwa orang tua
itupun memiliki ilmu yang tinggi, sehingga ia mampu
melawan dua orang sekaligus, meskipun tidak berhasil
menyelesaikan, jika Panon tidak datang membantunya,
kedua orang itu tentu orang-orang yang mendapat
isyarat dari Kidang Alit.
Namun dengan demikian, siapakah sebenarnya yang
telah membunuh orang ini?"
Tatapan mata Kuda Rupakapun kemudian tertuju
kepada Panon, sehingga diluar sadarnya, Panonpun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menggeleng sambil berkata "Ketika aku sampai disini,
orang ini telah mati"
Wajah Kuda Rupaka menjadi tegang, sekali lagi
dipandanginya bibinya sambil bertanya "Apakah bibi
melihat seseorang?"
Bibinya yang sudah mulai lebih tenang,
menggelengkan kepalanya, katanya "Aku tidak melihat
seorangpun ditempat ini, tetapi ketika orang itu
melangkah masuk ke dalam bilik ini, ia seolah-olah
terdorong surut dan jatuh di muka pintu tanpa aku
ketahui sebab-sebabnya"
"Aneh sekali" desis Kuda Rupaka "Apakah masih ada
orang lain yang tidak kita ketahui?"
Panji Sura Wilaga menjadi tegang, bahkan Ki Mina
dan Panonpun terheran-heran pula karenanya.
Dengan ragu-ragu Kuda Rupaka memandang dinding
bilik itu, kemudian merambat sampai ke atap, ternyata ia
tidak mendapatkan sebuah lubang yang cukup besar.
Panji Sura Wilaga yang heran pula kemudian
mendekati mayat itu sambil bergumam "Tidak ada darah"
"Ya" desis Kuda Rupaka "Tentu dengan jenis senjata
yang lain, mungkin racun, kita akan melihatnya nanti,
tetapi kita harus yakin, bahwa serangan semacam itu
tidak akan mengenai kita pula"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kita memiliki penawar racun, justru orang-orang Guntur Geni yang selalu menyerang dengan senjata beracun, kurang memperhatikan akibat bagi dirinya sendiri."
"Tetapi pemimpin-pemimpinnya tentu memiliki penawarnya, seperti yang kita miliki, meskipun ujudnya lain. Apalagi orang ini tentu tidak menyangka bahwa ia akan mendapat serangan seperti itu"
Panon yang termangu-mangu itupun maju setapak, dengan hati-hati ia berjongkok di samping mayat yang terkapar itu, perlahan-lahan ia menggulingkan tubuh yang membeku itu sehingga menelentang.
Pendekar Sejagat 3 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 32
^