Pencarian

Jaka Lola 11

Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 11


Wajah kakek tua yang tadinya niurann itu kini berseri-seri, bahkan mulutnya yang ompong membentuk senyum lebar. "Omitohud...... ucapan-ucapan peringatan sama nilainya dengan air jernih dingin bagi seorang yang kehausan! Bukankah Sicii ini pendekar Liong-thouw-san yang terkenal dijuluki Pendekar Buta" Hebat..... kau gagah sekali, Sicu, gagah lahir batin!
Betul kata-katamu, kita semua hanyalah alat yang tidak berkuasa menentukan sesuatu, akan tetapi..... sama-sama alat, bukankah lebih menyenangkan menjadi alat yang baik dan Koleksi Kang Zusi378
Jaka Lola Kho Ping Hoo berguna" Dan kita berhak untuk berusaha ke arah pilihan yang baik, Sicu. Ha-ha-ha, sungguh pertemuan yang menyehangkan. Pinceng akan merasa bahagia sekali kalau Cu-wi (Tuan-tuan sekalian) sewaktu-waktu sudi mengunjungi Siauw-lim-si untuk melanjutkan obrolan ini. Nah, selamat tinggal!"
Bagaikan segulungan awan, kakek itu bergerak dan seakan-akan kedua kakinya tidak menginjak bumi. Demikian hebat ginkang dan ilmu lari cepatnya. Biar Raja Pedang sendiri sampai menjadi kagum dan menarik napas panjang. Tidak kelirulah kalau orang-orang kang-ouw menganggap bahwa Siauw-lim-pai adalah gudangnya orang-orang sakti yang menjadi murid-murid Buddha.
Sunyi di tempat itu setelah ketua Siauw-lim-pai pergi. Masing-masing merenung dan baru terasa betapa hebat akibat daripada pertempuran itu. Raja Pedang masih duduk bersila, berulang kali menarik napas panjang. Pendekar Buta juga duduk bersila, berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan kesehatan secepat mungkin, Hui Kauw dan Cui Sian saling pandang dengan sinar mata terharu karena mereka telah menjadi korban fitnah dan hampir saja saling bunuh. Yo Wan masih berdiri seperti patung, me-rasai betapa hebatnya kakek Siauw-lim yang tadi menjadi lawannya. Hanya Lee Si yang kini terisak kembali.
Isak tangis ini menyadarkan mereka. Raja Pedang Tan Beng San berkata ke-pada Lee Si, "Lee Si, hentikan tangismu. Ayahmu tewas sebagai seorang laki-laki gagah, tak perlu disedihkan.
Lebih baik sekarang kita urus jenazahnya."
Kun Hong yang juga sudah sadar dari keadaan termenung dan merasa perlu segera bertindak, segera berkata kepada Yo Wan, "Wan-ji (anak Wan), hanya kau yang tidak terluka.
Jangan takut lelah, kaugalilah lubang untuk semua mayat ini dan kuburkan mereka baik-baik."
Yo Wan menyanggupi dan pemuda ini segera menggunakan patahan pedang Pek-giok-kiam untuk menggali lubang yang besar. Melihat pemuda ini mengerahkan tenaga bekerja, tanpa diminta lagi Lee Si bangkit dan membantunya, juga Cui Sian dan Hui Kauw, biarpun terluka, segera membantu sedapatnya. Pertama-tama mereka mengubur jenazahnya Tan Kong Bu dengan sikap hormat akan te-tapi sederhana tanpa upacara, hanya diiringi tangis Lee Si yang sampai tiga kali jatuh pingsan saking sedihnya, dihibur oleh Cui Sian dan Hui Kauw yang juga menangis. Kemudian mereka menggali lubang besar untuk mengubur semua jenazah itu sekaligus, jenazah Ang-hwa Nio-nio, Maharsi, Bo Wi Sianjin, dan anak buah Ang-hwa Nio-nio.
Setelah lebih setengah hari mereka bekerja, selesailah penguburan itu. Pada waktu itu, Kun Hong yang mengerti akan ilmu pengobatan sudah berhasil menyem-buhkan lukanya sendiri, bahkan dia inem-bantu penyembuhan luka yang diderita Raja Pedang. la bersila di btelakang Raja Pedang dan menempelkan tangan kiri pada punggung ketua Thai-san-pai itu Koleksi Kang Zusi379
Jaka Lola Kho Ping Hoo sambil mengurut jalan darah di pundak dengan jari-jari tangan kanannya.
"Cukuplah, Kun Hong. Tidak berbahaya lagi sekarang." Akhirnya Raja Pedang berkata dan mereka berdua bangkit berdiri. Tiba-tiba Lee Si berlari menghampiri Raja Pedang dan berlutut di depan kakinya sambil menangis tersedu-sedu.
"Sudahlah, Lee Si." Tan Beng San mengangkat bangun cucunya. "Kehendak Thian tak dapat dibantah oleh siapa pun juga. Aku hanya bingung memikirkan bagaimana kita harus menyam-paikan berita ini kepada ibumu....."
Mendengar ini, Lee Si makin keras tangisnya.
"Betapapun juga, pembunuh ayahmu telah kita ketahui, dan dia sudah tewas pula."
Akan tetapi Lee Si masih menangis dan Raja Pedang berkali-kali menghela napas karena dia dapat menduga bahwa kali ini Lee Si menangis karena mengingat keadaannya sendiri.
Betapapun juga, gadis ini telah mengalami hinaan dan fitnah yang merusakkan namanya.
Maka dia membiarkan cucunya menangis.
Adapun Hui Kauw yang mendekati Cui Sian, dengan wajah pucat bertanya, "Sian-moi, kau tadi bilang tentang Swan Bu...... bagaimanakah dia" Siapa yang membuntungi lengannya?"
Terang nyonya ini mengeraskan hati dan menggigit bibir untuk menahan tangisnya. Hatinya ngeri dan cemas membayangkan puteranya itu menjadi buntung lengannya.
Cui Sian memeluk Hui Kauw. "Maafkan aku, Cici. Kau..... kau telah mengalami tekanan batin berkali-kali, difitnah, dituduh, dan sekarang puteramu menjadi korban lagi. Akan tetapi, hal yang sudah terjadi tak perlu melemahkan hati dan semahgat kita, bukan" Swan Bu telah dibuntungi lengannya oleh gadis liar yang bernama Siu Bi....."
"Ahhh.....!" Hui Kauw menahan seruannya, sedangkan Pendekar Buta yang juga mendengarkan penuturan ini, juga mengerutkan kening. Diam-diam dia merasa menyesal sekali bahwa dahulu dia telah menanam bibit permusuhan yang tiada berkesudahan.
Terbayanglah dia akan musuh lamanya, The Sun, yang agaknya sekarang menimbulkan bencana hebat, bukan langsung olehnya sendlrl, melainkan oleh keturunannya.
"Aku sudah menangkapnya, menghajarnya, bahkan Lee Si harnpir membunuhnya. Akan tetapi..... Swan Bu sendiri yang dibuntungi lengannya oleh iblis betina itu mencegah, malah minta supaya Siu Bi dibebaskan."
Berdebar jantung Hui Kauw. Aneh sekali! Adakah suatu rahasia di balik itu, ataukah Swan Bu menjadi seorang pemuda yang berwatak aneh dan kadang-kadang lerdah penuh welas asih seperti ayahnya. Orang telah membuntungi le-ngannya, dan orang itu hendak memusuhi ayah bundanya, akan tetapi dia mem-bebaskannya! Teringat dia akan wajah Siu Bi. Gadis Koleksi Kang Zusi380
Jaka Lola Kho Ping Hoo yang cantik jelita berwatak iblis, hampir saja berhasil membunuh ia dan suaminya. Tiba-tiba dia merasa khawatir. Jangan-jangan kecantikan gadis itu telah melemahkan hati puteranya.
"D! mana dia sekarang, Sian-moi?"
"Aku tidak tahu, Cici. Ketika dia dan aku menenrtukan jenazah Kong Bu koko aku lalu meninggalkan dia di sini.
Agaknya dia yang menguburkan jenazah Kong Bu koko, yang kemudian, tentu saja dibongkar kembali oleh penjahat-penjahat itu untuk dirusak dalam usaha mereka mengadu domba antara kita. Adapun Swan Bu sendiri, entah ke mana dia pergi."
Tak dapat ditahan lagi Hui Kauw menangis karena ia membayangkan puteranya dalam keadaan buntung lengannya itu masih bersusah payah mengubur jenazah Kong Bu!
Pendekar Buta menghampiri isterinya dan menghiburnya.
"Tahan air matamu. Swan Bu tidak apa-apa. la tentu akan pulang ke Liong-thouw-san.
Sedikit banyak dia mengerti tentang ilmu pengobatan, luka di lengannya pasti akan sembuh."
Hui Kauw bangkit amarahnya mendengar sikap suaminya yang begitu dingin, seakan-akan soal buntungnya lengan Swan Bu "bukan apa-apa" bagi suaminya. la hendak membentak, menyatakan marahnya dan menyatakan kehendaknya untuk mencari Siu Bi untuk dibuntungi kedua lengan berikut kakinya! Akan tetapi begitu mengangkat muka dan melihat sepasang mata suaminya, hatinya menjadi tertusuk dan kekerasan amarahnya mencair seketika. la sampai lupa saking marahnya, lupa bahwa suaminya sendiri adalah seorang yang cacad, seorang yang buta kedua matanya, namun tetap menjadi pendekar yang tak terkalahkan, menjadi Pendekar Buta yang terkenal. Apakah artinya buntung lengan kirinya kalau dibandingkan dengan buta kedua matanya" Masih ringan, hanya cacad yang kecil tak berarti. Itulah sebabnya Pendekar Buta tadi mengatakan "tidak apa-apa dan akan sembuh".
"Tapi..... tapi..... dia terlunta-lunta melakukan perjalanan dalam keadaan terluka, tidak ada yang merawatnya....." Yo Wan yang mendengar percakapan ini segera menghampiri mereka, dan berkata, "Suhu dan Subo harap tenangkan hati. Biarlah teecu yang akan pergi mencari Swan Bu dan menemaninya pulang ke Liong-thouw-san."
Girang hati Pendekar Buta mendengar ini. Memang tidak ada orang yang lebih dapat dia percaya untuk ini kecuali Yo Wan. la melangkah maju dan tangan kanannya merangkul pundak pemuda itu. "Yo Wan, kau anak baik. Kau tahu betapa besar rasa syukur di hati kami terhadapmu. Wan-ji, kaucarilah Swan Bu dan ajaklah dia pulang bersama." Suara Kun Hong terdengar menggetar penuh keharuan sehingga tak terasa lagi dua titik air mata membasahi bulu mata Yo Wan. Cepat dia mengusapnya, memberi hormat kepada suhu dan subonya.
Koleksi Kang Zusi381
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Teecu berangkat sekarang juga," katanya. Kemudian dia memberi hormat kepada Raja Pedang yang memandangnya dengan sinar mata kagum. Sungguh di luar sangkaannya sama sekali bahwa murid tunggal Pendekar Buta ternyata begini hebat, kuat menghadapi seorang tokoh besar seperti Bhbk Hwesio yang kepandaiannya amat luar biasa sehingga dia sendiri pun belum tentu akan dapat mengalahkannya. Diam-diam dia tertarik dan kagum, dan makin gembiralah di dalam hati kakek perkasa ini ketika Yo Wan menjura kepada Cui Sian dan berkata halus,
"Adik Cui Sian, selamat berpisah, semoga kita dapat saling bertemu kembali."
Wajah gadis itu menjadi merah, kerling matanya jelas membayangkan hati yang gugup dan jengah ketika ia balas menghormat. "Yo-twako, semoga kau lekas dapat menemukan Swan Bu."
Yo Wan lalu berjalan cepat meninggalkan tempat itu, diikuti pandang mata yang mengandung bermacam perasaan. "Kun Hong, muridmu itu..... hemmm, ajaklah dia ke Thai-san sekali waktu. Aku perlu sekali bicara denganmu tentang dia." Ucapan Raja Pedang Tan Beng San ini terdengar jelas dan artinya pun mudah ditangkap sehingga Cui Sian makin merah mukanya sehingga ia menundukkan mukanya itu untuk menyembunyikan debar jantungnya.
Kwa Kun Hong mengangguk-angguk karena dia pun tentu saja mengerti bahwa pendekar tua itu bermaksud menjajaki kemungkinan terikatnya jodoh antara Cui Sian dengan Yo Wan.
Akan tetapi sebagai seorang yang berperasaan halus, dia tidak berkata apa-apa agar jangan membuat Cui Sian menjadi malu.
"Kong-kong (Kakek), saya tidak berani pulang sendiri, tidak berani menyampaikan kematian ayah kepada ibu. Harap Kong-kong suka memperkenankan bibi Cui Sian menemani saja ke Min-san," kata Lee Si.
"Tidak hanya Cui Sian yang menemanimu, aku sendiri pun akan ke sana untuk menghibur ibumu. Malah kalau kalian tidak keberatan, Kun Hong dan isterimu, lebih baik kita semua pergi ke Min-san. Selain tempat itu paling dekat dari sinl sehingga kita dapat beristirahat dan me-mulihkan kesehatan di sana, juga dengan hadirnya kalian berdua, kurasa akan mengurangi kedukaan ibunya Lee Si."
"Bukan itu saja, kuharap Suheng dan Cici ikut ke Min-san untuk membicarakan hal yang amat penting."
"Hal penting apakah?" tanya Pendekar Buta dan Raja Pedang hampir berbareng.
Koleksi Kang Zusi382
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Aku sudah ceritakan hal itu kepada cici Hui Kauw yang telah menyetujui pula. Marilah kita berangkat, nanti di dalam perjalanan aku akan ceritakan hal itu kepada Ayah, biar cici Hui Kauw menceritakannya kepada Kwa-suheng." jawab Cui Sian dan kali ini Lee Si yang menundukkan mukanya karena gadis ini sudah dapat menduga apa yang akan dikemukakan oleh Cui Sian itu. Diam-diam ia amat berterima kasih kepada Cui Sian, karena ia pun tadi, biarpun kurang jelas, mendengar percakapan antara Cui Sian dan Hui Kauw. Dan ia pun maklum sedalam-dalamnya bahwa satu-satunya jalan untuk mencuci bersih namanya, dan untuk melenyapkan kesalahfahaman an-tara mereka, untuk mencuci habis peris-tiwa yang hampir merusak hubungan di antara mereka, hanya satu itulah yaitu ikatan jodoh antara dia dan Swan Bu! Dan ia sudah setuju seratus prosen. di dalam hatinya yang telah tercuri oleh Swan'Bu yang gagah dan tampan, biarpun ada satu hal yang nnerupakan ganjalan dan merupakan duri dalam daging, yaitu Siu Bi!
Sesungguhnya tidaklah terlalu Sukar mencari keterangan tentang Swan Bu. Tidak banyak terdapat seorang pemuda tampan dengan tangan kiri buntung. Akan tetapi karena tidak tahu ke jurusan mana pemuda itu pergi, Yo Wan harus men-jelajahi semua dusun di sekitar tempat itu, dan setelah dia berkeliling sampai sehari lamanya, barulah di sebuah dusun kecil dia mendengar keterangan tentang Swan Bu. Di dusun ini orang melihat pemuda tampan berlengan kiri buntung yang berjalan menuju ke utara.
Yo Wan segera mengejar ke utara dan terpaksa dia bermalam di sebuah dusun karena terhalang malam. Pada keesokan harinya, dia melanjutkan pengejarannya sambil bertanya-tanya. Ke-terangan yang dia dapatkan kemudian benar-benar membuat dia mengerutkan alisnya. Orang melihat Swan Bu melakukan perjalanan bersama seorang wanita cantik jelita yang merawat luka pemuda itu. Dari keterangan yang didapat, dia dapat menduga bahwa gadis itu adalah Siu Bi! Swan Bu agaknya bertemu dengan Siu Bi dati melakukan perjaianan bersama! Hatinya amat gelisah. Tak salah dugaannya, Swan Bu saling mencinta dengan gadis itu, gadis yang telah membuntungi lengannya. la sudah menduga akan perasaan Swan Bu ini ketika dahulu Swan Bu minta supaya Siu Bi yang membuntungi lengannya dibebaskan.
Akan tetapi tadinya dia tidak tahu bahwa Siu Bi pun membalas cinta kasih itu. Baru sekarang, mendengar gadis itu mengawani Swan Bu dan merawat lukanya dalam perjalanan yang mereka lakukan berdua, dia dapat menduga akan hal itu. Akan tetapi, mengapa Siu Bi membuntungi lengan Swan Bu"
Yo Wan benar-benar tidak mengerti. Akan tetapi dia cukup mengenal watak Siu Bi yang aneh dan liar dan tentu saja gadis seperti itu dapat melakukan hal yang aneh-aneh dan tak masuk akal, se-perti misalnya membuntungi lengan orang yang dicintanya. Yang membuat Yo Wan mengerutkan keningnya adalah karena dia merasa tidak senang kalau benar-benar rnereka berdua saling mencinta. Menurut pendapatnya, Swan Bu harus berjodoh dengan Lee Si. Gadis yang malang itu selain kehilangan ayahnya, juga telah difitnah dan dicemarkan nama baiknya. Swan Bu harus mengambilnya sebagai isteri, karena jalan inilah satu-satunya untuk mencuci noda pada nama baik Lee Si. Kalau Swan Bu berjodoh dengan Siu Bi, hal ini Koleksi Kang Zusi383
Jaka Lola Kho Ping Hoo akan menimbulkan banyak akibat yang tidak baik dan tentu saja orang tua pemuda itu akan menentangnya.
Di dunia ini memang terjadi hal aneh-aneh. Cinta memang aneh, seperti aneh-nya sikap Cui Sian tadi! Terang bahwa hatinya telah bertekuk lutut dan mencinta puteri Raja Pedang itu.
Akan te-tapi tentu saja dia tidak berani nekat. la mengenal diri sendiri, seorang yatim piatu yang bodoh dan miskin, dan dia cukup mengenal pula siapa Cui Sian. Puteri tunggal Raja Pedang, ketua Thai-san-pai! Betapapun juga, dia tidak dapat menahan gelora di hatinya dan tak dapat menghapuskan harapan hampa di hatinya bahwa gadis itu akan membalas cintanya, harapan bahwa kelak gadis itu akan menjadi jodohnya. Betapapun gila harapan-harapan itu! Akan tetapi sikap Cui Sian tadi ah, siapa tahu, cinta memang aneh. Ataukah orang-orang yang terjerat cinta lalu menjadi sinting dan melakukan hal-hal aneh".
Di dalam perjalanannya mencari Swan Bu ini Yo Wan mendengar banyak hal yang selama ini tidak pernah menjadi perhatiannya. Hal-hal mengenai keadaan Agaknya ucapan ketua Siauw-lim-pai telah mengukir kesan mendalam di hatinya, membuat dia sadar bahwa selama ini hidupnya hampa, tidak ada isinya, karena dia telah lalai akan kewajibannya sebagai seorang anak bangsa. Kesan inilah yang membuat dia menaruh perhatian akan berita yang di-dengarnya di sepanjang jalan.
Semenjak Kaisar Yung Lo, pendiri dan kota raja utara (Peking), memegang tampuk pemerintahan, keadaan dalam negen boleh dikata menjadi tenteram. Kaisar yang semenjak mudanya menjadi panglima perang ini memerintah dengan tangan besi. Sayangnya bahwa pada waktu itu, kerajaannya masih mengalami banyak gangguan dari luar, terutama sekali dari bangsa Mongol dan suku bangsa lain di utara, yang berusaha keras menebus kekalahan bangsanya setengah abad yang lalu. Selain ini, juga para baJak laut di pantai timur yang terdiri dari bangsa Jepang, merupakan gangguan. Namun tentu saja gangguan para bajak laut ini tidaklah sebesar gangguan dari utara. Oleh karena inilah Kaisar Yung Lo mencurahkan perhatiannya ke arah utara. Tembok besar yang melintang di utara itu dia betulkan dengan mengerahkan ratusan ribu tenaga. manusia. Tadinya tembok besar ini boleh dibilang sudah runtuh, atau sengaja diruntuhkan dijaman Kerajaan Mongol berkuasa, karena tentu saja bagi Kerajaan Mongol, tidak perlu adanya tembok besar yang memisahkan negara jajahan dengan negara asal mereka. Setelah Kerajaan Mongol jatuh dan Kerajaan Beng-tiauw berdiri, tembok besar yang seakan-akan merupakan tang-gul pencegah banjirnya serbuan lawan dari utara itu dibangun kembali. Dan ketika Yung Lo menjadi kaisar, pembangunan ini dipergiat, juga Kota Raja Peking dibangun dengan hebatnya. Namun, semua pembangunan ini oleh kaisar diserahkan kepada para pembantunya, karena kaisar sendiri, sebagai seorang bekas panglima perang yang berpengalaman, sibuk memimpin pasukan-pasukan menyerbu ke utara untuk memerangi bangsa Mongol yang selalu merupakan ancaman itu.
Koleksi Kang Zusi384
Jaka Lola Kho Ping Hoo Agaknya karena terlalu sering kaisar rrieninggalkan istana untuk memimpin barisannya berperang itulah yang menim-bulkan merajalelanya kaum koruptor, para pembesar yang menyalahgunakan kedudukan dan wewenangnya, terjadi pertentangan dalam perebutan kekuasaan antara para penjilat dan para penentang, antara pangeran yang mencalonkan diri menjadi pengganti kelak apabila kaisar meninggal dunia. Terjadilah perpecahan menjadi beberapa golongan yang berdiri di belakang pangeran yang menjadi calon atau jago aduan masing-masing, dengan mereka sebagai "botoh-botohnya".
Yo Wan mendengar betapa banyak orang gagah pergi ke utara dan menjadi barisan suka rela membantu kaisar me-merangi orang-orang Mongol. Ternyata bahwa musuh dari utara itu tidak boleh dipandang ringan. Sungguhpun mereka tidak pernah berhasil menyerbu ke sela-tan melalui tembok besar, namun per-lawanan yang mereka lakukan di utara cukup sengit sehingga di fihak tentara kerajaan banyak jatuh korban. Orang-orang Mongol mempunyai panglima-pang-lima yang pandai, malah kabarnya dibantu oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Bantuan dari orang-orang sakti inilah yang menarik banyak orang kang-ouw menjadi sukarelawan, karena sudah menjadi semacam penyakit pada ahli-ahli silat kelas tinggi untuk mencoba-coba ilmu mereka apabila mereka mendengar tentang musuh yang berilmu tinggi pula. Demikian pula, penyakit macam ini terdapat pula dalam diri Yo Wan. Ketika pada suatu hari dia mendengar dongeng seorang bekas sukarelawan akan adanya seorang, jagoan Mongol yang sekaligus menewaskan enam orang jagoan kerajaan dalam sebuah per-tempuran, dia menjadi penasaran sekali.
Kemudian mendengar akan kegagahan kaisar yang memimpin setiap perang tanding besar-besaran dengan gagah per-kasa, ikut pula mengayun pedang memutar tombak sebagai panglima yang tidak hanya mengomando dari belakang dan dari tempat yang aman saja, hati Yo Wan ikut bergelora penuh seinangat dan tertarik. Alangkah senangnya ikut berjuang di bawah pimpinan seorang kaisar segagah itu, pikirnya, dan ucapan dari ketua Siauw-lim-pai makin jelas berdengung di telinganya.
"Apa gunanya memiliki kepandaian kalau hanya untuk saling bunuh dengan saudara dan bangsa sendiri?" demikian ucapan ketua Siauw-lim-pai yang ber-dengung di telinganya.
Diam-diam Yo Wan merasa heran ketika jejak Swan Bu menuju terus ke utara, malah agaknya ke kota raja. la telah mengeluarkan kepandaiannya untuk menyusul, akan tetapi ternyata selalu dia tertinggal di belakang. Soalnya adalah karena kedua orang itu agaknya melakukan perjalanan secara sembunyi sehingga , kadang-kadang mereka lenyap, tak dapat dia mendengar keterangan. Kalau akhir-nya dia mendapatkan lagi keterangan tentang Swan Bu dan Siu Bi, ternyata mereka itu telah mengambil jalan memutar secara diam-diam, seakan-akan mereka memang sengaja menghilangkan Jejak agar jangan mudah disusul orang. Inilah yang membuat Yo Wan kewalahan dan sampai sekian lamanya belum ]uga dia dapat menyusul. Akan tetapi, hatinya lega selama dia masih bisa mendengar berita tentang Swan Bu. Ke manapun juga dia akan mengejar sampai dapat bertemu.
Koleksi Kang Zusi385
Jaka Lola Kho Ping Hoo Pada suatu hari sampailah dia ke kota Leng-si-bun, sebuah kota kecil di sebelah timur Cin-an, di lembah Sungaij Huang-ho. Kota raja baru berada di se-belah utara daerah ini, tidak begitu jauh lagi, paling jauh dua ratus li. Laut timur, yaitu Lautan Po-hai, tidak jauh pUla dari tempat ini, hanya, terpisah seratus li kurang lebih. Ramai di kota Leng-si-bun ini, karena tempat ini me-rupakan pelabuhan bagi perahu-perahu yang mengangkut barang hasil bumi yang hendak dilayarkan ke laut timur. Yo Wan memasuki kota Leng-si-bun karena dua hari yang lalu dia mendengar keterangan bahwa peinuda lengan buntung dan gadis cantik yang dicarinya menuju ke kota ini.
Hari telah siang ketika dia memasuki kota itu. Dimasukinya sebuah rumah makan yang cukup besar, yang berada di tengah-tengah kota. la merasa lelah dan kecewa juga karena di kota ini pun dia tidak melihatSwan Bu, biarpun dia tadi sudah berputar-putar di sepanjang jalan yang panas berdebu. Rumah rnakan itu mempunyai sepuluh buah meja, meja-meja bundar lebar dikelilingi delapan buah bangku tiap meja. Akan tetapi pada saat itu hanya ada tiga buah meja saja yang dihadapi tamu. Sebuah meja di sudut luar dikelilingi enam orang laki-laki yang minum arak sambil makan mie dan bersendau-gurau dengan suara parau.
Agaknya mereka itu adalah juragan-juragan perahu bersama pedagang pedagang.
Yo Wan mengerutkan keningnya ketika mehdengar percakapan yang mereka lakukan dengan suara keras itu, karena percakapan ini kotor dan eabul. Mereka membicarakan pengalaman mereka de-ngan perempuan-perempuan lacur di kota itu dan pereakapan mereka diseling ter-tawa terkekeh-kekeh. Tentu saja Yo Wan tidak akan mempedulikan mereka kalau saja dia tidak mengerling ke arah meja ke dua yang dihadapi tamu. Dia meja sebelah dalam, duduk dua orang muda, seorang gadis dan seorang laki-laki muda. Tadi ketika dia lewat di depan res-toran ini, hatinya berdebar tegang karena B mengira bahwa mereka adalah Swan Bu 11 dan Siu Bi. Akan tetapi setelah dia ma-suk, dia mendapat kenyataan bahwa se-pasang orang muda itu bukanlah orang-orang yang dia cari. Si pemuda mengena-fc kan jubah biru muda dengan ikat pinggang dan ikat kepala warna kuning. Wajah pemuda itu tampan dan gagah, sikap-nya tenang dan usianya paling banyak dua puluh dua tahun. Si gadis berpakaian serba merah muda, cantik jelitB) antara dua puluh tahun usianya, di punggungnya tampak menonjol gagang pedang. Gadis ini kelihatan keren dan angkuh. Keduanya sedang makan mie dan masakan daging sambil minum arak, sama sekali tidak bicara maupun memperhatikan keadaan sekelilingnya. Akan tetapi karena Yo Wan duduk menghadap ke arah gadis yang kebetulan juga duduknya menghadap ke arahnya, dia dapat mencuri pandang dan melihat betapa sepasang mata gadis itu menyambar-nyambar dari sudut mata, mengerling dengan ketajaman bagaikan gunting.
Namun sikapnya tenang sekali. Dengan hadirnya seorang gadis di situlah yang membuat Yo Wan merasa mendong-kol dan tidak senang hatinya mendengar kelakar enam orang laki-laki kasar itu, yang sama sekali tidak tahu sopan, bi-cara kotor dan cabul di dekat seorang wanita muda.
Koleksi Kang Zusi386
Jaka Lola Kho Ping Hoo Makin mendongkol hati Yo Won ketika melihat betapa .orang-orang kasar itu kadang-kadang menengok ke arah si gadis baju merah sambil menyeringai memperlihatkan gigi kuning. Akan tetapi diam-diam dia kagum melihat betapa gadis itu tetap tenang dan sama sekali tidak memperlihatkan perasaan apa-apa, juga si pemuda tetap makan dengan tenang-tenang saja.
Seorang di antara mereka, yang bermuka lonjong dan pipinya cacad sebelah kiri, agaknya sudah setengah mabuk. Dengan kepala bergoyang-goyang dia berkata kepada laki-laki pendek muka kuning yang agaknya menjadi pemimpin rombongan itu, "Heh-heh-heh, Pui-twako, yang kaudapatkan hanya kembang-kembang mawar kota yang sudah layu, yang tiada durinya sama sekali. Itu sih membosan-kan! Lain lagi kalau bisa mendapatkan mawar hutan yang liar, yang harumnya semerbak aseli, yang berduri runcing, yang segar....."
"Ha-ha-ha'" sambung seorang yang matanya sipit hampir meram dengan ketawanya yang kasar. "Pui-twako tentu saja berhati-hati, apalagi mertghadapi mawar merah yang selain berduri, juga dijaga siang malam oleh tukang kebunnya! Jangan-jangan tangan akan tertusuk pedang dan kepala akan dikemplang tukang kebun! Ha-ha-ha!" Si mata sipit mengerling ke arah meja muda-muda itu.
"Ah, mana Pui-twako takut akan semua itu" Pedang itu hanya untuk berlagak agar harganya naik menjadi mahal, tukang kebunnya pun kecil kurus, bisa berbuat apa terhadap Pui-twako" Tidak perctnnria Pui-twako dijuluki Tiat-houw (Macari Besi), siapa yang tidak mengenal Harimau dari Huang-ho?"
Orang yang disebut Pui-twako dan berjuluk Harimau Besi itu hanya tersenyum-senyum dan mengerling ke arah meja muda-mudi itu. Dia seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun, tubuhnya pendek tapi tegap dan kelihatan kuat, sikapnya seorang jagoan aseli, tersenyum-senyum mengejek dengan pandangan mata acuh tak acuh dan memandang rendah segala di sekelilingnya. Mukanya yang kekuningan itu kini menjadi merah oleh pengaruh arak dan jelas sekali dia menjadi bangga mendengar puji-pujian teman-temannya.
"Aku bukan termasuk lelaki rendah yang suka mengganggu wanita baik-baik," katanya dengan suara lantang, agaknya sengaja dikeluarkan agar didengar oleh gadis di seberang itu.
Yo Wan mengenal orang macam ini. Seorang dengan hati palsu dan mulut pandai bicara, pandai berlagak dan pandai pura-pura menjadi seorang gagah dan seorang yang baik hati.
Akan tetapi ucapan ini dikeluarkan berlawanan dengan isi hatinya, hanya dengan maksud agar supaya dia kelihatan "berharga" dalam pandang mata wanita itu. Yo Wan tahu betul akan hal ini, karena suara dan pandang mata orang she Pui itu berlawanan, seperti bumi dengan langit.
Koleksi Kang Zusi387
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Ahhh, Pui-twako. Siapa yang tidak tahu bahwa kau seorang gagah perkasa" Mengganggu lain lagi dengan mengajak berkenalan. Gagah sama gagah, berkenalan dengan segala macam cacing busuk yang lemah, lebih baik berkenalan dengan Harimau Besi, sedikit banyak bisa ketularan kegagahannya!" kata si muka cacad sambil mengerling ke arah meja muda-mudi itu penuh arti.
Yo Wan makin mendongkol. Alangkah kurang ajar dan beraninya enam orang itu. Terang bahwa si pemuda diejek dan dihina, karena memang sikap dan pakaian pemuda itu seperti seorang pelajar yang pada masa itu sering kali diejek dengan sebutan cacing buku atau kutu buku. Akan tetapi muda-mudi yang di-jadikan bahan percakapan dan bahan ejekan itu masih saja makan dengan lambat dan tenang, sama sekali tidak menghiraukan mereka berenam. Hanya terdengar gadis itu berkata, suaranya halus dan perlahan, seakan-akan bicara pada diri sendiri, tanpa melirik ke arah enam orang itu.
"Hemmm, banyak lalat-lalat kotor menjemukan di sini. Sayang...... biar bukan gangguan besar, sedikitnya mengurangi selera makan....."
"Biarlah, Sumoi..... biasanya dekat sungai besar memang banyak lalat kotor.
Tapi mereka tidak ada artinya....." kata pemuda itu menghibur.
Yo Wan hampir tak dapat menahan ketawanya. Bagus, pikirnya. Kiranya mereka itu adalah kakak beradik seperguruan, dan tepat sekali sindiran mereka itu yang diam-diam memaki enam orang kasar itu sebagai lalat-lalat hijau yang kotor'.
Tentu saja enam orang itu mengerti pula akan sindirian ini. Si pipi cacad bangkit berdiri menepuk meja. "Pui-twako, masa diam saja dihina orang" Kalau suhengnya kutu buku, tentu pedang sumoinya itu hanya hiasan belaka, untuk menakut-nakuti orang supaya dianggap pendekar-pendekar jempolan. Hayo minta maaf pada....."
"Sssttttt, Gong-lote, jangan mencari gara-gara di sini!" tiba-tiba si Harimau Besi berkata tajam dan si pipi cacad itu segera duduk kembali.
"Pui-twako, orang-orang bilang singa-singaan batu dari restoran ini beratnya lebih dari tiga fratus kati dan tidak pernah ada yang kuat mengangkat. Dasar orang-orang lemah, siapa bilang tidak ada yang kuat angkat" Harap Pui-twako suka membantah kabar itu dengan membuktikan kepada mereka!"
Si Harimau Besi hanya tersenyum-senyum saja" "Ah, kalian ini ada-ada saja," katanya ketika teman-teman yang lain juga membujuknya.
Koleksi Kang Zusi388
Jaka Lola Kho Ping Hoo "He, pelayan-pelayan, ke sinilah!" teriak si mata sipit. Lima orang pelayan berlari menghampiri mereka sambil tertawa-tawa. Agaknya enam orang itu memang langganan mereka. "Apa betul selama ini tidak ada orang yang mampu mengangkut singa-singaan batu di depan itu?" tanya si sipit sambil menuding ke arah sebuah singa-singaan batu yang ter-ukir kasar dan diletakkan di depan pintu restoran sebagai hiasan.
"Betul, Loya. Singa itu berat sekali. Empat orang baru dapat mengangkatnya, itu pun harus orang-orang kuat dan meng-gunakan tambang," jawab seorang pelayan yang kurus.
"Ah, dasar orang-orang tiada guna. Lihat,, Pui-twako akan mengangkatnya seorang diri tanpa bantuan siapa pun juga!" kata si mata sipit sambil memandang kepada orang she Pui.
"Ahhh, harap Loya jangan main-main! Singa itu beratnya lebih dari tiga ratus kati!
Jangankan mengangkat, kalau hanya sendiri, menggeser saja tidak ada yang , mampu lakukan!"
Si mata sipit melotot, akan tetapi tetap sipit, karena memang lubang pelupuk matanya sempit. "Menggeser" Huh, dasar kalian ini gentong-gentong kosong. Lihat!" la melangkah lebar menghampiri singa-singaan batu, kedua lengannya memegang kepala singa-singaan itu dan sambil' berseru "Hiyaaahhh!" la menggeser singa-singaan itu beberapa dim jauhnya!
"Wah, Loya kuat sekali!" lima orang pelayan itu memuji dan memandang kagum.
Si mata sipit mengangkat dadanya yang tipis dan yang bersengal-sengal. "Ini belum!" la menyombong. "Tapi Pui-twako yang di sana itu, dia mampu mengangkat singa-singaan ini.
Kalian tidak tahu siapa itu adalah Tiat-houw Pui-enghiong, Harimau Besi dari Huang-ho!
Aku sendin, tenagaku tidak sebesar Pui-twako, akan tetapi sepasang golokku ini siapa berani melawan Huang-ho Siang-to (Sepasang Golok Huang-ho) inilah orangnya! Dan saudaraku di sana itu" Ia menudingkan telunjuknya ke arah pipi cacad, "siapa tidak pernah mendengar nama Huang-ho Sin-piauw (Piauw Sakti dari Huang-ho)" Kami bertiga sudah ma-lang-melmtang di sepanjang Huang-ho, baru sekarang berkesempatan memperkenalkan diri di Leng-si-bun."
Mendengar ini, lima orang pelayan itu segera menjura dengan muka berseri-seri, "Kiranya Sam-wi (Tuan Bertiga) tiga orang gagah Juragan-Juragan perahu yang terkenal itu" Maaf, kami tidak tahu dan kurang hormat. He, teman-teman, lekas sediakan arak wangi, untuk menghormati tamu-tamu besar'"
Melihat sikap para pelayan yang menghormat mereka, diam-diam Yo Wan rnemperhatikan.
Kiranya mereka itu adalah tiga orang juraga! perahu yang terkenal juga. Dan agaknya yang tiga lagi adalah pedagang-pedagang langganan mereka.
Koleksi Kang Zusi389
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Pui-twako, setelah kita memperkenalkan diri, harap suka turun tangan sedikit agar cacing-cacing buku ..tidak tertutup matanya!" kata pula Huang Siang-to yang bermata sipit.
"Bhe-lote, apa sih artinya angkat-angkat batu macam ini" Tidak ada artinya bagiku!" kata orang she Pui, akan tetapi dia melangkah ke arah singa-singaan batu, membungkuk, mengangkat dengan kedua tangannya lalu sekali dia berseru keras, singa-singaan batu itu sudah terangkat ke atas kepalanya!
Tepuk tangan menyambut demonstrasi ini, tepuk tangan para pelayan dan lima orang teman-teman si Harimau Besi. Ketika singa-singaan batu itu sudah diturunkan kembali, si Harimau Besi tidak kelihatan tersengal napasnya hanya mukanya yang kuning berubah merah.
Yo Wan yang memandang dari sudut matanya tentu saja tidak heran menyaksikan demonstrasi itu dan dia sekaligus maklum bahwa si Harimau Besi adalah seorang ahli gwakang yang bertenaga besar. Ketika dia m61irik ke arah muda-mudi itu, dia melihat si gadis tersenyum mengejek. Diam-diam Yo Wan terkejut juga. Kalau gadis itu masih berani tersenyum mengejek setelah menyaksikan demonstrasi ini, tentu saja gadis itu mempunyai andalan dan menganggap demonstrasi itu bukan apa-apa. Mulailah dia menaruh perhatian dan kalau tadi dia agak mengkhawatirkan keselamatan muda-mudi itu, sekarang perhatiannya terbalik dan dia malah mengkhawatirkan keselamatan enam orang itu. la melihat kilatan mata yang penuh ancaman di atas bibir yang tersenyum mengejek.
"Dasar manusia-manusia tak tahu diri," diam-diam Yo Wan berpikir, "benar-benar seperti rombongan monyet berlagak, mencari penyakit sendiri."
Ahli golok bermata sipit she Bhe itu cengar-cengir, kini terang-terangan me-mandang ke arah meja si muda-mudi sambil berkata, "Kalau si kutu buku dan sumoinya sanggup mengangkat batu ini, biarlah kami takkan banyak bicara lagi.
Akan tetapi kalau tidak sanggup, si kutu buku harus membiarkan sumoinya yang cantik manis untuk menemani kami minum beberapa cawan arak."
Sungguh keterlaluan si mata sipit ini, kekurangajarannya sudah memuncak. Yo Wan ingin sekali mernberi tahu agar muda-mudi itu pergi saja meninggalkan restoran dan menjauhi keributan. Akan tetapi muda-mudi itu enak-enak saja makan, lalu terdengar si gadis berkata mengomel,
"Suheng, makin lama lalat-lalat hijau busuk itu membosankan. Bagaimana kalau aku tepuk mampus binatang-binatang hina itu?"
"Ihhh, apa perlunya melayani segala macam lalat bau, Sumoi" Biarkan saja, memang biasanya lalat-lalat hijau itu hanya berkeliaran di tempat-tempat ko-tor, lalu menimbulkan suara ribut dan menyebar penyakit. Biarkan saja, mereka tentu akan mampus sendiri kelak."
Koleksi Kang Zusi390
Jaka Lola Kho Ping Hoo Muda-mudi itu tertawa geli sambil melanjutkan makan minum. Tiga orang jagoan itu kelihatan marah sekali, juga si pendek yang mengangkat batu tadi. Mukanya yang kuning menjadi merah, mata-nya melotot. la lalu mengahgkat lagi singa-singaan batu, mengerahkan tenaga dan melontarkan singa-singaan itu ke atas, ke arah meja si muda-mudi. la sudah memperhitungkan bahwa dua orang muda itu tentu akan mengelak dengan melompat pergi sehingga singa-singaan batu akan menimpa dan menghancurkan meja dan mereka akan dapat menter-tawakan dua orang itu. Batu besar itu berputaran ke atas, lalu menyambar ke arah meja si muda-mudi yang masih enak-enak saja makan minum seakan-akan tidak melihat datangnya bahaya!
Akan tetapi setelah singa-singaan batu itu melayang di atas kepala mereka dan agaknya akan menimpa mereka ber-dua dan meja di depan mereka, si nona cantik itu menggerakkan tangan kiri, dengan jari-jari terbuka, jari-jari tangan yang kecil meruncing dan halus itu hanya menyentuh batu itu tampaknya, akan tetapi batu itu tiba-tiba terputar diudara dan melayang kembali ke arah meja enam orang itu!
"Wah, celaka, lari....!" teriak si mata sipit. Karena tiga orang saudagar yang menjadi langganan mereka itu tak pandai silat, maka si mata sipit, si pendek, dan Si pipi cacad masing-masing menarik " tangan seorang saudagar dan dibawa meloncat pergi dari dekat meja. Terdengar suara hiruk-pikuk ketika singa-singaan batu jatuh menimpa meja. Meja pecah, keempat kakinya patah-patah, mangkok piring hancur berantakan, sumpit beterbangan dan cawan-cawan arak tumpah.
"Ha-ha-ha!" Si pemuda tertawa.
"Hi-hi-hik!" Si pemudi mengikutinya. Akan tetapi mereka tetap saja makan minum tanpa pedulikan tiga orang jagoan yang melotot marah dan tiga orang saudagar yang menjadi pucat mukanya. Adapun Yo Wan yang masih duduk tenang, memandang kagum, akan tetapi juga inerasa betapa gadis itu agak terlalu ganas. Enak saja bermain-main dengan batu seberat itu. Bagaimana kalau tadi menimpa kepala orang" Tentu akan re-muk dan mati seketika juga.
"Kurang ajar!" Tiat-houw atau si Harimau Besi berseru marah. Dengan muka merah dia menarik singa-singaan batu dari atas meja yang sudah ringsek, mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala dan kini dia melontarkan batu itu sekuatnya ke arah si nona manis!
"Kauterimalah ini!"
Singa-singaan batu itu kali ini tidak melayang seperti tadi yang hanya dilon-tarkan ke atas ke arah meja si muda-mudi, melainkan langsung menyambar ke arah nona itu merupakan sambitan keras dan berbahaya. Namun, seperti juga tadi, nona itu dengan amat tenang masih terus asyik makan minum, malah pada saat singa-singaan batu sudah menyambar Koleksi Kang Zusi391
Jaka Lola Kho Ping Hoo dekat, nona itu dengan tangan kirinya mengangkat cawan arak dan meminumnya! Para pelayan memandang dengan muka pucat, bahkan ada yang meramkan mata, tidak sampai hati menyaksikan nona cantik jelita yang sedang minum itu remuk kepalanya oleh singa-singaan batu Hanya Yo Wan yang dapat menduga apa yang akan terjadi maka dia pun enak-enak minum araknya.
Tepat seperti dugaan Yo Wan, nona itu dengan tangan kanannya mengangkat sepasang sumpitnya, dan secara mudah dan enak saja ia "menerima" batu itu dengan sumpit. Batu besar berbentuk singa itu terputar-putar di ujung sumpit, kemudian sekali menggerakkan lengan kanan, singa batu itu terbang dari ujung sumpitnya, kembali ke alamat pengirim.
Semua ini dilakukan dengan cawan arak masih menempel di bibir!
"Aiiihhh....."' Orang she Pui yang ber-juluk Harimau Besi itu berteriak kaget sekali ketika melihat singa-singaan batu itu tiba-tiba menyambar ke arahnya. la tidak sempat lagi mengelak, terpaksa dia menggerakkan kedua lengannya menerima singa-singaan batu itu.
Sambil mengerah-kan tenaganya dia menerima, akan tetapi alangkah kagetnya ketika singa-singaan batu itu ternyata berlipat kali lebih berat daripada tadi. Hal ini adalah karena batu itu dilontarkan dengan tenaga sinkang. Si pendek sombong berusaha menahan, namun dia terhuyung-huyung ke belakang, singa batu menghimpit dadanya dan setelah terhuyung-huyung sampai lima meter ke belakang dan menabrak meja, baru dia berhenti.
Singa-singaan batu itu dia lemparkan ke sebelah kanan-nya dan dia batuk-batuk. Darah segar tersembur keluar ketika dia batuk-batuk itu, temudian dengan lemas dia menjatuhkan diri ke atas kursi, napasnya terengah-engah, mukanya pucat, matanya meram.
Jelas bahwa dia menderita luka di sebelah dalam dadanya, yang cukup hebat!
Kini terbukalah mata si mata sipit dan si pipi cacad bahwa gadis yang me-reka tadi sebut-sebut sebagai bunga hu-tan liar itu benar-benar liar dan tentang durinya, jangan tanya lagi!
Melihat te-man mereka terluka hebat, si pipi cacad yang berjuluk Huang-ho Sin-piauw dan she Gong menjadi amat marah. Dengan gerakan yang tak dapat diikuti pandang mata saking cepatnya, tahu-tahu dia telah mengayun kedua tangannya ber-gantian ke arah muda-mudi itu dan terdengar teriakannya.
"Bocah-bocah mau mampus, makanlah ini!"
Sinar hitam berkelebatan menyambar ke arah meja muda-mudi itu ketika be-berapa batang piauw menyambar. Tidak heran si pipi cacad ini berjuluk Piauw Sakti dari Huang-ho. Kiranya dia pandai sekali bermain piauw dan dapat menyam-bitkan senjata rahasia itu dengan gerakan yang cepat. Agaknya orang akan kalah cepat kalau harus berlumba mencabut dan mempergunakan senjata rahasia de-ngan si pipi cacad yang bermuka lonjong buruk itu.
"Menjemukan!" seru si gadis, matanya yang bening dan indah itu meman-carkan cahaya kemarahan.
Koleksi Kang Zusi392
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Biarlah, Sumoi.....!" kata si pemuda yang mendahului sumoinya, menggerakkan & sumpitnya. Sumpit itu bergerak-gerak seperti tergetar. Terdengarlah suara "cring-cring-ering" beberapa kali disusul berkelebatnya sinar-sinar hitam ke atasj lalu "cap-cap-cap-cap-cap!'.", empat batang piauw sudah menancap pada langit-langit di atas pes luda itu! Si pemuda yang wajahnya masih belum tampak oleh Yo Wan karena pemuda itu duduknya membelakangi Yo Wan, kini bersikap seperti tak pernah terjadi apa-apa, minum araknya kemudian berdongak ke atas dan dari mulutnya tersembur arak lembut Seperti uap yang terus menyambar ke langit-langit. Terdengar suara nyaring dan..... empat batang piauw yang menan-cap pada langit-langit itu rontok dan runtuh semua ke bawah!
"Hebat.....!!"
"Luar biasa.....!"
"Bagus sekali.....!!" demikian teriakan para pelayan yang menjadi amat gembira menyaksikan kesudahan-kesudahan dari serangan-serangan yang tadinya amat mengkhawatirkan itu. Yo Wan enak minum araknya. Semua ini sudah diduganya dan dia tidak heran,hanya dia merasa kagum akan sikap muda-mudi yang begitu .tenang. Timbul keinginan keras di hati-nya untuk mengenal mereka.
Akan tetapi yang paling marah adalah si Piauw Sakti! Bagaimana julukannya Piauw Sakti akan dapat bertahan terus kalau permainan piauwnya diperlakukan seperti lalat-lalat menyambar oleh pe-muda tak terkenal itu" Timbul pikiran yang licik dalam benaknya. Tadi si gadis mendemonstrasikan tenaga yang hebat ketika menghadapi singa-singaan batu. Kini yang roenghadapi piauwnya adalah si pemuda, agaknya ini membuktikan bahwa si gadis tidaklah sehebat si pemuda da-lam menghadapi piauw. Untuk menebus kekalahannya, si pipi eacad kembali mengayun senjata-senjata rahasianya, kali ini sekaligus dia nienyambitkan enam batang piauw yang kesemuanya menyam-bar ke arah si gadis, bahkan menyambar ke enam bagian tubuh yang berbahaya.
"Suheng, kali ini jangan larang aku! terdengar si gadis berkata halus, tiba-tiba ia meloncat bangun dan sepasang sumpit telah berada di kedua tangannya. Dengan gerakan yang cepat kedua tangan yang memegang sumpit itu menangkis, terdengar suara nyarlng berkali-kali dan sinar-sinar hitam itu menyambar kembali ke arah penyerangnya!
Si pipi cacad kaget sekali, cepat mengelak, namun dia hanya dapat menghindarkan diri dari empat batang piauw, sedangkan yang dua batang lagi telah menancap di pundak dan pahanya. la memekik dan roboh, termakan senjatanya sendiri seperti keadaan kawannya si pendek tadi!
Melihat perkembangan peristiwa itu menjadi pertandingan yang mengakibatkan luka dan Koleksi Kang Zusi393
Jaka Lola Kho Ping Hoo darah, para pelayan yang tadi gembira menyaksikan demonstrasi kepan-daian yang mengagumkan, sekarang men-jadi bingung dan ketakutan. Ingin mereka melerai, ingin mereka minta agar supaya orang 'keluar dari restoran kalau hendak berkelahi, akan tetapi tak seorang pun di antara mereka berani bicara. Karena itu mereka hanya lari ke sana ke mari dan saling pandang dengah muka pucat, tak tahu harus berbuat apa seperti ayam hendak bertelur.
Kini tinggallah seorang jagoan lagi, yaitu si mata sipit yang berjuluk Huang-ho Siang-to.
Orang she Bhe ini melihat dua orang kawannya sudah terluka, diam-diam merasa gentar juga dan maklum bahwa ternyata mereka bertiga yang selama ini menjagoi daerah lembah Sungai Huang-ho di bagian Leng-si-bun, kiranya telah tersandung batu! la maklum bahwa kedua orang muda itu adalah pendekar-pendekar yang berilmu tinggi. Akan tetapi melihat dua orang kawannya ter-luka, tak mungkin dia diam saja. Ke mana akan disembunyikan mukanya kalau dia tidak membela" Nama besarnya tentu akan menjadi bahan ejekan orang.
Maju dan kalah oleh lawan yang lebih lihai bukanlah hal memalukan, akan tetapi mundur teratur tanpa melawan, benar-benar tak mungkin dapat dia lakukan.
"Bocah-bocah sombong, siapakah kalian berani bermain gila di daerah ini" Hayo layani sepasang golok dari Huang-ho Siangrto, kalau dapat mengalahkan sepasang golokku, barulah boleh disebut gagah!"
Pemuda itu hanya tersenyum, akan tetapi si pemudi mendengus dengan sikap mengejek.
"Suheng, agaknya tukang cacah daging bakso ini sudah sinting, mau apa dia bawa-bawa golok pencacah bakso"
Biar kuhabiskan saja dia....."
"Ssttt, jangan. Biarkan, kita lihat mau apa tikus ini....." kata si pemuda.
Tentu saja si mata sipit tahu bahwa dirinya yang dimaki tukang cacah bakso dan tikus, maka kemarahannya memuncak. Matanya menjadi makin sipit dan muka-nya merah sekali.
"Keparat, kalian yang akan kujadikan bakso....." Sambil berkata demikian, dia mengayun dan menggerakkan kedua goloknya di atas kepala. Sepasang golok itu berkelebatan mengeluarkan sinap berkeredepan.
Mendadak gerakannya terhenti dan si mata sipit terkejut dan heran karena dia merasa betapa sepasang goloknya terhenti di tengah udara, di belakang ke-palanya seakan-akan tersangkut sesuatu. Betapapun dia berusaha membetotnya, tapi sia-sia. Cepat dia membalikkan tubuh dengan bulu tengkuk meremang dan terpaksa dia melepaskan kedua goloknya. Apa yang dilihatnya" Ketika dia mem-balikkan tubuh, di depannya telah berdiri seorang laki-laki bertubuh pendek, berkepala botak. Laki-laki ini mengangkat kedua tangannya dan ternyata sepasang goloknya itu telah dijepit oleh jari te-ngah dan telunjuk Koleksi Kang Zusi394
Jaka Lola Kho Ping Hoo yang ditekuk. Dapat dibayangkan betapa hebat tenaga orang ini, kareha dengan dua jari menjepit sebuah punggung golok, si mata sipit tak mampu membetotnya! Ketika si mata sipit melihat bahwa di belakang orang pendek ini masih terdapat tujuh orang pendek lain kesemuanya berdiri tegak dan angker, tiba-tiba tubuhnya meng-gigil dan dia berkata gagap.
"Ki..... kipas..... Kipas Hitam....." Mendengar suara ini, para pelayan berserabutan lari melalui pintu belakang restoran dan sebentar saja mereka tidak tampak lagi. Diam-diam Yo Han memperhatikan hal ini dan dia dapat menduga bahwa nama Kipas Hitam tentulah sudah terkenal dan ditakuti orang. Cepat dia memandang penuh perhatian. Laki-laki yang menjepit sepasang golok de-ngan jari tangannya itu, benar-benar pendek tubuhnya, pendek gempal dan tegap, tampak amat kuat sepasang lengannya yang juga pendek itu. Di pinggangnya tergantung sarung pedang yang panjang dan agak bengkok, sedangkan di ikat pinggang depan terselip sebuah kipas berwarna hitam. Tujuh orang di belakang-nya pun seperti itu dandanannya, hanya bedanya, orang yang di depan itu sarung pedangnya lebih indah. Agaknya kipas-kipas hitam yang berada di pinggang mereka itulah yang menjadi tanda bahwa mereka adalah anggauta-anggauta Kipas Hitam. Dan lucunya, mereka semua, delapan orang ini kepalanya dicukup bo-tak tinggal di atas kedua telinga dan di sebelah belakang saja.
Laki-laki pendek yang menjepit golok' itu lalu berkata, suaranya kaku danasing, "Tiga ekor cumi-cumi banyak tingkah!" Tiba-tiba kedua tangannya bergerak dan entah bagaimana, tahu-tahu tubuh si mata sipit sudah melayang keluar dari restoran setelah melalui jarak belasan meter. Dua orang jagoan lain, si pipi cacad dan si pendek muka kuning yang sudah terluka, tahu-tahu sudah melarikan diri diikuti oleh tiga orang saudagar. Mereka inilah yang mengangkat si golok sakti dansetengah diseret pergi dari tempat itu!
Yo Wan dapat menduga sekarang. Agaknya rombongan Kipas Hitam ini adalah perampok-perampok atau lebih tepat agaknya bajak-bajak laut, meng-ingat akan makiannya tadi.
Hanya orang orang yang biasa berlayar saja agaknya yang akan menggunakan nama binatang laut cumi-cumi untuk memaki orang, Apalagi orang pendek ini suaranya kaku dan asing. Mereka inilah bajak laut-bajak laut Jepang seperti yang pernah didengar Yo Wan dari percakapan orang-orang di sepanjang perjalanan!
Sementara itu, sepasang muda-mudi ywng tadinya kelihatan tenang-tenang saja itu, kini bangkit dari tempat duduk mereka. Agaknya sebutan Kipas Hitam tadi yang membuat mereka serentak bangkit dan memandang tajam kepada delapan orang yang baru tiba. Kini Yo Wan dapat melihat bahwa si pemuda juga amat tampan dan gagah, tubuhnya tegap dan biarpun tidak tampak, Yo Wan dapat mengetahui bahwa pemuda itu menyembunyikan sebatang pedang di balik jubah-nya, jubah seorang pelajar. Pandang mata yang amat tajam dari pemuda itu satu kali melirik ke arahnya, dan tercengang-lah hati Yo Wan. Biarpun hanya melirik satu kali, namun pandang mata itu tajam menembus hati, seakan-akan si Koleksi Kang Zusi395
Jaka Lola Kho Ping Hoo pemuda itu sudah dapat menilainya hanya dengan sekali lirikan saja!
"Hemmm, bukan pemuda sembarangan. Harus hati-hati menghadapi orang se-perti ini....."
pikirnya. Keadaan di restoran itu tegang. Para pelayan sudah lari menyingkir, juga di depan restoran tampak sunyi. Agaknya orang-orang di sltu sudah mehdengar akan kedatangan delapan orang pendek-pendek ronibongan Kipas Hitam. Muda-mudi itu sudah berdiri berhadapan dengan pemimpin rombongan, saling pan-dang seperti lagak jago-jago mengukur pandang dan saling menaksir lawan. Akhirnya si pendek itu bertanya, suaranya ketus, kasar dan kaku, "Kalian berdua yang membunuhi teman-teman kami di pantai Laut Po-hai seminggu yang lalu?"
Gadis itu melangkah maju dan dengan sikap menantang ia berkata nyaring,
"Kalau betul, kalian mau apa" Kalian inikah bajak laut Kipas Hitam" Apakah kau kepalanya?"
Kepala rombongan itu mengeluarkan suara makian dalam bahasa asing, sikap-nya mengancam. "Kami tidak diben perintah untuk membunuh kalian, hanya diperintah untuk mengajak kalian ikut menghadapi kongcu (tuan muda) kami.
"Mau apa dia" Siapa kongcu kalian itu?" tanya si gadis, lalu terdengar bisiknya kepada suhengnya, "Suheng, kau awasi tikus di belakang kita itu, dia mencurigakan....."
Si pemuda membalikkan tubuhnya dan sekali lagi Yo Wan tercengang ketika melihat sinar mata tajam menyambarnya dl samping senyuman mengejek. La tahu bahwa dirinya dicurigai, maka untuk menyembunyikan wajahnya, dia menegak araknya dan berkata seperti orang sinting, "Ahhh ..... arak habis para pelayan pergi semua. Ke manakah orang-orang tolol itu?"
Sementara itu, si pendek menerangkan dengan suara kaku, "Kongcu adalah pemimpin kami, sekarang kongcu menanti di pantai. Kalian harus ikut dengan kami menghadap kongcu."
"Mau apa dia?"
"Kalian bicara sendiri dengan kongcU, kami hanya diperintah untuk mengajak kalian dengan baik, harap kalian J'angan membantah lagi....."
"Kalau kami tidak mau?" tanya pultt si gadis.
"Hemmm....... hemmmmm....... mudah-mudahan jangan begitu. Mau tidak mau kalian harus menghadap kongcu. Kongcu bilang bahwa kalian bukanlah orang-orang pengecut yang Koleksi Kang Zusi396
Jaka Lola Kho Ping Hoo tidak berani menghadapi pemimpin Kipas Hitam'"
"Aku tidak mau! Persetan dengah kongcu kalian! Pergi dari sini, kalian mau apa kalau aku tidak mau?" tantang si gadis dengan sikap menantang, sedangkan si pemuda tetap tenang saja,kadang-kadang melirik ke arah Yo Wan yang dicurigai.
Si pendek itu sejenak memandang dengan mata mengancam, kemudian dia menarik napas panjang. "Sayang," katanya, "Sudah lama aku tidak bertemu lawan yang pandai. Segala macam cumi-cumi seperti juragan-juragan perahu tadi hanya menjemukan saja. Alangkah senang-nya kalau dapat mengadu ilmu dengan kalian yang kabarnya lihai. Sayangnya, kongcu tidak meinperkenankan kami mengganggu kalian. Kongcu mengundang kalian dengan baik-baik, untuk diajak bercakap-cakap entah urusan apa. Kalau saja tidak ada pesan dari kongcu, sudah sejak tadi samuraiku bicara!" Sambil berkata demikian dia menepuk-nepuk pedang panjang yang tergantung di pinggangnya sambil berkata, "Cakar Naga, jangan kecewa, mereka bukan musuh....."
"Sumoi, kalau orang yang mereka sebut kongcu itu hendak bicara, mari kita pergi menemuinya. Kita bukanlah pengecut, takut apa bertemu dengan peminipin Kipas Hitam?"
kata si pemuda, agaknya tertarik juga menyaksikan sikap orang Jepang itu.
"Wah, tidak ada alasan untuk bersikap murah dan mengalah, Suheng. Kalau memang ingin bicara, mengapa yang menyebut dirinya kongcu itu tidak datang sendiri menemui kita" He, orang pendek. Pedangmu kausebut Cakar Naga, tentu kau pandai bermain pedang.
Dengarlah! Kalau kau dapat mengalahkan aku dengan pedangmu, baru kuanggap kau cukup pantas menjadi utusan untuk mengundang kami. Kalau tidak dapat, jangan banyak cerewet lagi!"
Orang Jepang itu mengangkat muka, keningnya berkerut lalu dia menepuk dada dengan tangan kirinya. "Aku Kamatari tidak pernah mundur menghadapi tantangan siapapun juga, akan tetapi aku taat kepada perintah kongcu. Nona, mungkin kau berkepandaian, akan tetapi harap kau jangan memandang rendah samurai Cakar Naga di tanganku. Lihatlah betapa saktinya Cakar Naga!" Sambil berkata demikian, Kamatari menggunakan kakinya menendang sebuah bangku kayu yang berada di dekatnya. Bangku itu terlempar ke atas dan pada saat bangku melayang turun, tiba-tiba tampak sinar berkeredepan berkelebat beberapa kali, terdengar suara "crak-crak!" perlahan. Dalam sekejap mata, sinar berkeredepan itu, lenyap dan..... bangku yang sudah terbelah menjadi tiga potong itu runtuh ke bawah. Anehnya, yang sepotong melayang ke arah meja Yo Wan menimpa di atas meja membikin pecah mangkok dan menggulingkan cawan arak!
Yo Wan tidak berkata apa-apa, hanya berdiri sebentar, mengebut-ngebutkan bajunya yang terkena percikan arak, lalu duduk kembali dengan tenang. la maklum bahwa orang Jepang yang lihai ilmu pedangnya dan besar tenaga dalamnya itu agaknya mencurigainya dan Koleksi Kang Zusi397
Jaka Lola Kho Ping Hoo sengaja mementalkan sepotong kayu bangku kearahnya untuk memancing. Tentu saja dia dapat melihat betapa tadi orang pendek itu mencabut pedang samurainya dengan gerakan yang betul-betul cepat serta mengandung tenaga yang hebat. Demikian cepatnya gerakan Kamatan sehingga bagi mata orang biasa, orang pendek ini tidak berbuat apa-apa, karena sebelum potongan-potongah bangku jatuh ke tanah, samurainya sudah kembali ke sarungnya. Seperti main sulapan saja!
Kamatari mengerling sekejap ke arah Yo Wan, kemudian dia menghadapi nona itu, wajahnya membayangkan kepuasan dan harapan bahwa kali ini gadis itu akan menjadi Jerih dan suka menurut. Akan tetapi dugaannya meleset jauh. Gadis itu berpaling kepada suhengnya dan berkata, "Suheng, bukankah lucu sekali badut pendek ini?"
"Sumoi, jangan main-main. Agaknya dia jujur dan mari kita menemui kongcu itu, kita lihat apa kehendaknya," jawab suhengnya yang agaknya tidak ingin men-cari keributan.
"Suheng, setelah dia mengeluarkan pedang cakar ayamnya, kalau kita menurut saja, bukankah orang akan meng-anggap kita ini tidak becus apa-apa" Biarkan aku main-main sebentar dengannya."
Si pemuda menghela napas, lalu jawabnya lirih, "Sesukamulah, akan tetapi jangan menimbulkan gara-gara."
Si gadis tersenyum manis. "Aku hanya ingin main-main, siapa hendak menimbulkan gara-gara?" Kemudian ia menghampiri Kamatari dan berkata, "Namamu Kamatari dan pedangmu yang bengkok adalah pedang cakar ayam, ya" Sengaja ia mengganti Cakar Naga dengan cakar ayam. "Bagus, aku pun punya pedang yang saat ini kuberi nama pedang penyembelih ayam. Boleh kau coba-coba layani pedangku ini, Kamatari. Sekali lagi kunyatakan bahwa kalau kau tidak bisa menangkan pedangku ini, aku tidak sudi bertemu dengan kongcumu!"
Setelah berkata demikian, gadis itu mencabut sebatang pedang dengan perlahan.
Tertawalah orang-orang Jepang yang berada di belakang Kamatari ketika melihat sebatang pedang pendek dengan ukuran kurang lebih dua puluh cun (satu cun ?2 senti meter), warnanya hitam sama sekali tidak mengkilap, bahkan warna hitamnya hitam kotor seperti tanah. Dan jauh tampak seperti pedang terbuat dari-pada tanah lempung saja. Tentu saja orang-orang Jepang yang terkenal dengan pedang-pedang samurai mereka yang terbuat daripada baja tulen dan berkilauan saking tajamnya itu tertawa mengejek menyaksikan pedang si nona yang begitu buruk dan pendek. Akan tetapi diam-diam Yo Wan kagum. Ia maklum bahwa pusaka yang ampuh tampak sederhana. seperti juga orang pandai kelihatan bodoh dan air dalam kelihatan tenang.
Kamatari juga tertawa. Suara ketawanya pendek-pendek susul-menyusul dan kepalanya bergoyang-goyang, kemudian dia menoleh kepada teman-temannya yang masih berdiri seperti barisan de-ngan tubuh tegak di belakangnya. "Kalian mendengar sendiri, dia yang memaksaku bermain-main, harap. kalian nanti dapat melaporkan kepada kongcu agar aku Koleksi Kang Zusi398
Jaka Lola Kho Ping Hoo ti-dak dipersalahkan." Setelah berkata demikian, dia melangkah maju menghadapi gadis itu sambil berkata, lagaknya som-bong.
"Aku sudah siap Nona!"
Nona itu tersenyum mengej'ek, akan tetapi alisnya yang hitam kecil itu ber' gerak-gerak.
"Cabut pedangmu, orang sombong!"
"Cakar Naga tak pernah meninggalkan sarungnya kalau tidak perlu. Nona boleh menyerang."
"Cih, siapa sudi" Aku bukan orang yang suka menyerang orang tak meme-gang senjata.
Kalau kau mengajak kami menemui kongcumu, kau harus menyerang dan mengalahkan pedangku. Habis perkara!"
"Begitukah" Nah, lihat pedangku!" Kamatari tiba-tba mengeluarkan pekik menyeramkan, tubuhnya menerjang maju didahului sinar berkilauan. Bagi mata orang biasa, gerakan mencabut dan mem-pergunakan pedang samurai tidak akan tampak, yang kelihatan hanya sinar pe-dang yang menyilaukan mata. Akan te-tapi gadis itu agaknya dapat melihat jelas karena sekali menggeser kaki ia telah mengelak ke kiri.
"Crakkk!" terdengar suara kayu ter-belah. Kamatari sudah berdiri tegak lagi, tangan kiri dengan jari terbuka melin-dungi dada, tangan kanan tergantung di plnggang, dekat gagang pedang, akan tetapi pedangnya sendiri sudah bersarang di dalam sarung pedangnya lagi.
Meja yang tadi berada di dekat gadis itu, meja kosong, bergoyang-goyang, tidak kelihatan disentuh, tidak kelihatan rusak, akan tetapi perlahan-lahan miring lalu roboh menjadi dua potong. Begitu tajamnya samurainya, seakan-akan meja itu terbuat daripada agar-agar saja!
"Hi-hi-hik, mengapa kau berhenti, Kamatari" Kalau hanya membelah meja, anak kecil pun bisa!"


Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jagalah ini. Haiiiiittttt!" Kamatari sudah menerjang lagi, didahului sinar samurainya yang berkelebatan menyambar-nyambar. Sarnbaran pertama dihindarkan oleh gadis itu dengan melejit ke kanan, sambaran ke dua yang menyerampang kakinya dia hindarkan dengan loncatan indah ringan ke atas melalui meja. Se-rangan ke tiga yang luar biasa sebat dan berbahayanya, dia tangkis dengan pedang hitamnya.
"Cring..... tranggggg.....!!" Dua kali samurai tajam mengkilat bertemu pedang pendek hitam buruk. Bunga api berpijar menyilaukan mata dan tampak Kamatari terhuyung ke belakang sedangkan gadis berdiri dengan tangan kiri bertolak pinggang dan tersenyum.
"Kenapa berhenti lagi" Kau mau merusak pedangku?" Gadis itu mengeJek.
Koleksi Kang Zusi399
Jaka Lola Kho Ping Hoo Kini Kamatari mengurangi lagaknya. Pedang samurai tidak dimasukkan ke dalam sarung Pedangnya, melainkan dipegang di tangan kanan. la tadi terkejut setengah mati karena selain Pedang buruk lawannya itu dapat menahan samurainya, juga telapak tangannya serasa hendak pecah-pecah dan kuda-kuda kakinya tergempur. Tahulah dia bahwa gadis di depannya ini sama sekali tak boleh dipandang ringan.
Kini dia tidak main-main aksi-aksian lagi, dan menyerang dengan sungguh-sungguh.
Terdengar mulutnya mengeluarkan pekik berkali-kali, pekik serangan, dan samurainya menyambar-nyambar menjadi gulungan sinar memanjang. Gerakannya penuh tenaga dan gesit samuramya selalu membalikdan mengikuti gerakan si gadis yang mengelak ke sana ke mari. Namun dia seakan-akan menyerang bayangannya sendiri. Ke manapun dia menyabet, selalu samurainya membelah angin belaka.
Diam-diam Yo Wan terkejut dan matanya terbelalak, jantungnya berdebar. Baginya, pemandangan di depan mata ini mengejutkan. Betapa tidak" Ia mengenal baik gerakan gadis itu, gerakan mengelak sambil berloncat-loncatan, jongkok, berdiri, terhuyung-huyung.
Biarpun ada beberapa perbedaan, namun tak salah lagi, itulah gerakan-gerakan yang mirip sekali dengan Si-cap-it Sin-po, yaitu empat puluh satu jurus langkah ajaib yang dia pelajari dan suhunya, Pendekar Buta. Memang gaya dan perkembangannya berbeda, namun dasarnya memiliki persamaan yang tidak dapat diragukan lagi tentu darisatu sumber.
Keduanya memiliki ciri-ciri yang khas dari gerakan seekor burung, atau jelasnya, gerakan seekor burung rajawali.
Setelah bertempur kurang lebih Uma puluh jurus lamanya, tiba-tiba gadis itu membuat gerakan aneh, tubuhnya meloncat ke atas seperti hendak menubruk. Kamatari berseru heran, pedangnya menyambar memapaki tubuh itu, akan te-tapi secara indah dan mengagumkan sekali kaki kiri gadis itu menendang dari samping sehingga sekaligus mengancam pergelangan tangan lawan sedangkan pedang hitamnya berkelebatan di depan muka Kamatari. Sebelum jago Jepang itu dapat menyelami jurus yang aneh ini, tiba-tiba dia merasa pundaknya sakit dan terhuyunglah dia ke belakang. Kiranya pundak kirinya sudah teriuka oleh ujung pedang hitam, membuat tangan kirinya serasa lumpuh!
Cepat dia menyimpan samurainya dan menutupi lukanya, lalu menjura sampai dalam. "Ilmu pedang Nona sungguh hebat ...".
Pada saat itu berkelebat bayangan putih, cepat dan tak terduga gerakannya, seperti seekor burung dara melayang memasuki restoran itu.
"Sumoi, awas.......!" seru si pemuda yang sudah melompat maju.
Gadis itu cepat mengangkat pedangnya, akan tetapi ia tertahan dan tertegun melihat bahwa yang meloncat masuk ini adalah seorang pemuda berpakaian serba putih berkembang-kembang kuning yang indah sekali, sebuah muka yang tampan luar biasa, dengan sepasang Koleksi Kang Zusi400
Jaka Lola Kho Ping Hoo mata bersinar-sinar seperti bintang pagi, sepasang bibir yang merah dan tersenyum amat tampannya! Begitu kaki pemuda irii menginjak tanah, tangannya bergerak dan dua bayangan putih melayang ke depan, langsung sinar ini menyambar ke arah leher si gadis.
Gadis itu berseru keras dan mengelak ke belakang, akan tetapi tiba-tiba sinar putih ke dua menyambar pedangnya dan di lain saat pedang itu sudah terlibat sesuatu dan terampas dari tangannya!
"Kembalikan pedang, Sumoi!" Si pemuda menerjang maju, gerakannya cepat dan amat kuat sehingga diam-diam Yo Wan kagum melihatnya. Akan tetapi lebih kagum lagi hati Yo Wan menyaksi-kan gerakan pemuda baju putih yang baru masuk, karena sekali menjejakkan kedua kaki, tubuh pemuda baju putih itu sudah melayang keluar restoran, meninggalkan dua sinar putih menyambar yang diikuti teriakannya nyaring, "Awas senjata rahasia!"
Si pemuda kaget sekali, apalagi ketika melihat dua sinar putih berkilauan menyambar ke arah jalan darah yang berbahaya di tubuhnya. Cepat dia me-ngibaskan lengan baju dan runtuhlah dua senjata rahasia itu. Anehnya, senjata ra-hasia itu hanyalah dua potong uang perak! Uang perak untuk senjata rahasia benar-benar merupakan hal yang langka, pemboros mana yang menghamburkan uang perak begitu saja" Ketika dia memburu keluar, pemuda baju putih itu sudah lenyap!
Marahlah si pemuda. Sekali dia bergerak, dia sudah menangkap Kamatari, menjambak baju pada punggungnya dan mengangkatnya ke atas seperti orang mengangkat seekor kelinci saja!
"Tikus busuk! Kalau kami menghendaki, apa susahnya mencabut nyawamu yang tak berharga" Hayo katakan, siapa bangsat tadi'"
Kamatari terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa si pemuda begini galak dan begini kuat. Tentu saja dia tidak sudi diperlakukan seperti ini, maka dia membentak, "Lepaskan bajuku!" dan tangannya memukul. Akan tetapi tiba-tiba seluruh tubuhnya menjadi kaku, kedua lengannya yang bergerak hendak memukul seakan-akan berubah menjadi dua batang kayu kering!
"Keparat, jangan banyak lagak kau! Hayo bilang siapa dia tadi!"
Tahulah kini Kamatari bahwa pemuda ini memiliki ttmu yang luar biasa. Percuma untuk berkeras kepala lagi, maka dengan suara merintih dia berkata,
"Dia adalah kongcu kami. Baiknya kongcu masih tidak berniat memusuhi kalian. Kalau kalian ada kepandaian, boleh datang merampas pedang di pantai Po-hai di dusun Kui-bun, cari gedung Yo-kongcu!"
Koleksi Kang Zusi401
Jaka Lola Kho Ping Hoo Dengan sekali gerakan, pemuda itu melempar tubuh Kamatari ke belakang. Jago Jepangini menambrak kawan-kawan-nya dan roboh terguling, ditolong teman-temannya, lalu mereka pergi dari tempat itu dengan cepat. Si pemuda teringat akan Yo Wan, cepat dia melompat dan membalikkan tubuh. Akan tetapi pemuda tenang yang mencurigakan hatinya tadi telah lenyap dari situ, di atas mejanya terletak beberapa potong uang, agaknya untuk membayar makanan dan minuman. Makin curigalah pemuda itu.
"Sumoi, kita harus mengejar si baju putih she Yo itu."
"Mari, Suheng. Aku pun gemas se-kali terhadap manusia itu. Kalau dia tidak menyerang secara menggelap, ja-ngan harap dia bisa merampas pedangku Hek-kim-kiam (Pedang Emas Hitam)!" Biarpun mulutnya berkata demikian, diam-diani hatinya berdebar, matanya terbayang wajah yang tampan itu dan ia sendiri merasa sangsi apakan ia akan rnampu menandingi pemuda luar biasa itu.
Pemuda itu memanggil pelayan, dengan suara nyaring. Datanglah seorang pelayan berlari-lari, diikuti oleh empat temannya. Agaknya para pelayan yang sejak tadi bersembunyi, sekarang berani keluar lagi setelah keadaan menjadi reda dan pertempuran berhenti.
"Hiturtg semua, termasuk pengganti kerusakan-kerusakan di sini akan saya bayar."
Pelayan itu membungkuk-bungkuK dan tersenyum-senyum penuh hormat. "Harap Kongcu jangan repot-repbt, semua sudah dibayar lunas."
"Siapa yang membayar?" Pemuda itu mengangkat alisnya.
"Yang membayar pemberi benda ini kepada Kongcu, semua sudah dibayarnya dan meninggalkan benda ini yang harus saya serahkan kepada Kongcu." Sambil berkata demikian, pelayan itu menyerah-kan sebuah kipas dari sutera hitam.
Pemuda itu mengerutkan kening, akan tetapi menerima juga kipas itu sambil bertanya,
"Siapa dia?"
"Siapa lagi kalau bukan yang terhormat pangcu (ketua) dari Hek-san-pang (Perkumpulan Kipas Hitam) yang tersohor" Kiranya Kongcu dan Siocia (Tuan Muda dan Nona) adalah sahabat-sahabat Hek-san-pangcu, maaf kalau kami berlaku kurang hormat....."
Pemuda itu mengerutkan kening, menggeleng-geleng kepala lalu meninggalkan restoran itu bersama sumoinya.
"Benar-benar manusia aneh. Apa artinya dia membayari semua hidangan, mengganti semua kerusakan dan memberi kipas hitam ini kepada kita" Apakah ini semacam hinaan lain lagi"
Koleksi Kang Zusi402
Jaka Lola Kho Ping Hoo Keparat!" "Kurasa kalau orang membayar makan minum kita dan memberikan kipasnya, hal itu bukanlah berarti penghinaan, Suheng. Coba buka kipasnya, barang kali ada maksud di dalamnya."
Pemuda itu membuka kipas sutera hitam. Benar saja, kipas sutera hitam yang amat indah dan berbau semerbak harum itu ditulisi dengan tinta putih, merupakan huruf-huruf bersyair yang halus indah gayanya,
"Berkawan sebatang pedang menjelajah laut bebas, sunyi sendiri merindukan kawan dan lawan seimbang hati mencari-cari....."
"Bagus.....!" tak terasa lagi ucapan ini keluar dari mulut mungil gadis itu. Si pemuda cepat menoleh, memandang dan sepasang pipi gadis itu menjadi merah sekali. la merasa seakan-akan sajak itu ditujukan khusus kepadanya. Pemuda yang aneh, luar biasa, tampan dan berkepan-daian tinggi, merasa sunyi, merindukan kawan yang memiliki kepandaian seimbang! Dan pedangnya dirampasnya, dengan maksud supaya ia datang ke sana!
"Pemuda sombong, atau cengeng.....'."
Si pemuda malah mencela. Sumoinya diam saja, takut kalau-kalau tanpa di-sadarinya mengucapkan sesuatu yang membuka rahasia hatinya. Mereka segera melakukan perjalanan cepat, menuju ke timur, melalui sepanjang lembah Sungai Kuning, menuju ke pantai Po-hai.
Pemuda dan sumoinya itu bukanlah pendekar-pendekar biasa, bukanlah pe-tualang-petualang biasa di dunia kang-ouw. Si pemuda adalah putera tunggal dari pendekar besar Tan Sin Lee. Seperti kita ketahui, pendekar besar putera Raja Pedang ini tinggal di Lu-liang-san, ber-sama isterinya yang bernama Thio Hui Cu murid Hoa-san-pai. Pemuda inilah putera sepasang suami isteri pendekar itu yang bernama Tan Hwat Ki, berusia kurang lebih dua puluh tiga tahun, se-orang pemuda yang sejak kecilnya di-gembleng oleh orang tuanya dan me-warisi ilmu silat tinggi.
Adapun sumoinya, gadis jelita itu, bernama Bu Cu Kim. Pendekar besar Tan Sin Lee mempunyai murid sepuluh orang jumlahnya termasuk putera mereka. Akan tetapi di antara para murid, yang paling menonjol kepandaiannya adalah Bu Cui Kim. Cui Kim adalah anak yatim piatu, ayah bundanya sudah meninggal dunia karena penyakit yang merajalela didusunnya. Karena kasihan kepada anak yang bertulang baik ini, Tan Sin Lee mengambilnya sebagai mwid, bahkan karena mereka tidak mempunyai anak perempuan sedangkan Cui Kim sejak kecil kelihatan amat rukun dengan Hwat Ki, Cui Kim lalu dianggap anak sendiri. Demikianlah, senienjak kecil Cui Kim seakan-akan menjadi adik angkat Hwat Ki dan ber-sama putera suhunya itu mempelajari ilmu silat tinggi.
Koleksi Kang Zusi403
Jaka Lola Kho Ping Hoo Pada suatu hari di puncak Lu-liang-san menerima kunjungan seorang tamu yang bukan lain adalah Bun Hui, putera Bun-goanswe yang tinggal di Tai-goan. Boleh dibilang, di antara pendekar-pen-dekar keturunan Raja Pedang, yang pa-ling dekat tinggalnya dengan Tai-goan dan kota raja, adalah Tan Sin Lee inilah. Lu-liang-san terletak di sebelah barat kota Tai-goan, bahkan dari kota itu sudah kelihatan puncaknya. Maka, begitu menghadapi kesulitan, Bun-goanswe teringat akan sahabat baiknya ini dan menyuruh puteranya mengunjungi Tan Sin Lee. Di dalam suratnya, Bun-goanswe minta bantuan Tan Sin Lee dan muridnya untuk membantu negara yang sedang menghadapi banyak gangguan. Di dalam surat itu, dia ceritakan betapa gangguan dari fihak Mongol di utara masih makin menghebat sehingga kaisar sendiri berkenan memimpin barisan untuk menumpas perusuh-perusuh dari utara itu. Diceritakan pula betapa bajak-bajak laut di laut timur juga merupakan penggang-gu-pengganggu keamanan, tidak saja bagi para nelayan di laut, akan tetapi juga di darat sepanjang pesisir Laut Po-hai. Demikian besar gangguan ini sehingga kai-sar sendiri memerintahkan kepada Bun-goanswe untuk mengerahkan tenaga me-numpas para bajak laut itu kalau mereka berani mendarat. Bun-goanswe sudah melakukan usaha ini, akan tetapi ternya-ta bahwa para bajak laut Jepang itu bersama-sama bajak laut bangsa sendiri, mempunyai banyak orang-orang yang ber-ilmu tinggi sehingga banyak sudah perwira dari kota raja yang tewas di tangan para bajak laut. Karena inilah Bun-goanswe mengharapkan pertolongan Tan Sin Lee dan murid-muridnya.
Dan inilah pula sebabnya maka pendekar Lu-liang-san itu menyuruh puteranya sendiri ditemani oleh Cui Im, turun gunung melakukan penyelidikan ke pantai Po-hai. Sepasang orang muda ini sengaja menyewa perahu berlayar di sepanjang pantai Po-hai. Betul saja, pada suatu hari perahu itu diganggu bajak laut yang menggunakan bendera Kipas Hitam.
Akan tetapi kali ini para bajak laut menemui hari naas karena mereka itu kocar-kacir dan banyak yang tewas di tangan sepa-sahg pendekar dari Lu-liang-san ini. Ke-mudian karena mendengar bahwa banyak bajak mesngganas pula di sepanjang Sungai Huang-ho, Hwat Ki dan sumoinya lalu pergi ke kota Leng-si-bun di tepi Sungai Huang-ho, memasuki rumah makan dan terjadi peristiwa dengan anak buah Kipas Hitam seperti yang telah dituturkan di bagian depan.
Tentu saja Hwat Ki dan Cui Im menjadi girang karena mereka mendapatkan jejak ketua perkumpulan Kipas Hitain yang merupakan gerombolan bajak laut yang cukup terkenal, di samping bajak-bajak laut lainnya yang banyak mengganas di sepanjang pantai timur.
Hari telah menjadi hampir malam ketika kedua orang pendekar muda dari Lu-liang-san ini tiba di dusun Kui-bun. Dusun ini bukanlah dusun besar, hanya didiami oleh para nelayan yang tidak lebih dari tiga puluh buah keluarga ba-nyaknya. Di setiap rumah nelayan itu nampak jala-jala dibentangkan, dan di pinggir rumah banyak terdapat bekas-bekas perahu dan tiang-tiang layar. Di ujung yang paling jauh dari pantai, ter-dapatlah sebuah rumah gedung besaryang kelihatan ganjil karena jarang terdapat gedung sedemikian besarnya di Koleksi Kang Zusi404
Jaka Lola Kho Ping Hoo dusun sekecil itu. Di pantai laut itu sendiri banyak terdapat para nelayan besar kecil sibuk bekerja, agaknya mereka itu sedang memasang atau pun menarik jaring dari pantai.
Biasanya kalau hari mulai gelap itulah mereka menarik jaring dan kalau untung mereka baik, mereka akan me-narik banyak ikan di dalam jaring.
Hwat Ki dan Cui Kim segera tertarik oleh rumah gedung itu. "Kiranya takkan salah lagi, tentu gedung ini sarang mereka," kata Hwat Ki kepada sumoinya.
"Akan tetapi sebaiknya kalau kita mencari keterangan dulu, Suheng. Di tempat yang asing ini, sungguh tak baik kalau kita keliru memasuki rumah orang Hwat Ki mengangguk, menyuruh adik Aeperguruannya itu menanti di tempat gelap, lalu dia sendiri melangkah cepat menuju ke pantai. Dengan lagak seperti sudah mengenal baik orang yang dicari-nya, dia bertanya dengan lantang kepada seorang nelayan,
"Sahabat, ingin saya bertanya. Di manakah tinggal seorang bernama Yo-kongcu" Apakah rumah gedung itu?"
Mendadak sekali orang-orang yang tadinya sibuk bekerja itu berhenti ber-gerak dan memandang kepada Hwat Ki. Melihat ini, pemuda itu dapat menduga bahwa agaknya mereka ini pun anak buah pimpinan Kipas Hitam itu, atau setidaknya tentu teman-teman baik, maka cepat-cepat dia menyambung, "Saya adalah sahabat baiknya, belum pernah datang ke sini, tidak tahu di mana rumahnya. Apakah gedung besar itu?"
Seorang nelayan setengah tua mengangguk pendek. "Betul." Kemudian dia memberi aba-aba kepada teman-temannya untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
Hwat Ki lega hatinya, cepat dia kem-bali ke tempat Cui Kim menanti. "Sudah kuduga bahwa orang she Yo itu tentu berkuasa di sini. Orang-orang itu agaknya takut kepadanya. Sumoi, mari kita ke sana."
Keduanya lalu berjalan menghampiri gedung besar. Di sekitar gedung itu ge-lap, akan tetapi tampak sinar lampu-lampu menerangi sebelah dalam gedung yang dikelilingi tembok setinggi satu se-tengah tinggi orang. Hwat Ki dan adik-nya mengelilingi luar tembok dan men-dapat kenyataan bahwa pintu satu-satu-nya hanyalah pintu depan yang tertutup rapat.
"Kita ketuk saja pintunya," kata Cui Kim.
"Hemmm, takkan ada gunanya. Mengunjungi tempat lawan tak perlu banyak aturan.
Mengetuk pintu berarti membuat mereka siap untuk menjebak kita. Mari!" Pemuda itu menggerakkan kedua kakinya dan tubuhnya melayang flaik ke atas tembok, diikuti oleh Cui Kim. Ba-gaikan dua ekor burung walet rnereka sUdah meloncat dan berdiri di atas tembok.
Koleksi Kang Zusi405
Jaka Lola Kho Ping Hoo Terang sekali di sebelah dalam tem-bok. Ruangan depan rumah gedung itu pun amat terang dan bersih, akan tetapi sunyi tidak tampak ada orangnya.
"Orang she Yo! Kami datang untuk minta kembali pedang!" teriak Tan Hwat Ki dengan suara lantang. Adapun Cui Kim berdiri di dekatnya dengan tegak, siap menghadapi segala kemungkinan.
Sunyi menyambut suara teriakan Hwat Ki yang bergema sedikit di dalem gedung. Kemudian terdengar suara halus dan nyaring, "Silakan masuk, pintu tidak dikunci dan kami menanti di ruangan tengah!"
"Hati-hati, Suheng, jangan-jangan musuh mengatur perangkap!" bisik Cui Kim.
"Tak usah takut, marilah!" kata Hwat Ki yang melayang turun ke ruangan depan. Dengan gerakan lincah sekali Cui Kim mengikutinya, melompat turun ke atas lantai ruangan depan yang licin dan bersih itu tanpa mengeluarkan suara. Sejenak keduanya berdiri memandang ke sekeliling dengan sikap waspada. Ruangan ini, yang merupakan ruangan depan menyambung halaman, amat bersih dan indah. Ketika mereka memandang ke dalam, di sebelah kiri dinding ruangan penuh dengan tulisan-tulisan bersajak. Mereka lalu melangkah ke dalam melalui |i pintu besar yang niernang tidak tertutup.
Ruangan tengah itu luasnya ada lima belas meter persegi, juga terhias lukisan-lukisan indah dan di tengah ruangan ter-dapat sebuah meja bundar dikelilingi bangku-bangku terukir burung hong. Empat orang duduk mengelilingi meja dan seorang di antaranya adalah kongcu yang berpakaian serba putih. Melihat pemuda baju putih ini duduk di kepala meja, da-patlah diduga bahwa dia menjadi pemim-pinnya. Tiga orang yang lain adalah dua orang laki-laki setengah tua dan seorang wanita berusia empat puluh tahun yang rambutnya sudah berwarna dua dan di gelung tinggi-tinggi di atas kepala. Me-lihat sikapnya, tiga orang setengah tua ini tentu bukan orang sembarangan pula. Seorang di antara dua laki-laki itu ber-tubuh pendek gemuk, modelnya seperti Kamatari, juga di pinggang orang ini tergantung pedang samurai. Mudah di-duga bahwa dia seorang Jepang, tubuh dan mukanya tidak bergerak-gerak, akan tetapi sepasang matanya lincah bergerak ke kanan kiri. Yang seorang pula bertubuh tinggi kurus, bajunya lebar dan lengan bajunya panjang, kumisnya tipis panjang bertemu dengan jenggotnya yang menutupi dagu dan leher. Mereka berempat kini memandang kepada sepasang orang muda yang baru datang.
Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata yang lembut dari pemuda baju putih, tiba-tiba jantung Cui Kim terasa berdebar tidak karuan. Akan tetapi begitu ia melihat pedang hitamnya terietak di atas meja depan pemuda itu, timbul kemarahannya. Seketika sinar matanya berapi-api dan dia berteriak dengan nyaring.
"Dengan muslihat curang kau telah merampas pedangku. Orang she Yo, kalau kau memang Koleksi Kang Zusi406
Jaka Lola Kho Ping Hoo jantan, kembalikan pedangku dan kita boleh bertanding sampai seribu jurus!"
Pemuda itu tersenyum, bangkit dari bangkunya lalu memberi hormat dengan membungkuk dalam-dalam. "Bukan salahku.....!" jawabnya sambil tersenyum ra-mah. "Aku mengutus orang mengundang kalian baik-baik, kalian tidak datang malah menyerang orangku. Kalau tidak merampas pedang mana bisa memancing kalian datang pada malam ini?" Berkata demikian, mata pemuda baju putih itu menatap wajah Hwat Ki dengan tajam dan pandang mata penuh selidik.
Hwat Ki tetap tenang, memang pe-muda ini semenjak kecil memiliki sikap yang tenang. la maklum bahwa bersama sumoinya dia telah memasuki gua hari-mau, akan tetapi sedikit pun dia tidak gentar.
"Setelah kami datang untuk minta kembali pedang, apakah yang hendak kaubicarakan dengan kami?" tanyanya.
Pemuda baju putih itu kembali tersenyum lebar sehingga tampak deretan giginya yang putih dan rapi. Hwat Ki harus mengakui bahwa wajah orang ini memang amat tampan.
"Banyak yang hendak kami bicarakan. Akan tetapi, kalian berdua adalah tamu-tamu kami, silakan duduk. Sebelum menjamu tamu terhormat, mana bisa bicarakan urusan penting"
Silakan duduk, atau-kah..... barangkali kalian takut kalau-kalau kami menipu" Apakah kalian tidak berani duduk?"
Hwat Ki tersenyum mengejek. "Takut apa?" la lalu melangkah maju, diikuti sumoinya.
Keduanya lalu duduk di atas bangku, berhadapan dengan empat orang itu. Tiga orang setengah tua itu pun berdiri dan mengangguk, dibalas oleh Hwat Ki dan Cur Kim yang merasa he-ran dan aneh, karena sama sekali tidak menyangka mereka akan diterime sebagai tamu. Hanya adanya pedang Hek-kim-kiam di atas meja itu yang membikin suasana menjadi kaku. Agaknya tuan rumah merasai hal ini. Dipungutnya Hek-kim-kiam dan disodorkannya pedang itu kepada Cui Kim sambil berkata,
"Silakan, Nona. Ini pedangmu, maaf atas kelancanganku tadi."
Cui Kim menerima pedangnya dengan kedua pipi merah dan kembali jantungnya berdebar tidak karuan. Semangatnya serasa terbetot oleh senyum dan pandang mata yang menarik itu. Setelah menyim-pan pedang ke dalam sarung pedangnya, kembali ia duduk dengan muka tunduk.
Si pemuda baju putih bertepuk tangan " tiga kali dan bermunculanlah pelayan-pelayan wanita yang muda-muda dan cantik-cantik, berjumlah lima orang. Mereka sibuk inembawa datang hidangan-hidangan lezat dan arak wangi yang me-reka tuangkan ke dalam eawan Koleksi Kang Zusi407
Jaka Lola Kho Ping Hoo enam orang itu dengan gerakan dan gaya yang manis. Si pemuda baju putih itu dengan ramah-tamah mempersilakan kedua orang tamunya makan dan minum arak.
Memang sehari itu, Hwat Ki dan su-moinya baru makan sekali, yaitu di rumah makan kota Leng-si-bun sebelum tengah hari, tentu saja pada saat itu mereka sudah merasa lapar.
Hwat Ki yang tahu bahwa fihak tuan rumah menguji ketabahan mereka, tentu saja tidak sudi memperlihatkan kekhawatiran. Dengan wajar dan tenang dia mulai makan minum menemani tuan rumah dengan enaknya. Hanya Cui Kim yang merasa canggung. Sebagai seorang gadis, ia berbeda dengan gadis biasa dan baginya sudah biasa merantau di dunta kang-ouw, makan bersama orang-orang lelaki bukanlah hal yang menyulitkan. Akan tetapi entah bagaimana, berhadapan dengan tuan rumah she Yo yang muda, tampan dan luar biasa itu, membuat hatinya bergoncang dan sepasang sumpit yang dipegangnya agak gemetar!
"Nona, mengapa sungkan-sungkan" Marilah, harap kau suka mencoba masakan ini. Ini masakan sirip ikan Hiu Harimau, Nona tentu belum pernah mencobanya, bukan" Silakan!"
Pemuda Yo itu mengangkat mangkok masakan itu dan menawarkannya kepada Cui Kim.
Dengan amat ramah dia menawarkan beberapa macam masakan, malah menuangkan arak memenuhi cawan gadis itu sehingga si gadis menjadi makin canggung dan jengah.
Diam-diam Hwat Ki mendongkol sekali. Tuan rumah yang masih muda dan tampan ini, biarpun amat ramah, namun agaknya terlalu manis sikapnya terhadap Cui Kim. la diam-diam menduga bahwa orang she Yo ini tentulah seorang pe-muda hidung belang, seorang kongcu yang gila akan wanita cantik. Buktinya para pelayannya tadi pun muda-muda cantik-cantik dan lagaknya menarik, membayangkan pendidikan cukup. la takkan heran kalau para pelayan itu pandai bernyanyi, menari dan main musik untuk menghibur hati sang kongcu hidung belang. Oleh karena dugaan ini, Hwat Ki bersikap waspada dan hati-hati.
Siapa tahu, pan-cingan ini pada hakekatnya hanya untuk menjadikan sumoinya yang cukup cantik sebagai korban!
Sikap pemuda she Yo itu makin manis terhadap Cui Kim, selalu tersenyum dan mengajak Cui Kim bercakap-cakap Malah kelancangannya makin menjadi ketika dia bertanya sambil tersenyum manis dan rnengerling tajam.
"Nona, agaknya lebih patut aku me-nyebutmu adik. Aku berani bertaruh bah-wa usia kita sebaya, akan tetapi lebih enak aku menyebut adik. Berapakah usia-tnu tahun ini dan eh.....
betul juga, aku belum mengetahui namamu. Namamu tentu indah, sama manis dengan orangnya.
Muka Cui Kim menjadi merah sekali, sampai ke telinga dan lehernya. Karena sikap yang manis dan pembicaraan yang manis tadi ia sampai lupa akan kewaspadaan dan agak terlalu banyak minum arak. Mungldn inilah yang mernbuat ia sekarang merasa betapa badannya Koleksi Kang Zusi408
Jaka Lola Kho Ping Hoo panas dingin dan jantungnya berdegupan hampir meledak mendengar kata-kata itu.
Biasanya, ia akan marah dan memukul atau sedikitnya memaki orang yang be-rani bersikap begini lancang kepadanya.
Akan tetapi entah mengapa, kali ini ia hanya menundukkan muka dan mulutnya berkata gagap,
"Aku..... namaku..... Bu Cui Kim dan..... dan....."
"Sumoi, tak perlu memperkenalkan diri pada orang yang belum kita ketahui keadaannya!"
tiba-tiba Hwat Ki memotong, lalu menarik bangkunya agak mundur dari meja, menggunakan ujung lengan baju menghapus bibirnya, kemudi-an dia berkata, suaranya tenang dan penuh wibawa,
"Sahabat, kami berdua sudah menerima undanganmu, sudah makan dan minum hidanganmu, semua ini kami lakukan untuk melayanimu sebagaimana lajimnya kebiasaan di dunia kang-ouw. Sebagai orang yang mengundang, berarti kaulah yang mempunyai urusan dengan kami, maka sudah sepatutnya kalau kau yang harus memperkenalkan dirimu kepada kami dan menyatakan secara terus terang apa yang tersembunyi di dalam hatimu terhadap kami."
Begitu rnelihat sikap suhengnya dan mendengar ucapan ini, sadarlah Cui Kim. la pun segera menarik bangkunya menjauhi meja, mukanya masih merah akan tetapi kini pandang matanya berkilat dan penuh curiga!
Pemuda berbaju putih itu tersenyum lebar, sebelum bicara dia menggunakan sehelai saputangan putih bersih menghapus mulutnya. Agak keras dia meng-gosok-gosok bibirnya yang berleporan minyak masakan itu sehingga ketika dia menurunkan saputangan itu, sepasang bibirnya menjadi merah seperti dipulas gincu. Makin tampan wajahnya sehingga kembali Cui Kim harus menekan perasa-an hatinya yang bergelora. Selama hidup-nya baru kali ini Cui Kim mengalami hal seaneh ini melihat seorang pemuda. Akan tetapi, memang pemuda ini luar biasa tampannya!
"Sayang, kalian masih belum percaya bahwa aku mengandung maksud hati yang baik.
Padahal kalau dipikir, kau telah membunuhi belasan orang-orang kami, bahkan kau tadinya tidak mengindahkan undangan kanu. Baiklah aku memperkenalkan diri. Aku adalah keturunan campuran antara bangsamu dan darah Jepang, namaku Yosiko atau boleh diubah menjadi Yo Si Kouw." la tersenyum.
Dengan masih berdiri dan sikapnya angker, Hwat Ki berkata, pandang matanya tajam menyelidik,
Koleksi Kang Zusi409
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Kau bernama Yosiko dan menjadi ketua dari perkumpulan bajak Kipas Hi-tam yang mengganggu keamanan Laut Po-hai dan muara Sungai Kuning. Terus terang saja, kami berdua kakak beradik seperguruan memang bertugas untuk mem-bersihkan daerah ini daripada gangguan bajak! Karena itulah ketika anak buahmu mengganggu, kami bunuh mereka. Nah, sekarang kau mengundang kami, ada ke-perluan apakah?"
Ucapan Hwat Ki ini merupakan tan-tangan langsung. Akan tetpai Yosiko tidak menjadi marah, bahkan tersenyum dan memandang kagum.
"Kau benar gagah berani! Apa kaukira mudah saja membasmi kami" Apa kau berani menghadapi kami yang banyak, sedangkan banyak perwira kerajaan tewas di tangan kami?"
"Orang she Yo, kalau tadi aku sudah berani mengaku terus terang di depanmu, berarti kami tidak takut menghadapi kalian! Akan tetapi karena sikapmu ber-beda dengan bajak-bajak yang kasar, bahkan kau telah mengundang kami dan menjamu sebagai tamu, biarlah kunasihatkan agar kau segera kembali ke tempat asalmu dan jangan melanjutkan pekerjaan kotor menjadi bajak di daerah ini. Aku sudah bicara dan kalau tldak menghargai saranku, baiklah, terpaksa aku melupakan kebaikanmu dan menganggapmu sebagai musuh!"
Yo-kongcu itu tertawa, giginya putih berkilat. "Ah, alangkah gagahnya! Kau tentu she Tan, bukan" Bukankah kau putera dari ketua Lu-liang-pai dan ayahmu bernaroa Tan Sin Lee?"
Hwat Ki tidak menjadi heran. Sebagai seorang kepala bajak, tentu saja kepala bajak muda ini mempunyai banyak kaki tangan dan penyelidik sehingga dapat mengetahui keadaan dirinya.
"Memang aku Tan Hwat Ki dan ayahku bernama Tan Sin Lee ketua dari Lu-liang-pai. Setelah tahu akan hal itu, lebih baik kau menerima saranku, hentikan pembajakan-pembajakan di daerah ini."
"Ahhh, benar dugaanku. Orang sendiri! Eh, Tan Hwat Ki, enak saja kau menyuruh orang menghentikan pekerjaan. Kalau aku tidak mau mundur, bagaimana?"
"Pedangku akan membereskan segalanya!" kata Tan Hwat Ki sambil menepuk gagang pedangnya. la maklum bahwa menghadapi kepala bajak yang aneh dan lihai ini, perlu sikap tegas, karena me-reka berdua sudah berada di sarang harimau.
"Tapi..... tapi aku tidak ingin ber-musuhan denganmu!"
Kini Cui Kim yang inerasa tidak enak kalau diam saja, menjawab. "Kalau tidak ingin bermusuhan, lebih baik menerima saran Suhengku, sebelum teriambat dan pedang kami membasmi kalian!"
"Wah-wah-wah, galaknya!" Yo-kongcu mengeluh. "Tan Hwat Ki, dengarlah sekarang maksud Koleksi Kang Zusi410
Jaka Lola Kho Ping Hoo hatiku. Aku sengaja mengundang kau dan Sumoimu ke sini dengan maksud baik. Ketahuilah bahwa telah lama aku mendengar nama besar jago-jago di daratan, di antaranya jago dari Lu-liang-san. Aku mempunyai seorang adik perempuan yang sedang mencari jodoh, sukarnya, dia menghendaki jodoh seorang pemuda yang dapat mengalahkan aku! Nah, kulihat kau cukup hebat, maka ingin aku mencoba kepandaianmu." Setelah berkata demikian, Yo-kongcu yang aneh ini melolos sehelai sabuk sutera putih dan sebatang pedang yang kecil panjang.
Merah sekali wajah Hwat Ki, juga dia menjadi makin marah. "Ucapanmu tidak karuan, orang she Yo! Siapa sudi me-layani ucapan gila-gilaan itu" Hayo lekas kau memilih, mengundurkan diri dari wilayah ini dengan aman atau harus ma-kan pedangku!"
"Bagus, Tan Hwat Ki, kau majulah. Memang aku hendak menguji kepandaian-mu!" tantang ketua Hek-sin-pang (Perkumpulan Kipas Hitam) itu.
"Suheng, biarkai. aku maju meri^hadapi bajak ini!" tiba-tiba Cui Kim meloncat maju dengan pedang Hek-kim-kiam di tangan.
Pemuda tampan baju putih itu tersenyum, membuat wajahnya menjadi ganteng sekali. "Aha, adik yang manis. Apakah kau juga hendak memasuki sayembara?"
"Apa..... apa maksudmu?"
"Agaknya kau sama dengan adik pe-rempuanku, mencari jodoh dengan menguji kepandaian pemuda yang disukainya. Kau hendak menguji kepandaianku?"
Wajah Cui Kim menjadi merah sekali.
"Setan kau.....!!"
"Sumoi, tunggu! Laki-laki ceriwis ini tak perlu kaulayani, serahkan kepadaku. He, orang she Yo! Kalau kau memang laki-laki sejati, jangan mengganggu wa-nita dengan ueapan kotor.
Hayo kau tandingi pedangku!"
"Srattt!" Tampak sinar berkilauan ketika pemuda dari Lu-liang-san ini mencabut pedang.
Pedangnya pendek saja, akan tetapi pedang ini mengeluarkan cahaya nienyilaokan dan mengandung hawa dingin. Inilah pedang yang terbuat daripada logam putih yang sudah ter-pendam di dalam salju ribuan tahun lamanya, maka diberi nama Swat-cu-kiam (Pedang Mustika Salju). Karena logam putih itu tidak banyak terdapat, maka hanya dapat dibuat menjadi sebatang pedang pendek saja. Logam putih itu didapatkan oleh Tan Sin Lee di puncak gunung yang selalu tertutup salju, dibuat menjadi pedang pendek dan diberikan kepada puteranya.
Koleksi Kang Zusi411
Jaka Lola Kho Ping Hoo Pada saat itu, dari pintu samping melortipat masuk seorang pemuda. Pe-muda ini pendek tegap tubuhnya, ke-lihatan kuat sekali, mukanya agak hitam karena sering terbakar sinar matahari, pakaiannya ringkas dan kepalanya dicukur botak semodel dua orang kakek yang duduk di situ, tangannya memegang pe-dang Samurai dan matanya berkilat-kilat penuh kemarahan.
"Yosiko..... eh, Yo-kongcu, tidak ada laki-laki yahg cukup berharga menandingimu sebelum menangkan Shatoku!"
Yo-kongcu kelihatan kaget dan membentak, "Shatoku, mundur.....!"
"Maaf, dia harus mengalahkan aku lebih dulu!" Setelah berkata demikian, pemuda Jepang yang bernama Shatoku itu menerjang ke depan, ke arah Hwat Ki sambil memekik keras,
"Haaaiiiiittt!"
Pedang samurainya berkelebat bagaikan halilintar menyambar, kuat dan cepat bukan main, jauh lebih kuat dan lebih cepat daripada gerakan samurai di tangan Kamatari. Menyaksikan gerakan ini, Hwat Ki tidak berani memandang ringan. la dapat menduga apa yang terjadi.
Tentu pemuda Jepang yang bernama Shatoku ini seorang yang mencinta atau tergila-gila kepada gadis adik ketua Kipas Hitam dan kini menjadi cemburu. Diam-diam dia mendongkol sekali kepada orang she Yo itu, juga dia marah kepada pemuda Jepang ini yang datang-datang menerjangnya dengan mati-matian. la harus perlihatkan kepandaian. Cepat dia mempergunakan langkah-langkah Kim-tiauw Sin-po (Langkah Ajaib Rajawali Emas) yang dia warisi dari ayahnya. Be-gitu dia mainkan langkah-langkah ini, sinar samurai yang menyambar-nyambar bagaikan halilintar itu selalu mengenai tempat kosong. Pemuda Jepang Shatoku itu menjadi penasaran sekali. Dia seorang yang terkenal paling hebat di antara pemuda bangsanya yang menjadi anggauta Kipas Hitam. Masa sekarang dia tidak mampu merobohkan seorang pemuda kurus yang kelihatan lemah" Samurainya diputar secepatnya dan kini serangannya mengeluarkan bunyi berdesingan di samping menciptakan gulungan sinar yang melibat-libat di sekitar tubuh Hwat Ki.
Setelah mainkan Kim-tiauw Sin-po sampai tiga puluh jurus sambil memperhatikan gerakan lawan, tahulah sekarang Hwat Ki rahasia dan kelemahan ilmu silat pedang lawannya yang aneh itu. Hmu pedang itu hanya mengandalkan tenaga dan kecepatan, tanpa ada variasi atau kembangan, juga tenaga yang di-andalkannya hanya tenaga kasar. Memang harus diakui amat cepat dan andaikata dia tidak mempunyai Ilmu Kim-tiauw Sin-po, agaknya serangan kalang-kabut seperti hujan badai itu sedikitnya akan membuat dia gugup dan kacau. Setelah mempelajari gerakan lawan, tiba-tiba Hwat Ki mengeluarkan seruan nyaring, tubuhnya berkelebat dan bagi pandangan Shatoku, tiba-tiba lawannya lenyap dari pandangan matanya. Kemudian dia mendengar angin di belakangnya, cepat sa-murainya dia kelebatkan ke belakang. Namun hanya mengenai angin belaka dan tahu-tahu, sebelum dia Koleksi Kang Zusi412
Jaka Lola Kho Ping Hoo sempat menjaga karena tidak tahu lawan menyerang dari mana, Shatoku merasa betapa dadanya dimasuki sesuatu yang amat dingin sehingga membuat dia menggigil. Samurai-nya terlepas dari tangan, dia terhuyung-huyung lalu roboh miring. Dari dadanya mengucur keluar darah karena dada itu sudah ditebusi pedang Swat-cu-kiam!
"Yosiko....." bibirnya berbisik sedangkan matanya yang sudah mulai pudar sinarnya itu ditujukan ke arah ketua Kipas Hitam.
Orang she Yo itu membuang muka dan berkata, "Salahmu sendiri, Shatoku. Kau tidak tahu diri, seperti si cebol merindukan bulan. Matilah dengann tenang, kau roboh di tangan seorang pendekar gagah!"
Mata Shatoku tertutup dan matilah pemuda Jepang itu. Atas isyarat Yo-kongcu, empat orang laki-laki muncul dan membawa pergi jenazah itu, sedangkan para pelayan wanita cepat membersihkan sisa-sisa darah di lantai dengan kain dan air. Cepat pekerjaan ini dan sebentar saja keadaan sudah bersih kem-bali seperti semula.
"Tan Hwat Ki, kepandaianmu cukup untuk menandingi aku. Hayo majulah!" Yo-kongcu berseru, pedangnya tegak lurus ke atas di depan keningnya, sabuk sutera putih di tangan kiri digulung. Gaya kuda-kuda ini indah dipandang, akan tetapi juga aneh dan asing.
"Orang she Yo, sekali lagi kunasihatkan supaya kau mundur dan menarik semua bajak dari daerah ini, kembali ke tempat asalmu. Contohnya orangmu tadi, terpaksa kurobohkan karena secara ku-rang ajar dia menyerangku tanpa sebab. Aku sungguh tidak ingin membunuh orang yang baru saja menjamu kami."
"Tak perlu banyak cakap lagi, Tan Hwat Ki. Kalau kau dapat menangkan aku, kau akan menjadi jodoh adikku, kalau tidak, terpaksa kami memberi hukuman atas kelancanganmu membunuh banyak orang anggauta Kipas Hitam."
"Bagus, kaulihat baik-baik pedangku!" Hwat Ki segera menikam dengan jurus Kim-tiauw-liak-sui (Rajawali Emas Sambar Air). Mula-mula jurus ini digerakkan dengan lambat, akan tetapi secara men-dadak berubah cepat dan dahsyat sekali, yang dijadikan sasaran sekaligus adalah tiga tempat, yaitu tenggorokan, ulu hati dan pusar! Ujung pedang tergetar men-jadi tiga, biarpun menusuk secara ber-turut-turut, namun saking cepatnya se-akan-akan merupakan tiga batang pedang menusuk sekaligus.
"Bagus!" Yo-kongcu memuji dalam bahasa Jepang, dan sepasang kakinya dengan cekatan melangkah ke samping dan sekaligus terhindarlah dia daripada pedang lawan.
"Ehhh.....!!" Hwat Ki berseru kaget melihat cara lawannya menghindarkan diri dan cepat dia menerjang lagi bertubi-tubi dengan tiga jurus dirangkai sekaligus tanpa niemberi kesempatan lawan balas menyerang. Pancingannya berhasil karena Yo-kongcu melanjutkan Koleksi Kang Zusi413
Jaka Lola Kho Ping Hoo langkah-langkah-nya untuk menghindar. Lincah sekali gerakannya dan tiga jurus yang dilancarkan dengan cepat ini dapat dihindarkan dengan baik.
"Tahan!" teriak Hwat Ki yang tak dapat menahan keheranan hatinya lagi. "Orang she Yo, dari mana kau mencuri langkah-langkah ajaib dari Kim-tiauw-kun?"
Yo-kongcu tertawa mengejek, mempermainkan sabuk sutera putih di tangar kirinya. "Tan Hwat Ki, apa kaukira hanya engkau sendiri yang mampu mainkan langkah Kim-tiauw-kun"
Ihhh, kau terlampau memandang rendah kepadaku. Lihat serangahku!" Dengan cepat sekali sesosok sinar putih menyambar ke arah Hwat Ki. Pemuda ini mengenal sinar putih yang siang tadi telah merampas pedang Hek-kim-kiam dari tangan sumoinya. la tidak menjadi gentar, lalu memutar tangan kirinya dan mendorong ke depan.
"Plakkk!" Ujung sinar putih atau lebih tepat ujung sabuk sutera putih itu ter-pental kembali ketika bertemu dengan tangan kiri Hwat Ki yang ketika didorongkan mengeluarkan cahaya kehijauan itu. Kagetlah Yo-kongcu. Pukulan tangan kiri Hwat Ki tadi jelas adalah pukulan jarak jauh yang luar biasa sekali. Me-mang sesungguhnya demikianlah. Hanya satu macam ilmu pukulan jarak jauh di dunia ini yang dilakukannya dengan cara memutar-mutar lengan kiri seperti itu, yaitu Ilmu Pukulan Ching-tok-ciang (Tangan Racun Hijau)! Ilmu Pukulan Ching-tok-ciang ini diwarisi oleh Hwat Ki dari ayahnya, karena ilmu ini merupakan peninggalan neneknya, ibu dari Tan, Sin Lee. Karena ilmu yang sifatnya ganas dan liar, lebih tepat dipergunakan oleh golongan hitam, maka Tan Sin Lee tidak mengajarkannya kepada murid-muridnya yang lain kecuali kepada putera tunggal-nya, dengan pesan agar ilmu ini jangan dipergunakan kalau tidak perlu. Biarpun ilinu ini merupakan ilmu ganas, namun karena merupakan peninggalan ibunya, terpaksa dia wariskan kepada puteranya.
Akan tetapi pemuda she Yo yang tangkas itu hanya sebentar saja terkejut karena selain dia segera dapat mengatasi kekagetannya, juga pedangnya kini sudah menerjang dengan gerakan yang amat ganas dan cepat. Jauh bedanya sifat gerakan pedangnya kalau dibandingkan dengan gerakan samurai di tangan Shato-ku pemuda 'Jepang tadi. Gerakan samurai itu cepat bertenaga, akan tetapi tenaga-nya adalah tenaga kasar sedangkan ke-cepatannya wajar, berbeda dengan ilmu silat pedang yang lebih banyak mengan-dalkan kecepatan ginkang, tenaga dalam dan gerak-gerak tipu dan pancingan-pancingan yang berbahaya.
Hwat Ki menjadi heran dan kagum juga. Pemuda Jepang darah campuran ini ternyata memiliki ilmu pedang yang he-bat dan aneh sekali, karena gerakan-gerakannya biarpun masih jelas nierupa-kan ilmu pedang yang pilihan, juga tercampur gerakan silat Jepang.
Ginkangnya cukup tinggi, tenaga sinkangnya juga amat kuat, sedangkan pedang di tangannya itu pun terbuat daripada bahan baja pilihan karena setiap kali bertemu de-ngan Koleksi Kang Zusi414
Jaka Lola Kho Ping Hoo Swat-cu-kiam di tangannya, menge-luarkan warna seperti perak dan mem-punyai tenaga getaran tanda logam pu-saka. Selain ini, pemuda peranakan Je-pang itu benar-benar lincah sekali meng-gunakan langkah-langkah bersumber Kim-tiauw-kun. la pernah mendengar dari ayahnya bahwa Kim-tiauw-kun merupakan sumber banyak macam ilniu langkah ajaib, di antaranya yang paling hebat adalah Si-cap-it Sin-po dan yang ke dua adalah Ilmu Langkah Hui-thian-jip-te (Terbang di Langit Masuk ke Bumi). Berbeda dengan Si-cap-it Sin-po yang mempunyai empat puluh satu langkah, Hui-thian-jip-te mem-punyai dua puluh empat langkah. Agaknya, pemuda she Yo ini menggunakan Hui-thian-jip-te karena langkah-langkah-nya tidak terlalu banyak macamnya na-mun cukup untuk menghindarkan diri daripada serangan-serangan berbahaya. Yang lebih berbahaya adalah sabuk sutera putih ini berkelebatan menjadi gulungan sinar putih yang menyilaukan mata, kadang-kadang bergulung-gulung menjadi lingkaran-lingkaran besar kecil yang selain dipergunakan untuk menotok jalan darah lawan, juga suka dipergunakan untuk berusaha melibat pedang lawan dan merampasnya.
Namun Tan Hwat Ki tidak selemah sumoinya. nmu pedangnya mantep, gerakannya penuh tenaga dalam, sikapnya tenang dan pertahanannya kokoh kuat. Sama sekali sabuk sutera putih itu tidak membikin hatinya gugup, malah perlahan-lahan dengan dorongan-dorongan Ching-tok-ciang serta tekanan pedang Swat-cu-kiam di tangan kanan, dia mulai mendesak lawannya setelah pertandingan berlangsung seratus jurus lebih dengan amat serunya.
Tiga orang tua yang masih duduk menghadapi meja, juga Bu Cui Kim, memandang penuh kekaguman. Diam-diam Cui Kim makin kagum terhadap pemuda Jepang yang tampan sekali itu. Tadinya ia menganggap bahwa di antara semua pemuda di dunia ini, sukariah mencari tandingan suhengnya yang me-miliki kepandaian luar biasa.Siapa kira, kini pemuda peranakan Jepang yang tampan sekali itu mampu menandingi Hwat Ki sampai seratus jurus lebih dalam pertandingan yang seru dan seimbang. Hatinya makin kagum dan ia memandang penuh perhatian. Setelah melihat betapa perlahan-lahan pemuda peranakan Jepang itu mulai terdesak oleh lingkaran-lingkaran sinar pedang suhengnya, diam-diam ia menaruh kekhawatiran kalau-kalau kakak seperguruan itu akan menurunkan tangan besi dan membunuh si pemuda Jepang seperti yang dilakukannya terhadap Sha-toku pemuda Jepang tadi.
Memang Hwat Ki tidak mau memberi kesempatan lagi kepada Yosiko. la pikip lebih baik melenyapkan ketua Kipas Hi-tam ini karena kalau ketuanya sudah tewas, tentu akan lebih mudah mem-basmi gerombolan bajak laut yang meng-ganggu keamanan wilayah Po-hai.
Maka dia makin hebat mendesak dengan jurus-jurus pilihan dari ilmu pedangnya.
Adapun Yo-kongcu yang terdesak itu, berkali-kali mengeluarkan seruan kagum atas ilmu kepandaian lawan. la tidak, kelihatan gelisah, biarpun terdesak dan tertekan, seruan-seruan kagum dari mulutnya mengandung kegembiraan.
"Hebat, kau patut menjadi jodohnya...." demikian berkali-kali dia berseru. "Ilmu pedangmu Koleksi Kang Zusi415
Jaka Lola Kho Ping Hoo hebat!" "Tidak usah banyak cakap, bersiaplah untuk mampus!" Hwat Ki membentak dan pedangnya menyambar-nyambar seperti tangan maut mencari korban.
Mendadak dia mendengar suara Cui Kim berseru keras, "Suheng, celaka..... kita tertipu.....!"
Hwat Ki kaget dan menengok. Ternyata adik seperguruannya itu terhuyung-huyung lalu roboh pingsan di atas lantai! la tidak tahu apa yang terjadi atas diri sumoinya, cepat dia meloncat ke arah adik seperguruannya itu, akan tetapi mendadak dia merasakan kepalanya pening, pandang matanya berkunang-kunang. Tahulah dia sekarang. la, seperti juga sumoinya, terkena racun! Agaknya tadi karena dia bertanding dan mengerahkan sinkang, racun itu tidak begitu terasa olehnya, apalagi memang sinkang yang dimiliki sumoinya tidak sekuat sinkangnya. Dengan penuh kemarahan Hwat Ki menengok. Dilihatnya Yosiko atau Yo-kongcu (tuan muda Yo) itu tersenyum, berdiri memandang kepadanya seperti orang mengejek.
"Keparat! Kau..... curang! Kau meracuni kami.....!" Hwat Ki menguatkan diri dan memaki.
Senyum itu melebar, akan tetapi kini pandangan mata Hwat Ki sudah remang-remang kurang jelas, hanya kelihatan gigi putih berkilat, kemudian terdengar suara pemuda Jepang kepala bajak itu berkata, terdengar oleh telinganya seperti suara yang datang dari jauh sekali,
"Tan Hwat Ki, kau belum mengenal kelihaian Kipas Hitam. Kalau kau kalah bertanding denganku, kau dan adikmu tentu sudah mati sekarang. Akan tetapi kalau menang, kau dan adikmu harus menjadi tawananku. Jangan khawatir, kami takkan membunuh kalian, racun itu hanya beberapa menit saja membuat kalian pingsan....." Apa yang diucapkan selanjutnya, tak terdengar lagi oleh Hwat Ki yang sudah roboh pingsan di samping adik seperguruannya.
Kisah Para Pendekar Pulau Es 10 Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Pedang Berkarat Pena Beraksara 8
^