Juragan Tamak Negeri Malaya 1
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat Bagian 1
SATU RUMAH MAKAN di salah satu sudut kota Kuala
Lumpur itu penuh dengan tamu yang jajan. Rumah
makan itu bersih. Letaknya di tepi jalan raya. Dan di samping itu juga terkenal, masakannya bisa menggoyang lidah. Maka tidak mengherankan apabila rumah makan itu selalu penuh dengan tamu.
Seorang pemuda yang tampak asing masuk ke rumah
makan itu. Ia berpenampilan sederhana, maka tidak begitu menarik perhatian orang. Meskipun begitu seorang pelayan dengan ramah sudah menghampiri. Pelayan itu memper-silakan pemuda ini mencari tempat yang enak. Lalu si
pemuda memilih duduk di sudut. Pilihannya justru tepat.
Dengan begitu, si pemuda dapat melihat lalu lalang para tamu.
Pelayan itu dengan ramah menanyakan apa yang di-
pesan. Dan si pemuda memilih jajanan dan minuman yang murah harganya. Tampaknya pemuda ini berhati-hati
dalam membelanjakan uangnya.
Rumah makan ini hampir penuh tamu. Baik lelaki mau-
pun perempuan. Bagi tamu yang berpasangan disediakan
tempat tersendiri, mestinya dengan maksud, supaya tamu itu bisa nikmat dan merasa aman.
Sementara tamu masih menunggu pesanan. Sebagai-
mana yang lain sedang menikmati yang dipesan. Malah
ada yang makan sanbil tertawa-tawa, dan ada pula yang makan sambil bercanda.
Pemuda yang tampaknya asing itu berdiam diri. Tetapi
kemudian perhatiannya tertarik ke meja sebelah kanan. Di meja itu duduk lima lelaki sedang makan. Dari cara makannya, tampak mereka ini terdiri dari orang-orang kasar.
Buktinya mulutnya bersuara saat mengunyah makanan.
Dan di samping itu, mereka pun kasak-kusuk bicara
tentang wanita. Mereka asyik sekali.
Yang keterlaluan, mereka membicarakan bentuk tubuh
perempuan. Lalu mereka kaitkan dengan masalah seks.
Dan kalau hati merasa senang ketawa mereka keras
sekali. Mau tak mau, mengganggu tamu lain.
Lelaki yang paling muda melirik ke arah si koki. Tiba-tiba ia bertanya, "Lalu, bagaimanakah dengan bentuk tubuh seperti si koki itu?"
Bentuk tubuh koki itu memang tidak karuan. Sudah
tubuhnya pendek, gemuk sekali. Dan saking gemuknya
koki itu seperti bola. Dari kaki sampai tubuh serba besar.
Malah celakanya pula, justru kulit si koki itu hitam.
Bentuknya memang lucu. Perutnya besar sekali seperti
sedang hamil hingga tidak berpinggang lagi. Gerakannya menjadi lamban. Itu dagunya berlipat-lipat. Kepala dengan pundak seperti tanpa leher. Pipinya gembung dan jari
tangannya saja seperti pisang.
Lelaki yang paling tua di antara mereka sudah beruban.
Lelaki ini menyeringai. Katanya kemudian, "Karena kegemukan, ya tentu saja serba lebih dari ukuran. Besar!
Sebaliknya tentu saja juga terlalu empuk. Ha-ha-ha-ha, kau tentu pingsan ditindih oleh koki itu."
Jawaban yang blak-blakan ini memancing gelak ketawa
yang lain. Mereka terus asyik bicara yang kotor. Hal ini menyebabkan si pemuda sederhana itu merasa tidak enak sendiri. Mau pindah tempat sudah ketanggungan. Dan mau tidak mau, telinganya terus saja mendengar pembicaraan mereka itu.
Tak lama kemudian datang juga pesanan yang ia
tunggu. Lalu pemuda ini pun mulai menyantap.
"Petunjukmu berharga sekali bagi diriku yang masih muda," yang paling muda berkata. "Aha, bukankah sore nanti kita akan menerima upah dari kerja berat kita"
Begitu menerima bagianku, aku akan langsung saja tancap gas. Akan ke rumah perempuan yang tadi sudah Paman
ceritakan. Heh-heh-heh-heh, aku akan puas."
"Kenapa tidak kau kembalikan saja kepada juragan"
Lalu kau memilih salah seorang anak buahnya?" pancing temannya.
"Kau ini mimpi ataukah sudah gila?" sahut yang muda.
"Persediaan di tempat juragan toh bukan ukuranku. Tapi ukuran orang berduit. Jangan melamun yang tidak-tidak."
"Kau benar!" ujar si tua. "Harga perempuan di tempat juragan kita selangit. Untuk satu malam saja, bayarannya bisa untuk hidup kita sekeluarga dua bulan."
Lalu mereka ketawa terkekeh-kekeh senang.
Tiba-tiba lelaki yang umurnya kira-kira tiga puluh tahun, lalu berkata, "Hemm, jika kita bicara tentang perempuan, huwaduh, aku hampir pingsan oleh kecantikan gadis yang berhasil kita culik tadi. Pantas juragan pesan kepada kita jangan sampai gagal. Ternyata gadis Cina itu elok bukan main. Sudah kulitnya putih halus, rambutnya harum.
Ahhh..... jantungku hampir copot....."
"Kenapa?" tanya yang paling muda.
"Bagaimana tidak" Aku harus membelenggu kaki itu.
Kaki itu aduhh.....mati aku! Lumar dan halus sekali seperti beludru. Hemm, kalau saja kau tidak takut kepada juragan, hem, aku sanggup menebus dengan nyawa ini, mendapat
kesempatan satu malam saja."
"Hush!" yang paling tua menghardik. "Bicara jangan melantur tidak keruan. Untuk apa kau bicara seperti itu"
Yang terpenting bagi kita toh uang. Dan dengan uang,
kebutuhan ke luarga kita tecukupi. Main perempuan itu hanya hak dari mereka yang punya duit. Orang-orang
seperti kita, cukup dengan jakun yang naik turun. Kepengin memang, tetapi uang sayang?".
Mereka tertawa lagi.
Lelaki yang pipinya codet sejak tadi hanya menyerbu
makanan. Namun sekarang orang itu membuka mulut.
"Bicara tentang gadis Cina tadi, memang aku sendiri jadi dag dig dug. Cantik luar biasa. Baru kali ini aku melihat perempuan cantik yang tanpa cela. Cuma sayang, liar.
Tanpa menggunakan akal, apakah kita bisa menangkap
dia?" "Tapi aku heran juga," yang muda bicara lagi. "Lalu kapankah juragan kita melihat gadis itu" Tempatnya saja cukup jauh. Kenapa bisa tahu?"
"Itulah keliahaian dia, juragan kita," si tua berkata. "Dan justru oleh kelihaian dia itu, maka juragan kita jadi terkenal. Orang-orang berduit banyak yang pesan. Sesudah beberapa hari di sini guna melayani langganan, biasanya lalu dikirm ke Singapur dan Muangthai (sekarang
Thailand)."
"Ahh....jadi...." si muda kaget dan heran.
"Memang hubungan juragan kita itu luas sekali!" si tua menerangkan. "Jaringannya rapi, dan lagi persediaan
selalu cantik."
"Tak heran jika juragan kita selalu sukses!!" si codet berkata. "Uang itu kuasa. Orang tuanya dia pengaruhi dengan uang. Tapi jika gagal tidak kurang cara. Heh-heh-heh-heh, itulah bagian kita. Ayahnya kita bereskan,
gadisnya kita culik!"
Agak kaget juga si pemuda mendengar ucapan si codet
ini. Ayahnya dibereskan, gadisnya diculik. Bukan main!
Tanyanya dalam hati, "Apakah lima lelaki itu sudah jagoan"
Ahh, tentu mereka ini sakti dan tidak dapat dianggap
enteng. Mereka di rumah makan saja berani mengumbar
mulut seperti itu."
"Sudah, sudah. Kamu jangan banyak mulut lagi!" si tua mencegah. "Pendeknya yang penting, kita ini dapat pekerjaan dan dapat uang cukup. Maka merupakan
kewajiban kita untuk memberi laporan kepada juragan, jika kita melihat perempuan cantik. Dengan begitu, juragan kita tetap banyak langganan, dan kita pun makan kenyang."
"Paman benar. Juragan kita Jalidun Amin itu harus selalu mendapat setoran perempuan cantik!" yang agak muda mendukung.
Diam-diam pemuda yang duduk di sudut itu penasaran.
Namun karena pemuda ini merasa sebagai orang asing di Malaya (sekarang Malaysia) ini, maka iapun bersikap hati-hati. Ia tidak boleh sembrono jika tidak ingin mati di negeri orang.
Siapakah pemuda sederhana di sudut rumah makan
ini" Tidak lain adalah pemuda yang sudah kita kenal.
Dialah jago muda kita, Jaka Temon. Pemuda yang selalu siap memusuhi orang-orang jahat. Di mana pun ia berada, ia tidak bisa kompromi dengan orang-orang yang berbuat jahat. Apalagi seperti yang dilakukan orang ini, menculik gadis.
Pendeknya ia akan campur tangan.Timbullah pikiran-
nya untuk bisa menolong Amoy yang diculik orang ini. Maka kemudian Jaka Temon memperlambat kunyahan mulut. Ia
bermaksud, makanan dan minuman selesai ia santap,
bersama dengan lima orang itu meninggalkan rumah
makan ini. Ia ingin membayangi, dan apabila waktunya tiba akan bertindak.
Sesungguhnya memang, jika manusia ini hanya
mengumbar nafsu! Akibatnya bisa mengubah watak
manusia itu menjadi tidak manusiawi. Bisa menjadi kejam melebihi binatang buas. Manusia bisa hilang rasa malu.
Dan tidak lagi mempunyai rasa kasih sayang terhadap
sesama hidup. Karena yang selalu terpikir adalah
keuntungan diri. Hanya memikirkan keperluan sendiri.
Orang bernama Jalidun Amin ini pun gambaran orang
yang tidak manusiawi, dan diperkuda nafsu. Nafsu serakah untuk memperoleh uang dengan gampang. Nafsu tamak
untuk mengumpulkan kekayaan di atas derita orang lain.
Umurnya masih muda. Baru sekitar tiga puluh lima
tahun. Jalidun Amin ini lihai dalam menangani usahanya. Ia sering pergi ke desa-desa yang penduduknya hidup miskin.
Ia membeli gadis-gadis orang yang parasnya cantik atau lumayan. Atau juga ke kampung-kampung nelayan, ia
membujuk orang tuanya. Dan oleh pengaruh uang, biasa-
nya orang miskin ini lalu menyerahkan anak, keponakan atau juga adik.
Gadis-gadis hasil pembelian ini, kemudian di jual lagi.
Gadis-gadis ini diangkut ke Singapur dan juga ke
Muangthai (sekarang Thailand). Di tangan juragan ini, perempuan yang tadi dibeli dengan harga murah dijual
dengan harga tinggi.
Ia juga mempunyai kaki tangan yang jumlahnya cukup
banyak. Mereka terdiri dari orang-orang kasar, kejam dan ganas. Mereka menculik. Dan jika perlu membunuh pula.
sebagian dan kaki tangan itu lima orang ini.
Dan berdagang budak belian ini kemudian berkembang
menjadi juragan dadah (ganja, mariyuana) dan perempuan sebagai budak nafsu. Gadis-gadis yang cantik dipaksa
menjadi pelacur. Baik di negeri Malaya sendiri, maupun dikirim ke negeri tetangga.
Sesungguhnya, raja-raja yang berkuasa di negeri ini
mengetrapkan hukum dengan keras. Pedagang dadah, jika terbukti dihukum gantung. Demikian pula pedagang budak belian, dan mengusahakan pelacuran. Namun celakanya
alat-alat kerajaan itu sendiri yang menyeleweng tersuap oleh uang maupun yang lain. Hingga usaha Jalidun Amin ini aman. Dan juragan ini aman saja menikmati hasil
perdagangan yang haram.
Dan lima orang kaki tangan juragan ini masih asyik saja makan sambil bicara. Masakan yang mereka pesan
memang banyak dan memenuhi meja. Lima orang ini kuat
nafsu makannya.
Kekuatan makan mereka ini membuat Jaka Temon
gelisah sendiri. Perutnya sudah kenyang. Tidak mungkin ia pesan makanan lagi. Sebaliknya iika dirinya duduk di
tempat ini tanpa pesan apa-apa lagi, ia merasa tidak enak sendiri. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu di luar saja.
Jago muda kita ini lalu membayar harga makanan
maupun minuman yang sudah masuk perut. Lalu ia berdiri di bawah pohon di tepi jalan. Perhatiannya tidak pernah lepas ke arah pintu rumah makan.
Tidak usah lama jago muda kita ini menunggu. Lima
orang itu keluar rumah makan berbareng. Sambil
melangkah mereka terus aja bicara. Mereka tidak sadar sama sekali di bayangi orang.
Melihat gerak kaki mereka, Jaka Temon segera dapat
mengukur diri. Dari lima orang itu, ternyata hanya seorang saja memiliki ilmu lumayan tinggi. Langkahnya ringan dan tentu juga berbahaya.
Pemuda itu mempertajam pendengaran. Dari
pembicaraan mereka, memang akan ke rumah Jalidun
Amin. Maksud mereka untuk minta upah bagi hasil kerja mereka.
Mendengar itu pemuda kita tersenyum. Ia gembira
sekali akan bisa datang ke rumah itu, tanpa harus mencari.
Tujuannya tidak lain akan mengacau rumah itu.
Pada mulanya terpikir untuk memberi laporan kepada
petugas raja. Namun tiba-tiba pemuda ini menjadi khawatir sendiri kalau alat kerajaan itu tidak bekerja sebagaimana mestinya. Siapa tahu kalau mereka sudah menerima suap"
Dan akibatnya, dirinya sendiri malah terjebak. Apalagi dirinya toh orang asing. Mana petugas raja itu dengan gampang mau percaya laporannya" Daripada ambil resiko, lebih baik bekerja seorang diri.
*** DUA UMAH Jalidun Amin letaknya di tepi kota. Yang
tampak hanyalah tembok pekarangan cukup tinggi.
R Pagar tembok itu berpintu gerbang lebar dan kuat.
Dan pintu gerbang itu tertutup. Di luar pintu gerbang terdapat bangunan kecil. Tempat para penjaga pintu
gerbang. Tampak empat penjaga bersenjata api dan
pedang. Penjaga itu nampak gagah dan garang.
Lima orang yang ia bayangi sudah tidak tampak lagi.
Jago muda kita ini berhati-hati, jika gerak-geriknya
diketahui, alamat gagallah usahanya.
Hati jago muda kita ini lega, sampai ke tujuan. Sayang sekali matahari masih bersinar. Tidak mungkin dirinya dapat masuk dengan aman. Maka mau tak mau dirinya
harus menunggu sesudah matahari silam.
Rumah ini memang khusus sebagai tempat tinggal
juragan Jalidun Amin. Tempat diselenggarakan pelacuran secara gelap di tempat lain.
Memang merupakan hal yang kebetulan bagi Jaka
Temon. Kecantikan Amoy yang berhasil diculik itu,
mempesona Jalidun Amin. Juragan ini merasa sayang,
kalau gadis Cina itu langsung dijual. Juragan ini justru memberi upah dua kali lipat kepada kaki tangannya. Sebab disamping tempatnya jauh, juga berbahaya.
Jalidun Amin bukan juragan bodoh. Ia justru amat
cerdik dalam bidang usahanya. Ia memang tahu, harga
gadis Cina ini tinggi sekali jika masih suci. Namun juragan ini merasa sayang jika tidak meniduri beberapa hari. Ia tidak khawatir rugi. Gadis itu masih kuat daya tariknya dan akan diperebutkan langganan. Keuntungan yang banyak
pun sudah terbayang di depan matanya. Dan dengan
begitu, akan bertambah bertumpuk kekayaannya.
Ketika matahari mulai silam di barat, Jaka Temon tidak sabar lagi. Tanpa kesulitan pemuda kita ini sudah berhasil melompati tembok tinggi. Akan tetapi ia bersikap hati-hati.
Begitu di atas tembok ia tiarap. Dan dari tempat ini ia dapat memandang ke arah rumah bagian depan.
Rumah bagian depan ini luas, indah dan terang
benderang. Lima lelaki yang di rumah makan tadi tampak duduk di lantai sambil kasak-kusuk. Sedang di pintu
gerbang bagian dalam, belasan penjaga siap menjaga
keamanan. Rumah juragan Jalidun Amin ini memang tidak mau
kalah dengan rumah kerabat raja.
Bagus dan indah. Jaka Temon berdecak kagum juga.
Jika juragan ini tidak jahat, alangkah bahagianya hidup bergelimang dengan harta kekayaan.
Bahagia" Apakah kebahagiaan itu bisa diukur dengan
kekayaan dan harta benda" Tidak! Kebahagiaan tidak bisa diukur dengan keadaan lahiriah. Kebahagiaan adalah
urusan batin manusia. Hanya orang-orang yang jiwanya
tenang, sabar, takwa kepada Tuhan, saling pengertian
antara suami istri, akan hidup bahagia. Orang-orang yang tidak bisa mensyukuri nikmat Tuhan, harta benda itu justru menjadi bencana.
Dan si jago muda kita itu, setelah beberapa jenak tiarap di atas tembok, sudah berkelebat meloncat ke atap rumah. Gerakannya ringan tidak bedanya kucing. Ia lalu memperhatikan sekeliling sambil mempertajam
pendengaran. Mendadak pemuda ini kaget. Dari arah
rumah yang terpisah di bagian belakang, ia mendengar
suara tangis perempuan. Lalu dalam hatinya bertanya,
benarkah perempuan yang menangis itu, gadis Cina yang belum lama diculik"
Pemuda ini cepat pula bergerak ke sana. Lalu ia
menempatkan diri di sudut, dan mengintip ke dalam.
Gadis itu tubuhnya ramping, wajah bulat telor, dengan hidung sedikit mancung. Alis yang agak tebal menaungi mata yang sipit tetapi sedap dipandang. Sepasang bibir yang merah ranum dan tipis menambah indah. Bibir itu
kemudian membentuk sebuah mulut yang mempesona.
Tidak mungil tetapi juga tidak lebar. Kulitnya putih mulus seperti sutera. Rambutnya hitarn dan lebat. Namun
sekarang rambut itu kusut dan awut-awutan.
Dan pakaian gadis itu indah juga, dari bahan sutera.
Menjadi jelas gadis ini bukan dari keluarga sembarangan.
Mungkin juga malah anak orang berkecukupan.
Tetapi pakaian itu sekarang sudah kusut. Gadis itu duduk bersimpuh di lantai. Dua tangannya lalu sibuk
menyeka air mata yang terus bercucuran. Tetapi sayangnya air mata itu membanjir terus. Lengan baju gadis itu sudah basah.
Dua perempuan setengah baya duduk di depan gadis
itu. Mereka ini memang kaki tangan Jalidun Amin. Dua
perempuan ini tukang bujuk. Dan sekarang dua
perempuan ini sedang membujuk agar gadis itu
menghentikan tangisnya.
"Nona," ujar salah seorang, "juragan kami adalah seorang lelaki gagah, tampan dan kaya raya. Jika Nona menurut, Nona akan bahagia. Percayalah! Kebahagiaanmu takkan kalah dibanding selir raja manpun selir pangeran di negeri ini. Sayang diriku sendiri ini sudah terlanjur peyot termakan umur. Celakanya pula sejak muda aku memang
tidak beruntung. Aku bukan cantik. Kalau diriku cantik seperti kau, peristiwa ini tentu kusambut dengan tertawa renyah dan bibir tersenyum."
Yang lain ikut membujuk. Katanya, "Siapakah yang tidak tahu, juragan kami selalu menjadi rebutan
perempuan cantik" Jika Nona terpilih, ini tandanya Nona beruntung. Nona, sudahlah! Tak ada gunanya menangis
terus. Lebih baik Nona sekarang berhias diri secantik-cantiknya. Jika kau dapat membuat juragan gembira,
percayalah! Apa pun yang kau minta akan diberikan. Emas, berlian, permata, jangan khawatir."
"Sudah, sudah....jangan membujuk terus.... hu.. hu"
huuuu"..!" teriak gadis cantik itu di tengah tangisnya.
"Kendati kau bujuk dengan cara apa pun, aku tidak sudi.
Tidak sudi, kau dengar" Huh, juraganmu itu adalah
bangsat busuk! Jika memang bermaksud baik, kenapa
tidak berterus terang kepada orang tuaku dan meminang"
Kenapa malah menculik aku....." Hu... hu". huuuu.... ibu....
ayah.... tolonglah... aku...!"
Perasaan Jaka Temon tergetar dan haru mendengar
ratap gadis itu. Ratap itu menimbulkan perasaan iba.
Dalam hati pemuda ini bertanya, apakah orang tuanya
tahu, anaknya telah diculik juragan Jalidun"
Untuk beberapa saat dua perempuan itu saling
pandang. Tetapi dari kilatan mata dua perempuan ini,
tampak sudah jengkel. Usaha mereka membujuk sudah
cukup lama. Sejak matahari belum tenggelam. Tetapi toh tidak juga berhasil. Padahal mereka adalah ahli dalam soal bujuk-membujuk. Upah yang mereka terirna dari juragan Jalidun hanya khusus hasil bujuk-membujuk ini. Namun
sekarang, kenapa gagal" Gadis ini sekeras batu. Segala cara tidak juga menggerakkan hati si gadis.
Salah seorang lalu mengancam, "Nona, apakah kau
tetap keras kepala dan tidak mau mendengar nasehat
kami?" "Huh, nasehat" Kamu perempuan busuk. Tukang
bujuk...." jawab gadis ini di tengah tangisnya.
Sepasang mata perempuan itu menyala disebut
perempuan busuk. Ia terhina dan marah. Hardiknya, "Apa kau bilang" Huh, kuremuk mulutmu jika berani lancang
mulut!" Perempuan ini mendelik. Giginya gemeretuk. Ia sudah
tidak kuasa menahan sabarnya lagi.
Tetapi untung ketika tangan perempuan itu akan
bergerak, perempuan yang lain cepat menampar tangan itu dan mencegah, "Kau jangan lancang! Tugas kita hanya memberi nasehat. Tidak lebih! Jika kau salah tangan, apa akibatnya" Kau sendiri yang celaka!"
Perempuan itu tereekat. Ia merasa beruntung belum
lancang tangan. Dan diam-diam ia berterima kasih atas peringatan ini. Akibatnya bisa hebat. Bukan saja harapan upah gagal diterima, malah tendangan, pukulan dan
siksaan kejam akan menerpa tubuhnya. Tidak seorang pun sanggup menolong dirinya. Bisa jadi tubuhnya babak belur, dan ia malu. Karena tangan juragan akan menelanjangi.
"Sudahlah, kita menyerah saja!" ujar perempuan itu.
"Kita sudah berusaha tetapi tidak berhasil. Sebaiknya kita lapor juragan."
Gadis itu terus menangis tersedu-sedu. Kelopak matanya sudah membengkak. Dan sepasang mata yang
sipit itu sekarang tambah sipit. Tetapi air mata itu tidak juga kunjung berhenti. Air mata itu terus membasahi pipi yang putih, halus dan montok.
Melihat keadaan gadis itu, jago muda kita iba. Ia sudah akan melompat turun dan menolong. Namun sebelum
melompat, tiba-tiba mempunyai pikiran lain.
"Hemm, jika aku hanya menyelamatkan gadis ini dan tidak menindak Jalidun, namanya setengah-setengah,"
katanya dalam hati. "Aku harus menindak Jalidun Amin.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang seperti ini jika kubiarkan hidup akan merusak dunia.
Karena wanita-wanita cantik akan dijebak sebagai pemuas napsu laki-laki hidung belang. Hemm, aku ingin lihat
bagaimanakah bentuk manusia tamak ini."
Ia menghela napas. Lalu, lanjutnya, "Aku tidak perduli yang akan terjadi atas diriku sendiri. Sebagai orang asing, membunuh penduduk asli. Tapi buktinya manusia ini
merajalela dan tidak ada yang berusaha menghalangi.
Pengaruhnya sudah cukup luas dalam aparat kerajaan.
Sebaliknya aku tidak punya ikatan apa-apa dengan
Jalidun Amin."
Ia memandang gadis Cina itu tak berkedip. Diam-diam
jago muda kita ini kagum dan terpesona. Ia sungguh
kagum terhadap ketajaman mata Jalidun Amin. Sebab
gadis ini benar-benar jelita. Dalan keadaan seperti itu saja sudah amat cantik. Apalagi jika gadis ini dalam keadaan berhias diri, tentu akan cantik luar biasa. Sungguh
beruntung pemuda calon suami gadis ini.
Tidak usah terlalu lama ia menunggu. Muncullah
seorang laki-laki berumur sekitar tiga puluh lima tahun lewat pintu penghubung. Lelaki ini tubuhnya tinggi kurus, sedang wajahnya pucat kekuning-kuningan. Kumis tipis
menghias di bawah hidung. Matanya agak sipit, dan
mengenakan pakaian amat indah, tidak bedanya para
bangsawa. Di belakangnya mengikuti dua perempuan yang tadi gagal membujuk. Dan begitu tiba di kamar, Jalidun Amin sudah tertawa mengejek.
Si gadis mengangkat kepalanya. Ia tadi memang sibuk
dengan tangisnya sehingga tidak tahu ada orang datang.
Tiba-tiba saja gemetaranlah tubuh gadis ini. Wajah yang sudah pucat bertambah pucat lagi. Sedang tangisnya juga semakin sesenggukan, membuat iba yang mendengar.
Melihat ini jago muda kita seperti diremas-remas
jantungnya. Ia iba sekali. Namun begitu ia masih tetap bersabar. Ia ingin menunggu apa yang akan terjadi.
"Nona Giok, kenapa kau menangis?" tanya Jalidun Amin dengan nada halus. "Sudahlah, tidak perlu nangis. Jika kau mau menyerah baik-baik, aku berjanji. Engkau akan hidup mulia di rumah ini. Engkau bakal menjadi ratu di rumah ini.
Percayalah Giok, aku akan mengasihi engkau selama
hayatku masih di badan ini."
"Huh, lelaki jahat dan busuk....!" teriak gadis yang ternyata bernama Giok itu, di tengah tangisnya. "Cepat kembalikan aku kepada orang tuaku. Awas! Jika ayah tahu perbuatanmu yang terkutuk ini, engkau tentu mampus....!"
"Heh-heh-heh-heh," Jalidun Amin terkekeh mengejek.
"Mana mungkin orang tuamu bisa tahu kau di sini" Tempat tinggalmu dengan Kuala Lumpur ini jauh. Malahan
mungkin sekali, orang tuamu sendiri pun belum pernah
melihat kota ini. Nah, kalau Giok sudah tahu kau di tempat yang jauh, maka kau jangan keras kepala. Aku bermaksud baik. Dan percayalah, kau akan hidup senang sebagai ratu di rumah ini."
Jalidun Amin memang tidak tangung-tanggung jika
sedang membujuk. Ia menjanjikan kedudukan "ratu" rumah tangga. Berarti akan menjadi istri. Dengan kekayaan yang melimpah ruah sudah tentu gadis mudah terbujuk dan
terjebak. Sekalipun sesungguhnya, janji itu hanyalah janji kosong. Pengalaman sudah menunjukkan setiap gadis
pilihan hanya bertahan dua atau tiga bulan saja. Sesudah itu, akan segera dikirim ke rumah pelacuran. Malah tidak sedikit yang kemudian dijual keluar negeri.
Jalidun Amin memandang Giok tidak berkedip. Tidak
bedanya seekor kucing melihat ikan dendeng. Jantung
juragan ini bergetar keras sekali. Betapa inginnya segera dapat menggelut gadis ini. Meskipun begitu, ia masih
menyabarkan diri.
Juragan tamak ini bukan lelaki bodoh. Tetapi justru
seorang lelaki yang pandai menempatkan diri di depan
perempuan. Pengalamannya sudah bergudang-gudang.
Karena itu walaupun Giok mencaci maki seperti itu, ia tidak marah. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan.
"Nona Giok, percayalah aku mencintai kau sepenuh hatiku," ujarnya lagi, tetap halus. "Hemm, kau cantik luar biasa bagai Bidadari. Kau jelita bagai Dewi. Itulah
sebabnya kau pantas menjadi ratu di rumahku ini. Di
rumah juragan Jalidun Amin yang kaya raya. Dan sudah
tentu pula engkau akan bahagia."
"Bah! Siapa yang sudi menjadi istrimu" Huh! Melihat pun aku sudah muak!" teriak Giok sambil meludah.
"Hemm, muak" Bagus! Jika engkau masih tetap keras kepala, engkau akan tahu sendiri!" ucapannya masih halus, namun mengandung ancaman. "Giok, apakah kau tetap keras kepala?"
"Pergi! Jangan ganggu aku....!" lengking Giok.
"Heh-heh-heh-heh, aku di rumahku sendiri. Kenapa kau menyuruh aku pergi?" ejek juragan ini. "Sekarang begini saja. Jika engkau muak melihat aku, sekarang aku ingin lihat. Bagaimana perasaanmu, jika engkau dipeluk dan
diciumi oleh salah seorang budakku laki-laki" Aku ingin tahu. Apakah kau bisa melawan?"
"Bunuh saja... aku....!" teriak Giok.
Jalidun Amin memang mempunyai senjata pumungkas
yang ampuh. Lalu biasanya akan memilih menyerah, dari pada digelut oleh budaknya. Dan kadang baru didekati
saja, gadis itu sudah pingsan. Dan kalau gadis itu sudah pingan, yang untung adalah juragan ini. Gadis itu takkan merasa telah diberi obat. Dan apabila sudah diminumi obat perangsang, si gadis akan celaka lagi. Karena akan
menjadi budak nafsu tanpa sesadarnya.
Sebagai seorang juragan seperti Jalidun Amin ini, tidak sulit untuk mendapatkan obat seperti itu. Ia bisa membeli kepada langganannya. Jaringan obat terlarang dengan
dunia yang digeluti juragan ini memang saling berkait.
Saling mempunyai kepentingan.
Jalidun Amin lalu berbisik kepada salah seorang dari
perempuan itu. Perempuan itu mengangguk. Lalu keluar
dari kamar. Tak lama kemudian sudah muncul bersama
lelaki. Dan lelaki ini luar biasa. Kulitnya hitam legam seperti arang. Wajahnya buruk sekali dan mengerikan. Wajah itu penuh bintik-bintik putih. Sedang matanya yang sebelah menonjol keluar seperti mau copot.
Melihat wajah lelaki itu Jaka Temon masukkan tangan
ke saku. Jari tangan itu sekarang sudah memegang kedok setannya. Ia kemudian membandingkan dan tersenyum
sendiri. Wajah lelaki itu dengan kedok setannya mirip sekali.
Sesudah masuk ke kamar lelaki hitam ini duduk
bersimpuh di lantai. Kemudian bertanya, "Ada perintah apakah yang harus saya lakukan, Tuan?"
Jalidun Amin tidak cepat menjawab. Juragan ini malah
melirik ke arah Giok. Ketika gadis ini menyembunyikan wajahnya, tubuh gemetaran, ia sudah maklum. Bibirnya
tersenyum. Katanya dalam hati, "Heh-heh-heh-heh, aku toh jauh lebih tampan dibanding orang ini?"
"Pada mulanya aku memang ingin kau melakukan
pekerjaan itu!" Jalidun berkata. "Tetapi lalu terpikir olehku, sebaiknya pekerjaan itu kaulakukan esok pagi saja. Dan sekarang kembalilah kau ke tempatmu!"
Lelaki itu mengangguk. Lalu melirik ke arah gadis yang sedang menangis itu. Dari pandang lelaki ini jelas sekali.
Betapa tertariknya kepada gadis secantik itu. Tetapi ia tahu diri. Ia tahu kedudukannya hanya budak belian. Ia juga tahu, hadirnya untuk menakut-nakuti gadis ini. Maka tanpa membuka mulut, budak ini sudah ngeloyor keluar untuk
kembali ke tempatnya.
Begitu budak buruk tadi pergi, "Jalidun tertawa
perlahan. Kemudian berkata, "Nah, Giok, apakah kau lebih suka dipeluk laki-laki tadi?"
Giok tidak mengucapkan sesuatu. Gadis ini tetap saja
menangis tersedu-sedu.
Dua perempuan tukang bujuk itu tahu tugas yang harus
dilakukan sekarang. Jelas, gadis ini ketakutan kepada budak tadi. Mereka lalu nendekati, dan salah seorang
berkata halus, "Nona, juragan kami bermaksud baik.
Apakah sebabnya tidak kau tanggapi dengan baik pula"
Mari, Nona, sekarang bersama aku masuk ke kamar hias.
Dan sambil kau berhias, aku akan memberi nasehat amat penting untuk Nona."
"Pergi!" teriak Giok sambil menepis tangan prrempuan itu. "Huh, siapa yang sudi melayani juraganmu yang jahat dan busuk itu" Huh, lebih baik aku mati!"
"Aihh, Nona, apakah untung yang kauperoleh mati
dalam usia muda?" bujuk perempuan itu tanpa malu.
"Nona, sudilah engkau mendengar apa yang kukatakan ini.
Kau belum tahu, di dunia ini dikenal istilah "sorga dunia".
Istilah itu tidak lain adalah wujud dari hubungan cinta kasih antara lelaki dan perempuan..."
"Tutup mulutmu yang kotor!" bentak gadis ni sambil bangkit berdiri. Lalu dengan sepasang mata berapi, ia memandang juragan Jalidun Amin. Bentaknya, "Huh! Kau manusia buruk tidak tahu malu! Kau manusia manis di mulut tetapi jahat dalam hati! Bangsat! Bajingan tengik!
Manusia macam kau ini terkutuk!"
Tetapi justru caci maki Giok ini menyebabkan Jalidun
Amin marah sekali. Wajah manis, bibir tersenyum dan
ucapan halus itu sekarang sudah tanpa bekas. Bentaknya,
"Huh! Engkau berani mencaci maki aku" Bagus! Aku bersikap baik, tetapi kau malah menghina aku. Ternyata kau gadis keras kepala. Baru kali ini aku berhadapan
dengan perempuan keras kepala dan bandel. Tapi apakah sangkarnu aku tidak bisa bertindak keras" Engkau di
rumahku. Tidak seorang pun akan dapat menolong kau.
Huh! Sekarang kau bisa pilih salah satu. Monyerah baik-baik, atau harus lewat kekerasan"!"
"Bunuh saja aku. Habis perkara.....!" ratap Giok ketakutan.
"Heh-heh-heh-heh! Tidak usah kau minta pun pada
saatnya akan kubunuh juga!" ancam Jalidun. "Jika kau sudah tidak ada gunanya lagi, untuk apa kau hidup terus"
Hemm, tetapi sebelum kau mati kau harus melayani aku.
Kau takkan bisa memberontak dan melepaskan diri."
"Aku akan berteriak....!"
''Berteriaklah sekeras-kerasnya, heh-heh-heh-heh.
Sekali pun suaramu sampai habis, takkan ada orang
datang menolong kau."
"Tolong.....! Tolong....!"
"Ha-ha-ha-ha," ejek Jalidun "Berteriaklah terus sampai kau puas. Tidak urung kau harus dalam dekapanku,
manis." "Bunuh....! Bunuh saja aku...!" jerit Giok semakin ketakutan, ketika lelaki itu mendekat dengan langkah
perlahan. Dua perempuan itu memang sudah terlatih dan
mengerti apa yang harus dilakukan. Mendadak saja salah seorang telah menangkap lengan Giok lalu ditekuk ke
belakang. Gadis ini kaget dan berusaha memberontak.
Tetapi perenpuan yang seorang, dan yang tadi telah dihina Giok menjadi benci sekali. Sekarang ia mendapat
kesempatan baik untuk membalas. Namun sudah tentu,
pembalasan ini sudah selaras dengan perintah juragan.
Mendadak saja dengan rasa benci yang meledak-ledak,
perempuan ini sudah menyerbu. Dengan cengkeraman
yang kuat, jari tangan perempuan ini sudah merenggut
baju bagian dada.
Brett".! "Aihhhhh....!"
Berbareng dengan robeknya baju dan jerit Giok,
terdengarlah suara ketawa Jalidun Amin yang terkekeh.
Dan sebelum hilang rasa kaget gadis ini, dengan tangan yang ahli, perempuan ini sudah melepas penutup dada.
Gadis itu menangis keras dan menjerit-jerit, disamping berusaha memberontak. Tetapi usahanya tanpa hasil.
Malah gadis ini membuang tenaga sia-sia.
Dan celakanya, gerakan gadis itu menyebabkan
payudara yang putih montok tanpa penutup itu bergerak-gerak. Dan hal ini menimbilkan rangsang dan gairah bagi lelaki terkutuk Jalidun Amin. Keadaan ini menyebabkan lelaki lersebut tidak sabar. Jantungnya yang berdenyut hebat telah melangkah ke depan. Lalu menggunakan dua
tangannya, bret.... Bret"! Celana luar dan dalam yang dipakai Giok telah hancur tercabik-cabik.
"Heh-heh-heh-heh, bagus!" Jalidun Amin terkekeh dan gembira sekali, melihat calon korbannya sudah tidak
berbusana lagi. "Sekarang lepaskanlah! Aku akan menjadi kucing dan biarlah dia jadi tikus!"
Begitu dilepaskan Giok sudah duduk di lantai dengan
lesu. Gadis tanpa busana ini sekarang makin menjadi
tangisnya. Disamping itu juga berusaha menyembunyikan bagian tubuhnya yang terlarang.
Juragan tamak Jalidun Amin ini menyeringai. Sekarang
sudah memastikan, gadis ini tak dapat melawan lagi.
Sebab apabila gadis ini tetap bandel, dua perempuan
pembantunya itu akan membantu.
"Giok, jangan menangis!" katanya sambil meringis, dan matanya tidak berkedip memandang gadis itu. "Sekarang bersiaplah kau menjadi tikus, dan aku jadi kucingnya!"
Jalidun sudah melangkah maju sambil melepas
bajunya sendiri. Namun tiba-tiba lelaki ini memekik
tertahan. Tubuhnya tiba-tiba terangkat ke atas. Dua
perempuan tukang bujuk itu sudah membuka mulut untuk
menjerit. Tetapi sebelum jeritnya terdengar, tubuh dua perempuan itu terlempar berurutan. Lalu mereka tak
berkutik lagi karena terbentur tembok.
Juragan Jalidun Amin yang terangkat dari belakang oleh kekuatan dahsyat itu, berusaha memberontak sambil
memekik nyaring. Pekikan itu untuk mengundang tukang-
tukang pukulnya agar cepat datang dan membantu. Tetapi justru pekikannya ini malah mempercepat kebinasaannya.
Mendadak tubuhnya dibanting keras sekali ke dinding
tembok. Kepalanya pecah dan saat itu juga nyawa lelaki ini melayang. Dalam waktu singkat, tiga nyawa telah melayang oleh Jaka Temon.
Sebenarnya Jaka Temon bukan orang kejam. Tetapi
apabila melihat orang melakukan kekejaman, dan calon
korbannya ditelanjangi, pemuda ini menjadi lupa diri.
Tanpa sesadarnya tangannya menjadi ganas.
Tetapi sesungguhnya pemuda ini agak terlambat turun
tangan, oleh perkembangan keadaan. Bagaimana pun Jaka Temon adalah pemuda dewasa dan normal pula. Maka
ketika pakaian Giok tadi lepas dari tubuh, mata pemuda ini silau dan jantungnya bergetar hebat sekali. Karena Jaka Temon melihat jelas tubuh yang berkulit putih mulus itu tanpa penutup. Hingga untuk itu, ia memerlukan waktu
untuk meredakan getaran jantungnya.
Sekarang setelah dapat membanting mati Jalidun Amin,
pemuda ini sudah akan menolong Giok dan ia selamatkan.
Namun tiba-tiba teliganya yang peka menangkap suara
langkah orang yang berdatangan.
"Bagus! Mereka datang sendiri. Mencabut rumput
harus berikut akarnya. Jika tidak hanya akan mengotori dunia saja!" katanya dalam hati.
Jaka Temon belum sempat mengurus Giok. Pemuda ini
dengan gerakan cepat sekali sudah melompat ke luar
rumah. Hingga sebelum para tukang pukul Jalidun datang, ia sudah dapat menyembunyikan diri di tempat gelap.
Teriak Jalidun Amin tadi memang bisa didengar oleh
lima tukang pukul itu. Maka mereka lalu berlarian ke
rumah ini. Tetapi sebenarnya bukan melulu lima orang ini yang mendengar. Penjaga di pintu gerbang pun mendengar jelas.
Akan tetapi mereka tidak percaya. Mana mungkin
juragan itu di rumahnya sendiri berteriak minta tolong"
Selama ini rumah juragan Jalidun Amin selalu aman.
Siapakah yang bisa mengganggu justru rumah ini terjaga dengan ketat"
Tetapi kendati lima orang ini ragu, toh mereka datang juga ke tempat ini. Hitung-hitung sambil meronda jika juragan tidak dalam bahaya. Malahan tukang pukul yang termuda itu mempunyai tujuan lain yang tidak dikemuka-kan kepada teman-temannya. Siapa tahu sambil meronda
ini, ia dapat melihat gadis cantik culikan. Sedang diapakan gadis itu oleh sang juragan"
Sesudah menjadi dekat lima lelaki ini kaget. Mereka
melihat pintu rumah itu terbuka. Ini tidak biasanya terjadi.
Sebab setiap sang juragan sedang "memeriksa" calon korbannya, semua pintu tertutup rapat. Kenapa malam ini pintu terbuka"
Lelaki paling tua mendahului bergerak paling depan.
Tetapi ketika lelaki akan menerobos masuk, ia berseru tertahan. Ia melompat ke samping guna menghindari
serangan yang datang tiba-tiba. "Aduh....!"
Ternyata usahanya menghindar itu sia-sia. Walaupun
laki-laki ini dapat menghindari sambitan yang pertama, tetapi sambitan kedua menyusul tidak terduga. Akibatnya pelipis tersambar dan berlubang. Dan lelaki ini roboh tanpa sambat lagi.
Empat orang kawannya kaget lalu menyebar diri. Lalu
mereka mencabut senjata siap menghadapi bahaya.
Namun sungguh celaka! Sesosok bayangan yang
gerakannya cepat sekali telah menyambar ke arah mereka.
Masing-masing berusaha menghindari sambil menyong-
song dengan senjata.
Tetapi apakah artinya empat tukang pukul ini
berhadapan dengan Jaka Temon yang sudah marah"
Terdengar dencing senjata berturut-turut dan lepas dari tangan. Menyusul dadanya terpukul telak dan roboh
berurutan. Mati!
Baru kali ini Jaka Temon seperti kesetanan. Delapan
orang dalam waktu singkat melayang nyawanya. Memang
kali ini jago muda kita tidak tanggung-tanggung lagi. Ya!
Jaka Temon menderita trauma berat. Derita itu berawal akibat matinya Ningrum di tangan Iblis Cantik beberapa tahun lalu. Jaka Temon menyesal bukan main. Karena Jaka Temon bermaksud menolong dan mengembalikan kepada
orang tuanya. Setelah merobohkan orang-orang itu, Jaka Temon lega.
Secepat kilat Giok yang mendeprok di lantai ia sambar.
Gadis ini menjerit kecil. Tetapi Jaka Temon cepat
menghibur. Dalam kemarahannya yang meledakledak, sebelum
meninggalkan rumah ini, pemuda kita itu melepas api.
Terjadilah kebakaran hebat, dan terjadilah geger. Orang-orang juragan Jalidun Amin kebingungan dalam usaha
memadamkan api.
Penduduk sekitarpun kaget sekali. Mereka ber-
datangan untuk turut memberi pertolongan. Sayang
mereka tidak bisa masuk. Karena pintu gerbang tertutup.
Penjaga di luar pmiu gerbang melarang penduduk masuk
ke dalam. Penjaga itu takut kepada sang juragan yang bisa ngamuk, orang masuk tanpa ijinnya. Penjaga ini tidak
sadar sama sekali Jalidun Amin sudah mati.
Memang bisa dimengerti, penjaga itu tidak mengijinkan orang masuk. Sang juragan adalah kaya raya. Maka
penjaga rumah ini khawatir kalau orang-orang ini men-
ggunakan kesempatan dalam kesempitan. Mereka pura-
pura menolong namun tujuannya untuk merampok.
Orang-orang upahan juragan Jalidun Amin justru
banyak jumlahnya. Maka orang-orang ini bekerja keras
melawan api. Anak-anak menangis dan perempuan
kebingungan. Hal ini menambah beban para penghuni laki-laki.
TIGA IOK yang dipondong oleh Jaka Temon berusaha
memberonrak. Pengalaman di rumah Jalidun Amin
G membuat gadis ini ketakutan. Gadis ini salah
paham, mengira lelaki yang memondongnya sekarang ini
juga mempunyai maksud tidak baik.
"Nona, tenanglah. Aku justru ingin menyelamatkan kau dari bahaya. Aku bukan teman juragan tamak tadi." Jaka Temon membujuk sambil terus berlarian menerobos gelap malam.
"Tapi..... tapi......"
"Tidak perlu takut! Namun jika Nona tidak percaya tak apa. Sekarang kau akan kuturunkan dari pondongan. Lalu kita berpisah."
Jago muda kita ini memang cerdik. Memang mudah ia
meyakinkan gadis ini agar percaya. Karena itu ia setengah mengancam. Namun ancaman ini hanya dalam ucapan.
Dalam hati tidak mungkin melepaskan gadis ini di
sembarang tempai. Giok bisa lepas dari mulut harimau
tetapi malah masuk ke mulut buaya. Tak mungkin ia tega kepada gadis ini.
Namun untunglah gadis ini cepat sadar. Ia tadi melihat dengan mata sendiri, juragan Jalidun Amin dan dua
perempuan itu telah dibunuh pemuda ini. Di samping itu ia pun sadar juga, dirinya dalam keadaan tanpa busana. Jika dilepas di sembarang tempat, dirinya bakal celaka jika bertemu dengan lelaki tak bertanggung jawab. Masih
untung kalau dirinya dianggap gila. Mungkin orang tidak mengganggu"
Orang gila tidak diganggu" Belum tentu! Melihat dirinya yang bugil, bisa saja lelaki pura-pura gila. Tak jauh dari rumahnya, terbukti ada gadis yang disebut gila kok hamil.
Dengan begitu, orang gila pun bukan jaminan tidak
diperkosa lelaki.
Ingat itu semua, gadis ini lalu berdiam diri.
Namun sebaliknya, terjadi perubahan setelah Giok
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak meronta lagi. Ia tadi melihat semuanya tentang gadis ini ketika ditelanjangi. Dan sekarang gadis tanpa busana ini dalam pondongannya. Jari-jari tangannya merasakan kulit tubuh gadis ini halus dan lumar. Jantungnya mendadak berdenyut cepat. Rasa aneh menyelinap dalam
dadanya. Tetapi untung pemuda ini bukan mata keranjang. Ia
cepat-cepat menentramkan hati dan mengosongkan
pikiran. Denyut jantung yang cepat tadi berangsur menghilang. Kemudian pemuda ini dapat bergerak cepat
menerobos gelap malam.
Justru kecepatan Jaka Temon lari ini, angin menerpa
gadis itu. Padahal si gadis tanpa busana. Maka gadis ini kedinginan. Tanpa sesadarnya gadis ini memeluk erat
sekali. Kiranya bukan saja dingin, tetapi gadis ini juga takut kalau jatuh.
Jaka Temon berlarian terus. Namun mendadak pemuda
ini merasakan hembusan napas halus dari gadis ini. Di samping itu, ia juga merasakan sesuatu yang lunak
menekan dada. Jantungnya kembali berdegup keras. Dan perasaan
aneh menjalari dada. Lalu ia pun merasakan jari-jari
tangannya menyentuh kulit yang alus dan lumar. Apalagi, ia menghirup bau harum dari rambut Giok.
Mendadak saja sendi-sendi Jaka Temon seperti lepas.
Ia terhuyung. Ia terjatuh tetapi untung jatuh terduduk, dan gadis ini di pangkunnya.
"Maafkan aku.....!" katanya lirih sambil melepas pelukan.
Gadis ini pun cepat sadar keadaan. Ia juga melepaskan pelukannya lalu turun dari pangkuan. Dan gadis ini
sekarang duduk bersimpuh. Lalu melepas rambutnya yang panjang, untuk menutup dada. Lalu gadis ini menangis
tersedu-sedu. Tanpa sesadarnya Jaka Temon tadi telah berlarian
menuju timur. Justru ke timur ini tidak lama kemudian sudah masuk ke dalam hutan. Kalau saja Jaka Temon ke
lain jurusan, takkan segera bertemu dengan hutan. Apa pula kalau Jaka Temon ke barat, tentu tiba di pantai.
Hutan ini penuh pohon tua dan besar. Daunnya lebat
dan gelap sekali. Maka sekalipun gadis ini tidak menutup dadanya dengan rambut, juga tidak apa. Sebab pemuda ini sadar keadaan. Apabila ia memandang gadis yang ia
telonjang jantungnya pasti terus berdenyutan. Mata Jaka Temon awas sekali. Sekalipun gelap, karena kulit tubuh gadis ini putih mulus, masih akan dapat melihat jelas.
Jaka Temon cepat membuka kain panjang yang ia
pakai. Ia memang tidak bisa berbuat lain. Pakaiannya tadi ia tinggal di penginapan. Maka agar gadis ini tidak tersiksa, biarlah membungkus tubuhnya dengan kain itu.
Ia memberikan kain panjang itu sambil berkata halus,
"Maafkanlah aku! Akibat tergesa, aku sudah kurang ajar.
Aku sudah memondong engkau dalam keadaan seperti ini.
Ahh, aku menyesal sekali. Dan sekarang, pakailah kain ini."
Dan gadis itu cepat menyambar kain itu. Lalu
ditutupkan ke tubuhnya. Tubuhnya terasa hangat dan tidak malu lagi.
"Lho! Kok hanya kau gunakan seperti selimut?" Jaka Temon keheranan.
"Habis.... gimana....?" sahut gadis ini. "Bagaimana memakainya?"
Diam-diam Jaka Temon geli. Ia baru sadar gadis ini
biasa memakai celana panjang. Gadis ini tidak kenal kain panjang seperti perempuan Indonesia.
"Ohh, maafkan aku," ujar pemuda kita. Begini saja.
Bersembunyilah, lalu bungkus tubuhmu."
Giok pun mengangguk. Ia bersembunyi di belakang
batang pohon besar. Ia lalu membungkus tubuhnya dengan kain itu. Tetapi setelah tubuhnya terbungkus sampai dada, gadis ini kaget sendiri.
"Aihh...!" pekik tertahan. "Aku tak bisa jalan....."
Jaka Temon kaget. Ia menduga, gadis itu membungkus
tubuhnya begitu kencang. Dan akibatnya gadis itu tidak bisa bergerak.
"Kau tentu terlalu kencang membungkus tubuhmu,"
ujar pemuda ini. "Kendor saja, yang penting bisa menutup tubuhmu supaya tidak kedinginan."
Gadis itu pun menurut. Kain yang membungkus tubuh
ia kendorkan. Tak lama gadis itu sudah muncul dari balik batang pohon.
"Hi-hi-hik, lucu....!" ujar gadis ini.
"Apanya yang lucu?" tanya Jaka Temon keheranan.
"Diriku ini. Sekarang aku tanpa bentuk. Dan kakiku juga tidak tampak, hi-hi-hik...." gadis itu menjelaskan dan sambil cekikikan.
"Ha-ha-ha-ha," Jaka Temon pun tertawa. Pemuda ini menjadi senang setelah gadis itu terhibur dan tidak
menangis lagi. Dan ia juga tahu sebabnya Giok mengatakan dirinya tanpa bentuk. Dengan pakai baju dan celana panjang, tentu saja bentuk tubuh gadis itu tampak nyata.
Tetapi sekarang karena dibungkus kain dan pinggang tidak ditali, maka bentuk itu menjadi lenyap.
Tetapi kendati sudah tertutup oleh kain panjang,
namun gadis ini tanpa baju.
"Nona Giok?""
"Lho! Kau tahu namaku?" gadis ini keheranan.
"Lengkapnya, namaku Oei Giok Lan. Tapi kau boleh panggil Giok saja."
Jaka Temon tertawa, lalu sahutnyn, "Aku tadi mendengar juragan busuk itu memanggil kau, Giok. Itulah
sebabnya aku tahu namamu."
"Dan kau?"
"Namaku Jaka Temon."
"Hi-hi-hik.... namamu kok aneh....?" Giok keheranan.
"Aku bukan orang sini. Akn perantau dari Indonesia."
"Indonesia" Di mana Indonesia itu?" Giok makin beran.
"Jauh dari sini. Harus lewat laut berbulan-bulan. Itu pun jika angin baik."
"Ohhh..... tapi kenapa kau merantau sampai di sini"
Kau cari apa?"
"Entahlah. Aku seperti mimpi datang ke negeri Malaya ini." "Lho kok aneh. Kau toh tidak mimpi Bang Temon...... hi-hi-hik."
"Ya, memang tidak mimpi. Tapi aku memang tidak
menduga, akhirnya aku di negeri ini. Oh ya, jika kau panggil aku Abang, aku anggil kau Adik Giok. Bolehkah?"
"Kenapa tidak" Kau bisa panggil aku Adik Giok, bisa panggil Giok-moi, bisa panggil Giok thok, dan apa saja...."
"Lho, kok apa saja. Jika aku panggil Nona cantik......"
"Ihhh..... apakah aku cantik?"
"Lebih dari cantik. Terus terang, kau memang cantik jelita bagai Dewi."
"Ihhh.... sudah, sudah, jangan melantur tak keruan.
Nyatanya kau pemuda tampan. Apakah aku"."
"Sudahlah, apakah kau tidak dingin?" Jaka Temon malu sendiri lalu mengalihkan pembicaraan. "Nah, sebaiknya pakailah bajuku ini, lumayan untuk penahan dingin.
Sekarang ini, jangan kau pikirkan hal-hal lain. Yang
penting, pakailah dulu sekalipun baunya tidak enak."
Tanpa ragu lagi, Giok lalu menerima baju itu dan
langsung dipakai. Sekalipun baju itu terlalu longgar dan tidak patut, namun lebih pantas daripada tak berbaju.
"Hi-hi-hik..... kau lucu....?" katanya sambil tertawa.
"Apanya yang lucu?" pemuda ini pun tertawa.
"Bajumu ini. Kau bilang berbau tidak enak. Padahal lain...."
"Ahhh.....!" seru Jaka Temon tertahan.
Baju itu sudah ia pakai sejak pagi. Sudah basah oleh
keringat dan kotor oleh debu. Tetapi kenapa gadis ini bilang tidak berbau"
Tetapi setelah dirinya berpakaian, dalam hati timbul
pertanyaan. Apakah sebabnya pemuda Indonesia ini bisa tahu dirinya diculik orang"
"Bagaimana kau tahu aku disekap di rumah itu?" Giok Lan bertanya berbareng agak curiga. Tidak aneh. Sebab dirinya gadis. Biasanya seorang lelaki, menolong
perempuan karena mempunyai maksud tertentu.
"Aku tahu secara kebetulan, karena orang-orang yang menculik kau bocor mulut." Jaka Temon menjelaskan.
"Itulah sebabnya aku lalu membayangi dan bisa menolong kau."
Lalu dengan lancar, Jaka Temon bercerita. Dari rumah
makan, sampai kemudian tahu, Giok Lan akan diperkosa
oleh Jalidun Amin.
"Ahhh.... aku memang sial....." ujar gadis ini penuh sesal.
Meskipun tidak lancar, gadis ini lalu bercerita. Rumahnya di negeri (desa) Kuala Batu, yang letaknya di pinggang Gunung Besar Hantu. Ia baru di ladang sayur tadi pagi.
Tahu-tahu disekap orang dari belakang. Ingin menjerit tidak dapat. Karena sudah disumbat kain. Lalu ingin memberontak, tetapi tiba-tiba kaki dan tangan sudah terikat tali.
Kemudian tanpa dapat berkutik lagi, Giok Lan sudah
dimasukkan orang dalam karung.
"Berapa orang yang menangkap kau?" Jaka Temon bertanya.
"Aku tidak jelas." Giok Lan menerangkan "Dan sesudah di dalam karung aku tak dapat melihat apa-apa. Namun
aku merasa diletakkan orang pada suatu tempat. Aku
menduga dibawa dengan pedati. Tahu-tahu aku..."
Tiba-tiba gadis ini terisak. Nampaknya teringat deritanya ditelikung orang dalam karung. Kemudian di rumah
Jalidun Amin ditelanjangi orang.
"Kenapa kau di ladang sayur" Ayahmu bekerja apa?"
"Ayahku seorang pedagang hasil bumi. Disamping
berdagang ayah juga petani sayur."
"Sudah kenal dengan Jalidun Amin?"
Oei Giok Lan menggeleng. "Ahhh.... aku ngeri...."
Tiba-tiba saja gadis cantik ini menubruk Jaka Temon.
Tubuhnya gemetaran. Jelas gadis ini ketakutan dan ngeri teringat pengalamannya tadi. Tubrukan dan pelukan yang tiba-tiba ini menyebabkan Jaka Temon tidak keruan
perasaannya. Tanpa sesadarnya, ia sudah membalas
memeluk. "Jangan takut, Giok. Dia toh sudah mampus!" hiburnya.
"Tapi.... tapi.... aku......"
"Sudahlah Adik Giok, aku toh di sampingmu. Engkau tak perlu takut," hiburnya. Tetapi diam-diam jantungnya berdenyut tak keruan. Dan sekarang, mari kuantar pulang."
Jaka Temon berusaha menekan gejolak hatinya kuat-
kuat. Bagaimanapun ia adalah lelaki normal dan masih
jejaka ting-ting. Ia menjadi khawatir kepada dirinya sendiri.
Khawatir kalau sampai lupa diri. Bayangan Giok Lan tanpa busana, menggoda benaknya. Memang tidak tercela
cantiknya gadis ini.
"Aku..... ta.....aku takut...... pulang..." sahut gadis ini sambil mempererat pelukannya.
Dan disadari atau tidak, akibat eratnya pelukan itu,
pemuda ini merasakan sesuatu yang lembut menekan dan
meresap ke dada yang tanpa baju.
Jaka Temon sampai heran kepada dirinya sendiri.
Kenapa dalam pengembaraannya ini, ia selalu berhadapan dengan perempuan cantik dan ia tolong"
"Kenapa kau takut?" pemuda ini mendesak.
"Aku ahhh...." gadis ini terisak menangis lagi. "Aku....aku takut.... ayah...."
"Apakah sebabnya?"
"Aku.... aku pergi sejak pagi buta.. Tentu... tentu ayahku menduga..... diriku berbuat.....yang tidak-tidak......
Sebab malam.... seperti ini..... baru pulang. Tidak! Tidak.....
aku tidak mau pulang...."
Jago muda kita ini melengak keheranan. "Lalu, jika kau tak mau pulang kau mau ke mana?"
"Aku....?" tangis gadis ini menjadi.
Dan tiba-tiba saja Giok Lan sudah menyembunyikan
wajahnya ke dada Jaka Temon yang bidang dan tanpa baju.
Air mata menetes dan membasahi dada tanpa baju itu.
Meresap ke dalam jantung, dan mau tak mau jantung
pemuda ini berdebaran.
"Katakanlah!" desaknya halus.
"Aku.... aku ikut Bang Temon saja...."
"Apa....?" seru pemuda ini saking kaget.
"Bang Temon..... kau..... hu-hu-huuuu.... kau sudah melihat diriku dalam keadaan.... tanpa busana..... Maka kau.... harus menolong aku....dan mau mengajak ke
manapun.... kau.... kau pergi...."
Betapa kaget jago muda kita ini. Dirinya justru tanpa sengaja melihat gadis ini ditelanjangi. Tetapi kenapa, tiba-tiba gadis ini lalu menetapkan dirinya harus memperistri"
Tentang kecantikan gadis ini memang tanpa cela.
Apakah dirinya harus menjadi lelaki tidak bertanggung jawab dan mata keranjang" Ia bisa saja mengucapkan janji setia. Akan mengasihi gadis ini selama hayat. Namun
kemudian pada suatu ketika, ia pergi diam-diam. Tidak peduli gadis ini kemudian merana dan menderita.
Tetapi jika dirinya berubah seperti itu, apakah artinya pertolongan ini" Tak urung gadis ini sengsara di tangan penjahat.
Tidak! Ia tidak boleh bermanis di bibir. Tetapi sekalipun begitu ia juga tidak boleh gegabah menolak. Sebab
penolakannya juga bisa berakibat buruk. Gadis ini bisa kebingungan lalu nekad, bunuh diri.
"Adik Giok," katanya halus. "Kenapa secara tak sengaja aku melihat kau tanpa... busana, lalu aku harus menjadi suamimu" Kalau begitu, ucapanmu ini tanpa didasari oleh cinta kasih?"
"Aku....aku.....mencintai kau.... Bang Temon.... Dan tentu.... kau pun.... cinta aku pula .... Sebab jika kau...tidak mengharapkan aku... Kenapa kau..... bersusah payah
membela dan....menolong aku....?"
Memang bisa dimengerti apabila Giok Lan meng-
ucapkan kata-kata seperti itu. Bayangan kemarahan ayahnya amat menakutkan. Ayahnya seorang laki-laki yang
keras. Ayahnya tentu menuduh dirinya sebagai gadis
brandalan. Ayahnya tentu malu, dan dirinya bisa dibunuh.
Sebaliknya Jaka Temon mengeluh. Kenapa Giok Lan
ini berpendapat begitu" Manakah ada cinta kilat" Kenal pun belum dengan gadis. Sedang sebabnya ia menolong, karena ingin menolong. Tidak mempunyai maksud untuk
kepentingan diri.
Ia juga tidak percaya, gadis ini benar-benar mencintai dirinya. Gadis ini berkata begini, karena merasa tak ada jalan lain. Dengan begitu, dirinya menjadi tempat pelarian.
*** EMPAT UTAN itu sepi. Yang terdengar hanya suara binatang
malam. Dan gadis bernama Oei Giok Lan ini masih
H memeluk erat sekali. Perasaannya tidak keruan.
Dalam dada terjadi peperangan hebat. Antara nafsu dan batin yang suci. Nafsunya sebagai lelaki membujuk agar nuruti kemauan gadis ini. Toh bukan salahnya. Gadis cantik ini sendiri yang sudah memulai. Apakah salahnya sebagai lelaki muda nyerempet bahaya"
Sebaliknya batinnya yang suci menolak. Lalu mem-
berikan alasan, apa yang dihadapi sekarang ini adalah godaan. Ini percobaan dari Tuhan bagi dirinya. Jika kuat bertahan akan baik jadinya. Sebaliknya jika tergelincir, akan hancur dan ini harus bisa dilewati dengan mulus. Dan harus dapat membujuk gadis ini agar sadar.
"Adik Giok, kau keliru!" sahutnya lirih. "Aku menolong kau karena tak ingin kau sengsara. Tak ingin kau menderita. Dan pertolongan itu, merupakan dharma setiap
manusia. Aku tidak boleh membiarkan orang menindas
dan berbuat jahat terhadap sesama hidupnya."
"Tapi.....tapi......" ujar Giok Lan patah-patah. "Bagaimana.... aku.... dapat menyembunyikan mukaku ini.... jika kau sudah melihat diriku tanpa busana.... malah kau juga memondong seperti tadi...."
Oei Giok Lan berhenti. Tiba-tiba saja pipinya berubah merah dan panas. Untung keadaan gelap. Hingga pemuda
itu tidak melihat.
"Bang Temon ......" katanya lagi. "Aku......aku sudah.....
berjanji dalam hati..... Siapa pun lelaki yang melihat aku....dalam keadaan tanpa busana.... itu merupakan
takdir.....harus menjadi su.... suamiku...."
Selesai mengucapkan kata-kata ini, Giok Lan sudah
kembali menyembunyikan wajahnya ke dada Jaka Temon.
Pemuda ini tambah tidak keruan perasaannya. Ia menjadi bingung dalam mengatasi.
Dan gadis ini berkata lagi, "Bang Temon.... aku....
aku.... sudah berterus terang.... Dan aku.... lebih baik tidak..... hidup lagi.... jika kau menolak.,.."
"Celaka!" jago muda kita ini mengeluh.
Pemuda kita ini semakin bingung. Ia sadar, ucapan
Giok Lan ini bukan hanya ancaman kosong. Dan jika gadis ini benar-benar bunuh diri, bukankah jerih payahnya sia-sia belaka"
Ia memutar otak. Namun otaknya mendadak seperti
beku. Kecerdikannya musnah menghadapi Giok Lan ini. Ia seperti berubah menjadi pemuda tolol! Ia tak pernah
gentar berhadapan dengan maut. Tetapi sekarang, tiba-tiba saja tidak berdaya.
Air mata Giok Lan yang hangat terus membanjir
membasahi dadanya. Tetapi karena pemuda ini tidak
segera membuka mulut, Giok Lan lalu bertanya, "Apakah sebabnya kau.... diam" Hemm... Bang Temon! Jika.... gadis masih suci seperti aku ini.... menyerahkan diri kepada lelaki.... tapi ditolak.... Tebusannya hanya nyawa.....!"
Tiba-tiba gadis ini sudah melepaskan pelukannya, lalu meloncat dan lari.
Jago muda kita ini kaget sekali! Sekali melompat ia
telah berhasil menghadang di depan Giok Lan. Giok Lan justru tidak menduga. Tidak tercegah lagi ia sudah
menubruk Jaka Temon.
"Lepaskan....!" jerit Giok Lan sambil memberontak.
Tetapi manakah Giok Lan dapat melepaskan diri dari
dekapan pemuda perkasa ini"
"Adik Giok, jangan!" bujuk Jaka Temon. "Marilah kita duduk dan bicara."
"Lepaskan! Biar aku mati saja....!"
"Mati, ah! Jika kau mati.... lalu bagaimanakah dengan diriku ini" Giok, kekasihku, aku akan hidup menderita tanpa kau di sampingku..."
"Ahhh.... kau..... kau...... benarkah kau mencintai aku....?"
Oei Giok Lan yang semula berusaha memberontak
lepas itu, sekarang memeluk Jaka Temon erat sekali.
Tetapi karena gadis ini kalah tinggi, maka Giok Lan menggelantung. Membuat dada membusung yang hanya
dilindungi oleh selembar baju ini, menekan dada Jaka
Temon. Tekanan yang lembut ke dadanya ini, menyebabkan
jantung Jaka Temon kembali berdesir hebat dan darahnya bergolak. Dadanya terasa panas dingin. Dan ketika bibir Giok Lan mulai melumat bibirnya, pemuda yang masih
hijau ini menjadi keranjingan. Ciuman Giok Lan ini lalu dibalas bertubi-tubi oleh sang pemuda. Hingga akibatnya Giok Lan mengeluh karena sesak napas.
Dan jago muda kita ini pun kemudian merasakan
lututnya lemas. Akibatnya dua insan ini lalu duduk di rerumputan. Namun cara duduk Giok Lan sekarang sudah
lain. Gadis ini menyandarkan kepalanya ke pundak Jaka Temon.
Kalau yang menghadapi Giok Lan sekarang ini, bukan
pemuda gemblengan seperti Jaka Temon, manakah
pemuda ini kuasa bertahan lagi" Bukankah gadis ini sudah penuh penyerahan" Malahan Giok Lan sendiri yang
memaksakan kehendaknya. Lalu mengancam bunuh diri.
Bukankah ini merupakan kesempatan yang sulit dicari
setiap lelaki"
"Adikku Giok, apakah kau sudah berpikir panjang?"
Jaka Temon bertanya halus.
"Hi-hi-hik.... apa yang harus kupikirkau lagi" Aku mencintaimu, dan kau pun mencintai aku. Bukankah ini
sudah takdir" Kau dari Indonesia, mendapat jodoh gadis negeri Kuala Batu, Malaya."
Suara ketawa Giok Lan merdu sekali. Sejak tadi
bersama Giok Lan baru sekarang ini ia mendengar
ketawanya yang lepas. Suara ketawa yang gembira dan
bahagia. Suara gadis ini membuat jantung pemuda kita ini tambah terguncang keras.
Katanya kemudian, "Maksudku begini, Adik Giok.
Mungkinkah ayah dan ibumu menyetujui maksud kita ini"
Orang tuamu belum pernah kenal dengan aku. Malah
tempat tinggalmu sendiri, aku belum tahu. Sebaliknya, aku pun pemiuda gelandangan tak tentu arah. Tidak bekerja dan tidak punya penghasilan. Lalu, apakah yang akan kita jadikan tiang hidup sekeluarga?"
Sepasang mata Giok Lan menatap pemuda ini dengan
sinar mata penuh bahagia. Sinar mata yang bening.
Membuat gadis ini tambah cantik,
"Jika ayah dan ibuku tidak setuju, gampang saja. Aku ikut kau pulang ke Indonesia. Bukan kah kau punya ayah dan ibu?" tanya gadis ini.
"Ikut aku pulang ke Indonesia?" Jaka Temon melengak kaget.
"Kenapa tidak?"
Jaka Temon menghela napas panjang. Ia menjadi sedih
teringat kepada ayah dan ibunya yung sudah tiada.
"Apakah sebabnya kau diam saja, Bang Temon?" desak Giok Lan.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ahhh... ayah dan ibuku sudah lama meninggal dunia,"
jelas Jaka Temon.
"Oh.... kau..... kau sudah yatim piatu?" Giok Lan kaget.
Jaka Temon mengangguk. Jawabnya, "Benar! Tapi
sekali pun begitu, aku mempunyai ayah dan ibu angkat di Betawi. Aku juga punya saudara angkat di Singgapur...."
"Ohh.... punya ayah dan ibu angkat, dan juga punya saudara angkat..... di Singgapur....."
"Bagus! Kalau begitu kita bisa ke sana..... Tapi.....tapi jika kau tak setuju, kita bisa hidup di pantai menjadi nelayan..... Asal tangan dan kaki kita mau kerja....
dengan menangkap ikan di laut.... kita bisa hidup. Atau....
kita bisa hidup di gunung.... di hutan...... Kita bisa hidup berburu dan bercocok tanam.... Dan.....dan kita bisa hidup bahagia, Bang Temon...."
Jaka Temon menghela napas pendek. Ia terharu dan
iba oleh tekad gadis cantik ini. Ia tak pernah mengira sama sekali, bakal bertemu dengan gadis cantik dan penuh
pengertian seperti Giok Lan ini.
"Tapi..... apakah kau dapat menerima hidup macam itu?" tanyanya.
"Ihhh.....! Apakah sebabnya kau masih bertanya?" mata sipit Giok Lan membelalak kaget. "Hidup macam itu justru merupakan sarana supaya kita dapat hidup tanpa
gangguan. Hi-hi-hik....."
Sambil tertawa ini, lalu dengan berani Giok Lan
membalikkan tubuh. Pelukannya ia pererat dan lalu
menciumi lagi mesra sekali.
Kalau menuruti gejolak hatinya yang muda, ciuman ini
harus ia balas berlipat ganda. Tetapi jago muda kita ini tidak ingin melakukan itu. Pemuda ini berusaha menekan segala perasaan dan gejolak hati mudanya.
"Tetapi Adik Giok,"' ujarnya halus. "Bukankah kita ini akan lebih senang kalau ayah dan ibumu setuju?"
"Tentu saja!" sambut gadis ini, sikapnya sekarang manja.
"Adik Giok, orang-orang tua sering kali memberi
nasehat, kepada para muda. Katanya, orang yang saling cinta itu, harus jujur dan mau membuka semua isi hati. Hal ini perlu. Semuanya guna mencegah hal-hal yang tidak kita kehendaki kemudian hari. Sependapatkah engkau dengan
nasehat itu?"
"Aku pun setuju!" sahutnya cepat. "Karena kejujuran itu merupakan landasan kuat untuk membina rumah tangga
bahagia. Tanpa landasan kejujuran tentu saja rumah
tangga itu tak-kan baik."
"Ha-ha-ha-ha, bagus sekali. Sekarang jawab
pertanyaanku. Apakah kau pernah mempunyai cita-cita dan mempunyai pilihan terhadap pemuda yang akan
kaucintai?"
"Ihh!" Kau ini....! Kenapa kau bertanya seperti itu"
Hanya kau seorang saja yang kucintai, Bang Temon.
Apakah kau masih belum percaya?"
"Heh-heh-heh-heh!" jago muda kita ini terkekeh. "Jika begitu, engkau adalah gadis cantik yang tidak beruntung."
"Aihh..... apakah sebabnya?" mau tak mau Giok Lan terbelalak kaget.
"Kau kaget" Heh-heh-heh-heh! Dengarlah hai Giok Lan!
Aku adalah pemuda yang sudah banyak pengalaman. Aku
banyak dicintai perempuan, tetapi sebaliknya aku tidak pernah mencintai perempuan. Sebaliknya kau adalah
perempuan malang. Engkau menjatuhkan pilihan terhadap seorang pemuda, tapi kau ditipu. Karena pemuda itu hanya di bibir saja pernyataan cintanya. Dan pemuda itu adalah aku. Heh-heh-heh-heh. Memang aku pemuda bebas.
Pemuda yang banyak dicintai perempuan tetapi habis
manis sepah dibuang!"
"Ihhh.... jika begitu...... kau......kau ini pemuda mata keranjang..... dan tak bertanggung jawab."
Giok Lan terkejut sekali dan hampir menjerit. Ia tak
pernah menduga, pemuda penolongnya ini sama saja
dengan juragan Jalidun Amin.
Ahhh, celaka! Ternyata nasibnya memang buruk.
Dugaannya ternyata sekarang terbukti. Dirinya lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya......
*** LIMA UNYI binatang malam di hutan ini terus
mengembangi suasana hutan yang jauh dari
B pedesaan. Hati gadis ini berdesir tidak keruan,
mendengar pengakuan Jaka Temon. Ingin sekali menjerit dan menangis sekeras-kerasnya. Namun celakanya mulut
tidak mau menjerit dan juga tidak mau menangis.
Dan Jaka Temon masih terkekeh-kekeh. Ia tidak peduli
kepada gadis ini. Ia tidak takut gadis ini mau menjerit sekeras-kerasnya. Karena tidak akan ada orang yang
menolong. Entah apakah sebabnya pemuda kita ini berubah. Dari
seorang pemuda yang baik hati, menjadi begitu. Mungkinkah karena pengaruh kecantikan Giok Lan" Tidak seorang pun tahu. Dan tentu yang tahu hanya pemuda ini sendiri.
"Heh-heh-heh-heh, engkau kaget" Jika aku memang
pemuda mata keranjang dan tidak bertanggung jawab, kau dapat berbuat apa" Kau sudah dalam tanganku. Hutan ini jauh dari orang. Takkan ada orang bisa menolong kau. Aku hanya akan mempermainkan kau. Nanti sesudah aku
bosan, kau akan kujual!" katanya mantap. "Kau tentu laku mahal sekali dan banyak orang yang akan membeli!"
"Kau.... kau.... akan berbuat seperti itu?" Giok Lan gugup. "Aku.... aku.... akan kaujual" Aduhhh..... bunuh sajalah aku....."
Dan tiba-tiba saja gadis yang tadi tertawa manja itu, sekarang menangis sejadi-jadinya. Sebaliknya Jaka Temon berdiam diri dan membiarkan Giok Lan menangis.
Namun ternyata gadis cantik ini bukan bodoh. Gadis ini tidak mudah ditipu. Sejak dirinya ditolong dan dibawa ke hutan ini. Sikap pemuda ini halus. Bukan saja ucapannya, tetapi juga tingkah lakunya.
Kalau benar pemuda ini suka mempermainkan
perempuan, tentu sikap pemuda ini tidak sehalus ini. Dan kalau benar pemuda ini mata keranjang, manakah kuat
menahan diri ketika dirinya dalam pondongannya" Padahal dirinya tanpa apa-apa. Kalau pemuda ini mata keranjang tentu sudah menggelut dan memaksa. Namun nyatanya
tidak melakukannya.
Malah ia tadi sudah menyerahkan segalanya. la tadi
sudah memeluk dan memulai menciumi. Namun nyatanya
pemuda ini tidak menanggapi.
Mendadak saja Giok Lan menghentikan tangisnya. Dan
gadis ini sekarang sudah tertawa. Katanya, "Hi-hi-hik......
tidak apa-apa! Tapi aku..... aku hanya berharap sesudah kau bertemu dan memperistri diriku....kau menjadi baik.....
dan mata keranjangmu berakhir....."
"Tapi kalau tidak juga mau berakhir.....?" pancing Jaka Temon.
"Ahhh.... entahlah. Aku tidak tahu! Aku memang heran sekali kepada diriku sendiri. Hemm .....begitu bertemu dengan kau.... aku....aku lalu jatuh cinta......"
Gadis ini berhenti sejenak. Lalu, "Ahhh.......nampaknya memang sudah nasibku..... harus mencintai pemuda
seperti kau. Pemuda tidak... bertanggung jawab dan mata keranjang.... Hemm, apa harus dikata?"
Dan Jaka Temon yang sudah menamakan diri sebagai
pemuda mata keranjang ini berkata, "Hemm, sebenarnya saja aku sendiri menyesal juga. Apakah sebabnya aku ini berkembang menjadi pemuda begajulan?"
Pemuda kita ini berhenti. Sejenak kemudian sambung-
nya, "Tapi....tapi yang membuat aku ini heran sekali, apakah sebabnya kau sebagai gadis jelita....."
"Ihhh.... kau jujur atau mengejek?" potong Giok Lan.
"Giok Lan, aku bicara jujur. Engkau adalah cantik jelita bagai Dewi.... Tapi, apakah sebabnya engkau menjadi
gadis sial..... mencintai lelaki mata keranjang seperti aku ini" Dan ahh, aku tak percaya.... tak percaya...."
"Tidak percaya tentang apa" Apakah kau masih ragu"
Tidak percaya.....aku cintai kau.....?"
"Bukan.... bukan itu!"
"Lalu tentang apa.....?"
"Tentang masalah yang tadi sudah kaukatakan."
"Katakanlah! Aku mengatakan apa tadi?"
"Kau tadi mengatakan, belum ada seorang pemuda
yang mencintai kau. Aku tak percaya! Gadis secantik kau ini tentu-tentu selalu menjadi incaran pemuda. Kalau
begitu, apakah pemuda di dekat rumahmu buta semua?"
Giok Lan menghela napas panjang. Beberapa saat
kemudian gadis ini berkata lirih,
"Hemm, Bang Temon....... Apakah kau tidak marah dan salah paham..... jika aku bicara jujur?"
"Kenapa aku harus marah" Bukankah aku tadi sudah berkata, sebelum kita menikah dan membangun rumah
tangga, harus mau jujur" Aku sudah blak-blakan. Aku
mengakui sebagai pemuda begajulan dan tidak tahan
menghadapi gadis cantik."
Jago muda kita ini berhenti. Memandang Giok Lan
menyelidik. Baru kemudian ia meneruskan, "Bicaralah Giok Lan, bicaralah jujur. Sebab dengan membuka rahasia ini, kemudian hari akan terhindar dari persoalan yang tidak kita harapkan."
Sambil berkata mi, ia menunjukkan diri sebagai
pemuda ahli. Jari-jari tangannya segera mengusap-usap rambut Giok Lan yang hitam, lembut dan berbau harum itu.
Kata-kata yang halus dan usapan jari tangan pada
rambutnya ini membuat jantung Giok Lan tergetar hebat.
Ada perasaan aneh menjalar ke lekuk-lekuk tubuhnya. Lalu ia menyandarkan kepala ke pundak. Jawabnya,
"Sebenarnya saja.... Bang Temon... sebenarnya saja....
ahh, ....tapi apakah kau tidak marah.... lalu meninggalkan aku?"
"Giok Lan, bicaralah jujur. Kau jangan khawatir. Aku takkan marah. Apakah aku harus bersumpah?" pancing Jaka Temon.
"Ahhh, tak usah.... ahh, baiklah! Aku akan bicara sejujurnya."
Gadis cantik ini menghela napas panjang. Setelah
mencium bibir dan pipi Jaka Temon, ia berkata lagi,
"Sebenarnya saja...... sebelum terjadi peristiwa terkutuk ini.... Hingga aku bisa diculik penjahat itu.... sebenarnya.....
aku sudah dipertunangkan dengan seorang pemuda... Dan dia masih sepupuku.... Karena ayah pemuda itu adalah
saudara tua lbuku..... Malah.....malah..... sebenarnya sudah ada rencana...... Tiga bulan lagi..... menikah....."
Giok Lan berhenti dan menghela napas lagi. Jaka
Temon berdiam diri, tetapi jari tangannya masih mengusap-usap rambut gadis itu.
"Bang Temon, calon suamiku bernama Lauw Han Siang.
Ayahnya juga seperti ayahku, pedagang hasil bumi," Giok Lan mengungkapkan." "Tapi..... tapi nampaknya...... Siang-koko memang bukan jodohku....."
"Tapi ahhh......" pemuda kita ini mendesah.
"Betapa sedih calon suamimu itu, dengan terjadinya peristiwa terkutuk ini. Dan aku.... ahh,... aku berdosa......"
"Apakah sebabnya?" Giok Lan kaget.
"Sebab aku sudah menyebabkan dia penasaran dan
sedih. Karena.... aku merebut kau dari tangannya......"
"Sudahlah. Kenapa kau malah memikirkan dia?" ujar gadis ini yang berusaha menghibur. "Bang Temon, manusia bisa berencana. Tapi semua di tangan Yang Maha Tinggi.
Dia masih muda. Aku percaya dia akan mendapat ganti
yang lebih cantik."
"Jadi..... jadi kau tega kepada sepupumu dan calon suamimu?" pancing Jaka Temon.
Giok Lan menghela napas dalam. Lalu, "Ahh, lalu, aku harus berbuat bagaimana" Kau ini aneh sekali! Jika tidak terjadi peristiwa terkutuk itu. Tentu saja...... aku takkan tega kepada dia!"
Gadis ini berhenti lagi dan menghela napas. Setelah
mencium, lalu meneruskan, "Bang Temon, tentunya kau juga mengerti perasaanku. Aku.... aku diculik orang. Hampir saja aku celaka jika tidak kautolong..... Tetapi..... apakah orang tuaku maupun orang lain percaya begitu saja, jika kuceritakan" Tentu mereka malah menduga yang tidak
baik. Tentu mereka tidak percaya. Dan malahan mereka
tentu menuduh.. .... aku ini gadis binal..... Cari alasan untuk menyeleweng......"
Jago muda kita menghela napas dalam. Giok Lan menduga, tentu pemuda ini menjadi sedih. Maka gadis ini memeluk erat, mencium lagi dan meneruskan,
"Sudahlah.... hari tambah malam. Bagaimanakah
rencanamu selanjutnya" Apakah aku dan kau.... melewatkan malam pertama..... di hutan ini....?"
Sebelum Jaka Temon sempat membuka mulut, gadis
ini sudah menyambung, "Bang Temon, tekadku sudah bulat. Aku menyerahkan segalanya kepada kau. Mau kau
permainkan.....silakan! Mau kau jual..... silakan! Mau kau peristri secara baik, terima kasih. Aku sudah terlanjur mencintai kau! Jika sekarang juga kau minta kulayani
sebagai istri.... marilah....."
Jantung Jaka Temon tegang sekali. Bukan main gadis
cantik ini. Begitu tulus dan terus terang. Untung dirinya bukan pemuda begajulan. Untung ia sadar sepenuhnya,
gadis ini sedang bingung dan tak tahu jalan. Akibatnya menyerah bulat-bulat. Karena takut mendapat marah dari orang tuanya dan juga calon suaminya.
"Hemm, Giok Lan, aku tidak rela jika engkau harus menginap di hutan ini," katanya perlahan. "Tapi sebaliknya jika kita datang ke sebuah desa, lalu kita minta menginap ke salah seorang penduduk. Tentu orang jadi curiga.
Padahal, tidak seharusnya kau memakai bajuku yang apak dan bau itu."
"Hi-hi-hik, siapa bilang baunya tidak enak" Keringatmu harum. Dan senang juga aku memakai pakaianmu. Tapi
ahh..... jika terus begini, aku akan kedinginan. Lalu....
bagaimana akal kita....?"
"Hemm, terpikir olehku untuk pergi mencari pakaian untuk kau!" ujarnya. "Tapi jika aku pergi, kau akan seorang diri dan tak ada yang menjaga keselamatanmu. Mana
mungkin aku tega" Ke mana pun kau harus bersama aku.
Bukankah begitu?"
Giok Lan mengangguk. Lalu, "Nah, kau sendiri sudah berkata begitu. Maka harus menyertai kau. Disamping aku tidak khawatir, kau pun bisa tenang."
"Ahhh, sekarang aku dapat akal."
Giok Lan memperhatikan. "Akal apa?"
"Untuk sementara, kau harus menyamar menjadi
lelaki...."
"Ihh..... mana bisa?"
"Percayalah kau bisa, manisku. Semua ini demi
kepentinganmu sendiri sebelum aku mendapatkan
pakaian. Sebab jika kau seperti ini, pakai baju lelaki, bukankah malah lucu" Pakailah ikat kepala ini."
Tanpa menunggu jawaban, pemuda ini sudah
melepaskan ikat kepalanya. Lalu dipasang di kepala gadis itu. Giok Lan cekikikan geli. Selama hidup baru sekarang sajalah dirinya memakai ikat kepala dan menyamar jadi lelaki.
Dan kalau saja hal ini terjadi pada siang hari. Jaka
Temon tentu terpesona sendiri memandang Giok Lan.
Sebab tiba-tiba gadis ini berubah menjadi lelaki tampan sekali.
"Nah, sekarang aku lega!" Jaka Temon menghela napas lega. "Biarlah sekarang kita pergi untuk mencari pakaian perempuan."
"Hi-hi-hik," Giok Lan cekikikan. "Lucu sekali."
"Apa yang lucu?"
"Bagaimana tidak lucu" Aku pakai kain, ikat kepala dan baju, tapi tanpa celana. Sebaliknya kau hanya bercelana melulu. Engkau sekarang seperti penjudi rudin. Semuanya habis kaupertaruhkan. Hi-hi-hik, kau baik sekali, suamiku.
Kau mengalah begitu rupa, untuk menyenangkan istrimu.
Tapi.... tapi sebaliknya sekarang kau seperti budakku......"
Jaka Temon juga tertawa. Katanya, "Tapi sekalipun budak, merupakan budak yang paling beruntung."
"Kenapa?"
"Walaupun budak, tapi istriku cantik jelita bagai Dewi."
Giok Lan geli. Jari tangannya lalu mencubit paha Jaka Temon. Yang dicubit meringis, tetapi asyik juga.
Lalu mereka melangkah sambil bergandeng tangan.
Tetapi sebelum jauh melangkah, Jaka Temon mengeluh,
"Ahh, celaka!"
"Ada apa?" Giok Lan heran.
"Aku tak punya uang. Bagaimana bisa beli" Di samping itu sudah malam. Mana ada orang jual pakaian?"
Giok Lan mengeluh juga, "Ahh.... sayang...."
"Tapi masih ada jalan....."
"Apa yang akan kaulakukan?"
"Aku akan masuk ke rumah orang. Lalu aku mengambil pakaian untuk kau."
"Jangan! Mencuri itu tidak baik!" Giok Lan mencegah.
"Tapi aku tidak akan masuk ke rumah orang secara sembarangan. Aku akan datang ke rumahmu...."
"Ahhh! Ke rumahku?" Giok Lan kaget sekali. "Jangan!
Jika ayahku tahu, kau bisa celaka!"
"Giok Lan, legakan hatimu. Percayalah, tidak seorang pun akan tahu." Jaka Temon menghibur. "Disamping itu Giok Lan, dengan mengambil pakaianmu sendiri di
rumahmu, ber arti aku dapat menghindarkan diri dari
tuduhan mencuri."
"Kau datang di rumahku di waktu malam dan tanpa
permisi. Sebutan apa lagi kalau bukan mencuri?"
"Tapi aku tidak mencuri. Aku datang justru untuk mengambil pakaian yang amat kau perlu kan. Di samping itu jika kau memakai pakaianmu sendiri, bukankah
perasaanmu lebih tenteram?"
Giok Lan menundukkan kepala beberapa saat. Ia
memang senang jika bisa memakai pakaian sendiri. Maka kemudian gadis ini mengangguk. Jawabnya, "Kalau begitu, baiklah! Tapi kau harus hati-hati. Ayahku bukan orang sembarangan. Jika ayah tahu salah-salah....."
"Jangan khawatir. Kau ikut?"
"Ihhh, mana mungkin aku bisa ikut" Kalau ketemu
ayah....."
"Kau sudah menyamar sebagai lelaki. Ayahmu tak
mengenal lagi. Jangan khawatir, aku jamin
keselamatanmu."
"Kalau begitu, biarlah aku menunggu di luar saja. Di sekitar rumahku, aku tahu tempat sembunyi yang aman.
Mari kutunjukkan rumahku."
"Tapi kita harus bergerak serba cepat, Giok Lan. Berilah aku ancar-ancar. Di mana kira-kira letak rumahmu itu?"
"Nanti sesudah dekat, aku akan memberi ancar-ancar.
Sekarang yang penting, kita menu ju ke Gunung Besar
Hantu lebih dulu."
"Baiklah!"
Gunung Besar Hantu itu justru tampak dari kota Kuala
Lumpur. Jaka Temon sudah tahu ancar-ancarnya, harus
menuju ke timur.
Giok Lan mendahului melangkah. Tetapi tentu saja
Jaka Temon merasa langkah gadis ini terlalu lambat. Lalu kapan bisa tiba di Gunung Besar Hantu" Tanpa bicara,
tubuh Giok Lan sudah ia sabar lalu ia pondong.
"Aihh....!" jerit Giok Lan tertahan saking kaget.
"Maafkan aku istriku. Langkahmu terlalu lambat. Maka lebih baik kau kupondong. Dan bukankah kau senang juga, dipondong suamimu?"
Giok Lan ketawa cekikikan. Dalam pondongan ini hati
gadis ini menjadi tenang dan aman. Lebih dari itu
sebenarnya ia sudah lelah. Dan dalam pondongan pemuda yang ia cinta ini, justru dapat mengaso dan hangat pula.
Gerakan Jaka Temon cepat sekali seperti terbang. Giok Lan memeluk erat sekali. Hingga payudara yang membusung itu menekan dada si pemuda.
Di dalam pondongan pemuda tercinta ini, Giok Lan
bahagia berbareng kagum. Ia seperti melayang-layang di angkasa. Batang pohon berkelebatan di kiri kanan. Suara angin menderu di telinganya. Ahh, tidak salah lagi pemuda ini sakti mandraguna. Hati Giok Lan tambah mantap.
Menjadi istri pemuda seperti ini, dirinya tentu bahagia dan aman. Maka pelukannya tambah erat.
Singkatnya, Jaka Temon sudah mulai mendaki Gunung
Besar Hantu. Kemudian Giok Lan berbisik, "Rumahku di sebelah utara pasar. Sebagai tanda, depan rumah ada
pohon cemara. Tapi sekali lagi kau harus hati-hati. Jangan sampai kepergok ayah."
"Jangan khawatir, istriku. Doakanlah aku selamat."
Kuala Batu sudah sepi. Penduduk sudah dibuai oleh
mimpi. Pasar itu pun gelap. Rumah rumah di desa ini
berpekarangan luas dan rumahpun berukuran besar. Yang cukup mampu pekarangan dilindungi oleh pagar tembok
agak tinggi. Desa ini cukup tinggi. Tak heran kalau hawanya sejuk.
Dan tidak heran pula jika ayah Giok Lan memilih sebagai pedagang hasil bumi. Tanahnya subur dan apa pun yang
ditanam selalu menghasilkan.
Giok Lan lalu turun dari pondongan. Gadis ini menunjuk suatu tempat untuk bersembunyi. Jaka Temon mengangguk. Lalu dengan kecepatan kilat pemuda ini sudah
hilang ditelan gelap malam.
Tanpa kesulitan jago muda kita ini masuk ke rumah Oei Hok Sing. Tanpa kesulitan pula pemuda ini masuk ke
kamar Giok Lan dan mengambil satu setel pakaian.
Sulit digambarkan betapa gembira gadis ini, ketika Jaka Temon sudah kembali sambil membawa pakaiannya
sendiri. Saking gembira dan terharu, Giok Lan memeluk dan terisak sejenak.
Untuk berganti pakaian Giok Lan menyembunyikan diri.
Sekalipun malam gelap dan sebenarnya tidak perlu
sembunyi. Setelah selesai, ia lalu menyerahkan pakaian Jaka Temon. Dan oleh pemuda ini pun cepat dipakai.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sayang sekali kau hanya mengambil satu lembar,
Bang Temon," ujarnya perlahan.
"Bukankah sudah cukup?"
"Ya. Untuk malam ini. Tapi apakah esok aku tidak memerlukan pakaian untuk ganti" Mestinya kau tadi mengambil yang banyak."
"Ahh, masalah itu bisa kita pikirkan esok pagi, Giok Lan.
Yang penting sekarang kau sudah berpakaian secara patut.
Tapi eeh, ketika aku masuk ke rumahmu tadi, ayahmu
tidak ada. Ibumu belum tidur, dan masih bicara dengan seorang perempuan tua."
"Dia nenekku."
"Aku mendengar, sejak pagi tadi ayahmu pergi mencari kau. Menjelang senja ayahmu pulang dengan masygul
karena tidak menemukan engkau. Tapi kemudian ayahmu
pergi lagi, dan sampai sekarang belum pulang."
"Ke mana?"
"Ibu dan nenekmu menduga, ayahmu pergi ke rumah
calon suamimu."
"Ihh..... ngawur saja. Calon suamiku adalah engkau....
Dan Siang-koko adalah mantan calon......"
"Ahhh..... ya ya, aku keliru. Tapi Giok Lan, entah apa sebabnya. Tiba-tiba saja aku penasaran. Aku harus
mengenal ayahmu dan calon mertuaku."
"Ahhh, jangan! Lebih cepat kita..... pergi akan lebih aman!"
"Giok Lan, kekasihku, berilah aku kesempatan
mengenal ayahmu dan calon mertuaku. Giok Lan,
sekalipun ayahmu tidak mengenal aku dan tidak
mendengar suaraku pula, tapi aku harus minta ampun.
Kau tahu, aku mengambil kau tanpa sepengetahuannya.
Hilangmu dari tengah keluarga, akan menyebabkan orang tuamu sedih. Giok Lan, bagaimanakah perasaanmu
sebagai anak?"
"Aduh..... ayah...... ibu.... berilah aku ampun....."
ratapnya. Bagaimana pun jantung gadis ini berdenyut akan
berpisah dengan ayah bundanya. Dan ia tak tahu dirinya akan dibawa ke mana oleh pemuda yang ia cintai ini. Kalau tidak terpaksa, tentunya ia tak sanggup meninggalkan
orang tuanya. Tetapi keadaan memaksa. Kalau dirinya
pulang, orang tuanya akan marah. Apa pun alasan yang ia berikan tentu tidak dipercaya. Dan dirinya tentu sudah dituduh melakukan penyelewengan dengan laki-laki lain.
Mendengar ratap gadis ini, diam-diam jago muda kita
senang juga. Ternyata gadis cantik ini berbakti pula kepada orang tua.
"Tapi.... tapi...."
"Ada apa sayang?" tanya Jaka Temon lembut.
"Bagaimana dengan diriku, di saat kau datang ke
rumah Siang-koko itu?" tanyanya.
"Engkau akan kusembunyikan di tempat aman. Nah,
sekarang berilah aku ancar-ancar, di mana rumah mantan calon..... itu?"
Mestinya mantan calon suami. Tetapi Jaka Temon tak
sanggup mengucapkan, karena khawatir Giok Lan tidak
senang. "Rumah dia agak jauh," Giok Lan menerang kan. "Tetapi untung satu jalan dengan rumahku. Rumah dia lebih tinggi letaknya, Sebagai ancar-ancar, depan rumah dia adalah kebun sayur dan ada batu besar."
Pada mulanya Jaka Temon akan meninggalkan gadis ini
lalu ia sembunyikan di pondok pemburu. Namun tiba-tiba ia menjadi khawatir jika ditemukan orang, dan Giok Lan celaka. Untuk beberapa jenak ia bingung sendiri.
"Giok Lan, sebaiknya kau ikut ke sana!" katanya kemudian.
"Ihh, ke sana?" Giok Lan kaget sekali. Lalu celanya,
"Kau ini bagaimana" Apakah kau sudah tolol" Jika aku datang ke sana berarti seekor ular mencari pukul. Apakah kau tidak kasihan pada Giok Lan?"
Dan tiba-tiba gadis ini memeluk dan ketakutan.
"Heh-heh-heh!" Jaka Temon terkekeh. "Kenapa kau takut" Giok Lan, percayalah! Selama kau tetap di
sampingku, takkan ada bahaya yang mengancam. Sebab
aku akan membela kau dengan taruhan nyawaku sendiri."
Bahagia sekali gadis ini mendengar janji Jaka Temon. Ia menggelantung di leher lalu menciumi. Ternyata kali ini pengaruh ciuman Giok Lan kuat sekali terhadap Jaka
Temon. Akibatnya pemuda ini membalas bertubi-tubi,
sehingga Giok Lan mengeluh akibat sesak napas.
Tubuh Giok Lan lalu ia sambar lagi dan ia pondong.
Tetapi sekarang ini gerakannya lambat. Ia telah mem-
punyai rencana yang amat bagus. Sekarang ini sudah lewat dini hari. Maka gerakannya akan membuat Giok Lan
seperti dalam ayunan. Dengan begitu Giok Lan akan
mengantuk dan tertidur.
Dugaannya ternyata benar. Setelah Giok Lan terayun-
ayun, sudah tertidur dalam pondongannya. Lalu tibalah pemuda ini di sebuah rumah dengan pekarangan luas,
seperti petunjuk Giok Lan. Setelah merasa pasti, jago muda kita ini menuju belakang rumah. Lalu dengan gampangnya meloncati tembok pekarangan. Beban tubuh
Giok Lan seperti tidak terasa. Dan kemudian dengan hati-hati pula pemuda ini masuk lewat pintu belakang.
Telinga Jaka Temon yang peka mendengar, orang
masih bicara di rumah bagian depan. Salah langkah dirinya dalam bahaya. Ia menyelinap di tempat gelap. Kemudian pemuda ini menunduk dan mencium Giok Lan.
Katanya dalam hati, "Giok Lan! Engkau jangan sampai hidup sengsara, aku tidak rela! Engkau juga jangan sampai dituduh orang sebaai anak tidak berbakti. Kewajiban yang terpenting bagi seorang anak adalah berbakti kepada
orang tua. Karena, hutangmu terhadap orang tua tidak bisa lunas sekalipun kauberikan nyawamu. Bayangkan
Giok Lan. Ibumu mengandung engkau selama sernbilan
bulan sepuluh hari. Sejak bulan pertama dalam perut
ibumu sampai kau lahir. Ibumu tidak pernah bisa mengaso sekejap pun. Baik duduk, bekerja mau pun tidur kau tetap dalam perut ibumu. Kau bisa membayangkan bagaimana
kasih dan sayang ibumu selama kau masih dalam perut.
Tidur pun ibumu tidak bisa, karena perut dirasakan berat."
Jaka lemon berhenti dan mencium lagi penuh perasaan
sayang. Sejenak kemudian ia meneruskan, "Dan kau juga harus sadar Giok Lan. Pada saat ibumu melahirkan engkau di dunia ini. Ibarat ibumu perang dengan rnaut. Salah-salah nyawa sendiri dipertaruhkan demi kau. Sesudah kau lahir pun, ibumu belum juga bisa mengaso. Sebab harus merawat dirimu. Dari kau belum bisa apa-apa, sampai kau bisa merangkak, jalan lalu lari. Itu pun tugas ibumu belum selesai. Ibumu masih harus mendidik dirimu sampai
dewasa. Tanggung jawab orang tua belum juga lepas
sampai kau menikah."
Ia berhenti lagi dan menciumi Giok Lan yang tampak
tambah cantik. Dalam tidurnya Giok Lan tersenyum-
senyum. "Giok Lan," katanya lagi dalam hati. "Dosa yang paling berat bagi manusia hidup di dunia ini, apabila durhaka terhadap orang tua. Memang orang tua itu tidak selalu benar. Kadang kala juga bisa salah. Sekalipun begitu harus tetap kau hormati sampai kapan pun. Aku katakan sampai kapan pun, karena setelah orang tua itu tiada. Kau wajib ziarah ke kuburnya. Kau harus mendoakan orang tua
maupun leluhurmu agar diampuni segala dosa-dosanya
oleh Tuhan."
Ia masih sayang meiepaskan Giok Lan. Ia menciumi lagi. Ciuman sayang dari seorang abang terhadap adik sendiri. Tanpa dipengaruh oleh napsu. Terusnya, "Giok Lan, jika kau nekad harus ikut aku. Itu berarti kau menyiksa dirimu sendiri, menyiksa aku dan orang tuamu menderita berkepanjangan. Bagaimana pun kau harus kembali
kepada tunanganmu Lauw Han Siang. Dan bukankah
engkau pun mencintai dia" Maka kau kembali ke tengah keluargamu. Tetapi agar kau tidak malu dan merasa ternoda nama baikmu, kutempuh jalan ini."
Setelah itu Jaka Temon kembali menciumi. Lalu dengan
gerakan ringan sekali ia menuju ke sebuah almari raksasa.
Almari yang besar dan linggi. Jaka Temon gembira
menemukan almari raksasa ini. Maka kemudian Giok Lan
ia baringkan di atas almari.
Memang ada alasan jago muda kita ini memilih almari
itu. Di tengah kehidupan masyarakat, sesuatu yang aneh akan terhindar dari kecurigaan orang. Adalah aneh sekali jika Giok Lan dapat memanjat almari ini tanpa tangga. Dan aneh pula Giok Lan masuk ke rumah ini tidak seorang pun tahu. Juga aneh pula jika Giok Lan memilih tidur di atas almari.
Maksud jago muda kita jelas. Pertama, ia tidak ingin
merusak hubungan cinta kasih antara Giok Lan dan Han
Siang. Justru hubungan mereka sudah mendapat restu
orang tua. Malahan juga bulan lagi sudah akan kawin. Yang kedua, ia mencegah Giok Lan menjadi seorang anak yang tidak berbakti kepada orang tua. Karena menghilangnya Giok Lan juga akan membuat orang tuanya menderita.
Yang ketiga, pemuda ini tidak menginginkan pulangnya
Giok Lan menimbulkan dugaan jelek. Juga untuk menjaga agar Han Siang tidak curiga. Dan yang keempat, guna
menghindari tuduhan keluarga Giok Lan, bahwa Han Siang telah menculik Giok Lan. Karena terbukti si gadis berada di rumah ini.
Demikianlah, sesudah menidurkan Giok Lan, pemuda
ini cepat keluar dan rumah. Dengan gerakana ringan ia meloncat ke atap. Dan dengan gerakan tanpa suara sudah menuju bagian depan. Di tempat ini empar orang masih
juga bicara, sekalipun malam sudah menjelang fajar. Ialah Oei Hok Siang (ayah Giok Lan), Lauw Han Siang, Law Han Jian dan istrinya.
"Aku menjadi bingung. Ke mana aku harus mencari
Giok Lan?" kata Hok Siang. Nadanya menyesal sekali dan mengeluh. "Pagi-pagi benar Giok Lan pamit kepada ibunya, ke ladang sayur. Namun tiba-tiba saja hilang tidak ada orang tahu."
Han Siang menghela napas panjang dan juga sedih.
Lalu pemuda ini berkata mantap, "Ayah! Aku harus mencari Lan-moi sampai ketemu. Aku takkan mundur setapak pun
kendati harus menerjang bahaya. Ah...... aku.... aku tak bisa hidup tanpa Lan-moi di sampingku."
"Bagus!" puji Jaka Temon dalam hati. "Engkau pemuda hebat dan pantas menjadi suami Giok Lan yang cantik
jelita. Kuharapkan janjimu ini bukan hanya di bibir."
"Kita memang harus mencari Giok Lan sampai
ketemu!" sambut ayahnya. Nadanya sedih pula. "Yang kusayangkan, kita tidak mempunyai petunjuk sedikitpun.
Lalu ke mana kita harus mencari" Ahhh..... aku takut sekali.... jika Giok Lan diculik orang jahat...."
"Itulah sebabnya aku gelisah dan khawatir!" sambut ayah Giok Lan. "Saking tak kuasa menahan kekhawatiran-ku, maka malam ini juga aku datang ke mari."
''Biarlah sekarang juga aku beraugkat mencari" ujar Han Siang penuh semangat.
"Jangan!" ibunya mencegah. "Jangan sekarang juga.
Sekarang sudah mendekati fajar. Kenapa tidak menunggu pagi?"
"Ibu..... hatiku gelisah tidak keruan!" sahut Han Siang.
"Bagaimana aku bisa bersabar menunggu pagi?"
"Sudahlah. Kamu jangan berbantah begitu Law Han
Jian melerai. "Biarlah aku menemani anakmu mencari dan berangkat sekarang. Kau setuju Hok Sing?"
"Tentu! Aku gembira sekali!" sambut ayah Giok Lan.
Justru pada saat itu, Jaka Temon sudah tidak kuasa
lagi menahan perasaan. Ia tidak ingin terlalu lama
menyiksa perasaan mereka. Maka pemuda ini segera ber-
gerak tanpa suara, lalu beralih di tembok pekarangan. Dari tempat ini ia lalu mengirimkan suara dilambari dengan Aji Pameling. Tampaknya saja pemuda kita ini hanya berbisik.
Akan tetapi suaranya dapat didengar oleh mereka dengan jelas sekali.
"Hai, dengarkan baik-baik apa yang kukatakan ini.
Kalian tidak perlu ribut dan gelisah. Giok Lan tidak hilang, seperti yang kamu duga dan tidak dalam bahaya. Hai
dengar! Aku adalah yang menghuni dan yang menunggu
Gunung Besar Hantu! Tadi pagi, Giok Lan telah menginjak kaki salah seorang cucuku yang sedang bermain-main.
Cucuku menangis dan lapor!"
Jaka Temon berhenti sejenak. Lalu terusnya, "Laporan cucuku itu membuat aku marah. Kenapa ada manusia
yang berani rnengganggu" Lalu Giok Lan kutangkap.
Kubawa pulang ke rumahku, di puncak Gunung Besar Hantu. Setelah kutanya, ternyata Giok Lan tidak merasa mengganggu. Karena Giok Lan tadi tidak bisa melihat
cucuku yang sedang bermain-main. Mendengar alasan
Giok Lan, akhirnya aku sadar. Justru manusia memang
tidak bisa melihat kami, para Bunian (lelembut). Dan
melihat kecantikan Giok Lan, lalu salah seorang cucuku yang sudah dewasa jatuh cinta. Ingin memperistri Giok Lan.
Aku pun setuju. Tapi celakanya, Giok Lan menolak mentah-mentah. Giok Lan memberitahu sudah punya tunangan
bernama Lauw Han Siang dan berumah di sini."
Jaka Temon berhenti lagi. Hatinya geli tetapi ia tahan.
Tak lama kemudian meneruskan, "Giok Lan kubujuk.
Begitu pula istriku membujuk terus agar mau. Tapi hatinya tetap keras menolak. Malah kusuruh makan pun tidak
mau. Hemm, bujukan demi bujukan tidak juga dapat
mempengaruhi Giok Lan. Dia menangis terus dan malah
ingin bunuh diri. Aku lalu kasihan, dan akhirnya Giok Lan kubawa ke mari. Nah, bergembiralah kamu semua. Giok
Lan sekarang sudah pulang dengan selamat, dan sekarang dia tidur di atas almari besar di ruang tengah."
Empat orang itu kaget berbareng heran.
Maka mereka berdiam diri dan saling pandang. Sekali-
pun begitu terus memperhatikan kata demi kata. Namun
setelah mendengar Giok Lan pulang dengan selamat dan
malah sekarang tidur di atas almari besar, tiba-tiba saja Han Siang sudah melompat. Pemuda ini lari menuju
tempat almari. Di belakangnya menyusul dan mengikuti, ibu, ayahnya dan ayah Giok Lan.
"Lan-moi.... Lan-moi....!" teriak Han Siang tidak sabar lagi. "Apakah sebabnya kau tidur di sini?"
Han Siang menjejakkan kaki ke lantai. Tubuhnya
membal lalu berdiri di atas almari yang tingginya setombak lebih. Pemuda ini cepat-cepat memeluk, menciumi dan
membangunkan Giok Lan.
Gadis ini pun kaget. Ketika melihat tunangannya, Giok Lan lalu memeluk erat sekali. Lalu sambil memondong
Giok Lan, pemuda ini sudah turun dari atas almari.
"Aku.... aku.... kenapa tidur di atas almari. ....?" Giok Lan bingung dan gugup.
Ketika itu ayah dan calon mertuanya sudah menyusul
datang. Gadis ini berteriak, "Ayah...!"
Lalu Giok Lan melepaskan diri dari pelukan Han Siang, lari ke arah ayahnya dan memeluk sambil menangis.
"Giok Lan, sudahlah!" hibur ayahnya. "Betapa gembira hatiku, kau sudah pulang dengan selamat. Aku sudah tahu apa yang terjadi atas dirimu. Kau".. kau telah dibawa Bunian ke puncak Gunung Besar Hantu......"
"Lan-moi, jangan menangis," Han Siang ikut menghibur.
"Tadi Bunian yang menunggu Gunung Besar Hantu datang ke sini. Dia memberitahu, tadi pagi kau ditangkap karena dipersalahkan rnengganggu cucunya. Tapi kemudian kau
akan diambil mantu oleh Bunian itu, dinikahkan dengan salah seorang cucunya. Namun kau menolak dan
menangis terus. Karena tak tega, maka oleh Bunian itu kau dibawa kemari. Kau yang sudah tidur lalu dibaringkan di atas almari".."
Ibu Han Siang yang tadi berdiri tertegnn, sekarang
menyambung, "Giok Lan, aduhh.... betapa kagetku tadi, ketika ayahmu datang dan mengabarkan kau hilang."
Melihat semua orang menyambut dirinya dengan rasa
syukur, Giok Lan lalu melepaskan pelukan ayahnya. Gadis ini lalu menubruk dan memeluk calon ibu mertua. Lalu
menyembunyikan wajahnya di dada sarribil terisak.
Tetapi di tengah isaknya ini, diam-diam keheranan juga kenapa dirinya sudah tidur di atas almari" Ia kagum juga kepada Jaka Temon. Bagaimana pemuda itu bisa mengatur semuanya, tanpa orang tahu"
"Jadi..... jadi..... Bunian itu tidak mau bertemu dengan kalian?" tanya Giok Lan di tengah isaknya.
Ayahnya mendahului menjawab, "Tidak! Aku juga tak tahu, kenapa Bunian itu tak mau menampakkan diri. Tapi kita wajib bersyukur, karena Bunian itu baik hati. Kalau saja Bunian itu tidak mau mengembalikan kau, tentu kau hilang."
"Tentu saja Bunian itu baik," sambut Lauw Han Jian.
"Bukankah Bunian itu yang menunggu Gunung Besar
Hantu" Bunian itu banyak membantu penduduk. Dan
selama ini memang tidak pernah rnengganggu penduduk
negeri ini."
Mendengar penjelasan ini Giok Lan gembira. Tetapi
diam-diam juga kecewa. Ia kecewa karena secara halus, dirinya ditolak oleh Jaka Temon. Tetapi sekalipun begitu, ia juga kagum. Ternyata pemuda penolongnya itu baik sekali.
Kalau bukan pemuda baik, ia sudah menyerah bulat-bulat, apakah pemuda itu tidak menggunakan kesempatan"
Namun ternyata pemuda itu tidak berbuat. Yang dilakukan hanya terbatas menciumi saja. Di sampmg itu ia juga
kagum sekali. Pemuda itu pandai sekali dalam mengatur kembalinya ke keluarga. Sampai-sampai mengaku Bunian, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
Giok Lan bukan gadis tolol. Gadis ini lalu mengimbangi siasat Jaka Temon dan mengarang cerita. Katanya, "Ayah, sungguh mati aku memang tidak melihat Bunian itu, ketika di ladang. Maka aku tidak merasa telah menginjak kakinya.
Yang kutahu, tiba-tiba aku sudah di dalam rumah yang luas dan bagus sekali. Indah, menakjubkan. Tidak bedanya
dengan Istana Sultan. Di samping indah dan luas, rumah itu pun banyak penghuninya. Aku diperiksa oleh Bunian yang menunggu Gunung Besar Hantu itu. Tapi aku menolak tuduhan itu. Sebab aku memang tidak merasa."
Giok Lan berhenti dan mengambil napas. Lalu terusnya,
"Bunian itu kemudian tidak marah lagi. Dia sudah akan melepaskan aku. Tapi, tiba-tiba salah seorang cucunya jatuh cinta kepada diriku...."
"Bagaimanakah ujud dari pemuda Bunian itu?" tanya calon ibu mertua.
"Ujudnya tidak berbeda dengan kita ini, Ibu. Seperti manusia biasa. Aku lalu dibujuk. Tapi aku tetap menolak.
Aku selalu ingat kepada Siang-koko."
"Lalu, bagaimanakah keadaan Bunian tua yang
menunggu Gunung Besar Hantu itu?" tanya Han Siang.
"Hiiii..... aku ngeri....."
"Kenapa?" tanya calon ibu mertua.
"Ahhh..... mengerikan sekali." Giok Lan menerangkan.
"Bunian tua itu rambutnya riap-riapan. Tubuhnya tinggi besar. Wajahnya......ah..... menyebabkan aku pingsan.....
Wajahnya separo hitam dan separo putih. Yang hitam
penuh bintik-bintik putih dan yang putih berbintik hitam.
Wajah iblis ... tapi hatinya...mulia...."
"Apakah sebabnya kau memuji mulia?" tanya calon ayah mertua.
"Bagaimana tidak" Cucunya yang jatuh cinta kepada diriku itu, semula minta agar diriku ditawan. Agar nantinya aku menyerah. Tapi Bunian tua itu marah dan mencaci
maki cucunya. Dia memberi alasan, tidak boleh main
paksa. Justru itulah, maka Bunian tua memutuskan
mengembalikan aku. Ahh, mungkin juga Bunian tua itu
yang membawa diriku ke sini....."
Diam-diam Jaka Temon mendongkol juga, mendengar
ucapan Giok Lan itu. Katanya dalam hati, "Kurang ajar kau, Giok Lan. Aku yang muda dan tampan begini, kau sebut tua dan wajahnya mengerikan. Kau bilang pingsan, tapi
buktinya kau memeluk aku dan menciumi. Malah kau pun
menyerah bulat-bulat kepada diriku. Hemm, kalau saja aku ini tidak kuat bertahan, jadi apa kau! Tentu kau sudah jadi nyonya...... Artinya, kau sudah jadi nyonya.....tapi tetap disebut nona....."
Namun kemudian pemuda ini pun geli sendiri. Ia
mengerti maksud Giok Lan yang menyebut wajahnya
mengerikan. Ini merupakan siasat supaya Han Siang tidak curiga. Lalu pujinya dalam hati, "Hemm, bagus juga siasatmu, Giok Lan. Kau tentu khawatir calon suamimu
curiga. Maka kau ngarang cerita. Aku senang kau sudah kembali ke tengah keluarga. Aku senang kau tetap bakal menjadi istri Han Siang. Selamat tinggal! Mungkin juga aku takkan menemukan gadis secantjk kau di dunia ini, Giok Lan. Tapi tidak apa! Aku belum berpikir untuk menikah. Aku gelandangan! Biarlah aku tetap seperti keadaanku ini...."
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, Jaka Temon
telah pergi menerobos fajar.
*** ENAM ARI itu pantai yang tidak jauh dari Klangkajang
banyak orang. Ibu nelayan sibuk menjemur ikan,
H sedang anak-anak bermain-main di pasir. Mereka
berkejar-kejaran dengan kaki dan dada telanjang. Anak-anak itu gembira ria. Mereka tidak pernah berpikir, ayah maupun abangnya di tengah laut mencari nafkah. Mereka tidak sadar hidup sebagai nelayan selalu berjuang berhadapan dengan maut.
Sewaktu-waktu perahu yang kecil itu dihempas badai.
Sewaktu-waktu pula perahu kecil itu dihantam gelombang.
Nelayan selalu bercanda dengan maut. Dan apabila musim angin barat, tak dapat melaut. Paceklik datang. Dan
mereka terpaksa mengencangkan ikat pinggang.
Keadaan seperti ini, masih ditambah oleh seringnya
terjadi perkelahian antar tetangga. Kesepian di saat suami melaut, menggoda hati perempuan. Lalu secara rahasia
menerima hadirnya lelaki lain. Yang perempuan kurang
kuat iman, apalagi yang lelaki. Kehidupan nelayan diwarnai oleh hubungan cinta gelap. Hingga terkadang timbul pertanyaan yang sulit dijawab. Anak siapakah bayi yang baru lahir itu"
Tetapi memang tidak semua nelayan, terjerumus ke
hal-hal seperti itu. Tidak terhitung jumlahnya suami istri yang saling bertanggung jawab. Kuasa menghindarkan diri dari godaan napsu syahwat yang salah seperti itu. Namun celakanya, ibarat setitik nila dalam susu sebelanga. Hingga menjadi noda dan aib.
Jaka Temon duduk di pasir dan perhatiannya terpikat
kepada bocah-bocah yang riang bermain itu. Diam-diam
pemuda ini iri juga. Dirinya tidak pernah merasakan
keriangan sebagai bocah. Sejak masih kecil dirinya sudah kehilangan ayah. Lalu bersama ibunya hidup menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Ia tidak pernah
mengenyam riang gembiranya sebagai bocah. Dan setiap
hari harus membantu ibunya dalam mencukupi kebutuhan.
Namun tiba-tiba pemuda ini terkejut. Dalam dalam
hatinya lalu timbul tanda tanya besar. Ia melihat
merapatnya sebuah perahu yang agak besar. Perahu itu
seluruh penumpangnya laki-laki. Mereka tidak bisa
merapat ke tepi, dan mereka terpaksa turun ke air.
Yang mengejutkan hatinya, semua lelaki itu bersenjata.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Malah ada pula yang menyandang senjata api. Jaka Temon keheranan berbareng curiga. Ada apakah dengan belasan lelaki ini" Setelah menginjakkan kaki ke pasir pantai, Jaka Temon tercekat. Gerakan belasan lelaki ini tangkas dan ringan. Membuktikan, mereka rata-rata cukup berilmu.
Tanpa membuka mulut mereka bergerak ringan menuju
ke arab hutan tak jauh dari pantai itu.
Karena curiga dan ingin tahu apa yang akan terjadi,
pemuda ini cepat bergerak membayangi. Gerakannya
ringan tetapi berhati-hati. Sebab ia sadar, orang-orang itu amat ber bahaya. Lebih-lebih di antara mereka ada yang bersenjata api.
Ternyata cukup jauh juga orang ini masuk hutan.
Mereka lewat jalan setapak dan penuh hati-hati. Jaka
Temon yang membayangi pun lebih berhati-hati lagi.
Tak lama kemudian belasan orang ini menginjakkan
kaki ke sebuah tanah lapang berumput. Mereka lalu berdiri di tepi lapangan sambil siap siaga. Mata mereka
menyelidik. Jaka Temon menempatkan diri di tempat aman.
Terlindung dedaunan lebat dan tak gampang orang tahu.
Ketika sepasang matanya mulai menyelidik, diam-diam
pemuda ini terkejut.Ternyata di tepi tanah lapang berumput itu, di sana bersiap diri belasan lelaki pula bersenjata. Ada senjata anak panah, senjata api dan senjata tajam.
Sekarang, pemuda ini mulai dapat menduga-duga.
Tampaknya dua rombongan lelaki yang berhadapan ini
sudah saling berjanji lebih dulu. Mereka akan
menyelesaikan persoalan di tempat ini.
Ia memang tidak mempunyai kepentingan sedikit pun
dengan orang-orang ini. Tetapi ada perasaan ingin tahu apa yang terjadi. Walaupun dengan perbuatannya ini,
setiap waktu bahaya mengancam.
"Hai Abdul Mursid!" salah seorang dari rombongan ini berteriak. "Kami sudah datang. Tapi kenapa kamu belum juga muncul?"
Seorang lelaki tinggi besar lalu muncul dari balik
batang pohon besar. Begitu muncul orang ini terkekeh,
"Heh-heh-heh-heh! Sejak tadi kami sudah menunggu di sini."
"Hai Abdul Mursid!" teriak orang itu lagi. "Kita-kita ini adalah orang-orang yang mencari hidup dalam lapangan
yang sama. Tapi apakah maksudmu, mengundang kami di
tempat seperti ini?"
"Heh-heh-heh-heh, tentu saja penting, Jalal!" sahut Abdul Mursid dengan sikap sombong. "Kau sendiri sudah mengatakan, kamu dan kami adalah orang yang hidup dari lapangan yang sama. Bagus! Tapi apakah sebabnya,
pihakmu sudah memulai dengan perbuatan curang?"
"Aku tidak mengerti maksudmu!" sahut Jalal. "Perbuatan curang yang mana?"
"Hemm, lepas batu sembunyi tangan. Apakah itu
patut?" "Kau bicara tidak keruan. Lepas batu sembunyi tangan yang mana?"
"Heh-heh-heh-heh! Kau masih juga pura-pura, Sobat.
Huh-huh, semalam juragan Jalidun Amin mati terbunuh di rumahnya. Malah rumahnya juga dibakar. Tidak bisa tidak, semua ini tentu hasil kerjamu. Huh-huh, kalah bersaing, kenapa berbuat curang?"
Sepasang mata Jalal mendelik saking marah. Bentak-
nya, "Jangan membuka mulut sembarangan. Kau main tuduh membabi buta. Siapakah yang membunuh juragan
Jalidun Amin itu" Kami tidak mengerti dan kami pun baru tahu sekarang. Terus terang pihak kami memang selalu
bersaing. Tetapi untuk berbuat curang, nanti dulu!"
Mendengar sampai di sini, Jaka Temon baru sadar.
Terbunuhnya Jalidun Amin oleh tangannya semalam,
berbuntut panjang. Pihak Jalidun Amin cepat menuduh
kelompok lain, melakukan kecurangan. Tiba-tiba timbullah keinginannya untuk muncul dan rnengakui perbuatannya.
Untung sebelum menampakkan diri, kesadarannya timbul.
Dua pihak ini setali tiga uang. Jika pihak Jalidun Amin sanggup melakukan penculikan terhadap gadis, tentunya pihak lain pun sama saja. Dua pihak ini merupakan orang-orang tidak bertanggung jawab. Selalu mengacau dunia
dengan perbuatannya yang terkutuk!
"Hai Abdul Mursid!" Jalal timbul marah. "Kami bukan pura-pura. Maka jangan menuduh kami sembaranganl
Apakah bukti-bukti yang kamu pergunakan dasar menuduh kami?"
"Hemm, memang tidak ada bukti. Justru kamu
rencanakan secara tertib. Tapi siapakah yang dapat
menghilangkan jejak dari ciri-ciri yang kau tinggalkan"
Orang-orang juragan Jalidun Amin semuanya mati, dan
pelipisnya berlubang. Bantahlah sekarang. Bukankah ini merupakan ciri khusus pihak kamu?"
"Kurang ajar! Menuduh orang sembarangan. Aku
menolak tuduhanmu dan sebaliknya, kau telah berani
menghina aku! Kamu telah memfitnah kami dengan ciri-ciri itu. Kiranya kamu sendiri yang melubangi pelipis korban.
Lalu kamu mencuci tangan dan menuduh kami yang
melakukan. Huh! Curang! Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Heh-heh-heh-heh, tidak lucu!" Jalal mendelik.
Abdul Mursid berjingkrak saking marah. Bentaknya
menggeledek, "Bangsat busuk kurang ajar! Adalah omong kosong bila kami membunuh sekutu sendiri. Lalu untuk
apa?" "Kenapa kau malah bertanya" Jawabnya dalam otakmu sendiri." Jalal mengejek. "Kalau memang tidak pandai bermain curang, jangan coba-coba berbuat curang."
Sepasang mata Abdul Mursid merah saking marah.
Teriaknya, "Manusia busuk yang licik. Tidak usah banyak mulut. Hutang nyawa bayar nyawa!"
"Tahan!" teriak Jalal. "Apakah kamu tetap menuduh kami melakukan pembunuhan itu" Jika begitu kami
menolak! Kami tidak melakukan pembunuhan!"
"Hemm, jika tidak melakukan pembunuhan, kenapa
korban berlubang pelipisnya" Ciri-ciri seperti itu membuktikan keterlibatan kamu dalam peristiwa pembunuhan itu!" Jaka Temon kaget. Baru sekarang ia sadar, apa yang dilakukan mirip dengan ciri-ciri yang selalu ditinggalkan oleh gerombolan Jalal ini. Korban mati terbunuh dengan pelipis berlubang.
Pemuda ini justru telah menguasai ilmu Sastra Jendra.
Dan ilmu tersebut justru merupakan sumber dari berbagai ilmu kesaktian. Diam-diam pemuda ini keheranan. Kalau begitu, ilmu kesaktian di Malaya ini, sumbernya sama
dengan ilmu kesaktian di Indonesia" Walau pun pada saat ia merobohkan orang-orang Jalidun Amin itu menggunakan sambitan kerikil. Namun sebagai dasarnya, ia menggunakan ilmu Tombak Tumpul. Jika dan jarak jauh bisa
menggunakan timpukan (sambitan), dan jika dalam jarak dekat menggunakan tusukan jari tangan. Dua macam ilmu ini sama-sama sulitnya. Hanya orang yang ilmunya sudah tinggi saja, baru bisa melakukannya.
Ia tidak ingin berpihak. Ia tahu dua pihak ini setali tiga uang. Orang-orang yang kejam dan tidak manusiawi. Kalau mereka berkelahi dan saling gempur sendiri, adalah baik.
Agar jumlah orang-orang jahat seperti mereka ini berkurang jumlahnya.
"Tadi aku sudah menolak tuduhan itu!" bantah Jalal.
"Kenapa kamu masih juga menuduh" Semua ilmu bisa dipelajari orang. Dan ilmu seperti itu bisa pula dilakukan orang lain."
"Hemm," dengus Abdul Mursid dingin. "Mengaku dan tidak mengaku sama saja akibatnya, huh-huh! Kamu telah membunuh juragan Jalidun Amin. Kami tidak bisa
menerima dan tidak bisa tinggal diam. Banyak mulut tak ada gunanya. Dan sekarang kita tentukan dengan senjata!"
"Huh-huh!" Jalal geram. "Jika begitu, kamu akan menggunakan kekuatan guna menindas pihak lain?"
"Hemm, jangan sombong!" ejek Abdul Mursid. "Kami bukan orang-orang rendah operti kamu duga. Yang tidak malu melakukan perbuatan curang! Sekarang kita buktikan mana yang lebih unggul antara orang-orangku. Maju
seorang lawan seorang."
Keputusan Abdul Mursid ini membuat Jaka Temon
gembira. Dengan melihat mereka yang berkelahi, sedikit banyak akan bisa menambah pengetahuannya. Yang tentu
saja berguna sekali dalam pengembaraannya sekarang ini.
"Bagus! Kami pantang kamu hina! Jika kamu
menantang tentu saja kami layani!"
Jalal memalingkan muka. Lalu katanya, "Manan!
Majulah!" "Baik!" pemuda yang disebut lalu maju. Ia memberi hormat kepada Jalal. Lalu ia menuju ke tengah lapangan dan menunggu lawan.
Abdul Mursid pun lalu mengimbangi. Ia memanggil
salah seorang anak buahnya. "Kasim!" katanya "Majulah!"
Karena tidak ada aturan yang ditetapkan, maka Kasim
cepat mencabut pedangnya. Ia tidak ingin kalah dalam perkelahian ini. Kasim sudah menerjang maju dengan
pedangnya, tanpa memberi peringatan lebih dahulu
kepada lawan. Pedang Kasim berkelebat cepat menikam dada lawan.
Tetapi Manan dengan tenang bergerak menghindar,
sehingga tikaman itu luput.
Kasim kaget. Untuk menutupi rasa kagetnya, ia memuji,
"Bagus!"
Kasim cepat mengubah arah pedangnya. Sekarang
membabat. Dan sekarang, pemuda ini memperingatkan,
"Awas!"
Melihat gerakan Kasim itu, Jaka Temon yang menonton
di tempat persembunyian merasa sebal. Pemuda bernama
Kasim ini masih mentah. Dan ia dapat memastikan, tak
lama lagi pemuda ini tentu keok di tangan Manan.
Manan menyambut serangan Kasim dengan tersenyum
mengejek. Kendati tubuhnya belum bisa berdiri tegak,
dengan gampang ia bisa menghindari babatan pedang.
Dan celakanya pemuda ini tidak membalas maupun
menghunus senjatanya.
"Sayang sekali Sobat, gerakanmu kurang cepat."
Manan mengejek. "Akibat gerakanmu lambat, aku sudah bisa menduga arah serangan mu."
Kasim geram dan malu sekali. Ia sudah menyerang dua
kali namun serangannya tak berhasil. Tanpa membuka
mulut ia menyerang lagi. Kali ini ia menyerang secara berantai dan tipu yang selalu ia andalkan. Pedang Kasim berkelebat cepat ke arah leher, mata dan dada.
Namun tiba-tiba Kasim sendiri yang terbelalak. Karena tanpa kesulitan lawan sudah dapat memunahkan
serangannya. Setelah Kasim menyerang tiga kali dengan serangan-
serangan berbahaya, Manan mencabut tongkat pendek
dari pinggangnya. Ketika tongkat disabatkan, tiba-tiba berubah menjadi panjang. Pada ujung tongkat itu, terdapat kaitan dari baja yang tajam mengkilap.
Manan tertawa, lalu katanya, "Sobat, ilmu pedangmu cukup bagus. Sekarang marilah kulayani bermain-main."
Tentu saja Kasim menjadi marah sekali. Lawan meng-
hadapi pedangnya, menyebut bermain-main. Sombong
sekali lawan ini. Maka ia bertekad harus dapat merobohkan lawan sesingkat-singkatnya.
Dalam marahnya Kasim menyerang sungguh-sungguh
lima kali berturut-turut. Tetapi sebaliknya Manan melayani serangan ini dengan bibir tersenyum mengejek.
Perkelahian ini adil. Masing-masing masih muda dan
bersenjata. Itulah sebabnya dalam waktu singkat per-
kelahian berlangsung sengit. Tongkat Manan bergerak
cepat sekali dan pedang itu pun selalu mencari kelengahan lawan.
Tetapi bagaimana pun Kasim masih belum cukup
melayani Manan. Belum lima belas jurus, Manan berteriak,
"Lepas!"
Dan benar. Pedang Kasim telah lepas dari tangan
terlempar jauh. Belum juga Kasim dapat menguasai ke-
dudukannya, tongkat Manan telah menghajar pundak.
Kaitan baja di ujung tongkat merobek baju berikut daging.
"Aduh!" teriak Kasim yang kesakitan. Darah mengucur deras dari pundak yang terluka.
"Mundur!" perintah Abdul Mursid.
Begitu Kasim mengundurkan diri dan terluka, maju tiga orang. Jalal mengerutkan alis. Maka cepat-cepat ia pun memerintahkan dua anak buahnya.
"Halim dan Harun! Majulah!"
Dua orang yang ditunjuk itu pun melangkah maju. Dua
orang ini tubuhnya kekar, langkahnya mantap.
Melihat sekaligus tiga orang dari pihak Abdul Mursid
maju, Jaka Temon sudah bisa menduga. Tampaknya Abdul
Mursid tidak telaten lagi. Tampaknya orang ini meng-
inginkan urusan cepat selesai.
Tiga orang dari pihak Abdul Mursid ini adalah Dullah, Musa dan Kadar.
Tiga orang ini pun segera menerjang maju dan mereka
berkelahi sengit. Musa yang berangasan menyerang Halim.
Pemuda bernama Halim ini bersenjata rantai baja yang
lemas dan Musa bersenjata pedang. Ujung rantai baja itu bergerak cepat sekali bagai ular hidup menyerang
beberapa bagian tubuh yang lemah. Dalam waktu singkat tubuh Musa telah terkurung oleh libatan-libatan rantai baja.
Namun sebaliknya Musa pun bukan lelaki lemah.
Dengan pedangnya ia melakukan perlawanan dengan
gigih. Berkali-kali terjadi benturan senjata, dan Musa bermaksud memapas putus rantai baja lawan.
Dullah berhadapan dengan Manan. Dullah bersenjata
belati panjang. Serangan-serangannya cepat dan ganas.
Tetapi Manan yang bersenjata tongkat berkait itu melayani dengan baik sekali. Sekarang Manan mendapat lawan yang cukup tangguh. Tidak seperti Kasim yang baru beberapa gebrakan saja sudah terluka pundaknya.
Kadar bersenjata golok besar. Orang ini memang ber-
tenaga raksasa. Tidak heran apabila senjatanya demikian besar. Gerakan goloknya menerbitkan angin yang tajam.
Untung yang menghadapi orang ini adalah Harun. Pemuda ini sekalipun tampaknya sembrono, tetapi memang cukup tinggi ilmunya. Pemuda ini masih melayani Kadar
bertangan kosong. Walaupun bertangan kosong, namun
ternyata Harun dapat melayani baik sekali. Golok Kadar yang besar itu tidak berhasil menyentuh ujung baju Harun.
Sebaliknya gerakan Harun selalu berusaha merebut golok lawan.
Hebat juga pemuda ini. Kendati dengan senjata tidak
dilarang, namun Harun tetap saja bertangan kosong dan tidak juga terdesak.
Tiba-tiba terdengar suara bret..... Ternyata belati
panjang Musa berhasil merobek baju Halim pada bagian
pundak. Masih untung Halim dapat membentur dengan
pedangnya. Sekalipun baju robek tetapi pundaknya tidak terluka. Namun justru hampir terluka ini Halim menjadi marah. Ilmu pedangnya berubah. Serangannya bertubi-tubi.
Hampir berbareng Kadar memekik tertahan. Goloknya
yang besar itu, dapat dipentalkan oleh Harun. Nyatalah Kadar bukanlah lawan Harun yang setimpal. Buktinya
hanya tangan kosong, Harun dapat mementalkan golok
lawan. Plak! Tiba-tiba Harun kaget. Pukulannya telah diterima lawan. Harun terpental ke belakang setombak lebih. Dan orang yang menerima pukulan itu pun terpental ke
belakang setombak lebih.
Ternyata salah seorang dari pihak Abdul Mursid telah
menerjang maju tanpa memberitahu. Melihat ini salah
seorang anak buah Jalal juga melompat maju.
Yang berbenturan tenaga dengan Harun itu bernama
Husin. Dan dari pihak Jalal dan menghadapi Kadar, adalah Rajab.
Dada Harun terasa sesak. Namun setelah mengatur
pernapasan, ia gembira. Ia tidak mengalami cidera
sekalipun lawan berbuat curang. Sebaliknya Husin kaget. Ia merasakan dadanya sesak sekalipun tidak menderita luka.
Setelah mengatur pernapasan Husin melompat maju dan
terjadilah perkelahian tangan kosong yang seru sekali.
Diam-diam Jaka Temon yang menonton tidak senang.
Ia sekarang bisa menilai, Abdul Mursid ini tidak jujur.
Mestinya perkelahian seorang lawan seorang, harus maju satu persatu. Yang kalah digantikan yang lain. Tidak seperti ini, empat orang sudah maju berbareng.
Jalal pun marah sekali dan giginya gemeretak menahan
penasaran. Orang ini sekarang memusatkan perhatian ke arah Abdul Mursid, bersiap diri kalau orang itu curang.
Dengan golok besarnya Kadar menerjang ke arah
Rajab. Terjangan ini disambut dengan tertawa mengejek.
Plak... plak....!
"Aduhhh....!" teriak Kadar.
Terjangan Kadar dengan golok menyerang angin. Tahu-
tahu pukulan Rajab menyelonong ke mulut. Tak ampun lagi bibir orang ini pecah dan berdarah. Dan ketika meludah, dua gigi ikut keluar dari mulut.
Kadar malu bukan main, berbareng marah. Golok
besarnya segera menyambar. Maksudnya ingin segera
mencincang lawan. Goloknya yang besar menyambar ke
arah pundak. Gerakan yang dipengaruhi kemarahan ini
cepat sekali. Namun celakanya Rajab malah menyambut dengan
tertawa mengejek. Ketika mata golok lawan hampir
menyentuh pundak, tiba-tiba Rajab merendahkan tubuh
sambil menggeser kaki. Lalu dengan gerakan tangannya
yang cepat sekali, Rajab memukul pergelangan tangan.
Berbareng itu tangan kiri ditekuk untuk menyiku dada.
Kadar kaget sekali. Cepat-cepat mengubah arah
goloknya guna menyambut tangan lawan. Namun dengan
gampang Rajab telah memunahkan serangan si Kadar.
Kadar tadi memang terlalu sembrono, menghadapi
lawan tidak bersenjata. Sekarang setelah bibirnya pecah dan giginya tanggal, dalam serangannya hati-hati. Mau tak mau memaksa kepada Rajab, menggunakan senjatanya.
Musa dengan senjata belati panjang mengamuk. Pada
suatu saat tidak terduga, dapat mementalkan pedang
Halim. Orang ini ingin segera dapat mengalahkan lawan.
Musa menerjang maju. Untung Halim sudah dapat
memungut kembali pedangnya. Tetapi tingkat Musa
memang lebih tinggi dibanding Halim. Baru beberapa
gebrakan saja pedangnya terpental lagi.
Musa gembira sekali. Ia memutarkan senjatanya
dengan maksud menikam dada Halim. Saking gugup
pemuda ini tidak sempat berpikir secara jernih. Untuk menghadapi serangan lawan, ia menggunakan tangan
untuk menangkis.
Tring!..... belati panjang Musa tergetar dan
menyeleweng. Musa kaget sekali. Lengannya kesemutan
dan senjatanya hampir saja runtuh.
"Mundurlah!"
Halim tersenyum malu. Katanya, "Terima kasih Bang Imam."
Pemuda yang menggantikan Halim ini memang
bernama Imam. Musa kaget sekali harus berhadapan dengan Imam.
Beberapa waktu yang lalu, ia pernah berhadapan tetapi kalah. Tiba-tiba saja hatinya tergetar. Namun untuk
mundur begitu saja ia malu. Disamping itu ia juga takut kepada Abdul Mursid. Ia bisa dicaci maki habis-habisan dan salah-salah kehilangan pekerjaan.
Karena malu, Musa menggeram. Belati panjangnya
bergerak menikam dada lawan. Namun dengan tersenyum
Imam sudah melintangkan tombak trisulanya. Musa
menarik kembali senjatanya dan menyerang bagian bawah.
Namun Musa ragu dan menarik kembali senjatanya. Lalu ia putarkan seperti baling-baling. Melihat itu Imam hanya berdiam diri sambil tertawa mengejek.
Husin yang berhadapan dengan Harun masih tetap
sama-sama bertangan kosong. Orang ini menjadi marah,
karena pihaknya di bawah angin. Ia tadi justru sudah
mendapat bisikan Abdul Mursid. Maka tak ada salahnya
jika sekarang menggunakan senjata pamungkas.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Husin justru salah seorang andalan Abdul Mursid.
Ilmunya tinggi di samping tidak malu berbuat curang. Maka begitu pihaknya terdesak, ia akan mengubah keadaan
dengan kecurangan. Ia justru seorang ahli senjata rahasia beracun. Bidikannya jarang sekali meleset.
Mendadak saja ia berseru kepada kawan-kawannya.
Berbareng itu ia sudah menyambitkan belasan batang
paku beracun. Manan dan kawan-kawannya kaget. Terlebih lagi Harun
yang jaraknya paling dekat. Manan, Imam dan Rajab
menggunakan senjata masing-masing untuk menyapu
senjata rahasia itu dan berhasil. Harun juga mengebutkan dua tangannya untuk meruntuhkan senjata rahasia itu.
Namun karena jaraknya terlaju dekat dan tidak menduga, sebatang paku beracun masih menancap ke paha.
Berbareng dengan robohnva Harun, terdengar suara
letupan senjata api dari masing-masing pihak, di samping berdesingan anak panah.
Husin, Dullah, Musa dan Kadar yang tidak menduga,
tak sempat menyelamatkan diri. Mereka terluka oleh
peluru senjata api maupun anak panah.
Tetapi perkelahian menggunakan senjata api dan anak
panah ini hanya berlaugsung singkat. Pihak Abdul Mursid telah melarikan diri sambil membawa teman-temannya yag terluka.
Jaka Temon sendiri terkejut. Ia tidak pernah menduga, akhir perkelahian akan seperti ini. Ia menjadi serba salah.
Ia tak mau mencampuri urusan mereka. Dengan gerakan
tanpa suara, pemuda ini telah pergi sambil menghela
napas. *** TUJUH AKA TEMON menyusur pantai yang sepi. Ia malah
merasa tenang dengan kesepian ini. Dan ia bisa
J menikmati deburan ombak membentur tebing, dan
sibuknya burung menyambar mangsa ikan di laut.
Namun tiba-tiba keasyikan ini terganggu oleh suara
rintihan. Ia kaget lalu menyelidik. Mendadak pandang
matanya tertumbuk pada tubuh seorang pemuda yang
menggeletak. Mulut, wajah dan baju pemuda itu ber-
lepotan darah kering.
Kendati tidak kenal dan tidak ada urusan dengan
pemuda ini, hatinya tergerak. Sebagai seorang yang
menguasai ilmu ketabiban, ia tak tega membiarkan orang sedang menderita.
Pemuda ini pingsan dan terluka berat. Pemuda ini ter-
pukul pada dadanya. Ada empat tulang rusuk patah dan isi dadanya terguncang. Mungkinkah pemuda ini korban pen-aniayaan orang tidak bertanggung jawab, dan mengira
pemuda ini sudah mati"
Setelah tulang rusuk itu ia kembalikan dan ia lurnuri obat, Jaka Temon lalu mengobati dari dalam. Ia bernapas lega setelah selesai menolong. Dan ia menunggu pemuda ini sadar dari pingsan.
Beberapa lama kemudian pemuda itu mengeluh. Jaka
Temon gembira. Tak lama kemudian pemuda itu membuka
mata, tampak kaget dan mau bangkit.
"Aduhhh.....!" rintihnya.
"Jangan bergerak dulu. Anda terluka berat," hibur Jaka Temon sambil tersenyum. "Dan apakah sebabnya Anda terluka berat seperti ini" Siapa yang sudah menganiaya Anda?"
Pemuda ini memandang Jaka Temon dengan mata
bertanya-tanya. Namun setelah merasakan dada sesak
dan sakit, pemuda ini sadar apa yang telah terjadi.
"Haus.....!" ujarnya.
Dan jago muda kita penuh pengertian. Ia cepat
mengambil tempat air minum dari pinggang. Ia menuang
pada tempurung kecil yang sudah digosok halus dan
warnanya hitam. Air itu lalu ia minumkan kepada pemuda ini dengan sabar.
Sesudah minum pemuda ini memandang Jaka Temon
sambil bertanya, "Mana..... ayahku......?"
"Ayahmu" Yang mana?" Jaka Temon keheranan. "Aku menemukan kau di tempat ini, dalam keadaan pingsan.
Tidak ada orang lain."
"Ohh..... ayah......" ratap pemuda ini.
"Ada apa dengan ayahmu?" desak Jaka Temon. "Kau perlu tahu, lukamu cukup berat. Ada tulaug rusuk yang patah. Sedang sisi dada imi juga terguncang."
'"Ohhh......!" pemuda ini mengeluh.
"Kau memerlukan istirahat total untuk beberapa hari lamanya. Semua itu penting guna menyembuhkan lukamu,"
pemuda kita menasehati. "Maukah kau kupondong dan mencari tempat berteduh?"
Dan pemuda itu mengangguk.
Dengan hati-hati Jaka Temon mengangkat pemuda itu
lalu ia pondong. Kebetulan ia tadi menemukan sebuah
gubug pemburu yang kosong di tepi hutan. Maka pemuda
yang terluka berat ini lalu ia pondong ke gubug itu. Dengan perlahan ia baringkan.
"Kau lapar?" tanya Jaka Ternon.
Pemuda itu menggeleng.
Jaka Temon tanggap. Memang pemuda ini saat
sekarang tidak lapar karena sakitnya. Namun apabila
sakitnya sudah berkurang, pemuda ini tentu lapar. Jaka Temon lalu mengeluarkan bungkusan rnakanan kering
yang pagi tadi ia beli di warung. Lalu mencari tempat untuk tempat air.
"Kusediakan air dan rnakanan kering, jika kau lapar dan haus, kau dapat mengambil sendiri." Jaka Temon menjelaskan. "Akibat luka yang kau derita ini, kau tak boleh bergerak sedikitnya tiga hari. Semua ini demi kepentinganmu sendiri."
"Ahhh..... kenapa begitu.....?" pemuda ini kaget.
Jaka Temon bersenyum, lalu hiburnya, "Jangan
khawatir. Selama kau belum boleh bergerak, aku akan
membantu dan mencukupi kebutuhanmu."
Sepasang mata pemuda ini terbelalak. Seperti tidak
percaya pendengarannya sendiri. Kenal pun belum. Tetapi apakah sebabnya pemuda ini mau menolong dirinya"
"Terima kasih atas pertolonganmu," ujarnya kemudian.
"Tapi.... tapi kenapa Anda.... menolong aku.....?"
"Hemm, wajib bagi manusia itu saling tolong." Jaka Temon menjawab. "Aku melihat kau menderita dan aku bisa membantu. Itulah sebabnya aku menolong. Tapi, ehh, terima kasih itu ucapkanlah kepada Tuhan. Jangan
padaku. Aku hanya kebetulan saja."
Pemuda yang luka parah ini menghela napas panjang.
Kemudian mengeluh, "Anda baik sekali padaku. Tapi.....
tapi ayahku sendiri malah tega padaku...."
"Apa"!" Jaka Temon kaget. "Apakah semua ini karena ayahmu?"
Dan pemuda ini mengangguk.
Jaka Temon keheranan berbareng penasaran. Kenapa
seorang ayah sampai tega menganiaya anak sendiri" Lalu, apakah sebabnya" Apakah pemuda ini memang kurang
ajar dan tidak berbakti kepada ayahnya"
Pemuda ini memandang Jaka Temon penuh perhatian.
Lalu, "Namaku Sidik. Tadi pagi ayah marah dan memukul aku. Karena istriku pergi dari rumah....."
"Kau cekeok dengan istrimu?"
Dia menggeleng.
"Kenapa pergi?"
"Panjang ceritanya. Anda mau mendengar?"
Jago muda kita ini mengangguk.
Sidik anak tunggal. Ayahnya bernama Abu Halim.
Setahun lalu, atas pilihan ayahnya, Sidik dikawinkan
dengan seorang gadis cantik bernama Fatima. Setelah
menikah Fatima diboyong ke rumah. Sidik sayang,
demikian pula Abu Halim. Dan perkawinan antara Sidik dan Fatima ini nampak bahagia dan tenteram.
Tetapi sesungguhnya, pandangan Abu Halim mau pun
orang lain itu tidak sesuai dengan kenyataan. Benar,
antara Sidik dan Fatima tampak rukun dan saling
menyayangi. Namun sesungguhnya ada yang kurang, dan
Fatima merasa tersiksa.
Dari sudut lahir, Sidik memang seorang suami yang
baik. Ia suka membantu kerepotan Fatima. Baik meng-
ambil air maupun saat menyiapkan makanan sehari-hari.
Sidik suka sekali membantu istrinya di dapur.
Namun sebaliknya apabila dua insan sudah mulai
masuk di dalam kamar, Fatima merasa tersiksa hatinya.
Mereka tidur berdampingan di satu ranjang. Hanya saja Sidik melulu tidur sampai pagi. Sebaliknya Fatima pun malu, dan perempuan ini berdiam diri lalu tidur.
Sesungguhnya Fatima selalu mengharapkan sesuatu
dari Sidik. Namun yang ia harapkan itu tidak pernah
terwujud. Sidik tidak pernah merayu. Mencumbu dan
memeluk penuh kasih di pembaringan ini. Sikap Sidik
dingin saja. Dan sikap suami ini tidak seperti sikap lelaki lain terhadap istrinya. Fatima menunggu dan menunggu
terus. Tetapi kasih sayang yang ia harapkan itu impian kosong. Dan kendati sudah hampir setahun menjadi istri Sidik, tetapi Fatima masih seperti sebelum kawin. Fatima masih tetap gadis suci. Dan sama sekali tidak pernah
dijamah oleh Sidik.
Menghadapi kenyataan seperti ini, Fatima sering
menangis sendiri, apabila Sidik dan ayah mertuanya tidak di rumah. Apakah sebabnya suaminya begitu dingin"
Lalu timbul gejolak dalam hatinya ingin memulai. Ia
ingin menuntut haknya kepada suami. Tetapi maksudnya
ini tidak pernah terlaksana. Sebab ia selalu membatalkan niatnya itu. Ia malu! Dirinya adalah perempuan. Dan
menurut pendapatnya, tidaklah patut perempuan
mendahului lelaki.
Justru menghadapi sikap dingin Sidik ini, maka Fatima mulai menduga-duga. Apakah Sidik bukan lelaki yang
sebenarnya, dan seorang banci"
Tetapi kalau banci, kenapa Sidik mau memperistri
dirinya" Atau apakah Sidik ini menderita impoten sehingga tidak bisa melakukan kewajibannya sebagai suami"
Dugaan-dugaan itu selalu saja menghantui dirinya. Namun untuk membuktikan, Fatima malu! Ia tidak sanggup
memulai. Karena sebagai perempuan timur, hal seperti itu tidak umum.
Lalu pada suatu hari, Abu Halim pergi ke kota untuk
menjual hasil bumi sambil berbelanja. Sedang Fatima
seperti biasa, sejak pagi sudah sibuk mencuci pakaian, dan apabila sudah selesai kewajiban memasak sudah
menunggu. Sidik muncul. Sambil tersenyum suami muda ini
berkata halus, "Fatima, istriku, maafkan aku tidak bisa membantu. Aku harus pergi ke ladang untuk menyiangi
tanaman sayur dan memberi pupuk."
"Apakah aku perlu menyusul kau mengantar santapan siang?" tanya Fatima.
"Tak usahlah! Toh nanti aku pulang dan bisa makan bersama kau. Kasihan kau jika jauh-jauh ke ladang." Sidik memberikan alasan.
"Baiklah jika Abang ingin makan di rumah."
"Terima kasih. Kau baik sekali, istriku."
Fatima tersenyum rnanis sekali. Tetapi hatinya
menangis. Ia menginginkan, jika suaminya mau pergi ke ladang seperti ini, mau memeluk penuh kasih dan
mencium. Tetapi Sidik tidak pernah melukukannya. Jangan lagi mau ke ladang. Di pembaringan pun, jika sudah
merebahkan tubuh, Sidik membelakangi lalu mendengkur.
Malam selalu dilewati dengan hampa. Apalagi siang hari.
Seusai mencuri, Fatima masuk dapur memasak. Tetapi
tiba-tiba ia melibat tempat air minum tidak terbawa oleh suaminya. Timbul perasaan tidak tega apabila suaminya kehausan di ladang. Tetapi ia kasihan jika Sidik harus minum air mentah. Bagaimanapun air mentah itu bisa
menimbulkan berbagai penyakit. Maka air minum harus
dimasak dahulu sampai mendidih.
Fatima tidak ingin suaminya sakit. Sebab jika sampai
sakit, dirinya pula yang akan repot merawat dan melayani.
Tempat air minum itu lalu ia ambil. Setelah mengunci
rumah, ia cepat menuju ladang. Tetapi anehnya, hati
perempuan ini berdebaran. Ada perasan aneh yang
menggoda hatinya. Dan lebih lagi ketika tadi di ladang, Fatima tidak melihat Sidik. Hatinya berdebar. Ke mana suaminya"
Namun ia melihat pintu dangau (gubug) tertutup rapat.
Lalu timbul pertanyaan, apakah suaminya kepayahan lalu tidur" Jika benar suaminya tidur ia tidak ingin mengganggu.
Maka langkahnya perlahan dan hati-hati, menghampiri
dangau itu. Ketika jarak dengan dangau itu menjadi semakin
dekat. Dantung Fatima berdenyut cepat. Sebab dari dalam dengau terdengar suara desah yang aneh. Suara itu seperti suara mesin tua, ngos-ngosan.
Dengan hati-hati Fatima mendekati dinding dangau. Ia
mengintip ke dalam. Tiba-tiba perempuan ini kaget dan hampir saja menjerit. Fatima melihat apa"
Fatima melihat Sidik dalam keadaan bugil, Sibuk
bergumul dengan pemuda lain dalam keadaan sama.
Semula Fatima menduga, Sidik sedang berkelahi. Tetapi jika memang berkelahi, kenapa harus bugil"
Di samping itu, kenapa Sidik terus saja di atas dan
pemuda lawannya itu selalu saia di bawah"
Fatima terus mengintip sambil menahan napas. Ia
rnemperhatikan apa yang terjadi. Namun ketika pandang matanya tertumbuk pada bagian bawah, hampir saja
Fatima memekik kaget. Untung perempuan ini masih bisa mendekap mulutnya dan cepat-cepat mengalihkan
pandang mata. Perempuan ini malu sekali. Dan kemudian melompat lalu lari sekencang-kencangnya, dan tempat air minum itu ia buang.
Perempuan ini perasaannya tidak keruan. Dan setiba di rumah, ia membanting tubuh di pembaringan sambil
menangis sejadi-jadinya.
Apa yang ia lihat di dangau itu, merupakan
pemandangan yang aneh disamping asing bagi dirinya.
Sidik bukannya bergumul dengan seorang perempuan.
Tetapi Sidik sedang sanggama dengan sejenis. Apa
namanya, Fatima tidak tahu dan juga tidak ingin tahu. Yang pokok Fatima menganggap Sidik lelaki gila. Lelaki tidak waras, justru senggama dengan sejenis.
Dan sekarang Fatima tahu. Suaminya yang bernama
Sidik itu lelaki yang benar-benar jantan. Buktinya bisa melakukannya.
Tetapi, apakah sebabnya dengan istrinya tidak pernah
melakukannya" Dirinya selalu kesepian. Dan dirinya tidak bedanya seorang musafir yang kehausan di padang pasir.
Namun kenapa Sidik tidak pernah mau memberikan air
sebagai pelepas dahaga itu" Kenapa" Fatima tidak dapat menjawab pertanyaannya sendiri.
Dan akibatnya, perempuan ini hanya dapat menangis
dan menangis terus. Diam-diam timbul pula rasa sesalnya.
Kenapa ia tadi menyusul ke ladang, dan melihat Sidik
bergumul" Fatima menangis dan menangis terus. Hati perempuan
ini terasa sakit. Kenapa suaminya tidak mau mencumbu
dirinya" Dan kenapa suaminya tidak mau memberi nafkah batin"
Fatima masih menangis tersedan-sedan ketika Sidik
muncul di dalam kamar. Pemuda ini langsung duduk di tepi pembaringan. Jari-jari tangannya lalu mengusap-usap
rambut Fatima. Tetapi justru usapan jari tangan Sidik ini malah semakin memancing tangis perempuan ini. Sebab
baru kali ini sajalah Sidik mengusap-usap rambutnya.
Selama ini Sidik dingin saja.
"Fatima, istriku, jangan menangis," hiburnya halus. "Aku tahu, kau tadi menyusul aku ke ladang..... Maafkanlah aku...... Fatima. Dan aku mohon.... agar hal ini jangan sampai terdengar ayahku...."
"Tapi....tapi...kenapa....." Fatima tidak dapat meneruskan ucapannya. Dan tangisnya tambah menjadi-jadi.
"Fatima..... maafkanlah aku....."
"Tapi......tapi kenapa tidak dengan diriku.. malah....
malah.... dengan lelaki....?"
"Sekali lagi maafkan aku, Fatima," bujuknya. "Dan jangan bocor..... kepada ayah.....Aku tahu hatimu sakit melihat apa yang sudah terjadi....Dan aku merasa..... telah menyia-nyiakan kau selama....... menjadi istriku.....
Fatima......sekali lagi ampunilah..... diriku.... Ahhh....
aku......aku memang tidak bisa melakukan itu.... dengan kau....."
Fatima kaget seperti mendengar halilintar menyambar.
Ia memandang Sidik dengan mata terbelalak. Lalu,
"Kenapa.... kenapa kau.....?"
"Aku.... aku ahh......" Sidik gelagapan sendiri.
Bagaimana Sidik bisa menjawab" Dirinya sendiri juga
tidak mengerti sebabnya. Setelah dewasa, Sidik lebih
tertarik kepada pemuda dibanding dengan lawan jenis. Ia menggebu jika berdekatan dengan pemuda tampan. Tetapi sebaliknya ia menjadi dingin jika berdekatan dengan gadis.
Sekalipun gadis itu cantik jelita seperti Dewi, ia tidak memandang sebelah mata. Tidak ada sesuatu yang dapat
membangkitkan seleranya.
Sidik memang menderita kelainan seks. Tuhan telah
menakdirkan kepada pemuda ini, menjadi jantan apabila berhadapan dengan kaum sejenis.
Tuhan memang menakdirkan manusia yang hidup di
dunia ini berlain-lainan. Ada lelaki dan perempuan yang normal. Ada lelaki homo. Lelaki yang hanya dapat
melakukan itu dengan kaum sejenis. Tetapi sebaliknya juga ada lelaki biseks. Lelaki yang bisa menjadi jantan
berhadapan dengan lelaki maupun perempuan. Sebaliknya ada pula lelaki yang seperti perempuan. Namun disamping itu juga ada perempuan yang tidak mau bersuami. Karena seleranya bangkit apabila berhadapan dengan sama-sama perempuan. Dan orang menyebut perempuan yang lesbian.
Tentu saja ada maksud apabila Tuhan menakdirkan
manusia ini berlain-lainan. Maka tidak aneh pula apabila Sidik menderita kelainan seks seperti ini.
Fatima masih menangis terus. Hati perempuan ini
sedih sekali dan menderita.
Sidik menjadi iba sekali. Lalu, katanya, "Fatima, maafkanlah aku......Tak ada maksud.......aku menyiksa hatimu..... dan menyia-nyiakan kau..... Fatima sebenarnya.... sebenarnya jika tidak dipaksa ayah.... tidak mungkin aku kawin dengan kau.... Karena.... aku memang tidak bisa mencintai perempuan......"
Sidik berhenti. Ia menghela napas dalam. Sebaliknya
Fatima menangis terus.
"Fatima......" katanya lagi. "Aku sendiri tidak tahu.....
kenapa bisa begini.... Setiap aku...setiap aku berdekatan dengan perempuan.... perasaanku..... berdekatan dengan ibuku sendiri....Itulah Fatima...... maka terhadap engkau pun...sama pula dengan ibuku yang sudah tiada.....Aku menghormati....."
"Tapi..... kenapa tidak berterus terang.....sejak menikah dengan aku....." Kenapa?" Fatima mengeluh di tengah tangisnya. "Jika kau katakan sejak dulu..... tentunya aku tidak menderita, seperti ini?"
"Fatima, maafkan aku." Sidik minta maaf lagi.
"Aku.....aku tak sampai hati....berterus terang.....Fatima.....
bukannya aku sengaja menyiksa hatimu..... Tidak......!"
Fatima terus menangis, dan Sidik menghela napas
dalam-dalam. Perasaan pemuda ini juga tidak keruan.
Sampai kebingungan sendiri.
"Fatima, tapi aku masih mendapatkan jalan keluar,"
katanya halus, sambil mengusap rambut Fatima.
"Apakah itu......?" Fatima keheranan.
"Fatima, aku tahu selama ini kau kesepian. Karena aku tidak dapat menunaikan tugasku sebagai suami yang baik."
Sidik mencoba menghibur. "Tapi mulai nanti malam, aku tanggung, kau tidak kesepian lagi....."
Fatima menduga, kalau suaminya ini akan mengubah
sikap. Dari sikap yang dingin, mulai nanti malam mau
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperhatikan. "Benarkah?" tanyanya ragu.
"Kenapa tidak benar?" sahut Sidik mantap. "Untuk mengisi kesepianmu, aku dan kau berdamai. Begini. Kau sudah tahu keadaanku, maka kau jangan mengharapkan
dariku. Sebaliknya aku pun bisa mengerti derita dan
kesepianmu. Maka sejak malam nanti, secara rahasia agar jangan sampai ayah tahu, aku akan mengajak salah
seorang sahabatku yang tampan. Dia kuajak masuk kamar ini. Lalu dia menemani kau tidur....."
"Apa?" pekik Fatima saking kaget. "Kau menghina aku" Dan serendah itukah?"pandanganmu terhadap
diriku......" Huh, kau anggap aku ini perempuan apa"
Kau..... anggap aku ini pelacur......" Huh, kau terlalu....
Bunuh saja lah aku...."
Sesudah berkata, tangis Fatima tambah menjadi.
Hatinya tambah sakit.
Sidik kaget sekali. Ia tidak pernah menduga, Fatima
akan salah paham seperti itu. Maksudnya supaya Fatima tidak kesepian, maka salah seorang sahabatnya akan
disuruh mewakili.
Memang ada sebabnya Sidik mempunyai gagasan
segila itu. Gila" Tidak! Sidik tidak mer sa gila dan berbuat gila-gilaan. Timbulnya pikiran agar Fatima tidak kesepian itu, karena Sidik tidak ingin cerai dengan istrinya ini. Dan sebaliknya jika dirinya tidak bisa memenuhi harapan
Fatima, tentu istrinya ini menuntut cerai. Itu tidak bisa. Ia menginginkan Fatima tetap sebagai istrinya. Sekalipun harus ada lelaki lain yang mewakili.
Masalahnya, ia takut kepada ayahnya. Takut jika
rahasianya ini diketahui oleh ayahnya. Ia tahu benar watak ayahnya yang keras. Jika ayahnya sampai tahu dirinya
menderita kelainan, ayahnya bisa membunuh. Karena
ayahnya akan malu sekali.
Nah, apabila Fatima bisa ia ajak kompromi, bukankah
ini suatu jalan yang baik" Fatima tidak kesepian karena ada yang menemani tidur. Sebaliknya dirinya sendiri, juga tidak akan diganggu gugat lagi oleh istrinya. Jadi,
maksudnya sama-sama tahu.
Sidik yang takut tetangga berdatangan mendengar
tangis Fatima, lalu menghibur, "Fatima, istriku, jangan menangis! Fatima, kau jangan salah paham. Bukan
maksudku, kau melacurkan diri. Bukan begitu......! Dan percayalah Fatima...... aku justru senang dan puas kau tidur dengan lelaki pilihanku....."
"Sudah sudah..... jangan melantur tak keruan!" pekik Fatima marah. "Aku tidak sudi tidur dengan lelaki bukan.....
suamiku...."
"Tapi Fatima..... kau harus mengerti......" Bujuk Sidik.
"Engkau tahu..... tidak mungkin aku bisa melakukan dengan kau.... Maka jalan terbaik..... salah seorang
sahabatku akan menemani kau tidur..... malam nanti...."
Kemarahan Fatima agak mereda mendengar suara
Sidik yang menggeletar penuh perasaan itu. Tampaknya
Sidik berkata sungguh-sungguh. Jalan ini menurut gagasan Sidik adalah yang terbaik.
Akan tetapi sebaliknya, manakah mungkin Fatima
sanggup melakukan itu" Perbuatan seperti itu adalah
dosa. Namanya zina! Zina adalah tetap berdosa sekalipun seijin suami. Tidak! Ia tidak sanggup berbuat zina. Kalau toh Sidik tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai
suami, masih ada jalan terbaik, dan diridloi Tuhan. Cerai!
Ya hanya cerai itu sajalah jalan paling baik.
"Sudah, sudah.... jangan melantur.....!" ujar Fatima di tengah isaknya. "Lebih baik kita cerai...."
"Jangan! Fatima..... jangan!" cegah Sidik.
"Aku mohon..... jangan kaulakukan, Fatima.... Jangan!"
Fatima keheranan dan memandang suaminya dengan
mata basah. Lalu bertanya, "Apakah sebabnya?"
"Fatima, aku mohon jangan......! Ayah bisa marah!" pinta Sidik beriba. "Kita jangan cerai. Kita tetap sebagai suami istri. Fatima..... Jika ayah marah aku bisa dibunuh! Maka aku mohon.... kita tetap seperti ini. Dan untuk
kepentinganmu.... aku carikan lelaki tampan, salah
seorang sahabatku..... Engkau takkan kesepian..... aku tidak cemburu...."
"Tidak!" potong Fatima sengit. "Aku tidak mungkin bisa menuruti..... permintaanmu.....Pendek kata kita harus cerai....."
Namun sebaliknya Sidik terus membujuk agar Fatima
tidak minta cerai.
Tetapi sebaliknya Fatima juga tidak dapat menerima,
dirinya melakukan perbuatan tidak bedanya pelacur. Harus berzina dengan lelaki lain.
Maka pada suatu hari ketika Fatima sendirian di
rumah, perempuan ini segera mengemasi miliknya. Ia akan lari dari rumah, dan pulang ke rumah. Ia tak sanggup
terlalu lama menderita. Lebih baik cerai dan menjadi janda.
Jika ada lelaki yang meminang, syukur. Sebab sekalipun bersuami, jika selalu menderita kesepian, justru akan menyiksa dirinya sendiri.
Ketika itu justru Abu Halim baru pulang dari kota.
Sudah menjadi kebiasaan orang tua ini, selalu
menyenangkan menantunya. Maklum, anaknya hanya
seorang dan menantunya hanya seorang pula. Sebagai
seorang tua, akan puas apabila anaknya senang.
"Fatima! Fatima!! Di mana kau" Ayah mempunyai
sesuatu untuk kau, Anakku!" teriak orang tua ini, ketika tidak melihat menantunya.
"Ayah Fatima telah pulang ke rumah orang tuanya,"
Sidik menerangkan.
"Apa" Pulang" Kenapa" Kau bertengkar?" ayahnya kaget.
"Tidak ayah, Ayah! Tapi dia kecewa berat."
"Kenapa dia sampai kecewa" Huh, kau tentu cari
menang sendiri hingga dia marah. Kurang ajar kau Sidik!
Sudah lama aku mengharapkan lahirnya cucu, hingga aku dipanggil kakek. Tapi kau tidak pandai rnembalas budi orang tua."
"Ayah. Sebaiknya aku dan Fatima bercerai saja...."
"Apa. Cerai" Kurang ajar. Aku justru mengharapkan cucu, lha kok kau malah ingin cerai. Sidik, kau jangan tolol!
Kau tidak mudah mencari perempuan seperti Fatima.
Tahu" Bukan saja dia cantik. Tapi juga setia dan berbakti kepada orang tua."
"Tapi Ayah.... Fatima tidak mungkin memberi cucu....."
"Apa" Goblok kau! Lelaki macam apa kau ini tidak bisa memberi anak kepada Fatima" Sudah jelas, perempuan
seperti Fatima itu tentu bisa memberi beberapa orang cucu untuk aku."
"Tapi". tapi.... Ayah.... Selama ini aku belum pernah menjamah Fatima. Jadi......"
"Apa katamu?" Abu Halim terkejut dan sepasang matanya terbelalak. "Apakah Fatima selalu menolak?"
"Tidak Ayah. Dia istri setia. Tapi....."
"Tapi apa?"
"Karena aku tidak bisa. Hingga Fatima sampai
sekarang masih tetap gadis suci...."
"Jahanam. Kau membuat aku malu saja!"
Kendati takut-takut, Sidik terpaksa berterus terang
kepada sang ayah. Justru oleh kelainannya itu, tidak
mungkin ia membiarkan Fatima menderita terus.
"Mampuslah!" bentak orang tua ini sambil menampar.
Tamparan itu cukup kuat. Menyebabkan Sidik
terpelanting lalu jatuh terduduk. Pemuda ini merasakan pipinya panas sekali.
Namun kemarahan orang tua ini belum juga mereda.
Bentaknya, "Huh, anak macam apa kau ini. Aku malu. Aku malu, tahu" Tentu namaku akan ternoda jika rahasiamu ini diketahui orang. Huh, apakah kau sudah gila, dapat
mencintai sesama jenis, tapi tidak dapat mencintai
perempuan" Hemm, kalau begitu biarlah Fatima kuajak
pulang ke rumah ini. Ibumu sudah lama pulang menghadap Tuhan. Jika kau tidak dapat mencintai dia, biarlah dia menjadi pengganti ibumu. Dia akan kunikahi sendiri."
Sidik mendadak berdiri dan sepasang matanya
menyala. Ia pemuda yang amat menghormati orang tuanya.
Berbakti dan tunduk. Itu pula sebabnya, sekalipun sadar tidak bisa beristri, ia tunduk juga disuruh kawin dengan Fatima. Tetapi demi mendengar ayahnya mau menikahi
Fatima, mendadak saja Sidik marah.
Ia tidak bisa menyetujui maksud ayahnya ini. Kalau toh mau kawin, Sidik setuju saja. Asal tidak menikahi Fatima.
Sebab apabila benar terjadi begitu, bagaimana pun ia
menjadi malu sekali. Bekas istrinya, kemudian harus ia panggil ibu. Apakah ini benar"
Fatima justru seumur anaknya. Pantaskah ayahnya
menikahi gadis semuda itu" Apa pun alasannya ia tidak bisa menerima. Ia malu!
Sidik ini terburu napsu. Mungkinkah Fatima mau
dinikahi oleh Abu Halim" Dan juga, mungkinkah orang tua Fatima mengijinkan" Belum tentu! Itu toh baru kemauan dan keinginan orang tua ini. Tentang terjadi dan tidaknya, adalah tergantung dari Fatima dan orang tuanya.
Namun celakanya Sidik tidak berpikir sampai sejauh
ini. Kemarahannya meledak, justru ia merasa malu. Bekas istrinya akan dinikahi oleh ayahnya. Apa kata orang nanti"
Tiba-tiba permuda ini menghardik. "Ayah! Kenapa Ayah bilang begitu" Apakah Ayah sudah gila?"
"Apa katamu?" ayahnya mendelik. "Engkau berani mengatakan ayahmu gila?"
"Ayah, ampunilah anakmu," sahut Sidik keras. "Bukannya aku anak yang tidak berbakti, jika sarnpai menyebut Ayah gila. Yang kusebut gila bukanlah orangnya. Tetapi apa yang akan Ayah lakukan. Pantaskah perbuatan Ayah"
Fatima toh bekas istriku. Tapi kenapa Ayah malah mau
menikahi" Dan berarti aku harus panggil ibu kepada dia?"
"Jahanam! Anak apa kau ini! Huh, kau setuju atau tidak, aku tidak peduli. Sekarang cepat susul Fatima! Jika kau tak mau memperistri dia, biarlah aku yang memperistri!"
"Tidak! Aku tidak setuju!"
"Apa" Kau berani mernbantah perintah ayahmu"
Lekas! Pergi kau ke rumah orang tuanya. Bawa Fatima.
Setiba di sini, dia akan segera kunikahi. Sebaliknya, kau, teruskan kegilaanmu itu. Mencintai sesama jenis. Tidak tahu malu!"
"Ayah! Aku anakmu dan menghomati kau. Tapi
sebaliknya apabila Ayah berbuat semau sendiri, aku tidak bisa setuju!"
"Kau setuju dan tidak bukan urusanmu!"
"Tentu saja aku punya urusan!" bentak Sidik. "Apakah Ayah sudah gila dan tidak tahu malu lagi" Lain apa kata orang?"
"Orang akan berkata apa?"
"Orang akan mengatakan Ayah tidak tahu malu! Tidak tahu malu! Setiap orang tahu, Fatima itu istriku dan
menantu Ayah. Tetapi kenapa Ayah mau memperistri
Fatima" Apakah dunia ini sudah mau kiamat hingga Ayah menikahi bekas menantu?"
"Persetan dengan pendapat orang." Bentak Abu Halim tidak kalah menggeledeknya. "Kau setuju dan tidak, bukan urusanku. Yang penting aku menginginkan keturunan. Aku tidak bisa mengharapkan cucu dari kau. Maka lebih baik aku punya anak lagi, dan akan punya cucu juga. Huh, anak durhaka."
"Ayah gila! Ayah gila!" teriak Sidik.
Bukk! Pukulan ayahnya bersarang ke dada. Pukulan itu
keras sekali! Dan pukulan itu masih ditambah lagi dengan tendangan. Tak ampun lagi, Sidik roboh dnn muntah darah.
Pingsan saat itu juga.
Abu Halim kaget sendiri dengan akibat pukulannya.
Lalu timbul kekhawatirannya kalau anaknya mati! Ia
menjadi bingung berbareng takut. Ia cepat mengambil
gerobak kecil yang biasa digunakan mengangkut sayuran dan hasil bumi dari ladang. Sidik segera ia angkut dengan gerobak itu, dan ditutup dengan dedaunan.
Pendeknya orang tua ini ingin menghilangkan jejak. Ia ingin meenghindarkan diri dari tuduhan membunuh orang.
Membunuh anak sendiri. Dan celakanya pula, orang tua ini tidak menyesal sekalipun telah menganiaya anaknya
sendiri. Ia merasa benar, karena anaknya berani melawan.
Ia merasa dirinya seorang ayah, tidak bisa dibantah oleh anaknya sendiri.
Abu Halim tidak peduli pendapat orang. Pendeknya
sesudah membuang mayat Sidik, ia akan membawa pulang
gerobak. Sesudah itu, ia sudah punya rencana. Ia akan menyusul Fatima dan ia akan membujuk, untuk diajak
pulang. Baru setelah Fatima berhasil ia ajak pulang, ia akan
berterus terang. Ia akan menikahi Fatima. Ia tidak takut Fatima menolak. Jika terjadi Fatima menolak, ia akan
menggunakan kekerasan. Gadis itu akan ia paksa. Ia
cukup kuat! Tak mungkin Fatima sanggup melawan.
Namun kemudian ternyata, apa yang diharapkan oleh
Abu Halim tidak terwujud semuanya. Bujukannya gagal.
Bukan saja Fatima tidak mau diajak pulang, orang tuanya pun tidak mengijinkan. Orang tuanya sudah mendapat
laporan Fatima selengkapnya. Selama Fatima menjadi istri Sidik menderita. Maka tak ada jalan lain, Fatima harus cerai.
"Itulah yang sudah terjadi, Saudara," kata Sidik perlahan, karena dadanya masih sakit.
"Sudahlah, yang sudah terjadi biarlah lewat," Jaka Temon menghibur. "Yang penting, sembuhkan dulu lukamu. Untuk itu akulah yang akan merawat dan melayani
kebutuhanmu."
"Tapi..... kenapa Saudara begitu baik kepada diriku?"
Sidik bertanya.
"Aku tidak mempunyai maksud apa-apa kecuali
menolongmu. Segala ucapan terima kasih, kepada Tuhan.
Jangan kepada diriku."
"Tapi.... tapi.... ayahku tentu masih dendam kepada diriku...." Sidik mengutarakan kekhawatirannya.
"Itu soal gampang. Hindari bertemu dengan ayahmu.
pergilah sesukamu, ke mana saja. Jika kau mau bekerja, di mana pun akan bisa hidup layak."
"Tapi.... tapi.... kalau boleh, aku ikut saudara saja..."
"Maafkan aku. Aku ini seorang gelandangan, tidak bekerja dan tidak punya tempat tinggal. Sudahlah,
mengasolah! Agar cepat sembuh." Sala, Akhir April 1990.
TAMAT Serial Jaka Temon:
Anda ingin tahu cerita baru yang menyusul! : Baiklah!
Jaka Temon masih di negeri Malaya (sekarang Malaysia).
Jaka Temon akan berhadapan dengan :
JAWARA - JAWARA NEGERI MALAKA
Jaminan bagi Anda. Cerita baru itu akan lebih gayeng, kocak, lucu, seru, seram, mengagumkan dan..... asyiiikk.....
Duri Bunga Ju 1 Pedang Ular Mas Karya Yin Yong Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 19
SATU RUMAH MAKAN di salah satu sudut kota Kuala
Lumpur itu penuh dengan tamu yang jajan. Rumah
makan itu bersih. Letaknya di tepi jalan raya. Dan di samping itu juga terkenal, masakannya bisa menggoyang lidah. Maka tidak mengherankan apabila rumah makan itu selalu penuh dengan tamu.
Seorang pemuda yang tampak asing masuk ke rumah
makan itu. Ia berpenampilan sederhana, maka tidak begitu menarik perhatian orang. Meskipun begitu seorang pelayan dengan ramah sudah menghampiri. Pelayan itu memper-silakan pemuda ini mencari tempat yang enak. Lalu si
pemuda memilih duduk di sudut. Pilihannya justru tepat.
Dengan begitu, si pemuda dapat melihat lalu lalang para tamu.
Pelayan itu dengan ramah menanyakan apa yang di-
pesan. Dan si pemuda memilih jajanan dan minuman yang murah harganya. Tampaknya pemuda ini berhati-hati
dalam membelanjakan uangnya.
Rumah makan ini hampir penuh tamu. Baik lelaki mau-
pun perempuan. Bagi tamu yang berpasangan disediakan
tempat tersendiri, mestinya dengan maksud, supaya tamu itu bisa nikmat dan merasa aman.
Sementara tamu masih menunggu pesanan. Sebagai-
mana yang lain sedang menikmati yang dipesan. Malah
ada yang makan sanbil tertawa-tawa, dan ada pula yang makan sambil bercanda.
Pemuda yang tampaknya asing itu berdiam diri. Tetapi
kemudian perhatiannya tertarik ke meja sebelah kanan. Di meja itu duduk lima lelaki sedang makan. Dari cara makannya, tampak mereka ini terdiri dari orang-orang kasar.
Buktinya mulutnya bersuara saat mengunyah makanan.
Dan di samping itu, mereka pun kasak-kusuk bicara
tentang wanita. Mereka asyik sekali.
Yang keterlaluan, mereka membicarakan bentuk tubuh
perempuan. Lalu mereka kaitkan dengan masalah seks.
Dan kalau hati merasa senang ketawa mereka keras
sekali. Mau tak mau, mengganggu tamu lain.
Lelaki yang paling muda melirik ke arah si koki. Tiba-tiba ia bertanya, "Lalu, bagaimanakah dengan bentuk tubuh seperti si koki itu?"
Bentuk tubuh koki itu memang tidak karuan. Sudah
tubuhnya pendek, gemuk sekali. Dan saking gemuknya
koki itu seperti bola. Dari kaki sampai tubuh serba besar.
Malah celakanya pula, justru kulit si koki itu hitam.
Bentuknya memang lucu. Perutnya besar sekali seperti
sedang hamil hingga tidak berpinggang lagi. Gerakannya menjadi lamban. Itu dagunya berlipat-lipat. Kepala dengan pundak seperti tanpa leher. Pipinya gembung dan jari
tangannya saja seperti pisang.
Lelaki yang paling tua di antara mereka sudah beruban.
Lelaki ini menyeringai. Katanya kemudian, "Karena kegemukan, ya tentu saja serba lebih dari ukuran. Besar!
Sebaliknya tentu saja juga terlalu empuk. Ha-ha-ha-ha, kau tentu pingsan ditindih oleh koki itu."
Jawaban yang blak-blakan ini memancing gelak ketawa
yang lain. Mereka terus asyik bicara yang kotor. Hal ini menyebabkan si pemuda sederhana itu merasa tidak enak sendiri. Mau pindah tempat sudah ketanggungan. Dan mau tidak mau, telinganya terus saja mendengar pembicaraan mereka itu.
Tak lama kemudian datang juga pesanan yang ia
tunggu. Lalu pemuda ini pun mulai menyantap.
"Petunjukmu berharga sekali bagi diriku yang masih muda," yang paling muda berkata. "Aha, bukankah sore nanti kita akan menerima upah dari kerja berat kita"
Begitu menerima bagianku, aku akan langsung saja tancap gas. Akan ke rumah perempuan yang tadi sudah Paman
ceritakan. Heh-heh-heh-heh, aku akan puas."
"Kenapa tidak kau kembalikan saja kepada juragan"
Lalu kau memilih salah seorang anak buahnya?" pancing temannya.
"Kau ini mimpi ataukah sudah gila?" sahut yang muda.
"Persediaan di tempat juragan toh bukan ukuranku. Tapi ukuran orang berduit. Jangan melamun yang tidak-tidak."
"Kau benar!" ujar si tua. "Harga perempuan di tempat juragan kita selangit. Untuk satu malam saja, bayarannya bisa untuk hidup kita sekeluarga dua bulan."
Lalu mereka ketawa terkekeh-kekeh senang.
Tiba-tiba lelaki yang umurnya kira-kira tiga puluh tahun, lalu berkata, "Hemm, jika kita bicara tentang perempuan, huwaduh, aku hampir pingsan oleh kecantikan gadis yang berhasil kita culik tadi. Pantas juragan pesan kepada kita jangan sampai gagal. Ternyata gadis Cina itu elok bukan main. Sudah kulitnya putih halus, rambutnya harum.
Ahhh..... jantungku hampir copot....."
"Kenapa?" tanya yang paling muda.
"Bagaimana tidak" Aku harus membelenggu kaki itu.
Kaki itu aduhh.....mati aku! Lumar dan halus sekali seperti beludru. Hemm, kalau saja kau tidak takut kepada juragan, hem, aku sanggup menebus dengan nyawa ini, mendapat
kesempatan satu malam saja."
"Hush!" yang paling tua menghardik. "Bicara jangan melantur tidak keruan. Untuk apa kau bicara seperti itu"
Yang terpenting bagi kita toh uang. Dan dengan uang,
kebutuhan ke luarga kita tecukupi. Main perempuan itu hanya hak dari mereka yang punya duit. Orang-orang
seperti kita, cukup dengan jakun yang naik turun. Kepengin memang, tetapi uang sayang?".
Mereka tertawa lagi.
Lelaki yang pipinya codet sejak tadi hanya menyerbu
makanan. Namun sekarang orang itu membuka mulut.
"Bicara tentang gadis Cina tadi, memang aku sendiri jadi dag dig dug. Cantik luar biasa. Baru kali ini aku melihat perempuan cantik yang tanpa cela. Cuma sayang, liar.
Tanpa menggunakan akal, apakah kita bisa menangkap
dia?" "Tapi aku heran juga," yang muda bicara lagi. "Lalu kapankah juragan kita melihat gadis itu" Tempatnya saja cukup jauh. Kenapa bisa tahu?"
"Itulah keliahaian dia, juragan kita," si tua berkata. "Dan justru oleh kelihaian dia itu, maka juragan kita jadi terkenal. Orang-orang berduit banyak yang pesan. Sesudah beberapa hari di sini guna melayani langganan, biasanya lalu dikirm ke Singapur dan Muangthai (sekarang
Thailand)."
"Ahh....jadi...." si muda kaget dan heran.
"Memang hubungan juragan kita itu luas sekali!" si tua menerangkan. "Jaringannya rapi, dan lagi persediaan
selalu cantik."
"Tak heran jika juragan kita selalu sukses!!" si codet berkata. "Uang itu kuasa. Orang tuanya dia pengaruhi dengan uang. Tapi jika gagal tidak kurang cara. Heh-heh-heh-heh, itulah bagian kita. Ayahnya kita bereskan,
gadisnya kita culik!"
Agak kaget juga si pemuda mendengar ucapan si codet
ini. Ayahnya dibereskan, gadisnya diculik. Bukan main!
Tanyanya dalam hati, "Apakah lima lelaki itu sudah jagoan"
Ahh, tentu mereka ini sakti dan tidak dapat dianggap
enteng. Mereka di rumah makan saja berani mengumbar
mulut seperti itu."
"Sudah, sudah. Kamu jangan banyak mulut lagi!" si tua mencegah. "Pendeknya yang penting, kita ini dapat pekerjaan dan dapat uang cukup. Maka merupakan
kewajiban kita untuk memberi laporan kepada juragan, jika kita melihat perempuan cantik. Dengan begitu, juragan kita tetap banyak langganan, dan kita pun makan kenyang."
"Paman benar. Juragan kita Jalidun Amin itu harus selalu mendapat setoran perempuan cantik!" yang agak muda mendukung.
Diam-diam pemuda yang duduk di sudut itu penasaran.
Namun karena pemuda ini merasa sebagai orang asing di Malaya (sekarang Malaysia) ini, maka iapun bersikap hati-hati. Ia tidak boleh sembrono jika tidak ingin mati di negeri orang.
Siapakah pemuda sederhana di sudut rumah makan
ini" Tidak lain adalah pemuda yang sudah kita kenal.
Dialah jago muda kita, Jaka Temon. Pemuda yang selalu siap memusuhi orang-orang jahat. Di mana pun ia berada, ia tidak bisa kompromi dengan orang-orang yang berbuat jahat. Apalagi seperti yang dilakukan orang ini, menculik gadis.
Pendeknya ia akan campur tangan.Timbullah pikiran-
nya untuk bisa menolong Amoy yang diculik orang ini. Maka kemudian Jaka Temon memperlambat kunyahan mulut. Ia
bermaksud, makanan dan minuman selesai ia santap,
bersama dengan lima orang itu meninggalkan rumah
makan ini. Ia ingin membayangi, dan apabila waktunya tiba akan bertindak.
Sesungguhnya memang, jika manusia ini hanya
mengumbar nafsu! Akibatnya bisa mengubah watak
manusia itu menjadi tidak manusiawi. Bisa menjadi kejam melebihi binatang buas. Manusia bisa hilang rasa malu.
Dan tidak lagi mempunyai rasa kasih sayang terhadap
sesama hidup. Karena yang selalu terpikir adalah
keuntungan diri. Hanya memikirkan keperluan sendiri.
Orang bernama Jalidun Amin ini pun gambaran orang
yang tidak manusiawi, dan diperkuda nafsu. Nafsu serakah untuk memperoleh uang dengan gampang. Nafsu tamak
untuk mengumpulkan kekayaan di atas derita orang lain.
Umurnya masih muda. Baru sekitar tiga puluh lima
tahun. Jalidun Amin ini lihai dalam menangani usahanya. Ia sering pergi ke desa-desa yang penduduknya hidup miskin.
Ia membeli gadis-gadis orang yang parasnya cantik atau lumayan. Atau juga ke kampung-kampung nelayan, ia
membujuk orang tuanya. Dan oleh pengaruh uang, biasa-
nya orang miskin ini lalu menyerahkan anak, keponakan atau juga adik.
Gadis-gadis hasil pembelian ini, kemudian di jual lagi.
Gadis-gadis ini diangkut ke Singapur dan juga ke
Muangthai (sekarang Thailand). Di tangan juragan ini, perempuan yang tadi dibeli dengan harga murah dijual
dengan harga tinggi.
Ia juga mempunyai kaki tangan yang jumlahnya cukup
banyak. Mereka terdiri dari orang-orang kasar, kejam dan ganas. Mereka menculik. Dan jika perlu membunuh pula.
sebagian dan kaki tangan itu lima orang ini.
Dan berdagang budak belian ini kemudian berkembang
menjadi juragan dadah (ganja, mariyuana) dan perempuan sebagai budak nafsu. Gadis-gadis yang cantik dipaksa
menjadi pelacur. Baik di negeri Malaya sendiri, maupun dikirim ke negeri tetangga.
Sesungguhnya, raja-raja yang berkuasa di negeri ini
mengetrapkan hukum dengan keras. Pedagang dadah, jika terbukti dihukum gantung. Demikian pula pedagang budak belian, dan mengusahakan pelacuran. Namun celakanya
alat-alat kerajaan itu sendiri yang menyeleweng tersuap oleh uang maupun yang lain. Hingga usaha Jalidun Amin ini aman. Dan juragan ini aman saja menikmati hasil
perdagangan yang haram.
Dan lima orang kaki tangan juragan ini masih asyik saja makan sambil bicara. Masakan yang mereka pesan
memang banyak dan memenuhi meja. Lima orang ini kuat
nafsu makannya.
Kekuatan makan mereka ini membuat Jaka Temon
gelisah sendiri. Perutnya sudah kenyang. Tidak mungkin ia pesan makanan lagi. Sebaliknya iika dirinya duduk di
tempat ini tanpa pesan apa-apa lagi, ia merasa tidak enak sendiri. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu di luar saja.
Jago muda kita ini lalu membayar harga makanan
maupun minuman yang sudah masuk perut. Lalu ia berdiri di bawah pohon di tepi jalan. Perhatiannya tidak pernah lepas ke arah pintu rumah makan.
Tidak usah lama jago muda kita ini menunggu. Lima
orang itu keluar rumah makan berbareng. Sambil
melangkah mereka terus aja bicara. Mereka tidak sadar sama sekali di bayangi orang.
Melihat gerak kaki mereka, Jaka Temon segera dapat
mengukur diri. Dari lima orang itu, ternyata hanya seorang saja memiliki ilmu lumayan tinggi. Langkahnya ringan dan tentu juga berbahaya.
Pemuda itu mempertajam pendengaran. Dari
pembicaraan mereka, memang akan ke rumah Jalidun
Amin. Maksud mereka untuk minta upah bagi hasil kerja mereka.
Mendengar itu pemuda kita tersenyum. Ia gembira
sekali akan bisa datang ke rumah itu, tanpa harus mencari.
Tujuannya tidak lain akan mengacau rumah itu.
Pada mulanya terpikir untuk memberi laporan kepada
petugas raja. Namun tiba-tiba pemuda ini menjadi khawatir sendiri kalau alat kerajaan itu tidak bekerja sebagaimana mestinya. Siapa tahu kalau mereka sudah menerima suap"
Dan akibatnya, dirinya sendiri malah terjebak. Apalagi dirinya toh orang asing. Mana petugas raja itu dengan gampang mau percaya laporannya" Daripada ambil resiko, lebih baik bekerja seorang diri.
*** DUA UMAH Jalidun Amin letaknya di tepi kota. Yang
tampak hanyalah tembok pekarangan cukup tinggi.
R Pagar tembok itu berpintu gerbang lebar dan kuat.
Dan pintu gerbang itu tertutup. Di luar pintu gerbang terdapat bangunan kecil. Tempat para penjaga pintu
gerbang. Tampak empat penjaga bersenjata api dan
pedang. Penjaga itu nampak gagah dan garang.
Lima orang yang ia bayangi sudah tidak tampak lagi.
Jago muda kita ini berhati-hati, jika gerak-geriknya
diketahui, alamat gagallah usahanya.
Hati jago muda kita ini lega, sampai ke tujuan. Sayang sekali matahari masih bersinar. Tidak mungkin dirinya dapat masuk dengan aman. Maka mau tak mau dirinya
harus menunggu sesudah matahari silam.
Rumah ini memang khusus sebagai tempat tinggal
juragan Jalidun Amin. Tempat diselenggarakan pelacuran secara gelap di tempat lain.
Memang merupakan hal yang kebetulan bagi Jaka
Temon. Kecantikan Amoy yang berhasil diculik itu,
mempesona Jalidun Amin. Juragan ini merasa sayang,
kalau gadis Cina itu langsung dijual. Juragan ini justru memberi upah dua kali lipat kepada kaki tangannya. Sebab disamping tempatnya jauh, juga berbahaya.
Jalidun Amin bukan juragan bodoh. Ia justru amat
cerdik dalam bidang usahanya. Ia memang tahu, harga
gadis Cina ini tinggi sekali jika masih suci. Namun juragan ini merasa sayang jika tidak meniduri beberapa hari. Ia tidak khawatir rugi. Gadis itu masih kuat daya tariknya dan akan diperebutkan langganan. Keuntungan yang banyak
pun sudah terbayang di depan matanya. Dan dengan
begitu, akan bertambah bertumpuk kekayaannya.
Ketika matahari mulai silam di barat, Jaka Temon tidak sabar lagi. Tanpa kesulitan pemuda kita ini sudah berhasil melompati tembok tinggi. Akan tetapi ia bersikap hati-hati.
Begitu di atas tembok ia tiarap. Dan dari tempat ini ia dapat memandang ke arah rumah bagian depan.
Rumah bagian depan ini luas, indah dan terang
benderang. Lima lelaki yang di rumah makan tadi tampak duduk di lantai sambil kasak-kusuk. Sedang di pintu
gerbang bagian dalam, belasan penjaga siap menjaga
keamanan. Rumah juragan Jalidun Amin ini memang tidak mau
kalah dengan rumah kerabat raja.
Bagus dan indah. Jaka Temon berdecak kagum juga.
Jika juragan ini tidak jahat, alangkah bahagianya hidup bergelimang dengan harta kekayaan.
Bahagia" Apakah kebahagiaan itu bisa diukur dengan
kekayaan dan harta benda" Tidak! Kebahagiaan tidak bisa diukur dengan keadaan lahiriah. Kebahagiaan adalah
urusan batin manusia. Hanya orang-orang yang jiwanya
tenang, sabar, takwa kepada Tuhan, saling pengertian
antara suami istri, akan hidup bahagia. Orang-orang yang tidak bisa mensyukuri nikmat Tuhan, harta benda itu justru menjadi bencana.
Dan si jago muda kita itu, setelah beberapa jenak tiarap di atas tembok, sudah berkelebat meloncat ke atap rumah. Gerakannya ringan tidak bedanya kucing. Ia lalu memperhatikan sekeliling sambil mempertajam
pendengaran. Mendadak pemuda ini kaget. Dari arah
rumah yang terpisah di bagian belakang, ia mendengar
suara tangis perempuan. Lalu dalam hatinya bertanya,
benarkah perempuan yang menangis itu, gadis Cina yang belum lama diculik"
Pemuda ini cepat pula bergerak ke sana. Lalu ia
menempatkan diri di sudut, dan mengintip ke dalam.
Gadis itu tubuhnya ramping, wajah bulat telor, dengan hidung sedikit mancung. Alis yang agak tebal menaungi mata yang sipit tetapi sedap dipandang. Sepasang bibir yang merah ranum dan tipis menambah indah. Bibir itu
kemudian membentuk sebuah mulut yang mempesona.
Tidak mungil tetapi juga tidak lebar. Kulitnya putih mulus seperti sutera. Rambutnya hitarn dan lebat. Namun
sekarang rambut itu kusut dan awut-awutan.
Dan pakaian gadis itu indah juga, dari bahan sutera.
Menjadi jelas gadis ini bukan dari keluarga sembarangan.
Mungkin juga malah anak orang berkecukupan.
Tetapi pakaian itu sekarang sudah kusut. Gadis itu duduk bersimpuh di lantai. Dua tangannya lalu sibuk
menyeka air mata yang terus bercucuran. Tetapi sayangnya air mata itu membanjir terus. Lengan baju gadis itu sudah basah.
Dua perempuan setengah baya duduk di depan gadis
itu. Mereka ini memang kaki tangan Jalidun Amin. Dua
perempuan ini tukang bujuk. Dan sekarang dua
perempuan ini sedang membujuk agar gadis itu
menghentikan tangisnya.
"Nona," ujar salah seorang, "juragan kami adalah seorang lelaki gagah, tampan dan kaya raya. Jika Nona menurut, Nona akan bahagia. Percayalah! Kebahagiaanmu takkan kalah dibanding selir raja manpun selir pangeran di negeri ini. Sayang diriku sendiri ini sudah terlanjur peyot termakan umur. Celakanya pula sejak muda aku memang
tidak beruntung. Aku bukan cantik. Kalau diriku cantik seperti kau, peristiwa ini tentu kusambut dengan tertawa renyah dan bibir tersenyum."
Yang lain ikut membujuk. Katanya, "Siapakah yang tidak tahu, juragan kami selalu menjadi rebutan
perempuan cantik" Jika Nona terpilih, ini tandanya Nona beruntung. Nona, sudahlah! Tak ada gunanya menangis
terus. Lebih baik Nona sekarang berhias diri secantik-cantiknya. Jika kau dapat membuat juragan gembira,
percayalah! Apa pun yang kau minta akan diberikan. Emas, berlian, permata, jangan khawatir."
"Sudah, sudah....jangan membujuk terus.... hu.. hu"
huuuu"..!" teriak gadis cantik itu di tengah tangisnya.
"Kendati kau bujuk dengan cara apa pun, aku tidak sudi.
Tidak sudi, kau dengar" Huh, juraganmu itu adalah
bangsat busuk! Jika memang bermaksud baik, kenapa
tidak berterus terang kepada orang tuaku dan meminang"
Kenapa malah menculik aku....." Hu... hu". huuuu.... ibu....
ayah.... tolonglah... aku...!"
Perasaan Jaka Temon tergetar dan haru mendengar
ratap gadis itu. Ratap itu menimbulkan perasaan iba.
Dalam hati pemuda ini bertanya, apakah orang tuanya
tahu, anaknya telah diculik juragan Jalidun"
Untuk beberapa saat dua perempuan itu saling
pandang. Tetapi dari kilatan mata dua perempuan ini,
tampak sudah jengkel. Usaha mereka membujuk sudah
cukup lama. Sejak matahari belum tenggelam. Tetapi toh tidak juga berhasil. Padahal mereka adalah ahli dalam soal bujuk-membujuk. Upah yang mereka terirna dari juragan Jalidun hanya khusus hasil bujuk-membujuk ini. Namun
sekarang, kenapa gagal" Gadis ini sekeras batu. Segala cara tidak juga menggerakkan hati si gadis.
Salah seorang lalu mengancam, "Nona, apakah kau
tetap keras kepala dan tidak mau mendengar nasehat
kami?" "Huh, nasehat" Kamu perempuan busuk. Tukang
bujuk...." jawab gadis ini di tengah tangisnya.
Sepasang mata perempuan itu menyala disebut
perempuan busuk. Ia terhina dan marah. Hardiknya, "Apa kau bilang" Huh, kuremuk mulutmu jika berani lancang
mulut!" Perempuan ini mendelik. Giginya gemeretuk. Ia sudah
tidak kuasa menahan sabarnya lagi.
Tetapi untung ketika tangan perempuan itu akan
bergerak, perempuan yang lain cepat menampar tangan itu dan mencegah, "Kau jangan lancang! Tugas kita hanya memberi nasehat. Tidak lebih! Jika kau salah tangan, apa akibatnya" Kau sendiri yang celaka!"
Perempuan itu tereekat. Ia merasa beruntung belum
lancang tangan. Dan diam-diam ia berterima kasih atas peringatan ini. Akibatnya bisa hebat. Bukan saja harapan upah gagal diterima, malah tendangan, pukulan dan
siksaan kejam akan menerpa tubuhnya. Tidak seorang pun sanggup menolong dirinya. Bisa jadi tubuhnya babak belur, dan ia malu. Karena tangan juragan akan menelanjangi.
"Sudahlah, kita menyerah saja!" ujar perempuan itu.
"Kita sudah berusaha tetapi tidak berhasil. Sebaiknya kita lapor juragan."
Gadis itu terus menangis tersedu-sedu. Kelopak matanya sudah membengkak. Dan sepasang mata yang
sipit itu sekarang tambah sipit. Tetapi air mata itu tidak juga kunjung berhenti. Air mata itu terus membasahi pipi yang putih, halus dan montok.
Melihat keadaan gadis itu, jago muda kita iba. Ia sudah akan melompat turun dan menolong. Namun sebelum
melompat, tiba-tiba mempunyai pikiran lain.
"Hemm, jika aku hanya menyelamatkan gadis ini dan tidak menindak Jalidun, namanya setengah-setengah,"
katanya dalam hati. "Aku harus menindak Jalidun Amin.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang seperti ini jika kubiarkan hidup akan merusak dunia.
Karena wanita-wanita cantik akan dijebak sebagai pemuas napsu laki-laki hidung belang. Hemm, aku ingin lihat
bagaimanakah bentuk manusia tamak ini."
Ia menghela napas. Lalu, lanjutnya, "Aku tidak perduli yang akan terjadi atas diriku sendiri. Sebagai orang asing, membunuh penduduk asli. Tapi buktinya manusia ini
merajalela dan tidak ada yang berusaha menghalangi.
Pengaruhnya sudah cukup luas dalam aparat kerajaan.
Sebaliknya aku tidak punya ikatan apa-apa dengan
Jalidun Amin."
Ia memandang gadis Cina itu tak berkedip. Diam-diam
jago muda kita ini kagum dan terpesona. Ia sungguh
kagum terhadap ketajaman mata Jalidun Amin. Sebab
gadis ini benar-benar jelita. Dalan keadaan seperti itu saja sudah amat cantik. Apalagi jika gadis ini dalam keadaan berhias diri, tentu akan cantik luar biasa. Sungguh
beruntung pemuda calon suami gadis ini.
Tidak usah terlalu lama ia menunggu. Muncullah
seorang laki-laki berumur sekitar tiga puluh lima tahun lewat pintu penghubung. Lelaki ini tubuhnya tinggi kurus, sedang wajahnya pucat kekuning-kuningan. Kumis tipis
menghias di bawah hidung. Matanya agak sipit, dan
mengenakan pakaian amat indah, tidak bedanya para
bangsawa. Di belakangnya mengikuti dua perempuan yang tadi gagal membujuk. Dan begitu tiba di kamar, Jalidun Amin sudah tertawa mengejek.
Si gadis mengangkat kepalanya. Ia tadi memang sibuk
dengan tangisnya sehingga tidak tahu ada orang datang.
Tiba-tiba saja gemetaranlah tubuh gadis ini. Wajah yang sudah pucat bertambah pucat lagi. Sedang tangisnya juga semakin sesenggukan, membuat iba yang mendengar.
Melihat ini jago muda kita seperti diremas-remas
jantungnya. Ia iba sekali. Namun begitu ia masih tetap bersabar. Ia ingin menunggu apa yang akan terjadi.
"Nona Giok, kenapa kau menangis?" tanya Jalidun Amin dengan nada halus. "Sudahlah, tidak perlu nangis. Jika kau mau menyerah baik-baik, aku berjanji. Engkau akan hidup mulia di rumah ini. Engkau bakal menjadi ratu di rumah ini.
Percayalah Giok, aku akan mengasihi engkau selama
hayatku masih di badan ini."
"Huh, lelaki jahat dan busuk....!" teriak gadis yang ternyata bernama Giok itu, di tengah tangisnya. "Cepat kembalikan aku kepada orang tuaku. Awas! Jika ayah tahu perbuatanmu yang terkutuk ini, engkau tentu mampus....!"
"Heh-heh-heh-heh," Jalidun Amin terkekeh mengejek.
"Mana mungkin orang tuamu bisa tahu kau di sini" Tempat tinggalmu dengan Kuala Lumpur ini jauh. Malahan
mungkin sekali, orang tuamu sendiri pun belum pernah
melihat kota ini. Nah, kalau Giok sudah tahu kau di tempat yang jauh, maka kau jangan keras kepala. Aku bermaksud baik. Dan percayalah, kau akan hidup senang sebagai ratu di rumah ini."
Jalidun Amin memang tidak tangung-tanggung jika
sedang membujuk. Ia menjanjikan kedudukan "ratu" rumah tangga. Berarti akan menjadi istri. Dengan kekayaan yang melimpah ruah sudah tentu gadis mudah terbujuk dan
terjebak. Sekalipun sesungguhnya, janji itu hanyalah janji kosong. Pengalaman sudah menunjukkan setiap gadis
pilihan hanya bertahan dua atau tiga bulan saja. Sesudah itu, akan segera dikirim ke rumah pelacuran. Malah tidak sedikit yang kemudian dijual keluar negeri.
Jalidun Amin memandang Giok tidak berkedip. Tidak
bedanya seekor kucing melihat ikan dendeng. Jantung
juragan ini bergetar keras sekali. Betapa inginnya segera dapat menggelut gadis ini. Meskipun begitu, ia masih
menyabarkan diri.
Juragan tamak ini bukan lelaki bodoh. Tetapi justru
seorang lelaki yang pandai menempatkan diri di depan
perempuan. Pengalamannya sudah bergudang-gudang.
Karena itu walaupun Giok mencaci maki seperti itu, ia tidak marah. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan.
"Nona Giok, percayalah aku mencintai kau sepenuh hatiku," ujarnya lagi, tetap halus. "Hemm, kau cantik luar biasa bagai Bidadari. Kau jelita bagai Dewi. Itulah
sebabnya kau pantas menjadi ratu di rumahku ini. Di
rumah juragan Jalidun Amin yang kaya raya. Dan sudah
tentu pula engkau akan bahagia."
"Bah! Siapa yang sudi menjadi istrimu" Huh! Melihat pun aku sudah muak!" teriak Giok sambil meludah.
"Hemm, muak" Bagus! Jika engkau masih tetap keras kepala, engkau akan tahu sendiri!" ucapannya masih halus, namun mengandung ancaman. "Giok, apakah kau tetap keras kepala?"
"Pergi! Jangan ganggu aku....!" lengking Giok.
"Heh-heh-heh-heh, aku di rumahku sendiri. Kenapa kau menyuruh aku pergi?" ejek juragan ini. "Sekarang begini saja. Jika engkau muak melihat aku, sekarang aku ingin lihat. Bagaimana perasaanmu, jika engkau dipeluk dan
diciumi oleh salah seorang budakku laki-laki" Aku ingin tahu. Apakah kau bisa melawan?"
"Bunuh saja... aku....!" teriak Giok.
Jalidun Amin memang mempunyai senjata pumungkas
yang ampuh. Lalu biasanya akan memilih menyerah, dari pada digelut oleh budaknya. Dan kadang baru didekati
saja, gadis itu sudah pingsan. Dan kalau gadis itu sudah pingan, yang untung adalah juragan ini. Gadis itu takkan merasa telah diberi obat. Dan apabila sudah diminumi obat perangsang, si gadis akan celaka lagi. Karena akan
menjadi budak nafsu tanpa sesadarnya.
Sebagai seorang juragan seperti Jalidun Amin ini, tidak sulit untuk mendapatkan obat seperti itu. Ia bisa membeli kepada langganannya. Jaringan obat terlarang dengan
dunia yang digeluti juragan ini memang saling berkait.
Saling mempunyai kepentingan.
Jalidun Amin lalu berbisik kepada salah seorang dari
perempuan itu. Perempuan itu mengangguk. Lalu keluar
dari kamar. Tak lama kemudian sudah muncul bersama
lelaki. Dan lelaki ini luar biasa. Kulitnya hitam legam seperti arang. Wajahnya buruk sekali dan mengerikan. Wajah itu penuh bintik-bintik putih. Sedang matanya yang sebelah menonjol keluar seperti mau copot.
Melihat wajah lelaki itu Jaka Temon masukkan tangan
ke saku. Jari tangan itu sekarang sudah memegang kedok setannya. Ia kemudian membandingkan dan tersenyum
sendiri. Wajah lelaki itu dengan kedok setannya mirip sekali.
Sesudah masuk ke kamar lelaki hitam ini duduk
bersimpuh di lantai. Kemudian bertanya, "Ada perintah apakah yang harus saya lakukan, Tuan?"
Jalidun Amin tidak cepat menjawab. Juragan ini malah
melirik ke arah Giok. Ketika gadis ini menyembunyikan wajahnya, tubuh gemetaran, ia sudah maklum. Bibirnya
tersenyum. Katanya dalam hati, "Heh-heh-heh-heh, aku toh jauh lebih tampan dibanding orang ini?"
"Pada mulanya aku memang ingin kau melakukan
pekerjaan itu!" Jalidun berkata. "Tetapi lalu terpikir olehku, sebaiknya pekerjaan itu kaulakukan esok pagi saja. Dan sekarang kembalilah kau ke tempatmu!"
Lelaki itu mengangguk. Lalu melirik ke arah gadis yang sedang menangis itu. Dari pandang lelaki ini jelas sekali.
Betapa tertariknya kepada gadis secantik itu. Tetapi ia tahu diri. Ia tahu kedudukannya hanya budak belian. Ia juga tahu, hadirnya untuk menakut-nakuti gadis ini. Maka tanpa membuka mulut, budak ini sudah ngeloyor keluar untuk
kembali ke tempatnya.
Begitu budak buruk tadi pergi, "Jalidun tertawa
perlahan. Kemudian berkata, "Nah, Giok, apakah kau lebih suka dipeluk laki-laki tadi?"
Giok tidak mengucapkan sesuatu. Gadis ini tetap saja
menangis tersedu-sedu.
Dua perempuan tukang bujuk itu tahu tugas yang harus
dilakukan sekarang. Jelas, gadis ini ketakutan kepada budak tadi. Mereka lalu nendekati, dan salah seorang
berkata halus, "Nona, juragan kami bermaksud baik.
Apakah sebabnya tidak kau tanggapi dengan baik pula"
Mari, Nona, sekarang bersama aku masuk ke kamar hias.
Dan sambil kau berhias, aku akan memberi nasehat amat penting untuk Nona."
"Pergi!" teriak Giok sambil menepis tangan prrempuan itu. "Huh, siapa yang sudi melayani juraganmu yang jahat dan busuk itu" Huh, lebih baik aku mati!"
"Aihh, Nona, apakah untung yang kauperoleh mati
dalam usia muda?" bujuk perempuan itu tanpa malu.
"Nona, sudilah engkau mendengar apa yang kukatakan ini.
Kau belum tahu, di dunia ini dikenal istilah "sorga dunia".
Istilah itu tidak lain adalah wujud dari hubungan cinta kasih antara lelaki dan perempuan..."
"Tutup mulutmu yang kotor!" bentak gadis ni sambil bangkit berdiri. Lalu dengan sepasang mata berapi, ia memandang juragan Jalidun Amin. Bentaknya, "Huh! Kau manusia buruk tidak tahu malu! Kau manusia manis di mulut tetapi jahat dalam hati! Bangsat! Bajingan tengik!
Manusia macam kau ini terkutuk!"
Tetapi justru caci maki Giok ini menyebabkan Jalidun
Amin marah sekali. Wajah manis, bibir tersenyum dan
ucapan halus itu sekarang sudah tanpa bekas. Bentaknya,
"Huh! Engkau berani mencaci maki aku" Bagus! Aku bersikap baik, tetapi kau malah menghina aku. Ternyata kau gadis keras kepala. Baru kali ini aku berhadapan
dengan perempuan keras kepala dan bandel. Tapi apakah sangkarnu aku tidak bisa bertindak keras" Engkau di
rumahku. Tidak seorang pun akan dapat menolong kau.
Huh! Sekarang kau bisa pilih salah satu. Monyerah baik-baik, atau harus lewat kekerasan"!"
"Bunuh saja aku. Habis perkara.....!" ratap Giok ketakutan.
"Heh-heh-heh-heh! Tidak usah kau minta pun pada
saatnya akan kubunuh juga!" ancam Jalidun. "Jika kau sudah tidak ada gunanya lagi, untuk apa kau hidup terus"
Hemm, tetapi sebelum kau mati kau harus melayani aku.
Kau takkan bisa memberontak dan melepaskan diri."
"Aku akan berteriak....!"
''Berteriaklah sekeras-kerasnya, heh-heh-heh-heh.
Sekali pun suaramu sampai habis, takkan ada orang
datang menolong kau."
"Tolong.....! Tolong....!"
"Ha-ha-ha-ha," ejek Jalidun "Berteriaklah terus sampai kau puas. Tidak urung kau harus dalam dekapanku,
manis." "Bunuh....! Bunuh saja aku...!" jerit Giok semakin ketakutan, ketika lelaki itu mendekat dengan langkah
perlahan. Dua perempuan itu memang sudah terlatih dan
mengerti apa yang harus dilakukan. Mendadak saja salah seorang telah menangkap lengan Giok lalu ditekuk ke
belakang. Gadis ini kaget dan berusaha memberontak.
Tetapi perenpuan yang seorang, dan yang tadi telah dihina Giok menjadi benci sekali. Sekarang ia mendapat
kesempatan baik untuk membalas. Namun sudah tentu,
pembalasan ini sudah selaras dengan perintah juragan.
Mendadak saja dengan rasa benci yang meledak-ledak,
perempuan ini sudah menyerbu. Dengan cengkeraman
yang kuat, jari tangan perempuan ini sudah merenggut
baju bagian dada.
Brett".! "Aihhhhh....!"
Berbareng dengan robeknya baju dan jerit Giok,
terdengarlah suara ketawa Jalidun Amin yang terkekeh.
Dan sebelum hilang rasa kaget gadis ini, dengan tangan yang ahli, perempuan ini sudah melepas penutup dada.
Gadis itu menangis keras dan menjerit-jerit, disamping berusaha memberontak. Tetapi usahanya tanpa hasil.
Malah gadis ini membuang tenaga sia-sia.
Dan celakanya, gerakan gadis itu menyebabkan
payudara yang putih montok tanpa penutup itu bergerak-gerak. Dan hal ini menimbilkan rangsang dan gairah bagi lelaki terkutuk Jalidun Amin. Keadaan ini menyebabkan lelaki lersebut tidak sabar. Jantungnya yang berdenyut hebat telah melangkah ke depan. Lalu menggunakan dua
tangannya, bret.... Bret"! Celana luar dan dalam yang dipakai Giok telah hancur tercabik-cabik.
"Heh-heh-heh-heh, bagus!" Jalidun Amin terkekeh dan gembira sekali, melihat calon korbannya sudah tidak
berbusana lagi. "Sekarang lepaskanlah! Aku akan menjadi kucing dan biarlah dia jadi tikus!"
Begitu dilepaskan Giok sudah duduk di lantai dengan
lesu. Gadis tanpa busana ini sekarang makin menjadi
tangisnya. Disamping itu juga berusaha menyembunyikan bagian tubuhnya yang terlarang.
Juragan tamak Jalidun Amin ini menyeringai. Sekarang
sudah memastikan, gadis ini tak dapat melawan lagi.
Sebab apabila gadis ini tetap bandel, dua perempuan
pembantunya itu akan membantu.
"Giok, jangan menangis!" katanya sambil meringis, dan matanya tidak berkedip memandang gadis itu. "Sekarang bersiaplah kau menjadi tikus, dan aku jadi kucingnya!"
Jalidun sudah melangkah maju sambil melepas
bajunya sendiri. Namun tiba-tiba lelaki ini memekik
tertahan. Tubuhnya tiba-tiba terangkat ke atas. Dua
perempuan tukang bujuk itu sudah membuka mulut untuk
menjerit. Tetapi sebelum jeritnya terdengar, tubuh dua perempuan itu terlempar berurutan. Lalu mereka tak
berkutik lagi karena terbentur tembok.
Juragan Jalidun Amin yang terangkat dari belakang oleh kekuatan dahsyat itu, berusaha memberontak sambil
memekik nyaring. Pekikan itu untuk mengundang tukang-
tukang pukulnya agar cepat datang dan membantu. Tetapi justru pekikannya ini malah mempercepat kebinasaannya.
Mendadak tubuhnya dibanting keras sekali ke dinding
tembok. Kepalanya pecah dan saat itu juga nyawa lelaki ini melayang. Dalam waktu singkat, tiga nyawa telah melayang oleh Jaka Temon.
Sebenarnya Jaka Temon bukan orang kejam. Tetapi
apabila melihat orang melakukan kekejaman, dan calon
korbannya ditelanjangi, pemuda ini menjadi lupa diri.
Tanpa sesadarnya tangannya menjadi ganas.
Tetapi sesungguhnya pemuda ini agak terlambat turun
tangan, oleh perkembangan keadaan. Bagaimana pun Jaka Temon adalah pemuda dewasa dan normal pula. Maka
ketika pakaian Giok tadi lepas dari tubuh, mata pemuda ini silau dan jantungnya bergetar hebat sekali. Karena Jaka Temon melihat jelas tubuh yang berkulit putih mulus itu tanpa penutup. Hingga untuk itu, ia memerlukan waktu
untuk meredakan getaran jantungnya.
Sekarang setelah dapat membanting mati Jalidun Amin,
pemuda ini sudah akan menolong Giok dan ia selamatkan.
Namun tiba-tiba teliganya yang peka menangkap suara
langkah orang yang berdatangan.
"Bagus! Mereka datang sendiri. Mencabut rumput
harus berikut akarnya. Jika tidak hanya akan mengotori dunia saja!" katanya dalam hati.
Jaka Temon belum sempat mengurus Giok. Pemuda ini
dengan gerakan cepat sekali sudah melompat ke luar
rumah. Hingga sebelum para tukang pukul Jalidun datang, ia sudah dapat menyembunyikan diri di tempat gelap.
Teriak Jalidun Amin tadi memang bisa didengar oleh
lima tukang pukul itu. Maka mereka lalu berlarian ke
rumah ini. Tetapi sebenarnya bukan melulu lima orang ini yang mendengar. Penjaga di pintu gerbang pun mendengar jelas.
Akan tetapi mereka tidak percaya. Mana mungkin
juragan itu di rumahnya sendiri berteriak minta tolong"
Selama ini rumah juragan Jalidun Amin selalu aman.
Siapakah yang bisa mengganggu justru rumah ini terjaga dengan ketat"
Tetapi kendati lima orang ini ragu, toh mereka datang juga ke tempat ini. Hitung-hitung sambil meronda jika juragan tidak dalam bahaya. Malahan tukang pukul yang termuda itu mempunyai tujuan lain yang tidak dikemuka-kan kepada teman-temannya. Siapa tahu sambil meronda
ini, ia dapat melihat gadis cantik culikan. Sedang diapakan gadis itu oleh sang juragan"
Sesudah menjadi dekat lima lelaki ini kaget. Mereka
melihat pintu rumah itu terbuka. Ini tidak biasanya terjadi.
Sebab setiap sang juragan sedang "memeriksa" calon korbannya, semua pintu tertutup rapat. Kenapa malam ini pintu terbuka"
Lelaki paling tua mendahului bergerak paling depan.
Tetapi ketika lelaki akan menerobos masuk, ia berseru tertahan. Ia melompat ke samping guna menghindari
serangan yang datang tiba-tiba. "Aduh....!"
Ternyata usahanya menghindar itu sia-sia. Walaupun
laki-laki ini dapat menghindari sambitan yang pertama, tetapi sambitan kedua menyusul tidak terduga. Akibatnya pelipis tersambar dan berlubang. Dan lelaki ini roboh tanpa sambat lagi.
Empat orang kawannya kaget lalu menyebar diri. Lalu
mereka mencabut senjata siap menghadapi bahaya.
Namun sungguh celaka! Sesosok bayangan yang
gerakannya cepat sekali telah menyambar ke arah mereka.
Masing-masing berusaha menghindari sambil menyong-
song dengan senjata.
Tetapi apakah artinya empat tukang pukul ini
berhadapan dengan Jaka Temon yang sudah marah"
Terdengar dencing senjata berturut-turut dan lepas dari tangan. Menyusul dadanya terpukul telak dan roboh
berurutan. Mati!
Baru kali ini Jaka Temon seperti kesetanan. Delapan
orang dalam waktu singkat melayang nyawanya. Memang
kali ini jago muda kita tidak tanggung-tanggung lagi. Ya!
Jaka Temon menderita trauma berat. Derita itu berawal akibat matinya Ningrum di tangan Iblis Cantik beberapa tahun lalu. Jaka Temon menyesal bukan main. Karena Jaka Temon bermaksud menolong dan mengembalikan kepada
orang tuanya. Setelah merobohkan orang-orang itu, Jaka Temon lega.
Secepat kilat Giok yang mendeprok di lantai ia sambar.
Gadis ini menjerit kecil. Tetapi Jaka Temon cepat
menghibur. Dalam kemarahannya yang meledakledak, sebelum
meninggalkan rumah ini, pemuda kita itu melepas api.
Terjadilah kebakaran hebat, dan terjadilah geger. Orang-orang juragan Jalidun Amin kebingungan dalam usaha
memadamkan api.
Penduduk sekitarpun kaget sekali. Mereka ber-
datangan untuk turut memberi pertolongan. Sayang
mereka tidak bisa masuk. Karena pintu gerbang tertutup.
Penjaga di luar pmiu gerbang melarang penduduk masuk
ke dalam. Penjaga itu takut kepada sang juragan yang bisa ngamuk, orang masuk tanpa ijinnya. Penjaga ini tidak
sadar sama sekali Jalidun Amin sudah mati.
Memang bisa dimengerti, penjaga itu tidak mengijinkan orang masuk. Sang juragan adalah kaya raya. Maka
penjaga rumah ini khawatir kalau orang-orang ini men-
ggunakan kesempatan dalam kesempitan. Mereka pura-
pura menolong namun tujuannya untuk merampok.
Orang-orang upahan juragan Jalidun Amin justru
banyak jumlahnya. Maka orang-orang ini bekerja keras
melawan api. Anak-anak menangis dan perempuan
kebingungan. Hal ini menambah beban para penghuni laki-laki.
TIGA IOK yang dipondong oleh Jaka Temon berusaha
memberonrak. Pengalaman di rumah Jalidun Amin
G membuat gadis ini ketakutan. Gadis ini salah
paham, mengira lelaki yang memondongnya sekarang ini
juga mempunyai maksud tidak baik.
"Nona, tenanglah. Aku justru ingin menyelamatkan kau dari bahaya. Aku bukan teman juragan tamak tadi." Jaka Temon membujuk sambil terus berlarian menerobos gelap malam.
"Tapi..... tapi......"
"Tidak perlu takut! Namun jika Nona tidak percaya tak apa. Sekarang kau akan kuturunkan dari pondongan. Lalu kita berpisah."
Jago muda kita ini memang cerdik. Memang mudah ia
meyakinkan gadis ini agar percaya. Karena itu ia setengah mengancam. Namun ancaman ini hanya dalam ucapan.
Dalam hati tidak mungkin melepaskan gadis ini di
sembarang tempai. Giok bisa lepas dari mulut harimau
tetapi malah masuk ke mulut buaya. Tak mungkin ia tega kepada gadis ini.
Namun untunglah gadis ini cepat sadar. Ia tadi melihat dengan mata sendiri, juragan Jalidun Amin dan dua
perempuan itu telah dibunuh pemuda ini. Di samping itu ia pun sadar juga, dirinya dalam keadaan tanpa busana. Jika dilepas di sembarang tempat, dirinya bakal celaka jika bertemu dengan lelaki tak bertanggung jawab. Masih
untung kalau dirinya dianggap gila. Mungkin orang tidak mengganggu"
Orang gila tidak diganggu" Belum tentu! Melihat dirinya yang bugil, bisa saja lelaki pura-pura gila. Tak jauh dari rumahnya, terbukti ada gadis yang disebut gila kok hamil.
Dengan begitu, orang gila pun bukan jaminan tidak
diperkosa lelaki.
Ingat itu semua, gadis ini lalu berdiam diri.
Namun sebaliknya, terjadi perubahan setelah Giok
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tidak meronta lagi. Ia tadi melihat semuanya tentang gadis ini ketika ditelanjangi. Dan sekarang gadis tanpa busana ini dalam pondongannya. Jari-jari tangannya merasakan kulit tubuh gadis ini halus dan lumar. Jantungnya mendadak berdenyut cepat. Rasa aneh menyelinap dalam
dadanya. Tetapi untung pemuda ini bukan mata keranjang. Ia
cepat-cepat menentramkan hati dan mengosongkan
pikiran. Denyut jantung yang cepat tadi berangsur menghilang. Kemudian pemuda ini dapat bergerak cepat
menerobos gelap malam.
Justru kecepatan Jaka Temon lari ini, angin menerpa
gadis itu. Padahal si gadis tanpa busana. Maka gadis ini kedinginan. Tanpa sesadarnya gadis ini memeluk erat
sekali. Kiranya bukan saja dingin, tetapi gadis ini juga takut kalau jatuh.
Jaka Temon berlarian terus. Namun mendadak pemuda
ini merasakan hembusan napas halus dari gadis ini. Di samping itu, ia juga merasakan sesuatu yang lunak
menekan dada. Jantungnya kembali berdegup keras. Dan perasaan
aneh menjalari dada. Lalu ia pun merasakan jari-jari
tangannya menyentuh kulit yang alus dan lumar. Apalagi, ia menghirup bau harum dari rambut Giok.
Mendadak saja sendi-sendi Jaka Temon seperti lepas.
Ia terhuyung. Ia terjatuh tetapi untung jatuh terduduk, dan gadis ini di pangkunnya.
"Maafkan aku.....!" katanya lirih sambil melepas pelukan.
Gadis ini pun cepat sadar keadaan. Ia juga melepaskan pelukannya lalu turun dari pangkuan. Dan gadis ini
sekarang duduk bersimpuh. Lalu melepas rambutnya yang panjang, untuk menutup dada. Lalu gadis ini menangis
tersedu-sedu. Tanpa sesadarnya Jaka Temon tadi telah berlarian
menuju timur. Justru ke timur ini tidak lama kemudian sudah masuk ke dalam hutan. Kalau saja Jaka Temon ke
lain jurusan, takkan segera bertemu dengan hutan. Apa pula kalau Jaka Temon ke barat, tentu tiba di pantai.
Hutan ini penuh pohon tua dan besar. Daunnya lebat
dan gelap sekali. Maka sekalipun gadis ini tidak menutup dadanya dengan rambut, juga tidak apa. Sebab pemuda ini sadar keadaan. Apabila ia memandang gadis yang ia
telonjang jantungnya pasti terus berdenyutan. Mata Jaka Temon awas sekali. Sekalipun gelap, karena kulit tubuh gadis ini putih mulus, masih akan dapat melihat jelas.
Jaka Temon cepat membuka kain panjang yang ia
pakai. Ia memang tidak bisa berbuat lain. Pakaiannya tadi ia tinggal di penginapan. Maka agar gadis ini tidak tersiksa, biarlah membungkus tubuhnya dengan kain itu.
Ia memberikan kain panjang itu sambil berkata halus,
"Maafkanlah aku! Akibat tergesa, aku sudah kurang ajar.
Aku sudah memondong engkau dalam keadaan seperti ini.
Ahh, aku menyesal sekali. Dan sekarang, pakailah kain ini."
Dan gadis itu cepat menyambar kain itu. Lalu
ditutupkan ke tubuhnya. Tubuhnya terasa hangat dan tidak malu lagi.
"Lho! Kok hanya kau gunakan seperti selimut?" Jaka Temon keheranan.
"Habis.... gimana....?" sahut gadis ini. "Bagaimana memakainya?"
Diam-diam Jaka Temon geli. Ia baru sadar gadis ini
biasa memakai celana panjang. Gadis ini tidak kenal kain panjang seperti perempuan Indonesia.
"Ohh, maafkan aku," ujar pemuda kita. Begini saja.
Bersembunyilah, lalu bungkus tubuhmu."
Giok pun mengangguk. Ia bersembunyi di belakang
batang pohon besar. Ia lalu membungkus tubuhnya dengan kain itu. Tetapi setelah tubuhnya terbungkus sampai dada, gadis ini kaget sendiri.
"Aihh...!" pekik tertahan. "Aku tak bisa jalan....."
Jaka Temon kaget. Ia menduga, gadis itu membungkus
tubuhnya begitu kencang. Dan akibatnya gadis itu tidak bisa bergerak.
"Kau tentu terlalu kencang membungkus tubuhmu,"
ujar pemuda ini. "Kendor saja, yang penting bisa menutup tubuhmu supaya tidak kedinginan."
Gadis itu pun menurut. Kain yang membungkus tubuh
ia kendorkan. Tak lama gadis itu sudah muncul dari balik batang pohon.
"Hi-hi-hik, lucu....!" ujar gadis ini.
"Apanya yang lucu?" tanya Jaka Temon keheranan.
"Diriku ini. Sekarang aku tanpa bentuk. Dan kakiku juga tidak tampak, hi-hi-hik...." gadis itu menjelaskan dan sambil cekikikan.
"Ha-ha-ha-ha," Jaka Temon pun tertawa. Pemuda ini menjadi senang setelah gadis itu terhibur dan tidak
menangis lagi. Dan ia juga tahu sebabnya Giok mengatakan dirinya tanpa bentuk. Dengan pakai baju dan celana panjang, tentu saja bentuk tubuh gadis itu tampak nyata.
Tetapi sekarang karena dibungkus kain dan pinggang tidak ditali, maka bentuk itu menjadi lenyap.
Tetapi kendati sudah tertutup oleh kain panjang,
namun gadis ini tanpa baju.
"Nona Giok?""
"Lho! Kau tahu namaku?" gadis ini keheranan.
"Lengkapnya, namaku Oei Giok Lan. Tapi kau boleh panggil Giok saja."
Jaka Temon tertawa, lalu sahutnyn, "Aku tadi mendengar juragan busuk itu memanggil kau, Giok. Itulah
sebabnya aku tahu namamu."
"Dan kau?"
"Namaku Jaka Temon."
"Hi-hi-hik.... namamu kok aneh....?" Giok keheranan.
"Aku bukan orang sini. Akn perantau dari Indonesia."
"Indonesia" Di mana Indonesia itu?" Giok makin beran.
"Jauh dari sini. Harus lewat laut berbulan-bulan. Itu pun jika angin baik."
"Ohhh..... tapi kenapa kau merantau sampai di sini"
Kau cari apa?"
"Entahlah. Aku seperti mimpi datang ke negeri Malaya ini." "Lho kok aneh. Kau toh tidak mimpi Bang Temon...... hi-hi-hik."
"Ya, memang tidak mimpi. Tapi aku memang tidak
menduga, akhirnya aku di negeri ini. Oh ya, jika kau panggil aku Abang, aku anggil kau Adik Giok. Bolehkah?"
"Kenapa tidak" Kau bisa panggil aku Adik Giok, bisa panggil Giok-moi, bisa panggil Giok thok, dan apa saja...."
"Lho, kok apa saja. Jika aku panggil Nona cantik......"
"Ihhh..... apakah aku cantik?"
"Lebih dari cantik. Terus terang, kau memang cantik jelita bagai Dewi."
"Ihhh.... sudah, sudah, jangan melantur tak keruan.
Nyatanya kau pemuda tampan. Apakah aku"."
"Sudahlah, apakah kau tidak dingin?" Jaka Temon malu sendiri lalu mengalihkan pembicaraan. "Nah, sebaiknya pakailah bajuku ini, lumayan untuk penahan dingin.
Sekarang ini, jangan kau pikirkan hal-hal lain. Yang
penting, pakailah dulu sekalipun baunya tidak enak."
Tanpa ragu lagi, Giok lalu menerima baju itu dan
langsung dipakai. Sekalipun baju itu terlalu longgar dan tidak patut, namun lebih pantas daripada tak berbaju.
"Hi-hi-hik..... kau lucu....?" katanya sambil tertawa.
"Apanya yang lucu?" pemuda ini pun tertawa.
"Bajumu ini. Kau bilang berbau tidak enak. Padahal lain...."
"Ahhh.....!" seru Jaka Temon tertahan.
Baju itu sudah ia pakai sejak pagi. Sudah basah oleh
keringat dan kotor oleh debu. Tetapi kenapa gadis ini bilang tidak berbau"
Tetapi setelah dirinya berpakaian, dalam hati timbul
pertanyaan. Apakah sebabnya pemuda Indonesia ini bisa tahu dirinya diculik orang"
"Bagaimana kau tahu aku disekap di rumah itu?" Giok Lan bertanya berbareng agak curiga. Tidak aneh. Sebab dirinya gadis. Biasanya seorang lelaki, menolong
perempuan karena mempunyai maksud tertentu.
"Aku tahu secara kebetulan, karena orang-orang yang menculik kau bocor mulut." Jaka Temon menjelaskan.
"Itulah sebabnya aku lalu membayangi dan bisa menolong kau."
Lalu dengan lancar, Jaka Temon bercerita. Dari rumah
makan, sampai kemudian tahu, Giok Lan akan diperkosa
oleh Jalidun Amin.
"Ahhh.... aku memang sial....." ujar gadis ini penuh sesal.
Meskipun tidak lancar, gadis ini lalu bercerita. Rumahnya di negeri (desa) Kuala Batu, yang letaknya di pinggang Gunung Besar Hantu. Ia baru di ladang sayur tadi pagi.
Tahu-tahu disekap orang dari belakang. Ingin menjerit tidak dapat. Karena sudah disumbat kain. Lalu ingin memberontak, tetapi tiba-tiba kaki dan tangan sudah terikat tali.
Kemudian tanpa dapat berkutik lagi, Giok Lan sudah
dimasukkan orang dalam karung.
"Berapa orang yang menangkap kau?" Jaka Temon bertanya.
"Aku tidak jelas." Giok Lan menerangkan "Dan sesudah di dalam karung aku tak dapat melihat apa-apa. Namun
aku merasa diletakkan orang pada suatu tempat. Aku
menduga dibawa dengan pedati. Tahu-tahu aku..."
Tiba-tiba gadis ini terisak. Nampaknya teringat deritanya ditelikung orang dalam karung. Kemudian di rumah
Jalidun Amin ditelanjangi orang.
"Kenapa kau di ladang sayur" Ayahmu bekerja apa?"
"Ayahku seorang pedagang hasil bumi. Disamping
berdagang ayah juga petani sayur."
"Sudah kenal dengan Jalidun Amin?"
Oei Giok Lan menggeleng. "Ahhh.... aku ngeri...."
Tiba-tiba saja gadis cantik ini menubruk Jaka Temon.
Tubuhnya gemetaran. Jelas gadis ini ketakutan dan ngeri teringat pengalamannya tadi. Tubrukan dan pelukan yang tiba-tiba ini menyebabkan Jaka Temon tidak keruan
perasaannya. Tanpa sesadarnya, ia sudah membalas
memeluk. "Jangan takut, Giok. Dia toh sudah mampus!" hiburnya.
"Tapi.... tapi.... aku......"
"Sudahlah Adik Giok, aku toh di sampingmu. Engkau tak perlu takut," hiburnya. Tetapi diam-diam jantungnya berdenyut tak keruan. Dan sekarang, mari kuantar pulang."
Jaka Temon berusaha menekan gejolak hatinya kuat-
kuat. Bagaimanapun ia adalah lelaki normal dan masih
jejaka ting-ting. Ia menjadi khawatir kepada dirinya sendiri.
Khawatir kalau sampai lupa diri. Bayangan Giok Lan tanpa busana, menggoda benaknya. Memang tidak tercela
cantiknya gadis ini.
"Aku..... ta.....aku takut...... pulang..." sahut gadis ini sambil mempererat pelukannya.
Dan disadari atau tidak, akibat eratnya pelukan itu,
pemuda ini merasakan sesuatu yang lembut menekan dan
meresap ke dada yang tanpa baju.
Jaka Temon sampai heran kepada dirinya sendiri.
Kenapa dalam pengembaraannya ini, ia selalu berhadapan dengan perempuan cantik dan ia tolong"
"Kenapa kau takut?" pemuda ini mendesak.
"Aku ahhh...." gadis ini terisak menangis lagi. "Aku....aku takut.... ayah...."
"Apakah sebabnya?"
"Aku.... aku pergi sejak pagi buta.. Tentu... tentu ayahku menduga..... diriku berbuat.....yang tidak-tidak......
Sebab malam.... seperti ini..... baru pulang. Tidak! Tidak.....
aku tidak mau pulang...."
Jago muda kita ini melengak keheranan. "Lalu, jika kau tak mau pulang kau mau ke mana?"
"Aku....?" tangis gadis ini menjadi.
Dan tiba-tiba saja Giok Lan sudah menyembunyikan
wajahnya ke dada Jaka Temon yang bidang dan tanpa baju.
Air mata menetes dan membasahi dada tanpa baju itu.
Meresap ke dalam jantung, dan mau tak mau jantung
pemuda ini berdebaran.
"Katakanlah!" desaknya halus.
"Aku.... aku ikut Bang Temon saja...."
"Apa....?" seru pemuda ini saking kaget.
"Bang Temon..... kau..... hu-hu-huuuu.... kau sudah melihat diriku dalam keadaan.... tanpa busana..... Maka kau.... harus menolong aku....dan mau mengajak ke
manapun.... kau.... kau pergi...."
Betapa kaget jago muda kita ini. Dirinya justru tanpa sengaja melihat gadis ini ditelanjangi. Tetapi kenapa, tiba-tiba gadis ini lalu menetapkan dirinya harus memperistri"
Tentang kecantikan gadis ini memang tanpa cela.
Apakah dirinya harus menjadi lelaki tidak bertanggung jawab dan mata keranjang" Ia bisa saja mengucapkan janji setia. Akan mengasihi gadis ini selama hayat. Namun
kemudian pada suatu ketika, ia pergi diam-diam. Tidak peduli gadis ini kemudian merana dan menderita.
Tetapi jika dirinya berubah seperti itu, apakah artinya pertolongan ini" Tak urung gadis ini sengsara di tangan penjahat.
Tidak! Ia tidak boleh bermanis di bibir. Tetapi sekalipun begitu ia juga tidak boleh gegabah menolak. Sebab
penolakannya juga bisa berakibat buruk. Gadis ini bisa kebingungan lalu nekad, bunuh diri.
"Adik Giok," katanya halus. "Kenapa secara tak sengaja aku melihat kau tanpa... busana, lalu aku harus menjadi suamimu" Kalau begitu, ucapanmu ini tanpa didasari oleh cinta kasih?"
"Aku....aku.....mencintai kau.... Bang Temon.... Dan tentu.... kau pun.... cinta aku pula .... Sebab jika kau...tidak mengharapkan aku... Kenapa kau..... bersusah payah
membela dan....menolong aku....?"
Memang bisa dimengerti apabila Giok Lan meng-
ucapkan kata-kata seperti itu. Bayangan kemarahan ayahnya amat menakutkan. Ayahnya seorang laki-laki yang
keras. Ayahnya tentu menuduh dirinya sebagai gadis
brandalan. Ayahnya tentu malu, dan dirinya bisa dibunuh.
Sebaliknya Jaka Temon mengeluh. Kenapa Giok Lan
ini berpendapat begitu" Manakah ada cinta kilat" Kenal pun belum dengan gadis. Sedang sebabnya ia menolong, karena ingin menolong. Tidak mempunyai maksud untuk
kepentingan diri.
Ia juga tidak percaya, gadis ini benar-benar mencintai dirinya. Gadis ini berkata begini, karena merasa tak ada jalan lain. Dengan begitu, dirinya menjadi tempat pelarian.
*** EMPAT UTAN itu sepi. Yang terdengar hanya suara binatang
malam. Dan gadis bernama Oei Giok Lan ini masih
H memeluk erat sekali. Perasaannya tidak keruan.
Dalam dada terjadi peperangan hebat. Antara nafsu dan batin yang suci. Nafsunya sebagai lelaki membujuk agar nuruti kemauan gadis ini. Toh bukan salahnya. Gadis cantik ini sendiri yang sudah memulai. Apakah salahnya sebagai lelaki muda nyerempet bahaya"
Sebaliknya batinnya yang suci menolak. Lalu mem-
berikan alasan, apa yang dihadapi sekarang ini adalah godaan. Ini percobaan dari Tuhan bagi dirinya. Jika kuat bertahan akan baik jadinya. Sebaliknya jika tergelincir, akan hancur dan ini harus bisa dilewati dengan mulus. Dan harus dapat membujuk gadis ini agar sadar.
"Adik Giok, kau keliru!" sahutnya lirih. "Aku menolong kau karena tak ingin kau sengsara. Tak ingin kau menderita. Dan pertolongan itu, merupakan dharma setiap
manusia. Aku tidak boleh membiarkan orang menindas
dan berbuat jahat terhadap sesama hidupnya."
"Tapi.....tapi......" ujar Giok Lan patah-patah. "Bagaimana.... aku.... dapat menyembunyikan mukaku ini.... jika kau sudah melihat diriku tanpa busana.... malah kau juga memondong seperti tadi...."
Oei Giok Lan berhenti. Tiba-tiba saja pipinya berubah merah dan panas. Untung keadaan gelap. Hingga pemuda
itu tidak melihat.
"Bang Temon ......" katanya lagi. "Aku......aku sudah.....
berjanji dalam hati..... Siapa pun lelaki yang melihat aku....dalam keadaan tanpa busana.... itu merupakan
takdir.....harus menjadi su.... suamiku...."
Selesai mengucapkan kata-kata ini, Giok Lan sudah
kembali menyembunyikan wajahnya ke dada Jaka Temon.
Pemuda ini tambah tidak keruan perasaannya. Ia menjadi bingung dalam mengatasi.
Dan gadis ini berkata lagi, "Bang Temon.... aku....
aku.... sudah berterus terang.... Dan aku.... lebih baik tidak..... hidup lagi.... jika kau menolak.,.."
"Celaka!" jago muda kita ini mengeluh.
Pemuda kita ini semakin bingung. Ia sadar, ucapan
Giok Lan ini bukan hanya ancaman kosong. Dan jika gadis ini benar-benar bunuh diri, bukankah jerih payahnya sia-sia belaka"
Ia memutar otak. Namun otaknya mendadak seperti
beku. Kecerdikannya musnah menghadapi Giok Lan ini. Ia seperti berubah menjadi pemuda tolol! Ia tak pernah
gentar berhadapan dengan maut. Tetapi sekarang, tiba-tiba saja tidak berdaya.
Air mata Giok Lan yang hangat terus membanjir
membasahi dadanya. Tetapi karena pemuda ini tidak
segera membuka mulut, Giok Lan lalu bertanya, "Apakah sebabnya kau.... diam" Hemm... Bang Temon! Jika.... gadis masih suci seperti aku ini.... menyerahkan diri kepada lelaki.... tapi ditolak.... Tebusannya hanya nyawa.....!"
Tiba-tiba gadis ini sudah melepaskan pelukannya, lalu meloncat dan lari.
Jago muda kita ini kaget sekali! Sekali melompat ia
telah berhasil menghadang di depan Giok Lan. Giok Lan justru tidak menduga. Tidak tercegah lagi ia sudah
menubruk Jaka Temon.
"Lepaskan....!" jerit Giok Lan sambil memberontak.
Tetapi manakah Giok Lan dapat melepaskan diri dari
dekapan pemuda perkasa ini"
"Adik Giok, jangan!" bujuk Jaka Temon. "Marilah kita duduk dan bicara."
"Lepaskan! Biar aku mati saja....!"
"Mati, ah! Jika kau mati.... lalu bagaimanakah dengan diriku ini" Giok, kekasihku, aku akan hidup menderita tanpa kau di sampingku..."
"Ahhh.... kau..... kau...... benarkah kau mencintai aku....?"
Oei Giok Lan yang semula berusaha memberontak
lepas itu, sekarang memeluk Jaka Temon erat sekali.
Tetapi karena gadis ini kalah tinggi, maka Giok Lan menggelantung. Membuat dada membusung yang hanya
dilindungi oleh selembar baju ini, menekan dada Jaka
Temon. Tekanan yang lembut ke dadanya ini, menyebabkan
jantung Jaka Temon kembali berdesir hebat dan darahnya bergolak. Dadanya terasa panas dingin. Dan ketika bibir Giok Lan mulai melumat bibirnya, pemuda yang masih
hijau ini menjadi keranjingan. Ciuman Giok Lan ini lalu dibalas bertubi-tubi oleh sang pemuda. Hingga akibatnya Giok Lan mengeluh karena sesak napas.
Dan jago muda kita ini pun kemudian merasakan
lututnya lemas. Akibatnya dua insan ini lalu duduk di rerumputan. Namun cara duduk Giok Lan sekarang sudah
lain. Gadis ini menyandarkan kepalanya ke pundak Jaka Temon.
Kalau yang menghadapi Giok Lan sekarang ini, bukan
pemuda gemblengan seperti Jaka Temon, manakah
pemuda ini kuasa bertahan lagi" Bukankah gadis ini sudah penuh penyerahan" Malahan Giok Lan sendiri yang
memaksakan kehendaknya. Lalu mengancam bunuh diri.
Bukankah ini merupakan kesempatan yang sulit dicari
setiap lelaki"
"Adikku Giok, apakah kau sudah berpikir panjang?"
Jaka Temon bertanya halus.
"Hi-hi-hik.... apa yang harus kupikirkau lagi" Aku mencintaimu, dan kau pun mencintai aku. Bukankah ini
sudah takdir" Kau dari Indonesia, mendapat jodoh gadis negeri Kuala Batu, Malaya."
Suara ketawa Giok Lan merdu sekali. Sejak tadi
bersama Giok Lan baru sekarang ini ia mendengar
ketawanya yang lepas. Suara ketawa yang gembira dan
bahagia. Suara gadis ini membuat jantung pemuda kita ini tambah terguncang keras.
Katanya kemudian, "Maksudku begini, Adik Giok.
Mungkinkah ayah dan ibumu menyetujui maksud kita ini"
Orang tuamu belum pernah kenal dengan aku. Malah
tempat tinggalmu sendiri, aku belum tahu. Sebaliknya, aku pun pemiuda gelandangan tak tentu arah. Tidak bekerja dan tidak punya penghasilan. Lalu, apakah yang akan kita jadikan tiang hidup sekeluarga?"
Sepasang mata Giok Lan menatap pemuda ini dengan
sinar mata penuh bahagia. Sinar mata yang bening.
Membuat gadis ini tambah cantik,
"Jika ayah dan ibuku tidak setuju, gampang saja. Aku ikut kau pulang ke Indonesia. Bukan kah kau punya ayah dan ibu?" tanya gadis ini.
"Ikut aku pulang ke Indonesia?" Jaka Temon melengak kaget.
"Kenapa tidak?"
Jaka Temon menghela napas panjang. Ia menjadi sedih
teringat kepada ayah dan ibunya yung sudah tiada.
"Apakah sebabnya kau diam saja, Bang Temon?" desak Giok Lan.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ahhh... ayah dan ibuku sudah lama meninggal dunia,"
jelas Jaka Temon.
"Oh.... kau..... kau sudah yatim piatu?" Giok Lan kaget.
Jaka Temon mengangguk. Jawabnya, "Benar! Tapi
sekali pun begitu, aku mempunyai ayah dan ibu angkat di Betawi. Aku juga punya saudara angkat di Singgapur...."
"Ohh.... punya ayah dan ibu angkat, dan juga punya saudara angkat..... di Singgapur....."
"Bagus! Kalau begitu kita bisa ke sana..... Tapi.....tapi jika kau tak setuju, kita bisa hidup di pantai menjadi nelayan..... Asal tangan dan kaki kita mau kerja....
dengan menangkap ikan di laut.... kita bisa hidup. Atau....
kita bisa hidup di gunung.... di hutan...... Kita bisa hidup berburu dan bercocok tanam.... Dan.....dan kita bisa hidup bahagia, Bang Temon...."
Jaka Temon menghela napas pendek. Ia terharu dan
iba oleh tekad gadis cantik ini. Ia tak pernah mengira sama sekali, bakal bertemu dengan gadis cantik dan penuh
pengertian seperti Giok Lan ini.
"Tapi..... apakah kau dapat menerima hidup macam itu?" tanyanya.
"Ihhh.....! Apakah sebabnya kau masih bertanya?" mata sipit Giok Lan membelalak kaget. "Hidup macam itu justru merupakan sarana supaya kita dapat hidup tanpa
gangguan. Hi-hi-hik....."
Sambil tertawa ini, lalu dengan berani Giok Lan
membalikkan tubuh. Pelukannya ia pererat dan lalu
menciumi lagi mesra sekali.
Kalau menuruti gejolak hatinya yang muda, ciuman ini
harus ia balas berlipat ganda. Tetapi jago muda kita ini tidak ingin melakukan itu. Pemuda ini berusaha menekan segala perasaan dan gejolak hati mudanya.
"Tetapi Adik Giok,"' ujarnya halus. "Bukankah kita ini akan lebih senang kalau ayah dan ibumu setuju?"
"Tentu saja!" sambut gadis ini, sikapnya sekarang manja.
"Adik Giok, orang-orang tua sering kali memberi
nasehat, kepada para muda. Katanya, orang yang saling cinta itu, harus jujur dan mau membuka semua isi hati. Hal ini perlu. Semuanya guna mencegah hal-hal yang tidak kita kehendaki kemudian hari. Sependapatkah engkau dengan
nasehat itu?"
"Aku pun setuju!" sahutnya cepat. "Karena kejujuran itu merupakan landasan kuat untuk membina rumah tangga
bahagia. Tanpa landasan kejujuran tentu saja rumah
tangga itu tak-kan baik."
"Ha-ha-ha-ha, bagus sekali. Sekarang jawab
pertanyaanku. Apakah kau pernah mempunyai cita-cita dan mempunyai pilihan terhadap pemuda yang akan
kaucintai?"
"Ihh!" Kau ini....! Kenapa kau bertanya seperti itu"
Hanya kau seorang saja yang kucintai, Bang Temon.
Apakah kau masih belum percaya?"
"Heh-heh-heh-heh!" jago muda kita ini terkekeh. "Jika begitu, engkau adalah gadis cantik yang tidak beruntung."
"Aihh..... apakah sebabnya?" mau tak mau Giok Lan terbelalak kaget.
"Kau kaget" Heh-heh-heh-heh! Dengarlah hai Giok Lan!
Aku adalah pemuda yang sudah banyak pengalaman. Aku
banyak dicintai perempuan, tetapi sebaliknya aku tidak pernah mencintai perempuan. Sebaliknya kau adalah
perempuan malang. Engkau menjatuhkan pilihan terhadap seorang pemuda, tapi kau ditipu. Karena pemuda itu hanya di bibir saja pernyataan cintanya. Dan pemuda itu adalah aku. Heh-heh-heh-heh. Memang aku pemuda bebas.
Pemuda yang banyak dicintai perempuan tetapi habis
manis sepah dibuang!"
"Ihhh.... jika begitu...... kau......kau ini pemuda mata keranjang..... dan tak bertanggung jawab."
Giok Lan terkejut sekali dan hampir menjerit. Ia tak
pernah menduga, pemuda penolongnya ini sama saja
dengan juragan Jalidun Amin.
Ahhh, celaka! Ternyata nasibnya memang buruk.
Dugaannya ternyata sekarang terbukti. Dirinya lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya......
*** LIMA UNYI binatang malam di hutan ini terus
mengembangi suasana hutan yang jauh dari
B pedesaan. Hati gadis ini berdesir tidak keruan,
mendengar pengakuan Jaka Temon. Ingin sekali menjerit dan menangis sekeras-kerasnya. Namun celakanya mulut
tidak mau menjerit dan juga tidak mau menangis.
Dan Jaka Temon masih terkekeh-kekeh. Ia tidak peduli
kepada gadis ini. Ia tidak takut gadis ini mau menjerit sekeras-kerasnya. Karena tidak akan ada orang yang
menolong. Entah apakah sebabnya pemuda kita ini berubah. Dari
seorang pemuda yang baik hati, menjadi begitu. Mungkinkah karena pengaruh kecantikan Giok Lan" Tidak seorang pun tahu. Dan tentu yang tahu hanya pemuda ini sendiri.
"Heh-heh-heh-heh, engkau kaget" Jika aku memang
pemuda mata keranjang dan tidak bertanggung jawab, kau dapat berbuat apa" Kau sudah dalam tanganku. Hutan ini jauh dari orang. Takkan ada orang bisa menolong kau. Aku hanya akan mempermainkan kau. Nanti sesudah aku
bosan, kau akan kujual!" katanya mantap. "Kau tentu laku mahal sekali dan banyak orang yang akan membeli!"
"Kau.... kau.... akan berbuat seperti itu?" Giok Lan gugup. "Aku.... aku.... akan kaujual" Aduhhh..... bunuh sajalah aku....."
Dan tiba-tiba saja gadis yang tadi tertawa manja itu, sekarang menangis sejadi-jadinya. Sebaliknya Jaka Temon berdiam diri dan membiarkan Giok Lan menangis.
Namun ternyata gadis cantik ini bukan bodoh. Gadis ini tidak mudah ditipu. Sejak dirinya ditolong dan dibawa ke hutan ini. Sikap pemuda ini halus. Bukan saja ucapannya, tetapi juga tingkah lakunya.
Kalau benar pemuda ini suka mempermainkan
perempuan, tentu sikap pemuda ini tidak sehalus ini. Dan kalau benar pemuda ini mata keranjang, manakah kuat
menahan diri ketika dirinya dalam pondongannya" Padahal dirinya tanpa apa-apa. Kalau pemuda ini mata keranjang tentu sudah menggelut dan memaksa. Namun nyatanya
tidak melakukannya.
Malah ia tadi sudah menyerahkan segalanya. la tadi
sudah memeluk dan memulai menciumi. Namun nyatanya
pemuda ini tidak menanggapi.
Mendadak saja Giok Lan menghentikan tangisnya. Dan
gadis ini sekarang sudah tertawa. Katanya, "Hi-hi-hik......
tidak apa-apa! Tapi aku..... aku hanya berharap sesudah kau bertemu dan memperistri diriku....kau menjadi baik.....
dan mata keranjangmu berakhir....."
"Tapi kalau tidak juga mau berakhir.....?" pancing Jaka Temon.
"Ahhh.... entahlah. Aku tidak tahu! Aku memang heran sekali kepada diriku sendiri. Hemm .....begitu bertemu dengan kau.... aku....aku lalu jatuh cinta......"
Gadis ini berhenti sejenak. Lalu, "Ahhh.......nampaknya memang sudah nasibku..... harus mencintai pemuda
seperti kau. Pemuda tidak... bertanggung jawab dan mata keranjang.... Hemm, apa harus dikata?"
Dan Jaka Temon yang sudah menamakan diri sebagai
pemuda mata keranjang ini berkata, "Hemm, sebenarnya saja aku sendiri menyesal juga. Apakah sebabnya aku ini berkembang menjadi pemuda begajulan?"
Pemuda kita ini berhenti. Sejenak kemudian sambung-
nya, "Tapi....tapi yang membuat aku ini heran sekali, apakah sebabnya kau sebagai gadis jelita....."
"Ihhh.... kau jujur atau mengejek?" potong Giok Lan.
"Giok Lan, aku bicara jujur. Engkau adalah cantik jelita bagai Dewi.... Tapi, apakah sebabnya engkau menjadi
gadis sial..... mencintai lelaki mata keranjang seperti aku ini" Dan ahh, aku tak percaya.... tak percaya...."
"Tidak percaya tentang apa" Apakah kau masih ragu"
Tidak percaya.....aku cintai kau.....?"
"Bukan.... bukan itu!"
"Lalu tentang apa.....?"
"Tentang masalah yang tadi sudah kaukatakan."
"Katakanlah! Aku mengatakan apa tadi?"
"Kau tadi mengatakan, belum ada seorang pemuda
yang mencintai kau. Aku tak percaya! Gadis secantik kau ini tentu-tentu selalu menjadi incaran pemuda. Kalau
begitu, apakah pemuda di dekat rumahmu buta semua?"
Giok Lan menghela napas panjang. Beberapa saat
kemudian gadis ini berkata lirih,
"Hemm, Bang Temon....... Apakah kau tidak marah dan salah paham..... jika aku bicara jujur?"
"Kenapa aku harus marah" Bukankah aku tadi sudah berkata, sebelum kita menikah dan membangun rumah
tangga, harus mau jujur" Aku sudah blak-blakan. Aku
mengakui sebagai pemuda begajulan dan tidak tahan
menghadapi gadis cantik."
Jago muda kita ini berhenti. Memandang Giok Lan
menyelidik. Baru kemudian ia meneruskan, "Bicaralah Giok Lan, bicaralah jujur. Sebab dengan membuka rahasia ini, kemudian hari akan terhindar dari persoalan yang tidak kita harapkan."
Sambil berkata mi, ia menunjukkan diri sebagai
pemuda ahli. Jari-jari tangannya segera mengusap-usap rambut Giok Lan yang hitam, lembut dan berbau harum itu.
Kata-kata yang halus dan usapan jari tangan pada
rambutnya ini membuat jantung Giok Lan tergetar hebat.
Ada perasaan aneh menjalar ke lekuk-lekuk tubuhnya. Lalu ia menyandarkan kepala ke pundak. Jawabnya,
"Sebenarnya saja.... Bang Temon... sebenarnya saja....
ahh, ....tapi apakah kau tidak marah.... lalu meninggalkan aku?"
"Giok Lan, bicaralah jujur. Kau jangan khawatir. Aku takkan marah. Apakah aku harus bersumpah?" pancing Jaka Temon.
"Ahhh, tak usah.... ahh, baiklah! Aku akan bicara sejujurnya."
Gadis cantik ini menghela napas panjang. Setelah
mencium bibir dan pipi Jaka Temon, ia berkata lagi,
"Sebenarnya saja...... sebelum terjadi peristiwa terkutuk ini.... Hingga aku bisa diculik penjahat itu.... sebenarnya.....
aku sudah dipertunangkan dengan seorang pemuda... Dan dia masih sepupuku.... Karena ayah pemuda itu adalah
saudara tua lbuku..... Malah.....malah..... sebenarnya sudah ada rencana...... Tiga bulan lagi..... menikah....."
Giok Lan berhenti dan menghela napas lagi. Jaka
Temon berdiam diri, tetapi jari tangannya masih mengusap-usap rambut gadis itu.
"Bang Temon, calon suamiku bernama Lauw Han Siang.
Ayahnya juga seperti ayahku, pedagang hasil bumi," Giok Lan mengungkapkan." "Tapi..... tapi nampaknya...... Siang-koko memang bukan jodohku....."
"Tapi ahhh......" pemuda kita ini mendesah.
"Betapa sedih calon suamimu itu, dengan terjadinya peristiwa terkutuk ini. Dan aku.... ahh,... aku berdosa......"
"Apakah sebabnya?" Giok Lan kaget.
"Sebab aku sudah menyebabkan dia penasaran dan
sedih. Karena.... aku merebut kau dari tangannya......"
"Sudahlah. Kenapa kau malah memikirkan dia?" ujar gadis ini yang berusaha menghibur. "Bang Temon, manusia bisa berencana. Tapi semua di tangan Yang Maha Tinggi.
Dia masih muda. Aku percaya dia akan mendapat ganti
yang lebih cantik."
"Jadi..... jadi kau tega kepada sepupumu dan calon suamimu?" pancing Jaka Temon.
Giok Lan menghela napas dalam. Lalu, "Ahh, lalu, aku harus berbuat bagaimana" Kau ini aneh sekali! Jika tidak terjadi peristiwa terkutuk itu. Tentu saja...... aku takkan tega kepada dia!"
Gadis ini berhenti lagi dan menghela napas. Setelah
mencium, lalu meneruskan, "Bang Temon, tentunya kau juga mengerti perasaanku. Aku.... aku diculik orang. Hampir saja aku celaka jika tidak kautolong..... Tetapi..... apakah orang tuaku maupun orang lain percaya begitu saja, jika kuceritakan" Tentu mereka malah menduga yang tidak
baik. Tentu mereka tidak percaya. Dan malahan mereka
tentu menuduh.. .... aku ini gadis binal..... Cari alasan untuk menyeleweng......"
Jago muda kita menghela napas dalam. Giok Lan menduga, tentu pemuda ini menjadi sedih. Maka gadis ini memeluk erat, mencium lagi dan meneruskan,
"Sudahlah.... hari tambah malam. Bagaimanakah
rencanamu selanjutnya" Apakah aku dan kau.... melewatkan malam pertama..... di hutan ini....?"
Sebelum Jaka Temon sempat membuka mulut, gadis
ini sudah menyambung, "Bang Temon, tekadku sudah bulat. Aku menyerahkan segalanya kepada kau. Mau kau
permainkan.....silakan! Mau kau jual..... silakan! Mau kau peristri secara baik, terima kasih. Aku sudah terlanjur mencintai kau! Jika sekarang juga kau minta kulayani
sebagai istri.... marilah....."
Jantung Jaka Temon tegang sekali. Bukan main gadis
cantik ini. Begitu tulus dan terus terang. Untung dirinya bukan pemuda begajulan. Untung ia sadar sepenuhnya,
gadis ini sedang bingung dan tak tahu jalan. Akibatnya menyerah bulat-bulat. Karena takut mendapat marah dari orang tuanya dan juga calon suaminya.
"Hemm, Giok Lan, aku tidak rela jika engkau harus menginap di hutan ini," katanya perlahan. "Tapi sebaliknya jika kita datang ke sebuah desa, lalu kita minta menginap ke salah seorang penduduk. Tentu orang jadi curiga.
Padahal, tidak seharusnya kau memakai bajuku yang apak dan bau itu."
"Hi-hi-hik, siapa bilang baunya tidak enak" Keringatmu harum. Dan senang juga aku memakai pakaianmu. Tapi
ahh..... jika terus begini, aku akan kedinginan. Lalu....
bagaimana akal kita....?"
"Hemm, terpikir olehku untuk pergi mencari pakaian untuk kau!" ujarnya. "Tapi jika aku pergi, kau akan seorang diri dan tak ada yang menjaga keselamatanmu. Mana
mungkin aku tega" Ke mana pun kau harus bersama aku.
Bukankah begitu?"
Giok Lan mengangguk. Lalu, "Nah, kau sendiri sudah berkata begitu. Maka harus menyertai kau. Disamping aku tidak khawatir, kau pun bisa tenang."
"Ahhh, sekarang aku dapat akal."
Giok Lan memperhatikan. "Akal apa?"
"Untuk sementara, kau harus menyamar menjadi
lelaki...."
"Ihh..... mana bisa?"
"Percayalah kau bisa, manisku. Semua ini demi
kepentinganmu sendiri sebelum aku mendapatkan
pakaian. Sebab jika kau seperti ini, pakai baju lelaki, bukankah malah lucu" Pakailah ikat kepala ini."
Tanpa menunggu jawaban, pemuda ini sudah
melepaskan ikat kepalanya. Lalu dipasang di kepala gadis itu. Giok Lan cekikikan geli. Selama hidup baru sekarang sajalah dirinya memakai ikat kepala dan menyamar jadi lelaki.
Dan kalau saja hal ini terjadi pada siang hari. Jaka
Temon tentu terpesona sendiri memandang Giok Lan.
Sebab tiba-tiba gadis ini berubah menjadi lelaki tampan sekali.
"Nah, sekarang aku lega!" Jaka Temon menghela napas lega. "Biarlah sekarang kita pergi untuk mencari pakaian perempuan."
"Hi-hi-hik," Giok Lan cekikikan. "Lucu sekali."
"Apa yang lucu?"
"Bagaimana tidak lucu" Aku pakai kain, ikat kepala dan baju, tapi tanpa celana. Sebaliknya kau hanya bercelana melulu. Engkau sekarang seperti penjudi rudin. Semuanya habis kaupertaruhkan. Hi-hi-hik, kau baik sekali, suamiku.
Kau mengalah begitu rupa, untuk menyenangkan istrimu.
Tapi.... tapi sebaliknya sekarang kau seperti budakku......"
Jaka Temon juga tertawa. Katanya, "Tapi sekalipun budak, merupakan budak yang paling beruntung."
"Kenapa?"
"Walaupun budak, tapi istriku cantik jelita bagai Dewi."
Giok Lan geli. Jari tangannya lalu mencubit paha Jaka Temon. Yang dicubit meringis, tetapi asyik juga.
Lalu mereka melangkah sambil bergandeng tangan.
Tetapi sebelum jauh melangkah, Jaka Temon mengeluh,
"Ahh, celaka!"
"Ada apa?" Giok Lan heran.
"Aku tak punya uang. Bagaimana bisa beli" Di samping itu sudah malam. Mana ada orang jual pakaian?"
Giok Lan mengeluh juga, "Ahh.... sayang...."
"Tapi masih ada jalan....."
"Apa yang akan kaulakukan?"
"Aku akan masuk ke rumah orang. Lalu aku mengambil pakaian untuk kau."
"Jangan! Mencuri itu tidak baik!" Giok Lan mencegah.
"Tapi aku tidak akan masuk ke rumah orang secara sembarangan. Aku akan datang ke rumahmu...."
"Ahhh! Ke rumahku?" Giok Lan kaget sekali. "Jangan!
Jika ayahku tahu, kau bisa celaka!"
"Giok Lan, legakan hatimu. Percayalah, tidak seorang pun akan tahu." Jaka Temon menghibur. "Disamping itu Giok Lan, dengan mengambil pakaianmu sendiri di
rumahmu, ber arti aku dapat menghindarkan diri dari
tuduhan mencuri."
"Kau datang di rumahku di waktu malam dan tanpa
permisi. Sebutan apa lagi kalau bukan mencuri?"
"Tapi aku tidak mencuri. Aku datang justru untuk mengambil pakaian yang amat kau perlu kan. Di samping itu jika kau memakai pakaianmu sendiri, bukankah
perasaanmu lebih tenteram?"
Giok Lan menundukkan kepala beberapa saat. Ia
memang senang jika bisa memakai pakaian sendiri. Maka kemudian gadis ini mengangguk. Jawabnya, "Kalau begitu, baiklah! Tapi kau harus hati-hati. Ayahku bukan orang sembarangan. Jika ayah tahu salah-salah....."
"Jangan khawatir. Kau ikut?"
"Ihhh, mana mungkin aku bisa ikut" Kalau ketemu
ayah....."
"Kau sudah menyamar sebagai lelaki. Ayahmu tak
mengenal lagi. Jangan khawatir, aku jamin
keselamatanmu."
"Kalau begitu, biarlah aku menunggu di luar saja. Di sekitar rumahku, aku tahu tempat sembunyi yang aman.
Mari kutunjukkan rumahku."
"Tapi kita harus bergerak serba cepat, Giok Lan. Berilah aku ancar-ancar. Di mana kira-kira letak rumahmu itu?"
"Nanti sesudah dekat, aku akan memberi ancar-ancar.
Sekarang yang penting, kita menu ju ke Gunung Besar
Hantu lebih dulu."
"Baiklah!"
Gunung Besar Hantu itu justru tampak dari kota Kuala
Lumpur. Jaka Temon sudah tahu ancar-ancarnya, harus
menuju ke timur.
Giok Lan mendahului melangkah. Tetapi tentu saja
Jaka Temon merasa langkah gadis ini terlalu lambat. Lalu kapan bisa tiba di Gunung Besar Hantu" Tanpa bicara,
tubuh Giok Lan sudah ia sabar lalu ia pondong.
"Aihh....!" jerit Giok Lan tertahan saking kaget.
"Maafkan aku istriku. Langkahmu terlalu lambat. Maka lebih baik kau kupondong. Dan bukankah kau senang juga, dipondong suamimu?"
Giok Lan ketawa cekikikan. Dalam pondongan ini hati
gadis ini menjadi tenang dan aman. Lebih dari itu
sebenarnya ia sudah lelah. Dan dalam pondongan pemuda yang ia cinta ini, justru dapat mengaso dan hangat pula.
Gerakan Jaka Temon cepat sekali seperti terbang. Giok Lan memeluk erat sekali. Hingga payudara yang membusung itu menekan dada si pemuda.
Di dalam pondongan pemuda tercinta ini, Giok Lan
bahagia berbareng kagum. Ia seperti melayang-layang di angkasa. Batang pohon berkelebatan di kiri kanan. Suara angin menderu di telinganya. Ahh, tidak salah lagi pemuda ini sakti mandraguna. Hati Giok Lan tambah mantap.
Menjadi istri pemuda seperti ini, dirinya tentu bahagia dan aman. Maka pelukannya tambah erat.
Singkatnya, Jaka Temon sudah mulai mendaki Gunung
Besar Hantu. Kemudian Giok Lan berbisik, "Rumahku di sebelah utara pasar. Sebagai tanda, depan rumah ada
pohon cemara. Tapi sekali lagi kau harus hati-hati. Jangan sampai kepergok ayah."
"Jangan khawatir, istriku. Doakanlah aku selamat."
Kuala Batu sudah sepi. Penduduk sudah dibuai oleh
mimpi. Pasar itu pun gelap. Rumah rumah di desa ini
berpekarangan luas dan rumahpun berukuran besar. Yang cukup mampu pekarangan dilindungi oleh pagar tembok
agak tinggi. Desa ini cukup tinggi. Tak heran kalau hawanya sejuk.
Dan tidak heran pula jika ayah Giok Lan memilih sebagai pedagang hasil bumi. Tanahnya subur dan apa pun yang
ditanam selalu menghasilkan.
Giok Lan lalu turun dari pondongan. Gadis ini menunjuk suatu tempat untuk bersembunyi. Jaka Temon mengangguk. Lalu dengan kecepatan kilat pemuda ini sudah
hilang ditelan gelap malam.
Tanpa kesulitan jago muda kita ini masuk ke rumah Oei Hok Sing. Tanpa kesulitan pula pemuda ini masuk ke
kamar Giok Lan dan mengambil satu setel pakaian.
Sulit digambarkan betapa gembira gadis ini, ketika Jaka Temon sudah kembali sambil membawa pakaiannya
sendiri. Saking gembira dan terharu, Giok Lan memeluk dan terisak sejenak.
Untuk berganti pakaian Giok Lan menyembunyikan diri.
Sekalipun malam gelap dan sebenarnya tidak perlu
sembunyi. Setelah selesai, ia lalu menyerahkan pakaian Jaka Temon. Dan oleh pemuda ini pun cepat dipakai.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sayang sekali kau hanya mengambil satu lembar,
Bang Temon," ujarnya perlahan.
"Bukankah sudah cukup?"
"Ya. Untuk malam ini. Tapi apakah esok aku tidak memerlukan pakaian untuk ganti" Mestinya kau tadi mengambil yang banyak."
"Ahh, masalah itu bisa kita pikirkan esok pagi, Giok Lan.
Yang penting sekarang kau sudah berpakaian secara patut.
Tapi eeh, ketika aku masuk ke rumahmu tadi, ayahmu
tidak ada. Ibumu belum tidur, dan masih bicara dengan seorang perempuan tua."
"Dia nenekku."
"Aku mendengar, sejak pagi tadi ayahmu pergi mencari kau. Menjelang senja ayahmu pulang dengan masygul
karena tidak menemukan engkau. Tapi kemudian ayahmu
pergi lagi, dan sampai sekarang belum pulang."
"Ke mana?"
"Ibu dan nenekmu menduga, ayahmu pergi ke rumah
calon suamimu."
"Ihh..... ngawur saja. Calon suamiku adalah engkau....
Dan Siang-koko adalah mantan calon......"
"Ahhh..... ya ya, aku keliru. Tapi Giok Lan, entah apa sebabnya. Tiba-tiba saja aku penasaran. Aku harus
mengenal ayahmu dan calon mertuaku."
"Ahhh, jangan! Lebih cepat kita..... pergi akan lebih aman!"
"Giok Lan, kekasihku, berilah aku kesempatan
mengenal ayahmu dan calon mertuaku. Giok Lan,
sekalipun ayahmu tidak mengenal aku dan tidak
mendengar suaraku pula, tapi aku harus minta ampun.
Kau tahu, aku mengambil kau tanpa sepengetahuannya.
Hilangmu dari tengah keluarga, akan menyebabkan orang tuamu sedih. Giok Lan, bagaimanakah perasaanmu
sebagai anak?"
"Aduh..... ayah...... ibu.... berilah aku ampun....."
ratapnya. Bagaimana pun jantung gadis ini berdenyut akan
berpisah dengan ayah bundanya. Dan ia tak tahu dirinya akan dibawa ke mana oleh pemuda yang ia cintai ini. Kalau tidak terpaksa, tentunya ia tak sanggup meninggalkan
orang tuanya. Tetapi keadaan memaksa. Kalau dirinya
pulang, orang tuanya akan marah. Apa pun alasan yang ia berikan tentu tidak dipercaya. Dan dirinya tentu sudah dituduh melakukan penyelewengan dengan laki-laki lain.
Mendengar ratap gadis ini, diam-diam jago muda kita
senang juga. Ternyata gadis cantik ini berbakti pula kepada orang tua.
"Tapi.... tapi...."
"Ada apa sayang?" tanya Jaka Temon lembut.
"Bagaimana dengan diriku, di saat kau datang ke
rumah Siang-koko itu?" tanyanya.
"Engkau akan kusembunyikan di tempat aman. Nah,
sekarang berilah aku ancar-ancar, di mana rumah mantan calon..... itu?"
Mestinya mantan calon suami. Tetapi Jaka Temon tak
sanggup mengucapkan, karena khawatir Giok Lan tidak
senang. "Rumah dia agak jauh," Giok Lan menerang kan. "Tetapi untung satu jalan dengan rumahku. Rumah dia lebih tinggi letaknya, Sebagai ancar-ancar, depan rumah dia adalah kebun sayur dan ada batu besar."
Pada mulanya Jaka Temon akan meninggalkan gadis ini
lalu ia sembunyikan di pondok pemburu. Namun tiba-tiba ia menjadi khawatir jika ditemukan orang, dan Giok Lan celaka. Untuk beberapa jenak ia bingung sendiri.
"Giok Lan, sebaiknya kau ikut ke sana!" katanya kemudian.
"Ihh, ke sana?" Giok Lan kaget sekali. Lalu celanya,
"Kau ini bagaimana" Apakah kau sudah tolol" Jika aku datang ke sana berarti seekor ular mencari pukul. Apakah kau tidak kasihan pada Giok Lan?"
Dan tiba-tiba gadis ini memeluk dan ketakutan.
"Heh-heh-heh!" Jaka Temon terkekeh. "Kenapa kau takut" Giok Lan, percayalah! Selama kau tetap di
sampingku, takkan ada bahaya yang mengancam. Sebab
aku akan membela kau dengan taruhan nyawaku sendiri."
Bahagia sekali gadis ini mendengar janji Jaka Temon. Ia menggelantung di leher lalu menciumi. Ternyata kali ini pengaruh ciuman Giok Lan kuat sekali terhadap Jaka
Temon. Akibatnya pemuda ini membalas bertubi-tubi,
sehingga Giok Lan mengeluh akibat sesak napas.
Tubuh Giok Lan lalu ia sambar lagi dan ia pondong.
Tetapi sekarang ini gerakannya lambat. Ia telah mem-
punyai rencana yang amat bagus. Sekarang ini sudah lewat dini hari. Maka gerakannya akan membuat Giok Lan
seperti dalam ayunan. Dengan begitu Giok Lan akan
mengantuk dan tertidur.
Dugaannya ternyata benar. Setelah Giok Lan terayun-
ayun, sudah tertidur dalam pondongannya. Lalu tibalah pemuda ini di sebuah rumah dengan pekarangan luas,
seperti petunjuk Giok Lan. Setelah merasa pasti, jago muda kita ini menuju belakang rumah. Lalu dengan gampangnya meloncati tembok pekarangan. Beban tubuh
Giok Lan seperti tidak terasa. Dan kemudian dengan hati-hati pula pemuda ini masuk lewat pintu belakang.
Telinga Jaka Temon yang peka mendengar, orang
masih bicara di rumah bagian depan. Salah langkah dirinya dalam bahaya. Ia menyelinap di tempat gelap. Kemudian pemuda ini menunduk dan mencium Giok Lan.
Katanya dalam hati, "Giok Lan! Engkau jangan sampai hidup sengsara, aku tidak rela! Engkau juga jangan sampai dituduh orang sebaai anak tidak berbakti. Kewajiban yang terpenting bagi seorang anak adalah berbakti kepada
orang tua. Karena, hutangmu terhadap orang tua tidak bisa lunas sekalipun kauberikan nyawamu. Bayangkan
Giok Lan. Ibumu mengandung engkau selama sernbilan
bulan sepuluh hari. Sejak bulan pertama dalam perut
ibumu sampai kau lahir. Ibumu tidak pernah bisa mengaso sekejap pun. Baik duduk, bekerja mau pun tidur kau tetap dalam perut ibumu. Kau bisa membayangkan bagaimana
kasih dan sayang ibumu selama kau masih dalam perut.
Tidur pun ibumu tidak bisa, karena perut dirasakan berat."
Jaka lemon berhenti dan mencium lagi penuh perasaan
sayang. Sejenak kemudian ia meneruskan, "Dan kau juga harus sadar Giok Lan. Pada saat ibumu melahirkan engkau di dunia ini. Ibarat ibumu perang dengan rnaut. Salah-salah nyawa sendiri dipertaruhkan demi kau. Sesudah kau lahir pun, ibumu belum juga bisa mengaso. Sebab harus merawat dirimu. Dari kau belum bisa apa-apa, sampai kau bisa merangkak, jalan lalu lari. Itu pun tugas ibumu belum selesai. Ibumu masih harus mendidik dirimu sampai
dewasa. Tanggung jawab orang tua belum juga lepas
sampai kau menikah."
Ia berhenti lagi dan menciumi Giok Lan yang tampak
tambah cantik. Dalam tidurnya Giok Lan tersenyum-
senyum. "Giok Lan," katanya lagi dalam hati. "Dosa yang paling berat bagi manusia hidup di dunia ini, apabila durhaka terhadap orang tua. Memang orang tua itu tidak selalu benar. Kadang kala juga bisa salah. Sekalipun begitu harus tetap kau hormati sampai kapan pun. Aku katakan sampai kapan pun, karena setelah orang tua itu tiada. Kau wajib ziarah ke kuburnya. Kau harus mendoakan orang tua
maupun leluhurmu agar diampuni segala dosa-dosanya
oleh Tuhan."
Ia masih sayang meiepaskan Giok Lan. Ia menciumi lagi. Ciuman sayang dari seorang abang terhadap adik sendiri. Tanpa dipengaruh oleh napsu. Terusnya, "Giok Lan, jika kau nekad harus ikut aku. Itu berarti kau menyiksa dirimu sendiri, menyiksa aku dan orang tuamu menderita berkepanjangan. Bagaimana pun kau harus kembali
kepada tunanganmu Lauw Han Siang. Dan bukankah
engkau pun mencintai dia" Maka kau kembali ke tengah keluargamu. Tetapi agar kau tidak malu dan merasa ternoda nama baikmu, kutempuh jalan ini."
Setelah itu Jaka Temon kembali menciumi. Lalu dengan
gerakan ringan sekali ia menuju ke sebuah almari raksasa.
Almari yang besar dan linggi. Jaka Temon gembira
menemukan almari raksasa ini. Maka kemudian Giok Lan
ia baringkan di atas almari.
Memang ada alasan jago muda kita ini memilih almari
itu. Di tengah kehidupan masyarakat, sesuatu yang aneh akan terhindar dari kecurigaan orang. Adalah aneh sekali jika Giok Lan dapat memanjat almari ini tanpa tangga. Dan aneh pula Giok Lan masuk ke rumah ini tidak seorang pun tahu. Juga aneh pula jika Giok Lan memilih tidur di atas almari.
Maksud jago muda kita jelas. Pertama, ia tidak ingin
merusak hubungan cinta kasih antara Giok Lan dan Han
Siang. Justru hubungan mereka sudah mendapat restu
orang tua. Malahan juga bulan lagi sudah akan kawin. Yang kedua, ia mencegah Giok Lan menjadi seorang anak yang tidak berbakti kepada orang tua. Karena menghilangnya Giok Lan juga akan membuat orang tuanya menderita.
Yang ketiga, pemuda ini tidak menginginkan pulangnya
Giok Lan menimbulkan dugaan jelek. Juga untuk menjaga agar Han Siang tidak curiga. Dan yang keempat, guna
menghindari tuduhan keluarga Giok Lan, bahwa Han Siang telah menculik Giok Lan. Karena terbukti si gadis berada di rumah ini.
Demikianlah, sesudah menidurkan Giok Lan, pemuda
ini cepat keluar dan rumah. Dengan gerakana ringan ia meloncat ke atap. Dan dengan gerakan tanpa suara sudah menuju bagian depan. Di tempat ini empar orang masih
juga bicara, sekalipun malam sudah menjelang fajar. Ialah Oei Hok Siang (ayah Giok Lan), Lauw Han Siang, Law Han Jian dan istrinya.
"Aku menjadi bingung. Ke mana aku harus mencari
Giok Lan?" kata Hok Siang. Nadanya menyesal sekali dan mengeluh. "Pagi-pagi benar Giok Lan pamit kepada ibunya, ke ladang sayur. Namun tiba-tiba saja hilang tidak ada orang tahu."
Han Siang menghela napas panjang dan juga sedih.
Lalu pemuda ini berkata mantap, "Ayah! Aku harus mencari Lan-moi sampai ketemu. Aku takkan mundur setapak pun
kendati harus menerjang bahaya. Ah...... aku.... aku tak bisa hidup tanpa Lan-moi di sampingku."
"Bagus!" puji Jaka Temon dalam hati. "Engkau pemuda hebat dan pantas menjadi suami Giok Lan yang cantik
jelita. Kuharapkan janjimu ini bukan hanya di bibir."
"Kita memang harus mencari Giok Lan sampai
ketemu!" sambut ayahnya. Nadanya sedih pula. "Yang kusayangkan, kita tidak mempunyai petunjuk sedikitpun.
Lalu ke mana kita harus mencari" Ahhh..... aku takut sekali.... jika Giok Lan diculik orang jahat...."
"Itulah sebabnya aku gelisah dan khawatir!" sambut ayah Giok Lan. "Saking tak kuasa menahan kekhawatiran-ku, maka malam ini juga aku datang ke mari."
''Biarlah sekarang juga aku beraugkat mencari" ujar Han Siang penuh semangat.
"Jangan!" ibunya mencegah. "Jangan sekarang juga.
Sekarang sudah mendekati fajar. Kenapa tidak menunggu pagi?"
"Ibu..... hatiku gelisah tidak keruan!" sahut Han Siang.
"Bagaimana aku bisa bersabar menunggu pagi?"
"Sudahlah. Kamu jangan berbantah begitu Law Han
Jian melerai. "Biarlah aku menemani anakmu mencari dan berangkat sekarang. Kau setuju Hok Sing?"
"Tentu! Aku gembira sekali!" sambut ayah Giok Lan.
Justru pada saat itu, Jaka Temon sudah tidak kuasa
lagi menahan perasaan. Ia tidak ingin terlalu lama
menyiksa perasaan mereka. Maka pemuda ini segera ber-
gerak tanpa suara, lalu beralih di tembok pekarangan. Dari tempat ini ia lalu mengirimkan suara dilambari dengan Aji Pameling. Tampaknya saja pemuda kita ini hanya berbisik.
Akan tetapi suaranya dapat didengar oleh mereka dengan jelas sekali.
"Hai, dengarkan baik-baik apa yang kukatakan ini.
Kalian tidak perlu ribut dan gelisah. Giok Lan tidak hilang, seperti yang kamu duga dan tidak dalam bahaya. Hai
dengar! Aku adalah yang menghuni dan yang menunggu
Gunung Besar Hantu! Tadi pagi, Giok Lan telah menginjak kaki salah seorang cucuku yang sedang bermain-main.
Cucuku menangis dan lapor!"
Jaka Temon berhenti sejenak. Lalu terusnya, "Laporan cucuku itu membuat aku marah. Kenapa ada manusia
yang berani rnengganggu" Lalu Giok Lan kutangkap.
Kubawa pulang ke rumahku, di puncak Gunung Besar Hantu. Setelah kutanya, ternyata Giok Lan tidak merasa mengganggu. Karena Giok Lan tadi tidak bisa melihat
cucuku yang sedang bermain-main. Mendengar alasan
Giok Lan, akhirnya aku sadar. Justru manusia memang
tidak bisa melihat kami, para Bunian (lelembut). Dan
melihat kecantikan Giok Lan, lalu salah seorang cucuku yang sudah dewasa jatuh cinta. Ingin memperistri Giok Lan.
Aku pun setuju. Tapi celakanya, Giok Lan menolak mentah-mentah. Giok Lan memberitahu sudah punya tunangan
bernama Lauw Han Siang dan berumah di sini."
Jaka Temon berhenti lagi. Hatinya geli tetapi ia tahan.
Tak lama kemudian meneruskan, "Giok Lan kubujuk.
Begitu pula istriku membujuk terus agar mau. Tapi hatinya tetap keras menolak. Malah kusuruh makan pun tidak
mau. Hemm, bujukan demi bujukan tidak juga dapat
mempengaruhi Giok Lan. Dia menangis terus dan malah
ingin bunuh diri. Aku lalu kasihan, dan akhirnya Giok Lan kubawa ke mari. Nah, bergembiralah kamu semua. Giok
Lan sekarang sudah pulang dengan selamat, dan sekarang dia tidur di atas almari besar di ruang tengah."
Empat orang itu kaget berbareng heran.
Maka mereka berdiam diri dan saling pandang. Sekali-
pun begitu terus memperhatikan kata demi kata. Namun
setelah mendengar Giok Lan pulang dengan selamat dan
malah sekarang tidur di atas almari besar, tiba-tiba saja Han Siang sudah melompat. Pemuda ini lari menuju
tempat almari. Di belakangnya menyusul dan mengikuti, ibu, ayahnya dan ayah Giok Lan.
"Lan-moi.... Lan-moi....!" teriak Han Siang tidak sabar lagi. "Apakah sebabnya kau tidur di sini?"
Han Siang menjejakkan kaki ke lantai. Tubuhnya
membal lalu berdiri di atas almari yang tingginya setombak lebih. Pemuda ini cepat-cepat memeluk, menciumi dan
membangunkan Giok Lan.
Gadis ini pun kaget. Ketika melihat tunangannya, Giok Lan lalu memeluk erat sekali. Lalu sambil memondong
Giok Lan, pemuda ini sudah turun dari atas almari.
"Aku.... aku.... kenapa tidur di atas almari. ....?" Giok Lan bingung dan gugup.
Ketika itu ayah dan calon mertuanya sudah menyusul
datang. Gadis ini berteriak, "Ayah...!"
Lalu Giok Lan melepaskan diri dari pelukan Han Siang, lari ke arah ayahnya dan memeluk sambil menangis.
"Giok Lan, sudahlah!" hibur ayahnya. "Betapa gembira hatiku, kau sudah pulang dengan selamat. Aku sudah tahu apa yang terjadi atas dirimu. Kau".. kau telah dibawa Bunian ke puncak Gunung Besar Hantu......"
"Lan-moi, jangan menangis," Han Siang ikut menghibur.
"Tadi Bunian yang menunggu Gunung Besar Hantu datang ke sini. Dia memberitahu, tadi pagi kau ditangkap karena dipersalahkan rnengganggu cucunya. Tapi kemudian kau
akan diambil mantu oleh Bunian itu, dinikahkan dengan salah seorang cucunya. Namun kau menolak dan
menangis terus. Karena tak tega, maka oleh Bunian itu kau dibawa kemari. Kau yang sudah tidur lalu dibaringkan di atas almari".."
Ibu Han Siang yang tadi berdiri tertegnn, sekarang
menyambung, "Giok Lan, aduhh.... betapa kagetku tadi, ketika ayahmu datang dan mengabarkan kau hilang."
Melihat semua orang menyambut dirinya dengan rasa
syukur, Giok Lan lalu melepaskan pelukan ayahnya. Gadis ini lalu menubruk dan memeluk calon ibu mertua. Lalu
menyembunyikan wajahnya di dada sarribil terisak.
Tetapi di tengah isaknya ini, diam-diam keheranan juga kenapa dirinya sudah tidur di atas almari" Ia kagum juga kepada Jaka Temon. Bagaimana pemuda itu bisa mengatur semuanya, tanpa orang tahu"
"Jadi..... jadi..... Bunian itu tidak mau bertemu dengan kalian?" tanya Giok Lan di tengah isaknya.
Ayahnya mendahului menjawab, "Tidak! Aku juga tak tahu, kenapa Bunian itu tak mau menampakkan diri. Tapi kita wajib bersyukur, karena Bunian itu baik hati. Kalau saja Bunian itu tidak mau mengembalikan kau, tentu kau hilang."
"Tentu saja Bunian itu baik," sambut Lauw Han Jian.
"Bukankah Bunian itu yang menunggu Gunung Besar
Hantu" Bunian itu banyak membantu penduduk. Dan
selama ini memang tidak pernah rnengganggu penduduk
negeri ini."
Mendengar penjelasan ini Giok Lan gembira. Tetapi
diam-diam juga kecewa. Ia kecewa karena secara halus, dirinya ditolak oleh Jaka Temon. Tetapi sekalipun begitu, ia juga kagum. Ternyata pemuda penolongnya itu baik sekali.
Kalau bukan pemuda baik, ia sudah menyerah bulat-bulat, apakah pemuda itu tidak menggunakan kesempatan"
Namun ternyata pemuda itu tidak berbuat. Yang dilakukan hanya terbatas menciumi saja. Di sampmg itu ia juga
kagum sekali. Pemuda itu pandai sekali dalam mengatur kembalinya ke keluarga. Sampai-sampai mengaku Bunian, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
Giok Lan bukan gadis tolol. Gadis ini lalu mengimbangi siasat Jaka Temon dan mengarang cerita. Katanya, "Ayah, sungguh mati aku memang tidak melihat Bunian itu, ketika di ladang. Maka aku tidak merasa telah menginjak kakinya.
Yang kutahu, tiba-tiba aku sudah di dalam rumah yang luas dan bagus sekali. Indah, menakjubkan. Tidak bedanya
dengan Istana Sultan. Di samping indah dan luas, rumah itu pun banyak penghuninya. Aku diperiksa oleh Bunian yang menunggu Gunung Besar Hantu itu. Tapi aku menolak tuduhan itu. Sebab aku memang tidak merasa."
Giok Lan berhenti dan mengambil napas. Lalu terusnya,
"Bunian itu kemudian tidak marah lagi. Dia sudah akan melepaskan aku. Tapi, tiba-tiba salah seorang cucunya jatuh cinta kepada diriku...."
"Bagaimanakah ujud dari pemuda Bunian itu?" tanya calon ibu mertua.
"Ujudnya tidak berbeda dengan kita ini, Ibu. Seperti manusia biasa. Aku lalu dibujuk. Tapi aku tetap menolak.
Aku selalu ingat kepada Siang-koko."
"Lalu, bagaimanakah keadaan Bunian tua yang
menunggu Gunung Besar Hantu itu?" tanya Han Siang.
"Hiiii..... aku ngeri....."
"Kenapa?" tanya calon ibu mertua.
"Ahhh..... mengerikan sekali." Giok Lan menerangkan.
"Bunian tua itu rambutnya riap-riapan. Tubuhnya tinggi besar. Wajahnya......ah..... menyebabkan aku pingsan.....
Wajahnya separo hitam dan separo putih. Yang hitam
penuh bintik-bintik putih dan yang putih berbintik hitam.
Wajah iblis ... tapi hatinya...mulia...."
"Apakah sebabnya kau memuji mulia?" tanya calon ayah mertua.
"Bagaimana tidak" Cucunya yang jatuh cinta kepada diriku itu, semula minta agar diriku ditawan. Agar nantinya aku menyerah. Tapi Bunian tua itu marah dan mencaci
maki cucunya. Dia memberi alasan, tidak boleh main
paksa. Justru itulah, maka Bunian tua memutuskan
mengembalikan aku. Ahh, mungkin juga Bunian tua itu
yang membawa diriku ke sini....."
Diam-diam Jaka Temon mendongkol juga, mendengar
ucapan Giok Lan itu. Katanya dalam hati, "Kurang ajar kau, Giok Lan. Aku yang muda dan tampan begini, kau sebut tua dan wajahnya mengerikan. Kau bilang pingsan, tapi
buktinya kau memeluk aku dan menciumi. Malah kau pun
menyerah bulat-bulat kepada diriku. Hemm, kalau saja aku ini tidak kuat bertahan, jadi apa kau! Tentu kau sudah jadi nyonya...... Artinya, kau sudah jadi nyonya.....tapi tetap disebut nona....."
Namun kemudian pemuda ini pun geli sendiri. Ia
mengerti maksud Giok Lan yang menyebut wajahnya
mengerikan. Ini merupakan siasat supaya Han Siang tidak curiga. Lalu pujinya dalam hati, "Hemm, bagus juga siasatmu, Giok Lan. Kau tentu khawatir calon suamimu
curiga. Maka kau ngarang cerita. Aku senang kau sudah kembali ke tengah keluarga. Aku senang kau tetap bakal menjadi istri Han Siang. Selamat tinggal! Mungkin juga aku takkan menemukan gadis secantjk kau di dunia ini, Giok Lan. Tapi tidak apa! Aku belum berpikir untuk menikah. Aku gelandangan! Biarlah aku tetap seperti keadaanku ini...."
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, Jaka Temon
telah pergi menerobos fajar.
*** ENAM ARI itu pantai yang tidak jauh dari Klangkajang
banyak orang. Ibu nelayan sibuk menjemur ikan,
H sedang anak-anak bermain-main di pasir. Mereka
berkejar-kejaran dengan kaki dan dada telanjang. Anak-anak itu gembira ria. Mereka tidak pernah berpikir, ayah maupun abangnya di tengah laut mencari nafkah. Mereka tidak sadar hidup sebagai nelayan selalu berjuang berhadapan dengan maut.
Sewaktu-waktu perahu yang kecil itu dihempas badai.
Sewaktu-waktu pula perahu kecil itu dihantam gelombang.
Nelayan selalu bercanda dengan maut. Dan apabila musim angin barat, tak dapat melaut. Paceklik datang. Dan
mereka terpaksa mengencangkan ikat pinggang.
Keadaan seperti ini, masih ditambah oleh seringnya
terjadi perkelahian antar tetangga. Kesepian di saat suami melaut, menggoda hati perempuan. Lalu secara rahasia
menerima hadirnya lelaki lain. Yang perempuan kurang
kuat iman, apalagi yang lelaki. Kehidupan nelayan diwarnai oleh hubungan cinta gelap. Hingga terkadang timbul pertanyaan yang sulit dijawab. Anak siapakah bayi yang baru lahir itu"
Tetapi memang tidak semua nelayan, terjerumus ke
hal-hal seperti itu. Tidak terhitung jumlahnya suami istri yang saling bertanggung jawab. Kuasa menghindarkan diri dari godaan napsu syahwat yang salah seperti itu. Namun celakanya, ibarat setitik nila dalam susu sebelanga. Hingga menjadi noda dan aib.
Jaka Temon duduk di pasir dan perhatiannya terpikat
kepada bocah-bocah yang riang bermain itu. Diam-diam
pemuda ini iri juga. Dirinya tidak pernah merasakan
keriangan sebagai bocah. Sejak masih kecil dirinya sudah kehilangan ayah. Lalu bersama ibunya hidup menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Ia tidak pernah
mengenyam riang gembiranya sebagai bocah. Dan setiap
hari harus membantu ibunya dalam mencukupi kebutuhan.
Namun tiba-tiba pemuda ini terkejut. Dalam dalam
hatinya lalu timbul tanda tanya besar. Ia melihat
merapatnya sebuah perahu yang agak besar. Perahu itu
seluruh penumpangnya laki-laki. Mereka tidak bisa
merapat ke tepi, dan mereka terpaksa turun ke air.
Yang mengejutkan hatinya, semua lelaki itu bersenjata.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Malah ada pula yang menyandang senjata api. Jaka Temon keheranan berbareng curiga. Ada apakah dengan belasan lelaki ini" Setelah menginjakkan kaki ke pasir pantai, Jaka Temon tercekat. Gerakan belasan lelaki ini tangkas dan ringan. Membuktikan, mereka rata-rata cukup berilmu.
Tanpa membuka mulut mereka bergerak ringan menuju
ke arab hutan tak jauh dari pantai itu.
Karena curiga dan ingin tahu apa yang akan terjadi,
pemuda ini cepat bergerak membayangi. Gerakannya
ringan tetapi berhati-hati. Sebab ia sadar, orang-orang itu amat ber bahaya. Lebih-lebih di antara mereka ada yang bersenjata api.
Ternyata cukup jauh juga orang ini masuk hutan.
Mereka lewat jalan setapak dan penuh hati-hati. Jaka
Temon yang membayangi pun lebih berhati-hati lagi.
Tak lama kemudian belasan orang ini menginjakkan
kaki ke sebuah tanah lapang berumput. Mereka lalu berdiri di tepi lapangan sambil siap siaga. Mata mereka
menyelidik. Jaka Temon menempatkan diri di tempat aman.
Terlindung dedaunan lebat dan tak gampang orang tahu.
Ketika sepasang matanya mulai menyelidik, diam-diam
pemuda ini terkejut.Ternyata di tepi tanah lapang berumput itu, di sana bersiap diri belasan lelaki pula bersenjata. Ada senjata anak panah, senjata api dan senjata tajam.
Sekarang, pemuda ini mulai dapat menduga-duga.
Tampaknya dua rombongan lelaki yang berhadapan ini
sudah saling berjanji lebih dulu. Mereka akan
menyelesaikan persoalan di tempat ini.
Ia memang tidak mempunyai kepentingan sedikit pun
dengan orang-orang ini. Tetapi ada perasaan ingin tahu apa yang terjadi. Walaupun dengan perbuatannya ini,
setiap waktu bahaya mengancam.
"Hai Abdul Mursid!" salah seorang dari rombongan ini berteriak. "Kami sudah datang. Tapi kenapa kamu belum juga muncul?"
Seorang lelaki tinggi besar lalu muncul dari balik
batang pohon besar. Begitu muncul orang ini terkekeh,
"Heh-heh-heh-heh! Sejak tadi kami sudah menunggu di sini."
"Hai Abdul Mursid!" teriak orang itu lagi. "Kita-kita ini adalah orang-orang yang mencari hidup dalam lapangan
yang sama. Tapi apakah maksudmu, mengundang kami di
tempat seperti ini?"
"Heh-heh-heh-heh, tentu saja penting, Jalal!" sahut Abdul Mursid dengan sikap sombong. "Kau sendiri sudah mengatakan, kamu dan kami adalah orang yang hidup dari lapangan yang sama. Bagus! Tapi apakah sebabnya,
pihakmu sudah memulai dengan perbuatan curang?"
"Aku tidak mengerti maksudmu!" sahut Jalal. "Perbuatan curang yang mana?"
"Hemm, lepas batu sembunyi tangan. Apakah itu
patut?" "Kau bicara tidak keruan. Lepas batu sembunyi tangan yang mana?"
"Heh-heh-heh-heh! Kau masih juga pura-pura, Sobat.
Huh-huh, semalam juragan Jalidun Amin mati terbunuh di rumahnya. Malah rumahnya juga dibakar. Tidak bisa tidak, semua ini tentu hasil kerjamu. Huh-huh, kalah bersaing, kenapa berbuat curang?"
Sepasang mata Jalal mendelik saking marah. Bentak-
nya, "Jangan membuka mulut sembarangan. Kau main tuduh membabi buta. Siapakah yang membunuh juragan
Jalidun Amin itu" Kami tidak mengerti dan kami pun baru tahu sekarang. Terus terang pihak kami memang selalu
bersaing. Tetapi untuk berbuat curang, nanti dulu!"
Mendengar sampai di sini, Jaka Temon baru sadar.
Terbunuhnya Jalidun Amin oleh tangannya semalam,
berbuntut panjang. Pihak Jalidun Amin cepat menuduh
kelompok lain, melakukan kecurangan. Tiba-tiba timbullah keinginannya untuk muncul dan rnengakui perbuatannya.
Untung sebelum menampakkan diri, kesadarannya timbul.
Dua pihak ini setali tiga uang. Jika pihak Jalidun Amin sanggup melakukan penculikan terhadap gadis, tentunya pihak lain pun sama saja. Dua pihak ini merupakan orang-orang tidak bertanggung jawab. Selalu mengacau dunia
dengan perbuatannya yang terkutuk!
"Hai Abdul Mursid!" Jalal timbul marah. "Kami bukan pura-pura. Maka jangan menuduh kami sembaranganl
Apakah bukti-bukti yang kamu pergunakan dasar menuduh kami?"
"Hemm, memang tidak ada bukti. Justru kamu
rencanakan secara tertib. Tapi siapakah yang dapat
menghilangkan jejak dari ciri-ciri yang kau tinggalkan"
Orang-orang juragan Jalidun Amin semuanya mati, dan
pelipisnya berlubang. Bantahlah sekarang. Bukankah ini merupakan ciri khusus pihak kamu?"
"Kurang ajar! Menuduh orang sembarangan. Aku
menolak tuduhanmu dan sebaliknya, kau telah berani
menghina aku! Kamu telah memfitnah kami dengan ciri-ciri itu. Kiranya kamu sendiri yang melubangi pelipis korban.
Lalu kamu mencuci tangan dan menuduh kami yang
melakukan. Huh! Curang! Berani berbuat tidak berani bertanggung jawab. Heh-heh-heh-heh, tidak lucu!" Jalal mendelik.
Abdul Mursid berjingkrak saking marah. Bentaknya
menggeledek, "Bangsat busuk kurang ajar! Adalah omong kosong bila kami membunuh sekutu sendiri. Lalu untuk
apa?" "Kenapa kau malah bertanya" Jawabnya dalam otakmu sendiri." Jalal mengejek. "Kalau memang tidak pandai bermain curang, jangan coba-coba berbuat curang."
Sepasang mata Abdul Mursid merah saking marah.
Teriaknya, "Manusia busuk yang licik. Tidak usah banyak mulut. Hutang nyawa bayar nyawa!"
"Tahan!" teriak Jalal. "Apakah kamu tetap menuduh kami melakukan pembunuhan itu" Jika begitu kami
menolak! Kami tidak melakukan pembunuhan!"
"Hemm, jika tidak melakukan pembunuhan, kenapa
korban berlubang pelipisnya" Ciri-ciri seperti itu membuktikan keterlibatan kamu dalam peristiwa pembunuhan itu!" Jaka Temon kaget. Baru sekarang ia sadar, apa yang dilakukan mirip dengan ciri-ciri yang selalu ditinggalkan oleh gerombolan Jalal ini. Korban mati terbunuh dengan pelipis berlubang.
Pemuda ini justru telah menguasai ilmu Sastra Jendra.
Dan ilmu tersebut justru merupakan sumber dari berbagai ilmu kesaktian. Diam-diam pemuda ini keheranan. Kalau begitu, ilmu kesaktian di Malaya ini, sumbernya sama
dengan ilmu kesaktian di Indonesia" Walau pun pada saat ia merobohkan orang-orang Jalidun Amin itu menggunakan sambitan kerikil. Namun sebagai dasarnya, ia menggunakan ilmu Tombak Tumpul. Jika dan jarak jauh bisa
menggunakan timpukan (sambitan), dan jika dalam jarak dekat menggunakan tusukan jari tangan. Dua macam ilmu ini sama-sama sulitnya. Hanya orang yang ilmunya sudah tinggi saja, baru bisa melakukannya.
Ia tidak ingin berpihak. Ia tahu dua pihak ini setali tiga uang. Orang-orang yang kejam dan tidak manusiawi. Kalau mereka berkelahi dan saling gempur sendiri, adalah baik.
Agar jumlah orang-orang jahat seperti mereka ini berkurang jumlahnya.
"Tadi aku sudah menolak tuduhan itu!" bantah Jalal.
"Kenapa kamu masih juga menuduh" Semua ilmu bisa dipelajari orang. Dan ilmu seperti itu bisa pula dilakukan orang lain."
"Hemm," dengus Abdul Mursid dingin. "Mengaku dan tidak mengaku sama saja akibatnya, huh-huh! Kamu telah membunuh juragan Jalidun Amin. Kami tidak bisa
menerima dan tidak bisa tinggal diam. Banyak mulut tak ada gunanya. Dan sekarang kita tentukan dengan senjata!"
"Huh-huh!" Jalal geram. "Jika begitu, kamu akan menggunakan kekuatan guna menindas pihak lain?"
"Hemm, jangan sombong!" ejek Abdul Mursid. "Kami bukan orang-orang rendah operti kamu duga. Yang tidak malu melakukan perbuatan curang! Sekarang kita buktikan mana yang lebih unggul antara orang-orangku. Maju
seorang lawan seorang."
Keputusan Abdul Mursid ini membuat Jaka Temon
gembira. Dengan melihat mereka yang berkelahi, sedikit banyak akan bisa menambah pengetahuannya. Yang tentu
saja berguna sekali dalam pengembaraannya sekarang ini.
"Bagus! Kami pantang kamu hina! Jika kamu
menantang tentu saja kami layani!"
Jalal memalingkan muka. Lalu katanya, "Manan!
Majulah!" "Baik!" pemuda yang disebut lalu maju. Ia memberi hormat kepada Jalal. Lalu ia menuju ke tengah lapangan dan menunggu lawan.
Abdul Mursid pun lalu mengimbangi. Ia memanggil
salah seorang anak buahnya. "Kasim!" katanya "Majulah!"
Karena tidak ada aturan yang ditetapkan, maka Kasim
cepat mencabut pedangnya. Ia tidak ingin kalah dalam perkelahian ini. Kasim sudah menerjang maju dengan
pedangnya, tanpa memberi peringatan lebih dahulu
kepada lawan. Pedang Kasim berkelebat cepat menikam dada lawan.
Tetapi Manan dengan tenang bergerak menghindar,
sehingga tikaman itu luput.
Kasim kaget. Untuk menutupi rasa kagetnya, ia memuji,
"Bagus!"
Kasim cepat mengubah arah pedangnya. Sekarang
membabat. Dan sekarang, pemuda ini memperingatkan,
"Awas!"
Melihat gerakan Kasim itu, Jaka Temon yang menonton
di tempat persembunyian merasa sebal. Pemuda bernama
Kasim ini masih mentah. Dan ia dapat memastikan, tak
lama lagi pemuda ini tentu keok di tangan Manan.
Manan menyambut serangan Kasim dengan tersenyum
mengejek. Kendati tubuhnya belum bisa berdiri tegak,
dengan gampang ia bisa menghindari babatan pedang.
Dan celakanya pemuda ini tidak membalas maupun
menghunus senjatanya.
"Sayang sekali Sobat, gerakanmu kurang cepat."
Manan mengejek. "Akibat gerakanmu lambat, aku sudah bisa menduga arah serangan mu."
Kasim geram dan malu sekali. Ia sudah menyerang dua
kali namun serangannya tak berhasil. Tanpa membuka
mulut ia menyerang lagi. Kali ini ia menyerang secara berantai dan tipu yang selalu ia andalkan. Pedang Kasim berkelebat cepat ke arah leher, mata dan dada.
Namun tiba-tiba Kasim sendiri yang terbelalak. Karena tanpa kesulitan lawan sudah dapat memunahkan
serangannya. Setelah Kasim menyerang tiga kali dengan serangan-
serangan berbahaya, Manan mencabut tongkat pendek
dari pinggangnya. Ketika tongkat disabatkan, tiba-tiba berubah menjadi panjang. Pada ujung tongkat itu, terdapat kaitan dari baja yang tajam mengkilap.
Manan tertawa, lalu katanya, "Sobat, ilmu pedangmu cukup bagus. Sekarang marilah kulayani bermain-main."
Tentu saja Kasim menjadi marah sekali. Lawan meng-
hadapi pedangnya, menyebut bermain-main. Sombong
sekali lawan ini. Maka ia bertekad harus dapat merobohkan lawan sesingkat-singkatnya.
Dalam marahnya Kasim menyerang sungguh-sungguh
lima kali berturut-turut. Tetapi sebaliknya Manan melayani serangan ini dengan bibir tersenyum mengejek.
Perkelahian ini adil. Masing-masing masih muda dan
bersenjata. Itulah sebabnya dalam waktu singkat per-
kelahian berlangsung sengit. Tongkat Manan bergerak
cepat sekali dan pedang itu pun selalu mencari kelengahan lawan.
Tetapi bagaimana pun Kasim masih belum cukup
melayani Manan. Belum lima belas jurus, Manan berteriak,
"Lepas!"
Dan benar. Pedang Kasim telah lepas dari tangan
terlempar jauh. Belum juga Kasim dapat menguasai ke-
dudukannya, tongkat Manan telah menghajar pundak.
Kaitan baja di ujung tongkat merobek baju berikut daging.
"Aduh!" teriak Kasim yang kesakitan. Darah mengucur deras dari pundak yang terluka.
"Mundur!" perintah Abdul Mursid.
Begitu Kasim mengundurkan diri dan terluka, maju tiga orang. Jalal mengerutkan alis. Maka cepat-cepat ia pun memerintahkan dua anak buahnya.
"Halim dan Harun! Majulah!"
Dua orang yang ditunjuk itu pun melangkah maju. Dua
orang ini tubuhnya kekar, langkahnya mantap.
Melihat sekaligus tiga orang dari pihak Abdul Mursid
maju, Jaka Temon sudah bisa menduga. Tampaknya Abdul
Mursid tidak telaten lagi. Tampaknya orang ini meng-
inginkan urusan cepat selesai.
Tiga orang dari pihak Abdul Mursid ini adalah Dullah, Musa dan Kadar.
Tiga orang ini pun segera menerjang maju dan mereka
berkelahi sengit. Musa yang berangasan menyerang Halim.
Pemuda bernama Halim ini bersenjata rantai baja yang
lemas dan Musa bersenjata pedang. Ujung rantai baja itu bergerak cepat sekali bagai ular hidup menyerang
beberapa bagian tubuh yang lemah. Dalam waktu singkat tubuh Musa telah terkurung oleh libatan-libatan rantai baja.
Namun sebaliknya Musa pun bukan lelaki lemah.
Dengan pedangnya ia melakukan perlawanan dengan
gigih. Berkali-kali terjadi benturan senjata, dan Musa bermaksud memapas putus rantai baja lawan.
Dullah berhadapan dengan Manan. Dullah bersenjata
belati panjang. Serangan-serangannya cepat dan ganas.
Tetapi Manan yang bersenjata tongkat berkait itu melayani dengan baik sekali. Sekarang Manan mendapat lawan yang cukup tangguh. Tidak seperti Kasim yang baru beberapa gebrakan saja sudah terluka pundaknya.
Kadar bersenjata golok besar. Orang ini memang ber-
tenaga raksasa. Tidak heran apabila senjatanya demikian besar. Gerakan goloknya menerbitkan angin yang tajam.
Untung yang menghadapi orang ini adalah Harun. Pemuda ini sekalipun tampaknya sembrono, tetapi memang cukup tinggi ilmunya. Pemuda ini masih melayani Kadar
bertangan kosong. Walaupun bertangan kosong, namun
ternyata Harun dapat melayani baik sekali. Golok Kadar yang besar itu tidak berhasil menyentuh ujung baju Harun.
Sebaliknya gerakan Harun selalu berusaha merebut golok lawan.
Hebat juga pemuda ini. Kendati dengan senjata tidak
dilarang, namun Harun tetap saja bertangan kosong dan tidak juga terdesak.
Tiba-tiba terdengar suara bret..... Ternyata belati
panjang Musa berhasil merobek baju Halim pada bagian
pundak. Masih untung Halim dapat membentur dengan
pedangnya. Sekalipun baju robek tetapi pundaknya tidak terluka. Namun justru hampir terluka ini Halim menjadi marah. Ilmu pedangnya berubah. Serangannya bertubi-tubi.
Hampir berbareng Kadar memekik tertahan. Goloknya
yang besar itu, dapat dipentalkan oleh Harun. Nyatalah Kadar bukanlah lawan Harun yang setimpal. Buktinya
hanya tangan kosong, Harun dapat mementalkan golok
lawan. Plak! Tiba-tiba Harun kaget. Pukulannya telah diterima lawan. Harun terpental ke belakang setombak lebih. Dan orang yang menerima pukulan itu pun terpental ke
belakang setombak lebih.
Ternyata salah seorang dari pihak Abdul Mursid telah
menerjang maju tanpa memberitahu. Melihat ini salah
seorang anak buah Jalal juga melompat maju.
Yang berbenturan tenaga dengan Harun itu bernama
Husin. Dan dari pihak Jalal dan menghadapi Kadar, adalah Rajab.
Dada Harun terasa sesak. Namun setelah mengatur
pernapasan, ia gembira. Ia tidak mengalami cidera
sekalipun lawan berbuat curang. Sebaliknya Husin kaget. Ia merasakan dadanya sesak sekalipun tidak menderita luka.
Setelah mengatur pernapasan Husin melompat maju dan
terjadilah perkelahian tangan kosong yang seru sekali.
Diam-diam Jaka Temon yang menonton tidak senang.
Ia sekarang bisa menilai, Abdul Mursid ini tidak jujur.
Mestinya perkelahian seorang lawan seorang, harus maju satu persatu. Yang kalah digantikan yang lain. Tidak seperti ini, empat orang sudah maju berbareng.
Jalal pun marah sekali dan giginya gemeretak menahan
penasaran. Orang ini sekarang memusatkan perhatian ke arah Abdul Mursid, bersiap diri kalau orang itu curang.
Dengan golok besarnya Kadar menerjang ke arah
Rajab. Terjangan ini disambut dengan tertawa mengejek.
Plak... plak....!
"Aduhhh....!" teriak Kadar.
Terjangan Kadar dengan golok menyerang angin. Tahu-
tahu pukulan Rajab menyelonong ke mulut. Tak ampun lagi bibir orang ini pecah dan berdarah. Dan ketika meludah, dua gigi ikut keluar dari mulut.
Kadar malu bukan main, berbareng marah. Golok
besarnya segera menyambar. Maksudnya ingin segera
mencincang lawan. Goloknya yang besar menyambar ke
arah pundak. Gerakan yang dipengaruhi kemarahan ini
cepat sekali. Namun celakanya Rajab malah menyambut dengan
tertawa mengejek. Ketika mata golok lawan hampir
menyentuh pundak, tiba-tiba Rajab merendahkan tubuh
sambil menggeser kaki. Lalu dengan gerakan tangannya
yang cepat sekali, Rajab memukul pergelangan tangan.
Berbareng itu tangan kiri ditekuk untuk menyiku dada.
Kadar kaget sekali. Cepat-cepat mengubah arah
goloknya guna menyambut tangan lawan. Namun dengan
gampang Rajab telah memunahkan serangan si Kadar.
Kadar tadi memang terlalu sembrono, menghadapi
lawan tidak bersenjata. Sekarang setelah bibirnya pecah dan giginya tanggal, dalam serangannya hati-hati. Mau tak mau memaksa kepada Rajab, menggunakan senjatanya.
Musa dengan senjata belati panjang mengamuk. Pada
suatu saat tidak terduga, dapat mementalkan pedang
Halim. Orang ini ingin segera dapat mengalahkan lawan.
Musa menerjang maju. Untung Halim sudah dapat
memungut kembali pedangnya. Tetapi tingkat Musa
memang lebih tinggi dibanding Halim. Baru beberapa
gebrakan saja pedangnya terpental lagi.
Musa gembira sekali. Ia memutarkan senjatanya
dengan maksud menikam dada Halim. Saking gugup
pemuda ini tidak sempat berpikir secara jernih. Untuk menghadapi serangan lawan, ia menggunakan tangan
untuk menangkis.
Tring!..... belati panjang Musa tergetar dan
menyeleweng. Musa kaget sekali. Lengannya kesemutan
dan senjatanya hampir saja runtuh.
"Mundurlah!"
Halim tersenyum malu. Katanya, "Terima kasih Bang Imam."
Pemuda yang menggantikan Halim ini memang
bernama Imam. Musa kaget sekali harus berhadapan dengan Imam.
Beberapa waktu yang lalu, ia pernah berhadapan tetapi kalah. Tiba-tiba saja hatinya tergetar. Namun untuk
mundur begitu saja ia malu. Disamping itu ia juga takut kepada Abdul Mursid. Ia bisa dicaci maki habis-habisan dan salah-salah kehilangan pekerjaan.
Karena malu, Musa menggeram. Belati panjangnya
bergerak menikam dada lawan. Namun dengan tersenyum
Imam sudah melintangkan tombak trisulanya. Musa
menarik kembali senjatanya dan menyerang bagian bawah.
Namun Musa ragu dan menarik kembali senjatanya. Lalu ia putarkan seperti baling-baling. Melihat itu Imam hanya berdiam diri sambil tertawa mengejek.
Husin yang berhadapan dengan Harun masih tetap
sama-sama bertangan kosong. Orang ini menjadi marah,
karena pihaknya di bawah angin. Ia tadi justru sudah
mendapat bisikan Abdul Mursid. Maka tak ada salahnya
jika sekarang menggunakan senjata pamungkas.
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Husin justru salah seorang andalan Abdul Mursid.
Ilmunya tinggi di samping tidak malu berbuat curang. Maka begitu pihaknya terdesak, ia akan mengubah keadaan
dengan kecurangan. Ia justru seorang ahli senjata rahasia beracun. Bidikannya jarang sekali meleset.
Mendadak saja ia berseru kepada kawan-kawannya.
Berbareng itu ia sudah menyambitkan belasan batang
paku beracun. Manan dan kawan-kawannya kaget. Terlebih lagi Harun
yang jaraknya paling dekat. Manan, Imam dan Rajab
menggunakan senjata masing-masing untuk menyapu
senjata rahasia itu dan berhasil. Harun juga mengebutkan dua tangannya untuk meruntuhkan senjata rahasia itu.
Namun karena jaraknya terlaju dekat dan tidak menduga, sebatang paku beracun masih menancap ke paha.
Berbareng dengan robohnva Harun, terdengar suara
letupan senjata api dari masing-masing pihak, di samping berdesingan anak panah.
Husin, Dullah, Musa dan Kadar yang tidak menduga,
tak sempat menyelamatkan diri. Mereka terluka oleh
peluru senjata api maupun anak panah.
Tetapi perkelahian menggunakan senjata api dan anak
panah ini hanya berlaugsung singkat. Pihak Abdul Mursid telah melarikan diri sambil membawa teman-temannya yag terluka.
Jaka Temon sendiri terkejut. Ia tidak pernah menduga, akhir perkelahian akan seperti ini. Ia menjadi serba salah.
Ia tak mau mencampuri urusan mereka. Dengan gerakan
tanpa suara, pemuda ini telah pergi sambil menghela
napas. *** TUJUH AKA TEMON menyusur pantai yang sepi. Ia malah
merasa tenang dengan kesepian ini. Dan ia bisa
J menikmati deburan ombak membentur tebing, dan
sibuknya burung menyambar mangsa ikan di laut.
Namun tiba-tiba keasyikan ini terganggu oleh suara
rintihan. Ia kaget lalu menyelidik. Mendadak pandang
matanya tertumbuk pada tubuh seorang pemuda yang
menggeletak. Mulut, wajah dan baju pemuda itu ber-
lepotan darah kering.
Kendati tidak kenal dan tidak ada urusan dengan
pemuda ini, hatinya tergerak. Sebagai seorang yang
menguasai ilmu ketabiban, ia tak tega membiarkan orang sedang menderita.
Pemuda ini pingsan dan terluka berat. Pemuda ini ter-
pukul pada dadanya. Ada empat tulang rusuk patah dan isi dadanya terguncang. Mungkinkah pemuda ini korban pen-aniayaan orang tidak bertanggung jawab, dan mengira
pemuda ini sudah mati"
Setelah tulang rusuk itu ia kembalikan dan ia lurnuri obat, Jaka Temon lalu mengobati dari dalam. Ia bernapas lega setelah selesai menolong. Dan ia menunggu pemuda ini sadar dari pingsan.
Beberapa lama kemudian pemuda itu mengeluh. Jaka
Temon gembira. Tak lama kemudian pemuda itu membuka
mata, tampak kaget dan mau bangkit.
"Aduhhh.....!" rintihnya.
"Jangan bergerak dulu. Anda terluka berat," hibur Jaka Temon sambil tersenyum. "Dan apakah sebabnya Anda terluka berat seperti ini" Siapa yang sudah menganiaya Anda?"
Pemuda ini memandang Jaka Temon dengan mata
bertanya-tanya. Namun setelah merasakan dada sesak
dan sakit, pemuda ini sadar apa yang telah terjadi.
"Haus.....!" ujarnya.
Dan jago muda kita penuh pengertian. Ia cepat
mengambil tempat air minum dari pinggang. Ia menuang
pada tempurung kecil yang sudah digosok halus dan
warnanya hitam. Air itu lalu ia minumkan kepada pemuda ini dengan sabar.
Sesudah minum pemuda ini memandang Jaka Temon
sambil bertanya, "Mana..... ayahku......?"
"Ayahmu" Yang mana?" Jaka Temon keheranan. "Aku menemukan kau di tempat ini, dalam keadaan pingsan.
Tidak ada orang lain."
"Ohh..... ayah......" ratap pemuda ini.
"Ada apa dengan ayahmu?" desak Jaka Temon. "Kau perlu tahu, lukamu cukup berat. Ada tulaug rusuk yang patah. Sedang sisi dada imi juga terguncang."
'"Ohhh......!" pemuda ini mengeluh.
"Kau memerlukan istirahat total untuk beberapa hari lamanya. Semua itu penting guna menyembuhkan lukamu,"
pemuda kita menasehati. "Maukah kau kupondong dan mencari tempat berteduh?"
Dan pemuda itu mengangguk.
Dengan hati-hati Jaka Temon mengangkat pemuda itu
lalu ia pondong. Kebetulan ia tadi menemukan sebuah
gubug pemburu yang kosong di tepi hutan. Maka pemuda
yang terluka berat ini lalu ia pondong ke gubug itu. Dengan perlahan ia baringkan.
"Kau lapar?" tanya Jaka Ternon.
Pemuda itu menggeleng.
Jaka Temon tanggap. Memang pemuda ini saat
sekarang tidak lapar karena sakitnya. Namun apabila
sakitnya sudah berkurang, pemuda ini tentu lapar. Jaka Temon lalu mengeluarkan bungkusan rnakanan kering
yang pagi tadi ia beli di warung. Lalu mencari tempat untuk tempat air.
"Kusediakan air dan rnakanan kering, jika kau lapar dan haus, kau dapat mengambil sendiri." Jaka Temon menjelaskan. "Akibat luka yang kau derita ini, kau tak boleh bergerak sedikitnya tiga hari. Semua ini demi kepentinganmu sendiri."
"Ahhh..... kenapa begitu.....?" pemuda ini kaget.
Jaka Temon bersenyum, lalu hiburnya, "Jangan
khawatir. Selama kau belum boleh bergerak, aku akan
membantu dan mencukupi kebutuhanmu."
Sepasang mata pemuda ini terbelalak. Seperti tidak
percaya pendengarannya sendiri. Kenal pun belum. Tetapi apakah sebabnya pemuda ini mau menolong dirinya"
"Terima kasih atas pertolonganmu," ujarnya kemudian.
"Tapi.... tapi kenapa Anda.... menolong aku.....?"
"Hemm, wajib bagi manusia itu saling tolong." Jaka Temon menjawab. "Aku melihat kau menderita dan aku bisa membantu. Itulah sebabnya aku menolong. Tapi, ehh, terima kasih itu ucapkanlah kepada Tuhan. Jangan
padaku. Aku hanya kebetulan saja."
Pemuda yang luka parah ini menghela napas panjang.
Kemudian mengeluh, "Anda baik sekali padaku. Tapi.....
tapi ayahku sendiri malah tega padaku...."
"Apa"!" Jaka Temon kaget. "Apakah semua ini karena ayahmu?"
Dan pemuda ini mengangguk.
Jaka Temon keheranan berbareng penasaran. Kenapa
seorang ayah sampai tega menganiaya anak sendiri" Lalu, apakah sebabnya" Apakah pemuda ini memang kurang
ajar dan tidak berbakti kepada ayahnya"
Pemuda ini memandang Jaka Temon penuh perhatian.
Lalu, "Namaku Sidik. Tadi pagi ayah marah dan memukul aku. Karena istriku pergi dari rumah....."
"Kau cekeok dengan istrimu?"
Dia menggeleng.
"Kenapa pergi?"
"Panjang ceritanya. Anda mau mendengar?"
Jago muda kita ini mengangguk.
Sidik anak tunggal. Ayahnya bernama Abu Halim.
Setahun lalu, atas pilihan ayahnya, Sidik dikawinkan
dengan seorang gadis cantik bernama Fatima. Setelah
menikah Fatima diboyong ke rumah. Sidik sayang,
demikian pula Abu Halim. Dan perkawinan antara Sidik dan Fatima ini nampak bahagia dan tenteram.
Tetapi sesungguhnya, pandangan Abu Halim mau pun
orang lain itu tidak sesuai dengan kenyataan. Benar,
antara Sidik dan Fatima tampak rukun dan saling
menyayangi. Namun sesungguhnya ada yang kurang, dan
Fatima merasa tersiksa.
Dari sudut lahir, Sidik memang seorang suami yang
baik. Ia suka membantu kerepotan Fatima. Baik meng-
ambil air maupun saat menyiapkan makanan sehari-hari.
Sidik suka sekali membantu istrinya di dapur.
Namun sebaliknya apabila dua insan sudah mulai
masuk di dalam kamar, Fatima merasa tersiksa hatinya.
Mereka tidur berdampingan di satu ranjang. Hanya saja Sidik melulu tidur sampai pagi. Sebaliknya Fatima pun malu, dan perempuan ini berdiam diri lalu tidur.
Sesungguhnya Fatima selalu mengharapkan sesuatu
dari Sidik. Namun yang ia harapkan itu tidak pernah
terwujud. Sidik tidak pernah merayu. Mencumbu dan
memeluk penuh kasih di pembaringan ini. Sikap Sidik
dingin saja. Dan sikap suami ini tidak seperti sikap lelaki lain terhadap istrinya. Fatima menunggu dan menunggu
terus. Tetapi kasih sayang yang ia harapkan itu impian kosong. Dan kendati sudah hampir setahun menjadi istri Sidik, tetapi Fatima masih seperti sebelum kawin. Fatima masih tetap gadis suci. Dan sama sekali tidak pernah
dijamah oleh Sidik.
Menghadapi kenyataan seperti ini, Fatima sering
menangis sendiri, apabila Sidik dan ayah mertuanya tidak di rumah. Apakah sebabnya suaminya begitu dingin"
Lalu timbul gejolak dalam hatinya ingin memulai. Ia
ingin menuntut haknya kepada suami. Tetapi maksudnya
ini tidak pernah terlaksana. Sebab ia selalu membatalkan niatnya itu. Ia malu! Dirinya adalah perempuan. Dan
menurut pendapatnya, tidaklah patut perempuan
mendahului lelaki.
Justru menghadapi sikap dingin Sidik ini, maka Fatima mulai menduga-duga. Apakah Sidik bukan lelaki yang
sebenarnya, dan seorang banci"
Tetapi kalau banci, kenapa Sidik mau memperistri
dirinya" Atau apakah Sidik ini menderita impoten sehingga tidak bisa melakukan kewajibannya sebagai suami"
Dugaan-dugaan itu selalu saja menghantui dirinya. Namun untuk membuktikan, Fatima malu! Ia tidak sanggup
memulai. Karena sebagai perempuan timur, hal seperti itu tidak umum.
Lalu pada suatu hari, Abu Halim pergi ke kota untuk
menjual hasil bumi sambil berbelanja. Sedang Fatima
seperti biasa, sejak pagi sudah sibuk mencuci pakaian, dan apabila sudah selesai kewajiban memasak sudah
menunggu. Sidik muncul. Sambil tersenyum suami muda ini
berkata halus, "Fatima, istriku, maafkan aku tidak bisa membantu. Aku harus pergi ke ladang untuk menyiangi
tanaman sayur dan memberi pupuk."
"Apakah aku perlu menyusul kau mengantar santapan siang?" tanya Fatima.
"Tak usahlah! Toh nanti aku pulang dan bisa makan bersama kau. Kasihan kau jika jauh-jauh ke ladang." Sidik memberikan alasan.
"Baiklah jika Abang ingin makan di rumah."
"Terima kasih. Kau baik sekali, istriku."
Fatima tersenyum rnanis sekali. Tetapi hatinya
menangis. Ia menginginkan, jika suaminya mau pergi ke ladang seperti ini, mau memeluk penuh kasih dan
mencium. Tetapi Sidik tidak pernah melukukannya. Jangan lagi mau ke ladang. Di pembaringan pun, jika sudah
merebahkan tubuh, Sidik membelakangi lalu mendengkur.
Malam selalu dilewati dengan hampa. Apalagi siang hari.
Seusai mencuri, Fatima masuk dapur memasak. Tetapi
tiba-tiba ia melibat tempat air minum tidak terbawa oleh suaminya. Timbul perasaan tidak tega apabila suaminya kehausan di ladang. Tetapi ia kasihan jika Sidik harus minum air mentah. Bagaimanapun air mentah itu bisa
menimbulkan berbagai penyakit. Maka air minum harus
dimasak dahulu sampai mendidih.
Fatima tidak ingin suaminya sakit. Sebab jika sampai
sakit, dirinya pula yang akan repot merawat dan melayani.
Tempat air minum itu lalu ia ambil. Setelah mengunci
rumah, ia cepat menuju ladang. Tetapi anehnya, hati
perempuan ini berdebaran. Ada perasan aneh yang
menggoda hatinya. Dan lebih lagi ketika tadi di ladang, Fatima tidak melihat Sidik. Hatinya berdebar. Ke mana suaminya"
Namun ia melihat pintu dangau (gubug) tertutup rapat.
Lalu timbul pertanyaan, apakah suaminya kepayahan lalu tidur" Jika benar suaminya tidur ia tidak ingin mengganggu.
Maka langkahnya perlahan dan hati-hati, menghampiri
dangau itu. Ketika jarak dengan dangau itu menjadi semakin
dekat. Dantung Fatima berdenyut cepat. Sebab dari dalam dengau terdengar suara desah yang aneh. Suara itu seperti suara mesin tua, ngos-ngosan.
Dengan hati-hati Fatima mendekati dinding dangau. Ia
mengintip ke dalam. Tiba-tiba perempuan ini kaget dan hampir saja menjerit. Fatima melihat apa"
Fatima melihat Sidik dalam keadaan bugil, Sibuk
bergumul dengan pemuda lain dalam keadaan sama.
Semula Fatima menduga, Sidik sedang berkelahi. Tetapi jika memang berkelahi, kenapa harus bugil"
Di samping itu, kenapa Sidik terus saja di atas dan
pemuda lawannya itu selalu saia di bawah"
Fatima terus mengintip sambil menahan napas. Ia
rnemperhatikan apa yang terjadi. Namun ketika pandang matanya tertumbuk pada bagian bawah, hampir saja
Fatima memekik kaget. Untung perempuan ini masih bisa mendekap mulutnya dan cepat-cepat mengalihkan
pandang mata. Perempuan ini malu sekali. Dan kemudian melompat lalu lari sekencang-kencangnya, dan tempat air minum itu ia buang.
Perempuan ini perasaannya tidak keruan. Dan setiba di rumah, ia membanting tubuh di pembaringan sambil
menangis sejadi-jadinya.
Apa yang ia lihat di dangau itu, merupakan
pemandangan yang aneh disamping asing bagi dirinya.
Sidik bukannya bergumul dengan seorang perempuan.
Tetapi Sidik sedang sanggama dengan sejenis. Apa
namanya, Fatima tidak tahu dan juga tidak ingin tahu. Yang pokok Fatima menganggap Sidik lelaki gila. Lelaki tidak waras, justru senggama dengan sejenis.
Dan sekarang Fatima tahu. Suaminya yang bernama
Sidik itu lelaki yang benar-benar jantan. Buktinya bisa melakukannya.
Tetapi, apakah sebabnya dengan istrinya tidak pernah
melakukannya" Dirinya selalu kesepian. Dan dirinya tidak bedanya seorang musafir yang kehausan di padang pasir.
Namun kenapa Sidik tidak pernah mau memberikan air
sebagai pelepas dahaga itu" Kenapa" Fatima tidak dapat menjawab pertanyaannya sendiri.
Dan akibatnya, perempuan ini hanya dapat menangis
dan menangis terus. Diam-diam timbul pula rasa sesalnya.
Kenapa ia tadi menyusul ke ladang, dan melihat Sidik
bergumul" Fatima menangis dan menangis terus. Hati perempuan
ini terasa sakit. Kenapa suaminya tidak mau mencumbu
dirinya" Dan kenapa suaminya tidak mau memberi nafkah batin"
Fatima masih menangis tersedan-sedan ketika Sidik
muncul di dalam kamar. Pemuda ini langsung duduk di tepi pembaringan. Jari-jari tangannya lalu mengusap-usap
rambut Fatima. Tetapi justru usapan jari tangan Sidik ini malah semakin memancing tangis perempuan ini. Sebab
baru kali ini sajalah Sidik mengusap-usap rambutnya.
Selama ini Sidik dingin saja.
"Fatima, istriku, jangan menangis," hiburnya halus. "Aku tahu, kau tadi menyusul aku ke ladang..... Maafkanlah aku...... Fatima. Dan aku mohon.... agar hal ini jangan sampai terdengar ayahku...."
"Tapi....tapi...kenapa....." Fatima tidak dapat meneruskan ucapannya. Dan tangisnya tambah menjadi-jadi.
"Fatima..... maafkanlah aku....."
"Tapi......tapi kenapa tidak dengan diriku.. malah....
malah.... dengan lelaki....?"
"Sekali lagi maafkan aku, Fatima," bujuknya. "Dan jangan bocor..... kepada ayah.....Aku tahu hatimu sakit melihat apa yang sudah terjadi....Dan aku merasa..... telah menyia-nyiakan kau selama....... menjadi istriku.....
Fatima......sekali lagi ampunilah..... diriku.... Ahhh....
aku......aku memang tidak bisa melakukan itu.... dengan kau....."
Fatima kaget seperti mendengar halilintar menyambar.
Ia memandang Sidik dengan mata terbelalak. Lalu,
"Kenapa.... kenapa kau.....?"
"Aku.... aku ahh......" Sidik gelagapan sendiri.
Bagaimana Sidik bisa menjawab" Dirinya sendiri juga
tidak mengerti sebabnya. Setelah dewasa, Sidik lebih
tertarik kepada pemuda dibanding dengan lawan jenis. Ia menggebu jika berdekatan dengan pemuda tampan. Tetapi sebaliknya ia menjadi dingin jika berdekatan dengan gadis.
Sekalipun gadis itu cantik jelita seperti Dewi, ia tidak memandang sebelah mata. Tidak ada sesuatu yang dapat
membangkitkan seleranya.
Sidik memang menderita kelainan seks. Tuhan telah
menakdirkan kepada pemuda ini, menjadi jantan apabila berhadapan dengan kaum sejenis.
Tuhan memang menakdirkan manusia yang hidup di
dunia ini berlain-lainan. Ada lelaki dan perempuan yang normal. Ada lelaki homo. Lelaki yang hanya dapat
melakukan itu dengan kaum sejenis. Tetapi sebaliknya juga ada lelaki biseks. Lelaki yang bisa menjadi jantan
berhadapan dengan lelaki maupun perempuan. Sebaliknya ada pula lelaki yang seperti perempuan. Namun disamping itu juga ada perempuan yang tidak mau bersuami. Karena seleranya bangkit apabila berhadapan dengan sama-sama perempuan. Dan orang menyebut perempuan yang lesbian.
Tentu saja ada maksud apabila Tuhan menakdirkan
manusia ini berlain-lainan. Maka tidak aneh pula apabila Sidik menderita kelainan seks seperti ini.
Fatima masih menangis terus. Hati perempuan ini
sedih sekali dan menderita.
Sidik menjadi iba sekali. Lalu, katanya, "Fatima, maafkanlah aku......Tak ada maksud.......aku menyiksa hatimu..... dan menyia-nyiakan kau..... Fatima sebenarnya.... sebenarnya jika tidak dipaksa ayah.... tidak mungkin aku kawin dengan kau.... Karena.... aku memang tidak bisa mencintai perempuan......"
Sidik berhenti. Ia menghela napas dalam. Sebaliknya
Fatima menangis terus.
"Fatima......" katanya lagi. "Aku sendiri tidak tahu.....
kenapa bisa begini.... Setiap aku...setiap aku berdekatan dengan perempuan.... perasaanku..... berdekatan dengan ibuku sendiri....Itulah Fatima...... maka terhadap engkau pun...sama pula dengan ibuku yang sudah tiada.....Aku menghormati....."
"Tapi..... kenapa tidak berterus terang.....sejak menikah dengan aku....." Kenapa?" Fatima mengeluh di tengah tangisnya. "Jika kau katakan sejak dulu..... tentunya aku tidak menderita, seperti ini?"
"Fatima, maafkan aku." Sidik minta maaf lagi.
"Aku.....aku tak sampai hati....berterus terang.....Fatima.....
bukannya aku sengaja menyiksa hatimu..... Tidak......!"
Fatima terus menangis, dan Sidik menghela napas
dalam-dalam. Perasaan pemuda ini juga tidak keruan.
Sampai kebingungan sendiri.
"Fatima, tapi aku masih mendapatkan jalan keluar,"
katanya halus, sambil mengusap rambut Fatima.
"Apakah itu......?" Fatima keheranan.
"Fatima, aku tahu selama ini kau kesepian. Karena aku tidak dapat menunaikan tugasku sebagai suami yang baik."
Sidik mencoba menghibur. "Tapi mulai nanti malam, aku tanggung, kau tidak kesepian lagi....."
Fatima menduga, kalau suaminya ini akan mengubah
sikap. Dari sikap yang dingin, mulai nanti malam mau
Juragan Tamak Negeri Malaya Karya Widi Widayat di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperhatikan. "Benarkah?" tanyanya ragu.
"Kenapa tidak benar?" sahut Sidik mantap. "Untuk mengisi kesepianmu, aku dan kau berdamai. Begini. Kau sudah tahu keadaanku, maka kau jangan mengharapkan
dariku. Sebaliknya aku pun bisa mengerti derita dan
kesepianmu. Maka sejak malam nanti, secara rahasia agar jangan sampai ayah tahu, aku akan mengajak salah
seorang sahabatku yang tampan. Dia kuajak masuk kamar ini. Lalu dia menemani kau tidur....."
"Apa?" pekik Fatima saking kaget. "Kau menghina aku" Dan serendah itukah?"pandanganmu terhadap
diriku......" Huh, kau anggap aku ini perempuan apa"
Kau..... anggap aku ini pelacur......" Huh, kau terlalu....
Bunuh saja lah aku...."
Sesudah berkata, tangis Fatima tambah menjadi.
Hatinya tambah sakit.
Sidik kaget sekali. Ia tidak pernah menduga, Fatima
akan salah paham seperti itu. Maksudnya supaya Fatima tidak kesepian, maka salah seorang sahabatnya akan
disuruh mewakili.
Memang ada sebabnya Sidik mempunyai gagasan
segila itu. Gila" Tidak! Sidik tidak mer sa gila dan berbuat gila-gilaan. Timbulnya pikiran agar Fatima tidak kesepian itu, karena Sidik tidak ingin cerai dengan istrinya ini. Dan sebaliknya jika dirinya tidak bisa memenuhi harapan
Fatima, tentu istrinya ini menuntut cerai. Itu tidak bisa. Ia menginginkan Fatima tetap sebagai istrinya. Sekalipun harus ada lelaki lain yang mewakili.
Masalahnya, ia takut kepada ayahnya. Takut jika
rahasianya ini diketahui oleh ayahnya. Ia tahu benar watak ayahnya yang keras. Jika ayahnya sampai tahu dirinya
menderita kelainan, ayahnya bisa membunuh. Karena
ayahnya akan malu sekali.
Nah, apabila Fatima bisa ia ajak kompromi, bukankah
ini suatu jalan yang baik" Fatima tidak kesepian karena ada yang menemani tidur. Sebaliknya dirinya sendiri, juga tidak akan diganggu gugat lagi oleh istrinya. Jadi,
maksudnya sama-sama tahu.
Sidik yang takut tetangga berdatangan mendengar
tangis Fatima, lalu menghibur, "Fatima, istriku, jangan menangis! Fatima, kau jangan salah paham. Bukan
maksudku, kau melacurkan diri. Bukan begitu......! Dan percayalah Fatima...... aku justru senang dan puas kau tidur dengan lelaki pilihanku....."
"Sudah sudah..... jangan melantur tak keruan!" pekik Fatima marah. "Aku tidak sudi tidur dengan lelaki bukan.....
suamiku...."
"Tapi Fatima..... kau harus mengerti......" Bujuk Sidik.
"Engkau tahu..... tidak mungkin aku bisa melakukan dengan kau.... Maka jalan terbaik..... salah seorang
sahabatku akan menemani kau tidur..... malam nanti...."
Kemarahan Fatima agak mereda mendengar suara
Sidik yang menggeletar penuh perasaan itu. Tampaknya
Sidik berkata sungguh-sungguh. Jalan ini menurut gagasan Sidik adalah yang terbaik.
Akan tetapi sebaliknya, manakah mungkin Fatima
sanggup melakukan itu" Perbuatan seperti itu adalah
dosa. Namanya zina! Zina adalah tetap berdosa sekalipun seijin suami. Tidak! Ia tidak sanggup berbuat zina. Kalau toh Sidik tidak dapat melakukan kewajibannya sebagai
suami, masih ada jalan terbaik, dan diridloi Tuhan. Cerai!
Ya hanya cerai itu sajalah jalan paling baik.
"Sudah, sudah.... jangan melantur.....!" ujar Fatima di tengah isaknya. "Lebih baik kita cerai...."
"Jangan! Fatima..... jangan!" cegah Sidik.
"Aku mohon..... jangan kaulakukan, Fatima.... Jangan!"
Fatima keheranan dan memandang suaminya dengan
mata basah. Lalu bertanya, "Apakah sebabnya?"
"Fatima, aku mohon jangan......! Ayah bisa marah!" pinta Sidik beriba. "Kita jangan cerai. Kita tetap sebagai suami istri. Fatima..... Jika ayah marah aku bisa dibunuh! Maka aku mohon.... kita tetap seperti ini. Dan untuk
kepentinganmu.... aku carikan lelaki tampan, salah
seorang sahabatku..... Engkau takkan kesepian..... aku tidak cemburu...."
"Tidak!" potong Fatima sengit. "Aku tidak mungkin bisa menuruti..... permintaanmu.....Pendek kata kita harus cerai....."
Namun sebaliknya Sidik terus membujuk agar Fatima
tidak minta cerai.
Tetapi sebaliknya Fatima juga tidak dapat menerima,
dirinya melakukan perbuatan tidak bedanya pelacur. Harus berzina dengan lelaki lain.
Maka pada suatu hari ketika Fatima sendirian di
rumah, perempuan ini segera mengemasi miliknya. Ia akan lari dari rumah, dan pulang ke rumah. Ia tak sanggup
terlalu lama menderita. Lebih baik cerai dan menjadi janda.
Jika ada lelaki yang meminang, syukur. Sebab sekalipun bersuami, jika selalu menderita kesepian, justru akan menyiksa dirinya sendiri.
Ketika itu justru Abu Halim baru pulang dari kota.
Sudah menjadi kebiasaan orang tua ini, selalu
menyenangkan menantunya. Maklum, anaknya hanya
seorang dan menantunya hanya seorang pula. Sebagai
seorang tua, akan puas apabila anaknya senang.
"Fatima! Fatima!! Di mana kau" Ayah mempunyai
sesuatu untuk kau, Anakku!" teriak orang tua ini, ketika tidak melihat menantunya.
"Ayah Fatima telah pulang ke rumah orang tuanya,"
Sidik menerangkan.
"Apa" Pulang" Kenapa" Kau bertengkar?" ayahnya kaget.
"Tidak ayah, Ayah! Tapi dia kecewa berat."
"Kenapa dia sampai kecewa" Huh, kau tentu cari
menang sendiri hingga dia marah. Kurang ajar kau Sidik!
Sudah lama aku mengharapkan lahirnya cucu, hingga aku dipanggil kakek. Tapi kau tidak pandai rnembalas budi orang tua."
"Ayah. Sebaiknya aku dan Fatima bercerai saja...."
"Apa. Cerai" Kurang ajar. Aku justru mengharapkan cucu, lha kok kau malah ingin cerai. Sidik, kau jangan tolol!
Kau tidak mudah mencari perempuan seperti Fatima.
Tahu" Bukan saja dia cantik. Tapi juga setia dan berbakti kepada orang tua."
"Tapi Ayah.... Fatima tidak mungkin memberi cucu....."
"Apa" Goblok kau! Lelaki macam apa kau ini tidak bisa memberi anak kepada Fatima" Sudah jelas, perempuan
seperti Fatima itu tentu bisa memberi beberapa orang cucu untuk aku."
"Tapi". tapi.... Ayah.... Selama ini aku belum pernah menjamah Fatima. Jadi......"
"Apa katamu?" Abu Halim terkejut dan sepasang matanya terbelalak. "Apakah Fatima selalu menolak?"
"Tidak Ayah. Dia istri setia. Tapi....."
"Tapi apa?"
"Karena aku tidak bisa. Hingga Fatima sampai
sekarang masih tetap gadis suci...."
"Jahanam. Kau membuat aku malu saja!"
Kendati takut-takut, Sidik terpaksa berterus terang
kepada sang ayah. Justru oleh kelainannya itu, tidak
mungkin ia membiarkan Fatima menderita terus.
"Mampuslah!" bentak orang tua ini sambil menampar.
Tamparan itu cukup kuat. Menyebabkan Sidik
terpelanting lalu jatuh terduduk. Pemuda ini merasakan pipinya panas sekali.
Namun kemarahan orang tua ini belum juga mereda.
Bentaknya, "Huh, anak macam apa kau ini. Aku malu. Aku malu, tahu" Tentu namaku akan ternoda jika rahasiamu ini diketahui orang. Huh, apakah kau sudah gila, dapat
mencintai sesama jenis, tapi tidak dapat mencintai
perempuan" Hemm, kalau begitu biarlah Fatima kuajak
pulang ke rumah ini. Ibumu sudah lama pulang menghadap Tuhan. Jika kau tidak dapat mencintai dia, biarlah dia menjadi pengganti ibumu. Dia akan kunikahi sendiri."
Sidik mendadak berdiri dan sepasang matanya
menyala. Ia pemuda yang amat menghormati orang tuanya.
Berbakti dan tunduk. Itu pula sebabnya, sekalipun sadar tidak bisa beristri, ia tunduk juga disuruh kawin dengan Fatima. Tetapi demi mendengar ayahnya mau menikahi
Fatima, mendadak saja Sidik marah.
Ia tidak bisa menyetujui maksud ayahnya ini. Kalau toh mau kawin, Sidik setuju saja. Asal tidak menikahi Fatima.
Sebab apabila benar terjadi begitu, bagaimana pun ia
menjadi malu sekali. Bekas istrinya, kemudian harus ia panggil ibu. Apakah ini benar"
Fatima justru seumur anaknya. Pantaskah ayahnya
menikahi gadis semuda itu" Apa pun alasannya ia tidak bisa menerima. Ia malu!
Sidik ini terburu napsu. Mungkinkah Fatima mau
dinikahi oleh Abu Halim" Dan juga, mungkinkah orang tua Fatima mengijinkan" Belum tentu! Itu toh baru kemauan dan keinginan orang tua ini. Tentang terjadi dan tidaknya, adalah tergantung dari Fatima dan orang tuanya.
Namun celakanya Sidik tidak berpikir sampai sejauh
ini. Kemarahannya meledak, justru ia merasa malu. Bekas istrinya akan dinikahi oleh ayahnya. Apa kata orang nanti"
Tiba-tiba permuda ini menghardik. "Ayah! Kenapa Ayah bilang begitu" Apakah Ayah sudah gila?"
"Apa katamu?" ayahnya mendelik. "Engkau berani mengatakan ayahmu gila?"
"Ayah, ampunilah anakmu," sahut Sidik keras. "Bukannya aku anak yang tidak berbakti, jika sarnpai menyebut Ayah gila. Yang kusebut gila bukanlah orangnya. Tetapi apa yang akan Ayah lakukan. Pantaskah perbuatan Ayah"
Fatima toh bekas istriku. Tapi kenapa Ayah malah mau
menikahi" Dan berarti aku harus panggil ibu kepada dia?"
"Jahanam! Anak apa kau ini! Huh, kau setuju atau tidak, aku tidak peduli. Sekarang cepat susul Fatima! Jika kau tak mau memperistri dia, biarlah aku yang memperistri!"
"Tidak! Aku tidak setuju!"
"Apa" Kau berani mernbantah perintah ayahmu"
Lekas! Pergi kau ke rumah orang tuanya. Bawa Fatima.
Setiba di sini, dia akan segera kunikahi. Sebaliknya, kau, teruskan kegilaanmu itu. Mencintai sesama jenis. Tidak tahu malu!"
"Ayah! Aku anakmu dan menghomati kau. Tapi
sebaliknya apabila Ayah berbuat semau sendiri, aku tidak bisa setuju!"
"Kau setuju dan tidak bukan urusanmu!"
"Tentu saja aku punya urusan!" bentak Sidik. "Apakah Ayah sudah gila dan tidak tahu malu lagi" Lain apa kata orang?"
"Orang akan berkata apa?"
"Orang akan mengatakan Ayah tidak tahu malu! Tidak tahu malu! Setiap orang tahu, Fatima itu istriku dan
menantu Ayah. Tetapi kenapa Ayah mau memperistri
Fatima" Apakah dunia ini sudah mau kiamat hingga Ayah menikahi bekas menantu?"
"Persetan dengan pendapat orang." Bentak Abu Halim tidak kalah menggeledeknya. "Kau setuju dan tidak, bukan urusanku. Yang penting aku menginginkan keturunan. Aku tidak bisa mengharapkan cucu dari kau. Maka lebih baik aku punya anak lagi, dan akan punya cucu juga. Huh, anak durhaka."
"Ayah gila! Ayah gila!" teriak Sidik.
Bukk! Pukulan ayahnya bersarang ke dada. Pukulan itu
keras sekali! Dan pukulan itu masih ditambah lagi dengan tendangan. Tak ampun lagi, Sidik roboh dnn muntah darah.
Pingsan saat itu juga.
Abu Halim kaget sendiri dengan akibat pukulannya.
Lalu timbul kekhawatirannya kalau anaknya mati! Ia
menjadi bingung berbareng takut. Ia cepat mengambil
gerobak kecil yang biasa digunakan mengangkut sayuran dan hasil bumi dari ladang. Sidik segera ia angkut dengan gerobak itu, dan ditutup dengan dedaunan.
Pendeknya orang tua ini ingin menghilangkan jejak. Ia ingin meenghindarkan diri dari tuduhan membunuh orang.
Membunuh anak sendiri. Dan celakanya pula, orang tua ini tidak menyesal sekalipun telah menganiaya anaknya
sendiri. Ia merasa benar, karena anaknya berani melawan.
Ia merasa dirinya seorang ayah, tidak bisa dibantah oleh anaknya sendiri.
Abu Halim tidak peduli pendapat orang. Pendeknya
sesudah membuang mayat Sidik, ia akan membawa pulang
gerobak. Sesudah itu, ia sudah punya rencana. Ia akan menyusul Fatima dan ia akan membujuk, untuk diajak
pulang. Baru setelah Fatima berhasil ia ajak pulang, ia akan
berterus terang. Ia akan menikahi Fatima. Ia tidak takut Fatima menolak. Jika terjadi Fatima menolak, ia akan
menggunakan kekerasan. Gadis itu akan ia paksa. Ia
cukup kuat! Tak mungkin Fatima sanggup melawan.
Namun kemudian ternyata, apa yang diharapkan oleh
Abu Halim tidak terwujud semuanya. Bujukannya gagal.
Bukan saja Fatima tidak mau diajak pulang, orang tuanya pun tidak mengijinkan. Orang tuanya sudah mendapat
laporan Fatima selengkapnya. Selama Fatima menjadi istri Sidik menderita. Maka tak ada jalan lain, Fatima harus cerai.
"Itulah yang sudah terjadi, Saudara," kata Sidik perlahan, karena dadanya masih sakit.
"Sudahlah, yang sudah terjadi biarlah lewat," Jaka Temon menghibur. "Yang penting, sembuhkan dulu lukamu. Untuk itu akulah yang akan merawat dan melayani
kebutuhanmu."
"Tapi..... kenapa Saudara begitu baik kepada diriku?"
Sidik bertanya.
"Aku tidak mempunyai maksud apa-apa kecuali
menolongmu. Segala ucapan terima kasih, kepada Tuhan.
Jangan kepada diriku."
"Tapi.... tapi.... ayahku tentu masih dendam kepada diriku...." Sidik mengutarakan kekhawatirannya.
"Itu soal gampang. Hindari bertemu dengan ayahmu.
pergilah sesukamu, ke mana saja. Jika kau mau bekerja, di mana pun akan bisa hidup layak."
"Tapi.... tapi.... kalau boleh, aku ikut saudara saja..."
"Maafkan aku. Aku ini seorang gelandangan, tidak bekerja dan tidak punya tempat tinggal. Sudahlah,
mengasolah! Agar cepat sembuh." Sala, Akhir April 1990.
TAMAT Serial Jaka Temon:
Anda ingin tahu cerita baru yang menyusul! : Baiklah!
Jaka Temon masih di negeri Malaya (sekarang Malaysia).
Jaka Temon akan berhadapan dengan :
JAWARA - JAWARA NEGERI MALAKA
Jaminan bagi Anda. Cerita baru itu akan lebih gayeng, kocak, lucu, seru, seram, mengagumkan dan..... asyiiikk.....
Duri Bunga Ju 1 Pedang Ular Mas Karya Yin Yong Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 19