Pencarian

Pedang Ular Merah 2

Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


Akan tetapi hasil serangan - serangan dari Ouw Tang Sin, ini tidak ada sama sekali bahkan akibatnya membuat Ting Kwan Ek dan juga Lo Kim Bwe menjadi bengong saking herannya. Mereka hanya melihat tubuh Eng Eng bergerak dengan aneh seperti orang menari-nari melenggok ke kanan kiri, kadang- kadang melompat atau menyampok dengan tangannya. Akan tetapi biarpun gerakan tubuh ini nampak aneh dan tidak teratur sama sekali, namun sedikitpun golok di tangan Ouw piauwsu tak pernah mengenai sasaran. Beberapa kali punggung golok itu terkena sampokan tangan Eng Eng dan Ouw piauwsu merasa betapa tangannya tergetar secara aneh !
Sebetulnya Eng Eng sedang menghadapi Ouw Tang Sin dengan ilmu silat tangan kosong yang disebut Kwan-im jip-pek-to (Dewi Kwan Im Menyambut atau Masuk Dalam Ratusan Golok) dan mempergunakan ginkang yang sudah sempurna itu untuk menghindarkan diri dari sambaran golok. Akan tetapi oleh karena ilmu silat ini hanya sebagai dasarnya saja, sedangkan gerakannya dilakukan dengan bebas, maka nampaknya tidak karuan dan membingungkan lawan.
Betapapun juga, tidak mudah bagi Eng Eng untuk membalas dengan serangannya. Gerakan golok lawan benar-benar cepat dan bertubi-tubi sehingga ia hanya dapat mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk mengelak dan menjaga diri saja. Ouw Tang Sin adalah seorang ahli silat kawakan yang sudah banyak mengalami pertempuran-pertempuran besar dan ilmu silat serta tenaganya termasuk tingkat tinggi. Sampai lima puluh jurus lebih Ouw Tang Sin menyerang, namun sedikit juga belum pernah dapat menyerempet ujung baju dara perkasa itu! Diam-diam Ouw Tang Sin terkejut dan tunduk betul. Kini ia tidak ragu-ragu lagi dan mulai percaya akan penuturan sutenya. Siapakah orangnya yang dapat menghadapi goloknya dengan tangan kosong sampai lima puluh jurus tanpa terdesak sama sekali! Ia mengalami hal yang aneh dalam pertempuran menghadapi Eng Eng ini. Sebagian besar dari serangannya gagal di tengah jalan, bahkan gagal sebelum serangan itu dilancarkan. Beberapa kali, baru saja goloknya hendak digerakkan untuk menyerang, agaknya nona itu sudah maklum dan, dapat menduga sehingga selalu mendahuluinya dengan pemasangan kaki atau tangan ke arah jalan darah pada nadi tangannya yang memegang golok. Dangan demikian, apabila serangan ia teruskan, sebelum goloknya mengenai tubuh lawan, terlebih dulu nadinya akan terkena tiamhwat (ilmu totokan) gadis yang. sangat lihai itu.
Eng Eng merasa gemas juga melihat betapa Ouw piauwsu belum juga mau mengaku kalah. Menurut patut, setelah dilawan dengan tangan kosong sampai lima puluh jurus tanpa bisa mendapat kemenangan, piauwsu itu sudah harus mengaku kalah. Agaknya orang ini perlu diberi bukti, katanya dalam hati.
Memang Ouw Tang Sin belum merasa puas dan pula ia telah "jatuh hati" terhadap gadis cantik jelita yang pandai sekali ini. Berpibu melawan Eng Eng dianggapnya sebagai suatu kesempatan yang baik sekali untuk berdekatan dengan gadis itu. Selain demikian, iapun hendak mendesak gadis itu sekuatnya agar supaya gadis ini memperlihatkan kepandaiannya yang terlihai, karena dengan jalan ini akan lebih tebal kepercayaannya untuk mengandalkan bantuan Eng Eng menghadapi Thian - te Sam- kui yang tangguh.
Demikianlah dengan membuta dengan kenyataan bahwa gadis itu berlaku murah dan mengalah terhadapnya. Ouw Tang Sin memutar goloknya makin cepat lagi, mengeluarkan gerak tipu simpanan dari ilmu golok Pek-eng-to-hwat, Tiba-tiba ia merasa terkejut dan silau matanya karena entah dengan gerakan bagaimana, tahu-tahu gadis itu telah memegang sebatang pedang yang ketika digerakkan mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata ! Ketika melihat sinar pedang bergulung mengarah lehernya, Ouw Tang Sin cepat menangkis dengan goloknya, akan tetapi bagaikan mempunyai mata, pedang itu dapat mengelak dari benturan dan kini menerobos ke bawah hendak menusuk perutnya ! Ouw Tang Sin terkejut sekali karena gerakan serangan ini seperti serangan sungguh-sungguh dan agaknya perutnya akan tertembus pedang kalau ia tidak cepat bertindak. Untuk mengelak tidak ada waktu lagi, maka ia cepat menyabetkan goloknya ke bawah, ke arah pergelangan tangan lawan! Pikirnya, kalau gadis ini melanjutkan serangannya, tentu pergelangan tangannya akan terbabat putus oleh goloknya!
"Trang?" Bunga api menyambar dan Ouw Tang Sin cepat melepaskan gagang goloknya. Ketika ia membacok ke bawah tadi, ia telah menggunakan tenaga, maka ketika ditimpa dari atas, tenaga bacokan ke bawah menjadi berlipat kekuatannya sehingga tangannya terasa panas dan sakit. Setelah goloknya terlepas dan ia melihat ke bawah ternyata bahwa goloknya telah dapat dipatahkan menjadi dua oleh pedang yang luar biasa dan yang bersinar kemerah-merahan itu !
Akan tetapi, ketika ia memandang kepada Eng Eng dengan senyum kagum gadis itu sudah bertangan kosong lagi, entah kapan ia menyimpan pedangnya yang luar biasa tadi.
"Hebat, hebat!" Seru Ouw Tang Sin sambil menjura. "setelah kau bersenjata, dalam tiga jurus saja kau berhasil mengalahkan aku! Ah, nona Suma Eng, kini aku tidak ragu-ragu lagi dan terimalah hormat serta kagumku. Kau benar-benar lihai!"
Eng Eng tidak melayani pujian ini, hanya tersenyum dan dengan tenang duduk kembali ke atas bangku.
"Baru kali ini aku melihat pedangmu yang hebat, lihiap." Kata Ting Kwan Ek dengan girang. "Pedangmu bersinar merah dan dapat kau lilitkan seperti ikat pinggang, benar-benar luar biasa. Pedang apakah gerangan pusakamu itu, Suma lihiap?"
Eng Eng tersenyum puas dan girang mendengar orang memuji pedangnya. "Pedangku ini oleh suhu diberi nama Ang-coa-kiam ( Pedang Ular Merah ). dan jarang sekali kupergunakan kalau tidak perlu."
Mendengar nama pedang ini, Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek saling pandang dengan heran.
"Nona Suma Eng, pedang Ang-coa-kiam adalah pusaka milik Kim liong.pai di Liong san. Bagaimana bisa terjatuh di dalam tanganmu ?" Ouw Tang Sin berseru.
Tentu saja Eng Eng tidak tahu apakah yang disebut Kim - liong - pai ( Partai Naga Emas) dan di mana letaknya bukit Liong san, maka ia hanya memandang sambil mengerutkan alis karena Ouw piauwsu menyatakan bahwa pedang itu milik orang lain.
Ting Kwan Ek yang lebih cerdik lalu memandang kepada suhengnya dengan sinar mata mencela, kemudian ia buru buru berkata kepada Eng Eng. "Suma lihiap, tentu saja pedangmu itu bukan milik orang lain. Hanya saja memang betul bahwa Kim-liong-pai memiliki sebuah pedang pusaka yang namanya juga Ang-coa-kiam. Bolehkah kami melihat pedangmu itu sebentar saja" Kami pernah melihat Ang.coa kiam dari Kim-liong-pai maka dapat kami mengenal pedang itu."
Eng Eng mengeluarkan pedangnya dan memberikan senjata itu kepada Ting Kwan Ek. Dengan kagum kedua orang piauwsu itu bergantian memeriksa pedang yang luar biasa itu dan Ouw piauwsu segera berkata.
"Ah, bukan " Pedang ini bukan pedang pusaka dari Kim-liong pai ! Pedang Angcoa-kiam yang menjadi pedang pusaka Kim-liong-pai berbentuk seekor ular merah yang runcing ekornya dan kepalanya menjadi gagang. Pedang ini sama sekali tidak berbentuk ular, hanya warnanya yang agak sama dengan Ang- coa kiam dari Kim.liong-pai !"
Ting Kwan Ek mengangguk - angguk dan mengembalikan pedang itu kepada Eng Eng. "Memang bukan, akan tetapi kurasa belum tentu Kalah ampuhnya dengan Ang-coa-kiam dan Kim-Liong-pai."
"Jangan bilang demikian, sute. Ang-coa- kiam dari Kim- Liong-pai luar biasa sekali dan telah terkenal di empat penjuru dunia. Apa lagi kalau dimainkan oleh anggota Kim liong- pai yang memiliki ilmu pedang Ang coa-kiam- sut," kata Ouw-piauwsu.
Ting piauwsu tidak menjawab, hanya di dalam hatinya ia menyesal mengapa suheng-nya sebodoh itu, karena ucapan ini sama artinya dengan merendahkan nilai pedang dara perkasa itu.
Akan tetapi, karena belum lama terjun dalam dunia ramai, Eng Eng tidak merasa demikian, hanya di dalam hati ia ingin sekali mencoba kelihaian perkumpulan Kim liong- pai dengan pedangnya yang bernama Ang coa-kiam itu.
Pada saat itu, dari luar mendatangi dua orang laki-laki yang seorang sudah tua akan tetapi bertubuh tinggi besar, bermuka penuh cambang bauk dan sikapnya kasar sekali, pakaiannya menunjukkan bahwa ia adalah seorang ahli silat, dan di pinggangnya tergantung sepasang golok yang lebar dan berat. Orang kedua masih muda, berusia paling banyak dua puluh lima tanun, juga bertubuh tinggi besar dan bermuka hitam.
"Cihu, Kami datang?" seru orang muda itu sambil tertawa menyeringai dan matanya tajam mengerling ke arah Eng Eng,
"Ayah! Adik Houw!" Lo Kim Bwe yang masih duduk di situ segera melompat berdiri dan dengan wajah girang menyambut kedatangan kedua orang ini. Ouw Tang Sin juga cepat berdiri menyambut dengan muka berseri-seri, sedangkan Ting piauwsu juga berdiri dan memberi hormat kepada orang tua yang baru datang.
Orang tua tinggi besar yang bersikap gagah dan galak seperti Thio Hui tokoh perkasa di jaman Sam-kok ini bukan lain adalah ayah dari nyonya Ouw Tang Sin yang bernama Lo Beng Tat. Adapun pemuda yang tinggi besar bermuka hitam itu adalah adik dari Lo Kim Bwe dan bernama Lo Houw, Kedua orang ini sengaja datang atas undangan Lo Kim Bwe guna membantu dan memperkuat kedudukan Ouw Tang Sin yang mengkhawatirkan datangnya gangguan dari Thian-te Sam-kui.
Ketika mereka berdua ini diperkenalkan kepada Eng Eng, Lo Houw memandang dengan sepasang mata yang lebar. Pandangan ini mengandung kekaguman dan juga kurang ajar sekali sehingga Eng Eng menjadi merah mukanya. Perasaan wanitanya membuatnya merasa malu dan jengah, ia tidak berani menentang pandangan mata orang yang kurang ajar ini.
"Nona Suma Eng, sungguh aku merasa beruntung dan girang sekali mendapat kesempatan bertemu dan berkenalan dengan kau." kata Lo Houw yang pemberani dan sudah biasa menghadapi wanita ini, kemudian ia berpaling kepada Ouw Tang Sin dan bertanya, "Cihu (kakak ipar). mengapa kau tidak dulu- dulu memberi kabar bahwa ada nona Suma Eng di rumahmu" Kau harus menceritakan padaku bagaimana nona itu bisa berada di sini. Siapakah ia dan darimana datangnya dan untuk berapa lama ia tinggal di sini?"
Ting Kwan Ek mengerutkan keningnya dan hatinya mendongkol sekali. Diam-diam ia takut kalau Eng Eng menjadi marah, akan tetapi ketika ia mengerling ke arah nona itu, ia melihat Eng Eng menahan senyum dan gadis ini tanpa berkata sesuatu apapun lalu pergi dari situ, kembali ke kamar yang berada dekat kamar Ting hujin.
Eng Eng merasa mendongkol sekali, akan tetapi melihat muka kedua orang piauwsu yang menjadi tuan rumah, ia dapat menekan kemarahannya. Kalau tidak melihat muka kedua orang tuan rumah, tentu ia sudah memberi hajaran kepada laki - laki kasar dan kurang ajar itu. Setelah mendengar keterangan dan pelajaran tentang sopan santun, Eng Eng dapat merasa bahwa orang tinggi besar bermuka hitam memang kurang ajar dan tidak sopan.
Melihat muka Eng Eng yang menjadi merah dan matanya menyinarkan kemarahan, Ting hujin lalu bertanya,
"Eh, adik Eng, kau kenapakah" Tidak seperti biasa, kegembiraan yang biasa lenyap sama sekali dari wajahmu, terganti oleh cahaya kemarahan. Ada terjadi apakah gerangan?"
Di antara serumah itu hanya nyonya Ting yang ramah tamah dan manis budi, ini saja yang membuat Eng Eng merasa suka tinggal di rumah itu. Ia telah menganggap nyonya muda ini seperti kakaknya sendiri, dan tidak pernah merahasiakan perasaannya Nyonya Ting juga merasa amat sayang dan kasihan kepada nona yang bernasib malang yang sama sekali masih hijau dan gelap akan keadaan kehidupan dunia ramai.
"Cici, kalau kau tidak berada lagi di dalam rumah ini, aku sebetulnya sudah tidak suka lagi tinggal di sini. Hanya kau seorang yang kupercaya dan kusayangi, dan hanya Ting twako yang kuhormati karena iapun menghormati kepadaku. Akan tetapi yang lain-lain....... dan terutama sekali dua orang yang baru datang itu! Yang muda sungguh mempunyai mata kurang ajar sekali."
"Hush, jangan keras-keras, adik Eng! Mereka itu adalah keluarga dari Kim Bwe! Mereka itu datang atas undangan nyonya Ouw untuk memperkuat kedudukan kita dan kepandaian mereka cukup tinggi. Yang tua adalah ayah dari Kim Bwe bernama Lo Beng Tat, sedangkan yang muda bernama Lo Houw adik dari Kim Bwe."
"Perduli apa!" Eng Eng mencela. "Siapapun juga adanya orang itu, tidak patut ia memandangku seperti orang kelaparan!"
Nyonya Ting tersenyum geli. 'Salahmu sendiri adik Eng mengapa engkau mempunyai wajah demikian cantik jelita dan tubuhmu demikian molek dan ramping?"
Eng Eng memandang kepada nyonya Ting sambil cemberut. "Cici, apakah engkau juga hendak menggodaku?"
Nyonya muda itu tertawa,"Sudahlah, adik Eng." Ia menghibur, "bersikaplah sabar, Kalau dia tidak melakukan atau mengeluarkan ucapan yang menghina, perlu apa kau harus marah-marah" Anggap saja ia seperti patung, habis perkara! Mereka belum mendengar tentang kelihaianmu, maka mereka berani bersikap kurang ajar."
Akan tetapi, pada waktu itu, di luar terjadi pembicaraan yang amat menarik perhatian, Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin menceritakan kepada kedua orang tamu itu bahwa Eng Eng adalah seorang dara perkasa yang berkepandaian tinggi dan yang mereka harapkan untuk dapat menghadapi Thian-te Sam kui.
"Ah, cihu, jangan kau main-main !" kata Lo Houw sambil tersenyum menyeringai. "Thian te Sam-kui adalah tokoh-tokoh kang- ouw yang amat dahsyat dan menakutkan. Terus terang saja, ketika aku mendengar bahwa kau bermusuhan dengan Thian-te Sam-kui, aku merasa terkejut dan seram. Kalau saja musuh itu orang-orang lain, aku tidak takut menghadapinya. Akan tetapi Thian te Sam-kui....." hm, sungguh harus kunyatakan bahwa Ting-piauwsu kurang hati-hati sehingga bisa bentrok, dengan mereka !"
Ting piauwsu merasa mendongkol sekali, akan tetapi Lo Beng Tat yang sudah tua dan berpengalaman, lalu mencela puteranya. "Tak perlu hal ini dibicarakan lagi. Yang terpenting sekarang kita harus dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi mereka itu. Kalau nona tadi memang berkepandaian tinggi dan mau membantu, alangkah baiknya, karena makin banyak kawan makin baik. Kalau kiranya perlu dapat juga aku mencari kawan yang akan membantu kita.
"Kurasa dengan kita berdua dan dibantu oleh cihu dan Ting piauwsu, kita akan cukup menghadapi mereka !" kata Lo Houw yang selalu menyombongkan kepandaiannya sendiri. "Adapun nona itu.. hm, dia memang cantik jelita seperti bidadari dan nampak gagah, akan tetapi kepandaiannya." Aku masih meragukannya !"
"Houw te (adik Houw), jangan kau memandang rendah." kata Ouw piauwsu, "aku sendiri sudah mencoba kepandaiannya dan ternyata golokku tidak berdaya terhadap dia !"
Kata-kata ini mencengangkan Lo Beng Tat dan Lo Houw karena mereka ini sudah tahu akan kepandaian Ouw Tang Sin. Agaknya mereka tidak dapat mempercayai ucapan ini. Akan tetapi belum ada orang membuka mulut, tiba- tiba Kim Bwe berkata dengan muka berseri,
"Aku sudah memikirkan hal ini berhari-hari dan sekarang setelah adik Houw datang, makin kuatlah kehendak hatiku ini. Ayah, bagaimana kalau adik Houw dijodohkan dengan nona Suma Eng " Selain ia cantik dan gagah sehingga cocok untuk menjadi isteri adik Houw, juga ikatan ini akan membuat dia lebih bersungguh-sungguh membela kita ."
Serta merta Lo Houw menyatakan setujunya. Ia tertawa lalu berdiri dan menjura kepada kakak perempuannya dengan sikap lucu yang dibuat-buat sambil berkata.
"Enci Kim Bwe, tidak percuma aku mempunyai saudara tua seperti kau ini ! Terima kasih, enci yang baik, terima kasih ! Kalau memang hal ini dapat berhasil, selama hidupku aku akan menjadi adikmu yang berbakti ."
Akan tetapi Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin mengerutkan kening, dan di dalam hati masing-masing, kedua orang ini tidak setuju dengan usul ini. Ting Kwan Ek tidak setuju oleh karena dalam pandangannya Lo Houw tidak pantas menjadi suami Eng Eng. Sedangkan Ouw Tang Sin yang sudah tergila-gila kepada Eng Eng, tentu saja tidak senang mendengar gadis ini hendak dijodohkan dengan lain orang! Akan tetapi tentu saja mereka tidak berani menyatakan ketidak-setujuan mereka karena merasa tidak berhak.
Lo Beng Tat berpikir sebentar, kemudian tertawa girang. "Bagus, Kim Bwe, memang bagus sekali pikiranmu ini. Akupun tidak keberatan mempunyai seorang nyonya mantu secantik dia."
Kim Bwe merasa girang sekali. Dia memang sengaja hendak merangkap perjodohan ini agar supaya Hatinya terlepas dari pada cemburu terhadap Eng Eng dan suaminya.
"Adik Ting," katanya kepada Ting piauwsu "karena kau dan isterimu lebih dekat hubungannya dengan Eng Eng, maka kuharap kau suka menyuruh isterimu menjadi perantara dan wakil nona itu untuk menerima pinangan ini dan membicarakannya dengan nona Suma Eng."
Ting Kwan Ek merasa tidak enak sekali.akan tetapi sambil tersenyum ia menjawab. "Kami tentu saja tidak berhak sama sekali untuk memutuskan hal ini dan tak dapat kami memaksa kepada nona Suma Eng untuk menerima atau menolaknya. Segala keputusan tergantung kepada pikiran nona itu sendiri. Akan tetapi tentu saja isteriku tidak akan merasa keberatan untuk menyampaikan pinangan ini." Setelah berkata demikian, ia lalu masuk ke dalam ruangan sebelah kiri.
Melihat kedatangan Ting piauwsu, Eng Eng lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri dengan hati masih mendongkol dan gemas kepada muka hitam yang dianggapnya menjemukan itu.
Ketika Ting Kwan Ek memberitahukan kepada isterinya tentang usul pinangan itu, isterinya mengerutkan keningnya dan berkata sambil menarik napas panjang, "Ah, benar-benar mencari perkara dan kesulitan ! Baru saja Eng Eng telah datang dan menuturkan dengan marah betapa Lo Houw bersikap tidak menyenangkan. Gadis itu agaknya amat benci melihat muka dan pandangan mata Lo Houw yang dianggapnya kurang ajar." la lalu menuturkan kepada suaminya tentang percakapan antara dia dan Eng Eng tadi.
"Ah, sukar sekali kalau begitu Akan tetapi isteriku, betapapun juga, kau harus menyampaikan pinangan ini kepada Suma lihiap. Diterima atau tidak, bukanlah urusan kita. Suheng telah menyerahkan urusan ini kepada kita untuk disampaikan kepada yang bersangkutan, mau tidak mau kita harus melakukan. Kau yang pandai saja bicara agar Suma lihiap tidak menjadi marah."
"Baiklah, akan kucoba." Kata isterinya dengan hati rusuh karena ia dapat menduga dengan penuh keyakinan bahwa Eng Eng pasti akan marah mendengar pinangan ini, ia maklum bahwa gadis itu masih belum tahu betul tentang tata susila kehidupan dan masih kasar, apalagi tentang jodoh dan pinangan, dalam hal ini benar-benar Eng Eng masih belum mengerti.
Benar saja, betapapun hati - hatinya menyampaikan pinangan itu kepada Eng Eng di dalam kamar gadis ini, Eng Eng menyambut dengan mata memancarkan cahaya berapi dan mukanya menjadi merah sekali.
"Apa ?" teriaknya keras sehingga terdengar sampai di luar kamar. "Si muka hitam yang kurang ajar itu minta aku menjadi isterinya" Minta aku menjadi seperti cici terhadap Ting twako" Gila! Dia gila, kurang ajar dan berani mati ! Akan kutampar mukanya yang hitam untuk kelancangannya itu !"
Eng Eng marah sekali. Tanpa ia ketahui sebabnya, mendengar bahwa ia diminta menjadi isterinya si muka hitam menimbulkan perasaan malu, jengah, terhina dan yang bergabung menjadi perasaan hebat. Ia hendak melompat keluar dan memberi hajaran kepada si muka hitam, akan tetapi nyonya Ting cepat mencegahnya dan berkata,
"Adik Eng, jangan kau marah. Urusan ini dapat dibereskan dengan amat mudah. Kalau kau tidak setuju, kau berhak menolak dan habis perkara ! Mengapa mesti marah-marah?"
"Tidak ! Aku harus memberi hajaran kepada monyet hitam itu, agar supaya ia dapat tahu siapa aku dan tidak berani kurang ajar lagi !" Sambil berkata demikian, ia melompat keluar dari kamarnya.
Akan tetapi, alangkah heran dan kagetnya ketika melihat bahwa di luar kamarnya telah berdiri Lo Houw si muka hitam itu sendiri! Pemuda ini nampaknya marah akan tetapi melihat Eng Eng, kemarahannya itu mereda dan kembali mulutnya menyeringai membuat mukanya yang sudah hitam itu semakin tambah memburuk.
"Nona yang manis! Aku tidak merasa sakit hati melihat kemarahanmu, karena sudah biasanya seorang gadis menjadi marah kalau dilamar orang. Kemarahan yang timbul karena malu-malu. Betul tidak?"
"Monyet hitam, kalau kau tidak lekas menutup mulut dan pergi dari sini, akan kuhancurkan kepalamu!" Bentak Eng Eng dengan alis berdiri.
"Aduh galaknya!" Lo Houw mengejek seakan - akan melihat seorang anak kecil yang sedang marah. "Kau belum tahu siapa aku, nona. Aku Lo Houw dijuluki orang Si Ruyung Maut, dan kalau baru menghadapi keroyokan sepuluh orang saja, aku takkan mudah menyerah. Apa lagi seorang nona manis seperti engkau ini! Ha, ha, ha, makin marah kau menjadi makin cantik saja !"
Eng Eng tak dapat menahan kesabarannya lagi dan hendak menerjang, akan tetapi nyonya Ting yang sudah keluar pula, segera menubruk dan membujuk. "Eng Eng jangan ......! Jangan kau berkelahi di dalam rumah, hal ini amat tidak baik. Bersabarlah kau, adikku."
Kemudian ia berpaling kepada Lo Houw dan berkata dengan suara kaku,
"Adik Lo Houw, kuharap kau suka berlaku sopan dan jangan mengganggu tamu kita."
Dengan muka berubah gelap karena malu, Lo Houw hendak mengundurkan diri akan tetapi Eng Eng sudah memberontak dari pelukan nyonya Ting dan berkata keras,
"Aku tidak sudi mengalah begitu saja ! Aku bukan tamu lagi ! Hei, monyet hitam, kalau kau memang gagah, keluarlah dan mari kita membuat perhitungan di luar!" Sambil berkata demikian. Eng Eng lalu berlari Keluar dari rumah itu dan berdiri di halaman depan, menanti datangnya seorang yang dibencinya.
Mendengar suara ribut-ribut ini, semua orang keluar pula dan kebetulan sekali ketika Eng Eng keluar dari rumah itu, ia bertemu dengan Lo Beng Tat dan Ouw Tang Sin yang masih berada di ruang depan, Ouw Tang Sin menjadi bingung mendengar dan melihat kemarahan Eng Eng, akan tetapi Lo Beng Tat yang berwatak kasar, menjadi marah sekali mendengar betapa puteranya dimaki-maki oleh Eng Eng. Ia bangkit berdiri dan sekali ayun tubuhnya, ia telah berdiri di depan gadis itu.
"Nona Suma !" Bentaknya sambil menudingkan jari telunjuknya ke arah muka Eng Eng, "karena mendengar kata-kata anak perempuan dan mantuku bahwa kau adalah seorang gadis baik-baik aku dengan sesungguh hati mengajukan pinangan padamu untuk puteraku. Apakah salahnya hal ini " Mengapa kau menjadi marah marah tanpa sebab" Misalnya kau tidak setuju, kau boleh menolak dengan sopan dan baik-baik, tidak menjadi marah-marah seperti gadis gila!"
"Bangsat tua bangka, apa kau kira aku takut kepadamu " Jangan banyak membuka mulutmu yang kotor !Eng Eng membalas dengan makian, karena ucapan Lo Beng Tat ini bagaikan minyak yang menambah berkobarnya api kemarahan dalam hatinya.
Lo Beng Tat adalah seorang kepala rampok yang ganas, kasar dan tak kenal takut. Ia terkenal dengan ilmu golok kembar dan juga memiliki tenaga yang besar sekali. Tingkat kepandaiannya, apabila dibandingkan dengan Ouw Tang Sin mantunya mungkin masih menang setingkat terutama sekali dalam tenaga karena sesungguhnya raksasa tua ini tenaganya amat mengejutkan orang. Kini mendengar makian seorang gadis muda kepadanya, tentu saja ia menjadi marah sekali. Sekali ia menggerakkan tangan kanan, sepasang golok telah tercabut yang segera dipegang olen kedua tangannya. Golok ini lebar dan tajam sekali berkilauan menyilaukan mata.
"Kau mencari mampus!" teriak Lo Beng Tat yang segera menyerang dengan sepasang goloknya. la memutar sepasang goloknya bagaikan kitiran cepatnya, golok kanan mengancam kepala, sedangkan golok kiri diputar menyerang pinggang lawan!
"Bagus, tua bangka, perlihatkanlah keburukan ilmu silatmu!" Eng Eng mengejek dan begitu tubuhnya berkelebat, ia telah dapat mengelak dari serangan dua batang golok itu. Lo Beng Tat mengejar lagi dan melanjutkan serangannya bertubi-tubi. Ouw Tang Sin menjadi makin bingung. Untuk mencegah mertuanya, ia tidak berani, akan tetapi kalau dilanjutkan pertempuran itu, berarti fihaknya telah ada perpecahan, dan bagaimana nanti kalau musuh-musuh yang ditakutinya itu datang mengganggu" Juga Ting Kwan Ek, Kim Bwe, dan semua orang yang keluar tak berani turun tangan mencegah pertempuran itu. Ting piauwsu hanya memandang dengan muka pucat dan diam-diam ia amat benci kepada Lo Houw yang dianggap menjadi gara- gara dan biang keladi semua ini.
Setelah menghadapi sepasang golok besar Lo Beng Tat sampai dua puluh jurus lamanya, Eng Eng harus mengakui bahwa ilmu golok orang tua ini benar - benar berbahaya. Ia lalu berseru keras dan sinar merah berkelebat ketika ia mengeluarkan pedangnya, Ting Kwan Ek sudah maklum akan kelihaian ilmu pedang gadis itu, maka ia segera berseru.
"Suma lihiap, harap kau jangan menurunkan tangan kejam !"
Akan tetapi sambil menggerakkan pedangnya yang luar biasa, Eng Eng menjawab sambit tersenyum mengejek, "Ting - twako, apa kau kira monyet tua ini tidak akan melukai aku dengan goloknya, kalau ia mampu melakukan hal itu?"
Sambil berkata demikian, Eng Eng lalu membalas dengan pedangnya yang luar biasa gerakannya. Sejak tadi, Lo Beng Tat sudah merasa terheran-heran dan kaget sekali. Belum pernah ia menyaksikan ilmu silat seperti yang dimainkan oleh gadis itu ketika menghadapi sepasang goloknya. Ia terkenal memiliki ilmu golok yang ganas sekali, akan tetapi gadis itu, dengan tangan kosong dapat menghadapi sepasang goloknya, dengan gerakan tubuh yang aneh, kadang-kadang terhuyung-huyung seperti orang mau jatuh, kadang seperti menari-nari.
Namun goloknya tetap saja dapat dielakkan dengan amat cepat dan tak terduga-duga. Kini melihat gadis itu memegang sebatang pedang yang sinarnya kemerah-merahan dan yang gerakannya amat luar biasa makin terkejut. Ia mencoba untuk menangkis dengan golok kiri dan membalas menyerang dengan golok kanan, akan tetapi ketika pedang itu membentur golok kirinya pedang itu melesat ke samping dan mendahului golok kanannya, menyambar ke arah lengan tangan kanannya! Ia cepat melompat mundur sambil menarik tangan kanannya dengan muka pucat. Hampir saja tangan kanannva menjadi korban dalam gebrakan pertama setelah gadis itu memegang pedangnya.
Eng Eng tidak mau memberi hati kepada lawannya dan terus maju menyerang sehingga sebentar saja Lo Beng Tat terdesak hebat, memutar dua batang goloknya untuk melindungi tubuhnya, sambil menggerakkan kedua kakinya mundur teratur.
Bukan main gelisahnya Ting Kwan Ek melihat hal ini. Kalau sampai orang itu terluka, tentu hal ini akan menjadi semakin hebat dan besar sekali kemungkinannya bahwa dia akan terlibat dan akan bertentangan dengan keluarga suhengnya! Ia lalu membisiki telinga isterinya dan terdengarlah kemudian nyonya Ting berseru.
"Adik Eng, dengarlah omonganku, pandanglah mukaku, jangan kau membunuh atau melukai orang!" Suara nyonya Ting ini terdengar mengharukan dan mengandung isak tangis sehingga pengaruhnya jauh lebih besar bagi Eng Eng dari pada ucapan Ting piauwsu tadi. Memang kepada nyonya ini Eng Eng amat menyayang dan menghormatinya, maka begitu mendengar seruan ini, ia memutar otaknya dan berpikir mengapa nyonya Ting melarangnya membunuh atau melukai orang yang dianggapnya jahat ini. Pengetahuannya yang amat dangkal tentang hubungan kekeluargaan dan sebagainya, membuat ia tidak mengerti mengapa nyonya Ting seakan-akan membela orang tua ini, Akan tetapi, untuk melanggar larangan ini, ia tidak tega, karena dari suara nyonya itu, ia maklum bahwa nyonya Ting sedang berada dalam keadaan yang amat Cemas dan berduka karena pertempuran ini.
"Baiklah cici, aku hanya akan memperlihatkan bahwa adikmu tidak boleh dibuat permainan !" Ia lalu menggerakkan pedangnya lebih cepat lagi dan terdengarlah suara keras dibarengi pekik Lo Beng Tat. Sebuah goloknya yang kanan, terlepas dari pegangan dan terlempar ke udara ! Sebelum ia tahu bagaimana lawannya dapat melakukan hal ini, tangan kiri Eng Eng sudah bergerak, didahului oleh tusukan pedangnya yang cepat sekali hendak menancap ke ulu hati lawan ! Tentu saja bagi Lo Beng Tat gerakan pedang yang mengancam ulu hatinya itu lebih penting untuk diperhatikan karena lebih berbahaya, maka cepat la mengelak ke kanan untuk menghindarkan diri dari tusukan pedang itu. Tidak tahunya bahwa serangan pedang ini hanya pancingan belaka, karena Eng Eng lebih mengutamakan tangan kirinya yang dengan tepat telah menotok urat nadi tangan kiri Lo Beng Tat yang memegang golok.
"Aduh'!" Kepala rampok itu berseru kesakitan dan sebentar saja golok kirinya telah pindah tangan !
Eng Eng menghentikan gerakannya dan kini sambil menimang-nimang golok besar di tangan kirinya, ia tersenyum dan menyimpan kembali pedangnya.
"Kalau tidak memandang muka ciciku yang baik, bukan hanya golok yang kurampas, melainkan kepala orang!" katanya sambil tersenyum manis.
Lo Beng Tat hanya berdiri melongo saking heran dan terkejut, kemudian ia sadar dan menudingkan golok kanannya ke arah Eng Eng.
"Kau benar seorang yang tidak kenal budi, seorang perempuan liar yang baru keluar dari hutan dan tidak tahu aturan ! Berbulan- bulan kau tinggal di rumah kami, makan nasi kami, mendapat perlakuan yang baik dan manis budi! Sekarang bahkan kami mempunyai pikiran untuk menarik kau sebagai seorang anggauta keluarga, akan tetapi apakah balasanmu" Kau menghina ayahku, dan mencaci maki adikku, sungguh, hari ini aku harus mengadu jiwa dengan kau, perempuan liar !" Sambil berkata demikian, Lo Kim Bwe menggerakkan sepasang goloknya dan menyerang Eng Eng dengan kalang kabut ! Terdengar Ouw Tang Sin, Ting Kwan Ek, dan nyonya Ting berseru membujuk, akan tetapi Lo Kim Bwe tidak perdulikan semua itu dan terus menyerang dengan hebatnya.
"Jangan takut, enci Bwe, aku membantumu!" seru Lo Houw yang sudah mengeluarkan ruyungnya dan menyerang Eng Eng pula dengan gerakan yang berat dan kuat sekali.
"Celaka !" Ting Kwan Ek berseru bingung. "Bagaimana baiknya sekarang ?"
Ouw Tang Sin juga menjadi bingung dan serba salah, akan tetapi ia hanya mengangkat pundak karena tidak berdaya.
"Eng Eng, sekali lagi, kuharap kau tidak melukai mereka !" Nyonya Ting berseru kembali.
Akan tetapi kini kemarahan Eng Eng sudah banyak mereda setelah ia berhasil mengalahkan Lo Beng Tat. Sambil tersenyum-senyum ia menyambut serangan kedua saudara Lo itu dengan senjata golok yang tadi dirampasnya dari Lo Beng Tat. Golok itu masih dipegang di tangan kiri dan ternyata bahwa gerakan tangan kirinya memainkan golok itupun amat mengagumkan ! Terbelalak mata Lo Beng Tat yang terkenal sebagai ahli golok ketika ia menyaksikan betapa dengan golok di tangan kiri, Eng Eng menjawab seruan nyonya Ting tadi dan kini ia memutar goloknya demikian rupa sehingga tubuhnya lenyap di tengah gulungan sinar putih dari golok itu. Baik Kim Bwe maupun Lo Houw tak dapat melihat bayangan Eng Eng dan yang mereka lihat Hanyalah bayangan sinar putih dari golok itu yang menyambar-nyambar ke arah mereka dengan kecepatan luar biasa dan menimbulkan hawa dingin!
Baru saja bertempur tiga puluh jurus lebih sepasang golok di tangan Kim Bwe telah terpental jauh dan nyonya muda yang genit ini terpaksa melompat mundur.
"Mengapa kau diam saja" Apakah kau tidak mau membantu isterimu ?" bentaknya dengan mulut cemberut dan mata berapi kepada suaminya.
Ouw Tang Sin menjadi bingung dan serba salah. Tidak membantu, bagaimana" Yang bertempur melawan Eng Eng adalah isteri dan iparnya, akan tetapi kalau membantu, ia sudah merasa jerih terhadap kelihaian Eng Eng !
"Ha, agaknya kau sudah tergila-gila kepada gadis liar itu, bukan ?" Kim Bwe mendesak marah.
Terpaksa Ouw Tang Sin mencabut senjatanya, akan tetapi Ting Kwan Ek mencegah. "Jangan, suheng, apakah kau hendak membikin keadaan menjadi makin kusut ?"
Ouw Tang Sin makin menjadi ragu-ragu dan pada saat itu, terdengar jeritan ngeri dari Lo Houw karena ujung golok Eng Eng telah menggurat mukanya sehingga mukanya berlumuran darah dari jidat sampai ke dagu ! Eng Eng sengaja memberi hajaran hebat kepada pemuda muka hitam itu. Memang ia hanya menggaris saja sehingga kulit muka pemuda Itu pecah dan biarpun ia tidak menderita luka hebat, namun terpaksa wajahnya akan bercacad dengan goresan dari atas ke bawah untuk selamanya ! Lo Houw melempar ruyungnya dan mendekap mukanya dengan kedua tangannya. Darah mengalir melalui celah - celah jarinya.
"Bangsat perempuan keji!" Kim Bwe berteriak dan ia melompat maju hendak menyerang Eng Eng dengan mati matian !
Akan tetapi pada saat itu terdengar suara ketawa terbahak-bahak yang amat mengerikan. Sebatang piauw yang merupakan kilat hitam menyambar ke arah dada Kim Bwe ! Tiba- tiba Eng Eng berseru keras dan nona perkasa ini menubruk maju menangkap tangan Kim Bwe dan menariknya kuat kuat sehingga nyonya muda itu terseret jatuh dan piauw yang menyambarnya itu lewat sambil mengeluarkan bunyi melengking lalu menancap pada tiang pintu, bergoyang-goyang mengerikan !
Eng Eng melepaskan tangan Kim Bwe dan tubuhnya melesat ke arah dari mana datangnya piauw (senjata rahasia vang disambitkan) tadi. Orang-orang hanya melihat bayangannya saja berkelebat keluar dan sebentar kemudian lenyaplah gadis itu ! Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin cepat mengejar dan tak lama kemudian mereka melihat Eng Eng yang masih memegang golok bertempur melawan seorang laki-laki berusia kurang lebih empat puluh tahun yaag mengenakan pakaian mewah dan indah gerakannya. Laki-laki ini amat gesitnya, dan senjatanya adalah sepasang tombak yang ada Kaitannya.
Melihat laki-laki ini Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin menjadi pucat.
"Ban Hwa Yong !" mereka berseru dengan suara tertahan. Memang laki - laki itu adalah Ban Hwa Yong saudara termuda dan Thian-te Sam-kui. Ketika Ban Hwa Yong mendengar seruan ini dan melihat bahwa yang datang adalah Ouw piauwsu dan Ting piauwsu, ia tertawa bergelak, menyerang Eng Eng dengan cepat dan hebat sehingga terpaksa Eng Eng melompat mundur. Ban Hwa Yong menggerakkan tubuhnya melompat pergi sambil berkata,"Ha, ha, ha! Jiwi - piauwsu dari Pek - eng Piauwkiok! Bagus sekali, kulihat di sini terdapat dua bunga indah yang kalian harus persembahkan kepadaku pada hari besok!" Setelah berkata demikian, lalu lompat pergi.
"Bangsat pengecut!" Eng Eng bergerak mengejar, akan tetapi dari arah Ban Hwa Yong meluncurlah tiga batang piauw hitam. Memang Ban Hwa Yong telah terkenal akan keahliannya melepaskan berbagai macam senjata rahasia dan lemparannya dengan tiga batang piauw ini tidak boleh dipandang ringan. Tidak saja ia memiliki kepandaian menyambit piauw yang disebut ilmu melepas piauw "seratus kali lepas seratus kali mengenai sasaran", juga piauw itu telah direndam dalam racun yang amat berbahaya. Sambitannya juga cepat sekali datangnya, begitu cepat sehingga sukar sekali untuk dikelit.
Akan tetapi Eng Eng bukan murid Hek Sin-mo yang luar biasa ilmu kepandaiannya dan ginkangnya kalau ia dapat dijadikan korban oleh hanya sambaran tiga batang piauw itu. Piauw itu menyambar ke arah tiga tempat. Yang pertama menyambar ke arah ulu hatinya dengan kecepatan luar biasa, piauw kedua menyambar ke arah sisi kanannya setinggi kepalanya, adapun piauw ketiga menyambar ke arah sisi kirinya setinggi pahanya. Inilah sambitan piauw yang disebut "mengurung harimau menutup pintu guanya". Dengan cara serangan piauw seperti ini seakan- akan jalan keluar bagi yang diserang telah tertutup sama sekali. Mengelak ke kiri akan terserang oleh piauw ke tiga. Mengelak ke kanan akan diserang oleh piauw ke dua!
Adapun Eng Eng yang menghadapi serangan ini, tetap saja tenang sekali. Sambil tersenyum mengejek, ia menggerakkan goloknya, menyampok piauw yang meluncur ke arah ulu hatinya, tangan kanan yang tidak bersenjata diulurkannya ke atas, menangkap piauw yang terbang di sebelah kanannya lalu langsung disambitkan ke depan kembali, sedangkan kaki kirinya dengan gerakan istimewa sekali menendang ke arah piauw vang melayang sebelah kirinya, mengirim kembali piauw itu ke depan! Berbareng dengan tiga gerakan ini, yakni gerakan kedua tangan dan kaki kiri, tiga batang piauw itu dapat "diretour" kembali ke arah penyerangnya!
Ban Hwa Yong terkejut sekali melihat kelihaian Eng Eng ini. dan tanpa banyak cakap lagi ia lalu membalikkan tubuh dan berlari cepat meninggalkan tempat itu!
Eng Eng melompat mengejarnya akan tetapi ternyata Ban Hwa Yong telah menghilang di balik rumah-rumah orang! Ting Kwan Ek mengejar Eng Eng dau setelah menjura ia berkata,
"Suma lihiap, amat besarlah budimu yang telah kaulimpahkan kepada kami sekeluarga dari Pek - eng Piauwkiok. Sungguh aku merasa menyesal sekali atas kejadian di rumah tadi, dan harap kau sudi kiranya memberi ampun kepada mereka dan suka kembali ke rumah kami."
Akan tetapi Eng Eng menggelengkan kepala, melemparkan goloknya yang dirampasnya dari Lo Beng Tat ke atas tanah dan menjawab,
"Tidak Ting-twako. Aku tidak sudi kembali ke rumah kotor itu! Sampaikan salamku kepada cici!" Setelah berkata demikian, gadis itu lalu berjalan pergi.
"Lihiap, pakaianmu masih berada di kamarmu." kata Ting Kwan Ek dengan gelisah dan bingung.
"Biarlah, lain kali kuambil l" jawab gadis itu yang segera berlari pergi. Ting-piauwsu tidak berdaya, hanya berdiri tunduk dengan kecewa sekali.
Ouw Tang Sin menghampiri sutenya dan sambil memegang lengan sutenya, ia berkata. "Sute, kaumaafkanlah aku banyak-banyak. Aku benar-benar merasa menyesal sekali, akan tetapi apakah yang dapat kita lakukan?"
Kedua orang ini lalu kembali ke rumah mereka dan mereka disambut oleh semua orang dengan gelisah. Ternyata bahwa piauw yang disambitkan oleh Ban Hwa Yong ke arah Kim Bwe itu diberi sehelai kertas yang berisi ancaman mengerikan seperti berikut ;
Thian - te Sam kui takkan berhenti berusaha sebelum Pek eng Piauwkiok musnah dan hancur lebur beserta seluruh anggautanya ! Tunggulah besok pagi-pagi sebelum terang !
Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin saling pandang dengan wajah pucat.
"Kaulah yang mencari perkara!" Kata Ouw Tang Sin kepada isterinya yang sementara itu sedang merawat luka di muka Lo Houw. Isterinya tidak menjawab hanya, cemberut saja sambil melepas kerling membenci ke arah suaminya.
Ting Kwan Ek, Ouw Tang Sin dan Lo Beng Tat lalu mengadakan perundingan. Mereka mengumpulkan anggauta.anggauta mereka yang pada waktu itu hanya ada sepuluh orang saja, karena yang lain sedang menjalankan tugas mengantar barang. Ketika terjadi keributan tadi, para pembantu mereka itu hanya menonton saja tanpa berani ikut turun tangan.
"Kita harus mengadakan persiapan untuk menyambut mereka," kata Lo Beng Tat. Orang tua ini untung juga bahwa kini terdapat alasan baginya untuk melupakan kekalahannya terhadap Eng Eng. Dengan menghadapi ancaman Thian - te Sam - kui maka peristiwa yang tadi terjadi memang tak perlu dipikirkan lagi dan semua pikiran harus dahulukan kepada bahaya yang mengancam hebat.
"Sudah terang bahwa Thian-te Sam-kui besok pagi-pagi hendak datang menyerbu, dan tak usah kita menyombongkan diri, karena sesungguhnya kepandaian mereka masih lebih tinggi dari pada kita. Kalau kita lawan begitu saja, biarpun kita berjumlah lebih banyak, agaknya sedikit sekali harapan untuk menang."
"Habis, bagaimana baiknya, gakhu (ayah mertua) " Untuk memanggil bantuan sudah tidak ada waktu lagi," kata Ouw Tang Sin gelisah.
"Memang tidak ada waktu," menyambung Ting Kwan Ek dengan gemas dan menggigit bibir. "Akan tetapi, betapapun juga kita harus menghadapi mereka dengan senjata di tangan. Lebih baik mati seperti harimau dari pada disembelih seperti babi !"
Ucapan yang bersemangat ini membangunkan keberanian semua orang, dan Lo Houw yang kini sudah diobati lukanya, berkata, "Biarlah kita maju berbareng. Ada ayah, cihu, Ting-piauwsu, aku sendiri dan enci Kim Bwe. Kita berlima dibantu oleh semua saudara, para piauwsu yang jumlahnya sepuluh orang, masa kita tak dapat mengusir mereka itu semua?"
Lo Beng Tat menggeleng-gelengkan kepalanya. "Takkan ada gunanya. Biarpun jumlah kita ada lima belas orang, akan tetapi kalau kita maju secara keroyokan, belum tentu kita akan dapat menang. Kita harus mempergunakan siasat!"
Sebagai seorang kepala rampok, Lo Beng Tat tentu saja memiliki banyak akal dalam menghadapi musuh - musuh tangguh. Ia lain mengajukan siasatnya yang didengar oleh semua orang dengan penuh perhatian,
"He, kau berempat !" Lo Beng Tat menunjuk kepada empat orang piauwsu yang duduknya paling depan seperti memerintah kepada anak buahnya sendiri saja, karena kepala rampok ini memang sudah biasa memerintah para perampok yang menjadi kaki tangannya. "Kalian keluarlah dan jaga baik-baik di luar, di atas genteng di empat penjuru. Siasat yang hendak kita bicarakan tak boleh terdengar oleh orang lain, takut kalau-kalau fihak musuh akan mencuri dengar!" Empat orang piauwsu itu mengerti maksud orang tua ini dan mereka lalu keluar.
"Nah, dengar baik-baik. Besok pagi-pagi, tiga orang itu tentu akan datang bersama, dan kita berlima yang mengerti ilmu silat boleh duduk menanti di ruang depan yang lebar itu, Ting piauwsu, lebih baik kau suruh isteri, anak-anakmu. dan para pelayan yang lemah lebih dulu menyingkir ke lain tempat agar tidak menimbulkan hal-hal yang membutuhkan tenaga bantuan kita. Kemudian para piauwsu yang pandai melepas anak panah atau senjata rahasia lain, bersembunyi merupakan baihok (barisan pendam) mengurung ruangan itu. Apa bila ketiga orang iblis itu sudah datang dan hendak turun tangan, aku akan memberi tanda dengan lambaian tangan dan para piauwsu harus serentak menyerang dengan senjata rahasia. Nah dengan serangan tiba - tiba itu, ditambah oleh serangan kita, mustahil kita takkan dapat mengalahkan mereka."
Diam-diam Ting Kwan Ek dan Ouw Tang Sin merasa malu dan tidak setuju dengan cara yang curang dan pengecut ini, akan tetapi pada waktu yang amat terdesak dan berbahaya, agaknya tidak ada lain jalan lagi yang lebih baik.
Semua orang menyetujui siasat ini dan segera setiap orang piauwsu diharuskan mempersiapkan diri. Kebetulan sekali pada saat itu terdengar suara ribut-ribut di luar dan ternyata rombongan piauwsu yang pergi ke Kanglam mengantar dan mengambil barang- barang telah kembali. Akan tetapi, apakah yang terdapat dalam kendaraan mereka " Bukan barang berharga, melainkan mayat tiga orang piauwsu! Rombongan ini berdiri dari lima orang piauwsu yang terpilih pandai dan mereka kembali dari Kanglam membawa beberapa bal kain sutera yang mahal. Ketika rombongan ini hendak memasuki kota Han- leng mereka dicegat oleh Thian te Sam-kui ! Ketiga iblis ini selain mencabut dan merobek- robek bendera Pek-eng Piauwkiok, juga membunuh tiga orang piauwsu, merampas barang-barang dan setelah mengerat daun telinga kedua piauwsu yang lainnya, mereka lalu menyuruh dua orang piauwsu itu masuk ke dalam kota Hun-leng, membawa jenazah ketiga orang kawannya! Sambil merintih-rintih kedua orang piauwsu ini menuturkan pengalamannya kepada Ting-piauwsu dan Ouw piauwsu yang menjadi marah dan sakit hati sekali. Sambil mengepal tangan mereka berjanji hendak menghancurkan Thian-te Sam-kui pada esok hari atau mereka siap untuk menerima kematian di tangan ketiga orang Iblis Bumi Langit yang lihai itu!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali di perusahaan Pek eng Piauwkiok itu semua orang telah bersiap sedia. Di atas genteng, terpisah menjadi dua rombongan di kanan kirlr telah siap dua belas orang piauwsu yang memegang anak panah, menjaga di atas ruang depan itu. Lo Beng Tat dengan garangnya telah duduk di kursi tengah sambil menaruh sepasang goloknya di atas meja, Lo Houw telah siap pula dengan sepasang ruyung di tangan. Lo Kim Bwe juga duduk di situ dengan sepasang goloknya pula. Adapun Ouw piauwsu dan Ting piauwsu dengan wajah tegang juga telah berkumpul di situ dengan senjata di tangan.
Keadaan sunyi sekali, karena hari masih amat pagi. Yang terdengar hanya kokok ayam jantan dan kicau burung-burung pagi. Semua berdiam diri, tidak berani mengeluarkan suara, dan memasang telinga dengan penuh perhatian, menanti datangnya ketiga iblis yang menakutkan itu.
Untuk lebih memperkuat penjagaan mereka Ting piauwsu telah melepaskan tiga ekor anjing peliharaan di luar pekarangan depan. Semua orang merasa gelisah dan boleh dibilang hampir semalam penuh tak seorangpun dapat meramkan mata.
Tiba-tiba terdengar anjing-anjing penjaga yang menggonggong keras dan riuh, akan tetapi dengan mendadak pula suara mereka lenyap seakan-akan leher ketiga anjing itu dicekik oleh tangan yang kuat ! Keadaan menjadi sunyi kembali dan semua orang yang bersiap di ruang depan itu, makin gelisah dan memandang keluar dengan hati berdebar. Lo Beng Tat, jago tua itu kini telah mengambil golok yang ditaruh di atas meja, dipegangnya dengan kedua tangannya.
Tiba-tiba dari luar menyambar tiga bayangan hitam dan bayangan-bayangan ini langsung menubruk ke arah Lo Beng Tat, Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek ! Ketiga orang ini terkejut sekali. Lo Beng Tat mengayun goloknya membacok, demikian Ouw Tang Sin dan Ting Kwan Ek membacok ke arah bayangan yang menyambar ke arah mereka.
"Crap ! Crap ! Crap !" Darah muncrat membasahi lantai dibarengi oleh jatuhnya tiga bayangan yang menyerang itu, ketika golok ketiga orang ini mengenai sasarannya. Mereka semua memandang dan hampir saja Ting Kwan Ek mengeluarkan seruan keras saking kagetnya ketika melihat bahwa tiga bayangan yang menubruk tadi bukan lain adalah tiga ekor anjingnya yang tadinya menjaga di luar dan yang tadi masih terdengar gonggongannya. Kini tiga ekor anjing itu telah menggeletak di atas lantai dengan tubuh hampir terbelah dua dan darahnya membanjir di tempat itu!
Ting Kwan Ek dan Ouw.Tang Sin cepat menyeret bangkai ketiga anjing itu dan melemparkannya keluar ruangan. Pada saat ituv terdengarlah suara ketawa bergelak dari luar dan muncullah seorang hwesio yang gemuk dan bundar.
"Ha, ha, ha I Para piauwsu dari Pek - eng Piauwkiok ! Kalian semua hanyalah anjing-anjing kaki dua yang pengecut dan nasib kalian takkan jauh bedanya dengan tiga ekor anjing kaki empat itu, Ha, ha, ha !" Dengan tenang dan enaknya, hwesio gendut itu memasuki pekarangan depan lalu berjalan melenggang ke ruang depan menghampiri tuan rumah yang sudah siap dan berdiri dengan senjata di tangan itu.
-o0dw0o- JILID II "HM, yang datang bukankah Ban Im Hosiang ketua dari Thiau-te Sam-kui?" Tanya Lo Beng Tat sambil menenangkan hatinya yang berdebar. "Harap kau suka memandang mukaku, kalau mantuku Ouw Tang Sin telah melakukan pelanggaran, aku sanggup mintakan maaf !"
Hwesio itu tertawa lagi bergelak-gelak, "Lo Beng Tat, kau seorang kepala rampok telah menyerahkan anakmu kepada seorang piauwsu, hal ini sudah amat ganjil dan menunjukan bahwa kau bukan seorang yang dapat dipercaya! Mana ada harimau yang mengawinkan anaknya pada seekor ular yang menjadi musuhnya" Aku tidak mau memandang muka seorang yang tak berharga seperti kau! Pula Pek-eng Piauw-kiok telah menghina Thian-te Sam-kui, maka hari ini harus hancur dan musnahl"
"Hwesio keparat !" Lo Beng Tat yang berwatak kasar itu memaki marah. "Siapa takut padamu" Kau telah memilih jalan Kematianmu." Sambil berkata demikian Lo Beng Tat memberi tanda dengan tangan kanan dengan mengacungkan goloknya itu kepada Ban Im Hosiang. Pada saat itu terdengarlah bunyi "srr srr !!" susul menyusul dari atas genteng karena enam orang di sebelah kiri dan enam orang di sebelah kanan telah melepaskan anak panah ke arah tubuh yang gendut dari Ban Im Hosiang itu. Hwesio ini terkejut juga, akan tetapi benar-benar mengagumkan gerakannya yang amat tenang dan cepat. Biarpun tubuhnya dan sudah terancam oleh belasan batang anak panah itu, ia masih berlaku sigap sekali. Dengan seruan keras ia mengenjot kakinya dan tubuhnya mumbul bagaikan se- buah balon karet tertiup angin, kemudian ia menarik kedua kakinya ke atas sehingga lututnya menempel pada perutnya dan kedua tangannya yang tertutup oleh lengan baju yang lebar dan panjang digerakkan sedemikian rupa sehingga dua potong lebihan kain itu merupakan segulung sinar putih yang melindungi seluruh tubuhnya.
Lo Beng Tat dan yang lain lain melihat dengan mata terbelalak betapa semua anak panah itu runtuh ke atas lantai ketika terkena sambatan gulungan sinar itu. Lo Beng Tat terkejut cekali dan dengan hati kecut ia melihat hwesio iiu telah turun kembali sambil tertawa bergelak-gelak,
"Ha, ha, ha! Lo Beng Tat, perampok rendah, Kau tidak malu mempergunakan akal pengecut"
"Hujani anak panah " teriak Lo Beng Tat ke atas, akan tetapi tidak ada anak panah lagi yang melayang turun, sebaliknya mereka lalu mendengar ribut ribut di atas genteng. Tak lama kemudian, nampak tubuh orang dilemparkan dari atas dan ketika tubuh orang-orang itu jatuh berdebuk di atas lantai, ternyata bahwa mereka ini adalah para piauwsu yang tadi membokong dan atas, dalam keadaan tidak bernyawa pula ! Dua belas orang piauwsu itu semuanya telah ditewaskan dan kini mayat mereka bertumpuk-tumpuk di depan Lo Beng Tat!
Bukan main kagetnya semua orang menyaksikan pemandangan yang mengerikan ini dan ketika terdengar suara tertawa mengejek dari atas, maka nampaklah berkelebat bayangan Ban Hwa Yong melompat dari atas genteng sebelah kiri dan bayangan Ban Yang Tojin dari genteng sebelah kanan. Ternyata bahwa kedua oranc inilah yang telah menewaskan para piauwsu tadi. Kini Thian-te Sam kui ketiga iblis itu, lengkap ketiga tiganya telah hadir di situ ! Ban Yang Tojin dengan senjatanya tombak berujung bintang di tangan, sedangkan Ban Hwa Yong dengan sepasang senjatanya yang melengkung ujungnya seperti kaitan. Bahkan Ban Im Hosiang sambil tertawa besar juga sudah mengeluarkan senjatanya yang hebat, yakni sebatang pedang perak yang berkilau saking tajamnya.
Merasa bahwa tidak ada gunanya untuk bercakap pula dengan tiga orang musuh yang datang dengan nafsu memburuh ini. Ting piauwsu lalu bersetu keras dan melompat maju, menyerang dengan goloknya. Juga Ouw piauwsu, Lu Kim Bwe, Lo Houw, dan Lo Beng Tat cepat pula maju mengeroyok tiga orang lawan itu.
"Suheng, jangan dirusak bunga indah ini!" Ban Hwa Yong tertawa berkata kepada koedua suhengnya, kemudian manusia cabul ini lalu menubruk maju menghadapi Lo Kim Bwe yang menyerangnya dengan sepasang goloknya. Sekali saja Ban Hwa Yong menangkis dengan sepasang senjatanya, kedua golok itu terlempar dari tangan Kim Bwe dan sebelum nyonya muda cantik ini sempat mengelak, Ban Hwa Yong telah mengulur tangan kirinya menangkapnya! Kim Bwe hendak melawan akan tetapi dengan gerakan yang cepat, Ban Hwa Yong sudah menotok pundak nyonya ini sehingga tubuh Kim Bwe menjadi lemas tidak berdaya lagi. Sambil tertawa bergolak Ban Hwa Yong lalu mengalihkan senjata di tangan kanan semua dan menggunakan tangan kiri nya untuk memeluk tubuh nyonya itu dan mengempitnya dengan cara yang kurang ajar sekali
"Bangsat rendah lepaskan isteriku " Ouw Tang Sio maju menyerangnya dengan golok yang dimainkan secara hebat sekali.
Melihat gerakan ini, Ban Hwa Yong maklum bahwa ilmu golok Ouw piauwsu tak boleh dibuat permainan, maka dengan tangan kanan ia menangkis keras. Biarpun Ouw-piauwsu merasa betapa tangannya sampai tergetar karena tangkisan itu, namun ia masih dapat mempertahankan goloknya dan tidak sampai terlepas. Ia lalu menyerang lagi dengan hebat. Ban Hwa Yong sedang mengempit tubuh Kim Bwe, maka tentu saja gerakannya tidak leluasa lagi dan ia hanya dapat menggerakkan senjatanya menangkis.
"Twa - suheng, tolong bereskan dulu cacing ini " serunya sambil tertawa dan ketika Ban lm Hosiang menggerakkan pedangnya dari samping, Ouw Tang Sin cepat menangkis pedang yang bersinar terang ini.
"Trangl" golok di tangan Ouw Tang Sin terlepas ke atas lantai, bukan golok itu saja, bahkan jaga lengannya yang tadi memegang golok, telah terputus oleh pedang itu sebatas sikunya, Ouw Tang Sio menjerit ngeri dan pada saat itu, Ban Hwa Yong menyusulkan pula dengan serangan senjatanya dan terkaitlah perut Ouw-piauwsu oleh senjata itu. Sekali Ban Hwa Yong menarik tangannya, robeklah perut Ouw-piauwsu, tubuhnya roboh dan menggeletak dengan perut terbuka, tewas pada saat Itu juga.
Sementara itu, setelah menolong sutenya, Ban Im Hosiang dan Ban Yang Tojin mengamuk hebat dan tentu saja para lawannya yang berkepandaian jauh di bawah tingkat kepandaian mereka itu bagaikan rumput kering menghadapi api. Sebentar saja Ting Kwan Ek terguling mandi darah, demikian pula Lo Houw dan Lo Beng Tat. Belum sampai dua puluh jurus, seluruh isi rumah dan pemimpin Pek-eng Piauwkiok telah tewas semua, kecuali Kim Bwe yang masih dikempit oleh lengan kiri Ban Hwa Yong.
Tiga Iblis Bumi Langit ini lalu melakukan perampokan, mengambil semua barang berharga, bahkan lalu membunuh semua orang yang berada di dalam rumah itu ! Celakalah nyonya Ting dengan anak-anakya, karena nyonya ini biarpun telah dibujuk oleh suaminya, tetap tidak mau meninggalkan rumah itu. Ketika Ban Hwa Yong melihat nyonya Ting, timbul pula pikiran jahatnya untuk menculik nyonya yang muda dan manis Ini, akan tetapi nyonya Ting melakukan perlawanan hebat sehingga ia lalu dibunuh berikut anak-anaknya yang masih kecil. Benar-benar musnah dan hancur lebur Pek-eng Piauwkiok, cocok dengan ancaman tiga orang Iblis jahat itu. Benar-benar mengerikan sekali! Tidak kurang dari dua puluh orang melayang nyawanya di dalam tangan Thian tu Sam-koi!
Sambil tertawa-tawa, rnembawa hasil rampokan dan menculik Kim Bwe, tiga orang manusia yang berhati iblis itu meninggalkan rumah itu dan dengan cepatnya melarikan diri keluar kota Hun - leng. Para tetangga yang mendengar teriakan - teriakan dan pertempuran itu, cepat menyembunyikan diri dan biarpun keadaannya sudah sunyi, mereka masih tidak berani keluar dari pintu .
O0odwo0O Belum lama setelah ketiga orang iblis itu pergi, nampak bayangan yang ramping dan gesit melompat memasuki pekarangan Pek-eng Piauwkiok. Bayangan ini adalah Eng Eng yang hendak mengambil pakaiannya lebelum melanjutkan perjalanannya. Ia merasa heran melihat keadaan yang amat sunyi di sekitar rumah itu, dan ketika ia memasuki ruangan depan gadis ini berdiri terbelalak bagaikan patung. Ia melihat tumpukan tubuh manusia yang sudah menjadi mayat dan darah memenuhi ruangan itu! Ketika melpat para piauwsu, Lo Beng Tat, Lo Houw, dan Ouw Tang Sin menggeletak menjadi mayat hatinya tidak merasa apa paa, akan tetapi ketika ia melihat Ting Kwan Ek berada di situ pula rebah mandi darah dengan tangan kanan masih memegang goloknya bukan main kagetnya.
"Ting - twako........" serunya dan cepat
ia melompat ke dekat tuouh Ting piauwsu. dilihatnya Ting piauwsu membuka mata dan menggerak. gerakkan bibirnya.
"Ting-twako, siapa yang melakukan perbuatan ini?" tanya Eng Eng sambil berjongkok di dekat tubuh orang yang bernasib malang itu.
Ting Kwan Ek masih dapat menggerakkan bibirnya dengan amat lemah, dan akhirnya dapat juga bibir itu mengeluarkan kata kata yang perlahan sekail, "Thian-te Sam-kui...!"
Setelah berkata demikian agaknya ia telah mengerahkan tenaganya terlalu banyak untuk menahan nyawanya, maka tiba-tiba ia menjadi lemas dan menghembuskan nafas yang terakhir!
Mengalirlah air mata dari kedua mata Eng Eng. Ia teringat kepada suhunya yang meninggal dunia. Di dalam dunia ini, baginya hanya Ting Kwan Ek dan isterinya yang dianggap sebagai manusia-manusia baik dan sayang kepadanya. Eng Eng mengambil colok yang masih dipegang oleh tangan Ting Kwan Ek, lalu katanya penuh kegemasan. "Ting - twako, aku akan membunuh tiga iblis itu dengan golokmu ini!"
Setelah berkata demikian, ia lalu melompat ke dalam rumah dan melihat nyonya Ting menggeletak di dekat anak-anaknya yang semuanya telah menjadi mayat. Eng Eng menubruk mayat nyonya Ting dan menangis tersedu sedu. Baru kali ini selama hidupnya Eig Eng merasa amat sedih dan hancur hatinya. Kembali la berjanji kepada nyonya Ting untuk membunuh tiga iblis jahat itu. Kemudian setelah mengambil bungkusan pakaiannya, Eng Eng lalu melompat keluar dari rumah itu dan berlari cepat sekali memasuki hutan.
Iu betlari cepat sekali sehingga setelah mata hari naik tinggi, ia telah memasuki hutan ke tiga di atas pegunungan yang indah pemandangannya. Dasar sudah menjadi nasib orang kedua dari Thian-te Sam-kui, atau memang karena dosa-dosanya sudah bertumpuk-tumpuk, maka orang kedua itu, yakni Ban Yang Tojin, telah memisahkan diri dari kedua orang saudaranya dan berada di dalam hutan itu. Demikianlah ketika Ban Yang Tojin sedang berjalan di dalam hutan itu, hendak pergi ke kota Tit-le di mana tinggal seorang sahabatnya tiba-tiba bayangan seorang yang ramping tubuhnya tahu-tahu telah berkelebat dan telah berdiri di depannya !
Ban Yang Tojin terkejut dan heran melihat seorang gadis cantik dan gagah sekali telah berdiri di depannya dengan memegang sebatang golok besar. Tojin itu biarpun tidak tergila-gila wanita seperti sutenya, Ban Hwa Yang akan tetapi melihat dara muda yang cantik sekali ini mau tak mau ia memandang dengan mata terbelalak kagum. Sebelum ia sempat bertanya, gadis itu telah mendahuluinya dan bertanya dengan suaranya yang merdu dan nyaring sekali,
"Orang tua, siapakah kau dan kenalkah kepada Thian-te Sam-kui?"
Ban Yang Tojin tercengang, akan tetapi ia lalu tersenyum girang. Ia pikir bahwa gadis ini tentulah telah mendengar dan mengagumi nama dia dan kedua saudaranya dan kini mencari untuk minta menjadi murid. la lalu tertawa bergolak sambil mendongakkan kepala ke atas, komudiao la berkata.
"Nona, kau mencari tiga orang gagah itu" Ha, ha, ha! Tidak jauh ! Aku adalah Bin Yang Tojin, orang ke dua dari Thiante Sam- kui (Tiga iblis Bumi Langit) ! Kau mencari kami apakah hendak belajar ilmu ulat " Kebetulan sekali, nona, aku memang sedang mencari murid yang cocok, dan agaknya kau lah yang patut menjadi muridku !"
Mendengar suara tosu ini. Eng Eog memandang tajam dan teringatlah ia kini bahwa tosu ini adalah tosu yang pernah bertempur dengan dia dan bahkan telah ia kalahkan ketika ia membantu Ting Kwan Ek ! Mendengar ucapan totu itu, diam - diam ia menjadi geli, karena ternyata bahwa tosu ini tidak mengenalnya lagi. Dulu ketika ia bertempur dengan Ban Yang Tojin, ia mengenakan pakaian seperti seorang pemuda, dan tentu saja tosu itu tidak mengenalnya yang kini telah berubah menjadi seorang gadis ! Akan tetapi, berbareng deogan kegelian hatinya, iapun merasa marah sekali karena kalau saja ia tidak lupa akan muka tosu ini dan tahu bahwa inilah orangnya yang menjadi biang keladi kebinasaan seluruh keluarga Pek-ong Piauwkiok, tentu ia tak perlu bertanya lagi.
"Bagus sekali " Serunya dengan wajah berubah merah saking marahnya, "Jadi kau sengaja menanti di sini untuk menunggu aku mengambil nyawamu" Mana kedua orang saudaramu agar aku dapat membasmi sekalian?" Sambil berkata demikian, Eng Eng lalu menggerakkan goloknya dan sambil menyerang dengan hebatnya !
Tentu saja Ban Yang Tojin menjadi sangat terkejut. Akan tetapi la masih memandang rendah kepada gadis cantik ini dan cepat ia mengelak. Alangkah terkejutnya ketika golok di tangan nona itu biarpun sudah dapat meng- hindarkannya namun dilanjutkan pula dengan serangan menyerong yang amat berbahaya. Tosu ini cepat melempar tubuhnya ke belakang menggunakan gerak loncat Kera Tua Melompati Cabang dan hampir saja ujung golok memakan tubuhnya. Keringat dingin keluar dari jidatnya dan cepat tosu itu lalu mencabut senjatanya yang istimewa, yakni tongkat runcing yang berbintang ujungnya.
"Eh eh, siapakah kau dan kenapa kau menyerangku tanpa sebab ?"
"Tidak ada hal yang tak bersebab," jawab Eng Eng tenang, "lupakah kau kepada Pek-eng Piauwkiok yang baru saja kaubinasakan secara keji " Dan lupakah kau pula ketika golokku masih memberi ampun kepadamu, tidak memenggal lehermu, akan tetapi hanya melukai pundakmu " sekarang aku tidak menghendaki sedikit kulit pundakmu, melainkan menghendaki kepalamu" Eng Eng lalu menyerbu lagi dan Ban Yang Tojin tidak mendapat kesempatan barang sedikitpun untuk mengeluarkan seruan heran dan terkejut. Ia kini teringat lagi dan terbukalah bahwa gadis ini adalah "pemuda" yang dulu pernah melukainya dan yang membantu Ting Kwan Ek
"Perempuan rendah! Jadi kaukah orangnya yang dulu membantu anjing she Ting" Bagus, kau telah menyerahkan diri tanpa dicari lagi!" Memang tosu ini merasa amat benci dan dendam terhadap "pemuda" yang telah melukainya dan semenjak dia dikalahkan oleh Eng Eng tosu Ini lalu melatih diri dan terutama sekali ia melatih ilmu pukulan Pek-lek-ciang dengan tekunnya. Tenaga lweekang kakek ini sekarang jauh lebih tinggi dan kuat daripada dulu, sedangkan ilmu pukulannya Pek-lek-ciang benar - benar amat berbahaya. Ia dapat merobohkan lawan dari jarak jauh hanya dengan hawa pukulannya ini.
Akan tetapi, setelah mereka bertempur belasan jurus lamanya, tahulah Ban Yang Tojin bahwa dalam hal ilmu mainkan senjata la masih jauh berada di bawah tingkat gadis aneh ini. Sepasang tombak bintangnya sama sekali tidak berdaya dan belum juga dua puluh jurus mereka bertempur, ia tidak kuasa menyerang lagi. Gerakan golok di tangan gadis itu benar-benar aneh dan luar biasa sekali, sukar diikuti oleh pandangan mata dan sukar pula diduga ke mana perobahan gerakannya. la hanya dapat melindungi tubuhnya dengan sepasang tombaknya dengan jalan memutarnya secepat mungkin, merupakan benteng yang kuat. Agaknya gulungan sinar golok di tangan Eng Eng merupakan halilintar yang hendak memecah dan menembus awan dari gerakan sepasang tombak bintang. Golok itu berkelebat-kelebat ke atas, ke bawah, dari kanan dan kiri, pendeknya amat sukar dijaga.
Ban Yang Tojin tidak sempat mempergunakan ilmu pukulan Pek-lek-ciang yang diandalkannya, karena gadis itu tidak memberi kesempatan scdikitpun juga kepadanya. Tosu ini memutar otak, mencati jalan keluar dari pada kepungan sinar golok ini. Pada saat sinar golok Eng Eng menyambar ke arah mukanya dengan cepat Ban Yang Tojin menggerakkan kedua tombaknya yang berbintang, dengan gerak tipu OranrgTua Menutup Pintu, la berhasil menjepit golok lawannya, ia mengerahkan tenaga Iweekangnya untuk mematahkan golok di tangan gadis itu, lalu menggerakkan sepasang senjatanya untuk diputar sedemikian rupa supaya gadis itu melepaskan goloknya. Akan tetap., tiba-tiba Eng Eng berseru keras sekali dan tenaga yang luar biasa dahsyatnya keluar dari golok yang terpegang oleh Eng Eng. Kini gadis inilah yang menguasai keadaan dan Eng Eng membalas gertakan lawan, mempergunakan tenaga "menempel" lalu memutar goloknya cepat sekali dari kanan ke kiri! Ban Yang Tojin tak dapatt mempertahankan serangan ini dan sepasang senjatanya ikut berputar, kemudian dengan mengeluarkan suara keras, sepasang tombak berbintang ini patah menjadi empat potong!
Bukan main marahnya tosu itu. Ia menyambitkan sepasang senjatanya yang tinggal gagang itu ke arah lawannya akan tetapi dengan amat mudahnya Eng Eng mengelak dan kemudian goloknya diputar amat cepatnya menyerarg Ban Yang Toiin dengan gerak gerak tipu yarg paling lihai!
Tadi ketika masih memegang sepasang senjata saja tosu itu sudah terdesak hebat dan tidak mampu mengimbangi permainan golok Eng Eng apa lagi sekarang satelah bertangan kosong ! Ia berusaha hendak melarikan diri, akan tetapi sinar golok gadis lihai itu mengurungnya rapat-rapat dan tidak memberi jalan keluar sama sekali. Karenanya Ban Yang Tojin lalu berlaku mati-matian, dan sambil mengelak dan melompat ke sana ke mari, ia berusaha untuk melancarkan terangan pukulan Pek-lek-ciang yang hebat.
Betapapun tinggi ilmu kepandaian Eng Eng gadis ini belum mempunyai banyak pengalaman bertempur dan ia tidak dapat menduga bahwa lawannya yang sudah tidak berdaya ini masih memiliki kepandaian simpanan yang jahat dan berbahaya sekali, maka ia berlaku lalai. Ia terlalu girang karena sudah hampir berbasil membunuh seorang di antara musuh-musuh Ting Kwan Ek, membalaskan sakit hatinya, dengan seruan keras gadis Ini lalu menyerang dengan sabetan golok dari atas ke arah kepala lawannya, la hendak membelah kepala tosu itu menjadi dua. Gerakan ini cepat sekali dan biarpun Ban Yang Tojin cepat mengelak, golok itu masih menyembur hebat ke arah pundaknya. Di dalam keadaan berbahaya dan tidak berdaya itu, Ban Yang Tojin lalu melakukan serangan balasan mati-matian dan tangan kanannya lalu mengerahkan pukulan Pek-lek-ciang yang dilakukan dengan sepenuh tenaganya !
Akibatnya hebat sekali untuk kedua fihak. Terdengar Ban Yang Tojin memekik ngeri dan lengan kirinya sebatas pundak terbabat putus. Akan tetapi, tangan kanannya yang dipukulkan dengan gerakan mendorong ke arah dada Eng Eng juga mendapat hasil baik. Biarpun tangan itu tidak sampai menyentuh dada gadis itu, namun hawa pukulannya yang hebat itu telah menghantam dengan telak sekali, sehingga Eng Eng terjengkang ke belakang, goloknya terlepas dan pegangan dan setelah terhuyung-huyung, Eng Eng bergelimpangan di atas tanah dalam keadaan pingsan!
Hampir eaja Ban Yang Tojin tak dapat menahan rasa sakitnya. Darah mengucur bagaikan pancuran dari pundak kirinya yang telah tak berlengan lagi itu. Akan tetapi, sambil menggigit bibirnya hingga berdarah dalam menahan rasa sukitnya, tosu ini masih cukup bertenaga untuk mengambil golok Eng Eng yang terlempar ke atas tanah dan bermaksud hendak membacok tubuh bekas lawannya itu.
Akan tetapi pada saat itu, terdengar teriakan dari jauh aan nampak sesosok bayangan orang yang amat cepat berlari bagaikan terbang menuju ke tempat itu. Ban Yang Tojin merasa khawatir kalau kalau orang itu merupakan musuh, maka tanpa banyak cakap lagi ia melarikan diri pergi dari situ, meninggalkan tubuh Eng Eng yang masih menggeletak pingsan, dan meninggalkan juga lengan kirinya yang sudah putus!
Bayangan ini adalah seorang pemuda yang berwajah tampan sekali. Pakaiannya berwarna biru muda dengan leher dan pinggir lengan baju warna putih, ikat kepala berwarna merah. Karena pakaiannya itu terbuat dari pada sutera halus, maka ia nampaknya makin cakap dan mewah. Di pinggangnya tergantung gagang pedang yang berukir gambar liong yang indah sekali.
Ketika pemuda ini melihat berkelebatnya tubuh seorang tosu yang putus lengan kirinya, ia hendak mengejar, akan tetapi tiba-tiba ia melihat Eng Eng yang menggeletak di atas rumput seperti majat. Ia menahan kakinya dan matanya teibelulak kagum memandang ke arah wajah yang jelita dan tubuh yang ramping mengulurkan hati itu. Ia menghampiri lalu berlutut di dekat tubuh gadis itu. Ketika melihat muka yang pucat dan pakaian Eng Eng di bagian dada remuk dan robek, ia menjadi terkejut sekali. Tanpa ragu-ragu ia]u diangkatnya tubuh itu dan dibawanya ke dalam hutan itu, di mana terdapat sebuah bangunan bobrok bekas sebuah kuil tua. Ia memondong tubuh gadis itu ke dalam kuil dan meletakkan di atas lantai yang bersih Tempat ini memang menjadi tempat tinggalnya sementara ia berada ditempat itu.
"Ah, kasihan." bisiknya perlahan, "pukulan Pek-lek ciang! Sungguh jahat sekali"
Kemudian dengan jati - jari tangan gemetar, pemuda itu lalu merobek baju Eng Eng untuk memeriksa luka akibat pukulan Pek-lek- ciang yang lihai. Kulit tubuh gadis itu hanya nampak merah saja, akan tetapi pemuda ini cukup maklum bahwa gadis yang mempunyai wajah seperti bidadari dan potongan tubuh luar biasa indahnya ini telah menderita pukulan dan terluka di sebelah dalam ! Ia memeriksa dada gadis itu dan tak lama kemudian terlihat ia berkelebat keluar dari kuil bobrok itu dan masuk ke dalam hutan. Ia mencari-cari dan setelah matahari sudah condong ke barat, nampak ia kembali ke kuil membawa banyak sekali daun-daun obat
Ternyata Eng Eng masih belum siuman dari pingsannya, dan pemuda itu dengan cekatan sekali lalu memeras daun-daun itu dengan kedua tangannya, memberi minum perasan daun obat itu kepada Eng Eng dengan paksa, Lalu ampas daun itu ditempelkannya ke atas dada Eng Eng yang nampak merah. Kemudian ia lalu mengurut dan menotok jalan darah di pundak dan punggung gadis itu. Semua ini dilakukan dengan tangan gemetar, dada berdebar dan kadang-kadang la meramkan kedua matanya, tidak tahan ia melihat keindahan tubuh yang nampak di depan matanya !
Iblis adalah menggoda atau pembujuk hati manusia dan dia akan selalu akan muncul dan menggoda manusia apabila manusia itu sedang berada di tempat sunyi, berada seorang diri dan terutama sekali apabila manusia itu sedang menghadapi atau melihat sesuatu yaog merangsang atau menarik hatinya. Oleh karena tahu akan sifat sifat iblis penganjur segala kejahatan dunia ini Nabi LOCU pernah bersabda demikian :
"Jangan memperlihatkan sesuatu yang merangsang dan menimbulkan nafsu, agar manusia tidak tergoda hatinyal"
Dan juga Nabi KHONG Cu pernah bersabda;
"Berhati - hatilah apabila kau sedang berada seorang diri"
Memang, tepat sekali wejangan - wejangan ini bagi manusia untuk ingat bahwa pikiran- pikiran dan nafsu-nafsu timbul waktu berada seorang diri dan menghadapi sesuatu yang neutmbulkan nafsu. Amatlah berbahaya bujukan iblis pada saat-saat seperti itu.
Apalagi kalau orang ysng terbujuk itu tidak memiliki iman yang kuat, dan kesadarannya akan baik dan buruk sudah menyuram. Nafsu yang dibangkitkan oleh iblis akan sedemikian kuatnya sehingga ia tidak memperdulikan lagi akan segala pelanggaran, tidak perduli akan prikemenusiaan, dan ia akan menjadi buta dan lupa daratan karena di- pengaruhi oleh nafsu.
Pemuda baju biru itupun demikian. Setelah ia berhasil mengobati Eng Eng, melihat wajah yang cantik jelita itu, melihat bagian tubuh yang menggiurkan hatinya, ia tidak dapat menahan bujukan iblis. Ia lupa segala telinganya penuh oleh pendengaran suara iblis yang terdengar merdu sekali, bagaikan telinga seorang pemabok mendengar musik. Matanya seakan-akan tidak sewajarnya lagi, bagaikan mata seorang yang sedang kelaparan melihat roti atau lebih tepat lagi, seperti mata seekor anjing kurus melihat tulang.
Harus dikasihani nasib Eng Eng. Dalam keadaan pingsan dan terluka ia bertemu dengan seorang "penolong" yang ternyata merupakan seorang pemuda yang lemah iman, seorang yang telah lupa akan asal mulanya yang suci murni.
Menjelang tengah malam, Eng Eng siuman dari pingsannya. Ia terkejut sekali ketika melihat bahwa ia berada dalam pelukan seorang laki-laki! Tempat itu diterangi oleh api unggun yang bernyala dari setumpuk kayu kering sehingga ia hanya melihat samar-samar wajah seorang laki laki muda yang amat tampan, seorang pemuda yang berkulit muka putih, bermata tajam, berbibir merah dan berpakaian biru muda! Kemudian gadis ini roboh pingsan lagi, tidak kuat menahan pukulan hatin yang luar biasa, malapetaka yang datang kepadanya, yang lebih mengerikan dan pada maut sendiri!
0o-dw-o0 Perguruan silat Kim-liong-pai terletak di puncak Gunung Liong-san dan nama Kim-liong-pai sudah amat terkenal di dunia persilatan sebagai cabang ilmu silat yang luar biasa. Dulu ketika ketua Kim-liong-pai masih berada di tangan seseorang yang luar biasa yang berjuluk Hu beng Siansu, cabang persilatan ini boleh dibilang menjagoi seluruh kangouw, tidak kalah terkenalnya dengan cabang cabang ilmu silat lain seperti Kun-lun-pai atau Go-bi pai yang besar.
Semenjak Bu Beng Siansu lenyap dari permukaan bumi, tak seorangpun mengetahui di mana adanya kakek sakti itu yang telah mencuci tangan dan tidak mau mencampuri urusan dunia, maka Kim - liong pai jatuh ke tangan anak muridnya.
Pada waktu cerita ini terjadi, Kim-liong-pai dipimpin oleh cucu murid Bu Beng Siansu yang hidup sebagai seorang tosu (Pendeta Agama To) dan sudah berjuluk Lui Thian Sianjin pada waktu mudanya Lui Thian Sianjin mempunyai belasan orang anak murid. Akan tetapi ketika beberapa orang di antara murid - muridnya itu melakukan pelanggaran dan penyelewengan, ia menjadi marah dan putus asa. Dibubarkannyaiah murid muridnya itu dan masih baik bahwa mereka itu mempelajari ilmu pedang Kim liong-pai yang disebut Ang-coa-kiamsut (Ilmu Pedang Ular Merah) sebanyak enam puluh bagian saja! Ang- coa-kiamsut adalah ilmu pedang warisan dari Bu Bng Siansu, dan ilmu pedang ini terkenal sebagai raja ilmu pedang di seluruh dunia kangouw. Tidak mudah untuk mempelajari ilmu pedang ini, oleh karena gerakannya amat sulit dan perkembangannya amat luas pula untuk dapat mainkan Ang-coa-kiamsut orang harus lebih dulu memiliki ginkang dan lweekang tingkat tinggi. Bahkan Lui Thian Sianjin sendiri hanya dapat mewarisi delapan puluh bagian dari Bu Beng Siansu sucouw (guru besar) Kim-hong-pai ia mendapat tinggalan kitab ilmu pedang itu, namun tetap saja ia tidak dapat mewarisi seluruhnya.
Setelah bertahun tahun tiduk mau menerima murid, ketika berusia lima puluh tahun lebih, diam-diam Lui Thian Sianjin merasa gelisah sendiri. Dari suhunya, ia dulu pernah mendapat pesan bahwa sebelum mati ia harus dapat mewariskan Ang coa kiamsut kepada seorang murid yang benar-benar baik. Akhirnya ia mulai mercari murid lagi dan kini ia memilih dengan amat hati-hati. Akhirnya ia menemukan sepasang anak kembar yang baru berusia lima tahun, dari keluarga Sim yang telah tewas semua karena pemberontakan. Kedua anak itu adalah anak laki-laki, bernama Sim Tiong Han dan Sim Tiong Kiat, ia mengambil kedua orang anak yang dilihatnya berbakat baik ini, lalu melatihnya ilmu silat.
Selain kedua orang anak kembar ini, Lui Thian Sianjin juga mengambil seorang murid perempuan yang bernama Can Kui Hwa. Usianya ini sebaya dengan Sim Tiong Kiat, dan juga memiliki bakat yang luar biasa. Can Kui Hwa adalah anak dari seorang murid Kim- liong - pai juga yang bernama Can Kong dan yang kini menjadi guru silat di kota Sam koan. Empat belas tahun kemudian, ketiga orang anak ini telah menjadi dewasa. Kalau orang tidak mempunyai perhubungan dekat dengan sepasang pemula kembar itu, akan amat sukarlah baginya untuk membedakan. Keduanya sama benar, baik wajah maupun bentuk badan. Sama tampan, bermuka putih dengan mata tajam dan bibir merah, alis mata tebal dan pantang. Ada sedikit tanda pada Tiong Kiat yang menjadi tanda pengenal, yakni sebuah tahi lalat kecil hitam di atas dagunya, tepat di bawah bibir. Juga watak kedua orang ini jauh berbeda. Tiong Iian yang lebih tua beberapa jam dari adiknya berwatak pendiam dan lemah lembut. Sebaliknya, Tiong Kiat jenaka, gembira, juga nakal sekali. Semenjak kecilnya, seringkali Tiong Kiat menggoda kakaknya, akan tetapi Tiong Han yang amat mencinta adiknya selalu mengalah.
Namun, di dalam pelajaran ilmu silat Tiong Kiat lebih maju daripada kakaknya. Memang anak ini luar biasa sekali bakatnya dalam hal ilmu silat. Harus diakui bahwa kecerdikannya tidak melebihi Tiong Han, namun agaknya ia berdarah ahli silat, karena gerakannya demikian lemas dan cepat. Ini pula yang membuat Lui Thian Sianjin amat sayang kepadanya, sungguhpun seringkali kakek ini termenung dan mengerutkan keningnya, karena ia masih meragukan watak daripada Tiong Kiat. Tidak seperti Tiong Han, kakek ini sudah menaruh kepercayaan sepenuhnya.
Juga Kui Hwa memiliki bakat yang amat baik, sungguhpun ia tidak dapat mengimbangi bakat Tiong Han, apalagi kalau dibandingkan dengan Tiong Kiat, ia kalah jauh. Setelah dewasa ia menjidi seorang gadis yang cantik manis. Sikapnya gembira dan jenaka seperti Tiong Kiat, sehingga kedua anak ini menjadi sahabat baik. Perhubungan gadis ini terhadap Tiong Kiat jauh lebih erat apabila dibanding, kan dengan hubungannya terhadap Tiong Han.
Setelah mendapat gemblengan ilmu ailat selama empat belas tahun, kepandaian ilmu silat dan ilmu pedang ketiga orang murid itu mencapai tingkat tinggi. Lebih - lebih Tiong Kiat, ia telah mewarisi ilmu pedang Ang coa kiamsut sampai tujuh puluh bagian lebih, sedangkan Kui Hwa hanya memiliki lima puluh bagian, sedangkan Tiong Han sendiri paling banyak hanya mewarisi enam puluh bagian. Di dalam latihan nampak sekali perbedaan itu, baik Tiong Han maupun Kui Hwa tidak dapat mengimbangi permainan pedang Tiong Kiat yang luar biasa.
Tentu saja suhu mereka menjadi girang sekali, merasa bahwa ia telah cukup mewariskan ilmu pedang itu dan karenanya Kim-liong- pai tak usah dikhawatirkan lagi akan tinggal nama saja ! Akan tetapi, kadang - kadang ia merasa gelisah dan berdebar dadanya kalau ia melihat Tiong Kiat, karena bagaimanakah kelak kalau ternyata ia salah pilih. Siapa yang akan dapat memasang kendali pada hidungnya atau dengan lain kata-kata siapa yang akan dapat menundukkannya "
Dan apa yang dikuatirkan oleh kakek ini terbukti. Setelah dewasa dan ingin agar supaya ilmu pedang Ang coa.kiamsut tidak sampai terpecah-pecah, Lui Thian Sianjin mengusulkan agar supaya Tiong Han dijodohkan dengan Kui Hwa ! Pemuda itu karena sudah tiada ayah bunda lagi, hanya menyerahkan nasibnya kepada suhunya yang amat dihormatinya, adapun ayah Kui Hwa, yakni Can Kong beserta isterinya, juga tidak keberatan.
Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, terjadilah peristiwa yang amat menggemparkan itu! Peristiwa yang amat menyedihkan hati Lui Thian Sianjin, menghancurkan hati Tiong Han, dan memarahkan hati Can Kong . Dengan cara yang tidak tahu malu sekali, Tiong Kiat telah melarikan diri bersama dengan sumoinya, yakni Kui Hwa! Dan yang lebih hebat lagi, adalah kedua orang muda ini telah "menyikat" pedang mustika yang menjadi barang pusaka di Kim liong-pai, yakni pedang Ang-coa-kiam (Pedang Ular Merah) warisan dari Bu Beng Siansu, guru besar dari Kim-liong-pai.
Lui Thian Sianjin ketika membaca surat yang ditinggalkan oleh Tiong Kiat yang menyatakan bahwa ia dan sumoinya telah bosan tinggal di gunung itu dan ingin merantau bersama serta membawa pedang pusaka dengan menyatakan bahwa ia sebagai murid terpandai berhak untuk memiliki pedang itu, kakek ini duduk bagaikan patung, mukanya pucat dan napasnya memburu! Yang lebih hebat lagi adalah sedikit "embel-embel" dalam surat itu bahwa tak perlu orang mencari mereka, karena mereka sudah saling mencintai
Tiong Han cepat membujuk suhunya agar suka bersabar dan menenangkan pikiran.
"Sudahlah, suhu, harap jangan banyak berduka dan marah. Adikku itu masih amat muda dan masih hijau sehingga ia mudah dikuasai oleh nafsu. Ampunkanlah dia suhu." Pemuda ini berkata dengan mata basah.
Tosu itu memandang kepada Tiong Han dengan mata heran hampir ia tidak percaya akan pendengarannya. "Apa...?" Katanya dengan suara parau. "Kau... kau yang dihina dan diperlakukan seperti itu, kau masih minta ampun untuknya........?"
Tiong Han menundukkan mukanya. "Dia adalah adikku suhu, oraag satu - satunya di dunia harus teecu cinta, sayang, dan bela."
"Dan.. tunanganmu... " Ah, Tiong Han benar - benar kau lebih berhasil menguasai hati dan perasaan dari pada aku yang sudah tua bangka. Tidak sakitkah hatimu karena tunanganmu dibawa pergi oleh adikmu sendiri?"
Tiong Han menggelengkan kepalanya dan walaupun mukanya berobah pucat la menjawab dengan tenang, "Tidak, suhu. Hal ini tidak mengherankan teecu."
Kakek itu berdiri dari duduknya. "Apa katamu .," Jadi kau sudah tahu akan hal busuk dan memalukan itu" Dan kau diam saja tidak memberitahukan kepadaku?"
Tiong Han melihat suhunya menjadi marah, lalu menjatuhkan diri dan berlutut.
"Suhu, ampunkan adik Tiong Kiat. Sesungguhnya ........ sudah sebulan yang lalu teecu tanpa disengaja melihat perhubungan erat antara Tiong Kiat dan sumoi. Dan ... dan ... agaknya karena teeecu telah mengetahui akan hubungan rahasia mereka itulah yang membuat meteka pagi hari ini melarikan diri. Hanya satu hal yang teecu sayangkan, mengapa Tiong Kiat begitu sembrono membawa pergi pedang pusaka Ang-coa.kiam."
Lui Thian Sianjin membanting-banting kakinya. "Gila ... Gila..! Mengapa aku seperti buta mataku" Semenjak dahulu aku sudah ragu-ragu dan menaruh hati curiga terhadap watak adikmu! Sekarang.. ah, Tiong Han, hanya kaulah yang dapat menolongku. Hanya kau satu-satunya orang yang akan dapat membelaku dan membuat aku dapat meninggalkan dunia ini dengan rela."
"Apakah maksud ucapan suhu ini?"
"Bersumpahlah, muridku, bersumpahlah dengan saksi bumi dan langit! Bersumpahlah bahwa kau akan menjunjung tinggi nama Kim-liong-pai, akan berlaku sebagai seorang pendekar gagah yang menjunjung tinggi kebajikan, prikemanusiaan dan membela keadilan."
"Teecu bersumpah untuk melakukan semua nasihat suhu itu."
"Dengarlah kau harus bersumpah untuk memenuhi dua macam tugas berat yang harui kaulakukan, baik sewaktu aku masih hidup maupun sesudah aku mati."
"Teecu bersedia untuk bersumpah, harap suhu beritahukan apakah adanya dua macam tugas itu."
"Pertama, kau harus berusaha dan mencari atau merampas kenbali sampai dapat pedang Angcoa - kiam dari tangan Tiong Kiat dan membawa pedang itu ke mana juga kau pergi, menjaga dengan seluruh kehormatan."
"Bagaimana teecu dapat melakukan hal ini, suhu" Suhu maklum sendiri bahwa ilmu kepandaian Tiong Kiat masih lebih tinggi dari pada teecu, apalagi karena sekarang ia telah memiliki pedang Ang coa . kiam. Bagaimana teecu dapat memenuhi tugas ini dan merampas pedang pusaka Ang-coa kiam"
"Bersumpah lah dulu bahwa kau mau melakukan hal itu!" kata Lui Thian Sianjin tidak sabar. "Hal kekalahanmu terhadap dia mudah dibicarakan kemudian."
"Baiklah, suhu, teecu bersumpah bahwa tecu akan mencari dan merampas pedang Ang - coa - kiam sampai dapat. Teecu takkan berhenti berusaha sebelum pedang itu dapat terampas oleh teecu"
"Bagus, itu sumpah pertama, kau harus mendapatkan kembali pedang itu agar nama Kim-liong-pai jangan sampai ternoda karena orang telah menyalah gunakan pedang pusaka itu. Dan sumpah kedua, kau harus mencari dan membunuh Sim Tiong Kiat !"
Pucatlah muka Tiong Han mendengar permintaan suhunya ini. Ia memandang kepada suhunya dengan mata terbelalak dan tak dapat menjawab, hanya menggeleng - gelengkan kepalanya saja.
"Tiong Han! Ucapkanlah sumpahmu!"
"Ti..dak, ,suhu ..teecu tak dapat melakukan hal ini! Teecu tidak sanggup "
Setelah berkata demikian Tiong Han lalu menjatuhkan mukanya di atas tanah dan meratap serta mintakan ampun untuk adiknya. Sungguh harus dikasihani pemuda yang berhati penuh kasih sayang terhadap adik kembarnya ini. Air matanya membasahi seluruh mukanya dan karena ia membentur-benturkan jidatnya di atas tanah, maka mukanya kini menjadi kotor.
"Tiong Han!" suhunya membentak marah. "Kalau aku tidak sudah tua dan kekurangan tenaga, pasti aku sendiri yang akan kurun gunung dan mereiri murid murtad itu untuk kubunuh sendiril Akan tetapi, di Kim-lioog-pai kini tinggal kaulah ahli waris satu-satunya yang kiranya kuat dan dapat melakukan tugas ini!"
Sampai beberapa lama tidak terdengar pemuda itu berkata kata, hanya ia menangis terisak-isak seperti seorang anak kecil. Ia tak kiasa membuka mulut, bagaimanakah la dapat membunuh Tiong Kiat" Bagaimana ia dapat bertega hati membunuh adiknya yang dikasihi nya sepenuh hati dan jiwanya" Tiong Kiat merupakan sebagian dari pada tubuhnya sebagian daripada nyawanyal
"Ampun, suhu........ ampunkanlah teecu dan ampunkan adikku Teecu tidak sanggup, tidak sampai hati melakukan tugas ini dan apakah dosa Tiong Kiat maka harus dibunuh" Terhadap Kim-liong pai, kesalahannya hanya mencuri pedang pusaka, tidak cukupkah kalau teecu bersumpah mengambil kembali pedang itu " Ampunkanlah dia suhu!"
"Tiong Han, kau terlalu lemah ! Kau bilang Tiong Kiat tidak begitu besar salahnya terhadap Kim liong-pai " Soal pedang bukanlah soal terutama, akan tetapi yang paling hebat adalah perbuatannya yang melanggar adat, melanggar kesopanan, melanggar prikemanusiaan melanggar prikebajikan. Dia sudah berani membawa lari tunangan kakaknya apakah kau mau bilang bahwa manusia macam itu tidak seharusnya dibunuh ?"
"Suhu, beribu ampun apabila pendapat tecu lain dengan pendapat suhu. Bukan sekali-kali teecu membutakan mata dan membela adik sendiri tanpa alasan. Memang sesungguhnya pembuatan Tiong Kiat yang melarikan sumoi itu amat tidak sopan dan kurang ajar. Akan tetapi, siapakah yang tak terluka hatinya oleh perbuatan ini" Siapakah yang terhina dan siapa pula yang dirugikan " Kalau ada orapg yang seharusnya merasa sakit hati, maka orang itu hanya teeculah. Akan tetapi, suhu, teecu tidak merasa sakit hati kepadanya teecu tidak merasa terhina, bahkan teecu dengan rela hati mengalah, biar sumoi menjadi jodoh Tiong Kiat, sudab cukup cocok dan pantas ! Biarlah, hitung-hitung teecu mencarikan jodoh untuk adik teecu, apa salahnya " Bukankah dengan demikian tidak ada urutan sakit hati lagi, tidak ada keharusan hukuman mati terhadap Tiong Kiat?" Pemuda itu berbicara dengan bernafsu sekali, nafsu yang terdorong oleh rasa sayangnya terhadap Tiong Kiat dan dalam kesungguhan membela adiknya itu.
Pertapa itu mengelus elus jenggotnya dan menarik napas panjang berkali-kali. la duduk termenung dan pandangan matanya melayang jauh.
"Kalau begitu, terpaksa aku harus memaksa tulang belulangku yang sudah reyot dan lapuk ini untuk turun gunung dan bekerja sendiri. Ah... tidak kusangka akan menjadi demikian nasibku..... . Tiga orang murid tersayang kugembleng dan kulatih selama.... belasan tahun.. bersusah payah....... tanpa....mengharapkan pembalasan sedikit jugapun .... dua orang dari pada mereka menikam hatiku dan melarikan diri, siap merusak nama baikku, nama baik Kim-liong-pai. Sekarang kau pula tidak bersedia membelaku, ah Su-couw tentu akan menerima rohku dengan teguran hebatl" Kakek ini lalu menundukkan mukanya dan untuk menyembunyikan sesuatu dari pandangan mata Tiong Han, akan tetapi pemuda itu sudah melihat bahwa suhunya telah mengalirkan dua titik air mata. Suatu hal yang amat langka terjadi, karena ia maklum betapa suhunya ini pantang mengalirkan air mata.
"Suhu..." kata Tiong Han terharu. "Teecu sama sekali bukan tidak mau membela suhu, karena suhu tentu sudah maklum dan cukup mengerti bahwa teecu bahkan bersedia membela suhu dengan taruhan nyawa sekalipun! Hanya yang membuat tecu ragu ragu, sndah patutkah Tiong Kiat dibunuh, karena kesalahannya terhadap teecu yang sudah lama teocu maafkan itu ?"
"Sudahlah, sudahlah.. mana kau ada... hati untuk mengganggu adikmu yang tercinta walaupun ia amat jahat dan menyeleweng " Kalau ia sampai mencemarkan nama Kim-liong-pai, kaupun tidak akan terbawa bawa tentu saja kau lebih berat kepada adikmu daripada kepadaku ataupun kepala Kim-liong- pai. Sudahlah ...... "
Bukan main perihnya rasa hati Tiong Han mendengar sindiran suhunya ini. Ia lalu memberi hormat lagi, kemudian ia berdiri dan berkata,


Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Suhu, teecu bermohon diri. Tecu hendak mencari Tiong Kiat dan hendak minta kembali pedang pusaka Ang-cong-klam, juga tecu hendak mencegah segala kejahatan atau penyelewengannya, kalau perlu dengan nyawa teecu !" Setelah berkata demikian Tiong Han lalu menggerakkan tubuh hendak berlari turun.
"Tiong Han, tunggul" tiba-tiba suhunya membentak dm ketika pemuda itu memutar tubuhnya, Lui Thian Sianjin melemparkan sesuatu kepadanya. Tiong Hin cepat menyambut benda itu dan ternyata bahwa yang diberikan kepadanya adalah sebuah kitab yang terbungkus dengan sutera putih.
"Pedang Ang coa-kiam telah berada di tangan Tiong Kiat. Satu - satunya benda yang dapat melawan pedang itu hanyalah kitab ini. Pelajarilah baik - baik dan dengan adanya kitab itu di tanganmu, maka kedudukanmu dalam Kim liong-pai masih lebih tinggi dari pada pemegang pedang Ang coa kiam. Menurut peraturan di Kim.liong-pai, seperti kau juga sudah mengetahuinya, sebagaimana yang dipesankan dahulu oleh mendiang sucouw kita, semua murid Kim-liong-pai harus tunduk dan taat kepada pemegang dua buah pusaka Kim- liong-pai, pertama-tama sekali kepada pemegang dari kitab ilmu pedang Ang-coa-kiam- coan-si sebagai pemimpin tertinggi, dan kedua kepada pemegang pedang Ang.coa kiam sebagai pemimpin kedua. Tiong Kiat juga tahu akan peraturan ini dan kalau dia hendak mempergunakan haknya sebagai pemegang pedang Ang-coa kiam, maka menurut aturan, la masih harus tunduk dan taat kepada pemegang kitab Ang-coa-kiam-coan-si . Nah, kau pergilah."
Adapun Can Kong, ayah dari Can Kui Hwa, ketika mendengar berita tentang puterinya yang melarikan diri sama Sim Tiong Kiat menjadi marah sekali. Tanpa dapat dicegah lagi oleh isterinya yang menangis dan meratap lalu membawa pedangnya keluar dari rumah untuk mencari anaknya dan Tiong Kiat.
"Terkutuk !" makinya dengan muka merah "Aku harus mencarl dan membunuh sepasang anjing itu!" Ayah ini merasa malu sekali malu terhadap suhunya, malu terhadap calon mantunya, dan malu kepada diri sendiri. Bagaimana puteri tunggalnya bisa melakukan perbuatan yang rendah itu" Dan kemarahannya terhadap Tiong Kiat memuncak.
0o-dw-o0 Dua bayangan yang cepat sekali gerakannya berlari bagaikan dua ekor burung garuda melayang turun dari Gunung Liong - san. Kalau dilihat dail jauh, mereka ini nampak bagaikan dua ekor burung saja dan bagaikan dua titik yang makin lama makin membesar. Akan tetapi setelah kedua sosok bayangan ini datang dekat, ternyata mereka adalah sepasang orang muda dan elok sekali, sepasang pemuda dan pemudi yang amat sedap dilihat karena mereka ini benar-benar tampan dan cantik.
Pemuda itu adalah Sim Tiong Kiat, pemuda yang berusia dua puluh tahun yang amat tampan. Tubuhnya sedang, dadanya bidang, mukanya yang bundar dengan dagu tajam itu berkulit putih bersih kemerah-merahan bagaikan muka seorang wanita. Sepasang matanya berkilat-kilat dan bersinar tajam sekali, dengan gerakan yang liar dan tiada hentinya bergerak. Alisnya tebal dan panjang menghitam, nampak makin jelas pada wajahnya yang putih bagaikan dicat. Hidungrya mancung dan bibirnya merah den berbentuk indah. Benar benar seorang pemuda yang amat cakap dan tampan. Hanya tarikan mulut dan dagunya saja yang membayangkan kegagahan dan ketinggian hati, sikap mukanya selalu memandang rendah dan mengejek orarg lain yang dipandangnya. Pakaiannya berwarna biru dengan ikat kepala dan pinggir leher berwarna merah menambah kegagahannya. Sarung pedang yang Indah sekali tergantung di pinggang kirinya. Inilah Sim Tong kiat, murid dari Kim-liong-pai yang melarikan diri itu, dan pedang ynng tergantung di pinggangnya itu sdalnh pedang Ang- coa-kiam, pedang pusaka Kim liong-pai yang dicuri dan dibawanya pergi,
Dara yang berjalan di sebelah kirinya cantik sekali. Wajahnya manis dan potongan tubuhnya langsing dan penuh hampir mendekati sebutan montok. Ikat kepalanya biru, pakaiannya merah, agak kehitaman. Di atas telinga kanannya terhias oleh bunga bungaan dari sutera yang indah. Bibirnya selalu tersenyum manis dan sepasang matanya kocak, kalau mengerling nampak nyata kegenitannya, kegenitan yang tidak menjemukan, bahkan yang merupakan senjata istimewa dari pada kecantikannya, karena sukarlah bagi seotang pria untuk bertahan menghadapi serangan kerling semanis itu. Gadis itu bukan lain adalah sumoi (adik seperguruan) dari Sim Tiong Kiat yang bernama Can Kui Hui, pu'eri tunggal dari Can Kong.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, biarpun oleh suhu dan ayahnya ia di tunangkan dengan Tiong Han namun di dalam hatinya, Kui Hwa, tidak menyetujui pertunangan ini, karena semenjak kecil ia telah tertarik kepada Tiong Kiat. Setelah menjadi dewasa rasa suka ini berobah menjadi cinta kasih yarg mendalam. Watak Tiong Kiat yang gembira dan jenaka, cocok sekali dengan wataknya, tidak seperti Tiong Han yang pendiam dan bersikap sungguh - sungguh. Apalagi dari fihak Tiong Kiat ada jawaban maka kakak beradik seperguruan ini saling jatuh cinta dan makin lama hubungan mereka makin erat.
Sungguh amat disayangkan bahwa gadis y?ng cantik itu memiliki sifat genit, dan demikian pula Tiong Kiat mempunyai watak yang mata keranjang. Hubungan mereka yang amat erat pergaulan mereka yang bebas lepas di atas puncak Liong san, kesempatan-kesempatan yang terbuka dan watak mereka yang romantis merupakan kekuatan yang maha besar mendobrak daya tahan iman mereka yang muda. Ditambah lagi oleh kata - kata manis dari Tiong Kiat yang agaknya berbakat pula untuk mencumbu rayu wanita, maka jatuhlah hati Kui Hwa. Mereka lupa daratan, tak acuh kepada bisikan - bisikan dan teguran hati nurani sendiri dan akhirnya merela melakukan hubungan yang melanggar batas - batas kesopanan dan kesusilaan!
Sesungguhnya mereka tidak ada niat sama sekali untuk lari minggat dari puncak gunung itu. Sungguhpun Kui Hwa amat mencintai Tiong Kiat, namun ia tidak berani membantah kehendak suhu dan ayahnya dalam hal ikatan jodohnya dengan Tiong Han. Akan tetapi, ketika pada malam hari itu tanpa disangka sangka Tiong Han melihat mereka berdua sedang berkasih-kasihan, keduanya menjadi malu dan gelisah sekali. Memang Tiong Han segera pergi dan berlaku biasa pura-pura tidak melihat mereka, namun mereka tetap saja takut kalau-kalau Tiong Han akan melaporkan hal itu kepada Lui Thian Sianjin atau kepada Can Kong.
Demikianlah mereka lalu mengambil keputusan untuk minggat saja, Untuk menjaga agar kelak tidak menghadapi kemurkaan Lui Thian Sianjin dan juga karena memang suka kepada pedang pusuka Ang coa kiam, Tiong Kiat lalu mencuri pedang itu, bahkan secara kurang ajar dan berani sekali meninggalkan surat untuk suhunya, mengakui terus terang bahwa dia mengambil pedang pusaka dan bahwa ia dan sumoinya akan pergi karena telah saling menyinta.
"Suheng, bagaimana kalau twa-suheng (kakak seperguruan tertua) mengejar kita?" Kata Kui Hwa sambil memegang tangan Tiong Kait dengan sikap manja ketika mereka berjalan berdampingan di dalam sebuah hutan di kaki Gunung Liong san.
"Hwa moi, mengapa kau takut " Han-ko tidak akan mengejar kita, karena tidak tahukah kau bahwa dia sebenarnya juga tidak menaruh rasa cinta kepadamu, kalau bukan demikian mengapa dia tidak menegur kita ketika dia melihat perhubungan kita" Pula kalau sampai dia mengejar juga apa sih yang harus ditakuti " Menghadapi kau saja belum temu dia akan menang, apalagi terhadap aku. Dan masih ada pokiam (pedang mustika) ini"
"Takut sih tidak, koko (kanda). Akan tetapi......" Kui Hwa menahan langkahnya dan hendak menundukkan mukanya yang bersemu merah.
Tiong Kiat juga berhenti dan juga memegang tangan kekasihnya itu "Akan tetapi apa.. moi... moi ?"
"Kalau twa-suheng datang, aku.... aku merasa malu. Bukankah aku sudah dipertunangkan dengan dia". Aku .... .... aku malu,"
Tiong Kiat merenggutkan tangannya dari tangan Kui Hwa dan keningnya berkerut, "Kau menyesal" Kalau kau masih menyayangkan pertunanganmu dengan dia kau boleh kembali"
Terbelalak mata Kui Hwa ketika ia memandang wajah pemuda itu. Kemudian melangkah maju dan memeluk kekasihnya sambil menjatuhkan jidat pada dada Tiong Kiat. "Tega benar kau berkata begitu kepadaku, koko. Mengapakah kau tidak percaya kepadaku" Masih belum cukupkah pengorbananku" Aku memutuskan pertunangan yang telah dijadikan oleh suhu dan ayah, telah meninggalkan suhu dan meningalkan ayah untuk ikut padamu, telah dengan rela menyerahkan jiwa raga kepadamu, kini tega benar kau mengeluarkan kata-kata seperti itu"
Tiong Kiat mengelus-elus kepala Kui Hwa dan membelai rambutnya dengan sentuhan mesra, "Hwa moi, kita sudah bersumpah sehidup semati, dengan disaksikan oleh bulan dan bintang kita telah menjadi suami isteri, mengapa kau masih mau memperdulikan orang lain" Biarkan Han-ko datang mengejar kalau ia berani. Kau jangan ikut-ikut, aku sendiri yang akan menghadapinya"
Kui Hwa mempererat pelukanrya dan bisiknya, "Kekasihku.. aku tak dapat mencintai orang lain, dan aku hanya menyerahkan nasib hidupku kepadamu. Aku akan turut kepadamu, ke mana juapun kau pergi! Aku bersedia hidup sengsara asal saja berada di sampingmu. Hanya satu hal ...jangan sekali " kali kau menyia-nyiakan cintaku, koko jangan sekali-kali kau bermain gila dengan wanita lain. Kalau terjadi hal seperti itu, akan kubunuh wanita itu dan aku akan meninggalkanmu!"
Tiong Kiat tersenyum dan berkata jenaka, "Bagiku di atas dunia ini hanya ada seorang wanita, yakni engkaulah. Bagaimana aku dapat bermain dengan wanita lain" Wanita mana yang dapat menyamaimu" Wanita mana yang mempunyai mata seindah ini, bibir semanis ini, dan rambut sehalus ini?" Sambil berkata demikian ia membelai mata, bibir dan rambut gadis itu. "Tidak, aku akan tetap setia padamu seperti juga setiamu kepadaku, Hwa-moil" Akan tetapi di dalam Hatinya, Tiong Kiat mentertawakan sumoinyia ini, sungguhpun ia berdebar juga mendengar ancaman yang diucapkan Kui Hwa, karena ia maklum bahwa gadis ini tentu akan membuktikan ancamannya itu.
Hikmah Pedang Hijau 14 Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Hati Budha Tangan Berbisa 10
^