Pencarian

Kampung Setan 2

Kampung Setan Karya Khulung Bagian 2


Ia kata bahwa istrinya itu kelakuannya genit, sebelum nikah padanya, dalam perutnya sudah ada kandungan, dikatakannya bahwa anak kandungan itu adalah anak haram, yang dipandang rendah oleh semua orang!"
Sebagai seorang gadis, ketika mengatakan itu, wajah Su to Cian hai nampak kemerah-merahan.
Ho Hay Hong yang sifatnya pendiam, mendadak membuka lebar matanya dan berkata.
"Apakah dia sekarang masih berada di danau Lok eng ouw?"
Cie-Lui Kiam khek terkejut. dalam otaknya, pemuda itu sifatnya sangat pendiam jarang bicara, suka menyendiri, kurang gembira. Tak diduga bisa terpengaruh pikirannya sedemikian rupa.
Su to Cian hui tidak menghiraukan pertanyaan Ho Hay Hong. Terhadap anak muda itu, agaknya ia tidak merasa senang, setiap kali bertemu dengannya, selalu dipandangnya dengan sikap menghina.
Cie-Lui Kiam khek mengetahui perasaan orang, ia khawatirkan Ho Hay Hong tidak senang, maka lalu berkata kepada putrinya : "Kau jawablah pertanyaannya!"
"Kakek itu sudah lama pergi entah kemana." jawab sang putri dingin.
Perasaan Ho Hay Hong pelahan-lahan mulai tenang kembali, ingatannya terbayang kejadian yang silam, di mana tetamu yang tidak diundang itu telah memakinya bagai anak haram dan lain-lainnya.
"Cian hui, teruskan ceritamu!" demikian Cie lui Kiam khek pinta kepada putrinya.
"Sebentar kemudian, sekitar danau Lok ing ouw tiba-tiba datang banyak orang Kangouw, diantara yang paling menarik perhatian adalah empat nenek tua berpakaian aneh yang rambutnya berwarna kuning, dan tiga laki laki tua berkumis pendek, yang mukanya seperti orang berpenyakitan."
Cie lui Kiam khek ketika mendengar penuturan itu, wajahnya mendadak berobah, katanya:
"Itu adalah Kiu thian Kim Poh dan Song-bun Samlo!"
Su-to Cian hui tidak perhatikan perubahan sikap ayahnya, ia sedang waktunya belajar ilmu silat, banyak urusan dalam rimba persilatan yang masih tidak dimengerti.
Cie lui Kiam khek pikir bahwa kepandaian ilmu silatnya sendiri apa bila dibandingkan dengan salah satu diantara orang yang disebut oleh putrinya, masih selisih sangat jauh.
Si nenek Kiu thian Kim poh Song-bun Sam lo, semuanya adalah kawanan bangsa iblis dari tingkatan tua, sudah lama tidak terdengar kabar ceritanya, dan kini mendadak muncul didanau Lok eng ouw yang kecil ini, pasti akan melakukan gerakan yang tidak terduga-duga.
Diam-diam ia merasa sangat gelisah, salah-salah bisa membawa akibat, bukan saja hancur lebur nama baiknya, tetapi juga ludes semua rumah tangganya.
Sementara itu Su to Cian hui melanjutkan penuturannya:
"Dengar Kiu-thian Kim Poh berkata, bahwa sudah lama ia mengasingkan diri, semata-mata karena hendak menyingkir dari musuhnya yang sangat kuat. Dan musuh itu kini masih hidup atau sudah mati, baginya masih merupakan suatu teka-teki dan membuat mereka selalu merasa tidak aman.
Maka mereka memaksa Song bun Sam lo memberikan penjelasan, jikalau tidak mau, mereka berempat akan turun tangan menyeburkan tiga laki laki tua itu kedalam danau, supaya dibuat umpan oleh apa yang dikatakan naga berkaki delapan"
Cie lui Kiam khek menarik napas lega dan berkata:
"Musuh Kiu thian Kim po adalah si-Kakek penjinak Garuda yang namanya sangat kesohor, Ciao Hui teruskanlah ceritakanlah!"
Ho Hay Hong juga mengunjukan sikap aneh, sambil bertopang dagunya mendengarkan penuturan Su to Cian hui, tiada seorang pun yang perhatikan dirinya, karena semua perhatian ditujukan kepada gadis cantik itu.
"Song bun Sam lo bersikap keras tidak mau memberi keterangan," demikian Su to Cian hui melanjutkan keterangannya, "akhirnya kedua pihak lantas bertempur sengit, kepandaian Kiu thian Kim po lebih tinggi, dengan kekuatan empat orang yang mengeluarkan seluruh kepandaian masing-masing, dalam waktu sepuluh jurus saja, sudah mengalahkan Song bun Sim lo. Namun Kiu thian Kim po masih tidak berhati! memaksa pecundangnya memberi keterangan, selagi hendak turun tangan, kail kakek itu mendadak dipukulkan kepermukaan air.
"Kita semua merasa heran, tetapi Kakek itu kadang-kadang waras, kadang angot gilanya, kita tidak tahu benar sebetulnya ia orang bagaimana. Perbuatannya setiap kali membingungkan orang. Caranya memukul tangkai kailnya kepermukaan air juga sangat aneh.
Ia tidak berdiri, hanya setengah jongkok, hidungnya saban saban mengeluarkan suara tetapi setiap memukul, meskipun suaranya tidak keras, namun air danau itu bergolak hebat.
"Tidak lama kemudian, air mancur keluar dari permukaan danau, air mancur itu mencapai tinggi setombak lebih, jelas bahwa dalam danau itu ada siluman.
"Pada saat itu, seluruh perhatian empat sekawan Kiu thiau Kim poh ditujukan keair mancur itu, sementara itu, tiga sekawan Song bun Sam lo sudah menggunakan kesempatan itu melarikan diri.
Tetapi berjalan belum beberapa jauh, riwayat mereka telah dibikin tamat oleh sebilah pedang terbang. Pedang terbang itu bagaikan naga terbang, bisa bergerak cepat sekali, dimana tiga sekawan itu bergerak. selalu diikuti oleh pedang terbang itu, hanya beberapa gebrakan, tiga sekawan itu sudah kalut dan tiga-tiganya tertikam oleh pedang terbang sehingga binasa.
Aku selamanya belum pernah melihat ada orang bisa menggunakan pedang terbang, tak diduga pedang sedemikian lincah, hingga aku diam-diam merasa kagum.
Orang yang menggunakan pedang terbang itu usianya masih muda, mengenakan pakaian sutra, orang gagah tampan. Begitu tangan anak muda itu menggapai, pedang yang beterbangan diangkasa meluncur kedalam tangannya.
Waktu itu aku berseru memberi pujian padanya, dan anak muda itu membalas dengan sikap menghormat sambil menganggukan kepala."
Muka gadis itu kemerah-merahan, entah apa sebabnya, ia sikapnya juga seperti bingung, biji matanya yang bulat jeli berputaran, agaknya sedang mengenangkan kembali kejadian yang menakjubkan itu.
Ho Hay Hong juga sedang berpikir keras, ia mengerti bahwa pemuda baja sutra yang digambar oleh Su to Cian hui itu adalah suhengnya sendiri.
Kepandaian mengendalikan pedang itu hanya gurunya. Dewi ular dari gunung Ho lan san yang mengerti, ia sendiri juga paham Ilmu pedang itu tetapi tidak sepandai toa suhengnya. Sungguh tidak disangkanya bahwa toa suhengnya juga sudah berada ditempat itu.
Ilmu mengendalikan pedang itu memerlukan banyak kekuatan tenaga murni, maka ia tidak sembarangan menggunakan. Kini ketika menampak Su to Cian hui mengunjukan sikap sangat kagum, diam-diam ia ingin memberi pertunjukan di hadapan matanya.
Tetapi akhirnya ia masih bisa tahan diri, ia mengerti bahwa keadaan diri sendiri pada waktu itu, tidak boleh terlalu membanggakan kepandaiannya.
Tiba-tiba pikirannya tenang kembali, karena ia ingat bahwa tujuan toa suhengnya adalah empat tukang nangis, bukanlah tiga jago pedang.
Kedatangan toa suhengnya ditempat itu mungkin hanya kebetulan saja, apa yang di khawatirkan adalah sam suhengnya, karena tugas sam suhengnya yang ketika itu justru mengancam jiwa tiga jago pedang.
"Kemudian" berkata lagi Suto Cian Hui. "Ia menggunakan ilmunya pedang terbang mengejar empat tukang nangis, tetapi tidak berhasil, empat tukang nangis itu sangat cerdik, begitu melihat gelagat tidak baik lalu lari berpencaran keempat penjuru, sehingga pemuda baju putih itu tidak tahu mana satu yang harus dikejar, dengan demikian ke empat-empatnya telah lolos.
Menurut keterangan kakek aneh itu, orang-orang itu semuanya merupakan tokoh-tokoh terkenal dalam rimba persilatan, biasanya menjagoi suatu daerah, kedudukan mereka seolah-olah raja. Ketika aku mendengar perkataan itu, lalu menanyakan padanya, mengapa demikian kebetulan, orang itu bertemu muka ditempat itu?"
Wajah Cie lui Kiam khek nampak serius, tidak berkata apa-apa juga tidak tertawa, ia hanya mendengarkan sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Meskipun mulutnya tidak berkata apa-apa, tetapi diam-diam sudah memuji bahwa pertanyaan itu sangat tepat.
"Kakek itu tidak memberi jawaban jelas," berkata gadis itu, "sebab-sebab pertemuan mereka Itu dikatakan karena dirinya." Ia kata. "bahwa ia paling suka menyaksikan pertempuran, semakin hebat semakin menyenangkan. Kedatangan orang-orang itu semuanya telah kena terpancing dengan berbagai akal muslihat olehnya, akal apa yang di gunakannya itu, ia tidak mau menerangkan."
Katanya sambil mengulap-ulapkan tangannya, "Bocah jangan banyak tanya, lihat saja." Aku tidak berdaya, tetapi dalam hati sudah berpikir hendak menanyakan sampai sejelas-jelasnya. Tidak diduga saat itu dari dalam telah muncul mahluk aneh yang luar biasa besarnya, mahluk itu mempunyai delapan kaki dengan kukunya yang runcing dan panjang, hingga aku yang sudah ketakutan setengah mati tak berani menanya lagi. Aku berdiri tertegun ditepi danau."
"Tokoh-tokoh rimba persilatan itu tidak, lari dengan munculnya makhluk aneh itu, hanya memandang dengan pandangan mata aneh, kemudian menyerangnya dengan berbagai senjata rahasia.
Semula aku kira orang-orang itu hendak menyingkirkan mahluk berbahaya itu, tak disangka kakek aneh itu lantas berkata sambil tertawa besar, katanya itu adalah akal muslihatnya yang memancing para tokoh rimba persilatan itu datang kemari, karena mereka hendak memperebutkan barang pusaka, hingga akhirnya baku hantam sendiri. Sambil tertawa girang, kakek itu setelah menerangkan persoalannya lantas berkata:
"Benar saja, orang orang itu ketika mahluk aneh itu menyelam lagi ke dalam danau, mereka lantas bertempur dengan sengitnya, akhirnya sebagian besar telah binasa tapi satupun tak ada yang mendapatkan barang pusaka itu ."
Su to Cian hui mengakhiri ceritanya yang panjang, semangatnya menyala-nyala, tetapi Ho Hay Hong entah sejak kapan sudah berlalu dengan diam-diam.
Cie lui Kiam khek masih belum merasa puas, tanyanya lagi.
"Apakah kau tidak menanyakan namanya Kakek yang aneh itu?"
"Ia tidak mau menceritakan, aku juga tidak percaya."
"Coba kau ceritakan ciri-cirinya orang tua itu!"
Su to Cian hui sudah mengetahui bahwa ayahnya banyak perhatian terhadap Kakek yang aneh itu. Maka buru-buru berkata:
"Kepalanya memakai topi hitam lebar, pinggir topinya menutupi sampai kealis matanya, hingga aku tidak bisa melihat dengan tegas. Hanya menurut dugaanku, usianya sudah lanjut, namun tidak nampak tanda-tandanya sudah loyo, mungkin disebabkan kekuatan tenaga dalamnya sangat sempurna."
"Orang aneh yang berkepandaian demikian tinggi, bisa ketemu tapi tidak bisa dicari bagaimana kau abaikan begitu saja?"
Su to Cian hui menundukkan kepala, "ayah, aku tidak tahu kalau ayah ingin mengetahui hal ikhwal Kakek tua itu sedemikian sungguh-sungguh."
Cie lui Kiam khek melihat putrinya bersedih. Ingin menghibur dengan kata-kata, di luar dugaannya ada orang berkata:
"Aaaaah. Aku ingat!"
Orang itu adalah kawannya Su to Cian Hui, katanya dengan gembira:
"Aku lihat dibelakang telinganya ada sebuah tahi lalat hitam, tahi lalat itu sangat kecil, kalau tidak diperhatikan, susah di kenal!"
Harapan Cie lui Kiam khek buyar lagi. apakah tanda tahi lalat itu dapat dikatakan ciri khas" Dasar anak-anak!
Seorang lagi yang hendak menarik kudanya, sebelum tangan menyentuh tali, tiba-tiba dibatalkan maksudnya dan berkata dengan suara nyaring:
"Oh, aku juga ingat sepasang kakinya besar luar biasa, tidak sesuai dengan tubuhnya!"
Su to Cian Hui seolah-olah baru ingat, ia membenarkan ucapan itu:
"Benar, sepasang sepatu rumputnya di buat secara khusus."
Cie-lui Kiam khek yang mendengar perkataan itu mendadak membalikkan badan dan berseru: "Dia adalah si Kakek penjinak Garuda!"
Suara itu mengejutkan semua orang yang ada disitu, dapat mengerti sebab manusia gaib, yang namanya menggemparkan dunia ini, segala sepak terjangnya sudah banyak diketahui oleh hampir semua orang.
Cie lui Kiam khek tiba-tiba diliputi perasaan khawatir, dengan seorang diri, tanpa berkata apa apa, lari masuk kedalam kamarnya.
0odwo0 Musim kemarau, udara cerah.
Dengan seorang diri Ho Hay Hong tiba didanau Lok-ing-ouw.
Danau itu merupakan sebuah danau ciptaan alam, tidak luas tapi airnya jernih. Bukit dan pepohonan yang banyak disekitarnya pemandangan alam tempat ini nampak makin indah.
Ia menghitung jumlah bangkai manusia yang berserakan disekitar danau, ternyata ada sepuluh lebih banyaknya. Keadaan bangkai-bangkai itu sangat mengenaskan kematian mereka menunjukkan mereka dalam keadaan sangat penasaran itu, dalam hatinya berkata:
"Jadi orang jangan terlalu serakah, dari tempat jauh-jauh datang kesini, perlunya hanya memperebutkan barang pusaka, tidak tahunya kehilangan jiwa !"
Beberapa ekor burung elang, terbang rendah berputaran diatas danau dengan sikap yang menjemukan.
Ho Hay Hong merasa tidak enak melihat pemandangan yang mengerikan itu. dibuatnya liang kubur, untuk mengubur semua jenazah.
Dengan langkah lambat-lambat ia berjalan menuju ke tepi danau, matanya tiba-tiba tertarik oleh sapu putih yang terletak ditanah. Dipungutnya sapu itu, di salah satu ujung terdapat sulaman huruf Su To Cian Hui.
Ia tahu bahwa sapu itu milik Su-to Cian Hui, lalu dimasukkannya kedalam sakunya, supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Hatinya berdebar, demi merasa bagaimana nanti harus mengembalikan sapu itu" Sejak kanak-kanak ia hidup diatas gunung yang sunyi, belum pernah bergaul dengan gadis, pikiran yang bukan-bukan, menciptakan suatu lamunan yang indah.
Sehingga ia melupakan tugas yang diberikan oleh gurunya, duduk ditepi danau, kepalanya menengadah, memandang awan diangkasa.
Pada saat itu, empat laki-laki berpakaian baju panjang berjalan menghampiri, satu di antaranya ketika melihat ia duduk seorang diri ditepi danau, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu, lantas menegurnya:
"Hai, sahabat, bolehkah aku numpang tanya, kita adalah orang orang dari golongan Kawa kawa !"
Ho Hay Hong menoleh, ketika pandangan matanya beradu dengan pandangan mata empat orang itu, mengertilah ia bahwa empat orang itu memiliki kekuatan tenaga dalam lagi sudah cukup sempurna. Ia lalu menganggukkan kepala dua kali dan tertawa.
Orang-orang itu melihat sikap Ho Hay Hong seperti tidak ambil perhatian, lalu berkata lagi:
"Kita semua adalah orang orang dari golongan Kawa-kawa."
"Ada keperluan apa ?" tanya Ho Hay Hong singkat.
Karena Ho Hay Hong tidak mengunjukkan rasa terkejut ketika mendengar disebutnya nama golongan kawa-kawa, empat orang itu merasa heran. Satu diantaranya berkata pula:
"Sahabat adalah orang dari kalangan rimba persilatan, pasti pernah dengar nama "Siang tok Ok sat" dua kepala bagian hukum golongan Kawa kawa, Siaotee ingin minta sedikit keterangan tentang kedua tongcu itu, bolehkah kiranya sahabat memberitahukan kepada kita?"
"Aku tidak tahu!" jawabnya tetap singkat. Orang itu marah, katanya sambil tertawa "Numpang tanya, sahabat dari golongan mana ?"
Ho Hay Hong tidak menghiraukan, karena ia tidak mengerti segala peraturan dunia Kang ouw.
Ia hanya tertawa menyeringai, lalu mengambil sebuah batu kecil dan dilemparkannya kedalam danau.
Perbuatannya itu sebetulnya tidak di sengaja, tetapi dimata empat orang itu, lalu wajah mereka berubah seketika, dengan serentak berkata:
"Ow, sahabat kiranya adalah dari golongan "Lempar batu", maafkan kita!"
Golongan lempar batu merupakan salah satu golongan persilatan, karena ketuanya Giam kiam Sian beng mempunyai kesukaan melemparkan batu kedalam air, hingga golongan yang dipimpinnya mendapat nama Lempar batu.
Tentang golongan Lempar batu ini, mempunyai kisah yang sangat unik. Kabarnya ketua Lempar batu dahulu mempunyai kekasih yang mati bunuh diri kedalam sungai Chim kim Sian seng yang merasa sedih dan sudah menyatakan kesetiannya terhadap kekasihnya, telah mendirikan satu partai persilatan yang dinamakannya golongan Lempar batu.
Seluruh tenaganya dicurahkan untuk membangun golongannya, hingga dalam waktu singkat golongan lempar batu itu sudah mendapat nama baik dikalangan Kang Ouw.
Tanda rahasia pengenal antara anggotanya ialah dengan isyarat melemparkan batu kedalam air, maka, empat orang itu ketika menampak Ho Hay Hong melemparkan batu kedalam danau dianggapnya telah menunjukkan golongannya.
Golongan Kawa-kawa yang memang tidak akur dengan golongan lempar batu, dengan sendirinya wajah mereka sama berubah.
Namun demikian, empat orang itu ternyata masih bisa kendalikan perasaan masing-masing. Sebelum tahu benar keadaan yang sebenarnya, juga tidak berani bertindak lancang.
"Sahabat adalah orang gagah dari golongan Lempar batu, tentunya mengetahui jelas jejak dua tongcu kita Siang tok Ok sat, sudikah kiranya sahabat memberi petunjuk." demikian berkata.
"Siapa itu Siang tok Ok sat" Aku belum pernah melihat?" demikian Ho Hay Hong balas menanya.
"Sahabat jangan berlagak nama Siang tok Ok sat sangat kesohor, mereka adalah orang-orang terkemuka dari golongan kita, siapa yang pernah berkecimpung dalam kalangan Kang ouw, tiada yang tidak kenal mereka. Terutama tanda khas mereka yang merupakan daging lebih diatas jidat mereka hampir semua orang tahu, termasuk anak anak dan kaum wanita, hanya sahabat"
Ho Hay Hong tiba tiba ingat sesuatu, belum lagi selesai keterangan orang itu. ia sudah berkata:
"Keteranganmu ini, telah mengingatkan aku, kiranya adalah dia."
Ia masih ingat dua orang yang mempunyai ciri istimewa itu, ketika mengubur para korban angkara murka yang mati konyol itu. Karena ciri dua orang yang istimewa itu, telah memberi kesan sangat dalam, tak diduga bahwa dua orang itu adalah yang mereka cari.
"Harap sahabat lekas memberi keterangan." demikian orang itu memotong.
"Kalian tidak perlu mencari lagi, mereka berdua sudah binasa."
Empat orang itu terkejut.
"Sudah binasa" Siapa yang membunuh mereka Sahabat, mungkinkah itu perbuatanmu sendiri" Tempat ini hanya kau seorang diri kematian mereka tidak terlepas dari perbuatanmu !"
Seorang diantaranya membentak dengan suara keras:
"Kalau benar mereka sudah binasa, jenazahnya seharusnya ada !"
"Aku sudah mewakili kalian untuk menguburnya." berkata Ho Hay Hong agaknya tidak senang, ia sudah payah menggali lobang dan menguburnya, tapi malah ditanya secara demikian kasar.
Dengan sikap dingin ia memandang muka orang yang nampaknya bengis itu. Dalam hati ia merasa mendongkol, karena empat orang itu dianggapnya sudah mengganggu ketenangannya.
Maka ia lantas bangkit, tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi, berjalan meninggalkan mereka.
Dengan tiba-tiba, ia merasakan belakang badannya seperti kesambar angin, seolah-olah barang berat menghantam dirinya. Dengan cepat ia membalikkan badannya, orang-orang itu ternyata sedang menyerbu padanya sambil mengirim dua kali serangan. Kemudian terdengar suara bentakan orang itu:
"Membunuh orang harus ganti jiwa. Sahabat dari golongan Lempar batu, kau jangan berlalu se enaknya !"
Ho Hay Hong menyambut! serangan orang itu, ia merasakan bahwa serangan itu sangat berat, maka buru buru mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya dan balas menyerang.
"Kau mau apa?" demikian tegurnya.
Orang itu setelah menyambuti serangan Ho Hay Hong, kakinya tidak bisa berdiri tegak dan mundur dua langkah.
Dalam waktu segebrakan saja sudah tampak siapa yang lebih unggul dalam mengadu kekuatan itu.
Orang itu perdengarkan suara tertawanya memanggil tiga kawannya supaya mengeroyok Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong berdiri tegak, matanya menatap wajah empat lawannya, sikapnya sedikitpun tidak mengunjukkan rasa takut.
Untuk kedua kalinya ia mengadu kekuatan dengan tokoh rimba persilatan daerah Tionggoan. Sekalipun dalam hati, merasa agak tegang, tetapi sifat pembawaannya yang tenang dan pendiam membuat perasaan tegangnya itu sedikitpun tidak tampak diluar.
Ia tahu benar bahwa dalam rimba persilatan daerah Tionggoan, terdapat banyak orang kuat.
Tetapi ibarat besi, makin digembleng makin keras, maka ia berusaha mengendalikan perasaannya.
Dia juga tahu bahwa didaerah Tionggoan banyak sekali partai atau golongan persilatan, siapa terlibat dalam pertikaian dengan mereka, tidak mudah dibereskan. Tetapi ia toh sudah terlibat, apa hendak dikata" Apakah harus diam saja menunggu kematian"
Empat kawanan dari golongan Kawa-kawa itu masing memberi isyarat dengan mata. Selagi hendak bergerak mengeroyok Ho Hay Hong, dari sebelah barat danau Lok ing ouw muncul lagi serombongan orang-orang Kang ouw.
Orang itu berjumlah delapan orang, semuanya mengenakan pakaian seragam warna oranye.
Empat kawanan dari golongan Kawa-kawa ketika melihat kedatangan orang-orang itu, lantas menghentikan serangan. Mereka berkata dengan nada suara dingin:
"Bagus, orang gagah dari Lempar batu kini sudah datang semua."
Mendengar perkataan demikian, delapan orang itu terheran heran, mereka saling berpandangan. Salah satu diantaranya, seorang tinggi besar yang bertindak selaku pemimpin rombongan, lantas menyahut !
"Tidak disangka sahabat-sahabat dari golongan Kawa-kawa juga turut campur tangan dalam urusan ini !"
Seruan orang itu amat nyaring. Dalam suasana yang sunyi itu, suara itu sampai menggema keempat penjuru.
Orang-orang dari golongan Kawa-kawa tidak mau menyerah mentah-mentah, katanya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Orang kata bahwa golongan Lempar batu sangat kokoh persatuannya, paling suka main keroyok. Nampaknya itu benar. Begitu melihat sahabat ini berada dalam kesulitan, kalian lantas muncul secara rombongan. Barangkali sahabat ini tadi sudah melepaskan tanda bahaya untuk mendatangkan bala bantuan!"
Mendengar perkataan itu, mata delapan orang dari dalam golongan Lempar batu semua ditujukan kepada Ho Hay Hong. Kepala rombongan yang tinggi besar itu berlaku agak hati-hati. ia perintahkan kawan-kawannya supaya jangan berlaku gegabah, sedang ia sendiri lantas menghampiri Ho Hay Hong dan berkata:
"Apakah sahabat pernah menyatakan kepada mereka, orang dari golongan Lempar batu?"
"Aku tidak pernah menyatakan demikian." jawab Ho Hay Hong.
Orang-orang itu anggukkan kepala, nada suaranya mendadak berubah serius.
"Kalau begitu, bolehkah aku ingin tahu. nama sahabat yang mulia?"
"Aku bernama Ho Hay Hong."
"Apakah kau orang Kang-ouw, orang paling tidak senang terhadap yang suka mengaku atau menyaru diri sebagai sembarang golongan. Aku lihat usiamu masih muda, pulanglah untuk berlatih beberapa tahun lagi."
"Tidak perlu dengan nasehatmu." menjawab Ho Hay Hong, tidak senang.
Orang tinggi besar itu terkejut, agaknya tidak menduga bahwa anak muda itu sedemikian berani, juga belum pernah ada orang yang dengan cara demikian menjawab perkataannya. Hawa amarahnya timbul seketika sambil tekuk muka asam ia berkata lagi:
"Aku adalah si Lengan besi, sering bergerak disepanjang sungai Ho siok, saudara-saudara didaerah ini semua menyebut aku toako, apakah kau pernah dengar.?"
"Aku belum pernah mendengar namamu," jawab Ho Hay Hong tegas.
Jawaban itu sebetulnya tidak ada mengandung maksud memandang rendah. Karena sebagai pendatang baru didaerah Tionggoan sebetulnya tidak banyak yang diketahuinya. Tak diduga jawaban itu dianggap oleh si Lengan besi sebagai satu hinaan, membuat ia semakin naik pitam.
Sambil mundur ia mengeluarkan perintah kepada kawan kawannya: "Tangkap."
Mendengar perintah itu, empat diantaranya lantas bertindak maju.
Empat orang dari golongan Kawa-kawa dengan serentak mencegah.
"Tunggu dulu, orang ini adalah musuh kita, seharusnya diserahkan kepada kita."
Seorang diantaranya dengan cepat bergerak kesamping Ho Hay Hong, berusaha menyambar tangannya.
Ho Hay Hong hanya memiringkan tubuhnya dengan kaki tanpa menggeser dari tempatnya, telah berhasil mengelakkan sambaran tangan orang itu.
Kejadian itu disaksikan oleh semua mata, hingga orang-orang dari golongan Lempar batu tidak berani berlaku sembarangan lagi.
Sambil perdengarkan ketawa dingin, orang tinggi besar itu berkata.
"Tak kusangka kau juga mempunyai kepandaian yang berarti."
Ia melangkah maju satu langkah, tangannya diulur, ia tidak menyerang Ho Hay Hong, sebaiknya sudah mendorong mundur orang golongan Kawa kawa yang berdiri di samping, sehingga mundur tiga langkah.
Kekalutan lantas terjadi, empat orang dari golongan Kawa kawa meninggalkan Ho Hay Hong, semuanya menyerbu orang-orang dari golongan Lempar batu. Orang-orang dari dua golongan itu, biasanya memang sudah tidak akur.
Maka bila timbul sedikit kesalahan faham. Dengan demikian, Ho Hay Hong malah tidak dihiraukan mereka. Namun demikian, ia tidak berani berlaku gegabah, ia tahu bahwa, orang-orang itu bertempur karena memperebutkan dirinya. Kalau pertempuran itu selesai, akhirnya pasti tidak menguntungkan dirinya.
Selagi pertempuran berangsur siorang tinggi besar itu mendadak keluar dari kalangan. Dengan tergesa-gesa ia menghampiri Ho Hay Hong. Selagi hendak turun tangan menangkapnya, mendadak ia ingat sesuatu hingga ia membatalkan maksudnya dan berkata.
"Bocah she Ho, sudah berapa lama kau datang kemari?"
"Kira kira setengah jam berselang." jawabnya terus terang.
"Apakah kau pernah melihat seorang tua berhidung merah lewat disini?"
"Dia sudah mati."
Orang tinggi besar itu lompat berjingkrak-jingkrak.
"Benarkah ucapanmu ini?"
Ho Hay Hong tidak menghiraukan lagi karena ia selamanya tidak suka banyak bicara. Setiap kali buka mulut, kata-katanya sangat singkat, seolah olah enggan bicara.
Orang tinggi besar itu tidak kecewa menjadi seorang Kang ouw ulung, sebentar kemudian sudah tenang kembali, dengan sinar mata dingin menatap wajah Ho Hay Hong katanya lambat-lambat.
"Dimana jenazahnya" Heh, ini bohong semua! Tahukah siapa dia" Dia adalah si Kakek hidung, merah yang namanya sangat tersohor!"
Dalam otak Ho Hay Hong terbayang satu gambaran si Kakek hidung merah yang dikatakan kesohor namanya itu, telah rebah menggeletak ditanah dengan badan mandi darah, seperti babi disembelih.
"Betapapun kesohornya, dia sudah kukubur dengan tanganku sendiri!" berkata Ho Hay Hong dengan nada dingin, tangannya menunjuk kesuatu tempat yang tanahnya agak menonjol, "kalau kau tidak percaya, lihatlah sendiri!"
Orang tinggi besar itu membuka lebar matanya. Setengah percaya setengah tidak ia menatap wajah si anak muda, kemudian dihampirinya tempat yang ditunjukkan oleh Ho Hay Hong, ia mengeluarkan goloknya dan menggali tanah.
Sebentar kemudian, ia telah dapat menyaksikan semua bangkai yang tertumpuk dalam liang kubur, juga mengetahui segala-galanya.
Kembali ia pentang lebar matanya, bagaikan seorang gila ia berteriak-teriak:
"Aha! Semua ini adalah orang orang kenamaan?"
Kemudian ia berdiri bagaikan patung, matanya ditujukan kesemua bangkai, katanya kepada diri sendiri: "Dia adalah Thian-san Jiesiu., dia adalah Sin gan Ie-iu.dia adalah Kau hu Long-tiap, bangsat cabul ini akhirnya mati juga. Dia adalah Bu eng Koay tiap Aia! Siang toa Ok sat juga ada disini, pantas orang orang golongan Kawa kawa semua datang kemari. Ow! Kasihan Kakek kidung merah kalau pangcu mengetahui kematiannya, entah bagaimana sedihnya"
Ia berdiri terpaku, pikirannya kalut, matanya menatap wajah Ho Hay Hong, pemuda pendiam itu masih tetap berdiri ditepi danau.
"Bocah she Ho, apakah orang orang ini semua, kau yang membunuh.?"
Sikap Ho Hay Hong tetap dingin, acuh tak acuh.
Karena tidak mendapat jawaban, orang tinggi besar itu murka, katanya dengan sengit:
"Sudah pasti kau yang bunuh, bocah she Ho, kau benar-benar satu iblis kejam bertangan ganas !"
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang sudah tidak asing bagi orang tinggi besar itu: "Roboh !"
Kemudian disusul oleh suara jeritan yang mengerikan, empat orang dari golongan Kawa-kawa telah rebah binasa semua.
Orang tinggi besar itu kegirangan. Dengan cepat ia berpaling. Tampak olehnya seorang tua berpakaian warna kelabu, bersama tiga anak muda berpakaian warna merah, berdiri disamping bangkai empat orang golongan Kawa-kawa tadi.
Orang tua berpakaian kelabu itu wajahnya pucat pasi, rambutnya putih meletak.
Dengan cepat orang tinggi besar itu menghampiri dan berlutut dihadapan orang tua itu, memberi hormat.
Saat itu, semua orang dari golongan Lempar batu turut berlutut. Setelah orang tua itu memberi perintah, orang-orang itu baru berani berdiri lagi.
Orang tua itu sikapnya dingin, tiga anak muda baju merah itu masing-masing membawa pedang, berdiri tanpa bergerak disekeliling si orang tua.
Dari sinar matanya yang tajam, meski usia mereka masih muda, tetapi dapat diduga bahwa kekuatan tenaga dalam mereka sudah cukup sempurna.
"Pangcu, Kakek hidung merah sudah binasa ?"! demikian orang tinggi besar itu memberi laporan kepada pangcu, atau ketuanya.
Orang tua berambut putih itu adalah Chiu kiam Sian seng, yang namanya sangat kesohor dikalangan rimba persilatan. Tiga pemuda baja merah yang berdiri disampingnya adalah tiga pelindung hukumnya, nama gelar mereka adalah Anak sakti berbaju merah.
Seluruh kepandaian tiga anak muda itu, diperoleh mereka dari pelajaran Chin kiam Sian -seng . Meski usia mereka masih muda-muda tetapi kepandaian ilmu silatnya sudah hebat. Sikap Chin kiam Sian seng masih tetap dingin tetapi dalam hatinya merasa pilu. Ia berdiam sejenak baru berkata:
"Kalau begitu, kalian mundur dulu!"
Orang tinggi besar itu menurut, ia mengangkat jenazah Kakek hidung merah, dengan menggunakan kaki ia menguruk lagi jenazah yang lainnya, kemudian mengundurkan diri bersama kawan-kawannya.
Chin kiam Sian seng berpaling dan berkata kepada Ho Hay Hong:
"Menurut laporan orang-orangku, kaulah yang membunuh Kakek hidung merah dan lain-lainnya?"
"Kau salah, ketika aku tiba disini, orang-orang itu sudah mati semua," jawab Ho Hay Hong.
"Aku bertindak, selamanya tidak menyusahkan orang baik. Taruh kata bukan kau yang membunuh, tetapi kejadian ada sedemikian kebetulan, justru kau tiba ditempat ini dengan sendirinya menimbulkan orang curiga. Sekarang kau ikutilah aku pulang, nanti setelah urusan menjadi jelas. Aku akan kau membebaskan lagi!"
"Aku masih ada urusan penting, maaf tidak dapat memenuhi permintaanmu.!"
Mendengar jawaban itu, Chin kiam Sian seng merasa tidak senang, dengan tenang ia berkata:
"Kalau begitu, aku terpaksa berlaku kasar terhadap kau sahabat kecil."
Dengan satu isyarat, tiga pemuda baju merah itu sudah mengerti, masing-masing maju tiga langkah sambil menghunus pedang masing-masing, lambat menghampiri Ho Hay Hong.
"Apakah kau hendak menangkap aku?" tanya Ho Hay Hong.
"Keadaan memaksa, mau tidak mau harus bertindak demikian, harap sahabat kecil maafkan!"
Kata-katanya itu meski sangat sopan, tetapi Ho Hay Hong tetap tidak senang.
"Tunggu dulu, aku tidak membawa senjata, kalau tertangkap olehmu, aku sangat penasaran, kalau kau mau berkelahi, tunggu aku ambil senjata dulu!"
"Baik, kuterima baik permintaanmu, lekas ambil senjatamu! Aku percaya padamu!" menyahut Chiu-kiam Sianseng sambil menganggukkan kepala.
Sebetulnya ia juga tak usah takut kalau anak muda itu kabur, karena daerah seluas beberapa ratus lie ditempat itu, semua merupakan daerah kekuasaannya golongan Lempar batu. Kalau Ho Hay Hong hendak kabur pasti tidak terlepas dari mata-mata golongan Lempar batu.
Lagi pula, Chin kiam Sianseng bisa melihat muka orang. Dari potongan muka Hu Hay Hong, ia sudah tahu bahwa pemuda itu seorang jujur, bukan bangsa penipu, maka ia membiarkannya pulang untuk mengambil senjata.
Ho Hay Hong sendiri juga tidak ingin kabur, ia mengerti bahwa seorang ketua dari satu golongan, pasti mempunyai kepandaian yang berarti. Kalau tidak berhati-hati. susah bagi dirinya sendiri, maka ia segera teringat pedang Garuda saktinya, yang disimpan diatas penglari, ia hendak menguji kepandaiannya sendiri dan pedang sakti itu terhadap Chiu-kiam Sianseng.
Sebetulnya ia ingin ikut Chin kiam Sianseng pulang kemarkasnya, karena ia memang bukan pembunuhnya. Bagaimanapun juga peristiwa pembunuhan itu akhirnya tokh akan ketahuan. Pada akhirnya Chin kiam Sianseng pasti akan membebaskan dirinya. Tetapi hal demikian menyulitkan tujuannya sendiri karena jejak si Kakek penjinak Garuda masih belum diketahui. Kalau ia tidak berhasil menemukan jejak seorang tua itu, ini berarti kematian baginya,
Ia harus sayang waktu, maka meskipun menghadapi musuh kuat ia juga harus berlaku sabar. Satu hari sebab musabab kematian si Kakek hidung merah itu belum juga terang, itu berarti jiwanya masih berada dalam ancaman.
Dalam waktu yang sangat singkat itu, ia sudah mengambil keputusan, lebih baik binasa dibawah pedang, tidak suka racun dalam tubuhnya mengakhiri riwayat hidupnya.
Lagipula, ia sudah bertekad mengadu jiwa, hendak menguji kepandaiannya dengan jago-jago daerah Tionggoan.
Dalam waktu sekejap Ho Hay Hong sudah tiba di gedung Cie lui Kiam khek. Benaknya sudah di penuhi oleh bayangan pedang dan golok, telinganya seolah-olah mendengar dengungan orang-orang yang berteriak-teriak.
Sudah lama ia berhasrat hendak menguji kepandaiannya dengan tokoh-tokoh daerah Tionggoan, tak diduganya bahwa hasrat itu kini akhirnya telah terbukti menjadi kenyataan.
Dengan tenang ia berjalan keruangan tamu, selagi hendak membelok ke kamarnya, dalam ruangan tamu itu ia menampak banyak tamu dari kalangan Kang ouw.
Cie lui Kiam khek bangkit dari kursinya, dan berkata sambil tersenyum:
"Saudara muda ini adalah Ho siaohiap, Ho Hay Hong."
Ho Hay Hong merasa heran, ia tidak mengerti apa sebabnya Su to Siang begitu menghargai dirinya, lantas memperkenalkan kepada tamunya" Apakah sebelum sampai, tuan rumah itu sudah banyak menceritakan tentang dirinya "
Dengan pikiran masih diliputi berbagai pertanyaan, ia menganggukkan kepala kepada para tamu, sikapnya sangat sopan.
"Kepandaian ilmu silat Ho siaohiap tinggi sekali." demikian tuan rumah berkata pula. "Dengan satu kali pukul, ia telah berhasil memukul mundur empat kawanan jahat. Kejadian ini perlahan-lahan menjadi buah tutur di kalangan Kang ouw.
"Aku kira diantara tuan-tuan pasti sudah ada yang pernah bentrok dengan empat kawanan jahat itu, hingga tahu benar kepandaian mereka. Dengan kepandaian ilmu silatnya yang luar biasa, Ho siaohiap sekaligus sudah mengalahkan empat manusia jahat itu, tidak percuma ia menjadi muridnya gurunya ternama !"
Ho Hay Hong berpikir, mengapa Su to Siang mendadak menjunjung tinggi diriku demikian rupa" Apakah ia ada mengandung maksud tertentu ".
Sementara itu, tujuh atau delapan tamunya itu sudah menganggukkan kepala sambil berkata:
"Benar, empat kawanan manusia jahat itu sudah lama malang melintang dikalangan Kang ouw, mereka masing-masing mempunyai kepandaian dan keistimewaan sendiri-sendiri. Ho siaohiap dengan seorang diri berhasil mengalahkan mereka. Benar-benar sangat mengejutkan!"
Ketika bicara demikian, para tamu itu mengunjukkan sikap kagum mereka.
"Ho laotee, marilah kuperkenalkan," berkata Cie lui Kiam-khek. "Ini adalah Hok Yauw, yang mempunyai gelaran si "Kipas besi". Ini adalah Song Sie, yang bergelar si "Ayam Emas. Ini adalah Giok hu Kie su, ini adalah empat serangkai dari keluarga Liong. Tuan-tuan ini semuanya adalah tokoh-tokoh terkenal dalam rimba persilatan, dan bersahabat dengan erat denganku. Sesungguhnya aku jarang mendapat kesempatan berkumpul bersama-sama seperti hari ini, maka itu, kau jangan malu-malu, kita semua bukan orang luar."
Si Ayam emas Song Sie, jidanya lebar, dahinya menonjol, bibirnya tipis dan panjang, kalau bicara mempunyai kebiasaan menggoyang-goyangkan kepala, benar juga mirip dengan ayam jago.
Orang tua ini seolah-olah sudah kenal lama dengan Ho Hay Hong, bicara baru beberapa patah, sudah mengajak Ho Hay Hong keluar pintu dan berkata padanya dengan suara perlahan:
-oo0d-w-0oo- Bersambung Jilid 4
Jilid 4 "AKU DENGAR So hong Kowkhek katakan adalah muridnya Lam kiang Tay bong, Tang Siang Su cu. Namun sangat terkenal didaerah perbatasan, hampir semua orang tahu. Aku juga pernah dengar namamu. sayang tidak mendapat kesempatan bertemu muka denganmu, tak didugaha, ha, dengan terus terang, terhadap Lam kiang Tay-hong, aku sendiri tidak mempunyai ganjalan apa-apa dengannya, semua saling mengerjai, mengapa kita bisa bersahabat ?"
"So hong Kow khek omong kosong, kau jangan percaya padanya!" berkata Ho Hay Hong.
"Akh, saudara Ho. kau tidak perlu mengelabui aku, aku tahu bahwa saudara Su to mempunyai anggapan lain terhadap Lam kiang Tay bong mungkin ada sedikit ganjelan. Tetapi kau tidak perlu gusar, Lam kiang Tay bong adalah orang besar. Lama kelamaan, pandangan itu pasti bisa berubah sendiri. Selama waktu ini kau juga tidak perlu mengadakan pertanyaan apa apa. Nanti setelah anggapan saudara Su to berobah, baru mencari jalan yang sebaik-baiknya, aku pasti melindungi rahasiamu."
Ho Hay Hong diam-diam merasa heran, entah apa sebabnya Sun hong Kow khek mengatakan dirinya Teng siang Su Cu murid Lam kiang Tay bong"
Dia pikir Sun hong Kow khek pasti salah paham. Kesalahan paham ini Tampaknya tidak mudah dijelaskan hanya dengan sepatah dua patah kau saja. ia terpaksa menganggukkan kepala, membiarkan si Ayam emas mengoceh sendiri.
Si Ayam Emas ini betul-betul suka mengobrol, mulutnya tidak berhenti mengoceh sendiri sehingga Ho Hay Hong merasa sebal. Ia tahu bahwa orang she Hong ini sangat ingin bersahabat terhadap dirinya, hingga ia mau menduga bahwa Lam kiang Tay-hong itu pasti orang berkepandaian luar biasa.
Kalau tidak, tidaklah mungkin si Ayam Emas ini memuji dirinya demikian tinggi.
Selagi Ho Hay Hong hendak menyingkir Gok hu Kie su mendadak menghampiri dan berkata padanya:
"Saudara Ho jangan pergi dulu, mari kita minum bersama-sama."
Ho Hay Hong menyambuti cawan yang disodorkan kepadanya dan diminumnya sampai kering.
la belum pernah minum arak, sewaktu berdiam digunung Ho lan san, kecuali berlatih ilmu silat, waktunya terluang digunakan untuk membaca buku.
Setiap kali kalau melihat gurunya mabok arak, ia diam-diam merasa pilu, dianggapnya arak bukanlah barang yang bermanfaat bagi manusia. Dan kini setelah mencicipi sendiri, benar juga rasanya pedas, keras, begitu masuk kedalam perut, rasanya mau muntah.
Perutnya merasa panas, Giok-hu Kie su sudah menyodorkan secawan lagi. kali ini ia jadi serba salah. Karena merasa kurang sopan menolak, maka akhirnya dengan keraskan kepala, minum lagi arak yang disodorkan oleh Giok-hu Kie so.
Ia tahu bahwa Giok hu Kie su bangsa pemabokan, asal ketemu arak, lantas tidak kenal daratan.
"Manusia benar-benar dimana saja bisa ketemu," demikian Giok hui Kie-su mulai buka mulut lagi. "belum lama berselang aku juga pernah dengar dari mulut Siang-koan Lo, bahwa dalam dunia Kang ouw pada dewasa ini muncul seorang jago muda seperti kau ini, tak kusangka hari ini ketemu denganmu disini!"


Kampung Setan Karya Khulung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar disebutnya nama Siangkoan Lo, pikiran Ho Hay Hong merasa tidak enak, ia memaksakan diri unjukkan senyumannya.
"Sebab musabab kematian Siang koan Lo sudah diketahui," demikian Giok hu Kie su berkata lagi, "pembunuhnya adalah seorang anak muda yang belum pernah muncul didunia Kang ouw. Aih dalam jaman kalut seperti sekarang ini, apa saja bisa terjadi. Dengan seorang bocah yang belum mendapat nama, telah berhasil membinasakan seorang yang namanya sudah sangat terkenal seperti Siang koan Lo."
Mendengar ucapan itu, hati Ho Hay Hong berdebar keras, tanyanya:
"Pembunuhnya sudah tertangkap atau belum" Bagaimana rupanya?"
"Usianya sebaya denganmu, mengenakan pakaian putih. Jangan kau kira usianya masih sangat muda sekali, tetapi hebat kepandaian ilmu silatnya. Hanya beberapa puluh jurus saja, sudah berhasil memukul Siang-koan Lo sehingga terjatuh kedalam selokan, Akh, bocah itu entah mempunyai permusuhan apa dengan Siang koan Lo" Ia telah turun tangan sedemikian berat, diluar tidak tertampak tanda apa-apa, tetapi dalam tubuh sudah hancur." berkata Giok hie Kie su.
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "celaka, pukulan yang digunakan itu agak mirip dengan pukulan dari golongan Bit-cong dalam perguruannya, apakah Siang-koan Lo benar-benar binasa ditangan suheng?"
"Bocah itu sesungguhnya juga terlalu kejam," berkata pula Giok hie Kie-Su, "setelah membinasakan korbannya, mendadak mengeluarkan senjata belati, hendak memotong kepala Siang-koan Lo. Untung Khong ciok Gin-cee keburu tiba, ketika menampak bahwa orang yang dibinasakan itu betul adalah Siang koan Lo, lalu turun tangan mencegahnya, hingga bocah itu tidak berhasil memotong kepala Siang koan Lo."
Mata Ho Hay Hong terbuka lebar, kini ia telah mendapat kepastian bahwa Siang-koan Lo benar-benar sudah dibunuh oleh suhengnya!
Giok hu Kie su yang tidak memperhatikan perubahan sikap Ho Hay Hong, melanjutkan penuturannya.
"Untuk melindungi supaya jenazah sahabatnya tinggal utuh, Khong ciok Gin cee bertempur sengit dengan pemuda itu, kekuatan tenaga dalam Khong-ciok Gin cee sudah cukup sempurna, tetapi bocah itu ternyata sangat membandel, dua orang itu bertempur beberapa puluh jurus, tidak ada yang kalah dan yang menang. Akhirnya pembunuh itu agaknya tahu gelagat, ia tahu bahwa sudah tidak mungkin untuk mengambil kepala korbannya maka lantas kabur ke tempat sepi dengan menggunakan ilmunya lari pesat."
Ho Hay Hong kini mendapat kesempatan untuk memperhatikan orang disebut Khong ciok Gin cee itu, ternyata adalah seorang yang telah lanjut usianya, tetapi sedikit pun tak ada tanda-tanda loyo, malah sebaliknya, semangatnya menyala-nyala, sinar matanya tajam, agaknya sangat berwibawa, memang benar seorang tokoh yang mahir sekali tenaga dalamnya.
Terdengar pula suara Giok hu Kie su yang bersemangat:
"Khong ciok Gin cee tidak mau mengerti, ia meninggalkan jenazah Siangkoan Lo, dengan menggunakan ilmunya lari pesat, pergi mengejar, ia ingin menangkap pembunuh itu, supaya dibuat sembahyang didepan jenazah sahabatnya. Apa mau dengan bocah Itu ternyata sangat licik, dengan satu akal licin, ia berhasil mengelabui mata Khong ciok Gin cee mengetahui dirinya tertipu, bocah itu sudah tidak kelihatan batang hidungnya.
"Jago tua kita sangat penasaran, ia tidak mengerti apa maksud pembunuh itu" Andai kata benar mempunyai permusuhan dengan Siang koan Lo, tetapi orang sudah mati, tak perlu mengambil kepalanya lagi. Memang sungguhnya terlalu kejam. Disini bisa diketahui bahwa pembunuh itu sesungguhnya tidak mempunyai perikemanusian.
"Ketika jago tua kita kembali ditempatnya, jenazah Siang koan Lo ternyata sudah tidak ada, hingga ia semakin penasaran, sehingga kini, ia baru tahu bahwa jenazah itu sudah dibawa pulang lebih dulu oleh orang lain. Setelah mengetahui duduk perkaranya, ia baru merasa lega.
"Sewaktu kau masih belum kembali, kita beberapa orang sudah berunding lama, tetapi tidak menghasilkan sesuatu keputusan, pembunuh itu sebetulnya mempunyai dendam apakah dengan Siang koan Lo" Sedangkan yang menjadi suhengnya seperti Cie lui Kiam-khek juga tidak habis mengerti, siapa sebetulnya pembunuh itu" Apa maksud dan tujuannya melakukan pembunuhannya itu.
"Orang-orang yang mengaku diri sebagai orang-orang Kang ouw kawakan seperti kita ini, sudah merasa pusing kepala, memikirkan peristiwa ini. Yang lebih mengherankan ialah bahwa ilmu kepandaian pembunuh itu agak mirip dengan kepandaian ilmu silat Kakek penjinak Garuda yang sudah menghilang berapa tahun."
Ho Hay Hong bercekat, diam-diam merasa heran, mengapa orang yang menyaksikan kepandaian ilmu silat dari golongannya, semua mengatakan ada hubungan dengan si Kakek penjinak Garuda ! Apakah sebetulnya, hubungan si Kakek penjinak Garuda itu dengan gurunya sendiri" si Dewi ular dari gunung Ho lan san, mengapa memerintahkan ia mencari jejak Kakek itu"
Semua itu seolah-olah suatu teka-teki, dan ia adalah orang yang yang diliputi oleh serentetan teka teki itu.
Lebih sulit ia memahami maksud gurunya, apa sebabnya memerintahkan suhengnya untuk mengambil jiwa orang orang itu.
Letak gunung Ho lan san jauh dari daerah Tionggoan, lama sudah putus perhubungan dengan dunia luar. Apalagi sejak ia menanjak dewasa, tidak satu kalipun pernah melihat ada orang asing datang berkunjung, tetapi gurunya. Dewi Ular dari gunung Ho lan-san, belum pernah melangkah keluar dari gunung, bagaimana ia bisa mempunyai permusuhan dengan orang itu"
Perlahan-lahan ia mendekati jago tua Khong ciok Gin-cee, menganggukkan kepala dan tertawa kepadanya. Jago tua itu menyambutnya dengan satu senyuman simpatik dan mempersilahkan ia duduk.
Ho Hay Hong menurut dan duduk disampingaya, kemudian berkata.
"Sangat tidak beruntung Hong lui Kiam khek telah binasa, kita semua merasa sedih!"
"Kebodohanku yang seharusnya patut disesalkan, jikalau tidak, pembunuhnya tidak bisa kabur dengan leluasa!"
"Mana bisa, Lo enghiong sudah mengeluarkan banyak tenaga. mana boleh disesalkan"
"Mungkin ini adalah takdir Tuhan Yang Maha Esa, aku sudah berbuat sebisanya, untuk memenuhi kewajibanku."
"Lo enghiong, apakah penjahat itu telah kau pukul luka?"
"Tidak, kepandaiannya tinggi sekali, bahkan aku sendiri yang hampir saja terkena serangannya pedang terbang."
"Ia kabur kearah mana?"
"Ke barat, aku mengejar sehingga beberapa puluh pal, akhirnya tertipu oleh akalnya yang siasat licin. Bocah itu cerdik sekali, aku sebagai seorang Kang ouw kawakan, juga masih kena dikelabuhi, dapat kita bayangkan betapa licinnya?"
Ho Hay Hong diam-diam menghitung perjalanan beberapa puluh pal, dengan ilmu lari pesat suhengnya itu, hanya memerlukan waktu sekejap saja. la kabur kearah barat menurut perhitungannya, suheng itu kini pasti berada didekat itu saja. Maka, sikapnya mendadak berubah murung.
"Kepandaian bocah itu agak mirip dengan kepandaian ilmu silat siKakek penjinak Garuda dahulu, apa yang kukhawatirkan adalah ini. Kalau benar dia adalah orangnya Kakek itu, urusan ini akan menjadi lebih runyam"
"Apakah Lo enghiong berani memastikan ?"
"Mungkin juga aku salah mata, tetapi asal-usul bocah itu yang tidak jelas, sesungguhnya sangat mengkhawatirkan !"
Dengan sikap sangat serius Cie lui Kiam khek menghampiri, kemudian berkata:
"Tahukah saudara-saudara bahwa jago tombak she Hok itu dengan membawa semua anak muridnya, kini pergi ke kampung setan untuk mengadakan penyelidikan !"
"Apa itu benar?" dengan serentak itu semua orang bertanya.
"Saudara-saudara semua tahu, bahwa orang orang pergi ke kampung setan, betapa pun tinggi kepandaiannya, betapapun besar nyalinya, tiada satupun yang bisa kembali dalam keadaan hidup Selama beberapa tahun kampung setan sudah menjadi tanah kuburan, sungguh tidak dinyana Hok Lo enghiong yang berdiam didaerah ini, juga masih bisa punya pikiran ingin mendapat nama. Ini sesungguhnya terlalu bodoh!" berkata Cie lui kiam khek.
Jago pedang ini memang merasa kurang senang terhadap perbuatan orang tua she Hok itu, karena sepak terjangnya terhadap tetamunya membuatnya kehilangan muka.
"Menurut pandanganku, apa sebab orang tua she Hok itu demikian lupa daratan, semata-mata karena percaya omongan Sun hong Kow khek, yang ingin mendapatkan baju wasiat milik jago tombak itu"
"Dan dari manakah Sun-hong Kow-khe mendapatkan rahasia itu". Saudara-saudara mungkin sudah tahu bahwa Sun heng Kow khek itu mempunyai sedikit kelebihan dalam caranya untuk mencari rahasia orang. Mungkin secara kebetulan ia mengetahui rahasia di kampung setan itu, dan kemudian ditambah dengan bumbu olehnya sendiri, untuk menipu baju wasiat milik jago tombak itu.
Tetapi kalau dilihat dari sifatnya orang itu yang selamanya tidak suka menipu orang, mungkin benar-benar mengetahui rahasia kampung setan."
"Kita semua adalah orang orang rimba persilatan yang paling dekat dengan tempat misterius itu, sebaiknya juga coba-coba pergi sekali-kali menengoknya. Ada atau tidaknya benda pusaka, ini adalah soal lain. Setidak-tidaknya rahasia yang berada didepan mata kita sendiri, harus lebih kita ketahui daripada orang dari tempat jauh, sehingga kita jangan sampai menjadi buah tertawaan orang."
Ho Hay Hong tidak menyatakan pikiran, tapi dalam hati ia tidak percaya, karena ia pernah pergi ketempat angker itu, bukan saja jiwanya tidak terancam, bahkan mendapatkan sebilah pedang pusaka. Desas-desus mengena kampung setan, ia anggap dilebih-lebihkan.
Diam-diam la telah mengambil keputusan akan pergi sekali lagi, untuk mengadakan penyelidikan sungguh-sungguh.
Orang-orang itu menyatakan pendapatnya yang berbeda-beda. Empat sekawan dari keluarga Liong beranggapan bahwa kampung setan ada harganya untuk diselidiki.
Khong ciok Gin cee dan Giok hu Kie su beranggapan bahwa kampung setan itu meski bukan diduduki oleh bangsa setan benar-benar, tetapi pasti ada faktor lain yang sangat ruwet sehingga menyebabkan orang yang pergi kesana mencari keterangan tidak ada yang balik kembali. Maka sebaliknya kita jangan mencari susah sendiri.
Si Ayam emas Song sie dan si Kipas besi Hok Yauw, sebaliknya tidak menyatakan pendapatnya, mereka dapat mengikuti keputusan orang banyak dan bersedia sebagai pelopor.
"Sun hong Kow khek adalah orang luar daerah kita, kalau nanti jago tombak she Hok itu benar-benar menemukan apa-apa, ini juga berarti jasanya Sun hong Kow khek. Aku anggap bahwa rahasia dikampung sendiri sampai terjatuh ditangan orang luar kampungnya, sangat memalukan bagi orang kampung kampung ini" berkata Cie lui Kiam khek.
"Benar, bisa jangan sampai ditertawakan orang luar kampung sebagsai orang bodoh!" demikian empat sekawan keluarga Liong membenarkan.
"Kalau begitu, aku terpaksa tarik kembali pertanyaanku yang tadi!" Khong ciok Gin cee terpaksa tarik kembali pendapatnya yang pertama.
Giok hu Kie su yang masih menenggak arak, dengan muka merah berkata:
"Baiklah, kalau memang mau kesana kita harus bersatu hati!" pembicaraan telah selesai dengan satu keputusan bulat.
"Malam ini juga kita harus berangkat!" Demikian Cie lui Kiam khek mengusulkan.
Pada saat itu, mata si Kiam khek yang mengikuti pandangan mata si Kipas besi. wajahnya lantas berubah, katanya:
"Heran, apa perlunya tiga anggauta pelindung hukum golongan Lempar batu datang kemari?"
Mendengar perkataan itu, semua mata ditujukan kearah pintu, benar juga. Segera mereka menampak tiga pemuda baju merah berdiri dalam pekarangan, dengan tangan memegang pedang tanpa bergerak, bagaikan tiga buah patung.
"Mereka datang mencari aku!" demikian Ho Hay Hong berkata.
Mendengar ucapan pemuda pendiam itu, orang banyak semakin heran. Semua tahu bahwa anak muda itu dirumah Suto Siang, hanya sebagai tamu. mengapa bisa mencari onar diluar" Ini agaknya tidak masuk akal, hingga semua mata ditujukan padanya dengan perasaan terheran-heran.
"Sejak kapan Ho siauhiap mengadakan perhubungan dengan orang-orang golongan lempar batu?" tanya Cie lui Kiam khek.
"Belum lama berselang!" jawabnya singkat, lantas tidak berkata apa-apa lagi. Dibawah pandangan sembilan pasang mata, ia lari masuk kedalam kamarnya. Sekali enjot tubuh ia sudah berada diatas pengelari. mengambil pedang pusaka, lalu disimpannya diatas dada dan berjalan keluar.
Pedang pusaka itu panjang tiga kati Ho Hay Hong harus tegakkan badannya, untuk membawa pedang itu didalam dadanya, kalau ia membongkok, pasti akan kelihatan. Maka ia terpaksa melempengkan dadanya seperti tengkorak, berjalan keruangan tamu, untung tidak diketahui orang.
"Ho siauhiap, apakah... " berkata Cie lui Kiam khek. Sebetulnya ia ingin berkata apabila ada bahaya apa apa, supaya di beritahukan kepadanya, tetapi tiba tiba ia ingat bahwa golongan Lempar batu bukankah golongan yang boleh dipandang ringan. Maka ia tidak melanjutkan kata katanya.
Ho Hay Hong juga tidak ingin minta bantuan orang, maka jawabnya singkat.
"Aku terpaksa hendak pergi dulu, sampai berjumpa pula!"
Dengan membusungkan dada ia berjalan menghampiri tiga pelindung hukum, katanya sambil tertawa.
"Aku segera datang, kiranya Chin kiam sianseng sudah menunggu terlalu lama, mari kita sekarang berangkat!"
Ia berpaling dan menganggukkan kepala kepada para tamu, tampak olehnya Su-to Cian Hui masuk keruangan tamu, dengan cepat la balik kembali, dari dalam sakunya ia mengeluarkan sebuah sapu, diberikan kepada gadis itu dengan disertai penjelasan.
"Sapu tangan ini adalah sapumu yang terjatuh didanau Lok ing-ouw!"
Su to Cian Hui merasa heran, ia mencari cari sapunya, benar-benar sudah tidak ada dalam sakunya.
Ia menerima sapu Itu tanpa mengucapkan terima kasih, hanya memandangnya sejenak, lantas menundukkan kepala.
Ho Hay Hong merasa heran, ia tidak tahu apa salahnya, sehingga gadis itu seperti tidak senang terhadapnya.
Ia tidak mau menanya, karena tentang kaum wanita, pengetahuannya jauh lebih sedikit kalau dibandingkan dengan pengetahuannya terhadap ilmu silat, ia tidak mengerti tentang hati perempuan, ia hanya anggap itu semuanya seperti mahluk-mahluk yang aneh.
Seperti juga dengan suhunya Dewi Ular dari gunung Ho lan san, setiap hari bermuka masam, dengan sikapnya yang ketus dingin memerintah murid-muridnya lelaki.
Dengan mengikuti tiga pemuda baju merah, ia tiba didanau Lee ing ouw.
"Kau bukankah pergi mengambil senjata?" tanya Chim-kiam Sian-seng heran.
Ho Hay Hong mengeluarkan pedang pusakanya dari dadanya. Karena pada pedang itu terdapat ukiran naga dan burung Hong maka sangat menarik perhatian. Chin kiam siangseng seorang jago yang mempunyai banyak pengetahuan tentang senjata tajam, segera memberi pujian.
"Pedangmu ini, bukan pedang sembarangan, tentunya merupakan senjatamu yang dapat dibanggakan!"
Sambil memasang kuda kuda Ho Hay Hong berkata.
"Chim kiam Sianseng, kau bertindaklah lebih dulu!"
"Usiaku dua tiga kali lipat dari usiamu, seharusnya memberikan kelonggaran bagimu," berkata Chim kiam Sianseng sambil tersenyum "dengan sepasang tangan kosong, aku akan melayani senjatamu, biarlah kau yang turun tangan lebih dulu!"
"Apa katamu" Aku bukankah orang yang suka inginkan kelonggaran!"
"Perkataanmu ini menunjukkan kau seorang jantan, namun tidak akan merubah pendirianku. Mungkin kau sudah pernah dengar, bahwa aku Chim-kiam Sianseng yan dahulu biasa menggunakan senjata pedang tapi pedang itu sudah lama kuceburkan kedalam Liong ong-tham dan sejak hari itu aku telah bersumpah tidak akan menggunakan senjata lagi. Danau Lok Ing ouw meski bukan danau Liong ong tham, tetapi aku harus tetap pegang sumpahku!"
"Aku lebih suka mati ditanganmu, tidak mau menerima keuntungan pemberian orang."
Chim-kiam Sianseng perintahkan tiga pemuda baju merah itu mundur kemudian berkata:
"Kau jangan terlalu mengunggulkan diri, meskipun aku tidak menggunakan senjata, tetapi kekuatan sepasang tanganku tidak boleh kau pandang ringan, aku yakin sudah cukup untuk dapat menanggapmu!"
"Aku sudah mendapatkan suatu cara yang baik bagi kedua pihak!" berkata Ho Hay Hong. yang lantas mundur tiga tombak lebih. Perbuatannya itu mengherankan Chim-kiam Sianseng, ia tidak mengerti apa maksud anak muda itu.
"Aku akan menyerang kau dulu tiga kali, lalu kau menyerang aku dengan sama banyaknya, demikian kita saling menyerang sehingga ada salah satu yang kalah." demikian Ho Hay Hong berkata lagi.
"Cara ini sangat baik, dan kau mulailah dulu!" sahutnya Chim kiam Sianseng
Ho Hay Hong tidak berkata apa-apa, manggutkan sedikit kepalanya, tiba-tiba menghunus pedangnya dan pedang itu segera memancarkan sinarnya berkilauan.
Chim kiam Sianseng membelalakkan matanya, seolah-olah menghadapi barang ajaib, kemudian menanya dengan perasaan heran"
"Pedang itu apakah bukan pedang pusaka Garuda sakti?"
Ho Hay Hong tidak menyahut, diam-diam mengagumi mata pemimpin Lempar batu itu yang sangat tajam itu. Perasaan Chim kiam Sianseng mendadak menjadi tegang, tokoh rimba persilatan kenamaan yang selamanya tidak gampang, terpengaruh perasaannya, sekalipun gunung gugur dihadapan matanya, kali ini ketika menyaksikan pedang itu, sikapnya telah mengunjukkan perasaan tidak wajar. Katanya.
"Darimana kau dapatkan pedang pusaka ini?"
Hati Ho Hay Hong tergetar ketika mendengar pertanyaan itu, tetapi ia kendalikan perasaannya, supaya tidak mengunjukkan perubahan.
"Pedang ini adalah pedang keturunan keluargaku !"
Mendengar jawaban itu, Chim kiam Sianseng hatinya tertawa dingin, tidak menanya lagi Ia pasang kuda-kudanya, siap untuk menghadapi serangan lawannya.
Tetapi Ho Hay Hong masih berdiri mengerahkan kekuatan tenaganya, tidak ada tanda tanda hendak melakukan serangan, hingga diam diam lawannya merata heran.
"Kita terpisah dengan jarak yang sangat jauh sampai sekarang kau masih belum bergerak, apakah kau hendak menggunakan pedang terbang untuk menyerang aku?" demikian ia bertanya.
Lubang hidung Ho Hay Hong pelahan-lahan mengeluarkan hawa putih, bagaikan ada ular putih yang keluar masuk dalam lubang hidungnya.
"Benar." demikian jawabnya singkat.
Pertanyaan Chim kiam Sianseng tadi, hanya duga-dugaan saja, tak dinyana bahwa pemuda itu benar-benar hendak menggunakan ilmu pedang terbang menyerang dirinya. Perasaan terkejut dan heran timbul dalam otaknya, ia sungguh tidak menyangka bahwa seorang muda yang masih belum dikenal orang dalam rimba persilatan, ternyata pandai menggunakan ilmu pedang yang sudah lama menghilang dari dunia persilatan itu.
Tentang ilmu pedang itu, seumur hidupnya ia baru pernah melihat satu kali saja. itu adalah ilmu pedang yang digunakan oleh akhli pedang, ketua dari partai Ngo bie pay Kim kong Hwee shio untuk menghadapi Cit ciu Sin-kun dari luar perbatasan.
Cit ciu Sin kun sudah lama terkenal sebagai satu iblis yang berkepandaian sangat tinggi, ilmunya Im yang kang belum pernah ketemu lawannya.
Untuk menghadapi lawan sangat tangguh itu, Kim kong Hwee shio harus mengeluarkan ilmu simpanan pedang terbangnya, yang menghamburkan banyak tenaga murni.
Keadaan pertempuran waktu itu, seolah-olah masih terbayang dihadapan matanya, pedang yang meluncur keluar dari tangan Kim kong Hwee shio bagaikan naga terbang mengejar sasarannya, dan akhirnya berhasil menembusi dada Cit ciu Sin kun.
Kematian iblis itu, disambut oleh tepukan tangan riuh oleh semua orang yang menyaksikan pertandingan.
Ia masih ingat bahwa waktu itu jarak antara Kim kong Hwee shio dengan Cit ciu Siu kun kira-kira sepuluh lebih, ilmu pedang terbang paderi dari Ngo bie pay membuat lawannya tidak berdaya, hingga akhirnya binasa.
Ia tahu benar betapa hebatnya ilmu pedang itu maka kini selagi hendak menghadapi ilmu pedang terbang Ho Hay Hong, ia harus mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya dan ilmunya Liong Youw Khie kang, sebagian digunakan untuk melindungi seluruh badannya.
Wajah Ho Hay Hong yang putih perlahan-lahan berubah menjadi merah, matanya memancarkan sinar yang menakutkan.
Setelah menyemburkan hawa dari mulutnya, pedang Garuda sakti melesat dari tangannya, dengan mengeluarkan suara mendengung benda putih berkilauan itu menuju keatas kening Chim kiam Sianseng.
Badan Cim kiam Sianseng bergerak tangannya dikebutkan, hembusan angin yang luar biasa hebatnya meluncur keluar.
Pedang itu terbang melayang agak tinggi diatas kepalanya, begitu melewati kepala Cim kiam Sianseng lalu membuat satu lingkaran dan kemudian menikam balik.
Chin kiam Sian seng ternyata sangat cekatan, ketika dibelakang dirinya mendengar suara suara angin, tanpa menoleh, mendadak lompat miring sejauh lima tombak. Dari sini dapat diukur, betapa mahirnya ilmu meringankan tumbuh Chin kiam Sian seng.
Pedang terbang yang tidak berhasil mengenakan sasarannya itu, melayang balik ke asalnya, ketangan Ho Hay Hong.
Chin Kiam Sian seng meskipun melayang turun ke tanah lagi dalam keadaan selamat, tetapi sikapnya sudah jauh berbeda dari semula, ia agaknya sudah dapat menjajaki sampai di mana tingginya kepandaian anak muda itu.
la tidak berani membuka mulut lagi, diam-diam mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, untuk melindungi seluruh badannya.
Jidat Ho Hay Hong sudah basah dengan peluh, sesungguhnya menggunakan ilmu pedang terbang itu menghamburkan banyak kekuatan tenaga dalam, kalau tidak diatur baik-baik, serangan selanjutnya tidak bisa memuaskan.
Ilmu pedang Ho Hay Hong sebetulnya masih jauh kalah dengan kepandaian suhengnya terutama toa suhengnya, dalam empat saudara seperguruan, toa suhengnya yang paling mahir dalam ilmu itu.
Ia dapat menggunakan serangan dengan beruntun sehingga tiga kali tanpa mengunjukkan tanda-tanda lelah.
Sebentar kemudian, serangan kedua Ho Hay Hong keluar dari tangannya. Kali ini ia tidak menyerang secara langsung, melainkan secara berliku-liku. Pedang itu berputar-putaran membuat beberapa lingkaran, baru menuju ke arah sasarannya.
Meskipun dengan cara bagaimana, pedang itu pada akhirnya tentu akan kembali kepada penyerangan. Chim kiam Sian seng yang sudah banyak menghadapi musuh tangguh, sudah tentu banyak pengalamannya, hingga tidak sampai dibikin kabur pikirannya, dengan tetap menggunakan siasat yang pertama, ia dapat mengelakkan serangan tersebut.
Ho Hay Hong harus beristirahat lagi sebentar kembali melepaskan lagi pedangnya ke tengah udara. Dengan cepat pedang itu meluncur keangkasa sambil mengeluarkan suara mengaung, hingga Chim kiam Sian seng yang menyaksikan itu, wajahnya berubah seketika.
Dengan secara tiba-tiba terdengar suara pujian bagus, seolah-olah keluar dari mulut seorang wanita. Tetapi karena kedua fihak mencurahkan perhatiannya dalam pertempuran itu, tiada satupun yang ambil perhatian.
Dengan sinar matanya yang tajam.
Chim kiam Sian seng memusatkan perhatiannya kepada pedang yang berada diangkasa. Pedang berputaran sebentar ditengah udara, tiba-tiba meluncur turun, dengan sangat lajunya menuju kepada Ciam kiam Sian seng.
Chim kiam Sian seng yang sudah siap, dengan kekuatan tenaga sepenuhnya tangannya mendorong keatas, pedang itu karena terhalang oleh kekuatan tenaga Chim kiam Sian seng. berbalik arah dan meluncur balik ke tangan Ho Hay Hong.
Serangan Ho Hay Hong yang dilakukan dari angkasa kali ini, meski tidak mengenakan sasarannya, tetapi sudah menguncupkan hati Chim kiam Sian seng. sebab dengan cara seenaknya Ho Hay Hong meluncurkan pedangnya ketengah udara, bisa mengarah tujuannya dengan jitu.
Ho Hay Hong menarik kembali serangan pedangnya, sesaat itu, rasa lelahnya menjadi-jadi, hampir saja ia tidak bisa berdiri tegak. Ketika ia menoleh, matanya dapat lihat bayangan seorang gadis berbaju hijau. Mata gadis itu ditujukan kedirinya dengan rasa kagum. Tahu dirinya diperhatikan, semangatnya terbangun lagi.
Seolah-olah ada semacam kekuatan yang mendorong padanya, akhirnya ia berdiri lagi, ia mengerti bahwa itu adalah semangat kesamaan yang mendorong padanya, meskipun ia tahu itu tiada gunanya, tetapi ia tokh berbuat demikian juga.
Gadis baju hijau itu adalah Su-to Cian Hui, tak disangka-sangkanya pada gadis itu datang seorang diri untuk menyaksikan pertandingan itu.
Dalam hati Ho Hay Hong tiba tiba timbul sesuatu perasaan, bahwa tenaganya tadi sebetulnya tidak cuma-cuma, setidak-tidaknya ia sudah dapat menarik perhatian gadis yang cantik tetapi agak tinggi hati itu.
Su to Cian Hui memandang dengan matanya yang jeli dengan perasaan kagum, ketika mengetahui dirinya diperhatikan oleh Ho Hay Hong, lantas berkata:
"Hei sungguh tidak kusangka bahwa kau juga bisa menggunakan pedang terbang."
Ho Hay Hong hanya membalas dengan satu senyuman, tiada sepatah kata keluar dari mulutnya.
"Sekarang kau harus siap, aku akan melakukan serangan!" demikian Chim kiam Sian seng berkata. Sebelum itu, ia maju tiga tombak, berhenti kira-kira lima tombak dihadapan Ho Hay Hong.
Ia mengangkat tangan kanannya, dia mendorongnya lambat-lambat. Gelombang kekuatan tenaga dalam meluncur keluar dari kedua tangannya. Ho Hay Hong yang menyambuti serangan itu dengan kedua tangannya, mendadak mundur dua langkah.
Sebelum bisa berdiri tegak, suatu kekuatan hebat sudah menyusul, ia buru buru menyambuti lagi dengan kedua tangannya, tetapi ia terpental mundur lagi beberapa langkah.
Sekarang ia baru mengerti bahwa kekuatan tenaga dalam Chim kiam Sian seng ternyata jauh lebih hebat dari dirinya. Dalam lima tombak serangan jarak jauh Chim Kiam Sian seng ternyata masih jauh hebat, bahkan kali ini hampir saja ia rubuh. Tetapi ia merasa penasaran, sebab sewaktu Chim kiam Sianseng melancarkan serangannya itu, kekuatan tenaga dalamnya sendiri belum terkumpul.
Chim kiam Sianseng agaknya sangat kagum. ia menganggukkan kepala dan berkata: "Serangan sudah selesai, sekarang adalah giliranmu."
"Aku membutuhkan sebatang bambu!" berkata Ho Hay Hong.
Chim kiam Sianseng merasa heran, terpaku menanya:
"Apa" Kau tidak mau menggunakan pedang pusakamu" Sebaliknya hendak menggunakan bambu?"
"Suruhlah orang ambilkan bambu, kalau aku kalah sudah tentu aku akan ikut kau!"
Chim kiam Sianseng terpaksa menerima baik permintaannya. Ia memerintahkan tiga pelindung hukum untuk mencarikan sebatang bambu.
Ho Hay Hong terpaksa menunggu. Ia bukan seorang bodoh. Justeru karena ia sudah biasa menggunakan bambu sebagai senjata, maka dengan menggunakan pedang, ia agak kurang leluasa.
Tidak lama kemudian tiga pemuda baju merah itu sudah kembali dengan membawa sebatang bambu dan diberikan kepada Ho Hay Hong.
Pemuda itu membuat runcing bambunya, kemudian berkata kepada Chim-kiam Sianseng:
"Dalam tiga kali seranganku ini, apabila tidak bisa mengalahkan kau, aku rela mengikuti kau ke markasmu!"
Kepalanya menengadah, tangannya menggetar pada saat itu, kekuatan tenaganya sudah mulai pulih, hingga getaran tangannya itu menimbulkan suara mengaung.
Dengan menggunakan gerak tipu pertama dalam ilmu silatnya yang luar biasa Khun-goan Sam kay bambunya digunakan sebagai senjata tombak, secepat kilat ditujukan empat bagian jalan darah terpenting depan dada lawannya.
Chim-kiam Sianseng menggeser kakinya tiga kaki, ujung bambu lewat lengan kirinya, hanya selisih sedikit saja. Jago tua kenamaan itu hampir mati diujung bambu runcing.
Karena serangan tidak kena, Ho Hay Hong mendadak mengerahkan pedang ditangan kirinya, memapas bambunya menjadi dua potong, kemudian selagi Chim kiam Sian seng masih menoleh dalam perasaan heran, ilmu tombak Ho Hay Hong sudah dirubah menjadi ilmu pedang Ngo heng Kiam hoat.
Tiga kali ia melakukan serangan dengan beruntun mengarah mata Chim kiam Sianseng, yang kedua dan yang ketiga mengarah dada dan perut.
Chim kiam Sianseng terkejut, buru-buru mengeluarkan ilmunya meringankan tubuh melompat kesamping.
Serangan Ho Hay Hong kali ini juga tidak berhasil, kembali ia memapas bambunya, hingga menjadi semakin pendek, hanya tinggal kira kira sekaki lebih sedikit.
Tetapi ia tetap gembira, dengan mendadak ilmu pedangnya dirubah menjadi ilmu serangan alat tulis, yang serangannya di utamakan mengarah jalan darah kematian.
Kali ini adalah tiga jalan darah Hong hwa. Siang-seng dan Khie hay yang dijadikan sasaran.
Chim kiam Sian seng benar-benar tidak mengira bahwa kepandaian anak muda ini demikian banyak coraknya, hingga wajahnya berubah seketika, ia mengeluarkan dua kali serangan dengan beruntun, mendesak mundur Ho Hay Hong.
Selagi hendak menanya asal usul pemuda itu, didanau Lok ing ouw terjadi perubahan yang tidak terduga-duga. Timbul gelora dipermukaan danau, dan disusul oleh munculnya air mancur setinggi satu tombak.
Kejadian sangat ganjil, kalau tidak ada binatang gaib didalam air, dari mana datangnya kekuatan itu"
Su to Cian Hui yang menyaksikan pertandingan yang pertama-tama berseru:
"Celaka, Naga delapan kaki muncul lagi," Chim kiam Sian seng dengan cepat lompat mundur tiga tombak, matanya mengawasi danau, la benar-benar telah dikejutkan oleh kejadian aneh itu.
Mata Ho Hay Hong berputaran, agaknya ada yang dicari. Ditepi seberang danau, tampak olehnya seorang bertopi lebar dan warna hitam, sedang jongkok disana, tangannya sedang memegang sebatang pancing sepanjang tiga tombak lebih.
Ujung pancing dimasukkan kedalam danau, tangannya bergerak gerak berapa kali memukulkan pancing kepermukaan air.
Ia tidak dapat melihat tegas wajah orang tua itu, tetapi entah apa sebabnya, begitu melihat potongan orang tua itu darahnya terasa mendidih dan dengan satu hentakkan keras ia lompat menerjangnya.
Topi lebar orang tua itu menutupi alisnya, seolah-olah ia takut dikenali orang. Ketika melihat seorang muda menyerbu dirinya dengan cepat ia menghentikan gerakannya dan lantas angkat kaki.
Gerakkannya itu bagaikan hantu, begitu bergerak, bagaikan kilat sudah menghilang ke dalam rimba lebat.
Ho Hay Hong karena kehilangan jejak orang yang diserbu, terpaksa urungkan niatnya untuk mengejar.
Tidak lama seberlalunya orang itu, air mancur yang timbul dalam danau, perlahan-lahan juga turun sendiri, permukaan air telah tenang kembali.
Mengertilah Ho Hay Hong. apa sebabnya mahluk dalam danau itu, demikian menggila, tentu itu semata-mata karena perbuatan orang tadi. Tetapi apa maksudnya orang tua itu berbuat demikian kembali merupakan suatu teka-teki.
Ia termenung memikirkan kejadian itu entah sejak kapan, tiga pelindung hukum golongan Lempar batu, sudah mengurung dirinya, Tiga pemuda itu satupun tak membuka mulut, berdiri seperti patung. Sebelum ia menegurnya, sudah didahului oleh Chim kiam Sianseng:
"Sahabat, kecil, kulihat kepandaian ilmu silatmu agak mirip dengan ilmu silat Khun goan Sam-kay ciptaan si Kakek penjinak Garuda yang dahulu namanya sangat termasyhur, apakah kau muridnya orang tua itu?"
"Aku tidak faham Ilmu silat yang dinamakan Khun goan Sam-kay!" jawab Ho Hay Hong sambil menggeleng kepala. Dalam hati diam-diam terperanjat, ia tidak sangka bahwa kepandaiannya ilmu silat Khun goan Sam-kay ternyata berasal dari si Kakek penjinak Garuda, jadi kalau begitu, Dewi ular dari gunung Ho lan san itu punya hubungan erat dengan si Kakek penjinak Garuda.
Sebab seluruh kepandaiannya didapatkan dari suhunya yang bergelar Dewi ular itu, sedangkan kepandaian Dewi ular itu berasal dari daerah Tionggoan.
Seharusnya sang guru itu mengerti baik keadaan si Kakek penjinak Garuda, tapi mengapa menyuruh dia yang mencari jejaknya".
Chim kiam Sianseng yang tidak mendapatkan jawaban memuaskan, lalu bertanya lagi.
"Jikalau kau benar adalah murid si Kakek penjinak Garuda, soalnya menjadi lain, aku bukan saja akan memerintahkan semua orang golongan Lempar batu memperlakukan dirimu sebagai sahabat, bahkan akan memberikan surat jalan, supaya kalau kau ada kesulitan, segera mendapat bantuan"
"Terima kasih atas kebaikanmu, tetapi aku bukan apa-apanya si Kakek penjinak Garuda !"
Wajah Chim kiam Sianseng berubah seketika, lalu memerintahkan tiga pelindung hukum menangkap pemuda itu.
Sesaat kemudian, tiga bayangan merah bergerak dari tiga jurusan, menyerbu Ho Hay Hong.
Mereka bertiga menggunakan ilmu silat Tay kie na-cu hoat, menangkap lawannya.
Disergap secara mendadak, Ho Hay Hong belum keburu memberi perlawanan mendadak telinganya dibikin pengang oleh suara siulan yang keluar dari mulut salah seorang pelindung hukum itu.
Ketika ia menyadari bahwa itu adalah satu siasat saja, yang maksudnya untuk membingungkan pikirannya, tangannya sudah tertangkap olah lawannya, sehingga tidak bisa bergerak.
Salah seorang diantaranya merampas pedang pusaka diserahkan kepada Chim kiam Sianseng.
Sambil mempermainkan pedang pusaka Garuda sakti. Chim kiam Sianseng berkata kepada Ho Hay Hong:
"Kau sekarang sudah kujatuhkan, mati hidupnya tergantung padaku. Lekas beritahukan asal usulmu, jikalau tidak, aku akan anggap kau sebagai pembunuh si Kakek hidung merah. Kau akan kubawa pulang kemarkas untuk menerima hukuman !"
Ho Hay Hong yang sudah tidak bergerak, percuma saja dengan kepandaiannya. Mendengar perkataan Chim kiam Sianseng ia tahu bahwa orang tua itu jeri terhadap si Kakek penjinak Garuda maka lantas ia menggunakan suatu akal.
Sikapnya pura-pura dingin acuh tak acuh. seolah-olah tidak mengabaikan sikap Chim-kiam Sianseng.
"Si Kakek penjinak Garuda masih pernah apa denganku, kau tidak ada hak untuk menanyakan. Pendek kata, si Kakek hidung merah itu bukan aku yang membunuh." jawabnya dengan sikap acuh tak acuh.
"Dengan maksud baik aku menanyamu, mengapa kau keras kepala " Terpaksa kuhadapkan kebagian hukum."
Su to Chian Hui diam-diam lompat turun dari atas pohon karena munculnya makhluk aneh dalam danau tadi, membuatnya ketakutan setengah mati. dan kini setelah bahaya telah lewat, ia berani unjukkan diri lagi. Katanya dengan suara lantang:
"Hei, orang tua baju kelabu, kau keliru. Dia adalah orangnya Lam kiang Tay bong!"
Chim kiam Sianseng terkejut. Matanya menatap si pemuda lalu berkata:
"Nona kecil, bagaimana kau tahu kalau dia orangnya Lam kiang Tay bong."
"Karena dia adalah tamu ayahku!"
"Siapa ayahmu!"
"Ayahku adalah Cie lui Kiam khek!"
Chim kiam Sianseng tersenyum. "Benar Cie lui Kiam khek masih tergolong orang baik. Tetapi menurut apa yang aku tahu, Lam kiang Tay bong bukanlah orang baik-baik, bahkan Cie lui Kiam khek sangat membencinya. Mengapa ia suka menerima orang menjadi tetamunya?"
"Tentang ini aku tidak tahu. Biar bagaimana dia adalah muridnya Lam kiang Tay bong, sedikitpun tidak salah. Kau tidak perlu banyak bertanya!"
Ho Hay Hong diam diam berpikir: "aneh, mengapa ada orang yang mengatakan aku muridnya Lam kiang Tay bong itu wajahnya mirip dengan wajahku?"
Chim kiam Sianseng agaknya tidak mau percaya, tanyanya pula:
"Tahukah nona siapa namanya murid Lam kiang Tay bong?"
"Tang siang Sucu."
Jawaban itu memang sudah diduga oleh Ho Hay Hong. Maka ia tak merasa heran lagi. Sebaliknya dengan Chim kiam Sianseng: Matanya melotot, dia lantas menatap tajam kepadanya, sikapnya tampak aneh, katanya sambil angguk-anggukkan kepala.
"Oh. kiranya kau adalah murid kepala Lam kiang Tay bong. Nama Tang Siang Sucu ini aku pernah dengar, tak kusangka adalah kau!"
Pemimpin Lempar batu Itu telah percaya keterangan Su to Cian Hui, sebab kepandaian Ho Hay Hong memang tidak lemah, benar-benar mirip anak murid seorang guru kenamaan. Tetapi, mendadak ia merasa ragu-ragu, karena Lam kiang Tay bong adalah seorang berkepandaian tinggi yang adanya aneh, pikirannya cupat. terutama mudah tersinggung, sedikit salah kata saja, bisa menimbulkan permusuhan. Kalau benar pemuda ini adalah murid Lam kiang Tay bong, selanjutnya akan menjadi berabe.
Matanya tetap menatap wajah Ho Hay Hong, pikirannya bekerja, tetapi Ia tidak dapat menemukan suatu cara sebaik-baiknya untuk menyelesaikan persoalan itu. Ia belum tahu sampai di mana tingginya kepandaian jago tua itu.
Tetapi menurut kabar kalangan Kang ouw, ia adalah termasuk salah satu dari lima jago kuat dalam rimba persilatan pada dewasa ini. Baik usianya maupun wibawanya dan kepandaiannya, jauh lebih atas daripada dirinya sendiri.
Ia teringat asal-usulnya pedang pusaka Garuda sakti, pikirannya semakin goncang.
Memang, ditinjau dari sudut mana saja, pemuda itu sangat menyulitkan kedudukkannya.
Akhirnya ia mengambil suatu keputusan, lalu berkata Ho Hay Hong:
"Baiklah, kau sekarang pulang dulu, pedang ini akan kubawa pulang sebagai barang jaminan. Jikalau benar bahwa si Kakek hidung merah bukan kau yang binasakan, akan ku utus orangku kirim kembali pedang ini dengan segera.
Tetapi kalau dikemudian hari dalam penyelidikanku terdapat kenyataan bahwa kakek hidung merah mati ditanganmu, aku tidak perduli kau murid siapa, aku akan menuntut balas atas kematian sahabatku!"
"Baik, aku berdiam di rumah Cie lui Kiam khek, kau jangan mengingkari janjimu!"
Chim kiam Sianseng lalu memerintahkan tiga anggota pelindung hukumnya untuk membebaskan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu bahwa perbuatan tiga pemuda itu tadi hanya melakukan perintah atasannya maka ia tidak mendendam, sakit hati terhadap mereka.
Chim kiam Sianseng tidak membuang waktu, menyelesaikan urusannya lantas berlalu bersama anak buahnya.
Suto Chian Hui juga pulang seorang diri, meninggalkan Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu bahwa gadis itu salah mengerti terhadap dirinya, tetapi ia tidak mau banyak bicara untuk memberi keterangan tentang dirinya. Ia yakin bahwa nanti dikemudian hari pasti menjadi terang sendiri.
Hari sudah mulai gelap, Ho Hay Hong tidak pulang kerumah penginapannya, sebaliknya berjalan menuju ke Kampung Setan.
Ia menduga Cie lui Kiam kek, Giok-hu Kie su, Khong ciok Gin cee, Si Ayam emas Song Sie, SI Kipas besi Hok Yauw dan empat sekawan keluarga Liong tentu sudah berangkat ke Kampung Setan.
Ia tidak suka bertemu muka dengan orang-orang itu, sifatnya memang suka menyendiri, sekalipun menjumpai bahaya besar, juga tidak mau minta bantuan orang.
Sepanjang jalan, pikirannya terus bekerja. Ia ingin sekali bisa bertemu muka dengan orang tua yang sangat misteri itu. Menurut penuturan Su to Cian Hui, ia telah menarik kesimpulan bahwa pembunuh besar-besaran ditepi danau Lok-ing ouw itu, pasti perbuatan orang tua misteri itu.
Ia tidak mau memberitahukan hal itu kepada Chim kiam Sian-seng. karena ia tidak ingin menimbulkan urusan, sehingga menjadi rintangan bagi tindakannya sendiri.
Tidak lama kemudian, malam telah tiba, sinar rembulan menerangi seluruh jagat. Tiba-tiba telinganya menangkap suara aneh. Suara itu seperti angin meniup rumput, juga mirip dengan suara pasir yang disambitkan kedalam air. Ia menghentikan langkahnya, dengan meminjam terangnya sinar rembulan, ia memandang keadaan disekitarnya.
Tidak jauh ditempat ia berdiri adalah sebuah rimba lebat, sedang dihadapannya adalah sebidang tanah yang banyak rumputnya yang panjang.
Pada saat itu tiada lain orang, kecuali dirinya sendiri, jaga tidak ada angin bertiup, dari mana datangnya suara aneh itu" Tiba tiba ia teringat kepada Kampung setan, lalu Ia tanya kepada diri sendiri: apakah aku sudah menginjak tanah Kampung setan "
Diam-diam ia mencari dari mana datangnya suara aneh itu, ternyata dari dalam rimba lebat itu. Ia sembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar sambil pasang mata, tidak lama kemudian, tampak olehnya seorang tua berambut putih seluruhnya berjalan keluar dari dalam rimba.
Rambut orang tua itu sangat panjang, dan pakaiannya yang berwarna hitam, nampak terlalu panjang, bukan saja menutupi ke dua kakinya, bahkan masih terseret banyak dibelakangnya.
Suara aneh itu tadi, adalah suara yang ditimbulkan oleh bajunya yang kepanjangan menyentuh tanah.
Ia segera dapat mengenali bayangan belakang orang tua rambut putih itu, sama benar dengan bayangan setan yang diketemukannya ditempat patung "Gak-hui".
Dia, manusia ataukah setan " Ho Hay Hong sedang mengira ngira. Dengan perasaan tegang ia mengepal tangannya yang sudah keringat dingin. Dengan mendadak ia kehilangan keberaniannya, tidak berani mengganggunya.
Sesaat hatinya timbul perasaan ragu-ragu, ia tidak tahu harus menyelidiki atau tidak"
Ketika ia melihat lagi, orang tua berambut putih bagaikan bayangan setan itu sudah menghilang entah kemana. Ia merasa sangat heran, seolah-olah tidak percaya kepada pandangan matanya sendiri.
Tetapi kemudian ia mengerti, di tempat itu mungkin terdapat lubang.
Ia menunggu sampai lama, bayangan orang tua itu tidak tampak keluar lagi. Lalu ia menguatkan semangatnya, pergi menghampiri tempat itu.
Gerak kakinya tidak menimbulkan suara seluruh badannya tengkurap di tanah yang tumbuh banyak rumput. Matanya berputaran mencari-cari, benar juga. Ia telah menemukan sebuah gua, dugaannya tak keliru.
ia menunggu di tepi gua sambil memasang telinganya. Dari jauh seperti terdengar suara langkah kaki orang. Suara itu datang dari dalam gua, jelas bahwa dalam gua itu ada jalan di bawah tanah.
Ia merasa lega, suara tindakan kaki itu perlahan-lahan telah lenyap, jelas bahwa orang tua itu sudah pergi jauh
Dengan mendadak timbul perasaan ingin tahu. Selagi hendak melangkah masuk ke-dalam gua dari tempat yang tidak jauh mendadak terdengar suara orang yang tidak asing baginya.
"Ayah, kau menemukan apa?" itu adalah suaranya Hok Yam San.
"Ayah! Apa itu" Lekas kau kemari, aku takut!" demikian terdengar lagi suara pemuda she Hok itu.
Ho Hay Hong tahu bahwa anak murid keluarga Hok sudah memasuki daerah Kampung Setan ini, yang benar-benar sangat misteri.
Lalu terdengar suaranya sang ayah: "Jangan bicara keras-keras, apakah kau tidak tahu bahwa di belakang patung ini banyak tengkorak manusia?"
"Ayah." demikian terdengar suara Hok Yam San, dengan mendadak. Tak jauh disitu terdengar pula suara jeritan mengerikan, penuh ketakutan.
Hok Yam San yang menjadi takut oleh suara itu, lantas berteriak : "Ayah, itu adalah suaranya Cin Jie houw."
Jago tombak she Hok mengeluarkan suara bentakan keras, dari dalam rimba tidak jauh tampak sesosok bayangan orang, terang berada di tengah udara berputaran sebentar, lalu menukik kebarat, dari mulutnya terdengar suara yang keras:
"Siluman, lekas tunjukkan mukamu."


Kampung Setan Karya Khulung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-ooo0d-w0ooo- Bersambung Jilid 4
Jilid 5 TAK disangka-sangka, Hok Yam San kembali mengeluarkan suara jeritan ngeri. Ketika mata Ho Hay Hong di tunjukkan ke-arah anak muda itu, tampak berkelebat sesosok bayangan putih.
Orang masih belum tahu benar apa yang telah terjadi, Hok Yam San sudah rubuh di tanah.
Jago tua she Hok terpaksa mengeluarkan senjata tombaknya. Sambil memutarkan senjata tombak itu, ia lari menghampiri anaknya, tetapi Hok Yam San sudah jatuh pingsan.
Ho Hay Hong yang telah menyaksikan semua kejadian itu, telah mendapat kenyataan bahwa bayangan putih itu adalah orang tua rambut putih yang sangat misteri itu.
Ia tidak tahu dari mana datangnya orang tua itu, yang mengherankan adalah, hanya dalam waktu sekejap mata saja ia sudah merubuhkan dua orang dan kemudian sudah menghilang lagi.
Kini terdengar suara jago tombak she Hok yang berkata kepada dirinya sendiri.
"Siluman siluman, aku lihat kau hendak lari kemana?"
Tombak ditangannya dilontarkan kearah tempat menghilangnya bayangan orang misterius tadi. Dari tempat itu tiba-tiba terdengar suara orang: "Awas ini senjata rahasia!"
Sesosok bayangan putih lompat dari tanah, dengan satu gerakan dengan mudah berhasil menyambut tombak panjang itu. Kemudian terdengar suaranya: "Aha, sambitan tombak ini hebat sekali, apakah dilontarkan oleh Hok lo enghiong ?"
Jago tua she Hok terkejut. Katanya dengan suara nyaring: "Cie lui Kiam khek kah disitu?"
Dari jauh nampak berkelebat sinar terang, lalu terdengar suara jawaban: "Apakah, disana Hok lo-enghiong?"
"Benar, sudah setengah hari aku berjuang disini. tapi hasilnya nihil" menjawab jago tua itu sambil menghela napas.
"Hei. dimana saudara kipas besi?" tanya Cie lui Kiam khek.
Lama pertanyaan itu tak ada yang menjawab, sehingga menimbulkan tanda tanya bagi orang orang yang ada disitu.
Cie lui Kiam khek berkata pula dengan suara gemetar:
"Apakah dia sudah?"
Menghilangnya Kipas besi Hok Yauw dari tempat itu, menimbulkan kecurigaan Cie lui Kiam khek, Ia mengerti, apabila tak terjadi apa-apa, tokoh rimba persilatan yang terkenal berani itu tidak mungkin akan pergi secara diam diam.
Tetapi dengan kepandaiannya setinggi itu, menghilang tanpa bekas pasti ada sebabnya. Karena merasa cemas, dengan terbirit-birit ia menghampiri jago tua she Hok dan bertanya padanya dengan suara perlahan:
"Hok lo, apakah kau tadi melihat Hok Yauw?" Jago tua she Hok itu dengan wajah murung, dengan tangan kiri menggandeng anak lelakinya di tangan kanan menggenggam belati, matanya celingukkan dengan hati tidak tetap.
Terhadap pertanyaan Cie lui Kiam khek ia hanya menggelengkan kepala, mulut membisu dan tertawa masam.
"Benar-benar ada setan, Hok Yauw biasanya berlaku sangat berhati-hati dan banyak akalnya, tapi kali ini baru pertama menyelidiki kampung setan, bagaimana menghilang secara mendadak" " berkata Cie lui Kiam-khek.
Si Ayam Emas diam-diam menghampiri Cie lui Kiam-khek dan berbisik ditelinganya:
"Jangan tanya lagi, tua bangka itu mempunyai maksud tertentu, sekalipun ia tahu, juga tidak mau memberi keterangan!"
Cie lui Kiam khek hanya menganggukkan kepala, selagi hendak mengatakan bahwa si Kipas besi itu memang tidak senang pergi mengadakan penyelidikan kampung setan, tetapi sebelum maksudnya itu diutarakan, tiba tiba terdengar suara bentakan Giok-hu Kie su kemudian, tampak berkelebatnya sinar putih keluar dari tangannya, kearah timur.
Senjata rahasia yang dilancarkan oleh Giok hu Kie su tanpa terhalang menancap di atas sebuah pohon, bersamaan pada saat itu, sehelai kertas putih terbang melayang-layang ditengah udara.
Giok hu Kie su segera menyambar kertas itu, diatas lembaran kertas putih terdapat sebaris huruf dengan kata kata yang berbunyi. "Tidak dengar larangan, tak ada jalan lain, kecuali kematian."
Giok hu Kie su diam-diam terkejut, matanya mencari, tetapi tidak kelihatan bayangan seorang pun juga.
Tulisan diatas kertas itu sudah terang bukan tulisan setan. Giok hu Kie su yang bernyali besar, segera merobek-robek kertas itu, sehabis dibacanya. Dengan suara gusar ia berkata.
"Aku berani datang kemari, sudah tentu tidak takut segala bahaya. Kau main sembunyi, apakah masih ada muka mengaku sebagai seorang satria ?"
Belum lagi Giok ha Kie su menutup mulut, dari sebuah pohon cemara yang tidak jauh dari situ, terdengar suara burung berbunyi, kemudian disusul oleh melesatnya sebuah bayangan hitam yang meluncur turun dari atas pohon dan langsung menyerbu Giok hu Kie su.
Wajah Giok ku Kie tu berubah seketika, sambil mengeluarkan suara bentakan keras, tangannya bergerak menyerang makhluk yang menyerbu dirinya.
Tetapi, bayangan makhluk raksasa itu merandek dengan kegesitan luar biasa memutar balik mengelakkan serangan Giok hu Kie su, kemudian balik menyerbu lagi.
Giok bu Kie su agak gagap, hingga kini diserbu oleh makhluk itu, dadanya dirasakan sakit, kemudian jatuh terlentang.
Makhluk itu masih hendak menyerbu lagi, Khong ciok Gin cee mendadak loncat melesat setinggi tiga tombak, kemudian menukik kebawah hendak menerkam makhluk tersebut. .
Mahluk Itu ternyata sangat cerdik. Ia telah mengerti bahwa dirinya hendak diterkam dari atas. Dengan sikap tidak berubah, tiba-tiba terbang lebih tinggi dua tombak, hingga Khong ciok Gin cee malah berada dibawahnya.
Dengan sendirinya Khong ciok Gin cee tidak berhasil usahanya hendak menerkam makhluk itu. Ia mengetahui gelagat tidak baik. dengan cepat melayang turun kearah selatan.
Diluar dugaannya, makhluk itu bergerak lebih gesit, kaki Khong-ciok Gin cee belum menginjak tanah, sudah diserbunya.
Khong ciok Gin cee tidak menduga makhluk itu demikian lihay, dalam terkejutnya ia sampai lupa memberi perlawanan, hingga jiwanya terancam bahaya,.
Dalam saat yang sangat kritis itu, empat sekawan keluarga Liong, masing-masing menghunus senjatanya yang berupa sepasang roda besi, lalu lompat tinggi ketengah udara, dan menyergap makhluk hitam itu.
Makhluk hitam itu terpaksa melepaskan usahanya hendak menyergap Khong ciok Gin cee, dengan kegesitan luar biasa, menerobos serangan empat sekawan, kembali terbang tinggi melalui lawan-lawannya.
Gerakan luar biasa itu menarik semua orang yang menyaksikannya, hingga kini Cie-lui Kiam khek baru mengetahui bahwa makhluk hitam itu adalah Garuda raksasa.
Apakah burung Garuda ini terdidik baik oleh ahli silat". Begitulah pikir jago silat itu.
Sewaktu para orang berusaha hendak menangkapnya, burung itu sudah terbang menghilang ke hutan.
Jago tombak she Hok seolah olah teringat sesuatu dengan cepat menghampiri muridnya yang tiba-tiba menjerit tadi. Ternyata murid itu mukanya sudah berlumuran darah, keadaannya sangat mengerikan.
"Binatang itu sungguh ganas !" demikian jago tua itu berkata.
Ia periksa lagi keadaan anaknya. Pakaiannya sudah hancur dikoyak koyak, dibadannya terdapat banyak tanda cakaran kuku dan patokan paruh, keadaan itu telah menambah keyakinannya.
Dilain pihak Cie lui Kiam khek pergi menolong Giok hu Kie su. Si Pematok ini pakaian bagian dadanya sudah dikoyak-koyak, didadanya terdapat tanda kuku yang sangat dalam, sehingga mengeluarkan banyak darah.
Meskipun lukanya tidak parah, tetapi menimbulkan rasa sakit yang tak terkira.
Cie lui Kiam khek mengeluarkan obat bubuknya untuk mengobati lukanya dan berkata dengan serius.
"Kalau mau dikata bahwa tokoh tokoh rimba persilatan yang dahulu pernah menyelidiki keadaan dalam Kampung Setan ini. semua mati sebagai korbannya burung Garuda itu, rasanya tidaklah mungkin. Harus diketahui bahwa seekor binatang, betapapun cerdik nya, jikalau tak mendapat petunjuk manusia, tak mungkin begitu berani. Menurut dugaanku, dalam Kampung Setan ini pasti berdiam seorang yang berkepandaian luar biasa."
Belum habis ucapannya, matanya tiba-tiba dipentang lebar, mengawasi kejurusan barat. Ho Hay Hong yang sembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar, dapat mengikuti arah pandangan mata jago tua itu.
Di-bawah sebuah pohon besar, entah sejak kapan tampak berdiri seorang gadis berambut panjang, yang mengenakan pakaian serba putih.
Diam-diam ia merasa heran, dari mana munculnya wanita muda itu "
Karena penerangan dari sinar bintang-bintang dilangit kurang terang, apalagi terpisah agak jauh, wanita itu tidak bisa terlihat dengan nyata, ia hanya merasa bahwa paras wanita baju putih itu cantik sekali, gaunnya yang berwarna putih sangat pendek, hanya mencapai batas lutut.
Di bawah lutut kelihatan jelas sepasang kakinya yang putih berisi karena dalam keadaan kaki telanjang, nampak seperti bidadari yang baru turun dari khayangan.
Karena munculnya secara mendadak, apa lagi tempat itu terkenal sebagai daerah yang angker, maka timbul pikiran yang bukan-bukan.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dalam kampung setan itu tampak seorang gadis jelita, barangkali tiada seorangpun yang mau percaya.
Percaya atau tidak, kenyataannya memang benar. Maka Cie lui Kiam khek yang banyak pengetahuan dan pengalaman, mau tidak mau harus percaya dengan kenyataan yang dihadapinya.
Sebagai pemimpin rombongan, sudah tentu ia tidak boleh menunjukkan rasa takutnya. Maka dengan memberanikan diri. ia maju menghampiri gadis itu dan bertanya:
"Nona kecil, dari manakah kau datang?"
Tapi gadis itu seolah-olah tidak mengerti pertanyaannya. Atas pertanyaan jago pedang itu, dia tidak menjawab. hanya membuka matanya lebar-lebar mengawasinya.
Sikap gadis itu, dalam keadaan biasa memang wajar, tetapi pada tempat dan keadaan seperti itu, sudah tentu menimbulkan kesan berlainan.
Maka Ciu lui Kiam khek yang di pandang secara demikian, dengan tiba-tiba timbul perasaan tegang. Ia coba mengendalikannya, kemudian menanya lagi:
"Nona kecil apakah, kau penduduk kampung ini?"
Gadis kaki telanjang itu masih tetap memandangnya, sinar matanya yang tajam, meskipun sebenarnya ia belum membuktikan kesempurnaan kekuatan tenaga dalamnya, tetapi sangat berpengaruh, sehingga seorang Kang-ouw kawakan sebagai Cie-lui Kiam khek juga merasa keder dibuatnya, dan tidak berani memandang lama.
Hok Yam San yang sudah siuman dari pingsannya, saat itu mendadak membuka matanya yang sayu dan memandang arah kepada gadis cantik itu. Katanya kepada sang ayah dengan suara perlahan:
"Ayah. jangan jangan perempuan ini adalah perempuan cantik yang disebut oleh Sun-hong Kouw khek ?"
Ketika mendengar perkataan anaknya, jago tombak she Hok itu mendadak tegang, ia memandang muka semua orang yang ada disitu, ketika semua orang nampaknya tidak ambil perhatian, hatinya baru merasa lega. Berkata kepada anaknya:
"Jangan sembarangan omong, awas ada yang mendengarkan!"
Percakapan antara ayah dan anak itu meski dilakukan dengan suara amat pelahan, tetapi semua dapat didengar oleh Ho Hay Hong. Pemuda itu diam-diam merasa heran, apakah sebetulnya yang dikatakan sebagai rahasia oleh Sun hong Kouw khek"
Dan mengapa ayah dan anak itu nampaknya takut diketahui oleh orang lain"
Gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya tanpa bergerak, satu tangannya pelahan-lahan dimasukkan kedalam saku bajunya dan mengeluarkan sehelai kertas, kertas itu dikepalnya, lalu disambitkan kearah Cie lui Kiam-khek.
Cie lui Kiam khek buru-buru menyambutnya. Setelah dibacanya tulisan dalam kertas itu, wajahnya berubah seketika. Katanya:
"Nona kecil, apakah artinya ini" Siapa yang menyuruh kau mengantarkan surat ini?"
Si Ayam emas Song Sie, buru-buru mengulurkan tangannya mengambil kertas dari tangan Cie lui Kiam khek dan membacanya. Diatas kertas itu ternyata tertulis kata-kata.
"Harap tuan habiskan jiwa sendiri, jangan sampai mengotori tanganku!"
Setelah membaca isi surat itu, Song Sie amat marah, katanya dengan suara keras.
"Kalau benar hendak mengambil jiwa kita, mengapa tidak mau menunjukan kepandaian" Hanya dengan sepotong kertas untuk menggertak orang, apakah itu perbuatan seorang gagah?"
Dengan sangat gemas ia meremas-remas kertas itu dan dilemparkannya ketanah, kemudian berkata kepada kawan-kawannya:
"Siapa diantara kalian yang sudah bosan hidup, boleh ikut dia pergi! Ha ha ha"
Gadis kaki telanjang itu ketika mendengar tertawa Song Sie, pandangan matanya dari wajah Cie-lui Kiam khek dialihkan ke arah Song Sie.
Si Ayam emas itu ketika beradu pandangan matanya dengan mata si gadis, hatinya berdebar keras.
Tapi gadis itu hanya memandang sejenak, tidak menyatakan apa-apa, kemudian membalikkan badannya dan berlalu.
"Nona. jangan pergi dulu, aku hendak tanya padamu," berkata Cie lui Kiam khek, tetapi sigadis tak menghiraukan dan melanjutkan perjalanannya.
Cie lui Kiam-khek sangat marah, sambil mengeluarkan suara dihidung, kakinya bergerak mengejar.
Saat itu, dalam rimba terdengar suara yang amat riuh, Cie lui Kiam khek merandek suara tambur itu semakin gencar, seolah-olah pasukan tentara yang hendak menyerbu musuh.
Cie lui Kiam khek yang sudah banyak menghadapi musuh tangguh, lantas mengambil keputusan darurat, katanya dengan suara keras.
"Saudara-saudara harap berkumpul menjadi satu, jangan sampai dihabiskan satu persatu oleh musuh!"
Semua orang rimba persilatan yang ada disitu, juga tahu situasi telah gawat, maka buru-buru berkumpul, satu sama lain berdiri saling membelakangi.
Ho Hay Hong juga dikejutkan oleh suara tambur yang sangat riuh itu, buru-buru sembunyikan diri kedalam gua. Namun demikian perasaannya masih tidak merasa tenang karena apabila ada orang masuk kedalam goa, dirinya pasti kepergok.
Suara tambur itu semakin mendekat akhirnya hanya terdengar suara orang berteriak-teriak memekakkan telinga. Sementara itu, dari berbagai penjuru rimba itu, lompat keluar serombongan orang-orang liar yang pada telanjang, dengan bulu dan rambut yang panjang.
Setiap orang membawa satu tambur, dipukulnya amat nyaring. Muka mereka nampak beringas, tetapi gerakannya menunjukkan sipat mereka yang bodoh.
Semua orang yang menghadapi pemandangan itu, mempunyai kesan serupa, ialah seperti berada ditengah-tengah daerah manusia yang masih liar. Tetapi semua tahu bahwa tempat yang diinjaknya masih merupakan salah satu tempat dari daerah Tionggoan.
Cie lui Kiam khek setelah pasang mata memandang mereka, telah menemukan rahasia manusia liar itu. Karena rombongan orang liar itu meskipun sekujur badannya dipoles dengan tanah, untuk menyaru sebagai orang liar, tapi ketika berjalan dengan gerakan mencak-mencak, mereka semua menggunakan ilmu meringankan tubuh sejenis ilmu terbang keatas rumput. Jelaslah sudah bahwa orang orang liar itu adalah orang-orang Kang ouw yang menyaru.
Nyalinya mulai bertambah besar, berkata kepada kawannya.
"Saudara-saudara jangan lengah, orang-orang ini adalah orang orang Kangouw juga yang menyaru, tidak susah untuk kita hadapi Asal kita berani dan berlaku tenang, kita pasti menang!"
"Suto Tayhiap benar, aku juga sudah lihat gerakan mereka!" berkata Khong ciok Gin cee.
Mereka semua adalah orang-orang Kang Ouw kawakan. Sudah tentu tidak mudah dibohongi.
"Namun demikian," berkata pula Khong ciok Gin cee, "kita juga tidak boleh terlalu gegabah, kita harus ingat bahwa selama beberapa tahun sudah banyak orang yang coba menyelidiki Kampung Setan ini, tapi semua tak kembali.
Dalam hal ini pasti ada tersembunyi senjata yang sangat ampuh yang merenggut jiwa orang-orang itu. Maka kita perlu siap siaga lebih dulu, jangan sampai terbokong oleh musuh!"
Saat itu, orang orang liar Itu mendadak menghentikan suara tamburnya, suasana menjadi sunyi kembali. Tetapi sebentar kemudian mendadak disusul oleh suara teriakan mereka
"Awas!" demikian empat sekawan keluarga Liong mendadak memperingatkan kawan-kawannya. Kemudian memutar senjata masing-masing.
Dari jauh, hanya tampak sinar berkeredepan, tidak tampak bayangan orang dibarengi dengan suara teriakan-teriakan, lari ke tempat banyak orang berdiri.
Cie lui Kiam khek memperingatkan kepada kawan-kawannya.
"Saudara-saudara awas, inilah serangan yang dinamakan meniup anak panah !"
Badannya segera diputar demikian rapat, hingga sebuah anak panah yang menyambar dirinya telah terjatuh, tidak satupun yang bisa menembus.
Pada waktu itu. Khong-ciok Gin cee mengeluarkan senjatanya yang istimewa, ialah sebatang tusuk konde yang agak besar bentuknya, dengan senjatanya yang istimewa itu, ia telah berhasil menangkis anak panah yang menghujani dirinya.
Giok hu Kie su yang lukanya belum sembuh, dilindungi oleh si Ayam emas Seng Sie. Orang she Song ini hanya dengan menggunakan sepasang tangan kosong, menyampok jatuh semua anak panah yang menyerang dirinya.
Jago tombak she Hok yang satu muridnya dan anaknya terluka. nampaknya yang paling beringas, dengan menggunakan senjata pendeknya, telan berhasil memukul jatuh semua anak panah.
Kawanan orang liar itu ketika menyaksikan serangannya telah gagal, masing-masing lalu mengeluarkan senjata pendek, dengan beringas menyerbu Cie lui Kiam khek dan kawan kawannya.
Jago tombak she Hok yang dendam sakit hati, yang bergerak lebih dulu, membuka satu serangan. Senjata pendeknya dilontarkan, tepat mengenai salah seorang musuhnya. Tangan kirinya juga tidak tinggal diam, dengan secara ganas menyerang salah seorang liar yang berada paling dekat.
Orang itu menjerit, tidak ampun lagi lantas jatuh dan binasa seketika itu juga. Dengan demikian, orang-orang liar itu menjadi kalap, maka mereka semakin beringas, suara mereka semakin keras.
Cie lui Kiam khek juga sudah turun tangan, karena melihat jumlah musuh tetap banyak dari pada fihaknya sendiri, maka ia bertempur secara nekad. Ketika pedangnya digerakkan, dengan cepat sudah meminta korban, seorang liar tertembus dadanya dan mati seketika itu juga.
Khong ciok Gin cee yang sudah pernah menghadapi pertempuran besar, bisa berlaku tenang. Hanya dengan dua tangan kosong, ia gunakan untuk memerangi dua orang musuh.
Dua orang liar yang diserang itu mengetahui hebatnya serangan itu, buru-buru lompat mundur, hingga terhindar dari kematian.
Tapi serangan Khong ciok Gin cee tidak berhenti sampai disitu saja, dengan sikap dan gerakan yang sama, serangan dialihkan kearah lain, kali ini ditujukan kepada dua orang yang berada dibelakangnya, yang sedang menyerang Giok bu Kie su.
Dan orang liar yang perhatiannya ditujukan kepada Giok hu Kie su, ketika diserang oleh Khong ciok Gin cee, tidak ampun lagi lantas rubuh binasa dua-duanya.
Khong ciok Gin ce selagi hendak melancarkan serangannya lagi, ditengah udara tiba-tiba terdengar suara aneh, seekor burung Garuda terbang menukik hendak menyambar dirinya.
Karena ia sudah tahu keganasannya burung itu, maka ketika tampak burung itu muncul lagi, perasaannya lantas tegang. Buru-buru ia lompat mundur dan mengeluarkan senjata tusuk kondenya.
Senjatanya dilontarkan keatas sambil memperhatikan kawan-kawannya.
Serangan dengan senjata istimewa itu sangat hebat, tetapi burung Garuda itu dengan sangat cerdik dapat mengelak, kemudian berbalik menyerang Cie lui Kiam khek.
Cie lui Kiam khek sudah disiapkan pedangnya, hingga burung Garuda itu kembali arahkan sasarannya kepada dirinya si Ayam emas Song Sie.
Burung raksasa itu agaknya bermaksud hendak mengacaukan barisan para tokoh rimba persilatan itu, karena ketika Song Sie melepaskan korbannya dan alihkan kepada diri burung itu, burung yang sangat cerdik itu lalu terbang lagi.
Dengan munculnya burung Garuda raksasa itu, telah mengingatkan Cie lui Kiam-khek kepada burung Garudanya yang terkurung dalam rumahnya. Kini mengertilah ia bahwa burung garuda itu bukanlah burung sembarangan. Tetapi siapakah orangnya yang mempunyai kepandaian menjinakkan burung itu.
Kecuali Kakek penjinak Garuda, barangkali sudah tidak ada orang lain lagi. Kalau begitu, apakah si Kakek penjinak Garuda itu berani disekitar Kampung Setan ini "
Tiba-tiba ia juga teringat kepada cerita Su to Cian Hui, tentang kakek ditepi danau yang sangat misterius itu.
Mendadak ia menepuk pahanya sendiri dan berseru:
Neraka Hitam 6 Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin Kitab Pusaka 1
^