Pencarian

Kemelut Di Majapahit 2

Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


membayangkan kecemasan hatinya, berkata, "Puteranda http://kangzusi.com
adipati, saya mendengar bahwa Tuban akan berperang
dengan Mojopahit! Apakah hal ini sudah kaupikirkan baik-baik"
Apakah tidak ada lain jalan untuk mendamaikan urusan antara Tuban dan Mojopahit?"
Ronggo Lawe menggeleng kepala. "Harap kanjeng rama
tidak mencampuri urusan ini,karena urusan ini adalah urusan kehormatan antara saya dan Nambi. Nambi yang curang telah menghasut sang prabu, kini telah membawa pasukan untuk menggempur Tuban, biar bagaimana pun juga, harus saya tandingi dia!"
60 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat mantunya yang dia tahu amat keras hati, Ki Ageng Palandongan hanya menarik napas panjang. "Kehendak Hyang Widhi tak apat dicegah oleh kekuasaan manusia. Saya hanya membekali pangestu, sang adipati dan hendaknya kau selalu ingat bahwa segala tindakanmu adalah demi kebenaran, bukan terdorong oleh kebencian."
"Terima kasih, kanjeng rama."
Demikianlah, tanpa menghiraukan bujukan mertuanya,
Ronggo Lawe lalu menggerakkan pasukannya dan
membanjirlah pasukan Tuban itu ke selatan, melakukan perjalanan semalam suntuk.
Pada keesokan harinya, bertemulah pasukan Tuban dengan pasukan Mojopahit yang dipimpin oleh Patih Nambi sendiri.
Begitu terjadi perang campuh, Ronggo Lawe membedal
kudanya, berputar-putaran mencari musuh besarnya. Akhirnya dia melihat Patih Nambi mengamuk di sebelah timur. Nambi mengendarai seekor kuda yang berbulu ke kuningan, kuda yang bernama Brahma Cikur. Melihat lawannya, Ronggo Lawe menggereng seperti seekor harimau kelaparan, lalu membedal kudanya mengejar ke tempat itu. Setelah dekat dan
berhadapan muka, Ronggo Lawe membentak keras, "Si
keparat Nambi! Macam engkau akan menjadi patih
hamangkubumi di Mojopahit" Boleh kau menjadi patih kalau dapat melangkahi mayat Ronggo Lawe! Kalau tidak,maka http://kangzusi.com
engkau yang akan menggeletak di atas tanah, kepalamu akan kuinjak-ijak sampai lumat!"
"Babo-babo Ronggo Lawe manusia sombong, pemberontak hina dina. Majulah untuk menerima hukuman mati!" Nambi juga membentak marah sambil mencabut kerisnya yang berluk tiga dan bernama kyai Bangodolong. Keris ini
mengeluarkan sinar kehitaman dan merupakan keris pusaka yang ampuh.
"Bagus, majulah, keparat!" Ronggo Lawe juga mencabut kerisnya, yaitu Kyai Kolondah, keris ber-luk lima yang 61
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempunyai sinar kemerahan menggiriskan. Keris Kyai
Kolonadah ini adalah keris pusaka pemberian gurunya, bahkan keris ciptaan atau buatan gurunya itu sendiri, Sang Empu Supamandrangi yang sakti mandraguna,pertapa di puncak Gunung Bromo yang sudah amat terkenal.
Kini dua ekor kuda pilihan itu mulai berlaga, dikendarai oleh dua orang senopati perang yang sama digdaya, sama
gemblengan. Kuda Brahma Cikur dan kuda Mego Lamat
meringkik dan menyepak-nyepak, menyirik dan berputar dalam lingkaran ketika kedua tuan mereka mulai bertanding.
Keris pusaka dan kepalan melayang saling tikam saling hantam dan saling tangkis. Bunyi nyaring bertemunya dua pusaka disusul oleh berpijarnya bunga api yang menyilaukan mata dan setiap kali dua lengan mereka saling bertemu dengan dorongan tenaga sakti yang amat kuat,keduanya terdorong dan hampir roboh dari atas kuda.
Perang tanding yang amat seru di antara dua orang musuh yang saling membenci ini berlangsung di tengah-tengah perang campuh antara orang-orang Tuban dan orang-orang Mojopahit, yang dahulunya merupakan kawan-kawan
seperjuangan yang berperang bahu-membahu menghadapi musuh mereka bersama. Akan tetapi, di antara para perwira Mojopahit,dan juga para prajuritnya, banyak yang diam-diam merasa jerih an juga segan terhadap Adipati Ronggo Lawe, http://kangzusi.com
maka mereka berperang setengah hati, apalagi karena jumlah barisan Tuban lebih banyak daripada mereka. Akhirnya, setelah berperang hampir setengah hari lamanya, setelah banyak korban berjatuhan,barisan Mojopahit terdesak mundur. Apalagi ketika Ronggo Lawe berhasil menikam leher kuda Brahma Cikur yang menjadi kesakitan, meloncat-loncat dalam sekarat kemudian terbanting mati, semangat para perwira Mojopahit mengendur. Untung bahwa Patih Nambi dapat cepat meloncat dan menyelamatkan diri dengan
bersembunyi dalam pasukannya.
62 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dua orang wanita itu merangkul suami mereka dan
mereka mencurahkan kasih sayang dan berkasih-kasihan dengan sepenuh jiwa raga karena mereka berdua sedang tenggelam dalam keharuan yang mendalam. Tiada puas-puasnya agaknya Ronggo Lawe mencurahkan cinta kasihnya kepada mereka berdua, dan dua orang isterinya itu pun agaknya tidak pernah mau melepaskan suaminya tercinta dari dekapan mereka.
Setengah hari lamanya Ronggo Lawe dan kedua orang
isterinya berada di dalam kamar mereka, saling mencurahkan cinta kasih mereka, lupa segala, lupa waktu, lupa diri dan tenggelam dalam kemesraan. Akhirnya suara canang
menyadarkan Ronggo Lawe bahwa bala bantuan tentaranya yang dikumpulkan oleh para pembantunya sudah siap, tinggal menanti dia untuk diberangkatkan menyambut musuh.
Dengan menggandeng tangan kedua isterinya yang kusut pakaian dan rambutnya,pucat mukanya namun wajah dan sinar mata mereka menyorotkan kemesraan, Ronggo Lawe lalu menuju ke kamar mandi. Dengan bantuan dua orang isterinya, dia mandi keramas lalu mengenakan pakaian keprajuritan yang sederhana sekali, tubuh atasnya hanya terhias pelindung pergelangan tangan, gelang perak di pangkal lengan, baju penutup dada, dan ikat pinggang emas melingkar di pinggang. Celana abu-abu mencapai bawah lutut, http://kangzusi.com
tertutup kain yang dilipat pendek di atas lutut,dengan ujung diwiru berjuntai ke depan. Kepalanya hanya terhias ikat kepala yang kecil saja, terbuat dari emas dan perak terukir, sehelai tali yang mengikat hiasan tanda pangkat sebagai adipati, merupakan permainan yang bermata mirah tergantung di leher. Kyai Kolonadah, keris luk lima yang biasa dipakai dalam perang, terselip di pinggangnya.
Dengan wajah bercahaya dan sikap yang gagah sekali, Ronggo Lawe memeluk dan mencium bibir isterinya yang kini telah tenang dan pasrah itu, Tirtawati dan Martaraga, 63
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergantian, dibalas dengan penuh kemesraan oleh mereka, kemudian adipati ini memondong puteranya yang dibawa masuk.
Tiba-tiba Kuda Anjampiani menangis, membuat ayahanya dan kedua orang ibunya terkejut dan terharu. Diam-diam Ronggo Lawe makin yakin bahwa sesuatu pasti akan menimpa dirinya dan dia merasa bangga bahwa puteranya ini memiliki kepekaan halus.
"Hishh, anak yang gagah kenapa menangis?" Ronggo Lawe berkata sambil mencium dahi puteranya.
"Rama jangan pergi meninggalkan saya," anak itu berkata.
"Rama akan pergi ke Mojopahit, jangan menangis nanti akan rama belikan kereta kencana dan kuda sembrani."
Anak itu berhenti menangis dan memandang ayahnya
dengan sepasang matanya yang bening dan tajam. "Kuda sembrani yang pandai terbang, rama" Rama naik kereta kencana dan diterbangkan oeh kuda sembrani?" Ucapan anak-anak itu makin mengandung arti, maka Ronggo Lawe hanya mengangguk-angguk saja, menyerahkan anak itu kepada Tirtawati, kemudian dia berkata, "Selamat tinggal, aku berangkat!"
Sorak-sorai menggegap gempita menyambut kemenangan
tentara Tuban yang terus dipimpin oleh Ronggo Lawe, http://kangzusi.com
melakukan pengejaran ke selatan. Sisa pasukan Mojopahit melarikan diri ke selatan. Ronggo Lawe yang merasa kecewa bahwa dia hanya dapat membunuh kuda tunggangan Nambi, berteriak keras memberi aba-aba untuk mengejar terus dan dia sendiri dengan kuda Mego Lamat melakukan pengejaran terdepan! Para perajurit Mojopahit yang berada di bagian terbelakang, tersusul dan mengamuklah Ronggo Lawe dengan kerisnya yang mengeluarkan sinar kemenangan.
Sepak terjangnya menggiriskan dan sisa pasukan Mojopahit mempercepat larinya,membawa kekalahan besar dan Nambi 64
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berada bersama mereka, bahkan menggunakan kuda terbaik untuk mendahului lari ke Mojopahit untuk melaporkan kekalahannya.
Sisa pasukan Mojopahit melintas Sungai Tambakberas.
Ketika pasukan-pasukan yang dipimpin oleh Ronggo Lawe tiba di tepi sungai itu dan hendak melanjutkan pengejarannya, dia ditahan oleh para pembantunya, termasuk Panewu
Progodigdoyo yang merupakan pambantu utamanya.
"Jangan, kakang adipati, jangan mengejar ke seberang. Di seberang adalah daerah Mojopahit, jangan sampai kita terjebak di sana. Mojopahit belum mengerahkan semua kekuatan tentaranya, dan tak lama lagi si Nambi tentu akan mendatangkan bantuan yang lebih kuat. Sedangkan pasukan kita sudah lelah, pula harus disusun kembali karena sudah berkurang jumlahnya."
Ronggo Lawe yang merasa kecewa belum dapat
membunuh Nambi, mklum bahwa nasihat ini memang tepat, maka dia mengurungkan niatnya untuk melakuan pengejaran terus.
Sebaliknya, Ronggo Lawe lalu mengumpulkan semua
kekuatan dan sisa-sisa prajurit Tuban, kemudian
memerintahkan para pembantunya untuk memperkuat
pasukan dengan menerima pasukan-pasukan suka rela yang berdatangan dari seluruh Tuban, yaitu rakyat jelata yang http://kangzusi.com
setelah mendengar bahwa Tuban diserbu tentara Mojopahit lalu menawarkan diri untuk menjadi prajurit dan membantu sang adipati yang mereka hormati dan kagumi.
Dalam waktu dua hari saja, hampir selaksa orang dapat dikumpulkan dan secara kilat mereka ini digembleng olah keprajuritan. Di antara mereka terdapat pula orang-orang sakti yang baru turun dari pertapaan untuk mendarmabaktikan kepandaian mereka kepada Kadipaten Tuban.
65 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, sang prabu di Mojopahit tadinya bergembira mendengar berita kemenangan bala tentara Mojopahit yang berhasil mencerai-beraikan dan menumpas sebagian besar para simpatisan Ronggo Lawe dari daerah Mojopahit yang hendak menyeberang ke Tuban. Akan tetapi pada hari
berikutnya, beliau terkejut bukan main mendengar berita tentang Nambi.
Tak lama kemudian Nambi sendiri dengan pakaian kusut, muka pucat, napas terengah-engah,menjatuhkan diri berlutut di depannya dan dengan suara terputus-putus melaporkan kekalahan bala tentara yang dipimpinnya.
"Jumlah pasukan si pemberontak itu jauh lebih besar, gusti," demikian antara lain Patih Nambi melapor. "Pasukan-pasukan kita dihancurkan dan cerai-berai,sebagian melarikan diri mencari keselamatan menyusup ke dusun-dusun dan ke gunung-gunung, dikejar-kejar oelh pasukan Tuban yang kejam dan ganas. Kuda hamba tewas ditusuk si Ronggo Lawe yang curang. Tadinya dia sudah terdesak oleh hamba,akan tetapi dengan liciknya dia menyerang Brahma Cikur dan membunuhnya sehingga hamba terpelanting. Untung hamba masih dapat menyelamatkan diri dari di antara pasukan."
Bukan main marahnya hati sang prabu mendengar
pelaporan ini. "Hemm... Kakang Ronggo Lawe benar-benar telah memberontak! Para senopati, siapkan bala tentara!
http://kangzusi.com
Sekarang juga aku sendiri akan memimpin pasukan besar untuk menggempur Tuban dan menangkap kakang Ronggo
Lawe!" Saking marahnya, sang prabu sampai turun dari kursi kencana dan bertolak pinggang, muknya merah, matanya berapi-api.
Lembu Sora dan Kebo Anabrang cepat menyembah dan
menghibur hati sang prabu yang seang marah itu. "ampun, kanjeng gusti, harap pasuka bersabaran tidak melanjutkan kemarahan paduka, karena kemarahan dapat mengurangi kewaspadaan. Perbuatan Ronggo Lawe memang harus
66 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dihukum, akan tetapi tidak sekarang karena pasukan-pasukan kita masih lelah." Demikian Lembu Sora dengan suara tenang memperingatkan junjungannya.
"Apa yang dikatakan oleh paman Lembu Sora memang
tepat, gusti sinuwun," kata pula Kebo Anabrang yang juga menjadi merah telinganya karena marah mendengar
perlawanan Ronggo Lawe yang menghancurkan pasukan
Mojopahit, "Kekuatan Mojopahit harus dipulihkan lebih dulu dan sebelum paduka turun tangan, sebaiknya diselidiki dulu sampai di mana kekuatan musuh. Si Ronggo Lawe bukanlah anak kemarin, melainkan seorang senopati yang sudah gemblengan, maka haruslah dihadapi dengan hati-hati pula, karena kalau hanya sembrono menurutkan kemarahan,jangan-jangan akan menggagalkan penyerbuan seperti yang telah dilakukan oleh Ki Patih Nambi." Dalam ucapan ini sedikit banyak Kebo Anabrang juga menegur Nambi yang tadinya begitu sombong akan tetapi ternyata mengalami kegagalan sehingga merusak kekuatan Mojopahit dan kekalahan itu merendahkan nama besar Mojopahit sendiri. Patih Nambi hanya mendengarkan dengan kepala tunduk.
Akhirnya sang prabu dapat terbujuk oleh dua orang
senopati besar dan kemarahannya mereda. Lalu
diperintahkannya beberapa senopati dan perwira Mojopahit untuk mengumpulkan kekuatan dan mempersiapkan selaksa http://kangzusi.com
orang prajurit yang pilihan dalam waktu tiga hari.
Setelah memperoleh berita dari penyelidikan mata-mata akan kekuatan pasukan Tuban, sang prabu sendiri memimpin selaksa orang pasukan prajurit ojopahit yang pilihan, kemudian dengan dikawal oleh para senopatinya, sang prabu menggerakkan barisan Mojopahit ke utara, menyeberangi sungai Tambakberas. Dari sebuah bukit kecil di seberang sungai, sang prabu memeriksa keadaan dan dari tempat tinggi itu dia melihat pasukan-pasukan Tuban yang teratur rapi bergerak dari utara dan dari jauh itu sang prabu melihat 67
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang penunggang kuda yang dengan gagah perkasa
menjalankan kudanya di depan barisan. Seorang senopati yang amat gagah,yang dari jauh nampak cahaya bersinar di atas kepalanya, dan tahulah sang prabu bahwa penunggang kuda itu bukan lain adalah Ronggo Lawe sendiri. Trenyuhlah hati beliau, merasa nelangsa mengapa senopatinya yang paling setia itu, yang gagah perkasa dan yang sudah banyak jasanya, bahkan yang berjasa pula membantu dia menjadi raja, kini mengerahkan betapa sepasang matanya menjadi panas dan dua titik air mata mengancam untuk membasahi matanya. Maka beliau lalu menunduk,menarik napas panjang.
Mengapa harus ada perang seperti ini" Mengapa kehidupan manusia selalu penuh dengan permusuhan"
Setelah hatinya tidak dicekam keharuan dan kedukaan lagi, sang prabu mengangkat kepala memandang. Ronggo Lawe yang menunggang kuda Nila Ambara, yang dari jauh kelihatan kehitam-hitaman, menghentikan bala tentaranya dan agknya telah siap untuk menghadapi serbuan pasukan Mojopahit.
Maka teringatlah lagi sri baginda bahwa beliau sedang menghadapi barisan musuh! Dipanggilnya para senopatinya dan bersama mereka, sambil menyelidiki keadaan musuh, sang prabu menyusun siasat.
"Sedapat mungkin hindarkan perang campuh yang akan
menjatuhkan banyak korban di kedua pihak," kata sang prabu.
http://kangzusi.com
"Yang menjadi biang keladi perang ini adalah Lawe,maka cukuplah kalau dapat menawannya hidup atau mati. Kalau dia dapat ditundukkan, tentu perang dapat dihentikan."
Demikian, siasat lalu disusun. Lembu Sora sendiri, biarpun dia itu paman Ronggo Lawe, mendapat tugas untuk
memimpin pengepungan. Ronggo Lawe akan dikepung dari tiga jurusan, yaitu Kebo Anabrang akan menyergap dari jurusan timur, Gagak Sarkoro akan bergerak dari barat, sedangkan Mayang Mekar yang mengambil jalan memutar akan muncul dari utara sebagai pasukan penyergap dari 68
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang. Lembu Sora sendiri akan langsung datang dari selatan, lagsung menghadapi keponakannya yang
memberontak itu sambil memimpin pengepungan.
Tak lama kemudian terdengarlah bunyi canang, terompet dan keuntungan, disusul sorak-sorai yang seolah-olah meruntuhkan langit dari kedua fihak. Perang telah dimulai !
Siasat sri baginda yang dilaksanakan oleh Lembu Sora dan kawan-kawannya itu berhasil baik. Mereka telah dapat menceraikan pasukan inti yang dipimpin Ronggo Lawe sendiri dari pasukan lain dan yang pertama menyerbu adalah Kebo Anabrang,senopati gemblengan yang telah terkenal amat sakti itu. Senopati Kebo Anabrang terkenal sekali setelah dia behasil memimpin pasukan menyeberang ke tanah Melayu,bahkan telah berhasil memboyong puteri untuk sang prabu sehingga puteri itu kemudian menjadi isteri terkasih, yaitu Dyah Dara Petak yang kini disebut Sri Indreswari!
"Ronggo Lawe, lebih baik engkau menyerahkan diri agar dosamu tidak begitu besar terhdap sang prabu!" Kebo Anabrang berteriak dengan suaranya yang tinggi besar dan bertubuh kokoh kekar itu amat menggiriskan. Setiap gerakan tangan dan kaki dari atas kuda tentu merobohkan seorang perajurit, bahkan sebelum bertemu dengan Ronggo Lawe, kaki kanan Kebo Anabrang ini menendang seorang perwira yang menunggang kuda sehingga kuda dan penunggangnya
http://kangzusi.com
terlempar dan terbanting remuk!
Merah muka Ronggo Lawe, kumisnya yang seperti kumis Gatotkaca itu bergetar ketika dia memandang kepada Kebo Anabrang dari atas punggung Nila Ambara. "Babo-babo,Kebo Anabrang! Aku tidak melawan sang prabu, melainkan hendak membunuh si Nambi! Suruh dia keluar dan akan kuhirup darahnya! Kalau kau hendak membela di Nambi,berarti kau sudah bosan hidup!"
"Manusia sombong, majulah!" Kebo Anabrang menantang dan mereka menggerakkan kendali kuda masing-masing. Kuda 69
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tunggangan mereka melonjak dan saling tubruk,terdengar suara nyaring berdencing ketika keris mereka saling bentur berkali-kali,mengakibatkan muncratnya bunga api. Bukan main hebatnya pertandingan anatara dua orang senopati
gemblengan dari Mojopahit itu, dan sukarlah mengatalan siapa yang lebih gagah, biar pun tubuh Kebo Anabrang lebih besar daripada tubuh Ronggo Lawe.
Kalau boleh dibandingkan dengan tokoh pewayangan,
tubuh Kebo anabrang seperti tubuh Sang Aryo Werkudoro, sedangkan tubuh Ronggo Lawe seeprti tubuh Sang Aryo Gatotkaca. Akan tetapi tentu saja dua tokoh ayah dan anak itu tidak akan bertanding mengadu nyawa seperti yang dilakukan oleh dua orang senopati bekas kawan seperjuangan itu.
Ronggo Lawe adalah seorang ahli menunggang kuda dan tubuhnya lebih ringan daripada Kebo Anabrang, juga kudanya Nila Ambara adalah kuda pilihan, lebih gesit daripada kuda Mego Lamat. kudanya yang dipergunakan ketika melawan Nambi kemarin dulu. Karena tubuhnya lebih ringan, maka kuda Nila Ambara jauh lebih gesit gerakannya sehingga akhirnya keris di tangan Ronggo Lawe, yaitu keris pusaka berluk lima Kyai Kolonadah berhasil menggores moncong kuda yang ditunggangi Kebo Anabrang. Kuda itu meringik dan berdiri di atas kedua kaki,berloncatan sehingga turun.
"Keparat".!" bentaknya dan dengan cekatan sekali seperti http://kangzusi.com
seekor kijang melompat,Kebo Anabrang yang sudah tidak berkuda lagi itu menubruk dengan tusukan kerisnya.
"Cringgg"!! "
Bunga api berpijar ketika keris di tangan Kebo Anabrang yang ber-luk tiga dan disebut Kyai Soka, bertemu dengan Kyai Kolonadah. Keduanya merasa bertapa tangan mereka tergetar hebat. Akan tetapi kemudian terpaksa Kebo Anabrang harus meloncat ke belakang dan menjatuhkan diri karena tanpa kuda, dia akan berada dalam keadaan berbahaya.
70 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Heh, Kebo Anabrang, pengecut kau kalau melarikan diri!!"
Ronggo Lawe menantang dan mengajukan kudanya untuk
mengejar. Dua perwira bawahan Kebo Anabrang yang melihat
atasannya dalam bahaya, cepat meloncat maju dan
menyerang Ronggo Lawe dari kanan kiri dan menyerang Ronggo Lawe dari kanan kiri dengan tusukan tombak mereka.
Secepat kilat, Ronggo Lawe menyarungkan kerisnya,
kemudian dengan tubuh ditarik ke belakang, dia
menggerakkan kedua tangan menangkap tombak yang
meluncur dari kanan kiri itu,terus ditariknya dengan pengerahan tenaga dan kakinya meneprak kuda. Dua orang perwira itu memekik dan terguling roboh, kemudian disusul pekik mereka yang menyayat hati ketika kuda Nila Ambara yang mengangkat kaki depannya itu menurunkan kaki depan dengan keras, menginjak kepala dua orang perwira sehingga pecah-pecah dan mereka tewas seketika!
Bukan main marahnya hati Kebo Anabrang menyaksikan
hal ini. "Heh, ronggo Lawe,kalau memang engkau jantan, turunlah dari kudamu dan mari kita mencari tempat sepi untuk mengadu tebalnya kulit kerasnya tulang secara ksatria. Tentu saja kalau kau berani!"
Ronggo Lawe adalah seorang senopati perang, akan tetapi juga seorang ksatria,seorang pendekar yang tentu saja http://kangzusi.com
pantang mundur, apalagi ditantang seperti itu oleh Kebo Anabrang.
"Babo-babo, keparat, siapa takut padamu?" Ronggo Lawe membentak dan meloncat turun dari kudanya, kemudian mengejar turun dari kudanya, kemudian mengejar Kebo Anabrang yang sengaja lari mencari tempat yang agak lega.
Akhirnya mereka tiba di Sungai Tambakberas yang pada waktu itu airnya agak surut sehingga nampaklah batu-batu besar, sebesar kerbau menjerum (mendekam dalam air).
-o0-d-w-o0o- 71 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 05 Kebo Anabrang adalah seorang yang ahli dalam air. Dia maklum betapa tangguhnya Ronggo Lawe, apalagi di atas kuda. Maka dia tadi memancing Ronggo Lawe untuk turun dari kuda dan kini dia sengaja memilih tempat di sungai itu. Bukan percuma saja Kebo Anabrang mengalami banyak hal ketika dia menyeberang ke tanah Melayu dan kini dia mempergunakan pengalamannya itu untuk mencari akal agar unggul dalam pertandingan menghadapi lawan yang amat sakti ini. Dengan tangkas dia lalu meloncat ke atas batu-batu itu, biar pun tubuhnya tinggi besar namun gerakannya tangkas seperti seekor kijang berloncatan. Dia berhenti di tengah-tengah sungai,di atas batu kali yang hitam, licin mengkilap dan besar, lalu mencabut kerisnya,keris Kyai Soka dan menantang-nantang, "Hayo ke sinilah kau, Ronggo Lawe, kalau memang kau jantan. Jangan hanya berani kepada Nambi saja. Inilah Kebo Anabrang, laki-laki gemblengan yang menjadi
tandinganmu dan yang akan menamatkan riwayatmu di
tengah-tengah Sungai Tambakberas!"
Tadinya Ronggo Lawe agak meragu dan ngeri karena
sesungguhnya dia bukanlah seorang ahli bermain di air. Akan tetapi tantangan Kebo Anabrang memerahkan telinganya dan dia pun mencabut keris pusaka Kyai Kolonadah.
http://kangzusi.com
"Si keparat Kebo Anabrang! Ronggo Lawe adalah laki-laki sejati! Tunggulah kedatanganku!" Adipati ini pun lalu meloncat ke atas batu-batu itu, dengan gesitnya berloncatan
menghampiri Kebo Anabrang yang sudah siap.
"Terimalah ini!" Ronggo Lawe membentak, tubuhnya
meloncat dengan terkaman ganas,kerisnya menusuk, tangan kirinya menampar dengan Aji Gelap Sewu yang terkenal ampuh, karena tamparan dengan aji dapat menghancurkan batu kali!
72 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus!" Kebo Anabrang membentak dan cepat dia
menangkis dengan kerisnya Kyai Soka.
"Cring".!" Dua pusaka bertemu dan Kyai Soka cepat
digerakkan oleh Kebo Anabrang untuk menangkis tamparan tangan kiri Ronggo Lawe.
"Plakkk!" Tangan kiri Ronggo Lawe bertemu dengan keris Kyai Soka, akan tetapi lecet pun tidak, bahkan Kebo Anabrang merasa betapa lengan kanannya menjadi tergetar hebat oleh hawa panas yang timbul dari Aji Gelap Sewu!
"Wuuuutt".!" Kaki kiri Kebo Anabrang menendang dengan sepakan tumitnya, keras sekali dan kalau mengenai lutut Ronggo Lawe tentu akan membikin adipati itu celaka, karena sekali lututnya patah tentu dia akan kalah. Namun dengan cekatan Ronggo Lawe meloncat ke atas batu yang lain sambil mengelak.
Mulailah mereka serang-menyerang dengan ganas, seru dan mati-matian. Keduanya sama kuat, sama cekatan, dan keris mereka pun sama ampuhnya Tusuk-menusuk, pukul-memukul,tendang-menedang mereka lakukan bergantian
namun lawan tetap saja dapat menangkis, mengelak, bahkan kadang-kadang menerima pukulan dengan kekebalan kulit mereka!
Hebat bukan main pertandingan antara dua orang senopati http://kangzusi.com
gemblengan ini. Peluh sudah bercucuran dari seluruh dari seluruh tubuh mereka. Dan kini banyak prajurit kedua fihak yang berdekatan dengan tempat itu menghentikan perang mereka, dan mereka itu berdiri di kedua tepai sungai dan bersorak-sorak memberi semangat kepada jago masing-masing! Pertandingan sehebat itu terlampau menarik untuk dilewatkan begitu saja, sungguhpun mereka sendiri sedang berperang campuh.
Tanpa dikomando lagi, perang di sekitar tempat itu
berhenti, semua lebih suka menonton!
73 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Plak-plak-cringgg!" Kembali mereka beradu lengan dan beradu keris, akan tetapi dengan kecepatan seekor burung kepinis, Ronggo Lawe meloncat dan tangan kirinya menampar ke arah kepala Kebo Anabrang.
"Wuuuuttt".dessss!!" Biar pun Kebo Anabrang sudah
mengelak dengan miringkan tubuh, tetap saja tamparan itu mengenai pundaknya. Dia sudah cepat mengerahkan aji kekebalannya, akan tetapi tetap saja pundaknya terasa panas dan setengah lumpuh. Dia meloncat ke sebuah batu lain dan memandang lawannya dengan sinar mata kagum bukan main!
Selama hidupnya sebagai seorang prajurit dan pendekar, belum pernah Kebo Anabrang menemui tandingan sehebat Ronggo Lawe ini. Dia adalah seorang pendekar yang gagah perkasa, yang amat menghargai kegagahan, dan biar pun sudah lama dia menjadi kawan seperjuangan Ronggo Lawe dan banyak melihat kegagahan kawan itu,baru sekarang dia membuktikannya sendiri dan dia menjadi kagum bukan main!
"Hemmmm".!" Dia menggeram, pandang matanya
bersinar-sinar, peluhnya menetes-netes,diusapnya dengan tangan kirinya yang besar. "Hebat engkau Ronggo Lawe!"
Ronggo Lawe yang berdiri di atas batu lain, juga mengusap peluhnya dengan tanagn kirinya dan memandang lawan
dengan sinar mata berapi, penuh semangat. "Babo-
babo,keluarkan semua kesaktianmu, Kebo Anabrang!"
http://kangzusi.com
tantangnya, kagum juga melihat betapa tamparannya dengan Aji Gelap Sewu yang mengenai pundak tadi tidak merobohkan lawannya ini.
"Engkau memang digdaya dan kalau saja engkau mau
menakluk, menghentikan perang gila ini, aku". , akulah yang akan mohon kepada sang prabu untuk pengampunan atas dirimu, kawan!"
Ucapan yang mengandung kemesraan dan perlindungan
ini seperti minyak menyiram api. Sepasang mata Ronggo Lawe 74
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti mengeluarkan api. "Tutup mulutmu, Kebo Anabrang!
Hanya ada dua pilihan bagiku, menang membunuh Nambi atau tewas di medan yuda!"
Kebo Anabrang menarik napas panjang. "Hemm, kau telah memilih mati, Ronggo Lawe. Baiklah, engkau akan mati di tanganku!"
Kembali kebo Anabrang memandang ragu, tangan kirinya menyendok air sungai dan membasahi leher dan dadanya, dilihat oleh Ronggo Lawe yang sudah siap menerjang lagi.
"Sambut seranganku!!" Ronggo Lawe membentak dan dia sudah menerjang lagi,ditangkis oleh keris Kebo Anabrang.
Kembali dua orang senopati gemblengan ini bertanding, lebih hebat daripada tadi malah. Batu-batu sebesar kerbau tergetar,air sungai muncrat-muncrat dan ikan-ikan
berkelebekan, ada yang mati karena panasnya hawa dua keris pusaka yang kadang-kadang bergulat banting-membanting di air dangkal yang hanya sampai ke lutut.
Kebo Anabrang maklum bahwa sukarlah baginya untuk
mengalahkan lawan ini, kalau tidak menggunakan akal. Maka mulailah dia berloncatan dari batu ke batu, dikejar oleh Ronggo Lawe dengan ganas, tidak tahu bahwa lawannya itu memancingnya ke bagian yang airnya dalam, lebih dari ukuran orang.
http://kangzusi.com
Ketika sudah mendapat posisi baik di atas batu kali licin yang berdiri di tengah air yang dalam, kebo Anabrang menantang lagi, Ronggo Lawe meloncat, kerisnya berkilauan mengeluarkan sinar kemerahan. Kebo Anabrang menyambut, keris Kyai Soka mengeluarkan sinar berkilauan dan bertemulah keris dan orangnya di udara.
"Cringgg"bresss".!!" Keduanya terjatuh, bukan di atas batu itu, melainkan jatuh di air.
"Byuuuurrr".!!" Air muncrat tinggi, mereka masih bergulat, akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget dan gugup hati 75
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ronggo Lawe ketika kakinya terus tenggelam tidak ada tempat berpijak sampai seluruh kepalanya tenggelam! Tentu saja dia gelagapan, akan tetapi dia harus mempertahankan diri karena diserang oleh Kebo Anabrang yang pandai bermain di air itu.
Beberapa kali Ronggo Lawe gelagapan dan menelan air.
Hal ini tampak oleh Kebo Anabrang, maka cepat dia
menangkap pergelangan tangan kanan lawan, lalu
merangkulnya, memitingnya dan membawa lawan menyelam ke dalam air sampai lama!
Para prajurit Tuban yang berdiri di tepi sungai memandang dengan mata terbelalak,mengira bahwa keduanya telah mati maka dengan marah mereka lalu menyerbu musuh dan
perang terjadi kembali dengan hebatnya! Mereka tidak tahu bahwa tak lama kemudian, tampak Kebo Anabrang tak bisa menggerakkan kerisnya, Kyai Soka tak dapat dia pergunakan karena kedua tangannya mendekap dan mencekik leher
lawan,yang kiri memegang pergelangan tangan kanan lawan.
Dia lalu mencekik lebih keras,menenggelamkan kembali kepala Ronggo Lawe dan membentur-benturkannya ke batu kali yang berdekatan. Air kali mulai merah oleh darah Ronggo Lawe.
Peristiwa yang mengerikan itu diisaksikan oleh sepasang mata. Sepasang mata dari Ki Lembu Sora yang menonton dari dekat. Dan dua pasang mata yang menonton agak jauh sambil bersembunyi di antara rumpun alang-alang di tepai sungai.
http://kangzusi.com
Melihat betapa keponakannya menderita siksaan seperti itu, tidak tahanlah hati Lembu Sora dan dia cepat berloncatan ke atas batu-batu kali, mendekati tempat pertandingan itu dengan keris di tangan.
"Cressss".!!" Kerisnya menembus belikat Kebo Anabrang, sampai ke dada. Kebo Anabrang terbelalak, sempat
menenggok dan memandang Lembu Sora dengan wajah
penuh keheranan, kemudian terkulai dan tewas, tubuhnya semampir di atas batu kali, tangannya masih mencekik leher Ronggo Lawe yang ternyata juga telah tewas!
76 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat ini, Lembu Sora cepat menggunakan
kepandaiannya untuk meloncat pergi meninggalkan tempat itu. Dilihat sepintas lalu, kelihatannya dua orang senopati gemblengan itu mati sampyuh, karena Ronggo Lawe yang mati itu masih memegang kerisnya.
Pada saat itu, dua pasang mata yang menonton
pertandingan tadi terbelalak dan seorang di antara pemilik mata itu menjerit. Ternyata mereka adalah Sri Winarti dan adiknya, Sulastri. Ketika kakak beradik ini mendengar akan pertempuran antara pasukan Tuban yang dipimpin oleh Adipati Ronggo Lawe melawan pasukan Mojopahit, mereka terkejut dan menjadi ketakutan. Apalagi ketika dusun Gendangan,yang terlanda perang, ditinggalkan semua
penduduknya yang lari mengungsi, sri Winarti dan adiknya, Sulastri, menjadi binggung dan akhirnya mereka mencari tempat persembunyian di dekat sungai, di dalam rumpun alang-alang yang amat dikenalnya itu.
Akan tetapi betapa kaget hati mereka katika mendapatkan kenyataan bahwa justru tempat itu di jadikan medan yuda!
Mereka terus saja bersembunyi sambil menahan napas karena peperangan itu terjadi dekat sekali dengan tempat mereka bersembunyi. Bahkan dari tempat mereka bersembunyi itu, Sri Winarti dengan mata terbelalak ikut menonton pertandingan yang amat hebat dan mengerikan antara pria yang dicintainya, http://kangzusi.com
dijunjung dan dipuja-pujanya, yaitu Adipati Ronggo Lawe melawan Kebo Anabrang! Dapat dibayangkan betapa tegang dan gelisah rasa hati gadis ini yang beberapa kali hampir menjerit kalau saja dia tidak dirangkul adiknya dan didekap mulutnya. Akan tetapi, ketika melihat betapa pria yang dipuja-pujanya itu tewas mandi darah dan tergolek bersama
lawannya di atas batu,lawan yang dilihatnya terbunuh seorang senopati tua yang telah lari, Sri Winarti tidak dapat menahan kehancuran hatinya. Dia menjerit, bangkit dan lari
menghampiri, meninggalkan Sulastri yang masih bersembunyi dan memandang dengan mata terbelalak ketakutan.
77 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gusti".Gusti adipati".Kakangmas pujaan hamba".!" Sri Winarti berlari-lari,meloncat dari batu ke batu, kadang-kadang tergelincir dan bangun lagi, sampai akhirnya dia berenang menghampiri batu di mana menggeletak mayat Kebo
Anabrang yang masih mengempit mayat ronggo Lawe.
Melihat orang yang dicintainya itu rebah dikempit leh lengan kuat Kebo Anabrang,matanya setengah terbuka dan bibirnya setengah tersenyum, Sri Winarti menjerit dan menubruk.
"Aduh"..kakangmas".Adipati Ronggo Lawe".!! " Dia
menangis menjerit-jerit dan mengguncang-guncang bahu Ronggo Lawe, kemudian dengan beringas dia melhat keris pusaka Kolonadah yang masih terpegang oleh tangan kanan mayat Ronggo Lawe.
Diambilnya keris itu dan dengan mata terbelalak penuh kemarahan ditusuknya lambung Kebo Anabrang dengan penuh kebencian.
"Keparat! Berani engkau membunuh kekasihku,
pujaanku"." Nih, mempuslah kau!"
Keris pusaka itu menusuk lambung Kebo Anabrang, akan tetapi tentu saja tidak terasa lagi oleh badan yang sudah tak bernyawa itu.
"Kakangmas adipati ".Ah, kakangmas ".hamba".hamba
http://kangzusi.com
ikut".!" Dengan beringas Sri Winarti lalu menggunakan keris Kolonadah, ditusukkan ke arah dadanya sendiri,menancap di ulu hatinya sampai ke gagangnya.
"Huuuukkk".kakangmas".!" Dia menubruk, merangkul dan mencium muka Ronggo Lawe,lalu terkulai lemas menindih tubuh pris yang dicintanya itu. Darah menetes-netes dari dadanya, di antara buah dadanya yang membusung itu, membasahi dada Ronggo Lawe.
78 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepasang mata kecil Sulastri terbelalak tak pernah berkedip menyaksikan semua peristiwa itu yang mengakibatkan
kakaknya membunuh diri. Kemudian dia melihat dua orang laki-laki berloncatan menghampiri tempat itu. Usia mereka tiga puluh tahun lebih, berpakaian perwira Mojopahit, yang seorang bertubuh jangkung dengan mata agak menjuling, dan orang ke dua kurus kecil dengan bibir tebal dan matanya liar tajam. Mereka berloncatan dengan gerakan yang sigap gesit ke tempat itu,kemudian mereka saling bicara perlahan, namun cukup keras untuk dapat terdengar oleh Sulastri, anak yang masih bersembunyi di dalam alang-alang itu.
"Wah, kakang Reksosura! Kau lihat Senopati Kobo
Anabrang tewas pula !" kata yang kurus berbibir tebal dan mukanya bundar itu.
"Jelas, adi Darumuko! Keris pusaka Senopati Lembu Sora tadi menusuknya, lihat itu, sampai tembus ke dadanya. Lembu Sora berlaku khianat!" jawab yang bertubuh jangkung.
"Sssshhhh".Mari kita laporkan kepada gusti Resi
Mahapati"." kata pula yang kurus kecil.
"Dan gadis ini?" Si Jangkung memandang. "Hemm, tentu dia ini selir luaran dari Ronggo Lawe. Lihat, sampai mati pun dia masih mencium bibir sang adipati. Wahhh,aku jadi iri, adi Darumuko. Dia begini denok dan mulus ".lihat dadanya tuh !"
http://kangzusi.com
"Hushhh, kakang, mari kita pergi!" kata yang kecil kurus, lalu dia meloncat pergi.
Si Jangkung yang bernama Reksosuro itu meludah, lalu kakinya menendang ke arah pinggul mayat Sri Winarti sehingga mayat gadis itu terguling dan terjatuh ke air,terbawa oleh arus air sungai Tambakberas dengan keris Kolonadah masih menancap di ulu hatinya. Kemudian si jangkung meludah lagi dan berlompatan mengikuti temannya, lalu lenyap dari pandangan mata.
79 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak ada orang lain melihat peristiwa terakhir ini kecuali sepasang mata Sulastri. Sepasang mata yang menyinarkan kekerasan dan ketika ada dua tetes air mata meloncat ke luar, cepat diusap dengan tangannya dan bibirnya berbisik-bisik,"Reksosura". Darumuko". Mahapati".!" Ketika
membisikkan nama-nama ini matanya menyinarkan api
dendam. Sementara itu, dengan suara menguntur Lembu Sora
berteriak memberitahukan Lembu Sora tentang kematian Ronggo Lawe kepada mereka yang masih berperang dan
memerintahkan agar perlawanan orang-orang Tuban
dihentikan. Semua orang terkejut mendengar bahwa Adipati Ronggo Lawe gugur, perlawanan dihentikan dan semua orang mengerumuni tepi Sungai Tambakberas di mana masih
mengeletak mayat Kebo Anabrang yang dikabarkan "mati sampyuh" dengan Ronggo Lawe.
Sang Prabu sendiri berkenan mendatangi tempat itu dan melihat keadaan dua orang senopatinya yang dikasihinya itu, sang prabu memejamkan mata, lalu membuang muka dan
memerintahkan untuk mengangkut jenazah dua orang
senopati itu ke Mojopahit agar memperoleh pemakaman yang terhormat sebagai pahlawan-pahlawan Mojopahit.
Kemudian sang prabu mendahului pulang ke Mojopahit, dikawal psukan pengawal istimewa.
http://kangzusi.com
*d-w* Selesailah pemberontakan Ronggo Lawe, dan selesai pula peperangan yang memakan waktu singkat dan segera dapat dipadamkan berkat kebijaksanaan Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana itu, yang menggunakan siasat mengepung dan menewaskan Ronggo Lawe untuk memadamkan
pemberontakan. Semua anak buahnya menakluk, bahkan
dalam kesempatan ini Panewu Progodigdoyo dapat mencari muka, melaporkan kepada atasan di Mojopahit bahwa dia telah bersusah payah mencegah kehendak mendiang Ronggo 80
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lawe agar jangan memberontak. Karena memang
Progodigdoyo pandai bermuka-muka dan apalagi diam-diam dia mengadakan hubungan dengan Resi Mahapati, oleh sang prabu dia diberi kepercayaan untuk sementara mengatur dan mengamankan Tuban sebagai pejabat adipati!
Sementara itu, setelah mendengar akan kematian Ronggo Lawe, ayah adipati itu, Aryo Adikoro atau Aryo Wirorojo, dengan hati penuh duka menyampaikan berita ini kepada kedua orang mantunya. Akan tetapi betapa heran hatinya melihat dua orang mantunya ini menyambutnya dengan
rambut terurai dan pakaian serba putih seolah-olah mereka telah tahu akan kematian suami mereka! Dengan hati terharu, aryo Wirorojo mengajak dua orang mantunya dan cucunya, Kuda Anjampiani, juga besannya, ayah dari Mertaraga, untuk pergi ke Mojopahit, langsung menuju ke pura Mojopahit di mana disimpan jenazah Ronggo Lawe.
Dua orang isteri Ronggo Lawe berlari-larian memasuki kamar mati dan menubruk jenazah suaminya, menangis
dengan sedih, kemudian, disaksikan oleh dua orang tua yang hanya bisa berlinang air mata, yaitu Aryo Wirorojo dan Ki Ageng Palandongan ayah Mertaraga, dua orang isteri yang amat mencintanya, yang setia dan sudah bersumpah sehidup semati dengan Ronggo Lawe, melakukan bela pati dengan jalan membunuh diri dengan keris yang ditusukkan ke arah http://kangzusi.com
jantung sendiri.
Kebiasaan yang amat menyedihkan dan mengharukan ini memang berlaku di jaman itu, kebiasaan yang merupakan tradisi dan isteri yang melaksanakan tradisi ini dipuji-puji sebagai isteri yang setia! Sungguh menyedihkan betapa isteri yang setia!
Sungguh menyedihkan betapa manusia tunduk terhadap
segala macam kebiasaan yang kolot dan totol. Oleh karena itu, tiada gunanya kiranya diceritakan peristiwa yang amat mengerikan, menyedihkan dan juga membayangkan
81 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebodohan manusia yang semenjak jaman dahulu dampai sekarangpun secara membuta menyesuaikan dirinya dengan segala macam bentuk tradisi dan kebiasan yang berbau ketahyulan. Manusia memang selalu merupakan mahluk
lemah, yang sudah kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri, menggantungkan hidupnya kepada kebiasaan dan pendapat umum tanpa memperdulikan apakah itu benar
ataulah keliru. Kita merasa ngeri untuk membuka mata melihat kebodohan-kebodohan dihan yang telah menjadi kebiasaan kita, bahkan segan untuk melepaskan kebiasaan-kebiasaan yang bodoh itu. Betapa lemahnya kita dan
kenyataan ini sungguh amat menyedihkan!
Setelah menghadiri upacara pembakaran jenazah Ronggo Lawe dan kedua isterinya yang melakukan bela pati, dengan hati berat Aryo Wirorojo bersama Ki Ageng Palandongan membawa Kuda Anjampiani yang masih kecil dan belum tahu apa-apa itu kembali ke Tuban.
Dari sang parbu sendiri sampai para senopati dan
ponggawa kerajaan menyaksikan upacara penghormatan
terhadap jenazah dua orang senopati yang sudah banyak jasanya terhadap Mojopahit itu, dan sang prabu sendiri berkenan menyatakan duka citanya, atas banyaknya korban yang tewas di dalam peperangan itu, terutama karena kematian dua orang senopati itu. Akan tetapi, tidak ada http://kangzusi.com
seorang pun yang mengetahui akan peristiwa yang terjadi di malam berikutnya setelah Ronggo Lawe tewas di medan yuda.
Malam itu amat sunyi di tempat bekas peperangan itu.
Terutama di kedua tepi sungai Tambakberas amatlah
sunyinya. Tidak ada mayat yang nampak karena telah
diangkut oleh para prajurit kedua fihak, akan tetapi tempat itu masih berbau amis oleh darah yang banyak tertumpah, dan keadaan amat menyeraamkan. Tidak seorang pun manusia berani mendekati tempat yang dua hari yang lalu dijadikan pembantaian antara sesama manusia itu.
82 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi menjelang tengah malam, terdengar suara anak kecil yang mengeluh dan merintih, menyebut-nyebut nama Sri Winarti! Kalau ada orang mendengar suara ini,tentu dia akan lari tunggang langgang, mengira bahwa ada roh gentayangan atau iblis berkeliaran di tempat yang
menyeramkan itu.
Akan tetapi sesungguhnya tidak ada roh gentayangan atau iblis berkeliaran di Sungai Tambakberas itu. Yang ada hanyalah seorang anak perempuan kecil, yaitu Sulastri, adik dari Sri Winarti, gadis cantik yang membela pati di sungai itu ketika melihat pria yang dicintainya Ronggo Lawe, telah tewas di atas batu kali.
Anak ini tidak berani muncul dan tetap bersembunyi di dalam rumpun alang-alang sampai semua prajurit pergi membawa mereka yang tewas dan terluka di dalam
peperangan itu. Setelah semua orang pergi dan hal ini baru selesai sampai hampir tengah malam, dan keadaan amat sunyi, barulah dia berani ke luar dari rerumpun ilalang itu sambil memanggil-manggil nama kakaknya, yaitu Sri Winarti.
"Mbakyu Sri Winarti".! Mbakayu".kenapa kautinggalkan aku seorang diri".?" Dia berjalan perlahan menuju ke hilir di mana mayat gadis itu masih tersangkut di sebuah batu besar, terlentang dengan wajahnya yang cantik itu kelihatan putih sekali tertimpa sinar bulan, dan gagang sebatang keris yang http://kangzusi.com
menancap di ulu hatinya kelihatan!
Sulastri memang sudah tahu bahwa kakaknya telah
meninggal dunia, bahkan dia telah melihat sendiri dari tempat persembunyiannya betapa kakaknya dengan marah memasuki lambung mayat lawan Ronggo Lawe, kemudian menggunakan keris itu untuk menusuk dadanya sendiri. Dia melihat betapa mayat kakaknya ditendang dan diludahi oleh orang tinggi bermata juling bernama Reksosuro! Kini dia menghampiri mayat kakaknya itu, sejenak memandang mayat yang disinari 83
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bulan purnama itu dan berkali-kali mengeluh, "Mbakyu Narti
".kau telah mati".dan aku bagaimana, mbakyu?"
Dengan susah payah anak itu lalu mengangkat setengah menyeret mayat kakaknya itu ke tepi sengai. Kemudian, setelah meletakkan mayat itu di tepi sungai dalam keadaan terlentang, mulailah anak itu menggali sebuah lubang di dalam hutan di tepi sungai itu.
Memang luar biasa sekali anak ini. Sejak kecil sudah ditinggalkan mati keluaraganya dan hanya hidup berdua dengan kakaknya. Kehidupan yang serba sukar dan keras membentuk wataknya menjadi keras, dan seakan-akan telah terkuras air matanya sehinggakini menghadapi kematian kakaknya, satu-satunya orang yang digantunginya, biarpun dia bersambat, mengeluh dan merintih, namun matanya tidak mengalirkan air mata! Kini dia menggali tanah, menggunakan golok dan tombak yang ditemukan berserakan di tempat itu sebagai bekas senjata perang yang ditinggalakan para prajurit dan tentu saja amat sukarlah bagi seorang anak kecil seperti dia untuk menggali sebuah lubang kuburan yang cukup besar hanya menggunakan golok dan tombak! Akan tetapi, anak ini tidak pernah mengeluh, terus bekerja sampai setengah malam suntuk dan setelah malam berganti pagi, barulah selesai dia menggali lubang yang cukup besar !
Dia lalu berlutut di depan mayat kakaknya, membersihkan http://kangzusi.com
tanah dari mukanya,memandang kakaknya sampai lama
dengan pandang mata mesra. "Kau cantik, mbakayu,kau cantik manis sekali. Adipati Ronggo Lawe tentu senang melihatmu." Dia membungkuk dan mencium pipi kakaknya, kemudian dia memetik beberapa tangkai bunga mawar dan menancapkan tangkai itu di rambut kakaknya yang terurai, di atas kedua telinganya.
Lalu dia mengangkat lagi setengah menyeret mayat itu, dimasukkan ke dalam lubang.
84 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Untung ketika dia melepaskan mayat itu, mayat jatuh seperti di atur, terlentang di dalam lubang. Kemudian dia berlutut lagi di dekat lubang, memandangi wajah kakaknya dan mulutnya berbisik-bisik, "Mbakayu narti ".engkau mati membela Adipati Ronggo Lawe, guruku. Guruku mati oleh Kebo Anabrang, akan tetapi musuhnya itu pun sudah tewas oleh Senopati Lembu Sora. Tidak ada lagi yang dibuat penasaran kecuali". Kecuali tiga orang itu! Reksosuro dan Darumuko yang menghinamu, dan orang yang menjadi
majikan mereka, Resi Mahapti. Kelak kalau aku sudah besar, aku akan mencari mereka, mbakayu dan akan kubalaskan penghinaan mereka atas mayatmu." Dia memegang kalungnya dan mempermainkan benda itu. Benda itu adalah sebuah Kundolo (cincin telinga) bermata mirah, pemberian Ronggo Lawe kepada Sulastri yang mengaku sebagai murid adipati itu.
"aku akan memperlajari kedigdayaan, aku harus sakti seperti sang adipati agar tidak ada orang berani menghinaku seperti mereka menghinamu, mbakayu."
-o0o-d^w-o0o- Jilid 06 Sampai lama anak itu berbisik-bisik mengajak kakaknya bercakap-cakap, kemudian dia mengaruk mayat di dalam http://kangzusi.com
lubang itu sampai tanah yang digalinya itu semua menimbun lubang, merupakan gundukan tanah yang cukup tinggi.
Kemudian dia berdiri, memandang ke sekeliling untuk mengukir pemandangan tempat itu di dalam ingatannya agar dia tak akan melupakan tempat dia mengubur mayat
kakaknya itu, kemudian dengan tubuh lemah, lelah dan lapar, Sulastri meninggalkan tempat itu menuju ke dusunnya, yaitu dusun Gedangan.
Akan tetapi baru saja dia tiba di luar dusun itu, masih menyusuri Sungai Tambakberas, dari jauh dia melihat empat 85
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang laki-laki yang agaknya sedang berselisih dan bicara keras. Ketika dia mengenal bahwa dua di antara mereka adalah Reksosuro dan Darumuko, jantungnya berdebar keras dan timbul keinginannya untuk mendekati tempat itu. Dua orang itu adalah musuh-musuhnya, orang-orang yang telah menghina mayat kakaknya, maka dia harus tahu apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka bicarakan dengan dua orang lain yang kelihatannya marah-marah itu. Sulastri lalu menyusup-nyusup di antara semak-semak di sepanjang
sungai,maju mendekat sampai dia dapat mengintai dan mendengar apa yang mereka bicarakan.
Kini jelas bahwa dua orang itu benar adalah dua orang yang menghina mayat kakaknya, dan mereka kini
mengenakan pakaian perwira Mojopahit yang gagah dan mewah, dengan keris yang sarungnya terhias emas dan gagang kerisnya terhias beberapa buah mata intan
gemerlapan. Namun keindahan pakaian mereka itu tidak mengurangi kebencian hati Sulastri terhadap dua orang itu, yang wajahnya telah terukir di dalam ingatannya, dua wajah yang baginya merupakan wajah yang seburuk-buruknya!
Dia memperhatikan dua orang yang berhadapan dengan
dua orang perwira Mojopahit itu. Mereka itu adalah dua orang laki-laki yang usianya sudah empat puluh tahunan, berpakaian biasa seperti petani-petani miskin, namun dari kulit mereka http://kangzusi.com
yang bersih dan sikap mereka mudah diduga bahwa petani-petani saja, bukan petani-petani tulen.
"Heh, keparat, tidak perlu kalian membohong lagi!" bentak perwira kurus kecil bermuka bundar berbibir tebal yang sudah dikenal namanya oleh Sulastri, yang itu namanya Darumuko.
"aku sudah tahu bahwa kalian adalah orang-orang
kepercayaan mendiang Ronggo Lawe! Hanya katakan kepada kami di mana adanya bocah itu" Kalian memang sengaja di utus oleh mendiang atasanmu itu untuk melindunginya, bukan?"
86 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, tidak".Kami tidak tahu!" jawab seorang di antara kedua orang itu.
"Keparat!" Kini Reksosuro yang membentak dan
menghampiri dengan sikap mengancam.
"Kalian ini pengecut-pengecut Tuban masih hendak
berlagak keras kepala?"
Berkata demikian, Reksosuro mengayun tangannya
menempiling kepada seorang di antara mereka yang berkumis pendek.
"Wuuuttt".Plakk!" Orang itu menangkis dengan gerakan yang cukup cepat dan tangkas.
"Aeh"aeh"pengecut-pengecut Tuban berani melawan
perwira-perwira Mojopahit, ya?"
Reksosuro mendelik marah.
Orang ke dua yang matanya lebar, balas mendelik. "Kalian ini hanya berpakaian perwira-perwira Mojopahit akan tetapi kelakukan kalian tiada bedanya dengan penjahat-penjahat tak mengenal aturan!" bentaknya marah dan mengepal tinjunya.
"Kami memang orang-orang Tuban dan kami sama sekali bukanlah pengecut-pengecut! Kami tahu pula bahwa para perwira Mojopahit adalah orang-orang gagah, bukan seperti kalian manusia-manusia sombong yang banyak tingkah!"
http://kangzusi.com
"Eitttt"! Berani menghina lagi, ya?" Darumuko berteriak.
"Kakang Rekso, habisi saja mereka ini, tunggu apa lagi?"
Reksosuro dan Darumuko lalu menerjang maju,
menghantam kepalan tangan mereka kepada si mata lebar dan si kumis pendek. Mereka itu memang benar adalah bekas-bekas orang kepercayaan Ronggo Lawe, tentu saja mereka pun bukan orang sembarangan dan dengan sigap mereka mengelak, menangkis dan balas menyerang.
87 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapakah adanya dua orang kepercayaan Ronggo Lawe
yang menyamar sebagai petani itu dan apakah maksud
kedatangan mereka menyamar sebagai petani ke dusun
Gendangan" Dan apa pula kehendak Reksosuro dan
Dharumuka berada di tempat itu"
Dua orang kepercayaan Ronggo Lawe itu sebetulnya diutus oleh Aryo Wirorojo untuk memenuhi pesan terakhir Ronggo Lawe. Di samping meninggalkan pesan kepada ayahnya
bahwa andaikata dia gugur di medan yuda agar ayahnya itu suka merawat dan mendidik Kuda Anjampiani, yaitu cucunya, juga Ronggo Lawe minta tolong kepada ayahnya agar
ayahnya suka mencari dua orang gadis yatim piatu bernama Sri Winarti dan Sulastri yang tinggal di dusun Gendangan.
"Mereka itu sudah tidak mempunyai sanak keluarga,
ayah," demikian pesan Ronggo Lawe, "Sri Winarti itu amat baik dan adiknya, Sulastri itu telah mengaku guru kepada saya. Oleh karena itu sudah sepatutnya kalau ayah menarik mereka ke Tuban dan ayah mengatur kehidupan mereka agar mereka tidak terlantar".
Demikian, dua orang itu lalu di utus oleh Aryo Wirorojo untuk mencari Sri Winarti dan Sulastri di dusun Gendangan, dan karena di dusun itu mereka mendengar bahwa sejak terjadi perang, dua orang anak perempuan itu tidak berada di Gendangan, maka mereka lalu mencari di sepanjang Sungai http://kangzusi.com
Tambakberas. Ada pun Reksosuro dan Darumuko yang telah melihat
perbuatan Lembu Sora membunuh Kebo Anabrang dan
melaporkan hal itu kepada Resi Mahapati, menerima pujian dari sang resi dan menerima banyak hadiah karena hal itu merupakan berita yang amat dan amat baik bagi Sang Resi Mahapati yang mempunyai cita-cita besar. Dengan adanya berita itu, seorang di antara para senopati yang ditakuti dan berpengaruh, yaitu Lembu Sora, telah berada di dalam genggaman tangannya. Akan tetapi ketika dua orang
88 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pembantunya itu menceritakan tentang gadis yang membela pati terhadap Ronggo Lawe, resi itu menjadi marah.
"Betapa bodohnya kalian! Kenapa kalian tidak mengambil keris pusaka yang dipakai membunuh diri gadis itu" Itulah konon adalah pusaka Ronggo Lawe yang ampuh sekali,
buatan Empu Supamandrangi. Hayo kalian cepat mencari mayat gadis itu dan mengambil kerisnya !"
Demikian, dua orang pembantu Resi Mahapati itu bergegas pergi ke sungai Tambakberas, akan tetapi mereka tidak melihat mayat gadis cantik itu di sungai dan tidak ada bekas-bekasnya. Mereka tidak tahu bahwa mayat itu telah dibawa ke tepi sungai dan dikubur oleh Sulastri, maka mereka lalu berangkat ke dusun Gendangan dan disitu atas penyelidikan mereka, mereka mengetahui bahwa gadis itu bernama Sri Winarti dan mempunyai seorang adik bernama Sulastri, bahwa mereka dahulu pernah ditolong oleh Ronggo Lawe! Giranglah hati mereka dan mereka lalu berusaha mencari Sulastri, namun tidak berhasil menemukan gadis cilik itu. Pada waktu itu, kepala dusun Gendangan yang menyambut dua orang perwira ini dengan penuh kehormatan dan keramahan, yang ingin menjilat para pembesar dari Mojopahit ini, diam-diam lalu melaporkan Ronggo Lawe yang juga mencari-cari dua orang wanita itu!
Reksosuro dan Darumuko cepat melakukan pengejaran dan http://kangzusi.com
mereka saling bertemu di luar dusun Gendangan, di tepi Sungai Tambakberas dan terjadilah pertengkaran itu.
Mereka sama sekali tidak tahu bahwa mereka jadikan
bahan perebutan, si gadis cilik Sulastri, berada di dalam semak-semak mengintai dan menonton perkelahian mereka.
Sulastri yang menonton perkelahian itu, tentu saja diam-diam berfihak kepada dua orang Tuban itu. Melihat betapa dua orang Tuban itu pun pandai bersilat dan memiliki ketangkasan, hatinya menjadi gembira dan tanpa disadarinya lagi dia keluar dari dalam semak-semak, bahkan lalu berteriak-89
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
teriak, "Hantam anjing-anjing Mojopahit itu, paman! Jangan takut, culeg (tusuk) mata yang juling itu! Robek bibir yang tebal itu!"
Mendengar ini, empat orang itu terkejut dan untuk sesaat mereka berloncatan mundur dan memandang ke arah Sulastri.
Melihat anak perempuan ini, seketika timbul dugaan didalam hati Reksosuro dan Darumuko. Darumuko yang bermata liar tajam itu cepat sekali bertanya, "Apakah engkau yang bernama Sulastri adik Sri Winarti?"
Dua orang pembantu Ronggo Lawe berkedip memberi
isyarat agar Sulastri jangan mengaku, akan tetapi gadis cilik ini adalah seorang anak yang memiliki bakat kekerasan hati dan ketabahan luar biasa, maka sambil cemberut dia
menjawab, "Ya, kalian ingat baik-baik yang kelak akan menghancurkan kepala kalian berdua!"
"Sulastri, larilah dari sini! Cepat".!" Tiba-tiba orang yang berkumis pendek itu berseru dengan wajah penuh
kekhawatiran. Dia dan temannya sudah melompat dan
menghadang di depan Reksosuro dan Darumuko. Dua orang perwira Mojopahit ini terbelalak girang dan mereka menerjang seperti dua ekor harimau buas, kini dengan keris di tangan.
Dua orang ponggawa Tuban itu mencoba untuk
menghindar,akan tetapi karena tingkat kepandaian mereka memang kalah tinggi dan kini dua orang perwira Mojopahit itu http://kangzusi.com
menggunakan keris dan menyerang untuk membunuh,mereka terhuyung dan lengan mereka berdarah karena terpaksa mereka tadi menangkis.
"Ihhh".!" Sulastri berteriak kaget, lalu anak ini mengambil batu dan menyambit-nyambitkan batu ke arah Reksosuro dan Darumuko! Akan tetapi tentu saja sambitan anak itu sama sekali tidak dihiraukan, karena selain banyak menyeleweng, juga kalau mengenai tubuh mereka yang sudah kebal terlatih tentu tidak akan terasa. Mereka kini menubruk lagi dan dalam beberapa gebrakan saja mereka roboh mandi darah,
90 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkelonjotan dan tewas karena dada mereka tertembus keris lawan.
"Ha-ha-ha, tidak berapa ketangguhan orang Tuban!"
Reksosuro bersumbar dengan bangga dan sombongnya.
"Heh-heh, manis juga bocah ini, sayang masih mentah!"
Darumuko yang bermata liar dan tajam itu menghampiri Sulastri. Anak itu berdiri tegak, matanya terbelalak memandang ke arah dua orang ponggawa Tuban yang telah tewas itu, kemudian dia memandang kepada dua orang itu dengan sinar mata penuh kebencian.
"Kalian manusia-manusia jahat seperti iblis!" dia memaki.
"Ha-ha-ha, coba lebih tua empat tahun lagi saya".Hemm, tentu lebih mulus daripada kakaknya dahulu!" Reksosuro juga berkelakar dan sekali meloncat dia sudah berdiri di belakang Sulastri. Akan tetapi gadis ini makin marah dan memandang kepada dua orang itu yang telah mengurungnya.
"Pergi! Pergi kalian! Aku benci kepada kalian!" teriaknya marah.
"Ha-ha-ha, bocah ayu! Engkau tentu tahu di mana adanya mayat mbakayumu"."
"Dan keris itu"." Darumuko menyambung.
"Ssssttt".!" Reksosuro menegur temannya yang
http://kangzusi.com
dianggapnya lancang bicara tentang keris.
Dan memang benarlah dia, temannya itu terlalu lancang mulut. Andaikata dia tidak menyebut-nyebut tentang keris, agaknya Sulastri yang jujur itu akan mengaku bahwa dia telah mengubur jenazah mbakayunya. Akan tetapi, begitu
Darumuko menyebut keris itu teringatlah Sulsatri akan keris yang menancap di ulu hati mbakayunya. Keris pusaka milik Ronggo Lawe. Anak in memiliki kecerdikan luar biasa, maka mengertilah dia bahwa dua orang ini tentu mencari keris itu, maka dia lalu menegakkan kepalanya.
91 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak tahu!!"
Akan tetapi Reksosuro dan Darumuko juga bukan orang-orang bodoh. Sama sekali tidak. Biar pun mereka itu kasar dan kejam, namun sebagai pembantu-pembantu yang dipercaya oleh Resi Mahapati yang bercita-cita besar, mereka selain memiliki ilmu silat yang kuat, juga memiliki kecerdikan. Melihat sikap sulastri ketika menjawab, begitu ketus dan keras, mereka menduga bahwa anak ini tentu tahu lebih banyak.
"Hemm, hayo katakan, di mana mayat mbakayumu?"
Reksosuro sudah mengancam dan melangkah maju
mendekati. "Tidak tahu!"
"Plakkk!" Pipi Sulastri ditampar oleh Reksosuro sehingga anak itu terpelanting.
Pipi yang halus itu menjadi bengkak kemerahan, rasa nyeri menggigit-gigit,kepalanya terasa pening, akan tetapi, Sulastri bangkit berdiri dan memandang dengan mata melotot kepada Reksosuro, sama sekali tidak menangis, tidak mengaduh,dan sedikit pun tidak takut.
Dua orang itu saling pandang dan merasa kaget dan heran juga. Selama hidup belum pernah mereka berhadapan dengan seorang anak kecil, perempuan lagi, yang sedemikian keras dan tabah sikapnya, sungguh amat luar biasa.
http://kangzusi.com
"Eh, manis, katakanlah baik-baik, di mana mayat
mbakayumu. Nanti kami beri hadiah uang perak. Kalau tidak, engkau akan kami siksa sampai mati!"
"Persetan! Aku tidak tahu dan tidak takut!"
"Anak setan!" Darumuko marah sekali dan kaki kirinya bergerak.
"Desss".!!" tendangannya mengenai pinggul anak itu, membuat tubuh anak itu terlempar sampai tiga tombak dan 92
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbanting ke atas tanah, terguling-guling sampai jauh akhirnya terhenti karena menabrak batang pohon.
"Wah, jangan-jangan kau membunuhnya!" Reksosuro
menegur temannya dan cepat mereka berdua lari mengampiri anak itu.
Kembali mereka tertegun. Anak itu sama sekali tidak mati, bahkan pingsan pun tidak. Tubuhnya babak-bundas, barut-barut dan berdarah, akan tetapi sama sekali anak itu tidak mengeluh, bahkan kini bangkit susuk, memegangi kepalanya yang berdarah dengan tangan kiri kanannya yang lecet dan matanya mendelik dengan penuh kebencian kepada dua orang itu. Akan tetapi sama sekali tidak menangis, dan tidak takut!
Dua orang perwira Majapahit itu merasa serem. "Eh,
kakang Reksosuro, manusia atau ibliskah anak ini?"
Reksosuro juga penasaran. "Manusia atau iblis, kita harus memaksakan membuka mulut!" Dan dia sudah mencabut
kerisnya sambil menghampiri Sulastri.
"Bocah setan, kau masih juga membandel" Apa kau tidak takut melihat keris pusakaku ini" Ini adalah Kyai Bandot, mengandung bisa ular, sekali kerat saja kulitmu akan melepuh dan bengkak-bengkak!"
Sulastri berjebi, bahkan meludah ke arah muka bermata juling yang didekatkan kepadanya. "Cuhhhh!! Crottt".. !" Air http://kangzusi.com
ludah itu tepat mengenal tengah di antara matanya yang juling sehingga mata itu makin menjuling memandang air ludah yang menempel di atas hidung. Lalu dia membanting kaki. "Setan alas, kau minta disiksa!" Reksosuro menubruk, kerisnya digerakkan untuk menyayat lengan anak itu dan untuk menyiksa dan memaksanya mengaku.
"Plak!" Reksosuro terhuyung ke belakang memandang
kepada seorang kakek yang pakaiannya serba hitam, juga ikat kepalanya hitam, mukanya tertutup brewok dan cambang bauk yang lebat, menyeramkan sekali apa lagi matanya besar 93
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan ketika itu memandang penuh kemarahan. Kakek itu muncul dari balik batang pohon dan tadi menggunakan kakinya menendang sehingga Reksosuro terhuyung ke
belakang dan sayatan kerisnya ke arah lengan Sulastri luput.
"Manusia-manusia tak bermalu, menggangu seorang
kanan-kanan!" Kakek itu membentak dengan suara yang dalam.
Reksosuro dan Darumuko mengenal kakek ini dan mereka saling pandang, akan tetapi mengingat bahwa kakek ini adalah anggota keluarga Tuban yang telah baru saja dikalahkan, dan mengingat bahwa mereka adalah abdi-abdi terkasih dari Resi Mahapati, Reksosuro mengangkat dada dan berkata, "ah, kiranya paman Ki Ageng Palandongan yang datang!"
Ki Ageng Palandongan, kakek itu, adalah ayah dari
mendiang Mertaraga, isteri pertama dari mendiang Ronggo Lawe. Dia seorang yang sederhana dan tidak suka pangkat, hidup seperti petani di pedusunan setengah pertapa, maka dia tidak mengenal dua orang ini.
"Andika adalah dua orang perwira Mojopahit yang diutus oleh sang prabu untuk menangkap anak ini!" Darumuko yang cerdik itu mendahului temannya.
Ki ageng Palandongan mengerutkan alisnya yang tebal.
"Mustahil kiranya kalau sang prabu mengutus kalian
http://kangzusi.com
menangkap seorang anak kecil. Aku lihat tadi kalian hendak menganiaya dia dan pergilah andika berdua dari sini, jangan membuat ribut di sini."
Reksosuro bertolak pinggang dan membetak, "Paman Ki Ageng Palandongan! Ucapan apakah ini" Kami melakukan tugas kali, dan paman berani menghalagi kami?"
"Persetan dengan kalian!" kakek itu membentak marah.
"Kalau begitu paman hendak memberontak pula!"
Reksosuro membentak.
94 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Keparat bermulut lancang!" Ki Ageng Palandongan marah, kakinya terayun dan untuk kedua kalinya Reksosuro
terhuyung. Dia dan temannya cepat mencabut keris dan menyerang kakek itu. Akan tetapi, Ki Ageng Palandongan yang usianya sudah enam puluh tahun lebih itu adalah bekas jagoan yang berilmu tinggi, maka biar pun dua orang lawannya memegang keris dan dia sendiri bertangan kosong, akan tetapi dengan mudah dia menghindarkan diri dari semua serangan, kemudian secepat kilat dia membagi-bagi tamparan sehingga Reksosuro dan Darumuko gelayaran. Kakek itu menyusulkan dua kali tendangan dengan kakinya yang besar dan kuat seperti mengaduh-aduh, terlempar dan jatuh terguling.
"Tahan, paman Palandongan".!!" Tiba-tiba terdengar suara orang dan muncullah Panewu Progodigdoyo! "Eh, eh, saya lihat dua orang ini adalah pamong Mojopahit! Betulkah kalian ini"."
"Maaf sang panewu yang mulia, memang kami berdua
adalah perwira-perwira Mojopahit yang mengemban tugas gusti sinuwun untuk menangkap anak perempuan ini. Akan tetapi paman Ki Ageng Palandongan menentang kami."
Panewu Progodigdoyo yang kini untuk sementara menjabat kepala di Tuban itu, menoleh ke arah Sulastri, kemudian memandang Ki Ageng Palandongan dan bertanya dengan
http://kangzusi.com
sikap hormat namun penuh teguran, "Benarkah, paman"
benarkah paman Palandongan menentang utusan Sang Prabu Mojopahit?"
Karena kini bekas pembantu utama mantunya itu telah menjadi kepala, maka Ki Ageng Palandongan menyabarkan hatinya, lalu dia berdehem dan menjawab, suaranya dalam dan lantang, "Benar, akan tetapi sebetulnya paman tidak menentang siapa pun juga, nak panewu. Karena melihat mereka berdua ini bersikap kasar dan menganiayanya seorang bocah, maka paman turun tangan melarang mereka."
95 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, paman. Mengapa paman tidak bersabar" Baru saja Tuban diberi pengampunan oleh gusti sinuwun, bagaimana paman sekarang berani menentang dua orang utusan beliau"
Bukankah hal itu akan mendatangkan kesan buruk sekali"
Eh"., kisanak,saudara-saudara perwira yang gagah. Harap kalian maafkan atas kesalah pahaman ini, ya" Dan lupakan urusan ini, jangan terdengar oleh sang prabu."
Reksosuro dan Darumuko yang sebetulnya sudah mengenal baik Progodigdoyo itu mengangguk dan Reksosuro berkata,
"Tidak mengapalah. Kami akan kembali ke Mojopahit,
membawa bocah ini!" Reksosuro menggerakkan tangannya dan sebelum Sulastri dapat lari, anak itu telah dipegang kedua lengannya dengan satu tangan.
Sulastri meronta-ronta, menendang-nendang.
"Lepaskan! Monyet juling! Lepaskan aku!" Dan dia hendak menggunakan giginya untuk mengigit tangan yang
memegangi kedua lengannya, akan tetapi Reksosuro memutir lengan itu dan kini memegangi kedua lengan anak yang ditarik ke belakang tubuhnya sehingga anak kecil iti tidak mampu berkutik lagi.


Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nanti dulu"." Ki Ageng Palandongan berkata marah
menyaksikan peristiwa ini. "Mau diapakan anak itu" Mustahil kalau gusti sinuwun mengutus kalian menangkap seorang bocah".."
http://kangzusi.com
"Paman Palandongan, bukanlah semua rakyat adalah
kawula (hamba sahaya dari Mojopahit) Lebih baik kita sebagai pamong yang setia tidak mencampuri urusan ini dan
menyerahkannya kepada kebijaksanaan gusti sinuwun. Eh, kisanak, kalian pergilah dan bawa anak itu, hanya kuminta agar kalian tidak berlaku kasar terhadap anak itu di sini!"
Ucapan Progodigdoyo ini membuat Ki Ageng Palandongan tak dapat membantah lagi,dan dua orang itupun mengerti akan apa yang dimaksudkan oleh mereka itu, maka Reksosuro 96
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu mengangkat dan memondong Sulastri, biar pun masih memegangi kedua lengannya, dan dengan sikap halus
berkata, "Marilah, anak manis, jangan takut dan jangan melawan. Gusti sinuwun memanggil, manis." Maka pergilah mereka,diikuti oleh pandang mata kedua orang itu,
Progodigdoyo tersenyum akan tetapi Ki Ageng Palandongan mendelik menahan kemarahan.
Reksosuro dan Darumuko melanjutkan perjalanan dan
reksosuro masih terus memondong Sulastri sampai mereka menyeberangi Sungai Tambakberas. Setelah mereka tiba di daerah sendiri, yaitu daerah Mojopahit, Reksosuro
melemparkan tubuh anak itu ke atas tanah.
"Bruukkkk!!" sulastri yang setengah dibanting itu
menyeringai kesakitan, akan tetapi tidak mengaduh.
"Sialan! Hayo kau sekarang mengaku di mana kau
sembunyikan mayat mbakayumu itu!" bentaknya sambil
menuding telunjuknya ke arah muka Sulastri.
Sulastri kini tidak mau menjawab lagi, malah membuang muka dengan sikap amenghina sekali.
"Heh-heh, kakang Rekso, bagaimana kalau dia kutelanjangi dan kupermainkan dulu" Biar pun masih kecil setelah kutundukkan agaknya dia baru akan mau jinak! Ha-ha-ha!"
"Hah, kau rakus sekali, adi Darumuko! Masa anak sekecil http://kangzusi.com
ini, dia tentu akan mampus tak kuat menahan, dan kita akan mendapat marah sang resi!" tukas Reksosuro.
"Kalau begitu, biar kucambuki dia agar mengaku!"
Darumuko lalu mematahkan sebatang ranting pohon
kemlandingan di tepi jalan. Ranting kemlandingan adalah ranting yang ulet dan lemas Sambil terkekeh si bibir tebal ini merantasi daun-daun kemlandingan yang kecil-kecil itu sehingga berhamburan ke bawah.
97 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha, bocah bandel. Apakah engkau masih juga tidak mau mengaku" Ataukah harus kupaksa dengan ini?" Dia menamang-amangkan cambuk ranting mlandingan itu. Akan tetapi Sulastri bukanlah seorang anak kecil biasa. Jangankan baru diancam ranting kemlandingan, biar diancam tombak atau keris sekali pun, dia tidak akan merasa gentar. Sudah terlalu banyak orang-orang yang dicintanya mati di depan matanya, maka kematian bukanlah apa-apa bagi anak ini, bahkan berarti dia menyusul orang-orang yang dicintanya.
Juga dia sudah mengalami banyak hal-hal ngeri. Sudah melampaui batas puncak kengerian sehingga dia kini tidak mengenal kengerian lagi, bahkan tidak takut apa-apa lagi!
Maka ancaman Darumuko itu malah membuatnya tersenyum mengejek.
"Anjing bibir tebal, engkau pantasnya memang memegang cambuk menggembala kerbau!" makinya.
Muka Darumuko menjadi merah padam matanya yang liar tajam itu melotot dan bibirnya yang tebal karena cemberut, cuping hidungnya kembang kempis seperti hidung kerbau mencium bahaya. "Bangsat, anak setan, kau pingin mampus, ya?"
-o0-dw-o0- http://kangzusi.com
Jilid 07 Dengan marah sekali mulailah dia menggerakkan ranting kemlandingan itu, diayun sekuatnya dan bertubi-tubi ranting kemlandingan itu menimpa tubuh anak kecil itu.
"Siuuuuuttt".. prat!! Siuuuuttt". pratt-pratt-pratt!!"
Dihajar bertubi-tubi oleh cambukan ranting itu, Sulastri menyeringai dan bergulingan seperti seekor cacing terkena abu panas. Hampir saja dia mengeluh,maka cepat dia
menggigit bibirnya kuat-kuat dan terus bergulingan, kedua 98
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangannya meraba sana-sini di bagian tubuhnya yang terkena cambukan untuk mengusir rasa panas dan perih yang
menggerogoti kulit-kulit tubuhnya. Akan tetapi sedikit pun dia tidak mengaduh, bahkan kelihatan darah dari kanan kiri mulutnya, yaitu darah dari bibir bawahnya yang robek tergigit ketika dia menahan sakit.
"Cepratt-cepratt-pratt-pratt".!" Darumuko terus
mencambuki tanpa pilih tempat sehingga yang terkena cambuk adalah seluruh tubuh Sulastri dari kaki sampai kepala.
Cambuk ranting kemlandingan yang ulet dan lemas itu mengigiti kulitnya,tidak sampai merobek kulit akan tetapi meninggalkan bekas merah kebiruan.
"Hayo mengaku kau, sundal kecil, hayo mengaku kau,
keparat! Prat-prat-prat!"
Akan tetapi jangankan mengaku, mengeluh satu kali pun tidak dan anak itu hanya terus bergulingan dan menggeliat-geliat, makin lama makin lemah sampai akhirnya dia tidak berkutik lagi, rebah miring dan sama sekali tidak bergerak ketika cambuk ranting kemlandingan itu masih terus menimpa tubuhnya.
"Setop! Setop! Adi Darumuko, apa kau sudah gila" Apa kau hendak membunuhnya?"
Reksosuro berseru dan menahan lengan temannya yang
http://kangzusi.com
masih terus mencambuki.
"Keparat"! Sedikit pun dia tidak minta ampun, tidak mengeluh. Menantang dia,keparat! Biar kucambuk dia sampai mampus!" Darumuko terengah-engah dan keringatnya
bercucuran. "Hussh, bodoh! Sekarang kau boleh mencambuki sampai dia mampus, akan tetapi kelak kau yang akan dicambuki oleh sang resi sampai robek-robek semua kulitmu!"
99 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Darumuko terkejut dan baru sadar. Dia memandang cambuk ranting itu, lalu membuangnya dan cepat dia menunduk dan berlutut. "Wah, apa dia mampus?"
Reksosuro juga berlutut, memeriksa Sulastri. "Tidak, dia masih bernapas, hanya pingsan saja."
"Dia keras kepala, anak luar biasa sekali dia, seperti setan.
Bagaimana baiknya sekarang, kakang Reksosuro?"
"Sebaiknya kita bawa saja dia pulang dan kita serahkan kepada sang resi. Beliau tentu mempunyai daya upaya untuk membuka mulut anak ini. Dan karena kau yang
mencambukinya sampai dia tidak bisa berjalan dan pingsan, kau pula yang harus memondongnya sampai ke gedung sang resi, Adi Darumuko."
"wah-wah sialan"!" Darumuko mengomel, akan tetapi
karena merasa bersalah,terpaksa dia memondong anak itu, disampirkan di pundaknya dengan kaki di depan dan kepala di belakang, merangkul kedua paha anak itu dan berangkatlah dua orang ini melanjutkan perjalanan mereka ke Mojopahit.
Hari telah menjelang senja ketika mereka harus melewati sebuah hutan yang cukup lebat. "Wah, kakang Reksosuro, kita akan melewati hutan ini dan malam sudah hampir tiba."
Darumuko mengomel dan memandang khawatir juga.
"Uwaahh, masa kau takut" Malam ini terang bulan."
http://kangzusi.com
"Tapi hutan ini terkenal banyak orang jahat dan
setannya?"
"Huh, siapa berani merampok setelah baru saja terjadi perang itu" Kita kan perwira-perwira Mojopahit" Kalau ada perampok berani muncul, aku malah akan merampas semua miliknya, huh, aku Reksosuro adalah sahabat-sahabat setan!"
"Hushh! Bicaramu kok begitu?" Darumuko menegur,
merasa serem. 100 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha, mengapa tidak" Apakah percuma saja setiap Selasa dan malam Jumat biniku membakar kemenyan sekepal
besarnya dan menghindangkan kembang setaman"
Percayalah, setan-setan tidak akan mengganggu kita, malah akan melindungi. Mereka semua sudah jinak
kepadaku."
Biar pun ucapan Reksosuro itu sungguh-sungguh dan
kelihatan meyakinkan, namun tetap saja meremang bulu tengkuk Darumuko ketika mereka memasuki hutan yang gelap itu. Si muka bulat bibir tebal ini memang seorang pemberani dan kejam,tidak pernah takut bertempur melawan siapa pun juga. Hanya dia mempunyai satu kelemahan yaitu amat takut terhadap setan yang belum pernah dilihatnya, takut dan ngeri sehingga setiap malam Jumat di rumahnya, kalau dia pada waktu malam terpaksa oleh kebutuhan badan harus ke kamar mandi untuk buang air kecil atau besar, dia selalu menggugah bininya untuk minta diantar! Andaikata ada lima orang maling mengganggu rumahnya, Darumuko tentu akan meloncat dan membawa tombaknya, siap menghadapi lima orang maling itu.
Akan tetapi begitu mendengar tentang setan, atau diingatkan akan setan, dia menggigil dan cepat berkerudung selimut minta didekap bininya seperti anak kecil minta dilindungi!
Malam itu cuaca memang terang karena bulan purnama
tidak terhalang mendung. Hawa udara dingin menyusup http://kangzusi.com
tulang, apa lagi di tengah-tengah hutan itu, karena banyaknya pohon-pohon yang lebat daunnya menambah dinginnya hawa, seolah-olah di sekeliling tempat itu, di kanan kiri depan belakang dan atas, terdapat air dingin yang mengurung.
"Ihhh, dinginnya"! Apa kita tidak berhenti dulu, kakang?"
Darumuko menggigil dan suaranya gemetar, entah oleh dingin saja atau juga oleh hal lain, karena jelas mukanya
membayangkan ketakutan dan kengerian.
"Nanti kita berhenti di dekat belik (sumber air) sana sambil minum," jawab Reksosuro.
101 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ihhhh" " Terdengar suara dari mulut Darumuko, seperti orang kedinginan.
"Kau kenapa, adi?"
"Di" dingin"!"
"Sikapmu seperti orang takut! Hati-hati, anak itu agaknya sudah siuman."
"Ti" tidak takut". hanya dingin". hhiiii!"
"Ada apa?"
"Ssssttt, kakang"." Darumuko memegang lengan
temannya. Matanya terbelalak memandang ke depan. "Kau lihat tadi?""
"Uhh, melihat apa?" Reksosuro membelalakkan mata,
mencari-cari akan tetapi tidak melihat sesuatu yang aneh.
"Aku melihat bayangan orang?"
"Hemm, kalau bayangan orang saja mengapa takut" Orang pun kita tidak takut! Pula,siapa ada orang di malam-malam begini dan tempat seperti ini" Mungkin bayangan setan yang kau lihat." Reksosuro berkelakar, akan tetapi kelakar ini malah membuat Darumuko makin menggigil seperti orang terkena penyakit demam.
"Huh, penakut. Hayo!" Reksosuro menarik tangan
http://kangzusi.com
temannya dan melanjutkan perjalanan.
"Nguuuuukkk"!"
Darumuko melonjak kaget. "Ihhh"!"
"Hemm, itu hanya suara lutung." Reksosuro mencela
temannya yang penakut itu.
Mereka berjalan terus, suasana sunyi sekali, membuat Darumuko merasa tengkuknya tebal.
"Huuuuukkkk-huk-hukkk!"
102 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hiii"!!" Darumuko hampir saja melepaskan tubuh kecil yang dipondongnya saking kagetnya dan dia memegang
lengan Reksosuro dengan jari-jari menggigil. "Apa" apa itu..
kakang?" "Aah, penakut benar kau, adi. Itu hanya suara burung hantu! Kulu-kulu-hu-hu-huuukk!"
Reksosuro menirukan suara burung hantu itu sambil
tertawa. Darumuko menjadi malu pada diri sendiri, akan tetapi dia membela diri. "Ah,tentu saja kau lebih tabah, kakang. Dahulu engkau sudah biasa berkeliaran di dalam hutan sebagai perampok."
"Hushh! Jangan gali-gali riwayat lama, kawan. Kini aku perwira Mojopahit, tahu?"
"Maaf, kakang Reksosuro."
Mereka berjalan lagi dan Darumuko memandang cemas ke depan. Dari jauh sudah nampak sebatang pohon beringin yang besar sekali sehingga keadaan di sekeliling pohon raksasa itu menyeramkan karena bawahnya gelap dan mereka agaknya akan lewat di bawah pohon beringin itu.
Reksosuro agaknya mengerti akan keseraman hati
temannya. Temannya yang selalu ketakutan itu membuat http://kangzusi.com
hatinya menjadi tidak enak juga, maka dia berkata, "Adi Darumuko, jangan takut. Takut akan setan sesungguhnya hanyalah permainan pikiran sendiri yang membayangkan hal yang bukan-bukan."
"Baik, kakang aku akan berusaha agar tidak takut."
Mereka kini tiba di bawah pohon.
"Lepaskan aku"! Kalian manusia-manusia jahat dan keji!
Lepaskan aku!" Tiba-tiba Sulastri yang kini sudah siuman betiul itu meronta lemah dalam pondongan Darumuko.
103 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diam kau, bocah setan. Atau". kucekik kau nanti!"
Darumuko membentak.
"Heh-heh, diamlah, manis. Nanti kau akan diberi hadiah yang enak-enak oleh sang resi." Reksosuro juga membujuk dengan suara mengejek.
Mereka kini tiba di bawah pohon beringin yang agak gelap, suram muram. Tiba-tiba tubuh Darumuko terhuyung roboh, Sulastri yang tadinya dipondong terlepas dari pondongannya.
"Aduhh" kakang". tolong".. ssseee" ssseeetan".!"
Darumuko merintih dan telunjuknya menuding kearah batang pohon beringin.
"Apa?" Heii" aduhhhh".!" Kini Reksosuro juga terhuyung ke depan dan terjelengup.
Kedua tangannya dapat menahan tanah sehingga mukanya tidak sampai bertemu dengan tanah seperti halnya Darumuko.
Akan tetapi dia kaget sekali karena tahu bahwa jatuhnya bukan sembarangan, melainkan dijegal orang! Cepat dia meloncat berdiri dan membalikkan tubuh ke arah batang pohon beringin yang amat besar itu.
"Tolong kakang". ada setan"!" Kembali Darumuko
merintih dan berusaha untuk bangkit akan tetapi dia mendekam kembali sambil menendang dengan tubuh gemetar ke arah bayangan hitam yang bersandar pohon beringin itu.
http://kangzusi.com
"Huh, adi, bangunlah! Setan apa" Dia seorang manusia yang sudah bosan hidup,berani mengganggu kita!" kata Reksosuro.
Mendengar ucapan ini, seketika timbul semangat Darumuko dan lenyaplah rasa takut dan ngerinya tadi. Sungguh tadi dia menyangka bahwa bayangan hitam yang bersandar pada
batang pohon beringin itu adalah setan yang mengganggunya.
Akan tetapi kini mendengar ucapan temannya, dia menjadi marah sekali.
104 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa" Manusia?"" Dia lalu meloncat berdiri dan mendekati temannya yang sudah melangkah maju.
Setelah rasa takutnya hilang, kini Darumuko dapat melihat bahwa memang bayangan hitam yang bersandar di batang pohon beringin itu adalah seorang manusia.
Keadaanya tidaklah segelap ketika dia ketakutan tadi. Sinar bulan purnama masih menerangi tempat itu. Kini dia melihat jelas seorang kakek yang pakaiannya serba hitam duduk bersandar batang pohon sambil melenggut, kakinya yang panjang dilonjorkan di depan tubuhnya. Sulastri yang tadi terlepas dari pondongannya,kini sudah lari ke dekat orang tua yang tertidur itu, agaknya minta perlindungan kakek itu.
Sejenak dua orang perwira Mojopahit pembantu Resi
Mahapati itu mengira bahwa lagi-lagi Ki Ageng Palandongan yang menghadang mereka, karena orang itu pun sudah tua dan di dalam cuaca yang suram muram itu pakaiannya seperti hitam. Akan tetapi setelah mereka memandang penuh
perhatian, mereka terkejut, terheran dan marah bukan main.
Orang itu hanyalah jembel! Seorang pengemis tua! Seorang jembel pengemis yang pakaiannya hanya merupakan gombal-gombalan saking kotornya sehingga kelihatan hitam,
rambutnya gimbal panjang terurai dan tak pernah dicuci sehingga ruwet dan kotor, kumis dan jenggotnya menutupi bagian bawah mukanya.
http://kangzusi.com
Pakaiannya yang kotor itu hanya merupakan sebuah baju yang tidak ada kancingnya lagi, terbuka memperlihatkan dadanya yang penuh rambut, dan sebuah celana komprang (besar) sampai ke lutut, kemudian di pinggangnya dilibat kain yang kumal. Dari tempat mereka berdiri pun, dalam jarak dua meter, sudah tercium bau apak, bau pakaian yang sering terkena keringat dan tak pernah dicuci. Seorang jembel!
"Sialan! Jembel busuk!" Darumuko yang tadi ketakutan setengah mati, menjadi marah dan mendongkol sekali bahwa yang membuatnya ketakutan sampai celananya basah sedikit 105
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena tadi dalam takutnya tanpa disadarinya lagi dia
"ngompol", kini menjadi "berani" luar biasa dan ia menyepak paha orang tua itu!
"Jembel tua bangka busuk! Berani kau menjegal kakiku?"
Kakinya menyepak. "Plak!" dan tubuh orang itu terguncang, akan tetapi tetap saja dia masih tidur.
"He, kere tua mau mampus! Bangunlah!" Reksosuro juga membentak, kakinya mencongkel sebuah batu sebesar
kepalan tangan. Batu itu melayang kearah dahi kakek itu.
"Tukkk!" batu mengenai dahi dan menggelinding ke bawah.
Akan tetapi tetap saja kakek itu tidak bangun!
Melihat ini, Sulastri lalu mengguncang pundak orang tua itu dan berbisik di telinganya, "Kakek, bangunlah. Dua orang jahat ini akan mencelakakan engkau dan aku. Bangunlah, kek!"
Kakek jembel itu membuka mata sedikit, dikejap-kejapkan dan menggeliat, kedua tangannya direntangkan ke depan dan terdengar suara berkerotokan pada punggungnya seolah-olah semua tulang punggungnya patah-patah. Sulastri terkejut bukan main dan memandang dengan mata terbelalak. Akan tetapi kakek itu tidak apa-apa,lalu membuka matanya dan memandang kepada dua orang yang berdiri di depannya,lalu menoleh kearah Sulastri, mulutnya yang tertutup kumis itu bergerak-gerak yang dapat diduga bahwa dia tersenyum!
http://kangzusi.com
Sejenak matanya memandangi tiga orang itu bergantian, kemudian terdengar ada suara keluar dari balik kumis brewok itu, "Ela-dhalah.. demi segala setan demit iblis bekasakan yang menjaga hutan ini! Dari mana datangnya dua ekor serigala dan seekor anak harimau ini?"
Jelas bahwa kakek jembel itu menganggap dua orang
perwira Mojopahit itu dua ekor serigala, dan Sulastri disebutnya anak harimau. Itu merupakan hinaan yang amat hebat bagi Reksosuro dan Darumuko!
106 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tua bangka bau busuk! Kami adalah dua orang perwira Mojopahit, tahu" Dan kau berani menganggap kamu serigala"
Berapa rangkap sih nyawamu maka kau berani berlancang mulut seperti ini?" bentak Reksosuro.
"Gebuk mampus saja sudah, kakang!" kata Darumuko.
Kakek itu memandang kedua orang itu dan terkekeh dalam.
"Heh-heh, aku melihat orang bukan dari pakaian atau pangkatnya, melainkan dari sifat-sifatnya. Lihat anak perempuan ini, biar pun masih kecil dan perempuan, dia mempunyai sifat seperti seekor harimau, calon harimau betina yang ganas dan tangkas! Dan kalian.. hemm" kalian seperti serigala, licik dan hanya berani kalau sudah yakin
menang,sebetulnya di dalamnya penakut. Srigala hanya akan menyerang binatang lain yang lebih lemah, atau kalau menyerang yang kuat tentu dengan keroyokan. Nah, itulah sifat kalian."
Tentu saja Reksosuro dan Darumuko menjadi marah bukan main. Jembel tua itu terang-terangan, tanpa tedeng aling-aling, telah menghina mereka! Seorang kere tua berani menghina mereka, dua orang perwira Mojopahit" Sungguh sialan!
"Dan engkau adalah calon bangkai yang sudah
membusuk!" Darumuko memaki. "Hayo katakan, apa perlumu menghadang kami dan menjegal kaki kami?"
http://kangzusi.com
"Wah, wah, siapa yang menjegal siapa" Tidak ada jegal-jegalan disini seperti yang terjadi di Mojopahit! Di sini hanya ada aku yang tidak membutuhkan apa-apa,perlu apa menjegal orang?"
"Kakek hina! Jelas kau tadi menjegal kami!" Reksosuro juga membentak, agak hati-hati karena dia dapat menduga bahwa mendengar bicaranya, kakek jembel itu tentulah bukan sembarangan orang.
107 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, nah fitnah-memfitnah sudah menjadi watak semua orang di Mojopahit! Jangan dibawa-bawa ke sini, kisanak! Tadi aku sedang tidur di sini, enak-enak mimpi bercengkerama dengan para iblis bekasakan yang berpesta pora di hutan ini, eh,tahu-tahu kalian menginjak-injak kakiku dan bilang bahwa aku menjegal kalian. Mojopahit sekarangkah ini?"
Mendengar ucapan yang makin tidak karuan itu, Darumuko berkata, "Kakang, dia tentu orang gila!"
Kakek itu cepat membantah, "Nah, sudah biasa orang gila memaki orang lain gila!"
"Apa?" Darmuko melotot. "Kau memaki aku gila?"
"Bukan aku yang memaki, orang muda, melainkan engkau sendiri!"
"Kakek, dia itu memang orang ceriwis, suka memaki orang, lihat bibirnya sampai menjadi tebal karena terlalu sering memaki orang!" Tiba-tiba Sulastri berkata,terbawa gembira oleh sikap kakek itu yang tabah dan seolah-olah menggoda dua orang itu.
"Ha-ha-ha-ha! Kau benar" ha-ha-ha! Bibirnya". ahhh, sampai menggandul begitu panjang. Aduh lucunya"!" Kakek itu terbahak-bahak dan memegangi perutnya.
Dapat dibayangkan betapa marahnya hati Darumuko.
http://kangzusi.com
Selama hidupnya, belum pernah dia dihina orang seperti ini.
"Kere busuk, kuhancurkan isi perutmu!" Sambil membentak demikian, dia menerjang maju dan mengayun kaki kanannya, menendang dengan pengerahan tenaga sepenuhnya kearah perut kakek itu yang masih tertawa dan perutnya kelihatan karena bajunya terbuka. Perut yang agak gendut biar pun tubuhnya kurus itu tak terhindarkan lagi menerima tendangan kilat yang amat kuat.
"Bukkk!"
108 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh aneh sekali. Sulastri yang melihat dengan mata terbelalak mengkhawatirkan keselamatan kakek itu melihat betapa wajah Darumuko berobah,sedangkan kakek itu tetap saja masih tertawa. Darumuko menyeringai, kemudian roboh terpelanting ke atas tanah dan menjerit-jerit, mengaduh-aduh memegangi perutnya. "Aughh" waduh perutku" aduhhh,
mulas sekali" aih, tak kuat aku..." Dia menekan perutnya dengan kedua tangan, menggeliat-geliat seperti dalam sekarat,dan segera terdengar suara memberobot dan
Darumuko cepat-cepat membuka tali kolor celananya dan melepaskan celana itu. Tercium bau yang amat tidak sedap dan begitu dia mengerti apa yang terjadi dengan orang yang dibencinya itu, Sulastri membuang muka dan mengomel,
"Huh, manusia tak tahu malu!" Kiranya Darumuko yang diserang perut mulas dan sakit tak tertahankan itu, tanpa dapat dicegahnya lagi telah terberak-berak disitu!
Diam-diam Sulastri kagum sekali dan anak yang cerdas ini mengerti bahwa kakek jembel itu adalah ternyata adalah seorang manusia sakti. Dia duduk dekat kakek itu dan tadi dia melihat betapa ketika kakek itu ditendang perutnya, kakek itu tidak mengelak akan tetapi dia melihat tangan kiri kakek itu bergerak naik kearah perut orang yang menendangnya.
Tendangan yang amat hebat itu mengenai perut si kakek, akan tetapi kakek itu tetap tertawa dan sebaliknya Darumuko yang kena "diraba" perutnya itu sampai terberak-berak!
http://kangzusi.com
Melihat hal kawannya ini, tentu saja Reksosuro menjadi malu dan marah sekali.
Dia makin yakin bahwa kakek jembel ini tentu bukan orang smebarangan, maka dia lalu cepat mencabut kerisnya, keris pusaka yang dibangga-banggakan, yang dinamakan Kyai Bandot karena selalu dilumuri bisa ular Bandotan.
"Kere busuk, rasakan pusakaku Kyai Bandot ini!"
109 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Reksosuro menerjang ke depan, menghunjamkan kerisnya yang panjang berluk sembilan itu kearah dada kakek yang telanjang.
Kakek itu tertawa geli. "Kyai Bandot" Ha-ha-ha" memang bandot tua tak tahu malu"!"
"Cuss"!" Keris itu tepat mengenai dadanya, akan tetapi Reksosuro memekik kesakitan, kerisnya terlepas dan dia terhuyung mundur memegangi tangan kanan dengan tangan kirinya. Tangan kanannya itu nyeri sekali dan sudah membengkak,agaknya salah urat, kiut-miut rasanya membuat Reksosuro menggigil dan peluhnya memenuhi mukanya,
sebesar-besar jagung! Dia menusukkan kerisnya ke dada orang,dan irang itu tidak mengelak tidak menangkis, akan tetapi tangannya sendiri malah keseleo (salah urat) dan bengkak-bengkak!
"Ha-ha-ha, Kyai Bandot tua" ha-ha"!" Kakek jembel itu mengambil keris Kyai Bandot yang tadi terlepas dari pegangan pemiliknya. Dadanya tidak luka sedikit pun juga, dan kini dengan jari-jari tangannya yang kurus kecil, dia menekuk-nekuk keris itu seolah-olah keris itu terbuat daripada tembaga atau timah lemas saja!
Pemiliknya yang masih mengaduh-aduh itu terbelalak
melihat kerisnya yang terbuat daripada baja tulen itu ditekuk-tekuk seperti itu, kemudian dilemparkan ke atas tanah!
http://kangzusi.com
Sulastri tiba-tiba bangkit berdiri, mengambil keris yang sudah ditekuk-tekuk itu dan menghampiri dua orang yang masih merintih-rintih kesakitan. "Sekarang kalian mampus?"
anak itu berkata dengan kemarahan yang ditahan-tahan.
"Heiii" pengecut".!" Kakek itu berseru tangannya bergerak ke depan dan Sulastri terjungkal! Anak itu bangkit lagi, meraih keris, akan tetapi untuk ke dua kalinya dia terjungkal dan kini dia memandang ke arah kakek itu.
110 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau mau apa" Mau jadi pengecut" Huh, aku yang
mengalahkan mereka, bukan kau,tahu" Kalau kau yang
mengalahkan mereka, boleh saja kau mau melakukan apa yang kau suka!"
Sulastri menjadi merah mukanya. Dia dapat mengerti dan dia lalu mengangguk. "Maaf,eyang!"
Sementara itu, Reksosuro mengerti bahwa dia berhadapan dengan orang yang sakti sekali. Cepat dia menyambar kerisnya dengan tangan kiri, kemudian dia berkata kepada temannya, "Adi Darumuko" cepat" lari"!" Dan dia
mendahului sambil memegangi tangan kananya yang ketika dipakai lari dan bergerak, nyerinya bukan alang kepalang.
"Kakang" tungguuu"!" Darumuko cepat meloncat dan
tergopoh-gopoh lari. "Kakooang.. tungguuuu...!"
Kakek itu melihat tahi kotoran yang ditinggalkan Darumuko, mengendus jijik, lalu menggunakan sehelai daun mengambil kotoran itu dengan tangan kirinya dan dia berteriak kepada Darumuko, "Heii" bibir tebal" ini milikmu ketinggalan!"
"Ehh" Milik apa?"" Otomatis Darumuko menengok ke arah kakek itu dan pada saat itu sebuah benda menyambar ke arah mukanya. Dia berusaha mengelak namun kurang cepat.
"Plokk..!!" Kotorannya sendiri mengenai muka, memasuki mulut dan hidungnya.
http://kangzusi.com
"Uaakkk"huekkk"kakooaanngg" hueekkk, tunggu?"
Darumuko lari pontang-panting seperti dikejar setan, kadang-kadang muntah-muntah, mengejar kawannya, diikuti suara ketawa, kini terdengar dua suara ketawa, yaitu suara ketawa yang parau dan dalam dari kakek jembel dan suara ketawa nyaring tinggi dari Sulastri. Baru sekarang terdengar suara ketawa anak itu.
Tak lama kemudian, tiba-tiba suara ketawa kakek itu berhenti. Sulastri juga berhenti tertawa. Anak itu masih duduk 111
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di atas tanah, dan kakek itu masih duduk bersandar batang pohon beringin seperti tadi. Keduanya saling pandang sampai lama sekali, sinar mereka menembus kesuraman dan akhirnya kakek itu berkata, "Matamu seperti mata harimau!"
"Dan matamu seperti mata setan!"
"Uhh!" Kakek itu senang. "Benarkah?"
"Benar, eyang menyeramkan, tajam berpengaruh dan
aneh!" "Hemm, eh siapa namamu?"
"Sulastri."
"Bagus! Nah, Sulastri, lekas kau angkat kaki dan pergi dari sini!"
Anak itu mengangkat muka, memandang kakek itu dan
menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, suaranya tegas,
"Tidak, aku tidak mau pergi, eyang."
"Heh, kenapa?"
"Karena aku mau turut eyang saja."
"Aku bukan eyangmu."
"Akan tetapi aku menganggapmu eyang guruku."
"Wah, eyang guru" Kau mengangkat aku menjadi guru?"
http://kangzusi.com
Sulastri mengangguk.
"Gila! Aku orang miskin dan bodoh, kau mau belajar apa dari orang macam aku?"
"Belajar ilmu kesaktian, eyang."
"Ilmu kesaktian" Ha-ha-ha, kau kira mudah?"
"Kesukaran apa pun akan kutempuh, dan semua perintah eyang akan kulakukan."
112 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu memandang dengan alis berkerut. "Anak luar biasa kau ini. Siapa sih orang tuamu dan kenapa kau tadi dibawa mereka?"
"Aku sudah tidak mempunyai ayah bunda, sudah tidak
mempunyai sanak keluarga. Aku seorang yatim piatu yang sebatangkara, eyang. Keluargaku menjadi korban orang-orang jahat itu. Untung ada eyang yang menolongku, dan aku ingin belajar kesaktian dari eyang agar kelak aku dapat membasmi orang-orang macam mereka tadi."
-0o0-dw-0o0- Jilid 08 "Ha-ha-ha, mudah saja kaubicara. Sudah bangkitlah dan pergi!"
"Tidak, aku takkan mau pergi dan aku akan terus berlutut di sini sampai mati kalau eyang tidak mau menerimaku sebagai murid."
"Keras kepala kau!"
"Eyang juga!"
"Celaka, bertemu anak begini kurang ajar mau minta
menjadi murid! Hendak kulihat sampai kapan kau kuat http://kangzusi.com
berlutut terus di sini." Kakek itu lalu meraih sebuah bungkusan kain hitam dari balik batang pohon, kemudian dia pergi dari situ tanpa menoleh lagi.
Dapat dibayangkan betapa susah dan kecewanya hati
Sulastri, akan tetapi anak ini maklum bahwa kalau kakek itu tidak mau membawanya, dia tentu akan jatuh ke tangan dua orang jahat tadi dan akan celaka. Maka dia sudah nekad tidak mau pergi dari situ, dan biar pun kakek itu sudah pergi, dia tetap berlutut di situ,hatinya seperti ditusuk-tusuk, akan tetapi dia tidak menangis. Udara malam makin dingin, dan tubuh 113
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sulastri yang tadinya mengalami siksaan masih sakit-sakit,perih dan panas rasanya seluruh tubuh, kepalanya masih pening, namun dia bertekad untuk berlutut di situ sampai mati. Kedua kakinya kesemutan, akan tetapi dia tetap tidak bergerak sampai akhirnya rasa kesemutan itu lenyap lagi.
Dalam keadaan kelelahan, kelaparan dan kedinginan anak itu terus mendekam di situ sampai akhirnya, menjelang dia berada dalam keadaan setengah pingsan.!
Matahari pagi mulai mengusir embun dan hawa dingin.
Sulastri masih berlutut di tempat semula, menghadap pohon berdingin seolah-olah dia sedang memuja pohon raksasa itu.
Tubuhnya seperti beku, dan memang rasanya seperti hampir beku tubuhnya, begitu dingin dan kaku, dan lelah, dan lapar, dan pening. Dia sudah tiga perempat bagian pingsan ketika tiba-tiba terdegar orang tertawa di balik pohon itu. Kiranya kakek malam tadi tidak pernah pergi dari situ, hanya menyelinap ke balik pohon besar dan tidur di sebelah sana sehingga tidak kelihatan oleh Sulastri!
Dalam keadaan setengah pingsan itu, Sulastri mengangkat muka memandang. Kini cuaca sudah terang dan dia melihat kakek itu dengan hati terkejut. Kakek itu memang mirip setan!
Tubuhnya kurus, tinggal tulang-tulang terbungkus kulit akan tetapi perutnya agak gendut, dan tulang-tulangnya besar.
Rambutnya gimbal, ruwet dan kotor, panjang sampai
http://kangzusi.com
kepinggang, dibelah tengah, matanya tajam bersinar-sinar dan bagian bawah mukanya tertutup brewok.
"Ha-ha-ha, kau ini bocah sungguh hebat. Kau lebih keras kepala daripada aku ketika aku masih sebesar engkau.
Baiklah, aku kalah. Sulastri, kau boleh menjadi muridku?"
"Terma kasih, eyang guru"!!" Sulastri berseru girang, suaranya terhenti karena lehernya tercekik keharuan.
"Akan tetapi tidak demikian mudah! Engkau harus selalu menurut perintahku!"
114 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku berjanji, eyang."
"Nah, bangkitlah berdiri!"
Sukar sekali bagi Sulastri untuk bangkit berdiri. Otot-ototnya berbunyi dan dia berdiri dengan susah payah, beberapa kali terjatuh lagi karena otot-ototnya terasa kaku.
Kakek itu hanya memandang saja acuh tak acuh, akan tetapi ketika untuk kesekian kalinya Sulastri jatuh lagi, dia menggerakkan tangannya dengan cepat, tahu-tahu Sulastri merasa ada tangan mengangkat di bawah kedua ketiaknya dan ada hawa yang amat hangat menjalar memasuki
tubuhnya, mengusir semua kelakuan ototnya dan dia berdiri!
Kakek itu memaksa tubuh Sulastri dengan teliti, melihat kulit yang bilur-bilur bekas siksaan cambuk ranting kemlandingan. "Wah, kau telah mendapat latihan yang baik sekali!"
"Latihan?" Sulastri bertanya tidak mengerti, meniru kakek itu memandangi tubuhnya yang penuh jalur-jalur merah menghitam.
"Pecut ranting kemlandingan, ya ?"
Barulah Sulastri mengerti dan dia mengangguk. "Si bibir tebal itulah yang mencambuki tubuhnya dengan pecut ranting kemlandingan, eyang."
http://kangzusi.com
"Bagus!!" Kau harus berterima kasih kepadanya!!"
Sulastri melirik ke arah kakek itu. Celaka, pikirnya, mendapatkan guru seperti ini! Memang benar sakti, akan tetapi di samping sakti juga agaknya miring otaknya! Akan tetapi seorang bocah yang memiliki kecerdasan luar biasa, maka dia tidak memperlihatkan rasa mendongkolnya, bahkan dia lalu menjawab lancar, "Memang, eyang guru. Saya amat berterima kasih kepadanya dan kelak akan saya perlihatkan terima kasih itu dengan balasan yang sama berikut bunga-bunganya. Saya akan membalas kebaikan si bibir tebal itu!"
115 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu tertawa, kemudian melemparkan bantalan hitam itu ke dekat kaki Sulastri. "Kau lapar, ya"
Sulastri mengangguk.
"Nah, tunggu apa lagi" Kau anak perempuan tentu bisa masak, kan?"
"Bisa, eyang."
"Bagus, lekas kau membuat api, masak air dan nasi. Semua perabot dan berasnya air terdapat di dalam bantalan itu. Lekas kau masak nasi, perutku sudah lapar,aku mau tidur dulu karena semalam engkau membuatku tidak bisa tidur.
Awas,setelah aku bangun nanti, nasi dan wedang teh harus sudah tersedia!"
Setelah berkata demikian, kakek itu merebahkan tubuhnya di bawah pohon beringin itu dan sebentar kemudian dia sudah tidur mendengkur. Sulastri membuka buntalan itu dan ternyata di dalam buntalan kain hitam itu terdapat perabot masak lengkap.
Juga terdapat beras, bumbu masak, garam, teh, minyak kelapa dan lain-lain!
Sulastri yang melihat kakek itu sudah tidur mendengkur, lalu membawa kwali dan pergi mencari air. Untung bahwa tak jauh dari pohon itu terdapat sebuah belik yang airnya jernih.
http://kangzusi.com
Dia memenuhi kwali dengan air, kemudian menggodok air setelah membuat api unggun di bawah pohon itu. Mudah saja baginya untuk membuat api karena di dalam buntalan itu terdapat batu api berikut alat pengoreknya dan banyak pula di tempat itu daun-daun kering dan ranting-ranting kering.
Sulastri adalah seorang anak yang sudah ditinggalkan orang tuanya dan hidup berdua dengan kakaknya, maka biar pun usianya belum genap sepuluh tahun, dia sudah biasa menggodok air dan menanak nasi. Dengan cekatan dia
membuat air teh,kemudian menanak beras di dalam kwali.
116 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya dia merasa binggung harus memasak apa" di dalam hutan itu tidak terdapat sayur-mayur dan di dalam buntalan itu tidak terdapat ikan asin atau bahan masakan lain, kecuali hanya garam dan bumbu-bumbu.
Maka setelah dia menanak nasi, dia lalu mendekati kakek itu dan dengan suara lirih dia memanggil, "Eyang",eyang guru",eyang",bangunlah sebentar, eyang."
Kakek itu menggulet dan menggerutu," Bocah bodoh. Nasi belum matang sudah membangunkan orang."
"Yang, wedang teh sudah kubikin, nasi pun sudah hampr matang. Akan tetapi apa yang harus kumasak untuk teman nasi?"
"Heh, bodoh. Kau lihat lubang-lubang cacing di sebelah kiri pohon. Hayo kau cari cacing sebanyaknya. Cari yang besar-besar saja, yang kecil jangan!" Lalu kakek itu tidur lagi mendengkur.
Sulastri bengong. Mau membangunkan lagi tidak berani, akan tetapi untuk apa dia harus mencari cacing" Dia lalu teringat. Ah, untuk apa kalau bukan untuk mancing ikan"
Agaknya di dekat hutan itu ada sungainya atau telinganya, dan nanti kakek itu akan mancing ikan, maka suruh
mencarikan cacing sebanyaknya. Akan tetapi kalau hanya untuk mancing saja mengapa banyak-banyak" Betapa pun http://kangzusi.com
juga, dia teringat bahwa kakek itu telah memesan bahwa dia mau menerimanya sebagai murid kalau semua perintahnya ditaati. Baik, dia akan mentaatinya. Sambil menanti liwetannya masak, dia akan mencari cacing sebanyaknya. Apa sih sukarnya mencari cacing"
Sulsatri lalu mencari cacing di sebelah kiri pohon. Biar pun dia seorang anak perempuan, akan tetapi karena dusun Gendangan di mana dia tinggal adalah dusun dekat kali dan dia biasa pula memancing ikan, maka dia pun tidak asing mancing ikan. Dia tidak merasa jijik ketika menggali dan 117
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengumpulkan banyak sekali cacing-cacing besar yang panjangnya ada satu kilan (sejengkal) dan gemuk-gemuk,berkulit bersih hitam kemerahan. Cacing kalung yang besar-besar. Dia tahu bahwa untuk memancing ikan,
sebaiknya kalau mendapatkan cacing ungker, yaitu sejenis cacing yang suka melingkar. Akan tetapi, di tempat itu yang ada hanya cacing kalung yang panjang dan gemuk
kemerahan. Akhirnya nasi sudah matang. Ketika dia membuka tutup wajah kwalinya, bau nasi masak yang sedap agaknya cukup untuk menggugah kakek itu yang segera mengulet dan
menguap. "Aahhhh"bau nasi sedap. Akan tetapi mana lauknya?"
"Lauk apa, eyang" Belum ada lauk apa-apa karena eyang keenakan tidur dan belum mancing ikan."
Jawaban ini membuat kakek itu seketika meloncat bangun.
"Memancing ikan" Siapa yang mau memancing ikan" Bodoh!
Kau kusuruh mencari cacing tadi"mana?"
"Itu di sana, eyang, sudah dapat banyak. Tinggal
membawa alat pancing dan pergi ke kali?"
Kakek itu membanting-banting kakinya, kelihatan gemas sekali. "Wah, celaka tiga belas, dapat murid begini tolol! hayo lekas bersihkan cacing-cacing itu dan siapkan wajan dan http://kangzusi.com
minyak kelapa"
Sulastri melongo. "Dicuci maksud eyang" Untuk memancing ikan mengapa cacing itu harus dicuci?"
"Wah-wah, benar-benar goblok! Lihat nih, begini kalau membersihkan lauk cacing!"
Mendengar kakek itu mengatakan "lauk cacing" , Sulastri bengong dan beberapa kali menelan ludah menahan
kemuakan yang naik dari perutnya. Lauk cacing" Apa
118 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maksudnya" Dia memandang kakek itu mengeluarkan
beberapa ekor cacing gemuk.
"Wah, kau pandai juga. Cacing-cacing ini gemuk
sekali"hemm, tentu lezat!"
Sulastri terbelalak memandang kakek itu menggunakan kuku-kuku jarinya untuk memotong sedikit bagian kepala dan ekor cacing-cacing itu, kemudian dari satu ujung dia memijit tubuh cacing itu, dipelurutnya sampai ke ujung yang lain dan keluarlah benda kehitam-hitaman seperti tanah dari dalam tubuh cacing itu.
Penelitian Rahasia 7 Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Rajawali Hitam 8
^