Pencarian

Kesatria Baju Putih 9

Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung Bagian 9


"Maksud Kakak Hiong?" tanya Lim Ceng Im cepat.
"Aku pernah bertarung dengan seorang pendeta Ang Liansi (Biara Teratai Merah), di sebuah
desa kecil. Pendeta itu mahir ilmu sesat." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Dia mampu membuat penglihatan kita terpengaruh oleh ilmu sesatnya, jadi kalau dia bilang
dirinya apa, kita pasti melihat dia seperti apa yang dia bilang itu."
"oh?" sam Gan sin Kay terbelalak.
"Siapa pendeta itu?"
"Dia Im Yang Hoatsu (Pendeta Banci)," jawab Tio Cie Hiong.
"Ngmmm" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Aku pernah dengar nama itu, Im Yang Hoatsu memang mahir ilmu sesat."
" Kakak Hiong tidak terpengaruh oleh ilmu sesatnya itu?" tanya Lim Ceng Im mendadak.
"Tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.
"Kok tidak?" Lim Ceng Im heran.
"sebab aku memiliki ilmu Penakluk iblis." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Maka aku tidak terpengaruh oleh ilmu sesat itu."
" Kakak Hiong, maukah engkau mengajarkan ilmu itu kepadaku?" tanya Lim Ceng Im.
"Ceng Im" Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kemala.
"Kau kira gampang belajar ilmu Penakluk iblis itu" Kakekmu masih tidak mampu mempelajari
ilmu itu, apa lagi engkau."
"oh?" Lim Ceng Im terbelalak, kemudian bertanya pada Tio Cie Hiong.
" Kakak Hiong, bagaimana hasil pertarungan itu?"
"Im Yang Hoatsu tidak kuat menghadapi aku, akhirnya dia kabur," jawab Tio Cie Hiong dan
menambahkan. "Maka aku curiga...."
"Engkau mencurigai orang itu adalah Im Yang Hoatsu?" tanya Lim Ceng Im.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"cie Hiong" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Kecurigaanmu memang beralasan. Mungkin Im Yang Hoatsu itu mendendam padamu, maka
dilampiaskannya terhadap Yap In Nio"
"Besok pagi aku akan bertanya kepadanya," ujar Tio Cie Hiong. Kemudian dia memandang Lim
Peng Hang dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Paman, apakah adik Ceng sudah pulang?"
"Dia..." Lim Peng Hang tidak tahu harus menjawab apa, sehingga membuatnya menjadi serba
salah. "Dia belum pulang?" tanya Tio Cie Hiong kecewa dan bergumam.
"Kenapa dia pergi begitu lama?"
"Cie Hiong" seia sam Gan sin Kay.
"Kalau bertemu dia lagi, engkau boleh menamparnya."
"Kakek pengemis..." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakek kok mengajar orang yang bukan-bukan sih?" tegur Lim Ceng Im cemberut.
"siapa suruh engkau begitu keterlaluan." sahut sam Gan sin Kay sambil melotot.
"Kakek pengemis, adik Im jangan dipersalah-kan" ujar Tio Cie Hiong.
"Dia cukup pusing karena kakaknya belum pulang."
"Engkau masih membela dia?" sam Gan sin Kay melotot lagi.
"Seharusnya engkau menamparnya. "
"Kakek pengemis..." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala lagi.
"Kakek " Lim Ceng Im juga melotot.
"Kok kakek jadi bawel?"
"Ayah" ujar Lim Peng Hang.
"Kita masih memusingkan urusan ini, jangan terus bergurau"
"Wuah" sam Gan sin Kay mencak-mencak.
"Dunia sudah terbalik, anak berani menegur orang tua"
"Ha ha ha" Kim Siauw Suseng tertawa terbahak-tabahak.
"Makanya jangan suka usil..."
Yap In Nio duduk di pinggir ranjang, mendadak ia merasa hatinya tersentak. sehingga membuat
pikirannya melayang-layang. setelah itu, telinganya mendengung- dengung.
"Kalau dia menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, bunuh saja dia Bunuh saja dia"
Ternyata ucapan ini mengiang di telinganya secara mendadak. kemudian ia pun bergumam.
"Apabila dia menyangkal perbuatannya, aku pasti membunuhnya Aku pasti membunuhnya" usai
bergumam, Yap In Nio menyembunyikan sebilah belati di lengan bajunya. Di saat bersamaan,
terdengarlah suara ketukan di pintu kamar.
"Siapa?" tanyanya.
"Aku dan adik Ceng Im ke mari ingin bercakap-cakap denganmu," sahut Tio Cie Hiong.
"Kakak Hiong" seru Yap In Nio girang dan segera membuka pintu kamar.
"Masuklah"
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melangkah ke dalam, lalu duduk di kursi. Sedangkan Yap In Nio
duduk di pinggir ranjang.
"Adik In, bolehkah aku mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu?" Tio Cie Hiong
menatapnya lembut.
"Tentu saja boleh," sahut Yap In Nio sambil tersenyum.
"Adik In..." Tio Cie Hiong menatapnya.
"Malam itu sebelum engkau melihat aku ke kamarmu, apakah engkau bertemu seseorang?"
"Ya." Yap In Nio mengangguk.
"orang itu baik sekali. Kalau aku tidak bertemu dia, aku pasti tidak tahu Kakak Hiong berada di
mana." "orang itu masih muda atau sudah berumur?" tanya Tio Cie Hiong.
"Masih muda dan tampan." Yap In Nio memberitahukan.
"Dia mengajakku ke sebuah rumah penginapan, kemudian menyuruhku menunggu di dalam
sebuah kamar karena dia mau pergi mencari Kakak Hiong. Dia pun bilang, mungkin malam hari
kakak Hiong akan menemuiku di kamar penginapan itu."
"Engkau tahu nama pemuda tampan itu?" tanya Lim Ceng Im.
"Namanya... namanya..." Yap In Nio tidak ingat lagi.
"Dia memberitahukan namanya, tapi aku sudah lupa."
"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong.
"Kalau begitu, orang itu bukan Im Yang Hoatsu."
"Kakak Hiong, engkau pernah kenal pemuda tampan?" tanya Lim Ceng Im.
"Tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.
"Heran" gumam Lim Ceng Im dengan kening berkerut.
"Aku yakin pemuda tampan itu pasti kenal denganmu."
Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kemala. "Sungguh mengherankan sekali"
"Kakak Hiong" Yap In Nio menatapnya, kemudian berkata sambil menundukkan kepala.
"Aku... aku telah menyerahkan diriku kepadamu, engkau tidak boleh meninggaikan aku,
engkau... harus bertanggung jawab"
"Adik In" Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Terus terang, orang itu bukan aku. Engkau telah terpedaya oleh orang jahat."
"Apa?" Yap In Nio terbelalak. "Engkau bilang apa?"
"Aku bilang orang itu bukan aku," tegas Tio Cie Hiong.
"Aku tidak pernah melakukan apa pun terhadap dirimu...."
"Kakak Hiong" wajah Yap In Nio mulai memucat.
"Engkau ingin mengelak perbuatanmu itu?"
"Adik In, aku tidak mengelak melainkan memang benar aku tidak melakukan apa-apa terhadap
dirimu. Lagi pula pada waktu itu, aku masih dalam perjalanan...."
"Kakak Hiong" sepasang mata Yap In Nio berapi-api.
"Engkau... engkau tidak mau bertanggung jawab" "
"Aaakh..." keluh Tio Cie Hiong. "Adik In, aku harus bertanggung jawab apa?"
"Perbuatanmu itu" sahut Yap In Nio sambil menudingnya.
"Engkau... engkau telah berbuat, kenapa sekarang tidak mau bertanggung jawab?"
"Adik In, aku... aku tidak berbuat...."
"Kakak Hiong, engkau... engkau kejam Engkau... engkau menipu dan mempermainkan diriku
Engkau begitu tega..." Yap In Nio terisak-isak.
"Adik In" Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Kakak Hiong" Yap In Nio mendekatinya.
"Benarkah engkau tidak mau bertanggung jawab atas perbuatanmu itu?"
"Adik In" Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak berbuat, bagaimana mungkin aku bertanggung jawab?"
"Kakak Hiong" sepasang mata Yap In Nio berapi-api dan wajahnya tampak kehijau-hijauan.
"Jadi engkau tidak mau bertanggung jawab?"
"Adik In..." Tio Cie Hiong menghela nafas.
" Kakak Hiong" Yap In Nio menatapnya dingin.
" Engkau sudah lupa akan sumpahmu itu?"
"Sumpah apa?"
"Kakak Hiong..." Mendadak Yap In Nio tersenyum dan mendekatinya lagi.
"Akan kubisikkan"
"Adik In" Tio Cie Hiong bangkit berdiri
"Engkau mau membisikkan apa?"
"Kakak Hiong..." sahut Yap In Nio dengan suara rendah dan lembut.
"Ketika pertama kali aku melihatmu, aku... aku sudah merasa suka padamu."
"Adik In" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Akupun begitu, bahkan menganggapmu sebagai adik sendiri"
"Pada waktu itu, engkau begitu baik, memberi nasihat dan mengajarku ilmu pedang..." lanjut
Yap In Nio dengan mata mulai basah.
"Akan tetapi, kini...."
"Kini aku tetap baik terhadapmu," ujar Tio Cie Hiong lembut.
"Benar. engkau masih tetap baik terhadapku, namun... kenapa engkau tidak mau bertanggung
jawab" sebaliknya malah bilang malam itu bukan engkau yang datang di kamar penginapanku" "
"Adik In, malam itu yang datang di kamarmu memang bukan aku." Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Engkau..."
"Kakak Hiong" Yap In Nio tersenyum. "Engkau tidak mau bertanggung jawab tidak apa-apa,
mungkin itu sudah nasibku. Kakak Hiong...."
Mendadak Yap In Nio mendekap di dada Tio cie Hiong sambil menangis terisak-isak. Tio Cie
Hiong membalainya, sedangkan Lim Ceng Im cuma duduk diam dan menggeleng-gelengkan kepala,
merasa iba pada gadis itu.
Ketika Tio Cie Hiong membelai Yap In Nio, sekonyong-konyong tangan gadis itu bergerak.
Casss sebilah belati telah menancap di perut Tio cie Hiong.
Begitu cepat kejadian itu, sehingga Tio cie Hiong terbelalak, begitu pula Lim Ceng Im. Perut Tio
Cie Hiong mulai mengucurkan darah, memerankan bajunya.
"Ha ha ha" Yap In Nio tertawa dengan air mata berderai-derai.
"Kakak Hiong, setelah engkau berbuat itu terhadap diriku, engkau pun bersumpah bahwa
apabila engkau menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, maka engkau akan mati di
tanganku Ha ha ha Aku telah menusuk perutmu Aku telah menusuk perutmu..."
Yap In Nio terus tertawa seperti orang gila, kemudian mendadak berlari pergi meninggalkan
kamar itu. " Kakak Hiong..." ^erit Lim Ceng Im setelah hilang kagetnya.
Tio Cie Hiong diam saja. Ternyata ia sedang mengerahkan Ku Pan Yok Hian Thian sin Kang-nya,
agar darahnya tidak terus mengucur.
" Kakak Hiong..." wajah Lim Ceng Im pucat pias.
"Adik Im, ambilkan sehelai kain" ujar Tio Cie Hiong.
Lim Ceng Im segera mengambil sehelai kain untuk Tio Cie Hiong, sedangkan pemuda itu
merogoh ke dalam bajunya untuk mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi obat bubuk. setelah
itu, ia mencabut belati yang menancap diparutnya, lalu menaburkan obat bubuk itu pada lukanya.
"Kakak Hiong..." Lim Ceng Im memandangnya dengan air mata bercucuran.
"Adik Im, jangan menangis" Tio Cie Hiong tersenyum sambil membalut lukanya.
"Aku tidak apa-apa."
"Gadis itu... sungguh kejam"
"Dia tidak kejam..." Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Kasihan dia...."
"Dia telah melukaimu, tapi... kenapa engkau masih merasa iba padanya?" tanya Lim Ceng Im
terisak-isak. "Adik Im" Tio Cie Hiong menggeleng-geleng-kan kepala.
"Engkau harus memaafkannya, sebab sesungguhnya dia lebih menderita daripada diriku yang
mengalami luka ringan ini"
"Lukamu cukap parah tapi engkau malah bilang luka ringan?" Lim Ceng Im memandangnya.
"Adik Im, dia masih tidak tega..." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"seandainya dia tadi tidak memiringkan sedikit belati itu, tentunya usus di dalam perutku telah
putus..." "Kakak Hiong..." Lim Ceng Im menggenggam tangannya erat-erat.
"Engkau... engkau merasa sakit?"
"Lukaku telah diobati, jadi tidak begitu sakit lagi." Tio cie Hiong tersenyum.
"Adik Im, engkau tidak usah cemas"
"Apa yang terjadi" Apa yang terjadi?" terdengar suara seruan Lim Peng Hang, ketua Kay Pay.
Ternyata ia dan lainnya berhambur ke kamar itu.
"Ayah..." Lim Ceng Im memberitahukan dengan air mata berlinang-linang.
"Perut kakak Hiong terluka..."
"Siapa yang melukainya?" tanya Lim Peng Hang.
"Yap In Nio" sahut Lim Ceng Im.
"Akan ayah kejar gadis itu" ujar Lim Peng Hang.
"Paman" cegah Tio Cie Hiong.
"Biar dia pergi, tidak usah dikejar"
"Ceng Im" sam Gan sin Kay menatapnya.
"Engkau juga berada di dalam kamar ini, kenapa tidak bisa menghalanginya?"
"Kakek..." Lim Ceng Im menutur kejadian itu dan menambahkan.
" Kakak Hiong masih membelainya dengan penuh kasih sayang, gadis itu... gadis itu malah
menusuknya dengan belati."
"cie Hiong" tanya Kim siauw suseng.
"Bagaimana lukamu?"
"Tidak apa-apa," jawab Tio Cie Hiong.
"Telah kuobati."
"syukurlah engkau tidak apa-apa" ucap Tok Pie sin wan sambil menarik nafas lega.
"Ceng Im" ujar Lim Peng Hang.
"Papah-lah Cie Hiong ke kamarnya untuk beristirahat"
"Ya, Ayah." Lim Ceng Im mengangguk. lalu memapah Tio Cie Hiong ke kamar, kemudian
membaringkannya ke tempat tidur.
Tiba-tiba Lirn Peng Hang menariknya ke hadapan sam Gan sin Kay, sudah barang tentu
membuat Lim Ceng Im tercengang.
"Ayah..."
"Ceng Im" ujar Lim Peng Hang dengan suara rendah.
"Kini sudah saatnya engkau memberitahukan kepada Cie Hiong tentang dirimu. Dan juga...
engkau harus baik-baik mengurusinya "
" Engkau pun harus menyuapinya makan dan minum," tambah sam Gan sin Kay.
"sebab dia masih tidak boleh bergerak"
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk.
" Kakek pengemis, Paman" ujar Tio Cie Hiong.
"Jangan mempersalahkan adik Im, sebab dia sama sekali tidak bersalah dalam hal itu"
"Cie Hiong" sahut Lim Peng Hang.
"Engkau harus beristirahat, jangan bergerak dulu"
"Paman" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Dalam waktu dua tiga hari, aku pasti sembuh."
"Cie Hiong, engkau harus beristirahat" ujar Lim Peng Hang.
"Paman..." tanya Tio Cie Hiong. "Im Ceng sudah pulang?"
"Dia sudah pulang," sahut Lim Peng Hang memberitahukan.
"sebentar lagi dia akan ke mari menjengukmu."
"oh?" Wajah Tio cie Hiong langsung berseri-seri.
Tio Cie Hiong berbaring di tempat tidur. Mendadak pintu kamar terbuka, maka segeralah ia
menoleh ke pintu kamar itu. Tampak seorang gadis cantik jelita berdiri di situ, yang tidak lain Im
Ceng. "Adik Ceng" seru Tio Cie Hiong dengan suara bergemetar saking girangnya.
"Kakak Hiong" sahut gadis itu sambil mendekati Tio Cie Hiong yang berbaring di tempat tidur.
"Adik Ceng..." Tio cie Hiong menatapnya lembut, ketika ia mau bangun, gadis itu mencegahnya.
"Kakak Hiong, jangan bangun berbaring saja" Gadis itu terus memandangnya dengan penuh
cinta kasih, lalu duduk di pinggir ranjang.
"Adik Ceng..." ujar Tio cie Hiong setengah berbisik.
"Aku... aku rindu sekali padamu."
"Aku tahu." Gadis itu manggut-manggut.
"Adikmu yang memberitahukan?" tanya Tio Cie Hiong.
Gadis itu tidak menyahut, melainkan cuma tersenyum lembut.
"Kakak Hiong, kenapa engkau menolak perjodohan itu?" tanyanya.
"Perjodohan apa?" Tio Cie Hiong bingung.
"Apakah engkau sudah lupa?" Gadis itu tersenyum.
"Bukankah Toan Hong Ya ingin menjodohkan putrinya denganmu" "
"oh, itu" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Toan Hong Ya memang ingin menjodohkan Tayli Kongcu denganku, namun aku menolak
karena cintaku hanya untukmu."
"Kakak Hiong..." Gadis itu menggenggam tangannya.
"Aku tahu, engkau sangat setia kepadaku."
"Adik Ceng" Tio Cie Hiong memandangnya.
"Aku harap. mulai sekarang engkau jangan meninggalkan aku lagi"
"Ng" Gadis itu mengangguk.
"Terimakasih, adik Ceng" ucap Tio Cie Hiong gembira.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" oh ya, di mana adik Im?" Gadis itu tidak menyahut, cuma tersenyum-senyum.
"Adik ceng" Tio cie Hiong heran.
" Kenapa engkau diam saja" Apakah adik Im tidak berada di sini?"
" Kakak Hiong, dia berada di sini." Gadis itu menundukkan kepala.
" Kakak Hiong, engkau harus tahu, bahwa selama ini aku... aku tidak pernah meninggalkanmu."
"Oh?" Tio Cie Hiong menatapnya bingung.
"Kakak Hiong..." Wajah gadis itu tampak kemerah-merahan.
"sejak pertama kali kita bertemu, aku... aku sudah jatuh cinta kepadamu."
"oh?" Tio Cie Hiong girang bukan main.
"Di rumah hartawan itu kan?"
"Bukan." Gadis itu menggelengkan kepala.
"Kok bukan?" Tio Cie Hiong menatapnya tidak mengerti.
"Pertama kali kita bertemu..." ujar gadis itu memberitahukan dengan sikap malu-malu.
"Beberapa tahun lalu, ketika engkau mandi di sungai...."
"Itu adikmu," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Pada waktu itu aku telanjang bulat, karena mau mandi di sungai. Kebetulan adikmu muncul.
sejak itu la h kami pun jadi teman. Bertemu kedua kalinya, aku pun telanjang bulat mandi di
sungai." "Kakak Hiong..." Wajah gadis itu memerah.
"Kini aku ingin memberitahukan kepadamu"
"Engkau ingin memberitahukan apa kepadaku?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Sebetulnya... aku Ceng Im." Gadis itu memberitahukan dengan suara rendah.
"Adik Ceng" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kok hari ini engkau bergurau denganku?"
"Kakak Hiong, engkau sangat lugu sehingga tidak mencurigai diriku." Gadis itu menghela nafas.
"Ceng Im... Im Ceng adalah satu orang, hanya saja Ceng Im menyamar sebagai anak lelaki,
sedangkan Im Ceng berpakaian wanita...."
"Adik Ceng, be... benarkah begitu?" Tio cie Hiong terbelalak.
"Benar." Gadis itu mengangguk.
"Aku tidak membohongimu."
"Engkau..." Tio cie Hiong teringat kembali akan gerak-gerik Lim Ceng Im selama bersamanya
kemudian mendadak ia tertawa terbahak-bahak.
"Memang benar, engkau adalah adik Im Kenapa aku begitu goblok...?"
"Kakak Hiong, maafkan aku ya" ucap Lim Ceng Im dengan kepala tertunduk.
"Adik Im" Tio Cie Hiong menggenggam tangannya erat-erat.
"Engkau kok begitu nakal mempermainkan aku" Pantas kakek dan ayahmu mengatakan engkau
keterlaluan, ternyata karena ini"
" Kakak Hiong, aku terus menyamar sebagai anak lelaki, karena aku ingin tahu bagaimana isi
hatimu.-" "Aku tahu. Aku tahu..." Tio cie Hiong tertawa gembira.
"ohya" Lim Ceng Im memandangnya sambil tersenyum.
"selanjutnya aku harus berdandan begini atau... tetap menyamar sebagai anak lelaki?"
"Itu..." Tio Cie Hiong berpikir sejenak.
"Menurutku lebih baik engkau tetap menyamar sebagai pengemis dekil saja."
"Aku sih setuju, tapi...."
"Kenapa?"
" Kakak Hiong" Lim Ceng Im memberitahukan dengan sungguh-sungguh.
" Kalau aku tetap menyamar sebagai pengemis dekil, tentu akan menimbulkan hal-hal yang tak
diinginkan lagi."
"Maksudmu?"
"Aku menyamar sebagai pengemis dekil bersamamu, apabila bertemu para anak gadis, mereka
pasti jatuh hati kepadamu. seandainya aku berdandan seperti ini, tentu para anak gadis akan
mundur teratur, jadi tidak akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan lagi. Ya, kan?"
"Benar." Tio Cie Hiong tertawa, lalu mendadak memeluk Lim Ceng Im erat-erat.
" Kakak Hiong..." Lim Ceng Im pun mendekap ke dadanya. Tio Cie Hiong membelainya dengan
penuh cinta kasih.
Bab 31 Markas cabang Kay Pang mulai diserang
Yap In Nio berlari ke mana" Ternyata menuju rumah penginapan. la terus berlari sambil
bergumam. "Aku sudah menusuk Kakak Hiong Aku sudah menusuk Kakak Hiong Aaakh.... Kakak Hiong"
Air mata gadis itu terus berderai-derai dan wajahnya masih tampak pucat pias.
la merasa sakit hati sekali karena Tio Cie Hiong tidak mau bertanggung jawab atas
perbuatannya. Setelah menusuk Tio Cie Hiong, timbul pula rasa menyesal di dalam hatinya.
"Kakak Hiong, aku cinta kepadamu Tapi... aaakh Aku telah menusuknya Kakak Hiong...."
Yap In Nio sudah sampai di rumah penginapan. Pelayan tua menyambutnya dengan kening
berkerut-kerut, namun menatapnya dengan lembut.
(Bersambung ke Bagian 20)
Jilid 20 "Nona...."
"Paman tua...." Tatapan pelayan tua itu membuat hati Yap In Nio makin sedih, dan langsung
mendekap ke dadanya.
"Nak" Pelayan tua membelainya. "Apa yang telah terjadi, janganlah diingat tagi Anggaplah
sebagai mimpi buruk saja"
"Paman tua...." Yap In Nio terus menangis.
"Mari kuantar kau ke kamar" ujar pelayan tua lalu mengantar gadis itu ke kamar tempat ia
berhubungan intim dengan Tio cie IHiong.
"Duduklah Nona"
Yap In Nio duduk sambil menangis terisak-isak. Pelayan tua juga duduk dan menatapnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman tua, hidupku telah hancur." Yap In Nio memberitahukan.
"Nak" Pelayan tua tersenyum lembut. "Tuturkanlah apa yang telah ter jadi atas dirimu"
"Aku...." Yap In Nio menutur tentang Kejadian itu dan menambahkan. "Kutusuk dia dengan
belati...."
"Nak" Pelayan tua menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau telah salah menusuk orang."
"Paman tua...." Yap In Nio tertegun.
"Nak" Pelayan tua memandangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala lagi. "Tahukah engkau
siapa pemuda yang membawamu ke mari?"
"Aku sudah iupa namanya, kami berkenalan di kedai." Yap In Nio memberitahukan.
"Memang-nya kenapa?"
"Dia bernama Ku Tek Cun." Pelayan tua menghela nafas.
"Dia pemuda berhati jahat dan licik."
"Tapi dia sangat baik terhadapku, dialah yang menyuruh Kakak Hiong ke mari," ujar Yap In Nio.
"Engkau datang bersama dia, kemudian dia pergi. Ya, kan?" pelayan tua menatapnya dalamdalam.
"Ya." Yap In Nio mengangguk. "Dia bilang mau pergi mencari Kakak Hiong, maka dia
menyuruhku menunggu di dalam kamar. Malam harinya... muncul Kakak Hiong ke mari dan...."
" Kalian berhubungan intim?" Pelayan tua mengerutkan kening,
"Ya." Yap In Nio menundukkan kepala.
"Aku telah melihat pemuda itu datang di malam hari, lalu mengetuk pintu kamar ini.
"Dia Kakak Hiong." Yap In Nio memberitahukan.
"Dia bukan Kakak Hiong yang engkau cintai itu, melainkan Ku Tek Cun," ujar pelayan tua sambil
menghela nafas.
"Paman tua salah lihat, pemuda itu adalah Kakak Hiong."
"Nak" Pelayan tua tersenyum getir. "Engkau telah terkena ilmu sesatnya, sehingga
penglihatanmu terpengaruh."
"Bagaimana mungkin?" Yap In Nio mengerutkan kening.
"Nak, usiaku sudah enam puluh lebih, tak mungkin aku akan membohongimu. Pemuda itu telah
menggunakan ilmu sesat untuk mempengaruhi penglihatanmu." Pelayan tua memberitahukan lagi.
"Paman tua, aku tidak percaya." Yap In Nio menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu memang benar." Pelayan tua manggut-manggut. "Nak. aku mengerti sedikit mengenai ilmu
sesat." "oh?" Yap In Nio menatapnya heran.
"Begini saja" ujar pelayan tua dan melanjutkan. "Malam itu engkau duduk di mana?"
"Duduk di pinggir ranjang."
"Kalau begitu, duduklah kau di pinggir ranjang"
"Paman tua...."
"Menurutlah, nanti engkau akan mengetahuinya" Wajah pelayan tua tampak serius.
Yap In Nio menurut, lalu duduk di pinggir ranjang. Pelayan itu menatapnya tajam, lama sekali
barulah membuka mulut.
"Ketika engkau mendengar suara ketukan, engkau menyahut apa?"
"Aku bertanya siapa?"
"sahutan di luar?"
"Menyahut.... Tio cie Hiong"
"Di saat engkau mendengar suara sahutan itu, engkau pasti membayangkan Tio Cie Hiong,
kan?" "Ya." Yap In Nio mengangguk dan memberitahukan. "Aku segera membuka pintu kamar,
memang Kakak Hiong berdiri di situ."
"Ketika dia menyahut dengan nama itu, engkau pun langsung membayangkan Kakak Hiong mu,
otomatis engkau telah terkena ilmu sesatnya." Pelayan tua menjelaskan.
"Maka ketika engkau membuka pintu kamar ini, yang engkau lihat adalah Kakak Hiong yang
engkau cintai."
"Oh?" Yap In Nio terbelalak.
"Nah, sekarang begini" Pelayan tua memberi petunjuk.
"Pejamkan matamu, kemudian bayangkan kembali Kejadian malam itu, mulai dari suara ketukan
pintu" "Ya." Yap In Nio mengangguk lalu memejamkan matanya, sekaligus membayangkan Kejadian
malam itu. Gadis itu seakan mendengar suara ketukan pintu. la pun merasa bertanya dan kemudian
membuka pintu kamar. la melihat Tio Cie Hiong berdiri di situ sambil tersenyum-senyum.
"Kakak Hiong..." panggilnya tanpa sadar.
setelah itu, ia pun melihat Tio Cie Hiong melangkah ke dalam kamar. Di saat itulah ia
mendengar suara pelayan tua. "Perhatikan wajahnya"
Yap In Nio segera memperhatikan wajah Tio Cie Hiong yang ada di dalam bayangannya.
Mendadak ia melihat wajah itu berubah menjadi wajah Ku Tek Cun, lalu berubah menjadi wajah Tio
Cie Hiong lagi.
"Haah?" serunya kaget.
"Perhatikan ucapan dan gerak-geriknya" suara pelayan tua. "Apakah terdapat keganjilan?"
Yap In Nio menurut, berselang beberapa saat kemudian, wajahnya tampak berubah pucat.
"Cukup sekarang engkau boleh membuka mata," ujar pelayan tua.
"Paman tua" panggil Yap in Nio setelah membuka matanya.
"Kini engkau sudah tahukan?" Pelayan tua menatapnya sambil menghela nafas dan
menggeleng-gelengkan kepala.
"Apakah terdapat keganjilan?"
"Ya." Yap In Nio mengangguk. "Pertama kali aku bertemu kakak Hiong, dia memanggilku Adik
In. Kami bertemu di markas pusat Kay Pang, dia pun memanggilku Adik In. Tapi Kakak Hiong yang
itu...." "Dia memanggilmu apa?"
"Dia hanya memanggil namaku saja."
"Nah, itu pun sudah berbeda."
"Dan juga..." wajah Yap In Nio makin pucat.
"Kakak Hiong selalu mengenakan pakaian putih, tetapi Kakak Hiong yang memasuki kamar ini
mengenakan pakaian biru."
"Terdapat perbedaan lagi." ujar pelayan tua sambil menghela nafas.
"Kakak Hiong Kakak Hiong" jerit Yap in Nio mendadak.
"Aku... aku telah menusuknya Aku telah menusuknya Ku Tek Cun Aku bersumpah akan
mencincangmu Ku Tek Cun.ini.."
"Nak" Pelayan tua menatapnya iba.
"Malam itu aku ingin menolongmu, tapi... pemuda itu berkepandaian tinggi, aku pasti
dibunuhnya. Lagi-pula ilmu sesatnya sudah tinggi, aku tak kuat melawannya, sedangkan aku masih
punya empat cucu yang yatim piatu. Kalau aku mati, bagaimana dengan mereka" Karena itu, aku
tidak berani menolongmu...."
Apa yang diucapkan pelayan tua, Yap In Nio sama sekali tidak mendengarnya karena ia terus
bergumam. "Kakak Hiong, maafkan aku Ku Tek Cun, aku pasti mencincangmu Ku Tek Cun, aku pasti
mencincangmu" Mendadak Yap In Nio berlari ke luar.
"Nona" Pelayan tua ingin mencegahnya, tapi terlambat dan sayup,sayup ia mendengar suara
tawa Yap In Nio terkekeh-kekeh.
sementara Yap In Nio terus berlari tiada arah tujuan, bahkan terus tertawa terkekeh-kekeh lalu
menangis meraung-raung, akhirnya ia memasuki sebuah lembah yang banyak batu curam.
Pelayan tua rumah penginapan tak henti-hentinya menghela nafas, lalu meninggalkan kamar itu
dengan kepala tertunduk. sehingga nyaris menubruk seseorang yang di hadapannya.
"Maaf" ucapnya sambil mendongakkan kepala, dan seketika itu juga ia terbelalak. "Lim
Pangcu...."
Ternyata orang itu Lim Peng Hang, ketua Partai Pengemis, yang datang di rumah penginapan
tersebut untuk menyelidiki Kejadian Yap In Nio dan siapa yang menyamar sebagai Tio cie Hiong.
"Lo sam" Lim Peng Hang menatapnya. "Beberapa hari yang lalu, apakah ada seorang gadis
menginap di sini" "
"Ada." Pelayan tua yang dipanggil Lo sam itu mengangguk.
"siapa yang membawanya ke mari?" tanya Lim Peng Hang lagi.
"Seorang pemuda."
"Engkau kenal pemuda itu?"
"Dia Ku Tek Cun"
"Ku Tek Cun?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Lo sam, tentunya engkau tahu jelas
mengenai Kejadian itu, bukan?"
"Ya." Lo sam mengangguk.
"Tuturkanlah bagaimana Kejadian itu" ujar Lim Peng Hang bernada mendesaknya.
"Lim Pangcu...." Lo sam menghela nafas, lalu menutur tentang Kejadian itu sambil menggelenggelengkan
kepala. "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"sekarang berada di mana gadis itu?"
"Dia terus lari." Lo sam memberitahukan dan menggeleng-gelengkan kepala.
"Kelihatannya dia sudah tidak waras."
"Lo sam, terima kasih atas keteranganmu Sampai jumpa" ucap Lim Peng Hang lalu
meninggalkan rumah penginapan itu.
sesampainya di markas pusat, Lim Peng Hang langsung ke kamar Tio Cie Hiong. Dilihatnya
putrinya sedang duduk di pinggir ranjang.
"Ayah" panggil Lim Ceng im.
"Sudah berhasilkah Ayah menyelidiki itu?"
"Aaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas.
"Ternyata biang keroknya adalah Ku Tek Cun"
"Apa?" Tio Cie Hiong terbelalak.
"Ku Tek Cun?"
"Engkau kenal dia?" tanya Lim Peng Hang.
"Kenal." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Dia putra almarhum Hong Lui Kiam Khek."
"cie Hiong" Lim Peng Hang menatapnya. " Engkau mempunyai dendam dengannya?"
"sama sekali tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.
"Ku Tek Cun...." Mendadak Lim Ceng im berseru. "Aku ingat...."
"Ceng Im, engkau ingat apa?" tanya Lim Peng Hang sambil memandang putrinya dengan heran.
"Ayah, aku dan Kakak Hiong pernah bertemu dia." Lim Ceng im memberitahukan sambil
mengerutkan kening.
"Pada waktu itu, aku sudah berpesan kepada Kakak Hiong harus berhati-hati padanya."
" Kenapa engkau berpesan begitu?" Lim Peng Hang makin heran.
"sebab gerak-geriknya sungguh mencurigakan, kelihatannya dia ingin menyerang Kakak Hiong
secara mendadak, tetapi karena aku terus mengawasinya, maka dia tidak berani turun tangan."
"cie Hiong, kenapa dia begitu mendendam kepadamu?" tanya Lim Peng Hang dan tidak habis
pikir. "Paman, aku sendiri juga tidak tahu." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.
"Ayah" Lim Ceng Im memberitahukan. " Kakak Hiong pernah tinggal di Hong Li Po, Phang Ling
Hiang sangat baik terhadap Kakak Hiong, mungkin karena itu."
"Tidak mungkin." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.
"sebab Hong Li Po telah musnah, dan Phang Ling Hiang yang dicintainya juga telah mati,
bagaimana mungkin dia mendendamku karena itu?"
" Heran" sungguh mengherankan" gumam Lim Peng Hang.
"Kasihan Adik In...." Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Ku Tek Cun menodainya agar dia membunuhku. oh ya, Paman Adik In berada di mana
sekarang?"
"Entahlah" Lim Peng Hang menggelengkan kepala.
"Cie Hiong, bagaimana keadaanmu" Sudah membaik?"
"Paman" Tio cie Hiong mengangguk. "sebetulnya lukaku tidak begitu parah, jadi tidak usah
merepotkan Adik Im."
"Cie Hiong" Lim Peng Hang tersenyum. "Seharusnya engkau pura-pura luka parah"
" Kenapa?" Tio Cie Hiong bingung.
"Agar... Ceng Im terus menemanimu," sahut Lim Peng Hang sambil tertawa lalu meninggalkan
kamar itu "Ayah" Lim Ceng im menundukkan wajahnya dalam-dalam. sedangkan Tio Cie Hiong terus
tertawa sambil menatapnya. Kemudian Lim Ceng im menegurnya.
" Kenapa engkau terus tertawa?"
"Adik Im, apa yang ayahmu katakan memang benar," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Aku harus berpura-pura terluka parah, agar engkau terus menerus menyuapi aku makan."
"Ciss" Wajah Lim Ceng im memerah. "Dasar tak tahu malu"


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adik Im" Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Engkau sungguh baik terhadapku"
"Kakak Hiong, karena engkau sangat mencintaiku, maka aku pun harus mencintaimu dan baik
terhadapmu...."
"juga harus menyuapi aku makan dan minum," sambung Tio Cie Hiong sambil tertawa-tawa.
"ciss Dasar...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dada Tio cie Hiong.
"Ha ha ha" Bu Lim sam Mo terus tertawa gelak setelah mendengar apa yang diceritakan Ku Tek
Cun. Kemudian Tang Hai Lo Mo manggut-manggut seraya berkata.
" Ku Tek Cun, tidak percuma engkau menjadi murid kami. Engkau memang cerdik dan banyak
akal. Gadis itu pasti terus berusaha membunuh Tio Cie Hiong."
"sayang" Thian Mo menggeleng-gelengkan kemala. "Tusukan belati itu tidak menghabiskan
nyawa Tio Cie Hiong."
"Tapi Tio Cie Hiong telah terluka. Itu cukup memuaskan kita," ujar Te Mo sambil tertawa.
"Kauwcu" ujar Dhalai Lhama jubah merah. " Kapan kita akan menyerang markas pusat Kay
Pang?" " Kalian berempat sudah pulih?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Sudah, Kauwcu." sahut Dhalai Lhama jubah merah.
"Ngmmm" Tang Hai Lo Mo manggut-mang-gut. " Kalau begitu...."
"Guru" sela Ku Tek Cun. "Percuma kita menyerang ke sana."
"Lho?" Tang Hai Lo Mo heran. " Kenapa percuma" Apakah engkau mempunyai rencana yang
bagus?" "Ya, Guru." Ku Tek Cun mengangguk.
" Kalau kita menyerang ke sana, tentu para anggota kita juga akan berkorban. Maka alangkah
baiknya biar mereka yang menyerang ke mari, karena di dalam istana ini telah dipasang berbagai
macamjebakan. Kalau mereka menyerang ke mari, pasti akan mati semua, kita tidak perlu capekcapek
menyerang ke sana"
"Benar." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Tapi... bagaimana mungkin mereka akan
menyerang ke mari?"
" Hancurkan markas cabang Kay Pang, maka mereka pasti menyerang ke man" sahut Ku Tek
Cun. "Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gembira.
"Benar. Kalau kita telah menghancurkan markas cabang mereka, tentu Bu Lim Ji Khie dan
lainnya akan menyerang ke mari, dan mereka pasti akan mati semua di dalam jebakan."
"siauw Kauwcu (Ketua Muda) memang cerdik." Puji Empat Dhalai Lhama.
" Kalau begitu, tugas menghancurkan markas cabang Kay Pang serahkan saja kepada kami"
"Baik" Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Kalian berempat bawa seratus orang pergi menyerang
markas cabang Kay Pang setelah markas cabang itu musnah, sam Gan sin Kay pasti mencakmencak.
Ha ha ha" "Kauwcu, kami berangkat" ujar Dhalai Lhama jubah merah sambil menjura, lalu pergi.
"Tek Cun" Thian Mo menatapnya. "Engkau masih harus belajar ilmu sesat pada Im Yang Hoatsu,
dan juga harus terus berlatih Pak Kek sin Kang."
"Ya, Guru." Ku Tek Cun mengangguk. kemudian menuju ke kamar Im Yang Hoatsu sambil
tersenyum-senyum.
Begitu memasuki kamar itu, ia terbelalak karena melihat Im Yang Hoatsu berdandan bagaikan
gadis berusia dua puluhan, mengenakan pakaian tipis dan berbaring di tempat tidur.
"Jantung hatiku, ke marilah" ujar Im Yang Hoatsu sambil tersenyum manis.
"Oh, buah hatiku" sahut Ku Tek Cun dan mendekatinya dengan wajah berseri-seri. "Hari ini
engkau tampak cantik sekali."
"Oh, ya?" suara Im Yang Hoatsu mengalun lembut. "Duduklah"
Ku Tek Cun duduk dipinggir ranjang. im Yang Hoatsu bangun sekaligus membelai-belai bahunya.
"Buah hatiku...." Ku Tek Cun memeluknya.
"Aku tahu." Im Yang Hoatsu tersenyum.
" Engkau ke mari menemuiku karena ingin menambah ilmu sesat lagi, kan?"
"Ya." Ku Tek Cun mengangguk. "Tentunya engkau tidak akan pelit mengajarku bukan?"
"Tentu." Im Yang Hoatsu menggerayang tubuh Ku Tek Cun.
"Asal engkau mau bersenang-senang denganku, ilmu sesat apa pun pasti kuajarkan kepadamu."
"Terimakasih" Ku Tek Cun juga mulai menggerayanginya, sehingga membuat Im Yang Hoatsu
tertawa cekikikan.
"Hi h i Auuuh" Nafas Im Yang Hoatsu mulai mendesah.
"Jantung hatiku, kalau hari ini engkau bisa memuaskan aku, akan kuhadiahkan sesuatu
kepadamu."
"Hadiah apa?" tanya Ku- Tek Cun sambil mengecup pipinya.
"Sebuah kitab peninggalan guruku." Im Yang Hoatsu memberitahukan.
"Kitab apa itu?" tanya Ku Tek Cun tertarik.
"Kitab Cih Hun Tay Hoat (Ilmu Pengendalian Pikiran)," jawab im Yang Hoatsu menjelaskan.
"Yaitu ilmu sesat yang sangat tinggi, kalau berhasil mempelajari ilmu tersebut, maka dapat
mengendalikan pikiran orang lain, bahkan dapat membangkitkan mayat yang belum lewat tujuh
hari." "Oh" Kalau begitu, engkau sudah berhasil mempelajari ilmu sesat itu?" tanya Ku Tek Cun.
"Aku tidak berhasil." Im Yang Hoatsu menggelengkan kepala.
"Kenapa?" Ku Tek Cun heran.
"Begitu aku mulai mempelajari ilmu itu, kepalaku menjadi pusing dan merasa seakan mau
pecah, maka aku tidak berani mempelajarinya lagi. Tapi siapa tahu engkau berjodoh dengan ilmu
sesat itu." ujar Im Yang Hoatsu memberitahukan
"Kalau engkau berhasil, orang yang berkepandaian tinggi bagaimanapun, masih dapat kau
kendalikan pikirannya. Apa yang engkau perintahkan, orang itu pasti melakukannya."
"oh?" Ku Tek Cun tampak girang sekali. "Lalu apa gunanya membangkitkan mayat?"
" Engkau bisa perintah mayat untuk membunuh siapa pun, sebab mayat itu tidak akan mati." Im
Yang Hoatsu menjelaskan.
" Walau kepalanya hilang tersabet golok, tapi badan, tangan dan kakinya masih bisa berderak
membunuh orang."
" Hebat sekali ilmu sesat itu" Ku Tek Cun makin tertarik.
"Benarkah engkau akan menghadiahkan kitab itu kepada ku",
"Benar. Asal hari ini engkau bersedia menemani aku bersenang-senang," sahut Im Yang Hoatsu
sungguh-sungguh.
"Baik," Ku Tek Cun manggut-manggut.
" Kalau begitu, mari kita mulai bersenang-senang" Terdengarlah suara tawa cekikikan, yang
disusul oleh suara desahan nafas. Im Yang Hoatsu memang merasa puas sekali hari ini. Karena itu,
ia menepati janjiny a, yakni menghadiahkan kitab ilmu sesat itu kepada Ku Tek Cun.
setelah menerima kitab tersebut, Ku Tek Cun mulai mempelajarinya. Akan tetapi, sesuai dengan
apa yang dikatakan im Yang Hoatsu, begitu dia mulai mempelajari ilmu sesat itu, kepala langsung
pusing dan merasa mau pecah pula.
Ku Tek Cun penasaran dan mencoba lagi, namun tetap begitu sehingga membuatnya tidak
berani mempelajarinya lagi. Kitab itu disimpannya dengan hati-hati sekali dan berharap suatu hari
nanti ia akan berhasil mempelajarinya.
Betapa gusarnya Lim Peng Hang, ketua Kay Pang begitu menerima laporan-laporan dari
beberapa pemimpin markas cabang Kay pang, bahwa markas-markas cabang Kay Pang telah
dihancurkan sam Mo Kauw.
oleh karena itu, segeralah ia mengadakan perundingan dengan Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin,
Tok Pie sin Wan, Gouw Han Tiong dan Tio cie Hiong.
"Hm" dengus sam Gan sin Kay. " Kalau begitu, mari kita serbu markas mereka"
"Aku setuju," sahut Tok Pie sin Wan, begitu pula yang lain.
Akan tetapi, Tio Cie Hiong diam saja dengan kening berkerut-kerut seakan sedang memikirkan
sesuatu. " Kakak Hiong" bisik Lim Ceng im. " Engkau sedang memikirkan apa?"
"Masalah ini," sahut Tio Cie Hiong.
"cie Hiong" Lim Peng Hang memandangnya seraya bertanya.
"Bagaimana menurutmu, kalau kita menyerbu markas sam Mo Kauw?"
"Paman"jawab Tio Cie Hiong serius.
"Menurut pendapatku, lebih baik jangan."
"Jangan?" Lim Peng Hang tertegun. "Apa alasanmu mengatakan demikian?"
"Paman, seharusnya sam Mo Kauw menyerbu ke mari, tapi mereka malah menyerbu ke markas
cabang. itu pertanda mereka mempunyai suatu rencana tertentu," ujar Tio Cie Hiong menjelaskan.
"Tujuan Bu Lim sam Mo justru menghendaki kita menyerbu ke markas mereka."
"Cie Hiong" sam Gan sin Kay menatapnya. "Kenapa engkau berpendapat begitu?"
"Sebab kalau kita menyerbu ke sana, tentu kita semua akan mati sia-sia. inilah tujuan sam Mo
Kauw, karena di markas pasti sudah dipasang berbagai jebakan," jawab Tio Cie Hiong menjelaskan.
"Mereka tidak mau menyerbu ke mari, lantaran tidak menghendaki para anggotanya menjadi
korban di sini. oleh karena itu, kita pun harus diam."
"Diam?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Aku ketua Kay Pang, apakah harus diam
membiarkan beberapa markas cabang itu hancur begitu saja" Engkau harus tahu, hampir seratus
pengemis telah dibantai sam Mo Kauw"
"Paman, apakah pihak sam Mo Kauw tiada seorang pun yang mati?" tanya Tio Cie Hiong
mendadak. "Ada." Lim Peng Hang mengangguk. "Kurang lebih tiga puluh orang."
"Nah Pihak sam Mo Kauw juga ada yang mati, berarti penyerbuan mereka tidak menghasilkan
kemenangan yang gemilang, sebab masih ada perlawanan dari markas cabang Kay Pang," ujar Tio
cie Hiong dan melanjutkan.
"Tapi apabila kita menyerbu ke markas sam Mo Kauw, yang akan kita hadapi adalah jebakanjebakan
maut, sehingga kita akan mati sia-sia"
di sana. Kita sudah tahu itu, kenapa masih mau ke sana mencari mati" Bukankah lebih baik kita
menunggu dan melihat perkembangan selanjutnya?"
"Apa yang dikatakan cie Hiong memang masuk akal." Kim siauw suseng manggut-manggut dan
menambahkan. "Pihak sam Mo Kauw menggunakan rencana, kita harus menggunakan taktik"
"Ngmm" sam Gansin Kay juga manggut-manggut. "Lebih baik sisa anggota di markas cabang
ditarik ke mari untuk memperkuat markas pusat ini."
"Ayah" ujar Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.
"Bukankah kaum rimba persilatan akan mentertawakan kita sebagai pengecut?"
"Peng Hang" sam Gan sin Kay menatapnya tajam. "Kaum rimba persilatan mana yang berani
mentertawakan kita" Engkau harus ingat, kini Kay Pang merupakan beriteng bagi rimba persilatan.
Apabila Kay Pang roboh, rimba persilatan pasti dikuasai sam Mo Kauw."
"Benar." Tui Hun Lojin mengangguk.
"Maka kita semua harus membela mati-matian markas pusat ini."
Mendadak berjalan ke dalam seorang pengemis peringkat kedua, yang kemudian memberi
hormat dan melapor.
" Lapor pada Tetua dan Pangcu, beberapa ketua partai ingin bertemu."
"oh?" Lim Peng Hang tercengang. " Undang mereka masuk"
"Ya, Pangcu." Pengemis itu segera pergi.
Berselang beberapa saat, tampak beberapa orang berjalan ke dalam. Mereka adalah Hui Khong
Taysu ketua partai siauw Lim, It Hian Tojin ketua partai Butong, Hui Liong sin Kiam ketua partai
Hwa san dan wie Hian cinjin ketua partai Kun Lun. para ketua partai itu memberi hormat pada Bu
Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie Sin Wan dan Lim Peng Hang.
"Eeeh?" Sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kalian ke mari ingin makan gratis di sini ya?"
"omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Sin Kay, kami telah menerima berita bahwa markas cabang
Kay Pang telah diserbu, mungkin tidak lama lagi pihak Sam Mo Kauw akan menyerbu ke mari. oleh
karena itu kami ke mari untuk bergabung melawan Sam Mo Kauw."
"Terimakasih" ucap Lim Peng Hang. "Silakan duduk"
Para ketua itu duduk. Hui Liong sin Kiam dan Wie Hian Cinjin terus memandang Tio Cie Hiong.
Kedua ketua itu telah mendengar tentang kehebatan Pek Ih Sin Hiap, namun timbul pula keraguan
mereka karena Tio Cie Hiong masih begitu muda.
"Eeeh?" Sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kalian meragukan kehebatan Pek Ih Sin Hiap ya?"
"Cianpwee, kami...." Wajah Hui Liong Sin Kiam memerah, begitu pula Wie Hian Cinjin.
"Kami tidak menyangka Pek Ih Sin Hiap masih begitu muda."
"Muda tapi berisi, tidak seperti kalian yang telah menyerah pada Sam Mo Kauw," sahut Sam Gan
Sin Kay sambil tertawa gelak.
"Cianpwee" ujar Wie Hian cinjin dengan wajah agak memerah lantaran merasa malu. "Kami
menyerah bukan karena, takut mati, melainkan tidak menghendaki pertumpahan darah dan
mengorbankan para murid, di samping itu, kami pun menunggu kesempatan...."
"Terimakasih atas kesediaan kalian bergabung dengan Kay Pang" ucap Sam Gan sin Kay.
"Se-hingga markas pusat Kay Pang ini bertambah kuat"
"Cianpwee, bagaimana kalau kita menyerbu ke markas Sam Mo Kauw?" tanya Hui Liong Sin
Kiam, ketua partai Hwa san mendadak.
" Justru kami sedang merundingkan hal ini," sahut Lim Peng Hang memberitahukan. "Namun
kami menunda penyerbuan ke sana."
"Kenapa?" Hui Liong sin Kiam heran.
"sebab...." Lim Peng Hang membeberkan apa yang dikatakan Tio cie Hiong tadi, sehingga
membuat ketua partai Hwa san dan Kun Lun saling memandang.
"omitohud Daya pikir Pek Ih sin Hiap memang hebat. Kita memang harus menunggu sesuai
dengan apa yang dikatakan Lim Pangcu," ujar Hui Khong Taysu. "omitohud...."
sementara di dalam markas sam Mo Kauw, terdengar suara tawa gelak. yaitu suara tertawanya
Bu Lim sam Mo. "Beberapa markas cabang Kay Pang telah hancur, maka sam Gan sin Kay pasti mencak-mencak
tidak karuan," ujar Tang Hai Lo Mo.
"Aku yakin tidak lama lagi mereka pasti akan menyerbu ke mari."
"Itu berarti kematian bagi mereka," sahut Thian Mo sambil tertawa gelak.
"sam Mo Kauw yang akan berkuasa dalam rimba persilatan," sambung Te Mo dan seketika juga
terdengar tepuk sorak para anggota sam Mo Kauw dengan penuh semangat. "Hidup sam Mo Kauw
Hidup sam Mo Kauw"
Bagaimana keadaan Yap in Nio yang sudah tidak begitu waras" Gadis yang bernasib malang itu
terus berlari di lembah. Pakaiannya sudah tersobek sana sini, bahkan kaki dan tangannya pun lecetlecet.
Sudah dua hari dua malam ia tidak makan, tapi perutnya tidak merasa lapar sama sekali.
Kadang-kadang ia tertawa melengking, kemudian menangis meraung-raung, sehingga mengejutkan
burung-burung yang ada di dalam lembah itu.
Ketika ia sampai di sebuah tebing, mendadak kakinya tergelincir sehingga tubuhnya terperosok
ke bawah dan masuk ke dalam sebuah lubang besar.
sungguh di luar dugaan, lubang itu ternyata sebuah terowongan. Begitu keras badan Yap In Nio
membentur dinding terowongan, tapi gadis itu tidak menjerit kesakitan, melainkan malah tertawa
cekikikan. "Hi hi hi Gelap sekali. Mungkin aku sudah berada di dalam neraka. Hi hi..."
Yap In Nio bangkit berdiri Terowongan itu agak gelap, namun gadis itu melangkah ke dalam
juga sambil bernyanyi-nyanyi kecil.
Makin ke dalam terowongan itu makin besar, akhirnya Yap in Nio sampai di tempat yang cukup
luas dan terang. Ternyata ada sebuah mutiara menempel di dinding terowongan, dan mutiara itu
memancarkan cahaya yang cukup terang.
Mendadak Yap In Nio terbelalak karena melihat seorang wanita berusia lima puluhan duduk di
tengah-tengah goa. Di hadapannya terdapat sebuah batu berbentuk segi empat. Tampak sebuah
kitab, dan beberapa tulisan terukir di atas batu itu.
"Hei, Bibi" seru Yap In Nio sambil tertawa geli. " Kenapa Bibi duduk mematung di situ?"
Yap In Nlo mendekatinya. Karena merasa iseng ia menepuk bahu wanita itu, dan seketika juga
baju wanita itu hancur. Yap in Nio terbelalak, kemudian menyentuh ujung pakaian wanita itu yang
melebar di tanah.
"Eeeh?" Mulut Yap In Nio ternganga lebar. Ternyata ujung pakaian itu pun langsung hancur.
Bahkan yang lebih mengherankan, wanita itu tidak mempunyai kaki. " Kok Bibi tidak punya kaki"
Pantas tidak bisa berdiri"
Yap In Nio tertawa-tawa, lalu duduk di sisi wanita itu. Gadis tersebut sama sekali tidak tahu,
bahwa wanita itu sudah mati, tapi tubuhnya masih utuh karena tidak membusuk.
"Kok ada tulisan di atas batu?" gumam Yap In Nio, kemudian sambil tertawa-tawa ia
membacanya. Aku bernama siang Kuan Giok Lan, adik perempuan seperguruan im sie HongJin (orang Gila
Alam Baka). Im sie HongJin meracuni guru dan mencuri Kitab Im sie Cin Keng (Kitab Pusaka Alam
Baka). Kitab Pusaka itu berisi Im sie Hong Kang (Tenaga sakti Abnormal Alam Baka) dan im sie
Kiam Hoat (Ilmu Pedang Alam Baka).
Karena aku memergokinya mencuri Kitab Pusaka itu, maka aku ditangkap dan disekap di dalam
goa ini, bahkan dia pun memotong kedua kakiku.
siapa yang berjodoh memasuki goa ini, harus menjadi muridku. Perguruanku memiliki semacam
Iweekang aneh, yakni mati dtngan tubuh tidak membusuk, juga tetap memiliki Iweekang. Engkau
harus memeluk tubuhku, agar iweekang yang masih kumiliki dapat kusalurkan ke tubuhmu.
Engkau pun harus tahu, siapa yang mempelajari Im sie Cin Keng, akan berubah menjadi orang
gila. Namun kalau sudah mencapai tingkat kesempurnaan, akan normal kembali. Kitab Pusaka itu
berada di tangan im sie Hong jin.
Akan tetapi, Im Sie HongJin sama sekali tidak tahu, ketika guru mendekati ajal karena
keracunan, secara diam-diam guru memberiku sebuah Kitab Pusaka lain, yakni yang berada di atas
batu ini. Alangkah baiknya yang memasuki goa ini adalah seorang gadis yang kurang waras, jadi agak
gampang mempelajari ilmu yang ada di dalam Kitab Pusaka ini. ingat setelah berhasil mempelajari
ilmu yang ada didalam Kitab Pusaka ini, engkau harus pergi mencari Im sie HongJin, kalau dia
sudah mati, carilah muridnya atau turunannya, engkau harus membunuh mereka. Yang
Meninggalkan Pesan.
siang Kuan Giok Lan.
seusai membaca, Yap In Nio malah tertawa-tawa dan memandang tubuh wanita yang tak
bergerak itu. "Iiih Kenapa aku harus memelukmu" Engkau bukan Kakak Hiong...." Bergumam sampai di sini,
wajah Yap In Nio berubah murung. "Aku telah bersalah terhadap Kakak Hiong, aku telah
menusuknya, aku... aku tidak punya muka bertemu dia lagi. Itu.... KuTek CunAku harus
mencincangnya Aku harus mencincangnya"
Yap In Nio tertawa seram dengan mata berapi-api, kemudian memandang tubuh yang kaku itu.
"Bibi yang baik, aku telah bersalah terhadap Kakak Hiong. Dia... dia akan memaafkan aku" Bibi,
jawablah Jangan diam saja" Yap in Nio terus mengoceh seakan mengajak sosok itu bercakapcakap.
"Bibi, ibuku telah meninggal, bibi...."
Yap In Nio menangis sedih, lalu mendadak ia memeluk sosok itu erat-erat, dan seketika
badannya tampak tergetar- getar seperti kena strom.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hi hi" Gadis itu tertawa geli. "Bibi bercanda denganku...."
Berselang sesaat, Yap in Nio jatuh pingsan, sedangkan tubuh wanita itu telah hancur, hanya
tersisa tulang belulang....
Bab 32 Di jadikan sandera
Tampak tiga ekor kuda berlari tidak begitu kencang, terdengar pula suara tawa riang gembira.
Penunggangnya adalah seorang pemuda tampan dan dua orang gadis cantik jelita.
Ternyata mereka Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng. Toan wie Kie mengantar Gouw
sian Eng pulang ke Tionggoan. Karena adiknya memaksa untuk ikut, maka Toan Hong Ya
mengijinkannya.
Mereka bertiga telah memasuki daerah Tionggoan, dan langsung menuju markas pusat Kay
Pang. Dalam perjalanan, mereka bertiga kelihatan gembira sekali, terutama Toan wie Kie yang
begitu takjub dan terpesona akan keindahan panorama di Tionggoan.
" Kakak" seru Toan pit Lian. "mari kita beristirahat sejenak di bawah pohon itu"
"Bagaimana, Adik sian Eng?" tanya Toan wie Kie pada gadis pujaan hatinya. Gouw sian Eng
mengangguk. Mereka bertiga menghentikan kuda masing-masing dekat pohon itu, lalu meloncat
turun. "sungguh sejuk dan segar udara di daerah ini" ujar Toan wie Kie sambil duduk.
"Pemandangan pun indah sekali," sambung Gouw sian Eng dan duduk di sisinya.
sedangkan Toan pit Lian masih berdiri sambil menengok ke sana ke mari. Toan wie Kie
menatapnya seraya bertanya.
"Adik, kenapa engkau tidak mau duduk?"
"Aku sedang melihat apakah ada kelinci liar di sekitar tempat ini. Kalau ada, aku ingin
menangkap untuk dipanggang," sahut Toan pit Lian.
"Kak Lian" Gouw sian Eng menggelengkan kepala.
"Kenapa engkau begitu tega?"
"Itu bukan masalah tega tidaknya," sahut Toan pit Lian sambil tersenyum.
"Kelinci liar memang boleh untuk dimakan. Apa kah engkau tidak pernah makan daging kelinci?"
"Tidak." Gouw sian Eng menggelengkan kepala lagi. "Terus terang, aku tidak tega. sebab kelinci
termasuk binatang jinak."
"Engkau pernah makan ayam kan?" tanya Toan pit Lian.
"Tentu." Gouw sian Eng mengangguk.
"Nah, itu berarti sama," ujar Toan pit Lian sambil tertawa geli, kemudian mendadak keningnya
berkerut. "Terus terang, hingga saat ini aku masih merasa penasaran."
"Penasaran kenapa?" tanya Gouw sian Eng heran.
"Itu... Tio Cie Hiong," sahut Toan pit Lian dengan wajah agak memerah.
"Adik" Toan wie Kie menggeleng-geleng-kan kepala. "Engkau masih teringat akan pemuda itu?"
"Ya." Toan pit Lian mengangguk.
"Adik" Toan wie Kie menghela nafas. "Dia sudah berterus terang bahwa dia sudah punya
kekasih, kenapa engkau masih...."
"Kak" Toan pit Lian tampak tidak senang. "Aku ingat dia sebagai teman baik dan sebagai
seorang kakak. Apakah itu tidak boleh?"
"Tentu boleh." Toan wie Kie tersenyum. "Lalu kenapa engkau masih merasa penasaran?"
"Aku merasa penasaran karena belum berkenalan dengan kekasihnya. Kalau kekasihnya
ternyata gadis baik, cantik dan lemah lembut, aku tidak penasaran lagi." ToanPit Lian
memberitahukan.
"oooh" Toan wie Kie manggut-manggut.
" Kalau kita sudah sampai di markas pusat Kay Pang, dia pasti memperkenalkan kekasihnya.
Nah, engkau boleh menilai kekasihnya itu."
"Kak Lian" sela Gouw sian Eng sambil tersenyum. "Siapa tahu kali ini engkau akan bertemu
pemuda tampan yang baik pula."
"Benar, Dik." Toan wie Kie memandang Toan pit Lian sambil tersenyum.
"Ihhh" Wajah Toan pit Lian kemerah-merahan. "Memangnya aku sudah ingin menikah seperti
kalian?" "Engkau sudah dewasa, tentunya harus menikah," ujar Toan wie Kie dan menambahkan.
"Apabila nanti engkau bertemu pemuda idaman hatimu, aku akan mewakili orang tua kita untuk
melamarnya untukmu."
"Kak...." Toan Pit Lian membanting-banting kaki. "Jangan mengada-ada"
"Dik" Toan wie Kie menatapnya lembut. "Kalau engkau tidak membawa sian Eng ke Tayli,
mungkin aku masih...."
"Nah" Toan pit Lian tertawa. "Engkau harus berterimakasih kepadaku"
"Karena itu...," ujar Toan wie Kie sungguh-sungguh.
"Apabila engkau bertemu pemuda idaman hati, aku pasti akan membantumu." "
"Kakak...." Wajah Toan pit Lian memerah lagi karena tersipu, kemudian menundukkan wajahnya
dalam-dalam. "ohya Adik sian Eng" Tanya Toan wie Kie. "Kira-kira berapa hari lagi kita akan sampai di markas
pusat Kay Pang?"
" Kalau kita melakukan perjalanan siang malam, mungkin dua tiga hari kita akan sampai di
sana." Gouw sian Eng memberitahukan.
Toan wie Kie manggut-manggut. "Adik sian Eng, bagaimana kalau kita melakukan perjalanan
siang malam?"
"Baik," Gouw sian Eng mengangguk.
"Kak" goda Toan pit Lian sambil tersenyum, " ingin cepat-cepat bertemu calon mertua ya"
"Kira-kira begitulah," sahut Toan wie Kie dan tertawa pula.
" Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang" ajak Toan pit Lian. Mereka bertiga lalu
melanjutkan perjalanan.
Di istana Thian Mo atau markas sam Mo Kauw, sedang berlangsung pembicaraan serius, namun
wajah mereka tampak diliputi keheranan.
"Aku tidak habis pikir..." ujar Tang Hai Lo Mo sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa
Kay Pang masih beium menyerbu ke mari?"
"Mungkin mereka sudah tahu akan rencana kita," sahut Thian Mo.
"Kalau begitu, lebih baik kita menyerang ke sana." ujar Te Mo dan menambahkan dengan wajah
gusar. "Ketua Hwa san dan ketua Kun Lun telah bergabung dengan Kay Pang, kita harus
menghabiskan mereka."
"Dua hari yang lalu, ketua GoBie, Khong Tong dan ketua swatsan juga ke markas pusat Kay
Pang." Ku Tek Cun memberitahukan.
"Ke-tiga ketua itu pun bergabung dengan Kay Pang."
"Bagus Bagus Kalau begitu, kita harus menghabiskan mereka semua" Tang Hai Lo Mo tertawa
seram. "Padahal partai-partai itu telah takluk kepada kita, tapi secara diam-diam mereka malah
bergabung dengan Kay Pang."
"Sudah waktunya kita menyerang mereka," ujar Te Mo dan menambahkan.
"Aku dan Thian Mo menghadapi Pek Ih sin Hiap. Empat Dhalai Lhama menghadapi Bu Lim Ji
Khie, Tang Hai Lo Mo menghabiskan para ketua itu, dan Tek cun menghabiskan para pengemis
peringkat satu dan dua."
Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Kalau begitu, besok malam kita serang markas pusat Kay
Pang" "Guru" ujar Ku Tek Cun. "Menurut pendapatku lebih baik kita bersabar beberapa waktu lagi."
"Sudah tidak bisa bersabar lagi" sahut Tang Hai Lo Mo.
"Guru harus tahu, keadaan Kay Pang pun seperti kita. Aku yakin mereka pun sudah mulai tidak
sabaran seperti guru. Apabila kita dapat mengendalikan emosi untuk bersabar, tidak lama lagi
mereka pasti menyerbu ke mari."
"jadi kita harus bersabar berapa lama lagi?" tanya Thian Mo.
"cukup seminggu saja." Ku Tek Cun tertawa. "sebab para ketua pasti mendesak Kay Pang untuk
menyerbu ke mari, agar partai mereka bebas dari tekanan kita."
"Ngmm" Bu Lim sam Mo manggut-manggut.
Pada waktu bersamaan, masuklah seorang berpakaian hitam, yang kemudian memberi hormat
dan melapor. " Lapor pada Kauwcu Ada tiga orang menuju ke markas Kay pang."
"siapa mereka?" tanya Ku Tek Cun.
"Mereka Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng," jawab orang berpakaian hitam
menjelaskan. "Toan wie Kie dan Toan pit Lian adalah putra-putri Toan Hong Ya di Tayli, sedangkan Gouw sian
Eng adalah putri Gouw Han Tiong."
"oh?" Ku Tek Cun tertawa gembira, kemudian berkata kepada guru-gurunya dengan wajah
berseri. "Guru, kesempatan kita sudah datang."
"Maksudmu?" tanya Tang Hai Lo Mo.
"Kita tangkap mereka untuk di jadikan sandera, lalu mengutus seseorang ke Kay Pang," sahut
Ku Tek Cun merendahkan suaranya.
"Ha ha ha" Bu Lim sam Mo tertawa gelak. "Guru, bagaimana ideku ini", tanya Ku Tek Cun.
"Idemu tepat," sahut Tang Hai Lo Mo.
"jadi kita mengutus seseorang ke Kay Pang untuk mengundang Pek Ih sin Hiap ke mari."
"Ha ha ha" Thian Mo tertawa terbahak-bahak.
"Kalau dia sudah ke mari, tidak bisa keluar dengan selamat lagi"
"Benar." Te Mo juga tertawa. "setelah itu, barulah kita sapu habis markas pusat Kay Pang."
"Kauwcu" sela Dhalai Lhama jubah merah.
"Mereka cukup kita tangkap. jangan dibunuh. sebab kami berempat kenal Toan Hong Ya, lagi
pula paman guru kami pernah minta bantuan kepada beliau."
" Kalian berempat tidak usah khawatir" Tang Hai Lo Mo tertawa lagi. "Kita undang mereka
bertiga ke mari, lalu kita pancing Pek Ih sin Hiap ke sini. Setelah kita membunuh Pek Ih sin Hiap.
kita akan melepaskan mereka bertiga."
" Kalau begitu, kami berempat akan pergi mengundang mereka bertiga ke mari." ujar Dhalai
Lhama jubah merah.
"seandainya mereka tidak mau?" tanya Ku Tek Cun.
"Mereka pasti mau," sahut Dhalai Lhama singkat.
"Baik." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. " Kalian berempat boleh berangkat sekarang."
"Ya, Kauwcu" Keempat Dhalai Lhama itu mengangguk. kemudian setelah memberi hormat,
berangkatlah mereka berempat.
"Hua ha ha" Bu Lim sam Mo tertawa terbahak-bahak. "setelah Pek Ih sin Hiap mati didalam
jebakan, berarti sudah saatnya kita menguasai rimba persilatan...."
Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng memacu kuda masing-masing sambil tertawatawa
dengan wajah cerah ceria. Akan tetapi, mendadak muncul empat orang di hadapan mereka,
sehingga mereka segera menghentikan kuda masing-masing. Keempat orang itu ternyata Em-pat
Dhalai Lhama Tibet.
"Maaf" ucap Dhalai Lhama jubah merah.
"Kami berempat telah mengganggu perjalanan Pangeran, putri dan Nona."
"oooh" Toan wie Kie manggut-manggut. "Ternyata kalian berempat Kapan kalian datang di
Tionggoan?"
"sudah cukup lama," sahut Dhalai Lhama jubah merah.
"pangeran, Putri dan Nona mau ke mana?"
"Kami mau ke markas pusat Kay Pang," ujar Toan wie Kie sambil tersenyum dan
memberitahukan.
"Nona Gouw ini calon isteriku."
"Kami mengucapkan selamat kepada Pangeran" ucap keempat Dhalai Lhama itu serentak
sekaligus memberi hormat lagi.
"Terimakasih" ucap Toan wie Kie dan menambahkan. "Kami harus melanjutkan perjalanan."
"Maaf, Pangeran" Dhalai Lhama jubah kuning memberi hormat dan berkata.
"Kami mengundang Pangeran, putri dan Nona Gouw ke markas sam Mo Kauw."
"oh?" Toan wie Kie mengerutkan kening. " Kenapa kami harus ke sana?"
"Bu Lim sam Mo ingin bertatap muka dengan kalian." Dhalai Lhama jubah kuning
memberitahukan.
"Ada urusan apa Bu Lim sam Mo ingin bertatap muka dengan kami?" tanya Toan pit Lian heran.
" Kami tidak kenal Bu Lim sam Mo, lagi pula kami harus melanjutkan perjalanan."
"Bu Lim sam Mo ingin membicarakan sesuatu dengan kalian," jawab Dhalai Lhama jubah merah.
"Kami harap Pangeran tidak akan menyulitkan kami"
"Seandainya kami tidak mau ke sana?" tanya Toan wie Kie sambil mengerutkan kening.
"Maaf" ucap Dhalai Lhama jubah merah. "Kami kenal baik dengan Toan Hong Ya, tentunya kami
tidak akan mencelakai Pangeran, putri dan Nona Gouw. Maka dalam hal kami harap Pangeran tidak
akan menyulitkan kami"
Toan wie Kie dan adiknya saling memandang. Mereka tahu apabila mereka tidak menurut,
tentunya Dhalai Lhama itu akan menggunakan kekerasan. Agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak
diinginkan, akhirnya Toan wie Kie mengangguk. "Baiklah."
"Terimakasih, Pangeran" ucap keempat Dhalai Lhama itu serentak. "Mari ikut kami"
Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng mengikuti mereka ke markas sam Mo Kauw
dengan penuh keheranan, kenapa Bu Lim sam Mo mengundang mereka ke sana" Apa yang akan
dibicarakan"
Bu Lim sam Mo menyambut kedatangan mereka bertiga dengan penuh keramahan, sebab Toan
Wie Kie dan Toan pit Lian adalah Pangeran dan putri Raja Tayli, sedangkan Gouw sian Eng adalah
calon isteri Toan wie Kie.
"Maaf" Ucap Toan wie Kie dan bertanya.
"Ada urusan apa cianpwee bertiga mengundang kami ke mari?"
"Ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Toan Hong Ya sangat terkenal, tentunya kami tidak
akan mencelakai kalian, jadi kalian tidak usah khawatir"
"cianpwee" Toan wie Kie mengerutkan kening.
"Kami masih harus melanjutkan perjalanan, cianpwee mau bicara apa, bicaralah setelah itu,
kami mau mohon pamit."
"Pangeran" Thian Mo menatapnya sambil tersenyum.
"Kami tahu Pangeran ingin buru-buru menemui calon mertua. Karena itu, kami pun tidak akan
menghambat waktu Pangeran, cukup tiga hari kalian bertiga tinggal di sini."
"Cianpwee, itu berarti telah menghambat waktu kami," sahut Toan wie Kie dan mengerutkan
kening lagi. "Hanya tiga hari." Te Mo tertawa gelak. "Itu tidak begitu lama."
" Cianpwee" ujar Toan pit Lian.
"secara tidak langsung cianpwee telah menahan kami, jelaskan apa tujuan cianpwee?"
"Terus terang," sahut Tang Hai Lo Mo. "Tujuan kami mengundang kalian ke mari adalah agar
Pek Ih sin Hiap ke mari juga. Kalau kalian tidak berada di sini, bagaimana mungkin Pek Ih sin Hiap
akan ke mari?"
"oooh" Toan wie Kie manggut-manggut.
"Kami bertiga di jadikan sandera di sini, begitu kan?"
"Kami terpaksa." Tang Hai Lo Mo tertawa.
"Bu Lim sam Mo sangat terkenal di rimba persilatan Tionggoan, kenapa harus menggunakan
cara yang tak terpuji?" ujar Toan pit Lian dan melanjutkan.
"Bukankah merendahkan nama Cianpwee bertiga"
"Tidak salah." Thian Mo manggut-manggut.
"Tapi kalau kami tidak menggunakan cara ini, Pek Ih sin Hiap tidak akan ke mari."
"Cianpwee keliru," sahut Toan pit Lian.
"Kalau Cianpwee mengundang Pek Ih Sin Hiap ke mari, aku yakin dia pasti memenuhi undangan
cianpwee."
"Cianpwee" sela Toan wie Kie. "Kami dari Tayli, tidak turut campur urusan persilatan Tionggoan.
Maka aku harap. Cianpwee membiarkan kami melanjutkan perjalanan Apabila cianpwee
menghendaki Pek Ih sin Hiap ke mari, aku pasti memberitahukan kepadanya."
"Terimakasih, Pangeran" Tang Hai Lo Mo tertawa.
"Kini Pangeran, putri dan Nona Gouw sudah berada di sini, apa salahnya menginap beberapa
malam di sini?"
Toan wie Kie tahu, apabila ia berkeras mereka bertiga mungkin akan celaka di tangan Bu Lim
sam Mo. oleh karena itu, ia manggut-manggut.
"Baiklah. Tapi tiga hari kemudian, cianpwee harus memperbolehkan kami melanjutkan
perjalanan"
"Tentu Tentu" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak lalu menyuruh seseorang mengantar mereka kesebuah
kamar. setelah memasuki kamar tersebut, orang itu pergi dan pintu kamar langsung tertutup kembali.
Toan wie Kie menengok ke sana ke mart. Kamar itu cukup luas dan terdapat tiga buah ranjang.
"Ini merupakan kamar tahanan," ujar Toan wie Kie dengan suara rendah.
"Kelihatannya Bu Lim sam Mo tidak akan mencelakai kita, hanya menyandera kita untuk
memancing Tio Cie Hiong ke mari."
"Heran?" Toan pit Lian menggeleng- gelengkan kepala. "Padahal Bu Lim sam Mo sangat terkenal
dan berkepandaian tinggi, kenapa harus memancing Tio cie Hiong ke mari dengan cara ini?"
"Aku yakin..." sahut Toan Wie Kie dengan kening berkerut.
"Di markas ini telah dipasang berbagai macam jebakan, maka kalau Tio Cie Hiong datang...."
"Dia pasti celaka kan?" Wajah Toan Pit Lian berubah. "Berarti kita yang mencelakainya. "
"Adik" ujar Toan Wie Kie sungguh-sungguh. "Tio Cie Hiong berkepandaian begitu tinggi, belum
tentu dia akan celaka."
"Benar," sela Gouw sian Eng sambil manggut-manggut.
"Guruku adalah bibinya. Dia pernah mempelajari tentang jebakan-jebakan pada bibinya, maka
aku yakin dia dapat melewati jebakan-jebakan di markas sam Mo Kauw ini."
"syukurlah kalau begitu" ucap Toan Wie Kie.
"Aku tetap merasa heran," ujar Toan Pit Lian sambil mengerutkan kening.
" Heran kenapa?" Toan Wie Kie memandangnya.
"Padahal Bu Lim sam Mo boleh menantang langsung pada Tio Cie Hiong, tapi kenapa mereka
tidak mau menantang langsung" Apakah mereka bertiga masih bukan tandingan Tio Cie Hiong?"
sahut Toan pit Lian dan melanjutkan.
"Apakah kepandaian Tio Cie Hiong sudah begitu tinggi, sehingga nyali Bu Lim sam Mo menjadi
ciut untuk menghadapi Tio Cie Hiong?"
(Bersambung ke Bagian 21)
Jilid 21 "Di rimba persilatan Tionggoan terdapat It ceng Ji Khie dan Sam Mo," ujar Toan Wie Kie dan
menambahkan. "Kepandaian It ceng paling tinggiJi Khie dan Sam Mo boleh dikatakan seimbang, sedangkan Tio
cie Hiong...."


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan. "Sungguh mengherankan,
kenapa kepandaiannya bisa begitu tinggi?"
"Pada waktu itu..." ujar Gouw Sian Eng. "Kakek dan ayahku pun tidak habis pikir tentang Kakak
Hiong. Padahal Kakak Hiong tidak mau belajar itmu silat, tapi malah...."
"Kini berkepandaian begitu tinggi. Ya, kan?" sambung Toan Wie Kie sambil tersenyum.
"Ya." Gouw Sian Eng mengangguk.
"Mungkin..." sela Toan Pit Lian. "Itu sudah merupakan takdir, seperti kalian berdua...."
"Kalau begitu...." Gouw Sian Eng tertawa kecil. "Kak Lian juga akan ditakdirkan bertemu pemuda
tampan yang baik dan berkepandaian tinggi."
"Mudah-mudahan" sahut Toan Pit Lian dan ikut tertawa iuga.
Wajah Lim Peng Hang ketua Kay Pang tampak serius sekali. Begitu pula Bu Lim Ji Khie, Tui Hun
Lojin, Gouw Han Tiong, Tok Pie Sin Wan, Tio cie Hiong, Lim ceng Im dan para ketua tujuh partai.
Di hadapan mereka berdiri seseorang berpakaian hitam, yaitu utusan Sam Mo Kauwcu atau Bu
Lim sam Mo. "Jadi sam Mo Kauwcu mengutusmu ke mari?" tanya Lim Peng Hang.
"Ya, Pangcu" orang berpakaian hitam mengangguk. "Aku diutus ke mari untuk menyampaikan
sesuatu kepada Pek Ih sin Hiap."
" Engkau ingin menyampaikan apa, beritahukanlah" ujar Tio Cie Hiong.
"sam Mo Kauwcu mengundang Pek Ih sin Hiap ke markas," jawab orang berpakaian hitam
memberitahukan.
"Dalam waktu tiga hari, Pek Ih sin Hiap harus sampai di sana."
"Hua ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Mau apa sam Mo undang Pek Ih sin Hiap ke
sana?" "Maaf, aku tidak tahu."
"seandainya Pek Ih sin Hiap tidak bersedia memenuhi undangan sam Mo?" tanya Kim siauw
suseng. "Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng berada di sana, tentunya Pek Ih sin Hiap tidak
akan berkeberatan ke sana," sahut orang berpakaian hitam.
"Apa?" Gouw Han Tiong terkejut bukan main. "putriku berada di sana?"
"Ya." orang berpakaian hitam mengangguk. "Kini dia calon isteri Pangeran Tayli, maka kalau Pek
Ih sin Hiap tidak ke markas sam Mo Kauw, mereka pasti...."
"Pasti apa?" tanya Gouw Han Tiong karena orang berpakaian hitam tidak melanjutkan.
" Kalian ingin membunuhnya?"
"Itu tergantung pada Pek Ih sin Hiap." sahut orang berpakaian hitam sambil memandang Tio Cie
Hiong. "Beritahukan kepada Sam Mo Kauwcu, bahwa aku pasti memenuhi undangannya" ujar Tio Cie
Hiong tenang. " Kalau begitu, aku mau mohon diri," ujar orang berpakaian hitam sambil memberi hormat lalu
meninggalkan tempat itu.
"Cie Hiong" ujar Lim Peng Hang. "Engkau akan ke sana?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "sesung-guhnya yang mereka inginkan adalah diriku, maka
kalau aku ke sana, mereka pasti melepaskan Toan Wie Kie, Toan Pit Lian dan Adik sian Eng."
"Tapi...." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Kami akan menyertaimu ke markas sam Mo Kauw," ujar Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong
serentak. "Ha ha" sam Gan sin Kay tertawa. "Apakah Bu Lim Ji Khie harus ketinggalan?"
"Masih ada aku," sambung Tok Pie sin wan sambil tertawa.
"sudah lama aku tidak bertarung, kali ini aku harus bertarung sepuas-puasnya."
"omitohud Kami ketua tujuh partai juga ikut." ujar Hui Khong Taysu.
sementara Lim Ceng Im hanya diam saja, namun terus memandang Tio Cie Hiong seakan
menunggu pendapatnya .
"Terimakasih" ucap Tio Cie Hiong. "Tapi pendapatku, lebih baik aku pergi seorang diri"
"Mana boleh" sahut sam Gan sin Kay.
"Cie Hiong" Kim siauw suseng menatapnya.
" Kalau engkau pergi seorang diri, sangat membahayakan dirimu."
"omitohud Ada baiknya kami ikut," sambung Hui Khong Taysu.
"cie Hiong" tambah Lim Peng Hang serius. "Kay Pang berdiri di belakangmu, artinya kita
menyerbu ke markas sam Mo Kauw."
"Maaf" ucap Tio Cie Hiong. " Kalau kita semua menyerbu ke sana, yang akan mati duluan Adik
sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya. Ini yang harus dipikirkan jangan bergerak menuruti emosi,
haruslah dipikirkan dengan tenang. Karena itu, lebih baik aku pergi seorang diri."
Bu Lim Ji Khie dan lainnya langsung membungkam, sebab apa yang dikatakan Tio Cie Hiong
memang masuk akal. Namun kalau Tio Cie Hiong pergi ke markas sam Mo Kauw seorang diri, itu
sangat membahayakannya.
"Cie Hiong" sam Gan sin Kay menatapnya dalam-dalam.
" engkau pernah bilang bahwa di sana pasti dipasang berbagai macam jebakan, apakah
engkau...."
"jangan khawatir, Kakek pengemis" Tio Cie Hiong tersenyum sambil memberitahukan. "Bibi-ku
pernah menguraikan tentang berbagai macam jebakan, jadi aku sudah mengerti, tidak akan celaka
dalam jebakan di markas sam Mo Kauw."
"Tapi... tapi...." Lim Peng Hang terus menerus menggeleng-gelengkan kepala, dan tampak
cemas sekali. Tentu. sebab Tio Cie Hiong boleh dikatakan calon menantunya.
"Tidak usah cemas, Paman" Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku bisa menjaga diri"
"Cie Hiong, katakanlah engkau dapat melewati jebakan-jebakan itu, tapi bagaimana mungkin
engkau menghadapi Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo?" ujar Kim siauw suseng.
"Apakah engkau sudah memikirkan itu?"
"Paman sastrawan, aku sudah memikirkan itu." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Tidak mungkin Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo akan mengeroyokku, karena Empat
Dhalai Lhama bergerak sesuai dengan semacam formasi, jadi kalau ditambah Bu Lim sam Mo,
mereka bertujuh jualah akan kacau balau, dan mungkin akan saling menyerang. Karena itu, mereka
pasti tidak akan mengeroyokku."
"Kami tahu kepandaianmu jauh di atas Empat Dhalai Lhama," ujar Sam Gan sin Kay.
"Tapi kalau menghadapi Bu Lim sam bertiga...."
"Kakek pengemis, bukankah selama ini Kakek pengemis selalu bilang, cuma aku yang dapat
menghadapi Bu Lim sam Mo" Nah, kini sudah waktunya aku membuat perhitungan dengan Empat
Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo."
Bu Lim Ji Khie saling memandang, kemudian mereka manggut-manggut.
"Cie Hiong, engkau harus berhati-hati" pesan sam Gan sin Kay.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Sialan Betul-betul sialan" caci Kim siauw suseng mendadak dengan wajah penuh kegusaran.
"Memang Memang sialan" sam Gan sin Kay juga ikut mencaci dengan mata melotot- lotot.
"Kakek mencaci siapa?" tanya Lim Ceng Im.
"Paman sastrawan mencaci siapa?" Tanya Tio Cie Hiong. Yang lain pun memandang Bu Lim Ji
Khie dengan penuh keheranan.
"Kami mencaci Lam Hai sin ceng," sahut Bu Lim Ji Khie serentak.
"Padri keparat itu entah hilang ke mana, sama sekali tidak berani memunculkan diri"
"Mungkin...," ujar Tui Hun Lojin. "Lam Hai sin ceng sudah hidup tenang di suatu tempat, maka
tidak mau mengotori tangannya lagi untuk mencampuri urusan persilatan."
"Hm" dengus sam Gan sin Kay. "Dengan begitu dia kira dirinya bisa naik ke sorga. Padahal pintu
neraka yang sudah terbuka untuk dirinya"
Tio Cie Hiong diam saja, sama sekali tidak berani memberitahukan tentang Lam Hai sin ceng.
"Cie Hiong, kapan engkau berangkat?" tanya Lim Peng Hang.
"Besok pagi," sahut Tio cie Hiong.
"Kakak Hiong" ujar Lim Ceng Im sambil menundukkan kepala. "Aku ikut ya"
"Adik Im" Tio cie Hiong tersenyum.
"Engkau tidak boleh ikut, sebab aku pergi menempuh bahaya, bukan pergi pesiar."
"Kakak Hiong...."
"Adik Im, jangan membantah" ujar Tio Cie Hiong dan memberitahukan.
"Apabila engkau ikut, aku pasti celaka."
" Kenapa?" tanya Lim Ceng Im heran.
"Aku harus terus melindungimu, sehingga membuat diriku tidak bisa berkonsentrasi, maka aku
pasti celaka. Mengerti" Adik Im"
"Itu... itu...." Lim Ceng Im mengerutkan kening.
" Cucuku" ujar sam Gan sin Kay.
",Apa yang dikatakan cie Hiong memang masuk akal, engkau harus mengerti."
"Ceng Im" sambung Lim Peng Hang.
" Kalau engkau ikut, jelas dia harus mencurahkan perhatiannya untukmu. Kalau perhatiannya
terpecah, bagaimana akibatnya pasti engkau tahu, kan?"
"Ya." Lim Ceng Im mengangguk.
"Aku... aku mengerti."
Bab 33 Terkurung di dalam ruang batu
Pagi ini, Tio Cie Hiong berpamit pada semua orang, setelah itu barulah ia mendekati Lim Ceng
Im yang telah membengkak matanya, karena menangis semalaman memikirkan Tio Cie Hiong yang
akan berangkat ke markas sam Mo Kauw.
"Adik Im...." Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Engkau tidak usah cemas, aku pasti kembali
dengan selamat Percayalah"
" Kakak Hiong...." Air mata gadis itu tak terbendung lagi, langsung meleleh membasahi pipinya.
"Adik Im" Tio Cie Hiong membelainya. "Jangan menangis, tersenyumlah"
Bukannya tersenyum, Lim Ceng Im malah menangis tersedu-sedu, sehingga air matanya
berderai-derai.
" Cucuku" sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak baik engkau mengantar Cie Hiong dengan air mata. Engkau harus yakin Cie Hiong pasti
kembali dengan selamat"
"Kakek...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dada sam Gan sin Kay.
"Engkau harus tenang, itu merupakan dukungan bagi Cie Hiong" bisik sam Gan sin Kay.
Mendadak Lim Ceng Im berhenti menangis, kemudian mendekati Tio Cie Hiong sambil
tersenyum. "Kakak Hiong, doaku selalu menyertaimu," ucapnya.
"Terimakasih, Adik Im" Tio Cie Hiong membelainya.
Ternyata Lim Ceng Im telah mengambil keputusan, apabila Tio Cie Hiong mati di markas sam
Mo Kauw, maka ia akan membunuh diri Dengan adanya keputusan tersebut, gadis itu menjadi
tenang. "cie Hiong" Gouw Han Tiong menghampirinya sambil menggeleng-gelengkan kepala. "sian Eng
telah menyusahkanmu."
"Paman jangan berkata begitu" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Aku memang harus membuat perhitungan dengan mereka. Adik sian Eng tidak bersalah dalam
hal ini. Mudah-mudahan mereka akan melepaskan adik sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya setelah
aku tiba di markas itu."
"cie Hiong...." Tui Hun Lojin memegang bahunya. "Aku yakin engkau pasti kembali dengan
selamat." "Terimakasih atas dukungan Kakek" ucap Tio Cie Hiong, lalu melangkah pergi. semua orang
mengantarnya sampai di luar markas pusat Kay Pang.
Tio Cie Hiong membalikkan badannya. Ia menjura kepada semua orang, lalu memandang Lim
Ceng Im sambil tersenyum lembut, setelah itu mendadak melesat pergi menggunakan ginkang.
" Kakak Hiong..." teriak Lim Ceng Im. Akan tetapi, Tio Cie Hiong sudah tidak kelihatan.
"Nak...." Lim Peng Hang memegang bahu Lim Ceng Im. "Jangan khawatir, dia pasti pulang
dengan selamat"
"Ayah" Lim Ceng Im langsung mendekap di dada Lim Peng Hang.
"Dia... dia seorang diri pergi menempuh bahaya, sebaliknya kita semua malah cuma berdiam
diri." "Nak" Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala, lalu mengajaknya ke dalam, dan yang lain
pun mengikuti dari belakang.
Mereka semua duduk di ruang depan dengan mulut membungkam, sehingga suasana menjadi
hening sekali. "Ayah" ujar Lim Peng Hang kepada sam Gan sin Kay. "Apakah kita semua diam saja?"
"Aaakh..." sam Gan sin Kay menghela nafas. "Apa yang bisa kita lakukan?"
"Kita harus berpikir tentang itu," ujar Kim siauw Suseng. "Kita semua tidak bisa duduk diam."
"Benar." Tui Hun Lojin manggut-manggut.
"Ayah" ujar Lim Ceng Im mendadak. "Aku punya usul, bolehkah aku mengemukakannya?"
"Nak, apa usulmu?" tanya Lim Peng Hang.
"Begini...," jawab Lim Ceng Im memberitahukan. "Kita susul Kakak Hiong...."
"Itu...." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Bukankah dia tadi telah berpesan" Kalau kita susul dia...."
"Usui Ceng Im bisa diterima," ujar Kim siauw suseng mendadak. "Aku setuju mengenai usulnya."
"Eh?" sam Gan sin Kay menatapnya. "sastrawan sialan, engkau ingin membuat keruh urusan
ini?" "Aku justru ingin menjernihkannya," sahut Kim siauw suseng dan melanjutkan dengan wajah
serius. "Aku tahu maksud Ceng Im, dia menghendaki kita menyusul cie Hiong bukan untuk menyerbu
ke dalam markas sam Mo Kauw, melainkan menunggu di luar. ceng Im, maksudmu begitu, kan?"
"Betul." Lim Ceng Im mengangguk.
"Nah" ujar Kim siauw suseng. "Bukankah usul itu tepat?"
"Tidak salah." sam Gan sin Kay manggut-manggut.
" Kalau begitu, mari kita berangkat ke markas sam Mo Kauw ujar Lim Peng Hang dan
menambahkan. "Aku akan memilih puluhan pengemis handal untuk ikut."
" Kupikir itu tidak perlu," ujar Kim siauw suseng.
"sebab kita ke sana secara diam-diam, jadi jangan sampai pihak sam Mo Kauw mengetahui
kehadiran kita di sana."
"Jadi cukup kita-kita saja?" tanya sam Gan sin Kay.
"Ya." Kim siauw suseng mengangguk. "Kita menunggu di luar markas sam Mo Kauw, siapa yang
keluar dari markas itu, kita habiskan saja" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Memang harus begitu"
"omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Kamu ketua tujuh partai juga ikut"
"Terima kasih" ucap Lim Peng Hang, kemudian memandang putrinya. "Nak...."
"Ayah, biar bagaimana pun aku harus ikut," sahut Lim ceng Im cepat. "Kalau aku tidak diizin-kan
ikut...." " engkau boleh ikut," ujar sam Gan sin Kay, kemudian memandang semua orang.
"Mari kita berangkat sekarang"
ooo)00000(ooo sementara itu, Tio Cie Hiong sudah tiba di depan istana Thian Mo atau markas sam Mo Kauw.
Belasan orang berpakaian hitam segera menghampirinya, dan memberi hormat.
"Pek Ih sin Hiap dipersilakan masuk" ujar salah seorang dari mereka.
"Terimakasih" ucap Tio Cie Hiong, lalu melangkah ke dalam tanpa merasa gentar sedikit pun.
setelah melangkah ke dalam, Tio Cie Hiong melihat sebuah aula, dan beberapa orang duduk di
situ. Mereka adalah Bu Lim sam Mo, Empat Dhalai Lhama, Im Yang Hoatsu dan Ku Tek Cun.
Begitu melihat Ku Tek Cun, ia terbelalak seketika, sedangkan Ku Tek Cun tersenyum-senyum.
"Bu Lim sam Mo, aku sudah datang." ujar Tio Cie Hiong. "Maka kuharap kalian melepaskan
Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya"
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Selamat datang Pek Ih sin Hiap Kami sungguh
kagum akan keberanianmU"
"Bu Lim sam Mo Cepat lepaskan mereka" tandas Tio cie Hiong.
"Itu gampang" Thian Mo tertawa terbahak-bahak. "Duduklah, mari kita bercakap-cakap dulu
sebentar" Tio Cie Hiong mengangguk. sungguh mengagumkan karena pemuda itu tampak begitu tenang.
"Pek Ih sin Hiap" ujar Tang Hai Lo Mo. "Terus terang, kami sangat kagum akan kepandaianmu.
oleh karena itu, kami berminat mengangkat engkau sebagai wakil Kauwcu. Apakah engkau setuju?"
"Terimakasih atas penghargaan kalian, tapi...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan
"Engkau tidak setuju?" tanya Te Mo bernada tidak senang.
"seharusnya aku setuju, tapi kedua orang tuaku dan kakakku telah mati. itulah yang
menyebabkan aku tidak bisa setuju."
"Apa hubungannya dengan penawaran kami?" tanya Tang Hai LoMo heran.
" Kedua orang tuaku mati di tangan kalian bertiga. Kakakku mati di tangan Empat Dhalai
Lhama,Jadi bagaimana mungkin aku akan menerima penawaran itu?"
"siapa kedua orang tuamu?" tanya Thian Mo sambil mengerutkan kening.
"Hui Kiam Bu Tek dan sin Pian Bi jin," sahut Tio Cie Hiong sambil menatap tajam pada Bu Lim
sam Mo. "Itu karena Kotak Pusaka." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. " Lagi pula siapa pun ingin
merebut Kotak Pusaka itu, tentunya juga akan membunuh kedua orang tuamu. sebelum kami
membunuh mereka, sekujur badan mereka telah terluka parah."
" Kalau kalian hanya menghendaki Kotak Pusaka itu, kenapa harus membunuh kedua orang
tuaku?" tanya Tio cie Hiong dengan kening berkerut.
"Itu terpaksa," sahut Tang Hai Lo Mo. "sebab kedua orang tuamu terus-menerus
mempertahankan Kotak Pusaka itu."
" Kedua orang tuaku mati di tangan kalian, tentunya kalian pun tahu aku harus bagaimana,
kan?" ujar Tio Cie Hiong dingin.
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Engkau ingin menuntut balas?"
"Membuat perhitungan dengan kalian." sahut Tio Cie Hiong.
"Mari kita bertarung"
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa lagi. "Bagus Bagus...."
Pada waktu bersamaan, mendadak tempat duduk Tio Cie Hiong merosot ke bawah. Ternyata
lantai di bawah tempat duduk itu telah terbuka, dan Tio Cie Hiong terlambat untuk meloncat ke
atas. Tak seberapa lama kemudian, barulah kaki Tio Cie Hiong menginjak dasar lubang. la menengok
ke sana ke mari, ternyata dirinya berada di sebuah ruangan kecil.
Tio cie Hiong berdiri diam. Berselang sesaat, dinding ruang itu bergerak, lalu tampaklah sebuah
pintu. Tio Cie Hiong memandang ke dalam. Dilihatnya sebuah ruangan yang tidak begitu gelap.
Perlahan-lahan Tio Cie Hiong mendekati pintu itu, lalu berdiri di situ dan memandang ke dalam
lagi dengan penuh perhatian. Lantai ruangan itu rata, dan dindingnya tampak biasa.
Tio Cie Hiong mengerahkan lweekangnya agar badannya jadi ringan, setelah itu barulah ia


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melangkah ke dalam ruang tersebut. Begitu memasuki ruang itu, dinding yang merupakan pintu itu
tertutup kembali. Tio cie Hiong berdiri di tengah-tengah ruang itu, tetapi telah mengerahkan Pan
Yok Hian Thian sin Kangnya untuk melindungi dirinya.
Lama sekali Tio Cie Hiong berdiri di situ. Ketika ia baru mau melangkah, mendadak lantai itu
bergerak dan muncullah lima buah patung tembaga mengurungnya.
la menatap tajam pada kelima patung tembaga itu. Di saat bersamaan kelimapatung tembaga
itu bergerak menyerangnya. Tio Cie Hiong segera berkelit, namun kelima patung tembaga itu tetap
mengurungnya. Ternyata lima patung tembaga itu bergerak sesuai dengan semacam formasi.
Tio Cie Hiong tahu, bahwa percuma ia balas menyerang, maka ia terus berkelit sambil
memperhatikan kelima patung tersebut.
Berselang sesaat, ia melesat ke atas sekaligus menginjak kepala kelima patung tembaga. sudah
barang tentu patung-patung itu menjadi rusak tidak karuan, dan seketika kelima-limanya tak
bergerak lagi. Tio Cie Hiong tersenyum. Di saat itu pula dinding di ruangan itu bergerak dan tampak sebuah
pintu. la mendekati pintu itu, lalu memandang ke dalam. Ternyata ruangan di balik pintu berupa
sebuah terowongan.
Tio Cie Hiong tidak berani sembarangan masuk. melainkan terus memperhatikan terowongan itu
Lantai terowongan itu berpetak-petak. begitu pula dindingnya.
setelah memperhatikan terowongan itu, Tio Cie Hiong tahu bahwa ruangan itu merupakan
sebuah jebakan maut.
Karena itu, ia tidak langsung masuk, melainkan terlebih dahulu memungut sebuah batu kecil lalu
digelindingkannya di lantai terowongan. Ternyata batu itu menimbulkan suara "Derrrrk".
Tiba-tiba lantai itu bergerak. dan seketika dari empat penjuru meluncur ribuan anak panah.
Menyaksikan itu, Tio Cie Hiong menarik nafas dalam-dalam. Apabila tadi langsung masuk. walau
berkepandaian tinggi, belum tentu ia dapat berkelit.
Jarak dari tempat ia berdiri sampai ujung terowongan itu, kira-kira sepuluh depa. Karena bukan
di tempat terbuka, maka sulit baginya menggunakan ginkang ke ujung terowongan.
Tio Cie Hiong terus berpikir, akhirnya menemukan jalan untuk mencapai ujung terowongan,
yakni dengan cara melesat ke atas, sepasang tangannya menempel di langit-langit, lalu melesat lagi
ke dinding dan sekaligus menendang dinding sehingga badannya melesat ke atas lagi, sepasang
tangannya menekan langit-langit lagi, maka badannya melayang ke arah dinding, sepasang kakinya
menendang dinding, akhirnya sampailah di ujung terowongan.
Akan tetapi, mendadak lantai yang diinjaknya bergerak, sehingga badannya terperosok ke
bawah, kemudian lantai itu pun tertutup kembali.
Tio cie Hiong tidak bisa melihat apa-apa, sebab tempat itu gelap sekali. setelah kakinya
menginjak dasar, ia berdiri diam di tempat. Ber-selang sesaat kemudian, ia mengibaskan lengan
bajunya ke sana ke mari, tapi tidak terjadi apa pun, pertanda di ruang itu tidak terdapat jebakan.
Barulah ia melangkah mendekati dinding, sekaligus mengetuknya .
Ternyata dinding itu terbuat dari batu yang amat tebal, sehingga tidak mungkin dapat
dihancurkan dengan Iweekang. satu hal yang mengejutkannya, yakni di ruangan itu tiada udara.
Tio Cie Hiong bisa bertahan, beberapa hari dengan mengerahkan pan Yok Hian Thian sin Kang,
tapi lewat dari itu tentunya ia tidak bisa bernafas. Itu yang mencemaskannya.
Diperhatikannya seluruh ruangan itu, sama sekali tiada jalan ke luarnya. Akhirnya ia duduk
bersila di tengah-tengah ruang batu itu, lalu mengerahkan pan Yok Hian Thian sin Kang-nya.
Berselang beberapa saat kemudian, mendadak keningnya tampak berkerut. Ternyata ia
mendengar suara. Kreeek "
Tak lama setelah itu, terlihat ada cahaya menerobos ke dalam. sungguh di luar dugaannya,
karena muncul sebuah lubang di dinding.
"Pek Ih sin Hiap silakan masuk ke lubang ini" Terdengar suara tetapi lirih.
Tio cie Hiong segera masuk. seketika ia terbelalak. karena di situ merupakan sebuah ruangan
pula. Tampak seorang berpakaian hitam berdiri di situ sambil tersenyum, lalu menjura pada Tio cie
Hiong. "Selamat bertemu, Pek Ih sin Hiap"
"Anda...." Tio cie Hiong tercengang.
orang itu tersenyum lagi, kemudian kakinya menekan lantai dan lubang itu tertutup kembali.
"Pek Ih sin Hiap jangan salah paham" ujar orang itu "Aku memang sengaja menjadi anggota
sam Mo Kauw."
"oh" Nama Anda?" tanya Tio Cie Hiong.
"Namaku Lam Kiong Bie Liong." orang itu memberitahukan.
"Lam Kiong Bie Liong?" Tio Cie Hiong agak tersentak, sebab keluarga Lam Kiong sangat terkenal
dalam rimba persilatan, ahli senjata rahasia dan ahli membuat berbagai jebakan.
"Anda berasal dari keluarga Lam Kiong yang sangat terkenal itu?"
"Lam Kiong Hujin adalah ibuku." orang itu memberitahukan.
"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut sambil menatapnya. orang itu masih muda dan tampan.
"Pek Ih sin Hiap...."
"Namaku Tio Cie Hiong."
"saudara Tio" Lam Kiong Bie Liong memandangnya kagum. "Engkau memang hebat, dapat
melewati dua jebakan itu dengan selamat"
"Tapi aku tak berkutik di dalam ruang batu itu. Kalau saudara Lam Kong tidak menyelamatkan
aku, mungkin aku akan mati di dalam." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu merupakan ruang batu yang mematikan, tapi Bu Lim sam Mo justru tidak tahu di ruang batu
itu terdapat sebuah lubang rahasia," ujar Lam Kiong Bie Liong sambil tertawa.
"Kok saudara Lam Kiong tahu?" Tio Cie Hiong heran.
"Sebab yang membuat berbagai jebakan di sini pamanku." Lam Kiong Bie Liong
memberitahukan.
"sebelum berangkat ke mari, pamanku telah meninggalkan selembar gambar mengenai berbagai
jebakan di sini. Di samping itu, tanpa setahu Bu Lim sam Mo, pamanku juga membuat lubang dan
pintu rahasia lain dijalan jebakan-jebakan tersebut."
"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "saudara Tio, di mana pamanmu?"
"Sudah mati di tangan Bu Lim Sam Mo, begitu pula para pekerja lain." Lam Kiong Bie Liong
memberitahukan sambil berkertak gigi.
"Bu Lim sam Mo membunuh pamanku dan para pekerja lain itu, agar rahasia jebakan-jebakan di
sini tidak diketahui orang luar. Tapi Bu Lim sam Mo justru tidak menduga, kalau pamanku telah
meninggalkan selembar gambar mengenai semua jebakan yang ada di sini."
" Karena itu, engkau masuk jadi anggota sam Mo Kauw?" tanya Tio cie Hiong.
"Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk. "lbu mengutusku ke mari, baru beberapa bulan aku jadi
anggota sam Mo Kauw."
"oh?" Tio cie Hiong tercengang. "sebelum-nya engkau berada di mana?"
"Di rumah." Lam Kiong Bie Liong memberitahukan.
"Pada waktu pamanku dibawa ke mari, aku sedang mempelajari semacam ilmu pedang. setelah
berhasil, ibuku mengutusku ke mari untuk membunuh Bu Lim sam Mo. Tapi...."
" Kenapa?"
"Bagaimana mungkin aku mampu membunuh mereka" Kepandaian mereka begitu tinggi, tapi
aku tidak putus asa, sebab aku sudah mendengar tentang dirimu dan yakin engkau akan ke mari.
oleh karena itu, aku menunggumu dengan sabar."
"oooh" Tio Cie Hione manggut-manggut.
"Terimakasih, saudara Lam Kiong"
"sama-sama" Lam Kiong Bie Liong tersenyum.
"ohya, engkau tahu tentang Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya disandera di sini?"
"Tahu."
"Engkau tahu mereka dikurung di mana?"
"Tahu." Lam Kiong Bie Liong mengangguk. "Mereka aman, maka aku tidak berusaha menolong
mereka, sebab aku harus menunggumu. Lagipula kalau aku menolong mereka bertiga, mungkin
akan menimbulkan hal lain."
"Benar." Tio Cie Hiong manggut-manggut dan bertanya. "ohya, engkau tahu Empat Dhalai
Lhama dan Bu Lim sam Mo berada di mana?"
"Tahu." Lam Kiong Bie Liong mengangguk lagi.
"Mereka berada di ruang rahasia."
"Ruang rahasia mana?" tanya Tio Cie Hiong.
Lam Kiong Bie Liong memberitahukan, kemudian menambahkan pula.
"Aku akan merusak semua jebakan, jadi engkau gampang menemui mereka. Tapi Bu Lim sam
Mo berkepandaian tinggi sekali, sedangkan Im Yang Hoatsu mahir ilmu sesat, maka engkau harus
berhati-hati"
"Ya."
"Setelah merusak semua jebakan, aku akan membawa Nona Gouw, Toan wie Kie dan adiknya
meninggalkan markas sam Mo Kauw ini."
"Terima kasih" ucap Tio Cie Hiong.
"sama-sama" sahut Lam Kiong Bie Liong sambil tersenyum.
"ohya, apabila pintu ruang ini terbuka, pertanda aku telah membawa pergi mereka bertiga,
maka engkau boleh meninggalkan ruang ini menuju ruang rahasia yang kuberitahukan tadi."
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"saudara Tio, sampai jumpa" ucap Lam Kiong Bie Liong, kemudian tangannya menekan dinding,
dan tak lama dinding itu terbuka. sebelum pergi ia berpesan lagi.
" Kalau pintu ini terbuka lagi nanti, engkau boleh keluar."
"Terimakasih, saudara Lam Kiong" ucap Tio Cie Hiong.
Lam Kiong Bie Liong masuk ke pintu itu, dan tak lama pintu itu tertutup kembali. Tio Cie Hiong
masih berdiri di situ, tetapi hatinya merasa lega karena bertemu Lam Kiong Bie Liong. Kalau tidak,
entah apa yang akan terjadi"
sementara Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya berjalan mondar-mandir di dalam kamar,
mendadak mereka mendengar suara "Kreeek". Lantai kamar itu terbuka sedikit. Betapa terkejutnya
mereka bertiga, apalagi muncul seorang berpakaian hitam dari lubang lantai itu. Gouw sian Eng,
Toan wie Kie dan adiknya sudah siap menyerang orang itu.
"sabar sabar" ujar orang itu. "Tio Cie Hiong menyuruhku ke mari untuk membawa kalian pergi."
"oh?" Toan wie Kie terbelalak. "Tapi Anda...."
"Namaku Lam Kiong Bie Liong, cepatlah kalian ikut aku" Ternyata orang itu Lam Kiong Bie Liong.
Gouw sian Eng, Toan Wie Kie dan Toan pit Lian saling memandang, kemudian mereka
mengangguk. " engkau bernama Lam Kiong Bie Liong?" tanya Toan pit Lian sambil menatapnya. Ketika
dilihatnya orang itu masih muda dan tampan, seketika wajahnya berubah kemerah-merahan.
"Benar." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut.
"Barusan aku yang memberitahukan. Ayo, mari ikut aku ke luar melalui lubang itu"
Lam Kiong Bie Liong segera meloncat ke dalam lubang itu, lalu Toan wie Kie, Gouw sian Eng dan
Toan pit Lian mengikutinya. setelah mereka meloncat ke dalamnya, lubang itu tertutup kembali.
Ternyata lubang itu merupakan sebuah terowongan panjang. Lam Kiong Bie Liong terus
melangkah, dan mereka bertiga terus mengikutinya dari belakang.
"Kakak Kie, Lam Kiong Bie Liong itu sangat tampan," bisik Gouw sian Eng.
"Tadi wajah Kakak Lian kelihatan kemerah-merahan, mungkin tertarik padanya."
"Pemuda itu kelihatan baik dan tampan, tapi...." Toan wie Kie mengerutkan kening. "Entah dia
sudah punya isteri apakah belum?"
"Kakak Kie, akupunya akal untuk bertanya kepadanya." bisik Gouw sian Eng.
"oh?" Toan wie Kie tersenyum-senyum.
"saudara Lam Kiong" ujar Gouw sian Eng.
"Kenapa engkau mau menjadi anggota sam Mo Kauw?"
"Akan kuberitahukan nanti," jawab Lam Kiong Bie Liong.
"ohya, saudara Lam Kiong" tanya Gouw sian Eng mendadak.
"Isterimujuga di sini?" Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Aku belum punya isteri."
"Setahuku, keluarga Lam Kiong sangat terkenal. Mungkin engkau sudah mempunyai tunangan
atau kekasih," ujar Gouw sian Eng sambil tersenyum.
"sama sekali tidak punya," sahut Lam Kiong Bie Liong.
"ohya, kalau tidak salah, Nona Gouw adalah calon isteri Pangeran Toan ini, bukan?"
"Betul," sahut Toan pit Lian. "Dia calon isteri kakakku."
"Mereka berdua memang pasangan yang serasi." Lam Kiong Bie Liong tersenyum.
"saudara Lam Kiong" ujar Toan wie Kie mendadak. "Adikku ini belum punya kekasih lho"
"oh?" Lam Kiong Bie Liong kelihatan girang sekali.
"Tadi aku mengira Tayli Kongcu sudah mempunyai suami atau kekasih, ternyata belum...."
"Soalnya dia belum ketemu pemuda idaman hatinya." Gouw sian Eng memberitahukan.
"oh?" Lam Kiong Bie Liong memandang Toan Pit Lian.
"Tayli Kongcu, kita... kita jadi teman ya"
"Jangan memanggilku Tayli Kongcu, panggil saja namaku" sahut Toan Pit Lian dengan wajah
kemerah-merahan. " Nama ku Toan pit Lian."
"Toan pit Lian" Lam Kiong Bie Liong mang-gut-manggut. "Nama yang indah sekali...."
"Adikku pun sangat cantik," sambung Toan wie Kie sambil tertawa.
"Kak...." Toan pit Lian melotot.
Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di ujung terowongan itu Lam Kiong
Bie Liong menghentikan langkahnya, lalu mendekati dinding terowongan, dan tangannya menekan
sesuatu. "Bie Liong, apa yang kau lakukan?" tanya Toan pit Lian heran.
"setelah aku menekan tombol itu, semua jebakan di dalam markas sam Mo Kauw akan rusak."
Lam Kiong Bie Liong memberitahukan.
"oooh" Toan pit Lian manggut-manggut
"saudara Lam Kiong, bagaimana Tio Cie Hiong?" tanya Toan wie Kie.
"Pintu rahasia ruang batu itu akan terbuka, dia akan keluar," jawab Lam Kiong Bie Liong
memberitahukan, kemudian kakinya menginjak sebuah batu kecil. Kreeek
Dinding terowongan itu terbuka, lalu tampak cahaya menerobos ke dalam, dan Lam Kiong Bie
Liong tersenyum. "Mari kita keluar" ujarnya.
Bab 34 Pertarungan mati hidup
sementara itu, Tio Cie Hiong terus menunggu dengan sabar, tiba-tiba pintu rahasia di dinding
terbuka. la segera melangkah ke luar, Ternyata dirinya berada di sebuah koridor.
Tio Cie Hiong memperhatikan dinding di koridor itu. Dilihatnya sebuah tombol lalu ditekannya.
Kemudian dinding itu terbuka dan tampak beberapa orang berada di dalamnya. Mereka adalah
Empat Dhalai Lhama danBu Lim sam Mo.
"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Pek Ih sin Hiap, engkau memang hebat"
"Bu Lim sam Mo" bentak Tio Cie Hiong. "Kini udah saatnya kita bertarung"
"Tidak salah" sahut Thian Mo. "Tapi sebelumnya engkau harus menghadapi Empat Dhalai Lhama
itu dulu" "Baik" Tio Cie Hiong mengangguk. "Kalian berempat, majulah"
Empat Dhalai Lhama itu langsung mengurung Tio Cie Hiong dengan sepasang roda bergerigi di
tangan. "serang" seru Dhalai Lhama jubah merah.
seketika meluncur delapan roda bergerigi ke arah Tio cie Hiong. Pemuda itu tertawa panjang
sambil berkelit.
Empat Dhalai Lhama terus menyerang dengan senjata tersebut, bahkan sekali-sekali menyerang
dengan pukulan.
Tio Cie Hiong tetap berkelit menggunakan Kiu Kiong san Tian Pou. sedangkan Bu Lim sam Mo
menyaksikan pertarungan itu dengan penuh perhatian.
Tak terasa pertarungan mereka sudah belasan jurus. Empat Dhalai Lhama itu menyerang
dengan jurus -jurus yang mematikan, dan bergerak sesuai dengan semacam formasi.
Ternyata mereka berempat terus berlatih setelah sembuh, karena mereka berempat pernah
dikalahkan Tio Cie Hiong.
Mendadak Tio Cie Hiong membentak keras, lalu mulai mengeluarkan ilmu ciptaannya, yaitu Bit
Ciat sin ci (Jari sakti Pemusnah Kepandaian), Man Thian sing sing (Bintang-Bintang Bertaburan Di
Langit). seketika semua senjata keempat Dhalai Lhama itu terpental. Di saat bersamaan, Tio Cie Hiong
pun menyerang mereka dengan jurus cian ci sao Te (Ribuan Jari Menyapu Bumi), Tampak jari
tangan Tio Cie Hiong berkelebatan laksana kilat, bahkan memancarkan cahaya putih mengarah
pada keempat Dhalai Lhama. "Aakh..." Terdengar suara jeritan.
Keempat Dhalai Lhama roboh dengan mulut menyemburkan darah segar. Mereka ingin bangkit
berdiri, tapi sudah tak bertenaga lagi.
"Aku mengampuni nyawa kalian, namun kepandaian kalian telah musnah" ujar Tio Cie Hiong
dingin dan menambahkan.
"sebaiknya kalian berempat segera kembali ke Tibet"
Keempat Dhalai Lhama diam saja, sebab mereka sudah tidak mampu membuka mulut. Ketika
mereka berempat roboh, wajah Bu Lim sam Mo tampak berubah, karena tidak menyangka kalau Tio
Cie Hiong berkepandaian begitu tinggi, hanya belasan jurus sudah merobohkan keempat lawannya.
"Bu Lim sam Mo" Tio Cie Hiong menatap mereka bertiga dengan dingin.
"Kini giliran kalian"
"Baik. Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Tempat ini sangat sempit, mari kita bertarung di luar"
"Boleh" Tio Cie Hiong mengangguk. Mereka berempat lalu berjalan ke luar.
Lam Kiong Bie Liong, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan Toan pit Lian sudah berada di luar
markas sam Mo Kauw Justru mereka terbelalak, karena melihat mayat-mayat anggota sam Mo
Kauw berserakan di mana-mana.
Di saat mereka termangu- mangu, mendadak berkelebat beberapa sosok bayangan ke hadapan
mereka. Bayangan-bayangan itu ternyata Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie sin Wan, Gouw Han
Tiong dan Lim Ceng Im. Kemudian menyusul pula para ketua tujuh partai dan Lim Peng Hang ketua
Kay Pang. "Ayah" seru Gouw sian Eng girang.
"Nak" Betapa girangnya Gouw Han Tiong begitu melihat putrinya selamat.
"Nak...."
"Ayah" Gouw sian Eng langsung mendekap di dada Gouw Han Tiong.
"Nak...." Gouw Han Tiong membelainya.
"Anak muda Apakah engkau Toan wie Kie?" tanya Tui Hun Lojin sambil menatapnya tajam.
" Ya," jawab Toan wie Kie sambil memberi hormat.
"Bagus Bagus...." Tui Hun Lojin tertawa girang.
"Eeeh?" sam Gan sin Kay memandang Lam Kiong Bie Liong dengan heran.
"Engkau siapa" Kek berpakaian hitam?"
"Namaku Lam Kiong Bie Liong, cianpwee," jawab pemuda itu sambil memberi hormat.
"Lam Kiong Bie Liong..." gumam sam Gan sin Kay.
"Apakah engkau putra Lam Kiong siu?"
"Ya, Cianpwee," Lam Kiong Bie Liong mengangguk.
"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak.


Kesatria Baju Putih Pek In Sin Hiap Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak disangka, engkau putra Lam Kiong siu"
" Cianpwee kenal ayahku?" tanya Lam Kiong Bie Liong heran.
"Kenal." sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Tapi sudah belasan tahun kami tidak bertemu.
Bagaimana kabar ayahmu" Baik-baik saja?"
" Cianpwee, ayahku sudah meninggal beberapa tahun lalu." Lam Kiong Bie Liong
memberitahukan dengan wajah murung.
"ohya, bagaimana kabar pamanmu?" tanya sam Gan sin Kay mendadak.
"Pamanku mati di tangan Bu Lim sam Mo...," jawab Lam Kiong Bie Liong dan menutur tentang
kejadian itu. "oooh" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Ternyata begitu...."
"Bie Liong, di mana Cie Hiong?" tanya Lim Peng Hang yang mencemaskan calon menantunya.
"Dia masih berada di dalam markas Sam Mo Kauw, mungkin- sedang bertarung dengan Empat
Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo."
"Ayah" Lim Peng Hang menatap sam Gan sin Kay seraya bertanya. "Bagaimana kita kalau
menyerbu ke dalam?"
"Itu...." sam Gan sin Kay mengerutkan kening.
"Kakek" tegur Lim Ceng Im. "Kakek sama sekali tidak menaruh perhatian pada Kakak Hiong"
"Tapi jebakan-jebakan itu...."
"cianpwee" Lam Kiong Bie Liong memberitahukan. "semua jebakan di markas ini telah kubikin
rusak." "Bagus" sam Gan sin Kay tertawa.
" Kalau begitu, mari kita menyerbu ke dalam"
"Tunggu" cegah Kim siauw suseng. Ternyata ia melihat beberapa sosok bayangan melayang
turun. "Tuh Mereka Bu Lim sam Mo dan cie Hiong."
Mereka sebera memandang ke sana. Tidak salah yang melayang turun itu memang Bu Lim sam
Mo dan Tio cie Hiong, maka seberalah mereka mendekati.
"Ha ha ha" Bu Lim sam Mo tertawa gelak. "Bu Lim Ji Khie dan lainnya telah hadir semua, bagus
Bagus" "Ha ha ha" sam an sin Kay juga tertawa. "Bu Lim sam Mo, para anggota kalian telah kami sikat
habis" "Hm" dengus Tang Hai Lo Mo. "setelah kurobohkan Pek Ih sin Hiap. barulah giliran kalian"
"Huaha ha ha" Sam Gan Sin Kay tertawa lagi. " Kalian bertiga mana mampu melawan Pek Ih sin
Hiap" Aku yakin kalian bertiga pasti roboh di tangannya"
"Benar" sambung Kim siauw suseng sambil tertawa pula.
"Bu Lim sam Mo akan berubah menjadi Bu Lim sam Cut (Tiba Manusia Kecil Rimba Persilatan)."
"Kalian berdua berani menghina kami?" bentak Tang Hai Lo Mo.
"Ayoh, mari kita bertarung"
"Bu Lim sam Mo" sahut Tio Cie Hiong. " Urusan kita belum selesai, lebih baik kita mulai saja"
"Baik" Tang Hai Lo Mo mengangguk.
Mereka bertiga lalu mengurung Tio Cie Hiong, setelah itu mulailah mereka mengerahkan Pak
Kek sin Kang (Tenaga sakti Kutub Utara). Bukan main terkejutnya Bu Lim Ji Khie dan lainnya, sebab
mereka merasa ada hawa dingin sekali, membuat badan mereka menggigil seketika. Maka cepatcepatlah
mereka melangkah mundur belasan depa.
Tio Cie Hiong juga terkejut. la segera mengerahkan Pan Yok Han Thian sin Kang, maka seketika
juga badannya mengeluarkan hawa hangat. Tentunya sangat mengejutkan Bu Lim sam Mo. oleh
karena itu mereka saling memandang, lalu mendadak menyerang serentak ke arah Tio Cie Hiong.
Lim Ceng Im ingin menjerit, namun Lim Peng Hang sebera berbisik di telinganya.
"Jangan menjerit Itu akan memecahkan perhatian cie Hiong"
Lim Ceng Im langsung diam, tapi wajahnya tampak memucat, sebab serangan Bu Lim sam Mo
begitu dahsyat sekali.
Tio cie Hiong langsung berkelit dengan ilmu Langkah Kilat, walau berhasil berkelit tapi badannya
menjadi agak dingin. Ternyata Bu Lim sam Mo menyerangnya dengan Pak Kek sin ciang (Pukulan
sakti Kutub Utara).
Ketika melihat Tio Cie Hiong berhasil berkelit, Bu Lim sam Mo langsung menyerang serentak
lagi. Tang Hai Lo Mo mengeluarkan jurus swat Hoa Phiauw Phiauw (Bunga salju Bertaburan), Thian
Mo mengeluarkan jurus Han Thian soh swat (Musin Dingin Menyapu salju), sedangkan Te Mo
mengeluarkan jurus Ling swat Teng Hai (salju Menutup Laut).
Betapa dahsyatnya ketiga jurus itu, sebab jurus-jurus itu adalah jurus-jurus yang amat lihay
dariPek Kek sin ciang, bahkan mengandung hawa yang sangat dingin.
Bu Lim Ji Khie yang berdiri belasan depa masih merasa dingin, begitu pula yang lain.
Lim Ceng Im menyaksikan pertarungan itu dengan wajah pucat pias. Lim Peng Hang memegang
bahunya. Ketua Kay Pang itu kelihatan tegang sekali. Bu Lim Ji Khie menggeleng-gelengkan kepala,
kemudian mereka berdua berbisik-bisik.
"pengemis bau Kalau kita berdua yang diserang sam Mo, apa yang akan terjadi di atas diri kita?"
tanya Kim siauw suseng.
" Langsung mati beku," sahut sam Gan sin Kay. "sungguh luar biasa ilmu peninggalan Pak Kek
siang ong"
"Benar." Kim siauw suseng manggut-mang-gut. Blammm Mendadak terdengar suara benturan
dahsyat. Ketika diserang dengan jurus-jurus itu, Tio Cie Hiong tidak berkelit lagi, melainkan mengibaskan
lengan bajunya sambil memutar badannya untuk menangkis ketiga serangan itu.
Bagaimana hasil benturan itu" Bu Lim Sam Mo terdorong ke belakang selangkah, sedangkan Tio
cie Hiong tetap berdiri di tempat. Mendadak Tio cie Hiong bersiul panjang sambil menyerang Bu Lim
sam Mo dengan Bit ciat sin ci (Jari sakti Pemusnah Kepandaian). la mengeluarkan jurus Hong siau
Yun Hang (Angin Berhembus Awan Bergerak), yakni ilmu ciptaannya yang mengandung Pan Yok
Hian Thian sin Kang dan bergerak dengan Kiu Kiong san Tan Pou. Dapat dibayangkan, betapa cepat
dan dahsyatnya serangan itu.
Bu Lim sam Mo terkejut bukan main. Mereka sama sekali tidak menyangka, hawa dingin pukulan
mereka tidak dapat mempengaruhi badan Tio Cie Hiong, sebaliknya badan Tio Cie Hiong malah
mengeluarkan hawa hangat yang dapat membuyarkan hawa dingin pukulan mereka.
serangan Tio Cie Hiong yang cepat dan dahsyat itu membuat Bu Lim sam Mo harus cepat-cepat
meloncat mundur, namun pakaian mereka telah berlubang.
Wajah Bu Lim sam Mo memucat, sebab mereka tidak tahu Tio Cie Hiong mengeluarkan ilmu
apa, juga tidak tahu lweekang apa yang dimilikinya.
Tio Cie Hiong berdiri tegak di tempat, dan menatap dingin pada Bu Lim sam Mo. sedangkan
yang menyaksikan kejadian itu, tampak terbelalak dengan mulut ternganga lebar.
"Ayah, apakah kakak Hiong telah berhasil melukai Bu Lim sam Mo?" tanya Lim Ceng Im dan
mulai berlega hati, karena Tio Cie Hiong mampu balas menyerang Bu Lim sam Mo, bahkan
membuat mereka bertiga harus meloncat mundur.
"cie Hiong belum berhasil melukai Bu Lim sam Mo," jawab Lim Peng Hang. " Kelihatannya
kepandaian mereka seimbang."
"sastrawan sialan" bisik sam Gan sin Kay serius. "Kalau kita berdua di serang cie Hiong, kita
akan bagaimana?"
"Tentunya langsung roboh," sahut Kim siauw suseng sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sama sekali tidak menyangka kalau kepandaian cie Hiong begitu tinggi."
"Aaaakh..." sam Gan sin Kay menghela nafas. " Kelihatannya sudah waktunya kita
Pendekar Gelandangan 10 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Kisah Pendekar Bongkok 5
^