Pencarian

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 11

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 11


perasaannya sudah lebih terkontrol, apalagi setelah
menyaksikan pertarungan bagian terakhir Mei Lan melawan Hu Pangcu. Sungguh tergetar hatinya melihat kesaktian Mei Lan yang sulit diukurnya lagi, baik pergerakannya, sinkangnya yang melahirkan dan mendatangkan cahaya kilat biru yang menusuk tajam, sungguh membuat matanya silau.
Seandainya dia yang harus menangkis, mungkin baru
kilatan cahaya biru dari kedua tangan Mei Lan sudah
merontokkan nyali dan perasaannya, apalagi harus menerima hentakan sinar kilat membiru itu. Karena itu, dengan tulus disampaikannya ucapan terima kasih:
"Liang Kouwnio, atas nama seluruh keluarga Bhe, sayapun berterima kasih. Nona sungguh hebat. Paman kakek buyut
memang tidak kecewa mendidik nona hingga sedemikian
lihay" terkandung rasa iri terhadap paman kakek buyutnya, Wie Tiong Lan yang menjadikan Mei Lan selihay itu. Mengapa bukan dirinya yang mewarisi kehebatan ilmu itu"
"Sudahlah Kong Toako, persoalan yang harus diselesaikan masih sangat banyak. Lebih baik kita selesaikan urusan di lembah ini secepatnya, karena korban yang jatuh nampaknya tidaklah kecil" jawab Mei Lan yang segera diiyakan oleh Bhe Kong, karena memang diapun melihat korban di pihaknya juga bukannya sedikit. Meskipun jauh lebih banyak korban dipihak para perusuh yang boleh dikata selain Houw Ong dan Hu
Pangcu semuanya tewas terbunuh dalam pertempuran, atau
bunuh diri dengan menenggak racun yang agaknya memang
dipersiapkan apabila mereka menghadapi kegagalan. Sayang bagi Mei Lan dan Sian Eng Cu, mereka tidak menemukan anak buah perusuh yang hidup untuk dimintai keterangan.
Sian Eng Cu dan Mei Lan masih tinggal selama 4-5 hari di Lembah Siau Yau kok, menemani Bhe Thoa Kun dan Bhe Kong serta Wie Hong Lan dalam membenahi Lembah. Untuk
kemudian pada hari kelima, sesuai amanat guru mereka Wie Tiong Lan untuk membawa Wie Liong Kun menghadap dan
berguru kepadanya. Sian Eng Cu Tayhiap bahkan menjelaskan bahwa Wie Liong Kun hanya akan dididik selama 5 tahun oleh suhunya, dan setelah itu akan mengikuti Sian Eng Cu yang akan menjadi gurunya sampai tamat mempelajari Ilmu-Ilmu pusaka Bu Tong Pay dan ilmu Pusaka ciptaan Wie Tiong Lan.
Tentu saja, setelah menghadapi kejadian yang begitu
mengerikan, Bhe Thoa Kun menjadi gembira anak bungsunya pergi mengikuti paman kakek buyutnya di Bu Tong Pay.
Meskipun hanya 5 tahun, tetapi dia sadar apa artinya 5 tahun bagi seorang sesakti Wie Tiong Lan yang sanggup
menciptakan gadis remaja nan sakti seperti Mei Lan. Bahkan Mei Lanpun menyatakan kesediaannya dan berjanji untuk ikut mendidik Liong Kun kelak sebagai sutenya. Hal yang
menambah kegirangan keluarga Bhe, terlebih Wie Hong Lan.
Diiringi ucapan terima kasih penghuni lembah Siau Yau
Kok, akhirnya Mei Lan dan Sian Eng Cu Tayhiap tong Li Koan pergi meninggalkan lembah dengan membawa Wie Liong Kun.
Keduanya juga kemudian berpisah, karena Mei Lan ingin
melanjutkan penyelidikannya atas Thian Liong Pang yang
konon akan meluruk ke keluarga Yu. Sementara Sian Eng Cu, harus kembali sejenak ke Bu Tong San untuk mengantarkan Wie Liong Kun dan kemudian kembali turun gunung
membantu tugas sumoynya.
Karena dia sadar benar, bahwa tenaga Mei Lan seorang diri masih belum memadai, sebagaimana disaksikannya di lembah Siau Yau Kok. Untungnya dia membayangi Mei Lan, sehingga bisa membantu Lembah Siau Yau Kok tepat pada waktunya.
Karena itu, Sian Eng Cu kemudian mempercepat langkahnya ke Bu Tong Pay dan berusaha mempersingkat waktu
perjalanan, karena masalah dunia persilatan juga bergerak sangat cepat.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 20: Menjadi Duta Agung
Setelah ditempah kembali selama 2 tahun setengah oleh
suhunya, Kiang Ceng Liong akhirnya kembali turun gunung.
Kali ini, Kiang Ceng Liong yang telah menjadi anak muda berbadan kokoh dan tegap ini turun dari bukit tempat gurunya bertapa dengan langkah penuh keyakinan. Wajahnya yang
gagah dan tampan nampak menjadi lebih berwibawa, apalagi dengan ketenangan yang memang dimilikinya secara lahiriah telah menyatu dengan kematangan penguasaan baik ilmunya maupun dirinya.
Kepercayaan atas dirinya sendiri telah meningkat jauh
seiring dengan semakin matang usianya dan semakin
sempurna Ilmunya. Terlebih, kini dia telah mengenal siapa dirinya, mengenal keluarganya, dan sadar bahwa dia berasal dari keluarga terhormat yang punya sejarah panjang dalam dunia persilatan. Kakeknya atau gurunya, telah menceritakan selengkapnya keadaan keluarganya, sejarah lembahnya,
tokoh-tokohnya dan juga apa yang pernah terjadi pada masa lampaunya.
Bahkan apa yang terjadi dimasa dia kehilangan ingatan,
sudah diceritakan dan diketahuinya dari Tek Hoat, Kim Ciam Sin Kay dan juga tentu gurunya. Dan kini, memasuki usia yang ke-20, dia kembali memasuki lembah keluarganya, Lembah
Pualam Hijau dan sebagaimana amanat gurunya, dia harus
memasuki dengan cara terhormat, memperkenalkan dirinya
dan mengatasi masalah yang sedang dialami Lembah itu. Dan itulah tugas utamanya dewasa ini.
Pada saat-saat terakhir sebelum turun gunung, Ceng Liong masih didesak gurunya untuk mendalami ilmu mujijat lainnya
"Tatapan Naga Sakti". Anehnya dia kadang mampu
melakukannya melontarkan hawa mematikan melalui
matanya, tetapi kadang juga macet. Dia sendiri masih belum mengerti mengapa kadang dia mampu melakukannya, dan
kadang tidak mampu. Padahal, beberapa kali dia menguji
sesuai petunjuk Kian Ti Hosiang ketika di dibangunkan malam hari dan secara terpisah diajak bicara oleh Padri tua Siauw Lim Sie itu.
Dibukakanlah oleh Kian Ti Hosiang soal kemungkinan
pengembangan ilmu itu. Berdasarkan hal itu, maka Ceng Liong melatihnya, dan setelah setahun lebih, dia mulai bisa
melontarkan kekuatannya melalui matanya. Mulanya kekuatan yang biasa saja, hanya sanggup menggoyangkan dedaunan,
tetapi lama kelamaan kekuatan tersebut berkembang seiring dengan latihan konsentrasi yang diajarkan Kian Ti Hosiang.
Bahkan, kekuatannya berkembang jauh setelah dia melakukan samadhi 3 hari 3 malam yang membuatnya mulai mampu
melontarkan cahaya berkilat yang menghancurkan.
Tetapi, toch, setelah semakin berkembang sangat kuat dan mematikan, Ceng Liong menemukan kenyataan pahit dan
yang membingungkannya.
Kadang dia sanggup melontarkannya dengan hasil yang
mencengangkan, tetapi tidak jarang tidak sanggup
melontarkan kekuatan itu sama sekali. Dia sendiri bingung menghadapi kenyataan tersebut dan tidak sanggup
menguraikannya, karena dia merasa tidak ada yang salah dari apa yang dipelajarinya.
Apalagi, bisa jadi hari ini dia gagal, eh tapi besoknya dia berhasil, dan bisa jadi esoknya lagi gagal. Ketika dibahas bersama gurunyapun, ternyata tetap saja belum ada
kemajuan yang menjadi pegangan kenapa kadang dia mampu
melakukannya dan kadang tidak mampu. Padahal,
sepengetahuannya, semua tahapan yang dinyatakan Kian Ti Hosiang sudah dilengkapinya dengan tekun. Biasanya, sesuai petunjuk Kian Ti Hosiang, Ceng Liong melatih ilmu itu pada waktu malam.
Setelah didesak gurunya untuk turun gunung, akhirnya
Ceng Liong menyerah dan menyerahkan kepada kehendak
alam, apakah dia akan mampu menguasainya suatu saat atau tidak. Biarlah kesempurnaannya dia temukan dalam
pengembaraannya kelak. Apalagi, menurut gurunya, dengan kemampuan Ceng Liong sekarang ini, tanpa ilmu itupun sudah sangat luar biasa. Bahkan tanpa disadari oleh Ceng Liong, pada puncak pengerahan Soan Hong Sin Ciang dengan
menggunakan paduan atau varian yang dikelolah Tek Hoat, dari tubuh mereka memancar hawa panas yang sangat tajam menusuk.
Begitupun ketika dia memainkan Pek Lek Sin jiu, badannya mampu memancarkan hawa panas menusuk yang akan
sangat mempengaruhi lawannya ketika bertarung.
Kemampuan ini diperolehnya setelah dia menggunakan waktu 3 hari 3 malam untuk merenung Ilmu Tatapan Naga Sakti,
yang efek lainnya adalah menilai kembali kemampuan Ilmu lainnya. Justru dengan cara ini, dia mampu meningkatkan penguasaan dan penggunaan Ilmu-ilmu sakti lainnya.
Bahkan sudah bisa merendengi kemampuan 4 tokoh besar
pada 40 tahun sebelumnya, ditambah dengan kemajuannya
yang masih sangat muda, maka ilmunya pasti akan
berkembang sangat pesat. Itulah sebabnya, gurunya berani untuk mengatakan bahwa tanpa ilmu tersebut, Ceng Liong
sudah sangat memadai kepandaiannya. Bahkan untuk mencari padanannya di Tionggoan saja sudah sangat sulit.
Begitulah, akhirnya Ceng Liongpun turun gunung, dengan
tujuan pertama sesuai perintah kakeknya adalah Lembah
Pualam Hijau. Dan anehnya, entah bagaimana, dengan mudah Ceng Liong bisa mencapai pintu masuk lembah, bahkan jalan-jalannya terasa sangat dihafalnya di luar kepala. Kakinya seperti secara otomatis melangkah, dan tidak lama setelah turun dari pertapaan kakeknya, dia sudah berdiri di pintu masuk lembah. Dia tidak merasa asing dengan pintu masuk itu, bahkan dia bisa dengan mudah menerobosnya, tetapi dia teringat pesan kakeknya merangkap gurunya.
Bahwa, jika dia sendiri tidak menghormati tata krama
lembahnya, mana bisa orang lain diharapkan melakukannya"
Karena itu dengan sabar dia menunggu. Dan memang, tidak lama kemudian nampak ada orang yang menyongsongnya
untuk menanyakan keperluannya. Tetapi, belum sempat orang yang datang menyelesaikan kalimatnya untuk bertanya
maksud kedatangan Ceng Liong, dia justru terbelalak melihat anak mudah gagah yang berdiri dihadapannya, nampak asing tetapi seperti sangat dekat dan sangat dikenalnya:
"Anak muda, ap...ap...apa maksud kedatanganmu?" tanya
orang itu pangling dan nampak seperti setengah linglung memandangnya.
Bahkan bicaranyapun terdengar gagap saking tegangnya
memandang Ceng Liong. Samar-samar, Ceng Liongpun seperti masih mengenali orang yang berada dihadapannya, tetapi
ingatan yang hilang dan dalam waktu yang lama tidak melihat orang ini, membuatnya sulit untuk menentukan alias lupa-lupa ingat. Meskipun demikian, dia tahu, bahwa didalam lembah ini, kerabat dekatnya yang tertinggal, hanyalah bibinya yang bernama Kiang Sian Cu, yang merupakan kakak dari ayahnya, Kiang Hong. Karena itu, perlahan Ceng Liong menjura bahkan kemudian menyembah dengan haru dan berkata:
"Bibi yang baik, ponakanmu Ceng Liong datang
menghadap"
"Ceng Liong" ya tentu saja, wajahmu adalah wajah
ayahmu. Kening dan alismu adalah milik ibumu, Bi Hiong.
Tidak salah lagi dan takkan mungkin salah" Wajah yang sayu itu, nampak berbinar gembira dan terharu sejenak. Tapi tidak lama kemudian dengan suara yang lebih tenang setelah
sanggup menguasai dirinya dan perasaannya, dia menarik dan membangunkan Ceng Liong. diraba-rabanya wajah anak muda itu, karena sudah lama dia tidak bertemu baik dengan anak ini yang hilang di usia hampir 8 tahun, maupun kedua adik
kembarnya yang juga sudah 10 tahunan lebih lenyap tidak bertemu dengannya. Karena itu dengan penuh rasa haru dan gembira, dirabanya wajah Ceng Liong dan kemudian kembali dia berdesis:
"Ya, tidak mungkin salah. Kamulah satu-satunya penerus
keluarga Kiang kita yang sedang merosot tajam saat ini.
Untunglah kamu datang anakku, bibimu ini sudah terlalu lelah menanggung beban ini sendirian" Setelah mengucapkan hal tersebut, tiba-tiba wanita perkasa ini menangis sedih di dada Ceng Liong. Airmatanya menetes deras membasahi pakaian
Ceng Liong yang juga menjadi terharu dengan keadaan dan beban yang dipikul bibinya.
Meskipun bibinya juga adalah wanita perkasa, tetapi
dengan begitu banyak beban yang harus dipikul untuk
kebesaran nama keluarga dan lembah ini, wajar bila dia
menangis menemukan orang yang tepat dan berhak
melanjutkan tugasnya. Selama ini, betapa ingin dia membagi dengan orang lain, tetapi selain suaminya yang juga menjadi Duta Hukum dan sekarang menjaga lembah mereka, siapa
lagi" Padahal yang seharusnya memikul itu adalah adiknya, jika bukan Kiang Liong yang sakit jiwa, ya harusnya Kiang Hong. Tetapi keduanya hilang dan mengharuskan dia yang
menanggung beban berat nama besar keluarga itu. Sementara pada saat yang sama, kedua tokoh utama Lembah Pualam
Hijau yang masih diketahuinya, juga ikut menjadi misteri, yakni ayahnya Kiang Cun Le dan Kiang In Hong. Jadi, bisa dibayangkan betapa gembira dan terharunya ketika dia
menerima kedatangan Ceng Liong.
"Bibi, siapa-siapakah kerabat kita yang masih tinggal di lembah ini" Mengapa lembah ini seperti menjadi demikian senyap?" bertanya Ceng Liong setelah sekian lama
membiarkan bibinya melepaskan bebannya. Karena diapun
mengerti sebagaimana disampaikan kekek buyutnya, betapa berat beban yang disandang bibinya ini dalam
mempertaruhkan dan menjaga kehormatan Lemba mereka.
Setelah lama dia membiarkan ikut hanyut dan kemudian bisa menguasai dirinya, dia bertanya.
"Ceng Liong, seharusnya di Lembah ini tinggal Duta Agung, yakni ayahmu Kiang Hong dan duta Luar, yakni ibumu.
Sementara bibimu adalah Duta Dalam. Selanjutnya kita
memiliki 3 duta Hukum, salah seorang duta Hukum hilang
bersama ayah ibumu, sementara dua sisanya adalah
pamanmu dan salah seorang murid Kakekmu Kiang Cun Le
menggantikan Duta Hukum yang terbunuh dahulu kala.
Diantara kerabat kita, Kiang Cun Le kakekmu masih sering muncul di lembah ini, meski teramat jarang karena lebih banyak bersamadhi. Kemudian Pamanmu, kakak kembar
ayahmu Kiang Liong, tetapi dia juga menghilang belasan
tahun. Masih ada Kiang In Hong, tetapi Bibi itu sudah menjadi Liong-i-Sinni, Padri Wanita Sakti di daerah Lautan Timur.
Kemudian 6 duta perdamaian, semua adalah didikan kakekmu tidak ada lagi yang berani meninggalkan Lembah karena yang bisa memerintah mereka adalah ayahmu, Duta Agung" Jelas bibi Sian Cu.
"Mari Ceng Liong, kita masuk ke lembah dan nanti
ceritakan pengalamanmu selama menghilang dan
mengembara. Ayah cuma sering mengatakan bahwa suatu
saat engkau akan kembali, tapi jelasnya ayah tidak pernah memberitahu" sambung Kiang Sian Cu.
Melihat kehangatan dan rasa kasih bibinya, serta juga
beban berat yang dipikul bibinya, akhirnya Ceng liong
kemudian menceritakan semua apa yang diketahuinya. Yakni sejak dia ditemukan Tek Hoat dan Mei Lan, kemudian diambil murid kakek buyutnya, berguru selama 10 tahun, pergi
membantu Kay Pang dan membebaskan Kim Ciam Sin Kay Kay
Pang Pangcu, untuk kemudian kembali digembleng kakeknya di tempat pertapaannya. Semua diceritakan dengan gamblang, kecuali beberapa bagian yang dia sendiri tidak ingat lagi.
Seperti ceritanya dengan Giok Hong yang nampaknya
hanya dia dengan Kim Ciam Sin Kay yang mengetahui dan
menyimpan cerita itu rapat-rapat. Selebihnya, dia juga
merahasiakan tempat pertapaan gurunya, sebagaimana yang dipesankan oleh guru sekaligus kakek buyutnya. Dan juga akhirnya dia bercerita akhirnya kakek buyut memintanya
untuk kembali ke lembah dan mengatasi persoalan yang
dihadapi Lembah Pualam Hijau.
"Ach, bahkan ternyata engkau secara ajaib diselamatkan
dan diambil murid oleh Kakek Buyut. Lebih mengagetkan lagi, ternyata kakek Sin Liong masih hidup. Ach, jodoh, jodoh, siapa sangka engkau begitu beruntung dididik langsung oleh orang tua itu Ceng Liong. Bagaimana kabar kakek Buyut itu?"
"Usianya sudah lebih dari 100 tahun bibi, tetapi masih tetap sehat. Bahkan sesekali dia datang ke lembah ini untuk
menengok keadaan dan keselamatan lembah kita ini" berkata Ceng Liong.
"Ach, pantaslah tetap tidak ada yang berani menyatroni
lembah ini. Ternyata selain ayah, kakek buyut juga sering datang melindungi lembah" Berkata Kiang Sian Cu sambil
mengingat beberapa kali dia secara aneh terlepas dari
kesulitan ketika sedang dibawah tekanan tokoh tertentu. Dan tiba-tiba tekanan tersebut menjadi lepas sama sekali, dan tanpa berkata apa-apa tokoh tersebut, termasuk Siangkoan Tek dan juga seorang sesepuh Lam Hay, berlalu dari
hadapannya. Ternyata bukan Cuma ayah, tetapi ada juga
campur tangan kakek buyut. Syukurlah, pikirnya. Perasaan senang, tenang dan nyaman mengetahui ternyata Lembah
Pualam Hijau masih memiliki sandaran yang luar biasa
hebatnya, segera terpancar dari sinar mata Kiang Sian Cu.
"Baiklah Ceng Liong, berhubung orang tertua di tempat ini adalah bibimu ini, dan peraturan Lembah Pualam Hijau
menyebutkan harus ada pemegang kekuasaan Lembah
Pualam Hijau dalam menanggulangi bencana rimba persilatan, maka rasanya sudah waktunya engkau yang mengemban
tugas ayahmu. Ayahmu sudah menghilang hampir 10 tahun,
dan akibatnya rimba persilatan menjadi morat-marit oleh teror banyak pihak. Sudah saatnya engkau tampil. Terlebih engkau dididik oleh kakek buyut, bibimu percaya engkau bahkan tidak kalah dari ayahmu. Tapi untuk meyakinkan diriku, pamanmu dan para tetuah lembah, biarlah besok kita melakukan ujian dan proses pengangkatan Duta Agung Lembah Pualam Hijau"
berkata Sian Cu.
"Bibi, tetapi aku masih terlalu muda, bagaimana mungkin mampu dan bisa mengemban tugas seberat ini?"
"Tidak mungkin ditunda lagi. Begitu engkau lulus ujian
besok, Medali Pualam Hijau harus kau kalungi. Untunglah hanya Pedang Pualam Hijau yang dibawah ayahmu dulu.
Sehingga masih ada satu tanda pengenal Duta Agung yang
memiliki kekuasaan untuk memerintah dan mengatur" tegas bibinya.
"Tapi, bibi Sian Cu, bukankah"
"Tidak ada tapi lagi. Kakek dan ayahmu juga menerima
pengangkatan di usia muda, hanya kamu sedikit lebih muda dibandingkan ayahmu" Potong Kiang Sian Cu sebelum Ceng
Long menyelesaikan kalimatnya.
"Kecuali, jika tidak ada lagi rasa hormatmu atas kebesaran dan kehormatan keluargamu dan Lembah ini" tambah Kiang
Sian Cu keren dan dengan suara bergetar menahan tangis.
Suara Bibinya itu menggetarkan sukma Ceng Liong, dan
otomatis juga menyentuh rasa hormat dan kebanggaannya
atas kebesaran keluarganya. Karena itu, setelah beberapa lama termenung, akhirnya dengan suara bergetar dia berkata:
"Baiklah bibi, demi nama besar dan kehormatan keluarga
Kiang dan Lembah Pualam Hijau, biarlah tecu memberanikan diri menerima hal itu" Akhirnya dengan berat hati Ceng Liong mengiyakan dan dengan demikian selanjutnya tinggal
menunggu ujian besoknya.
Karena dalam aturan Lembah Pualam Hjau, ada syarat
minimal yang harus dipenuhi oleh calon Duta Agung yang
akan mewarisi Pedang Pualam Hijau dan Medali Pualam Hijau.
Sungguh beruntung, Kiang Hong ketika pergi, hanya
membawa Pedang Pualam Hijau dan meninggalkan medali
pualam hijau. Dengan demikian, maka meskipun Kiang Hong, Duta Agung Lembah pergi membawa Pedang Pualam Hijau,
tetapi masih ada tanda pengenal Duta Agung yang lain.
Bilapun Kiang Hong kembali suatu saat, toch yang
menggantikannya adalah anak sulungnya, tidak akan terjadi apa-apa.
Besoknya, di Lian Bu Thia Lembah Pualam Hijau, nampak
sudah berbaris para tetuah Lembah Pualam Hijau. Di barisan paling depan, hanya diduduki 1 orang, yakni Kiang Sian Cu, 2
kursi lainnya kosong, yang harusnya ditempati Ayah dan Ibu Ceng Liong selaku Duta Luar dan Duta Agung. Pada baris
kedua, ada 2 kursi yang terisi, merupakan baris dari Duta Hukum, satu kursi kosong dan belum terisi karena petugasnya hilang bersama Kiang Hong.
Sementara baris ketiga, 6 kursi penuh terisi, para Duta Perdamaian yang tidak bisa bertugas selama Bengcu atau
Duta Agung tidak memberikan perintah. Setelah semua siap, tiba-tiba Kiang Sian Cu memerintahkan Ceng Liong untuk maju kedepan, bersamaan dengan dirinya juga mencelat ke
panggung Lian Bu Thia. Nampaknya, upacara pengangkatan
Duta Agung yang harus diawali dengan ritual pengujian calon Duta Agung akan segera dilakukan. Sebagai keturunan
keluarga Kiang tertua di Lembah Pualam Hijau dewasa ini, maka menjadi tugas dan kewajibannyalah untuk
melaksanakan ujian dan pengangkatan. Semua sesuai dengan aturan turun temurun di Lembah. Kemudian nampak Kiang
Sian Cu dengan penuh hikmat berkata sambil memegang
Medali Pualam Hijau:
"Menurut aturan Lembah, maka pewaris Duta Agung, wajib
memiliki tato giok ceng dipundak kanan. Ceng Liong,
tunjukkan pundak kananmu kepada semua orang di ruangan"
Ceng Liong yang seba sedikit mengerti upacara
keluarganya, segera membuka jubah di pundak kanannya, dan memang disana ada tato Giok ceng, sebagai tanda dia benar keturunan keluarga Kiang. Kemudian, kembali terdengar suara Kiang Sian Cu sambil memegang Medali Pualam Hijau:
"Menurut aturan kedua, calon Duta Agung harus sanggup
memainkan Giok Ceng Cap Sha Sin Kun dan Giok Ceng Kiam
Hoat. Kiang Ceng Liong, perlihatkan penguasaanmu atas
kedua Ilmu Pusaka Keluarga"
"Baik, maafkan kebodohanku" sambil berkata demikian,
Ceng Liong segera membuka jurus Giok Ceng Cap Sha Sin
Kun, dan kemudian bersilat mengikuti ajaran gurunya.
Gerakannya mantap, bahkan angin berkesiutan dari kedua
tangannya yang bergerak-gerak kokoh. Sinkangnya, sudah
pasti adalah gemblengan Giok Ceng, dan dengan demikian dia sanggup memainkan semua jurus maut keluarganya itu
dengan sempurna.
Sangat sempurna malah. Bahkan ketika memainkan Giok
Ceng Kiam Hoat, tanpa menggunakan pedang, hanya dengan
memanfaatkan Hawa Pedang di tangannya, semua orang
menahan nafas. Karena yang sanggup memainkan Ilmu ini
sedemikian tajam, berkesiutan bagai benar ada pedang di tangan, bahkan Kiang Hongpun masih belum sanggup.
Seingat mereka, hanya Cun Le dan In Hong yang terakhir
sanggup melakukannya, itupun di usia mereka yang memasuki 30 tahunan. Dan saat ini, Ceng Liong sanggup melakukannya bahkan dengan baik dan seperti sudah terbiasa. Setelah
menyelesaikan semua Ilmu itu, kemudian Ceng Liong menjura kepada Kiang Sian Cu:
"Bibi, sudah selesai, bagaimana penilaian bibi dan para tetuah Lembah Pualam Hijau?" bertanya Ceng Liong polos
tanpa maksud dan keinginan untuk mendapatkan pujian.
"Menurutku lulus, bagaimana menurut saudara sekalian?"
Sian Cu bertanya
"Lulus" semua berteriak sepakat.
"Baiklah Ceng Liong, engkau telah melalui dua ujian awal.
Ujian ketiga dan yang terakhir adalah, engkau harus sanggup bertahan dari sergapan 6 duta perdamaian selama sedikitnya 50 jurus. Keenam duta ini dilatih khusus dengan barisan pedang Giok Ceng, dan selama 50 tahun terakhir digunakan sebagai ujian terakhir calon duta agung. Ayahmu, sanggup bertahan sampai 65 jurus waktu menghadapi Barisan 6
Pedang, kakekmu sanggup bertahan sampai 70 jurus, dan
sekarang terserah sampai berapa jurus engkau bisa bertahan"
Berkata Kiang Sian Cu. Dan kemudian melanjutkan:
"Enam duta perdamaian"
"Siap"
"Maju dan uji calon Duta Agung Lembah"
"Baik" dan dengan tangkas ke-6 duta perdamaian sudah
melesat ke panggung. Dan dengan tidak banyak bicara, sudah langsung menerjang Ceng Liong dengan Pedang terhunus di tangan masing-masing. Tidak lama terdengar desing pedang menderu-deru diseputar Ceng Liong, seakan-akan hawa
pedang sudah mengurung tubuhnya. Tetapi, meskipun masih sangat muda, Ceng Liong sudah mengalami beberapa
pertarungan yang mendebarkan. Karena itu, dia tidak menjadi gugup.
Sebaliknya, dengan tangkas dia bergerak, dan yang lebih luar biasa lagi, terkadang dia berani menyentil ujung pedang, baik ujung tajamnya maupun bilah ketajaman pedang. Dan
dengan segera Ceng Liong bersilat dengan Ilmu keluarganya, Giok Ceng Kiam Hoat untuk mengimbangi desing dan cicit
pedang yang membahana. Tetapi, Ilmu Pedang dengan
menggunakan kekuatan sinkang tangannya, ternyata sanggup menahan semua serangan yang dilakukan oleh 6 duta
perdamaian yang menyerang dan bertahan dengan sangat
cepat, tepat dan lincah. Bahkan ketika Ceng liong mencoba mengadu tenaga, dia terkejut karena ke-6 orang ini, sanggup menggabungkan tenaga mereka dan menindih kekuatan
Sinkangnya. Hebat, pikir anak muda ini.
Tetapi, bukan berarti Ceng liong kehilangan pegangan
menghadapi barisan pedang keluarganya. Dia sadar, bahwa mengadu tenaga dengan membiarkan mereka berenam


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyatukan kekuatan, lebih banyak merugikannya, dan
karena itu dia harus mencoba dengan kecepatan. Karena itu, dia kemudian memainkan Ilmu Langkah Sakti berputar, dan dengan langkah ini dia bisa menyelematkan diri sampai 20
jurus lebih. Dengan Giok Ceng Kiam Hoat, dia bertarung selama lebih
20 jurus, dengan demikian masih dibutuhkan 10 jurus lagi baginya untuk lulus. Apakah Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Sin Ciang ada gunanya" Pikirnya. Coba saja, mungkin bermanfaat. Maka kembali dia mengganti ilmu Silatnya dengan mengandalkan Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut
yang digabungkannya. Tangan kanannya menggunakan Ilmu
pukulan, sementara tangan kiri menggunakan hawa pedang, dan kembali dengan jurus ini dia sanggup bertahan bahkan selama lebih dari 15 jurus, dan sampai disini dengan demikian sebenarnya dia sudah lulus.
Tetapi, tiada perintah berhenti dari Sian Cu, dan
nampaknya ke-6 duta perdamaian tahu bahwa mereka tidak
boleh berhenti sampai ada ketentuan yang mengatur selesai tidaknya ujian tersebut. Dengan Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut, Ceng Liong sudah melampaui batas jurus
ayahnya bisa bertahan. Dan sekarang dia mencoba
memainkan kembali Soan Hong Sin Ciang yang
disempurnakan oleh ide Tek Hoat, dari mengandalkan
kelemasan, tiba-tiba dia memasukkan unsur "yang" dalam
serangan tangannya. Dan efeknya cukup luar biasa, selama ini hanya angin dan badai membahana yang dikenal sebagai efek dari Soan Hong Sin Ciang,.
Tetapi tiba-tiba Ceng Liong memainkannya dengan sedikit perbedaan. Dan ternyata, dia sanggup menggetar mundur
setindak beberapa pedang yang mengancamnya. Ketika
kemudian mencoba lagi, beberapa pedang yang mengitarinya, kembali tertolak oleh sejenis hawa khikang yang lahir dari paduan tenaga "im" dan "yang" yang lahir secara otomatis disekitar tubuhnya. Ceng Liong menjadi gembira, dan baru menyadari bahwa ternyata temuan Tek Hoat sungguh sangat bermanfaat menghadapi barisan pedang.
Kini bahkan dia tidak ragu, hanya dengan memanfaatkan
gabungan sinkang "im" dan "yang" ternyata membuatnya
menjadi memiliki khikang pelindung badan. Khikang itu
nampaknya cukup ampuh dan tangguh, dan dengan tenaga
itu dia kemudian berani menangkis dan menghalau bayangan ribuan pedang yang mengancamnya. Kembali hampir 20 jurus berlalu, tetapi jelas selama ini, Ceng Liong memang lebih banyak diserang daripada menyerang.
Sekarang, bahkan batas bertahannya Cun Le sudah bisa
dilampauinya, dan dia bahkan masih sanggup bertarung terus.
Apalagi, kemudian dia memainkan Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari), dengan Sinkangnya yang telah matang terlebur. Bayangan pedang
memang tetap mengejarnya, tetapi awan sakti yang mengepul mengitari tubuhnya membuat semua bayangan pedang
tersebut terpental menjauh dan tak sanggup mendekatinya.
Kekuatan Khikang atau hawa pelindung badan Ceng Liong,
tanpa disadarinya sudah meningkat sangat jauh, hingga
mampu membelokkan arah serangan dan tebasan pedang.
Nampaknya, Ceng Liong sendiri belum begitu menyadarinya.
Bahkan awan yang diciptakan tangan dan tubuhnya, sesekali menyerang kelompok dan barisan pedang tersebut, dan
sesekali terdengar teriakan kaget mereka. Karena itu, akhirnya barisan pedang tersebut, nampak merapatkan diri, dan seolah menjadi satu. Sementara Ceng Liong yang terus bersilat
dengan indah dan bebas dengan ilmunya yang terakhir.
Anak muda ini tidak mau menggunakan Pek Lek Sin Jiu
yang bukan ilmu keluarganya, tetapi dengan ilmunya dia
nampak semakin aman dengan kabut dan awan khikang yang
dihasilkannya. Tetapi, justru pada saat itu, barisan pedang 6
duta perdamaian, merasa baru kali ini bertarung sampai
tingkat yang sangat menentukan. Dan di kalangan keluarga Lembah Pualam Hijau, juga baru kali ini Barisan Pedang Enam Duta Perdamaian disaksikan dimainkan sampai pada tingkat tertingginya untuk menguji seorang calon Bengcu.
Nampak Ceng Liong semakin meningkatkan perbawanya,
sementara 6 duta perdamaian sudah tiba pada puncak
penggunaan barisan dan menyiapkan jurus terakhir, "6
pedang terbang pualam hijau", yang bahkan melawan
musuhpun belum pernah dilakukan. Karena biasanya, lawan terberat yang mereka hadapi dalam sebuah pertempuran,
paling banyak bertahan sampai pada jurus ke 50, jikapun ada yang melampauinya paling-paling Kiang Hong dan Kiang Cun Le itulah. Karena itu, bukan hanya keenam duta perdamaian yang memegang pedang dan sedang menguji itu yang
dihinggapi ketegangan, tetapi bahkan seluruh isi ruangan menahan nafas untuk menyaksikan akhir dari pertempuran
yang sebetulnya merupakan sebuah ujian tersebut. Tetapi pada saat kedua pihak sudah siap melakukan puncak
penggunaan ilmu masing-masing pada jurus ke 110, terdengar sebuah seruan dan bentakan halus:
"Tahan, Liong Jie tahan dirimu" dan kibasan tangan kakek tua yang baru datang kemudian membentur Ceng Liong, yang goyah sesaat tetapi kemudian tenang kembali. Selain itu, kakek itu juga berseru:
"Barisan 6 pedang pualam hijau, tarik tenaga kalian"
sebuah kibasan tangan kini juga diarahkan kearah 6 orang yang nampak menyatu itu. Dan terdengar kemudian suara
desisan dan mencicit, ketika tenaga bersatu ke-enam orang ini membentur tenaga kibasan orang tua yang baru datang.
"Kakek buyut" Kiang Sian Cu yang sudah puluhan tahun
tidak melihat Kiang Sin Liong memandang dengan tercengang orang tua yang datang mencegah benturan puncak pada ujian Silat tersebut. Dan dengan tergesa kemudian datang berlutut melihat orang tua yang mereka sangat kagumi sejak kecil, dan ternyata masih tetap hidup hingga saat ini meski kelihatannya sudah sangat tua renta. Da sudah mendengar dari Ceng Liong bahwa orang tua ini masih hidup. Betapa terharu hatinya ketika dia masih diberi kesmepatan bertemu dengan kakek buyutnya yang dikenal sebagai salah satu tokoh gaib rimba persilatan dewasa ini.
"Hm, Sian Cu, kupahami, betapa begitu berat kamu
menanggung beban ini sendirian bersama suamimu dan
saudaramu yang lain. Karenanya hari ini kukirim keponakanmu datang" ujar kakek gaib itu sambil mengelus kepala Sian Cu yang merasa terharu karena ternyata Kakek Buyutnya selama ini melindunginya. Melindungi lembah mereka secara diam-diam dan memperhatikan bagaimana perjuangannya dalam
menjaga nama baik Lembah mereka.
"Kalian, 6 pedang Giok Ceng, jika berbenturan dengan Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih
Memanggil Matahari) dari Liong Jie, bisa dipastikan kalian semua akan bercacat. Dan mungkin Liong Jie juga akan
terluka cukup parah. Tentunya hal ini tidak kita inginkan bersama" Dan semua orang tercekat mendengar kemungkinan yang terjadi bila benturan itu terjadi. Semua tentu tidak meragukan penjelasan Kakek buyut mereka yang sudah
berusia sangat lanjut ini.
Dan, semua jadi kaget membayangkan betapa saktinya
anak muda ini sekarang, bahkan jauh melampaui ayah dan
kakeknya ketika menerima jabatan Duta Agung. Tetapi semua segera maklum mengingat anak muda yang akan segera
menjadi Duta Agung ini, merupakan didikan dan binaan
langsung manusia ajaib dari Lembah Pualam Hijau, Kiang Sin Liong dan Kiang Cun Le.
"Baik lohu maupun cucuku Cun Le, sudah mengorbankan
banyak tenaga dan pikiran untuk melatih Liong Jie, tentu saja kita tidak ingin merusaknya dan bahkan merusak kekuatan lain lembah ini hanya karena sebuah ujian yang jelas sudah dilewatinya".
Kemudian kakek tua ini menoleh kepada Kiang Ceng Liong
dan melanjutkan ujaran-ujarannya:
"Liong Jie, sudah saatnya pembersihan atas keluarga kita dilakukan. Temukan Ayah dan Ibumu dan bersihkan nama
baik lembah ini. Ingat, sekali lagi, bertindak tegas bagi yang bersalah, siapapun. Sekali lagi siapapun dia, dan jangan sekali bimbang. Karena taruhannya adalah nama dan kehormatan
keluarga dan juga masa depan dunia persilatan. Karena untuk itulah kakekmu Cun Le berkorban dan untuk itulah Kakek
buyutmu ini keluar dari pertapaan. Kakekmu Cun Le dengan sengaja menghindari tugas ini dan menyerahkan ke angkatan yang lebih muda, karena ada persoalan keluarga kita yang sekarang mengguncang dunia persilatan. Dengarkanlah
Bibimu Sian Cu, karena selama ini beban berat nama baik lembah sudah diembannya, bahkan dengan melebihi
tanggungjawab dan kemampuannya. Sian Cu, kurestui sejak saat ini Ceng liong menggantikanmu menanggung beban yang memang harus dipikulnya" ujar kakek sakti ini kepada semua yang hadir yang kini bersujud dan menyembahnya.
"Sekarang, kalian semua berdiri, lanjutkan upacara
keluarga untuk menetapkan Liong Jie menjadi Duta Agung, dan kemudian lakukan yang harus dikerjakan. Sekaligus, sejak hari ini aku akan kembali melanjutkan tapaku untuk
menyongsong ujung usiaku. Inilah untuk terakhir kalinya kukunjungi lembah ini, karena inilah tugas hidupku yang terakhir".
"Kong chouw, mengapa tidak berada di lembah ini saja?"
berkata Sian Cu
"Selama ini, memang aku berada di lembah ini, cuma
sambil bertapa. Tetap lakukan tugas kalian masing-masing dan biarlah aku orang tua memberkati semua yang kalian
kerjakan" dan begitu kalimat itu berakhir, tiada orang yang sempat menyaksikan bagaimana Kiang Sin Liong menghilang dari depan mereka semua. Yang pasti dihadapan mereka
sudah tidak terlihat Kiang Sin Liong dengan semua rambutnya yang telah memutih. Raib begitu saja, kendati dalam ruangan itu terdapat begitu banyak tokoh sakti Lembah Pualam Hijau.
Akhirnya, dengan penuh rasa takjub atas Kiang Sin Liong dan Kiang Ceng Liong, upacara terus dilanjutkan. Rasa
penasaran 6 Duta Perdamaian yang sekaligus menjadi Barisan Pedang Pualam Hijau hilang terhapus sama sekali begitu Kiang Sin Liong mengingatkan mereka. Bahkan mereka memandang
Duta Agung muda yang akan ditetapkan sebentar lagi itu
dengan wajah kagum dan takjub, karena belum pernah
mereka mengalami bertarung dengan tokoh seliat dan selihay Kiang Ceng Liong.
Dan upacara dipimpin oleh Kiang Sian Cu, sebagai
keturunan Kiang yang tertua yang hadir pada saat itu. Dia memimpin Kiang Ceng Liong untuk memberi hormat kepada
leluhurnya, memberi hormat kepada Lembah Pualam Hijau
dan mengucapkan janji sebagai Duta Agung. Pada bagian
akhir upacara itu, Kiang Sian Cu mengalungkan Medali Pualam Hijau kepada Kiang Ceng Liong. Upacara itu hanya kurang dengan penyerahan Pedang Pualam hijau, tetapi tetap sah, karena simbol Medali Pualam Hijau sama dengan Pedang
Pualam Hijau, sebuah pertanda kekuasaan Duta Agung
sekaligus Bengcu Dunia Persilatan. Dan sejak saat itu, Kiang Ceng Liong resmi memegang jabatan sebagai Duta Agung
Dunia Persilatan. Bagi Lembah Pualam Hijau, Ceng Liong
menjadi Duta Agung termuda dalam sejarah lembah itu
meskipun secara terpaksa didorong oleh keadaan yang
teramat mendesak.
Dan belum lagi sempat Kiang Ceng Liong menarik nafas
panjang dalam membenahi Lembah Pualam Hijau dengan
belajar dari bibinya yang tetap bertindak sebagai Duta Dalam, sudah datang permintaan bantuan. Kali ini, bukan hanya
meminta tanggungjawabnya sebagai Bengcu menggantikan
ayahnya, tetapi bahkan juga tanggungjawab terhadap
keluarga. Karena permohonan bantuan, datang dari Perguruan Keluarga ternama di Luar Kota Lok Yang, Perguruan Keluarga Yu.
Alias perguruan keluarga neneknya, ibu Kiang Hong, Kiang Liong dan Kiang Sian Cu yang bernama Yu Hwee. Kiang Sian Cu tersentak mendengar ancaman terhadap keluarga ibunya dan secara otomatis dia terkenang akan Kakeknya, pamannya dan keluarga Yu lainnya yang darah mereka juga mengalir dalam darahnya dan darah adik-adiknya termasuk darah Kiang Ceng Liong. Karena itu, dengan segera permohonan bantuan keluarga Yu dijawab secara spontanitas oleh Kiang Sian Cu, bahwa Lembah Pualam Hijau akan datang membantu Keluarga Yu.
Hari-hari awal menjadi Bengcu dilalui Ceng Liong dengan penuh kesibukan dan sangat melelahkannya. Lebih
melelahkan dari belajar ilmu Silat, pikirnya. Tetapi, dia memang harus mengerti aturan serta tata krama menjadi
Duta Agung sekaligus Bengcu bagi dunia persilatan. Karena itu, dia harus mengenal tokoh-tokoh utama dunia persilatan dan hubungannya dengan Lembah Pualam Hijau, bagaimana
bersikap dan seterusnya. Sebuah pelajaran baru yang sangat meletihkannya.
Tetapi selepas mempelajari aturan-aturan dan tata krama, Ceng Liong juga ikut berlatih bersama Barisan 6 Pedang
Pualam Hijau, yang juga adalah duta-duta perdamaian
Lembah Pualam Hijau. Dengan segera diketahuinya tingkat kepandaian masing-masing Duta Perdamaian yang rata-rata dilatih oleh Kiang Cun Le kakeknya. Semuanya mampu
memainkan Soan Hong Sin Ciang, Toa Hong Kiam Sut dan
Sinkang keluarga Giok Ceng Sinkang, serta juga mahir Giok Ceng Kiam Hoat. Menilik kebutuhan menghadapi arus
persaingan dunia persilatan, Kiang Ceng Liong kemudian
menurunkan gubahan Tek Hoat atas Soan Hong Sin Ciang
yang dipergunakannya menggetar Barisan 6 Pedang Pualam
Hijau. Bahkan dia juga menurunkan beberapa bagian Ilmu Gerak
berdasarkan Ilmu Jouw-sang-hui-teng (Terbang Di Atas
Rumput). Karena dia meyakini, bahwa kecepatan gerak yang meningkat, akan sangat meningkatkan kemampuan Barisan 6
Pedang tersebut. Khusus untuk duta perdamaian yang tertua dan yang termuda, masing-masing bernama Suma Bun dan
Tee Kui Cu, dia menurunkan secara lengkap ilmu Terbang Di atas Rumput. Pertama karena keduanya memang berbakat
bagus dalam Ginkang, dan bentuk tubuh mereka juga lebih ramping dan yang cocok dengan kebutuhan melatih dan
memperdalam ginkang, serta kedua, dia bertujuan untuk lebih memfokuskan kedua orang ini guna menyusur jejak maupun
menguntit musuh.
Karena itu, Suma Bun dan Tee Kui Cu, menerima warisan
lengkap Jouw Sang Hui Teng yang membuat mereka merasa
sangat gembira. Selain itu, 4 Duta Perdamaian yang lain dilatihnya cara menggunakan gabungan Toa Hong Kiam Sut
dengan Soan Hong Sin Ciang untuk meningkatkan
kemampuan Duta Perdamaian Lembah Pualam Hijau.
Setelah mengerti dan melatih secara penuh ginkang Jouw
Sang Hui Teng, maka Duta 1 dan duta 6 kemudian ditugaskan Ceng Liong untuk mendahuluinya menuju ke Lok Yang. Tetapi dilarang sekalipun untuk berbenturan dengan siapapun,
karena tugas utama mereka adalah mencari berita dan
informasi mengenai Keluarga Yu dan rencana serangan Thian Liong Pang. Pada awal bulan ke-8, kedua orang ini kemudian berangkat mendahului Kiang Ceng Liong yang rencananya
akan datang sendiri ke rumah asal neneknya, Keluarga Yu di Lok Yang bersama dengan 4 orang Duta Perdamaian lainnya.
Sementara Duta Hukum bersama Duta Dalam, diminta
untuk tetap berada di Lembah. Kiang Ceng Liong tidak merasa khawatir dengan keadaan lembahnya, karena dia tahu baik Kakeknya Kiang Cun Le maupun Kakek buyutnya Kiang Sin
Liong selalu mengawasi keadaan lembah tersebut. Selain itu, Liang Tek Hoat juga masih berada disekitar Lembah berlatih bersama gurunya.
Selain mempelajari aturan, tata krama dan mengajar 6
Duta Perdamaian, Kiang Ceng Liong juga tidak lupa pesan kakeknya agar terus memperkuat Kekuatan "Im" melalui
pembaringan Giok Ceng. Kali ini, pembaringan Giok Ceng
memang menjadi pembaringannya setiap malam, karena
pembaringan Giok Ceng rahasia keberadaannya hanya
diwariskan kepada setiap pewaris Duta Agung. Dan kebetulan, Ceng Liong sejak kecil memang sudah diarahkan sebagai
pewaris Duta Agung dan sudah sering berbaring di
pembaringan ini sejak masa kecilnya.
Begitupun, waktu sebulan setiap malam berbaring di
atasnya, tanpa disadarinya terus memperkuat dan
meningkatkan penguasaan dan pengendapan tenaga "im"
dalam tubuhnya, yang kemudian pada subuhnya diimbanginya dengan meningkatkan kekuatan "yang" melalui latihan Pek Lek Sin Jiu. Latihannya dalam penggunaan Pek Lek Sin Jiu boleh dikata sudah sangat matang, karena selain melatih geraknya, dia juga membangkitkan dan memperkuat kekuatan "yang"
melalui latihan Pek Lek Sin Jiu. Dan pada awa bulan
kedelapan, seminggu setelah keberangkatan 2 orang duta
perdamaian, Ceng Liong kembali meleburkan kekuatan "?m"
dan "yang" yang dilatihnya secara tekun dalam sebulan
terakhir. Dengan bertekun semacam itu, maka dia terus
mengalami peningkatan, termasuk pematangan hawa
khikangnya yang kemudian menyemburkan hawa sangat
panas ketika sedang dalam pengerahan Ilmu saktinya.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Menjadi Duta Agung (2)
Hari Ceng Liong memutuskan meninggalkan Lembah
Pualam Hijau, adalah hari dimana Liang Mei Lan bertarung mati-matian dengan Hu Pangcu Thian Liong Pang. Seorang
pemimpin tertinggi Thian Liong Pang yang pertama kali
memunculkan diri selama ini, terhitung sejak mulai
mengganas 10 tahun berselang. Kiang Ceng Liong menyuruh 4 Duta Perdamaian mendahului jalannya, dan inilah perjalanan turun gunung pertama anak muda ini dalam kedudukan
sebagai Bengcu Dunia Persilatan, atau Duta Agung Lembah Pualam Hijau.
Kiang Ceng Liong yang menggunakan kuda dalam
perjalanan ini, melakukan perjalanan dengan kecepatan
seadanya, karena dia memang tidak tergesa-gesa untuk
mencapai Lok Yang. Dia memperhitungkan akan tiba di Lok Yang sekitar 3-4 hari sebelum batas akhir keputusan keluarga Yu, dan tidak ingin hadir disana sepengetahuan pihak Thian Liong Pang. Itulah sebabnya dia mewanti-wanti Duta
Perdamaian untuk tidak mempertunjukkan jati diri mereka.
Begitu juga dengan 4 Duta perdamaian yang mengiringinya, dilarang untuk menunjukkan identitas untuk membuat lawan menjadi lengah dan jadinya sempat menyadari keberadaan
mereka. Sepanjang perjalanan menuju Lok Yang, beberapa kali
Kiang Ceng Liong menghubungi pusat-pusat Kay Pang di kota yang dilaluinya. Tidak kesulitan baginya untuk menghubungi markas Kay Pang di beberapa kota, karena dia membekal
sebuah Tanda Pengenal Kim Ciam Sin Kay. Selain itu, nama Ceng-i-Koai Hiap yang adalah sahabat Kay Pang sudah
terlanjur terkenal sebagai penyelamat Kay Pang Pangcu.
Namanya seharum Si-yang-sie-cao (matahari bersinar cerah) Liang Tek Hoat bagi Kay Pang, dimana yang terakhir ini sudah ditetapkan banyak orang sebagai Pangcu Generasi
mendatang. Tidak akan ada yang menolak, karena anak ini adalah
murid kesayangan Kiong Siang Han Kiu Ci Sin Kay yang
legendaris dan banyak berjasa bagi Kay Pang. Dari Kay
Panglah kemudian Ceng Liong memperoleh banyak kabar baru mengenai mengganasnya kembali Thian Liong Pang. Baik
serbuan ke Tiam Jong Pay, pembunuhan 5 ahli pedang serta ancaman terhadap Benteng keluarga Bhe. Bahkan dari Kay
Pang jugalah, Ceng liong mendengar kabar dipukul habisnya kekuatan Thian Liong Pang di benteng keluarga Bhe yang
dibela oleh Sian Eng Li Liang Mei Lan dan Sian Eng Cu
Tayhiap. Terbersit rasa mesra Ceng liong mendengar nama Mei Lan, sebab gadis mungil nan manis itu, selain bersama kakaknya menolong jiwanya dari sungai diwaktu kehilangan ingatannya, juga banyak mengalami kebersamaan, terutama sebelum
ingatannya pulih. Sementara ketika ingatannya pulih, justru persaingan keduanya yang terjadi, yakni ketika mereka
bertarung di tebing Peringatan 10 tahunan. Mengingat
pertarungan tersebut dan mengingat Mei Lan sungguh
membuat hatinya berdebar-debar aneh. Tetapi, sayangnya, ingatannya atas Giok Hong membuat Ceng Liong memutuskan untuk tidak berhubungan mesra dengan siapapun juga pada masa mendatang.
Dia merasa memang Mei Lan sangat hebat dalam ilmu
Ginkang, bahkan sedikit mengatasinya, meskipun sebenarnya dia lebih banyak mengalah dalam pertarungan tersebut. Dan, hal ini seperti mengulang pengalaman gurunya untuk tidak mau terlalu menonjol dalam Ilmu Silat, meski kesaktian
mereka sendiri memang luar biasa. Tapi, selain memang
merasa berhutang budi terhadap Mei Lan, terdapat alasan lain dalam dirinya untuk tidak dapat menggerakkan tangan keras terhadap gadis manis yang cantik mungil itu.
Bahkan dia tidak rela untuk melihat gadis itu marah atau terluka oleh suatu sebab. Perasaan itu, bukan lain adalah perasaan suka, bahkan mungkin cinta. Tapi beranikah dia mencintai Mei Lan setelah mendengar masalahnya dengan
Giok Hong yang bahkan diketahui juga oleh Pangcu Kay Pang"
Entahlah, karena bahkan Ceng Liong sendiri belum mengerti masalah-masalah semacam itu secara dalam, meski dia sadar perasaan itu bukan sesuatu yang terlalu aneh dan perlu
dirisaukan. Ceng Liong memang berada dalam posisi sulit, disatu sisi dia menyadari sangat menyukai gadis mungil yang sakti itu, tetapi disatu sisi, dia menyadari bahwa dia kurang layak untuk hal tersebut.
Pada saat itu, memang semakin berkibar nama Sian Eng Li atau Sian Eng Niocu sebagai seorang Pendekar Wanita Sakti dari Bu Tong Pay. Bahkan nama Bu Tong Pay semakin
berkibar karena secara bersamaan juga muncul Sian Eng Cu dalam menentang Thian Liong Pang. Sementara Lembah
Pualam Hijau terkesan masih "setengah-setengah" dalam
pertarungan melawan Thian Liong Pang. Padahal kali ini
Lembah Pualam Hijau sudah turun dengan kekuatan
utamanya kedalam kancah pertarungan tersebut.
Dunia Persilatan nampaknya akan kembali geger, karena
salah seorang tokoh utama Lembah Pualam hijau, kali ini turun dalam status Duta Agung, dan akan langsung
berhadapan dengan Thian Liong Pang. Apalagi, karena Kiang Ceng Liong sendiri sudah memiliki nama besar dengan julukan Ceng-i-Koai Hiap, yang banyak menentang Thian Liong Pang sebelum kembali menutup diri untuk melakukan latihan
terakhir bersama gurunya.
Sepanjang perjalanan, Kiang Ceng Liong selalu memperoleh dan mendapat kabar terbaru dari markas Kay Pang. Dan
ketika mendekati Kota Lok Yang, dia meminta ke-4 duta
perdamaian untuk menyamar menjadi anak murid Kay Pang.
Bahkan Ceng Liong sendiri, kemudian juga didandani bagaikan Pengemis untuk menyusup dan memasuki kota Lok Yang
beberapa hari kedepan. Sampai pada waktu masuknya Ceng
Liong ke Lok Yang, kira-kira masih 4 hari lagi sebelum batas waktu penyerbuan.
Karena paham bahwa mengintai berita dan menyampaikan
berita adalah keahlian Kay Pang, maka secara khusus
kemudian Ceng Liong dengan menggunakan Medali
kepercayaan yang diberikan Kim Ciam Sin Kay meminta
bantuan kepada Kay Pang. Khususnya untuk terus menerus
mengawasi pergerakan Thian Liong Pang di sekitar Lok Yang dan menyampaikannya ke Perguruan Keluarga Yu di luar kota Lok Yang. Belum lagi permohonan itu disetujui dan dijawab oleh Tancu Kay Pang di Lokyang, dan sudah pasti wajib
disetujui, tiba-tiba terdengar suara:
"Yang akan menjadi penyampai berita memasuki Perguruan
Yu adalah Chit Cay Sin Tho (Maling Sakti 7 Jari)" dan
bersamaan dengan itu, seorang dengan kecepatan tinggi telah berdiri di depan mereka semua. Siapa lagi kalau bukan Maling Sakti yang memang sudah memutuskan membaktikan diri
kepada Ceng Liong yang sangat dikagumi dan dihormatinya.
"Chit cay sin tho memberi hormat kepada Kiang Bengcu,
dan Sin tho sudah bersedia sejak dulu untuk bekerja bagi Kiang bengcu" berkata si Maling Sakti begitu masuk. Tetapi ucapannya yang memperkenalkan Kiang Ceng Liong sebagai
Bengcu, membuat seluruh anak murid Kay Pang terperangah.
Bahkan bingung.
"Kiang Bengcu?" beberapa tokoh pengemis di Lok Yang
bertanya bingung. Benar-benar bingung.
"Benar, belum ada sebulan Ceng-i-Koai Hiap Kiang Ceng
Liong diangkat menggantikan ayahnya sebagai Duta Agung
Lembah Pualam Hijau. Dan sekaligus sebagai Bengcu Dunia Persilatan secara otomatis. Bukankah begitu Kiang Bengcu?"
berkata Maling Sakti sambil menegaskan kepada Kiang Ceng Liong. Sejenak Ceng Liong terkejut, betapa cepat Maling Sakti mendengar kabar itu. Tapi, betapapun dia harus
memberitahukan keadaan dirinya sekarang ini kepada kawan-kawan dunia persilatan;
"Saudara-saudara, Maling Sakti dan kawan-kawan Kay
Pang, memang aku telah diangkat menjadi Duta Agung
Lembah Pualam Hijau, baru beberapa waktu lalu. Dan
sekarang sedang bertugas untuk membasmi Thian Liong Pang yang mengganas disekitar sini. Mohon bantuan kawan-kawan Kay Pang" Berkata Ceng Liong.
"Ach, Kiang Bengcu, jangankan sebagai Bengcu, sebagai


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ceng-i-Koai Hiap yang adalah pahlawan bagi Kay Pang,
bahkan dengan tanda pengenal Pangcu, sudah kewajiban
kami melakukannya. Apalagi bahkan sebagai Bengcu, kami
semua akan dihukum Pangcu apabila tidak memenuhi
permintaan Bengcu" berkata tokoh pengemis Lok Yang kepada Kiang Ceng Liong yang menjadi bangga sekaligus terharu.
"Jika demikian saudara-saudara Kay Pang, aku akan
memasuki Perguruan Yu malam ini juga. Upaya mencari berita mengenai kekuatan lawan, diserahkan kepada Maling Sakti dan kawan-kawan Kay Pang. Dan berita itu akan disampaikan setiap hari oleh Maling Sakti. Tentunya Maling sakti tidak akan menolak?" Ceng Liong melirik Maling Sakti sambil bercanda.
"Tanpa menjadi Bengcupun, Maling Sakti sudah bersedia
mengabdi bagi Ceng-i-Koai Hiap" balas Maling Sakti tegas.
"Baiklah, adakah cara dan jalan terbaik bagi kami semua, bertujuh untuk memasuki Daerah Perguruan Yu tanpa
ketahuan pihak Thian Liong Pang?" bertanya Ceng Liong.
"Cara terbaik adalah menunggu hari esok. Karena jika tidak salah, besok adalah waktu berbelanja kebutuhan Perguruan bagi Perguruan Keluarga Yu. Bengcu bersama Duta
Perdamaian bisa menyamar sebagai pegawai keluarga Yu,
sementara pegawai pengangkut beneran akan rebah dalam
gerobak sepanjang perjalanan" Berkata tokoh pengemis Lok Yang yang bernama Lauw Cu Si, Si Pengemis Kepala Batu dari Lok Yang.
"Baiklah, jika demikian mohon bantuan saudara Lauw Cu Si untuk mengatur semuanya. Mungkin lebih baik kita menyamar sejak dari pasar, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan di jalanan" berkata Ceng Liong yang kemudian disepakati untuk dikerjakan esoknya. Lauw Cu Si yang akan mengatur segala keperluan tersebut, termasuk mengatur penyamaran tersebut dengan para pegawai pengangkutan makanan Keluarga Yu.
Semua rencana kemudian dibahas kembali secara lebih
terperinci, terutama mengenai bagaimana melawan serbuah Thian Liong Pang dan bagaimana membatasi gerak pasukan
mereka, sebelum maupun sesudah serangan. Tetapi, Ceng
Liong lebih mengusulkan untuk melokalisasi penyerang di daerah perguruan keluarga Yu dan kemudian mengatasi
mereka disana. Yang dibutuhkan hanyalah informasi berapa besar jumlah kekuatan penyerang, dan siapa-siapa pula tokoh mereka yang akan dikerahkan untuk menyerang.
Mengetahui keadaan lawan adalah setengah porsi dari
kemenangan itu sendiri, begitu kata para ahli strategi. Dan menjadi tugas penting bagi Kay Pang dan bagi Maling Sakti untuk mendapatkan informasi itu. Informasi yang akan sangat penting dalam menentukan strategi mencapai kemenangan.
Besoknya, seperti yang telah direncanakan, nampak
petugas angkut makanan keluarga Yu sudah mulai berjalan meninggalkan kota Lok Yang. Sudah tentu para petugas
tersebut sebagian telah bertukar wajah dan identitas, karena petugas beneran hanya tinggal 2 orang belaka. Sedangkan sisanya berbaring enak-enakan dalam gerobak menyusuri
hutan yang cukup jauh ke arah perkampungan perguruan
keluarga Yu. Untungnya, masih ada dua orang pegawai atau petugas
angkut, sebab jika tidak, belum tentu mereka bisa dengan mudah memasuki perkampungan perguruan keluarga Yu yang
dikenal dikelilingi oleh barisan sakti yang gaib. Dan untung jugalah Maling Sakti saat ini ikut serta sehingga membuatnya mengenal jalan dan cara memasuki perkampungan dengan
melalui barisan-barisan yang dipasang di tengah jalan.
Tetapi, rupanya pertempuran sudah ditakdirkan
berlangsung lebih awal. Thian Liong Pang yang menyadari sulitnya menembus barisan ajaib keluarga Yu, ternyata juga mengincar para petugas angkut makanan kerluarga Yu untuk dikompres keterangan memasuki lembah. Sayangnya, mereka telah keduluan rombongan Kiang Ceng Liong. Karena itu,
ketika serombongan orang berpakaian hitam yang dipimpin oleh Hek-tiauw Lo-Hiap (Pendekar Tua Rajawali Hitam) bekas Tancu di Cin an yang pernah dikalahkan oleh Tek Hoat
menyerbu para petugas, yang terjadi justru sebaliknya.
Dengan mudah penyerbu yang berjumlah sekitar 20an
orang dibekuk oleh para duta perdamaian dan Maling Sakti, bahkan Hek Tiauw Lo Hiap juga dalam waktu singkat sudah tertotok oleh Kiang Ceng Liong. Sayang, ketika ingin
mengompres keterangan mereka, ternyata semua anak buah
Thian Liong Pang tersebut telah bunuh diri dengan racun yang bisa dipecahkan di mulut mereka. Semua mati dengan cara bunuh diri menenggak racun, karena mereka lebih ngeri
mengalami siksaan akibat kegagalan dalam bertugas.
Sungguh cara kerja yang keji. Tetapi untuk menghilangkan jejak para penyerbu, terpaksa rombongan itu kemudian
bekerja keras menguburkan mayat penyerbu, sebab bila
dibiarkan bisa meracuni banyak mahluk hidup lainnya. Karena itu, dikuburkan adalah cara terbaik. Tetapi, menimbun kembali dan mengembalikan tiumbunan dalam keadaan normal
kembali menimbulkan masalah. Itu sebabnya rombongan
Ceng Liong baru memasuki perkampungan keluarga Yu
selepas tengah hari, sekitar jam 2 atau jam 3 memasuki sore hari.
Sore itu juga Kiang Ceng Liong yang identitasnya tidak
diberitahukan kepada para petugas pengangkut makanan
keluarga Yu, segera menghadap Paman kakeknya Yu Siang Ki.
Yu Siang Ki memandang sangsi kehadiran Ceng liong yang
masih nampak terlampau muda, tetapi karena anak muda itu adalah cucu keponakannya, maka dia merasa terharu atas
perhatian Ceng Liong.
Tetapi, yang membuatnya kaget ketika Duta Perdamaian
yang berada lengkap mendampingi anak muda itu memanggil dan memberi hormat dengan memanggil "Bengcu" kepada
anak muda itu. Apa-apaan, pikirnya. Anak semuda ini sudah menjadi Duta Agung Lembah Pualam Hijau dan bahkan
bengcu Dunia persilatan" Sungguh tidak masuk di akal Yu Siang Ki, meski anak itu adalah cucu keponakannya sendiri.
"Kiang Ceng Liong, apakah benar engkau telah menjadi
Duta Agung Lembah Pualam Hijau?" bertanya Yu Siang Ki,
karena orang tua ini terkenal jujur dan suka berterus terang.
"Benar paman kakek" berkata Ceng Liong.
"Kalau begitu, maafkan aku akan mengujimu" Sambil
berkata demikian, orang tua yang gagah ini segera
mengulurkan tangan dengan telapak berbentuk paruh bangau telah menyerang ke arah Ceng Liong, nampaknya ingin
menutuk pangkal lengan Ceng Liong. Tetapi Ceng Liong
membiarkannya, dan ketika tutukan itu dengan tepat
mengenai sasaran Yu Siang Ki terkejut, karena daerah yang ditujunya pangkal lengan telah keras membesi.
Dengan cepat dia berganti gaya dengan pukulan lemas Kim Si Biang Ciang (Pukulan Kapas Benang Emas). Bila Ang-ho Sin-kun (Silat Sakti Bangau Merah) gagal, masakan dengan
Pukulan Kapas juga gagal" Pikir orang tua itu. Tetapi, ketika Pukulan Kapas itu kembali terbentur lengan Ceng Liong, Ilmu Lemas lainnya dengan hawa "im" yang digunakan Ceng Liong telah membuat Ilmu Kapas bagaikan tenggelam dalam lautan yang luas dan tak berbekas. Bahkan sebaliknya, pentalan tenaga kapas membalik kearah dirinya dan mendorongnya
mundur sampai dua langkah, sementara Ceng Liong nampak
tersenyum belaka.
Tapi Yu Siang Ki masih belum terima kalah, apalagi dia
sadar yang akan dilawan Perguruannya adalah tokoh-tokoh hebat, maka dia tidak mau mengorbankan anak muda ini.
Kembali dia maju dengan Toat-beng Bian-kun (Silat Lemas Pencabut Nyawa, yang lebih cepat dan ganas.
Tetapi, meskipun sekali lagi menyerang dengan Ilmu
Lemas, tetap tidak membuat Ceng Liong goyah sedikitpun.
Malah dengan hanya menyentakkan tangannya, IImu Silat
lemas pencabut nyawanya seperti melayang entah kemana,
sementara Ceng Liong masih tetap senyum-senyum saja.
Orang tua ini, semakin penasaran dan tambah penasaran
ketika salah seorang dari Duta perdamaian mengatakan:
"Yu Locianpwe, bahkan barisan 6 Pedang Pualam Hijaupun
nyaris kecundang ditangannya setelah melewati 100 jurus lebih".
"Wah, ini bukan berita biasa lagi", Yu Siang Ki berpikir.
Karena dia tahu aturan Lembah dan kekuatannya, bila anak ini mampu mengimbangi bahkan nyaris mempecundangi Barisan
Pedang, maka kepandaian anak ini sudah sulit untuk dijajagi.
"Anak muda, benarkah kalimat Duta Perdamaian itu?"
"Ach, paman kakek, mereka melebih-lebihkan saja. Benar
bisa kutandingi sampai 100 jurus lebih, tetapi mempecundangi mereka masih belum sanggup rasanya".
Tapi Yu Siang Ki tahu betul, belum ada calon Bengcu yang sanggup menandingi barisan itu bahkan sampai 100 jurus.
Sampai dimanakah gerangan kehebatan anak ini" Pikirnya
masih penuh penasaran. Tapi betapapun, semua pukulan
saktinya bisa ditepis dengan muda oleh si anak muda, padahal di dunia Kang Ouw, dia bukan tokoh sembarangan.
"Sudahlah, ombak di belakang memang selalu mendorong
ombak yang didepan" akhirnya Yu Siang Ki menyerah atas
kepenasarannya dan memandang Ceng Liong dengan wajah
yang sulit dimengerti.
Malamnya Yu Siang Ki mengadakan percakapan yang
bersifat agak rahasia dan tertutup dengan Kiang Ceng Liong yang ditemani 2 Duta Perdamaian. Karena 4 Duta Perdamaian lainnya sudah menyebar untuk mempelajari medan dan
keadaan Perkampungan Perguruan Keluarga Yu. Sementara
bersama Yu Siang Ki hadir adiknya Yu Siang Bun, seorang kakek berusia 60 tahun dan berwajah lebih lembut
dibandingkan Yu Siang Ki yang keras dan berterus terang.
Kemudian juga hadir 2 putra Yu Siang Ki, masing-masing
bernama Yu Ciang Bun, pria gagah berusia 40 tahunan, dan wataknya mirip ayahnya yakni terbuka dan berterus terang dan Yu Liang Kun yang berusia hampir 40 tahun, mungkin
sekitar 38-39 tahun agak lebih lembut dan tidak banyak bicara seperti ibunya. Sebenarnya di Perguruan Keluarga Yu, masih terdapat seorang tokoh kosen lainnya, yang bahkan masih lebih lihay dibandingkan Yu Siang Ki, yakni kakak tertuanya, bahkan masih kakak Yu Hwee, yakni Yu Liang Tan yang
usianya terpaut 7-8 tahun dengan Yu Siang Ki. Justru kakek inilah yang paling dekat hubungannya dengan Yu Hwee, dan dia jugalah yang menghantarkan adik perempuannya itu ke Lembah Pualam Hijau setelah dipersunting Kiang Cun Le.
Kakek Yu Liang Tan ini bahkan pernah menerima pelajaran 1-2 jurus Ilmu Lihay dari Kiang Sin Liong selama tinggal beberapa pekan di Lembah Pualam Hijau. Tetapi, kakek Yu Liang Tan akhir-akhir ini lebih sering menyepi setelah
memasuki usia yang ke-70, lagipula dia memang tidak terlalu memusingkan urusan perguruan, tetapi lebih gemar
mengembara dan memperdalam ilmunya. Yu Liang Tan hanya
mempunyai 2 keturunan, yang pertama bernama Yu Liang
San, putra sulungnya yang sekarang menjadi wakil Yu Siang Ki, dan berusia pertengahan, hamper mencapai usia 50an, dan adik perempuannya bernama Yu Lian Hong, seorang nyonya
muda yang menikah dengan pendekar pengembara bernama
Tio Hok Bun. Keduanya sekarang menetap di luar perguruan keluarga
Yu, bahkan agak jauh dari pintu perguruan keluarga, namun tetap memiliki hubungan dekat. Pada saat pertemuan, hanya Yu Liang San yang hadir, sementara ayahnya Yu Liang Tan sudah lebih banyak beristirahat dan tidak banyak mencampuri urusan perguruan. Sementara tokoh keluarga Yu terakhir yang hadir adalah putra bungsu Yu Siang Bun bernama Yu Ko Ji, yang baru berusia menjelang 20an sama dengan Ceng Liong.
Bahkan anak ini masih belajar kepada pamannya Yu Liang
Tan, tetapi dia memang sangat berbakat, juga berwatak
terbuka seperti pamannya Yu Siang Ki.
Perguruan keluarga Yu ini memang agak unik. Seharusnya, pewaris Perguruan adalah Yu Liang Tan, sebagai anak tertua dari generasi keluarga Yu seangkatan Yu Liang Tan, Yu Hwee, Yu Siang Ki dan Yu Siang Bun. Tetapi, Yu Liang Tan yang lebih senang bebas mengembara dan memperdalam Ilmu Silatnya
merasa kurang cocok menjadi pewaris kedudukan Ketua
Perguruan Keluarga Yu.
Dia malah mengusulkan Yu Siang Ki untuk jabatan itu
langsung kepada ayah mereka semasa masih hidup dan tetap menetap di Lembah perkampungan keluarga untuk membantu
adiknya. Dan memang kemudian Yu Siang Ki yang menjadi
Ketua Perguruan Keluarga Yu, tetapi hampir semua generasi di bawah mereka, yakni anak-anak Yu Siang Ki dan Yu Siang Bun, dilatih Ilmu Silatnya oleh Yu Liang Tan. Karena itu tidaklah mengherankan bila kemampuan bersilat Yu Ciang
Bun, Yu Liang Kun dan generasi mereka, justru hebat-hebat dan bahkan sudah mampu mengimbangi kemampuan Yu
Siang Ki dan Yu Siang Bun sendiri.
Tetapi, untuk penguasaan Ilmu Tin atau Ilmu Barisan, jago utamanya sebetulnya adalah Yu Hwee, satu-satunya anak
gadis di generasi Yu Siang Ki. Dialah ahlinya yang mewarisi kemampuan mengatur barisan langsung dari kakek mereka,
karena ayah merekapun kurang mahir dalam mengatur
barisan gaib itu. Dan selain Yu Hwee, maka Yu Siang Bun juga memahami secara baik, meskipun masih belum semahir Yu
Hwee dalam tata barisan ini. Itulah sebabnya, ketiga saudara lelaki Yu Hwee sangat menghormatinya dan bahkan sangat
mencintai satu-satunya saudara perempuan mereka itu.
Dan rasa mesra itu, sangat kentara mereka tunjukkan
kepada satu-satunya cucu lelaki saudara perempuan mereka yang bernama Kiang Ceng Liong ini. Dan entah kebetulan
entah bukan, Kiang Ceng Liong seperti memiliki mata yang mirip dengan neneknya, meskipun cahayanya dan perbawanya agak berbeda, malah cenderung mengerikan bila sedang
marah. Dalam pertemuan itu, kemudian Kiang Ceng Liong
menceritakan keadaan Lembah Pualam Hijau, termasuk
menceritakan sebagian riwayat hidupnya. Karena betapapun keluarga Yu ini adalah keluarganya juga, darah keluarga Yu juga mengalir dalam tubuhnya melalui garis keturunan
neneknya, Yu Hwee yang merupakan putri kebanggaan
keluarga Yu generasi Ketua Keluarga Yu sekarang ini. Dan begitu mendengar bahwa Ceng Liong malah dididik oleh orang tua yang sudah dikenal sebagai manusia gaib setengah dewa rimba persilatan dewasa ini, baru Yu Siang Ki mengangguk-anggukkan kepalanya.
Baru dia mengerti mengapa anak ini menjadi demikian
aneh dan demikian sakti, bahkan sanggup melawan Barisan 6
Pedang hingga melewati 100 jurus. Dalam kesempatan itu
juga, Ceng Liong kemudian setelah menceritakan keadaan
Lembah Pualam Hijau dan riwayat hidupnya kemudian
berkenalan dengan semua keluarga di pihak neneknya. Yaitu semua paman kakeknya, paman-pamannya, kecuali yang
kebetulan tidak hadir. Sementara dengan Yu Liang Tan, Ceng Liong menyempatkan menghadap keesokan harinya.
Pertemuan malam itu juga dipergunakan untuk membahas
keadaan dan situasi terakhir. Batas waktunya tinggal 3 hari lagi, sementara informasi lengkap mengenai kekuatan
penyerang masih belum diperoleh. Tetapi Ceng Liong yakin dengan kemampuan Kay Pang dalam mengendus informasi,
apalagi dia masih dibantu Maling Sakti yang selalu rela melakukan apa saja baginya. Karena itu, Ceng Liong
mengatakan selambatnya besok atau lusa, setidaknya sudah diketahui siapa dan kekuatan berapa para penyerang tersebut.
Meskipun demikian, Ceng Liong menyarankan agar dibagian terdepan dalam menghalau musuh, ditempatkan Barisan 6
Pedang Pualam Hijau yang akan sanggup menghambat
masuknya puluhan atau bahkan ratusan musuh. Dia sendiri mengenal keampuhan barisan Lembahnya yang sudah teruji
dan memang sangat luar biasa digunakan. Bahkan dia sebagai Bengcu pernah mengalami kesulitan dalam menghadapinya.
Wajar bila kemudian Ceng Liong menaruh harapan besar atas Barisan 6 Pedang Giok Ceng itu.
Tetapi Siang Ki juga ternyata memiliki strategi lain. Apabila penyerang terlampau banyak, maka strategi mengurangi
jumlah musuh ketika kebingungan memasuki lembah dan
berhadapan dengan barisan gaib bisa digunakan. Menurut
Siang Ki, barisan yang paling hebat diciptakan oleh kakek mereka di samping kiri dan kanan, dan nyaris mustahil
ditembus oleh tokoh-tokoh utama sekalipun. Sementara di bagian belakang Rimba, juga sudah diatur barisan gaib lainnya yang disusun secara saksama oleh Yu Hwee pada usia
mudanya, bahkan Yu Hwee bersama Yu Siang Bun juga yang
telah menyusun dan menyempurnakan barisan gaib yang
terdapat dimana-mana seputar Lembah itu.
Menurut Yu Siang Bun sendiri, Tin yang paling sulit
ditembus adalah di sisi kiri dan kanan, juga di sisi belakang yang disusun oleh Yu Hwee berdasarkan ajaran mendiang
kakek mereka. Karena itu, paling mungkin musuh masuk
melalui sisi belakang, kecuali ada ahli tin lainnya di pihak musuh. Tetapi, keberadaan ahli tin itu tetap butuh waktu yang sangat lama untuk meloloskan jumlah banyak penyerang atau apalagi merusak barisan gaib tersebut. Karena itu, masih menurut Yu Siang Bun, upaya mengurangi penyerang baik
dilakukan ketika mereka berusaha menerobos barisan gaib itu, entah dari depan, belakang ataupun sisi kiri dan kanan. Untuk melakukannya, maka ke-4 anak muda harapan keluarga Yu,
yakni Yu Ciang Bun, Yu Liang Kun, Yu Liang San dan Yu Ko Ji sudah lebih dari cukup. Karena mereka sudah diberi
pengertian dan pemahaman mengenai barisan itu sejak lama, terutama si bungsu Ko Ji, yang nampaknya mewarisi bakat istimewa dalam Ilmu Silat dan Ilmu Barisan keluarga Yu.
Hari kedua dan ketiga, Ceng Liong banyak bertanya dan
mendapat pengetahuan baru mengenai Ilmu Barisan dari
ahlinya di Keluarga Yu, yakni Yu Siang Bun. Yu Siang Bun yang merasa sayang dengan cucu keponakannya ini
menceritakan rahasia-rahasia Ilmu Barisan yang penting-
penting agar Ceng liong tidak terperosok kedalamnya. Tetapi untuk Barisan gaib di samping kiri dan kanan, Yu Siang Bun menutup mulut, kecuali karya nenek Ceng Liong di belakang Lembah yang juga mengandung daya gaib yang hebat.
Sebagai bagian dari keturunan Keluarga Yu yang darahnya juga mengaliri darah Ceng Liong, Siang Bun beranggapan
peninggalan neneknya perlu dikenal oleh Ceng Liong. Selain memahami barisan gaib itu, Ceng Liong juga bertemu dengan Yu Liang Tan yang terkejut dan terharu melihatnya. Terlebih mengetahui kedatangan Ceng Liong sebagai Bengcu untuk
membela keluarga neneknya. Kakek tua itu begitu terharu dan terkenang dengan adik perempuannya Yu Hwee, adik yang
paling dekat dan paling disayanginya. Bahkan yang juga
dinikahkannya karena kedua orang tua mereka sudah
almarhum ketika Yu Hwee menikah.
Dan tepat seperti dugaan Ceng Liong, tengah hari, 2 hari sebelum batas akhir jawaban Maling Sakti datang membawa berita yang sangat mengejutkannya. Dengan tergesa-gesa
Maling Sakti datang menjumpainya dengan dikawal beberapa orang murid keluarga Yu dan juga Yu Ko Ji yang memang
masih rada nakal itu.
"Bengcu, sungguh celaka. Ternyata gertakan serangan ke
Benteng Keluarga Bhe dan Keluarga Yu adalah untuk
mengalihkan perhatian banyak orang. Perguruan Cin Ling Pay, baru beberapa hari lalu terkena serangan yang sama dengan Tiam Jong Pay. Hanya karena mereka lebih siap, jauh lebih banyak anak muridnya yang diselamatkan para tokohnya.
Ciangbunjin dan beberapa ahli mereka bertarung gagah dan mati di medan pertempuran, tetapi banyak juga tokoh mereka yang meloloskan diri melalui jalan rahasia membawa semua pusaka dan banyak anak murid mereka" Maling Sakti memberi laporan.
"Apa dengan demikian maksud serangan mereka kemari
hanya isapan jempol?" Tanya Ceng Liong gusar.
"Tidak juga, kota Lok Yang sekarang dipenuhi banyak sekali tokoh yang aneh-aneh, termasuk beberapa tokoh misterius yang sangat lihay. Dari beberapa informasi, jumlah penyerang ke Perguruan Yu tidak kurang dari 200 orang, lebih 2 kali lipat anak murid keluarga Yu" berkata Maling Sakti.
"Hm, sudah kuduga. Mereka pasti akan banyak
mengerahkan kekuatan, tetapi bukan jumlah anak buahnya
yang mengkhawatirkan" Potong Ceng Liong.
"Benar Bengcu. Kay Pang sudah menyediakan hampir 50
tenaga untuk memasuki lembah segera setelah Bengcu
menurunkan perintah" tambah Maling Sakti.
"Baiklah, akan kuputuskan malam ini masalah itu. Tetapi, apakah engkau memperoleh gambaran tokoh mereka yang
akan datang nanti?"
"Serangan kemari menjadi serius setelah kegagalan di
Benteng Keluarga Bhe. Nampaknya Hu Pangcu yang terluka di Benteng Bhe juga akan ikut bergabung, selain dirinya masih ada lagi See Thian Coa Ong, Pek Bin Houw Ong, Liok te Sam Kwi dan kabarnya salah seorang dari 4 Hu Hoat Thian Liong Pang akan datang. Bahkan beberapa Lhama jubah merah,
juga nampak berkeliaran di Lok Yang, dan kota Lok Yang
tertimpa beberapa keributan akhir-akhir ini" tambah Maling Sakti.
Ceng Liong nampak mengerutkan keningnya. Dia mengenal
keampuhan See Thian Coa Ong, dan sedikit mendengar
kemampuan Pek Bin Houw Ong dan Liok te Sam Kwi, padahal ternyata kemampuan orang orang itu ternyata bukan dalam kedudukan penting dalam Thian Liong Pang. Masih ada Hu
Pangcu dan Hu Hoat, yang biasanya dalam tata urut
kepandaian sebuah perguruan justru jauh lebih hebat. Dengan demikian, ada 2 lawan yang sangat berat untuk dihadapi, yakni Hu Pangcu dan seorang Hu Hoat. Dia mendengar bahwa seorang Hu Pangcu sempat bertarung rapat dan sedikit
imbang dengan Mei Lan, dan itu artinya kemampuan Hu
Pangcu ini tidak jauh dengan dirinya. Bila ada 2 tokoh
semacam ini, sungguh berat untuk dihadapi. Dengan suara berat Ceng Liong berkata:
"Maling sakti, apakah tokoh-tokoh yang kau sebut itu sudah pasti akan ikut meluruk datang?"
"Bengcu, kecuali See Thian Coa Ong dan seorang Hu-Hoat, selebihnya sudah munculkan diri. Hu Pangcu sudah terlibat di benteng keluarga Bhe dan jejaknya konangan disekitar Lok Yang oleh anak murid Kay Pang. Pek Bin Houw Ong muncul
bersama Hu Pangcu yang meributkan kekalahan mereka di
benteng Bhe dan harus menebus disini bila tidak ingin
dipermalukan. Liok te Sam Kwi juga sudah membuat onar di sekitar kota Lok Yang, bahkan membunuh 2 orang pendekar pengelana yang belum punya nama di Kang Ouw dengan
ganas. Tinggal See Thian Coa Ong dan seorang Hu-Hoat yang disebut-sebut yang belum kelihatan. Tetapi, Thian Liong Pang nampaknya tidak merahasiakan penyerbuan ini, mereka begitu yakin dan percaya diri dengan kekuatan yang mereka miliki"
jawab Maling Sakti.
Ceng Liong jadi benar-benar khawatir, karena tidak
mungkin dia membagi dirinya untuk menghadapi beberapa
orang sekaligus. Apalagi, sangat boleh jadi, Thian te Tok Ong si raja diraja racun juga muncul, bila demikian apa yang bisa dilakukan" Atau bagaimana bisa menghadapi mereka" Benar-benar memusingkan dan sulit dicarikan jalan keluarnya.
"Baiklah Sin tho, malam ini terpaksa aku akan melakukan peninjauan langsung ke Lok Yang. Biar kita bertemu disana tengah malam nanti" Demikian Ceng Liong memutuskan
percakapan. Malam itu juga dilakukan pertemuan dengan status yang
sangat darurat. Ceng Liong menceritakan hasil pengintaian dan pengamatan Kay Pang, terutama mengenai tokoh-tokoh
sesat yang sudah terkumpul dan bersiap menyerang
Perguruan Keluarga Yu. Menurut penilaian Ceng Liong,
serbuan banyak orang, masih bisa ditangkal oleh Barisan 6
Pedang Giok Ceng, tetapi melawan pemimpin mereka, yakni Hu Pangcu, Hu Hoat, See Thian Coa Ong, Pek Bin Houw Ong dan Liok te Sam Kwi, terlebih bila Thian te Tok Ong juga muncul, adalah sungguh sulit.
Karena itu, harus diupayakan agar para penyerbu sudah
banyak berkurang ketika memasuki Perguruan Keluarga Yu.
Hal ini penting agar para pemimpin yang disebut di atas, boleh di lawan oleh masing-masing tokoh keluarga Yu dibantu
beberapa anak murid. Demikianlah, malam itu banyak hal
yang dibicarakan, terutama terkait strategi dan cara
melakukan perlawanan. Dengan keterlibatan Kay Pang, maka perlawanan Keluarga Yu, telah berubah menjadi perlawanan Dunia Pendekar terhadap keganasan Thian Liong Pang.
Sebelum melakukan peninjauan terhadap keadaan di Lok
Yang, Ceng Liong kembali sejenak ke kamarnya. Tetapi,
alangkah terkejutnya ketika ditemukannya sehelai kertas dan terdapat tanda pengenal Giok Ceng atau Pualam Hijau di
atasnya. Isi surat tidak panjang, tetapi membuat perasaan Ceng Liong menjadi lebih tenang. Isi surat berbunyi:
Liong Jie, tidak perlu ke Lok Yang. Liong-i-Sinni
mengirim bantuan, seorang muridnya, juga tokoh Bu
Tong Pay sudah di Lok Yang bahkan juga jago
Bengkauw. Kekuatan cukup memadai.
Tidak ada nama pengirim surat, tetapi yang memanggilnya Liong Jie selama ini hanya Gurunya dan Kakeknya Cun Le.
Bibinya Kiang Sian Cu sudah berganti panggilan menjadi "Duta AGung" setelah dia ditetapkan menjadi Duta Agung Lembah Pualam Hijau. Selain itu, dia teringat sosok misterius yang selalu membantunya, bahkan sejak masih kehilangan ingatan.
Sosok itupun selalu memanggilnya dengan "Liong Jie" dan bahkan dengan nada yang sangat penuh kasih sayang. Tapi, yang pasti bukan gurunya dan bukan kakeknya.


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi siapakah gerangan" Tapi peduli siapa orangnya, apa yang disampaikan melalui surat tersebut membuatnya menjadi sangat tenang. Dia menduga-duga, siapakah utusan Bu Tong Pay" Siapa pulakah murid Bibi Neneknya Liong-i-Sinni" Apakah Mei Lan" Atau murid yang lain" Siapa pula jago dari
Bengkauw" Persetan dengan semuanya, yang pasti keadaan
sudah jauh lebih memadai. Dan dengan pengertian itu,
akhirnya Ceng Liong membatalkan kepergiannya ke Lok Yang, dan berbareng dengan pembatalannya itu, beruntun masuk ke Pekarangan perguruan kurang lebih 50 orang murid Kay Pang yang langsung minta melapor ke Bengcu dan Ketua Perguruan Keluarga Yu. Sudah tentu Ceng Liong menjadi gembira dan dengan cepat memapak kedatangan rombongan Kay Pang
tersebut. Demikian juga Yu Siang Ki dengan cepat menemui rombongan Kay Pang tersebut.
Hari terakhir dari batas waktu yang ditetapkan, sementara semua keluarga Yu nampak tegang, kecuali Yu Siang Ki yang sudah dibisiki Ceng Liong serta Ceng Liong sendiri, semua orang nampak semakin tegang. Semua murid Keluarga Yu
sudah bersiap, demikian pula Barisan 6 Pedang Giok Ceng dan 5 anak murid Kay Pang yang menempatkan posisi mereka di bawah komando Ceng Liong secara langsung. Bahkan
menjelang malam, tanda tanya seputar siapakah tokoh Bu
Tong Pay dan anak murid utusan Liong-i-Sinni terjawab.
Dan Ceng Liong menjadi sangat gembira menyambut kedua
tokoh tersebut, yakni Sian Eng Cu Tayhiap mewakili Bu Tong Pay serta Sian Eng Li Liang Mei Lan mewakili Bu Tong Pay dan guru keduanya, Liong-i-Sinni.
"Kiang Bengcu, lohu Tong Li Koan mewakili Bu Tong Pay
datang membantu Bengcu dan keluarga Yu disini" begitu
bertemu Sian Eng Cu Tong Li Koan langsung menjalankan tata krama dunia persilatan dengan menyapa dan menemui
terdahulu Kiang Ceng Liong dan Yu Siang Ki. Dia sudah
mendengar kehebatan anak muda ini dari gurunya Wie Tiong Lan, karena itu diam-diam dia mengagumi kesederhanaan
anak muda yang nampak bersahaja namun berisi itu. Bahkan, secara tersirat dia berniat untuk menjodohkan sumoynya
dengan anak muda itu.
Setelah itu, Liang Mei Lan juga kemudian memperkenalkan diri, "Kiang Bengcu dan Yu Pangcu, aku Liang Mei Lan
mewakili Suhu Liong-i-Sinni dan juga Bu Tong Pay datang membantu disini".
Kiang Ceng Liong dan Yu Siang Ki menyambut dengan
sangat gembira, baik Sian Eng Cu maupun Sian Eng Li yang merupakan tenaga bantuan yang sangat berarti. Terutama
Kiang Ceng Liong, sangat jelas kelihatan dia gembira bertemu dengan Mei Lan. Tetapi rasa gembiranya sedapat mungkin
ditahannya, terlebih karena dimata Mei Lan juga tersimpan
"rasa" yang sama. Hanya, penyambutannya yang sangat
antusias terhadap keduanya tak dapat disembunyikannya.
Bahkan dia menyapa dan bertanya kepada Mei Lan:
"Ach, Lan Moi, engkau tambah gagah dan terkenal saja.
Terima kasih atas kedatangan dan bantuanmu. Bagaimanakah gerangan kabar suhumu yang kedua?"
Liang Mei Lan juga bukannya tidak bergirang bertemu
dengan Ceng Liong. Apalagi, setelah melihat Ceng Liong
ternyata sudah menjadi Bengcu yang bahkan suhengnya
nampak sangat menghormatinya. Tetapi, meskipun gembira
dan terasa getar lain dihatinya, tetapi betapapun rasa
penasarannya atas kehebatan Ceng Liong yang menjadi
Bengcu tetap susah ditahannya. Sungguh keadaan mereka
berdua terhitung rumit. Meski hati masing-masing terisi cinta, tetapi tembok yang teramat tebal membatasi langkah mereka untuk cepat menyatu. Dengan alas an masing-masing yang
sangat berbeda.
"Ach, maafkan Bengcu, suhu Liong-i-Sinni menemuiku dan
memintaku mewakilinya membantu keluarga Yu. Dia orang
tua, keadaannya baik-baik saja, hanya dia menitipkan pesan kepada Bengcu untuk hati-hati dalam membawa diri"
"Ach, terima kasih atas perhatian dia orang tua. Lan Moi, engkau diutus gurumu untuk membantu keluarga
keponakannya atau iparnya. Sayang aku belum pernah
berkesempatan menemuinya, juga menemui adik
perempuanku yang berada di tangan dia orang tua" Ceng
Liong bergumam, sambil membayangkan bagaimana kiranya
bentuk dan tabiat bibi neneknya, atau adik kakeknya Kiang In Hong yang sangat terkenal itu. Sementara selintas rasa kaget nampak di wajah Mei Lan mengetahui bahwa keluarga Yu
ternyata memiliki hubungan erat dengan guru keduanya.
Pantas dia menerima pesan dan tugas dari gurunya untuk
membantu keluarga Yu, meskipun pesan itu diterimanya
hanya melalui sehelai surat yang disampaikan oleh gurunya itu kepadanya. Sudah tentu dengan penuh sukacita dan rasa
terima kasih yang dalam Mei Lan memenuhi permintaan
subonya tersebut. Orang tua yang juga sangat dihormatinya karena menyelamatkan nyawanya dan bahkan menghadiahkan
kemajuan Silat yang luar biasa, termasuk Ilmu Ginkang nomor satu yang melontarkan kemampuan ginkangnya pada tataran teratas dewasa ini.
Sementara itu, Yu Siang Ki juga sudah sedang beramah
tamah dengan Sian Eng Cu yang membiarkan sumoynya
bicara dengan Ceng Liong. Sebagai orang yang sudah banyak makan asam garam, dia mengerti bahwa sumoynya seperti
menyimpan rasa penasaran dan rasa kagum sekaligus
terhadap Bengcu yang masih muda ini. Dan diam-diam, dia memang mengharapkan hal itu terjadi, sungguh pasangan
yang luar biasa, pikirnya.
Bila dibutuhkan, nampaknya diapun bersedia untuk
membantu kedua anak muda ini untuk merangkap jodohnya.
Tidak berapa lama, akhirnya Yu Siang Ki mempersilahkan Sian Eng Cu dan Sian Eng Li untuk beristirahat sejenak, karena malamnya merekapun diundang untuk membicarakan
persiapan terakhir. Bahkan, tidak berapa lama kemudian, muncul juga Maling Sakti si pembawa berita terakhir mengenai keadaan Lok Yang dan rencana para penyerang.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 21: Melawan Hu Hoat Thian
Liong Pang Sebagaimana diduga, serangan Thian Liong Pang dilakukan secara terbuka, bukannya sembunyi-sembunyi. Bahkan,
sepertinya, serangan terhadap Keluarga Yu ini seperti
disengaja sehingga melibatkan banyak pihak dari kalangan pendekar. Terlebih, Thian Liong Pang, nampaknya sangat
yakin dengan kekuatan mereka untuk menyerang, karena
sebagaimana ditelisik Maling Sakti dan Kay Pang, penyerbu ini dipimpin oleh Hu Pangcu, tapi bukan hanya 1 Hu Pangcu,
tetapi ada 2 Hu Pangcu. Ternyata, dalam Thian Liong Pang, dikenal 3 orang Hu Pangcu, yang sudah tentu memiliki
kesaktian yang luar biasa.
Hu Pangcu yang pertama teramat misterius, dan belum
seorangpun yang bisa mengenali, karena dia sama rahasianya dengan Pangcu Thian Liong Pang. Keduanya membekal
kepandaian yang nyaris seimbang, hanya sedikit kematangan Pangcu yang membuatnya berada di atas Hu Pangcu yang
sama misteriusnya dengan Pangcu ini. Hu Pangcu yang kedua dan yang ketiga, memiliki tugas masing-masing yang agak berbeda. Hu Pangcu Kedua, adalah Hu Pangcu urusan Dalam, yang menangani persoalan persoalan yang terkait dengan misi yang ditetapkan dan pengaturan Pang dan kekuatan Pang
dalam mencapainya. Sementara Hu Pangcu ketiga adalah Hu Pangcu untuk urusan luar, yaitu yang menghubungkan Pang dengan Organisasi Lain, sekaligus melaksanakan semua
rencana yang disusun oleh Thian Liong Pang.
Hu Pangcu yang datang ke Keluarga Yu kali ini adalah Hu Pangcu yang pertama dan Hu Pangcu yang Ketiga. Hu Pangcu kedua dan ketiga, sebetulnya adalah bentuk kesepakatan
antara Thian Liong Pang dengan Pendekar Pedang dari Tang ni dan rombongan Lhama Jubah Merah yang mencari
perlindungan ke Tionggoan. Rombongan Lhama Jubah merah, sudah lama dinyatakan buron di Tibet, dan mereka kemudian mencari perlindungan dengan bergabung bersama Thian Liong Pang.
Dan karena diantara mereka terdapat 3 jago utama yang
sangat lihay dan beberapa lhama jubah mereh mereka yang juga sangat lihay, akhirnya salah satu jabatan Hu Pangcu dan Hu Hoat diserahkan kepada mereka. Hu Pangcu yang
diberikan untuk rombongan Lhama dari Tibet adalah Hu
Pangcu Ketiga, dan orang inilah yang datang bersama Hu
Pangcu pertama. Hu Pangcu ketiga ini, adalah Sute termuda dari Bouw Lek Couwsu, yang telah menanggalkan jubah
Lhama setelah gagal di Tibet.
Tetapi, dalam hal kepandaian, Hu Pangcu yang nama
dulunya adalah Bouw Sek Couwsu dan sekarang berganti
nama menjadi Tibet Sin-mo Ong (Raja Iblis Sakti dari Tibet), bahkan tidak kalah dari Bouw Lek Couwsu, bahkan usianyapun jauh lebih muda. Saat menjabat sebagai Hu Pangcu, usianya baru sekitar 55 tahun, dan menjadi yang termuda diantara sesama Hu Pangcu.
Selain kedua Hu Pangcu ini, ikut juga dalam penyerangan ini adalah seorang Hu Hoat, yakni Bouw Lim Couwsu, suheng dari Tibet Sin Mo. Kemudian nampak juga ada See Thian Coa Ong, yang dulu sempat dilukai oleh Kiang Ceng Liong dan sekarang sudah sembuh, bahkan sudah mampu
menyempurnakan ilmu sakti yang dulu sedang didalaminya
ketika bertapa di dekat Pakkhia.
Nampak pula Pek Bin Houw Ong, yang kali ini siap dengan senjata Cakar Harimau yang sudah dipasangi tali ikatan
sehingga bisa dijadikan senjata penyerang. Selain Pek Bin Houw Ong, juga ada 3 orang lainnya yang sangat kejam, yang terkenal dengan nama Liok te Sam Kwi (Tiga Setan Bumi).
Setelah para tokoh itu, nampak yang memimpin para
penyerbu adalah Ciam Goan Thai-lek-kwi (Setan Bertenaga Besar) bersama dengan Ma Hoan Ngo-bwe Sai-kong (Kakek
Muka Singa Berekor Lima), keduanya adalah murid ketiga dan keempat See Thian Coa Ong, yang setelah kehancuran Hek-i-Kay Pang akhirnya masuk menjadi anggota Thian Liong Pang.
Apalagi karena memang dibentuknya Hek-i-Kay pang adalah untuk kepentingan Thian Liong Pang dan menggunakan
kekuatan-kekuatan Thian Liong Pang.
Para penyerbu di bagian depan, sepertinya memang
ditakdirkan untuk menjadi korban alias dikorbankan. Karena mereka rata-rata, memang adalah anggota taklukan dari
beberapa Perguruan yang kurang terkenal, dan orang-orang seperti inilah yang menjadi umpan. Seperti juga yang terjadi kali ini, mereka menjadi penyerang pelopor dari hampir 200
pasukan penyerbu yang terdiri dari 48 Barisan Warna Warni, 52 Pasukan Berjubah Hitam dan sisanya adalah pasukan
pelopor yang biasanya dengan mudah mati dibunuh lawan.
Dan, memang kelompok inilah yang kemudian menjadi korban dari kebinalan perang gerilya di balik barisan gaib yang dipimpin oleh generasi muda keluarga Yu, terutama yang
paling tangkas karena sangat mengerti ilmu barisan adalah Yu Ko Ji.
Dan, target kedua belah pihak memang tercapai. Di pihak Keluarga Yu, target mengurangi sebanyak mungkin kelompok penyerbu terpenuhi, lebih 50 atau mendekati angka 60
penyerbu mati atau terluka parah, sementara di pihak
keluarga Yu, hanya kehilangan sekitar 7 orang meninggal.
Dengan demikian, kelebihan jumlah penyerbu menjadi tidak begitu berarti lagi. Penyerang menjadi tidak begitu berbahaya lagi dari segi jumlah. Tetapi para penyerang tetap optimist karena didampingi dan dipimpin oleh tokoh-tokoh besar dari Thian Liong Pang, bahkan didampingi 2 Hu Pangcu dan
seorang Hu Hoat. Kekuatan yang sangat luar biasa tentunya.
Tetapi, dipihak penyerang yang memang memilih
menyerang terbuka dengan mengandalkan kekuatan,
kehilangan pasukan penyerbu yang memang sengaja
dikorbankan sama sekali tidak dihitung kerugian. Jumlah itu dianggap wajar, karena imbalannya adalah ditembusnya
barisan gaib keluarga Yu, dan sekarang sudah nampak di
kejauhan wuwungan rumah keluarga perguruan Yu. Tetapi,
rupanya, keluarga Yu tidak memilih untuk bertempur didalam pekarangan rumah, tetapi memilih bertempur di luar. Karena itu, di areal yang cukup luas, para penyerbu kemudian telah disambut oleh Barisan 6 Pedang Pualam hijau.
Sebuah Barisan Pedang yang sangat istimewa dan anehnya
selama 10 tahun terakhir, baru kali ini muncul. Dan inilah kejutan pertama yang tidak disangka oleh penyerbu, karena barisan ini luar biasa ampuhnya. Dan dengan sangat terpaksa, Barisan Warna Warni harus menghadapi Barisan 6 Pedang
meskipun tanpa kepastian menang. Dan, sudah pasti, tenaga 48 penyerbu akan tersedot untuk membentuk barisan
menandingi barisan 6 pedang. Dan memang itulah yang
terjadi dan sengaja diatur oleh Ceng Liong untuk menyedot jumlah lebih banyak penyerang dalam menghindari korban
lebih banyak di pihak keluarga neneknya. Dengan tersedotnya jumlah 48 barisan warna-warni, maka praktis pertempuran diantara para murid akan berlangsung dalam jumlah yang
seimbang, karena di bawah komando Ceng Liong terdapat
jumlah 50 orang pasukan lain dari Kay Pang.
Ketika semua pasukan penyerbu sudah meluruk masuk
dengan dipimpin oleh Ciam Goan dan Ma Hoan, sementara
barisan warna warni dipimpin oleh pemimpin masing-masing sesuai warnanya. Di belakang mereka kemudian baru berjalan masuk Hu Pangcu Pertama dan Ketiga, kemudian Hu Hoat
Bouw Lim Couwsu, Liok te Sam Kwi, See Thian Coa Ong dan Pek Bin Houw Ong. Nampaknya yang memegang komando
kali ini adalah Hu Pangcu ketiga, Tibet Sin Mo Ong. Begitu tiba, dia segera melesat kedepan dan didampingi oleh Hu Pangcu pertama dan suhengnya Bouw Lim Couwsu yang
menjadi salah satu dari 4 Hu Hoat Thian Liong Pang.
Kemunculan Bouw Lim Couwsu sangat mengagetkan Sian
Eng Cu yang bersama Sian Eng Li menemani Ceng Liong dan Yu Siang Ki. Tentu saja dia mengenal Bouw Lim Couwsu
sebagai salah seorang tokoh hebat yang pernah kecundang di tangan gurunya karena berontak terhadap pimpinan Lhama
Tibet. Sementara Ceng Liong juga berkerut melihat ternyata ketiga orang yang menghadapi mereka sekarang ternyata
memiliki Ilmu yang luar biasa. Tetapi, Ceng Liong mampu bersikap tetap tenang, seperti juga Sian Eng Cu yang berdiri berjajaran di baris paling depan. Baru di belakang barisan depan, secara bersama terdapatlah Yu Siang Bun, Yu Ko Ji, Yu Ciang Bun, Yu Liang Kun dan Yu Liang San serta Maling Sakti dan Lauw Cu Si, Pengemis Kepala Batu dari Lok Yang.
Ketika akhirnya semua tokoh sudah bediri saling
berhadapan, perang mental dengan segera terjadi. Saling tatap dan saling ukur mulai dilakukan, dengan Sian Eng Cu dan Yu Siang Ki yang paling berpengalaman merasa tergetar karena melihat dipihak lawan ada Bouw Lim Couwsu yang luar biasa lihay. Meski belum sehebat Bouw Sek Couwsu, tetapi tokoh ini jelas tokoh kelas kakap yang akan sangat sulit untuk dihadapi olehnya dan mungkin juga oleh Mei Lan dan Ceng Liong.
"Hm, jadi inikah kekuatan yang diandalkan oleh Keluarga Yu untuk menghadapi Thian Liong Pang. Pasti ini Barisan 6
Pedang Pualam Hijau, sungguh hebat, dan ehm ".tentunya
Bengcu Tionggoan juga berada ditempat ini. Mengapa tidak keluar menemui kami?" Terdengar Tibet Sin Mo Ong
mengeluarkan suara menjengek yang sangat tidak sedap
didengar dan pandangan matanya seakan menghina melihat
Barisan 6 Pedang dan kemudian matanya jelajatan mencari yang menjandi Bengcu saat ini. Dan sementara itu,
mendengar ucapan Tibet Sin Mo Ong, Yu Siang Ki segera
sadar, dan dia kemudian mengernyit dan berbisik kepada
Ceng Liong: "Kiang Bengcu, silahkan memimpin kita sekalian untuk melawan para perusuh ini".
Tapi Kiang Ceng Liong yang masih sangat hijau itu nampak berusaha menolak dan berkata sambil berbisik kepada paman kakeknya Yu Siang Ki:
"Paman Kakek Yu, biarlah engkau saja orang tua yang "."
Belum selesai suara penolakan Ceng Liong, telinganya tiba-tiba menangkap sebuah suara lirih, tetapi sangat jelas
maknanya: "Liong Jie, jangan mempermalukan kedudukanmu sebagai
Bengcu. Tugas itu harus kauterima, Paman Yu Siang Ki sudah bertindak dengan sangat tepat. Lakukan segera"
Kiang Ceng Liong nampak tersentak. Lagi-lagi Liong Jie, Liong Jie, tapi kali ini suara itu menyebut Yu Siang Ki sebagai
"paman", siapa lagikah yang memanggil Yu Siang Ki sebagai paman kecuali ayahnya" Apakah ayahnya benar
membayanginya selama ini" Ingatan akan hal ini
membangkitkan semangat dan kegagahannya. Segera sifat
gagahnya kelihatan menonjol keluar dan dengan mengangguk kearah Yu Siang Ki, kemudian Ceng Liong berkata tegas:
"Biarlah tugas pertamaku sebagai Tionggoan Bengcu
dilakukan dengan menghajar orang-orang yang tidak tahu
aturan dan tata krama dunia persilatan. Aku, Kiang Ceng Liong dari Lembah Pualam Hijau, bukan hanya membantu Keluarga Yu, tetapi membantu dunia persilatan untuk sekali lagi
memukul Thian Liong Pang sebagaimana dilakukan Sian Eng Li dan Sian Eng Cu menghajar mereka di Benteng Keluarga Bhe".
"huh, sombongnya" terdengar suara dengusan murka dari
mulut Hu Pangcu pertama. Karena dialah yang dimaksud
dipukul dan terpukul kalah telak di dalam benteng keluarga Bhe, sesuatu yang sangat memalukannya diusik orang, jelas hatinya tidak senang.
"Dan sekarang, perusuh yang sama mencari gebuk
pemukul pantatnya di Perguruan Keluarga Yu" tambah Ceng Liong. Kalimat terakhirnya, membuat bukan hanya Hu Pangcu pertama, tetapi bahkan Tibet Sin Mo Ong juga terpengaruh dan menggereng marah:
"Huh, anak muda, jadi engkau yang menjadi Bengcu.
Hahahaha dengan umur atau sehijau engkau, apakah yang
bisa kau lakukan " Hahahahahaha, orang-orang di Tionggoan sungguh lucu" Kembali Tibet Sin Mo Ong tertawa ngakak
dengan nada menyakitkan, tetapi selekasnya dia
menyambung: "Apa kau pikir kalian sanggup menahan kami dan memukul
mundur kami" Kami tidak takut dengan barisan gaib keluarga Yu, dan sekarang kita sudah berhadap-hadapan".
Yu Siang Ki yang temberang sudah menjadi sangat murka,
demikian juga sebagian dari rombongan keluarga Yu. Dalam murkanya Yu Siang Ki malah sudah menukas:
"Kalian memang tidak takut, tetapi setidaknya jumlah kalian sudah berkurang banyak. Dan, belum tentu kami tidak
sanggup memberi hajaran bagi kalian untuk pulang dengan hajaran setimpal".
"Paman Yu Siang Ki benar, selain jumlah kalian sudah
berkurang banyak, kamipun masih sanggup untuk
memberikan pukulan bagi kalian para perusuh dunia
persilatan. Dan terserah kalian, mau mengerahkan semua
penyerang dengan menghadapi Barisan 6 Pedang Pualam
Hijau atau bertarung dengan cara bagaimana" Ceng Liong
menambahkan dengan mantap.
Tiba-tiba Hu Pangcu pertama yang sudah kesal dengan
dibongkarnya kekalahan pasukannya di Benteng Keluarga Bhe mendengus kesal dan tertahankan dia berkata dengan suara tawar:
"Anak kemarin sore, apakah kau pikir Barisan 6 Pedangmu, menjagoi tanpa tanding" Biarlah aku menantang barisan
pedangmu dengan barisan warna warniku" Berkata Hu Pangcu pertama sambil melirik Hu Pangcu Ketiga meminta
persetujuan, dan sekilas nampak Tibet Sin Mo Ong
mengiyakan. Dan segera setelah itu, nampak Hu Pangcu
Pertama memerintahkan sesuatu kearah Barisan Warna-Warni yang segera bergerak dengan 2 barisan berputar searah jarum jam dan 2 barisan lagi berputar dengan arah sebaliknya.
Tetapi putaran itu aneh dan luar biasanya menjadi semacam gerigi berputar dan menyambar kearah Barisan 6 Pedang
Pualam Hijau. Pertempuran pertama yang aneh dan ajaib
dimulai, antara 2 barisan yang terkenal dalam dunia persilatan dewasa ini.
Duta Perdamaian Lembah Pualam Hijau yang membentuk
Barisan 6 Pedang nampak kemudian terkurung dalam gerigi berputar dan seakan ingin menelan mereka. Tetapi, Barisan 6
Pedang sendiri sudah siap, sangat siap malah menyambut
Barisan Duta Warna Warni. Dan ketika mereka mau di bekap dan dikungkung oleh barisan tersebut, tiba-tiba Duta pertama yang memegang pimpinan di kepala barisan berteriak, diikuti oleh 2 barisan pedang dibelakangnya. Sementara ekor barisan yang dipegang oleh Duta keenam, nampak bersiaga memberi support dan perlindungan bersama 2 duta lainnya.
Terjangan tadi, menandai benturan antara kedua barisan, dan tidak berapa lama, pertempuran antara kedua barisan sudah sulit diikuti mata telanjang tokoh silat kelas 1 sekalipun.
Sementara, baik Ceng Liong, Hu Pangcu dan tokoh utama
lainnya melihat dengan jelas, bahwa pertarungan antara
kedua barisan akan berjalan lama. Tak ada kekhawatiran
sedikitpun dalam diri Ceng Liong, karena dia sudah mnenjajal kemampuan barisan ini yang sangat luar biasa, selain dia sudah sempat menyempurnakan latihan ginkang kepala dan
ekor barisan, serta Soan Hoang Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut bagi 4 duta lainnya. Sudah lebih dari cukup, pikir Ceng Liong.
Sementara itu, nampak Hu Pangcu Ketiga, Tibet Sin Mo
Ong mengeluarkan perintah kepada Ma Hoan dan Ciam Goan
untuk segera maju menyerang dan membuka front
pertempuran yang lain. Semua itu diikuti dengan jelas oleh Ceng Liong, karena itu dia melirik ke arah Maling Sakti dan Lauw Cu Si untuk mempersiapkan pasukan Kay Pang, dan
juga berbisik kepada Yu Siang Ki untuk menyiapkan anak
murid Keluarga Yu. Dan benar saja, nampak kemudian Ma
Hoan dan Ciam Goan sudah menggerakkan barisan yang
mereka pimpin, dan dengan cepat Lauw Cu Si sudah mengatur barisan Kay Pang membentur barisan Thian Liong Pang.
Jumlah mereka menjadi seimbang ketika Yu Ciang Bun dan Yu Liang Kun serta Yu Liang San kemudian ikut terjun bersama lebih 30an anak murid keluarga Yu.
Sedikitnya, 20 lebih anak murid keluarga Yu, dengan
dipimpin oleh Yu Ko Ji menjadi pasukan cadangan untuk
mengamati keadaan medan pertempuran. Kembali terjadi
benturan antara jumlah yang lebih besar dan juga nampaknya berimbang, dan ini membuat Tibet Sin Mo Ong menggeram
murka, dia tidak menyangka akan bertemu Barisan 6 Pedang didalam perguruan keluarga Yu. Dan nampaknya, jumlah
penyerbu yang diperhitungkan mereka sudah lebih dari cukup, bisa tertandingi karena Barisan 6 Pedang menyerap banyak jumlah anak buahnya untuk mengurung mereka.
Tiba-tiba terdengar gelak tawa Ji Kwi dan Sam Kwi dari
rombongan tokoh penyerang Thian Liong Pang:
"Hahahahaha, Hu Pangcu, kami jadi tertarik untuk bermain-main, mari carikan kami lawan, atau biarlah kami berpesta dengan musuh-musuh kita" bersamaan dengan itu, ketiga
Setan Bumi nampak berjalan memisahkan diri dari rombongan pemimpin Thian Liong Pang. Mereka mulai berjalan kearah arena pertempuran kedua, dan dengan cepat Ceng Liong
memutuskan tokoh yang tepat menghadapi mereka
nampaknya adalah Sian Eng Cu, dan sekejap melirik kearah orang tua itu, yang dengan cepat tanggap dengan keadaan dan sudah melayang menghadang ketiga tokoh mengerikan
itu. "Sabar dulu Thian te Sam Kwi, jika mau bermain-main,
biarlah dengan lohu, tua-sama tua, tidak usah mencari lawan yang lain"
Thai Kwi yang tentu mengenal Sian Eng Cu segera tergelak tertawa sambil berucap: "Apakah Sian Eng Cu sudah merasa mampu melawan kami?" Tetapi sambil bertanya dia sudah
menyerang kearah Sian Eng Cu dan kembali terjadi
pertempuran, kali ini dengan tokoh yang lebih berat.
Sebetulnya, diantara 4 datuk iblis ini, yang terhitung paling lihay adalah Thian te Tok Ong, sedikit dibawahnya adalah See Thian Coa Ong dan Thian te Sam Kwi karena mereka maju
bertiga, baru di urutan buncit adalah Pek Bin Houw Ong, meski jarak mereka tidak berjauhan.
Dan Sian Eng Cu juga menyadari, kalau Liok te Sam Kwi ini terasa lebih berisi ketimbang Pek Bin Houw Ong, terlebih setelah mereka menyelesaikan Ilmu mereka yang terakhir, yakni Ha Mo Kang sampai pada tingkat yang sempurna.
Mereka menyelesaikan penyempurnaan Ilmu ini bersamaan
dengan See Thian Coa Ong yang juga menyelesaikan
penyembuhan lukanya yang bahkan berbareng memperkuat
tenaganya hingga sanggup menyelesaikan menyempurnakan
Ilmu barunya. Melihat pertarungan sudah berjalan sengit, Hu Pangcu
pertama yang selama beberapa minggu terakhir merenungi
kembali pertempurannya dengan Mei Lan, menjadi penasaran.
Dan ketika dia melihat kembali Liang Mei Lan, sudah sejak tadi tangannya gatal untuk menyerang gadis itu, tetapi tentu saja dia tidak berani lancang tangan mendahului, sebab dia masih menghormati Hu Pangcu ketiga yang diserahi tanggungjawab memimpin serangan ini. Tetapi setelah pertempuran berkobar, dia kemudian melirik Hu Pangcu Ketiga yang dengan cepat diiyakan dan diijinkan baginya untuk maju. Dengan langkah lebar, kemudian dia maju kedepan dan berkata menantang
Mei Lan yang sejak tadi lebih banyak berdiam diri dengan membiarkan semua urusan ditangani oleh Ceng Liong dan Yu Siang Ki, toch dia hanya membantu:
"Nona, mari kitapun melanjutkan pertempuran kita yang


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih belum sempat kita selesaikan" Hu Pangcu sudah
dengan segera memilih lawan yang memang sudah sejak tadi diincarnya. Dan sudah tentu Mei Lan tidak akan ingkar untuk melawannya, tetapi yang kaget adalah jajaran keluarga Yu, mereka tidak mengira Mei Lan akan meladeni tantangan
seorang tokoh sehebat Hu Pangcu, terlebih gadis itu masih remaja. Tetapi kekagetan dan kekhawatiran mereka sirna
begitu Mei Lan berkelabat teramat pesat dan cepat
menyongsong Hu Pangcu dan segera terlibat dalam
pertarungan yang nampak bahkan lebih mendebarkan
dibandingkan pertempuran-pertempuran lainnya yang terjadi disekitar arena yang semakin meluas itu.
Begitu melihat bahwa Hu Pangcu pertama juga ternyata
memperoleh lawan yang setimpal, Hu Pangcu ketiga menjadi sangat kaget. Tidak disangkanya Liang Mei Lan memang
sangat ampuh, bahkan gerakan-gerakannya seperti tidak
masuk akal bisa dan mungkin dilakukan, dengan liukan-liukan yang mematahkan asumsi gaya gravitasi. Karena itu, dia
melirik See Thian Coa Ong untuk maju ke arena. Tetapi,
majunya tokoh ini dengan segera telah dihadang oleh seorang nona yang lain, yang entah sejak kapan sudah berada di
lingkungan pertempuran dan memandang majunya See Thian
Coa Ong dengan garang. Bahkan kemudian dengan garang si Nona memapak maju sambil berkata:
"Coa Ong, aku datang untuk menuntutmu memberi tahu
dimana cici Giok Hong kau sembunyikan"
See Thian Coa Ong tentu saja tidak mengenal si gadis
pendatang, adik dari Siangkoan Giok Hong bernama
Siangkoan Giok Lian yang dulu mengeroyoknya bersama Ceng Liong. Tapi karena gadis ini menghalangi jalannya, tanpa banyak cingcong, dia justru langsung menyerangnya, dengan hanya berkata:
"Aku orang tua tidak mengenal cicimu, tapi kuusulkan
untuk coba kau mencarinya di Neraka gadis kecil"
Giok Lian yang sedang sedih kehilangan cicinya yang
sangat disayanginya, sudah tentu menjadi sangat marah. Dan dengan segera dia memapaki serangan-serangan See Thian
Coa Ong. Dan anehnya, gadis ini yang pernah muncul di
daerah Bing lam, nampak juga sudah sedemikian lihainya, dia bahkan tidak kalah melawan datuk iblis yang sakti ini. Bahkan nampaknya meladeni serangan Coa Ong dengan ringan dan
santai saja. Dengan menggerak-gerakkan tangannya menggunakan
Kang See Ciang (Tangan Pasir Baja), dia tidak takut dengan racun ular si Raja Ular, bahkan dengan jurus Jiauw-sin-pouw-poan-soan (Langkah Sakti Ajaib Berputar-putar) dia seolah-olah sedang mempermainkan See Thian Coa Ong yang
mengejar-ngejarnya seperti anak kecil. Tetapi, diapun tidak takut membentur lengan See Thian Coa Ong. Sementara Ceng Liong tersentak mendengar seorang gadis mencari Giok Hong.
Itu berarti Giok Hong tidak kembali ke Bengkauw, bagaimana akhirnya nasib nona itu" Ceng Liong benar-benar bingung dengan kenyataan ini.
Arena terakhir ini, mulai menumbuhkan perasaan yang
mengkhawatirkan bagi Hu Pangcu Ketiga. Tapi untungnya, dia masih mempunyai 2 jagoan utama yang belum turun, dia
sendiri dan suhengnya yang menjadi Hu-Hoat yang
kepandaiannya sudah sangat dia yakini kehebatannya. Maka dia melirik Pek Bin Houw Ong untuk maju ke arena, dan untuk melawan tokoh yang satu ini, Yu Siang Ki sudah sejak tadi menyiapkan dirinya.
Dan karena arena ini bukan arena perang tanding, tetapi pertempuran melawan para penyerang yang tidak
mengindahkan sopan santun, maka Yu Siang Ki sejak awal
suah menyiapkan diri bersama adiknya Yu Siang Bun. Karena itu, ketika menemukan kenyataan bahwa Pek Bin Houw Ong
ini memang sangat tangguh, masih lebih tangguh sedikit
dibandingkan dirinya, dia sudah memberi isyarat kepada
adiknya untuk membantunya dan membuat arena baru
pertempuran di keluarga Yu ini. Dengan mengeroyok, barulah Pek Bin Houw Ong bisa dibatasi kebuasannya. Hu Pangcu
ketiga tidaklah mungkin protes, karena dia sadar ini bukan arena perang tanding, tetapi arena pertempuran penyerbuan sebuah keluarga Perguruan di Tionggoan.
Dan diapun melihat, tiada yang bisa menarik keuntungan
secepatnya dari arena pertempuran yang baru ini. Karena dia agak segan untuk meminta suhengnya turun tangan, akhirnya dia berbisik kepada suhengnya, sekaligus Hu-Hoat Thian Liong Pang untuk sementara mengambil alih kepemimpinan, dia
akan menempur Bengcu Tionggoan, Kiang Ceng Liong.
Nampak Couw Lim Couwsu hanya mengangguk, tetapi
terdengar dia berdesis lirih:
"Jangan terlalu percaya diri, kulihat anak itu sudah sanggup mengatur sinkangnya semau hatinya. Tidak pernah dia
nampak gelisah di wajahnya, dan gerak-geriknya sungguh
mendebarkan. Bahkan mungkin Toa Suhengmu dan lohu
belum tentu bisa menandinginya".
Tibet Sin Mo Ong terperanjat mendengar uraian suhengnya itu, dan mau tidak mau dia percaya, karena dia tahu benar kelihayan dan ketajaman mata Ji Suhengnya ini.
"Baik ji suheng, aku akan berhati-hati" bisiknya. Setelah itu, dia maju dan mencelat ke depan sambil menantang Kiang
Ceng Liong dengan pongahnya:
"Mari Bengcu, tinggal engkau yang tidak memiliki lawan, bairlah lohu yang melayanimu dan sekaligus mematahkan
perlawanan kalian disini"
Tapi belum lagi Ceng Liong bergerak, sekali lagi terdengar desisan lirih di telinganya: "belum saatnya Liong Jie, biarkan orang ini menjadi lawanku, karena dia bahkan sama lihay dan berbahayanya dengan Bouw Lim Couwsu yang menjadi Hu-Hoat, awasi tindakannya suhengnya dan jangan berayal". Dan benar saja, dihadapan Tibet Sin Mo Ong telah berdiri seorang yang berpakaian serba hitam dan wajahnyapun mengenakan
secarik kain yang membuat wajahnya sulit dikenal, bahkan juga masih menggunakan sebuah caping lebar yang
menambah kemisteriusan orang tersebut. Begitu tiba
dihadapan Tibet Sin Mo Ong, dia langsung menyambut
tantangan dan berkata:
"Hu Pangcu, belum saatnya Tionggoan Bengcu turun
tangan. Mari, biarkan kami dari Lembah Pualam Hijau untuk membenturmu dan berusaha mengirimmu pulang ke Tibet".
"Siapa pula engkau, dan apa maksudmu menyembunyikan
diri dibalik secarik kain dan caping lebar itu?"
"Tidak perlu kau tahu, yang penting adalah, aku mewakili Bengcu untuk mengenyahkanmu"
"Hm, sombong, baiklah kau terimalah ini" sambil menjerit marah, Tibet Sin Mo Ong segera mengulurkan tangannya yang secara luar biasa bisa memanjang beberapa centi meter
dibanding tangan orang biasa dan segera menonjok kearah ulu hati si kerudung hitam. Tapi, dengan cepat tangan si kerudung hitam menutuk kearah tangan memanjang Tibet Sin Mo Ong, sehingga tonjokkan dibatalkan dan berubah menjadi cengkeraman ke arah totokan si kerudung hitam, totokanpun dengan segera berubah arah dan dari samping mengarah ke cengkeraman Tibet Sin Mo Ong yang dengan cepat kembali
mengubah arah cengkeraman menjadi pukulan menyambut
totokan. Tak ampun lagi, terjadi benturan yang menggoyahkan
kedua orang itu, dan tak nampak seorangpun diantara
keduanya yang goyah oleh benturan tersebut. Episode
serangan Tibet Sin Mo Ong sampai benturan terjadi, hanya memakan waktu tidak lebih dari 2 detik, bisa dibayangkan kecepatan orang-orang itu dalam memukul, merubah gaya
dan menyalurkan tenaganya. Tapi benturan itu membuat Tibet Sin Mo Ong terperanjat, ternyata masih ada tokoh lain yang sanggup menandinginya, dan dia merasa pasti, tokoh ini
pastilah berasal dari Lembah Pualam Hijau.
Sebenarnya bukan hanya Tibet Sin Mo Ong yang kaget
melihat kehadiran si kerudung hitam bercaping lebar, tokoh yang akhir-akhir ini sering membantai pembunuh dari Thian Liong Pang. Bahkan Ceng Liong sendiri sangat terkejut,
terutama karena melihat permainan Giok Ceng Cap Sha Sin Ku Hoat yang sangat matang dan berisi. Diam-diam dia semakin yakin, bahwa orang ini pastilah ayahnya yang selalu
mengawasinya, tetapi dimana pula ibunya bila orang ini benar adalah ayahnya" Dan mengapa pula menyembunyikan diri dan identitasnya" Tapi diapun mengagumi kematangan Ilmu orang berkerudung itu. Dia tidak berani mengklaim melebihi
kemampuan orang berkerudung hitam itu dalam permainan
Ilmu Pualam Hijau.
Tibet Sin Mo Ong, juga tidak sanggup berbuat banyak,
jangankan mendesak, membuat orang itu tergertak
mundurpun sulit sekali. Meskipun, dia sendiri belum merasa terdesak dan tidak merasa sangat tertekan oleh perlawanan si kerudung hitam. Berkali-kali dia menggunakan ilmu tutukan Tam Ci Sin Thong, salah satu ilmu khas Budha yang
dimilikinya, tetapi juga tidak berarti banyak dan tak sanggup mengguncang kedudukan si kerudung hitam. Bahkan ketika
dia menggunakan Ilmu Kong-jiu cam-liong (Dengan Tangan
Kosong Membunuh Naga), diapun tidak sanggup menarik
keuntungan yang banyak.
Ceng Liong yang melihat bagaimana orang berkerudung
hitam itu menandinginya dengan menggunakan Soan Hong
Sin Ciang, sebuah pukulan ampuh ciptaan kakek buyutnya
yang juga gurunya. Dan berkali-kali pula dia melihat betapa tangan kosong mengerikan dari Tibet Sin Mo Ong bisa
ditangkis dan dipentalkan oleh badai yang tercipta dari tubuh si kerudung hitam. Benar-benar matang latihan orang
berkerudung itu dalam menggunakan Ilmu Pualam Hijau,
bahkan dia harus mengakui masih kalah matang dalam ilmu itu.
Setelah melihat keadaan yang berjalan seimbang, bahkan
pertarungan Barisan 6 Pedang dilihatnya semakin seru dan menegangkan, tetapi secara cermat dilihatnya bahwa Barisan 6 Pedang masih seurat di atas barisan lawan. Diapun melihat medan lain, dan melihat Ciam Goan ditandingi oleh Yu Ciang Bun dan Yu Liang Kun, keadaan masih sama kuat. Hanya
kelicikan dan tak tahu malunya Ciam Goan yang membuatnya mampu menipu kedua anak muda yang mengeroyoknya.
Terlebih karena pengalaman bertandingnya memang masih
jauh melampaui kedua anak muda itu. Hal yang sama dialami oleh Ma Hoan yang dihadapi Yu Liang San dan Lauw Cu Si, hanya karena keberadaan Lauw Cu Si membuat tipuannya
banyak sia-sia.
Ma Hoan nampak sedikit jatuh dibawah angin, namun
masih terlalu jauh untuk menjatuhkannya karena dia sangat ulet dalam bergerak dan melakukan perlawanan. Sementara pertarungan antara para penyerbu dan anak murid keluarga Yu dibantu anak murid Kay Pang, menunjukkan kekuatan yang hampir seimbang, meskipun korban yang jatuh nampak sudah lumayan banyak dikedua belah pihak yang sedang bertempur itu. Maling Sakti nampak bertarung mengimbangi para tokoh pembunuh Thian Liong Pang bersama Ko Ji, dan membuat
kedudukan menjadi sama kuat alias imbang.
Di arena para tokoh, dengan gembira Ceng Liong melihat
Sian Eng Cu sanggup menyerang lebih banyak dibandingkan Thian te Sam Kwi. Bahkan pertarungan mereka sudah semakin seru, karena Sam Kwi mulai menggabung-gabungkan Ilmu
mereka mengeroyok Sian Eng Cu yang sanggup mengelilingi mereka dan memusingkan ketiganya. Kehebatan ginkang Sian Eng Cu kembali diperlihatkan dalam pertandingan ini,
Duri Bunga Ju 4 Bara Naga Karya Yin Yong Pendekar Sadis 11
^