Pencarian

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 5

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 5


Meskipun segan dan nampaknya ogah-ogahan, salah
seorang dari keluarga Lim yang bernama Lim Kok Han
akhirnya menyerang si gadis. "Maafkan kami, tetapi nona terlalu mendesak", ujarnya kemudian menyerang si nona.
Siangkoan Giok Lian bukannya orang bodoh, sejak tadi dia sudah heran dengan situasi Gedung Keluarga Lim yang
bertolak belakang dengan berita di luaran. Kegarangan
keluarga Lim bisa dimakluminya, tetapi mereka nampaknya masih memiliki sedikit kegagahan, dan seri wajah mereka nampak sangat tidak wajar serta menyembunyikan sesuatu.
Menimbang situasi tersebut, Siangkoan Giok Lian mulai
bercuriga, nampaknya ada apa-apa dengan keluarga Lim ini, tetapi belum dapat dipastikannya. Maka, ketika mendengar dengusan dari arah bawah yang memerintahkan mengusirnya, Siangkoan Giok Lian semakin yakin, keluarga Lim nampaknya sedang mengalami persoalan.
Kesimpulan tersebut membuat Giok Lian tidak sampai hati mempermalukan Kok Han. Meskipun menyerang hebat, tetapi terasa bagi Giok Lian bahwa Kok Han seperti sedang menahan sesuatu, bahkan sinar matanya seperti meminta untuk
dimengerti. Bahkan tenaga serangan dan pukulannyapun meski
mendatangkan angin menderu, tetapi nampaknya seperti
ditahan dan terukur tenaganya. Padahal, dengan
mengerahkan segenap tenaganyapun, Kok Han masih belum
tandingan gadis cerdik dari Bengkauw ini.
Lim Kok Han memang salah seorang putra keluarga Lim,
dan merupakan putra kelima. Lim Kok Han memiliki 3 orang kakak Laki-laki dan 1 orang kakak perempuan. Mereka
berlima, termasuk kakak perempuannya sebenarnya sudah
punya nama di dunia persilatan, mengikuti jejak orang tuanya.
Karena itu, Kok Han sedapat mungkin menahan tenaga
pada serangan dan pukulannya. Betapapun, dia memiliki
semangat kependekaran yang sama, dan bereaksi sama bila melihat ada yang terculik.
Seandainya dia mengenal siapa Siangkoan Giok Lian lebih dekat, maka tidak perlu dia menahan tenaga pukulannya.
Karena gadis ini adalah gadis gemblengan yang bahkan dalam Ilmu Silat sudah melampaui atau setidaknya menyamai
ayahnya Siangkoan Bok, putera Siangkoan Tek Kauwcu
Bengkau yang sudah berusia 40 tahunan.
Siangkoan Giok Lian adalah puteri Siangkoan Bok, cucu
Siangkoan Tek rekan seangkatan Kiang Cun Le, yang juga
memiliki Ilmu Silat yang sangat lihay, hanya sedikit dibawah kemampuan Kiang Cun Le. Jadi bisa dibayangkan betapa
ampuhnya Kauwcu Bengkauw yang sudah berusia di atas 60
tahun tersebut.
Tetapi Siangkoan Giok Lian dan kakanya Siangkoan Giok
Hong, 2 diantara 4 anak Siangkoan Bok (dua lainnya laki-laki), justru memiliki bakat Ilmu Silat yang melebihi saudara lelaki mereka. Bakat Giok Lian dan Giok Hong justru tercium oleh kakek buyut mereka Siangkoan Bun, yang satu angkatan di bawah Kiang Sin Liong, dan yang sempat menyaksikan
ayahnya terlibat dalam pertarungan besar puluhan tahun silam melawan 4 tokoh utama Tionggoan.
Siangkoan Bun, bahkan pernah bertarung meski masih
kalah tingkatan melawan Wie Tiong Lan. Tetapi sesuai
perjanjian yang dibuat ayahnya, setelah pertarungan besar yang disaksikannya itu, dia menutup diri dari pertikaian di Tionggoan selama 30 tahun.
Selewat 30 tahun, justru Siangkoan Bun menjadi tawar
hati, dan kebetulan puteranya Siangkoan Tek telah mewarisi kesempurnaan Ilmu keluarga Siangkoan di Bengkauw.
Kedua puteri keluarga Siangkoan ini, selama 10 tahun
dididik oleh Siangkoan Bun sampai kemudian kakek renta
Bengkauw ini minta ditinggal tanpa diganggu lagi. Sejak berusia 5 tahun, Siangkoan Giok Lian sersama kakaknya, Giok Hong sudah ditempa oleh kakek buyutnya itu.
Baik ditempa dengan penyerapan tenaga Jit-goat-sin-kang (Hawa Sakti Bulan Matahari) yang menjadi ilmu pusaka dan andalannya melawan 4 tokoh utama Tionggoan hingga ke ilmu paling baru yang diciptakannya, yakni Jiauw-sin-pouw-poan-soan (Langkah Sakti Ajaib Berputar-putar). Tentu juga Giok Lian diwarisinya dengan Ilmu-ilmu khas Bengkauw seperti In-Iiong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Awan), Kang-see-ciang
(Tangan Pasir Baja), dan bahkan juga Ilmu andalan yang amat sulit untuk dipelajari yakni Koai Liong Sin Ciang (Ilmu Pukulan Naga Siluman).
Ilmunya ini sudah disempurnakannya selama 30 tahun
terakhir menyepi dan bahkan sudah banyak disisipi kekuatan
"sihir" yang membuat lawan bakal sangat ketakutan dan
diliputi kengerian. Lebih dari itu Giok Lian malah menemukan rahasia ilmu yang sangat hebat dan rada sesat ciptaan nenek buyutnya Siangkoan Lian, adik dari kakek buyutnya Siangkoan Bun yang juga sangat berbakat.
Neneknya ini menemukan dan memperlajari ilmu yang agak
sadis, rada sesat, yakni Hun-kin-swee-kut-ciang (Pukulan Memutuskan Otot Menghancurkan Tulang) dan Toat Beng Ci
(Jari Pencabut Nyawa). Kedua ilmu ini dicatatnya dalam
sebuah kitab yang secara kebetulan ditemukan Giok Lian.
Kegemaran Giok Lian akan Ilmu Silat membuatnya
mempelajari kitab peninggalan neneknya, tetapi itupun baru dilakukannya 2 tahun terakhir setelah kakek buyut merangkap gurunya memutuskan menutup diri.
Keranjingan gadis manis ini akan ilmu silat, juga membuat kakeknya Siangkoan Tek agak kelimpungan. Apalagi karena tinggal kematangan dan penguasaan akan tenaga ajaib
Bengkauw, Jit Goat Sinkang yang membuatnya mampu
mengatasi cucu perempuannya ini.
Tetapi, jangan dikira betapa bangganya kakek ini akan
cucunya ini, juga terhadap Siangkoan Giok Hong, yang sama-sama sakti dan sama memusingkannya. Keduanya bahkan
sudah sanggup merendengi kemampuan Hu Kauwcu
Bengkauw yang adalah Sute atau Adik Seperguruan Siangkoan Tek sendiri.
Padahal sutenya ini, tinggal kalah seusap dibandingkan dia sendiri, meskipun kematangannya dalam Jit Goat Sinkang
sudah sangat tinggi. Tetapi karena menyadari bahwa kedua cucu perempuannya itu adalah didikan ayahnya, dia maklum belaka. Sayangnya, kedua cucu lelakinya, bahkan anak
lelakinya kurang memiliki bakat sebaik cucu-cucu
perempuannya ini.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Di Rumah Keluarga Lim
Gadis sakti dari Bengkauw inilah yang sedang diserang oleh Kok Han dengan setengah hati. Padahal, dengan langkah sakti berpusing, langkah sakti khas Bengkauw, jangankan Kok Han, bahkan Ji Toakonya Lim Kok San ikut mengerubutipun, masih belum akan sanggup menyusahkan gadis pemberani ini.
Bahkan kemudian, bukan pertarungan itu yang kini menjadi perhatian Giok Lian, tetapi kejadian dibalik keanehan keluarga Lim yang memenuhi benaknya. Dengan langkah-langkah
saktinya, semua serangan Kok Han bisa dielakkan dan
dimentahkan, apalagi Kok Han memang tidak bersungguh-
sungguh dalam menyerang.
"Hm, rupanya Keluarga Lim hanya sanggup membuat gadis
Bengkauw ini sedikit kerepotan" Suara yang angker dan dingin kembali terdengar.
"Sebaiknya Bing lam tancu dan Sam Suhu secepatnya
memaksa gadis nakal itu turun" Suara itu kembali terdengar dan nampaknya memerintahkan orang lain untuk memaksa
Giok Lian turun dari wuwungan. Dan nampaknya, memang
tiada maksud Giok Lian untuk melarikan diri.
Selain gadis yang diculik belum ketahuan nasibnya, dia
sendiri penasaran dengan apa sebenarnya yang sedang
dialami oleh keluarga Lim. Sepengetahuannya keluarga Lim di Bing lam tidaklah selemah yang ditampilkan Kok Han, dan juga tidak cukup jahat untuk menjadi penculik anak gadis orang.
Jadi, pasti ada sesuatu yang sedang menimpa mereka.
Belum lama suara dingin dan angker tadi berlalu, tiba-tiba melayang 3 orang berkepala plontos tetapi dengan pakaian yang bukan pakaian pendeta. Begitu tiba di depan Giok Lian, seorang diantara ketiga Pendeta tersebut membentak sambil mendorongkan sepasang tangannya kedepan:
"turun kau" bentaknya. Dan dari sepasang tangannya
menderu angin pukulan mengarah ke Siangkoan Giok Lian.
Giok Lian menyadari bahwa penyerangnya kali ini nampaknya jauh lebih bersungguh-sungguh dan bahkan memiliki kekuatan yang jauh berlipat di atas Kok Han.
Tetapi untuk menjajalnya dia membiarkan dirinya diterjang angin pukulan tersebut tetapi dengan melakukan 3-4 langkah berpusing, mengurangi tenaga dorong pukulan tersebut dan bahkan memanfaatkan tenaga dorongan pukulan itu untuk
kemudian melenting ke bawah. Bukan tempat yang tepak
untuk menghadapi 3 orang yang nampaknya jauh lebih lihai daripada Kok Han.
Belum lama Giok Lian hinggap di bawah, dengan segera 3
orang berkepala plontos yang melayang ke atas dan salah seorang yang sempat menyerangnya di wuwungan telah
kembali berdiri di hadapannya. Bahkan disamping kanan
terdapat Kok Han dan Kok San dan seorang yang lain berdiri siaga disamping kiri Giok Lian.
Sementara di belakangnya adalah tembok belaka, tembok
sebelah barat dari gedung keluarga Lim. Begitu kembali
berhadapan, Lhama penyerangnya yang bernama Sin Beng
Lhama telah kembali mengawali serangannya.
Dengan mantap dan penuh tenaga dia mencecar si nona
yang kembali berpusing-pusing dan tidak mampu
dijangkaunya. Semakin cepat dan kuat Sin Beng Lama
menyerang, semakin gesit pula Giok Lian bergerak, bahkan sesekali dia berani mengadu kekuatan tenaga dalamnya
dengan Sin Beng Lhama.
Sontak si Lhama menjadi sangat terkejut, dia mendapati
tenaga si Nona ternyata demikian kuatnya. Masih di sebelah atas kekuatannya sendiri malah.
Dalam gusarnya Sin Beng Lama merubah serangannya
dengan tutukan-tutukan jari tangan dari jurus Tam Ci Sin Thong bergaya Tibet. Serangan-serangan tajam dari jari-jarinya mengiang-ngiang dan bagaikan tajamnya jarum
menutuk ke beberapa bagian di tubuh si Nona.
Serangan Sin Beng Lhama ini mengejutkan Souw Kwi Beng
selaku penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut.
Terutama karena melihat bagaimana Lhama tersebut ternyata mampu memainkan salah satu jurus ampuh Siauw Lim Sie,
meskipun beberapa gaya agak berbeda.
Tetapi menjadi lebih terkejut lagi ketika melihat, sambil berpusing-pusing dengan langkah ajaibnya si Nona
memainkan ilmunya Kang-see-ciang (Tangan Pasir Baja) dan tidak takut membentur selentikan jari sakti Sin Beng Lhama.
Akibat dari benturan-benturan tersebut, terdengar bunyi-bunyi bagaikan beradunya 2 besi panas, tetapi nampaknya Sin Beng Lhama yang tidak tahan.
Sesuai jurusnya, Tangan Pasir Baja, memang membuat
tangan dan jari Giok Lian menjadi sekeras baja dan berani mengadu tangan dan jari dengan totokan-totokan Sin Beng Lama. Terdengar Sin Beng Lhama menggeram, dan yang
ternyata kemudian menjadi komando bagi kedua saudaranya Lak Beng Lhama dan Hun Beng Lhama untuk maju berbareng.
Maka majulah secara berbareng ketiga lhama sakti pelarian dari Tibet tersebut mengeroyok Giok Lian. Giok Lian bukannya khawatir, malah nampak seperti bergirang dikerubuti 3 orang Lhama pelarian dari Tibet itu. Langkah kakinya yang berputar-putar ajaib benar-benar ajaib dan ampuh menghindarkannya dari terjangan ketiga Lhama dari Tibet tersebut.
Berpusing-pusing atau berputar-putar ajaib dengan
langkah-langkah yang mujijatmembuat Giok Lian mampu
menghidnari semua serangan dari ketiga lhama tersebut.
Bahkan sesekali bukan hanya menghindar, tetapi setelah
memunahkan serangan, diapun balas menyerang.
Bahkan dengan tetap mengerahkan Tangan Pasir Baja atau
kadang-kadang menggunakan In Liong Sin Ciang, gubahan
Ilmu Pukulan yang sebenarnya berasal dari Ilmu Pedang In Liong Kiam Sut, beberapa kali Giok Lian mendorong mundur ketiga lhama Tibet tersebut.
Bahkanpun ketika ketiga Lhama itu menggunakan jurus
Kong-jiu cam-liong (Dengan Tangan Kosong Membunuh Naga) dan Tam Ci Sin Thong, tetap tidak mampu mendesak dara
sakti tersebut. Dengan seenaknya dia membagi-bagi serangan kearah tiga pendeta lhama tersebut, bahkan sesekali dia mampu mendaratkan pukulan ketubuh mereka. Hal yang
sangat mengagumkan semua penonton, termasuk Kwi Beng
dan Kwi Song. Sedang seru-serunya pertarungan itu, mata Kwi Song yang tajam melihat sesosok tubuh keluar dari dalam gedung
dengan langkah yang sangat ringan. Kwi Song baru
bergabung kembali setelah menyelesaikan tugasnya di bawah.
Perlahan namun pasti orang tersebut mendekati
pertarungan yang nampaknya semakin menunjukkan
keunggulan Giok Lian. Karena dengan seenaknya, si Gadis melayani ketiga Lhama sakti dari Tibet itu sambil membagi-bagikan pukulannya.
Intuisi Kwi Song ternyata benar, sementara Giok Lian
berkonsentrasi mengatasi serangan ketiga lhama pelarian itu, tiba-tiba sebuah serangan dahsyat dan nampak sangat berat dilontarkan oleh pendatang baru tersebut. Untungnya Kwi Song juga sudah bersiap sedia, bahkan hampir bersamaan
dengan Kwi Beng yang juga mengawasi orang yang berada
disebelah kiri Giok Lian, keduanya melompat pesat menangkis 2 serangan bokongan yang diarahkan kepada Giok Lian.
Kwi Song sadar bahwa serangan gelap lawan dari
kegelapan itu nampaknya sangat berat. Tetapi yang
membuatnya kaget, karena serangan itu sangat mirip dengan Hong Ping Ciang ajaran Siauw Lim Sie. Karena itu dia
mengerahkan tenaga hampir sebesar 7 bagian dan akibatnya keduanya, baik si penyerang maupun Kwi Song merasakan
tangan masing-masing tergetar hebat.
Demikian halnya Kwi Beng yang menyongsong pukulan dari
Tancu Bing lam, juga mendapati kenyataan bahwa pukulan si tancu juga cukup berat, meski dia masih mampu unkulan
menghadapinya. Sementara itu, Kwi Song yang beradu pukulan dengan
pendatang baru tadi, dengan cepat berkelabat dan mendekati Giok Lian dan berbisik:
"Nona, gadis yang diculik sudah kubebaskan, lebih baik kita tinggalkan tempat ini sementara, cukup berbahaya". Setelah berbisik demikian, kembali Kwi Song melontarkan sebuah
pukulan jarak jauh, pukulan udara kosong kearah penyerang yang tadi pukulannya ditangkisnya.
Kwi Beng juga melakukan hal yang sama, sementara Giok
Lian menyadari bahwa bisikan Kwi Song bukanlah basa-basi, diapun kaget melihat dirinya dibokong oleh sebuah pukulan yang cukup ampuh. Karena menyadari bahaya, maka diapun
meniru Kwi Song dan Kwi Beng, malah dengan lebih ganas
melontarkan totokan maut yang 2 tahun terkahir diyakininya yakni Toat Beng Ci yang sangat ampuh dan mencicit-cicit kearah 3 lhama Tibet.
Penyerang yang diserang Kwi Song terdorong 3 langkah ke belakang, sama juga seperti Kwi Song terdorong 3 langkah ke belakang, sementara sang tancu terjengkang kebelakang
kalah tenaga dengan Kwi Beng, sedangkan ketiga lhama Tibet lainnya menjatuhkan diri kesamping menyadari betapa
ganasnya Toat Beng Ci yang dilepaskan dengan amarah oleh Giok Lian.
Melihat lawan-lawan mereka goyah, Kwi Beng berseru,
"mari, saatnya pergi" sambil kemudian tubuhnya berkelabat diikuti Kwi Song dan Giok Lian. Ketiganya seperti berlomba mengerahkan kekuatan ginkangnya, dan nampaknya Giok Lian dan Kwi Song masih menang sedikit kecepatannya
dibandingkan Kwi Beng.
Setelah berlari-larian selama kurang lebih 1 jam dan yakin bahwa mereka tidak dikutit orang, maka akhirnya
ketiganyapun menghentikan larinya:
"Berbahaya, sungguh berbahaya. Koko, penyerang itu
menggunakan Hong Ping Ciang, tetapi dengan gaya yang
agak asing" berkata Kwi Song penasaran.
"Jika tidak salah, mereka adalah lhama pelarian dari Tibet seperti yang diceritakan Ciangbunjin Siauw Lim Sie" jawab Kwi Beng.
"Jika benar demikian, maka yang menyerang nona ini
berarti tiga lhama pemberontak dari Tibet. Sementara yang menyerangku mungkin adalah orang tertua dari beberapa
lhama utama yang berkhianat" desis Kwi Song.
"Siapakah kalian?" dan benarkah gadis yang diculik itu
sudah kalian temukan dan bebaskan?" Tiba-tiba Giok Lian bertanya. Pertanyaannya menyadarkan Kwi Song dan Kwi
Beng bahwa mereka belum saling memperkenalkan diri. Dan seperti biasa, keadaan seperti ini adalah kemahiran Kwi Song.
Karena itu dengan lunak dan simpatik kemudian dia berpaling memandang gaids yang mengagumkan itu dan berkata:
"Benar Nona, aneh sekali kita belum saling berkenalan.
Cayhe bernama Souw Kwi Song, sementara Kokoku, Souw Kwi Beng, kami murid-murid Siauw Lim Sie. Sementara nona yang diculik kebetulan sudah kuselamatkan, saat ini mungkin sudah berada di rumahnya.
Dan jika boleh tahu, siapakah gerangan nama Nona?" Kwi
Song memperkenalkan diri dan menjawab pertanyaan Giok
Lian dengan sopan dan simpatik. Tetapi, dia melihat Giok Lian malah kebingungan memandangi mereka berdua berulang-ulang sambil berdesis, "Sungguh mirip, sungguh mirip.
Akan sukar untuk mengenali dengan benar kalian berdua
ini" desis Giok Lian takjub melihat kesamaan kakak beradik kembar ini.
"Kami memang saudara kembar nona, kebetulan kakakku
lahir lebih dahulu dariku, makanya kupanggil dia koko" sahut Kwi Song tersenyum.
"Dan siapakah gerangan nama nona" bertanya Kwi Song
"Siangkoan Giok Lian. Tapi sebelumnya terima kasih atas bantuan jiwi" Giok Lian memperkenalkan nama sambil
mengucapkan terima kasih.
"She Siangkoan, apakah nona berasal dari Bengkauw?"
Bertanya Kwi Song yang nampak terkejut dan kagum atas si Gadis yang memang dirasakannya pasti memiliki asal usul yang tidak biasa.
"Benar, kakekku Siangkoan Tek yang menjadi Bengkauw
Kauwcu saat ini"
"Hm, pantas, pantas. Nona sungguh-sungguh telah
memberi pukulan dan gertakan bagi para kaum sesat itu" Kwi Song memuji.
"Bukan hal luar biasa, malah harus berterima kasih, kalian sudha menolongku" Giok Lian merendah.
"Sudahlah nona, sesama kaum persilatan tidak ada
salahnya saling menolong. Hanya saja, keadaan di Gedung Keluarga Lim memang terasa sangat aneh" Kwi Beng menyela.
Nampak wajah Giok Lian berkerut karena diapun
merasakan keanehan yang ditunjukkan oleh Kok Han tadi. Dia merasa bukan tanpa maksud Kok Han bersikap menyerang
tetapi tidak dengan sungguh-sungguh dan bahkan terkesan mengharapkan bantuannya. Karena itu dia berkata: "Ketika Lim Kok Han menyerangku, bukan saja dengan tidak sungguh-sungguh, bahkan sinar matanya sangat aneh, penuh
permohonan yang tidak bisa kutebak".
"Benar Nona Giok Lian, akupun melihat Kok Han
menyerangmu dengan tidak wajar" demikian Kwi Beng.
"Soal keanehan, memang sangat aneh. Masakan gedung
keluarga Pendekar tetapi kamar-kamarnya berisi perempuan dan lelaki bangor" Terus penjaga penjaganya tidak
membayangkan kegagahan, tetapi lebih mirip para perampok.
Nampaknya Gedung keluarga Lim ini sedang mengalami
musibah" analisis Kwi Song.
"Benar, tidak salah lagi" Tiba-tiba Giok Lian berseru, seperti menemukan sebuah petunjuk yang sangat penting. Dia
melanjutkan, "Aku mendengar dalam perjalananku bahwa ada beberapa Lhama pemberontak yang bergabung dengan
Perkumpulan misterius yang sedang mengacau Tionggoan.
Bukankah ketiga penyerang tadi adalah kaum Lhama?"
"Tepat sekali nona. Ilmu silat mereka memang
membayangkan Ilmu Silat kaum Budha yang mirip Siauw Lim Sie, mereka pastilah Kaum Lhama Tibet" Desis Kwi Beng.
"Dan artinya, Gedung Keluarga Lim saat ini sudah dalam
genggaman Perkumpulan Misterius yang mengganas di
Tionggoan ini. Artinya lagi, daerah Bing lam ini, nampaknya sudah mereka kuasai. Koko, bagaimana dengan Siauw Lim Sie di Poh Thian" Kwi Song bersuara khawatir
"Benar Song te, akupun jadi khawatir dengan keadaan
Thian Ouw Suheng disana" Kwi Beng menanggapi dengan
roman yang juga membayangkan kegelisahan.
"Tapi, bila melihat berkumpulnya banyak jago lihay dan
konsentrasi kekuatan Perkumpulan itu ada di Sian yu,
nampaknya mereka belum menyerang Siauw Lim Sie" Giok
Lian coba menenangkan.
"Hm, nampaknya akupun berpikir demikian. Bukan tidak
mungkin malah mereka sedang merencanakan menyerbu
Siauw Lim Sie di Poh Thian" Kwi Song yang biasanya riang, nampak sedang berpikir keras. Bahkan dia melanjutkan:
"Pertama, mereka nampak sedang bersantai atau sedang
memupuk kekuatan. Dibuktikan dengan kamar-kamar yang
penuh dengan kemaksiatan, artinya beberapa jago mereka
sedang melepas penat. Kedua, begitu banyak jago yang
berkumpul disini, dan artinya rumah keluarga Lim nampaknya sudah mereka kuasai.
Ketiga, menurut nona Giok Lian, Lim Kok Han seperti
sedang minta bantuan, itu berarti rumah keluarga Lim sudah dikuasai dan sangat mungkin serangan selanjutnya mengarah ke Siauw Lim Sie. Keempat, nampaknya markas mereka di
Bing lam ini justru di rumah keluarga Lim."
"Bila melihat keadaan mereka, bukan mustahil justru
mereka sedang berencana menyerang Siuaw Lim Sie" Giok
Lian berkomentar.
"Dan bila benar demikian, maka gangguan kita malam ini, akan berakibat mereka mempercepat atau menunda
penyerangan itu", tambahnya.
"Apabila kekuatan utama mereka hanyalah yang
berhadapan dengan kita, maka rasanya Thian Ouw Suheng
masih sanggup menahan mereka. Tetapi, bila masih tersimpan beberapa tokoh tangguh, maka keadaan Siauw Lim Sie di Poh Thian sungguh membahayakan" Kwi Song melanjutkan.
"Koko, bila demikian ada baiknya malam ini juga kita
melanjutkan perjalanan ke Poh Thian" Kwi Song mengusulkan, tetapi matanya justru melirik ke Giok Lian. Dan bukan Kwi Beng yang menjawab, tetapi Giok Lian yang kemudian
berkata: "Apabila kalian memutuskan ke Poh Thian, biarlah
kucapkan terima kasih atas bantuannya. Perkenankan aku
kembali ke penginapan" Giok Lian kemudian menjura ke kedua kakak beradik itu dan kemudian berkelabat lenyap diiringi pandangan kagum Kwi Song dan Kwi Beng.


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sungguh gadis sakti yang pemberani. Pertemuan yang
sangat mengesankan dan meninggalkan seberkas perhatian
yang dalam, terutama di benak Kwi Song yang rada romantis itu.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 9: Siauw Lim Sie Cabang Poh
Thian Thian Ouw Hwesio sudah berusia mendekati 70 tahunan,
rambut dan alis matanyapun sudah memutih semuanya.
Tetapi wajahnya masih nampak kemerahan dan penuh welas
asih. Gerak-gerik padri tua ini memang sangat berwibawa, wibawa yang lahir bukan secara lahiriah semata.
Tetapi karena pendalaman masalah keagamaan yang sudah
tinggi, serta juga kemampuan fisik yang luar biasa karena penguasaan tenaga sakti yang sangat mumpuni. Meskipun
sudah renta, tetapi sesungguhnya padri tua ini adalah naga sakti yang terpendam.
Kesaktiannya bahkan masih melampaui Kong Sian Hwesio,
Ciangbunjin Siauw Lim Sie di Siong San yang masih terhitung keponakan muridnya. Thian Ouw sudah terlanjur mencintai alam Bing lam dan terutama ciri khas teh di Bing lam yang sangat digemarinya.
Padri tua ini mengikuti gurunya Kian Sim Hosiang yang
merupakan adik seperguruan Kian Ti Hosiang yang
menugaskannya memimpin Siauw Lim Sie cabang Poh Thian
kurang lebih 50 tahun lalu. Sebagai adik seperguruan Kian Ti Hosiang, Kian Sim Hosiang juga bukanlah padri sembarangan.
Otomatis, Thian Ouw Hwesio juga bukan padri
sembarangan, bahkan pada masa mudanya berkali kali
memperoleh petunjuk dan bantuan supeknya, Kian Ti Hosiang yang sangat mengagumi bakat dan kesalehan padri ini.
Karena itu, tidak heran bila Thian Ouw Hwesio mahir
menggunakan Kim Kong Ci dan Tay Lo Kim Kong Ciang yang
diajarkan gurunya dan disempurnakan supeknya.
Latihan dan penguasaan tenaga saktinya, dewasa ini sudah terbilang mendekati sempurna, bahkan mengalahkan generasi angkatan Thian yang berada di Siauw Lim Sie Siong San
dewasa ini. Urusan Siauw Lim Sie Cabang Poh Thian pada tahun-tahun
belakangan ini, lebih banyak diserahkan kepada 5 murid
utamanya. Tahun-tahun belakangan ini, Thian Ouw Hwesio
memang lebih banyak bersemadi.
Dan bilapun tidak bersamadi, lebih banyak menghabiskan
waktunya dengan meracik-racik teh kebanggaan daerah Bing lam. Padri tua ini bahkan sudah mampu menghasilkan
beberapa variasi teh dengan rasa dan khasiat yang berbeda-beda selama menekuni masalah teh akhir-akhir ini.
Kelima murid utamanya masing-masing bernama Kiam Sim
Hwesio, yang tertua, kemudian disusul oleh Kiam Ho Hwesio, Kiam Khi Hwesio, Kiam Hong Hwesio dan Kiam Sun Hwesio.
Kiam Sim Hwesio sebagai yang tertualah yang biasanya
mewakili suhunya untuk mengurusi masalah sehari-hari di kuil itu, dibantu oleh para sutenya.
Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian sendiri tidaklah memiliki murid yang sangat banyak. Paling banyak berjumlah 70an
orang. Selain itu, berbeda dengan Siong San, Kuil di Poh Thian tidaklah menerima murid preman dan karena itu
perkembangan dunia persilatan tidaklah terlampau diminati oleh Siauw Lim Sie cabang Poh Thian.
Bila pengaruhnya di Poh Thian sangat besar, itu
dikarenakan penduduk sekitar yang bila menemui kesulitan, semisal dirampok atau diganggu para penjahat, mengadunya pasti ke Keluarga Lim atau Siauw Lim Sie kuil Poh Thian ini.
Dan biasanya dikirim Pendeta berilmu tinggi untuk
membantu mengatasi gangguan para penjahat bagi penduduk di sekitar Poh Thian. Dan itu juga sebabnya para penjahat enggan mengganas di dekat-dekat kuil yang banyak pendeta saktinya tersebut.
Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian memang tidaklah sebesar dan semegah kuil di Siong San, tetapi hawa keagungan dan hikmat sungguh tersiar dari Kuil yang seperti tenggelam di balik gunung tersebut.
Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian memang dikelilingi tebing yang ditumbuhi pohon-pohon yang besar dan rindang, tetapi jarak tebing berpohon itu ke halaman kuil, juga masih cukup jauh. Di Belakang kuil mengalir sebuah sungai yang tidak berapa besar, malah nampak hanya seperti sebuah kali yang mengalir dengan beningnya.
Pintu masuk resminya adalah pintu lembah yang hanya
dijaga oleh 2 orang pendeta budha dan berjarak hampir 100
meter dari gerbang utama Kuil. Meskipun berjarak cukup
panjang dan lapang dari tebing-tebing di kiri dan kanan, tetapi sepanjang jalan ke arah kuil, tumbuh rerumputan yang seperti tidak tumbuh liar tetapi terpelihara.
Karena itu, sejauh mata memandang dari arah kuil ke
tebing-tebing, didominasi oleh pemandangan yang sangat
hijau. Tetapi karena terkurung tebing di kiri dan kanan, Kuil ini sejak sore hari menjelang senja malah dengan cepat diliputi kegelapan.
"Suhu, perkenankan kami menemui Thian Ouw Suheng"
Seorang dari kedua anak muda yang berdiri di pintu masuk halaman kuil meminta ijin.
"Thian Ouw Suheng?" Pendeta muda penjaga pintu masuk
bertanya heran. Betapa tidak, Ciangbunjinnya sudah berusia 70 tahunan, dan dipanggil suheng oleh anak muda yang
paling banyak usianya 20 tahunan. Aneh tentu saja.
"Benar suhu, kami Souw Kwi Song dan kakakku Souw Kwi
Beng berasal dari Siauw Lim Sie Siong San, mendapat tugas menemui Thian Ouw Suheng" Si anak muda yang ternyata
Souw Kwi Song memperkenalkan diri.
Tetapi kedua pendeta muda penjaga pintu masuk
memandangi kedua anak muda yang baru datang itu dengan
tertegun. Setidaknya ada 2 keheranan besar bagi mereka.
Pertama, bagaimana mungkin kedua anak muda yang paling
banyak berusia 20 tahunan ini menyebut Guru Besar mereka
"SUHENG".
Apa tidak salah dengar" Begitu mungkin pikiran mereka.
Kedua, mereka memandang takjub kedua anak muda yang
teramat sangat mirip bagaikan pinang dibelah dua, dan hanya dibedakan oleh pakaian yang mereka kenakan.
"Jiwi enghiong mau bertemu Ciangbunjin?" Salah seorang
akhirnya mampu mengatasi keheranannya dan bertanya.
"Benar suhu, kami ditugaskan oleh Kong Sian Ciangbunjin untuk bertamu dan membicarakan beberapa hal dengan
Ciangbunjin Siauw Lim Sie cabang Poh Thian" Kwi Song
menegaskan. "Baik, baik jika demikian, tapi perkenankan kami
melaporkan hal ini kedalam" salah seorang pendeta penjaga kemudian bergegas masuk kedalam. Dan setelah menunggu
cukup lama, akhirnya kemudian pendeta muda tersebut
kembali lagi kedepan dan mengundang serta mempersilahkan Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song untuk masuk kedalam.
Mungkin karena merasa tamunya adalah orang-orang
muda, maka Kiam Sim Hwesio menerima mereka di sebuah
ruangan dekat Cang King Kek, ruang perpustakaan Siauw Lim Sie cabang Selatan Poh Thian. Begitu tiba dihadapan Kiam Sim Hwesio, kedua pemuda kembar itu kemudian menjura,
memberi hormat dan berkata:
"Terima kasih, tecu brdua boleh diterima bertamu. Tapi
apakah benar kini kami bertemu dengan Thian Ouw Suheng?"
Souw Kwi Song kembali menegaskan, apa benar didepan
mereka adalah suheng mereka.
"Suheng?" Pendeta tua yang memang bernama Kiam Sim
Hwesio ini tercengang heran, tetapi hanya sekelabat saja.
"Siapakah jiwi dan murid siapakah kalian?" Kiam Sim balas bertanya.
"Tecu Souw Kwi Song dan kakak tecu Souw Kwi Beng,
mendapatkan tugas dari Ciangbunjin Siauw Lim Sie di
Siongsan dan insu yang mulia untuk bertemu dengan Suheng Thian Ouw Hwesio di Poh Thian" Demikian Kwi Song
mengutarakan maksud kunjungannya.
"Siapakah guru jiwi enghiong ini?" Kiam Sim Hwesio
bertanya keheranan.
"Nama suhu yang mulia adalah Kian Ti Hosiang. Beliau
meminta kami menemui Thian Ouw Suheng untuk meminta
beberapa pengajaran" Kwi Beng yang cepat sadar
menegaskan. Kiam Sim Hwesio tersentak kaget. Bukan main, kedua anak remaja ini adalah murid-murid dari su-couwnya, bekas Ketua Siauw Lim Sie yang sangat terkenal.
Kaget dan kagum dia memandangi kedua anak muda yang
sangat mirip itu, bersikap gagah dan juga sangatlah sopan.
Karena itu, sambil memuji sang Budha, dia kemudian berkata:
"Siancai, siancai. Ternyata pinto berhadapan dengan
dengan kedua susiok yang masih sangat muda. Baik, baik, perkenankan pinto memberi tahu Ciangbunjin dulu, beliau pasti akan sangat senang dan kaget menerima kalian berdua".
-0o~Marshall~DewiKZ~o0-
Padri sakti dari Siauw Lim Sie Poh Thian ini memang sudah tua renta. Diapun sudah jarang keluar dari ruangan
samadinya. Kecuali untuk mengajar agama bagi murid-murid Siauw Lim Sie Poh Thian ataupun menyeduh teh kesukaannya di kebun belakang kuil, itulah alasan dia keluar.
Semua urusan Siauw Lim Sie sekarang ini ditangani oleh
muridnya yang tertua, seorang pendeta saleh bernama Kiam Sim Hwesio, yang juga mewarisi hampir seluruh kesaktian Thian Ouw Hwesio.
Begitu memasuki ruangan yang berbau dupa dan
mendapati Thian Ouw Hwesio yang rambutnya seluruh serta alisnya sudah memutih, dan memandang mereka dengan
lembut, baik Kwi Song maupun Kwi Beng segera berlutut
sambil berkata:
"Hormat kami buat Thian Ouw Suheng" tetapi alangkah
terkejutnya mereka ketika sebuah arus tenaga yang sangat kuat namun lembut telah menahan mereka untuk lebih jauh menyoja dihadapan pendeta ini.
Keduanya sadar, suheng mereka yang sudah amat tua ini
pasti ingin mengethui sampai dimana kemampuan mereka.
Karena itu, keduanya tetap dalam posisi menyembah,
meskipun perlahan tetapi pasti keduanya sadar dan kagum akan kehebatan tenaga sinkang suheng mereka ini.
"Hm, Supek memang tidak sia-sia membimbing kalian
berdua. Sungguh akan sulit menemukan tandingan kalian
diantara jutaan anak muda di Tionggoan untuk kondisi
sekarang ini. Siancai-ciancai" Thian Ouw Hwesio tidak
menyembunyikan kegirangan dan kekagumannya atas 2 orang generasi muda dari pintu perguruannya ini.
Apalagi, sekali pandang saja dia sudah bisa mengukur
kepribadian kedua anak muda yang sangat sopan dan sangat menghargai orang yang lebih tua dari mereka.
"Bagaimanakah keadaan supek yang terakhir?"
"Suhu baik-baik saja suheng, cuma sudah sangat tua.
Sepuluh tahun terakhir ini, selain membimbing kami, suhu tidak lagi pernah meninggalkan gua pertapaannya di belakang gunung Siong San" Jawab Kwi Song
"Siancai, siancai, Supek memang sudah sangat tua, jika
tidak keliru tahun ini beliau memasuki usia yang mendekati 105 tahunan. Sungguh luar biasa"
"Suheng, apa benar memang usia suhu sudah setua itu?"
Kwi Song bertanya heran.
"Apakah Supek, beliau itu tidak pernah memberitahu kalian mengenai persoalan tersebut?"
"Ach, suhu tidak pernah menjawab pasti. Paling-paling
berkata, apalah artinya umur manusia, yang penting bukan panjang atau pendeknya, tetapi isinya" Kwi Beng menjawab.
Siancai, siancai, supek benar-benar sudah mencapai
tingkatan yang tidak terkatakan" Thian Ouw memuji
kebesaran Budha
"Tapi, ada apa gerangan Supek mengutus kalian menemui
pinto?" "Entahlah Suheng, Suhu hanya berpesan dan berkata
datanglah dan belajarlah sesuatu kepada suheng kalian
selama beberapa bulan di Poh Thian. Selain itu, tidak ada kalimat lain lagi Suheng" Jawab Kwi Song
"Kami hanya diberi waktu setahun oleh Suhu untuk
berkelana meluaskan pengalaman, setelah itu Suhu meminta kami kembali bertemu beliau" tambah Kwi Beng.
Meskipun tidak mengatakan maksud utamanya dalam kata-
kata, nampaknya Thian Ouw dengan mata batinnya seperti
memahami sesuatu, tetapi tidak diucapkannya. Berkali-kali dia menatap kedua anak kembar dihadapannya dan menarik nafas panjang.
Sungguh tunas-tunas muda yang sangat berharga bagi
Siauw Lim Sie dan bagi dunia persilatan. Secara khusus dia menimang-nimang keadaan Kwi Beng dan mengagumi
wataknya yang halus dan nampaknya sangat mampu
mengendalikan diri dan emosinya.
Agak berbeda dengan Kwi Song yang lebih periang dan
nampak lebih aktif daripada kakaknya. Mata batinnya yang tajam seperti mengerti apa maksud supeknya mengutus kedua anak murid terakhirnya ke Poh Thian. Karena meskipun tidak mengikuti keadaan dunia persilatan, tetapi mendung di dunia persilatan bukannya tidak terbaca oleh firasatnya yang sangat tajam.
"Baiklah, jiwi sute tentu sudah cukup lelah, apalagi kalian baru mengalami perjalanan panjang dan nampak berat dan
belum beristirahat. Biarlah hal penting lainnya kita bicarakan malam nanti disini" Thian Ouw menutup pembicaraan dan
mempersilahkan kedua sutenya yang masih belia ini untuk beristirahat terlebih dahulu.
Tetapi Kwi Beng yang lebih tanggap terheran-heran,
bagaimana bisa Suhengnya mengetahui bahwa mereka
melakukan perjalanan siang-malam dalam 2 hari terakhir ini untuk mengejar sampai ke Poh Thian. "Ach, Suheng
nampaknya sama anehnya dan sama misteriusnya dengan
suhu yang mulia, nampak rada-rada mirip" pikirnya.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
"Jiwi sute, sebetulnya meskipun Supek tidak memberitahu lewat kata-kata, tetapi setidaknya 2 hal bisa pinto mengerti.
Keduanya, nampak berhubungan dengan nasib Siauw Lim Sie di Poh Thian ini. Bila pinto tidak salah, jiwi sute bahkan sudah sedikit mengetahui persoalan pertama" Thian Ouw Hwesio
yang bijak memulai percakapan dengan kedua sutenya di
ruangannya setelah makan malam.
"Maksud suheng?" Kwi Song yang bertanya duluan dengan
wajah berkerut "Maksud pinto, nampaknya dalam perjalanan jiwi sute
sudah menemukan sedikit petunjuk" jawab Thian Ouw Hwesio tenang.
"Bagaimana suheng bisa menduga setepat itu?" Kwi Song
penasaran, sementara Kwi Beng tetap diam tenang.
"Pinto melihat dari kegelisahan dan ketergesa-gesaan jiwi sute untuk terus berjalan siang malam ke Poh Thian" Thian Ouw berkata sambil mengelus janggutnya yang sudat putih semuanya. Tetapi meskipun bicara demikian, Kwi Beng yakin bahwa ada alasan lain mengapa Thian Ouw menduga secara
tepat, meskipun dia sendiri sulit untuk mengatakan bagaimana dan apa.
"Sungguh Suheng berpandangan tajam" puji Kwi Song.
"Karena hanya alasan seperti itulah yang bisa mendesak
jiwi sute yang perkasa untuk bergegas kemari dengan
mengabaikan keindahan alam Bing lam, terutama perjalanan ke Poh Thian yang penuh pemandangan alam yang demikian
indah" "Jadi suheng sudah menduga kalau akan ada ancaman
terhadap Kuil Siauw Lim Sie kita di Poh Thian ini" bergumam Kwi Beng
"Benar setengahnya sute. Setengahnya lagi kupercaya dari ketergesa-gesaan jiwi sute".
"Taruh kata benar, bahwa Siauw Lim Sie kita sedang
terancam. Apakah suheng sudah mempersiapkan Kuil kita ini menghadapinya?" Tanya Kwi Song
?"Habis, apa pula maksud supek mengutus kalian kemari.
Apa jiwi sute pikir supek hanya meminta kalian sekedar
berpelisiran ke Poh Thian?"
Thian Ouw Hwesio tersenyum melihat Kwi Song yang
garuk-garuk kepala meskipun dia yakin kepalanya tidaklah gatal sema sekali.
"Jadi itulah maksud suheng bahwa persoalan pertama yang dimaksudkan suhu adalah membantu Kuil kita di Poh Thian.
Dan apakah maksud kedua yang tadi disebutkan suheng?" Kwi Beng bertanya
"Kwi Beng sute, untuk hal yang kedua, masih berkaitan
dengan Kuil kita ini, akan bisa kamu mengerti di kemudian hari. Percayalah, sute akan mengerti dengan sendirinya, dan biarlah pinto tidak mendahului kehendak alam" Thain Ouw menjawab diplomatis.
Bahkan Kwi Song pun kehilangan ketika untuk
mempersoalkan hal kedua yang dimaksudkan suhengnya.
Suhengnya sama aneh dan misteriusnya dengan suhunya.
Tetapi kedua manusia sakti ini sungguh mendatangkan rasa hormat yang luar biasa.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Surat Peringatan
"Sekarang, karena hal pertama tadi memang agak genting, maka tidak ada salahnya pinto menemani jiwi sute untuk
sekedar menjajal kemampuan jiwi sute yang akan maju
menandingi para perusuh itu" Thian Ouw Hwesio kemudian
bangkit berdiri dan membimbing kedua sutenya itu menuju ke ruangan berlatih silat.
Bahkan untuk menemani mereka bertiga, Kiam Sim Hwesio
juga dipanggil oleh Thian Ouw Hwesio masuk ke Lian Bu Thia, untuk bersama-sama saling menjajal kemampuan menghadapi serbuan musuh.
Anehnya, ketiganya seperti sudah tahu siapa yang akan
menyerang dan karenanya tidak lagi mempercakapkan siapa mereka dan bagaimana mereka menyerang.
Thian Ouw Hwesio seperti tidak peduli dengan kelompok
yang akan menyerang, karena dia yakin dengan kekuatan
mata batinnya, sama yakinnya dengan keyakinan supeknya
yang lebih sakti mandraguna diabandingkan dirinya yang
merasa cukup mengutus kedua murid penutupnya.
Seperti yang telah diduga oleh Thian Ouw Hwesio, kedua
anak muda yang genap berusia 20 tahunan ini memang
adalah anak-anak naga. Bagaimana tidak menjadi anak naga, yang membimbing dan mendidiknya dianggap sebagai Naga
tersakti dari Siauw Lim Sie selama 200 tahun terakhir.
Naga sakti yang sanggup membedah dan mendalami ilmu-
ilmu pusaka Siauw Lim Sie yang dianggap sulit, yakni Ih Kin Keng, Tay Lo Kim Kong Ciang, Ban Hud Ciang dan kepandaian lain yang sudah sulit diyakini. Kepandaian semisal Lo Han Kun dan Siauw Lim Kiam Hoat adalah pelajaran-pelajaran dasar dan umum, yang pasti dengan baik dikuasai oleh murid tingkat kelima sekalipun di Siauw Lim Sie.
Tetapi Ilmu berat di atas, bahkan Ketua Siauw Lim Sie
belum tentu mampu menguasainya, apalagi Selaksa Telapak Budha yang mujijat. Bahkan Thian Ouw sendiri hanya mampu menguasainya sampai tingkat ke 8 dan mungkin 9 dari 10
tingkatan penggunaan pukulan tersebut. Padahal, sejak
berusia 40-an, Kian Ti Hosiang sudah sanggup memainkan
Ilmu tersebut secara lengkap.
"Baiklah, Beng Sute, bagaimana kalau kita bermain-main
melemaskan otot. Sudah lama pinto tidak lagi bermain-main dengan ilmu silat" Thian Ouw Hwesio langsung mengundang Kwi Beng untuk melayaninya berlatih.
Padahal, Kwi Beng dan Kwi Song tahu belaka, bahwa
Suheng mereka ini dipuji guru mereka sebagai generasi Thian yang terlihay yang dimiliki Siauw Lim Sie dewasa ini. Bahkan beberapa kali memperoleh bimbingan dan petunjuk guru
mereka. Bahkan mereka tidak tahu, bahwa Thian Ouw Hwesio
bahkan menganggap Kian Ti Hosiang sebagai salah satu
gurunya, karena memang Kepandaian suhunya terpaut jauh
dengan supeknya ini.
Thian Ouw Hwesio terkejut ketika terjadi benturan tangan antara mereka, karena hanya tenaga sinkang yang matang
sajalah yang mampu menghadirkan getaran di tangannya.
Diam-diam dia kagum, karena sadar bahwa kepandaian Kwi
Beng bahkan menurut hitungannya sudah melampaui
kepandaian Ketua Siauw Lim Sie sebagaimana yang dijajalnya 10 tahun sebelumnya. Sementara sutenya yang baru berusia dibawah 20 tahun, sudah sanggup memiliki tenaga sakti
sekuat ini. Benar-benar dia mengagumi kehebatan supeknya yang
mampu membimbing anak muda yang masih ingusan hingga
sehebat ini. "Haiiit", tiba-tiba Kwi Beng membuka serangan dengan
menggunakan Tay Lo Kim Kong Ciang. Kedua tangannya
bergerak bagaikan baling-baling dan meluncurlah tenaga sakti dari kedua tangannya mengincar beberapa bagian penting di tubuh Thian Ouw Hwesio.
Tapi betapapun suhengnya ini memiliki tenaga latihan dan masa pematangan yang lebih panjang, apalagi juga memiliki pengalaman bertanding yang lebih luas. Karena itu, serangan-serangan jurus ini bisa diterka dan diimbangi dengan baik sekali oleh Thian Ouw Hwesio.


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Beberapa kali terjadi benturan kekuatan sinkang, dan
keduanya kagum karena nampaknya selisih tidaklah terlampau jauh. Kekokohan Kwi Beng menjadi lebih teruji, terutama dalam memainkan jurus-jurus penuh kekuatan Sinkang yang membutuhkan pengerahan tenaga sinkang yang lebih berat.
"Plak, plak, hait" terjadi dua kali benturan ketika keduanya tiba-tiba mengganti jurus dan menggunakan Ban Hud Ciang.
Keduanya perlahan-lahan merambat menguji penggunaan
Ilmu Mujijat dari kalangan Budha itu dari tingkat satu dan terus merambat naik.
Seperti juga tadi, Kwi Beng nampak bergerak kokoh, tetapi kalah pengalaman dan kematangan. Tetapi yang mengejutkan Thian Ouw, semuda ini, Kwi Beng sudah sanggup memainkan jurus mujijat ini hingga ke taraf yang juga dikuasasinya, yakni tingkat ke-9.
Ini berarti, tingkat kemampuan Sinkang dan pendalaman Ih Kin Keng sutenya ini sudah sangat dalam. Dan, dia jadi sadar, bahwa supeknya pasti sudah bekerja sangat keras untuk
membentuk naga muda ini bagi kepentingan dunia persilatan dan Siauw Lim Sie.
Ketika beralih menggunakan jurus-jurus lain, bahkan
termasuk Tam Ci Sin Thong yang sangat berbahaya karena
membawa arus tenaga setajam ujung pedang, nampak
keduanya sudah mendalaminya secara sempurna. Baik Thian Ouw Hwesio maupun Kwi Beng mampu memainkannya
dengan tenaga terukur.
Dan akibatnya suara yang mencicit-cicit mengerikan itu
berkali kali berakhir dengan suara "cuss", jika bukan tanah yang tergerus, atau bebatuan yang hancur berkeping-keping terkena serpihan angin serangan totokan jari yang sangat tajam menusuk itu.
Meskipun masih belum sematang Thian Ouw, tetapi
perbawa Kwi Beng sungguh sangat menakjubkan untuk anak
seusianya, karena bahkan dibandingkan Kiam Sim Hwesio
yang menonton dari pinggiran, Kwi Beng bahkan sudah cukup jauh melampauinya.
Setelah hampir 100 jurus keduanya bergebrak, tiba-tiba
Kwi Beng memainkan Ilmu yang belum dikenal Thian Ouw
Hwesio, Pek-in Tai-hong-ciang (Tangan Angin Taufan Awan Putih). Kadang langkahnya secepat angin badai dan
menghadirkan perbawa yang luar biasa merusaknya, tetapi kadang sangat lamban bagaikan awan putih yang bergerak
lambat namun mempengaruhi pernafasan Thian Ouw Hwesio.
Kombinasi gerakan cepat dan lambat dengan perbawa yang
berubah-ubah menyadarkan Thian Ouw Hwesio bahwa jurus
ini memiliki kemampuan mempengaruhi batin seseorang.
Karena itu, cepat-cepat dia mengerahkan jurusnya yang
bernama Pek In Ciang (Tangan Awan Putih) yang memiliki
kemampuan menolak hawa-hawa penyesat.
Keduanya bersilat dengan sangat hebat, angin pukulan
berkesiuran hebat di kiri-kanan keduanya, dan benda-benda kecil disekitarnya ikut berpusing-pusing dengan arah yang aneh disekitar tubuh kedua orang itu.
Thian Ouw Hwesio menyadari betapa aneh dan betapa
dahsyatnya hawa pukulan yang terkandung dalam Ilmu yang terakhir. Samar-samar dia merasakan betapa beberapa unsur Tay Lo dan Ban Hud Ciang seperti dikombinasikan dalam
gerakan lambat dan kilat yang membawa perbawa mengerikan itu.
Thian Ouw sendiri memang mampu mengimbanginya,
karena ilmu ciptaannya, Pek In Ciang, sebenarnya memiliki kemiripan, dan bahkan jauh lebih ringan, namun dengan hawa pukulan yang tidak kurang kuatnya.
Dari sekitar tubuhnya kemudian muncul awan putih yang
semakin lama-semakin pekat, seperti juga awan putih yang mengelilingi tubuh Kwi Beng yang menyebabkan benda
apapun yang mendekatinya ikut berputaran dan sesekali
terlontar jauh. Di tengah belitan berbahaya tersebut, tiba-tiba Thian Ouw Hwesio mengerahkan kekuatan batinnya dan
berseru: "Kwi Beng Sute, cukup" Serunya sambil kemudian
melepaskan pukulan ringan penutup dari Pek In Ciang.
Nafasnya memang tidak memburu, tetapi keringat mengucur dari tubuhnya menandakan bahwa pertarungan tersebut
ternyata membawa kesenangan baginya atau dinikmatinya,
dan juga nampak bahwa kemampuan Kwi Beng tidaklah
tertinggal jauh darinya.
"Maafkan aku suheng" Kwi Beng kemudian juga melompat
menjauh, kemudian melakukan beberapa gerakan untuk
kemudian upa dan awan putih disekitar tubuhnya perlahan lahan sirap.
"Sute, apakah ilmu yang terakhir itu adalah ciptaan terakhir dari Supek?" bertanya Thian Ouw kagum
"Betul Suheng, Ilmu ini diciptakan suhu 20 tahun terakhir ini. Terutama menurut suhu diciptakan dengan mencermati perpaduan dua unsur yang nampak berlawanan, yakni lunak dan kuat. Suhu meminta kami menyempurnakannya dalam
pengembaraan kami" jawab Kwi Beng.
"Hm, supek memang luar biasa. Pinto untungnya mampu
juga menciptakan Pek In Ciang, tetapi lebih mendasarkan atas kelemasannya. Nampaknya bisa juga jiwi sute mempelajarinya bersama Kiam Sim hwesio. Hitung-hitung persiapan kita
menghadapi para penyerang".
Demikianlah selanjutnya Thian Ouw Hwesio juga menguji
Kwi Song yang bahkan memiliki variasi dan tipu serangan yang lebih kaya dan lebih gesit ketimbang Kwi Beng. Tetapi masih sedikit di bawah Kwi Beng dalam penggunaan tenaga Sinkangnya.
Tetapi begitupun telah membuat Thian Ouw menarik nafas
kagum bukan buatan dengan capaian kedua sutenya yang
masih sangat mudah ini. Terasa benar bedanya perbawa yang dilahirkan kedua anak ini dalam penggunaan Ilmu-Ilmu
puncak gurunya, dan nampaknya Pek In Ciang justru akan
lebih cocok bagi Kwi Song dalam unsur kegesitan dan
kelemasannya. Karena Pek In Ciang memang diciptakan sesuai dengan
kondisi Poh Thian yang membutuhkan kegesitan dan juga
dimaksudkan sama dengan jurus ciptaan Kian Ti Hosiang,
yakni melawan pengaruh-pengaruh yang menyesatkan pikiran melalui kekuatan yang disalurkan dalam gerakan-gerakan
lemas dan lincah seperti awan yang gampang tertiup angin.
Malamnya, bahkan sampai 2 minggu kemudian, keempat
orang itu, Kwi Beng, Kwi Song, Thian Ouw Hwesio dan Kiam Sim Hwesio memperdalam ilmu masing-masing. Terutama Kwi Song, Kwi Beng dan Kiam Sim Hwesio.
Mereka bertiga memeras keringat untuk memperdalam dan
meyakinkan ilmu baru, yakni Pek In Ciang. Dan sebagaimana dugaan Thian Ouw Hwesio, Kwi Song memang yang paling
bersemangat dan paling mampu menangkap sari penggunaan
Pek In Ciang. Dalam waktu dua minggu, Kwi Songlah yang menunjukkan
kemajuan yang luar biasa. Tetapi, karena ketiga orang itu memang sudah demikian tinggi tingkat ilmunya, pada
dasarnya mereka sudah sanggup menggunakan dan
menghadirkan perbawa yang luar biasa dari Pek In Ciang.
Kemampuan menciptakan awan putih yang tebal ada dalam
diri Kwi Beng, tetapi memanfaatkan awan putih tersebut bagi menyerang dan mempengaruhi lawan dikuasai dengan lebih
baik oleh Kwi Song.
Siang hari, memasuki hari ke-15, kedua pemuda kembar itu berlatih di Poh Thian, baik melatih Ilmu Silat maupun Ilmu keagamaan di bawah bimbingan suheng mereka. Tiba-tiba
seorang pendeta muda memasuki ruangan Lian Bu Thia sambil membawa sebuah amplop berisi surat.
Amplop diserahkan kepada Kiam Sim Hwesio dan ditujukan
kepada KEDUA PEMUDA SHE SOUW. Ketika dengan bergegas
Kwi Song membuka amplop surat itu, maka yang tertulis
dalamnya ternyata hanya 2 kalimat:
Bersiap menghadapi serangan.
Dalam 2-3 hari kedepan pasti terjadi.
Lian Sekali pandang dan melihat pengirimnya Kwi Song segera
maklum bahwa pengirimnya adalah Siangkoan Giok Lian, gadis perkasa dari Bengkauw itu. Surat itu kemudian diberikan kepada Kwi Beng dan juga dibaca oleh Kiam Sim Hwesio, dan pada malam harinya dibahas bersama dengan Thian Ouw
Hwesio. Malam itu juga Thian Ouw berpesan:
"Pinto sudah sangat tidak berminat dalam urusan
kekerasan ini. Karena itu, Kiam Sim, menjadi tugasmu untuk memimpin adik-adikmu menghadapi para perusuh ini. Pinto terutama akan melindungi ruangan pusaka Siauw Lim Sie dan biarlah pemimpin-pemimpin mereka dihadapi oleh jiwi sute.
Kiam Sim, pergilah dan aturlah kewaspadaan anak murid
Siauw Lim Sie. Ingat, hindari pertumpahan darah bila masih memungkinkan".
"Baik suhu", Kiam Sim Hwesio kemudian segera keluar dan mengatur penjagaan-penjagaan serta mengatur barisan anak murid Siauw Lim Sie sambil membahas berbagai kemungkinan bersama adik seperguruannya yang 4 orang lagi. Segera
setelah Kiam Sim Hwesio keluar, Thian Ouw Hwesio kemudian berkata lagi:
"Kwi Song sute, harap bersedia melakukan perondaan
segera malam ini, bila tidak salah, mereka akan mencoba untuk melakukan pengintaian dan penyusupan"
"Baik Suheng" dengan segera Kwi Song berlalu keluar dan kemudian berkelabat ke pintu depan dan melakukan
perondaan dari sudut ke sudut.
"Beng sute" Thian Ouw kemudian menoleh dan berbicara
kepada Souw Kwi Beng.
"Su couw dulu menugaskan suhu ke Poh Thian terutama
untuk membina kehidupan beragama yang goyah di Siauw Lim Sie Poh Thian cabang Selatan ini. Sejarah nampak akan
berulang, Supek mengutusmu dengan Song sute untuk
membantu mengamankan Kuil ini.
Hal kedua yang sengaja hanya kusampaikan kepadamu
sute, adalah, nampaknya suhumu, yaitu supek Kian Ti Hosiang memberimu tugas khusus untuk lebih memperhatikan Kuil ini kedepan. Artinya, adalah tanggungjawabmu nanti kedepan
untuk menjaga kelangsungan dan memelihara semua isi
pusaka Kuil Siauw Lim Sie di Poh Thian ini"
"Maksud suheng" Kwi Beng penasaran
"Maksudku sudah jelas, tetapi butuh waktu buatmu sute
untuk lebih memahaminya. Biarlah pinto hanya memberi tahu apa yang pinto tangkap melalui mata batin, apa yang
dimaksudkan oleh supek Kian Ti Hosiang gurumu. Dan biarlah semua nanti jelas pada waktunya"
"Apakah suheng keberatan menjkelaskan lebih rinci?" Kwi Beng tentunya menjadi sangat penasaran.
"Penjelasanku sudah cukup sute, biar sisanya ditegaskan oleh waktu. Sebaiknya sute membantu Song sute atau
muridku Kiam Sim" tutur Thian Ouw mengakhiri percakapan.
Meskipun masih bingung, tetapi dengan berat Kwi Beng
kemudian berjalan keluar diiringi tatapan wajah lembut dari Thian Ouw Hwesio.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Diserbu Hari itu adalah hari ketiga sebagaimana disebutkan dalam surat yang dikirimkan oleh "LIAN" kepada kedua pemuda
kembar di Siauw Lim Sie Cabang Poh Thian. Bahkan
permintaan agar Siauw Lim Sie cabang Poh Thian takluk
kepada Thian Liong Pang sudah dikirimkan sejak pagi.
Tetapi, yang membuat Kwi Song menjadi berdebar-debar,
dan sebagaimana diutarakannya kepada kakaknya,
nampaknya yang menyelidiki keadaan Siauw Lim Sie cabang Poh Thian terdapat banyak orang sakti.
Dia setidaknya sudah melihat sebanyak 5 bayangan yang
berkelabat dengan kemampuan ginkang yang tidak dibawah
mereka berdua kakak beradik. Jika dimisalkan salah satunya adalah Giok Lian, maka masih ada 4 orang jago lainnya yang tidak terduga kemana mereka berpihak.
Hal inipun kemudian disampaikan kepada Kiam Sim Hwesio
dan Thian Ouw Hwesio yang bagaimanapun tetap nampak
tenang. "Engkau tetap harus bersiaga Song te, biarlah dibagian
dalam aku menemani Kiam Sim Hwesio dan di ruangan
perpustakaan ada Suheng. Apabila nona Giok Lian juga sudi membantu, maka bantuannya tidak akan ternilai. Tetapi
dengan kekuatan Lo Han Kun dan barisan 18 arhat di bagian depan, rasanya masih cukup untuk menghalau musuh" desis Kwi Beng.
"Ya, kita hanya harus memperhatikan para pemimpin dari
penyerbu itu, selebihnya biar Kiam Sim suhu dan yang lainnya mengamankan" berkata Kwi Song.
"Betapapun kita harus hati-hati. Penyerbu ini nampaknya sangat punya keyakinan menang, karena itu memilih
menyerang secara berterang, bukannya dengan cara gelap"
Berkata Kiam Sim Hwesio.
"Baiklah, biarlah aku berada di depan, hari semakin siang.
Bila tidak keliru, sebentar lagi mereka akan menyerang"
Berkata Kwi Song sambil kemudian ngeloyor keluar.
Belum berapa lama Kwi Song tiba di pintu masuk dan
mengarahkan pandangan ke pintu masuk lembah, tiba-tiba
terdengar tiupan seruling yang cukup nyaring. Tetapi,
anehnya, semakin lama tiupan tersebut menjadi semakin
nyaring terdengar, bahkan nadanya mulai berubah-ubah, dari nada suara biasa, sampai kemudian nada yang agak tinggi, berubah biasa lagi dan akhirnya rendah, tinggi lagi dan seterusnya. Tetapi, nampaknya perubahan tinggi rendah nada, adalah upaya menarik perhatian orang, karena tidak lama kemudian nada suara yang berubah-ubah tersebut mulai
disisipi godaan atas perasaan, bukan lagi melulu menggoda telinga. Dan godaan atas perasaan inilah yang justru
berbahaya. Karena perlahan-lahan dibagian dalam kuil, beberapa
pendeta yang masih muda mulai tersenyum-senyum tanpa
sebab. Bahkan beberapa saat kemudian, ketika irama lagu menjadi sedih memilukan, mereka yang sudah terpengaruh
perlahan lahan malah mulai menitikkan air mata.
Kwi Song dan Kwi Beng dengan cepat menyadari bahwa
ada orang yang sedang menyerang Siauw Lim Sie dengan
menggunakan kekuatan irama suara membetot sukma.
Apabila dilanjutkan, maka kebanyakan murid Siauw Lim Sie bakal mengalami kejadian yang memilukan.
Di tengah intaian bahaya yang menyeramkan itu, tiba-tiba terdengar genta Siauw Lim Sie berbunyi, dan bersamaan
dengan itu terdengar erangan berisi tenaga Sai Cu Ho Kang yang membetot kembali perhatian pendeta Siauw Lim Sie.
Genta di tabuh perlahan dan terus menerus, kemudian
erangan Sai Cu Ho Kang, perlahan namun pasti mulain
menekan irama seruling pembetot sukma yang kemudian tidak lama menjadi tidak terdengar lagi.
Tetapi tiba-tiba terdengar suara tawa yang mengalun
perlahan-lahan dan semakin lama menjadi semakin nyaring.
Suara tawa itu perlahan menjadi semakin menyakitkan bagi telinga orang yang kurang kuat penguasaan sinkangnya.
Bahkan beberapa pendeta Siauw Lim Sie mulai terpengaruh dan menutup kupingnya.
Tetapi serangan suara tawa tersebut masih tetap
menyusup masuk ke telinga. Tetapi untungnya kembali
terdengar suara yang lain, kali ini ketukan Bokhie dan diiringi dengan seruan "Amitabha", menggema memenuhi angkasa.
Bersamaan dengan itu, tawa menusuk tadi kemudian
kembali sirap. Pertaruhan dan pertarungan tingkat tinggi yang terjadi sungguh-sungguh mencekam. Tetapi, Kwi Song yang berada di halaman depan tidak pernah lena mengikuti
perkembangan di pintu masuk lembah.
Dan betul saja, tidak lama setelah suara tertawa menusuk tadi reda, bayangan-bayangan manusia yang bergerombol
nampak berjalan memasuki pintu masuk ke lembah. Tidak
lama kemudian, pintu masuk yang dijaganya sudah dipenuhi gerombolan para penyerang yang berjumlah cukup banyak.
Mungkin ada 100an orang yang menyerbu ke Siauw Lim Sie
cabang Poh Thian ini. Begitu mencapai pintu masuk ke
halaman Kuil, gerombolan orang tersebut kemudian mengatur barisan menurut warna pakaian mereka, yakni Biru, Merah, Hijau dan Kuning.
Di depan barisan masing-masing berdiri Pemimpin masing-
masing warna dan nampak siap menunggu perintah. Barisan yang rapih teratur itu, paling banyak berjumlah 48 orang, karena masing-masing warna barisan berjumlah 12 orang,
baru kemudian gerombolan lain berdiri di belakang barisan rapih tersebut dengan pakaian acak-cakan dan nampak dari kelompok perampok atau sejenisnya.
Ketika barisan tersebut terbentuk, Kwi Song kemudian
melompat mundur, dan sesaat kemudian disampingnya telah berdiri Kwi Beng serta Kiam Sim Hwesio bersama seorang
sutenya, sementara 3 orang sutenya yang lain berjaga di dalam Kuil bersama satu barisan Lo Han Kun yang disusun oleh murid tingkat 1 lainnya.
Di belakang Kwi Beng, Kwi Song dan Kiam Sim Hwesio,
bersiap barisan Lo Han Tin, yang disusun oleh 18 orang
pendeta Siauw Lim Sie dari angkatan di bawah Kiam Sim
Hwesio, bahkan sebagai pemimpinnya akan turun langsung.
Terutama Kiam Hong Hwesio yang biasa membimbing
barisan ini berlatih. Sementara barisan di dalam kuil akan dipimpin oleh Kiam Khi Hwesio. Masing-masing 18 pendeta yang membentuk barisan Lohan Kun terlihat membekal
sebatang toya yang lumayan panjang, dan berdiri dengan
tertib bahkan tidak banyak bergerak menunggu perintah dari Kiam Sim Hwesio.
Tidak berapa lama kemudian bayangan para pemimpin dari
kelompok penyerbu mulai menunjukkan batang hidungnya.
Yang pertama muncul adalah ketiga Lhama pemberontak, Sin beng Lhama, Lak Beng Lhama dan Hun Beng Lhama ditemani
oleh Tancu berwajah putih kepucatan yang pernah adu tenaga dengan Kwi Beng di Sian yu.
Berturut-turut di belakang mereka, kemudian muncul pula seorang Lhama lainnya yang belum dikenal oleh Kwi Song dan Kwi Beng dan datang bersama 2 orang lainnya yang membuat Kwi Song, Kwi Beng dan Kiam Sim Hwesio berdebar.
Ketiga orang yang baru datang tersebut nampaknya
memiliki kepandaian yang luar biasa, mungkin bahkan
melebihi kepandaian orang Lhama yang pernah mengadu
tenaga sakti dengan Kwi Song di Sian yu beberapa waktu yang lewat. Nampaknya, selain menurunkan barisan duta warna-warni, Thian Liong Pang memandang serius Siauw Lim Sie di Poh Thian dengan menurunkan sekaligus 3 tokoh sakti
lainnya. Ketiganya adalah, yang pertama 1 dari beberapa tokoh
puncak Lhama di Tibet yang memberontak dan kemudian
berlindung didalam Thian Liong Pang dan sekaligus
merupakan susiok dari Sin Beng Lhama bertiga.
Lhama ini bernama Kok Sin Lhama dan merupakan salah
seorang dari beberapa pemimpin pemberontakan Lhama di
Tibet, hanya saja salah seorangnya, yakni Guru dari Sin beng Lhama bertiga sudah tewas terbunuh dalam pemberontakan
tersebut. Orang kedua, adalah Kiu-bwe-hu (musang berekor
Sembilan) seorang Im-yang-jin (banci) yang namanya sendiri sudah dia lupakan. Meskipun dia seorang Im Yang Jin alias banci, tetapi tokoh inipun sangatlah menakutkan di sekitar Kang lam, karena dia sering memperlakukan mangsanya
dengan sangat sadis.
Selebihnya, tokoh ini bahkan mampu menyerang dan
mempengaruhi lawan dengan suara sulingnya yang dilambari oleh kekuatan hitam. Sedangkan tokoh ketiga. Tho te kong (Malaikat Bumi), Tio Toa Hay adalah tokoh yang sering
mengganas di luar tembok besar sedikit kearah Mongolia.
Tokoh hitam ini sangatlah ditakuti di luar tembok besar, dan agak mengherankan bisa bergabung dengan Thian Liong Pang padahal tokoh ini dikenal memiliki kepandaian yang luar biasa. Agaknya tokoh inilah yang menyerang Siauw Lim Sie melalui suara tertawanya yang menggedor gendang telinga orang.
Kwi Beng dan Kwi Song yang masih cetek pengalaman
Kang Ouwnya belum begitu mengenal nama maupun
kehebatan 2 pendatang yang baru. Tetapi Kiam Sim Hwesio sudah cukup mengenal keduanya terutama dari ciri-ciri
mereka ketika menyerang dengan suara dan kemudian ketika menyaksikan ciri-ciri tokoh tersebut.
Diam-diam dia mengeluh karena kedua tokoh tersebut
nampaknya akan sangat menyulitkan pihak mereka. Meskipun demikian tentu saja Kiam Sim Hwesio tidak menunjukkan
wajah jerihnya, malah sebaliknya wajahnya tidak
membayangkan kekhawatirannya.
Masih dengan tenang kemudian Kiam Sim Hwesio
mengucapkan kata-kata merendah sekaligus mengucapkan
selamat datang basa-basi kepada para penyerang:
"Siancai, siancai ". Angin apa gerangan yang membawa
begitu banyak tokoh besar ke kuil kami yang terpencil ini"
tegurnya dengan sopan dan lembut.
Tancu Thain Liong Pay cabang Bing lam yang ternyata
bernama Gui Tiong dan terkenal dengan julukan Gin To Mo Ong (Raja Iblis Golok Perak) bertindak sebagai juru bicara;
"Apakah lohu berhadapan dengan Ciangbunjin Siauw Lim
Sie cabang Poh Thian?"
"Maafkan, Ciangbunjin suhu sudah terlampau tua dan pinto mewakili suhu menyambut saudara-saudara sekalian" sambut Kiam Sim Hwesio.
"Jika demikian, apakah tanda Thian Liong Pang berupa
Thian Liong Kiampay sudah dikenali oleh anda sekalian" masih ramah suara Gin To Mo Ong
"Pinto sudah menerimanya, cuma tidak ada pesan apa-apa
selain tanda pengenal itu. Dan sejauh ini pinto tidak mengerti apa makna dari tanda pengenal itu, maafkan kebodohan


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pinto" "Hahahahaha" Gin To Mo Ong tertawa lepas dan kemudian
berkata "Sudah cukup banyak perkumpulan yang mencoba berkeras
seperti anda sekalian, tetapi dalam 7 tahun terakhir, hanya Kun Lun Pay yang masih tetap tegak meski sudah sangat
goyah. Apakah anda sekalian berkeinginan kuil yang indah ini menjadi kuil setan?"
"Mungkin saja, tetapi setannya adalah kalian-kalian semua"
Sela Kwi Song yang penasaran dengan kesombongan Gin To
Mo Ong, bahkan sambil menunjuk anak buah dari rombongan penyerang itu.
"Hmm, anak muda, perhitungan kita belum selesai. Tidak
perlu jual lagak disini" Menyela tokoh sakti Lhama dari Tibet, Kok Sin Lhama yang masih penasaran karena serangannya
bisa dipentalkan Kwi Song di Sian yu. Apalagi dengan melihat bahwa ternyata anak muda itu, sesuai dugaannya memang
merupakan murid Siauw Lim Sie.
"Apakah Siauw Lim Sie berkeras untuk mempertahankan
diri dari serbuan kami atau menyerah dengan sukarela?" Suara Gin To Mo Ong kini terdengar mengancam.
"Omitohud, Semoga sang Budha melindungi kami, siancai-
siancai" Kiam Sim Hwesio memuji kebesaran Budha, karena melihat bahwa nampaknya pertempuran tidak bisa dielakkan lagi.
Gin To Mo Ong nampak kemudian melirik kearah Tho te
Kong yang nampaknya merupakan wakil tertinggi Thian Liong Pang dalam penyerbuan tersebut. Dan lirikan tersebut
kemudian disusul dengan sebuah perintah yang dijatuhkan dari mulut Tho te Kong:
"Barisan warna-warni membuka jalan". Teriakan tersebut
dengan segera diikuti oleh berkelabatnya 4 barisan warna-warni yang dengan segera membentuk barisan Pat Tou Su-
sing (Empat bintang bertaburan di delapan penjuru).
Barisan tersebut dengan cepat segera bergerak bagaikan
gerigi, 2 pasang bergerak searah jarum jam dan dua pasang yang lain bergerak melingkar dengan arah sebaliknya. Bila dilihat dari atas sungguh paduan warna yang mengasyikkan, tetapi tidaklah demikian perbawa barisan ini.
Barisan ini selain membekali diri dengan kekuatan hitam yang mampu mempengaruhi orang yang dikepung dalam
barisan, juga membekal sejumlah senjata rahasia yang
mematikan. Untunglah yang dihadapinya adalah sebuah
barisan tua yang sangat handal dan ajaib dari Siauw Lim Sie, Lo Han Tin yang dibentuk oleh 18 pendeta tingkat 1 dari Siauw Lim Sie cabang Poh Thian.
Kelebihan lain dari Loh Han Tin adalah dipimpin langsung oleh pengasuhnya, yakni Kiam Hong Hwesio yang sangat
mengerti pergerakan dan rahasia Lo Han Tin. Karena itu, meskipun menghadapi barisan yang nampak seperti bergerigi, tetapi Lo Han Tin masih belum bergerak menunggu komando Kiam Hong Hwesio.
Ketika kemudian barisan Pat Tou Su Sing mulai
menghadirkan sinar menyilaukan, terdengar gelegar suara Kiam Hong Hwesio, "Delapan Jalan Budha " Menuju
Kemuliaan", bersamaan dengan itu terdengar dentang nyaring dari 18 toya pendeta Siauw Lim Sie yang digetarkan bersama dan mengeluarkan suara mendengung.
Pendeta-pendeta inipun dengan segera bergerak dalam
barisan Lo Han Tin dan udara seperti dipenuhi oleh bayangan ratusan toya yang menyambar-nyambar dan mulai membentur barisan lawan. Lo Han Tin berhadapan dengan Pat Tou Su
Sing, perbawa Budha melawan perbawa kekuatan hitam.
Benturan antara keduan barisan itu segera dapat dinilai para ahli akan membutuhkan waktu panjang untuk diatasi, karena itu nampak Tho Te Kong kemudian memberi isyarat
kepada barisan penyerbu yang kedua. Isyarat tersebut dapat ditangkap oleh Kiam Sim Hwesio yang dengan segera
memberi isyarat agar Pendeta tingkatan kedua yang hanya berjumlah kurang dari 20-an orang bersiap untuk bertempur bersama.
Bahkan mereka sudah dibekali dengan strategi bertempur
bersama dengan membentuk Lo Han Tin mini yang masing-
masing terdiri dari 9 orang, dan segera terbentuk 2 Lo Han Tin mini di sayap kiri dan kanan pertempuran antara 2 barisan besar.
Untungnya, barisan Lo Han Tin utama sudah mampu
mengikat sekitar 48 penyerang yang bergabung dalam barisan istimewa penyerang. Dengan demikian, 2 Lo Han Tin mini
tinggal menghadapi sisanya, bersama dengan lebih 10
pendeta lainnya dari tingkatan 3.
Tetapi barisan itupun tidak sanggup membendung lebih
dari 50-an penyerang yang menyerang dengan ganas dan
bahkan sebagian besar mulai memasuki ruangan dalam kuil.
Tetapi melihat yang lolos masuk paling sekitar 20-30an orang, Kiam Sim Hwesio tidaklah begitu khawatir.
Di dalam kekuatannya cukup memadai, selain 3 orang
sutenya yang cukup lihai berada di dalam, juga terdapat barisan Lo Han Tin kedua yang bisa diandalkan.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Pertempuran di Poh Thian
Meskipun demikian, Kiam Sim hwesio menjadi gelap juga
wajahnya setelah mendengar korban mulai berjatuhan,
termasuk dipihak Siauw Lim Sie. Diapun masih agak sulit ikut turun tangan, karena musuh-musuh lihay malah lebih banyak dari jumlah mereka dan masih belum ikut turun tangan.
Melihat korban mulai berjatuhan dan nampaknya
perlawanan Siauw Lim Sie cukup memadai, Tho te Kong
kemudian memerintahkan Sin Beng Lhama bertiga dengan Lak Beng Lhama dan Hun Beng Lhama untuk ikut membantu
penyerangan. Kiam Sim Hwesio menyadari bahaya, apabila tidak ada
yang, merintangi ketiganya, maka akan banyak anak muridnya yang jatuh binasa. Karena itu, dengan berbisik kepada Kwi Beng, dia kemudian meloncat menyongsong ketiga lhama
tersebut dan melibat mereka dalam pertarungan.
Kwi Beng dan Kwi Song cukup yakin bahwa Kiam Sim
Hwesio akan mampu meladeni ketiga Lhama Tibet itu. Dan
nampaknya dalam pertempuran awal segera kelihatan, bahkan serangan Kiam Sim Hwesio masih lebih tajam ketimbang
ketiga pendeta tersebut. Hal itu dikarenakan Kiam Sim Hwesio sudah bersiap secara khusus melawan ketiga Pendeta Lhama Tibet itu.
Melihat keseimbangan atau bahkan kecenderungan
keadaan merugikan pihaknya, Tho te Kong kemudian memberi isyarat agar Gin To Mo Ong dan Kok Sin Lhama untuk segera turun tangan.
Pada saat Kwi Beng bersiap untuk menghadapi Gin To Mo
Ong, tiba-tiba sebuah bayangan biru mencelat dari luar arena dan langsung menghadapi si Raja Iblis tersebut. Bayangan yang ternyata Giok Lian masih sempat berbisik agar Kwi Beng berjaga terhadap seluruh arena dan bahkan masih ada
kekuatan tersembunyi yang disiapkan di luar oleh gerombolan penyerang itu.
Sementara itu, Kok Sin Lhama yang masih penasaran
dengan Kwi Song sudah dengan segera karena memang
bahkan sejak datang mengincar Kwi Song. Tidak lama
keduanya sudah terlibat dalam sebuah pertarungan yang seru, saling serang bertahan dan menyerang.
"Kiu Bwe Hu, kau layani pemuda yang satu itu biar lohu
yang mengamati keseluruhan medan pertempuran dan
memberi bantuan disana-sini" Tho te Kong akhirnya
memerintahkan Kiu Bwe Hu untuk menandingi Kwi Beng.
Dengan lagak malas-malasan tokoh banci yang sangat
sadis dan lihay ini kemudian mencelat kearah Kwi Beng. Tanpa basa-basi dia langsung menyerang Kwi Beng dengan
serangan-serangan tajam yang membahayakan.
Ketika mendapatkan serangan itulah, mata tajam Kwi Beng masih sempat menyaksikan berkelabatnya sebuah bayangan
yang bahkan rasanya masih lebih lihay dari lawannya kearah dalam kuil. Kwi Beng hanya sempat berdoa semoga orang itu boleh bertemu Suhengnya agar tidak memakan korban yang
lebih banyak di pihak Siauw Lim Sie.
Kekhawatirannya membuat jubahnya sempat terserempet
oleh serangan jari-jari si Musang sadis dan terdengar "breeet", lengan jubah kanannya tersermpet, tetapi untungnya tidak melukai kulitnya.
Sementara itu pertarungan disemua arena semakin seru,
korban dikedua pihakpun sudah banyak berjatuhan. Tetapi karena pihak Siauw Lim Sie kebanyakan bertempur dalam
barisan, korban di pihak mereka rata-rata adalah pendeta yang bertempur sendirian.
Sementara barisan-barisan Lo Han Tin sekali lagi terbukti memang ampuh dimanfaatkan dalam keadaan terserang
seperti ini. Melihat korban lebih banyak berada di pihaknya, Tho te Kong akhirnya sekali lagi menimbang keadaan dan
situasi. Diapun sadar, seorang kawannya sudah menyusup masuk
ke kuil Siauw Lim Sie dan nampaknya keadaan di dalam akan bisa dihadapi dan diselesaikan dengan mudah. Karena itu, Tho te Kong agak lena, dan kondisi ini memperpanjang nafas dan perlawanan Siauw Lim Sie.
Seandainya Tho te Kong ikut menyerang lebih awal, korban yang jatuh pasti akan jauh lebih banyak. Untungnya dia agak lamban memutuskan turun ke gelanggang.
Arena pertempuran yang paling seru terjadi antara Kwi
Song melawan Kok Sin Lhama dan antara Kwi Beng melawan
Kiu Bwe Hu, dan tentu yang paling ramai adalah pertarungan antara kedua barisan aneh yang dibanggakan masing-masing perguruan itu.
Kwi Song yang meladeni seorang tokoh sakti dari Tibet
benar-benar menemukan lawan setanding dan yang paling
berat dalam pengembaraannya kali ini. Untungnya dia berlatih tekun selama 2 minggu terakhir bersama suhengnya sehingga memperoleh kemajuan dan pengalaman tanding yang
lumayan membantunya.
Semua jurus dan ilmu yang dikeluarkannya rata-rata
dikenal oleh Kok Sin Lhama. Kecuali ketika Kwi Song
memutuskan menggunakan Selaksa Tapak Budha yang
meskipun belum tuntas dilatihnya tetapi sudah bisa
mendatangkan manfaat besar dalam pertempuran.
Gurunya berpesan, apabila lawan yang dihadapi lebih sakti, maka jurus ini akan memampukannya untuk bertahan, tetapi bila seimbang dan atau dibawah kemampuannya, maka jurus ini akan sangat memperberat tekanan terhadap lawan.
Itulah yang kemudian terjadi. Kwi Song yang sadar harus cepat mengatasi lawan telah menggunakan jurus-jurus maut dan ampuh yang sebetulnya sudah lama tidak terlihat di dunia persilatan. Keadaan ini disadari oleh Kok Sin Lhama, dan hanya kematangan dan pengalamannya sajalah yang
menghindarkannya dari keterdesakan yang lebih parah.
Sementara di sisi lain, Kwi Beng juga bertarung kokoh
melawan Kiu Bwe Hu. Musang sadis yang banci ini bergerak-gerak lincah mengitari Kwi Beng. Serangannya baik dengan kuku-kuku tajamnya maupun kemudian belakangan
menggunakan senjata serulingnya sungguh sangat
merepotkan Kwi Beng.
Untungnya Kwi Beng memiliki latihan sinkang yang cukup
istimewa, selain juga memiliki bekal Ilmu Silat yang murni. Itu sebabnya gaung dan dengungan seruling yang mampu
memecah konsentrasi lawan, sama sekali tidak mempan
terhadap Kwi Beng.
Bahkan serangan-serangan balasan Kwi Beng ketika
menggunakan Tay Lo Kim Kong Ciang mampu menghalau
semua serangan si Musang banci. Bahkan sering malah bukan hanya memunahkan, tetapi sekaligus mencecar si Musang
untuk perlahan terdorong kebelakang.
Si Musang nampaknya mengerti kekuatan Kwi Beng ada
dalam penggunaan tenaga saktinya, dan keunggulannya di
kekuatan Ginkang nyaris tidak berarti. Tetapi betapapun, selaku tokoh sakti yang kejam dan banyak pengalaman,
terjangan Kwi Beng tidak memperosokkannya dalam kesulitan besar.
Yang juga seru adalah pertarungan antara Gin To Mo Ong
yang agak "sial" menghadapi dara perkasa dari Bengkauw ini.
Untungnya dara ini tidak memiliki ikatan emosional dengan Siauw Lim Sie, jika tidak maka sudah lama Gin To Mo Ong ini mengalami cedera. Bekal Ilmu gadis ini sungguh menakutkan.
Dia menguasai ilmu-ilmu murni Bengkauw dan bahkan
masih ditambah dengan ilmu ciptaan nenek buyutnya yang
sangat telengas. Tetapi watak gagah gadis ini membuatnya jarang sekali menggunakan kedua jurus ampuh dan sadis dari neneknya.
Sebaliknya, dia menggunakan gerakan-gerakan dari jurus
murni Bengkauw yang dipelajari dari kakek buyutnya.
Yang sudah menunjukkan tanda kelelahan dan kekalahan
adalah ketiga Lhama Tibet yang mengeroyok Kiam Sim
Hwesio. Ketika Kiam Sim mulai menggunakan Pek In Ciang, ketiga lawannya sudah kehilangan harapan dan pegangan.
Getaran dan pengaruh awan putih disekitar tubuh Kiam Sim Hwesio mulai mempengaruhi mereka, memperlambat gerakan
dan merontokkan nyali mereka. Perlahan tetapi pasti,
ketiganya jatuh dalam kesulitan yang nampaknya berat untuk diatasi.
Bahkan Lak Beng Lhama sudah sempat terserempet awan
putih yang bisa menyerang tajam kearah mereka. Lak Beng Lhama memang meringis kesakitan, tetapi masih mampu
melanjutkan penyerangan, tetapi sudah pasti bahwa mereka bertiga akan mengalami kerugian, tinggal soal waktu belaka.
Siapa sangka, justru ketika semua jago sedang
berkonsentrasi dalam pertempuran, Tho te Kong yang
menganggur sudah dapat melihat kerugian yang akan diderita kelompok mereka apabila ketiga Lhama Tibet itu terpukul jatuh.
Bersamaan dengan keputusannya menyerang, Kiam Sim
Hwesio berhasil memukul jatuh Lkak Beng Lhama yang
memang sudah ciut nyalinya dan sempat terserempet awan
putih disekujur tubuh Kiam Sim Hwesio. Tetapi bersamaan dengan jeritan ngeri Lak Beng Lhama, sebuah hantaman jarak jauh dari Malaikat Bumi menyentak tiba.
Kiam Sim hwesio yang masih doyong setelah memberi
pukulan yang cukup berat kearah Lak Beng Lhama menyadari bahwa ada arus tenaga besar yang mengarah dadanya. Masih sempat dia mengerahkan tenaga Pek In Ciang untuk
mengurangi akibat benturan tenaga dengan Tho te Kong.
Sayangnya, tenaganya memang belum nempil menghadapi
Malaikat bumi yang menyeramkan itu.
"Blar", ledakan dahsyat terjadi, dan segera setelahnya
badan Kiam Sim Hwesio seperti terdorong jauh kebelakang.
Celakanya, arahnya justru ke Sin Beng Lhama yang penasaran dan murka dengan jatuh dan terlukanya Lak Beng Lhama.
Tanpa mengindahkan aturan kstaria, dia melayangkan
hantaman yang bersarang telak di dada Kiam Sim Hwesio,
yang tidak sempat berteriak lagi langsung meregang nyawa.
Selain terluka oleh dorongan Tho te Kong, masih ditambah dengan gempuran Sin Beng Lhama.
Benturan dan jeritan lirih Kiam Sim Hwesio mengejutkan
Kwi Beng dan Kwi Song, termasuk juga Giok Lian yang merasa menyesal karena tidak lekas-lekas menghabisi Gin To Mo Ong.
Belum sempat dia melancarkan serangan dahsyat kearah Gin To Mo Ong, tiba-tiba dia merasa adanya serangan bokongan dari Tho te Kong kearahnya. Tetapi, bersamaan dengan itu terdengar seruan:
"Curang, curang, sungguh memalukan Thian Liong Pay",
bersamaan dengan itu serangan bokongan Tho te Kong
ditangkis oleh pemilik suara yang baru datang. Sementara pendatang yang satu lagi, nampaknya seorang nona, sudah dengan cepat menyerang Sin Beng Lhama dan Hun Beng
Lhama. Nampaknya karena kebrutalan dan kebengisan Sin Bang
Lhama yang membunuh Kiam Sim Hwesio telah membuat
gadis itu menurunkan tangan kejam. Begitu bergerak dengan cepat dia menyambar Sin Beng Lhama yang pulih dari
keterkejutan. Belum lagi dia sempat bergerak tengkorak kepalanya sudah berderak termakan pukulan tangan kiri si gadis, sementara Hun Beng Lhama masih sempat menyingkir tetapi terkena
sapuan kaki si gadis dan melayang jauh kearah pintu masuk.
Tidak ketahuan apakah masih ataukah sudah mati.
Setelah menamatkan perlawanan kedua Lhama itu, si gadis kemudian nampak mempelototi pertarungan antara kedua
barisan ajaib yang masih berlangsung seru.
Tetapi, jika diperhatikan lebih cermat, dia sebenarnya
memelototi pergerakan barisan Pat Tou Su Sing. Nampak dia teramat penasaran terhadap barisan tersebut, tetapi tidak berminat untuk turun melawan atau membantu barisan yang sudah mulai didesak oleh Lo Han Tin itu.
Sementara di tempat lain, Giok Lian yang juga penasaran dengan bokongan Tho te Kong menumpahkan kekesalannya
terhadap Gin To Mo Ong. Bila sebelumnya tiada niatnya untuk menghabisi Gin To Mo Ong kecuali melukainya, bokongan Tho te Kong telah membakar hatinya.
Sambil berputar-putar dengan langkah ajaibnya, tiba-tiba ketika melihat peluang terbuka saat Gin To Mo Ong
melepaskan serangan, disongsongnya serangan tersebut
dengan menggunakan jurus Toat Beng Ci yang mengerikan
itu. Totokan jari maut itu dengan telak bersarang di sendi
tangan Gin To Mo Ong yang memegang golok peraknya, dan
belum sempat Gin To Mo Ong mengeluh kesakitan, totokan
kedua sudah bersarang tepat di dahinya. Tanpa terdengar keluhan lagi, tubuh Gin To Mo Ong melepas nyawa dan rebah ketanah, mati.
Setelah menyelesaikan perlawanan Gin To Mo Ong, Giok
Lian nampak memalingkan wajahnya ke arah Tho te Kong
dengan sangat penasaran. Tetapi, dia tidak berani dan tidak ingin melakukan pembokongan sebagaimana Tho te Kong
membokongnya. Tapi dia mendekati arena pertarungan antara si pemuda
yang baru datang dan menolongnya dengan Tho te Kong.
Pertarungan itu nampaknya berjalan seimbang, keduanya
mengerahkan tenaga sakti dan saling mempertukarkannya
dengan dampak dan akibat yang sama bagi keduanya.
Baik Tho te Kong maupun si pemuda nampak penasaran
bertemu lawan setanding, karena itu rasanya sulit untuk memisahkan keduanya.
Di tempat lain, Kwi Song dan Kwi Beng yang mengetahui
Kiam Sim Hwesio terpukul mati, telah meningkatkan
penggunaan ilmu mereka. Bahkan nampaknya keduanya
sudah mulai memainkan Pek-in Tai-hong-ciang (Tangan Angin Taufan Awan Putih), pukulan yang membuat kedua lawannya menjadi kebingungan dan sering mati langkah.
Kwi Song nampak semakin mendesak Kok Sin Lhama,
seperti juga Kwi Beng mendesak hebat Kiu Bwe Hu. Tetapi, belum sempat keduanya memberi pukulan yang berat, tiba-tiba sesosok bayangan yang tadi memasuki Kuil Siauw Lim Sie dengan pesat berkelabat keluar. Terdengar dia bergumam
berat: "Tak nyana, Siauw Lim Sie dibantu orangorang muda yang
hebat dari banyak pintu perguruan. Tho te Kong, perintahkan semua mundur" Perintah dengan nada berat itu diberikan
sambil dia mendorongkan tangannya kearah si pemuda yang melawan Tho te Kong.
Terdengar benturan hebat ketika pemuda itu menangkis ".
"Blar", dan tubuh pemuda itu kemudian terjengkang,
untungnya tenaga si penyerang tadi nampaknya juga tidak lagi penuh dan seperti terluka. Tetapi, toch tetap mampu membuat si pemuda terjengkang ke belakang meski tidak
menderita luka yang berat.
Setelah itu, kembali bayangan tadi mendorong kearah Kwi Beng dan Kwi Song, tetapi karena tenaganya juga sudah
terkuras, tangkisan Kwi Song dan Kwi Beng tidak berakibat fatal seperti si pemuda terdahulu. Mereka memang tergetar hebat dengan menangkis dorongan itu.
Tetapi ketika itu, sudah cukup bagi kedua lawannya untuk mengundurkan diri, dan tidak beberapa lama para tokoh
tersebut berkelabat lenyap. Sementara Barisan duta warna-warni menghilang dengan meledakkan bom asap warna-warni, tetapi sebagian besar diantara mereka juga telah mengalami luka dalam pertarungan dengan barisan Lo Han Tin.
Para tokoh Thian Liong Pay yang melarikan diri, nampaknya bahkan tidak mempedulikan anak buahnya. Kecuali dorongan si bayangan sakti yang sedikit membantu barisan duta warna-warni untuk memperoleh kesempatan mengundurkan diri dari pertarungan.
Tetapi selebihnya, korban yang jatuh sungguh luar biasa di kedua belah pihak. Pihak Siauw Lim Sie, meskipun pendeta yang menjadi korban hanya berjumlah kurang dari 20 orang, tetapi kehilangan 2 tokoh utamanya, yakni Kiam Sim Hwesio dan Kiam Sun Hwesio yang mencoba menghalangi bayangan
yang menyusup ke Kuil Siauw Lim Sie.
Hampir semua pendeta yang meninggal adalah yang
bertempur di luar barisan Lo Han Tin, hanya 1-2 pendeta di barisan yang meninggal, tetapi tempat mereka yang kosong bisa digantikan pendeta Siauw Lim Sie lainnya. Itu juga sebabnya korban di pihak Siauw Lim Sie bisa sangat sedikit.
Sementara di pihak penyerang kerugiannya lebih besar lagi.
Tancu Bing lam tewas di tangan Giok Lan, Sin Beng Lhama dan Lak Beng Lhama juga tewas dalam pertempuran,
sementara Hun Beng Lhama terluka parah dan bahkan
akhirnya meninggal di Kuil Siauw Lim Sie.
Selain itu, korban tewas dari penyerbu yang tertinggal di Siauw Lim Sie berjumlah hampir 50 orang, yang semuanya
kemudian disembahyangi dan kemudian diperabukan.
Sungguh sebuah bencana besar bagi Siauw Lim Sie cabang
Poh Thian. Setelah pertempuran selesai, nampak Thian Ouw Hwesio
berjalan keluar dari Kuil Siauw Lim Sie dan dengan wajah lembut mengucapkan terima kasihnya kepada anak muda-anak muda yang membantu Siauw Lim Sie:
"Siancai, siancai ". Kuil Siauw Lim Sie cabang Poh Thian diselamatkan oleh naga-naga muda dunia persilatan. Nona, jika tidak salah engkau berasal dari Bengkauw, terimalah ungkapan terima kasih punco" Sambil menjura kearah
Siangkoan Giok Lian. Sementara Siangkoan Giok Lian menjadi rikuh, karena betapapun dia juga tahu, bahwa Ciangbunjin ini adalah salah seorang tokoh besar yang tersohor di dunia persilatan.
"Dan Kouwnio dan Kongcu ini, pastilah berasal dari Lam
Hay, tidak mungkin salah lagi. Terimalah juga ucapan terima kasih punco, baik buat kalian berdua maupun untuk sahabatku Lamkiong Tayhiap, Tocu Lam Hay Bun"
"Kami tidak membantu Siauw Lim Sie, tetapi menghalangi
kecurangan Iblis Malaikat Bumi itu. Selain itu, kami menyelidiki mengapa Barisan Warna-Warni kami bisa digunakan
Perkumpulan lain" Si Gadis menolak pemberian terima kasih dengan alasannya yang nampak memang tepat.
"Bolehkah punco mengenal nama Kouwnio dan Kongcu
ini?" "Dan apakah kalian adalah keturunan dari Lamkiong Bu
Sek?" bertanya Thian Ouw Hwesio dengan sabar.
"Beliau kong-kong kami, ayah kami Lamkiong Bouw yang


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekarang menjadi Tocu Lam Hay menggantikan kong-kong"
Jawab si gadis.
"Omitohud, cucu-cucu sahabat Lamkiong Bu Sek, pantas,
pantas" Bergumam si Hwesio.
"Ciangbunjin, perkenankan kami mohon diri. Kami harus
kembali ke Lam Hay, melaporkan kejadian-kejadian aneh ini kepada ayah" Si pemuda yang sejak tadi berdiam karena
mengalami luka meski tidak parah kemudian bersuara.
Tetapi setelah dia bicara, justru Siangkoan Giok Lian yang merasa ditolong ketika dibokong berkata:
"Saudara, terima kasih telah membantuku menerima
pukulan bokongan Tho te Kong. Bolehkah mengenal nama
saudara" Giok Lian mengucapkjan terima kasih sambil mohon berkenalan.
"Nama kokoku adalah Lamkiong Tiong Hong, aku adik satu-
satunya, Lamkiong Sian Li" justru si anak gadis yang
memperkenalkan kakaknya dan dirinya sendiri. "Baiklah
saudara Lamkiong, saya Siangkoan Giok Lian mengucapkan
terima kasih atas bantuanmu" Siangkoan Giok Lian kembali berterima kasih dan kemudian menghadap Thian Ouw sambil menjura dan berkata:
"Ciangbunjin, sudah lama tecu menerima tugas dari kong-
kong untuk menyelidiki para perusuh ini. Nampaknya sidah waktunya bagi tecu untuk memberi laporan kepada kongkong, semoga Ciangbunjin sembuh secepatnya".
Dan kemudian menghadap ke Kwi Beng dan Kwi Song sambil
berkata: "Saudara Kwi Song dan Kwi Beng, biarlah kita berpisah
dulu. Rasanya kita sudah saling membantu, semoga bertemu di lain waktu" setelah mengucapkan hal tersebut si gadis berkelabat pergi diiringi ucapan terima kasih dan salam untuk ketua Bengkauw dari Thian Ouw Hwesio.
Dan tidak berapa lama, setelah saling berkenalan dengan kedua pemuda kembar Siauw Lim Sie, kedua putera Lamkiong dari Lam Hay Bun juga kemudian berpamitan. Dan segera
setelah kedua anak muda itu menghilang di pintu lembah, Thian Ouw Hwesio tiba-tiba menyemburkan darah. Terluka
?" -0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 10: Mencari Kiok Hwa Kiam Di
Kota Raja Tugas Mencari Pedang Seruni
Hari mulai menjelang senja, udara mulai terasa semakin
dingin. Meskipun sudah memasuki penghujung musim dingin, tetapi menjelang senja, tentu udara akan semakin dingin.
Matahari yang makin doyong ke barat, malah terlihat seperti sedang mengintip bumi, karena sebagian dari bulatan
matahari sudah berseumbunyi di ufuk barat.
Sayangnya, pemandangan yang menghasilkan rona merah
ini sulit dinikmati, karena udara sudah terasa semakin dingin.
Apalagi, selain cuaca yang memang dingin, anginpun
menghadirkan rasa dingin menusuk tulang, membuat hawa
dingin seakan-akan merasuk beberapa kali lipat dibanding siangnya.
Suasana kota Hang Chouw, ibukota Kerajaan Sung Selatan, juga nampak aktifitasnya sudah berkurang drastis. Jikapun masih ada, pastilah ditempat-tempat yang menjanjikan
kehangatan, seperti Rumah Bordil alais tempat pelacuran, atau Warung Arak dan Rumah Makan yang menjanjikan
kehangatan tubuh, ataupun juga Rumah Penginapan.
Di luar itu, aktifitas penduduk kota pastilah di rumah
masing-masing dengan menghangatkan tubuh disekitar
tungku pemanas, atau meringkuk dibalik selimut tebal di peraduan yang hangat. Siapa pula yang mau iseng-iseng
membela senja dan malam pada saat musim dingin begini"
Kendatipun sudah di penghujung musim dingin, tetapi
dingin tetaplah dingin, dan siapapun akan mencari cara untuk memerangi kedinginan.
Tapi yang aneh bin ajaib adalah disaat menjelang senja, nampak seorang gadis manis, cantik juwita, dengan wajah harap-harap cemas dan terkadang tersenyum, sedang
memasuki pintu kota dari arah utara.
Tetapi jangan salah, caranya memasuki pintu kota itu
memang biasa, melewati penjaga gerbang yang sedang
merana oleh rasa dingin, dan bahkan melalui proses
pemeriksaan karena dia baru pertama kali muncul di kota, dan kemudian melenggang memasuki kota.
Tapi, beberapa saat kemudian, dari berjalan melenggang, tiba-tiba tubuhnya berkelabat cepat, luar biasa cepat dan pesat memasuki kota yang semakin kedalam semakin
dikerubuti rumah-rumah. Bahkan, langkah kaki gadis cantik ini mulai mengarah ke kompleks istana tempat tinggal keluarga bangsawan.
Memasuki kompleks tempat tinggal bangsawan, gadis ini
nampak ragu-ragu sejenak, seperti kebingungan dan nampak celingukan seperti mencari dan memastikan suatu tempat.
Bahkan, tubuh mungil itu tiba-tiba mencelat ke atas, luar biasa, dan menapaki wuwungan rumah kaum bangsawan,
rumah keluarga atau kerabat Istana. Dan, dengan langkah-langkah yang tidak goyah meski diketinggian di atas
wuwungan rumah orang, langkahnya tidaklah kaku.
Malah pesat dan gesit meloncat kesana dan kemari. Tidak lama kemudian, kembali celingukan untuk mengenali sesuatu dan mencari arah. Tidak beberapa lama setelah melihat kekiri dan kekanan, akhirnya nampak gadis itu tersenyum senang dan lega.
Tidak salah lagi, nampaknya dia sudah bisa mengenali dan sudah bisa memastikan arah dan tujuan yang ditetapkannya.
Makanya, senyum manis di wajah yang imut, mungil dan
menggemaskan itu kembali muncul. Cerah, sangat kontras
dengan suasana yang sudah malam, karena matahari
seutuhnya sudah bersembunyi di ufuk barat.
"Tidak salah lagi, pastilah ini rumahnya. Sedang apakah gerangan orang-orang didalamnya" bisiknya harap-harap
cemas, haru, gembira, rindu dan banyak rasa yang sangat sulit untuk diuraikannya. Dan dengan langkah dan gerakan pasti, tubuh mungil menggemaskan itu mendekati rumah yang sudah dipastikannya sebagai tujuan kedatangannya.
Tetapi, tidak langsung anak gadis itu mengetuk pintu dan masuk ke rumah itu layaknya tamu. Sebaliknya dia mencoba untuk mengintip, ada apa dan siapa gerangan yang berada di rumah besar yang nampak megah tersebut. Beberapa kali dia meloncat-loncat untuk mendekati jendela dan mengintip,
tetapi rata-rata ruangan yang ditemuinya kosong dan tak berpenghuni.
Dan ketika dia mendekati ruangan dimana biasanya tuan
rumah menerima tamu dan dipastikannya masih ada orang
karena ada penerangannya, tiba-tiba terdengar sebuah suara lirih:
"Tamu atau sahabat yang berada di luar, silahkan masuk.
Lohu bersama tuan rumah menunggu untuk bersama
menghangatkan badan dan berbincang-bincang" Sebuah suara yang lunak namun lirih dan jelas di telinga terdengar dari ruangan dalam.
Si gadis sangat terkejut, karena betapapun dia sudah
mengerahkan ilmu ginkangknya, tetapi toch masih bisa
dikenali dan diketahui oleh orang di dalam. Ditinjau dari sisi ini saja, orang didalam pastilah seorang kosen, dan karena sudah konangan, maka tidak ada gunanya lagi untuk bersembunyi.
Lagipula, memang bukan maksudnya untuk menghadirkan
huru-hara bagi penghuni rumah ini, malah yang ingin
dilakukannya berbeda sama sekali, ingin menghadirkan
sebuah kejutan. Sebuah kejutan yang mungkin tidak disangka-sangka penghuni rumah. Atau sebuah kejutan menyenangkan yang tak pernah diimpakan lagi.
Akhirnya, sang gadis kemudian berkelabat kearah pintu
masuk dan begitu berdiri di ruangan, dia menyaksikan seorang Pria berpakaian gagah dan bersikap agung menatapnya.
Sementara lawan bicaranya, ada dua orang yang nampaknya dari kalangan persilatan, dan diduganya tentu bukan orang sembarangan karena mampu melacak jejak langkahnya yang
menggunakan ilmu meringankan tubuh.
Tetapi pria gagah yang menatapnya nampak seperti
tercekat dan memandangnya penuh harap, seperti
memandang mustika yang masih belum bisa dipastikannya.
Tetapi si gadis cantik manis itu sudah dengan cepat menyadari siapakah gerangan Pria gagah dihadapannya.
Pria gagah yang memandangnya dengan tatapan tak
menentu dan harap-harap cemas. Dengan tidak ragu
sedikitpun didekatinya pria yang berwajah agung itu, dia tahu dan kenal dengannya. Bahkan sudah sangat lama
dirindukannya wajah itu, dan kemudian berlutut
dihadapannya: "Ayah, putrimu yang tidak berbakti datang menghadap"
Ucap si gadis dan tak tertahankan dia sudah sesunggukan.
Sementara Pria gagah itu seperti tidak percaya dengan
pendengarannya atau lebih tepat seperti tidak yakin dengan apa yang sedang terjadi. Seseorang memanggilnya ayah, dan membuatnya seperti di awan-awan.
"Ayah" Memangnya, siapakah kamu?" Meski bertanya,
tetapi Pria itu sebenarnya hanya ingin menegaskan. Karena sejak melihat gadis itu memasuki pintu rumah, firasat dan mata batinnya seperti sudah memberitahu bahwa gadis itu bukan orang lain baginya. Firasat dan mata batin memang sulit untuk berbohong.
"Ayah, putrimu ".. Liang Mei Lan ".. datang menghadap"
Kembali si nona mengucapkan kalimat yang sepertinya
diucapkan sangat sulit karena sambil terguguk-guguk
menangis. "Mei Lan, ya tentu saja kamu Mei Lan. Hahahahaha, putri tersayangku yang hilang akhirnya kembali juga" Pria itu akhirnya mampu menemukan diri dan kegembiraannya seraya menuntun anak permata hatinya yang menghilang hampir 10
tahun lamanya. "Hahahahaha anakku, putriku sudah sebesar dan secantik
ini. Lihalah Jiwi Locianpwe, adakah kegirangan yang lebih besar lagi dari menemukan salah seorang anakku yang hilang 10 tahun lamanya" Si Pria yang ternyata adalah Pengeran Liang Tek Hong tidak sanggup menahan kegembiraannya,
tertawa sambil menitikkan air mata bahagia melihat
kedatangan putri tercintanya yang lama menghilang.
Bukan sedikit daya upaya yang dikerahkan, bahkan sampai melibatkan Kay Pang, toch gagal. Dan ketika dia sudah
merelakan kepergian anak-anaknya, justru tiba-tiba salah satunya datang. Sungguh menggembirakan, ada lagikah yang melebihinya"
Salah seorang tamu yang nampaknya berasal dari kalangan dunia persilatan, nampak tahu diri dengan kegembiraan yang dialami tuan rumah. Karena itu dengan segera dia berkata:
"Pangeran, biarlah kita sudahi percakapan malam ini. Besok masih ingin kami menikmati cawan kegembiraan tuan rumah dan melanjutkan percakapan kita yang terputus. Liang
Kouwnio, kami ucapkan selamat bertemu dengan keluarga
besarmu" Kemudian kedua tokoh Kang Ouw itu
mengundurkan diri untuk beristirahat di kamar yang memang disediakan buat mereka.
Di rumah Pangeran ini, memang tersedia banyak kamar
tamu, dan lebih sering digunakan orang dari dunia persilatan yang banyak menyenangi Pangeran yang simpatik ini.
"Baik, baiklah jiwi locianpwe, biarlah besok kita sambung lagi" Ucap Pangeran Liang mengiringi langkah kedua tamunya untuk beristirahat di kamar tamu yang disediakan bagi
mereka. Setelah kedua tokoh itu masuk ketempat istirahat mereka, Pangeran Liang kemudian mengangkat dan memegangi kepala Mei Lan, nampaknya ingin memastikan dan mengamati putri mestikanya itu.
Ditatapnya lama sekali sambil tersenyum bahagia,
menggeleng-gelengkan kepalanya dan kemudian dia
mengangguk-anggukkan kepala:
"Benar, benar, tak salah lagi, mata dan hidungmu adalah gambaran ibumu semasa gadisnya. Hahahaha, ayo anakku,
kita perlu menghibur ibumu yang sudah sekian tahun
menahan rindunya bertemu denganmu" Pangeran Liang
kemudian menuntun anaknya menemui ibunya yang sudah
beristirahat. Ibunya lebih sering di peraduan karena menjadi sering
sakit-sakitan semenjak kedua anaknya menghilang 10 tahun sebelumnya. Dan mudah diduga, sang ibupun menangis sedih bercampur gembira ketika melihat kembali seorang putrinya yang menghilang tiba-tiba muncul lagi dihadapannya.
Bahkan adiknya Mei Lin yang kini berusia hampir 12 tahun, juga ikut-ikutan menitikkan air mata karena saking lamanya merindukan cicinya yang hanya sering didengarnya dari
ibunya. Hanya sayang Toakonya, Liang Tek Hu, sekarang
sudah bekerja di Istana membantu pembukuan Istana Putra Mahkota.
Dan kebetulan malam itu kemungkinan besar akan
menginap di Istana, dan karenanya pertemuan keluarga itu masih kurang lengkap, apalagi Liang Tek Hoat juga masih belum ketahuan rimbanya.
Malam itu juga keluarga Pangeran Liang bercengkerama
dan saling menuturkan pengalaman masing-masing. Terutama Liang Mei Lan menceritakan pengembaraannya dalam pelarian dengan Tek Hoat kakaknya. Bagaimana mereka menemukan
dan menolong Ceng Liong yang mereka namakan Thian Jie,
bagaimana mereka hidup luntang-lantung dan kadang
mengemis dan sampai mereka hanyut di sungai dan kemudian diangkat murid oleh Wie Tiong Lan.
Sesuatu yang benar-benar mengharukan dan mengagetkan
Pangeran Liang. Riwayat anak-anaknya ini sungguh luar biasa, sebagai putri Pangeran mereka luntang-lantung di luaran, tidak terawat dan susah makan. Sungguh berat dia
memikirkannya, tetapi sekaligus gembira karena putra-
putrinya tergembleng tidak sengaja dengan penderitaan
rakyat biasa. Tapi, peruntungan mereka juga luar biasa, bagaimana
mungkin rejeki anaknya begitu hebat, menjadi murid penutup Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan, salah seorang tokoh ajaib dunia persilatan dewasa ini. Apalagi ketika mendengar,
kemungkinan Kakaknya Tek Hoat juga diangkat murid oleh Kiu Ci Sin Kay Kiong Siang Han, membuat Pangeran Liang
sungguh-sungguh merasa bagaikan mimpi.
Karena meskipun dia seorang Pangeran, tetapi
pengetahuan dan penguasaan dunia persilatan olehnya
sungguh sangat dalam dan luas. Bahkan dia dikawani atau dianggap kawan oleh banyak tokoh persilatan kelas utama dunia persilatan Tionggoan.
Tidak aneh jika kemudian dia sangat mengenal Wie Tiong
Lan dan Kiong Siang Han, mengenal juga kelihayan dan
keanehan tokoh-tokoh yang nyaris menjadi tokoh dongeng
dunia persilatan dewasa ini.
Liang Mei Lan, sebagaimana dituturkan di bagian depan,
diselamatkan dan belakangan diangkat menjadi pewaris
terakhir dari Wie Tiong Lan, seorang bekas ketua Bu Tong Pay yang teramat lihay. Bahkan diakui sebagai generasi terlihay Bu Tong Pay sejak pendirinya Thio Sam Hong, mendirikan
Perguruan Silat tersebut.
Sebagaimana Kian Ti Hosiang, Wie Tiong Lan yang
mengkhawatirkan nasib Bu Tong Pay memutuskan mendidik
murid penutupnya ini di Bu Tong San. Di sebuah tempat
rahasia yang hanya diketahuinya bersama ketiga muridnya.
Bahkan Ketua Bu Tong Pay saat ini tidak menyadari kalau Gunung Bu Tong berada dalam perlindungan Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan.
Karena bersamaan dengan kedatangan Wie Tiong Lan
untuk mendidik Liang Mei Lan, ketiga muridnya juga kemudian diminta untuk berada di Bu Tong San untuk menjaga
kemungkinan penyerbuan pihak perusuh.
Sebagaimana diceritakan di depan, dalam pertarungan
antara Ciu Sian Sin Kay dengan Sian Eng Cu Tayhiap,
terutama saat mereka saling melibas sulit dipisahkan, Wie Tiong Lan kebetulan datang membawa Mei Lan di Bu Tong
San. Setelah memisahkan Sian Eng Cu dan Ciu Sian Sin Kay, dia menugaskan kedua muridnya, Jin Sim Tojin dan Sian Eng Cu untuk menyadarkan Kwee Siang Le dan meminta berjaga di
Bu Tong San. Hal ini dilakukannya karena dia sendiri memang bertekad untuk mendidik Mei Lan dalam menandingi 4 anak lain yang juga dididik oleh 3 kawan karibnya.
Meskipun tidak lagi dilandasi mau menang sendiri, tetapi melihat anak didiknya kalah oleh anak muda didikan teman-temannya juga tentu tidak menyenangkan. Ke-empat tokoh
gaib ini, dalam rangka membantu dunia persilatan, secara tidak sadar telah menciptakan keterikatan duniawi yang
sebenarnya lama mereka coba tinggalkan.
Tetapi, merekapun sebenarnya menyadari hal tersebut.
Untungnya alasan lain jauh lebih tepat dan memang sangat sesuai dengan keadaan yang sedang dihadapi rimba
persilatan. Dengan motivasi yang sama dengan ketiga kawannya itu,
Wie Tiong Lan yang sudah berusia sungguh renta, mendekati 100 tahunan, kemudian meminta murid-muridnya untuk ikut mendidik adik perguruan termuda mereka. Untuk gerakan-gerakan dasar perguruan, Kwee Siang Le yang menangani,
sementara untuk landasan ginkang, Sian Eng Cu yang
bertugas. Sementara setiap malamnya, Wie Tiong Lan sendiri yang
menggembleng Mei Lan dengan Liang Gi Sim Hwat.
Sebagaimana diketahui, landasan untuk menyempurnakan
ilmu-ilmu Wie Tiong Lan dan tentu Ilmu Bu Tong Pay adalah Liang Gi Sim Hwat. Ilmu ini berisikan ilmu pernafasan dan cara menguasai hawa dalam tubuh manusia, dan kemudian saat
yang tepat untuk memperdalam hawa sakti tersebut.
Karena unsur kelemasan dan im, maka saat yang tepat
untuk menghimpunnya adalah di waktu malam hari, dan saat yang paling tepat adalah peralihan waktu tepat tengah malam.
Saat itulah yang paling tepat untuk menghimpun dan
memperkuat tenaga sakti.
Itu jugalah sebabnya Wie Tiong Lan memilih untuk
mendidik Mei Lan diwaktu malam, sementara siang hari kedua muridnya yang bertugas mendidik Mei Lan. Demikian mereka bergantian menggembleng anak perempuan yang memang
sangat berbakat ini.
Anak yang menjadi murid penutup dari Pek Sim Siansu dan disiapkan khusus untuk membantu Bu Tong Pay dan duniua
persilatan dalam menghadapi kemelut yang kembali menimpa Tionggoan.
Selain mendidik dan mengajarkan serta membuka rahasia
Liang Gie Sim Hwat, pada siang hari Wie Tiong Lan juga
berkutat dengan benda-benda mujijat yang dimaksudkannya untuk memperkuat tenaga sinkang Mei Lan. Dia sadar betul, bahwa paling banyak usianya bertahan 10-15 tahun kedepan, dan berharap Mei Lan sudah tuntas belajar sebelum dia
meninggal dunia.
Karena itu, untuk mempercepat peningkatan kekuatan
tenaga saktinya dan menghimpunnya melalui pengaturan
hawa Liang Gie Sim Hwat, maka Wie Tiong Lan meramu
banyak obat-obatan mujijat yang dikenal dan dikumpulkannya dalam pengembaraannya dahulu.
Bahkan juga menggunakan sejumlah pil mujarab
penambah tenaga yang dimiliki Bu Tong Pay. Untungnya, Mei Lan sendiri memang memiliki tulang dan bakat yang sangat baik untuk belajar Ilmu Silat.
Bahkan bakatnya itu menyamai Sian Eng Cu, bahkan
kecerdasannya justru melampaui Sian Eng Cu. Karena itu, keseriusan Wie Tiong Lan menjadi berlipat lipat. Sama
seriusnya adalah para suheng yang lama-kelamaan bukannya iri, malah menyayangi sumoy mereka seperti menyayangi
anak mereka sendiri.
Anak itu sendiri memang lincah, manja dan sangat
menggemaskan, membuat orang tua-orang tua itu menjadi
lemah hati dan memanjakannya. Tapi sangat disiplin dalam latihan silatnya.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Dialog Dgn Beng San Sian Eng
Pembawaan Mei Lan sendiri memang ramah dan
menggemaskan. Akibatnya, dia sangat disayangi oleh Kwee Siang Le dan Sian Eng Cu yang mendidik adik perguruan
termuda mereka bagaikan mendidik anak sendiri. Kebetulan keduanya memang tidak memiliki keturunan.
Seperti juga Wie Tiong Lan yang begitu mengasihi Mei Lan.
Bahkan begitu mengetahui bahwa Mei Lan masih berdarah
Bangsawan, tetapi mau dan bersedia hidup sesuai dengan
gaya dan penghidupan gurunya, sungguh menambah rasa
percaya dan kasih gurunya.
Tetapi, bedanya, kasih sayang Wie Tiong Lan dibarengi
dengan disiplin yang ketat. Sadar bahwa kedua muridnya
begitu mengasihi dan bahkan menganggap Mei Lan anak
sendiri, membuat Wie Tiong Lan tegas dan disiplin dalam mendidik dan mengajar Mei Lan.
Bahkan semua didikan dan ajaran Silat kedua muridnya,
dievaluasi pada malam harinya, dan karena itu, Mei Lan
sendiri dan kedua Suhengnya atau bahkan sering dianggapnya Ayah Angkatnya tidak berani berayal dalam latihan.
Selama 5 tahun terus menerus, Wie Tiong Lan mendidik
dan membuka rahasia Liang Gie kepada murid terakhirnya ini.
Tidaklah aneh apabila dia dengan sangat pesat mengejar
ketertingalannya dari ketiga suhengnya.
Terlebih lagi, Kwee Siang Le juga seperti Wie Tiong Lan, suka mengerahkan tenaga sakti untuk membuka dan
memperkuat sinkang Mei Lan. Karena itu, dalam 5 tahun saja, kemajuan Mei Lan luar biasa pesatnya. Di usianya yang ke-12, dia berubah menjadi anak gadis yang sangat sakti, dan terus meningkat seiring dengan pertambahan usianya.
Bahkan di usianya yang ke-15 dan 16, saat dia disuruh oleh suhunya untuk turun gunung, Mei Lan malah sudah nyaris bisa merendengi suhengnya Jin Sim Tojin dan Kwee Siang Le.
Sesuatu yang tentu sangat menggembirakan gurunya dan
ketiga suhengnya atas capaian yang diperoleh Liang Mei Lan.
Di usia yang ke-16, dia sudah mampu memainkan Liang Gie Kiam Hoat, Bu Tong KIam Hoat, Thai Kek Sin Kun, Pik Lek Ciang, bahkan Sian Eng Cu juga mengajarinya Sian-eng Sin-kun (Silat Sakti Bayangan Dewa) yang memang cocok dengan Mei Lan.
Bahkan untuk menegaskan keunggulan ginkangnya, Wie
Tiong Lan mengajarkan smeua muridnya ilmu ginkang paling baru ciptaannya yang bernama Sian Eng Coan-in, (Bayangan Dewa Menembus Awan), yang sangat tepat dalam
menyempurnakan Ilmu Sian Eng Cu.
Dan satu tahun terakhir sebelum meninggalkan Bu Tong


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

San, Wie Tiong Lan membuka rahasia Ilmu yang terakhir
diciptakannya dalam diskusi dengan Kian Ti Hosiang yang dinamakannya Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti
Selaksa Dewa Mendorong Bayangan).
Sebagaimana juga Kian Ti Hosiang, kesempurnaan ilmu ini harus dicari d an dikembangkan sendiri, dan karena itu Ilmu mujijat ini diwariskan kepada semua muridnya termasuk Jin Sim Tojin. Tinggal tergantung siapa yang mampu
menyempurnakan Ilmu yang juga sarat penggunaan kekuatan batin tersebut.
Ilmu ini sebenarnya pengembangan lebih jauh dari Ilmu
yang dianjurkannya kepada Sian Eng Cu menciptakan Sian
Eng Sin Kun, sebelum dia mendalami perpaduan "im" dan
"yang" dengan Kian Ti Hosiang. Jadinya, berbeda dengan Kian Ti, Wie Tiong Lan menggubah jurus yang berdasarkan im dan menggabungkannya dengan "yang", sebaliknya dengan yang
dilakukan oleh Kian Ti Hosiang.
Untuk itu, maka Wie Tiong Lan juga menciptakan Ilmu
Ginkang Sian Eng Coan In, sebagai paduan dan langkah-
langkah bergerak pesat dari ilmu pukulan terbarunya.
Meskipun masih berusia remaja, tetapi kepandaian Mei Lan sudah sangat luar biasa, bahkan juga penguasaan tenaga
sinkangnya berkat bantuan Wie Tiong Lan sudah meningkat dengan sangat pesat. Jika ada kekurangannya ialah
pengalaman bertempur dan juga kematangan dalam latihan.
Hal ini tentunya sangat dirasakan dan diketahui oleh Wie Tiong Lan. Karena itu, menjelang pertemuan 10 tahunan yang juga akan melibatkan anak murid masing-masing, Wie Tiong Lan kemudian memanggil Mei Lan dan memberitahu bahwa
sudah saatnya si gadis turun gunung.
Tentu disertai dengan pengertian dan informasi dari
gurunya dan suhengnya mengenai keadaan dunia persilatan.
Mengenai tokoh tokoh persilatan dan juga mengenai
perkembangan yang paling akhir yang mereka ketahui.
Mei Lan juga diwajibkan oleh gurunya untuk datang ke
pertemuan 10 tahunan, pada 1 tahun mendatang. Dan secara khusus Mei Lan diberi tugas untuk mencari Kiok Hwa Kiam atau Pedang Bunga Seruni yang sudah sepuluh tahun tercuri orang dari Bu Tong Pay.
Mei Lan diberi kebebasan untuk berkelana kemana saja
guna meluaskan pengalamannya, tetapi yang terutama harus menyelidiki keberadaan Pedang Bunga Seruni dan hadir dalam pertemuan 10 tahunan. Bahkan dalam pertemuan bersama
dengan ketiga suhengnya, Wie Tiong Lan memberitahukan
bahwa Kiok Hwa Kiam diwariskan kepada Mei Lan.
Karena Pedang tersebut sangat tepat untuk digunakan
dengan Liang Gie Kiam Hoat. Demikianlah kemudian Mei Lan turun gunung, dan sebagai seorang anak gadis, tentu yang pertama dirindukannya adalah menemui keluarganya terlebih dahulu.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0-
Kesempatan bertemu dengan tokoh-tokoh dunia persilatan
tidaklah disia-siakan oleh Mei Lan. Hal itu disampaikannya kepada ayahnya, Pangeran Liang. Justru karena ayahnya
memberi tahu bahwa dia sedang menerima tamu 2 orang
locianpwe dari Beng San.
Tetapi, diapun mewanti-wanti ayahnya untuk tidak
memperkenalkan suhunya. Karena bahkan Ketua Bu Tong Pay sendiri hanya tahu bahwa Mei Lan adalah anak didik Kwee Siang Le dan Tong Li Kuan. Siapakah sebetulnya kedua tamu Pangeran Liang itu"
Sebagaimana diketahui, Pangeran ini memang akrab
bergaul dengan Dunia Persilatan. Apalagi setelah Kerajaan Sung terbagi 2, yakni Sung Selatan yang beribukota di Hang Chouw dan dibatasi oleh Sungai Yang Ce dengan Kerajaan Cin di sebelah utara dan beribukota Pakkhia (Peking).
Banyak tokoh persilatan yang lebih mendukung Kerajaan
Sung Selatan dan kurang menyukai Kerajaan Cin. Terutama karena memang Kerajaan Cin dibentuk oleh sebuah suku yang berasal jauh di luar tembok besar. Sejak itu, semakin sering tokoh persilatan mengunjungi rumah dan gedung Pangeran
Liang. Dan akibatnya, Perdana Menteri yang pernah menyewa
tokoh hitam untuk membunuh Pangeran Liang menjadi keder.
Dan tidak berani lagi melakukannya, terlebih setelah
mendapat peringatan dari banyak tokoh Kang Ouw yang lihay.
Sejak kemaren siang Pangeran Liang menerima kedatangan
Beng-san Siang-eng (Sepasang Garuda Beng-san), sepasang tokoh sakti yang merupakan kakak beradik seperguruan. Yang tertua, Pouw Kui Siang, nampak sudah berusia sekitar 60-an, bahkan nampak sudah lebih.
Sementara yang muda bernama Li Bin Ham yang juga
berusia paling tidak 60-an. Keduanya terkenal dengan julukan Beng San Sian Eng karena memang berasal dari sekitar
gunung Beng San. Juga sekaligus mengangkat nama di sekitar daerah itu dan terkenal sebagai pendekar-pendekar
kenamaan. Keduanya bukan orang biasa, karena termasuk dalam
jajajaran tokoh-tokoh utama rimba persilatan dan memiliki kepandaian yang tinggi. Bahkan kepandaian mereka bisa
direndengkan dengan Ketua atau Ciangbunjin Perguruan
Ternama, seperti Kun Lun Pay, Hoa San Pay atau bahkan
Siauw Lim Sie dewasa ini.
Keduanya juga terkenal suka berkelana, dan karena itu
pengertian dan penguasaan mereka atas keadaan dunia
persilatan sungguh sangat luas dan mendalam. Hari itu,
mereka kebetulan berada di Kota Raja Sung Selatan dan
kemudian memutuskan untuk berkunjung ke rumah Pangeran
Liang. "Jiwi locianpwe, perkenalkan anakku yang hilang, Liang Mei Lan, anakku yang ketiga. Datang-datang tahu-tahu telah
menjadi gadis pendekar anak murid Bu Tong Pay" Pangeran Liang memperkenalkan Liang Mei Lan yang kemudian bersoja memberi hormat kepada kedua tokoh utama rimba persilatan itu sambil berkata sopan,
"Tecu Liang Mei Lan menjumpai jiwi locianpwe".
"Ah, siapa nyana, putri yang begitu dikhawatirkan oleh
pangeran nampak sudah begini besar dan nampak sangat
cantik. Hahahaha, selamat pangeran" Sambut Phouw Kui
Siang. "Bahkan, jika tidak salah, juga memiliki kemampuan Ilmu Silat yang sangat tinggi" Li Bin Ham menambahkan. Dengan mendengar bahwa anak gadis itu murid Bu Tong Pay, sudah tentu kepandaiannya lihay.
"Tecu yang rendah masih membutuhkan bimbingan dan
bantuan jiwi locianpwe" Mei Lan merendah, tetapi dengan wajah cerah penuh senyum.
"Ach, anak manis, mari perkenalkan kami Beng San Sian
Eng, lohu bernama Phouw Kui Siang"
"Dan lohu Li Bin Ham"
Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 15 Rahasia 180 Patung Mas Karya Gan Kl Hati Budha Tangan Berbisa 16
^