Pencarian

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 8

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 8


diterjemahkannya dari sebuah negri yang bernama
Jawadwipa. Negri yang memiliki pulau yang sangat banyak dan sangat berlimpah kekayaan alamnya, sangat subur dan memiliki
tingkat kebudayaan yang cukup tinggi. Negri yang juga
meyakini bahwa manusia adalah bagian dari alam, bahwa
manusia adalah sebuah miniatur alam dan untuk mencapai
kesempurnaan harus memasrahkan diri dalam sebuah
kesatuan dengan alam. Karena itu, keselarasan antara
manusia dan alam adalah sebuah keniscayaan dalam
keyakinan kepercayaan masyarakat di Jawadwipa.
Harmonisasi manusia dengan alam adalah sebuah capaian
luar biasa dalam tardisi kehidupan disana. Dan lembaran pertama dari 3 lembar itu yang justru telah menyelamatkan Thian Jie dari kematian akibat hawa sakti yang sangat
menakutkan itu.
Setelah setengah harian melatih penyaluran hawa sakti
tersebut dan menemukan kenyataan betapa dia tidak
mengalami kesulitan lagi dengan hawa saktinya, Thian Jie kemudian memutuskan untuk mengakhiri Samadhi dan
latihannya. Tetapi, dalam kagetnya, dia meloncat untuk turun dari tempat samadhinya, justru mengangkat tubuhnya
demikian ringan, bahkan seakan dia bergerak seringan angin.
Sungguh terkejut dan takjub pemuda ini menemukan
kenyataan betapa kekuatan Sinkangnya sudah melejit jauh tanpa diduganya. Luar biasa kagetnya dia menemukan
kenyataan tersebut, karena nampaknya kekuatan sinkangnya sudah melaju jauh diluar dugaannya sekalipun. Dia bergerak beberapa kali dengan sangat leluasa dan ringan dan mencoba beradaptasi dengan keadaan dirinya yang baru.
Bagaimana mengerahkan tenaga secukupnya untuk sebuah
atau beberapa gerakan normal, dan bagaimana takaran yang pas untuk gerakan tersebut. Kondisi semacam itu harus
diadaptasikannya agar tidak mengganggu.
Tetapi, disamping kegembiraan atas kemajuannya itu,
diapun membayangkan dengan ngeri impian semalam suntuk
yang sukar enyah dari pikirannya bersama seorang gadis yang dikaguminya, Giok Hong. Tetapi karena gadis itu tidak lagi ada bersamanya, entah kemana, maka dia menganggap bahwa
semua itu hanyalah khayalan semata.
Banyak pikiran yang berseliweran karenanya, tetapi karena ketika menyelesaikan samadhinya hari masih sangat pagi, dan tiba-tiba disadarnya bahwa dia atau perutnya sungguh sangat menuntut untuk diisi, maka diputuskannya untuk memulihkan kondisi fisiknya. Dengan kondisi awut-awutan, Thian Jie kemudian mengusahakan makanannya sendiri.
Dan kemudian akhirnya setelah kebutuhan makanan untuk
fisiknya terpenuhi, Thian Jie memutuskan untuk melatih
kembali seluruh Ilmu Silatnya. Hal ini diperlukannya untuk membiasakan penggunaan ilmunya dengan landasan kekuatan baru yang belum diketahuinya sampai dimana takarannya.
Dimulai dari memeriksa kembali kandungan hawa saktinya, yang dengan segera ditemukannya betapa dengan leluasa dia sudah sanggup menyalurkan kemana saja dia mau.
Sinkangnya yang didasarkan terutama atas hawa "im" yang
"lemas" sesuai dengan ciri khas Lembah Pualam Hijau, bahkan sudah bisa dirubahnya seperti beraliran "Yang" atau "keras".
Bahkan sudah bisa dilakukannya dengan leluasa, meskipun baru sebatas merubah-rubah semacam itu yang mungkin dan sanggup dilakukan Thian Jie.
Seterusnya, ketika kemudian dia memainkan Ilmu-ilmu
pusaka keluarganya, Giok Ceng Cap Sha Sin Kun, Soan Hong Sin Ciang, Toa Hong Kiam Sut dan semua Ilmu yang
dikuasainya, terasa perbawanya meningkat dengan sangat
tajam. Gerakannya juga terasa sangat mantap sekaligus
ringan. Dan yang paling menggembirakannya adalah ketika dia mampu memainkan jurus mujijat ciptaan terakhir dari Kiang Sin Liong, yakni Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang
(Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari) dengan
sangat baik. Bahkan membuatnya menjadi terkesima ketika nyaris tidak ada lagi kesulitannya dalam bersilat dengan perbawa yang bisa diatur sekehendak hatinya.
Entah mau menampilkan yang berhawa "im" ataupun yang
berhawa "yang" dan merubah-rubahnya sekehendak hatinya.
Ketika dia mulai mampu memainkan jurus pamungkas
gurunya dengan baik, diapun menemukan kenyataan bahwa
Ilmu tersebut memang sungguh ampuh. Meskipun Thian Jie
masih belum sadar, bahwa keampuhannya akan berlipat
ganda bagi lawan yang menghadapinya.
Karena dari tubuhnya menguap dan mengepul awan putih
yang merusak pandang mata dan mempengaruhi mata dan
cara pandang lawan. Dalam puncak penggunaan ilmu itu
dengan landasan kekuatan sinkangnya yang baru, dia
membuat kondisi alam disekitarnya seperti menderu-deru, meskipun tidak ada kerusakan berarti secara fisik. Begitupun, Thian Jie paham, bahwa sepenuhnya dia masih harus
merenungkan dan mendalami Ilmu tersebut.
Sebagaimana pesan gurunya, Ilmu yang diciptakannya
tersebut, akan mencapai kesempurnaan, manakala terus
didalami, dicerna dan digali potensi pengembangannya. Bukan untuk menakut-nakuti orang, tetapi untuk menangkal hawa sesat, memunahkannya dan bila perlu menghancurkan
kekuatan sesat tersebut.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Aib dan Kesembuhan (2)
Dengan segera dia sadar, bahwa dia mengalami kemajuan
yang luar biasa dalam penggunaan Ilmu Silatnya, dan
membuatnya menjadi semakin gembira. Karena bukan saja
kekuatan sinkangnya yang maju pesat, tetapi pendalamannya atas kekuatan Ilmu Pamungkas yang diciptakan gurunya
meningkat tajam. Juga, ketika dia memadukan beberapa
gerakan yang selama ini sudah dikuasainya, baik dalam Ilmu Giok Ceng Cap Sha Sin Kun, Soan hong Sin Ciang dan Toa
Hong Kiam Sut, hasilnya luar biasa.
Tangannya bahkan bisa menghasilkan hawa pedang
mendesis tajam bila bermain dengan Toa Hong Kiam Sut.
Bahkan yang tidak dan belum disadari Thian Jie adalah
kemampuannya menghasilkan hawa khikang, hawa pelindung
tubuh, ketika sedang memainkan ilmunya dalam tataran
tinggi. Setelah merasa puas, akhirnya Thian Jie kemudian menyelesaikan latihannya. Melepaskan kendali atas
kekuatannya dan menyimpannya kembali kedalam tantian.
Sungguh banyak yang kemudian kembali dipikirkan oleh
Thian Jie, baik kepandaiannya yang meningkat tajam tanpa disadarinya, maupun persoalan-persoalan yang dialaminya paling akhir. Terutama dengan Giok Hong yang dia sendiri tidak mengerti apakah nyata ataukah tidak. Tapi karena Giok Hong tidak berada bersamanya, dia menjadi sedikit senang dan beranggapan kenangan itu hanyalah hayalannya semata.
Dan dia sungguh berharap demikian, meskipun dalam hati dia merasa berdebar-debar, karena khayalan itu baginya terasa sangat nyata dan sungguh melenakan.
Tetapi sesaat kemudian Thian Jie teringat bahwa dia
membawa sebuah pesan dan permohonan gurunya kepada
Kim Ciam Sin Kay. Bahkan, diapun membekal sesuatu yang
menurut gurunya sangat penting. Termasuk melibatkan
kepentingan dirinya dan harus cepat disampaikan kepada Kay Pang Pancu, Kim Ciam Sin Kay. Dengan pikiran demikian,
Thian Jie akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju Markas darurat Kay Pang di timur kota Pakkhia untuk membicarakan permintaan gurunya kepada Kim Ciam Sin Kay.
Ketika memasuki markas Kay Pang di Pakkhia, Thian Jie
menjadi terkejut karena melihat kesibukannya yang sudah berubah 180 derajat. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya ketika dia berada di Markas ini, nampaknya aktifitas tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sebaliknya sudah
dilaksanakan berterang, dan kelihatan begitu banyak orang yang berlalu lalang seperti sedang menyiapkan sesuatu untuk dikerjakan oleh Kay Pang.
Bahkan banyak diantara orang-orang itu baru pertama kali disaksikan oleh Thian Jie sehingga membuatnya pangling.
Wajar bila Thian Jie tidak mengenal banyak tokoh baru yang sekarang sedang berada di Markas Kay Pang di luar Kota Raja Pakkhia (Peking) itu. Hal ini terutama diakibatkan oleh pembersian cepat dan konsolidasi cepat yang dilakukan Kay Pang, dan melemahnya kekuatan Hek-i-KayPang yang
ditinggal tokoh-tokoh utamanya.
Tetapi, ketika semakin mendekati markas tersebut,
beberapa orang yang sudah lama berada di Markas tersebut sudah langsung bisa mengenali Thian Jie. Bahkan cara
menghormat orang itu nampak sekali sangat luar biasa,
seakan Thian Jie telah melakukan sesuatu yang sangat luar biasa bagi orang-orang tersebut. Thian Jie tidak menyadari bahwa namanya semakin menjulang manakala Dunia
Persilatan mendengar kabar See Thian Coa Ong terluka parah ditangannya bersama Giok Hong. Pengemis Tawa Gila dengan senang hati menyebarkan kejadian itu:
"Tayhiap, mari. Pangcu sudah lama menanti-nanti"
Beberapa orang yang mengenalnya segera mempersilahkan
Thian Jie masuk, dan kemudian menugaskan orang
mengantarkan Thian Jie memasuki markas mereka.
Dan memang tidak lama kemudian, dari dalam markas Kay
Pang nampak menyambutnya Pengemis Tawa Gila, kedua Hu-
Hoat Kay Pang yang baru dibebaskan yang nampaknya sudah sehat dan pulih kembali, serta juga Mei Lan. Begitu
melihatnya, tawa khas si Pengemis Tawa Gila segera
berkumandang menyambut kedatangan Thian Jie:
"Hahahahaha, Ceng-i-Koai Hiap, sungguh luar biasa engkau sanggup melukai See Thian Coa Ong. Tapi, dimanakah
Siangkoan Kouwnio?"
"Ach, biasa saja Paman Pengemis. Akupun heran, setelah
kami berbenturan hebat dengan See Thian Coa Ong dan
terlempar kedalam Gua, begitu siuman, nona Siangkoan sudah berada entah kemana"
"Anak muda, kesanggupan kalian melukai See Thian Coa
Ong hingga demikian parah sungguh luar biasa. Bukan saja telah menyelamatkan Pangcu kami, tapi juga telah
menyelamatkan banyak nyawa anggota Kay Pang. Kami
sungguh berterima kasih" Pek San Fu, salah seorang Hu-Hoat Kay Pang sudah menjura memberi hormat kepada Thian Jie.
Hal yang malah membuat Thian Jie menjadi sangat sungkan dan rikuh,
"Ach, Locianpwe, hal itu kejadian biasa saja. Kamipun
terpukul roboh dan pingsan beberapa hari oleh pukulan orang tua lihay itu" Thian Jie merendah.
"Sebaiknya kita bercakap-cakap di dalam, Pangcu tentu
senang bertemu dengan Thian Jie yang sudah banyak
membantu Kay Pang" Akhirnya Pengemis Gila Tawa menyela
percakapan dengan mempersilahkan semua masuk. Mei Lan
ikut masuk sambil memandangi Thian Jie penuh tanda Tanya dan penuh makna.
Kim Ciam Sin Kay, adalah seorang pengemis yang kini
sudah berusia cukup tua, sudah mendekati usia 70 tahunan.
Karena itu, kondisi tubuhnya yang disekap lebih dari lima tahun terakhir ini, sungguh sangat membuat keadaan fisiknya merosot tajam.
Tetapi, meskipun demikian, setelah mengobati dirinya dan total beristirahat selama 3 hari penuh, secara perlahan dia mulai menemukan kesembuhannya lagi. Kakek Pengemis yang sakti ini, juga semakin menyadari bahwa usia tuanya tidak memungkinkannya untuk banyak bergerak dan banyak
beraktifitas lagi. Justru karena itu, dia memerintahkan semua tenaga yang tersedia di Pakkhia untuk melindungi markas ini.
Tetapi di luar dugaannya, setelah mengetahui Pangcu
mereka telah bebas, banyak anak murid Kay Pang yang
memang hanya berpura-pura takluk, kembali menyatakan
kesetiaannya kepada Kay Pang. Dan karena itu, proses
pembersihan terus dilakukan, malah dilakukan dengan mudah.
Bahkan Perdana Menteri Kerajaan Cin yang khawatir dengan imbas permusuhan dengan Kay Pang, telah menarik
dukungannya atas Hek-i-Kay Pang dan menarik tentaranya
dari penjagaan atas markas Hek-i-Kay Pang di Kota Pakkhia.
Hal ini boleh terjadi karena secara tiba-tiba, semua kekuatan Thian Liong Pang di Pakkhia dan bahkan di banyak tempat, tiba-tiba meraibkan dirinya.
Itulah sebabnya Kay Pang dengan cepat kembali
memulihkan kekuatannya di Pakkhia, dan ketika Thian Jie datang ke markas Kay Pang di luar kota Pakkhia, kebetulan Tek Hoat sedang melakukan pembersihan di Kota Pakkhia.
Dengan menggunakan wibawanya dan juga dengan bekal Kiu
Ci Kim Pay milik gurunya yang memiliki pengaruh sangat besar atas Kay Pang, usahanya berlangsung cepat dan gilang
gemilang. Dan siang itu, Kim Ciam Sin Kay nampak sudah bisa duduk dengan anggunnya di kursi khusus yang disediakan bagi
seorang Pangcu Kaypang. Memang, sejak pagi hari, Pangcu ini mulai bertugas seadanya, terutama dengan menerima
laporan-laporan perkembangan terakhir dari kondisi Kay Pang di utara sungai Yang ce ini.
Meskipun kondisinya belum pulih benar, tetapi Kim Ciam
Sin Kay memaksakan dirinya untuk mendengarkan semua
laporan yang dibawakan oleh banyak orang, terutama dari lingkungan Pakkhia dan sekitarnya. Nampaknya, selama 5
tahun lebih, pengaruh Hek-i-Kay Pang sudah cukup menyebar di 5 propinsi utama di utara sungai Yang ce.
Tetapi syukurlah, karena nampaknya pukulan berat yang
dialami Hek-i-Kay Pang telah banyak menarik kembali tokoh tokoh utama Kay Pang, baik yang tunduk bersiasat, maupun yang disekap oleh pimpinan Hek-i-Kay Pang. Hal yang
disyukuri oleh sang Pangcu, meski juga sedih dengan kejadian memalukan yang menimpa Pangnya beberapa tahun terakhir.
Siang hari itu juga, Kim Ciam Sin Kay menerima
kedatangan 5 dari 11 Kay Pang Cap It Ho Han didikan
langsung Kiong Siang Han. Tokoh-tokoh ini memang disiapkan khusus oleh Kiong Siang Han yang melihat betapa Kay Pang semakin melemah. Dan mengantisipasi jauh-jauh hari
kemunduran yang lebih parah, Kiong Siang Han di masa-masa menyendiri, telah memilih 11 Pengemis yang cukup berbakat untuk dilatihnya sedemikian rupa guna melindungi Kay Pang yang semakin mundur.
Ke-5 Pengemis lihay dari pusat Kay Pang tersebut sedang mendampingi Tek Hoat, yang sudah mereka kenal dengan
baik, dalam melakukan pembersihan di Pakkhia. Kedatangan kelima orang itu sungguh memperkuat upaya pembersihan di Pakkhia dan utara Yang ce, dan direncanakan 2 hari lagi akan dilakukan penyerbuan terakhir ke markas utama Hek-i-Kay Pang di sebelah utara Kota Pakkhia. Padahal, markas itupun sebenarnya sudah ditinggalkan tokoh-tokoh utamanya.
Kim Ciam Sin Kay, baru menerima Thian Jie setelah makan siang, karena memang Thian Jie memasuki markas Kay Pang selepas jam tersebut. Dan Thian Jie, tentu saja atas jasanya, tidak menunggu waktu lama untuk diterima oleh Kay Pang
Pangcu. Dan bahkan Thian Jie diterima secara istimewa di kamar istirahat Pangcu yang agak luas dengan ditemani
Pengemis Tawa Gila, Mei Lan dan kedua Hu-Hoat Kay Pang.
"Hahahaha, mari anak muda yang hebat. Sungguh
kehebatanmu mengingatkan aku akan Naga-naga hijau dari
Lembah Pualam Hijau" Kim Ciam Sin Kay sudah langsung
menduga Thian Jie dari perguruan Pualam Hijau dari gerakan silat yang disaksikannya dahulu.
"Tecu Thian Jie memberi hormat kepada Pangcu" Thian Jie tentu mengerti tata krama dan paham betul bahwa Pangcu
Kaypang adalah salah satu tokoh terkemuka dewasa ini.
"Ya, bangunlah anak muda. Kedua kakak beradik she Liang sudah menceritakan masa lalumu yang gelap. Bolehkah lohu menelisik sebentar keadaan kepalamu?" Kim Ciam Sin Kay
menggapai kearah Thian Jie dengan maksud mengadakan
pemeriksaan awal.
"Silahkan lopangcu" Thian Jie kemudian duduk mendekat
kearah pembaringan dimana Kim Ciam Sin Kay duduk. Tak
beberapa lama kemudian Kim Ciam Sin Kay yang memang
adalah murid raja obat dan mungkin tokoh paling mahir
menggunakan jarum emas dewasa ini bersama gurunya,
melakukan pemeriksaan seperlunya. Dia mengusap-usap dan menekan sebentar kepala Thian Jie dan malah mengusap-usap kepala itu, dan beberapa ketika kemudian memeriksa denyut nadi dan jalan darah di dada Thian Jie.
Kemudian terlihat memijit-mijit sebentar, sementara
matanya nampak sebentar mengernyit, sebentar nampak
kagum seperti tak percaya dan kemudian nampak agak
tergetar. Dan tidak lama kemudian telah melepaskan
tangannya dari kepala Thian Jie dan memandang anak muda tersebut dengan kagum tapi sekaligus terharu.
"Anak muda, sungguh sebuah keajaiban alam yang kau
alami. Tapi, juga bukan pekerjaan mudah untuk meluruskan yang sedang bengkok menyimpang. Tapi sayang, kondisiku
sedang sangat lemah" Berkata Kim Ciam Sin Kay dengan tidak menyembunyikan kekaguman dan kemuraman akibat belum
mampunya dia menangani penyakit Thian Jie.
"Lopangcu, bila tecu tidak salah, tenaga sakti lopangcu sedang tergetar cukup parah. Bahkan seperti menyebar,
hanya karena kekuatan iweekang losuhu maka iweekang yang menyebar itu tidak buyar dan sirna" Berkata Thian Jie dan membuat banyak orang heran, bahkanpun termasuk Kim Ciam Sin Kay yang kemudian memandangnya tidak percaya.
"Hm, kau bisa merasakan betapa hawa murniku seperti
sedang membuyar?" bertanya Kim Ciam heran.
"Bukan hanya sedang membuyar, tetapi seperti sedang
menyebar kemana-mana dan butuh waktu lama
menjinakkannya dalam tantian. Akan makan waktu sangat
lama bila dibiarkan berhari-hari lagi kedepan" jelas Thian Jie.
"Hebat anak muda, sudah 3 hari ini lohu berusaha untuk
menyatukannya, tapi nampaknya akan butuh waktu bertahun-tahun untuk memperoleh kembali kekuatanku seutuhnya"
jawab Kim Ciam Sin Kay.
"Bila lopangcu bersedia, tecu bisa membantu lopangcu
untuk menjinakkan tenaga yang menyebar kemana-mana itu"
tawar Thian Jie. Semua menjadi sangat terkejut, baik kedua Hu-Hoat, Pengemis Tawa Gila, Mei Lan bahkanpun Kim Ciam Sin Kay. Karena dengan kekuatan sinkang Pangcu Kay Pang saat ini, maka hanya tokoh-tokoh sekelas Kiang Cun Le,
Keempat Tokoh Gaib, Pendeta Wanita Sakti di Timur, dan
beberapa tokoh gaib yang sudah menghilang yang sanggup
membantunya. Bahkan para ketua perguruan besar, masih belum sanggup
menyatukannya. Tentu memang mereka tidak tahu, bahwa
bahkan Thian Jie sendiripun baru memperoleh pengetahuan lebih dalam soal tenaga sakti. Terutama setelah dia
menyelami makna tenaga dan hawa manusia dari petunjuk
tersembunyi dari sebuah kitab yang berasal dari timur, dari jawadwipa. Yang dipahaminya pada detik terakhir dan berhasil merenggut kembali nyawanya dari jemputan malaekat elmaut.
Sampai lama Kim Ciam Sin Kay terpana dan kaget dengan
tawaran Thian Jie. Pertama, dia sadar bahwa terdapat
keanehan yang hanya dimungkinkan oleh alam dan takdir
dalam diri Thian Jie. Ketika mengusap kepala Thian Jie, dia tahu apa yang sedang diderita Thian Jie, dan tahu pula ada keanehan dalam struktur kepalanya yang terguncang dan
melahirkan kekuatan aneh baginya.
Kedua, dia tahu bahwa Thian Jie adalah murid seorang
guru yang sangat ampuh, tetapi baginya pengetahuan itu
belum cukup untuk menyembuhkannya.
Ketiga, dalam perkelahian dengan See Thian Coa Ong, dia memang melihat sebuah tenaga tersembunyi yang kadang
terlontar dari anak ini.
"Mungkinkah memang benar anak ini mampu
melakukannya?" Melakukan sesuatu yang hanya sanggup
dilakukan tokoh tokoh terutama dunia persilatan dewasa ini."
Tapi, dengan bijaksana dia kemudian berkata:
"Baiklah anak muda, cobalah kau pegang tanganku dan
kemudian periksalah sekemampuanmu" Kim Ciam Sin Kay
kemudian mengulurkan tangannya ke arah Thian Jie. Jelas dengan penuh keraguan.
"Pangcu, tapi ".. apakah. ".. apakah?" Ceng Hu-Hoat tak sanggup meneruskan kalimatnya, khawatir menyinggung
perasaan Thian Jie.
"Ceng Hu-Hoat, bila tidakpun, lohu harus bersembunyi
selama lebih dari 10 tahun untuk memulihkan kekuatan.
Kecuali kalau Hiongcu kita, Kiong Siang Han, muncul dan memulihkanku. Toch, anak muda ini ingin melihat keadaanku semata" Jelas Kim Ciam Sin Kay. Pek San Fu, Pengemis Tawa Gila dan Ceng Hu Hu Hoat tak sanggup bicara lagi. Ketiganya mengerti, bahwa dalam hal pengobatan mereka tidak nempil melawan Pangcu mereka yang terhitung sangat mahir dalam bidang itu. Sementara Mei Lanpun memandangi Thian Jie
setengah percaya, setengah kaget dans etengah kagum.
"Mari anak muda" undang Kim Ciam Sin Kay kemudian
untuk mencairkan suasana yang sempat menyuram itu.
Thian Jie segera memusatkan perhatiannya, mengerahkan
tenaga sakti yang sudah bisa dikendalikan semaunya dan
kemudian memegang tangan kanan Kim Ciam Sin Kay persis
di urat nadinya. Beberapa saat nampak keduanya kadang
tergetar, kadang muram, kadang kemudian tenang lagi, dan tidak lama kemudian Thian Jie sudah menyelesaikan proses meneliti keadaan tenaga sakti Kim Ciam Sin Kay. Setelah termenung sejenak, terdengar kemudian Thia Jie berkata
kepada Kay Pang Pangcu:
"Lopangcu, bila diijinkan, tecu bisa membantu lopangcu, tetapi dibutuhkan waktu mungkin sehari semalam untuk
melakukannya. Menjinakkan tenaga yang menyebar,
mengumpulkannya dan kemudian melandaskannya kembali
bersama dengan sumber tenaga murni lopangcu di tantian"
Sementara itu, Kim Ciam Sin Kay, masih memandang Thian
Jie terbelalak, masih belum percaya dengan hawa sakti
bergulung-gulung yang keluar dan terpancar dari tubuh Thian Jie. Keringat yang menetes bukan karena kelelahan, tetapi karena sesatu yang membuat dia nyaris tak percaya.
Kekuatan tenaga sakti semacam yang dimiliki oleh Thian
Jie, bagi Kim Ciam Sin Kay, hanya dimiliki tokoh sekelas Pendekar Gaib masa kini, Kiong Siang Han dan generasi
angkatan Maha Guru Kaypang itu dari Siauw Lim Sie, Lembah Pualam hijau dan Bu Tong Pay. Mana mungkin seorang anak bau kencur macam Thian Jie malah kini memilikinya"
Bahkanpun nampak sudah sanggup mengendalikan tenaga
mujijat itu dengan baik.


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sungguh tidak masuk diakal, dan siapa pula yang bisa
mempercayainya". Karena itu, Kim Ciam Sin Kay, butuh waktu lama untuk sadar dari keterpanaannya atas sesuatu yang
ganjil dan masih tetap tidak masuk diakalnya. Dia memang tahu, bahwa Lembah Pualam Hijau memiliki latihan Sinkang Giok Ceng yang berkhasiat menyembuhkan luka dalam akibat membuyarnya kekuatan Iweekang. Tapi yang bisa melakukan hal semacam itu, hanya tokoh puncak mereka. Bahkan Kiang Hong masih diragukannya mampu melakukan hal itu. Tetap
sulit diyakininya, meski kenyataan terpampang didepan mata kepalanya:
"Luar biasa ". Anak muda, semuda ini engkau sudah
menguasai sinkang setinggi dan seajaib itu?"
"Lopangcu, entah bagaimana ketika terpukul keracunan
oleh See Thian Coa Ong, dalam keadaan hampir mati, tecu teringat dengan kalimat-kalimat rahasia dari kakek. Setelah itu, selama 2 hari 2 malam, tecu mencoba untuk menaklukkan hawa yang bergulung-gulung di tubuh tecu sampai kemudian merasa jauh lebih baik" Jelas Thian Jie.
Tapi, Sin Kay cukup maklum, bahwa penjelasan Thian Jie
tidaklah lengkap, dan tentu saja dia tidak boleh mendesak anak muda ini terlalu jauh. Selalu ada alasan seseorang untuk menyimpan sedikit dari keseluruhan cerita sebenarnya. Wajar.
"Lopangcu, apakah maksudmu ada kemungkinan Thian Jie
koko bisa membantumu memulihkan kekuatanmu orang tua?"
Mei Lan yang penasaran bertanya. Kepenasarannya tidak bisa disembunyikan dari tatap matanya.
"Kemungkinan itu hampir pasti, karena kekuatannya
bahkan sudah mendekati kekuatan Kiong Siang Han Hiongcu pada masa masih aktif di dunia persilatan" berdesis Kim Ciam Sin Kay yang mengejutkan semua yang hadir.
"Maksud Pangcu?" Pengemis Tawa Gila bertanya
"Maksudku, akupun bingung bisa menemukan kejadian
seaneh dan sejanggal ini. Tapi yang pasti, alam dan takdir anak ini memang luar biasa, terlampau luar biasa. Jangankan kalian, akalkupun tidak sanggup menguraikan kejadian ini, dan hanya Thian Jie seorang yang sanggup menjelaskannya"
"Ach, nampaknya lopangcu terlalu berlebihan" Thian Jie
menjadi malu ketika diperhatikan semua orang. Dia merasa menjadi seperti manusia aneh ketika ditatap secara berbeda oleh segenap orang yang hadir dalam ruangan itu. Benar-benar gerah dan jengah Thian Jie jadinya.
"Lan moi, apakah kamu melihatku menjadi mahluk aneh?"
tegur Thian Jie yang juga melihat pandangan aneh dan
terperanjat yang berasal dari Mei Lan kearahnya.
"Sejak kamu diselamatkan dari sungai itu, kamu memang
aneh koko" tangkis Mei Lan berkelit, dan dengan tepat dia menemukan kalimat yang membuat Thian Jie tidak bisa
mengejarnya lagi.
"Sudahlah-sudahlah, keanehan Thian Jie justru adalah
kebaikan buat dunia persilatan. Tapi, lohu harus
mengorbankan beberapa waktu dan banyak tenaga untuk itu.
Hu Pangcu, tolong diatur semua urusan Kay Pang selama anak muda ini membantuku. Harap kedua Hu-Hoat membantu Tek
Hoat untuk membersihkan markas Hek-i-Kay Pang di pintu
utara, lohu berkeyakinan anak ini bisa menyembuhkanku"
Demikian perintah Kim Ciam Sin Kay yang gembira melihat kemungkinan sembuh yang besar dengan bantuan dari Thian Jie.
Demikianlah, memasuki sore hari, Thian Jie memasuki
kamar bersama dengan Kim Ciam Sin Kay untuk memulai
pengobatan. Sementara itu, Thian Jie sendiri meminta
pertolongan Mei Lan untuk menunggui mereka. Tanpa sadar anak muda ini sudah memberi kepercayaan yang begitu besar kepada Mei Lan. Terlebih karena pengobatan dengan cara
penggunaan iweekang memang sangat berbahaya, dan
konsentrasi tidak boleh buyar. Maka Mei Lanlah yang
mendapat tugas menjaganya.
Pertama dan yang utama, Thian Jie memang sangat
mempercayai anak dara cantik yag merupakan penolongnya; Kedua, dia paham betul kemampuan gadis Bu Tong Pay ini.
Selain itu kekuatan yang menerjang ke markas Hek-i-Kay Pang sudah lebih dari cukup untuk menuntaskan tugas tersisa itu.
Demikianlah, Thian Jie dan Kim Ciam Sin Kay kemudian
tenggelam dalam pengerahan kekuatan. Thian Jie berusaha untuk menaklukkan tenaga Kim Ciam yang menyebar kemana-mana, dan kemudian menghalaunya ke tantian. Bahkan
beberapa kali Thian Jie membisikkan beberapa kalimat rahasia dari kitab terjemahan yang berasal dari Jawadwipa, sehingga Kim Ciam sendiri, bukan hanya berhasil menghimpun
tenaganya. Bahkan selebihnya mendapatkan tambahan kekuatan sakti
yang juga luar biasa kuat dan besarnya. Bahkan Mei Lan yang berkali-kali mengintai untuk memastikan keselamatan
keduanya, beberapa kali melihat Thian Jie yang seperti
diselimuti awan, sebentar putih, sebentar hijau, dan bahkan terkadang dipuncak pengerahan tenaganya, seperti tidak lagi duduk bertumpu di pembaringan.
Semuanya menambah kekaguman yang bahkan semakin
lama semakin aneh di hati Mei Lan. Awalnya, cerita Pengemis Tawa Gila dan Pangcu Kay Pang yang menggambarkan
keperwiraan Thian Jie tidak dianggapnya serius. Tetapi, melihat apa yang dikerjakan Thian Jie, mau tak mau dia
menjadi percaya dan menumbuhkan kekaguman yang aneh
dalam hatinya. Bahkan tanpa disadarinya, sosok Thian Jie yang sama
takarannya dengan Tek Hoat, mulai menjadi berkadar lain. Dia sudah tidak hanya memandang Thian Jie sebagai kakaknya, tetapi sudah memandang Thian Jie sebagai seorang "Pria".
Sementara itu, pengobatan yang dilakukannya Thian Jie
nampak berjalan sempurna dan sesuai harapannya. Bahkan, tanpa disadari keduanya, mereka sudah menapakkan
kemampuan penguasaan tenaga sakti masing-masing satu
tingkat lebih tinggi dan lebih dalam. Terutama bagi Kim Ciam Sin Kay. Dia merasa tenaga saktinya menjadi berlipat karena mendapat rangsangan dan mendapatkan gemblengan
langsung dalam tubuhnya oleh hawa lembut Giok Ceng Sin
Kang yang menjadi intisari sinkang Thian Jie.
Di luar pintu kamar, Mei Lan masih terus berjaga sambil bersamadhi untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak
diinginkan. Di luar perkiraan Thian Jie dan Kim Ciam Sin Kay, proses pengobatan ternyata berlangsung jauh lebih cepat.
Pada pagi harinya, Kim Ciam sudah merasa sangat bugar,
bahkan merasa tubuhnya jauh lebih ringan, dan tenaganya sudah pulih 100%. Dipandangnya Thian Jie yang nampak
kelelahan, dan diisyaratkannya untuk berhenti, karena dia telah memeriksa tenaga dan fisiknya yang kini sudah tanpa halangan lagi. Akhirnya keduanya perlahan-lahan menarik kekuatan tenaga dalamnya dan kemudian perlahan-lahan
bernafas seperti biasa kembali.
"Pangcu, ijinkan tecu untuk beristirahat di kamar sejenak.
Lebih baik pangcu mengatur kembali tenaga pangcu sejenak, rasanya tidak ada halangan lagi" Setelah bicara demikian, Thian Jie kemudian meminta diri diikuti anggukan persetujuan Kim Ciam yang memang masih perlu melanjutkan beberapa
saat lagi penuntasan bantuan pengobatan atas dirinya.
Sementara Thian Jie, menjadi begitu terharu ketika
menemukan di luar kamar Mei Lan masih berjaga sambil
siulian. Dia menyentuh Mei Lan dan berbisik:
"Lan moi, pengobatan sudah selesai. Istirahatlah di
kamarmu" Perlahan-lahan Mei Lan memperoleh kesadarannya, dan
menjadi heran karena Thian Jie sudah berdiri dihadapannya tanpa disadarinya.
"Koko, apakah pengobatannya sudah selesai, apakah
berhasil?" Tanyanya penuh minat.
"Sudah, semua sudah selesai. Sebaiknya engkau istirahat dulu Lan Moi, akupun letih sekali" bisik Thian Jie sambil menuntun Mei Lan bangun dengan penuh haru dan kasih.
"Baiklah, kamu istirahat jugalah koko" Mei Lan kemudian beranjak dan berlalu ke kamarnya. Diiringi tatap mata penuh arti dari si anak muda.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0-
Setelah beristirahat cukup, akhirnya sore menjelang malam hari Thian Jie meminta untuk bertemu secara khusus dengan Kim Ciam Sin Kay. Pangcu Kay Pang ini sudah segar bugar, sebab siang hari setelah dia menuntaskan pengobatan atas dirinya, dia bahkan dengan girang menemukan kenyataan
betapa sinkangnya sudah maju cukup jauh. Permintaan Thian Jie karena itu tentu dengan senang hati diterima oleh
Pengemis Sakti Jarum Emas ini.
Bukan hanya karena permohonan penolongnya, tetapi
karena dia masih tetap merasa aneh dan heran dengan
keadaan Thian Jie, disamping ingin bertanya lebih jauh
mengenai keanehan di kepala anak muda itu. Karenanya,
Thian Jie diterimanya di kamar khususnya, bahkan tanpa
ditemani seorangpun. Tetapi Thian Jie memesan, bila Mei Lan dan Tek Hoat ingin bergabung boleh dipersilahkan masuk, karena dijelaskannya kepada Kim Ciam, bahwa ada banyak
cerita lain yang terkait dengan kedua anak muda itu. Terlebih, bagi Thian Jie, kedua kakak beradik itu merupakan keluarga terdekat baginya, selain gurunya.
Setelah itu, dalam pertemuan empat mata dengan Pangcu
Kaypang Thian Jie kemudian menyerahkan sebuah surat yang ditulis gurunya, sambil berkata:
"Lopangcu, sebelum tecu turun gunung, Suhu menulis
sebuah surat yang tecu sendiripun tidak tahu isinya. Bahkan suhu meminta, isi surat tersebut haruslah tecu dengar
langsung dari pangcu dan tidak boleh membaca surat itu.
Untuk saat ini, tecupun masih penasaran dengan isi surat tersebut, tetapi semua terserah kebijaksanaan Pangcu"
"Baiklah anak muda. Tapi sebelumnya biarlah lohu
mengucapkan terima kasih atas bantuanmu, baik bagi lohu sendiri maupun bagi Kay Pang. Setiap Pangcu Kay Pang
memiliki tanda pengenal yang memiliki fungsi seolah-olah Pangcu berada di depan mereka bila diperlihatkan. Nach, Lohu menghadiahkan sebuah Lencana Pengenal buatmu anak
muda. Dengan lencana ini, kau diakui sebagai sesepuh dan sebagai warga kehormatan Kay Pang, sebagaimana dulu
suhumu juga memperolehnya dari Kiong Siang Han Hiongcu.
Dan mengenai surat dari suhumu, baiklah, coba lohu
membacanya" Ucap Kim Ciam Sin Kay sambil memberikan
sebuah Lencana yang berfungsi seperti Kim Pay, tanda
pengenal Pangcu Kaypang dan menerima surat dari Thian Jie.
Thian Jie kemudian mengantongi dan menyimpan lencana
tersebut dengan hormat, sementara itu Kim Ciam Sin Kay
membaca surat yang mengagetkannya. Karena tanda
pengenal Giok Ceng, menandakan pengirimnya adalah tokoh utama Lembah Pualam Hijau. Memang sudah diduganya,
tetapi masih tetap mengagetkannya. Tapi yang membuatnya terperanjat adalah, pengirimnya adalah Pendekar legendaris seangkatan hiongcunya, Kiong Siang Han, yang menjadi dewa gaib dunia persilatan dewasa ini.
Sampai terhenyak Kim Ciam ketika menyadari sedang
memegang dan membaca surat yang ditulis orang tua yang
ditaksirnya sudah berusia lebih 100 tahun itu. Orang tua yang tidak kurang lihaynya dan tidak kurang terkenalnya dengan sesepuhnya yang sangat dihormatinya Kiong Siang Han.
Bahkan Kiang Sin Liong ini termasuk sesepuh yang
berhubungan sangat dekat dengan Kay Pang, sangat dekat
malah. Dan hal ini bukan tidak diketahui sang Pangcu. Diam diam dia merasa bangga dihubungi dan disurati oleh tokoh gaib yang sulit sekali ditemui bahkan oleh tokoh tingkat tinggi seperti dirinya sekalipun.
Tetapi, lama kelamaan, isi surat itu menjadi bertambah
mengejutkannya. Terkadang dia mengernyitkan kening,
terkadang dia termenung, terkadang air mukanya sulit
ditafsirkan. Tetapi, yang pasti kagetnya sungguh bukan
kepalang. Kaget atas pengirimnya, atas isi suratnya dan atas nasib Thian Jie. Benar-benar keanehan yang sulit diterima akal, tetapi pada bagian paling akhir, dia merasa mendapat kehormatan besar, karena ternyata bahkan kasus ini juga diketahui Kiong Siang Han sesepuhnya.
Lebih bangga lagi, karena dia memperoleh kesempatan
memberi bantuan bagi upaya memadamkan badai dunia
persilatan. Setelah selesai membaca surat itu, dengan air muka yang memancarkan banyak perasaan, Kim Ciam Sin Kay memandang Thian Jie. Perasaan kasihan dan haru, juga
perasaan tercengang tak dapat disembunyikannya. Thian Jie menjadi cemas karenanya. Dalam penasaran dia bertanya:
"Pangcu, apakah suhu menceritakan banyak hal melalui
suratnya?"
"Suhu?" hm, suhumu adalah kong chouwmu (kakek
buyutmu) sendiri anak muda. Tetapi, cukup hal itu dulu yang perlu kau ketahui, karena Kakekmu memintaku untuk
menyembuhkanmu terlebih dahulu, baru kemudian membuka
semua isi surat ini kepadamu"
"Maksud pangcu ". Suhuku, dia orang tua adalah kakek
buyutku sendiri?"
"Benar, begitu menurut isi surat ini. Coba kamu buka
pakaianmu dan lihat di pundak kananmu apakah ada ukiran Naga Pualam Hijau disana?"
Thian Jie membuka pakaiannya dan benar, disana ada tato naga pualam hijau yang membenarkan isi surat dan apa yang diinformasikan Kim Ciam Sin Kay.
"Anak muda, lohu kebetulan sangat paham seluk beluk
keluargamu. Karena keluarga besarmu hampir semua dikenal oleh lohu, mulai dari kakekmu Kiang Cun Le, Kiang Hong, Kiang In Hong, dan banyak lagi. Setiap anggota keluarga yang bermarga KIANG akan mendapatkan tato sejenis di pundak
kanannya. Seperti tato dipundakmu. Jadi terang, engkau
adalah She KIANG, dan gurumu adalah KIANG SIN LIONG,
masih Kakek buyutmu sendiri" jelas Kim Ciam Sin Kay.
"Achhhhh" Thian Jie terbungkam sampai tak tahu mau
bicara apa lagi. Tapi yang pasti, perasaan haru dan sayang terhadap gurunya menjadi semakin kental, karena ternyata kakeknya sendiri. Pantas gurunya begitu menyayangnya,
begitu mencintainya, lebih dari guru terhadap murid. Ternyata kakeknya sendiri. Pantas, pantas.
"Nah, anak muda, sisa cerita mengenai dirimu, akan
kuceritakan setelah mengobatimu. Karena bukan hanya
mengenai dirimu, tetapi keadaanmu sebelum bertemu dan
mengobati aku, juga harus kuceritakan, demikian juga hal lain yang disampaikan kakekmu melalui surat ini. Hanya,
pengobatan ini akan berlangsung panjang, mungkin lebih
kurang 3 bulan. Sesuai permintaan gurumu, pada bulan 9, nantinya kalian harus berada di Tebing Pertemuan 10
Tahunan. Artinya, bila benar 3 bulan kamu pulih, kamu masih punya waktu 1 bulan menuju ke tebing itu. Petanya sudah dilampirkan di surat ini, dan lohu tidak boleh membukanya, hanya kamu yang boleh membuka peta tempat pertemuan
rahasia itu"
Sejak saat itu, Thian Jie kemudian mengikuti Kim Ciam Sin Kay kemanapun Pangcu Kay Pang itu pergi. Sementara Tek
Hoat melanjutkan upaya pembersihan Kay Pang di utara Yang ce, sedangkan Mei Lan menemani Thian Jie selama sebulan awal proses pengobatan untuk kemudian berjalan kembali ke Selatan untuk mencari jejak Pedang Pusaka gurunya.
Sementara itu, Thian Jie kemudian mengikuti Kim Ciam Sin Kay dan menerima pengobatan di markas besar Kay Pang. Dia menghabiskan waktu selama kurang 3 bulan menerima
pengobatan Pangcu Kay Pang itu dengan tusukan jarum emas untuk memulihkan ingatannya.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 15: Liok Te Sam Kwi Vs Liong-
i-Sinni (1) Liang Mei Lan sebenarnya tidak tahu lagi bagaimana
berusaha menjejaki dan mencari Pedang Pusaka gurunya.
Tetapi, selain karena Pedang Pusaka itu kesayangan gurunya, juga karena pedang itu telah diwariskan kepadanya, ditambah lagi dengan rasa kasih dari gurunya yang sudah renta itu, maka Mei Lan mengeraskan hati untuk berupaya sedapat
mungkin dalam menemukan Pedang Bunga Seruni itu.
Menurut penuturan kakaknya, di daerah Cin-an dan
propinsi sekitarnya, dia pernah bentrok dengan segerombolan orang-orang Thian Liong Pang. Dan, apabila benar bahwa
kekacauan dan teror di dunia persilatan diakibatkan oleh Thian Liong Pang, maka bisa dipastikan baik Pedang Bunga Seruni maupun kitab Tay Lo Kim Kong Ciang, pasti dicuri oleh
mereka. Karena Tek Hoat kakaknya masih sibuk dengan
urusan Kay Pang di utara Yang ce, maka diputuskannya untuk menyelidik ke daerah Cin an. Lagipula, gerombolan Thian Liong Pang di Pakkhia sudah pada raib entah kemana.
Liang Mei Lang bersama Liang Tek Hoat sudah mengobrak
abrik markas Hek-i-Kay Pang dan juga Thian Liong Pang di Pakkhia dan sekitarnya. Tetapi, selain Hek-i- Kay Pang, orangorang Thian Liong Pang tiba-tiba seperti lenyap ditelan bumi.
Akhirnya, hanya pembersihan dan penegakkan kembali Kay
Pang yang bisa dicapai oleh keduanya, tanpa berita sama sekali mengenai Pedang Bunga Seruni.
Bahkan si pemburu berita sekelas Maling Saktipun tidak
mengetahui dimana gerangan keberadaan Pedang itu, juga
tanpa informasi soal siapa dan bagaimana Pedang itu berada dan disimpan. Akhirnya, setelah kurang lebih sebulan lebih di Markas Kay Pang menemani Tek Hoat dan juga terutama
menemani pengobatan Thian Jie, Mei Lan akhirnya
memutuskan untuk kembali ke Selatan sungai Yang ce dan
berusaha untuk menelusuri jejak Thian Liong Pang disana.
Tek Hoat yang berusaha mencegahnya dan mengajaknya
berjalan bersama tidak digubrisnya, dan akhirnya keduanya berjanji bertemu di Hang Chouw kurang lebih 2 bulan sebelum pertemuan 10 tahunan yang tinggal 6 bulan lagi kedepan. Tek Hoat sendiri merasa masih berkewajiban menyelesaikan tugas yang diembankan orang yang sangat dihormati dan
dikasihinya, yakni Kiong Siang Han yang menyelamatkan
nyawanya dan mendidiknya dengan penuh kasih sayang.
Terlebih kakek tua itu sudah semakin renta.
Karena itu, akhirnya dia membiarkan adiknya berjalan
duluan ke Cin an dan terus Hang Chouw, sementara bersama Thian Jie tetap ada Maling Sakti yang sudah menyatakan
tunduk dan mengabdi kepada si anak muda.
Mei Lan sendiri, entah bagaimana sangat berat berpisah
dari Thian Jie. Tetapi, bertahan di markas Kay Pang tanpa melakukan apa-apa, juga membosankannya. Terlebih, Thian Jie juga sulit diajak bicara, karena harus banyak diawasi dan bahkan langsung diawasi secara ketat oleh sang Pangcu.
Karenanya, Mei Lan memilih pergi.
Sambil menikmati pemandangan memasuki lembah Sungai
Kuning, Mei Lan melarikan kudanya pelan-pelan. Karena
pemandangan memasuki lembah sungai kuning termasuk
cukup indah, dan semakin jauh berjalan dia akan segera
memasuki sebuah dusun bernama Hong cun. Meskipun masih
terpisah cukup jauh dari Kota Cin an yang termasuk di wilayah propinsi Shantung. Karena merasa waktu cukup panjang,
maka perjalanan Mei Lan malah terasa sangat lambat, bahkan kudanya tidak lagi berlari, melainkan berjalan.
Tapi Mei Lan tidak merasa bodoh dengan pelannya langkah kuda, malah sebaliknya. Sambil berdesis dan bersiul-siul, malah dia menikmati jalan kudanya yang lambat sambil
menikmati pemandangan indah yang terhampar di sudut
pandangnya. Gadis ini memang sedang riang dan sangat
menikmati perjalanannya menyusuri jejak pedang gurunya.
Tapi tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar suara
berkelabatnya bayangan-bayangan orang seperti sedang
bertempur. Bahkan sesekali dia mendengar suara bentakan dan teriakan seorang gadis yang nampaknya sangat
penasaran menghadapi sebuah perkelahian. Karena penasaran dengan suara tersebut, akhirnya Mei Lan berusaha untuk
mendekati arena perkelahian tersebut.
Dan alangkah terkejutnya dia ketika menyaksikan sebuah
pertempuran yang cukup seru. Perkelahian antara seorang anak gadis yang masih seusia dirinya, atau malah masih lebih muda dibandingkan dirinya, melawan seorang anak muda
lainnya yang bekakakan ceriwis dan sangat tidak tahu malu.
Pertempuran tersebut nampak berjalan seru, tetapi ginkang si gadis nampak terlalu tangguh bagi si pemuda yang
nampaknya memiliki tenaga yang cukup besar. Masih jauh
mengungguli si gadis cilik. Karena itu, perkelahian nyaris seperti si anak muda berusaha menangkap si anak gadis yang berkelabat-kelabat tak tersentuh. Meski kalah tenaga, tetapi gadis cilik itu memiliki gerakan ginkang yang jauh melampaui si anak muda.
Siapakah sebenarnya mereka yang sedang bertanding"
Kedua anak muda tersebut sebetulnya bukanlah orang-orang sembarangan. Paling tidak, keluarga atau guru mereka,
bukanlah orang-orang biasa dalam dunia persilatan dewasa ini. Si gadis yang nampak agak binal karena memang usianya masih belasan tahun, paling banyak 15 tahun atau malah
kurang, bernama Kiang Sun Nio, putri tunggal Bengcu
Persilatan dewasa ini, Kiang Hong.
Bahkan gurunya lebih hebat lagi, tokoh wanita yang
dianggap paling sakti di dunia persilatan dewasa ini, Liong-i-Sinni atau yang adalah bibi-neneknya Sun nio, Kiang In Hong.
Seperti diketahui, anak ini sejak berusia 4-5 tahun sudah dibawa oleh orang tuanya untuk berguru kepada Nikouw Sakti di Timur, Liong-i-Sinni yang adalah kerabat dekat mereka sendiri. Dan Sun Nio berlatih disana sampai 10 tahun, untuk kemudian secara tiba-tiba lenyap dari pengawasan Liong-i-Sinni yang memang sangat mengasihinya.
Lenyapnya anak ini, membuat Liong-i-Sinni mau tidak mau keluar pertapaannya. Karena dia sendiri sadar untuk apa Sun Nio dititipkan kepadanya menurut perhitungan Kakaknya Kiang Cun Le yang sangat dekat dan sangat dihormatinya. Karena itu, dengan berat hati, Liong-i-Sinni kembali keluar pertapaan, dan kembali dikenal dan dilihat orang mengembara di dunia persilatan.
Sesuatu yang sebenarnya sudah tidak ingin dilakukannya.
Sayang, dia kembali terikat dengan kehadiran cucunya yang sangat nakal, binal namun juga sangat cerdas seperti ibunya ini. Sudah berhari-hari, bahkan berminggu minggu dia
mengikuti jejak Sun Nio, tetapi kecerdikan anak gadis itu sering membuatnya terlolos dari kejaran gurunya.
Sementara si anak muda yang paling berusia 17-18 tahun
juga bukanlah pemuda sembarangan. Anak muda ini adalah
murid termuda sekaligus terkasih dari tokoh besar dunia hitam Liok Te Sam Kwi (Tiga Setan Bumi). Anak muda ini dikenal dengan nama Ciu Lam Hok. Seorang anak yang sudah sejak
lahirnya berada dalam didikan Liok te Sam Kwi yang
menemukannya di pesisir sungai Kuning, teronggokkan begitu saja. Anak itu seperti sengaja ditinggalkan orang tuanya dengan maksud yang sulit dipahami.
Ketiga setan yang rada gila ini, menjadi tertarik kepada bocah yang waktu itu baru berusia setahun lebih karena
tulang tulangnya nampak mengagumkan, dan cocok dididik
menjadi murid mereka. Demikianlah, Ciu Lam Hok mereka
didik dan dianggap anak sendiri oleh ketiga Datuk Iblis ini, hingga sekarang sudah berusia lebih dari 17 tahun. Anak ini menjadi murid penutup mereka dan memiliki 2 orang suheng yang sudah lama meninggalkan perguruan dan melakukan
pengembaraan dan perantauan.
Kedua anak muda ini sebenarnya bertemu secara sangat
kebetulan. Sun Nio yang berjalan tergesa-gesa menghindarkan pengejaran Gurunya, sekaligus neneknya, kebetulan bertemu dengan Ciu Lam Hok yang sedang berburu bagi kebutuhan
makanan guru-gurunya yang bertapa disebuah gua dalam
hutan yang tersembunyi.
Secara tidak sengaja, kehadiran Sun Nio membuat Lam Hok kehilangan seekor rusa buruannya. Padahal sialnya, dia sudah cukup lama mengincar rusa buruan yang diperkirakannya
bakal bisa disantap selama 1 minggu itu. Karena kesalnya, akhirnya kedua anak muda tersebut akhirnya malah bentrok dan saling serang dengan serunya. Meskipun masih berusia muda, tetapi Sun Nio telah dilengkapi dengan pendidikan selama 10 tahun oleh neneknya.
Dia telah menguasai ilmu-ilmu pusaka Ceng Giok Cap Sha
Sin Kun, Soan Hong Sin Ciang dan Toa Hong Kiam Sut,
bahkan juga sudah sangat mahir memainkan ilmu ginkang Te-hun-thian (mendaki tangga langit), dan juga Ilmu ciptaan Liong-i-Sinni yakni Hue-hong-bu-liu-kiam (tarian pedang searah angin). Tetapi anak gadis yang rada nekad dan binal ini, minggat ketika mulai melatih ilmu yang sangat berat, yakni Hun-kong-ciok-eng" atau menembus sinar menangkap
bayangan. Terutama karena dia mendengar, orang tuanya hingga 10
tahun dia berlatih silat, justru menghilang, ketika seorang kenalan Liong-i-Sinni bercakap dengan Pendeta Wanita ini suatu saat. Mendengar berita bahwa orang tuanya sudah


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat lama lenyap dari dunia persilatan karena melaksanakan tugas, anak gadis ini menjadi sedih dan rindu dengan orang tuanya. Makanya dia kemudian memutuskan untuk minggat.
Tanpa minta ijin dan memberitahukan gurunya. Anak cerdik ini sadar, bila minta ijin gurunya, justru hanya akan menghadapi penolakan dan malah akan sulit melarikan diri. Makanya, dia memilih minggat.
Mudah diduga bahwa remaja gadis ini, bukanlah santapan
empuk bagi Ciu Lam Hok. Sebaliknya malah justru santapan yang sangat keras, atau teramat keras. Sehebat apapun dia bergerak, tetap tidak mampu menyandak atau menyentuh
jubah Sun Nio, padahal gadis ini belum mainkan Soan Hong Sin Ciang ataupun Yan Cu Hui-Kun yang cepat dan sangat
ringan. Tapi itupun sudah cukup membuat semua serangan Lam
Hok menjadi mubasir. Saat kedatangan Mei Lan adalah saat ketika si gadis melayang-layang ringan dikejar Lam Hok, dan nampak seakan-akan terdesak di mata Mei Lan. Betapapun, Mei Lan sendiri masih belum cukup lama pengalaman
tempurnya, karena itu dia mendapatkan pandangan yang
keliru mengenai pertandingan tersebut.
Segera setelah dia melihat Sun Nio jarang membalas, dan pasti pemuda ceriwis itu yang gatal tangan, maka Mei Lan kemudian bersiut dan maju menerjang arena perkelahian.
Padahal, biarpun dilanjutkan ratusan jurus, gadis kecil itu tidak bakal tertangkap atau terpukul oleh Lam Hok. Karena
gerakannya terlampau ringan dan gesit bagi Lam Hok:
"Pemuda bangor mengejar-ngejar anak gadis, sungguh
memalukan" Sambil menerjang dia melakukan tangkisan atas tubrukan Lam Hok. Benturan segera terjadi "Dukkk", dan
betapa kagetnya Lam Hok menemukan kenyataan bahwa yang
menangkis serangannya adalah juga seorang anak gadis,
meski nampak sedikit lebih tua dari gadis yang sebelumnya, tapi nampaknya masih tetap di bawah usianya.
Hebatnya, gadis ini tidaklah berkelabat-kelabat
menghindar, sebaliknya malah membentur lengannya dan
akibatnya tangannya tergetar hebat dan dia terdorong mundur dengan hebatnya. Lebih kaget lagi, ketika dia melihat bahwa gadis yang baru datang ini malah nampak tidak goyah oleh benturan tersebut. Bahkan kemudian mencecarnya habis-habisan, sementara anak gadis yang satu lagi dengan
riangnya telah berseru-seru. Tetapi tidaklah lama, karena kemudian terdengar anak gadis cilik itu kemudian berseru:
"Enci yang baik, biarlah kupinjam dulu kudamu kali ini. Lain kali Sun Nio akan mengembalikannya kepadamu" Dan dengan enaknya anak itu berkelabat ringan ke punggung kuda
tunggangan Mei Lan dan sebentar saja sudah lenyap dari
pandangan mata.
Mei Lan sendiri menjadi kaget, tetapi tidak sempat lagi mengejar anak binal itu, meskipun tidak begitu marah kepada anak gadis itu, tetapi Mei Lan merasa rada kesal juga
kehilangan tunggangan. Dan amarahnya itu akhirnya
disalurkan kepada Lam Hok yang menjadi kebingungan dan
gugup diserang habis oleh seorang anak gadis dan membuat dia jatuh dalam kubangan kesulitan. Betapa tidak, gadis yang satu ini memang jauh lebih lihay dan terpaut jauh dari
kemampuannya. Saking marahnya, Mei Lan menyerang Lam Hok dengan
jurus-jurus dari Bu Tong Kiam Hoat dan semua tangkisan Lam Hok menyebabkannya meringis. Jika sebelumnya Lam Hok
tidak mengembangkan jurus dari perguruannya, kali ini dia terpaksa bersilat dengan memainkan jurus Siang Tok Swa
Pasir (Tangan harum beracun), salah satu pukulan andalan ketiga gurunya.
Tetapi mana sanggup dia bertahan ketika kemudian Mei
Lan menggunakan Thai Kek Sin Kun, yang dengan cepat
membuat Lam Hok tambah puyeng dan kebingungan.
Lengannya terasa sakti-sakit ketika membentur dan
menangkis pukulan pukulan Mei Lan. Meski usianya lebih
banyak, tetapi latihan dan kematangan serta penguasaan ilmu nampaknya masih kalah setingkat dibandingkan Mei Lan.
Apalagi, Ilmu dan dasar Mei Lan sangat murni, dan membuat Lam Hok jauh ketinggalan kualitetnya.
Sudah beberapa kali Mei Lan berhasil menjowel dan
memberi pukulan ringan kepada Lam Hok, meski ia tidak
bermaksud melukai Lam Hok dengan parahnya. Memang, Mei
Lan hanya berkeinginan memberi hajaran kepada Lam Hok
dan sama sekali tidak berniat melukainya. Dan ketika sekali lagi dia terkena pukulan Thai kek Sin Kun, tak terasa mulutnya berteriak: "Suhu tolong", dan untuk kesekian kalinya dia terguling-guling roboh menerima pukulan Mei Lan.
Mei Lan kaget mendengar anak laki-laki ini masih
merengek-rengek kepada gurunya, sungguh menggelikan.
Nyaris dia tertawa ngakak, seorang anak muda yang berusia diatasnya masih meengek-rengek mohon pertolongan
gurunya. Tetapi, karena dia merasa benar, maka dia tidak memperdulikan bahwa dia sudah menghajar anak murid orang lain yang kemudian dengan tidak malu meminta bantuan
gurunya. Karena keyakinan itulah malah kemudian terdengar Mei Lan membentak:
"Hayo, bangun kalau masih berani, atau berlutut dan minta ampun sambil berjanji lain kali tidak akan mengganggu anak kecil lagi"
Tetapi Lam Hok sendiri adalah anak yang licik dan cerdik.
Dia tahu, suaranya tadi telah membangkitkan guru-gurunya, karena itu dia menjadi lebih berani. Karena itu dia menyahut:
"Anak kecil seperti kamu, soknya minta ampun" sambil
menyelesaikan kalimatnya, kembali dia menyerang Mei Lan, kali ini lebih ganas karena kini dia menggunakan Kiam Ciang (tangan Pedang). Kiam Ciang ini, jika dimainkan bersama oleh suhunya, perbawanya sungguh luar biasa, mencicit-cicit dan mampu menebas apapun benda keras disekitarnya. Meski jauh dari kehebatan gurunya, tapi sudah bolehlah digunakan oleh Lam Hok. Hanya saja sayangnya, lawannya kali ini adalah Mei Lan.
Anak gadis yang dididik tokoh kenamaan dan memiliki
keuletan yang luar biasa, selain telah melalui beberapa pertarungan menegangkan selama 6 bulan pengembaraannya.
Gurunya, bahkan jauh melampaui guru Ciu Lam Hok, kualitas ilmu dan keseriusan pendidikan juga berbeda jauh. Karena itu, enak saja dia melangkah dan bergerak menggunakan Sian Eng Coan-in, (Bayangan Dewa Menembus Awan), dan semua
hembusan hawa pedang itu luput dan tak sanggup
mengenainya. Sebaliknya, sebuah hentakan dari Ilmunya Pik Lek Ciang
(Tangan Kilat) kembali menyentuh lengan Lam Hok dalam
bentuk tangkisan, yang membuat lengan Lam Hok seperti
melepuh terkena sambaran Kilat. Lam Hok kembali mengeluh dan mundur, kali ini dia benar-benar menjadi jerih akibat kehebatan Mei Lan yang tak segan-segan menyerang dan
menangkis pukulannya dengan Ilmu yang diluar perkiraannya.
Benar-benar dia merasa kapok, karena semua pukulan
saktinya seperti tak berguna menghadapi gadis cilik ini.
Tapi disamping itu, dia merasa sangat penasaran dengan
ilmunya. Bisa-bisanya kalah dengan seorang gadis kecil yang mash di bawah usianya"
"Hm, sungguh murid Bu Tong Pay yang sombong. Bahkan
Sian Eng Cu sendiri masih belum berani sekurangajar ini terhadap perguruan kami" Sebuah suara yang menyeramkan
tahu-tahu berkumandang tiba, dan sekejap kemudian
dihadapan Lam Hok telah berdiri Sam Kwi (Setan Ketiga), salah seorang guru Lam Hok.
Meskipun dia merasa kagum akan usia muda Mei Lan,
tetapi gengsi perguruannya telah mengalahkan pertimbangan lainnya, dan terlebih melihat Mei Lan melukai Lam Hok dengan Ilmu Pik Lek Ciang yang adalah ilmu khas Bu Tong Pay.
Perguruan yang sangat dipenasarinya sekaligus sangat
dibencinya karena selalu menghalangi dan menantang mereka melakukan aktifitas dan kejahatannya.
"Nona, silahkan engkau menyerang lohu dan boleh kau
gunakan seluruh Ilmu Bu Tong Pay mu" menantang si kakek dengan suara menyeramkan. Apalagi karena Sam Kwi ini
memang berbadan tegar, bagaikan raksasa. Tubuhnya nyaris dua kali besar dan tinggi Mei Lan, sehingga nampak
menggidikkan. Berdiri dihadapannya dan menantang berkelahi anak remaja seperti Mei Lan sebenarnya bakal ditertawakan banyak tokoh persilatan. Tapi, gengsi perguruan mengalahkan pertimbangan Sam Kwi. Sementara Mei Lan yang sudah
terlatih mental dan batinnya oleh tokoh sekelas Wie Tiong Lan, membuatnya tidak gampang dan mudah tergertak begitu saja. Sebaliknya dengan tenang dia berkata:
"Tidak ada maksud boanpwe untuk menentang locianpwe,
hanya murid locianpwe ini yang tak tahu malu mengejar-
ngejar seorang anak gadis kecil dan mau menangkapnya.
Sungguh kurang ajar" sambil mengerling Lam Hok.
"Bila muridnya kurang ajar, ada gurunya yang mengajar.
Apapula salahnya mau menangkap anak kecil yang binal?"
"Hm, nampaknya guru dan murid sama tidak genahnya"
Mei Lan jadi panas hati. Masih terlalu muda memang bagi Mei Lan untuk mawas diri dan banyak mengalah, terlebih di usia mudanya dengan bekal ilmu yang tinggi.
"Silahkan, bila locianpwe mau mengajarku, itupun bila
memang mampu mengajar" tantangnya malah.
"Hm, anak kurang ajar. Apa kau pikir perbawa Bu Tong Pay menakutkan kami disini?" Sembari itu, Sam Kwi segera
mengibaskan lengan bajunya, dan seiring itu suara
memekakkan telinga mengarah ke Mei Lan. Tapi bukan Mei
Lan kalau takut dengan gertakan demikian. Perkelahian dan jurus yang lebih mengerikan dari itu sudah pernah disaksikan dan dilawannya. Gurunya pernah mengajarkannya "Kibasan
Ekor Naga", salah satu Ilmu Kibasan yang hebat dari Bu Tong Pay. Dan kibasan Sam Kwi baginya masih belum sehebat
gurunya. Karena itu, dengan melangkah kekiri, memutar
kekanan, kibasan itu menjadi tidak punya arti apa-apa
baginya, luput. Tidak menggidikkan hatinya, tidak membuat takut.
Melihat sesederhana itu Mei Lan menghindari kibasannya, Sam Kwi segera sadar, kalau anak ini memang bukan anak
biasa. Diapun kaget. Segera dipentangnya tangannya, dengan cepat dia menggerak-gerakkannya dan berusaha menjangkau tubuh Mei Lan agak ke atas. Nampaknya Sam Kwi sudah
menggunakan Siang Tok Swa, karena itu, bau harum beracun segera menyebar kemana-mana.
Untungnya, bau itu sendiri tidak punya kesanggupan
meracuni orang, tetapi hawa pukulan dan pukulan itu sendiri yang berbahaya.
Dengan cepat Mei Lan mainkan Ilmu Ginkangnya Sian Eng
Coan-in (Bayangan Dewa Menembus Awan), berkelabat
lenyap dan membalas dengan menggunakan Ilmu Thai Kek
Sin Kun. Dan Ilmu itu nampaknya memang sanggup
menghalau hawa pukulan yang diarahkan ke tubuh Mei Lan
dan tidak menghasilkan akibat apapun yang merugikannya.
Hal yang tentu membuat Sam kwi tambah penasaran dan
tambah murka: "Hm, ini tentu Thai Kek Sin Kun, memang hebat" Sam Kwi
mengenali ilmu ampuh Bu Tong Pay. Dan kembali tangannya bergerak-gerak lebih cepat dan lebih berat, tetapi semua serangannya ke tubuh Mei Lan dapat dihindari anak gadis itu.
Bahkan dengan Ilmu Thai kek Sin Kun, dia masih sanggup
mengirimkan beberapa serangan balasan kearah Sam Kwi.
Dan suatu ketika, dengan berani dia memapak lengan Sam
Kwi dengan menggunakan Pik Lek Ciang, dan membuat
keduanya terdorong ke belakang. Luar biasa, bahkan Mei Lan sanggup menahan serangan dan kekuatan Sinkang Sam Kwi,
sampai membuat Sam Kwi tertegun. Tapi tidak lama, karena kemudian dia sudah kembali menyerang dengan suara
serangan yang mencicit-cicit, itulah Kiam Ciang yang jauh lebih ampuh ketimbang Lam Hok. Jauh lebih ampuh karena
dia yang mengajar Lam Hok.
Tetapi kembali Mei Lan bersilat dengan ginkangnya,
sehingga serangan-serangan Sam Kwi tidak sanggup
mengenai pakaiannya sekalipun. Bahkan dengan Pik Lek
Ciang, dia berani beberapa kali memapak tebasan tangan Sam Kwi yang memang lebih kenyal dan kuat dibanding Lam Hok.
Toch, lama kelamaan Sam Kwi juga meraung marah, karena
tidak pernah sanggup menyudutkan Mei Lan dan membuatnya sangat gusar. Sungguh memalukan, tokoh setua dan setingkat dia, tidak sanggup mendesak anak gadis seusia Mei Lan, dan malah harus beberapa kali berusaha memunahkan tenaga
serangan si gadis yang tidak kurang berbahaya bagi dirinya.
Tiba-tiba nampak disamping Sam Kwi 2 orang lainnya.
Rupanya erangan Sam Kwi tadi merupakan isyarat memanggil 2 setan lainnya, dan kini ketiganya baik Sam Kwi (Setan Ketiga), Ji Kwi (Setan Kedua) dan Thai Kwi (Setan Ketiga) sudah berdiri berendengan. Ji Kwi juga agak tinggi dan
jangkung, cuma nampak seperti jerangkong karena tubuhnya yang kurus bagaikan daging membungkus tulang belaka.
Tapi matanya nampak bersinar lebih aneh dan agak lebih
sadis, karena memang dari ketiganya, kakek inilah yang paling kejam dan sadis dalam memperlakukan musuh dan
korbannya. Bahkan sesekali dia mau memakan korbannya.
Memang seram dan sadis Ji Kwi ini. Sementara tokoh ketiga, sebaliknya dibandingkan kedua saudaranya yang lebih muda.
Kakek ini, nampak berwajah senyum dan simpatik,
tubuhnyapun agak pendek bundar, sehingga nampak lucu.
Tapi, jangan tertipu dengannya, karena senyum
simpatiknya berbau magis dan maut. Semakin simpatik
senyumnya, semakin keras kemauannya untuk membunuh,
dengan cara apapun. Inilah Liok te Sam Kwi, lengkap
berhadapan dengan seorang gadis remaja. Sungguh hadap-
berhadapan yang aneh dan lucu. Tokoh tingkat tinggi
mengurung seorang gadis remaja yang baru memunculkan
dirinya di dunia persilatan dengan usia yang masih remaja lagi, belum genap berusia 17 tahun.
"Hehehehe, Sam Kwi, anak-anak seginipun sampai
membuatmu membangunkan kami?" bertanya Ji Kwi sambil
mengerling sekilas kearah Mei Lan yang dipandangnya sangat ringan. Masih kanak-kanak, masih bocah, masih belum bisa dibilang lawan berbahaya. Benar-benar aneh jika Sam Kwi harus membangunkan mereka.
"Benar Sam Kwi, buat apa kau memanggil kami melawan
bocah kemaren sore" tambah Thai Kwi yang juga merasa
penasaran karena dibangunkan hanya untuk menghadapi anak masih bau pupuk ini. Benar-benar membuatnya sangat
penasaran dan malu.
"Dia murid Bu Tong Pay dan telah menghina murid kita
habis-habisan. Apa kalian pikir dosa itu tidak layak dibalas"
Membiarkan Bu Tong Pay menghina kita sekali lagi" Sudah cukup dulu kita kalah seusap melawan Sian Eng Cu, masakan anak kemaren sore dari Bu Tong Pay juga kita biarkan leluasa menghina kita?" Hebat cara Sam Kwi membakar kedua
saudaranya, dan dengan cepat Ji Kwi sudah mengangguk-
angguk, dan sebuah senyum dikulum juga nampak muncul di wajah Thai Kwi. Tapi, tetap masih belum membuat kedua
setan lainnya merasa perlu turun tangan.
"Tapi, apakah belum cukup dirimu untuk menaklukkan anak yang masih bau pupuk seperti ini?" Tanya Ji Kwi yang
membuat wajah Sam Kwi memerah saking kekinya.
"Anak ini didikan Sian Eng Cu, dan telah memiliki kesaktian yang cukup hebat dan memadai" Sam kwi membela dirinya.
"Masakan bisa sehebat itu dan bisa melampauimu" buru Ji Kwi yang menjadi makin tertarik.
"Akan cukup kuat melawan kita" tegas Sam Kwi.
Jawaban ini mengagetkan Ji Kw dan Thai Kwi, yang
membuat mereka jadi memandang Mei Lan dengan
pandangan berbeda. Kaget dan penasaran, apa mungkin anak gadis begini sudah sanggup menandingi mereka"
"Wah, jika begitu, kita perlu berpesta sekarang" ujar Thai Kwi ringan dan mulai merasa tertarik bermain-main dengan anak ini.
"Mari kita mulai" Ji Kwi sudah langsung membuka serangan kearah Mei Lan, seorang anak yang tadinya dipandangnya
ringan. Tapi, ketika lengannya beradu dengan Pik Lek Ciang Mei Lan, dia juga tercekat. "Seperti adu tenaga dengan Sian Eng Cu saja" pikirnya. "Bocah ini tidak boleh dibuat main-main" teriaknya sambil melanjutkan serangan dengan Kiam Ciang, dan bersamaan dengan itu Sam Kwi dan Thai Kwi juga menyerang dengan Kiam Ciang. Sungguh luar biasa, tokoh
utama dunia Hitam melawan seorang anak remaja, anak gadis yang kemudian hanya sanggup berkelabat kesana-kemari
menghindari benturan dengan ketiga orang tokoh sesat itu.
Sebetulnya Liok te Sam Kwi, bila maju seorang demi
seorang, bukanlah tokoh yang patut ditakuti di dunia
persilatan. Terbukti, Sam Kwi tidak sanggup berbuat aa-apa menghadapi Mei Lan. Hanya karena kurang tenang dan segan sajalah yang membuat Mei Lan tidak menjatuhkan Sam Kwi.
Tetapi, bila mereka maju bersama, maka kemampuan mereka bahkan mampu mengimbangi See Thian Coa Ong, Tian Te Tok Ong dan bahkan Pek Bin Houw Ong, 3 datuk sesat lainnya.
Maju berpisah, mereka memang sulit menandingi, tetapi
ketiganya sanggup saling dukung dan saling mengisi dalam Ilmu Silat karena memang ketiganya adalah kakak beradik yang tumbuh dan berkembang bersama, termasuk dalam Ilmu Silat. Kiam Ciang yang dimainkan bertiga ini, sungguh berlipat kali jauh lebih tangguh dibandingkan Lam Hok, karena pohon-pohon disekitar bagaikan diiris-iris dan disentuh hawa pedang.
Dedaunan yang jatuh, juga nampak seperti baru ditabas
pedang yang sangat amat tajam.
Apalagi Mei Lan yang berada di tengah-tengah dan menjadi sasaran amarah mereka. Segenap kekuatan telah
dikerahkannya, dan dia memainkan ilmu-Ilmu pilihan dari perguruannya untuk bertahan dari kepungan ketiga Iblis ini.
Selain itu Mei Lan bukanlah barang mati. Sebaliknya, dia manusia hidup yang memiliki ginkang yang juga sangat tinggi, yang membuatnya dijuluki Sian Eng Li (Nona Bayangan
Dewa). Dengan ginkangnya yang khas, dia bergerak pesat
mengimbangi ketiga datuk sesat ini, dan mampu
menghindarkan dirinya dari hawa pedang yang berseliweran disekitarnya.
Mati-matian dikerahkannya Sian Eng Coan-in, ginkang
andalan warisan gurunya dan beberapa ketika kemudian,
diapun mulai mengembangkan Sian-eng Sin-kun (Silat Sakti Bayangan Dewa). Tubuhnya berkelabat kesana kemari dan
dengan beraninya dia memapas dari samping tangan pedang ketiga lawannya dengan mengisi tangannya dengan jurus dan kekuatan Pik Lek Ciang. Sehingga meski tetap berat baginya, tetapi tidak memperburuk keadaannya. Dulu, Liok te Sam Kwi ini, justru dikalahkan dengan jurus ini, yakni Sian Eng Sin Kun dan kombinasi dengan Pik Lek Ciang, dan karena itu mereka kemudian menciptakan ilmu terakhir, Ha-mo-Kang (Tenaga
Katak Buduk). Bila Mei Lan lebih tenang sedikit, sebetulnya dia tidak akan sampai terdesak untuk menghadapi gabungan serangan
Ketiga Setan ini. Tetapi, rasa gagap masih sesekali
menghinggapi dirinya dan membuatnya merasa kurang
percaya diri. Padahal, kualitas Ilmunya sudah tidak terpaut jauh dari suhengnya yang pernah mengalahkan ketiga setan ini. Tapi, pengalaman dan kekuatan mental mereka memang masih berbeda dan terpaut jauh sesuai dengan pengalaman.
Dan, ditambah kemudian dengan Ha-mo-kang yang
sayangnya belum dikenal sifat-sifatnya oleh Mei Lan. Apalagi, Ha mo Kang ini diciptakan untuk menghadapi Ilmu Bu Tong Pay. Seandainya dia mengenali cara memapaknya, atau
menghindarinya, maka masih punya harapan baginya.
Celakanya, gadis mungil ini masih minim pengalaman. Ketika ketiga lawannya berjongkok dan mendekam ke bumi, dia
merasa geli, dan sudah terlambat baginya untuk berkelabat kemanapun apabila ketiganya sudah menyerangnya
berbareng. Tetapi, untung kesiagaannya masih membuatnya
menyiapkan ilmu terakhirnya, karena dia sadar lawan-
lawannya ini siapa. Bersamaan dengan dia menyiapkan Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa
Mendorong Bayangan), ketiga lawannya serentak bangkit dan mengurungnya dari tiga penjuru. Mei Lan mati langkah,
kemanapun dia pergi angin pukulan Ha-mo-kang memburunya dan telah menutup pintu keluar baginya. Menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya dan karena itu hanya ada satu cara menghadapinya, yaitu melawan secara kekerasan dengan ilmunya yang terakhir.
Dengan sepenuh tenaga, dipusatkannya pikiran kearah
tangannya, dan dengan nekad didorongnya kekiri dan kanan untuk membuka jalan keluyar. Sekejap kemudian terdengar benturan hebat:
"Blaaaar" dan kemudian terdengar jeritan tertahan Mei Lan
"Aduuuuh", tubuhnya melayang jauh dan akan segera
terbanting apabila tidak disanggah oleh orang lain.
Kedatangan yang sungguh tepat waktu dan berjarak kurang lebih 15 langkah dari arena. Tubuh Mei Lan ditangkap oleh seseorang, yang ketika kemudian membaringkan Mei Lan di tanah segera melakukan totokan dibeberapa tempat. Baru
sesaat kemudian terdengar ucapan memuji kebesaran Budha:
"Siancai, siancai, anak baik mengapa bertempur dengan 3
setan" Dan mengapa pula 3 setan tiba-tiba berkeliaran lagi di dunia persilatan?" Padri wanita berpakaian hijau ternyata telah menolong Mei Lan. Tetapi, wajah Mei Lan yang membayang
warna merah membara menyadarkan Padri wanita itu bahwa
Mei Lan terkena pukulan beracun.
Tidak salah, Ha-mo-kang memang adalah sebuah ilmu
pukulan Beracun. Dan hawa beracun itulah yang memukul dan terserap kedalam tubuh Mei Lan, secara langsung berasal dari 3 orang pemukul pula, luar biasa. Untungnya, Mei Lan masih sempat memapak dan menyiapkan diri dengan Ilmu Mujijat
yang diciptakan gurunya, sehingga tidak mengakibatkan
kematian baginya.
Sementara itu, Setan Bumi sudah mengelilingi dalam
bentuk segi tiga si Pendeta Wanita. Mereka bergerak
mengepung dengan ancaman untuk segera melakukan
penyerangan. Kegeraman mereka atas Mei Lan kini
ditumpahkan kepada Pendeta Wanita ini, dan karena itu tanpa ba bi bu mereka selanjutnya menyerang Pendeta Wanita ini dengan menggunakan Kiam Ciang.
Tetapi kali ini, mereka berhadapan dengan Pendekar
Wanita yang sudah masak, jauh bedanya dengan Mei Lan.
Terpaut jauh malah. Dengan tenang saja dia mainkan ilmu yang nampaknya Soan Hong Sin Ciang, dan semua pukulan 3
Setan Bumi ini sudah terpental pulang pergi dengan
sendirinya. Bahkan ketika mereka mencampurkan dengan
Siang Tok Swa sekalipun, tetap tidak ada yang sanggup
menembus hawa membadai yang diciptakan Pendeta Sakti ini.
Bahkan semua pukulan mereka seperti membentur tembok,
mengembalikan semua pukulan mereka sehingga mereka
menjadi ngeri sendiri. Lawan ini, bahkan masih jauh lebih lihay dibandingkan Sian Eng Cu, dan nampaknya sulit bagi mereka menghadapi padri wanita yang sakti ini. Ketiga Setan yang memiliki perasaan dan pengertian yang dalam ini tentu
menyadari hal tersebut.
Semakin keras usaha mereka mengurung pendeta ini,
semakin cepat gerakan si pendeta, bahkan bagai melayang-layang ringan dan tidak bisa mereka sentuh. Mereka sudah mencoba semua Ilmu andalan, baik Siang Tok Swa, Kiam
Ciang untuk mengurung pendeta ini, tetapi tidak tampak
tanda-tanda jika pendeta ini terdesak. Malah nampak senyum damai tidak pernah lepas dari mulutnya, dan beberapa kali terdengar:
"Liok te Sam Kwi, kalian sudah cukup tua, sudah saatnya mencari pintu rumah Budha dan bukannya mengumbar nafsu
dan angkara sampai bahkan melukai seorang anak gadis"
demikian terdengar wejangan lembut dari Padri Wanita ini ditujukan kepada Ketiga Setan Bumi yang terus menerus
menyerang dan menerjangnya dengan ilmu andalan mereka.
Tetapi sudah tentu Sam Kwi merasa seperti diejek dan
dipermainkan. Sungguh, mereka penasaran karena tidak
sanggup menembus ilmu Padri Wanita ini. Sayangmereka


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak sadar, bahwa lawan mereka ini memang teramat
tangguh, tidak kurang tangguhnya bahkan lebih dibandingkan Sian Eng Cu Tayhiap yang pernah mengalahkan mereka. Sian Eng Cu yang selalu mereka tempatkan sebagai musuh utama yang harus dihancurkan bersama dengan perguruannya Bu
Tong Pay. Karena itu, ketiganya menjadi semakin murka dan malah
mempergencar serangan dan serbuan untuk bisa melukai dan mengalahkan pendeta wanita ini. Tetapi, gerakan pendeta wanita ini terlampau tangkas, terlampau cepat dan terlampau ringan berkelabat kemanapun yang dikehendakinya. Dengan gerakan Te-hun-thian (mendaki tangga langit), ilmu ginkang istimewa yang diakui dunia persilatan sebagai Ginkang
terhebat dewasa ini, Pendeta wanita ini berkelabat dan bahkan tidak terlalu sering menginjak tanah lagi.
"Hm pendeta, buat apa lari-lari seperti itu, apakah engkau tidak punya kebisaan melayani serangan kami?" tantang Sam Kwi
"ach, bila pinni melakukannya akan sangat tidak
mengenakkan hasilnya. Pinni menyesalkan bila terjadi apa-apa atas diri kalian bertiga. Tapi memang apa boleh buat, nona ini perlu pertolongan segera" Jawab Liong-i-Sinni yang khawatir melihat keadaan Mei Lan. Semakin lama dia bertempur,
semakin sedikit kesempatannya untuk menyelamatkan nyawa si gadis. Karena itu, Padri wanita ini segera memutuskan untuk menyelesaikan pertarungannya melawan Ketiga Setan Bumi ini.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Liok te Sam Kwi vs Liong-i-Sinni (2)
Dengan segera Liong-i-Sinni kemudian bersilat lebih cepat, tidak lagi menggunakan ginkangnya semata, tetapi juga
memadukannya dengan pukulan Soan Hong Sin Ciang dan
Toa Hong Kiam Sut yang dimainkan dengan hudtim. Dia tidak sekaligus menghadapi ketiga setan bumi tersebut, tetapi menyerang mereka satu persatu, berusaha memisahkan
mereka, bila yang seorang datang membantu, kembali dia
mencecar si penyerang, dan begitu seterusnya.
Serangan yang dilakukan dengan landasan ginkang yang
sangat tinggi ini, justru membuat ketiga Setan Bumi menjadi kewalahan. Tiada waktu bagi mereka untuk mengatur barisan menyerang dengan Ha Mo Kang, karena bahkan untuk
bernafaspun sulit saat ini akibat serangan membadai dari Pendeta Wanita sakti ini. Belum sempat mereka menyerang si Padri guna membantu kawannya yang kesulitan, justru
serangan berikutnya sudah mengarah kedirinya, sehingga
ketiganya pontang panting menyelamatkan diri dari amukan serangan si padri yang membadai itu.
Tetapi Liong-i-Sinni sendiri melihat bahwa meskipun dia bisa memenangkan pertarungan dengan penggunaan ilmu-ilmu sakti ini, tetapi masih akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena ketiga Setan ini seperti memiliki pikiran dan perasaan yang sama, yang membuat kerjasama mereka
seperti sebuah barisan yang ajaib. Yang seorang kewalahan segera dibantu yang lain, begitu seterusnya.
Kerjasama inilah yang membuat mereka mampu bertahan
melawan lawan yang lebih lihai dari mereka sekalipun. Dan sebagai akibatnya, pertarungan menjadi semakin berlarut-larut, dan Liong-i-Sinni maklum, bahwa semakin lama semakin tipis kesempatan hidup bagi Mei Lan. Karena pikiran tersebut, akhirnya dia berpikir "terpaksa", karena memang waktu tidak mengijinkan dan dia harus cepat bertindak. Dia harus segera menuntaskan pertempuran ini untuk kebaikan banyak orang, meski tidak harus menumpas ketiga setan itu.
Tiba-tiba pendeta sakti ini mencelat ke atas, dan ketika turun ke tanah, dia menyiapkan diri dengan ilmu terbarunya Ilmu "Hun-kong-ciok-eng" atau menembus sinar menangkap bayangan, sebuah ilmu yang diciptakan selaras dengan ilmu baru Cun Le bernama Khong in Loh Thian yang mujijat.
Meski tidak pernah saling berkomunikasi, ketika saling
memperkenalkan ilmu mereka masing-masing, kedua kakak
beradik ini maklum jika perbawa kedua ilmu mereka mirip.
Bahkan mereka kemudian saling mengkoreksi dan saling
menyempurnakan ilmu yang diciptakan masing-masing.
Hanya, bila Hun-kong-ciok-eng" atau menembus sinar menangkap bayangan cocok bagi wanita dengan takaran
Sinkang yang diperhitungkan, maka Khong in Loh Thian lebih cocok dengan pengerahan Sinkang laki-laki dari jalur ilmu Giok Ceng. Itulah sebabnya Sun Nio diminta Cun Le untuk dititipkan ke adiknya ini. Dan Ilmu itulah yang terpaksa digunakan dalam takaran terbatas untuk mengakhiri pertempuran dengan 3 Setan Bumi ini.
Sementara itu, ketiga Setan Bumi begitu mendapat
kesempatan, segera mendekam dan membentuk barisan
pelontar Ha-Mo-Kang. Tidak berapa lama semua sudah siap dengan jurus pamungkas masing-masing, dan pada saat yang sama semuanya bergerak. Hanya, kelemahan Ha-Mo-Kang
sebetulnya apabila ditindas dari atas, maka kekuatannya akan sangat berkurang. Tetapi apabila dihadapi berhadapan secara horizontal maka kekuatannya akan sangat luar biasa. Hal ini nampak kelihatan jelas oleh Liong-i-Sinni, yang dengan cepat dan menggunakan kekuatan ginkang istimewanya telah
mencelat ke atas. Dia memapakkan kedua kakinya kemudian mumbul lagi ke atas, begitu berkali-kali untuk kemudian melakukan serangan membadai seorang demi seorang dari
ketinggian. Ketiga Setan Bumi mendadak kehilangan lawan di
permukaan bumi menjadi kebingungan, dan hilanglah
perbawa Ha-Mo-Kang ketika mereka masing-masing menegok
ke atas. Kehilangan kekuatan Ha-Mo-Kang membuat barisan itu menjadi mubasir, dan ketika Liong-i-Sinni kembali
mendarat di bumi, dengan ringan dihadiahkannya seorang
demi seorang pukulan yang tidak cukup berat tetapi cukup mengundurkan ketiga setan bumi ini, atau bahkan
mengalahkan mereka.
Begitu berhasil memukul roboh dan membubarkan barisan
Liok te Sam Kwi, Liong-i-Sinni kemudian berkelabat
menyambar tubuh Mei Lan dan tidak lama kemudian sudah
lenyap dari pandangan mata ketiga Iblis yang merutuk dan menyumpah-nyumpah penuh amarah kepada Liong-i-Sinni.
Pada akhirnya Thai Kwi kemudian bergumam:
"Inilah akibatnya apabila kita melalaikan latihan Ilmu kita yang terakhir. Kudengar See Thian Coa Ong juga terluka
parah, maka kesempatan bagi kita untuk menggunakan waktu setahun ini untuk menyempurnakan Ilmu kita. Baru setelah itu, kita bersama bertemu mereka di tempat yang dijanjikan"
"Benar Thai Kwi, kita terlalu santai melatih Ilmu Baru itu.
Nampaknya kita sulit bertahan disini, lebih baik kita mencari tempat yang lebih sunyi, sambil kita menyempurnakan ilmu yang terakhir, juga sekaligus menyempurnakan ilmu Lam Hok"
Tambah Ji Kwi. "Benar, masakan melawan anak-anak gadis itu saja dia
sampai kewalahan, sungguh memalukan nama kita" Sam Kwi
juga angkat bicara.
"Baiklah, kita mencari tempat untuk menyempurnakan
semua latihan kita semua" Thai Kwi akhirnya memutuskan.
Dan pada akhirnya ketiga Setan Bumi bersama murid termuda mereka itupun kemudian berjalan, mencari tempat yang lebih sunyi untuk melatih dan memperdalam ilmu mereka.
Menyemournakan ilmu yang akan menambah keru suasana
dunia persilatan.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0-
Sementara itu kearah kota Cin an, nampak berkelabat
cepat bayangan hijau yang seakan sedang memburu sesuatu.
Bayangan itu adalah Liong-i-Sinni yang sedang berusaha
untuk secepatnya menyelamatkan nyawa Liang Mei Lan.
Liong-i-Sinni tahu betul kalau di luar kota Cin-an sebelah Barat, terdapat sebuah kuil bernama KUIL HATI EMAS (Kim-sim-tang) yang dipimpin oleh seorang nikouw saleh Kim Sim Nikouw (Pendeta Wanita Berhati Emas).
Liong-i-Sinni pernah mendapatkan gemblengan batin dari
Nikouw ini, yang meski tidak memiliki kemampuan Ilmu Silat, tetapi memiliki jangkauan pandangan kedepan yang luar
biasa. Dia juga memiliki pengetahuan yang dalam dalam soal keagamaan, dan kesanalah tempat yang paling tepat bagi
Liong-i-Sinni untuk membawa dan mengobati Mei Lan.
Dia harus memburu waktu, karena memang waktunya
banyak terampas untuk meladeni ketiga setan bumi.
Untungnya, Pendeta Wanita ini memiliki Ilmu Ginkang
istimewa yang membuatnya diakui sebagai perempuan paling sakti dengan ginkang nomor satu didunia persilatan. Dengan ginkang itulah dia memburu waktu menuju Kuil Hati Emas.
Karena sudah mengenal lokasi kuil itu, maka langkah dan kecepatan Liong-i-Sinni nampak tidak berkurang, seakan ingin secepatnya berada dalam kuil tersebut. Bila ada yang
berpapasan dengannya, pasti akan terkejut dengan melihat betapan Nikouw yang memanggul tubuh seorang, masih
mampu berlari cepat secepat bayangan nikouw ini.
Tapi memang tidak mengherankan, karena Nikouw ini
memang dikenal menjagio dalam hal ginkang dalam dunia
persilatan, karena itu tidak heran bila dia mampu melakukan hal yang nampak aneh bagi banyak orang. Setelah berlari-lari selama beberapa jam, akhirnya Liong-i-Sinni melihat
dikejauhan puncak wuwungan dari Kuil yang dinamakan Kim Sim Tang tersebut. Dia tersenyum dan berharap masih belum terlambat untuk menolong nyawa Mei Lan yang disaksikannya sanggup memberi perlawanan terhadap 3 tokoh sakti dunia hitam yang sangat ditakuti itu. Dari gerakannya, jelas adalah anak murid Bu Tong Pay, tapi murid siapakah anak ini"
Liong-i-Sinni dengan cepat berkelabat memasuki kuil, dan begitu memasuki halaman utama, dengan cepat dia memberi salam dan berkata:
"Maafkan, pinni mengganggu, tetapi karena harus cepat
menolong nyawa orang, maka agak melalaikan tata krama"
"Siancai-siancai, suhu Liong-i-Sinni berkunjung, tentunya Suhu Kim Sim Nikouw akan sangat senang" berbicara salah seorang nikouw yang kebetulan masih mengenalnya.
"Bisakah pinni mendapat kamar terlebih dahulu, nona ini dalam keadaan berbahaya, perlu ditolong lebih dahulu. Biarlah setelah itu pinni akan menghadap suhu Kim Sim" bisik Liong-i-Sinni. Tentu saja dengan cepat permohonannya dikabulkan, karena memang nama Liong-i-Sinni sangat dihormati di kuil Kim Sim Tang ini. Meskipun mengaku suhu kepada Kim Sim
Nikouw yang memang mengajarnya dalam hal agama, tetapi
semua penghuni kuil sadar siapa tokoh wanita ini.
Karena itu, mereka bahkan menghormati Liong-i-Sinni
seperti menghormati suhu mereka sendiri. Karena sejak
dahulupun Padri Wanita ini bukan sedikit memberi bantuan bagi kuil dan mengangkat nama yang sangat harum di dunia persilatan.
Begitu mendapatkan kamar, Liong-i-Sinni meminta untuk
tidak diganggu dulu karena akan berkonsentrasi
menyembuhkan orang. Karena itu, dikamar itu hanya
disediakan air, pelita secukupnya dan kemudian dijaga
seorang nikouw muda di luarnya. Liong-i-Sinni segera
memegang nadi tangan Mei Lan, dan tidak beberapa lama
kemudian wajahnya menjadi muram. Kekuatan Ha-Mo-Kang
yang masuk bersifat sangat keras dan nampaknya kekuatan hawa "im" di tubuh gadis ini masih belum memadai untuk
menaklukkan Ha-Mo-Kang.
Padahal, apabila hawa Ha-Mo-Kang bisa ditundukkan, maka kekuatan racunnya bisa didesak keluar. Tetapi bila kekuatan Ha-Mo-Kang tidak bisa dijinakkan, maka seluruh hawa dan tubuh Mei Lan akan keracunan dan tidak akan bertahan dalam hitungan hari. Untungnya semua saluran penting sudah
ditotoknya tadi, sehingga meski Mei Lan terluka, tetapi masih tetap bisa sadarkan diri. Keadaan gadis ini sungguh
mengenaskan. Nampaknya, hanya dengan cara yang
disarankan Koko Cun Le maka kesempatan hidupnya bisa
diraih kembali, malah dengan keuntungan.
Nampak Padri Wanita itu termenung-menung sebentar,
menilai banyak segi untuk mengambil keputusan. Setelah
menimbang banyak hal, akhirnya Padri Wanita ini mantap
dengan keputusannya untuk menyelamatkan nyawa anak
gadis ini. "Selagi ada kesempatan, mengapa tidak" Lagipula menolong nyawa dan jiwa orang masih lebih penting", pikirnya tanpa sadar bahwa keputusannya ini menimbulkan banyak hal tak terduga dalam dunia persilatan dan bahkan keluarganya sendiri, Lembah Pualam Hijau.
Beberapa saat kemudian Liong-i-Sinni membuka totokan
Mei Lan yang dengan cepat kemudian memperoleh
kesadarannya. Begitu dia membuka matanya, dihadapannya
bersimpuh seorang Nikouw tua, sudah berusia sekitar 60
tahunan yang memandangnya dengan penuh kasih dan dalam
kelembutan tatapan yang menyejukkan hatinya.
"Dimanakah aku?" rintih Mei Lan begitu menyadari segenap anggota tubuhnya sangat nyeri untuk digerakkan. Bergerak sedikit saja sudah menghadirkan rasa sakit yang susah
ditahan dalam tubuhnya. Segera dia sadar bahwa dia terluka cukup dalam.
"Diamlah anakku, engkau selamat berada dalam Kim Sim
Tang di luar kota Cin an" jawab Liong-i-Sinni.
"Apakah locianpwe yang menolongku" Dimana pula Liok te
Sam Kwi?" "Sabar anakku, mereka sudah pergi. Kita perlu berbicara untuk kesembuhan dan masa depanmu. Kesempatan untuk
kesembuhanmu sangat kecil, tetapi sangat ditentukan oleh dirimu" bisik Sinni
"Maksud locianpwe" Tanya Mei Lan tergetar mendengar
kondisi atau keadaannya yang ternyata sangat berbahaya.
"Tubuhmu tergetar oleh Ha Mo Kang yang dahsyat. Hawa sinkangmu juga keracunan oleh hawa tersebut. Pinni sendiri, tidak punya keyakinan untuk menyembuhkanmu" bisik Liong-i-Sinni
"Ach, apalah artinya kematian itu locianpwe?" hanya
sayang, boanpwe belum menyelesaikan tugas yang diberikan suhu, orang tua yang mulia itu" bisik Mei Lan tanpa gentar.
Sungguh mengagumkan, dan tidak kecewa menjadi didikan
tokoh gaib Wie Tiong Lan.
"Siapakah gurumu anakku?" bertanya Padri Wanita itu
meski sudah bisa menebak arah dari jawaban Mei Lan dengan melihat cara bertempur Mei Lan melawan Liok te Sam Kwi
tadi. "Suhu yang mulia Pek Sim Siansu Wie Tiong Lan" Mei Lan
mendesis mengingat kebaikan suhunya yang boleh dikata
memanjangkan usianya. Sementara Liong-i-Sinni terperanjat mengetahui bahwa gadis muda ini ternyata adalah didikan tokoh gaib dunia persilatan. Dan tidak disangkanya pula bahwa Wie Tiong Lan masih hidup, dan dia jadi bisa
memastikan bila kakeknya juga pasti masih hidup. Bila
dihitung, usia mereka pasti sudah diangka 100an. Luar biasa, sungguh sulit dipercaya.
"Baiklah anakku, mari kita bicarakan keadaanmu. Satu-
satunya cara yang pinni kenal adalah cara yang diberitahukan oleh Kakak pinni sendiri dari Lembah Pualam Hijau" Bisik Liong-i-Sinni.
"Maksud Locianpwe, locianpwe ini berasal dari Lembah
Pualam Hijau?" Mei Lan terkejut mengetahui bahwa dia
berhadapan dengan salah seorang tokoh dari Lembah yang
sangat popular itu.
"Benar anakku, kokoku bernama Kiang Cun Le, ayah dari
Kiang Bengcu dewasa ini" Jawab Liong-i-Sinni.
"Dan berarti, locianpwe adalah Kiang In Hong, pendekar
wanita terhebat masa kini" berbinar Mei Lan memandang
Liong-i-Sinni yang menjadi terharu.
"Kiang In Hong adalah masa laluku anakku, kini nama pinni adalah Liong-i-Sinni" bisik Sinni.
"Ach, jadi Pendeta Pertapa Sakti dari timur adalah jelmaan Pendekar Wanita Terhebat masa kini" Mei Lan menggumam
dan menjadi mengerti mengapa Padri Wanita dari Timur
dikabarkan berilmu sangat tinggi. Ternyata karena memang keturunan dari Lembah Pualam Hijau.
"Sudahlah anakku, sebaiknya sekarang dengarkanlah apa
yang ingin pinni sampaikan kepadamu. Kesempatanmu untuk sembuh hanya sedikit, tergantung keuletan dan
kesungguhanmu. Apa kamu sanggup?"
"Apabila ada jalan kesembuhan, sesulit apapun akan tecu upayakan" tegas Mei Lan, yang beberapa kali kemudian
meringis kesakitan akibat luka dalam tubuhnya itu..
"Baik, untuk beberapa saat ini, pinni akan memperkuat
kekuatan hawa "im" ditubuhmu, dan setelah memperkuat
hawa "im" dan menarik sebagian hawa "yang" dari hawa Ha Mo Kang, selanjutnya Pinni akan membisikkan kata-kata yang harus kamu turuti tanpa syarat. Apakah kamu sanggup?"
Liong-i-Sinni bertanya
"Baik, tecu sanggup" Mei Lan memantapkan suaranya,
terlebih karena dia tahu hanya ini kesempatan hidupnya
sebagaimana diberitahukan Lion-i-Sinni.
"Setelah engkau sembuh, engkaupun mewarisi banyak
sinkang Giok Ceng, sehingga terhitung engkau menjadi salah seorang muridku. Kuharap suhumu Wie Tiong Lan tidak
tersinggung, tetapi hanya cara ini yang mungkin pinni lakukan buatmu anakku" bisik Liong-i-Sinni.
"Tecu menyerahkan keselamatan dan nyawa tecu ke diri
engkau orang tua" Mei Lan menegaskan dengan terharu.
"Baiklah anakku, sebetulnya pinni tidak punya cukup
keyakinan, tetapi keadaanmu, serta keyakinan dan
ketulusanmu mengetuk nurani pinni. Bila Cun Le koko
sanggup, harusnya kitapun sanggup. Sekarang engkau duduk bersila dan kuperkuat sinkangmu yang berhawa "im" bisik Liong-i-Sinni.
Tak berapa lama kedua orang itu sudah tenggelam dalam
proses penyaluran tenaga dalam. Hanya, kali ini Liong-i-Sinni memperkuat dan menggembleng hawa "im" dalam tubuh Mei
Lan yang secara kebetulan juga memang Sinkangnya berjenis
"Im" dari Bu Tong Pay. Hampir semalaman Liong-i-Sinni
menggembleng, memperkuat dan mempertajam kekuatan
hawa "Im" dari Mei Lan, dan kemudian perlahan menarik
hawa "yang" dari Ha Mo Kang yang berjenis "Yang" dan
"keras".
Sebetulnya, Liong-i-Sinni hanya sedikit memperkuat
Sinkang hawa "im" dari Mei Lan untuk bisa menguasai hawa
"yang" dari Ha Mo Kang, sementara hawa Ha Mo Kang yang
berlimpah dalam diri Mei Lan, kemudian perlahan diserapnya.
Tentu saja bersama dengan racunnya. Pada titik ini, spekulasi Liong-i-Sinni memang luar biasa taruhannya, sedikit saja dia keliru menakar kekuatan hawa "im" Mei Lan, bisa
mendatangkan maut bagi setidaknya Mei Lan dan juga dirinya.
Karena itu, sepanjang malam Liong-i-Sinni melakukan
penguatan hawa "Im" Mei Lan, sampai pada batas yang dia pikir cukup. Tapi itu dilakukannya setelah dia banyak menarik hawa "yang" dari Ha Mo Kang ke tubuhnya sendiri dengan
takaran kekuatan yang sanggup ditaklukkan hama "im" yang dilatihnya.
Akhirnya, menjelang pagi hari, dia merasa keseimbangan
yang dibutuhkannya sudah tercapai. Dalam tubuh Mei Lan
masih terdapat hawa Ha Mo Kang berjenis "yang" atau "keras"
yang melimpah, karena hasil latihan 3 orang selama puluhan tahun. Meskipun sebagian hawa itu, sudah ditarik dan diserap oleh Liong-i-Sinni kedalam tubuhnya.
Saat ini, dalam tubuh kedua Naga perempuan ini, sudah
terdapat keseimbangan hawa "Im" dan "Yang" dengan
kekuatan "Im" yang dominant karena menjadi dasar
pemupukan Sinkang dalam tubuh keduanya. Kelebihan hawa
"Im" dimaksudkan untuk menjinakkan hawa Yang dan
meleburkannya, tahap kedua ini adalah tahapan yang sangat penting dan menentukan mati hidup keduanya. Ketekunan,
keuletan dan kecerdasan akan sangat menentukan hasil
akhirnya. Karena itu, Liong-i-Sinni meminta Mei Lan untuk beristirahat sejenak, memulihkan kekuatan dan semangat
selama beberapa jam hingga akhirnya matahari menghadirkan cahaya.
"Sampai pada titik ini, kita tidak boleh terganggu hawa apapun dari luar anakku. Tidak boleh ada makanan, minuman atau jenis apapun yang bisa merusak konsentrasi hawa kita.
Sekarang, sudah siapkah kamu dengan perjuangan mati hidup kita" Perlu pinni sampaikan, bahwa pinni sekarang dalam keadaan yang sama dengan engkau anakku, pinni telah
menyerap banyak hawa ha-mo kang dari tubuhmu. Tetapi
dalam tubuhmu masih tetap melimpah kekuatan dan hawa Ha Mo Kang itu. Kondisi kita sama, yang akan menentukan
keberhasilan kita adalah ketekunan, kecerdasan, keuletan dan kemauan untuk sembuh. Camkan itu. Dan, cepat mengerti,
cepat meresapi apa yang pinni katakan, jangan membantah, biarkan semua mengalir. Kamu mengerti anakku?" Tanya
Liong-i-Sinni dengan suara yang keren, tegas dan cermat. Dia sada betul, bahwa keberhasilan Cun Le disebabkan
penguasaan yang cepat dan unsur yang disebutkan Cun Le
sesuai dengan unsur "im" atau lemas. Yakni membiarkan
hawa mengalir, pasrah dan kemudian menghimpun dan
membiarkannya bergerak untuk kemudian jinak dengan
sendirinya. "Baik suhu" Mei Lan kini membahasakan Liong-i-Sinni
sebagai gurunya, karena curahan tenaga dari Liong-i-Sinni kedalam tubuhnya.
"Baik mari kita mulai, resapi, ingat dan camkan semua yang kubisikkan, jalan hidup kita ada disana" Selanjutnya proses seperti yang dialami oleh Thian Jie secara aneh, dan dengan cara yang berbeda kembali dialami kedua orang ini. Hanya, kali ini beda dengan Thian Jie yang membaca dari kertas dalam gelang gemuknya, maka proses ini dengan
mendengarkan hafalan Liong-i-Sinni yang mendapatkannya
ketika menemukan Cun Le dalam keadaan kosong setelah
melontarkan Kiang Ceng Liong dan menerima tenaga dari
Siangkoan Tek. Pada saat itulah Kiang Cun Le membuka rahasia yang
dilakukannya dan membacakan hafalan rahasia dari kitab
jawadwipa hasil pertaruhannya dengan Pendekar dari Thian Tok. Cara itulah yang menyelamatkan Cun Le dan kini akan digunakan adiknya In Hong dalam mengobati Mei Lan.
Terdengar kemudian suara lembut Liong-i-Sinni:
Bumi " dalam diam & kekokohannya ". menampung
segenap kekuatan. Kekuatan apapun.
Lautan ". dalam ketenangannya " menampung
seluruh air di jagad raya.
Angkasa Raya " dalam gemulai geraknya "..
mewadahi seluruh hembusan angin alam raya.
Maka ".. ?" Kokohlah, sekokoh bumi
?" Tenang setenang samudra raya
?" Bergerak bagaikan angkasa raya
Manusia laksana bumi, seperti lautan, bagaikan
angkasa Pasrah akan sekokoh bumi
Pasrah akan setenang samudra
Pasrah akan seelastis angkasa raya
Karena ".. Manusia adalah alam dalam bentuk mini
Diulang lagi sarinya oleh Liong-i-Sinni untuk membuat Mei Lan mengerti, menghafal dan mencamkannya:


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Manusia laksana bumi dalam bentuk mini
Pasrah akan sekokoh bumi, setenang samudra, segagak
angkasa Pasrahkan semua tenaga dalam dirimu, karena dirimu adalah alam mini
Dan selanjutnya tidak lagi terdengar suara Liong-i-Sinni.
Keduanya kini tenggelam dalam perenungan mengenai
kalimat-kalimat tersebut, tetapi pengendapan dan
pengetahuan Liong-i-Sinni memang sudah lebih dibanding Mei Lan. Itulah sebabnya dia lebih cepat dan lebih pesat dalam memahami maknanya, dan lebih cepat juga memperoleh
hasilnya. Manakala Mei Lan masih terombang-ambing memeriksa
makna semua kalimat itu, meski petunjuk bagian akhirnya sudah jelas, Liong-i-Sinni sudah tenggelam dalam pergulatan untuk mencairkan kedua hawa dalam tubuhnya, sudah dalam proses memasaknya. Dengan membiarkan hawa-hawa dalam
tubuh bergerak atau menentukan geraknya sendiri,
bertabrakan, saling tarik ataupun saling melibas. Sementara Mei Lan semakin terperosok dalam kesulitan, semakin tersiksa dan semakin berat dalam menanggung siksaan hawa karena
belum sanggup mempersiapkan cara memasaknya.
Akhirnya terbayang wajah suhunya, terbayang kakaknya,
ayahnya, adiknya, ibunya, dan dia tenggelam dalam alam
khayalan yang bila tidak cepat disadari akan membawanya kealam maut. Terakhir dia terkenang Thian Jie, terutama ketika dia mengenang ". ini, kalimat ini jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran kosong, pasrah terhadap alam.
Bukankah Thian Jie berkali-kali mendesiskannya, adakah
hubungannya dengan keadaanku sekarang" Semangat Mei
Lan tumbuh kembali, baik ketika mengenangkan Thian Jie, maupun semangat menemukan arti kalimat Thian Jie yang
aneh. Memikirkan Thian Jie membawa semangat untuk hidup
baginya, sementara mengingat keanehan Thian Jie
menghadirkan kata "Pasrah", jangan melawan, biarkan pikiran kosong. Dan justru petunjuk dan kenangan akan Thian Jie yang membuat Mei Lan kembali merengut semangat hidupnya dan kemudian secara otomatis juga nyawanya.
Dikuatkannya hatinya, seluruh perhatiannya, kembali
ditumbuhkan semangat hidup, dengan kenangan hangat akan Thian Jie sebagai modal utamanya. Dan kemudian perlahan-lahan dia mengosongkan pikirannya, dilupakannya semua
yang terjadi, dan dipasrahkannya semua pergolakan dalam tubuhnya, dan anehnya, dia kemudian merasa nyaman,
tenang dan selanjutnya malah tidak tahu lagi apa yang terjadi.
Sesekali dia merasa memang ada tonjolan sesuatu kekanan, kekiri, kepala seperti melayang, tubuh terasa berat, tetapi tidak dilawannya. Bahkan ketika dia merasa terbang,
dibiarkannya pikiran dan semangatnya untuk membenarkan
dia terbang, dan begitu seterusnya.
Dia tidak tahu lagi berapa lama dan sampai kapan dia
dalam keadaan demikian, yang pasti hawa itu terus bermain-main, bermain-main dalam waktu yang sangat lama. Untuk
kemudian lama-kelamaan menjadi capek dan capek
berlawanan, lama kelamaan mulai membaur, tidak lagi
menerbangkannya, tetapi mulai mencari tempat dan posisi masing-masing dalam tantian, dalam pusar. Dan bahkan
kemudian kekuatan yang menjadi raksasa itu, perlahan
terangsang kembali bekerja, diterjangnya semua sisa racun, bahkan memerasnya dari sisa yang ada di hawa kekuatan
Sinkang dan pada akhirnya membersihkan darah dan tubuh.
Mei Lan tidak tahu lagi berapa lama proses itu terjadi, yang pasti ketika dia mulai merasa nyaman, mulai merasa enak dan perlahan-lahan siuman, dihadapannya sudah berdiri Liong-i-Sinni yang sudah menungguinya kurang lebih selama 3 jam.
Dan ketika akhirnya Mei Lan juga sadarkan dirinya, Liong-i-Sinni akhirnya menarik nafas panjang:
"Siancai, siancai, tidak salah tebakan pinni, bahwa kamu memang memiliki sesuatu yang istimewa dan bisa melewati proses tak menentu yang mempertaruhkan nyawa. Anakku,
sesungguhnya, tidak banyak orang yang mampu melalui
proses tadi. Apa yang kau rasakan kini?" bertanya Liong-i-Sinni dengan terharu dan lembut.
"Tecu merasa sangat ringan suhu, sangat nyaman dan
rasanya tidak pernah sesegar ini" sahut Mei Lan.
"Baik, sekarang bagian paling akhir, coba kamu pusatkan pikiran, kendalikan hawa di pusar, dan alirkan kemana saja mengikuti pikiranmu".
"Selanjutnya, periksa apakah masih tersisa hawa beracun di Sinkangmu dan juga dibagian tubuh yang lain" .
Segera Mei Lan melakukan apa yang diperintahkan guru
keduanya ini. Dia kembali siulian, memusatkan semangat dan perlahan membangkitkan kekuatan sakti di pusarnya. Hebat, dia merasa betapa kekuatannya mengalir seperti tak terbatas, dan dengan mudah dialirkannya kemana dia inginkan.
Padahal, kemaren-kemaren keadaan ini sungguh sulit untuk dilakukannya.
Tapi kini, dia sudah sanggup mencapai tingkatan yang
mendekati kesempurnaan dalam penjelasan gurunya tentang tenaga sakti.
"Baik, bagaimana perasaanmu?" Tanya Liong-i-Sinni setelah Mei Lan menyelesaikan Samadhi memeriksa Sinkang dan
memeriksa racun yang tertinngal.
"Luar biasa suhu, Sinkangku bisa kugerakkan semauku.
Bagaimana bisa begini?" Mei Lan keheranan dan kegirangan sekaligus. Sungguh diluar dugaannya kekuatan sinkangnya meningkat begitu mengagumkan, sungguh luar biasa dan sulit dibayangkannya. Padahal menurut gurunya, untuk mencapai tahapannya ini, gurunya membutuhkan waktu puluhan tahun, sementara dia sudah mencapainya secara sangat kebetulan diusianya yang masih sangat muda.
Karena itu, sungguh tidak kecil rasa syukur dan terima
kasihnya kepada Liong-i-Sinni yang selain mengambil kembali jiwanya dari rengutan kematian, juga meningkatkan ilmunya secara luar biasa.
"Itulah yang pinni katakan jodoh dan bakat. Kamu memiliki keduanya. Jodoh akibat menerima pukulan Ha Mo Kang yang berlimpah dan memiliki kemampuan untuk bertahan dan ulet meski diambang maut" Jelas Liong-i-Sinni.
"Tapi tanpa bimbingan suhu, mana mungkin tecu
mencapainya"
"Sudahlah, karena engkaupun berjodoh dengan pinni, maka biarlah kusempurnahkan Ilmumu sekalian. Sampaikan kepada Pek Sim Siansu bahwa Pinni berkenan menurunkan ilmu
ginkang ciptaan pinni sendiri Te-hun-thian (mendaki tangga langit). Mengenai Ilmu Silat, bekal dari Wie Tiong Lan
Locianpwe sudah lebih dari memadai. Mari kita keluar
sekarang, kita makan dan kemudian kita coba berlatih" ajak Liong-i-Sinni.
Diingatkan masalah "makan", tiba-tiba Mei Lan baru merasa betapa sangat laparnya dia. Tanpa disadarinya, dia sudah lebih dari 2 hari tidak mengisi perutnya dalam perjuangan meraih kehidupannya kembali. Karena itu, dia kemudian
merasa sangat antusias dan gembira, keluar dari kamar dan kemudian menikmati makanan. Berkenalan dengan Kim Sim
Nikouw dan banyak penghuni Kim Sim Tang, dan kemudian
pada sore menjelang malam kembali berkumpul bersama
dengan Guru keduanya untuk kembali mendalami Ilmu
Silatnya. Awalnya, gurunya meminta Mei Lan untuk memperdalam
kembali dan memainkan Ilmu Perguruannya dan kemudian
Mei Lan menemukan betapa semua Ilmu perguruannya sudah
bisa dimainkannya dengan tingkat kesempurnaan yang
bahkan melebihi suheng-suhengnya.
Demikianlah, dari terancam kematian, Liang Mei Lan
akhirnya malah menjadi murid Liong-i-Sinni dan memperoleh warisan Ginkang istimewa dari gurunya itu, yakni Te-hun-thian (mendaki tangga langit). Terlebih karena Ginkang Liong-i-Sinni diakui sebagai yang paling unggul dan paling cepat dalam dunia persilatan dewasa ini. Selama sebulan, Mei Lan berlatih Ilmu ini, bahkan melatih juga Ilmu dan Jurus perguruannya yang lain.
Dengan gembira ditemukannya kenyataan betapa sangat
mudah kini dia memainkan Ilmu Ciptaan Terakhir gurunya, Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa
Mendorong Bayangan). Bahkan bisa dilakukannya hingga ke puncak penggunaan ilmu itu yang membuatnya menjadi
seperti bayangan dewa berjumlah laksaan, sebuah pengaruh sihir bagi yang lemah. Tetapi, dengan kemampuannya
sekarang, bahkan Liong-i-Sinni menjadi terkesima, dan
membandingkannya dengan ilmunya yang diciptakannya
sendiri yakni "Hun-kong-ciok-eng" atau menembus sinar menangkap bayangan yang juga akan sangat menakutkan
dimainkan pada puncak pengetrapannya.
Diam-diam dia kagum dan sadar, bahkan dibandingkan Tan
Bi Hiongpun nampaknya Mei Lan sudah bisa melampauinya.
Sungguh luar biasa. Sengaja dia tidak menurunkan Ilmu Hun Kong Ciok Eng kepada Mei Lan, karena melihat Mei Lan sudah membekal Ilmu sejenis dari perguruan Bu Tong Pay. Sinni hanya menggembleng Mei Lan secara khusus dalam Ilmu
Ginkang istimewanya. Dan dalam waktu sebulan, bahkan
tingkatan Mei Lan sudah meningkat pesat, sudah mulai
mendekati kemampuan gurunya, meski masih kurang dalam
latihan dan pengalaman belaka.
Setelah bertekun selama 1 bulan dan menurunkan
ginkangnya kepada Mei Lan, akhirnya Liong-i-Sinni mengakhiri pertemuan mereka. Kepada suhu barunya ini, Mei Lan
menceritakan perihal Sun Nio yang membuatnya terlibat
perkelahian dengan Liok te Sam Kwi, dan bahwa Sun Nio
menggunakan kuda hitam yang dibawanya dari Pakkhia.
Akhirnya keduanya berpamitan dari Kim Sim Nikouw, yang
juga selama sebulan terakhir ikut melengkapi kekuatan batin Mei Lan dan menggodoknya dalam Ilmu Keagamaan.
Sehingga ketika berpisah Kiang In Hong atau Liong-i-Sinni mewanti-wanti Mei Lan untuk terus berjalan dijalan
kebenaran. Sekaligus juga menitipkan keadaan dunia
persilatan bagi generasi Mei Lan untuk ditangani. Selanjutnya Pendeta Sakti ini kembali melanjutkan perjalanannya sendiri menelusuri jejak muridnya, sekaligus cucunya yang
menghilang mencari orang tuanya yang raib dalam waktu
yang cukup lama.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o-
Episode 16: Pertemuan 10 Tahunan
terakhir Ada berapa macam nama berbeda buat menamai sungai
itu, sebuah sungai yang mengalir dari gunung dan kemudian membelah ke selatan memasuki Propinsi Kuangsi. Namanya
adalah Sungai Kemala, sebuah sungai yang memiliki
pemandangan yang sangat elok, karena melalui banyak
pegunungan dan bukit hingga memasuki sebuah lembah di
propinsi Kangsui. Bahkan ketika melalui beberapa bukit, nampak bukit tersebut seperti berbaris untuk menghormati alur sungai yang cukup lebar tersebut, dan bagaikan
mengawasi apa saja yang mengalir atau dialirkan sungai itu ke lembah.
Karena itu, lukisan alam di sepanjang Sungai Kemala,
sungguh luar biasa indahnya. Tapi, sekaligus, bila terjadi gangguan atas alam atau terjadi ketidakseimbangan alam, maka sungai ini juga bisa sangat mematikan, karena curahan air dan endapan lumpur bahkan bisa menyeret pepohonan
sampai ke daerah yang lebih rendah. Tetapi, karena Sungai itu, melalui beberapa bukit dan pegunungan, maka
terdapatlah banyak sekali tebing-tebing gunung dan bukit yang sangat indah.
Bahkan, banyak diantara tebing tersebut yang hanya bisa disaksikan dari kejauhan dan tidaklah mungkin didatangi karena kontur alam yang tidak memungkinkannya. Tetapi,
hampir bisa dipastikan bahwa deretan dan jajaran tebing yang demikian banyak di sepanjang sungai kemala ini bukan
bahana keindahannya.
Salah satu tebing yang "tidak mungkin" didatangi manusia itu, ternyata ada yang memberikan nama atasnya. Tebing
yang "tidak terdatangi" itu diberi nama Tebing Peringatan 10
Tahunan. Dan memang, tebing itu hanya didatangi orang
setiap 10 tahunan, dan itupun yang datang hanya 4 orang belaka.
Tetapi pada pertemuan 10 tahun sebelumnya, bertambah
kehadiran 5 orang anak yang secara aneh dan kebetulan
terbawa arus sungai dan diselamatkan oleh 4 orang yang
biasa mempergunakan tebing tersebut sebagai tempat
pertemuan. Dan Tebing peringatan pertemuan 10 tahunan,
tahun ini akan kembali dihadiri oleh 4 pendatang tetapnya, dan kali ini seperti 10 tahun sebelumnya, nampaknya juga bersama dengan 5 orang lain yang seiring perjalanan waktu, telah berubah dari kanak-kanak menjadi mahluk dewasa.
Berbeda dengan 10 tahun sebelumnya, pertemuan yang
diadakan pada bulan ke-7 dari tahun berjalan, nampaknya tidaklah akan diwarnai oleh amarah alam. Meskipun tidak sangat cerah, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa terjadi hujan lebat di daerah yang lebih tinggi. Dan arus sungai di bawah tebing, juga nampak tenang dan justru melahirkan
banyak inspirasi bagi mereka yang senang mengekspresikan perasaan lewat puisi ataupun sajak.
Meskipun alam tidak sedang sangat cerah, tetapi lukisan pemandangan yang terhampar justru bukan main indahnya. Di kejauhan nampak hamparan permadani hijau yang dilatari
oleh sebuah Gunung yang memagari hamparan hijau tersebut.
Melongok kekiri, nampak berkelok-keloknya sungai yang
bagaikan naga raksasa memanjang berkelok-kelok, dan
dibeberapa tempat nampak seperti pecah jadi dua, tetapi kemudian bersambung lagi. Memandang ke samping kanan,
nampak sumber atau hulu sungai yang tentu tak terlihat, sebuah rangkaian pepohonan lebat yang menempel pada
bebatuan gunung yang masih sangat lebat. Paduan dengan
cahaya yang tidak terlalu menusuk justru menghadirkan
inspirasi yang bakal melimpah.
Dan hari ini, Tebing Peringatan ini akan kembali didatangi para pendatang tetapnya, meski hanya setiap 10 tahunan.
Seperti biasanya, yang paling dahulu tiba adalah orang tertua, Kiong Siang Han Kiu Ci Sin Kay, yang datang bersama dengan murid kesayangannya, Liang Tek Hoat. Seorang pendekar
muda yang sudah menjulang di dunia persilatan dengan
julukan Si-yang-sie-cao (matahari bersinar cerah). Entah bagaimana, sejak pertemuan pertama kali, selalu saja Kiong Siang Han sebagai orang tertua yang datang lebih dahulu.
Alasannya tidaklah diketahui, yang pasti memang orang tua gagah ini yang selalu merintis kedatangan kawan-kawan
seangkatannya. Kedatangan mereka sudah tentu tidak
menimbulkan suara, suatu tanda bahwa kepandaian mereka
sudah demikian tingginya. Memang, karena 1 bulan sebelum mendatangi tempat ini, Tek Hoat menemui gurunya untuk
bersama datang. Kesibukannya membersihkan Kay Pang
membuatnya mempercepat kedatangannya di rumah orang
tuanya di Hang Chouw.
Dan selama dalam perjalanan, Tek Hoat terus menerus
digembleng dan disempurnakan kepandaiannya oelh gurunya.
Bahkan Kiong Siang Han sangat bangga atas apa yang
dilakukan Tek Hoat terhadap Kay Pang, yang bisa kembali mengkonsolidasikan kekuatannya dan menumpas Hek-i-Kay
Pang di daerah utara sungai Yang Ce. Meski belum
mengatakannya, Kiong Siang Han sudah memiliki maksud
untuk mengajukan murid penutupnya ini mejadi Pangcu Kay Pang pengganti Kim Ciam Sin Kay.
Belum cukup lama kedua guru dan murid itu duduk, tak
berapa lama telinga mereka yang tajam mendengar desiran 3
pasang kaki yang bergerak mendatangi tebing peringatan.
Dan benar juga, tidak lama dihadapan mereka sudah
bertambah seorang Hwesio yang sudah sangat tua, nampak
setua Kiong Siang Han dengan didampingi kedua muridnya.
Siapa lagi jika bukan bekas Ciangbunjin Siauw Lim Sie Kian Ti Hosiang beserta kedua murid kembarnya Souw Kwi Beng dan Souw Kwi Song" Sepasang Pendekar Kembar dari Siauw Lim
Sie yang mengangkat nama di daerah Bing Lam.
Seperti juga Kiong Siang Han dan muridnya, Kian Ti
Hosiang datang ke Tebing Pertemuan bersama muridnya
setelah melepas kedua anak kembar untuk mengunjungi Poh Thian dan membereskan banyak urusan disana. Tentu Kian Ti Hosiang sangat gembira dengan hasil di Poh Thian, bahkan dia sudah menerima bisikan batiniah dari Thian Ouw Hwesio
mengenai masa depan Siauw Lim Sie Poh Thian. Seperti juga Kiong Siang Han, sepanjang perjalanan ke Tebing, kedua
murid kembar itu kembali digodok dan disempurnakan
kepandaiannya oleh Kian Ti Hosiang.
"Seperti biasa, Kiong Pangcu selalu berada mendahului
yang lain. Bagaimana keadaanmu Kiong Pangcu?" Meski
bukan Kay Pang Pangcu lagi, tetapi Kian Ti Hosiang dan
kawan-kawan, masih tetap memanggil Kiong Siang Han
sebagai Pangcu. Panggilan sejak mereka saling mengenal di masa muda dan masa-masa keemasan mereka. Dulu, puluhan
tahun lalu. Tapi, hingga sudah kakek-kakek, bahkan sudah bukan pangcu lagi, tapi panggilan itu tetap dilekatkan kepada tokoh besar Kaypang ini.
"Seperti biasa Hosiang, tentu baik-baik" Jawab Kiong Siang Han kalem. Baru saja kalimat itu meluncur keluar, nampak mendatangi lagi seorang pendatang tetap yang lain, Pek Sim Siansu, Wie Tiong Lan. Kedatangannya tentu bersama dengan murid terakhirnya, Liang Mei Lan Sian Eng Li (Nona Bayangan Dewa).
Dan yang mengagetkan Kian Ti Hosiang dan Kiong Siang
Han adalah jejak kaki yang luar biasa ringannya yang
ditunjukkan oleh Liang Mei Lan, bahkan sudah nyaris seringan gurunya. Benar-benar sangat mengejutkan mereka. Bisa juga Wie Tiong Lan mendidik anak ini menjadi selihay itu dalam gerakan kaki atau dalam Ilmu Ginkang.
"Hahaha, gimana kabar Kiong Pangcu dan Kian Ti
Hosiang?" Wie Tiong Lan datang dengan penuh kegembiraan dan langsung menyapa kedua sahabat karibnya tersebut.
Suasana dengan segera menjadi akrab diantara mereka
bertiga, sementara keempat anak muda lainya nampak juga saling bertukar cerita dan saling berkenalan. Terlebih Mei Lan yang juga tak sempat ke Hang Chouw lagi karena kejadian di Lok Yang, tetapi langsung ke Bu Tong San menemui gurunya.
Dia menanyakan kabar keluarganya, karena tahu pasti Tek Hoat sempat ke Hang Chouw, dan berceritalah keduanya,
meski diseling-selingi dengan bercakap dengan kedua
Pendekar Muda Siauw Lim Sie. Percakapan merekapun tidak kalah akrabnya, persis hubungan guru-guru mereka sejak
masa mudanya. Percakapan yang menumbuhkan simpati yang
dalam, terutama Kwi Song terhadap Mei Lan yang semakin
lama semakin mengagumi gadis cantik yang sangat mungil
menggemaskan ini.
Suasana yang semakin riang dan meriah tersebut semakin
bertambah ketika pendatang terakhir, juga pada akhirnya tiba, inilah Kiang Sin Liong, salah satu tokoh utama Lembah Pualam Hijau yang sangat legendaris. Kedatangannya, anehnya,
hanya sendirian saja alias tanpa disertai muridnya yang hingga keputusannya meninggalkan pertapaan masih belum datang
juga. Tapi dia punya keyakinan bahwa muridnya akan tiba di tebing peringatan ini, karena dia merasa tiada halangan dan firasat yang jelek, sebaliknya justru getaran yang
menggembirakan yang diterimanya bila mengenangkan
cucunya ini sebulan terakhir ini.
Tapi, memang berada dimanakah Kiang Ceng Liong alias
Thian Jie ini" Dan mengapa pula dia tidak datang bersama dengan gurunya dan malah terkesan terlambat dalam
menghadiri pertemuan 10 tahunan ini" Bahkan gurunya juga bertanya-tanya. Sama herannya dengan Tek Hoat yang sangat ingin bertemu kawan akrabnya itu, juga Mei Lan yang sudah lama gelisah ingin bertemu Ceng Liong. Meskipun ketika
bertemu, sedikit kalimat dan kata-kata antara mereka.
Sebenarnya, proses penyembuhan dan pengobatannya
memang makan waktu lebih dari yang diduga oleh Kim Ciam Sin Kay. Dari waktu yang ditetapkannya 3 bulan, menjadi hampir 5 bulan, karena proses kehilangan ingatan yang sudah 10 tahunan. Karena itu, dia harus mengerahkan semua
Suling Emas Dan Naga Siluman 17 Kesatria Berandalan Karya Ma Seng Kong Elang Terbang Di Dataran Luas 9
^