Pencarian

Pahlawan Harapan 3

Pahlawan Harapan Karya Tang Fei Bagian 3


114 menghajarnya luka. dan mengambil pemunah dari mutiara
itu . . . Perkelahian yang hebat ini untuk sementara waktu
tak dapat kututurkan dengan jelas. Apa yang akan
kukatakan ialah perkelahian ini berakhir sangat
menyedihkan. Wan Tie No mati di tanganku, Tjiu Tjian Kin
dengan lukanya masuk ke jurang sebab malu. Tju Hong
jatuh ke dalam jurang yang terjal. Ayahmu mati kena
tangan besi Wan Tie No sehingga luka parah dan tak
sadarkan diri beberapa jam lamanya, dalam pada itu aku
terus menjaga dan mendampinginya. Akhirnya ia siuman
dan sadar kembali. Ia berkata sepatah kata kepadaku,
sesudah itu ia lantas meninggal. Kata-katanya ini memesan
agar aku memeriksa dan membersihkan sisa sisa dari
gerombolan Wan Tie No. Aku berpikir cara yang terbaik
untuk melakukan hal ini ialah pura pura mengabdi pada
pemerintah Tjeng di samping itu aku menjadi musuh di
dalam selimutnya." Bicara sampai di sini tiba tiba terdengar suara orang berkata kata.
Di mana gelagah yang rimbun, bergoyang bayangan
hitam. "Siapa!" bentak Louw Eng.
Di mana bayangan hitam bergerak, sebuah perahu kecil
perlahan lahan maju mendatang Dua orang penaik perahu,
berbadan serupa, tubuhnya kurus daa wajah mukanya
Seperti rase Satu berbaju putih satu berbaju hitam. "Oh,
kiranya Louw Toako berada pula di sini"' Dua orang ini tidak
lain dan Mau San Pek Hoo dan Hek Hoo.
Louw Eng diam sejenak, tiba tiba dalam kegelapan
malam, di bawah renang remang sinar bintang kecil,
tampak sebuah senyuman dari bibirnya.
"Kiranya Djie wie (dua tuan) marilah sama sama kita
nikmati pemandangan yang indah ini bersama sama.
Pengayuh kami jatuh tanpa sengaja sehingga perahu ini
terkatung katung dan berjalan tanpa pengemudi.Kini kalian
datang sungguh kebetulan sekali. Perahu ini agak besar,
bawalah pengayuh itu sama sama kita seperahu,
bagaimana?"
115 Pek Hoo setuju saja, perahu mereka di kayuh perlahan
lahan menghampiri.
Kira kira tinggal beberapa meter pula, Hek Hoo meloncat
terlebih dahulu ke perahu Louw Eng.
Louw Eng mengulurkan tangan menyambut. "Hati hati
saudaraku!" Begitu tubuh Hek Hoo Vena kepegang Louw
Eng, itu detik juga tidak berkutik lagi, dan tidak dapat
bersuara lagi. "Rebahanlah istirahat!" Hek Hoo tidak dapat apa-apa mentah mentah dikerjakan orang.
Di sana Pek Hoo berdiri di perahunya, perlahan-lahan
pengayuhnya dilemparinya pada Lauw Eng, pengayuh ini
terbuat dari kayu biasa, Louw Eng menerimanya. Sebuah
gulungan putih perlahan lahan datang tak siapa lagi ialah
Pek Hoo loncat mendatang
"Indah sekali!" Suaranya belum habis pengayuh itu
sudah mendahului menyabet ke arah kaki dari Pek Hoo. Pek
Hoo terkejut, ditarik tubuhnya membuat salto di udara, dan
jatuh tepat di pinggir perahu, tangan yang baru berhasil
dan memegang kayu perahu itu, digeprak Louw Eng
sehingga hancur. Pek Hoo menjerit secara mengenaskan,
belum jeritannya habis, tubuhnya sudah masuk ke dalam
air. Di atas papan terlihat darah daging merah hancur
menggambarkan sepuluh jeriji tangan. Sungguh ngeri!
Louw Eng msrnbersihkan pengayuh itu pakai air danau.
Seperti tidak kejadian apa apa ia berkata : "Dalam dua
sudah beres satu, tinggal satu ini diapakan Hian tit?"
Ong Djie Hai bertanya : "Apa artinya ini?"
Louw Eng terkekeh tertawa ; "Kau sungguh terlalu muda!
Bukankah mereka sudah mencuri dengar akan rahasia
jiwaku bukan" Kalau dibiarkan mereka hidup, pasti aku tak
dapat hidup. Aku tak dapat hidup tak menjadi soal. Yang
penting yakni rencana untuk menggulingkan pemerintah
Tjeng menjadi berantakan dan hancur! Mereka adalah
pengikut pemerintah Tjeng yang sangat setia Sedari dulu
sudah niat kubereskan mereka. Nah. Djie Hai kau bereskan
satunya lagi itu!" Tangannya di ulur untuk menjambak Hek
116 Hoo, niatnya Hek Hoo akan dilempar ke depan Djie Hei.
Begitu tangannya memegang baju Hek Hoo secara
dibetotnya, dalam sekejap inilah lengan kanan dari Hek Hoo
secara tiba tiba menuju iga Louw Eng, dilengannya
memegang sebilah pisau yang mengkilap, pedang pendek
ini entah kapan berada ditangannva. Kali ini semua di luar
perkiraan Louw Eng, untuk berkelit sudah tak mungkin.
Tapi Louw Eng adalah orang Kang Ouw kelas satu, sudah
biasa menghadapi segala bahaya yang hebat hebat. Waktu
itu juga lengan kanannya yang memegang baju Pek Hoo.
mengeluarkan tenaga, secara tiba-tiba Ke depan, seperti
angin besar meniup rumput, Pek Hoo kena didorong
mundur sebanyak dua langkah, la sendiri buru buru
mengkeratkan dadanya ke dalam. Tak ubahnya seperti
tubuh udang. Dengan cara inilah ia berhasil menghindarkan
dari serangan Pek Hoo itu. Tapi tak urung baju luarnya kena
tergores pecah- Sehingga bulu dadanya yang lebat tampak
ke luar, "Hai rase! Sungguh licin kamu yah?" bentak Louw Eng
dengan gusar. Semua orang mengenal kelicikan dan kelicinan Mao San
Djie Hoo ini. Karena inilah mereka terkenal di kalangan
Kang Ouw. Bukankah barusan Hek Hoo sudah kena ditotok
Louw Eng sehingga tak berkutik.
Tapi kenapa dengan secara tiba-tiba ia dapat bangun
menghadapi lawan " Ini semua adalah kelicinannya. Waktu
Loaw Eng mengulur tangan menyambutnya, ia merasakan
jalan darah di ketiaknya menjadi kaku, sadarlah ia urusan
tak beres, buru-buru badannya dimengkeratkan, sehingga
jalan darah agak tergeser. Terkecuali itu otot dan daging di
tubuhnya dikakukan, pura-pura jatuh berlaga sudah jengkar
kena ditotok. Louw Eng mengetahui, bahwa Djie Hoo tidak
mempelajari ilmu dalam, kiranya dengan tenaganya yang
penuh itu sudah berhasil melumpuhkan Hek Hoo. Dari itu
dibiarkannya ia tanpa curiga, sebaliknya sepenuh perhatian
dihadapinya Pek Hoo.
Siapa kira totokan pada Hek Hoo itu tidak telak kenanya,
117 sehingga lengan kirinya masih dapat bergerak bebas,
menantikan Louw Eng tidak bersiaga, dibukanya jalan darah
itu sendiri. Waktu inilah ia melihat saudaranya menerima
nasib yang mengharukan di bawah tangan Louw Eng yang
ganas. Tak tertahan rasa kaget dan dendam menjadi satu,
tekadnya bulat untuk mengadu jiwa.
Tusukan belatinya tidak mengenai sasaran, buru-buru ia
mundur ke belakang berdiri di hulu perahu, kedua orang itu
berdiri bernadakan satu di hulu perahu satu di buritan
perahu. Saling menatap dengan rasa jemu dan benci. Ong
Djie Hai duduk di tengah-tengah perahu, pikirannya
terbenam dalam keraguan. Haruskah aku turun tangan"
Siapakah yang harus kubantu" Pikir hatinya.
Tak perlu menunggu lama, Louw Eng sudah menyerang
dengan ganas. Dilangkahinya kepala Ong Djie Hai dengan
jurus Hie Jauw Liong Bun' ( ikan mercelat ke pintu naga)
tubuhnya langsung menjurus ke hulu perahu. Tangannya
sekalian dikerjakan. Sebenarnya Hek Hoo sangat jeri pada
Louw Eng. tapi menghadapi antara mati dan hidup ini,
hatinya menjadi berani, tambahan ia bersenjata pisau
belati. Sedangkan Louw Eng tidak bersenjata sama sekali.
Waktu serangan Louw Eng tiba. tak ayal lagi diputar
lengannya menjaga dengan rapat. Tiba-tiba Louw Eng
menekuk kakinya seperti gendewa. lengan kirinya
mendorong lengan kanannya membuat sebuah lingkaran
besar sambil memapas, tiba tiba kaki kirinya terangkat naik
menendang Hek Hoo. Dalam sejurus ini mengandung tiga
serangan yang hebat dan berlainan arahnya.
Hek Hoo adalah seorang yang licin, ilmu pisaunya diubah
menjadi ilmu pukulan tangan sehingga dalam ilmu ini
tangannya seolah olah tambah panjang. Melihat ini Louw
Eng tak berani terlalu mendesak, sehingga pukulan dari
kedua tangannya ditarik setengah jalan. Tapi tendangan
kaki nya hampir bersarang di perut HeK Hoo. Jurus ini
berbahaya untuk Hek Hoo. tapi tangannya tidak tinggal
diam langsung menjurus menikam Louw Eng. Sayang Louw
Eng terlalu tangguh untuk Hek Hoo, hanya dengan
118 keliatannya yang seperti kilat, serangan Hek Hoo menjadi
kandas. Sedangkan kakinya tinggal menjungkirkan Hek Hoo
ke danau. Tiba tiba Ong Djie Hai berseru: "Tinggal belas kesian di
bawah kaki, segala hal dapat didamaikan!" Mendengar ini
Lou Eng menarik serangannya secepat kilat. Hek Hoo
tubuhnya bergoyang goyang tapi tidak sampai jatuh
kecebur. Adapun maksud Dje Hai berbuat demikian ialah untuk
memadu kedua orang ini, guna mengetahui pembicaraan
Louw Eng itu dapat dipercaya atau tidak.
Sesudah menarik serangannya Louw Eng kembali
berpikir. Aku seperti tengah naik harimau, baik aku
bereskan Si Rase Hitam ini. Tangannya cepat seperti angin
menyerang Hek Hoo kembali dengan ilmu Leng Miau Pou Su
(Kucing sakti menerkam tikus) tangannya terbentang
tubuhnya menjorok ke muka, dengan ganas ia menerkam
Pek Hoo. Saat ini Pek Hoo Sudah mempunyai persiapan
Mengandaikan kegesitan tubuhnya berkali kali ia berputar,
cara ini bukan saja dapat memunahkan serangan lawan,
bahkan tubuhnya dapat lolos ketengah perahu. Hek Hoo
jongkok di lantai perahu, pisaunya ditancapkan di papan
perahu. "Hai Louw Eng, terlalu kau! Bila tanganmu bergerak pula,
kita harus menghadap malaikat maut bersama sama!" Louw
Eng dan Djie Hai mengerti maksud Hek Hoo ialah ingin
membocorkan perahu, dengan cara ini ketiga orang akan
mati konyol, karena ketiganya tak dapat berenang.
Walaupun berteriak belum' tentu suara ini terdengar orang,
lambat laun toh akhirnya mati juga.
Louw Eng kaget juga mendengar gerakan ini, tapi
wajahnya tenang saja. Sedangkan hatinya Tengah mencari
daya. Menggunakan ketika ini Hek Hoo bicara pula dengan
langgam suara bernada sedih: "Louw Toako, sebenarnya
kami salah apa" berilah petunjuk padaku. Aku bukan
bangsa takut mati, tapi sebelum mati aku harus mengetahui
aku salah apa. sehingga andai kata jadi setan tidak menjadi
119 setan penasaran. Lagi pula kami telah mengikuti Toako
sudah lama enam belas tabun lamanya, sedikit banyak kami
sudah membuat sesuatu untukmu. Kini andai kata kami
salah, seharusnya wajib kau beri maaf. Kebencian Ong Shie
heng ada di sini dan mengerti dan melihat kejadian dari
mula-mula sampai sekarang. Kapan hari boleh diceritakan
di dunia Kang Ouw. siapa salah siapa benar. Louw Toako
katakanlah di mana letak kesalahan kami, Kini kakakku Pek
Hoo sudah meninggal, kematian diriku hanya menunggu
kata-katamu." sambil berkata-kata tangannya tidak
bergeser dari papan perahu. Asal saja Louw Eng bergerak,
pasti perahu itu dibocorinya.
Katanya ini sungguh lemah tapi bersifat keras. Ong Djie
Hai pun terbawa bawa.
Kata katanya itu memperingati Louw Eng. Djie Hai
adalah saksi dari peristiwa ini. Juga memperingat Djie Hai
bahwa Louw Eng tidak bisa berbuat baik terhadapnya.
Misalkan sampai terjadi pula pertarungan ia mengharap
bantuan dari Djie Hai. Memang dalam hal menghitung
sesuatu Hek Hoo mempunyai kepandaian tersendiri. Hal ini
mau tidak mau harus diakui.
Tapi Louw Eng pun tak mudah kena dimainkan. Dalam
sekejap mata ia sudah mengambil ketetapan.
"Hek Hoo! Apa maksudmu bersembunyi di sana guna
mencuri dengan pembicaraan kami?"
"Bintang tujuh menjadi saksi, asal aku Hek Hoo mencuri
dengar setengah patah dari kata katamu aku ridlah...."
Louw Eng membentak memutuskan perkataan orang.
"Kau belum mendengar, dengarlah sekali lagi. Aku Louw
Eng bekerja di pemerintah Tjeng tapi hatiku tetap bekerja
untuk bangsa Han. Kini waktunya aku mengambil jiwa
anjingmu. Hai anjing Tjeng terimalah kebinasaanmu!"
Hek Hoo mengawasi Louw Eng dengan mata harus
dikasihani. Ia melihat Louw Eng tertawa. Ia tahu asal Siau
Bu Siang (Si jarang ketawa) tertawa, tidak harapan untuk
120 hidup pula. Kini menantikan asal Louw Eng bergerak,
perahu itupasti menjadi bocor. Dengan ini pasti ketiga
orang itu akan mati bersama dalam seperahu.
Sebaliknya Louw Eng tak menghiraukan segala
gertakannya. Kakinya perlahan lahan menindak selangkah"
dua langkah, hampir dekat sudah.
"Louw Toako!" teriak Hek Hoo putus asa. Louw Ejg tidak menjawab, langkah ketiga sudah menyusul.
Dalam keadaan mati hidup sekejap mata ini, Hek Hoo
memutar otaknya seratus kali lebih cepat dari biasa. Ia
heran kenapa Louw Eng dalam waktu singkat memusuhinya
dan memaui jiwanya. Keadaan terlalu mendesak pikiran
untuk melolosi sama sekali tidak dipikir. Ia ingin mendapat
sesuatu dari Djie Hai. Tapi ia tak mengetahui hubungan apa
sebenarnya antara Louw Eng dan Djie Hai. Waktu berlalu
lagi, Louw Eng kembali melangkah setindak.
Sekali lagi Hek Hoo berteriak: 'Louw Toako!"
Louw Eng kembali melangkah pula sambil tersenyum.
Hek Hoo menjadi gemas, biarlah mati bersama sama
pikirnya. Tangannya bergerak secepat kilat, perahu
berlubang kecil, tangannya bergerak pula. Pada detik inilah
Louw Eng terbang menyergapnya seperti gunung rubuh.
Sebuah lengannya menghajar kepala Hek Hoo, sebuah lagi
memegang lengan Hek Hoo, dengan sekuat tenaga ditekan.
Hanya terdengar jeritan yang menyayatkan telinga keluar
dari mulut Hek Hoo Suara ini sampai habis sudah berhenti.


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Waktu dilihat lagi Hek Hoo sudah tak bernyawa. Pada wajah
nya membayang sesuatu yang tersimpul di dalam hatinya.
Kiranya waktu akan mati Hek Hoo baru dapat mengetahui,
bahwa Louw Eng mengorbankan jiwa mereka semata mata
untuk mendapat kepercayaan Djie Hai. Sayang belum dapat
ia memancahkan tabir ini, napasnya sudah mendahului
pergi ke alam baQa. Kematiannya sungguh menyedihkan.
Kiranya sebuah lengannya sudah melesak masuk ke lubang
kecil buatannya sendiri. Sehingga lubang itu bagai disumpal
dan tak bocor lagi. Kasian nasib Hek Hoo, belasan tahun
menjadi kaki tangan Lou Eng secara setia akhirnya
121 mendapatkan nasib yang demikian di tangan Louw Eng.
Ong Djie Hai melihat peristiwa ini dengan heran. Tapi
beberapa waktu kemudian ia sudah dapat meraba raba
delapan bagian kemana tujuan Louw Eng Adapun tabiat dari
Ong Djie Hai sangat benci terhadap kekejaman. Kira Louw
Eng dengan mengorbankan dua orang kepercayannya sudah
dapat kepercayaan dari Ong Djie Hai. Sesudah itu ia niat
dari Djie Hai mendapat keterangan di mana mengerannya
kaum pendekar tencinta negara Dengan ini ia ingin
sekaligus membasmi kaum patriot itu. Tapi siapa kira
pendapatnya itu salah sama sekali. Karena dengan
kekejaman yang dipertunjukkan kepada Djie Hai, membuat
Djie Hai melawan di dalam hati dan benci kepadanya. Pikir
Djie Hai kelakuan demikian bukan kelakuan kaum patriot.
"Louw Siok-siok, kalau cita citamu berhasil seperti yang
kau sebut tadi, rakyat dan pendekar dari seluruh negeri
akan memuliakan kau bukan alang kepalang."
"Ha ha ha!" Lauw Eng tertawa besar, hatinya bungah
betul. "Tapi aku mempunyai dua pertanyaan yang tidak
dapat kujawab dapatlah kau tolong menjawabnya?"
sambung Djie Hai.
"Katakanlah lekas!"
Dengan hati hati Dj'e Hai berkata: "Tjiu Tjian Kin secara
diam diam berhubungan dengan Wan Tie No penghianat itu.
Kalau demikian Tjiu Piau adalah penghianat. Tidak tahu
kami dua saudara harus bagaimana memperlakukan dia?"
Mendengar ini Louw Eng merasa kaget juga. tak kira
bocah ini dapat memikir sampai ke situ. Sambil mengelah
napas ia berkata: "Yang lalu biarlah ia berlalu. Jelek baik Tjiu Tjian Kin adalah saudara angkatku dari banyak tahun
Tjiu Piau masih muda, urusan yang lalu tak ada sangkut
pautnya dengan dia. Kini asal dia berlaku benar aku sudah
cukup merasa puas. Demikian juga dengan kalian jangan
disebabkan urusan yang lalu sehingga mengasingkan atau
dendam kepadanya." Kata-kata ini memang cukup
beralasan. 122 Ong Djie Hai menganggukkan kepalanya sambil berkata:
"Sebenarnya harus demikian, tapi mengenai urusan yang
lalu harus kubicarakan dengan dia secara hati terbuka.
Apakah dendam atau budi Mau diteruskan atau diputuskan.
Supaya persoalannya menjadi beres dan tidak menjadi
ganjalan selamanya. Dengan kata-kata ini Djie Hai
bermaksud menyampingkan urusan di depan matanya dan
ingin mencari ketika untuk berkumpul dengan Tjiu Piau dan
adiknya,guna membicarakan sesuatu dengan teliti."
Kata kata Djie Hai cocok dengan permintaan Louw Eng.
Memang ia bermaksud merenggangkan kedua keluarga ini.
"Kau bicara benar. Aku pasti membantumu dari
samping." "Adapun hal yang kedua, ialah mengenai danau ini. Kau
tahu sendiri kami bermalam di Ban Liu Tjung, kenapa begitu
mendusin berada di sini" Pulau ini sebenarnya tempat apa"
Pengemudi pengemudi itu manusia dari golongan mana"
Orang yang kau perkenalkan Kepada kami waktu dahar itu,
yakni yang bernama Ong Sui Sen itu, sebenarnya manusia
macam apa"
Dapatkah mereka itu dipercaya" Orang-orang yang
mengiringi kau itu, apakah diam-diam memusuhi
pemerintah Tjeng juga" Atau sebangsa dengan Mau San
Djie Hoo" Mengenai ini aku yang menjadi tamu. seharusnya
tidak boleh banyak bertanya, tapi kalau tidak demikian
urusan tidak ada beresnya. Atas ini harap kau tidak
menyalahkan kepadaku. Sukalah menjawab pertanyaanku
bila rasanya harus dijawab."
Pertanyaan Djie Hai yang mengandung kecurigaan ini.
Siang siang sudah dalam dugaan Louw Eng.
Perahu perlahan lahan dikayuh menuju perahu yang
bekas dinaiki Mau San Djie Hoo.
"Mari kita berganti perahu dulu." Sesudah dua orang
berganti perahu, Louw Eng dengan satu kali pukulan
menghancurkan perahu yang bekas dinaikinya. Perahu itu
dikaramkan sekalian dengan mayat Hek Hoo. Sesudah
123 berbuat ini Louw Eng berdiam diri beberapa lama, kemudian
baru berkata: "Djie Hai aku tahu pasti kau akan
menanyakan hal ini. yah, pasti kau bertanya. Sebenarnya
aku ingin mencari tempat yang sepi guna melanjutkan
pembicaraanku Ada pun mengenai kau berada di sini,
disebabkan waktu kau dalam keadaan mabuk, Ban Liu
Tjung diamuk api. Kami tergesa gesa meninggalkan
kampung, pikir pikir tempat ini baik untuk didiami, dari itu
kami ke kini berikut kalian." Adapun pengikut pengikut aku
itu, terkecuali dari Mau San Djie Hoo yang lain semua dapat
dipercaya. Misalkan ada sesuatu urusan yang menyukarkan
kalian dapat kau katakan kepadaku atau kepada mereka.
Tapi dengan penghuni Bu Beng To ini sebaiknya jangan
terlalu banyak bicara. Adapun Ong Sui Sen ini ialah anaknya
Hu Lui Ong Hie Ong (raja sungai buaya,) Ong Hie Ong
adalah kawan karibku, ini tak perlu kusembunyikan. Tapi
mengenai Ong Sui Sen ini ia masih muda dan belum dapat
di percaya betul. Dari itu di depannya jangan suka
membicarakan sesuatu yang penting."
Ong Djie Hai mendengar Ong Sui Sen adalah putera dari
Ong Hee Ong hatinya menjadi kaget.
"Oo, kiranya adalah Ong Sui Sen yang pernah
menggemparkan Thai Ouw sepulug tahun yang lalu."
'Benar benar. Memang dialah orangnya. Kini ia tinggal di
sini dengan tiga orang kepercayaannya. Yakni tiga saudara
Lu Yang bernama Lu Tie, Lu Kang dan Lu Hoo."
Harus diketahui, walaupun Djie Hai masih muda tapi
pendengarannya banyak sekali. Hal ikhwal dan peristiwa
Kang Ouw banyak diketahuinya. Demikian juga Ong Hie
Ong Si Raja sungai sudah lama ia tahu. Bahkan ia tahu pula
bahwa Ong Hie Ong adalah Ok Pa yana sangat kejam dan
bengis sekali. Ong Siu Sen adalah putera raja sungai,
dengan sendirinya semenjak kecil sudah pandai bermain di
air. Sehingga dalam kepandaian ini sukar mencari
lawannya. Semasa ia berusia delapan belas tahun.
Berkenalan dengan pendekar wanita yang sangat cantik.
Belakangan pendekar ini dimaui jago istana yang bernama
124 Gui To Tjeng. Bahkan dengan cara paksa pendekar itu di
tangkap dengan kekerasan, semata - mata untuk dijadikan
gundiknya. Hal ini dapat diketahui Ong Sui Sen tak ayal lagi
begitu Gui To Tjeng dan orang tawanannya lewat di Thai
Ouw dihantamnya! Sedangkan Gui To Tjeng adalah kawan
baik dari ayahnya.
Sesudah ayahnya turun tangan baru ia mengalah. Tapi
pendekar wanita itu putus asa dan menerjunkan diri ke
dalam telaga dan binasa. Sesudah terjadi peristiwa itu, Ong
Sui Sen hatinya menjadi tawar dalam penghidupan diam
diam ia meninggalkan Thai Ouw, sehingga namanya tak
terdengar lagi dalam dunia Kang Ouw. Siapa tahu ia berada
di sini. Dari itu begitu Djie Hai mengetahui bahwa orang itu
ada Ong Sui Sen hatinya sudah tergerak. Diam - diam ingin
ia berkenalan dengan Ong Sui Sen ini.
Louw Eng melihat Djie Hai mulai percaya kepadanya,
hatinya menjadi gilang. Ia menantikan waktu untuk
menanyakan kediaman ibu Djie Hai. Sebab antara tiga
janda dari mendiang saudara angkatnya. Isterinya Ong Tie
Gwanlah yang paling dimalui Louw Eng. Sebab ia itu
pengetahuannya tentang dunia Kang Ouw sangat luas. Asal
saja ia dapat membereskan janda itu, hatinya baru merasa
lega dan lapang.
Tiba - tiba dari pulau terdengar suara isyarat, tidak tahu
telah terjadi apa di sana.Buru buru dikayuhnya perahu itu
dengan cepat menuju pulau. Tak lama kemudian dari depan
mendatang sebuah perahu dengan pesat menuju ke arah
mereka. Orang yang mengemudikan ialah Lu Tie. Begitu ia
melihat Louw Eug segera berkata sambil tertawa: "Tuan
mudaku menghendaki Tuan datang ke pulau."
"Apa apakah yang terjadi?" tanya Louw Eng.
"Sebenarnya bukan apa apa, hanya adikku yang nakal itu
meminum arak sehingga mabuk dan melihat orang untuk
bertanding. Harap Tuan membereskan hal ini." 'Tamu mana
yang diajak tarung?"
"Yakni Thay su yang gemuk itu."
125 Louw Eng dengan tergesa gesa mendaratkan perahunya.
Belum sampai begitu melihat Tong Leng Hwe.sio sudah
merah mukanya, agaknya lebih mabuk dari pada Lu Hoo
Kedua orang itu tengah duduK berhadapan di dekat pantai,
sambil minum tak henti-hentinya tertawa, sama sekali tidak
menunjukkan tengah mengadu kekuatan atau bertarung.
Yang lain menonton di pinggir. Tjiu Piau dan Gwat Hee pun
terdapat di situ Gwat Hee begitu melihat kakaknya kembali
tarpa kurang suatu apa, dengan sendirirya merasa girang.
Sesudah diawasi Djie Hai baru tahu kedua orang ini
tengah bertanding ilmu Tjee Tee Sen Ken (duduk berakar)
salah satu ilmu dalam yang hebat. Kalau orang yang biasa
saja pasti tak mengenal ilmu yang lihay ini. Dengan duduk
berdiam, perlahan lahan dikerahkan tenaga, tempat yang
diduduki perlahan lahan menjadi legok. Kalau yang ilmunya
sudah tinggi, dengan cara berduduk selama dua belas jam,
seluruh tubuhnya bisa ambles ke dalam tanah. Ong Djie Hai
pernah mendengar adanya ilmu ini, tapi untuk menyaksikan
baru pertama kali ini saja.
Inilah yang disebut pucuk dicinta, ulam tiba. Atau awak
rindu kekasih datang, pikir Djie Hai. Dengan ini ia dapat
melihat pertunjukan yang jarang terdapat. Terkecuali itu
kesempatan pula untuk mengamat amati keadaan orang
orang guna melarikan diri.
Tong Leng tubuhnya sudah melesak sebanyak satu dim
Tjawannya diisi penuh penuh sambil diciumnya tak henti
hentinya mengucapkan harum. Arak itu bergelukgukan
melalui tenggorokannya langsung keperut. Tabuhnya
dimelari, semangatnya dikumpuli, tubuh itu tanpa dirasa
sudah melesak lagi beberapa cm. Riuh rendah tampak sorak
para penonton! Tong Leng bukan main bangganya berulang
kali cawannya diisi dan dikeringkan lagi!
Sebaliknya Lu Hoo dengan tenang duduk bersila.
Tubuhnya seperti merapung di atas pasir, sedikit juga tak
ada tanda tanda melesek! Melihat dari cara duduknya saja
sudah dapat dipastikan, bahwa ia itu bukan dari ahli tenaga
dalam. Budak ini cengar-cengir, sekali kali tak
126 menghiraukan orang. Sambil mengunyah sepotong daging
ikan, ia pun turut berkata: "Bagus! Kepandaian saudara
sungguh bagus!"
"Kalau begitu kau sudah mengaku kalah!"
"Masih terlalu pagi untuk mengatakan itu! Buktikan saja
siapa yang akan minum air danau itu!" Kiranya dua orang
ini bertaruh. Siapa yang menang minum arak, yang kalah
minum air danau. Yang menang minum seteguk arak, yang
kelih harus minum secawan air danau.
Louw Eng sadar, mereka berbuat demikian sebab
dipengaruhi air kata-kata. Terhadap Lu Hoo ia merasa tidak
puas. Pikirnya kenapa budak itu tak mengenal adat. Masa
tamu diajak bertanding! Tapi. lapun ingin menyaksikan ilmu
memberatkan tubuh dari Tong Leng. Tanpa kata-kata lapun
berdiri di samping turut menyaksikan. Tong Leng sudah
enam puluh persen mabuk. Sambil tertawa kaya orarg gila
ia berteriak teriak: "Budak ini rupanya sudah mabuk.
Kenapa tidak lekas menyerah, agar kuringankan agar kau
tidak terlalu banyak meneguk air danau. Bilamana tidak aku
minum sampai pagi hari, dan kau minum air danau itu
sampai kering!" Habis berkata ia tertawa lagi sambil
mengusap usap lengannya yang besar. Tangannya itu
sekalian ditepakkan ketanah, sehingga di tanah tercetak
lengannya sedalam beberapa dim. Tanda cetakan itu
demikian rata, sampai sebutir pasir pun tidak ada yang
melorok jatuh !
Ong Djie Hai diam diam merasa kagum, ia tahu inilah
ilmu dalam yang sejati. Sadarlah ia bahwa Tong Leng
adalah musuh yang tangguh.
Lu Hoo masih saja acuh tak acuh, dengan gila gilaan ia
berkata: "Hai, Hweesio gemuk. Kau Tahukah bagaimana
rasanya air danau ini" Kuberi tahu tidak manis, tidak asin,
tidak masam dan tidak sepat. Kami tiga saudara siang
malam membuang air kecil di situ coba terka bagaimana
rasanya air itu?" Habis berkata, tangannya mencomot ikan
besar, gres- gres dengan cepat ikan itu tinggal tulangnya.
127 "Hai Hweesio gemuk, kita bertaruh lagi. Siapa yang kalah
harus makan tulang ikan!' Tangannya bergerak, tulang ikan
dilempar pada Tong Leng.
Tong Leng menyambuti tulang ikan itu dengan gusar.
"Ya, kau yang makan tulang ini!" sambil melemparkan
kembali tulang itu, dengan tenaga keras.
"Celaka banget!" teriak Lu Hoo. Kepalanya ditundukkan.
tubuhnya menekan tanah. Tanah itu bersua, air ke luar dari
dalamnya. Tubuhnya menyusul ambles sedalam dua dim!
Louw Eng dan lain-lain tak terkira kagetnya, tak terasa lagi
pada datang mendekat. Ilmu semacam itu benar-benar
sudah sampai di batas maunya, didunia ini tak mungkin ada
lawannya lagi! Louw Eng diam diam merasa terkejut,. Di merami
matanya, seluruh kekuatannya di Pusatkan. Tubuhnya


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diberatkan seperti ribuan kati palu besi. Sesudah ngeden
ngeden mati matian tubuhnya melesak lagi sedikit.
Kepandaian memberatkan tubuh adalah kebiasaan Tong
Leng yang dibuat bangga,, Tapi dengan ngeden ngeden
ngepiah begitu memakan tenaga terlebih banyak. Kira kira
tubuhnya melesak sedalam satu setengah dim napasnya
engos engosan. Keringatnya sebesar besar kelereng
membasahi keningnya. Mabuknyapun kurang beberapa
bagian! Buru buru ia mengatur tenaganya, urat uratnya
dilemaskan, ia menarik napas Senen Kemis. Matanya
terbuka, melihat Lu Hoo. Kagetnya seperti dicekek setan!
Kiranya tubuh Lu Hoo sudah terbenam dua pertiganya.
Tinggal dada dan kepalanya saja yang kelihatan. Louw Eng
dan para tamu lainnya, matanya terbuka lebar lebar,
mulutnya nganga melongo.Hanya Lu Shi neng-tee dan Ong
Sui Sen diam diam tenang seperti tak kejadian apa apa!
Adapun ilmu memberatkan tubuh ini memusatkan
seluruh tenaga, dan dapat mengerahkan tenaga ini ke mana
yang dikehendaki. Kelihatannya tubuh tidak bergeming
sedikit juga, tapi di dalam tubuh pergerakan ini demikian
hebat. Kalau bisa mempelajari ilmu ini dengan baik. Cukup
dengan satu jeriji menyerang lawan, sebab tenaga seluruh
128 tubuh dapat disaluri dengan jeriji itu, lihatnya bukan
buatan! itu waktu di Ban Liu Tjunsr, kedua lengan Tong
Leng sudah dililit Tjen Tjen dengan ilmu ularnya yang aneh,
tapi dengan perlahan saja tenaganya dikerahkan Tjen Tjen
segera terlempar pergi. Tong Leng mengira ilmunya ini
paling hebat di kolong langit, tapi siapa tahu menghadapi
jago jago kelas berat, hatinya agak gentar sedikit.
Mendadak ia berdiri sambil berkata: "Sudah sudah kita tidak perlu bertanding lagi."
Pengemudi yang tertua Lu Tiepun maju dua langkah,
ditarik adiknya dari benaman tanah sambil dimaki:
"Membuat onar saja! Lekas kau minta maaf kepada Lau
Tjian pwee ini!"
Semua orang melihat bekas tubuhnya Lu Hoo yang
sudah merupakan liang besar. Demikianlah rata dan rapi
seperti sudah dibuatnya terlebih dahulu. Melihat ini Louw
Eng merasa tak senang, ia merasa Lu Sai Heng-tee ini
terlalu kurang ajar! Masa tamu dipermaini demikian
macam! Pada hari hari biasa. Lu Hoo membuat liang-liang di
tanah. Inilah caranya dia untuk menangkap ikan dan udang.
Setiap air pasang liang-liang itu terendam air. begitu air
surut banyak ikan dan udang tertinggal di dalamnya.
Sungguh baik bukan cara ia menangkap ikan itu" Siapa kira
sesudah meminum arak. Tong Leng mengajaknya
bertanding ilmu memberatkan badan. Sebenarnya tentang
ilmu ini mendengarpun ia belum pernah! Tapi sesudah
dijelaskan begini begitu, ia teringat pada liang liang
penangkap ikan. Buru buru ia ke luar, diuruknya liang-liang
itu. Satu ditinggalkan dan ditutupi dengan sebilah papan
dan ditutup kembali dengan pasir sehingga tidak ketahuan.
Kemudian ia kembali ke dalam dan mengajak Tong Leng
bertanding di situ. Papan yang didudukinya harya sekali
tekan lantas pecah, tubuhnya lantas masuk ke dalam.
Adapun tabiat Lu Hoo sangat gemar bergurau dan main
main. Tambahan ia terlalu dimanjakan saudara saudaranya
dan Ong Sui Sen, sehingga tabiatnya keras dan tak
129 mengenal takut "Maaf apa" Dia sudah menyerah! Lihat saja berapa besar
perutnya dapat dimasuki air danau ini!" Habis berkata ia
menuang arak. Pada waktu inilah sebuah bayangan hitam
datang menubruk desiran angin demikian besar dan
bertenaga sekali, sebuah kepalan lurus menuju ke dadanya.
Lu Hoo melengkungkan tubuhnya seperti gendewa
berbareng kakinya terangkat naik menghajar selangkangan
orang. Tak kira main main ini mengakibatkan mengadu
jiwa!!!!?"
Kiranya Tong Leng dari malu menjadi gusar, tambahan
masih dalam keadaan mabuk arak. Pikiran buteknya ingin
segera mengambil jiwa Lu Hoo. Lu Hoo dikurniakan alam
bertenaga gajah. Dari itu ia senang mempelajari Gwa kang
(ilmu luar) Kakaknya sering menasehatkan untik belajar
Nui-Kang (ilmu dalam) tapi ia tak mempunyai kesabaran
untuk mempelajari ilmu itu.
Walaupun ia kena didahului Tong Leng, tapi reaksinya
sangat cepat dan tepat. Dengan jurusannya itu berbalik
menguntungkan dia. Ia membentak dengan gusar: "Hai
Hweesio kau jangan ingkar pada janji! Tukang jeblug (
hutang tak membayar)." Kaki kirinya melangkah miring,
lengan kirinya membabat miring, lengan kanannya
menggoco ke bawah, dimajukan kaki kirinya sambil
menendangkan kaki kanannya. Satu jurus dilengkapi tiga
macam serangan beruntun. Dengan tekad menaruhkan jiwa
dengan Tong Leng Hwee sio.
Jilid 5 Tong Leng menyambut semua serangan, hatinya agak
terkejut. Ia tak mengira budak ini bertenaga besar,
serangannya pun demikian ganas. Sedikit saja tak waspada
pasti jiwanya melayang. Untung iapun jago dari kelas
wahid. Sesudah bergerak seru, Tong Leng mengetahui
bahwa budak ini tak bisa ilmu dalam. Sengaja memberikan
lowongan di selangkangan. Lu Hoo dengan sepenuh tenaga
130 menendang sebagai pilar runtuh!
Dengan tenang Tong Leng membawahkan perutnya. Lu
Hoo merasakan sebagai menendang kapas yang lunak. Tak
sempat untuknya menarik serangan itu. Ia hanya
merasakan tenaga balikan yang maha besar menghantam
dirinya. Tak ampun lagi, tubuh nya ambrug dan jungkir ke
belakang sejauh dua tumbak.
Lu Kang melihat dua orang ini benar-benar bertarung
dengan sungguh-sungguh, baru maju melerai. "Hai budak !
Bukan lekas lekas minta maaf!" Iapun berpaling pada
Tong Leng sambil berkata : "Harap Thai-su 'tenang.
Budak ini tidak mengerti urusan, tambahan sudah
mabuk. Sukalah Thai su memberi maaf sebelum itu yang
rendah menghaturkan maaf dulu umuKnya . . . Kata kata
itu belum habis, Lu Hoo sudah maju pula dengan
pengayuh besi di tangan; "Pei! Apa maaf, keledai botak ini
harus minta maaf dulu kepadaku. 'Lekas kau tenggak air
danau itu sebanyak dua puluh cawan!" Tangannya
memutarkan pengayuh. Ber . . . ber diserangnya Tong
Leng. Tong Leng sudah siap sedia. Dua orang itu kembali
bertarung dengan sengitnya. Satu berilmu dalam yang lihai.
Seorang lagi bertenaga alam besar tambah pengayuh besi
Dalam sekejap saja sudah memasuki jurusan jurusan
berbahaya. Louw Eng menonton dari pinggiran, ia tahu budak ini
bukan tandingan Tong Leng Hweesio. Andai kata tidak
mabuk siang siang Tong Leng sudah membuat Lu Hoo minta
minta ampun. Sengaja ia tidak merintangi, menunggu kalau
Tong Leng meng hajarnya babak belur baru turun tangan
memisah. Pemuda kurus ini, wajahnya tetap seperti biasa
dan sukar diraba jiwanya. Ia mengawasi perkelahian ini
dengan mata tajam.
Lu Hoo menabas dengan pengayuhnya dari atas ke
bawah. Tong Leng berkelit memiringkan tubuhnya. Lu Hoo
mengayuhkan pendayungnya seperti mengayuh perahu.
Pengkayuh itu dari belakang mendadak ke depan dan
menghantam bahu kanan Tong Leng. Tong Leng
131 memindahkan seluruh kekuatannya ke situ tanpa ber
geming dinantikan serangan itu. Pundaknya kelihaian
sebentar mengkeret sebentar berdiri. Plang!! tepat
penggayuh itu bersarang di tujuan, akan tetapi begitu kena
penggayuh itu mental ke udara sejauh lima enam tumbak.
Lu Hoo gugur besinya tak ampun lagi ia kena digempur
mundur. Tubuhnya sungsang sungsep sejauh dua tumbak.
Sebelum ia capat memperbaiki diri. Tong Leng sudah
mendahului lagi. Lengan kanannya diangkat Lu Hoo mati
kutu, tinggal menunggu ke hancuran badannya saja. Pada
saat inilah terdengar teriakan: "Awas Thai su. hati-hati lah!"
Serangan mendatang dari belakang Tong Leng mengegos
sekilat mungkin. Di lihainya penggayuh tadi jatuh dari atas
ke bawah entah siapa yang menyampoknya ke situ Lu Kang
perlanan lahan menghampiri sambil memberi hormat pada
Tong Leng. Raut muka persegi dari Lu Kang serupa benar dengan Lu
Tie. Orang ini tabiatnya ber laiuan sekali dengan adiknya Lu
Hoo. Sedikit bicara tapi berisi. Dengan serius ia
menghaturkan hormatnya pada Tong Leng: "Thaisu demi
Bhudda yang maha pengasih, ampunilah kesalahan dari
adikku. Ia masih muda tak kenal peradatan, atas ini kami
tiga saudara menghaturkan maaf pada Thai su lahir batin."
Suara itu masih mendengung di telinga, Torg Leng sudah
membentak lagi dengan beringas: "Hei! aku tak butuh
maafmu!" Tangannya maju ke depan mendorong Lu Kang.
Aneh bin ajaib Lu Kang masih tetap berdiri tidak
bergeming. Tong Leng bukan main kagetnya, kiranya kepandaian Lu
Kang paling juga sekelas dengan adiknya. Siapa kira
kepandaiannya melebihi adiknya sepuluh tingkat. Tong Leng
mendilak-dilak, mata mabuknya menyapu muka Lu Kang:
"Terimalah sekali lagi doronganku!" Lu Kang tidak
bermaksud mengadu urat dengan Tong Leng. Tapi orang
mengerti iimu silat begitu terserang dengan sendiri
mempunyai gaya penolak yang otomatis. Tanpa disadari Lu
Kang sudah menunjukkan kepandaiannya. Tong Leng
berwatak ingin menang sendiri. Tak keruan keruan orang
132 diajak tarung. Lu Kang menyesal di dalam hatinya. "Yang
rendah mana dapat melawan Thai-su." Saat ini tenaga air
kata-kata sudah mempengaruhi Tong Leng benar-berar.
"Lekas pasang besimu!" Lu Kang tergerak hatinya, segera ia menjawab: "Silahkan Thai su , yang rendah menantikan
petunjuk yang berharga." Tong Leng seperti babi buta. tidak ba tidak bu mendorong orang dengan ganas. Begitu
lengannya tiba. Lu Kang sempoyongan jatuh sejauh tiga
tumbak. Ia merayap bangun dengan malu." Terima kasih
atas kebaikan Thai-su."
Siapa kira hal ini membangkitkan amarah Tong Leng
menjadi jadi. "Budak gila kenapa kau mengalah! Aku tidak
inginKan itu, asal. kau mengalah lagi sama dengan
menjadikan aku tontonan orang. Mari, sekali lagi. Kalau
tidak kau mengeluarkan ilmumu benar benar, jangan
menyesal kedua kakimu akan kupatahkan!"
Lu Kang secara terpaksa menjawab: "Thai-su
doronganmu itu tidak memakai bertenaga, sehingga aku
dapat menahannya. Kalau kau sungguh - sungguh
mendorongku aku pasti dapat celaka- - -" Tong Leng
memotong perkataan orang dengan sengit: "Ya kalau begitu
baiklah tapi kau harus melayani aku menuang arak untuk
menebus dosa." Lu Kang menerima saja tawaran itu,
dituangnya arak dan diberikan pada Tong Leng. Di luar
perkiraan Tong Leng kembali mendorongnya secara
mendadak. Lu Kang biasa bersifat ksatriya tak terpikir Tong
Leng mau menipunya. Pukulan itu hanya tinggal satu dim
lagi dari tubuhnya. Lu Kang walaupun sabar ia toh berdarah
muda hatinya dongkol juga aku harus mengeluarkan
kepandaianku juga. pikirnya. Tampaknya tidak bergerak.
Dorongan Tong Leng ini demikian bertenaga tapi hanya
dapat menggoyangkan tubuhnva sedikit, kuda kudanya
tidak bergeser barang setengah langkah. Sebaliknya Tong
Leng hampir dibuatnya tak dapat berdiri. Hal ini membuat si
Hweesio mengangakan mulutnya sambil mendelik melihat
dia. Dari pinggir, Louw Eng mengenali ilmu Lu Kang.
Dibisikmya Peng San Hek Lauw Bok Tiat Djin: ' Heran,
133 bocah ini dapat ber silat dengan ilmu Pang Kim Hong yang
lima puluh tahun dulu berhasil mengalahkan Peng-San Pai
dengan ilmu Im Yang Kangnya." Kiranya limapuluh tahun
berselang, Peng San Pai pernah dipecundangkan Pang Kim
Hong gadis berusia sembilanbelas tahun, sehingga seluruh
anggota Peng Sin Pai merasa malu. Louw Eng sengaja
"berkata demikian untuk memanasi Peng San Hek Pauw
agar ia sudi, mempertunjukkan ilmu kepandaiannya.
Walaunpun perhubungan Louw Eng dengan Bok Tiat Djin
sangat erat, tapi ia selalu beradat angkuh dan tinggi, selalu
tak mau tunduk di bawah orang Kalau menghadapi musuh
biasa tak pernah ia mau turun tangan sendiri. Hanya sekali
kalinya ia mempertunjukkan kepandaiannya, yakni waktu
menarik Ong Djie Hai ke dalam sungai. Kini mendengar
hasutan Louw Eug hatinya jadi tergerak. Ia ingin
mengeluarkan kepandaiannya dengan cara yang indah
untuk menjaga muka.
Di sudut lain One Djie Hai menggunakan ketika
mendekati Tjiu Piau dan Gwat Hee.
"Adikku apakah kau masih ingat ceritera Suhu tentang
Im Yang Kang" Kita belum pernah melihatnya, kini ketika
yang baik untuk kita menyaksikannya." Sambil berbisik ia
berkata pula: "Tjiu Heng tee, adikku, pernahkah Louw Eng
menceriterakan peristiwa Oey San kepada kalian?" Gwat
Hee menggoyangkan kepala, sebaliknya Tjiu Piau berbisik
dan berkata: "Ia sudah berbicara denganku, dan aku tengah
mencari ketika untuk membicarakan ini kepada kalian"
"Apa yang dikatakannya?" tanya Djie Hai
"Katanya musuh kita adalah Wan Tie No."
"Percayakah kau akan ini?" Perkataannya beralasan juga-
---" "Ini perlu kita selidiki dulu, tidak boleh sembarangan
percaya mulut orang." potong Djie Hai. "Tahukah kau,
bahwa kita dua keluarga adalah bermusuhan.' Tjie Piau
kaget mendengar ini, tapi belum ia bicara lagi suara Gwat
Hee sudah mendahului. "Kak, kau lihat, lihat itu!"
134 Waktu Djie Hai melihat tampak Bok Tiat Djin tengah
memberi petunjuk pada Tong Leng.
"Doronglah sekali, kujamin pisti kau berhasil


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuatnya terpental tiga empat tumbak!"
"Bagaimana kau dapat menentukan?"
"Jangan banyak ribut! Dorong saja!" Tong Leng
kegirangan. "Kalau begitu baiklah, ia menoleh pada Lu Kang
"Apa kau mau juga bertaruh yang menang minum arak
yang Ialah minum air?"
"Thai su kau sudah mabuk, lebih baik istirahat saja baik
baik." "Apa mabuk!" Dengan kata-katamu ini tidak boleh tidak
kau harus bertanding denganku sekurang-kurangnya dua
ratus jurus!" Tubuhnya maiu ke muka, ber...ber suara
tangannya. Lu Kang sesudah berkelit beberapa jurus,
hatinya benar-benar menjadi panas.
'Baiklah kau dorong lagi aku sekali, umuk menentukan
siapa yang terlebih unggul. Sesudah ini aku tak mau
menemani lagi." Sesudah berkata ia berdiri serampangan:
"Silahkan!"
Tong Leng tidak ragu ragu lagi, tangannya tellers
mendorong. Kali ini sungguh aneh, dorongannya berhasil
membuat Lu Kang terpental ke udara dan jatuh berguling
guling sejauh empat tumbak lebih. Lu Kang membalik
badan kembali berdiri dengan tak kurang suatu apa.
Dengan dingin ia berkata: "Sekali lagi ini tidak dihitung,
dibatalkan! Ong Djie Hai melihat tegas, waktu Tong Leng mendorong
Lu Kang. Bok Tiat Djin membarengkan menyentilkan Tiat
Wan Tju (pelor besi) pada Lu Kang. Sungguh
mengherankan senjata rahasia sekecil itu dapat bertenaga
demikian besar. Sesudah ia mengedarkan pujiannya. Djie
Hai berbisik kepada Tjiu Piau dan adiknya: '"Kita harus
bersatu untuk melarikan diri dari tangan mereka. Mengenai
dendam atau budi pada tahun yang silam sebaiknya nanti
135 baru dibicarakan. Mereka ini biar bagaimana juga bukan
orang baik-baik. Tjiu Heng tee bagai mana pendapatmu?"
Sesudah memikir sebentar, Tjiu Piau mengangguk
anggukkan kepalanya. Djie Hai berkata pula: "Malam ini
harapan kita, semoga mereka main jadi sungguhan. Biar
mereka saling hantam antara kawan dan kita bertiga untuk
melolosi diri!"
Tjiu Piau tengah berunding untuk melarikan diri di pihak
lain Lu Kang sudah menjadi gusar.
'Sekali lagi Thai su, tapi harus kau sendiri yang turun
tangan, jangan main menggelap. Kalau dengan cara jujur
kau bisa memenangi aku hatiku baru puas menerima
kekalahan ini?" kata kata ini diucapkan dengan tajam, di
samping itu menyindir pada Bok Tiat Djin.
Tong Leng pun mengetahui, bahwa BokTiat Djin
membantunya dengan sebuah Tiat Wan Tju. Hanya tidak
mengetahui apa gunanya dari pelor besi sekecil itu. "Pasti
aku sendiri. Kau terpental demikian jauh. bukan
dikarenakan kekuatan ku" Kiranya kau hanya menakutkan
pelor yang demikian kecil itu?"
"Pelor besi macam apapun aku tak takut, asal saja tidak
menggelap!" Tiba tiba Bok Tiat Djin berkata mendahului
Tong Leng. "Apa katamu" Tak takut pada Tiat Wan Tju" Jagalah! Dua
Tiat Wan Tju segera akan menyerangmu!" Bok Tiat Djin ber
tubuh jangkung, kepalanya kelihatan tegas diantara kepala
orang. Kepala itu tak ubah nya seperti macan tutul. Ditutupi
warna kulit yang hitam legam, karena inilah ia mendapat
gelar Hek Pau (macan tutul hitam) habis bicara matanya
berkilat kilat menyeramkan dan menakutkan orang.
Louw Eng memusatkan perhatiannya, untuk melihat
bagaimana cara Bok Tiat Djin memecahkan Im Yang Kang
lawan, Demikian juga dengan Ong Djie Hai, ingin
memperluas pengetahuannya. Diam diam ia berbisik
kepada dua kawannya. "Perhatikanlah cara mereka
bertarung. Menurut ceritera Suhu Lu Yang Kang harus
136 dipelajari sedari berusia delapan tahun, lewat dari itu tak
dapat dipelajari dengan baik, dari itu ahli warisnya sedikit
sekali. Kalau Lu Kang benar benar dapat pelajaran asli dari
ilmu ini. Dirinya pasti mempunyai asal usul yang tak
sembarangan! "
"Apa yang dinamai "Im Yang Kang itu?" tanya Tjiu Piau, Baru Djie Hai mau membuka mulutnya. Tampak Bok Tiat
Djin sudah melepaskan sebuah Tiat Wan Tjunya. Keras
menghantam Lu Kang.
Djie Hu menunjuk itu sambil berkata. "Kau lihat, Tiat
Wan Tju ini tak dapat mengenainya!" Benar saji Tiat Wan
Tju yang terbang lurus itu, entah bagaimana sesampai di
pangkal lengan Lu Kang tergelincir terbang ke jurusan lain.
Sedangkan Lu Kang tak terlihat mengegos barang sedikit.
"Bagus!" seru Bok Tiat Djin dengan dingin. Kembali
sebuah Tiat Wan Tju melesat lebih keras lagi menyerang
dada kiri Lu Kang. Sekali lagi pelor itu terbang menyamping
ke arah lain. "Kau lihat tegaskah!" tanya Djie Hai pada Tjiu Piau. "Kau tahu Lu Kang sudah berhasil melatih dua aliran hawa satu
Im (negatip) satu Yang (positip). satu keras, satu lunak,
satu kuat satu lemah Dua aliran ini dapat dipergunakan
sekehendak batinya. Sekuat tenaga orang menghantamnya,
ia dapat memunahkan dengan Lu Yang Kang. Sebabnya,
bagian Yang mengeluarkan suatu tenaga penolak yang
besar bagian Im bagai tak bertenaga menyambutnya satu
menolak satu menyambut. Sehingga tenaga menyerang itu
dapat dikepinggirkan. Dari itu walau pun Tong Leng
Hweesio bertenaga besar, tapi tak dapat berbuat apa apa
pada diri nya. Kini serangan Bok Tiat Djin punah semua,
pasti perkelahian akan bertambah seru.
Tiba tiba Peng San Hek Pau memutari Lu Kang, sambil
meajaiani cara Pat Kwa. Ia berjalan dua langkah lantas
berhenti, se waktu waktu berjalan cepat cepat beberapa
tindak baru menoleh. Lu Kang mencurahkan pikirannya, tak
menghiraukan dia. Tiba tiba waktu Peng San Hek Pau
menindak sekali tiga langkah, tangannya bergerak dua butir
137 Tiat Wan Tju terbang menyerang, satu di muka terbang
agak perlahan. Satu di belakang menyerang dengan pesat.
Dua butir ini me nyerang kiri dan kanan, berbareng
menyerang Tjie Kong-hiat. Serangan ini diiringi suara
tertawa menggila dari Bok Tat Djin.
Pembaca harus tahu, kekalahan Peng San Pai di tangan
Pang Kim Hong itu sangat memalukan seluruh anggotanya.
Waktu itu ketua dari partai ini ialah Lui Lai Tjun, sebelum
wafat meninggalkan pesan dahulu ke pada segenap
anggotanya. Agar para murid nya tekun berlatih ilmu untuk
memecahkan Im Yang Kang lawan. Barang siapa dapat
berhasil kedudukan ketua ada miliknya. Kini sudah berlalu
sepuluh tahun. Sesampai di generasi Bok Tiat Djin,sudah
sampai turunan yang ketiga. Atas petunjuk petunjuk dari
yang tuaan dan para Su-hengnya serta ketekunan
menciptanya. Akhirnya Bok Tiat Djin dapat menemukan
cara memecahkan ilmu Im Yang Kang itu. Tapi semenjak di
dapat itu belum pernah dicobanya. Kini secara kebetulan
sekali Bok Tiat Djin menjumpai seorang yang mengerti Im
Yang Kang Tak terkatakan rasa girangnya, di balik itu iapun
merasa kuatir. Hal yang menggirangkan mendapat ketika
untuk mencoba ilmunya, kalau berhasil ia berhak menjadi
Tjiang Ban Djin Peng San Pai. Dengan ini semua to su heng
yang tak cocok dengannya dapat ditundukkan. Hal yang
mengkuatirkan misalkan ilmunya gagal untuk memecah kan
ilmu lawan, cita citanya menjadi kandas. Terkecuali itu ia
malu sekali kalau sampai bersenjata untuk menghadapi Lu
Kang. Dari itu sebelum bergerak, Tong Leng dulu dibuat
sebagai Sian Hong (pembuka jalan) sambil dibantu dengan
Tiat Wan Tjunya. Pikirnya kalau berhasil baik, kalau kalah
Tong Leng yang ketempuhan.
Belum tertawa gilanya habis mukanya sudah berubah,
sebab dua Tiat Wan Tjunya tak hujan tak angin sudah jatuh
ke tanah. Tjiu Piau adalah ahli melepas senjata rahasia, begitu
melihat cara Bok Tiat Djin melepaskan senjata sudah dapat
138 merabanya. "Toako. kau lihat dua senjata rahasia itu pun satu keras
satu lunak, satu Im satu Yang. Maksudnya dengan lunak
mengalahkan keras, dengan keras mengalahkan lunak. Tapi
kenapa berjatuhan lagi?"
"Mungkin arahnya lain, sehingga terjadi keras lawan
keras, lunak lawan lunak. Karena salah raba ini menjadi
gagal kembali."
Gwat Hee turut bicara.
"Tenaga Bok Tiat Djin sebenarnya lebih tinggi beberapa
lipat, dengan cara keras lawan keras dan lunak lawan lunak.
Lu Kang tetap bukan lawannya. Tapi di tubuh Lu Kang
mengalir dua hawa Im dan Yang yang hidup dan saling
bantu. Sebaliknya senjata rahasia Bok Tiat Djin adalah
benda mati yang tak bisa saling membantu, dari itu tak
dapat menang. Asal tangannya bekerja, aku kuatir Lu Kang
pasti menderita rugi. Tengah mereka asyik bicara, Bok Tiat
Djin sudah mencela t dengan ilmu Pau Tju Tiau Tjin ( macan
tutul melintas sungai, lengan kanannya menggencet dari
atas ke bawah dengan Tiat Tjui Kie Tjin ( palu besi
menyerang kaisar Tjm Shi Ong ), lengan kirinya menyapu
datang dengan Mang Him Liat She ( beruang buta mencari
korban ), serangan berantainya ini memaksa Lu Kang untuk
mengadu kekuatan dengan sesungguhnya.
Lu Kang menghindarkan semua serangan itu dengan
baik. Gelanggang pertandingan tengah serunya. Tiba-tiba
perhatian orang beralih demi didengarnya suara burung
aksasa melewat terbang. Di punggungnya burung raksasa
itu menggemblok seekor burung kecil. Burung itu berputar
sekaii lagi, sehingga tegas dilihat Tjiu Piau. Kiranya seekor
burung garuda yang sangat besai. Sedangkan burung kecil
itu adalah kakak tua berwarna ungu kepunyaan Tjen Tjen.
Burung itu bercowet kegirangan menemukan orang-orang,
sesudah itu ia terbang berseru, "Toako kau lihatlah burung
itu" Kakak tua itu adalah kepunyaan Tjen Tjen, jangan-
jangan ia sudah meloloskan diri dan datang ke mari" 'Budak
itu sangat cerdik, kalau dia datang surgguh berabe". kata
139 Gwat Hee dengan cemas.
Djie Hai mengawasi ke mana burung itu berlalu. "Jangan-
jangan Suhupun ada di sana." Ketiga orang ini hatinya
risau. Karena orang yang akan datang itu menguntungkan
atau merugikan tidak diketahuinya.
Saat inilah Lu Kang mengeluarkan jurus Twa In Toh Gwat
( mendorong awan meraih bulan). Kedua tangannya
terangkat naik, sedangkan dua tangan Bok Tiat Djin secepat
kilat datang menggencet. Empat tangan itu bentrok
mengeluarkan suara 'plakk' yang keras sekali. Sekali ini
perhitungan Bok Tiat Djin tepat sekali. Keras lawan lunak,
lunak lawan keras ditambah tenaganya yang berlipat ganda
di atas Lu Kang. Sekali ini saja Lu Kang kena dipukul
mundur sebanyak dua langkah. Lu Kang menggeliat
sebentar, dari mulutnya menyemburkan darah hidup.
Bok Tiat Djin tertawa terbahak bahak. "Pang Kim Hong,
Pang Kim Hoig! kini Im Yang Kangmu tak dapat menjagoi
lagi di kolong langit iri. Lu Kang kutanya kepadamu, dari
mana kau dapat mempelajari ilmu ini" Wartakanlah kepada
suhumu atau Sou-tjou mu. bahwa Perig San Pai minta
bertemu untuk mengadu kekuatan!"
Bukan saja Bok Tiat Djin yang kegirangan setengah mati.
Louw Eng pun turut beigirang atas kemenangan orangnya
itu. Menggunakan ketika baik itu maju ke depan,
dipandangnya Lu Kang sambil berkata:
"Bok heng mengeluarkan tangan terlalu berat, sehingga
melukakan orang, lekas lekas Lu heng berobat dan istirahat,
ia berpaling pada Ong Sui Sen "Ong Shi heng. maksud kami
datang ke sini hanya numpang tetirah, sebab di sini cukup
tenang. Atas ini mohon Shi heng memandang persahabatan
antara aku dan ayahmu. Mengenai mereka dikarenakan
mabuk arak sehingga menjadi onar. sehingga membuat
kami tidak seperti tamu lagi. Kalau Ong Shi-heng tidak
keberatan hari esok kami akan mengadakan perjamuan. Ke
satu untuk mengunjukkan rasa terima kasih kami atas
perawatan baik dari Shi heng. Kedua untuk menghaturkan
maaf dan menebus dosa hari ini. Apakah Shi heng tidak
140 keberatan?" Ong Gwat Hee mendengar ini menjadi gelisah,
ditarik tangan kakaknya. "Kak bagaimana sekarang" Mereka
sudah berdamai kita bagaimana dapat melarikan diri?"
"Tenang saja dulu, lihat saja bagaimana jadinya."
Ong Sui San berdiri sambil tertawa, ia berkata "Atas
kedatangan Tju wie, di sini menjadi lebih ramai. Sayang
orang orangku udak mengenal aturan. Dengan kepandaian-
nya yang tidak karuan masih berani mempertontonkan diri
atas pengajaran dari Bok Tjian pwee, boan pwee
menghaturkan terima kasih." Ia berpaling pada Lu Shi heng
tee. "Ingatlah baik baik, di air kalian dapat
mempertunjukkan kejelekanku itu, tapi sekali kali jangan
mengganggu orang di darat."
Mendengar nada suara ini. Louw Eng sadar bahwa
mereka sudah merusak pamor pemilik pulau ini. Kata-kata
itu berarti mengatakan mereka tak dapat menandingi para
tamunya di darat. Tapi untuk di air mereka tak dapat dibuat
celaka. Louw Eng sadar pada tabun yang lalu Ong Sui San
bertabiat tak mau mengalah. Barang siapa berani berbuat
salah kepadanya, walaupun dewa akan dilawannya. Kini
tenaga mereka tengah dibutuhkan, permusuhan tak boleh
dilanjutkan, dengan sabar ia berkata: "Di bawah pimpinan
yang gagah tidak terdapat perajurit yang lemah. Barusan
saudara saudara Lu sudah menunjukkan ilmu di air yang
mengagumkan sekali. Tapi untuk kami yang tak dapat
berenang, asal kecebur di air pasti ilmu kamipun turut
kerendam "
"Tjian pwee terlalu merendah, kapan hari kami masih
mengharap pengajaran yang berharga dari Tjian pwee Tjian


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pwee. Kini hari sudah malam, kami mempersilahkan Tjian
pwee Tjian pwee naik ke pulau untuk beristirahat. Lu Toako
antarlah mereka."
Lu Tie jalan di muka. Lu Hoo mengikuti di belakang
sambil menggendong Lu Kang. Oug Sui Sen sesudah
memberikan jalan dulu pada beberapa orang baru
141 mengikuti dari belakang.
Pantai itu sangat mengherankan, yakni memanjang
seperti jalanan. Kanan kiri tergenang air, Kalau ingin
sampai ke rumah rumah yang berada di pulau lebih cepat
mengambil ja an air dari pada jalan darat-Sesampai di tepi
danau Lu Tie berkata : "Kita memotong jalan ini saja! Lebih dekat." Tak menoleh lagi, kakinya melangkah masuk ke air,
dengan cepat air sudah merendam sampai ke lututnya. Lu
Hoo sambil menggendong Lu Kang juga melangkah ke air,
air merendam sampai di pinggangnya. Tong Lengpun maju
melangkah seenaknya. Begitu kakinya kena air seluruh
tubuhnya masuk ke dalam. Tak tahu nya air itu demikian
dalam, sesudah gelebekan dan menenggak beberapa ceguk
air danau, baru kena ditolongi Bok Tiat Djin.
"Jalan air lebih enak, tapi kalau Tju wie tidak suka boleh
ambil jalan darat."
Habis berkata, perlahan lahan ia melangkah kan kakinya
ke air. Tampak tubuhnya semakin melangkah semakin
rendah, seolah-olah berjalan di tangga saja! Akhirnya
seluruh tubuhnya terbenam dalam air. Tak lama kemudian
alunan airpun hilang dan menjadi hening, dan tenang.
Caranya ungkang angkit masuk ke air ini, mengingatkan
orang pada setan air, sehingga membuat bulu roma pada
berdiri! Orang tahu. bahwa mereka sengaja mempertontonkan
kepandaiannya- Lou Eng dan kawan-kawannya bengong
mematung melihat ini. Tak lama kemudian, di pantai
seberang kelihatan tubuh Ong Sui San yang muncul sedikit-
sedikit seperti tak kejadian apa-apa, ia mendarat ke pantai.
Waktu diteliti terdapat sesuatu benda di punggungnya.
Orang orang menjadi heran, berlarian dulu mendahului
pergi ke pantai seberang. Tampak di pasir menggeletak
sesosok tubuh yang basah kuyup. Wijahnya telah menjadi
pucat pasi, tak berkutik menjadi mayat. Orang ini tak lain
dari Mau San Hek Hoo! Mayat ini sudah merapung di air dan
kena didaratkan oleh Ong Sui Sen.
Tak terkira kagetnya Louw Eng, matanya berputar
142 memberi isyarat pada Djie Hai. Sebab hanya Djie Hai lah
yang mengetahui rahasia ini. Djie Hai berlagak gila seperti
tak melihat. Louw Eng maju paling mukai pura-pura
memeriksa denyut jantungnya. Se-Sndah itu dengan sedih
dan wajah berputus asa ia berkata: "Tak tertolong lagi
jiwanya* Entah siapa yang mencelakakan Hek Hoo-heng
ini" Kini harus bertekad untuk melakukan pembalasan
untuknya!'" Tak tertahan lagi air matanya bercucuran.
Djie Hai hatinya bergerak:"Kalau tidak sekarang, kapan
lagi kita berlalu?" Ditariknya tangan adiknya dan Tjiu Piau.'
"Tempat ini tidak baik untuk didiami terus.-Kini saatnya
tiba untuk melarikan diri, bagaimana pendapatmu pergi
atau tidak?"
"Ketika apa?" tanya Gwat Hee dengan gelisah.
"Hek Hoo itu mati di tangan Louw Eng sendiri. Kini ia
tengah bersandiwara agar orang tidak mencurigai ia yang
melakukan penbunuhan itu. Dengan ancaman untuk
membuka rahasia kita paksa Louw Eng untuk melepaskan
kita. Kalau Louw Eng melulusi permintaan kita dengan
sendirinya yang lain akan setuju saja."
"Bagaimana caranya?" tanya Tjiu Piau. "Kita harus sampai ke pantai dan naik perahu, tanoa pamit kita berlalu.
Misalkan mereka tak dapat mengejar kita itu yang terbaik.
Kalau saja terkejar baru kita bicara dengan Louw Eng."
Baiklah kata dua orang itu dengan berbareng.
"Ingatkah di mana kita mendarat tadi" Sebelum kita
mencapai perahu yang tengah berlabuh itu. Kita harus
merepotkan dulu mereka dengan akal, agar perhatian
mereka menjadi kacau. Kita saling memberi tanda, begitu
dapat ketika segera mengangkat kaki."
"Bagus." jawab Djie Hii "dengan bertepuk tangan tiga kali sebagai kode. Mengenai akalnya serahkan padaku!"
Sesudah berkata ia berbisik pada Gwat Hee. Kemudian pada
berlarian untuk melihat permainan Louw Eng,
Louw Eng dalam sedihnya mengucurkan banyak air mata
buayanya. Tiba tiba ia berpaling pada Ong Sui Sen sembari
143 berkata dengan tajam. "Ong'Shi-heng apakah di pulau ini
tidak terdapat orang luar?"
Dengan wajah yang tetap tenang Ong Sui Sen
menjawab. "Bu Beng To adalah tempat yang tersembunyi,
dapatkah kiranya orang luar datang ke mari" Demikian juga
dengan kalian, kalau tidak mendapat petunjuk dari ayahku
jangan harap datang ke sini! Lagi pula semenjak kami
mendiami pulau ini tak pernah menjumpai barang seorang
panca longok. Kamipun tidak mempunyai ganjalan apa apa
dengan orang luar, bilamana datang orang luar, paling
paling untuk menyeterukan kalian?" Dengan kata katanya ia
membersihkan diri dengan baik. dan menyatakan dirinya
hanya sebagai penonton saja.
Louw Eng berpikir. "Kau dapat membersihkan diri
demikian baik, akupun akan menjadikan diri dari tamu
menjadi tuan rumah. Sehingga pulau ini dapat kugunakan
dengan bebas. Baru saja mulutnya akan dibuka. Tiba tiba
terdengar suara Djie Hai berteriak:
"Lihat! Di sana ada lagi mayat terapung bukan?" Orang
orang memalingkan kepalanya menurut arah telunjuknya.
Dalam penerangan bintang yang demikian suram. seolah
olah benar saja terdapat benda merapung. Diam diam Louw
Eng terperanjat. Pikirnya; "Ini pasti mayat dari Pek Hoo." Ia berlari memburu ke sana beramai ramai.
Akal Djie Hai mendapat hasil, buru buru ia bertepuk
tangan tiga kali. Ketiga orang itu segera mengeluarkan ilmu
mengentengkan tubuhnya. Pesat menuju ke arah timur
laut. Kiranya diam diam Djie Hai membuka baju luarnya dan
dibungkusnya sebilah papan. Waktu Louw Eng dalam
keadaan sibuk dengan sandiwaranya benda ini dilepas Djie
Hai. Sedangkan yang lain otaknya tengah memikir siapa
pendatang yang membunuh Hek Hoo itu. Sehingga orang-
orang yang demikian banyak ini kena di-ceboki Djie Hai.
Bu Beng To ini tidak seberapa besar, dalam waktu
sebentar saja Djie Hai dan dua orang lagi sudah berhasil ke
pantai utara; dengan sekali loncat mereka sudah berada di
perahu yang berpendayung dari besi, mereka tak dapat
144 mengayuhnya dengan baik.
Secara adug adugan dikayuh kayuhkannya pendayung
itu. Biru saja perahu itu mau bergerak. Gwat Hee menahan
secara tiba-tiba. "Perlahan dulu!" Tubuhnya meloncat ke perahu satunya lagi dengan pisau kecil perahu itu dibacok
bacok. Kemudian tubuhnya mencelat kembali. "Hayoh!
Lekas lekas kayuh!"
Atas permainan di air, sangat asing untuk tiga orang itu.
Dengan pengayuhnya yang berat mereka tak mengetahui
caranya me-ngayuhkanpendayungitu. Sehingganerahu itu
berputar putar di atas air Gwat Hee mengambil nengayuh
itu, dicontohnya bagai mana caranya Lu Tie mengayuhkan
pendayungnya, sehingga perahu itu berjalan. Pendayung itu
sangat berat, baru saja beberapa kali Gwat Hee mengayuh,
ia sudah merasa lelah. Djie Hai buru buru sedia
menggantikannya.
Ketiga orang ini belum melihat pergerakan orang-orang
di darat, sehingga bernapas lega
"Toako, apa yang kau bicarakan dengan Louw Eng tadi?"
tanya Tjiu Piau.
"Kini belum saatnya untuk kita bicara dengan teliti.
Sebaiknya kita berdanmai, bagaimana caranya untuk
menghadapi mereka jika kita terkejai?"
'Misalkan satu lawan satu saja kita tak dapat
melawannya. Lebih-lebih mereka terdiri dari tujuh jago-jago
kelas berat, kalau terkejar, sukar untuk mengatakannya,"
jawan Tjiu Piau.
"Kita harus mencari akal untuk satu lawan satu," jawab Gwat Hee.
"Aku kuatir mereka tidak datang sendiri-sendiri."
"Perahu yang satu itu sudah kulubangi beberapa buah,
dengan perahu itu sudah tak mungkin mereka mengejar
kita. Yang ditakuti di pulau itu terdapat pula Perahu lain,
kalau tidak Kita tak perlu kuatir. Hanya empat penghuni
pulau itu saja yang mengerti ilmu di air dan dapat
145 mengejar kita. Tapi empat orang ini tidak bermusuhan
dengan kita, juga bukan orang kepercayaan Louw Eng, bila
mereka dapat mencandak masih bisa berdamai dengan
mereka," kata Gwat Hee.
"Kalau begitu," kata Djie Hai "kita terpaksa harus menjalankan akal licik. Waktu turun tangan kita harus
menggabungkan tiga tenaga kita untuk jalan hidup. Tjiu
Piau Hian-tee kau kira bagaimana?"
"Begini baik juga, sayang kepandaianku tidak seberapa.
Hanya dalam melepas senjata rahasia aku dapat bergaya
juga. Hweesio yang gemukpun pernah merasakan beberapa
batuku!" Kata-kata ini membuat Gwat Hee ber besar hati,
tangannya digosok gosok "Ada ! Ada !" katanya.
Djie Hai mengerti bahwa adiknya sudah memikiri sesuatu
jalan atau pendapat baik. "Kau sudah mempunyai pendapat
apa?" tanya Djie Hai terburu buru.
"Tjiu Piau koko, kau tahu bahwa kami dua saudara sudah
biasa menggabungkan tenaga. Dengan cara ini kami masih
dapat bertahan untuk menghadapi lawan Kini ditambah
tukang melepas senjata rahasia, tiga tenaga digabung per
mainanpun bertambah banyak Nah gini! Aku dan Toako
menghadapi lawan dengan Kong Sim Tjiang, Kong Sim
Tjiang menggunakan tenaga telapak tangan, dapat benar
benar bertenaga dapat juga tidak.
Dengan ini dapat membuat lawan kalang kabut, dalam
keadaan inilah. Kau hajar musuh dengan batu. Tempo hari
Tong Leng Hweesio berhasil memenangi kami sejurus, tapi
kini kau di samping kami. Aku berani memastikan ia tak
dapat berbuat apa-apa lagi terhadap kita!'
"Cara ini memang baik. Tapi aku tidak mengetahui waktu
kalian menggunakan kenapa atau tidaknya. Kalau aku
sudah tahu dimana digunakan tenaga kosong, dapat
kubarengi melepas senjata, musuh dalam keadaan limbung
pasti kena kuhajar."
"Apa kau hanya menggunakan batu melulu?" tanya Djie
Hai. 146 "Oh, jangan kuatir Bwee Hoa Tok Tju keluarga Tjiu masih
belum hilang dari muka bumi!"
"Kalau begitu bagus, Hian tee, kalau terpaksa kau
pergunakanlah mutiara itu."
"Yah, kalau terpaksa". Hatinya tidak terasa lagi merasa kesal. Sebab Bwee Hoa Tok Tju ini terdiri dari dua macam
racun. Ia sendiri hanya mempunyai semacam obat
pemunahnya, sedangkan pemunah dari ular seribu macam
itu ada pada Tjen Tjen. Barang siapa kena racun ini jiwanya
pasti tak dapat tertolong lagi. Apakah Louw Eng dan kawan-
kawannya mempunyai dosa yang harus ditebus dengan
jiwanya" "Adanya mutiara itu, membuat hatiku tambah berani.
Tjiu Piau ko kau ingat saja. Kalau kita mengeluarkan jari
rapat tandanya bertenaga benar benar, tapi kalau jari
terbuka tandanya tidak bertenaga. Sesudah musuh kena
tipu kita badannya tentu limbung, gunakan ketika itu
dengan baik."
Tjiu Piau mengangguk-angguk mendengar itu. Kembali ia
bertanya pada Djie Hai : "Toako, sebenarnya Loa Eng
mengatakan apa sih?" Djie Hai menceriterakan apa yang
dibicarakan antara ia dan Louw Eng. Juga tentang kematian
dari Mao San Djie Hoo. Akhirnya Djie Hai menutup
penuturannya dengan kata: "Louw Erg hanya bisa bicara
kata kata gila. Lihat saja wataknya tidak berjiwa patriot
sama sekali Dari itu kata katanya boleh dianggap seperti
anjing menggonggong."
"ivalau Louw Eng berdusta, kenapa Djie Hoo
dibunuh?" "Kesatu kata katanya kena dicuri dengar oleh Djie Hoo,
sehingga ia takut mendatang kan bencana dihari kelak pada
dirinya. Kedua membunuh dua orang untuk Louw Eng sudah
biasa. Ia membunuh dengan harapan b:sa dipercayai kita."
"Kaisar berkata benar," kata Gwat Hee "Tahukah sepuluh tahun lebih berapa banyaK orang orang dari pencinta
negara mati di tangannya, terhadap manusia ini, tak boleh
kasihan lagi." Kata-katanya Gwat Hee membuat Tjiu Piau
147 manggut-manggut tak henti hentinya. Ia merasa kagum
ternadap gadis yang amat cermat ini. Matanya melirik,
tampaklah olehnya seorang gadis yang semakin gagah.
Hatinya merasakan goncang!
Sebaliknya Djie Hai pun menanyakan apa yang
diceriterakan Louw Eng pada Tjiu Piau. Dengan sejujurnya
Tjiu Piau menceritakan apa yang didengar.
"Akupun sudah menduga dari semula, bahwa katanya itu
bohong belaka. Kini dugaanku tidak meleset barang sedikit.
Untung kita"tak dapat diadu-dombnkan. Baiklah Louw Eng,
Louw Eng maksudmu ingin kami bentrok. Sebaliknya kami
akan bersatu padu, untuk menghadapi kau bangsat tak
kenal malu!" Mendengar kara ini Tjiu Piau merasa kan
perkataan Lou Eng benar benar tidak karuan jantungnya.
"Perkataan toako benar adanya Kita bersama tujuan
untuk mendaki Oey San dan menemukan orang yang meng-
antarkan sajak itu. Di situ kita baru dapat membereskan
penasaran kita selama delapan belas tahun dan
menghilangkan penasaran dari orang tua kita.
Saat inilah terdengar suara yang aneh, tidak jauh dari
tengah tengah danau terlihat sinar api menjulang ke
angkasa. Agaknya senerti panah api, tapi panah api tidak
seterang ini! Kita berbalik melihat orang orang di Bu Beng To. Begitu
mereka tiba ditempat terdapat msyat yang ditunjuk Djie
Hai, Lu Tie mendahului yang lain turun ke air. Seperti ikan
saja carananya ia berenang. Sebentar kemudian ia sudah
sampai ke benda yang dikebut mayat itu. Begitu sampai tak


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahan jaei ia tertawa ha - ha-- ha-- ha-- Dalam kegelapan
orang orang tidak dapat melihat tegas apa yang
dikerjakannya terhadap mayat itu. Suara tertawa memecah
suasana itu. begitu melihat Lu Tie mendarat dengan
pakaian anak sekoiah!
"Di mana ada mayat, hanya baju luar ini yang terdapat!"
kata Lu Tie sambi! tertawa terpingkal p?ngkal Louw Eng
mengenali baju kepunyaan Djie Hai dan dilihatnya
148 Djie Hai sudah tak ada di.sttu. Ia naik ke tempat
tertinggi dari bagian pulau itu, di lihatnya sebuah perahu
tengah bertolak pergi Ia sadar kena diingusi bocah bocah
itu, gusar dongkol, gelisah malu menjadi situ di dalam
pikirannya. Bok Tiat Djin, Tong Leng Hweesio dan keempat orang
lain sudah sampai di tempat Louw Eng berada, louw Eng
mengkerutkan keningnya menghadap pada mereka. Akal
bulusnya kembali ke luar. "Tjuwie dapat melihatnya dengan
mata kepala sendiri, bahwa Hek Hao mati, Pak Hoo hilang
sedang kan ketiga bocah ini melarikan diri. Kalau bukan
kerjaannya bocah bocah ini siapa lagi yang melakukan"
Bocah bocah yang masih hijau ini biar bagaimana tak dapat
terlepas dari tangan kita. Baiklah kini kita tanggap. Sesudah
itu kita baru mengurusnya!' la tahu ilmu di air terhitung
Ong Sui Seng yang terlihai. Kalau saja mendapat bantuan
nya alangkah baiknya Otaknya segera oer putar untuk
memanasi orang: "Ong Shi heng mendiami pulau ini tak
pernah ada yang beraut berbuat kurang ajar datang ke sini.
Tak kira kini terdapat pembunuhandi danau ini, lebih lebih
yang dibunuh itu adalah kawan seperjuargan dari kita.
Misalkan kabar ini sampai tersiar di dunia Kang Ouw,
sungguh tak enak di pendengaran Tong Leng, Hek Pau dua
saudara bantulah aku untuk membereskan hal ini. Agar
peristiwa ini tidak sampai tersiar di luaran dan merusak
nama baik dari raja sungai Ong Hie Ong.'* Mendengar kata
kata dari Louw Eng ini, kedua mata Ong Sui Sen kontan
mendelik, la tahu kata kata Louw Eng ini mengandung
suatu siasat. Sebenarnya tidak perlu Louw Eng turun
tangan, hal ini pasti akan di Selesaikannya. Karena iapun
tahu hal ini bisa merusak keangkeran nama ayahnya. Tapi
di sebabkan Louw Eng berkata begitu, batinya jadi berbalik
pikir. Dengan senyuman yang memenuhi mukanya ia
berkata! "Kalau Sam Wie Tjian pwee hendak turun tangan,
tidak satu perkara di riunia ini yang tak dapat dibuat beres-
Dengan inilah Bu Beng To akan lebih terkenal lagi.
Sebelumnya Siau Pwee menghaturkan terima kasih."
Kembali ia mengambil jalan tengah. Louw Eng tak dapat
berbuat apa apa. Diajaknya kawan kawannya pergi
149 mengejar Perahu yang berlabuh itu di iaikinya dan d'kayuh
keras keras. Pengejaran dilakukan dengan tergesa-gesa.
Bok Tiat Djin adalah akhli mengayuh perahu, dengan
cepat perahu itu melesat maju ke muka. Tak lama
kemudian terdengar teriakan Tong Leng yang mengatakan
celaka. Kiranya liang yang dibuat Gwat Hee sudah mulai
bereaksi begitu kena tekanan berat badan ketigaorang itu.
Air makin lama makin banyak yang masuk. Nasib perahu itu
segera akan tamat. Tong Leng yang paling gelisah. Bok Tiat
Djin dapat juga bererang, tapi untrk menolongi oraug. bisa
bisa jiwanya juga akan mati konyol. Ia mengambil ke-
putusan untuk tak menolong orang. Louw Eng memutar
oraknya terlebih cepat dan biasa. "Dengan kepandaian kami
ini apakab harus mengantarkan jiwa secara cuma cuma di
Bu Beng To ini" Thti tiang hu sebelum mati harusbirdaya.'
Dengancepat dirogoh sckunya dan ditepaskan panah apinya
yang dapat melesat sejauh 10 lie guna minta pertolongan
pada Ong Sui Sen.
Sinar api inilah yang dilihat Djie Hai dan saudara -
saudaranya. Tapi walaupun sudab lama api itu padam, tak
terlihat gerakan apa-apa di atas pulau. Menurut per aturan
KangOuw kalau sudah melihat tanda minta tolong, harus
segera memberi isyarat lagi sebagai tanda balasan. Tapi
heran sekali orang orang di pulau itu tidak menghiraukan
tanda bahaya dari Louw Eng ini. Liang di perahu itu kian
lama kian besar, air sudah hampir memenuhi lambang
perahu itu. Sedikit lagi saja air masuk sudab cakup untuk
mengaramkan perahu itu. Ketika ini-lan Louw Eng teringat
waktu membunuh Hek Hoo, papan perahu pada merapung.
Mengingat ini hatinya merasa lega.
Tong Leng tak henti hentinya menyumpah nyumpah Djie
Hai bertiga. Katanya ini pasti kerjaan mereka, kalau ia tak
mati. Djie Hai tiga orang akan dipencet dan diremas satu
satu katanya. Hanya Bok Tiat Dju sajalah yang tetap
tenang. Pikirannya kalau sapai perahu karam, dengan
meminjam tenaga balikan buru buru memecat menjauhkan
diri dari dua orang ini, agar tidak sampai dipegangi dan
mati konyol menjadi setan air.
150 Louw Eng mendongkol bukan main pada Ong Sui Sen.
Tapi ia sudah mempunyai daya untuk menyelamatkan
dirinya. Akal itupun diberi tahu pada kawannya sehingga
mereka menjadi kegirangan. Sesudah berdamai, tubuh tiga
orang ini segera mencelat ke atas. Louw Eng membarengi
menghajarkan pengayuhnya nada perahu itu. Demikian
juga dengan Tong Leng dan Tiat Djin menghantamkan
tangannya pada perahu itu. Atas hajaran dari tiga orang
perahu itu menjadi kepingan-kepingan papan yang agak
besar. Dengan indah mereka turun dari udara hinggap di
atas papan-papan itu.
Sesudah berdiri teguh Louw Eng memunguti belasan
keping papan itu.
Dengan tolol-tololan Tong Leng bertanya pada Louw Eng:
"Louw Eng, kayu yang basah ini mana dapat dipakai
masak?" "Kau turut saja caraku." Habis berkata, kepingan papan itu dilempar sejiuh tiga empat tumbak, tubuhnya menyusul
menginjak papan papan itu. Begitu sampai begitu dilempar
lagi sekeping papan dan tubuhnya kembali mencelat dan
hinggap di papan itu. Demikianlah ia maju ke muka. Papin
papan yan" bekas dipijak Louw Eng dipergunakan Bok Tiat
Djin dan Tong Leng. Dengan cara ini ketiga tubuh orang ini
seperti terbang di atas air. Lebih cepat puluhan kali dengan
naik perahu! Sesudah menempuh perjalanan jauh juga, papan papan
itu segera akan terpakai abis. Dalam saat ini Louw Eng
mengikat beberapa papan itu dengan tambang Ujung
tambang dipegang di tangannya, habis dipakai papan itu
bisa ditarik pulang, sehingga dapat di pergunakan tak habis
habisnya. Bok Tiat Djin melihat ini merasa senang bahwa
jiwanya tidak bakal mati. Atas ini ia mengakui kecerdikan
Louw Eng. Tak lama kemudian, di muka mereka sudah
tampak sebuah perahu.
Louw Eng terbahak - bahak tertawa kesenangan
pikirnya."Bocah-bocah ini hampir saja berhasil melarikan
diri dari tanganku, tapi akhirnya mereka tak dapat
151 meloloskan diri dari tanganku. Dengan kepandaianku aku
selalu mengalami kemujuran di dunia Kang Ouw. Kali ini
kalau aku berhasil lagi dalam pertemuan Oey San namaku
akan menjadi terkenal benar benar, mengingat Oey San
lantas teringat kata kata sajak yang dimiliki Djie Hai. Tjiu
Piau, Gwat Hee. Tiga suJah diketahui, hanya tinggal satu
bari" yang belum diketahui. Baris itu pasti menunjukkan d'
mana mereka harus berkumpul dimalaman Tiong Tjiu.
Karena pentingnya sajak .itu aku harus mendapatkannya,
hal ini harus kuselidiki dari Djie Hai. Terkecuali dari itu,
akupun harus mengetahui di mana tempat tinggal dari
ibunya. Sesudah itu baru kuhabiskan riwayat mereka."
Memikir sampai di sini, senyumannya yang jarang itu
kembali ke luar.
Djie Hai tiga orang sekuat tenaga mengayuh perahu.
Danau itu cukup lua". sehingga mereka tak dapat
membedakan arah tujuan. Bagusnya Gwat Hee sudah
memperhatikan keadaan bintang di langit, rrenurut arah
b'ntang mereka langsung menuju ke arah selatan. Di muka
sudah terlihat gelagah gelagah yarg menutupi air danau
Mereka tahu Bu Beng Ho sudah dekat, mereka girang sekali
mendekati ja'an ke luar itu.
Tiba tiba mereka mendengar seruan dari belakang.
Dilihatnya tiga bayangan orang datang menghampiri, orang
orang itu berjalan di air seperti juga didaratan saja. Ilmu
kepandaian ini di dengarnya saja be'um. apa lagi untuk
melihatnya. Tapi ini kenyataan di depan mata!
"Kak, mereka pasti adalah Ong Sui Sen dan Lu shi Heng
tee. Orang lainmanamem punyai kepandaian begini?"
?"Mereka tidak berempat bukan?" tanya Tjiu Piau.
"Lu Kang sudah terluka, tentu tidak datang." jawab Gwat Hee
"Kalau benar benar mereka yang datang, kita coba
dengan kata kata untuk menasehatkannya mereka supaya
tidak bergaul dengan komplotan Louw Eng yang jahat itu."
Mereka sedang berunding dan bicara sedangkan pengejar
152 sudah semakin dekat. Sehingga tubuh dari pengejar itu
sudah dapat dilihat dengan tegas.
"Kak, kau lihat, orang yang bertubuh gemuk itu
bukankah Tong Leng?" tanya Gwat Hee. "Nah! satu lagi itu Louw Eng!* seru Tjiu Piau.
Habis berkata kedua orang itu bungkem, karena tak
mengira bahwdakepandaian di air dan tiga orang ini
demikian menakjubkan. Tak terasa lagi mereka menjadi
gelisah. Keadaan menjadi hening dan sepi, suara pengayuh
saja dan loncatan ketiga orang yang terdengar. Suara tiga
orang itu makin mendekat makin menakutkan Tiba tiba Djie
Hai mendapat keputusan lain. Perahu itu dikayuhnya masuk
ke dalam gelagah gelagah yang lebat, gelagah itu tumbuh
lebih tinggi dari orang. di dalamnya terdapat tempat lain
Arah timur dan barat ditutupnya, merupakan Pak-kwa tin di
atas sungai."
"kita masuk ke dalamnya bersembunyi dan kita sikat
satu satu!" kata Djie Hai. Tj u Piau dan Gwat Hee
menganggukkan kepa lanya.
Suara loncatan kaki sudah terdengar dekat sekali.
"Kalau tiga bocah ini bersembunyi, urusan jadi berabe. Di
mana kita harus mencarinya?" tanya Bok Tiat Djin. Louw
Eng tertawa menakutkan sambil berkata: "Mudah, mudah
sekali.- Kutanggung mereka lari ke luar!"
Tiga orang itu bercekat hatinya mendengar kata kata
Louw Eng ini. "Kita tutupi saja telinga, jangan mendengar! Bangsat tua
ini kembali menggoyang kan lidahnya tak keruan." Belum
suara Gwat Hee habis, suara Louw Eng sudah menyusul;
"Keponakanku yang manis, keluarlah ! Jangan nakal!" Tiga orang itu tidak men Jawab.
"Kalau kalian tidak mau ke luar juga, hati hatilah dengan
api yang akr.n mem bakar gelagah itu!" Tiga orang itu
menjadi kaget, pikirnya: "Kalau mereka melepas api, ini
sangat celaka,"
153 "Sebaiknya kita lekas memasuki gelagah itu, dengan
harapan ada jalan ke luar dari dalam gelagah itu. Kalau kita
berhasij, api itu tak dapat membakar kita," kata Gwat Hee
sambil menunjuk ke satu jurusan.
"Cukup beralasan!" jawab Djie Hai Buru-buru dikayuhnya perahu itu ke dalam gelagah. Siapa tahu gelagah itu
semakin lebat, perahu itu dipaksa jalan sesudah mendapat
bantuan dari tangan untuk menyingkirkan gelagah-gelagah
perintang. Di balik sana Louw Eng tak henti hentinya
memberikan ultimatum. Ketiga orang itu tetap tak
menjawab. Sinar api sudah terlihat,. Ketiga orang itu tetap
mengayuh perahunya dengan tenang.
"Jangan takut dengan api! Api itu harus membakar dulu
gelagah yang banyak itu, baru bisa datang ke sini.
Sedangkan kita masih mempunyai waktu yang cukup
untuk-melarikan diri," kata Gwat Hee. Tiba tiba, Tjiittt!
panah api terbang melewati kepala niereka.
"Celaka tiga belas, mereka memakai panah api!" seru
Gwat Hwee dengan kaget. Sebentar saja api sudah
membakar gelagah disebeklah kirinya.
Ong Djie Hai dan kedua saudaranya terkurung api di
dalam gelagah. Louw Eng bermaksud membakar mereka
hidup-hidup. Ong Djie Hai menjadi gusar, ia berseru ker?s: "Hei Louw
Eng bangsat yang ganas melebihi serigala. Jangan harapkau
berhasil menipu kami lagi." 'Hmmm' terdengar jawaban
yang mengejek. Kembali dua panah api terbang
mendatang. Panah ini entah ter buat dari bahan apa
terangnya bukan buatan, begitu sampai gelagah gelagah itu
segera menyala Seolah-olah gelagah - gelagah itu seperti
rumput kering. Dalam sekejap jalan ke muka sudah
dikuasai Si Jago Merah.
Tiga orang menjadi bingung, ingin di putarnya perahu ke
kiri atau ke kanan, lagi-lagi apt mendahului. Sehingga
tinggal jalan mundur saja yang tak dikuasai api. Louw Eng
bermaksud agar mereka mundur kembali. Siapa tahu
154 mereka lebih suka mati dari pada kembali.
Api itu membuat engap pernapasan tiga orang itu,
membuat matanya mengucurkan air kepedihan kena asap
itu, tubuhnya mandi peluh kepanasan.
"Kita mercarl kesempatan untuk menerjang ke luar. Akan
kuhantam ketiga tiganya dengan mutiara beracun agar
mampus semua!" Belum sempat dua saudaranya men:
jawab, tiba-tiba api sudah membakar jalan mundurnya.
Sehingga mereka terkurung api dan menantikan nasib
saja..! Apakah kita harus, mati secara begini" Apakah kita tidak
dapat melewatkan kesusahan ini" Dun! Mati cara begini
sungguh mengecewakan dan tak berharga!" kata Ong Gwat
Hee. "Orang hidup harus mati, tapi harus mati secara wajir.
Sayang sakit hati dari orang tua kita belum dapat diusut
secaia terang, sudah harus mati tak keruan!" kata Ong Djie
Hai. "Peristiwa Oey Sin s idah berlalu delapan belas tahun


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lamanya. Kini hari itu sudah dekat untuk kita menemui
orang yang melepaskan sajak itu. Guna mengetahui
kejadian yang sebenarnya. Asal aku dapat tahu kejadian
dan peristiwa itu dengan terang, matipun aku senang!"
sambung Tjiu Piau.
"Puteri dan puteri membawa pedang mendaki Oey Sin
Ada tamu menanti malam Tiong Tjiu bulan delapan." Djie
Hai membacakan sajak itu sambil mengelah napas : "Kini
tinggal Tiu Hong-tee saja seorang. Semoga ia dapat
mendaki Oey San pada waktunya Tapi mengandalkan dia
seorang untuk membalaskan sakit hati dari kita berempat,
agaknya terlalu berat beban ini untuk dipikulnya sendiri."
Api sudah semakin dekat. Gwat Hee nyap nyap dengan
sengit: "Sayang kita tak dapal main di air. Asal saja aku tak mati. Atu akan mempelajari ilmu di air ini. dengan
sesempurna sempurnanya." Habis berkata ia tertawa sedib.
155 Gwat Hee men ulurkan tangannya sambil berkata : Tjiu
Piau koko. Djie Hai koko. kita saling pegang tangan untuk
mati." Tjiu! Piau mengulurkan tangan, dengan tangan Gwat
Hee berpegangan dengan erat. ia me-t rasakan tanga i
sigadis demikian halus dan licin, membuat hatinya tergerak!
Tapi waktu apa kini " Sahmgga segala pikirannya
tentang itu padam sendiri Ong Djie Hai pun mengu'urkan
tangan, tiga pasang lengan berpegangan dengan erat
hatinya jalan napasnya seolah olah telah menjadi satu. Tjiu
Piau memikiri ibunya diam se orang diri dengan sepinya di
Thian Bok San. Mengharapkan ia kembali, tapi yang diharap
itu takkan kunjung datang sepanjang masa. Tak terasa lagi
air matanya membasahi pipi nya. Gwat Hee bertengadah ke
langit sambil berkata. "Bu, kami kakak beradik menantikan
waktu untuk menyusulmu ke Suargaloka!"
Asap api membawa hawa panas menyerang mereka,
sehingga mereka sudah tak dapat berkata kata lagi. Lidah
api menjilat ke samping perahu, membuat baju Gwat Hee
yang berkeleberan kena terbakar. Buru buru direndamnya
ujung baju itu ke air, sehingga api itu menjadi padam.
Dalam keadaan yang menentukan antara mati dan hidup,
tiba tiba api di depan padam secara mendadak. Ini sungguh
mengherankan dan tak terpikir otak. Kiranya gelagah yang
di depan itu entah bagaimana tenggelam ke dalam air
sehingga api mati dengan sendirinya. Cerecesssss, cisssss
bunyi api dimakan air. Tak lama kemudian seiring dengan
tenggelamnya gelagah yang lebat itu, terbentang satu
jalanan, dengan menerjang api yang mengurung mereka
bertarung dengan maut untuk mencari hidup. Alhasil
dengan susah payah perahu mereka dapat melewatkan
tempat berbahaya itu.
Mereka bergirang lebih dari setengah mati. Kejadian
demikian kebetulan, seo'ah olah mereka mendapatkan
pertolongan dari dewa saja. Tak lama kemudian mereka
tiba di tepi danau. Perahu berhenti, mereka sebagai sadar
dari mimpi berloncatan naik ke darat.
Kala ini sang surya sudah memancarkan sinarnya yang
156 maha terang dari ufuk timur Awan awan merapung rapung
sepeni bidadari menari. Suatu pemandangan di pagi hari
yang benar benar menyegarkan. Orang orang yang baru
mati menemui hidup lagi tak terlukiskan girangnya. Sinar
surya menyorot mengusap muka mereka yang riang dan
gembira bagai kupu kupu dimusim bunga.
"Kak, kenapa kita bisa hidup lagi" Apa benar-benarkah di
dunia ini ada malaikat?" tanya Gwat Hee.
"Kita toh belum mati! Mengenai malaikat hanya
dongengan belaka. Karena dari jaman rurba hingga
sekarang pernahkah ad orang melihatnya" Kuraba ada
orang pandai menolong kita, heran kenapa peno'ong itu
tanpa mengunjukkan diri, dapat menolong kita, sungguh
gaib bukan?" Habis berkata mereka berbareng menuju tepi
danau. "Kami menghaturkan terima kasih atas pertolongan
dari tuan dengan ini sekali lagi kami menghatur kan
banyak-banyak terima kasih, terkecuali itu kami minta tuan
penolong memberitahukan namamu, agar kami dapat
mengingatnya sampai hari mati!"
Kata kata yang tak berapa bermanfaat ini mendatangkan
bencana besar untuk mereka. Karena suara ini memanggil
datang tiga orang, yakni Louw Eng. Tong Leng, Bok Tiat
Djin. Pikir Louw Eng. Djie Hai bertiga sudab hangus
dimakan api. Dari itu dengan enaknya ia mendarat
dengan carameloncat di papan mereka. Tengah mereka
asyik beristirahat, tiba tiba terdengar suara orang bercakap
cakap, sesudah dicari dengan teliti terlihatlah oleh mereka
bahwa Djie Hai tiga orang tengah asyik berkata kata.
Keheranan mereka tidak alang kepalang. Tak terkira bahwa
bocah bocah itu masih hidup. Pikirnya bocah bocah itu kalau
tidak mati ke tembus, pasti sudah mati kepanggang.
Pikiran jahat Louw Eng berkata: "Kalicn dapat
menyelamatkan diri dari air, kinilah terimalah kematian di
daratan!* Kiranya per Cakapan Djie Hai sudah diketahuinya
dan didengarnya. Louw Eng tahu bahwa ibunya Djie Hai
sudah meninggal, juga mendengar sajak yang dibacakan
Djie Hai. Yang mengatakan anaknya Tju Hong akan
157 berkumpul dengan mereka di Oey San. Dengan tak dt
sengaja ia mendapatkan seluruh rahasia itu. Louw Eng
berpikir: "Cara yang terbaik adalah membereskan
nyawanya bocah-bocah ter lebih dahulu." Sesudah
pikirannya tetap ia berkata pada Tong Leng dan Bok Tiat
Djin. "Bukankah Djie wie sudah mendengar percakapan
mereka" Dari sajak mereka itu mengatakan bahwa mereka
akan mendaki Oey San, Karenanya mereka itu adalah
musuh kita. Cara apakah yang terbaik untuk meng urus
mereka?" "Sembelih dulu baru bicara!" jawab Tong Leng. Sedari
semula Tiat Djin diam diam saja. Kini sesudah mengetahui
maksud Louw Eng dengan terang. Ia mengeluarkan
pendapat: "Di sini adalah tempat yang sunyi, sungguh
cocok untuk membereskan jiwanya cecere ini!"
"Berikan aku yang menangkap'" kata Tong Leng sambil
melangkah maju. Ong Djie Hai bertiga menjadi kaget waktu
mendengar suara mereka. Tak terpikir akan berjumpa lagi
dengan tiga lawan berat ini. Di balik tubuh Tong Leng yang
besar, Tjiu Piau me lihat senyum Louw Eng yang misterius
itu. Tak terasa lagi keringat dingin membasahi sekujur
badannya. "Tjiu Piau ko, ingat perkataan kita di perahu!" kata
Gwat Hee. Sedangkan tubuhnya sudah berdiri
berdampingan dengan Djie Hia memasang, kuda kuda
hingga kedudukan mereka merupakan segi tiga.
Tong Leng dengan acuh tak acuh menghadapi ketiga
orang itu: "Hai!!! tiga anak-anakan majulah berbareng,
sedikitpun aku tak takut!" Kata katanya ditutup dengan
gerakan tubunnya menghampiri Gwat Hee, tangannya
dikepalkan siap menyerang
"Ha, paling juga ilmu Sian Wan Pai Gwat Yang akan
dikeluarkan. Apakah kau hanya mempunyai jurus itu saja?"
kata Gwat Hee .sambil mengejek. Tong Leng kena ditebak
jitu isi hatinya. Dengan gusar ia berkata: "Yah. hanya jurus itu semenggah-menggah-nya. Dapatkah Kau melawannya!"
Tangannya bekerja, suatu tenaga dahsyat yang sukar
158 bandingannya membabat datang. Ta?pa gugup Gwat Hee
menololkan kaki kanannyt. sedang kan kasi kirinya tidak
bergerak, tubuhnya berputar ke kiri membuat seouah
lingkaran, menghindarkan serangan. Sehingga tubuhnya
berada di sebelah kanan seirmgr dengan tenaga berputar,
kakinya menempel bumi dan kaki kirinya terangkat naik
memandang pipi kanan lawan Tong Leng buru-buru
mendek, tangannya menyapu menjurus ke perut musuh.
Gwat Hee menekuk lutut kanan mingair menghindarkan
serangan. Tangan kiri Tong Leng kembali sampai. Tangan
itu demikian paniang. Dalam repotnya kelihatannya Gwat
Hee tak dapat menghindarkan serangan itu.
Ia tahu Nui-kang Tong Leng sangat tinggi, tak dapat
ditangkis, hanya dapat dilayani secara nek"d. Tjiu Piau
berseru: "Kena,'* tangannya bergoyang membantu Gwat
Hee. Dua batu Tjiu Piau itu mengarah kedua mata musuh.
Tong Leng hanya melihat di depan matanya melayang
benda-benda kecil, buru-buru ditundukkan kepalanya.
Begitu perhatiannya terpisah tenaganya tak dapat
dikerahkan dengan keras, sehingga tenaga di tangannya
menjadi berkurang. Sebaliknya Gwat Hee dengan sekuatnya
menangkis serangan Tong Leng. Begitu dua tangan beradu,
masing-masing bergetar, sehingga Gwat Hee tidak
menderita rugi besar.
Tong Leng Hwee sio sudah dua kali kena hajaran Tjiu
Piau. Tak heran begitu melihat Tjiu Piau turun tangan,
hatinya menjadi gusar. Tubuhnya berbalik ingin menangkap
Tjiu Piau, tapi sebelum hasratnya tercapai, angin dingin
mendahului berkesiur di belakang otaknya. Ia berkelit
secepat mungkin, dilihatnya Djie Hai sudah be diri di
belakangnya, mereka berdiri di tiga sudut dengan sikap
mengurung. Dengan dingin Gwat Hee menegur:"Tong Leng Hweesio!
Apa gerangan yang membuat kau memusuhi kami"
Ganjalan apa yang terdapat antara kau dan kami" Kau
harus mengatakan dengan beralasan, kemudian kita baru
159 dapat berkelahi dengan ada tujuan." Tong Leng menjadi
melengak mendengar ini, pikirnya kata-kata bocah ini benar
juga. Memang tak ada alasan dan ganjalan. Sesudah
berpikir pergi datang baru ia menjawab. "Aku tak tahu
segalanya, pokoknya tugasku hanya menangkap kalian dan
menyerahkan kepada Louw Toaku!"
"Kalau demikian kau tidak bermaksud mengadu jiwa
dengan kami, hanya bertujuan untuk menangkap raja"'
"Yah benar begitu!" Gwat Hee memberikan tanda dengan
mata kepada Tjiu Piau sambil berkata pada Tong Leng:
"Kalau begitu baik, kami juga tak ingin mengambil jiwamu
tapi hanya ingin menangkap saja. Dengan ini kita tetapkan
dan tak boleh melsnggar janji."
"Baik, baik. Aku tak kuatir tidak dapat menangkapmu."
Djie Hai dan Tjiu Piau mengerti Gwat Hee berbuat demikian
ini, sebab kalau tidak sukar sekali untuk menghadapi
sekaligus tiga lawan tangguh ini.
"Apa satu-satu kami melawanmu, atau kau mau
dikeroyok?" tanya Gwat Hee.
"Satu lawan satu bagaimana" Main keroyok bagaimana
pula?" kata Tong Leng.
'Jika satu lawan satu setiap orarg melawanmu tiga jurus
kalau dalam tiga jurus tidak ada yang kalah atau menang,
kau tidak boleh lagi mencampuri urusan kami. Sebaliknya
kalau kau mau dikeroyok, pasti tak dapat dengan mudah
mengambil kemenangan, dari itu kukasih waktu dalam
sepuluh jurus. Kalau kau tak dapat mengalahkan kami kau
harus menghentikan tangan.
Tong Leng berpikir : "Kalau mereka mengerubuti aku,
tak mudah untuk mengambil kemenangan. Apa lagi ilmu
Kong Sim Tjiang yang kukoay itu sudah pernah merugikan
aku. Sebaliknya kalau satu satu semua bukan tandinganku
sehingga mudah untuk memenangkannya. Sebaiknya satu
satu saja." Dari itu ia berkata: "Satu satu saja kalian maju!"
"Baik aku dulu yang menghadapimu!" kata Gwat Hee
160 sambil tampil ke depannya.
Kata kata Gwat Hee ini, menguatiikan Djie Hai dan Tjiu
Piau. Djie Hai berpikir: "Dalam tiga jurus Tong Leng tidak
dapat memenangiku. Tapi adikku berkepandaian lebih
rendah, aku tidak dapat menjaminnya " Dari itu ia selalu
siap sedia di samping kalau-kalau terjadi hal yang di luar
perkiraan. Demikian juga dengan Tjiu Piau lengan kirinya
mengepal batu lengan kanannya menggenggam mutiara
beracun. Sedangkan matanya mengawasi dengan penuh
perhatian. "Ingatkah perjanjian kita" Yakni tak boleh mencelakakan
orang, hanya bolen menangkap hidup hidup saja!" kata
Gwat Hee pada Tong Leng.
"Ingat!" jawab Tong Leng tak sabaran,
"Kau adalah Tjianpwee, maka itu kupersilahkan kau
menyerang terlebih dahulu!" kata kata ini diucapkan dengan
hormat sekali. Tong Leng memutarkan lengannya, Serangannya segera
akan terlepas. Tapi secara tiba tiba ia ingat sesuatu: "Dalam peraturan Lok Lim, kaum Boanpwee harus menyerang dulu,
mana ada aturan Lo Tjianpwee menyerang terlebih dahulu."
Dibatalkan serangannya segera, sambil berkata: "Tidak, kau
harus menyerang aku!"
"Begitupun aku setuju tapi berilah ketika untukku, untuk
memikir dulu, guna mencari jurus mudah yang dapat
menangkap kau!" kata Gwat Hee. Tubuhnya diam tidak
bergerak otaknya berpikir. Tapi apa yang dipikiri adalah
cara bagaimana supaya ia dan saudara-saudaranya dapat
melolosi diri. Tempo sudah berlalu agak lama, tapi Gwat Hee be'um
turun tangan. Dengan tak sabar Tong Leng membentak. '
Apa-apaan nih ?"
"Kau tunggu lagi sebentar, bisa tidak?" Ilmu silatmu
sangat lihay dengan sendirinya aku harus mencari duiu ilmu
yang lihay untuk melawanmu baru dapat menawanmu
161 hidup hidup. Kini masih belum terpikir jurus ilmuku yang
lihay itu!" Tong Leng menganggap perkataan orang betul
juga. Terpaksa ia menahan sabar menantikan dia.
Jilid 6 Bulak balik Gwat Hee berpikir, tapi tak terpikir daya
untuk melarikan diri. Harapan semegah-megahnya, ialah
gurunya datang menolong. Kemarin malam Garuda itu
ditunggangi burung kakak tua Tjen Tjen. Moga moga sang
guru bisa datang mengikuti Tjen Tjen. Saat ini cara yang
terbaik mengulur-ulur dan mengulur waktu!
Sesudah menunggu begitu lama Tong Leng tak dapat
bersabar lagi.

Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ganti yang lain saja dulu! Kau boleh berpikir sesuka
hatimu di pinggir!"
"Mana boleh! Aku yang termuda dan terlemah, seharus-
nya aku tampil paling dulu: Kalau kakakku yang meng-
gantikan aku, dalam sejurus cukup untuk menawanmu
mukamu akan ditaruh di mana?"
Tiba tiba Bok Tiat tampil ke muka, dengan dingin ia
berkata; "Hai, bocah bocah jangan terlalu banyak kelakar!
Tong Leng heng kau sudah kalah! Minggirlah lekas kasih
aku yang melawannya!"
"Kapan! Mustahil! Aku toh belum bergerak!" kata Tong
Leng dengan keras.
"Waktu sudah berjalan demikian lama, lebih kurang
sudah dua puluh jurus, kau belum dapat membekuknya.
Bukankah sama dengan kalah?"
Gwat Hee sadar bahwa Bok Tiat Diin sudah mengetahui
maksudnya. Bok Tiat Djin lebih sukar dilawannya dari pada
Tong Leng. Buru buru ia meloncat sambil berkata. "Hai Thai
su yang baik kini baru terpikir ilmuku. Marilah kita mulai!"
Habis berkata tangannya bergerak dengan ilmu Kie Hong
Hui Lai (bukit aneh terbang mendatang) salah satu tipu
162 Pukulan dari Hong Gwa Hong Lian Hoan Tjiang (bukit
berantai.) Dengan ganas serangan itu datang dari atas
turun menggencet kepala Tong Leng.
Jangan kira kepandaian Gwat Hee cetek, jurus ini
diingininya cukup baik. Angin menderu dibuatnya ganas
menyerang. Tong Leng tergesa gesa mengangkat
tangannya ke atas, siap mematahkan lawan secara kasar
Gwat Hee melihat tangan Tong Leng terangkat, sehingga
bagian bawahnya memberikan lowongan. Tiba tiba ilmunya
berubah, tubuhnya mendek dua jeriji ke luar dengan
sempurna, langsung ditujukan kepala Tong Leng. Kedua
tangan Tong Leng berada di atas, secepat mungkin
tangannya itu dirapatkan dan diturunkan ke bawah
merupakan pukulan Pai Gwat (menyembah rembulan).
Kalau jurus ini membacok datang Gwat Hee sukar
menyelamatkan diri. Dalam kagetnya Tjiu Piau berseru ter
tahan, baru mau turun tangan untuk membantu jalan
pertempuran sudah berubah lagi.
Kiranya dalam keadaan terdesak, Gwat Hee berseru :
"Ingat! tak boleh membunuh!" Memang jurus dari Tong
Leng itu, bisa mematikan lawan atau melukakan berat. Kini
mendapat peringatan lawan ia jadi bengong tidak keruan.
Ketika ini tidak di lewatkan Gwat Hee jerijinya bersarang
dengan tepat di jalan darah Tiong-teng dan Thian-tee. Di
luar perkiraan Tong Leng hal ini bisa terjadi. Walaupun
ilmunya lebih tinggi sepuluh kali lipat dari sekarang, sudah
tak mungkin untuk menutup jalan darahnya. Sekujur
badannya terasa kaku. Hanya matanya saja mendelik
menatap Gwat Hee. Sesudah itu Gwat Hee menambahi
beberapa totokan keras di berbagai tempat.
"Apa yang kau pelototi!" Aku toh tidak membunuhmu,
tapi kau sudah kalah?"
Kegusaran Bok Tiat Djin tidak tertahan, bagai gila ia
berseru: "mencelat dan berada di muka ketiga orang."
Kedatangannya sungguh luar biasa, batu-kecil terbawa
terbang kena angin dari tubuhnya. Bentakannya seperti
geledek di tengah hari bolong. Sepasang tangannya
163 bergerak masing masing melepas Tiat Wan Tju, satu lagi
menyerang Tjiu Piau, sedangkan tubuhnya menerjang Ong
Djie Hai sekali hantam ini sudah cukup membuat ketiga
orang kalang kabut. Gwat Hee lari ke samping, tubuh Tong
Leng menjadi sial mentah mentah ia dijadikan tameng. Tjiu
Piau menyerang senjata lawan dengan batunya, begitu dua
senjata beradu batu Tjiu Piau menjadi hancur. Tiat Wan Tju
tak terpukul jatuh masih tetap bergaya tapi tidak sekeras
tadi. Dengan menggulingkan diri Tjiu Piau berhasil
menghindarkan senjata kecil itu. Sebaliknya Djie Hai
seperti diterkam macan tutul, tak berani terang-terangan
menyambut serangan lawan, ia mengegos ke kanan dan
kiri. Tenaganya digunakan sepenuhnya menangkis
serangan serangan lawan dari samping, dengan cara ini
tenaganya baru dapat mengimbangi tenaga lawan. Dalam
sekejap saja Bok Tiat Djin sudah menyerang beberapa
jurus, dengan susah payah Djie Hai baru dapat
menghindarkan pukulan-pukulan ini. Dalam jurus jurus ini
Bok Tiat Djin tidak lupa melepas Tiat Wan Tjunya
menyerang Gwat Hee dan Tjiu Piau, sehingga kedua orang
itu tak berkesempatan untuk membantu Djie Hai.
Oiig Djie Hai sambil mencurahkan semangatnya
melawan musuh, tak urung otaknya berpikir juga secara
diam diam. "Inilah, ilmu lihay yang sebenar benarnya dari
Peng San Hek Pau." Iapun ingat penuturan orang yang
mengatakan bahwa ilmu silat Peng San Pai. berpokok pada
pelajaran Nui (dalam) digunakan sebagai Gwa (luar).
Menerjang, menyerobot dengan ganas. Kelihatannya
seperti pelajaran ilmu luar. tapi di balik itu mengandung
tenaga tersembunyi yang maha besar. Hal ini tidak dapat
diketahui orang yang tidak bisa ilmu dalam. Dari itu ilmu
pukulan dari partai ini lihainya bukan buatan. Kalau lawan
yang lemah dalam waktu beberapa jurus saja. sudah tak
tahan menerima desakan tenaga yang demikian besar
akibatnya menderita kerugian besar.
Tapi pukulan pukulan dari Peng San Pai ini. entah
bagaimana bukan menjadi lawan dari Im Yang Kang. Tak
heran tahun dulu kena dipecundangi Pang Kim Hong yang
164 baru berusia 19 tahun. Sebabnya pukulan-pukulan ganas
dari Peng San Pai kena diterima dengan cara hawa hidup Im
dan Yang. Sehingga keganasannya itu seperti anjing kena
penggebuk! Sekali-kali tak berhasil merubah kedudukan
menjadi di atas angin. Sehingga terjangannya dan
serobotan-nya dan segala keganasannya berbalik mem-
berabekan dan menyusahkan diri sendiri.
Ong Djie Hai sudah lama mendengar tentang ilmu dari
Peng San Pai ini, tapi baru kali ini melihatnya dan
menghadapinya dengan mata sendiri. Dalam kesibukannya
Djie Hai pun merasa gugup. Sesudah menerima
beberapa jurus serangan, ia baru ingat kelemahan dari ilmu
Peng San Pai. Hatinya berpikir, aku tak dapat maini ilmu Im
Yang Kang. Tapi ilmu Kong Sim Tjiang aku dan adikku
bukankah pematah dari ilmunya"
Peng San Pai sudah berhasil memecahkan ilmu Im Yang
Kang Lu Kang, tapi belum mengenal ilmu Kong Sim Tjiang,
mungkin ilmu ini lebih lihay dari Im Yang Kang. Dari itu Djie
Hai mempertahankan serangan secara hidup dan mati.
Sekuat tenaga ia merangsek, agar berketika untuk memaini
ilmunya ini. Sebaliknya Gwat Hee tidak bisa meninggalkan
Tong Leng sebab terus menerus diserang Tiat Wan Tju.
Kasian Tong Leng yang ilmunya gagah sekali di jadikan
tameng oleh seorang bocah.
Bok Tiat Djin mencelat ke timur, molos ke barat Dengan
di luar dugaan diserangnya Gwat Hee, tangannya menyapu
Tjiu Piau Walaupun ia berbuat demikian, Djie Hai
dihadapinya, kedudukannya tetap mendesak dengan
gencar. Satu lawan tiga, tapi masih berada di atas angin,
diteruskan perkelahian cara ini, tiga orang itu pasti
menderita kerugian besar,
Louw Eng tertawa kegirangan.
"Bok-heng, kau tidak mengecewakan nama baik dari
Peng San Pai. Kuharap beberapa cucu kura kura ini
ditangkap hidup hidup, kemudian sesudah kuperiksa baru
kita genyei genyei (dipukul sampai mati)."
165 "Oh. ini perkara gampang, kutangkap yang Ini dulu!"
Tangannya menyamber dan membabat Tjiu Piau sambil
lalu. Tjiu Piau menggulingkan tubuhnya di tanah, tangannya
sudah menerbangkan enam butir batunya, terbagi
menyerang ke atas, bawah, kanan, kiri, tengah satu khusus
ke mata enam bagian. Mulutnya mengiringi senjata itu.
"Lihatlah Bwee Hoa Tok Tju keluarga Tjiu!" Enam batu ini tidak di pandang Bok Tiat Djin sebelah mata, tapi kata kata
itu membuatnya kaget. Ia tak berani menangkap dengan
tangannya senjata itu, sebaliknya mundur sejauh dua
tumbak ke belakang dengan tergesa gesa. Tubuhnya nya
bergeliat ke samping dengan jungkiran badan yang
menakjubkan, ia berhasil melolosi diri dari serangan ini.
Tubuhnya kembali berdiri, dengan dongkel dipandang nya
Tjiu Piau dengan mata berapi-api "Hai! Bocah, apakah Bwee
Hoa Tok Tju belum sirna dari dunia Kang Ouw ini?"
"Sirna, atau hilang itu bukan urusanmu, kenapa kau
usilan betul. Pokoknya Bwee Hoa Tok Tju takkan bersarang
di tubuhmu asal saja kau tidak mengganggu orang baik."
Belum sempat Bok Tiat Djin berkata. Tiba-tiba Louw Eng
berseru: "Bok heng sambut lah!" seiring dengan seruan ini ada benda kecil terbang mendatang, tangannya menyambuti, apa yang terlihat" Tidak lain dari butiran batu.
"Kau perhatikan apakah itu Bwee Hoa Tok Tju?" kata
Louw Eng. Tidak tahunya ia sudah memungut batu itu dari
tanah dan diberikan kepada sang kawan. Hal ini di
ketahuinya sebab batu batu itu tidak berbinar seperti emas!
Bok Tiat Djin melihat itu bukan mutiara emas hatinya
menjadi lapang.
"Hai bocah yang baik, kenapa kau begitu berani mencari
kegemoiraan dengan memaini ayahmu sendiri!"
Tangannya kembali sudah mau menangkap Tjiu Piau.
Tapi sebelumnva sudah dirintangi oleh Djie Hai dan Gwat
Hee yang sudah mengamoil kedudukan di kanan kiri nya.
Kedua orang ini tidak memberikan kesempatan untuknya
166 turun tangan terlebih dahulu. Tangannya bergerak
mendahuluinya, dengan sendirinya dirinya sudah kena
dilihat bocah bocah itu. Mereka mengambil kedudukan yang
baik, ilmu pukulannya adalah saling membantu dan
bergabung. Sehingga ilmu pukulan Hong Gwa Hoag Lian
Hoan Tjiang (di luar bukit terdapat bukit bukit barisan atau
bukit berantai) dimaini cukup menderu deru. dengan
lihainya. Bak Tiat Djin berada dalam keadaan pasip, segera
merasakan sukar menghadapi lawan. Buru buru
perhatiannya dicurahkan, walau pun ilmunya tinggi, tapi
pukulan pukulan lawan sangat aneh. Tambahan dua orang
mengapitnya, dalam waktu singkat ia belum dapat berbuat
apa-apa. Sepuluh jurus sudah berlalu, Bok Tiat Djin jadi gelisah. Ia
sadar tanpa mengeluar kan sepenuh tenaga tak mudah
mengambil kemenangan. Pukulannya berubah, pukulan nya
satu demi satu semakin bertenaga dan semakin ganas,
pukulan itu tak mungkin dapat ditangkis. Dua kakak beradik
baru dapat menangkis serangan ini dengan menggabung
kedua tangannya.
Serangan Bok Tiat Djin semakin gencar, dua saudara
Ong semakin serang. Mereka tahu saat baik sudah tiba.
Tiba-tiba dua orang saling sautan. "Kie Hong Hui Lai."
"Hong Gwa U Hong" dengan bengis dan keras menggempur
lawan. Bok Tiat Djin tak mau menunjukkan kelemahannya.
Gwat Hee diserangnya dengan pukulan kosong, sedangkan
tubuhnya berbalik dengan ceoat sambil mengirimkan
serangan Piau Tja Thian Hian menghajar Djie Hai. Tjiu Piau
melihat Djie Hai menangkis dengan kedua tangan berjeriji
terbuka lalu Gwat Hee meningkah serangan kakaknya
dengan tangan berjeriji rapat, pukulan ini adalah Hoo Yap
Tjiang (pukulan daun teratai yang ganas.) Tjiu Piau tahu
kedua orang ini memainkan ilmu Kong Sim Tjiang untuk
menundukkan musuh. Mutiaranya segera di lepas di antara
Djie Hai dan Bok Tiat Djin.
Kali ini Bok Tiat Djin masuk perangkap lawan. Pukulan
Djie Hai di muka menjadikan angin yang berputar dan
menyedot, sebaliknya pukulan Gwat Hee menolak dari
167 sebelah lain. Tambahan Bok Tiat Djin menyerang dengan
keras, sehingga keseimbangan tubuhnya tak dapat
dipertahankan. Tubuhnya terhuyung ke muka beberapa
tindak, serentak telinganya mendengar suara senjata
rahasia. Sambil membetulkan tubuh nya, kedua jeriji
tengah dan telunjuk ke luar menjepit senjata Tjiu Piau yang
dikira nya batu.
Tangkapan dan kelihatannya indah bukan buatan.
Sehingga serangan dari tiga jurusan ini dapat dipunahkan
dengan berhasil. Tapi waktu dilihat apa yang dijepit
jerijinya. Sebuah benda berkilat menyilaukan mata,
sepontan hatinya menjadi gentar. Digebesi mutiara emas
itu cepat cepat tapi mutiara itu tidak mau jatuh, sebab
durinya sudah melekat di antara kedua jarinya itu.
Peng San Hek Pau mengira Tjiu Piau tidak bersenjata
Bwee Hoa Tok Tju. sehingga hatinya menjadi girang, akibat
dari ini membuat kesalahan besar. Ia berdiri bengong tak
berkata kata dalam gugupnya ditutupnya peredaran
darahnya sekuat mungkin, menjaga agar racun itu tak
masuk dalam peredaran darah. Daiam waktu seoentar saja
di keningnya sudah penuh dengan peluh yang sebesar
kacang tanah, sedang mukanya menjadi pucat pasi. Kedua
jari itu sudah menjadi merah menor seperti darah segar.
Peng San Hek Pau merasakan jeriji-nya sebentar panas
sebentar dingin. Waktu panas seolah olah badannya ditebus
dalam kuali panas. Waktu dingin seperti dimasukkan ke
dalam kulkas. Rasa yang demikian ini seumur hidupnya
belum pernah dirasai nya. Untung ia berilmu tinggi dan
dalam sehingga jalan darahnya dapat dihentikan. Cara ini
dapat menahan untuk sementara waktu saja dari kematian.
Tapi dalam waktu sebentar saja kepalanya sudah merasa
pusing dan berkunang kunang, agaknya tak kuat untuk
bertahan lagi. Asal saja ia mengendurkan jalan darahnya
dan darah itu mengalir, racun itu segera memasuki jantung
nya, jiwanya itu sudah boleh menghadap pada Giam Lo Oag
(malaikat maut).
Peng San Hek Pau hanya menahan napas nya saja dan
tak berkata kata, sedangkan akal lain tak terpikir olehnya.
168 Lauw Eng sesudah melihat mutiara emas itu juga menjadi
bengong sejenak. Tapi hanya sebentar saja pikirannya


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah bekerja. Seperti terbang ia menghampiri Bok Tiat
Djin. Dengan pedang yang luar biasa mengkilapnya dua
jerijt itu dikutungi, dikelek tubuh Bok Tiat Djin dibawa ke
kaki bukit, dengan pedangnya yang tajam itu ditempelkan
ke tempat luka. Terlibat darah mengalir di atas pedang itu
dan menjadi air yang bening.
"Tak berbahaya sudah," kata Louw Eng dengan
perasaan lega. Bok Tiat Djin terlampau banyak
menggunakan tenaga. Dan sesudah mengetahui bahaya
berlalu, jalan-darahnya dibuka kembali. Seluruh tubuhnya
menjadi lemas, dengan memerami mata ia terlentang
beristirahat. ,
Tjiu Piau melihat pedang yang bersinar itu, hatinya
teringat kepada dua pemuda, yang diketemukannya di Ban
Liu Tjung. Mereka mengatakan Liong Hong Kiam itu biar
bagaimana harus dikembalikan kepada mereka. Entah
mempunyai hubungan apa antara dua pedang itu dengan
dua pemuda. Juga tidak mengetahui Louw Eng dengan cara
apa mendapatkan dua pedang itu. Gwat Hee dan Djie Hai
berseru "ihhh" waktu melihat dua pedang itu. Djie Hai
lantas berkata; "Dua bilah pedang itu adalah. Liong Hong Po Kiam yang sangat diidam-idamkan orang Kang Ouw, tak
nyana ada ditangan dia! Pedang itu bukan saja dapat
memapas besi seperti tanah liat, bahkan dalam gelap bisa
memberikan sinar penerangan. Terkecuali dari itu dapat
pula untuk memunahkan berbagai racun yang jahat
Misalkan orang kena racun, tapi belum sampai ke dalam
dapat menggunakan pedang ini untuk memotong tempat
yang kena racun. Begitu racun ini kena pedang segera
racun itu bergumpal menjadi hitam. Bila tidak, beracun
Metesan darah begitu kena pedang ini segera berubah
menjadi air bening. Pedang ini ada di tangan mereka kita
harus hati hati menghadapinya."
"Pedang ini ada dua bilah satu Liong Kiam (pedang naga)
satu HongKiaui (pedang cendrawasih, tidak tahu yang
169 dipegang itu pedang apa?" tanya Gwat Hee.
"Waktu di Ban Liu Tjung sudah pernah kulihat ia
menghunus kedua pedang itu." jawab Tjiu Piau. Dua
saudara Ong menarik napas mendengar penjelasan itu: "
mustika yang hebat ini kenapa bisa berada di tangan
bangsat itu!" *
Waktu ini Tong Leng sudah dibebaskan dari totokan oleh
Louw Eng, disuruhnya menjaga Bok Tiat Djin di kaki
gunung Louw Eng tetap menghunus pedangnya, matanya seperti
binatang liar mengawasi dan mendekati perlahan-lahan
kepada Djie Hai bertiga.
Louw Eng sudah bertekad untuk membereskan jiwa tiga
orang ini. Dari itu sudah tak mengindahkan peraturan Kang
Ouw yang tak memperkenalkan golongan tua menghunus
pedang dulu sebelum golongan muda bersenjata. Lebih
lebih pedang yang d hunus iiu ada pedang mustika. Kali ini
ketiga orang ini tak berketika lagi untuk mencari
kemenangan. Kesukaran dan bencana besar di depan mata.
tapi hati mereka tetap tenang dan jernih. Tjiu Piau
mengepel Tok Tju di tangannya, Djie Hai dan Gwat Hee
menghunus senjata belati nya yang biasa dibawa bawa. Tak
tahunya Tjiu Piau dalam hal bersenjata tak ada pegangan
yang khusus. Dua saudara Ong karena sepanjang jalan
menyamar sebagai anak sekolah, jadi tak pernah membawa
pedangnya. Louw Eng belum bergerak, dua orang di belakangnya
sudah berdiri dan turut menghampiri Djie Hai bertiga. Bok
Tiat Djin sudah tak merasakan sakit lagi, Toag Leng sudah
merdeka. Kedua duanya menderita kerugian di tangan
bocah bocah. Hitinya bukan buatan gusar dan sakit, dengan
kebencian yang memuncak mereka menghampiri untuk
menuntut balas.
Tjiu Piau belum pernah menghadapi situasi yang
demikian menegangkan tak heran hatinya merasa goncang.
Diliriknya dua saudara Ong, tampak mereka dalam keadaan
170 tenang, sehingga membuat hatinya menjadi tenteram. Gwat
Hee menatap Louw Eng yang menghampiri setindak demi
setindak itu. Mulutnya berkata kepada dua kakaknya : "Kak.
kita harus menarungkan dan menaruhkan jiwa kita mati dan
hidup. Mereka maju serentak kita tak dapat melawannya
satu lawan satu. Kita harus dapat menghindarkan yang dua
dan menggabungkan tenaga kita bertiga untuk menghadapi
yang satu. Kalau mau menghantam, kita hantam saja
manusia dilatna Louw Eng. Kita menggabungkan tenaga
kita mati matian untuk membelitnya, agar ia merasakan
juga paitnya empedu!"
"Adikku yang baik, kata katamu tepat adanya!"
Louw Eng menyerobot dan sudah di depan Djie Hai,
pedang berputar, sinarnya berkeredepan, kelihatannya
lambat tapi cepat, sebentar saja pundak kiri Djie Hai sudah
dalam bahaya. Ia memiringkan tubuhnya ke Kanan,
tubuhnya dikatakan menghindarkan serangan ini. Tiba tiba
kaki kirinya yang lurus ditekuk, kaki kanannya yarg ditekuk
berubah meajidi lurus, tubuhnya lewat di bawah pedang.
Tubuhnya merapat ke badan lawan. Tak memberikan
kesempatan pada musuh memainkan pedangnya yang
panjang. Louw Eng melihat Djie Hai sudah berada di
sebelah kirinya. Tapi ia tak balik badan. Pedangnya berubah
permainan menjadi permainan tumbak yang disebut Hiat
Tja Liu (menancapkan batang Liu secara miring) menuju
kepada Djie Hai yang berada rendah di sebelah kirinya.
Dada Djie Hai hampir-hampir kena ditembusi pedang itu.
Djie Hai sepenuh hati mencari lowongan dan bergumul
rapat dengan lawan.Ia tak gentar menghadapi bahaya,
dinantikannya pedang itu sampai di dadanya. Baru kaki
kanannya berjingkat, kaki kirinya sedikit menotol tanah.
Tubuhnya berputar membuat satu putaran. Pedang itu tepat
berlalu dalam waktu sekilat mungkin ke arah samping di
Kemelut Di Majapahit 19 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Petualang Asmara 2
^