Pedang 3 Dimensi 6
Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara Bagian 6
"Tentu saja!" bupati ini uring uringan. "Anakku telah diambil orang, taihiap. Dan yang melakukan Ini adalah kaisar. Kau tak pernah kelihatan membantu kami!"
Kim-mou-eng tersentak. "Diambil orang" Apa maksudmu, taijin?"
"Cao Cun lelah dinikahkan dengan pemimpin liar bangsa Siung-nu, taihiap. Puteriku itu telah menjadi istri Raja Hu dan kini hidup di tengah tengah suku bangsa itu. Dia merana di sana, dia menunggu-nunggumu tapi selalu gagal!"
"Jagad Dewa Batara....!" Kim-mou-eng mencelat tak menyangka. "Putrimu telah menikah, taijin" Cao Cun telah menjadi istri orang dan hidup di tengah suku biadab?"
"Ya, itu yang terjadi, taihiap. Dan puteriku menangis sepanjang hari menanti kedatanganmu yang tak kunjung tiba!"
"Aduh...!" Kim-mou-eng tiba tiba mendekap dada, duduk terhuyung. "Kenapa kau tidak menceritakan ini kepadaku, taijin" Kenapa kau tidak melapor?"
"Ah!" bupati ini malah penasaran. "Melapor bagaimana, taihiap" Menceritakannya bagaimana" Kau seorang kang-ouw, kau kelayapan dan keluyuran ke mana mana. Mana mungkin aku mencarimu dan memberitahukan ini" Apakah mungkin aku dapat menemukanmu kalau tidak kau sendiri yang datang?"
Kim-mou-eng sadar, napas menjadi sesak dan tiba tiba rasa berdosa yang besar menghimpit batinnya. Perasaan luka tiba tiba menyengat. Dan ketika bupati itu tersedu dan menyesali nasib puterinya yang malang tiba tiba Kim-mou-eng menitikkan air mata dan ikut menangis. "Maafkan aku, aku rupanya khilaf, taijin. Aku sampat melupakan puterimu gara gara urusan pribadi Aku menyesal, biar sekarang juga aku berangkat menemui puterimu!"
"Untuk apa?" bupati ini terbelalak. "Kau mau melarikan isteri orang?"
Kim-mou-eng tertegun.
"Tidak, jangan, taihiap. Apa yang terjadi telah terjadi. Bagaimana pun puteriku harus menjadi wanita terhormat Kau sebaiknya tak perlu ke sana kalau hanya untuk mengambil dan membawa puteriku itu. Hancur namaku nanti, juga baginda akan murka!"
"Aku tahu," "Kim-mou-eng menghela napas, menggigit bibirnya. "Aku tak bermaksud untuk melarikan seperti apa yang kauduga, taijin. Melainkan semata melihat keadaannya dan minta maaf untuk semua kesalahanku. Aku berdosa, aku telah melupakan putrimu karena aku sendiri bertubi tubi dilanda persoalan pribadi."
"Baiklah, kalau begitu aku setuju, taihiap. Dan tolong titip surat ini untuk puteriku," Wang-taijin buru buru membuat surat, menitipkannya pada Kim-mou-eng dan Kim-mou-eng termangu-mangu. Ada perasaan kaget bercampur marah di hatinya, ada perasaan duka. Tapi ada juga perasaan girang. Girang karena urusannya dengan Cao Cun tiba2 menjadi putus, urusan cinta. Hal yang selama ini mengganjal hatinya dan membuat perasaannya terganggu. Dan ketika menjelang pagi semuanya selesai dan Kim-mou-eng menerima surat titipan bupati Wang akhirnya tanpa mengenal lelah dan tidak memikirkan istirahat Perdekar Rambut Emas ini melakukan perjalanannya ke suku bangsa Siung-nu.
Perjalanan ini memakan waktu dua hari. Memang cukup jauh. Tanpa makan dan minum Kim-mou-eng menuju ke perkemahan suku bangsa itu. Dia tahu macam apa suku bangsa ini, hampir seperti suku bangsanya sendiri dan merupakan suku yang dianggap setengah liar oleh orang orang Han, bangsa Siung-nu memang bangsa yang belum memiliki peradaban tinggi dan Kim-mou-eng ngeri melihat Coa Cun harus tinggal di tengah tengah suku bangsa macam begitu. Dua hari dua malam ini dia terguncang. Kabar itu memang belum dia ketahui, maklum, pendekar ini berbulan bulan menjadi incaran orang kang-ouw dan dikejar-kejar sebagai pencuri Sam kong kiam. Tubuh menjadi lelah dan kuyu. Dan ketika pagi itu Kim-mou-eng tiba di perkemahan bangsa ini dan dia tak tahu bahwa Raja Hu baru saja meninggal dunia maka dengan tenang tapi hati-hati dia menyelinap masuk dan sudah menuju ke kemah hitam di mana kemah ini merupakan kemah paling besar dan mudah di duga sebagai kemah pemimpin bangsa Siung-nu. Tapi begitu dia masuk dan menyelinap ke dalam mendadak yang pertama-tama dijumpai adalah Wan Hoa!
"Wan Hoa...!"
Wan Hoa terkejut. Saat itu dia menyiapkan bubur hangat untuk Ituci Yashi, anak laki-laki Cao Cun. Tentu saja terperanjat melihat kehadiran Kim-mou-eng. Pendekar Rambut Emas itu tahu tahu telah berdiri di depannya, rambut kusut, mata sayu, pakaian pun lusuh dan jelas pendekar ini tak merawat tubuhnya berhari hari. Wan Hoa tertegun dan membelalakkan mata, piring di tangannya tiba-tiba jatuh, bubur itu tumpah di atas lantai, berceceran. Tapi begitu Wan Hoa sadar dan terpekik kecil mendadak Wan Hoa menghambur ke depan dan tangan sudah menampar bertubi-tubi ke muka Kim-mou-eng.
"Kim-mou-eng, kau laki-laki tak dapat dipercaya. Kau laki laki busuk. Kau penipu dan jahanam, plak plak-plak....!" dan Wan Hoa yang sudah menampar bertubi-tubi muka Kim-mou-eng pulang balik akhirnya menangis dan mencakar serta memukuli pendekar ini penuh kemarahan, tak dielak dan Kim-mou-eng terhuyung ke sana kemari, muka tiba tiba bengap dan Kim-mou-eng pucat melihat sambutan Wan Hoa ini. Untuk kesekian kalinya dia melihat pembelaan Wan Hoa terhadap Cao Cun, pembelaan seorang sahabat sejati. Dan ketika Wan Hoa kelelahan dan akhirnya jatuh terduduk maka wanita ini menangis tersedu sedu menutupi mukanya.
"Kim-mou-eng, kau keji. Kau laki laki tak bertanggung jawab. Kau pendekar yang tak pantas disebut pendekar....!"
Kim-mou-eng terengah, muka semakin pucat. "Wan Hoa, mana Cao Cun....?"
"Untuk apa mencari Cao Cun" Untuk apa datang ke sini" Kau hanya akan menambah sakitnya hati, Kim-mou-eng. Kau hanya akan menambah beban penderitaan saja terhadap sahabat ku. Pergilah.... pergilah kau dari sini dan jangan perlihatkan mukamu kepada kami!"
"Tidak," Kim-mou-eng gemetar, "aku datang untuk melihat Cao Cun, Wan Hoa. Aku datang untuk meminta maaf. Aku tahu kesalahanku, aku bersalah dan ingin mengaku dosa...."
"Cuh!" Wan Hoa tiba-tiba bangkit berdiri, muka menjadi merah seperti dibakar. "Cao Cun sekarang sudah menjadi isteri orang, Kim-mou-eng. Tak guna kau menyesali kesalahanmu dan minta maaf kepadanya. Cao Cun telah benci kepadamu dan tak ingin melihat mukamu lagil"
"Aku tak perduli." Kim-mou-eng semakin gemetar. "Aku ingin melihatnya sekali ini. Wan Hoa. Tolong panggil dia dan temukan aku padanya. Aku datang ingin menyampaikan surat ayahnya pula."
"Kau membawa-bawa nama Wang-taijin" Kau mau menipu dan membohongi kami lagi" Keparat, kubunuh kau, Kim-mou-eng. Kubunuh kau kalau tidak segera pergi dari sini. Pergilah, pergi....!" Wan Hoa beringas, mengira Kim-cou eng mengada-ada dan sudah apriori terhadap pendekar ini, mata yang sudah terbelalak itu semakin terbelalak lagi, berapi-api. Wan Hoa tiba-tiba menyambar pisau dan sudah mengacungkan pisau itu di depan Kim-mou-eng, jari menggigil. Orang akan merasa lucu melihat sikap gadis ini. Kim-mou-eng, tokoh yang demikian hebat hendak dibunuh seorang gadis lemah biasa dengan pisau dapur. Barangkali orang kang-ouw akan terbahak melihat adegan ini. Tapi Kim-mou-eng yang tiba tiba mengeluh dan menitikkan air mata melihat keberingasan Wan Hoa tiba tiba berlutut dan merintih di depan gadis itu,
"Wan Hoa, tolonglah aku. Aku benar benar ingin bertemu dengan Cao Cun. Aku telah mencari kalian di Istana Dingin, aku telah datang ke Chi-cou pula bertemu dengan ayahnya. Aku ke sini untuk menjelaskan semuanya. Aku bersalah, tapi kesalahanku pun ada sebabnya. Tolong kau panggil dia dan suruh ke mari...."
"Kau nekat" Kau tak mau pergi?"
"Aku tak akan pergi sebelum bertemu Cao Cun, Wan Hoa Panggil dia dan setelah itu aku akan menuruti semua kehendakmu."
"Keparat, kalau begitu kau menantang. Kau rupanya mengira aku main main untuk membunuhmu.... hihh!" dan Wan Hoa yang menerjang gemas menusukkan pisaunya tiba-tiba menghunjamkan pisau itu ke leher Kim-mou-eng. Maunya menikam dan melampiaskan kemarahan dengan membunuh pendekar itu. Tapi jari yang menggigil dan tak bisa memegang pisau untuk membunuh tiba-tiba meleset dan leher yang ditikam tergelincir mengenai pundak, pisau itu menancap dan bergoyang di atas pundak, darah seketika menyemprot dan Wan Hoa menjerit.
Lucu sekali, Kim-mou-eng yang terluka tapi Wan Hoa yang terpekik, seolah gadis itulah yang kesakitan. Kim-mou-eng ternyata tidak mengerahkan sinkangnya hingga pisau menembus kulit dagingnya, hal ini pun tak disangka Wan Hoa. Dan ketika Wan Hos tertegun dan pisau itu masih menancap di pundak tiba-tiba tirai sebuah kamar terbuka dai Cao Cun muncul.
"Kim-twako..!"
Seruan ini bagai angin segar di awang awang para bidadari. Kim-mou-eng tiba-tiba menoleh, muka yang nyeri menahan sakit mendadak berseri. Kim-mou-eng bangkit berdiri dan memanggil nama gadis itu. Cao Cun terkejut dan bengong. Tapi begitu dua mata beradu dan Kim mou-eng melompat ke depan mendadak mereka sudah saling tubruk dan Cao Cun mengguguk di pelukan pendekar ini, yang juga gemetar namun girang bukan kepalang.
"Cao Cun, aku datang. Maafkan aku....!"
"Oooh....!" Cao Cun hanya mengeluarkan suara itu, keluhan panjang tak berawal dan mereka bertangis tangisan saling dekap. Cao Cun memeluk erat erat pendekar yang dicintai ini, sejenak lupa dan tak sadar akan kedudukannya. Kedatangan Kim-mou-eng yang amat tiba tiba memang mengguncang wanita muda iri, Cao Cun lupa daratan. Tapi ketika dua hati yang sama bergetar itu meledak penuh bunga-bunga bahagia dan Kim-mou-eng hendak mencium wanita itu mendadak Cao Cun sadar dan cepat merenggut lepas dirinya, berseru tertahan.
"Tidak, tidak.... jangan, Kim-twako.... jangan....!" Cao Cun terhuyung, jatuh terduduk di atas sebuah kursi dan tiba-tiba menutupi mukanya, tangis yang menghentak hentak membuat wanita ini mengguguk.
Perasaannya ter-cabik2. Dan ketika Kim-mou-eng terbelalak dan juga sadar akan apa yang hampir dia lakukan maka Cao Cun sudah tersedu-sedu berkata di antara derasnya air mata yang membanjir. "Kim-twako, aku telah menjadi isteri Raja Hu. Aku telah menjadi milik orang lain. Jangan kaulakukan itu dan pergilah, hubungan kita telah putus....!"
Kim-mou-eng menggigil. "Maaf, aku lupa, Cun-moi, aku tahu. Tapi aku datang bukan untuk melakukan yang tidak-tidak."
"Lalu apa maksud kedatanganmu" Mau apa kau ke sini?"
"Aku hendak minta maaf, aku hendak mengaku dosaku...."
Cao Cun membuka matanya. Muka yang tadi dirutup itu sekarang dilepaskan, jari-jari yang lentik itu gemetar, mata kembali beradu pandang dan Cao Cun diserang rindu yang hebat.
Hampir dia mengeluh dan menubruk orang yang dicintanya lahir batin ini, tak kuat mendengar suara yang begitu memelas, begitu lirih. Pandang mata Kim-mou-eng penuh kesedihan dan penyesalan, Cao Cun mengguguk. Tapi ketika dilihatnya pisau yang menancap di pundak Kim-mou-eng itu tiba-tiba wanita ini bangkit berdiri dan terbelalak.
"Siapa yang menusukmu?"
Wan Hoa tiba-tiba melompat ke depan. "Aku, Cao Cun. Hati hati terhadap rayuannya dan jangan terkecoh!"
Wan Hoa memperingatkan temannya, khawatir dan sudah dag-dig-dug melihat adegan tadi, betapa Cao Cun berpelukan dan nyaris mereka berciuman. Wan Hoa sudah tak keruan dan merah melihat adegan itu, hati tertusuk dan ada rasa luka, juga was-was.
Maka melihat temannya melepaskan diri dan kini Cao Cun mendekati Kim-mou-eng bertanya tentang pisau itu tiba tiba Wan Hoa berseru agar Cao Cun bersikap keras, tak usah lemah dan dia mengaku terus terang tentang pisau di pundak Kim-mou-eng itu. Bahwa dia ingin membunuh Pendekar Rambut Emas ini karena orang tak mau pergi. Pendekar Rambut Emas dianggap mau membuat onar.
Tapi Cao Cun yang mengerutkan kening dan justeru malah tiba tiba menegur temannya, "Wan Hoa, kau terlalu. Kim-twako tak melakukan apa-apa, dia tak bersalah, kenapa kau menikamnya dan melukainya" Cabut pisau itu. Wan Hoa, obati lukanya dan balut dengan segera!"
Wan Hoa terbelalak, tertegun.
"Dan kau menamparnya pula. Wan Hoa" Aih, keji. Kau jahat dan kejam terhadap tamu, terlalu!" dan Cao Cun yang bergegas menghampiri Kim-mou-eng tiba2 terisak dan mengusap pipi Kim-mou-eng, mengelusnya begitu lembut dan hampir saja Cao Cun mencium pipi itu.
Pipi Kim-mou-eng memang bengap, merah kebiruan. Dua mata kembali beradu pandang dan Cao Cun menangis, tak tahan. Dan ketika Wan Hoa masih diam saja dan tak mau mencabut pisau serta mengobati luka Kim-mou-eng tiba-tiba Cao Cun merobek bajunya dan mencabut pisau itu, darah mengucur dan segera dimampatkan dengan robekan baju ini. Cao Cun bekerja cepat dan sebentar kemudian sudah membalut luka itu. Betapapun kemesraan tak dapat disembunyikan di sini, Wan Hoa merah padam.
Dan ketika semuanya selesai dan Kim-mou-eng bengong berseri seri maka Cao Cun mundur dan Pendekar Rambut Emas berbisik, "Terima kasih, Cao Cun...."
Cao Cun semburat. Sekarang mereka duduk berhadapan, Cao Cun sudah menguasai diri dan berhasil menenangkan guncangannya. Dua mata kembali beradu pandang tapi Cao Cun mulai tahan, Kim-mou-eng melihat sesuatu yang menggetarkan di bola mata wanita itu. Sesuatu yang agung, anggun. Sinar kemesraan mulai lenyap dan sikap seorang ratu tampak di sini. Cao Cun rupanya mengingatkan diri sedemikian rupa bahwa dia adalah isteri Raja Hu, bukan lagi wanita tak terikat seperti di Istana Dingin. Dia adalah isteri orang, "ibu negara" bangsa Siung-nu. Dan ketika tarikan bibir itu juga mulai mengeras dan Cao Cun bersikap tegak maka pertanyaan yang meluncur dari mulut wanita ini sudah berbeda lagunya daripada tadi, lagu seorang wanita agung yang ingin menegakkan harkat dirinya.
"Kim twako, apa yang kau inginkan dariku" Apa yang kaukehendaki hingga jauh jauh datang ke sini" Aku sudah menyatu dengan bangsa Siung-nu, twako. Jadi kalau kau hendak membawaku pergi dari sini adalah tidak mungkin, aku isteri Raja Hu!"
Tekanan suara ini memiliki intonasi kuat. Kim-mou-eng mengangguk, menelan ludah, mengetahui kedudukannya dan kedudukan Cao Cun. Memang gadis itu sudah menjadi isteri orang, tak layak mereka membicarakan masalah cinta. Itu telah lewat. Masing masing sudah dipisah jarak oleh pagar etika, dan dia pun memang tak ingin memikirkan urusan cinta. Kim-mou-eng datang untuk minta maaf, itu intinya.
Maka ketika Cao Cun bertanya apa maksud kedatangannya dan kenapa jauh jauh dia mengejar wanita ini maka Pendekar Rambut Emas menarik napas dan berkata jujur, "Aku datang untuk menyatakan penyesalan ku, Cun moi. Aku datang untuk meminta maaf. Aku telah mendengar semua ceritamu dari ayah mu."
Cao Cun tersenyum. "Aku telah memaafkanmu. Apa yang terjadi memang sudah menjadi kodratku, aku tak menyalahkan siapa-siapa."
"Tapi aku merana berdosa, Cun-moi. Kalau saja aku cepat membebaskanmu dari Istana Dingin tentu tak akan terjadi semuanya ini. Aku menyesal, aku terlibat urusan bertubi-tubi yang membuat aku tak sempat menengokmu di sana!"
"Sudahlah, aku percaya, twako. Dan sebaiknya urusan ini tak perlu dibicarakan lagi. Nasi telah menjadi bubur, kita sama sama tak dapat menariknya lagi dan sebaiknya kita lupakan kenangan kita dulu."
"Tentu, tapi kau tentu sakit hati, Cun moi. Barangkali ada hal hal yang telah membuatmu berprasangka buruk kepadaku. Aku ingin menjelaskan semuanya ini agar salah paham di antara kita hapus "
"Hm!" Wan Hoa tiba-tiba mengejek. "Kau enak saja menyatakan maaf dan pura pura bersikap bersih, Kim-mou-eng. Padahal apa yang kaulakukan terhadap keponakan Ma-yang sungguh tak dapat diampuni!"
"Keponakan siapa?" Kim-mou-eng terkejut. "Ma-yang" Siapa Ma-yang ini?"
Mendadak, Wan Hoa melompat bangun. "Kim-mou-eng, untuk apa berpura-pura lagi di depan kami" Untuk apa bertanya siapa Ma-yang ini" Bukankah kau tahu dia dayang istana" Bukankah kau telah bertemu keponakannya dan berkata yang membuat sahabatku hampir gila oleh hinaanmu yang tidak bertanggung jawab itu" Bukankah kau mengatakan bahwa cintamu terhadap Cao Cun hanyalah palsu belaka untuk kedok permainanmu yang tidak berperikemanusiaan" Kau laki-laki yang tak tanggung-tanggung menyakiti wanita, Kim-mou-eng. Kau pria jempolan yang pandai meratakbinasakan cinta suci seorang wanita!"
"Wutl" Kim-mou-eng tiba-tiba mencelat dari tempat duduknya, mencengkeram pundak Wan Hoa. "Apa kau bilang, Wan Hoa" Apa kau bilang dengan semua kata-katamu ini" Aku bertemu keponakan Ma-yang" Aku mengatakan bahwa aku mempermainkan Cao Cun?"
"Ya!" Wan Hoa meringis, membentak galak, tak menghiraukan rasa sakit. "Kau terang-terangan mempermainkan Cao Cun, Kim-mou-eng. Kau menghancur binasakan cintanya dengan ucapanmu yang amat berbisa!"
"Ucapan apa" Yang bagaimana?"
"Hm!" Wan Hoa masih beringas, galak. "Kau menyatakan bahwa cintamu terhadap Cao Cun hanya sekedar penghibur saja, Kim-mou-eng. Bahwa cintamu hanya untuk sumoimu itu dan kau menyakiti sahabatku. Kalau kau memang tidak mencinta Cao Cun tak perlu kau membujuk rayu nya sedemikian rupa. Kau laki laki tak bermoral dengan menyepelekan begitu saja cinta suci sahabatku yang agung. Kau manusia hina, terkutuk kau di api neraka!"
"Wan Hoa....!" Cao Cun tiba-tiba menjerit. "Jangan omongkan kutukan itu, jangan ungkit-ungkit lagi apa yang telah lewat. Aku memaafkan semua perbuatannya, biarlah yang sudah berlalu sudah. Aku tak ingin mendengar lagi semua benci dan kemarahanmu!"
"Biarlah, aku memang benci dan sengit pada orang yang bernama Pendekar Rambut Emas ini, Cao Cun. Aku memang muak dan benci kepada semua perbuatannya. Kau telah dihinanya setinggi gunung, aku tak terima dan ingin mengutuknya habis-habisan!"
"Tidak, jangan, Wan Hoa. Diam, jangan katakan apa apa lagi dan biarkan hati yang sudah sembuh ini tak terluka!" Cao Cun bangkit berdiri, menubruk sahabatnya itu tapi Wan Hoa masih memaki-maki Pendekar Rambut Emas.
Kim-mou-eng sendiri pucat dan menggigil mendengar kutuk dan serapah gadis itu. Bukan main. Wan Hoa memakinya habis-habisan sebagai laki-laki yang tak menepati janji, laki-laki tak bertanggung jawab dan amat hina mempermainkan cinta Cao Cun yang agung. Semuanya itu diucapkan gadis ini dengan berapi api dan ganas. Kata demi kata menusuk perasaan Kim-mou-eng bagai pedang beracun yang sudah berkarat.
Dan ketika Wan Hoa kembali mengungkit-ungkit masalah dayang istana dan Kim-mou-eng dituduh tak berperikemanusiaan dengan melontarkan kata-kata menyakitkan tentang cintanya yang palsu terhadap Cao Cun mendadak Pendekar Rambut Emas ini menampar Wan Hoa menggeram marah. "Bohong, keparat kau.... Aku tak mengenal sama sekali dayang bernama Ma ini, Wan Hoa. Sumpah demi Langit dan Bumi aku tak mengatakan apa-apa pada dayang yang tak kukenal itu. Kau melepas omongan busuk, atau dayang itu yang telah mempermainkan kalian dan merusak namaku.... plak-plak!"
Wan Hoa terbanting roboh, menjerit dan sudah ditubruk Cao Cun yang menangis tersedu-sedu. Wanita ini bingung dan marah akan apa yang terjadi. Yang satu sahabat sedang yang lain adalah orang yang dicinta lahir batin, meskipun kini dengan sekuat tenaga Cao Cun berusaha mengusir api cinta itu.
Dan ketika Wan Hoa ditampar dan untuk pertama kalinya Kim-mou-eng menggereng bagai seekor singa kelaparan mendadak Cao Cun berbalik sikap dan menghadapi Pendekar Rambut Emas itu, membentak penuh kemarahan, "Kim-mou-eng, ini rumahku. Ini adalah tempat tinggalku dan Wan Hoa adalah sahabatku. Berani kau menamparnya dan berkata dia mengeluarkan omongan busuk" Ma-yang memang mengatakan semuanya itu, Kim-mou-eng. Dan aku sebagai yang bersangkutan mendengar kata- katanya sendiri. Aku pun berani bersumpah demi langit dan bumi, aku tak dapat menerima tindakanmu terhadap sahabatku dan kau enyahlah.... Plak... plakk!"
Cao Cun ganti menampar wajah pendekar itu, Kim-mou-eng terbelalak dan terhuyung. Hampir dia tak percaya pada apa yang dilihat Cao Cun, gadis yang begitu lembut dan biasanya amat tunduk kepadanya mendadak menamparnya, membalas tamparannya terhadap Wan Hoa. Wan Hoa sendiri tertegun melihat kejadian itu. Empat mata terbelalak. Tapi ketika Kim-mou-eng sadar dan terhuyung menerima tamparan Cao Cun mendadak pendekar ini tersedak mengusap dua titik air matanya yang jatuh di pipi, gemetar.
"Cao Cun, kau menamparku sebagai balas dendam" Kau memaki aku untuk pelampias sakit hatimu" Baiklah, kuterima semuanya ini, Cun-moi. Tapi sumpah demi nenek moyangku aku akan mencari dan membawa dayang jahanam itu. Aku akan menunjukkan kepada kalian bahwa aku tak tahu menahu urusan ini. Kalian tunggu beberapa hari, aku akan kembali dan membawa dayang itu"
"Wuut!" dan Kim-mou-eng yang lenyap berkelebat dengan rintihan memilukan tiba2 menyadarkan Cao Cun dan membuat wanita ini menangis mengguguk, pandangan terasa gelap dan Cao Cun tiba-tiba roboh. Wanita ini hampir pingsan melihat apa yang dia lakukan, dia telah melontarkan kata kata menyakitkan terhadap Pendekar Rambut Emas, pria yang sesungguhnya dia cinta dan merupakan pria pertama yang menjatuhkan hatinya, pria yang dia kagumi dan hormati.
Maka begitu pria itu mengeluh dan untuk pertama kalinya pula Cao Cun melihat Kim-mou-eng menangis mendadak wanita ini tak kuat dan mengeluh memanggil Wan Hoa, mengguguk dan sudah ditubruk sahabatnya itu. Mereka berangkulan, air mata sama sama membanjir dan dua sahahat ini merintih. Mereka memang berdarah, hati mereka sedang berdarah. Dan ketika mereka bertangis-tangisan dan Cao Cun serta Wan Hoa saling peluk tiba tiba dari dalam terdengar tangis bayi, anak Cao Cun rupanya menangis dan buru buru wanita ini berlari. Wan Hoa mengejar dan menyusul. Bayi yang masih kecil itu rupanya tahu kedukaan ibunya, ikut terguncang dan kini menangis pula, tak kalah ramai dengan Cao Cun. Dan ketika Cao Cun terengah menyusui bayinya dan Wan Hoa mendekap serta mengguguk memeluk bayi laki laki itu maka di lain pihak Kim-mou-eng sendiri sudah berkelebat lenyap dan terbang menuju ke kota raja.
Omongan Wan Hoa tentang Ma-yang, sungguh membuat pendekar ini terkejut. Hampir dia menganggap gadis itu memfitnah kalau Cao Cun tidak berdiri di belakang, mengakui dan mendukung sahabatnya. Dan karena semua ini memerahkan telinganya dan Kim-mou-eng gusar bukan kepalang maka perjalanan panjang yang seharusnya diseling istirahat tak dilakukan pendekar ini.
Kim mou-eng terus bergerak dan terbang menuju selatan, seluruh ilmu lari cepatnya dikerahkan hingga bayangannya melesat seperti iblis. Hampir-hampir tak kelihatan. Dan ketika dua hari kemudian dia tiba di kota raja dan langsung memasuki kembali istana dan mengorak-abrik para dayang akhirnya dengan muka beringas dan kotor penuh debu diketemukannya dayang itu, dayang yang memang ada hubungannya dengan Mao-taijin, si menteri dorna.
"Kau melakukan fitnah apa terhadap diriku" Kau mengeluarkan omongan busuk apa saja terhadap Cao Cun mengenai diriku?" begitu Kim-mou-eng menerkam dayang ini, membentak dan membuat si dayarg ketakutan. Dayang ini nyaris pingsan. Kedatangan dan sikap Kim-mou-eng yang begitu buas membuat dayang ini lumpuh, tiba-tiba tak dapat menjawab, seluruh tubuh menggigil.
Dan ketika Kim-mou-eng membentaknya lagi dan menyuruh dia bicara mendadak dayang yang sudah seakan terbang nyawanya ini mengeluh. "Ampun.... ampun.... aku tak mengerti apa yang kaumaksud, taihiap.... aku tak mengerti dosa apa yang telah kulakukan kepadamu....!"
"Bohong! Kau menipu. Kau telah menghasut omongan busuk kepada Cao Cun. Kau menjelek-jelekkan aku di hadapan gadis itu!"
"Cao Cun siapa, taihiap" Gadis mana?" dayang ini gugup, bingung dan lupa pada Cao Cun karena Cao Cun di Istana Dingin lebin dikenal sebagai Wang siocia (nona Wang), ayahnya yang bupati itu lebih mengakrabkan panggilan Cao Cun sebagai Wang-siocia, jadi dayang ini lupa sejenak dan benar benar tidak tahu.
Kim-mou-eng marah dan mencengkeram tengkuk dayang itu, menjepitnya seperti besi panas. Dan ketika dayang itu mengaduh-aduh dan kesakitan minta di lepas maka Kim-mou-eng membentak,
"Yang kumaksud adalah puteri Wang taijin, Wang Cao Cun. Kau tentu tak mengingkari, bukan" Atau hidungmu ingin kupencet?"
Kim-mou-eng mengerahkan sinkangnya, jari-jari berkerotok dan tiba-tiba berwarna merah seperti api, tentu saja dayang itu kaget dan menjerit tertahan. Tiba tiba celananya basah!
Dan ketika Kim-mou-eng menghardik dan menyuruh dayang itu mengaku akhirnya dengan tangis beriba iba dayang ini ber kata, "Be.... benar.... aku salah, taihiap. Aku mengakui itu dan jangan bunuh aku. Aku pun hanya alat.... aku...."
"Kau sudah mengaku?" Kim-mou-eng tak sabar, memotong. "Kau sekarang berani mengakui ini di depan Wang siocia" Kalau begitu baik, sekarang juga kau ikut aku ke bangsa Siung-nu!"
Dan Kim-mou-eng yang berkelebat tak menunggu penjelasan dayang itu tentang Ma-taijin sudah berlari cepat dan kembali meninggalkan istana, terbang dan kembali ke perkemahan bangsa Siung-nu. Perjalanan pulang balik berkali-kali begini dilakukan Kim-mou-eng hampir tujuh hari, tak heran kalau pakaiannya penuh keringat dan nyaris dekil. Bau apek dan kecut tak dihiraukan sama sekali. Dan ketika dia tiba di perkemahan itu dan Cao Cun serta Wan Hoa terbelalak melibat keadaan Kim-mou-eng maka pendekar ini sudah membanting Ma-yang di depan dua wanita itu.
"Nah, sekarang kita buktikan baik-baik. Wan Hoa. Aku yang jahanam atau siluman ini!"
Ma-yang mengeluh, tersungkur dan sudah menangis di depan dua wanita itu. Tentu saja dia mengenal Cao Cun, juga Wan Hoa, pucat dan lemas karena belum apa-apa dia sudah "down", jatuh keberaniannya dan dua hari ini tak mampu makan minum dengan baik. Sikap Kim-mou-eng yang begitu beringas membuat dayang ini ketakutan, lagi-lagi untuk kesekian kali dia merasa nyawanya di ujung tanduk. Dan ketika Kim-mou-eng menyuruh dia bangun dan dayang ini tersedu sedu maka dayang itu mendapat bentakan bengis, "Sekarang kalakan pada mereka apa yang sesungguhnya terjadi. Benarkah kau menyuruh keponakanmu dan bicara seperti yang kaukatakan kepada Cao Cun?"
"Ampun....!" dayang ini menggigil. "Aku.... aku hanya alat, Kim taihiap.... aku hanya melakukan perintah dari atas...."
"Tak perlu macam-macam. Sekarang katakan betulkah kau menyuruh keponakanmu mencariku dan aku bertemu keponakanmu itu?"
"Tidak.... tidak betul...."
"Dan betulkah kau mengatakan yang macam macam kepada keponakanmu itu sesuai pemberitahuanmu terhadap Cao Cun?"
"Tidak.... tidak.... ampun, taihiap.... aku...."
"Dess!" dayang ini mencelat, Kim-mou-eng telah menendangnya sebegitu rupa hingga Ma-yang menjerit, terpental dan menumbuk dinding kemah hingga membalik, persis bola saja dan ketika dia menangis tak keruan dan Kim-mou-eng berkelebat mencengkeram tengkuknya maka pendekar itu sudah berkata, "Nah, sekarang ceritakan semuanya kepada Cao Cun, dayang hina. Bersihkan namaku dan katakan kenapa kau demikian keji merusak namaku padahal selamanya aku tak pernah mengenalmu... brukl" dan Kim mou eng yang melempar dayang itu di kaki Cao Cun akhirnya membuat dayang ini meledak tangisnya dan mengguguk memeluk kaki Cao Cun.
"Wang-siocia, ampunkan aku.... aku bersalah. Memang apa yang pernah kukatakan padamu itu adalah bohong. Aku tak pernah mengirim keponakanku mencari Kim-taihiap. Kim-taihiap tak bersalah, aku mohon ampun dan sukalah kau membebaskan aku dari kemarahannya...!"
Cio Cun mengerutkan kening. "Jadi kau memfitnah?"
Dayang ini menangis, tersedu sedu, mengangguk berulang ulang dan tak dapat meneruskan kata-katanya. Sinar penuh kemarahan dari Kim-mou-eng membuat dayang ini ketakutan hebat. Cao Cun tertegun dan menjublak mendengar itu, begitu pula Wan Hoa. Tiba2 mereka saling pandang dan rasa penyesalan besar membayang dimuka Wan Hoa. Gadis inilah yaag paling sengit mencaci Kim-mou-eng, dialah yang paling agresip dan kasar menuduh Kim-mou-eng. Menganggap pendekar itu tak dapat dipercaya dan merendahkan cinta yang agung. Wan Hoa tiba-tiba pucat dan mulai khawatir terhadap diri sendiri, diguncang rasa berdosa yang mengganggu.
Dan ketika Wan Hoa mulai cemas sementara Ma-yang tersedu dalam tangisnya yang tak pernah reda mendadak gadis ini meloncat mencengkeram dayang itu. "Ma-yang, selama ini kau menghibur dan baik baik kepada kami. Kaulah yang membesar-besarkan hati kami dengan penantian Kim-mou-eng. Kini kau bicara begitu rupa, apakah semuanya ini benar atau kau dipaksa Pendekar Rambut Emas itu?"
Kim-mou-eng terkejut. Cao Cun juga terkejut, kiranya Wan Hoa ini masih curiga dan sebersit syak wasangka rupanya masih membuat gadis itu tak gampang percaya. Kini dia menanya dayang itu dan pertanyaannya jelas menaruh kecurigaan tak terselubung. Cao Cun sendiri tak ada pikiran atau dugaan ke situ. Wan Hoa terang terangan ingin mengorek pengakuan dayang itu secara tuntas. Tentu saja Kim-mou eng merah mukanya dan marah memandang gadis itu. Tapi karena Wan Hoa memiliki hak itu dan boleh bertanya apa saja kepada si dayang maka Kim-mou-eng menunggu dan berdebar memperhatikan dayang itu, betapapun dia was-was kalau Ma-yang main gila. Persoalan yang hampir selesai tiba-tiba bisa menjadi mentah kembali kalau dayang ini mengatakan yang tidak-tidak, bahwa dia "dikompres" Kim-mou-eng misalnya.
Tapi Ma-yang yang rupanya tak ingin mengulang kesalahan dan mengguguk di depan Wan Hoa ternyata menggeleng kepala. "Tidak.... tidak, Lie-siocia. Aku tak dipaksa Kim-taihiap dan mengaku sejujurnya...."
"Kalau begitu kenapa kau menjelek-jelekkan Kim-mou-eng" Bukankah Kim-mou-eng selamanya tak pernah mengganggu dirimu?"
Ini pun pertanyaan yang membersitkan curiga. Wan Hoa rupanya tak mau menyerah begitu saja mengenai masalah ini, mendorong dan memaksa diri untuk melawan rasa bersalah kalau Kim-mou-eng ternyata benar. Dia terlanjur bermain basah. Dan ketika Cao Cun kembali mengerutkan kening dan menganggap pertanyaan temannya masuk batas wajar dalam usahanya mengorek sesuatu maka Ma-yang mulai menjelaskan duduk perkaranya, kini mendapat kesempatan untuk membela diri.
"Aku memang tak ada permusuhan dengan Kim-taihiap, siocia Tapi Sam-thaikam dan Mao-taijin memiliki permusuhan itu. Aku disuruh Sam-thaikam untuk berbuat semua kebohongan itu sementara Sum-thaikam sendiri diminta Mao taijin untuk memfitnah Kim taihiap. Jelasnya, aku hanya alat dan terpaksa membujuk Wang siocia atas perintah mereka."
Wan Hoa pucat "Sam-thaikam" Mao-taijin?"
"Ya, mereka itulah yang menyuruhku, sio-cia. Karena itu aku hanya alat dan ampunkan semua dosa dosaku."
"Oooh..!" Wan Hoa terhuyung, melepaskan dayang itu dan kini pucat memandang Kim-mou-eng.
Dayang itu sudah menceritakan pada mereka apa yang sesungguhnya terjadi, kali ini Ma-yang bicara jujur. Apa saja yang diragukan Wan Hoa boleh ditanyakan, kian lama gadis itu kian membelalakkan matanya.
Dan ketika semuanya selesai dan Wan Hoa mendekap dadanya maka ganti Kim-mou-eng yang menceritakan semua kisahnya, kesukaran kesukarannya dan halangan apa saja yang membuat dia tak dapat menengok Cao Cun di Istana Dingin. Betapa urusan bangsanya tentang Bi Nio membuat pusing, kaisar dituduh menghina bangsa Tar-tar dan karena itu Kim-mou-eng harus bertindak. Kematian Gurba membuat pendekar ini menjadi pemimpin bangsanya, menggantikan suhengnya itu dan Kim-mou-eng menjelaskan tanpa sedikit pun mengurangi atau menambahi semuanya diceritakan gamblang. Dan ketika dia bicara tentang Sam-kong-kiam dan kini dikejar kejar orang kang ouw bahkan sumoi nya pun memusuhinya hingga membuat Kim-mou-eng tak dapat memikirkan Cao Cun maka semua cerita ini seketika membersihkan nama Pendekar Rambut Emas itu dan Wan Hoa terisak, Cao Cun sendiri tertegun dan kian lama kian terharu.
Benar kiranya kepercayaan hatinya sendiri. Bahwa Kim-mou-eng bukanlah pendekar "imitasi" dan gangguan gangguan pendekar itu memang berat. Kim-mou-eng harus menghadapinya seorang diri. Kekaguman dan cinta Cao Cun tiba tiba muncul, wanita ini mendadak mengalirkan air mata dengan deras. Kini jelaslah sudah apa yang sesungguhnya terjadi. Bahwa lagi lagi Mao taijin berdiri di balik semuanya ini, menjadi dalang dari semua nya ini dan Cao Cun disambar keharuan besar melihat kesulitan-kesulitan sang dihadapi pria pujaannya. Begitu besar keharuan ini hingga Cao Cun terisak, menangis dan sudah menubruk Kim-mou-eng.
Dan ketika Wan Hoa mendelong dan merah pucat melihat sedikit pun Pendekar Rambut Emas tak dapat disalahkan maka Cao Cun sudah mengguguk menciumi wajah pendekar itu, ambrol dan lupa diri sendiri yang sudah menjadi isteri orang. "Kim-twako, maafkan kami. Kiranya kau benar-benar tak bersalah. Mao taijin lagi-lagi men jadi dalang dari semua kisah kita. Aduh, aku menyesal atas kesan jelek yang selama ini melekat di hati kami, twako. Kau maafkanlah kami berdua dan biar kelak kami berdua menjadi pelayanmu!"
Cao Cun mengguguk, menciumi perdekar itu dan mengusap air matanya dengan baju Kim-mou-eng yang dekil, tak perduli baunya dan berulang-ulang mengusap tanpa henti. Air mata wanita itu mengulirkan semacam kehangatan di hati Kim-mou-eng, merembes dan masuk sampai ke relung hati yang paling dalam.
Kim-mou-eng tersenyum penuh bahagia, senyum nikmat, senyum puas. Dia merasa berada di awang-awang yang paling indah dipeluk wanita ini. Sekarang namanya sudah bersih, rasa geram kini tertumpah pada Mao-taijin. Keparat si menteri dorna itu. Tapi ketika Cao Cun mengguguk dan menciumi dirinya mendadak tangis seorang bayi mengganggu mereka dan seorang wanita Siung-nu muncul dengan muka pucat, membopong Ituci Yashi
"Hujin, anakmu minta mimik....!"
Cao Cun dan Kim--mou-eng kaget. Mereka berdua tiba tiba sama sadar, Wan Hoa sudah berlari menyambar bayi laki laki itu. Dialah yang seharusnya merawat, menyerahkannya pada Cao Cun dan Cao Cun melepaskan Kim-mou-eng. Semua orang tiba tiba dihentak ke alam kenyataan yang lain. Kim-mou-eng tiba tiba menggigit bibir dan menahan semacam luka di hatinya. Entahlah, melihat Cao Cun menyusui bayinya tiba tiba membuat peadekar ini memejamkan mata. Ada semacam gangguan tidak enak di hati.
Dan ketika Cao Cun menerima bayinya dan sudah menenangkan bayinya yang menangis itu dengan sesapan buah dadanya maka tanpa diketahui seorang pun tiba tiba Kim-mou-eng lenyap berkelebat. Pendekar ini tak mau diganggu perasaan bermacam macam lagi, merasa urusannya selesai dan Ma-yang ditinggal di situ. Namanya telah bersih kembali, itu yang pokok. Cao Cun dan lain-lain tak tahu kalau Pendekar Rambut Emas ini telah meninggalkan kemah. Mereka semua sibuk oleh tangis si bayi yang minta mimik ibunya. Dan ketika bayl itu sudah tenang kembali dan Cao Cun serta Wan Hoa sadar maka pertama-tama yang mencari Pendekar Rambut Emas itu adalah gadis ini, ingin meminta maaf dan menyatakan penyesalannya Wan Hoa malu tapi ingin mengakui kekalahan, betapapun Wan Hoa adalah gadis jujur. Tapi ketika tak dilihatnya lagi pendekar itu di situ tiba-tiba Wan Hoa terpekik dan kaget. "Dia tak ada....!"
Cao Cun terkejut. Dia menoleh dan tak melihat lagi pendekar itu di situ, semuanya mencari namun gagal. Wan Hoa merasa kecewa dan tiba tiba menangis, keluar dan mencari-cari Kim-mou-eng ke sana ke mari.
Namun ketika disadarinya bahwa Kim-mou-eng tak ada lagi di situ dan Pendekar Rambut Emas lenyap sebelum dia menyatakan maafnya tiba-tiba Wan Hoa mengguguk dan meledak tangisnya. "Kim-mou-eng, maafkan aku.... maafkan aku...!" Wan Hoa berputar-putar, tak menemukan dan akhirnya jatuh terduduk di luar kemah, Coa Cun dan lain-lain sibuk menghibur gadis ini.
Dan ketika Wan Hoa menubruk dan dipeluk Cao Cun maka wanita ini berkata. "Sudahlah, aku telah mintakan maaf bagi kita berdua. Wan Hoa. Tak perlu menyesal dan bangunlah, Kim-twako telah memaafkan kita berdua, kau dan aku."
"Tapi aku ingin menyatakan penyesalanku dengan mulutku sendiri, Cao Cun. Aku tak puas dan akan selalu dikejar-kejar rasa berdosa bila belum melakukan itu!"
"Tapi Kim-twako tak ada di sini. Tanpa keinginannya tak mungkin kita bakal bertemu dengannya"
"Itulah! Itu yang membuat aku kecewa, Cao Cun. Kalau saja tadi... ah, sudahlah, aku memang tak beruntung...." dan Wan Hoa yang menangis lagi di pelukan Cao Cun akhirnya menahan kata katanya yang hendak mengatakan saling peluk antara Cao Cun dan Pendekar Rambut Emas tadi, bahwa itu yang membuat dia kehilangan kesempatan. Wan Hoa jadi menyalahkan diri sendiri daa berkali-kali menampari mulutnya.
Dia merasa berdosa dengan mulutnya yang tajam itu, yang suka "menyengat" Kim-mou-eng dengan kata-kata pedas. Cao Cun tentu saja tak membiarkan sahabatnya berduka terus. Dan ketika dia menghibur dan berkala bahwa sebaiknya Wan Hoa menemaninya di kamar untuk menenangkan Ituci Yashi yang lagi lagi menangis karena ngeri mendengar ribut-ribut itu akhirnya Wan Hoa menurut dan sadar menghentikan tangisnya, digandeng dan sudah menemani Cao Cun ke kamar pribadi. Di sini tanpa terdengar siapa pun mereka menumpahkan air mata, keduanya sama-sama menyesal. Dan karena Kim-mou-eng telah pergi dan tak mungkin mereka bertemu pendekar itu kalau tidak atas kehendak Kim-mou-eng sendiri maka Wan Hoa melepas sesalnya dengan puasa tujuh hari melakukan puasa dan doa untuk keselamatan Kim-mou-eng. Semoga pendekar itu mau memaafkannya dan diberi selamat oleh dewa yang agung. Cao Cun terharu dan mendekap sahabatnya ini. Kedukaan Wan Hoa berarti kedukaan dirinya pula. Dan ketika Wan Hoa mulai tenang dan dapat dibujuk untuk menerima semua kisah mereka sebagaimana adanya akhirnya Wan Hoa dapat menerima semuanya itu dan kembali mendampingi Cao Cun sebagaimana biasa, merawat dan memelihara keponakannya yang mungil, ltuci Yashi,
Cao Cun sudah dianggap seperti saudara sendiri dan hubungan mereka memang melebihi saudara, itulah sebabnya anak laki laki Cao Cun ini dianggap sebagai keponakannya pula. Wan Hoa tak memperdulikan hubungan darah, anak Cao Cun dianggap seperti anak atau keponakannya sendiri. Dan karena Wan Hoa mulai tenang dan sedikit-sedikit mulai dapat tersenyum dan bermain main bersama bayi laki-laki itu maka Cao Cun merasa lega dan tenang pula. Mereka berdua seolah dapat melupakan kejadian itu, di lahir tak tampak. Tapi Cao Cun yang sesekali memergoki Wan Hoa menangis sendiri di kamarnya dapat menduga bahwa penyesalan Wan Hoa belum tuntas dan karena itu ingin menemui Kim-mou-eng dan siap mengutus seseorang untuk mencari pendekar itu! Tapi, berhasilkah kiranya" Cao Cun sendiri sering menghela napas panjang.
===dwkz0smhn0abu0===
Hari itu dua pembesar itu sama-sama duduk berhadapan. Mereka sama-sama muram, yang satu menyilangkan kaki dengan gelisah sedangkan yang lain mengepal tinju dan melotot gemas.
"Jadi Ma-yang diculik Kim-mou-eng, taijin?"
"Ya, itu yang kudengar dari pengawalku, taijin. Dan sampai sekarang dayang itu tak kembali juga. Aku khawatir bahwa dia akan membuka rahasia."
"Tentu. Kim-mou-eng pasti memaksanya. Keparat Pendekar Rambut Emis itu!" dan pembesar pertama yang bangkit berdiri tiba-tiba memanggil seseorang dan kakek bercakar baja muncul di situ, berkelebat dan sudah membungkuk memberi hormat. "Ada perintah, taijin?"
"Tidak, hanya aku ingin mengajakmu bercakap-cakap. Duduklah!" pembesar itu mempersilahkan kakek ini, mata berputaran tak tenang dan kembali dia memandang temannya, pembesar kedua yaug selalu menyilang-nyilangkan kaki itu. Dan ketika mereka saling pandang dan kakek bercakar baja ini bingung maka pembesar pertama, yang bukan lain Mao-taijin adanya berkata, "Lojin, apa yang harus kulakukan kalau Pendekar Rambat Emas itu ke sini" Apakah pengawal di luar cukup ketat berjaga?"
"Hamba mengerahkan tiga ratus pengawal pendam, taijin. Keadaan di luar tak perlu menggelisahkan paduka dan cukup aman. Hamba berani jamin."
"Tapi pengawal saja tak cukup. Kita harus mempunyai pembantu andalan. Bagaimana pendapatmu, taijin?" Mao-taijin menoleh pada temannya, pembesar gendut yang bukan lain Sam thaikam adanya, pembesar kebiri yang menjadi kepala di Istana Dingin.
Hari itu pembesar kebiri itu menceritakan hilangnya Ma-yang, memberitahu bahwa Kim-mou-eng datang menculik dayang ini, tentu ada hubungan dengan Wang-siocia.
Mao taijin terkejut dan pucat mendengar itu. Dan karena kepandaian Kim-mou-eng selalu menggetarkan orang dan menteri ini kecut atas pembalasan pendekar itu maka dia mau berjaga jaga dan mengajak Sam-thaikam ini bicara. Tentu saja mau menyelamatkan diri sendiri dan bersiap-siap kalau Kim-mou-eng datang. Sam thaikam memaklumi, bahkan thaikam ini pun juga kecut kalau Kim-mou-eng sampai mencarinya pula, dia akan dituntut tanggung jawabnya. Maka ketika Mao-taijin bertanya bagaimana pendapatnya kalau mereka memiliki pembantu andalan tiba tiba pembesar ini menggangguk.
"Benar, kita harus memiliki pembantu yang dapat dipercaya, taijin. Aku sependapat denganmu tapi tak tahu siapa orangnya yang dapat di jadikan pembantu itu. Apakah Lo-jin dapat memberi tahu kami?"
Sin-kee Lo jin, kakek bercakar baja itu semburat. Sebenarnya omongan ini sama dengan ketidakpercayaan dua pembesar itu kepadanya. Sin kee Lo-jin memang tak dapat mengalahkan Kim-mou-eng. Maka ketika orang bertanya kepadanya dan sedikit atau banyak kakek ini merasa bersalah tak dapat melindungi majikannya maka Sin-kee Lo-jin berpikir keras memberikan jawaban.
"Hamba sendiri belum mengetahui orangnya, taijin. Tapi beberapa hari ini hamba mendengar kabar munculnya dua orang sakti dari Bhutan, juga munculnya Siauw-bin-kwi yang hamba kira tewas beberapa waktu yang lalu!"
"Siauw-bin-kwi" Dia masih hidup?"
"Ya, dan bersama dua tokoh Bhutan, taijin. Tapi di mana mereka sekarang hamba tidak tahu."
"Celaka, sialan!" dan Mao taijin yang membanting kaki dengan gemas tiba tiba membelalakkan mata. "Eh, Lo-jin, kau bicara menyebut2 dua tokoh Bhutan. Siapa mereka ini dan bagaimana pula kepandainnya?"
"Mereka sakti, taijin Hamba mendengar mereka tak kalah sakti dengan Siauw-bin-kwi!"
"Aku tak tanya itu, yang kumaksud adalah bagaimana jika mereka melawan Kim-mou-eng. Siauw bin-kwi sendiri tak dapat mengalahkan Kim-mou-eng!"
Sin-kee Lo-jin pucat. "Maaf, aku pribadi belum tahu benar, taijin. Tapi kalau mereka bersama Siauw-bin-kwi tentu kepandaian mereka hebat. Siauw-bin kwi kabarnya cacad, dua kakinya buntung. Dua tokoh Bhutan ini selalu menyertai dan kabarnya hampir saja menangkap Kim-mou-eng sumoinya tertangkap dan ditawan dua orang Bhutan itu."
"Tiat-ciang Sian-li tertangkap?" Mao-taijin melebarkan mata. "Dan mereka hampir membunuh Kim-mou-eng" Ah, bagus, Lojin. Agaknya ini yang kucari-cari dan temukan mereka. Suruh dua orang Bhutan itu ke mari dan bilang ribuan tail emas siap memandikan mereka!"
Menteri itu dilanda perasaan girang, tertawa bergelak dan merasa inilah berita bagus. Dua orang sakti itu boleh disuruh datang Sam-thaikam juga bersinar-sinar. Tapi teringat Siauw bin-kwi mendadak pembesar kebiri ini mengerutkan kening.
"Ah, agaknya tak gampang. Bagaimana kalau Bin kwi ikut mereka?" Mao taijin teriegun.
"Ingat," Sam-thaikam melanjutkan lagi. "Bin-kwi dan kawan-kawannya itu tak dapat kita pergunakan, taijin. Mereka dahulu telah membantu mendiang Pangeran Muda dan menyerang kaisar. Kalau kita mempergunakan tenaga mereka dan kaisar tahu tentu kita repot. Sebaiknya kita, berpikir hati-hati agar tidak menyesal di kemudian hari."
"Hmm," Mao-tajin mengangguk-angguk, tertawa lebar. "Yang akan kita pergunakan adalah dua tokoh Bhutan itu, taijin. Bukan Bin-kwi atau teman-temannya. Aku sudah tahu bahwa mereka tak mungkin boleh menampakkan diri lagi di sini, tapi kalau dua tokoh Bhutan itu bukankah mereka masih baru" Agaknya ini persoalan kecil, bisa diatur!"
Sin-kee Lo-jin tersenyum. Orang-orang besar memang selalu begitu, selalu bilang bisa diatur dan entah istilah apalagi lainnya, yang pada pokoknya menggampangkan persoalan dan menganggap sesuatunya remeh. Memang tampaknya optimis tapi bisa juga mencelakakan diri sendiri kalau tidak hati-hati, semuanya ini saling kait-mengait.
Dan ketika majikannya tertawa lebar dan Sam thaikam ikut tersenyum maka pembesar ini bertanya, "Baiklah, bagaimana kalau begitu, taijin" Maukah dua tokoh iiu datang ke mari" Aku masih menyangsikan jangan-jangan si Setan Ketawa itu pun akan ikut ke mari karena mereka adalah sahabat!"
"Kau jangan kecil hati," Mao-taijin melepas tawanya. "Bukankah kita dapat mjenyuruh dua orang itu menghalangi Bin-kwi" Kalau mereka mau bekerja sama dengan kita tentu mereka harus melepas si Setan Ketawa itu, taijin. Kalau tidak tentu mana akan tahu kehadiran si Bin kwi ini dan kita sama sama repot. Yang penting sekarang adalah bagaimana mengundang mereka, menyuruh dua orang Bhutan itu ke mari. Dan agak nya Lo-jin dapat melakukan ini!"
Sin-kee Le-jin menelan ludah. "Hamba sanggup, taijin. Tapi orang orang kang-ouw biasanya orang-orang yang tak gampang diatur. Mereka aneh, juga kadang kadang bersikap di luar dugaan hingga kita harus waspada."
"Sudahlah, kau sanggup mencari mereka, bukan?"
"Tentu saja."
"Kalau begitu sekarang kau berangkat, katakan pada mereka bahwa selaksa tail emas menanti mereka ditambah sebuah kedudukan tinggi!"
Sin-kee Lo-jin mengangguk, bangkit berdiri dan mau melompat keluar.
Tapi baru dia menggerakkan kaki melompat bangun tiba-tiba tiga bayangan berkelebat dan suara yang menggetarkan dinding ruangan terdengar di situ.
"Ha-ha, tak perlu mencari kami, taijin. Kami datang!" tiga bayangan susul-menyusul berdiri di situ, begitu cepat gerakan mereka dan Sin-kee Lo jin maupun yang lain-lain bengong.
Sin-kee Lo jin terkejut melihat kedatangan tamu2 tak diundang, matanya melotot. Tapi ketika dia melotot dan dikira marah mendadak seorang di antara tiga tamu ini mengibas. "Cakar Ayam, pergilah. Tak usah mendelik di sini!"
Sin-kee Lojin berteriak. Tiba-tiba dia disambar tenaga begitu hebat, terangkat dan terlempar keluar, coba menahan tapi tetap kalah juga.
Dan ketika Ayam Sakti itu menjiiit dan bergulingan di luar maka Mao-taijin berseru keras mengangkat lengannya. "Tahan, jangan sakiti dia....!" dan pembesar kini yang sudah berdiri bersama Sam-thaikam lalu memandang tiga tamu itu dan tertegun, melihat dua kakek tinggi besar berjajar di sebelah seorang kakek buntung, keduanya menyeringai sementara kakek yang buntung itu tertawa. Dan ketika Mao taijin terbelalak dan kaget mengenal si buntung itu maka Sam-thaikam mendahului berseru, "Siauw bin kwi!"
Siauw-bin kwi tertawa gembira. Dia me-mang Siauw-bin-kwi adanya, bersama dua temannya yang bukan lain Bong Kak dan Ma Tung, dua tokoh Bhutan yang baru disebut sebut itu. Dan ketika orang mengenalnya dan Siauw-bin kwi mengetuk ngetukkan tongkat bambunya maka iblis ini tertawa berseru menjawab, "Benar, aku, taijin. Kalian masih mengenal aku" Dan ini teman temanku yang kalian bicarakan, itu siap menerima selaksa tail emas dan sebuah kedudukan tinggi!"
Mao taijin pucat. Kiranya orang-orang ini telah mendengar pembicaraannya, padahal di luar katanya ada tigaratus pengawal pendam. Bukti bahwa betapa lihainya orang-orang ini. Dapat masuk tanpa diketahui. Dan ketika pembesar itu tertegun dan Sin kee Lo jin mengeluh melompat masuk maka Bong Kak, tokoh yang tadi mengibaskan lengannya itu siap melempar si Ayam Sakti ini kembali, buru-buru dicegah Mao-taijin yang khawatir melihat pembantunya dibuat jungkir balik.
"Jangan.... tahan. Biarkan dia di siri!" lalu menghadapi Siauw bin-kwi yang sudah dikenalnya duluan pembesar ini berseru, "Bin kwi, bagaimana kalian dapat tiba di sini" Siapa dua temanmu itu?"
"Ha-ha, mereka Bong Kak dan Ma Tung, taijin. Yang ini Bong Kak, yang itu Ma Tung. Kami datang karena mendengar tawmranmu yang manis. Sekarang kami tiba dan tiap menagih janji!"
"Tapi.... tapi...."
"Hmm!" Bong Kak maju menyeringai lebar. "Kami bertiga sahabat sejak lama, taijin. Kalau kau menyuruh kami mengusir Bin-kwi hal itu tak dapat kami lakukan. Aku tahu maksudmu, kau hendak menyuruh kami menyingkirkan si Setan Ketawa ini, bukan" Tak dapat, kami tak dapat melakukan itu!"
(Oo-dwkz-smhn-abu-oO)
Jilid : IX SAM-THAIKAM kini maju menengahi. "Maaf." Pembesar itu berkata lembut. "Kalian rupanya sudah mendengar semua pembicaraan kami, sam-wi locianpwe. Kalau begitu bagaimana pendapat kalian jika kaisar tahu kedatangan Bin-kwi" Bagaimana kami mempertanggungjawabkannya kepada sri baginda?"
"Hm, kami bukan orang-orang tolol yang gampang menunjukkan diri kepada umum. taijin. Kalau Bin-kwi tak menghendaki dirinya diketahui orang luar tentu kaisar pun tak akan tahu kedatangannya, begitu juga kami"
"Jadi kalian tetap bertiga?"
"Ya!"
"Tak ada yang khawatir ketahuan?"
"Lihatlah!" Bong Kak tiba tiba berseru. "Apakah kami bertiga dapat dilihat orang?" Dan ketika tokoh tinggi besar ini melejit ke atas dan memberi tanda pada dua temannya mendadak tiga orang ini lenyap berkelebat entah ke mana.
Sin-kee Lo jin sendiri yang merupakan pembantu terpercaya Mao taijiii celingukan dan terkejut melihat ke sana-sini, tak menemukan bayangan mereka dan heran melihat kesaktian tiga tokoh itu. Dan ketika Bong Kak mengeluarkan suaranya kembali dan menyuruh melihat mereka maka seperti siluman saja tiga orang itu muncul dan berdiri di depan Mao-taijin tanpa diketahui dari mana pula datangnya.
"Nah, cukupkah ini, taijin" Atau kami harus melakukan sesuatu yang lebih hebat lagi?"
"Tidak.... tidak, itu sudah cukup.... cukup!" dan Mao-taijin yang buru-buru menggoyang lengan sambil tertawa akhirnya girang bukan main melihat kehebatan tiga orang ini. Baik Bong Kak mau pun Bin-kwi rupanya sama-sama hebat, mereka dapat menghilang begitu saja di hadapan dirinya. Ini tentu ilmu siluman. Bahkan Bin-kwi yang berkaki bambu itu tak terdengar sama sekali ketukan bambunya, tanda iblis ini lebih hebat. Dan ketika Sam-thaikam tersenyum dan Bin-kwi serta dua temannya tertawa maka Mao-taijin sudah mengundang mereka duduk, menjamu dan girang bukan main karena orang orang lihai telah melindungi dirinya.
Bong Kak dan Ma Tung mendemonstrasikan pula kehebatan mereka yang membuat arak menjadi beku atau mendidih seperti lahar panas. Cecak yang sedang bercumbu ditiup mampus, atau hal-hal lain yang aneh-aneh di mana Sin-kee Lojin sendiri sampai terbelalak kagum. Dan ketika tiga orang itu dijamu makan minum dan mereka diberi kedudukan sebagai pengawal rahasia di mana Mao-taijin minta dilindungi sepenuhnya maka Sam-thaikam mengerutkan kening karena diri sendiri terlupakan. Semuanya "diborong" oleh menteri she Mao itu dan thaikam ini merasa tak senang. Mao-taijin muncul egonya, tentu saja pembesar itu kecewa dan marah. Dan ketika perjamuan berakhir dan pembesar ini minta diri maka diam diam dia berbisik pada Siauw-bin-kwi agar nanti Siauw bin-kwi dan dua temannya itu datang ke gedungnya.
"Aku pun perlu tenaga kalian. Datanglah dan kita bercakap cakap di gedungku."
Siauw Bin-kwi terkekeh. Dia tanggap, cepat mengangguk dan membeli isyarat pada dua temannya. Tak lama kemudian mereka sudan datang di gedung Sam-thaikam ini, setelah meninggalkan Mao-taijin. Dan ketika Sam-thaikam berkata dengan mendongkol bahwa yang bisa memberi kedudukan begitu bukan hanya Mao-taijin saja maka pembesar ini sudah mengeluarkan tiga pundi pundi uang penuh dengan gemerincingnya emas.
"Kalian kuminta lebih melindungi diriku daripada Mao-taijin. Ini hadiah tiga kali lipat dibanding menteri she Mao itu Kalian sanggup?"
"Ha-ha, tentu sanggup, taijin Kalau paduka memberi hadiah tiga kali lipat begini tentu saja perhatian kami akan lebih terpusatkan pada paduka. Apa yang paduka takuti?"
"Kim-mou-eng, aku takut kedatangannya!"
"Kim-mou-eng?" Siauw-bin-kwi terbelalak. "Ha ha, itu mudah, taijin. Kami bertiga baru saja menangkap sumoinya, bahkan Kim mou-eng lari terbirit birit ketika dia membebaskan sumoinya itu"
"Kalian telah bertemu dengannya?"
"Ya, dan kami hampir pula berhasil merampas Sam kong-kiam" Siauw-bin-kwi lalu membual, ceritanya di-buat2 sebegitu tinggi hingga Sam-thaikam meng-angguk2, merasa kagum pada tiga orang ini dan merasa sayang kenapa pedang itu tak terampas.
Dan ketika Bin-kwi selesai bercerita dan Sam-thaikam menarik napas maka pembesar ini berkata, mengepal tinju, "Bin-kwi, kalau kalian bertemu lagi dengan Pendekar Rambut Emas itu harap kalian rampas pedangnya. Aku akan memberi kalian masing-masing seratus ribu tail emas penuh. Serahkan pedang itu kepadaku!"
"Baik." Siauw bin-Vwi agak terkejut. "Paduka berminat pada Sam-kong-kiam pula, taijin?"
"Hmm," pembesar ini tertawa licik. "Aku hanya akan menyerahkan pedang itu pada sri baginda, Bin-kwi. Dan berkata bahwa kalianlah yang berjasa besar mengembalikan pedang pada istana "
Siauw bin-kwi terkekeh. "Tapi pedang itu katanya memiliki tiga pengaruh gaib, apakah paduka tak menginginkannya untuk diri sendiri?"
Sam-thaikam terkejut. "Kau tahu itu?"
"Ha-ha, aku tahu apa yang tak diketahui orang, taijin. Dan sebaiknya pedang itu paduka simpan untuk diri sendiri"
"Ah, tidak," pembesar ini mengelak. "Aku hanya menginginkan pedang itu untuk dikembalikan pada sri baginda, Bin-kwi. Dan aku harap kalian membantuku sungguh-sungguh. Tapi bagaimana kau tahu tentang tiga pengaruh gaib itu segala. Apa yang kauketahui?"
Bin-kwi tertawa lebar. "Taijin, agaknya semua orang kini sudah tahu akan kesaktian perdang keramat itu, akan pengaruhnya yang hebat. Bahwa Sam-kong-kiam dinyatakan dapat membawa tiga hal kepada pemiliknya. Kekuasaan, kekayaan dan kenikmatan. Bukankah hal ini sudah dibuktikan pada kaisar sendiri" Lihat sri baginda itu. Kekuasaannya besar, kekayaannya besar dan kenikmatannya pun besar. Wanita cantik macam apa yang tak pernah dinikmati kaisar ini" Ha ha, semuanya sudah dipunyai kaisar itu, taijin. Dan terus terang sebaiknya paduka miliki sendiri pedang ini, jangan dikembalikan pada istana!"
Sam-thaikam terkejut. Bin-kwi mulai membujuknya, dengan cerdik dan amat ramah iblis buntung itu merayunya akan pedang pusaka ini, akan keampuhannya dan akan pengaruhnya yang besar. Sam-thaikam semakin terkejut karena Bin-kwi benar-benar mengetahui kehebatan pedang itu, bahkan iblis ini menceritakan ketajaman pedang itu ketika bertemu Kim-mou-eng, padahal sebenarnya yang ditemui adalah Bu-hiong.
Dan ketika iblis itu habis bercerita dan thaikam ini mengangguk-angguk mendadak Ma Tung, yang jarang bicara dan tertawa lebar berseru serak, "Bin-kwi, mana sebenarnya yang lebih tahu akan pedang itu kecuali Sam-taijin yang merupakan pembantu kaisar" Bukankah tak guna kau menceritakan semuanya itu kepada orang yang lebih tahu" Tutup mulutmu dan tak perlu membujuk, Bin-kwi. Taijin lebih tahu dari apa yang kauketahui!"
"Ah, benar," Bin-kwi sadar, tertawa menyeringai. "Aku lupa, taijin. Maaf."
Sam-thaikam hanya ganda ketawa. Dia sudah menutup pembicaraan tentang pedang itu, kembali pada Kim-mou-eng.
Dan ketika Bw-kwi bertanya kenapa thaikam itu takut menghadapi Kim-mou-eng maka Sam-thaikam berkata, "Persoalannya pada seorang dayang tolol. Kim-mou-eng menculik dayang itu dan akan ke mari. Kami berdua, maksudku aku dan Mao-taijin, terlibat dalam persoalan ini dan takut pembalasan Kim-mou-eng"
Thaikam itu lalu menceritakan persoalannya, bahwa Kim-mou-eng menculik dayang kepercayaan mereka yang menghasut Cao Cun. Kim-mou-eng tentu marah karena dijelek jelekkan namanya.
Dan ketika Bin-kwi mengangguk-anggguk dan tersenyum mendengar ini maka Iblis buntung itu menjawab, "Tak perlu dilebihkan, taijin. Sekarang ada kami di sini. Kalau dia datang dan mengganggu paduka tentu akan kami bunuh. Aku pribadi juga memiliki sakit hati pada Pendekar Rambut Emas itu."
Sam-taijin tenang. Penampilan Bin-kwi dan kawan-kawannya ini memang meyakinkan, dan karena ia memberi imbalan lebih besar pada tiga orang itu daripada Mao-taijin maka thaikam ini tak diliputi ketakutan lagi dan justeru berharap Kim-mou-eng akan datang. Agar persoalan segera selesai dan Pendekar Rambut Emas itu dapat dibunuh, Sam kong-kiam dapat dirampas dan diam-diam pembesar kebiri ini merencanakan sesuatu untuk tiga tokoh itu
Dan ketika Bin-kwi kembali dan mulai hari itu mereka bekerja untuk Sam-thaikam dan juga Mao-taijin maka Bong Kak dan temannya hidup senang di istana ini, ke luar masuk dengan bebas karena memang mereka memiliki kepandaian tinggi. Lenyap dan munculnya tiga orang ini seperti siluman saja, tak ada yang tahu. Dan karena Sam-thaikam selain berusaha memberi imbalan lebih besar pada tiga orang itu ketimbang Mao-taijin maka otomatis Bin-kwi dan dua temannya ini lebih memperhatikan Sam-thaikam, waktu demi waktu lewat dan mereka cepat menjadi gemuk.
Tiga iblis ini benar benar hidup dalam kesenangan. Mereka menjadi pengawal pribadi yang bersifat rahasia. Dan ketika tiga bulan kemudian mereka bekerja secara malas-malasan maka hari itu secara mendadak mereka menghadapi ujian pertama.
Sam-taijin memanggil mereka, menyuruh seorang di antara mereka pergi ke Propinsi Liao-ning. Di sini Sam-thaikam memiliki seorang kemenakan, namanya Sam Yin. Kemenakan ini bekerja di gubernuran Liao-ning. Sam-thaikam minta agar keponakan itu dibawa ke sini, ada persoalan penting. Dan karena yang diperintah hanya seorang saja karena dua yang lain harus tetap menjaga di situ maka Bin-kwi menunjuk Bong Kak untuk melaksanakan tugas ini.
"Kau saja yang pergi, aku dan Ma Tung di sini."
Bong Kak mengangguk. Dia sudah pergi melaksanakan perintah, hari itu juga Sam taijin minta agar kemenakannya dibawa. Tapi ketika Bong Kak pergi dan meninggalkan dua temannya mendadak Mao-taijin memanggil Bin-kwi dan minta agar seorang di antara mereka pergi ke Liao-ning pula untuk menculik seseorang.
"Aku butuh bantuan kalian. Seseorang harus dibawa ke sini."
"Siapa, taijin?" Bin-kwi bertanya.
"Seorang pemuda, bekerja di gubernuran Liao-ning. Kalian tak perlu tahu namanya karena Lo-jin akan mengantar kalian. Siapa yang akan pergi?"
Bin-kwi bingung.
"Kenapa tak menjawab" Ada apa, Bin-kwi?"
Terpaksa, Setan Ketawa ini tertawa. Dia berkata bahwa Ma Tung yang akan melaksanakan tugas itu, memanggil temannya dan Ma Tung terbelalak, melirik si Setan Ketawa tapi tak bisa menolak. Sio kee Lo jin akan mengantarnya menunjukkan pemuda itu, mengumpat dan menegur si Setan Ketawa ini kenapa dia yang harus pergi. Bin-kwi dapat ongkang-ongkang kaki sementara dia bekerja. Bin-kwi memberi alasan bahwa Mu Tung dapat bekerja lebih baik, iblis itu tak akan dikenal oleh orang-orang di Liao-ning. Itulah sebabnya Bin-kwi memilih dia. Dan karena si Ayam Sakti sudah menunggu dan Ma Tung tak dapat banyak bicara lagi maka kakek Bhutan ini berkelebat keluar dan pergi ke Liao-ning.
Di dalam perjalanan Sin-kee Lo-jin mengikuti. Susah payah si Ayam Sakti ini mengikuti si tokoh Bhutan, berkali kali nyaris ketinggalan dan Ma Tung mengomel panjang pendek. Sebenarnya di depan ada temannya yang duluan, Bong Kak. Perjalanan menjadi agak tersendat karena kepandaian Lo-jin yang di tawah si tokoh Bhutan. Dan ketika mereka tiba di Liao ning namun waktu sudah menjadi gelap maka Sin-kee Le-jin langsung mengajak si tokoh Bhutan memasuki sebuah rumah baru.
"Di sini pemuda itu tinggal, locianpwe harus membawanya dan boleh mendahului aku kalau berhasil"
"Siapa namanya?"
"Seseorang bernama Sam, laki laki berumur tigapuluhan tahun dan amat licik. Taijin membenci pemuda ini"
Si Ayam Sakti sudah melompat masuk, menyelinap dan melihat rumah itu kosong, tertegun dan celingukan ke sana ke mari, mukanya berobah. Tapi ketika seorang pelayan muncul dari pintu belakang dan Sin kee Lo jin menangkap pelayan ini maka si Ayam Sakti terkejut mendengar bahwa pemuda yang dicari sudah dibawa seseorang, katanya baru saja.
Mereka sedang menuju ke rumah gubernur Hiang dan setelah itu akan ke barat, seorang kakek tinggi besar membawa "Sam-siauwya" (tuan muda Sam) ini. Sin kee Lo jin tak menduga sama sekali akan bayangan Bong Kak, cepat menyusul ke rumah gubernur Hiang tapi katanya Sam-siauwya telah pergi. Tentu saja kakek ini kelabakan dan Ma Tung yang berada di belakangnya mengerutkan kening. Tokoh Bhutan ini hampir saja mencaci-maki. Dia meraba-raba siapa kiranya pemuda yeng akan diculik ini Dan ketika Ayam Sakti pucat dan buru-buru menangkap seorang pengawal dengan menyembunyikan muka di balik kedok maka pengawal yang ditangkap itu menggigil.
"Sam-siauwya baru saja pergi, dibawa seseorang yang tak kukenal. Mereka menunggang kereta...."
"Ke mana?"
"Ke barat, ke kota raja...."
"Keparat!" Ayam Sakti membanting pengawal ini sampai kelenger. "Kita kejar, locianpwe. Mereka menggunakan kereta!"
Ma Tung menggeram panjang pendek. Dia merasa dipermainkan oleh semuanya ini, menghadapi teka teki gelap. Tapi karena buruan sudah jelas dan sebuah kereta katanya menuju ke barat maka mereka mengejar dan Sin kee Lo jin jatuh bangun menyusul bayangan si tokoh Bhutan, akhirnya mendengar derap kereta dan Sin kee Lo jin girang, melihat kereta indah bergerak di depan dan mereka menyusul Ma Tung sudah berkelebat dan tak sabar ingin menangkap buruan. Itulah orang yang harus dibawa. Tapi ketika kereta tiba2 berhenti dan kuda meringkik panjang maka Ma Tung tertegun dan menghentikan langkah pula, melihat dua sosok bayangan melompat keluar dan lenyap di sisi kereta. Ma Tung terkejut melihat gerakan mereka yang cepat, bayangan pertama mendekap bayangan kedua Ginkang yang ditunjukkan bayangan itu luar biasa sekali. Ma Tung membelalakkan mata. Tapi karena Sin-kee Lo-jin sudah menyusul dan terengah di belakangnya maka Ayam Sakti ini memberi saran agar mereka berdua menyembunyikan muka di balik saputangan.
"Mereka rupanya mencium gerakan kita. Kita harus hati-hati, sebaiknya locianpwe menyembunyikan muka."
Ma Tung menurut. Dengan berdebar tapi juga jengkel dia menutupi mukanya, kembali berkelebat dan mendekati kereta. Dari samping ia tak melibat apa apa, kereta kosong. Tapi ketika dia menyelinap ke kiri dan bergerak menuju kerimbunan di mana dua bayangan tadi melompat masuk sekonyong-konyong angin pukulan dahsyat menghantamnya dari belakang disusul munculnya sesosok bayangan tinggi besar yang juga mengenakan kedok.
"Dess!" Ma Tung menangkis, membalik dan terkejut karena pukulan lawan demikian kuat, dia terpental sementara lawan juga tergetar empat langkah. Bayangan itu menggeram dan kelihatan terkejut juga, matanya yang mencorong terbelalak. Tapi ketika Ma Tung menggulingkan tubuh menjauh dan kaget oleh pukulan lawan maka lawan sudah berkelebat dan menyerangnya bertubi-tubi. Geraman dan bentakan pendek terdengar berkali kali dari mulut bayangan ini, suaranya tak begitu jelas, tertutup kedok. Jadi masing-masing sama tak mengenal siapa lawan mereka. Tapi karena Ma Tung diserang dan tokoh Bhutan ini marah tentu saja dia membalas dan mengeluarkan maki-makian pula, suaranya pun tak jelas karena tertutup saputangan, masing masing sama marah. Sebentar kemudian mereka bertempur hebat dan kuda penghela kereta ketakutan, kuda ini meringkik dan mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi.
Suara pukulan dan benturan di antara dua orang yang bertempur itu memang mengerikan, masing-masing rupanya memiliki sinkang berimbang dan pohon pohon lotoh disambar angin pukulan mereka. Malam yang gelap tak membantu keduanya untuk mengenal lawan masing-masing. Dan ketika kuda meringkik dan lawan Ma Tung rupanya gelisah dan penasaran tak dapat segera merobohkan lawannya itu maka bayangan ini memberi perintah pada temannya yang masih bersembunyi agar kabur, bayangan kedua meloncat dan memasuki keretanya, membedal keretanya dan dua kuda di depan melesat seperti terbang. Mereka dicambuk dan bayangan ini membentak-bentak. Si Ayam Sakti terkejut karena buruan lolos, dia mengejar dan menyuruh Ma Tung menahan lawannya. Dan karena di kereta itu hanya ada seorang saja dan Ma Tung menganggap temannya bisa membereskan tugasnya maka tokoh Bhutan ini tertawa bergelak dan menahan semua pukulan-pukulan lawannya, sebenarnya gembira tapi juga penasaran karena dia pun tak dapat merobohkan lawannya ini. Bayangan itu mau melompat menyambar Sin kee Lo jin namun Ma Tung selalu mencegah, ber kali-kali hal itu dilakukan hingga lawan menjadi murka. Dan ketika si Ayam Sakti sudah lenyap mengejar kereta dan bayangan ini menggerung hebat sekonyong-konyong dua lengannya bergerak menghantam dengan tulang tulang berkerotok, menyambar lawannya dan Ma Tung terkejut, dia mengenal pukulan itu. Hek-in-ciang (Pukulan Awan Hitam), pukulan temannya sendiri. Jadi kiranya ini adalah Bong Kak. pantas demikian lihai! Tapi karena pukulan sudah menyambar tiba dan Ma Tung tak ada waktu untuk mengelak selam menangkis maka tokoh Bhutan ini pun berseru keras dan cepat memberi seruan dalam bahasa Bhutan,
"Kayik....!"
Dua benturan itu sudah sama-sama bertemu. Ma Tung mencelat tiga tombak sambil melepas saputangannya, mengeluh namun mampu menahan Hek in-ciang. Lawan terkejut dan mencelat pula, mendengar teriakan Ma Tung. Tentu saja mengenal seruan yang diserukan temannya itu. Dan ketika mereka sama melompat bangun dan Bong Kak, bayangan ini, melihat bahwa itu adalah temannya sendiri maka raksasa Bhutan ini berseru kaget.
"Ma Tung....!"
Ma Tung mengangguk. Dia sudah melompat mendekati temannya, dada diusap sambil menggerutu, betapapun napasnya terasa sesak. Dan ketika dia sudah mendekati kawannya itu dan Bong Kak terbelalak menggigil maka Ma Tung berkata, "Ya, aku, Bong Kak. Kita kiranya telah bertempur sendiri untuk urusan yang sama. Keparat, kita berada di persimpangan jalan yang repot"
"Apa yang terjadi" Kenapa kau mengejar-ngejar aku?"
"Aku tak mengejar-ngejarmu, Bong Kak, melainkan mengejar temanmu yang di dalam kereta itu. Bukankah dia seseorang bernama Sam?"
"Ya, Sam Yin, keponakan Sam-taijin. Lalu kenapa kau mengejar-ngejarnya" Bukankah Sam-taijin telah memerintahkan aku untuk membawa keponakannya ini?"
"Aku tak tahu kalau dia ini Sam Yin, Bong Kak. Aku mendapat perintah dari Mao-taijin menangkap bocah itu!"
"Kenapa" Ada apa?" Bong Kak heran.
"Aku mulanya tak tahu, tapi kini aku mulai mengerti," dan Ma Tung yang lalu menceritakan persoalannya pada temannya lain disambut seruan dan gelengan berkali-kali, Bong Kak merasa terkejut mendengar ini, juga heran. Tapi ketika temannya berkata bahwa ini tentu gara-gara permusuhan dua pembesar itu Ma Tung mengakhiri ceritanya, "Aku kira Mao-taijin menangkap sesuatu yang tidak beres antara Sam-thaikam dengan keponakannya, mengirim aku untuk mendahului menangkap bocah itu tapi Sam-taijin keburu menyuruhmu membawa bocah itu. Aku tak tahu apa yang direncanakan Sam-taijin, tapi melihat Mao-taijin begitu serius menyuruhku menangkap bocah ini tentu ada sesuatu yang penting yang sudah direncanakan thaikam itu."
"Kemudian bagaimana sekarang?" Bong Kak bingung. "Siapa yang harus kita turuti?"
Ma Tung juga bingung. "Mestinya Sam-thaikam, Bong Kak. Dia lebih banyak memberi imbalan pada kita."
"Tapi Mao-taijin tentu marah-marah kepadamu kalau tidak membawa bocah itu. Kau dianggap tidak berhasil!"
"Inilah yang repot. Sebaiknya kita tanya Bin-kwi dan dia saja yang menentukan."
"Baik, tapi sekarang Ayam Buduk itu menyambar korban kita. Lalu apa yang kita lakukan?"
"Sebaiknya cegah dia dulu, Bong Kak. Kau pura-pura lolos dariku dan serang si Ayam menyebalkan itu. Aku pura-pura menyusul dan kita sama-sama kembali."
"Baik!" dan Bong Kak yang tidak sabar lagi menunggu temannya tiba tiba berkelebat, diteriaki agar mengenakan kedoknya lagi. mereka pun harus berpura-pura untuk menjalankan sandiwara ini. Sin kee Lo-jin sudah jauh dan keponakan Sam-thaikam dalam ancaman. Tapi karena tokoh ini adalah tokoh sakti dan kepandaiannya meringankan tubuh juga luar biasa sekali maka begitu berkelebat dan lenyap dibiarkan Ma Tung kakek raksasa ini menyusul dan sudah berada di belakang kereta yang berderap kencang. Sin kee Lo-jin hampir menyandak kereta itu. sang kusir yang bukan lain Sam Yin sendiri pucat mukanya, membedal keretanya dan berteriak teriak agar kudanya berlari lebih cepat lagi.
Tapi karena Sin-kee Lo-jin sudah tiba di belakang dan membentak agar lawannya berhenti tiba tiba kakek ini melayang di atas kereta dan berseru keras, "Sam-siauwya, robohlah....!"
Pemuda itu terkejut. Dia melihat Sin-kee Lo-jin berkelebat di atas keretanya, memburu dan mencengkeram dadanya. Lak-laki ini ketakutan, cambuk diayun dan kuda pun meringkik. Tali kekang tiba-tiba ditarik dan kereta berhenti, begitu mendadak hingga kedua rodanya terseret oleh injakan rem yang dilakukan pemuda itu, menggores tajam di atas tanah.
Dan ketika Sin kee Lo jin melayang dan cambuk menyambut dirinya maka dengan tertawa si Ayam Sakti ini menangkis dan kedua lengan tetap terjulur mencengkeram dada lawannya.
Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aih....!"
Sam siauwya nekat. Dia membuang tubuh keluar kereta, cambuk terampas dan cengkeraman lawan luput, memberebet mengenai bajunya saja. Sin-kee Lo-jin mendongkol dan melihat lawan bergulingan di tanah, tentu saja tertawa mengejek dan mengejar lawannya itu. Kali ini Sam-siauwya tak mungkin lolos, dia telah menghadang jalan ke luar pemuda itu. Tapi ketika Lo jin menjengek dan menyambar turun menotok lawannya itu tahu-tahu sebuah bentakan terdengar dan Bong Kak menghantam si Ayam Sakti ini, berkelebat tiba.
"Enyahlah....!"
Lo-jin terkejut. Dia tak menyangka kalau lawan temannya lolos, dari kejauhan terdengar teriakan Ma Tung yang mengejar bayangan ini. Bong Kak kembali menutupi mukanya dan pura-pura menggeram, Lo jin menangkis dan tentu saja kalah kuat. Dan karena Bong Kak memang ingin merobohkan pembantu Mao-taijin itu agar sepak terjangnya tidak diketahui maka sekali pukul dia membuat lawan mencelat.
"Aaaah!" Sin-kee Lo-jin mengeluh, terbanting dan roboh bergulingan di sana. Ma Tung berkelebat tiba dan pura-pura menanya si Ayam Sakti ini, kakek ini menuding nuding Bong Kak, sebentar saja karena kemudian dia pingsan. Kakek Bhutan itu tentu saja tertawa dan mengejek melihat temannya terguling. Itu adalah siasat mereka. Dan ketika Bong Kak menolong Sam-siauwya dan pemuda itu ketakutan melihat Ma Tung kakek tinggi besar ini sudah berkata,
"Kita berlari cepat, tak perlu mempergunakan kereta lagi" dan begitu Bong Kak menyambar pemuda ini di atas pundaknya tiba-tiba kakek ini sudah terbang dan menuju kota raja, di sambut seruan ah-ah dan Sam-siauwya heran, dia melihat Ma Tung mengikuti, tak menyerang, bahkan kini berendeng bersama pemondongnya ini. Pemuda ini tertegun.
Dan ketika dia bertanya siapa Ma Tung ini dan kenapa sudah tak bermusuhan lagi maka Bong Kak menjawab tertawa lebar, "Dia temanku sendiri. Tadinya diutus menangkapmu oleh Mao-taijin. Kami sekarang sudah saling tahu, kau tak perlu tanya lagi dan tutup mulut!"
Pemuda ini mendelong. Sekarang dia tak ber tanya-tanya lagi, beberapa jam kemudian tiba di kota raja, langsung menuju istana dan Bong Kak serta temannya mencari Bin-kwi. Mereka berdua tak ada yang ke Mao-taijin atau Sam-thaikam, tentu saja pemuda ini keheranan dan terbelalak. Tapi ketika Bin-kwi muncul dan pemuda ini mengerutkan kening melihat seorang kakek buntung di situ maka Bong Kak menurunkan pondongannya dan berseru,
"Sekarang kita dibuat bingung. Yang disuruh tangkap oleh Mao-taijin adalah pemuda ini juga. Apa pendapatmu, Bin-kwi ?"
Bin-kwi terkejut. "Kalian maksudkan keponakan Sam-thaikam?"
"Ya."
"Wah, repot!" dan Bin-kwi yang menggaruk-garuk kepala ikut kebingungan tiba-tiba tertawa lebar. "Heh heh, ada akal, Bong Kak kita serahkan pemuda ini pada Mao-taijin tapi setelah itu kau harus menculiknya kembalil"
"Apa?"
"Ya, Ma Tung menyerahkan pemuda ini sesuai tugasnya, Bong Kak. Tapi setelah itu kau menculiknya dan membawanya pada Sam-thaikam. Dengan begini kalian berdua sama-sama telah menjalankan tugas dengan berhasil!"
"Tidak, jangan....!" Sam-siauwya pucat. "Jangan serahkan aku pada Mao-taijin, lociaapwe. Menteri itu amat membenciku dan tak mungkin dia mau melepaskan aku!"
Pemuda ini tak tahu kedudukan Bin-kwi dan kawan-kawannya, tadi hanya mendapat titipan surat dari sang paman, bahwa dia harus ikut kakek Bhutan itu karena ada satu urusan penting. Sam Yin memang diam-diam menjalin hubungan gelap dengan sang paman, Bong Kak bertiga belum tahu itu. Maka ketika Bin-kwi berkata bahwa dia hendak diserahkan pada Mao-taijin dan setelah itu Bong Kak akan menculiknya kembali padahal dia belum mengenal betul siapa orang orang ini maka pemuda itu ketakutan dan cemas, mau berteriak namun Bin-kwi keburu menotoknya roboh. Pemuda itu pingsan dan Bong Kak mengernyitkan kening. Dan ketika Bin-kwi berkata bahwa mereka tetap harus menjalankan siasat itu maka Ma Tung melangkah ke depan dengan sikap ragu-ragu.
"Kita tak khawatir kalau Mao-taijin membunuh pemuda ini, Bin-kwi?"
"Tidak, tak mungkin dia berani. Pemuda ini keponakan Sam-thaikam, dia tahu itu. Mana mungkin Mao-taijin mau membunuh pemuda ini"
"Tapi dia katanya membenci pemuda ini. Mao-taijin akan bersikap keras terhadap pemuda ini!"
"Ah, bisa diatur, Ma Tung. Kita sekalian mendampingi dan mengamati gerak-gerik Mao-taijin itu. Kalau dia hendak membunuh umpamanya kita bisa membujuk. Sudahlah, kalian ikut perintahku dan tak akan ada apa apa!"
Ma Tung menurut. Dia sudah menyambari pemuda yang pingsan itu, membawanya ke gedung Mao-taijin. Dua temannya mengikut dan Bin-kwi Serta Bong Kak pura pura tak tahu saja, mereka bertiga sudah melayang turun mencari Mao-taijin. Dan ketika menteri she Mao itu ketemu dan Mao-taijin girang melihat keberhasilan Ma Tung pembesar ini berseru, "Bagus, kau benar benar lihai, Ma Tung. Tapi di mana Sin-ke Lo-jin?"
Ma Tung memutar akal, mendapat lirikan temanrya. "Pembantu paduka itu ketinggalan di belakang. Ilmu lari cepatnya rendah sekali, aku tak sabar dan mendahului ke mari setelah berhasil merampas pemuda ini dari tangan seseorang yang lihai!"
"Dirampas seseorang" Apa maksudmu, Ma Tung" Mao-taijin terkejut.
Ma Tung lalu bercerita. Dia berkata bahwa bersama Lo jin, mereka ketinggalan oleh seseorang yang lihai, yang menculik pemuda ini dan membawanya lari dalam kereta. Mereka mengejar dan bertempur. Lawan Ma Tung hebat, pemuda itu di suruh melarikan diri dan dikejar Sin kee Lo-jin, tak tahunya lawan lolos dan lawan yang hebat itu mengejar Lo-jin, di situ Lo-jin diserang dan dipukul pingsan. Ma Tung ganti mengejar dan kembali menyerang lawannya itu. Dan karena dia lebih lihai dan lawan akhirnya melarikan diri maka Ma Tung berhasil membawa pemuda itu dan berkata, "Pemuda ini ternyata keponakan Sam-thaikam, taijin. Bagaimana paduka menyuruh kami menculik dan membawanya ke mari" Bukankah Sam-thaikam akan marah kalau mengetahui perbuatan ini?"
"Kalian tahu dia keponakan Sam-thaikam?"
"Ya, pemuda itu sendiri mengaku, dan lawan hamba juga berkata begitu."
"Hmm" Mao-taijin rupanya terkejut. "Memang benar, Ma Tung. Dia ini memang keponakan Sam-thaikam. Tapi dia dan pamannya mau melakukan sesuatu yang berbahaya. Aku hendak memperingatkannya dengan menculik pemuda ini."
"Dan mau diapakan sekarang?"
"Aku mau.... hmm. aku mau mengurungnya. Tadinya aku hendak...."
"Membunuhnya kalau kami tak tahu?" Bin-kwi memotong, berkata tertawa. "Kalau begitu berbahaya, taijin. Kami peringatkan paduka pula untuk tidak mencari permusuhan"
Mao-taijin terbelalak. "Tidak." dia menolak. "Aku tidak bermaksud membunuh pemuda ini, Bin-kwi, melainkan benar-benar hendak mengurungnya. Sekarang terima kasih atas bantuan kalian dan biar dia bersamaku!"
Menteri ini memanggil pengawal, menyerahkan pemuda itu pada pengawal dan Bin-kwi serta dua temannya cepat berkelebat lenyap, kehadiran mereka tak boleh di ketahui seorang pun. Bin-kwi tentu saja mengamati gerak-gerik menteri itu dan siap mencegah kalau keponakan Sam-thaikam hendak dibunuh.
Mereka bisa mendapat marah dari Sam-thaikam Tapi keitk-a pemuda itu dimasukkan sel bawah tanah dan Bin-kwi menyeringai girang maka Setan Ketawa ini berkata pada Bong Kak, "Sekarang giliranmu bekerja. Bawa dan ambil kembali pemuda ini dari tempatnya!"
Bong Kak mengangguk. Dengan mudah dia merobohkan pengawal, membawa dan menyambar Sam siauwya yang masih pingsan. Mao-taijin tentu saja tak tahu akan sepak terjang tiga pengawal rahasianya ini. Bin-kwi dan teman-temannya memang ular bermuka dua. Dan ketika mereka mencari Sam-thaikam dan pembesar itu gembira melihat "keberhasilan" Bong Kak pembesar ini ganti berseru dengan muka berseri-seri, "Bagus, terima kasih, Bong Kak. Kalian benar benar pandai. Tapi, eh.... kenapa dia pingsan?"
Bong Kak menyeringai berkata, "Hamba mengalami sedikit kesukaran, taijin. Tapi kesukaran itu sekarang tak ada lagi. Dia pingsan hamba totok setengah jam lagi dia akan siuman sendiri"
"Baiklah, kalian boleh pergi. Nih, sekedar untuk bersenang senang!" pembesar itu melempar sepundi-pundi uang, diterima dan Bong Kak serta temannya pergi. Mereka kelupaan akan isi percakapan yang didengar pemuda itu. Sam-thaikam membawa keponakannya ke kamar pribadi. di sini ia menunggu, betul juga, setengah jam kemudian keponakaannya siuman. Dan ketika keponakannya siuman dan Sam-thaikam memanggil keponakannya itu maka pemuda ini menggigil celingukan ke sana ke mari.
"Paman ada di sini" Mana mereka itu?"
"Siapa?"
"Dua kakek tinggi besar, paman, ditambah seorang yang buntung kakinya!"
"Ha ha, mereka itu pembantuku, pengawal rahasiaku, tak perlu takut. Kau sudah ada di tempat yang aman!"
"Di gedung paman sendiri?"
"Ya."
"Tapi aku dibawa ke tempat Mao-taijin!"
"Heh?" Sam-thaikam terkejut "Mao-taijin" Benarkah kata-katamu itu?"
"Benar, aku dikejar-kejar dua orang paman. Dan yang seorang ini hebat sekali Dia sama tinggi besar dengan orang yang paman utus itu, mau menangkapku tapi entah kenapa tiba-tiba tak jadi. Orang yang paman utus itu ternyata sahabatnya, aku bingung dan khawatir. Bagaimana ini?"
Sam-thaikam terkejut. Disebut-sebutnya nama Mao-taijin membuat dia mengerutkan alis, perasaan menjadi tak enak dan pembesar ini mengunci pintunya. Dia tak tahu bahwa tiga pasang telinga mendengar percakapannya ilu, telinga para pengawal rahasianya sendiri. Bong Kak dan dua temannya. Kiranya Bin-kwi teringat ini dan tiba-tiba memberi tahu dua temannya, mereka kembali dan mendengarkan percakapan itu. Mereka memang orang-orang lihai. Dan ketika Sam-thaikam menoleh sana-sini tapi tenang tak melihat apa-apa segera pembesar ini mendekati keponakannya dan berbisik, "Mereka itu pengawal-pengawalku pribadi, Sam Yin. Yang tinggi besar adalah Ma Tung dan Bong Kak sedang si kakek buntung itu adalah Siauw-Bin-kwi."
"Siauw-bin-kwi?" pemuda ini terkejut. "Si Setan Ketawa yang dulu gagal membantu Pangeran Muda dan ibunda selir itu?"
"Ya. mereka. Sam Yin. Tapi tak perlu kau khawatir, mereka orang-orang lihai dan tak ada seorang pun di istana ini yang mengetahui kehadiran mereka"
"Tapi Bin-kwi dianggap membantu bekas pemberontak. kehadirannya membahayakan paman. Dan lagi mereka rupanya mempunyai hubungan erat dengan Mao-taijin!"
"Sudahlah." sang paman tertawa. "Aku mengetahui itu, Sam Yin. Kembali kuberi tahu padamu tak usah khawatir. Mereka memang juga pembantu Mao-taijin, mereka terpaksa digunakan untuk menghadapi Kim-mou-eng"
"Dan paman memanggilku untuk apa?"
"Urusan Sam-kong kiam."
"Hah! Pedang keramat itu?"
"Huus, jangan keras-keras, Sam Yin. Bin-kwi dan teman-temannya itu rupanya juga mengetahui kehebatan pedang ini secara lengkap Mereka tahu daya gaib pedang yang hilang itu. Aku hendak mempergunakan mereka sebagai alat."
"Alat bagaimana?"
"Kau dengarlah", sang paman duduk berseri-seri, mengusap meja. "Kukira dalam waktu dekat ini Kim-mou-eng akan ke mari, Sam Yin. Kalau kalau benar Pendekar Rambut Emas itu datang maka sebuah sejarah baru akan mengukir nama keluarga kita!"
"Mengukir bagaimana" Apa maksud paman?"
"Kau jangan memotong, dengarkan aku dulu," Sam-thaikam tertawa. "Aku telah merencanakan sesuatu yang hebat, Sam Yin, Dan rencana ini khusus kutujukan untukmu. Stop, jangan bertanya....!" pembesar itu mengulapkan tangannya, melihat sang keponakan hendak membuka mulut "Dengarkan saja baik baik dan ketahuilah"
Lalu melihat keponakannya mengerutkan kening menutup mulut pembesar ini segera melanjutkan "Sam Yin, kau adalah satu-satunya keponakanku lelaki. Kau merupakan penerus keturunan keluarga Sam. Dan karena kau adalah satu-satunya keponakanku lelaki maka aku hendak membuat dirimu hidup mulia dan mengukir sejarah baru keluarga kita."
"Aku tak jelas, paman masih berbelit belit!" sang pemuja akhirnya bicara juga.
"Tentu, kau terlalu bernafsu bertanyai. Sam Yin. Sekarang dengarkan penjelasanku ini. Bahwa aku ingin mengangkatmu sebagai kaisar. Bahwa dengan Pedang Tiga Dimensi yang akan dirampas tiga pengawalku pribadi itu aku hendak menjadikanmu sebagi orang yang paling tinggi derajatnya di muka bumi. Aku hendak memberikan pedang Sam kong-kiam itu kepadamu?"
Pemuda ini terkejut. "Tapi pedang itu ada di tangan Kim-mou-eng!"
"Sabarlah," sang paman kembali tertawa. "Aku tahu itu, Sam Yin. Tapi bukankah Bin-kwi dan teman temannya akan merampasnya untukku" Aku hanya menunggu kedatangan Kim-mou-eng itu dan mereka akan menghadapinya. Bin-kwi telah berjanji untuk menyerahkan pedang itu bila Kim-mou-eng berhasil dibunuh. Dan karena aku ingin pedang itu terjatuh ke tanganmu maka aku tak akan menyerahkan Sam-kong-kiam ini kepada sri baginda. Kau harus menjadi kaisar!"
"Paman....!" Sam Yin melompat bangun. "Mungkinkah itu" Mungkinkah aku dapat...."
"Tunda pertanyaanmu," sang paman kembali memotong "Aku telah merencanakan sesuatu dengan matang, Sam Yin. Karena itu aku memanggilmu ke mari untuk membicarakan ini. Kita tak akan berhasil kalau Mao-taijin mengganggu, karena itu aku juga telah merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan menteri ini!"
"Maksud paman?" pemuda ini terbelalak.
"Kau ingat Mo Kang, bukan?"
"Putera Mao tajin itu?"
"Ya, menteri she Mao itu pun mengidamkan putranya mengganti kaisar, Sam Yin. Dan karena aku tak ingin didahului menteri ini maka kuberi imbalan imbalan besar pada tiga pengawaiku yang hebat itu. Mereka juga membantu Mao-taijin, aku tahu. Tapi karena aku memberi hadiah lebih banyak dan lebih memuaskan pada tiga kakek itu maka Bin-kwi dan dua temannya ku yakin membantu kita lebih sungguh-sungguh dibanding Mao-taijin!"
Sang kemenakan ternganga. "Dan kau tahu gerak-gerik Mao-taijin?"
"Tidak."
"Ha ha, dia pun mau mengangkangi Pedang Tiga Sinar itu melalui Bin-kwi!"
"Paman tahu?"
"Tentu saja. Aku telah mengamati gerak-gerik menteri itu, Sam Ym. Aku memasang beberapa orangku di sana!"
"Aih..!" pemuda ini terbelalak. "Kalau begitu Mao-taijin merupakan saingan berbahaya, paman. Kita harus mendahuluinya dan membunuhnya kalau perlu!"
"Tidak, sementara ini jangan. Kalau kita mau membunuhnya maka yang kita bunuh adalah puteranya, Mao Kang. Kita dapat mempergunakan tiga iblis itu melaksanakan perintah dan bocah itu dapat dibereskan. Tapi itu nanti. Yang penting sekarang ini adalah bagaimana Kim-mou-eng segera datang dan Bin-kwi serta dua temannya merampas pedang itu!"
"Hm!" pemuda ini mengangguk-angguk, berseiri mukanya. "Kalau begitu hebat, paman. Tapi kenapa kau memilih aku" Bukankah kau sendiri dapat menggapai cita-citamu itu dan menjadi kaisar?"
"Seorang thaikam mana bisa menjadi kaisar, Sam Yin?" pembesar ini marah, teringat keadaannya sebagai pembesar kebiri. "Bukankah aku tak bisa mendapatkan keturunan" Percuma aku mengangan-angan itu karena aku telah menjadi laki-laki tak sempurna!"
"Maaf." pemuda ini teringat. "Aku lupa. paman. Kalau begitu budimu sungguh tak akan hilang seumur hidup."
"Sudahlah, akupun ingin naik tingkat. Aku jemu menjadi kepala harem melulu. Kalau kau dapat menjadi kaisar aku ingin menjadi penasehat, penasehat agung!"
"Tentu, tentu paman. Aku akan mengangkatmu sebagai apa saja yang kau suka!" Sam Yin girang. "Tapi bagaimana sekarang dengan langkah langkah paman berikutnya?"
"Hm, ceritakan dulu keteranganmu tadi. Kau menyatakan dikejar-kejar kakek tinggi besar itu, tentu Ma Tung maksudmu. Bagaimana dia bisa tahu kau pergi" Kenapa Ma Tung tak mengenal temannya sendiri" Aku agak merasa aneh mendengar ini, tentunya mereka tak perlu bertempur dan bertanding sendiril"
"Kami mengenakan kedok, paman. Maksudku orang utusanmu itu...."
"Ya. dia Bong Kak"
"Benar, kakek lihai bernama Bong Kak itu menyembunyikan muka di balik kedok. Kami meninggalkan Liaoning malam hari, naik kereta dau kakek Bhutan itu mendengar orang mengejar di belakangnya. Kereta kami hentikan dan benar saja kami disusul, dua orang...."
"Dua orang?"
"Ya, dua orang, paman. Kakek Ma Tung itu dan temannya menyembunyikan muka pula di balik saputangan. Ma Tung dan Bong Kak akhirnya bertempur, aku melarikan diri dan dikejar orang kedua itu...."
"Siapa?"
"Aku tak tahu."
"Pasti Sin-kee Lo-jin!" Sam-thaikam mengetok meja. "Apakah kau tidak mengenal suaranya?"
"Suara di balik saputangan itu menjadi sengau, paman. Aku tak jelas dan saat itupun aku dilanda takut."
"Lalu?"
"Aku terkejar, orang kedua ini mau menangkapku tapi kakek Bhutan bernama Bong Kak itu muncul. Dia melempar lawanku itu dan aku selamat. Lalu muncul temannya bernama Ma Tung itu, aku dibawa dan akhirnya bertemu Siauw-bin-kwi"
"Hm, jelas kalau begitu," Sam-thaikam manggut-manggut. "Kiranya Mao-taijin pun sudah mencium gerak-gerikku, Sam Yin. Sementara aku mengirim Bong Kak untuk membawamu ke sini ternyata ia pun menyuruh Ma Tung menculikmu. Mengerti aku sekarang, menteri ini berbahaya dan dia pun rupanya juga menanam orang orangnya di gedungku!"
"Mata-mata?"
"Tentu, kita harus hati hati."
"Dan aku mendengar Siauw bin-kwi berkata pada dua temannya agar aku dibawa ke Mao-taijin, paman. Ketika aku berteriak dan minta mereka membatalkan niat itu sekonyong-konyong aku ditotok!"
Sam-thaikam terbelalak. "Kau sudah dibawa ke Mao-taijin?"
"Aku tak tahu, aku pingsan...."
"Celaka, kalau begitu Mao-taijin akan mencari-carimu besok. Ini berarti Bong Kak baru saja mengeluarkan dirimu dari cengkeraman menteri itu!"
Sam Yin terkejut. Melihat pamannya berobah mukanya dia pun dag-dig-dug. Sayang dia tak tahu apakah dia sudah ditemukan dengan menteri she Mao itu atau tidak, saat itu dia pingsan. Tapi pamannya yang gelisah dan bingung mendengar ini tiba tiba melompat keluar.
"Mau ke mana, paman?" pemuda itu kaget.
"Memanggil Bin-kwi atau Bong Kaki" dan Sam-taijin yang bergegas membuka pintu tiba-tiba bertepuk tangan dan memanggil pembantu-pembantunya itu. Biasanya Bin-kwi dan kawan-kawannya akan muncul, mereka tak pernah jauh darinya Tapi ketika tiga kali tepukan tak juga sebuah pun bayangan muncul di depannya tiba-tiba pembesar ini marah.
"Bin-kwi, di mana kalian?"
Ma Tung tiba-tiba muncul, mengejutkan pembesar ini, begitu saja. "Paduka ada perintah, taijin?"
Sam-thaikam tertegun. "Mana Bin-kwi?"
"Ke tempat Mao-taijin, baru saja dipanggil."
"Ada urusan apa?"
"Mana hamba tahu" Hamba menjaga di sini, baru saja meronda di timur gedung."
Sam-thaikam mengerutkan kening, bersikap apa boleh buat. "Baiklah, kau saja yang bertugas, Ma Tung. Aku ingin kau mengantar keponakanku keluar kota raja, sekarang juga."
"Eh, bukankah baru tiba?"
"Benar, tapi bukankah dia juga baru dari Mao-taijin?" dan ketika Ma Tung mengangguk dan menyeringai lebar maka Sam-thaikam tahu apa yang telah terjadi, semakin kuat dugaannya, menyuruh Ma Tung malam itu juga mengantar keponakannya ke Su-chung, dusun kecil di mana tinggal seorang saudara perempuannya dan menyuruh Sam Yin bersembunyi di sana. Keadaan dinilai darurat karena besok Mao-taijin akan mencak mencak kehilangan tangkapannya.
Ma Tung bicara apa adanya karena Bn-kwi berkata "tak usah mereka menyembunyikan hal itu pada Sam-thaikam, justeru apa yang mereka perlihatkan ini merupakan kesetiaan mereka pada Sam-thaikam Betapapun keponakan pembesar itu akhirnya mereka berikan pada Sam-thaikam. Dan ketika Sam thai kam mengangguk dan semakin percaya pada pembantu pembantunya ini maka malam itu juga Sam Yin diminta untuk pergi ke dusun di sebelah barat kota raja, diantar kakek Bhutan ini yang siap menjaga. Sam-thaikam bertanya di mana Bong Kak, dijawab bahwa Bong Kak masih mengelilingi gedung, menjaga keselamatan pembesar itu. Memang mereka bertiga sering berganti-ganti mengawasi, itulah sebabnya Ma Tung muncul ketika yang lain tak ada. Dan karena pembesar ini memiliki kepercayaan pada pembantunya dan malam itu juga menyuruh keponakannya berangkat maka Ma Tung sudah menyambar pemuda ini dan berkelebat ke dusun Su-chung.
Tapi benarkah Ma Tung menjalankan tugasnya dengan baik" Sam Yin tak tahu itu. Dia tiba tiba dibuat tak sadar ketika dirinya disambar, katanya Ma Tung melakukan itu agar dirinya tak ketakutan dibawa "terbang". Sam Yin tak tahu apa yang terjadi. Kepandaian kakek ini memang tinggi. Dan ketika pemuda itu mengira dirinya di bawa ke dusun Su-chung maka sebenarnya kakek ini membawanya ke tempat Bin-kwi bersembunyi.
"Nah, sekarang kita semua telah mendengar pembicaraan pembesar itu. Aku disuruh menyembunyikan keponakannya ini di Su-chung. Apa yang akan kita lakukan, Bin-kwi" Haruskah aku mengantar si manja ini ke bibinya?"
Bin-kwi tersenyum-senyum. Tadi dia sengaja tak muncul sewaktu dipanggil Sam-thaikam, begitu juga Bong Kak, menyuruh Ma Tung yang muncul dan menerima perintah Sam-thaikam. Kini Bin-kwi tahu bahwa Sam-thaikam ingin mendapatkan Pedang Tiga Dimensi, pantas menyuruh datang keponakannya untuk diberi tahu tentang itu. Kiranya pembesar kebiri ini pun ambisius, diam diam ingin mengangkat keponakannya menjadi kaisar. Rupanya dengan memegang pedang itu saja orang lain dapat menikmati kekuatan gaibnya. Betapa mudahnya. Dan ketika dia tertawa dan Ma Tung datang membawa keponakan Sam-thaikam yang pingsan maka iblis ini menjawab.
"Sekarang kita juga tahu bahwa Mao-taijin pun kiranya diam-diam ingin mendapatkan Sam kong-kiam. Pedang ini ternyata betul betul dapat membuat orang mengilar. Kedudukan seperti dua orang pembesar itu bukankah sebenarnya sudah tinggi" Mau tinggi macam apalagi mereka itu" Heh-heh, kita dikira bodoh, Ma Tung Mereka rupanya mau memperalat kita untuk merampas pedang ini dari Kim-mou-eng, padahal taruhan kita adalah nyawa. Sekarang Sam-thaikam menyuruh kau mengantar keponakannya ke Su chung, lakukan saja pekerjaan ilu dan kau cepat kembali ke sini setelah melempar bocah ini. Mau apa lagi?"
"Jadi si menyebalkan ini kubawa juga?"
"Ya, sekalian mencari tahu tempat tinggal saudara perempuan Sam-thaikam itu. Bocah ini dininabobokkan pamannya, biar dia tenggelam dalam nina-boboknya itu dan berenang dalam laut khayal!"
"Tapi aku ingin melempar si tiada gnna ini, aku ingin membenamkannya ke dalam lumpur!"
"Ah, jangan, Ma Tung. Itu berbahaya Kepercayaan Sam-thaikam sudah semakin bertambah, jangan menurutkan emosi dan nafsu belaka. Bocah ini tak berbahaya bagi kita, kita tak perlu khawatir padanya."
"Tapi dia calon kaisar, Sam-thaikam telah memilih bocah ini untuk menduduki tempat tertinggi!"
"Ha-ha, jangan melantur, Ma Tung. Itu baru khayal Sam-thaikam! Kalau kita tak memberikan Sam-kong kiam padanya apakah dia pun dapat mendudukkan keponakannya sebagai kaisar" Kalau kita miliki sendiri pedang keramat itu apakah angan-angin Sam-thaikam dapat terkabul" Ha-ha, jangan bodoh, Ma Tung. Itu. semuanya tergantung kita!"
Ma Tung terbelalak, tertegun juga.
"Benar, bukan?" Bin-kwi menyambung, berkata tertawa. "Atau kata-kataku salah?"
"Tidak," Ma Tung akhirnya sadar. "Kau benar. Bin-kwi. Aku lupa bahwa semuanya ini sebenarnya tergantung kita."
"Itulah, karena itu jangan bodoh. Biarkan Sam-thaikam menganggap kita jinak kepadanya dan terus mengalirkan uangnya kepada kita. Tapi begitu Sam-kong kiam terampas dan jatuh di tangan kita maka pedang itu tak akan kita serahkan pada si dungu bodoh!"
Ma Tung mengangguk angguk.
"Dan sekarang kau cepat pergi, Ma Tung. Cepat kembali dan bersiap-siap di sini. Besok kita akan menghadapi kemarahan Mao-taijin yang kehilangan bocah ini."
"Dan kita dituduh."
"Tuduh apa" Bukankah kita sudah menyerahkan bocah itu dan Mao-taijin menyuruh pengawalnya" Ha-ha, jangan goblok, Ma Tung Mao-taijin telah melihat kesungguhan kita dan tak mungkin curiga. Yang kena damprat tentu pengawalnya itu, kita paling paling disuruh mencari dan bisa saja berpura pura mencari!"
Ma Tung terbelalak. "Setan kau," desisnya. "Kau cerdik, Bin-kwi. Kau benar-benar siluman!" dan Ma Tung yang kagum akan kepintaran temannya ini tiba tiba disambut tawa bergelak dan Bin-kwi menyuruh kakek itu pergi, mengantar kemenakan Sam-thaikam dulu dan Bong Kak yang ada di samping si Setan Ketawa ini juga mengangguk angguk. Bong Kak pun kagum.
Dan ketika Ma Tung mendesis dan berkelebat pergi maka Hong Kak memuji temannya ini. "Bin-kwi, kau hebat. Otakmu benar benar jalan!"
"Sudahlah," Bin-kwi tertawa lebar. "Kau tak perlu memujiku. Bong Kak. Ini sebenarnya bukai persoalan rumit. Yang rumit masih ada di depan, kita harus menghadapi Kim-mou-eng dan kepandaiannya itu tak boleh kita pandang ringan"
"Hm aku jadi gatal tangan. Kalau dulu dia tak melarikan diri dan mau menghadapi kita bertiga tentu Sam-kong-kiam terampas!"
"Ya, dan kuharap pendekar itu tak tahu kita di sini. Itulah sebabnya kalian kubawa ke sini. Dan sekali dia muncul dan kita kepung tak boleh dia lolos lagi dan Sam kong kiam harus menjadi milik kita!"
Bong Kak mengangguk-angguk. Dia mengepal tinju dan gemas teringat kejadian dulu, meskipun diam-diam diapun bergidik melihat kehebatan pedang itu, ketajamannya yang luar biasa dan kepandaian Kim-mou-eng pula. Sayang mereka tak bisa puas, Kim-mou-eng keburu kabur menyelamatkan sumoinya. Dan ketika beberapa jam kemudian Ma Tung kembali ke tempat mereka dan berkata bahwa kemenakan Sam-thaikam itu telah diantar ke tempat bibinya maka benar saja di lain pihak keesokan harinya Mao-taijin marah marah kehilangan tangkapannya.
"Goblok! Kalian kerbau kerbau tolol. Masa kalian tak tahu siapa yang menculik bocah itu Mana Bin-kwi" Mana tiga pengawalku yang lihai?"
Pembesar ini kelepasan bicara, dalam gusarnya menyebut nyebut nama Bin-kwi dan para pengawal melenggong. Memang mereka tak tahu kehadiran tiga iblis itu Tentu saja pembesar ini sadar dan cepat menutup mulut. Hampir dia membuka rahasianya sendiri. Dan ketika pengawal melongo dan dibentak diusir pergi akhirnya menteri ini menepuk tangan memanggil Bin-kwi dan kawan kawannya.
"Celaka, kita kebobolan. Bocah itu lenyap!"
Bin-kwi pura pura bodoh. "Siapa yang lenyap, taijin" Kebobolan apa?"
"Anak yang semalam kalian kirim itu, dia sudah tak ada lagil"
"Lho?" Bin-kwi semakin pura pura terkejut. "Bagaimana terjadinya itu, taijin" Kapan hilangnya?"
"Semalam!. Semalam pengawalku kedatangan penculik, mereka dirobohkan dan bocah itu diba wa. Aku menyesal tak menyuruh kalian saja yang menjaga!" dan Mao-taijin yang mencak mencak kehilangan tangkapannya lalu bercerita bahwa kemenakan Sam-thaikam dibawa lari seseorang, mungkin orang yang dihadapi Ma Tung itu. Bin-kwi dan teman temannya ah oh, mereka berlagak bloon dan ikut marah.
Dan ketika Mao-taijin selesai bercerita dan Bin-kwi mengetukkan kaki bambunya maka iblis ini berkata, "Kalau begitu kami cari dia. taijin. Biar kami bertiga menangkap dan membekuk penculik hina ini!"
"Betul, kalian boleh cari penculik itu. Tangkap dan bawa lagi bocah she Sam itu. tapi jangan bertiga. Cukup seorang saja dan biar Bong Kak yang melakukan pekerjaan ini!"
Bong Kak mengangguk. "Baik, taijin."
Dan begitu dia berkelebat dengan tawa di dalam hati maka tokoh Bhutan ini pura pura pergi dan mencari "penculik", tentu saja tak akan dicari karena penculiknya adalah dia sendiri. Bin-kwi dan Ma Tung ikut tertawa melihat semuanya ini. Mereka lagi-lagi bertemu di tempat persembunyian. Itu sepak terjang mereka belaka. Dan sementara mereka geli oleh hasil perbuatan mereka ini maka seseorang yang mereka lupakan datang menemui Mao-taijin, berbisik-bisik dan Mao-taijin mengerutkan alis. Orang lain ini bukan lain Sin-kee Lo jin adanya, hari itu tertatih tatih menghadap majikannya. melapor apa yang terjadi dan mengatakan bahwa dia pingsan dipukul lawan yang amat lihai, bertanya apakah Ma Tung berhasil memberikan keponakan Sam-thaikam itu dan apakah semuanya baik-baik.
Kebetulan Mao Kang, putra Mao-taijin itu ada di situ, dia melihat ayahnya marah marah, menemani sang ayah dan ikut marah melihat lenyapnya Sam Yin. Dan ketika Mao-taijin mengatakan bahwa tangkapan mereka sudah dibawa tapi hilang kembali dilarikan penculik maka Ayam Sakti yang setia pada majikannya ini tertegun "Hilang, taijin" Lenyap dari tempat tinggal paduka?"
"Ya, semalam pengawal yang bodoh itu diserang, Lo jin. Dan mereka mengatakan tak tahu pula siapa penculik ini!"
Si Ayam Sakti mengerutkan, alirnya. "Tapi ada tiga pengawal paduka yang sakti, apakah mereka tak tahu?"
"Mereka telah menyerahkan bocah itu kepadaku, dan aku lalu menyerahkannya pada pengawal bawah tanah."
"Itu tak soal, seharusnya mereka tahu dan menangkap penculik ini!"
Mao-taijin terkejut. "Kau menuduh?"
"Maaf." Sin-kee Lo-jin memandang ke sana ke mari, berhati-hati. "Tangkapan itu disembunyikan di wilayah paduka, taijin. Bukankah seharusnya Bin-kwi dan teman-temannya itu tahu kalau musuh mendatangi tempat ini" Bukankah tak masuk akal kalau mereka tak tahu dan tawanan lenyap. Ampun, hamba bukan menuduh mereka ini, taijin. Tapi janggal rasanya kalau Bin-kwi dan dua temannya yang lihai itu tak tahu, kecuali mereka berada di luar dan tidak menjaga tempat paduka!"
Mao-taijin terbelalak, mengangguk angguk. "Benar, aku juga merasa heran, Lo jin. Apakah mereka tak ada di tempat ketika penculik itu datang?"
"Atau mereka sendiri yang menculik?" Mao Kang, pemuda di samping ayahnya tiba-tiba berseru, membuat ayahnya terkejut. Dan ketika Lo-jin tampak berseri seri dan rupanya setuju pada kata kata pemuda ini maka Mao Kang menyambung, "Apa yang dikata Lo jin beralasan, ayah. Aku jadi curiga terhadap tiga kakek iblis itu. Kita mungkin tertipu, dan ayah harus menyelidiki ini!"
"Hm. bagaimana menyelidiki mereka?"
"Dengan mengawasi gerak-geriknyal"
"Tapi tak ada seorang pun di antara kita yang sanggup mengikuti gerak-gerik tiga kakek iblis itu. Apakah kau sanggup?"
Sang anak terdiam, terkejut. Dia lupa dan bingung juga setelah sang ayah bicara begini. Bin-kwi dan kawan-kawannya memang lihai, lagi pula mereka dirahasiakan ayahnya ini, tak ada pengawal tahu.
Tapi Mao Kang yang rupanya tak mau kalah dan cerdik memutar akal tiba tiba berkata, "Ayah, mereka memang tak dapat diikuti gerak-geriknya. Tapi kita tentu dapat membuat mereka salah arah dan tertangkap basah!"
"Salah arah bagaimana" Tertangkap basah bagaimana?"
"Begini, ayah. Aku mempunyai akal...." Mao Kang berbisik-bisik, sang ayah manggut manggut dan Mao-taijin rupanya girang. Pembesar ini setuju. Dan ketika sang anak selesai bicara dan Sin-kee Lo jin menunggu saja maka malam itu Bin-kwi menghadapi cobaan kedua.
"Bin-kwi," demikian Mao-taijin mulai bicara. "Aku ada persoalan serius yang ingin kukatakan kepadamu. Bagaimana dengan Bong Kak yang kusuruh cari pemuda itu" Ada hasilkah?"
Bin-kwi tersenyum. "Belum taijin. Bong Kak belum datang"
"Lalu kapan kira-kira?"
Bin-kwi mengerutkan alis. "Hamba tidak tahu, tapi tentunya tidak lama."
"Kau bisa menentukan batas waktunya?"
Repot! Bin-kwi tiba tiba mendesah. Mendadak dia menjadi bingung oleh desakan ini Mao-taijin menyuruh dia menemukan waktu, pada hal Bong Kak ada di belakang lagi menikmati kesukaannya, bermain-main dengan dayang muda.
Dan ketika Mao-taijin bertanya apakah kira-kira dia dapat menemukan itu dan kapan si penculik dapat dibawa maka pembesar ini berkata, "Kalau kalian tak dapat menangkap penculik itu percuma saja kalian mengaku pandai. Bin-kwi. Percuma saja aku mempercayai kalian dan memberi kedudukan pada kaitan. Padahal Kim-mou-eng pasti lebih lihai dibanding penculik itu, jadi kalian harusnya mampu. Kenapa sekarang tak dapat menjawab dan kelihatan bingung" Manakah jasa kalian?"
"Hmm." Bin-kwi menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. "Hamba tak dapat menentukan karena bukan hamba yang diberi tugas, taijin. Bong Kak tak ada di sini dan hamba harus mencari dia dulu."
"Kalau begitu carilah, tentukan beberapa lama kau pergi dan katakan hasil tidaknya."
"Baik," dan Bin-kwi yang lenyap meninggalkan menteri itu lain menemui dua temannya yang lagi bersenang-senang di belakang, menceritakan permintaan menteri itu dan Ma Tung serta Bong Kak bingung. Mereka lupa bahwa mereka pasti dituntut kabarnya tentang penculik ini, berhasil tidaknya. Tapi ketika Bin-kwi menggaruk-garuk kepala dan mengumpat dengan muka merah tiba-tiba Bong Kak berseru, "Aku datang saja pada Mao-taijin. Katakan terus terang bahwa aku tak berhasil menangkap penculik inil"
"Bagus, dan mendapat kata-kata manis bahwa kita tak mampu melaksanakan perintah menteri itu" Bahwa kita ternyata tolol dan Mao-taijin jadi sangsi akan tugas kita menghadapi Kim-mou-eng" Tidak, itu tak boleh terjadi, Bong Kak. Itu sama halnya menghilangkan kepercayaan Mao-taijin kepada kita!" Bin-kwi mendamprat.
Temannya tertegun dan Bong Kak melihat ada benarnya juga kata-kata itu. Memang Mao-taijin tak akan percaya lagi pada mereka, padahal mereka baru mendapat tugas penting ini sekali, belum dua kali atau tiga kali. Bong Kak menjadi bingung dan marah. Dan ketika Bin-kwi menggeleng berkali-kali dan Ma Tung juga kelihatan terdesak maka mereka bertiga jadi mati kutu dan termangu-mangu.
"Bagaimana?"
Tak ada yang menjawab.
"Sebaiknya bocah itu kita ambil kembali. Ma Tung melaksanakan tugas ini dan Bong Kak yang menyerahkannya pada Mao-taijin"
Ma Tung dan Bong Kak terbelalak. "Kau tak takut dampratan Sam-thaikam?"
"Hm, semuanya bisa diatur, Ma Tung. Kau ambil bocah itu tapi jangan tunjukkan dirimu. Gunakan kedok, bawa kembali bocah itu dan kita serahkan Mao-taijin. Semuanya aku yang bertanggung jawab!"
Seruling Gading 3 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Hati Budha Tangan Berbisa 8
"Tentu saja!" bupati ini uring uringan. "Anakku telah diambil orang, taihiap. Dan yang melakukan Ini adalah kaisar. Kau tak pernah kelihatan membantu kami!"
Kim-mou-eng tersentak. "Diambil orang" Apa maksudmu, taijin?"
"Cao Cun lelah dinikahkan dengan pemimpin liar bangsa Siung-nu, taihiap. Puteriku itu telah menjadi istri Raja Hu dan kini hidup di tengah tengah suku bangsa itu. Dia merana di sana, dia menunggu-nunggumu tapi selalu gagal!"
"Jagad Dewa Batara....!" Kim-mou-eng mencelat tak menyangka. "Putrimu telah menikah, taijin" Cao Cun telah menjadi istri orang dan hidup di tengah suku biadab?"
"Ya, itu yang terjadi, taihiap. Dan puteriku menangis sepanjang hari menanti kedatanganmu yang tak kunjung tiba!"
"Aduh...!" Kim-mou-eng tiba tiba mendekap dada, duduk terhuyung. "Kenapa kau tidak menceritakan ini kepadaku, taijin" Kenapa kau tidak melapor?"
"Ah!" bupati ini malah penasaran. "Melapor bagaimana, taihiap" Menceritakannya bagaimana" Kau seorang kang-ouw, kau kelayapan dan keluyuran ke mana mana. Mana mungkin aku mencarimu dan memberitahukan ini" Apakah mungkin aku dapat menemukanmu kalau tidak kau sendiri yang datang?"
Kim-mou-eng sadar, napas menjadi sesak dan tiba tiba rasa berdosa yang besar menghimpit batinnya. Perasaan luka tiba tiba menyengat. Dan ketika bupati itu tersedu dan menyesali nasib puterinya yang malang tiba tiba Kim-mou-eng menitikkan air mata dan ikut menangis. "Maafkan aku, aku rupanya khilaf, taijin. Aku sampat melupakan puterimu gara gara urusan pribadi Aku menyesal, biar sekarang juga aku berangkat menemui puterimu!"
"Untuk apa?" bupati ini terbelalak. "Kau mau melarikan isteri orang?"
Kim-mou-eng tertegun.
"Tidak, jangan, taihiap. Apa yang terjadi telah terjadi. Bagaimana pun puteriku harus menjadi wanita terhormat Kau sebaiknya tak perlu ke sana kalau hanya untuk mengambil dan membawa puteriku itu. Hancur namaku nanti, juga baginda akan murka!"
"Aku tahu," "Kim-mou-eng menghela napas, menggigit bibirnya. "Aku tak bermaksud untuk melarikan seperti apa yang kauduga, taijin. Melainkan semata melihat keadaannya dan minta maaf untuk semua kesalahanku. Aku berdosa, aku telah melupakan putrimu karena aku sendiri bertubi tubi dilanda persoalan pribadi."
"Baiklah, kalau begitu aku setuju, taihiap. Dan tolong titip surat ini untuk puteriku," Wang-taijin buru buru membuat surat, menitipkannya pada Kim-mou-eng dan Kim-mou-eng termangu-mangu. Ada perasaan kaget bercampur marah di hatinya, ada perasaan duka. Tapi ada juga perasaan girang. Girang karena urusannya dengan Cao Cun tiba2 menjadi putus, urusan cinta. Hal yang selama ini mengganjal hatinya dan membuat perasaannya terganggu. Dan ketika menjelang pagi semuanya selesai dan Kim-mou-eng menerima surat titipan bupati Wang akhirnya tanpa mengenal lelah dan tidak memikirkan istirahat Perdekar Rambut Emas ini melakukan perjalanannya ke suku bangsa Siung-nu.
Perjalanan ini memakan waktu dua hari. Memang cukup jauh. Tanpa makan dan minum Kim-mou-eng menuju ke perkemahan suku bangsa itu. Dia tahu macam apa suku bangsa ini, hampir seperti suku bangsanya sendiri dan merupakan suku yang dianggap setengah liar oleh orang orang Han, bangsa Siung-nu memang bangsa yang belum memiliki peradaban tinggi dan Kim-mou-eng ngeri melihat Coa Cun harus tinggal di tengah tengah suku bangsa macam begitu. Dua hari dua malam ini dia terguncang. Kabar itu memang belum dia ketahui, maklum, pendekar ini berbulan bulan menjadi incaran orang kang-ouw dan dikejar-kejar sebagai pencuri Sam kong kiam. Tubuh menjadi lelah dan kuyu. Dan ketika pagi itu Kim-mou-eng tiba di perkemahan bangsa ini dan dia tak tahu bahwa Raja Hu baru saja meninggal dunia maka dengan tenang tapi hati-hati dia menyelinap masuk dan sudah menuju ke kemah hitam di mana kemah ini merupakan kemah paling besar dan mudah di duga sebagai kemah pemimpin bangsa Siung-nu. Tapi begitu dia masuk dan menyelinap ke dalam mendadak yang pertama-tama dijumpai adalah Wan Hoa!
"Wan Hoa...!"
Wan Hoa terkejut. Saat itu dia menyiapkan bubur hangat untuk Ituci Yashi, anak laki-laki Cao Cun. Tentu saja terperanjat melihat kehadiran Kim-mou-eng. Pendekar Rambut Emas itu tahu tahu telah berdiri di depannya, rambut kusut, mata sayu, pakaian pun lusuh dan jelas pendekar ini tak merawat tubuhnya berhari hari. Wan Hoa tertegun dan membelalakkan mata, piring di tangannya tiba-tiba jatuh, bubur itu tumpah di atas lantai, berceceran. Tapi begitu Wan Hoa sadar dan terpekik kecil mendadak Wan Hoa menghambur ke depan dan tangan sudah menampar bertubi-tubi ke muka Kim-mou-eng.
"Kim-mou-eng, kau laki-laki tak dapat dipercaya. Kau laki laki busuk. Kau penipu dan jahanam, plak plak-plak....!" dan Wan Hoa yang sudah menampar bertubi-tubi muka Kim-mou-eng pulang balik akhirnya menangis dan mencakar serta memukuli pendekar ini penuh kemarahan, tak dielak dan Kim-mou-eng terhuyung ke sana kemari, muka tiba tiba bengap dan Kim-mou-eng pucat melihat sambutan Wan Hoa ini. Untuk kesekian kalinya dia melihat pembelaan Wan Hoa terhadap Cao Cun, pembelaan seorang sahabat sejati. Dan ketika Wan Hoa kelelahan dan akhirnya jatuh terduduk maka wanita ini menangis tersedu sedu menutupi mukanya.
"Kim-mou-eng, kau keji. Kau laki laki tak bertanggung jawab. Kau pendekar yang tak pantas disebut pendekar....!"
Kim-mou-eng terengah, muka semakin pucat. "Wan Hoa, mana Cao Cun....?"
"Untuk apa mencari Cao Cun" Untuk apa datang ke sini" Kau hanya akan menambah sakitnya hati, Kim-mou-eng. Kau hanya akan menambah beban penderitaan saja terhadap sahabat ku. Pergilah.... pergilah kau dari sini dan jangan perlihatkan mukamu kepada kami!"
"Tidak," Kim-mou-eng gemetar, "aku datang untuk melihat Cao Cun, Wan Hoa. Aku datang untuk meminta maaf. Aku tahu kesalahanku, aku bersalah dan ingin mengaku dosa...."
"Cuh!" Wan Hoa tiba-tiba bangkit berdiri, muka menjadi merah seperti dibakar. "Cao Cun sekarang sudah menjadi isteri orang, Kim-mou-eng. Tak guna kau menyesali kesalahanmu dan minta maaf kepadanya. Cao Cun telah benci kepadamu dan tak ingin melihat mukamu lagil"
"Aku tak perduli." Kim-mou-eng semakin gemetar. "Aku ingin melihatnya sekali ini. Wan Hoa. Tolong panggil dia dan temukan aku padanya. Aku datang ingin menyampaikan surat ayahnya pula."
"Kau membawa-bawa nama Wang-taijin" Kau mau menipu dan membohongi kami lagi" Keparat, kubunuh kau, Kim-mou-eng. Kubunuh kau kalau tidak segera pergi dari sini. Pergilah, pergi....!" Wan Hoa beringas, mengira Kim-cou eng mengada-ada dan sudah apriori terhadap pendekar ini, mata yang sudah terbelalak itu semakin terbelalak lagi, berapi-api. Wan Hoa tiba-tiba menyambar pisau dan sudah mengacungkan pisau itu di depan Kim-mou-eng, jari menggigil. Orang akan merasa lucu melihat sikap gadis ini. Kim-mou-eng, tokoh yang demikian hebat hendak dibunuh seorang gadis lemah biasa dengan pisau dapur. Barangkali orang kang-ouw akan terbahak melihat adegan ini. Tapi Kim-mou-eng yang tiba tiba mengeluh dan menitikkan air mata melihat keberingasan Wan Hoa tiba tiba berlutut dan merintih di depan gadis itu,
"Wan Hoa, tolonglah aku. Aku benar benar ingin bertemu dengan Cao Cun. Aku telah mencari kalian di Istana Dingin, aku telah datang ke Chi-cou pula bertemu dengan ayahnya. Aku ke sini untuk menjelaskan semuanya. Aku bersalah, tapi kesalahanku pun ada sebabnya. Tolong kau panggil dia dan suruh ke mari...."
"Kau nekat" Kau tak mau pergi?"
"Aku tak akan pergi sebelum bertemu Cao Cun, Wan Hoa Panggil dia dan setelah itu aku akan menuruti semua kehendakmu."
"Keparat, kalau begitu kau menantang. Kau rupanya mengira aku main main untuk membunuhmu.... hihh!" dan Wan Hoa yang menerjang gemas menusukkan pisaunya tiba-tiba menghunjamkan pisau itu ke leher Kim-mou-eng. Maunya menikam dan melampiaskan kemarahan dengan membunuh pendekar itu. Tapi jari yang menggigil dan tak bisa memegang pisau untuk membunuh tiba-tiba meleset dan leher yang ditikam tergelincir mengenai pundak, pisau itu menancap dan bergoyang di atas pundak, darah seketika menyemprot dan Wan Hoa menjerit.
Lucu sekali, Kim-mou-eng yang terluka tapi Wan Hoa yang terpekik, seolah gadis itulah yang kesakitan. Kim-mou-eng ternyata tidak mengerahkan sinkangnya hingga pisau menembus kulit dagingnya, hal ini pun tak disangka Wan Hoa. Dan ketika Wan Hos tertegun dan pisau itu masih menancap di pundak tiba-tiba tirai sebuah kamar terbuka dai Cao Cun muncul.
"Kim-twako..!"
Seruan ini bagai angin segar di awang awang para bidadari. Kim-mou-eng tiba-tiba menoleh, muka yang nyeri menahan sakit mendadak berseri. Kim-mou-eng bangkit berdiri dan memanggil nama gadis itu. Cao Cun terkejut dan bengong. Tapi begitu dua mata beradu dan Kim mou-eng melompat ke depan mendadak mereka sudah saling tubruk dan Cao Cun mengguguk di pelukan pendekar ini, yang juga gemetar namun girang bukan kepalang.
"Cao Cun, aku datang. Maafkan aku....!"
"Oooh....!" Cao Cun hanya mengeluarkan suara itu, keluhan panjang tak berawal dan mereka bertangis tangisan saling dekap. Cao Cun memeluk erat erat pendekar yang dicintai ini, sejenak lupa dan tak sadar akan kedudukannya. Kedatangan Kim-mou-eng yang amat tiba tiba memang mengguncang wanita muda iri, Cao Cun lupa daratan. Tapi ketika dua hati yang sama bergetar itu meledak penuh bunga-bunga bahagia dan Kim-mou-eng hendak mencium wanita itu mendadak Cao Cun sadar dan cepat merenggut lepas dirinya, berseru tertahan.
"Tidak, tidak.... jangan, Kim-twako.... jangan....!" Cao Cun terhuyung, jatuh terduduk di atas sebuah kursi dan tiba-tiba menutupi mukanya, tangis yang menghentak hentak membuat wanita ini mengguguk.
Perasaannya ter-cabik2. Dan ketika Kim-mou-eng terbelalak dan juga sadar akan apa yang hampir dia lakukan maka Cao Cun sudah tersedu-sedu berkata di antara derasnya air mata yang membanjir. "Kim-twako, aku telah menjadi isteri Raja Hu. Aku telah menjadi milik orang lain. Jangan kaulakukan itu dan pergilah, hubungan kita telah putus....!"
Kim-mou-eng menggigil. "Maaf, aku lupa, Cun-moi, aku tahu. Tapi aku datang bukan untuk melakukan yang tidak-tidak."
"Lalu apa maksud kedatanganmu" Mau apa kau ke sini?"
"Aku hendak minta maaf, aku hendak mengaku dosaku...."
Cao Cun membuka matanya. Muka yang tadi dirutup itu sekarang dilepaskan, jari-jari yang lentik itu gemetar, mata kembali beradu pandang dan Cao Cun diserang rindu yang hebat.
Hampir dia mengeluh dan menubruk orang yang dicintanya lahir batin ini, tak kuat mendengar suara yang begitu memelas, begitu lirih. Pandang mata Kim-mou-eng penuh kesedihan dan penyesalan, Cao Cun mengguguk. Tapi ketika dilihatnya pisau yang menancap di pundak Kim-mou-eng itu tiba-tiba wanita ini bangkit berdiri dan terbelalak.
"Siapa yang menusukmu?"
Wan Hoa tiba-tiba melompat ke depan. "Aku, Cao Cun. Hati hati terhadap rayuannya dan jangan terkecoh!"
Wan Hoa memperingatkan temannya, khawatir dan sudah dag-dig-dug melihat adegan tadi, betapa Cao Cun berpelukan dan nyaris mereka berciuman. Wan Hoa sudah tak keruan dan merah melihat adegan itu, hati tertusuk dan ada rasa luka, juga was-was.
Maka melihat temannya melepaskan diri dan kini Cao Cun mendekati Kim-mou-eng bertanya tentang pisau itu tiba tiba Wan Hoa berseru agar Cao Cun bersikap keras, tak usah lemah dan dia mengaku terus terang tentang pisau di pundak Kim-mou-eng itu. Bahwa dia ingin membunuh Pendekar Rambut Emas ini karena orang tak mau pergi. Pendekar Rambut Emas dianggap mau membuat onar.
Tapi Cao Cun yang mengerutkan kening dan justeru malah tiba tiba menegur temannya, "Wan Hoa, kau terlalu. Kim-twako tak melakukan apa-apa, dia tak bersalah, kenapa kau menikamnya dan melukainya" Cabut pisau itu. Wan Hoa, obati lukanya dan balut dengan segera!"
Wan Hoa terbelalak, tertegun.
"Dan kau menamparnya pula. Wan Hoa" Aih, keji. Kau jahat dan kejam terhadap tamu, terlalu!" dan Cao Cun yang bergegas menghampiri Kim-mou-eng tiba2 terisak dan mengusap pipi Kim-mou-eng, mengelusnya begitu lembut dan hampir saja Cao Cun mencium pipi itu.
Pipi Kim-mou-eng memang bengap, merah kebiruan. Dua mata kembali beradu pandang dan Cao Cun menangis, tak tahan. Dan ketika Wan Hoa masih diam saja dan tak mau mencabut pisau serta mengobati luka Kim-mou-eng tiba-tiba Cao Cun merobek bajunya dan mencabut pisau itu, darah mengucur dan segera dimampatkan dengan robekan baju ini. Cao Cun bekerja cepat dan sebentar kemudian sudah membalut luka itu. Betapapun kemesraan tak dapat disembunyikan di sini, Wan Hoa merah padam.
Dan ketika semuanya selesai dan Kim-mou-eng bengong berseri seri maka Cao Cun mundur dan Pendekar Rambut Emas berbisik, "Terima kasih, Cao Cun...."
Cao Cun semburat. Sekarang mereka duduk berhadapan, Cao Cun sudah menguasai diri dan berhasil menenangkan guncangannya. Dua mata kembali beradu pandang tapi Cao Cun mulai tahan, Kim-mou-eng melihat sesuatu yang menggetarkan di bola mata wanita itu. Sesuatu yang agung, anggun. Sinar kemesraan mulai lenyap dan sikap seorang ratu tampak di sini. Cao Cun rupanya mengingatkan diri sedemikian rupa bahwa dia adalah isteri Raja Hu, bukan lagi wanita tak terikat seperti di Istana Dingin. Dia adalah isteri orang, "ibu negara" bangsa Siung-nu. Dan ketika tarikan bibir itu juga mulai mengeras dan Cao Cun bersikap tegak maka pertanyaan yang meluncur dari mulut wanita ini sudah berbeda lagunya daripada tadi, lagu seorang wanita agung yang ingin menegakkan harkat dirinya.
"Kim twako, apa yang kau inginkan dariku" Apa yang kaukehendaki hingga jauh jauh datang ke sini" Aku sudah menyatu dengan bangsa Siung-nu, twako. Jadi kalau kau hendak membawaku pergi dari sini adalah tidak mungkin, aku isteri Raja Hu!"
Tekanan suara ini memiliki intonasi kuat. Kim-mou-eng mengangguk, menelan ludah, mengetahui kedudukannya dan kedudukan Cao Cun. Memang gadis itu sudah menjadi isteri orang, tak layak mereka membicarakan masalah cinta. Itu telah lewat. Masing masing sudah dipisah jarak oleh pagar etika, dan dia pun memang tak ingin memikirkan urusan cinta. Kim-mou-eng datang untuk minta maaf, itu intinya.
Maka ketika Cao Cun bertanya apa maksud kedatangannya dan kenapa jauh jauh dia mengejar wanita ini maka Pendekar Rambut Emas menarik napas dan berkata jujur, "Aku datang untuk menyatakan penyesalan ku, Cun moi. Aku datang untuk meminta maaf. Aku telah mendengar semua ceritamu dari ayah mu."
Cao Cun tersenyum. "Aku telah memaafkanmu. Apa yang terjadi memang sudah menjadi kodratku, aku tak menyalahkan siapa-siapa."
"Tapi aku merana berdosa, Cun-moi. Kalau saja aku cepat membebaskanmu dari Istana Dingin tentu tak akan terjadi semuanya ini. Aku menyesal, aku terlibat urusan bertubi-tubi yang membuat aku tak sempat menengokmu di sana!"
"Sudahlah, aku percaya, twako. Dan sebaiknya urusan ini tak perlu dibicarakan lagi. Nasi telah menjadi bubur, kita sama sama tak dapat menariknya lagi dan sebaiknya kita lupakan kenangan kita dulu."
"Tentu, tapi kau tentu sakit hati, Cun moi. Barangkali ada hal hal yang telah membuatmu berprasangka buruk kepadaku. Aku ingin menjelaskan semuanya ini agar salah paham di antara kita hapus "
"Hm!" Wan Hoa tiba-tiba mengejek. "Kau enak saja menyatakan maaf dan pura pura bersikap bersih, Kim-mou-eng. Padahal apa yang kaulakukan terhadap keponakan Ma-yang sungguh tak dapat diampuni!"
"Keponakan siapa?" Kim-mou-eng terkejut. "Ma-yang" Siapa Ma-yang ini?"
Mendadak, Wan Hoa melompat bangun. "Kim-mou-eng, untuk apa berpura-pura lagi di depan kami" Untuk apa bertanya siapa Ma-yang ini" Bukankah kau tahu dia dayang istana" Bukankah kau telah bertemu keponakannya dan berkata yang membuat sahabatku hampir gila oleh hinaanmu yang tidak bertanggung jawab itu" Bukankah kau mengatakan bahwa cintamu terhadap Cao Cun hanyalah palsu belaka untuk kedok permainanmu yang tidak berperikemanusiaan" Kau laki-laki yang tak tanggung-tanggung menyakiti wanita, Kim-mou-eng. Kau pria jempolan yang pandai meratakbinasakan cinta suci seorang wanita!"
"Wutl" Kim-mou-eng tiba-tiba mencelat dari tempat duduknya, mencengkeram pundak Wan Hoa. "Apa kau bilang, Wan Hoa" Apa kau bilang dengan semua kata-katamu ini" Aku bertemu keponakan Ma-yang" Aku mengatakan bahwa aku mempermainkan Cao Cun?"
"Ya!" Wan Hoa meringis, membentak galak, tak menghiraukan rasa sakit. "Kau terang-terangan mempermainkan Cao Cun, Kim-mou-eng. Kau menghancur binasakan cintanya dengan ucapanmu yang amat berbisa!"
"Ucapan apa" Yang bagaimana?"
"Hm!" Wan Hoa masih beringas, galak. "Kau menyatakan bahwa cintamu terhadap Cao Cun hanya sekedar penghibur saja, Kim-mou-eng. Bahwa cintamu hanya untuk sumoimu itu dan kau menyakiti sahabatku. Kalau kau memang tidak mencinta Cao Cun tak perlu kau membujuk rayu nya sedemikian rupa. Kau laki laki tak bermoral dengan menyepelekan begitu saja cinta suci sahabatku yang agung. Kau manusia hina, terkutuk kau di api neraka!"
"Wan Hoa....!" Cao Cun tiba-tiba menjerit. "Jangan omongkan kutukan itu, jangan ungkit-ungkit lagi apa yang telah lewat. Aku memaafkan semua perbuatannya, biarlah yang sudah berlalu sudah. Aku tak ingin mendengar lagi semua benci dan kemarahanmu!"
"Biarlah, aku memang benci dan sengit pada orang yang bernama Pendekar Rambut Emas ini, Cao Cun. Aku memang muak dan benci kepada semua perbuatannya. Kau telah dihinanya setinggi gunung, aku tak terima dan ingin mengutuknya habis-habisan!"
"Tidak, jangan, Wan Hoa. Diam, jangan katakan apa apa lagi dan biarkan hati yang sudah sembuh ini tak terluka!" Cao Cun bangkit berdiri, menubruk sahabatnya itu tapi Wan Hoa masih memaki-maki Pendekar Rambut Emas.
Kim-mou-eng sendiri pucat dan menggigil mendengar kutuk dan serapah gadis itu. Bukan main. Wan Hoa memakinya habis-habisan sebagai laki-laki yang tak menepati janji, laki-laki tak bertanggung jawab dan amat hina mempermainkan cinta Cao Cun yang agung. Semuanya itu diucapkan gadis ini dengan berapi api dan ganas. Kata demi kata menusuk perasaan Kim-mou-eng bagai pedang beracun yang sudah berkarat.
Dan ketika Wan Hoa kembali mengungkit-ungkit masalah dayang istana dan Kim-mou-eng dituduh tak berperikemanusiaan dengan melontarkan kata-kata menyakitkan tentang cintanya yang palsu terhadap Cao Cun mendadak Pendekar Rambut Emas ini menampar Wan Hoa menggeram marah. "Bohong, keparat kau.... Aku tak mengenal sama sekali dayang bernama Ma ini, Wan Hoa. Sumpah demi Langit dan Bumi aku tak mengatakan apa-apa pada dayang yang tak kukenal itu. Kau melepas omongan busuk, atau dayang itu yang telah mempermainkan kalian dan merusak namaku.... plak-plak!"
Wan Hoa terbanting roboh, menjerit dan sudah ditubruk Cao Cun yang menangis tersedu-sedu. Wanita ini bingung dan marah akan apa yang terjadi. Yang satu sahabat sedang yang lain adalah orang yang dicinta lahir batin, meskipun kini dengan sekuat tenaga Cao Cun berusaha mengusir api cinta itu.
Dan ketika Wan Hoa ditampar dan untuk pertama kalinya Kim-mou-eng menggereng bagai seekor singa kelaparan mendadak Cao Cun berbalik sikap dan menghadapi Pendekar Rambut Emas itu, membentak penuh kemarahan, "Kim-mou-eng, ini rumahku. Ini adalah tempat tinggalku dan Wan Hoa adalah sahabatku. Berani kau menamparnya dan berkata dia mengeluarkan omongan busuk" Ma-yang memang mengatakan semuanya itu, Kim-mou-eng. Dan aku sebagai yang bersangkutan mendengar kata- katanya sendiri. Aku pun berani bersumpah demi langit dan bumi, aku tak dapat menerima tindakanmu terhadap sahabatku dan kau enyahlah.... Plak... plakk!"
Cao Cun ganti menampar wajah pendekar itu, Kim-mou-eng terbelalak dan terhuyung. Hampir dia tak percaya pada apa yang dilihat Cao Cun, gadis yang begitu lembut dan biasanya amat tunduk kepadanya mendadak menamparnya, membalas tamparannya terhadap Wan Hoa. Wan Hoa sendiri tertegun melihat kejadian itu. Empat mata terbelalak. Tapi ketika Kim-mou-eng sadar dan terhuyung menerima tamparan Cao Cun mendadak pendekar ini tersedak mengusap dua titik air matanya yang jatuh di pipi, gemetar.
"Cao Cun, kau menamparku sebagai balas dendam" Kau memaki aku untuk pelampias sakit hatimu" Baiklah, kuterima semuanya ini, Cun-moi. Tapi sumpah demi nenek moyangku aku akan mencari dan membawa dayang jahanam itu. Aku akan menunjukkan kepada kalian bahwa aku tak tahu menahu urusan ini. Kalian tunggu beberapa hari, aku akan kembali dan membawa dayang itu"
"Wuut!" dan Kim-mou-eng yang lenyap berkelebat dengan rintihan memilukan tiba2 menyadarkan Cao Cun dan membuat wanita ini menangis mengguguk, pandangan terasa gelap dan Cao Cun tiba-tiba roboh. Wanita ini hampir pingsan melihat apa yang dia lakukan, dia telah melontarkan kata kata menyakitkan terhadap Pendekar Rambut Emas, pria yang sesungguhnya dia cinta dan merupakan pria pertama yang menjatuhkan hatinya, pria yang dia kagumi dan hormati.
Maka begitu pria itu mengeluh dan untuk pertama kalinya pula Cao Cun melihat Kim-mou-eng menangis mendadak wanita ini tak kuat dan mengeluh memanggil Wan Hoa, mengguguk dan sudah ditubruk sahabatnya itu. Mereka berangkulan, air mata sama sama membanjir dan dua sahahat ini merintih. Mereka memang berdarah, hati mereka sedang berdarah. Dan ketika mereka bertangis-tangisan dan Cao Cun serta Wan Hoa saling peluk tiba tiba dari dalam terdengar tangis bayi, anak Cao Cun rupanya menangis dan buru buru wanita ini berlari. Wan Hoa mengejar dan menyusul. Bayi yang masih kecil itu rupanya tahu kedukaan ibunya, ikut terguncang dan kini menangis pula, tak kalah ramai dengan Cao Cun. Dan ketika Cao Cun terengah menyusui bayinya dan Wan Hoa mendekap serta mengguguk memeluk bayi laki laki itu maka di lain pihak Kim-mou-eng sendiri sudah berkelebat lenyap dan terbang menuju ke kota raja.
Omongan Wan Hoa tentang Ma-yang, sungguh membuat pendekar ini terkejut. Hampir dia menganggap gadis itu memfitnah kalau Cao Cun tidak berdiri di belakang, mengakui dan mendukung sahabatnya. Dan karena semua ini memerahkan telinganya dan Kim-mou-eng gusar bukan kepalang maka perjalanan panjang yang seharusnya diseling istirahat tak dilakukan pendekar ini.
Kim mou-eng terus bergerak dan terbang menuju selatan, seluruh ilmu lari cepatnya dikerahkan hingga bayangannya melesat seperti iblis. Hampir-hampir tak kelihatan. Dan ketika dua hari kemudian dia tiba di kota raja dan langsung memasuki kembali istana dan mengorak-abrik para dayang akhirnya dengan muka beringas dan kotor penuh debu diketemukannya dayang itu, dayang yang memang ada hubungannya dengan Mao-taijin, si menteri dorna.
"Kau melakukan fitnah apa terhadap diriku" Kau mengeluarkan omongan busuk apa saja terhadap Cao Cun mengenai diriku?" begitu Kim-mou-eng menerkam dayang ini, membentak dan membuat si dayarg ketakutan. Dayang ini nyaris pingsan. Kedatangan dan sikap Kim-mou-eng yang begitu buas membuat dayang ini lumpuh, tiba-tiba tak dapat menjawab, seluruh tubuh menggigil.
Dan ketika Kim-mou-eng membentaknya lagi dan menyuruh dia bicara mendadak dayang yang sudah seakan terbang nyawanya ini mengeluh. "Ampun.... ampun.... aku tak mengerti apa yang kaumaksud, taihiap.... aku tak mengerti dosa apa yang telah kulakukan kepadamu....!"
"Bohong! Kau menipu. Kau telah menghasut omongan busuk kepada Cao Cun. Kau menjelek-jelekkan aku di hadapan gadis itu!"
"Cao Cun siapa, taihiap" Gadis mana?" dayang ini gugup, bingung dan lupa pada Cao Cun karena Cao Cun di Istana Dingin lebin dikenal sebagai Wang siocia (nona Wang), ayahnya yang bupati itu lebih mengakrabkan panggilan Cao Cun sebagai Wang-siocia, jadi dayang ini lupa sejenak dan benar benar tidak tahu.
Kim-mou-eng marah dan mencengkeram tengkuk dayang itu, menjepitnya seperti besi panas. Dan ketika dayang itu mengaduh-aduh dan kesakitan minta di lepas maka Kim-mou-eng membentak,
"Yang kumaksud adalah puteri Wang taijin, Wang Cao Cun. Kau tentu tak mengingkari, bukan" Atau hidungmu ingin kupencet?"
Kim-mou-eng mengerahkan sinkangnya, jari-jari berkerotok dan tiba-tiba berwarna merah seperti api, tentu saja dayang itu kaget dan menjerit tertahan. Tiba tiba celananya basah!
Dan ketika Kim-mou-eng menghardik dan menyuruh dayang itu mengaku akhirnya dengan tangis beriba iba dayang ini ber kata, "Be.... benar.... aku salah, taihiap. Aku mengakui itu dan jangan bunuh aku. Aku pun hanya alat.... aku...."
"Kau sudah mengaku?" Kim-mou-eng tak sabar, memotong. "Kau sekarang berani mengakui ini di depan Wang siocia" Kalau begitu baik, sekarang juga kau ikut aku ke bangsa Siung-nu!"
Dan Kim-mou-eng yang berkelebat tak menunggu penjelasan dayang itu tentang Ma-taijin sudah berlari cepat dan kembali meninggalkan istana, terbang dan kembali ke perkemahan bangsa Siung-nu. Perjalanan pulang balik berkali-kali begini dilakukan Kim-mou-eng hampir tujuh hari, tak heran kalau pakaiannya penuh keringat dan nyaris dekil. Bau apek dan kecut tak dihiraukan sama sekali. Dan ketika dia tiba di perkemahan itu dan Cao Cun serta Wan Hoa terbelalak melibat keadaan Kim-mou-eng maka pendekar ini sudah membanting Ma-yang di depan dua wanita itu.
"Nah, sekarang kita buktikan baik-baik. Wan Hoa. Aku yang jahanam atau siluman ini!"
Ma-yang mengeluh, tersungkur dan sudah menangis di depan dua wanita itu. Tentu saja dia mengenal Cao Cun, juga Wan Hoa, pucat dan lemas karena belum apa-apa dia sudah "down", jatuh keberaniannya dan dua hari ini tak mampu makan minum dengan baik. Sikap Kim-mou-eng yang begitu beringas membuat dayang ini ketakutan, lagi-lagi untuk kesekian kali dia merasa nyawanya di ujung tanduk. Dan ketika Kim-mou-eng menyuruh dia bangun dan dayang ini tersedu sedu maka dayang itu mendapat bentakan bengis, "Sekarang kalakan pada mereka apa yang sesungguhnya terjadi. Benarkah kau menyuruh keponakanmu dan bicara seperti yang kaukatakan kepada Cao Cun?"
"Ampun....!" dayang ini menggigil. "Aku.... aku hanya alat, Kim taihiap.... aku hanya melakukan perintah dari atas...."
"Tak perlu macam-macam. Sekarang katakan betulkah kau menyuruh keponakanmu mencariku dan aku bertemu keponakanmu itu?"
"Tidak.... tidak betul...."
"Dan betulkah kau mengatakan yang macam macam kepada keponakanmu itu sesuai pemberitahuanmu terhadap Cao Cun?"
"Tidak.... tidak.... ampun, taihiap.... aku...."
"Dess!" dayang ini mencelat, Kim-mou-eng telah menendangnya sebegitu rupa hingga Ma-yang menjerit, terpental dan menumbuk dinding kemah hingga membalik, persis bola saja dan ketika dia menangis tak keruan dan Kim-mou-eng berkelebat mencengkeram tengkuknya maka pendekar itu sudah berkata, "Nah, sekarang ceritakan semuanya kepada Cao Cun, dayang hina. Bersihkan namaku dan katakan kenapa kau demikian keji merusak namaku padahal selamanya aku tak pernah mengenalmu... brukl" dan Kim mou eng yang melempar dayang itu di kaki Cao Cun akhirnya membuat dayang ini meledak tangisnya dan mengguguk memeluk kaki Cao Cun.
"Wang-siocia, ampunkan aku.... aku bersalah. Memang apa yang pernah kukatakan padamu itu adalah bohong. Aku tak pernah mengirim keponakanku mencari Kim-taihiap. Kim-taihiap tak bersalah, aku mohon ampun dan sukalah kau membebaskan aku dari kemarahannya...!"
Cio Cun mengerutkan kening. "Jadi kau memfitnah?"
Dayang ini menangis, tersedu sedu, mengangguk berulang ulang dan tak dapat meneruskan kata-katanya. Sinar penuh kemarahan dari Kim-mou-eng membuat dayang ini ketakutan hebat. Cao Cun tertegun dan menjublak mendengar itu, begitu pula Wan Hoa. Tiba2 mereka saling pandang dan rasa penyesalan besar membayang dimuka Wan Hoa. Gadis inilah yaag paling sengit mencaci Kim-mou-eng, dialah yang paling agresip dan kasar menuduh Kim-mou-eng. Menganggap pendekar itu tak dapat dipercaya dan merendahkan cinta yang agung. Wan Hoa tiba-tiba pucat dan mulai khawatir terhadap diri sendiri, diguncang rasa berdosa yang mengganggu.
Dan ketika Wan Hoa mulai cemas sementara Ma-yang tersedu dalam tangisnya yang tak pernah reda mendadak gadis ini meloncat mencengkeram dayang itu. "Ma-yang, selama ini kau menghibur dan baik baik kepada kami. Kaulah yang membesar-besarkan hati kami dengan penantian Kim-mou-eng. Kini kau bicara begitu rupa, apakah semuanya ini benar atau kau dipaksa Pendekar Rambut Emas itu?"
Kim-mou-eng terkejut. Cao Cun juga terkejut, kiranya Wan Hoa ini masih curiga dan sebersit syak wasangka rupanya masih membuat gadis itu tak gampang percaya. Kini dia menanya dayang itu dan pertanyaannya jelas menaruh kecurigaan tak terselubung. Cao Cun sendiri tak ada pikiran atau dugaan ke situ. Wan Hoa terang terangan ingin mengorek pengakuan dayang itu secara tuntas. Tentu saja Kim-mou eng merah mukanya dan marah memandang gadis itu. Tapi karena Wan Hoa memiliki hak itu dan boleh bertanya apa saja kepada si dayang maka Kim-mou-eng menunggu dan berdebar memperhatikan dayang itu, betapapun dia was-was kalau Ma-yang main gila. Persoalan yang hampir selesai tiba-tiba bisa menjadi mentah kembali kalau dayang ini mengatakan yang tidak-tidak, bahwa dia "dikompres" Kim-mou-eng misalnya.
Tapi Ma-yang yang rupanya tak ingin mengulang kesalahan dan mengguguk di depan Wan Hoa ternyata menggeleng kepala. "Tidak.... tidak, Lie-siocia. Aku tak dipaksa Kim-taihiap dan mengaku sejujurnya...."
"Kalau begitu kenapa kau menjelek-jelekkan Kim-mou-eng" Bukankah Kim-mou-eng selamanya tak pernah mengganggu dirimu?"
Ini pun pertanyaan yang membersitkan curiga. Wan Hoa rupanya tak mau menyerah begitu saja mengenai masalah ini, mendorong dan memaksa diri untuk melawan rasa bersalah kalau Kim-mou-eng ternyata benar. Dia terlanjur bermain basah. Dan ketika Cao Cun kembali mengerutkan kening dan menganggap pertanyaan temannya masuk batas wajar dalam usahanya mengorek sesuatu maka Ma-yang mulai menjelaskan duduk perkaranya, kini mendapat kesempatan untuk membela diri.
"Aku memang tak ada permusuhan dengan Kim-taihiap, siocia Tapi Sam-thaikam dan Mao-taijin memiliki permusuhan itu. Aku disuruh Sam-thaikam untuk berbuat semua kebohongan itu sementara Sum-thaikam sendiri diminta Mao taijin untuk memfitnah Kim taihiap. Jelasnya, aku hanya alat dan terpaksa membujuk Wang siocia atas perintah mereka."
Wan Hoa pucat "Sam-thaikam" Mao-taijin?"
"Ya, mereka itulah yang menyuruhku, sio-cia. Karena itu aku hanya alat dan ampunkan semua dosa dosaku."
"Oooh..!" Wan Hoa terhuyung, melepaskan dayang itu dan kini pucat memandang Kim-mou-eng.
Dayang itu sudah menceritakan pada mereka apa yang sesungguhnya terjadi, kali ini Ma-yang bicara jujur. Apa saja yang diragukan Wan Hoa boleh ditanyakan, kian lama gadis itu kian membelalakkan matanya.
Dan ketika semuanya selesai dan Wan Hoa mendekap dadanya maka ganti Kim-mou-eng yang menceritakan semua kisahnya, kesukaran kesukarannya dan halangan apa saja yang membuat dia tak dapat menengok Cao Cun di Istana Dingin. Betapa urusan bangsanya tentang Bi Nio membuat pusing, kaisar dituduh menghina bangsa Tar-tar dan karena itu Kim-mou-eng harus bertindak. Kematian Gurba membuat pendekar ini menjadi pemimpin bangsanya, menggantikan suhengnya itu dan Kim-mou-eng menjelaskan tanpa sedikit pun mengurangi atau menambahi semuanya diceritakan gamblang. Dan ketika dia bicara tentang Sam-kong-kiam dan kini dikejar kejar orang kang ouw bahkan sumoi nya pun memusuhinya hingga membuat Kim-mou-eng tak dapat memikirkan Cao Cun maka semua cerita ini seketika membersihkan nama Pendekar Rambut Emas itu dan Wan Hoa terisak, Cao Cun sendiri tertegun dan kian lama kian terharu.
Benar kiranya kepercayaan hatinya sendiri. Bahwa Kim-mou-eng bukanlah pendekar "imitasi" dan gangguan gangguan pendekar itu memang berat. Kim-mou-eng harus menghadapinya seorang diri. Kekaguman dan cinta Cao Cun tiba tiba muncul, wanita ini mendadak mengalirkan air mata dengan deras. Kini jelaslah sudah apa yang sesungguhnya terjadi. Bahwa lagi lagi Mao taijin berdiri di balik semuanya ini, menjadi dalang dari semua nya ini dan Cao Cun disambar keharuan besar melihat kesulitan-kesulitan sang dihadapi pria pujaannya. Begitu besar keharuan ini hingga Cao Cun terisak, menangis dan sudah menubruk Kim-mou-eng.
Dan ketika Wan Hoa mendelong dan merah pucat melihat sedikit pun Pendekar Rambut Emas tak dapat disalahkan maka Cao Cun sudah mengguguk menciumi wajah pendekar itu, ambrol dan lupa diri sendiri yang sudah menjadi isteri orang. "Kim-twako, maafkan kami. Kiranya kau benar-benar tak bersalah. Mao taijin lagi-lagi men jadi dalang dari semua kisah kita. Aduh, aku menyesal atas kesan jelek yang selama ini melekat di hati kami, twako. Kau maafkanlah kami berdua dan biar kelak kami berdua menjadi pelayanmu!"
Cao Cun mengguguk, menciumi perdekar itu dan mengusap air matanya dengan baju Kim-mou-eng yang dekil, tak perduli baunya dan berulang-ulang mengusap tanpa henti. Air mata wanita itu mengulirkan semacam kehangatan di hati Kim-mou-eng, merembes dan masuk sampai ke relung hati yang paling dalam.
Kim-mou-eng tersenyum penuh bahagia, senyum nikmat, senyum puas. Dia merasa berada di awang-awang yang paling indah dipeluk wanita ini. Sekarang namanya sudah bersih, rasa geram kini tertumpah pada Mao-taijin. Keparat si menteri dorna itu. Tapi ketika Cao Cun mengguguk dan menciumi dirinya mendadak tangis seorang bayi mengganggu mereka dan seorang wanita Siung-nu muncul dengan muka pucat, membopong Ituci Yashi
"Hujin, anakmu minta mimik....!"
Cao Cun dan Kim--mou-eng kaget. Mereka berdua tiba tiba sama sadar, Wan Hoa sudah berlari menyambar bayi laki laki itu. Dialah yang seharusnya merawat, menyerahkannya pada Cao Cun dan Cao Cun melepaskan Kim-mou-eng. Semua orang tiba tiba dihentak ke alam kenyataan yang lain. Kim-mou-eng tiba tiba menggigit bibir dan menahan semacam luka di hatinya. Entahlah, melihat Cao Cun menyusui bayinya tiba tiba membuat peadekar ini memejamkan mata. Ada semacam gangguan tidak enak di hati.
Dan ketika Cao Cun menerima bayinya dan sudah menenangkan bayinya yang menangis itu dengan sesapan buah dadanya maka tanpa diketahui seorang pun tiba tiba Kim-mou-eng lenyap berkelebat. Pendekar ini tak mau diganggu perasaan bermacam macam lagi, merasa urusannya selesai dan Ma-yang ditinggal di situ. Namanya telah bersih kembali, itu yang pokok. Cao Cun dan lain-lain tak tahu kalau Pendekar Rambut Emas ini telah meninggalkan kemah. Mereka semua sibuk oleh tangis si bayi yang minta mimik ibunya. Dan ketika bayl itu sudah tenang kembali dan Cao Cun serta Wan Hoa sadar maka pertama-tama yang mencari Pendekar Rambut Emas itu adalah gadis ini, ingin meminta maaf dan menyatakan penyesalannya Wan Hoa malu tapi ingin mengakui kekalahan, betapapun Wan Hoa adalah gadis jujur. Tapi ketika tak dilihatnya lagi pendekar itu di situ tiba-tiba Wan Hoa terpekik dan kaget. "Dia tak ada....!"
Cao Cun terkejut. Dia menoleh dan tak melihat lagi pendekar itu di situ, semuanya mencari namun gagal. Wan Hoa merasa kecewa dan tiba tiba menangis, keluar dan mencari-cari Kim-mou-eng ke sana ke mari.
Namun ketika disadarinya bahwa Kim-mou-eng tak ada lagi di situ dan Pendekar Rambut Emas lenyap sebelum dia menyatakan maafnya tiba-tiba Wan Hoa mengguguk dan meledak tangisnya. "Kim-mou-eng, maafkan aku.... maafkan aku...!" Wan Hoa berputar-putar, tak menemukan dan akhirnya jatuh terduduk di luar kemah, Coa Cun dan lain-lain sibuk menghibur gadis ini.
Dan ketika Wan Hoa menubruk dan dipeluk Cao Cun maka wanita ini berkata. "Sudahlah, aku telah mintakan maaf bagi kita berdua. Wan Hoa. Tak perlu menyesal dan bangunlah, Kim-twako telah memaafkan kita berdua, kau dan aku."
"Tapi aku ingin menyatakan penyesalanku dengan mulutku sendiri, Cao Cun. Aku tak puas dan akan selalu dikejar-kejar rasa berdosa bila belum melakukan itu!"
"Tapi Kim-twako tak ada di sini. Tanpa keinginannya tak mungkin kita bakal bertemu dengannya"
"Itulah! Itu yang membuat aku kecewa, Cao Cun. Kalau saja tadi... ah, sudahlah, aku memang tak beruntung...." dan Wan Hoa yang menangis lagi di pelukan Cao Cun akhirnya menahan kata katanya yang hendak mengatakan saling peluk antara Cao Cun dan Pendekar Rambut Emas tadi, bahwa itu yang membuat dia kehilangan kesempatan. Wan Hoa jadi menyalahkan diri sendiri daa berkali-kali menampari mulutnya.
Dia merasa berdosa dengan mulutnya yang tajam itu, yang suka "menyengat" Kim-mou-eng dengan kata-kata pedas. Cao Cun tentu saja tak membiarkan sahabatnya berduka terus. Dan ketika dia menghibur dan berkala bahwa sebaiknya Wan Hoa menemaninya di kamar untuk menenangkan Ituci Yashi yang lagi lagi menangis karena ngeri mendengar ribut-ribut itu akhirnya Wan Hoa menurut dan sadar menghentikan tangisnya, digandeng dan sudah menemani Cao Cun ke kamar pribadi. Di sini tanpa terdengar siapa pun mereka menumpahkan air mata, keduanya sama-sama menyesal. Dan karena Kim-mou-eng telah pergi dan tak mungkin mereka bertemu pendekar itu kalau tidak atas kehendak Kim-mou-eng sendiri maka Wan Hoa melepas sesalnya dengan puasa tujuh hari melakukan puasa dan doa untuk keselamatan Kim-mou-eng. Semoga pendekar itu mau memaafkannya dan diberi selamat oleh dewa yang agung. Cao Cun terharu dan mendekap sahabatnya ini. Kedukaan Wan Hoa berarti kedukaan dirinya pula. Dan ketika Wan Hoa mulai tenang dan dapat dibujuk untuk menerima semua kisah mereka sebagaimana adanya akhirnya Wan Hoa dapat menerima semuanya itu dan kembali mendampingi Cao Cun sebagaimana biasa, merawat dan memelihara keponakannya yang mungil, ltuci Yashi,
Cao Cun sudah dianggap seperti saudara sendiri dan hubungan mereka memang melebihi saudara, itulah sebabnya anak laki laki Cao Cun ini dianggap sebagai keponakannya pula. Wan Hoa tak memperdulikan hubungan darah, anak Cao Cun dianggap seperti anak atau keponakannya sendiri. Dan karena Wan Hoa mulai tenang dan sedikit-sedikit mulai dapat tersenyum dan bermain main bersama bayi laki-laki itu maka Cao Cun merasa lega dan tenang pula. Mereka berdua seolah dapat melupakan kejadian itu, di lahir tak tampak. Tapi Cao Cun yang sesekali memergoki Wan Hoa menangis sendiri di kamarnya dapat menduga bahwa penyesalan Wan Hoa belum tuntas dan karena itu ingin menemui Kim-mou-eng dan siap mengutus seseorang untuk mencari pendekar itu! Tapi, berhasilkah kiranya" Cao Cun sendiri sering menghela napas panjang.
===dwkz0smhn0abu0===
Hari itu dua pembesar itu sama-sama duduk berhadapan. Mereka sama-sama muram, yang satu menyilangkan kaki dengan gelisah sedangkan yang lain mengepal tinju dan melotot gemas.
"Jadi Ma-yang diculik Kim-mou-eng, taijin?"
"Ya, itu yang kudengar dari pengawalku, taijin. Dan sampai sekarang dayang itu tak kembali juga. Aku khawatir bahwa dia akan membuka rahasia."
"Tentu. Kim-mou-eng pasti memaksanya. Keparat Pendekar Rambut Emis itu!" dan pembesar pertama yang bangkit berdiri tiba-tiba memanggil seseorang dan kakek bercakar baja muncul di situ, berkelebat dan sudah membungkuk memberi hormat. "Ada perintah, taijin?"
"Tidak, hanya aku ingin mengajakmu bercakap-cakap. Duduklah!" pembesar itu mempersilahkan kakek ini, mata berputaran tak tenang dan kembali dia memandang temannya, pembesar kedua yaug selalu menyilang-nyilangkan kaki itu. Dan ketika mereka saling pandang dan kakek bercakar baja ini bingung maka pembesar pertama, yang bukan lain Mao-taijin adanya berkata, "Lojin, apa yang harus kulakukan kalau Pendekar Rambat Emas itu ke sini" Apakah pengawal di luar cukup ketat berjaga?"
"Hamba mengerahkan tiga ratus pengawal pendam, taijin. Keadaan di luar tak perlu menggelisahkan paduka dan cukup aman. Hamba berani jamin."
"Tapi pengawal saja tak cukup. Kita harus mempunyai pembantu andalan. Bagaimana pendapatmu, taijin?" Mao-taijin menoleh pada temannya, pembesar gendut yang bukan lain Sam thaikam adanya, pembesar kebiri yang menjadi kepala di Istana Dingin.
Hari itu pembesar kebiri itu menceritakan hilangnya Ma-yang, memberitahu bahwa Kim-mou-eng datang menculik dayang ini, tentu ada hubungan dengan Wang-siocia.
Mao taijin terkejut dan pucat mendengar itu. Dan karena kepandaian Kim-mou-eng selalu menggetarkan orang dan menteri ini kecut atas pembalasan pendekar itu maka dia mau berjaga jaga dan mengajak Sam-thaikam ini bicara. Tentu saja mau menyelamatkan diri sendiri dan bersiap-siap kalau Kim-mou-eng datang. Sam thaikam memaklumi, bahkan thaikam ini pun juga kecut kalau Kim-mou-eng sampai mencarinya pula, dia akan dituntut tanggung jawabnya. Maka ketika Mao-taijin bertanya bagaimana pendapatnya kalau mereka memiliki pembantu andalan tiba tiba pembesar ini menggangguk.
"Benar, kita harus memiliki pembantu yang dapat dipercaya, taijin. Aku sependapat denganmu tapi tak tahu siapa orangnya yang dapat di jadikan pembantu itu. Apakah Lo-jin dapat memberi tahu kami?"
Sin-kee Lo jin, kakek bercakar baja itu semburat. Sebenarnya omongan ini sama dengan ketidakpercayaan dua pembesar itu kepadanya. Sin kee Lo-jin memang tak dapat mengalahkan Kim-mou-eng. Maka ketika orang bertanya kepadanya dan sedikit atau banyak kakek ini merasa bersalah tak dapat melindungi majikannya maka Sin-kee Lo-jin berpikir keras memberikan jawaban.
"Hamba sendiri belum mengetahui orangnya, taijin. Tapi beberapa hari ini hamba mendengar kabar munculnya dua orang sakti dari Bhutan, juga munculnya Siauw-bin-kwi yang hamba kira tewas beberapa waktu yang lalu!"
"Siauw-bin-kwi" Dia masih hidup?"
"Ya, dan bersama dua tokoh Bhutan, taijin. Tapi di mana mereka sekarang hamba tidak tahu."
"Celaka, sialan!" dan Mao taijin yang membanting kaki dengan gemas tiba tiba membelalakkan mata. "Eh, Lo-jin, kau bicara menyebut2 dua tokoh Bhutan. Siapa mereka ini dan bagaimana pula kepandainnya?"
"Mereka sakti, taijin Hamba mendengar mereka tak kalah sakti dengan Siauw-bin-kwi!"
"Aku tak tanya itu, yang kumaksud adalah bagaimana jika mereka melawan Kim-mou-eng. Siauw bin-kwi sendiri tak dapat mengalahkan Kim-mou-eng!"
Sin-kee Lo-jin pucat. "Maaf, aku pribadi belum tahu benar, taijin. Tapi kalau mereka bersama Siauw-bin-kwi tentu kepandaian mereka hebat. Siauw-bin kwi kabarnya cacad, dua kakinya buntung. Dua tokoh Bhutan ini selalu menyertai dan kabarnya hampir saja menangkap Kim-mou-eng sumoinya tertangkap dan ditawan dua orang Bhutan itu."
"Tiat-ciang Sian-li tertangkap?" Mao-taijin melebarkan mata. "Dan mereka hampir membunuh Kim-mou-eng" Ah, bagus, Lojin. Agaknya ini yang kucari-cari dan temukan mereka. Suruh dua orang Bhutan itu ke mari dan bilang ribuan tail emas siap memandikan mereka!"
Menteri itu dilanda perasaan girang, tertawa bergelak dan merasa inilah berita bagus. Dua orang sakti itu boleh disuruh datang Sam-thaikam juga bersinar-sinar. Tapi teringat Siauw bin-kwi mendadak pembesar kebiri ini mengerutkan kening.
"Ah, agaknya tak gampang. Bagaimana kalau Bin kwi ikut mereka?" Mao taijin teriegun.
"Ingat," Sam-thaikam melanjutkan lagi. "Bin-kwi dan kawan-kawannya itu tak dapat kita pergunakan, taijin. Mereka dahulu telah membantu mendiang Pangeran Muda dan menyerang kaisar. Kalau kita mempergunakan tenaga mereka dan kaisar tahu tentu kita repot. Sebaiknya kita, berpikir hati-hati agar tidak menyesal di kemudian hari."
"Hmm," Mao-tajin mengangguk-angguk, tertawa lebar. "Yang akan kita pergunakan adalah dua tokoh Bhutan itu, taijin. Bukan Bin-kwi atau teman-temannya. Aku sudah tahu bahwa mereka tak mungkin boleh menampakkan diri lagi di sini, tapi kalau dua tokoh Bhutan itu bukankah mereka masih baru" Agaknya ini persoalan kecil, bisa diatur!"
Sin-kee Lo-jin tersenyum. Orang-orang besar memang selalu begitu, selalu bilang bisa diatur dan entah istilah apalagi lainnya, yang pada pokoknya menggampangkan persoalan dan menganggap sesuatunya remeh. Memang tampaknya optimis tapi bisa juga mencelakakan diri sendiri kalau tidak hati-hati, semuanya ini saling kait-mengait.
Dan ketika majikannya tertawa lebar dan Sam thaikam ikut tersenyum maka pembesar ini bertanya, "Baiklah, bagaimana kalau begitu, taijin" Maukah dua tokoh iiu datang ke mari" Aku masih menyangsikan jangan-jangan si Setan Ketawa itu pun akan ikut ke mari karena mereka adalah sahabat!"
"Kau jangan kecil hati," Mao-taijin melepas tawanya. "Bukankah kita dapat mjenyuruh dua orang itu menghalangi Bin-kwi" Kalau mereka mau bekerja sama dengan kita tentu mereka harus melepas si Setan Ketawa itu, taijin. Kalau tidak tentu mana akan tahu kehadiran si Bin kwi ini dan kita sama sama repot. Yang penting sekarang adalah bagaimana mengundang mereka, menyuruh dua orang Bhutan itu ke mari. Dan agak nya Lo-jin dapat melakukan ini!"
Sin-kee Le-jin menelan ludah. "Hamba sanggup, taijin. Tapi orang orang kang-ouw biasanya orang-orang yang tak gampang diatur. Mereka aneh, juga kadang kadang bersikap di luar dugaan hingga kita harus waspada."
"Sudahlah, kau sanggup mencari mereka, bukan?"
"Tentu saja."
"Kalau begitu sekarang kau berangkat, katakan pada mereka bahwa selaksa tail emas menanti mereka ditambah sebuah kedudukan tinggi!"
Sin-kee Lo-jin mengangguk, bangkit berdiri dan mau melompat keluar.
Tapi baru dia menggerakkan kaki melompat bangun tiba-tiba tiga bayangan berkelebat dan suara yang menggetarkan dinding ruangan terdengar di situ.
"Ha-ha, tak perlu mencari kami, taijin. Kami datang!" tiga bayangan susul-menyusul berdiri di situ, begitu cepat gerakan mereka dan Sin-kee Lo jin maupun yang lain-lain bengong.
Sin-kee Lo jin terkejut melihat kedatangan tamu2 tak diundang, matanya melotot. Tapi ketika dia melotot dan dikira marah mendadak seorang di antara tiga tamu ini mengibas. "Cakar Ayam, pergilah. Tak usah mendelik di sini!"
Sin-kee Lojin berteriak. Tiba-tiba dia disambar tenaga begitu hebat, terangkat dan terlempar keluar, coba menahan tapi tetap kalah juga.
Dan ketika Ayam Sakti itu menjiiit dan bergulingan di luar maka Mao-taijin berseru keras mengangkat lengannya. "Tahan, jangan sakiti dia....!" dan pembesar kini yang sudah berdiri bersama Sam-thaikam lalu memandang tiga tamu itu dan tertegun, melihat dua kakek tinggi besar berjajar di sebelah seorang kakek buntung, keduanya menyeringai sementara kakek yang buntung itu tertawa. Dan ketika Mao taijin terbelalak dan kaget mengenal si buntung itu maka Sam-thaikam mendahului berseru, "Siauw bin kwi!"
Siauw-bin kwi tertawa gembira. Dia me-mang Siauw-bin-kwi adanya, bersama dua temannya yang bukan lain Bong Kak dan Ma Tung, dua tokoh Bhutan yang baru disebut sebut itu. Dan ketika orang mengenalnya dan Siauw-bin kwi mengetuk ngetukkan tongkat bambunya maka iblis ini tertawa berseru menjawab, "Benar, aku, taijin. Kalian masih mengenal aku" Dan ini teman temanku yang kalian bicarakan, itu siap menerima selaksa tail emas dan sebuah kedudukan tinggi!"
Mao taijin pucat. Kiranya orang-orang ini telah mendengar pembicaraannya, padahal di luar katanya ada tigaratus pengawal pendam. Bukti bahwa betapa lihainya orang-orang ini. Dapat masuk tanpa diketahui. Dan ketika pembesar itu tertegun dan Sin kee Lo jin mengeluh melompat masuk maka Bong Kak, tokoh yang tadi mengibaskan lengannya itu siap melempar si Ayam Sakti ini kembali, buru-buru dicegah Mao-taijin yang khawatir melihat pembantunya dibuat jungkir balik.
"Jangan.... tahan. Biarkan dia di siri!" lalu menghadapi Siauw bin-kwi yang sudah dikenalnya duluan pembesar ini berseru, "Bin kwi, bagaimana kalian dapat tiba di sini" Siapa dua temanmu itu?"
"Ha-ha, mereka Bong Kak dan Ma Tung, taijin. Yang ini Bong Kak, yang itu Ma Tung. Kami datang karena mendengar tawmranmu yang manis. Sekarang kami tiba dan tiap menagih janji!"
"Tapi.... tapi...."
"Hmm!" Bong Kak maju menyeringai lebar. "Kami bertiga sahabat sejak lama, taijin. Kalau kau menyuruh kami mengusir Bin-kwi hal itu tak dapat kami lakukan. Aku tahu maksudmu, kau hendak menyuruh kami menyingkirkan si Setan Ketawa ini, bukan" Tak dapat, kami tak dapat melakukan itu!"
(Oo-dwkz-smhn-abu-oO)
Jilid : IX SAM-THAIKAM kini maju menengahi. "Maaf." Pembesar itu berkata lembut. "Kalian rupanya sudah mendengar semua pembicaraan kami, sam-wi locianpwe. Kalau begitu bagaimana pendapat kalian jika kaisar tahu kedatangan Bin-kwi" Bagaimana kami mempertanggungjawabkannya kepada sri baginda?"
"Hm, kami bukan orang-orang tolol yang gampang menunjukkan diri kepada umum. taijin. Kalau Bin-kwi tak menghendaki dirinya diketahui orang luar tentu kaisar pun tak akan tahu kedatangannya, begitu juga kami"
"Jadi kalian tetap bertiga?"
"Ya!"
"Tak ada yang khawatir ketahuan?"
"Lihatlah!" Bong Kak tiba tiba berseru. "Apakah kami bertiga dapat dilihat orang?" Dan ketika tokoh tinggi besar ini melejit ke atas dan memberi tanda pada dua temannya mendadak tiga orang ini lenyap berkelebat entah ke mana.
Sin-kee Lo jin sendiri yang merupakan pembantu terpercaya Mao taijiii celingukan dan terkejut melihat ke sana-sini, tak menemukan bayangan mereka dan heran melihat kesaktian tiga tokoh itu. Dan ketika Bong Kak mengeluarkan suaranya kembali dan menyuruh melihat mereka maka seperti siluman saja tiga orang itu muncul dan berdiri di depan Mao-taijin tanpa diketahui dari mana pula datangnya.
"Nah, cukupkah ini, taijin" Atau kami harus melakukan sesuatu yang lebih hebat lagi?"
"Tidak.... tidak, itu sudah cukup.... cukup!" dan Mao-taijin yang buru-buru menggoyang lengan sambil tertawa akhirnya girang bukan main melihat kehebatan tiga orang ini. Baik Bong Kak mau pun Bin-kwi rupanya sama-sama hebat, mereka dapat menghilang begitu saja di hadapan dirinya. Ini tentu ilmu siluman. Bahkan Bin-kwi yang berkaki bambu itu tak terdengar sama sekali ketukan bambunya, tanda iblis ini lebih hebat. Dan ketika Sam-thaikam tersenyum dan Bin-kwi serta dua temannya tertawa maka Mao-taijin sudah mengundang mereka duduk, menjamu dan girang bukan main karena orang orang lihai telah melindungi dirinya.
Bong Kak dan Ma Tung mendemonstrasikan pula kehebatan mereka yang membuat arak menjadi beku atau mendidih seperti lahar panas. Cecak yang sedang bercumbu ditiup mampus, atau hal-hal lain yang aneh-aneh di mana Sin-kee Lojin sendiri sampai terbelalak kagum. Dan ketika tiga orang itu dijamu makan minum dan mereka diberi kedudukan sebagai pengawal rahasia di mana Mao-taijin minta dilindungi sepenuhnya maka Sam-thaikam mengerutkan kening karena diri sendiri terlupakan. Semuanya "diborong" oleh menteri she Mao itu dan thaikam ini merasa tak senang. Mao-taijin muncul egonya, tentu saja pembesar itu kecewa dan marah. Dan ketika perjamuan berakhir dan pembesar ini minta diri maka diam diam dia berbisik pada Siauw-bin-kwi agar nanti Siauw bin-kwi dan dua temannya itu datang ke gedungnya.
"Aku pun perlu tenaga kalian. Datanglah dan kita bercakap cakap di gedungku."
Siauw Bin-kwi terkekeh. Dia tanggap, cepat mengangguk dan membeli isyarat pada dua temannya. Tak lama kemudian mereka sudan datang di gedung Sam-thaikam ini, setelah meninggalkan Mao-taijin. Dan ketika Sam-thaikam berkata dengan mendongkol bahwa yang bisa memberi kedudukan begitu bukan hanya Mao-taijin saja maka pembesar ini sudah mengeluarkan tiga pundi pundi uang penuh dengan gemerincingnya emas.
"Kalian kuminta lebih melindungi diriku daripada Mao-taijin. Ini hadiah tiga kali lipat dibanding menteri she Mao itu Kalian sanggup?"
"Ha-ha, tentu sanggup, taijin Kalau paduka memberi hadiah tiga kali lipat begini tentu saja perhatian kami akan lebih terpusatkan pada paduka. Apa yang paduka takuti?"
"Kim-mou-eng, aku takut kedatangannya!"
"Kim-mou-eng?" Siauw-bin-kwi terbelalak. "Ha ha, itu mudah, taijin. Kami bertiga baru saja menangkap sumoinya, bahkan Kim mou-eng lari terbirit birit ketika dia membebaskan sumoinya itu"
"Kalian telah bertemu dengannya?"
"Ya, dan kami hampir pula berhasil merampas Sam kong-kiam" Siauw-bin-kwi lalu membual, ceritanya di-buat2 sebegitu tinggi hingga Sam-thaikam meng-angguk2, merasa kagum pada tiga orang ini dan merasa sayang kenapa pedang itu tak terampas.
Dan ketika Bin-kwi selesai bercerita dan Sam-thaikam menarik napas maka pembesar ini berkata, mengepal tinju, "Bin-kwi, kalau kalian bertemu lagi dengan Pendekar Rambut Emas itu harap kalian rampas pedangnya. Aku akan memberi kalian masing-masing seratus ribu tail emas penuh. Serahkan pedang itu kepadaku!"
"Baik." Siauw bin-Vwi agak terkejut. "Paduka berminat pada Sam-kong-kiam pula, taijin?"
"Hmm," pembesar ini tertawa licik. "Aku hanya akan menyerahkan pedang itu pada sri baginda, Bin-kwi. Dan berkata bahwa kalianlah yang berjasa besar mengembalikan pedang pada istana "
Siauw bin-kwi terkekeh. "Tapi pedang itu katanya memiliki tiga pengaruh gaib, apakah paduka tak menginginkannya untuk diri sendiri?"
Sam-thaikam terkejut. "Kau tahu itu?"
"Ha-ha, aku tahu apa yang tak diketahui orang, taijin. Dan sebaiknya pedang itu paduka simpan untuk diri sendiri"
"Ah, tidak," pembesar ini mengelak. "Aku hanya menginginkan pedang itu untuk dikembalikan pada sri baginda, Bin-kwi. Dan aku harap kalian membantuku sungguh-sungguh. Tapi bagaimana kau tahu tentang tiga pengaruh gaib itu segala. Apa yang kauketahui?"
Bin-kwi tertawa lebar. "Taijin, agaknya semua orang kini sudah tahu akan kesaktian perdang keramat itu, akan pengaruhnya yang hebat. Bahwa Sam-kong-kiam dinyatakan dapat membawa tiga hal kepada pemiliknya. Kekuasaan, kekayaan dan kenikmatan. Bukankah hal ini sudah dibuktikan pada kaisar sendiri" Lihat sri baginda itu. Kekuasaannya besar, kekayaannya besar dan kenikmatannya pun besar. Wanita cantik macam apa yang tak pernah dinikmati kaisar ini" Ha ha, semuanya sudah dipunyai kaisar itu, taijin. Dan terus terang sebaiknya paduka miliki sendiri pedang ini, jangan dikembalikan pada istana!"
Sam-thaikam terkejut. Bin-kwi mulai membujuknya, dengan cerdik dan amat ramah iblis buntung itu merayunya akan pedang pusaka ini, akan keampuhannya dan akan pengaruhnya yang besar. Sam-thaikam semakin terkejut karena Bin-kwi benar-benar mengetahui kehebatan pedang itu, bahkan iblis ini menceritakan ketajaman pedang itu ketika bertemu Kim-mou-eng, padahal sebenarnya yang ditemui adalah Bu-hiong.
Dan ketika iblis itu habis bercerita dan thaikam ini mengangguk-angguk mendadak Ma Tung, yang jarang bicara dan tertawa lebar berseru serak, "Bin-kwi, mana sebenarnya yang lebih tahu akan pedang itu kecuali Sam-taijin yang merupakan pembantu kaisar" Bukankah tak guna kau menceritakan semuanya itu kepada orang yang lebih tahu" Tutup mulutmu dan tak perlu membujuk, Bin-kwi. Taijin lebih tahu dari apa yang kauketahui!"
"Ah, benar," Bin-kwi sadar, tertawa menyeringai. "Aku lupa, taijin. Maaf."
Sam-thaikam hanya ganda ketawa. Dia sudah menutup pembicaraan tentang pedang itu, kembali pada Kim-mou-eng.
Dan ketika Bw-kwi bertanya kenapa thaikam itu takut menghadapi Kim-mou-eng maka Sam-thaikam berkata, "Persoalannya pada seorang dayang tolol. Kim-mou-eng menculik dayang itu dan akan ke mari. Kami berdua, maksudku aku dan Mao-taijin, terlibat dalam persoalan ini dan takut pembalasan Kim-mou-eng"
Thaikam itu lalu menceritakan persoalannya, bahwa Kim-mou-eng menculik dayang kepercayaan mereka yang menghasut Cao Cun. Kim-mou-eng tentu marah karena dijelek jelekkan namanya.
Dan ketika Bin-kwi mengangguk-anggguk dan tersenyum mendengar ini maka Iblis buntung itu menjawab, "Tak perlu dilebihkan, taijin. Sekarang ada kami di sini. Kalau dia datang dan mengganggu paduka tentu akan kami bunuh. Aku pribadi juga memiliki sakit hati pada Pendekar Rambut Emas itu."
Sam-taijin tenang. Penampilan Bin-kwi dan kawan-kawannya ini memang meyakinkan, dan karena ia memberi imbalan lebih besar pada tiga orang itu daripada Mao-taijin maka thaikam ini tak diliputi ketakutan lagi dan justeru berharap Kim-mou-eng akan datang. Agar persoalan segera selesai dan Pendekar Rambut Emas itu dapat dibunuh, Sam kong-kiam dapat dirampas dan diam-diam pembesar kebiri ini merencanakan sesuatu untuk tiga tokoh itu
Dan ketika Bin-kwi kembali dan mulai hari itu mereka bekerja untuk Sam-thaikam dan juga Mao-taijin maka Bong Kak dan temannya hidup senang di istana ini, ke luar masuk dengan bebas karena memang mereka memiliki kepandaian tinggi. Lenyap dan munculnya tiga orang ini seperti siluman saja, tak ada yang tahu. Dan karena Sam-thaikam selain berusaha memberi imbalan lebih besar pada tiga orang itu ketimbang Mao-taijin maka otomatis Bin-kwi dan dua temannya ini lebih memperhatikan Sam-thaikam, waktu demi waktu lewat dan mereka cepat menjadi gemuk.
Tiga iblis ini benar benar hidup dalam kesenangan. Mereka menjadi pengawal pribadi yang bersifat rahasia. Dan ketika tiga bulan kemudian mereka bekerja secara malas-malasan maka hari itu secara mendadak mereka menghadapi ujian pertama.
Sam-taijin memanggil mereka, menyuruh seorang di antara mereka pergi ke Propinsi Liao-ning. Di sini Sam-thaikam memiliki seorang kemenakan, namanya Sam Yin. Kemenakan ini bekerja di gubernuran Liao-ning. Sam-thaikam minta agar keponakan itu dibawa ke sini, ada persoalan penting. Dan karena yang diperintah hanya seorang saja karena dua yang lain harus tetap menjaga di situ maka Bin-kwi menunjuk Bong Kak untuk melaksanakan tugas ini.
"Kau saja yang pergi, aku dan Ma Tung di sini."
Bong Kak mengangguk. Dia sudah pergi melaksanakan perintah, hari itu juga Sam taijin minta agar kemenakannya dibawa. Tapi ketika Bong Kak pergi dan meninggalkan dua temannya mendadak Mao-taijin memanggil Bin-kwi dan minta agar seorang di antara mereka pergi ke Liao-ning pula untuk menculik seseorang.
"Aku butuh bantuan kalian. Seseorang harus dibawa ke sini."
"Siapa, taijin?" Bin-kwi bertanya.
"Seorang pemuda, bekerja di gubernuran Liao-ning. Kalian tak perlu tahu namanya karena Lo-jin akan mengantar kalian. Siapa yang akan pergi?"
Bin-kwi bingung.
"Kenapa tak menjawab" Ada apa, Bin-kwi?"
Terpaksa, Setan Ketawa ini tertawa. Dia berkata bahwa Ma Tung yang akan melaksanakan tugas itu, memanggil temannya dan Ma Tung terbelalak, melirik si Setan Ketawa tapi tak bisa menolak. Sio kee Lo jin akan mengantarnya menunjukkan pemuda itu, mengumpat dan menegur si Setan Ketawa ini kenapa dia yang harus pergi. Bin-kwi dapat ongkang-ongkang kaki sementara dia bekerja. Bin-kwi memberi alasan bahwa Mu Tung dapat bekerja lebih baik, iblis itu tak akan dikenal oleh orang-orang di Liao-ning. Itulah sebabnya Bin-kwi memilih dia. Dan karena si Ayam Sakti sudah menunggu dan Ma Tung tak dapat banyak bicara lagi maka kakek Bhutan ini berkelebat keluar dan pergi ke Liao-ning.
Di dalam perjalanan Sin-kee Lo-jin mengikuti. Susah payah si Ayam Sakti ini mengikuti si tokoh Bhutan, berkali kali nyaris ketinggalan dan Ma Tung mengomel panjang pendek. Sebenarnya di depan ada temannya yang duluan, Bong Kak. Perjalanan menjadi agak tersendat karena kepandaian Lo-jin yang di tawah si tokoh Bhutan. Dan ketika mereka tiba di Liao ning namun waktu sudah menjadi gelap maka Sin-kee Le-jin langsung mengajak si tokoh Bhutan memasuki sebuah rumah baru.
"Di sini pemuda itu tinggal, locianpwe harus membawanya dan boleh mendahului aku kalau berhasil"
"Siapa namanya?"
"Seseorang bernama Sam, laki laki berumur tigapuluhan tahun dan amat licik. Taijin membenci pemuda ini"
Si Ayam Sakti sudah melompat masuk, menyelinap dan melihat rumah itu kosong, tertegun dan celingukan ke sana ke mari, mukanya berobah. Tapi ketika seorang pelayan muncul dari pintu belakang dan Sin kee Lo jin menangkap pelayan ini maka si Ayam Sakti terkejut mendengar bahwa pemuda yang dicari sudah dibawa seseorang, katanya baru saja.
Mereka sedang menuju ke rumah gubernur Hiang dan setelah itu akan ke barat, seorang kakek tinggi besar membawa "Sam-siauwya" (tuan muda Sam) ini. Sin kee Lo jin tak menduga sama sekali akan bayangan Bong Kak, cepat menyusul ke rumah gubernur Hiang tapi katanya Sam-siauwya telah pergi. Tentu saja kakek ini kelabakan dan Ma Tung yang berada di belakangnya mengerutkan kening. Tokoh Bhutan ini hampir saja mencaci-maki. Dia meraba-raba siapa kiranya pemuda yeng akan diculik ini Dan ketika Ayam Sakti pucat dan buru-buru menangkap seorang pengawal dengan menyembunyikan muka di balik kedok maka pengawal yang ditangkap itu menggigil.
"Sam-siauwya baru saja pergi, dibawa seseorang yang tak kukenal. Mereka menunggang kereta...."
"Ke mana?"
"Ke barat, ke kota raja...."
"Keparat!" Ayam Sakti membanting pengawal ini sampai kelenger. "Kita kejar, locianpwe. Mereka menggunakan kereta!"
Ma Tung menggeram panjang pendek. Dia merasa dipermainkan oleh semuanya ini, menghadapi teka teki gelap. Tapi karena buruan sudah jelas dan sebuah kereta katanya menuju ke barat maka mereka mengejar dan Sin kee Lo jin jatuh bangun menyusul bayangan si tokoh Bhutan, akhirnya mendengar derap kereta dan Sin kee Lo jin girang, melihat kereta indah bergerak di depan dan mereka menyusul Ma Tung sudah berkelebat dan tak sabar ingin menangkap buruan. Itulah orang yang harus dibawa. Tapi ketika kereta tiba2 berhenti dan kuda meringkik panjang maka Ma Tung tertegun dan menghentikan langkah pula, melihat dua sosok bayangan melompat keluar dan lenyap di sisi kereta. Ma Tung terkejut melihat gerakan mereka yang cepat, bayangan pertama mendekap bayangan kedua Ginkang yang ditunjukkan bayangan itu luar biasa sekali. Ma Tung membelalakkan mata. Tapi karena Sin-kee Lo-jin sudah menyusul dan terengah di belakangnya maka Ayam Sakti ini memberi saran agar mereka berdua menyembunyikan muka di balik saputangan.
"Mereka rupanya mencium gerakan kita. Kita harus hati-hati, sebaiknya locianpwe menyembunyikan muka."
Ma Tung menurut. Dengan berdebar tapi juga jengkel dia menutupi mukanya, kembali berkelebat dan mendekati kereta. Dari samping ia tak melibat apa apa, kereta kosong. Tapi ketika dia menyelinap ke kiri dan bergerak menuju kerimbunan di mana dua bayangan tadi melompat masuk sekonyong-konyong angin pukulan dahsyat menghantamnya dari belakang disusul munculnya sesosok bayangan tinggi besar yang juga mengenakan kedok.
"Dess!" Ma Tung menangkis, membalik dan terkejut karena pukulan lawan demikian kuat, dia terpental sementara lawan juga tergetar empat langkah. Bayangan itu menggeram dan kelihatan terkejut juga, matanya yang mencorong terbelalak. Tapi ketika Ma Tung menggulingkan tubuh menjauh dan kaget oleh pukulan lawan maka lawan sudah berkelebat dan menyerangnya bertubi-tubi. Geraman dan bentakan pendek terdengar berkali kali dari mulut bayangan ini, suaranya tak begitu jelas, tertutup kedok. Jadi masing-masing sama tak mengenal siapa lawan mereka. Tapi karena Ma Tung diserang dan tokoh Bhutan ini marah tentu saja dia membalas dan mengeluarkan maki-makian pula, suaranya pun tak jelas karena tertutup saputangan, masing masing sama marah. Sebentar kemudian mereka bertempur hebat dan kuda penghela kereta ketakutan, kuda ini meringkik dan mengangkat kedua kaki depannya tinggi-tinggi.
Suara pukulan dan benturan di antara dua orang yang bertempur itu memang mengerikan, masing-masing rupanya memiliki sinkang berimbang dan pohon pohon lotoh disambar angin pukulan mereka. Malam yang gelap tak membantu keduanya untuk mengenal lawan masing-masing. Dan ketika kuda meringkik dan lawan Ma Tung rupanya gelisah dan penasaran tak dapat segera merobohkan lawannya itu maka bayangan ini memberi perintah pada temannya yang masih bersembunyi agar kabur, bayangan kedua meloncat dan memasuki keretanya, membedal keretanya dan dua kuda di depan melesat seperti terbang. Mereka dicambuk dan bayangan ini membentak-bentak. Si Ayam Sakti terkejut karena buruan lolos, dia mengejar dan menyuruh Ma Tung menahan lawannya. Dan karena di kereta itu hanya ada seorang saja dan Ma Tung menganggap temannya bisa membereskan tugasnya maka tokoh Bhutan ini tertawa bergelak dan menahan semua pukulan-pukulan lawannya, sebenarnya gembira tapi juga penasaran karena dia pun tak dapat merobohkan lawannya ini. Bayangan itu mau melompat menyambar Sin kee Lo jin namun Ma Tung selalu mencegah, ber kali-kali hal itu dilakukan hingga lawan menjadi murka. Dan ketika si Ayam Sakti sudah lenyap mengejar kereta dan bayangan ini menggerung hebat sekonyong-konyong dua lengannya bergerak menghantam dengan tulang tulang berkerotok, menyambar lawannya dan Ma Tung terkejut, dia mengenal pukulan itu. Hek-in-ciang (Pukulan Awan Hitam), pukulan temannya sendiri. Jadi kiranya ini adalah Bong Kak. pantas demikian lihai! Tapi karena pukulan sudah menyambar tiba dan Ma Tung tak ada waktu untuk mengelak selam menangkis maka tokoh Bhutan ini pun berseru keras dan cepat memberi seruan dalam bahasa Bhutan,
"Kayik....!"
Dua benturan itu sudah sama-sama bertemu. Ma Tung mencelat tiga tombak sambil melepas saputangannya, mengeluh namun mampu menahan Hek in-ciang. Lawan terkejut dan mencelat pula, mendengar teriakan Ma Tung. Tentu saja mengenal seruan yang diserukan temannya itu. Dan ketika mereka sama melompat bangun dan Bong Kak, bayangan ini, melihat bahwa itu adalah temannya sendiri maka raksasa Bhutan ini berseru kaget.
"Ma Tung....!"
Ma Tung mengangguk. Dia sudah melompat mendekati temannya, dada diusap sambil menggerutu, betapapun napasnya terasa sesak. Dan ketika dia sudah mendekati kawannya itu dan Bong Kak terbelalak menggigil maka Ma Tung berkata, "Ya, aku, Bong Kak. Kita kiranya telah bertempur sendiri untuk urusan yang sama. Keparat, kita berada di persimpangan jalan yang repot"
"Apa yang terjadi" Kenapa kau mengejar-ngejar aku?"
"Aku tak mengejar-ngejarmu, Bong Kak, melainkan mengejar temanmu yang di dalam kereta itu. Bukankah dia seseorang bernama Sam?"
"Ya, Sam Yin, keponakan Sam-taijin. Lalu kenapa kau mengejar-ngejarnya" Bukankah Sam-taijin telah memerintahkan aku untuk membawa keponakannya ini?"
"Aku tak tahu kalau dia ini Sam Yin, Bong Kak. Aku mendapat perintah dari Mao-taijin menangkap bocah itu!"
"Kenapa" Ada apa?" Bong Kak heran.
"Aku mulanya tak tahu, tapi kini aku mulai mengerti," dan Ma Tung yang lalu menceritakan persoalannya pada temannya lain disambut seruan dan gelengan berkali-kali, Bong Kak merasa terkejut mendengar ini, juga heran. Tapi ketika temannya berkata bahwa ini tentu gara-gara permusuhan dua pembesar itu Ma Tung mengakhiri ceritanya, "Aku kira Mao-taijin menangkap sesuatu yang tidak beres antara Sam-thaikam dengan keponakannya, mengirim aku untuk mendahului menangkap bocah itu tapi Sam-taijin keburu menyuruhmu membawa bocah itu. Aku tak tahu apa yang direncanakan Sam-taijin, tapi melihat Mao-taijin begitu serius menyuruhku menangkap bocah ini tentu ada sesuatu yang penting yang sudah direncanakan thaikam itu."
"Kemudian bagaimana sekarang?" Bong Kak bingung. "Siapa yang harus kita turuti?"
Ma Tung juga bingung. "Mestinya Sam-thaikam, Bong Kak. Dia lebih banyak memberi imbalan pada kita."
"Tapi Mao-taijin tentu marah-marah kepadamu kalau tidak membawa bocah itu. Kau dianggap tidak berhasil!"
"Inilah yang repot. Sebaiknya kita tanya Bin-kwi dan dia saja yang menentukan."
"Baik, tapi sekarang Ayam Buduk itu menyambar korban kita. Lalu apa yang kita lakukan?"
"Sebaiknya cegah dia dulu, Bong Kak. Kau pura-pura lolos dariku dan serang si Ayam menyebalkan itu. Aku pura-pura menyusul dan kita sama-sama kembali."
"Baik!" dan Bong Kak yang tidak sabar lagi menunggu temannya tiba tiba berkelebat, diteriaki agar mengenakan kedoknya lagi. mereka pun harus berpura-pura untuk menjalankan sandiwara ini. Sin kee Lo-jin sudah jauh dan keponakan Sam-thaikam dalam ancaman. Tapi karena tokoh ini adalah tokoh sakti dan kepandaiannya meringankan tubuh juga luar biasa sekali maka begitu berkelebat dan lenyap dibiarkan Ma Tung kakek raksasa ini menyusul dan sudah berada di belakang kereta yang berderap kencang. Sin kee Lo-jin hampir menyandak kereta itu. sang kusir yang bukan lain Sam Yin sendiri pucat mukanya, membedal keretanya dan berteriak teriak agar kudanya berlari lebih cepat lagi.
Tapi karena Sin-kee Lo-jin sudah tiba di belakang dan membentak agar lawannya berhenti tiba tiba kakek ini melayang di atas kereta dan berseru keras, "Sam-siauwya, robohlah....!"
Pemuda itu terkejut. Dia melihat Sin-kee Lo-jin berkelebat di atas keretanya, memburu dan mencengkeram dadanya. Lak-laki ini ketakutan, cambuk diayun dan kuda pun meringkik. Tali kekang tiba-tiba ditarik dan kereta berhenti, begitu mendadak hingga kedua rodanya terseret oleh injakan rem yang dilakukan pemuda itu, menggores tajam di atas tanah.
Dan ketika Sin kee Lo jin melayang dan cambuk menyambut dirinya maka dengan tertawa si Ayam Sakti ini menangkis dan kedua lengan tetap terjulur mencengkeram dada lawannya.
Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aih....!"
Sam siauwya nekat. Dia membuang tubuh keluar kereta, cambuk terampas dan cengkeraman lawan luput, memberebet mengenai bajunya saja. Sin-kee Lo-jin mendongkol dan melihat lawan bergulingan di tanah, tentu saja tertawa mengejek dan mengejar lawannya itu. Kali ini Sam-siauwya tak mungkin lolos, dia telah menghadang jalan ke luar pemuda itu. Tapi ketika Lo jin menjengek dan menyambar turun menotok lawannya itu tahu-tahu sebuah bentakan terdengar dan Bong Kak menghantam si Ayam Sakti ini, berkelebat tiba.
"Enyahlah....!"
Lo-jin terkejut. Dia tak menyangka kalau lawan temannya lolos, dari kejauhan terdengar teriakan Ma Tung yang mengejar bayangan ini. Bong Kak kembali menutupi mukanya dan pura-pura menggeram, Lo jin menangkis dan tentu saja kalah kuat. Dan karena Bong Kak memang ingin merobohkan pembantu Mao-taijin itu agar sepak terjangnya tidak diketahui maka sekali pukul dia membuat lawan mencelat.
"Aaaah!" Sin-kee Lo-jin mengeluh, terbanting dan roboh bergulingan di sana. Ma Tung berkelebat tiba dan pura-pura menanya si Ayam Sakti ini, kakek ini menuding nuding Bong Kak, sebentar saja karena kemudian dia pingsan. Kakek Bhutan itu tentu saja tertawa dan mengejek melihat temannya terguling. Itu adalah siasat mereka. Dan ketika Bong Kak menolong Sam-siauwya dan pemuda itu ketakutan melihat Ma Tung kakek tinggi besar ini sudah berkata,
"Kita berlari cepat, tak perlu mempergunakan kereta lagi" dan begitu Bong Kak menyambar pemuda ini di atas pundaknya tiba-tiba kakek ini sudah terbang dan menuju kota raja, di sambut seruan ah-ah dan Sam-siauwya heran, dia melihat Ma Tung mengikuti, tak menyerang, bahkan kini berendeng bersama pemondongnya ini. Pemuda ini tertegun.
Dan ketika dia bertanya siapa Ma Tung ini dan kenapa sudah tak bermusuhan lagi maka Bong Kak menjawab tertawa lebar, "Dia temanku sendiri. Tadinya diutus menangkapmu oleh Mao-taijin. Kami sekarang sudah saling tahu, kau tak perlu tanya lagi dan tutup mulut!"
Pemuda ini mendelong. Sekarang dia tak ber tanya-tanya lagi, beberapa jam kemudian tiba di kota raja, langsung menuju istana dan Bong Kak serta temannya mencari Bin-kwi. Mereka berdua tak ada yang ke Mao-taijin atau Sam-thaikam, tentu saja pemuda ini keheranan dan terbelalak. Tapi ketika Bin-kwi muncul dan pemuda ini mengerutkan kening melihat seorang kakek buntung di situ maka Bong Kak menurunkan pondongannya dan berseru,
"Sekarang kita dibuat bingung. Yang disuruh tangkap oleh Mao-taijin adalah pemuda ini juga. Apa pendapatmu, Bin-kwi ?"
Bin-kwi terkejut. "Kalian maksudkan keponakan Sam-thaikam?"
"Ya."
"Wah, repot!" dan Bin-kwi yang menggaruk-garuk kepala ikut kebingungan tiba-tiba tertawa lebar. "Heh heh, ada akal, Bong Kak kita serahkan pemuda ini pada Mao-taijin tapi setelah itu kau harus menculiknya kembalil"
"Apa?"
"Ya, Ma Tung menyerahkan pemuda ini sesuai tugasnya, Bong Kak. Tapi setelah itu kau menculiknya dan membawanya pada Sam-thaikam. Dengan begini kalian berdua sama-sama telah menjalankan tugas dengan berhasil!"
"Tidak, jangan....!" Sam-siauwya pucat. "Jangan serahkan aku pada Mao-taijin, lociaapwe. Menteri itu amat membenciku dan tak mungkin dia mau melepaskan aku!"
Pemuda ini tak tahu kedudukan Bin-kwi dan kawan-kawannya, tadi hanya mendapat titipan surat dari sang paman, bahwa dia harus ikut kakek Bhutan itu karena ada satu urusan penting. Sam Yin memang diam-diam menjalin hubungan gelap dengan sang paman, Bong Kak bertiga belum tahu itu. Maka ketika Bin-kwi berkata bahwa dia hendak diserahkan pada Mao-taijin dan setelah itu Bong Kak akan menculiknya kembali padahal dia belum mengenal betul siapa orang orang ini maka pemuda itu ketakutan dan cemas, mau berteriak namun Bin-kwi keburu menotoknya roboh. Pemuda itu pingsan dan Bong Kak mengernyitkan kening. Dan ketika Bin-kwi berkata bahwa mereka tetap harus menjalankan siasat itu maka Ma Tung melangkah ke depan dengan sikap ragu-ragu.
"Kita tak khawatir kalau Mao-taijin membunuh pemuda ini, Bin-kwi?"
"Tidak, tak mungkin dia berani. Pemuda ini keponakan Sam-thaikam, dia tahu itu. Mana mungkin Mao-taijin mau membunuh pemuda ini"
"Tapi dia katanya membenci pemuda ini. Mao-taijin akan bersikap keras terhadap pemuda ini!"
"Ah, bisa diatur, Ma Tung. Kita sekalian mendampingi dan mengamati gerak-gerik Mao-taijin itu. Kalau dia hendak membunuh umpamanya kita bisa membujuk. Sudahlah, kalian ikut perintahku dan tak akan ada apa apa!"
Ma Tung menurut. Dia sudah menyambari pemuda yang pingsan itu, membawanya ke gedung Mao-taijin. Dua temannya mengikut dan Bin-kwi Serta Bong Kak pura pura tak tahu saja, mereka bertiga sudah melayang turun mencari Mao-taijin. Dan ketika menteri she Mao itu ketemu dan Mao-taijin girang melihat keberhasilan Ma Tung pembesar ini berseru, "Bagus, kau benar benar lihai, Ma Tung. Tapi di mana Sin-ke Lo-jin?"
Ma Tung memutar akal, mendapat lirikan temanrya. "Pembantu paduka itu ketinggalan di belakang. Ilmu lari cepatnya rendah sekali, aku tak sabar dan mendahului ke mari setelah berhasil merampas pemuda ini dari tangan seseorang yang lihai!"
"Dirampas seseorang" Apa maksudmu, Ma Tung" Mao-taijin terkejut.
Ma Tung lalu bercerita. Dia berkata bahwa bersama Lo jin, mereka ketinggalan oleh seseorang yang lihai, yang menculik pemuda ini dan membawanya lari dalam kereta. Mereka mengejar dan bertempur. Lawan Ma Tung hebat, pemuda itu di suruh melarikan diri dan dikejar Sin kee Lo-jin, tak tahunya lawan lolos dan lawan yang hebat itu mengejar Lo-jin, di situ Lo-jin diserang dan dipukul pingsan. Ma Tung ganti mengejar dan kembali menyerang lawannya itu. Dan karena dia lebih lihai dan lawan akhirnya melarikan diri maka Ma Tung berhasil membawa pemuda itu dan berkata, "Pemuda ini ternyata keponakan Sam-thaikam, taijin. Bagaimana paduka menyuruh kami menculik dan membawanya ke mari" Bukankah Sam-thaikam akan marah kalau mengetahui perbuatan ini?"
"Kalian tahu dia keponakan Sam-thaikam?"
"Ya, pemuda itu sendiri mengaku, dan lawan hamba juga berkata begitu."
"Hmm" Mao-taijin rupanya terkejut. "Memang benar, Ma Tung. Dia ini memang keponakan Sam-thaikam. Tapi dia dan pamannya mau melakukan sesuatu yang berbahaya. Aku hendak memperingatkannya dengan menculik pemuda ini."
"Dan mau diapakan sekarang?"
"Aku mau.... hmm. aku mau mengurungnya. Tadinya aku hendak...."
"Membunuhnya kalau kami tak tahu?" Bin-kwi memotong, berkata tertawa. "Kalau begitu berbahaya, taijin. Kami peringatkan paduka pula untuk tidak mencari permusuhan"
Mao-taijin terbelalak. "Tidak." dia menolak. "Aku tidak bermaksud membunuh pemuda ini, Bin-kwi, melainkan benar-benar hendak mengurungnya. Sekarang terima kasih atas bantuan kalian dan biar dia bersamaku!"
Menteri ini memanggil pengawal, menyerahkan pemuda itu pada pengawal dan Bin-kwi serta dua temannya cepat berkelebat lenyap, kehadiran mereka tak boleh di ketahui seorang pun. Bin-kwi tentu saja mengamati gerak-gerik menteri itu dan siap mencegah kalau keponakan Sam-thaikam hendak dibunuh.
Mereka bisa mendapat marah dari Sam-thaikam Tapi keitk-a pemuda itu dimasukkan sel bawah tanah dan Bin-kwi menyeringai girang maka Setan Ketawa ini berkata pada Bong Kak, "Sekarang giliranmu bekerja. Bawa dan ambil kembali pemuda ini dari tempatnya!"
Bong Kak mengangguk. Dengan mudah dia merobohkan pengawal, membawa dan menyambar Sam siauwya yang masih pingsan. Mao-taijin tentu saja tak tahu akan sepak terjang tiga pengawal rahasianya ini. Bin-kwi dan teman-temannya memang ular bermuka dua. Dan ketika mereka mencari Sam-thaikam dan pembesar itu gembira melihat "keberhasilan" Bong Kak pembesar ini ganti berseru dengan muka berseri-seri, "Bagus, terima kasih, Bong Kak. Kalian benar benar pandai. Tapi, eh.... kenapa dia pingsan?"
Bong Kak menyeringai berkata, "Hamba mengalami sedikit kesukaran, taijin. Tapi kesukaran itu sekarang tak ada lagi. Dia pingsan hamba totok setengah jam lagi dia akan siuman sendiri"
"Baiklah, kalian boleh pergi. Nih, sekedar untuk bersenang senang!" pembesar itu melempar sepundi-pundi uang, diterima dan Bong Kak serta temannya pergi. Mereka kelupaan akan isi percakapan yang didengar pemuda itu. Sam-thaikam membawa keponakannya ke kamar pribadi. di sini ia menunggu, betul juga, setengah jam kemudian keponakaannya siuman. Dan ketika keponakannya siuman dan Sam-thaikam memanggil keponakannya itu maka pemuda ini menggigil celingukan ke sana ke mari.
"Paman ada di sini" Mana mereka itu?"
"Siapa?"
"Dua kakek tinggi besar, paman, ditambah seorang yang buntung kakinya!"
"Ha ha, mereka itu pembantuku, pengawal rahasiaku, tak perlu takut. Kau sudah ada di tempat yang aman!"
"Di gedung paman sendiri?"
"Ya."
"Tapi aku dibawa ke tempat Mao-taijin!"
"Heh?" Sam-thaikam terkejut "Mao-taijin" Benarkah kata-katamu itu?"
"Benar, aku dikejar-kejar dua orang paman. Dan yang seorang ini hebat sekali Dia sama tinggi besar dengan orang yang paman utus itu, mau menangkapku tapi entah kenapa tiba-tiba tak jadi. Orang yang paman utus itu ternyata sahabatnya, aku bingung dan khawatir. Bagaimana ini?"
Sam-thaikam terkejut. Disebut-sebutnya nama Mao-taijin membuat dia mengerutkan alis, perasaan menjadi tak enak dan pembesar ini mengunci pintunya. Dia tak tahu bahwa tiga pasang telinga mendengar percakapannya ilu, telinga para pengawal rahasianya sendiri. Bong Kak dan dua temannya. Kiranya Bin-kwi teringat ini dan tiba-tiba memberi tahu dua temannya, mereka kembali dan mendengarkan percakapan itu. Mereka memang orang-orang lihai. Dan ketika Sam-thaikam menoleh sana-sini tapi tenang tak melihat apa-apa segera pembesar ini mendekati keponakannya dan berbisik, "Mereka itu pengawal-pengawalku pribadi, Sam Yin. Yang tinggi besar adalah Ma Tung dan Bong Kak sedang si kakek buntung itu adalah Siauw-Bin-kwi."
"Siauw-bin-kwi?" pemuda ini terkejut. "Si Setan Ketawa yang dulu gagal membantu Pangeran Muda dan ibunda selir itu?"
"Ya. mereka. Sam Yin. Tapi tak perlu kau khawatir, mereka orang-orang lihai dan tak ada seorang pun di istana ini yang mengetahui kehadiran mereka"
"Tapi Bin-kwi dianggap membantu bekas pemberontak. kehadirannya membahayakan paman. Dan lagi mereka rupanya mempunyai hubungan erat dengan Mao-taijin!"
"Sudahlah." sang paman tertawa. "Aku mengetahui itu, Sam Yin. Kembali kuberi tahu padamu tak usah khawatir. Mereka memang juga pembantu Mao-taijin, mereka terpaksa digunakan untuk menghadapi Kim-mou-eng"
"Dan paman memanggilku untuk apa?"
"Urusan Sam-kong kiam."
"Hah! Pedang keramat itu?"
"Huus, jangan keras-keras, Sam Yin. Bin-kwi dan teman-temannya itu rupanya juga mengetahui kehebatan pedang ini secara lengkap Mereka tahu daya gaib pedang yang hilang itu. Aku hendak mempergunakan mereka sebagai alat."
"Alat bagaimana?"
"Kau dengarlah", sang paman duduk berseri-seri, mengusap meja. "Kukira dalam waktu dekat ini Kim-mou-eng akan ke mari, Sam Yin. Kalau kalau benar Pendekar Rambut Emas itu datang maka sebuah sejarah baru akan mengukir nama keluarga kita!"
"Mengukir bagaimana" Apa maksud paman?"
"Kau jangan memotong, dengarkan aku dulu," Sam-thaikam tertawa. "Aku telah merencanakan sesuatu yang hebat, Sam Yin, Dan rencana ini khusus kutujukan untukmu. Stop, jangan bertanya....!" pembesar itu mengulapkan tangannya, melihat sang keponakan hendak membuka mulut "Dengarkan saja baik baik dan ketahuilah"
Lalu melihat keponakannya mengerutkan kening menutup mulut pembesar ini segera melanjutkan "Sam Yin, kau adalah satu-satunya keponakanku lelaki. Kau merupakan penerus keturunan keluarga Sam. Dan karena kau adalah satu-satunya keponakanku lelaki maka aku hendak membuat dirimu hidup mulia dan mengukir sejarah baru keluarga kita."
"Aku tak jelas, paman masih berbelit belit!" sang pemuja akhirnya bicara juga.
"Tentu, kau terlalu bernafsu bertanyai. Sam Yin. Sekarang dengarkan penjelasanku ini. Bahwa aku ingin mengangkatmu sebagai kaisar. Bahwa dengan Pedang Tiga Dimensi yang akan dirampas tiga pengawalku pribadi itu aku hendak menjadikanmu sebagi orang yang paling tinggi derajatnya di muka bumi. Aku hendak memberikan pedang Sam kong-kiam itu kepadamu?"
Pemuda ini terkejut. "Tapi pedang itu ada di tangan Kim-mou-eng!"
"Sabarlah," sang paman kembali tertawa. "Aku tahu itu, Sam Yin. Tapi bukankah Bin-kwi dan teman temannya akan merampasnya untukku" Aku hanya menunggu kedatangan Kim-mou-eng itu dan mereka akan menghadapinya. Bin-kwi telah berjanji untuk menyerahkan pedang itu bila Kim-mou-eng berhasil dibunuh. Dan karena aku ingin pedang itu terjatuh ke tanganmu maka aku tak akan menyerahkan Sam-kong-kiam ini kepada sri baginda. Kau harus menjadi kaisar!"
"Paman....!" Sam Yin melompat bangun. "Mungkinkah itu" Mungkinkah aku dapat...."
"Tunda pertanyaanmu," sang paman kembali memotong "Aku telah merencanakan sesuatu dengan matang, Sam Yin. Karena itu aku memanggilmu ke mari untuk membicarakan ini. Kita tak akan berhasil kalau Mao-taijin mengganggu, karena itu aku juga telah merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan menteri ini!"
"Maksud paman?" pemuda ini terbelalak.
"Kau ingat Mo Kang, bukan?"
"Putera Mao tajin itu?"
"Ya, menteri she Mao itu pun mengidamkan putranya mengganti kaisar, Sam Yin. Dan karena aku tak ingin didahului menteri ini maka kuberi imbalan imbalan besar pada tiga pengawaiku yang hebat itu. Mereka juga membantu Mao-taijin, aku tahu. Tapi karena aku memberi hadiah lebih banyak dan lebih memuaskan pada tiga kakek itu maka Bin-kwi dan dua temannya ku yakin membantu kita lebih sungguh-sungguh dibanding Mao-taijin!"
Sang kemenakan ternganga. "Dan kau tahu gerak-gerik Mao-taijin?"
"Tidak."
"Ha ha, dia pun mau mengangkangi Pedang Tiga Sinar itu melalui Bin-kwi!"
"Paman tahu?"
"Tentu saja. Aku telah mengamati gerak-gerik menteri itu, Sam Ym. Aku memasang beberapa orangku di sana!"
"Aih..!" pemuda ini terbelalak. "Kalau begitu Mao-taijin merupakan saingan berbahaya, paman. Kita harus mendahuluinya dan membunuhnya kalau perlu!"
"Tidak, sementara ini jangan. Kalau kita mau membunuhnya maka yang kita bunuh adalah puteranya, Mao Kang. Kita dapat mempergunakan tiga iblis itu melaksanakan perintah dan bocah itu dapat dibereskan. Tapi itu nanti. Yang penting sekarang ini adalah bagaimana Kim-mou-eng segera datang dan Bin-kwi serta dua temannya merampas pedang itu!"
"Hm!" pemuda ini mengangguk-angguk, berseiri mukanya. "Kalau begitu hebat, paman. Tapi kenapa kau memilih aku" Bukankah kau sendiri dapat menggapai cita-citamu itu dan menjadi kaisar?"
"Seorang thaikam mana bisa menjadi kaisar, Sam Yin?" pembesar ini marah, teringat keadaannya sebagai pembesar kebiri. "Bukankah aku tak bisa mendapatkan keturunan" Percuma aku mengangan-angan itu karena aku telah menjadi laki-laki tak sempurna!"
"Maaf." pemuda ini teringat. "Aku lupa. paman. Kalau begitu budimu sungguh tak akan hilang seumur hidup."
"Sudahlah, akupun ingin naik tingkat. Aku jemu menjadi kepala harem melulu. Kalau kau dapat menjadi kaisar aku ingin menjadi penasehat, penasehat agung!"
"Tentu, tentu paman. Aku akan mengangkatmu sebagai apa saja yang kau suka!" Sam Yin girang. "Tapi bagaimana sekarang dengan langkah langkah paman berikutnya?"
"Hm, ceritakan dulu keteranganmu tadi. Kau menyatakan dikejar-kejar kakek tinggi besar itu, tentu Ma Tung maksudmu. Bagaimana dia bisa tahu kau pergi" Kenapa Ma Tung tak mengenal temannya sendiri" Aku agak merasa aneh mendengar ini, tentunya mereka tak perlu bertempur dan bertanding sendiril"
"Kami mengenakan kedok, paman. Maksudku orang utusanmu itu...."
"Ya. dia Bong Kak"
"Benar, kakek lihai bernama Bong Kak itu menyembunyikan muka di balik kedok. Kami meninggalkan Liaoning malam hari, naik kereta dau kakek Bhutan itu mendengar orang mengejar di belakangnya. Kereta kami hentikan dan benar saja kami disusul, dua orang...."
"Dua orang?"
"Ya, dua orang, paman. Kakek Ma Tung itu dan temannya menyembunyikan muka pula di balik saputangan. Ma Tung dan Bong Kak akhirnya bertempur, aku melarikan diri dan dikejar orang kedua itu...."
"Siapa?"
"Aku tak tahu."
"Pasti Sin-kee Lo-jin!" Sam-thaikam mengetok meja. "Apakah kau tidak mengenal suaranya?"
"Suara di balik saputangan itu menjadi sengau, paman. Aku tak jelas dan saat itupun aku dilanda takut."
"Lalu?"
"Aku terkejar, orang kedua ini mau menangkapku tapi kakek Bhutan bernama Bong Kak itu muncul. Dia melempar lawanku itu dan aku selamat. Lalu muncul temannya bernama Ma Tung itu, aku dibawa dan akhirnya bertemu Siauw-bin-kwi"
"Hm, jelas kalau begitu," Sam-thaikam manggut-manggut. "Kiranya Mao-taijin pun sudah mencium gerak-gerikku, Sam Yin. Sementara aku mengirim Bong Kak untuk membawamu ke sini ternyata ia pun menyuruh Ma Tung menculikmu. Mengerti aku sekarang, menteri ini berbahaya dan dia pun rupanya juga menanam orang orangnya di gedungku!"
"Mata-mata?"
"Tentu, kita harus hati hati."
"Dan aku mendengar Siauw bin-kwi berkata pada dua temannya agar aku dibawa ke Mao-taijin, paman. Ketika aku berteriak dan minta mereka membatalkan niat itu sekonyong-konyong aku ditotok!"
Sam-thaikam terbelalak. "Kau sudah dibawa ke Mao-taijin?"
"Aku tak tahu, aku pingsan...."
"Celaka, kalau begitu Mao-taijin akan mencari-carimu besok. Ini berarti Bong Kak baru saja mengeluarkan dirimu dari cengkeraman menteri itu!"
Sam Yin terkejut. Melihat pamannya berobah mukanya dia pun dag-dig-dug. Sayang dia tak tahu apakah dia sudah ditemukan dengan menteri she Mao itu atau tidak, saat itu dia pingsan. Tapi pamannya yang gelisah dan bingung mendengar ini tiba tiba melompat keluar.
"Mau ke mana, paman?" pemuda itu kaget.
"Memanggil Bin-kwi atau Bong Kaki" dan Sam-taijin yang bergegas membuka pintu tiba-tiba bertepuk tangan dan memanggil pembantu-pembantunya itu. Biasanya Bin-kwi dan kawan-kawannya akan muncul, mereka tak pernah jauh darinya Tapi ketika tiga kali tepukan tak juga sebuah pun bayangan muncul di depannya tiba-tiba pembesar ini marah.
"Bin-kwi, di mana kalian?"
Ma Tung tiba-tiba muncul, mengejutkan pembesar ini, begitu saja. "Paduka ada perintah, taijin?"
Sam-thaikam tertegun. "Mana Bin-kwi?"
"Ke tempat Mao-taijin, baru saja dipanggil."
"Ada urusan apa?"
"Mana hamba tahu" Hamba menjaga di sini, baru saja meronda di timur gedung."
Sam-thaikam mengerutkan kening, bersikap apa boleh buat. "Baiklah, kau saja yang bertugas, Ma Tung. Aku ingin kau mengantar keponakanku keluar kota raja, sekarang juga."
"Eh, bukankah baru tiba?"
"Benar, tapi bukankah dia juga baru dari Mao-taijin?" dan ketika Ma Tung mengangguk dan menyeringai lebar maka Sam-thaikam tahu apa yang telah terjadi, semakin kuat dugaannya, menyuruh Ma Tung malam itu juga mengantar keponakannya ke Su-chung, dusun kecil di mana tinggal seorang saudara perempuannya dan menyuruh Sam Yin bersembunyi di sana. Keadaan dinilai darurat karena besok Mao-taijin akan mencak mencak kehilangan tangkapannya.
Ma Tung bicara apa adanya karena Bn-kwi berkata "tak usah mereka menyembunyikan hal itu pada Sam-thaikam, justeru apa yang mereka perlihatkan ini merupakan kesetiaan mereka pada Sam-thaikam Betapapun keponakan pembesar itu akhirnya mereka berikan pada Sam-thaikam. Dan ketika Sam thai kam mengangguk dan semakin percaya pada pembantu pembantunya ini maka malam itu juga Sam Yin diminta untuk pergi ke dusun di sebelah barat kota raja, diantar kakek Bhutan ini yang siap menjaga. Sam-thaikam bertanya di mana Bong Kak, dijawab bahwa Bong Kak masih mengelilingi gedung, menjaga keselamatan pembesar itu. Memang mereka bertiga sering berganti-ganti mengawasi, itulah sebabnya Ma Tung muncul ketika yang lain tak ada. Dan karena pembesar ini memiliki kepercayaan pada pembantunya dan malam itu juga menyuruh keponakannya berangkat maka Ma Tung sudah menyambar pemuda ini dan berkelebat ke dusun Su-chung.
Tapi benarkah Ma Tung menjalankan tugasnya dengan baik" Sam Yin tak tahu itu. Dia tiba tiba dibuat tak sadar ketika dirinya disambar, katanya Ma Tung melakukan itu agar dirinya tak ketakutan dibawa "terbang". Sam Yin tak tahu apa yang terjadi. Kepandaian kakek ini memang tinggi. Dan ketika pemuda itu mengira dirinya di bawa ke dusun Su-chung maka sebenarnya kakek ini membawanya ke tempat Bin-kwi bersembunyi.
"Nah, sekarang kita semua telah mendengar pembicaraan pembesar itu. Aku disuruh menyembunyikan keponakannya ini di Su-chung. Apa yang akan kita lakukan, Bin-kwi" Haruskah aku mengantar si manja ini ke bibinya?"
Bin-kwi tersenyum-senyum. Tadi dia sengaja tak muncul sewaktu dipanggil Sam-thaikam, begitu juga Bong Kak, menyuruh Ma Tung yang muncul dan menerima perintah Sam-thaikam. Kini Bin-kwi tahu bahwa Sam-thaikam ingin mendapatkan Pedang Tiga Dimensi, pantas menyuruh datang keponakannya untuk diberi tahu tentang itu. Kiranya pembesar kebiri ini pun ambisius, diam diam ingin mengangkat keponakannya menjadi kaisar. Rupanya dengan memegang pedang itu saja orang lain dapat menikmati kekuatan gaibnya. Betapa mudahnya. Dan ketika dia tertawa dan Ma Tung datang membawa keponakan Sam-thaikam yang pingsan maka iblis ini menjawab.
"Sekarang kita juga tahu bahwa Mao-taijin pun kiranya diam-diam ingin mendapatkan Sam kong-kiam. Pedang ini ternyata betul betul dapat membuat orang mengilar. Kedudukan seperti dua orang pembesar itu bukankah sebenarnya sudah tinggi" Mau tinggi macam apalagi mereka itu" Heh-heh, kita dikira bodoh, Ma Tung Mereka rupanya mau memperalat kita untuk merampas pedang ini dari Kim-mou-eng, padahal taruhan kita adalah nyawa. Sekarang Sam-thaikam menyuruh kau mengantar keponakannya ke Su chung, lakukan saja pekerjaan ilu dan kau cepat kembali ke sini setelah melempar bocah ini. Mau apa lagi?"
"Jadi si menyebalkan ini kubawa juga?"
"Ya, sekalian mencari tahu tempat tinggal saudara perempuan Sam-thaikam itu. Bocah ini dininabobokkan pamannya, biar dia tenggelam dalam nina-boboknya itu dan berenang dalam laut khayal!"
"Tapi aku ingin melempar si tiada gnna ini, aku ingin membenamkannya ke dalam lumpur!"
"Ah, jangan, Ma Tung. Itu berbahaya Kepercayaan Sam-thaikam sudah semakin bertambah, jangan menurutkan emosi dan nafsu belaka. Bocah ini tak berbahaya bagi kita, kita tak perlu khawatir padanya."
"Tapi dia calon kaisar, Sam-thaikam telah memilih bocah ini untuk menduduki tempat tertinggi!"
"Ha-ha, jangan melantur, Ma Tung. Itu baru khayal Sam-thaikam! Kalau kita tak memberikan Sam-kong kiam padanya apakah dia pun dapat mendudukkan keponakannya sebagai kaisar" Kalau kita miliki sendiri pedang keramat itu apakah angan-angin Sam-thaikam dapat terkabul" Ha-ha, jangan bodoh, Ma Tung. Itu. semuanya tergantung kita!"
Ma Tung terbelalak, tertegun juga.
"Benar, bukan?" Bin-kwi menyambung, berkata tertawa. "Atau kata-kataku salah?"
"Tidak," Ma Tung akhirnya sadar. "Kau benar. Bin-kwi. Aku lupa bahwa semuanya ini sebenarnya tergantung kita."
"Itulah, karena itu jangan bodoh. Biarkan Sam-thaikam menganggap kita jinak kepadanya dan terus mengalirkan uangnya kepada kita. Tapi begitu Sam-kong kiam terampas dan jatuh di tangan kita maka pedang itu tak akan kita serahkan pada si dungu bodoh!"
Ma Tung mengangguk angguk.
"Dan sekarang kau cepat pergi, Ma Tung. Cepat kembali dan bersiap-siap di sini. Besok kita akan menghadapi kemarahan Mao-taijin yang kehilangan bocah ini."
"Dan kita dituduh."
"Tuduh apa" Bukankah kita sudah menyerahkan bocah itu dan Mao-taijin menyuruh pengawalnya" Ha-ha, jangan goblok, Ma Tung Mao-taijin telah melihat kesungguhan kita dan tak mungkin curiga. Yang kena damprat tentu pengawalnya itu, kita paling paling disuruh mencari dan bisa saja berpura pura mencari!"
Ma Tung terbelalak. "Setan kau," desisnya. "Kau cerdik, Bin-kwi. Kau benar-benar siluman!" dan Ma Tung yang kagum akan kepintaran temannya ini tiba tiba disambut tawa bergelak dan Bin-kwi menyuruh kakek itu pergi, mengantar kemenakan Sam-thaikam dulu dan Bong Kak yang ada di samping si Setan Ketawa ini juga mengangguk angguk. Bong Kak pun kagum.
Dan ketika Ma Tung mendesis dan berkelebat pergi maka Hong Kak memuji temannya ini. "Bin-kwi, kau hebat. Otakmu benar benar jalan!"
"Sudahlah," Bin-kwi tertawa lebar. "Kau tak perlu memujiku. Bong Kak. Ini sebenarnya bukai persoalan rumit. Yang rumit masih ada di depan, kita harus menghadapi Kim-mou-eng dan kepandaiannya itu tak boleh kita pandang ringan"
"Hm aku jadi gatal tangan. Kalau dulu dia tak melarikan diri dan mau menghadapi kita bertiga tentu Sam-kong-kiam terampas!"
"Ya, dan kuharap pendekar itu tak tahu kita di sini. Itulah sebabnya kalian kubawa ke sini. Dan sekali dia muncul dan kita kepung tak boleh dia lolos lagi dan Sam kong kiam harus menjadi milik kita!"
Bong Kak mengangguk-angguk. Dia mengepal tinju dan gemas teringat kejadian dulu, meskipun diam-diam diapun bergidik melihat kehebatan pedang itu, ketajamannya yang luar biasa dan kepandaian Kim-mou-eng pula. Sayang mereka tak bisa puas, Kim-mou-eng keburu kabur menyelamatkan sumoinya. Dan ketika beberapa jam kemudian Ma Tung kembali ke tempat mereka dan berkata bahwa kemenakan Sam-thaikam itu telah diantar ke tempat bibinya maka benar saja di lain pihak keesokan harinya Mao-taijin marah marah kehilangan tangkapannya.
"Goblok! Kalian kerbau kerbau tolol. Masa kalian tak tahu siapa yang menculik bocah itu Mana Bin-kwi" Mana tiga pengawalku yang lihai?"
Pembesar ini kelepasan bicara, dalam gusarnya menyebut nyebut nama Bin-kwi dan para pengawal melenggong. Memang mereka tak tahu kehadiran tiga iblis itu Tentu saja pembesar ini sadar dan cepat menutup mulut. Hampir dia membuka rahasianya sendiri. Dan ketika pengawal melongo dan dibentak diusir pergi akhirnya menteri ini menepuk tangan memanggil Bin-kwi dan kawan kawannya.
"Celaka, kita kebobolan. Bocah itu lenyap!"
Bin-kwi pura pura bodoh. "Siapa yang lenyap, taijin" Kebobolan apa?"
"Anak yang semalam kalian kirim itu, dia sudah tak ada lagil"
"Lho?" Bin-kwi semakin pura pura terkejut. "Bagaimana terjadinya itu, taijin" Kapan hilangnya?"
"Semalam!. Semalam pengawalku kedatangan penculik, mereka dirobohkan dan bocah itu diba wa. Aku menyesal tak menyuruh kalian saja yang menjaga!" dan Mao-taijin yang mencak mencak kehilangan tangkapannya lalu bercerita bahwa kemenakan Sam-thaikam dibawa lari seseorang, mungkin orang yang dihadapi Ma Tung itu. Bin-kwi dan teman temannya ah oh, mereka berlagak bloon dan ikut marah.
Dan ketika Mao-taijin selesai bercerita dan Bin-kwi mengetukkan kaki bambunya maka iblis ini berkata, "Kalau begitu kami cari dia. taijin. Biar kami bertiga menangkap dan membekuk penculik hina ini!"
"Betul, kalian boleh cari penculik itu. Tangkap dan bawa lagi bocah she Sam itu. tapi jangan bertiga. Cukup seorang saja dan biar Bong Kak yang melakukan pekerjaan ini!"
Bong Kak mengangguk. "Baik, taijin."
Dan begitu dia berkelebat dengan tawa di dalam hati maka tokoh Bhutan ini pura pura pergi dan mencari "penculik", tentu saja tak akan dicari karena penculiknya adalah dia sendiri. Bin-kwi dan Ma Tung ikut tertawa melihat semuanya ini. Mereka lagi-lagi bertemu di tempat persembunyian. Itu sepak terjang mereka belaka. Dan sementara mereka geli oleh hasil perbuatan mereka ini maka seseorang yang mereka lupakan datang menemui Mao-taijin, berbisik-bisik dan Mao-taijin mengerutkan alis. Orang lain ini bukan lain Sin-kee Lo jin adanya, hari itu tertatih tatih menghadap majikannya. melapor apa yang terjadi dan mengatakan bahwa dia pingsan dipukul lawan yang amat lihai, bertanya apakah Ma Tung berhasil memberikan keponakan Sam-thaikam itu dan apakah semuanya baik-baik.
Kebetulan Mao Kang, putra Mao-taijin itu ada di situ, dia melihat ayahnya marah marah, menemani sang ayah dan ikut marah melihat lenyapnya Sam Yin. Dan ketika Mao-taijin mengatakan bahwa tangkapan mereka sudah dibawa tapi hilang kembali dilarikan penculik maka Ayam Sakti yang setia pada majikannya ini tertegun "Hilang, taijin" Lenyap dari tempat tinggal paduka?"
"Ya, semalam pengawal yang bodoh itu diserang, Lo jin. Dan mereka mengatakan tak tahu pula siapa penculik ini!"
Si Ayam Sakti mengerutkan, alirnya. "Tapi ada tiga pengawal paduka yang sakti, apakah mereka tak tahu?"
"Mereka telah menyerahkan bocah itu kepadaku, dan aku lalu menyerahkannya pada pengawal bawah tanah."
"Itu tak soal, seharusnya mereka tahu dan menangkap penculik ini!"
Mao-taijin terkejut. "Kau menuduh?"
"Maaf." Sin-kee Lo-jin memandang ke sana ke mari, berhati-hati. "Tangkapan itu disembunyikan di wilayah paduka, taijin. Bukankah seharusnya Bin-kwi dan teman-temannya itu tahu kalau musuh mendatangi tempat ini" Bukankah tak masuk akal kalau mereka tak tahu dan tawanan lenyap. Ampun, hamba bukan menuduh mereka ini, taijin. Tapi janggal rasanya kalau Bin-kwi dan dua temannya yang lihai itu tak tahu, kecuali mereka berada di luar dan tidak menjaga tempat paduka!"
Mao-taijin terbelalak, mengangguk angguk. "Benar, aku juga merasa heran, Lo jin. Apakah mereka tak ada di tempat ketika penculik itu datang?"
"Atau mereka sendiri yang menculik?" Mao Kang, pemuda di samping ayahnya tiba-tiba berseru, membuat ayahnya terkejut. Dan ketika Lo-jin tampak berseri seri dan rupanya setuju pada kata kata pemuda ini maka Mao Kang menyambung, "Apa yang dikata Lo jin beralasan, ayah. Aku jadi curiga terhadap tiga kakek iblis itu. Kita mungkin tertipu, dan ayah harus menyelidiki ini!"
"Hm. bagaimana menyelidiki mereka?"
"Dengan mengawasi gerak-geriknyal"
"Tapi tak ada seorang pun di antara kita yang sanggup mengikuti gerak-gerik tiga kakek iblis itu. Apakah kau sanggup?"
Sang anak terdiam, terkejut. Dia lupa dan bingung juga setelah sang ayah bicara begini. Bin-kwi dan kawan-kawannya memang lihai, lagi pula mereka dirahasiakan ayahnya ini, tak ada pengawal tahu.
Tapi Mao Kang yang rupanya tak mau kalah dan cerdik memutar akal tiba tiba berkata, "Ayah, mereka memang tak dapat diikuti gerak-geriknya. Tapi kita tentu dapat membuat mereka salah arah dan tertangkap basah!"
"Salah arah bagaimana" Tertangkap basah bagaimana?"
"Begini, ayah. Aku mempunyai akal...." Mao Kang berbisik-bisik, sang ayah manggut manggut dan Mao-taijin rupanya girang. Pembesar ini setuju. Dan ketika sang anak selesai bicara dan Sin-kee Lo jin menunggu saja maka malam itu Bin-kwi menghadapi cobaan kedua.
"Bin-kwi," demikian Mao-taijin mulai bicara. "Aku ada persoalan serius yang ingin kukatakan kepadamu. Bagaimana dengan Bong Kak yang kusuruh cari pemuda itu" Ada hasilkah?"
Bin-kwi tersenyum. "Belum taijin. Bong Kak belum datang"
"Lalu kapan kira-kira?"
Bin-kwi mengerutkan alis. "Hamba tidak tahu, tapi tentunya tidak lama."
"Kau bisa menentukan batas waktunya?"
Repot! Bin-kwi tiba tiba mendesah. Mendadak dia menjadi bingung oleh desakan ini Mao-taijin menyuruh dia menemukan waktu, pada hal Bong Kak ada di belakang lagi menikmati kesukaannya, bermain-main dengan dayang muda.
Dan ketika Mao-taijin bertanya apakah kira-kira dia dapat menemukan itu dan kapan si penculik dapat dibawa maka pembesar ini berkata, "Kalau kalian tak dapat menangkap penculik itu percuma saja kalian mengaku pandai. Bin-kwi. Percuma saja aku mempercayai kalian dan memberi kedudukan pada kaitan. Padahal Kim-mou-eng pasti lebih lihai dibanding penculik itu, jadi kalian harusnya mampu. Kenapa sekarang tak dapat menjawab dan kelihatan bingung" Manakah jasa kalian?"
"Hmm." Bin-kwi menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. "Hamba tak dapat menentukan karena bukan hamba yang diberi tugas, taijin. Bong Kak tak ada di sini dan hamba harus mencari dia dulu."
"Kalau begitu carilah, tentukan beberapa lama kau pergi dan katakan hasil tidaknya."
"Baik," dan Bin-kwi yang lenyap meninggalkan menteri itu lain menemui dua temannya yang lagi bersenang-senang di belakang, menceritakan permintaan menteri itu dan Ma Tung serta Bong Kak bingung. Mereka lupa bahwa mereka pasti dituntut kabarnya tentang penculik ini, berhasil tidaknya. Tapi ketika Bin-kwi menggaruk-garuk kepala dan mengumpat dengan muka merah tiba-tiba Bong Kak berseru, "Aku datang saja pada Mao-taijin. Katakan terus terang bahwa aku tak berhasil menangkap penculik inil"
"Bagus, dan mendapat kata-kata manis bahwa kita tak mampu melaksanakan perintah menteri itu" Bahwa kita ternyata tolol dan Mao-taijin jadi sangsi akan tugas kita menghadapi Kim-mou-eng" Tidak, itu tak boleh terjadi, Bong Kak. Itu sama halnya menghilangkan kepercayaan Mao-taijin kepada kita!" Bin-kwi mendamprat.
Temannya tertegun dan Bong Kak melihat ada benarnya juga kata-kata itu. Memang Mao-taijin tak akan percaya lagi pada mereka, padahal mereka baru mendapat tugas penting ini sekali, belum dua kali atau tiga kali. Bong Kak menjadi bingung dan marah. Dan ketika Bin-kwi menggeleng berkali-kali dan Ma Tung juga kelihatan terdesak maka mereka bertiga jadi mati kutu dan termangu-mangu.
"Bagaimana?"
Tak ada yang menjawab.
"Sebaiknya bocah itu kita ambil kembali. Ma Tung melaksanakan tugas ini dan Bong Kak yang menyerahkannya pada Mao-taijin"
Ma Tung dan Bong Kak terbelalak. "Kau tak takut dampratan Sam-thaikam?"
"Hm, semuanya bisa diatur, Ma Tung. Kau ambil bocah itu tapi jangan tunjukkan dirimu. Gunakan kedok, bawa kembali bocah itu dan kita serahkan Mao-taijin. Semuanya aku yang bertanggung jawab!"
Seruling Gading 3 Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Hati Budha Tangan Berbisa 8