Pencarian

Pedang Bunga Bwee 7

Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Bagian 7


banyak kerepotan yang terjadi membuat suasana dalam
rumahku jadi gaduh dan tidak pernah tenteram !".
"Aku dengar katanya diantara Tiga Belas Sahabat masih
ada dua orang gadis muda lagi..."
"Tidak salah, seorang bernama Lie Hong Hwie, katanya dia
seorang pelacur kenamaan dari kota Wie-Yang dan pernah
ada hubungan dengan dirimu !".
-oo0dw0oo- Jilid 11 UCAPAN ini membuat wajah sianak muda itu berubah jadi
merah padam. "Berhubung perguruan kami ada hubungan maka diantara
kami berduapun pernah berhubungan tak bisa dikatakan ada
hubungan istimewa" sahutnya, " Aku dengar gadis kedua
adalah seorang gadis she-Sa".
"Betul, dia adalah " Peng-Sim-Siancu " si dewi berhati beku
Salichi, parasnya cantik jelita dan genit sekali, hubungannya
dengan Kauw Heng Hu, sang lootoa dari tiga belas Sahabat
paling baik, dan mengadakan hubungan gelap dengan Goan Ci
Tiong sehingga mendongkolkan hati bibi Yong, beberapa kali
ia sampai bentrok dengan dirinya!"
Liem Kian Hoo melengak, Sani ganti nama jadi Salichi serta
pengorbanan dirinya yang maha besar dapat dipahami sianak
muda ini, sebaliknya nama dari Goan Ci Tiong belum pernah ia
dengar diantara tiga bersahabatpun tak ada nama orang ini, ia
tak tahu dari manakah orang ini dan tidak tahu pula mengapa
iab sampai ada maidn dengan Sani.
Ong Bwee Chi tebrtawa dingin dan berkata kembali:
"Salichi memuji dirimu tiada hentinya, Lie Hong Hwie pun
menilai dirimu sangat tinggi, katanya bukan saja kau pandai
dalam soal Boe, soal Boen pun luar biasa, bakat serta
kecerdikanmu tiada tandingan, hal ini membuat bajingan tua
itu menderetkan dirimu sebagai musuh tangguh nomor
dua...". "Siapakah yang dinilai sebagai musuh tangguh nomer satu
?". "Katanya orang itupun punya hubungan dengan dirimu,
orang orang lama yang duduk dalam Perserikatan Tiga Belas
Sahabat pernah menderita kerugian besar ditangannya, aku
tidak tahu siapa kah namanya, mungkin cuma kau sendiri
yang paham siapakah orang itu !".
Liem Kian Hoo tahu yang dimaksudkan gadis itu bukan lain
adalah ayah kandungnya Liem Koei Lin, buru buru katanya:
"Cayhe sendiripun tidak tahu siapa namanya orang
berkerudung itu hanya pernah mewariskan ilmu silatnya
kepadaku !".
"Sekalipun tidak kau katakanpun tidak mengapa, mereka
segera akan berhasil menemukan orang itu !".
"Dimana ?" tanya Kian Hoo terperanjat sebenarnya Ong
Bwee Chi tidak ingin bicara, namun menyaksikan sikapnya
yang cemas tak tahan lagi ia tertawa cekikikan.
"Sewaktu datang kemari Kauw Heng Hu membawa dua
orang gadis, yang rada tua bernama Toan Kiem Hoa, katanya
dia adalah seorang yang tersohor diwilayah Biauw, orang itu
sudah dikurung hampir puluhan hari lamanya disini, suatu
malam mendadak tanpa menimbulkan sedikit suarapun
perempuan itu lenyap tak berbekas, mereka jadi kelabakan
setengah harian lamanya tanpa peroleh hasil sedikitpun maka
disimpulkan bahwa dia tentu sudah ditolong orang, selama
beberapa hari ini Kauw Heng Hu sekalian berkeliaran ditempat
luaran untuk mencari jejaknya, menanti kehadiranmu ini hari
barulah boleh dikata mereka berhasil mendapatkan hasil yang
diharapkan !"
"Kenapa aku bisa diikut sertakan dalam masalah itu ?".
"Berkumpulnya kembali tiga belas sahabat bukan lain
bermaksud untuk menghadapi simanu-sia berkerudung yang
misterius itu, mula-mula mereka menaruh curiga bahwa orang
itupun sudah mati, tapi sewaktu kau berada bdidepan pintu
tdadi mengatakan abahwa orang itubpun sudah mencari
kesini, mereka baru percaya bahwa usaha menolong orang
yang telah terjadi adalah hasil perbuatannya, ketika kau bikin
onar diluar pintu tadi, Kauw Heng Hu memang tak ada disini,
beberapa saat setelah Heng-Thian-Siang-Li masuk kedalam
Kauw Heng Hu telah pulang, namun setelah mendengar
ucapan itu tanpa banyak bicara ia segera berangkat kegunung
Thay-Heng-san !".
"Mau apa ia berangkat kegunung Thay-Heng San ?"
"Toa Kiem Hoa terkena racun pembuyar tulang dari Kauw
Heng Hu, seluruh badannya lemas tak bertenaga dan tak bisa
berkutik, untuk memunahkan racun tersebut hanya seorang
yang tinggal digunung Thay-heng-san saja yang dapat
melakukan, maka Kauw Heng Hu menduga orang itu menduga
orang itu pasti membawa Toan Kiem Hoa berangkat kesitu,
mereka hendak menyusul kesana dan menghalangi niatnya,
sebab ilmu silat Toan Kiem Hoa lihay sekali, untuk menangkap
perempuan itu Kauw Heng Hu pun harus menggunakan akal,
maka mereka rasa seandainya tenaga lweekangnya bisa pulih
kembali hal hal akan mendatangkan banyak kerepotan bagi
mereka. Oleh sebab itulah Kauw Heng Hu tak ada waktu
menghadapi dirimu lagi, buru buru ia tinggalkan pesan dan
berlalu, sedangkan Bibi Giok Yong serta Goan Ci Tiong
ditinggalkan ditempat ini untuk menghadapi dirimu, agaknya
Goan Ci Tiong tidak ingin tinggal disini mencari penyakit, maka
setelah menaruh obat pemabok didalam sayur dan arak, buruburu
ia bersama bibi Giok Yong berlalu...".
"Selama ini kau selalu tinggal ditempat ini ?"
"Tidak salah, disini adalah rumahku, sekali pun bibi Giok
Yong tidak mau namun aku masih membutuhkannya !".
"Lalu apa sebabnya kau biarkan rekan-rekanku maban obat
pemabok itu !...".
"Hmmm ! gadis jelek itu sudah merusak singa batu didepan
rumahku." seru Ong Bwee Chi sambil cibirkan bibirnya,
"sedangkan sepasang pengemis itu merusak pintu rumahku,
maka aku harus kasi sedikit pelajaran kepada mereka..."
"Nona, perbuatanmu ini sudah merusak pekerjaan besar
ku, tenaga dalam yang dimiliki gembong gembongr iblis itu
luart biasa sekali, qseandainya mererka berhasil temukan
orang itu maka kejadian yang tidak diinginkan bisa
berlangsung, sekarang bagaimana baiknya.".
"Aneh benar sih kau ini " kan obat pemabok itu bukan aku
yang lepaskan, apa gunanya kau salahkan diriku " kalau sejak
tadi aku tahu kalau kau adalah orang yang tidak pakai aturan,
sepatah katapun tidak ingin kuberitahukan kepadamu !".
Liem Kian Hoo dibikin apa boleh buat, terpaksa ia menjura
dalam-dalam sambil berkata:
"Pelbagai kesalahan yang pernah kulakukan selama ini,
harap nona suka maafkan, dapatkah nona carikan akal untuk
menyadarkan beberapa orang itu "...".
"Aku tak bisa melakukannya, sebab obat pe mabok dari
Goan Ci Tiong tak bisa dipunahkan dengan obat apapun,
sebelum dua hari dua malam mereka tak bakal mendusin !".
"Apa " dua hari dua malam " kalau sampai demikian
adanya bukankah urusan bakal runyam ?"
"Eeeei... sebenarnya apa hubunganmu dengan orang yang
sedang berangkat kegunung Tha Hengsan itu " mengapa kau
kelihatan begitu cemas "..." tegur Bwee Chi sambil tertawa.
Liem Kian Hoo berpikir sebentar, kemudian baru jawabnya
dengan serius: "Beliau adalah ayahku !".
"Aaaah, bukan kan ayahmu adalah Tihu thay jien "...".
"Tidak salah ! ayahku bukan lain adalah si manusia
berkerudung itu, seperti halnya ayahmu, meskipun ayahku
belajar silat namun tidak pernah digunakan, sewaktu masih
muda ayahku sudah mencampuri urusan orang lain yang
mengakibatkan kerepotan bagi diri sendiri."
Ong Bee Chi jadi ikut gelisah, serunya:
"Waaaah, kalau begini bisa celaka ! lebih baik kau
tinggalkan saja mereka ditempat ini dan berangkat lebih
dahulu menuju kegunung Thay-Heng san !".
Wajah Kian Hoo kelihatan murung sekali, ia termenung dan
membungkam. Agaknya gadis she-Ong ini tahu akan maksud hatinya,
buru-buru ia berkata:
"Legakanlah hatimu, dalam waktu sesingkat ini tidak
mungkin ada orang-orang datang ke mari, mereka tidak akan
menemui mara bahaya, sedang orang-orang itupun baru
berangkat setengah harian, asal kau cepat-cepat menyusul
rasanya masih sempat untuk mendahului mereka, bukankah
dalam gedung masih ada seorang kakek tua yang jadi gurumu
" akan kusampaikan berita ini kepadanya, urusan tak boleh
terlambat lagi, cepat-cepatlah berangkatlah !".
"Kalau begitu aku harus merepotkan diri nona !" seru
sianak muda itu terharu.
"Sudahlah, jangan banyak bicara lagi, berangkatlah menuju
kearah barat ! urusan ini penting dan mendesak sekali,
asalkan kau dapat merebut waktu sedetik berarti kau dapat
menolong ayahmu dari ancaman mara bahaya, ilmu
meringankan tubuhku jauh lebih cepat daripadamu sebentar
kemudian aku susul dirimu !".
"Nona, kaupun hendak berangkat kegunung Thay Heng san
?" tanya Liem Kian Hoo melengak.
Merah jengah selembar wajah Ong Bwee Chi.
"Di antara Tiga Belas sahabat terdapat pula bibi Giok Yong
serta Goan Ci Tiong, akupun tak bisa menghindari tanggung
jawab ini maka sudah sepantasnya kalau aku bantu dirimu !"
katanya. Liem Kian Hoo tidak tahu apa yang harus dikatakan,
mendadak dari belakang tubuh mereka berkumandang suara
seseorang yang serak dan tua:
"Loohu sudah tahu duduknya perkara, menolong orang
bagaikan menolong api, nona Ong-pun tak usah repot-repot
beritahukan kabar tersebut kepadaku, kalian boleh segera
berangkat, dua hari kemudian loohu akan berusaha untuk
susul kalian semua kegunung Thay Han san !".
-o O oDengan rasa kaget Liem Kian Hoo berpaling kebelakang,
tampaklah Liuw Boe Hwee guru nya sudah berdiri tidak jauh
dari sisi mereka, buru-buru ia bertanya:
"Suhu ! sejak kapan kau tiba disini " ,,, " Kau melangkah
didepan aku menyusul di belakang, berkelana selama puluhan
tahun dalam kangouw bukan perjalanan sia sia, masa aku tak
dapat mengelabuhi pendengaran kalian sudahlah. sekarang
bukan waktunya untuk bicara, cepatlah kalian berangkat !"
Sianak muda itu merasa amat geblisah, iapun tiddak kasi
penjelaasan lagi, segebra ia menjura kepada gurunya.
"Suhu ! baik-baiklah jaga diri, tecu akan berangkat lebih
dahulu !".
Habis bicara ia lantas menerobos kedalam hutan berangkat
kearah Barat, beberapa saat sudah ia berlari namun tidak
kedengaran suara di-belakangnya, ia kira Ong Bwee Chi tidak
menyusul. Siapa tahu ketika ia berpaling, tampaklah gadis itu sambil
tersenyum membuntuti dibeIakang-nya, melihat pemuda itu
berpaling dara tadi segera percepat langkahnya dan jalan
sejajar dengan dirinya.
Dalam hati Kian Hoo ada urusan, ia tak ada kegembiraan
untuk banyak bicara, sepanjang perjalanan mulutnya
bungkam dalam seribu bahasa, sedangkan Ong Bwee Chi
adalah seorang gadis, tentu saja leluasa baginya untuk ajak
bicara lebih dahulu, maka dalam sekejap mata ratusan li
sudah ditempuh.
Suasana semakin gelap, cahaya sang surya lenyap dibalik
gunung, sampailah mereka disebuah jalan datar, di hadapan
mereka muncul bukit-bukit kecil bagaikan gundukan tanah
pekuburan. Kian Hoo buru buru akan menerjang keatas. namun dengan
cepat Ong Bwee Chi menghalangi niatnya itu sambil menegur:
"Tunggu sebentar ! kau sudah meluapkan pesan yang
kutulis dalam surat peringatan itu ?"
Teguran ini menyadarkan sianak muda itu ia teringat dalam
surat peringatan yang dikirim dara tersebut memang
tercantum kata-kata yang berbunyi:
"Berhati-hatilah terhadap bahaya api beracun bila mana
berjumpa dengan bukit bertanah lumpur.".
Namun meninjau dari situasi yang amat sunyi disekeliling
tempat itu ia jadi ragu ragu deng an rasa tercengang segera
tanyanya: "Mungkinkah ada orang yang bersembunyi ditempat ini
untuk membokong kita ?".
"Ehmm !" Ong Bwee Chi manggut-2.
"Goan Ci Tiong mendapat tugas untuk menghalangi jalan
pergimu, sewaktu ia hendak berangkat aku sempat melihat ia
siapkan senjata apinya kemudian mengatakan bahwa bukit
tanah lumpur merupakan posisi yang paling bbagus untuk
menyderang, dengan paerbuatannya yanbg keji lagi pula suka
bermain api beracun dan sebangsanya maka aku duga ia akan
melancarkan serangan bokongan kepadamu ditempat ini, oleh
sebab itulah senjata ku tinggalkan surat peringatan agar kau
waspada..."
Liem Kian Ho meninjau sejenak situasi di sekeliling tempat
itu, kemudian berkata:
"Bukit ini gundul kelimis dan tidak nampak sebatang
pohonpun, bahkan sebuah tempat untuk bersembunyi pun tak
ada, dengan siasat licik apakah ia hendak menyerang aku
dengan api beracunnya".
"Makin datar tempat itu semakin sulit bagi seseorang untuk
berjaga diri !".
"Namun kita kan tidak mungkin berdiri terus menerus
ditempat ini.".
"Aku tidak bermaksud begitu." sahut Bwee Chi seraya
mengerling sekejap kearahnya. "Kita harus bersiap sedia
sehingga tidak sampai menemui bencana, keadaan begitulah
yang kita ihginkan, tidak ada salahnya bukan kalau kita
bertindak hati-hati !"
Sembari berkata ia merogoh kedalam sakunya dari ambil
keluar sebuah botol porselin kecil lalu ambil keluar dua butir
pil berwarna putih, satu ditelan sendiri sedang yang lain
diberikan kepada Kian Hoo.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Telanlah pil itu! inilah pil salju Peng-Soat Wan yang khusus
punya daya lawan terhadap api beracun, Iagipula mempunyai
daya terhadap hawa panas yang menyerang tubuh !" katanya
kembali. "Nanti, apabila kita menyerbu kemuka, pertajam
mata serta telinganmu, munkin dengan berbuat demikian kita
bisa melewati bencana ini dengan selamat !".
Liem Kian Hoo menerima pil tadi dan dimasukkan kedalam
mulut, kemudian ia menerjang naik keatas bukit tersebut.
Nampaklah sebuah jalan lumpur yang kecil lagi sempit
terbentang didepan mata, tak sesosok bayangan manusiapun
yang ada disitu, Belum sampai ia mengucapkan sesuatu
kepada diri OngBwee Chi, mendadak terdengar ledakan
dahsyat berkumandang dari bawah kakinya, diikuti dari balik
lumpur diempat penjuru tempat itu bermunculan jilatan api
berwarna hijau, dalam sekejap mata sekeliling tubuh mereka
telah berubah jadi lautan api.
Menyasikan empat penjuru sekeliling tubuh nya telah
berubah jadi lautan api, sianak muda itu jadi gugup dan
rgeragapan. Dalatm keadaan gelisqah ia enjotkan rbadan
ketengah angkasa, dari situ ia bisa melihat keadaan
disekitarnya, namun dengan cepat hatinya terjelos.
Kiranya dalam waktu singkat itulah seluruh penjuru telah
berubah jadi lautan api, baik diatas bukit bawah bukit maupun
dijalan depan atau jalan belakang, semua tempat sudah
penuh dengan jilatan api berwarna hijau, kecuali kalau mereka
adalah seekor burung yang bisa terbang ke angkasa, mungkin
bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk lolos dari tempat
itu. Liem Kian Hoo kehabisan akal, terpaksa ia gertak gigi
sambil mengepos tenaga murni hasil latihan dari hioIoo Chi-
Liong-Teng keseluruh tubuh nya dan membentuk selapis
dinding hawa yang kuat dan bisa membendung sambaran api,
lalu perlahan-Iahan melayang masuk ketengah jilatan api.
Ketika kakinya menginjak permukaan tanah, jilatan api itu
segera menyingkir seolah-olah terdesak oleh dinding hawa
murninya yang kuat dan tak sanggup mendekati tubuhnya
namun kobaran api semakin menjulang tinggi keangkasa dan
melampaui batok kepalanya, dengan begitu terbentuk lah
sebuah jala api yang segera mengurung badannya.
Untuk sementara waktu kobaran api warna hijau itu tak
bisa melukai badannya, hal ini mem buat Kian Hoo rada lega,
otaknya pun jadi makin dingin, sekarang ia mulai mencari akal
untuk meloloskan diri dari tempat bahaya itu,
Mula pertama yang paling mengherankan hatinya adalah
asal mula dari lautan api itu, jilataa api berkobar dari atas
permukaan namun diatas tanah sama sekali tidak nampak
adanya benda terbakar lalu darimana datangnya jilatan api itu
" dan bagaimana mungkin api tadi bisa berkobar dengan
hebatnya ".
Masalah kedua yang merisaukan hatinya adalah
keselamatan dari Ong Bwee Chi, karena simpatik gadis
berbaju hitam kecil mungil dan cantik itu sudah menyertai dia
berangkat ke Barat, ketika ia menempuh bahaya tadi, dara
tersebutpun ikut serta, hal ini berarti bahwasanya iapun,
sudah terjebak pula didalam lautan api ini.
"Nona Ong, dimana kau ?" segera teriaknya dengan hati
cemas, Baru saja ia selesai berteriak, dari balik kobaran api muncul
sesosok bayangan manusia, dia bukan lain adalah Ong Bwec
Chi. ketika itu dara tersebut telah melepaskan pakaian warna
hitam nya dan membungkus seluruh tubuhnya dengan sebuah
serat lembek berwarna keperak-perakan, menyaksikan ia
selamat sianak muda itupun meng hembuskan napas lega.
"Liem... Liem kongcu, badanmu tidak sampai terluka bukan
?" terdengar dara itu berteriak. "Huuu ! hatiku benar benar
amat cemas kenapa kau sudah menerjang masuk kemari
sebelum habis mendengarkan perkataanku...".
Sembari berkata ia membuka serat lemas warna perak tadi
kemudian mengerudungi pula tubuh Kian Hoo kedalam serat
tadi, setelah itu ia menegur kembali:
"Untuk menghindarkan diri dari ancaman bahaya api,
sengaja kubawa sisik ikan Hiu salju Peng-Wan-Ciauw-Siauw
dari rumah, benda itu merupakan salah satu benda mustika
dari istana kerajaan yang bisa menghindari sengatan api,
belum sempat kuambil keluar benda itu kau sudah lari keluar
lebih dulu.".
Meskipun serat tipis itu lebar namun tidak cukup untuk
mengerudungi tubuh dua orang sekaligus, maka terpaksa Ong
Bwee Chi harus menempelkan tubuhnya rapat-rapat diatas
badan pemuda itu.
Bau harum semerbak terhembus keluar menusuk lubang
hidungnya, gesekan kulit dengan kulit menimbulkan sesuatu
daya rangsang yang aneh sekali dalam tubuh kedua orang itu,
meski timbul perasaan aneh namun berada dalam keadaan
seperti ini tak sempat bagi mereka berdua untuk berpikir yang
bukan bukan. Berada didalam naungan serat lembek Peng Wan-Ciauw-
Siauw, Kian Hoo malahan merasa rada sumpek dan
kepanasan, segera ujarnya kepada sang gadis dengan suara
lirih: "Nona Ong ! lebih baik biarkanlah aku keluar dari naungan
seratmu, aku rasa api tersebut tidak terlalu lihay".
"Omong kosong ! api beracun dari Goan Ci Tiong sangat
lihay, besi bajapun dapat meleleh apa lagi badanmu." Seru
sang dara tidak percaya. "Kau anggap badanmu jauh lebih
kuat daripada sekeping besi baja ?".
"Aku tidak bermaksud demikian,b sebelum nona tdiba disini
aku asudah agak lamab terkurung didalam lautan api,
seandainya api itu betul-betul hebat sejak tadi badanku sudah
meleleh, namun apa yang terjadi " bukankah tubuhku masih
tetap utuh ?".
Mendengar ucapan iai Ong Bwee Chi baru mendusin,
sekalipun serat lembek Peng-San-Ciauw Siauw punya
kemampuan untuk membendung hawa panas, namun berada
lingkungan kobaran api yang begitu dahsyat apa sebabnya
mereka sama sekali tidak merasakan hawa panas barang
sedikit pun jua ?"
Berpikir sampai disitu, ia lantas membuka sedikit serat
lembek yang mengerudungi badannya dan menonjolkan
sebagian dari badannya.
Tampaklah jilatan api yang menempel diatas tubuhnya
sama sekali tidak mendatangkan perasaan apapunt Liem Kian
Hoo tidak sabar lagi, ia segera menerobos keluar dan sengaja
memperkurang hawa khie-kang yang melindungi tubuhnya
hingga seluruh badannya terjilat api tanpa mendapat
perlindungan apapun.
"Apa yang terjadi ?" ternyata ia tidak merasa kan sesuatu
apapun, jangan dikata terluka, merasa panaspun tidak.
Ia masih belum percaya, tangannya segera dimasukkan
kedalam kobaran api dan terasalah jilatan api itu amat dingin,
suatu peristiwa yang aneh sekali.
"Aaaaah...! mengapa jilatan api ini sama sekali tidak terasa
panas "...." tak kuasa ia menjerit.
"Ooooouw....! sekarang pahamlah sudah aku, api ini
pastilah api palsu !....".
"Api palsu " mana apipun bisa dipalsukan ?"
"Goan Ci Tiong adalah seorang manusia yang licik dan
punya banyak akal busuk, permainan2 setan yang berhasil ia
pahamipun tidak sedikit jumlahnya, entah dengan cara apakah
ia berhasil menciptakan sejenis api palsu yang dipandang
sepintas lalu seolah olah mengerikan sekali, padahal sama
sekali tidak terasa panas.".
"Apabila api ini benar-benar tidak melukai orang, ayoh kita
cepat cepat menerjang kedepan!"
"Tidak boleh, jangan bertindak gegabah." buru buru Ong
Bwee Chi menggeleng serta mencegah. "Semakin ia berbuat
demikian, semakin kelihatan betapa menakutkannya orang itu,
ia tentu sudah menyiapkan suatu perangkbap yang jauh
ledbih mengerikan abagi kita !"
"Tbapi, kita kan tak bisa selalu berada disi-ni belaka "
bagaimanapun kita musti cari suatu akal untuk meninggalkan
tempat ini !".
Ong Bwee Chi berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia
baru berkata: "Satu satunya cara yang dapat kita lakukan adalah
perlahan-Iahan maju kedepan sambil membungkus tubuh kita
dengan serat lembek Peng-i Wan-Ciauw-Siauw tersebut,
dengan berbuat demikian, kendati ia akan mengeluarkan
siasat paling keji siperangkap paling busukpun tidak akan
mencelakai diri kita !".
"Tidak bisa jadi ! serat tipis itu paling banter hanya bisa
mengerudungi seseorang belaka, apabila kita berdua harus
dilindungi berbareng maka kakipun sukar ditekuk, dalam
keadaan semacam itu mungkin kita bisa bergerak kemuka ?"
"Kalau begitu menyeberanglah lebih dahulu dengan
mengenakan serat mustika itu" kata Ong Bwee Chi setelah
tertegun sesaat
"Biarkanlah aku berjaga jaga disini, tujuan dari Goan Ci
Tiong adalah menghadapi dirimu seorang, ia tidak akan berani
mengapa apakan dirimu !".
"Hal ini mana boleh jadi ?" Dengan cepat Kian Hoo
menggeleng berulang kali, "seandainya nona sampai menemui
mara bahaya bagaimana cayhe bisa berlega hati " untung
sekali aku punya hawa khie-kang pelindung badan asal kita
menerjang kedepan dengan sekuat tenaga mungkin kita masih
bisa meloloskan diri dari bencana ini !".
"Huuuu...!" Ong Bwee Chi mencibirkan bibirnya, " Akutahu
kalau kepandainmu sanggat lihay, tak perlu orang lain
menguatirkan keselamatanmu ".
Berada dalam keadaan seperti iai.LiemK.ian Hoo merasa
malas untuk cekcok mulut dengan dirinya, ia tertawa dan
segera berseru:
"Nona, harap kau suka berhati hati, aku akan berangkat
lebih dahulu....".
Selesai bicara ia enjotkan badan menerjang kedalam lautan
api yang berkobar dengan dahsyatnya itu, kini ia tak sanggup
membedakan arah lagi maka dengan andalkan ingatannya
sewaktu masih berada diatas puncak bukit tadi ia menerjang
kearah lekukan tanah yang jauh lebih rendah, ia merasa arah
yang dituju tak bakal salah maka seluruh perhatiannya
dipusatkan kearah sana danr menerjang kemutka dengan
cepatqnya. Didalam berberapa kali loncatan, ia sudah berada sangat
jauh dari tempat semula.
Telinganya masih sempat menangkap teriakan Ong Bwee
Chi dari belakang dengan nada cemas namun ia tidak ambil
perduli, sianak muda itu lan jutkan larinya kearah depan.
Kurang lebih beberapa li kemudian keluarlah Kian Hoo dari
lingkaran lautan api, memandang jilatan api yang begitu
dahsyat dibelakang tubuhnya ia berteriak keras:
"Nona Ong, aku sudah keluar dari lingkaran lautan api,
cepatlah datang kemari !".
Tiada jawaban dari Ong Bwee Chi, sebaliknya dari balik
semak belukar berkumandang keluar suara teguran seseorang
dengan nada yang sangat dingin:
"Keparat cilik, kau sedang mengigau disiang hari bolong "
Hmmm ! tahukah kau bahwa perbuatanmu sekarang justru
sudah terjatuh kedalam dugaanku, kini kau sudah masuk
kedalam perangkapku !".
Mendengar suara itu Liem Kian Hoo terperanjat, ia segera
berpaling kearah berasalnya suara itu.
Tampaklah seorang lelaki berpotongan siucay dengan
memakai baju warna hijau munculkan diri dari balik
perumputan, dari sepasang mata orang itu terpancar keluar
cahaya mata penuh kelicikan.
"Siapa kau ?" segera ia menegur.
" Haaa... haaaa... haaaa... bukankah sibudak cilik itu sudah
beritahukan kepada dirimu ?".
"Hmmm ! kiranya kau adalah Goan Ci Tiong!"
"Tidak salah ! aku masih punya suatu gelar yang disebut
Ban Miauw Sin Koen, selamanya apa yang telah
kuperhitungkan tidak pernah meleset, perangkap yang
kupasang tidak pernah kosong.".
"Hmmm ! bukankah kau ingin menggunanakan api beracun
untuk menghadapi diriku " setengah harian sudah lewat, tidak
lebih yang kutemui cuma api api palsu belaka !".
"Siasat yang paling bagus adalah sulitnya seseorang untuk
menentukan kebenaran serta kepalsuan." Kata Goan Ct Tiong
seraya tertawa tergelak.
"Api palsu yang kulepaskan tadi memang cuma serangan
kosong belaka, namun pada saat itulah aku sudah
menanamkan bibit dari api sebenarnya, bahkan bibit api yang
sebenarnya telah kutanamkan diatas tubuhmu !"
Liem Kian Hoo merasa amat terperanjat sehabis
mendengar perkataan itu, buru-buru ia meraba seluruh
tubuhnya namun sama sekali tidak menemukan sesuatu tanda
yang mencurigakan sementara ia hendak menegur akan
kebohongan orang, tiba-tiba Goan Ci Tiong tertawa terbahakbahak
dan melancarkan sebuah serangan bokongan, pukulan
ini dilepaskan amat cepat dan ganas bahkan mempunyai daya
pukulan yang maha dahsyat.
Liem Kian Hoo mengira ucapan yang diutarakan pihak
lawan barusan tidak lain hanya ingin memecahkan
perhatiannya agar serangan yang dilepaskan bisa bersarang
dengan telak, menyaksikan datangnya ancaman ia membentak
keras, dengan kerahkan segenap tenaga yang dimilikinya
sepasang telapak tangannya didorong kedepan seraya memaki
dengan penuh kegusaran:
"Bajingan keparat yang tak tahu malu..".
Dua gulung angin saling bertemu ditengah udara
menimbulkan suara ledakan yang amat keras, dalam
bentrokan tersebut tubuh Goan -Ci -Tiong terpental mundur
beberapa langkah kebelakang lalu mendongak dan tertawa
terbahak-bahak.
" Haaa... haaaa... haaa... keparat cilik, kau anggap gelar
Ban Biauw Sin Koen tersebut aku dapatkan dengan gampang "
bibit api sudah kutanamkan dan kobarkan api segera akan
menjilat tubuhmu, nah nantikanlah bagaimana rasanya apabila
seseorang tubuhnya terbakar oleh kobaran api !".
Habis berkata badannya mundur beberapa langkah


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kebelakang, Kian Hoo ingin pengejar namun secara tiba-tiba ia
menemukan sesuatu yang tidak beres dalam tubuhnya, ia
mencium suatu bau sangit yang sangat menusuk hidung,
bersamaan itu pula dari depan dadanya mulai mengepulkan
segulung asap yang tipis.
Terdengar Goan Ci Tiong tertawa tergelak dari tempat
kejauhan, ia berseru:
"Hey keparat cilik ambil kesempatan sebelum kau
terpancang jadi babi panggang tiada halangan kuberitahukan
apa sebabnya sehbingga kau harusd mati, didalan akobaran
api palbsuku tadi secara diam-diam terkandung uap belirang
yang gampang terbakar, uap tadi telah terhisap oleh badan
serta baju yang kau kenakan! ketika kau melancarkan sebuah
serangan kepadamu tadi, sengaja aku berbuat demikian agar
kaupun menyalurkan hawa murnimu, dengan demikian hawa
panas dalam tubuhmu akan semakin meningkat nah ! hawa
panas dalam tubuhmu itulah yang segera akan membakar uap
belirang yang menempel dilubang pori porimu sehingga
bajumu terbakar kini api sudah mulai berkobar, nah
saudaraku, selamat menikmati penderitaan yang betul betul
nyaman bagi dirimu....".
Belum habis ia berkata, Liem Kian Hoo sudah merasakan
hawa panas yang membakar tubuhnya sukar ditahan lagi,
pakaiannya mulai terjilat oleh bunga bunga api, rasa sakit
begitu hebat sampai menusuk ketulang sumsum.
Dalam keadaan gelisah bercampur gusar, men dadak ia
membentak keras:
"Bajingan ! sekalipun mati aku tidak akan mengampuni
dirimu !",
Tubuhnya meluncur kemuka laksana anak pa nah yang
terlepas dari busur, dengan kerahkan se genap tenaga
Iweckang yang dimilikinya ia kirim sebuah pukulan dahsyat
kemuka. Goan Ci Tiong terlambat untuk menghindar badannya
tersapu oleh angin serangan musuh hingga sempoyongan dan
mundur beberapa langkah kebelakang.
Liem Kian Hoo masih ingin melancarkan sebuah serangan
kembati, namun jilatan api yang berkobar ditubuhnya semakin
ganas dan semakin menghebat, bagaikan seorang manusia
berapi ia roboh kesakitan keatas tanah.
Pada saat itulah Ong Bwee Chi dengan memakai serat
lemas Peng Wan Ciauw Siauw tiba ditempat itu, menyaksikan
keadaan Kian Hoo ia menjerit kaget.
"Liem Kongcu ! cepat jatuhkan diri keatas tanah dan
berguling-guling.".
Bagaimanapun juga tenaga dalam yang dimi liki sianak
muda itu amat sempurna dan punya dasar yang kuat,
meskipun berada dalam keadaan seperti itu namun
kesadarannya sama sekali belum punah, buru buru ia jatuhkan
diri berguling-guling diatas tanah.
Tetapi api beracun itu benar-benar luar biasa sekali, ketika
api tadi mencium tanah seketika kobarannya padam, namun
begitu meninggalkan permukaan tanah, api berkobar kembali
semakin hebat. " Cepat lepaskabn seluruh pakaidanmu..." kembalai Ong
Bwee Chi bberteriak.
Pada saat itu Liem Kian Hoo sedang berguling-guling diatas
tanah bagaimakan sebuah bola berapi, tiada kesempatan
sama sekali baginya untuk melepaskan pakaian yang melekat
ditubuhnya, namun teriakan dari Ong Bwee Chi tersebut telah
mendatangkan suatu ingatan didalam benaknya.
Ia meraung keras, dengan kerahkan segenap tenaga dalam
yang dimiliki ia semburkan hawa Iweekang itu keluar dari
badan. Tersebarlah berpuluh puluh bunga api ketengah udara,
kemudian laksana bintang kejora berjatuhan keempat penjuru.
Dalam getaran yang terakhir ia telah menggetar hancurkan
seluruh pakaian yang melekat di atas tubuhnya, bersamaan itu
pula ia sudah memaksa keluar seluruh jilatan api yang
bersumber dari lubang pori porinya, dengan demikian maka
iapun pada saat ini jadi telanjang bulat, tak sehe lai
bennngpun yang melekat ditubuhnya.
Goan Ci Tiong menjerit kaget, laksana anak panah yang
terlepas dari busur dalam beberapa kali loncatan ia menjauhi
tempat kejadian dan melarikan diri.
Menyaksikan pihak musuh lari, tanpa memperdulikan
segala apapun Liem Kian Hoo meloncat bangun dan siap
melakukan pengejaran.
"Liem Kongcu ! " Ong Bwee Chi segera ber teriak keras, "
Musuh rudin tak perlu dikejar lebih jauh, perhatikan kesehatan
badan sendiri..."
Mengungkap tentang Badan, sianak mudaitu mendusin
keadaan yang mengenaskan daripada dirinya, buru-buru ia
menerobos kedalam rerumputan dan menyembunyikan diri
disitu, "Liem Kongcu ! bagaimanakah keadaan Iuka ditubuhmu " "
buru-buru Ong Bwee Chi berseru sambil berjalan
menghampiri. Liem Kian Hoo memeriksa sekejap keadaan tubuhnya, ia
lihat banyak gelembung gelembung air muncul diatas
badannya dan ketika itu terasa sakit sekali.
Namun teringat keadaan dirinya yang bugilt tanpa
memperdulikan rasa sakit lagi ia berteriak:
"Nona Ong ! carikanlah sedikit benda yang dapat menutupi
tubuhku". Sebenarnya Ong Bwee Chi hendak menyingkap rumput
untuk memeriksa keadaan lukanya, namun sehabis
mrendengar teriaktan tersebut ia qbaru teringat brilamana
sianak muda itu sedang berada dalam keadaan bugil, tak
kuasa lagi merah padam selembar wajahnya, cepat-cepat ia
mengundurkan diri.
Permintaan yang diajukan sianak muda itupun membuat ia
serba salah, sebab pada saat ini ia sendiripun memakai
seperangkat baju ringkas yang tak mungkin bisa diberikan
kepada orang lain, setelah termangu mangu beberapa saat
lamanya ia baru teringat bahwa mantel berwarna hitamnya
masih tertinggal disisi kobaran api palsu, buru-buru ia
mengenakan serat Peng-Wan-Ciauw-Siauw untuk melewati
lautan api guna mengambil pakaian tersebut kemudian
dilempar kedalam rerumputan.
Beberapa saat kemudian Liem Kian Hoo te lah merangkak
keluar dari balik rerumputan, menyasikan keadaan sianak
muda itu meski wajahnya masih kelihatan kaget dan tegang
namun tak kuasa lagi Ong Bwee Chi tertawa terbahak-bahak.
Perawakan tubuh mereka berdua berbeda jauh, dengan
sendirinya pakaian hitam yang dikenakan sianak muda itu
cuma bisa menutupi sampai lututnya belaka, keadaannya jadi
lucu sekali, kakinya telanjang, mukanya hitam dan rambutnya
hangus, potongan Kian Hoo ketika itu benar-benar
mengenaskan sekali.
"Wajahku tentu amat mengenaskan bukan ?" kata Liem
Kian Hoo dengan nada jengah.
"Haaaa.... haaaa.... haaaa... siapa yang bilang ?" Seru Ong
Bwee Chi sambil menahan rasa gelinya. "pakaian yang kau
kenakan adalah baju perempuan, namun berada diatas
tubuhmu kelihatan jauh lebih indah daripada dikenakan oleh
kaum wanita sendiri, ada orang mengatakan walaupun See-
Sie berada dalam keadaan rambut yang awut awutan dan baju
yang kusut namun kecantikan wajahnya tak akan berkurang
aku rasa ucapan ini pantas sekali kalau dipersembahkan untuk
anda !". Merah jengah selembar wajah Liem Kian Hoo.
"Nona Ong, harap kau jangan mentertawakan diriku lagi..."
mohonnya. "Aaai... perbuatan Goan Ci Tiong benar benar
mengerikan.".
"Hmmm ! seandainya kau suka mendengarkan nasehatku
dan kita berjalan keluar sambil mengenakan serat Peng-Wan-
Ciauw Siauw, bukankah kau tak usah menderita kerugian
sebesar ini ?".
"Dibicarakan pada saat ini apa gunanya " seandainya aku
tidak menelan pil Peng-Soat-Wan yang nona berikan kepadaku
tadi, mungkin pada saat ini seluruh badanku sudah terbakar
oleh api beracun itu. bahkan tenaga untuk menolong diri
sendiripun tak ada !".
Melihat sianak muda itu sudah menyesali atas
perbuatannya, Bwee Chi merasa tidak enak hati untuk
mengejek lebih jauh, maka dengan nada penuh perhatian ia
bertanya: "Bagaimana keadaan luka di tubuhmu ?".
"Luka parah sih tidak ada, cuma banyak gelembung
gelembung air muncul diatas tubuh ku !".
"Oooouw ! keluar gelembung air diatas tubuhmu " " Seru
Sang dara dengan nada cemas, jangan sekali-kali kau
pecahkan gelembung air tersebut, sebab api yang membakar
tubuhmu itu mengandung racun yang maha dahsyat, untung
pil Peng-Soat-Wan bisa melenyapkan racun api, mari kita
cepat cepat mencari tempat pemondokan kemudian
mempolesi gelembung air diatas tubuhmu dengan Peng-Soat-
Wan, kalau tidak mungkin akan mendatangkan bencana
bagimu dikemudian hari!"
"Kita membutuhkan waktu beberapa lama untuk
menyembuhkan luka luka itu ?"
"Pil Peng-Soat-Wan mempunyai daya kasiat yang sangat
tinggi, asalkan dipoleskan diatas luka maka dalam dua tiga
hari saja luka lukamu akan sembuh kembali ".
"Aaaai...! pingin cepat akhirnya jadi lambat, semoga saja
selama dua tiga hari ini tidak sampai terjadi sesuatu hal yang
luar biasa !".
Ong Bwee Chi tertawa.
"Gelisahpun tak berguna." katanya. " Siapa suruh kau tidak
mau dengarkan perkataanku ?" Liem Kian Hoo mengerutkan
alisnya, sebelum ia sempat berbicara Ong Bwee Chi sudah
mengerti akan maksud hatinya, buru buru ujarnya kembali:
"Janganlah kau terburu buru ingin melanjutkan perjalanan
apabila gelembung air diatas tubuhmu tidak cepat-cepat
dilenyapkan, bakal keracunan atau tidak perlu bita bicarakan,
cukup asal kulitmu robek dan air darah yang amis mengucur
keluar tiada hentinya, keadaan tersebut sudah cukup untuk
menyiksa dirimu".
Liem Kian Hoo menghela napas panjang dan
membungkam, Dara tersebut telah mengutarakan keluar
seluruh isi hatinya, ia sadar kecuali beristirahat selama
beberapa hari dengan sabarkan hati tak ada cara lain yang
bisa menolong dirinya.
Ong Bwee Chi ambil keluar dua butir pil Peng-Soat-Wan
dan suruh dia menelan kemudian melanjutkan perjalanan
lambat-lambat. Liem Kian Hoo benar-benar risau dan gelisah, namun ia tak
berani melanjutkan perjalanan terlalu cepat, sebab Ong Bwee
Chi sudah menerangkan kelihayan dari api beracun itu, apabila
gelembung diatas tubuhnya sampai pecah maka racun yang
mengalir keluar akan membusukan kulit badan dibagian yang
lain, kalau sampai demikian adanya maka bukan saja
perjalanannya akan tertunda beberapa hari mungkin malah
berbulan bulan lamanya.
Untung tak selang beberapa saat mereka melakukan
perjalanan sampailah disebuah kota keciI. Mereka mencari
sebuah rumah penginapan dan beristirahat dengan tenang
selama dua hari,
Pil Peng-Soat-Wan benar-benar manjur sekali, bukan saja
gelembung air itu lenyap tak berbekas bahkan kulit badannya
telah rata kembali seperti sedia kala.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan kemudian atas kerugian
yang diderita akibat kecerobohannya kali ini, ia merasa besar
sekali kerugian yang didapatkan, kecuali banyak waktu sudah
terbuang juga sebutir mutiara serta sebatang seruling emas
boleh dibilang banyak benda berharga lainnya ikut terbakar
habis dalam peristiwa ini. Tersebut juga catatan seruling yang
diserahkan Liuw Boe Hwie kepadanya.
Untung catatan rahasia itu sudah hapal diluar kepala
sedang kitab catatan ilmu silat yang di tinggalkan Soen Tong
Hay pun berada ditangan Liuw Boe Hwie, kalau tidak mungkin
ia akan merasa menyesal akibat kejadian itu.
Perjalanan yang kemudian dilangsungkan aman tenteram
dan tidak menemui hadangan lain, setelah mereka digunung
Thay-Heng-san, tetapi pada saat itulah kembali Liem Kian Hoo
menemukan suatu hal baru yang merisaukan hatinya.
Ia teringat bahwa Liuw Boe Hwie serta Soen Tong sekalian
berangkat hanya terlambat sehari daripada dirinya, namun
untuk menyembuhkan luka api tersebut ia sudah membuang
waktu dua hari, dus berarti dengan perjalanan yang dilakukan
Liuw Boe Hwie sekalian, rombongan tersebut pasti berhasil
disusul oleh dirinya beserta Ong Bwee Chi yang melakukan
perjalanan siang malam.Tetapi mengapa sampai waktu itu
belum ada kabar beritanya barang sedikitpun "
Persoalan inilah yang membuat ia risau, apa lagi keadaan
ayahnya yang tidak begitu jelas semakin merisaukan hatinya,
maka yang ia pikirkan saat ini adalah cepat cepat naik
gunung. Ketika Liem Kian Hoo serta Ong Bwee Chi tiba dikaki
gunung Thay-Heng san, mereka segera meneruskan
perjalanannya untuk mendaki gunung tadi, dua hari sudah
mereka buang untuk mengarungi daerah pegunungan seluruh
tujuh ratus li persegi namun hasilnya nihil, hal ini membuat
mereka jadi kecewa.
Kiranya gunung-Thay-Heng-san merupakan sebuah gunung
yang penuh dengan tebing yang tinggi lagi curam serta hutan
yang lebat, jarang sekali pemburu yang berdiam disana,
jangan dikata untuk mencari jejak Liem Koei Lin serta Toan
Kiem Hoa, bahkan bayangan dari Kauw Heng Hu sekalianpun
tidak nampak. Peristiwa ini tentu saja membuat sianak muda itu jadi
gelisah bercampur cemas bagaikan seekor lalat tak berkepala,
ia lari kesana kemari mencari tanpa tujuan, apabila Ong Bwee
Chi tidak menasehati dirinya terus menerus mungkin sianak
muda itu sudah dibikin sinting saking gelisahnya.
Menurut pandangan Ong Bwee Chi, ia merasa setelah Toan
Kiem Hoa menderita luka parah dalam didalam kolong langit
cuma ada seseorang tokoh sakti yang telah lama
mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan bahkan
punya kepandaian yang luar biasa tentang ilmu pertabiban.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seandainya digunung Thay-Heng-san benar-benar terdapat
seorang tabib yang begitu lihay, maka beberapa orang
diantara pemburu yang berdiam disekitar gunung itu tentu
pernah menerima budinya, maka untuk mencari kabar berita
tentang tabib tersebut harus mencari dari mulut orang-orang
itu. Liem Kian Hoo mempunyai pandangan yang berbeda
dengan dara tersebut, tetapi berada dalam keadaan seperti ini
ia tak dapat berbuat lain kecuali menuruti cara dari gadis itu
untuk mencari kabar dari para pemburu yang berdiam
disekitar sana.
Siapa sangka belasan orang yang mereka tanyai, semuanya
geleng kepala sambil menjawab:
"Tidak tahu !".
Hanya dua patah kata itu belaka dan tak ada tambahan
kata kata lain, walaupun begita bagi Ong Bwee Chi yang
memperhatikan mimik wajah orang-orang itu dengan
seksama, ia tahu kalau jawaban itu tidak jujur dan iapun sadar
tentu mereka mem punyai suatu kesulitan yang tak bisa
diutarakan kepada orang lain.
Ketika mereka menanyai orang yang keempat belas, orang
itu adalah seorang gadis dusun yang mencari sesuap nasi
dengan menangkap ular, didalam rumahnya banyak sekali
terdapat keranjang bambu yang digununakan untuk
menyimpan ular bahkan memelihara pula beberapa ekor ular
beracun, disamping itu dalam rumahnya tergantung pula
berapa stel baju pria, mungkin pakaian suaminya atau
ayahnya yang naik gunung mencari ular dan belum pulang.
Dalam usahanya yang keempat belas ini kembali Ong Bwee
Chi serta Liem Kian Hoo tidak berhasil memperoleh hasil yang
diharapkan, jawaban yang mereka terima tetap cuma dua
patah kata belaka:
"Tidak tahu !".
Dalam keadaan seperti ini mendadak suatu ingatan
berkelebat dalam benak Ong Bwee Chi, ia masuk kedalam
rumah gadis dusun itu dan melepaskan ular beracun yang
sedang dipelihara didalam keranjang bambu tadi.
Menyaksikan perbuatan dara itu, gadis dusun tersebut
buru-buru lari masuk hendak menghalangi perbuatannya,
siapa sangka pada saat itulah tiba tiba Ong Bwee Chi menotok
jalan darahnya, lalu menangkap salah seekor ular kecil bersisik
merah dan memagutkan ular tersebut keatas iga gadis
tersebut. Setelah itu ia membinasakan ular tersebut dan disusupkan
kedalam genggaman gadis dusun itu, selesai berbuat demikian
ia tarik tangan Liem Kian Hoo untuk berlalu.
Terhadap tingkah laku Ong Bwee Chi yang aneh dan
kukoay ini, Liem Kian Hoo jadi tercengang, ia hendak turun
tangan menghalangi perbuatannya namun dengan wajah
serius gadis itu segera menegur:
"Seandainya kau ingin mengetahui jejak serta kabar berita
dari ayahmu, lebih baik pada saat ini janganlah mencampuri
urusan orang lain !"
Walaupun Liem Kian Hoo belum paham dengan maksud
tujuannya, tetapi bergaul selama beberapa hari ini ia merasa
bahwa Ong Bwee Chi adalah seorang gadis yang budiman dan
penuh welas kasih, ia tidak mungkin akan melakukan
perbuatan yang keji dan telegas tanpa sesuatu alasan, maka
dengan hati setengah percaya setengah tidak ia biarkan dara
tersebut berbuat sekehendak hatinya.
Ong Bwee Chi menarik tangan Liem Kian Hoo untuk
bersembunyi dibelakang sebuah batu cadas, lalu dengan
bangga ujarnya:
"Nanti apabila keluarganya pulang, aku percaya orang yang
sedang kita cari segera akan ditemukan. Ular yang kugunakan
untuk memagut iga gadis dusun itu bernama Hoa-Bi-Lian dan
merupakan salah satu diantara lima ekor ular paling beracun
dikolong langit, setelah kena terpagut maka dalam waktu
singkat seseorang bisa menemui ajalnya."
"Aaaah, seandainya tidak kunjung kembali bukankah dia
bakal mati..." seru sianak muda itu kaget.
"Kau tak usah kuatir, aku telah menotok jalan darah Hu-
Hwie serta Pak-Ciat-hiat nya, dengan begitu sari racun yang
terhisap kedalam tubuhnya tidak akan menyerang jantung,
Untuk sementara waktu ia memang merasa tersiksa namun
tidak sampai membahayakan jiwanya.".
Liem Kian Hoo berpikir sejenakb lalu berkata kdembali:
"Bagaimaanapun juga akub merasa cara ini kurang sesuai
untuk kita gunakan, seandainya mereka benar-benar tidak
tahu tempat tinggal dari tokoh sakti itu, lalu bagaimana
jadinya ?".
"Dugaanku tidak bakal meleset" sahut Ong Bwee Chi sambil
tertawa dingin, "Orang-orang itu pasti tahu akan kabar
beritanya, namun berhubung mereka sudah mendapat pesan
agar jangan membocorkan rahasianya, bila gadis itu benarbenar
mati, aku bisa mengiringi pula kematiannya !".
Melihat gadis itu gusar, lagipu!a teringat bahwa ia berbuat
demikian demi kebaikannya terpaksa Liem Kian Hoo
membungkam dalam seribu bahasa. Setelah menanti lama
sekali tidak salah lagi, dari tempat kejauhan muncul seorang
lelaki setengah baya yang menggendong keranjang bambu
dipunggungnya, ketika tiba didepan pintu ia lantas berteriak:
"A-Kim ! akhirnya ini hari kita berhasil menangkap ular
rasaksa tersebut, nanti kita bisa kirimkan ular tersebut kepada
Ban Loo Ya-cy, seandainya ia tahu akan berita ini pasti akan
kegirangan setengah mati.".
Sembari berkata ia melangkah masuk kedalam rumah,
namun dengan cepat lelaki setengah baya itu sudah menjerit
kembali dengan nada kaget:
"A-Kim, kenapa kau ".
Agaknya ia sudah menemukan perubahan yang terjadi
dalam rumah itu, setelah berkumandang suara jeritan tadi
terdengarlah suara yang sangat ribut disusul suara lelaki tadi
sambil mrnahan isak tangis berteriak tiada hentinya:
"A-Kim... A-Kim...".
Liem Kian Hoo merasa amat tidak tenteram dengan
peristiwa lersebut, sebelum ia sempat berbuat sesuatu tiba
tiba terasa Ong Bw'ee Chi menyentuh lengannya sambil
memberi tanda agar ia menengok keluar.
Tampaklah lelaki setengah baya itu sambil tetap
mengendong keranjang bambu tersebut segera menyambar
tubuh gadis dusun yang berada dalam keadaan tidak sadar
tadi dan buru-buru lari keluar.
Ong Bwee Chi mengedipkan separang matanya dan
tersenyum kearah sang pemuda untuk menunjukkan rasa
bangga, menanbti lelaki tadi dsudah pergi jauah mereka
berduab baru munculkan diri dari tempat persembunyian dan
menguntit secara diam-diam.
Agaknya lelaki setengah baya itu merasa amat cemas dan
ingin buru-buru menolong orang, maka sepanjang perjalanan
ia berlari terus tanpa memperdulikan apakah di belakangnya
ada orang yang menguntit atau tidak, kurang lebih setelah
berlari satu jam lamanya sampailah ia didepan sebuah dinding
tebing yang menjulang tinggi ke angkasa, lelaki tadi segera
menarik-narik tali rotan yang tergantung ditebing tersebut.
"Sungguh tak nyana diatas tebing curam itupun terdapat
hal hal yang luar biasa." Bisik Liem Kian Hoo tak tahan lagi.
Tampaklah tebing bukit itu menjulang tinggi keangkasa,
bukan saja curam bahkan boleh dikata tegak lurus dan tak
mungkin bisa didaki oleh siapapun, tidak aneh kalau mereka
tidak menemukan jejak seorang manusiapun kendati sudah
beberapa kali melewati tempat itu.
Terlihatlah lelaki itu menarik narik tali rotan itu semakin
gencar, beberapa saat kemudian terde ngarlah seseorang
menegur dari atas bukit dengan suara berat:
"Siapa ?".
"Ban Loo Ya-cu, hamba adalah Tan Loo-toa !" sahut pria itu
dengan suara keras.
"Bukankah aku sudah berpesan bahwa selama beberapa
hari ini kalian dilarang mengganggu diriku " apa maksudmu
datang kemari ?" hardik orang yang ada diatas bukit dengan
nada gusar. "Putri hamba AKim telah terpagut ular berbisa Hoa-Bi-Xian,
hamba mohon bantuan dari kau orang tua agar suka
menyembuhkan lukanya!"
"Gentong nasi ! bangsat ! sungguh memalukan sekali,
bukankah kaupun seorang tukang tangkap ular " setelah
tergigit oleh ular Hoa-Bi-Lian apa bisa tertolong lagi " aku
cuma bisa mengobati penyakit, tak dapat mengobati nyawa
yang mau melayang!"
"Ban Loo Ya-cu ! " rengek pria itu setengah sesenggukan
"A-Kim benar benar belum mati, harap Loo-cu suka berbelas
kasihan dan menyelamatkan selembar jiwa putriku !".
Orang yang ada diatas bukit termenung beberapa saat
lamanya, setelah itu baru bertanya:
"Dia belum mati " bagaimanakah keadaannya pada saat ini
?". "Jantungnya masrih berdenyut, dtari mulut lukanqya
mengalir kelruar air warna hitam dan daya kerja racunnya
belum menyebar luas, sekarang ia jatuh tidak sadarkan diri
dan seperti tertidur pulas, badannya sama sekali tak
berkutik..."
"Bagian manakah yang terpagut ular berbisa itu ?".
"Diatas dadanya !". Orang yang berada diatas kembali
termenung beberapa saat lamanya lalu ujarnya lagi:
"Selama setengah bulan mendatang ia tidak bakal mati,
sekarang kau tak usah gelisah, bawalah pulang lebih dahulu,
aku bisa berkunjung ke-tempat tinggalmu untuk
menyembuhkan lukanya ini hari mungkin...".
"Loo Ya-cu ! mungkinkah jiwanya bisaber tahan selama
setengah bulan..." keluh pria itu sambil menangis,
"Bangsat ! keparat ! aku bilang ia tak bakal mati pasti tak
bakal mati !..." maki orang yang ada diatas bukit semakin
gusar. "Kalau ia sampai mati, akan kuganti selembar jiwanya!
apakah ucapanku pun kau tidak percaya...".
Agaknya pria setengah baya itu menaruh kepercayaan yang
luar biasa terhadap orang yang diatas bukit itu, bukan saja
percaya bahkan menaruh pula rasa hormat, mendengar
bentakan tadi ia lantas menggendong tubuh gadis tersebut
siap meninggalkan tempat itu.
Liem Kian Hoo serta Ong Bwee Chi yang mengikuti
dibelakang pria itu jadi sangat kecewa sekali.
Sebab walaupun suara orang itu berkumandang dari atas
bukit namun tak dapat kedengaran dimanakah orang itu
menyembunyikan diri, satu satunya hal yang bisa ditentukan
adalah suara itu bukan berasal dari puncak tebing, sebaliknya
berasal dari balik dinding tebing.
Tebing itu licin lagi tegak lurus, sama sekali tak ada tempat
yang bisa digunakan untuk berpijak kaki, dimanakah orang itu
menyembunyikan diri.
Letaki itu berjalan beberapa langkah meninggalkan tempat
itu, tiba-tiba ia berhenti kembali dan sekali lagi menarik tali
rotan tersebut "Tan Loo-toa! " terdengar orang yang ada diatas bukit
kembali memaki dengan gusarnya. "Bukankah aku suruh kau
pulang lebih dahulu " mengapa kau masih banyak bacot disini
" kalau kau cari gara gara terus disini. hati-hati ! bisa jadi aku
tidak akan mengurusi putrimu lagi !".
" Loo Ya-cu ! " ujar pria itu dengan nada hormat. "Ular
rasaksa yang kau inginkan telah berhasil kutangkap !".
"Benar ?" jerit orang diatas bukit dengan gembira, " Apakah
ular yang berhasil kau tangkap adalah ular yang kumaksudkan
?". "Sedikitpun tidak salah ! hamba telah bertindak menuruti
perintah kau orang tua, sampai ini hari siang aku selalu
berjaga jaga disisi gua-nya, dan tadi ular tersebut munculkan
diri maka aku segera menghadang jalan baliknya dan
merobohkan ular tersebut dengan bubuk belirang, ternyata
ular itu benar benar berhasil kutangkap..."
Suasana hening mencekam dipuncak bukit tersebut,
akhirnya dari balik rerumputan diatas tebing bukit itu muncul
sebuah keranjang bambu yang amat besar dan dilemparkan
kebawah, keranjang itu dihubungkan dengan sebuah tali.
Pria itu buru-buru menggendong putrinya duduk didalam
keranjang bambu itu, kemudian bagaikan terbang keranjang
tadi ditarik naik keatas tebing.
Menyasikan kejadian itu Liem Kian Hoo merasa sangat
gembira, ia siap mengejar dari belakang namun perbuatannya
ini dengan cepat dihalangi oleh Ong Bwee Chi.
Dengan cepat keranjang bambu itu ditarik naik keatas
tebing dan akhirnya lenyap dibalik rerumputan, Liem Kian Hoo
yang perjalanannya di halangi Bwee Chi jadi sangat cemas,
gerutunya: "Tempat itu tingginya mencapai puluhan tombak, sekalipun
kita mempunyai ilmu meringankan tubuh yang lebih sempurna
pun jangan harap bisa naik kesitu, dengan perbuatanmu
barusan, coba bayangkan kita harus naik keatas dengan cara
apa ?". "Apakah kau ada maksud untuk ikut naik keatas tebing itu
dengan nunut dibawah keranjang yang dipakai dua orang itu
?". "Kecuali cara ini, apakah kau mempunyai jalan lain?" tanya
Kian Hoo dengan mata meIotot.
"Cara lain sih belum berhasil kudapatkan namun aku tahu
seandainya kita menggunakan ca ra ini niscaya kita tak bakal
berhasil naik keatas !"
"Bagaimana kau bisa tahu ?"
"Gampang sekali untuk menerangbkan alasan tersdebut,
sitokoh saakti Ban Loo Yab-cu sengaja mencari tempat yang ia
tak suka diganggu oleh kehadiran orang lain, kita sudah lama
sekali mencari jejaknya, tentu iapun sudah tahu akan hal ini,
apa bila ia ingin berjumpa dengan kita sejak semula orang itu
sudah munculkan diri untuk mencari kita berdua, tetapi kalau
ditinjau dari sikapnya pada saat ini jelas orang itu tak mau
bertemu dengan kita, apabila kita bersikiras untuk ikut nunut
didalam keranjang tadi, seandainya ia merasakan bobot yang
berbeda dan tak suka menarik kita keatas, kemungkinan besar
ia bisa melemparkan tubuhmu dari tengah udara.".
"Lalu apa yang harus kita lakukan saat ini ?" tanya Kian
Hoo melengak, Ong Bwee Chi tertawa misterius.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cara adalah suatu hasil pemikiran seseorang asal kita
sudah tahu tempatnya, aku rasa tidak sulit untuk mendaki
bukit tersebut" katanya.
Liem Kian Hoo tahu kalau gadis itu sudah punya rencana
matang dalam benaknya, buru-buru ia menjura dalam dan
berkata: "Nona Ong, aku tahu kecerdasanmu melebihi orang lain,
cepatlah katakan caramu itu !".
Ong Bwee Chi tersenyum, sambil menuding kearah rotan
yang tergantung kebawah bukit ujarnya:
"Rotan itu bukankah merupakan tangga yang paling tepat
bagi kita untuk mendaki tebing bukit ini " Ban Loo Ya-cu
tersebut sengaja menaruh seutas tali rotan yang terkulai
kebawah bukit tujuannya bukan lain sebagai alat untuk
berhubungan berita dengan orang bawah, namun kita bisa
menggunakan benda itu sebagai alat untuk naik keatas !".
Seolah-olah baru mendusin dari impian, Liem Kian Hoo
berseru tertahan, ia ada maksud untuk lari keluar dan
memanjat bukit dengan rotan itu namun kembali Ong Bwee
Chi mencegah: "Tunggu sebentar ! apa bila kau berbuat de mikian, ia yang
sudah mendapat kabar berita lebih dahulu pasti akan turun
tangan menghalangi maksud kita untuk naik, oleh sebab itu
apabila kita hendak mendaki keatas maka kita harus
melakukannya dikala ia tidak sadar dan ia tidak menduga
sama sekali !".
Liem Kian Hoo berdiri tertegunb, ia tak paham dapa yang
dimaksaudkan gadis terbsebut, sambil garuk-garuk kepala
tanyanya: "Lalu kau punya apa lagi ?"
"Tentu saja menggunakan rotan tersebut, namun tanpa
menggerakan benda itu barang sedikitpun !".
"Walaupun gerakan tubuh kita ringan bagaikan kapas,
sedikit banyak masih ada pula yang dinamakan bobot badan."
kata sang pemuda serba salah dan semakin tidak mengerti.
"Kalau kau suruh memakai rotan itu untuk mendaki namun
melarang untuk menggoyangkannya, hal ini boleh dikata
merupakan suatu hal yang tak mungkin bisa kita lakukan !".
"Justru hal-hal yang tak mungkin terjadi akan kulakukan
hingga mungkin terjadi, Nah, ikutilah diriku !" seru Ong Bwee
Chi sambil tertawa bangga.
Terpaksa Liem Kian Hoo mengikuti dibelakang dara
tersebut, setibanya dibawah tebing Ong Bwee Chi ambil keluar
dua bilah pisau belati yang tajam dari pinggangnya dan
serahkan sebilah diantaranya ketangan sianak muda itu,
kemudian sambil tertawa ia berkata:
"Pisau belati ini tajamnya luar biasa, bawa lah benda itu
dan tirukan saja apa yang aku lakukan !".
Dengan pandangan bodoh Liem Kian Hoo menerima pisau
belatinya yang digenggam ditangan segera ditusukkan kearah
batu gunung didinding tebing lalu bergelantungan ditengah
udara, setelah itu tangan yang lain mencekal tali rotan itu
kencang kencang dan memberi tanda kepada Liem Kian Hoo.
Dengan cepat sianak muda itu dapat memakai cara yang
digunakan gadis tersebut, buru-buru ia gigit pisau belati itu
dimulut kemudian sepasang tangannya mencekal tali rotan
tadi dan memanjat naik keatas, oleh karena Ong Bwee Chi
sudah me narik rotan itu lebih dahulu keatas, maka dengan
sendirinya ujung rotan yang ada disebelah atas sama sekali
tidak menunjukkan tanda apa apa.
Menanti sianak muda sudah tiba disisi Ong Bwee Chi, tanpa
menunggu perintahnya ia segera keluarkan tungan sebelahnya
untuk menusukkan pisau belatinya keatas batu gunung,
setelah itu ia tepuk bahu sendiri.
Ong Bwee Chi terrsenyum dan mentgangguk ujung
kqakinya menginjark diatas bahu Kian Hoo dan meminjam
tempat pijakan tersebut badannya meloncat kembali ketengah
udara setinggi satu tombak, lalu dengan cara yang sama
menarik sianak muda itu naik keatas.
Begitulah segera bergilir dan saling bantu membantu,
dalam sekejap mata Ong Bwee Chi serta Liem Kian Hoo sudah
berada kurang lebih tiga puluh tombak dari atas permukaan,
kalau dihitung hitung maka mereka tinggal mendaki dua puluh
tombak lagi untuk mencapai rerumputan tersebut.
Siapa sangka diluar dugaan mereka ternyata tali rotan itu
berakhir disana, ujung rotan sebelah atas dihubungkan lewat
sebuah lubang kecil yang ada diatas dinding dan gua itu
besarnya cuma sekepalan, tidak mungkin bagi seseorang
untuk menerobos masuk.
Menyaksikan kejadian itu Liem Kian Hoo memandang
kearah Ong Bwee Chi dan tertawa getir, ia menunjukkan suatu
perbuatan apa boleh buat.
Sambil kerutkan dahi Ong Bwee Chi berpikir beberapa saat
lamanya, tiba-tiba ia angkat kakinya dan ditunjukkan kepada
Kian Hoo yang menunjukkan bahwa ia membutuhkan tempat
untuk berpijak.
Liem Kian Hoo tertegun, dengan suara lirih segera serunya.
"Masih ada dua puluh tombak lebih, mana mungkin kau
bisa loncat keatas ?".
Ong Bwee Chi tetap bersikeras menunjukkan tanda
tersebut terpaksa Liem Kian Hoo menekuk lututnya dan
membiarkan dara itu berdiri diatas kakinya.
Dengan sangat berhati-hati Ong Bwee Chi mencekal tali
rotan tersebut dan memotongnya sampai putus, setelah itu ia
berdiri lurus dan menusukkan pisau belatinya keatas batu
dinding. Kali ini berhubung ia membawa tali rotan yang panjangnya
puluhan tombak bobot badannya jadi makin bertambah
panjang lenganya paling hanya mencapai ketinggian tujuh
depa belaka. Liem Kian Hoo kerutkan dahinya, ia merasa apabila harus
mendaki naik dengan cara begini mungkin sebelum mencapai
diatas puncak ia sudah mati kecapaian, sebab bobot rotan itu
sendiri sudah mencapai seratus kati, ditambah bobot seorang
manusia dan harus bergelantungan diatas pisau belati dengan
andalkan tangan sebelah, bagaimanapun cara ini sangat
membuang tenaga.
Maka dari itu sewaktu tubuhnya merangkak naik dan tiba
disisi tubuh Ong Bwee Chi, mendadak sianak muda itu
menemukan suatu akal, ia tidak buru-buru merangkak naik
namun menggunakan sepasang kakinya untuk menjepit rotan
tersebut guna mempertahankan tubuhnya, setelah itu ia
membuat sebuah lubang kecil diatas dinding dengan memakai
pisau belatinya, setelah itu ia baru memotong rotan tadi
sepanjang beberapa tombak sedang sisanya ia biarkan tetap
bergelantungan dibawah dengan ujung rotan tersebut
ditancapkan kedalam lubang yang baru ia buat.
Menyaksikan perbuatan sianak muda itu Ong Bwee Chi
tersenyum, ujarnya:
"Aku sedang menguatirkan bahwa tenaga kita tidak cukup
dan ada maksud untuk memotong rotan tersebut, namun
akupun takut apabila kita potong rotan tadi maka perbuatan
ini akan mengejutkan orang yang berada diatas, caramu untuk
mengatasi masalah ini benar-benar lihay sekali, bahkan jauh
lebih cerdik daripada diriku".
Liem Kian Hoo tersenyum, ia benarkan posisi bahunya biar
gadis itu menginjak tubuhnya sebagai tempat pijakan.
Berhubung beban yang dibawa semakin enteng maka
tenaga untuk merangkak naikpun semakin besar, gerakan
merekapun dengan sedirinya semakin cepat.
Dalam beberapa saat kemudian sampailah mereka disisi
rerumputan tersebut, kali ini demi keselamatan dan keamanan
Ong Bwee Chi, sianak muda itu mendaki keatas lebih duluan,
ia lihat tempat dimana mereka munculkan diri bukan lain
merupakan sebuah jalan sempit ditengah selat yang hanya
cukup dilalui oleh satu orang.
MuIut selat penuh tumbuh rerumputan yang tinggi lagi
subur, tempat itu terletak pula diatas dinding tebing yang
curam maka dengan sendirinya sulit ditemukan oleh orang
yang beradu dibawah, apabila tak ada orang yang membawa
jalan mimpipun mereka tidak akan menduga kalau diatas bukit
yang tegak lurus dan terpencil itu masih ada manusia yang
hidup disana. Keranjang bambu serta tali rami yang digunakan untuk
mengerek orang tadi naik keatas bukit masih terletak dimulut
selat tersebut Liem Kian Hoo menunggu Ong Bwee Chi sudah
naik keatas baru masuki selat tersebut dengan langkah hatihati.
Jalan sempit didalam selat itub memanjang ke-adrah
depan, makian jauh jalanan bitu semakin lebar dan akhirnya
sampailah mereka discbuah tanah lapang yang sangat luas.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah bukit yang berdiri
menyendiri itu terdapat sebuah dataran yang menekuk
kedalam serta luas sekali, dise keliling tanah lapang tadi
penuh berserakan batu-batu cadas yang besar dan tinggi,
boleh dikata tempat itu merupakan sebuah tempat misterius
yang bagus sekali untuk menyembunyikan diri.
Ketika itu lohor sudah lewat, sang surya condong kearah
barat, suasana dalam selat terasa dingin dan menyeramkan
hembusan angin menyambar kian kemari menusuk tulang,
meminjam sorotan cahaya sang surya dari balik gunung
tampaklah ditengah lapangan tiidi berdiri berpuluh buah
rumah batu, sekeliling rumah rumah batu itu tumbuh rumput
dan bunga yang aneh serba aneka ragam jenisnya.
Setelah tiba ditempat itu, Liem Kian Hoo takut diusir orang
lagi, ia menghembuskan napas panjang dan bergumam:
"Sungguh tak nyana ditempat ini masih terdapat dunia lain
yang begini indah !"
Sebaliknya Ong Bwee Chi memperhatikan rerumputan yang
tumbuh disekitar sana dengan seksama, lalu berkata:
"Ban Loo Ya-cu ini benar-benar seorang tabib sakti !
rumput obat serta bunga obat tumbuh ditempat ini tak
sebuahpun yang bukan benda-benda berharga, entah
bagaimana sulitnya ketika ia mengumpulkan bibit-bibit rumput
dan bunga itu yang kemudian menanamnya disini !"
"Nona Ong, agaknya kau punya pengertian yang mendalam
sekali tentang ilmu pertabiban." goda Kian Hoo sambil
tertawa. Ong Bwee Chi tertawa hambar.
"Aku cuma mengerti sedikit sekali" sahutnya, "sewaktu aku
masih kecil seringkali aku ikut belajar ilmu obat obatan dari
ayahku almarhum, dahulu ayahku pun punya pengetahuan
yang sangat luas tentang kepandaian tersebut, sayang terlalu
cepat ia meninggal dunia, kalau tidak mungkin aku masih bisa
mendapatkan pelajaran yang lebih banyak lagi !".
Mengingat tentang ayahnya, sepasang mata dara tersebut
jadi memerah, Liem Kian Hoo sama sekali tidak mengira
ucapan yabng diutarakan sdecara bergurau aitu sudah
membabngkitkan rasa sedih dalam hatinya:
Buru-buru sambil tertawa:
"Padahal dengan kecerdasan serta pengetahuan yang nona
Ong miliki sekarang, jarang sekali orang yang ada dikolong
langit dewasa ini bisa menandingi kecerdikanmu, terutama
sekali akal nona Ong dikala hendak mendaki bukit ini,
pengetahuan serta pengalamanmu benar-benar membuat
cayhe merasa sangat kagum !".
Sudah tentu Ong Bwee Chi pun mengerti akan maksud
tujuannya, dalam hati ia merasa terharu sekali, sambil tertawa
hambar segera ujarnya: "Tidak berani kuterima pujianmu yang
setinggi langit itu, akupun tidak berani terlalu menyanjung
kehebatan ayahku, Apakah kau lupa bahwa ayahmu pun
seorang tokoh sakti yang berkepandaian silat amat lihay
namun pintar merahasiakan asal-usulnya selama puluhan
tahun " seandainya tiada Kauw Heng Hu yang dibikin garagara
mungkin dia orang tuapun belum suka munculka diri...
disamping itu siauw-moay pun mempunyai satu persoalan
yang selalu tersimpan dalam hatiku, entah sudikah Liem-heng
kasi penjelasan ?"
"Entah persoalan apakah yang hendak nona Ong tanyakan
kepadaku ?" tanya sang pemuda melengak.
Ong Bwee Chi tersenyum manis, "sebenarnya apakah
hubungannya antara ayahmu dengan Toan Kiem Hoa dari
wilayah Biauw ?" tanyanya.
"Nona Ong, apa sebabnya kau menanyakan persoalan ini
?". "Mungkin hal ini disebabkan siauw-moay suka mencampuri
urusan orang lain, tempo dulu siau w moay tidak tahu kalau
sijago aneh berkerudung itu adalah ayahmu, maka timbullah
suatu perasaan dalam hati siauw-moay bahwasannya
hubungan ayahmu dengan Toan Kiem Hoa tentu luar biasa
sekali !" "Berdasarkan alasan apakah kau mengatakan demikian ?".
"Dua orang gadis yang terkurung dalam penjara, aku
dengar salah satu diantaranya adalah bakal bini Liem heng,
namun ayahmu hanya menolong Toan Kiem Hoa seorang
belaka dari cengkeraman musuh, ditinjau dari sudut ini
jelaslah sudah bahwa diantara mereka berdua pasti pernah
terjalinr suatu hubungant yang sangat erqat !".
"Tentangr soal ini cayhe sendiripun kurang jelas." kata Liem
Kian Hoo tersipu-sipu. "Aku cuma tahu sewaktu masih muda
ayahku pernah berjumpa dengan Toan cianpwee, sebenarnya
apa yang pernah terjadi diantara mereka berdua, ayahku
maupun Toan cianpwee tidak pernah menceritakannya
kepadaku !".
"Ditinjau dari tindak tanduk serta sikap Liem heng, aku
berani memastikan bahwa ayahmu pada masa mudanya
tentulah seorang pendekar yang sangat romantis, kecantikan
Toan Kiem Hoa hingga kini tidak berkurang, bisa dibayangkan
betapa cantik jelitanya perempuan itu ketika masa mudanya,
memang sudah jamak kalau pendekar gagah mendapatkan
gadis jelita. Liem-heng, apakah kau merasa ucapan dari
siauw-moay rada keterlaluan ?"
Dari pembicaraannya dengan Toan Kiem Hoa tempo dulu,
sedikit banyak Kian Hoo telah berhasil mendapatkan suatu
bayangan atas apa yang pernah terjadi antara ayahnya
dengan perempuan Biauw itu dikala mereka milih muda, dan
kini apa yang diduga Ong Bwee Chi persis seperti apa yang
dibayangkan pula, meski demikian berhubung masalah ini
menyangkut perbuatan ayahnya dikala masih muda, sebagai
anak tentu saja ia tak berani mengaku atau pun membantah.
-oo0dw0oo-

Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jilid 12 MAKA DARI itu dengan wajah berubah merah jengah ia
tertawa kikuk dan membungkam.
Untung Ong Bwee Chi tidak mendesak lebih lanjut,
terdengar dara itu sambil menuding kearah rumah batu
dihadapan mereka serunya:
"Meskipun kita tidak tahu benarkah ayahmu pernah
berkunjung kemari atau tidak, namun aku rasa Ban Loo Ya-cu
bukan lain adalah orang yang hendak mereka cari, lebih baik
kita cepat-cepat menemui dirinya dan menanyakan persoalan
ini kepadanya !".
Liem Kian Hoo memang ingin cepat-cepat mengetahui jejak
ayahnya, selesai mendengar perkataan itu bagaikan seekor
burung yang terlepas dari sangkar ia melayang kearah kebun
bunga itu dan menerjang kearah rumah berbatu yang
berjejer-jejer dihadapannya.
Ong Bwee Chi menyusul dari belakang, ketika mereka
berdua tiba didepan rumah batu itu mendadadak sepasang
muda mudi ini berseru dan berdiri-tertegun.
Kiranya rumah-rumah batu itu meski terdiri dari puluhan
bangunan banyaknya, namun bebtuk serta potongannya
persis satu sama lainnya, bangunan pertama berjarak
beberapa tombak dari bangunan berikutnya dan bangunan
bangunan tersebut berhubungan satu dengan lainnya dengan
terowongan yang terbuat dari batu pula.
Yang paling aneh, ternyata diatas bangunan rumah batu itu
tidak nampak ada jendela maupun pintu untuk masuk
kedalam. Lagi pula beberapa puluh buah bangunan rumah batu itu
dari kejauhan tampak seperti bentuk rumah dengan dinding
dan atap, tetapi setelah didekati ternyata terdiri dari batu-batu
besar yang disusun dan ditempelkan satu sama lainnya
dengan rapat, sedikitpun tidak nampak ada celah atau lubang
barang sedikitpun jua.
Beberapa lingkaran sudah kedua orang itu mengintari
bangunan rumah batu itu, namun belum juga menemukan
pintu untuk masuk kedalam, Liem Kian Hoo jadi tercengang,
segera ujarnya:
"Mungkinkah didalam rumah batu ini ada manusianya ?".
"Siapa bilang tak ada penghuninya " kecuali orang yang
semula berdiam disini, tadi dengan mata kepala sendiri kita
saksikan orang penangkap ular itu dengan membawa putrinya
mendatangi pula tempat ini, aku rasa kecuali bangunan rumah
batu ini tak ada tempat lain untuk menyembunyikan diri !".
"Lalu darimana mereka masuk kedalam ?".
"Ada bangunan rumah tentu ada pintu masuknya, hanya
saja kita belum sempat menemukan pintu tersebut !".
Seraya berkata ia mulai meraba dinding batu bangunan
tersebut dan mengetuknya dengan seksama, agaknya dara
tersebut ada maksud menemukan pintu lewat cara itu.
Setengah harian sudah mereka mencari dengan susah
payah namun hasilnya tetap nihil, melihat akan hal tersebut
sambil tertawa getir Liem Kian Hoo berkata.
"Empat penjuru dari bangunan rumah ini tiada celah
maupun lubang, aku rasa pintu masuk tak mungkin ada
disana, atau kecuabli mereka telahd menggali sebuaah lubang
dan mebrangkak masuk lewati situ !".
Ucapan ini diutarakan tanpa maksud tertentu namun
segera menggerakkan hati Ong Bwee Chi yang cerdik.
"Sedikitpun tidak salah " ia berseru "Pintu masuk keluar
dari bangunan rumah batu ini terletak dibawah tanah, mereka
tentu sudah menggali sebuah terowongan untuk
menggabungkan dunia luar dengan bangunannya !".
Sembari berkata ia tinggalkan dinding batu dan mulai
melakukan pencarian disepanjang permukaan tanah, ketika itu
sang surya sudah terbenam, suasana gelap mulai mencekam
seluruh selat bahkan pemadangan disekeliling tempat itupun
mulai samar-samar dan sukar dibedakan. Terpaksa Ong Bwee
Chi menggunakan batu untuk mengetuk disekeliling
permukaan tanah disana.
Suara yang ditimbulkan oleh ketukan itu keras sekali, tetapi
dari balik bangunan rumah itu sama sekali tidak menunjukkan
suatu tanda apa-pun, Liem Kian Hoo tak bisa berbuat lain
terpaksa iapun mengikuti cara gadis itu mulai mengetuk
permukaan tanah.
"Aaaaah, kiranya terletak disini !" serunya.
Buru-buru Kian Hoo memburu kedepan, tampaklah Ong
Bwee Chi sedang membuka sebuah papan batu dari atas
tanah dan muncullah sebuah gua yang sangat dalam.
Dibalik penutup batu itu tertera beberapa huruf dan dapat
terbaca dengan jelas sekali, tulisan itu berbunyi:
"Pintu untuk memasuki dunia yang gelap tak bersinar !".
"Sungguh aneh pintu ini !" seru sianak mu da itu pula.
"Sssttt...! Ban Loo Ya-cu itu bisa memilih tempat seperti ini
untuk berdiam diri, aku duga tabiatnya tentu kukoay dan jauh
berbeda dengan manusia biasa." Seru Ong Bwee Chi memberi
peringatan. "Liem-heng, ada baiknya kau sedikit mengerem
mulutmu, janganlah membanding-bandingkan benda disini
seenaknya, daripada nantinya menimbulkan hal hal yang
kurang menyenangkan dari tuan rumah tempat ini !".
Merah jengah selembar wajah Kian Hoo, ia menyesal tadi
sudah bicara seenaknya, buru-buru ia bertanya dengan suara
lirih: "bApakah kita akadn turun kebawaha ?".
"Tentu sajba !" sahut Ong Bwee Chi sengaja memperkeras
suaranya. "Terang terangan tuan rumah sudah tahu akan
kehadiran kita, namun tetap tutup pintu tak sudi berkenalan
dengan kita berdua, padahal kita ada maksud untuk bertemu
maka terpaksa kita harus menerjang masuk dengan
mengurangi tata kesopanan !".
Liem Kian Hoo tahu gadis itu sedang memberi peringatan
kepada orang yang ada didalam rumah, dengan sabar ia
menanti beberapa saat lamanya diIuar gua.
Siapa sangka suasana tetap sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun, tiada jawaban yang muncul dari dalam
rumiih batu itu, lama kelamaan Kian Hoo tak kuasa menahan
sabar lagi, ia segera loncat masuk kedalam gua tersebut.
Didasar gua terbentang sebuah lorong yang gelap gulita
tidak nampak lima jari sendiri, terpaksa Kian Hoo ambil keluar
mutiara yang berada dalam sakunya, dengan andalkan cahaya
mutiara tadi perlahan-lahan ia bergerak kedepan.
Anak tangga yang ada didalam gua itu jelas merupakan
hasil karya manusia, dari rendah anak tangga tersebut makin
naik keatas, arahnya bukan lain adalah bangunan rumah batu
itu. Setelah berjalan beberapa saat lamanya, sampailah
mereka dalam ruangan rumah batu pertama.
Ruangan itu tertutup rapat dan sama sekali tiada celah atau
lubang barang sedikitpun jua, kecuali tabung bambu sebagai
ventilasi pengganti hawa udara tiada benda lain yang terdapat
disana, beratus ratus ekor kelelawar berbulu putih segera
terbang kian kemari dengan menimbulkan suara berisik ketika
tersorot oleh cahaya mutiara tersebut.
"Liem-heng, hati hati, jangan sampai terbentur oleh
kelelawar-kelelawar itu !" jerit Ong Bwee Chi dengan suara
kaget. Liem Kian Hoo sendiripun merasa amat terperanjat, sebab
kelelawar-kelelawar itu bukan saja bulunya aneh bahkan
tubuhnya jauh lebih besar dari kelelawar biasa, moncongnya
tajam dengan gigi yang tajam sehingga bentuknya
menyeramkan sekali.
"Apakah kelelawar kelelawar ini pemakan manusia ?" buruburu
ia bertanya. "Bukan saja pemakan manusia bahkan menghisap pula
darah manusia" sahut sang dara dengan badan gemetar "
tubuh kelelawar itu penuh mengandung racun yang keji,
barang siapa yang tertempel niscarya akan mati, stetan setan
gantqung putih ini branyak terdapat digurun pasir wilayah
See-Ih, entah bagaimana mungkin bisa muncul di tempat ini.".
"Kelelawar-kelelawar itu dinamakan setan putih ?".
"Benar, para pedagang yang sering lewat di gurun pasirlah
yang memberi julukan tersebut kepada kelelawar-kelelawar
itu, mereka lukiskan betapa keji dan beracunnya binatangbinatang
itu, barang siapa yang berjumpa pasti akan mati
binasa, seolah-olah manusia itu telah bertemu dengan setan
pencabut sukma !".
"Loosianseng berkerudung itu dikatakan sebagai se-orang
tabib sakti, mengapa ia memelihara binatang-binatang celaka
pembunuh manusia ini "...". tanya Kian Hoo kurang paham.
"Aku sendiripun tidak tahu, mungkin sekali binatang itu
sangat berguna dalam ilmu pertabibannya " dikolong langit
banyak sekali terdapat binatang-binatang celaka yang memiliki
ciri-ciri khas tertentu, siapa tahu kalau sitabib sakti itu
menggunakan ciri khas dari kelelawar ini untuk menolong
orang yang membutuhkannya ?".
"Aaaaai.. terhadap ilmu pertabiban, sedikitpun aku tidak
paham, akupun tidak mengerti penjelasan-penjelasan yang
barusan kau berikan kepadaku, lebih baik kita cepat cepat
berlalu !".
Untuk menghindari serangan bokongan dari kelelawar
kelelawar putih itu, mereka berdua ber-jalan dengan sangat
hati hati, namun agaknya kelelawar kelelawar putih itu sangat
takut terhadap cahaya mutiara, binatang-binatang itu segera
terbang menyingkir tatkala mereka lewat.
Dengan hati kebat kebit dan jantung berdebar keras
akhirnya lorong itu berhasil mereka lewati, sampailah kedua
orang itu didalam ruang batu kedua.
Pemandangan yang meraka temukan didalam ruangan itu
jauh lebih mengerikan lagi.
Tampaklah keadaan dari ruang batu kedua ini tiada
berbeda jauh dengan ruang pertama tadi. hanya saja dalam
ruang kedua ini terdapat sebuah pembaringan yang terletak
ditengah ruangan, pembaringan itu terbuat dari porselin putih
dan bentuknya seperti sebuah mimbar. diatas pembaringan
tadi tidur terlentang seorang gadis dalam keadaan telanjang
bulat, banyak sekali kelelawar-kelelawar putih hinggap diatas
tubuh gadis telanjang itu dan menghisap darahnya.
Gadis telanjang itu bukan lain adalah gadis dusun A-Kim
yang oleh Ong Bwee Chi sengaja di pagutkan ular, maksud
dara tersebut bukan lain hendak mengunakan perbuatannya
ini untuk menemukan tempat tinggal dari sitabib sakti yang
sedang mereka cari.
Walaupun tujuan mereka akhirnya berhasil, namun gadis
dusun itu sendiri telah mendapat penyiksaan yang luar biasa
mengerikan Menyaksikan peristiwa ini Ong Bwee Chi langsung
naik pitam, dengan sinar mata berapi api teriaknya:
"Kurangajar ! apabila bajingan tua ini terjatuh ketanganku,
akan kubeset kulit tubuhnya..." Liem Kian Hoo pun melengak
menjumpai kejadian itu, tetapi ia jauh lebih tenang pikirannya,
sambil menarik tangan gadis itu ujarnya:
"Nona Ong ! kemungkinan sekali cara inilah merupakan
cara yang paling tepat untuk mengobati lukanya !".
Omong kosong ! aku cuma menotok jalan darahnya belaka
sehingga menghalangi racun ular menyerang kejantung,
caranya untuk menolong gampang sekali, asal jalan darahnya
dibebaskan lalu dengan salurkan tenaga dalam, dengan cepat
racun ular itu akan terdesak."
Ucapan ini membuat Liem Kian Hoo tertegun. terhadap
siorang tua yang belum pernah dijumpainya pun segera timbul
suatu perasaan aneh. Kalau ditinjau dari sikap hormat dan
patuh dari rakyat sekitar bukit terhadap kepada siorang tua
itu, semestinya dia adalah seorang tabib sakti berhati welas,
tetapi kalau ditinjau dari perbuatannya terhadap gadis itu,
jelas menunjukkan betapa keji, telengas dan sadisnya
perbuatan orang itu. Setelah berpikir beberapa saat ia lantas
berkata kepada gadis she-Ong itu:
"Nona Ong ! coba kau dekati gadis itu dan periksalah
apakah ia sudah mati atau masih hidup ?" Ong Bwee Chi
termenung sejenak, lalu ambil keluar dua bilah pisau belati
dan ayunkan tangannya kedepan.
Sreeet ! Sreeet ! diiringi dua kali desiran tajam dua ekor
kelelawar putih rontok keatas tanah dan mati ditembusi pisau
belati itu, Kelelawar kelelawar lainnya segera buyar dan
beterbangan kian kemari sambil memperdengarkan cicitan
aneh, bahkan sebagian besar diantaranya segera menubruk
kearah kedua orang itu. Sejak tadi Liem Kian Hoo sudah bikin
persiapan dengan tangan sebelah ia kirim sebuah pukulan
dahsyat kedepan.
Termakan oleh hembusan angin yang maha dahsyat itu,
beberapa ekor kekelawar itu segera terseret kebelakang
menumbuk dinding batu dan rontok keatas tanah, dalam
sekejap mata puluhan ekor kelelawar putih itu sudah mati
terhajar, sisa nya yang sempat lolos dari angin pukulan segera
terbang melewati terowongan dan melarikan diri ke ruang
depan. Menanti kelelawar putih itu sudah terusir semua, Ong Bwee
Chi baru berjalan mendekati pembaringan itu, tampak seluruh
tubuh gadis itu penuh dengan mulut luka, noda darah
berkelepotan diseluruh tubuhnya, sewaktu ia periksa denyutan
nadinya, dengan wajah gusar gadis itu segera berteriak:
"Bajingan tua, sungguh keji perbuatanmu. Sedang Liem
Kian Hoo segera menghela napas panjang, tak usah ditanya ia
sudah tahu bagaimanakah hasil pemeriksaan itu.
Dengan amat sedih Ong Bwee Chi melepaskan pakaian
luarnya yang berwarna hitam itu dan ditutupkan keatas tubuh
gadis telanjang itu, kemudian sambil menahan isik tangis
katanya: "Walaupun kau bukan mati ditanganku, namun aku tak bisa
melepaskan diri dari pertanggungan jawab atas kematianmu
beristirahatlah dengin tenang ! aku pasti akan membiarkan
kau mati dengan mata meram !"
"Aaaaaai....! siorang tua she-Ban itu entah merupakan
manusia aneh macam apa ?" si anak muda itu ikut menghela
napas. "Manusia aneh apa" dia tidak lebih adalah seorang manusia
edan, manusia sinting yang tidak waras otaknya, tunggu saja
saatnya, akan kuberi pelajaran kepadanya !".
Beberapa saat Liem Kian Hoo membungkam dalam seribu
bahasa, akhirnya dengan suara lirih ia berkata:
"Mari kita lanjutkan perjalanan kedalam, kita masih harus
bekeija keras untuk menemukan sikakek tua itu. Namun
dengan adanya peristiwa yang mengerikan ini berarti


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pandangan kita terhadap dirinya pun harus dirubah, semula
kita tiada bermaksud memusuhi dirinya, namun sekarang,
mau tak mau kita harus selalu waspada dan berhati-hati
terhadap segala hal yang tidak diinginkan !"
Dengan air mata bercucuran dan mulut membungkam Ong
Bwee Chi meninggalkan ruang batu itu, melewati terowongan
dan tiba diruang batu ketiga, disana kosong melompong tak
nampak sebuah bendapun, merekas lanta meneruskan
perjalanannya kedepan.
Siapa sangka apa yang ditemui sedikit ada diluar dugaan,
lima enam buah ruang batu berikutnya merupakan ruang
kosong semua, menanti mereka masuk dalam ruang
kedelapan barulah menemukan sesuatu disana, apa yang
berhasil mereka temukanpun merupakan suatu peristiwa
berdarah yang mengerikan dan mendirikan bulu roma.
Ditengah ruangan tersebut terletak sebuah bangku, diatas
bangku duduklah seorang dan dia bnkan lain adalah Tan Lootoa
sipenangkap ular. tangan serta kakinya ketika terikat
kencang kencang diatas bangku tersebut, pakaian bagian
dadanya robek dan rongga dadanya muncul sebuah lubang
yang amat besar darah segar masih mengucur keluar tiada
hentinya, jelas terlihat bahwasanya jantung orang itu mentahmentah
sudah dikorek keluar oleh orang, walaupun
pemandangan mengerikan yang mereka lihat dalam ruang
depan tadi telah merubah sikap mereka terhadap sikakek
misterius itu, tetapi pemandangan menyeramkan yang mereka
temukan saat ini semakin menggusarkan hati kedua orang itu.
"Kalau aku berhasil menangkap bajingan ini, akan kusuruh
diapun merasakan bagaimanakah menderitanya seseorang bila
rongga dadanya dibedah." sumpah Kian Hoo sambil meraung
gusar. Ong Bwee Chi bungkam dalam seribu baha sa, ia berebut
masuk kedalam terowongan lebih dahulu untuk melanjutkan
penggeledahannya.
Liem Kian Hoo pun mengikuti dibelakang-nya, kini ia sudah
melupakan sama sekali tujuan utamanya datang ketempat itu
untuk mencari tahu kabur berita tentang ayahnya, yang ia
pikirkan kini adalah menemukan sikakek bertangan telengas
itu dan menanyakan apa maksudnya melakukan perbuatanperbuatan
sinting. Dalam ruang batu kesembilan penuh berisikan botol botol
obat obat serta kotak-kotak berisi obat, diatas dindingpun
banyak tergantung rumput-rumput obat yang sedang
dikeringkan, namun tak nampak sesosok bayangan manusia
pun berada disana.
Dengan tergesa gesa mereka menerobosi terowongan dan
tiba diruang batu ke sepuluh.
Pemandangan selanjutnya yang berhasil mereka temui
boleh dikata jauh lebih mengerikan lagi, seolah-olah tempat
itu sudah berubah jadi sebuah neraka.
Disekeliling ruang batu terletaklah lima enam buah gentong
besar, ditengah ruang berdiri pula sebuah meja terletak
beberapa buah kotak kayu.
Benda benda itu sih tak begitu mengherankan justru isi dari
benda benda itulah yang amat mengejutkan hati manusia.
Dalam sebuah gentong, entah berisikan cairan apa yang
menyiarkan bau tidak enak bertumpuklah lengan manusia
serta kaki manusia dalam keadaaan utuh serta segar.
Dalam gentong lain berisikan pula panca indra dari
manusia, ada telinga, hidung, mata dan semuanya dalam
keadaan segar serta utuh.
Bergerak lebih kedalam, tampak pula isi gentong itu berupa
otak, hati, limpa, ginjal, usus serta pelbagai macam isi perut
manusia, semua alat tubuh manusia itupun berada dalam
keadaan segar. Yang paling mengejutkan lagi adalah isi ember yang ada
diatas meja, dalam ember itu terletak sebuah jantung
manusia, darah yang mengucur keluar kelihatan masih segar
bahkan jantung itupun masih berdenyut tiada hentinya.
Seluruh tubuh Ong Bwee Chi gemetar keras tak kuasa lagi
ia merapatkan tubuhnya kedalam pangkuan Kian Hoo seraya
berseru kaget: "Oooouw... sungguh mengerikan sekali...".
Kian Hoo sendiripun merasa amat terperanjat menyaksikan
pemandangan tersebut namun bagaimana juga dia adalah
seorang pria, nyalinya jauh lebih besar dari pada kaum wanita,
sambil berusaha mempertahankan tubuhnya yang mundur
sempoyongan, laksana kilat ia tarik gadis itu untuk buru-buru
meninggalkan ruang batu itu.
Setelah berlalu dari sana, Ong Bwee Chi baru bisa
mententramkan hatinya yang diliputi rasa ngeri, sambil
menekan dada sendiri serunya dengan nada gemetar:
"Belum pernah kutemui pemandangan yang begitu
menakutkan macam ini...".
"Tidak aneh kalau bajingan tua ini mencari tempat yang
begini terpencil dan rahasia untuk tempat tinggalnya." teriak
Kian Hoo penuh kemarahan yang meluap. "Kiranya ia sudah
melakukan perbuatan terkutuk yang tak boleh diketahui orang
lain !". Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, mendadak dari
arah depan mereka berkumandang datang suara tertawa
dingin yang amat menusuk pendengaran.
Didalam ruangan gelap yang tak pernah bertemu dengan
cahaya mata hari tentu saja tersimpan banyak perbuatan yang
tak boleh diketahui orang." katanya.
Mendengar seruan itu Liem Kian Hoo merasa amat
terperanjat buru buru ia menubruk kea-rah ruang batu itu
dengan kecepatan laksana ki-lat, baru, saja melangkah masuk
kedalam pintu mendadak tampak sesosok bayangan manusia
munculkan diri dihadapannya dan menerjang kearahuya
dengan hebat. Melihat datangnya ancaman Liem Kian Koo tak sempat
berpikir panjang lagi, ia ayun telapak nya melancarkan sebuah
serangan. Orang itu munculkan diri dengan kecepatan laksana kilat,
serangan yang dilepaskan Liem Kian IToo pun tidak kalah
cepatnya, dengan cepat pukulan itu bersarang telak dengan
tubuh lawan. Bluummm ! orang itu terpukul mundur beberapa langkah
kebelakang dengan sempoyongan punggungnya langsung
menumbuk dinding-batu keras-keras.
Meski demikian Liem Kian Hoo sendiripun merasakan tulang
telapaknya jadi amat sakit hingga merasuk ke tuIang
sungsum, tubuh orang itu seakan-akan terbuat dari besi baja
yang keras dan kuatnya luar biasa, dinding batu yang kena
ditumbuk langsung hancur berkeping keping namun ia sendiri
tidak merasa bahkanb menubruk kembadli ke muka.
Kalai ini Liem Kianb Hoo sudah bikin persiapan, ia tidak
menyambut datangnya tubrukan itu dengan telapak
tangannya, tiba tiba kakinya diangkat melancarkan sebuah
tendangan kearah lambung orang itu, dan tenaga yang
digunakan adalah Im.
"Bruuuk !" kembali tendangan itu bersarang telak membuat
tubuh orang itu bergulingan diatas tanah.
Sungguh kosen orang tadi, dengan cepat ia merangkak
kembali, sambil berkaok kaok aneh ia mundur dan tidak berani
menubruk kembali, saat itulah Liem Kian Hoo baru punya
kesempatan untuk mengawasi raut wajah orang itu dengan
meminjam cahaya yang terpancar keluar dari tangannya.
Namun begitu memandang, hatinya kembali dibikin
terperanjat dalam dugaanya semula ia mengira orang yang
barusan melancarkan serangan pastilah sikakek tua misterius
she-Ban itu. Siapa sangka ketika cahaya mutiaranya menyoroti raut
wajah orang itu yang terlihat olehnya adalah seorang lelaki
yang berusia setengah baya dan yang penting ia kenal dengan
orang itu. Wajahnya hitam pekat dengan cambang memenuhi seluruh
wajahnya, dia bukan lain adalah Loo Sian Khek simanusia licik
yang berulang kali membokong dirinya.
Liem Kian Hoo kontan naik pitam, ia tidak memikirkan lagi
secara bagaimana orang she-Loo itu hisa munculkan diri
ditempat tersebut serta bagaimana caranya tenaga dalam
yang dimiliki bisa peroleh kemajuan pesat, dan sinar mata
berapi hardiknya:
"Loo Sian Khek ! kau masih punya muka untuk menemui
diriku !".
Loo Sian Khek bungkam dalam seribu bahasa, sepasang
matanya mendelong sayu, sepasang telapak dipentangkan
siap menubruk kembali ke depan.
Liem Kian Hoo jadi sangat terperanjat, sebab secara
miendadak ia temukan bahwasanya kulit badan Loo Sian Khek
yang semula hitam lagi kasar kini sama sekali telah berubah,
sepasang tangannya yang dipentangkan ketika itu berwarna
putih dan halus sekali, seakan-akan bukan sepasang
telapaknya. Agaknya Loo Sian Khek pun tidak kenal akan dirinya lagi,
sepasang lengannya dipentangkan dan sekali lagi melancarkan
tubrukan kemuka.
"Manusia laknat yang tidak pegbang janji, pengdhianat
terkutuka yang menjual sbahabat." teriak Liem Kian Hoo
penuh kegusaran.
"Hitung-hitung sepasang mataku telah salah menilai orang
pada masa lampau, aku sudah menganggap dirimu sebagai
orang baik...".
DimuIut ia bicara, tapi sepasang telapaknya sama sekali
tidak mengendor, telapaknya dibabat kemuka mengancam
bahunya, karena ia sangat benci terhadap lelaki ini maka
dalam melancarkan serangan tersebut ia sudah mengeluarkan
segenap tenaganya.
Sepasang lengan Loo Sian Khek tidak lebih panjang dari
tangannya, belum sempat cakarnya bersarang ditubuh sianak
muda itu, serangan telapak Liem Kian Hoo sudah bersarang
diatas bahunya.
Meski sianak muda itu merasakan telapaknya jadi sakit
akibat bentrokan tersebut, namun hawa pukulan yang
bergelombang laksana ombak disamudra itu berhasil
menghantam Loo Sian Khek sampai terbongkok-bongkok.
Kendati begitu diam-diam Liem Kian Hoo merasa
terperanjat juga, ia merasa bukan saja tubuh Loo Sian Khek
telah berubah bahkan perawakan badannya pun seakan akan
lebih pendek daripada biasanya.
Kiranya Loo Sian Khek adalah seorang lelaki yang
berperawakan tinggi besar, kendati perawakan tubuh Liem
Kian Hoo tidak terhitung pendek namun kalau dibandingkan
dengan orang itu, ia masih terpaut jauh, dan kini perbedaan
tinggi badannya hanya tidak seberapa.
Bersamaan itu pula sianak muda tersebutpun merasa
terperanjat sebab kulit badan Loo Sian Khek telah berubah
jadi keras lagi atos, walaupun sebuah tendangan sebuah
kepalan serta sebuah serangan telapaknya telah bersarang
telak diatas tubuhnya, namun ia sama sekali tidak merasakan
sesuatu apapun, seolah-olah serangan yang bersarang telak
tadi sama sekali tidak membuat ia kesakitan.
Tampaklah Loo Sian Khek telah bangkit berdiri, telapaknya
laksana hembusan angin puyuh menggulung keluar
mengancam tenggorokannya. Didalam bentrokan kekerasan
sebanyak tiga kali tidi, diam-diam Liem Kian Hoo sudah
menderita kerugian menyaksikan ia melancarkan tubrukan
kembali ia bersikap waspada.
Dengan telapak rtangan sebelah tia sambut datanqgnya
serangan irtu, ketika sang telapak sampai ditengah jalan tiba
tiba ia merubah arah dan ganti membabat tubuh musuhnya.
Kali ini perhitungannya meleset sama sekali, hawa pukulan
yang maha dahsyat tersebut seakan-akan sama sekali tak
berguna untuk menghadapi Loo Sian Khek, sepasang
telapaknya bagaikan sepasang jepitan besi tetap melanjutkan
gerakannya mengancam tenggorokan.
Dalam keadaan tergopoh, ia segera tundukkan kepala
rendahkan badan, dengan susah payah serangan tersebut
berhasil dihindari kemudian jarinya bagaikan sebilah badik
langsung menotok dada Loo Sian Khek.
Serangan yang dilancarkan Loo Sian Khek amat ganas
namun gerak geriknya Iamban sekali, ia sama sekali tak tahu
akan menghindar ataupun berkelit, dalam keadaan seperti ini
tentu saja dadanya segera termakan totokan sianak muda itu.
Tetapi Liem Kian Hoo pun merasakan ujung jarinya seolaholah
terbentur diatas selapis besi baja yang atos, sakitnya
bukan buatan sehingga hampir-hampir saja ia menjerit keras.
Dalam keadaan cemas dari serangan menotok ia ubah jadi
serangan mencengkeram.
Baju Loo Sian Khek dicengkeram erat-erat lantas tubuhnya
diangkat dan dilemparkan kedepan.
"Breeet...!" suara robekan pakaian berkumandang
memenuhi seluruh ruangan. Badan Loo Sian Khek kena
diangkat ketengah udara dan dilemparkan kedepan sehingga
menumbuk dinding ruang batu, pakaian bagian dadanya robek
sebagian besar.
Bersamaan dengan peristiwa itu, tiba tiba Kian Hoo pun
memperdengarkan jeritan kaget kemudian berdiri mendelong,
hampir hampir saja ia tidak percaya dengan pandangan mara
sendiri. Kiranya kulit dada Loo Sian Khek bukan saja berwarna
putih bersih dan amat halus, bahkan tampak sepasang buah
dada yang montok dan padat berisi, jelas sepasang buah dada
yang ada di-dada Loo Sian Khek merupakan bagian
merupakan bagian tubuh dari kaum wanita.
Peristiwa ini kontan membuat Liem Kian Hoo berdiri dengan
mata terbelalak mulut melongo, ia tidak percaya kalau
dikolong langit bisa terjadi peristiwa yang begini aneh dan tak
masuk diakal. Orang yang berada dihadadapannya saat-saat ini
mempunyai paras muka persis seperti Loo Sian Khek tetapi
jelas bukan Loo Sian Khek pribadi, sebab ia yakin bahwa Loo
Sian Khek bukanlah seorang wanita.
Tetapi, benarkah dikolong langit terdapat seorang wanita
yang berwajah hitam serta penuh bercambang "
Sebelum teka teki yang memusingkan kepalanya ini
berhasil dipecahkan, Loo Sian Khek telah melancarkan
tubrukan kembali dengan dahsyatnya.


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menghadapi manusia baja yang tak sanggup dilukai ini,
Kian Hoo merasa kehabisan akal dan tak mengerti bagaimana
harus turun tangan untuk membendung serangannya.
Ong Bwee Chi yang selama ini berdiri membungkam disisi
anak muda itu, mendadak enjot-kan badan menyambut
datangnya serangan dari Loo Sian Khek, lengannya yang halus
dikebaskan kedepan lalu mengangkat tubuh orang she-Lo itu
ketengah udara, namun ia tidak segera melemparkannya
keatas tanah. Loo Sian Kkek yang badannya terangkat di tengah udara
tak sanggup berkutik lagi, sepasang tangan serta kakinya
cuma bisa bergoyang tiada hentinya sedang mulutnya
berkaok-kaok aneh, namun ia tak sanggup berkutik
kembali.Menyaksikan perbuatan dara tersebut, Liem Kian Hoo
jadi tercengang, tak kuasa segera teriaknya:
"Nona Ong ! mengapa kau angkat terus tu buhnya "
banting saja keatas tanah !".
"Apa gunanya dibanting keatas tanah " pu kulan telapak
tak berhasil melukai tubuhnya, bacokan senjata belum tentu
bisa membinasakan di-rinya, kalau kita harus ribut terus
menerus macam begini, akhirnya malahan kitalah yang bakal
celaka! " Liem Kian Hoo merasa apa yang diucapkan gadis itu
memang tidak salah, hatinya jadi gelisah.
"Lalu apa yang harus kita lakukan ?" seru-nya.
"Bagaimanapun kan kau tak mungkin selalu mengangkat
tubuhnya macam begitu ?""
Ong Bwee Chi berpikir sejenak kemudian baru berkata:
"Liem heng ! dalam tubuhku terbdapat sebuah bodtol kecoI
dalama botol tersebutb berisikan bubuk Boe Heng Sang,
bubuk yang khusus untuk menghancurkan mayat, Nah !
ambillah keluar dan sebarkan sedikit bubuk penghancur mayat
itu keatas tubuhnya dalam waktu singkat makhluk ku-koay ini
bakal hancur lebur dan lenyap tak berbekas !".
Ucapan ini membuat Liem Kian Hoo setengah percaya
setengah tidak, namun ia menghampiri juga gadis itu dan
merogoh kedalam sakunya darimana ia ambil keluar sebuah
botol kecil terbuat dari porselen, sewaktu botol tadi dibuka pe
nutupnya maka tampaklah isi botol itu bukan lain adalah pil
Peng Soat Wan yang bisa menyembuhkan luka api beracun.
"Benar, benda itulah yang kumaksudkan" terdengar Ong
Bwee Chi telah berteriak keras, " Sewaktu menggunakan
benda itu kau harus berhati-hati, jangan sampai terkena
badan sendiri !".
Liem Kian Hoo kebingungan dan tidak habis mengerti apa
yang dimaksudkan gadis itu, namun berhubung dalam
sakunya cuma ada sebuah botol kecil itu saja, maka ia
mencobanya pula untuk mengambil keluar isi botol tersebut.
Belum sampai ia sebarkan isi botol itu kea-tas badan Loo
Sian Khck, sekonyong-konyong dari balik pintu ruang batu
yang kesepuluh muncul sesosok bayangan manusia yang
menerjang keluar dari pintu laksana sambaran kilat.
Ong Bwee Chi membentak keras, menyaksikan datangnya
tubrukan itu ia segera lemparkan tubuh Loo Sian Khek kearah
bayangan manusia tadi.
Didalam suatu bentrokan yang sangat keras kedua belah
pihak sama-sama rontok keatas tanah kemudian merangkak
bangun dan laksana kilat lari kembali kedalam ruang batu
kesepuluh. Ong Bwee Chi segera merampas kembali botol kecil itu dari
tangan Liem Kian Hoo, kemudian menghela napas panjang
dan berseru: "Aaaaai ! sayang, sungguh sayang sekali, gerakanmu
terlalu lambat setindak, kalau tidak ia tak bakal berhasil
meloloskan diri dari cengkeramanku !".
Liem Kian Hoo masih tetap tidak habis mengerti, ia berdiri
melongo-longo dan mengawasi gadis itu dengan sinar mata
penuh tanda tanya.
Ong Bwee Chi tertawa, kembali ia bertanya:
"Apakah orang tadi adalah sahabbat lama dari Ldiem heng
?". "Taidak salah ! " bLiem Kian Hoo manggut-2
"Paras mukanya sih mirip sekarang dengan Loo Sian Khek".
"Ehmmm ! akupun pernah bertemu dengan orang ini, ia
pernah datang kerumahku bersama-sama Kauw Heng Hu
sekalian !".
"Sebenarnya bajingan itu adalah sahabatku, tetapi
hemudian ia sudah menjual diriku... hanya saja, orang tadi
tidak terlalu mirip dengan manusia laknat yang kumaksudkan,
sebab Loo Sian Khek adalah seorang pria.".
"Sedikit tidak salah, orang tadi benar-benar adalah Loo Sian
Khek, cuma saja ia sudah dipasangi dengan bagian-bagian
tubuh seorang wanita !".
"Hal ini mana mungkin terjadi.".
"Dikolong langit seringkali terjadi suatu hal yang mungkin
ditengah ketidak mungkinan, umpama saja peristiwa yang
barusan kita jumpai ini. Apa bila aku tidak melihat dengan
mata kepalaku sendiri, akupun tidak percaya kalau dikolong
langit benar-benar bisa terjadi hal-hal yang tak mungkin
terjadi itu, tetapi setelah kupertimbangkan dan aku analisa
sendiri maka aku merasa yakin bahwa peristiwa ini benar bisa
terjadi. Apakah kau sudah lupa akan potongan lengan serta
potongan kaki yang disimpan dalam gentong diruang batu
sebelah tadi " pastilah bajingan tua itu sudah menggunakan
alat-alat tubuh tersebut untuk menggantikan bagian tubuh
orang lain, dan Loo Sian Khek adalah salah satu hasil karyanya
!". Liem Kian Hoo menjulurkan lidahnya, untuk beberapa saat
lamanya ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Menyaksikan mimik wajah sianak muda itu Ong Bwee Chi
tertawa. "Liem heng, apakah kau tidak berani mempercayai akan
kenyataan dari peristiwa tersebut, namun kini mau tak mau
aku harus percaya sebab kenyataan berada di hadapan
mataku ! ".
Ong Bwee Chi pun menghela napas ringan.
"Kenyataan ada didepan mata hal ini membuat kau yang
tidak ingin percayapun harus percaya, disinilah letak keajaiban
serta keanehan dari suatu kepandaian ilmu pertabiban, apabila
aku tidak menemukanr perbedaan warnta kulit dibawahq leher
Loo Sianr Khek, dan menemukan pula bekas-bekas jahitan
diantara penggabungan dua warna kulit yang berbeda itu,
belum tentu aku bisa berpikir sampai ke situ...".
"Aiiaaah ! kalau begitu bajingan tua she-Ban tersebut
sudah berhasil melatih ilmu Pertabibannya hingga amat
sempurna, sehingga ia bisa menguasahi rahasia kehidupan
dan kematian dengan sekehendak hatinya !".
"Sebetulnya peristiwa ini bukan termasuk suatu kejadian
yang luar biasa sekali, teringat Hoa Tuo dari kerajaan Sam Kok
tempo dulu, beliau pun pernah membedah jantung membedah
otak, keparat she Ban ini tidak lebih hanya meneruskan
kepandaian sakti yang sudah ditemukan pada masa yang
silam belaka!".
"Aaaaai ! pelbagai kesaktian yang diceritakan oleh rakyat
atas kelihayan dari Hoa Tuo, hal tersebut tidak lebih karena
kita dengar dari mulut orang lain belaka, yang hebat adalah
dewasa ini kita telah menyaksikan keajaiban terse but dengan
mata kepala sendiri !".
"Hmmm! sekalipun ia memiliki kepandaian yang sangat
hebatpun, belum tentu ia bisa menolong dirinya sendiri agar
panjang umur dan tidak bakal mati, sekalipun ia bisa
mencangkokkan anggota badan orang lain keatas tubuh
seseorang namun seperti yang kau lihat keadaan dari Loo-Sian
Khek tadi, kecuali bisa bergerak sama sekali tak dapat
berpikir, cuma berhasil menciptakan sesosok mayat hidup
belaka !".
"Bocah perempuan, sungguh tidak sedikit pengetahuan
yang kau miliki." Tiba-tiba dari luar pintu berkumandang
datang gelak tertawa seseorang. "Kepandaian yang
sebenarnya dari Loohu belum kau lihat semuanya, menanti
kau selesai menyaksikan seluruh kepandaian pertabiban yang
loohu miliki, kau baru akan tahu sebenarnya loo hu adalah
manusia macam apa !".
Suara yang berhasil mereka tangkap saat ini bukan lain
adalah suara kakek she-Ban yang pernah meraka dengar tadi,
Liem Kian Hoo ingin mengejar tetapi segera dicegah Ong
Bwee Chi. "Liem heng, berhati hatilah sedikit, jangan gegabah,
bajingan tua itu licik dan punya banyak akal, hati-hati jangan
sampai dipecundangi olehnya !".
Selesai memberi nasehat kepada sianak muda itu, kembali
Bwee Chi beserta lantang kearah pintu luar:
"Aku tidak pengin ngerti akan permainan setanmu itu,
dengan meninjau dari mayat hidup yang berhasil kau ciptakan
itu, aku berani memastikan bahwa kau adalah seorang
manusia laknat yang berhati keji, telengas dan buas !".
Suara tertawa dingin berkumandang keluar dari balik pintu,
kemudian disusul dengan suara helaan napas rendah.
Suara helaan napas ini membuat Liem Kian Hoo tertegun,
kepada Ong Bwee Chi ia segera ber bisik:
"Nona Ong, setelah bajingan tua itu kau maki agaknya ia
merasa rada menyesal, aku lihat ia masih punya liang sim dan
tidak kejam sama sekali."
Ong Bwee Chi hanya menggeleng dengan hati berat,
bersama sama dengan Liem Kian Hoo mereka berjalan
kedepan lambat dan masuk kedalam sebuah ruang batu,
tempat itu merupakan ruang batu yang kesepuluh.
Dalam ruang tersebut terlentang sebuah peti mati terbuat
dari tembaga, penutup peti mati itu terbuat dari kaca yang
bening dan bersih sehingga isi dari peti mati tersebut dapat
terlihat jelas.
Tampaklah dasar peti mati dilapisi oleh kain sutera yang
halus dan didalamnya berisi seorang gadis muda tidur
terlentang didalam peti mati itu.
Gadis tersebut mempunyai paras muka yang amat cantik,
membuat setiap orang yang memandang segera timbul
perasaan sayang dan simpatik hanya saja kulit tubuh serta air
mukanya pucat pias bagaikan mayat, begitu putih seolah-olah
sebuah patung yang terbuat dari pualam putih.
Suasana dalam ruang batu ini jauh berbeda dengan ruangruang
batu lainnya, mutiara sebesar telur itik tersebar diempat
penjuru dan memancarkan cahaya yang berkilauan, membuat
sinar mutiara yang ada ditangan Kian Hoo kelihatan jadi redup
dan samar-samar.
Empat penjuru sekeliling peti mati tembaga itu bertaburan
intan permata dan mutiara yang mahal harganya, namun
benda-benda berharga itu tak ada yang bisa menangkan
harga dari batu kumala putih yang tergantung dbidepan dada
gaddis-tersebut.
Baatu kumala tersebbut berbentuk bagaikan bunga bwee,
ukirannya nyata dan indah terutama sekali cahaya putih bersih
yang memancar keluar dari batu kumala tersebut, membuat
pakaian warna putih yang dikenakan gadis tersebut serta kulit
tubuhnya yang bersih kelihatan semakin cemerlang dan
semakin menawan.
Sejak Liem Kian Hoo serta Ong Bwee Chi melangkah masuk
kedalam ruang batu itu dan menyaksikan senyuman manis
yang tersungging di bibir gadis dalam peti mati itu, entah apa
sebabnya tiba-tiba mereka berdua merasakan hatinya amat
tenteram, napsu membunuh yang semula menyelimuti mereka
berdua kini tersapu lenyap tak berbekas.
Ong Bwee Chi lah mula-mula yang menjerit kaget lebih
dahulu, terdengar ia berseru:
"Tidak aneh kalau ilmu pertabiban yangdi miliki tua bangka
itu sangat lihay dan luar biasa ternyata ia berhasil
mendapatkan kumala mustika yang bisa menyoroti tubuh
manusia serta memberikan penglihatan yang jelas atas
perubahan dalam isi tubuh manusia.
Agaknya Liem Kian Hoo sudah dibikin terpesona oleh
kecantikan wajah gadis yang ada di dalam peti mati itu, ia
berdiri termangu-mangu dan bungkam dalam seribu bahasa.
"Eeeei Liem heng, kenapa kau ?" Ong Bwee Chi segera
menegur sambil menjawil tangannya. Liem Kian Hoo tersentak
kaget dan segera sadar dari lamunannya, ia menghela napas
panjang. "Aaaai...! sepanjang hidup entah sudah berapa banyak
gadis cantik yang berhasil cayhe jumpai, namun kalau
dibandingkan dengan gadis yang ada didalam peti mati ini
boleh dikata bagaikan langit dan bumi! kecantikan wajah
macam ini benar-benar luar biasa sekali sehingga sukar bagiku
untuk melukiskan dengan kata-kata...".
Meskipun Ong Bwee Chi sendiripun mengakui bahwa
kecantikan wajah gadis dalam peti mati itu luar biasa, namun
sehabis mendengar ucapan dari sianak muda itu tak urung
timbul juga rasa cemburu yang sukar dilukiskan dengan kata
kata dalam hati kecilnya.
Lama sekali ia termenung kemudian baru tertawa hambar.
"Cantiknya sih cantik, sayang hanya sesosok mayat yang
cantik, bagaimanapun juga sesuatu yang tak bernyawa
merupakan hal yang tidak cantik..."
Liem Kian Hoo bungkam seribu bahasa.
Mendadak dari luar ruangan berbkumandang datandg gelak
tertawaa dingin seseorabng, disusul suara jengekan yang
amat parau: "Kalian benar-benar punya mata tak berbiji hanya
membedakan mana yang hidup dan mana yang matipun tak
bisa !". Sepasang muda mudi itu tertegun mereka segera
memeriksa lebih saksama lagi, sedikitpun ti dak salah gadis
cantik itu benar-benar belum mati, dibawah sorotan cahaya
kumala berwarna putih tampaklah jantungnya yang berwarna
biru mu da itu masih berdenyut dengan lirihnya.
Liem Kian Hoo jadi sangat terperanjat segera teriaknya:
"Apabila ia benar-benar belum mati, mengapa kau kubur
dia hidup-hidup didalam peti mati itu ?".
Walaupun si kakek tua itu tidak hadir didalam ruangan,
namun jelas ucapan ini ditujukan kepadanya.
Terdengar dari balik kegelapan berkumandang keluar suara
helaan napas lirih, begitu lirih suaranya sehingga sukar


Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditangkap dengan jelas.
"Apabila tidak melihat, aku tak mau tahu tapi kini setelah
melihat aku tidak akan berpeluk tangan belaka." teriak Liem
Kian Hoo penuh kegusaran. "Bagaimanapun juga aku tidak
akan membiarkan kau menyiksa seorang gadis yang begitu
cantik didalam peti mati tersebut, sekarang juga aku hendak
menolong dirinya keluar !"
"Jangan...!" jeritan kaget berkumandang keluar dari luar
pintu ruangan. Namun teriakan itu terlambat setindak, telapak sianak
muda itu sudah berhasil menghancurkan batu-batu permata
Istana Kumala Putih 16 Kasih Diantara Remaja Karya Kho Ping Hoo Perjodohan Busur Kumala 9
^