Pencarian

Buddha Pedang Dan Penyamun 22

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Bagian 22


membebaskannya.
Pembaca, kejadian itulah yang teringat olehku dari
peristiwa ini. Seseorang yang seperti akan ditangkap telah
mengingatkanku kepada suatu penculikan di masa lalu.
Namun sekali lagi maafkanlah aku wahai Pembaca, lanjutan
cerita ini lebih baiklah kuceritakan pada saatnya, yang tiada
lebih dan tiada kurang berarti sesuai dengan urutannya,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
karena jika tidak, aku khawatir hanya kebingunganlah yang
akan didapatkan Pembaca!
(Oo-dwkz-oO) MANTYASIH, tempatku tinggal sekarang ini, dihuni para
penganut Siva maupun Mahayana, dengan segala paksha
yang terkaitkan kepada keduanya. Pada masa aku menuliskan
riwayat hidupku ini, kaum Saiva sedang mengalami
kebangkitan kembali di mana-mana, bersama dengan
kembalinya Wangsa Sanjaya yang berhasil mendesak Wangsa
Syailendra, tetapi para penganut Mahayana, termasuk paksha
Tantrayana yang perwujudannya tampak sebagai Kamulan
Bhumisambhara, secara umum tetap aman tenteram dalam
kehidupan bersama. Namun justru kedamaian itulah yang
tidak diinginkan oleh mereka yang memiliki kepentingan atas
suatu keadaan penuh kekacauan. Demi kepentingan
terciptanya kekacauan itulah segala perbedaan harus
dimanfaatkan, dengan cara membuatnya saling bersaingan,
bermusuhan, dan diharapkan saling menghancurkan!
Aku tersentak menyadari terdapatnya gejala ini. Dalam
keadaan seperti ini, patutkah diriku hanya bersembunyi dan
menghilang dari dunia ramai, dan hanya sibuk menuliskan
riwayat hidupku sendiri"
Akhirnya malam tiba. Bhiksu yang didatangkan dari sebuah
wihara di dekat Kamulan Bhumisambhara untuk mengajar di
balai pertemuan pada halaman itu kata-katanya terdengar
jelas, dan semua orang mendengarkan dengan penuh
perhatian, seperti telah me lupakan kegemparan yang
ditimbulkan para raja pariraksa dan pemilik Jurus Naga Api itu.
virya-paramita berarti mengarahkan
kaya, vak, dan citta
kepada pelaksanaan kusala-karma
atau perbuatan yang berguna
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tanpa airmata tanpa keluhan siang maupun malam
"Pekerjaan yang berguna sebaiknya dikerjakan siang hari,"
katanya menjelaskan, "seperti menyalin saddharma, memuja,
mengajarkan agama, menulis aksara Pallava, meminta derma,
membaca Sang Hyang Dharma dari pustaka, memelihara Sang
Hyang Stupa yang berisi patung Tathagata, melaksanakan
segala macam upacara, menyalakan homa atau api suci, serta
melayani tamu sebagaimana layaknya seorang penganut
agama Buddha. Demikianlah jenis-jenis kebaikan yang
sebaiknya dilaksanakan oleh badan, ucapan, dan pikiran, pada
siang hari."
SAMBIL mendengarkan dari jauh aku berpikir, apakah yang
dimaksudnya dengan menulis aksara Pallava" Tidakkah para
kawi akhirnya bersepakat membuat dan menggunakan aksara
Jawa, dan menyalin dan menerjemahkan kembali segala kitab
dalam bahasa dan aksara Jawa, memang supaya Kerajaan
Mataram, siapapun yang memerintah, dari Wangsa Syailendra
atau Wangsa Sanjaya, memiliki aksara dan bahasanya sendiri,
yang tentu berarti tidak menggunakan bahasa Sanskerta dan
aksara Pallava" Aku pun tahu, bait-bait Sanskerta dalam Sang
Hyang Kamahayanikan pun dalam penyalinan saddharma telah
dialihkan ke bahasa Jawa, sehingga anjurannya itu memang
tiada jelas maksudnya.
Adapun pemeliharaan stupa bagiku sudah jelas, dan bagi
penduduk di sekitar Kamulan Bhumisambhara juga jelas. Di
samping menempatkan patung-patung lima Tathagata pada
terasnya yang persegi, juga terdapat Tathagata dalam
dharmacakramudra di dalam stupa-stupa berongga pada teras
yang lonjong. Tampaknya kitab Sang Hyang Kamahayanikan
yang dirujuk bhiksu itu memang menunjuk langsung kepada
Kamulan Bhumisambhara, karena memang hanya Kamulan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bhumisambhara itulah di Javabhumipala ini candi Buddha
yang memiliki stupa-stupa dengan arca Tathagata di
dalamnya. Namun memang penyalinan saddharma itulah bagiku candi
budaya yang tiada kalah mengesankan, ketika teringat
kembali olehku suasana di sekitar Kamulan Bhumisambhara
yang kini menjadi pemukiman ramai itu, suasana pembelajaran agama yang penuh perdebatan mencerahkan
dengan peserta dari berbagai paksha, dari pihak Mahayana
maupun Saiva, yang didukung perpustakaan dengan kitab-
kitab nyaris lengkap.
Lantas apakah yang harus dilakukan pada ma lam hari
seperti ini" Kudengar sang bhiksu membacakan isi Sang
Hyang Kamahayanikan.
''Mengucapkan mantra-mantra dan berlatih yoga, membaca
kitab suci, memuja semua Sang Hyang T athagata dan semua
Dewi dengan mantra-mantra pujaan, mendoakan untuk
kepentingan semua makhluk, agar mereka sehat, lepas dari
khayalan, terangkat dari belenggu kelahiran, dapat mencapai
kebuddhaan, serta memperoleh kebahagiaan yang abadi.
Demikianlah perbuatan yang baik, yang sebaiknya dilaksanakan pada malam hari oleh kaya, vak, citta, tanpa
mengeluarkan airmata, secara terus menerus, tanpa
memperdulikan kesukaran. Perbuatan yang sedemikian itulah
yang disebut sebagai virya-paramita.''
Semua ini adalah upaya mengatasi kemalasan, dalam
rangkaian usaha-usaha menata diri demi tercapainya
pencerahan, yang kemudian memang mengingatkan diriku
kepada kemalasanku sendiri. Ya, memang tiada hari berlalu
dalam hari-hari yang telah memasuki tahun ketiga ini yang
kulalui tanpa menuliskan riwayat hidupku itu, demi
tercapainya suatu kejelasan memuaskan, apakah kiranya yang
telah menjadi sebab, mengapa diriku diburu sebagai satruraja
atau musuh negara.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
NAMUN jika kusebutkan kemalasan, maka sungguh mati
bukanlah menulis itu sendiri yang telah membuat diriku
menjadi malas dalam arti seperti biasanya; melainkan karena
aku pada dasarnya bukan seorang penulis atau juru cerita
yang dapat diandalkan dan sungguh mengetahui apa yang
harus dilakukan, maka menulis bagiku menjadi pekerjaan yang
nyaris membuatku mengerahkan segala kemampuan. Dengan
kata lain ada kalanya otakku mengalami kelelahan begitu rupa
dalam kerja penulisan, sehingga ketika seharusnya diriku
menulis sepanjang-panjangnya dan secepat-cepatnya dalam
hari yang terasa pendek, yang lebih sering terjadi kemudian
adalah diriku menulis begitu pendek dengan amat sangat
lambat dalam hari yang kadang terasa amat sangat
panjangnya. Keadaan seperti ini akan memberikan kepadaku rasa
kantuk yang luar biasa, yang kuharapkan tidak datang dari
penolakan di bawah sadar, yang kemudian membuatku
tertidur begitu saja dalam keadaan duduk, dengan kepala
menimpa meja tempat lempir-lempir lontar bertebaran. Tiada
lebih dan tiada kurang memang bagaikan orang tua yang
sudah mulai menjadi pikun.
Saat itulah kemudian kudengar sesuatu di balik pintu. Aku
tersentak. Apakah kewaspadaanku memang sudah semakin
mundur" Jika aku sejak tadi memang tertidur, sosok di balik
pintu itu dapat membunuhku dengan begitu mudah, semudah
membalik telapak tangan...Namun ia tidak melakukannya,
berarti di tangankulah kini kesempatan terbuka untuk
membunuhnya. Ia sudah begitu dekat, jika aku tidak membunuhnya
sekarang, pada kesempatan lain mungkin diriku yang
terbunuh olehnya.
Aku berkelebat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
TAMAT UNTUK BUKU NAGABUMI II
(Oo-dwkz-oO) Pedang Dan Kitab Suci 9 Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 7
^