Pencarian

Pedang Kiri Pedang Kanan 3

Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L Bagian 3


mengetahui perbuatannya mengutungi lengan kiri ibundanya?"
Sudan tentu tak pernah terbayang olehnya bahwa
sesungguhnya Soat Peng-say bukanlah anaknya. Ibu Soat
Peng-say yang juga telah meninggal dunia itu mempunyai
dua tangan yang utuh dan baik tanpa kurang apapun.
Begitulah, setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat yang
berhasil diyakinkan Soat Peng-say itu ternyata tidak mampu mengalahkan Liok-ma, sebaliknya cambuk si nenek yang
kini tersisa pendek itu telah dimainkannya menurut ilmu
permainan pedang. Ia menusuk, menabas, menyabat,
menutul, semuanya bergaya pedang, bahkan jurus
serangannya sangat lihay, sedikitpun tidak lebih asor
dibandingkan ilmu pedang Soat Peng-say.
Ilmu pedang "Pak-cay" terkenal tiada tandingannya didunia ini, sekarang Liok-ma menggunakan cambuk
sebagai pedang, tenaga dalamnya sangat hebat, namun
begitu permainan cambuk bergaya pedang itupun terbatas
begitu saja dan tak dapat mengalahkan Soat Peng-say.
Diam2 Peng-say heran, pikirnya: "Menurut Suhu,
katanya Co-pi-kiam-hoat tidak ada artinya bagi anak murid Pak-cay, tampaknya sekarang hal itu tidaklah benar,
paling2 hanya dapat dikatakan selisih tidak banyak dan
tidak boleh meremehkan pihak lain."
Dalam pada itu Soat Peng-say sudah selesai memainkan
Co-pi-kiam-hoat yang meliputi 49 jurus itu. Tapi keduanya masih tetap sama kuat.
Mereka bertempur dengan penuh perhatian tanpa
memikirkan urusan lain, orang yang menonton juga
memusatkan perhatian pada pertarungan mereka. siapapun
tidak melihat air muka Sau Kim-leng yang berubah hebat
karena keheranan itu.
Soat Peng-say bartekad harus menang, pada jurus
terakhir, yaitu jurus ke- 100, mendadak pedangnya
dilepaskan kedepan, dalam sekejap itu dia melolos pedang cadangan yang tersanding di pundaknya. Dua pedang
bergabung dan menyerang sekaligus. Inilah jurus Siang-liu-kiam-hoat ciptaan Tio Tay-peng sendiri dan mempunyai
daya serang yang sangat lihay.
Dengan jurus pedang inilah Tio Tay-peng telah
membunuh Beng Si-hian. Jurus ilmu pedang sakti ini
diturunkannya kepada Soat Peng-say. Dengan jurus pedang
ini pula Soat Peng-say telah pernah membuat kedua
gembong iblis kalangan Hek-to yang termashur di dunia
Kangouw itu terpaksa harus melolos senjata andalan untuk menangkis dan tetap kewalahan.
Tapi sekarang. sama sekali tak terduga bahwa seorang
nenek malah dapat mematahkan jurus serangannya ini
tanpa cedera apapun.
Meski gagal serangannya, namun Soat Peng-say, tidak
patah semangat, ia membentak: "Sambut lagi satu jurus!"
Sekali ia tarik rantai yang mengikat pedang pertama, lalu diayun lagi kedepan, pedang itu tidak sampai dipegangnya kembali, tapi terus menusuk lagi kearah Liok-ma dari
jurusan lain. Dan pada saat pedang pertama itu menusuk,
pedang kedua menyusul menusuk juga, kembali satu jurus
gabungan kedua pedang dilontarkan. Bahkan jurus
serangan ini jauh lebih kuat daripada yang pertama tadi.
Namun Liok-ma tetap dapat mematahkan serangan lihay
ini tanpa terluka, hanya caranya rada kerepotan sedikit.
Bilamana Liok ma tidak memiliki keuletan latihan berpuluh tahun, tentu dia sudah roboh terkapar.
Diam2 Peng-say kagum juga terhadap ketangguhan si
nenek, tapi demi kemenangan, tanpa bersuara ia
melontarkan lagi serangan gabungan dua pedang untuk
ketiga kalinya.
Daya tekanan serangan ketiga ini hampir sama dengan
gabungan kekuatan serangan pertama dan kedua tadi.
Liok-ma masih dapat mengelak, akan tetapi pergelangan
kedua tangannya sama luka tergores, inipun lantaran
kebaikan hati Soat Peng-say, kalau tidak kedua tangan si nenek sudah terbatas kutung.
Begitu tercapai maksud tujuannya. segera Soat Peng-say
Mengembalikan pedang kesarungnya dan pedang lain tetap
terhunus, dengan gagah perkasa ia pandang si nenek dan
ingin dengar apa komentarnya.
Liok-ma hanya mendengus saja tanpa bicara, sebaliknya
Sau Kim-leng lantas berdiri dan berkata dengan agak
gemetar: "Salah, salah . . . ."
Melihat si nona bicara menghadap kearahnya. jelas
ucapan "salah'" itu ditujukan kepadanya, tapi Soat Peng-say tidak tahu apa maksudnya, ia coba Tanya: '"Apa yang nona maksudkan?"
Dengan lemah Sau Kim-leng berkata: "Ke ....ketiga jurus serangan gabungan pedangmu itu tidak tepat. . ."
Sudah tentu Peng-say merasa tersinggung, jawabnya
dengan gusar: "Jika tidak tepat, harap nona suka memberi petunjuk!"
Sau Kim-leng menggeleng, katanya: "Ketiga jurus
serangan gabungan dua pedang itu masih selisih sangat ....
sangat jauh. sama sekali .... sama sekali kacau balau." "
Sungguh tidak kepalang gusar Peng-say karena orang
berani menghina ketiga jurus ilmu pedang kebanggaan
perguruannya, ia tidak tahan lagi, bentaknya: "Lihat serangan!" Berbareng itu pedangnya terus menusuk ke ulu hati Sau Kim-leng
Menurut jalan pikiran Soat Peng-say, ilmu silat Sau Kim-
leng pasti jauh di atas Liok-ma, makanya nona itu
memandang rendah ketiga jurus ilmu pedangnya tadi.
Karena itulah serangannya dilakukan dengan cepat dan
ganas. Tak tersangka Sau Kim-leng sama sekali tidak berkelit
sehingga dengan tepat kena ditusuk oleh Soat Peng-say,
kontan nona itu menjerit.
Peng-say jadi terkejut dan cepat menahan serangannya,
namun begitu ujung pedang tetap masuk juga satu-dua senti kedalam dada Sau Kim-leng.
Sama sekali Liok-ma tidak menyangka akan kejadian itu,
namun cukup cepat juga dia melakukan pertolongan,
hampir pada saat yang sama cambuknya menyabat batang
pedang Soat Peng-say. Seketika tangan Peng-say bergetar
dan tidak mampu memegangnya lagi, kontan pedang
mencelat oleh betotan cambuk dan melayang ke atas, "crat", pedang menancap dibelandar hingga ambles lebih dari
setengah. Menyusul cambuk Liok-ma berputar balik lagi dan
menutuk ke depan. Merasa telah menimbulkan malapetaka,
Soat Peng say menyadari nasib dirinya pasti akan celaka, tapi iapun tidak manda menanti ajal, cepat ia melompat
mundur sambil meraba pedang dipunggungnya.
Rupanya Liok-ma benar2 menjadi murka, tutukan
pertama luput, segera cambuknya menyabat pula secepat
kilat. Soat Peng-say juga cukup cekatan, pada saat yang tepat
pedang di punggung telah dilolosnya untuk menangkis
"Pletak", cambuk dan pedang beradu, tahu2 pedang Soat Peng-say yang patah menjadi dua potong.
Pucat pasi muka Soat Peng say, ia tidak sanggup
bertahan lagi setelah kehilangan senjata andalannya
sedingkan serangan ketiga cambuk Liok-ma bertambah
cepat, kontan Tiong-ting hiat didada Soat Peng-say tertutuk.
Tutukan cambuk Liok-ma sangat keras, "bluk" Peng-say jatuh terduduk dan darah segar tersembur dari mulutnya,
seketika ia tak mampu berdiri lagi.
Meski anak muda itu sudah terluka parah, namum
marah Liok-ma belum lagi reda, damperatnya: "Keparat yang tidak tahu malu, mengapa kau menyerang gadis yang
sama sekali tak bertenaga, kau manusia atau bukan?"
Biasanya Soat Peng-say sangat disiplin terhadap dirinya
sendiri, sebaliknya suka memberi maaf kepada kesalahan
orang lain. Meski terluka parah, dengan malu ia tetap
menjawab: "Aku .... aku tidak tahu bahwa Siocia kalian tidak mahir ilmu silat."
"Tidak tahu apa?" damperat Liok-ma. "Siocia kami serba pintar, apa yang diketahuinya jauh diatasmu, hanya ilmu
silat saja sejak kecil tidak mau dipelajarinya."
"Untunglah lukanya tidak parah," ujar Peng-say.
Hati Liok-ma rada lega juga melihat baju Sau Kim-leng
di bagian dada hanya berlepotan darah sedikit saja, namun ia mengira ucapan Soat Peng-say itu sengaja ber-olok2,
segera ia mendengus: "Hm. jadi kau menyesal karena tidak berhasil membunuh Siocia kami" Hm, kulihat seranganmu
sangat keji, jika pertolonganku kurang cepat, tentu
terlaksanalah maksud tujuanmu."
Peng-say tidak mau berdebat dengan si nenek, ucapnya
dengan pelahan: "Sudah lebih seratus jurus kita bergebrak, sekarang hendaklah kau beri kematianku dengan cepat, jika kau ingin melampiaskan sakit hati Siociamu, silakan bunuh
saja aku dan hendaklah kau suka mengampuni adik
perempuanku."
"Jangan mimpi!" teriak Liok-ma. "Adik perempuanmu adalah biang keladi dari semua gara2 ini dan tidak boleh diampuni. Sebaliknya kau, sebenarnya dapat kuberi
kelonggaran padamu, tapi sekarang pun tidak dapat lagi,
kau melukai Siocia kami, dosamu tidak dibawah budak cilik itu."
"Jika demikian, jadi kami harus mati"' tanya Peng-say.
"Ya, tiada jalan lain!" dengus Liok-ma.
Mendadak Sau Kim-leng berkata dengan suara lemah:
"'Liok-ma, coba tanyai dia dulu, jangan menakuti dia."
Untuk lebih meyakinkan, Liok-ma berpaling dan tanya si
nona: "Yang dimainkannya apakah betul Siang-liu-kiam-hoat?"
Sau Kim-leng mengangguk, jawabnya: "Betul. cuma
ketiga jurus serangan gabungan dua pedang itu sudah
diubah sedemikian rupa sehingga tidak keruan. sudah
selisih jauh daripada ketiga jurus yang asli. ilmu pedangnya boleh dikatakan kacau-balau."'
Soat Peng-say menjadi gusar pula, teriaknya: "Kau cuma seorang perempuan lemah, apa yang kau ketahui" Ilmu
pedang Ajaran guruku masa boleh kau lukiskan dengan
kata2 kacau-balau begitu"!"
"Tutup mulut!" bentak Liok-ma. "Sekali Siau Leng bilang ilmu pedangmu salah, maka pasti tidak betul. Bila Siau Leng bilang ilmu pedangmu kacau-balau, maka jelas
memang kacau-balau "
"Hehe, sayangnya anda justeru kalah di bawah ilmu
pedang yang kacau balau ini!" ejek Peng-say.
Ini memang fakta. Liok-ma sendiri tahu bilamana
serangan ketiga Soat Peng-say tadi tidak memberi
kelonggaran, tentu kedua tangannya sudah buntung.
Namun dia tidak mau terima kebaikan ini.
Jengeknya: "Hm, bilamana kita bertempur betul2, coba jawab, apakah kau sempat mengeluarkan ketiga jurus
serangan pedang gabungan begitu?"
Soat Peng-say menjadi bungkam. Apa yang dikatakan si
nenek juga betul. Bilamana mereka benar2 bertempur, tentu kedua pedang Soat Peng-say sudah tergetar patah semua,
hakikatnya tidak ada kesempatan melancarkan ketiga jurus serangan maut itu dan juga tidak mungkin dapat bergebrak dengan nenek itu hingga seratus jurus.
Jadi jelas Liok-ma mampu mematahkan pedangnya sejak
tadi, dalam gebrakan seratus jurus itu, asalkan cambuk
sinenek beradu dengan pedang, setiap saat ada kemungkinan pedang tergetar patah, namun dia tidak
mencari kesempatan itu, malahan beberapa kali pedang
beradu dengan cambuk juga si nenek tidak menggunakan
tenaga dalamnya untuk mematahkan pedang, jadi seperti
sengaja membiarkan Soat Peng-say menyelesaikan seratus
jurus Co-pi-kiam-hoatnya.
Maka sadarlah Peng-say sekarang bahwa sesungguhnya
si nenek telah memberi kelonggaran padanya. entah ada
maksud tujuannya. Dengan dahi berkerut ia coba
merenungkan arti pertanyaan Liok-ma kepada Sau Kim-
leng tadi. Begitulah didengarnya Liok-ma lagi berkata; "Lolo
sengaja memberi kesempatan bagimu memainkan seratus
jurus pedangmu agar kau dapat mati lebih enak, sekarang
seratus jurus itu sudah selesai, ingin kutanya lagi beberapa kali, jika kau mengatakan terus terang, segera akan
kubunuh kau dengan cepat. Kalau tidak, biar kau rasakan
dulu tutukan maut dan mencicipi pula rasanja Hun-kin-coh-kut (otot keseleo dan tulang terkilir)."
Tergerak hati Soat Peng-say, baru sekarang dipahaminya
maksud tujuan orang. Segera ia mendengus: "Hm, kiranya tujuanmu
yang terakhir hanya ingin menanyai keteranganku. Namun Cayhe bukan pesakitan mau bunuh
boleh bunuh, tidak ada yang perlu kukatakan."
"Sekarang kau tak dapat bebas lagi, meski bukan
pesakitan, jika ingin mati dengan cepat, mau-tak-mau harus kau katakan terus terang!" damperat pula si nenek.
Dengan hambar Peng say menjawab: "Kutahu kau cuma
ingin tanya Siang-liu-kiam-hoat apa segala ingin kukatakan lebih dulu bahwa selama ini tidak pernah kukenal nama
ilmu pedang tersebut."
"Anak busuk, bohong kau!" teriak Liok-ma.
"Percaya atau tidak terserah padamu," kata Peng say.
"Jika kau sengaja membunuh orang untuk memuaskan
hatimu, silakan turun tangan saja, bilamana Soat Peng say berkerut kening dia bukan lelaki sejati."
Mendadak Sau Kim-leng menyela: "Numpang tanya
Kongcu, apa nama ilmu pedang tangan kirimu itu?"
"Tidak ada nama," jawab Peng-say singkat.
Liok-ma mengira anak muda itu sengaja tidak mau
mengaku, dengan gusar ia membentak: "Siau Tho, buka Hiat-to adik perempuannya."
Setelah Ciang bun-hiat yang tertutuk itu dilancarkan. Cin Yak-leng lantas siuman, ketike melihat Soat Peng-say
berduduk di lantai dengan dada berlepotan darah, ia
berteriak kuatir: "He, kakak Peng, kenapa kau"!"
Segera ia bermaksud memburu maju. Tak terduga Hiat-
to yang satu dibuka, Hiat-to yang lain ternyata masih
tertutuk sehingga hanya dapat bicara tanpa bisa bergerak.
"Tidak apa2, adik Leng, cuma terluka sedikit, tidak gawat jangan kuatir," kata Peng-say.
"Hm, apa yang dikuatirkannya" Kukira kau yang tidak perlu
berkuatir baginya," jengek Liok-ma Sambil menyeringai ia lantas mendekati Yak-leng.
"Akan kau apakan dia?" teriak Peng say sekuatnya.
"Akan kucabut seluruh rambutnya bersama kulit
kepalanya," ucap si nenek dengan keji.
"Sekali kubilang tidak tahu ya tetap tidak tahu, urusan yang memang tidak tahu cara bagaimana harus kujawab?"
teriak Peng-say dengan gusar.
Segera Liok-ma hendak mencengkeram rambut Cin Yak-
leng Syukur Sau Kim-leng lantas berseru: "Nanti dulu, Liok-ma, biarkan kutanyai dia."
Lalu ia meninggalkan kursinya dan mendekati Soat
Peng-say. Liok-ma tahu Soat Peng-say tidak mampu berdiri, tapi ia
kuatir anak muda itu akan nekat dan melakukan serangan
terakhir untuk gugur bersama sang Siocia, maka cepat ia
memburu kesamping Sau Kim-leng untuk melindunginya.
Sau Kim-leng berdiri didepan Peng-say dengan wajah
yang melankolik, wajah yang murung dan menimbulkan
rasa kasih-sayang setiap orang yang melihatnya, katanya
dengan sayu: "Soat kongcu, jurus pertama Co-pi-kiam-hoatmu itu bernama Kiong-siang-kut-tau bukan?"
"Kiong-siang-kut-tau" atau muka melarat tulang kere adalah kata2 makian, artinya dasar tulang melarat,
bagaimanapun tetap melarat dan tidak mungkin jaya.
Hampir dapat dipastikan didunia ini tiada orang tolol
yang mau memberi nama jurus pedangnya dengan istilah
makian itu. Cin Yak-leng menyangka Sau Kim-leng sengaja


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ber-olok2 dan secara tidak langsung memaki kakak Peng
bermuka kere. Diam2 ia merasa gusar.
Tak terduga, tiba2 terdengar Soat Peng-say menjawab
dengan melengak: "Ya, betul!"
Dimaki orang, tapi malah menjawab "betul" dengan sungguh2, Cin Yak-leng mengira anak muda itu mungkin
gegar otak karena serangan musuh tadi sehingga pikirannya menjadi tidak waras lagi.
Terdengar Sau Kim-leng menghela napas pelahan, lalu
menyambung: "Tahukah Kongcu bahwa istilah Kiong-
siang-kut-tau adalah pemberian ayahku" Dengan nama itu,
ayah ingin menunjukkan kerendahan hatinya pada jurus
pertama ini, maksudnya ilmu pedang beliau tiada berguna, wujudnya miskin dan mungkin akan ditertawakan orang."
Di balik ucapannya jelas dia menganggap Co-pi-kiam-
hoat yang dimainkan Soat Peng-say tadi adalah ilmu
pedang ciptaan ayahnya.
Sudah tentu Peng-say tidak mau percaya begitu saja
hanya karena Sau Kim-leng dapat menebak dengan jitu
nama satu jurus ilmu pedangnya, ia menjawab: "Istilah Kiong-siang-kut-tau berasal dari pujangga Ong Ting-po di jaman Cunciu, nona memang terpelajar dan serba tahu,
dengan sendirinya paham istilah tersebut, tapi jika engkau bilang istilah itu ciptaan ayahmu, hehe .. . . " dia hanya menjengek saja dan tidak melanjutkan.
Ucapan Soat Peng-say ini tetap menyatakan tidak
percaya, bahkan bernada menyindir. Keruan muka Sau
Kim-leng menjadi merah, katanya dengan suara pelahan:
"Ah, anak perempuan pegunungan seperti diriku mana bisa dikatakan terpelajar dan serba tahu. Numpang tanya, jurus kedua ilmu pedang Soat-kongcu itu bernama Put-cun-kay-ti (tidak naruh rasa sirik) bukan?"
Supaya maklum bahwa ayah Sau Kim-leng bernama Sau
Cing-in, meski wataknya aneh, eksentrik, tingkah-lakunya angkuh dan mendekati sifat latah. namun hidupnya lebih
suka menyendiri dan tidak suka menonjolkan nama. Ilmu
pedang aliran Pak-cay sudah termashur sejak turun
temurun, sampai di tangan Sau Cing-in, karena bakat
pembawaannya yang luar biasa, Pak-cay tambah terkenal
dan berjaya, pada usia setengah baya dia berhasil
menciptakan sendiri Siang-liu-kiam-hoat atau ilmu pedang dua saluran.
Siang-liu-kiam-hoat itu boleh dikatakan sudah mencapai
puncaknya pengetahuan ilmu pedang, tapi Sau Cing-in
tidak pernah pamerkan ilmu pedangnya itu terhadap orang
luar. Ketika untuk pertama kalinya dia perlihatkan ilmu
pedangnya itu kepada orang luar dan namanya bertambah
mengguncangkan dunia persilatan, tapi pada tahun itu juga dia lantas menghilang hingga sekarang.
Begitulah Soat Peng-say menjadi sangsi setelah Sau Kim-
leng menyebut dengan tepat nama jurus ilmu pedangnya, ia tidak habis mengerti darimana si nona bisa tahu sejelas itu.
Dalam pada itu Sau Kim-leng telah menyambung pula:
"Dan jurus ketiga bernama Ya-jin-hian-pau (orang liar memperlihatkan keluguannya) betul tidak!"
Saking kejut dan herannya sampai Soat Peng say tidak
sanggup bersuara, ia hanya mengangguk saja.
Lalu Sau Kim-leng berkata pula: "Dan jurus keempat
Wan-se-put kiong (main2 tanpa ikatan peraturan). jurus
kelima Tam-jian-tit-ci (menghadapinya dengan tak acuh). .
." Dia terus menyebut nama setiap jurus ilmu pedang Soat Peng-say hingga jurus ke-49 yang bernama Ki-jik san-lim
(meninggalkan jejak di pegunungan), lalu selesai.
Nama ke-49 jurus ilmu pedang itu ternyata disebutnya
dengan jitu. keruan Soat Peng-say melenggong hingga lama dan tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
"Bagaimana, mengapa diam saja, jangan2 hapalan Siau Leng tidak betul?" demikian tanya Liok-ma kemudian.
"Kalau betul mau apa?" jawab Peng-say dengan
mendongkol. "Baiklah jika kau mengaku betul," kata Liok-ma.
"Sekarang ingin kutanya suatu soal yang paling sederhana, coba jawab, sebab apa Siocia kami dapat mengapalkan
nama setiap jurus ilmu pedangmu tanpa keliru satu
hurufpun?"
"Ini . ... ini." Soat Peng-say menjadi gelagapan.
"Tidak perlu ini dan itu, mengaku saja terus terang,
Siang-liu-kiam-hoat itu kau pelajari dari siapa?" tanya Liok-ma.
"Hakikatnya aku tidak tahu Siang-liu-kiam-hoat apa
segala!" jawab Peng say tegas.
"Masih bilang tidak tahu" Co-pi-kiam-hoat yang kau
mainkan itulah bernama Siang-liu-kiam-hoat!" teriak Liok-ma dengan gusar.
"Kukira bukan," ujar Peng-say sambii menggeleng. "Bila betul Siang-liu-kiam-hoat, mustahil aku tidak tahu."
"Bukan tidak tahu, tapi matipun kau tidak mau
mengakuinya!" bentak Liok-ma.
"Baiklah, anggaplah memang betul Siang-liu-kiam-hoat, lalu mau apa?" kata Peng-say dengan mendongkol.
"Siang-liu-kiam-hoat adalah ilmu rahasia keluarga Sau yang terkenal sebagai Pak-cay ini, tiada ilmu keluarga Sau yang diajarkan kepada orang luar. lalu darimana kau
berhasil mencuri belajar?"
"Kukira ucapanmu kurang tepat," ujar Peng-say sambil menggeleng. '"Cayhe mempelajari ilmu pedang ini secara terangan dari guruku, mana boleh kau katakan mencuri
belajar segala?"
"Siapa gurumu?" tanya Liok-ma.
"Nama guruku tidak boleh sembarangan kukatakan."
"Apakah tidak berani kau katakan" ejek Liok-ma.
Soat Peng-say menjadi gusar, jawabnya: "Guruku
bukanlah pesakitan atau buronan, kenapa tidak berani
kukatakan" Soalnya aku merasa tidak perlu kukatakan
kepadamu."
"Hm, kalau gurunya maling, dengan sendirinya tak
berani kau katakan," jengek Liok-ma pula.
Tidak kepalang gusar Soat Peng-say, ia
ingin mendamperat nenek itu, tapi napas terasa sesak, terpaksa hanya melotot saja, sorot matanya yang bengis itu se-akan2
hendak memberitahu kepada Liok-ma bahwa bilamana aku
Soat Peng-say tidak mati sekarang, pada suatu hari kelak pasti akan kau rasakan akibat dari ucapanmu tadi!
Liok-ma lantas menjengek pula. katanya: "Hm, boleh
saja kau mendelik, memangnya Lolo takut akan kau
caplok" Biar kukatakan lagi lebih jelas, gurumu ialah
maling, dia mencuri Siang-liu-kiam-hoat keluarga Sau
kami!" Karena tidak sanggup bersuara untuk membantahnya,
saking gemasnya hampir saja Peng-say jadi kelengar.
"Soat kongcu," tiba2 terdengar suara Sau Kim-leng yang lembut itu, "janganlah kau marah, Liok-ma memang suka bicara kasar dan sembarangan maki orang, engkau anggap
sepi saja."
Padahal Liok-ma sangat setia kepada majikan, malah
dianggap suka sembarangan memaki. ia menjadi penasaran
dan berseru: "Siocia, masa ucapanku tidak betul" Jika gurunya bukan maling. mengapa tidak memberitahukan
nama ilmu pedangnya kepada muridnya, kukira anak busuk
inipun tahu gelagat tidak menguntungkan, maka sengaja
merahasiakan nama gurunya .... "
"Sudahlah, Liok-ma," sela Sau Kim-leng dengan dahi berkerut, "Soat kongcu tidak mau sembarangan menyebut nama gurunya, ini tanda rasa hormatnya kepada sang guru, mana boleh sembarangan kau menuduhnya."
Kembali dianggap sembarangan menuduh orang, Liok-
ma hanya tersenyum dongkol, tapi iapun tidak berani
membantah lagi agar tidak didamperat majikan mudanya.
Dengan sungguh2 Sau Kim-leng lantas bertanya pula:
"Soat-kongcu, apakah gurumu sepanjang tahun suka
memakai jubah hitam?"
Peng-say tidak sampai hati menolak pertanyaan orang, ia
mengangguk dan berkata: "Ya, guruku memang suka pada warna hitam, sepanjang tahun beliau memang memakai
jubah hitam."
Air muka Sau Kim-leng tampak berubah, ucapnya
dengan suara rada gemetar: "Apakah boleh kutanya pula, adakah sesuatu tanda khas pada wajah gurumu?"
Liok-ma juga memandangi Soat Peng-say dengan tegang,
katanya di dalam hati: "Wah, jika gurunya adalah Cukong (majikan) yang hilang itu, maka berarti aku telah memaki majikan sendiri sebagai maling, dosaku ini tak dapat
kutebus dengan sekali mati saja."
Watak Liok-ma memang pemberang, mulutnya suka
'ceplas-ceplos" tanpa pikir. tak pernah terbayang olehnya ada kemungkinan majikannya yang hilang itu yang
mengajarkan Siang-liu-kiam-hoat kepada Soat Peng-say.
Maklumlah, sudah lebih 20 tahun Sau Cing-in menghilang
sehingga harapannya untuk kembali dengan hidup
sangatlah tipis, namun begitu juga tiada seorangpun yang dapat memastikan sang majikan telah meninggal dunia.
Setelah berpikir sejenak, Soat Peng-say menggeleng dan
berkata: "Tidak ada, muka guruku tiada terdapat sesuatu ciri khas "
Segera Liok-ma berkata: "Coba pikirkan lagi lebih teliti, apakah pada . . . ." dia menyuruh orang pikir lagi, tapi dia sendiri hampir tak tahan akan menjelaskan ciri khas yang terdapat pada wajah Sau Cing-in.
Maka cepat Sau Kim-leng mencegahnya: "Liok-ma,
jangan banyak bicara!"
Si nenek mengiakan, tapi Soat Peng-say didesaknya pula:
"Hayo anak muda, lekas pikir lagi!"
"Muka guruku memang tiada ciri khas apa2, tak perlu kupikirkan lagi," jawab Peng-say.
"Masa di pipi kiri . . . ."
"Kau usil apalagi"!" sela Sau Kim-leng kurang senang sebelum lanjut ucapan Liok-ma itu.
"Mungkin dia lupa maka kuingatkan dia, masa tidak
boleh?" ujar si nenek.
"Menurut ibu, ciri khas itu sangat menyolok, masa perlu diingatkan segala?" kata Kim-leng.
Liok-ma pikir apa yang dikatakan si nona memang betul,
ia merasa dirinya sendiri yang tidak punya otak, ia
menyengir, diam2 iapun menghela napas lega karena tidak
telanjur memaki majikannya sendiri.
Peng-say jadi tertarik oleh karena pertanyaan orang yang ber-tubi2 itu, katanya kemudian, "Memangnya nona
menyangka guruku ada hubungan apa2 dengan anggota
keluargamu?"
Sau Kim-leng menggeleng. jawabnya: "Tidak, akulah
yang salah sangka. Cukup dari ketiga jurus serangan
gabungan kedua pedangmu saja jelas berselisih sangat jauh, sedikitpun tak mungkin terjadi."
Mendadak Soat Peng-say mendengus.
Sau Kim-leng sangat pintar dan cerdik, ia tahu kata2nya
barusan telah menghina kehormatan guru orang, cepat ia
minta maaf: "Ucapanku tadi tidaklah sengaja, harap
Kongcu jangan marah "
Karena orang mau minta maaf, hati Peng-say menjadi
lemas, dengan ramah iapun menjawab: "Ah, tidak apa2."
Melihat anak muda itu bersikap baik pada Sau Kim-leng,
Cin Yak-leng menjadi sirik, mendadak ia menjengek: "Hm, apabila ada orang berani menghina guruku, andaikan tak
dapat kutampar mukanya. sedikitnya juga akan kudamperat
dia, kalau tidak sia2 belaka budi kebaikan Suhu yang telah mendidik kita selama ini."
"Jika kau mampu, boleh coba kau mendamperat!" ujar Liok-ma.
"Bukan guruku yang dihina, tidak perlu kuikut campur,"
jawab Yak-leng.
"Untuk menghina gurumu apa susahnya?" ujar Liok-ma.
"Nah. dengarkan, gurumu mirip genderuwo, siluman rase, perempuan bawel."
Cin Yak-leng tertavva ter-kekeh2 geli malah.
Liok-ma jadi melengak sendiri, tanyanya: "Kenapa kau tertawa, kau tidak balas memaki?"
"Hihihi, malahan harus kupuji kepintaranmu memberikan istilah2 bagus itu, mana boleh kumaki kau,"
kata Yak-leng. Liok-ma menyangka Cin Yak-leng takut mati, maka
tidak berani memakinya, segera ia menjengek; "Huh, tak berguna!"
"Adik Leng bukankah nona yang tak berguna," tiba2
Peng-say menimbrung.
"Kalau berguna, mengapa dia tidak ambil pusing
gurunya dimaki orang?" jengek Liok-ma pula. "Huh. jelas dia takut kuhajar dia, makanya dia ter-tawa2 padaku."
"Adik Leng tidak punya guru, dengan sendirinya dia
tidak ambil pusing," kata Peng-say.
"Mustahil dia tidak punya guru," kata Liok-ma. "Jelas dia anak murid Bu-tong-pay, memangnya kau kira aku
tidak tahu?"
Dari gerak tubuh Cin Yak-leng tadi Liok-ma mengetahui
nona ini anak murid Bu-tong-pay, menurut peraturan
perguruan Bu-tong, guru lelaki tidak mengambil murid
perempuan dan guru perempuan tidak menerima murid
lelaki. Jika Cin Yak-leng benar mempunyai Suhu, maka
Suhunya pasti seorang Tokoh (pendeta perempuan agama
Tao). Tapi Soat Peng-say lantas menjelaskan: "Ilmu silat adik Leng memang berasal dan Bu-tong-pay. tapi dia bukan
murid Bu-tong."
Dengan sendirinya Liok-ma tidak tahu ilmu silat Cin
Yak-leng itu diperoleh dari hasil renungan, sendiri dari kitab pusaka Siang-jing-pit-lok yang dipinjamnya dari Soat Peng-say itu, dia mengira anak muda itu sengaja membela adik
perempuannya. maka dia lantas menjengek pula: "Huh. aku tidak percaya."
Soat Peng-say hendak bicara lagi tapi Cin Yak-leng
lantas menyela: "Sudahlah kalau dia tidak percaya."
Dalam hati si nona diam2 menyesal atas kata2-nya tadi
yang menusuk perasaan itu. padahal kakak Peng telah
membelanya setulus hati ketika orang memakinya tak
berguna Karena pikiran ini, dengan penuh rasa terima kasih ia memandang ke arah Soat Peng-say.
Kelakuan Cin Yak-leng ini telah dilihat oleh Sau Kim-
leng, diam2 ia merasa curiga: "Aneh, mengapa dia
memandang kakaknya sendiri dengan sorot mata yang
mesra begitu?"
Hanya perempuan sendiri yang paling memahami hati
perempuan, asalkan sinar mata pihak lain ada sesuatu
perubahan yang aneh. segera dia paham isi hatinya Sau
Kim-leng menyangsikan Cin Yak-leng pasti bukan adik
perempuan kandung Soat Peng-say, makanya nona itu
memandang Peng-say dengan sorot mata yang menyangkut
hubungan mesra antara lelaki dan perempuan.
Rasa sangsi ini disimpannya dalam hati, mungkin dia
merasa lelah berdiri, maka ia duduk dikursi yang terletak disebelah Soat Peng-say, lalu berkata: "Soat-kongcu. ayahku menghilang pada lebih 20 tabun yang lalu, tadi aku
menyangka gurumu mungkin ayahku, tapi sekarang setelah
kupikirkan lagi. hal ini memang tidak mungkin."
"Guruku bernama Tio Tay peng," tanpa ditanya
sekarang Soat Peng-say bicara urus terang.
Sau Kim-leng berdiri dan memberi hormat, katanya:
"Terima kasih atas keterangan Kongcu ini. Ayahku Sau Cin-in, jelas bukan orang yang sama dengan gurumu, tapi
Co-pi-kiam-hoat ajaran gurumu itu...." dia merandek sejenak, lalu menyambung dengan rasa menyesal: "maaf.
Co-pit-kiam-hoat itu jelas adalah Siang-liu-kiam-hoat.
Ciptaan ayahku."
"Hal ini masih harus dibuktikan lagi lebih lanjut, untuk sementara ini Cayhe tidak dapat menerima pernyataan
nona ini," jawab Peng-say.
Bibir Sau Kim-leng yang merah dan mungil itu ber-
gerak2, seperti mau bicara lagi. tapi urung.
"Ada urusan apa, silakan nona bicara saja." ujar Peng-say.
Sau Kim-leng memang nona pemalu, mestinya ia ingin
tanya dimana tempat tinggai guru Soat Peng-say, tapi dia kuatir disemprot orang, maka tak berani dikemukakannya.
Liok-ma tahu isi hati sang Siocia. segera menukas:
"Dimana tempat tinggal gurumu?"
Sebenarnya Soat Peng-say cukup menghormati orang tua
semacam Liok-ma, sejak tadi iapun memanggilnya "Lolo"
atau nenek, tapi sekarang ia malas menggubrisnya, ia pura2
tidak tahu pertanyaan orang tua itu.
Merasa diremehkan, segera Liok-ma hendak mengumbar
marahnya lagi, tapi tidak jadi. Ia pikir anak muda ini hanya boleh diperlakukan secara halus dan tidak mau dihadapi
dengan sikap keras. jalan paling baik sekarang adalah
berunding secara damai dengan dia. Maka ia lantas
menoleh dan berkata: "Siau Tho, lepaskan Hiat-to nona Soat."
Diluar tahu Soat Peng-say. diam2 si nenek mengedipi
Siau Tho pula. Pelayan itu tahu apa artinya itu, waktu dia membuka Kim-sok-hiat, seperti tidak sengaja sikutnya
menyodok pelahan pula Leng-tay-hiat di tubuh Cin Yak-
leng. Hiat-to yang tersebut belakangan ini adalah Hiat-to
mematikan. bila tertutuk tepat bisa binasa seketika. sedikit tersodok juga akan mengakibatkan kepala pusing dan
semaput. Siau Tho menyikut dengan pelahan, seketika Yak-
leng merasa kepalanya pening dan sekujur badan tak
bertenaga. Sudah tentu Siau Tho tidak melepaskan Cin
Yak-leng, ia pura2 menyilakan duduk si nona dan
memayangnya berduduk di suatu kursi.


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena kepala pening dan badan lemah, Cin Yak-leng
jadi mengantuk dan ingin tidur saja. sedapatnya ia bertahan diatas kursi.
Diam2 Liok-ma memuji kecekatan bekerja Siau Tho, ia
sengaja berseru kaget: "He, air muka nona Soat seperti kurang sehat. lekas membawanya mengaso kekamar tidur
Siocia." Cin Yak-leng tidak tahu telah dikerjai orang, dalam
keadaan pening ia berkata: "Kakak Peng, aku ....aku tidak enak badan . . . ."
"Ya, lekaslah pergi tidur sebentar," ujar Peng-say dengan penuh perhatian.
Siau Tho lantas membawa Cin Yik-leng kedalam kamar.
Setiba disana, kuatir si nona akan cepat sadar kembali.
segera ia menutuk pula Kin-sok-hiat serta Hiat-to yang
membuatnya bisu.
Sekarang umpama Hiat-to Cin Yak-leng yang tertutuk
tadi dapat terbuka sendiri, tapi jelas tak dapat bergerak dan bicara lagi. Dengan sendirinya Soat Peng-say tidak tahu apa yang terjadi, ia menyangka Yak-leng sedang tidur didalam kamar. Diam-diam dia merasa sangat berterima kasih atas
kebaikan Liok-ma yang menyuruh Siau Tho membawa
Yak-leng ke kamar.
Lalu Liok-ma berkata dengan tersenyum kepada Peng-
say: "Biarpun aku tidak paham Siang-liu-kiam-hoat, tapi pernah kulihat Loya (tuan besar) berlatih maka sedikit aku masih ingat caranya, sebab itulah ketika Soat-kongcu
menghajar Peng dan Kwa tempo hari, segera aku tertarik
oleh ilmu pedangmu. Pertama demi menyembuhkan sakit
rindu Siocia. selain itu juga untuk dibuktikan sendiri oleh Siocia akan ilmu pedangmu, terpaksa kuserang mendadak
dan membawa Kongcu ke sini."
Didepan Sau Kim-leng si nenek bicara tentang sakit
rindunya, tentu saja Kim-leng malu dan menunduk, ia ingin mengomeli si nenek, tapi tidak enak karena hadirnya Soat Peng-say.
Cara bicara Liok-ma memang tanpa tedeng aling2,
segera ia mencerocos lagi: "Tak tersangka orang yang dirindukan Siocia kami bukanlah kau melainkan. . . ." "
Sampai disini, Sau Kim-leng tidak tahan lagi, ia sengaja berdehem perlahan.
Baru sekarang Liok-ma melihat air muka sang Siocia
yang kurang senang itu, dia bukan orang bodoh, maka cepat ia putar haluan dan menyambung pula: "Sudahlah, hal ini tidak perlu kukatakan lebih banjak Hanya satu hal, coba
Kongcu pikir. apakah orang tidak mendongkol, sudah lama
ayah Siocia tak diketahui jejaknya, ibunda meninggal dunia pula, Siocia hidup sebatangkara. semua ini sudah cukup
membuatnya sengsara dan harus dikasihani. tapi sekarang
dia terhina pula. Kalau menuruti watakku, betapapun harus kubunuh kau dan adik perempuanmu untuk melampiaskan
dendam Siocia."
Dengan kurang senang Sau Kim-leng berkata: "Ai, buka mulut bunuh orang, tutup mulut bunuh orang, sifat Liok-ma yang pandang jiwa manusia seperti tak berharga ini
harus diubah."
"Hm, jika bukan sifatku yang keras ini, apakah Lenghiang-cuy dapat bertahan sampai sekarang!" ujar Liok-ma.
Apa yang dikatakannya memang bukannja tidak
beralasan. Semenjak menghilangnya Sau Cing-in, ibu Sau
Kim-leng lantas keluar rumah mencari kesegenap pelosok
tanpa berhasil. Sau-hujin (nyonya Sau) dan Sau Cing-in
hidup rukun bahagia, hilangnya suami dalam beberapa
tahun saja telah membuat nyonya yang baru berumur 40-an
itu tampak lebih tua belasan tahun.
Akhirnya segala petunjuk yang mungkin dapat menemukan Sau Cing-in putus asa sama sekali, Sau-hujin
jatuh sakit dan masih bertahan hingga beberapa tahun,
waktu meninggal, umur Sau Kim-leng baru sebelas tahun.
Selagi Sau-hujin masih hidup, sementara orang persilatan yang berniat jahat masih jeri terhadap nyonya rumah itu
dan tidak berani menyatroni Leng-hiang-cay, tapi begitu
Sau-hujin wafat, orang2 jahat itu sama mengincar kitab
pusaka ilmu silat keluarga Sau, begitu pula kekayaannya
yang tertumpuk selama turun-temurun.
Dalam keadaan begitu di rumah keluarga Sau hanya
Liok-ma saja yang ilmu silatnya cukup memadai untuk
menghadapi para penyatron itu, dia melanggar pantangan
membunuh secara besar2an. setiap pengacau yang datang,
hampir sembilan di antara sepuluh orang yang binasa di
bawah cambuknya. Terkadang ada kaum pelancongan yang
tidak sengaja lalu di Leng-hiang-cay juga telah menjadi
korban keganasan Liok-ma, sampai akhirnya Ngo-tay-san
yang terkenal indah permai itu putus oleh kunjungan
wisatawan. Tapi setelah Liok-ma berhasil membinasakan beberapa
gembong iblis penyatron itu, namanya lantas disegani
sehingga kawanan perusuh tidak berani mengincar Leng-
hiang-cay lagi. Sebaliknya nama Leng-hiang-cay masih
tetap gemilang di dunia Kangouw. nama Pak cay tidak
tercemar sedikit pun oleh karena hilangnya Sau Cing-in,
setelah Sau-hujin Wafat juga Pak-cay tetap berjaya.
Kalau Liok-ma menonjolkan jasanya itu, siapapun tidak
berani menyangkalnya. Apalagi tujuan utama Liok-ma
adalah untuk melindungi keselamatan Sau Kim-leng, hal ini cukup diketahui si nona, maka biarpun kata2 Liok-ma tadi agak kaku dan kurang hormat, terpaksa Sau Kim-leng diam
saja. Betapapun Liokima memang budak tua yang setia,
setelah mengucapkan kata2 tadi, ia menjadi kuatir si Siocia akan tersinggung. cepat ia berkata pula dengan tersenyum:
"Siau Leng, kutahu kau paling anti kubunuh orang. Baiklah.
mulai sekarang, kecuaii terpaksa, aku berjanji takkan
membunuh orang lagi. Seperti halnya sekarang, lepas dari
kebiasaanku, akan kuampuni jiwa Soat-kongcu dan adik
perempuannya."
Kesempatan itu tidak di-sia2kan oleh Soat Peng-say,
cepat ia menanggapi: "Jika begitu. Cayhe dan adik Leng harus mengucapkan terima kasih kepada kemurahan hati
Lolo." Tapi mendadak si nenek menarik muka pula, katanya:
"Jangan buru2 berterima kasih segala. ucapanku belum lagi habis. Sekarang setelah Siau Leng membuktikan ilmu
pedangmu adalah Siang-liu-kiam-hoat, maka melalui
dirimu kami ingin cari tahu mengenai jejak Loya kami."'
Peng-say menggeleng, jawabnya: "Sekarang belum dapat dipastikan ilmu pedang tangan-kiriku ini adalah Siang-liu-kiam-hoat, untuk ini masih harus diselidiki dan dipelajari lebih lanjut."
"Harus dipelajari bagaimana?" tanya Liok-oia.
"Cara yang paling sederhana adalah minta Siocia kalian memainkan ke 49 jurus Co-pi-kiam-hoatku yang diapalkan
olehnya tadi, jika dia dapat memainkannva dengan tidak
salah sedikitpun barulah aku mau percaya."
"Jika tidak?" tanya Liok-ma.
"Jika tidak, maka jelas cuma nama jurusnya saja yang sama, tapi prakteknya berbeda," jawab Peng-say. "Maka Co-pi-kiam-hoat ajaran guruku tak dapat dikatakan sebagai Siang-liu-kiam-hoat segala, pula, kalianpun tidak perlu
mencari tahu jejak Sau-locianpwe melalui diriku."
"Tapi kau mesti tahu bahwa Siocia kami hakikatnya
tidak mahir ilmu silat," kata Liok-ma.
"Jika begitu, mengapa dia dapat memastikan ilmu
pedangku sebagai Siang-liu-kiam-hoat?" Peng-say balik bertanya.
"Sejak masih kecil Siocia sudah senang melihat Hujin berlatih ilmu pedang yang sakti ini. sebab itulah Siocia dapat mengingatnya dengan baik." tutur Liok-ma. "Apakab permainan ilmu pedangmu betul atau salah. sekali pandang saja Siocia akan segera tahu, misalnya ketiga jurus serangan gabungan kedua pedangmu tadi dikatakannya salah besar.
Aku jadi ingat kejadian dahulu, pernah kuragukan
kelihayan kedua pedang Loya, aku sengaja mohon petunjuk
kepada beliau. Siapa tahu, hanya satu jurus Siang-liu-kiam-hoat saja aku telah dikalahkan oleh Loya, tidak seperti kau.
harus tiga jurus baru dapat melukai tanganku."
"Latihanku masih cetek, dengan sendirinya tak dapat dipersamakan dengan Sau-locianpwe," kata Peng-say.
"Siang-liu-kiam terdiri dari: satu kanan satu kiri, satu depan satu balik, satu Yang (positip) satu Im (negitip), bilamana jurus serangannya dilontarkan, tak peduli kuat
atau lemah tenaga lawan, asalkan lawan tidak mampu
mematahkannya dengan Kungfu yang lebih tinggi, maka
dia pasti akan terluka tanpa ampun."
"Satu kanan satu kiri?" demikian Peng-say bergumam sendiri.
"Ya," Liok-ma mengangguk. "Kau mempunyai tangan kanan. tapi tidak digunakan, sungguh si tolol nomor satu di dunia ini. Akan tetapi, kalau dipikir lagi, percuma juga andai kan tangan kanan kau gunakan, sebab Siang-liu-kiam yang kau mainkan hakikatnya tidak betul. Padahal kalau
betul, cukup satu jurus saja dapat kalahkan diriku, buat apa mesti bergebrak hingga seratus jurus, lebih2 tidak mungkin pedangmu tergetar patah oleh cambukku."
"Apakah .... apakah karena Siang-liu-kiam-hoat yang tulen tidak mungkin ada kesempatan bagimu untuk
menggetar patahkan pedangnya?" tanya Peng-say.
"Ya, sebab bila aku ingin menggetar patahkan pedang lawan, betapapun cambukku harus beradu dengan pedang
lawan, tapi kelihayan Siang-liu-kiam-hoat justeru terletak pada kelincahannya sehingga tidak memberi kesempatan
kepada lawan yang bertenaga dalam lebih kuat untuk
menyentuh kedua pedangnya itu. Sebab itulah, bilamana
kedua pedang sudah dimainkan, biarpun lawan yang punya
Lwekang tinggi juga tidak dapat menarik keuntungan
sedikitpun."
"Oo. . .jika begitu, bila kumainkan Siang-liu-kiam-hoat dengan betul, hakikatnya cambukmu tidak mungkin dapat
menyentuh pedangku?" tanya Peng say.
"Memang," jawab Liok-ma "Jika sampai tersentuh, lalu terhitung ilmu pedang macam apa Siang-liu-kiam-hoat bila semudah itu pedangnya akan tergetar patah oleh musuh."
"Ilmu pedang yang kumainkan ini memang bukan Siang-
liu-kiam-hoat yang maha hebat itu, makanya kau dapat
menggetar patah pedangku," ucap Peng-say dengan tertawa.
"Lolo, ucapanmu dan Siocia kalian memang betul, yang kumainkan ini hakikatnya bukan Siang-liu-kiam-hoat
segala, dibandingkan ilmu pedang sakti inipun selisih sangat jauh juga kacau balau cara permainanku, maka hendaklah
kalian jangan lagi mengatakan Co-pi-kiam-hoat ku ini
adalah Siang-liu-kiam-hoat."
Liok-ma jadi melengak, pikirnya: "Ucapannya ini juga ada betulnya." " Tapi setelah direnungkan lagi, mendadak ia menggeleng dan berkata pula: "Tidak. tidak tepat!"
"Apa alasanmu?" tanya Peng-say.
Kiranya ilmu pedang keluarga Sau yang terkenal dengan
Pak-cay ini berjumlah belasan macam dan setiap macamnya
tergolong ilmu pedang kelas satu di dunia persilatan, lebih2
tiga macam ilmu pedang diantara belasan macam itu adalah ilmu pedang khas yang tidak diajarkan kepada orang luar
terkecuali keturunan lurus keluarga Sau. Dan Siang-liu-
kiam-hoat diciptakan oleh Sau Cing-in dengan memetik
intisari dari ketiga macam ilmu pedang tadi.
Menurut aturan, Siam-liu-kiam-hoat inipun hanya
dipelajari oleh keturunan langsung keluarga Sau, lantaran Liok-ma adalah kaum budak saja, dengan sendirinya satu
jurus saja dia tidak pernah belajar.
Akan tetapi Liok-ma pernah menyaksikan latihan Sau
Cing-in, Soat Peng-say tanya apa alasannya, dia memang
tak dapat memberi jawaban yang tepat, tapi ia lantas
berkata: "Co-pi-kiam-hoat-mu itu pasti Siang-liu-kiam-hoat, kalau tidak masakah sekali pandang saja kurasa sudah
pernah melihatnva."
"Kalau diputuskan begitu saja berdasarkan sekali
pandang saja, kukira caramu ini hanya ingin menang
sendiri," ujar Soat Peng-say sambil menggeleng.
"Kuingat Siang-liu-kiam-hoat yang dimainkan Loya
sekaligus. menggunakan dua pedang kanan dan kiri,
mungkin karena kau cuma menggunakan tangan kiri saja,
maka tampaknya mirip, namun tak dapat mengeluarkan
daya serangan yang ampuh," demikian tutur Liok-ma.
"Tapi kalau kedua tanganmu sekaligus memainkan pedang, mungkin caramu akan serupa Loya dan mengalahkan
diriku dengan satu jurus saja."
"Hakikatnya tangan kananku tak dapat kugunakan," ujar Peng
say. "Seumpama kupaksakan tangan kanan memainkan ilmu pedangku, paling2 juga sama seperti dua
Soat Peng-say menghadapi seorang Lolo, coba pikir,
apakah Lolo tidak mampu menangkis satu jurus serangan
dari dua orang Soat Peng-say macamku ini?"
Liok-ma berpikir sejenak, katanya kemudian sambil
menggeleng: "Ya, tidak dapat, biarpun sepuluh orang Soat Peng-say maju sekaligus juga tak dapat mengalahkan aku
dalam sejurus saja."
"Kalau begitu, maka persoalannya menjadi jelas sudah,"
kata Peng-say dengan tertawa. "Berhubung Co-pi-kiam-hoat yang kumainkan tadi bukan Siaug-liu-kiam-hoat, maka
tidak dapat kukalahkan kau dalam sejurus. Lolo, berkat
kemurahan hatimu jiwaku telah kau ampuni. Sekarang jelas Cayhe tiada sangkut-pautnya dengan Siang-liu-kiam-hoat,
juga jejak Loya kalian tak dapat ditemukan melalui diriku.
maka kumohon kalian jangan bertanya lagi dan sukalah
melaksanakan janjimu tadi."
"Maaksudmu supaya kubebaskan kalian kakak beradik?"
tanya Liok-ma dengan menarik muka.
"Itulah yang kuharapkan meski tidak berani kuminta,"
jawab Peng-say.
"Janjiku hanya mengampuni jiwa kalian, tapi tidak
kukatakan akan membebaskan kalian, ujar Liok ma.
"Tidak kau bebaskan kami juga tidak menjadi soal,
adalah beruntung dapat menjadi tamu Pak-cay yang
termashur ini," kata Peng-say dengan tersenyum.
"Hm, jika begitu kalian kakak-beradik boleh tinggal selama hidup di Leng-hiang-cay sini," jengek Liok-ma.
Terkesiap juga Peng say, katanya: "Pemandangan alam disini indah permai, tinggal selama hidup di sini juga boleh, tapi bila maksud tujuan Lolo menahan kami disini hanya
untnk mencari tahu jejak Sau-locianpwe, maka harapan
kalian kukira takkan terkabul."
Liok-ma meloncat keatas dan mencabut pedang yang
menancap dibelandar tadi, lalu sepotong demi sepotong
pedang itu dipatahkannya sambil berkata: "Tamu selama hidup dipenjara, apakah sekiranya kalian juga sanggup
bertahan?"
Tindakan ini mangandung ancaman. namun Soat Peng-
say hanya mendengus saja dan tidak menanggapinya pula
Seketika suasana jadi beku dan sukar didamaikan.
Sau Kim-leng yang mendengarkan sejak tadi mendadak
berkata sambil menghela napas panjang: "Bilamana dapat kutunjukkan bahwa Co-pi-kiam-hoat Soat-kongcu ini pasti
Siang-liu-kiam-hoat ciptaan ayahku, apakah nanti Kougcu
mau percaya?"
"Untuk itu nona harus memainkan satu jurus demi satu jurus dari seluruh ke-49 jurus Co-pi-kiam-hoat ini," jawab Peng-say tegas.
Sau Kim-leng menggigit bibir dengan giginya yang putih
rajin itu, lalu berkata: '"Baik, akan kulakukan sekuat tenaga!"
"Jangan!" mendadak Liok-ma mencegah.
"Kenapa jangan?" ujar Kim-leng dengan tersenyum getir.
"Memang tidak salah ucapan Soat-kongcu, bilamana
kutahu apa yang disebut Siang-liu-kiam-hoat, kalau tak
dapat kumainkan sendiri, jelas orang lain tidak mau
percaya." " Dia memberi tanda agar Liok-ma tidak
merintangnya, lalu ia memanggil pelahan: "Siau Li, coba ambilkan pedang di dinding itu."
Pelayan lain yang sejak tadi menunggu diluar pintu
kamar mengiakan dan melangkah masuk pedang hiasan
yang tergantung didinding sana diambilnya serta diangsurkan kepada Sau Kim-leng.
Bagian-13 Setelah memegang pedang ringan itu, Kim-leng berkata
pula: "Soat-kongcu, ke-49 jurus Co-pi-kiam-hoat itu tak dapat kumainkan dengan lengkap."
"Sejak kecil nona tidak belajar silat, dengan sendirinya yang dapat kau ingat sangat terbatas," ujar Peng-say. "Tapi kalau dapat kau mainkan sepuluh jurus dengan tepat, maka akupun percayalah."
Dengan pedang terhunus Sau Kim-leng lantas maju
ketengah ruangan yang sudah bebas dari perabot itu, ia
pasang kuda2 menurut ajaran ibunya.
Selagi dia hendak memutar pedangnya menurut
ingatannya, mendadak Liok-ma berseru: '"Siau Leng...."
Namun Sau Kim-leng tidak menghiraukannya, dia mulai
memainkan ilmu pedang itu dengan jurus "Kiong-siang-kut-tau".
Setiap jurus yang dimainkannya sangat lambat,
tampaknya tiada sedikitpun daya serangan. namun gaya
gerakannya serupa benar dengan permainan Soat Peng-say
tadi. Baru lima-enam jurus saja, meski tepat permainannya, namun butiran keringat sudah mulai merembes di dahinya.
"Sudahlah, cukup, cukup . . . ." seru Liok-ma, suaranya kedengaran cemas dan kuatir, se-akan2 bila Sau Kim-leng
melanjutkan permainan pedangnya segera akan tertimpa
bencana. Tapi demi untuk meyakinkan Sou Peng-say, Sau Kim-
leng tidak mau berhenti.
Karena tak dapat mencegahnya. cepat Liok-ma
mendekati Peng-say dan berkata: "Lekas kau suruh dia berhenti!"
Namun Soat

Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Peng-say tidak menggubrisnya. Dilihatnya Sau Kim-leng telah mandi keringat ketika
bermain sampai jurus kedua belas. Hal ini membuat Soat
Peng-say tidak mengerti. Ia pikir, biarpun perempuan yang paling lemah juga takkan lelah memainkan ilmu pedang
yang tidak disertai tenaga dalam ini.
Pada saat itulah mendadak terdengar Liok-ma berseru
padanya: "Jika tidak lekas kau minta dia berhenti, sebentar bila urat nadi Liok-im keterjang, jiwanya pasti sukar
dipertahankan."
"Apa katamu" Dia memiliki urat nadi Liok-im yang
buntu?" teriak Peng-say terkejut.
Dia pernah mendengar dari Tio Tay-peng bahwa di
dunia ini ada sejenis orang yang selama hidupnya tidak
boleh belajar silat, jika memaksa belajar silat, biarpun gerakan yang sangat umum, tentu juga akan mengakibatkan
urat nadi Liok-im terganggu dan jiwa bisa melayang.
Hal ini disebabkan kelainan orang yang memiliki urat
nadi Liok-im yang bi ... .bila orang biasa dapat belajar silat untuk kesehatan maka orang yang mempunyai kelainan
urat nadi itu tak dapat berlatih, bahkan terlalu lelah juga tidak boleh, apalagi kalau bergerak terlatu keras dan
mengguncangkan Liok-im, bisa jadi urat nadi akan putus
seketika dan binasa.
Dengan sendirinya Soat Peng-say tidak mau menanggung dosa membikin celaka nyawa orang, cepat ia
berseru: "Harap berhenti, nona!"
Saat itu Sau Kim-leng sudah main sampai jurus ke-17,
kepala sudah terasa pusing dan mata ber-kunang2, ia tahu bila permainan diteruskan tentu membahayakan jiwanya,
maka demi mendengar seruan Soat Peng-say itu, perlahan2
ia lantas menghentikan gerakan pedangnya.
Walaupun begitu berdirinya saja tidak tegak lagi dan ter-huyung2.
Cepat Siau Li memburu maju untuk memapahnya. "Bawa kesamping Soat-kongcu," kata Kim-leng dengan lemah.
Siau Li mendudukkan Siocianya pada kursi di samping
Soat Peng-say itu, begitu lelah sehingga napas Sau Kim-leng tampak megap2.
Apabila orang biasa, cukup Liok-ma menyalurkan sedikit
tenaga murninya dan dapat memulihkan kekuatan si nona.
Tapi urat nadi Sau Kim-leng ada kelainan, bila dibantu
dengan tenaga murni, bukannya menyembuhkan kesehatannya, sebaliknya akan membikin celaka padanya
malah. Karena itulah Liok-ma hanya menunggui dengan cemas,
Siau Li disuruh mengambilkan handuk dingin untuk
mengusap muka si nona, sejenak kemudian barulah Sau
Kim-leng pulih kembali seperti biasa.
Setelah tenang kembali, dengan suara rendah Sau Kim-
leng lantas tanya: "Soat-kongcu, tepat tidak ke-17 jurus yang kumainkan tadi?"
Peng-say melihat luka di dada si nona telah
merembeskan darah lagi sehingga bajunya yang putih
berlepotan darah lebih banyak. Ia mengangguk dan
menjawab: "Tepatnya memang tepat, cuma. . ." tapi
mengingat si nona telah memainkan ke-17 jurus tadi dengan susah payah, ia tidak tega memberi penilaian lagi
"Cuma apa" Harap Kongcu bicara terus terang," pinta Kim-leng.
"Nona memang cerdas luar biasa," kata Peng-say secara tidak langsung, "daya ingatanmu juga sangat kuat. . . ." "
Dibalik ucapannya ini se-akan2 hendak mengartikan si
nona cuma berdasarkan daya ingatannya yang kuat, maka
dapat mengulangi permainan pedang Peng-say yang telah
dilihatnya tadi.
Sudah tentu Sau Kim-leng dapat menangkap arti ucapan
anak muda itu, sungguh tak tersangka sedemikian kejam
hati anak muda itu, ia telah berusaha mati2an, akhirnya
cuma sia-sia belaka. Seketika tubuh Kim-leng menjadi
gemetar saking penasaran, selang sejenak barulah ia tanya pula: "Apakah ke-49 jurus itu harus kumainkan seluruhnya baru Kongcu mau percaya?"
"Sudahlah, kukira tidak perlu," sahut Peng-say.
Sau Kim-leng lantas meronta turun dari kursinya,
katanya dengHn tegas: "Baik, akan kumulai dengan jurus ke-18!"
Liok-ma bertambah cemas. teriaknya bengis: "Soat Peng-say, apakah kau sengaja hendak membikin celaka dia?"
Dengan ketus Peng-say menjawab: "Aku kan seperti ikan di dalam kuali dan akan menjadi makananmu yang empuk.
masa aku berani mencelakai Siocia kalian?"
Pedih rasa hati Sau Kim-leng mendengar ucapan anak
muda itu, dengan rasa getir iapun berkata: "Jangan kuatir, apabila kubikin celaka diriku sendiri, tidak nanti kuminta
ganti nyawa padamu." " Habis berkata ia terus melangkah ketengah pula dengan pedang terhunus.
"Biarpun nona dapat memainkan ke-49 jurus secara
lengkap dan benar, tetap aku tidak mau mengakui Co-pi-
kiam-hoat ajaran guruku adalah Siang-liu-kiam-hoat."
Kim-leng melengak dan berhenti melangkah.
Liok-ma kegirangan melihat sang Siocia dapat dicegah
menyerempet bahaya, tapi ia lantas bertanya: "Sebab apa?"
" Ia menyangka Peng-say sengaja mencegah permainan
pedang si nona, maka ia bertanya dengan nada yang ramah
dan pelahan. Soat Peng-say lantas menjawab: "Betapapun ruwetnya
ilmu pedang didunia ini tetap dapat di ingat dengan baik, lalu dimainkan menurut apa yang telah dilihatnya. Tapi
kalau tangan tidak memberi gerakan kunci ilmu pedangnya, melulu gerakan kosong saja tetap tiada gunanya."
Sau Kim-leng menghela napas, ia putar balik dan duduk
kembali di kursi tadi.
"Maaf, nona," kata Peng-say pula, "lantaran permainanmu tadi tiada satu jurus pun yang disertai
gerakan kunci, sebab itulah meski permainanrmu tidak
salah, namun hal itu tidak dapat menyatakan bahwa nona
mahir memainkan Co-pi-kiam-hoat dan lebih2 tak dapat
dijadikan bukti. Bilamana nona tetap ingin membuktikannya, maka silakan menguraikan beberapa kata
kunci ilmu pedangnya, asalkan tepat beberapa kalimat
diantaranya, maka percayalah aku."
"Jangankan beberapa kalimat kuncinya, satu kalimat saja aku tidak tahu," jawab Sau Kim-leng sambil menggeleng.
"Hm, syukur nona mau bicara terus terang," jengek Peng-say, "pantas. . . ."
Mungkin lanjutannya adalah kata2 yang tidak enak
didengar, makanya dia tidak menyambung.
"Silakan Kongcu bicara lebih lanjut," desak Kim-leng.
"Nona ingin mendengarnya?" tanya Peng-say.
"Ya, sekalipun kata2 mengejek dan menusuk perasaan.
tetap ingin kudengar." ujar si nona.
"Juga bukan kata2 mengejek. cuma waktu turun gunung, guruku telah memperingatkan agar jangan sembarangan
memainkan Co-pi-kiam-hoat, sebab kalau dilihat oleh orang yang berhati tamak. bisa jadi orang akan berusaha menipu kunci rahasia ilmu pedang ini."
"Kau kira kami ini orang semacam itu?" tanya Sau Kim-leng.
"Mana berani kubilang begitu, Co-pi-kiam-hoat yang
tiada artinya ini masa terpandang dimata Pak-cay yang
termashur"!" ujar Peng-say.
"Di mulut kau bilang tidak, tapi di dalam hati kau
anggap aku bersekongkol dengan Liok-ma, sebab itulah kau tidak mau mengakui Co-pi-kiam-hoat adalah Siang-liu-kiam-hoat, begitu bukan?"
"Tidak, ilmu pedang ajaran guruku ini memang bukan
Siang-liu-kiam-hoat," jawab Peng-say tegas.
"Apakah kau kuatir secara resmi kami minta kembali
bilamana kau mengaku ilmu pedangmu itu adalah Siang-
liu-kiam-hoat?" tukas Liok-ma.
Terhadap si nenek Soat Peng-say tidak mau sungkan2,
segera ia menjawab dengan ketus: "Aku kan sudah jatuh ditanganmu, apakah perlu kau bicara tentang resmi dan
sebagainya, kan dapat kau gunakan kekerasan untuk
memaksa pengakuanku."
Mendongkol si nenek, katanya: "Apa susahnya untuk itu, tiba saatnya nanti masakah kau tidak bicara secara terus terang?"
Mendadak Kim-leng berseru: "Liok-ma, apakah aku
akan kau bikin menjadi manusia yang tidak berbudi?"
"Cara bicara bocah ini terlalu kaku, bila tidak diberitahu rasa sedikit, tentu dia belum kenal kelihayan Pak-cay!" ujar Liok-ma.
"Soat-kongcu," Sau Kim-leng lantas berkata kepada Peng say, "janganlah kau anggap sungguh2 ucapan Liok-ma, sama sekali kami tidak bermaksud menipu atau memeras
kunci rahasia ilmu pedangmu."
Si nona bicara dengan sungguh dan setulus hati, tapi
Soat Peng-say tetap tidak percaya, pikirnya: "Ah, jangan2
kau cuma manis di mulut tapi keji di hati. Kalian bilang Sau Cing-in menghilang selama 20 tahun, bahwa Co-pi-kiam-hoatku ini adalah Sian-liu-kiam-hoat pusaka keluargamu
segala, hm, rupanya setindak demi setindak kalian hendak menjirat diriku agar kukembalikan ilmu pedang yang kalian katakan sebagai Siang-liu-kiam-hoat ini."
Tadinya ia mengira Sau Kim-leng adalah seorang nona
yang jujur dan perlu dikasihani, tapi sekarang sedikitpun dia tidak kasihan lagi padanya dan menganggap dia cuma
pura2 saja. Dari air muka Peng-say yang guram itu, Kim-leng tahu
apa yang dipikirkan
anak muda itu pasti tidak
menguntungkan pihaknya, diam2 ia menyalahkan cara
bicara Liok-ma yang kasar itu sehingga menambah rasa
curiga orang. Ia berusaha memberi penjelasan, katanya: "Keluarga Sau memiliki tiga macam ilmu pedang, masing2 bernama 'Hui-
ngai', 'Liu-jay' dan 'Hoa-hong'. Ketiga macam ilmu pedang ini hanya diturunkan kepada putera kandung sendiri dan
tidak diajarkan kepada murid, bahkan anak perempuan
sendiri juga tidak diajari. Siang-liu-kiam-hoat ciptaan
ayahku bersumber dari ketiga macam ilmu pedang leluhur
tadi, demi mentaati peraturan leluhur, maka cuma putera
ayah saja yang boleh mendapatkan ajaran Siang-liu-kiam-
hoat. "Akan tetapi waktu ayah menghilang, ibu belum
melahirkan seorang anakpun, sebab itulah selama ayah
sendiri tiada orang kedua lagi yang tahu rumus Siang-liu-kiam-hoat, sedangkan kitab pusaka ilmu pedang tersebut
juga hilang bersama dengan lenyapnya ayahku."
"Hanya saja waktu ayah menciptakan ilmu itu, saking asyiknya beliau sering2 lupa makan dan lupa tidur,
mendiang ibuku senantiasa mendampingi ayah, maka setiap
gerakan dan setiap jurus ilmu pedang tersebut telah
diingatnya dengan baik dan apal, bahkan dari serangan
setiap juius, pada waktu diciptakan ayah pasti juga
memberitahu kepada ibu, karena itulah ibu sendiri sangat memahami Siang-liu-kiam-hoat, baik gerakannya, nama
setiap jurusnya
dan daya serangannya. semuanya
diketahuinya dengan jelas, namun rumusnya sama sekali
tidak paham. "Tahu permainannya tanpa memahami rumusnya, tentu
saja tidak banyak gunanya, namun ibu tidak mau tanya
kepada ayah, andaikan ditanyakan juga ayah takkan
memberitahu mengingat petuah leluhur. Setelah ayah
menghilang, ibu telah mencarinya hingga belasan tahun dan tidak bertemu, namun beliau belum lagi putus asa, cuma
sayang kesehatan ibu lantas terganggu sehingga tidak
sanggup mencari jejak ayah lagi, tugas pencarian itupun
lantas diserahkan kepadaku.
"Cuma aku dilahirkan setelah ayah menghilang, selama ini belum pernah kukenal muka ayah, lalu cara begaimana
aku mencarinya. andaikan bertemu muka juga tidak kenal
dan usaha pencarian tentu akan sia2 belaka. Apalagi
menghilangkan ayah bersangkutan dengan kitab pusaka
Siang-liu-kiam-hoat, hanya melalui pencarian kitab pusaka itulah jejak ayahku dapat ditemukan.
"Mungkin ibu menyadari hidupnya tak tahan lama lagi, maka beliau lantas memberitahukan nama dan gaya
permainan Siang-liu-kiam-hoat itu kepadaku. bahkan
dimainkannya dihadapanku meski dalam keadaan sakit,
supaya aku dapat mengingat seluruh teori dan praktek
Siang-liu-kiam-hoat itu. Pada saat ibu mangkat, beliau
memberi pesan wanti2 agar selama hidupku ini harus
mencaritahu kemana menyhilangnya ayah, tapi sejauh ini
belum kutemukan sesuatu petunjuk apapun meski setiap
tahun sekali aku pasti meninggalkan gunung ini untuk
melakukan penyelidikan. Sampai hari ini . . . . "
"Karena melihat aku dapat memainkan ilmu pedang
yang serupa Siang-liu-kiam-hoat, maka kau kira ada
petunjuk yang dapat menemukan jejak ayahmu, begitu
bukan?" sela Soat Peng-say.
"Ya, maka kumohon Kongcu sudi membantu!" Kim-leng memohon dengan sangat.
Peng-say menggeleng. katanya: "Jangankan aku tidak
dapat memberi bantuan apa2, andaikan bisa. . ." dia merandek dan tidak meneruskan.
"Jangan2 kau kuatir Leng-hiang-cay akan bertindak
sesuatu yang tidak menguntungkan gurumu?" tanya Sau Kim-leng.
Memang inilah yang dikuatirkan Soat Peng-say. Ia pikir
Sau Cing-in sudah hilang lebih 20 tahun, besar
kemungkinan sudah mati, bilamana kematiannya berhubungun langsung dengan kitab pusaka Siang-liu-kiam-
hoat, maka orang yang mendapatkan kitab pusaka itu
mungkin juga si pembunuh Sau Cing-in, jika keluarga Sau
berhasil menemukan orang itu, mustahil urusan ini dapat
didamaikan dan bila Soat Peng-say membantu mereka,
bukanlah ini berarti dia membikin celaka gurunya sendiri"
Sudah tentu Ping-say tak dapat mengakui kekuatirannya
itu, jawabnya sambil menggeleng: "Tidak, Co-pi-kiam-hoat guruku jelas bukan Siang-liu-kiam-hoat!"
"Alasanmu tetap menyatakan Co-pi-kiam-hoat bukan
Siang-liu-kiam-hoat, apakah lantaran tiada satu jurus Co-pi-kiam-hoatmu itu dapat mengalahkan Liok-ma?" tanya Kim-leng.
"Ya, boleh dikatakan begitu," jawab Peng-say.
"Sebabnya tak dapat mengalahkan Liok-ma dengan satu jurus adalah karena yang diperoleh gurumu hanya setengah bagian dari kitab Siang-liu-kiam-hoat!"
"Darimana kau tahu?" tanya Peng-say.
"Coba Kongcu terka, sebab apa kukatakan ketiga jurus serangan gabungan kedua pedangmu itu masih selisih
sangat jauh?"
"Dan harus ditambah lagi satu kalimat, kacau balau!"
tukas Peng-say dengan menyengir.
"Untuk itu hendaklah Kongcu sudi memberi maaf," kata Kim-leng
dengan menyesal. "Bukan maksudku meremehkan kesanggupan

Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gurumu, padahal boleh dikatakan tidak mudahlah bagi gurumu yang cuma
mempunyai lengan satu, tapi dapat menciptakan ketiga
jurus serangan gabungan dua pedang itu."
Peng-say terkejut. "Da. . .darimana kau tahu guruku hanya mempunyai lengan satu?" tanyanya cepat.
"Kalau tidak lengan satu, mengapa Kongcu memainkan
gerak serangan dua pedang, tapi yang digunakan hanya
tangan kiri saja?" kata Kim-leng. "Maka jelaslah gurumu adalah seorang yang cuma berlengan satu, dan jurus
serangan dua pedang yang diciptakan orang yang buntung
sebelah tangannya dengan sendirinya juga cuma cocok
digunakan dengan satu tangan saja."
Mau-tak-mau Soat Peng-say mengangguk, katanya:
"Ucapan nona memang betul, ketiga jurus serangan
gabungan dua pedang yang diciptakan guruku itu bila
kugunakan dengan kedua tangan, jadinya malah tidak
sehebat bilamana kumainkan dengan satu tangan."
"Apakah Kongcu tahu sebab apa gurumu menciptakan
ketiga jurus serangan itu dengan menggunakan pedang
ganda?" tanya Kim-leng.
Peng-say menggeleng, jawabnya: "Hal ini akupun tidak tahu. Tadinya kukira ilmu pedang yang dilatih Suhu melulu terdiri dari tiga jurus itu saja dan harus digunakan dengan dua pedang. Tapi ketika Subu mengajarkan ketiga jurus itu padaku, beliau bilang ketiga jurus itu adalah hasil
ciptaannya selama berlatih belasan tahun, maka aku
dipesan menyelaminya lebih mendalam. Waktu itu akupun
heran mengapa Suhu mencari susah sendiri dengan ilmu
pedang ciptaannya yang aneh itu."
"Orang berlengan satu justeru menciptakan permainan pedang ganda, setiap orang pasti akan menganggap
penciptanya itu mencari susah sendiri," kata Kim-leng.
"Tapi kalau Kongcu percaya pada keteranganku, tentu kau takkan ragu2 lagi."
"Percaya apa?" tanya Peng-say.
"Percaya bahwa gurumu hanya mendapatkan setengah
bagian dari kitab pusaka Siang-liu-kiam-hoat milik ayahku,"
kata Kim-leng. Karena ingin tahu sebab-musababnya, Soat Peng-say
tidak lantas menyangkalnya, katanya: "Coba jelaskan lebih lanjut."
"Kitab pusaka Siang-liu-kiam-hoat itu terdiri dari dua bagian, satu kiri dan satu kanan, satu depan dan satu balik, satu 'Yang' dan satu 'Im', hal inipun diketahui oleh Liok-ma," tutur Sau Kim-leng.
-ooo0dw0ooo- Jilid 6 "Ya, dahulu aku dikalahkan Loya hanya dengan satu
jurus saja, dalam hati sangat kukagumi Siang-liu-kiam-hoat ciptaan Loya itu," demikian Liok-ma bertutur. "maksudku hendak memohon Loya suka memberi petunjuk barang
sejurus-dua, tapi Loya menolak karena tidak berani
melanggar peraturan leluhur. Beliau cuma menyebut ke-12
kata tadi, yaitu: satu kiri satu kanan, satu depan satu balik, satu 'Yang' satu 'Im', katanya berkat intisari ke-12 kata itulah Siang-liu-kiam-hoat sudah jauh diatas segala ilmu pedang di antero kolong langit ini. Tatkala itu aku tidak begitu jelas arti kata tersebut, sekarang setelah kupikir, bisa jadi Co-pi-kiam-hoat yang dimainkan Soat-kongcu memang
betul cuma setengah bagian dari Siang-liu-kiam-hoat,
makanya engkau tidak dapat mengalahkan diriku dalam
satu jurus."
Sau Kim-leng lantas menyambung: "Apa yang disebut
satu kiri satu kanan. maksudnya satu orang sekaligus
memainkan dua macam ilmu pedang yang tidak sama,
untuk ini dengan sendirinya orangnya harus mempunyai
dua tangan yang utuh. Tapi kalau satu orang berlatih satu tangan, lalu dua orang maju bersama, tetap dapat
memancarkan daya serangan Siang-liu-kiam-hoat yang
dahsyat. Sesuai dengan keadaan begitu, ayah lantas
membagi Sian-liu-kiam-hoat
menjadi dua bagian. Tapi kalau dilatih begitu saja, Siang-liu-kiam-hoat
tampaknya menjadi serupa Liang-gi-kiam-hoat Bu-tong-pay
dan tiada sesuatu yang luar biasa. Konon Liang-gi-kiam-
hoat Bu-tong-pay itu tergolong top di dunia persilatan saat ini, tapi ilmu pedang pedang itu harus dimainkan dua orang sekaligus, Jadi, dengan dua lawan satu, andaikan menang
juga kurang gemilang. Sedangkan Liang-gi-kiam-hoat tidak dapat dimainkan satu orang, maka bila diadakan
pertandingan ilmu pedang secara terbuka, jelas Liang-gi-
kiam-hoat tidak mungkin menjadi juara. Berdasarkan
alasan tersebut, ayahku berpikir bila mau menciptakan
sejenis ilmu pedang yang memainkan dua pedang sekaligus, maka hal itu harus dilakukan oleh satu orang saja dengan menggunakan tangan kanan dan kiri. Disinilah kejutan
hasil ciptaan ayah yang tidak dapat disamai oleh Liang-gi-kiam-hoat."
-Tapi ayahku juga mempertimbangkan suatu soal, yakni,
dapatkah orang lain menghadapi kesulitan berlatih ilmu
pedang ganda yang dimainkan tangan kanan dan kiri
sekaligus. Lebih2 puteranya sendiri apakah kelak mempunyai bakat seperti sang ayah. Maklumlah, hanya
karena kecerdasan yang tinggi ayah dapat menciptakan
Siang-liu-kiam-hoat, tapi apakah kecerdasan orang lain,
termasuk puteranya sendiri, apakah juga setinggi ayah"
Dengan sendirinya hal ini sukar terjadi, mengingat kesulitan inilah selama beberapa tahun ayah berusaha membagi
Siang-liu-kiam-hoat menjadi dua bagian, dengan demikian
Sian-liu-kiam-hoat dapat dilatih oleh satu orang hingga
sempurna, tapi dua orang melatihnya dengan salah satu
tangan juga dapat mencapai hasil yang sama, semua itu
bergantung pada bakat dan kecerdasan masing2."
Sampai disini, Sau Kim-leng berhenti sejenak, kemudian
menyambung pula: "Penjelasanku ini hanya ingin
kuberitahukan kepada kongcu apa sebabnya Co-pi-kiam-
hoat gurumu itu dapat berdiri sendiri, dengan alasan yang sama, orang yang mendapatkan sebagian Siang-liu-kiam-hoat yang lain juga dapat memainkan 49 jurus Yu-pi-kiam-
hoat (ilmu pedang tangan kanan) dan tampaknya juga 'Ilmu pedang yang berdiri sendiri."
Soat Peng-say mendengarkan dengan diam2 saja,
dahinys berkerut, seperti sedang memikirkan sesuatu.
Selang sejenak lagi baru Soat Peng-say berkata; "Harap nona melanjutkan penuturanmu."
"Meski kedua bagian Siang-liu-kiam-hoat
yang kukatakan tadi dapat berdiri sendiri2, namun sejak mula
maksud tujuan ayah hanya ingin menciptakan semacam
ilmu pedang yang dimainkan satu orang saja dan kemudian
terpaksa dipecah menjadi dua, maka bila ada seorang yang berbakat tinggi dan cuma dapat meyakinkan setengah
bagian saja dari ilmu pedang ciptaan ayah itu, baginya akan selalu merasa ada sesuatu kekurangan. -Aku tidak tahu
mengapa gurumu hanya mendapatkan bagian kiri dari ilmu
pedang ayah itu, tapi jelas gurumu telah merasakan
kekurangannya, cuma sayang kitab yang berada padanya
hanya setengah bagian saja, mungkin dia tidak tahu masih ada
setengah bagian lagi, akibatnya berdasarkan kepintarannya sendiri gurumu telah menciptakan ketiga
jurus serangan gabungan yang daya serangannya jauh lebih hebat
daripada ke-49 jurus Co-pi-kiam-hoat
yang ditemukannya. Tapi gurumu hanya mempunyai satu
lengan, bahkan tiga jurus serangannya itu diciptakan
lantaran ketidak-puasan, dengan sendirinya ilmu pedang
ciptaan gurumu lidak dapat melebihi ketiga macam ilmu
pedang warisan leluhur kami. Sebab itu pula, meski ketiga jurus ciptaan gurumu itu bergaya Siang-liu-kiam-hoat yang tulen, namun . . . . " karena kuatir Soat Peng-say tidak senang, maka Kim-leng tidak melanjutkan.
"Namun jauh di bawah kelihayan daya serangan
gabungan dua pedang ciptaan ayahmu, makanya nona
bilang selisih sangat jauh dan kacau balau, begitu bukan?"
tukas Peng-say.
Melihat cara bicara anak muda itu masih penasaran,
dengan menyesal Sau Kim-leng berkata: "Harap .... harap engkau suka memaafkan keterus-teranganku. . . ."
"Kenapa mesti minta maaf," ujar Peng-say dengan ketus.
"Kenyataannya Co-pi-kiam-hoat guruku memang jauh
dibandingkan Siang-liu-kiam-hoat!" Di balik ucapannya jelas masih bernada tidak mengakui Co-pi-kiam-hoat!
adalah sebagian dan Siang-liu-kiam-hoat.
Meski Sau Kim-leng dapat menangkap nada ucapan Soat
Peng say itu, tapi ia malah berkata pula: "Kelihayan Liang-gi-kiam-hoat Bu-tong-pay itu terletak pada penggunaannya oleh dua orang sekaligus, bila dimainkan satu orang saja, maka banyak sekali lubang kelemahannya, sekalipun ilmu
pedang biasa saja dapat mematahkannya. Meski Siang-liu-
kiam-hoat tidak terdapat kelemahan demikian, tapi cuma
setengah bagian saja juga sukar mengeluarkan daya
serangnya yang ampuh. Andaikan gurumu bisa mendapatkan dua bagian secara lengkap, biarpun lengan
satu tidak leluasa melatih dua pedang sekaligus, tapi dengan kecerdasan gurumu kuyakin beliau sanggup menguasai
delapan atau sembilan bagian."
Maksud Sau Kim-leng hendak memuji guru Soat Peng-
say, tak terduga anak muda itu malah berkata dengan ketus:
"Sekali Co-pi-kiam-hoat tetap Co-pi-kiam-hoat, masa ada setengah bagian Siang-liu-kiam-hoat apa segala?"
Liok-ma menjadi marah, damperatnya: "Anak busuk,
sudah setengah harian Siocia memberi penjelasan padamu,
jika kau tetap kepala batu, bila Lolo naik darah, batang lehermu bisa kupuntir patah!"
Tapi Sau Kim-leng menjadi tidak senang, katanya:
"Liok-ma, silakan kau keluar saja." Dengan mendongkol terpaksa Liok-ma mengundurkan diri, tapi dia masih merata kuatir, ia hanya berhenti diambang pintu dan tidak keluar.
"Soat kongcu," kata Kim-leng pula dengan lembut,
"apakah benar Co-pi-kiam-hoat gurumu itu bukan Siang-liu-kiam-hoat?"
"Bukan!" jawab Peng-say tegas.
Betapapun dia takkan mengakui Co-pi-kiam-hoat adalah
Siang-liu-kiam-hoat, tapi dalam hati ia tahu ucapannya itu bertentangan dengan hati nurani sendiri. Bukan saja dia
tahu Co-pi-kiam-hoat gurunya itu memang betul setengah
bagian kiri Siang-liu kiam-hoat, bahkan iapun mengetahui setengah bagian kanan Siang-liu-kiam-hoat itu dimiliki oleh seorang perempuan berlengan kanan yang telah membunuh
Beng Eng-kiat itu.
Walaupun tidak diketahui asal-usul perempuan buntung
itu, anehnya tangan perempuan yang buntung itu justeru
tangan kiri, inilah suatu kebetulan yang aneh dan
menimbulkan tanda tanya.
Padahal sudah dua kali dia mendengar nama Siang-liu-
kiam-hoat, pertama kali pada lima tahun yang lalu ketika Tio Tay-peng mengalahkan Beng Si-hian, waktu itu Beng
Si-hian telah memberi pesan kepada anak perempuannya
yang masih kecil itu agar bilang kepada Beng Eng-kiat
bahwa dirinya mati oleh Siang-liu-kiam. Kedua kalinya
baru terjadi beberapa hari yang lalu, yaitu ketika Beng Eng-kiat berpesan kepada Beng Siau-gi (puteri Beng Si-hian)
agar selalu ingat bahwa kakek dan ayahnya mati terbunuh
oleh Siang-liu-kiam-hoat.
Tapi lantaran selama menjadi murid Tio Tay-peng belum
pernah sang guru menyebut nama Siang-liu-kiam-hoat
hanya dikatakan bahwa ilmu pedang yang diajarkan itu
bernama Co-pi-kiam-hoat,
maka Peng-say mengira sebabnya sang guru merahasiakan nama ilmu pedang ini
mungkin kuatir dia tidak dapat tutup mulut rapat2 dan bisa jadi akan menyebutkan nama Siang-liu-kiam-hoat di depan
umum dan didengar anak murid Pak cay. Ia pikir mungkin
inilah alasannya sang guru pernah pesan padanya agar
dirinya jangan sampai bertengkar dengan anak murid Pak-
cay. Tadinya ia mengira sang guru mengetahui kelihayan
ilmu pedang Pak-cay, maka dikatakannya bahwa Co-pi-
kiam-hoat tidak ada artinya bagi pandangan anak murid
Pak-cay Baru sekarang ia tahu bukannya tiada artinya bagi pandangan anak murid Pak-cay, yang benar ialah kuatir
ilmu pedangnya itu dikenali orang.
Dan mengapa kuatir orang mengenali Co-pi-kiam-hoat
adalah Siang-liu-kiam-hoat, mengapa kuatir dikenali oleh anak murid Pak-cay" Jangan2 sang guru yang membikin
celaka ketua Pak-cay Sau Cing-in"
Mengingat hal2 itu, terpaksa Peng-say berkeras tidak
mau mengakui Co-pi-kiam-hoat sebagai Siang-liu-kiam-
hoat. Iapun kuatir bilamana mengakui kebenarannya,
jangan2 Liok-ma akan memaksa dirinya membawa nenek
itu untuk menemui sang guru, ia pikir gurunya pasti bukan
tandingan Liok-ma, mana boleh dia membawa seorang luar
untuk membunuh gurunya sendiri"
Begitulah, karena merasa berdusta, Peng-say merasa
malu diri, ia menunduk dan tidak berani memandang Sau
Kim-leng. Didengarnya si nona menghela napas pelahan, ucapnya
rawan: "Kau tidak mau mengaku, ya, apa boleh buat,
akupun tidak dapat memaksa, cuma kumohon sesuatu
padamu, maukah kau berjanji?"
Dia masih tetap memobon dengan suara lemah-lembut,
sedikitpun tidak gusar. Mau-taU-mau Peng-say merasa
rikuh, ia mengangkat kepala dan berkata: "Silakan nona bicara saja, asalkan sanggup kulakukan. tentu akan
kuterima."
"Kumobon sukalah engkau ikut bantu mencari tahu jejak ayahku baik hidup atau mati." kata Kim-leng. "Andaikan benar ayah sudah mengalami nasib malang, bila tulang
beliau dapat dibawa pulang untuk dikubur bersama ibuku,
cukup kiranya sekadar menghibur arwah ibu di alam baka."
"Bila ayah nona meninggal di tangan musuh, apakah
nona tidak ingin menuntut balas?" tanya Peng-say.
"Jangan kuatir. akan kuberi perintah kepada segenap anggota Pak-cay agar tidak mencari gurumu untuk
menuntut balas, asal saja gurumu mau memberitahukan
jejak ayahku," kata Kim-leng.
"Ah, nona jangan bergurau, darimana guruku tahu di
mana ayahmu?" ujar Peng-say dengan waswas. "Apakah kau kuatir kami akan mencari gurumu untuk
menuntut balas?" tanya Kim-leng pula dengan gegetun.
"Padabal siapa pula yang mampu menuntut balas bagi
ayahku" Aku" ai, aku sendiri jelas tidak mempunyai
kepandaian apa2, hakikatnya tiada soal menuntut balas
bagiku. Adapun murid ayah, sejak ibu meninggal, satu
persatu mereka sudah pergi semua tanpa sisa seorangpun.
Mereka adalah manusia yang rendah. tidak tahu budi dan
tidak setia, mereka hanya mementingkan dirinya sendiri,
mana mau mengurus mati-hidup ayahku lagi."
Dengan sendirinva Peng-say tidak percaya bahwa Sau
Kim-leng tidak akan menuntut balas bagi ayahnya, ia
memandang Liok-ma yang berdiri diambang pintu sana dan
berpikir: "Kau sendiri tidak, tapi dia?"
Sau Kim-leng dapat meraba pikiran Soat Peng-say itu, ia
menggeleng dan berkata: "Jika ayah sudah mengalami nasib malang dan sekiranya menyangkut gurumu, tentu takkan
kusuruh Liok-ma mencari dan menuntut balas pada


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gurumu. Yang ingin kami ketahui hanya jejak ayahku yang
sesungguhnya."'
"Ucapan nona semakin aneh kedengarannya. bilamana
ayahmu mengalami sesuatu, manabisa ada sangkut-pautnya
dengan guruku?"
"Baiklah, engkau tidak perlu menjelaskan di mana
kediaman gurumu, kami takkan mencari beliau, kami
hanya mohon engkau suka bantu mencari tahu dimana
jejak Caycu atau ayahku," cara bicara Sau Kim-leng
sekarang sudah lebih bersifat memohon dengan sangat.
Peng-say mengangguk, katanya; "Sebagai sesama orang Bu-lim, sudah sepantasnya kuberi bantuan, tapi sama sekali aku tidak tahu cara bagaimana ayahmu menghilang.
Apabila ada penjelasan sekadarnya, tentu akan jauh lebih mudah untuk menyelidikinya."
Sudah tentu Sau Kim-leng tahu maksud Peng-say yang
tidak ingin melibatkan gurunya dalam persoalan ini, maka iapun berkata pula mengikuti haluan Peng-say itu: "Ayah
meninggalkan rumah dan hilang pada 27 tahun yang lalu "
mendadak ia merandek ketika menyadari ucapannya
keseleo, cepat ia menunduk dengan kikuk.
Melihat sikap si nona, pahamlah Soat Peng-say,
pikirnya: "Pantas kau tidak bermaksud menuntut balas, kiranya Sau Cing-in bukan ayah-kandungmu. Kau sendiri
tampaknya baru berumur 20-an, sedangkan ayahmu sudah
hilang 27 tahun, setiap orang tentu dapat meraba bahwa
Sau Cing-in pasti bukan ayahmu sebenarnya."
Peng-say tidak bertanya, ia diam saja menunggu cerita si nona lebih lanjut.
Pelahan2 Sau Kim-leng tenang kembali, ia mendongak,
melihat Soat Peng-say tidak memandang hina padanya,
hatinya merasa tenteram, segara ia menyambung: "Tahun itu ayah menerima sepucuk surat undangan agar hadir ke
Ki-lian-san, surat undangan itu ditanda tangani Ciamtay
Cu-ih. . . ."
"Apakah Hong hoa-wancu Ciamtay Cu-ih?" sela Peng-say.
"Betul, Hong-hoa-wancu dari Tang-hay (lautan timur),"
jawab Kim-leng. "Dalam suratnya dinyatakan pula bahwa yang diundang ada pula Ngo-hoa-koancu dan Son-hok-hancu."
"Wah, itu kan suatu pertemuan besar yang menggemparkan"!" Peng-say berseru tertahan.
"Tang-wan, Se-koan, Lam-han, Pak-cay, empat aliran
yang paling terkenal pada jaman itu sudah menjagoi
wilayah masing2 selama ratusan tahun," tutur Kim-leng pula. "Selama itu mereka tidak saling mengganggu, masing2
mempertahankan nama dan kehormatan sendiri, juga tidak
mau saling menyambangi. Bahwa empat tokoh top pada
waktu itu dapat mengadakan pertemuan, sungguh peristiwa
yang sukar dicari, bilamana hal ini diketahui oleh kaum
persilatan umumnya tentu akan menganggapnya suatu
pertemuan besar yang luar biasa. Akan tetapi sebenarnya
kejadian itu justeru sedikit diketahui orang."
"Jangan2 suatu pertemuan rahasia, maka sedikit orang yang tahu?" tanya Peng-say.
"Meski tak dapat dikatakan pertemuan rahasia tapi
lantaran maksud undangan Ciamtay Cu-ih itu disebutkan
untuk tukar pikiran mengenai ilmu silat dan saling
mendemonstrasikan ilmu silat andalan masing2. dengan
sendirinya diperlukan tempat yang paling tenang dan sepi, mungkin masing2 pihak memang tidak ingin diganggu
orang luar sehingga berita pertemuan itu sengaja tidak
disiarkan."
Keteranganmu ini memang beralasan, kalau sampai
berita itu tersiar. bisa jadi jalan menuju Ki-lian akan
menjadi macet, sebab siapa didunia Kangouw ini yang tidak ingin melihat wajah asli keempat tokoh aneh dunia
persilatan pada waktu itu?"
"Dan hal itu tentu bukan kehendak mereka," kata Kim-leng pula. "Sebab itulah ayah hanya memberitahu kepada ibu saja mengenai surat undangan itu dan tiada orang lain yang tahu."
"Jika demikian, jadi hilangnya ayahmu. . . ." mendadak teringat sesuatu oleh Peng-say, tanyanya segera: "Dan ayahmu akhirnya hadir tidak di saoa?"
"Mendiang ibuku juga pernah memikirkan soal ini,"
jawab Kim-leng sambil mengangguk. "Apabila ayah tidak hadir di Ki-lian-san, itu berarti beliau hilang di tengah perjalanan, untuk mencarinya akan lebih mudah mengingat
letak tempatnya jelas lebih sempit."
"Lalu apakah ibumu menyelidiki ayahmu hadir di Ki-
lian-san atau tidak?" tanya Peng-say pula.
"Sebelum berangkat ayah telah memberi pesan kepada
ibu bahwa dalam setengah tahun beliau pasti akan pergi dan pulang," tutur Kim-leng, "Tapi setelah setengah tahun berlalu dan ayah belum nampak pulang, ibu menjadi cemas
dan buru2 menyusul ke Ki-lian-san. Lantaran kebiasaan
ayah tidak suka bermalam di hotel sehingga ditengah
perjalanan ibu tidak dapat menyelidiki apakah ayah menuju ke pertemuan di Ki-lian-san atau tidak."
Ia merandek dan menghela, lalu menyambung pula:
"Mendiang ibuku dan ayah adalah suami isteri yang
bahagia, selama hidup mereka tidak pernah berpisah barang sebulanpun, apalagi setengah tahun. Ibu mengira mungkin
ayah menjadi lupa daratan dan lupa pulang setelah bertemu dengan Ciam-tay Cu-ih dan kawan lainnya di Ki-lian,
saking asyiknya berdiskusi tentang ilmu silat. Tapi ketika ibu sampai ditempat pertemuan itu, tiada bayangan
seorangpun yang dilihatnya. Dengan demikian apakah ayah
hadir disana atau tidak seketika menjadi sukar untuk
menyelidikinya."
"Setengah tahun lebih baru ibumu menyusul kesana, bisa jadi pertemuan mereka sudah lama bubar," ujar Peng-say.
"Jika pertemuan sudah bubar, mustahil ayah tidak cepat2
pulang," kata Kim-leng. "Setelah tidak menemukan ayah di Ki-lian-san, diam2 Ibu sudah merasakan firasat yang tidak enak."
"Jangan2. . . ." karena tidak berani sembarangan menerka Peng-say urung bicara.
"Untuk mendapatkan keterangan apakah ayah hadir
tidak di Ki-Iian-san, kemudian ibu menuju ke Huiciu di
Kanglam untuk menemui Soh-hok-bancu, dari beliau ibu
mendapat tahu bahwa ayah hadir di Ki-lian-san tepat pada waktunya sehingga bubarnya pertemuan itu."
"Apakah mungkin terjadi sesuatu di dalam peristiwa
itu?" tanya Peng-say dengan sangsi.
"Setelah ibu tanya lebih jelas kepada Soh-hok-hancu, akhirnya
diketahui bahwa dalam
pertemuan yang berlangsung selama tujuh hari itu, keempat tokoh itu
berunding dengan rukun dan damai, kemudian berpisahlah
mereka dan tiada yang menjelaskan akan pergi kemana,
maka menurut dugaan Soh-hok-hancu tentu ayah langsung
pulang ke Ngo-tay-san kecil Padahal ayah jelas belum
pulang, apa lagi waktu ibu keluar rumah mencari ayah,
kira2 sudah empat bulan lebih sejak bubarnya pertemuan
itu, betapapun lambat perjalanan ayah seharusnya sudah
pulang kerumah dalam setengah tahun itu. -Walaupun yakin kepulangan ayah tidak mungkin tertunda
sampai empat bulan setelah bubarnya pertemuan, tapi
setelah mendapat keterangan Soh-hok-huncu tersebut,
diam2 ibu menghibur diri semoga ayah sudah pulang selagi ibu sendiri keluar mencarinya. Maka buru2 ibu pulang ke
rumah, tapi ayah tetap tidak kelihatan pulang Tentu saja ibu bertambah cemas, sebab setiba ibu di rumah sementara itu sudah lebih delapan bulan sejak bubarnya pertemuan di Kilian-san. Padahal jarak Ki-lian-san dengan Ngo-tay-san
cuma perjalanan sebulan lebih, betapapun lambatnya
perjalanan pasti akan sampai juga dalam waktu delapan
bulan. Menghadapi kenyataan ini, ibu tidak mengkhayalkan lagi kemungkian pulangnya ayah, tapi kalau ayah
mengalami sesuatu yang tidak baik yang pertama
menimbulkan curiga adalah pasti di tengah pertemuan Ki-
lian-san itu telah terjadi sesuatu, Akan tetapi menurut
keterangan Soh-hok-hancu, katanya pertemuan yang makan
waktu tujuh hari itu berlangsung secara rukun dan damai, jadi tidak mungkin terjadi apa2."
"Apakah ibumu tidak tanya lagi kepada kedua tokoh
yang lain?" tanya Peng-say.
"Apakah kau sangsikan keterangan Soh-hok-hancu?"
"Soh-hok-hancu dari Tiong-hi-koan adalah Tosu yang
beribadat tinggi," kata Soat Peng-say, "jadi tidak boleh kita menaruh prasangka kepadanya. Akan tetapi bila keterangan ketiga
orang lainnya seragam, tentu akan lebih meyakinkan."
"Kita" yang diucapkan Soat Peng-say itu membuat hangat perasaan Sau Kim-leng, ia merasa kata2 itu
sedemikian mesra, untuk sejenak ia berusaha meresapi
kata2 itu. Soat Peng-say tidak menyangka Sau Kim-leng adalah
nona yang haus cinta, disangkanya nona itu sedang
merenungkan sesuatu, maka tidak diganggunya.
Liok-ma berdiri di ambang pintu, dia cuma dapat melihat
punggung Sau Kim-leng, ia tidak tahu apa yang sedang
dilakukan si nona, maka ia bertanya: "Siau Leng, ada apa"
Badanmu tidak enak?"
Sau Kim-leng tersentak sadar, cepat ia menjawab: "O, tidak apa2"
"Jika tidak enak badan, tidurlah sebentar dulu!" ujar Liok-ma.
Tapi Sau Kim-leng menggeleng kepala, katanya:
"Ucapan Soat kongcu memang benar, kita tidak pantas menyangsikan keterangan Soh-hok-hancu itu. Tapi untuk
membuktikan keterangan itu, mendiang ibuku telah pergi ke Sinkiang untuk menanyai Ngo-hoa koancu. akhirnya beliau
juga menyeberang lautan timur untuk menanyai Hong-hoa-
wancu. Akhirnya diketahui keterangan ketiga orang itupun sama, semuanya bilang selama pertemuan tujuh hari itu
berlangsung dalam suasana rukun dan damai. Dengan
demikian ibu tidak dapat menyangsikan lagi telah terjadi sesuatu dalam pertemuan Ki-lian-san itu, rasanya ketiga
tokoh terkemuka itupun tidak akan mendustai ibu, apalagi Tang wan, Se koan, Lam-han dan Pat-cay selama ini tidak
ada permusuhan apapun, tiada alasan bagi mereka untuk
mencelakai ayah. Tapi, lantas kemanakah ayah sebenarnya"!"
"Ya, sulit jadinya," ujar Peng-say sambil menggeleng,
"Ayahmu tidak menyatakan kemana perginya kepada
rekannya, kenyataan beliau juga tidak pulang ke rumah,
dunia seluas ini, tidaklah mudah untuk mencari jejaknya."
"Tapi kalau dapat menemukan Siang-liu-kiam-boh (kitab pusaka) kuyakin pasti dapat menemukan jejak ayah," kata Sau Kim-leng mendadak setelah berpikir sejenak.
"Apa dasarnya?" tanya Peng-say.
"Akhirnya setelah ibu pulang dari lautan timur dan
terbukti tiada terjadi apa2 dalam pertemuan di Ki-lian-san, beliau lantas mulai menyelidiki ke segenap pelosok
Tionggoan (daratan tengah), sebab ibu yakin jejak ayah
pasti tidak meninggalkan Tionggoan, akhirnya meski ayah
tak dapat ditemukan, namun ibu berhasil mendapatkan
berita mengenai jejak ayah. . . ."
Melihat si nona merandek, Soat Peng-say tidak tahan, ia
tanya: "Berita apa itu?"
"Ibu merasa heran didunia persilatan daerah Tionggoan ramai tersiar berita tentang ilmu pedang nomor satu di
dunia, yaitu Siang-liu-kiam-hoat ciptaan ayah. Hampir
setiap jago pedang pasti tahu istilah 'Siang-liu-kiam-hoat nomor satu di dunia' yang terkenal itu."
"Kenapa mesti heran, siapa yang tidak tahu ilmu pedang Pak-cay memang tiada bandingannya di dunia ini," ujar Peng-say. "Siang-liu kiam-hoat ciptaan ayahmu itu disebut ilmu pedang nomor satu di dunia, kan juga masuk diakal."
"Soalnya sifat ayahku tidaklah suka pamer. setelah
Siang-liu-kiam berhasil diciptakan, meski beliau tahu pasti dapat mengalahkan Liang-gi-kiam-hoat dari Bu tong-pay,
tapi beliau tidak pernah mencobanya, dengan sendirinya
orang luar juga tidak pernah kenal nama Siang-liu-kiam-
hoat segala, manabisa terjadi setelah menghilangnya ayah, nama Siang-liu-kiam-hoat justeru menggemparkan dunia
persilatan, bahkan didukung sebagai ilmu pedang nomor
satu di dunia?"
"Masa ayahmu tidak pernah perlihatkan Siang-liu-kiam-hoat kepada orang luar?"
"Menurut cerita ibu, sejak ayah berhasil menciptakan ilmu pedang tersebut memang tidak pernah dipertunjukkan
kepada orang luar. Pada umumnya orang cuma tahu ketiga
macam ilmu pedang Leng-hiang-cay yang terkenal, yaitu
Hui-ngai, Liu-jay dan Hoa-hong-kiam-hoat, itupun karena
kakek pernah memperlihatkan ketiga macam ilmu pedang
itu di medan pertemuan Bu-lim yang sering diadakan, tapi dapat dipastikan tiada orang luar yang tahu ayahku telah menciptakan pula Siang-liu-kiam-hoat yang baru itu "
"Kukira ayahmu pasti pernah memperlihatkan Siang-liu-kiam-hoat kepada orang luar, cuma kalian sendiri yang
tidak tahu," ujar Peng-say.
"Ingin kutanya padamu, berdasarkan apa kau bilang
begitu?" tanya Kim-leng dengan tersenyum.
"Coba pikir, dalam pertemuan Ki-lian-san sana masakah ayahmu tidak menonjolkan hasil ciptaannya" Pertemuan itu kan bertujuan tukar pikiran. kukira ayahmu pasti
memperlihatkan ilmu pedang baru kebanggaannya itu."
"Betul juga alasan Soat-kongcu, tapi coba pikir pula, berdasarkan watak keempat tokoh yang tidak mau tunduk
kepada pihak lain, biarpun ilmu pedang ayahku memang
nomor satu di dunia, mustahil ketiga tokoh yang lain mau mengakui hal ini, apalagi menyiarkarnya."
Peng-say garuk2 kepalanya yang tidak gatal, katanya:
"Ya, rasanya memang tidak mungkin. . . ."
"Hakikatnya memang tidak mungkin," tukas Kim-leng.
"Coba pikir, mereka masing2 menjagoi wilayahnya sendiri, mana mau mereka menjunjung ilmu pedang tokoh lain
sebagai nomor satu di dunia" Andaikan betul mereka mau
mengakuinya, mengapa tiada seorangpun yang menyinggungnya, waktu mendiang ibuku berkunjung
kepada mereka, semuanya cuma menyatakan pertemuan di
Ki-lian-san berlangsung dengan akrab dan damai."
Peng-say pikir keterangan ini memang beralasan,
terpaksa ia hanya mengangguk saja.
Maka Kim-leng melanjutkan lagi: "Karena menyangsikan berita Siang-liu-kiam-hoat nomor satu
didunia itu, ibu lantas mulai mengusut darimana sumber
berita itu. Ibu yakin bilamana sumber berita itu ditemukan, pasti tidak sulit untuk menemukan pula jejak ayahku .... "
Karena si nona merandek pula, Soat Peng-say tambah
ingin tahu, segera ia bertanya: "Dan akhirnya bagaimana?"
"Akhirnya diperoleh belasan sumber berita tersebut,"
jawab Kim-leng.
"Bagaimana menurut keterangan mereka?"
"Mereka" Sama seperti ayahku."
"Hilang semua"!"
"Ya, siapapun tidak tahu kemana mereka?"
"Aneh, sungguh aneh!. . ." gumam Peng-say sambil menggeleng.
"Walaupun tampaknya aneh, kalau dipikir dengan
cermat akan menjadi tidak aneh."
"Masa tidak aneh?" ujar Peng-say.
"Apabila mereka sudah terbunuh semua, kan menjadi
tidak aneh sama sekali."
"Siapa yang membunuh mereka?"
"Kedua orang terakhir yang mendapatkan Siang-liu-
kiam-boh itu," ucap Sau Kim-leng dengan ketus.
Diam2 Peng-say terkesiap. apakah mungkin kedua orang
yang dimaksud itu ialah gurunya sendiri dan si perempuan berlengan satu itu" Tapi mengingat gurunya bukan manusia kejam yang suka membunuh, cepat ia menggeleng dan
berkata: "Tidak-tidak masuk diakal"
Kim-leng tahu anak muda itu tetap membela gurunya,
katanya kemudian dengan gegetun: "Tapi ibu justeru yakin akan kejadian itu."
"Bagaimana menurut keyakinan ibumu itu?"
"Menurut ibu, Siang-liu-kiam-boh selalu dibawa oleh ayah, maka dapat diduga pasti kitab pusaka itulah yang


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membikin celaka ayah, sedangkan orang yang mencelakai
ayahku itu termasuk belasan jago pedang kelas tinggi yang hilang itu."
"Jago pedang kelas tinggi?" gumam Peng-say.
"Ya, ibu telah menyelidiki dengan jelas bahwa belasan orang itu adalah jago2 pedang yang terkenal di dunia
Kangouw," tutur Kim-leng pula. "Bisa jadi mereka mengincar kitab pusaka ayahku, be-ramai2 mereka lantas
mengerubut dan membunuh ayah. Akhirnya setelah kitab
pusaka itu diperoleh dan dipelajari, mereka sama mengakui kitab itu berisi ilmu pedang nomor satu di dunia, maka dari mulut mereka itupun tersiar berita itu secara luas. Lantaran mereka adalah jago pedang ternama. apa yang mereka
ucapkan tentu juga berbobot, maka berita !tu tersiar
semakin luas sehingga setiap orangpun menganggap Siang
liu-kiam-hoat adalah ilmu pedang nomor satu di dunia.
Tapi di antara belasan orang itu, ada dua orang yang diam2
timbul pikiran jahat." "
"Mengapa ibumu hanya menerka dua orang di
antaranya?" sela Peng-say.
Sau Kim-leng memandang Peng-say sekejap, katanya
kemudian dengan menyesal: "Ibu sendiri cuma menerka satu di antara mereka yang berpikiran jahat. yang menerka dua orang di antara mereka itu adalah aku sendiri.
Bagaimana pendapatmu?"
"Aku tidak tahu," jawab Peng-say dengan kurang senang.
"Janganlah kau marah," bujuk Kim-leng dengan suara lembut.
Peng-say tersadar, ia pikir bila dirinya memperlihatkan
rasa tidak senang, ini sama dengan mengakui bahwa dua
orang di antaranya yang bermaksud jahat itu termasuk juga gurunva Maka cepat ia menggeleng dan menjawab: "Tidak, aku tidak marah, lanjutkan saja ceritamu!"
"Kuharap engkau jangan marah, bilamana penuturanku
tidak tepat, hendaklah jangan kau pikirkan. Menurut
taksiranku, demi mengangkangi kitab pusaka ayah, kedua
orang itu lantas membunuh teman2nya satu persatu,
kemudian mereka sengaja mengarang cerita se-akan2
orang" itu telah hilang agar tidak menimbulkan curiga
umum. Tapi entah mengapa, kemudian kedua orang itu
bertengkar sendiri dan masing2 mendapatkan setengah
bagian kitab ayah, pula satu di antara kedua orang itu
terkutung lengan kanannya, ialah. . . . ."
Jelas yang dimaksud si nona ialah gurunva Soat Peng-
say, tapi anak muda itu tidak percaya gurunya adalah
manusia yang rendah begitu, dengan tegas ia bertanja:
"Siapa dia yang kau maksudkan?"
"Kukira kau sendiri sudah tahu!" ujar Kim-leng dengan menyesal.
"Aku tidak percaya!" teriak Peng-say.
"Persoalannya sudah cukup gamblang, apapula yang kau ragukan pula?" demlkian pikir Kim-leng di dalam hati, cuma tidak diucapkannya.
Soat Peng-say memang tidak percaya gurunya adalah
manusia yang rendah dan keji, dia berteriak membantah
pula: "Semua ini cuma rekaanmu saja, sebaiknya jangan sembarangan kau menerka, tidak mungkin terjadi begitu."
Dengan rendah hati Kim-leng menjawab: "Apakah betul atau tidak terserah kepadamu, aku cuma mohon
bantuanmu agar ikut menyelidikinya."
"Menurut ceritera nona, dahulu ibumu sudah menyelidikinya sehingga jelas, kenapa minta bantuan
penyelidikanku pula"!"
"Meski ibu sudah menarik kesimpulan ada satu di
antaranya yang mengangkangi kitab pusaka itu, tapi beliau tidak dapat menemukar siapa gerangan orangnya, kecuali
salah seorang jago pedang yang telah hilang itu dapat hidup
kembali dan memberi tahukan ibuku, kalau tidak hampir
tiada sesuatu petunjuk lain yang dapat ditemukan."
Tergerak hati Peng-say, katanya: "Ah, masa begitu"!"
"Memang aneh juga, meski ibu telah menyelidiki mulai dari sumber pertama yang menyiarkan berita tentang Siang-liu-kiam-hoat nomor satu didunia sehingga sanak keluarga belasan jago pedang yang hilang itu, ternyata sia2 belaka usahanya."
"Apakah ibumu sudah langsung menanyai sanak
keluarga belasan jago pedang yang hilang itu?" tanya Peng-say.
"Menurut ceritu ibu, semuanya sudah ditanyai tanpi
kecuali, kecermatannya cukup meyakinkan. Akan tetapi
orang yang merupakan sumber berita pertama itu se-akan2
tidak mempunyai sanak keluarga, maka sama sekali tidak
dapat menyelidikinya. Bila betul demikian, cara bagaimana orang ini bisa mengerubut ayahku bersama belasan orang
yang hiiang itu?"
"Nona Sau, kukira disitulah kesalahan kesimpulan
ibumu," kata Peng-say dengan tersenyum.
Kim-leng menggeleng, katanya: "Tidak mungkin, sebab belasan orang itu tidak nanti hilang tanpa sebab. Menurut pendapat ibuku, bisa jadi orang itu muncul peda saat
terakhir dan membantu belasan jago pedang itu membunuh
ayahku, namun belasan jago pedang yang hilang itupun
tidak kenal dia, maka sukar diperoleh keterangan apapun
dan sanak keluarga belasan korban itu."
"Tidak, kukira jalan pikiran ini kurang berdasar," ujar Peng-say sambil menggeleng. "Kupikir di dalam persoalan ini pasti ada rahasia lain lagi, hanya saja sejauh itu tak dapat dipecahkan oleh ibumu."
Mendadak Sau Kim-leng berkata dengan berduka:
"Setelah gagal menemukan jejak ayah, tidak lama setelah ibu pulang, beliau lantas sakit dan beberapa tahun
kemudian beliaupun wafat, Tapi sebelum meninggal ibu
tetap tidak putus harapan, kata beliau, lambat atau cepat Siang-liu-kiam-hoat pasti akan muncul didunia Kangouw,
maka aku disuruh menaruh perhatian. Bila Siang-liu-kiam-
hoat muncul, tentu tidak sukar mencari jejak ayah,
sekalipun yang ditemukan hanya abu tulang ayah, lalu
dapat dikuburkan bersama ibu, maka tenanglah ibu di alam baka. Ibupun memberi pesan, apabila ayah ditemukan
belum meninggal, maka per-tama2 harus bersembahyang di
depan makam ibu agar diketahui arwah beliau dialam baka, kalau tidak, arwah beliau takkan tenang selamanya."
Peng-say sangat terharu atas cerita Sau Kim-leng yang
terakhir ini, ucapnya dengan tulus: "Nona Sau, pasti akan kubantu mencari jejak ayahmu. sekalipun nanti diketahui
guruku yang mencelakai ayahmu, pasti juga akan
kuberitahukan padamu se-jelas2nya."
Sau Kim-leng berbangkit dan memberi hormat katanya:
"Atas pernyataan Kongcu ini, terimalah hormatku lebih dulu."
Soat Peng-aay tidak dapat berdiri untuk mencegahnya,
cepat ia menjawab: "Ah, jangan begitu!"
Namun Sau Kim-leng tidak berhenti, ia tetap memberi
hormat dengan khidmat.
"Dengan penghormatanmu ini, hatiku menjadi tidak
tenteram," ujar Peng-say dengan gegetun. "Ketahuilah bahwa ucapan seorang lelaki sejati pasti akan dilaksanakan, mestinya engkau tidak perlu memberi penghormatan
setinggi ini."
"Kuberterima kasih dengan setulus hati dan bukannya meragukan pernyataan Kongcu," ucap Kim-leng.
"Jangankan usaha ibumu yang mengharukan itu. demi
membuktikan bahwa guruku pasti bukan orang yang berhati
jahat dan keji begitu, pasti juga akan kuselidiki soal ini hingga jelas," kata Peng-say tegas.
"Liok-ma!" mendadak Kim-leng memanggil.
Si nenek mengiakan dan mendekatinya.
"Harap engkau suka menyembuhkan luka Soat-kongcu
yang kau tutuk tadi," kata si nona.
"Lukanya cukup parah, tidaklah
mudah untuk menyembuhkannya," kata Liok-ma.
Sau Kim-leng lantas uring2an, omelnya: "Salahmu
mengapa melukai orang. Tidak mudah disembuhkan juga
harus kau lakukan!"
Ia lupa bahwa apa yang dilakukan Liok-ma tadi adalah
demi membelanya. Tapi si necek tidak berani membantah
melainkan mengiakan saja.
Segera ia memberi perintah kepada Ang-hay-ji yang sejak
tadi berdiri melongo di samping sana: "Lekas panggil Sau Tiong dan Sau Coan ke sini."
"Untuk apa memanggil mereka?" tanya Kim-leng.
"Luka Soat-kongcu ini harus dirawat di Ciok-leng-tong (gua susu batu), kupanggil Sau Tiong dan Sau Coan untuk
mengusungnya ke sana," tutur si nenek
"Sau Tiong dan Sau Coan adalah orang kasar, masa
dapat mengusung dengan hati2," ujar Kim-leng sambil memandang Liok-ma, maksudnya menyuruh si nenek
sendiri yang membawa Soat Peng-say ke gua yang
dimaksud. Liok-ma merasa enggan, sebab Ciok-leng-tong itu
terletak di pedalaman Ngo-tay-san dan harus melalui jalan pegunungan yang tidak dekat, bukan soal lelah yang dipikir Liok-ma, tapi orang tua seperti dia diharuskan memondong seorang anak muda, inilah yang membuatnya enggan,
apalagi sikap Peng-say juga tidak ramah padanya.
Namun iapun tidak berani membangkang atas kehendak
sang Siocia, selagi ragu itulah, se-konyong2 terdengar suara tertawa seorang lelaki di luar: "Hahaha, adik Leng, sekali ini dapatlah kakanda memergoki kau di rumah!"
Meski orangnya masih berada di kejauhan, tapi suaranya
yang bernada bangor itu dapat terdengar dengan jelas.
Air muka Kim-leng menjadi pucat, tanyanya cepat: "Sia
.... siapa dia?"
"Lekas sembunyi, itulah putera Ciamtay Cu-ih," seru Liok-ma kuatir.
"Mau apa dia datang kemari?" tanya Kim-leng pula.
"Dia .... dia .... sudahlah, jangan tanya lagi, lekas sembunyi saja!"
Tapi Sau Kim-leng mendengus, katanya: "Hm, mengapa
aku harus sembunyi?"
"Jika tidak segera bersembunyi tentu tidak keburu lagi!"
ujar Liok-ma dengan gelisah.
Mendadak dua orang budak berlari masuk sambil berseru
dengan kuatir: "Lolo, wah, orang banyak tidak mampu menahannya!"
Kedua budak ini kebetulan adalah Sau Tiong dan Sau
Coan yang akan dipanggil tadi.
"Kedatangan kalian sangat kebetulan," kata Liok-ma.
"Lekas kalian membawa Soat-kongcu ke Ciok-leng-tong dengan jalan memutar."
Kedua orang itu mengiakan, cepat mereka mengangkat
Soat Peng-say. Peng-say diam saja membiarkan dirinya diangkat,
pikirnya: "Untuk apakah putera Ciamtay Cu-ih datang ke sini dari lautan timur yang jauh sana?"
Melihat Sau Kim-leng masih tetap berdiri saja, segera
Liok-ma berseru pula: "Siau Li. lekas membawa Siocia dan bersembunyi!"
Cepat Siau Li memburu saja, tapi Kim leng lantas
rnendelik, katanya dengan menggeleng: "Tidak, aku tidak perlu sembunyi!"
Terpaksa Liok-ma bicara terus terang: "Baiklah, biar kukatakan padamu, selama dua tahun ini sudah tiga kali dia dataog kemari, kebetulan kau tidak di rumah, tapi kami
tidak berani lapor padamu, sebab dia .... dia bilang akan menikahi kau dan membawamu ke Tang-hay."
Sekujur badan Sau Kim-leng tampak gemetar, ia
mendamperat: "Binatang, dasar binataug. . . ."
Diam2 Peng-say merasa heran, kalau tidak mau boleh
tolak saja lamaran orang, mengapa mesti maki orang
sebagai binatang" Karena Sau Kim-leng tetap tidak mau
sembunyi. Liok-ma mendesak pula: "Siau Li, lekas gendong Siocia, sembunyilah ke Ciok leng-tong bersama Sau Tiong
dan Sau Coan."
Segera Siau Li hendak menggendong Sau Kim-leng tapi
si nona tetap menolak, katanya: "Tidak, akan kumaki dia bila berhadapan nanti!"
"Jangan," seru Liok-ma kuatir. "Orang itu tidak bisa diajak
bicara secara baik2, apalagi aku bukan tandingannya."
Mendengar satu2nya orang yang diandalkannya ngaku
bukan tandingan si penyatron, mau-tak-mau Sau Kim-leng
jadi gugup, maka ia tidak menolak lagi ketika Siau Li
menggendongnya.
"Lekas bawa Siocia keluar pintu belakang," seru Liok-ma pula.
Segera Siau Li yang menggendong Kim-leng itu
mendahului jalan di depan dan menyelinap masuk ke
kamar tidur Sau Kim-leng, Sau Tiong dan Sau Coan yang
menggotong Soat Peng-say juga ikut masuk ke situ.
Dalam pada itu terdengar suara penyatron tadi bergema
pula di tempat yang makin dekat, katanya: "Adik Leng keretamu berada di luar, sekali ini jelas kau berada di
rumah!" "Siau Tho, lekas keluar dan berusaha menahannya
sebisanya," seru Liok-ma.
Mestinya Siau Tho berada di kamar Sau Kim-leng dan
menjaga Cin Yak-leng di situ, mendengar seruan si nenek, cepat ia lari keluar.
Waktu masuk kamar tidur, Soat Peng-say sempat
melihat Cin Yak-leng berbaring disuatu tempat tidur buatan dari perunggu yang indah, tubuhnya tertutup oleh selimut merah bertepi hijau. kelambu setengah tertutup, agaknya si nona sedang tidur nyenyak.
Selagi Soat Peng-say hendak membangunkan Cin Yak-
leng dan mengajaknya pergi bersama, namun Sau Tiong
dan Sau Coan keburu membawanya keluar melalui sebuah
pintu kecil di belakang kamar tidur itu.
Pikir Peng-say: "Adik Yak-leng sedang tidur nyenyak, lebih baik jangan kubangunkan."
Ia tidak tahu bahwa Cin Yak-leng bukannyn tidur
nyenyak melainkan pingsan karena Leng-tay-hiat tertutuk.
Baru saja mereka menyelinap keluar, menyusul Liok-ma
lantas masuk ke kamar. Ia mendekati tempat tidur dan
cepat membuka Hiat-to bisu Cin Yak-leng yang ditutuk
Siau Tho tadi serta Sok-kin-hiat itu ia menepuknya pelahan hingga Yak-leng siuman. . . .
-)()(- -)(dw)(- -)()(-
Sementara itu Siau Li dengan menggendong Sau Kim-
leng dan Soat Peng-say yang digotong Sau Tiong dan Sau
Coan telah meninggalkan lingkungan Leng-hiang-cay dan
menuju ke suatu puncak gunung menjulang tinggi ke tengah awan didepan sana.
Jalan pegunungan melingkar terus menanjak keatas, di
pandang dari jauh mirip usus kambing yang me-lingkar2,
makin lama makin tinggi, tidak lama sampailah mereka di
tengah hutan purba yang lebat.
Jalanan kecil yang sempit kini hampir seluruhnya
terbenam oleh tumbuhan berduri, ditambah keremangan
ditengah hutan yang rindang itu, hampir saja jalanan kecil itu tidak kelihatan saat itu.
Namun semua itu tidak menjadi halangan bagi Siau Li,
Sau Tiong dan Sau Coan, mereka terus berlompatan di atas tumbuhan berduri, Ginkang mereka sama sekali tidak
menjadi kendur. Mungkin mereka sudah sangat apal jalan
menuju ke Ciok-long-tong atau gua susu batu yang
dimaksud, walaupun suasana remang2, tapi mereka tetap
dapat membedakan arah dan berlari dan berlompatan
dengan lincah dan cekatan.
Tidak lama kemudian, terbeliaklah mereka, suasana
terang benderang, rupanva hutan purba itu sudah ditembus mereka dan tibalah di puncak gunung yang gundul,
mungkin karena tiupan angin yang keras, maka di puncak
situ tiada sesuatu tetumbuhan. Yang ada cuma batu2an
yang berbentuk aneh, ada yang mencuat, ada yang mirip
ukiran patung. Mendadak Siau Li yang berjalan di depan berhenti
mengaso di bawah sebuah batu padas besar, lalu menuju ke bagian dalam, makin jauh makin gelap, rupanya mereka
sedang memasuki sebuah gua.
Sungguh terlalu gelap gua ini, Siau Li bertiga lantas
menyalakan geretan api, tapi cahaya geretan terlalu lemah, hanya mencakup sejauh beberapa kaki saja, bagian atas
terang, bagian bawah menjadi remang2. Pula jalanan di
dalam gua terasa lembab dan licin, Gunkang mereka tiada
gunanya didalam gua ini, terpaksa mereka berjalan pelahan dan hati-hati.
Gua itu makin dalam makin ciut, mendingan tubuh Siau
Li yang memang kecil, Sau Tiong dan Sau Coan terpaksa
harus jalan dengan setengah berjongkok.
Dari cahaya geretan yang menyorot keatas, tampak batu
gua itu berbentuk aneh dan berwarna hitam pekat. Kadang2
ada butiran air yang menetes dari batu itu, bila kuduk
kejatuhan tetesan air, rasanya dingin merasuk tulang.
Waktu muka Soat Peng-say kejatuhan satu tetes, tanpa
terasa ia menggigil kedinginan.
Agak lama mereka merayap di dalam gua itu, setelah
melintasi suatu punggung batu raksasa bagian depan
mendadak ada cahaya terang, makin lama makin terang,
jalanan juga tambah lebar, di sekeliling bagian atas penuh


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergantungan jalur batu yang berbentuk genta, besar kecil, kasar dan halus tidak tentu.
Setelah belasan langkah pula, mendadak cahaya terang
mencorong masuk dari atas dan menerangi sebuah lubang
gua seluas tiga-empat meter persegi sehingga sesuatu dapat terlihat dengan jelas. Cahaya itu ternyata tidak menyorot langsung dari atas, bila memandang kearah atas, lubang gua itu seperti lurus keatas sehingga mirip sebuah cerobong asap besar, tapi "cerobong" ini setiap beberapa meter tentu membelok satu kali sehinga sukar diketahui berapa
tingginya. Tapi lantaran di bawah lubang gua ini penuh batu2 putih
sehingga ketika tertimpa cahaya dari cerobong di atas lantas memantulkan sinar terang ke sekelilingnya. Di dalam gua
ternyata penuh jalur2 batu yaog berbentuk aneh dan
membingungkan. Siau Li menurunkan Sau Kim-leng, lalu si nona berkata
sambi! menuding sekitarnya: "Inilah Ciok-leng-tong yang kumaksudkan."
Soat Peng-say ditaruh berduduk di suatu potong batu
yang menyerupai sebuah kursi raksasa, dilihatnya di dalam gua banyak botol porselen. mulut botol menghadap jalur
batu putih yang berbentuk seperti puting susu, dari puting batu itu meneteslah cairan putih dan tepat masuk ke dalam botol porselen.
"Apakah Ciok-leng-tong inilah tempat yang mennghasilkan Leng-ju-coan?" tanya Soat Peng-say.
Sau Kim-leng mengangguk sambil mengulum senyum.
"Keajaiban alam memang sukar dibayangkan tidak
tersangka disini ada sebuah gua yang semuanya terdiri dari
batu puting susu begini!" kata Soat Peng-say dengan gegetun.
"Batu ini disebut batu puting, makanya kami namainya gua susu batu, tapi batu di sini lain daripada batu
umumnya, kadar batu disini seragam batu murni, menurut
cerita, air puting batu yang berwarna putih ini pernah
dijadikan barang upeti untuk kerajaan," demikian tutur Kim-leng.
"Wah, sampai dijadikan barang upeti, maka nilainya
dapat dibayangkan!" ujar Peng-say.
"Coba pikir, air yang tidak mudah diminum raja
sekalipun, sekarang akan kau jadikan air mandi," kata Kim-leng dengan tertawa.
"Apa katamu?" tanya Peng-say terkejut.
Sau Kim-leng hanya tersenyum saja tanpa menjawab, ia
lantas memerintahkan Sau Tiong dan Sau Coan agar
memindahkan kursi raksasa itu.
Pelahan2 Sau Tiong berdua menggeser kursi batu
diduduki Soat Peng say itu, ternyata kursi itu bergerak.
hanya sebentar saja tertampaklah sebuah kolam kecil di
bawah kursi tadi, air yang berhawa dingin segera terasa
menggigilkan, air kolam kecil itupun berwarna putih susu.
Sambil menunjuk kolam kecil itu, Sau Kim-leng berkata
dengan tertawa: "Silakan anda buka baju dan mandi di situ."
"He. ma. . .mana boleh jadi. . .!" Peng-say menjadi kelabakan.
"Aku dan Siau Li dengan sendirinya akan menyingkir
dari sini," kata Kim-leng pula dengan wajah ke-merah2an.
Lekas Peng-say berseru: "He, bukan. . .bukan begitu maksudku. . . ."
Karena gugupnya, ucapan Peng-say se-akan menyatakan
Sau Kim-leng tidak perlu menyingkir pergi apabila benar
dirinya diharuskan mandi telanjang di dalam kolam.
Karena menyangka Peng-say tidak keberatan ditonton,
namun Sau Kim-leng sendiri tetap kikuk, ia lantas
membalik tubuh dan berkata: "Sau Tiong dan Sau Coan, buka baju Soat-kongcu."
Pendekar Pemetik Harpa 13 Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Alap Alap Laut Kidul 1
^