Pencarian

Pendekar Wanita Buta 2

Pendekar Wanita Buta Serial Tujuh Manusia Harimau (7) Karya Motinggo Busye Bagian 2


"Nanti dulu, Pita Loka," potong ayahnya.
"Saya belum menyatakan seluruhnya," kata Pita Loka.
"Silahkan, anakku!" ujar Ki Putih Kelabu dengan wajah hiba.
Pita Loka menatap pada Dasa Laksana: "Anda seorang lelaki, yang ingin menjiwai sifat ksatria lewat ayahku. Mulanya saya yakin maksud anda baik. Bahkan saya sudah siap sekiranya ayahku menjodohkan anda pada saya, saya akan bersedia, itupun jika anda sudi mengawini gadis buta! Tapi tiba-tiba saya meragukan kejujuran anda datang ke sini, Anda datang ibarat sebuah misteri.
Dibelakang anda ada tabir asap. Orang itu sengaja menyuruh diri anda ke sini, karena tahu anda pemuda ganteng. Orang itu ingin agar saya jatuh cinta pada anda, lalu setelah kita kawin dia akan merebut ilmu dan seluruh tempat rahasia ayah saya, untuk dirinya! Saya kagum karena anda berani memakai nama Dasa Laksana. Nama anda Yahya Laksana, lalu siapa yang merubah nama anda"
Bukankah pendekar buntung yang namanya Dasa Laksana yang mengutus anda ke sini?"
Wajah Pita Loka beringas. Keringatnya menetes. Tamu itu terkesima penuh keheranan. Ini membuat Pita Loka bangkit jengkel, lalu menyergap ikat pinggang lelaki itu dengan tangan kiri, dan dia banting seketika itu juga. Pemuda itu meringis menahan sakit.
"Aku sama sekali tidak mengenal ilmu silat," katanya bangkit meringis. Ki Putih Kelabu segera menengahi: "Kamu jangan terburu nafsu, Pita Loka!"
Penengahan ayahnya ini membuat Pita Loka menjadi kalap, lalu menghajar dada Dasa Laksana, tapi karena dia menangkis dengan gerak refleks tinju itu meleset, dan inilah yang membuat Pita Loka mengamuk dengan sergapan pada pinggang lawannya dan dia lemparkan tubuh itu sampai menabrak pintu. Ketika Pita Loka akan melompat menerjang, Ki Putih Kelabu terpaksa menyergap punggung puterinya, dan dia balikkan tubuh Pita Loka dengan cara pembalikan yang luar biasa cepatnya.
Hal ini membuat Pita Loka memeluk ayahnya dengan menyesal. Dia menangis terisak-isak: "Aku benci orang itu menipu ayah!
Aku benci ayah tergoda pada kegantengannya, padahal dia utusan Ki Dasa Laksana, penganut ilmu iblis!"
"Dengar dulu, anakku. Kesabaran adalah bagian dari kependekaran. Kau bukan sembarang orang.
Kau murid dari Guru Besar Ki Surya Pinanti. Untung ayah isi tubuh tamuku ini dengan sinar getaran, sehingga dia luput dari pukulan mautmu. Jika tidak . . tentu kau akan jadi perkara polisi.
Nah, maukah kau mendengarku?"
"Mau, ayah," suara Pita Loka merintih menyesal.
"Dia sudah kuteliti sebelum kuajar. Soal ayah berniat menjadikan dia menantu, itu karena aku ini seorang manusia biasa. Dalam hal ini jangan lihat ayahmu ini sebagai pendekar atau Guru. Tapi lihatlah sebagai manusia, sebagai ayah yang ingin punya menantu. Tapi sekiranya kau tidak suka Koleksi KANG ZUSI
padanya, ini tak dapat dipaksakan. Tak ada pohonan yang pucuknya ke bumi, kecuali pucuk itu menghadap langit. Nah, minta maaflah pada tamu ini. Dia bukan murid Ki Dasa Laksana. Namanya sama, karena kebetulan. Dia merubah nama Yahya dengan ganti Dasa, itupun karena dia putera kesepuluh orangtuanya. Dari sepuluh, supaya kau tahu!"
"Kalau begitu, ijinkan aku pergi," kata Pita Loka.
"Kemana lagi?"
"Aku ingin menyembuhkan mataku yang buta ini," kata Pita Loka. Ki Putih Kelabu mencucurkan airmatanya.
"Semua sungguh di luar dugaan, anakku! Hidup ini ibarat pohonan yang banyak cabangnya. Bukan cuma hanya persoalan cinta. Banyak lagi urusan kehidupan selain cinta. Tapi jika kau sudah keras hati untuk pergi, mengingat pengalamanmu yang banyak, terserahlah. Tapi sebutkan dulu arah tujuanmu!
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 22
Pendekar Wanita Buta
Tujuan itulah yang tidak mau disebutkan oleh Pita Loka. Hati yang memberontak itu sebenarnya bukan semata-mata karena rindu dan cinta. Hati yang keras bagai baja iu berani memberontak karena menafsirkan mimpi. Mimpi itu jelas, bagai hidangan tersedia. Mimpi itu bahkan sudah direkam Pita Loka, dituangkan dalam bentuk tulisan di selembar kertas. Dan kertas itu pun sudah dia simpan dalam kantung celananya. Bahwa petunjuk itu harus malam ini juga dilaksanakan, juga sudah memantapkan hati Pita Loka.
"Tentu kau berniat pergi bukan semata-mata karena kekesalan hati, anakku," ujar Ki Putih Kelabu dengan air mata bercucuran.
"Ucapan itulah yang saya kehendaki dari ayah," ujar Pita Loka.
"Kau selalu mengamalkan ilmu Nabi Yusuf yang pandai menafsirkan mimpi. Pergilah. Tapi jangan pergi dengan hati kesal. Berangkatlah dengan hati yang bersih. Yang terlebih penting, jangan curigai muridku ini apabila mengenai dirinya tidak tercantum dalam mimpimu," kata Ki Putih Kelabu yang masih mencucurkan airmata.
Pita Loka menghatur sembah berlutut dihadapan ayahnya. Lalu dia menoleh sejenak pada Dasa Laksana. Tanpa berkata. Kemudian dia pun berlalu menembus malam yang gelap.
Perjalanan Pita Loka seakan " akan perjalanan sebuah bintang dilangit yang bergerak menuruti aturan alam. Tidak tergesa-gesa, tapi juga tidak lamban. Ketika pagi harinya ia tiba pada sebuah tempat, lalu didatangi oleh 23 lelaki berpakaian hitam, Pita Loka pun tidak terheran-heran. Karena hal itu sudah dia perdapat dalam mimpi secara jelas. Laki-laki itu menghampirinya. Memberi salam padanya. Lalu berkata: "Dengan pakaian hitam tuan, kami yakin tuan adalah Ki Buta."
"Betul," sahut Pita ALoka.
"Kami ditugaskan mengawal tuan," ujar lelaki tadi.
Koleksi KANG ZUSI
"Terimakasih," sahut Pita Loka.
Pita Loka lalu mengikuti pengawal di depannya yang berjumlah tiga orang. Di kanannya dia dikawal oleh lima orang. Di kirinya lima orang. Dan di belakangnya sepuluh orang. Dan perjalanan itu menjadi ringan bagi Pita Loka, sekalipun pengawal-pengawalnya tidak mengucapkan sepatah kata.
Sesungguhnya perjalanan itu dahsyat. Langkah manusia biasa baru bisa melangsungkannya selama 3 bulan, tepatnya 100 hari. Tetapi dalam pengawalan 23 lelaki tegap berbaju hitam-hitam itu, Pita Loka merasa benarnya kunci rahasia yang diceritakan oleh lelaki tua dalam mimpi itu.
"Anda akan dikawal oleh semut-semut hitam," ujar lelaki tua di mimpinya itu.
Tetapi setelah berjalan kaki selama tujuh hari, para pengawal itu berkata: "Kami hanya mengantar sampai di sini. Tugas kami hanya sampai gerbang Surya Mulih saja."
Pita Loka berkata: "Terimakasih. Memang sampai di sinilah tugas kalian. Kalian harus kembali."
Setelah para pengawal itu pergi, maka hujan pun turun sehingga Pita Loka merasa seperti dimandikan oleh alam. Curahan hujan itu baginya bagai sebuah hadiah, ibarat diguyur supaya segar bugar dan mendapatkan tenaga baru kembali!
Baru Pita Loka menyadari, bahwa dia sudah melaksanakan amalan mimpi itu tahap pertama. Seperti kunci yang disebutkan pak tua dalam mimpi, yang bunyinya. "Semut yang memasuki lubang tempat masuknya matahari," Kini, seperti sudah dicatat Pita Loka, dia mestilah memasuki kunci pada kalimat kedua: "Sesungguhnya mencari madu rahasia yang manis."
Seketika alam pun cerah. Dan telinga Pita Loka mendengar bunyi lebah dari suatu arah. Lebah itu keluar dari samping kiri tempat dia berdiri. Hal ini bukan pengalaman baru bagi Pita Loka. Baginya lebah itu pernah menjadi kawan. Bahkan jadi anak buah!
Tentu di situlah isyarat adanya madu, Pita Loka menuju ke sana. Ketika dia melangkah melewati semak, dia menghentikan langkahnya mendadak. Dia melihat adanya jalan setapak. Lalu dia melihat semut-semut hitam yang beriringan-iringan. Persis seperti mimpi, Pita Loka mengikuti semut-semut yang beriringan itu. Itu semua sesuai dengan petunjuk pak tua dalam mimpinya itu;
"Ikutilah perjalanan semut itu. Jangan injak dia, karena kamu sedang mengamalkan tingkah laku Nabi Solaiman yang pandai berbahasa semut."
Lalu perjalanan semut itu ternyata sampai di mulut guha. Dua orang berpakaian hitam menyongsongnya, persis seperti dalam mimpi,
"Jika tuan adalah Ki Buta, maka tuan diperbolehkan masuk," ujar orang itu, "Kami akan mengawal tuan," Pita Loka menoleh, melihat semut-semut hitam itu, memasuki guha itu Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 23
Pendekar Wanita Buta
Ketika Pita Loka memasuki guha itu, seketika itu juga perasaannya tenteram. Seluruhnya sesuai seperti yang dilihatnya dalam mimpi. Bila ada seorang lelaki tua, berpakaian hitam, dikawal oleh dua orang kate, tahulah Pita Loka, bahwa inilah orang yang dalam mimpi itu. Janggutnya yang Koleksi KANG ZUSI
panjang hingga ke perut, kumisnya dan alis matanya yang putih itu, lalu kepalanya yang diikat oleh selembar ikat putih . . . semuanya mirip mimpi.
"Selamat datang di padepokanku, anak!" ujar si tua itu.
Lalu beliau bertanya lagi: "Apakah dalam perjalanan ke sini anda merasa haus?"
"Tidak. Tuan Guru."
"Memang itulah yang kuharapkan sebagai jawaban. Sebab jika kau menjawab haus, maka itu berarti kau ingin minum. Kau akan kuberi madu. Tapi kau tidak mendapatkan ilmu. Kau ke sini ingin mendapatkan ilmu, sekaligus mendapatkan madu. Marilah aku tunjukkan padamu tujuh buah Kitab," kata sang Guru.
Pita Loka bertanya-tanya kitab apakah itu. Ketika Kitab-kitab itu diperlihatkan sang Guru, beliau bertanya:
"Sudahkah kau melihat kitab semacam ini?"
"Rasanya pernah," kata Pita Loka.
"Memang kitab semacam ini seluruhnya ada tujuh buah. Yang memilikinya adalah harimau-harimau persilatan. Tetapi tentu ada salah seorang pengkhianat yang melakukan petualangan untuk memalsukannya. Tapi kitab yang pernah kamu lihat itu tentulah tidak palsu. Di mana kitab itu sekarang?"
"Pada seseorang, Tuan Guru. Tuan lebih dahulu mengetahuinya daripada saya, karena saya tak usah menyebutkannya."
"Memang di Kumayan kitab itu cuma satu. Karena itulah di sana bermukim pemalsu kitab-kitab harimau itu. Salah seorang daripadanya adalah Ki Lading Ganda. Kekacauan pernah terjadi tujuh puluh tahun yang lalu di sana, sampai-sampai orang mengira di Kumayan ada tujuh manusia harimau. Itu tak benar. Tujuh puluh tahun lamanya orang-orang di sana terbuai oleh kitab palsu, sehingga Ki Lebai Karat dan ayahmu Ki Putih Kelabu lantas turut tertipu. Ini kesalahan orang tua mereka sendiri, ilmu yang benar bisa berubah menjadi ilmu sesat, ananda!"
"Jadi, siapakah sebenarnya tujuh manusia harimau itu?" tanya Pita Loka,
"Keterangan itu baru dapat aku nyatakan empatpuluh hari yang akan datang. Sekarang ini belum waktunya. Waktu sekarang ini hanya dipergunakan untuk menyatakan kegembiraanku atas kedatanganmu. Selain itu saya ingin memaparkan kisah yang tidak pernah diungkapkan oleh ayahmu, begitu pun Ki Lebai Karat maupun Ki Lading Ganda dan beberapa orang mengaku "Ki"
yang semuanya palsu karena kekacauan akibat kitab-kitab tujuh yang palsu, Memang ada beberapa orang yang pantas menyebut dirinya Guru. Tapi diakhirnya menjadi Guru yang kencing berdiri.
Akibatnya, muridnya kencing berlari. Itu sudah jelas dalam pepatah.
Biarpun pada mulanya Ki-ki atau Guru-guru itu semuanya ada juga yang becus, tapi karena dikacaukan oleh persaingan dan munculnya kitab palsu, maka munculah murid-murid yang sesat.
Dari telapak kakimu aku tahu, bahwa telapak tebal itu merupakan bukti kau bekas pengembara. Kau pun telah memetik berbagai ilmu yang baik-baik, tapi juga ada kau alami ilmu yang sesat. Karena kamu ini ibaratnya emas dan bukan loyang, sekali waktu keemasanmu akan muncul kembali.
Seperti ketika kau datang ke sini, karena menyadari kelebihanmu yang dahulunya dipunyai beberapa Nabi termasuk Nabi Yusuf. Yaitu kelebihan menafsirkan mimpi."
Koleksi KANG ZUSI
Beliau menatap Pita Loka dan berkata; "Jangan mungkir, kini kau mulai haus,"
" Betul, Tuan Guru!" ujar Pita Loka.
Sebuah kendi diambil orangtua itu, yang masih belum menyebut namanya. Dua mangkok batok kelapa yang amat bersih ditaruhnya di depan dengkulnya dan di depan dengkul Pita Loka.
Keduanya duduk bersila berhadapan. Lalu dari kendi itu dituangkan zat kental ke mangkok. Lalu diambilnya kendi lain. Kendi itu dituangkannya ke mangkok, dan cairan wangi masuk ke mangkok.
Guru itu berkata; "Inilah madu rahasia, yang cuma ada di sini, untuk ikut menikmatinya. Kejadian ini tersurat pada Kitab Ketujuh, di mana ada kalimat rahasianya berbunyi; "Semut yang memasuki lubang tempat masuknya matahari. Sesungguhnya mencari madu rahasia yang manis!" Nah, silahkan anda meminum rahasia madu itu hingga habis. Beberapa guru sudah kau temui, beberapa ilmu sudah kau pelajari dan dapati, tentu kau lelah. Inilah hiburan bagimu, ...ayoh, silahkan minum!
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 24
Pendekar Wanita Buta
Belum pernah Pita Loka menemukan lelaki tua yang suaranya begitu meresap seperti beliau. Orang banyak berbicara biasanya mudah menjemukan. Orang yang banyak berbicara biasanya ilmunya sedikit. Tapi inilah orang tua yang banyak bicara yang membuat pendengarnya terlena. Dan mungkin ilmunya tersembunyi di balik lidahnya.
Biasanya seorang guru langsung memberikan pelajaran bila dia berkenan pada calon murid. Tetapi sudah seminggu lamanya Pita Loka di padepokan ini, tak ada satu pun latihan atau ujian, kecuali hanya menjadi pendengar ucapan-ucapan sang Guru. Ceritanya sudah panjang, mengenai tujuh generasi guru-guru pendekar sebelum generasi beliau. Tapi beliau belum menceritakan siapa diri beliau.
"Bolehkah saya menyela sedikit cerita Tuan Guru" Karena saya ingin sekali mengetahui siapa Tuan Guru!" kata Pita Loka hari itu.
"Sudah kujanjikan, pada hari ke-40 nanti, kuberitahu siapa saya," kata sang orangtua, lalu dilanjutkan: "Apakah kau sudah bosan mendengar sejarah para pendekar?"
"Tentu saja tidak. Malahan saya sepertinya tercekam sehingga saya tidak sabar lagi untuk mendengarkan kisah mengenai diri Tuan Guru sendiri," kata Pita Loka.
"Kalau kini kau sudah tujuh hari mendengar sejarah para pendekar, itu berarti 33 hari lagi kau akan kujamu mendengarkan cerita. Di sini semua makanan manis, semua cerita mengenai hal - hal yang indah dalam dunia kependekaran. Ceritaku yang terakhir sebelum engkau menyela dengan pertanyaan adalah mengenai riwayat moyang-moyangmu dahulu dari pihak ayahmu, Ki Putih Kelabu. Cerita yang hebat, bukan?" tanya sang guru.
"Hebat sekali," kata Pita Loka.
"Kehebatan itu puncaknya pada riwayat Ki Giri, yang berwasiat pada puteranya si Pesut: "Hai Pesut, lestarikanlah ilmumu ini pada turunamu itu. Sampai dia sempurna mendapatkannya dari kau.
Setelah itu barulah kau mati dengan puas. Tapi aku menduga, si Pesut justru tidak mewariskan Koleksi KANG ZUSI
ilmunya pada turunannya, karena dia takut mati. Maka anaknya mengembara kian kemari, haus ilmu, dan berpuluh guru sudah dijajakinya. Begitu pun nasib si Lele. Ki Loya sudah memesankan pada puteranya, si Lele itu;
"Lestarikanlah ilmu yang kuwarisi padamu, kepada turunamu kelak!"
"Siapa si Pesut dan si Lele ini, tuan?" sela Pita Loka.
"Tunggulah. Bersabarlah, masih banyak lagi hari untuk mengungkapkan ini semuanya," ujar sang Guru yang begitu simpatik jika menjawab.
Lalu beliau melanjutkan: "Marilah kulanjutkan nasib si Lele tadi, yang kuatir mati jika ilmunya dia wariskan pada turunannya, secara menyeluruh, karena takut mati. Memang dia berbakat untuk menjadi Guru Besar. Tapi karena takutnya pada mati, maka dia akhirnya mati dua kali. Saat saya bercerita ini, orang itu, si Lele itu, sudah sampai beritanya ke sini bahwa dia sudah mati. Namun si Pesut belum. Dia sibuk mewariskan ilmunya pada turunannya yang lain, dari perkawinannya diam-diam pada seorang wanita lain."
Pita Loka mendengarkan terus dengan tekun melalui hari-hari yang indah, manis, dengan suguhan minuman madu yang membangkitkan kekuatan pada tubuhnya.
Memasuki hari ke-39 di padepokan orangtua tak dikenal itu, Pita Loka bertanya: "Jadi, setalah tuan berkisah tentang si Talam Pendekar Pedang, yang mewariskan pada puteranya dua buah golok kembar, Tapi puteranya itu selalu keburu nafsu sampai mendapatkan Kitab Tujuh yang palsu itu, saya mengerti bahwa orang inilah Ki Lading Ganda. Saya juga menduga, ilmu harimau yang beliau punyai itu adalah bagian yang sesat. Saya pasti sekarang, memang betul dia bukan salah seorang dari Tujuh Manusia Harimau yang selama ini mengelabui masyarakat Kumayan. Juga saya sedikit mengenal siapa si Pesut maupun si Lele. Bukankah si Lele yang tuan maksud itu adalah Ki Lebai Karat?"
"Lele, Pesut ataupun Kampret, semua itu nama panggilan mereka ketika kecil," kata orangtua itu.
"Ketika anda kecil, Tuan Guru, nama panggilan anda siapa?"
"Lalu dalam keadaan sudah memegang padepokan ini, tentu anda punya nama tersendiri. Bolehkah saya tahu?" tanya Pita Loka.
"Sejenak lagi matahari terbenam, akhir hari ke-39 aku menceritakan sejarah dunia kependekaran padamu. Tak sabarkah ananda menunggu sekali lagi matahari terbenam?" tanya sang Guru ramah.
Barulah setelah matahari terbenam, tanda masuk ke dalam hari ke-40 tanpa diminta, sang Guru berkata, "Akulah Ki Tunggal!"
Pita Loka tercengang. Bukankah sudah ada pula Ki Tunggal di Bukit Tunggal"
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 25
Pendekar Wanita Buta
Ki Tunggal memahami keterkejutan Pita Loka. Lalu beliau berkata: "Aku tahu mengapa ananda terkejut. Karena Ki Tunggal yang pernah kaudengar adalah yang menghuni Bukit Tunggal, yang Koleksi KANG ZUSI
pernah tergoda oleh wanita bernama Senik Permatasari, yang hanyut di sungai lalu ditolongnya, Ia lupa pada sumpahnya, bahwa ia tak berhak memakai nama itu, lalu dia lupa juga pada sumpahnya agar tak tergoda oleh sex. Dua kesalahan besar dia sudah perbuat. Memakai nama yang bukan jadi miliknya. Memakai wanita yang bukan harus miliknya. Dua-duanya adalah kesalahan utama, anda!"
"Bagaimana dengan Si Pesut?" tanya Pita Loka.
"Kelebihanmu adalah dalam hal Rasa. Aku balik bertanya: Apa perasaanmu, nak?"
"Perasaanku, Si Pesut adalah ayahandaku," ujar Pita Loka.
"Memang inilah penutup pengembaraanmu, Kau hanya dapat madu, ini zatnya, kemanisannya, dan ceritanya."
"Tuan tidak berkeberatan menyebut siapa - siapa Tujuh Manusia Harimau itu?"
"Aku bukan berkeberatan. Tapi yang boleh engkau ketahui adalah, bahwa aku Ki Tunggal, pemilik salah satu Kitab serta kuncinya, dari tujuh kitab itu. Aku pemilik Kitab Ketujuh. Aku adalah yang tertua dari Harimau Yang Tujuh. Nah, ilmu sudah kamu dapatkan sepertujuh dari ilmu yang kau cari. Selanjutnya carilah sendiri olehmu enam ilmu yang lain melalui kelebihanmu dalam rasa.
Malam ini kau masih diperkenankan menginap di sini. Tapi aku bukan mengusik atau ingin mengusirmu. Jika masih betah, tetaplah di sini. Jika hati terpanggil oleh katajaman rasa, silahkan mengikuti panggilan Rasa itu."
"Terima kasih atas segala madu dan kisah madu yang manis dari tuan selama saya berguru 40 hari."
"Kalau ototmu tak bergerak selama di padepokanku, itu sebagai masa istirahat otot itu.Barangkali kau mahfum, bahwa kalau otot yang sudah diliburkan, pasti akan mengalami tugas berat."
"Tugas berat" Jadi sekeluar dari padepokan Surya Mulih ini saya akan berjuang dengan otot?"
"Pertanyaan anda adalah jawabannya," kata Ki Tunggal bernada damai. Memang hati Pita Loka sedikit damai karena nada yang damai itu.
Lalu dia mohon diri untuk tidur ke tempat yang sudah disediakan. Malam itu dia tidur dengan penuh tanda tanya sebelum matanya terpejam. Namun dia bermimpi juga setelah perjalanan tidurnya benar-benar dalam ketenangan, Dalam mimpi itu dia diberitahu oleh seorang lelaki tua dengan ikat kepala putih, yang muncul dengan meneteskan air mata.
"Jangan ananda heran, jika esok matahari kelam karena terjadinya berita duka di kawasan Surya Mulih. Itu isyarat, bahwa tuan harus melanjutkan perjalanan menuju Lembah Suliram menemui saya. Perhatikan selalu semut-semut hitam sebagai petunjuk tempat saya, di mana di sini akan saya jamu dengan madu asam. Saya pesankan, jangan hiraukan orang yang menegur anda. Baik orang yang anda kenal, atau belum anda kenal. Kalau hal ini anda langgar, lenyaplah kesempatan anda untuk mendapatkan Kitab Kedua, sampai jumpa di Lembah Suliram."
Lantas Pita Loka terjaga dari mimpi itu. Pesan orangtua dalam mimpi itu diingat -ingatnya. Ketika itu Pita Loka mendadak merasa jantungnya bergoncang hebat, seperti akan mati. Tak lama kemudian dia mendengar suara orang menjerit, diikuti oleh suara tangisan banyak orang. Akhirnya padepokan dalam guha itu diliputi tangis yang riuh rendah. Apa yang telah terjadi"
Koleksi KANG ZUSI
Pita Loka lalu menyingkapkan tirai yang membatasi kamarnya. Dan dalam samar-samar dia melihat satu tubuh di tengah ruangan, dikelilingi oleh banyak orang. Lalu ada wanita tua bermata sembab mendatangi Pita Loka. Beliau berkata: "Aku Nyi Tunggal, isteri beliau yang barusan wafat. Kami harap anda jangan pergi dan ikutilah peristiwa penguburan beliau. Maukah tuan menginap 40 hari lagi sampai kawasan ini lenyap dari hari berdukacita?"
Pita Loka tajam rasa. Dia ingat pesan mimpi itu. Dia tidak boleh meladeni orang bicara dengan sepatah katapun. Dia hanya diam. Nyi Tunggal heran dan bertanya: "Kenapa anda diam, tuan?"
Pita Loka tidak menjawab sepatah kata pun. Dia hanya menyingkir meninggalkan orang yang semakin banyak berkumpul melihat jenazah Ki Tunggal yang berada ditengah-tengah ruangan. Lalu dia melangkah di pagi buta itu meninggalkan gerbang Ngarai Surya Mulih. Benarlah, seharian perjalanan itu dia tidak melihat munculnya cahaya matahari, karena alam sekeliling diliputi mendung. Pita Loka melangkah terus dalam tujuan yang mantap ke arah timur, tempat terbitnya matahari. Mendadak muncul lalaki-letaki berpakaian hitam. Mereka menegur Pita Loka, tapi Pita Loka terpaksa diam, meneruskan perjalanan.
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 26
Pendekar Wanita Buta
Duapuluh tiga lelaki berpakaian hitam itu lalu memaki-maki Pita Loka: "Uh, sombongnya kamu!
Orang buta tidak membalas guna!"
Pita Loka mendengar maki-makian itu. Tetapi dia tidak menoleh, apalagi menyahuti. Sekiranya dia berkata sepatah kata saja, seluruh tujuan pencaharian ilmunya menjadi batal.
Hari demi hari Pita Loka melangsungkan perjalanan menuju Lembah Suliram, Tetapi hari demi hari Gumara juga dengan tekun selalu mau menuju ke arah Ngarai Surya Mutih. Tapi selalu saja dia merasa perjalanannya tidak menemui kemajuan. Bahkan dia tidak berjumpa dengan satu manusia pun.
Dan hari ini, dalam penderitaan yang tak dirasuki putus asa pula, Gumara melihat satu noktah hitam di antara kehijauan padang rumput. Dia melihat titik hitam itu nenuju ke arahnya. Gumara bukan kepalang gembiranya, ketika matanya melihat dengan yakin bahwa itu manusia.
Gumara tidak cuma menunggu. Tapi dia menyongsong, Bahkan kecepatan langkahnya maju itu bagaikan setengah berlari. Makin dekat noktah hitam itu, semakin yakinlah Gumara bahwa manusia yang menuju bersongsongan dengannya itu adalah seorang wanita.
Tapi kemudian dia tercengang, karena setelah dilihatnya, ternyata itu tak lain adalah Pita Loka.
"Pita Loka!" seru Gumara gembira.
Pita Loka agak tercengang juga beberapa detik. Dia tahu itu Gumara.
"Pita Loka! Darimana kau?" Gumara girang menyongsong. Tetapi Pita Loka tetap meneruskan langkah tanpa menoleh sedikit pun.
"Hai, Pita Loka, kenapa kau begini angkuh" Apakah kau bukan Pita Loka?"
Koleksi KANG ZUSI
Pita Loka tetap meneruskan perjalanan. Dan Gumara tetap menguntitnya dari belakang. Pita Loka mendengar lagi suara Gumara dibelakangnya:
"Mungkin kau bukan Pita Loka! Mungkin kau semacam iblis penggoda!" Dan Gumara berlari, tidak lagi menguntit. Kini dia mencegat. Dia kelihatan menjadi marah!
"Berhentilah, Pita Loka! Kau memang Pita Loka!" ujar Gumara.
Dan melihat sikap tutup mulut Pita Loka, Gumara lalu jadi geram. Dia ingin tahu darimana Pita Loka!
"Tolonglah aku, Pita Loka!" geram Gumara berkata sembari menghadang, Hadangan Gumara itu membuat langkah Pita Loka terhenti sejenak. Hampir saja dia marah karena dihadang itu! Dan itu bisa saja membuat dia berkata-kata. Untung dia segera ingat, bahwa cobaan menyongsongnya dalam perjalanan ke Lembah Suliram ini, Pita Loka mengatur pernafasan, dan dia meloncat melampaui kepala Gumara, tetapi ujung kakinya dengan cekatan disambar oleh Gumara.
Pergumulan melepaskan diri terjadi. Dengan menggeliat sembari menahan diri agar tak keluar sepatah kata maupun teriak, Pita Loka berjungkiran dan Gumara pun ikut berjungkiran karena tidak hendak melepaskan pegangannya. Untaian dua tubuh yang berjungkiran dengan tenaga maksimum itu sempat membuat burung-burung bangau yang sedang membuat sarang beterbangan. Saking sama keras hati dan sama kuat tenaganya, untaian dua manusia itu berketerusan berjungkiran, sampai menabrak sebuah pohon wuni yang seketika itu juga roboh dengan akarnya mencuat ke arah langit. Namun Gumara terus mencekal pegangan-nya, dan Pita Loka terus membuat dirinya jumpalitan, membuat diri Gumara pun ikut berjumpalitan.
Tetapi ketika tubuh Pita Loka sempat menabrak pohon jambu mede, dengan cekatan dia pegang dahannya,dan dia membuat gerak balik jumpalitannya, sehingga Gumara lepas pegangan, malahan dia terlempar jauh ibarat batu ketapel lepas dari sarangnya.
Tubuh Gumara menabrak satu bukit kapur yang rendah, dan terciptalah kepulan debu putih.
Gumara berusaha melepaskan dirinya yang terperosok pada dinding bukit kapur itu, sekuat tenaga sampai lepas. Dia berusaha mengejar Pita Loka yang sudah melakukan langkah seribu. Gumara memegang beberapa pohon sehingga menciptakan kumparan asap, tetapi bila Pita Loka dalam lari seribu itu menabrak pohon, maka terciptalah api yang membakar dan menghanguskan!
Sungguh tidak akan terduga peristiwa ini akan terjadi. Terbakarnya beberapa pohon yang dilintasi Pita Loka itu pulalah yang menjadi petunjuk jalan bagi Gumara untuk terus mengejar Pita Loka.
Saking digebu oleh semangat limbubu, Pita Loka tidak menyadari dia menghadapi tebing didepannya. Tubuhnya melayang bagai bola api, lalu jatuh di sebuah lembah, namun Pita Loka sudah sempat melakukan gerak pijakan bangau yang tidak begitu mencecah bumi lembah Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 27
Pendekar Wanita Buta
Padepokan Saba Langit terpana beberapa detik menyaksikan Pita Loka yang muncul dengan sikap siap tempur. Ki Saba cepat meneriakkan komando: "Serbu orang sok pendekar itu!"
Koleksi KANG ZUSI
Pita Loka membalik tubuh. Dia hadapi para penantang itu. Dalam sekelebatan terjadi pertarungan dahsyat. Tetapi Pita Loka seketika itu juga mengetahui, bahwa ilmu para penyerang itu barulah sebatas ilmu Angin.
Ternyata mereka semua kebal! Tendengan demi tendengan kaki Pita Loka tidak membuat dada yang terkena gedoran telapak kaki Pita Loka itu membuat muntah darah. Cuma baju meraka terbakar dan hangus. Bahkan satu tendengan pusar api yang dilimbubukan kaki Pita Loka, hanya membuat lawannya berteriak karena seketika bajunya terbakar semuanya.
Ki Saba naik pitam gara - gara melihat muridnya terbakar, kendati cuma bajunya saja. Pita Loka musti menghindari diri dari pantangan sampai melihat kemaluan lelaki telanjang itu, dan akibat kelengahan inilah dia kena sergap tendangan patok kobra, bertepatan sasaran kaki Ki Saba itu mengenai matanya yang buta.
Pita Loka menghindari diri dengan bergerak lari ke samping mengingat dia merasa matanya seakan bengkak. Ki Saba merasa dirinya menang. Dia sudah bertekad untuk menghabisi nyawa lawannya.
Dia meloncat dengan tujuan geprakan dua pahanya menghanyut leher Pita Loka, tetapi malahan Ki Saba mendadak jatuh tersungkur sebelum kedua kakinya menggeprak leher Pita Loka.
Pita Loka tidak sempat memperdulikan hal itu, sehingga dia tidak tahu bahwa serangan Ki Saba tadi dijagal oleh Gumara. Barulah dia tahu sehabis matanya yang perih dia gosok-gosok dengan lendir langit-langit mulutnya.
Hampir saja dia emosi untuk menjerit melihat Gumara yang ditendang habis-habisan sampai tunggang langgang oleh Ki Saba. Kejadian inilah yang membuat Pita Loka harus melakukan pilihan. Melihat kaadaan Gumara yang parah itulah muncul sikap kependekarannya. Dia sapu habis dengan tendangan dan pukulan yang menerbitkan api seluruh murid Ki Saba, sampai seluruhnya bergelimpangan. Lalu kini giliran Ki Saba dia hunjam dengan pukulan yang menerbitkan api hingga rambutnya terbakar. Ki Saba berteriak melolong, tapi Pita Loka menyapu tendengan api yang sekaligus membuat bajunya bernyala-nyala.
Ki Saba melolong berlari kian kemari. Kemudian karena kalap, Ki Saba melompat ke kali. Dia hanyut dalam keadaan masih terbakar.
Pita Loka melanjutkan perjalanan memanjati tebing dan kemudian menghilanglah dia tanpa bisa diikuti lagi jejaknya. Gumara dengan susah payah mengikuti arah Pita Loka. Tetapi dia tak bisa mengejar waktu! Pita Loka tidak tampak olehnya lagi.
Namun Gumara tidak merasa putus asa. Setidaknya bau daun hangus itulah pedomannya mengikuti jejak Pita Loka. Dia tanpa ragu meneruskan perjalanan yang semula terhuyung tapi kemudian stabil kembali, lincah kembali. Pedomannya selalu bau daun hangus kesitulah langkahnya menuju.
Memang ini pengejaran teramat sulit Dan hampir membuat Gumara putus asa karena tak megenali hutan rimba belantara yang dilewatinya.
Mendadak langkahnya terhenti karena dia mendengar dentingan bunyi pedang baradu. Dan sewaktu dia melihat itu pedang berekor nyala api membersut ke udara, tahulah dia bahwa Pita Loka sedang menghadapi musuh baru lagi. Jiwanya penuh kobaran untuk membela Pita Loka andaikata pertarungan itu memang sengit.
Memanglah sengit!
Koleksi KANG ZUSI
Senjata cakra berdesing menuju sasaran Pita Loka yang tegak berdiri dengan kedua tangan menolak luncuran bola berduri yang diarahkan padanya. Tiap bola duri itu menerjang telapak tangannya, suara berdenting kedengaran. Bola duri itu kembali membawa ekor api menyala! Gumara melihat tiga pendekar yang jadi lawan Pita Loka. Ketika dia melihat sebuah pedang terbakar sedang tersangkut didahan pohon, Gumara langsung meloncat menyambar pedang berapi itu. Dan dengan senjata itulah dia maju menyerbu tiga pendekar itu, bagai membabi buta dia tebaskan senjata itu yang membuat leher mereka putus satu demi satu. Tiga kepala bergelindingan. Dan sebuah kepala terbakar terkena sejata cakra bola berduri itu, yang menggelinding di tanah dan beradu dengan kepala itu.
Tapi Gumara tercengang, masih ada tujuh pendekar lagi yang semuanya sudah mati, dalam keadaan tubuhnya tercucuk dahan pohon satu demi satu . . . Rupanya mereka korban serangan Pita Loka!
Ketika Gumara menoleh ke arah tempat tadi Pita Loka berdiri, dia tak melihat lagi apa-apa di sana, kecuali beberapa semak terbakar. Yah, tentu ke sana pula Gumara harus menuju!
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 28
Pendekar Wanita Buta
Sialnya, hujan lebat pun turun. Dan malam pun tiba! Yang dikejar dan yang mengejar sudah berlawanan arah. Pita Loka sudah berbelok ke timur, dan Gumara sudah menjurus ke barat. Hujan yang lebat semalam suntuk itu pun masih saja berupa gerimis ketika matahari terbit di pagi hari.
Barulah jelas kini, bahwa Pita Loka telah mengamalkan mimpinya dengan tekun, menyusuri padang yang amat luasnya. Sehingga matahari pagi itu di antara hujan gerimis itu tercipta bagaikan sebuah bola yang kuning.
Kesendirian pendekar buta itu begitu jelas. Dia laksana semut hitam yang merangkak di atas permadani hijau kekuningan yang basah, laksana semut hitam berjalan di atas sebuah kaca. Suara telapak kakinya yang berbunyi menggerus-gerus di atas beceknya rumput memecah keheningan pagi tanpa suara margasatwa.
Langkah Pita Loka terhenti ketika dia berpapasan dengan seseorang. Orang itu lelaki tua yang mirip seperti tampak dalam mimpi. Lelaki tua itu menegurnya: "engkaukah pendekar wanita buta itu?"
Hampir saja Pita Loka menjawab dengan sepatah kata "Ya," tapi untunglah dia ingat.
"Aku Ki Liram, yang tahu bahwa anda buta sebelah mata. Aku bertugas menyongsong kedatangan anda sebelum anda sampai ke Lembah Suliram. Tugasku memoleskan madu asam untuk menyembuhkan kebutaan anda!"
Pita Loka tardongak. Dia yang buta, dan ingin menyembuhkan kebutaannya, menatap ke mata si tua itu, Hampir dia menyemburkan ucapan gembira karena gandrung disembuhkan, sekiranya dia tidak melihat seringai senyum lelaki tua itu. Seringainya itu menampakkan taring yang mengerikan, yang seketika itu juga membuat Pita Loka dalam sekejap mata sudah mengeluarkan tendangan mengenai dada si tua itu, yang sekaligus menciptakan asap akibat hangusnya baju orang itu. Biarpun tendangan itu keras dan menimbulkan kehangusan, orangtua itu tetap berdiri tegap sedangkan Pita Loka terjungkir jatuh.
Koleksi KANG ZUSI
Ketika Pita Loka bangkit lagi, orangtua yang wajahnya sangat mirip dengan mimpinya itu berkata lagi; "Akulah Ki Liram, yang mendapat kehormatan manyembuhkan matamu. Lihat apa ditanganku ini. Sekendi madu. Hanya ini yang aku bawa; madu asam penyembuhan kebutaanmu!"
Pita Loka tardiam beberapa detik
Dia teringat petuah Ki Tunggal di padepokan Surya Mulih, bahwa kelebihan dirinya adalah Rasa.
Ketika itu kebetulan gerimis berhenti. Melalui ajang rasa dalam batinnya, tampaklah tua itu bermata licik, penipu.
Dan .... ketika si tua itu menunjukkan kendi yang katanya berisi madu obat buta itu ..., mau memperlihatkannya pada Pita Loka ... kendi itu langsung ditendang olah Pita Loka, Kendi itu pecah! Dari dalamnya meloncat ular tanah belang kuning. Bukannya madu!
Kasempatan ini digunakan Pita Loka dengan menganjut pukulan sisi lengannya yang dahsyat bagai liuk-liuk ombak dahsyat disapu angin taufan. Dengan serta merta diteruskan dengan sapuan tendangan angin limbubu yang membuat si tua penipu itu jungkir balik. Lalu jatuh mencium bumi, yang kepalanya ikut masuk terbenam hingga leher. Pita loka yakin si tua itu sudah mampus.
Tapi dia lupa, gelembung - gelembung udara yang muncul dari sisi air hujan adalah bukti bahwa dia belum mati. Dan masih bernapas! Salahnya, Pita Loka sudah melanjutkan perjalanannya di pagi yang permai itu.
Maka sampailah Pita Loka pada suatu perkampungan. Ia tak kenal dengan perkampungan itu. Ada pasar. Ada orang berlalu lalang. Ada orang yang sedang berteriak menawarkan sapi. Dan Pita Loka melewati pasar itu dengan kepala menunduk. Sapi itu mengoak. Di sini Pita Loka mulai syak wasangka! Jangan-jangan ini bukan pasar. Jangan-jangan ini semuanya pandangan palsu yang disulap oleh jin-jin.
Pita Loka melanghah hati-hati. Penduduk perkampungan ini semuanya tampak ramah. Dia mendengar tawaran orang di warung-warung yang berseru; "Mampir, mampir sarapan pagi di warung kami, Ki Butal"
Langkah Pita Loka terhenti. Dengan sebelah mata Pita Loka memandang sekeliling, sekaligus dia melepaskan dirinya dari seluruh pemandangan yang dilihatnya. Dia seakan-akan jadi ringan bagai balon yang meninggalkan bumi. Lalu dia menghempaskan kaki ke bawah. Gedebug! Setiba kaki di bumi seluruh perkampungan tadi lenyap!
Yang ada lelaki tua yang ramah, menyongsongnya, membawa sebuah mangkok seraya berkata,
"Inilah madu obat buta matamu, nak! Kau tadi telah ditipu oleh seorang yang mengaku Ki Liram, bukan" Ah, dia orang jahat yang akan menyerap ilmumu yang tinggi!"
Orang tua yang menyongsongnya itu mengacungkan mangkok berisi madu yang menyebarkan bau madu yang wangi.
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 29
Pendekar Wanita Buta
Tanpa tunggu lagi, sekalipun dimulai dengan senyum yang manis ..., Pita Loka menyambut mangkok madu itu seperti akan meminumnya. Tapi malahan disiramkannya mangkok madu yang Koleksi KANG ZUSI
harum itu ke muka si tua itu! Muka itu hancur bagai gumpalan daging busuk terkena air raksa. Pita Loka melihat orang itu melolong jungkir balik menahan rasa sakit. Pita Loka hanya tersenyum setelah membuang mangkok. Warna kemerahan air raksa itu masih berupa sisa yang mirip air di atas daun keladi, Pita Loka tentu tak mengucapkan sepatah kata.
Tapi senyumnya itu adalah sikap puasnya. Dia yang menguasai ilmu Fisika tahu betul bau air raksa, sekalipun dipoles oleh madu.
Rupanya, inilah kemenangan puncak bagi Pita Loka. Ketika orang tua penipu itu melarikan diri dalam keadaan jungkir balik menahan rasa sakit, dia diikuti oleh beberapa ekor ular tanah belang hitam kuning. Dia tahulah kini, bahwa orang tua itu adalah yang tadi pertama menipunya.
Bagai tirai yang dibuka dalam layar sandiwara, atau dihadapan Pita Loka menyongsongnya kini.
Alam lembah yang indah. Bukannya lembah yang mengerikan seperti selama ini dia kenal dengan nama "Lembah Suliram". Padahal terbukti, bahwa lembah ini teramat indah.
Baru Pita Loka ingat cerita Ki Tunggal, bahwa ada sebuah lembah yang indah sekali mirip lembah di surga, dihiasi tanaman dan bunga-bungaan warna-warni.
Tapi Pita Loka tak sudi termakan oleh tipuan pandangan mata. Dia tidak melihat ke atas, tapi merunduk. Begitu dia merunduk, dia melihat banyaknya semut-semut hitam bagai barisan tentara berbaju hitam, Yah, inilah takwil mimpi mengenai semut-semut itu.
Pita Loka lalu mengikuti arah perjalanan semut itu, dengan langkah yang sabar dan hati-hati.
Karena asyik melihat ke bawah, mengikuti rombongan semut hitam, Pita Loka hampir saja tidak mengetahui ada serombongan orang berbaju merah saga yang menantinya,
"Ki Buta, kami utusan Ki Madu ... anda dipersilahkan masuk ke guha padepokan Ki Madu dengan pengawalan kami," ujar orang-orang itu.
Pita Loka cuma mengikuti kini. Dia yakin ini bukan tipuan. Sebab orang-orang berbaju merah saga itu pun melangkah sejajar dengan barisan semut hitam itu, yang merambat memasuki tinggi guha.
Begitu memasuki guha, tampak obor-obor nyala yang bukan merupakan api kayu karet biasa.
Begitu Pita Loka duduk bersila di hadapan Ki Madu, orangtua itu sembari membelai janggutnya yang panjang mamperkenalkan diri;
"Saya Ki Madu Prakasa. Jadi Ki Tunggal telah meninggal, bukan?"
"Betul, Tuan Guru."
"Saya menyatakan selamat pada anda, yang mampu mengatasi rintangan dalam perjalanan ke padepokan kami. Pernahkah ananda melihat Kitab-kitab semacam ini sebelum ini?"
Ki Madu Prakasa memperlihatkan tujuh buah kitab. Lalu menjawab; "Pernah satu kali di Kumayan.
Satu kali lagi di padepokan almarhum Ki Tunggal, Dan ini yang ketiga kalinya, " yang ini."
Sembari memperlihatkan Kitab Kesatu, beliau berkata: "Ananda kini sedang memasuki babakan kedua menyerap limu. Lihatlah! kunci rahasia kitab ini, nak!" lalu Ki Madu Prakesa membuka lembaran tengah kitab itu, dan membaca tulisan gundul:
"Sesungguhnya ada sesuatu di Lembah Suliram, Yang madunya asam berisi kekuatan."
Koleksi KANG ZUSI
Lalu Ki Madu Prakasa mengambil sebuah kendi dan dua mangkuk batok kelapa yang berukir indah, Setelah madu itu dituangkan, Ki Madu berkata: "Silahkan minum, nak!"
Upacara minum itu amat khusyu. Rasa manis madu yang diseling rasa asam tuak, seakan-akan dengan cepat menciptakan aliran darah yang bergolak di tubuh Pita Loka. Setelah habis semangkuk itu, Pita Loka merasa diliputi gairah wanita yang bersangatan.
Dia begitu cepet seakan-akan menyaksikan Ki Madu di hadapan berubah jadi pria ganteng segagah Bima, dan ketika dilihat pria itu seakan-akan mau menanggalkan busana, Pita Loka cepat membuang muka karena malu dan segan.
"Kau lulus," ujar Ki Madu Prakasa setelah melihat Pita Loka membuang muka itu.
"Lalu, apa yang saya lakukan berikutnya?" tanya Pita Loka.
"Mengembara."
"Ha"Tidak mukim di sini?"
"Tidak," ujar Ki Madu Prakasa, "Silahkan berangkat sekarang, Kamu sudah penuh ilmu yang kamu tuntut dan berbagai macam guru, Tetapi ilmu yang syah kamu perdapat adalah dari Tujuh Pendekar Harimau."
"Siapa Tujuh Pendekar Harimau yang sebenarnya itu, Ki Guru?"
"Yang paling rumit yang sudah kau perdapat adalah bernama Ilmu Empat Asal dari Ki Surya Pinanti," ujar orang tua itu.
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 30
Pendekar Wanita Buta
"Mungkin Ananda sudah diberi keterangan oleh almarhum Ki Tunggal, bahwa Tujuh Manusia Harimau yang jadi dongeng di Kumayan itu sesungguhnya ada di antaranya yang terkecoh oleh Kitab Tujuh yang palsu, Tapi harap diketahui. Harimau Pertama adalah Ki Surya Pinanti. Orang yang ilmunya tinggi, sudah tidak membutuhkan perkelahian."
"Lalu, Harimau Kedua siapa, Tuan Guru?"
"Harimau Ketujuh adalah gurumu, Ki Tunggal yang menguasai kawasan Lembah Surya Mulih, pelajaran yang diberinya cumalah tambo hikayat raja-raja pendekar."
"Itu akan kamu ketahui sendiri di kemudian hari," ujar Ki Madu.
"Bukan anda?"
"Saya dalam urutan adalah Harimau Keenam. Tapi apa pentingnya ini semua?"
Koleksi KANG ZUSI
"Saya ingin mengenal satu demi satu Tujuh Manusia Harimau itu, Ki Guru! Terutama mengenai diri ayahku, Ki Putih Kelabu, yang sudah jadi cerita orang sebagai salah seorang Harimau Kumayan."
"Itu memang betul. Tapi pernahkah ayahmu menurunkan ilmunya untuk kamu" Dia si Pesut yang bertopeng pendiam, agar disegani, tapi dia tamak, dia ingin ilmunya untuk dirinya sendiri, bukan untuk diturunkannya pada pewaris syah. Ini karena ada wasiat guru kami dahulu, bahwa, ada di antara pewaris ilmu Harimau, yang jika telah mewariskannya, akan menemui ajal. Misalnya, Ki Tunggal yang barusan saja mewariskan ilmunya kepadamu karena dia tak punya keturunan. Anak-anaknya semuanya anak angkat, itulah. Ki Lebai Karat, yang terpaksa menjalani mati suri beberapa lama, bahkan di kubur, untunglah kemudian dia menyadari bahwa ilmunya harus dia wariskan kepada putranya."
"Apakah Gumara itu pewaris ilmu beliau?" tanya Pita Loka.
"Yah. Tapi tidak semudah memetik buah nangka di pohon. Tiap pewaris akan mengalami berbagai petualangan bahkan sampai dia melahirkan anak cucu. Batu yang bermutu harus diuji sinarnya agar diketahui apakah batu itu mempunyai ster berapa."
Kini barulah Pita Loka menyadari, apa yang dilakukan Guru Gumara adalah pelaksanaan pewarisan ilmu itu .......
"Nah! selamat mengembara," ujar Ki Madu Prakasa mengulurkan tangan menyalami Pita Loka.
Begitu Pita Loka bangkit berdiri, dalam keadaan duduk bagai gasing itu sapuan kaki membuat Pita Loka terjungkir. Dia marah karena terkena jagal Ki Madu, lalu melakukan pembalasan dengan jalan manjatuhkan pantat di lantai sembari menggasing tendangan lingkar menghantam kedua kaki Ki Madu. Ki Madu Prakasa pun jatuh tersungkur, disusul oleh sapuan pukulan sisi tangan yang menerbitkan api muncrat dari punggung pendekar tua itu.
Pita Loka menyerang lagi dengan pukulan dahsyat tapi pada kening Ki Madu Prakasa. Pukulan itu menerbitkan pancaran api! Pancaran api itu menyilaukan mata. Ketika itulah Ki Madu Prakasa menjelma menjadi seekor harimau tua.
Pita Loka sadar bahwa ini ujian baginya. Dia sapu kepala harimau itu, yang hampir menggigit tetapi dengan jungkir balik Pita Loka barhasil melepaskan dirinya. Proses yang dialami Pita Loka ini, mirip sekali seperti yang dialami Gumara ketika Gumara bertempur dengan Ki Lebai Karat di pekuburan keramat.
Pita Loka terkena cakaran pada punggungnya. Darah mengalir, tapi persilatan balum berakhir. Pita Loka dengan sekuat tenaga melakukan perlawanan. Dengan gerak harimau yang tanpa disadarinya, Pita Loka mencakarkan kuku ke dada harimau tua yang terlentang jatuh itu .... ketika itulah Pita Loka menyaksikan kuku-kuku jarinya begitu runcing mirip kuku harimau.
"Aku menyerah, nak," ujar Ki Madu yang menjelma jadi manusia kembali setelah sorotan cahaya menyilaukan merupakan proses perubahan bentuk.
Pita Loka sudah gembira karena merasa dirinya telah memiiliki ilmu harimau. Tapi ketika dia melihat kukunya menjadi biasa kembali, Ki Madu Prakasa melihat kekecewaan di wajah Pita Loka.
"Hari ini aku telah memberikan warisan kuku kepadamu. Itulah ciri bahwa kau suatu ketika akan menyandang gelar Ki. Selamat mengembara, nak. Jangan mengherani sesuatu, karena segalanya ada Koleksi KANG ZUSI
di dalam alam. Alam ini akhirnya membukakan berbagai rahasia kepadamu," ujar Ki Madu Prakasa seraya menuangkan madu asam ke mangkok Pita Loka dan mempersilakan minum. Lalu berwasiat;
"Hancurkan kejahatan. Bela si lemah. Lestarikan yang benar! Selamat jalan!"
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 31
Pendekar Wanita Buta
Tidak ada pesan. Tidak ada petunjuk, sehingga perjalanan kali ini harus dicari sendiri, dan ditemukan sendiri. Dari tujuh kitab, barulah dua kitab yang dia dapatkan. Dan zat madu asam itu rupanya telah merubah Pita Loka menjadi lincah sekeluarnya dari guha Ki madu Prakasa.
Mengembara baginya bukan lagi sebuah pelarian, tapi menjadi sebuah suka cita.
Ketika dalam perjalanan itu dia menemukan seorang tua yang sedang termenung di bawah pohon lelayin. Orangtua itu sepertinya dalam dukacita, bertentangan dengan perasaan Pita Loka yang saat itu bersukacita.
Pohon lelayin adalah sebuah pohon yang berasal dari negeri Cina, yang daunnya memiliki janggut -


Pendekar Wanita Buta Serial Tujuh Manusia Harimau (7) Karya Motinggo Busye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

janggut putih yang halus-halus panjang mirip janggut manusia. Pohon itu daunnya rimbun.
Tempat untuk orang berteduh dalam pengembaraan jauh.
"Pak tua," sapa Ki Pita Loka. Pak tua itu menoleh. Pita Loka berjongkok dengan sikap yang santun.
Lalu bertanya : "Anda menanti seseorang di sini?"
"Ya. Menanti seseorang," sahutnya.
"Kenapa wajah tuan berdukacita?"
"Karena kuatir dia tidak datang."
"Berapa lama Tuan sudah menantinya?"
"Seribu dua ratus hari," sahut Pak Tua itu.
"Alangkah lamanya! Bolehkah saya tahu siapa nama anda?" tanya Pita Loka.
"Namaku Ki Jengger. Rumahku di sana itu, tapi siang malam aku berada di sini menanti kedatangan orang yang dinanti. Aku tak boleh pulang karena harus menepati janji."
"Janji" Berjanji dengan siapa?" tanya Pita Loka.
"Aku berjanji dengan sahabatku Ki Surya Pinanti..... ucapan ini menggetarkan perasaan Pita Loka.
". . . Ki Surya Pinanti yang bermukim di Bukit Api, Tuan?" tanya Pita Loka.
"Betul," Ujar si tua itu, yang seketika itu juga menatap pada Pita Loka, memperhatikan mata Pita Loka.
"Apakah mata anda itu buta sebelah?" tanya Ki Jengger.
Koleksi KANG ZUSI
"Betul!"ujar Pita Loka keheranan.
"Kalau begitu engkaulah Ki Pita Loka, pewaris ilmu Ki Tunggal, yang buta sebelah matamu itu?"
Dengan melongo sejenak, Pita Loka cuma bisa mengangguk.
"Oh, anakku! Kenapa kamu baru tiba sekarang?" kata Ki Jengger seraya berdiri dengan sukacita, lalu berkata ; "Mari ikut aku, nak!" Ki Jengger melangkah lebih dahulu, dibuntuti oleh Pita Loka.
Setiba di sebuah pondok yang amat melarat, Ki Jengger berkata : "Inilah rumahku. Sungguh engkau murid Ki Surya Pinanti yang ulet menghadapi cobaan, Dan pandai menahan diri atas segala siksaan, tidak mudah silau dan tergoda oleh kecantikan dan kekayaan"."
Pita Loka tak terkesan oleh pujian itu. Dia terkesan pada segerombolan semut hitam yang berada dilantai itu. Semut-semut itu menuju ke sudut pondok. Tampak olehnya gembok yang berwarna kuning dengan kuncinya yang keemasan.
"Engkau melihat sesuatu, nak?" tanya Ki Jengger.
"Ya. Semut-semut hitam itu. Agaknya di bawah pondok ini ada lubang. Semut-semut hitam itu agaknya mencari madu di bawah itu," ujar Pita Loka.
"Yah, kau benar, Kau kali ini tidak menemui sesuatu lewat mimpi. Ini sebuah kenyataan. Tapi minumlah ini dulu," ujar Ki Jengger seraya menyodorkan sebuah mangkok batok berukir, cairan kental yang dituang dari kendi. Dan kendi itu, maupun mangkok itu, betul-betui sama bentuk serta warnanya dengan kendi dan mengkok batok di padepokan Ki Tunggal dan padepokanKi Madu Prakasa.
Setelah minum seteguk, Pita Loka bertanya :
"Sebelum saya menanyakan yang lain, saya terkesan dengan madu kehormatan ini. Lalu saya berkeyakinan, tentulah Ki Jengger adalah salah seorang dari Tujuh Manusia Harimau! Betul, Ki Guru?" tanya itu disertai tatapan mata tajam. Ki Jengger silau oleh sorot mata tajam Pita Loka.
"Aku merahasiakannya selama tujuh puluh tahun, nak. Kini engkau yang membuka tabir rahasiaku.
Apa boleh buat Aku mengaku. Marilah kita ke bawah."
"Ke bawah?" tanya Pita Loka.
"Ya, melalui pintu itu," ujar Ki Jengger.
Diajaknya Pita Loka ke sudut pondok melarat ini. Dia membuka gembok. Lalu seperti ada dorongan dari bawah, lantai di sudut itu seakan-akan naik. Dan ternyata lantai itu merupakan pintu rahasia.
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 32
Pendekar Wanita Buta
Ada tangga ke bawah. Herannya, tak ada lampu. Namun ruangan di bawah tanah itu,terang.
Alangkah mengejutkan Pita Loka! terang itu rupanya dari sinar radium yang dipancarkan oleh beberapa untai intan-intan yang bergantungan. Dalam intan itu ada cairan alami, yaitu cairan radium.
"Lihat kursi tahta itu, nak!" ujar Ki Jengger.
Koleksi KANG ZUSI
"Itu tahta raja?"
"Ya, itu milik turunan Nabi Solaiman. Ini seluruhnya menjadi milikmu, nak Pita Loka!"
"Inikah dongeng yang pernah diceritakan ayahku?"
"Ya. Hal ini cuma diketahui oleh tujuh manusia. Termasuk Ki Putih Kelabu," ujar Ki Jengger.
"Jadi, selain anda dan Ki Tunggal dan Ki Madu Prakasa dan Ki Surya Pinanti, ayahku pun terbilang salah satu dari Tujuh Harimau Sakti itu?"
"Benar. Kita bertujuh terikat pada suatu perjanjian batin. Kecuali apabila di antara kami ada yang menyeleweng. Ayahmu Ki Putih Kelabu hanya mendengar kisah kerajaan Solaiman di bawah tanah ini. Hanya mendengar, seperti kau menyebutkan tadi, hanya mendongengkan padamu. Tapi tak melihatnya. Barulah kamu yang melihatnya!"
"Siapa lagi di antara Harimau yang Tujuh itu, Ki Guru?"
"Satu lagi, Ki Ca Hya."
"Di antara tujuh manusia harimau itu, yang manakah yang sudah mati?"
"Yang sudah mati" Sepengetahuan dari berita angin yang sampai padaku adalah Ki Karat, lalu Ki Tunggal. Ki Ca Hya belum mati. Dia termasuk yang pernah melihat kekayaan warisan Solaiman ini."
"Nah, coba sebutkan harimau - harimau yang tujuh itu, baik yang hidup maupun yang sudah mati,"
pinta Pita Loka.
Dengan nada berwibawa, Ki Jengger menyebutkannya ;
"Pertama : Ki Tunggal. Kedua : Ki Madu Prakasa. Ketiga : Ki Jengger. Keempat : Ki Putih Kelabu.
Kelima : Ki Karat. Keenam Ki Surya Pinanti. Dan Ketujuh : Ki Ca Hya."
Pita Loka memejamkan matanya. Dia amat terkesan, karena ayahnya disebutkan sebagai salah seorang dari Tujuh Manusia Harimau itu. Hatinya bangga dan bersyukur.
"Ini, istana bawah tanah ini, seluruhnya, milikmu. Milikmu setelah kau bersuami dan berketurunan."
"Jadi saya suatu ketika akan punya suami?" tanya Pita Loka.
"Tentu. Hanya beberapa ekor harimau saja yang tidak berketurunan, lalu dia wajib memberikannya kepada seseorang. Tapi orang itu harus memiliki darah bangsawan, darah yang suci dari garis keturunan di atasnya. Puaskah kau dengan kekayaan yang diamanahkan lewat saya untukmu ini?"
Pita Loka berdiam diri. Wajahnya masgul. Kemasgulan yang membuat Ki Jengger bertanya,
"Kenapa anda malah bermuram durja?"
"Yah, akhirnya saya toh seorang manusia biasa. Saya membutuhkan pertolongan, bukannya kekayaan." kata Pita Loka.
Koleksi KANG ZUSI
"Itukah pendirianmu?" tanya Ki Jengger.
"Ya. Itulah pendirianku!"
Ki Jengger berlutut pada Pita Loka : "Jika demikian, engkau sudah merupakan seorang Guru! Aku menyebut namamu harus dengan sebutan Ki Pita Loka. Sesuai dengan berita dari Ki Surya Pinanti, engkaulah pewaris ilmu Ki Tunggal. Selain kekayaan, orang gila pun dapat engkau sembuhkan."
"Menyembuhkan orang gila?" tanya Pita Loka.
"Ya, dengan benda ini," ujar Ki Jengger menyamber sebuah kalung emas dengan sebuah permata tujuh buah ster, yaitu permata akik Solaiman yang berwarna hijau. Lalu kalung itu dikalungkan Ki Jengger ke leher Pita Loka.
"Ki Pita Loka, aku puas telah menemui salah seorang dari rangkaian tujuh manusia harimau. Yaitu anda, Ki Pita Loka!"
"Lalu, jika saya dapat menyembuhkan orang gila, siapakah yang dapat menyembuhkan penyakit buta mataku ini?" tanya Ki Pita Loka.
"Salah seorang dari yang tujuh di antara kita,?" sahut Ki Jengger.
"Apakah beliau kira-kira Ki Ca Hya?" tanya Pita Loka menerka-nerka.
"Itu tak bisa diterka-terka, itu harus ditemukan!" ujar Ki Jengger dengan nada pasti. "Yang terang bukan kau sendiri yang menyembuhkan matamu yang buta sebelah itu!"
"Jadi anda tidak dapat meramalkan dua hal. Calon suamiku. Dan si penyembuh mataku yang buta, ya Ki Jengger?" tanya Ki Pita Loka.
"Itulah kesimpulan yang betul, Ki Pita Loka," ujar Ki Jengger. Lalu Ki Pita Loka bertanya:
"Apakah babak pertemuan antara saya dan anda sudah selesai?"
"Karena kalung amanah yang saya jalinkan pada Ki Surya Pinanti sudah menggantung di lehermu, aku sudah menyelesaikan tugasku," kata Ki Jengger.
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 33
Pendekar Wanita Buta
Setelah Pita Loka meninggalkan gubuk melarat Ki Jengger, belum lagi seratus langkah perjalanan, di suah dicegat oleh beberapa orang pendekar. Mereka semuanya lelaki. Dan sikap mereka mendekati Pita Loka mulai kurang ajar.
"Ini makananku," kata yang seorang.
"Jangan ganggu saya," Pita Loka memperingatkan.
"Aduh kalungmu itu, sangat cantik ya dik?" kata salah seorang. Yang pertama tadi langsung mau memegang buah dada. Pita Loka. Tangan itu cepat dipegang oleh Pita Loka dan dengan serta merta Koleksi KANG ZUSI
tubuh orang itu diayun-ayunkannya dalam putaran, sehingga kaki musuhnya itulah yang menubruk satu demi satu pendekar-pendekar muda itu. Ketika satu demi satu mereka sudah jatuh bergelimpangan terkena sabetan kaki temannya sendiri, Pita Loka langsung meneruskan putaran tubuh orang itu, dan ketika dia lepaskan pegangan pada tubuh yang dia putar itu . . . melayanglah tubuh pendekar muda yang iseng itu. Lantas kepalanya membentur sebatang pohon pucung.
Begitu tiba dibumi, orang itu bangun lagi dan berteriak " teriak dengan kata-kata yang jorok.
"Ia gila!" seru teman-temannya.
Pita Loka terus melangkah mau melanjutkan perjalanan.
"Pendekar putri! Pendekar sakti! Tolonglah kami! Teman kami kau buat gila!" ujar anak-anak muda itu menghampiri Pita Loka.
Pita Loka membalik. Kedua lengan dia lipat pada dada.Dia lalu memberi nasehat : "Jangan sembarang mengganggu orang. Wanita - wanita harus kamu anggap ibumu sendiri. Jangan karena ilmu yang sedikit, tujuanmu mau menggagahi orang lain. Bawa kesini temanmu yang gila itu."
Mereka menggotong temannya yang gila itu. Si gila masih meronta dan mengeluarkan perkataan jorok. Alat kelamin wanita adalah ucapannya yang berulang kali.
"Pegang kedua lengannya dan kedua kakinya," perintah Pita Loka. Mereka dengan tekun beramai-ramai memegangi lengan dan kaki temannya.
Mata si gila itu terbeliak-beliak. Pita Loka memegang permata hijau Solaiman yang di lehernya.
Setelah dibelainya permata itu dengan jari telunjuk dan ibu jarinya, lalu kedua jari itu digosokkannya ke jidat si gila. Berulangkali. Sampai teriak joroknya berhenti. Sampai si gila menangis merintih-rintih. Dan sampai dia kemudian seperti sadar, mirip orang terbangun mendadak dari mimpi.
"Teman kalian sudah sembuh," ujar Pita Loka berlalu. Langkah Pita Loka yang tegap perkasa, membuat pendekar-pendekar muda yang masih baru belajar itu terpelongo semuanya.
"Dia pasti pendekar sakti," ujar mereka masih tercengang.
Ternyata, perjalanan Pita Loka yang cuma berdasarkan Rasa itu, melalui bagian sebaliknya dari Lembah Suliram. Pita Loka kenal betul dengan watak lembah ini, yaitu tombak-tombak batu alam yang runcing-runcing. Ketika tiba di sini, Pita Loka agak keheranan. Dia melihat seorang berpakaian putih sedang tidur menelungkup di atas permukaan batu-batuan runcing itu. Makin dekat, makin jelaslah oleh Pita Loka, bahwa orang itu tak lain Guru Gumara.
Makin dekat, makin jelas, bahwa Guru Gumara sedang tidur ngorok. Agaknya dia dalam keletihan.
Tapi jelas, bukan baru berkelahi. Begitu Pita Loka semakin dekat, mendadak Gumara terbangun.
"Pita Loka!" seru Gumara dengan nada heran dan kangen.
"Mengapa Guru berada di sini?" tanya Pita Loka.
"Aku mendapati dua orang gua dalam guha di atas itu," ujar Gumara.
"Di guha itu?" tanya Pita Loka.
Koleksi KANG ZUSI
"Ya. Satu di antara tiga orang gila itu sudah mati terbunuh olehku. Yang dua lagi masih mundar mandir kayak setan," kata Guru Gumara.
"Siapa yang sudah mati itu?" tanya Pita Loka
"Ki Rotan. Dia begitu buas, tidak sebuas yang dua lagi. Dan yang dua itu, keadaannya menyedihkan" kata Guru Gumara.
"Kalau begitu, Guru sudah masuk ke guha itu," ujar Pita Loka.
"Sudah. Aku memasukinya berdasarkan pesan Ki Tunggal menjelang wafatnya beliau," ujar Gumara.
"Ki Tunggal" Anda telah sampai ke Ngarai Surya Mulih?" tanya Pita Loka tercengang.
"Ya, sekalipun dengan cobaan yang amat gawat. Aku kesana itu, berdasarkan Kitab Tujuh yang memberikan petunjuk padaku untuk ke sana. Hanya satu soal yang tidak tertera dalam syarat Kitab Tujuh itu. Yaitu aku baru akan tiba di sana apabila Ki Tunggal telah mewarisi ilmunya, madu manis, kepada seseorang ahli warisnya, lalu beliau mati. Aku hanya menerima pesan beliau."
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 34
Pendekar Wanita Buta
Pita Loka lalu ingin tahu; "Anda hadir di waktu pemakaman Ki Tunggal?"
"Saya tak sempat menemuinya, juga ketika pemakamannya. Pesan Ki Tunggal hanya saya terima dari Nyi Tunggal. Sungguh, aku mengalami begitu banyak cobaan. Di antaranya, dalam perjalanan melelahkan itu aku ketemu dengan seseorang yang mirip kau, PitaLoka!"
"Itu bukan orang lain," kata Pita Loka.
"Jadi orang itu memang kau?"
"Memang aku," ujar Pita Loka,
"Jadi. . . orang itu memang kau?"
"Memang saya sendiri, Guru."
"Tapi, kita bertemu di sini, Pita Loka!"
"Itu Nasib. Apa Guru masih akan terus di sini?"
"Yah, terpaksa begitulah. Aku sedang mencari sesuatu, mungkin saja wangsit dalam pertapaan yang khusyu. Itulah sebabnya aku akan berada di sini terus sampai ilham itu tiba padaku," ujar Gumara.
"Boleh saya mengetahui, siapa dua orang yang masih di atas itu?" tanya Pita Loka.
Koleksi KANG ZUSI
"Asal kau jangan mencurigaiku. Dia adalah adikku Harwati dan Ki Lading Ganda," ujar Gumara.
Mendengar nama Harwati, rasa cemburu Pita Loka membakar sampai ke wajahnya yang berubah jadi merah pedam.
"Betah betul Tuan Guru menunggu Harwati di sini," ujar Pita Loka.
"Sudah kukatakan, jangan mencurigaiku. Aku kebingungan setelah membunuh Ki Rotan"
ujarGumara. "Tapi Guru tidak membunuh yang dua lagi?" tanya Pita Loka.
"Bukan pilih kasih, Ki Rotan sudah sangat buas, beringas, dan tindakannya tak dapat saya tolerir lagi."
"Jadi anda mencari ilmu sampai ke Ngarai Surya Mulih, hanya supaya bisa memanjat ke guha sana itu, untuk bertemu dengan Harwati?" tanya Pita Loka dengan nada cemburu lagi.
"Bukan karena Harwati," bantah Gumara.
"Kalau bukan karena Harwati, apa bisa sebuah kebetulan belaka anda masuk ke guha itu?"
"Aku masuk ke guha itu berdasarkan petunjuk Nyi Tunggal."
"Lalu bertemu Harwati!"
"Bukan bertemu Harwati saja aku di sana. Juga bertemu Ki Rotan dan Ki Lading Ganda."
"Apakah ada perintah almarhum Ki Tunggal supaya Guru membunuh Ki Rotan!"
"Perintah itu tidak ada," kata Gumara.
"Kenapa dia dibunuh?"
"Karena dia ingin merebut ini," ujar Gumara seraya memperlihatkan sebuah kalung emas dangan permata hitam.
"Barang itu memang tersimpan di guha itu?" tanya Pita Loka
"Yah, begitulah, sesuai dengan pesan Ki Tunggal. Benda ini kurasa memiliki kesaktian, yang belum kuketahui khasiatnya. Tapi barang ini hanya untukku. Jadi kupertahankan nyawaku sendiri untuk mempertahankannya dari rebutan Ki Rotan, sampai aku terpaksa membunuhnya. Aku bukan turunan pembunuh. Aku membunuh karena terpaksa. Jangan kau persalahkan lagi aku, dan mengira aku membunuh Ki Rotan dengan sengaja."
"Baiklahlah saya puas mendengar cerita Guru," ujarPita Loka.
"Mau kemana kau?" tanya Gumara cemas.
"Aku mau melanjutkan perjalanan," ujar Pita Loka.
"Temani aku di sini!"
Koleksi KANG ZUSI
"Menemani kau yang menanti Harwati" Ah, itu pekerjaan buang-buang waktu dan menyakitkan hati!"ujar Pita Loka.
"Aku berada di sini menanti ilham! Bukan menanti Harwati!" ujar Gumara membela diri lagi.
Lalu dia berseru : "Pita Loka!"
Tetapi Pita Loka tetap saja berlalu meninggalkannya dengan hati yang sangat mendongkol. Guru Gumara terperangah. Dia kembali menghempas di atas batu-batu runcing itu dalam keadaan tertelungkup. Dia sebenarnya belum akan pergi meninggalkan Lembah Suliram ini sebelum mendapat keterangan yang jelas mengenai batu hitam peninggalan Ki Tunggal almarhum.
Malam itu Gumara bermimpi. Dia seakan-akan mengembara, entah kemana, lalu sampai ke sebuah Gubug yang amat melarat keadaannya, Dia dalam mimpi itu bertemu pada seorang lelaki tua, panghuni gubug melarat itu. Ketika lelaki tua itu membuka destar penutup kepala, tampaklah kepala orang tua itu ada jengger, mirip jengger ayam jago.
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 35
Pendekar Wanita Buta
Gumara terbangun dan mimpi itu habis begitu saja. Sebelum dia sempat menanyakan alamat dan nama orangtua itu. Tapi, seraya melihat bintang gemintang dilangit benderang malam itu. Gumara merasa mimpi itu sebuah petunjuk. Dia harus mencari seorang guru, orangtua yang kepalanya berjengger itu, siapa tahu beliau dapat memberikan petunjuk.
Gumara mencoba mengingat bentuk pepohonan, tumbuhan yang dia lihat di dalam mimpi itu, sebelum memasuki pondok melaratnya. Yah, dia ingat pagi ini! Pagi ini dia bisa mengingat salah sebuah pohon dalam mimpi itu, yaitu pohon lelayin. Pohon ini bukan asli Indonesia, mungkin dibawa oleh salah seorang raja Cina kesini, berabad-abad yang silam.
Gumara mengucapkan selamat tinggal pada Lembah Suliram. Dia ingin menempuh jalan setapak yang biasa ditempuh oleh orang utas. Dia berharap menemukan sebuah kampung untuk menanyakan di mana biasanya terdapat pohon lelayin.
Dia mulai melangkah melewati jalanan setapak tanpa memperhitungkan kemana tujuan. Yang penting ketemu orang.Atau ketemu sebuah kampung. Kebetulan saja dia bertemu dengan dua orang utas, suami isteri, sedang menjunjung kayu bakar.
"Pak, saya pengembara tersesat. Bapak tahu di mana ada pohon lelayin, Pak?" tanya Gumara dengan santun.
"Itu di sana," tunjuk orang utas itu.
"Saya dari sana. Itu Lembah Surilam," kata Gumara.
"Di sana," kata orang utas itu menegaskan.
Orang utas adalah orang jujur. Mereka menolak jual beli, Kebudayaan mereka warisan purba, yaitu tukar menukar.
Koleksi KANG ZUSI
"Terimakasih, Pak," ujar Gumara seraya menyerahkan sebuah cincin pada orang utas itu. Namun suami-isteri itu menolak.
Gumara terus mengingat arah telunjuk orang utas tadi, Memang tampaknya ke Lembah Suliram.
Tapi bisa juga ke arah sebaliknya. Sebalik bukit lembah itu.
Kini dia coba memanjati tebing lembah itu, agar tiba di bukit yang sebelah lagi. Mungkin karena dia terlalu bersemangat, dia tergelincir dan jatuh meluncur ibarat meluncurnya air terjun.
Begitu dia sadarkan diri dan pingsan, dia merasa tubuhnya seperti dirubungi semut. Ternyata memang semutlah yang merubunginya. Dan semut itu adalah semut hitam. Lalu Gumara duduk. Dia perhatikan semut-semut hitam itu. Dia lalu ingat, semut hitam itu pulalah yang jadi petunjuknya ketika tiba di dalam guha Surilam dan bertemu dengan tiga manusia gila di sana.
Semut hitam itu pulalah yang menjadi petunjuknya sehinga dia gedor dinding guha itu, lalu mendapatkan satu kotak kecil berisi kalung yang di pakainya sekarang.
Gumara tambah tidak mengerti. Tiba-tiba saja dia ingat bahwa dia mesti dengan sabar mengikuti perjalanan semut itu. Jika ada yang melihat tingkah lakunya sekarang ini, pasti dia pun disangka gila. Dia bukan melangkah mengikuti perjalanan semut itu, melainkan merangkak. Dia terus merangkak, merangkak, sampai seharian suntuk. Ketika dia melihat sebatang pohon lelayin, barulah dia sadari bahwa dia sudah sampai ke tujuan. Dia berdiri tanpa memperhatikan semut-semut hitam itu lagi. Sembari melihat sekeliling, dia mengingat kembali mimpinya! Bagaimana dia melangkah dalam mimpi itu, barulah diamalkannya sekarang, dalam kenyataan. Yah, dia akhirnya melihat sebuah pondok melarat. Pondok itu mirip dalam mimpinya.
Tapi pondok itu sunyi!
Sampai malam tiba, penghuninya belum juga kembali! Lalu Gumara marebahkan diri pada sebuah balai-balai bambu yang buruk. Dia amat lelah. Dan ketiduran. Dalam tidur itulah dia bermimpi lagi dengan lelaki tua yang dikepalanya ada jengger itu.
Orang tua itu berkata ; "Apa yang Tuan cari. sudah Tuan ketemukan. Aku adalah Ki Jengger, ialah seorang dari Tujuh Manusia Harimau. Cuma anda ditakdirkan belum kesampaian bertemu dengan harimau-harimau itu kecuali tiga orang. Anda belum boleh bertemu dengan Ki Tunggal sebab dia sudah diwafatkan.
Anda belum sempat ketemu dengan Ki Surya Pinanti, karena perjalanan ke situ amat berat. Anda belum sempat ketemu dengan Ki Madu Prakasa, tapi dari dia saya sudah diberi berita angin bahwa anda telah mandapatkan barang simpanannya, berupa akik hitam Solaiman yang memang harus anda dapatkan sendiri tanpa perantara dia langsung. Dan untuk itu anda harus membunuh penganut ilmu lblis, yakni Ki Rotan. Kini, ditakdirkan anda tak bertemu muka dengan Ki Jengger, juga Ki Ca Hya."
"Jadi kalungku ini akik Solaiman yang sakti, Tuan Guru?"
"Betul! Itulah intan hitam yang di muka bumi ini pemiliknya cuma tujuh orang sakti yang bertebaran di muka bumi," ujar Ki Jengger.
"Apa khasiatnya saya belum tahu," kata Gumara.
Koleksi KANG ZUSI
"Tanyalah kepada dua harimau asal Kumayan yang masih hidup," kata Ki Jengger. Lalu Gumara terbangun dari tidurnya"
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 36
Pendekar Wanita Buta
Gumara mencoba menafsirkan mimpi itu lagi. Siapa dua harimau Kumayan yang masih hidup"
Bukankah kecuali ayahku Ki Karat, semuanya masih hidup" Dan salah seorang di antaranya, Ki Lading Ganda, malahan sekarang ini dalam keadaan gila.
Namun, sesuai dengan takwil dalam mimpi itu, Gumara tak perlu lama-lama lagi di pondok Ki Jengger. Di tengah malam buta itu juga Gumara keluar dari sana. Kepergiannya diketahui oleh Ki Jengger dari dahan sebuah pohon lelayin yang berdaun rimbun.
Ki Jengger lalu kembali ke pondoknya dan merebahkan diri di atas ambin bambunya.
Tujuan Gumara tak lain ke Kumayan. Dia tentu tak berani mempertanyakan khasiat akik Solaiman hitamnya itu kepada Ki Lading Ganda. Dia harus menemui salah seorang pendekar Harimau yang disegani: Ki Putih Kelabu. Tetapi setelah siang barulah dia ketahui bahwa dia tersesat ke satu kampung yang belum pernah dijejakinya. Dan di kampung itu sedang terjadi huru hara yang dahsyat. Tampaknya sedang terjadi pengeroyokan luar biasa.
Dia pada mulanya hanya menonton belaka. Tetapi alangkah terkejutnya dia, ketika seorang yang sedang dikeroyok itu berhasil lolos dengan melejitkan tubuhnya ke udara, lalu turun dengan sapuan bangau ngamuk menjelang tiba di bumi. Sapuan kakinya sempat merobohkan tiga pendekar desa itu. Puluhan pendekar lainnya yang tadi mengeroyok, mundur teratur.
Gumara berusaha mendekat Dia tercengang karena ternyata Pita Lokalah orang yang dikeroyok puluhan manusia itu. Lalu ia berseru!
"Pita Loka, ayoh cepat melarikan diri."
Yang tadi roboh, tiga-tiganya bangkit mereka serentak menoleh pada Gumara. Salah seorang di antaranya, yang bersenjata tulang kaki manusia, memperingatkan Gumara ; "Hai Laknat, jangan ikut campur."
"Saya hanya pendamai. Saya tidak ikut campur!"
Tapi raja pendekar itu menuding ke arah Gumara dengan senjata tulang kakinya, isyarat untuk mengeroyok.
Gumara siap menanti. Dan kini pertempuran terbagi dua. Segerombolan pendekar mengeroyok Pita Loka kembali. Pecahan lainnya menyerbu Gumara.
Begitu menghantam lawannya dengan tungkai, tahulah Gumara, mereka ini penganut perguruan Iblis.
Di mata Gumara, setiap yang sudah terkena sentuhan pukulan dan tendangan Gumara, lantas berubah bentuk menjadi macan hitam. Gumara serta merta melayani mereka dengan silat harimau, mirip seperti ketika ia berkelahi dengan ayahnya di pekuburan keramat Kumayan.
Koleksi KANG ZUSI
Satu demi satu mereka mendapat cakaran Gumara. Tiap terkena cakaran, sang korban mengaum lalu menggelepar. Tiba - tiba tampil sang raja di antara mereka, yang belum terkena cakaran Gumara. Masih dalam bentuk manusia, raja ilmu Iblis itu mengaum meloncati Gumara bagai harimau kumbang, Gumara menyergap dadanya dengan kukunya yang tajam. Dan mengaumlah korban itu dengan dahsyat, menjelma menjadi seekor harimau hitam, Gumara membantingnya. Dan dia pun menjadi kalap ketika puluhan pengeroyok Pita Loka menjadi macan-macan hitam yang seluruhnya mengaum dahsyat. Gumara cepat menyerbu dan menerkam tengkuk mereka satu demi satu dan membantingnya satu demi satu pula.
Tetapi dia amat kaget setelah dilihatnya Pita Loka sendiri pun sudah menjelma menjadi harimau yang sangat besar yang dengan beringas menyergap lawannya satu demi satu pula. Setiap yang terkena sergap dadanya seketika itu juga mengaum dan dibanting Pita Loka.
Kemudian, sepilah kampung itu. Puluhan bangkai harimau menggeletak. Pita Loka menjelma kembali menjadi gadis yang jelita di mata Gumara.
"Kampung ini kampung iblis. Rupanya inilah yang pernah didongengkan oleh ayahku. Mereka menculik gadis utas yang mencari kayu, lalu memperkosa. Kini mereka telah binasa," kata Pita Loka.
"Oleh kita berdua," tambah Gumara.
"Tapi kenapa Guru bisa ketemu lagi dengan saya di sini?"tanya Pita Loka.
"Mungkin kamulah yang saya cari," kata Gumara.
"Saya?"
"Betul. Kau. Diam-diam kau menjelma menjadi harimau. Kau telah mewarisi ilmu itu agaknya.
Sebaiknya berterus-terang," ujar Gumara.
"Tadi saya kau lihat menjelma menjadi harimau?" tanya Pita Loka.
"Ya. Kau tak menyadarinya" Kau terkam mereka satu demi satu. Kukumu mencengkeram dada meraka, meraka mengaum, lalu kau banting!. Tak kau sadari bahwa kau menjelma jadi harimau"
Aku yakin sekarang, kau mewarisi ilmu harimau bukan melewati ayahmu Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 37
Pendekar Wanita Buta
Darimana Guru yakin bahwa aku mewarisi ilmu harimau tanpa dari ayahku sendiri?"
"Dari analisa logis otakku," ujar Gumara.
"Coba buktikan oleh Guru," ucap Pita Loka.
"Tiap orang. mewarisi ilmu setelah teruji. Makin teruji berkali-kali, semakin tinggi ilmunya. Kau telah sampai ke derajat ilmu yang tinggi, sebab ilmumu sudah teruji berkali-kali. Itu argumentasi Koleksi KANG ZUSI
pertama. Yang kedua : Kau mengenakan kalung pertama hijau di lehermu, itu aku tahu bukan kau perdapat dari Ki Putih Kelabu, yakni ayahmu sendiri. Itu berarti kau perdapat dan seorang Ki Guru.
Di mana Ki Guru itu" Dia adalah Ki Tunggal. Menurut Nyi Tunggal, ada seorang pendekar selama 40 hari berguru pada suaminya, sampai suaminya mendapatkan ilham kematian dari pendekar yang belajar itu. Karena Ki Tunggal tak punya turunan, warisan ilmunya diberikannya kepada pendekar tersebut sebelum Pendekar Besar itu wafat Nah, disebutnya pula nama samaran pendekar itu, yang kata Nyi Tunggal akan bergelar : "Pendekar Permata Hijau". Sekarang sudah ditakdirkan aku datang menghadap kau!"
"Untuk kepentingan apa, Guru?" tanya Pita Loka.
"Untuk menanyakan apa kesaktian permata hitamku ini," Gumara lalu menunjukkan kalungnya.
"Aku?" tanya Pita Loka keheranan.
"Tolonglah aku! Mestinya kau mengetahuinya, Pita Loka!"
"Sungguh mati aku tak mengetahuinya, Guru!" Gumara bemuram durja.
"Sungguh berat ujian yang kuperdapat. Jika makna dari khasiat batu permata hitam ini sudah kuketahui, mungkin aku dapat membalas budi kepadamu. Dulu, sehabis pertempuran sengit memperebutkan Kitab Tujuh di Bukit Kumayan, engkau membelaku. Kau mengusir Ki Rotan, tapi kau menolak ketika tujuh buah kitab itu kuhadiahkan padamu."
"Sebetulnya saya yang berhutang budi pada Guru. Dalam pertarungan dengan gerombolan ilmu iblis, Tuan Guru muncul. Lalu berdua kita musnahkan musuh. Pernah, sepulang dari padepokan Ki Tunggal, saya dikeroyok lagi oleh pendekar-pendekar setan di sebuah lembah, sehingga mataku ini hampir coplok. Anda muncul membela saya sehingga saya bebas. Jadi dua kali anda membelaku, dua kali Pita Lokalah yang berhutang budi pada Guru!"
Mendengar pengakuan itu. Gumara terpana beberapa saat.
Lalu ia berkata : "Kini aku mohon pertolongan. Tapi jangan diartikan untuk menagih budi padamu."
"Baiklah, aku akan menolong Ki Guru. Tapi jangan tanyakan kepadaku khasiat permata hitam di lehermu itu, Guru," ujar Ki Pita Loka.
"Berdasarkan keterangan di Kitab Tujuh, di situ tercantum satu kalimat mengenai penyembuhan orang gila. Bisakah kau menyembuhkan orang gila dengan ilmu yang kau perdapat?"tanya Gumara.
"Bisa. Dalam hal bisa, aku bisa," kata Pita Loka jujur.
"Kalau begitu tolonglah aku," ujar Gumara.
"Siapa orang gilanya yang perlu aku sembuhkan?" tanya Pita Loka.
"Harwati. . . . adikku. . turunan Ki Karat," ujar Gumara.
Mendengar nama itu, Ki Pita Loka berkata : "Alangkah cintanya Guru padanya!. Baiklah kita berpisah hingga di sini."
Koleksi KANG ZUSI
Pita Loka merentak melangkah dan berlalu meninggalkan Desa iblis itu. Gumara mengejarnya, mengejarnya dengan berseru :
"Ki Pita Loka! Janganlah penuh prasangka!"
Pita Loka terus melangkah dengan merentak. Karena dikejar terus, ia berhenti. Gumara maju beberapa langkah lagi: "Kuharap hapuskanlah cemburumu itu. Itu cemburu buta."
"Jangan sindir aku. Memang aku buta. Tapi kau penyebab kebutaanku Ini. Jangan sebut perkataan cemburu buta lagi sampai aku jadi marah!" ujar Pita Loka dengan nada sebal.
"Jadi kau tak sedia mengobati orang gila?" tanya Gumara.
"Bila aku mengobatinya, itu sama saja menyembuhkan anak kambing yang sakit untuk dipersembahkan pada harimau. Aku tidak sudi! Bukannya aku tidak mau, tapi aku tak sudi! Jelas oleh tuan?"
"Baiklah, aku akan menuju Kumayan. Mungkin ayahmu yang terhormat dapat memberi petunjuk untuk penyembuhan kegilaan Harwati...," ujar Guru Gumara dengan nada kecewa.
"Percuma Guru menemui Ki Putih Kelabu. Hanya aku yang diwarisi kemampuan menyembuhkan orang gila. Ilmu ini aku perdapat bukannya dengan mudah. Tapi melalui proses perjuangan pahit getir, lahir dan batin. Aku satu-satunya pemilik ilmu penyembuhan penyakit gila itu. Tapi ilmuku tidak akan kuabdikan untuk menyembuhkan Harwati. Tidak!"
Ucapan itu menambah rasa putus asa Gumara. Gumara tak meminta lagi. Tapi memohon sesuatu;
"Bolehkah aku mengawal tuan, wahai Ki Pita Loka?"
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 38
Pendekar Wanita Buta
Pita Loka tidak bersedia melarang. Tapi juga tidak bersedia menyetujui. Dia biarkan saja Guru Gumara membuntutinya. Namun dalam perjalanan itu, Pita Loka hanya berpedoman pada ketajaman Rasa. Kalau tiba saatnya harus bermalam, Pita Loka membuat jaringan di atas pohon.
Dan Gumara justru tidur di bawah pohon itu.
Lama kelamaan, Pita Loka menaruh kasihan juga. Dia bertanya ; "Apa tujuan Guru membuntuti saya selalu?"
"Saya sendiri akhirnya tiada memahami," sahut Gumara.


Pendekar Wanita Buta Serial Tujuh Manusia Harimau (7) Karya Motinggo Busye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dan apa tujuan Tuan Guru memohon pada saya agar saya menyembuhkan sakit gila Harwati?"
"Hanya karena kasihan. Hanya harena saya sudah mengetahui dari ayahku, Ki Lebai Karat, bahwa Harwati adalah adikku lain ibu. Hanya karena diberi amanah oleh ayahku sebelum beliau meninggal, supaya menjaganya."
"Hanya karena faktor itu?" tanya Pita Loka.
"Hanya karena alasan yang sudah kusebutkan di atas."
Koleksi KANG ZUSI
"Tidak dikarenakan cinta?" tanya Pita Loka.
"Tidak. Adalah gila apabila sorang lelaki mencintai adik kandungnya sendiri. Aku bukan dari jenis keturunan Adam yang jahat," kataGumara.
"Keturunan Adam yang jahat" Adakah putera puteri Adam dan Hawa yang jahat?"
"Ada. Yaitu Kabil saudara Habil. Kabil menginginkan tunangan adiknya sehingga Kabil membunuh Habil. Tapi aku tidak. Sekali aku mencintai seseorang, cinta itu abadi."
"Kepada siapakah Guru pernah mencintai?" tanya Pita Loka.
"Semur hidupku tak mengenal cinta. Kecuali satu kali, yaitu kepadamu, Pita Loka. Ketika kau minggat, kucari kau sampai ke Guha Lebah. Kuminta supaya kau kembali ke Kumayan. Dan kau baru bersedia kembali kesana ketika penduduk Kumayan, mengirim utusannya, meminta bantuanmu. Jadi kau kembali bukan karena permintaanku. Sungguh menyedihkan!"
Mendengar pengakuan itu, Pita Loka terharu sejenak. Lalu dia membela diri. "Tapi kau menyuruhku pulang, sekaligus menjemput Harwati. Jadi tujuanmu bukan saya, tetapi saya dan Harwati. Tujuanmu ganda, Ki Guru!"
"Taruhlah tujuanku ganda. Tapi dua hal yang berbeda. Kucari Harwati karena amanah ayahku.
Kucari kau, karena perintah hatiku. Perintah dari hati yang mencintai."
"Mari kita lanjutkan perjalanan," ucap Pita Loka.
"Nanti dulu. Aku ingin tahu kemana tujuan perjalanan ini!"
"Aku hanya mengikuti ketajaman Rasa," ujar Pita Loka.
"Kita akan kehabisan tenaga dan waktu. Aku akan menyampaikan permohonanku yang terakhir, Ki Pita Loka!" ujar Gumara.
"Menyembuhkan Harwati dari penyakit gila?"tanya Pita Loka.
"Ya, kabulkanlah!"
"Tidak," ucap Pita Loka tegas. Lalu dengan tegas Pita Loka berkata pada Guru Gumara : "Kuharap selesai sampai di sini tuan membuntuti perjalanan saya. Dan jangan ikut saya lagi."
Pita Loka memang berbakat untuk menyatakan sikap tegas. Wibawanya muncul membuat semangat Gumara berguguran. Dan dia meninggalkan Gumara dengan langkah yang berwibawa pula, Gumara hanya terpana melihat Ki Pita Loka meninggalkannya.
Dan Pita Loka pun mewujudkan ketajaman Rasa dengan langkah yang pasti. Ketika dia mengetahui adanya bau menyan di hadapannya, tahulah dia, bahwa dia telah tiba di Bukit Kumayan, kampung halamannya.
Pita Loka langsung ke rumah. Dia mendapati ayahnya malam itu dalam keadaan bingung.
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 39
Pendekar Wanita Buta
Koleksi KANG ZUSI
"Kenapa ayah terlalu mengutamakan murid ayah Dasa Laksana itu?" tanya Pita Loka. "Bukankah lebih penting berhadapan dengan Ki Teluh?"
"Aku kuatir kau kalah jika berhadapan dengan Ki Teluh. Lebih baik kau sembuhkan kegilaan Dasa Laksana. Jika dia telah sembuh, dia berhutang budi padamu. Dan tujuanku mengajarkan ilmuku padanya tercapai. Tak lain harapanku adalah agar kau dan Dasa Laksana dapat melanjutkan keturunan bibit unggul."
"Jangan harapkan hal itu, ayah. Aku tidak akan disebut isteri jika tidak menjadi isteri Gumara," ujar Pita Loka.
"Sembuhkan dulu muridku yang gila, anakku! Kapan lagi aku minta bantuan padamu jika tidak sekarang ini?" Ki Putih Kelabu merengek-rengek.
"Rupanya beginilah keadaan ayah. Begitu pula nasib Ki Karat. Ayah dan Ki Karat adalah dua orang yang syah menjadi Manusia Harimau untuk wilayah ini. Lalu ayah dikacaukan oleh Kitab Tujuh yang palsu. Kepalsuan kitab tujuh itulah melahirkan kekacauan berantai, sampai di Kumayan ini seperti memiliki Tujuh Manusia Harimau. Padahal tidak, ayah. Cuma ayah dan Ki Karat saja harimau-harimau yang syah. Ki Lading Ganda dan yang lainnya itu tidak syah karena berpedoman pada Kitab Tujuh yang palsu."
"Dari mana kau ketahui hal ini?" tanya Ki Putih Kelabu heran.
"Dari guruku, Ki Tunggal. Bahkan nama Ki Tunggal pun dipalsukan orang yang tinggal di Bukit Tunggal, akibat kitab tujuh palsu itu. Padahal Ki Tunggal yang betul adalah Ki Tunggal Surya Mulih. Aku muridnya. Aku memang mampu mengobati orang gila," ujar Pita Loka.
"Sembuhkan muridku, nak!" ujar Ki Putih Kelabu lagi,
"Baik,"ujar Pita Loka.
Melalui lorong di bawah tanah, tembuslah ayah dan anak itu ke Lembah Putih Kelabu. Pita Loka mendapati Dasa Laksana dalam keadaan terikat. Lalu dia menatap Dasa Laksana sejenak, yang memaki-maki dengan kata-kata jorok. Bahkan meludahi Pita Loka. Namun Pita Loka tenang. Dia usap dua jarinya setelah dua jarinya itu memegang permata Solaiman hijau. Diusapnya lagi jarinya ke kening Dasa Laksana. Kemudian, Dasa Laksana terkesima. Dia bagaikan seorang terjaga dari tidur dan mimpi.
"Dia sudah sembuh." kata Pita Loka.
Pita Loka lalu pergi ke rumah Lurah. Lurah itu diobati lagi. Dan dia pergi lagi ke rumah Kepala Polisi. Keadaan Kepala Polisi ini lebih mengkuatirkan lagi. Sudah berak kencing di lantai, bahkan makan beraknya sendiri. Pita Loka mengobati Kepala Polisi itu dikucilkan oleh banyak orang. Lalu sembuh pula orang itu. Begitu pun dua orang dokter yang menjadi gila.
"Seluruh yang gila di Kumayan sudah kusembuhkan. Kini yang perlu dicari yaitu orang yang meneluh mereka. Yah, kita temukan Ki Teluh," kata Pita Loka kepada ayahnya. Ayahnya mengiringinya bersama Dasa Laksana.
Koleksi KANG ZUSI
Ketika itulah dia dicegat Gumara. Gumara berkata; "Kudengar kau telah menyembuhkan Lurah dan Kepala Polisi di sini! Tidak sediakah kau menyembuhkan adikku?"
"Aku terlalu sibuk untuk mencari Ki Teluh," kata Pita Loka.
"Tadi orang bilang dia ada di warung tuak," kata Gumara.
"Aku tak butuh bantuan Tuan Guru," kata Pita Loka.
Pita Loka langsung menuju warung tuak. Ternyata sopir dan dua peminum tuak bukan mabuk.
Mereka sudah gila. Bu Rukaya dan suaminya pun sudah gila. Hanya satu orang yang tidak gila, yang duduk di warung itu. Pita Loka langsung menyergap bahu orang itu; "Hai, Ki Teluhl"
Orang itu berbalik, tapi dalam sekelebatan dia sudah menjelma menjadi seekor harimau yang menyeringai. Ki Putih Kelabu segera mengisi dirinya dengan pernapasan penuh, dan dirinya pun menjelma menjadi harimau. Ketika Pita Loka menoleh ke belakang untuk menyiapkan tempat mundur, dia merasa melihat dua ekor harimau pula di belakangnya.
Mendadak saja Pita Loka berhadapan dengan tiga ekor harimau. Kini tak jelas baginya lagi siapa kawan dan lawan. Semua harimau itu mengundurkan diri. Pita Loka jadi geram dan saking jengkel dia tinju meja warung. Bu Rukaya akhirnya diobatinya, begitu pun suaminya dan orang-orang mabuk yang menjadi gila.
Sungguh kejengkelannya terhibur karena disembuhkannya lagi lima orang gila karena ulah Ki Teluh. Dalam keadaan lelah, Pita Loka menaruhkan kepala di atas meja. Lalu muncullah seorang lelaki tua dengan destar di kepalanya. Bu Rukaya membangunkan Pita Loka: "Nak,dia datang lagi!"
"Jangan cemas. Kali ini saya datang bukan untuk melakukan teluh. Aku mau menjumpai orang ini,"
ujar pak tua itu.
Pita Loka mengusap mata keheranan, Lalu dia berseru pada orang itu: "Ki Jengger! Mengapa anda tiba-tiba ada di sini?"
"Dia Ki Teluh!" ujar Bu Rukaya berani, pada Pita Loka.
"Memang kusengaja membuat mereka jadi gila. Supaya aku menyaksikan kau menyembuhkan mereka. Tapi dalam tugasmu, kurasa kau berpilih kasih," ujar Ki Jengger.
Serial Tujuh Manusia Harimau (7) - Episode 40
Pendekar Wanita Buta
Mendengar saran Ki Jengger, Pita Loka merasa tersinggung. Dia bertanya: "Darimana Tuan Guru datang barusan?"
"Sebelum menemuimu sekarang ini, tadi aku berbincang sejenak dengan Ki Gumara Peto Alam,"
jawab Ki Jengger.
"Apa yang dikatakan Gumara?"
"Dia mengeluh kau tak mau menyembuhkan Harwati yang sedang gila."
Koleksi KANG ZUSI
"O, begitu dia mengadu" Persetan sama dia!" ujar Pita Loka.
"Baiklah. Tapi andaikata aku yang memberi saran, agar kau sudi mengobati Harwati" Apakah kau akan mempersetankan saya?"
Pita Loka terdiam sejenak, terbelenggu oleh rasa hormat pada Ki Jengger, tapi dia pun tersinggung.
Dia buka kalung Permata Hijau Solaiman dari lehernya, dan disodorkannya pada Ki Jengger; "Ini hadiah tuan untuk saya, guna menyembuhkan orang gila. Jika dulu tuan tidak ikhlas memberikan pada saya, silakan tuan ambil kembali."
"Kenapa kau mendadak marah?"
"Maaf, Tuan Guru. Saya bukan saja marah, tetapi saya merasa terhina."
"Apa aku menghinamu?" tanya Ki Jengger.
"Jika Permata keramat ini sudah diberikan ikhlas buatku, ini sudah menjadi milikku. Kurasa aku bebas untuk menentukan untuk keperluan apa barang keramat ini. Maaf, tuan Guru, mungkin saya satu-satunya orang di sini yang tidak sudi diperbudak anda, meski benda keramat sekalipun. Bahkan saya tidak sudi diperbudak oleh diri saya sendiri."
Sejenak Ki Jengger terpana.
"Kini akulah yang kau buat malu dan hina. Memang permata itu sudah milikmu. Kau bebas untuk sudi mengobati Harwati atau tak sudi. Tapi silsilah Tujuh Manusia Harimau, antara lain, rahasianya di benda ini, anakku! Apakah kau ingin buta sepanjang masa?"
"Saya siap untuk buta sebelah mata saya sepanjang masa. Asal saya bebas memilih apa yang saya kehendaki," kata Pita Loka mantap.
"Kebutaamu itu bisa sembuh apabila kau bisa menyembuhkan sakit gila Harwati."
"Ha?" Pita Loka tercengang.
"Kalau kau menyembuhkan sakit gila Harwati, silsilah akan terangkai, karena Permata Hitam Solaiman yang dimiliki Gumara mampu menyembuhkan kebutaanmu. Ini semua ada dalam silsilah sejarah. Kini kamu tinggal memilih, mau selamanya buta dengan menolak menyembuhkan gila Harwati, atau mengalah."
Ki Putih Kelabu yang rupanya mendengarkan perdebatan itu lantas berkata menengahi; "Boleh aku bicara sekedar mencari titik temu perdebatan ini?"
"Silakan Ki Putih Kelabu," ujar Ki Jengger.
"Aku bicara bukan sebagai ayah, tapi sebagai satu diri. Begini, Pita Loka. Saya cuma ingin melihat agar dua biji matamu itu kembali seperti sediakala. Aku menghargai kekerasan hatimu. Itu martabat seorang pendekar. Tapi pernahkah kau dengar seorang pendekar akan selalu menang berkelahi"
Tentu dia pernah kalah. Mau mengalah."
Pita Loka menatap ke wajah ayahnya. Dia lalu merangkul,tepat ketika munculnya Gumara. Padahal Gumara sudah mendengar seluruh soal jawab tadi dari balik lapau.
Koleksi KANG ZUSI
"O, Ayah! Dari dulu, sejak kecil saya menggemari segala sesuatu dengan perjuangan. Mulanya memang saya risau oleh kebutaan sebelah mataku ini. Tapi justru dengan sebelah mata inilah, saya menemukan kemantapan batin. Bagiku, hidup yang penuh keraguan, prasangka, dan kecemburuan, hanyalah akan menyiksa diri. Segala itu sudah aku atasi. Jangan rubah lagi pendirianku. "O, ayah!
Aku rela menerima kebutaan, dan seharusnya Harwati pun rela menerima nasib gila."
"Jadi kau menolak saran Ki Jengger maupun ayahmu sendiri?" tanya Ki Putih Kelabu.
Bagitu dia melihat Gumara, rasa bencinya semakin menyala.
"Jika pendirianmu menjadi sikap seluruh penduduk bumi, maka dunia ini tidak akan aman," ujar Gumara.
Pita Loka lebih bertambah benci lagi. Dia renggut kalung Permata Hijau itu, lalu dilontarkannya ke udara. Di udara kalung itu bagaikan melesat seperti anak panah yang tidak akan kembali lagi.
"Biarlah aku buta. Biarlah dia gila. Aku akan berangkat sekarang untuk mencari Guru yang tidak memperbudakku. Aku takkan diperbudak oleh benda-benda itu. Juga aku tak sudi diobati olehmu, wahai lelaki bermata dua. Mataku satu sebagai lambang cintaku satu. Matamu dua sebagai bukti cintamu dua. Jangan ajak aku bicara 1agi.
Maafkan ananda, wahai ayah, karena Pita Loka akan mengembara dengan sebelah mata."
Aneh! Pita Loka menghilang secara ghaib. Ki Jenggar, Ki Putih Kelabu, Gumara Peto Alam terheran-heran oleh keajaiban itu.
TAMAT Golok Sakti 5 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Kisah Pedang Di Sungai Es 6
^