Pencarian

Badai Awan Angin 29

Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Bagian 29


"Dengar baik-baik," kata Uh-bun Tiong. "Apa kau lupa ayahmu menyuruh Liong Sin ke Yang-ciu" Dan dia diberi waktu agar dalam setengah tahun sudah kembali lagi."
"Ya, sekarang sudah lebih dari setengah tahun," jawab si nona. "Tapi dia belum juga pulang, maka itu Ayahku menyusulnya!"
"Aku orang Yang-ciu, ketika ayahmu menyuruh Toakomu ke Yang-ciu, ayahmu menyuruh aku mengawasi dia diamdiam! Tahukah kau, apa yang dia lakukan di sana?"
kata Uh-bun Tiong. "Aku tak mau tahu apa yang dia lakukan, katakan bagaimana keadaan dia?" kata nona Khie. "Apa dia bertemu Ayahku lalu terjadi sesuatu atas dirinya?"
"Sabar, akan kuceritakan," kata Uh-bun Tiong. "Aku baru mengenalnya belum lama, sesudah menjalankan tugas 2067
dari ayahmu dia pergi! Aku ikuti dia, dan kutegur agar dia segera kembali ke mari. Tapi dia menolak!" kata Uh-bun Tiong.
"Kenapa dia tak mau pulang?"
"Semula aku juga tak tahu kenapa dia tak mau pulang.
Sesudah dia bertemu denganm ayahmu dan ditegur, baru aku tahu masalahnya," kata Uh-bun Tiong.
"Apa yang terjadi" Masalah apa?" kata si nona.
"Ternyata Toa-komu itu orang ternama di kalangan Kangouw!" kata Uh-bun Tiong. "Dia bernama Seng Liong Sen dan murid Bun Tay Hiap! Hal ini baru diketahui oleh ayahmu! Dia pun belum sembuh dari lukanya!"
"Dia menggunakan nama palsu dan membohongi kami, itu masalah kecil," kata si nona.
"Malah aku pikir seharusnya Ayahmu itu bangga, dia punya menantu seorang yang terkenal! Dia takut kau salah sangka dibohonginya, maka itu dia menyuruhku menemuimu sebelum ayahmu pulang!" kata Uh-bun Tiong.
"Tidak, aku tak benci kepadanya!" kata si nona.
"Tapi dia takut, maka aku datang menemuimu dengan bukti sobekan kain itu, dan menyampaikan kabar tentang dia!" kata Uh-bun Tiong.
"Apa tak ada pesan lainnya?" tanya si nona.
"Tidak! Dia hanya bilang dia tak akan ingkar dan tetap mencintaimu seumur hidupnya!" kata Uh-bun Tiong.
"Kenapa pesannya demikian singkat?" kata si nona.
"Dia akan bicara langsung denganmu suatu ketika," kata Uh-bun Tiong dengan pandainya.
2068 Khie Kie bingung. Dia sadar mungkin ada sesuatu yang tak bisa dikatakan pada orang lain. Maka itu dia ingin bertemu sendiri dengannya.
"Kalau begitu sampaikan pada dia, aku percaya penuh dia tidak akan ingkar janji! Biar dia segera pulang!" kata nona Khie.
"Tak mungkin dia berani datang!"
"Kenapa?" "Dia masih mengkhawatirkan sesuatu...." kata Uh-bun Tiong.
"Khawatir mengenai apa?" tanya nona Khie.
"Ayahmu akan menolak kedatangannya," kata Uh-bun Tiong.
"Jika Ayahku menolak lebih baik aku bunuh diri saja!"
kata si nona. "Jangan, cara itu tidak baik! Malah aku khawatir jika dia datang ayahmu justru membunuhnya!" kata Uh-bun Tiong.
"Lalu apa yang harus kulakukan?"
"Bagaimana jika kita undang Bibi dia untuk diajak berunding menghadapi ayahmu?" kata Uh-bun Tiong.
"Kau mau?" "Boleh! Tapi apa dia mau ke mari?" kata si nona.
"Penyakit Liong Sin sudah membaik, dia bisa dirawat oleh
2069 pelayan, bibinya pasti mau datang ke mari!" kata Uh-bun Tiong. "Semula kami akan langsung menemuimu, tapi bibinya khawatir kau tak mau menerima dia. Baik akan kususul dia ke mari!"
"Apa dia sudah punya rencana menghadapi Ayahku?"
kata si nona. "Dia bilang dia punya cara yang baik, dan akan dirundingkan denganmu. Aku yakin dia tidak akan menggunakan kekerasan!" kata Uh-bun Tiong. "Ah, hari hampir gelap!"
"Oh, aku lupa kau datang dari tempat yang jauh. Kenapa aku tak mengundangmu singgah ke rumah kami. Kau juga pasti lapar akan kubuatkan makanan untukmu, Paman Un!" kata si nona.
"Jangan merepotkan, memang lebih baik kita tunggu bibi Liong Sin di rumahmu saja," kata Uh-bun Tiong.
"Barangkali nanti malam pun dia sudah tiba!"
Di persembunyiannya Seng Liong Sen tampak geram.
Dia diam saja karena kuatir jika dia bersuara, Uh-bun Tiong akan mencelakakan nona Khie. Dia heran kenapa bibinya bisa dibujuk oleh Uh-bun Tiong.
"Lebih baik kutemui Bibiku, aku harus
menyadarakannya. Sesudah itu baru kuhajar si jahanam Uh-bun Tiong!" pikir Seng Liong Sen.
Sesudah Uh-bun Tiong dan Khie Kie pergi, Seng Liong Sen melompat keluar. Ini mengagetkan Seng Cap-si Kouw yang sedang mengintai dari jarak jauh.
Sesudah berada dekat bibinya Seng Liong Sen langsung bicara.
2070 "Bibi, kenapa kau bergaul dengannya. Kau tahu dia orang macam apa?" kata Seng Liong Sen.
"Bukankah dia sahabatmu, Liong Sen?" kata sang bibi.
"Apa! Aku hampir mati di tangannya!" kata Seng Liong Sen.
"Kenapa begitu, pasti ada sebabnya," kata Seng Cap-si Kouw.
"Dia musuh Khie Wie! Aku pernah diselamatkan oleh Khie Wie. Sebaliknya dia memaksaku untuk bergabung membunuh penolongku itu!" kata Seng Liong Sen. "Maka itu aku tolak ajakannya!"
"Sebabnya pasti bukan itu saja, kau dan putri Khie Wie...."
"Ya. Ayah dan anak itu sangat baik padaku, maka itu aku mohon Bibi jangan menyusahkan nona Khie!"
"Oh, pantas Khie Wie begitu bersemangat ingin mencarimu, jadi itu masalahnya..." kata Seng Cap-si Kouw.
"Ternyata kau punya janji dengan nona itu?"
Dengan berat hati terpaksa Seng Liong Sen
mengakuinya. "Oh, kau melupakan yang lama dan memilih dia?" kata Seng Cap-si Kouw. "Lalu akan kau apakan istrimu, setelah kau memilih dia?"
Mendengar ucapan itu Seng Liong Sen gelagapan dan bingung.
"Bibi jangan salah duga, aku berhutang budi pada mereka. Aku juga tak bermaksud melupakan Ci Giok Hian, tapi ketahui oleh Bibi. Uh-bun Tiong itu musuhku, pantas kalau Bibi ada di pihakku!" kata Seng Liong Sen. "Aku 2071
harap Bibi jangan mencelakakan nona yang tidak berdosa itu!"
Seng Cap-si Kouw gusar bukan main.
"Kaulah orang yang tidak berbudi dan tak bisa membedakan yang jahat dan yang baik!" kata si Iblis Perempuan.
"Kenapa Bibi bilang begitu?" kata sang keponakan.
"Kau bilang Uh-bun Tiong jahat! Sebenarnya dia hanya ingin mencegahmu menikah dengan nona itu! Terus-terang aku benci pada Ci Giok Hian, tapi aku lebih benci lagi kepada Nona Khie!" kata Seng Cap-si Kouw sengit sekali.
"Maka itu aku larang kau menikah dengannya!"
"Siapa yang bilang aku akan menikah dengannya"
Semua ini aku lakukan karena aku berhutang nyawa kepada mereka!" kata Seng Liong Sen.
"Uh-bun Tiong baik kepadamu, sedang Khie Wie ingin menikahkan putrinya denganmu karena dia punya rencana tertentu!" kata si Iblis Perempuan lagi
"Bi, aku mohon kau jangan membantu Uh-bun Tiong, mereka itu bukan musuh kita. Demi aku tolong Bibi pikirkan masalah ini. Nanti akan kujelaskan masalahnya padamu!" kata Seng Liong Sen memohon tapi hatinya juga dongkol karena sang bibi bersikeras ingin membantu Uhbun Tiong.
"Memang dia tak bemusahan denganku," kata Seng Capsi Kouw semakin dongkol. "Tapi ayahnya memusuhiku!"
"Tak mungkin! Aku belum pernah mendengar soal itu!"
kata Seng Liong Sen. "Baik akan kuceritakan," kata Seng Cap-si Kouw.
2072 Kemudian Seng Cap-si Kouw mengisahkan
pertemuannya dengan Khie Wie. Bahkan pertarungannya ketika itu.
"Sekarang jelas bagimu, bukan?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Khie Wie pernah menolongimu, sedang Uh-bun Tiong menyelamatkan jiwaku. Karena itu aku mau membalas budi, apa aku tidak boleh membalas budi Uh-bun Tiong?"
"Bibi kalau kau bermusuhan dengan ayahnya, tetapi anaknya tak berdosa pada Bibi. Apa Bibi tak bisa mengampuni anaknya demi aku?" kata Seng Liong Sen.
"Tidak!" kata Seng Cap-si Kouw.
"Baik," kata Seng Liong Sen dengan dongkol. "Jika Bibi tak mau membantuku, baiklah. Aku mohon Bibi juga jangan membantu Uh-bun Tiong jika aku sedang menghadapinya!"
Di luar dugaan Seng Liong Sen ditotok oleh bibinya. Dia terguling matanya mendelik mengawasi sang bibi dengan perasaan dongkol bukan main.
"Kau bandel, karena itu kau tahu rasa" kata sang bibi.
Ketika itu Seng Cap-si Kouw akan menyembunyikan keponakannya di semak-semak. Tapi tiba-tiba angin bertiup ke arahnya.
"Siapa itu?" bentak Seng Cap-si Kouw.
Si Iblis kaget dia kira Khie Wie yang datang. Saat dia sapu dengan tongkatnya, orang itu berhasil berkelit dan tertawa.
"Oh, ganasnya! Apa kau sudah lupa kepadaku?" kata orang itu.
Buru-buru si Iblis Perempuan menoleh, ternyata orang itu Jen Thian Ngo.
2073 "Oh, ternyata kau!" kata si Iblis Perempuan. "Kenapa kau ikuti aku secara diam-diam?"
"Kau jangan salah paham, Seng Toa-ci!" kata Jen Thian Ngo sambil tertawa. "Aku tetangga Khie Wie, rumahku ada di sana. Apa kau tak tahu?"
"Aku pernah mendengar begitu, aku akan bertarung dengan Khie Wie, apa kau akan membantu tetanggamu itu?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Kau salah duga, aku dengan dia tampaknya saja akur, sebenarnya aku tak cocok dengannya. Jika kau ingin bertarung dengannya, malah kebetulan bagiku." kata Jen Thian Ngo.
"Kalau begitu silakan kau pulang saja! Jangan ikut campur!" kata si Iblis Perempuan.
Jen Thian Ngo menunjuk ke arah Seng Liong Sen yang sedang terbaring.
"Apakah dia keponakanmu?" kata Jen Thian Ngo.
"Benar, kau mau apa" Kau jangan ikut campur!" kata si iblis.
"Aku tak berani ikut campur, tapi maksudku cuma ingin meminta ampun baginya," kata Jen THian Ngo sambil tertawa.
"Jadi kau juga kenal dengan dia?"
"Benar, dia pernah tinggal di rumahku," jawab Jen Thian Ngo.
"Apa maumu, akan kau apakan dia?"
"Aku harap dia jangan kau hukum, serahkan saja pengawasannya padaku," kata Jen Thian Ngo.
2074 Ketika itu si iblis sedang bingung akan dikemanakan tubuh keponakannya itu, kebetulan Jen Thian Ngo memintanya. Tapi dia juga tahu siapa Jen Thian Ngo ini.
Maka itu dia pun curiga apa maksud Jen Thian Ngo atas diri keponakannya itu.
"Jadi dia akan kau bawa ke rumahmu?" kata si iblis.
"Benar, kau datang dari tempat jauh, maka aku ingin mengundang kalian untuk bermalam di rumahku," kata Jen Thian Ngo. "Karena kau sedang sibuk tak ada salahnya aku ajak dulu keponakanmu ini ke rumahku! Aku tahu kau kurang leluasa mengajak dia ke rumah Khie Wie."
Ucapan itu membuat si iblis tambah curiga.
"Katakan apa maumu" Mau kau apakan keponakanku?"
kata Seng Cap-si Kouw. "Jangan khawatir, aku tidak bermaksud jahat pada kalian," kata Jen Thian Ngo. "Aku memang punya masalah dan akan meminta petunjuk dari keponakanmu!"
"Masalah apa?" "Tentang anak perempuanku," jawab Jen Thian Ngo.
"Saat dia datang ke rumahku, dia datang bersama istrinya dan Kiong Mi Yun. Mereka membawa putriku dan sampai sekarang dia belum kuketahui ada di mana?"
"Kenapa begitu?" kata Seng Cap-si Kouw keheranan.
"Aku tahu Ci Giok Hian isteri keponakanmu, maka itu pasti dia tahu di mana puteriku berada!" kata Jen Thian Ngo.
"Aku rasa keponakanku sudah putus hubungan dengan Ci Giok Hian, ceritakan bagaimana hal itu bisa terjadi?"
kata si iblis. 2075 "Sekarang memang mereka sudah tak jadi suami istri lagi, tapi dulu mereka datang bersama-sama ke rumahku.
Sesudah itu aku dengar keponakanmu menyukai putri Khie Wie dan tinggal bersama mereka. Tetapi mengnai kaburnya putriku dia ikut terlibat! Jika sekarang aku minta tangggung jawabnya, aku kira kau juga setuju, bukan?" kata Jen Thian Ngo.
Ketika itu Seng Cap-si Kouw berpikir.
"Jika anak Kiong Cauw Bun terlibat dalam perkara itu, dan Jen Thian Ngo bermusuhan dengan Kiong Cauw Bun, ada baiknya jika Jen Thian Ngo ada di pihaknya. Maka mereka akan mampu menghadapi Kiong Cauw Bun."
"Kalau begitu, silakan kau bawa keponakanku!" kata si iblis. "Aku harap kau tidak menyiksa dia!"
"Jangan kuatir, aku tidak akan mengganggu dia atau melukainya!" kata Jen Thian Ngo.
Sesudah Jen Thian Ngo membawa keponakannya, maka legalah hati si iblis. Dia lalu berjalan menuju ke rumah Khie Wie.
Saat itu Khie Kie sedang menyiapkan makanan untuk Uh-bun Tiong. Tak lama dia mendengar suara langkah kaki di depan pintu rumahnya. Buru-buru nona Khie membukakan pintu. Di depannya tampak Seng Cap-si Kouw berdiri mengawasinya.
"Eh, ini pasti Nona Khie, alangkah cantiknya! Pantas keponakanku tertarik padamu!" kata Seng Cap-si Kouw purapura ramah.
Wajah nona Khie berubah merah.
"Bagaimana keadaan Liong Sin?" kata si nona.
2076 "Dia baik-baik saja. Semula dia mau ikut aku, tapi aku mencegahnya agar dia bisa beristrihatat dulu!" kata Seng Capsi Kouw. "Mungkin tak lama lagi dia akan menyusul ke mari!"
"Oh, sungguh senang aku jika bisa bertemu dengannya,"
kata si nona. "Tapi aku masih khawatir kalau dia bertemu dengan ayahmu. Maka itu aku sudah punya rencana yang baik untuk mempertemukan kau dengannya," kata Seng Cap-si Kouw.
"Silakan Bibi katakan, aku harus bagaimana?" kata nona itu.
"Aku tahu ayahmu sangat gusar," kata si iblis. "Pasti keponakanku tak akan diampuninya, kedatanganku pun sungguh tak enak jika diketahui oleh ayahmu. Maka itu kami akan bersembunyi, dan ingat jangan sampai ayahmu tahu kami ada di sini! Aku sudah punya rencana lain, percayalah pada Bibi!"
"Aku percaya," kata si nona.
"Aku tahu kepandaian ayahmu hebat, maka itu kita harus cegah agar dia tak menggunakan ilmu silatnya.
Semua itu demi keselamatan Liong Sin!" kata Seng Cap-si Kouw. "Baru sesudah kita bisa bicara dengan ayahmu secara baik-baik! Seandainya ayahmu tak mau mengampuni Liong Sin, saat itu ayahmu sudah tak berbahaya lagi!"
Mendengar rencana itu Khie Kie sedikit ragu-ragu. Uhbun Tiong membujuk dan berkata begini.
"Tindakan melumpuhkan ayahmu itu hanya untuk sementara saja, semuai itu demi keselamatan kekasihmu, Nona!" kata Uh-bun Tiong.
2077 "Bagaimana cara mengatasi Ayahku agar tak memiliki kekuatan?" kata si nona sangsi.
"Aku tahu caranya, mari kau dengar caraku!" kata Seng Cap-si Kouw.
Seng Cap-si Kouw membisiki telinga nona Khie.
Sesudah itu mereka bersembunyi di rumah itu. Esok harinya saat Khie Wie pulang dan masuk ke rumah, sedikit pun Khie Wie tak menduga dua musuhnya bersembunyi di rumahnya. Saat ayahnya pulang, Khie Kie tak berani memberi tahu hal itu. Malah dia langsung bertanya pada ayahnya.
"Ayah sudah pulang, bagaimana kabar Liong Sin?" kata si nona. Wajah Khie Wie tampak muram itu tandanya dia sedang marah sekali.
"Sudah! Jangan tanyakan soal dia lagi! Jika aku dengar namanya aku jadi jengkel sekali!" jawab sang ayah.
"Kenapa dia, Ayah?"
"Pertama dia bukan orang she Liong, tapi dia she Seng, cerita dia dulu semuanya bohong belaka!" kata ayahnya.
Saat Khie Wie mengawasi anak gadisnya, Khie Kie sedikit pun tidak kaget oleh kata-katanya. Ketika itu dia mengira putrinya masih bodoh dan tak mengerti kalau dia telah dibohongi orang.
Semula Khie Wie akan menceritakan kebaikan dan keburukan Seng Liong Sen, agar anaknya sadar juga mendapat pengetahuan yang benar darinya. Dengan demikian anaknya bisa mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana. Melihat anaknya tenang-tenang saja, Khie Wie ragu-ragu meneruskan ceritanya.
"Lalu bagaimana selanjutnya?" kata si nona.
2078 "Selain dia bohong, juga ada masalah yang dia lakukan dan tidak pantas dilakukan kepadapmu, itu ialah...." dia berhenti.
Tiba-tiba dia marah bukan main.
Si nona menganggap kata-kata Uh-bun Tiong dan Seng Cap-si Kouw mengenai ayahnya gusar dia anggap benar juga. Maka itu buru-buru dia menghibur ayahnya.
"Ayah pasti lelah, silakan Ayah minum tehnya, Ayah...."
kata Khie Kie. Tanpa curiga sedikit pun dia minum teh itu.
"Anakku, akan kuceritakan semuanya padamu. Tapi kau tidak boleh menangis ya, Nak!" kata Khie Wie.
"Baik, Ayah, karena Ayah sudah pulang aku senang,"
kata Khie Kie. "Cerita ini akan mendukakan hatimu, nak! Tapi kau harus tabah! Kau anak Ayah, betapapun pedihnya cerita Ayah itu kau jangan...."
"Katakan saja Ayah, aku berjanji tak akan menangis,"
kata Khie Kie memotong ucapan ayahnya.
"Dia ternyata....dia...." tapi belum selesai bicara, cangkir teh di tangannya jatuh ke lantai.
"Ayah, kau kenapa?" teriak putrinya.
"Kurang ajar! Kenapa kau menaruh racun dalam teh ini?" kata ayahnya. "Racun apa itu" Lekas katakan!"
Racun dalam teh untuk Khie Wie pemberian Seng Cap-si Kouw, khasiatnya untuk melumpuhkan Khie Wie. Karena tak siaga dan curiga, racun itu berkerja dengan cepat.
Bagaimana dia akan mencurigai teh pemberian putri kesayangannya. Kini separuh tubuhnya mendadak lumpuh.
2079 "Aku tak tahu, tapi Ayah jangan cemas! Katanya racun itu hanya bekerja untuk sementara waktu saja. Ayah, aku minta Ayah mau memaafkan aku, semua terpaksa kulakukan!" kata Khie Kie.
Bukan main kaget dan sedihnya Khie Wie. Jika anaknya saja tak bisa dipercaya, lalu harus percaya kepada siapa lagi dia" Maka itu dengan sedih dia berkata dengan suara parau.
"Baik, katakan dari siapa racun itu?" kata Khie Wie.
"Siapa yang memaksamu sehingga kau meracuni Ayah?"
Sebelum Khie Kie menjawab, terdengar ada orang bicara.
"Biar aku saja yang menjawab pertanyaanmu, Khie Wie!" kata Seng Cap-si Kouw.
Si Iblis tiba-tiba saja muncul lalu disusul oleh Uh-bun Tiong. Bukan main kagetnya Khie Wie, dia dongkol dan gusar. Tapi juga sedih. Ternyata putrinya berhasil ditipu oleh si Iblis Permpuan yang ganas itu.
"Hai, ternyata kau Perempuan Siluman! Kau telah menipu anakku!" bentak Khie Wie.
"Benar, aku yang menyuruh dia meracunimu!" kata si Iblis Perempuan. "Sengaja kugunakan putrimu agar kau mati penasaran. Kau angkuh dan kau menganggap dirimu lihay, ternyata kau jatuh ke dalam tanganku!"
Seudah itu si iblis maju hendak menghajar Khie Wie.
Tapi Khie Wie meludahinya. Ludah itu tepat mengenai tangan si iblis yang hendak menampar muka Khie Wie. Si Iblis Perempuan kaget. Dia tak mengira lawan masih punya jurus simpanan. Tangannya terasa kesemutan, terpaksa dia mudur ke belakang.
2080 Saat itu Khie Wie berusaha mengusir pengaruh racun dalam tubuhnya. Serangan dengan ludah tadi cukup mengejutkan si iblis. Tangan Seng Cap-si Kouw yang terkena ludah kesakitan dan tak bisa digunakan. Dia angkat tongkat bambunya untuk menghajar Khie Wie. Khie Kie akhirnya sadar, ayahnya akan dibinasakan oleh si iblis jahat itu. Maka itu tanpa pikir panjang dia maju menubruk ke arah Seng Capsi Kouw.
"Kenapa kau mau mencelakai Ayahku" Tadi kau janji tak akan...." kata-kata Khie Kie terputus.
Sudah tentu mana mau Seng Cap-si Kouw meladeni Khie Kie.
Dia dorong nona Khie dengan tongkat bambunya hingga nona itu membentur dinding rumah.
"Hm! Jangan mimpi, ayahmu itu musuhku!" bentak Seng Cap-si Kouw dengan bengis. "Jangan kau kira aku sudi punya menantu sepertimu! Apa kau tak sadar Liong Sen sudah punya isteri?"
"Tua bangka penipu, pasti kau bukan bibi Sin Toa-ko.
Tapi kau iblis jahat! Biar aku adu jiwa denganmu!"
Sesudah itu Khie Kie maju menubruk si iblis. Bukan main jengkelnya Seng Cap-si Kouw pada nona ini, dia angkat tongkatnya akan menghajarnya. Tapi terdengar suara nyaring.
"Trang!" Ternyata serangan iblis ini ditangkis oleh Uh-bun Tiong dengan ciak-tay (tempat lilin dari kuningan) yang sempat dia sambar dari atas meja.
"Eh, kenapa kau halangi maksudku?" kata Seng Ca-si Kouw.
2081 "Aku tak ingin kau melukainya!" kata Uh-bun Tiong.
"Jadi kau tertarik pada nona itu?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Kau jangan berkata begitu!" kata Uh-bun Tiong. "Wajah nona ini mirip ibunya!"
"Oh, kau terkenang pada ibunya, ya?" kata Seng Cap-si Kouw. "Boleh, tapi serahkan Khie Wie padaku!"
Di luar dugaan tiba-tiba Khie Kie berteriak.
"Maafkan aku Ayah, anakmu akan pergi!" kata Khie Kie.
Sesudah itu dia membenturkan kepalanya ke tembok.
Uh-bun Tiong akan kaget, dia tak menduga nona itu akan berbuat nekat. Untung dia sempat menarik pakaiannya. Tapi tak urung kepala nona itu sudah membentur tembok.
"Duuk!" Dahi nona itu terluka dan mengeluarkan darah. Untung kepalanya tidak pecah. Buru-buru dia totok nadi nona itu untuk menahan rasa sakit. Sesudah itu dia berkata pada Seng Cap-si Kouw.
"Permusuhanku dengan Khie Wie sangat dalam, biarkan aku yang membunuh dia. Aku pun perlu menemui Jen Thian Ngo. Silakan kau tinggalkan kami, nanti aku menyusul kalian!" kata Uh-bun Tiong.
"Kau pernah menyelamatkan aku, baik aku serahkan mereka padamu. Terserah kau saja! Anggap saja hutang budiku sudah lunas!" kata Seng Cap-si Kouw dengan dongkol.
2082 "Kau jangan salah paham, kelak kau bisa menyaksikan bagaimana aku balas dendam di kuburan di belakang rumah ini!" kata Uh-bun Tiong. "Aku yakin kau pasti puas!"
Sesudah si iblis pergi Uh-bun Tiong menghampiri Khie Wie aambil tertawa terbahak-bahak.
"Eh, apa yang kau tertawakan?" kata Khie Wie.
"Aku tertawa karena ingat kau begitu bodoh!" jawab Uhbun Tiong. "Sudah kubilang aku akan membalas dendam, tapi kau meremehkan ancamanku! Sekarang kau jatuh ke tanganku, dulu kau tak membunuhku. Sekarang kau menyesal, bukan?"
"Aku tak pernah menyesal pada apa yang telah kulakukan," kata Khie Wie. "Dulu kau tak kubunuh, karena kuanggap jiwamu tak berharga di mataku! Setelah kau bergabung dengan perempuan keparat itu, kau bisa menangkapku dengan cara licikmu itu! Biarlah karena itu salahku, anggap saja aku digigit anjing gila, jika penasaran pun tidak ada gunanya!"
Kata-kata Khie Wie itu menusuk telinga Uh-bun Tiong.
Dia dianggap anjing gila, hal itu membuat wajah Uh-bun Tiong berubah merah. Tapi tak lama terdengar dia tertawa.
"Hm! Kau ingin memancing kemarahanku, ya?" kata Uh-bun Tiong. "Aku tahu siasatmu ini agar kau bisa mati dengan enak, bukan" Bagaimanapun caranya, kau sudah jatuh ke tanganku. Bukan kau saja, tapi anakmu pun akan kubereskan!"
"Silakan kau bunuh aku! Tapi menghina nona kecil, apa itu kau anggap perbuatan seorang eng-hiong (jagoan)?" ejek Khie Wie. "Ingat jangan lukai putriku!"
Uh-bun Tiong tertawa. 2083 "Jangan takut, putrimu tak akan kucelakakan!" katanya.
Dia hampiri nona Khie, lalu dia usap darahnya bdan dibubuhi obat. Saat itu Khie Kie hanya bisa mengawasi dengan dongkol dan memaki kalang-kabut.
"Manusia busuk tak tahu malu, kau mau mencelakai Ayahku, sampai aku jadi setanpun kau tak akan kuampuni!" kata si nona.
Sesudah itu dia ludahi Uh-bun Tiong. Tapi Uh-bun Tiong tidak marah, dia hanya menghela napas panjang.
"Ternyata kau mirip ibumu, nak." kata Uh-bun Tiong.
"Kau anak Bun Giok, maka itu kau tak akan kucelakakan.
Sekalipun kau anak Khie Wie, apakah kau mau tahu kenapa aku memusuhi ayahmu?"
"Jangan hiraukan kata-katanya, nak! Apapun dari mulut seekor anjing mana bisa jadi permata!" kata Khie Kie.
"Jadi kau takut aku bicara sebernarnya padanya, kan?"
ejek Uh-bun Tiong. "Khie Kie, ibumu itu adik misanku, dulu kami saling jatuh cinta. Tapi entah dengan akal licik apa ayahmu merebut ibumu dari tanganku! Jika dia tak merebut ibumu, maka kau ini anakku. Apa aku tak pantas menuntut balas?"
"Jangan hiraukan kata-katanya, ibumu mencintaiku dengan setulus hati. Orang yang membunuh ibumu dialah orangnya! Dia bersekongkol dengan ibu tiri ibumu. Dia tipu ibumu untuk meracuniku, sama seperti kau dibujuk meracuni aku! Setelah tahu masalahnya, lalu ibumu bunuh diri! Aku tidak ingin kau berduka, maka itu tak pernah aku ceritakan padamu!" kata Khie Wie.
"Ayah aku percaya padamu, mana mungkin Ibu mencintai manusia keji seperti dia!" kata si nona. "Dia ini mirip katak dalam tempurung merindukan bulan!"
2084 Mendengar ucapan Khie Kie bukan main gusarnya Uhbun Tiong. Dia membentak, "Dasar anak sial! Semula kau akan kuampuni, ternyata kau cari mati sendiri!"
"Silakan kau bunuh aku!" kata Khie Kie.
Saat itu Uh-bun Tiong sudah mengangkat tangannya, tapi dia tak jadi memukul Khie Kie.
"Ah, ternyata aku tak bisa mencelakai anak Bun Giok, apa mau dikata. Tapi ayahmu tak bisa kuampuni. Ayo kita berangkat!" kata Uh-bun Tiong.
Dia tarik tangan Khie Kie, sedang tubuh Khie Wie dia seret.
"Mengapa kau bawa kami, jika kau ingin membunuh kami, bunuh saja aku di sini!" kata Khie Wie.
"Bukan di sini kau akan kubunuh, untuk menyenangkan hati Bun Giok kau akan kubunuh di depan kuburannya!"
kata Uh-bun Tiong. "Bagus! Bagus, aku beruntungjika aku sampai mati di depan kuburan istriku!" kata Khie Wie.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Semua ini gara-gara aku, jika kau mati aku juga akan menyusul Ayah, kita akan berkumpul dengan Ibu!" kata Khie Kie dengan tabah.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
2085 BAB 76 Uh-bun Tiong Mengancam Akan
Menganiaya Khie Wie; Seng Liong Sen Bertarung
Mati-matian Mendengar ucapan anak perempuan satu-satunya itu, bukan main terharunya Khie Wie. Dia meneteskan air mata lalu berkata dengan penuh kasih pada putrinya itu.
"Anakku kau jangan berkata begitu. Betapa sedihnya Ayah saat Ibumu bunuh diri dulu. Jika bukan karena Ayah ingin membesarkanmu, mungkin Ayah sudah bunuh diri menyusul Ibumu! Sekarang aku tak ingin kau meniru perbuatan Ibumu, setiap kesempatan boleh kau gunakan untuk tetap hidup. Yang terutama kejadian sekarang harus kau jadikan peringatan. Lain kali kau jangan mudah percaya pada omongan seseorang!"
Khie Kie tidak membantah kata-kata ayahnya, namun dalam hatinya sudah bertekad, jika ayahnya dibunuh oleh Uh-bun Tiong, dia pun akan bunuh diri! Tak lama Uh-bun Tiong yang membawa mereka sudah sampai di kuburan Bun Giok, istri Khie Wie. Sampai di situ Uh-bun Tiong melepaskan mereka lalu berkata nyaring.
"Khie Wie kau mengangap dirimu itu gagah dan serba bisa. Kau pun berhasil memikat Piauw-moay (adik misan) Maka itu aku tak akan membunuhmu, tapi hanya akan memusnahkan ilmu silatmu! Maka akan kupotong kesepuluh jari tangan dan lidahmu! Akan kulihat, apakah Bun Giok masih mencintaimu atau tidak?"
Sesudah itu Uh-bun Tiong tertawa terbahak-bahak.
Sikapnya mirip dengan orang gila saja. Namun, Khie Wie pun cemas, jangan-jangan dia akan disiksa secara sadis olehnya. Tapi malang baginya tenaganya benar-benar sudah habis ketika dipakai menyerang Seng cap-si Kouw dengan ludahnya. Jika dia ingin bunuh diri pun rasanya sulit sekali.
2086 Untuk mati bersama ayahnya Khie Kie tak gentar. Tapi ketika dia mendengar Uh-bun Tiong akan menyiksa ayahnya, dia cemas bukan main.
"Bangsat, manusia berhati binatang, kau berani menyiksa Ayahku!" kata si nona sengit.
"Tak ada gunanya kau memakiku, Nona Kie. Karena aku yakin kau tidak bisa menyelamatkan ayahmu!" kata Uh-bun Tiong. "Jika kau memohon padaku, barangkali mungkin bisa kupertimbangkan!"
"Jangan hiraukan ocehannya, nak. Kau puteriku, kau tidak boleh menangis. Kau juga tidak boleh memohon ampun pada musuh kita!" kata Khie Wie.
"Ajal sudah di depan mata, kau masih sombong!" kata Uh-bun Tiong. "Tunggu, aku akan sembahyang dulu pada Bun Giok, sesudah itu baru kusiksa kau. Sebelum kupotong lidahmu, jika ada pesan pada puterimu, lekas katakan!"
Khie Wie mencoba mendekat ke arah Khie Kie, lalu dia belai rambut anak itu.
"Dulu Ayah sering melakukan kesalahan, mungkin inilah ganjaran bagi Ayah. Jika kau beruntung bisa bebas, kau boleh mencari Sin Toa-komu!" bisik Khie Wie.
"Ayah, aku ingin kau mengatakan sesuatu padaku," kata si nona.
"Soal apa?" "Sebenarnya siapa Sin Toa-ko, apa benar dia sudah beristri dan ingkar janji?"
Pertanyaan itu membuat Khie Wie jadi bingung. Di saat kritis seperti itu, dia tak boleh membuat puteri satu-satunya berduka. Sedang Uh-bun Tiong sudah selesai sembahyang di depan kuburan istrinya. Dia sudah mulai bangun tetapi 2087
Khie Wie belum menjawab pertanyaan putri tunggalnya karena masih ragu-ragu.
"Ayah, kenapa kau diam saja" Katakan benarkah dia sudah ....dia sudah....."
Khie Wie buru-buru bicara.
"Anakku, aku kira Sin Toa-komu itu seorang pria yang berperasaan. Pasti dia akan menjagamu dengan baik...."
kata Khie Wie. Putrinya tersenyum puas.
"Kalau begitu aku lega, jika dia berperasaan baik, apapun kesalahannya akan kuampuni dia!" kata Khie Kie.
"Bagaimana, kalian sudah selesai bicara belum" Aku akan melaksanakan hukumanmu!" kata Uh-bun Tiong.
"Jika kau mau menyiksaku, silakan! Tapi aku mohon kau jangan lakukan di depan putriku!" kata Khe Wie.
Uh-bun Tiong tertawa. "Aku kira kau seorang jagoan yang tak takut apapun, ternyata masih ada yang kau takutkan!" kata Uh-bun Tiong.
"Keparat, aku tak takut padamu! Permusuhan kita tak ada sangkut-pautnya dengan anakku, jika kau mau menyiksaku silakan. Tapi jangan kau siksa batin puteriku!"
kata Khie Wie. "Kau takut putrimu melihat aku menyiksamu" Tadi kau ajari putrimu agar tak minta ampun padaku, sekarang kau malah minta keringanan dariku!" kata Uh-bun Tiong.
"Sudah jangan banyak bicara, silakan bunuh saja aku!"
kata Khie Wie. Uh-bun Tiong menghunus belati dari pinggangnya. Dia acungkan di muka Khie Wie. Lalu dia berkata pada Khie Kie.
2088 "Demi kau, jiwa ayahmu kuampuni, tapi jari dan urat-urat ayahmu akan kupotong! Sekarang matanya dulu yang akan kucungkil. Sesudah itu kau boleh merawat dia seumur hidupnya!" kata Uh-bun Tiong.
Sesudah itu dia acungkan pisaunya ke arah mata Khie Wie. Saat itu Khie Kie menjerit histeris lalu pingsan. Di benak nona ini mengeluh.
"Di mana Sin Toa-ko berada, aku akan mati bersama Ayahku. Jika dia ada di sini, biar dia membalaskan sakit hati kami!" begitu pikir Khie Kie ketika itu.
Sedikitpun si nona tidak mengira, kalau Seng Liong Sen sedang berada di rumah Jen Thian Ngo, dia sedang dipaksa untuk memberi keterangan, di mana adanya putri Jen Thian Ngo. Tetapi Seng Liong Sen selalu menjawab tidak tahu.
"Aku tahu kau ke Yang-ciu dan bertemu dengan Giok Hian, jika kau tidak mau mengaku, maka jangan salahkan aku jika kau kupaksa dengan kekerasan!" ancam Jen Thian Ngo.
"Memang aku bertemu dengan Giok Hian, tapi itu tidak berarti aku bertemu dengan putrimu!" kata Seng Liong Sen.
"Terus-terang putrimu tidak bersama Giok Hian!"
"Putriku tak punya kenalan lain, dia kabur jika bukan mencari Giok Hian, lalu dia ke mana?" kata Jen Thian Ngo.
"Mana aku tahu." kata Seng Liong Sen, "apa kau ingin aku menjawab dan berbohong" Aku benar-benar tidak tahu?" .
Jen Thian Ngo yang penasaran tak mau mengerti. Maka untuk menunggu kedatangan Seng Cap-si Kouw dia tahan Seng Liong Sen di sebuah kamar. Sekalipun dia tahu Liong Sen sudah ditotok oleh bibinya, Jen Thian Ngo masih menotoknya lagi agar tak bisa bebas
2089 Lalu dia seret pemuda itu ke sebuah kamar.
"Ini tempat tidurmu tempo hari, aku masih menghargaimu!" kata Jen Thian Ngo. "Kau pikir baik-baik, besok kau harus menjawab dengan benar pertanyaanku!
Tiga totokan itu membuat Seng Liong Sen tak berdaya, sekalipun mulutnya masih bisa bicara. Walau dia mendengar ucapan Jen Thian Ngo, tapi tak dihiraukannya.
Saat berada di kamar yang gelap itu, dia ingat kejadian tempo hari,, ketika dia bersama Ci Giok Hian datang ke rumah itu. Sekarang kamar itu bukan kamar tamu lagi, tapi menjadi kamar tahanan baginya. Di sini untuk pertama kalinya Ci Giok Hian membangkang padanya. Hingga untuk menemuinya pun sekarang dia tak berani.
Mereka datang ke situ untuk menawan Kiong Mi Yun yang akan ditukar dengan bibinya. Semula istrinya tak setuju, tapi dia paksa istrinya. Terpaksa Ci Giok Hian menurut. Ternyata Ci Giok Hian malah membawa kabur nona Kiong juga putri Jen Thian Ngo.
"Istriku benci padaku, ketika dia tahu aku mendorong Kong-sun Po ke jurang! Ketika kami ke sini, dia sudah benci padaku. Karena aku akan menangkap nona Kiong untuk menolongi Bibiku. Ternyata Bibi lebih percaya pada musuhku Uh-bun Tiong. Sekarang aku jatuh ke tangan Jen Thian Ngo, ini sudah menjadi ganjaranku! Rasanya saat ini lebih baik aku mati saja. Tapi aku pun tak berdaya," pikir Seng Liong Sen.
"Entah bagaimana nasib Khie Kie. Dia akan digunakan sebagai umpan untuk memancing ayahnya. Aku harus menyelamatkan dia! Tapi sekarang aku tak berdaya.
Sekalipun aku tak dikurung di kamar ini, aku tetap tak bisa mermbebaskan totokan Bibi dan Jen Thian Ngo. Tapi jika 2090
aku masih hidup, rasanya masih ada harapan...." pikir Seng Liong Sen.
"Lebih baik aku tetap hidup, siapa tahu besok aku punya kesempatan!" pikir pemuda ini yang tak jadi bunuh diri.
Tengah malam dia masih tak bisa tidur. Lalu dia coba pelajaran dari Tabib Ong, siapa tahu bisa bebas dari totokan kedua jago itu. Walau dia tahu mungkin itu harapan kecil, tapi daripada iseng dan diam saja, maka dia berusaha dengan cara dia sendiri.
Sesudah sekian lama dia berlatih ajaran Tabib Ong dia kaget sendiri karena dia merasakan tubuhnya mulai hangat.
Ternyata darahnya mulai terasa mengalir ke sekujur tubuhnya. Bahkan totokan Jen Thian Ngo terbuka sendiri.
Ketika ayam jago berkokok dan fajar mulai menyingsing, seluruh tubuhnya terasa nyaman. Sekarang dia telah bebas.
Dia lalu melompat dan menggerakan tubuhnya yang terasa nyaman. Saat itu penghuni rumah itu belum bangun. Dia girang bukan main.
"Membalas dendam pada Jen Thian Ngo nanti saja, paling penting kutolongi dulu Khie Kie!" pikir Seng Liong Sen.
Tanpa pikir panjang lagi dia membuka jendela lalu melompat keluar. Barangkali Jen Thian Ngo tidak mengira kalau pemuda itu bisa membebaskan totokannya. Padahal saat itu Seng Liong Sen bisa meninggalkan rumahnya dengan leluasa sekali.
Ketika itu Seng Cap-si Kouw pun sedang berjalan menuju ke rumah Jen Thian Ngo, untung Seng Liong Sen tak bertemu dengan bibinya. Dia mengambil jalan kecil hingga tak berpapasan dengan bibinya.
2091 Saat itu Liong Sen berlari kencang, ketika sampai di rumah Khie Kie dia kaget karena di sana tak ada orang.
Tapi ketika dia berjalan ke belakang rumah, dia mendengar suara jeritan Khie Kie.
Saat Seng Liong Sen memburu ke arah suara Khie Kie, ketika itu dia lihat Uh-bun Tiong sedang mengancam dengan belatinya ke mata Khie Wie. Dia lihat Khie Kie tergeletak tak berdaya, pingsan.
Uh-bun Tiong sedang mempermainkan lawannya. Dia mirip dengan sekor kucing yang sedang mengajak tikus bercanda, sebelum dia terkam dan membunuh musuhnya.
"Aku yakin kau tak mengira, sesudah duapuluh tahun aku bisa membalas dendam, bukan?" kata Uh-bun Tiong.
Baru sesudah itu pisaunya perlahan-lahan diarahkan ke mata Khie Wie. Pada detik yang paling kritis bagi Khie Wie, sebuah kerikil menyambar tepat mengenai belati Uhbun Tiong.
"Tring!" Arah belati melenceng hingga Uh-bun Tiong kaget, dia menoleh.
"Siapa itu?" kata Uh-bun Tiong.
Tiba-tiba Seng Liong Sen menyerang dia.
"Bangsat, ternyata kau!" bentak Uh-bun Tiong..
"Ya, memang aku!" jawab Seng Liong Sen. "Kau celakai adik Kie maka itu akan kubunuh kau!"
Saat Uh-bun Tiong mengayunkan belatinya Seng Liong Sen membabat dengan pedangnya.
"Trang!" 2092 Belati Uh-bun Tiong terpotong jadi dua oleh pedang Seng Liong Sen yang tajam.
Uh-bun Tiong buru-buru melemparkan sisa pisau belatinya ke tanah. Dia coba akan menangkap tangan Seng Liong Sen yang memegang pedang. Tapi dengan cepat Seng Liong Sen membalikkan tangan untuk memotong tangan Uh-bun Tiong.
"Lepas pedangmu!" kata Uh-bun Tiong.
Telapak tangan Uh-bun Tiong membabat lengan Seng Liong Sen. Memang kepandaian Uh-bun Tiong lebih tinggi dari Seng Liong Sen. Saat pemuda ini hendak menghindar tapi terlambat, tangannya terhantam oleh pukulan Uh-bun Tiong. Sedang pedang di tangannya jatuh. Semula Uh-bun Tiong agak jerih, tapi ketika tahu tenaga Liong Sen agak berkurang, dia jadi bersemangat sekali. Tiba-tiba Uh-bun Tiong tertawa.
"Kebetulan, ternyata kau pria berbudi. Maka itu aku akan menyempurnakannya, agar kalian berkumpul semuanya di neraka!" kata Uh-bun Tiong mengejek.
Bukan main gusarnya pemuda ini, dia menyerang secara membabi-buta. Dia baru saja bebas dari totokan, dan dia juga memang kalah lihay oleh lawannya. Maka itu tak heran, kali ini pun dia terhajar oleh lawannya.
"Apa kau masih mau membunuhku, atau kau yang aku bunuh?" kata Uh-bun Tiong mngejek.
Saat itu Uh-bun Tiong maju akan menghabisi nyawa Seng Liong Sen. Tiba-tiba saja seperti kesetanan Seng Liong Sen bangun.
"Bangsat, aku tak akan menyerah. Biar kita mati bersamasama aku tak menyesal!" teriak Seng Liong Sen.
2093 Begitu bangun dia langsung menyerang tanpa
menghiraukan bahaya. Sesudah menghindari serangan Uhbun Tiong dia langsung menyeruduk ke dada lawan. Saat itu Uh-bun Tiong mencengkram Liong Sen. Tapi jika dia gagal maka dia akan kena terseruduk oleh lawan, maka itu dia akan terluka parah.
Karena dia tak bersedia mengadu jiwa, maka dia tarik serangannya, dia ganti dengan serangan baru. Saat itu Khie Wie kaget melihat Seng Liong Sen begitu gigih membela mereka.
"Anak Sin aku berhutang budi padamu! Aku telah salah menduga tentang dirimu. Matipun aku akan berterima kasih padamu. Lekas tinggalkan kami!" kata Khie Wie.
"Paman Khie aku tak akan meninggalkan kalian, dan tak rela membiarkan kau disiksa oleh manusia biadab seperti Uh-bun Tiong!" kata Seng Liong Sen.
Karena dia sedang bicara dia terserang lawan, tapi dia berhasil membalas pukulan lawan. Tiba-tiba kelihatan Seng Liong Sen semakin bersemangat, hingga membuat Uh-bun Tiong kaget bukan kepalang. Dia tak mengira entah dari mana tenaga pemuda itu seperti bertambah hebat.
"Dia sudah menguasai tenaga dalam Khie Wie, jika tidak kubunuh sekarang, kelak dia akan berbahaya bagiku!" pikir Uh-bun Tiong.
Maka itu Uh-bun Tiong mengubah serangannya.
Sekarang Seng Liong Sen dia kurung. Tiba-tiba Khie Wie memberi petunjuk pada Seng Liong Sen.
"Melangkah ke sudut Kian, mundur ke Soan, maju dan serang dia!" kata Khie Wie.
Semula Seng Liong Sen keheranan, tapi dia langsung mengerti apa maksud petunjuk Khie Wie itu. Sekalipun 2094
agak terlambat, dia menjalankan petunjuk itu dengan sungguhsungguh. Baju Liong Sen terkoyak oleh serangan Uh-bun Tiong, tapi Seng Liong Sen selamat berkat petunjuk Khie Wie itu. Secara beruntun Khie Wie memberi petunjuk lagi, hingga akhirnya Uh-bun Tiong berhasil dijinakkan oleh serangan Liong Sen.
"Bangsat tua! Akan kubunuh kau lebih dulu!" bentak Uhbun Tiong.
Dia melompat akan membunuh Khie Wie. Tapi Seng Liong Sen maju untuk menolongi Khie Wie. Tangan Uhbun Tiong berhasil memukul Seng Liong Sen hingga terjungkal ke belakang. Khie Wie kaget, dia sangat mencemaskan keadaan Seng Liong Sen. Saat itu Khie Wie sudah tak takut mati. Jika Liong Sen terluka, maka tipis kesempatan bagi pemuda itu bisa melarikan diri. Melihat lawannya terjungkal, Uh-bun Tiong tertawa menghina. Dia melangkah mendekati Khie Wie. Tibatiba serangan Seng Liong Sen datang.
"Bajingan! Apa kau mau mampus?" bentak Uh-bun Tiong.
"Benar, aku mau mampus!" kata Seng Liong Sen.
Tangannya menghantam ke arah lawan. Maka itu dia sambut serangan Seng Liong Sen itu, keras lawan keras.
"Duuk!" Seng Liong Sen terdorong mundur, tapi Uh-bun Tiong pun menggeliat kesakitan dan hampir terjungkal. Uh-bun Tiong kaget bukan main. Rupanya tenaga dan semangat Seng Liong Sen bertambah sendiri. Sekalipun dia sering terjatuh kena pukulan lawan, tapi dia bandel maju lagi dan maju lagi. Sekarang tanpa petunjuk Khie Wie pun dia mampu menandingi lawannya.
2095 Menyaksikan lawan demikian bandel, Uh-bn Tiong kewalahan juga. Lalu dia berkata, "Seng Liong Sen aku ini sahabat bibimu, baik kau kuampuni. Lekas kau pergi dari sini!"
"Tidak! Karena kau menyusahkan nona Khie, maka aku akan mengadu jiwa denganmu!" bentak Seng Liong Sen.
Seng Liong Sen maju dan berhasil memukul lawan, sekalipun dia sendiri terkena pukulan lawan. Pinggang Uhbun Tiong terasa sakit. Dia heran kenapa pemuda itu semakin gagah saja.
"Kalau terus begini, aku bisa berabe!" pikir Uh-bun I iong Sesudah melancarkan sebuah serangan dan Seng Liong Sen mundur, dia berkata nyaring.
"Aku tak mencelakai nona Kie. Dia terbaring baik-baik saja!" kata Uh-bun Tiong.
"Mana bisa kau tipu aku, sesudah aku pergi, pasti kau akan mencelakai dia dan Paman Khie!" kata Seng Liong Sen.
Sesudah itu Seng Liong Sen melancarkan sebuah serangan kilat.
"Baik, akan kukirim kau ke akherat!" kata Uh-bun Tiong gusar.
Serangan Uh-bun Tiong ditangkis oleh Seng Liong Sen dengan sekuat tenaga. Kembali tubuh Uh-bun Tiong bergetar. Dia kaget bukan main. Tadi Uh-bun Tiong yang terdesak, terpaksa menggunakan tenaga dalam aliran Khie Wie yang dia cangkok dari Seng Liong Sen untuk mengadu tenaga dengan pemuda itu. Dua kekuatan pun bentrok.
Seng Liong Sen terjungkal. Tapi dia langung bangun lagi 2096
dan tetap berusaha mencegah Uh-bun Tiong agar tidak bisa mendekati Khie Wie.
Sekilas Uh-bun Tiong melirik ke arah Khie Wie. Dia lihat orang itu sedang berkonsentrasi menghimpun kekuatannya. Mungkin dia berusaha mengusir racun yang ada di tubuhnya.
Untung Uh-bun Tiong yakin, racun Seng Cap-si Kouw tak mudah untuk dipunahkan. Dia pikir lebih baik menyingkirkan Seng Liong Sen dulu, baru dia habisi nyawa Khie Wie.
Saat Uh-bun Tiong maju akan menghadapi Seng Liong Sen, Uh-bun Tiong kaget, Khie Wie tiba-tiba bangun.
Sambil berdiri dan bersiul keras dia berkata pada Seng Liong Sen.
"Kau mundur Liong Sen, biar aku mengadakan perhitungan dengannya!" kata Khie Wie. "Bangsat Uh-bun Tiong, hadapi aku jika kau seorang jagoan!"
Suitan Khie Wie memekakkan telinga Uh-bun Tiong.
Mendengar suitan nyaring tersebut, Uh-bun Tiong terperanjat karena dia yakin tenaga dalam Khie Wie sudah pulih sama sekali. Uh-bun Tiong ketakutan. Maka itu tanpa berpikir panjang lagi dia pun kabur. Khie Wie berusaha mengejar lawan, Seng Liong Sen coba menghalanginya.
"Musuh sudah kabur, jangan dikejar, Paman!" kata Seng Liong Sen.
"Dia harus kukejar aku harus mengadakan perhitungan dengannya! Kau jaga Khie Kie!" kata Khie Wie. "Bangsat Uh-bun Tiong, jangan lari kau dan hadapi aku!"
Uh-bun Tiong kabur ke arah rumah Jen Thian Ngo, sebab dia pikir di sana ada Seng Cap-si Kouw dan Jen Thian Ngo, mereka pasti bisa menghadapi Khie Wie. Di 2097
luar dugaan sebenarnya tenaga Khie Wie belum pulih benar, sekalipun dia mampu berdiri. Tadi Khie Wie bersiul panjang, itu cuma untuk menggertak lawan saja. Oleh karena itu Uh-bun Tiong tertipu oleh siulan Khie Wie tadi.
Maksud Khie Wie siulan tadi hanya untuk menyelamatkan Seng Liong Sen.
Dia tahu sekalipun Seng Liong Sen bisa menandingi Uhbun Tiong, tapi hal itu bisa membahayakan dirinya sendiri.
Tadi dia sengaja mengatakan akan mengejar Uh-bun Tiong, itu sebenarnya cuma gertakan belaka!
Memang Khie Wie pergi seolah akan mengejar musuh, tapi sebenarnya dia memberi kesempatan kepada Seng Liong Sen agar bisa bebas bicara dengan Khie Kie.
Menyaksikan lawan lari terbirit-birit hal itu membuat Khie Wie geli. Dia pura-pura mengejar, tapi sekarang dia akan segera kembali lagi jika lawan sudah lari jauh.
Suara suitan Khie Wie menyadarkan Khie Kie. Saat membuka matanya, dia kaget melihat Seng Liong Sen ada di depannya. Lalu dia berkata tergagap.
"Liong Toa-ko, benarkah itu kau" Apa aku ini sedang bermimpi?" kata Khie Kie.
"Kau tidak sedang bermimpi Khie Kie, sesuai janjiku aku kembali menemuimu!" kata Seng Liong Sen lembut.
"Mana bangsat itu?" kata si nona.
"Ayahmu sudah sehat, Uh-bun Tiong sedang dikejar oleh ayahmu!" kata Seng Liong Sen.
"Kau tahu apa yang kualami?" kata si nona.
"Aku sudah tahu, aku mengaku bersalah mendatangkan bahaya bagi kalian!" kata Seng Liong Sen.
2098 "Apa maksudmu, aku tidak mengerti?" kata si nona.
"Apa hubungan kau dengan kejahatan yang mereka lakukan pada kami?"
"Sungguh aku tak mengira kalau Bibiku bekomplot dengan penjahat itu!" kata Seng Liong Sen. "Mereka berniat membunuh kalian berdua!"
"Jadi perempuan jahat itu bibimu?" kata Khie Kie.
"Benar, aku bertengkar dengan Bibiku dan sudah putus hubungan dengannya," kata Seng Liong Sen.
"Apa benar kata-kata bibimu, kau sudah punya istri?"
kata Khie Kie. Seng Liong Sen kaget dan hatinya pilu. Tapi dia menangguk.
"Benar, dia benar Kie, aku sudah punya istri!" kata Liong Sen.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
Di rumah Jen Thian Ngo Seng Cap-si Kouw
mengisahkan, bahwa Khie Wie telah berhasil diracun dan tertangkap serta sedang disiksa oleh Uh-bun Tiong.
Mendengar kabar itu bukan main senangnya Jen Thian Ngo.
"Dia tinggi hati dan juga memandang rendah padaku.
Sebaiknya aku ikut denganmu, aku ingin melihat bagaimana Uh-bun Tiong menyiksa dia! Tetapi sekarang aku minta bantuanmu..." kata Jen Thian Ngo.
"Mengenai masalah apa?" tanya si Iblis Perempuan.
"Tentu saja mengenai keponakanmu, dia tak mau mengaku di mana putriku berada?" kata Jen Thian Ngo.
"Aku harap kau mau membujuknya!"
2099 "Aku tak bisa mengatasi dia, tapi baiklah akan kucoba.
Ajak aku menemuinya!" kata Seng Cap-si Kouw.
Tak lama Thian Ngo mengajak Seng Cap-si Kouw ke kamar Seng Liong Sen ditahan. Mereka kaget ternyata Seng Liong Sen sudah kabur.
"Aku tahu sampai dimana kepandaiannya, ditambah lagi kau juga menotoknya! Mana mungkin dia bisa membuka totokanku dan totokanmu?" kata Seng Cap-si Kouw.
"Mungkin ada orang yang menolonginya?"
Saat keduanya kebingungan, pegawai Jen Thian Ngo memberi kabar.
"Ada tiga orang tamu ingin bertemu!" kata si pelapor.
"Bagaimana macam ketiga tamu itu?" kata Jen Thian Ngo. "Siapa nama mereka?"
"Seorang kakek bersama dua orang muda-mudi!" jawab pegawai itu. "Belum sempat hamba tanya mereka langsung masuk. Sekarang mereka ada di ruang tamu!"
"Aku rasa mereka sengaja ingin mengacau di rumahmu!"
kata Seng Cap-si Kouw. "Baik, akan kutemui mereka! Barangkali mereka itu sudah menelan hati harimau, hingga begitu beraninya berlagak di rumahku!" kata Jen Thian Ngo.
Jen Thian Ngo sadar mungkin dia bukan tandingan orang yang memaksa masuk ke rumahnya itu. Tetapi karena ada Seng Cap-si Kouw, dia memberanikan diri dan yakin mereka mampu menghadapi lawan yang mana pun.
Betapa kagetnya mereka saat melihat tamu yang ada di ruang tamu itu. Mereka ternyata Han Tay Hiong, Kok Siauw Hong dan Han Pwee Eng.
2100 Han Tay Hiong tahu Khie Wie tinggal di Sun-keng-san dari It Beng To-jin dan Pek Hwee Hwee-shio. Karena rumah Khie Wie sulit mereka cari, mereka iseng singgah dulu ke rumah Jen Thian Ngo. Alamat Jen Thian Ngo diketahui Kok Siauw Hong yang ingin mengadakan perhitungan dengan pamannya yang jahat itu.
Mereka akan memaksa Jen Thian Ngo agar
menunjukkan alamat Khie Wie, maksudnya untuk menyelidiki keberadaan Seng Liong Sen. Tak mereka sangka mereka malah bertemu dengan Seng Cap-si Kouw di rumah Jen Thian Ngo. Seng Capsi Kouw yang kaget akan segera melarikan diri.
"Hai siluman perempuan, ternyata kau ada di sini!"
bentak Han Tay Hiong. "Tenang! Tenang, bicaralah baik-baik," kata Jen Thian Ngo.
Tangan Han Tay Hiong melayang menghantam ke arah Jen Thian Ngo yang langsung sempoyongan. Han Tay Hiong langsung mengejar Seng Cap-si Kouw yang berusaha kabur.
Mengetahui dia dikejar, tiba-tiba Seng Cap-si Kouw berbalik. Dia ayunkan tangannya. Tak lama terdengar suara ledakan hebat. Disusul oleh asap hitam dan beberapa jarum emas berhamburan ke arah jago tua she Han itu. Untuk menghadapi serangan senjata rahasia itu, Han Tay Hiong memukul sebanyak tiga kali ke arah jarum-jarum itu. Maka berjatuhanlah jarum-jarum itu ke tanah. Sesudah kabut hitam menghilang, Seng Cap-si Kouw pun sudah tak kelihatan lagi batang hidungnya.
Karena yakin tak akan mampu mengejarnya, Han Tay Hiong mengeluh dan kembali ke rumah Jen Thian Ngo.
2101 "Ternyata kau lolos lagi dari tanganku!" kata Han Tay Hiong.
Dia kembali dan berkata pada Jen Thian Ngo.
"Jen Thian Ngo, apa kabar?" kata Han Tay Hiong.
Ketika ditegur Jen Thian Ngo yang tenaga dalamnya kurang kuat, sedang batuk-batuk karena menghirup hawa racun dari senjata si Iblis Perempuan. Maka dengan sekali jambret tubuh Jen Thian Ngo berhasil dicengkram oleh Han Tay Hiong.
"Han Toa-ko, mengapa kau menangkapku" Bukankah kita ini famili, Kok Siauw Hong calon menantumu itu keponakanku, kenapa kau ingin menyusahkan aku?" kata Jen THian Ngo.
"Kau bukan Pamanku!" kata Kok Siauw Hong.
Jen Thian Ngo kaget, dia tahu apa maksud ucapan keponakannya yang tak mau mengakui dia sebagai pamannya itu.
"Memang aku kurang sepaham dengan ibumu, tetapi kita masih saudara. Masa kau tak mau mengakui aku sebagai pamanmu?" kata Jen Thian Ngo.
"Kau jangan berpura-pura bodoh, Paman!" kata Kok Siauw Hong. "Ini bukan masalah keluarga, apa kau kira aku tak tahu perbuatanmu" Kau tak pantas jadi Pamanku!"
Jen Thian Ngo kembali kaget. Dia mencoba bersikap tenang.
"Aku di kalangan Kang-ouw terkenal, masakan kau malu mengakuiku sebagai Pamanmu?" kata Jen Thian Ngo.
"Kau licik dan licin, berpura-pura baik, tapi kau menusuk dari belakang!" kata Kok Siauw Hong. "Kau mempermainkan para pendekar!"
2102 "Kau bilang begitu hanya karena Seng Cap-si Kouw ada di rumahku, bukan" Kau ingin menghinaku begitu ya?" kata Jen Thian Ngo. "Aku tahu memang dia jahat, tetapi aku tidak bermusuhan dengannya. Maka itu apa salahnya jika aku menerima kedatangannya di sini" Padahal kau lihat sendiri, aku juga dia serang dengan jarum emasnya! Jika aku kawan dia, masakan dia sekeji itu kepadaku?"
"Mau apa dia menemuimu?" kata Han Tay Hiong.
"Dia sedang mencari Khie Wie, mereka bermusuhan!"
kata Jen Thian Ngo. "Dia mencariku agar aku mau membantu menghadapi Khie Wie. Tapi ajakannya aku tolak!"
"Masalah ini sementara jangan kita bicarakan," kata Kok Siauw Hong. "Aku ingin bertanya padamu, Paman! Ih Hua Liong itu muridmu bukan?"
"Ya, dia muridku. Memang kenapa?" tanya Jen Thian Ngo.
"Dia pengikut bangsa Mongol, rahasianya sudah kuketahui," kata Kok Siauw Hong.
"Ah, kurangajar sekali dia! Beraninya dia berkomplot dengan musuh!" kata Jen Thian Ngo.
Tapi tampak tubuhnya mulai gemetar.
"Akan kubunuh dia agar nama baikku bersih di mata umum. Terima kasih atas keteranganmu itu, Siauw Hong!"
melanjutkan Jen Thian Ngo.
"Ketika kudesak, dia mengaku semua perbuatannya itu atas perintahmu, Paman!" kata Kok Siauw Hong.
"Ngawur! Untuk menyelamatkan dirinya dia asal bicara saja. Apa kau percaya pada ucapannya?" kata Jen Thian Ngo.
2103 "Aku harap kau jangan cuci tangan, Paman! Apa kau sudah lupa ketika terjadi peretempuran di Ceng-liong-kouw?" kata Kok Siauw Hong.
"Tapi kau lihat sendiri saat aku terluka oleh See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek, bukan?" kata Jen Thian Ngo.
"Hm! Aku tahu saat itu kau sedang bersandiwara, sayang permainanmu itu ketahuan olehku, Paman!" kata Kok Siauw Hong. "Bukankah waktu itu kau berkomplot mengincar harta Siang-koan Hok di rumah mertuaku ini"
Kau berpura-pura mengawal harta itu, diam-diam kau suruh Ih Hoa Liong, muridmu itu mengirim berita pada orang Mongol. Ih Hoa Liong sudah mengakui semua perbuatannya itu. Bahkan kau juga kepergok oleh Kiong Mi Yun saat dia bersembunyi di kolong ranjang di rumah mertuaku. Tapi tak kau ketahui ada dia di sana, bukan?"
"Kalau begitu ajak Ih Hua Liong dan Kiong Mi Yun menemuiku, agar semuanya jadi jelas!" kata Jen Thian Ngo membela diri.
"Ih Hua Liong sudah kabur ke Mongol, kelak aku akan mencari dia. Kiong Mi Yun ada di Kim-kee-leng, jika Paman mau mari kau ikut kami ke Kim-kee-leng!" kata Kok Siauw Hong.
"Baik, mari kita berangkat sekarang juga ke Kim-keeleng!" kata Jen Thian Ngo.
Jen Thian Ngo berpikir dengan mengulur waktu, siapa tahu dia bisa meloloskan diri. Tetapi Han Tay Hiong curiga. Dia bisa menerka apa yang ada di benak Jen Thian Ngo saat itu"
"Jen Thian Ngo, kau jangan gunakan siasat ulur waktu,"
kata Han Tay Hiong. "Tanpa saksipun aku yakin Siauw 2104
Hong benar! Kau harus bernai berbuat berani bertanggungjawab!"
"Kalian jangan memaksaku agar aku mengakui sesuatu yang tak penah kulakukan. Kalau begitu lebih baik kalian bunuh saja aku!" tantang Jen Thian Ngo.
"Kau harus jujur, mengaku saja! Kesalahan bisa diperbaiki asal kau punya niat memperbaikinya.
Kesempatan untuk menebus dosamu selalu terbuka! Kau mau atau tidak?" kata Han Tay Hiong.
"Sebenarnya apa sih yang kalian inginkan dariku?"
"Aku ingin kau mengaku terus-terang," kata Kok Siauw Hong. "Apa benar kau bersekongkol dengan orang Mongol"
Yang kedua, Siapa saja dan berapa orang yang berkhinat sepertimu yang kau ketahui" Yang terakhir, tahukah kau di mana Seng Liong Sen berada" Karena kau tidak bisa mengelak tentang keberadaan bibinya di rumahmu ini!
Bantu kami menemukan dia!"
Senang juga Jen Thian Ngo mendengar mereka minta bantuannya.
"Yang pertama dan kedua, aku tolak karena tuduhan itu tidak berdasar!" kata Jen Thian Ngo. "Mengenai Seng Liong Sen, kebetulan aku tahu dia ada di mana?"
"Katakan, di mana?" kata Kok Siauw Hong.
"Jika kalian datang setengah hari di muka, sebenarnya dia ada di sini!" kata Jen Thian Ngo.
"Sekarang ke mana dia?" kata Kok Siauw Hong.
"Tadi malam Seng Cap-si Kouw membawa dia dalam keadaan tertotok, entah mengapa tiba-tiba dia menghilang semalam! Mungkin dia melarikan diri?" kata Jen Thian Ngo.
2105 "Apa benar begitu" kata Kok Siauw Hong tidak yakin.
"Aku kira keteranganya benar!" kata nona Han tiba-tiba.
"Dia tidak bohong!"


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
BAB 77 Han Pwee Eng Hampir Tertawan Musuh;
Seng Liong Sen Bertemu Ci Giok Hian
Han Pwee Eng masuk ke dalam rumah, dia menemui salah seorang pelayan Jen Thian Ngo yang langsung dia tanya. Dari pelayan itu dia memperoleh keterangan bahwa semalam memang ada seorang pemuda bermuka buruk tinggal di situ. Tetapi pagi-pagi sekali dia telah menghilang.
"Nah, sekarang kalian tidak perlu sangsi lagi, bukan?"
kata Jen Thian Ngo. "Dia kabur ke mana" Aku yakin kau bisa memperkirakan ke mana dia pergi?" kata Kok Siauw Hong.
"Ada kemungkinan dia ke rumah Khie Wie," kata Jen Thian Ngo. "Sebab setahuku dia punya hubungan erat dengan putri Khie Wie. Aku kira Khie Wie tidak tahu bahwa Seng Liong Sen sudah menikah! Dia setuju Seng Liong Sen menjadi menantunya."
"Baik, ajak kami ke tempat Khie Wie untuk mencari dia," kata Kok Siauw Hong.
"Itu tak jadi soal, tapi kalian jangan menganggapku sebagai sandera!" kata Jen Thian Ngo sambil tersenyum.
Han Tay Hiong melepaskan paman menantunya itu.
"Baik, kalau kau jujur dan tetap mengaggap aku besanmu.
Nah, kau tunjukan jalannya!" kata Han Tay Hiong.
2106 "Baik, ikuti aku lewat taman di belakang rumaku ini, dari situ jarak ke tempat Khie Wie lebih dekat!" kata Jen Thian Ngo sambil mendahului berjalan di depan..
Kok Siauw Hong merasa heran, dia tahu Han Tay Hiong sangat hati-hati sekali dalam segala tindakannya. Sekarang dia nilai mertuanya itu sangat lengah. Dan benar saja, tibatiba Han Pwee Eng menjerit kaget. Ternyata Jen Thian Ngo berhasil mencengkram nona Han, lalu sebelah kakinya menendang ke arah Kok Siauw Hong!
Kok Siauw Hong kaget. Untuk sesaat dia terpesona dan tak menyangka akan diserang demikian. Ketika dia menyaksikan kejadian itu, dia tak sempat menghindari tendangan pamannya. Tapi untung Han Tay Hong telah mendorong dia sehingga tendangan Jen Thian Ngo luput tidak mengenai Kok Siauw Hong. Tangan Han Tay Hiong langsung membabat ke arah betis Jen Thian Ngo yang dipakai menendang Kok Siauw Hong.
Jen Thian Ngo cerdik, dia membatalkan serangannya itu, sebagai gantinya dia dorong nona Han.
"Nah, silakan kau bunuh putrimu sendiri!" kata Jen Thian Ngo.
Sebenarnya Han Tay Hiong sudah tahu, betapa liciknya Jen Thian Ngo ini. Ketika lengah benar saja dia didahului sehingga putrinya jatuh ke tangan Jen Thian Ngo.
Mengetahui serangannya akan mengenai putrinya, buruburu Han Tay Hiong membatalkan serangannya.
"Jika kau mau selamat, lepaskan putriku!" bentak Han Tay Hiong.
"Aku tahu kau lihay, maka itu untuk sementara ini aku harus ditemani putrimu ini!" jawab Jen Thian Ngo. "Dia 2107
baru akan kulepaskan jika aku sudah berada di tempat yang aman!"
Tiba-tiba Han Tay Hiong seolah mundur, tapi mendadak dia maju menubruk ke arah lawan.
"Apa kau tidak sayang pada putrimu?" bentak Jen Thian Ngo.
Jen Thian Ngo menghindari terkaman Han Tay Hiong, lalu dia melompati pagar untuk kabur ke taman bunga di belakang rumahnya. Saat itu Jen Thian Ngo menganggap dia sudah selamat, karena jika berada di taman bunganya, maka sulit bagi Han Tay Hiong menangkap dia. Pada saat terakhir sebelum dia melompat, tiba-tiba bagian belakang lututnya serasa kesemutan, cekalan pada nona Han terlepas.
Saat itu tangan nona Han pun menghantam dadanya.
Celakanya, Han Pwe Eng terjatuh! Untung Kok Siauw Hong segera maju untuk menangkap tubuh kekasihnya yang meluncur ke bawah.
Sedangkan tubuh Jen Thian Ngo langsung terjungkal, tapi jatuhnya ke taman bunga yang ada di sebelah tembok lain. Dia terjungkal karena serangan dua butir tanah yang disambitkan oleh Han Tay Hiong ke arah kakinya. Tenaga dalam Han Tay Hiong sangat tinggi, barang apapun bisa dijadikan senjata olehnya. Sedikitpun Jen Thian Ngo tidak mengira akan diserang begitu. Saat itu dia girang karena punya sandera putri Han Tay Hiong. Maka itu dia jadi agak lengah, tahu-tahu kakinya kesemutan. Saat itu Han Tay Hiong melompat memburunya.
"Kau mau kabur ke mana, bajingan?" bentak Han Tay Hiong.
2108 Paman Kok Siauw Hong ini cukup lihay, dia tak sampai jatuh tersungkur, saat jatuh dia berhasil berdiri lagi dengan tegap.
"Jika kau berani, kalian turun ke mari!" tantang Jen Thian Ngo.
Tiba-tiba dia menghilang di balik sebuah
gununggunungan. Sesudah masuk ke dalam goa, dia tutup pintu goa dengan sebuah batu besar. Saat Han Tay Hong mengejar, tibatiba berhamburan anak panah menyerang dari dalam goa itu.
Ternyata taman itu telah dirancang demikian rupa menjadi sebuah jebakan bagi musuh. Di tempat itu banyak alat rahasia, jika orang kurang hati-hati orang itu bisa celaka!
Buru-buru Han Tay Hiong membuka baju yang
dipakainya untuk menangkis serangan anak panah itu.
Anak-anak panah itu berjatuhan tersampok oleh pakaian Han Tay Hiong yang dijadikan senjata. Terpaksa Han Tay Hiong kembali ke seberang tembok.
Sebagian anak panah itu menyambar ke halaman sebelah, tapi Kok Siauw Hong berhasil membawa Han Pwee Eng ke tempat yang aman. Melihat hal itu Han Tay Hiong kaget bukan kepalang.
"Anakku, bagamana keadaanmu?" kata Han Tay Hiong.
Tangan kanan Han Pwee Eng bengkak dan berwarna merah.
Ketika itu Kok Siauw Hong sedang menguruti tangan kekasihnya.
2109 "Ketika bangsat tua itu hendak melompat, dadanya sempat kuhantam sekali, akibatnya pergelangan tanganku terkilir," kata Han Pwee Eng.
Jika Han Pwee Eng tak menghajarnya, mungkin dia tak akan dilepaskan sehingga mereka bisa jatuh bersama-sama.
"Gerakanmu lumayan, apa kau belajar dari Siauw Hong?" kata ayahnya.
"Ya, dia uang mengajariku Siauw-yang-sin-kang," jawab Han Pwee Eng. "Kau lihay Ayah, kau langsung tahu!"
Setelah mengurut dan memulihkan tangan putrinya yang cedera, dia tersenyum.
"Sayang jahanam itu bisa kabur," kata Han Tay Hiong.
"Itu salahku," kata Kok Siauw Hong yang wajahnya berubah merah. "Sudah tahu dia licik, aku masih menganggap dia Pamanku! Hampir saja dia mencelakakan adik Eng!"
Dengan muka merah Kok Siauw Hong berkata.
"Aku juga lengah dan lupa kalau rumahnya penuh dengan alat rahasia. Aku tak mengira dia berani menyandera Pwee Eng!" kata Han Tay Hiong. "Terpaksa kita harus mencari penunjuk jalan ke rumah Khie Wie!"
"Kurasa tidak sulit," kata Han Pwee Eng. "Pelayan keluarga Jen pasti tahu di mana rumah keluarga Khie!"
Setelah mengusir Uh-bun Tiong Khie Wie kuatir kelemahannya diketahui oleh musuh. Maka itu dia berpurapura mengejar, sudah tentu Uh-bun Tiong ketakutan dan kabur tanpa menoleh.
Setelah Khie Wie merasa cukup membuat lawan ketakutan, dia bermaksud kembali menemui anaknya dan Seng Liong Sen. Tetapi mendadak Uh-bun Tiong berhenti 2110
berlari. Hal ini membuat Khie Wie kaget. Dia mengira siasatnya telah diketahui oleh Uh-bun Tiong, Maka itu terpaksa dia berpurapura mengejar.
"Bangsat Uh-bun Tiong, jangan lari! Ayo hadapi aku!"
bentak Khie Wie menantang.
Tapi Uh-bun Tiong diam saja. Tiba-tiba dia bersikap seperti orang sinting. Tangan dan kakinya bergerak-gerak seolah sedang menari. Sedang dari mulutnya terdengar erangan seperti binatang buas.
Tentu saja perubahan aneh itu membuat Khie Wie heran dan kaget. Dia berteriak keras dan kalap, lalu berlari ke arah Khie Wie. Sedang matanya merah mirip orang gila saja!
Tibatiba Khie Wie ingat, saat itu Uh-bun Tong pasti tengah menghadapi bahaya terserang "Cauw-hwee-jip-mo, karena latihan ilmu tenaga dalam Khie Wie yang dia peroleh dari Seng Liong Sen, bahkan kejadian itu bisa mengakibatkan dia lumpuh seumur hidupnya. Tenaga dalam yang diyakinkan Khie Wie itu memang aneh sekali. Jika dipelajari dengan tak teratur, orang yang mempelajarinya akan lumpuh. Kelihatan Uh-bun Tiong sudah semakin parah.
Saat sadar dia akan celaka, dia ingat "sebelum menemui ajalnya dia ingin mati bersama musuhnya". Maka itu dia coba mendekati Khie Wie untuk diserang.
Khie Wie sadar, apa maksud lawan menghampirinya.
Saat itu Khie Wie berniat menghindarinya. Tetapi sudah terlambat, karena cepat luar biasa Uh-bun Tong sudah menerkam ke arahnya. Khie Wie tak berdaya, dia kerahkan seluruh kemampuannya untuk menyambut serangan lawan.
"Gedebuk!" 2111 Tubuh Khie Wie terlontar mundur beberapa langkah ke belakang, kembali Uh-bun Tiong muntah darah. Dia tertawa terbahak-bahak.
"Hm! Khie Wie, aku yakin kau akan mampus!" kata Uhbun Tiong sambil menyeringai menyeramkan. "Kau akan kubunuh dengan tanganku ini!"
Saat itu kekuatan Khie Wie memang sudah habis, maka itu dia tidak mampu bangun lagi, akhirnya dia mengeluh.
"Oh, celaka aku! Tak kusangka hari ini aku akan mati di tangan orang gila ini!" keluh Khie Wie mulai putus asa.
Tiba-tiba terdengar Uh-bun Tiong tertawa terbahakbahak hingga suara tawanya itu berkumandang jauh. Saat itu kelihatan tiga orang nona sedang berlari ke arah mereka berdua. Kiranya mereka itu Ci Giok Hian, Kiong Mi Yun dan Jen Ang Siauw, putri Jen Thian Ngo.
Mereka baru datang dari Kim-kee-leng, sesudah menemui Ong It Teng di Thay-ouw dan mendapat keterangan lengkap, karena bantuan hwee-shio dan tosu itu, mereka jadi tahu bahwa Seng Liong Sen dan Uh-bun Tiong sedang menuju ke Sun-keng-san akan membunuh Khie Wie! Maka itu mereka langsung menuju ke Sun-keng-san.
Sayang Ci Giok Hian belum tahu, hubungan Seng Liong Sen dengan Khie Wie" Mereka tidak tahu mengenai permusuhan Uh-bun Tiong dengan Khie Wie" Karena Jen Ang Siauw sudah tahu letak rumah Khie Wie, nona itulah yang menjadi pengantar kedua nona itu ke sana.
Kebetulan Jen Ang Siauw ingin mengetahui keadaan ayahnya, sesudah dia tinggalkan itu. Mereka langsung meninggalkan Thay-ouw, datang berita baru bahwa Seng Liong Sen dan Uh-bun Tiong bentrok hal itu tak mereka 2112
ketahui. Jika mereka tahu, pasti Ci Giok Hian dan kedua kawannya tak akan ke Sun-keng-san. Dari kejauhan sayupsayup mereka dengar suara tawa Uh-bun Tiong yang menyeramkan dan disusul ancamannya.
"Dengar, orang itu pasti ingin membunuh Khie Wie!"
kata Jen Ang Siauw. "Ayo kita ke sana!" ajak Kiong Mi Yun. "Itu seperti suara Uh-bun Tiong, kebetulan aku kenal dengannya. Apa itu dia atau bukan?"
Sambil berjalan nona Jen menjelaskan pada dua kawannya.
"Khie Wie tetangga kami, Ayahku melarang aku bermain di tempat Khie Wie. Aku kira dia orang baik, maka itu kita harus menolonginya!" kata Jen Ang Siauw.
Sementara itu mereka berlari ke tempat datangnya suara itu. Saat sampai mereka bengong semuanya.Dari mulut Uhbun Tiong mengeluarkan darah bercampur busah, dia mirip orang gila saja! Sedangkan Khie Wie tergeletak tidak berdaya di atas tanah. Saat itu kelihatan Khie Wie sedang berusaha bangun. Melihat kedatangan tiga nona itu, Uhbun Tiong langsung menerjang ke arah mereka.
"Mau apa kau Uh-bun Tiong?" bentak Kiong Mi Yun.
"Kau masih mengenaliku atau tidak" Aku putri Kiong Cauw Bun! Kau jangan celakakan Paman Khie!"
Ternyata antara Uh-bun Tiong dan Kiong Cauw Bun ada hubungan. Lima tahun yang lalu Uh-bun Tiong pernah berkunjung menemui Kiong Cauw Bun. Mendengar katakata Kiong Mi Yun itu Uh-bun Tiong mendelik. Dia awasi nona Kiong dengan tajam, tak lama dia tertawa.
2113 "Aku kenal kau!" kata Uh-bun Tiong. "Kau anak perempuan Khie Wie! Hari ini kau dan ayahmu juga aku akan mati bersama-sama, kan"!"
"Namaku Kiong Mi Yun, aku kenal kau dan kita pernah bertemu di rumahku," kata nona Kiong menjelaskan.
"Tidak! Kau Khie Kie! Oh, tidak! Kau adik misanku, sekalipun semasa hidup kita tak bisa menjadi suami-istri, tetapi sesudah mati kita akan bersama-sama...." kata Uhbun Tiong sambil tertawa menyeramkan.
Sesudah itu dia menerjang ke arah Kiong Mi Yun, jelas dia benar-benar sudah gila. Melihat terjangan Uh-bun Tiong, buru-buru nona Kiong mengelak. Sedang Jen Ang Siauw mengangkat goloknya, maju akan menghadapi Uhbun Tiong yang sudah kalap itu!
"Anak setan! Kalian juga harus mati bersamaku!" bentak Uh-bun Tiong.
Dia maju hendak mencengkram Jen Ang Siauw dan Ci Giok Hian. Meskipun sudah sinting, tapi ilmu silat Uh-bun Tiong lihay! Tangan Uh-bun Tiong pun cepat luar biasa, dia menangkis serangan Jen Ang Siauw. Tahu-tahu golok si nona sudah terlepas dari pegangannya dan terjatuh. Saat Uh-bun Tiong maju lagi akan mencengkram nona Jen, Kiong Mi Yun menyambar tangan nona itu dan
menariknya. Mereka melompat mundur dan tak berhasil dicengkram oleh Uh-bun Tiong.
Di antara ketiga nona itu, Ci Giok Hian yang paling tenang. Dia putarkan pedangnya, saat Uh-bun Tiong kembali menyerang, nona Ci berkelit dan menusuk bahu Uh-bun Tiong hingga mengenainya.
Aneh sedikit pun Uh-bun Tiong tak merasa kesakitan saat bahunya tertikam pedang nona Ci itu. Sebelum pedang 2114
nona Ci ditarik kembali, Uh-bun Tiong berhasil menangkap pedang nona Ci. Pedang itu terlepas dari tangan Ci Giok Hian. Sambil tertawa terbahak-bahak, Uh-bun Tiong menggunakan pedang nona Ci untuk menyerang ketiga nona itu. Tentu saja ketiga nona itu harus segera menghindari serangannya.
"Hm! Uh-bun Tiong, apa kau tak sadar siapa dirimu?"
bentak Khie Wie. "Kau pikir aku ini siapa" Aku seorang eng-hiong yang gagah dan tampan!" kata Uh-bun Tiong.
"Kau si buruk rupa yang bermimpi memiliki bidadari, hai binatang busuk!" kata Khie Wie.
"Siapa kau" Beraninya kau mencaciku! Eh, rupanya kau, Khie Wie musuh besarku! Baik, kubunuh kau!" kata Uhbun Tiong.
"Hm! Keadaanmu sudah lemah, jika kau berani silakan kau coba bunuh aku!" kata Khie Wie sambil tertawa.
Tiba-tiba Uh-bun Tiong menerjang, pedang nona Ci yang ada di tangannya dipakai untuk menyerang Khie Wie.
Dia meraung menakutkan. Menyaksikan Uh-bun Tiong mulai nekat, ketiga nona itu jadi ngeri juga dan mereka mengkhawatirkan keadaan Khie Wie. Bukan kabur, malah Khie Wie sengaja memanas-manasi lawannya. Dia paksa agar Uh-bun Tiong menerjang ke arahnya. Tapi tak lama terdengar jeritan mengerikan dari Uh-bun Tiong. Ternyata dia roboh sebelum berhasil mendekati lawannya, tergeletak tiga meter dari Khie Wie.
Ketika itu mereka belum saling menyerang. Ternyata Uhbun Tiong roboh karena serangan penyakit berbahaya akibat tenaga dalamnya. Jika dia tidak dipanas-panasi 2115
sehingga murka, barangkali dia belum roboh! Dia tampak kesakitan dan berteriak-teriak.
"Khie Wie, lekas kau bunuh aku!" teriak Uh-bun Tiong memohon.
"Hm! Tadi pun sudah kubilang kau ini pengecut berat!"
kata Khie Wie. "Sekarang jelas, mau mati pun kau minta bantuanku!"
Karena putus asa Uh-bun Tiong mengangkat pedang Ci Giok Hian yang ada di tangannya, lalu dia tikam tubuhnya sendiri untuk bunuh diri. Bukan main ngerinya ketiga nona itu menyaksikan adegan itu.
"Ah, sekalipun Uh-bun Tiong itu jahat, tapi Khie Wie terlalu berlebihan!" pikir Ci Giok Hian.
Khie Wie lega setelah menyaksikan musuhnya sudah binasa. Dia seka keringat di dahinya. Apa yang tadi dilakukannya, itu sebenarnya berbahaya sekali baginya.
Jika tenaga Uh-bun Tiong belum habis, maka dia pun akan mati bersamanya.
Ci Giok Hian menarik pedang yang ada di tubuh Uh-bun Tiong, sedangkan nona Jen menghampiri Khie Wie.
"Kau tak apa-apa, Paman Khie?" kata Jen Ang Siauw.
"Tidak apa-apa, terima kasih atas bantuan kalian, jika tidak aku binasa!" kata Khie Wie.
"Jangan sungkan, Paman. Mari kau kubawa pulang!"
kata nona Jen yang langsung mendukung Khie Wie.
"Paman, kau pernah bertemu dengan Ayahku atau tidak?"
"Jadi kau belum tahu keadaan ayahmu?" kata Khie Wie.
"Ku-nasihati kau, sebaiknya kau jangan pulang dulu, Nona Jen!"
Nona Jen Ang Siauw kaget.
2116 "Apa yang terjadi, Paman?" kata nona Jen.
"Aku baru saja pulang, aku belum bertemu dengan ayahmu," kata Khie Wie. "Yang aku tahu Seng Cap-si Kouw ada di rumahmu. Bukankah dia nona Kiong, sebaiknya dia tidak bertemu dengan mereka!"
"Baiklah, sebaiknya kuantar dulu Paman pulang," kata nona Jen. "Aku ingin menanyakan berita seseorang pada Pamam Khie."
"Tentang siapa?" jawab Khie Wie.
"Tentang Seng Liong Sen," kata Jen Ang Siauw.
"Kau kenal dengannya?" kata Khie Wie.
"Aku mencari dia atas permintaan temanku," kata nona Jen. "Apa kau tahu di mana dia, Paman Khie?"
Khie Wie agak curiga nona Jen menanyakan tentang Seng Liong Sen itu. Tapi dia tahu budi, karena ketiga nona itulah yang menyelamatkan dia, maka dia langsung menjawab pertanyaan nona itu.
"Dia ada di ata sana bersama anak perempuanku!" kata Khie Wie sambil menunjuk ke arah hutan Siong (cemara) di atas gunung.
"Ah, akhirnya ketemu juga!" seru nona Kiong. "Lekas temui dia, Cici Hian!"
Mendengar Seng Liong Sen ada di hutan cemara, Ci Giok Hian ragu untuk menemuinya. Dia berpikir keras.
"Urusan kami betapa pun harus diselesaikan dulu, biar kutemui dia dulu untuk menjelaskannya!" pikir Ci Giok Hian.
Dia langsung melangkah ke hutan cemara.
"Siapa nona itu?" tanya Khie Wie.
2117 "Dia sahabatku, namanya Ci Giok Hian!" kata Jen Ang Siauw.
"Ternyata benar istri Seng Liong Sen menyusulnya!"
alangkah berdukanya putriku atas kenyataan ini?"
Saat itu hati Ci Giok Hian sedang gelisah, bingung dan tak tentram. Pada saat yang bersamaan nona Khie sedang mendengarkan penjelasan dari Seng Liong Sen di hutan cemara. Hatinya pilu seolah disayat sebilah sembilu.
"Dia tidak berbohong padamu, Bibiku bicara sebenarnya," menegaskan Seng Liong Sen. "Aku memang sudah beristri!"
Jelas jawaban Seng Liong Sen ini mengejutkan nona Khie. Ketika itu nona itu seolah mendengar guntur di siang bolong tanpa hujan. Nona Khie tidak menangis atau mencaci Seng Liong Sen yang ada di hadapannya. Dia cuma termangu kaget dan bingung bukan main. Sekalipun jelas dia sangat berduka sekali.
Sambil menghela napas panjang, Seng Liong Sen berkata lagi, "Semua itu memang salahku! Aku ini pembohong dan pantas mati! Tapi, aku yakin suatu saat kau akan menemukan jodoh yang lebih jujur dan lebih baik dibandingkan aku! Aku akan mencari ayahmu dan pamit pada beliau!"
Dia tidak tahu, apakah nona itu mendengarkan katakatanya atau tidak, tapi yang dia lihat nona itu bengong 2118
saja. Tanpa mengangguk atau bicara. Saat itu Seng Liong Sen bangun akan pergi. Tapi melihat nona itu diam saja, dia tak jadi melangkah. Perlahan-lahan dia pegang tangan nona itu, lalu duduk kembali di sampingnya tanpa bisa bicara lagi. Dia bingung semua salah dia.
"Jadi apa yang dikatakan bibimu itu benar?" kata si nona akhirnya.
"Benar, begitu," kata Seng Liong Sen.
Hatinya sakit seperti disayat sembilu. Terlihat nona Khie menatap muka pemuda itu.
"Sungguh aku tidak mengerti, kenapa kau bisa mencintai dua wanita secara bersamaan?" kata Khie Kie.
Sekalipun dia masih sedih tapi kini perasaannya sudah mulai tenang. Wajah Seng Liong Sen berubah merah dan sebentar lagi pucat
"Terus-terang aku katakan padamu, aku ini pernah mati!
Tapi kaulah yang membuat aku berani hidup kembali! Aku hormat pada Giok Hian, sekalipun kami sudah menikah, tetapi pernikahan bohong-bohongan!" kata Seng Liong Sen.
"Kenapa begitu?" tanya Khie Kie heran.
"Ada sesuatu yang tidak bisa aku katakan, yang pasti aku tidak berniat membohongimu," kata Seng Liong Sen.
"Terusterang, dulu memang aku hendak merahasiakan riwayat hidupku kepadamu, Khie Kie," kata Seng Liong Sen.
Khie Kie diam. "Tujuanku agar aku bisa dilindungi oleh ayahmu. Tetapi ternyata.... Kau...kau begitu baik kepadaku, bahkan aku pun sangat menyukaimu. Sungguh aku menyukaimu dengan setulus hatiku!"
2119 "Kau dalam kesulitan, maka itu aku tidak menyalahkanmu," kata Khie Kie. "Tetapi kau melakukan sesuatu yang kurang baik di mata istrimu!"
"Kau benar! Aku tahu soal itu. Maka itu aku harus meninggalkanmu. Mohon maafkan kesalahanku!" kata Seng Liong Sen.
Nona itu melengos. Dia tak ingin melihat kepergian pemuda itu, tapi saat itu di luar dugaan muncul seseorang yang mengejutkan mereka.
"Eh, apa aku sedang bermimpi?" pikir Seng Liong Sen.
Saat dia gigit bibirnya terasa sakit.
"Kaukah itu Giok Hian?" kata Seng Liong Sen.
"Tak kau kira bukan" Kedatanganku ini untuk mengucapkan selamat kepadamu!" kata Ci Giok Hian.
Ketika itu Seng Liong Sen mengira istrinya sudah mendengar semua pembicaraan mereka. Maka itu dia mengira Ci Giok Hian sedang menyindirnya. Maka itu dia diam saja dan tak berani bicara. Tadi nona Khie tercengang, tapi sekarang dia sudah mampu mengatasi kekagetannya.
"Ci Cici, kebetulan kau datang! Dulu aku tak tahu kau istri Seng Toa-ko, sekarang aku sudah tahu. Dia banyak mengalami siksaan batin dan sangat menderita. Maka itu sekarang dia membutuhkan seorang istri untuk merawatnya," kata Khie Kie. "Aku ucapkan selamat dan sangat bersyukur kau datang. Kalian bisa berkumpul kembali! Sebaiknya aku pergi saja!"
Sambil tersenyum Ci Giok Hian menarik tangan nona itu, dengan suara lirih dia berkata lembut.
"Aku mohon kau jangan pergi!" kata Ci Giok Hian.
"Aku ingin bicara denganmu!"
2120 "Giok Hian semua itu kesalahanku," kata Seng Liong Sen agak cemas. "Sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan nona Khie! Jika kau mau marah, marahi aku saja!"
"Kau salah paham, Liong Sen," kata Ci Giok Hian sambil tersenyum. "Aku mengucapkan selamat bahagia kepadamu dengan setulus hatiku. Nona Kie seorang nona yang baik. Ini keberuntunganmu, kau bisa menikah dengannya! Sekalipun aku baru pertama kali bertemu dengannya, aku menyukainya! Terus-terang aku lebih tua darimu, Khie Kie. Jika kau tak keberatan aku ini bisa jadi kakakmu! Apa kau mau mendengar kata-kata kakakmu?"
Kata-kata Ci Giok Hian ini tulus dan jujur. Maka itu timbul sesuatu yang aneh pada diri nona Khie. Sekalipun Ci Giok Hian baru dikenalnya hari ini, dia merasa dekat seperti pada kakaknya sendiri. Maka itu dia tak jadi pergi.
"Katakan saja, Cici yang baik, aku akan mendengarkannya!" jawab Khie Kie hormat.
"Liong Sen, percayalah padaku aku girang sekali," kata Ci Giok Hian tenang.
"Tentang apa hingga kau senang?" kata Seng Liong Sen.
"Pertama kau belum mati, hingga kita bisa bertemu lagi sekarang! Yang kedua, aku sudah katakan, bahwa kau beruntung menemukan nona yang baik ini. Maka itu aku merasa senang."
"Memang nasib manusia sering tak terduga, sulit aku mengatakannya padamu," kata Seng Liong Sen.
"Kau jangan bicara lagi, aku tahu apa yang telah kau alami selama ini. Aku juga tahu apa yang ada dalam hatimu." kata Ci Giok Hian.
Kemudian nona Ci menoleh ke arah Khie Kie.
2121 "Aku memang benar istri Liong Sen, dan apa yang dia katakan, benar! Kami ini suami-istri bohongan! Untung sekarang semua kesalahan itu bisa kuperbaiki!" kata Ci Giok Hian.
Nona Khie Kie tertegun. "Maaf, Cici Ci, kuucapkan terima kasihku atas ketulusan dan kebaikanmu itu! Tetapi aku tidak ingin kau berkorban begitu demi aku!" kata nona Khie Kie terharu sekali.
"Kau salah, Khie Kie! Bagiku itu bukan suatu pengorbanan, tapi itu suatu kebebasan!" kata Ci Giok Hian.
"Terus-terang dulu aku tak pernah bicara jujur pada suamiku. Maka hal itu tidak boleh terjadi lagi! Benar begitu, Liong Sen?"
"Kau benar, aku merasa malu padamu, Giok Hian!" kata Seng Liong Sen.
"Dulu pernikahan kita hakekatnya karena sebuah kesalahan besar!" kata nona Ci. "Ini harus kau akui, Liong Sen! Padahal dalam sebuah pernikahan perlu kejujuran dan saling mencintai. Terus-terang di antara kita belum pernah kita cocok satu sama lain. Betul bukan?"
Pemuda itu mengangguk. "Kau pernah melakukan kesalahan, aku juga begitu!"
kata Ci Giok Hian. "Semula aku mau menikah denganmu karena ketamakanku. Kau akan menjadi Bu-lim-beng-cu dan pewaris Bun Yat Hoan, itu alasanku mau menikah denganmu!"
Mendengar pengakuan Ci Giok Hian dengan wajah merah dan terharu Seng Liong Sen mengangguk. Lalu ia pun berkata lirih.
2122 "Aku lebih buruk lagi," kata Seng Liong Sen. "Saat aku baru mengenalmu, aku sudah tahu bahwa kau punya seorang tunangan. Tetapi karena aku tergoda oleh kecantikanmu, aku ingin mendapatkanmu! Ketika itu aku berpikir, dengan dukungan nama baik keluargamu, karirku akan menanjak terus. Maka itu dengan berbagai upaya aku menghancurkan perjodohanmu dengan Kok Siauw Hong!
Sebenarnya aku telah menyusahkanmu!"
Saat itu serasa hati nona Ci sedang diiris oleh sembilu, pedih bukan main. Tapi dia coba tersenyum manis.
"Sudahlah, yang sudah tak perlu kita bicarakan lagi....
Kita berdua memang bersalah!" kata Ci Giok Hian.
"Tapi kesalahanku bukan itu saja, masih ada kesalahan yang lebih besar lagi," kata Seng Liong Sen.
"Mengenai apa?" tanya Ci Giok Hian.
"Masalah Kong-sun Po......" kata Seng Liong Sen.
"Itu aku sudah tahu," kata Ci Giok Hian. "Jika kau sudah sadar dan mau memperbaiki kesalahanmu, kau masih bisa menjadi orang baik.....Orang-orang akan memaafkanmu!"
Karena terharu pemuda itu meneteskan air matanya.
Ci Giok Hian pun tak tahan, dia juga menangis. Dia coba menahan perasaan dukanya, lalu berkata lirih.
"Memang ada kesalahan yang tak bisa diampuni, tapi ada juga kesalahan yang bisa diperbaiki. Untung belum terlanjur sehingga kesalahan itu mudah-mudahan bisa kita perbaiki! Tapi ingat jangan lakukan lagi kesalahan lain! Aku bicara setulus hatiku!" kata Ci Giok Hian.
"Selanjutnya bagaimana kita berdua?" kata Liong Sen.
"Kita masih tetap sahabat," kata nona Ci.
2123 "Terima kasih, Giok Hian," kata Seng Liong Sen. "Aku berjanji akan mengubah kelakuanku. Aku juga ingin menjadi orang baik! Tentang Nona Khie, aku tak tahu pendapatnya bagaimana?"
"Tentu kau harus bicara dengannya," kata Ci Giok Hian.
"Dalam masalah ini aku tidak ikut campur urusan kalian!
Nah, aku mohon diri!"
Sambil menangis terharu Khie Kie menarik lengan baju Ci Giok Hian. Lalu dia berkata, "Cici yang baik, kau jangan pergi!"
"Dasar anak bodoh! Untuk apa aku di sini" Mana boleh aku ikut campur urusan kalian!" kata nona Ci.
Dengan wajah lesu Seng Liong Sen mengawasi
kepergian bekas istrinya itu. Makin lama semakin jauh.
Akhirnya menghilang di balik hutan cemara. Dia tak menduga hubungannya dengan Giok Hian akan berakhir begitu. Tapi dia sekarang merasa bebas hanya merasa malu sekali, sekalipun kepada dirinya sendiri. Saat Seng Liong Sen sedang bingung dan terharu, tiba-tiba dia dengar Khie Kie malah tertawa. Dia heran dan sadar dari lamunannya.
"Eh, kau tertawa! Apa yang kau tertawakan?" kata Seng Liong Sen.
"Tentu saja aku mentertawakan kau!" kata si nona.
"Kenapa kau tertawakan aku?"
"Karena kau lelaki yang tidak beruntung! Kau punya istri begitu cantik dan hatinya baik, malah kau lepaskan dia begitu saja!" kata nona Khie. "Apa kau tak menyesal?"
"Kenapa aku harus menyesal" Aku malah orang yang beruntung menemukan kau!" kata Seng Liong Sen.
Wajah nona Khie berubah merah karena malu.
2124 "Kau jangan bohong! Mana bisa aku dibandingkan dengan Cici Giok Hian?" kata nona itu.
"Kalian berdua seperti saudara saja, kau bilang dia baik, dia juga bilang begitu! Bukankah aku yang beruntung seperti kata dia tadi?" kata Seng Liong Sen.
"Sayang dia sudah pergi, sungguh aku ingin mempunyai seorang kakak seperti dia," kata Khie Kie sedikit menyesal.
"Terus-terang aku hormat pada Giok Hian, tapi aku lebih menyukaimu, Khie!" kata Seng Liong Sen.
Bukan main senangnya Khie Kie mendengar ucapan permuda itu, dia menunduk tidak berkata apa-apa. Tiba-tiba dia dengar pemuda itu menghela napas. Khie Kie kaget.
"Kenapa kau menghela napas?" tanya si nona.
"Aku merasa aku tak cocok menikahimu," kata Seng Liong Sen tiba-tiba.
"Kenapa kau berkata begitu?" tanya si nona heran.
"Kau sama dengan batu Giok yang sangat mulus, belum diukir. Sedangkan aku manusia penuh dosa! Tadi kau sudah tahu riwayat hidupku di masa lalu, apa kau tidak keberatan menyukaiku seorang yang berdosa ini?" kata Seng Liong Sen.
"Aku tidak peduli kesalahan apa yang telah kau lakukan dulu, yang kuketahui sekarang kau orang baik" Tadi Cici Giok Hian pun bilang begitu! Manusia mana yang tidak pernah berdosa" Jika kau bisa memperbaiki kesalahanmu, itu sudah cukup bagiku! Kau jangan rendah diri, aku akan tetap di sampingmu!" kata Khie Kie.
Cahaya sinar surya menyinari bumi seperti awan di sana, kini semua yang menyelimuti hati Seng Liong Sen, sekarang telah buyar.
2125 Awan dan badai pun sudah teratasi oleh pemuda ini.
-o0~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
Saat meninggalkan Seng Liong Sen dan nona Khie, hati Ci Giok Hian bimbang. Sambil berjalan akan menemui kawankawannya. Dia mengenang apa yang pernah dialaminya bersama Seng Liong Sen. Tetapi sesudah bicara dan mengambil keputusan, maka lega juga hati nona Ci.
Kini dia merasa telah bebas dari beban yang berat itu sealama ini. Sekarang hatinya merasa lega sekali! Dia melamun.
"Ada dosa yang bisa diperbaiki dan ada dosa yang tidak bisa diperbaiki," pikir Ci Giok Hian.
Ingat pada masa lampaunya, hati Ci Giok Hian pun pilu.
"Ah, jika aku tak begitu saja percaya mendengar omongan orang, bahwa Kok Siauw Hong sudah mati!
Maka aku tidak akan jadi begini" Apa ini salah nasib, tapi jika aku tak ragu mana bisa hal ini terjadi?" pikir Ci Giok Hian.


Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesudah menyesali diri dan mencaci dirinya sendiri, dia kaget. Tiba-tiba dia berpikir.
"Ternyata di otakku masih ada pikiran kotor yang melekat! Aku tak tahu diri, bahwa Han Pwee Eng memang lebih baik dariku! Dia dan Siauw Hong satu pasangan yang setimpal! Yang sudah-sudah biarlah berlalu.... Aku harus merasa gembira, memang jika aku bukan istri Kok Siauw Hong, apakah aku tidak boleh menjadi sahabatnya?"
Saat dia melamun, tiba-tiba Ci Giok Hian dikagetkan oleh teriakan seseorang.
2126 "Hai, Siauw Hong lihat! Bukankah itu Ci Giok Hian"
Hai Cici Giok Hian, ini aku Pwee Eng!" kata Han Pwee Eng.
Saat Ci Giok Hian menoleh ke arah panggilan itu, memang itu Han Pwee Eng. Sedang pemuda yang bersamanya adalah Kok Siauw Hong adanya.
"Eh, kalian juga ada di sini?" kata Ci Giok Hian.
"Bukan aku saja, tapi Ayahku pun ada bersama kami,"
kata Han Pwe Eng. "Kami sedang mencari seseorang.
Tahukah kau siapa yang sedang kami cari itu?"
Ci Giok Hian langsung memberi hormat pada Han Tay Hiong.
"Paman Han, selamat bertemu, sekarang kalian sudah berkumpul kembali," kata Ci Giok Hian.
Han Tay Hiong yang datang belakangan bersama bujang Jen Thian Ngo sebagai penunjuk jalan, dia tertawa.
"Eh, Pwee Eng kau jangan suruh Cicimu menebak-nebak segala, dasar anak bodoh! Kedatangan Cicimu ini pun pasti dia sedang mencari seseorang! Yang dia cari pasti orangnya sama dengan yang kita cari!" kata Han Tay Hiong sambil tertawa riang.
"Paman benar, orang yang kalian cari sama orangnya yang aku cari!" kata Ci Giok Hian sambil menunduk.
"Jadi kau sudah bertemu dengannya?" kata Pwee Eng.
"Sudah, aku sudah bertemu dengannya!" jawab nona Ci.
"Mana dia" Kok kau tidak bersamanya?" kata Pwee Eng.
"Dia tak akan bersamaku lagi," kata nona Ci.
"Apa yang dia lakukan terhadapmu?" kata nona Han.
2127 "Tidak ada, sekarang dia jauh lebih baik daripada dulu,"
kata Ci Giok Hian. "Hanya.... hanya...."
"Ada apa?" desak Han Pwee Eng.
Kelihatan Ci Giok Hian bingung. Dia tidak tahu harus bilang apa. Tetapi dengan suara haru akhirnya nona Ci berkata, "Hanya aku pikir lebih baik kami berpisah saja dengannya! Tetapi tak perlu kau tanyakan, apa sebabnya"
Nanti akan kuceritakan, tapi dengar dulu kabar yang menyenangkan dariku!"
Han Pwee Eng tahu apa maksud Ci Giok Hian tidak bercerita ketika itu, mungkin ada sesuatu yang tidak leluasa diucapkan di depan orang banyak. Maka itu nona Han tak mendesaknya.
"Kita bisa bertemu di sini, ini sesuatu yang menggembirakan! Ada kabar gembira apa lagi?" tanya Han Pwee Eng.
"Apa kau masih ingat pada orang yang pernah jatuh cinta kepadamu?" kata Ci Giok Hian.
"Ah, Cici, kau pandai bergurau!" kata nona Han.
"Dia bukan pria, tapi seorang perempuan!" kata nona Ci.
"Oh, aku tahu, yang kau maksud itu Kiong Mi Yun, bukan?" kata Han Pwee Eng. "Apa dia ada di sini?"
"Dia datang bersamaku," jawab nona Ci. "dan seorang kawan yang mungkin belum kau kenal"
"Siapa dia?" kata nona Han.
"Putri Jen Thian Ngo, namanya Jen Ang Siauw!"
"Oh! Kenapa dia ada di sini bersama kalian?" tanya Han Pwee Eng.
-0o~DewiKZ~Aditya~aaa~0o-
2128 BAB 78 Rumah Jen Thian Ngo Terbakar: Kok
Siauw Hong Dan Han Pwee Eng Ke Kim-keeleng
Melihat Han Pwee Eng kebingungan dan heran, nona Ci yakin nona Han tidak percaya kenapa Ci Giok Hian bersedia bergaul dengan putri Jen Thian Ngo. Padahal Jen Thian Ngo sudah diketahui orangnya licik. Maka itu langsung dia bicara pada nona Han.
"Bunga teratai yang tumbuh di lumpur pun tidak akan kehilangan keindahannya," kata Ci Giok Hian. "Maka itu Jen Ang Siauw tak bisa kita samakan dengan ayahnya! Hai!
Baru kita bicarakan ternyata mereka sudah datang semua!"
Tak lama Kiong Mi Yun sudah kelihatan sedang membantu seorang tua yang dia papah, berjalan sedang mendatangi. Tanpa menyapa dulu pada Kiong Mi Yun, Han Pwee Eng berpaling pada ayahnya.
"Ayah, Paman inilah yang menolongiku tempo hari,"
kata Han Pwee Eng.. Sebagai seorang ahli silat ulung, saat menyaksikan cara berjalan Khie Wie yang langkahnya berat, Han Tay Hiong langsung tahu, kalau orang itu terluka dalam. Han Tay Hiong segera mendekati dan menyapanya.
"Saudara, kau pasti Khie Wie," kata Han Tay Hiong.
"Aku Han Tay Hiong, kata putriku kau pernah menolongi dia! Terima kasih"
Saat itu Han Tay Hiong mengulurkan tangannya ingin berjabat tangan.
"Ah, Saudara Han kau tak perlu see-ji," kata Khie Wie sambil tersenyum. "Aku ini sudah ada umur. Ibarat pepatah, sebuah kakiku sudah melangkah ke lubang kubur!"
2129 Kata-kata Khie Wie sebenarnya artinya dalam. Dia kuatir Han Tay Hiong mengulur tangan hendak menjajal ilmu silatnya. Sesudah itu dia sambut tangan Han Tay Hiong. Di luar dugaan Han Tay Hiong mengerahkan tenaga murninya untuk mengobati Khie Wie. Dengan demikian Khie Wie pun sangat bersyukur sekali
"Aku sudah tahu lama bahwa kau akhli lwee-kang yang lihay," kata Khie Wie. "Ternyata hal itu benar sekali!
Terima kasih atas kebaikanmu, jika kalian tak keberatan, rumahku tak jauh dari sini!"
Ketika itu Kiong Mi Yun juga sedang asyik berbincang dengan Han Pwee Eng. Mereka sedang mengisahkan pengalaman mereka masing-masing selama berpisahan.
Ketika Han Tay Hiong akan menerima undangan Khie Wie ke rumahnya, nona Han menarik tangan ayahnya.
"Uh-bun Tiong sudah mati, Cici Giok Hian sudah bertemu dengan Seng Liong Sen. Ayah, bagaimana kalau kita antarkan Jen Ang Siauw pulang dulu?" kata Han Pwee Eng.
"Jadi Uh-bun Tiong sudah meninggal, dia jago Kangouw. Bagaimana caranya dia bisa meninggal?" kata Han Tay Hiong.
"Dia mati terserang penyakit Cauw-hwee-jip-mo karena ulahnya. Dia jahat dan pantas mati!" lata Ci Giok Hian.
"Hampir saja aku mati karena ulah Uh-bun Tiong dan Seng Cap-si Kouw," kata Khie Wie. "Untung tiga nona ini menolongiku!"
Han Tay Hiong seorang jago berpengalaman, saat dia dengar ajakan putrinya, dia langsung maklum. Mungkin putrinya tak ingin ke rumah Khie Wie, karena dia kuatir Ci Giok Hian akan bertemu lagi dengan Seng Liong Sen dan 2130
Khie Kie. Jika mereka bertemu, nona Han yakin ada perasaan tak enak di antara mereka!
Han Tay Hiong langsung memberi hormat pada
KhieWie. "Terima kasih atas undanganmu. Kau belum sehat benar, lain kali saja aku singgah ke rumahmu," kata Han Tay Hiong. "Aku senang berkenalan denganmu!"
"Kalau begitu baiklah, aku pulang dulu," kata Khie Wie.
"Selang tiga hari kau boleh singgah ke rumah kami!"
"Baik, tiga hari lagi pasti aku akan ke rumahmu,," jawab Han Tay Hiong sambil tersenyum.
"Apa kalian juga mau ikut semua ke rumahku?" kata Khie Wie.
"Ah, kami kaum muda rasanya tak perlu ikut bicara dengan kalian berdua," kata Ci Giok Hian. "Kami akan mengantar nona Jen, sesudah itu kami akan mengurus urusan kami!"
Saat itu yang dikuatirkan dan ada di benak Khie Wie ialah masalah putrinya. Sedang masalah itu ada hubungannya dengan Ci Giok Hian. Tetapi dia tak berani bicara terus-terang, maka itu dia cuma berkata begini.
"Baik, aku tak memaksa. Apa kau tak mau menunggu Seng Liong Sen, Nona Ci?"
"Tidak! Tidak, tidak perlu menunggu dia!" jawab Ci Giok Hian sambil tersenyum manis. "Masalahku dengan dia sudah beres, malah kami bicara di depan putrimu!
Tanyakan saja pada putrimu semuanya akan jelas!"
Mendengar jawaban itu Khie Wie mengangguk.
2131 "Kalau begitu baiklah, terima kasih atas bantuanmu, Nona Ci! Kelak jika kau butuh tenagaku, kau boleh undang aku!" kata Khie Wie.
Tampak Khie Wie girang mendengar ketulusan hati Ci Giok Hian yang mau mengalah pada putri satu-satunya.
Dia senang sekali. Sesudah dibantu Han Tay Hiong kesehatan Khie Wie mulai pulih. Dia pamit lalu berjalan pulang, sedang Han Tay Hiong dan kawan-kawannya kembali ke rumah Jen Thian Ngo.
Kok Siauw Hong dengan Jen Ang Siauw terhitung saudara misan. Tetapi mereka belum pernah saling bertemu.
Mereka saling memberi hormat.
"Dulu Ibuku sering membicarakan tentang Bibi," kata Jen Ang Siauw. "Sayang adat Ayahku kukuh dia melarang aku menemui Ibumu! Mengenai dirimu aku sudah banyak mendengar kabarnya. Jika Ibuku melihatmu, oh senangnya dia! Bagaimana keadaan Hihi, apakah dia baik-baik saja?"
"Ibuku baik-baik saja,"jawab Kok Siauw Hong. "Aku dengar kau pernah ke Kim-kee-leng, apa benar?"
"Benar! Tadi aku dengar dari Paman Khie, Seng Cap si Kouw datang ke rumah kami, kau tahu tentang itu?" kata Jen Ang Siauw
"Aku baru saja dari rumahmu, iblis perempuan itu sudah kabur !" kata Kok Siauw Hong.
"Jadi kau sudah bertemu dengan Ayahku?"
"Ya, sudah," jawab Siauw Hong.
Melihat Kok Siauw Hong bersikap dingin, nona Jen langsung berkata lagi.
2132 "Bagaimana sikap Ayahkl padamu?"
"Adik misan, jika aku katakan terus terang kau jangan marah padaku," kata Kok Siauw Hong.
"Aku sudah tahu sifat Ayahku," kata Jen Ang Siauw,
"aku sendiri tidak setuju pada perbuatannya. Silakan Kakak-misan katakan saja terus-terang!"
Semula nona Jen mengira hanya pertengkaran keluarga, ternyata Kok Siauw Hong membuka rahasia, kalau ayahnya bersekongkol dengan penjahat besar See-bun Souw Ya dan Chu Kiu Sek. Bahkan ayanya menjadi kaki tangan bangsa asing. Dia juga hendak mencelakakan Han Pwee Eng.
Tampak nona Jen berduka. Kok Siauw Hong coba menghibur adik-misannya itu.
"Kau jangan berduka, kami tak akan menyalahkanmu karena perbuatan ayahmu itu!" kata Kok Siauw Hong.
"Aku malu punya Ayah begitu!" kata nona Jen.
"Sekarang Ayahku ada di mana, Kakak-misan" Aku ingin minta sesuatu darimu!"
Pemuda itu mengerti apa maksud ucapan nona Jen.
"Ayahmu itu Pamanku. Aku akan berusaha agar Paman kembali ke jalan yang benar. Jika kau mau membujuknya, barangkali itu akan lebih baik!" kata Kok Siauw Hong.
"Mudah-mudahan bisa begitu, apa Ibuku tahu tentang perbuatan Ayahku?" kata nona Jen.
Dia berpaling pada pelayan tua di rumahnya.
"Paman Kat, bagaimana keadaan Ibuku?" kata nona Jen.
"Tapi aku harap Nona tidak berduka," kata pelayannya.
"Sebenarnya Nyonya Besar sudah meninggal!"
2133 "Ibuku meninggal?" kata si nona. "Kenapa?"
"Setelah kau pergi, siang dan malam Nyonya terkenang padamu," kata pelayan itu. "Beliau bertengkar dengan ayahmu tak lama ibumu meninggal!"
Kabar itu bagaikan suara guntur di siang bolong. Nona Jen berdiri bagaikan sebuah patung.
"Nona Jen, tenang," kata Ci Giok Hian. "Orang yang sudah meninggal tidak bisa hidup kembali. Apalagi ibumu itu sudah tua! Kau jangan berduka."
Setelah dibujuk dan dinasihati akhirnya nona Jen pun menangis sejadi-jadinya. Saat itu ada orang yang melihat asap hitam tebal dari arah rumah keluarga Jen.
"Itu rumah kami yang terbakar!" kata nona Jen.
"Tenang adik Jen," kata Ci Giok Hian. "Mari kita ke sana untuk mnyelamatkan orang-orang di sana!"
Mereka berlarian seperti sedang berlomba, tapi saat mereka sampai, rumah keluarga Jen sudah ludes seluruhnya. Yang tinggal hanya puing-puingnya saja.
Di bekas kebakaran mereka mencium bau daging terbakar, ternyata orang-orang di rumah itu hangus dan hampir tak ketahuan wujudnya. Nona Jen kaget dan berteriak-teriak.
"Ayah! Ayah!" katanya. "Aku pulang, kau ada di mana?"
Orang mengira mungkin Jen Thian Ngo tak ikut terbakar, barangkali dia sedang bersembunyi di suatu tempat yang aman.
Nona Jen terus berteriak-teriak memanggil ayahnya sambil menangis. Tiba-tiba dari balik sebuah batu muncul seseorang. Jen Ang Siauw girang, dia memburu ke arah 2134
orang itu. Dia kecewa karena itu bukan ayahnya tetapi tukang kebun di rumahnya.
"Paman Ong," kata nona Jen. "Apa yang terjadi" Kenapa terjadi ke bakaran" Di mana Ayahku?" kata Jen Ang Siauw berturut-turut.
Tubuh paman Ong basah kuyup, tubuhnya menggigil kedinginan.
"Oh Nona, kau sudah kembali!" kata paman Ong.
"Mana Ayahku?" kata nona Jen.
"Kau tak perlu lagi mencari ayahmu," kata orang she Ong.
"Apa, Ayahku sudah meninggal?"
Tiba-tiba bujang she Ong itu melotot, kelihatan dia gusar bukan kepalang.
"Ayah Nona belum mati! Tetapi sebaiknya dia mati saja!" kata orang she Ong. "Nona kau orang baik, kau jangan marah padaku. Sungguh ayahmu itu manusia keji sekali!"
"Apa maksuddmu, Paman Ong" Di mana Ayahku?"
"Tahukah Nona, rumahmu ini dibakar sendiri oleh ayahmu!" kata Ong. "Para pegawai yang hangus itu dia juga yang membunuhnya!"
Seolah tak percaya wajah Jen Ang Siauw pucat-pasi dan melongo keheranan.
"Apa katamu" Apa kau sudah gila"! Masakan Ayahku mau berbuat begitu?" kata Jen Ang Siauw. "Apa barangkali dia sudah gila?"
2135 "Tuan Besar tidak gila, hanya kami yang bodoh dan tak menyadari bahwa kejadian ini pasti akan terjadi!" kata orang she Ong.
"Kau ceritakan, bagaimana kejadiannya?" kata nona Jen.
"Semula apa yang terjadi aku juga tak tahu," kata paman Ong. "Suatu ketika datang beberapa orang tamu mereka bertengkar dengan ayahmu. Ayahmu kalah dan kabur ke dalam goa. Dari temanku aku tahu. salah seorang masih keponakan Ayahmu."
"Maksud temanmu itu aku!" kata Kok Siauw Hong menyela. "Aku datang bersama Paman Han dan Nona Han!"
"Tak lama sesudah kalian pergi Tuan Besar mengunmpulkan kami. Dia mengatakan bahwa dia sedang diganggu oleh musuh tangguh dan tak bisa tinggal lagi di rumahnya. Lalu kami diminta membantu membakar rumahnya. Dia bilang jika mau kami boleh ikut dengan ayah nona. Yang tak mau silakan kembali ke kampung masingmasing!"
"Kau tak mau ikut dengannya, bukan?" kata Kok Siauw Hong.
"Ya, tapi bukan hanya aku, semua pegawai di sini tak mau ikut! Dia pergi bersama kawannya sesama kaum Hek-to (orang kalangan penjahat)," kata Ong. "Mereka memang pengikut Lo-ya!"
"Kenapa kalian tak mau ikut dengannya?" tanya Siauw Hong.
Sebelum menjawab Ong menoleh ke arah nona Jen, baru dia berkata.
2136 "Nona, Ayahmu itu konco bangsa Kim dan Mongol, kami sudah tahu hanya kau yang tak tahu!" kata Ong.
"Setelah tahu kalian tak mau ikut, apa yang dilakukan Loyamu terhadap kalian?" tanya Siauw Hong.
"Dia hanya mengangguk dan kami disuruh menyalakan api untuk membakar rumahnya," kata Ong. "Sesudah rumah terbakar dan api sedang berkobar, tiga orang Lo-ya menjaga kami agar tidak bisa pergi! Kemudian satu-persatu kami dilemparkan ke dalam kobaran api! Kawan-kawan banyak yang terbakar hidup-hidup."
"Jika aku tahu dia begitu kejam, aku tak akan membiarkan dia hidup!" kata Han Tay Hiong geram sekali.
Bukan main berdukanya Jen Ang Siauw mendengar kejadian itu. Dia hampir pingsan untung Ci Giok Hian mencoba menghiburinya.
"Tak kusangka Ayah bisa berbuat begitu?" kata nona Jen.
"Aku tahu kau baik, maka itu kami tak benci padamu, Nona," kata Ong.
"Terima kasih Nona, kau baik sekali!" kata Ong. Sesudah itu nona Jen menoleh pada Kat Toa-siok (Paman Kat).
"Tolong kau antar aku ke kuburan Ibuku, sesudah itu kau pun boleh pergi" kata nona Jen.
"Baik, Nona," kata pelayan itu.
Ketika itu dia sedang bingung. Mendengar putusan nona Jen dia girang sekali.
"Nona ada masalah yang belum kuberi tahu padamu!"
kata Kat. "Soal apa?" tanya si nona.
2137 "Mengenai kematian Lo Hu-jin, pasti Nona masih ingat pada Tuan Yan yang pernah datang ke rumah Nona, bukan?"
"Kenapa dia?" tanya si nona.
"Rupanya dia bukan she Yan, tapi Wan-yen. Dia putra Wan-yen Tiang Cie panglima pengawal Kerajaan Kim yang termasyur!" kata pegawai nona Jen.
"Benar, aku sudah tahu," kata si nona.
"Pertama-tama Ibumu tak tahu, tapi akhirnya tahu juga!
Sesudah Nona pergi, Nyonya marah, beliau menegur ayah nona. Lo Hu-jin bilang, kenapa Lo-ya mau menikahkan Nona dengan bangsa asing musuh negara" Lo-ya marah dan tak mengaku. Sesudah bertengkar hebat akhirnya ayah nona mengaku juga. Dia bilang maksud menjodohkan Nona agar dia mendapat kedudukan. Alasan ayah Nona katanya karena keadaan Kerajaan Song hampir jatuh! Tay-lo Hu-jin tetap tidak setuju. Tak lama terdengar pertengkaran hebat, aku dengar seolah Lo Hu-jin terjatuh, keesokan harinya Nyonya Besar meninggal!" kata Kat.
"Oh malang sekali nasibmu, Ibu. Sayang aku tak bisa membunuh Ayah, tapi Wan-yen Hoo pasti akan kubunuh!"
kata nona Jen. "Paman Kat, tahukah kau ke mana perginya Ayahku?"
"Menurut pendapatku ayah Nona pergi ke tempat Wanyen Tiang Cie!" kata Kat.
"Jangan cemas dan duka, adik Jen. Musuhmu itu musuh kita bersama!" kata Ci Giok Hian. "Mari kita ke Kim-keeleng. Dari sana kita bersama-sama untuk membalaskan sakit hatimu! Juga sakit hati bangsa Han!"
2138 Setelah mengunjungi kuburan ibunya, Jen Ang Siauw menyuruh Kat pergi setelah dia memberi uang. Kemudian nona Jen berkata pada Kok Siauw Hong.
"Sekarang aku sebatang kara, hanya kalian saudaraku!"
kata nona Jen. "Bukan hanya aku dan teman-temanku, tapi semua orang di Kim-kee-leng keluargamu!" kata Siauw Hong.
"Mari kita pergi!"
"Tunggu, aku sudah berjanji pada Khie Wie, aku harus menepatinya!" kata Han Tay Hiong. "Kau jaga putriku, Siauw Hong enam bulan lagi aku ke Kim-kee-leng untuk mengurus pernikahan kalian!"
"Aku mohon Ayah segera kembali agar kami tidak kuatir," kata nona Han dengan wajah berubah merah.
"Bolehkah aku ikut kau ke rumah Khie Lo Cian-pwe, Ayah?" kata Kok Siauw Hong.
"Kenapa kau tak ke Kim-kee-leng?" kata Han Tay Hiong.
"Aku ingin mencari Seng Liong Sen sesudah itu aku pergi!" kata Kok Siauw Hong.
"Baik, kau sahabatnya! Sepantasnya kau temui dia!" kata Han Pwee Eng. "Kalau begitu kami berangkat duluan, kau susul kami!"
Pergilah Han Tay Hiong bersama Siauw Hong ke rumah Khie Wie. Sesampai di rumah Khie Wie, saat itu tuan rumah sedang berlatih di kamarnya. Khie Kie menyambut kedatangan tamu-tamu itu. Kepada nona Khie, Han Tay Hiong berpesan.
"Jangan beritahu dulu ayahmu. Biar kami tunggu beberapa hari di sini, baru kutemui dia!" kata Han Tay Hiong.
2139 "Ayah sudah bilang aku harus menyiapkan kamar tamu untuk Paman sekalian," kata nona Khie.
"Aku ke mari ingin menemui Seng Toa-ko, apa dia ada di sini?" kata Kok Siauw Hong.
"Oh, dia sedang mencari kayu bakar di belakang rumah.
Kau cari saja dia di sana!" kata nona Khie.
Rupanya Seng Liong Sen melihat kedatangan mereka, maka itu dia pergi. Kok Siauw Hong pamit dan pergi menemui pemuda itu. Di sana mereka bertemu dan Seng Liong Sen tersenyum pada sahabatnya itu.
"Aku sebagai menantu berwajah jelek akhirnya menemui mertuaku," kata Seng Liong Sen datar. "Tidak kusangka nasibku jadi begini?"
"Kenapa kau menghindar dariku?" kata Siauw Hong.
"Apa kau kira ada manusia yang tidak pernah bersalah"
Kau pernah membantu tentara rakyat di Yang-ciu! Kami tak pernah memandangmu sebagai manusia rendah!"
"Aku juga tahu, kalian baik padaku dan memaafkan aku.
Tapi aku tetap malu," kata Seng Liong Sen. "Aku tak menghindarimu, dan aku tahu kau akan mencariku, maka aku ke sini karena ingin bicara berdua saja denganmu!"
"Katakan saja. apa yang ingin kau katakan," kata Kok Siauw Hong.
"Masalahku dengan Ci Giok Hian mungkin kau pun sudah tahu," kata Seng Liong Sen.
Kok Siauw Hong mengangguk. Baru Seng Liong Sen berkata lagi.
"Tahukah kau, apa yang membuatku sangat malu"
Karena aku merasa bersalah pada Giok Hian dan padamu!"
kata Seng Liong Sen. 2140 "Yang sudah lalu sudahlah, jangan kau ungkit lagi. Giok Hian pun tidak marah padamu!" kata Siauw Hong.
"Aku ingin menebus dosaku," kata Liong Sen. "Aku punya sebuah permohonan padamu, mungkin ini sulit bagimu, tetapi jika tidak kukatakan padamu, hatiku tak akan merasa puas," kata Seng Liong Sen.
"Jangan ragu, katakan saja!" kata Siauw Hong.
Padahal di otaknya dia sudah bisa membayangkan, apa kira-kira yang akan dikatakan Seng Liong Sen kepadanya.
"Aku telah menyusahkan Giok Hian seumur hidupnya, dosaku sangat besar dan sulit dihapus! Aku berharap agar dia bisa memperoleh jodoh kembali. Seorang lelaki yang baik. Jika berhasil maka sebagian dosaku bisa dikurangi!
Terus-terang kukatakan padamu, Saudara Siauw Hong.
Ada rahasia yang belum perna kukatakan pada siapapun, kecuali kepada Khie Kie. Sekalipun aku dan Giok Hian sudah menikah dengan resmi, tetapi selama ini kami hanya suami istri bohongan belaka! Saudara Siauw Hong, aku tahu Giok Hian masih mencintaimu. Kau tahu apa maksudku?"
"Aku mengerti apa maksudmu, sebaiknya masa lalu jangan diungkit kembali. Aku dan Giok Hian sampai sekarang tetap sahabat baik!" kata Kok Siauw Hong.
"Aku tahu kau milik Nona Han, maka itu permintaanku memang berlebihan dan terlalu memaksa!" kata Seng Liong Sen. "Kalau begitu dosaku tak bisa kuperingan dan akan kutanggung seumur hidupku!"
"Jangan terlalu kau pikirkan masalah itu, malah kau harus gembira Giok Hian sudah memaafkanmu," kata Siauw Hong.
"Gembira apa?" kata Liong Sen.
2141 "Pikir saja, jika kau tetap menjadi suami istri bohongan selamanya, yang menderita kalian berdua untuk selamanya," kata Siauw Hong. "Sekarang dia bukan istrimu lagi, tapi sahabat baikmu!"
"Kau benar, manusia tak perlu menyesal bila mendapat sahabat sejati!" kata Liong Sen yang tiba-tiba sadar. "Hanya saja aku tetap merasa berdosa pada Giok Hian, selama dia belum mendapatkan jodoh. Selama itu pula aku tidak tentram."
"Ternyata pendapat Giok Hian jauh lebih baik dari pikiranmu," kata Siauw Hong. "Dia sekarang siap akan kembali ke Kim-kee-leng. Aku mohon kau jangan terlalu memikirkan dirimu. Sekarang para pejuang sudah siap bersatu menghadapi musuh dari Utara! Singkirkan dulu masalah pribadi kita!"
"Kau benar," akhirnya Liong Sen berkata lagi. "Terima kasih atas nasihatmu!"
"Ya, semoga kita bisa segera berkumpul di Kim-keeleng!" kata Siauw Hong. "Jika kau tak punya ganjalan, kalian berdua datang ke Kim-kee-leng, aku yakin Giok Hian senang bertemu dengan kalian! Atau kau kembali menemui gurumu membantu pejuang Kang-lam!"
"Semula aku ingin mengasingkan diri," kata Liong Sen.
"Aku akan menyepi sampai ajalku tiba! Tapi aku sadar itu bukan cara yang tepat. Untuk sementara aku akan tinggal dulu di sini. Jika kesehatan ayah Khie Kie sudah pulih, aku akan menentukan jalan hidupku selanjutnya bersama Khie Kie!"
"Begitu pun baik," kata Kok Siauw Hong. "Khie Kie sangat baik, kau harus menyayanginya."
Tak lama terdengar Khie Kie memanggil Liong Sen.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 3 Kisah Dewi Kwan Im Karya Siao Shen Sien Rahasia 180 Patung Mas 14
^