Pencarian

Pertemuan Di Kotaraja 6

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Bagian 6


Biarpun di tempat itu terdapat juga banyak kereta dan
pedati, namun kebanyakan hanya orang kaya yang mampu
menunggang kereta semacam ini, sementara kebanyakan
orang harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki.
Karenanya kemunculan rombongan Liu Ing-peng tidak
terlalu menyolok mata, sekalipun dalam rombongan mereka
terdapat seorang yang sedang sakit, seorang petani tua dan
seorang tukang obat.
Liu Ing-peng perintahkan semua orang untuk memesan
arak dan menghangatkan badan, tapi dia pun berpesan agar
meningkatkan kewaspadaan dan tak ceroboh memakan
daharan yang dipesan.
Karena itu ketika tiga orang pelayan telah menghidangkan
arak, Liu Ing-peng segera memberi kode kepada semua orang
untuk memeriksa arak hidangan itu dengan jarum perak,
ketika tahu dalam arak tak ada racun, mereka baru sedikit
lega. Kawanan tentara itu termasuk orang yang gemar minum
arak, begitu mendapat izin untuk minum, tentu saja mereka
amat girang, seorang tentara yang menyamar jadi tukang
kayu segera menyambar cawan araknya dan meneguk hingga
288 ludes, ia merasa arak itu harum sekali, maka dia minta
rekannya yang menyamar jadi seorang nelayan untuk
mengendus bau harum itu.
Liu Ing-peng adalah seorang komandan regu yang kenyang
pengalaman, melihat tingkah laku anak buahnya itu,
mendadak dia seperti merasakan sesuatu yang tak beres, tapi
sayang tidak ditemukan dimana letak ketidak beresan itu.
Karena curiga, dia pun segera meningkatkan kewaspadaan,
biar tidak melakukan sesuatu tindakan, namun dia pasang
telinga baik-baik dan bersiaga.
Tampak si pemilik warung kembali berjalan mendekati
rombongan sambil membawa sebuah guci arak, seorang
tentara yang menyaru sebagai tukang pikul segera
menyambut guci arak itu.
Terdengar si pemilik warung berkata, "Toaya, silakan
minum arak wangi ini, isi guci adalah arak Tiok-yap-cing yang
sudah disimpan lama, dijamin Toaya pasti puas."
Tentara itu kegirangan, ia segera membuka segel guci arak.
Tiba-tiba Liu Ing-peng merasa hatinya tergerak, dia seperti
telah menemukan sesuatu yang tak beres, baru saja dia
hendak mencegah, tentara itu sudah telanjur membuka segel
guci.... "Sreeet, sreeet, sreeet" desingan angin tajam tiba-tiba
melesat membelah udara, disusul tentara yang menyaru jadi
tukang pikul itu menjerit kesakitan dan roboh terjungkal ke
tanah, tubuhnya sudah ditembusi paling tidak dua puluhan
batang anak panah laras pendek.
Ternyata guci arak itu sesungguhnya merupakan sebuah
peti jebakan berisi anak panah, ketika segel guci dibuka,
pegas kuat yang terpasang segera tergerak hingga
memuntahkan anak panah yang telah disembunyikan di
dalamnya. Sayang tentara yang menyaru sebagai tukang pikul itu
tidak menduga sejauh itu, dalam keadaan begini, mana
mungkin ia dapat meloloskan diri"
289 Dua orang Tosu yang duduk sebangku dengan tukang pikul
itu dengan sigap melompat ke belakang untuk menghindarkan
diri, untung jaraknya cukup jauh dan reaksi mereka cukup
cepat, dalam waktu singkat mereka sudah merontokkan tujuh
delapan batang anak panah yang mengancam, seorang Tosu
turun tangan sedikit terlambat hingga bahunya terhajar
sebatang panah.
Suasana dalam warung makan seketika kacau-balau,
semua orang melolos senjata, sementara pihak lawan pun
memperlihatkan identitas aslinya.
Tiga orang pelayan sudah melepaskan jubah hingga
nampak pakaian ringkas yang menempel di badannya, dengan
golok di tangan mereka serentak menyerang sambil
melontarkan bacokan mematikan.
Seorang tentara yang menyamar jadi nelayan seketika
terbabat kepalanya hingga putus, sementara tentara lain yang
menyaru jadi seorang pelajar menangkis datangnya bacokan
dengan lengannya, "Creeet!" lengan kirinya seketika terbabat
kutung. Si tentara yang menyamar jadi tukang obat jauh lebih
sigap, dengan cekatan dia menghindar dari bacokan maut itu
kemudian melolos pedang balas menyerang pelayan itu.
Pasukan yang menyamar jadi tukang kayu sudah melolos
kapak pula dan siap melancarkan serangan balasan, tiba-tiba
ia merasa kepalanya pusing dan mata berkunang-kunang,
tubuhnya mundur beberapa langkah dengan sempoyongan.
Sementara si nelayan juga telah melolos goloknya, namun
dia ikut roboh terjungkal dalam keadaan mabuk berat.
Si pemilik warung yang selama ini hanya berdiri termangu,
tiba-tiba mencabut dua pisau pendek, lalu dengan kecepatan
luar biasa menusuk si tukang kayu dan si nelayan hingga
tewas seketika.
Liu Ing-peng tidak menyangka dalam arak bukan diisi
dengan racun melainkan diisi obat pemabuk, karena tidak
menduga, dalam waktu singkat dia harus kehilangan empat
nyawa dan seorang yang lain terluka parah.
290 Kini dia sadar, musuh yang sedang dihadapi bukan manusia
sembarangan yang bisa dihadapi secara enteng.
Dalam pada itu si pemilik warung telah menyerang si
pelajar dengan serangan gencar dan mematikan, tampaknya
dia bermaksud menghabisi juga nyawa si pelajar yang sudah
kehilangan sebuah lengan itu.
Liu Ing-peng tak bisa tinggal diam lagi, segera dia
menghadang pemilik warung itu, lalu ... "Sreet!" dia lolos
golok lemasnya dari pinggang dan secara beruntun
melepaskan delapan belas serangan berantai.
Pemilik warung terkesiap, beruntun dia mundur delapan
belas langkah, setelah bersusah payah baru berhasil
menghalau datangnya delapan belas buah bacokan golok itu,
sadar telah ber-temu musuh tangguh, pemilik warung itu tak
berani ayal lagi, dia segera mengembangkan serangkaian
serangan gencar, dalam sekejap ia lancarkan tiga puluh enam
bacokan balasan.
Menghadapi desakan musuh yang begitu gencar, terpaksa
Liu Ing-peng harus mematahkan setiap jurus serangan yang
tiba, sehabis memunahkan ketiga puluh enam jurus serangan
lawan, segera teriaknya lantang, "Apa hubunganmu dengan
benteng Lian-in-ce?"
Jurus serangannya segera berubah, goloknya membabat
dengan membawa desingan angin tajam, dia kerahkan tenaga
dalam serangannya..
Dengan cekatan pemilik warung menangkis dengan
sepasang goloknya, begitu berhasil membendung ancaman, ia
menyeringai seram dan ujarnya sambil tertawa, "Tajam amat
pandangan matamu, betul, akulah Pat-cecu (ketua benteng
kedelapan) dari Lian-in-ce!"
"Traaang!" benturan senjata tak terelakkan, diiringi
dentingan nyaring si pemilik warung mundur agak
sempoyongan, pergelangan tangannya terasa kesemutan dan
sakit, nyaris goloknya terlepas dari genggaman.
Liu Ing-peng sendiri pun merasakan pergelangan
tangannya kesemutan, sambil berseru tertahan teriaknya,
291 "Kau adalah Siang-to-siu-hun (Sepasang golok pencabut
nyawa) Be-ciang-kwe?"
"Betul!" sahut pemilik warung itu sambil tertawa dingin,
kembali dia mengayun goloknya melancarkan serangan
gencar. Ternyata Lian-in-ce adalah kelompok perampok paling
ganas dan menakutkan di wilayah Ciang-ciu, anggotanya
mencapai empat lima ratusan orang dan mempunyai sembilan
orang Cecu (kepala benteng).
Cecu nomor delapan adalah Siang-to-siu-hun, dia dari
marga Be, dulunya memang bekerja sebagai ciangkwe, itulah
sebabnya orang persilatan menyebutnya 'Be-ciangkwe',
sedang siapa nama sebenarnya, tak seorang pun yang tahu.
Sementara itu pertempuran telah berkobar sengit, lima
orang prajurit yang belum terluka bertarung seru melawan
tiga orang 'pelayan' itu. Tampaknya ketiga orang 'pelayan' itu
merupakan para thaubak Lian-in-ce, ilmu silatnya cukup
tangguh. Ketika pertarungan telah berlangsung setengah peminuman
teh, si pelajar yang buntung lengannya ikut terjun ke
dalam arena pertempuran dengan menghadiahkan sebuah
tusukan golok langsung ke punggung seorang thaubak,
kontan saja orang itu tewas seketika.
Rekannya menjadi sangat murka ketika melihat rekannya
tewas terbunuh, dia balas melontarkan sebuah tusukan ke
dada kiri pelajar itu.
Lantaran lengan kirinya sudah kutung, kurang leluasa bagi
pelajar itu untuk berkelit, terpaksa dia tangkis tusukan itu
dengan keras lawan keras, kemudian dia balik senjatanya dan
dihujamkan ke lambung thaubak itu, tak ampun kedua orang
itu sama-sama tewas dengan dada tertusuk.
Kini tinggal seorang thaubak yang masih bertahan, dia
nampak mulai gugup dan tidak konsentrasi, seorang prajurit
segera memanfaatkan peluang itu dengan menyapu kakinya
hingga thaubak itu jatuh terjerembab, serentak empat orang
292 prajurit menghadiahkan tusukan mematikan ke atas
badannya. Di pihak lain sepasang golok pengejar nyawa Be-ciangkwe
telah bertarung sengit hampir tujuh delapan puluh gebrakan
melawan si Walet terbang Liu Ing-peng, ia mulai merasa
betapa ringan dan lincahnya gerakan tubuh lawan, betapa
garang dan gencarnya ia menyerang dengan sepasang
goloknya, jangan kan melukai musuh, menyentuh ujung
bajunya pun tak mampu, kenyataan ini membuat hatinya
terkesiap. Pada saat itulah terdengar suara derap lari yang riuh
bergema dari luar, Liu Ing-peng tahu bala bantuan Beciangkwe
telah tiba, segera Liu Ing-peng berseru, "Perketat
pen-jagaan di depan pintu, cepat! Pukul mundur semua
serangan musuh!"
Kelima orang prajurit itu memang termasuk jago hebat
yang banyak pengalaman, meski menghadapi ancaman
bahaya, mereka tak jadi gugup dan panik, setelah
membelenggu thaubak terakhir, mereka segera bersembunyi
di balik jendela untuk menanti datangnya ancaman.
"Braakk!" pintu gerbang didobrak orang, tiga orang
penyamun langsung menyerbu masuk ke dalam ruangan.
Sungguh hebat ilmu silat prajurit yang menjaga di tepi
pintu, ia segera menyergap secara cepat dan langsung
membantai mati ketiga orang penyerbu.
Menyusul kemudian muncul lagi empat orang penyamun,
lagi-lagi dua orang prajurit yang bersembunyi di belakang
pintu berhasil menghabisi musuhnya.
Melihat serangan yang dilancarkan melalui pintu gerbang
gagal total, kawanan penyamun itu mulai mengincar dari balik
jendela, kebetulan dalam warung itu terdapat tiga buah
jendela besar. Baru saja kawanan penyamun itu melompat
masuk, para prajurit yang berjongkok di bawah jendela
serentak turun tangan dan membantai semua penyerbu itu
tanpa sisa, lagi-lagi lima orang tewas secara mengenaskan.
293 Dalam keadaan begini, kawanan penyamun yang lain tak
berani berkutik lagi, mereka hanya berteriak-teriak dari luar
warung, paling tidak jumlah mereka ada tiga puluhan orang.
Be-ciangkwe mulai gugup ketika melihat bala-bantuannya
gagal menyerbu masuk ke dalam rumah makan, pikirnya,
"Celaka, kalau mereka tak berhasil masuk, bukankah aku jadi
hewan dalam perangkap?"
Ketika Liu Ing-peng kembali melancarkan sergapan, dengan
gugup Be-ciangkwe menangkis dengan senjatanya, karena
panik, senjata pendek di tangan kanannya terpental hingga
menancap di atas tiang penglari, segera dia membalik badan
siap melarikan diri.
Liu Ing-peng mendengus dingin, dia cengkeram tangan kiri
lawan dengan ilmu Eng-jiau-kang, kemudian golok lemas di
tangan kanannya membabat ....
Darah segar segera menyembur keluar dari tubuh Be-ciangkwe,
walau terluka parah ia sempat berteriak keras, "Kau ...
kau jangan segera senang ... bila Kiu-te datang, jangan ...
jangan harap kalian bisa lolos..."
Akhirnya dia roboh terjerembab dan tewas seketika.
Diam-diam Liu Ing-peng terkesiap, dia tahu, ketiga empat
puluh orang penyamun itu tak mampu menyerbu ke dalam
warung karena mereka tak mengerti taktik tentara dan lagi
para thaubak mereka sudah keburu terbunuh, namun jika Kiucecu
mereka, Pa-ong-kun (si Toya raja bengis) Yu Thian-liong
sudah datang dan memimpin sendiri penyerbuan, jelas dia dan
kelima orang prajuritnya tak akan mampu membendung
serbuan mereka.
Liu Ing-peng mulai bingung, dia tak tahu apa yang harus
dilakukan sekarang"
Sementara dia masih bingung, kembali terdengar suara
hiruk-pikuk bergema dari luar ruangan, sewaktu diintip dari
balik celah pintu, diam-diam Liu Ing-peng mengeluh, ternyata
kembali muncul belasan orang penyamun yang dipimpin
seorang jagoan bersenjata toya tembaga sepanjang satu kaki
294 dua depa, bila ditinjau dari dandanannya, jelas orang itu
adalah Yu Thian-liong.
Liu Ing-peng semakin gelisah, kalau dia mati bukan
masalah, bila urusan negara terbengkelai, itu baru masalah
besar, apalagi jika musuh menggunakan mereka sebagai
umpan, bukankah pasukan yang dipimpin panglima Si Cengtang
bakal musnah"
Sadar akan datangnya ancaman, dengan perasaan
terkesiap Liu Ing-peng berseru lantang, "Kita serbu keluar,


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berusaha kabur dari sini dan laporkan peristiwa ini kepada
panglima!"
Kelima prajurit itu serentak menjerit sambil menyerbu
keluar pintu. Yu Thian-liong yang baru tiba di sana sama sekali tak
menduga akan datangnya serangan itu, sementara dia masih
termangu, kawanan centeng di belakangnya serentak maju
menyerang dan mengepung rapat kelima orang prajurit itu.
Liu Ing-peng memutar goloknya secepat angin, dalam
waktu singkat dia telah menghabisi nyawa empat lima orang
lawan, sebaliknya Yu Thian-liong juga berhasil membantai
seorang prajurit, ia segera membalikkan badan dan mulai
bertarung sengit melawan si Walet terbang.
Jika Liu Ing-peng mengandalkan ilmu goloknya yang ringan
dan lincah, ilmu toya Yu Thian-liong justru keras dan berat,
untuk sesaat mereka bertarung seimbang, tapi tak
berlangsung lama, karena segera muncul tujuh delapan orang
penyamun yang setiap saat melancarkan serangan bokongan,
tak lama kemudian posisi Liu Ing-peng terdesak di bawah
angin. Keadaan keempat orang prajurit yang bertarung seru
melawan tiga puluhan orang penyamun pun keadaannya mulai
keteter dan sangat berbahaya, ketika mereka berhasil
membantai beberapa orang lawan, akhirnya seorang prajurit
gugur pula ditusuk lawan.
Liu Ing-peng sadar, bila pertarungan dilanjutkan akan kalah
total, segera ia memberi perintah dan bersama tiga orang
295 prajurit tersisa mundur ke dalam warung dan mati-matian
bertahan di situ.
Liu Ing-peng berjaga di barisan paling belakang dan
beruntun berhasil membantai tiga orang penyamun, untuk
sesaat penyamun lain tak berani maju sembarangan.
Yu Thian-liong memang hebat tenaga dalamnya tapi
sayang cetek dalam ilmu meringankan tubuh, menanti ia
menyusul tiba di depan warung, Liu Ing-peng beserta ketiga
anak buahnya sudah mundur ke dalam warung.
Tentu saja Yu Thian-liong tak mau membiarkan musuhnya
kabur, serentak mereka menggempur dengan sekuat tenaga.
Liu Ing-peng sadar, keadaan makin gawat dan bila tidak
dihadapi dengan sepenuh tenaga, besar kemungkinan mereka
akan kehilangan nyawa, maka sambil membangkitkan kembali
semangatnya, dia berjaga di depan pintu gerbang dengan
penuh kegarangan.
Ketika Yu Thian-liong mencoba menyerbu masuk, beberapa
kali mengalami kegagalan, dia mulai mengalihkan
perhatiannya ke tiga buah jendela lainnya, ia perintahkan anak
buahnya menggempur secara ketat.
Tiga orang prajurit yang bersembunyi di balik jendela tentu
saja tidak tinggal diam, memanfaatkan kesempitan daun
jendela, musuh hanya bisa menyusup masuk satu per satu,
setiap kali lawan menongolkan kepala, mereka segera
menghajar secara telengas.
Beberapa saat kemudian ada tujuh delapan orang
penyamun yang tewas sia-sia di depan jendela.
Perkiraan Liu Ing-peng, asal dia dapat bertahan maka
pasukan induk segera akan tiba untuk memberi pertolongan,
dengan sendirinya kawanan penyamun akan membubarkan
diri. Tapi tunggu punya tunggu ternyata pasukan induk belum
muncul juga di tempat itu, Liu Ing-peng mulai berpikir,
jangan-jangan pasukan lain menjumpai hadangan pula
dengan musuh yang lebih tangguh" Sebab kalau dilihat hanya
Cecu kedelapan dan Cecu kesembilan yang menyerang
296 pasukannya, bisa jadi pasukan yang lain menghadang pasukan
induk. Membayangkan sampai di situ, peluh dingin bercucuran
membasahi seluruh badan Liu Ing-peng, hatinya tercekat, ia
semakin sadar betapa gawatnya situasi saat itu, sebab
pertahanannya tak mungkin bisa berlangsung lama.
Belum habis pikiran itu melintas, mendadak terdengar
suara gemuruh yang amat keras bergema memecah
keheningan, tahu-tahu warung makan itu sudah ambruk
separuh. Rupanya si Toya raja bengis Yu Thian-liong sudah habis
kesabarannya, ketika gempurannya berulang kali menemui
kegagahan, ia menjadi jengkel bercampur mendongkol, toya
bajanya langsung dihantamkan ke tiang utama warung.
Begitu bangunan warung ambruk, kawanan penyamun
segera menyerang masuk dengan ganasnya.
Liu Ing-peng sadar hanya mengadu jiwa yang bisa
dilakukannya saat itu, dengan garang seorang diri segera
menghadang jalan pergi Yu Thian-liong dan dua belas orang
anak buahnya, lalu terlibat dalam pertarungan amat sengit.
Di pihak lain, ketiga orang prajuritnya terkurung juga oleh
kepungan enam belasan orang musuh, terpaksa mereka harus
melawan dengan sekuat tenaga.
Sementara Liu Ing-peng dan rombongannya masih terlibat
pertarungan sengit, rombongan yang dipimpin Thian Toa-ciok
juga tidak menganggur. Sebagai pasukan belakang, dia
memimpin sepuluh orang pasukan yang menyamar sebagai
tiga orang pengemis, dua orang tukang obat, seorang tukang
ramal dan empat penggotong tandu dimana Thian Toa-ciok
sendiri duduk di dalam tandu.
Si Ceng-tang bermaksud setibanya di wilayah lima puluh li
,dari benteng Lian-in-ce, semua orang harus berkumpul
kembali, maka Thian Toa-ciok mempercepat lari kudanya
untuk menyusul pasukan induk.
Ketika itu baru saja melewati sebuah hutan lebat, Thian
Toa-ciok melihat bekas telapak kaki baru yang sangat kacau di
297 atas permukaan salju, sambil tertawa tergelak Thian Toa-ciok
pun berseru, "Hahaha ... coba kalian lihat bekas kaki itu,
kelihatannya pasukan Si-ciangkun baru saja lewat, mereka
segera akan tersusul."
Salah satu anggota pasukan Thian Toa-ciok, seorang
prajurit yang menyamar sebagai tukang ramal bernama Jitsang-
sam-kan (Matahari naik sampai tiga tiang bambu) Ceng
Ki-cong, dulu dia adalah seorang penyamun, tapi setelah
ditawan Si Ceng-tang dan bertobat, dia banyak berbakti untuk
negara. Berhubung pengalamannya selama jadi penyamun amat
luas, lagi pula dia termasuk orang pintar, maka selama ini
selalu dijadikan pengawal pribadi.
Kali ini dia memang sengaja diatur berada dalam pasukan
Thian Toa-ciok, karena Thian Toa-ciok sudah tersohor sebagai
orang yang gegabah dan berangasan, sedangkan Ceng Kicong
banyak akal, maka Si Ceng-tang mengutusnya untuk
mendampingi Thian Toa-ciok dengan beberapa tujuan.
Pertama, kepandaian andalan Ceng Ki-cong adalah ilmu
meringankan tubuh, konon dia sanggup melompati tiga buah
galah yang disambung jadi satu.
Kedua, senjata yang digunakan adalah senjata bambu,
maka sekarang dia menyamar menjadi tukang ramal.
Ketiga, Ceng Ki-cong suka tidur dan sering malas bangun,
sehingga orang menyebutnya matahari naik sampai tiga tiang.
Keempat Ceng Ki-cong .walau hanya seorang penyamun
yang tidak terlalu tersohor, namun ilmu silatnya tangguh dan
setiap saat bisa menanggulangi kesulitan yang dilakukan
karena kecerobohan Thian Toa-ciok.
Itulah sebabnya dia diutus untuk mendampingi pasukan ini,
bila terjadi sesuatu hal maka masalah lebih mudah diatasi.
Setelah melihat sekejap bekas kaki di atas permukaan
salju, dengan kening berkerut Ceng Ki-cong berkata, "Opas
Thian, pasukan yang dipimpim Si-ciangkun terdiri dari dua
puluh orang, meski ditambah Thi-tayjin, Ngo-cecu, Ciu-shiacu
dan Pek-lihiap, jumlahnya paling dua puluhan, kenapa bisa
298 muncul begitu banyak bekas kaki" Apalagi bekas kaki itu
terbagi dalam dua jenis, yang satu tipis dan segera hilang
ketika terhembus angin, yang kedua masih nampak baru saja
dilalui, masakah di belakang pasukan induk masih ada
pasukan lain?"
Thian Toa-ciok berangasan dan kurang sabaran, dia paling
benci kalau disuruh putar otak, mendengar penjelasan ini
dengan tak sabar katanya, "Aaah ... kamu memang banyak
mulut, memangnya kita mesti takut pada penyamun gunung?"
"Penyamun gunung tak perlu ditakuti, yang dikuatirkan
justru Seorang prajurit yang bernama Kiu-wi-hu (Rase berekor
sembilan) Pok Lu-ci segera menukas sambil tertawa, "Ceng
tua, kau tak usah curiga, meski ada beberapa penyamun yang
menghadang, masakah mereka belum dibikin mampus oleh Siciangkun?"
"Justru yang ditakuti Si-ciangkun gagal menghadapi
mereka" kata Ceng Ki-cong dengan kening berkerut.
"Kalau takut, pulang saja ke dalam pelukan makmu!"
umpat Thian Toa-ciok gusar, ia segera mempercepat lari
kudanya dan memasuki hutan lebih dulu, sambil melarikan
kudanya kembali ia berseru, "Lebih bagus lagi kalau
penyamun itu datang mencari kita, jadi kita tak perlu repot!"
"Tapi apa salahnya berhati-hati" seru Ceng Ki-cong dengan
muka masam, "kawanan penyamun dari Lian-in-ce bukan
penyamun biasa"
Belum selesai dia berkata, mendadak ... "Sreet, sreeet,
sreet" hujan anak panah meluncur datang dari arah depan.
Thian Toa-ciok yang berada paling depan sama sekali tidak
menduga akan datangnya serangan itu, lagi pula dia pun
sama sekali tidak siap, kelihatannya anak panah itu segera
akan mengubah tubuhnya jadi seekor landak....
Di saat kritis itulah Ceng Ki-cong segera mengayunkan
tongkat bambunya ke depan, dalam waktu singkat dia sudah
merontokkan tujuh delapan belas batang anak panah.
Thian Toa-ciok amat gusar, sambil meraung keras dia
kerahkan Hun-kim-sin-kang untuk melindungi tubuh,
299 kemudian mementalkan sisa anak panah yang masih
mengarah ke tubuhnya.
Serangan ini hampir sebagian besar ditujukan ke badan
Thian Toa-ciok dan sebagian kecil ditujukan ke arah sepuluh
orang prajurit, menghadapi ancaman yang tak terduga ini,
serentak para jago melolos senjata untuk melindungi diri.
Jerit kesakitan bergema di udara, seorang prajurit yang
menyamar jadi tukang tandu terlambat menghindar, tubuhnya
segera terjerembab ke tanah dan tewas.
Thian Toa-ciok tahu musuh ada di tempat gelap dan
menjadikan mereka sasaran tembak, bila tidak di atasi
secepatnya, tak lama mereka semua pasti akan berubah jadi
rombongan landak.
Maka sambil membentak keras dia melindungi tubuhnya
dengan kedua belah tangan, kemudian menyerbu ke arah asal
hujan anak panah itu.
Thian Toa-ciok termashur sebagai si Tangan sakti pemisah
emas, kepandaian silatnya memang hebat, selapis cahaya
emas yang menyilaukan mata segera memancar keluar dari
telapak tangannya, dengan perlindungan kekuatan itu, selurtlh
anak panah yang ditujukan ke arahnya segera berguguran di
tanah. Begitu menyerbu ke dalam hutan, ia disambut serangkaian
bacokan golok yang hebat. Thian Toa-ciok mendengus dingin,
serangan demi serangan dilontarkan secara keji, diiringi jeritan
ngeri yang memilukan hati, empat lima orang penyamun
tewas seketika terhajar pukulan pemisah emas itu.
Setelah Thian Toa-ciok berhasil menghadang sumber
datangnya hujan panah itu, kesembilan orang prajuritnya
serentak menyebarkan diri sambil menghampiri para pemanah
yang bersembunyi, beberapa orang pemanah berhasil
ditemukan dan langsung dibantai secara sadis.
Pada saat itulah tiba-tiba mendesing angin tajam dari atas
pohon, disusul munculnya beberapa orang lelaki kekar yang
melompat turun dari balik pepohonan sambil melepaskan
bacokan maut. 300 Seorang prajurit yang menyamar sebagai tukang tandu
tidak menduga datangnya bokongan itu, kepalanya langsung
terpenggal dan tewaslah dia, sedang seorang prajurit yang
menyamar menjadi pengemis kena terbacok tubuhnya hingga
darah bercucuran.
Thian Toa-ciok meski kasar dan berangasan, dia terhitung
orang yang amat setia kawan, apalagi sudah banyak
pengalamannya dalam menghadapi berbagai pertempuran,
menghadapi situasi yang begini gawat, segera dia gunakan
ilmu tangan sakti pemisah emasnya untuk membunuh empat
lima orang musuh, kemudian bentaknya nyaring, "Kalian cepat
mundur ke sampingku, mari kita bertarung bahu membahu!"
Ia sadar jumlah musuh yang mengepung mereka mencapai
lima enam puluhan orang, sementara kekuatan sendiri hanya
belasan orang, pertarungan yang tercerai-berai jelas sangat
merugikan posisinya, karena itu dia minta anak buahnya agar
bergabung menjadi satu.
Tiba-tiba bergema suara gelak tertawa yang amat nyaring,
kemudian tampak seorang lelaki berjubah merah, berambut
hijau, bertubuh tegap dan berwajah penuh cambang putih
dengan membawa dua buah borgol besi yang sangat besar
melompat turun dari atas pohon, senjata borgol itu sangat
besar dan berat, beratnya mencapai dua tiga puluhan kati,
namun anehnya biarpun sedang membawa benda seberat
enam puluhan kati, orang itu seperti tidak merasa terbeban.
Begitu sampai di tanah, kembali orang itu berseru,
"Sekarang sudah tiba gilirannya untuk merasakan kehebatan
Kau-loyacu dari Lian-in-ce!"
Thian Toa-ciok terkesiap, ia sadar kepandaian silat
kesembilan orang ketua benteng Lian-in-ce sangat hebat,
orang yang baru muncul adalah ketua keenam yang disebut
'Thi-ga' (borgol besi), juga dijuluki Ang-bau-lik-hoat (jubah
merah rambut hijau), dia bernama Kau Cing-hong, ilmu silat
andalannya adalah ilmu silat aliran keras, senjata borgolnya
sangat menggetarkan sungai telaga, sebab hampir setiap
senjata yang terbentur pasti mencelat lepas atau patah.
301 Sementara dia masih termenung, Kau Cing-hong sudah


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghantamkan sepasang borgol besinya ke tubuh seorang
prajurit yang menyamar jadi pengemis, kontan batok
kepalanya hancur.
Menyaksikan hal ini, Thian Toa-ciok sangat gusar, ia
membentak nyaring sambil menghajar mundur dua orang
penyamun, lalu sambil menghadang jalan pergi Kau Cinghong,
bentaknya nyaring, "Lihat serangan!"
Telapak tangannya dibentangkan, lalu dengan ilmu pukulan
sakti pemisah emas dia melepaskan babatan maut ke depan.
Begitu mendengar desingan angin tajam yang mengham-' piri
tubuhnya. Kau Cing-hong sadar musuh bukan jago semba-*
rangan, ia mendengus dingin, sambil memutar badan, borgol
kirinya diayunkan ke depan menyongsong datangnya pukulan
lawan. "Blaaam!" ketika tangan Thian Toa-ciok saling bentur
dengan senjata borgol Kau Cing-hong, kedua orang itu
terkesiap dibuatnya, Thian Toa-ciok merasa pergelangan
tangannya kaku kesemutan, ternyata ilmu tangan sakti
pemisah emas yang telah dilatihnya puluhan tahun hingga
mencapai tingkatan tak mempan dibacok senjata tajam,
ternyata kali ini gagal merontokkan senjata borgol lawan.
Sebaliknya Kau Cing-hong kaget lantaran senjata borgolnya
belum pernah gagal menghancurkan senjata lawan, tapi
tangan musuh yang dihajarnya kali ini bukan saja tak berhasil
dihancurkan, sebaliknya pergelangan tangan sendiri dibuat
kesemutan bahkan sepasang kakinya sempat dipaksa
terbenam beberapa senti ke dalam tanah, hal ini membuktikan
kekuatan musuh paling tidak mencapai empat lima ratusan
kati. Dengan rasa kaget bercampur kagum Kau Cing-hong
mengamati lawannya, tapi begitu melihat sinar keemasan
yang lamat-lamat memancar dari balik lengannya, sambil
mendengus dingin ia segera berseru, "Hmmm, ternyata
tangan sakti pemisah emas memang bukan nama kosong
belaka!" 302 "Kau pun cukup hebat!" sahut Thian Toa-ciok ketus.
Dasar keras kepala, setelah gagal dengan serangan
pertamanya, Thian Toa-ciok segera merangkap telapak tangan
di depan dada, lalu dengan jurus Tong-cu-pay-hud (bocah
lelaki menyembah Buddha) ia menyerang lagi dari atas.
Kau Cing-hong sendiri terhitung seorang lelaki dengan
watak kerbau, manusia macam dia tentu saja paling segan
menghindari serangan musuh, melihat datangnya ancaman,
cepat dia dorong sepasang borgol besinya ke depan,
menyongsong datangnya ancaman.
"Blaaam!" sekali lagi terjadi benturan nyaring.
Sepasang tangan Thian Toa-ciok yang ditangkis Kau Cinghong
segera bergetar keras, badannya yang tinggi besar ikut
ber-goncang hingga mundur tiga depa, sementara sepasang
kaki Kau Cing-hong kembali tenggelam ke dalam tanah
sedalam dua tiga inci.
Thian Toa-ciok mendengus dingin, kembali sepasang
tangannya membacok dengan jurus anak lelaki menyembah
Buddha, pikirnya, "Hmm, aku tidak percaya tak mampu
menghajar remuk borgol rongsokmu itu!"
Setelah melihat serangan musuh, Kau Cing-hong juga
berpikir, "Aku tak percaya tak mampu mematahkan sepasang
tanganmu."
"Blaaam!" sekali lagi terdengar suara benturan yang amat
keras menggelegar di angkasa.
Untuk kesekian kalinya tubuh Thian Toa-ciok mencelat
setinggi tujuh depa, sementara tubuh Kau Cing-hong melesak
ke tanah sedalam setengah depa hingga mencapai lutut.
Tiga serangannya yang gagal merontokkan senjata lawan
membuat rasa ingin menang Thian Toa-ciok makin tebal,
sambil membentak nyaring sekali lagi dia melancarkan
serangan dengan jurus yang sama, bocah lelaki menyembah
Buddha. Kau Cing-hong tak berani gegabah, apalagi setelah melihat
serangan demi serangan yang dilancarkan lawan semakin
303 menghebat, segera dia angkat senjata borgolnya untuk
menangkis. "Blaammm!" benturan keras yang memekikkan telinga
sekali lagi bergema di udara, kali ini tubuh Thian Toa-ciok
mencelat setinggi satu kaki, sebaliknya kaki Kau Cing-hong
semakin melesak masuk ke dalam tanah.
Tak terlukiskan rasa kaget Kau Cing-hong melihat
kenyataan ini, sebetulnya dia sudah jeri menerima serangan
musuh, berhubung serangan tangan sakti pemisah emas
musuh sudah tiba di depan mata, terpaksa dia harus
menerimanya dengan keras lawan keras.
Baru saja Kau Cing-hong hendak melompat keluar dari
dalam tanah, kembali pukulan Thian Toa-ciok dengan jurus
bocah lelaki menyembah Buddha menindih tubuhnya.
Tak terlukiskan rasa kaget bercampur jeri yang dialami Kau
Cing-hong waktu itu, dengan menghimpun tenaga dalam
hingga dua belas bagian dia songsong datangnya ancaman
itu, teriaknya, "Hey, kenapa kalian diam saja" Cepat bantu
aku!" Bagai baru mendusin dari mimpi, serentak para penyamun
melancarkan serangan, tapi kembali gempuran mereka
dihadang ketu-juh prajurit.
"Blaaam!" untuk kesekian kalinya benturan keras
menggelegar di udara, kali ini bukan saja tubuh Kau Cinghong
semakin melesak ke dalam tanah, bahkan sepasang
bekas telapak tangan muncul di atas senjata borgolnya. Bisa
dibayangkan apa jadinya bila pukulan itu bersarang di
tubuhnya" Kini Kau Cing-hong sadar betapa gawatnya situasi yang ia
hadapi, bila pertarungan semacam ini dibiarkan berlangsung
terus, meski senjata borgolnya tak sampai dihancurkan lawan,
paling tidak tubuhnya bisa terpendam hidup-hidup dalam
tanah, bila ingin lolos, satu-satunya jalan hanya
mengharapkan bala-bantuan anak buahnya.
Baru saja pikiran ini melintas, Thian Toa-ciok dengan jurus
yang sama juga kembali menindih tiba, pecah nyali Kau CingTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
304 hong, segera dia angkat senjata borgolnya menyambut
serangan itu dengan terpaksa.
Selama puluhan tahun malang melintang di dunia
persilatan, si Borgol baja Kau Cing-hong selalu menganggap
kekuatan lengannya luar biasa dan tiada tandingan, baru kali
ini dia benar-benar ketemu batunya, bahkan sempat membuat
dia pecah nyali dan ketakutan setengah mati.
Kembali empat lima gebrakan berlangsung cepat, kondisi
Kau Cing-hong semakin mengenaskan, kelincahan permainan
lengannya semakin menurun, bila pertarungan dilangsungkan
lebih lanjut, tampaknya dialah yang bakal tewas.
Pada saat itulah mendadak terdengar jerit kesakitan
bergema di angkasa, seorang prajurit yang menyaru jadi
pengemis tewas terbunuh, sisanya yang enam orang makin
keteter menghadapi kerubutan begitu banyak musuh, keadaan
mereka sangat berbahaya.
Thian Toa-ciok orang kasar dan berangasan, namun
terhadap anak buah dia amat sayang, apalagi terjebaknya
mereka kali ini adalah gara-gara kecerobohannya, melihat
anak buahnya terancam bahaya, segera dia berjumpalitan di
udara, tak sempat lagi mendesak Kau Cing-hong, dia langsung
menerjang kawanan penyamun itu sambil merentangkan
lengannya melancarkan serangan dengan jurus Cho-yu-hunkim
(kiri kanan membagi emas) andalannya.
Dua orang penyamun yang kebetulan berada di sisinya
kontan terhajar telak oleh serangan itu, bukan saja senjatanya
patah, batok kepala mereka langsung hancur berantakan,
tidak berhenti sampai di situ, sisa kekuatannya yang
menumbuk di tubuh dua orang lainnya membuat tulang dada
mereka remuk dan ikut tewas seketika.
Thian Toa-ciok membentak nyaring, kembali sepasang
kakinya melancarkan serangkaian tendangan, "Duuk, duuuk!"
dua orang penyamun terhajar hingga tewas, menggunakan
kesempatan itu dia menjejakkan kembali kakinya di atas
kepala dua orang penyamun lain dan melayang balik ke
hadapan Kau Cing-hong.
305 Hanya dalam satu gebrakan, Thian Toa-ciok berhasil
membantai enam orang, empat puluh delapan orang
penyamun lainnya jadi pecah nyali dan kalut, kesempatan
bagus ini segera dimanfaatkan enam orang prajurit itu,
mereka menyerang makin gencar dan semakin bersemangat.
Di pihak lain. Kau Cing-hong sedang menghembuskan
napas lega setelah melihat musuhnya mengalihkan sasaran
serangannya, dia girang karena ada waktu untuk melepaskan
diri dari jepitan tanah.
Baru setengah jalan ia menarik diri dari himpitan tanah,
mendadak ia saksikan Thian Toa-ciok meluncur balik bagai
seekor rajawali, hatinya jadi gugup, terpaksa dia gunakan lagi
senjata borgolnya untuk membendung serangan lawan.
Siapa tahu Thian Toa-ciok sudah sebal melihat tampang
musuhnya yang berjubah merah berambut hijau itu, dia ingin
secepatnya menyelesaikan pertarungan ini, maka serangannya
kali ini dia gunakan jurus serangan yang paling mematikan
dalam ilmu tangan sakti pemisah emas miliknya yakni jurus
Ngo-lui-hong-teng (lima guntur menggelegar di puncak).
Kau Cing-hong tidak menyangka musuh akan menyerang
dengan jurus mematikan, meski dengan susah payah ia
berhasil membendung datangnya serangan, namun benturan
yang terjadi membuat badannya semakin terperosok ke dalam
tanah sehingga sepasang lengannya tidak leluasa lagi untuk
digerakkan. "Mati aku kali ini!" keluh Kau Cing-hong dalam hati.
Di saat kritis itulah mendadak dari balik hutan terdengar
seorang berseru sambil mendengus dingin, "Lak-ko, jangan
kuatir, aku datang!"
"Sreet!" cahaya emas menembus udara langsung menusuk
ke dada Thian Toa-ciok.
Bokongan ini datangnya selain cepat juga tak terduga,
apalagi saat Thian Toa-ciok melancarkan jurus lima guntur
menggelegar di puncak dadanya terbuka lebar tanpa
perlindungan, hal ini membuat jiwa jagoan ini terancam.
306 Dalam gugupnya tak sempat lagi Thian Toa-ciok mengubah
jurus, segera dia membentak nyaring, jurus serangan lima
guntur menggelegar di puncak yang semula tertuju ke Kau
Cing-hong segera diubah menghantam datangnya cahaya
emas itu. Ternyata orang yang melancarkan serangan bokongan itu
tak lain adalah Cecu ketujuh Lian-in-ce, Kim-coa-ciong (si
Tombak ular emas) Beng Yu-wi. Dia disebut orang si tombak
ular emas karena sangat menguasai ilmu tombak, bahkan
jurus serangannya cepat dan ganas bagai pagutan ular
berbisa. Rupanya Toa-cecu benteng Lian-in-ce sadar akan kehadiran
pasukan prajurit kerajaan, maka memerintahkan Pat-cecu, si
sepasang golok pencabut nyawa Be-ciangkwe untuk
menghadapi pasukan yang dipimpin Liu Ing-peng, Lak-cecu si
jubah merah rambut hijau Kau Cing-hong menghadapi
pasukan yang dipimpin Thian Toa-ciok, sementara Jit-cecu, si
Tombak ular emas Beng Yu-wi dan Kiu-cecu, si Tongkat raja
bengis Yu Thian-liong membantu kedua orang rekannya.
Si Tombak ular emas Beng Yu-wi memang licik, dia sengaja
mengincar jalan darah kematian Thian Toa-ciok kemudian
melancarkan bokongan di saat lawan tidak menyangka.
Tusukan maut itu langsung mengancam jalan darah
penting di hulu hati lawan, seandainya bersarang telak, bisa
dipastikan pihak lawan segera akan roboh dalam keadaan
mengenaskan. Ketika tusukan itu tampaknya akan membuahkan hasil,
tiba-tiba terdengar bentakan keras memekikkan telinga,
pandangan matanya tahu-tahu jadi kabur dan sepasang
tangannya terasa kesemutan, tak ampun tusukan itu
melenceng tiga inci dari sasaran semula.
"Sreet!" ujung tombak langsung menusuk ke iga kiri Thian
Toa-ciok. Rupanya Thian Toa-ciok telah menggunakan ilmu auman
singanya untuk memecahkan perhatian Beng Yu-wi, kemudian
dengan mengandalkan ilmu Thi-poh-san yang telah dilatihnya
307 puluhan tahun, dia sambut tusukan musuh dengan iga kirinya,
ujung tombak musuh hanya mampu menusuk sedalam empat
mili dan tak sanggup dilanjutkan lagi.
Melihat ujung tombaknya yang tajam dan runcing itu gagal
menembus tubuh lawan, dengan tergopoh-gopoh Beng Yu-wi
menarik kembali senjatanya, namun Thian Toa-ciok tidak
memberi kesempatan, dengan jurus lima guntur menggelegar
di puncak kembali dia menghantam batang tombak lawan
kuat-kuat. "Criiiing!" batang tombak seketika patah.
Jika ujung tombak Beng Yu-wi itu tidak tajam, mustahil
dapat melukai kulit badan Thian Toa-ciok, kini dengan baju
berlepotan darah, si Tangan sakti pemisah emas itu
membentak nyaring, serangan yang dilancarkan teramat
ganas, dia memang paling benci kalau dibokong orang secara
licik. Tak terlukiskan rasa kaget dan ngeri Beng Yu-wi saat itu,
dia mulai gugup bercampur panik, lima gebrakan kemudian
posisinya berada di bawah angin, ancaman bahaya maut
mengincar tubuhnya setiap saat.
Namun ketika dilihatnya darah telah menodai baju Thian
Toa-ciok, dia merasa sedikit lega, tahu musuhnya sudah
terluka, dengan gerakan tubuh yang lincah, gesit dan lemas
bagai seekor ular, dia berkelit dan menghindari setiap
serangan dahsyat yang mengarah tubuhnya.
Apapun kemampuan Beng Yu-wi, paling tidak ia termasuk
ketua nomor tujuh benteng Lian-in-ce, tentu saja tak
gampang bagi Thian Toa-ciok untuk merobohkannya dalam
waktu singkat. Sepuluh gebrakan kemudian, posisi Beng Yu-wi semakin
terperosok di bawah angin, mendadak terdengar seorang


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membentak keras, "Lojit, aku datang membantu!"
Ternyata Kau Cing-hong sudah berhasil lolos dari jebakan
tanah, sambil mengayunkan senjata borgolnya, ia ikut terjun
ke dalam arena pertempuran.
308 Dengan datangnya bantuan Kau Cing-hong, maka
pertarungan pun berjalan tak seimbang, karena kemampuan
yang dimiliki Thian Toa-ciok sebetulnya hanya sedikit di atas
kemampuan kedua orang musuhnya, jika satu lawan satu,
jelas Thian Toa-ciok akan menang.
Tapi kini keadaan Thian Toa-ciok satu tingkat di bawah
kemampuan gabungan mereka berdua, bukan saja dia mesti
waspada terhadap kekuatan lengan Kau Cing-hong yang luar
biasa, setiap saat dia pun harus menghadapi kelicikan dan
kelincahan Beng Yu-wi, tak heran sesaat kemudian posisinya
berbalik di bawah angin.
Masih untung tombak ular emas andalan Beng Yu-wi sudah
dihancurkan Thian Toa-ciok lebih dulu, sehingga dia
menyerang dengan tangan kosong, padahal dia sudah jeri
terhadap lawannya maka serangannya sedikit lebih lemah.
Sebaliknya Kau Cing-hong sudah berulang kali merasakan
kehebatan lawan, dia pun tak berani mendekatinya, karena itu
meski serangan gabungan mereka berhasil mendesak Thian
Toa-ciok, namun untuk sesaat mereka pun tak bisa melukai
lawan. Di pihak lain, enam orang prajurit itupun tak mampu
banyak berkutik, sebab dengan satu lawan delapan orang,
posisi mereka amat berbahaya.
Dengan demikian dua rombongan pasukan yang
dipersiapkan Si Ceng-tang hampir semuanya terperangkap
dalam jebakan lawan. Bedanya, Liu Ing-peng berhasil
membunuh Pat-cecu si Sepasang golok pencabut nyawa Beciangkwe,
namun pasukannya hampir musnah karena hanya
tersisa tiga orang, sedang pasukan Thian Toa-ciok dengan
jumlah pasukan yang lebih banyak yaitu enam orang, belum
berhasil membunuh Lak-cecu si Borgol baja Kau Cing-hong.
Kondisi kedua pasukan ini sesungguhnya amat berbahaya,
keadaan mereka sekarang ibarat hewan ganas yang masuk
perangkap, yang bisa mereka lakukan saat ini hanya melawan
dengan sepenuh tenaga.
309 Satu-satunya harapan kini adalah tibanya pasukan induk
yang akan membantu mereka terbebas dari bahaya.
Sayang harapan mereka sia-sia belaka, bila pasukan
pembantu saja sudah dihadang musuh, mana mungkin
pasukan induk dibiarkan bergerak bebas"
oooOOooo 10. Bertarung melawan Barisan Serigala.
Dengan menyaru sebagai rombongan piaukiok, rombongan
laki perempuan itu menembus hutan dan tibalah di sebuah padang
luas yang dilapisi salju tebal.
Waktu itu Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong menyamar jadi
dua orang saudagar kaya, namun mereka tetap waspada,
pasang telinga baik-baik.
Saat itulah Ciu Leng-liong berkata kepada Si Ceng-tang,
"Ciangkun, setelah lewat tujuh delapan li lagi, kita akan tiba di
Hau-wi-s-i, tempat itu sudah dekat sekali dengan wilayah
kekuasaan Lian-in-ce, bila sampai saatnya kita belum berhasil
menemukan jejak Coh Siang-giok, rasanya kita harus
menyerang dari tiga arah langsung menyerbu ke markas besar
Lian-in-ce"
"Baik," sahut Si Ceng-tang sambil mengangguk, "kalau
begitu kita semua berkumpul di Hau-wi-si!"
Mendadak terendus bau yang sangat amis berhembus
lewat, padahal tanah lapang bersalju tak nampak sesuatu,
namun sebagai orang yang pengalaman. Si Ceng-tang segera
meningkatkan kewaspadaan, dengan terkesiap ia memandang
sekejap sekeliling tempat itu.
Belum sempat dia mengajukan pertanyaan, Lo-cecu dari
Lam-ce, Ngo Kong-tiong telah berseru sambil mengerutkan
dahi, "Bau amis apa ini?"
Sementara semua orang masih berbisik membicarakan
persoalan ini, mendadak terdengar suara derap kaki kuda
yang ramai, bergerak mendekat, bersamaan dengan
310 mendekatnya suara itu, bau amis yang terendus terasa makin
tebal dan memuakkan.
Ciu Pek-ih yang selama ini hanya membungkam, tiba-tiba
melejit ke udara, dua tiga .lompatan kemudian ia sudah naik
ke puncak sebatang pohon yang berada puluhan kaki jauhnya
dari posisi semula.
Begitu berada di puncak dahan, ia segera memeriksa
sekejap sekeliling tempat itu, namun paras mukanya segera
berubah hebat. Semua orang tidak tahu apa yang terjadi, tapi diam-diam
mereka mengagumi pemuda itu, tidak disangka dengan usia
yang masih begitu muda ternyata ilmu meringankan tubuhnya
telah mencapai tingkatan yang luar biasa.
Terlihat pemuda itu sudah melayang turun dari dahan
pohon dan dengan beberapa kali lompatan saja sudah
bergabung kembali dengan rombongan, segera ia berseru
pada Si Ceng-tang, "Si-ciangkun, harap bentuk pasukan dalam
barisan lingkaran, masing-masing menyiapkan senjata dan tak
perlu gugup!"
Si Ceng-tang adalah seorang panglima perang yang sudah
kenyang pengalaman menghadapi pertempuran, dia pun amat
menghargai jago tangguh, melihat sikap serius yang
ditunjukkan Ciu Pek-ih, ia segera sadar kalau urusan pasti
amat serius. Karena itu tanpa bertanya lagi segera serunya lantang,
"Atur barisan dalam bentuk lingkaran, siapkan senjata dan
jangan gugup atau panik, siapa melanggar segera bunuh!"
Begitu perintah diturunkan, kedua puluhan orang prajurit
itu segera melolos golok dan berdiri saling berdampingan
membentuk barisan melingkar, mereka mengelilingi Si Cengtang,
Ciu Leng-liong, Ngo Kong-tiong, Ciu Pek-ih, Pek Huan-ji
dan si Tangan besi di tengah arena.
Baru saja barisan terbentuk, tiba-tiba dari empat penjuru
telah muncul cahaya bintang berapi yang memancarkan sinar
kehijauan, bau amis semakin merebak, dalam waktu singkat
rombongan bermata hijau berapi itu sudah mengelilingi arena.
311 "Serigala!" jerit Te-sang-to (golok bumi bergulingan) Goan
Kun-thian, salah seorang anak buah Ngo Kong-tiong dengan
terkesiap. "Ya, rombongan serigala!" sambung Hek-sat-sin (si
malaikat hitam) Si Ciang-ji tak kalah kagetnya.
Kawanan jago persilatan itu bernyali besar, jangankan
melihat serigala, membunuh binatang itupun sudah sering
mereka lakukan, tapi kemunculan rombongan serigala kali ini
jauh berbeda karena jumlahnya mencapai enam tujuh ratusan
ekor lebih. Bukan saja sorot matanya menyeramkan, tampaknya
kawanan serigala itu sudah cukup lama tidak bersantap hingga
kelihatan sangat kelaparan, taring dengan air liur yang
menetes keluar membuat keadaan bertambah mengerikan.
Diam-diam kawanan jago itu mulai bergidik, bulu kuduk
berdiri, meski merasa seram namun tak seorang pun yang
berusaha kabur dari situ.
Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong terhitung panglima perang
yang banyak pengalaman dalam pertempuran, namun selama
hidup belum pernah menghadapi ancaman semacam ini,
apalagi harus menghadapi beratus ekor serigala sekaligus,
untuk sesaat mereka tertegun dan tak tahu apa yang mesti
diperbuat. Tidak lama kemudian dari balik kegelapan malam lamatlamat
terdengar suara ketukan bokhi yang menyayat hati
bergema di udara. Menyusul suara ketukan itu, ratusan ekor
serigala pelan-pelan bergerak maju, sambil menunjukkan
taringnya yang tajam kawanan binatang itu mulai siap
menerkam mangsanya ....
Si Tangan besi segera menghampiri Si Ceng-tang dan Ciu
Leng-liong, kemudian serunya, "Ciangkun, bagaimana kalau
sementara waktu aku yang memberi perintah?"
"Baik," sahut Si Ceng-tang sambil bergeser, "kau saja yang
memberi perintah!"
"Pasukan pemanah, siapkan anak panah!" si Tangan besi
segera memberi perintah.
312 Dalam dua puluhan prajurit yang menyertai rombongan
terdapat sepuluh orang pemanah mahir, namun dari sepuluh
pemanah ada dua orang ikut rombongan Liu Ing-peng dan
dua orang bersama Thian Toa-ciok, berarti dalam rombongan
ini tinggal enam orang pemanah saja.
Kembali si Tangan besi berseru, "Siapkan seluruh anak
panah yang tersedia!"
Setelah keenam orang pemanah itu. mempersiapkan anak
panahnya, kembali si Tangan besi memberi perintah, "Arahkan
panah ke sisi barat! Si-ciangkun, Ciu-ciangkun, kalian berdua
mempertahankan posisi timur, Ngo-cecu, saudara Goan,
saudara Si, kalian bertiga menjaga posisi selatan, Ciu-shiacu
dan Pek-lihiap, kalian berdua menjaga posisi utara."
Begitu mendengar perintah ini, semua orang segera sadar
apa yang terjadi, rupanya kawanan serigala itu terlalu banyak,
sebaik apapun ilmu silat seseorang, mustahil bisa menghadapi
kerubutan begitu banyak serigala, karenanya memang paling
tepat bila kawanan binatang itu dihadapi dengan panah, asal
ada banyak yang terluka, otomatis keberingasan binatangbinatang
itu akan berkurang.
Saat itulah suara ketokan bokhi semakin kencang, kawanan
serigala mulai pentang cakar dan menyerbu ke dalam barisan.
"Lepaskan panah!" si Tangan besi segera membentak
nyaring. Enam orang pemanah serentak melepaskan anak
panahnya, serentetan pekik kesakitan segera bergema di
udara. Para pemanah itu merupakan pemanah unggul, di
bawah hujan anak panah yang begitu rapat, mana mungkin
kawanan binatang itu bisa meloloskan diri"
Hanya dalam waktu singkat belasan ekor serigala telah mati
terpanah, darah berceceran membasahi permukaan salju.
Barisan serigala dari arah barat kontan kacau-balau, tapi
suara ketukan bokhi masih berbunyi tiada hentinya, hal ini
membuat kawanan serigala itu kembali menyerbu secara
nekad. 313 Tak lama kemudian ada empat lima ekor serigala berhasil
menembus hujan panah dan langsung hendak menggigit
keenam orang pemanah itu.
"Tak usah gugup!" seru si Tangan besi cepat, tangan
kirinya segera diayunkan memberi tanda, keempat belas
prajurit yang telah siap dengan senjatanya serentak turun
tangan bersama dan menjagal serigala itu.
Melihat ada orang yang melindungi keselamatan jiwanya,
keenam orang pemanah semakin lega lalu membidikkan anak
panahnya pula, kembali tiga puluhan serigala mati terpanah.
Sekali lagi terjadi kekalutan dalam gerombolan serigala itu,
bahkan ada gejala kawanan binatang buas itu akan mundur
dari arena pertempuran.
Saat itulah suara kentongan bokhi kembali berbunyi,
bahkan suaranya makin keras dan nyaring, begitu mendengar
suara titiran itu, kawanan serigala segera maju menyerang
lagi tanpa menggubris keselamatan sendiri, ganasnya bukan
kepalang. Dalam situasi seperti ini, jumlah serigala yang berhasil lolos
dari serangan anak panah berlipat ganda jumlahnya, untung
keempat belas prajurit itu cukup terlatih, biar terancam namun
tak sampai panik, datang satu mereka bantai satu, biarpun
agak kerepotan namun untuk sesaat belum ada korban yang
jatuh di pihaknya.
Dari gerombolan serigala yang berada di sisi timur, ada tiga
empat ekor di antaranya mulai mendekati rombongan, namun
Si Ceng-tang maupun Ciu Leng-liong sama sekali tak bergerak,
kedua orang jago itu hanya mengawasi dengan dingin.
Serigala adalah binatang licik, mereka sengaja maju
mendekat karena ingin memeriksa apakah lawannya masih
hidup atau sudah mati, tapi kemudian karena dilihatnya kedua
orang itu tak bergerak, mereka pun segera maju mendekat
sambil menggigit.
Si Ceng-tang serta Ciu Leng-liong bukan jagoan kemarin
sore, melihat datangnya terkaman itu, Si Ceng-tang segera
314 memberi tanda, dengan cekatan Ciu Leng-liong mencabut
goloknya dan langsung diayunkan ke depan.
Di antara kilatan cahaya tajam, tahu-tahu golok itu sudah
disarungkan kembali, sementara tiga kepala serigala sudah
mencelat ke udara, sementara badannya masih bergerak
mundur. Titiran kentongan bokhi kembali berkumandang, empat
ekor serigala ganas menerjang dengan garangnya, tiga ekor
menyerang Ciu Leng-liong sementara yang lain menggigit
leher Si Ceng-tang.
Baru saja Ciu Leng-liong akan bergerak, Si Ceng-tang
segera mengulapkan tangan, maka Ciu Leng-liong pun
membatalkan gerakan tubuhnya.
Ketika kawanan serigala itu hampir menggigit badannya,
mendadak Si Ceng-tang menggerakkan tangannya sambil
meninju ke depan sekerasnya.
"Blaamm!" jotosan itu langsung bersarang di perut serigala
salju hingga isi perutnya hancur berantakan, belum sempat
menjerit, badannya sudah menerjang tiga ekor serigala yang
sedang menubruk ke arah Ciu Leng-liong, "Blaaam!" serigala
itu langsung tertumbuk secara telak.
Tumbukan itu benar-benar hebat, begitu menghantam
tubuh serigala pertama, tubuh serigala itu mencelat
menghantam tubuh serigala kedua, sementara serigala kedua
yang tertumbuk segera mencelat menghajar tubuh serigala
ketiga, dalam waktu yang bersamaan ketiga ekor serigala
yang mengancam Ciu Leng-liong sudah mencelat semua ke
belakang. Sungguh dahsyat tenaga pukulan ini, bukan hanya serigala


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertama yang mati seketika, ternyata serigala lain yang
tertumbuk pun ikut mampus tanpa sempat bersuara lagi.
Hanya dalam satu kali gebrakan Ciu Leng-liong dan Si
Ceng-tang berhasil membantai tujuh ekor serigala, melihat iu
serigala yang lain tak berani maju untuk sementara waktu,
kendatipun suara bokhi semakin gencar.
315 Serigala yang menyerang dari sisi selatan juga sudah mulai
maju melancarkan serangan, menghadapi ancaman hewan liar
ini, tak urung kawanan jago di bawah pimpinan Ngo Kongtiong
bergidik juga. Si Malaikat hitam Si Ciang-ji berseru setelah menarik napas
panjang, "Aku paling jangkung di antara semua orang,
dagingku paling banyak, mereka pasti akan menyerang aku
duluan Sementara si Golok bumi Goan Kun-thian ikut berseru pula
dengan badan gemetar, "Badanku paling pendek, mereka
pasti akan langsung menggigit tenggorokanku!"
Ngo Kong-tiong tak malu menjadi Lo-cecu benteng Lam-ce,
sambil melintangkan pedangnya di depan dada ia tertawa
tergelak, katanya cepat, "Bagus, bagus sekali, akulah Lo-cecu
dari Lam-ce, wahai kaum serigala, bila kalian berani
menyerang dari sisi selatan, akan kusuruh kalian rasakan
kehebatanku!"
Menyaksikan kegagahan pemimpin mereka, tanpa terasa Si
Cong-ji dan Goan Kun-thian saling bertukar pandang sekejap,
akhirnya dengan perasaan malu mereka bangkitkan semangat
dan segera berdiri di sisi kiri dan kanan pemimpinnya.
Saat itulah kawanan serigala yang ada di sisi selatan mulai
melancarkan serangan, ada puluhan ekor hewan liar itu yang
mulai menyerbu masuk arena pertarungan.
Goan Kun-thian tidak tinggal diam, goloknya digetarkan
sambil berguling di tanah, cahaya golok berkilauan dan ada
tiga ekor serigala yang segera kehilangan kakinya hingga
bergulingan kesakitan di tanah.
Goan Kun-thian memang tak malu disebut Golok bumi,
sapuan goloknya yang khusus bermain bawah ini memang
terbukti sangat ampuh.
Si Ciang-ji tak mau kalah, sembari menghardik dia
melancarkan pula sebuah serangan dahsyat, tangan kirinya
menghajar batok kepala seekor serigala sementara tangan
kanannya menjotos seekor yang lain, begitu berhasil dengan
pukulannya, tahu-tahu sepasang tangan itu kembali
316 menggencet ke tengah menghajar lagi seekor hewan buas
lainnya. "Praaak!" tiga ekor serigala terhajar telak hingga hancur
lebur batok kepalanya
Ngo Kong-tiong tertawa, nyaring, pedangnya digetarkan
dan langsung menyerbu masuk ke dalam gerombolan serigala
itu, dimana pedangnya berkelebat, bangkai serigala
bergelimpangan, sebuah jalan berdarah segera terbentuk oleh
serbuannya itu.
Dalam pada itu titiran ketukan bokhi semakin gencar,
kawanan serigala yang berulang kali menjumpai hantaman
maut itu masih saja menyerbu tiada habisnya, seakan-akan
kawanan hewan itu sudah tidak mempedulikan lagi
keselamatan jiwanya.
Baru setengah kaki Ngo Kong-tiong menyerbu ke depan,
jalan mundurnya segera terpotong oleh serbuan kawanan
serigala lainnya, Si Ciang-ji'dan Goan Kun-thian jadi kaget,
mereka semakin panik setelah gagal menemukan bayangan
tubuh pemimpinnya.
Sementara mereka sudah nekad akan menyerbu ke depan
untuk menyelamatkan majikannya, tiba-tiba tampak bangkai
serigala beterbangan di udara, tahu-tahu Ngo Kong-tiong
sudah muncul kembali sambil berseru, "Hebat benar kawanan
serigala itu, biar sudah kubantai hampir empat lima puluh
ekor, ternyata serbuanku gagal menjebol kepungan ini.
Makanya aku terpaksa balik lagi kemari"
Kehebatan yang ditunjukkan pemimpin mereka ini semakin
membuat malu Si Ciang-ji dan Goan Kun-thian, namun rasa
hormat mereka pun tanpa terasa makin meningkat.
Pada bagian utara keadaan tidak jauh berbeda, Pak-shia
Shiacu Ciu Pek-ih serta Pek Huan-ji sudah terlibat juga dalam
pertarungan yang amat seru melawan serbuan kawanan
serigala itu. Tiba-tiba terlihat ada belasan ekor serigala menembus
kepungan dan langsung menerjang ke arah Pek Huan-ji,
317 melihat itu Ciu Pek-ih segera melejit ke udara dan bergerak
mendekat sambil berseru, "Hati hati!"
Sambil melambung di udara ia getarkan pedangnya, di
antara berkelebatnya cahaya putih yang menyilaukan mata,
belasan ekor serigala itu segera terbabat kutung jadi dua dan
mati seketika. Kembali ada tiga ekor serigala menerjang masuk dan
hendak menggigit kaki Pek Huan-ji.
Gadis itu mendengus dingin, tidak nampak bagaimana dia
menggerakkan senjatanya, hanya tampak ujung bajunya
bergetar pelan, tahu-tahu ketiga serigala itu sudah mampus
tertembus pedangnya.
Dalam waktu singkat ada tiga belas ekor serigala yang mati
terbantai, untuk sesaat kawanan serigala lainnya tak berani
maju, malah ada di antara kawanan hewan itu yang mulai
berebut melahap bangkai rekannya yang berlepotan darah ....
Selama hidup belum pernah Pek Huan-ji menyaksikan
adegan seperti ini, tak kuasa wajahnya berubah pucat pias,
badannya gemetar dan nyaris roboh saking lemasnya.
Sementara itu suara ketukan bokhi semakin gencar,
serbuan kawanan serigala itupun makin lama semakin banyak,
bahkan serangan demi serangan dilakukan semakin ganas.
Dua puluh delapan orang jagoan ini paling tidak sudah
membantai ratusan ekor serigala, namun masih ada delapan
ratusan ekor lain-.nya yang sama sekali tak ada tanda akan
mundur, malah sebaliknya jumlahnya makin meningkat.
Dalam pada itu hujan anak panah dari kawanan pemanah
mahir itu sudah mulai mereda karena kehabisan anak panah,
melihat serangan panah mereda, kawanan serigala mulai
menyerbu lagi dengan garangnya.
Si Tangan besi tahu, bila membiarkan kawanan serigala itu
menyerbu masuk, maka barisan pertahanan mereka akan
kalut, bila sampai begitu, korban di pihaknya akan bertambah
banyak, karenanya dia kembali berseru, "Hadapi dengan
senjata rahasia!"
318 Kedua puluh orang prajurit itu nampaknya sangat kagum
dan takluk kepada si Tangan besi, begitu mendapat perintah
segera mereka menyiapkan amgi.
Kalau dibilang memanah maka hanya enam orang yang
bisa melakukan perintah itu, tapi kalau dibilang memakai amgi
maka hampir semuanya bisa melakukan.
Begitulah ketika dua puluhan orang mengayunkan
tangannya bersama, dua tiga puluh ekor serigala segera roboh
menemui ajalnya.
Tapi si Tangan besi juga sadar, amgi yang dibawa tentu tak
banyak jumlahnya dan sebentar lagi bila amgi habis
digunakan, maka pertarungan berdarah tak bisa dihindari lagi.
Ngo Kong-tiong sudah berhasil membantai empat lima
puluhan ekor serigala dan lolos dari kepungan, biar orang ini
usianya sudah tua, namun semangat tempurnya sama sekali
tak berkurang, sambil tertawa nyaring dia menyerbu maju
terus dengan gagahnya.
Gelak tertawa yang amat keras itu seketika
menenggelamkan suara bokhi yang bertalu-talu, begitu suara
bokhi sirap, serbuan kawanan serigala mulai kacau-balau,
bahkan ada beberapa ekor yang kabur dari barisan.
Menyaksikan kejadian ini, terlintas ingatan dalam benak si
Tangan besi, dia tahu serbuan kawanan serigala itu diperintah
dari suara bokhi itu.
Tanpa terasa dia pun teringat Cecu kelima Lian-in-ce konon
sangat mahir mengendalikan serigala, orang menyebutnya
Jian-long-mo-ceng (Padri iblis seribu serigala) Kwan Tiong-it.
Berpikir sampai di situ, dengan suara lantang si Tangan
besi segera berseru, "Rekan semua, rupanya Kwan Tiong-it
yang mengendalikan serbuan kawanan serigala itu dari
kejauhan, asal kita tenggelamkan suara bokhi dengan teriakan
nyaring, serbuan kawanan serigala akan buyar dengan
sendirinya."
Mendengar penjelasan itu, para jago segera sadar apa yang
telah terjadi. 319 Terdengar si Tangan besi mulai berpekik nyaring, suaranya
panjang bersahutan, bukan saja amat memekakkan telinga,
suara bokhi pun segera tenggelam di balik pekikan nyaring itu.
"Ucapan saudara Thi sangat tepat," seru Ciu Pek-ih
kemudian, "mari kita berteriak"
Biarpun ucapan itu lamban namun kalimatnya
bersambungan disertai nada suara yang nyaring dan kuat,
suara bokhi makin tenggelam, serbuan kawanan serigala pun
mulai tampak kalut.
Kawanan jago itu hampir semuanya jago kenamaan dunia
persilatan, tentu saja mereka memahami maksud ucapan si
Tangan besi, namun mereka juga tahu, bicara menggunakan
tenaga dalam merupakan tindakan pemborosan hawa murni
yang luar biasa, bila mereka tidak bergiliran bicara hingga
kehabisan tenaga, maka dalam pertarungan berikutnya, jiwa
mereka bakal terancam.
"Benar!" kembali si Tangan besi berseru, "mohon bantuan
Toako sekalian."
Dalam waktu singkat para jago mulai berbicara dengan
mengerahkan tenaga dalam, suara gemuruh yang keras
memekakkan telinga, seketika membuat suara bokhi hilang
tak berbekas. Begitu suara bokhi tenggelam dan lenyap, serangan
kawanan serigala itu makin kacau, mulai ada puluhan ekor
hewan liar itu yang berbalik badan melarikan diri.
Terdengar si Tangan besi berseru pula, "Ngo-loenghiong,
kau sungguh hebat, malam ini Boanpwe benar-benar kagum
dengan kehebatan It-seng-lui (suara guntur menggelegar) dari
Ngo-cecu."
Ngo Kong-tiong disebut orang Sam-coat-it-seng-lui (suara
guntur tiga kehebatan) karena dia terkenal hebat lantaran
kecepatan ilmu pedangnya, hebat karena ilmu meringankan
tubuhnya dan hebat karena kesempurnaan tenaga dalamnya.
Tetapi setelah mendengar perkataan si Tangan besi, diamdiam
ia ikut merasa terperanjat, pikirnya, "Untuk mengucapkan
beberapa patah kata saja aku mesti berulang kali
320 mengatur pernapasan, tapi si Tangan besi bicara tiga kali
secara beruntun, malah suaranya yang terakhir jauh lebih
nyaring dan lantang, masakah tenaga dalam bocah ini benarbenar
sudah mencapai puncak kesempurnaan?"
Saat itulah tiba-tiba terdengar seorang berbicara dengan
suara nyaring bagai suara genta, "Apakah yang datang adalah
jagoan dari Lian-in-ce" Kenapa tidak berani tampil ke muka
dan hanya menyuruh kawanan hewan untuk menyambut,
beraninya kau memandang hina aku orang she Si?"
Ternyata yang berbicara adalah Cap-ji-hui-huan (dua belas
gelang terbang) Si Ceng-tang, jangan dilihat dia hanya
seorang panglima perang kerajaan, ternyata tenaga dalamnya
tidak di bawah kemampuan siapa pun. Hal ini membuat para
jago mengaguminya.
"Kelihatannya orang yang menabuh bokhi adalah Cecu
nomor lima dari Lian-in-ce" kembali si Tangan besi berkata.
"Hei, jagoan yang bersembunyi di balik kegelapan, apakah kau
benar Jian-long-mo-ceng Koan-taysu?"
"Kelihatannya Koan-taysu cuma pintar menabuh bokhi,
mungkin dia memang tak mampu meninggalkan kuilnya?" ejek
Ciu Pek-ih nyaring.
Orang di balik kegelapan belum juga menampakkan diri,
sementara pertarungan antara manusia melawan kawanan
serigala masih berlangsung seru, hanya kali ini serangan
kawanan binatang buas itu sudah kacau-balau karena tak
mendapat komando, dengan sendirinya bangkai serigala
semakin membukit.
Melihat musuhnya belum juga memberi tanggapan, kembali
si Tangan besi berseru nyaring, "Koan-taysu, bokhi itu alat
suci untuk bersembahyang, kenapa kau gunakan sebagai alat
pembunuh?"
"Betul," sahut Ngo Kong-tiong pula, "sudah lama kau
mencukur gundul rambutmu, tapi kenapa tidak berganti
nama" Jangan-jangan kau masih tak kuasa menahan godaan
dan ingin jadi orang preman lagi?"
321 "Koan-taysu" seru si Tangan besi lagi, "apa benar dalam
hatimu sudah tak ada Buddha?"
"Koan Tiong-it, lebih baik kau menyerah saja," sambung Si
Ceng-tang, "asal kau mau kembali ke jalan yang benar, aku
pasti akan memohonkan pengampunan bagimu di hadapan
Kaisar." Berbicara dengan menggunakan tenaga dalam merupakan
satu tindakan pemborosan hawa murni yang luar biasa, tapi
semua orang memang sengaja memancing agar Koan Tiong-it
mau buka suara. Sebab begitu dia buka mulut, maka tenaga
dalamnya akan buyar dan titiran bokhinya akan hancur
berantakan. Tampaknya Koan Tiong-it menyadari akan hal ini, karena
itu dia tetap bungkam, bahkan titiran kentongannya semakin
keras, gencar dan nyaring.
Waktu itu kawanan serigala yang melancarkan serangan
sudah buyar separoh bagian, sebetulnya sisanya pun telah
berniat mengundurkan diri, tentu saja si Tangan besi tidak
ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Maka dengan suara nyaring kembali dia berseru, "Siancay,
Siancay, bokhi sesungguhnya merupakan peralatan Buddha
untuk bersembahyang, tak disangka setelah berada di tangan
Koan-ngo-cecu malah dipakai sebagai senjata iblis... kau
memang sangat keterlaluan!"
Diam-diam semua orang terperanjat, sebab perkataan si


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tangan besi kali ini ternyata jauh lebih nyaring daripada
semula, bukan saja tenaga dalamnya tidak berkurang, malah
bertambah hebat.
Waktu itu delapan puluh persen kawanan serigala telah
melarikan diri, sambil menghimpun hawa murninya, Ngo
Kong-tiong ikut berseru, "Koan Tiong-it, akan kulihat kau bisa
bertahan berapa lama lagi!"
Biarpun perkataannya singkat namun nadanya
menggelegar bagai bunyi guntur.
322 "Koan Tiong-it" seru si Tangan besi lagi, "kau masih punya
kesempatan terakhir, jika tidak menyerah, jangan salahkan
kalau kami bertindak keji."
Bentakan itu nyaring bagai halilintar membelah bumi,
menyusul hardikan itu, terdengar suara bergema dari sisi
barat, di bawah sebatang pohon tampak duduk bersila
seorang padri. waktu itu dia masih memukul bokhinya bertalu-talu, namun
darah segar tampak keluar tiada hentinya dari mulutnya.
Koan Tiong-it bukannya enggan menyerah, tapi dia tak
mungkin berbuat begitu, sebab dia kuatir begitu pukulan bokhi
dihentikan malah dia akan mati oleh getaran suara lawan.
"Bedebah ini benar-benar keras kepala," umpat Ciu Pek-ih
kemudian, "rasanya dia memang pantas dibantai."
"Jangan dibunuh," cegah si Tangan besi. "Tujuan
kedatangan kita hanya ingin membekuk buronan kelas kakap
kerajaan, bukan datang untuk menghadapi orang-orang Lianin-
ce!" Mendadak Ngo Kong-tiong tertawa nyaring tiga kali secara
beruntun, setiap kali gelak tertawa itu bergema, tubuh Koan
Tiong-it kelihatan gemetar keras, ketika suara tertawa yang
ketiga kalinya bergema, Koan tiong-it sudah tak sanggup
menahan diri lagi, badannya tampak lemas lunglai seperti
orang kehabisan tenaga.
Waktu itu Ngo Kong-tiong sendiri pun sudah kehabisan
tenaga dan tak sanggup tertawa lagi, sebetulnya hawa darah
dalam dadanya sudah bergolak semenjak tadi, hanya rasa tak
mau kalahnya saja yang memaksa dia untuk tertawa nyaring.
"Ngo-loenghiong," seru si Tangan besi cepat, "kau tak usah
gusar, biar Boanpwe yang membereskan cecunguk macam
dia." Di antara sekian banyak jago, boleh dibilang si Tangan besi
yang bicara paling banyak, namun dia seperti tak nampak
kehabisan tenaga, malah sebaliknya makin bicara suaranya
semakin lantang.
323 Dalam pada itu suara kentongan bokhi sudah makin
melemah, kawanan serigala yang tinggal belasan ekor itupun
serentak membubarkan diri dan kabur.
"Saudara Thi, hebat benar tenaga dalammu," seru Ciu Pekih,
"Siaute benar-benar tak ... takluk"
Ucapannya yang terakhir diutarakan amat lemah, jelas dia
pun sudah kehabisan tenaga dalam.
Melihat beberapa ekor serigala yang tersisa berusaha kabur
dari arena pertarungan, si Tangan besi segera menyambar
dua gumpal bunga salju lalu ditimpukkan ke depan sambil
menghardik, "Roboh semua!"
Lolongan kesakitan bergema silih berganti, berpuluh ekor
serigala terakhir segera roboh mampus dalam keadaan
mengenaskan. Kembali si Tangan besi membentak nyaring, "Blukk!" tibatiba
bokhi yang berada dalam genggaman Koan Tiong-it
hancur berantakan, menyusul badannya roboh terjengkang ke
atas permukaan salju.
"Ten ... tenaga dalam ya ... yang hebat!" bisiknya lirih,
darah segar muntah tiada hentinya, jelas orang itu sudah
menderita luka dalam yang amat parah.
Tak selang berapa lama kemudian, suasana kembali
hening, pertarungan berdarah kini telah berakhir, diam-diam
semua orang menyeka keringat dingin yang membasahi tubuh
mereka. Ngo Kong-tiong sangat kagum dengan kehebatan si Tangan
besi, baru saja dia hendak mengucapkan kata pujian,
mendadak tampak si Tangan besi dengan wajah sangat serius
menempelkan teli-nganya ke permukaan salju dan
mendengarkan beberapa saat.
Tak lama kemudian terdengarlah suara derap kaki kuda
yang amat ramai bergema, dari suara gemuruh yang keras,
dapat diduga paling tidak tiga empat ratusan ekor kuda
sedang bergerak menghampiri mereka.
Berubah hebat paras muka Ciu Leng-liong, serunya
tertahan, "Tidak heran mereka menggunakan gerombolan
324 serigala untuk memancing kita menyerang dengan senjata
rahasia, kini kita kehabisan amgi"
"Tak punya amgi toh kita masih punya senjata tajam,"
tukas si Malaikat hitam Si Ciang-ji cepat.
"Benar, kalau senjata tajam juga lenyap, kita toh masih
punya kepalan," sambung si Golok bumi Goan Kun-thian.
Dua orang jagoan yang menjadi anak buah Ngo Kong-tiong
ini memang angkuh, meski tadi mereka sempat ketakutan
karena harus berhadapan dengan serbuan gerombolan
serigala, tapi menghadapi manusia, mereka sama sekali tak
takut. Maka ketika didengarnya Ciu Leng-liong mengucapkan
perkataan ini, mereka anggap panglima perang itu telah pecah
nyali karena ketakutan.
Tentu saja Ciu Leng-liong pun dapat menangkap maksud
perkataan itu, sambil tertawa dingin balasnya, "Bagus sekali
ucapan kalian berdua, sayang aku orang she Ciu belum
pernah takut menghadapi manusia, bahkan ketika diserang
gerombolan serigala pun aku tak pernah ketakutan sampai
kencing dalam celana"
Jelas kata-kata ini mengandung sindiran tajam.
Tak terlukiskan rasa gusar Si Ciang-ji dan Goan Kun-thian
mendengar sindiran itu, baru saja mereka mengepal tinju siap
melancarkan serangan, Ngo Kong-tiong dengan gusar telah
menghardik, "Ciang-ji, Kun-thian, kalian sudah lupa dengan
peraturan perguruan" Bukankah sudah aku pesan wanti-wanti,
jangan membuat onar selama berada di luar benteng Lamce?"
"Leng-liong!" Si Ceng-tang juga segera menegur, "dalam
situasi seperti ini, kita butuh kerja sama yang erat, kenapa kau
malah cari gara-gara" Itukah contohmu untuk anak buah?"
Si Ciaong-ji maupun Goan Kun-thian memang sangat
menaruh hormat dan takluk terhadap Ngo Kong-tiong, mereka
segera menundukkan kepala dan tak berani bertindak
gegabah lagi. 325 Begitu juga dengan Ciu Leng-liong, setelah ditegur Si Cengtang,
dia pun tak berani banyak bicara.
Saat itulah si Tangan besi kembali berkata, "Tampaknya
musuh yang muncul berjumlah sekitar empat ratusan, bisa
jadi anak buah Tin-jian-hong (Angin di depan barisan) Mok
Kiu-peng, Cecu nomor empat benteng Lian-in-ce."
"Bila dia memimpin sendiri pasukan itu, akan semakin sulit
bagi kita untuk menghadapinya," ujar Ciu Pek-ih dengan
kening berkerut. "Sebab bila dia muncul, Cecu ketiga dari
Lian-in-ce, Say-cukat (si Cukat cerdik) Wan Beng-tin tentu
datang bersamanya."
"Benar," Ngo Kong-tiong membenarkan. "Antara Mok Kiupeng
dengan Wan Beng-tin memang ibarat kendil dengan
tutupnya, mereka tak pernah berpisah satu dengan yang lain,
kini dari tujuh ratus orang anggota Lian-in-ce ada empat ratus
orang sudah muncul di sini, besar kemungkinan pasukan ini
dipimpin langsung oleh Mok Kiu-peng serta Wan Beng-in."
Dalam benteng Lian-in-ce sebenarnya hanya terdapat
delapan orang Cecu, boleh dibilang ilmu silat kedelapan orang
ini sangat tangguh dan tiada tandingan.
Tapi kemudian muncul seorang yang bernama Cing Sausong,
konon dengan membelenggu tangan kanan sendiri dan
mengandalkan tangan kiri, dia berhasil mengalahkan
kedelapan orang Cecu itu secara beruntun hingga membuat
kedelapan jago itu tunduk, sejak itu dia diangkat sebagai
Cong-cecu mereka.
Ilmu silat yang dimiliki orang ini beraneka ragam, tak
seorang pun dapat menebak asal-usul perguruan maupun
asal-usul kehidupannya, karena itu orang menyebutnya Kiusian-
sin-liong (Naga sakti sembilan wujud).
Semenjak Naga sakti sembilan wujud Cing Sau-song
memegang tampuk pimpinan benteng Lian-in-ce, secara
beruntun benteng ini berhasil melakukan beberapa kali
peristiwa besar hingga menggemparkan sungai telaga.
Konon Cing Sau-song sangat cerdas, selain menguasai ilmu
silat, dia pun pandai memainkan khim, main catur, membuat
326 syair, membaca, melukis maupun taktik perang, setiap kali
habis bertempur, dia selalu berhasil menciptakan sebuah jurus
serangan baru, sayang ambisinya kelewat besar, jiwanya
sempit dan pikirannya pendek.
Cecu nomor dua, Hau-siau-ing-hui-leng-coa-kiam (pedang
ular berbisa, tukikan elang, auman harimau) Lau Hiat-kong
juga terhitung seorang jagoan tangguh dunia persilatan, tapi
dia termasuk seorang Hohan sejati.
Dulu sebelum kehadiran Cing Sau-song, Lau Hiat-kong
adalah ketua utama benteng Lian-in-ce, tetapi sejak
ditaklukkan, dia pun menjabat sebagai Cecu nomor dua.
Adapun julukannya sebagai pedang ular berbisa, tukikan
elang, auman harimau bukan julukan yang ia berikan untuk
diri sendiri, melainkan julukan yang diberikan orang untuk
mengejek dirinya.
Lau Hiat-kong memiliki tenaga dalam sempurna,
bentakannya sanggup membetot sukma, karena itu dia
dikatakan memiliki auman harimau, ilmu meringankan
tubuhnya hebat seakan dapat terbang tanpa sayap, maka
orang menyebutnya seperti tukikan elang, sementara ilmu
pedangnya cepat lagi tele-ngas persis seperti pagutan ular
berbisa, maka ia dinamai pedang ular berbisa.
Ilmu silat yang dimiliki Cing Sau-song serta Lau Hiat-kong
jauh di atas kepandaian ketujuh orang Cecu lainnya, namun
Sam cecu si Cukat cerdas Wan Beng-tin, walaupun tidak hebat
kungfunya, namun dia sangat cerdik, menguasai taktik perang
dan amat teliti dalam tindak-tanduk, dialah kunsu benteng
Lian-in-ce. Kungfu yang dikuasai Cecu nomor empat, si Angin depan
barisan Mok Kiu-peng juga tidak terhitung hebat, tapi dia
garang, gagah dan pantang mundur dalam setiap peperangan,
ia merupakan panglima perang andalan benteng Lian-in-ce.
Sementara itu dari segala penjuru telah bermunculan
sekitar empat ratusan ekor kuda dengan empat ratusan jago
berpakaian ringkas, kawanan jago itu nampak garang sekali,
327 dengan tangan sebelah menggenggam golok, tangan lain
memegang obor, mereka adalah begal gunung.
Sewaktu mereka bergerak sambil menyerang, serangan
dilancarkan bagaikan gelombang air bah, benar-benar
menggidikkan hati.
Melihat kemunculan sepasukan begal gunung itu, Si Cengtang
segera berseru, "Cayhe Si Ceng-tang dari Ciang-ciu,
sama sekali tak ada urusan dengan benteng kalian, mohon
sudilah kiranya kalian minggir untuk memberi jalan!"
"Anjing sialan!" umpat seorang lelaki tinggi besar berambut
dan berwajah hitam yang memakai pakaian perang berwarna
hitam pula serta membawa tombak panjang, "Kau sudah
melukai saudara kelima kami, sekarang masih banyak bacot,
ayo serang!"
Begitu perintah diturunkan, serentak para begal itu
menyerbu dengan garangnya. Si Tangan besi tahu, orang itu
pastilah si Angin depan barisan Mok Kiu-peng.
Malaikat hitam Si Ciang-ji tertawa, ejeknya, "Hahaha ...
selama ini aku mengira diriku paling hitam, ternyata di kolong
langit ini masih terdapat orang yang jauh lebih hitam
daripadaku! Aku jadi ingin tahu, kekuatan siapa yang paling
tangguh. Nih sambut dulu pukulanku!"
Dia memutar badan mencabut sebatang pohon berikut
akarnya, lalu dilontarkan ke arah Mok Kiu-peng.
"Bagus!" sahut Mok Kiu-peng sambil menangkis dengan
tombak panjangnya, batang pohon itu seketika mencelat balik
dan menerjang ke tubuh Si Cong-ji.
Ketika Si Cong-ji memeluk kembali pohon itu, badannya
seketika tergetar mundur tiga langkah dengan sempoyongan.
Sambil tertawa tergelak si Golok bumi Goan Kun-thian
segera berseru, "Karena kau tak berhasil, biar aku yang unjuk
kebolehan!"
Sambil berseru ia menerjang, senjatanya berubah jadi
selapis cahaya tajam, lalu sambil berguling di tanah, ia babat
keempat kaki kuda hitam yang ditunggangi Mok Kiu-peng.
328 Melihat datangnya sapuan itu, Mok Kiu-peng membentak
gusar, ia sentak tali kendali kudanya hingga embuat binatang
tunggangan itu melompat ke udara, dengan cepat kuda itu
melompat lewat di atas kepala Goan Kun-thian dan lolos dari
babatan maut itu.
Tiga orang bandit yang kebetulan berdiri di belakangnya
segera mengayunkan golok membacok.
Gagal dengan serangan pertamanya, Goan Kun-thian
berguling lagi di tanah sambil membabat ke belakang, selapis
cahaya golok berkelebat, kaki kuda tunggangan itu segera
terpapas kutung membuat ketiga orang penunggangnya roboh
terjungkal. Di tengah kekalutan, tiba-tiba tampak sesosok bayangan
melejit ke udara bagai seekor burung rajawali, begitu tiba di
atas kepala Mok Kiu-peng, serangan langsung dilontarkan.
Agak tertegun Mok Kiu-peng menyaksikan kecepatan gerak
orang itu, tanpa pikir panjang, tombaknya langsung
ditusukkan ke tubuh sang penyerang.
Ternyata orang itu adalah si Tangan besi, dia sadar betapa
gawatnya situasi, maka diambil keputusan untuk membekuk
pentolannya lebih dulu, asal komandannya sudah tertawan,
keempat ratus orang anak buahnya akan lebih mudah diatasi.
Tusukan tombak Mok Kiu-peng meluncur tanpa


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menimbulkan sedikit suara pun, si Tangan besi terkesiap, dia
tahu kemampuan musuh cukup tangguh, jika harus berkelit
dulu maka beberapa gebrakan kemudian baru ia punya
kesempatan untuk membekuknya.
Berpikir begitu, lantas dia tangkap tusukan tombak itu
dengan kedua belah tangannya.
Betapa kagetnya Mok Kiu-peng melihat tusukannya bukan
saja berhasil dihindari musuh, bahkan pihak lawan sanggup
menangkap tombaknya serta menekuknya hingga
melengkung, dia tak menyangka di kolong langit terdapat
manusia dengan kekuatan sehebat itu.
Sementara belum hilang rasa kagetnya, si Tangan besi
sudah merangsek maju, mendadak tubuhnya mendak ke
329 bawah, Mok Kiu-peng kontan merasakan datangnya tenaga
dahsyat yang menghimpit tubuhnya, tak ampun badannya
mencelat ke udara.
0o6o0 11. Dua jagoan gagah.
Menyaksikan senjatanya berhasil direbut lawan, Mok Kiupeng
sama sekali tidak gugup, dia segera membuang
senjatanya sambil melolos pedang.
Si Tangan besi mendengus dingin, dia gunakan ujung
tombak yang tajam dengan jurus Han-ya-tiam-tiam (burung
gagak mengangguk) menyodok jalan darah Tiong-ki, Saujiong
dan Seng-hiat di tubuh lawan.
Waktu itu tubuh Mok Kiu-peng masih berada di udara,
begitu jalan darahnya tertotok, tubuhnya segera merosot
jatuh ke bawah dengan lemas.
Secepat kilat si Tangan besi menyambar tubuhnya, lalu
sambil merendahkan badan ia menghindarkan diri dari tiga
tebasan golok lawan.
Waktu itu kedua belah pasukan sudah saling berhadapan,
sedang Mok Kiu-peng sendiri pun hanya maju sepuluh kaki di
depan kawanan anak buahnya, namun ketika para bandit itu
sudah tiba di hadapan lawan, si Tangan besi pun telah
berhasil membekuk Mok Kiu-peng, malah sekaligus menotok
Tiong-leng-hiat dan Ki-hay-hiatnya.
Mok Kiu-peng mati kutu, tanpa perlawanan badannya
diseret ke dalam pasukan Si Ceng-tang, tempik sorak pun
bergema gegap gempita.
Dengan suara lantang Tangan besi segera berseru,
"Teman-teman dari Lian-in-ce, dengarkan baik baik, bila kalian
berani menyerbu maju, aku akan membantai Si-cecu kalian
terlebih dulu!"
330 Mendengar ancaman itu, serentak pasukan bandit
menghentikan serbuannya, suasana jadi amat hening.
Si Tangan besi segera mencabut keluar pedang yang digembol
Mok Kiu-peng, setelah dipalangkan di lehernya,
kembali dia menghardik, "Mok-cecu, kau masih ingin hidup?"
"Tentu saja!" jawab Mok Kiu-peng cepat.
"Kalau begitu suruh mereka segera mundur, asal mereka
tidak menyerang, aku pun tak akan mengganggu seujung
rambutmu."
"Tidak mau!"
"Kenapa tidak mau?"
Mok Kiu-peng tertawa dingin. "Jangan harap nyawaku bisa
ditukar dengan mundurnya pasukan Lian-in-ce, Hmm! Mau
bunuh silakan bunuh, mau bantai silakan bantai, aku tak bakal
mengernyitkan dahi!"
Kemudian dengan suara lantang kembali serunya,
"Saudaraku, dengarkan baik baik, bila aku tewas di tangan
mereka, kalian semua harus membalaskan dendam bagi
kematianku!"
Begitu selesai bicara, dia segera menggesekkan lehernya
sendiri di batang pedang itu.
Dengan perasaan terkejut si Tangan besi menarik balik
pedangnya, seketika segaris luka panjang berdarah segera
muncul di leher orang itu.
"Lelaki sejati!" tanpa sadar Si Ceng-tang berteriak memuji.
"Punya nyali!" sambung Ngo Kong-tiong pula.
Sedang Si Ciang-ji bergumam seorang diri, "Tak aneh, dia
lebih hitam dariku, ternyata wataknya memang lebih keras
pula dari pada ku!"
Terdengar Mok Kiu-peng kembali berteriak, "Hei, kenapa
kalian belum menyerang juga, takut aku mampus?"
Namun kawanan bandit itu tak satu pun yang berani
menyerang, mereka hanya duduk di kuda tunggangan dengan
termangu, tampaknya sikap baik Mok Kiu-peng di hari biasa
mum buat kawanan bandit itu merasa sayang untuk
mengorban jiwanya.
331 Sementara Mok Kiu-peng masih mencak-mencak gusar
mendadak ia merasa badannya mengendor, ternyata jalan
darahnya telah dibebaskan orang, dan orang itu tak lain
adalah si Tangan besi sendiri.
Terdengar si Tangan besi berkata sambil menjura,
"Saudara Mok, keberhasilanku tadi hanya lantaran aku telah
membokongmu, harap kau sudi memaafkan."
Mok Kiu-peng tertegun, dia tak percaya apa yang terjadi
merupakan sebuah kenyataan, untuk sesaat dia tak tahu apa
yang mesti diperbuat.
Kembali si Tangan besi berkata sambil tertawa, "Mokciangkun
silakan kembali, mari kita bertarung sekali lagi."
Dengan wajah membesi Mok Kiu-peng berjalan
meninggalkan arena, melihat si Tangan besi benar-benar tidak
mencegah, dia tahu pihak lawan betul-betul membebaskan
dirinya, mendadak ia tidak berjalan pergi lagi, malah serunya
dengan lantang, "Saudara sekalian, dalam pertarungan kali ini,
kita telah berjumpa dengan pasukan yang bijaksana, aku tak
mau bertarung lagi, jika kalian mau bertempur, kalian sendiri
saja yang bertempur."
Tindakan yang dilakukan ini jauh di luar dugaan si Tangan
besi, suasana pun jadi heboh, semua orang mulai berbisikbisik
dan saling berpandangan dengan perasaan bimbang,
untuk sesaat kawanan bandit itu tidak tahu apa yang mesti
diperbuat. Sebenarnya mereka sangat berterima kasih kepada si
Tangan besi karena mau membebaskan pemimpin mereka,
selain itu di hati kecil mereka pun sudah timbul rasa takut
bercampur jeri setelah melihat kehebatan musuhnya
membekuk Mok Kiu-peng, yang mereka ketahui selama ini
tanpa tandingan, mereka sadar kalau kungfu musuhnya
sangat hebat. Tapi mereka pun tak berani berpeluk tangan, karena takut
ditegur dan diberi sangsi oleh Toacecu, itulah sebabnya
mereka jadi bingung.
332 Dalam pada itu si Tangan besi telah menjura seraya
berkata, "Saudara Mok, terima kasih banyak kau menolak
bertarung lagi. Mengenai luka dalam yang diderita saudara
kelimamu itu, bila tidak keberatan, Siaute sanggup
mengobatinya."
Mendengar ucapan ini, semua orang bersorak gembira,
Mok Kiu-peng sendiri pun amat girang, serunya tanpa sadar,
"Benarkah" Bagus sekali..."
Baru saja si Tangan besi akan menjawab, tiba-tiba dari
arah utara terdengar seorang berseru dengan nada dingin,
"Site (adik keempat), kau menolak bertarung, bahkan
mempengaruhi semangat juang para prajurit, sadarkah akan
kesalahanmu itu?"
Mok Kiu-peng tampak terperanjat, segera jawabnya,
"Siaute tahu akan kesalahan."
"Tahukah kau apa hukumannya?" kembali suara itu
bergema. Mok Kiu-peng tertawa pedih, sambil mengangkat pedang
yang dikembalikan si Tangan besi itu sahutnya, "Sam-suheng,
Siaute akan bunuh diri untuk mempertanggung-jawabkan
perbuatanku."
Tangan besi tahu orang yang barusan bicara tak lain adalah
Say Cukat Wan Beng-tin, maka dia pun tidak ikut campur,
karena dia yakin tak mungkin Wan Beng-tin akan memaksa
saudaranya untuk bunuh diri.
Benar juga ketika melihat Mok Kiu-peng melintangkan
pedangnya di leher sendiri, kembali suara dingin itu berseru,
"Bila kau sanggup membunuh kawanan manusia itu, dosamu
akan tertebus."
Mok Kiu-peng tertawa sedih. "Pertama aku Mok Kiu-peng
tak ingin membunuh sahabat, kedua aku Mok Kiu-peng sadar
kalau bukan tandinganmu, harap Wan-suheng bersedia
mengabulkan permintaanku ini!"
Selesai berkata ia gorok leher sendiri untuk bunuh diri.
Tangan besi merasa terharu sekali ketika mendengar orang
itu telah menganggapnya sebagai sahabat, bahkan tidak
333 segan untuk bunuh diri ketimbang harus bermusuhan
dengannya, perasaan antipatinya terhadap Lian-in-ce kontan
musnah tak berbekas.
Ketika Mok Kiu-peng siap menggorok leher sendiri itulah
kembali terdengar suara dengusan dingin, menyusul meluncur
sebilah pisau terbang langsung menghajar pedang itu.
Dengan wajah berubah lekas Mok Kiu-peng berseru, "Wansuheng,
kau..." "Hmm, bukan saja kau mundur sebelum bertempur, bahkan
membuat semangat tempur prajurit merosot, kau pun
menganggap musuh sebagai sahabat, sadarkah kau bahwa
semua peraturan benteng telah kau langgar?"
Tangan besi gusar sekali, meskipun sudah diduga Wan
Beng-tin tak akan membiarkan rekannya bunuh diri, namun
dia tak mengira kalau tuduhan berlapis telah dijatuhkan
kepada Mok Kiu-peng, seakan dia telah memojokkan rekannya
itu agar menjalani hukuman mati setelah peristiwa ini.
Ia segera mendongakkan kepala, tampak seorang lelaki
setengah umur berbaju putih, berjenggot panjang, berwajah
putih bagai kemala dan dingin sikapnya, berjalan keluar dari
balik hutan, dia tak lain adalah si Cukat cerdik Wan Beng-tin.
Terdengar Mok Kiu-peng berseru sambil setengah berlutut
menghadap ke arah barat-daya, "Tecu siap menerima
hukuman mati!"
"Masih ada yang menolak bertempur?" sekali lagi Wan
Beng-tin berseru.
Tentu saja keempat ratusan anggota bandit itu tak berani
mengatakan "tidak", serentak mereka berseru, "Membunuh
musuh adalah kewajiban setiap anggota!"
"Bagus!" kembali Wan Beng-tin berseru setelah melirik
sekejap ke arah Si Tangan besi. "Sekarang tunjukkan kepada
semua orang bahwa kami anggota Lian-in-ce tidak terdapat
manusia yang mau menjual teman hanya untuk mencari
kehormatan sendiri."
Mendadak ia sambitkan kedua bilah pisau terbang langsung
diarahkan ke sepasang mata Mok Kiu-peng.
334 Tangan besi sama sekali tidak menyangka kalau orang itu
bakal turun tangan sekeji itu terhadap saudara angkat sendiri,
sambil membentak gusar dia melejit ke muka.
Sementara itu sepasang pisau terbang Wan Beng-tin telah
meluncur ke arah mata Mok Kiu-peng dengan kecepatan
tinggi, mata pisau tampak berwarna hijau kebiru-biruan, jelas
mengandung racun yang sangat jahat.
Rupanya sesuai dengan peraturan Lian-in-ce, terhadap
orang yang berani melanggar peraturan, maka sepasang
matanya akan dibutakan lebih dulu, kemudian membiarkan
sang korban mati tersiksa karena keracunan, sebuah hukuman
yang amat kejam dan sadis.
Mok Kiu-peng sama sekali tidak berusaha untuk
menghindar, sambil memejamkan mata ia siap menerima
kematian. Mendadak "Buuuk, buuuk, buuuk, buuuk" ternyata si
Tangan besi telah melayang turun di hadapannya sambil
menangkap pisau terbang itu dengan kedua belah tangannya,
lantaran sangat gusar, maka begitu pisau terbang itu
tertangkap, segera dihancurkan hingga remuk berkepingkeping.
Bersamaan ketika Tangan besi menangkap sambitan pisau
terbang itu, tampak sesosok bayangan putih melesat secara
tiba-tiba, langsung mengancam tubuh Wan Beng-tin.
Tujuh delapan orang bandit berniat menghadang, tapi
bayangan putih itu sudah melejit kembali ke udara, terbang
melewati atas kepala kawanan manusia itu dan langsung
menyerang ke arah tujuh delapan orang pengawal yang
berada di hadapan Wan Beng-tin.
Tujuh delapan batang tombak panjang langsung menusuk
ke arah bayangan putih itu secara serentak.
Ternyata bayangan putih itu adalah Pek Huan-ji, saat
tubuhnya melayang, sepasang tangannya bergerak cepat,
dalam waktu sekejap dia sudah dapat menangkap semua
tombak panjang itu, tetapi karena halangan itu ia pun
terpaksa melayang turun.
335 Wan Beng-tin tak merasa kuatir, jika gempuran Pek Huan-ji
gagal melukainya, maka anak buahnya akan segera
mengepung dan mencincang tubuhnya hingga hancur.
Baru saja Wan Beng-tin hendak memberi perintah untuk
melancarkan serangan, tiba-tiba terlihat sesosok bayangan
putih kembali berkelebat lewat di depannya.
Dengan terkesiap Wan Beng-tin melompat mundur, segera
ia melolos senjatanya, namun serangan pedang orang itu
cepat bagai sambaran kilat, tahu-tahu ujung pedangnya sudah
menempel di atas lehernya.
Saat itulah bayangan orang itu melayang turun, dia tak lain
adalah Pak-shia Shiacu Ciu Pek-ih.
Wan Beng-tin segera sadar, ternyata serangan Pek Huan-ji
tadi hanya bertujuan mengalihkan perhatiannya, padahal
serangan sebenarnya justru datang dari Ciu Pek-ih.
Ketika ia sadar akan siasat itu, tahu-tahu tubuhnya telah
terjatuh ke tangan musuh, tak terlukiskan rasa gusarnya, dia
tak menyangka kecerdasan otaknya gagal mengantisipati
kejadian itu. Karena terancam pedang lawan, maka dengan wajah hijau
membesi lantaran mendongkol, dia cuma bisa mengawasi Ciu


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pek-ih tanpa berkata.
Sementara itu kawanan bandit yang mengepung sudah
mencabut senjata dan siap melakukan penyerbuan, dengan
suara kasar Ciu Pek-ih segera menghardik, "Bila kalian berani
maju selangkah saja, akan kubantai Sam-cecu kalian ini!"
Serentak para bandit menghentikan langkahnya.
"Bangsat tak bernyali," mendadak Wan Beng-tin
mengumpat, "kenapa kalian tak berani maju" Takut aku
mampus" Hmm, apa artinya sebuah kematian" Kalau kalian
tak berani maju, jangan salahkan kalau akan dijatuhi hukuman
berat" Sebenarnya Ciu Pek-ih hendak menegurnya, mengapa tidak
mengampuni saudara angkat sendiri, siapa sangka orang ini
benar-benar berhati keras, tanpa mengucapkan sepatah kata
336 pun dia mendongakkan kepala dan sengaja menyongsongkan
lehernya ke ujung senjata lawan.
Tentu saja Ciu Pek-ih tak ingin tawanannya mati sia-sia,
segera dia tarik pedangnya.
Walaupun gagal mati, tak urung luka dalam membekas di
leher Wan Beng-tin, cucuran darah segera membasahi
tubuhnya, namun dia seperti tidak jeri, malah sekali lagi
badannya ditubrukkan ke arah senjata lawan.
Sekali lagi Ciu Pek-ih menarik kembali pedangnya, dan hal
ini berlangsung sampai beberapa kali, setiap Wan Beng-tin
nekad menubrukkan badannya ke ujung pedang, setiap kali
juga Ciu Pek-ih harus menarik senjatanya. Meski begitu, ujung
pedang itu tak pernah jauh dari lehernya sehingga Wan Bengtin
selain gagal untuk mati, dia pun gagal untuk meloloskan
diri. "Jangan menghina Samkoku" mendadak terdengar Mok
Kiu-peng membentak gusar. "Siapa berani menganiayanya
berarti memusuhi aku!"
Wan Beng-tin tertawa lantang.
"Losu, tak usah gusar," ia berseru, "tampaknya hari ini kita
bakal mati bersama."
Diam-diam Ciu Pek-ih mengakui kejantanan lawannya,
timbul rasa hormat dalam hati kecilnya, ia kembali menegur,
"Kalau dilihat dari sikapmu, semestinya kau terhitung seorang
Enghiong Hohan, kenapa kau justru bertindak keji terhadap
saudara sendiri?"
Wan Beng-tin melotot sekejap ke arahnya, lalu tertawa
keras. "Hahaha ... bila setiap anggota Lian-in-ce berhati
lemah, hanya gara-gara punya hubungan erat lantas
mengabaikan peraturan dan hukuman, apa jadinya Lian-in-ce"
Bagaimana mungkin kami bisa berdiri sebagai sebuah
organisasi" Betul Mok-sute adalah sahabat karibku, tapi
sebagai komandan pasukan dia berhati lemah, menyerah
kepada musuh dan menolak berperang, apakah dosa
kesalahan ini harus kuampuni" Apakah lantaran dia saudaraku
maka dia bebas dari hukuman" Justru sebagai komandan,
337 dosa itu mesti ditebus dengan hukuman ganda. Kau pun tak
usah berusaha membujukku, seorang lelaki sejati tak akan
berkerut kening dengan keputusan sendiri, mau bunuh, mau
bantai, lakukan saja segera!"
Ciu Pek-ih maupun si Tangan besi manggut-manggut
sesudah mendengar perkataan itu, tanpa terasa timbul rasa
kagum dan hormat mereka terhadap orang itu.
Terdengar Mok Kiu-peng berseru pula, "Benar, perkataan
Sam-suheng memang tepat, Siaute telah melanggar peraturan
benteng, dosaku memang pantas dijatuhi hukuman mati."
Baru saja Wan Beng-tin memejamkan mata siap menanti
kematian, tiba-tiba Ciu Pek-ih menarik kembali pedangnya,
bahkan sambil menjura berkata, "Wan-sianseng, maafkan
Cayhe bila sudah bertindak kasar kepada kalian berdua."
Semula Wan Beng-tin mengira ucapannya pasti akan
memancing kemarahan Ciu Pek-ih sehingga pedangnya
langsung dihujamkan ke tubuh sendiri, dia tidak menyangka
kalau musuh malah bersikap begitu hormat kepadanya bahkan
mohon maaf. Maka sambil membuka kembali matanya, dia berseru, "Kau
tak usah pura-pura baik hati, biarpun kau ampuni aku, bukan
berarti aku tak akan memusuhi kalian!"
Sembari menyarungkan keYnbali senjatanya, Ciu Pek-ih
menyahut, "Silakan Wan-sianseng turun tangan, aku
membebaskan anda karena kau seorang lelaki sejati, apalagi
kalau bukan kubokong secara tiba-tiba, belum tentu aku
berhasil membekuk Sianseng"
Wan Beng-tin jadi melengak, untuk sesaat dia tak tahu apa
yang mesti diperbuat.
Mendadak terdengar seorang berseru dengan suara
nyaring, "Beng-tin, biasanya kau pintar dan luwes, kenapa hari
ini jadi kaku dan keras kepala hingga menggelikan para
tetamu saja, peraturan yang berlaku dalam Lian-in-ce kita
adalah peraturan hidup, mengapa kau menggunakannya
sebagai sesuatu yang mati?"
338 Ketika si Tangan besi berpaling, terlihat para bandit yang
ada di sisi utara telah menyingkir ke samping membuka
sebuah jalan, seorang pemuda dengan senyum di kulum
pelan-pelan berjalan mendekat, di sampingnya mengikut
seorang berbaju hitam yang bermimik kaku tanpa perasaan.
"Aaah, Toa-cecu telah datang... Ji-cecu telah datang"
Tindak-tanduk pemuda itu amat sederhana, tidak sombong,
tidak angkuh, sebaliknya malah memberi kesan ramah dan
suka bergaul, sembari berjalan mendekat ia langsung menjura
ke arah si Tangan besi sambil menyapa, "Cayhe adalah Cing
Sau-song, maaf kalau kami tidak menyambut dengan baik,
terima kasih juga atas kebaikan kalian yang tidak membunuh
Samte dan Site"
Semua orang melengak, mereka tidak menyangka ketua
utama Lian-in-ce ternyata adalah seorang pemuda yang begitu
sederhana, baju warna hijau yang dikenakan meski agak
mencolok warnanya, namun penuh dengan tambalan di sana
sini, bukan saja tampangnya mirip seorang pelajar rudin,
bahkan thauwbaknya jauh lebih keren daripada dirinya, siapa
sangka justru orang yang amat sederhana ini tak lain adalah si
Naga sakti Cing Sau-song.
Si Ceng-tang segera berdehem, lalu ujarnya lembut, "Cingcecu,
sebetulnya kami hanya kebetulan melewati jalanan ini,
sepantasnya kami menghaturkan kartu nama untuk
berkunjung, sayang sebelum hal ini kami lakukan sudah
keburu bentrok dulu dengan anggota anda
"Aaah, sepantasnya kamilah yang minta maaf," tukas Cing
Sau-song sambil tertawa. "Kalau tak salah tentu anda adalah
Si-ciangkun dari kota Ciang-ciu bukan" Terus terang, kami
mengira pasukan yang datang adalah para pembesar korup
yang sudah sering menindas rakyat kecil, biasanya kami
orang-orang Lian-in-ce paling benci kepada kawanan laknat
seperti itu. Tadi setelah melihat kebesaran hati kalian yang
mau memahami perasaan Sam-te dan Si-te kami, Cayhe yakin
kalian bukan manusia sembarangan, bila tidak keberatan,
bagaimana kalau kita berkenalan?"
339 Maksud perkataan itu sudah jelas sekali, seandainya
mereka adalah pembesar anjing, maka sejak tadi perintah
pembantaian sudah diturunkan.
Zaman itu rakyat kecil memang hidup tertindas dan
menderita, banyak pembesar korup bertindak sewenangwenang
dengan memeras rakyat, hanya wilayah Ciang-ciu dan
sekitarnya yang berada dalam kekuasaan Si Ceng-tang, tak
pernah mengalami kejadian seperti ini, bukan saja ia tak
pernah menindas rakyat bahkan sudah terkenal sebagai
pembesar bersih.
Tak heran kalau Cing Sau-song menunjukkan sikap yang
amat bersahabat.
"Aaah, apa maunya orang ini?" pikirnya kemudian,
"tampaknya dia punya cita-cita untuk menegakkan keadilan
dan kebenaran, jangan-jangan dia mau berontak?"
Makin dipikir, panglima perang dari kota Ciang-ciu ini
semakin terkesiap.
Di pihak lain, manusia berbaju hitam itu sudah berjalan
menghampiri Koan Tiong-it, dia periksa sebentar hancuran
bok-hi yang berceceran di tanah, kemudian mengangkat
wajahnya dan melotot sekejap ke arah Tangan besi, sinar
tajam memancar keluar dari balik matanya.
Namun hanya sekejap, ia sudah mengalihkan kembali sinar
matanya, membangunkan Kwan Tiong-it dan menyalurkan
tenaga dalamnya untuk melindungi keselamatan jiwanya.
Mok Kiu-peng sangat menguatirkan keselamatan
saudaranya, tanpa sadar ia berseru, "Jiko, apakah Ngo-te
masih hidup?"
Lau Hiat-kong tidak menjawab, dia tetap membungkam.
"Jite," Cing Sau-song segera berkata, "kuserahkan
keselamatan jiwa Ngo-te kepadamu"
"Jangan kuatir Toako, Ngo-te tetap punya harapan hidup,"
jawab Lau Hiat-kong cepat.
Tak selang lama, paras Koan Tiong-it yang pucat mulai
berubah semu merah, diam-diam para jago bersyukur, sebab
340 bila Koan Tiong-it sampai tewas, dendam kesumat ini pasti
akan dibalas pihak Lian-in-ce.
Pelan-pelan Cing Sau-song berpaling kembali ke arah
Tangan besi, ujarnya sambil tertawa, "Di antara kita sudah
terjadi kesalah-pahaman yang nyaris berakibat fatal,
semuanya ini merupakan kesalahan kami. Bila tidak keberatan,
bagaimana kalau minum beberapa cawan arak dulu dalam
benteng kami?"
Si Ceng-tang keberatan, katanya, "Terus terang, kami
sedang dalam perjalanan mengejar buronan kerajaan yang
kabur dari penjara, bagaimana jika undangan Cing-cecu baru
kami penuhi setelah selesai bertugas dan menyerahkan
kembali buronan itu ke pihak kerajaan?"
"Kau sedang memburu buronan kerajaan?" seru Cing Sausong
dengan wajah berubah.
"Benar!" jawab Si Ceng-tang sambil diam-diam
meningkatkan kewaspadaannya.
"Yang kau maksud adalah Raja pemusnah Coat-miat-ong?"
Ceng Sau-song menatap wajah lawannya dengan pandangan
setajam sembilu.
"Benar!" sadar hal ini mustahil dirahasiakan lagi, Si Cengtang
menjawab secara terus terang.
"Jangan!" kembali Cing Sau-song berseru nyaring.
Seketika itu juga suasana berubah sangat tegang, masingmasing
pihak bersiap menghadapi segala kemungkinan yang
bakal terjadi. Si Ceng-tang tertawa getir, ujarnya, "Cing-cecu, kau adalah
orang yang tahu urusan, semestinya tahu juga kalau kami
adalah petugas yang makan nasi dari negara."
"Justru kehadiran kami di sini adalah untuk menghadang
setiap orang yang hendak melakukan pengejaran terhadap
Cukong," ujar Cing Sau-song sambil menggeleng kepala
berulang kali. Begitu mendengar Cing Sau-song menyebut Coh Siang giok
sebagai "Cukong", si Tangan besi segera tahu hubungan
mereka pasti sangat akrab, maka sambil menjura ujarnya,
341 "Saudara Cing, ilmu silatmu tinggi, kepintaranmu luar biasa,
mengapa tidak menyumbangkan kemampuanmu untuk
berbakti kepada negara" Kenapa kau mesti menyia-nyiakan
masa mudamu?"
Maksud perkataan itu jelas, dengan kepintaran dan
kepandaian silafmu, buat apa kau membela seorang
pemberontak"
Cing Sau-song segera tertawa. "Kalau aku tidak salah duga,
anda tentulah saudara Tangan besi dari 4 opas bukan" Benar,
ucapanmu memang tepat, cuma mari kita perhatikan masalah
pokoknya, sebuah pemerintahan semestinya bertugas
mengayomi dan mensejahterakan rakyatnya, pemerintah tidak
seharusnya melakukan tindakan pemerasan, penindasan dan
penyiksaan terhadap rakyat sendiri. Dan aku berjuang demi
rakyat, aku ingin menumbangkan pemerintah untuk
mengangkat kaisar baru, kaisar yang mau memperhatikan
kesejahteraan rakyatnya, apakah tindakanku ini salah" Apakah
perjuanganku bukan demi negara dan rakyat?"
Tangan besi terkesiap, harus diakui pemerintahan waktu itu
memang sangat korup, bukan saja menindas rakyat, kaisarnya
pun lalim dan tak becus, kesengsaraan dan penderitaan
melanda hampir seluruh negeri.
Si Ceng-tang saling pandang dengan mulut bungkam,
sampai lama kemudian panglima Si baru berkata sambil
tertawa getir, "Aku tak lebih hanya seorang pembesar militer,
aku tak mampu mencampuri urusan pemerintahan. Cing-cecu,
bagaimana kalau kau bermurah hati dengan membiarkan
pasukan kami lewat" Selesai bertugas, kami pasti akan datang
minta maaf "
Cing Sau-song balas tertawa getir. "Aku tahu Si-ciangkun
memang jujur dan seorang ksatria sejati, tak mungkin orang
macam kau akan mengkhianati kera-jaan. Tapi setiap partai
ada peraturan, setiap perkumpulan ada tata cara, aku sangat
menghormati Coat-miat-ong, berarti sudah menjadi
kewajibanku untuk menghadang pasukan yang mengejarnya,
apalagi tujuan serta cita-cita Coh-cukong sangat mirip dengan
342 tujuan kami, cukup menyinggung soal ini, mustahil bagi kami
untuk berpeluk tangan."
"Bila saudara Cing punya cita-cita luhur, kenapa sampai
sekarang masih mengendon terus dalam benteng?" tiba-tiba si
Tangan besi menyela.
"Karena saatnya belum tiba, kami hanya menunggu waktu
sambil menghimpun tenaga, apalagi aku pun mendapat
perintah dari pasukan keadilan untuk menunggu kehadiran
seorang Toa-ko kami, Toako yang amat tersohor dan amat
bijak." "Pendekar besar mana yang kau maksud?" tanya si Tangan
besi dengan terkejut.
Ternyata Cing Sau-song tidak berusaha merahasiakan
identitas orang itu, jawabnya dengan nada penuh hormat,
"Dia adalah Sin-ciu Tayhiap (Pendekar besar dari tionggoan)


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau Ciu-sui!"
"Ehmm, Siau Ciu-sui memang seorang pendekar sejati,
tapi... masakah Siau-tayhiap sudah memberikan
pernyataannya untuk bergabung dengan pasukan
pemberontak?"
"Tentu saja, pasukan keadilan adalah pasukan yang
menegakkan kebenaran, siapa pun bersedia untuk bergabung,
bahkan hampir seluruh anggota persilatan telah menyatakan
kesediaannya untuk bergabung."
"Bagaimana kalau dia menolak untuk bergabung?"
"Kami akan menawarkan berulang kali, meminta kerelaan
hatinya." "Jika dia tetap menampik?"
Dengan wajah serius Cing Sau-song melakukan gerakan
memotong dengan telapak tangannya, "Kalau dia enggan
menyumbangkan tenaga demi kebenaran, terpaksa kami akan
membunuhnya."
Tercekat hati semua orang setelah mendengar perkataan
itu "Saudara Cing," tiba-tiba si Tangan besi berkata lagi, "kami
terhitung orang luar, bahkan. merupakan hamba negara yang
343 mendapat sesuap nasi dari kerajaan, mengapa saudara Cing
malah memberitahukan rahasia ini kepada kami?"
Cing Sau-song segera tertawa tergelak. "Aku yakin kalian
adalah jago berjiwa besar dan bersemangat ksatria, apalagi
bagiku tak ada persoalan yang tak boleh diutarakan kepada
orang." "Bila sekembalinya ke kota Ciang-ciu kami siarkan
rencanamu itu, bukankah hal ini sangat tidak menguntungkan
bagi Lian-in-ce?"
Kembali Cing Sau-song tertawa tergelak. "Hahaha...
saudara Thi memang pandai bergurau," serunya pula,
"sekarang dunia amat kacau, setiap saat pemberontakan bisa
terjadi dimana-mana, ada atau tidak adanya Lian-in-ce sama
sekali tak akan mempengaruhi keadaan, mana mungkin kalian
menjual kami hanya untuk mengejar tanda jasa?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya, "Apalagi jika
berita ini sampai tersiar luas, para Enghiong Hohan di seluruh
kolong langit tak nanti akan mengampuni kalian!"
Ucapan itu seketika membuat semua orang tercekat.
Ucapan Cing Sau-song itu membawa kekerasan di balik
kelembutan. Kenyataan dunia memang sangat kacau, orang tak akan
banyak bicara bila mereka sebagai pembesar negara tetapi
berjiwa bersih, namun bila sampai mengkhianati kebenaran
hanya demi nama dan pahala, bukan saja dia akan dicari oleh
orang yang dikhianati, orang lain pun tak akan berpeluk
tangan. Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong meski menjabat sebagai
panglima perang, mereka sendiri pun berasal dari dunia
persilatan, tentu saja peraturan semacam ini sangat
dipahaminya. Belum lagi jika ada pembesar laknat yang
menggunakan kesempatan itu hendak menjatuhkan mereka,
asal laporan palsu diajukan ke Kaisar, bisa jadi seluruh
keluarga besar mereka akan mati dipancung.
Tanpa terasa peluh dingin jatuh bercucuran membasahi
seluruh tubuh. 344 Setelah tertawa getir ujar Si Ceng-tang, "Cayhe hanya
seorang prajurit penjaga perbatasan, urusan kerajaan belum
pantas bagiku untuk mencampurinya, jadi Cin-cecu tak perlu
kuatir. Tapi Coh Siang-giok kabur dari penjara, menjadi tugas
dan tanggung-jawabku untuk menangkap dan menyerahkan
kembali ke negara, kalau tidak, mungkin seluruh keluarga
besarku akan tertimpa bencana dan terseret oleh dosaku,
karenanya tolong Cin-cecu mau membuka jalan untukku hari
ini, di kemudian hari Cayhe pasti akan berkunjung untuk
menyampaikan rasa terima kasihku."
Cin Sau-song termenung sejenak, kemudian katanya, "Ya,
Cayhe cukup mengerti tentang kesulitan yang Ciangkun
hadapi, tapi aku sendiri pun punya kesulitan, Coh-cukong
adalah junjunganku, sudah menjadi kewajibanku untuk
membantu dan menolongnya, jadi bila kalian hendak melewati
tempat ini untuk menangkapnya, terpaksa pihak Lian-in-ce
tidak bisa berpeluk tangan!"
Semua orang segera merasakan suasana hati yang berat,
sebab bagaimanapun juga beberapa orang Cecu Lian-in-ce
memang sulit dihadapi, apalagi mereka masih didukung tujuh
ratusan orang pasukan.
"Begini saja," ujar Cin Sau-song kemudian, "karena kita
semua adalah sahabat, tentu saja tak bisa mencari
kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak. Lebih
baik masing-masing pihak mengutus tiga orang sebagai wakil
untuk bertarung dengan cara diundi, pihak yang dapat
menangkan dua partai akan keluar sebagai pemenang. Bila
pihak kami yang kalah, akan kami antar kalian melewati bukit
ini, sebaliknya jika kalian yang kalah, harap segera kembali ke
kota Ciang-ciu. Entah bagaimana pendapat anda semua?"
Si Tangan besi memang paling kuatir bila pihak Lian-in-ce
mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak,
bila harus bertarung masai, dapat dipasatikan pihaknya akan
banyak jatuh korban.
Maka ketika mendengar Cing Sau-song mengusulkan
pertarungan tiga partai dengan satu lawan satu, dia jadi
345 terharu bercampur terima kasih, ia tahu orang itu berniat baik
Durjana Dan Ksatria 3 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Tujuh Pedang Tiga Ruyung 4
^