Pencarian

Rahasia Kunci Wasiat 7

Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Bagian 7


kitab." Selagi bocah itu berdiri termangu-mangu itulah mendadak terdengar suara tertawa
yang amat seram berkumandang datang dari belakang tubuhnya.
"Heee" heee, kini kau sendiri yang mencari jalan mati?"
Belum sempat Siauw Ling menoleh untuk melihat dengan jelas siapakah orang yang
baru saja memperdengarkan suara itu, tahu-tahu badannya sudah kena didorong oleh
suatu tenaga pukulan yang maha dahsyat.
Tak kuasa lagi tubuhnya menerjang keluar pintu dan terjerumus ke dalam jurang yang
dalamnya selaksa kaki dengan dasar yang amat runcing itu.
Penggunaan tenaga dorongan itu amat tepat sekali, dia cuma mendorong tubuh Siauw
Ling keluar dari gua yang lalu merosot ke bawah dengan menempel pada dinding batu.
Air terjun dengan derasnya memecah didasar jurang dengan memercikkan kabut air
yang tebal, seluruh dinding batu diliputi oleh kelembapan dengan lumut tumbuh setebal
beberapa coen yang menambah licinnya dinding itu, jangan dikata Siauw Ling sebagai
seorang bocah cilik yang tidak mengerti akan ilmu silat, sekalipun yang memiliki
kepandaian silat yang amat lihaypun jangan harap bisa menahan dirinya dari luncuran
dengan menempel pada dinding batu yang berlumut itu.
Diam-diam Siauw Ling menghela napas panjang dengan hati yang amat sedih, pikirnya,
"Aaaah" habis sudah aku kali ini jurang yang begitu dalamnya akan menjadi tempat
kuburku untuk selamanya."
Sejak kecil dia sudah menderita sakit yang amat aneh dan terhadap kematian selama
ini sama sekali tidak takut ditambah lagi dnegan pengalamannya selama beberapa hari ini
membuat dia orang memandang terlalu tawar terhadap soal kematian walaupun dalam
hati dia tahu kalau tubuhnya akan hancur setibanya didasar jurang tetapi dia sama sekali
tidak jadi jeri. Setiap orang yang berada diambang kematian pastilah timbul kekuatan untuk mencari
keselamatan, walaupun Siauw Ling tahu kalau tindakannya ini bakal sia-sia belaka tetapi
sepasang tangannya tetap mencengkeram tiada hentinya.
Mendadak dia merasa ada sesuatu benda yang amat halus dan lunak menyangkut
badannya, cuma sayang benda tersbut tidak kuat untuk menahan terjangan badannya,
maka begitu terkena terjangannya benda tersbut patah dan ikut terjatuh ke dalam jurang.
Demikianlah berturut-turut badannya menyangkut dengan benda-benda yang lunak dan
halus itu sehingga pada patah dan jatuh ke dalam jurang tetapi dengan kejadian itupun
sudah membantu untuk mengerem daya luncur badannya yang sedang melayang ke
bawah itu. Tiba-tiba badannya yang meluncur ke bawah itu tersentak dan membentur sesuatu,
kakinya terasa membentur pada sebuah benda yang amat berat sehingga tidak kuasa
sudah memantang dan berhentilah meluncur agaknya kini dia sudah terjatuh di atas
sebuah batuan yang amat dingin sekali.
Lama sekali Siauw Ling berdiam diri dengan pandangan mendelong, kemudian dengan
telitinya ia memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu.
Tampaklah tubuhnya pada saat ini sudah berada di atas sebuah tanah batuan yang
menonjol keluar dari dinding tebing, batu tersebut berada ditengah-tengah antara puncak
tebing dengan dasar jurang yang amat dalam itu, besarnya laksana sebuah mangkuk
dengan panjang tidak sampai tiga depa.
Di sekeliling batu itu tumbuh sejenis jamur berwarna putih yang amat banyak sekali,
jamur itu tingginya hanya kurang lebih tiga coen dengan tangkainya berwarna merah
tawar, bentuknya mirip dengan payung dan besarnya ada setelapak, batunyapun sangat
harum sekali. Atas adalah tebing setinggi ribuan kaki dan bawah adalah jurang yang dalamnya
sampai kelihatan dasarnya, kecuali tumbuh jamur yang berwarna putih keperak-perakan
itu seluruh permukaan tebing hanyalah dipenuhi dengan lumut hijau yang amat tebal.
Tempat itu benar-benar merupakan suatu tempat yang ganjil atas tak terlihat langit
bawah tak terlihat tanah, sehingga merupakan suatu tempat yang sangat berbahaya
sekali. Terjunlah air dari atas puncak mencapai daya terjuann yang amat luas di sekeliling itu,
sehingga kurang lebih ada satu kaki enam tujuh depa di sekeliling tempat tersebut sudah
dipenuhi dengan kabut air yang amat tebal, hanya di dalam sekejap itu saja seluruh tubuh
bocah itu sudah basah kuyup.
Dengan perlahanpun rasa terperanjat yang memenuhi hati Siauw Ling kini mulai lenyap
berganti dengan rasa keheranan pikirnya, "Aneh sekali! tebing ini mencapai luas ratusan
kaki kenapa di tempat lain tidak tampak tumbuhan apapun kecuali disekitar tempat ini saja
yang ada tumbuhan jamur putih itu?"
Kiranya tumbuhan jamur putih dengan tangkai merah itu hanya tumbuh diderah sekitar
tiga empat kaki dari tonjolan batu cadas itu.
Tangannya mulai meraba tanah didinding itu, dia merasa tempat itu sangat gembur
dan basah, hatinya jadi lantas jadi paham kembali.
"Aaah"! Benar tanah di sekeliling tebing sini pastilah amat subur sekali sehingga
jamur-jamur itu hanya tumbuh di sekeliling ini saja!" pikirnya.
Rasa heran yang semula mencekam hatipun dengan cepat ikut tersapu lenyap.
Cuacapun dengan perlahan mulai menggelap karena sang surya dibalik puncak yang
sangat tinggi itu. Kini suasana jadi gelap, perutpun mulai keroncongan pikirnya dihati, "Tempat ini
tampak burung maupun binatang, dimalam hari tentulah sangat sunyi. Kelihatannya aku
orang tidak terbanting mati didasar jurang tapi harus menemui kematian karena kelaparan
dan kedinginan." Saking laparnya akhirnya ia tidak kuat lagi untuk mempertahankan dirinya, tangannya
mulai memetik jamur-jamur putih yang tumbuh disekitar tempat itu lalu dimasukkan
kemulutnya. Setelah masuk ke dalam mulut terasa suatu rasa manis dan harum yang benar-benar
menusuk hidung tersebar keluar, jamur putih itu benar-benar sangat enak sekali.
Hanya di dalam sekejap saja Siauw Ling sudah menghabiskan tujuh delapan batang
sampai perutnya terasa sangat kenyang dia baru berhenti mengunyah dan mulai berpikir
kembali. Soal makan untuk sementara waktu masih bisa di atas dengan jamur-jamur putih yang
bisa diambil dengan menggunakan tangan dan paling lama masih bisa bertahan dua tiga
hari lagi, tetapi bagaimana aku harus melawan rasa dingin dimalam hari dan cara
bagaimana pula untuk meninggalkan tempat ini!"
Bocah ini sama sekali tidak memikirkan siapakah orang yang sudah mendorong dirinya
sampai terjatuh ke dalam jurang, kepada diapun dalam hatinya tidak menaruh rasa
dendam yang dipikirkan waktu ini hanyalah dengan cara bagaimana bisa meninggalkan
tempat tersebut. Malam yang dingin akhirnya menjelang tiba juga, kecuali suara air terjun yang bergema
memekikkan telinga hanyalah suara angin malam yang menderu-deru mengawani Siauw
Ling dimalam yang sunyi itu.
Keadaan yang sangat seram ini boleh dikata tak mungkin bisa diubah lagi dengan
kekuatan Siauw Ling, agaknya kecuali bila dia harus menemui kematian dengan meloncat
ke bawah dasar jurang hanyalah merasakan penderitaan sebelum menjelang kematiannya
di atas batu tersebut. Sambil bersandar pada dinding bocah itu memejamkan matanya dan berlatih tenaga
dalam sesuai cara yang diajarkan Gak Im Kauw kepadanya, dia berharap dengan latihan
tersebut rasa dingin yang mencekam badannya itu bisa tertahan.
Suatu peristiwa ternyata berlangsung diluar dugaannya. Waktu itu dia tidak merasa
begitu dingin dan malam yang panjang itupun berlalu dengan cepatnya.
Haripun menjadi terang kembali, sinar keemas-emasan dari sang surya memancarkan
cahaya terang menerangi puncak tebing.
Kalau lapar Siauw Ling lantas memetik beberapa batang jamur untuk dimakan, setelah
itu menanti kembali munculnya malam berikut.
Demikianlah dengan menempuh penghidupan yang serba susah payah tiga hari sudah
berlalu dengan cepatnya. Hari itu kembali Siauw Ling merasa sangat lapar sedang jamur putih yang ada di
sekelilingnya sudah termakan habis, walaupun di tempat yang lebih jauh masih amat
banyak tetapi tak terambil olehnya.
Di dalam keadaan yang amat terdesak itulah bocah tersebut mulai mencari akal untuk
menyambung hidup, maka dialah yang melepaskan pakaiannya untuk dibentuk tali dan
diikat diujung baju tersebut sedang ujung yang lain diikat pada pinggangnya.
Dengan menggunakan cara itulah dia meluncur ke bawah untuk mengambil beberapa
batang jamur untuk seterusnya naik kembali ke tempat semula.
Beberapa hari kembali lewat dengan cepatnya, jamur-jamur putih yang ada di bawah
tebing kembali habis dimakan sedang jamur-jamur yang tumbuh subur disebelah atas dan
samping kiri kanan tak tercapai olehnya, waktu itulah hatinya mulai cemas dan bingung.
Bilamana dihitung dengan jari maka bocah itu sudah berdiam selama sepuluh hari
sepuluh malam di tengah tonjolan batu yang tidak melihat langit dan melihat tanah itu.
Hari itu mendadak cuaca berubah hebat angin bertiup kencang diselingi hujan badai
yang amat dahsyat, petir menyambar tiada hentinya disertai suara halilintar yang
membelah bumi. Walaupun selama beberapa hari ini Siauw Ling sama sekali tidak bersantap sehingga
perutnya terasa amat lapar tapi semangatnya masih tetap gagah, pakaian sebelah ataspun
sudah disobek untuk dibuat tali maka sekalipun kini berada dalam keadaan setengah
telanjang bocah itu sama sekali tidak merasa kedinginan.
Hujan badai yang disertai dengan tiupan angin kencang itu berlangsung selama emapt
lima jam lamanya, walaupun hanya beberapa jam tetapi bagi Siauw Ling yang merasakan
penderitaan itu, bagaikan selama beberapa tahun lamanya.
Hujan badai itu datangnya cepat perginyapun dalam sekejap hanya di dalam beberapa
saat saja angin berhenti, hujannyapun reda sinar sang surya mulai menampakkan dirinya
kembali. Kembali perutnya mulai merasa sangat lapar, jamurpun tak berhasil didapatkan dan
sewaktu Siauw Ling berada di dalam keadaan serba bingung itulah mendadak tampak
sesosok bayangan dengan cepatnya menerjang datang.
Belum sempat bocah itu melihat dengan jelas tahu-tahu bayangan hitam itu sudah
melayang turun di atas batu cadas tersebut.
Walaupun bayangan hitam itu berhasil meluncur keatas batu tersebut tetapi badannya
bergoyang amat keras seperti mau jatuh dengan sebatnya Siauw Ling menyambar
bayangan tersebut dan ditariknya kencang-kencang.
Kiranya bayangan tersebut bukan lain adalah seekor burung yang amat besar.
Setelah memperoleh bantuan dari Siauw Ling burung itupun baru menutup sayapnya
dan berdiri tegak di atas batu itu.
Burung itu besarnya mencapai dada, dan bilamana mendogakkan kepalanya jauh lebih
tinggi dari dirinya. Siauw Ling yang sejak kecil sudah memperoleh pengetahuan campuran
yang amat luas sekali pandangannya lanatas sudah tahu kalau burung itu tentunya burung
rajawali seperti yang dikatakan dalam kitab, hatinya jadi amat girang.
"Aaah" bilamana aku tidak terkurung disini mana mungkin bisa melihat burung sebesar
ini," pikirnya. Pada waktu itulah dia menemukan kalau burung itu sedang memejamkan mata
menundukkan kepala, agaknya sedang menderita suatu penyakit.
Siauw Ling jadi keheranan terburu-buru dia menarik burung itu lebih mendekat lagi.
Tiba-tiba jamur putih yang dicekal ditangannya disambar oleh burung tersebut lalu ditelan.
Melihat akan hal itu timbullah rasa kasihan dihati Siauw Ling, pikirnya diam-diam,
"Ooouw" kiranya burung rajawali ini sedang lapar!"
Buru-buru dia mengambil lagi beberapa batang jamur yang baru saja dipetik itu untuk
dijejalkan ke dalam mulutnya.
Burung rajawali itu sesudah menghaboskan enam tujuh batang jamur putih itu
semangatnyapun berkobar kembali suara pekikkan memecahkan kesunyian menembus ke
tengah angkasa membuat Siauw Ling merasakan telinganya tergetar.
Diam-diam bocah itu jadi amat terperanjat kembali pikirnya, "Tidak disangka jamur
putih itu sungguh mujarab sekali. Burung raksasa yang tadi kelihatan mau mati setelah
menelan beberapa batang jamur semangatnya pulih kembali."
Pikirannya yang cerdikpun segera bisa memecahkan kembali berbagai persoalan yang
selama ini mencekam hatinya. Tidak aneh kalau selama ini badannya tidak terasa
kedinginan maupun lelah, kiranya jamur putih tersebut sangat berkasiat untuk badan.
Setelah semangatnya pulih kembali burung rajawali itupun mulai mengibas-ibaskan
sayapnya siap terbang pergi.
Mendadak Siauw Ling merasakan hatinya rada tergetar.
"Burung ini setelah pergi dari sini entah kapan lagi baru kembali?" inilah kesempatan
yang baik bagiku untuk meloloskan diri dari sini, aku harus meminjam burung tersebut
untuk meninggalkan tempat itu!"
Berpikir akan hal tersebut hatinya jadi mantap, serunya dengan cepat, "Kakak rajawali,
kakak rajawali, tolong aku meninggalkan tempat ini."
Tangan kanannya melepaskan kain yang mengikat di atas batu tebing itu sedang
badannya naik keatas punggung burung tersebut.
Diantara suara pekikan yang nyaring burung rajawali itu mulai mementangkan
sayapnya dan melayang ke tengah angkasa melewati air terjun tersebut menuju ke tengah
udara. Siauw Ling yang ada di atas punggung rajawali itu hanya merasakan angin menderuderu
di samping telinganya dalam hati dia jadi terperanjat sedang sepasang tangannya
merangkul leher burung tersebut lebih kencang lagi.
Walaupun angin yang ditimbulkan oleh kebasan sayapnya amat menyeramkan tetapi
terbang burung tersebut amat mantap. Lama kelamaan Siauw Ling mulai berani lagi
matanya mulai dipentangkan dan melongok ke bawah dengan penuh rasa kagum.
Mendadak burung itu meluncur ke bawah dengan amat cepatnya hampir-hampir
melemparkan dirinya jatuh dari punggung burung. Buru-buru dia merangkul leher rajawali
tersebut lebih kencang. Akhirnya burung itu menutup sayapnya kembali dan melayang turun disebuah lembah
yang amat curam. Pohon siong tumbuh dengan rindangnya memenuhi permukaan rumput nan hijau
menghiasi tanah di samping berbagai ragam bunga mengeluarkan bau harum yang
semerbak pemandangan disekitar tempat itu benar-benar amat indah sekali.
Dengan langkah yang perlahan Siauw Ling berjalan ke depan melalui pohon siong yang
besar dan rindang itu. Akhirnya sampailah di bawah bukit dengan sebuah rumah kayu
berdiri disisi hutan. Hatinya jadi amat girang, teriaknya, "Bagus sekali! Kiranya disini ada orang berdiam."
Rumah kayu itu tertutup rapat-rapat dengan sekelilingnya tumbuh pohon siong yang
rendah tapi lebat, saking girangnya Siauw Ling segera menerjang masuk ke dalam dan
membuka pintu tersebut. Setelah baru saja hendak melangkah masuk mendadak hatinya rada tertegun.
"Akh" bagaimana aku boleh bertindak gegabah?"?" pikirnya.
Dengan cepat dia berhenti lalu berseru dengan suara keras.
"Majikan rumah yang ada di dalam maaf boanpwee mengganggu ketenanganmu."
Suasana di dalam rumah masih tetap tenang-tenang saja, sedikit suarapun tidak
kedengaran. Siauw Ling jadi ragu-ragu, akhirnya dia melangkah masuk juga ke dalam ruangan
tersebut. Tampaklah di dalam ruangan itu kecuali sebuah pembaringan kayu tidak tampak benda
yang lain di atas pembaringan kayu duduklah seorang yang memakai kerudung putih.
Selangkah demi selangkah Siauw Ling berjalan mendekati, walaupun begitu orang itu
masih tetap duduk tenang tanpa menunjukkan gerakan apapun juga.
Dalam hati Siauw Ling jadi rada mangkel, pikirnya, "sebenarnya orang itu masih hidup
atau mati?" Kenapa badannya seperti patung sedikitpun tidak bergerak?"
Berpikir akan hal itu dengan keras kembali teriaknya, "Boanpwee Siauw Ling telah
mengganggu ketenangan dari Locianpwee, disini aku minta maaf terlebih dulu."
Orang itu tetap duduk tidak bergerak tegak dan kaku laksana sebuah patung malaikat
yang terbuat dari tanah liat.
Melihat perkataannya dua kali tidak memperoleh jawaban Siauw Ling jadi rada kheki,
pikirnya, "Bagus sekali" kau berpura-pura bisu dan tuli tidak memperdulikan diriku akupun
tidak akan menggubris dirimu lagi. Kita lihat siapa diantara kita yang berbicara terlebih
dulu!" Dia lantas mengundurkan diri keujung ruangan dan bersila, sambil pejamkan matanya
dia mulai mengatur pernapasan sesuai dengan ajaran dari Gak Im Kauw.
Menanti dia selesai berlatih magribpun sudah menjelang datang, ketika bocah itu
menoleh kembali ke arah orang tersebut tampaklah dia masih tetap duduk bersila disana.
Siauw Ling jadi gemas juga, tanpa banyak cakap lagi dia lantas bertindak keluar dari
ruangan tersebut untuk mencari sedikit makanan guna menangsal perutnya yang sedang
lapar. Lembah tersebut dalamnya tidak lebih hanya seratus kaki, tetapi hawanya sangat
nyaman. Disana sini tumbuhlah berbagai pohon buah-buahan dengan amat suburnya.
Tanpa banyak bicara lagi Siauw Ling memanjat pohon untuk memetik beberapa biji
buah dan dimakannya untuk menahan lapar.
Setelah itu dia kembali ke dalam ruangan itu bermaksud untuk menginap semalam
disana. Dengan hormatnya bocah itu menjura dan berseru kembali, "Boanpwee tersesat
dan tiba di tempat ini, karena tidak ada tempat yang lain untuk berteduh, malam ini
boanpwee bermaksud untuk meminjam ruangan dari Locianpwee ini untuk beristirahat."
Orang itu membungkam tidak mengucapkan sepatah katapun, Siauw Ling pun tidak
mau ambil gubris dia lantas menguncurkan diri kepojokan ruangan dan tertidur dengan
pulasnya. Selama beberapa hari ini dia belum pernah tidur dengan nyenyak, walaupun ruangan
tersebut amat jelek tetapi jauh lebih aman dibandingkan dengan batu di atas tebing tadi
karena hatinya lega diapun tertidur dengan pulasnya.
Sewaktu sadar kembali hari sudah terang sewaktu memandang pula ke arah manusia
berkerudung itu tampaklah dia masih duduk bersila tak bergerak, pikirnya kembali


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berputar, "Hm! Kau tidak memperdulikan diriku akupun tidak akan mengajak kau berbicara
lagi." Sekeluarnya dari ruangan itu kembali dia mencari buah-buahan untuk menangsal perut
kemudian mencari mata air cuci muka.
Setelah itu dengan langkah yang perlahan dia mulai berjalan masuk ke dalam lembah
itu lebih dalam lagi. Panjang lembah itu tidak lebih cuma seratus kaki. walaupun Siauw Ling berjalan
dengan amat perlahan tidak sampai selang lima dia sudah tiba pada ujung lembah
tersebut. Terlihatlah dua buah puncak bertemu jadi satu di tempat itu, sebuah batu cadas
setinggi dua kaki menghalangi perjalanan selanjutnya.
Siauw Ling jadi amat tertarik melihat keadaan di tempat itu setelah mengitari batu
cadas mendadak muncullah sebuah pintu yang setengah terbuka setengah tertutup
hatinya jadi amat girang.
"Hore, bagus sekali! Kiranya di tempat inipun ada sebuah ruangan batu, dengan begitu
aku bisa berdiam disini saja dan tidak usah pinjam ruangan tadi."
Pintu itu hanya terbuka tiga cun saja tidak cukup untuk dilalui seseorang dengan sekuat
tenaga Siauw Ling mendorong pintu itu kesamping pintu yang besar dan berat itupun
dengan perlahan terbentanglah.
Dalam keadaan tidak sadar tadi dia sudah makan jamur putih yang berusia ribuan
tahun tenaga kekuatan dibadannyapun sudah memperoleh kemajuan yang pesat cuma dia
sendiri sama sekali tidak merasa.
Jilid 14 Gua cadas alam itu tidak begitu dalam luasnya hanya sembilan depa dengan dalam dua
kaki di bawah sorotan sinar sang surya seluruh pemandangan di dalam ruangan tersebut
dapat dilihat dengan jelasnya.
Tiba-tiba Siauw Ling menjerit kaget dan mundur satu langkah ke belakang kiranya di
dalam gua itupun terdapat seorang yang memakai jubah berwarna kuning wajahnya
menghadap ke arah dinding sehingga tak dapat dilihat bagaimana bentuk mukanya.
Diam-diam dia menghela napas panjang, pikirnya, "Heee" tidak disangka di tempat
inipun ada orang yang mendiami."
Sinar matanya kembali berputar memandang sekeliling tempat itu di atas dinding yang
rata dan bersinar itu terlukislah delapan buah gambar manusia ada yang sedang duduk
ada yang sedang berdiri ada pula yang sedang berbaring atau terlungkup bermacam gaya
itu terukir dengan amat jelas sekali agaknya dibuat dengan menggunakan golok atau
pedang. Kecuali kedepalan buah gambar yang terpancang di atas dinding serta simanusia
berjubah kuning itu sebuah pembaringanpun tidak tampak di tempat itu.
Dengan perlahan Siauw Ling berjalan ke depan maksudnya ingin melihat bagaimana
rupa orang itu boleh dikata hampir menempel dinding, ujung hidungnya saling menempel
dengan batu kecuali baju serta badannya sama sekali tidak kelihatan yang lain.
Siauw Ling yang merasa tindakannya masuk ke dalam ruangan sangat tidak sopan.
Dengan perlahan Siauw Ling berjalan terburu-buru merangkap tangannya menjura.
"Boanpwee, Siauw Ling tanpa sengaja telah tiba di dalam ruangan Locianpwee" harap
suka dimaafkan." Orang berbaju kuning itu tetap duduk menghadap kedinding sedikitpun tidak bergerak
oleh perkataan itu. Sekali lagi Siauw Ling merasa hatinya jengkel pikirnya, "Orang-orang di dalam lembah
ini ternyata merupakan manusia-manusia aneh yang tidak pakai aturan semua!"
Segulung angin gunung bertiup masuk ke dalam ruangan membuat jubah kuning dari
orang itu berkibar tiada hentinya.
Tetapi orang berjubah kuning itu tetap tak bergerak dari tempatnya.
Satu ingatan mendadak berkelebat di dalam benak bocah itu.
"Orang ini duduk di tempat ini tanpa makan tanpa minum dan tak kedengaran suara
bernapas, bahkan aku yang mendorong pintu masuk dan mendekati dirinya diapun tidak
merasa, bilamana dia manusia hidup maka seharusnya akan membuka mata, apa mungkin
mereka telah mati," pikirnya.
Teringat akan hal ini kembali otaknya berputar.
Di dalam lembah gunung ini tentu ada semut serta binatang kecil bilamana mereka
sudah mati seharusnya mendatangkan semut serta binatang-binatang kecil lainnya.
Semakin berpikir Siauw Ling semakin bingung dia tidak mengerti apakah kedua orang
itu masih hidup ataukah sudah mati.
Mendadak di dalam benaknya teringat kembali akan keadaan dari Gak Im Kauw yang
mati dalam keadaan duduk bersila dengan wajah masih seperti sedia kala kini kedua orang
ini bisa tiba di tempat yang ditutupi gunung tinggi serta sunyi tak kelihatan manusia ini
mereka memiliki kepandaian silat yang tinggi dan bilamana mereka mati keadaanpun tentu
seperti Gak Im Kauw. Walaupun dia amat cerdik tetapi tidak akan terlepas dari pikiran bocah teringat akan
kematian mereka yang ada di tengah gunung, sehinggalah seorangpun yang ikut bela
sungkawa hatinya jadi amat sedih.
"Empek tua!" serunya kemudian dengan suara serak. "Kau mati di dalam gunung yang
sesunyi ini dan setiap hari berada di dalam gua kecil ini sungguh kasihan sekali! Seorang
yang turut bela sungkawapun tak ada" dan di tempat inipun tak ada uang kertas buat
menghormati dirimu baiklah biar aku gunakan saja buah-buahan sebagai sesajen untuk
menghormati sukmamu."
Sehabis berkata dia lantas lari keluar dari gua tersebut untuk mengambil beberapa biji
buah-buahan dan kemudian diletakkan di belakang tubuh si orang tua itu.
"Empek tua!" ujarnya sambil jatuhkan diri berlutut. "Aku Siauw Ling memberi hormat
buat dirimu." Sehabis berkata dia menjalankan tiga kali penghormatan besar.
Sebenarnya dia berbuat begitu hanya timbul dari dasar hati kecilnya tetapi teringat
diapun akan mati di dalam gunung yang amat sunyi dan terasing dari pergaulan manusia
sehingga tak mungkin bisa bertemu kembali dengan enci Gak nya maka dalam hati jadi
terasa amat sedih sekali.
Tak tertahan lagi ia menangis tersedu-sedu.
Si orang berjubah kuning yang duduk menghadap dinding bagaikan patung malaikat itu
sekalipun berhati keras laksana baja saat ini tergetar juga mendengar suara tangisan yang
demikian menyedihkan dari bocah tersebut akhirnya dia menghela napas panjang juga
jubahnya sedikit digetarkan dan menotok jalan darah "Shia Khei" di tubuh Siauw Ling.
Siauw Ling yang sedang menangis dengan sedihnya sejak semula sudah kehilangan
kesadarannya sekalipun orang berbaju kuning itu sudah menghela napas panjang dan
menoleh, dia masih tetap tidak merasa, tak kuasa lagi jalan darahnya kena ditotok secara
tidak sadar yang kemudian tertidur dengan pulasnya.
Si orang tua berbaju kuning itu setelah menotok jalan darah Siauw Ling lantas terpekur
berpikir beberapa saat lamanya, akhirnya setelah menghela napas panjang gumamnya
seorang diri, "Aku sudah menolong dirinya, seharusnyalah aku memperhatikan dirinya
terus." Tangannya mulai meraba seluruh tubuh dari Siauw Ling, setelah itu ujarnya lagi,
"Ternyata dia orang mempunyai bakat yang amat bagus sekali untuk belajar ilmu silat
cuma sayang ketiga buah urat nadinya ada sedikit gangguan?"
Dia meranjak sebentar lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haahaahaaa" benar bilamana dia tidak ada sakit pada ketiga urat nadinya dengan
bakatnya yang begitu bagus sudah tentu diterima orang lain, bagaimana mungkin kini bisa
menemui lohu?" Di dalam ruangan batu pada saat ini cuma dia serta Siauw Ling dua orang dan saat ini
bocah tersebut lagi tidak sadar jadi boleh dikata dia lagi berbicara seorang diri dan tertawa
tergeletak dengan senangnya.
Mendadak orang tua itu mengerutkan alisnya kembali pikirnya, "Kita sudah
mengadakan perjanjian untuk saling memperdalam ilmu silat bilamana aku menolong
bocah ini sudah tentu akan membuang waktu yang sangat banyak dengan begitu
kepandaianku tidak bakal bisa menangkan kepandaian mereka."
Teringat akan hal ini kembali muncullah rasa benci serta gemasnya terhadap diri Siauw
Ling. "Apakah mungkin mereka yang sengaja mencari bocah ini untuk mengganggu waktuku
di dalam berlatih limu silat?"" pikirnya kembali. "Hmm! Siasat ini benar-benar amat kejam
dan ganas, bocah ini bermaksud untuk mengganggu latihan Siu Kang ku dia tidak boleh
tinggal lebih lama."
Napas membunuh mulai menyelimuti wajahnya tepalak tangannya dengan perlahan
diangkat digaplokkan keatas tubuh Siauw Ling.
Pada saat telapak tangannya hampir menempel dengan jalan darah Thian Leng hiat di
atas ubun-ubun bocah itu kembali hatinya bergerak.
"Dia menangis dengan begitu sedihnya jelas hal ini tidak mungkin keluar karena purapura
dia sudah salah menduga aku sudah mati sehingga memetik banyak buah-buahan
untuk menyambangi diriku hati yang demikian ramah dan halusnya benar-benar luar biasa
sekali bilamana aku gaplok dia sampai mati bukankah hidupku akan terganggu dengan
rasa menyesal?""
Teringat kembali akan usianya yang sudah mencapai seratus tahun sekalipun
memahami ilmu silat yang lebih mendalampun tiada gunanya maka hatinya jadi goyah.
"Walaupun tidak ada hubungannya dengan orang ini tetapi bocah ini sangat baik
terhadap diriku, hatinyapun amat welas asih, lebih baik aku wariskan saja seluruh
kepandaian silatku kepadanya, dengan begitu kepandaiankupun tidak akan ikut terkubur
bersama hajatku." Dengan mengikuti perubahan di dalam hatinya wajah orang tersebut sebentar penuh
dilapisi nafsu membunuh sebentar kemudian amat ramah, sungguh kasihan Siauw Ling
yang berada di dalam keadaan tidak sadar, dia tidak tahu kalau nyawanya berulang kali
sudah berada dalam keadaan bahaya.
Akhirnya hawa jahat yang menghiasi wajah si orang berbaju kuning itu mulai luntur
berganti dengan senyuman yang ramah dia menengok ke arah Siauw Ling yang berbaring
disisi tubuhnya lalu berbisik, "Bocah, kau muncul di tempat ini sesaat sebelum aku berhasil
memahami tenaga sakti yang sedang aku yakini karenanya ilmu silatkupun menemui
kerugian. Loohu sendiri juga tidak tahu apakah ini yang dinamakan jodoh atau bencana?"
Tangannya mulai digerakkan mengurut seluruh tubuh bocah cilik itu.
Dimana jari tangannya tiba seluruh tulang dari Siauw Ling berbunyi menggerutuk
segulung asap putih dengan cepatnya mengepul keluar dari ujung jarinya.
Semakin lama asap putih itu semakin menebal, hanya di dalam sekejap saja sudah
mengurung tubuh Siauw Ling.
Kiranya si orang tua berbaju kuning itu telah menggunakan hawa murni hasil latihannya
selama puluhan tahun ini untuk melumerkan ketiga buat urat nadinya yang tersumbat itu.
Walaupun jalan darah dari Siauw Ling tertotok tetapi tenaga dalam yang berhasil dilatih
selama ini sama sekali tidak padam bahkan memberikan reaksi yang dahsyat seluruh
tubuhnya dengan mengikuti getaran jari tangan dari si orang tua berbaju kuning itu
bergetar tiada hentinya. Kurang lebih sepertanak nasi kemudian wajah si orang tua itu mulai dibasahi dengan
keringat bagaikan curahan hujan, tetapi tangannya masih tidak berhenti juga.
Keringat yang membasahi jubah kuningnyapun segera menetes keatas tubuh Siauw
Ling. Menanti napasnya mulai tersengal-sengal dia baru berhenti dan menghembuskan napas
panjang, lalu dari dalam sakunya dia mengambil keluar sebutir pil berwarna putih.
Lama sekali dia memandang ke arah pil putih yang ada ditangannya dengan rasa
sayang,lama sekali baru terdengar orang tua itu menghela napas panjang yang terpaksa
membuka mulut Siauw Ling untuk dimasukkan pil putih itu ke dalam mulutnya.
"Bocah" beristirahatlah baik-baik?"" gumamnya seorang diri.
Telapak tangannya dengan cepat bergerak membebaskan jalan darah Siauw Ling yang
tertotok itu. Mendadak Siauw Ling membuka matanya dan memandang sekejap ke arah si orang tua
itu, agaknya dia bermaksud untuk mengucapkan sesuatu tetapi rasa ngantuknya sukar
ditahan. Belum sempat mulutnya bergerak dia sudah jatuh pulas dengan nyenyaknya.
Menanti bocah itu sadar kembali untuk kedua kalinya pemandangan di dalam ruangan
batu sudah berubah. Tampaklah disudut ruangan batu itu sinar api berapi, dua ekor daging ayam sedang
dipanggang di atas . Nyala api tersebut bau harum tersinar datang membuat perutnya
terasa amat lapar. Si orang tua berjubah kuning dengan jenggot berwarna keperak-perakan yang ada di
sampingnya berwajah amat merah saat itu sedang memandang ke arahnya sambil
tertawa. Siauw Ling segera menggerak-gerakkan kaki tangannya, terasa seluruh badannya amat
nyaman laksana baru berganti tulang saja.
Buru-buru dia merangkak bangun dan melototi si orang tua berjubah kuning itu dengan
tertegun. "Aach kiranya dia belum mati?"" pikirnya.
"Bocah, kau sudah bangun?" terdengar si orang tua berjubah kuning itu bertanya
sambil tertawa. "Empek tua kau masih hidup yaaa?" seru bocah itu keheranan.
Teringat akan keadaannya sewaktu si orang tua itu duduk bersila menghadap ke arah
dinding batu walaupun saat ibi dia bisa melihat senyuman ramah menghiasi wajahnya dan
jelas si orang tua itu adalah seorang manusia hidup tetapi dalam hati tak berani terlalu
percaya. "Sudah tentu masih hidup!" sahut si orang tua berjubah kuning sambil tertawa.
"Kau sudah lama hidup di dalam lembah yang sunyi ini?"
"Ehm" mungkin ada tiga puluh tahun."
"Apa" tiga puluh tahun?" teriak Siauw Ling terperanjat. "Aah" sungguh panjang sekali
waktu itu?" "Aai bocah! Siang malam sering berputar puluhan tahun lewat bagaikan sentilan kuku.
Sewaktu loohu masuk ke dalam lembah ini kau masih belum lahir tapi kini loohu sudah
tua" yaaa, tua sekali!" kata si orang tua berjubah kuning itu sambil menghela napas
panjang. Mendengar perkataan itu dalam hati Siauw Ling lantas berpikir, "Manusia hidup takkan
terhindar dari kematian. Kau sudah hidup selanjut ini buat apa masih ingin hidup lebih
lama lagi?" Karena di dalam tubuhnya telah menderita penyakit berat dan sukar untuk hidup lebih
dari dua puluh tahun. Maka sejak kecil dia sudah mendengarkan penjelasan dari ayahya
soal mati hidup, sejak semula dia sudah tahu kalau dirinya takkan hidup lebih lama lagi
karena itu terhadap soal kematian di dalam pandangannya merupakan satu urusan yang
amat kecil. Si orang tua berjubah kuning yang melihat bocah itu memandang ke arahnya dengan
terpesona agaknya lagi memikirkan satu urusan yang sangat besar hatinya jadi heran.
"Bocah, kau lagi memikirkan apa?""
Dalam hari Siauw Ling jadi amat cemas pikirnya, "Urusan ini tidak boleh aku
beritahukan kepadanya biarlah aku beritahu kalau usianya amat panjang saja."
Di dalam keadaan cemas itu mendadak teringat kembali olehnya akan si orang
berkerudung putih yang ada di dalam rumah kayu tadi maka dengan cepat ujarnya, "Kalau
memangnya Locianpwee belum mati maka orang yang ada di dalam rumah kayu itupun
pasti masih hidup." "Ooouw" kau sudah bertemu dengan dirinya."
"Aku melihat dia duduk bersila di atas pembaringan kayu dengan wajahnya tertutup
oleh kain putih apakah dia masih bernapas atau tidak aku tidak tahu, tetapi kalau
memanganya kau kini belum mati tentunya dia orang belum mati juga."
Si orang tua berjubah itu segera tertawa.
"Pikiranmu sedikitpun tidak salah! haruslah kau ketahui orang yang memiliki tenaga
dalam sempurna ditambah pula bila belajar ilmu kura-kura bernapas sekalipun menutup
seluruh saluran pernapasan selama beberapa jam pun bukanlah merupakan persoalan
yang sulit." "Aakh"! kiranya belajar silatpun ada kebaikannya!" puji Siauw Ling tidak kuasa lagi.
"Apakah kau kepingin belajar ilmu silat?"
"Ingin sih ingin belajar! Tetapi aku mau belajar ilmu silat nomor wahit di dalam kolong
langit pada saat ini," sahut Siauw Ling setelah termenung sebentar.
"Haaa" haaa" kalau begitu kau sudah benar mencari orang, di dalam kolong langit
pada saat ini orang yang bisa menangkap diri loohupun hanya beberapa orang saja."
Walaupun seluruh rambutnya telah memutih tetapi dikarenakan sudah amat lama
berdiam di dalam gunung seorang diri hatinya masih tetap bersifat polos.
"Bagaimana?" tanya seorang tua berjubah kuning itu. "Apakah kau rada tidak percaya
dengan perkataan yang loohu ucapkan."
"Kau menyebut dirimu memiliki kepandaian silat yang amat lihay dan tanpa tandingan
dikolong langit?" "siapa yang bilang tanpa tandingan. Aku cuma bilang tidak banyak"!" sombong si
orang tua itu buru-buru. "Kalau begitu masih ada orang yang bisa menangkap dirimu?"
"Tidak benar, tidak benar paling bantu juga seimbang saja."
"Bagaimana kepandaianmu jika dibandingkan dengan Pak Thian Coencu?"" tiba-tiba
tanya bocah itu lagi. Si orang tua berjubah kuning itu agak melengak sebentar kemudian dia baru
menjawab. "Kepandaian silat dari siiblis tua itu benar luar biasa dan namanya terkenal?"
Jadi maksudmu kau tidak bisa menangkap dirinya?" sambung Siauw Ling dengan nada
kecewa. "Siapa yang bilang?"" seru si orang tua berjubah kuning itu sambil mengerutkan
alisnya. Walaupun loohu sudah nama besar dari siiblis tua itu tetapi selamanya belum
pernah bergebrak sendiri dengan dirinya, siapa menang siapa kalah siapapun tak bisa
menentukan." Si orang tua ini agaknya mempunyai nafsu untuk menang yang luar biasa besarnya dia


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berhenti sebentar lalu tambahnya lagi, "Tetapi menurut pikiran loohu dia belum tentu bisa
menangkap diriku, paling banter ternyata seimbanglah!"
"Aaah"! Sungguh-sungguhkah perkataanmu?" seru Siauw Ling kegirangan.
"sudah tentu sungguh!"
Dengan cepat Siauw Ling dongakan kepalanya memandang ke arah si orang tua
berjubah kuning itu dari sinar matanya memancarkan keluar perasaan yang sangat bangga
dan kagum. "Apakah kau suka menerima aku sebagai muridmu?"" tanyanya kemudian.
Tidak bisa" aku tidak bisa menerima dirimu sebagai murid!" sahut si orang tua
berjubah kuning itu sambil goyangkan tangannya berulang kali.
Mendengar perkataan itu Siauw Ling tiba-tiba menghela napas panjang. Ujarnya,
"Apakah perkataan sudah menyinggung perasaan kau orang tua?""
Si orang tua berjubah kuning itu malah tertawa terbahak-bahak.
"Bilamana kau memang kepingin belajar ilmu silat kelas satu maka kau tidak boleh
mengengkat aku sebagai gurumu, tetapi bilamana kau hanya kepingin belajar ilmu silat
tingkat kedua maka cepatlah jalankan penghormatan besar untuk angkat aku sebagai
guru." Sekali lagi Siauw Ling dibuat melengak.
"Semakin dengar semakin tidak paham, empek tua! Sukakah kau orang menjelaskan
lebih terang lagi?""
"Haaa" haaa" rahasia langit tidak boleh dibocorkan, kalau tidak maka akan lenyap
kemanjurannya," sahut si orang tua itu sambil tertawa terbahak-bahak, Kelihatannya dia
amat girang. Siauw Ling untuk beberapa saat lamanya tidak tahu keistimewaan dari perkataan
tersebut dia hanya memegang kepalanya dan berpikir keras.
Si orang tua berjubah kuning itu setelah menghentikan suara tertawanya dengan
perlahan dia mengalihkan sinar matanya ke arah Siauw Ling lama sekali baru terdengar
dia berseru. "Hey" bocah cilik, mari kita rundingkan satu persoalan bagaimana?"
"Empek tua, silahkan kau bicara!" kata Siauw Ling sambil angkat kepalanya.
"Bilamana kau kepingin belajar silat nomor wahid maka kau tidak boleh angkat aku
sebagai guru!" "Benar boanpwee ini sedang kebingungan dan tidak paham!"
"Urusan ini kau tidak usah berpikir lagi, sekalipun kau pikirkan sampai botak kepalamu
pecahpun percuma saja, sekarang ada satu persoalan penting yang hendak dirundingkan
dengan dirimu kita bukan sanak bukan keluarga bilamana aku memberimu pelajaran ilmu
silat kepadamu bukankah aku jadi rugi?""
"Lalu bagaimana baiknya?""
"Biarlah loohu menerima sedikit kerugian dan menerima kau sebagai anak angkatku."
Siauw Ling jadi melengak.
"Kau suka menerima aku sebagai anak angkat" tingkatan ayah terhadap anak serta
guru terhadap murid adalah seimbang mana mungkin kau merasa rugi?"" pikirnya dihati.
Sikakek tua berjubah kuning itu melihat wajah Siauw Ling penuh diliputi oleh
kebingungan wajahnyapun segera terlintas suatu senyuman bangga.
"Haaaa, haaa, bilamana loohu tidak memberitahukan urusan ini kepadamu sekalipun
kau berpikir untuk selamanya jangan harap bisa paham" serunya sambil tertawa.
"Bilamana membicarakan dari tingkatan umur sekalipun loohu jadi kakekmu juga pantas
bilamana aku hanya menerima kau sebagai anak angkatku bukankah aku akan merasa
rugi besar?"" "Ooouw kiranya begitu!" pikir Siauw Ling sambil hanya tertawa. "Jika ditinjau dari
tingkatnya di dalam Bulim tentunya dia orang merupakan seorang Locianpwee angkatan
tua!" Terdengar si orang tua berjubah kuning itu sambil tertawa menyambung kembali,
"Masih ada satu urusan kau harus menjawab dulu dengan sejujurnya setelah itu aku baru
bisa menerima dirimu sebagai putra angkat!"
"Bagus sekali untuk memperoleh ayah angkatpun harus menerima dulu banyak
peraturan," pikirnya.
Walaupun begitu dia bertanya juga, "Urusan apa?"
"Setelah kau berhasil mempelajari kepandaian silat dari loohu, bila berkelana di dalam
dunia kangouw dikemudian hari perduli sudah bertemu dengan jagoan lihay yang
bagaimanapun juga asalkan dia masih hidup harus memandang dia sebagai satu tingkatan
dengan dirimu, kalau tidak loohu semakin rugi besar lagi."
"Leng jie tentu akan mengingat-ingat sekali," sahut Siauw Ling cepat sambil bangun
berdiri dan menjura. Bocah ini memiliki otak yang cerdas, sewaktu dilihat orang tua itu sangat kukoay karena
takut sebentar lagi dia bakal mengubahnya kembali pendiriannya terburu-buru lantas
bangun dan jatuhkan diri berlutut menjalankan penghormatan besar.
Si orang tua berjubah kuning masih tetap duduk tak bergerak, setelah menerima
sembilan kali penghormatan dari Siauw Ling dia baru tertawa tergelak.
"Mulai sekarang kita harus memanggil dengan sebutan ayah beranak" katanya.
"Perkataan Gie hu memang benar!"
"Kau bocah sungguh cerdik sekali," ujar si orang tua berjubah kuning itu kegirangan.
"Tak rugi loohu menggunakan hawa murni untuk tembusi ketiga buah urat nadimu
tersebut!" "Ketiga buah urat nadiku sudah ditembusi?" tanya Siauw Ling seperti mengerti tapi
tidak paham. "Sudah tentu sudah tembus kalau tidak buat apa aku menerima seorang anak angkat
yang berudia pendek?"
"Budi kebaikan dari Gie hu, Leng jie merasa amat berterima kasih sekali!" serunya
kemudian sambil jatuhkan diri berlutut.
"Bangun" bangun! Ayo cepat aku masih ada perkataan yang hendak kusampaikan
kepadamu!" kata si orang tua berjubah kuning sambil tertawa.
Dengan perlahan Siauw Ling bangun berdiri dan duduk di samping si orang tua itu.
"Gie hu ada petunjuk apa?"
Dia orang yang sedikit-dikit memanggil gie hu, membuat orang tua berjubah kuning itu
benar-benar kegirangan dan senyumanpun menghiasi seluruh wajahnya.
Dengan perlahan si orang tua berjubah kuning itu membelai rambut sang bocah yang
terurai, ujarnya, "Bocah ilmu yang gie hu pelajari saat ini adalah ilmu Tong Ci It Yen Kang
bilamana kau ikut aku mempelajari ilmu kwekang semacam ini maka selama hidup tak
boleh kawin dengan kata lain loohupun tak bakal menggendong cuan angkat!"
"Soal ini Leng jie tidak takut!"
"Tidak bisa jadi!" teriak si orang tua berjubah kuning itu mendadak dengan mata
melotot lebar-lebar. "Karena aku mempelajari ilmu kwekang Tong Ci It Yen Kang maka
sudah tertanam seorang musuh yang amat tangguh sekali. Sekalipun sudah bergebrak
selama puluhan tahun lamanya masih belum juga berhasil dibereskan apalagi ilmu silat ini
termasuk aliran Yang yang panas dan sukar aku tidak boleh menyelakai anak angkatku."
Tetapi sebentar kemudian dia sudah merasa perkataan yang baru saja diucapkan ini
terlalu memandang rendah dirinya, tak tertahan lagi dia menyambung, "Sekalipun hawa
yang kasar rada tidak baik tetapi bilamana kasar bersatu dengan lunak hal itu akan luar
biasa sekali, cuma saja untuk mempelajari hingga mencapai pada taraf yang demikian
tingginya harus membutuhkan waktu sepuluh tahun latihan giat walaupun sepuluh tahun
lewat dengan cepat tetapi umur manusiapun ada batasnya, menanti tenaga kasarmu
timbul tenaga lunak dari seorang bocah akan berubah jadi seorang kakek tua yang kecil
karena itu kau tidak boleh mempelajari ilmu silat yang Gie hu pelajari selama ini."
Mendengar perkataan itu Siauw Ling pun diam-diam merasa amat terperanjat, pikirnya,
"Bilamana mengharuskan aku belajar selama sepuluh tahun lamanya, waktu itu dirinya
benar-benar sudah tua , enci Gak pun sudah jadi nenek-nenek, orang-orang yang
mengganggu enci Gak pun kebanyakan sudah pada mati?"
Si orang tua berjubah kuning yang melihat Siauw Ling dibuat termenung tanpa
mengucapkan sepatah katapun tidak tertahan lagi segera tertawa terbahak-bahak.
"Bocah, kau takut?" serunya.
"Tidak! Leng jie tidak akan takut."
Tiba-tiba paras muka si orang tua berjubah kuning itu berubah sangat keren, ujarnya,
"Mungkin loohu tidak bakal kuat hidup beberapa tahun lagi bocah."
"Kini kau sudah anggap aku sebagai gie humu bilamana aku tidak sanggup untuk
menciptakan dirimu sebagai sekuntum bunga yang aneh dari Bulim bilamana dikemudian
hari kau mendapat hinaan sewaktu melakukan perjalanan di dalam Bulim bukankah aku
sebagai ayah angkatmu akan ikut ternoda nama baiknya?"
"Leng jie bodoh tidak memahami perkataan dari Gie hu!"
"Loohu tidak menyalahkan kau bodoh hanya menyalahkan loohu tidak bicara terus
terang" kata si orang tua berjubah kuning itu sambil tertawa.
"Di tengah lembah sunyi yang jauh terpisah dari pergaulan manusia ini kecuali Gie
humu masih berdiam dua orang jagoan lihay lainnya?"
ooo0ooo "Aaach orang berkerudung putih yang ada di dalam rumah kayu itu!" seru Siauw Ling
tak tertahan. "Tidak salah!" sambung si orang tua dengan cepat. "Dia orang mengutamakan ilmu
meringankan tubuh, senjata rahasia serta ilmu jari sehingga menjagoi seluruh Bulim.
Sedang tenaga dalam yang dipelajaripun termasuk suatu pelajaran yang luar biasa."
"Bagaimana?" Apakah di dalam lembah sunyi yang terlepas dari keramaian dunia ini
masih ada orang ketiga?" tanya Siauw Ling dengan perasaan tercengang.
"Tidak salah diantara ketiga orang itu kau sudah bertemu dengan dua orang masih ada
seorang lagi yang berdiam disitu tempat amat kukoay bilamana tidak memperoleh
petunjuk dari diriku kau tidak bakal bisa menemukannya."
Walaupun jenggot orang itu sudah pada memutih tetapi sewaktu berkata dan tertawa
masih membawa beberapa bagian sifat kekanak-kanakan yang amat polos.
Mendengar perkataan itu sifat ingin tahu segera meliputi hati Siauw Ling.
"Dia berdiam dimana?" tanyanya cemas.
"Bocah! coba kau terka."
"Gie hu berdiam di dalam gua batu orang itu berdiam di dalam rumah kayu sedang
orang ketiga ini berdiam di tempat yang lebih kukoay tempat tersebut tentunya suatu
tempat yang tidak umum" pikirnya dihati.
Setelah termenung beberapa saat lamanya dia baru berseru, "Apakah dia orang
berdiam di atas pohon?"
"Tidak benar tidak benar dia berdiam di tengah udara!"
Karena takut Siauw Ling tidak mengerti apa yang sedang diartikan buru-buru menjawab
terlebih dulu. "Berdiam di tengah udara?" seru Siauw Ling keheranan.
"Tidak salah" sahut si orang tua berjubah kuning itu sambil tertawa senang. "Kami
bertiga sudah berdiam puluhan tahun lamanya disini, setiap kali lewat beberapa waktu
tentu mengadakan satu kali pertandingan untuk menentukan kepandaian siapakah yang
lebih unggul, tetapi sekalipun sudah diulangi berulang kali keadaan tetap tidak berubah,
siapapun tidak bisa menangkan pihak lain."
Sewaktu dia orang lagi bercerita dengan amat girangnya tiba-tiba terdengar orang tua
itu menghela napas panjang dan berseru dengan amat sedih.
"Bocah kau tahu tidak mengapa selama puluhan tahun ini aku tidak pernah
meninggalkan tempat ini selangkahpun?"
Mendadak Siauw Ling teringat kembali akan perbuatan dari para jago-jago Bulim yang
pada berebut anak kunci Cing Kong Ci Yau walaupun dimulut pada berkata hendak
mengetahui rahasia yang menyelimuti istana terlarang itu padahal yang sebetulnya pada
ingin memenuhi kebutuhan pribadi masing-masing, tentunya di dalam istana terlarang itu
sudah tertinggal berbagai macam ilmu silat peninggalan cianpwee-cianpwee terdahulu.
Kini mendengar perkataan dari si orang tua itupun lantas mereka merasa kalau
perbuatan dari gie hu nya yang berdiam selama puluhan tahun lamanya di dalam lembah
yang sunyi ini tentu ada sangkut pautnya dengan perbuatan nama serta kedudukan.
Teringat akan hal itu, ia lantas tersenyum.
"Gie hu berbuat begini tentunya dikarenakan memperebutkan nama besar serta
kedudukan bukan" Kalau tidak mana mungkin Gie hu berdiam selama puluhan tahun di
dalam lembah yang sunyi ini?"
"Bocah, kau hanya berhasil menebak benar separuh saja," ujar sikakek tua berjubah
kuning itu sambil menghela napas panjang. "Hee"! kami mengasingkan diri selama
puluhan tahun lamanya, kecuali dikarenakan perebutan nama besar terikat pula di dalam
soal cinta. Peristiwa ini panjang sekali kalau dibicarakan, apalagi waktu untuk berkumpul
bagi kita ayah beranak dikemudian haripun masih banyak karena itu lebih baik kita
bicarakan besok saja. Baru sampai kau menangis tadi membuat aku tersadar kembali
kalau loohu masih belum sadar dari rintangan tersebut, tetapi sekarang aku telah
menyadari kembali akan semua urusan bahkan sampai soal yang menggembirakan dan
menyedihkan hatipun."
Beberapa perkataan ini sebetulnya maksud yang mendaldam, Siauw Ling cerdik saat ini
tidak akan paham akan apa yang dimaksudkan oleh si orang tua berjubah kuning itu.
Tampak sikakek tua berjubah kuning itu mengelus-elus jenggotnya yang putih setelah
beberapa saat lamanya ia baru berkata kembali dengan nada serius, "Bocah, daripada
ribut lebih baik sekarang kita pergi mencari si siucay miskin itu."
Selesai berkata ia menarik tangan Siauw Ling dan dengan langkah lebar berjalan keluar
ruangan. Sang surya memancarkan sinarnya keperak-perakan, bunga-bunga tumbuh laksana
hiasan sutera. Air sungai mengalir dengan begitu tenangnya membuat pemandangan
disana benar-benar sangat indah sekali.
"Leng jie,kau sudah melihatnya bukan" itulah tempat tinggal dari si siucay miskin!" ujar
sikakek berjubah kuning sambil menuding ke arah timur lalu menghela napas panjang.
Dengan seluruh konsentrasinya Siauw Ling mengalihkan pandangannya ke depan,
diarah sebelah timur di atas sebuah tebing yang curam benar-benar tampaklah sesosok
bayangan hitam. "Untuk belajar ilmu silat harus didahului oleh pelajaran tenaga dalam" kata sikakek
berjubah kuning itu sambil mengempit tubuh Siauw Ling. "Tenaga dalam yang dipelajari
oleh siucay miskin itu termasuk tenaga dalam aliran Budha yang lihay bilamana kau dapat
berhasil memperoleh pelajaran tenaga dalamnya terlebih dahulu kemudian baru
mempelajariilmu telapakku serta ilmu rahasia dari Liuw Sian Ci tak sampai lima tahun kau
sudah pasti dapat berkelana di dalam dunia kangouw."
Gerakan tubuhnya amat cepat laksana sambaran kilat. Siauw Ling hanya merasakan
deruan angin menyambar lewat dari sisi telinganya, bunga-bunga pepohonan maupun
dinding tebing hanya berkelebat laksana kilat dan dalam waktu yang amat singkat itulah
mereka berdua telah tiba di bawah bayangan hitam yang sedang bergerak-gerak tadi.
Bocah itupun segera dongakan kepalanya keatas dan tampaklah bayangan hitam yang
bergerak-gerak itu bukan lain adalah sebuah ayunan yang terbuat dari tali rotan dengan
diatasnya secara samar-samar tampak seseorang lagi duduk bersila.
Kedua belah ujung dari ayunan rotan itu terikat pada dua sisi puncak yang saling
berhadapan di tengah tiupan angin gunung yang kencang ayunan rotan itu bergoyanggoyang
tiada hentinya. Siauw Ling yang melihat kejadian itu didalama hatinya mengira-ngira kalau ayunan itu
ada tiga puluh kaki tingginya dari atas permukaan tanah dan bilamana sampai terjadi dari
atas ayunan tersebut jangan dikata mahkluk yang terbuat dari daging dan sekalipun
sekeras batu cadas yang sangat keraspun akan hancur berantakan.
"Gie hu!" tanyanya dengan perasaan kuatir. "Apakah siang malam ia tetap duduk di
atas ayunan rotan itu terus?""
"Bocah apakah kau merasa kuatir bilamana ia sampai terjatuh dari atas ayunan itu?"
Siauw Ling pun mengangguk dan tanyanya pula, "Bilamana menemui hujan deras dan
angin kencang apakah rotan panjang yang mengikat ayunan itu kuat untuk
mempertahankan dirinya?"
"Haaa" haaa" soal ini tidak perlu kau merasakan kuatir buat dirinya!" seru sikakek tua
berjubah kuning itu sambil tertawa terbahak-bahak. "Ia sudah duduk disana selama
sepuluh tahun lamanya tetapi selama ini belum pernah ia terjatuh ke bawah."
Siauw Ling yang pernah hidup selama beberapa hari beberapa malam di atas tonjolan
batu pada dinding tebing yang curam, walaupun tempat itupun merupakan suatu tempat
yang tak dapat melihat langit dan tak bisa melihat bumi tetapi keadaannya jauh lebih
aman. Karena tonjolan batu itu kuat untuk menahan bobot badannya.
Sebaliknya ayunan rotan ini begitu lemas dan terombang ambing di tengah tiupan
angin seseorang bisa hidup selama sepuluh tahun lamanya, di tengah suatu keadaan yang
sangat berbahaya hal ini benar-benar luar biasa sekali.
"Hey siucay miskin apakah kau sudah berhasil menembusi ilmu sakti tersebut?" tegur
sikakek berjubah kuning itu secara tiba-tiba.
"Haaa" haaa" gimana" Apakah Lam heng sudah merasa tangan serta kakimu mulai
kegatalan?" sahut orang yang ada di atas ayunan rotan itu sambil tertawa nyaring.
"Haaa" haaa" anggap saja loohu tidak berhasil menangkan dirimu, dan sejak ini kita
tidak usah bertanding kembali."
Agaknya perkataan ini benar-benar berada diluar dugaan orang yang ada di atas
ayunan rotan itu karena lama sakali baru terdengar orang itu menghela napas panjang.
"Heei! Sebetulnya kepandaian silat dari Lam heng tidak berada di bawah kepandaian
siauwte," katanya. Jarak ayunan rotan tersebut dengan permukaan tanah sangat tinggi sekali tetapi tanya
jawab yang dilakukan oleh kedua orang itu bisa kedengaran sangat jelas sekali, sampai
helaan napas panjangpun bisa terdengar amat jelas.
"Heey bocah" tiba-tiba si orang tua berjubah kuning itu membisik kesamping telinga
Siauw Ling dengan suara yang amat perlahan, "Sekali tenaga dalam dari siucay miskin itu
dahsyat sekali, diluar wajahnya ia kelihatan amat halus padahal hatinya sekeras baja,
nanti kalau bicara sedikitlah berhati-hati."
"Leng jie akan mengingat-ingat terus pesan dari Gie hu!" sahut Siauw Ling sambil
mengangguk. Sebetulnya si orang tua berjubah kuning ini bersifat sombong dan tidak suka
menyendiri tetapi karena perebutan nama besar ia telah berkorban diam selama sepuluh


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahun lamanya di dalam lembah terasing ini dan kali ini hanya demi Siauw Ling ia sudah
rela mengakui kalah terhadap lawannya.
Sekonyong-konyong tampaklah sebuah rotan yang amat panjang mendadak diturunkan
ke bawah dari atas ayunan itu diikuti berkemandangnya suara tertawa yang amat nyaring.
"Haa"haaa, Lam heng suka memberi muka kepada siauwte merasa sangat berterima
kasih sekali, dan suruhlah bocah cilik itu naik!"
"Maksud dari perkataan ini sangat jelas sekali, kau mengakui tak bisa menangkan
diriku, sudah tentu dikarenakan oleh sebab itu."
Rotanpun segera diturunkan untuk mengundang Siauw Ling naik. Dengan kejadian ini
maka sama saja dengan sekali langsung membongkar rahasia hati si orang tua berjubah
kuning itu. "Bocah, kau naiklah," ujar si orang tua berjubah kuning itu kemudian dan sambil
tertawa sedih. Sehabis berkata dengan perlahan ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling hanya merasakan senyuman dari Gie hu nya itu mengandung perasaan
sedih dan tekanan batin yang luar biasa hanya saja bocah itu tidak mengerti apa sebabnya
ia sampai bersikap demikian.
Dengan termangu-mangu bocah itupun memandang bayangan punggung dari si orang
tua berjubah kuning yang mulai lenyap dibalik pepohonan ia merasa si orang tua itu kini
kelihatannya jauh lebih tua lagi.
Menanti ia menoleh kembali tali rotan yang diturunkan ke bawah telah berada di atas
kepalanya. Dan dengan cepat ia menangkap tali rotan itu untuk memanjatnya keatas.
Secara tidak sengaja bocah itu telah makan jamur batu berusia ribuan tahun ditambah
lagi telah memperoleh bantuan tenaga murni dari si orang tua berjubah kuning yang
menembusi ketiga buah urat nadinya, tanpa ia rasa tangannyapun telah bertambah lipat
ganda. Kini dengan kecepatan yang luar biasa ia memanjat ke arah atas, tidak selang beberapa
saat lamanya tubuhnya telah berada kurang lebih empat lima kaki tingginya.
"Pegang erat-erat!" tiba-tiba terdengar suara peringatan yang amat nyaring.
Tali rotan yang dicekalnya secara tiba-tiba ditarik keatas, Siauw Ling hanya merasakan
pandangan matanya jadi amat kabur bagaikan menunggang perahu yang terserang ombak
besar tahu-tahu tubuhnya sudah terjatuh di atas ayunan rotan itu.
Kiranya dia bukan lain adalah seorang siucay berusia pertengahan yang memakai jubah
berwarna biru muda sedang duduk bersila disana wajahnya penuh dengan senyuman dan
lagi memandang ke arahnya dengan ramah.
Teringat akan pesan dari ayah angkatnya tadi buru-buru Siauw Ling menjatuhkan diri
berlutut untuk memberi hormat.
"Siauw Ling menghunjuk hormat buat Locianpwee!"
"Dan duduklah!" ujar sisastrawan berusia pertengahan itu sambil tersenyum.
"Boanpwee berdiri juga sama," sahutnya buru-buru sambil berdiri tegak kesamping dan
luruskan tangannya ke bawah.
"Haaa" haaa" tentunya Lam Ih Kong sudah memberitahukan sesuatu kepadamu,
kalau tidak mana mungkin kau bocah bisa begitu tahu adat."
"Hmm! Sedikitpun tidak salah" pikirnya dalam hati. "Ayah angkatku bilang kau luarnya
lunak dalamnya keras dan minta aku bicara sedikit berhati-hati."
Walaupun dalam hati berpikir demikian tetapi mulutnya tetap membongkah.
"Bocah," ujar sastrawan berusia pertengahan itu lagi setelah memperhatikan Siauw Ling
beberapa saat lamanya. "Kau bisa sampai disini sudah merupakan suatu
keberuntunganmu apalagi kedatanganmu tepat pada waktunya."
"Benar beruntung sekali boanpwee bisa bertemu dengan gie hu serta Locianpwee kalau
tidak mungkin aku terkurung sampai mati di dalam lembah yang amat sunyi ini."
Apakah sebetulnya mereka bicarakan selama ini masing-masing tiada sangkut pautnya
dengan urusan mereka sendiri.
Mendadak sisatrawan berusia pertengahan itu tertawa nyaring.
"Haaa" haaa" gimana" Lam Ih Kong sudah menerima dirimu sebagai anak
angkatnya?" Siauw Ling yang mendengar perkataan tersebut dalam hati dia diam-diam merasa amat
malu karena apakah nama dari ayah angkatnya ia sendiripun tidak tahu.
Karena terburu-buru ia menyahut sekenanya.
"Benar! itulah si orang tua yang mengantar aku datang kemari tadi."
"Ooouw"! Si orang tua berjubah kuning itu bernama Lam Ih Kong" katanya perlahan.
Setelah berdiam beberapa saat kemudian ia baru berkata kembali, "Apakah kau tahu
apa sebabnya ia membawa dirimu datang kemari?"
"Ia meminta boanpwee mohon belajar ilmu kweekang serta ilmu pedang dari
Locianpwee." Sisastrawan berusia pertengahan itu segera termenung beberapa saat lamanya,
akhirnya ia tertawa. "Bilamana aku tidak mengabulkan permintaanmu untuk mempelajari ilmu silat
kepadamu maka Gie hu mu pasti akan mengadu jiwa dengan diriku?"
"Locianpwee pun tidak perlu terlalu menyusahkan diri!" tak tertahan secara tiba-tiba
Siauw Ling berseru keras, karena darah dihatinya benar-benar telah bergolak.
"Bilamana menang bakat boanpwee tidak baik dan tidak punya kecerdikan untuk
belajar maka cianpwee pun tidak usah membuang waktu lagi."
"Haaa" Haaa justru dikarenakan kau memiliki bakat yang melebihi orang lain inlah
yang membuat aku jadi merasa ragu-ragu harus mewariskan kepandaianku kepadamu?"
kata sisastrawan berusia pertengahan itu sambil tersenyum.
Walaupun Siauw Ling jadi orang amat cerdik melebihi orang lain tetapi bagaimanapun
juga ia cuma seorang bocah yang baru berusia sepuluh tahunan bagaimana mungkin
bocah sekecil itu bisa menangkap kata-kata yang berarti sangat mendalam ini. sehingga
beberapa saat lamanya ia jadi bangun dan kelabakan sendiri akhirnya dengan pandangan
melotot dan mulut melongo ia memandang ke arah sisastrawan tersebut.
"Heee" bocah kau tidak usah banyak berpikir lagi," hibur sisastrawan berusia
pertengahan itu sambil menghela napas panjang. "Dengan usia yang sekecil dirimu
bagaimana mungkin bisa memahami banyak urusan."
"Boanpwee tidak tahu harap Locianpwee suka banyak memberi pertunjuk yang
berguna," sambung Siauw Ling.
Dari sepasang mata sisastrawan berusai pertengahan itu mendadak memancarkan
cahaya yang sangat tajam ujarnya kemudian dengan wajah keren serius, "Lam Ih Kong
sudah mengadakan pertandingan ilmu silat dengan diriku selama sepuluh tahun lamanya
tanpa ada yang berhasil memperoleh kemenangan maupun kekalahan. Heee"! Sebetulnya
ia" sebetulnya ia adalah seorang manusia yang gemar geguyon dan berpesiar, tetapi
dikarenakan hendak merebut nama kosong ternyata ia telah rela berdiam selama puluhan
tahun lamanya di dalam lembah yang sama sekali terasing dari pergaulan ini tanpa suka
meninggalkan lembah ini barang setapakpun. Walaupun di atas gunung tak tahu umur,
tapi waktu berjalan laksana lewatnya mega dilangit dan waktu sepuluh tahun di dalam
pandangan seorang manusia yang umurnya ada batas- batasnya bukanlah suatu waktu
yang singkat, kini ia telah rela melepaskan nafsu ingin menangnya dan mengaku kalah
terhadap diriku hanya dikarenakan dirimu, sekalipun hanya sekecap kata saja tetapi hal
tersebut jauh lebih menderita daripada terbunuh di tangan musuh."
Dengan setengah mengerti setengah kebingungan Siauw Ling menganggukkan
kepalanya. "Gie hu sangat mencintai diriku, hal ini Leng jie pun mengetahui!"
"Kini ia rela minta bantuan diriku jelas kalau Lam heng sudah membuang jauh nafsu
ingin menangnya, dan dengan cara yang sama iapun bisa pergi minta bantuan dari Liauw
Sian Ci!" "Ehmm"! benar, Gie hu pun pernah membicarakannya dengan diriku."
"Walaupun ilmu silat yang kita bertiga pelajari adalah berbeda tetapi masing-masing
orang tak berhasil menangkan siapapun," kata sisastrawan berusia pertengahan itu lagi.
"Dan selama sepuluh tahun ini kita telah bersama-sama berdiam di dalam lembah yang
sunyi ini untuk memperdalam ilmu silatnya sendiri-sendiri, dengan harapan agar
dikemudian hari bisa menangkap pihak lawannya untuk meninggalkan lembah ini?"
"Bilamana kalian bertiga tak ada yang bisa menangkan pihak lawannya bukankah
selama hidup tak akan keluar lagi dari lembah ini?" timbrung Siauw Ling tiba-tiba.
"Sedikitpun tidak salah, sewaktu kita tiba di tempat ini masing-masing telah
mengucapkan sumpahnya sendiri-sendiri, barang siapa saja yang berhasil menangkan
kedua orang lainnya dialah yang boleh meninggalkan lembah ini duluan sedang sisanya
dua orang harus bertanding kembali hingga salah satu diantaranya memperoleh
kemenangan untuk meninggalkan tempat ini pula, tetapi hal ini baru boleh dilakukan
menanti orang pertama telah tiga tahun lamanya meninggalkan lembah tersebut."
"Lalu orang yang menderita dua kali kekalahan apakah selamanya tidak diperkenankan
meninggalkan tempat ini?"
"Betul samapai tua dan sampai mati sekalipun tetap tidak boleh meninggalkan lembah
ini." Diam-diam Siauw Ling rada mengkirik mendengar cara bertanding seperti itu pikirnya,
"Cara bertaruh seperti ini benar-benar terlalu kejam karena yang kalah harus berdiam
seorang diri di dalam lembah yang sunyi dan jauh dari pergaulan manusia
penghidupannya sudah tentu sangat menderita dan tersiksa" heee" tidak aneh kalau
mereka masing-masing berusaha untuk memperdalam ilmu silatnya masing-masing."
Terdengar sisastrawan berusia pertengahan itu kembali melanjutkan kisahnya, "Pada
beberapa tahun permulaan rasa ingin menang dihati kamki bertiga masih berkobar-kobar
setiap setengah tahun sekali tentu kami adakan pertandingan dan untuk menjaga adilnya
pertandingan tersebut maka setiap orang mendapat giliran untuk mengepalai satu
pertandingan sedang dua orang lainnya bertanding dengan amat serunya tetapi selama itu
kita tak ada yang bisa menangkan pihak yang lain. Gie hu mu pandai di dalam
menggunakan ilmu jari sedang aku lebih mengutamakan ilmu pedang oleh karena samasama
ngototnya itulah maka setiap kali bertanding kami bertiga tentu kehabisan tenaga
dan kecapaian." "Menanti lima tahun telah lewat kita sudah mengalami pertandingan sebanyak puluhan
kali, dan dihati kita masing-masing baru memahami untuk mengalahkan dua orang
lawannya benar-benar merupakan satu pekerjaan yang amat sukar karena itu kita lantas
menyetujui untuk mengubah cara pertandingan jadi setiap setahun sekali."
"Kembali lima tahun lamanya telah lewat, waktu itu kami sudah mengubah waktu
pertandingan dari setahun sekali menjadi tiga tahun sekali heeei" dengan mengikuti
berlalunya sang waktu, rasa ingin menang dari kita bertigapun ikut berlalu begitu saja."
Selesai mendengar perkataan itu kembali Siauw Ling berpikir keras dalam hatinya,
"Kalau memang tak bisa menentukan siapa yang kalah, buat apa kalian masih bertanding
terus?"" Dengan perlahan sisastrawan berusia pertengahan itu mendongakkan kepalanya keatas
lalu menghela napas panjang-panjang.
"Kita berdiam selama puluhan tahun lamanya di tempat ini sambil belajar ilmu silat
lebih giat, dengan tanpa terasa kepandaian kita masing-masingpun telah memperoleh
kemajuan. Banyak jurus serangan yang terpecahkan selama tahun-tahun yang lain kini
jadi paham sekali. Heei" bilamana kita munculkan kembali ke dalam dunia kangouw
mungkin segera bisa menjagoi seluruh Bulim."
Ia berhenti sebentar untuk tukar napas baru kemudian sambungnya lagi dengan nada
sedih, "Tetapi saat ini kita bertiga sudah berada dalam keadaan yang membahayakan
pikiran dan kecerdikan selama puluhan tahun ini telah kami peras guna menciptakan jurusjurus
yang lebih lihay lagi dengan maksud untuk memenangkan pihak lawannya.
Walaupun tubuh kami tak bergerak tetapi pikiran terus bekerja laksana menggulungnya
ombak di tengah samudra. Selama sepuluh tahun ini pikiran kami belum pernah
memperoleh keterangan barang sekejappun hal ini merupakan suatu pelanggaran yang
amat besar terhadap kebiasaan untuk menjaga kesehatan badan."
"Selama beberapa bulan akhir-akhir ini aku mulai merasakan tubuhku ada sedikit
perubahan, tetapi dikarenakan waktu buat bertanding telah mendekat maka aku tak
berani berhenti berlatih."
"Sekalipun badanku tidak bisa menandingin tegapnya badan gie hu mu tetapi tenaga
dalam yang aku latih merupakan sim hoat tingkat teratas dari aliran Buddha, jikalau aku
betul-betul bisa baik-baik berjaga diri maka umurku bisa mencapai seratus tahun lebih."
"Kini keadaanku sudah mirip dengan anak panah yang siap dibidikan, yang mau tak
mau harus dibidikan juga, keadaan demikian rasanya Gie hu serta Liauw Sian Ci pun telah
lama mempunyai perasaan seragam ini pula."
Sepasang mata dari sisastrawan berusia pertengahn itu dengan amat tajam dialihkan
keatas wajah Siauw Ling kemudian ujarnya kembali, "Karena itu aku merasa
kedatanganmu sangat tepat pada waktunya karena bilamana kau datang lebih pagian
beberapa tahun saja dimana nafsu ingin menang pada hati kami masih berkobarkobarnya,
jangan harap nyawamu masih bisa dipertahankan. Sebaliknya bila kau datang
terlambat beberapa tahun lagi yang kau jumpai hanyalah sosok kerangka manusia saja.
heeeii! memang rejekimu ternyata kau bisa tepat datang pada saat nafsu kami sudah
padam untuk menjelang kematian."
Segulung angin gunung bertiup datang membuat ayunan yang terbuat dari rotan itu
bergoyang tiada hentinya hati Siauw Ling jadi gugup tak kuasa lagi tubuhnya terjungkal
keluar dari ayunan itu. Tetapi dengan cepat sisastrawan berusia pertengahan itu goyangkan tangannya, rotan
yang di tangan itu dengan cepat melayang keluar melihat tubuh Siauw Ling yang terjatuh
dan menyentaknya kembali keatas ayunan.
"Kau takut tidak?" tanyanya sambil tersenyum.
************http://ecersildejavu.wordpress.com/***************
"Ada sedikit takut juga."
"Bilamana kau berhasil mempelajari silat dari kami bertiga maka dikolong langit pada
saat ini mungkin tak bakal ada yang bisa menangkan dirimu lagi, sebaliknya bilamana kau
terseret ke dalam aliran hitam maka kaulah satu-satunya bibit bencana yang paling besar."
"Perkataan dari Locianpwee ini sedikitpun tidak salah, tetapi boanpwee harus berbuat
bagaimana?" "Lewat tiga bulan lagi adalah saat kita bertiga untuk bertanding ilmu silat," ujar
sisastrawan berusia pertengahan itu. "Sambil waktunya aku akan berunding dengan gie hu
mu untuk mencarikan satu akal menurunkan dasar-dasar belajar ilmu kweekang!"
"Menguasai diriku dengan berbuat sesuatu dibadanku?" pikir Siauw Ling dalam hati.
"Berita ini benar-benar sangat aneh sekali."
Tetapi sisastrawan berusia pertengahan itu tidak berbicara lagi, ia hanya menurunkan
cara-cara dasar kweekang, setelah itu bangun berdiri dan meninggalkan tempat tersebut
dengan meloncat turun ke bawah.
"Ooow! Aku kira dia akan meloncat turun begitu saja, kiranya iapun meminjam
kekuatan dari tali rotan tersebut" kembali pikir bocah itu di dalam hati.
Haruslah diketahui jarak antara permukaan tanah dengan ayunan tersebut ada tiga
puluh kaki tingginya, sekalipun jagoan yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang
bagaimana lihaynyapun kiranya sukar juga untuk meloncat turun dengan begitu saja.
Gerakan dari sisastrawan berusia pertengahan itu amat gesit serta cepat laksana
sambaran kilat hanya di dalam sekejap saja ia telah lenyap dari pandangan.
Saat ini tinggal Siauw Ling seorang diri duduk di atas ayunan tersebut dalam hati ia
merasa takut bilamana ada angin gunung yang bertiup mendatang sehingga membuat
tubuhnya terjungkir jatuh, takut pula bilamana ayunan rotan itu tiba-tiba terputus.
Di tengah hati yang berdebar-debar penuh rasa kuatir itu bocah tersebut jadi
kebingungan dan kelabakan dengan sendiri tapi lama kelamaan membuat ia jadi tak bisa
dan mulai berlatih dasar kweekang sesuai dengan ajaran orang itu.
Menanti hari hampir mendekati jauh malam sisastrawan berusia pertengahan itu baru
balik keatas ayunan dengan membawa beberapa biji buah-buahan serta seekor ayam yang
telah dipanggang. "Bocah inilah bahan makananmu untuk dua hari," katanya sambil tertawa.
Selesai membicarakan bahan makanan itu kepada Siauw Ling iapun putar tubuh dan
berlalu dari sana. Malam semakin kelam angin gunung bertiup semakin santar membuat ayunan tersebut
bergoyang tiada hentinya semakin lama semakin keras sehingga terasa amat mengerikan.
Dalam hati Siauw Ling merasa amat takut tetapi iapun tal dapat berbuat apa-apa
karena itu terpaksa kembali berlatih ilmu kweekangnya hingga berada pada keadaan lupa
segala-galanya. Berturut-turut dua hari dua malam tak tampak sisastrawan berusia pertengahan itu
balik kembali. Siauw Ling yang melihat bahan makanan telah habis dan melihat pula
munculnya sang sastrawan tersebut hatinya mulai terasa bingung kembali.
Perut terasa keroncongan sukar tertahan sang suryapun mulai lenyap dibalik gunung
membuat cahaya yang memancar keatas salju memantulkan sinar yang menyilaukan
mata. Semakin lama perhatian bocah itu mulai tersirap pada indahnya pemandangan
perutnya, yang laparpun perlahan-lahan mulai lenyap pikirnya, "Sungguh sayang sekali
pemandangan indah dari sang surya yang memantulkan cahayanya karena salju hanya
berlangsung sebentar saja suatu pemandangan yang begitu indah sebentar lagi bakal
musnah dari pandangan?"
Sewaktu ia sedang memandang ke depan dengan termangu-mangu itulah mendadak
dari balik puncak yang bersalju putih berkelebat datang setitik bayangan hitam.
Gerakan bayangan hitam itu amat cepat dan lincah hanya di dalam sekejap saja
bayangan tersebut telah tiba di dalam lembah itu.
Waktu itu secara samar-samar ia bisa menangkap bila titik hitam itu tidak lain adalah
burung rajawali besar yang membawanya datang ke tempat itu.
Melihat akan munculnya sang burung Siauw Ling jadi sangat girang.
"Engkoh rajawali engkoh cepat bawa aku turun dari sini untuk memetik beberapa biji
buah-buahan!" teriaknya dengan keras.
Ia merasa burung rajawali itu benar-benar luar biasa besarnya dan jarang sekali
ditemuinya dikolong langit, bahkan di atas kitab yang pernah dibacanyapun belum pernah
melihat adanya burung semacam rajawali ini.
Tetapi burung raksasa itu sama sekali tidak menggubris teriakannya hanya tiba-tiba
sayapnya ditutup kembali kemudian menukik melayang turun kedasar lembah.


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menurut perkiraan dari Siauw Ling tempat itu tentulah pohon siong besar yang tumbuh
didekat bangunan rumah kayu itu.
"Heeei bagaimanapun burung bukanlah manusia, mana mungkin ia mengerti perkataan
manusia?" pikir bocah itu diam-diam.
Sang surya mulai lenyap dibalik gunung sinar yang memancar keluarpun mulai sirat
berganti dengan udara gelap yang mencekam seluruh jagad, beribu-ribu bintang
memancarkan sinarnya yang berkedip menandakan malam telah menjelang, tetapi
sisastrawan berusia pertengahan itu belum juga kelihatan kembali.
Akhirnya Siauw Ling menghela napas panjang, dan mulai bergumam, "Kelihatannya
malam ini tak mungkin kembali! Heeeei!" dengan rasa kecewa ia menutup matanya rapatrapat
dan kembali berlatih dasar kweekangnya sesuai dengan ajaran yang pernah diterima
olehnya dari sastrawan tersebut.
Waktu lewat dengan cepatnya, hanya di dalam sekejap mata saja tiga hari telah
berlalu, Siauw Ling dengan menahan laparpun berhasil melewati tiga hari itu dengan hasil
yang tak terduga olehnya"
Karena jengkel harus menahan lapar bocah itu telah memusatkan perhatiannya untuk
berlatih ilmu kweekang, karena hanya berada dalam keadaan lupa diri saja yang bisa
membuat bocah itu melupakan rasa lapar diperutnya.
Walaupun ia mempunyai semangat bertahan yang melebihi orang lain dengan sifatnya
yang keras kepala pula tetapi siksaan tersebut benar-benar luar biasa sekali.
Setiap kali ia tersadar dari semedinya bocah itu segera merasa perutnya panas seperti
dibakar kecuali itu iapun harus menderita terjemur di bawah teriknya panas sinar
matahari. Setiap kali menjelang berhasilnya untuk melupakan diri ia harus menderita dulu siksaan
yang maha berat. Hari itu ketika ia tersadar kembali dari semedinya mendadak terciumlah bau harum dari
daging panggang yang menusuk hidung.
Buru-buru ia menoleh ke belakang tampaklah sisastrawan berusia pertengahan itu
sambil tersenyum telah berdiri dibalakangnya, seiris ayam panggang yang menyiarkan bau
semerbak tiada hentinya menyerang hidung Siauw Ling.
Lama kelamaan bocah itu tidak kuat menahan diri lagi kepingin sekali tangannya cepatcepat
menyambar ayam tersebut untuk disikat tanpa banyak sungkan-sungkan.
"Bocah, kau merasa tersiksa bukan?" tanyanya sisastrawan tersebut sembari angsurkan
ayam itu kepadanya. Jilid 15 Teringat akan siksaannya selama beberapa hari ini untuk menahan rasa lapar dan
teriknya sinar sang surya kepingin sekali ia memaki tapi akhirnya ia tertawa tawar.
"Sedikit siksaan perut lapar masih belum terhitung apa-apa!" katanya.
Dengan cepat sisastrawan berusia pertengahan itu mengangguk.
"Untuk menjadikan seorang manusia yang kuat pertama-tama harus mempunyai tulang
yang kuat tahan siksaan dan harus bersabar. Bocah hasil yang kau peroleh betul-betul
berada diluar dugaanku semula cepat makanlah ayam ini dulu!" katanya.
Siauw Ling yang hampir-hampir saja menjadi lemas saking laparnya segera menerima
panggangan ayam itu dan menyikatnya sampai habis.
Ketika kepalanya didongakkan kembali untuk kedua kalinya sisastrawan tersebut telah
lenyap tak berbekas. "Heee" kepergiannya kali ini entah sampai kapan baru kembali lagi?" pikir bocah itu
dihati, "Aku harus mengadakan persiapan guna menghadapi perut yang lapar!"
Di tempat yang naik tak sampai langit turun tak sampai ditanah ini satu-satunya yang
mengganggu dirinya hanyalah soal lapar saja tetapi kini telah mengetahui ilmu pelajaran
kweekang sehingga bisa juga menahan siksaan tersebut hatinya jadi rada tenteram.
Sedikitpun tidak salah, kepergian dari sisastrawan tersebut kali ini ternyata
membutuhkan waktu empat hari lamanya baru muncul kembali sambil membawa
panggangan ayam serta buah-buahan yang segar.
Tenaga dalam Siauw Ling memperoleh kemajuan yang sangat pesat. Semakin lama dia
bersemedi siksaan badan yang diterimapun semakin berkurang.
Selang berganti malam. Malam kembali kesiang, hanya di dalam sekejap mata tiga
bulan kembali lewat tanpa terasa.
Di dalam tiga bulan ini Siauw Ling telah merasakan pengalaman ngeri yang selamanya
belum pernah ia rasakan, curahan hujan kencang, kilatan guntur yang membelah bumi
serta tiupan angin yang kencang membuat ia yang berada di atas ayunan rotan merasa
dirinya seperti berada disebelah perahu kecil di tengah amukan ombak samudra yang
terserang taupan naik turun bergoyang kekiri kekanan tiada hentinya.
Dalam hati bocah itu hanya merasa takut bilamana dirinya tertiup jatuh oleh tiupan
angin taupan yang amat kencang atau tali rotan terikat pada kedua belah ujung tebing
secara tiba-tiba putus jadi dua.
Tetapi setiap kali ia berada dalam keadaan terkejut dan ketakutan itulah segera
menggunakan ilmu semedhinya untuk memaksa dirinya berada dalam keadaan lupa
segala-galanya. Di dalam anggapan Siauw Ling cara inilah cara yang paling baik untuk menghindarkan
diri dari perasaan takut dan ngeri yang mencekam saat itu setelah melewati halangan itu
maka dengan lancarnya ia bakal meneruskan pelajarannya hingga tingkat teratas waktu
tiga bulan yang amat singkat itu sudah cukup baginya untuk memiliki dasar ilmu tenaga
dalam yang dahsyat. Waktu itu ia baru saja tersadar dari semedhinya, terasa aliran darah dibadannya
beredar sangat lancarnya membuat tubuhnya terasa amat segar.
Tetapi satu keinginan yang anehpun ikut muncul dibenaknya kepingin sekali meloncat
turun ke bawah jurang yang ada dibawahnya perasaan itu begitu mendesak sehingga
hampir sukar tertahan. Buru-buru dengan perasaan yang mantap dan sadar ia mencegah perasaan itu akhirnya
setelah bersusah payah selama beberapa saat hatinya baru terasa jadi tenang kembali.
Menanti ia tersadar kembali untuk kedua kalinya malampun telah menjelang sang
rembulan memancarkan cahayanya jauh di tengah awan-awan sedang sisastrawan berusia
pertengahan itu entah sejak kapan telah kembali di atas ayunan rotan tersebut.
Waktu itu dengan pandangan yang memancarkan sinar keheranan ia memandang terus
ke arah Siauw Ling lalu mengangguk sambil memuji, "Bocah bakatmu benar-benar luar
biasa sekali hatimu tenang bagaikan permukaan air telaga dan keras laksana baja baru
saja lolos dari suatu mara bahaya!"
"Mara bahaya apa?"
"Bukankah tadi kau punya perasaan ingin terbang dan meloncat turun dari atas ayunan
ini?" "Aaah! Betul!" seru Siauw Ling keras. "Tetapi aku takut bilamana sampai terjatuh dari
atas ayunan itu maka dengan susah payah perasaan tersebut aku usahakan dihati."
"Ehmmm"! dari perasaan jadi tenang itulah kunci rahasia dari pelajaran Sim Hoat ilmu
kweekang aliran kami," sahut sisastrawan itu sambil tersenyum. "Bocah! tanpa kau sadari
rahasia tersebut telah berhasil kau dapatkan."
"Soal ini boanpwee masih rada tidak paham" kata Siauw Ling sambil manggut-manggut.
"Heeei"!" sisastrawan berusia pertengahan itu menghela napas dan menengada keatas
langit. "Kini tak ada waktu lagi untuk membicarakan soal ini dengan dirimu, mari kita pergi!"
"Ehmmm! Masih ada lagi Liuw Sian Ci."
Tangannya tiba-tiba menyambar ke depan untuk mencengkeram tubuh Siauw Ling
kemudian dengan cepat meloncat turun dari atas ayunan itu dan melayang ke depan.
Siauw Ling hanya merasakan angin bertiup membukakan badan hatinya terasa bergidik
sehingga buru-buru memejamkan matanya rapat-rapat.
Terasa tubuhnya melayang di tengah udara kemudian dengan menentang angin
meluncur ke depan hatinya.
"Menemui Gie hu ku?"" teriak Siauw Ling kegirangan karena saat ini bocah tersebut
sudah amat kangen dengan ayah angkatnya itu benar-benar merasa kuatir bilamana
sisastrawan berusia pertengahan itu salah menginjak sehingga jatuh ke dalam jurang.
Ketika berbagai pikiran lagi berkelebat dihatinya itulah mendadak tubuhnya telah
berhenti bergerak. Kiranya saat itu mereka berdua sudah berhenti di atas sebuah puncak gunung yang
penuh tertutup oleh salju nan putih.
Luas puncak itu tidak lebih hanya dua kaki saja bening dan licin laksana kaca, di bawah
pantulan sinar rembulan memancarkan cahaya yang menyilaukan mata.
Kurang lebih tujuh depa disebelah kiri mereka duduk bersila seorang perempuan
berusia pertengahan dengan rambut yang terurai memanjang dan berwajah amat cantik
dialah tentunya Liuw Sian Ci itu.
Disebelah kanannya duduklah si orang tua berjubah kuning, Lam Ih Kong. Muka
mereka kelihatan begitu serius dan angkernya.
Perlahan-lahan sisastrawan berusia pertengahan itu meletakkan Siauw Ling keatas
tanah kemudian iapun duduk bersila dan memejamkan matanya.
Terhadap diri Siauw Ling ia tidak menggubrisnya kembali.
Siauw Ling yang telah diturunkan keatas salju segera merasakan tempat itu amat licin
dan sukar sekali untuk bergerak.
Belum sempat ia buka bicara terlihatlah Lam Ih Kong telah membuka matanya dan
memandang sekejap ke arah Siauw Ling.
"Cung heng, siauwte telah menyusahkan diri," katanya sambil tersenyum.
"Untung saja tidak sampai kehilangan nyawa saat ini putramu telah memperoleh Sim
Hoat dari pelajaran ilmu kweekang aliranku, bilamana malam ini siauwte tidak mati, maka
tiga tahun kemudian siauwte pasti segera akan menurunkan seluruh kepandaianku."
"Heee" heee" bilamana malam ini kita masih juga tidak berhasil menentukan menang
kalah aku rasa dilain waktu tak ada kesempatan lagi untuk bertanding" seru Liuw Sian Ci
tiba-tiba dengan suaranya yang dingin.
"Haaa" heee" siauwte pun mempunyai perasaan demikian," sahut sisastrawan berusia
pertengahan itu sambil tertawa nyaring.
Tenaga dalam serta ilmu pedang dari Cung heng jauh melebihi siauwte satu tingkat,
aku merasa tak ada kekuatan untuk bisa menangkan diri," sambung Lam Ih Kong.
"Heee" heee, kalau begitu kau bisa menangkan diriku bukan!" teriak Liuw Sian Ci
sambil tertawa dingin. Tangan kanannya pun diayunkan melancarkan serangan jari, serentetan desiran
serangan dengan cepat menyambar ke arah dada Lam Ih Kong.
Tetapi telapak kiri dari Lam Ih Kong dengan cepat dikebaskan kesamping menyambut
datangnya serangan jari tersebut.
"Braaak"!" dengan menimbulkan suara getaran amat keras, tubuh mereka berdua
sama-sama bergoyang dan tak kuasa lagi pada mundur setengah depa ke arah belakang.
"Hmmm! Selama lima tahun ini kekuatan tenaga pukulanmu jauh lebih hebat beberapa
kali lipat" seru Liuw Sian Ci dengan dingin.
Tetapi sepasang telapaknya kembali melancarkan lima buah serangan totokan yang
amat dahsyat. "Mana, mana" kekuatan serangan jari dari Liuw Sian Ci tidak berada di bawah
kekuatan siauwte," seru Lam Ih Kong pula dengan suaranya yang tawar.
Sambil berbicara sepasang telapak berturut-turut menari di tengah udara melancarkan
pukulan-pukulan yang amat dahsyat laksana ambruknya gunung Thay-san untuk
memusnahkan kelima buah serangan jari tersebut.
Sebetulnya Siauw Ling sedang berjalan menuju ke arah Gie hunya tetapi berhubung
permukaan salju disana amat licin sehingga sulit untuk dilalui maka itu walaupun jaraknya
hanya beberapa depa saja tetapi sulit untuk dilalui.
Selagi ia berjalan sampai di tengah jalan Liuw Sian Ci telah bergebrak dengan Lam Ih
Kong, dimana serangan jari saling berbenturan dengan angin pukulan memaksa Siauw
Ling tidak kuasa untuk melanjutkan kembali langkahnya.
Terpaksa ia duduk bersila disana menonton jalannya pertempuran tersebut.
Sejak semula Lam Ih Kong telah memperhatikan dirinya, dengan sekuat tenaga si orang
tua itu segera memukul kesamping setiap serangan jari dari Liuw Sian Ci yang
mengarahnya. Semakin bergebrak semakin seru, serangan jari dari perempuan itu tiada putusnya
menerjang ke arah si orang tua tersebut.
Sebaliknya Lam Ih Kong dengan posisi bertahan sepasang telapak tangannya
mendorong kekiri menghantam kekanan memusnahkan datangnya setiap serangan.
Sebenarnya Siauw Ling bermaksud hendak memanggil Gie hunya, melihat serangan
berdua semakin lama semakin lancar sehingga pertempuranpun semakin seru karena takut
mengganggu perhatian dari ayah angkatnya ia lantas batalkan maksudnya itu.
Ketika menoleh lagi ke arah sisastrawan berusai pertengahan itu, tampaklah dengan
tenangnya ia duduk bersila di atas tanah dan terhadap perempuan yang sedang
berlangsung sama sekali tidak ambil perduli.
Mendadak segulung angin pukulan yang amat keras menyambar batang menghantam
tubuh Siauw Ling yang sedang duduk dipinggir kalangan itu, maka tak kuasa lagi tubuhnya
menggelincir dan terjungkal ke bawah puncak tersebut.
Lam Ih Kong yang melihat Siauw Ling terpukul luka hatinya jadi teramat gusar.
Sehingga ia segera melancarkan dua buah serangan pukulan yang amat gencar menghajar
tubuh Liuw Sian Ci. Walaupun ia mempunyai kekuatan untuk balas melancarkan serangan tetapi tak
memiliki kekuatan untuk memecahkan perhatian memotong diri Siauw Ling.
Terlihatlah sepasang tangan Siauw Ling menyambar secara serabutan untuk mencekal
apa saja yang tumbuh disana tetapi sayang tak sedikit bedapun yang bisa digunakan
olehnya. Mendadak sisastrawan berusia pertengahan itu melancarkan satu cengkeraman ke
depan Siauw Ling hanya merasakan segulung tenaga hisapan yang luar biasa besarnya
menarik dirinya mentah-mentah ke arah belakang.
"Oooow" Locianpwee terima kasih atas pertolonganmu ini!" seru Siauw Ling dengan
suara rendah ujung bajunya tiada hentinya mengusap keringat yang mengucur keluar.
Tetapi sisastrawan berusia pertengahan itu tetap tidak berbicara matapun sama sekali
tak berkedip agaknya pada waktu ini sama sekali tak ada waktu baginya untuk bercakapcakap.
Perlahan-lahan Siauw Ling menoleh ke arahnya di bawah sorotan sinar rembulan
terlihatlah dari atas ubun-ubunnya secara samar-samar terlintas selapis kabut putih yang
membubung tinggi keangkasa wajahnya amat keren dan serius.
Melihat akan sikapnya itu bocah tersebut segera mengetahui kalau sastrawan tersebut
sedang mengatur pernapasannya mencapai pada taraf yang genting karena itu
mulutnyapun terpaksa membungkam kembali.
Siauw Ling merasa dirinya saat ini harus tenang dan tidak mungkin bisa bergerak
kesana kemari untuk mengganggu perhatian ayah angkatnya untuk melihat pertandingan
itu hatinya merasa kuatir makanya satu-satunya cara adalah menutup matanya rapatrapat.
Berpikir akan cara tersebut Siauw Ling lantas bersila dan mulai mengatur
pernapasannya hingga mencapai pada keadaan lupa segala-galanya.
Tetapi keadaannya kali ini jauh berbeda dengan keadaan biasanya ia merasa sulit untuk
pusatkan perhatiannya untuk mengatur pernapasan setiap kali matanya dipejamkan setiap
kali rasa kepingin membuka mata mendesak terus hatinya.
Waktu itu pertempuran antara Lam Ih Kong dengan Liuw Sian Ci tidak seseru
pertempuran tadi setelah saling berpandangan beberapa saat lamanya mereka baru saling
melancarkan satu serangan.
Tenaga serangan jari serta telapakpun tidak santer tadi kini semua serangan
menyambar tanpa menimbulkan sedikit suara.
Bocah itu mana mengetahui kalau pertempuran semacam ini justru merupakan
serangan yang terseru setiap serangan jari maupun telapak semuanya sudah
menggunakan seluruh tenaga bahkan masing-masing pihak harus menggunakan tenaga
dalamnya sendiri-sendiri untuk menekan dan menerima setiap serangan musuh.
Bilamana seseorang yang tidak memiliki tenaga dalam yang sempurna kontan pasti
akan terluka parah bahkan mungkin juga binasa.
Menanti tiga belas jurus telah berlalu mendadak mereka berhenti menyerang dan saling
mengatur pernapasannya sendiri-sendiri.
Entah sudah lewat beberapa saat lamanya walaupun rembulan telah condong
kesebelah barat mereka berdua belum juga mulai lagi melancarkan serangannya.
"Cung Sam Pek!" tiba-tiba terdengar "Liuw Sian Ci hendak menimbang-nimbang ilmu
pedang cayhe?" kata Cung San Pek sambil tersenyum.
"Sedikitpun tidak salah, cepat cabut keluar pedangmu!"
Cung Sam Pek pun segera merogoh ke dalam pedang pendek sepanjang lima enam
coen. Setelah mencabutnya dari dalam sarung lantas berpikir, "Pedang pusaka sebegitu
kecilnya apakah mungkin bisa melukai orang lain?"
Selagi ia merasa keheran-heranan itulah mendadak tampaklah Cung Sam Pek
menggetarkan pedang pendeknya lalu menyambitnya ke depan.
Pisau tersebut dengan cepat berputar setengah lingkaran di tengah udara kemudian
dengan dahsyatnya menyambar ke arah Liuw Sian Ci.
"Wooou, kiranya ia menggunakan pedang pendek tersebut sebagai senjata rahasia!"
pikir Siauw Ling kembali.
Liuw Sian Ci yang melihat datangnya serangan pedang itu dengan cepat mengayunkan
jari tangannya menotok ke arah pedang tersebut.
Begitu terkena totokan pedang pendek tersebut segera menggetar dan berputar
beberapa kali di atas udara kemudian sekali lagi menerjang ke arah Liuw Sian Ci.
Terlihatlah jari tangan Liuw Sian Ci menotok dengan tiada hentinya kesana kemari
tetapi pedang pendek itu bagaikan memiliki sayap saja selalu tidak mau mundur ke
belakang. Kiranya Cung San Pek telah menggunakan tenaga hisapan ditelapaknya untuk
menguasai pedang pendek tersebut sehingga bisa berputar-putar dan menari-nari sesuai
dengan kehendaknya. Kurang lebih setengah jam kemudian mendadak Cung San Pek mengulapkan tangan
kanannya ke arah sebelah barat.
serentetan cahaya putih laksana sambaran kilat menyambar ke arah mana disusul
dengan suara bentrokan yang amat keras bergema memenuhi angkasa.
Sebuah batu yang amat besar seketika itu juga terhajar patah menjadi dua bagian.


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cung heng, ilmu pedang Ih Kiam Hoat mu benar-benar memperoleh kemajuan yang
amat pesat" kata Lam Ih Kong keras.
"Lam heng, kau terlalu memuji diri siauwte," sahut Cung San Pek sambil ulapkan
tangannya menarik kembali pedang pendeknya.
"Hm, sekalipun ilmu pedang Ih Kiam hoatnya menjagoi Bulim pun tak bisa melukai aku
Liuw Sian Ci!" seru si perempuan tak terima.
"Hee" hee" urusan ini ada apanya yang patut diherankan, asalkan tidak bisa melukai
kau Liuw Sian Ci, siauwte percaya untuk melukai aku orangpun tidaklah mudah" sambung
Lam Ih Kong pula dengan cepat.
Mendadak Cun San Pek menghela napas panjang.
"Hei"! Perkataan dari kalian berdua sedikitpun tidak salah."
"Sekalipun siauwte berlatih selama lima tahun lagipun sukar untuk menangkan kalian
berdua." Liuw Sian Ci serta Lam Ih Kong masing-masing pada termenung tidak berbicara
padahal hati mereka berdua benar-benar merasa kecewa.
Mereka bertiga telah bertanding selama puluhan tahun lamanya, diluaran sekalipun
tidak berhasil membedakan siapa yang menang, siapa yang kalah tetapi di dalam hati
mereka berdua pada mengerti kalau Cung San Pek sebetulnya jauh lebih hebat dari
mereka berdua. Lama sekali baru terdengar Lam Ih Kong berkata kembali, "Cung heng tidak usah
merendah lagi sekalipun kau tak mudah mengalahkan cayhe tetapi siauwte mengakui
kalau di dalam hal tenaga dalam masih bukan tandingan dari diri Cung heng, bilamana
Thian mengijinkan kita bertiga untuk hidup sepuluh tahun lagi, aku rasa di dalam seribu
jurus ada kemungkinan Cung heng bakal berhasil mengalahkan siauwte!"
"Mana, mana" Lam heng terlalu memuji siauwte."
"Hmm! Lam Ih Kong, jadi kau sudah mengalah" dengus Liuw Sian Ci dengan dingin.
"Perkataan dari siauwte adalah kata-kata yang sungguh-sungguh dan diucapkan
sejujurnya." "Tahukah kalian semua kalau kita sudah sukar untuk hidup lebih dari lima tahun lagi!"
seru Liuw Sian Ci kembali sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah Cun
San Pek kemudian sambungnya lagi, "Bilamana kita mati, sudah tentu Cung San Pek bakal
memperoleh kemenangan tanpa susah-susah lagi."
Walaupun Liuw Sian Ci adalah golongan perempuan tetapi rasa ingin menang masih
amat besar dan melampaui orang-orang lelaki itu malu terdengar ia terdengus dengan
dinginnya. "Walaupun ilmu khie kang dari Ih Kiam Hoatnya jauh melebihi kita tetapi di dalam ilmu
telapak serta ilmu jari ia masih kalah satu tingkat dari kita orang."
"Haaa, haa, haa perkataan dari liuw Sian Ci sedikitpun tidak salah" sahut Cung San Pek
sembari tertawa. "Kita bertiga sudah ada puluhan kali mengadakan pertandingan tetapi
selalu diakhiri dengan hasil seimbang. Heei! kalian berdua pada merasa sukar untuk
bertemu kembali pada pertandingan lima tahun yang akan datang siauwtepun mempunyai
perasaan yang sama."
Berbicara sampai disini ia berhenti sebentar, kemudian setelah hembuskan napas
panjang sambungnya lagi, "Pada beberapa bulan akhir-akhir ini siauwte merasa di dalam
tubuhku terjadi suatu perubahan yang sangat aneh, terus hingga kehabisan tenaga
sampai kelelahan mungkin kita bertiga tidak bakal bisa hidup tiga bulan lagi."
"Tentang soal ini siauwtepun mempunyai perasaan yang sama," ujar Lam Ih Kong
membenarkan. Dan dengan pandangan sayu Liuw Sian Ci memandang sekejap ke arah Cung San Pek
serta Lam Ih Kong, akhirnya iapun menghela napas panjang.
"Heee" kalau begitu kalian berdua sudah tak ingin memperebutkan nama kosong
lagi?"" katanya.
"Haaa" haaa, ilmu jari serta ilmu meringankan tubuh dari Liuw Sian Ci tanpa tandingan
dikolong langit, sekalipun siauwte belajar tiga puluh tahun lagi juga sukar untuk
mengimbangi kepandaianmu itu!" teriaknya Cung San Pek sembari tertawa terbahakbahak.
"Beberapa macam ilmu menyambit senjata rahasia dari Liuw sian Ci seperti Sam Yen
Lian Tie Man Thian Hoa Yu serta Ngo Hong Tiauw Yang, sudah cukup membuat siauwte
merasa amat kagum" sambung Lam Ih Kong pula.
Liuw Sian Ci yang mendengar perkataan tersebut segera menghela napas panjang
mendadak ia bangun berdiri, putar badan dan hanya di dalam sekejap saja telah lenyap
dari atas puncak bersalju itu.
"Lam heng!" ujar Cung San Pek setelah melihat bayangan perempuan itu lenyap dari
pandangan. "Sesaat itu menjelang kematian masing-masing ternyata telah berhasil
melepaskan rasa ingin menang dihati kita maka terhadap kita bertiga boleh dikata
merupakan suatu keuntungan atau paling sedikit juga memberi kesempatan buat kita
untuk hidup dua tahun lagi."
Lam Ih Kong menghela napas panjang, perlahan-lahan ia menoleh ke arah Siauw Ling
katanya, "Cung heng, harap kau suka menjaga baik-naik anak angkat dari siauwte ini,
siauwte disini mengucapkan terima kasih dulu."
Selesai berkata iapun bangun berdiri dengan langkah perlahan turun dari puncak
tersebut. "Lam heng, kau tidak usah kuatir" sahut Cung San Pek sambil tersenyum pahit.
"Siauwtepun tidak ingin membawa mati seluruh kepandaian silat yang aku miliki dan susah
payah selama ini." "Gie hu!" tiba-tiba Siauw Ling berteriak kesana sambil bangun berdiri.
Kemudian dengan cepat ia mengejar dari belakang.
Tetapi karena puncak gunung itu dilapisi dengan salju yang amat tebal dan licin, maka
baru saja Siauw Ling berlari dua langkah tubuhnya sudah terjatuh keatas tanah, karena
tenaga larinya tadi maka tubuhnya yang terjatuh meneruskan daya luncurnya ke bawah
puncak. Tangan kanan Lam Ih Kong buru-buru diulapkan ke depan, segulung tenaga yang amat
lunak tetapi kuat segera mendorong ke arah tubuh Siauw Ling yang sedang meluncur ke
bawah puncak itu. Begitu tubuhnya terkena dorongan tersebut kontan segera terpental mundur ke
belakang. Bersamaan itu pula terdengar suara dari Lam Ih Kong berkumandang ke dalam
telinganya. "Bocah berlatih ilmu silat paling pantang adalah pecahnya perhatian karena urusan ini
mempengaruhi jadi tidaknya dirimu maka aku tidak ingin kau mengingat-ingat terus diriku
baiklah mengikuti empek Cung untuk belajar ilmu silat kau bocah yang bisa memperoleh
perhatiannya untuk mewarisi Sim Hoat dari ilmu kweekangnya sudah merupakan satu
keuntungan buat dirimu."
Nada suara itu penuh disertai rasa kasih sayang yang luar biasa.
Siauw Ling hanya merasakan darah panas bergolak dengan amat kerasnya di dalam
dada sehingga tak kuasa lagi titik-titik air mata berlinang membasahi wajahnya menanti
dia mendongakkan kepalanya kembali bayangan dari Lam Ih Kong telah lenyap tak
berbekas. "Bocah kau tenangkanlah hatimu." tiba-tiba terdengar Cung San Pek memberi
peringatan sembari menekan tangan kanannya keatas jalan darah Ming Buru Hiat pada
punggung Siauw Ling. Bocah itu hanya merasakan segulung tenaga yang amat mengalir keluar dari telapak
tangan Cung San Pek dan menyerang ke dalam jantung terus mengalir keseluruh anggota
badan, urat nadi serta jalan darahnya. Buru-buru iapun mengerahkan tenaganya untuk
mendampingi aliran tersebut.
"Bocah!" terdengar Cung San Pek berkata lagi, "Gie hu mu Lam Ih Kong selama ini
bersifat dingin sombong dan tidak suka bergaul, tempo hari dialah yang mengusulkan
untuk pergi kemari bertanding ilmu silat. Penghidupan selama puluhan tahun di atas
gunung ini ternyata telah membuat sifatnya sama sekali berubah tempo hari ia suka
membunuh setiap orang yang mengganggu dirinya atau sedikit-dikitnya membuat orang
itu jadi cacat sehingga orang yang mendengar namanya pasti menaruh rasa jeri tiga
bagian terhadap dirinya. Heei! tidak disangka pada masa tuanya ia sudah berubah sifat
dan dapat menunjukkan kasih sayangnya terhadap dirimu."
"Bocah, maka janganlah kau sia-siakan pengharapannya itu bukan saja ia berharap
agar aku suka mewariskan seluruh kepandaianku kepadamu bahkan diapun berharap agar
kau bisa mewarisi kepandaian silat dari kami bertiga."
Kembali ia menghela napas panjang beberapa saat kemudian tambahnya lagi,
"Walaupun cara berpikir dalam hatinya amat susah tetapi bilamana dibicarakan urusan ini
sangatlah mudah sekali. Dengan menggunakan sisa hidup kami bertiga dan dengan
sepenuh tenaga pasti membuat kau orang menjadi seorang yang bisa kau pelajari hal ini
tergantung pada bakat serta daya tangkapmu sendiri."
Siauw Ling hanya merasakan suatu tenaga tak wujud yang amat panas dan terus
mengalir masuk ke dalam tubuh.
Waktu ini ia kepingin sekali mengucapkan sepatah dua patah kata tetapi ternyata sulit
baginya untuk memecahkan perhatian.
Sejurus kemudian terdengar Cung San Pek melanjutkan kembali kata-katanya,
"Sebenarnya aku ingin mengadakan pembicaraan dengan Gie hu mu. Ingin aku
menurunkan seluruh kepandaianku kepadamu boleh-boleh saja, tetapi asalkan salah satu
jalan darahmu kutotok mati sehingga selama hidup kau sulit untuk menembusi jalan darah
Jien serta Ci dua urat, hal ini berguna agar kesempurnaanmu ada batasnya dan bisa
mengurangi rasa sombong setelah menamatkan pelajaran. Aku semula mengira dengan
sifat dari Gie hu mu ia tentu tidak menolong."
"Karena itu tadi aku sudah mengadakan perundingan dengan gie hu mu melalui ilmu
menyampaikan suara, tertapi ternyata kali ini ia menolak usulku ini. Ia berkata kali ini
sifatmu sangat baik dan menurut perhitungannya tidak bakal bisa mencelakai Bulim dia
berkata bahwa orang yang ia bunuh tempo dulu terlalu banyak, meskipun yang dibunuh
itu adalah orang-orang jahat tetapi sifatnya terlalu berangasan, oleh sebab itu maksud gie
hu mu sekarang ingin meminjamkan kekuatan serta kepandaianmu dikemudian hari untuk
banyak berbuat pekerjaan baik sehingga dosa-dosa dari Gie hu mu selama inipun bisa
tertebus, bocah! melihat maksud yang begitu baik dari Gie hu mu ini akhirnya akupun
tidak ngotot lagi." Walaupun Siauw Ling kepingin sekali memberi jawaban tetapi tenaga yang menyerang
masuk ke dalam tubuhnya laksana menerjang berlaksa ekor kuda membuat ia tak kuat
untuk menguasainya walaupun dengan menggunakan seluruh tenagapun sukar untuk
menguasainya apalagi hendak berbicara.
"Selama beberapa hari ini, hasil yang kau capai benar-benar berada diluar dugaanku
semula," sambung Cung San Pek kembali. "Karena itu telah memancing rasa ingin tahu
dari diriku, aku ingin tahu bilamana dikolong langit dapat muncul seseorang yang memiliki
silat gabungan dari Gie hu mu, LIuw Sian Ci serta kepandaianku apakah masih ada orang
yang bisa menandinginya!"
Selama ini berbicara terus seorang diri. Karena Siauw Ling yang hanya bisa mendengar
sukar baginya untuk menjawab.
Lewat sejurus kemudian akhirnya Siauw Ling berhasil pula untuk menguasai tenaga
panas yang menyerang keseluruh tubuhnya itu.
Sekonyong-konyong Cun San Pek menghela napas panjang.
"Aku masih mempunyai suatu harapan pribadi yang mengharapkan setelah kepandaian
silatku berhasil kupelajari dapat mewakili aku untuk mencari dua orang itu yang satu
adalah engkohku sedang yang lain adalah kawan perempuanku?"
************http://ecersildejavu.wordpress.com/***************
Kini Siauw Ling bisa mengambil waktu untuk berbicara katanya, "Bilamana nanti
boanpwee berhasil keluar dari lembah ini tentu akan melaksanakan harapan Cianpwee
yang dimaksudkan." Ia rada merandek, kemudian tanyanya, "Hanya entah saat ini mereka ada dimana?"
"Heeei" urusan ini bila dibicarakan memang kelihatannya sangat mudah tetapi bila
dilaksanakan sebetulnya susah, karena ada kemungkinan mereka telah mati ada
kemungkinan juga kini sudah terkurung di dalam istana terlarang."
Siauw Ling yang mendengar disebutnya istana terlarang hatinya jadi tergetar amat
keras, hampir-hampir tenaga dalamnya tercabang ke arah tiga bagian.
Cung San Pek yang memiliki tenaga dalam sangat sempurna segera dapat merasa
keadaan tersebut, maka buru-buru ia menarik napas panjang-panjang dan segulung aliran
panas yang lebih besar menerjang masuk ke dalam tubuh Siauw Ling membantu dirinya
untuk memusatkan kembali tenaga yang hampir bercabang itu.
"Bocah" katanya perlahan. "Pembicaraan kita selama berlatih merupakan pentangan
yang terbesar dari belajar ilmu kweekang, cepatlah buang pikiran yang tak berguna dan
kosong hati, aku hendak membantu dirimu untuk menyerang beberapa bagian urat nadi
yang masih sulit untuk ditembus oleh hawa murni."
Siauw Ling hanya merasakan segulung hawa yang amat panas mengalir keluar dari
telapak tangannya kemudian menerjang masuk ke dalam tubuhnya dengan amat dahsyat.
Dalam hati ia lantas sadar kalau sedikit kurang berhati-hati saja sehingga dapat
membuat hawanya bercabang dan dapat melukai urat lain sekalipun tidak sampai mati
tentu akan terluka parah dan harus duduk bersemedi selama beberapa bulan baru bisa
sembuh. Karena itu ia tak berani berlaku gegabah lagi, pikirannya dengan cepat dikosongkan
dan mulai mengatur pernapasan serta menggabungkan hawa panas yang dikirim masuk
dari luar tubuh itu. Perlahan-lahan akhirnya bocah itu telah berada dalam keadaan yang lupa segalagalanya.
Menanti ia tersadar kembali sang suryapun telah memancarkan cahayanya ditengahtengah
kepala kiranya siang hari telah menjelang tiba.
Puncak gunung ini tingginya melebihi puncak-puncak yang lain walaupun setiap tahun
berada di bawah sorotan sang surya tetapi tebalnya salju ada beberapa depa yang telah
membeku selama ratusan bahkan ribuan tahun lamanya.
Sewaktu musim kemarau di bawah sorotan sang matahari yang amat panas saljuku
pada melumer tetapi bilamana sinarnya mulai lemah lumeran air itupun membeku kembali.
Ketika itu sang surya memancarkan sinarnya keatas permukaan salju sehingga
memantulkan cahaya keemas-emasan yang menyilaukan mata, hal ini membuat
pemandangan disana jadi amat indah.
Siauw Ling yang melihat akan hal tersebut saking girangnya segera berteriak keras,
"Locianpwee pemandangan di atas puncak bersalju ini benar-benar sangat indah sekali!"
Tetapi suasana tetap sunyi senyap tak kedengaran suara jawaban dari seorangpun,
sehingga membuat bocah itu buru-buru menoleh ke belakang dan terlihatlah bayangan
dari Cung San Pek telah lenyap tak berbekas.
"Aaakh" betul" pikir Siauw Ling dengan cepat. "Tempo hari ia tinggalkan aku seorang
diri di atas ayunan rotannya dengan maksud agar aku bisa berlatih dengan seluruh
perhatian, dan kini iapun tinggalkan aku seorang diri di atas puncak ini, sudah tentu
tindakannya ini mengandung maksud tentu."
Kian mendekati siang hari sorotan sang surya pada waktu itu sampai salju yang
menutupi puncak yang amat tebal serta rasa dingin yang semakin menebal pula.
Di bawah sorotan sinar matahari yang amat panas serta di bawah lingkungan
menguapnya salju yang dingin, perasaan ini benar-benar sulit untuk dipertahankan.
Untuk melawan rasa dingin serta rasa panas yang mendesak kebadannya itu mau tak
mau Siauw Ling harus mengerahkan tenaga kweekangnya untuk melawan.
Walaupun ia sudah memperoleh pelajaran Sim Hoat dari ilmu kweekang aliran Cung
San Pek tetapi yang didapatnyapun tidak lebih hanyalah dasar-dasarnya saja sehingga
sampai saat ini ia masih belum mengetahui bagaimanakah caranya untuk mengerahkan
tenaga guna melawan serangan dari luar.
Tetapi di tengah desakan hawa panas serta dingin yang bercampur aduk, guna
mengurangi rasa siksaan dibadan sudah tentu dengan sendiri cara bagaimanakah untuk
mengatasi dan menahan serangan dari luar.
Malam akhirnya menjelang datang juga angin gunung bertiup laksana tiupan taupan
sehingga di atas puncak bersalju yang gundul tak ada tempat berlindung. Kini Siauw Ling
hanya merasakan badannya tersiksa sangat hebat di bawah tiupan angin yang sangat
dingin hatinya benar-benar merasa amat terperanjat.
"Angin bertiup begitu dahsyat dipuncak inipun gundul kelimis tak ada sesuatu apapun,
bukankah aku bisa tertiup jatuh ke bawah puncak?" pikirnya dihati.
Suatu keinginan untuk hidup dengan cepat muncul dihatinya, tanpa berpikir panjang
lagi ia segera memahami permukaan salju yang keras itu sehingga terbentuklah sebuah
liang kecil. Akhirnya ia berjongkok di dalam liang kecil itu untuk melewati malam yang panjang.
Waktu berlalu laksana sambaran petir hanya di dalam sekejap saja Siauw Ling telah
hidup selama seratus hari lamanya di atas puncak salju yang gundul, selama seratus hari
ini baik pagi hari maupun malam hari ia harus merasakan sengatan panas matahari basah
kuyup kalau hujan tiupan angin taupan serta dinginnya salju.
Setiap beberapa hari sekali Cung San Pek selalu mendatangi puncak tersebut untuk
memberi beberapa petunjuk Sim Hoat dari ilmu kweekang serta mengirim sedikit rangsum
buatnya, tetapi selama ini ia belum pernah membicarakan soal turun dari puncak.
Siauw Ling yang keras kepala sudah tentu tidak suka bicara sendiri, iapun dengan
sabarnya berdiam terus disana.
Di tengah penghidupan yang sukar dan berbahaya di atas puncak bersalju ini memaksa
Siauw Ling untuk berusaha guna melawan panasnya sengatan matahari disiang hari serta
dinginnya tiupan angin bersalju dimalam hari.
Tetapi karena siksaan itu pula tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan yang
amat pesat. Malam itu, udara bersih seperti baru saja dicuci, rembulan memancarkan sinarnya di
tengah tiupan angin gunung yang sepoi-sepoi terlihatlah Siauw Ling mengitari satu
lingakaran di atas puncak tersebut.
Melihat keindahan alam di sekeliling puncak tersebut membuat bocah ini merasa
semangatnya berkobar-kobar, tak kuasa lagi iapun bersuit panjang dengan nyaringnya.
Di tengah suara suitan yang amat nyaring itulah mendadak berkumandang datang
suara helaan napas perlahan.
"Heee seorang bocah yang benar-benar berhati keras."
Mendengar suara tersebut Siauw Ling segera menoleh ke belakang, tampaklah kurang


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih enam tujuh depa dari dirinya berdirilah seorang perempuan berusia pertengahan
yang memakai baju biru langit.
Pada seratus hari yang lalu dengan mata kepala sendiri ia melihat perempuan yang
terjadi diantara ketiga orang itu sehingga terhadap perempuan ini ia sudah menaruh
bayangan yang membekas di dalam hatinya.
Sekali pandang saja ia sudah mengenali kembali dia bukan lain adalah Liuw sian Ci
maka buru-buru Siauw Ling merangkap tangannya menjura.
"Boanpwee Siauw Ling menghunjuk hormat buat Liuw Locianpwee!" serunya.
Panji Sakti 11 Istana Tanpa Bayangan Karya Efenan Istana Pulau Es 1
^