Pencarian

Si Rajawali Sakti 6

Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


lawan yang tangguh, namun Kian tidak merasa gentar. Pemuda ini mem menjadi
sombong bukan main, mengan gap diri sendiri tanpa tanding. Tak orang pun dapat
mengalahkannya. "Keparat, kalau begitu engkau sud bosan hidup!" Teriaknya dan dia mene jang dengan dahsyat, menggunakan ngan kosong yang dipenuhi penyalur
Kinng untuk menyerang Han Lin. Akan tetapi dengan tubuh ringan se-i Han Lin
menghindarkan diri dengan ?ij;kah Ajaib Jiauw-pouw-poan-sin. Ke-kakinya
melangkah ke sana sini de-Jn aneh, akan tetapi hebatnya, semua Imlan dan
tendangan Kian Ki yang i't dahsyat itu tidak ada yang mampu pnyentuh tubuhnya!
Sementara itu, Hui Lan sudah me-nng Lai Cu Yin lagi, dibantu oleh U Cin. Mereka
berdua menyerang gadis tnit yang mereka tahu kini menjadi f f k Chou Ban Heng itu dan mulai i desaknya lagi karena betapapun lihai-i, menghadapi dua orang itu Cu Yin rasa kewalahan juga. Kian Ki menjadi penasaran bukan Min setelah belasan jurus dia menyerang f ara bertubi-tubi, tak sebuah pun se-i pannya berhasil mengenai tubuh
lajunya. Gerakan kedua kaki Han Lin i-mikian aneh akan tetapi langkah-lang-ih itu selalu seolah dapat mendahului inya serangannya sehingga pada saat ringan dia
lakukan, lawannya telah bergerak menjauh sehingga selalu luput pukulan atau
tendangannya. "Hyaaaaattttt !!" Tiba-tiba Kian
memekik dan mengubah serangan. Tubuhnya berputar dan kedua lengan membuat
gerakan pukulan aneh dari nan kiri dan angin pukulan yang b? sing seperti angin
puyuh menyambar ngan dahsyatnya.
"Aih !" Han Lin mengeluarkan
ruan karena kaget dan heran. Tentu dia mengenal baik serangan p ikulan ai puyuh
itu karena itu adalah sebuah j dari ilmu silat Keluarga Kok yang j' dia pelajari dari gurunya. Thai Kek Si sktl Bagaimana mungkin Kian Ki da melakukan pukulan rahasia
ini den demikian baiknya, padahal ilmu keturu Keluarga Kok ini dirahasiakan dan tid boleh diajarkan kepada seorang mur' Gurunya sendiri hampir dibunuh Th; Beng
Siansu, susiok*couwnya (kakek ; man gurunya) karena menurunkan il .sirat Keluarga Kok kepadanya!
Keheranan menjadi-jadi ketika *. berhasil menghindarkan diri dari pukul
, Kian K i mendesak dan menyerangnya ..ra bertubi-tubi dan kini bersilat de |n ilmu silat Keluarga Kok itu!
"Wirrr duk-duk-takkk !!" Han Lin
paksa mengerahkan tenaga sinkangnya c menangkis karena mengandalkan u
langkah ajaib tidak menjamin diri" V.< dapat terhindar dari pukulan-pukulan ku t ilmu silat Keluarga Kok itu.
Kini Kian Ki yang merasa heran. La-?nnya yang masih muda itu menangkis bngan
gerakan ilmu silat yang sama ?ogan yang dia mainkan dan ternyata \an Lin memiliki tenaga "Jemas" yang ' guh hebat. Pukulannya yang kuat itu lah benda keras dipukulkan kepada kr, amblas tanpa meninggalkan bekas a yang dipukul! Pada saat
itu, Ang Hwa Niocu Lai. Yin juga terdesak hebat sekali oleh u Cin dan Hui Lan yang mengeroyok-ya. Tadinya ia masih mengharapkan lan Ki yang amat lihai akan dapat *
galahkan lawannya dengan cepat hingga dapat membantunya menghadapi ia orang
pengeroyoknya, maka ia masih bertahan dengan mati-matian. Akan tapi setelah
lewat beberapa lama dan sudah mulai terdesak dengan hebat ketika ia melirik ia
melihat betapa Ki sama sekali tidak mampu mend lawannya, bahkan lawan pemuda
putih yang muda itu agaknya ma> mengimbanginya, Cu Yin menjadi gen dan panik.
Tak mungkin ia dapat tahan lebih lama lagi karena pang lengan kirinya sudah
disentuh ujung dang Hui Lan sehingga baju berikut dikit kulitnya robek dan
berdarah, harus menyelamatkan diri! Tiba-tiba melompat jauh ke belakang,
mengger kan tangan kirinya dan dua sinar me meluncur ke arah Hui Lan dan Liu C
Itulah dua batang kembang merah pe hias rambut yang tadi disambitkan ke bal i
oleh Han Lin. Hui Lan dan Liu terkejut, maklum akan bahayanya senja rahasia itu.
Mereka cepat memutar se jata untuk menangkis.
Hui Lan yang membenci Kian rl melihat betapa Kian Ki masih bertandir melawan -
Han Lin, cepat melompat Irndak mengeroyok, di kuti Liu Cin. kkan tetapi Han Lin cepat berseru. 'Jangan
mengeroyok!" Kian Ki kini sudah mencabut pedang-rya, akan tetapi tidak segera menyerang elainkan berseru lantang. "Majulah, alian pengecut-pengecut tak tahu malu. Aku tidak takut dikeroyok. Majulah!"
Liu Cin memegang lengan Hui Lan dan menggelengkan kepala, tanda mencegah
gadis itu untuk mengeroyok. Se-I agai seorang pendekar yang berwatak I agah,
mendengar tantangan Kian Ki itu i a merasa malu dan tidak mau maju i elakukan
pengeroyokan. Akan tetapi Hui Lan menudingkan pedangnya ke muka Kian Ki.
"Engkau sendiri yang pengecut tak tahu malu. Engkau tidak mampu mengalahkan
Han Lin dengan tangan kosong, sekarang hendak r-.cry*i??ng dia yang bertangan
kosong dengan pedangmu!"
Kian Ki tampak ragu-ragu dan dia memandang kepada Han Lin dengan sinar mata
penuh permohonan. "Lan-moi, engkau isteriku, marilah kita pulang dan di rumah nanti aku akan berlutut m ampun kepadamu. Marilah, Sayang Dia membujuk
dengan suara bersunggi sungguh.
"Tidak sudi! Lebih baik aku ma daripada harus menjadi isteri seora jahanam busuk sepertimu!" kata Hui Lj dengan marah.
Kian Ki menghela napas panjang menyarungkan kembali pedangnya, mandang
kepada Han Lin dan berka "Si Han Lin, temanku sudah pergi. A seorang diri dan engkau bertiga, ma tidak adil kalau kita melanjutkan per tandingan di sini! Kelak akan tiba saat nya aku menantangmu bertanding sat lawan satu sampai seorang di
antara kit kalah dan tewas!"
Han Lin tersenyum. "Chou Kian Ki, aku tidak mempunyai permusuhan denganmu,
akan tetapi aku akan selalu menentang semua perbuatanmu yang tidak adil dan
tidak benar." Kian Ki tidak menjawab, melainkan berkelebat pergi dengan gerakan yang cepat
sekali. Han Lin memandang kagum
berkata lirih, seperti kepada diri ftttdiri.
"Dia hebat ilmu silatnya lihai
kkali, dan dia itu sungguh amat men-
ir tamu, Hui Lan " "Han Lm, engkau tidak tahu! Jahanam i merayuku hanya dengan maksud untuk
birnarikku agar aku mau mendukung ren-t.ina jahat ayahnya!" kata Hui Lan, ten-p"Benar, Sobat" kata Liu Cin. "Aku ?endiri tadinya juga bermaksud untuk bekerja kepada mereka, akan tetapi setelah mengetahui rencana jahat mereka, aku
melarikan diri keluar dari gedung mereka."
"Hui Lan, semua ini membingungkan. Dia mengaku bahwa engkau isterinya dan dari sikap dan suaranya, aku percaya bahwa dia sungguh mencintaimu. Benarkah engkau
isterinya dan apa yang telah terjadi sehingga engkau meninggalkan-ya?"
"Aku bukan isterinya. Memang kami telah ditunangkan oleh orang tua kami.
Aku tidak dapat menolak kehendak ora tuaku dan tadinya aku mengira dia or baik-
baik maka aku menerima menja tunangannya. Akan tetapi kemudian a" mengetahui rahasia busuk mereka. 3e derai Chou hendak memberontak d' mendirikan atau
membangun kemba Kerajaan Chou dengan dia yang kcl menjadi kaisarnya. Dia
berusaha mengu pulkan orang-orang yang memiliki ilmi silat tinggi untuk
melaksanakan lencana nya yang jahat, yaitu menyingkirkan ar kalau perlu
membunuh para pejabat ting gi yang setia kepada Kaisar Sung Tha Cu agar Kerajaan
Sung menjadi lemah Setelah itu baru dia akan mengerahka para sekutunya untuk
memberontak da merampas tahta kerajaan. Aku menentangnya dan mereka semua
mulai curiga dan membenciku, maka aku lalu melarikan diri dari sana."
Han Lin mengangguk-anggukkan kepalanya lalu memandang Liu Cin.
"Dan bagaimana dengan engkau, Liu Cin?"
"Dalam perantauanku, aku bertem ngan Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin yang rsikap
gagah, sopan dan baik. Aku per t ya dan aku tidak menolak ketika selang panglima
mendatangi kami di ru-vih penginapan, mengatakan bahwa kami (?indang Jenderal
Chou. Setelah kami 'tang, kami pun dibujuk untuk mem-?i tu Jenderal Chou yang
katanya ber-ang menentang para pembesar yang >rup dan sewenang-wenang. Aku
akan piempertimbangkan dulu, dan Lai Cu Yin l'u langsung menerimanya, kemudian
aku ldusun. Ketika aku bertemu Hui 1 an di gedung itu dan mendengar keterangannya,
aku lalu pamit dan pergi ?lari sana. Kemudian, di dalam hutan aku melihat Hui Lan menggantung diri, maka pat aku menggagalkan bunuh diri itu tl.m menasehatinya.
Akhirnya kami melakukan perjalanan bersama dan tiba-tiba muncul Chou Kian K i
dan Lai Cu N m yang hendak menangkap Hui Lan dan membunuhku."
Han Lin mengerutkan alisnya djfl memandang kepada gadis itu dengfl pandang
menyelidik. "Hui Lan, sulij dipercaya bahwa seorang gadis gagj perkasa seperti engkau hendak bunuh di Benarkah itu dan kalau benar mengapa"
Dengan muka tunduk lesu Hui Lt menjawab. "Aku bingung, malu dan khi watir, Han Lin. Aku malu karena tela menjadi tunangan jahanam itu dan mer jadi calon mantu
seorang jemberonu yang jahat karena hendak membunula orang-orang yang setia
dan tidak beri dosa. Aku khawatir karena kalau oranri tuaku mendengar bahwa aku
melariki diri dari rumah Jenderal Chou, merek pasti akan merasa kecewa dan
berduka Maka aku menjadi bingung sekali sehingga aku mengambil keputusan
pendeS untuk menghabisi saja hidupku."
Han Lin menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghela napas panjang. D, dalam
hatinya dia tidak dapat percaya begitu saja pengakuan gadis itu. Biarpun baru
mengenal sepintas, dia tahu bahwa
?n Lan memiliki watak yang gagah i-rani. Tak mungkin kalau hanya karena rgitu saja ia hendak bunuh diri! Akan tapi tentu saja dia tidak mau men-sak.
"Dan sekarang, engkau hendak ke una, Hui Lan" Apakah ingin kembali ke mah orang tuamu?" "Tidak, Han Lin. Aku tahu, mereka itu pasti mengabarkan hal-hal bohong 'l engenai diriku. Orang tuaku tentu akan [marah sekali karena aku memutuskan tali
[iM-rjodohan yang dibuat orang tuaku dan Jenderal Chou. Orang tuaku tentu akan
berduka sekali, maka aku tidak berani I lang karena tidak berani menghadapi [orang tuaku yang berduka karena aku."
"Lalu ke mana engkau hendak pergi, kalau aku boleh tahu?"
Tiba-tiba Hui Lan teringat akan sesuatu, la ingin rnempercVlc-n ilmu silatnya agar kelak dapat membalas dendamnya, dapat membunuh Chou Kian Ki yang telah
menodai dirinya. Dan ia ingin mencari guru. Pemuda di depannya ini tadi mampu
menandingi Chou Kian Ki! Tibatiba gadis itu berlutut di depan Han sehingga Han Lin menjadi heran dan ngung. Dia cepat menyentuh kedua dak Hui Lan.
"Eeuit, apa-apaan ini, Hui Lan7 Affl yang kau lakukan ini?"
"Han Lin, aku mohon kepadamu, suit; lah engkau menerima aku sebagai murf Aku hendak pergi mencari guru unri memperdalam ilmuku, dan melihat betafl engkau
tadi mampu menandingi ChijJ Kian K i, maka aku ingin berguru kcpa mu. Tolonglah
aku, Han Lin, terima aku menjadi muridmu!"
"Bangkitlah dulu, Hui Lan dan kita bicarakan hal ini dengan sebaikn Mungkin aku akan dapat membantu dengan cara lain." Tiba-tiba Hui L merasa betapa kedua
telapak tang pemuda itu yang menyentuh pundakn seolah memiliki daya yang amat
kua menariknya bangkit. Ia mencoba unt mempertahankan dengan mengerahk
sinkang, namun tetap saja tubuhnya per lahan-lahan bangkit berdiri tanpa dapa ia
pertahankan lagi. I "Nah, sekarang katakanlah, mengapa Igkau ingin memperdalam ilmu silatmu" I'i lhat engkau sebagai seorang gadis m-tah memiliki ilmu bela diri yang cukup TiKguh."
"Aku ingin menentang Keluarga|k>u yang jahat, terutama Chou Kian K i Lig berhasil mengikat tali perjodohan 3nganku hanya untuk menarik aku men-ptli sekutu
pemberontakan ayahnya! Kain a aku tahu bahwa Kian Ki lihai se-Ici , maka aku ingin belajar ilmu silat lu>Kgi darimu, Han Lin!"
Hemmui, itukah tujuan perjalananmu lu r sama Liu Cin tadi?"
"Aku hanya kasihan kepadanya dan tn^in menemani dan membantunya mentari
guru yang pandai. Akan tetapi melihat kelihaianmu, aku dapat mengerti n engapa ia hendak berguru padamu."
Diam-diam Han Lir. dapat menjenguk Im hati pemuda yang dari gerakan silatnya tadi dia dapat menduga bahwa Liu f n tentu murid Siauwlimpai. Pemuda lugu sederhana
itu mencinta Hui Lan, (ukirnya. Karena cinta itulah maka baru saja berkenalan, Liu Cin sudah be banyak membela gadis itu!
"Hui Lan, bukan aku tidak mau m bantumu, akan tetapi tidak mungkin menjadi
gurumu. Aku sendiri sedang lakukan perjalanan merantau meme perintah guruku."
"Kalau begitu, bawa aku mengh gurumu, Han Lin. Aku akan sujud depan kakinya dan mohon agar gur sudi menerimaku sebagai murid."
Han Lin menggelengkan kepalan "Hal itu tidak mungkin, Hui Lan. S tidak akan mau menerima murid siapa juga. Hal ini aku tahu dengan pasi Akan sia-sia belaka kalau engkau mer hadap guruku mohon menjadi muridny bahkan Suhu melarang aku
menceritak siapa beliau. Akan tetapi, aku terin akan cerita guruku. Beliau mempuny seorang sahabat yang sakti, pewarist il silat sakti yang berinti kekuatan Ini d Yang.
Nah, kalau engkau dan Liu Ci pergi mencarinya, siapa tahu, kalauI 'Siapakah dia, Han Lin" Katakan, >-.i a dia dan di mana tempat tinggal v i " kata Hui Lan dengan penuh selu ngat.
"Suhu hanya mengatakan bahwa namakan orang sakti itu adalah Thian Te .nkouw
(Nona Dewi Langit Bumi) dan k puluhan tahun bertapa di Puncak ikit Tengkorak yang berada di tepi Su-, u Luan. Bukit Tengkorak itu berada di i>elah utara, di luar Tembok Besar, dak sangat jauh dari kota raja dan h'kat Tembok Besar, sebelah selatan lota Yehol (Cengkeh). Nah, carilah ke Lina. Perjalanannya tentu saja amat i kar, melewati Tembok Besar dan aku iga tidak berani memastikan bahwa ia Itusih hidup atau
masih tinggal di sana."
"Baiklah, terima kasih, Han Lin. Aku n/kan mencarinya ke sana."
"Aku akan menemanimu sampai engkau menemukan guru sakti itu, Hui Lan."
kata Liu Cin. "Aih, Liu Cin, aku menjadi tidak i ak. Tidak perlu engkau bersusah payah n
mengorbankan waktumu yang berharga untuk aku."
"Sama sekali tidak susah payah 1 mengorbankan waktu, Hui Lan. Ena tahu bahwa aku juga seorang perant dan aku senang bertualang ke ter yang belum pernah
kukunjungi. Apa] bertemu dengan seorang sakti!"
"Hui Lan, niat baik seorang sahabat jangan ditolak. Aku tahu bahwa Liu Cin berkata dan bertindak jujur menurutkan kata hatinya. Nah, sekarang aku harus pergi!" Han Lin mengeluarkan suara melengking dan dari atas terdengar jawaban lengkingan,
lalu tampaklah rajawali itu melayang turun. Sebelum rajawali itu hinggap di atas
tanah, tubuh Han Lin Ludah melompat ke punggungnya dan burung itu pun terbang
pergi dengan kepakan sayapnya yang besar dan kuat sehingga sebentar saja burung
itu telah melayang tinggi dan hanya tampak sebagai sebuah titik hitam yang semakin jauh dan akhirnya tidak tampak lagi.
Hui Lan dan Liu Cin memandang dengan kagum. Mereka lalu melanjutkan
perjalanan, kini tidak jadi ke selatan, melainkan ke barat karena mereka tidak ingin melalui kota raja yang mengandung bahaya bagi mereka. Mereka mengambil jalan
memutar untuk kemudian ke utara melintasi Tembok Besar. Dalam perjalanan ini
Hui Lan bercerita kepada Liu Cin akan pertemuannya yang pertama dengan Han Lin
sehingga pemuda murid Siau-limpai itu menjadi semakin kagum pada Si Pendekar
Rajawali Sakti. ooOOoo Gadis berpakaian serba hitam itu memang cantik jelita dan manis sekali. Usianya
masih muda, sekitar delapan belas tahun lebih sedikit. Rambutnya panjang di kuncir tebal bergantungan di belakang sampai ke pinggul, sebagian yang berada di atas
berjuntai dan membentuk lingkaran anak rambut halus di dahi dan pelipisnya!
wajahnya berbentuk bulat telur, dagunya meruncing, sepasapg matanya jeli dan
bersinar-sinar penuh gairah hidup seperti sepasang bintang, mulutnya yang manis
dengan bibir berbentuk indah kemerahan itu selalu tersungging senyum setengah
mengejek nakal. Tubuhnya sintal, pinggang kecil akan tetapi padat dengan lekuk
lengkung yang memiliki daya tarik amat kuat, terutama terhadap kaum pria.
Pakaiannya dari sutera hitam, bentuknya sederhana, la Memakai sabuk merah.
Sepatunya juga hitam. Karena pakaiannya serba hitam maka kulit tubuhnya yang
tampak, yaitu muka, leher dan sebagian lengannya kelihatan putih mulus
kemerahan. Gadis ini adalah Song Kui Lin yang pernah bertemu dengan Si Han Lin ketika ia ikut berlagak di Puncak Pegunungan Thaisan di mana menjadi arena perebutan
kejuaraan silat untuk memperebutkan julukan Jago Nomor Satu Di Dunia! Dari sepak
terjangnya ketika ia membikin ribut di Puncak Thaisan karena menentang tindakan
sewenang-wenang dari murid Tung Hai-tok yang bernama Boan Su Kok, dapat
diketahui bahwa Song Kui Lin adalah seorang gadis yang memiliki ilmu silat yang
cukup tinggi, pemberani, nakal, lincah Jenaka, dan agak liar walaupun ia memiliki watak gagah perkasa penentang kejahatan. Song Kui Lin adalah anak yang pilih oleh Louw Keng Tojin untuk i jadi muridnya. Seperti kita ketahui, Loi Keng Tojin adalah tosu (Pendeta yang berdebat dengan Thong Leng L pendeta Buddha Lama dan Tiong
Gi jin pendeta Agama Khong-cu, tenta agama. Perdebatan itu berakhir keti muncul
Thai Kek Siansu yang meter dan menjelaskan bahwa tugas sen? agama itu sama,
yaitu menjadikan man sia insan-insan yang baik dan penuh kasi terhadap
sesamanya. Kemudian, mere" saling berpisah dan berjanji bahwa m reka masing-
masing akan mencontoh Th Kek Siansu, mengambil seorang mun Louw Keng Tojin
bertemu dengan Son Kui Lin yang ketika itu berusia tuju tahun. Akan tetapi dalam
usia tuj tahun Song Kui Lin sudah menguas dasar-dasar ilmu silat yang baik karei
sejak kecil sekali ia dilatih ayahnya sen diri. Ayahnya adalah seorang pendeka silat yang terkenal bernama Song Kak yang tewas setelah menderita luka dalam
pertempuran melawan segerombolan peimpok yang mengganas di dusun te-?ngga.
Dia terluka namun berhasil mengiur para perampok dan membunuh bayak anak
buah perampok dan beberapa Sang pemimpin mereka. Luka ini mem-wanya kepada
maut, meninggalkan lerinya yang baru berusia dua puluh am tahun dan anak
tunggalnya, Song Uh Lin yang berusia enam tahun. Ketika ouw Keng Tojin bertemu
dengan Kui i pada saat dia hendak mengunjungi long Kak yang menjadi sahabatnya,
Song Cak telah tewas setahun yang lalu. Me-li >at gadis cilik ini, Louw Keng Tojin memilihnya sebagai murid dan Nyonya 'v>ng juga menyetujuinya. Demikianlah, Kui Li dilatih oleh gurunya di rumah ibunya yang menjanda, selama sepuluh tahun lebih, la berusia sekitar delapan k>las tahun kurang ketika Louw Keng Tojin meninggalkan rumah Janda Song.
urunya berpesan kepadanya agar ia meluaskan pengalaman dengan terjun ke dunia
kangouw dan menganjurkan murid-i ya itu untuk menonton pertandingan silat
memperebutkan juara dengan sebutan Jago Nomor Satu.
Seperti kita ketahui, di Puncak Th?| san itu Kui Lin menentang Boan Su K yang
sombong dan ia bertemu dengan Han Lin, akan tetapi ia meninggalk pemuda itu
dengan marah karena ia buat jatuh ketika memaksa burung ra wali untuk
menerbangkannya. Pada pagi hari itu, Song Kui h melakukan perjalanan menuju pulang || kota Cin-an di mana ibunya tinggal. Ibt nya, Nyonya Janda Song, telah mempj lajari soal
pengobatan dari mcndian suaminya dan sekarang membuka sehufl toko obat yang
penghasilannya lebih dai cukup untuk membiayai kebutuhan hidu mereka berdua
dan dua orang pembant? seorang laki-laki dan seorang perempuai keduanya sudah
berusia lima puluh tahu lebih.
Setelah turun dari Pegunungan Thal san, Kui Lin merantau dan melakukai perjalanan seenaknya. Sudah beberapj kali ia menentang kejahatan, membeli yang benar
dengan cara yang adil dai keras, sesuai dengan wataknya yang ga?
?k. Karena tindakannya sebagai seorang ?ndekar wanita yang gagah perkasa dan i
jarang memperkenalkan namanya, ma-.? orang-orang menyebutnya Hek I Li-lap
(Pendekar Wanita Baju Hitam).
Song Kui Lin adalah seorang gadis < riang. Biarpun pada saat itu ia berian seorang diri di jalan umum yang . apit banyak pepohonan karena jalan itu i emang memasuki hutan, ia tidak me-isa kesepian. Dengan gembira ia mendengarkan burung-burung
berkicau, me-hat kupu-kupu beterbangan dan sinar i atdhari pagi yang hangat
menembus celah-celah pohon, "menimbulkan garis->aris cahaya yang tampak
terang di antara halimun yang masih mengepul dari tanah ke atas. Seperti biasa,
kalau hatinya sedang riang, gadis manis itu ber-enandung ria. Suaranya memang
cukup merdu dan mendengarkan lika-liku suaranya ketika bertembang, dapat
diketahui bahwa Song Kui Lin memang memiliki bakat baik dalam seni suara.
Tiba-tiba suara nyanyiannya terhenti, la siap siaga karena pendengarannya yang
tajam menangkap suara-suara yang tid wajar Kui Lin berhenti melangkah, pc
dengarannya yang tajam terlatih mena kap suara gerakan-gerakan yang ti wajar. Tak lama kemudian bermuncu banyak orang yang berloncatan kelu. dari balik pohon dan
semak-semak. Mer ka berjumlah sekitar dua puluh lirr orang, terdiri dari laki-laki yang ra rata bertubuh kekar dan berwa'ah beng" menyeramkan, pakaian mereka
kasar da sembarangan. Dari wajah, sikaK dan pc nampilan mereka saja Kui Lin dapa
menduga bahwa ia berhadapan denga segerombolan orang yang biasa melakukan
kejahatan. Gerombolan itu dipimpi oleh tiga orang kepala perampok yan sudah kita
kenal, ialah Tiat-pi Sam-wa (Tiga Lutung Tangan Besi) kakak beradi seperguruan yang sudah belasan tahu menjadi kepala perampok. Seperti kita telah ketahui, Tiat-pi *
Sam-wan inilah yang 'dahulu membunuh Si Tiong An dan Isterinya, yaitu ayah ibu Si Han Lin. ? Orang pertama dari Tiat-pi Sam-wan adalah Yong Ti yang bertubuh tinggi m ar muka hitam, berusia sekitar lima Miluh tahun dan dia memegang sebatang
mbak baja. Orang ke dua adalah Oh (un, berusia empat puluh tujuh tahun, -rtubuh
tinggi tegap dan mukanya penuh ?ewok dan dia memegang senjata siang-o
(sepasang galok). Adapun orang ke iga bernama Joa Gu, berusia empat tiluh lima
tahun, tubuhnya gendut pen-lek dan mukanya kekanak-kanakan. Kena tangannya
memegang sepasang kapak. Tiga orang kakak beradik seperguruan ini sejak belasan
tahun malang melintang bersama puluhan anak buah-ya. Pekerjaan mereka hanya
merampok, nenyiksa sampai membunuh orang yang berani melawan, memperkosa
wanita, dan menghamburkan uang hasil rampokan sampai habis lalu merampok lagi!
Kini, anak buah mereka tinggal sekitar dua puluh orang yang rata-rata pemberani
dan pandai oerkeiahi, kejam dan ganas. Mereka tidak mengira akan melihat seorang
gadis sendirian berani melakukan perjalanan dalam hutan itu. Semula mereka tentu
saja hanya ingin merampok, akan tetapi begitu meli bahwa orang yang mereka
hadang seorang gadis yang demikian muda maja, cantik mungil menggairahkan, t tu
saja tiga orang kepala perampok merasa girang bukan main. Bukan ha barang yang
hendak mereka ramp melainkan semuanya, berikut orangnya!
Dua puluh lima orang anak buah rampok yang sudah mengepung Kui L menyeringai
dan tertawa-tawa. "Hah-ha-ha! Kionghi (Selamat), Sa wi Twa-ko (Kakak Bertiga)!" Sekali i Twako menemukan seorang calon iste yang hebat sekali!" Demikian koment mereka,
memberi selamat kepada ti orang pemimpin mereka.
"Bagus, tangkap gadis ini. Akan teta awas, jangan lukai calon isteri kam kalau sampai ada yang melukai, tent akan kami hukum!" kata Yong Ti, kepal rampok tertua.-Tiga orang kakak beradik seperguruan yang berjuluk Tiga Lutung Tangan Besi ini memang


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rukun sekali. Mereka tidak pernah menikah dan kalau mendapatkan seorang wanita
yang mere- <> suka, mereka lalu menjadikannya isteri t u lebih tepat kekasih mereka bertiga nnpa ada rasa cemburu. Mereka saling
mbela dan saling setia. Dikepung . demikian banyaknya laki-
i berwajah bengis kejam, Kui Lin i.ima sekali tidak merasa takut. Ia ber-11 r i tegak menghadapi tiga orang kepala tmpok itu dan membentak.
"Kalian ini orang-orang liar dari mana an berani mati menghadang perjalanan-
9.. Joa Gu yang gendut pendek berwajah kekanak-kanakan itu memang yang 'paling
pandai bicara di antara mereka ber-t ga. Sebagai saudara termuda dia sering
menjadi juru bicara dan biarpun mukanya eperti kanak-kanak, namun wataknya ang
periang itu hanya merupakan kedok nenyembunyikan hatinya yang paling kejam dan
sadis di antara mereka. "Ha-ha-ha, Nona m^nis! engkau hari ni sungguh beruntung sekali bertemu dengan kami. Ketahuilah, kami adalah Tiat-pi Sam-wan yang sudah terkenal sebagai \
jagoan-jagoan gagah berani tak terkalahkan selama puluhan tahun!"
"Aku tidak peduli kalian ini Tiga I tung, Tiga Anjing, atau Tiga Babi y busuk. Hayo minggir dan janpan ga aku kalau kalian masih ingin hidup!" Lin sudah melolos sabuknya dan t nyata yang dipakai sebagai ikat pmgga itu adalah sebatang pedang
yang air tipis dan berkilauan tertimpa caha matahari.
Tiga orang kepala perampok itu t belalak dan mata mereka mencoro marah. Kalau
yang memaki mereka s perti itu seorang laki-laki atau seora wanita yang tidak cantik, pasti mer sudah langsung menerjang dan membunu nya! Akan tetapi karena mereka
sud tergila-gila oleh kecantikan Kui Li yang ketika bicara tampak bibirnya s olah-olah hidup, mereka hanya tersenyu masam.
"Suheng (Kakak seperguruan), ku betina yang liar ini akan mengasyikka . sekali kalau dijinakkan, ha-ha-ha!" kat 3da Gu.
"Hayaaattttt !!" Kui Lin bertena
Melengking dan begitu ia bergerak, pelangnya berubah sinar kilat meluncur ke rah
perut gendut 3oa Gu. Orang ini jrrkejut setengah mati. Maklum betapa Sibatnya
serangan itu dan agaknya dia t- k sempat lagi untuk menangkis, dia r.elempar
tubuhnya ke belakang, ter-Y ngkang dan bergulingan menjauh. Kui |.in mengejar
dan menusukkan pedangnya ke arah dada Joa Gu.
"Cringgg.....!" Bunga api berpijar ketika pedangnya ditangkis sepasang golok yang dipegang Oh Kun. Orang ke dua ini sudah cepat maju melindungi sutenya yang
terancam maut. Kini Kui Lin dikeroyok bertiga, akan tetapi ia mengamuk dan
melawan dengan gigih dan mati-matian.
Sebetulnya, biarpun tingkat ilmu silat Kui Lin masih lebih tinggi dibandingkan
masing-masing lawannya, akan tetapi karena mereka maju bertiga mengeroyok ya,
tentu saja Kui Lin lebih banyak bertahan melindungi dirinya daripada menyerang.
Akan tetapi karena ketiga Tiat-pi Sam-wan itu tidak berniat melukainya. pnya ingin menangkapnya dalam keadaan "tuh, maka tentu saja tidak mudah bagi uereka
untuk menangkap Kui i-in. Gadis lu bagaikan seekor harimau betina ma-th, tidak
mudah ditangkap tanpa membahayakan diri. Tiga orang kepala pe-mpok itu juga
hanya menggunakan enjata mereka untuk menangkis sambaran pedang Kui Lin yang
lihai dan mereka mencoba untuk menangkap atau merobohkan gadis itu tanpa
melukainya. Karena penasaran dan kecewa setelah sebegitu lamanya tidak mampu menangkap
gadis itu, Joa Gu meneriaki anak buah mereka untuk maju mengeroyok. Akan tetapi
anak buah perampok yang maju itu mencari penyakit. Mereka hanya mengandalkan
keberanian yang nekat tanpa perhitungan, mengandalkan tenaga tanpa
menggunakan akal. Baru segebrak-an saja, empat orang anak buah perampok telah
roboh terluka, terkena sambaran sinar pedang Kui Lin!
"Pergunakan tali dan jala!" Yong Ti berteriak, memerintah anak buahnya, seperti baru teringat. Para perampok itu selain pekerjaannya merampok, terkad kalau
kehabisan bahan makan mer juga suka memburu dan menangkap bi tang hutan.
Maka mereka pandai men gunakan tali dan jala untuk menangi binatang buas.
Tak lama kemudian, Kui Lin menj
kerepotan menghadapi serangan tali-ta
dan jala yang dilemparkan kepadanya. 1
mengamuk, berloncatan ke sana sini sam
bil membabat dengan pedangnya. Aka
tetapi karena dara itu terkepung ketat!
akhirnya ia tertutup sehelai jala da
sebelum ia dapat membabat putus jal
itu, jala-jala lain sudah menyelimutin
dan tali-tali telah dilibatkan ke tubuhny
sehingga ia tidak mampu berkutik d
hanya memaki-maki. \ "Kalian jahanam-jahanam, kepar busuk, pengecut hina dina, beraninya mengeroyok seorang perempuan! Hayo bebaskan aku dan ,kita bertanding sampai selaksa jurus!"
Ia meronta-ronta dan menjerit-jerit dengan makiannya, namun percuma. Tubuhnya
sudah terbelit-beli tali dan jala sehingga ia tidak mampu l?-rkutik. 3oa Gu lalu
merampas pedang ya dari balik jala. Maki makian Kui Lin [tidak dapat terdengar
karena tertutup v>rak sorai para anak buah perampok yang bergembira ria karena gadis liar itu dapat tertangkap. Mereka merasa seperti kalau mereka berhasil
menangkap seekor binatang liar yang berbahaya dan sukar ditundukkan.
Oh Kun yang mukanya penuh brewok memelintir kumisnya. "Ambil kereta dorong,
kita bawa calon isteri kita ini ke sarang kita!"
Anak buah perampok membawa sebuah kereta dorong. Beramai-ramai mereka
mengangkat tawanan dalam selimut-n jala itu dan menaikkannya ke atas kereta
dorong. Lalu dengan gembira mereka mendorong kereta menuju ke dalam hutan
yang lebih dalam di mana terdapat sarang mereka berupa pondok-pondok darurat
karena kawanan penjahat ini sering berpindah-pindah tempat.
Agaknya jeritan-jeritan Kui Lin yang memaki-maki dan sorak sorai anak buah
perampok yang riuh rendah itu menarik perhatian rajawali yang sedang terbi di atas hutan itu. Burung raksasa menukik ke bawah dan setelah meli* betapa sekawanan
laki-laki kasar nr dorong sebuah kereta di mana terdaf seorang gadis yang tertawan dalam ja Han Lin yang duduk di atas punggi rajawali lalu membisikkan kata-kata ,
rintah kepada burung rajawali. Rajaw itu melayang turun dan Han Lin ui lompat ke
atas sebatang pohon bes Setelah memberi kesempatan Han L mendarat di pohon,
burung rajawali it sesuai dengan perintah Han Lin, I menukik ke bawah dan
menyambal nyambar dahsyat, menyerang para rampok itu dengan ganasnya! Mere
yang terkena patukan, cakaran dan kiba an sepasang sayapnya yang kuat, jat
berpelantingan dan keadaan menjadi k cau balau. Akan tetapi liat-pi Sam-w lalu
memimpin anak buahnya untuk m lawan dan mengeroyok burung rajawal yang
mengamuk itu. Karena mereka ma sekali tidak menghubungkan peng amukan
rajawali itu dengan penangkapa
las diri Kui Lin, maka perhatian mere-a hanya ditujukan kepada burung yang i*
nyambar"nyambar itu. Sementara itu, tanpa ada yang me-atnya, Han Lin sudah
melompat turun hri atas pohon, menghampiri kereta 11 rong dan dia membebaskan
Kui Lin i' iri selimutan dan libatan jala-jala dan lali temali itu. Sejak rajawali itu meng-mnuk, Kui Lin yang dapat melihat dari < elah-celah tali jala, melihat rajawali d n segera mengenalnya. Maka ketika Han Lin melepaskannya, ia segera - mengenal
pemuda itu. Begitu terbebas, ia
tersenyum. "Kau lagi yang menolongku!" katanya, akan tetapi tanpa bilang terima kasih ia lalu melompat dan sambil melepas sabuk merah yang mengikat pinggangnya ia langsung
saja menyerang 3oa Gu yang tadi merampas pedangnya dar. kini menggantungkan
pedang tipis itu di pinggangnya. Melihat sinar panjang merah menyambar, Joa Gu
cepat menggerakkan sepasang kapaknya untuk menangkis dan balas menyerang.
Segera terjadi perjaia dan tali temali itu. nian antara Si Gendut Pendek itu m Kui Lin.
Biarpun gadis itu hanya senjatakan sehelai sabuk sutera, na iun karena tingkat
kepandaiannya jauh bih tinggi daripada Joa Gu, gadis itu iendesaknya dengan hebat.
Melihat ini, Yong Ti dan Oh Kun ang sedang sibuk membantu anak buah mereka
mengeroyok burung rajawali, - f-pat menghampiri untuk membantu sute i ereka.
Akan tetapi, segulung sinar putih menghadang dan ternyata Han Lin udah berada di
situ menghadang mereka yang hendak membantu Joa Gu. Melihat veorang pemuda
berpakaian putih sederhana, memegang sebatang pedang putih, ua orang itu
menjadi marah dan mereka lalu menerjang dan mengeroyoknya.
"Wirrrrr !" Sabuk sutera merah di
tangan Kui Lin meluncur dan menotok ke arah mata Joa Gu. Karena datangnya ijung
sabuk merah itu cepat sekali, Joa Gu terkejut juga dan cepat dia menggerakkan
kapak kirinya untuk menangkis.
"Prattt!" Ujung sabuk itu melibat gagang kapak dan sekali renggut, gagang kapak itu terlepas dari tangan Doa Gu! Lin menangkap kapak itu dengan tangan rinya dan kini ujung sabuk merahnya k bali meluncur dan menyerang ke tenggorokan lawan. Joa
Gu yang terke melihat kapak kirinya terampas, menge' Akan tetapi Kui Lin sudah
mengguni kesempatan itu untuk menyambitkan ka rampasannya ke arah lawan
sambil men rahkan seluruh tenaganya.
"Wuttt... cappp...!!" Kapak itt mena di perut Joa Gu yang gendut d< n orang tiga dari Tiat-pi Sam-wan itu roboh tewas! Kui Lin melompat dan cep mengambil pedangnya
dari pinggang may Joa Gu. Kemudian ia mengamuk, mened jang para anggauta
perampok yang dang sibuk mengeroyok rajawali.
Ketika Yong Ti dan Oh Kun melihat su mereka roboh dan tewas, mereka marah se
kali. Akan tetapi mereka bukan orang orang bodoh. Mereka tahu benar betapa
hainya gadis yang tadi mereka tawan, k mudian muncul burung rajawali ya ganas
dan pemuda berpakaian putih ya amat lihai, yang sama sekali tidak ter
sak oleh pengeroyokan mereka. Maka, i elihat keadaan yang tidak menguntungkan
ini, sute mereka mati dan di antara para anak buahnya, -banyak yang sudah roboh,
mereka berdua lalu melompat dan elankan diri. Anak buah mereka juga ikut
melarikan diri tunggang langgang meninggalkan kawan-kawan yang terluka dan
tewas. Kui Lin yang masih merasa marah dan penasaran, hendak mengejar, akan tetapi Han
Lin cepat memegang lengan kirinya menahan. "Musuh yang sudah melarikan diri, tidak baik untuk dikejar. Engkau dapat terjebak mereka."
Kui Lin berhenti dan membalikkan tubuhnya, berdiri berhadapan dengan Si Han Lin.
Sejenak mereka hanya saling pandang, dan gadis itu memandang dengan sinar mata
penuh keheranan dan juga kekaguman. Memang sejak pertama kali bertemu, ia
merasa kagum melihat 'penampilan dan pemunculan Han Lin yang menunggang
rajawali! Apalagi setelah ia menyaksikan sendiri -betapa pemuda itu juga memiliki iJ,mu- silat yang amat lihai.
Kini Han Lin dapat melihat denga jelas wajah Kui Lin yang selain cantT juga demikian cerah penuh senyum ngan pandang matanya yang bersinar sinar penuh semangat
hidup. Dia menjM kagum. Tadi, dia mendengar gadis iu meronta dan memaki-maki
ketika mer jadi tawanan seperti seekor binata-buas dalam libatan jala dan tali temali Sama sekali tidak kelihatan takut, apalag menangis seperti kebiasaan wanita kala
berada dalam bahaya. Seorang gadis yan masih muda namun dengan keberania
yang luar biasa! "Hemmm, engkau yang sudah m nolongku, kenapa sekarang malah meng halangi
aku melakukan pengejaran untu" membasmi semua tikus busuk itu?" kata Kui Lin dengan suara mengandung teguran marah. "Apa tiba-tiba engkau merasa kasihan
dan membela mereka?"
"Bukan begitu, Adik manis "
"Jangan mencoba merayuku!"
"Lho! Siapa yang merayu?"
"Itu, kau sebut aku adik manis, ber
??rti memuji-muji aku, dan biasanya, laki-I ki kalau memuji wanita tentu ada mau-
ya! Kau kira aku kesenangan ya, kau puji manis segala!"
Han Lin tersenyum. "Wah, engkau ini j'adis galak yang mudah menyangka buruk.
Aku sebut kau Adik karena memang ngkau jauh lebih muda daripada aku, fan aku
sebut engkau Manis karena mukamu memang manis" Apakah engkau lebih senang
kusebut Bibi Jelek?"
Muka itu cemberut, alisnya berkerut. 'Coba kalau berani. Kutampar kau!"
Han Lin tertawa. "Heh-heh, nah, lebih enak kalau kusebut Adik manis, bukan" Atau, agar kau tidak marah, kusebut Moi-moi (Adik) saja. Sekarang kujawab
pertanyaanmu tadi, Moi-moi. Aku bukan merasa kasihan atau membela mereka, aku
tahu mereka itu orang-orang sesat, akan tetapi aku mencegahmu mengejar mereka
justeru karena aku khawatir ka lau engkau terjebak dan celaka. Pula, lebih baik
memaafkan orang daripada mengandung dendam kebencian."
"Enak saja kau bicara! Memaafkan mereka" Huh, engkau yang tidak m alami apa-apa tentu mudah memaafk akan tetapi aku yang mereka keroy lalu secara curang
mereka .awan, ?-mengalami penghinaan, bagaimana mu km aku bisa memaafkan
mereka" Kalai tidak kau cegah, aku tentu sudah merw bunuh mereka semua!"
"Adikku yang baik, penderitaanmu karena kejahatan mereka itu belum sej berapa dibandingkan dengan apa yar#J kualami. Ketahuilah, sepuluh tahun yanj lalu, tiga orang itu dengan para anal buah mereka, merampok di dusun tempa! tinggal orang
tuaku. Dan mereka bertigj itulah yang telah membunuh ayah dai ibuku."
Kui Lin terkejut sekali sampai U melompat ke belakang seperti dipagu ular. 'Astaga!
Ayah ibumu dibunuh oranj dan engkau tidak ingin membalas derv3 dam" Engkau ini
manusia apakah" Padahal, kalau engkau mau, tentu tidak sukar bagimu untuk
membalas dendam dani membunuh mereka! Engkau memiliki kepandaian yang
amat tinggi dan mem-j Lnyai pula burung rajawali yang hebat, enapa engkau begini lemah" Kenapa
irmangatmu begini melen.ipem" Atau
p, a engkau takut dan ngeri melihat pem-fcunuhan, walaupun yanjg terbunuh itu l-
ang jahat?" Han Lin menghela ria pas panjang dan knemandang ke arah mayat Joa Gu yang I*
enggeletak telentang dan lima orang |v ng terluka parah oieh pedang Kui Lin ingga tidak mampui bangkit. "Memang benar, aku merasa ngeri melihat pembunuhan
antara manusia, membunuh terdorong nafsu dendam kebencian. Aku muak melihat
manusia sa-I ng bermusuhan, saling membenci, saling membunuh, lebih buas
daripada binatang yang liar dan buas!"
"Ih, manusia aneh! Bagaimana engkau mengatakan manusia lebih buas daripada
matang" Binatang buk"? hanya membunuh, akan tetapi juga makan daging yang
dibunuhnya! Ih, mengerikan!"
"Adikku,, yang._jnanis, apa__kau_ kira manusia tidak makan -daging yang
dibunuhnya" Berapa banyaknya daging binatang setiap hari dimakan manusia setel
dibunuh" Ketahuilah, binatang liar \ J .e"ibufu} karena n ercka hirus rnel bunuh untuk bertahan hidup. Makani pnereka memang daging para korbannj Akan tetapi
manusia saling bunuh <| ngan sesama manusia karena kebencjal karena
permusuhan. Manusia membunj pintang juga dimakan dagingnya, aki JLel^iL bukan
karera kelaparan, melainkfl .untuk menikmati kelezatannya, Dan mj nusia menyadari akan kekejamannya m namun tetap saja mereka melakukannya Aku tidak mau
diracuni dendam kebenci ,an. Biarlah Tuhan vang menilai, karen semua berkat dan
hukuman hanya merj jadi hak Tuhan untuk melakukannya."
"Wah-wah, engkau ini seorang pert dekar atau seorang pendeta, berkotbah d sini.
Melihat kepandaianmu yang tinggi engkau pasti telah mempelajari ilmu sila sejak
kecil dan sudah bertahun-tahun."
"Memang, sedikitnya sepuluh tahui aku mempelajari ilmu dengan tekun dai dengan sungguh-sungguh."
"Nah, kalau pendirianmu seperti se>
ang ini, lalu apa artinya engkau be-i ar silat sampai mencapai tingkat ting-
"Aduh, agaknya engkau telah keliru - sar menilai artinya orang belajar silat, Adik aih, tidak enak rasanya kita
\ dah berbincang-bincang begini panjang n jauh, akan tetapi belum saling melenai
nama sehingga sulit menyebut, lari kita berkenalan dulu. Namaku Si Han Lin, yatim piatu, sebatang kara, se-ik kecil ikut guru di Puncak Bukit Cemara, Pegunungan Cinlin-san, umurku i ua puluh satu tahun!" Han Lin memper-enalkan diri dengan kocak, menyebutkan mur segala.
"Sebatang kara" Tidak mempunyai sanak saudara sama sekali?" tanya Kui Lin.
"Wah, kalau sanak saudara sih, banyak sekali, tidak terhitung jumlahnya!" kata Han Lin.
"Eh" Masa ada orang mempunyai saudara vang tak terhitung jumlahnya saking
banyaknya?" "Benar,-_?ngkaij_ ini termasuk salah satu _di /5rvtara_saudi ra-5dudaraku. Sena Ofang di dunia irri adalah saudaraku."
Kui Lin cemberut. "Ngawur! &ajf begitu, semua penjahat, bahkan TjM pi San>-wan dan anak buahnya tadi, n J reka se mua itu juga saudaramu?"
"Ya..? JJT'u_"i adalah saudara-saudara senasib J penderitaan dilempar ke dal"m duni
b. /?rsama dengan aku. Sudahlah, Adik yarJ naik, aku sudah memperkena kan diri
sekarang aku ingin mendengar siapa n* mamu dan di mana tempat tinggalmu." j
"Namaku Song Kui Lin, ayahku sudai meninggal dunia dan ibuku berdagang obat, tinggal di Cin-an. Han Lin, engkau ini manusia aneh. Belum pernah selama hidupku
aku bertemu dengan seorang manusia aneh seperti engkau ini!"
"Aku aneh" Lho, apa anehnya" Apai kah aku mempunyai buntut" Aku samaf dengan semua pria lainnya, Kui Lin. KeT napa engkau mengatakan aku aneh?" Hati Lin
tersenyum. Kui Lin cemberut. "Engkau memilik) inu silat yang tinggi, dan engkau sudah a kali menolongku, berarti engkau suka cnentang kejahatan dan menolong orang perti
sikap seorang pendekar. Akan ?tapi, sungguh membuat orang mati ? nasaran....."
"Eitti! Jangan mati penasaran, Kui in! Sayang ah, engkau masih begini . i uda....."
"Aku tidak akan mati, engkau yang hbih dulu mati L" bentak Kui Lin. "Maksudku, engkau seorang pendekar, akan "ttapi engkau juga seorang yang put-Ivauw!"
Han Lin tertegun. Kata-kata put-hauw {tidak berbakti) adalah sebuah kata yang mat tidak disukai orang karena dalam i ata itu bukan hanya sekadar berarti ndak
berbakti, melainkan lebih daripada itu. Put-hauw dapat berarti anak yang lurhaka, anak yang terkutuk! Semua rang di Cina merasa ngeri dan tidak a yang mau
menerima kalau disebut nak put-hauw'
Han Lin mengerutkan alisnya. "Engkau selalu salah menilai, Kui Lin." katanya kini tanpa senyum. "Tadi engkau sa menilai arti orang belajar silat, sekara engkau keliru pula menilai aku anak pu hauw."
"Kalau aku keliru seperti yang katakan, hayo katakan di mana kel' nyai" gadis itu menantang.
"Apa kau kira belajar silat itu han untuk menjadi tukang pukul, tukang !x kelahi, untuk melukai atau membui orang, untuk menang-menangan menjadi jagoan"
Pendapat demikian it salah sama sekali, bahkan mengotori ar dari ilmu silat itu
sendiri. Di jarrr dahulu, ilmu silat muncul dalam kehidu an manusia, bukan diadakan oleh orang orang yang kuat dan suka menindas ya lemah. Ilmu silat lahir justeru kare adanya penindasan dari yang kuat ter hadap yang lemah. Si,-lemah yang kala kuat
itulah yang kemudian mencari akal, bagaimana caranya bagi si lemah untuk
melawan si kuat, bukan untuk menyerang mencari musuh, melainkan untuk
membela dirinya dari tindasan si kuat yang sewenang-wenang. Ilmu silat
mempunyai tiga unsur pokok. Pertama, yaitu tadi, untuk membela diri dari si kuat yang
sewenang-wenang menindasnya, ke dua, ilmu silat daiah ilmu gerak tari yang
memperlihatkan keindahan gerakan tubuh manu-ia, dan ke tiga yang lebih penting
lagi, i mu silat adalah gerak atau olah raga yang sejalan dengan olah jiwa, sehingga yang sehat kuat bukan hanya raganya, melainkan terutama sekali jiwanya. Raga
yang kuat namun jiwa yang lemah akan membuat orangnya mempergunakan
kekuatan raganya untuk memuaskan nafsu-nafsunya, bertindak sewenang-wenang
yang menjurus kepada kejahatan. Oleh karena itu, setiap orang guru silat haruslah mengutamakan latihan untuk membangun akhlak dan menguatkan jiwa terlebih
dulu sebelum menguatkan raganya. Itulah ilmu silat, Kui Lin."
"Wah, panjang lebar bertele-tele, Han Lin. Semua yang kau ucb?rkan itu sudah semestinya. Guruku adalah Louw Keng Tojin yang berjuluk Lam-liong (Naga Selatan), seorang tosu (pendeta To), tentu saja selain ilmu. silat juga mengajarkan tentang kebajikan, maka aku se menentang kejahatan dan membela benaran dan keadilan!
Akan tetapi e kau bukan saja bersikap lunaf' terha para penjahat, bahkan engkau
tidak in membalas dendam terhadap para penj&hfl keji yang telah membunuh ayah ibumi! Apakah itu bukan put-hauw namanya?" j
"Hauw (bakti) bukan sekadar mejJ balas dendam. Kui Lin. Orang yang ben bakti kepada orang tuanya, yang tem penting adalah menjadi orang yang berB kelakuan
baik dan bertindak benar, karfj na hai ini berarti akan mengharumkaj pama orang
tua, 'walaupun orang "tUM sudah tidak ada di dunia. Seorang anail yang hprhuflf haik akan mengangkat dengan tajam dan nama orang tuanya karena!
Orang-orang _ akan bertanya-tanya siapal orang tua anak vang baik budi itu. SeJ
baliknya anak yang .berbudi jahat akan I menyeret nama orang tuanya ke dalami
lumpur. Memang kuakui, Tiat-pi Sam-| wan itu amat jahat telah membunuhi orang
tuaku. Akan tetapi kalau aku diracuni dendam kebencian terhadap mereka lalu
membalas, membunuh mereka it'-ngan kejam, lalu apa bedanya antara u dan
mereka" Apakah nama orang > aku yang sudah meninggal dunia akan terangkat
kalau aku membunuh Tiat-pi Sam-wan karena dendam kebencian?"
"Uhhh, engkau memang manusia aneh! i alu, apa yang akan kau lakukan ter-adap orang-orang yang telah membunuh
orang tuamu?" "Aku menentang kejahatan tanpa melihat orangnya, tanpa melihat apakah mereka itu membunuh orang tuaku atau tidak. Kalau mereka yang membunuh rang tuaku
itu ternyata bukan orang yang melakukan kejahatan, sudah pasti aku tidak akan
menentangnya. Kalau mereka jahat, aku akan menentangnya, menentang


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kejahatannya." "Hemmm, menentang mereka akan tetapi tidak mau membunuh, lalu apa yang akan
kau lakukan terhadap mereka?"
"Terhadap semua pelaku kejahatan, tanpa pilih bulu, aku pasti akan menentangnya, bukan dengan cara membunuh mereka, melainkan kalau mungkin aku akan
menyadarkan mereka agar mer kembali ke jalan benar. Kalau perJu, akan
menggunakan kepandaian silat r menundukkan mereka agar mereka rasa jera dan
bertaubat. Akan membunuh, tidak.. Yang berhak ir., bunuh atau menghidupkan
hanya Tuhan. "Engkau aneh. Mengapa sih en takut membunuh orang jahat?"
"Bukan takut, Kui Lin, akan teta aku tidak mau menjadikan perbuata~ sebagai mata rantai Karma senin terus berputar dan bersambung ti putusnya."
"Hemmm, maksudmu?" "Begini, Kui Lin. Tiat-pi Sam-membunuh ayah ibuku, peristiwa itu j dah pasti ada hubungannya dengan kar orang tuaku. Kalau aku
membunuh m reka, apakah kau kira urusannya akai habis sampai di situ saja" Setiap poho ada buahnya, setiap'perbuatan pasti a* akibat kelanjutannya. Sudah pasti di pi hak Tiat-pi Sam-wan akan ada yang jug timbul dendam kebencian seperti aku dc
akan berusaha membalas dendam deng
Membunuhku. Lalu, dari pihakku ada pufa Ung mendendam dan berusaha
membalas mbunuhku. Dendam mendendam, benci lembenci, bunuh membunuh.
Itulah ran Karma yar,g tiada putusnya. Mata tai yang menyambungnya adalah per-tan kita.
Nah, kalau aku tidak men dam dan tidak melakukan balas dendam, berarti aku tidak
menjadi mata lantai yang menyambung sehingga rantai karma yang bunuh
membunuh itu pun terputus dan berakhir, terganti karma lain yang lebih baik.
Mengertikah kau, Kui Lin?"
"Ah, rumit benar! Aku tidak mengerti. Pokoknya, aku akan bertindak sesuka hatiku, menentang para penjahat, kalau perlu membunuh mereka agar mereka tidak
mendatangkan kesengsaraan kepada rakyat dan membela mereka yang benar dan
tertindas. Pendeknya, aku akan menegakkan kebenaran dan keadilan, membela
yang lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenang-wenang. Kalau seorang
pendekar tidak mau membunuh penjahat, dia itu seorang pengecut!"
Han Lin mengerutkan alisnya. Gadfl ini sungguh liar dan ganas, pikirnya dai tidak ada gunanya berbantahan dengar" nya.
"Terserah kepadamu, Kui Lin. Akal tetapi sekali-kali kau ingat dan kenang! kan kembali percakapan kita ini." Kail Lin berseru memanggil rajawalinya. Bui rung itu melayang turun dan Han Lift! segera melompat ke punggurgnya dari rajawali
terbang membubung ke angkasa. I Setelah Han Lin pergi, bo ulah Kui Lin merasa
kehilangan. Ia tentu saja! dapat mengerti maksud semua ucaparl Han Lin tadi.
Gurunya juga mengajarkan* hal yang hampir sama. Akan tetapi ke-I kerasan hatinya
membuat ia enggan un-l tuk mengaku salah. Setelah Han Lini pergi, baru ia merasa
betapa hatinya I merasa amat kagum kepada pemuda itu, I hanya ia menyayangkah
bahwa pemuda! itu baginya terlalu lemah!
Kui Lin tidak mempedulikan lagi ma-l yat j*oa Gu dan lima orang anak buah!
perampok yang terluka. la lalu berlari I cepat meninggalkan tempat itu. Setelah |
I mpir celaka di tangan para perampok an ditolong Han Lin lalu percekcokan-i ya
dengan pemuda itu, Kui Lin ingin j ulang. Ia lalu melakukan perjalanan repat pula ke r-mah ibunya di Cin-an.
Nyonya Song Kak, janda yang membuka toko obat di Cin-an itu berusia sekitar
empat puluh tahun, masih tampak antik dan sehat. Toko obatnya cukup laris karena
Nyonya Song memiliki keahlian memeriksa orang sakit dan memberi obatnya yang
tepat. Ia mempelajari soal pengobatan ini dari mendiang suaminya.
Ketika Kui Lin muncul di pintu ru-nahnya, Nyonya Song berteriak girang, menyambut puteri yang menjadi anak tunggalnya itu dengan rangkulan dan iuman. Segera ia
menyuruh dua orang pembantunya menjaga toko dan ia menggandeng Kui Lin
memasuki rumah. Di dalam rumah, ributlah Kui Lin menceritakan semua
pengalamannya kepada ibunya yang terkadang menggelengkan kepalanya
mendengar semua cerita anaknya. Terutama sekali ia merasa khawatir mendengar
akan pengalaman Kui yang baru saja terjadi ketika ia terta para perampok.
"Jangan khawatir, Ibu. Aku su hajar mereka, bahkan seorang di.ant tiga pemimpin mereka telah berha kutewaskan. Mereka pasti jera dan tid akan berani melakukan
perampokan lagi Kui Lin menghibur ibunya.
"O ya, sebulan yang lalu guru Louw Keng Tojin, datang berkunjung sini, Kui Lin."
"Ah, Suhu datang ke sini, Ibu" A keperluan apakah beliau berkunjung sini?"
"Tadinya dia datang untuk bertem denganmu, Kui Lin. Setelah kuberitah bahwa .
engkau belum pulang, dia lal pergi lagi dan meninggalkan surat untuk mu. Nyonya
Song lalu mengambil se pucuk surat dari almari dan menyerahkannya kepada
puterinya. Kui Lin segera membacanya. Dalam surat itu, Louw Keng Tojin menyuruh ia pergi ke
kota raja untuk membantu gurunya dan para tokoh dunia kangouw da-
Um usaha mereka mencegah terjadinya l-'-rang saudara yang hanya akan
menyenggarakan rakyat jelata. Kita akan bertemu kelak di sana, demikian Louw
Keng Tojin menutup suratnya.
Ketika Nyonya Song membaca surat itu, ia berkata, "Kui Lin, aku tidak dapat
melarangmu memenuhi permintaan gurumu, karena kurasa mendiang ayahmu
uga akan menyetujui. Aku tahu bagaimana tugas seorang pendekar. Akan tetapi
engkau baru saja datang, maka ja-
gan engkau buru-buru pergi lagi, anakku. Berdiamlah di rumah bersama ibumu,
setelah reda rasa kangenku, baru engkau boleh pergi lagi."
Kui Lin tidak membantah dan demikianlah, ia tinggal di rumah bersama ibunya dan
setiap hari membantu ibunya melayani pembeli obat di toko mereka.
r'.' ;r' a 'l Beberapa hari kemudian. Malam itu sunyi sekali. Langit gelap oleh mendu tebal.
Hawa udara dingin dan kare semua orang mengetahui bahwa ada a caman hujan
lebat yang setiap ?aat ak turun, maka mereka lebih suka berdiad di dalam rumah.
Sejak sore tadi toko obat Nyonyi Song sudah ditutup. Hal ini bukan hanyj karena
mendung mengancam akan me> nurunkan hujan lebat, melainkan karenjl sebuah
peristiwa yang membuat Nyonyi Song ketakutan. Tadi, ketika Nyonya Song masih
duduk di toko dibantu dua orang pelayannya dan Kui Lin sedana pergi ke belakang
untuk mandi, tiba tiba mereka mendengar suara di pint toko. Ketika mereka bertiga melihat ternyata suara itu ditimbulkan sebatan pisau yang menancap di pintu toko it dan di gagang pisau terdapat sehelai kertas yang ada tulisannya.
Ketika Nyonya Song' membaca tulisan itu, wajahnya berubah pucat sekali da cepat ia memerintahkan dua orang pe layannya untuk menutup toko. la sendir lalu masuk
dan menemui puterinya. Kui Lin yang telah selesai mandi dan
tukar pakaian, heran melihat ibunya
pak pucat dan gelisah. "Ibu, ada apakah" Engkau kelihatan
lisah " Nyonya Song tidak menjawab, melain-n menyerahkan surat dan pisau itu ke-ida
puterinya. Kui Lin menerimanya n menjadi semakin heran, akan tetapi bacanya surat itu. Isinya hanya singkat aja.
"Malam ini, semua mahluk yang bernyawa di rumah ini akan matil"
Surat itu tidak ditandatangani. "Dari lana datangnya surat itu, Ibu?" tanya ui Lin dengan alis berkerut karena ia arah sekali.
"Tadi ada yang menyambitkan pisau e pintu toko dan surat itu di kat pada agang pisau. Aku su&oh menyuruh Pa-nan dan Bibi Kwa menutupkan semua intu dan
jendela." Melihat ibunya tampak khawatir, Kui -in menghibur. "Ibu, jangan khawatir. Inipasti ulah penjahat-penjahat licik y pengecut. Hanya gertakan saja! Biar aku akan menjaga semalam suntuk kalau betul ada yang berani datang ngacau pasti akan kupengga!
leher dengan pedangku!"
Biarpun sudah dibujuk dan dihi puterinya, tetap saja Nyonya Song r rasa khawatir
sekali. Ia maklum bah dahulu, suaminya yang pendekar terk memiliki banyak musuh
dari golong sesat, bahkan suaminya tewas dikero banyak tokoh sesat. Sekarang
ditam lagi dengan puterinya yang juga te menanam banyak bibit permusuhan ngan
golongan sesat. Ia sendiri, biarp tidak selihai mendiang suaminya at puterinya,
bukan seorang wanita lema Ia sudah menerima latihan dari suamin sehingga
memiliki kepandaian ilmu s lat yang lumayan yntuk menjaga d membela dirinya
sendiri. Akan te pi sekali, ini ia merasa khawatir ak datangnya ancaman itu. Ia seolah dapa merasakan bahwa ancaman itu bukanla hanya gertakan saja seperti yang
dikata tn puterinya. Apalagi setelah Kui Lin rcerita tentang pengalamannya berkahi dengan serombongan penjahat yang i pimpin Tiat-pi Sam-wan dan betapa orang di
antaia tiga kepala perampok Itu telah dibunuh oleh Kui Lin. Sebagai r. teri seorang pendekar, ia banyak mendengar tentang kekejaman para golongan vesat di dunia
kangouw. Seperti telah disangka dan ditunggu banyak orang, malam itu mulai turun hujan.
Hujan dan angin menderu-deru. Hujan turun seperti air ditumpahkan dari atas.
Banyak rumah kebocoran dan penghuninya sibuk menampung air bocor atau i
encoba untuk membetulkan genteng rumah mereka. Akan tetapi ternyata bahwa
hujan deras itu tidak terjadi lama, eolah-olah semua air yang terkandung dalam
awan gelap itu telah ditumpahkan emua ke seluruh kota Cin-an. Sesungguhnya tidak
demikian. Akan tetapi angin kuatlah yang membebaskan kota Cin-an dari kebanjiran.
Angin itu bertiup keras dan mendorong awan, sebagian besar dari awan, menuju ke
barat sehingga awan yang berada di atas an segera habis menjadi hujan dan rah lain di sebelah barat yang kini guyur hujan lebat.
Setelah hujan berhenti, suasana kota Cin-an menjadi semakin sunyi dingin. Hampir
tidak ada orang kel dari rumah pada malam yang dingin kali itu. Sebagian besar
sudah pergi dur karena dalam hawa ud* ra sedin itu memang paling nyaman idalah
ti di bawah selimut tebal dan hangat.
Akan tetapi di rumah Nyonya 5o penghuninya tidak dapat tidur seje pun. Mereka
semua dalam keadaan i gang dan khawatir, yaitu Nyonya So kakek dan nenek
pelayan, ada pun K Lin duduk di ruangan tengah de sikap tenang. Ia menyuruh dua c pelayan itu tinggal di dalam kamar reka dan tidak boleh keluar. Ibunya , dianjurkan untuk tinggal di'dalam kam dan siap dengan pedangnya untuk mer jaga diri.
Berulang-ulang Kui Lin m nenangkan hati mereka dengan mengata kan bahwa ia
telah siap untuk meng ar siapa saja yang berani mengganggu. Tiba-tiba dalam kesunyian malam itu, dengar suara anjing menjerit-jerit. "Kainggg! Kainggggg! Lalu suara itu < henti.
Nyonya Song keluar dari kamarnya, h-r Jari menghampiri puterinya. "Kau
i' ngar itu, Kui Lin" Itu suara Si Pulih ! Ia menjerit-jerit lalu berhenti
jangan"jangan............"
"Tenanglah, Ibu. Mungkin ia tidak
a-apa, kalau Ibu merasa sangsi, mari kita lihat bersama!" Dengan tabah Kui I tn lalu keluar, di kuti oleh ibunya, menuju ke pekarangan belakang dari mana '.uara anjing tadi terdengar. Ia membawa
buah teng lampu gantung. Setelah tiba di pekarangan belakang, tiba-tiba mereka
mendengar suara ayam-yam berteriak, berkokoh riuh lalu ber-l?enti dan sepi
kembali. Cepat mereka menuju ke kandang dan penerangan lampu teng di tangan
Kui Lin membuat mereka dapat melihat Si Putih, anjing mereka, sudah menggeletak
berlumuran darah yang keluar dari lehernya yang terluka lebar, juga tujuh ekor
ayam liharaan mereka mati semua dengan her hampir putus.
Jahanam ?" Kui Lin memaki ram. Ibunya memegang lengan puteriny dengan jari
tangan gemetar, lalu m nuding ke dalam kandang. Ketika Kui Li melihatnya, ternyata dua ekor kuci kesayangan ibunya juga menggeletak mati dengan leher terluka.
Agaknya ancamar; itu bukan gertakan kosong belaka! Kin semua binatang peliharaan
mereka tela tewas seperti bunyi ancaman dalam sura itu!
"Kui Lin, mari kita masuk....." Ny nya Sang berbisik dengan suara gemetar Kui Lin mengangguk dan gadis ini me nahan kemarahannya. Kalau tidak ber sama ibunya,
ingin rasanya ia 'memaki maki dan menantang musuh-musuh yan membunuhi ayam,
anjing dan kucing it agar keluar dan melawannya! Akan tetap' ia tidak ingin ibunya menjadi semaki khawatir, maka ia menuntun ibunya kem bah ke pintu belakang
rumah mereka. Baru saja mereka melangkah pintu belakang, tiba-tiba terdengar
jeritan-jeritan dari dalam rumah.
"Celaka! Pembantu-pembantu kita.......!"
Nyonya Song tiba-tiba mendapatkan keberaniannya dan ia melompat ke dalam
rumah dan lari ke arah kamar dua orang pelayan mereka, bersama Kui Lin. Ketika
mereka membuka daun pintu kamar itu, mereka melihat dua orang pembantu
mereka, laki-laki dan wanita berusia sekitar lima puluh tahun itu, telah menggeletak di lantai kamar dengan leher terkoyak dan sudah tewas. Nyonya Song menjerit,-
menubruk dan menangis. Akan tetapi dengan sigap Kui Lin memegang lengan ibunya
dan ditariknya ibunya ke dalam kamar ibunya.
"Tenang, Ibu. Ibu di sini saja, aku akan mencari dan membasmi mereka!" Setelah berkata demikian, ia meninggalkan kamar ibunya dan melompat keluar. Setibanya di
depan rumah yang mendapat penerangan lampu dari serambi, ia berteriak ?sambil
mengerahkan tenaga saktinya sehingga suaranya melengking nyaring.
"Jahanam keparat busuk tak ta malu! Jangan bertindak curang! Ka memang kalian ada keberanian, mari ki bertempur di sini sampai seribu jurus!"
Kini tampak tiga sosok bayang berkelebat dan tiga orang berdiri depannya. Kui Lrn mengenal dua di al tara mereka, yang bukan lain adah Yong Ti dan Oh Kun, dua
orang da Tiat-pi Sam-wan, sedangkan yang seorai lagi ia tidak kenal. Dia ini seorang kj kek bertubuh tinggi besar, mukanya tej dapat codet (bekas luka) melintang dm
pipi ke pipi sehingga wajahnya tampa menyeramkan sekali. Di punggungny
tergantung sebatang pedang. Selain tig orang itu, kini muncul pula belasan oran
anak buah mereka mengepung pekaranga itu. Melihat mereka, Kui Lin menja marah
sekali dan ia menudingkan pedan nya ke arah tiga orang itu.
"Huh, kiranya jahanam-jahanam bu Tiat-pi Sam-wan, monyet-monyet cura tak tahu malu. Kalian berdua data untuk menyusul saudara kalian ya mampus di tanganku"
Baik, aku aku. mengirim kalian ke neraka untuk menemani adik kalian!"
"He-he-heh! Yong Ti dan Oh Kun, nikah gadis yang telah membunuh Joa u" Wah,
cantik manis!" Tiba-tiba saja Kui Lin yang tak dapat menahan kemarahannya sudah menerjang ke arah kakek itu sambil membentak.
"Kakek mesum mau mampus!" Pedangnya menyambar seperti kilat. Gerakannya amat cepat sehingga kakek yang tadinya memandang rendah itu terkejut uga. Kakek
itu adalah guru dari Tiat-pi Sam-wan yang marah ketika dilapori dua orang muridnya bahwa muridnya yang termuda, Joa Gu, tewas di tangan seorang wanita. Maka dia
lalu ikut dua orang muridnya untuk membalas dendam. Melihat musuhnya hanya
seorang gadis muda remaja, dia memandang rendah. Akan tetapi serangan gadis itu
benar-benar mengejutkannya. Dia melompat jauh ke belakang lalu tiba-tiba dia
mencabut pedang dari punggungnya dan melontarkannya ke atas. Ternyata itu
adalah sebatang hui-kiam (pedang terbang)!
Pedang itu meluncur seperti sinar keblr an ke arah Kui Lin. Gadis perkasa menangkis dengan pedang tipisnya.
"Tranggggg !" Pedang terbang terpental dan membalik' ke arah pemil nya yang menerimanya dengan tan kanan. Kui Lin sudah menerjang lagi d kini ia disambut
bukan hanya oleh ka itu, akan tetapi juga oleh Yong Ti d Oh Kun yang bertekad untuk memba kematian sute mereka. Segera setel bertanding melawan tiga orang itu, K
Lin merasa kerepotan dan terdesak. K lau hanya melawan pengeroyokan Ya; Ti dan
Oh Kun berdua, kiranya ia mas sanggup untuk menandingi mereka. Aka tetapi kakek
tinggi besar bermuka b. peng itu ternyata lihai sekali denga permainan pedangnya.
Dia berjuluk Cui beng Lo-kui (Setan Tua Pengejar Arwah guru dari Tiat-pi Sam-wan.
Tentu sa' ilmu kepandaiannya 'tinggi. Melawan k kek itu seorang saja akan sukar
bagi Ku Lin untuk dapat menang. Apalagi ki dikeroyok tiga. Ia segera terdesak heba Akan tetapi dara yang gagah perkasa itu sama sekali tidak menjadi gentar. Yang
embuat ia gelisah adalah karena ia teringat ibunya yang berada seorang diri Idam
kamarnya. Akan tetapi kalau hanyaa para anak buah penjahat saja yang
nengganggu, ia yakin ibunya dapat melindungi diri sendiri dengan baik. Ia me-i ang terdesak hebat, terutama oleh rmainan pedang kakek bermuka codet itu. Akan
tetapi ia tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri, melainkan mengkhawatirkan
ibunya. Tiba-tiba ia mendengar suara burung rajawali di atas. Mendengar ini, jantung Kui Lin berdebar karena girang. "Si Han Lin, tolong kami.....!!" Sesosok bayangan putih berkelebat dan tahu-tahu Han Lin telah berada di situ. Dengan Pek-sim-kiam di
tangan dia cepat mengelebatkan pedangnya yang berubah menjadi sinar putih
memanjang yang menangkis senjata-senjata di tangan tiga orang pengeroyok Kui
Lin. "Trang-trang-cringgg !" Berturut-turut tombak baja di tangan Yong Ti,
ang-to di tangan Oh Kun, dan pedang di tangan Cui-beng Lo-kui, terpental ohi
tangkisan Pek-sim-kiam itu. Pek-sinl kiam (Pedang Hati Putih) milik Han Lu adalah sebatang pedang pusaka yanl memiliki daya amat kuat untuk melawan atau
menangkis senjata, lawan. Namanya juga Pedang Hati Putih. Pedang itu dW berikan
Thai Kek Siansu kepada Han LiJ dengan pesan bahwa Pek-sim-kiam buka* pedang
untuk membunuh orang, melain kan hanya untuk melindungi diri dan menangkis
senjata lawan yang menyerang Kini belasan orang anak buah penjahat itu sudah
maju pula mengeroyol dengan golok mereka setelah meliha pemuda itu membantu
Kui Lin. "Han Lin, ibuku berada sendirian di dalam " kata Kui Lin dan mendengar'
ini, Han Lin cepat mendesak maju. Dengan dua kali serangan, tangan kiri menampar
dan kaki menendang, dia dapat membuat Yong Ti dan Oh Kun terpelanting roboh
dan tak dapat segera bangkit kembali. Melihat ini, Cui-beng Lo-kui marah sekali dan sambil mengeluarkan gerengan seperti ??eekor harimau marah, fia menyimpan
pedangnya, merendahkan i buh hampir berjongkok dan mendorong-n kedua
tangannya ke arah Kui Lin. dingin pukulan yang dahsyat menyambar.
"Kui Lin, n.inggir!" Han Lin mencorong gadis itu ke samping lalu cepat t a menyambut serangan pukulan jarak auh yang dahsyat itu.
"Wuuuuuuttttt bresssssl!" Tubuh
akek itu terpental dan jatuh bergulingan seolah dia tadi memukul sebuah benda
lunak yang kenyal seperti karet sehingga kulannya membalik dan membuat dia
terpental. Dia maklum bahwa dia menghadapi seorang lawan tangguh, maka setelah
bergulingan dia lalu bangkit dan elompat ke atas genteng, lenyap dalam kegelapan
malam. "Han Lin, tolong ibu dalam kamarnya!" kata Kui Lin. Mendengar ini, Han Lin cepat berkelebat memasuki rumah tu di mana dia melihat seorang wanita etengah tua
dengan pedang di tangan menghadapi pengeroyokan tiga orang .nak buah penjahat.
Han Lin merobohkan iga orang itu dengan tendangan sehingga
Nyonya Song terbebas. Sementara itu, begitu melihat Lin berkelebat memasuki rumah, Kui L' yang tidak lagi mengkhawatirkan ibun cepat menerjang ke arah Yong Ti Oh Kun yang baru saja
merangkak dak bangkit berdiri. Sia-sia saja orang itu hendak menghindar kar
demikian cepatnya pedang tipis di tan Kui Lin berkelebat dan dua orang i pun roboh dengan leher tersayat sehin tewas seketika! Kui Lin ialu menga dan tiga belas orang yang berusaha m ngeroyoknya, satu demi satu dibabatn roboh! Mengerikan sekali
melihat gadi ini mengamuk. Banjir darah terjadi pekarangan itu dan tidak ada seor pun anak buah gerombolan itu dapa menyelamatkan diri. Hanya Cui-beng Lc kui
seorang diri saja yang dapat lol dari maut!
"Kui Lin J" Nyonya Song berse
dan ngeri melihat puterinya berdiri de ngan pedang di tangan sedangkan di s
kelilingnya, belasan mayat berseraka mandi darah!
Han Lin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat keganasan gadis itu. Kini nnyak
orang datang memasuki pekarangan sambil membawa obor. Mereka adalah para
tetangga yang berdatangan karena tertarik oleh keributan di pekarangan rumah
Nyonya Song. Semua orang merasa ngeri melihat mayat-mayat berserakan perti itu.
Nyonya Song lalu minta tolong para tetangga untuk melaporkan kepada komandan
pasukan keamanan di Cin-an tentang serbuan gerombolan penjahat yang telah
dibasmi puterinya. Tak lama kemudian pasukan keamanan datang dan sang komandan yang sudah
mengenal baik Nyonya Song, segera mendengar laporan Nyonya Song. Dia lalu
memerintahkan para perajurit anak buah pasukannya untuk menyingkirkan semua
mayat para penjahat. Banyak pula tetangga yang ikut membersihkan pekarangan
itu. Mereka jug? membantu menyediakan dua buah peti mati untuk dua orang
pembantu Nyonya Song. Tiga orang anak buah gerombolan yang dirobohkan Han Lin
menjadi tawanan pasukan keamanan. Nasib mereka masih' lebih daripada teman-
teman. mereka yang tewas di tangan Kui Lin.
Sementara itu, Nyonya Song. Kui dan Han Lin berada di ruangan dai rumah itu.
Ketika Nyonya Song me dengar pengakuan Kui Lin bahwa ket ia bertemu dengan
Tiat-pi Sam-wan ia ditawan, ia juga ditolong oleh pem yang malam ini menolong
mereka. N nya Song mengucapkan terima kasih d mengundang Han Lin masuk ke
rum Han Lin dan Kui Lin duduk di ruanga dalam sedangkan Nyonya Song sibuk c
bantu para tetangga mengurus jenaz dua orang pembantunya yang setia. ! orang
pembantu itu sudah dianggapn sebagai keluarga sendiri. Merekalah ya
menemaninya sejak suaminya meningg dan ketika Kui Lin merantau menjngga kan
rumah, mereka pula yang meneman nya. Maka, tentu saja Nyonya S; merasa
bersedih sekali dan ia mengur jenazah mereka seperti keluarga sendiri.
Ketika berada berdua saja itulah, H Lin tak dapat menahan diri lagi, m r gur Kui Lin. i
"Kui Lin, kembali engkau melakukan kekejaman dengan membunuh lawan yang dah


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

roboh. Mengapa sih hatimu dapat sekejam itu?"
"Apa" Kau bilang kejam" Kau kira mereka yang datang menyerbu kami itu orang-
orang baik dan tidak kejam" Mereka mengirim surat ancaman untuk membunuh
semua mahluk bernyawa yang berada di rumah ini! Kemudian mereka membunuh
semua anjing, kucing dan ayam peliharaan ibu, bahkan membunuh pula dua orang
pembantu ibu yang setial Dan kalau engkau tidak datang membantu, sudah pasti ibu
dan aku juga mereka bunuh! Aku membela diri melawan kemudian membunuh,
membasmi mereka iblis-iblis berupa manusia itu dan kau bilang aku kejam?"
"Akan tetapi, Kui Lin. Kalau engkau pun melakukan pembunyian dan pembantaian dengan kejam, lalu apa bedanya antara engkau dan Tiat-pi Sam-wan" Mereka jelas
orang jahat dan kejam, lalu apakah engkau ingin menyamai mereka dan disebut
kejam pula?" "Delas berbeda antara aku dan me ka, Han Lin! Merekalah yang melaku perbuatan jahat, mula-mula mengganggi dan menangkap aku, kemudian malam iri mereka
menyerbu hendak memburu.) kami semua. Akan tetapi aku tidak per nah
mengganggu mereka, aku hanyi membela diri dan kalau aku membunur mereka, aku
melakukannya seperti aki membunuh sekumpulan ular berbisa ya hanya
membahayakan penghidupan orai' lain. Aku bukan penjahat seperti merek, dan aku
tidak pernah mengganggu orane, lain!" bantah Kui Lin dengan marah dar penasaran.
Han Lin juga merasa penasaran mt-i nahan diri dan tersenyum. "Aku tahu J Kui Lin.
Aku tidak pernah bilang engkau! jahat, namun hanya menegur karena engJ kau
membunuh lawan yang sudah roboh1 tidak berdaya."
"Habis, aku harus bagaimana" Membiarkan mereka hidup agar mereka dapat terus melakukan kejahatan mereka mengganggu orang, merampok, dan menculik,
melukai dan membunuh orang-orang tidak berdosa seperti dua orang pembantu
kami" Begitu?" "Kui Lin, tenanglah dan dengarkan kata-kataku. Kalau engkau terancam bahaya
maut, engkau berhak membela diri dan seandainya dalam berkelahi membela diri
itu engkau tidak dapat berbuat lain kecuali merobohkan penye-rangmu sehingga dia
tewas, hal itu masih wajar. Akan tetapi engkau membunuhi orang-orang yang sudah
tidak berdaya, inilah yang kuceia dan tidak semestinya dilakukan oleh seorang
pendekar wanita." "Hemm, habis apa yang harus kulakukan" Memaafkan kesalahan mereka, menolong
dan mengobati mereka?" Gadis itu bertanya dengan suara mengejek, bibirnya yang mungil merah itu cemberut dan matanya yang indah itu mengerling tajam. Ia
merasa penasaran sekali. Akan tetapi dalam keadaan marah dan cemberut itu ia
tampak semakin manis. "Memang sebaiknya begitu, Kui Lin. Memaafkan dan menolong mereka merupakan
pekerjaan dan sikap terpuji."
"Aku tidak ingin dipuji! Apakah mar sia-manusia iblis macam mereka itu t j dak sepatutnya dihukum?"
"Memang sepatutnya mereka dihukumi "Nah, kau juga bilang mereka sepatut* nya dihukum, dan aku sudah menghukumnya! Apalagi yang salah?" Gadis itu mandang
dengan penuh kemenangan menantang. "Lalu menurutmu, apa yar harus kulakukan
lagi?" Engkau bukan pelaksana hukum, Kui Lin. Setelah engkau membela diri dan
merobohkan mereka, seharusnya kau serahkan kepada yang berwenang dan
berwajib. Pemerintah yang berhak menghukum orang. Ada pengadilan sebagai alat
negara yang akan mengadili, bukan engkau!"
"Si-taihiap (Pendekar besar Si) berkata benar, Kui Lin!" tiba-tiba Nyonya Song memasuki ruangan itu. Tadi ia mendengar ucapan terakhir Han Lin dan segera
membenarkannya. Ia sendiri memang tahu bahwa puterinya memiliki watak yang
galak, keras dan ganas dan hal ini merupakan warisan watak ayahnya. Song Kak
dahulu juga merupakan seorang pendekar yang amat galak dan ganas terhadap para
penjahat. Setiap bertemu penjahat dia tidak pernah mengenaal ampun dan tentu
penjahat itu bunuhnya, sehingga selain namanya ar terkenal, juga dia amat dibenci p. tokoh sesat dan akhirnya dia sendiri nu terbunuh dikeroyok banyak tokoh sesat.
"Ain, Ibu ...........! Kenapa malah Ibu berpihak kepada Han Lin?"
"Tentu saja karena Si Taihiap ........."
"Maaf, Bibi, harap jangan menyebi saya dengan Taihiap." kata Han Lin san bil tersenyum ramah.
"Baiklah, Si Han Lin. Kui Lin, seper kukatakan tadi, aku tidak berpihak ke-pada Han Lin, melainkan karena Han Lin memang benar. Engkau bukan algojo, Kuj Lin. Lain
kali, jangan menuruti kekerasan hati dan kebencianmu. Kalau engkau dapat
mengalahkan penjahat, robohkan saja dan jangan bunuh, melainkan serahkan
kepada yang berwajib, yang akan mengadili dan menghukumnya. Mengerti"']
Dengan alis berkerut, Song Kui LiC mengangguk. Gadis ini, betapapun liar dan
galaknya, tetap saja ia amat berbakti dan taat kepada ibunya yang amat
disayangnya. Setelah dua jenazah pembantu itu makamka , Nyonya Song menerima kun-ungan
Perwira Kwa Siong. Perwira Kwa ong ini adalah komandan pasukan keamanan kota
Cin-an dan dia seorang uda karena isterinya telah meninggal dunia ketika di kota itu terjangkit wabah penyakit yang berbahaya. Perwira Kwa Siong mengenal baik
Nyonya Janda Song yang tadinya menjadi sahabat baik isterinya. Setelah isterinya
meninggal, Perwira Kwa banyak memberi bantuan kepada Nyonya Janda Song dan
antara kedua orang ini terjalin persahabatan yang akrab. Sebetulnya, sudah
beberapa kali Perwira Kwa melamar Nyonya Song untuk menjadi isterinya, namun
janda itu masih selalu minta waktu untuk mempertimbangkan, walaupun
sesungguhnya ia juga suka kepada perwira yang gagah dan baik budi itu. Yang
membuat hati Nyonya Song merasa ragu adalah puterinya. Ia tidak ingin Kui Lin
menjadi bersedih kalau ia menjadi isteri Perwira Kwa dan untuk mengatakannya
kepada puterinya, ia merasa malui.
Mereka duduk menghadapi meja kan, berempat. Nyonya Song, Perw Kwa, Kui Lin,
dan Han Lin. Setel makan, mereka membicara! :an tenta penyerbuan para penjahat
malam kemari Kui Lin tidak asing dengan Perwira K yang telah dikenalnya sejak ia
kecil. "Terima kasih, Paman Kwa. Eng telah mengurus semua mayat penja itu, dan tidak menyalahkan aku ya telah membunuh mereka. Engkau tah Paman, Ibuku dan Si Han
Lin ini m nyalahkan aku karena aku membun merekal" kata Kui Lin seolah minta ke pada perwira itu untuk mendukung da memihak padanya.
Perwira Kwa tersenyum. Tentu saj dia mengenal watak gadis itu dan Ny nya Song
seringkah mengeluh kepadany tentang kekerasan watak puterinya itu.
"Kui Lin, aku ti'dak merasa heran akan kebencian dan keganasanmu terhadap para penjahat. Memang sudah menjadi kewajiban seorang pendekar untuk menentang
kejahatan, membela kebenaran dan keadilan. ~ Akan tetapi, Kui Lin, i embunuhi
mereka bukanlah menjadi gas kewajibanmu. Mereka itu penjahat n sudah
sepantasnya dihukum, akan tetapi pemerintah telah mengadakan peraturan untuk
menghukum para penjahat. Mereka harus diadili lebih dulu, baru ! engadilan yang
memutuskan hukuman -pa yang pantas untuknya."
"Nah, betul kan omonganku" Engkau ukan algojo, Kui Lin!"
"Wah, Ibu dan Paman Kwa Siong selalu saling bantu. Sekarang juga berse-
utu untuk melawanku!" Tiba-tiba, melihat wajah ibunya berubah kemerahan,
Kui Lrn menyadari kesalahan ucapannya, menjadi gugup dan menyambung.
"Maaf, Ibu, maksudku, Paman Kwa selalu menyetujui pendapat Ibu dan sebaliknya Ibu juga mendukung pendapat Paman Kwa.
Kalian berdua tampaknya begitu begitu sepaham dan cocok eh, maaf "
Kui Lin menjadi bingung sendiri karena tambahan kata-katanya itu bahkan membuat
Ibunya tampak canggung dan menundukkan mukanya.
Akan tetapi Perwira Kwa melihat kesempatan baik dalam suasana itu, m ka dia cepat berkata. "Begitukah pe dapatmu, Kui Lin" Aku dan ibumu ta pak cocok" Sekarang aku hendak membicarakan hal yang serius denganmu "
"Ciangkun (Perwira) !" Nyonya mencela.
"Tidak mengapa, Song Hujin (Nyony Song), seyogianya kalau urusan ini d' bicarakan sekarang sehingga terdap-kepastian. Begini, Kui Lin, setelah ki dua orang pembantu ibumu tewas berart ibumu hanya tinggal berdua denganm< dan kalau engkau pergi, ibumu han tinggal seorang diri. Sebetulnya, yang hendak kukatakan kepadamu in
sudah terpendam selama dua tiga tahun.
"Maaf, Paman dan Bibi, sebaikny saya keluar dulu agar percakapan keluar ga ini dapat dilakukan dengan lelua Saya tidak mau mengganggu "
"Tidak Han Lin. Doduk sajalah, bah kan aku memerlukan seorang teman Anggap saja aku ini pamanmu dan" eng kau menemani aku yang akan bicar seju;urnya kepada
Kui Lin dan ibunya.' kyta Perwira Kwa yang sudah diperkenalkan dan tahu siapa
adanya pemuda ber-; akaian putih ini yang mendatangkan i ekaguman dalam
hatinya. Han Lin ter-ksa duduk kembali walaupun dengan > ati yang merasa
canggung karena dia sudah dapat menduga apa yang akan dipercakapkan oleh
perwira yang gagah tu. "Nah, katakanlah, Paman Kwa Siong," ata Kui Lin dan gadis ini pun bukan eorang bodoh. Ia sudah tahu sejak lama bahwa terdapat hubungan yang lebih daripada
hubungan biasa antara ibunya dan perwira ini, walaupun pada lahirnya mereka
tampak hanya sebagai sahabat baik saja, tidak lebih.
"Begini, Kui Lin. Aku ini seorang duda yang kehilangan isteri yang me-inggal dunia tanpa mempunyai anak. Sedangkan ibumu juga sudah menjadi anda sejak muda
sekali, mempunyai engkau sebagai anak tunggal dan engkau tentu mengetahui dan
merasakan bahwa aku pun suka sekali padamu sejak kecil, sudah kuanggap sebagai
anakku sendiri. Nah,' selama beberapa tahun ini sud seringkah aku mengajukan lamaran kepada
ibumu agar ia suka hidup bersam ku, sebagai isteriku dan engkau menja anakku.
Akan tetapi ibumu selalu mi waktu untuk mempertimbangkan lamaran ku itu. Aku
tahu bahwa ia sulit meneri manya karena merasa tidak enak kepada mu, Kui Lin.
Maka sekarang, aku mengambil keputusan untuk membicarakan hal ini denganmu.
Apakah engkau keberatan dan menolak kalau ibumu menikah dengan aku dan
engkau menjadi anakku?"
Kui Lin yang sudah menduga pertanyaan ini tidak menjadi terkejut, bahkan sambil
cengar-cengir ia memandang ibunya Nyonya Song tentu saja menjadi malu dan salah
tingkah, apalagi melihat pu-terinya cengar-cengir seperti menggodanya!
"Hush!" Akhirnya Nyonya Song membentak dengan muka berubah seperti udang direbus'dan matanya melotot kepada puterinya. "Kenapa cengar-cengir seperti
monyet" Kalau engkau tidak setuju, katakan saja jangan cengar-cengir seperti itu!"
Kini Kui Lin memandang ibunya, lalu memandang perwira itu, mukanya berseri dan
ia berkata, "Paman Kwa dan Ibu, irusan perjodohan adalah urusan antara dua orang saja, orang lain tidak berhak mencampuri. Tentu saja keputusannya terserah kepada Ibu. Kalau Ibu suka untuk menjadi Nyonya Kwa dan menerima amaran Paman Kwa,
tentu saja aku tidak akan menghalanginya. Bahkan kalau ada yang akan
menghalanginya, orang itu akan kuhajar!"
"Akan tetapi, bukan itulah yang merisaukan hatiku, anakku, yang penting bagiku adalah kebahagiaanmu. Maka jawablah, apa engkau suka dan rela ibumu ini
menikah lagi?" "Ya, Kui Lin, katakanlah apakah engkau suka menjadi anakku?"
"Ibu, kalau yang menjadi suamimu dan ayahku Paman Kwa, ak^ s'-ka sekali. Aku juga ingin melihat engkau berbahagia, Ibu, dan aku tahu Paman Kwa seorang yang
bijaksana. Aku senang dapat menjadi anaknya."
Mendengar ini, saking lega dan bahagia rasa hatinya, Nyonya Song menu mukanya
dengan kedua tangan dan nangis.
Ibu !" Ia merangkul ibunya. "Kenapa mmenangis?" Suaranya mengandung k khawatiran.
"Biarkan ibumu menangis, Kui Lin. j menangis karena bahagia." kata Perwi Kwa Siong dengan wajah berseri gembir Kui Lin yang merangkul ibunya ikut pul menangis. Dua
orang wanita itu sali berangkulan sambil menangis, akan teta tangis bahagia.
"Si Han Lin, aku minta dengan hor mat dan sangat agar engkau suka me jadi saksi pernikahan kami yang ak kami laksanakan secepatnya. Untuk s mentara tinggal ah di rumahku samp pernikahan dilangsungkan." Perwira K minta kepada pemuda itu
dengan sika sungguh-sungguh sehingga sukar bagi Ha Lin untuk menolaknya. Apalagi
hal i menyangkut diri ?Kui Lin, maka melihu gadis itu dia pun tentu saja tidak dapat menolak lagi. Apalagi menurut rencana mereka, pernikahan akan dilangsungkan
secara sederhana minggu depan.
Permintaan Perwira Kwa agar Lin menjadi saksinya itu selain dia naruh kepercayaan besar kepada pem itu. juga untuk mengimbangi kead calon isterinya. Nyonya Song
mempun seorang anak perempuan, maka dia me aku Han Lin sebagai keponakan yai
dianggap sebagai anak sendiri, sehing^ dengan demikian keadaan mereka be
imbang! Ketika hai ini dibicarakan ole Perwira Kwa, Han Lin memandang K Lin dan
berkata. "Wah, kalau begitu aku mcmpuny seorang adik perempuan! Mulai sekara aku akan menyebutmu Lin-moi (Adik Li dan karena nama akhir kita sama, en kau menyebut
aku Lin-ko (Kakak Lin)!"
"Ah, mana perlu harus begitu?" ban tah Kui Lin.
"Eh, Kui Lin, ucapan Han Lin benar kata Perwira Kwa. '"
"Ya, Kui Lin, engkau harus menyebu Han Lin sebagai kakakmu!" kata pul ibunya.
"Nah, benar, bukan" Hayo, Adikku
kita latihan. Sebut aku Lin-ko. Hayolah, kalau tidak latihan dan kemudian ada Tang lain mendengar engkau menyebut namaku begitu saja, engkau akan dikatakan adik
yang kurang ajar!" Han Lin i lenggoda.
Dengan mulut masih cemberut, Kui I i n terpa~ksa berkata. "Lin-ko....."
"Nah, sedap didengar, bukan Lin-moi?"
Mereka semua membuat persiapan perayaan pernikahan itu dengan gembira.
Memang tidak besar-besaran, hanya mengundang sanak keluarga Perwira Kwa Siong
dan beberapa orang teman pejabat di Cin-an saja. Semua orang memuji Perwira Kwa
yang pandai memilih isteri baru, karena Nyonya Song memang terkenal ebagai
seorang janda yang selain cantik dan lembut, juga terhormat dan Baik budi, suka
menolong orang dengan pengobatan tanpa memungut bayaran tinggi, bahkan bagi
yang tidak mampu, ia menolong dengan gratis.
Tiga hari setelah pernikahan dan Kui Lin bersama ibunya sudah pindah ke rumah
Perwira Kwa, mengosongkan rul mah lama, Kui Lin mengatakan kepadl ibunya
bahwa ia ingin memenuhi pesan dalam surat gurunya. Mereka lalu berunfl ding,
dihadiri pula oleh Han Lin yanal seolah-olah kini benar-benar sudah dm anggap
keluarga sendiri, sebagai kakakl dari Kui Lini
"Kui Lin, mengapa engkau tergesaJ gesa hendak pergi lagi?" kata ibunyaJ kini sebutannya bukan lagi Nyonya SongJ melainkan Nyonya Kwa.
"Ibu, aku harus menaati perintah Suhu J pula memang aku harus memanfaatkan!
semua ilmu yang dengan susah payahi sudah kupelajari dan kulatih bertahun-"
tahun. Apalagi sekarang hatiku dapat tenang meninggalkanmu karena di sini ada
Paman..... eh, maaf, keliru lagi, adai Ayah yang melindungimu. Dengan adanya Ayah dan ratusan orang perajurit dalam pasukannya, tidak ada orang akan berani
mengganggumu." "Anakku, bukan diriku yang Ibu khawatirkan, akah tetapi keselamatanmu! Siapa tahu apa yang akan terjadi di kota
raja!" kata Nyonya Kwa.
"Saya kira Paman Kwa tentu lebih mengetahui akan keadaan di kota raja. Lebih baik kalau Lin-moi mengetahui lebih banyak akan keadaan di kota raja sebelum pergi ke
sana." "Ayah, ceritakanlah apa yang terjadi di sana" Kalau Suhu menyuruh aku ke sana untuk mencegah terjadinya perang saudara, tentu sedang terjadi sesuatu di sana."
Perwira Kwa Siong mengangguk-angguk. "Sesungguhnya, dilihat dari luar, tidak terjadi apa-apa di kota raja. Sri-baginda Kaisar memerintah dengan adil dan
bijaksana. Akan tetapi sebenarnya, di sebelah dalam memang terdapat hal -ha!
-yang mengkhawatirkan. Seperti diketahui, setelah menggantikan Dinasti Chou
menjadi Dinasti Sung, Kaisar Sung Thai Cu dengan bijaksana menerima bar nyak
pejabat tinggi dan bangsawan bekas Kerajaan Chou menjadi pejabat. Kebijaksanaan
ini mempunyai segi buruknya, yaitu memberi kesempatan kepada bekas kelompok
Kerajaan Chou untuk bersatu dan membuat persekongkolan. Bukan tida mungkin di
antara mereka itu banyak yang mempunyai ambisi untuk membangun kembali
Kerajaan Chou dan menumbangkan Kerajaan Sung. Nah, agaknya keadaan ini yan
membuat gurumu merasa khawatir dan mengutus engkau ke kota raja untuk
membantu usaha para pendekar memadamkar kerusuhan atau pemberontakan
sehingga tidak terjadi perang saudara."
"Akan tetapi bagaimana mungkin orang yang sudah diberi kedudukan masih ingin memberontak?" tanya Kui Lin penasaran.
"Hal itu tidak mengherankan, Kui Lin." kata Han Lin. "Demikianlah watak manusia yang lemah dan tidak dapat menguasai nafsu-nafsunya sendiri. Mereka itu selalu
membayangkan dan menginginkan yang lebih daripada apa yang dimilikinya. Ini
yang membuat mereka selalu tidak puas dan ambisi mereka untuk memperoleh
yang lebih tidak pernah padam, dan keinginan memperoleh apa yang mereka
dambakan itu seringkah menimbulkan cara-icara yang' tidak baik."
"Pendapat Han Lin ada benarnya," kata Perwira Kwa. "Akan tetapi ada pula orang yang masih setia kepada Kerajaan Chou, yang diam-diam mendendam kepada Kaisar
Sung Thai Cu sebagai pendiri Dinasti Sung dan mereka setelah mendapatkan
kedudukan tinggi, ingin sekali membangun kembali Kerajaan Chou. Mereka tentu
terdiri dari para keluarga Kaisar Kerajaan Chou yang telah jatuh."
Si Han Lin menjadi tertarik sekali. "Paman, kalau menurut pendapat Paman,
siapakah yang sekiranya mempunyai ambisi untuk membangun kembali Kerajaan
Chou itu?" Perwira Kwa menghela napas panjang. "Banyak sekali bekas orang Kerajaan Chou yang kini diberi kedudukan oleh Sribaginda Kaisar Sung Thai Cu. Hal ini' mungkin
sekali karena Sribaginda mengingat bahwa beliau juga m"?ih seketurunan dengan
keluarga Kerajaan Chou dan beliau dahulu bernama Chou Kuang Yin dan menjadi
seorang panglima besar di Kerajaan Chou. Akan tetapi yang kini memiliki kedudukan paling tinggi dan juga merupakan kerabat terdekat dari mendiang Kai sar Chou Ong
adalah Pangeran Chou Ba Heng yang dulu adalah keponakan men diang Kaisar Chou
Ong dan kini diber kedudukan Penasehat Angkatan Peran oleh Sribaginda Kaisar.
Dialah yang ka barnya selain seorang ahli perang da ahli silat pandai, juga memiliki hubunga luas dengan para tokoh dunia kang-ouw. Maka, sudah sepatutnya kalau
Chou Ban Heng yang kini berpangkat Jenderal itu diawasi gerak-geriknya.
Han Lin menjadi semakin tertarik. "Ah, kalau begitu mungkin sekali akan timbul pemberontakan dan perang saudara seperti yang dikhawatirkan gurumu, Lin-moi.
Aku menjadi tertarik untuk melihat keadaan di sana."
"Bagus sekali!" Kui Lin bangkit berdiri dan melonjak kegirangan. "Mari kau temani aku, Han Lin! Kita pergi bersama!"
"Hushhh, Kui Lin. Kau menyebut apa kepada kakakmu?" bentak ibunya.
"Oh, ya!" Kui Lin tertawa. "Maaf, Lin-ko, aku lupa."
"Han Lin, kami girang sekali men-
ngar engkau juga hendak pergi ke kota a. Kami titip anak kami, tolong jaga n
lindungi ia yang belum banyak pe-alamannya dan terlalu keras kepala." ata Nyonya Kwa.
"Ahhh, ibu!" Kui Lin merajuk manja. "Han Lin, kalau ia menjadi liar dan idak menurut kata-katamu, kau boleh ewakili aku untuk menjewer telinga-ya!" kata pula Nyonya Kwa.
Mereka lalu berkemas dan Perwira Kwa menitipkan sepucuk surat kepada Han Lin
untuk diserahkan kepada Pange-ian Sung Thai Cung, yaitu adik kandung Kaisar Sung
Thai Cu. Pangeran Sung Thai Cung ini dahulunya bernama Chou Kuang Tian dan kini
dia dipercaya kakaknya nenjadi panglima besar angkatan perang Kerajaan Sung.
Usianya empat puluh lima tahun dan dia dahulu menjadi sahabat baik Perwira Kwa.
Surat perkenalan itu akan membuat Han La. dan Kui Lin dapat diterima sebagai
orang yang boleh dipercaya. Setelah berkemas, pemuda dan gadis itu pun meninggalkan kota Cin-an. Setibanya
di luar kota, Han Lin bersui nyaring memanggil rajawali. Terdenga jawaban dari
dalam hutan tak jauh dar situ dan tak lama kemudian rajawali it terbang datang.
"Ain, senang sekali mempunyai rajawali seperti itu' Akan tetapi mengar. engkau tidak membiarkan dia berada gedung ayah bersama kita, Lin-ko?"
"Dia tidak akan betah tinggal di sana! Lin-moi, tidak suka menjadi tontonan. Dia mempunyai dunianya sendiri, yaitu di antara pohon-pohon besar dalam hutan."
Rajawali itu kini meluncur turun dan hinggap di atas tanah dekat Han Lin. |
Kui Lin memandang dengan kagum. Tinggi burung itu hampir sama dengan tinggi
badannya sendiri, sepasang sayap dan sepasang kakinya tampak demikian kokoh
kuat. ;"Lin-ko, aku ingin sekali menungganginya. Mari kita berdua menungganginya dan suruh dia membawa kita terbang ke kota raja!"
"Tidak bisa, Lin-moi. Selain kita berdua terlalu berat baginya, juga dia akan I kusuruh pulang membawa suratku kepada I Suhu agar Suhu mengetahui ke mana
[aku pergi dan apa yang akan kulakukan di kota raja."
"Aih, Lin-ko. Masa engkau begini pei t terhadap adik sendiri" Aku hanya ingin menungganginya, sebentar saja! Akan tetapi kalau sendirian, aku takut seperti dulu lagi. Dia pernah melemparkan aku dari atas. Bisa remuk badanku kalau dia lakukan
itu lagi." Han Lin tersenyum. "Salahmu sendiri, Lin-moi. Tiauw-ko (Kakak Rajawali) ini
mempunyai perasaan peka. Kalau orang bersikap hormat dan manis kepadanya, dia
pun akan bersikap manis pula. Kalau engkau bersikap keras, seperti dulu engkau
memaksanya terbang dan mencabut sehelai bulunya, tentu saja dia marah."
"Lalu bagaimana kalau aku ingin menungganginya, Lin-ko" Suruh dia menerbangkan aku, sebentar saja, aku ingin merasakan menunggang seekor rajawali terbang."
"Aku tidak bisa menyuruh dia menerbangkan orang lain, Lin-moi. Akan tetapi kalau engkau sendiri yang meminta, ngan sik,ap dan ucapan yang manis, kira dia tidak


Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu pelit untuk nolak. Mintalah kepada Tiauw-ko, kal dia setuju, dia akan
mendekam sehingj V engkau dapat naik ke punggungnya. KaUg| dia tidak mau
mendekam, itu tandanj dia tidak mau."
Kui Lin lalu menghampiri burung dan berdiri di depannya. Kemudian menjura,
mengepalkan kedua tangan pan dada dan memberi hormat samt berkata dengan
suara merdu dan mar penuh rayuan.
"Tiauw-ko yang baik, Tiauw-ko yar gagah perkasa, maafkan aku atas k< salahanku dahulu. Sekarang aku mol kepadamu, sukalah engkau membawa ah terbang
sebentar saja. Maukah engkai Tiauw-ko" Mau, ya. Kakak Rajawali yar baik?" Han Lin diam-diam merasa gel melihat ulah gadis itu yang bersikap bicara sambil- merayu-rayu. Kalau sudar bersikap seperti itu, Kui Lin benar-benar memiliki daya tarik yang luar biasa, tiap orang pria agaknya pasti jatuh bertekuk lutut menghadapi
rayuannya. Entah kalau rajawali itu.
Akan tetapi, dengan girang dia m lihat betapa kepala rajawali itu men angguk-
angguk, lalu kedua kakinya ber jongkok, tubuhnya merendah! Kui L' bersorak
gembira. "Terima kasih, Tiauw-ko yang baik! Nah, aku akan meloncat ke atas punggungmu, bawa aku terbang ke langit, ya" Aku ingin melancong ke bulan dan bintang-bintang!"
kata Kui Lin dan ia pu~ lalu melompat dengan hati-hati sehingga dapat duduk di atas punggung rajawali itu dengan lunak.
Rajawali itu memandang kepada Han Lin dan pemuda ini pun mengangguk. "Bawa ia terbang sebentar, Tiauw-ko. Ia adalah Lin Lin, adikku." Dia memperkenalkan dan menyebut Kui Lin dengan sebutan Lin Lin yang dianggapnya lebih manis dan
menyenangkan Rajawali mengeluarkan bunyi melengking, kemudian
mengembangkan sayapnya, mengenjotkan kakinya sehingga tubuhnya meloncat ke
atas lalu sayapnya mulai bergerak dengan kuatnya. Tubuhnya melayang dengan
cepatnya ke atas. Lin Lin bersorak gembira sehingga Han Lin ikut pula merasa
senang. Gadis itu benar-benar seperti seorang anak kecil saja. Akan tetapi kalau
teringat akan keganasannya membunuhi penjahat, dia bergidik. Justeru karena
itulah maka dia ingin menemani Kui Lin ke kota raja. Selain dia memang ingin
melihat keadaan di kota raja, dia juga ingin membimbing Kui Lin ke arah jalan yang benar. Dia merasa sayang kalau gadis itu kelak menjadi seorang yang kejam dan
sadis tak mengenal kasihan.
Sekitar seperempat jam rajawali terbang tinggi kemudian menukik turun dan
hinggap di atas tanah dekat Han Lin.
"Wah, kenapa turun" Tiauw-ko yang baik, aku masih belum puas. Aku ingin terbang lebih lama Jas?' Aku tidak mau turun!" Ia menendang-nendangkan kakinya seperti anak kecil mengambek (merajuk).
"Turunlah, Lin Lin! Nanti Tiauw-ko marah dan melemparkan kau dari punggungnya!"
kata Han Lin. Mendengar ini, Kui Lin cepat melompat turun denga takut.
"Lin-ko, kau panggil namaku apa t di?"
"Lin Lin." "Wah, aku ingat dulu guruku jug suka memanggil aku Lin Lin!"
"Kau suka kupanggil Lin Lin?"
Gadis itu mengangguk. "Kalau ka yang panggil, boleh."
Han Lin lalu mengambil sesampu surat yang memang telah dipersiapkan
sebelumnya, menghampiri rajawali dan berkata, "Tiauw-ko, engkau pulanglah ke Puncak Yangliu (Cemara) di Cinlingsa dan berikan surat ini kepada Suhu. Ak akan
melakukan perjalanan bersama Lin Lin." Setelah berkata demikian, Han Lin
mengikatkan sampul surat itu kepada bulu di bawah sayap rajawali. Rajawali
mengangguk, mengeluarkan pekik lalu melayang dengan cepatnya ke udara.
"Lin-ko, apakah engkau yakin dia akan dapat sampai ke tempat gurumu dan
memberikan surat itu kepadanya?" "Aku merasa yakin, Lin-moi. Tiauwko adalah seekor burung yang sudah terlatih dengan baik. Suhu yang memeliha-anya sejak
kecil, sejak baru menetas, nenyelamatkannya dari serangan ular dan erawatnya
sehingga besar. Dia dapat mengerti ucapan yang sederhana, bahkan dapat
merasakan getaran perasaan orang, dan lebih lagi, dia pun menguasai gerakan silat sehingga dia dapat menjadi lawan yang cukup tangguh."
Kui Lin menjadi kagum bukan main. Mereka lalu melanjutkan perjalanan menuju ke
kota raja di Utara. ooOOoo Sepekan kemudian, Han Lin dan Kui Lin memasuki kota Kan-peng yang tidak begitu
besar namun c.'kup ramai da/i mereka menyewa dua buah kamar di sebuah rumah
penginapan. Karena mereka telah melakukan perjalanan selama dua hari dua malam
melalui jalan yang sukar dan sunyi tanpa pernah melewati dusun atau pun kota
sehingga terpa bermalam di hutan dan makan seadany seperti buah-buahan yang
mereka dapat kan di hutan atau daging binatang hutan maka keduanya merasa
amat lelah. S' telah mandi dan makan dari rumah m kan yang menjadi bagian
penginapan itu keduanya lalu memasuki kamar masing masing dan tidur. Kui Lin
segera menja pulas, dan Han Lin biarpun tidur nyenya pula, namun tetap saja dia
memilik kepekaan yang luar biasa.
Sedikit suara di atas genteng suda cukup untuk membangunkannya dari tidur. Cepat
dia melompat turun, mengenaka sepatunya dan keluar dari kamarnya me nuju ke
kamar Kui Lin. Ketika itu tela tengah malam dan penginapan itu sudah sepi, semua
tamu sudah tidur pulas. Han Lin cepat menangkap bayangan hitam di jendela kamar
Kui LinC Daun jendela itu telah terbuka, maka cepat dia menegur. "Hei i! Siapa itu?"
Bayangan hitam itu terkejut. Tiba-tiba tangannya bergerak dan ada benda hitam .
panjang meluncur bagaikan anak panah menuju ke arah dada Han Lin. Karena
khawatir kalau-kalau senjata yang lisambitkan itu beracun, Han Lin tidak
menangkapnya melainkan memukulnya dari samping dengan hawa pukulan yang
amat kuat. Senjata itu terdorong angin pukulan, membelok dan menancap pada
daun pintu kamar Kui Lin.
"Capp " Dari suaranya dapat diketahui bahwa itu adalah sebuah senjata runcing yang menancap dalam sekali pada daun pintu, tanda bahwa pelontarnya
menggunakan tenaga sakti yang amat kuat. Han Lin cepat melompat ke arah
jendela, akan tetapi bayangan hitam itu sudah melompat jauh ke atas genteng dan
lenyap dalam kegelapan malam. Han Lin masih dapat melihat bahwa bayangan
hitam itu adalah Cui-beng Lokui, guru dari Tiat-pi Sam-wan. Agaknya kakek itu
merasa sakit hati karena ketiga orang muridnya semua tewas di tangan Kui Lin maka dia datang untuk membalas dendam. Agaknya sejak Kui Lin meninggalkan Cin-an,
kakek itu diam-diam telah membayanginya, akan tetapi karena Han
Lin berada di dekatnya, maka dia tidak berani turun tangan. Baru malam hari ini dia berusaha untuk membunuh Kui Lin yang tidur seorang diri dalam kamarnya.!
Han Lin tidak mengejar kakek itu karena dia amat mengkhawatirkan kol selamatan
Kui Lin. Daun jendela itu telah terbuka, siapa tahu apa yang telan dilakukan kakek itu terhadap Kui Lin yang agaknya saking lelahnya tidur bel gitu pulasnya sehingga tidak dapat men dengar ketika daun jendelanya dibuk orang. Tanpa pikir panjang lagi
karen khawatir akan keselamatan gadis itu Han Lin melompat masuk.
Kamar itu gelap. Agaknya lampi meja telah dipadamkan. Dengan jantun berdebar
tegang Han Lin meraba-rab; dan dapat meraba pembaringan. Cepa dia
menyingkapkan kelambunya dan kedua tangannya meraba-raba. Kebetulan jari-jari
tangannya meraba betis kaki Kui Lir yang tersembul keluar dari selimut. Har Lin yang tidak dapat melihat, ketiks merasa bahwa kedua tangannya memegang bagian
tubuh yang panjang, berkulit halus, lunak dan hangat, mengira bahw dia memegang
lengan Kui Lin. Maka dipegangnya erat-erat betis itu dan diguncangnya.
"Lin Lin! Lin Lin. I"
Kui Lin terbangun dan ketika merasa ada yang bergerak-gerak di sekitar betisnya, ia meloncat turun sambil menjerit geli dan ngeri.
"Ular , ular ! Ada ular !"
"Hush, Lin-moi. Ini aku, Han Lin!"
"Lin-ko" Aeh, apa-apaan engkau berada di kamarku?" Cepat gadis itu menyalakan lampu dan setelah kamar itu menjadi terang, ia cepat menyambar selimut untuk
menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam yang tipis dan tembus
pandang. Matanya bersinar marah sekali, apalagi melihat jendela kamarnya terbuka.
Jelas pemuda ini memasuki kamarnya dari jendela dan meraba-raba kakinya!
"Kurang ajar! Beginikah watakmu, Han Lin" Ternyata engkau seorang laki-laki kurang ajar, tidak sopan! Laki-laki cabuli"
"Lin-moi, tenanglah "
"Jaihwacat (Pemetik Bunga, Penjahat
Pemerkosa Wanita)! Kau kau pergi
dari sini atau kubunuh kau!"
"Lin-moi!" Han Lin membentak, juga marah karena dia dimaki-maki dan dituduh yang bukan-bukan. "Cui-beng Lokuj tadi sudah membuka daun jendelamu! untung
aku keburu datang dan mengusiri nya. Lihat saja apa yang menancap di daun pintu
kamarmu!" Setelah berkata demikian, sekali bergerak Han Lin sudan meloncat
keluar dari kamar melalui jen-1 dela . dan kembali ke kamarnya sendiriJ - Dia duduk bersila dan menenangkan hati! nya yang terguncang nafsu amarah ka-| rena tadi
disangka yang bukan-bukan dani dimaki-maki gadis itu.
Setelah Han Lin pergi, cepat Kui Lin menutupkan daun jendela dan ia pun segera
mengenakan pakaian luarnya, memakai sepatunya dan membuka daun pintu. Ketika
ia tiba di luar dan meman dang, ia menjadi terkejut dan bengong melihat sebatang
pedang menancap di daun pintu kamarnya, menancap sampa
etengahnya dan menembus papan daun pintu ke dalam. Inilah semacam hui-kiam
'dang terbang), yaitu pedang yang dapat disambitkan sebagai senjata rahasia 1an ia teringat bahwa yang menggunakan
ui-kiam adalah Cui-beng Lokui, guru lari Tiat-pi Sam-wan yang telah dibunuh-
ya semua! Ia menoleh ke arah kamar Han Lin yang tertutup daun pintu dan
endelanya. Teringat ia betapa tadi ia memaki-maki dan menuduh Han Lin ku-
ang ajar, bahkan memakinya sebagai lai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang
pekerjaannya memperkosa wanita! Wajahnya terasa panas dan jantungnya
berdebar, tubuhnya terasa lemas penuh penyesalan.
Dengan tangan gemetar, ia mengetuk daun pintu kamar Han Lin.
"Tok-tok-tok " Tidak ada jawaban. Diketuknya lebih gencar dan lebih kuat lagi.
"Tok-tok-tok-tok-tok !!"
Tetap tidak ada jawaban dari dalam kamar.
"Lin-ko! Lin-ko, bukalah !"
Masih saja tidak ada jawaban. Kui Lin termenung. Apakah Han Lin tidak berada
dalam kamarnya" Atau memang marah dan tidak membuka pintunya, tidak mau
menemuinya" "Lin-ko, bukalah, Lin-ko, ini aku! Bukalah pintunya, Lin-ko!" ia berkata dengan suara memohon dan agak parau karena ia sudah hampir menangis.
Karena tetap tidak ada jawaban, Kui Lin lalu menghampiri daun jendela dan' dengan tenagandalamnya ia mendorong! daun pintu sehingga terbuka. Di dalam kamar itu
ia melihat Han Lin duduk bersila di atas pembaringan dan lampu meja masih
bernyala terang, la segera melompat masuk dengan ringannya dan menghampiri
Han Lin. "Lin-ko, aku datang untuk minta maaf
kepadamu " katanya hrih membujuk.
Tanpa membuka kedua matanya Han Lin berkata. "Jangan dekati aku, aku < laki-laki kurang ajar, tidak sopan, cabul, aku seorang Jaihwacat. Pergilah, jangan dekati aku!"
Mendengar ini, Kui Lin lalu menjatuhkan dirinya berlutut menghadap pemuda
tu. "Lin-ko, aku mohon ampunkan aku........ aku bersalah padamu............ Lin-ko, jangan membenciku...." Gadis itu mena-gis sesenggukan.
"Hemmm, engkau masih menganggap aku laki-laki serendah itu?"
"Tidak, tidak ! Maafkan aku, Lin-ko. Aku bodoh sekali. Engkau kembali
menyelamatkan nyawaku yang terancam oleh Cui-beng Lokui dan aku malah
memaki-makimu! Maafkan, aku tidak sengaja, habis aku kaget, aku terbangun, gelap
dan.... ada ular-ular merayap di betisku " Gadis itu bergidik ngeri.
Mau tidak mau Han Lin tertawa. Ha-ha-ha, aku tidak menyalahkan kalau engkau
terkejut. Akan tetapi lain kali jangan memaki aku seperti itu! Masa ada adik memaki-maki kakaknya begitu rendah" Yang merayap di betismu itu bukan ular, bodoh, tapi
jari-jari tanganku. Maafkan aku, habis gelap dan aku ingin melihat apakah engkau
tidak celaka oleh kakek itu. Sudahlah, kembali ke kamarmu, tidak enak kalau ada
orang mendengarkan kita. Besok saja kita bicaraka hal ini. Selamat tidur, Lin Lin."
Kui Lin tidak menangis lagi, kini malah tertawa. "Selamat tidur, Lin-ko, dan terima kasih." Ia melompat keluar dari jendela, menutupkan daun jendelanya dan kembali ke dalam kamarnya. Ia kini menyiapkan pedangnya di bawah bantal.
"Datanglah lagi kau, kakek jahanam Cui-beng Lokui, akan kucincang tubuhmu yang tua itu?" katanya gemas sebelum ia jatuh pulas lagi.
Pada keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan. Han Lin menasehat-kan Kui
Lin agar mulai sekarang berhati-hati karena sudah jelas bahwa Cui-beng Lokui
mendendam kepadanya karena ia telah membunuh tiga orang muridnya. "Engkau
hadapi ini, Lin-moi. Inilah yang kumaksudkan dengan f rantai karma. Semua
perbuatan kita pasti mendatangkan akibat. Akibat buruk menyusul perbuatan buruk
dan akibat baik menyusul perbuatan baik, cepat atau pun lambat. Karena itu kita
harus selalu waspada akan perbuatan kita sendiri dan berusaha agar perbuatan kita selalu baik, menjauhi perbuatan buruk."
Kini Kui Lin sudah mendapat pelajaran pahit semalam dan ia mulai berhati-hati
dengan sikap, ucapan, atau perbuatannya. Ia mulai melihat kebenaran yang
terkandung dalam ucapan Han Lin.
"Kalau begitu, perbuatanku membunuh orang-orang jahat itu buruk?"
"Lihat saja sendiri, Lin-moi. Baru membunuh Tiat-pi Sam-wan saja, kini akibatnya engkau dikejar-kejar guru mereka yang mendendam dan hendak membunuhmu.
Kalau kau lanjutkan keganasan-mu suka membunuh orang-orang, bayangkan saja
bagaimana nanti hidupmu" Ratusan, bahkan ribuan orang akan selalu mengejarmu
dan berniat untuk membalas dendam dan membunuhmu!"
Kui Lin terdiam, agaknya merasa menyesal juga. Melihat wajah manis yang biasa
cerah, liar dan gembira itu kini memanjang karena menyesal dan risau, Han Lin
merasa tidak tega. 'Tenangkan hatimu, Lin Lin. Yang sudah lalu, biarkan berlalu. Hanya saja, mulai
sekarang seyogianya engkau mengubah watakmu, jangan terlalu menuruti gelora
perasaan emosimu. Memang sudah menjadi kewajiban kita untuk menegakkan
kebenaran dan keadilan, akan tetapi bukan berarti kita lalu menjadi hakimi hakim
yang menjatuhkan keputusan hukuman sendiri, tidak boleh kita lalu men-P jadi
Giam-lo-ong (Raja Maut). Kita tentang perbuatan jahat akan tetapi tanpa membenci
manusianya. Kita tentang yang jahat, kalau dapat kita sadarkan mereka, kalau
mereka tidak tunduk, terpaksa kita pergunakan kekuatan untuk mengalahkan]
mereka dan membiarkan mereka dihukumi oleh yang berwajib, yaitu alat
pemerintah yang berwenang untuk mengadili mereka.J Hukuman itu pun suatu
usaha untuk me-l nyadarkan mereka. Ingat, Lin Lin, tidak I ada manusia yang
sempurna di dunia ini. Orang yang melakukan kejahatan berarti] dia sedang sakit,
bukan badannya yang] sakit, melainkan jiwanya. Nasehat atau] hukuman dapat saja
mengobatinya sampai] sembuh. Kalau jiwanya sudah sembuh j
tidak sakit lagi, tentu wataknya berubah menjadi baik. Sebaliknya, jiwa yang tadinya sehat, bisa saja sewaktu-waktu menjadi sakit karena manusia itu lemah dan nafsu-nafsunya yang amat kuat setiap saat siap untuk menggoda dan menyeretnya
melakukan perbuatan sesat demi mencapai keinginan yang didorong oleh nafsunya.
Maka, tidaklah bijaksana bagi seorang yang sedang baik wataknya memandang
rendah orang lain yang sedang tersesat, seperti tidak bijaksananya seorang yang
sedang sehat memandang rendah seorang yang sedang sakit. Harus selaiu di ngat
bahwa yang sakit dapat sembuh, sebaliknya yang sehat dapat juga sakit. Membunuh
mereka yang jahat jelas bukan cara terbaik, seperti menanam bibit pohon buah yang tidak baik."
"Lin-ko, aku akan selalu ingat nase-hatmu ini akan tetapi bimbinglah aku karena terkadang kalau sedang marah menyaksikan kejahatan dilakukan orang, aku menjadi
lupa segala dan ingin membasmi si jahat itu."
Demikianlah, mereka berdua melanjutkan perjalanan ke kota raja dan di panjang
perjalanan Kui Lin menerima banyak petunjuk dan nasehat dari Han Lin yang ia
anggap sebagai kakaknya sendiri atau juga gurunya.
w Bukit Tengkorak itu sebetulnya tidaklah berapa besar, tingginya juga hanya sekitar lima ratus meter. Mengapa disebut Bukit Tengkorak, mudah diketahui karena bukit
kapur itu dari jauh memang sudah tampak mirip tengkorak manusia. Tidak ada
orang mau tinggal di bukit karena bukit kapur itu tanahnya sama sekali tidak subur.
Orang-orang lebih suka tinggal di bawah bukit yang berada di lembah Sungai Luan di mana tentu saja tanahnya lebih subur.
Semua orang mengetahui bahwa sudah bertahun-tahun di puncak Bukit Tengkorak
itu tinggal seorang pertapa wanita dalam sebuah gua besar. Semua orang di dusun-
dusun sekitar Bukit Tengkorak mengenal pertapa yang bernama Thian Te Siankouw
itu karena setiap ada yang menderita sakit berat mereka membawanya naik dan
menghadap Thian Te Siankouw yang selalu mengobati si sakit dengan suka-rela.
Banyak sudah orang yang dapat sembuh setelah diobati Thian Te Siankouw. Maka,
para penduduk dusun-dusun yang merasa hutang bud,i kepada pertapa itu,
membalasnya dengan menyediakan semua keperluan hidupnya yang tidak banyak.
Hanya sekedar untuk makan sewaktu lapar dan beberapa helai pakaian pengganti.
Beberapa orang tokoh kang-ouw yang kebetulan lewat di daerah itu dan tertarik lalu mengunjungi Thian Te Siankouw mendapat kenyataan bahwa pertapa wanita itu
memiliki ilmu kepandaian silat tinggi. Akan tetapi a irir?ya, tidak pernah ia mau menerima murid walaupun banyak orang-orang muda bersujut kepadanya dan
mohon menjadi muridnya. Hal ini terkadang membuat orang-orang kangouw itu
menjadi marah dan sengaja menguji kepandaian Thian Te Siankouw, namun tak
seorang pun mampu membuat per-tapa itu bangkit dari duduknya. Hanya dengan
duduk bersila saja n mampu mengalahkan dan mengusir semua pengganggunya.
Pada suatu pagi, seorang pemuda berpakaian serba kuning yang gagah dan seorang
gadis muda yang cantik, lembut namun tampak gagah pula, tiba di dusun yang
berada di kaki Bukit Tengkorak. Mereka adalah Liu Cin dan Ong Hui Lan. Seperti kita ketahui, sepasang orang muda ini mendapat petunjuk dari Si Han Lin bahwa kalau
mereka, atau lebih tepat Hui Lan, ingin memperdalam ilmu dan mencari guru, dia
mendengar dari gurunya bahwa di Puncak Bukit Tengkorak di tepi Sungai Luan itu
terdapat seorang pertapa wanita bernama Thian Te Siankouw yang sakti. Maka Hui
Lan lalu mencarinya, ditemani oleh Liu Cin yang diam-diam mencinta gadis itu.
Para penduduk dusun itu tentu saja memandang sepasang orang muda itu dengan
heran. Maklum daerah itu jarang
-kali menerima kunjungan orang luar. alau ada yang kebetulan datang juga ereka
adalah orang-orang kangouw yang asar. Ketika Liu Cin bertanya kepada tereka
tentang Bukit Tengkorak dan Thian Te Siankouw, para penduduk dusun itu dengan
gembira menunjuk ke arah Nukit Tengkorak yang tampak dari situ.
"Kongcu (Tuan Muda) dan Kouwnio Nona) tentu hendak minta obat dari Siankouw, bukan" Karena kalau Ji-wi Kalian berdua) minta hal lain, pasti , kan ditolaknya.
"Ya benar, kami mau minta obat," awab Hui Lan yang tidak ingin men-apat banyak pertanyaan kalau ia bilang ngin mencari guru.
"Kami mendengar bahwa selain ilmu pengobatan, Thian Te Siankouw juga
nerupakan seorang sakti. Benarkah itu?" tanya Liu Cin.
"Thian Te Siankouw adalah seorang ewi, bukan manusia biasa, tentu saja beliau sangat sakti! Karena itu, harap Ji-wi tidak main-main kalau berada di sana
menghadap beliau." kata seorang kakek
dengan suara sungguh-sungguh.
"Apakah beliau mempunyai mur i tanya Hui Lan.
"Murid" Siankouw tidak pernah ma menerima murid, hanya mau mengobai orang
sakit. Itu saja!" Mendengar ini, tentu saja hati Hu Lan menjadi gelisah. Jangan-jangan se telah
melakukan perjalanan yang ama sukar, mendaki pegunungan menur u jurang-jurang
dan tebing terjal, setela bertemu dengan orang yang dicarinya, i akan ditolak
menjadi murid! Ia tida boleh ragu. Segala harus dicoba dulu!
"Mari, Liu Cin, kita pergi menghadap Siankouw!" katanya dan mereka mengucapkan terima kasih kepada para penduduk dusun lalu berangkat mendaki bukit kapur itu.
Di lereng bukit itu mereka bertemu dengan beberapa orang dusun yang pulang
Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 10 Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Harpa Iblis Jari Sakti 7
^