Pencarian

Tongkat Rantai Kumala 3

Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin Bagian 3


hari." Bee Tie hanya menganggukkan kepalanya saja.
Mulutnya didekatkan ketelinga orang dengan suara berbisik
ia menanya: "Paman, kenapa kau datang kemari juga" Apa
maksudmu datang kemari?"
Si "Pelajar Pedang Tumpul" memandang Bee Tie sejurus
lamanya, kemudian sambil goyang-goyangkan tangannya ia
berkata; suaranya juga perlahan sekali: "Jangan banyak
tanya! Lekas kau ikuti terus permainan ilmu pedangnya
Kong-cu itu." Bee Tie tidak berani membantah. Cepat-cepat ia
mengintai lagi kesebelah dalam, memperhatikan secara
sungguh-sungguh setiap gerakan pedang dari pelajaran
Hawa murni dari dasar dunia yang sedang dimainkan oleh
Kong-cu dari Kim-leng itu.
Bee Tie yang mendapat banyak petunjuk-petunjuk dari
ayahnya maupun dari Cie Gak, yang kedua-duanya sudah
mempunyai pengalaman dan pandangan yang luas, pernah
juga mendengar ceritanya mereka tentang, "Hawa murni
dari dasarnya dunia" itu, maka baru saja Jie Teng melatih
lagi untuk ketiga kalinya, Bee Tie sudah memahami semua.
Ia lalu berbisik di telingannya si "Pelajar Pedang Tumpul",
ia berkata: "Aku sudah memahami semua. Mari kita pergi."
Siapa sangka, si Pelajar pedang tumpul yang turut
mengintai tadi, kini sedang berdiri menjublek. Atas
pertanyaan orang ia hanya diam saja, tidak menjawab.
Bee Tie yang melihat sikapnya, merasa heran, lalu ia
melongok lagi ke dalam, tetapi disana tidak ada apanya
yang lebih istimewa, juga tidak ada yang aneh.
Baru saja ia mau menarik diri, tiba-tiba si "Pelajar
Pedang Tumpul" berkata padanya.
"Lihatlah ditembok di depan kita itu. Hmmm! Orang
mana yang nyalinya begitu besar" Berani juga dia mengintai
Si Setan Kurus?" Bee Tie mengikuti arah pandangnya si "Pelajar Pedang
Tumpul". Disebelah depan diatas dinding tua, ada bayangan
manusia yang sedang berdiri.
Kiranya, di belakang tembok sebelah muka, juga ada
orang yang sedang mencuri lihat permainan pedang si
Kong-cu dari Kim-leng itu.
Bee Tie tergerak hatinya. Dengan suara perlahan ia
berkata pada sahabatuya, si orang tua.
"Paman, siapa orang di depan itu" Apa mungkin dia
pembunuhnya Kong-cu-Kong-cu itu" Katanya didalam kota
Lok-Yang sering terjadi peristiwa berdarah. Apakah dia ... "
"Ya, Mungkin memang dia orangnya. Sejak tadi aku
telah menguntit padanya sampai kemari. Kalau betul dia
yang membunuhnnya, kita harus berusaha untuk
menyingkirkannya dari dalam dunia ini supaya jangan
sampai orang yang tidak bersalah menjadi korbannya lagi."
Si "Pelajar Pedang Tumpul" lalu mengambil sebuah batu
kecil dari dalam pekarangan rumah tua itu lalu berkata pada
Bee Tie. "Bersiap-siaplah! Kita akan segera meninggalkan tempat
ini." Lalu dengan mengerahkan seluruh kekuatan Tenaga
dalamnya si "Pelajar Pedang Tumpul" melemparkan batu
dalam genggamannya ketembok seberang.
Suara benda beradu keras lalu terdengar amat nyaring.
Si "Putih Kurus" yang memang cerdik luar biasa
mengetahui bahwa diluar ada orang berkepandaian tinggi
yang mencuri lihat permainan ilmu pedangnya, maka
dengan sekali gerakkan pundaknya, tahu-tahu orangnya
sudah melesat kemuka, lalu menyerang ke tempat didinding
bekas terkena lemparan batu dari Si "Pelajar Pedang
Tumpul". -oo0dw0oo- Jilid 05 Suatu bayangan hitam yang melihat mula-mula ada batu
menyambar ke arahnya, lalu kemudian melihat lagi
gerakannya si "Putih Kurus", segera melesat tinggi untuk
menghindarkan serangan tangannya si "Putih Kurus" yang
datangnya amat cepat. Si "Pelajar Pedang Tumpul" yang menyaksikan kejadian
tersebut terkejut juga dibuatnya. Begitu gesit gerakan
bayangan hitam itu, sebentar kemudian agaknya si "Putih
Kurus" akan sudah tertinggal jauh. Maka sambil menarik
lengan bajunya Bee Tie, berkata, "Kepandaiannya orang itu
tidak berada disebelah bawahnya Si Setan Kurus. Lekas
lari!" Dengan mendahului Bee Tie ia sudah meninggalkan
tempat persembunyian mereka ditembok dinding gedung
tua tersebut. Bayangan hitam tersebut mengetahui bahwa tempat
persembunyiannya sudah diketahui orang, dengan lantas
badannya sudah melesat tinggi keatas, mulut juga tidak
berhenti-hentinya berteriak matanya terus ditujukan ke arah
tempat persembunyiannya si "Pelajar Pedang Tumpul" dan
Bee Tie. "Loji! Kenapa tidak cepat-cepat kerja" Kalau tidak
malam ini, mau tunggu kapan lagi?"
Si "Putih Kurus" yang sedang lari mengejar bayangan
hitam tadi, mendengar teriakannya, menghentikan
langkahnya mengejar, lalu dengan cepat membalikkan
badan dan segera kembali ke dalam rumah tua dimana Jie
Teng ditinggal seorang diri, karena ia sangat kuatirkan
keselamatan Kong-cu tersebut tidak dapat dijamin.
"Celaka! Aku kena tipu mereka, Jie Teng sendiri mana
mampu melawan mereka?"
Sesampainya didalam, langsung ia mencari Kimleng
Kong-cu dan setelah dilihatnya, segera juga ia
menghampirinya, yang ternyata masih tetap berdiri
menjublek ditempatnya tadi. Setelah diperhatikan lebih
seksama, juga tidak ada apa-apa yang mencurigakan, maka
ia hanya dapat berdiri termangu-mangu ditempatnya,
wajahnya merah padam, matanya terus menatap wajahnya
si Kong-cu hitam itu. Setelah menghela nafas panjang,
akhirnya ia berkata, seolah-olah mengatakan pada-diri
sendiri. "Bajingan! Sungguh bajingan ulung kau! Hmmm! Aku
betul-betul sekarang kena tipumu. Kau akali aku mentahmentah
tunggulah pembalasanku!"
Saat itu, Bee Tie dan si Pelajar pedang tumpul yang
sudah jauh meninggalkan gedung tua itu, Terus lari,
gerakannya dipercepat. Setelah lari lagi sekian lama dan
yakin tidak ada orang yang mengejar barulah mereka berani
memperlambat gerakan mereka.
Tidak jauh didepan mereka, ada sebuah benteng kota, itu
adalah tembok kota Lok-yang yang dengan sangat
megahnya. Ternyata mereka tadi telah lari memutari kota
Lok-yang, tadi disebelah belakang, sekarang sampai
kesebelah depannya. Mereka lalu baristirahat sebentar di bawah sebuah pohon
besar tidak jauh dari tembok kota tersebut.
Tidak lama mereka berhenti, tiba-tiba terlihat tembok
kota tersebut melayang turun sesosok bayangan mauusia
yang berperawakan tinggi besar, tidak antara lama ada lagi
empat orang lain mengikuti di belakangnya, agaknya
mereka itu sedang mengejar orang di depannya itu.
Si "Pelajar Pedang Tumpul" terkejut. Dengan suara
perlahan ia berkata. "Kejadian-kejadian semalaman ini memang aneh! Kau
tunggu aku sebentar disini, aku mau melihat apa yang akan
mereka kerjakan." Dalam tempo sekejapan saja si "Pelajar Pedang Tumpul"
sudah menghilang dari depan matanya.
Bee Tie yang ditinggalkan seorang diri lama kelamaan
akhirnya merasa kesal juga, ia merasa kesepian.
Dengan tidak terasa ia menghela nafas panjang, lalu
secara iseng-iseng ia berjalan-jalan di sekitar tempat itu.
Belum lama ia berjalan, tiba-tiba dari sebelah depannya
terdengar suara orang bicara.
"Bocah, kau Kong-cu dari mana" Siapa itu orang yang
barusan sama-sama jalan dengan kau?"
Lalu dari tempat yang ditumbuhi alang-alang tinggi,
seorang berpengawakan tinggi besar yang mukanya ditutupi
kerudung kain hitam. Dengan langkah perlahan-lahan ia
bertindak mendekati. Bee Tie yang tajam ingatannya,
mengetahui pasti lagu-lagu dan suaranya, bahwa orang
itulah yang mencuri lihat permainan pedangnya Kim-leng
Kong-cu didalam gedung tua dipinggiran kota Lok-yang
sebelah belakang. Dia juga telah menduga orang inilah
pembunuhnya para Kong-cu yang ingin turut mengikuti
pertandingan adu pedang Tong-tu-san-chung nanti.
Orang sekejam itu, dimatanya sama sekali tidak
dipandangnya. Maka dengan suara dingin angkuh ia
menanya. "Hai! kau siapa" Dengan hak apa kau mau tahu segala
urusan orang?" Orang berkerudung hitam itu ketawa dingin. Lalu ia
menghunus pedangnya dan menyerang mengarah mukanya
Bee Tie. Tangannya bergerak, mulutnya tidak mau tinggal diam,
Ia berseru keras. "Apa kau juga salah satu Kong-cu yang mau ikut dalam
pertandingan adu pedang di Tong-tu-san-chung nanti"
Lekas jawab!" Bee Tie melesat tinggi menghindarkan serangan hebat
tersebut. Ditengah udara badannya di lekuk membentuk
setengah lingkaran dan terus menukik turun ke tanah
kembali. Dari atas ia balas menyerang dengan tipu-serangan
yang tidak kalah hebatunya.
"Hmmm! Kepandaianmu boleh juga. Lebih tinggi
sedikit dari kepandian Kang-lam dan Coan tiong Kong-cu.
Kau lebih-lebih tidak boleh dikasih hidup terus dalam dunia
ini. Sambutilah!" Selama orang berkerudung hitam itu bercakap-cakap,
tangannya tidak tinggal diam, terus dikerjakan menyerang
bertubi-tubi ke arahnya Bee Tie.
Bee Tie itu kecil orangnya, tetapi nyalinya sangat besar.
Mendapat serangan hebat, lagi-lagi ia melesat tinggi keatas.
Ketika badannya melayang turun lagi kebawah, tangannya
menuruti arah pedang lawan, menotok jalan darah
dipundaknya orang itu. Orang berkerudung itu sama sekali tidak pernah
menyangka serangannya Bee Tie yang masih muda itu bisa
berubah-ubah demikian cepatnya, belum sempat ia menarik
kembali pedangnya, tahu-tahu pundak kanannya dirasakan
kesemutan. Masih untung ia sudah bergerak cepat. Kalau
tidak, tidak ampun lagi ia akan jatuh rubuh tertotok. Ia
hanya merasakan sakit sedikit, tempat yang kena serangan
totokannya anak muda itu ternyata agak meleset sedikit dari
yang dituju olehnya, sehingga tidak sampai membahajakan
apa-apa. "Jahanam! Kalau begitu, betul-betul Kam-lam dan Coan
tiong Kong-cu berdua kau yang bunuh! Lihat seranganku!"
Tetapi, belum lagi sempat serangannya dikeluarkan,
orang berkerudung hitam itu sudah mendahului menyerang
lagi dengan pedangnya. Sudah begitu, belum puas rasanya
kalah hanya menggunakan pedangnya saja, tangan kirinya
juga lantas dikasih beraksi, dari situ lantas keluar sambaran
angin yang luar biasa hebatuya.
Bee Tie yang insyaf bahaya sudah mengancam dirinya
cepat-cepat menyingkirkan diri jauh-jauh dari lawannya.
Tetapi, orang berkerudung hitam Itu agaknya tidak mau
melepaskan dirinya lagi, seperti bayangan saja terus
mengikuti di belakangnya dan lagi-lagi sudah mengirim
serangan-serangan yang mematikan.
Mendapat desakan rapat demikian rupa, Bee Tie lalu
ambil keputusan hendak berlaku nekad.
Ia lalu mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya
yang baru saja selesai dilatih didalam Sumur Kematian
untuk menyambuti serangan sang lawan yang hebat.
Dua kekuatan tenaga dalam yang amat dasyat lantas
beradu. Orang berkerudung hitam itu ternyata tidak kuat
menahan serangannya si pemuda yang dahsyat, tubuhnya
terpental kebelakang beberapa tombak, setelah badannya
sempoyongan beberapa saat baru dapat berdiri tegak lagi.
Bee Tie sendiri, juga sudah terkena gores pedangnya
musuh yang tangguh itu. Darah mengalir keluar dari lukalukanya
yang tidak boleh dikatakan ringan.
Saat itu orang berkerudung hitam itu menatap wajahnya
si pemuda. Tidak lama kemudian ia sudah dapat mengatur
kembali jalan pernafasan seperti sediakala.
Lalu dengan wajah beringas ia menanya.
"Bocah! Dari mana kau dapatkan kepandaianmu"!"
Pedangnya kembali diluruskan, bersiap-siap menyerang
musuh mudanya lagi. Bertepatan pada saat itu, satu gumpalan hitam dengan
gerakannya yang cepat datang menghampiri mereka.
Ternyata itu adalah bayangannya si "Pelajar Pedang
Tumpul" yang tengah mendatangi dengan cepatnya.
Gerakan orang berkerudung itu ternyata gesit sekali.
Begitu melihat datangnya kawan lihay lawannya dengan
sekali goyangkan pundak, cepat-cepat ia sudah kabur dari
situ. Sesampainya si "Pelajar Pedang Tumpul" dihadapannya
Bee Tie, segera ia berkata:
"Kau boleh kembali dulu. Aku belum berhasil usahaku.
Aku akan menyelidiki sampai jelas sekali."
Setelah berkata demikian, segera juga ia putar tubuhnya,
meninggalkan Bee Tie lagi seorang diri. Ia sekarang hendak
mengejar orang berkerudung hitam yang kabur tadi. Bee Tie
mengawasi berlalunya si "Pelajar Pedang Tumpul" sampai
tidak dapat dilihatnya lagi, lalu setelah menjublek sekian
lama, baru ia ingat lagi luka-luka dibadannya sendiri.
Dengan cepat ia lalu merobek sedikit lengan bajunya untuk
membebat luka dilengannya yang masih mengeluarkan
darah.

Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia dongakkan kepalanya melihat waktu hampir jam tiga
menjelang pagi. Pada waktu demikian itu, dimana ia bisa
mendapatkan barang makanan" Maka apa boleh buat ia
lantas kembali lagi kedalam perkampungan Kui-in-chung,
terus menuju ke daerah terlarang dan lalu masuk kedalam
Sumur Kematian. Ia segera mendapatkan ayahnya Bee Cin
Cee dan ketua Hoa-san-pay Cie Gak berdua yang telah
menunggu-nunggunya sekian lama dengan perasaan kuatir.
Mereka terkejut sekali melihat Bee Tie datang dengan
membawa luka ditangan. Mereka hendak menanya, tetapi
sudah didahului anak muda itu, yang melihat perubahan
muka mereka, lantas mengetahui rasa kekuatiran mereka
berdua. Ia segera menceritakan semua kejadian yang
barusan ia alami. Bagaimana ia sudah mencuri lihat ilmu
kepandaian si "Putih Kurus" dan bagaimana pula ketika ia
mendengar kabar tentang kematiannya banyak Kong-cu
didalam kota Lok-yang dan bagaimana akhirnya mendapat
luka dilengannya itu. Cie Gak memasang telinga baik-baik mendengarkan
semua penuturan si anak muda, hatinya tertarik setelah
mendengar habis, ia lalu ketawa bergelak kemudian
berkata. "Bee Tie, tindakan yang kau ambil itu sama sekali tidak
salah, Tetapi kau jangan sampai sekali-kali menelad
perbuatan dan tingkah lakunya si Putih itu, si orang paling
serakah!" Bee Cin Cee yang dapat melihat perubah wajahnya Cie
Gak yang agaknya seperti hendak terjun lagi dalam dunia
rimba persilatan, lantas tertawa hambar dan berkata.
"Saudara Cie, apa kau sudah lupa janji kita dulu?"
Mendengar kata-kata itu. Cie Gak merasa seolah-olah
disambar geledek, seketika itu menjadi lesu wajahnya.
Bee Tie yang menyaksikan perubahan wajah Cie Gak
dan tingkah laku kedua orang tua itu, ia merasa heran di
hati, maka itu ia lantas menanya, "Ayah, sebetulnya ayah
dan paman Cie pernah berjanji apa" Bolehkah anak tahu
sedikit?" Bee Cin Cee, sang ayah. coba ketawa dan menjawab:
"Ini bukan urusanmu. Anak kecil tidak usah banyak
tanya." Bee Tie yang tahu ayahnya tidak marah, timbul
keberaniannya. Ia lalu menanya lagi:
"Kenapa ayah mau tetap tinggal dalam sumur ini"
Ayah, anak pikir didalam Sumur Kematian ini tidak ada
apa-apanya yang harus diberati. Sebenarnya ayah masih
menunggu apa lagi?" Mendengar pertanyaan anaknya, seketika itu berubah
wajahnya sang ayah. Cie Gak yang sudah mengetahui benar tabiatnya orang
tua senasibnya itu, tahu juga bahwa sang kawan itu sedang
marah, maka cepat-cepat ia mendahului berkata:
"A Tie, kau jangan bertanya-tanya lagi soal itu."
Bee Tie yang keras kepala, bukannya lantas diam
mendengar kata-kata orang, malah sudah berkata pula:
"Aku harus tanyakan ini pada ayah. Aku wajib bertanya
pada ayahku sendiri. Kenapa tidak boleh?"
Karena sangat terharunya, hampir-hampir saja ia
mengucurkan air mata lagi.
Sambil mengeluarkan sepatu peninggalan ibunya, ia
berkata lagi: "Ayah dan paman tidak tahu kesengsaraan
hidupku. "Ibu cuma bisa meninggalkan sepatu kecil tidak
sempat mengatakan apa-apa lagi ketika meninggalkan aku.
Sekarang, setelah dengan susah payah aku berhasil juga
dapatkan ayah disini, apa aku harus biarkan terus ayah
terkurung dalam sumur yang tidak ada penyinarannya ini"
Apa aku bisa melihat ayah hidup tersiksa ditempat ini" Apa
aku ...?" Sampai disini, air matanya deras tak tertahan sudah
mengalir keluar bagai hujan gerimis. Dengan air mata
berlinang-linang ia mengawasi wajah ayahnya.
Bee Cin Cee yang tadi marah sekali, perlahan-lahan
mulai hilang rasa amarahnya, setelah tenang benar-benar ia
lalu menarik lengan sang anak dan memeluknya erat-erat.
Bee Tie merasakan badan ayahnya gemetaran, ia tahu
tentu ada apa-apanya yang tidak wajar, tetapi ia
membiarkan saja dirinya terus dipeluk demikian oleh
ayahnya. Akhirnya Bee Cin Cee juga yang lebih dulu membuka
percakapan, katanya: "Ya betul, Aku memang tidak boleh salahkan kau anak.
Tapi kau juga hendaknya jangan terlalu salahkan ibumu.
Belum tentu ibumu itu mempunyai kesulitan sendiri, seperti
juga halnya aku juga ada kesukaranku sendiri. Sekarang,
kau selesaikan pelajaranmu yang kami berikan, setelah kau
sempurnakan kepandaianmu, ayah juga tentunya akan
menceritakan lagi, apa saja yang kau ingin tahu. Anak, apa
kau setuju usul ayahmu ini?"
Tanpa dipikir lagi Bee Tie sudah berkata lagi, "Apa sih
sebetulnya kesulitan ayah itu" Bolehkah ayah beritahukan
pada anak" ... Anak juga tahu, ayah pernah berjanji hendak
mengadakan pertandingan ilmu kepandaian dengan Lee
Thian kauw di gunung Hoasan. Apa perjanjian itu mau
ayah pungkiri" Apa ayah tidak mau keluar juga waktu itu
dari sini?" Bee Cin Cee sama sekali tidak pernah menduga kalau
anaknya tahu semua urusannya, bahkan begitu jelas,
mukanya mendadak menjadi tegang lagi. Tetapi hanya
sebentaran saja terlintas perubahan itu, tidak lama
kemudian sudah pulih kembali seperti biasa. Ia lalu
menghela napas panjang. Ketika Cie Gak lagi-lagi melihat
perubahan wajah kawannya, ia terkejut juga, maka cepatcepat
ia menanya, "Saudara Bee, kau sedang pikirkan apa?"
Setelah itu, ia lalu menoleh mengawasi si anak muda Bee
Tie, kemudian katanya: "Bee Tie. kau kemarilah."
Bee Tie jalan menghampiri ketua Hoa-san-pay generasi
kedua puluh lima Cie Gak. saat itu terdengar lagi suaranya
Cie Gak berkata: "Aku mau tanya kau, apa Kiauw Supek
tidak pernah mengatakan apa-apa kepadamu?"
"Kiauw Supek" Siapa itu Kiauw Supek?"
"Ya. Kiauw Supek itu, adalah itu kakek pendek yang
telah menyuruh kau datang kemari."
Sekarang Bee Tie agaknya sudah mulai mengerti apa
yang sedang dipikir oleh orang tua itu, tentu penukaran
jabatan ketua Hoa-san-pay itu yang akan dirundingkan,
maka dengan angguk-anggukkan kepalanya ia berkata, "Ya,
pernah. Kiauw Supek memang pernah mengatakan soal
penyerahan ketua Hoa-san-pay kepadaku. Ia memilih aku
menjalankan tugas berat itu."
"Ia menyerahkan kepadamu jabatan itu anak?"
demikiann Bee Cin Cee, sang ayah menanya anaknya,
agaknya hendak mendapatkan penegasan.
Cie Gak yang mendengar pertanyaan itu lantas tergelakgelak.
Ia mengawasi Bee Tie, si anak muda, kemudian
berkata lagi padanya. "Kalau bukan sekarang kau jalankan peradatan
pengangkatan guru dihadapanku, tunggu kapan lagi?"
Bee Tie segera sadar, ia segera jatuhkan diri menjalankan
peradatan dihadapan "guru baru" itu, Cie Gak berkata pula
dengan suara sungguh-sungguh. "Mulai hari ini kau adalah
ketua Hoa-san-pay dua puluh enam secara resmi."
Bee Cin Cee yang mendengarnya, lantas berseru keraskeras:
"Saudara Cie, kau kandung maksud apa lagi."
Cie Gak mengawasi Bee Cin Cee sambil bersenyum. Ia
lalu berkata: "Aku pasti bisa mengatasi semuanya. Saudara Bee,
legakanlah hatimu. Kemudian, dengan suara keren berkata pada murid
barunya: "Kau istirahatlah dulu. Segala urusan boleh kita
bicarakan belakangan. Nanti semua kita rundingkan lagi
perlahan perlahan-lahan."
Mulanya Bee Tie hendak menampik, tetapi akhirnya
setelah berpikir bulak balik, diterima juga tugas beratnya
itu. Ia lalu pamitan dan pergi meninggalkan Cie Gak dan
ayahnya berdua. Malam itu ia tidak dapat tidur pulas. ia
terbangun. Ia terus menerus memikirkan apa yang
menyelubungi diri sang ayah serta gurunya itu, mengapa
mereka tidak mau keluar dari sumur celaka itu.
Sang waktu berlalu dengan amat cepat. Dalam tidurnya,
tiba-tiba, Bee Tie dikejutkan dengan suara seruling ayahnya
yang ditiup dengan nada yang sangat mengenaskan. Cepatcepat
ia lompat bangun lalu dengan berindap-indap ia
menghampiri ayahnya dan segera duduk disampingnya.
Tetapi karena rasa letih yang tak terhingga, sebentar
kemudian ia sudah tertidur lagi, badannya bersandar didada
ayahnya. Tanpa disadari Bee Cin Cee telah mengucurkan
air mata. Dengan wajah berlinang-linang air mata, ia
menatap wajah anaknya. Ia juga tahu mengapa ia tertidur
secepat itu. Demikianlah, Bee Tie yang telah berdiam
didalam sumur Kematian itu selama dua puluh hari, telah
mewarisi seluruh kepandaian ayah serta gurunya, yang
selain menurunkan kepandaian masing-masing, juga
mewariskan kepandaian yang mereka ciptakan sendiri.
Pagi-pagi sekali ketika Bee Tie terbangun dari tidurnya
sudah mendengar suara tertawa ayahnya serta gurunya
yang agaknya sedang bergembira. Begitu Cie Gak
mengetahui Bee Tie berjalan menghampiri mereka, suara
tertawanya menjadi keras. Ia tertawa terbahak-bahak. "A
Tie, kebetulan kau datang. Lekas kau pergi cari dua guci
arak dan makanan yang enak-enak. Hari ini kita akan
mengadakan pesta semeriah-meriahnya."
Bee Tie menjadi heran, maka ia bertanya.
"Untuk merayakan apa?"
"Tolol tentu saja untuk merajakan hari gemilangmu.
Kau telah berhasil meyakinkan seluruh ilmu kepandaian
dari sumur ciptaan kami sendiri, itu ilmu kepandaian dari
sumur Kematian, apa kau rasa itu tidak seharusnya" ha, ha,
ha." Bee Cin Cee juga lantas menyambungi tertawanya Cie
Gak. Tetapi sebentar saja ia sudah berhenti tertawa, lalu
berkata pada anaknya: "Anak, lekaslah! Kau turutlah
perintah gurumu!" Walaupun dalam hatinya Bee Tie merasa keheranan,
tetapi akhirnya ia pergi juga.
Baru saja ia keluar dari lubang Sumur Kematian, ada
seorang Kong-cu, Kong-cu baju hijau sedang berdiri
menanti didekat mulut Sumur itu. Sambil memegang
tangannya Bee Tie ia berkata.
"Saudara Bee, akhirnya kau keluar juga. Sudah
beberapa kali aku kemari, tidak pernah aku lihat kau
muncul. Untung sekarang kau keluar. Hai! Kenapa kau tak
mau cari aku dirumah saja?"
Bee Tie yang mendengarkan si Kong-cu baju hijau itu,
yang katanya sudah pernah beberapa kali datang
kepinggiran sumur khusus untuk menunggu keluarnya ia
dari dalam, dalam hatinya merasa sangat heran. Kong-cu
itu sebenarnya mempunyai urusan apa yang perlu
disampaikan padanya" Tetapi karena ia sendiri sudah
dibikin pusing oleh kelakuan ayah serta gurunya, yang
dianggapnya tidak wajar, sama sekali ia tidak mau
perdulikan lagi kedatangannya Kong-cu itu. Maka ia segera
bertanya dengan suara yang tawar hambar.
"Apa maksudmu datang kemari?"
Si Kong-cu baju Hijau yang mendapat perlakuan
demikian rupa dari orang yang sudah lama ditunggutunggunya.
dalam hati merasa kurang senang, maka dengan
pandangan mata penuh rasa penyesalan ia berkata.
"Tidak aku sangka kau bisa bersikap begini rupa
didepanku." Lalu dengan sekali mengebas tangan, orangnya sudah
berlalu meninggalkan Bee Tie jauh-jauh. Sewaktu dirinya
melayang ditengah udara, ia berkata pula dengan sangat
gemas: "Sebetulnya salahku sendiri. Punya mata tidak bisa
melihat, sekarang aku salah lihat orang. Mau apa lagi?"
Bee Tie agak merasa menyesal atas perlakuannya
terhadap si Kong-cu, maka ia segera lari menyusul sambil
berteriak: "Sahabat, jangan terlalu menuruti hawa napsu dulu.
Kau kembalilah. Aku masih ada banyak kata-kata yang
hendak kutanyakan padamu. Hai sahabat, kenapa begitu
besar ambekmu?" Tetapi si Kong-cu baju hijau sudah tidak mau
menghiraukan lagi padanya dan terus berjalan
meninggalkan Bee Tie. Bee Tie meski merasa bersalah dan menyesal. tetapi
karena sifatnya angkuh, melihat si Kong-cu baju hijau tidak
mau meladeni padanya, ia juga tidak mau mengejarnya lagi
dan lalu membelokkan arahnya, pergi kedalam kota Lokyang.
Dengan cepat ia membeli segala rupa barang keperluan
yang dipesan oleh guru dan ayahnya. tidak lupa juga
araknya yang dua poci itu. Setelah dianggap cukup
semuanya, ia segera balik kembali masuk kedalam Sumur
Kematian. Hari itu. Cie Gak dan Bee Cin Cee memang sudah
bermaksud mau mabuk-mabukan. Arak yang dibeli oleh
Bee Tie dengan cepat sudah mereka tenggak habis. Muka
mereka sudah merah padam.
Bee Tie yang menyaksikan mereka berdua sudah mabok
demikian rupa, makin merasa kuatir, maka dengan
menahan rasa ngantuknya ia terus menjagai disebelah
mereka. Tetapi biar bagaimana kuatnya, Bee Tie tetap Bee Tie.
Bee Tie mash merupakan satu anak kecil, Tidak lama
kemudian ia sudah tertidur diluar kemauannya.
Entah sudah berapa lama ia tertidur, tiba-tiba ia bangun.
Dengan cepat ia menoleh ke tempat dimana ayah dan
gurunya tadi tidur. Kagetnya kini menjadi-jadi. Ia tidak
dapat melihat bayangan ayah maupun suhunya. satu firasat
tidak baik mulai menyerang dirinya. Ia segera membuka


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulutnya dan berkaok memanggil:
"Ayah! ... Ayaaah! ... Suhu! ... Suhuuu! "
"Hai! Kenapa kau berteriak-teriak begitu" Lekas kemari!
Mari sini ! Aku ada banyak perkataan yang mau aku
bicarakan dengan kau!"
Suara itu datangnya dari suatu tempat dibelakang
dirinya. Dengan cepat ia membalikkan badan. Ternyata
gurunya itu entah sejak kapan sudah duduk diam disitu
dengan mata terus menerus memandang kearahnya, sedang
tangannya tidak henti-hentinya menggapai-gapai
memanggil padanya. Disampingnya, duduk ayahnya, Bee
Cin Cee yang juga sedang memandang terus wajahnya anak
muda itu. "Suhu ada perintah apa yang murid harus lakukan?"
demikian Bee Tie segera menanya gurunya.
Bee Cin Cee memandang Cie Gak sejurus lamanya, dan
orang yang dipandang segera membalas dengan anggukkan
kepala. "A Tie," demikian kata sang guru, "aku mau tanya kau.
Apa kau sudah tahu sekarang ini kau sudah mewarisi
semua kepandaian dari golongan Hoa-san-pay kita?"
Bee Tie menganggukkan kepalanya.
Mulutnya Cie Gak berkemak kemik, bicara dengan suara
sangat perlahan: "Sembilan tiang batu beterbangan melewati puncak
gunung." "Butiran air sungai berkumpul menyaingi awan biru."
demikian Bee Tie segera melanjutkan kata-kata gurunya.
"Hei! Dari mana kau dapatkan kata-kata lanjutannya
itu?" tanya sang suhu keheranan.
"Dari tujuh kepingan batu kumala yang terpecah-pecah
oleh si Lee Thian Kauw!"
"Apa kau tahu asal usulnya pecahan kumala itu?"
"Tentu saja, itu Tongkat Rantai Kumala."
"Ya, betul!" Cie Gak lalu menoleh, sekarang ia memandang Bee Cin
Cee, ayahnya Bee Tie dan berkata padanya:
"Ya, saudara Bee, didunia ini sebetulnya tidak kurang
keadilan. Ilmu kepandaian Kiu-teng Sin-kang yang ada
dalam Tongkat Rantai Kumala sudah ia dapatkan. Apa lagi
yang harus aku pikirkan" Untuk menjadikan bocah ini jago
dunia rasanya tidak susah lagi. Betul tidak?"
Setelah itu kembali ia mengawasi Bee Tie, dan berkata
pula padanya: "A Tie, dua baris kata-kata tadi itu adalah kuncinya
untuk siapa saja yang ingin mendapatkan kitab pelajaran
Kiu-teng Sin-keng, harta pusakanya Hoa-san-pay. Kau
carilah itu sendiri."
Bicari sampai disitu, Cie Gak sudah tidak dapat
menahan rasa girangnya, ia tertawa berbahak-bahak.
Tetapi belum lama ia tertawa itu. tiba-tiba diatas sumur
terdengar suara seseorang yang menyambungi ketawanya.
Wajahnya Cie Gak berubah seketika. Sambil menghela
napas ia berkata: "Itu tentu suaranya si Setan yang paling serakah. Katakata
kuncinya untuk mengambil kitab palajarau Kui-teng
Si-keng itu sudah di dengar semua olehnya. Kalau mau
menyaingi dia sukar rasanya Ah! Tiga tahun yang lalu,
kalau bukannya dia yang terus mengganggu kami didalam,
sekarang ini aku tidak mungkin jadi begini."
Ia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan lagi katakatanya.
Suaranya makin keras: "A Tie! Sekarang ini, soal jatuh bangunnya Hoa-san-pay
kuserahkan dalam tanganmu! Baik-baik kau jaga diri."
Lagi-lagi Bee Tie anggukkan kepala.
Mendadak Cie Gak tertawa lagi, suaranya
menyeramkan. Lalu sambil menengadahkan mukanya ke
atas ia berkata lagi: "Murid Hoa-san-pay Cie Gak sudah menunaikan tugas
baktinya. Tapi sayang tenaganya kurang, dia merasa tidak
ada muka lagi menemui orang. Dia juga yang menyebabkan
Tongkat Rantai Kumala sampai jatuh dalam tangan orang
lain, maka dia sudah bersedia ... "
Bee Tie yang mendengarkan terus, merasa ada apa-apa
yang tidak wajar, maka ia lantas menjerit keras. orangnya
juga turut lompat melesat menghampiri sang guru. "Suhu ...
Suhu ... Kau ... " Ketua Hoa-san-pay turunan kedua puluh lima tertawa
hambar. Ia berkata pula: "A Tie, baik-baikIah kau jaga diri."
Berbareng dengan habisnya perkataannya itu, tangan
kanannya sudah menghajar batok kepalanya sendiri.
Sekali terdengar suara nyaring dari barang pecah,
kepalanya Cie Gak tidak tahan menyambuti gempuran
tangannya sendiri yang sangat hebat, seketika itu juga
hancur berantakan, darah menyembur ke luar seperti air
mancur. Bee Tie menjerit, menangis dan meraung-raung.
"Suhu! ... Suhu! ... suhu! ..." ratapnya terus.
Tetapi Bee Cin Cee yang menyaksikannya. hanya
tertawa dingin saja, tingkah lakunya menjadi aneh. Ia lalu
berkata pada anaknya: "He! Apa yang kau tangisi" Dengan menghabiskan
nyawa sendiri, gurumu tidak berbuat salah. Sekarang semua
tugas beratnya sudah diserahkan atas pundakmu. Kau harus
pikul itu sekuat tenaga. Lanjutkanlah terus usahanya.
Wujudkanlah cita-citanya. Sekarang kau diam!"
Bee Tie memesut kering air matanya dan
menganggukkan kepala. Bee Cin Cee, sang ayah bersenyum puas dan
melanjutkan kata-katanya lagi:
"Tempo hari, bukankah kau pernah tanyakan kenapa
aku tidak mau keluar dari dalam sumur ini" Begini. Itu
sebabnya karena aku pernah berjanji dengan Lee Thian
Kauw tidak akan mencari ia diluar sumur tetapi ia sendiri
juga tidak boleh masuk kedalam mencari setori. Begitu juga
dengan suhumu, dia ini dan aku sudah berjanji sehidup
semati dalam sumur celaka ini. Maka itu juga aku tidak
mau keluar dari dalam sumur ini sampai hari akhirku."
Bee Tie mulai menangis lagi. Ia mencoba terus hendak
merobah pendiriannya sang ayah.
"Apa ayah tidak mau ketemukan ibu dulu?" demikian
tanyanya,suaranya memilukan hati.
Perlahan-lahan Bee Cin Cee memasukkan tangannya
kedalam saku bajunya, dari dalamnya ia mengeluarkan
sesuatu benda kecil yang lantas diserahkan kepada anaknya
sambil berkata: "Katakanlah pada ibumu, aku akan pergi
lebih dulu. Ini, ini adalah pasangan sepatu kecilmu yang
kau simpan satunya lagi itu."
Bee Tie tidak dapat menangkap apa maksudnya katakata
sang ayah. Ia terus menangis, dan terus menangis
walaupun tangannya sudah menerima sepatu pemberian
ayahnya. Setelah menyerahkan sepatu kecil, pasangan sepatu
pemberian ibunya Bee Tie ketika ia hendak meninggalkan
Kui-in-chung, kemudian Bee Cin Cee melanjutkan pula
kata-katanya: "A Tie, kau jangan bisanya menangis melulu. Sekarang
kau harus ingat dan catat dalam hatimu betul-betul! Lee
Thian Kauw itu adalah orang yang telah menyebabkan kau
terlantar sampai begini. Ingatlah terus selama hidupmu!
Sekarang kau pergilah dari sini. Lekas!"
Bee Tie lantas menangis menggerung-gerung macam
anak kecil. Ia tidak mengetahui kalau ayahnya secara diamdiam
sudah, mengeluarkan pisaunya dan juga sudah
menempelkan pisau itu pada dadanya. Agaknya ia akan
segera menamatkan jiwanya sendiri! Sudah dua belas tahun
lamanya ia hidup terus bersengsara didalam Sumur
Kematian. Sudah dua belas tahun lamanya ia menghadapi
godaan lahir maupun bathin. Sekarang, setelah dapat
melihat anaknya serta mengetahui bagaimana kepandaian
anaknya, apa salahnya kalau ia membunuh diri
menamatkan riwayatnya sendiri"
"Kau masih tidak mau tinggalkan tempat ini" Apa kau
mau lihat aku mati didepanmu sekali?" terdengar lagi
bentakannya Bee Cin Cee, si orang tua, suaranya
menyeramkan sekali. Walaupun Bee Cin Cee membentak-bentak dihadapan
anaknya, tetapi dengan penuh kasih sayang tangannya yang
satu mengusap-usap kepalanya sang anak, sedangkan
tangan lainnya dipakai untuk menyodorkan seruling
hitamnya, sebuahseruling yang membawa riwayat.
Betul-betul Bee Tie merasa seperti kehilangan pegangan.
Apa yang dapat diperbuatnya"
Mendadak ia jatuhkan diri, berlutut dihadapan sang ayah
sambil terus menerus membentur-benturkan kepalanya
ditanah. Darah sudah mengalir keluar dari jidatnya tetapi
anak muda ini masih terus berbuat apa yang dipikirkan.
Melihat keadaan sang anak, pisau yang sudah berada
dalam genggamannya dan sudah menempel dada itu
akhirnya terlepas jatuh ditanah, air matanya turun deras
membasahi rambut anaknya yang masih tetap berlutut
sambil membenturkan kepalanya.
Tiba-tiba sang ayah menubruk anaknya dan merangkul
anaknya erat-erat. Pakaian bagian dadanya berlepotan
darah sang anak tidak dihiraukan. Ia terus merangkul dan
memeluk tubuh anaknya sambil menangis.
Lama dua orang berpeluk-pelukan dengan air mata
berlinang-linang. Mereka tidak berkata-kata.
Demikianlah, akhirnya suatu drama yang akan
menyedihkan telah terhindar dan kini perlahan-lahan
mereka telah melupakan diri sendiri ...
VIII. PERTANDNGAN ILMU PEDANG DI TONGTU
SAN-CHUNG. KUIL Pek-bee-sie diluar kota Lok-yang sudah lama
terkenal karena kemegahahnya.
Suatu hari, sebelum sinar matahari muncul menyinari
bumi, ketika pukulan genta memperdengarkan suaranya,
delapan ratus orang padri sedang repot-repotnya membaca
doa, terlihatlah seorang anak muda yang sedang berjalan
meninggalkan kuil tersebut.
Anak muda itu tidak lain tidak bukan adalah Bee Tie,
yang akhirnya dapat juga membujuk ayahnya supaya
jangan mencari jalan pendek dan demikianlah mereka telah
keluar dari dalam Sumur Kematian dan meminjam kuil
Pek-bee-sie sebagai tempat menetap sementara.
Karena sangat lamanya baju sutera yang dikenakan oleh
anak muda ini, maka walaupun mahal harganya, tetapi
karena banyak tambalannya, menyebabkan orang-orang
tidak ada seorang juga yang tahu bahwa anak muda ini
sesungguhnya adalah bekas Kong-cu dari Kui-in-chung di
gunung Bong-san yang sudah tersohor namanya.
Dengan membawa seruling ditangan, seruling pemberian
ayahnya, ia keluar dari dalam kuil Pek-bee-sie dan
mulutnya menggumam sendiri.
"Ayah, anak akan pergi menyelesaikan satu urusan
dulu. Semoga dewa kebahagiaan selalu melindungi ayah."
Demikianlah, Bee Tie, yang kini telah menjadi ketua
Hoa-san-pay yang resmi, dengan sendirinya mempunyai
banyak urusan yang harus dikerjakan. Ia harus dapat
mencari enam orang tosu penghianat partainya. Ia harus
dapat mencari dimana letaknya kitab Kiu-teng Sin-keng,
dan lain-lainnya lagi. Setelah dapat tempat tinggal sementara untuk
memernahkan ayahnya, dua hari kemudian ia lalu pergi
meninggalkan sang ayah hendak menyelesaikan persoalanpokok
yang terus menjadi buah pikirannya.
Ditengah perjalanannya, tiba-tiba ia ingat si Kong-cu
hijau, kenalan barunya, dan ingat juga pada hari
pertandingan pedang yang akan segera dibuka didalam
Tong-tu San-chung, maka arah yang ditujunya kini, adalah
tempat tersebut. Berjalan lagi tidak lama, ia sudah hampir sampai di
Tong-su San-chung. Dari jauh ia sudah dapat melihat ada
empat orang penjaga pintu didepan sebuah gedung besar,
dan ini adalah itu tempat yang dijadikan pusat perhatiannya
tiap jago pedang muda yang akan mengangkat nama.
Sedang enak-enaknya ia berjalan sambil memandang
lurus kemuka tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara derapnya
kaki-kaki kuda yang banyak sekali. Ia cepat-cepat menoleh
kebelakang. Segera pula dilihatnya ada delapan penunggang
kuda, kuda putih seluruhnya. sedang mengiring seorang
Kong-cu beralis tebal yang menunggang kuda kuning
sendiri. Kong-cu alis tebal ini tentunya juga mau ikut dalam
pertandingan adu pedang. "Kenapa orang-orangnya besar-besar semuanya?"
demikian dalam hati Bee Tie berpikir dengan diliputi
perasaan keheran-heranan.
Si Kong-cu alis tebal juga sudah segera melihat anak
muda dengan pakaiannya yang kurang pantas, tetapi lantas
ia buang muka sambil keluarkan suara tertawa menghina.
Tidak demikian halnya dengan si orang tua tinggi besar
yang ada disebelah kanannya. Begitu kebentrok dengan
sinar matanya Bee Tie, ia segera mengetahui bagaimana
kepandaiannya si anak muda. Ternyata pandangan
matanya sangat tajam. Ia tidak menduga keliru. Memang
benar anak muda yang berpakaian sederhana itu adalah
seorang jago muda yang berkepandaian sangat tinggi.
Agaknya orang tua itu tidak dapat lagi menahan untuk
tidak mengeluarkan seruan kagetnya.
"Ehh!", dan ia terus memperhatikan si pemuda, Tetapi
Bee Tie sendiri, sama sekali tidak mau ambil pusing siapa
mereka, langkahnya dipercepat dan langsung menghampiri
salah satu dari empat penjaga pintu tersebut. Ia segera
menanya padanya: "Numpang tanya, apa disini ada seorang Kong-cu yang
mengenakan baju hijau" Tolonglah kau panggil dia keluar
untuk menemui aku." Si penjaga yang melihat Bee Tie hanya seorang diri saja
tanpa pengiring, juga pakaiannya tidak begitu sempurna,
sama sekali tidak memandang mata padanya. Maka dengan


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seenaknya saja ia menjawab.
"Kong-cu mana itu yang kaucari" Pada waktu ini,
hampir semua Kong-cu sudah berkumpul disini. Juga tidak
sedikit dari antara mereka itu yang mengenakan pakaian
warna hijau. Siapa sebenarya yang kau maksud itu?"
Baru saja Bee Tie hendak memberikan penjelasannya,
Kong-cu alis tebal beserta para pengiringnya itu juga sudah
sampai ditempat itu. Salah seorang tua tinggi besar perigiringnya si Kong-cu
itu lalu maju menghampiri seorang penjaga dan
mengucapkan beberapa-patah kata kepadanya.
Si penjaga yang mendengarnya, lantas berkaok kedalam
dengan suaranya yang nyaring keras.
"Tiang-pek Kong-cu dari Thian-kian-chung tiba!"
Suara seruan "Tiang-pek Kong-cu dari Thian-kianchung"
itu terus menggema diudara sekian lamanya, lalu
dari dalam gedung terdengar suara orang menyambuti suara
itu dengan seruannya yang sama.
"Tiang-pek Kong-cu dari Thian-kian-chung tiba!"
Suara seruan itu terus sambung menyambung
terdengarnya, sampai masuk jauh kedalam gedung.
Mendengar itu, Bee Tie juga lantas membatalkan niatnya
hendak menceritakan tentang pertemuannya dengan si
Kong-cu baju hijau yang baru dikenalnya. Lalu dengan
perasan tidak puas dia berkata pada penjaga itu.
"Aku juga mau ikut dalam pertandingan adu pedang
disini. Kenapa kau tidak ijinkan aku masuk kedalam?"
Penjaga itu tertawa keras-keras. dengan sikapnya yang
sangat mengejek ia bertanya:
"Kau Kong-cu dari mana sih!"
"Bong-san Kong-cu dari Kui-in-chung!" jawab Bee Tie
tanpa pikir panjang-panjang lagi.
Empat penjaga pintu yang mendengar disebutnya nama
Bong-san Kong-cu dari Kui-in-chung, lantas pada
melengak. Setelah ditegasi, ternyata salah seorang dari
antara mereka memang juga pernah pergi ke Kui-in-chung
dulu, lantas sudah mengenal pemuda itu. Karena sangat
terkejutnya, seketika itu ia berseru.
"Oh! Betul kau Bong-san Kong-cu. Mengapa Kong-cu
bisa jadi begini?" Bee Tie mengetahui bahwa tentu penjaga ini pernah juga
datang kerumahnya di Kui-in-chung dulu, maka sambil
bersenyum segan ia berkata.
"Nah! Sekarang tentu kalian perbolehkan aku masuk,
bukan" Tapi untuk aku kalian tidak perlu berteriak-teriak
seperti tadi." "Itu mana boleh" Disini sudah aturannya begitu."
demikian kata si penjaga lekas sambil menggelenggelengkan
kepalanya. Ia lalu mementang bacotnya dan
berteriak lagi. "Bong-san Kong-cu dari Kui-in-chung tiba!"
Begitu juga seperti tadi, suara yang sama setelah
berkumandang agak lama, lalu terdengar berturut-turut
seruan yang serupa sampai masuk jauh kedalam.
Dengan tindakan lebar Bee Tie lalu masuk kedalam,
berjalan mengikuti rombongan Kong-cu beralis tebal Tiangpek
Kong-cu. Setelah melewati lagi sebuah lorong yang terdiri dari
batu putih melulu yang cukup panjang, lalu sampailah anak
muda ini didalam sebuah ruangan peranti bertanding.
Disitu sudah berkumpul banyak orang, lebih dari empat
ratus pasang mata terus ditujukan kearah depan pintu
masuk. mereka ingin sekali melihat bagaimana rupanya si
Kong-cu dari Kiu-in-chung yang telah lama mereka segani.
Tetapi Bee Tie tidak mau menarik perhatian mereka, ia
terus berjalan sambil tundukkan kepala. Setelah sampai
didalam. ia terus menyelinap masuk kedalam deretan
bangku-bangku yang masih ada yang kosongnya, disalah
satu kursi ia duduk tenang-tenang.
Sebentar kemudian ruangan didalam gedung itu telah
berubah sunyi senyap. Semua mata masih ditujukan
kedepan pintu masuk. Semua orang tuasih menantinantikan
kedatangannya Bong-san Kong-cu dari Kui-inchung.
Lama sekali, yang ditunggu-tunggu tidak-kunjung
muncul, tiada orang lain lagi yang masuk.
"Hmm ... Bongsan Kong-cu dari Kui-in chung. Sungguh
besar kepala dia! Begini lama ia masih belum mau masuk
juga" Tunggu apa dia diluar?" demikian Bee Tie mendengar
salah seorang berkata, orang yang tepat duduk disebelahnya
berkata pada kawannya. Ternyata, sewaktu Bee Tie, si Kong-cu dari kui-in-chung
tadi masuk, tidak ada seorangpun juga yang menyangka
kalau seorang anak muda yang mengenakan pakaian yang
kurang pantas yang mereka lihat masuk dan berjalan
dibelakangnya rombongan Tiang-pek-Kong-cu, sebenarnya
adalah itu orang yang mereka nanti-nantikan sekian
lamanya itu. Dialah Bong-san Kong-cu dari Kui-in-chung
yang mereka segani. Bee Tie yang menyaksikan tiagkah laku mereka dalam
hati merasa geli, tetapi sebentar kemudian ia sudah tidak
pusingkan mereka lagi. Yang ia ingin ketemukan ialah si
Kong-cu baju hijau. Dia lantas mendongakkan kepala
memandang keatas panggung tinggi, tempat yang khusus
disediakan untuk para Kong-cu mengadu ilmu pedang
mereka, yang tidak lama lagi akan segera dimulai.
Jauh disebelah depan, ia melihat dua orang perempuan
yang sedang duduk beraling dibalik tirai sutera merah.
Dibelakangnya dua wanita itu, dilihatnya empat wanita lain
yang berdiri. Bee Tie lantas mengambil kesimpulan bahwa dua orang
wanita yang duduk itu masing-masing adalah Go-tong Sinkho
dan anaknya, dan empat orang wanita yang berdiri itu
tentunya adalah empat orang pelayan mereka, ibu dan
anak. Tidak lama Bee Tie memandang kearah tirai sutera. lalu
meneruskan arah pandangnya ke kanan dan ke kiri.
Dalam gedung diperkampungan Tong-su San-chung saat
itu ternyata sudah penuh sesak dibanjiri orang-orang dari
perbagai tempat yang sengaja berkunjung kesitu dari
tempat-tempat jauh maupun dekat untuk menyaksikan
pertandingan pedang atau turut bertanding sendiri. Para
Kong-cu datang dengan pakaian serba mewah dan indah.
Kebanyakan diantara mereka itu membawa pengiringnya
masing-masing. Semua pengiringnya juga mengenakan
pakaian yang cukup mentereng. Mereka ini juga memiliki
ilmu kepandaian cukup tinggi. hanya Bee Tie saja yang
belum mengenali mereka masing-masing.
Tiba-tiba matanya Bee Tie, Kong-cu dari Kui-in-tihung
terbelalak. Disalah satu sudut dalam ruangan itu. Disebelah
Timur laut gedung, dilihatnya seorang yang tidak asing lagi
baginya, si Putih Kurus yang sedang bercokol dengan
aksinya. "Hmm! Bagus! Kau juga ada disini," demikian pikirnya
dalam hati, alisnya dikerutkan, giginya mengertak.
Ketika matanya celingukan lagi ke sana kemari lebihlebih
kaget ia. Disebelahnya, entah sejak kapan, tahu-tahu
sudah duduk seorang tanpa ia sendiri mengetahui
kedatangannya. Ia lalu menoleh kebelakang. Kagetnya kini
makin menjadi-jadi. Orang yang ada dibelakangnya itu
ternyata tidak lain tidak bukan dari pada si orang tua tinggi
besar sendiri. salah seorang dari empat pengikutnya si
Kong-cu beralis tebal. Tiang-pek Kong-cu. Meskipun orang
tua tinggi besar itu duduk dibelakangnya dan tenang-tenang
saja tampaknya, tetapi dalam hatinya Bee Tie sudah agak
bercekat. Ia heran, mengapa orang tua tinggi besar ini
hanya duduk seorang diri saja. Kemana si Kong-cu alis
tebal" Ia lalu memandang lurus kedepan. Disebelah sana, ia
dapat melihat tegas si Kong-cu alis tebal itu yang sedang
duduk ditempat yang agak dekat dengan panggung
pertandiigan. Mengapa pengikutnya bisa berada didekatnya
Bee Tie, jauh dari majikan mudanya sendiri?"
Dalam hati Bee Tie sudah timbul rasa curiganya. Tetapi
ia tidak takut segala apa. Ia juga tidak takuti padanya dan
masih duduk tenang-tenang saja di tempatnya.
Tidak antara lama didalam gedung itu berturut-turut
mendatangi Kiu-hoa Kong-cu, Lam-hay Kong-cu, Lu-tong
Kong-cu dan terakhir Oey-san Kong-cu. Diantara mereka
itu semua, hanya Lu-tong Kong-cu seorang yang
berpakaian sangat sederhana dan sikapnya juga tidak
angkuh. Melihat Kong-cu ini, diam-diam Bee Tie
menganggukkan kepala dan berkata dalam hati.
"Kong-cu ini seolah-olah sebutir mutiara yang
terpendam, ada orangnya tidak dapat dilihat. Orang seperti
dia inilah yang banyak mempunyai harapan besar dalam
hidupnya." Lu-tong Kong-cu itu sendiri, yang senantiasa
memperhatikan Bee Tie dari jauh, sudah mengerti
bagaimana perangainya anak muda ini. Kebetulan saat itu
Bee Tie sedang mengawasi padanya. Dua pasang mata
bentrok. Senyum yang manis menghias bibirnya Lu-tong
Kong-cu, ia juga lalu menganggukkan kepala yang segera
dibalas oleh Bee Tie sambil bersenyum. Ketika Bee Tie
hendak berpaling kebelakang, orang tinggi besar yang
tadinya ada dibelakangnya, saat itu ternyata sudah berada
disebelahnya tepat. Bukan main terkejutnya ia. Entah sejak
kapan orang tua ini pindah kesebelahnya. Saat itu, orang
tua tinggi besar itu juga sedang memandang kearah Lu-tong
Kong-cu. Tiba-tiba Bee Tie melihat ia bangun berdiri, lalu
dengan jalan perlahan-lahan pergi mendekati Tiang-Pek
Kong-cu dan berbisik-bisik dengan Kong-cu ini, setelah itu
ia lalu balik kembali ketempatnya, di sebelah Bee Tie.
Menyaksikan semua tingkah lakunya orang tua tinggi besar
ini, hatinya Bee Tie sudah semakin curiga. Tetapi ia masih
berlagak tidak mengerti, berpura-pura tidak tahu menahu
dengan mereka. Ia hanya ingin menantikan perkembangan
selanjutnya. Sementara itu, alat tetabuhan sudah mulai dipukul gent
yar, suara tepuk tangan riuh sudah mulai terdengan
berkumandang didalam ruangan pertandingan. Berbareng
dengan itu, tirai sutera merah juga mulai terangkat
perlahan-lahan. Dibalik tirai kini tampaklah dengan tegas
wajahnya Go-tong Sin-kho serta anaknya, Siauw Beng Eng.
Bee Tie hampir saja terlompat dari tempat duduknya tatkala
dapat melihat wajah mereka. Dalam hati diam-diam ia
berpikir. "Eh! Dalam dunia ini tidak tahunya masih ada
perempuan secantik itu ... Sungguh cantik!"
Semua yang hadir dalam ruangan pertandingan itu, juga
tidak ada seorang yang tidak memuji kecantikannya yang
sangat menyolok dari dua wanita yang tadi duduk dibalik
tirai, terutama lagi yang lebih muda, anaknya bukan main
cantiknya. Suara kasak kusuk sebentar saja sudah riuh
teidengar disana sini. Dua wanita yang duduk dibelakang tirai sutera itu,
memang sungguh cantik. Mereka itu adalah Go-tong Sinkho
bersama puterinya, Siauw Beng Eng.
Go-tong Sin-ko yang pandai merawat diri, walaupun
usianya sudah mendekati setengah abad. tetapi orang
melihat seperti baru berumur dua puluhan tahun saja.
Sedangkan Siauw Beng Eng, yang kini baru berusia lima
belas tahun, cantiknya melebihi bidadari.
Bee Tie yang melihat parasnya Siauw Beng Eng yang
seperti sudah tersedot semangatnya, pandangan matanya
sudah tidak bergerak lagi, terpaku ditempatnya si nona.
Hatinya memukul keras, entah bagaimana perasaannya saat
itu. Diam-diam dalam hatinya ia berpikir.
"Rasanya aku seperti pernah tertemu wajah cantik ini.
Tapi kapan dan dimana" Yang terang, aku pasti sudah
pernah bertemu dengan dia. Tapi dimana, ya?"
"Dengan susah payah akhirnya berulah ia dapat
menarik kembali pandangnya dari muka si nona cantik. Ia
berpikir sejenak. Tiba-tiba ia ingat kembali maksud
sebenarnya, hendak mencari si Kong-cu baju hijau, yang
sampai sekarang masih belum dapat dilihatnya, maka ia
lalu mencari-cari kembali kemana-mana.
Dalam herannya ia berpikir.
"Kenapa sampai sekarang aku tidak bisa melihatnya"
Barangkali ia tidak datang kesini. Kalau datang. kenapa
tidak bisa ku-lihat padanya, sedang aku sudah dari pagi-pagi
duduk disini." Bee Tie mengangkat kepalanya lagi, memandang
wajahnya Siauw Beng Eng kembali. Tetapi sebentar
kemudian sudah dialihkan lagi arah pandangnya, mencaricari
orang yang sedang dipikirinya.
Saat itu hari menjelang tengah hari Go-tong Sin-kho
perlahan-lahan berdiri, lalu sambil tertawa manis
menggiurkan ia memandang tempat sekitarnya, kemudian
berkata: "Atas kunjungan para hadirin sekalian yang terhormat,
disini atas nama Tong-tu San-chung aku menghaturkan
selamat datang kepada saudara-saudara sekalian. Terima
kasih atas perhatian para hadirin yang sudi berkunjung
ketempatku yang sempit ini, baik untuk mereka yang mau
mengikuti pertandingan sendiri, maupun untuk mereka
yang hanya ingin menyaksikan keramaian saja. Tentang
pertandingan adu pedang yang sekarang akan dibuka ini,
sebenarnya adalah atas kemauannya mendiang ayahnya
anakku ini." tangannya menunjuk kearah Siauw Beng Eng,
terus melanjutkan. "Beliau mengandung maksud tersendiri,
dan tentu para hadirin sekalian telah mengetahui maksud
ayahnya ini, maka tidaklah perlu disini aku sebut-sebutkan
lagi. Sekarang pertandingan akan segera dimulai. Tapi,
untuk menjaga ketenangan supaya tetap terjamin dan untuk
menghindarkan segala bahaya, hendaklah para Kong-cu
sekalian suka memberi sedikit kelonggaran pada lawannya
masing-masing. Sampai disini aku membuka pertandingan
ini, dengan resmi pertandingan dibuka. Silahkan!"
Sedikit kata-kata pembukaan ini telah disambut meriah
oleh para hadirin disitu, suara tepuk tangan riuh terdengar


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disana-sini. Go-tong Sin-kho sendiri lalu duduk kembaii di
tempatnya, senyumnya selalu menghias bibirnya,
kecantikannya bertambah-tambah. Hening sesaat.
Tidak ada Kong-cu yang berani maju dalam babak
pertama ini. Lama sekali. Tiba-tiba terdengar suara tambur berbunyi
sebagai tanda pertandingan boleh dimulai. Seorang Kongcu
muka hitam lantas naik ke panggung.
"Biarlah Hiang Hui Kang-tang yang maju lebih dulu
membuka pertandingan dalam babak pertama ini,"
demkian terdengar suaranya yang nyaring keras, menantang
musuhnya. Kemudian perlahan-lahan pedangnya diloloskan dari
sarungnya. Semua orang yang menyaksikannya tidak ada
yang tidak kaget. Pedang itu bukan pedang sembarangan.
Panjangnya lebih panjang dari pada pedang-pedang
umumnya, tebalnyapun jauh lebih tebal beberapa kali lipat
dari pada pedang biasa. Beratnya sedikitnya juga lebih dari
tiga puluh kati. Pada umumnya, dalam permainan pedang,
keringanan dan kelincahan tubuhlah yang diutamakan,
maka pedangnya juga dibuat tidak terlalu tebal untuk
mempermudah gerakan tubuh dan lebih leluasa. Tetapi
Kotigcu muka hitam itu agaknya mempunyai kelebihan
banyak tenaga, sehingga pedangnya sengaja dibuat setebal
dan sepanjang itu, yang dengan sendirinya juga tentu berat
luar biasa, tetapi toch tetap lincah ia dalam permainan
pedangnya, yang sudah lantas dipertunjukkan begitu ia
sampai diatas panggung tadi.
Beberapa orang dari para Kong-cu yang hadir di situ
yang melihat kesombongan si Kong-cu muka hitam, sudah
pada panas hatinya. Demikianlah, sebentar kemudian
keluarlah seseorang Kong-cu dari tempat duduknya dan
lantas lompat naik keatas panggung hendak mencoba
melayani si Kong-cu muka hitam itu.
Tetapi memang sesungguhnyalah luar biasa hebatuya
kepandaian si Kong-cu muka hitam dalam ilmu permainan
pedangnya, dalam dua kali gebrakan saja Kong-cu itu sudah
digulingkan dibawah ujung pedangnya yang berat.
Soh-cow Kong-cu, demikian nama Kong-cu yang,
pertama kali berani maju kedepan dan dengan cepat sudah
dikalahkan itu, dengan muka muram lalu balik kembali
ketempat duduknya. Sedangkan si Kang-tang Kong-cu
sendiri masih tetap berdiri di atas, agaknya puas ia dengan
hasil kemenangannya yang pertama. ia tertawa terbahakbahak,
lalu mulai menantang lagi.
"Siapa berani maju lagi" Hayo cepat sedikit! Aku sudah
tidak sabaran!" Diantara sekian banyak Kong-cu-Kong-cu yang hadir di
situ, maju lagi seorang Kong-cu yang langsung naik keatas
panggung. Badannya Kong-cu ini gemuk. Tetapi ketika ia
melayang naik keatas panggung, kelincahannya tidak kalah
dari pada si Kong-cu yang duluan maju tadi,
kegemukannya tidak menghambat pergerakannya.
Begitu bertemu muka, mereka langsung sudah bergebrak.
Tetapi, seperti juga halnya dengan si" Kong-cu tadi, Kongcu
gemuk ini juga sebentaran saja sudah dikalahkan oleh
Kang-tang Kong-cu dengan pedang beratnya.
Saat itu dibawah panggung seorang tua kurus yang
tampaknya seperti berpenyakitan kelihatan menggapaikan
tangannya memangil Kang-tang Kong-cu yang masih terus
menantang lawan-lawannya. Orang tua kurus itu tidak
hanya menggapaikan tangannya saja tetapi juga berteriak
berseru padanya: "Kong-cu,kau istirahatlah! Nanti setelah mengaso
sebentar kau boleh melanjutkan lagi kalau kau mau!"
Kang-tang Kong-cu menganggukkan kepalanya dan
sudah hendak turun kebawah panggung. Tetapi tiba-tiba
ada lagi seorang Kong-cu berbaju putih yang naik keatas
panggung sambil berkata: "Saudara Hiang, sunguh tinggi kepandaian saudara.
Aku, Lauw Ciu dari Pek-lian-chung mau coba-coba
bermain-main beberapa jurus dengan kau."
Begitu sampai diatas panggung Kong-cu baju putih Lauw
Ciu itu sudah lantas menyerang dengan menggunakan tipu
"Perahu laju", salah satu tipu silat pedangnya yang paling
dibanggakan selama hidupnya.
Kang-tang Kong-cu tertawa. Dengan mengikuti gerakan
pedang sang lawan ia juga meniru menggunakan tipu
serangan yang sama dari si Kong-cu baju putih itu. Bee Tie
yang menyaksikannya, diam-diam merasa kagum. Tanpa
merasa ia telah menggeleng-gelengkan kepala. Dalam
hatinya ia berkata. "Yah! Sungguh hebat kepandaianmu ... Cuma
sayangnya. kau masih belum kenal berapa tingginya langit
dan bagaimana tebalnya bumi."
-oo0dw0oo- Jilid 06 PEK-LIAN Kong-cu membalikkan pedangnya, menusuk
kearah iga lawannya. Tetapi Kang-tang Kong-cu memang
benar-benar lihay. Kepandaiannya luar biasa. Sebelum
lawannya dapat berbuat apa-apa, ia sudah bergerak
mendahului dengan menggunakan gerakan yang sama dari
lawannya, memapaki pedang lawan.
"Trang". Dua belah pedang beradu keras, lelatu api
muncrat ketengah udara! Pedangnya Pek-lian Kong-cu yang
memangnya kalah berat dan ia sendiri kalah tenaga dari
lawannya, maka terlepaslah pedangnya dari cekalannya,
terpental jauh-jauh. Pek-lian Kong-cu dengan wajah merah padam menahan
rasa malunya, lantas bergerak mengundurkan diri. Tetapi
Kang-tang Kong-cu sendiri agaknya sudah dibikin lupa
daratan sama sekali karena kemenangannya yang gilang
gemilang, ia lantas menjadi congkak sombong sekali.
Dengan tingkah laku menjemukan ia menantang lagi.
"Kalau Pek-lian Kong-cu ada disini. tentu Kim-leng
Kong-cu juga tidak mau ketinggalan. Hai sahabat, kemana
kawan karibmu itu?" Orang tua kurus yang tampaknya seperti berpenyakitan
dibawah panggung lagi-lagi memanggil Kang-tang Kong-cu
dengan suara keras. "Hiang Hui. Kau kemari dulu ... Apa kau sudah gila?"
Tetapi Kang-tang Kong-cu yang benar-benar sudah
seperti lupa daratan, sambil tertawa terbahak-bahak ia
menyahut. "Jie Sianseng. tunggu sebentar lagi. Kalau aku bisa
mengalahkan Kim-leng Kong-cu. niscaya tidak percuma
kita datang kemari, barulah aku akan berhenti."
Bee Tie lalu mengalihkan pandangan matanya
mengawasi si Putih Kurus dan Kim-leng Kong-cu. Disana
dilihatnya Kim-leng Kong-cu sedang meronta-ronta hendak
membebaskan dirinya dari cekalan si "Putih Kurus" yang
terus menahan si Kong-cu keluar.
Dasar si Kang-tang Kong-cu sudah betul-betu1 gila
nama. Bukannya dia lekas turun beristirahat dulu sebentar,
malah ia berteriak-teriak lebih keras lagi.
"Hai! Mana dia Kim-leng Kong-cu itu" Kau dimana
sembunyi Kong-cu?" Si orang tua yang dipanggil Jie Sianseng, oleh Kang-tang
Kong-cu itu kembali berseru.
"Ya. Tunggu sebentar. Kalau aku sudah menggulingkan
Kim-leng Kong-cu yang begitu kenamaan kebawah
panggung baru puas hatiku dan aku akan segera turun."
Si Jie Sianseng. dengan sekali mengebaskan tangan
bajunya yang gerombongan sudah membalikkan badanya
dan segera hendak berlalu, tetapi ia masih tetap hendak
membujuk turun Kang-tang Kong-cu.
"Hiang Hui kau turunlah. Apa kau mau bikin aku
suhumu, menyesal untuk selama lamanya" Turunlah."
Tetapi setelah ditunggu-tunggu sekian lama si Kong-cu
bandel itu tidak mau menyahut juga. dengan perasaan
mendongkol orang tua itu berkata pula.
"Kau tidak mau turun juga" Mulai sekarang, kau bukan
muridku lagi! Kau berbuatlah sesukamu."
Setelah berkata begitu, lalu kakinya menotol tanah
seperti asap mengepul tahu-tahu orangnya sudah
menghilang. Kang-tang Kong-cu terkejut. Tetapi baru saja ia mau
turun meninggalkan panggung mengejar gurunya, tiba-tiba
Kim-leng Kong-cu Jie Ceng yang telah berhasil melepaskan
diri dari cekalannya si "Putih Kurus" dan sudah terus
lompat naik keatas panggung tahu-tahu sudah ada didepan
matanya. "Disini aku Kim-leng Kong-cu Jie Ceng mau belajar
kenal dengan kepandaian saudara yang sangat, tinggi. Hai!
Kau mau kemana" Kenapa mau lari" Kau takut" Ini aku
Kim-leng Kong-cu Jie Ceng?"
Dengan apa boleh buat Kang-tang Kong-cu tidak jadi
berlalu, dan juga karena gurunya telah berlalu
meninggalkannya, maka ia dapat bertindak lebih leluasa. Ia
tidak mau memusingkan gurunya itu lagi. Dengan sikap
sangat jumawa ia lalu menjawab pertanyaan lawannya
dengan suara keras. "Tidak mau kemana-mana. Apa betul kau Kim-leng
Kong-cu" Lekas keluarkan pedangmu yang seperti cacing
itu." Kemudian dengan tidak berkata lebih dulu ia membuka
serangan dengan pedang beratnya mengarah bagian
terpenting dibadanya lawannya.
Kim-leng Kong-cu yang memang sejak tadi sudah sangat
gusar dalam kegusarannya yang sudah melampaui batas ia
lantas mengeluarkan jurus-jurus pertama dari ilmu pelajaran
Si "Putih Kurus". Dengan beruntun beberapa kali semua
tipu-tipu dalam jurus pertamanya sudah dikeluarkan habis.
Ia sudah mulai mengeluarkan tipu-tipu dalam jurus
selanjutnya. Para penonton sudah dibikin kebat-kebit hatinya
menyaksikan pertandingan yang sangat seru antara Kimleng
Kong-cu dan Kang-tang Kong-cu itu. Mereka itu hanya
dapat melihat sinar pedang yang memutih perak berkelebat
cepat mengurung tubuhnya si Kang-tang Kong-cu, tak lama
kemudian kepalanya Kang-tang Kong-cu Hiang Hiu yang
congkak sombong itu terpisah dari badannya, terus
bergelindingan diatas panggung, tetapi badannya yang
masih belum sampai roboh dipanggung sudah disamber dan
dibawa kabur oleh satu bayangan orang yang bergerak
sangat cepat ternyata orang itu adalah orang tua yang
tampaknya seperti berpenyakitan itu sendiri, gurunya Kangtang
Kong-cu yang dipanggil Jie-sian-seng.
Sambil berpekik keras si Jie Sianseng lalu berlalu
meninggalkan panggung dan orang banyak dengan
memondong terus jenazah tak berkepala dari muridnya
yang kepala batu dan tidak mau menurut perintahnya itu,
sebentar kemudian orang tua itu sudah menghilang dari
pandangan mata orang banyak.
Kesudahan pertandingan yang sangat cepat itu sama
sekali ada di luar dugaan para penontonnya sekalian sampai
Bee Tie sendiri tidak menyangkanya bisa berakhir demikian
cepat pertandingan itu. Dulu, ada juga beberapa orang yang
pernah melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana
kepandaiannya Kim-leng Kong-cu Jie Ceng ini tetapi sama
sekali mereka tidak pernah menyangka Kong-cu ini sudah
dapat memiliki suatu ilmu kepandaian lain yang sangat
tinggi. Mungkin hanya Bee Tie seorang saja disitu yang
mengetahui latar belakangnya diperolehnya kepandaian
tinggi oleh Kim-leng Kong-cu itu.
Bee Tie memandang wajahnya Go-tong Sin-kho lagi,
kini tidak terlihat perubahan romannya sama sekali, wanita
cantik itu masih tetap duduk tenang-tenang saja
ditempatnya. Tetapi kini disebelahnya Go-tong Sin-kho
sudah tidak terlihat bayangannya Siauw Beng Eng lagi,
entah kemana dan sejak kapan ia pergi!
Bee Tie lalu celingukan mercari ke sana kemari, tidak
juga kelihatan si nona cantik jelita. Ia merasa heran.
Mengapa nona itu tidak mau menyaksikan sampai selesai
semua pertandingan dalam babak pertama ini"
Tiba-tiba ia meihat si Kong-cu alis tebal. Tiang-pek
Kong-cu berjalan perlahan mendekati panggung, lalu
mengenjot tubuhnya, naik ke-atas panggung dengan
gayanya yang sangat indah.
Bee Tie lalu mencari para pengiring Tiang-pek Kong-cu
itu. Salah seorang dari antaranya, entah sejak kapan tahutahu
sudah berada di sebelahnya Lu-tong Kong-cu.
Bee Tie menengok mengawasi orang tua tinggi besar
yang duduk disampingnya. Ternyata ia masih tetap tenangtenang
saja, duduk ditempatnya sambil mengangkat kaki.
Saat ini, diatas panggung lantas terdengar suaranya
Tiang-pek Kong-cu yang berkata keras.
"Saudara Jie, ilmu pedang Goat-lie-kiam-mu sudah lama
terkenal. Tidak nyana hari ini saudara bisa membuka mata
kami. mempertunjukan permainan ilmu pedang macam lain
yang sangat bagus. Sungguh bagus, ilmu pedang yang
belum pernah kulihat sebelumnya. Atas kemajuan saudara
dalam menuntut ilmu, aku rasanya disini perlu
mengucapkan selamat!"
"Ah! Saudara terlalu memuji aku. mana aku berani
terima?" demikian Kim-leng Kong-cu coba merendahkan
diri. "Tapi biarlah! Yang sudah biar tinggal sudah. Aku
rasanya tidak sampai bisa dikalahkan dengan ilmu yang
sungguh hebat itu." Tiang-pek Kong-cu mulai dengan katakata
ejekannya. Sekali terdengar suara "Sreet" yang panjang sekali,
pedang pusakanya Tiang-pek Kong-cu sudah keluar dari
serangkanya. Semua orang yang datang kedalam Tong-to Saa chung
kebanyakan adalah jago jago pedang semuanya. Maka
begitu melihat sinarnya pedang Kong-cu itu saja, mereka
lantas mengenali bahwa pedang pusaka yang tajamnya luar
biasa. Seketika itu juga ramailah mereka kasak kusuk


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengutarakan pendapatnya masing masing.
Tetapi, Kim-leng Kong-cu, tidak keder melihat pedang
lawannya yang baru ini begitu tajam, sambil membentak
keras ia menyerang terlebih dnlu.
Tiang-pek Kong-cu. lawannya, melihat itu hanya ganda
dengan ketawa dingin. Ia berkelit menghindarkan serangan
lawan, lalu membalas menyerang dengan menggunakan
pedang pusakanya. Walaupun ia bergerak ke belakang dari
lawannya, tetapi karena sangat cepatnya ia bergerak, malah
ia lebih dulu yang berhasil menyarang dada lawannya.
Kim-leng Kong-cu terkejut. Kalau ia teruskan
serangannya, tentu dadanya akan tertikam lebih dulu. Maka
itu, sambil menarik pulang pedangnya, ia menyingkirkan
diri dari serangan lawan yang sangat hebat.
Karena dalam peraturan pertandingan tidak dilarang
orang menggunakan pedang pusakanya, maka Kim-leng
Kong-cu yang sudah tahu pedang lawan ini adalah pedang
pusaka, juga tidak bisa berbuat lain dari pada melanjutkan
pertandingan dan melayani sedapat mungkin lawanya.
Tiang-pek Kong-cu itu. Sebentar saja barulah sudah keadaan dalam gelanggang
pertandingan. Kim-leng, Kong-cu mempunyai ilmu pedang
yang sangat bagus tetapi Tiang-pek Kong-cu juga seakanakan
sudah mengetahui setiap gerakan lawanya, selalu
dapat mendahului lawan bergerak.
Bee Tie yang menyaksikan pertandingan itu dari
samping, hatinya merasa tertarik karena dilihatnya
kepandaian Tiang-pek Kong-cu juga istimewa, maka
dengan tidak terasa ia terus memperhatikan setiap gerakan
Kong-cu itu yang lalu diingatnya baik-baik dalam otaknya.
Pertandingan antara mereka itu kelih.tan berimbang
sama gesit, sama cepat dan sama kuat, sebentar saja tiga
puluh jurus sudah di lalui.
Tiba-tiba Tiang-pek Kong-cu menggeram, hatinya
merasa sangat penasaran, ia lalu mendesak lawannya
dengan serangan-serangannya yang sangat cepat dan
gencar. Sebentar saja badannya Kim-leng Kong-cu sudah seperti
terkurung sinar pedang dari Tiang-pek Kong-cu.
Melihat ini Bee Tie terkejut. Peristiwa seperti tadi
mungkin akan terulang kembali Ia terus memperhatikan
lebih seksama. Si "Putih Kurus" dari Bong-san juga kelihatan seperti
berdiri tak bisa duduk tak tentram. Ia sibuk sendiri. Baru
saja si Kurus ini mau bangkit berdiri, tiba-tiba ada dua
orang tinggi besar menghalangi tindakannya.
Bee Tie yang saat itu juga sedang menengok kearah si
"Putih Kurus", terkejut melihat dua orang tinggi besar itu.
Mereka itu dikenalnya sebagai pengiring si Kong-cu alis
tebal Tiang-pek Kong-cu. Lebih-lebih lagi terkejutnya ia,
karena orang tinggi besar disampingnya saat itu juga
mengancamnya, berkata dengan suara berat.
"Diam! Jangan bergerak! Aku mau lihat kau bisa berbuat
apa." Mendengar suaranya, Bee Tie lalu ingat kembali
suaranya Si orang berkerudung kain hitam yang bersamasama
dengan dia turut mencuri lihat permainan ilmu
pedangnya si "Putih Kurus" sewaktu Kim-leng Kong-cu
melatihnya didalam sebuah gedung tua diperbatasan kota
Lok-yang dulu, maka dalam hati diam-diam ia memaki.
"Hmm! Kalau begitu kau duduk disini dari tadi khusus
menjagai aku! Persetan! Kalau Kong-cumu tidak melukai
Kim-leng Kong-cu masih tidak apa, Tapi kalau ..., Hmm!
Hmm! ... " Ia lalu memejamkan matanya memikirkan cara
bagaimana nanti menghadapi Tiang-pek Kong-cu,
bagaimana caranya memecahkan ilmu permainan
pedangnya. Dalam waktu sekejapan saja ia sudah berhasil
mendapatkan jalan pemecahannya maka lalu ia membuka
matanya kembali. Bukan main terkejutnya ia karena ia saat
itu Kimleng Kong-cu Jie Ceng dilihatnya sudah tak berdaya
sama sekali, sedangkan si Putih Kuras yang juga masih
berusaha melepaskan diri dari rintangannya dua orang
tinggi besar pengiringnya Tiang-pek Kong-cu, ternyata
masih belum berhasil juga.
Baru saja Bee Tie hendak berdiri, tiba-tiba tangan si
orang tua tinggi besar yang duduk disampingnya tahu-tahu
sudah menempel di belakang gegernya. Dilihat sekelebatan,
dua orang ini terlihat seperti dua sahabat-sahabat lama yang
baru bertemu setelah sekian lama berpisahan tangan orang
tinggi besar itu menempel rapat benar dibadannya Bee Tie.
Tangannya mengancam, mulutnya juga tidak tinggal diam.
Ia berkata. "Jangan bergerak! Sedikit bergerak berarti mati ! Apa kau
sangka kau bisa berontak melawan aku" Jangan harap!"
Tahulah Bee Tie kini bahwa dirinya sudah terjatuh
dalam tangan kekuasaan orang, maka gusarnya bukan
main. Baru saja ia mau berusaha melepaskan diri dari
cengkeraman tangan orang tinggi besar itu, tiba-tiba datang
seorang Kong-cu berbaju hijau, itu Kong-cu yang memang
sedang dicari-cari oleh Bee Tie, berjalan menghampiri
sambil tersenyum, wajahnya berseri-seri.
Bee Tie berseru kegirangan melihat, kawannya yang
sedari tadi dicari-carinya, kini ternyata begitu mudah
didapatkan. "Halo kawan, kau datang juga?" katanya dengan
membuka percakapan. "Dari tadi aku cari-cari kau didalam gedung ini. tapi
tidak nyana kau bisa datang sendiri. Kau kemana tadi" Apa
kau sudah tidak marah lagi dengan aku" Hai! Bagaimana
sahabat?" Si Kong-cu baju hijau mengerlingkan matanya
memandang orang tinggi besar itu.
"Siapa kata aku marah padamu?" demikian katanya
Kong-cu baju hijau itu membalas pertanyaan orang.
Saat itu dirasakan tangan si orang tua tinggi besar yang
menempel digegernya sudah semakin diperkeras, Bee Tie
tidak dapat menahan rasa sakitnya, ia meringis menahan
sedapat mungkin, bicaranya batal.
Tetapi si Kong-cu baju hijau yang masih menyangka
orang tinggi besar itu adalah salah seorang sahabat barunya
Bee Tie, melihat orang begitu rapat berdirinya, lalu berkata.
"Ooo ... Kau dapat kawan baru lagi, sahabat" Kenapa
tidak kau perkenalkan padaku. Siapa dia?"
Baru saja Bee Tie mau menyahut, orang tua tinggi besar
itu sudah menalangi ia bicara.
"Ya, Kami adalah sahabat-sahabat lama."
Bee Tie mengeluarkan suara di hidung ketika ia
mendengar, ia berani bicara begitu, tapi si orang tua sudah
menggoreskan lagi tekanannya membuat Bee Tie meringis
lagi. Kong-cu baju hijau yang mempunyai sepasang mata
lihay memandang kearah kawannya sebentar dan dilihatnya
itu tangan orang yang sedemikian rapatnya, hatinya sudah
mulai menjadi marah. Saat itu si "Putih Kurus" yang memang lihay sudah
berhasil meloloskan diri dari kepungannya itu dua orang
tua, Bee Tie yang melihatnya sudah berkata kepada orang
yang berada disampingnya.
"Kau lihat ... " Tangannya sambil merunjuk kearah sana.
Orang tua itu ketika melihat kearah yang ditunjuk Bee
Tie sudah menjadi kaget. dengan segera melepaskan
tangannya yang menempel dibadan orang dan siap untuk
pergi membantui kawan-kawannya.
Bee Tie yang sudah sedemikian bencinya orang itu mana
mau melepaskannya dengan begitu saja, dengan sebal ia
sudah mencabut seruling warisan ayahnya dan menotok
jalan darah orang itu cepat sekali.
Dengan tidak ampun lagi orang tua itu sudah jatuh
terduduk lagi. Gerakan yang cepat ini sudah dapat dilihat oleh si Kongcu
baju hijau yang berada dikadapaannya sambil tertawa ia
berkata. "Tidak kusangka kepandaiannya saudara Bee Tie telah
maju sedemikian pesatnya."
Karena melihat nyawanya Kim-leng Kong-cu sangat
terancam, dengan meninggalkan sang kawan Bee Tie sudah
lompat keatas panggung dan membentak.
"Berhenti." Kim-leng Kong-cu Jie Ceng yang memang sudah
terdesak segera lompat menyingkir dari lawannya dan
berhenti tidak menyerang lagi. Tapi Tiang-pek Kong-cu
yang bermaksudahendak membunuh musuh tangguhnya ini
sengaja seperti yang tidak mendengar dan meneruskan
tusukannya. Semua orang yang melihat kelicikannya sudah pada
berteriak. Bee Tie dapat bergerak sebat, ia menyelak dan
serulingnya di kasih bekerja mengetok pergelangan tangan
orang untuk menahan tusukannya pedang.
Tangannya Tiang-pek Kong-cu tergetar hampir saja tak
dapat mencekal pedangnya lagi.
"Kau siapa?" bentaknya marah. "Jika hendak mengadu
pedang, seharusnya menunggu sampai selesainya
pertandingan ini !" Bee Tie sangat jemu pada Kong-cu licik ini, ia
menjawab. "Dengan mengandalkan tajamnya pedang mustika apa
kau tidak merasa malu memperoleh kemenangan" Apa lagi
saudara Jie ini sudah kalah, mengapa kau masih hendak
membunuhnya juga ?" Para penonton sudah mulai kasak kusuk lagi.
"Siapakah pemuda yang berani ini?"
Diatas panggung terdengar geramannya Tiang-pek Kongcu
yang menjadi panas hati. "Apa kau kira aku takut padamu?"
Pedang pusakanya diangkat lagi untuk menyerang
kearahnya pemuda yang dianggapnya pengacau.
Bee Tie lantas naik darah. Entah bagaimana ia bergerak,
cukup dengan sekali tendang saja membuat Tiang-pek
Kong-cu menggelinding pergi dan langsung pergi jatuh ke
bawah panggung. Semua orang lantas menjadi ribut lagi, siapa juga tidak
ada yang melihat dengan gerakan apa Bee Tie menjatuhkan
Tiang-pek Kong-cu yang tangguh.
Diatas panggung terlihat Bee Tie sudah menggapekan
tangannya kearah Kim-leng Kong-cu dan berkata.
"Kau tadi masih belum kalah betul, mari sekarang
melawan aku lagi." Kim-leng Kong-cu menjadi ragu-ragu jika mengingat
akan ketangguhannya anak muda ini. Belum lagi ia dapat
berbuat suatu apa tiba-tiba dibawah panggung sudah
terdengar teriakannya si "Putih Kurus" yang pernah
memberi pelajaran padanya.
"Lee Tie, kemarilah kau."
Bee Tie dengan mempelototkan matanya sudah
membentak. "Aku she Bee, bukannya Lee. Apa kau ingin bertanding
dengan aku juga" Aku tidak takut untuk kau si Setan putih."
Semua orang yang mendengar disebutnya nama"Lee
Tie" ini. lantas menjadi gempar lagi.
"Oooo ... kiranya dia Bong-san Kong-cu dari Kui-in
chung." Bee Tie diatas panggung yang mendengar sudah
memberikan bantahannya. "Aku bukannya Bong-san Kong-cu dari Kui-in-chung
lagi, aku adalah ketua Hoa-san pay yang kedua pulah enam
Bee-Tie." Setelah berkata ia memindang kepada orang yang berada
disekitarnya dan terjatuh pandangannya diatas dirinya itu
Lu-tong Kong-cu. Mukanya mendadak bersinar terang dan
berkata kepadanya tertawa.
"Kau bagaimana" Apa kau tidak ingin mengadu pedang
denganku?" Bee Tie sudah ada niatan untuk memberikan gelaran
juara Tong-tu san-chun ini kepadanya, maka ia sengaja
mengajak bertanding dengannya.
Lu-tong Kong-cu baru saja mau berdiri satu bayangan
hijau sudah berkelebat lewat dihadapannya dan langsung
naik keatas panggung. Ternyata si Kong-cu baju hijau
sudah mendahuluinya naik keatas dan berkata kepada Bee
Tie. "Saudara Bee aku ingin meminta sedikit pelajaran
darimu." Setelah berkata ia memandang ke arahnya Go-tong Siukbo
sebentar, terlibat Go-tong Sin-kho memanggutkan
kepalanya sembari tertawa.
Si Kong-cu baju hijau sudah segera mencabut
pedangnya. Begitu melihat kearahnya Bee Tie yang hanya
memegang seruling hitamnya ia lantas mengkerutkan
keningnya. Tapi pada waktu itu tiba-tiba terdengar satu suara orang
tertawa berkakakan. Bee Tie melihat ke sana dan ia menjadi
gembira karena yang datang ini tidak lain adalah si "Pelajar
pedang tumpul" yang baik hatinya. Sambil tertawa ia
berkata. "Siokhu Pedang Tumpul, apa kau dapat meminjamkan
pedang tumpulmu itu kepadaku?"
Dengan masih tertawa si Penlajar tua sudah akan
menyerahkan pedang tumpulnya yang diminta.
Tapi Go-tong Sin-kho mendadak tertawa dan berkata.
"Saudara Pedang Tumpul, tidak usah kau menyerahkan
pedangmu Kepadanya. Pertandingan ilmu pedang didalam
Tong-in-san-chung ini tetah selesai sampai disini saja.
Kepandaiannya Bee Tie berada diatasnya semua Kong-cu
lainnya, dan esok hari ia boleh ikut kepadaku untuk pulang
kepulau Go-tong saja "
Sungguh aneh Kong-cu baju hijau yang mendengar
keterangan itu sebaliknya ini. Tapi yang membikin ia lebih
kaget lagi ialah itu kata-katanya Go-tong Sin-kho yang


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

susah dimengerti, apa maksudnya. Maka dengan suara
keras ia berkata. "Aku Bee Tie tidak mau dijadikan babah mantunya
keluarga Siauw, dan juga tidak mau ikut kepulau Go-tong
yang jauh itu. Go-tong Sia-kho yang mendengar katakatanya
Bee Tie ini sudah berubah parasnya menjadi pucat.
Dengan sekali menggoyangkan kedua pundaknya ia sudah
lompat kehadapannya Bee Tie dan memandangnya dengan
teliti sekali. Bee Tie yang dipandangnya demikian sudah menjadi
kikuk, tapi yang membikin ia lebih heran lagi. iayalah
cekalannya si Kong-cu baju hijau sudah menjadi gemetaran
seperti lakunya seorang yang ketakutan saja.
Bee Tie yang tidak mengetahui akan keadaan si Kong-cu
sudah membalikan kepalanya dan berkata kepadannya.
"Apa yang kau takuti" Kita tidak perlu menjadi takut
untuk menghadapi kejadian ini."
Go-tong Sin-kho yang mendengar kata-katanya Bee Tie
tadi dengan secara langsung lantas menanya kepadanya.
"Jika kau tidak mau ikut kepada kita untuk pulang
kepulau Go-tong mengapa kau tadi berani naik keatas
panggung ini." "Karena harus menolong jiwa orang, aku sampai
melupakan diriku sendiri."
"Jadi kau bersifat main-main saja !"
"Boleh dikata juga begitu," jawab Bee Tie tertawa.
Matanya Go-tong Sin-kho mulai menjadi beringas. Bee
Tie yang melihat perobahan mukanya sudah mengerti akan
bahaya, dengan melepaskan cekalannya si Kong-cu baju
hijau ia sudah mulai siap siaga untuk menghadapi segala
kemungkinan. Si "Pelajar Pedang Tumpnl" yang melihat Bee Tie
berada didalam bahaya juga sudah memajukan dirinya
untuk siap memberikan bantuannya.
Dalam saat yang segenting ini, tiba-tiba terdengar suara
tertawanya si "Putih Kurus" tadi.
"Go-tong Sin-kho, lebih baik kau menyerah kalah sajalah
kepadanya." Empat orang tua tinggi besar yang selalu mengikuti
Tiang-pek Kong-cu juga tidak mau ketinggalan untuk
membakar panas hati orang, salah satu dari mereka sudah
berkata. Tidak disangka Go-tong Sin-kho yang ternama bolehnya
jatuh namanya begitu saja."
Kata-kata merek ini seperti dua kipas saja yang
mengipasi hatinya Go-tong Sin kho yang sedang panas.
Si Kong-cu baju hijau yang berdiri disebelahnya Bee Tie
tiba-tiba menjerit seperti gila.
"Bee Tie aku benci sekali padamu."
Kaki dan tangannya sudah berjingkrakan seperti mau
memukul kearahnya. Bee Tie sudah menjadi kaget dan
tidak mengerti akan sikap kawannya yang telah berubah
dalam seketika ini. Dengan cepat ia telah mengulurkan
kedua tangannya untuk menyekal dua tangan orang yang
sudah seperti setengah gila ini.
"Kau mengapa benci kepadaku" Kesalahan apa yang
telah menyebabkan kau berlaku seperti ini," Dengan sabar
Bee Tie berkata kepada kawannya itu.
Go-tong Sin-kho yang sudah tidak dapat menahan
kesabarannya sudah mulai menyerang dengan angin
pukulannya yang hebat kepada si anak muda, Bee Tie
dengan terpaksa harus melepaskan cekalannnya pada
tangan kawannya dan lompat nyamping tiga tindak.
Go-tong Sin-kho sambil menarik tangannya si Kong-cu
baju hijau sudah membentak lagi kearahnya Bee Tie.
"Apa betul kau tidak mau ikut pergi dari sini?"
Belum juga Bee Tie dapat menjauhi atau tiba-tiba
terdengar suara tindak yang cepat sesekali sedang
mendatangi. Seorang tinggi besar dengan menyelak sana
dan sini tahu-tahu sudah berada diatas pangung.
Bee Tie dan si "Pelajar Pedang Tumpul" yang
membelakangi orang baru datang ini sudah tentu tidak
dapat melihat bagaimana wajahnya orang ini Go-tonng Sin
kho biarpun dapat melihatnya dengan jelas sekali tapi
karena tidak mengenalnya juga tidak mau ambil perduli.
Hanya si Kong-cu baju hiiau yang lantas menjerit kaget atas
kedatangannya orang itu. "Lee Thian Kauw." Demikian teriaknya si Kong-cu baju
hijau dengan ketakutan sekali.
IX. JARING ASMARANYA LEE THIAN KAUW
BEE Tie yang mendengar disebutnya nama "Lee Thian
Kauw" sudah menjadi tergetar hatinya, ia membalikan
tubuhnya dengan tiba-tiba dan tidak mau memperdulikan
Go-tong Sin kho lagi. Sambil menghadapi Lee Thian Kauw
ia sudah membentak keras. "Bagus, Lee Thian Kauw. kau
akhirnya datang kesini juga, kebetulan sekali karena aku
sudah tidak susah susah mencarimu lagi.
Lee Thian Kauw tertawa terbahak bahak. "Tidak
disangka disini kita dapat bertemu lagi." ia menyindir.
Lalu dengan tidak memperdulikan Bee Tie lagi ia sudah
menghadapi Go-tong Sin-kho dan berkata.
"Lee Thian Kauw dari Kui-in-chung datang untuk turut
menyaksikan wajah cantiknya Sin-kho yang tersohor.
Tapi si Kong-cu baju hijau yang berada dibelakangnya
Go-tong Sin-kho sudah meneriakinya.
"Ibu, aku sudah mengatakan padamu dan janganlah
dapat terpedya oleh perkataan manisnya.
Bee Tie yang mendengar si Kong-cu baju hijau
membasahakan Ibu, kepada Go-tong Sin-kho seolah-olah
disambar petir, tidak disangka bahwa sang kawan ini dapat
mengelabui matanya sedemikian lamanya. "Kalau begitu
dia perempuan." dalam hatinya berkata.
Dilain pihak Go-tong Sin-kho berdua dengan Lee Thian
Kauw sudah berpandangan sekian lama, Go-tong Sin-kho
meski tidak tertawa, tapi juga tidak marah kepadanya,
sedang Lee Thian Kauw masih tertawa saja.
Bee Tie mengeluarkan suara dari hidung. Baru saja ia
mau berkata atau sudah terdengar Go-tong Sin-kho
membuka mulutnya. "Kiranya chung-cu dari Kui-in-chung
yang datang kemari" Pernah juga ada yang mengatakan
padaku bahwa kedatanganmu ini tidak mempunyai maksud
baik kepadaku apa betul?"
Si Kong-cu baju hijau Siauw Beng Eng sudah turut
menyambung kata-kata ibunya. "Betul. Ibu jangan percaya
padanya, sifat kejamnya sukar untuk diduga."
Go-tong Sin-kho mengerlingkan matanya dan menanya
kepada Lee Thian Kauw. "Lee chungcu, apa betul kata-katanya itu?"
Lee Thian Kauw mesem senyumannya seperti tidak ada
habis-habisnya saja. Dengan lagu suara yang dapat
memikat wanita ia berbalik menanya?"
"Apa Sin-kho percaya akan kata-katanya?"
Lalu ia mulai menghampiri Bee Tie lagi, dari dalam
sakunya ia mengeluarkan itu senjata rahasia yang tempo
hari ditimpukkan oleh Bee Tie menghantam mukanya,
segera disodorkan kehadapan mukanya Bee Tie dan berkata
dengan suara halus. "Anak, kau lupa mengambil kembali senjata rahasiamu
ini." Bee Tie menjadi melongo, ia menatap wajahnya Lee
Thian Kauw dan segera dapat lihat di pipi kirinya ada tanda
bekas luka. ia tidak berani menyambuti, lalu mundur tiga
tindak. "Lee Thian Kauw, siapa yang menjadi anakmu?"
bentaknya. "Kebencianmu sampai sedemikian hebatuya apa kau
telah lupa kepadaku yang selalu telah mengampuni
dirimu?" Bee Tie dengan menggoyang-goyangkan serulingnya
berkata. "Lee Thian Kauw aku sudah benci sekali padamu."
Ia lain mengeluarkan kepandaiannya ilmu silat dari
"Sumur kematian". Kaki kirinya bertindak ke kiri selangkah
dan mengangkat kaki kanannya tiga langkah, tangannya
yang memegang seruling sudah disodorkan menotok jalan
darahnya Lee Thian Kauw. Lee Thian Kauw tertawa berkakakan. Ia memajukan
langkahnya dua tindak, lengan bajanya dikibaskan untuk
menggulung seruling orang.
Tapi ia tidak menyangka bahwa kepandaiannya Bee Tie
sudah bukan kepandaiannya pada waktu yang lampau.
Pada saat tangannya Lee Thian Kauw belum dapat ditarik
kembali sudah terdengar teriakannya Bee Tie yang nyaring
sekali. "Kena!" Jalan darah dibokongnya sudah terasa terkena
totokannya seruling Bee Tie, masih untung Lee Thian
Kauw mempunyai kepandaian yang luar biasa dengan
menyedot sedikit hawa. ia sudah dapat menarik diri
serangan orang. Tapi walaupun demikian tidak urung ia
juga merasakan sakit pada bagian jalan darah yang terkena
totokan tadi. Cepat-cepat Lee Thian Kauw membalikkan
diri, dengan muka pucat dipandangnya anak muda
dihadapannya. Lee Thian Kauw bisa menyesuaikan diri, perobahan
mukanya tadi hanya sebentar saja, kemudian ia tertawa lagi
dan bersenyum kearahnya Bee Tie sambil berkata.
"Pesat sekali majunya kepandaianmu, aku sampai tidak
menyangkanya sama sekali."
Semua penonton dengan mata tidak berkesiap
memandang kearah mereka berdua, siapa juga tidak
mengerti apa yang dilakukan oleh mereka yang seperti main
tonil saja. Ada juga beberapa tamu yang pernah mengenal Lee
Thian Kauw sudah menjadi heran sekali. Siapa yang tidak
heran melihat Cung-cu Kui-in-chung yang tidak
berkepandaian ini dalam sekejapan mata saja sudah
menjadi satu jago yang kuat sekali, Bee Tie yang tahu akan
kelihayan Lee Thian Kauw, tidak begitu heran melihat
serangannya yang berhasil tapi masih tidak dapat
menjatuhkan Lee Thian Kauw. Dengan perlahan-lahan ia
memajukan dirinya lagi. Tapi. Lee Thian Kauw rupanya tidak mau
menghadapinya ini hari. dengan menjauhi dirinya Bee Tie
ia sudah lompat kehadapannya Go-tong Sin-kho dan
berkata dengan suara yang merayu hati.
"Apa kau masih tidak mengerti akan maksudahatiku
ini?" Sikapnya Go-tong Sin-kho tiba-tiba telah berubah
menjadi keren dan berkata dengan singkat.
"Tidak mengerti."
Tapi walaupun ia berkata begitu, pandangan matanya
memandang Lee Thian Kauw dengan penuh arti.
Lee Thian Kauw sebagai seorang akhli mana tidak
mengetahui kalau tipu Ha, ha, hi, hi-nya yang pertama
telah berhasil bagus, maka ia lantas tertawa berkakakan
ditempatnya tadi. Muka Go-tong Sin-kho tiba-tiba telah berubah, terdengar
ia menggeram dan membentak.
"Lee Thian Kauw, kau berani menghina aku disini?"
Berkata sampai disini, badannya Go-tong Sin-kho seperti
menggigil, matanya juga sudah agak merah (mau mewek"
Kok). Siauw Beng Eng yang menyaksikan perobahan ibunja
sudah meneriakinya. "Bu, kau mengapa?"
Go-tong Sin-kho coba menenangkan hatinya, dengan
adem menjawab. "Tidak apa-apa."
Si Pelajar pedang tumpul, jnsa sudah membuang sikap
jenakanya, dengan sunguh-sungguh menanya kearahnya
Bee Tie. "Bagaimanakah kejadiannya?"
Bee Tie yang tidak memandang mata kepada mereka
sudah menjebikan bibirnya dan berkata, "Hanya jaringan
asmaranya Lee Thian Kauw saja."
Go-tong Sin-kho yang mendengar kata-kata Bee Tie
sudah menjadi marah, sambil memandang kearahnya Lee
Thian Kauw dengan suara keras ia berkata.
"Lee cungcu, apa kau tidak dapal mewakiliku mengajar
adat kepada bocah yang kurang ajar ini !"
Tertawanya Lee Thian Kauw masih belum habis semua,
begitu mendapat sambutan hawa dari si janda jelita,
tangannya kelihatan semakin tengik matanya memandang
kearahnya Bee Tie sendiri.
Ketegangan telah terlihat dari kelakuannya Bee Tie, ia
mundur tiga tindak dan melintangkan seruling ayahnya
diatas dada. "Lee Thian Kauw kau mau berbuat apa?" bentaknya.
Senyuman iblis Lee Thian Kauw sudah mulai kentara,
dengan tidak memperdulikan kata-katanaya Bee Tie tadi ia
menoleh kearahnya si "Putih Kurus" dan menanya
"Setan tua dari Bong-san, apa kau masih mau
menolongi bocah yang belum tahu tingginya langit ini."
Si "Putih Kurus" berdehem sekali dan tertawa.
"Bocah yang tak mengenal budi, siapa yang keinginan
menolongi." Jawabnya.
Si "Pelajar Pedang Tumpul" yang melihat keadaan tak
menguntungkan sudah mulai memajukan dirinya dan
membentak kearah mereka. "Kalian mau berbuat apa padanya?"
Lee Thian Kauw tertawa panjang, dengan memandang
kearahnya si "Pelajar Pedang Tumpul" ia berkata, "Apa kau
bersedia menalangi dirinya?"
"Kau siapa?" Lee Thian Kauw tertawa berkakakan.
"Apa kau masih belum pernah mendengar namanya.
Sepasang orang aneh dari Thian-san?"
Pandangan matanya si "Pelajar pedang tumpul" yang
kebentrok dengan sinar tajamnya Lee Thian Kauw sudah
menjedi tergetar juga, apalagi setelah mendengar disebutnya


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nama Sepasang orang aneh dari Thian-san hatinya semakin
kaget. Tahulah ia sekarang bahwa tidak mungkin baginya
dapat menandingi jago ternama ini. dengan tertawa lebar ia
coba menenangkan diri. Terdengar suara Bee Tie lagi.
"Terima kasih atas perhatiannya lo-cianpwe yang telah
mencapaikan diri. tapi Lee Thian Kauw ini mempunyai
permusuhan yang dalam sekali dengan diriku, maka disini
boan-pwee sudah siap untuk mengadu jiwa dengannya,
harap locianpwce hanya turut menyaksikan saja."
Lalu dengan sikap yang berani ia menghampiri Lee
Thian Kauw. Lee Thian Kauw, setelah terkena totokannya seruling
Bee Tie tadi, pandangannya terhadap anak muda ini sudah
menjadi lain sekali. Ia heran melihat kemajuan Bee Tie
yang pesat sekali, maka ia tak berani gegabah lagi, dengan
sikap setengah tertawa setengah waspada ia berdiri saja
ditempatnya tadi. Seluruh ruangan pertandingan ini sudah mejadi tenang
sekali. Semua orang sudah menyaksikan akan
kepandaiannya Bee Tie saja, tapi banyak orang juga yang
sudah pernah mendengar namanya. "Sepasang orang aneh
dari Thian-san yang kesohor, siapa juga tidak berani
sembarangan memastikan siapa lebih unggul di antara
mereka berdua. Bee Tie mulai bertindak maju lagi. ia tegang karena tahu
akan kepandaian musuh besarnya ini.
Baru saja Bee Tie bertindak dua langkah lagi atau sudah
terdengar bentakannya Lee Thian Kauw.
"Apa betul kau sudah tidak takut mati?"
Bee Tie tidak mau memperdulikan ancamannya sang
musuh besar ini, hanya terlihat bayangan kecil berkelebat
seruling hitam membuat setengah lingkaran dan mengarah
bebokong orang lagi. Lee Thian Kauw mengeluarkan geramannya, hur, hur,
dan pukulan tangan kosongnya telah dikeluarkan mengarah
bayangan yang datang kearahnya.
Bee Tie mana membiarkan badannya terkena pukulau
musuh besarnya ini. seruling digentak kebawah menutul
tanah dan melesatlah ke udara tubuhnya yang kecil.
Lee Thian Knuw mengibas-ngibaskan lengan bajunya,
berlompatan kesini dan ramailah pertarungan diantara dua
lengan baju dan seruling hitamnya Bee Tie.
Semua penonton sampai pada menahan napasnya
ratusan mata dipentang selebar-lebarnya memandang
mereka berdua. Inilah pertempuran yang sukar untuk tidak
meminta jiwa, karena lengih sedikit saja salah satu dari
mereka tentu akan ada yang terluka."
Mendadak Lee Thian Kauw membentak keras, terlihat
Bee Tie terpental mundur lebih dari lima tindak dengan
muka pucat sudah terjatuh diatas panggung pertandingan.
Walapun demikian, Lee Thian Kauw juga tidak dapat
menarik banyak keuntungan darinya, terlihat ia mulai
batuk-batuk dan memuntahkan darah segar. Sewaktu
ditegasi ternyata baju didepan dadanya terlihat tiga
bolongan bekas totokan serulingnya si cabe rawit.
Si "Pelajar Pedang Tumpul", yang melihat Bee Tie telah
terluka sudah menghunus pedang tumpulnya, dengan sekali
lompat saja ia sudah berada di dampingnya si anak muda
untuk melindungi keselamatannya.
Go-tong Sin-kho waktu itu sudah menghampiri dengan
tertawa ia berkata. "Saudara Pedang Tumpul, apa kau sudah bersedia untuk
menjadi pembelanya."
Si Pedang Tumpu1 tertawa dingin.
"Sin-kho memang mempunyai hati yang melebihi jarum
tajamnya. Dengan nama besarnya keluarga Siauw Yung
ternama, kau apa tidak malu telah menyuruh Thian Kauw
membunuh seorang anak kecil yang masih belum tahu
suatu apa?" Go-tong Sin-kho tidak dapat menjawab jengekannya si
Pedang Tumpul yang mempunyai lidah tidak tumpul ini. Ia
memandang kearahnya para tetamu yang juga tidak puas
dengan tindakannya tadi. Terlihat diantara mereka tidak
sedikit yang sudah mempelototkan mata mereka kearahnya
dengan perasaan tidak enak perlahan-lahan ia mulai
mengundurkan dirinya lagi.
Keadaan disaat itu memang menguntungkan dirinya Bee
Tie baru saja si pedang Tumpul mau mengangkat tubuhnya
Bee Tie untuk dibawa pergi atau terdengar teriakanrya si
Putih Kurus yang serakah dan jahat.
"Hei, tunggu sebentar, perhitunganmu dengan aku harus
dibikin beres terlebih dahulu."
Dengan tidak memberi kesempatan untuk lawannya
membantah lagi, si "Putih Kurus" sudah mengirim
pukulannya sampai dua kali.
Si "Pelajar Pedang Tumpul" mengangkat Padang
tumpulnya dan diputar demikian rupa yang segera
disodorkan kearah lawan busuknya. Dengan marah ia
mengeluarkan bentakannya.
"Setan kuras, permusuhan apa yang mengganjal
diantaramu dengan anak muda ini."
Tentu saja si Pedang Tumpul tidak tahu bahwa itu
"Pepatah sebagai kunci pengambilan kitab Kiu-teng-sinkang"
yang tersimpan di dalam Tongkat Rantai Kumala
telah dapat didengar oleh si "Putih Kurus". Demi
kepentingannya sendiri tentu saja ia mesti membunuh Bee
Tie, ialah orang satu-satunya yang bakal menjadi
saingannya dalam pengambilan kitab yang berharga itu.
Apa lagi tadi setelah menyaksikan sendiri bagaimana ia
bertempur dengan Lee Thian Kauw, dengan kepandaian
barunya ternyata sudah dapat menandingi Lee Thian Kauw
yang ternama, bagaimana ia tidak menjadi iri hati dan takut
dikemudian hari?" Si "Putih Kurus" sambil tertawa terkekeh-kekeh
mengbindarkan serangannya si Pedang Tumpul, dan
lompat ke belakang orang untuk memukul dengan tangan
kosong. Selihay-lihaynya a si Pedang Tumpul, mana ia dapat
menandingi si "Putih Kurus" dari goa Batu Kepala
Manusia digunung Bong-san ini" Sebentar saja ia sudah
mulai mandi keringat karena harus lelompatan ke sana sini
menghindari serangan musuhnya yang Iihay.
Terlihat semua orang sudah menjadi tegang lagi, mereka
bukannya menguatirkan Si pedang tumpul yang sudah
terkurung oleh pukulannya si Putih Kurus tadi, tapi waktu
itu Lee Thian Kauw yang mempunyai latihan sempurna
sebentar saja telah dapat menyembuhkan luka-luka
dalamnya, tampak dengan perlahan-lahan sudah
menghampiri Bee Tie, yang masih belum kuat untuk
bangun berdiri. Semua orang merasa sudah menjadi sesak napas menikiri
nasibnya si pemuda. Tiba-tiba terlihat sinar hijau berkelebat tahu-tahu Siauw
Beng Eng sudah menyelak disana dan membentak arahnya
Lee Thian Kauw. "Kau ini pengacau dunia, jika berani kau mengganggu
selembar rambutnya, aku akan segera mengadu jiwa disini!"
Pertama-tama Lee Thian Kauw sudah dibikin melengak
juga, tapi setelah berpikir sebentar ia sudah tertawa lagi
seperti biasa. Dengan sikap yang sangat menghormat sekali
ia sudah berkata kearahnya Go-tong Sin-kho yang menjadi
ibunya si gadis nakal ini.
"Lee Thian Kauw sudah menurut perintahnya Sin-kho
tadi, tapi mengapa Sin-kho juga menyuruh dia menghalangi
tindakanku" Apa Sin-kho bukannya sedang bercanda saja?"
Saking gemasnya Go-tong Sin-kho sudah menjadi
geregetan sekali, dengan suara galak ia membentak anak
gadisnya. "Beng Eng, lekas kau kemari."
Siauw Beng Eng dengan muka yang minta dikasihani
sudah menalangi Bee Tie memohon pengampunannya.
"Bu, biarpun Bong-san Kong-cu tidak mau mengikuti
kita pulang kepulau Go-tong, tapi untuk kesalahannya ini
apa tidak terlalu berat jika mendapat hukuman mati?"
Go-tong Sin-kho tidak bergerak dari tempatnya sudah
membentak lagi! "Beng Eng, ini semua bukannya urusanmu. Lekas kau
kembali kemari." Tapi Siauw Beng Eng masih tetap membandel dan diam
saja disamping pujaannya yang terluka.
Go-tong Sin-kho menjadi bertambah marah perlahanlahan
ia maju menghampiri Siauw Beng Eng yang lebih
tahu akan sifat ibunya sudah menjadi gemetaran
ditempatnya. dalam keadaan yang segenting ini tiba-tiba
ujung bajunya seperti ada yang ditarik dengan perlahan
sekali. Ia menundukan kepalanya dan dilihatnya Bee Tie masih
terduduk ditempatnya tadi tapi mukanya sudah tak seperti
tadi, Siauw Beng Eng sudah mengerti dan menubruk ke
arah ibunya dengan lagak kolokan sekali.
"Bu. anakmu tidak akan berani lagi."
Go-tong Sin-kho perlahan-lahan menyingkirkan tubuh
anaknya, dengan suara dingin berkata.
"Hampir saja aku akan membunuhmu juga bersamasama
dengan dia." Siauw Beng Eng menjadi bergidik mendengar akan katakata
ibunya ini. Tidak lama sudah terdengar suaranya Gotong
Sin-kho yang berkata searahnya Lee Thian Kauw.
"Lee cungcu jangan salah mengerti, bilakah aku berani
mempermainkan dirimu."
Lee Thian Kauw menengadah kelangit dan berkata
dengan suara yang keras. "Bee suheng bukannya sutemu tidak dapat memelihara
baik-baik anakmu, tapi dia sendirilah yang mancari mati
disini. Begitu perkataannya ini tertutup, badannya sudah
melesat tinggi, seperti burung rajawali besar yang mau
menerkam mangsanya saja ia telah menubruk kearahnya
Bee Tie. Si Pedang tumpul biarpun sedang dalam keadaan
terdesak oleh pukulan-pukulannya si "Putih Kurus", tapi
sedari tadi Ia tidak dapat melupakan keadaannya Bee Tie
yang memang cukup berbahaya. Begitu melihat tangan
elmaut sudah mengancam si pemuda ia sudah melupakan
bahaya yang mengancam dirinya dan melemparkan pedang
tumpulnya ke sana. Karena pecahnya perhatian inilah, dengan tidak ampun
lagi pakaiannya si Putih Kurus dengan tepat telah mengenai
sasarannya. "Duk, Duk, si Pedang Tumpul sampai terhuyunghuyung
mundur. Lee Thian Kauw tidak menyangka kepada si Pedang
Tumpul, yang untuk membela dirinya sendiri saja sudah
susah, masih dapat memberikan pertolongannya. Maka
begitu pedang datang menyambar kearahnya hampir saja ia
tertusuk, untung saja ia mempunyai latihan mata yang
cukup sempurna, dengan melepaskan mangsanya ia sudah
menyingkir dari lemparan pedang tumpul.
Begitu Lee Thiau Kauw sudah berdiri tegak lagi ia sudah
siap untuk menerkam lagi korbannya, tiba-tiba sudah
terdengar teriakannya Lu-Tong Kong-cu yang sudah tidak
dapat menyabarkan diri. "Tahan." Lee Thian Kauw sudah menjadi penasaran, siapakah
orangnya yang masih mempunyai nyali sebesar itu" Ia
menengokan kepalanya untuk melihat dimana suara Lutong
Kong-cu tadi berada. Tapi dalam yaktu secepat ini, terlihat Bee Tie sudah
mementalkan dirinya lagi, dengan kesebatan yang luar biasa
ia sudah menggunakan seruling hitamnya menyabet musuh
besarnya. Lee Thian Kauw lantas menjerit, ketika ditegasi ternyata
benar luka dimukannya sudah mencucurkan darah lagi
karena terkena goresannya seruling hitam musuh ciliknya.
Bee Tie yang sudah menjadi seperti seekor macan kecil
yang kalap tidak berhenti sampai disini saja seperti
datangnya angin puyuh saja ia sudah menubruk kearahnya
si Putih Kurus yang sedang kegarangan menang bertempur.
Sebentar saja si Putih Kuius menjadi gelagapan
menghindari serangan-seranganya Bee Tie yang aneh-aneh.
Dibawah pancung Kim-leng Kong-cu yang melihat
gurunya dicecer oleh serangan pemuda galak ini sudah
lompat naik ke atas untuk memberikan bantuan tenaganya.
Bee Tie tertawa dingin, ia mengempos tenaganya dan
beruntun sampai tiga kali menyerang dengan seruling
hitamnya. Si "Putih Kurus" mundur-mundur, dan mundur lagi. Bee
Tie memindahkan seruling hitamnya ketangan kiri, Buk.
pukulannya dengan tepat telah dapat menempel diatas dada
orang. Hampir saja si Putih Kurus jatuh terjengkang jika tidak
lekas lekas melompat ke kiri.
Bee Tie tidak berhenti sampai disini, dengan seruling
yang berada ditangan kiri tidak henti-hentinya ia mendesak
lagi. Si "Putih Kurus" berteriak-teriak kalang kabutan
menghindari serangan ini dan tidak henti-hentinya main
mundur lagi. (Jadi kaya undur undur dong" Kor)
Sekarang ia telah masuk kedalam perangkapnya Bee Tie,
ternyata dibelakangnya ada si Pedang Tumpul yang sudah
lama menanti, jika saja si pelajar mau menambah
pukulannya dari belakangnya, tertu tamatlah riwayatnya
orang serakah dan sekeker ini.
Kejadian diluar dugaan sudah terjadi, bukan saja si
pelajar tua tidak memberikan pukulan tambahannya, malah
mengangsurkan tangannya mengangkat tubuhnya si setan
kurus yang segera disingkirkan kesampingnya dan berkata.
"Setan Kurus", sudahlah menyerah kalah saja."
Lalu pelajar tua yang budiman ini dengan menahan rasa


Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sakitnya juga sudah menghadang didepannya Kim-leng
Kong-cu Jie Ceng yang datang mau membantui gurunya,
berkata. "Kau masih bukan tandingannya, lekaslah bawa gurumu
ini meninggalkan tempat ini."
Si "Putih Kurus" sebagai orang yang kawakan mana
mau mengerti dapat dikalahkan oleh bocah yang masih
ingusan ini" Dengan kalap ia sudah menubruk lagi
kearahnya Bee Tie. Si cabe rawit lompat menyingkir dari tubrukannya orang
kalap ini dan memberikan peringatannya.
"Setan Kurus", aku Bee Tie masih ingat kepadamu yang
telah memberikan pertolongannya padaku pada tiga bulan
yang lalu. Maka aku tidak mau terlalu mendesak
kepadamu." Di sana terlihat Lee Thian Kauw seperti sudah pulih lagi
tenaganya dan siap untuk menerkam mangsanya lagi.
Bee Tie yang melihat sudah menjadi tegang lagi, ia
mengeraskan cekalan seruling hitamnya siap untuk
menanti. Si Pedang Tumpul juga telah menggunakan kesempatan
mereka sedang kalut tadi telah mengambil pedang
tumpulnya kembali, ia melangkah maju dua tindak lagi dan
berteriak kearahnya si Putih Kurus yang bandel.
"Setan Kurus" lekaslah ajak muridmu untuk
meninggalkan tempat ini."
Si "Putih Kurus" mempelototkan matanya dan sukar
untuk begitu saja mau turun dari panggung pertandingan
ini. Si Pedang Tumpul yang tahu akan kesukaran orang
sudah tertawa berkakakan.
"Setan Kurus, jika kau mau mengadu kekuatan carilah
tempat yang lebih leluasa dari panggung ini, tiga hari
kemudian bagaimana jika aku berkunjung kepuncak Kieting,
untuk mengadu kekuatan kita disana?"
Inilah siasat pintarnya si pelajar tua, ia sengaja berkata
begini agar si "Putih Kurus" punya alasan kuat untuk
mengundurkan dirinya. Maka betul saja terlihat si "Putih
Kurus" dengan membelalakan putih matanya berkata.
"Baiklah. Tiga hari kemudian aku akan siap
menunggumu disana." Dengan mengajak muridnya ia sudah untuk
meninggalkan Tong-tu san-chung atau tiba-tiba Go-tong
Sin-kho yang telah lama tidak bicara sudah meneriaki
mereka. "Jie Kong-cu, tunggu sebentar." Kim-leng Kong-cu Jie
Ceng melengak, ia menolehkan kepalanya menatap dengan
pandangan mata tidak mengerti.
Go-tong Sin-kho tertawa terhadapnya.
"Kong-cu telah datang ketempat Tong-tu-san-chung sini,
tentu mempunyai niatan untuk mengikuti kita pulang
kembali ke pulau Go-tong. Tunggulah sebentar biar aku
dapat memikirkan persoalan ini."
Harapannya Jie Ceng sudah timbul kembali, para Kongcu
lainnya yang mendengar kata-kata inipun masih hilang
harapan dan semua memandang kearahnya Go-tong Sinkho.
Go-tong Sin-kho tak perdulikan mereka, seperti sengaja
sudah mengerlingkan matanya kearah Lee Thian Kauw.
Si orang she Lee yang sedang berjalan menghampiri Bee
Tie mendengar kata-katanya tadi sudah berpaling, ia
melihat kerlingan si janda jelita, tapi tidak mengerti dan
menanya. "Kata-kata Sin-kho barusan mempunyai arti apa?"
"Aku hanya mau mengajak mereka kepulan Go-tong
untuk meniliknya." Siauw Beng Eng yang mendengar kata-kata ibunya ini
sudah menjadi berjingkrak dan menanya.
"Apa betul kata-kata ibu ini?"
Go-tong Sin-kho dengan perlahan membisiki kuping
anaknya. "lbumn sudah bersusah payah mendirikan panggung
pertandingan ini untuk mencarikan babah mantu yang
dapat dipenujui, tidak disangka bocah angkuh itu tidak
memandang mata kepada kita. apa kita dapat pulang
dengan percuma" Kau tenangkan sajalah hati mu, aku
mempunyai rencanaku sendiri."
Siauw Beng Eng sudah menjadi menggigil seperti
kedinginan dengan membanting-banting kaki ia menyesali
akan tindakan ibunya yang sembrono itu.
"Bu, jika kau betul berbuat begitu, aku tidak akan
kembali ke pulau Go-tong lagi."
"Diam." sang ibu membentak puterinya.
Siauw Beng Eng dengan tidak berkata-kata lagi sudah
enjot badannya melesat dan lenyap diantara orang banjak
yang datang ke dalam Tong-tu-san-chung itu.
Ketika Go-tong Sin-kho engah akan perbuatan anak
gadisnya ini, ia sudah menjadi tidak berdaya lagi karena
sudah kehilangan jejaknya sama sekali. Semua
kemarahannya sudah segera ditumplekan keatas dirinya Bee
Tie, dengan perlahan-lahan dihampirinya anak muda yang
dianggap menjadi gara-garanya.
Bee Tie kaget, dengan tidak terasa ia sampai mundur dua
Pecut Sakti Bajrakirana 1 Tiga Mutiara Mustika Karya Gan Kl Harpa Iblis Jari Sakti 30
^