Pencarian

Gelang Kemala 10

Gelang Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 10


semak-semak meng-geleng kepala dengan kagum. Hebat sekali gin-kang muridnya itu. Dia
mengerti mengapa bekas muridnya mencegah dia masuk karena dia sendiri tidak mungkin
dapat bergerak seringan dan selincah itu dan kalau sampai ia ketahuan, tentu tugas penting itu
akan menjadi gagal. Sementara itu, Thian Lee benar-benar mempergunakan ilmu kepandaiannya untuk menyusup
ke dalam tanpa diketahui para penjaga. Padahal pafa penjaga me-lakukan penjagaan dengan
penuh kewas-padaan. Gerakannya demikian cepatnya sehingga dia dapat menyelinap dan
bersembunyi setiap kali ada gerakan dari para peronda.
Akhirnya dia tiba di luar ruangan dl mana Pangeran Tang Gi Su bersembunyi. Dan pada saat
itu dia mendekati pintu, dua sosok bayangan berkelebat dan dia sudah ditodong sebatang
tongkat dan sebatang pedang yang dipegang oleh Cin Lan dan Lee Cin! Tentu saja dia melihat
, munculnya dua orang gadis ini, maka dengan cepat dia membuka kedoknya sehingga dua
orang gadis itu dapat mengenal wajahnya.
"Lee-koko....!" kata Cin Lan. "Engkau membuat kami terkejut dengan kedokmu itu!"
"Thian Lee, penjagaan demikian ketat, bagaimana engkau dapat masuk sampai ke sini?" tanya
Lee Cin dengan kagum. "Ssttt, mari kita temui Tang-taijin," kata Thian Lee. Cin Lan membuka daun pintu ruangan itu
dan ketiganya masuk ke dalam.
Pangeran Tang menyambut munculnya Thian Lee dengan gembira. "Bagus, engkau telah
dapat menunaikan tugasnriu dengan baik, Thian Lee."
"Taijin, mulai saat ini harap Taijin bersembunyi dari siapapun juga dan suruh orang
menyediakan peti mati di ruangan depan. Biarkan orang-orang besok datang melayat sehingga
tidak menimbulkan kecurigaan pihak musuh."
"Baik, semua akan diatur seperti kita rencanakan. Duduklah, Thian Lee dan jelaskan kepada
kami, tugas apa yang harus diserahkan kepada Cin Lan dan Nona Lee Cin."
"Untuk semua calon korban sudah dikerahkan pasukan dan panglima-panglima yang tangguh
untuk menyelamatkan dan menangkap para pembunuh. Yang terpenting sekali adalah
penangkapan atas diri Koksu Pak-thian-ong. Selain dia lihai bukan main, juga tentu dia
memiliki kawan-kawan yang tangguh. Oleh karena itu, saya sendiri, dibantu Lan-moi dan Lee
Cin, yang akan melaktikan penggre-began itu," kata Thian Lee. "Saya akan menghadapi Pak-
thian-ong sedangkan kawan-kawannya akan dihadapi Lan-moi dan Lee Cin.'
"Benar juga," kata Pangerah Tang. "Penyerbuan terhadap istana Pangerant Tua akan dipimpin
sendiri oleh Panglima Gui dan para panglima yang lain."
"Nah, sekarang saya harus ketuar. Lan-moi, engkau boleh mengejarku keluaf sambil
berteriak-teriak agar para penjaga juga ikut mengejar, akan tetapi setibanya di luar harap
melepaskan aku sehingga aku dapat meloloskan diri. Ini untuk meyakinkan mereka bahwa
tugasku ber'-hasil baik. "Baik, Lee-ko!" kata Cin Lan. "Engkau tunggu saja di sini bersama Ayah. Adik Lee Cin."
Thiari Lee meloncat keluar sambil mencabut pedangnya. Tak lama kemudian Cin Lan
berteriak, "Tangkap penjahat!" dan ia pun melompat dan melakukan pe-ngejaran. Thian Lee
sudah mengenakan lagi kain hitam di depan mulut dan hidungnya. Mendengar teriakan-
teriakan Cin Lan yang berulang-ulang, para penjaga terkejut dan mereka semua keluar dan
menghadang bayangan hitam yang berlarian. Akan tetapi bayapgan hitam yang berlarian itu
memutar pedangnya dan golok para penjaga begitu bertemu dengan pedang itu menjadi patah-
patah. Ributlah para penjaga melakukan pengejaran bersama Cin Lan. Akan tetapi bayangan
hitam itu sudah melompati pagar tembok.
Liok-te Lo-mo yang bersembunyi di luar, mendengar teriakan-teriakan itu dan ia melihat
Thian Lee meloncat keluar dari pagar tembok dikejar seorang gadis s yang dikenalnya dari
sinar lampu pagar sebagai puteri Pangeran Tang Gi Su yang pernah datang ke istana Pangeran
Tua. Dia hendak membantu Thian Lee, akan tetapi Thian Lee yang sudah tiba di dekatnya
berkata, "Hayo kita lari'" Dan keduanya lalu rnelarikan diri menghilang ke dalam kegelapan
malam. Setelah tidak ada yang mengejar lagi, mereka berputar dan kembali ke istana
Pangeran Tua, "Bagaimana hasilnya?" tanya Liok-te Lo-mo.
"Beres.. Dia sudah tewas!" kata Thian Lee singkat.
"Bagus, ah, bagus sekali Thian Lee.
Aku bangga rnempunyai murid seperti engkau!" kata kakek itu dengan gembira bukan main.
Dia membayangkan usaha Pangeran Tua akan berhasil dan sebagai seorang pembantu yang
berjasa, tentu saja akan mendapatkan anugerahnya ke-lak kalau Pangeran Tua berhasil
menjadi Kaisar. Kedatangan Thian Lee disambut oleh Pangeran Tua dan kaki tangannya. Mereka semua
gembira bukan main mendengar bahwa Pangeran Tang Gi Su telah berhasil dibunuh oleh
Thian Lee. Liok-te Lo-mo menceritakan dengan berse-mangat betapa bekas muridnya itu
setelah berhasil membunuh Pangeran Tang Gi Su, ketika keluar ketahuan dan dikejar oleh
puteri Pangeran bersama para penjaga, akan tetapi dapat dengan selamat meloloskan diri
bersama dia. Pada keesokan harinya tersiar berita bahwa semalam Pangeran Tang Gi Sii telah tewas
dibunuh penjahat! Dan Pangeran Tua sendiri ikut melayat ke rumah Pangeran Tang Gi Su
yang terhitung adik tirinya itu. Dia menyaksikan sendiri peti mati yang ditangisi keluarga adik
tirinya. Juga dia melihat anak-anak pangeran itu termasuk Cin Lan yang duduk dengan wajah
duka di dekat peti mati. Tidak ada keraguan lagi bahwa memang tugas yang dilakukan Thian
Lee telah berhasil dengan baik.
Malam itu terjadilah peristiwa-peristlwa yang amat hebat dan diarn-diam. Sebagian besar
penduduk kota raja tidak tahu sama sekali bahwa malam itu terja-di usaha penibunuhan besar-
besaran dan penangkapan besar-besaran pula.
Rombongan-rombongan pembunuh berkeliaran menuju ke istana-istana para pangeran yang
secara rahasia telah dijaga ketat oleh pasukan yang amat kuat dan yang memasang jebakan
untuk menangkap para pembunuh.
Satu di antara rombongan-rombongan ku adalah rombongan Liok-te Lo mo yang dibantu dua
orang yang menuju ke istana Pangeran Kian Tek. Karena biasanya istana para pangeran tidak
pernah dijaga secara ketat, maka malam hari itu Liok-te Lo-mo berjalan santai dan
memastikan bahwa tugasnya akan berhasil baik. Apa sih sukarnya membunuh seorang
pangeran bagi seorang datuk seperti dia" Apalagi dia dibantu oleh dua orang yang cukup
tangguh. Kalau menghadapi belasan orang penjaga saja, dua orang pembantunya sudah
cukup, sedangkan dia sendiri akan dapat masuk ke dalam membunuh Pangeran Kian Tek.
Akan tetapi ketika dia dan dua orang kawannya tiba di belakang istana pangeran itu, tiba-tiba
berkelebat bayangan orang dan tahu-tahu Thian Lee telah berdiri di depannya.
"Eh, engkau, Thian Lee" Mengapa engkau di sini" Bukankah tugasmu di lain tempat?"
Thian Lee tidak menjawab, akan tetapi tiba-tiba kedua tangannya bergerak dan dua orang
pembantu Liok-te Lo-mo yang sama sekali tidak rnenduga akan diserang itu terkulai roboh
karena telah tertotok. "Hei, apa yang kaulakukan ini?" tanya Liok-te Lo-mo marah sambil rnelolos" sabuk
rantainya. "Liok-te Lo-mo, aku sengaja menghadangmu di sini untuk menasihatimu. Dahulu, pernah
engkau menyelamatkan nyawaku dari tangan tukang-tukang pukul bahkan engkau telah
mengangkatku sebagai murid. Karena itulah maka aku sengaja datang untuk mempersilakan
engkau cepat melarikan diri agar lolos dari penangkapan pemerintah. Aku tidak ingin melihat
engkau celaka, Liok-te Lo-mo."
"Thian Lee, apa artinya ini?"
"Artinya, Liok-te Lo-mo, bahwa semua permainan Pangeran Tua sudah berakhir. Semua
pembunuh akan ditangkap dan juga Pangeran Tua malam ini akan diserbu dan ditangkap.
Engkau juga akan ditangkap kalau kaulanjutkan hendak membunuh Pangeran Kian Tek
karena di sana sudah dijaga oleh pasukan yang kuat."
"Tapi bagaimana bisa bocor rahasia ini....?"
"Aku adalah petugas dari Kaisar"
"Kau...." Tapi... kau sudah membunuh Pangeran Tang Gi Su...."
"Tidak, Pangerap Tang masih segar-bugar, tidak pernah kubunuh. Semua itu hanya sandiwara
untuk mengelabuhi Pangeran Tua. Sudahlah, Lo-mo, jangan sampai terlambat. Lekas kau
melarikan diri. Ini adalah pembalasan budi dariku."
"Kau....!" Liok-te Lo-rno hendak menyerang, menggerakkan rantai bajanya. Akan tetapi
dengan mudah Thian Lee menangkap rantai itu dan berkata dengan tegas,
"Percuma, Lo-mo. Engkau tidak akan menang melawanku. Sekarang pilih saja, engkau ingin
bebas atau ingin kutangkap sebagai pernbunuh pangeran?" Liok-te Lo-mo maklum bahwa
ucapan pemuda itu benar. Dia tidak akan rnampu melawan dan agaknya sernua harapannya
buyar. Bekas muridnya ini ternyata seorang petugas Kaisar! Pangeran Tua telah tertangkap.
Semua usahanya akan gagal dan hancur.
"Thian Lee, bagaimanapun juga, engkau akan berhadapan dengan Pak-ithian-ong...."
"Sudah kuperhitungkan. Malam ini juga dia akan kutangkap!" kata Thian Lee. Liok-te Lo-mo
lalu membalikkan tubuhnya dan lari pergi dari tempat itu. Bagaimanapun juga, tentu saja dia
tidak ingin ikut tertangkap, dan dihukum.
Thian Lee lalu menyeret tubuh kedua orang kaki tangan Pangeran Tua itu ke pintu gerbang
istana Pangeran Kian Tek dan menyerahkan mereka kepada penjaga, kemudian dia berlari
pulang ke gedung Pangeran Tang Gi Su. Tugas pertamanya, yaitu membalas budi kepada
Liok-te Lo-mo telah selesai dan dia girang bahwa kakek tua itu menuruti nasihatnya dan
melarikan diri. Kini tinggal menghadapi Pak-thian-ong Dorhai.
Cin Lan dan Lee Cin sudah menung-gu. Pangeran Tang Gi Su sudah pergi memimpin sendiri
pasukan yang melaku-kan penyerbuan ke istana Pangeran Tua dan ketika dua orang gadis itu
melihat Thian Lee, mereka lalu menyambut dengan tidak sabar lagi.
"Kapan kita menyerbu tempat tinggal Pak-thian-ong?" tanya Lee Cin.
"Sekarang juga. Apakah pasukan telah dipersiapkan?" tanya Thian Lee.
"Sudah," jawab Cin Lan. "Ong-ciang-kun sudah siap dengan seratus orang pasukannya."
"Kalau begitu, mari kita berangkat!" kata Thian Lee.
Pasukan itu lalu berangkat di malam itu menuju ke tempat tinggal koksu Pak-thian-ong
Dorhai. Rumah itu cukup mewah dan dilingkari pagar tembok yang tebal, dengan pintu
gerbang di depan yang besar dan kokoh. Di depan pintu gerbang terdapat belasan orang
perajurit penjaga. Ketika pasukan itu tiba-tiba muncul di depan pintu gerbang, belasan
penjaga itu terkejut sekali.
"Ciangkun, ada apakah....?" tanya kepala penjaga kepada Ong-ciangkun yang memimpin
pasukan itu. "Jangan banyak mulut. Buka pintu gerbang dan biarkan kami semua masuk. Kami datang
untuk menangkap pemberontak Dorhai."
Para penjaga itu terkejut bukan main. Akan tetapi Ong-ciangkun sudah memberi isarat dan
pasukannya menyerbu. Belasan orang itu mengadakan perlawanan, ditambah lagi belasan
penjaga lain yang berlarian dari dalam, akan tetapi dalam waktu singkat mereka semua dapat
dilumpuhkan dan ditangkap.
Pada saat itu terdengar bentakan nyaring dari dalam dan ketika daun pintu dibuka menyorot
keluar sinar terang dari dalam membuat keadaan di situ yang diterangi lampu penjagaan
menjadi semakin terang. Muncullah dua orang kakek dari dalam, seorang di antaranya adalah
Pak-thian-ong Dorhai yang membentak tadi.
"Haiii, siapa kalian berani bermain gila di rumah kami?" Dan ketika melihat Ong-ciangkun
yang memimpin pasukan, dia membentak, "Ciangkun, berani engkau lancang memimpin
pasukan membikin kacau di sini" Apakah engkau hendak memberontak?"
Thian Lee yang bersama kedua orang gadis berada di dalam pasukan itu menjadi terkejut
sekali melihat bahwa Pak-thian-ong muncul bersama Thian-te Mo-ong Koan Ek! Agaknya
datuk besar yang disebut pula Iblis Selatan itu tetah dapat dibujuk oleh Pak-thian-ong untuk
bersekutu pula. "Awas, kalian hadapai Si Tinggi Kurus itu. Lan-moi, engkau hati-hati, dia lihai sekali. Hadapi
bersama Lee Cin," bisik Thian Lee dan dia segera meloncat maju ke depan Pak-thian-ong.
"Pak-thian-ong, atas nama Kaisar kami minta agar menyerahkan diri. Permainanmu bersama
pemberontak Pangeran Tua telah terbongkar seluruhnya!" kata Thian Lee lantang.
Pak-thian-ong terbelalak. "Engkau, Engkau yang pemberontak! Engkau telah membunuh
Pangeran Tang Gi Su!"
"Keliru, Pak-thian-ong! Pangeran Tang Gi Su tidak pernah terbunuh. Dan aku adalah petugas
dan Sri Baginda Kaisar untuk mernbongkar persekutuan pemberontak ini. Permainanmu telah
selesai, menyerahlah atau kami akan menangkapmu dengan kekerasan!"
Seketika Pak-thian-ong sudah dapat menduga apa yang terjadi. Pemuda ini adalah mata-mata
dari Kaisar yang telah membongkar semua rahasia persekutuan itu. Dan agaknya malam ini
seluruh kekuatan pasukan dikerahkan untuk meng-hancurkan komplotan. Matanya terbelalak
dan mukanya menjadi pucat, akan tetapi dia sengaja tertawa bergelak dan berkata kepada
rekannya, "Ha-ha-ha-ha, kau dengar itu, Mo-ong" Bocah ini sombong hendak menangkap
kita!" Akan tetapi Thian-te Mo-ong sudah pernah merasakan kelihaian Thian Lee, maka dia sama
sekali tidak meniru kesombongan Pak-thian-ong dan berkata dengan suara agak gugup,
"Thian-ong, mari kita lari saja dari sini selagi ada kesempatan!"
Dia sudah hendak melarikan diri, akan tetapi tiba-tiba Lee Cin sudah melompat ke depannya
dan dara ini mengejek, "Hendak lari ke mana, Mo-ong",Tempat ini sudah terkepung rapat dan
engkau tidak akan dapat melarikan diri lagi. Menyerahlah atau aku terpaksa akan
merobohkanmu!" Melihat gadis ini, marahlah Thian-te Mo-ong. Dia jerih terhadap Thian Lee, akan tetapi tidak
takirt kepada gadis ini yang pernah ditangkapnya. Maka, dia pun segera mencabut sepasang
pedangnya dan menyerang Lee Cin tanpa banyak cakap lagi. Dia hendak melarikan diri
setelah merobohkan Lee Cin. Akan tetapi men-dadak muncul seorang gadis lain yang
memegang tongkat dan menangkis se-rangannya. Kemudian gadis bertongkat yang bukan lain
adalah Cin Lan ini sudah mengeroyok bersama Lee Cin seperti Isudah direncanakan semula
oleh Thian Lee. Terjadilah perkelahian seru yang disaksikan oleh para perajurit yang me-
''figepung tempat itu. Pak-thian-ong Dorhai juga sudah ma-rah sekali. Dia melihat kenyataan bahwa semua
rencananya bersama Pangerari Tua Sudah runtuh dan semua ini disebabkan oleh Thian Lee.
Maka kernarahannya ditumpahkan kepada pemuda itu dan sambil mengeluarkan suara
gerengan seperti seekor singa terluka, dia sudah melolos sabuk rantainya dan tanpa banyak
cakap lagi dia sudah menyerang Thian Lee. Pemuda ini pun mencabut Jit-goat Sin-kiam dan
menyambut serangan sabuk rantai itu dengan berani.
Para perajurit tidak menemukan lawan yang berarti dan mereka sudah menangkapi semua
penjaga dan pelayan dalam gedung itu, menawan mereka dan kini mereka hanya dapat
mengepung ruangan di mana terjadi petempuran hebat itu. Ong-ciangkun sendiri, biarpun
memiliki ilmu silat yang lebih tinggi dari anak buahnya, tidak berani mencampuri
pertandingan itu karena tingkat kepandaiannya masih jauh lebih rendah. Oleh karena itu, dia
hanya memerintahkart anak buahnya untuk mengepung ketat tempat itu dan mempersiapkan
senjata, terutama anak panah untuk menyerbu dan menghalangi musuh jika hendak me-
larikan diri. Bahkan di atap-atap rumah yang berdekatan dia memasang belasan orang
perajurit dengan busur dan anak , panah siap di tangan.
Pertandingan antara Song Thian Lee dan Pak-thian-ong Dorhai sungguh seru bukan main.
Pak-thian-ong Dorhai adalah seorang di antara Empat Datuk Besar yang paling tinggi
kepandaiannya, juga dia memiliki pengalaman bertanding yang banyak sekali. Raksasa tinggi
besar inl seiain merupakan ahli silat, juga ahli pula dalam ilmu gulat, tenaga besar sehingga
sabuk rantai yang digerakkan berputar-putar itu mengeluarkan suara angin bersuitan dan
menjadi gulungan sinar yang lebar. Namun sekali ini dia bertemu dengan lawan yang biarpun
masih muda namun telah memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa. Andaikata Thian Lee
tidak bertemu dengan Yeti dan tidak menerima warisan ilmu pedang Jit-goat Kiam-sut
menggunakan Jit-goat Sin-kiam dan ilmu menghimpun tenaga sakti Thian-te Sin-kang, tidak
mungkin, dia akan dapat mengimbangi kenekatan Pak-thian-ong. Tingkat kepandaian Pak-
thian-ong sudah amat tinggi untuk waktu itu, setingkat dengan kepandaian para ketua
perkumpulan dan partai besar.
"Aaaaggghhhh....!" Pak-thian-ong mengeluarkan suara gerengan aneh dar tu-buhnya sudah
menerjang ke depan amat dahsyatnya, rantai baja itu menyambar-nyambar ke arah kepala
Thian Lee sedangkan lengan kirinya yang panjang berbulu itu dengan tangan membentuk
cakar melakukan cengkeraman-cengke-raman ke arah dada dan perut lawan. Thian Lee
maklum betapa dahsyat dan berbahayanya semua serangan itu, maka dia pun menggunakan
kelincahan tubuhnya, mengelak ke sana sini, meloncat dengan sigapnya ke kanan kiri sambil
menggerakkan Jit-goat Sin-kiam untuk menangkis rantai. Terdengar bunyi nyaring
berdencingan ketika rantai bertemu pedang, menimbulkan percikan bunga-bunga api dan
kadang lengan kiri mereka bertemu ketika Thian Lee menangkis dan setiap kali lengan kiri
bertemu, tubuh keduanya terdorong ke belakang dan tergetar hebat sekali. Hal ini
membuktikan bahwa dalam hal tenaga sin-kang kekuatan mereka seimbang. Tentu saja Pak-
thian-ong Dorhai menjadi terkejut dan heran bukan main. Selama menjelajahi dunia kang-
ouw sebagai seorang datuk besar, jarang dia bertemu tanding, apalagi kalau lawannya hanya
seorang pemuda seperti Thlan Lee. Dia menjadi penasaran sekali.
Fada saat itu, empat orang perajurit yang berdekatan dengan tempat pertandingan itu, agaknya
ingin membuat jasa dan melihat Pak-thian-ong terdorong ke belakang, mereka sudah
menggerakkan tombak mereka dan menusuk dari belakang. Empat batang tombak dengan ce-
pat dan kuat menusuk ke arah -lambung dan punggung Pak-thian-ong.
"Krak-krak-krak-krak!" Terdengar bunyi keras empat kali. Punggung dan larri-bung yang
tertusuk tombak itu tldak apa-apa, sebaliknya empat batahg tonnbak itu yang patah-patah!
Pak-thian-ong memutar tubuh tangan kirinya meraih dan dia sudah dapat merampas ernpat
gagang tombak dengan tangan kirinya dan sekali tangan kiri bergerak, empat batang tombak
itu menyambar dan tepat mengenal dada empat orang penyeranghya. Batang tombak itu
menembus dada sampai ke punggung dan robohlah empat penyerang tadi, tewas seketika!
"Jangan mencampuri!" teriak Thiari Lee yang menjadi marah sekali melihat betapa empat
orang perajurit tewas oleh Pak-thian-ong. Sementara itu Ong-ciang-kun menjadi marah.
"Mundur! Perketat pengepungan akan tetapi jangan ada yang turun tangan sebelum
diperintah!" Pak-thian-ong sudah menghadapi Thian Lee lagi dan tiba-tiba tubuhnya rnerendah, rantainya
menyapu kaki Thian Lee dengan cepat dan kuat sekali. Thian Lee meloncat- ke atas dan
berjungkir balik, lalu tubuhnya menukik turun sambi menusukkan pedangnya ke arah ubun-
ubun kepala lawan yang merendahkan tubuhnya itu. Pak-thian-ong memutar pergelangan
tangannya dan rantai baja itu menangkis pedang.
"Tranggg....!" Nampak bunga api percikan dan Pak-thian-ong menggulingkan tubuhnya ke
atas tanah dan tiba-tiba saja tangan kirinya sudah menyambar ke arah kaki Thian Lee dengan
ceng-keramannya. Thian Lee terkejut sekali karena tidak sempat mengelak lagi. Dia merasa
betapa pergelangan kaki kirinya dicengkeram, seperti dijepit catut baja saja rasanya. Tidak


Gelang Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin melepaskan kaki dari cengkeraman itu dan sebelum lawan dapat menyeretnya jatuh,
pedang-nya menusuk ke arah pergelangan tangan yang mencengkeram kakinya itu. Begitu
cepat gerakan pedang ini sehingga Pak-thian-ong tidak melihat jalan lain untuk
menyelamatkan tangannya kecuali mele-paskarf cengkeramannya dan menarik ta-ngannya
sambil melompat bangun berdiri.
Mereka berhadapan lagi. Pak-thian-ong agak terengah dan lehernya sudah mulai basah
dengan keringatnya sendiri. Thian Lee sebaliknya masih nampak tenang dan sama sekali tidak
terengah. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimanapun pemuda ini masih menang dalam hal
daya tahan dan pernapasan. Thian Lee yang maklum akan kelihaian lawan melihat ini dia tahu
bahwa kemenangannya terletak pada daya tahannya. Biarlah lawan menghabiskan tenaganya
sendiri, pikirnya. "Mau menyerah, Pak-thian-ong?" ejeknya, sengaja untuk memanaskan hati lawan.
"Engkau atau aku yang mampus!" teriak datuk itu dan dia sudah menyerang lagi dengan
dahsyatnya. Hal ini memang dikehendaki Thian Lee. Pemuda ini mengelak lagi dan
selanjutnya menggunakan kelincahan gerakan tubuhnya untuk menghindarkan diri sambil
memancing agar lawan menyerang terus.
* * * Sementara itu, perkelahian antara Thian-te Mo-ong Koan Ek yang dikeroyok oleh Lee Cin
dan Cin Lan juga berlang-sung dengan serunya. Memang kalau maju satu demi satu, dua
orang gadis itu tidak akan mampu menandingi Thian-te Mo-ong. Akan tetapi rnereka maju
bersama dan keduanya memang sudah memiliki ilmu kepandaian tingkat tinggi sehingga
Thian-te Mo-ong yang dikeroyok menjadi repot juga. Dia adalah seorang di antara ernpat
Datuk Besar yang sudah tinggi tingkat kepandaiannya dan di antara Empat Datuk Besar,
dialah yang terkenal ahli dalam permainan sepasang pedang. Dahulu, ketika diadakan
pertemuan antara Empat Datuk Besar yang hendak saling mengadu ilmu untuk menentukan
siapa di antara mereka berem-pat yang paling lihai, disaksikan oleh Pek 1 Lokai, mereka
dilerai oleh seorang panglima yang membawa surat kuasa Kaisar yang menawarkan kepada
empat orang datuk besar untuk membantu pemerintah. Semuanya menolak, dan hanya Pak-
thian-ong Dorhai yang mau menjadi pembantu pemerintah dan kemudian di-angkat menjadi
koksu. Kemudian Pak-thian-ong membujuk Thian-te Mo-ong untuk membantunya dalam
persekutuannya dengan Pangeran Tua. Karena persekutuan itu menjanjikan kedudukan yang
lebih tinggi, bahkan membuka kesempatan bagi mereka untuk juga merebut tahta, maka
Thian-te Mo-ong tertarik. Tak disangkanya baru beberapa hari berada di rumah Pak-thian-
ong, telah terjadi penyerbuan pasukan pemerintah seperti yang terjadi malam ini.
Menghadapi pengeroyokan kedua orang gadis itu. Thian-te Mo-ong harus mengerahkan
seluruh kepandaian dan tenaganya. Dua orang gadis itu biarpun masih muda akan tetapi sama
sekali tidak boleh di-pandang ringan. Cin Lan memiliki sin-kang yang aneh dan kuat sekali
berkat hawa beracun gigitan ular-ular emas dan ular putih yang kemudian menjadi ga-bungan
tenaga dahsyat dalam dirinya. Dengan dorongan tenaga ini, tongkaznya menjadi dahsyat
sekali dan ilmu tongkat Hok-mo-tung juga merupakan ilmu silat yang ampuh, dirangkai
sendiri oleh Pek 1 Lokai. Totokan-totokan tongkat itu ke arah jalan darahnya membuat Thian-
te Mo-ong harus menghindarkan diri dengan tangkisan atau elakan. Tidak berani dia
menerima totokan tongkat yang demikian kuatnya itu dengan perlindungan kekebalan
tubuhnya. Sementara itu Lee Cin juga merupakan lawan yang berbahaya. Bukan saja Pedang
Ular Merahnya itu mengandung racun dan dimainkan dengan Ang-coa-kiam-sut (Ilmu Pedang
Ular Merah) yang juga merupakan ilmu silat tinggi, akan tetapi yang membuat Thian-te Mo-
ong menjadi semakin repot adalah tangan kiri gadis ini. Lee Cin selalu mengguna-kan
kesempatan terbuka untuk menyerang lawan dengan totokan It-yang-ci jari tangan kirinya.
Totokan It-yang-ci ini sudah dilatihnya dengan baik sehingga kini totokan satu jarinya
mengeluarkan suara bercuitan dan sudah terasa oleh lawan hebatnya totokan ini sebelum jari
tangan itu mengenai sasaran.
"Hyaaaatttt....!" Tiba-tiba Thian-te Mo-ong yang sudah mulai lelah itu me--ngeluarkan
bentakan nyaring sekali. Me-reka sudah bertanding lebih dari dua ratus jurus dah belum juga
dia mampu mendesak kedua orang pengeroyoknya. Mereka dengan penasaran dan kemarahan
meluap-luap kirii dia menyerang, sepasang pedang menyannbar ke kanao kiri, yang kanan
menusuk ke arah perut Lee Cin, yang kiri menyambar ke arah leher Cin Lan. Memang luar
biasa sekali ilmu pedang pasangan dari Datuk Iblis Selatan itu. Dalam satu saat pedangnya
dapat menyerang ke dua jurusan dengan gerak-an yang berbeda, yang kiri mernbabat leher,
yang kanan menusuk ke perut. Dan kedua serangan ini sama-sama hebat dan berbahaya bagi
kedua orang lawanrya. Cin Lan menangkis pedang yarg menyambar ke arah lehernya itu dengan tongkatnya,
sedangkan Lee Cin meiompat ke kiri untuk menghindarkan perutnya dari tusukan pedang.
Kemudian, Cin Lan setelah menangkis pedang tadi lalu memutar tongkatnya yang
menghantam ke arah kepala kakek itu sedangkan Lee Cin membarengi serangan itu dengan
tusukan pedangnya ke arah lambung dari samping kakek itu memutar kedua pedangnya
menangkis. "Trang-trang!" Tepat pada saat sepasang pedang itu menangkis pedang Lee Cin dan tongkat
Cih Lan, jari tangan Lee Cin ir.enotok dan mengarah jalan darah di pundak Thian-te Mo-ong.
Kakek inl terkejut dan menggerakkan pundaknya mengelak, akan tetapi biarpun tidak tepat
benar, jalan darahnya itu sempat tersentuh jari tangan Lee Cin dalam totokan It-yang-ci yang
ampuh. "Tukk....!" Tubuh Thian-te Mo-ong .terhuyung ke belakang dan Cin Lan yang melihat
kesempatan baik ini cepat menerjang maju dan tongkatnya menotok ke arah dada kakek itu.
"Dukk....!!" Thian-te Mo-ong mengeluh dan terpelanting. Pada saat itu kembali Lee Cin sudah
menyerangnya dengan totokan It-yang-ci dan sekali ini totokannya mengenai sasaran dengan
tepat dan tubuh Thian-te Mo-ong menjadi lemas tak mampu digerakkan lagi.
"Ringkus dia!" Ong-ciangkun memberi aba-aba dan banyak tangan para perajurit segera
menelikung tubuh itu dengan rantai yang kuat sehingga kakek itu tidak mampu berkutik lagi.
Kini dua orang gadis itu mendekati Thian Lee yang masih bertanding melawan Pak-thian-ong
Dorhai. Akan tetapi kedua orang gadis itu merasa tidak perlu untuk membantu. Mereka
melihat dengan jelas betapa Thian Lee sudah unggul. Pak-thian-ong sudah mandi peluh dan
napasnya terengah-engah. Segala daya dar kekuatan sudah dikerahkan oleh datuk besar ini,
akan tetapi lawannya terlampau tangguh baginya. Semua serangannya tidak mampu
menembus pertahanan Thian Lee, sebaliknya kini pemuda itu mendesak dan menekannya
sehingga sabuk rantainya tidak sehebat tadi gerakannya.
Dengan tenaga terakhir, Pak-thian-ong menggerakkan rantainya untuk menyerang kepala
Thian Lee. Rantai itu menyambar dengan dahsyat ke arah kepala pemuda itu, namun dengan
tenang Thian Lee melangkah ke samping sambil mengelebatkan pedangnya, dengan
pengerahan tenaga membacok ke arah rantai itu.
"Tranggg....!" Rantai itu menjadi putus! Hal ini dapat terjadi hanya karena tenaga kakek itu
sudah mengendur. Kalau tadi, tenaganya masih penuh, tidak mungkin pedang Thian Lee
mampu membuat rantai itu putus, betapapun baik dan tajamnya pedang itu, betapapun kuat
tenaga Thian Lee. Pak-thian-ong Dorhai terbelalak memandang sisa rantai di tangannya, kemudian dia menoleh
ke sekeliling. Para perajurit dengan senjata di tangan, bahkan ada yang dengan anak panah di
busur, siap ditembakkan, dan dua orang gadis yang telah berhasil menawan Thian-te Mo-ong,
semua siap untuk turun tangan. Tidak ada jalan keluar lagi baginya dan untuk melanjutkan
pertandingan, akhirnya, dia hanya akan mendapat malu karena dia pasti kalah oleh pemuda
yang hebat ini. Menyerah" Tidak urung dia akan dihukum mati. Dosanya terlalu besar. Sudah
diberi anugerah kedudukan tinggi, dia masih bersekutu dengan Pangeran Tua untuk
memberontak! Pak-thian-ong menjadi putus asa dan tiba-tiba sebelum dapat dicegah Thian
Lee yang sama sekali tidak menduganya, dia memukulkan sisa rantai baja itu ke arah
kepalanya sendiri. "Prakkk!!" Pecahlah kepalanya dan Pak-thian-ong terkulai roboh dan tewas seketika,
Thian Lee berdiri dan memejamkan matanya, menarik napas dalam. Tubuhnya juga basah
oleh keringat dan dia merasa lelah sekali. Baru sekali ini selama hidupnya dia berhadapan
dengan lawan setangguh itu. Sebuah tangan memegang lengannya.
"Lee-ko, engkau,.. tidak apa-apakah...?"
Thian Lee membuka matanya dtari melihat bahwa yang memegang tangannya adalah Cin
Lan. Dia tersenyum dan menggeleng kepalanya. "Aku tidak apa-apa, Lan-moi."
"Sukurlah....!" kata gadis itu dengan hati lega, sementara itu Lee Cin melihat betapa mesra
adegan yang sepintas itu, memperlihatkan perhatian dan kekhawatiran Cin Lan terhadap diri
Thian Lee. "Mari kita segera kembali dan meli-hat kalau-kalau yang lain memerlukan bantuan kita. Mari,
Lan-moi dan Lee Cin, kita mendahului kembali untuk melihat keadaan. Biarkan Ong-
ciangkun yang mengurus para tawanan."
Mereka bertiga segera meninggalkan gedung Koksu yang telah dikuasai pasukan itu dan
kembali ke rumah Pangeran Tang. Rumah itu memang dijadikan pusat gerakan pembersihan
dan ternyata Pangeran Tang sendiri telah kembali.
"Ayah, bagaimana dengan penyerbuan istana Pangeran Tua?"
"Beres. Kami tidak menemui perla-wanan. Setelah semua orang kang-ouw yang
membantunya dikerahkan untuk melakukan pembunuhan-pembunuhan itu, di rumahnya tidak
ada lagi jagoan-jagoan yang tangguh. Para penjaga di, sana segera menyerah ketika diserbu
pasukan kerajaan yang kuat dan banyak jumlahnya."
"Dan Pangeran Tua sendiri?"
"Agaknya dia putus asa melihat gerakannya hancur dan kami menemukan dia telah tewas
membunuh diri di dalam kamarnya. Keluarganya sudah tditangkap, termasuk puteranya, Tang
Boan dan kami juga menangkap Bian Hok putera Pangeran Bian Kun yang berada pula di
sana. Dia tersangkut' pula dalam komplotan pemberontak itu. Pangeran Tang Gi Su
memandang wajah puterinya, di dalam hati merasa bersukur bahwa dia belum menerima
pinangan Bian Hok untuk puterinya. Kalau dia sudah menerlma pinangan itu, tentu berarti
bahwa calon mantunya yang tersangkut itu dan hal ini tentu akan membuat dia merasa tidak
enak sekali. Tak lama kemudian, para panglima yang melakukan penjagaan dan perlin-dungan kepada
para pangeran yang akan dlbunuhnya, juga sudah berdatangan dengan laporan bahwa mereka
pun telah dapat menangkapi orang-orang kang-ouw yang hendak membunuh para pangeran
itu. Pangeran Tang Gi Su menjadi lega sekall. Dengan sekali pukul malam itu, seluruh gerakan
Pangeran Tua yang amat berbahaya itu telah berhasil dilumpuhkan dan semua kelompok
pemberontak dapat ditangkap. Dan dalam hal inl, yang paling berjasa adalah Thian Lee.
Kalau pemuda itu tidak menyelundup ke dalam komplotan itu, tidak mungkin hal ini
dilaksanakan dan mungkin akan berjatuhan korban-korban di antura pangeran. Yang lebih
menggembirakan lagi, semua operasi pembersihan yang berhasil meruntuhkan seluruh
jaringan pemberontak itu berhasil dilakukan dengan diam-diam pada malam hari itu sehingga
tidak ada rakyat yang tahu bahwa telah terjadi peristiwa yang amat berbahaya dan hebat.
Bahkan Ban-ciangkun dan Tung-ciangkun, dua orang panglima yang cukup berkuasa, dapat
disergap di rumah mereka tanpa mereka menduga-duga sehingga me-reka tidak
mempersiapkan diri. Mereka dapat ditangkap sebelum sampai menggerakkan pasukan
mereka. Segera panglima lain dijadikan pengganti mereka dan pasukan yang berada di bawah
pimpinan mereka pun tidak dapat berbuat sesuatu, tidak sempat mengetahui bahwa mereka
tadinya akan dikerahkan untuk menyerbu istana!
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Kaisar telah memanggil Pangeran Tang Gi Su
bersama Thian Lee untuk mendengar laporan mereka tentang usaha menumpas gerombolan
pemberontak itu. Kaisar Kian Liong yang sudah tua itu girang bukan main mendengar laporan
Tang Gi Su yang memuji-muji jasa Thian Lee dalam operasi yang berhasil itu,
"Saudaraku Pangeran Tang Gi Su, sekali ini jasamu sungguh besar sekali. Kami berterima
kasih kepadamu dan mulai saat ini kami mengangkatmu men-jadi Koksu. Kami
membutuhkanmu sebagai penasihat pertama dalam segala urusan pemerintahan karena
engkau bijaksana dan tegas."
"Terima kasih, Yang Mulia," kata Pangeran Tang Gi Su.
"Dan engkau, Thian Lee. Menurut laporan Pangeran Tang Gi Su tadi, jelas bahwa engkau
yang membuat operasi itu berhasil baik. Karena keberanianmu menyusup ke tengah-tengah
para pemberontak, engkau berhasil mengetahui rahasia gerakan mereka sehingga penumpasan
dapat dilaksanakan dengan hasil baik. Biarpun baru saja engkau kami beri ke-dudukan
panglima muda, mulai hari ini' engkau kami angkat menjadi panglima besar yang mengepalai
seluruh pasukan penjaga keamanan istana!"
"Terima kasih, Yang Mulia."
Kaisar sendiri lalu menganugerahkan sebatang pedang tanda kekuasaan kepada Thian Lee,
dan Kaisar bahkan mengang-kat cawan arak untuk memberi selamat kepada dua orang yang
berjasa besar itu. Tentu saja para pelaksana operasi itu tidak dilupakan. Sernua diberi
kenaikan pangkat. ' Setelah pertemuan berakhir, Thian Lee tidak segera pergi ke rumah gedung yang diberikan
kepadanya sebagai tempat tinggal, melainkan ikut dengan Pangeran Tang Gi Su pulang ke
rumah pangeran itu. Dia harus menemui Cin Lan dan juga Lee Cin yang masih berada di
rumah itu. Di dalam hatinya, Thian Lee merasa berbahagia sekali karena melihat betapa sikap
Pangeran Tang Gi Su amat akrab dengannya, bahkan pangeran itulah yang memuji-muji
jasanya di depan Kaisar sehingga dia mendapatkan kenaikan pangkat yang besar. Dari
sikapnya, dia tahu bahwa pangeran ini kagum dan suka kepadanya dan hal ini menimbulkan
harapannya mengenai hubungan cinta kasihnya dengan Cin Lan.
"Enci Cin Lan, bagaimana pendapatmu tentang Thian Lee?"
"Thian Lee" Ah, maksudmu Lee-ko" Apa yang kaumaksudkan?"
"Dia seorang pemuda yang hebat, bukan" Ilmu kepandaiannya tinggi sekali. Bahkan Pak-
thian-ong yang terkenal sebagai datuk besar sakti itu tidak mampu menandinginya."
"Benar, Adik Cin. Lee-koko memang Seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi
sekali." "Juga dia seorang pemuda yang gagah perkasa dan baik budi, bukan?"
"Benar pula. Dia gagah perkasa dan berbudi mulia, maka tidak mengherankan kalau Sri
Baginda Kaisar menaruh kepercayaan kepadanya dan memberinya anugerah kedudukan
panglima." "Kau agaknya kagum sekali kepadanya Enci Lan."
"Memang aku kagum sekali kepadanya, Adik Cin."
"Dan hubungan kalian... hemm, nampaknya mesra! Aku berani bertaruh bahwa engkau cinta
sekali kepadanya, Enci."
Wajah Cin Lan berubah kemerahan, Biarpun bergaul dengan Lee Cin baru beiS berapa hari, ia
sudah akrab sekali dengan sahabat ini, demikian pula Lee Cin selalu berbicara dengan terbuka
dan bebas. "Tak usah bertaruh, Adik Cin. Memang aku cinta sekali kepadanya."
"Dan dia" Apakah dia juga mencintamu, Enci?"
"Begitulah, kami saling mencinta dan kami mengharapkan akan dapat saling berjodoh."
"Dia sudah menyatakan cinta kepadamu?"
Biarpun agak kemalu-maluan, Cin Lan mengangguk. "Sudah, dan hal itu membahagiakan
hatiku, Adik Cin." Lee Cin memegang lengan Cin Lan dengan akrabnya. "Ah, Enci Lan, engkau beruntung
sekali, membuat aku mengiri kepadamu!" Dan tiba-tiba saja dengan gerakan ilmu It-yang-ci,
Lee Cin telah menotok pundak Cin Lan membuat Cin Lan mendadak terkulai lemas. Cin Lan
terkejut sekali. la hanya tidak mampu menggerakkan kaki tangannya, akan te-tapi masih dapat
berbicara, "Adik Cin, apa yang kaulakukan ini?" tanyanya heran dan berusaha untuk mengerahkan sin-
kang menembus jalan darah yang tertotok. Akan tetapi totokan It-yang-ci itu hebat sekali.
Sedikit pun ia tidak mampu mengerahkan Iwee-kang (tenaga dalam) bahkan kalau ia paksa,
terasa nyeri sekali di dadanya. Maka ia menyerah.
"Sudah kukatakan, aku iri kepadamu!" kata Lee Cin dan ia pun segera memanggul tubuh Cin
Lan dan membawanya keluar dari kamar itu dan terus ia keluar rumah melalui tarnan dan
tembok bela-kang, membawa Cin Lan pergi meninggalkan kota raja. Pada penjaga pintu
gerbang, Lee Cin mengatakan bahwa puteri Pangeran Tang Gi Su itu sedang keracunan dan ia
membawanya pergi menemui tabib yang akan menolongnya.
Biarpun ia berada dalam keadaan berbahaya karena terjatuh ke tangan seorang gadis yang iri
hati kepadanya, narnun Cin Lan tetap tenang. la tahu bahwa Lee Cin bukan gadis jahat, dan
kalau memang Lee Cin bermaksud membunuhnya tentu sudah sejak tadi dilakukannya. Akan
tetapi ia pun dapat menduga bahwa Lee Cin mencinta Thian Lee dan kini hatinya cemburu
membuat gadis itu seperti gila, menjadi salah tingkat dan melakukan hal-hal yang tak masuk
akal. Mereka tiba di tepi hutan, tak jauh dari kota raja, Lee Cin melepaskan tubuh Cin Lan
menggeletak telentang sedangkan ia sendiri duduk di atas batu memandangi Cin Lan dengan
alis berkerut. Tiba-tiba ia mencabut pedangnya.
"Benar, aku harus membunuhnya!" katanya kepada diri sendiri sambil meno-dongkan
pedangnya ke dada Cin Lan. "Adik Cin, kenapa engkau melakukan ini" Kenapa engkau
hendak membunuhku?" tanya Cin Lan dengan tabah dan tenang.
"Kenapa engkau tidak menangis dan minta-minta ampun kepadaku?" bentak Lee Cin.
"Mintalah ampun, mungkin aku akan mengampunirnu."
"Tidak, Adik Cin. Untuk apa aku minta ampun" Aku tidak bersalah apa pun kepadamu."
"Engkau tidak bersalah" Engkau merampas pria yang kucinta! Engkau merebutnya dariku!"
"Aku tidak merasa merebutnya dari siapapun juga. Kami saling mencinta. Kalau engkau
begitu buta untuk tidak melihat kenyataan ini dan hendak mem-bunuhku, engkau bertindak
sebodon-bodohnya. Kalau aku mati terbunuh, Kekasihku itu tentu akan menangisi kematian-
ku, akan berkabung dan mungkin selamanya akan berduka karena kematianku. Akan tetapi
engkau" Engkau yang rnembunuh kekasihnya, engkau akan dikutuk, dan dibenci selamanya
oleh orang yang kaucinta itu. Adik Cin, tidakkah engkau dapat melihat kenyataan ini"
Mencinta seseorang dan tidak dibalas, itu sudah merupakan hal yang pahit, akan tetapi dibenci
oleh orang yang kita cinta, itu merupakan siksaan batin yang amat berat. Perjodohan haruslah
diadakah oleh dua orang yang salmg mencinta, bukan oleh orang yang hanya mencinta
sepihak saja. Bayangkan kalau engkau menjadi isteri seorang suami yang tidak mencin-tamu,
hanya engkau sendiri yang cinta kepadanya. Bagaimana sengsara perasaan hatimu. Cinta tidak
dapat dipaksakan, Adik Cin, tidak dapat dibuat-buat. Kalau engkau membunuh aku, engkau
akan ber-dosa besar kepadaku karena aku tidak mempunyai kesalahan apa pun padamu, dan
engkau akan dikutuk, dimusuhi oleh Lee-koko, bahkan oleh semua orang ga-gah di dunia
kang-ouw. Sebaiknya kaubebaskan aku, lupakan Lee-koko karena dia sudah rnencinta aku
dan tidak dapat membalas cintamu. Kami akan selalu menaruh rasa iba kepadamu dan
mendoa-kan semoga engkau akan bertemu dengan pria yang benar-benar mencintamu agar
kelak engkau menjadi seorang isteri yang berbahagia. Nah, sudah banyak aku bicara, terserah


Gelang Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadamu. Aku tidak takut mati!"
Wajah Lee Cin sebentar merah sebentar pucat. Membayangkan bahwa kalau ia membunuh
Cin Lan ia akan dibenci dunia kang-ouw, ia tidak peduli. Akan tetapi dibenci Thian Lee,
dikutuk dan dimusuhi" Terlalu berat baginya. la dapat merasakan kebenaran ucapan Cin Lan.
Cinta tidak dapat dipaksakan atau dibuat-buat. Timbul dari dasar hati. Hatinya menjadi
bingung. Pada saat itu muncul seorang pria berusia hapir enam puluh tahun, bertubuh tinggi besar
gagah perkasa bermuka merah dan memegang sebatang dayung baja bersanna seorang
pemuda yang gagah tampan dan pesolek. Mereka itu bukan, lain adalah Siangkoan Bhok dan
puteranya Siangkoan Tek! "Lee Cin, cepat bebaskan aku. Mereka adalah Tung-hong-ong (Raja Angin Timur) dan
puteranya!" bisik Ci Lan yang kebetulan dapat melihat mereka dari tempat ia rebah.
Lee Cin yang sedang resah dan bim-bang itu menjadi marah mepdengar ini, dah ia semakin
marah ketika mengenal dua orang itu. Siangkoan Tek adalah pemuda kurang ajar yang hampir
memperkosanya dan untung baginya muncul Thio Hui San yang menolongnya. la tahu benar
betapa lihainya kakek tinggi besar bersenjatakan dayung itu. Akan tetapi kemarahannya
membuat ia menjadi nekat dan biarpun ia tahu benar betapa kedah-syatnya kepandaian
seorang di antara empat datuk besar jty, namun ia tidak takut. la meloncat dan menyambut
dua orang pria itu dengan bentakan nyaring,
"Mau apa kalian datang ke sini mengganggu aku" Hayo cepat merangkak pergi atau kubunuh
kalian!" Sikap gadis ini seperti menghadapi dua orang penjahat kecil saja.
Siangkoan Bhok sampai terbelalak marah melihat dirinya diperlakukan dengan sikap
merendahkan seperti itu, akan tetapi Siangkoan Tek yang sudah mengenal kembali Lee Cin
tersenyum, "Hemm, engkau datang lagi kepadaku, manis" Dan bukankah yang rebah di sana
itu gadis tunanganku" Hemm, sekali ini kalian berdua harus menjadi milikku!"
Mendengar ini, api kemarahan dalanni dada Lee Cin berkobar. "Bangsat bermulut kotor!"
bentaknya dan ia sudah meloncat dan menerjang ke depan menyerang Siangkoan Tek dengan
pedangnya. Melihat serangan yang amat cepat dan berbahaya itu, Siangkoan Tek cepat
meloncat jauh ke belakang untuk menghindarkan diri. Akan tetapi Lee Cin yang sudah marah
sekali mengejar untuk menyusulkan serangan berikutnya.
Tiba-tiba sebatang dayung baja menyambar ke arah kedua kakinya dengan kecepatan dan
kekuatan yang dahsyat sekali. Angin pukulan dayung itu mengeluarkan suara bercuitan ketika
ruyung itu menyambar. Hampir saja kedua kaki Lee Cin terkena dayung itu. Lee Cin terkejut
dan menggunakan kellncahan tubuhnya untuk melompat jauh ke belakang sambil berjungkir
balik beberapa kali. Ketika tubuhnya turun, ia tiba di dekat Cin Lan.'
"Adik Cin, bebaskan aku, kita hadapi berdua!" kembali Cin Lan berbisik, akan tetapi Lee Cin
yang sudah marah sekall kepaa biangkoan Bhok, tidak mempedulikan keselamatan dirinya
lagi dan kembaJi ia meloncat dan menerjang Siangkoan Bhok dengan pedangnya. Kakek itu
pun tidak berani memandang rendah. Dia tahu benar bahwa murid Ang-tok Mo-li ini cukup
lihai dan pedangnya amat berbahaya. Maka dia pun memutar tong-1 katnya menghadapi
pedang itu. Tiba-tiba Lee Cin membuat gerakan meliuk dan tiba-tiba saja jari tangan kirinya
sudah meluncur ke arah mata Siangkoan Bhok.
"Ihh...!" Datuk itu berseru kaget dan mengelak cepat. Akan tetapi jari tangah kiri itu sudah
cepat sekali menyambar pula ke arah dadanya dengan totokan yang dahsyat. Kembali
Siangkoan Bhok meloncat ke kiri untuk menghindar.
"It-yang-ci....!" Serunya terkejut. Dia pernah dikalahkan oleh In Kong Taisu dengan ilmu
totok It-yang-ci itu, maka tentu saja dia menjadi agak jerih. Akan tetapi lewat beberapa jurus,
tahulah dia bahwa ilmu It-yang-ci yang dikuasai nona itu masih jauh dari sempurna. Dia
tertawa bergelak dan memutar lagi dayungnya dengan dahsyat. Belasan jurus lewat dan ketika
dayung itu menyodok perut, terpaksa Lee Cin memapaki dengan kakinya ,dan tubuhnya
terlempar jauh ke belakang. Kembali ia tiba dekat Cin Lan yang berbisik lagi.
"Lee Cin, engkau bodoh, Cepat bebaskan aku kalau engkau tidak ingin mati di tangannya!"
Sekali ini Lee Cin teringat bahwa ia memang tidak ingin mencelakai Cin Lan. Ucapan Cin
Lan tadi sudah menyadarkannya bahwa ia tidak akan dapat memaksakan cinta kasih Thian
Lee kepadanya kalau memang pemuda itu tidak mencintanya dan mencinta gadis lain. Maka,
tangan kirinya bergerak dan Cin Lan segera dapat bergerak kembali. Cin Lan cepat bangkit
dan mematahkan sebatang dahan pohon untuk dijadikan senjata tongkat. Kemudian, dengan
tongkat dahan pohon di tangan, gadis ini maju memutar tongkatnya menyerang
Siangkoan,Bhok, Lee Cin juga meloncat dan mengeroyok dengan serangan pedangnya yang
ganas. Melihat dua orang gadis itu maju menyerangnya dengan gerakan yang demikian tangkas,
cepat dan kuat, diam-diam Siangkoan Bhok terkejut juga. Dia pernah melawan Lee Cin, akan
tetapi ilmu kepandaian gadis itu dahulu tidak demikian hebat. Tahu-tahu sekarang telah
mampu menguasai It-yang-ci. Dan gadis yang menjadi murid Pek 1 Lokai ia pun tidak boleh
dipandang ringan. Ilmu tong-kat Hok-mo-tung sudah terkenal di dunia kang-ouw sebagai ilmu
tongkat yang sukar ditandingi. Kini dua orang gadis itu maju bersama, maka dia pun bersikap
hati-hati dan memutar dayungnya untuk menjaga diri.
Sementara itu, melihat ayahnya dikeroyok dua, Siangkoan Tek segera berseru, "Ayah, jangan
bunuh mereka! Mereka adalah milikku!" Dan pemuda ini pun telah memegang pedang dan
terjun dalarn perkelahian itu njiembantu ayahnya.
Cin Lan dan Lee Cin merasa kewalahan dan repot juga. Mengeroyok Siangkoan Bhok
seorang saja sudah merupakan lawan berat bagi mereka, apalagi kini ditambah Siangkoan Tek
yang juga lihai. Tingkat kepandaian Siangkoan Tek itu hanya sedikit di bawah tingkat mereka. Kini, setelah
dibantu puteranya, dayung baja di tangan Siangkoan Bhok menyambar-nyambar dahsyat,
membuat kedua orang gadis itu terpaksa mempertahankan diri sambil mundur, seolah
terdorong oleh angin sambaran dayung yang berat itu.
Ketika Lee Cin sedang menangkis pe-dang Siangkoan Tek, tiba-tiba dayung itu menyambar
tubuhnya dengan kekuatan yang hebat. Tak mungkin menangkis dayung yang berat itu
dengan pedangnya, maka satu-satunya jalan untuk meloloskan diri dari maut hanyalah
meloncat ke belakang. "Dessss...Dayung itu menghantam tanah dan tanah berhamburan dihantam dayung dengan
kerasnya. Dayung itu kini menyarnbar ke arah Cin Lan yang terpaksa menangkis dengan
tongkatnya. "Takkk!" Tangkisan itu membuat Cin Lan terdorong ke belakang, ke bawah sebatang pohon,
namun dayung itu tetap menyambar ke arah tubuhnya. Dengan mengandalkan keringanan
tubuhnya. Cin Lan dapat mengelak dengan loncatan jauh ketika dayung menyambar dahsyat.
"Wuuuuttt... krakkk!" Pohon sebesar pinggang gadis itu patah dan tumbang dihantam dayung.
Bayangkan saja kalau dayung itu tadi mengenai pinggang Cin Lan.
Dua orang gadis itu sudah mengeroyok lagi dan menyerang dengan senjata rnereka.
Siangkoan Tek membantu ayahnya menangkis pedang Lee Cin sedangkan Siangkoan Bhok
menangkis tongkat Cin Lan. Kemudian terjadi perkelahian yang seru dan mati-matian. Setiap
kali Lee Cin mendesak Siangkoan Tek ayah pemuda itu selalu melindunginya sehingga
berbalik Lee Cin yang terdesak. Demikian pula kalau melihat Cin Lan terdesak hebat oleh
dayung di tangan datuk itu, Lee Cin mengendurkan serangannya terhadap Siangkoan Tek
untuk membantu Cin Lan. Akan ttetapi, kedua orang gadis itu lebih sering terdesak,
Tiba-tiba dayung itu bergerak bagaikan gelombang samudera menggulung ke arah Lee Cin.
Gadis ini terkejut, memutar pedangnya akan tetapi tetap saja ia terdorong ke belakang dan lalu
ia menjatuhkan diri bergulingan dengan cepat untuk membebaskan dirl dari serangan dayung
yang berbahaya itu. Melihat ini, Cin Lan membantu Lee Cin dengan tusukan tongkatnya.
"Trakk!" Tongkat itu terpental ketika membentur dayung dan pada saat itu, pedang Siangkoan
Tek telah mengancam leher Cin Lan. Pedang ditempelkan ke leher dan pemuda ini berseru,
"Tunanganku, jangan melawan lagi. Ehgkau sudah kalah!"
Pada saat itu, dari udara nampak bayangan orang berkelebat dan tahu-tahu ada sinar pedang
menyambar ke arah pedang Siangkoan Tek yang menempel di leher Cin Lan.
"Tranggg....!" Pedang Siangkoan Tek terpental dan pemuda itu terkejut, melompat mundur,
Ternyata yang menolongnya itu Thian Lee! "Lee-koko....!" Cin Lan berseru girang bukan
main. Thian Lee berhadapan dengan Siangkoan Bhok, lalu memberi hormat. "Kalau aku tidak salah
duga, aku berhadapan dengan Tung-hong-ong Siangkoan Bhok, majikan Pulau Naga.
Benarkah?" "Hemmm, bocah lancang. Kalau sudah tahu, kenapa engkau berani mencampuri urusanku?"
bentak Siangkoan Bhok. "Tentu saja aku mencampuri. Kedua orang gadis ini adalah sahabat-sahabatku. Apa kesalahan
mereka maka engkau seorang datuk besar yang berkedudukan tinggi menyerang mereka ?".
Jilid 18 ..... Siangkoan Tek melangkah maju.
"Siapa kau" Berani ikut campur" Dua orang gadis itu adalah milikku, calon-calon isteriku,
Hayo kau pergi sebelum kuhancurkan kepalamu!" Dia mengamangkan tinju tangan kirinya
dan pedang di tangan kanannya.
"Hemm, aku pernah mendengar bahwa Tung-hong-ong mempunyai seorang putera bernama
Siangkoan Tek yang mata keranjang, hidung belang dan berwatak rendah. Kiranya engkaulah
orang itu, bukan?" "Jahanam, berani engkau menghinaku?" Siangkoan Tek menjadi marah dan dia menyerang
dengan pedangnya, membacok kepala Thian Lee. Dengan tenang dan mudah Thian Lee
mengelak ke kiri dan sekali tangannya mendorong, Siang-koan Tek terhuyung dan tentu
sudah roboh kalau tidak disambar lengannya oleh ayahnya.
Diam-diam Siangkoan Bhok yang da-tuk besar itu mengenal gerakan ampuh ketika dalam
segebrakan saja Thian Lee hampir merobohkan puteranya. Dia me-mandang penuh perhatian
dan berseru dengan suara garang, "Orang muda, siapa engkau?"
"Namaku Song Thian Lee, sahabat dari dua orang gadis ini. Harap engkau orang tua suka
membebaskan mereka, mengingat akan kedudukanmu yang tinggi di dunia persilatan, tidak
akan mengganggu kalangan muda."
"Setan! Berani engkau menasihati aku" Aku akan menyudahi urusan ini kalau engkau
sanggup menahan serangan dayungku sampai tiga puluh jurus!"
"Siangkoan Bhok, jangankan tiga puluh jurus, biar sampai tiga ratus jurus engkau tidak
akan'mampu mengalahkan dia!" tiba-tiba Lee Cin berseru keras.
Akan tetapi Siangkoan Bhok tidak mau mendengarkan gadis itu, bahkan segera
menggerakkan dayungnya dar mem-bentak, "Lihat senjataku!" dan dia pun sudah menyerang
dengan dahsyatnya. "Trang-cring-tranggg....!" Bunga api berpijar ketika dayung itu ditangkis pe-dang di tangan
Thlan Lee sampai tiga kali, lalu pemuda itu balas menyerang.
Bukan main kagetnya hati Siangkoan Bhok ketika melihat serangan pemuda itu. Dia melihat
pedang itu mernbentuk lingkaran-lingkaran aneh dan sambaran pedang itu terasa hawa yang
amat dingin, ketika dia menangkis dan mengelak, tiba-tlba hawa dari pedang tu berubah
panas. Dia pun maklum bahwa pemuda itu telah mampu menggerakkan sin-kang yang
berhawa panas dan juga dingin secara bergantian. Orang yang sudah dapat mengendalikan
sin-kangnya seperti itu tentulah memiliki kepandaian tinggi maka dia pun tidak mernandang
rendah, melainkan menyerang dengan dayungnya sambil mengerahkan seluruh tenaga dan
ilmu silatnya. Thian Lee juga bersikap hati-hati karepa dia maklum bahwa lawannya adalah
seorang di antara empat datuk besar yang namanya sudah tersohor di dunia persilatan. Dia
pun langsung memainkan pedangnya dengan Jit-goat Kiam-sut sehingga pedang itu
membentuk gulungan sinar yang melingkar-lingkar. Dari lingkaran itu menyambar sinar
pedang dengan kekuatan yang dahsyat.
Tiga puluh jurus lewat dengan cepatnya dan jangankan mengalahkan Thian Lee, mendesak
pun Siangkoan Bhok tidak mampu.
"Heee, Siangkoan Bhok kakek tak tahu malu. Tiga puluh jurus telah lewat dan engkau belum
mampu menang. Kau telah kalah!" teriak Lee Cin mengejek.
Akan tetapi kakek itu tidak pedull dan melanjutkan serangannya. Thian Lee juga membalas
dan terjadilah pertanding-an yahg amat hebat. Mereka saling serang dan kadang senjata
mereka bertemu dan terdengar suara nyaring menyusul bunga api yang berpijar-pijar. Seratus
jurus terlewat dan mulailah Siangkoan Bhok terdesak.
Dua orang gadis yang menonton pertandingan itu merasa kagum dan Lee Cin tiba-tiba
berkata, "Biar kuhajar anjing kecil itu." katanya, bersiap-siap untuk menyerang Siangkoan
Tek yang sudah berdiri dengan mata terbelalak dan muka pucat nnelihat betapa ayahnya tidak
mampu mengalahkan pemuda itu.
Cin Lan memegang tangannya. "Jangan, Adik Cin. Kita lihat saja bagaimana akhir
pertandingan itu dan menyerahkan segala keputusannya kepada Lee-koko!"
Lee Cin menundukkan mukanya, Inilah satu di antara perbedaan antara ia dan Cin Lan. Gadis
itu demikian rnencinta Thian Lee sehingga tidak mau rnendahului pemuda itu. Segalanya
diserahkan kepada pemuda itu untuk mengambil keputusan! la pun merangkul Cin Lan,
teringat akan perbuatannya tadi.
"Enci Lan, aku tadi terbakar perasaan cemburu dan marah. Maafkan semua perbuatanku tadi."
la juga merasa betapa luhur budi Cin Lan. Sudah ia perlakukan seperti itu, tetap saja malah
berusaha membantunya ketika ia berhadapan de-ngan Siangkoan Bhok dan puteranya!
Cin Lan balas merangkulnya. "Sudahlah, Adik Cin. Lupakan saja peristiwa tadi dan anggap
sebagai hal yang tidak pernah terjadi. Sejak tadi pun aku tahu bahwa engkau tidak akan
mencelakakan aku. Aku inengenalmu sebagai seorang gadis yang baik hati. Engkau hanyut
dalam kekecewaan dan kedukaan. Aku kasihan kepadamu, Adik Cin. Kudoakan saja mudah-
mudahan engkau akan ber-temu jodohmu yang mencintamu sepenuh jiwa raganya."
"Ah, terima kasih, Enci Lan. Engkau seorang gadis yang bijaksana sekali, tidak
mengherankan kalau Thian Lee mencintamu."
Biarpun perhatian mereka masih tertuju kepada pertandingan antara Thian Lee dan Siangkoan
Bhok, akan tetap? mereka tidak khawatir dantetap bercakap-cakap.
"Aku teringat akan sesuatu, Adik Cin. Menurut penuturan orang-orang Hek-tung-Kai-pang,
ada seorang gadis pawang ular yang merampas sebatang gelang kemala dari tangan seorang
anggauta mereka. Ketika bertemu engkau, aku jadi teringat. Apakah engkau gadis itu?"
Lee Cin tersenyum. "Benar, Enci Lan. Akulah yang merampas gelang itu, karena aku yakin
pengemis itu mencurinya dan hendak menjualnya."
"Apakah sekarang engkau masih rnenyimpan gelang kemala itu?"
"Ah, tidak. Sudah kuserahkan kepadanya!" Lee Cin menuding ke arah dua orang yang sedang
bertanding. "Kenapa siapa?" Cin Lan terbelalak.
"Kepada Thian Lee. Dia memintanya dan kuberikan kepadanya!"
Sepasang mata itu semakin terbeialak dan suara Cin Lan terdengar agak gemetar ketika
bertanya, tangannya menggenggam tangan Lee Cin erat-erat.
"Akan tetapi mengapa" Mengapi dia memintanya?"
"Katanya gelang itu miliknya, presis dengan gelang kedua yang disimpannya. Katanya,
gelang itu dahulu oleh ayahnya diberikan kepada seorang anak perempuan yang dijodohkan
dengannya... ah, Enci Lan, engkau begitu pucat. Kenapa" Ah, apakah... engkau pemilik
gelang yang dicuri itu?"
Cin Lan sudah dapat menenteramkan jantungnya yang berdebar" penuh ketegangan, dan ia
mengangguk. "Benar, Adikku. Akulah... anak yang dijodohkan dengan Lee-koko itu. Akan
tetapi kuminta kepadamu, jangan engkau menceritakan kepada Lee-koko. Berilah aku
kesenangan untuk kelak menceritakannya sendiri kepadanya. Maukah engkau, Cin-moi?" Cin
Lan merangkul, Lee Cin balas merangkul.
"Tentu saja, Enci Lan. Kiranya engkau memang sejak kecil sudah dijodohkan defigan Thian
Lee. Kionghi (selamat), Enci'"
Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring sekali keluar dari mulut Siang-koan Bhok,
"Haiiiitttt....!" Dan dayung baja itu menyambar dahsyat sekali. Akan tetapi, 'Thian Lee tidak
menangkis atau menjauh, bahkan merendahkan' tubuhnya dan menerjang ke depan. Dayung
itu menyambar lewat atas kepalanya aan pada saat itu, pedang Thian Lee telah berhasil merobek
baju di dada Ssang-koan Bhok.
"Brettt....! Ahhh....!" Siangkoan Bhok meloncat jauh ke belakang dan mukanya yang biasanya
merah itu kini menjadi pucat sekali. Dia memandang ke arah dadanya yang kini nampak
kulitnya kare-na bajunya sudah robek terbuka. Dia tahu benar bahwa kalau lawannya yang
muda tadi menghendaki, tentu dia sudah roboh dan tewas. Dengan semangal melayang dan
hati dipenuhi penasarar dan rasa malu, dia pun menoteh kepada puteranya dan membentak,
"Tek-ji (Anak Tek), mari pergi dari sini. Cepat'!" Dan dia pun sudah melom-pat jauh
meninggalkan tempat itu, Siang-koan Tek nampak bingung, belum pernah dia mengalami
peristiwa seperti itu, menghadapi kekalahan ayahnya. Dia pun meloncat dan cepat-cepat
mengejar ayahnya. Cin Lan sudah lari menghampiri Thian Lee, Lee-koko, engkau tidak apa-apa?"
Thian Lee merangkulnya. "Tldak perlu engkau mengkhawatirkan diriku, Lan-moi. Akan
tetapi justeru aku yang khawatir sekali akan keselamatanmu. Kenapa engkau dan Lee Cin
berada di sini?" Lee Cin akan mengaku terus terang akan perbuatannya tadi, akan tetapi ia didahului oleh Cin
Lan. "Kami merayakan kemenangan kita tadi dengan berburu, kita hendak pergi berburu akan
tetapi bertemu dengan mereka di sini, Lee-koko!"
"Ahh, hampir saja kalian celaka. Siangkoan Bhok itu lihai sekali, apalagi ada puteranya yang
amat jahat. "Hemm, dengan adanya seorang pelin-dung dirinya seperti engkau, apa yang harus ditakuti
Enci Lan" Thian Lee, engkau harus menjaga diri Enci Lan baik-baik. Ingat, ia amat
mencintamu!" kata Lee Cin dan mendengar ucapan itu, Thian Lee memandang kepada Lee
Cin dengan sinar mata berseri. Mengertilah dia bahwa Lee Cin sudah mengetahui tentang
hubungan cintanya dengan Cin Lan dan agaknya Lee Cin dapat menerima kenyataan itu
dengan rela. Tadinya dia mengkhawatirkan kalau Lee Cin akan membenci dan memusuhi Cin
Lan kalau mengetahui akan hal itu.
"Tentu saja aku akan menjaganya baik-baik, Lee Cin. Terima kaslh!" katanya dengan nada
suara gembira. "Dan sekarang aku berpamit, aku harus pulang ke Hong-san," kata Lee Cin.
"Ah, Adik Cin, kenapa tergesa-gesa" Kuharap engkau suka tinggal bebeapa hari lamanya di
rumah kami'" kata Cin Lan.
"Betul itu, Lee Cin, jangan tergesa-gesa pergi. Namamu telah dilaporkan kepada Sri Baginda
Kaisar, engkau termasuk seorang di antara mereka yang berjasa menumpas pemberontakan
dan engkau berhak memperoleh pahala...."
"Thian Lee, engkau tahu bahwa aku tidak membutuhkan pahala. Kalau diberi anugerah
berikan saja kepada Enci Lan'. Nah, selamat tinggal. Berbahagialah engkau Enci Lan
berbahagialah kalian. Kalimat terakhir ini keluar disertai isak tangis dan Lee Cin meloncat


Gelang Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Cin Lan memegang lengan Thian Lee yahg segera merangkulnya. Keduanya diam
memandang sampai bayangan Lee Cin lenyap di antara pohon-pohon.
"Kasihan Adik Lee Cin," kata Cin Lan lirih. "la... ia mencintamu, Lee-ko."
"Aku tahu, dia sudah mengatakan te-rus terang kepadanya bahwa aku sudah mencinta gadis
lain dan tidak mungkin mencintanya. Agaknya...' ia sudah tahu bahwa gadis yang kucinta itu
adalah engkau, Lan-moi."
"Memang la sudah mengetahuinya tadi," jawab Cin Lan.
"Ahhh, tadinya aku khawatir sekali. wataknya agak keras dan liar, aku kha-watir ia bersikap
keras dan membencimu. Akan tetapi ternyata tidak."
"Tidak, Koko. la seorang gadis yang baik hati," jawab Cin Lan sambil mengangkat muka
menatap wajah pemuda kekasihnya itu. Hatinya bahagia sekali. Pemuda ini, kekasihnya ini,
ternyata adalah tunangannya semenjak ia masih kecil. Pemuda ini adalah pilihan ayah
kandungnya! "Mudah-mudahan saja dia akan mene-mukan jodohnya yang baik," kata Thlan Lee. "Mari kita
kembali ke rumah ayah-mu, Lan-moi. Engkau tentu telah ditunggu-tunggu."
Mereka lalu berjalan, bergandeng tangan kembali ke kota raja dan di sepanjang perjalanan,
Thian Lee menceritakan tentang kepergiannya menghadap Kaisar di istana.
"Ayahmu telah dianugerahi pangkat Penasihat Kaisar, dan aku sendiri diangkat menjadi
panglima yang mengepalai seluruh pasukan keamanan istana," demikian Thian Lee menutup
ceritanya. "Wah', kalau begitu engkau sudah menjadi panglima besar, Koko. Kionghi (selamat)! Engkau
telah menunaikan tugasmu dengan baik."
"Sekarang tinggal sebuah tugas lagi yang teramat penting harus kaulakukan, Lan-moi."
Cin Lan mengerutkan alisnya dan memandang dengan khawatir. "Masih ada tugas lain lagi"
Tugas apakah itu yang diberikan Sri Baginda Kaisar kepadamu. Lee-ko?"
"Bukan tugas darl Kaisar, Lan-moi, melainkan tugas pribadi yang teramat penting."
"Apakah itu" "Meminangmu kepada ayahmu."
"Ahhh....!" Cin Lan menunduk dan mukanya menjadi merah sekali. Thian Lee merangkulnya.
"Apakah engkau tidak senang Lan moi?".
"Senang sekali." Gadis ini menahan dirinya untuk tidak bercerita bahwa sesungguhnya
mereka sudah bertunangan sejak kecil, dan rahasia ini disimpannya dengan hati tegang dan
girang. Thian Lee masih memeluk gadis itu. Tempat itu sunyi sekali, tidak ada orang lain kecuali
mereka berdua. Dia mengambil sesuatu dari balik bajunya dan mengeluarkan sepasang gelang
kemala. Jantung dalam dada Cin Lan terguncang keras ketika ia melihat sepasang gelang kemala itu.
Sebuah di antaranya adalah gelang kemala miliknya yang dulu dirampas oleh seorang
anggauta Hek-tung Kai-pang. Lee Cin bercerita benar. Gelang itu dirampas pula oleh Lee Cin
dari tangan pengemis' itu, kemudian dikembalikan kepada Thian Lee.
"Lee-koko, benda apakah itu?" ia pura-pura bertanya ketika melihat sepasang gelang kemala
itu. "Lan-moi, sepasang gelang kemala ini adalah peninggalan mendiang ibuku. Sekarang, setelah
aku bertemu dengan jodohku, dengan calon isteriku, maka ku-serahkan sepasang gelang
kemala im kepadamu, Lan-moi."
Cin Lan merasakan kebahagiaan besar menyelubungi hatinya. Tuhan telah me-nuntun nnereka
berdua yang sejak kecil telah dijodohkan itu untuk saling bertemu dan saling rnencinta! Ingin
ia membagi kebahagiaan ini dengan Thian Lee yang belum mengetahuinya, akan tetapi ia
ingin lebih dulu menggoda Thian Lee.
"Lee-ko, ah, aku tidak menyangka sama sekali bahwa orang seperti engkau ini dapat,
berkhianat dan tidak setia...." la sengaja belum mau menerima sepasang gelang itu.
Thian Lee terkejut bukan main, me-lepaskan rangkulahnya dap meloncat ke belakang,
memandangi sepasang gelang itu lalu menatap wajah Cin Lan.
"Lan-moi, apa yang kaumaksudkan" Aku berkhianat dan tidak setia" Aku tidak mengerti!"
Thian Lee penasaran sekali.
Cin Lan menahan rasa geli di hatiya. "Lee-koko, engkau berkhianat terha-dap pesan mendiang
ayahmu sendiri dan engkau tidak setia kepada tunanganmu dengan siapa engkau dijodohkan
sejak kecil." "Ehhh....!" Thian Lee terbelalak. "Ba-gaimana engkau... bisa mengetahui urusan itu....?"
"Lee Cin yang menceritakan semua itu kepadaku," jawab Cin Lan sambil mengamati wajah
kekasihnya yang nampak khawatir.
"Ohhh; begitukah" Memang aku telah menceritakan semua itu kepadanya. Lee Cin
menemukan sebuah dari gelang-gelang ini dan karena ia menyatakan... cintanya kepadaku,
terpaksa aku menceritakan kepadanya bahwa aku tidak mungkin membalas cintanya dan
melihat gelang itu ada padanya, aku lalu memintanya dan menceritakan bahwa gelang itu
adalah gelang yang diberikan ayahku kepada sahabatnya sebagai tanda perjodohan antara aku
dan anak perempuan sahabat ayahku."
"Hemm, dan sekarang gelang tanda ikatan jodoh dengan puteri sahabat ayahmu itu hendak
kauberikan kepadaku! Bukankah hal itu berarti bahwa engkau mengkhianati ayahmu sendiri
dan tidak setia kepada tunanganmu yang sudah dijodohkan denganmu sejak kecil?" Cin Lan
menyerang dengan kata-kata dan pandang matanya tajam penuh selidik. Wajah Thian Lee
menjadi agak pucat Dia menarik napas panjang lalu berkata, "Lan-moi, harap jangan bicara
seperti itu. Engkau menusuk perasaan tiatiku. Ketahuilah, bukan maksudku untuk berkhianat
dan tidak setia. Akan tetapi aku tidak berhasil menemukan gadis yang dipertunangkan dengan
aku semenjak kecil itu seperti yang dipesankan ibuku, bahkan aku mendapatkan gelangnya
ada pada Lee Cin yang merampasnya dari tangan seorang pengemis. Pula, terus. terang saja,
aku merasa tidak setuju dengan apa yang telah dilakukan orang tuaku, menjodohkan aku
ketika masih kanak-kanak. Bagiku, perjodohan haruslah didasari cinta kasih antara kedua
orang yang hendak berjodoh. Kemudian aku bertemu denganmu dan jatuh cinta. Salahkah aku
kalau aku menyerahkan gelang kemala ini kepadamu sebagai ikatan perjodohan karena kita
saling mencihta, sebelum mengajukan lamaran kepada ayah ibumu?"
Cin Lan belum mau menerima eelane itu dan bertanya, "Lee-ko, bagaimana kalau pada suatu
hari gadis yang dijodohkan denganmu sejak kecil itu muncul dan menuntut dilangsungkan
perjodohan itu?" "Aku akan menolaknya! Apalagi ia tidak mempunyai bukti gelang kemala ikatan jodoh."
"Benarkah engkau menolaknya?"
"Tentu saja. Akan kunasihati ia bahwa perjodohan yang dipaksakan adalah tidak baik dan
akan menghancurkan kebahagian kami rnasing-masing. Akan kukatakan kepadanya bahwa
aku telah mempunyai pilihan hati sendiri, yaitu engkau. Nah, terimalah sepasang gelang ini,
Lan-moi" Kini Cin Lan mau menerirnanya, "Akan tetapi jangan tergesa-gesa mengajukan lamaran
kepada Ayah Ibu, Lee-ko. Biarkan aku yang lebih dulu memberitahukan kepada mereka agar
kalau engkau mengajukan lamaran, mereka sudah mengetahuinya lebih dulu dan tidak
menjadi terkejut. Setelah kuberitahu mereka dan mereka setuju, barulah mengajukan lamaran
itu." Thian Lee mengangguk-angguk "Begitu memang yang paling baik, Lan-moi. Dengan
demikian aku menjadi tidak ragu untuk menghadap orang tuamu dan melamar. Akan tetapi
setelah engkau memberitahu mereka dan mereka setuju, engkau harus mengabarkan
kepadaku." "Tentu saja. Nah, mari kita pulang agar tidak membikin orang tuaku cemas, Lee-koko."
Mereka kembali ke kota raja dan ketika tiba di luar rumah Pangeran Tang, mereka disambut
oleh orang tua Cin Lan dengan gembira dan lega.
"Di mana Nona Lee Cin?" tanya Sang Pangeran ketika tidak melihat gadis itu.
"Adik Cin Lan sudah pulang ke Hong-san dan ia berkeras mengatakan tidak mau menerima
pahala apa pun, Ayah," kata Cin Lan.
Pangeran Tang Gi Su menarik napas panjang dan menggeleng kepalanya. "Seorang pendekar
wanita yang masih muda dan gagah perkasa."
Malam itu kembali Pangeran Tang Gi Su menahan Thian Lee agar bermalam di rumahnya
dan agar besok pagi saja pemuda itu pindak ke rumahnya sendiri yang diberikan oleh Kaisar
kepadanya. "Tok-tok-tok'." Daun jendela kamar Thian Lee diketuk orang dari luar. Thian Lee memang
belum tidur dan dia terkejut, menengok ke arah daun jendela itu, Kamarnya itu berada di
pinggir dan daun jendela itu menghadap ke taman bunga. "Siapa di luar?" tanya Thian Lee.
"Song Thian Lee, keluarlah, aku mau bicara denganmu."
Lee Cin, pikir Thian Lee. Suara itu suara wanita dan tidak ada wanita lain yang menyebut
namanya begitu sajci kecuali Lee Cin. Mau apa malam-malam datang seperti seorang
pencuri" la tetap bersikap hati-hati, meniup padam liiin di atas meja. Membuka daun jendela
dan melihat ada seorang yang berpakaian serba hitam di luar jendela. Dia meloncat keluar dan
berhadapan dengan orang itu. Ternyata orang itu menutupi mukanya dengan saputangan
hitam dan hanya sepasang matanya yang mencorong nampak dari dua lubang pada
saputangan hitam itu. Akan tetapi dari bentuk tubuh yang ramping itu dia masih menduga
bahwa orang itu tentulah Lee Cin,
"Lee Cin, apa maksudmu dengan...."
"Aku bukan Lee Cin!" tiba-tiba wanita berkedok itu memotong.
"Siapa engkau?" Thian Lee bertanya dengan heran. "Dan ada keperluan apakah engkau datang
ke sini sebagaf pencuri?"
"Aku adalah gadis bermarga Bu!"
Thian Lee memandang dengan mata terbelalak. "Gadis... bermarga... Bu....?"
"Ya, aku adalah puteri dari mendiang ayahku Bu Cian. Dan engkau bernama Song Thian Lee
putera mendiang Song Tek Kwi, bukan?"
Thian Lee masih terbelalak memandang dan sekarang dia menelan ludah untuk
menenteramkan hatinya yang terguncang. "Jadi engkau... engkau... anak perempuan itu?"
"Ya, akulah anak perempuan she Bu yang dipertunangkan dengan putera Song Tek Kwi sejak
kecil. Aku adalah calon jodohmu, Song Thian Lee. Kedua orang ayah kita menghendaki itu."
.. Thian Lee merasa terdesak, dia ingat akan gelang kemala. "Akan tetapi, Ayah telah memberi
sebuah gelang kemala kepada Paman Bu Cian sebagai tanda ikatan jodoh. Mana gelang
kemala itu sekarang" Gelang kemala itu menjadi bukti dirimu."
"Gelang itu tidak ada padaku. Sudah dicuri seorang anggauta Hek-tung Kai-pang!" jawab
gadis itu dan Thian Lee kini yakin bahwa memang gadis inilah anak perempuan mendiang Bu
Cian. Lee Cin menceritakan bahwa ia merampas gelang itu dari seorang pengemis. Dia harus
berterus terang kepada gadis ini.
"Nona Bu, aku percaya bahwa engkau puteri mendiang Paman Bu Cian. Akah tetapi dengan
bukti gelang kemala atau tidak, aku harus mengatakan terus terang kepadamu bahwa aku
tidak mungkin dapat berjodoh denganmu seperti dikehen-daki kedua orang ayah kita."
"Mengapa tidak" Apakah engkau hendak mengingkari janji ayahmu sendiri?"
"Ada dua hal yang membuat aku terpaksa menolak. Pertama, karena aku sudah mempunyai
pilihan hati sendiri, mempunyai seorang kekasih dengar siapa aku akan berjodoh. Dan ke dua,
karena menurut pendapatku, kedua orang kita telah melakukan kesalahan besar. Kita, yang
ketika itu masih kecil dan tidak saling mengenal, tidak saling mencinta, sudah dijodohkan.
Bagaimana kita akan dapat hidup berbahagia" Perjodohan yang berbahagia hanyalah kalau
perjdohan itu didasarkan atas cinta kasih kedua pihak, bukan" Harap engkau dapat
memaklumi ini, dan perjodohan yang diikatkan oleh kedua ayah kita itu kita batalkan saja."
Sepasang mata di balik kedok itu mencorong. Cuaca cukup terang dengan adanya tiga lampu
gantung di tepi, taman itu sehingga Thian Lee dapat melihat mata yang mencorong itu.
"Song Thian Lee, membatalkan ikatan jodoh ini namanya mengingkari janji dan penghinaan
bagiku. Sekali lagi aku bertanya, benar-benarkah engkau membatalkan ikatan perjodohan
ini?" "Tidak ada lain jalan, Nona Bu. Ikatan Jodoh yang tidak bijaksana ini harus di batalkan" kata
Thian Lee tegas. "Tidak bijaksana" Engkau anak tidak berbakti, berani rnengatakan ikatan jodoh yang
dilakukan mendiang ayahmu sendiri sebagai tidak bijaksana?"
"Aku tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa tindakan itu memang tidak bijaksana."
"Kalau begitu, hal ini harus diputus-kan melalui kekerasan. Engkau atau aku yang mati!" kata
gadis itu dan ia segera menyerang Thian Lee dengan pukulan yang dahsyat sekali. Thian Lee
mengenal pukulan ampun yang disertai tenaga sin-kang yang kuat, maka cepat dia meng'-
hindar dengan lompatan ke ScitTipmg. Akan tetapi dengan amat lincahnya, gadis berkedok
itu sudah menerjangnya lagi dengan pukulan yang lebih ampuh. Ter-paksa Thian Lee
melayani dengan tangkisan.
"Dukkk!" kedua, lengan bertemu dan gadis itu terdorong ke belakang sampai tiga langkah.
Akan tetapi Thian Lee juga merasakan betapa lengannya tergetar hebat. Ah, tingkat
kepandaian gadis ini tidak di bawah Cin Lan atau Lee Cin, pikirnya kagum. Tamparan gadis
itu datang melayang lagi dan dia cepat mengelak lalu membalas untuk mengimbangi
rangkaian serangan itu. Kalau Thian Lee menghendaki sebetulnya dia akan dapat
merobohkannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Akan tetapi kalau hal ini dia lakukan,
tentu dia akan menyinggung hati gadis itu dan membuatnya menjadi semakin marah dan sakit
hati. Maka Thian Lee melayaninya sampai tiga puluh jurus sehingga nampaknya pertandingan
itu berlangsung seru dan ramai. Setelah merasa cukup, nnulailah Thian Lee mendesaknya.
"Wuuuuttt...;"' Sebuah tendangan kilat gadis itu menyambar ke arah dada Thian Lee. Pemuda
ini menangkis tendangan itu dengan tangan kirinya sehingga kaki itu terpental. Akan tetapi
gadis itu dapat memutar tubuhnya dan kembali menye-rang dengan kedua tangannya, yang
kiri mencengkeram ke arah muka dan yang kanan menotok ke arah dada, Thian Lee
memasang dadanya tentu saja sambil mengerahkan Iwee-kang agar 'dadanya terlindung.
"Tukk.... Dadanya dibiarkan terbuka dan tertotok sementara tangan kanannya menangkap
tangan kiri yang mencengkeram ke muka dan tangan kanannya menyambar kedok dari
saputangan hitam itu lalu direnggutnya.
"Brettt....!" Kedok itu terbuka dan Thian Lee mengeluarkan seruan kaget sambil melompat ke
belakang. "Lah-moi....! Apa artinya ini" Kenapa engkau main-main seperti ini?" Thian Lee menegur
dengan heran. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka bahwa gadis itu adalah Cin Lan!
"Cin Lan tersenyum manis. "Siapa yang main-main" Aku tidak main-main, Lee-ko."
"Tapi engkau puteri Paman Pangeran Tang, dan gadis she Bu itu...."
"Aku memang puteri Pangeran Tang, akan tetapi aku juga gadis she Bu. Akulah Bu Cin Lan
karena ayah kandungku bernama Bu Cian. Pangeran Tang adalah ayah tiriku."
"Dan gelang kemala itu?"
"Aku pemilik gelang kemala yang dirampas oleh anak buah Hek-tung Kai-Pang-"
Thian Lee menjadi gembira bukan main. Dirangkulnya gadis itu dan didekapnya kepala itu ke
dadanya. "Ya Tuhan, kiranya engkaulah tunanganku sejak kecil itu. Ampunkan aku, Ayah,
ternyata pilihan Ayah untuk jodohku sungguh te-pat. Tindakan Ayah sungguh bijaksana
sekali!" "Aku tidak menyalahkanmu, Koko. Aku sendiri sebelum bertemu denganmu juga menentang
perjodohan. gelang kemala itu. Akan tetapi setelah aku mendengar dari Adik Lee Cin, tahulah
aku bahwa engkau adalah pemuda yang dijodohkan denganku sejak kecil.
"Anak nakal! Kenapa tidak kauberitahukan kepadaku, bahkan membuat ulah main-main
seperti ini?" "Aku ingin menggodamu, Koko. Entah bagaimana, setelah aku tahu bahwa engkau
tunanganku sejak kecil, melihat engkau mencinta aku sebagai puteri pangeran dan hendak
membatalkan perjodohan gelang kemala, hatiku menjadi tidak enak dan sakit. Maka aku
sengaja mempermainkanmu."
Thian Lee mencium wajah itu dan Cin Lan menundukkan muka, tersipu? "Ya Tuhan, aku
masih merasa seperti dalam mimpi. Sukar dipercaya kenyataannya ini."
"Mari kita menghadap Ibu, Koko. la sudah menunggu dan engkau akan mendengar
penjelasannya agar tidak ragu dan bingung lagi." Gadis itu menggandeng tangan Thiah Lee
dan diajak berkunjung ke kamar ibunya. Ternyata nyonya Itu memang sudah menunggu
karena la sudah diberitahu oleh puterinya.
Ketika bertemu dengan nyonya itu, Thian Lee memberi hormat dan dipersila-kan duduk.
Mereka duduk merighadapi meja dan Nyonya Lu Bwe Si segera berkata dengan suaranya
yang lembut, "Thian Lee, ketika melihat engkau untuk pertama kali, aku sudah curiga dan
sudah kuberitahu kepada Cin Lan bahwa aku seperti telah mengenalmu, apalagi engkau she
Song. Wajahmu mengingatkan aku kepada mendiang ayahmu. Engkau tentu heran
mendapatkan karni berada di sini sebagai keluarga Pangeran Tang Gi Su."
"Saya memang tidak menyangkanya sama sekali, Bibi. Ketika saya mencoba menyelidiki
keadaan Bibi, saya hanya nnendengar bahwa Paman Bu Ciah tewas dikeroyok pasukan dan
bahwa Bibi bersama anak Bibi dijadikan tawanan. Maka saya tadinya menduga bahwa Bibi
berdua juga telah tewas."
"Mungkin kami berdua sudah dihukum mati sebagai keluarga pemberontak kalau tidak ada
Pangeran Tang Gi Su yang menolong kami. Kami dibebaskan dan diJindungi di rumah ini.
Pangeran Tang teramat, baik kepada kami maka ketika dia meminangku menjadi selirnya, aku
menerimanya. Di sini kami terlindung dan juga Cin Lan menjadi terjamin hidupnya.
Mengingat bahwa Cin Lan puteri seorang pendekar, maka sejak kecil ia kusuruh belajar silat
dan untungnya Pangeran Tang yang menjadi ayah tirinya juga menyetujui hal itu.
Demikianlah ceritanya, Thian Lee."
Thian Lee menarik napas paniang.
"Paman Pangeran Tang Gi Su wemartg seorang yang bijaksana."
Pujian Thian Lee terhadap Pangeran Tang Gi Su ini terbukti pnla ketika pada keesokan lusa
harinya Thian Lee rnenghadap Pangeran itu untuk meminang Cin Lan.
"Ha-ha-ha!" Pangeran itu tertawa gembira mendengar pinangan Thian Lee. "Mengapa
meminang tunanganmu sendiri" Sejak kecil ia sudah menjadi tunanganmu, sekarang tinggal
mengatur pernikahannya saja, Song-ciangkun!" Tentu saja dia su-dah mendengar kesemuanya
itu dari Lu Bwe Si. Demikianlah, sebuian kemudian pernikahan antara Song Thian Lee dan Bu Cin Lan
dilangsungkan dalam sebuah pesta yang meriah. Pesta ini dihadiri oleh para pejabat tinggi dan
juga oleh tokoh-tokoh dunia persilatan. Yang amat menggembirakan hati sepasang rnempelai
hu adalah kehadiran Pek 1 Lokai dan Kim-sim Yok-sian yang mewakili suhengnya.
Lee Cin juga datang bersama ayahnya, Souw Tek Bun dan hal ini amat menggembirakan hati
Thiah Lee dan Cin Lan pula. Gadis lincah itu agaknya sudah dapat menerima kenyataan hidup
yang kadang pahit dan mengecewakan. la sudah nampak gemblra dan selalu menggoda
sepasang mempelai. "Ehh, Adik Cin, jangan rnenggoda kami terus," kata Cin Lan sambil tertawa. "Engkau sendiri,


Gelang Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kapankah akan mengirim kami undangan kartu merah?"
Lee Cin tersenyum. "Tunggu saja tanggal mainnya, Enci Lan! Aku pasti akan mendapatkan
jodoh seorang pemuda yang lebih baik daripada suamimu."
Cin Lan diam saja, akan tetapi hatinya berkata. Mana mungkin ada pria, yang lebih baik dari
suamiku" Kalau ihgin mendapatkan yang lebih baik harus memesan dulu kepada Tuhan!
Akan tetapi Thian Lee berkata sambil tersenyum,
"Kami percaya, engkau tentu akan bertemu dengan jodohmu yang tentu jauh lebih baik
daripara pria yang manapun juga di dunia ini, Lee Cin!" Jawaban Thian Lee ini bukan sekedar
menghibur akan tetapi memang kenyataannya demikian. Setiap orang tentu akan menganggap
orang yang dicintanya itu orang yang paling baik di seluruh dunia.
Setelah menikah Thian Lee dan Cin Lan tinggal di rumah baru yang dihadiahkan Kaisar untuk
Thian Lee. Dia menjadi seorang panglima besar dan hidup berbahagia bersama isterinya.
Sampai di sini berakhirlah sudah kisah Gelang Kemala ini dengan harapan pengarang semoga
kisah ini dapat menghibur dan ada manfaatnya bagi para pembaca. Sampai bertemu lagi di
lain kisah Dewi Ular. T A M A T ..... Pusaka Negeri Tayli 9 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Dendam Iblis Seribu Wajah 15
^