Pencarian

Harimau Kemala Putih 12

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 12


endrin, karena tubuhmu sudah memiliki daya tahan terhadap daya kerja racun tersebut."
"Kalau memang Tong Giok sudah memiliki daya tahan terhadap racun yang dipoleskan di
ujung senjata rahasia tersebut, mengapa ia dapat berubah seperti ini?"
"Obat racun yang dipakai keluarga Tong untuk memolesi senjata rahasianya adalah suatu
rahasia besar, belum pernah ada orang di dalam dunia persilatan yang mengetahui rahasia
mereka." "Termasuk juga dirimu?"
"Tidak, aku mengetahui hal ini dengan pasti, bila obat racun yang dipoleskan pada ujung
senjata rahasia itu adalah sejenis resep baru, sekalipun Tong Giok sudah memiliki daya tahan
terhadap racun-racun yang lain, belum tentu daya tahannya itu bermanfaat untuk dipakai
dalam menghadapi racun baru." Setelah berpikir sebentar kembali dia melanjutkan:
"Apa lagi campuran bahan racun yang mereka gunakan bukan saja sangat rahasia lagipula
amat hebat, ada sementara racun yang saling berlawanan, ada pula sementara racun yang
dikombinasikan bisa berubah menjadi sejenis racun yang hebatnya bukan kepalang, racun
semacam itu meski tak sampai merenggut jiwanya, tapi dapat menghancurkan seluruh
jaringan syaraf dan perasaan yang berada di dalam tubuhnya, bahkan bisa membuat segenap
otot, segenap nadi dan persendian tulangnya menjadi kaku dan hilang rasa."
"Oleh karena itu dia baru berubah menjadi seorang manusia yang setengah hidup setengah
mati?" tanya Ting Bau.
"Yaa, oleh karena sebagian besar indera dan anggota badannya sudah hilang rasa dan terputus
dari kendali syaraf di dalam otaknya maka badannya sama dengan sesosok mayat, hanya
denyutan jantungnya yang masih bisa berdetak."
Ting Bau menatapnya tajam-tajam kemudian katanya:
"Tidak kusangka kalau kau memiliki pengetahuan yang demikian luas terhadap obat beracun,
apakah kau juga pernah membuat racun?"
633 "Aku belum pernah membuat racun, tapi membuat racun atau membuat obat kuat teorinya
adalah sama saja." Setelah menghela napas panjang, kembali katanya:
"Bagi seseorang yang membuat obat kuat, asal dia teledor sedikit saja maka akibatnya juga
bisa berubah seperti begini ini."
"Bukankah hal ini sama halnya dengan bermain api?"
"Orang yang bermain api tak akan menjumpai bahaya sebesar ini," jawab Huan Im-san sambil
tertawa getir. "Kalau sudah tahu begitu mengapa kau masih melatihnya terus?"
Huan Im-san termenung, lewat lama sekali dia baru menjawab dengan wajah sedih:
"Sebab aku telah terlanjur melatihnya!"
Yaa, karena ibaratnya menunggang di punggung harimau, mau turun takut, tidak turunpun
susah, benar-benar serba salah jadinya.
Dalam dunia ini masih terdapat kejadian lain yang serupa dengan kejadian seperti itu, asal kau
sudah memulainya maka selama hidup jangan harap bisa dihentikan lagi.
***** BILA kau menghadapi seorang manusia yang setengah hidup setengah mati, entah dia itu
sahabatmu ataukah seorang musuh bebuyutanmu, yang jelas kejadian ini merupakan suatu
persoalan. "Orang ini seperti sudah mati, seperti juga belum mati, aku benar-benar tak tahu bagaimana
harus berbuat!" Ting Bau mengeluh dengan nada mendatar.
"Aku tahu!" tiba-tiba Bu-ki menjawab.
"Apa yang hendak kau lakukan?"
"Aku hendak mengantarnya pulang!"
"Pulang" Pulang kemana?"
"Dia adalah anggota keluarga Tong, sudah barang tentu aku harus mengantarnya pulang ke
keluarga Tong." 634 Ting Bau tertegun. Telinganya maupun matanya masih cukup awas dan jeli, tapi sekarang hampir saja ia tak
percaya dengan telinganya sendiri, ia tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
"Apa kau bilang?" tak tahan tanyanya lagi.
Sepatah demi sepatah kata Bu-ki mengulangi kembali jawabannya.
"Aku bilang, aku hendak mengantarnya pulang ke keluarga Tong."
"Kau hendak mengantar sendiri sampai ke benteng keluarga Tong?"
"Benar!" Minyak dalam lentera telah mengering, sinar rembulan yang redup kembali memancar
kedalam ruangan, kuil dewa harta yang kuno dan bobrok itu seakan-akan tampak lebih cantik.
Mereka belum pergi meninggalkan tempat itu.
Entah siapa yang mengusulkan:
"Kenapa kita tidak duduk-duduk saja di sini" Bercakap-cakap sambil minum sedikit arak?"
Maka Huan Im san segera berebut untuk pergi menyediakan arak. Seorang kakek berusia lima
puluh enam tahun ternyata berebut untuk pergi menyediakan arak bagi tiga orang pemuda
ingusan, kalau dulu mungkin dia akan merasa bahwa kejadian ini terlalu brutal, ia pasti tak
akan tahan. Tapi sekarang keadaannya berbeda.
Ia percaya Bu Ki dan Ting Bau pasti tak akan mengingkari janji, juga tak akan menyinggung
kembali kejadian lampau, membuat perhitungan dengannya atau merenggut selembar
jiwanya, tapi hal tersebut bukan berarti mereka sudah sama sekali memaafkan kekhilapannya.
Ditinjau dari nada pembicaraan mereka, ia masih dapat menangkap perasaan pandang hina
mereka terhadap dirinya. Tapi sekarang ia sudah tak sanggup untuk mempersoalkan hal itu
lagi. Sekarang ia cuma berharap, mereka memperbolehkannya pulang ke desa, di sana siapa pun
tak akan tahu kalau ia pernah menjadi pengkhianat, orang-orang desa masih akan seperti dulu
menghormatinya dan menganggapnya sebagai teman. Sekarang dia baru tahu, seseorang tidak
635 seharusnya melakukan suatu perbuatan yang mengkhianati teman sendiri, kalau tidak maka
diri sendiri pun mungkin tak akan memandang sebelah mata terhadap dirinya sendiri.
Ia sudah mulai menyesal. Tong Giok sudah digotong ke atas meja altar dalam kuil dewa harta yang bobrok itu, bahkan
Bu-ki telah merobek selembar kain tirai dalam kuil tersebut guna menyelimuti tubuhnya.
Entah dari mana datangnya beberapa buah bantal duduk, ternyata Kwik Ciok ji berhasil
mendapatkannya dan sedang duduk bersila di situ sambil memandang Bu-ki.
Tiba-tiba ia bertanya. "Tahukah kau, belakangan ini aku sering kali mendengar orang lain membicarakan tentang
dirimu?" "Sungguh tak kusangka, ternyata aku pun telah menjadi seorang yang ternama," sahut Bu-ki
sambil tertawa. Bila seseorang sudah mulai ternama, sering kali dia sendiri malah tidak mengetahuinya,
seperti pula di kala namanya sudah mulai runtuh dan mengalami kehancuran, dia sendiri juga
tidak akan mengetahuinya.
"Ada orang menuduhmu sebagai seorang lelaki hidung belang, karena pada hari
pernikahanmu kau masih pergi bermain lonte," kembali Kwik Ciok-ji berkata.
Bu-k segera tertawa, dia tidak mengakui akan kebenarannya, pun tidak bermaksud untuk
menyangkal. "Ada orang menuduhmu sebagai seorang penjudi, selama masih berada dalam masa
berkabung kau telah pergi ke rumah perjudian untuk bermain gundu....."
Kembali Bu-ki cuma tertawa.
"Ada orang menuduh kau bukan saja tak berperasaan dan tak setia kawan, bahkan sangat
egois, terlalu mementingkan diri sendiri bahkan terhadap anak kandung sendiri serta istri pun
tidak menaruh perhatian, bahkan ada orang yang berani bertaruh, katanya sekali pun kau
menyaksikan mereka berdua tewas di hadapanmu pun, kau tidak akan mengucurkan air
mata." Bu-ki masih belum bermaksud untuk menyangkal.
"Oleh karena itu semua orang beranggapan bahwa kau adalah seorang manusia yang amat
berbahaya, sebab kau dingin, kaku dan tidak berperasaan, terlalu pandai menguasai diri dan
636 pintar mengatur siasat licin, bahkan manusia semacam Ciu Jit sauya yang tersohor sebagai
seorang rase tua pun pernah jatuh pecundang di tanganmu."
Setelah berpikir sebentar, kembali dia berkata:
"Tapi semua orang juga mengakui akan suatu kebaikan yang terdapat pada dirimu, kau sangat
memegang janji, tak pernah berhutang kepada orang lain, pada saat perkawinanmu dulu, kau
malah mengundang datang semua pemilik hutang untuk membereskan semua perhitungan
baru maupun lama yang telah dibuat selama itu."
Bu-ki segera tersenyum, sahutnya:
"Mungkin hal itu dikarenakan aku telah menduga bahwa mereka pasti tak akan mendesakku
terlalu terburu-buru dalam hari semacam itu, karena mereka semua bukan termasuk manusiamanusia
bengis yang berhati busuk."
"Maksudmu, hal tersebut cuma menandakan kalau kau pandai sekali memanfaatkan
kesempatan dan pandai mempergunakan titik kelemahan orang, maka sengaja kau memilih
hari itu untuk mengundang mereka membuat perhitungan?"
"Ya, walaupun perbuatanku ini sedikit agak menyerempet bahaya, tapi paling tidak jauh lebih
baik daripada harus menunggu kedatangan mereka dengan hati yang kebat-kebit tidak
karuan." "Entah bagaimana pun juga, sikapmu terhadap Ting Bau terhitung cukup baik, orang lain
tidak memandang sebelah mata terhadap mereka, semua orang menganggapnya sebagai
seorang anak jadah yang tidak berbakti, seorang pengkhianat perguruan, tapi kau telah
menganggapnya sebagai seorang sahabat."
"Mungkin aku bersikap demikian karena aku ingin menggunakan dirinya untuk
menyelesaikan persoalan yang sedang kuhadapi, oleh karena itu terpaksa aku harus
mempercayainya, terpaksa harus mencarinya untuk minta bantuan, sehingga Tong Giok dan
Huan Im san baru terperangkap oleh siasat yang kuatur."
Setelah tertawa, kembali dia berkata:
"Apalagi aku sudah tahu sedari dulu bahwa dia bukan seorang anak jadah, juga bukan seorang
pengkhianat perguruan, dari sekian banyak kabar berita yang tersiar dalam dunia persilatan
tentang dirinya, semuanya itu sebetulnya masih ada rahasia lain."
Tentu saja Kwik Ciok-ji juga mengetahui tentang persoalan ini: Ting Bau meninggalkan
rumahnya lantaran dia menemukan penyelewengan yang dilakukan ibu tirinya.
637 Ia telah membunuh kekasih ibu tirinya, memaksa ibu tirinya mengangkat sumpah untuk
selamanya tidak melakukan perbuatan terkutuk lagi, tapi untuk menghindari rasa sedih
ayahnya yang sudah tua, ia telah merahasiakan kejadian tersebut.
Atas peristiwa itu, ayahnya malah mengira dia berani berbuat kurang ajar dan kurang sopan
terhadap ibu tirinya. Maka terpaksa dia harus angkat kaki dari rumah.
Ia mengkhianati perguruan, karena ada orang mencemooh Kim ki tojin, ia tak tahan maka
ditantangnya orang itu untuk berduel mewakili gurunya, tapi dalam pertempuran tersebut
sebuah lengannya terpenggal sampai kutung, maka gurunya mengusir dia dari partai Bu-tong,
karena ia sudah menjadi cacad dan tidak pantas untuk melatih ilmu pedang aliran Bu-tong-pay
lagi. "Siapapun juga yang mengalami peristiwa semacam ini, tabiatnya pasti akan berubah menjadi
begitu," kata Bu-ki, "tapi justru manusia semacam ini, bila orang lain memberi sedikit
kebaikan saja kepadanya, bahkan ia rela untuk memenggal batok kepala sendiri dan
dipersembahkan kepada orang lain."
"Apakah lantaran siasat ini, maka kau baru berbuat baik kepadanya?" kembali Kwik Ciok-ji
bertanya. "Paling tidak itulah salah satu siasatnya."
"Kalau didengar dari perkataanmu itu, agaknya bahkan kau sendiripun menganggap dirimu
bukan orang baik?" "Aku memang bukan orang baik-baik!"
Kwik Ciok-ji menatapnya lekat-lekat, mendadak ia menghela napas panjang, gumamnya:
"Sayang " sayang "!"
"Apanya yang sayang?"
"Sayang terlampau sedikit orang jahat macam kau ada di dunia ini."
Ting Bau yang selama ini membungkam segera tertawa, timbrungnya dengan lantang.
"Walaupun Ciok-ji binal lagi latah, paling tidak ia masih memiliki suatu kebaikan, yakni baik
atau buruknya seseorang ia masih dapat membedakan secara jelas."
638 "Ciok-ji ini malah masih bisa membedakan mana yang teman sejati mana yang bukan,"
sambung Kwik Ciok-ji cepat-cepat.
Bu-ki menatap kedua orang itu lekat-lekat, kemudian berkata:
"Kamu berdua betul-betul menganggap aku sebagai seorang sahabat sejati?"
"Jika kau bukan seorang sahabat kami, apa gunanya kuajak kau membicarakan soal tetekbengek
macam begitu?" jawab Kwik Ciok-ji.
Bu-ki menghela napas panjang.
"Sungguh tidak kusangka kalau di dunia ini masih terdapat seorang tolol semacam kau,
ternyata bersedia mengikat tali persahabatan dengan seorang macam aku ini."
"Paling tidak orang tolol itu masih lebih mendingan daripada seorang sinting"
"Siapa yang sinting?"
"Kau?" Bu ki segera tertawa tergelak,
"Sebenarnya aku mengira diriku ini tak lebih hanya seorang lelaki hidung bangor, seorang
setan judi, tak kusangka ternyata aku juga seorang sinting"
"Kini, sekalipun Sangkoan Jin telah menjadi menantunya keluarga Tong, sedang tiba dimasa
masa yang paling gembira baginya, tapi di hati kecilnya pasti masih terdapat persoalan yang
tidak menggembirakan hatinya"
"Mengapa?" "Karena kau belum mati!"
Bila membabat rumput tidak seakar-akarnya, angin musim semi berhembus lewat rumput itu
akan tumbuh kembali. Mereka tidak sekalian membinasakan Bu ki, Sangkaon Jin pasti akan merasa amat menyesal.
"Bila orang orang keluarga Tong tahu atas semua perbuatan yang telah kau lakukan,
merekapun pasti amat berharap dapat memenggal batok kepalamu, agar ayah ibu, paman,
kakak dan adik Tong Giok ikut menyaksikan tampangmu itu"
Setelah menghela napas terusnya:
639 "Sekarang kau malah hendak mengantar Tong Giok pulang, agaknya kau kuatir kalau mereka
tak berhasil menemukan dirimu, jika kau bukan seorang sinting, mengapa kau lakukan
perbuatan semacam ini?"
Walaupun Bu ki masih tertawa, namun tertawanya tampak amat lirih, pedih dan
mengenaskan. Hanya seorang manusia yang banyak menyimpan rahasia hati namun tak dapat
mengutarakannya keluar baru akan memperlihatkan senyuman semacam ini.
Lama sekali dia tertawa, sampai mukanya terasa linu semua lantaran kebanyakan tertawa.
Tiba-tiba ia tidak tertawa lagi, karena ia telah bertekad untuk menganggap kedua orang ini
sebagai sahabatnya. Walaupun terdapat banyak persoalan yang tak dapat diutarakan kepada orang lain, tapi tak
usah dirahasiakan lagi di hadapan seorang sahabat karibnya.
Maka diapun berkata. "Aku bukan seorang anak yang berbakti. Setelah mendiang ayahku tertimpa musibah, aku
tidak bunuh diri di hadapannya, juga tidak mendirikan gubuk di sisi kuburan ayahku untuk
menemaninya berkabung, tak pernah melelehkan air mata dan ingus, akupun tak pernah
menangis sampai melelehkan darah atau meraung-raung untuk kesana kemari memohon
bantuan orang guna membalaskan dendam bagi kematiannya"
Ia memang seperti seorang anak yang tidak berbakti, seakan-akan sudah lupa dengan dendam
sakit hatinya. Tapi dia menganggap menjadi seorang anak yang berbakti bukan dilakukan untuk
diperlihatkan kepada orang lain.
Kembali katanya: "Persoalan ini adalah persoalan pribadiku sendiri, aku tidak ingin merepotkan siapa saja, juga
tak ingin membawa Tay hong Tong menuju ke suatu bentrokan secara langsung dengan
keluarga Tong lantaran peristiwa ini, karena bila kejadian tersebut sampai berlangsung, tentu
banyak darah yang akan mengalir. Siapa membunuh orang dia harus mati, Sangkoan Jin harus
menerima hukumannya itu secara pribadi. Itulah sebabnya walaupun karena alasan apapun,
aku tak akan melepaskannya begitu saja"
"Maka kau bertekad hendak berangkat ke sana dan mencarinya sendiri...?" tanya Kwik Ciok-
Ji. 640 "Kalau memang tiada kekuatan lain yang bisa mencegah dan menghalanginya, terpaksa aku
harus turun tangan sendiri"
Kemudian ia melanjutkan: "Tapi organisasi keluarga Tong terlalu ketat dan rapat, lingkungan kekuasaannya juga terlalu
luas. Di dalam benteng keluarga Tong sendiripun terdapat beberapa ratus rumah penduduk,
sekalipun aku berhasil menyusupnya ke dalam, belum berarti bisa menemukan langsung diri
Sangkoan Jin" "Konon, benteng keluarga Tong juga diatur seperti benteng kota terlarang, luar dalam
semuanya terbagi dalam tiga bagian,pada lapisan yang paling dalam itulah merupakan tempat
tinggal dari semua anggota keturunan langsung dari keluarga Tong beserta tokoh-tokoh paling
pentingnya...." tutur Kwik Ciok Ji.
"Akupun dengar orang berkata, katanya semua rahasia besar dan keputusan penting dari
keluarga Tong seluruhnya diputuskan di situ" Ting-bau menambahkan, "mereka sendiri
menyebutkan wilayah tersebut sebagai "kebun", padahal letaknya jauh lebih berbahaya dari
pada sarang naga gua harimau....."


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekalipun anak murid perguruan mereka sendiri, bila tidak mendapat perintah dari
atasannya, siapapun dilarang untuk memasuki wilayah terlarang itu"
"Sekarang Sangkoan Jin telah menjadi Koa loya dari keluarga Tong, lagi pula sudah turut
serta dalam perundingan-perundingan rahasia mereka, demi keselamatan jiwanya mereka
pasti telah mengatur tempat tinggalnya di dalam kebun tersebut"
"Jadi sekalipun kau berhasil menyusup ke dalam benteng keluarga Tong, belum berarti bisa
masuk sampai wilayah paling dalam, kecuali...."
"Kecualai aku bisa menemukan seseorang yang bisa mengajakku masuk ke dalam, bukan
demikian?" sambung Bu ki.
"Tapi siapakah yang akan membawamu masuk?" seru Kwik Ciok ji.
"Tentu saja harus mencari seorang keturunan langsung dari keluarga Tong....!"
"Mana mungkin ada keturunan langsung keluarga Tong yang bersedia mengajakmu masuk ke
dalam" Kecuali diapun turut sinting!"
"Sekalipun sinting juga tak mungkin akan mengajakmu masuk ke dalam..." sambung Ting
Bau. 641 "Tapi bagaimana kalau orang itu sudah mampus?" tiba-tiba Bu ki menyela.
Perkataannya ini kedengarannya rada brutal, untung saja Ting Bau serta Kwik Ciok Ji adalah
manusia-manusia yang cerdas.
Sebenarnya mereka sendiripun agak tertegun setelah mendengar perkataan itu, tapi dengan
cepat kedua orang itu dapat memahami arti kata dari Bu ki.
"Tong Giok adalah keturunan langsung dari keluarga Tong" demikian Bu ki menerangkan,
"bila kuantar mayatnya pulang ke rumahnya, orang - orang keluarga Tong pasti akan
mengundangku masuk ke dalam kebun belakang untuk ditanyai sebab sebab kematiannya,
siapa yang membunuhnya, dan mengapa aku mengirim pulang mayatnya?"
Setelah tertawa dia melanjutkan:
"Tentu saja orang yang akan mememeriksa diriku itu adalah manusia manusia penting yang
mengatur kehidupan keluarga Tong dewasa ini, maka pertanyaan semacam ini tak nanti akan
mereka lepaskan dengan begini saja"
"Lantas apa hubunganmu dengannya?" tanya Kwik Ciok Ji.
"Tentu saja aku adalah sahabat karibnya!"
Setelah tersenyum, dia melanjutkan:
"Sepanjang jalan, pasti banyak orang yang menyaksikan aku berada bersamanya, sore tadi
aku malah bersantap dan minum arak bersamanya. Siapapun juga yang berteman dengan kami
pasti akan menganggap kami sebagai sahabat karib. Andaikata pihak keluarga Tong mengutus
orang untuk melakukan penyelidikan, maka pasti akan terdapat banyak orang yang menjadi
saksi" "Oooh..., rupanya semua itu sudah berada dalam rencanamu, sampai -sampai bersantap dan
minum arakpun berada dalam perhitungan"
"Sekarang, walaupun kita telah berhasil menemukan semua orang orang keluarga Tong yang
menyusup kemari, tapi untuk sementara waktu kita tak akan turun tangan untuk menghadapi
mereka sebab...." "Sebab kau membutuhkan mereka untuk dijadikan saksi bagimu, membuktikan bahwa kau
adalah sahabatnya keluarga Tong" sambung Kwik Ciok ji cepat.
"Ya, oleh karena mereka semua tidak kenal dengan diriku, tentu saja tak akan mereka ketahui
kalau aku ini adalah Tio Bu ki"
642 Setelah berhenti sejenak dia melanjutkan keterangannya:
"Dalam setahun belakangan ini, wajahku telah banyak mengalami perubahan, kalau
namakupun kuganti, lalu sedikit berdandan agak aneh, tanggung sekalipun dulu ada orang
pernah berjumpa denganku, mereka tak akan mengenali diriku lagi"
Kwik Ciok ji termenung sejenak, lalu manggut-manggut.
"Kedengarannya rencanamu itu memang bagus dan sempurna, agaknya kau telah melupakan
sesuatu hal" "Coba kau katakan!"
"Sampai detik ini Tong Giok kan belum mampus!"
"Belum mampus justru lebih baik lagi!"
"Mengapa?" "Sebab dalam keadaan begini, orang-orang dari keluarga Tong tentu akan semakin percaya
kepadaku, mereka lebih tak akan menaruh curiga kalau aku adalah Tio Bu-ki"
Setelah tersenyum terusnya,: "Sebab kalau aku adalah Tio Bu-ki, mengapa kuantar dia pulang
ke benteng keluarga Tong dalam keadaan hidup?"
"Masuk akal juga perkataanmu itu!"
"Inilah yang dinamakan orang sebagai "Sesuatu yang telah mati tahu-tahu bangkit kembali",
walaupun dengan jelas diketahui bahwa tindakan semacam ini tak masuk akal, tapi aku justru
dapat melakukannya, itulah disebabkan karena aku ingin orang lain sama sekali tidak
menduganya".." Kwik Ciok-ji menghela napas panjang, bisiknya kemudian: "Aaaai,,,..! Sekarang agaknya
bahkan akupun merasa rada kagum kepadamu".."
Bu-ki segera tertawa lebar, "Jangankan kau, malah aku sendiripun kadang kala merasa kagum
terhadap diriku sendiri"
"Oleh sebab itu, asal kau telah berangkat ke benteng keluarga Tong bersama Tong Giok, aku
akan menangis tersedu-sedu selama tiga hari lamanya"
"Mengapa harus menangis?"
643 "Dengan pasti kau tahu kalau kepergianmu ini cuma mengantar kematian belaka, tapi aku
justru tak bisa menghalanginya, mengapa aku tak boleh menangis?"
"Bukankah tadipun kau menganggap rencanaku ini sangat bagus" Mengapa sekarang
mengatakan pula kalau kepergianku ini cuma pergi mengantar kematian?"
"Sebab Tong Giok belum mampus, walaupun ia sudah tak mampu berbicara lagi sekarang,
juga tak bisa berkutik, tapi akhirnya penyakit yang dideritanya itu toh akan disembuhkan
juga" "Yaa betul!" Ting Bau menambahkan, "Racun yang bersarang dalam tubuhnya adalah racun
dari keluarga Tong sendiri, sudah barang tentu pihak keluarga Tong memiliki obat penawar
untuk menolongnya" "Tentang masalah ini, aku bukannya tak pernah memikirkan"
"Lantas mengapa kau masih melanjutkan rencana itu?"
"Sebab kemungkinan untuk apa yang kalian katakan terlalu kecil, ia sudah keracunan hebat,
sekalipun ada pil dewa juga belum tentu bisa menyembuhkan penyakitnya itu, sekalipun
dibilang akhirnya penyakit itu bisa disembuhkan, paling tidak juga harus memakan waktu
yang cukup lama, waktu itu kemungkinan besar aku telah berhasil membinasakan Sangkoan
jin".." "Kau hanya bisa mengatakan "kemungkinan besar" kau berhasil membunuh Sangkoan Jin?"
"Yaa betul!" "Apakah Tong Giok juga "kemungkinan besar" bisa disembuhkan dengan cepat?"
"Mungkin saja!"
"Asal dia bisa membuka suara dan mengucapkan sepatah kata saja, bukankah kematianmu
sudah pasti akan tiba?"
Buki segera tertawa lebar, katanya: "Siapa yang mengatakan kalau pekerjaan ini bukan suatu
pekerjaan yang menyerempet bahaya" Sekalipun kau sedang makan telur ayam juga "ada
kemungkinan" untuk mati, apalagi dalam menghadapi manusia semacam Sangkoan Jin?"
Kwik Cik-ji segera tertawa getir. "Tampaknya semua perkataan yang kau ucapkan selalu
masuk akal!" serunya.
"Itulah sebabnya lebih baik kau berkelahi denganku, dari pada mengajakku untu
membicarakan soal cengli"
644 Setelah tersenyum, kembali katanya: "Tentu saja kau tidak akan berkelahi denganku, karena
kita toh bersahabat"
"Kalau memang kita bersahabat, pantaskah kalau kamipun menemanimu untuk pergi
menyerempet bahaya?"
Tiba-tiba Bu-ki menarik wajahnya lalu berseru, "Kalau begitu, kalian bukan sahabatsahabatku!"
Ia dingin, ia ketus dan tidak berperasaan, bahkan terhadap Cian "cian dan Hong-nio pun
begitu tak berperasaan, hal ini tak lain karena dia tak ingin menyusahkan pula orang lain.
Tiba-tiba Kwik Ciok-ji mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh"haaahhh"haaaahhh". padahal sekalipun kau memohon kepadaku untuk
menemanimu, belum tentu aku bersedia. Aku masih ingin hidup secara baik-baik, mengapa
harus menemanimu untuk pergi mengantar kematian?"
"Padahal akupun belum tentu pergi untuk mengantar kematianku"
"Sekalipun kau sanggup membinasakan Sangkoan Jin dan membalaskan sakit hati ayahmu,
apakah kau anggap masih bisa lolos dari benteng keluarga Tong dalam keadaan selamat?"
"Mungkin saja aku mempunyai akal!"
"Satu satunya cara yang bisa kau lakukan hanya memasukkan dirimu ke dalam sebutir telur,
lalu memasukkan telur itu ke dalam perut ayam serta membiarkan ayam tersebut
membawamu keluar dari sana"
Ia tertawa tergelak tiada hentinya seakan-akan menjumpai suatu kejadian yang lucu sekali,
tertawa terus sampai orang mengira dia hampir mati tersumbat baru menghentikannya.
Kemudian setelah mendelik ke arah Bu-ki, tiba-tiba serunya dengan suara keras: "Sejak kini,
kita sudah bukan sahabat lagi!"
"Kenapa?" "Mengapa aku harus bersahabat dengan seseorang yang sudah hampir mampus" Kenapa aku
harus bersahabat dengan seorang sinting yang sudah mendekati liang kuburnya?"
Kembali ia tertawa terbahak-bahak, tertawa sambil melompat bangun lalu tanpa berpaling lagi
beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
645 Ternyata Bu-ki sama sekali tidak berniat untuk menghalanginya. Ting Bau menghela napas
panjang, katanya pula sambil tertawa getir. "Ia menuduh orang lain sinting, padahal dia
sendiri baru sinting, seorang sinting yang seratus persen tidak waras otaknya"
Bu-ki masih saja tersenyum, katanya pula: "Untung saja di sini masih ada seseorang yang
belum sinting dan tak mungkin secara tiba-tiba akan menjadi sinting"
"Siapa?" "Tong Giok?" SARANG HARIMAU Bulan empat tanggal sembilan belas, hujan. Tiada akhir jaman untuk penyair.Menunggang
keledai saat hujan rintik menuju Kiam bun.
Sekalipun Bu-ki bukan seorang penyair, juga tak memiliki kesantaian seperti Liok Siau Hong
yang suka membuat syair, tapi diapun di bawah hujan rintik, sambil membawa payung kertas
dan menunggang keledai memasuki Kiam-bun di wilayah Szechwan.
Kiam-bun-kwan merupakan suatu tempat yang paling curam dan berbahaya, puncak bukit
yang tajam dan lurus serasa menjulang ke angkasa. Barisan bukit yang berdiri mengelilingi
tempat itu sungguh membuat orang merasa bergidik untuk melaluinya.
Keluar dari Kiam bun kwan, pohon cemara tumbuh sepanjang jalan yang berpuluh puluh li
jauhnya itu. Seorang kuli panggul peti mati lantas memberi tahu kepadanya: "Tempat inilah yang
dinamakan Thio-hui pak, suatu barisan pohon cemara yang ditanam sendiri oleh Thio sam-ya
di jaman Sam kok dulu?"
Orang Szechwan paling menghormati Cu-kat-Bu-ho atau yang lazim lebih dikenal sebagai
Khong Beng. sejak meninggalnya Cu-kat-Bu-ho tersebut, setiap orang Szechwan selalu
mengenakan ikat kepala putih sebagai tanda berkabung, hingga kini kebiasaan tersebut tak
pernah berubah. Oleh karena semua orang menghormati Cu-kat Khong Beng, otomaatis Thio Hui juga turut
dihormati orang. Tapi mengapa Bu-ki bisa membawa sebuah peti mati datang ke situ?" Peti mati yang baru
tersebut dari kayu jati berkwalitas paling bagus, secara khusus Bu-ki mengundang empat
orang kuli yang terbaik untuk menggotongnya dengan imbalan tinggi.
646 Sebab di dalam peti mati itu berbaringlah sahabatnya yang paling baik".. sahabatnya ini pasti
tak akan menjadi sinting. Dalam peti mati itu bukan saja aman dan nyaman, lagipula tak bakal
kehujanan, bila ada urusan ingin dipikirkan secara tenang orang lainpun tak akan
mengganggunya. Kalau boleh, Bu ki sendiripun ingin sekali berbaring di dalam peti mati.
Walaupun dia tidak seperti Sugong Siau hong, tidak takut memikul petinja, tidak takut
kehujanan. Tapi dia mempunyai banyak persoalan yang membutuhkan tempat sepi untuk
dipikirkan. Setibanya di Benteng keluarga Tong, cerita macam apakah yang harus dikarang olehnya"
Cerita tersebut selain harus bisa menarik perhatian orang-orang keluarga Tong, juga mesti
membuat mereka mempercayainya seratus persen.
Sudah jelas pekerjaan semacam itu bukan suatu perbuatan yang gampang, yang bisa
dipikirkan oleh setiap orang ....
Masih ada pula Harimau kemala putih tersebut. Harimau kemala putih yang dititipkan
kepadanya oleh Sugong Siau hong dan berpesan agar diserahkan sendiri ke pada Sangkoan Jin
tersebut. Mengapa Sugong Siau hong memandang begitu penting atas sebuah patung Harimau kemala
putih" Sugong Siau hong bukan seorang manusia yang tak tahu membedakan mana yang penting
mana yang tidak, tak mungkin dia akan melakukan suatu perbuatan yang mengherankan.
Sesungguhnya rahasia apakah yang terkandung dibalik Harimau kemala putih tersebut"
Hujan gerimis dan angin kencang berhembus lewat menerpa di atas wajahnya, tanpa terasa
Kiam bun kwan sudah jauh tertinggal di belakang sana.
Tiba-tiba Bu ki teringat dengan dua bait syair yang cukup memilukan hati:
"Setelah keluar dari Giok bun kwan. Air mata bercucuran tak pernah mengering"
Sekalipun tempat ini bukan Giok bun kwan, tempat ini adalah Kian bun kwan, tapi setelah
keluar dari tempat tersebut, untuk kembali dalam keadaan hidup rasanya lebih sulit daripada
naik kelangit. Tiba-tiba Bu ki teringat kembali dengan Cian cian.
647 Ia tak berani memikirkan Hong nio, dia benar-benar tidak berani untuk memikirkannya.
"Rindu" saja sudah merupakan suatu siksaan yang merasuk tulang, apalagi "Tak berani
merinduinya" entah bagaimana tersiksanya keadaan tersebut....."
Cinta seringkali memang mendatangkan kesedihan dan kesengsaraan.
Kalau kau sudah tak dapat bercinta, juga tak berani bercinta, sekalipun rasa cinta tersebut
merasuk sampai ke tulang, kau juga hanya dapat memendam perasaan tersebut di dalam hati,
agar cinta tersebut membusuk di dalam hati dan mati di dalam hati.
Lalu bagaimana pula perasaannya waktu itu"
Tiba-tiba Bu ki membuang payung kertasnya, membiarkan air hujan yang dingin membasahi
sekujur badannya. Angin dan hujan tak berperasaan tapi ada berapa orangkah yang benar-bbenar merasakan
ketidak berperasaan tersebut"
Tiba-tiba ia teringat untuk minum arak.
Arak itu sejenis arak yang keras, mana keras pedas lagi.
Minum arak sambil makan cabe, makan sebiji cabe minum seteguk arak, itu baru sedap
rasanya. Cabe itu berwarna merah mengkilap, butiran keringat yang membasahi jidatnya juga merah
bercahaya. Untuk dipandang, Bu ki memang merasa amat sedap, tapi setelah ia sendiri merasakannya,
baru diketahui bahwa cara makan seperti ini tidaklah sesedap apa yang dibayangkan semula.
Ia sudah kepedasan sehingga seluruh rambutnya seakan-akan telah "berdiri" semua.
Di wilayah tersebut, hampir setiap orang minum arak dengan cara semacam itu.
Kecuali cabe merah, agaknya di wilayah tersebut seakan-akan tidak terdapat barang lain yang
bisa dipakai sebagai teman minum arak.
Oleh karena itu, meski ia sudah kepedasan sehingga hampir saja rambutnya menembusi
kopiah terpaksa ia musti menguatkan kepalanya untuk bertahan lebih jauh.
Dia tidak ingin memberi kesan kepada orang lain sebagai seorang manusia yang "tak becus".
648 ***** PERJALANAN menuju ke Szechwan susah diliputi.
Hampir seluruh wilayah Szechwan terdapat tanah perbukitan yang tinggi dan curam, tempat
dimana Bu ki berhenti sambil minum arak juga berupa suatu tanah perbukitan, sebuah barak
yang dibangun dengan bambu sebesar lengan serta kain tenda berwarna putih.
Empat penjuru sekeliling tempat itu merupakan rumput nan hijau, ketika angin sejuk
berhembus lewat, segera mendatangkan suasana yang amat nyaman.
Dalam suasana musim panas seperti ini orang yang melakukan perjalanan gampang menjadi
lelah. Bisa mencari tempat semacam ini untuk beristirahat, memang merupakan suatu hal
yang lumayan. Sekarang, walaupun udara tidak terhitung panas, tapi sebagian besar orang yang lewat disitu
mesti akan berhenti sejenak untuk minum secawan dua cawan arak cabe sebelum melanjutkan
kembali perjalanannya. Perjalanan terlalu bahaya, kalau terlalu curam dan susah dilewati, siapa yang tak ingin
beristirahat sambil bersantai santai bila ada kesempatan untuk itu"
Kehidupan manusia ibaratnya melakukan suatu perjalanan yang jauh.
Dalam perjalanan hidup manusia yang penuh dengan kesulitan dan rintangan, ada berapa
orangkah yang bisa menemukan tempat beristirahat sebagus ini"
Kadangkala sekalipun kau berhasil menemukannya, belum tentu dapat beristirahat dengan
santai, sebab di belakangmu telah siap sebuah cambuk yang akan mengejarmu untuk bergerak
lebih maju. Kehidupan itu sendiri sesungguhnya adalah sebuah cambuk, tanggung jawab terhadap
keluarga, tugas kehidupan, kejayaan pekerjaan, sandang pangan anak istri, simpanan untuk
masa depan... semuanya bagaikan sebuah cambuk yang mengejar dirimu dari belakang.
Dapatkah kau beristirahat barang sejenak saja dari kejaran kejaran tersebut"
Bu ki menghabiskan arak pedas dalam mangkuknya dalam sekali tegukan, baru saja akan
memesan semangkuk lagi, tiba tiba ia menyaksikan ada sebuah "usungan mendaki ke atas


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bukit" Yang dimaksudkan usungan bukanlah tandu.
649 Usungan adalah semacam alat tansport di wilayah Szechwan yang terhitung amat istimewa
bentuknya, usungan itu terdiri dari dua batang bambu besar yang di atasnya terdapat sebuah
bangku yang terbuat dari bambu.
Manusianya duduk di atas bangku tersebut. Entah berapapun berat badan orang itu, betapa
sulitnya perjalanan yang harus ditempuh, si pemikul usungan tersebut pasti sanggup untuk
menggotongmu ke atas. Karena orang orang yang melakukan pekerjaan semacam ini, bukan saja harus memiliki suatu
kepandaian yang istimewa, lagipula mereka semua adalah orang orang yang sangat
berpengalaman. Semenjak dahulu kala, Bu ki sudah pernah mendengar kisah kisah tentang usungan tersebut
tapi ia tak pernah mau mempercayainya.
Jilid 23________ Tapi sekarang dia telah percaya.
Karena ia menyaksikan ada orang yang duduk diatas usungan tersebut.
Seandainya ia tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, dia tidak akan percaya kalau
orang sebesar itu dapat duduk diatas usungan, lebih tak percaya lagi kalau dua orang tukang
pikulnya yang kurus kering ibaratnya tinggal kulit pembungkus tulang itu sanggup untuk
menggotong orang itu melalui jalan-jalan bukit yang curam.
Jarang sekali ia menjumpai orang segemuk oramg itu.
Orang itu bukan saja sangat gemuk, bahkan gemuknya luar biasa hingga kelihatan amat
bodoh, bukan cuma bodoh biasa, bahkan bodohnya sudah kelewat batas.
Pada hakekatnya orang itu tak lebih seperti daging babi yang sedang bergerak, tapi pakaian
seta dandanannya persis seperti seorang tuan tanah yang lalim, seakan-akan kalau bisa dia
ingin memamerkan seluruh kekayaan yang dimilikinya seakan-akan takut kalau orang lain tak
tahu jika dia kaya raya. Rekan seperjalanannya adalah seorang lelaki tampan.
Tampan bukan dalam arti Tong Giok lemah gemulai serta membawa gerak gerik macam
seorang banci. Dia berperawakan tinggi besar tampan kekar, berbahu lebar pinggang ramping alis mata tebal,
bermata besar dengan daya tarik seorang lelaki sejati.
650 Sekarang kedua buah usungan itu telah berhenti kedua orang penumpangnya juga sudah
masuk ke dalam barak tersebut.
Sambil menghembuskan nafas lega, sigemuk itu duduk di bangku kemudian pelan-pelan
meluruskan tangannya yang putih gemuk serta mengenakan aneka macam cincin bermata
berlian dan zamrud yang tak ternilai harganya itu.
Pemuda tampan yang tinggi kekar itu segera mengeluarkan selembar handuk berwarna putih
bersih dan diangsurkan kepadanya.
Si gemuk itu menyambut handuk tersebut, seperti seorang nona yang mengusap keringat di
wajahnya yang berpupur, dia menyekanya dengan sangat hat-hati, kemudian baru menghela
nafas panjang. "Aku tahu belakangan ini aku pasti bertambah kurus lagi, malah kurus banyak sekali"
Rekannya segera menganggukkan kepalanya berulang kali, dengan wajah yang bersungguhsungguh
dan penuh perasaan simpatik katanya:
"Belakangan ini mana kau repot, lelah, makannya sedikit lagi, siapa bilang tidak menjadi
kurus?" Dengan wajah murung dan sedih, kembali si gemuk itu menghela nafas panjang.
"Aaaaaai....! Jika aku harus terus menerus menjadi kurus, mana aku bisa tahan?"
"Ya, kau harus berusaha untuk makan agak banyak!"
Usul tersebut segera diterima oleh si gemuk, maka diapun segera meminta kepada pelayan
untuk mengusahakan empat lima ekor ayam gemuk serta dua tiga ekor tie te (kaki babi).
Ia cuma bisa makan "sedikit" karena belakangan ini nafsu makannya selalu kurang baik.
Tapi dia harus memaksakan diri untuk makan sedikit, karena belakangan ini ia benar-benar
terlampau kurus sehingga tak karuan lagi bentuk badannya.
Sedang mengenai daging gembur yang berada di atas tubuhnya itu, dia bersikap seakan akan
daging lebih itu bukan miliknya, bukan saja oa telah melupakannya, rekannya yang gagah dan
tampan itupun seolah-olah sama sekali tidak melihatnya.
Sayang orang lain telah melihatnya.
Sesungguhnya orang ini gemuk atau kurus " Daging lebih itu sebenarnya milik siapa" Semua
orang menertawakannya secara diam-diam.
651 Bu Ki tidak tertawa. Ia sama sekali tidak merasa kejadian itu sebagai sesuatu yang menggelisahkan, dia merasa
kejadian ini merupakan tragedi.
Tentu saja pemuda tampan itu juga tahu kalau perkataannya itu sangat menggelikan, akan
tetapi dia toh berkata demikian, sebab dia harus hidup, dia membutuhkan si gemuk itu untuk
menghidupkan dirinya. Demi kehidupan, seringkali orang melakukan sesuatu yang mungkin akan menggelikan orang
lain, mungkin ia sendiripun merasa sedih atas keadaan tersebut, tapi ia terpaksa untuk
melakukannya juga, demi hidup, apapun terpaksa harus dilakukan.
Bukankah kejadian ini merupakan suatu tragedi "
Si gemuk itu lebih menyedihkan lagi.
Orang yang ia tipu bukan orang lain, melainkan dirinya sendiri.
Bila seseorang sudah tiba pada saatnya untuk menipu diri sendiri, sudah barang tentu kejadian
itupun merupakan suatu tragedi.
Tiba-tiba Bu-ki merasa perutnya mual, ia merasa tak mampu untuk minum lagi.
Selain Bu-ki ternyata masih ada seorang yang tidak ikut tertawa.
Ia tidak turut tertawa bukan lantaran diapun mempunyai perasaan seperti apa yang di
bayangkan Bu-ki, tapi dia sedang mabuk hebat.
Ketika Bu-ki datang kesana, dia sudah berbaring di atas meja, beberapa buah teko arak
kosong berada di sekeliling mejanya.
Ia tidak mengenakan topi sehingga kelihatan rambutnya yang sudah berubah mengenakan
sebuah baju berwarna biru yang sudah luntur warnanya hingga tinggal putihnya.
Bila seseorang berkelana dalam dunia persilatan bila ia sudah lanjut usianya, apa manfaatnya
kalau mabuk oleh arak " apapula manfaatnya jika tidak mabuk "
Tiba-tiba Bu-ki merasa ingin minum arak lagi.
Pada saat itulah dia menyaksikan ada enam orang manusia berjalan naik keatas bukit.
652 Mereka adalah enam orang manusia berbaju hijau, bersepatu rumput warna kuning berkaok
abu-abu dan mengenakan enam buah topi yang sangat lebar sedemikian lebarnya sehingga
separuh bagian wajahnya hampir tertutup.
Langkah mereka berenam cepat sekali gerakan tubuhpun sangat enteng dengan kepala
tertunduk dan langkah lebar mereka masuk ke dalam barak tersebut.
Dalam genggaman keenam orang itu masing-masing membawa sebuah bungkusan berwarna
hijau, ada yang panjang buntalannya, ada pula yang sangat pendek.
Yang pendek hanya satu jengkal enam tujuh inci, yang panjang mencapai enam tujuh jengkal,
sewaktu di genggam tampaknya sangat enteng tapi setelah diletakkan di meja ternyata meja
tersebut tertindih sampai berbunyi gemericit.
Tak ada orang yang tertawa lagi.
Entah siapa itu orangnya, mereka pasti dapat melihat bahwa kepandaian silat yang dimiliki ke
enam orang ini amat luar biasa, mereka pasti adalah jago-jago kenamaan dari dunia persilatan.
Dalam ke enam buntalan yang mereka bawa itu sekalipun bukan senjata pembunuh, sudah
jelas juga bukan barang mainan yang sedap di pandang.
Enam orang itu datang bersama dan memakai dandanan serta pakaian yang sama tapi justru
mereka menempati meja yang berbeda.
Enam orang ternyata menempati enam buah meja yang berbeda dan secara kebetulan sekali
menyumbat semua jalan keluar dari dalam warung arak tersebut.
Hanya jago-jago kawakan yang sudah banyak berpengalaman serta pernah mengalami
beratus-ratus kali pertempuran baru bisa memilih posisi sedemikian baik dalam waktu
singkat. Enam orang itu semuanya duduk dengan kepala tertunduk sepasang tangan mereka masih
memegang buntelan di atas meja itu kencang-kencang.
Orang pertama yang masuk lebih dahulu adalah seorang lelaki yang tinggi besar yang amat
kekar perawakan tubuhnya jauh lebih tinggi dari sebagian besar orang, buntalan yang di bawa
pun terpanjang. Pada sepasang tangannya yang memegang buntalan itu terutama pada ruas-ruas ibu jari, jari
tangannya serta jari telunjuk tangan kanannya terdapat kulit tebal yang sangat keras.
Orang kedua yang masuk ke dalam warung itu adalah seseorang yang jangkung ceking dan
berbadan bongkok, agaknya dia adalah seorang kakek.
653 Buntalan yang dibawa paling pendek sepasang tangannya yang memegang buntalan itu kurus
kering persis seperti cakar bukung elang.
Buki merasa seolah-olah pernah berjumpa dengan dua orang ini, tapi dia lupa dimanakah
mereka pernah berjumpa. Ia sama sekali tak berhasil melihat wajahnya.
Tapi diapun tak ingin melihatnya.
Kedatangan orang - orang ini tampaknya seperti bermaksud untuk mencari gara-gara
denganorang entah mereka hendak mencari gara-gara kepada siapa, Bu-ki tak ingin
mencampuri orang lain. Tak nyana tiba-tiba kakek kurus kering yang berbadan bungkuk itu tiba-tiba menegur :
"Siapa yang membawa peti mati yang berada diluar itu?"
Orang yang semakin tak ingin mencari urusan biasanya urusan semakin gampang
mendatanginya. Bu-ki menghela nafas panjang, terpaksa sahutnya.
"Aku!" ***** SEKARANG Bu-ki sudah dapat mengingat kembali siapa gerangan orang itu.
WAlaupun ia belum menyaksikan raut wajahnya tapi dia sudah dapat mengenali suaranya.
Kueh manis, kueh bergula pasir, pia kacang ijo .......... pia kacang hitam.
Seorang kakek kurus kering, membawa sebuah pikulan penjajah kueh sambil menyanyikan
lagu So-pak masuk kedalam hutan dan menuju ke sebuah tanah lapang.
Kemudian si penjajah sayur asin, penjual arak, penjual wedang tahu, penjual cah kue, penjual
bakpao, penjual telur dadar, penjual daging kambing serta beraneka macam penjajah makanan
lainnya berdatangan dari empat arah delapan penjuru.
Kejadian yang berlangsung pada malam itu tak pernah di lupakan Bu-ki untuk selamanya,
terutama suara dari penjual kueh itu, dia masih dapat mengingatnya dengan jelas.
654 Diapun masih teringat dengan perkataan Ban Tang Lo.
Dulu mereka adalah bekas anak buahku tapi sekarang mereka hanya seorang pedagang biasa.
Usaha dagang apakah yang dikerjakan si penjual kueh itu sekarang " Mengapa ia bisa tertarik
dengan sebuah peti mati "
***** SI ORANG bertubuh tinggi kekar dan tiga jari tangan kanannya yang tumbuh kulit tebal itu
mendadak mendongakkan kepalanya dan menatap Bu-ki lekat-lekat.
Bu-ki segera mengenali orang itu.
Sepasang matanya bersinar tajam, semangatnya berkobar-kobar dan tampak segar karena
semenjak berusia sembilan tahun ia sudah mulai melatih ketajaman matanya.
Kulit kerak yang tumbuh pada ke tiga buah jari tangannya bukan cuma tebal, kerasnya bukan
kepalang, karena sejak berumur delapan sembilan tahun ia sudah mulai menarik gendewa
dengan keriga buah jari tangannya itu.
Sudah barang tentu Bu-ki kenal dengannya, bukan hanya satu kali mereka berjumpa muka.
Kim kiong gin ciam ( Busur emas panah perak) Cu bu siang hui (tengah hari tidak bertemu
tengah malam) lelaki kekar yang tinggi badannya mencapai delapan depa ini tidak lain adalah
Hek Thi ban putra tunggal dari Hek Popo.
Siapakah Hek Po po itu"
Dia adalah seorang yang bisa membidik mata seekor lalat yang berada sepuluh kaki jauhnya
dengan sebatang panah. Benda yang berada di dalam buntalannya itu sudah barang tentu adalah Kim pat thi tay kiong
(busur berpunggung emas berbadan baja) serta Cio yu ciam (panah berbulu perak)
andalannya. ***** Ternyata dia tidak mengenali Bu-ki. Dia hanya merasa seperti pernah kenal dengan pemuda
bercodet ini, maka dengan nada menyelidiki ia bertanya:
"Dulu, bukankah kita pernah bersua ?"
"Tidak!" 655 "Kau tidak kenal dengan aku?"
"Tidak kenal!" "Bagus sekali!" seru Hek Thi-ban kemudian.
"Bagaimana?" tanya si kakek penjual kueh.
"Ia tidak kenal aku, akupun tidak kenal dengannya!" jawab Hek Thi-ban pula.
"Bagus sekali!"
Mendengar mereka berdua mengucapkan dua kali kat "Bagus sekali", Bu-ki tahu kalau
kesulitan telah datang. Entah kesulitan macam apakah yang di bawa ke enam orang itu yang pasti kesulitan tersebut
pasti tidak kecil. Bu-ki dapat melihat akan hal ini, orang lainpun dapat melihatnya, maka sebagian besar tamu
yang berada di dalam warung teh itu diam-diam beranjak, membereskan rekening dan
ngeloyor pergi dari sana.
Hanya si kongcu gemuk yang kurang baik nafsu makannya itu yang masih bersantap dengan
lahapnya disana. tampaknya sekalipun langit bakal runtuh, dia baru akan angkat kaki bila ayam panggang
tersebut sudah habis di makan.
Tentu saja manusia semacam ini tak akan senang untuk menyampuri urusan orang ini.
Tiba-tiba si penjual kueh itu mengambil buntalan dan pelan-pelan berjalan ke hadapan Bu-ki,
lalu sapanya : "Baik-baikkah kau?"
Bu-ki segera menghela nafas panjang.
"Aaai.....! sampai detik ini masih terhitung bagus, tapi sayang agaknya kesulitan sudah mulai
berdatangan sekarang!"
Si penjual kueh itu segera tertawa lebar.
656 Kau adalah seorang yang pintar, asal tidak melakukan pekerjaan tolol, tentu saja kesulitan tak
akan datang." katanya.
"Aku jarang sekali melakukan pekerjaan tolol"
"Bagus sekali!"
Sambil meletakan buntalan itu keatas meja, da berkata lagi :
"Tentunya kau tidak kenal dengan diriku bukan ?"
"Yaa, tidak kenal"
"Kenalkah kau benda apakah ini ?"
Ia melepaskan simpul ikatan pada tali buntalannya, sinar tajam segera memancar keluar dari
balik bungkusannya itu, ternyata benda itu adalah sebuah senjata aneh yang terbuat dari baja
asli. sekilas pandangan bentuknya mirip cakar ayam, tapi setelah diamati ternyata tidak mirip
sebuah cakar ayam. "Bukankah senjata itu adalah Thi eng-jiau (cakar elang baja) senjata andalan dari perguruan
Eng Jiau-bun di wilayah Huay-lam?"
"Sungguh tajam penglihatanmu!" puji kakek penjual kueh itu.
"Telingaku juga selalu amat tajam."
"Oya.....!" "Aku dapat menangkap dari nada pembicaraanmu bahwa kau bukan berasal dari wilayah
Huay-lam atau sekitarnya."
"Selama belajar dalam perguruan di Huay-lam yang kupelajari memang bukan dialek untuk
bercakap-cakap." "Lantas apa yang kau pelajari?"
"Cara membunuh orang!"
Setelah berhenti sejenak, dengan suara hambar dia melanjutkan :
"Asal aku dapat mempergunakan kepandaian perguruanku untuk membunuh orang, entah
dialekku sewaktu berbicara berasal dari wilayah mana, hal itu sudah tidak penting lagi
artinya." 657 "Ehmm.... masuk diakal juga perkataan itu"
Tiba-tiba si penjual kueh itu mengambil senjatanya yang mirip cakar elang itu dengan
sepasang tangan yang lebih mirip cakar elang tersebut.
Cahaya tajam berkelebat lewat, sepasang cakar elang tersebut telah meluncur ke depan dan ....
"Tringgg!", cawan arak dihadapan Bu-ki sudah bertambah dengan empat buah lubang kecil,
sedangkan sebatang bambu yang didirikan sebagai tiangpun tahu-tahu sudah tersayat hancur
oleh sambaran cakar elang itu.
Cawan arak adalah benda yang terbuat dari tembikar, untuk menghancurkan bukan termasuk
termasuk suatu pekerjaan yang susah, tetapi untuk membuat empat lubang kecil tanpa
menghancurkannya jelas bukan suatu pekerjaan yang gampang.
Bambu adalah benda yang keras, untuk mematahkannya mungkin gampang, tapi untuk
menyayat-nyayatnya menjadi lembaran yang kecil bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Apalagi kekuatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kedua pekerjaan itu berbeda, tapi
dalam kenyataannya sepasang tangannya turun tangan bersama, tapi kekuatan yang
dipergunakan ternyata bisa berlainan.
Bu-ki segera menghela nafas panjang-panjang, pujinya :
"Benar-benar suatu kepandaian yang sangat hebat!"


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kepandaian semacam ini termasuk juga kepandaian untuk membunuh orang ?"
"Yaa, benar!" "Inginkah kau menyaksikan aku membunuh orang ?"
"Tidak ingin" "Kalau begitu, cepat pergi dari sini!"
"Kau bersedia membiarkan aku pergi?"
"Yang kuinginkan bukanlah manusia semacam kau."
"Lantas apa yang kau kehendaki ?"
"Aku menginginkan peti mati yang kau bawa itu."
658 ***** TEKA TEKI PETI MATI itu dibeli sendiri oleh Bu-ki, terbuat dari kayu jati yang berkwalitas nomor satu
bahkan di buat pula oleh seorang tukang kayu kenamaan.
"Ketajaman mata saudarapun sungguh mengagumkan" kata Bu-ki. "Peti mati ini memang
sebuat peti mati yang bagus."
"Aku dapat melihatnya" kakek penjual kueh itu menyahut.
"Tapi bagaimanapun baiknya kwalitet peti mati ini tidak ada harganya bagimu untuk
menggerakkan begitu banyak orang untuk mendapatkannya."
"Kau bilang tiada harganya, tapi aku justru mengatakan berharga sekali....."
"Bilamana kaupun sangat mengharapkan sebuah peti mati berkwalitet sebaik ini bisa saja kau
suruh toko penjual peti mati itu untuk bikinkan sebuah lagi."
"Tapi sayang peti mati itulah yang kuinginkan."
"Apa peti mati ini mempunyai keistimewaan lain ?"
"Hal ini tergantung apakah isi peti mati itu?"
"Isinya hanya sesosok tubuh manusia." cepat Bu-ki menerangkan.
"Seorang manusia semacam apakah dia itu?"
"Seorang sahabat yang masih hidup, ataukah seorang sahabat yang telah mati?"
Bu-ki segera tertawa lebar.
"Meski aku belum bisa di bilang sangat setia kawan, tapi aku tak nanti akan masukkan
seorang sahabatku yang masih hidup ke dalam peti mati."
Meskipun jabawan itu bukan jawaban yang jujur, namun tak bisa terhitun gpula sebagai
sesuatu yang bohong. Tong Giok memang belum mati.
Dengan tangannya sendiri ia memberikan tubuh Tong Giok ke dalam peti matu itu.
659 Tong Giok bukan sahabat karibnya.
Tapi dalam peti mati itu memang hanya Tong Giok seorang diri.
Ia menutup sendiri peti mati itu, menyewa tukang pikul dan dengan mata kepala sendiri
mengiringi tukang pikul itu membawa peti mati tersebut sampai disini.
Agaknya penjual kueh itu belum mau mempercayai seratus persen, kembali ia bertanya :
"Sahabatmu itu sudah mati ?"
"Manusia hidup seratus tahun, akhirnya toh akan mati juga."
"Orang yang sudah mati apakah masih bisa bernafas ?"
Bu-ki segera menggelengkan kepalanya.
Ia sudah menjumpai titik kelemahan tersebut, tapi ia tak menyangka kalau orang lainpun telah
menemukannya. Sudah dapat dipastikan si penjual kueh tersebut telah menemukannya .....
Terdengar ia berkata sambil tertawa dingin.
"Kalau memang orang mati tak bisa bernafas lagi, mengapa kau harus membuat dua lubang
hawa di atas peti mati itu ?"
Bu-ki segera menghela nafas panjang, sambil tertawa getir katanya :
"Karena aku benar-benar tak menyangka kalau ada orang yang menaruh perhatian terhadap
peti mati ini." Jawaban tersebut adalah suatu jawaban yang jujur.
Jika ada sebuah peti mati terpampang di hadapanmu, orang meski akan menengoknya
sekejap, jarang sekali ada orang yang akan meneliti peti mati itu dengan lebih seksama.
Lain kalau lubang itu terdapat di pakaian gadis cantik, semua orang bisa melihat dengan jelas,
semua orang bisa memperhatikannya lebih dari sekejap, tapi jarang rasanya ada yang
memperhatikan libang diatas peti mati.
Kembali Bu-ki berkata : 660 "Tapi dalam peti mati ini benar-benar cuma satu orang, itu benar-benar adalah sahabatku,
entah dia mati atau hidup, pokoknya dia adalah sahabatku."
"Mengapa kau masukkan tubuhnya ke dalam peti mati itu ?"
"Sebab dia mengidap suatu penyakit, bahwa penyakit itu sudah amat parah sekali."
"Apakah penyakit yang di terimanya itu adalah suatu penyakit yang tidak boleh diketahui
orang ?" "Jadi kau ingin melihatnya ?" Bu-ki balik bertanya.
"Aku hanya ingin membuktikan apakah ucapanmu itu jujur atau tidak...."
"Andaikata isi peti mati itu benar-benar hanya satu orang ?"
"Maka dengan segala kehormatan aku akan menghantar kalian untuk menjalankan perjalanan,
semua rekening arak disinipun akan kubayarkan untuk kalian!"
"Terlepas siapakah orang yang berada di dalam peti mati itu?"
"Sekalipun orang yang bersembunyi dalam peti mati itu adlaah biniku sendiri, asal dalam peti
mati itu tiada orang yang laian, aku sama saja akan membiarkan kalian pergi."
"Bisa dipercayakah perkataanmu itu ?"
"Anak murid perguruan dari Huay-lam tak ada seorangpun yang mengingkari janji."
"Kalau begitu bagus sekali!"
Pemuda ini selalu merasa kuatir bahwa orang yang mereka cari adalah Tong Giok.
Dia tidak ingin bertarung dengan mereka lantaran Tong Giok, tapi diapun tidak bisa
membiarkan mereka pergi sambil membawa serta diri Tong Giok.
Sekarang walaupun dia sudah tahu kalau kedatangan mereka bukan lantaran Tong Giok, tapi
ia masih belum bisa menduga karena apakah mereka menginginkan peti mati itu?"
Peti mati itu berada diluar barak di bawah pagar pekarangan.
Empat orang kuli panggul itu setelah memesan air teh berjongkok disisi peti mati dan minum
air teh sambil makan kueh kering yang mereka bawa.
661 Walaupun air teh dingin dan getir, walaupun kueh itu kering dan keras, tapi mereka masih
menyantapnya dengan senang, minum dengan gembira.
Bagi manusia semacam mereka, kesenangan dalam kehidupan manusia sesungguhnya sudah
tidak terlalu banyak, maka asal mereka bisa menemukan sedikit kegembiraan, kesempatan
tersebut tak akan disia-siakan dengan begitu saja.
Itulah sebabnya mereka masih hidup.
Kegembiraan walaupun bukan merupakan sesuatu yang "mutlak", hanya asal kau merasakan
gembira, maka bergembiralah sepuasnya.
Yang lebih aneh lagi, bukan saja si penjual kueh itu tertarik pada peti mati itu, agaknya
diapun tertarik kepada keempat orang kuli panggul itu.
Pakaian yang mereka kenakan amat dekil, tubuhnya kurus kering bagaikan kilit membungkus
tulang, rambut kusut maka mukanya hitam dan kotor lagi, sesungguhnya ke empat orang itu
tidak memiliki sesuatu keistimewaan yang berharga untuk diperhatikan.
Si penjual kueh itu memeperhatikan terus diri mereka, sepasang matanya seakan-akan terpaku
dan memantek di tubuh mereka, mengawasi terus lekat-lekat, seakan-akan ia merasa berat hati
untuk mengalihkan ke arah lain.
Walaupun dia berkata ingin memeriksa apakah isi peti mati itu hanya satu orang atau tidak,
namum sepasang kakinya seakan-akan terpantek diatas tanah, bergeser setengah langkahpun
tidak. Bu-ki yang kemudian menegurnya lantaran tidak sabar :
"Hey, peti mati itu berada disini!"
"Aku sudah tahu!"
"Mengapa kau tidak maju ke depan untuk memeriksanya ?"
Diatas wajah si Penjual Kueh yang kuning kepucat-pucatan dan kurus kering tersebut, tibatiba
tersungging sekelum senyuman dingin yang aneh sekali. kemudian sepatah demi sepatah
dia mengucapkan serangkaian kalimat yang hakekatnya jauh diluar dugaan Bu-ki.
"Sebab aku masih tidak ingin mampus diujung peluru peledak Pek lek tong dari mepat
bersaudara keluarga Lui"
662 "Bersaudara dari keluarga Lui ?" Bu-ki segera bertanya, "kau maksudkan Lui bersaudara dari
Pek Leng tong?" "Benar!" "Apakah Lui bersaudara juga datang ?"
"Paling tidak ada empat orang yang telah datang."
"Dimana ?" "Disini,, tepat dihadapanmu!"
Sesudah tertawa dingin, Si penjual kueh itu melanjutkan kembali kata-katanya :
"Empat saudara kita yang berjongkok di tepi peti mati sambil minum teh dan makan kueh itu
bukan lain adalah Su toa kim kong (empat malaikat raksasa) dari Lui Ceng-thian!"
Paras muka Bu-ki segera berubah hebat.
Tentu saja ia tahu kalau dalam Pek lek tong terdapat Su toa kim kong, mereka adalah
komplotan Lui Cheng-thian, musuh bebuyutan dari Tay hong-tong.
Betulkah ke empat orang kuli kasar yang miskin, kotor, dan bau itu tak lain adalah Su toa kim
kong dari Pek Lek tong"
Mengapa mereka harus menurunkan derajat sendiri " Mengapa mereka bersedia
menggotongkan peti mati itu baginya "
Sekalipun mereka sudah mengetahui kalau dia adalah Tio Bu-ki, juga tidak perlu untuk
berbuat begitu. Paling tidak mereka masih mempunyai suatu cara lain yang lebih bagus, setiap saat mereka
dapat merenggut selembar jiwanya.
Si Kuli panggul yang paling tua usianya itu tiba-tiba menghela nafas, kemudian pelan-pelan
bangkit berdiri. Tangan kirinya masih memegang cawan air teh, sedangkan tangan kanannya masih
memegang separuh potong kueh kering, pakaian yang di kenakan masih tetap baju yang dekil
dan penuh robekan itu, bahkan bagian pantatpun penuh dengan tambalan.
Tapi dalam sekejap mata itulah, potongan maupun mimik wajahnya sama sekali berubah.
663 Sorot matanya yang setajam sembilu dari seluruh badannya memancar kekuatan yang luar
biasa, entah siapa itu orangnya, bila mereka bertemu dengan tampangnya sekarang, pasti tak
seorangpun yang akan percaya kalau dia adalah seorang kuli kasaran yang paling rendah
derajatnya serta kedudukannya dalam masyarakat.
Si Penjual kueh itu telah tertawa dingin, lalu ejeknya.
"Ternyata benar-benar memang kau, sedari kapan kau sudah berganti usaha menjadi seorang
kuli panggul?" "Selama setengah tahun belakangan ini kami bersaudara selalu melakukan pekerjaan ini."
"Apakah kalian selali memikulkan peti mati untuk orang lain ?"
"Bukan cuma peti mati, memikul tinjapun kami lakukan."
"Mengapa kalian harus melakukan pekerjaan semacam ini?"
Sebab kami dengar, bila pekerjaan semacam ini sudah dikerjakan cukup lama, maka watak
sesorangpun akan mengalami perubahan."
"Aku melihat wajah kalian yang justru banyak mengalami perubahan."
"Itulah sebabnya aku merasa tak habis mengerti mengapa kau masih bisa mengenali kami."
kata si tukang panggul itu sambil menghela nafas panjang.
"Mungkin saja hal ini dikarenakan kami memiliki ketajaman mata yang luar biasa, tapi
mungkin juga ada orang yang telah membocorkan rahasia kalian." sahut si penjual kueh itu
hambar. Paras muka si kuli panggul itu segera berubah hebat, bentaknya dengan suara keras :
"Yang mengetahui rahasia ini hanya beberapa orang, siapa yang telah mengkhianati kami?"
Si Penjual kueh itu tidak memandang lagi ke arahnya.
Hek Thi-ban segera melompat maju kemuka, katanya dengan suara dalam yang berat.
"Kami bersaudara tiada perselisihan dengan keluarga Lui, asal kalian bersedia meninggalkan
peti mati itu, entah kemanapun kalian akan pergi, entah apapun yang hendak kalian lakukan
kami pasti tak akan turut campur atau memperdulikannya."
Setelah berpikir sejenak, kembali dia berkata,
664 "Bila orang lain menanyakan tentang kalian, kamipun tak akan membocorkannya akan kami
anggap seakan-akan hari ini tak pernah berjumpa saja."
Ketika dihadapan Hek Popo, ia jarang sekali buka suara, tapi apa yang diucapkan kata-kata
yang amat terlatih, malah tak kalah dari seorang jago kawakan, setiap perkataannya amat
tajam tapi selalu memberi jalan mundur buat lawannya.
Sayang sekali kuli panggul itu tidak menerima kebaikannya itu, katanya dengan dingin :
"Kau membawa busur emas panah perak, seratus langkah membidik satupun takpernah
meleset, sudah pasti kaulah si jago busur emas yang ternama dalam dunia persilatan dewasa
ini, sedangkan orang yang berada di sisimu itu, meski logat bicaranya telah berubah, namum
aku masih dapat mengenalinya sebagai ketua perguruan Huay-lam yang di namakan Eng Jiauong
(raja cakar elang)!"
Ternyata si penjual kueh itu tidak bermaksud menyangkal.
Kuli panggul itu kembali berkata :
"Ternyata kalian berdua bersedia untuk memberu sebuah jalan kehidupan kepadaku,
seharusnya kamu merasa amat berterima kasih apalagi empat orang yang menemani kalian
adalah jago-jago kelas satu, agaknya diantara mereka terdapat jago-jago dari Siang bun kiam
yaiutu Ciong bersaudara dan Thi-ku (kepalan baja) Sun Hiong.
"Tajam amat pandangan matamu!"
"Dengan mengandalkan kemampuan dari kalian berenam, sesungguhnya tidak sulit bila ingin
menahan kami berempat disini, cuma sayang seribu sayamg .... "
"Sayang kenapa ?"
Kuli panggul itu tertawa dingin terusnya.
"Sayang bila orangnya sudah mampus, kepalanya akan menjadi lemas dan merekapun tidak
bisa memainkan pedang Siang bun Kiam lagi."
Si Penjual kueh itu segera tersenyum.
"Untung saja mereka belum mampus!" katanya.
"Mereka belum mampus " Kenapa kau tidak berpaling untuk memeriksanya sendiri ?"
Si penjual kueh itu segera berpaling, tapi senyuman yang semula tersungging diujung bibirnya
segera berubah menjadi kaku.
665 Ke empat orang rekannya yang sebetulnya duduk di belakang sana, kini telah roboh semua, di
atas jalan darah Giok sin hiat di belakang kepalanya telah menancap sebatang sumpit bambu,
sumpit itu panjangnya satu jengkal dan sudah menembusi batok kepala bagian belakangnya
sedalam lima inci. Sebenarnya batok kepala merupakan suatu daerah badan yang paling keras, bisa ditembusi
oleh sebatang sumpit sekali tusukan, sesungguhnya kejadian ini sudah terhitung sebagai
sesuatu kabar yang mengerikan sekali.
Yang lebih menakutkan lagi adalah keempat orang itu merupakan jago-jago kelas satu dalam
dunia persilatan, ternyata mereka bisa direnggut nyawanya dalam sekejap mata tanpa
menimbulkan sedikit suarapun, bahkan siapakah pembunuhnya juga tak tahu, bila bukan
menyaksikan dengan mata kepala sendiri siapapun tak akan mempercayainya.
Kecepatan orang itu turun tangan, kejituannya dan kekejian benar-benar menakutkan.
Semua orang dalam warung teh itu sudah pada kabur, bahkan si pemilik warung beserta
pelayannya entah sudah bersembunyi kemana.
Selain si penjual kueh, Bu-ki dan lelaki hitam pekat itu, dalam warung teh tersebut masih ada
tiga orang yang masih hidup.
Si Kongcu yang gemuk yang katanya belakangan ini isi perutnya kurang baik itu meski masih
hidup tapi ia sudah ketakutan setengah mati sehingga sekujur badannya hampir saja
terperosok ke kolong meja.
Keadaan tak berbeda jauh dari rekannya itu.
Apalagi kedua orang itu selalu duduk dihadapan mejanya. Tiong bersaudara serta Sun Hiong
tak bisa diasangkal lagi sumpit bambu itu tentu meluncur dari belakang mereka.
Di belakang mereka berdua cuma ada satu orang.
Orang itu belum pergi karena sejak tadi ia sudah mabuk, ketika Bu-ki datang kesitu, orang itu
sudah mendekam di atas meja, diatas meja penuh dengan guci-guci arak yang kosong.
Ia tidak mengenakan topi sehingga rambutnya yang beruban kelihatan jelas usianya sudah
lanjut. Pakaian yang di kenakan itu bukan saja warna birunya sudah luntur menjadi putih, disana
sinipun telah kelihatan beberapa buah tambalan.
666 Apakah kakek rudin yang sedang mabuk itu seorang jago persilatan yang berilmu tinggi"
apakah dia yang telah merenggut nyawa dua manusia dari jarang sepuluh kaki lebih tanpa
menimbulkan sedikit suarapun "
Sambil memegang erat-erat senjata cakar elang bajanya, selangkah demi selangkah sipenjual
kueh itu mendekati si kakek tersebut.
Ia tahu tangannya sedang mengucurkan keringat, keringat dingin tentunya.
Cakar elang baja yang berada di tangannya merupakan suatu alat pembunuh yang sangat
hebat, entah sudah berapa banyak jago gagah dan enghing-hohan yang tewas terbunuh di
ujung cakar elang bajanya ini.
Tapi sekarang tangannya sedang gemetar keras, mungkin orang lain tidak melihatnya, tapi ia
sendiri dapat merasakan hal tersebut.
Orang yang bisa menembusi batok kepala manusia yang keras hanya dengan sambitan
sebatang sumpit, jelas sudah bahwa dia bukan seorang manusia yang gampang dihadapi.
Seseorang yang sudah hampir tiga puluh tahun lamanya berkecimpung dalam dunia
persilatan, paling tidak dia sedikit harus tahu diri.
Tapi dia wak dapat mundur dari sana dengan begitu saja.
Sekalipun saat ini Huay-lam pay sudah bukan termasuk sebuah perguruan besar yang


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kenamaan, toh di masa lalu mempunyai sejarah yang cemerlang dan terkenal.
Entah bagaimanapun juga, dia toh tetap merupakan seorang ciangbunjin dari partai Huay-lam,
demi kehidupan, demi mempertahankan nama serta martabatnya, ia bisa saja merubah wajah
dan suaranya untuk menjadi seorang pembegal, tapi ia tidak dapat membiarkan nama baik
Huay-lam pay hancur dan ternoda di tangannya.
Itulah tragedi dari seorang jago persilatan.
Sejarah kejayaannya dalam dunia persilatan seringkali terbentuk dari pelbagai tragedi yang
bertumpuk menjadi satu. Busur telah ditangan, panah sudah diatas busur.
Sambil menarik tali busurnya siap membidik, sepasang mata lelaki hitam itu mengawasi si
kakek yang berambut putih itu tanpa berkedip.
Tiba-tiba kakek itu berbicara, kata-kata yang kacau tidak jelas, sepertinya lagi mengucapkan
kata-kata mabuk, seperti pula sedang mengigau dalam impian.
667 "Kenapa semua orang menghendaki peti mati itu" Apakah semuanya sudah bosan hidup dan
ingin berbaring ke dalam peti mati!"
Kelopak mata si penjual kueh itu menyusut kecil, tangannya yang menggenggam senjadi
makin dipererat. Sekarang ia telah merasa yakin bahwa si kakek inilah yang barusan telah menembusi batok
kepala rekan-rekannya dengan sebatang sumpit bambu.
Tiba-tiba ia menegur dengan suara lantang.
"Cianpwe!" Kakek itu masih tettelungkup di atas meja, nafasnya mendesis, agaknya tertidur lagi.
Melihat itu, si penjual keuh tersebut segera tertawa dingin.
"Heeehhh...heeehhh...heehhhh,.... dengan usiamu yang sudah lanjut sekali, sesungguhnya aku
harus menghormatimu sebagai seorang cianpwe, akupun belum melupakan peraturan dalam
dunia persilatan maka lebih baik kau sendiripun jangan terlalu melupakan dirimu sendiri."
Tiba-tiba kakek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh...haaahhh...haaahhh... baik, baik, aku akan berbicara."
Diatas wajahnya yang kering dan penuh berkeriput itu penuh tumbuhan belang belang putih
sebesar mata uang, bulu alis matanya sudah banyak yang rontok, matanya masih sipit karena
mabuk, sewaktu tertawa tampangnya persis seekor kambing alas.
Ia mendongakkan kepalanya memandang si penjual kueh, kemudian ujarnya :
"Sungguh tak kusangka di dalam partai Huay-lam pay yang kecil masih terdapat seorang
manusia macam kau, yang tahu akan peraturan dunia persilatan, bahkan masih membawa
gaya dan kegagahan sebagai seorang ciangbunjin."
"Aku bukan ciangbunjin dari partai Huay-lam pay!" bantah sipenjual kueh itu dengan cepat.
"Kau bukan?" "Ya, aku tidak lebih hanya seorang penjual kueh!"
"Oooh..., rupanya kau datang kemari untuk menjual kueh!" seru si kakek kemudian tertawa.
668 Penjual kuehpun kadang kala bisa membunuh orang."
"Siapa yang hendak kau bunuh?"
"Kau!" Sekali lagi kakek itu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh...haaahhh....haaahhh... kau sendiri juga harus mengerti." katanya, "sudah jelas kau
bukan tandinganku, buat apa mesti datang untuk menghantar kematian?"
Tiba-tiba si penjual kueh itu juga tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh....haaahhh....haaahhh bila aku dapat membunuhmu, yang kubunuh adalah seorang
Bu lim cian pwe yang nama besarnya menggetarkan seluruh dunia persilatan, sebaliknya jika
kau bunuh diriku orang yang kau bunuh tidak lebih hanya seorang penjual kueh, kenapa aku
musti takut mati ?" Ditengah gelak tertawanya yang amat keras cakar elangnya telah diayunkan ke depan
melancarkan serangan. Dahulu Eng Jiau Ong (raja cakar elang) turun dalam dunia persilatan dari kota Huay-lam dan
berhasil mengangkat nama besarnya dalam waktu singkat, dia selamanya hanya
mengandalkan sepasang kepalan baja serta Toan eng jiau lip yang dilatihnya selama tiga
puluh tahun lebih, begitu pula kekita mendirikan Huay-lam Eng Jiau Bun belum pernah ia
memakai senjata. Sayangnya anak murid perguruannya tidak terdapat seorangpun yang memiliki kepandaian
sedasyat itu, juga tidak ada yang memiliki tenaga sakti seperti miliknya, maka merekapun
menciptakan sepasang senjata khusus utnuk menutupi kelemahan mereka dalam tenaga
dalam. Sebelum meninggalkan dunia, ketika ia menyaksikan senjata tersebut, iapun lantas sadar,
cepat atau lambat perguruan Huay-lam pay akan musnah di ujung sepasang cakar elang baja
ini. Sebab dia tahu bagaimanapun bagus dan hebatnya senjata tajam tidak akan lebih lincah dan
gesit daripada sepasang tangan sendiri. Bila ketiga puluh enam jurus toa eng jiau kangnya
digunakan melalui senjata semacam itu maka kehebatan serta daya pengaruh yang terpancar
keluar tak akan sesempurna bila di mainkan dengan tangan.
Diapun tahu, setelah ahli warisnya memiliki senjata semacam itu, mereka akan semakin
enggan untuk melatik telapak tangan sendiri.
669 Tapi tak bisa disangkal lagi sepasang senjata itu memang semacam senjata tajam yang gesit
dan dasyat. cakar baja yang berbentuk cakar elang itu bukan saja memiliki ketajaman yang
mampu merobek tubuh harimau, lagipula bisa digunakan secara hidup persis seperti cakar
tangan manusia. Apabila bisa digunakan secara sempurna bahkan cakar elang baja itu dapat pula dipergunakan
untuk menangkap seekor kutu dari atas rambut orang.
Si penjual kueh itu sudah cukup banyak tahun melatih diri secara tekun dalam permainan
senjatanya, serangan yang dilancarkan selain dilakukan dengan kecepatan luar biasa, cakar
baja di tangan kiri bisa bergerak dengan lincah sementara cakar baja di tangan kanannya bisa
dipakai secara kekerasan dengan memancarkan segenap kelihaian yang dimilikinya.
Dalam penggunaan tenaga, ada kalanya dipakai tenaga kasar untuk kekerasan, ada kalanya
pula bertenaga lembut untuk kelincahan, serangan-serangan yang digunakan pun ada serangan
tipuan, ada pula serangan sungguhan, tapi seluruhnya tertuju pada bagian-bagian yang
mematikan di tubuh lawan.
Dari bali sinar mata si kakek yang masih sipit karena mabuk, tiba-tiba mencorong keluar
cahaya tajam yang menggidikkan hati, dengan suara keras dia berteriak :
"Lepas!" Di tengah bentakan nyaring, tubuhnya melejit ke tengah udara, sepasang ujung baja yang
menggulung ke muka, dengan cepat cakar elang itu terlepas dari cekalan dan mencelat ke
tengah udara, setelah melayang sejauh dua puluh kaki lebih akhirnya jatuh diatas bukit diluat
pagar bambu sana. Si penjual kueh itu sendiri ternyata tak sampai tergetar roboh, dia masih tetap berdiri tegak
disana tanpa bergerak barang sedikitpun.
Tapi, sepasang biji matanya telah menonjol keluar, matanya merah berapi-api, sementara
darah kental keluar dari ujung bibirnya.
Kakek itu menatapnya tajam-tajam mendadak ia menghela nafas panjang, katanya.
"Aaai...! Kau hendak membunuhku, maka aku pun tak bisa tidak harus membunuhmu juga."
Si Penjual kueh itu menggertak giginya kencang-kencang tanpa mengucapkan sepatah
katapun. "Sesungguhnya kau harus tahu siapakah diriku ini." kembali kakek itu berkata, "aku pun tahu
siapakah dirimu yang sebenarnya."
670 "Siapakah aku ?" tiba-tiba penjual kueh itu bertanya.
Karena buka mulut dan bersuara, kembali ada darah kental menyembur keluar.
Sambil menghela nafas, kakek itu menggeleng.
"Eng jiau ong, Ong Han bu, buat apa kau musti berkeras kepala terus... ?" tegurnya.
Dengan cepat si penjual kueh itu menyeka noda darah di ujung bibirnya dengan pakaian, lalu
berteriak keras. "Aku bukan Eng Jiau Ong, aku bukan Ong Han bu!"
Darah yang baru saja di seka itu kembali menyambar keluar, dengan nafas tersengal - sengal
katanya kemudian : "Eng Jiau ong, Ong Han bu sudah lama mati, tak seorang manusiapun yang dapat
membunuhnya, dia... dia mati karena sakit, aku,.... aku...."
Rasa kasihan dan iba segera memancar keluar dari balik mata kakek itu, ujarnya dengan
lembut : "Aku tahu, kau tidak lebih hanya seorang penjual kueh belaka...."
Pelan-pelan penjual kueh itu mengangguk, matanya segera terpejam dan tubuhnya pelanpelan
roboh terkapar di atas tanah.
Apa yang diharapkan telah terwujud, diapun bisa mati tanpa harus membawa rasa sesal.
Sebab dia bukan Ong Han bu, nama besar partai Huay-lam pay yang tak terkalahkan sama
sekali tidak hancur di tangannya.
Maka tidak ada orang pula yang bisa mengalahkan Eng-jiau-ong, dahulu tidak, di kemudian
haripun lebih-lebih tidak......
Air mata yang selama ini mengembang dalam kelopak mata Hek-th han atau si lelaki hitam
pekat itu akhirnya tak tahan dan meleleh juga membasahi pipinya, mendadak ia membentak
dengan suara yang keras menggelegar bagaikan guntur:
"Lepas!" Busur berbunyi dan sebatang anak panah berbulu perak yang tiga depa enam inci panjangnya
itu segera meluncur dari atas busur dan menyambar kemuka dengan membawa suara desingan
tajam yang memekikkan telinga.......
671 Hek thi ban tingginya mencapai delapan jengkal, kekuatan lengannya mencapai ribuan kati,
busur baja berpunggung emas miliknya saja memiliki daya tempak lima ratus butir batu,
meski panah berbulu peraknya masih belum sanggup untuk membelah rembulan, tapi cukup
untuk menghancurkan batu karang.
Konon menurut berita yang tersiar di dalam dunia persilatan, jika ada tiga orang yang berdiri
dengan punggung sampai punggung, dengan sekali bidikan dia sanggup menembusi badan
ketiga orang itu sekaligus.
Tapi sekarang cahaya perak baru berkelebat lewat, tahu-tahu panah berbulu perak itu sudah
berada di tangan si kakek, dia hanya menggunakan dua jari tangannya, panah yang mampu
menembusi batu tersebut tahu-tahu sudah kena terjepit olehnya.
Dalam waktu singkat inilah air muka Hek thi han telah berubah menjadi pucat ke abu-abuan,
sedangkan empat bersaudara dari keluarga Lui segera menunjukkan wajah berseri.
Sungguh tak disangka hanya dalam sekejap mata saja, secara tiba-tiba situasi telah mengalami
perubahan kembali. Mendadak paras muka si kakek menunjukkan suatu perubahan mimik wajah yang aneh sekali,
seperti seorang nyonya muda yang terbangun di tengah malam dan tiba-tiba menemukan ada
seorang lelaki asing sedang "menunggangi" tubuhnya.
Rasa kaget, seram dan takut yang luar biasa telah menyelimuti seluruh wajahnya.
Tiba-tiba ia melejit ke tengah udara, berjumpalitan beberapa kali dan melayang keluar dari
tenda bambu itu, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Bila ingin belajar "membidik", maka pertama-tama yang harus dilatih dulu adalah ketajaman
mata. Sejak berusia tujuh delapan tahun Hek thi han sudah melatih ketajaman mata, Ia harus melatih
sampai dapat melihat seekor nyamuk di dalam sebuah kamar gelasp sejelas melihat burung
elang di angkasa, latihan itu baru bisa di anggap berhasil.
Ketajaman mata Bu-ki boleh di bilang tidak selisih jauh daripada ketajaman matanya.
Tapi mereka semua tak ada yang menduga apa sebabnya kakek itu secara tiba-tiba melarikan
diri, jago lihay seperti dia tidak mungkin merupakan seorang manusia yang gampang dibikin
takut, kecuali secara tiba-tiba ia bertemu dengan setan atau secara tiba-tiba dipagur oleh ular
berbisa. Tapi disana tidak ada setan, disanapun tak ada ular berbisa.
672 Apa pula yang dia takuti "
Su kuli pikul itu berdiri dengan tangan sebelah memegang sepotong kueh keras, wajah
mereka dari girang berubah menjadi kaget dan tercengang lalu dari kaget dan tercengang
berubah menjadi seram akhirnya dari rasa seram berubah menjadi rasa curiga.
Sekarang paras muka mereka telah berubah menjadi dingin kaku tanpa emosi lagi, tiba-tiba
serunya: "Tauke....!" Bu-ki bukan seorang tauke.
Tidak sedikit memang kejadian aneh dilihat, dirasakan, dan dialaminya sepanjang hidup tapi
ia belum pernah menjadi seorang tauke.
Tapi selama ini keempat orang tukang pikul itu selalu menyebutnya sebagai tauke.
"Kau sedang memanggil aku?" tanya Bu-ki kemudian.
"Entah kami she apa yang pasti kami telah dicarter olehmu maka kau masih tetap merupakan
tauke kami." Mau tidak mau Bu-ki harus mengakui akan hal itu.
Kembali si tukang pikul itu berkata.
"Kau membayar lima renca uang perak sehari untuk menjadi tukang pikul dan membawakan
peti mati ini sampai wilayah Szechwan...."
"Benar" "Sepanjang perjalanan sampai disini, pernahkah kami melakukan kelalaian atau pelanggaran
?" "Tidak pernah!"
"Pernahkah kami malas atau mencuri waktu sehingga menunda perjalanan?"
"Tidak pernah!"
"Kau membayar lima rence uang perak sehari kepada kami, apakah kau merasa berat hati
untuk membayarnya ?"
673 "Tidak, tidak berat!"
Ia tidak bisa tidak untuk mengakui hal ini, memang tidak gampang untuk menemukan tukang
pikul macam mereka itu. Kembali si tukang pikul itu berkata:
"Kau mencarter kami untuk membawakan peti mati ini sampai diwilayah Szechwan. kamipun
dengan bersungguh hati membawakan peti mati ini sampai ke tempat tujuan, bahkan kami
berjanji pasti akan membawa peti mati ini sampai tempat tujuan dengan aman dan selamat."
"Bagus sekali!"
"Karenanya, aku harap kau jangan mengurusi persoalan-persoalan yang lain, sebab semua
persoalan itu sama sekali tak ada hubungannya dengan dirimu."
Ucapan tersebut sudah teramat jelas sekali maksudnya.
Mereka sama sekali tidak tahu akan asal usul dari taukenya ini, merekapun tidak ingin tahu,
mereka hanya berharap taukenya ini juga tidak mencampuri urusan mereka.
Bu-ki hanya merasa kurang jelas akan satu hal.
Tak tahan lagi dia lantas bertanya:
"Tahukah kalian siapa yang berada di dalam peti mati itu?"
"Sahabatmu!" "Tahukah kalian siapakah sahabatku ini?"
"Entah siapa pun sahabatmu itu, hal ini mana sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan
kami." "Mengapa kalian bersedia memikulkan peti mati itu bagiku?"
"Karena kami bersedia!"
Sesudah berhenti sebentar, dengan suara hambar dia melanjutkan :
"Asal kami telah bersedia, entah apapun yang kami lakukan, hal mana sama sekali tidak ada
sangkut pautnya dengan dirimu."
674 Bu-ki segera menghela nafas panjang.
"Yaa, ucapanmu memang sangat masuk di akal"
Mau tidak mau dia harus mengakui bahwa perkataan mereka memang cengli, masuk diakal
tapi dalam hati kecilnya justru merasa bahwa perkataan itu sama sekali tidak masuk akal.
Semua perbuatan mereka hampir tak bisa masuk diakal karena setiap perbuatan yang mereka
lakukan tak dapat dijelaskan dengan akal yang pada umumnya berlaku.
Tapi semua perbuatan tersebut benar benar telah terjadi... malahan sudah ada lima orang yang
mati lantaran persoalan ini.
Kehidupan adalah benar benar merupakan suatu kenyataan, demikian pula kematian.
Sekali lagi Bu ki menghela napas panjang, katanya: "Dapatkah kau memberitahukan
kepadaku sebenarnya kalian ingin berbuatapa?"
Si tukang pikul itu mempertimbangkannya sebentar, akhirnya dia menjawab: "Kami tak lebih
hanya ingin membunuh seseorang yang sama sekali tak ada hubungan atau sangkut pautnya
dengan kita" "Kalian ingin membunuh diriku?" tiba tiba Hek thi han bertanya.
"Benar!" Hek thin han tak bisa disebut sebagai sahabatnya Bu ki, tapi bagaimanapun juga Bu ki merasa
masih berhutang budi kepada mereka ibu dan anak...
Empat orang tukang pikul itu sudah bersiap siap untuk turun tangan, dengan cepat mereka
telah mendekati Hek thi han, lalu mengepungnya rapat rapat.
Busur besar anak panah panjang cuma bisa dipakai untuk menyerang jauh, makin dekat
jaraknya makin terbatas daya kemampuan yang bisa dicapai.
Tak bisa disangkal lagi ke empat orang tukang pikul itu merupakan jago jago kawakan yang
sudah berpengalaman dalam menghadapi beratus ratus kali pertempuran. Sudah barang tentu
mereka cukup mengerti akan teori tersebut, dengan pengalaman serta ilmu silat yang mereka
miliki, untuk membunuh manusia sperti hek thi han, pada hakekatnya hanya merupakan
sesuatu pekerjaan yang dapat diselesaikannya dalam waktu sekejap mata.
"Tunggu sebentar!" tiba tiba Bu ki berteriak ekras.
675 Sambil menarik muka si tukang pikul itu segera menegur: "Apakah kau bermaksud untuk
mencampuri urusan pribadi kami?"


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu ki tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya:
"Apakah kalian bersikeras akan membunuhnya?"
"Yaa, benar!" Jawabannya amat tandas dan tegas terusnya: "Jika ada orang ingin menghalangi niat kami, tak
ada halangannya buat kami untuk membunuh seorang lebih banyak lagi"
"Apakah disebabkan ia sudah mengetahui asal usul kalian" Maka kalian bersikeras akan
membunuhnya untuk menghilangkan saksi?"
Tukang pikul itu tidak menyangkal. "Sekarang, akupun sudah mengetahui asal usul kamu
sekalian" kata Bu ki kembali, "Apakah kalian juga akan membinasakan diriku?"
"Aku telah berkata, asal kau tidak mencampuri urusan ini, kami akan memikulkan peti mati
ini sampai ditempat tujuan dengan selamat"
Bu ki segera menghela napas panjang. "Aaai...sekarang aku lebih tidak mengerti lagi"
katanya, "Sudah jelas disini ada dua orang yang mengetahui rahasia kalian, mengapa kalian
hanya membunuh seorang?"
"Karena kami menyukai dirimu" sahut si tukang pikul itu sambil tertawa dingin.
Tiba tiba paras muka Bu ki berubah hebat, ditatapnya wajah mereka dengan terkejut lalu
serunya: "Kau...kau..."
"Kenapa dengan diriku?"
Bu ki memandang sekejap kearahnya, kemudian memandang pula ketiga orang rekannya,
sorot matanya penuh pancaran sinar kaget, tercengang dan seram.
Hek thi han yang memandang keempat orang itu juga menunjukkan mimik wajah yang sama,
seakan akan dalam waktu singkat ke empat orang tukang pikul itu telah berubah menjadi
setan yang menyeramkan. Mimik wajah semacam ini, sudah pasti tak dapat diperlihatkan dengan pura pura.
Sebenarnya apa yang mereka saksikan" Mengapa wajah mereka secara tiba tiba berubah
menjadi begitu kaget" Begitu ketakutan"
676 ORANG MATI KE SEPULUH SIKAP ke empat orang tukang pikul itu juga menunjukkan kegugupan, gelisah dan tak
tenang, barang siapa yang ditatap orang dengan mimik wajah seperti itu, sikap mereka pasti
akan berubah menjadi gugup dan gelagapan.
Sebenarnya sinar mata mereka berempat selalu tertuju ke wajah Hek Thi han dan Bu ki, tapi
sekarang tak tahan lagi mereka saling berpandangan sendiri.
Cukup dalam sekilas pandang saja, paras muka mereka berempat segera menunjukkan pula
mimik wajah seperti yang diperlihatkan Bu ki, malahan jauh lebih kaget, jauh lebih gugup dan
jah lebih ngeri dari pada apa yang diperlihatkan Bu ki.
Salah satu orang diantara mereka tiba tiba membalikkan badan dan menerjang kemuka,
tangannya dengan cepat mencengkeram poci air teh yang berada di sisi peti mati itu.
Pelk Lek thong tersohor dalam dunia persilatan karena senjata rahasia obat peledaknya yang
amat dahsyat, tangan dari orang orang yang sering bermain senjata rahasia obat peledak
sebagai senjata andalannya, paling tidak harus lebih mantap dari pada orang lain.
Tapi sekarang jangan toh senjata rahasia bahan peledak, sekalipun memegang poci air teh saja
sudah tak sanggup lagi, mendadak mulutnya terbuka lebar, dia seperti mau menjerit tapi tak
sepotong suarapun yang dapat diteriakkan.
Dari dalam tenggorokannya hanya terdengar suara desisan yang sangat lirih, menyusul
kemudian tubuhnya ikut roboh terkapa diatas tanah, roboh tak berkutik lagi.
Rekan rekannya juga telah membalikkan badan lari kedepan, dua orang diantaranya segera
terjungkal setelah keluar dari warung sedang seorang lagi roboh dalam warung itu juga.
Begitu roboh terkapar keatas tanah sekujur badan mereka mulai layu, bagaikan selembar daun
yang terkena api, dalam waktu singkat menjadi layu dan kusut.
Sore telah menjelang datang.
Sinar matahari sore dimusim semi seperti ini, biasanya cahaya keemas emasan itu tampak
indah dan menarik, akan tetapi tanah perbukitan tersebut seolah olah telah diselimuti oleh
selapis bayangan hitam yang menyeramkan.
Itulah bayangan hitam dari kematian, maut seperti datang dari empat arah delapan penjuru.
Bahkan Bu ki sendiripun merasakan tangan serta kakinya menjadi dingin, apalagi Hek thi han,
peluh dingin sebesar kacang telah membasahi jidatnya, ujung hidungnya dan sekujur
badannya. 677 Detik terakhir menjelang kematiannya, mimik wajah yang diperlihatkan keempat orang
tukang pikul itu sungguh menakutkan sekali.
Bukan untuk pertama kali ini Bu ki menyaksikan keadaan seperti itu.
Ketika Tong Giok keracunan, mimik wajahnya juga menunjukkan perubahan yang sama...
sinar matanya lambat laun menjadi buram dan redup, kelopak matanya makin menyusut kecil,
lalu ujung bibirnya, ujung matanya serta kulit pipinya mengejang keras dan kering retak retak,
setelah itu lapisan hitam yang menyeramkan menyelimut seluruh paras mukanya.
Yang paling menakutkan adalah, disaat wajah mereka mengalami perubahan, mereka sendiri
sama sekali tidak merasakan apa apa, daya kerja racun jahat tersebut sedemikian
mematikannya sehingga sampai saat menjelang tibanya ajalpun ia tak akan merasakan apa
apa. Bukan cuman tak akan merasakan apa apa dikala racun mulai bekerja, di kala daya kerja
racunpun mulai menyebar keseluruh anggota badan juga tak akan merasakan apa apa.
Dalam keadaan tanpa terasa itulah racun jahat itu akan menyusup masuk ke dalam setiap
rongga tubuhmu, menghancurkan urat syarap yang menghubungkan anggota badan dengan
otak dan akhirnya merenggut selembar nyawamu.
***** Si KONGCU gemuk beserta rekannya yang semula duduk didalam warung, sekarang telah
terjeglok dibelakang bambu, keempat tukang pikul tandunya saat itu juga secara diam diam
tleah ngeloyor pergi. Tak bisa disangkal lagi dibelakang warung itu terdapat sebuah jalan, bila bertemu dengan
peristiwa semacam ini, asal orang itu punya kaki, mereka pasti akan mengambil langkah
seribu. Tiba tiba Hek thi han menghela napas panjang, katanya: "Masakah dalam poci air teh itu
benar benar beracun?"
Ia sedang bertanya kepada Bu ki.
Ditempat itu tinggal dua orang yang hidup dia serta Bu ki, hal mana membuat hubungan
mereka seakan akan berubah menjadi lebih akrab dan dekat secara tiba tiba.
Seandainya kaupun pernah mengalami pengalaman seperti apa yang mereka alami itu, maka
kaupun akan mempunyai perasaan demikan juga.
678 "Tampaknya dalam air teh tersebut pasti ada racunnya" sahut Bu ki sambil manggut manggut.
"Tapi bukan aku yang melepaskan racun itu" kata hek Thi han.
"Aku percaya" "Tapi siapa yang melepaskan racun?"
"Aku tidak tahu"
Hek thi han termenung sambil membungkam. Wajahnya menunjukkan perasaan tersiksa dan
menderita yang luar biasa, peluh dingin semakin banyak mengucur keluar dari tubuhnya.
"Apakah kau ada perkataan yang hendak disampaikan kepadaku?" tanya Bu ki kemudian.
Hek thi han kembali termenung sampai lama sekali, mendadak serunya dengan suara lantang:
"Aku sama sekali tidak menginginkan nyawa mereka. Akupun tidak menginginkan peti mati
ini. Aku sama sekali tak tahu kalau mereka berempat akan membawa sebuah peti mati"
Sedemikian kerasnya suara itu seakan akan sedang berteriak tapi ia bukan sedang berteriak
kepada Bu ki, ia sedang berteriak kepada dirinya sendiri.
Bu ki dapat memahami perasaannya maka sepatah katapun tidak ia katakan, ia membiarkan
dia sendiri mengucapkan kata kata tersebut.
Terdengar hek thian han berkata lagi: "Ada orang memberitahukan kepada kami bahwa dalam
peti mati itu tersimpan sejumlah "bungkusan merah" paling tidak nilainya mencapai lima
puluh laksa tahil. Yang diartikan sebagai "bungkusan merah" oleh kalangan persilatan tak lain adalah sejumlah
mestika dan harta kekayaan yang besar sekali jumlahnya.
"Tempo dulu kami mempunyai kebutuhan mendesak dan meminjam sejumlah uang kepada
seseorang" Hek thi han lagi, "tapi ia minta kami membayar hutang tersebut dengan
"bungkusan merah" ini, terpaksa kami hanya berusaha untuk mendapatkannya"
"Kebutuhan mendesak apakah yang kalian hadapi?"
"Bulan empat tanggal sebelas adalah ulang tahun seorang tuan penolong kami, setiap tahun
kami harus mengirim sejumlah hadiah kepada dia orang tua"
Tentu saja Bu ki tahu siapakah tuan penolong yang dimaksudkan itu, sebab orang itu tak lain
adalah Siau Tang lo yang misterius itu.
679 Kembali Hek thi han berkata: "Sejak dulu kami sudah ada perjanjian dengan orang lain, bila
ia mengetahui ada "bungkusan merah" yang tidak jelas asal usulnya melewati daerah
kekuasaanya, lantaran ia sendiri kurang leluasa untuk turun tangan, maka kabar itu selalu dia
sampaikan kepada kami, bila berhasil maka hasilnya akan dibagi menjadi tiga tujuh"
Setelah berhenti sejenak, dia menambahkan: "Sekalipun kami adalah perampok, tapi kami
hanya mengerjakan "bungkusan merah" lagi pula harus suatu "bungkusan merah" yang tidak
jelas asal usulnya. Sebenarnya perkataan semacam ini tak akan diberitahukan kepada Bu ki, tapi dibawah
tekanan kematian, kekuatan dan kengerian yang luar biasa, tiba tiba saja ia merasa harus
mengucapkannya keluar. Jika kau yang berada dalam keadaan dmeikian, sudah pasti kau sendiripun akan melakukan
perbuatan yang sama. Bu ki sama sekali tidak bertanya, "Siapakah orang itu?"
Hal mana merupakan rahasia orang lain, ia tidak berhak untuk menanyakannya, selamanya
dia enggan untuk menyelidiki rahasia pribadi orang lain...
Suara Hek thi han makin lama semakin rendah, makin bicara semakin sedih, akhirnya katanya
dengan hati yang sedih, "Sekarang walaupun aku sudah memahami apapun yang sebenarnya telah terjadi, sayang
sekali keadaan sudah terlambat."
"Sebenarnya apa yang telah terjadi ?" tak tahan Bu-ki bertanya.
"Kesemuanya ini hanya merupakan suatu perangkap, perangkap busuk orang untuk menjebak
kami!" "Suatu perangkap " Perangkap apa ?"
"Dia ingin membunuh keluarga Lui bersaudara, tapi dia sendiri tak dapat turun tangan, maka
diapun ingin membunuh kami untuk menghilangkan saksi"
"Mengapa dia harus membunuh kalian?"
"Sebab hanya kami yang tahu akan rahasianya, markasnya, dan gudang penyimpanan harta
rampokannya!" Dari sedih ia berubah menjadi amat gusar, terusnya :
680 "Maka diapun menyiapkan siasat meminjam golok membunuh orang dan menjebak kami
dengan rencana sekali timpuk dua ekor burung. Dia membiarkan kami saling bunuh
membunuh, paling baik lagi jika kamu semua bisa mampus semua."
"tapi kau tidak punya bukti, kau tidak bisa membuktikan bahwa peristiwa ini pastilah suatu
perangkap." "Kau lah bukti yang paling jelas."
"Aku?" seru Bu-ki tercengang.
"Benar!" "Apakah kau telah menyimpan sejumlah barang mestika di dalam peti mati ini?"
"Tidak!" "Kalau toh dalam peti mati ini sama sekali tidak ada "bingkisan merah", kalau peristiwa ini
bukan suatu perangkap " lantas apa namanya ?"
Sepasang tangannya memegang kepalanya kencang-kencang, kemudian lanjutnya :
"Sekarang Lui bersaudara telah mati, saudara-saudara kamu juga telah mati, rencana
merekapun telah berhasil, cuma sayangnya .... "
"Cuma sayang kau belum mati", sambung Bu-ki.
Dengan penuh kebencian, Hek-thi han berseru:
Selama aku masih bernafas, selama hayat masih dikandung badan, aku bersumpah untuk
membongkar intrik busuknya yang amat licik dan keji ini.
Bu-ki termenung sebentar lalu berkata :
"Sudah lama ku dengar akan nama besar Kim-kiong-gin-ciam, cu bu-siang hui (busur emas,
anak panah perak, anak ibu terbang bersama), akupun tahu bukan saja ilmu memanah dari
ibumu tiada ternyata, lagi pula seorang jago yang berotak cerdas, mengapa kau tidak
mencarinya dan merundingkan persoalan ini dengannya ?"
Jilid 24________ "Penyakit yang diderita ibuku amat parah, persoalam semacam ini tak bisa kubicarakan lagi
dengannya, aku tak ingin dia orang tua merasa risau dan cemas".
681 "Hek popo telah jatuh sakit" Mengapa kau tidak tinggal di sampingnya dan merawat
penyakitnya itu?". "Penyakit ibuku baru kambuh semakin parah setelah lewat hari ulang tahun dari tuan
penolong kami itu, hari ini secara kebetulan kami telah bertemu dengan seorang nona yang
baik hati, ia bersikeras hendak menahan ibuku untuk tinggal selama beberapa hari di sana agar
ia bisa merawatnya sebab..."
"Sebab apa?". "Sebab suaminya dengan kami, ibu dan anak pernah sedikit mempunyai sedikit
persoalan". Jantung Bu ki berdebar-debar, ia berdebar dengan keras.
Sekarang, tentu saja ia juga telah menduga si nona yang baik hati itu, tapi toh tak tahan lagi
dia bertanya pula. "Siapa nona itu?".
"Dia she Wi!". "Ia telah membawa Hek popo pergi kemana?"
"Ketempat tinggal seorang jagoan Bu lim yang sudah lama mengasingkan diri dari keramaian
dunia, bukan saja orang itu memiliki kepandaian ilmu pedang tiada taranya di kolong langit,
lag pula pandai pertabiban, karena itu akupun merasa amat berlega hati".
Bu ki tidak berkata apa-apa lagi, diapun tak dapat mengucapkan apa-apa lagi.
Penderitaannya, kesedihannya, dan rasa rindunya tak mungkin bisa diutarakan di hadapan
siapa saja. Bahkan untuk dipikirkan saja ia tak berani.
Masih ada banyak pekerjaan yang harus dia lakukan, dia harus keraskan hati kerinduan
merupakan titik kelemahan bagi manusia.
Entah bagaimanapun juga, toh akhirnya ia berhasil mendapatkan kabar tentang Wi Hong nio,
bagaimanapun juga dia dapat tahu bahwa dia sehat wal afiat tanpa kekurangan sesuatu
apapun. Menanti ia mendongakkan kepalanya lagi baru diketahui Hek thi han sudah berjalan keluar
dari barak dan sedang menuruni bukit tersebut.
Dengan cepat dia berseru.
682 "Eeh....tunggu sebentar!.
Hek thi han tertawa paksa, sahutnya:
"Aku mempercayai dirimu, aku percaya dalam peti mati itu pasti tak terdapat apa-apa yang
berharga". "Aku sama sekali tidak kenal dengan Lui bersaudara, aku mencarter mereka dengan lima
rence perak sehari untuk menggotongkan peti mati itu bagiku".
"Aku percaya!".
"Seorang kuli pikul yang dicarter orang untuk menggotong peti mati dengan upah lima rence
perak sehari, mungkinkah rela beradu jiwa bagi seseorang?".
"Tidak mungkin, kecuali...."
"Kecuali dia juga tahu kalau dalam peti mati itu masih ada rahasia yang lain", sambung Bu ki.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Hek thi han setelah mendengar perkataan itu.
Kembali Bu ki berkata, "Meskipun aku tidak menyembunyikan "bingkisan merah" ke dalam peti mati ini, akan tetapi
mereka....". "Mereka memikulkan peti matimu itu, mungkin saja hanya ingin mempergunakan peti mati
itu untuk melindungi penyaruan mereka dan menyelundupkan bingkisan merah itu sampai di
wilayah Szuchuan...", seru Hek thi han cepat.
Bila ingin membawa "bingkisan merah" orang memang sering kali mengirimkannya secara
"gelap" terutama sekali bila "bingkisan merah" itu tidak jelas asal-usulnya.
Cara orang persilatan mengirim barang "gelap" memang seringkali beraneka ragam,
menggunakan orang mati dan peti mati sebagai pelindung bagi penyaruan mereka memang
bukan baru pertama kali terjadi.
Kata Bu ki kemudian. "Akupun tahu bahwa saat ini kau tak akan tertarik lagi terhadap bingkisan merah itu, tapi
kalau toh kau telah melakukan pekerjaan ini, paling tidak kau harus menyelidiki persoalan ini
sampai menjadi lebih jelas lebih dahulu, anggap saja sebagai suatu pertanggung jawabmu
terhadap saudara-saudaramu itu".
683 Tak usah dia melanjutkan kata-kata tersebut, dengan langkah lebar Hek thi han telah berjalan
balik. Jantung mulai berdebar-debar, makin berdebar semakin cepat.
Sembilan orang dengan sembilan lembar nyawa tak lebih mereka korbankan demi sebuah peti
mati. Sesungguhnya rahasia apakah yang tersimpan di balik peti mati itu?"
Peti mati yang terbuat dari kayu jati berkwalitas tinggi, indah dan amat berat.
Hek thi han telah menancapkan busur emasnya di atas tanah, kemudian membuka penutup
peti mati itu dengan tangannya.
Dalam detik yang teramat singkat itu, secara tiba-tiba ia teringat akan banyak urusan, teringat
banyak persoalan lama yang sebenarnya sudah lama ia lupakan.
Dia sendiri tidak tak tahu apa sebabnya dalam keadaan seperti ini secara tiba-tiba ia teringat
akan berbagai persoalan itu.
Walaupun penutup peti mati itu sangat berat, tapi dengan tenaga dalam yang dimiliki Hek thi
han, tentu saja secara mudah ia berhasil mengangkatnya tinggi-tinggi.


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bu ki telah berjalan keluar dari balik barak bambu itu. Sebenarnya dia mengira kedatangan
Hek thi han sekalipun kemungkinan besar disebabkan oleh Tong Giok, mereka tahu orang
yang berada dalam peti mati adalah Tong Giok, tahu kalau Tong Giok belum mati dan mereka
ingin merenggut nyawa Tong Giok.
Tidak bisa dikatakan lucu bila ia berpendapat demikian, sebab memang tidak sedikit orang
yang ingin merenggut nyawa manusia yang bernama Tong Giok itu.
Tapi sekarang dia sudah tahu bahwa jalan pemikirannya itu salah besar....
Lantas, selain Tong Giok, sesungguhnya dalam peti mati itu masih terdapat barang apalagi"
Benarkah dalam peti mati itu, sungguh-sungguh terdapat sejumlah intan permata yang tak
ternilai harganya". Dia sendiripun ingin sekali mengetahui jawabannya.
Karena peti mati itu, sudah banyak orang mengorbankan diri, pengorbanan yang harus
dibayar sudah terlalu besar.
684 Dia sangat berharap Hek thi han bisa mendapatkan sedikit hasil yang bisa mengungkapkan
keadaan tersebut. "Sekarang, walaupun dia masih belum dapat melihat dengan jelas apa isi dalam peti mati itu,
akan tetapi dia dapat membaca semuanya dari perubahan mimik wajah yang diperlihatkan
oleh Hek thi han pada saat itu".
Secara tiba-tiba saja, di atas paras muka Hek thi han telah memperlihatkan suatu perubahan
mimik wajah yang tak bisa dilukiskan oleh siapapun juga.
Mimik wajah itu bukan cuma rasa kaget, tercengang, takut dan ngeri saja, malahan terdapat
pula suatu luapan emosi, gejolak perasaan dan nafsu serakah.
Apabila barang yang dia saksikan cuma intan permata atau emas perak yang tak ternilai
jumlahnya, tentu saja akan terjadi luapan emoasi, perasaannya bergejolak dan
memperlihatkan nafsu serakah yang pasti dimiliki oleh setiap manusia.
Akan tetapi, jika dilihat itu hanya intan permata atau benda mustika lainnya yang amat
berharga, mustahil wajahnya akan menampilkan perasaan takut dan ngeri.
Sebaliknya bila benda yang dilihat itu adalah suatu benda yang menakutkan atau
menyeramkan hati siapapun yang melihatnya, maka jelas tak mungkin dia akan
memperlihatkan mimik wajah orang yang lagi serakah atau bernafsu untuk mendapatkannya.
Lantas, apa yang sesungguhnya telah dia saksikan"
Apa yang sebenarnya terdapat di dalam peti mati yang telah menjadi incaran banyak orang
itu". Sebenarnya Bu ki ingin bertanya kepadanya, dia ingin bertanya apa gerangan yang telah
disaksikannya dalam peti mati tersebut.
"Blaaammm....!"
Belum habis ingatan tersebut melintas di dalam benaknya, mendadak penutup peti mati yang
telah dibukanya itu tertutup kembali keras-keras, menutup kembali seperti secara tiba-tiba
dihentakkan oleh orang keras-keras.
Sekujur badannya seolah-olah pada detik tersebut menjadi kaku membeku dan tak bisa
bergerak lagi. Menyusul kemudian dari atas tenggorokannya pelan-pelan menetes keluar setitik butiran
darah yang dalam waktu singkat telah menjadi beku kembali.
685 Dengan suatu kecepatan yang luar biasa Bu ki menubruk kedepan lalu teriaknya keras-keras,
"Apa yang telah terjadi?".
Napas Hek thi han telah terhenti, sepasang matanya yang semula bersinar tajam, kini telah
berubah menjadi pucat keabu-abuan.
Dengan mengucapkan segenap sisa tenaga yang dimilikinya, dia hanya sempat mengucapkan
dua patah kata: "Tong Koat......"
Setelah mengucapkan kedua patah kata itu butiran darah yang membeku di atas
tenggorokannya tiba-tiba merekah, darah segar menyembur keluar dengan derasnya,
badannya menyusut mundur ke belakang dan titik-titik darah menodai seluruh wajahnya.
MANUSIA DALAM PETI TONG KOAT, jelas kata-kata itu merupakan nama orang.
Bu ki seperti pernah mendengar nama ini, orang tersebut tak bisa disangkal lagi adalah anak
keturunan dari keluarga Tong.
Sedetik menjelang saat kematiannya mengapa Hek thi han masih berusaha keras untuk
menyebutkan nama orang itu"
Apakah dia ingin memberitahukan kepada Bu ki bahwa perangkap ini disiapkan oleh Tong
Koat" Mengapa Tong Koat menginginkan mereka dan Lui bersaudara mati bersama-sama"
Bukankah Pek lek tong telah bersekutu dengan keluarga Tong" Mengapa Tong Koat hendak
membinasakan Lui bersaudara"
Setelah membuka penutup peti mati tadi, sebenarnya apa yang telah dilihat Hek thi han"
Mengapa secara tiba-tiba tewas secara mengenaskan".
Persoalan-persoalan itu tidak dimengerti oleh Bu ki.
Pada hakekatnya berpikirpun tak pernah ia pikirkan sebab dia telah menemukan suatu
peristiwa yang jauh lebih menakutkan lagi....
Ia telah menemukan sebatang jarum. Sebatang jarum perak sepanjang delapan hun,mengikuti
semburan darah yang memancar keluar dari tenggorokan Hek thi han dan menyemprot keluar.
686 Tak bisa disangkal lagi, Hek thi han telah tewas di ujung jarum perak tersebut, sebatang jarum
yang delapan hun panjangnya ternyata berubah menjadi sebatang senjata rahasia perenggut
nyawa. Senjata rahasia itu ternyata dipancarkan dari dalam peti. Padahal dalam peti mati itu cuma
Tong Giok seorang. Seorang yang badannya sudah kaku dan mati rasa, mana mungkin bisa melepaskan senjata
rahasia" Ataukah racun yang menyerang tubuhnya telah punah" Atau mungkin dia sudah mendapatkan
kembali kekuatan hidup"
Bagi Bu ki, sepatah kata dari mulutnya berarti suatu senjata yang mematikan"
Asal ia masih dapat mengucapkan sepatah kata, berarti seluruh rencana Bu ki akan mengalami
kegagalan total. Peluh dingin telah membasahi telapak tangan Bu ki.
Bagaimanapun juga, ia tak dapat membiarkan Tong Giok tetap hidup, dia tak dapat
membiarkan Tong Giok mempunyai kesempatan lagi untuk buka mulut dan berbicara.
Dia harus melenyapkan orang ini dari muka bumi, entah dalam peti mati itu ada rahasia
apapun, dia sudah tak ingin mengetahuinya lagi. Tiba-tiba ia teringat dengan Pek lek tan,
peluru geledek dari kelompok Pek lek tong.
Senjata mematikan dari Pek lek tong sudah menggetarkan seluruh kolong langit, asal ia
mendapatkan satu atau dua butir Pek lek tan saja, peti mati itu sudah dapat dipunahkan
olehnya dan orang di dalam peti mati itu berikut rahasianya juga akan turut musnah tanpa
bekas. Lui bersaudara adalah empat Toa kim kong dari Pek lek tong, tentu saja dalam saku mereka
terdapat senjata rahasia tunggal itu.
Tetapi dari atas rambut mereka yang awut awutan sampai bawah kakinya sudah digeledah,
tapi tak sebuah tempatpun yang bisa digunakan untuk menyimpan senjata rahasia tersebut.
Tiba-tiba Bu ki teringat kembali dengan kue keras yang berada di tangan mereka itu.
Mereka selalu menggenggam separuh potong kue keras tersebut di tangannya, apakah karena
dibalik kueh keras itu tersimpan senjata rahasia mereka"
687 Bu ki bertekad untuk mencarinya sampai ketemu.
Reaksinya selalu cukup cepat, dalam waktu singkat ia telah memikirkan kembali seluruh
situasi dan keadaan yang sedang dihadapinya.
Tapi sungguh tak disangka pada saat itulah mendadak terdengar seseorang berkata dari peti
mati itu. Terdengar orang itu menghela napas panjang lalu berkata:
"Apakah kau ingin mempergunakan bahan peledak dari Pek lek tong untuk meledakkan peti
mati ini" Kita tiada dendam tiada sakit hati" Kenapa kau musti mencelakai diriku?"
Suara itu lemah lembut dan amat merdu penuh dengan daya tarik seorang perempuan,
kedengarannya sama sekali tidak mirip dengan suara Tong Giok.
Tapi ada sementara orang dapat mempergunakan tenaga dalamnya untuk mengendalikan
tenggorokannya sehingga mengeluarkan suara yang orang lain jangan harap bisa
mengenalnya. Siapa tahu Tong Giok dapat melakukannya seperti itu?"
Dengan nada menyelidik Bu ki lantas bertanya,
"Benarkah kita tiada dendam, tiada sakit hati?".
"Kau belum pernah berjumpa denganku, akupun tidak kenal denganmu dari mana pula
datangnya dendam atau sakit hati?" jawab orang dalam peti mati itu.
"Sungguh?". "Asal kau membuka peti mati itu dan melihatnya sendiri, dengan cepat akan kau ketahui aku
sedang berbohong atau tidak"
Tentu saja Bu ki tak akan melakukan perbuatan semacam itu.
Apa yang telah menimpa diri Hek thi han sudah merupakan suatu pelajaran yang sangat baik
baginya. Orang di dalam peti mati itu kembali berkata,
"Sesungguhnya akupun ingin sekali melihat kau, aku pikir kau pastilah seorang pemuda yang
masih muda mana tampan lagi".
688 "Aku telah berdiri di sini asal kau keluar maka kau dapat melihat wajahku".
"Mengapa kau tidak membuka peti mati ini untuk melihat diriku?".
"Dan kau sendiri mengapa tidak keluar dari peti mati itu?".
Orang di dalam peti mati itu segera tertawa.
"Tak kusangka dengan usiamu yang masih begitu muda cara kerjamu ternyata sangat berhatihati".
"Kalau kudengar dari suaramu", balas Bu ki.
"Usiamu juga tak akan terlalu tua lagipula pasti merupakan seorang gadis yang amat cantik
jelita" Orang di dalam peti mati itu segera tertawa.
"Oooh, rupanya kau juga pandai berbicara, aku pikir pasti akan ada banyak gadis yang
menyukaimu". Tiba-tiba ia menghela napas panjang, terusnya.
"Sayang sekali aku sudah terlampau tua, aku sudah seorang nenek-nenek, aku sudah pantas
untuk memelihara seorang putra sebesar kau".
Tubuhnya masih berada di dalam peti mati, hal mana berarti sudah merupakan suatu
keberuntungan daripada Bu ki.
"Darimana kau bisa tahu kalau usiaku masih muda?", Bu ki lantas bertanya setelah termenung
sebentar, "Kau adalah sahabatnya Tong Giok, tentu saja usianya tak akan selisih banyak dengan
dirinya!". "Darimana kau bisa tahu Tong Giok itu masih muda" Apakah kau pernah bersua
dengannya?". "Sekarang ia berbaring di sisiku, kenapa aku tidak pernah bertemu dengannya?".
Peti mati yang berkwalitet baik memang selalu lebih lebar dan besar, dengan ruang selebar
itu, memang bukan suatu masalah untuk memuat dua orang sekaligus.
689 "Darimana aku bisa tahu kalau Tong Giok benar benar masih berada di dalam peti mati itu?"
kembali Bu ki bertanya. "Oooh, jadi kau tidak percaya?"
Tiba tiba sebuah jari tangan menongol keluar lewat lubang hawa di bawah peti mati itu,
serunya, "Coba kau lihat, bukankah jari tangan ini adalah jari tangannya.....?"
Benar, jari tangan itu memang jari tangan Tong Giok.
Mandadak Bu ki tertawa, serunya,
"Oooh rupanya kau adalah Tong Giok, rupanya kau......"
belum habis dia berkata, dari lubang hawa yang lain telah menongol kembali sebuah jari
tangan. Jari tangan itu halus lembut dan ramping, di atas kukunya malah memakai cat warna yang
amat indah. Jelas tangan itu bukan tangan Tong Giok.
Ini membuktikan, di dalam peti mati itu benar benar terdapat dua orang manusia.
Selain Tong Giok, siapakah orang yang satunya ini" Kenapa dia menyembunyikan diri di
dalam peti mati" Diam diam Bu ki menyelinap ke ujung lain dari peti mati itu, kemudian tangannya
mencengkeram penutup peti mati itu serta menyingkapnya keras keras.
Begitu penutup peti mati itu terbuka, akhirnya ia menjumpai juga orang itu.
Sekarang dia baru mengerti, apa sebabnya Hek thi han menunjukkan mimik wajah yang aneh
setelah melihat isi peti mati tadi.
Pendekar Jembel 5 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Pendekar Latah 6
^